Pencarian

Kemelut Tahta Naga 1

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p Bagian 1


1 Kemelut Tahta Naga II/1 1 Kemelut Tahta Naga bagian 2, selesai di write ulang di
Pringsewu " Lampung dari tanggal 29 Mei 2018 " 07 Juni
2018. Terdiri dari 22 Jilid Total sekitar 1460-an halaman.
KONTRIBUTOR IMAGE : KOH AWIE DARMAWAN
YANG NGURUTIN HALAMAN : KANG HADI
PERTAMA KALI DI SHARE DI GROUP FACEBOOK :
Kolektor E-Book HAPPY READING" "
Kemelut Tahta Naga II/1 2 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid I Pada abad ke tiga belas, dataran itu bergetar
ketika menjadi saksi keperkasaan tentara
berkuda Jengish Khan yang melintas bagaikan prahara, menggu
lung Asia dan Eropa, membentuk garis-garis
batas sebuah kekaisaran seluas sepertiga luas
dunia. Orang Mongol menjadi penguasa waktu
itu. Tetapi itu lima abad yang lalu, dan kini
Jengish Khan sudah terkubur debu. Keturunan
penakluk-penakluk sepertiga dunia itu masih
mendiami tempat asal leluhur mereka, tapi tak
lebih dari sekelompok penggembala kuda, unta
atau kambing yang hidup di kemah-kemah yang
Kemelut Tahta Naga II/1 3 berpencaran. Mereka bukan lagi penaklukpenakluk seperti leluhur mereka. Bentangan
maha luas yang masih membekas jejak
keperkasaan leluhur mereka, kini bukan lagi
kepunyaan mereka. Di Belahan barat, Rusia
terus mendesakkan perbatasannya ke timur
dan selatan sejak abad ke enambelas, dan yang
merintangi perluasan kekuasaan itu akan
ditumpas tampa ampun. Contohnya ialah
Kuchum Khan, seorang kepala suku di Siberia
yang mencoba menahan perluasan wilayah
Rusia dan akhirnya mengalami penumpasan
secara brutal. Sedangkan dari sebelah timur, Kerajaan
Manchu yang menguasai Se-jong (Tibet) sampai
Tiau-sian (Korea) juga gigih memperluas
kekuasaan terus kebarat, sehingga tak
terhindarkan adu otot dengan kekaisaran Rusia.
Maka kaum gembala Mongol yang tak seperkasa
nenek moyang mereka itupun jadi terjepit,
seperti kancil di tengah dua ekor gajah yang
berkelahi. Kemelut Tahta Naga II/1 4 Namun pada abad ke delapanbelas itu,
seorang Mongol Kristen bernama Alai Bu-tan,
mencoba menghimpun sukunya untuk lepas
dari kekuasaan Pak-khia, dan panji-panji
perlawananpun berkobar kembali di Jing-hai.
Dan setiap terjadi pergolakan, maka campurtangan asing dari seberang perbatasan seolah
diundang masuk. Pihak Rusia diam-diam
menjanjikan bantuan dengan dalih "membela
saudara seagama dari penindasan penguaasa
kafir", sehingga Alai Bu-tan jadi semakin berani
dan pemberontakannya pun meluas. Bantuan
diam-diam, tidak terang-terangan, sebab Rusia
masih terikat perjanjian tahun 1689 dengan
Cina untuk "berdampingan secara damai".
Tapi, secarik dokumen perjanjian saja mana
bisa membendung ambisi perluasan kekuasaan
yang meluap" Tidak terang-terangan, ya diamdiam.
Kaisar Yong-ceng di Pak-khia segera
menjawabnya dengan mengirim angkatan
perang raksasa di bawah pimpinan Ni Keng
Giau ke Jing-hai. Kemelut Tahta Naga II/1 5 Namun sebetulnya Ni Keng-giau memikul
tugas ganda. Selain menumpas pemberontakan
juga membereskan "duri dalam daging" yang
harus dilakukan dengan sangat rahasia, yaitu
melenyapkan Pangeran In Te, adik Kaisar Yong
Ceng sendiri, di masa perebutan kekuasaan
semasa Kaisar Khong Hi dulu, antara puteraputera Khong Gi, Pangeran ke empatbelas In Te
adalah saingan paling alot dari Kaisar Yong
Ceng yang waktu itu masih disebut Pangeran Ke
Empat In Ceng. Hanya dengan suatu ke
curangan yang dibantu kawan-kawannya,
mencuri dan mengubah isi Surat Wasiat Kaisar
Khong Hi, maka Yong Ceng akhirnya berhasil
bertahta. Namun selama Pangeran In Te masih
hidup, Kaisar Yong Ceng belum tenteram betulbetul. Maka Pangeran In Te pun ikut dikirim ke
Jing-hai, tempat kemelut, sebab kematian di
tempat seperti itu takkan menyolok perhatian.
Tempat yang paling cocok untuk suatu
pembantaian terselubung. Dari Pak-khia, Ni Keng Giau membawa
500.000 perajurit. Tetapi di propinsi-propinsi
Kemelut Tahta Naga II/1 6 yang dilaluinya, dengan mengandalkan pedang
Liong-hong Po-kiam hadiah Kaisar, Ni Keng
Giau memaksa para gubernur dan panglima
wilayah untuk ikut menyumbangkan perbekalan, perajurit, kuda dan tukang-tukang
sekalian. Para gubernur tak berani menentang
permintaan sang jenderal yang menjadi adik
seperguruan Kaisar itu. Karena itulah ketika pasukan itu sampai ke
Jing-hai, jumlahnya sudah membengkak hampir
dua kali lipat dibandingkan ketika meninggalkan kotaraja Pak-khia.
Maka mendung malapetaka perang, malapetaka bikinan manusia, tergantung sarat
di atas udara Jing-hai. Kecemasan bagi
penduduk yang tidak tahu apa-apa pun
menghebat, tegang menunggu meledaknya petir
keangkara-murkaan. Yang cuma selalu berpikir
bagaimana memperbesar kekuasaan dan bukan
kedamaian. Ni Keng Giau segera menggelar perkemahan
yang megah. Ratusan ribu tenda berjajar rapi di
padang rumput, dari satu tepi ke tepi lainnya
Kemelut Tahta Naga II/1 7 tak terukur panjang dan lebarnya. Tiap pagi dan
petang terdengar suara tambur dan terompetterompet dengan irama yang sama, ringkik
ribuan ekor kuda. Terlihat ribuan bendera
berkibar di puncak-puncak tenda., diguncang
angin padang rumput yang membisik kan
kecemasan. Tetapi di perkemahan yang begitu luas,
suasananya sunyi dari suara manusia. Tidak
terdengar orang bercakap-cakap santai, yang
ada hanyalah perintah-perintah singkat
bernada tegas dan dingin. Apalagi suara orang
bergurau, jangan harap bisa ditemukan. Ni Keng
Giau telah menetapkan tata-tertib militer yang
amat keras. Tiap pelanggar tata-tertib, tak
peduli apapun pangkatnya, tak ada pilihan lain
kecuali menjalani hukuman penggal kepala.
Maka per kemahan besar itu menjadi kelewat tertib, menimbulkan perasaan mencengkam dalam hati semua penghuninya.
Ni Keng Giau beranggapan, lebih bagus kalau
perajurit-perajuritnya cukup lama tertekan
jiwanya sehingga memendam kejengkelan.
Kemelut Tahta Naga II/1 8 Dengan demikian, di medan pertempuran kelak
akan melampiaskan kejengkelan dan menjadi
buas terhadap musuh. Seperti anjing yang
terlalu lama dirantai dan baru dilepaskan kalau
sudah menjadi setengah gila untuk disuruh
menggigit orang lain. Tenda Ni Keng Giau berdiri ditengah
perkemahan. Paling besar ukurannya, tapi tidak
mewah, agar tidak menimbulkan kesan
bermanja-manja di garis depan. Dipuncak tenda
berkibar bendera putih berlukis tujuh bintang
dalam formasi Pak-tau, lambang pribadi Ni
Keng Giau sebagai Ceng-se Tai-goan-swe
(Panglima Besar Penakluk wilayah Barat). Di
depan tenda, berdiri bendera lain yang lebih
tinggi, segitiga ber warna hitam dengan gambar
naga emas berkuku lima. Ngo-jiau Kim-liong-ki,
bendera kekaisaran. Siang itu, tenda besar itu nampak sunyi dari
luar. Tapi di dalamnnya, puluhan komandan
pasukan sedang berdiri tertib dengan mulut
bungkam. Seperti patung-patung mati saja. Tak
ada suara lain di dalam tenda itu kecuali suara
Kemelut Tahta Naga II/1 9 langkah Ni Keng Giau yang hilir mudik disekitar
meja besar, tempat digelarnya selembar peta
wilayah Jing-hai yang hampir seluas permukaan
meja. Sebagian besar tatapan mata Ni Keng Giau
juga hanya tertuju ke peta, kadang-kadang
dengan alis berkerut. Sedangkan semua perwira
bawahannya berdiri menunggu sambil membisu. Tiba-tiba dari luar tenda terdengar suara
langkah mendekat. Wajah para komandan
pasukan menjadi tegang, dan dengan sudut
mata mereka mencoba melirik ke pintu tenda,
untuk melihat siapakah rekan mereka yang
sudah bosan punya kepala, sehingga berani
datang terlambat dalam sidang pimpinan itu"
Ni Keng Giau pun mengangkat wajahnya
yang menjadi bengis, cukup menciutkan nyali
perwira-perwira bawahannya. Bibirnya bergetar, nampaknya beberapa detik lagi akan
menggeledekkan perintah hukuman mati
terhadap si terlambat itu. Matanya telah
menyorot geram menatap pintu tenda,
menunggu siapa yang akan masuk dari situ.
Kemelut Tahta Naga II/1 10 Tirai pintu tenda terkuak. Muncul seorang
tua berambut putih dan bermata merah seperti
elang, tubuhnya tegap, terbungkus jubah
kepangkatan seorang pejabat tinggi. Berbeda
dengan wajah orang-orang di dalam tenda Ni
Keng Giau yang tegang semuanya, orang tua
yang baru masuk ini malahan tersenyum agak
mengejek, seolah dengan sengaja ingin
menunjukkan bahwa dia tidak gentar terhadap
kekuasaan Ni Keng Giau. Dan Ni Keng Giau memang tidak berkuasa
berbuat apa-apa untuk satu orang ini. Orang ini
adalah Kim Seng Pa, yang mendapat limpahan
wewenang dari Kaisar Yong Ceng pribadi, untuk
mengawasi pelaksanaan tugas Ni Keng Giau. Dia
juga berhak mengirimkan laporan sendiri ke
Pak-khia, terpisah dari laporan Ni Keng. Giau.
Karena itu, Ni Keng Giau tak bisa berbuat
apa-apa atas Kim Seng Pa, kecuali
mendoakannya agar kepalanya disambar
geledek. "Maaf, Ni Goan-swe........." kata
Kemelut Tahta Naga II/1 11 Kim Seng Pa dengan santai sambil
melangkah masuk tenda. "Aku terlambat,
karena keenakan minum teh......"
"Juru masak yang berhasil membuat teh


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seenak itu, sehingga melengahkan Kim Congkoan dari tugas utama, rasanya patut dihukum
mati ....." dengus Ni Keng Giau dingin..
"Jangan, Goan-swe. Nanti siapa yang
membuatkan tehku?" "Kalau sampai disiplin pasukan ini
kedodoran gara-gara ulah Cong-koan" kata Ni
Keng Giau dengan nada mengancam.Maka Congkoan yang harus bertanggung-jawab di hadapan
Sribaginda..." Antara Ni Keng Giau dan Kim Seng Pa
memang saingan yang sengit, baik di hadapan
Kaisar, sampai dibawa-bawa ke garis depan
menghadapi musuh bersama. Sengaja Kaisar
Yong Ceng menyuruh Kim Seng Pa ikut dalam
pasukan itu untuk mengawasi Ni Keng Giau,
biarpun tidak punya wewenang langsung
memerintah pasukan. Tujuan Kaisar ialah
supaya dua orang yang seperti air dan minyak
Kemelut Tahta Naga II/1 12 itu dapat saling mengawasi, jangan sampai
melakukan tindakan yang membahayakan
kekuasaan Kaisar. Ni Keng Giau tahu, alasan terlambatnya Kim
Seng Pa itu hanya dibuat-buat untuk
"menantang" nya. Namun sialnya, biarpun
geram bagaimanapun hebatnya, Ni Keng Giau
memang tidak berkuasa menghukum Kim Seng
Pa, yang bukan bawahannya.
Maka tindakan balasan Ni Keng Giau
hanyalah dengan berusaha membuatnya
kehilangan muka, yaitu membiarkan Kim Seng
Pa dan tidak dipersilahkan duduk segala.
Menunjukkan sikap acuh tak acuh seolah-olah
Kim Seng Pa bukan orang penting.
Namun Kim Seng Pa bisa mempersilakan
dirinya sendiri. Dengan langkah santai sekali ia
menyeberangi ruang penuh beban ketegangan
itu, langsung duduk di sebuah kursi yang
letaknya di samping kursi Ni Keng Giau, sambil
tersenyum cerah. Tanpa melirik sedikitpun ke arah Kim Seng
Pa, Ni Keng Giau terus melangkah sekeliling
Kemelut Tahta Naga II/1 13 meja sambil menatap peta. Ia khawatir kalau
menatap muka Kim Seng Pa akan meluapkan
kejengkelannya, dan tak bisa menahan
emosinya lagi. Di atas peta itu ada coretan-coretan baru
yang menandai tempat-tempat di mana pihak
pemberontak menempatkan pasukannya, bahkan juga dilengkapi catatan-catatan singkat
seberapa besar kekuatan musuh di tempattempat itu. Itulah hasil laporan para mata-mata
amat terlatih yang oleh Ni Keng Giau sudah
lebih dulu disebar ke Jing-hai, mendahului
seluruh pasukan. Ni Keng Giau rupanya benarbenar mempraktekkan ajaran "nabi perang" Sun
Cu yang mengatakan, "Kalau mengetahui musuh
seperti mengetahui diri sendiri, dalam seratus
pertempuran akan mendapat seratus kemenangan". Sesaat suasana dalam tenda itu sunyi
mencekam. Hanya suara langkah Ni Keng Giau
dan desir ujung telunjuknya yang menggoresgores di atas peta.
Kemelut Tahta Naga II/1 14 Kemudian suasana sunyi itu agak terganggu,
karena Kim Seng Pa menekuk nekuk ruas-ruas
jarinya sehingga berbunyi bergeletukan. Tidak
keras, namun terdengar amat nyata dalam
suasana semencekam itu. Ni Keng Giau tetap tidak menggubrisnya. Toh
Kim Seng Pa hanya punya sepuluh jari tangan
yang tak mungkin berbunyi terus-terusan. Ia
berusaha menekan emosinya, dan berusaha
letap berkonsentrasi mempelajari kedudukankedudukan musuh sambil memikirkan langkahlangkah tandingannya.
Di antara para kepala pasukan yang
berderet-deret seperti patung di tenda besar
itu, terdapat Pangeran In Te yang bersikap tidak
kalah tertib dengan lain-lainnya. Meskipun ia
adalah seorang bangsawan, adik Kaisar Yong
Geng sendiri, namun dalam pasukan itu ia
berkedudukan di bawah perintah Ni Keng Giau.
Lagipula, Pangeran In Te sadar bahwa
nyawanya selalu diincar o-eh Kaisar Yong Ceng
dan kaki-tangannya, termasuk Ni Keng Giau,
dan saat itu boleh di kata nyawanya ada dalam
Kemelut Tahta Naga II/1 15 genggaman Ni Keng Giau. Karena itu, Pangeran
In Te harus menjaga untuk tetap bersikap
sebagai "anak manis" agar Ni Keng Giau tidak
punya dalih untuk membunuhnya. Maklum,
peraturan amat ketat yang diterapkan Ni Keng
Giau pada pasukannya memberi wewenang
kepada Ni Keng Giau untuk menjatuhkan
hukuman mati terhadap siapapun yang kurang
tertib sedikit saja. Sebaliknya Ni Keng Giau sendiri tak berani
sembarangan membunuh Pangeran Te. Harus
ditunggu saatnya sampai mendapat alasan yang
tepat. Tanpa alasan yang tepat, pembunuhan
atas Pangeran In Te akan menimbulkan gejolak
yang takkan gampang diredakan dalam
pemerintahan. Biarpun tidak pasti berapa
besarnya, karena sebagian tidak kelihatan di
permukaan, namun Kaisar Yong Ceng maupun
Ni Keng Giau yakin bahwa Pangeran In Te
masih punya banyak pendukung. Dalam
pasukan yang dikirim ke Jing-hai itupun banyak
yang dulu juga ikut Pangeran In Te
memadamkan pemberontakan di tempat yang
Kemelut Tahta Naga II/1 16 sama. Karena itulah, usaha menghukum mati
Pangeran In Te tidak bisa dilakukan dengan
gegabah dan asal memerintah saja.
Beberapa saat Ni Keng Giau masih menatap
peta, lalu tiba-tiba ia mengangkat mukanya dan
memanggil, "Pange ran In Te".
Biarpun dipanggil "pangeran" tapi Pangeran
In Te tidak mau lalai dalam menjalankan tatatertib. Cepat ia maju dan berlutut, sambil
menjawab, "Siap menerima perintah, Goanswe!"
Beberapa perwira menengah Manchu diamdiam merasa terusik hatinya, melihat seorang
bangsawan Manchu seperti Pangeran In Te
berlutut di hadapan seorang Han keturunan
rakyat jelata dari kota udik Tan-liu. Tapi apa
boleh buat, kekuasaan tertinggi memang di
tangan Ni Keng Giau. Semuanya maklum
Pangeran In Te memang harus tunduk, agar
oleh Ni Keng Giau tidak dituduh melanggar
disiplin. Ni Keng Giau sendiri jengkel melihat
Pangeran In Te begitu patuh, sehingga tidak ada
Kemelut Tahta Naga II/1 17 peluang untuk menghukumnya. Padahal ia ingin
secepatnya melaksakan pesan rahasia Kaisar,
setelah itu baru akan memusatkan seluruh
pikirannya untuk menumpas pemberontakan.
Maka Ni Keng Giau lalu mencoba agar
Pangeran ln Te lupa diri. "Pangeran sebenarnya
tidak usah berlutut, aku jadi tidak enak sendiri.
Sebab Pangeran adalah adik dari Sribaginda
junjungan kita," Pangeran In Te menjawab sambil tetap
berlutut, "Dalam pasukan ini, aku bukan apaapa kecuali seorang perajurit yang harus
tunduk kepada Panglimanya."
"Tetapi Pangeran berderajat agung."
Sahut Pangeran In Te, "Agar pasukan ini
mendapat kemenangan, semua perajurit harus
tunduk kepada tata-tertib, tanda pandang bulu
asal-usulnya atau silsilah keluarganya."
Kalau yang bilang begitu itu perwira yang
lain, tentu Ni Keng Giau akan menepuk-nepuk
pundaknya dan memujinya. Tapi Pangeran In
Te orangnya. Karuan Ni Keng Giau mencacimaki dalam hati. Kalau Pangeran In terus se
Kemelut Tahta Naga II/1 18 "alim" itu, kapan ia bias memerintahkan algojo
memotong kepala In Te" Kalau nekat
menghukum juga tanpa alasan yang kuat,
maka pandangan para perwira terhadap dirinya
akan rusak. Ia akan dianggap sebagai Panglima
yang sewenang wenang. "Keparat, agaknya In Te tahu aku ingin
mencopot kepalanya, maka dia membawa diri
setertib itu..... agar aku tidak memperoleh
kesempatan," gerutunya dalam hati.
Maka dengan menahan kejengkelannya, Ni
Keng Giau terpaksa berkata, "Kalau itu kemauan
Pangeran sendiri, ya terserahlah. Tapi kelak
jangan sampai ada yang mengadukan kepada
Sribaginda, bahwa aku bersikap tidak hormat
kepada anggota keluarga istana."
Sesaat ruangan itu sunyi.
"Nah, Pangeran, aku persilahkan Pangeran
berdiri untuk melihat peta ini."
"Baiklah, Goan-swe," Pangeran In Te bangkit
dan mendekati meja, memperhatikan peta.
"Pangeran, beberapa tahun yang lalu
Pangeran juga memimpin pasukan untuk
Kemelut Tahta Naga II/1 19 menggempur Jing-hai, dan pulang membawa
kemenangan besar. Sekarang aku ingin
mendengar pendapat Pangeran, yang punya
pengalaman di daerah ini, bagaimana tentang
situasi medan yang kita hadapi?"
"Goan-swe, sebagian besar wilayah Jing-hai
adalah dataran rumput, sebelah utara dan
tenggara dibatasi pegunungan. Menurut
dugaanku, kaum pemberontak akan mencoba
mengajak kita bertempur di dataran dengan
mengandalkan pasukan berkuda mereka yang
cepat geraknya. Atau kalau jaraknya lebih jauh,
mereka akan menggunakan onta. Singkatnya,
kita seolah menghadapi ikan-ikan kecil yang
lincah di sebuah kolam yang lebar."
"Jadi, bagaimana pendapat Pangeran untuk
menghadapi mereka?" Pangeran In Te waspada. Di hadapan Ni Keng
Giau, ia tidak boleh kelihatan terlalu bodoh dan
terlalu pintar. Berlagak bodoh, ia akan menjadi
bahan cemoohan, sebaliknya kalau terlalu
pintar juga berbahaya. Ni Keng Giau bisa
Kemelut Tahta Naga II/1 20 merasa disaingi, lalu bangkit nafsunya untuk
mempercepat membunuhnya. Maka Pangeran In Te menjawab
"Dulu, lebih dulu kutempatkan pasukanku
untuk menjaga jalan-jalan ke pegunungan, agar
musuh tidak bisa lari ke gunung dan
menyulitkan pasukanku, lalu kugempur titiktitik pemusatan kekuatan mereka. Namun
karena tempat itu terlalu banyak berpencaran,
tidak bisa kugempur sekaligus, maka kupilih
saja titik-titik penghubung yang pentingpenting
dan persimpangan-persimpangan
Supaya mereka kesulitan untuk saling
membantu atau bergerak serampak."
Ni Keng Giau mengangguk-angguk dan
menjawab, "Itu bagus, tapi seandai nya pun kita
berhasil menguasai titik-titik penting itu,
mereka masih bisa berhubungan lewat jalan
memutar. Di padang rumput sedatar ini, hampir
semua tempat bisa dilewati kuda atau onta.
Mereka bahkan bisa menyerang dari arah yang
tak terduga. Nah, bagaimana Pangeran?"
Kemelut Tahta Naga II/1 21 Begitulah Ni .Keng Giau. mengajak Pangeran
In Te adu otak. Mereka sama-sama panglimapanglima unggul yang saja pula sudah melahap
ratusan jilid kitab-kitab kemiliteran.
Sebenarnya Pangeran In Te bisa menjawabnya, namun sesuai dengan kewaspadaannya untuk "tidak nampak kelewat
pintar", maka ia diam beberapa saat sambil


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pura-pura mengerutkan jidatnya dan berpikir
keras. "Bagaimana, Pangeran?" desak Ni Keng Giau
dengan nafsu untuk mempermalukan Pangeran
In Te. "Bagaimana pendapat Goan-swe sendiri?"
Pangeran In Te malah balik bertanya.
"Aku yang tanya, bagaimana pengalaman
Pangeran dulu ketika menaklukkan pemberontakan di kawasan ini?" Ni Keng Giau
membalikkan pertanyaan lagi. Malah kini diikuti
dengan sentilan tajam, "Sribaginda kan tidak
menyuruh Pangeran ikut kemari hanya sekedar
menambah jumlah mulut yang tiap hari harus
diberi ransum?" Kemelut Tahta Naga II/1 22 Kuping Pangeran In Te maupun beberapa
perwira yang masih simpati kepadanya jadi
merah, mendengar kata-kata tajam Ni Keng
Giau itu. Bahkan perwira-perwira yang
berdarah Han juga merasa bahwa Ni Keng Giau
memang terlalu pongah, sadar bahwa dirinya
begitu berkuasa di pemerintahan, boleh di
bilang orang kedua setelah Kaisar Yon Ceng.
Sekuat tenaga Pangeran In Te menahan
emosinya, bukan cuma untuk keselamatan
pribadinya, tapi juga untuk keutuhan pasukan
agar tidak retak. "Maaf, Goan-swe, soal ini
memang harus dipikirkan masak-masak.
Akupun sedang memeras otakku untuk."
Tak terduga sikap mengalah Pangeran In Te
itu malah digunakan oleh Ni Keng Giau untuk
semakin mempermalukannya.
"Ah, aku tidak mengharap banyak dari
otakmu, Pangeran...." Ni Keng Giau terkekeh
mengejek. "Aku tidak minta Pangeran berpikir
menemukan cara baru. Aku cuma mau
mendengar Pangeran mendongeng, atau
membual, atau apapun namanya, bagaimana du
Kemelut Tahta Naga II/1 23 Mereka sama-sama panglima-panglima unggul
yang sama-sama pula sudah melahap ratusan
jilid kitab-kitab kemiliter
Kemelut Tahta Naga II/1 24 lu bisa menang di Jing-hai" Kemenangan yang
kebetulan" Atau hasil pemikiran orang lain yang
diakui sebagai pikiran Pangeran sendiri,
sehingga Pangeran sendiri tidak memahaminya?" Beberapa perwira yang termasuk pengagum
berat Ni Keng Giau, ikut-ikutan tersenyum
mencemooh sambil melirik ke arah Pangeran In
Te. Sebaliknya perwira-perwira yang bersimpati kepada Pangeran In Te harus sekuat
tenaga menahan kemarahannya, melihat
bagaimana Ni Keng Giau secara terbuka
berusaha mempermalukan Pangeran In Te.
Dengan darah mulai agak menghangat,
Pangeran In Te membalas, "Biarpun aku tidak
sepandai Goan-swe, untunglah dulu aku tidak
malas berpikir. Tidak cuma membentak-bentak
perwira perwira bawahannya. Itulah sebabnya
dulu aku bisa menang, biarpun pasukan saat itu
hanya separuh dari pasukan ini."
Hampir saja Pangeran In Te terpancing
untuk bertengkar dengan Ni Keng Giau. Namun
saat itulah Kim Seng Pa tiba-tiba berkata, "Kita
Kemelut Tahta Naga II/1 25 ini sedang merundingkan siasat mengalahkan
musuh atau sekedar saling menyindir seperti
perempuan-perempuan bawel kurang kerjaan"
Merasa puas kalau bisa saling mempermalukan,
tanpa menghasilkan pikiran yang berguna?"
Kedudukan Kim Seng Pa memang kuat,
suaranya memang tidak bisa diabaikan begitu
saja. Bukan saja karena ilmunya yang tinggi,
sehingga pernah mengalahkan Pak Kiong Liong
dalam perkelahian satu lawan satu, namun juga
karena dalam pasukan itu ia seolah mewakili
pribadi Kaisar Yong Ceng sendiri untuk
mengawasi pelaksanaan penumpasan pemberontak. Biarpun dalam hatinya mengutuk, Ni Keng
Giau tidak berani menunjukkan sikap
menentang Kim Seng Pa. "Terima kasih atas
peringatan Kim Cong-koaa Kami hanya sedang
bertukar pikiran, tidak aneh kalau terjadi
sedikit selisih pendapat."
Kim Seng Pa mendengus angkuh. Kelihatannya dia membela Pangeran In Te,
padahal sebenarnya juga cuma mancing
Kemelut Tahta Naga II/1 26 pertengkaran dengan Ni Keng Giau, untuk
memojokkan jenderal yang dibencinya itu agar
berkurang pengaruhnya di hadapan para
perwira. Sementara itu, Pangeran In Te diam-diam
merasa hatinya terluka. Merasa dirinya amat
tidak berharga dalam pertentangan itu, sampai
Kim Seng Pa merasa perlu berbelas-kasihan
kepadanya. Alangkah bedanya dengan dulu, se
belum kekuasaannya dilucuti, dan ia membuat
kota Pak-khia menggigil ketakutan ketika
angkatan perangnya mengepung kota itu.
"Ternyata benarlah peringatan paman Pak
Kiong Liong kepadaku dulu, bahwa aku terlalu
dalam permainan politik yang kelewaat licin
dan penuh tipuan keji," sesalnya dalam hati.
"Seandainya dulu aku tetap mempercayai
paman Pak Kiong Liong dan membiarkannya
tetap mendampingi aku, tak mungkin aku jatuh
seperti ini. Gara-gara kena tipuan busuk paman
Liong Ke Toh maka aku dapat dipisahkan dari
paman Pak Ki ong Liong. Sekarang, keturunan
Kemelut Tahta Naga II/1 27 rakyat jelata macam Ni Keng Giau pun berani
menari-nari di atas kepalaku."
Tapi mengingat masih perlunya kekompakan
seluruh pasukan, ia lalu berusaha mengalah lagi,
mencoba bersikap sebagai perajurit bawahan
yang patuh. Dengan kepala menunduk dan
tubuh a-gak berkeringat karena pertentangan
ba tin, ia berjalan mendekati peta di meja dan
berkata, "Goan-swe, aku minta maaf untuk
ucapanku tadi. Sekarang rasanya aku sudah
menemukan suatu pikiran untuk menghadapi
pemberontak. Kita harus menempatkan
pasukan di...." "Lho, kapan aku memintamu mengeluarkan
pendapat, Pangeran?" kembali Ni Keng Giau
memotong dengan dingia "Dari tadi kan cuma
kusuruh Pangeran menceritakan pengalaman
yang dulu, bukan untuk mengeluarkan
pendapat?" Lalu suaranya meninggi dengan
congkak^ "Akulah Panglima Tertinggi pasukan
ini, jangan ada yang lancang mendahului apa
yang sedang kupikirkan dan akan kulaksanakan!" Kemelut Tahta Naga II/1 28 Saat itu Ni Keng Giau tinggal selangkah dari
perintah untuk memerintah algojo memotong
kepala Pangeran In Te, tinggal memperkuat
dalihnya dengan beberapa kalimat lagi, dan
perintah hukuman mati akan keluar.
Sedangkan Pangeran In Te mengangkat
wajahnya yang pucat dan basah kuyup oleh
keringat. Jari telunjuknya yang hampir
menunjuk satu titik di peta, kini tergantung dua
jengkal di atas peta, lalu perlahan dan gemetar
ditarik ke samping tubuhnya.
Lain lagi dengan Kim Seng Pa. Tiba-tiba ia
mendapat peluang lagi untuk memancing
pertengkaran dengan Ni Keng Giau. "Goan-swe,
rasanya Pangeran In Te berhak mengemukakan
pendapat, karena dia adalah keturunan Aishin
Gioro yang agung. Dalam perkemahan ini,
Pangeran In Te yang derajatnya paling tinggi.
Siapa yang mencoba merendahkannya, sama
dengan menantang semua orang Manchu,
termasuk Sribaginda sendiri yang aku wakili
kehadirannya di perkemahan ini."
Kemelut Tahta Naga II/1 29 Ni Keng Giau amat kaget mendengar katakata Kim Seng Pa yang terang-terangan
mengungkit-ungkit sentimen kesukuan itu.
Yang dikhawatirkan Ni Keng Giau ialah kalau
sampai timbul perpecahan dalam pasukannya
yang terdiri dari orang Han dan Manchu dalam
jumlah hampir sama besarnya. lapun sadar,
banyak perwira bawahannya yang keturunan
Manchu belum ikhlas sepenuhnya tunduk
kepada dirinya yang keturunan Han. Ucapan
Kim Seng Pa itu bisa menimbulkan keberanian
para perwira itu untuk membangkang, dan
pasukan itu jangan-jangan bukan hancur oleh
musuh, tapi karena "perang suku" dalam tubuh
sendiri" Dengan rasa was-was yang mulai terusik, Ni
Keng Giau menyapu pandangan ke deretan
perwira yang masih berdiri dengan tertib.
Namun tidak sedikit di antara mereka yang air
mukanya menampakkan kepuasan setelah
mendengar kata-kara Kim Seng Pa tadi. "Inilah
"lampu kuning" buat Ni Keng Giau. Ini jelas
Kemelut Tahta Naga II/1 30 perlawanan dalam hati yang tak bisa begitu saja
ditindas dengan rnengobral hukuman mati.
Ni Keng Giau tiba-tiba merasa kedudukannya
tidak sekokoh yang selama ini dikiranya sendiri.
Sikap kerasnya yang tak kenal kompromi itu
rupanya harus diberi bumbu baru yang
bernama "'kebijaksanaan". Ia merasa, seolah
kedua kakinya berdiri sebelah-menyebelah
retakan tanah. Kalau tanahnya tetap merapat, ia
masih aman, tapi kalau retakan tanah itu
melebar, dia akan terjerumus ke bawah. Dan
kini Kim Seng Pa bisa saja "melebarkan jurang"
itu dengan kata-katanya yang mengandung
hasutan berdasar kesukuan. Ni Keng Giau
paham hal ini. Apa boleh buat. Ni Keng Giau
merasa harus bertindak cepat agar Kim Seng Pa
tampil seolah-olah si baik hati yang membela
Pangeran In Te, namun sebenarnya ingin
menjatuhkan Ni Keng Giau demi kepentingan
nya sendiri. Akhirnya Ni Keng Giau terpaksa mengganti
wajah angkernya dengan wajah yang agak
"bersahbat" sambil berkata "Rupanya kita
Kemelut Tahta Naga II/1 31 semua masih kelelahan setelah menempuh
perjalanan jauh dari Pak-khia sampai di Jinghai. Otak masih keruh karena belum cukup
beristirahat. Baiklah, agaknya pembicaraan ini
harus ditunda satu hari. Aku persilahkan kalian
kembali ke pasukan masing-masing. Tunggu
perintahku dan tetaplah tertib."
Kata-kata itu terasa benar mebuyarkan
ketegangan yang tadinya menggumpal sarat di
tenda itu. Perwira-perwira yang orang Han
maupun Manchu hampir bersamaan

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghembuskan napas lega. Mereka datang ke
Jing-hai untuk bertempur mati-matian melawan
musuh, dan tidak perlu didahului dengan saling
bantai dengan sesama rekan.
Hanya Kim Seng Pa yang merasa tidak
senang, merasa kalau Ni Keng Giau agaknya
sudah mencium maksud hatinya.
Para perwira kembali kepasukannya masingmasing. Di luar tenda, para perwira Manchu dan
Han masih saling tegur sapa dengan ramah,
sama-sama pura-pura tidak paham apa yang
nyaris meledak dalam tenda Ni Keng Giau tadi.
Kemelut Tahta Naga II/1 32 Beberapa perwira Han sendiri merasa,
sesungguhnya Ni Keng Giau terlalu besar kepala
dan berani bermain api. Untunglah dia buruburu "banting setir" sebelum mengobarkan
perpecahan hebat dalam pasukanya sendiri.
Sementara itu, setelah sendirian di dalam
kemahnya, Ni Keng Giau mulai mengepal-ngepal
tinjunya dan menguruk geram dalam hatinya.
Pertemuan tadi amat tidak memuaskannya.
Terasa benar Kim Seng Pa berusaha menantang
wibawanya, menjegal rencananya atas Pangeran In Te, bahkan lebih jauh lagi, berusaha
merebut simpati perwira-perwira berdarah
Manchu. Kalau dibiaarkan saja, tentu akan
makin berbahaya, tapi ia tidak bisa menghukum
Kim Seng Pa yang bukan bawahannya.
Setelah berpikir sekian lama akhirnya Ni
Keng Giau memutuskan untuk lebih dulu
"menjinakkan" Kim Seng pa sebelum melakukan
tindakan-tindakan berikutnya. Ia punya cara
untuk dicoba. * * * Kemelut Tahta Naga II/1 33 Matahari seolah menyatukan diri dengan
bumi, di garis hijau jauh di ufuk barat, entah di
bagian mana dari samudera rumput maha luas
itu. Malam datang laksana kain kerudung
raksasa biru-tua yang ditarik lebar dari sisi
timur langit, sampai seluruh kubah langit
berhasil ditudunginya. Untung juga, masih ada
kelap-kelip bintang tak terhitung banyaknya,
seolah kerudung raksasa itu berlubang-lubang.
Perkemahan pasukan besar Ni Keng Giau
sudah sunyi. Yang mendapat giliran istirahat
segera menikmati haknya setelah mendapat
ransum makan malam hari. Yang ketunjuk
giliran jaga menjalankan tugas dengan sungguhsungguh, tidak berani lengah karena mereka
sudah tiba di wilayah yang rawan. Di seluruh
tebaran kemah, para perajurit membuat
perapian-perapian untuk mengusir kegelapan.
Jumlah perapian begitu banyaknya, sehingga
kalau dilihat dari tempat tinggi, bentangan
perkemahan itu seolah menjadi bayangan langit
dalam air dengan bintang-bintangnya yang.
banyak. Kemelut Tahta Naga II/1 34 Saat itu Ni Keng Giau justru meninggalkan
tendanya, sendirian menuju kemah Kim Seng Pa
yang tidak jauh letaknya. la bahkan tidak
membawa pengawal. Pakaian yang dikenakannya pun bukan pakaian resminya
sebagai Ceng-se Tai-goan-swe yang bersulam
burung hong, lambang yang cuma setingkat
lebih rendah dari lambang naga pada jubah
Kaisar. Ia cuma mengenakan jubah sederhana,
dan kepalanya tak bertopi. Ia ingin bertemu
empat mata dengan Kim Keng Pa dengan kesan
"rendah hati" dan jauh dari suasana resmi yang
kaku. Kim Seng Pa tercengang ketika seorang
bawahannya melaporkan kedatangan Ni Keng
Giau. Cepat Kim Seng Pa keluar untuk
menyambut. "Eh, Goan-swe, kenapa tidak menyuruh saja
orang untuk memanggilku datang ke kemah
Goan-swe?" Kim Seng Pa juga pura-pura rendah
hati untuk mengimbangi sikap Ni Keng Giau.
Ni Keng Giau tersenyum ramah.
Kemelut Tahta Naga II/1 35 "Kalau Cong-koan sudi meluangkan waktu
untukku, aku memang ingin berbincangbincang dengan Cong-koan tapi dalam suasana
santai saja agar lebih bebas. Sebagai seorang
yang lebih muda, aku mengaku kalah banyak
dari Cong-koan dalam hal banyaknya
pengalaman dan kematangan berpikir. Karena
itu, sepantasnyalah aku yang datang menghadap Cong-koan."
"Silahkan duduk di dalam, Goan-swe," sahut
Kim Seng Pa. Dalam hatinya ia menduga-duga,
ada apa Ni Keng Giau malam-malam datang ke
kemahnya dengan sikap begitu manis"
Setelah berada dalam tenda, kedua-duanya
saling bersikap ramah. Namun masih agak
canggung. Mereka sadar, biarpun mereka
saingan berat di hadapan Kaisar, tapi juga samasama menyadari tak bisa saling mengutik-utik
kedudukan masing-masing. Ni Keng Giau sadar
bahwa Kim Seng Pa berhak menulis la-poran
terpisah kepada Kaisar tentang pelaksanaan
tugas di Jing-hai, dan dalam laporan itu bisa saja
Kim Seng Pa merugikan Ni Keng Giau.
Kemelut Tahta Naga II/1 36 Sebaliknya Kim Seng Pa juga sadar, kedudukan
Ni Keng Giau begitu kuat, tak gampang di
dongkel begitu saja. Sesaat mereka masih berbicara santai soalsoal ringan, sambil menikmati teh.
Sampai Ni Keng Giau kemudian mulai
menuju ke soal-pokoknya perlahan-lahan,
''Cong-koan, suasana tidak enak yang siang tadi
terjadi di kemahku, rasanya kusesalkan sekali.
Tapi aku tidak menyalahkan siapa-siapa. Hanya
saja, aku merasa ada sesuatu yang harus
dijelaskan hanya antara kita berdua."
"Soal apa itu?" tanya Kim Seng Pa mulai lebih
bersungguh-sungguh. "Aku, terus -terang saja, agak menyesal
mendengar ucapan Cong-koan yang menimbulkan kesan bahwa aku tidak
menghargai saudara-saudaraku yang berdarah
Manchu. Padahal aku tidak bermaksud seperti
itu. Setitik pun tidak."
Melihat sikap Ni Keng Giau yang merendah,
kecongkakan Kim Seng Pa kontan mengembang.
"Goan-swe bilang begitu, namun kenyataannya,
Kemelut Tahta Naga II/1 37 apa yang Goan-swe lakukan atas diri Pangeian
In Te itu bisa membuat marah semua orang
Manchu! Sengaja atau tidak!"
"Yah, aku memang agak ceroboh dalam
berkata, sehingga sampai timbul suasana tidak
enak tadi siang. Namun, terhadap diri Pangeran
In Te, aku memang punya tujuan tertentu.
Terang-terangan saja, aku harus menyingkirkan
Pangeran In Te!" Wajah Kim Seng Pa berubah menjadi keruh
mendengar keterus-terangan Ni Keng Giau yang
ditafsirkan sebagai kesombongan iru. "Menyingkirkan Pangeran In Te" Untuk mencari
muka kepada siapa" Goan-swe, sudah begitu
besarkah kekuasaanmu, sehingga aku berani
berniat membunuh seorang anggaota keluarga
istana, biarpun seorang anggota yang sudah
terdorong minggir dari pusat kekuasaan" Kalau
sampai hal ini di dengar oleh ...."
Kata-kata Kim SenK Pa yang berikutnya
seolah tertelan kembali keteenggorokan, karena
tiba-tiba melihat Ni Keng Giau mengeluarkan
sepucuk sampul surat dari kantong dalamnya.
Kemelut Tahta Naga II/1 38 Sampul : surat yang wujudnya maupun mutu
kertasnya tidak menarik sama sekali. Rasa nya,
bakul bakpao di pinggir jalan pun akan engkau
memakai kertas macam itu untuk bungkus
bakpaonya. Tetapi Ni Keng Giau justru
memegang sampul itu dengan hati-hati, bahkan
cenderung ke khidmat, lalu menyodorkannya
dengan dua tangan ke hadapan Kim Seng Pa.
Sulit ditebak apakah sikap hormatnya itu
ditujukan kepada Kim Seng Pa, atau hanya
kepada "bungkus bakpao" itu.
Kim Seng Pa agak terpengaruh oleh sikap Ni
Keng Giau. Dilihatnya tepi, sampul itu sudah
disobek rapi, tandanya isi sampul itu
sebenarnya tidak ditujukan kepada Kim Seng
Pa, tapi kepada, N i Keng Giau. Entah dari siapa.
Kim Seng Pa ragu-ragu untuk menerimanya
meskipun Ni Keng Giau menyodorkannya. Ia
curiga, jangan-jangan Ni Keng Giau sedang
menjebaknya untuk mengetahui suatu rahasia
yang tidak seharusnya diketahui, agar kelak
dapat digunakan oleh Ni Keng Giau menjerat
lehernya. Kemelut Tahta Naga II/1 39 Ni Keng Giau tersenyum melihat kebimbangan Kim Seng Pa. "Cong-koan,
memang ini sebuah pesan rahasia yang
ditujukan untukku pribadi. Tetapi agar Congkoan memahami sikapku terhadap Pangeran In
Te, rasanya tidak keliru kalau aku persilakan
Cong-koan ikut mem baca. Silakan.."
Bicara begitu panjang, belum satu kali pun Ni
Keng Giau menyebut ataupun sekedar
"menyerempet" siapa penulis pesan itu. Itu
menandakan betapa pekanya urusan itu,
biarpun Kim Seng Pa rasanya sudah bisa
menduga siapa pemberi pesan.
Akhirnya bergerak juga tangan Kim Seng Pa
untuk menerima sampul itu. seolah tangannya
dibebani timah ratusan kati, gerakannya lambat
sekali. Lalu di keluarkannya sehelai surat dari
sampul, sehelai kertas yang sama jeleknya
dengan sampulnya. Ada tulisan singkat,
perintah kepada Ni Keng Giau agar Pangeran In
Te dilenyapkan di Jing-hai dan '"caranya
terserah kepadamu, asal tidak menyolok sekali",
itu saja. Kemelut Tahta Naga II/1 40 Kim Seng Pa menghembuskan napas yang
terasa dingin. Tidak ada tanda tangan si penulis
surat, apalagi cap resmi. Si penulis pesan maha
singkat itu agaknya khawatir kalau pesan itu
jatuh ke pihak yang tidak bersahabat, lalu
digunakan sebagai bukti untuk menimbulkan
gejolak. Untuk menjaga kemungkinan itu, maka
tidak dituliskannya identitas dirinya dikertas
itu. Bahkan kertas yang dipakainyapun adalah
kertas murahan yang terdapat di sembarang
tempat, dan tidak mungkin dilacak dari mana
asalnya. Tangan Kim Seng Pa agak bergetar, sehingga
surat yang dipegangnya seolah ditiup mulut
jahil. Ia dapat menduga siapa penulis pesan
"tanpa nama" itu. Sebagai pembantu dekat
Kaisar Yong Ceng selama bertahun-tahun, Kim
Seng Pa tahu benar isi hati Kaisar Yong Geng
terhadap Pangeran In Te yang selalu
dianggapnya "duri dalam daging" biarpun
Pangeran In Te sudah tidak memegang jabatan
yang menentukan. Kemelut Tahta Naga II/1 41

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

la masukkan kembali surat itu ke dalam
sampulnya, sikapnya menjadi begitu hati-hati
seolah memegangi secangkir racun keras agar
jangan sampai menciprati tangannya. Lalu
disodorkannya kembali "racun berbahaya" itu
ke tangan Ni Keng Giau. Ia juga merasa agak
sedih bahwa tugas sepenting itu dipercayakan
kepada Ni Keng Giau, bukan kepada dirinya. Itu
menandakan bahwa si penulis pesan itu masih
lebih mempercayai Ni Keng Giau daripada
dirinya. "Bagaimana pendapat Cong-koan" Apakah
mungkin Cong-koan menganggap pesan ini
palsu, karena tidak ada tanda tangan dan
capnya?" tantang Ni Keng Giau sambil
tersenyum dean mengantongi kembali sampul
itu. Puas hatinya melihat Kim Seng Pa
nampaknya agak salah langkah. "Atau Congkoan percaya isi pesan ini?"
Meragukan keaslian surat itu sama saja
dengan mengalungkan tali gantungan ke
leherku sendiri, pikir Kim Seng Pa. Terpaksa ia
Kemelut Tahta Naga II/1 42 menjawab, "Terserah kepada Goan-swe saja.
Aku akan tutup mata saja."
Ni Keng Giau tersenyum makin lebar,
sebaliknya wajah Kim Seng Pa makin kerus
karena mendongkol. Ternyata Ni Keng Giau
punya "senjata" yang membuat langkahnya
buntu tak berkurit. Namun agar tidak kelihatan
kalah total, Kim Seng Pa masih coba berkata,
"Goan swe melaksanakan pesan itu atau tidak,
itu bukan urusanku. Tapi apa perlunya Goanswe mempermalukan Pangeran In Te di depan
begitu banyak orang" Kalau sampai timbul
perpecahan dalan tubuh pasukan, maka dosamu
benar-benar akan lebih besar dari pahalamu."
"Tujuanku sebenarnya ialah memancing
Pangeran In Te supaya marah. lupa diri,
melanggar peraturan, lalu muncul alasan untuk
menghukum mati dia."
"Seandainya Goan-swe berhasil dengan
rencana itu, hukuman mati yang dijatuhkan
pasti akan membuat keresahan di antara
perwira-perwiramu. Mungkin mereka takkan
berani terang-terang an menentangmu, tapi
Kemelut Tahta Naga II/1 43 pasti akan sangat berpengaruh terhadap
kekompakan menghadapi musuh. Nah, bukankah kekaisaran sendiri yang akan rugi?"
"Apakah . Cong-koan punya cara lain?"
"Pikirkan sendiri. Tapi pakailah cara yang
tidak menyinggung harga diri kami, bangsa
Manchu!" "Baik..... baik....." sahut Ni Keng Giau masih
disertai senyumannya yang menjengkelkan.
"Aku akan menugaskan Pangeran In Te ke
daerah yang paling berbahaya dalam
pertempuran, tanpa dukungan yang memadai
dari garis belakang. Nah, dia akan mati sebagai
pahlawan. Lalu aku merencanakan suatu cara
pelepasan jenazah yang amat megah dan
mengharukan. Pada saat peti jenazah diangkat
untuk diberangkatkan ke Pak-khia, aku akan
berada di sisi peti mati dengan airmata
bercucuran. Nah, Cong-koan puas?"
Wajah Kim Seng pa benar-benar menjadi
amat jelek mendengar kelakar Ni Keng Giau
yang amat dibencinya itu. Bukan karena
menyayangi nyawa Pangeran In Te. Sebab
Kemelut Tahta Naga II/1 44 seandainya Kaisar menugaskan dirinya membunuh Pangeran In Tek, Kim Seng Pa juga
akan melakukannya dengan senang hati. Namun
karena Kim Seng Pa amat muak melihat sikap Ni
Keng Giau yang dianggapnya memamerkan
kelebihan kuasanya itu. "Bagaimana, Cong-koan" Setuju rencanaku?"
Terpaksa Kim Seng Pa mengangguk. Satu
anggukan yang sama nilainya dengan nyawa
seorang Pangeran. Begitu melihat Kim Seng Pa mengangguk,
wajah santai Ni Keng Giau tiba-tiba berubah kewajah aslinya, wajah seorang penguasa militer
yang keras dan dingin. "Bagus. Besok pagi akan
ku lakukan Tiam-ciang (penunjukkan tugas
para perwira), lalu langsung berangkat ke
tempat-tempat musuh. Demi kewibawaanku
atas pasukan, kuharap Cong-koan tidak datang
terlambat ketendaku. Kalau mau terlambat,
tidak usah datang sama sekali! Kalau melanggar
pesanku ini, jangan salahkan kalau kesabaranku
habis!" Kemelut Tahta Naga II/1 45 Begitulah. Mula-mula Ni Keng Giau datang
dengan sopan dan merendahkan diri, dan
menjelang perginya dia menunjukkan kekuasaan dan wewenangnya untuk membuat
Kim Seng Pa tidak berkutik, sambil menahan
kejengkelannya. "Aku permisi, Cong-koan. Selamat malam,"
Ni Keng Giau bangkit dan meninggalkan tenda
itu. Kim Seng Pa tetap duduk, tidak mengantar
keluar. Wajahnya merah padam. Penindih
kertas di atas mejanya yang terbuat dari batu
hijau, dicengkeramnya dan diremas sampai
hancur menjadi bubuk lembut.
Ia membayangkan, betapa sinar matahari
akan lebih cerah, kicau burung lebih merdu,
seandainya dirinya pun memiliki selembar
"bungkus bakpao" yang berisi pesan "cekiklah
Ni Keng Giau dengan tangan sendiri sampai
matanya melotot dan lidahnya keluar".
"Ni Keng Giau.....' Ni Keng Giau.." geramnya
sendirian. "Kau terlalu besar kepala, menganggap dirimu tak mungkin jatuh. Tapi
Kemelut Tahta Naga II/1 46 tunggulah saatnya. Kalau kau anggap Sribaginda
akan mempercayai dan memanjakanmu terus,
kau benar-benar keliru. Kekurang-ajaranmu di
Bwe-hoa-kiong dulu takkan terlupakan oleh
Sribaginda. Dan seandainya Sribaginda lupa,
aku yang akan mengingatkan nya kembali. Aku
benar-benar akan memperjuangkan keruntuhanmu!" Kim Seng Pa kemudian bukan hanya
merenung gemas dan menggerutu saja, namun
juga menyiapkan langkah-langkah nyata.
Dipanggilnya seorang pengawal pribadinya, dan
diperintahnya, "Panggil Cong-peng Kim Thian Ki
kemari. Kau tahu tempatnya bukan?"
Pengawal itu menjalankan tugasnya. Tak
lama kemudian, dari luar tenda terdengar
langkah kaki seseorang. Lalu masuklah Kim
Thian Ki, seorang lelaki tegap berusia
empatpuluh tahun yang berwajah persegi,
berhidung melengkung seperti paruh burung
betet dan bermata tajam seperti alap-alap.
"Ayah memanggilku?" tanya perwira itu
sambil langsung mengambil tempat duduk.
Kemelut Tahta Naga II/1 47 "Ya. Kau datang sendirian bukan?" tanya Kim
Seng Pa. "Tentu saja. Aku tahu kalau ayah
memanggilku malam-malam begini, tentu ada
urusan penting dan rahasia."
"Bagus. Aku mau bicara singkat saja, dan
dengarkanlah baik-baik. Besok, Ni Keng Giau
akan melakukan Tiam-ciang, dan kau sebagai
salah satu koman dan pasukan tentu akan hadir
di kemahnya Ni Keng Giau. Nah, perhatikan dan
ingat baik-baik apa saja yang Ni Keng Giau
katakan, terutama yang mengenai diri Pangeran
In Te. Setelah itu, secepatnya laporkan
kepadaku. Paham?" "Paham. Tapi kenapa ayah sendiri tidak
berada sendiri di kemahnya" Bukankah ayah
sebagai pengawas juga berhak untuk ...."
"Tidak. Aku tidak sudi menginjak kemahnya
Ni Keng Giau untuk sementara waktu."
"Kenapa, ayah?"
Kemelut Tahta Naga II/1 48 Tentu saja. Aku tau kalau ayah memanggilku
malam-malam begitu, tentu ada urusan
penting dan rahasia. Kemelut Tahta Naga II/1 49 "Kau tidak perlu mengetahuinya. Cukup
kalau kau lakukan pesanku tadi baik-baik. Dan
waktu melaporkannya ke padaku, harus kau
lakukan sendiri, jangan menyuruh orang lain.
Pembicaraan ini pun hanya boleh diketahui kita
berdua. Sudah mengerti?"
"Mengerti, ayah."
"Sekarang kembali ke kemahnya, dan jangan
bilang siapapun bahwa kau dari sini."
Kim Thian Ki kemudian menyelinap pergi
dari tenda ayahnya. Ia memang tidak tahu
bagaimana rencana ayahnya. Tapi ia paham
sepahamnya bahwa antara ayahnya dan Ni
Keng Giau seperti anjing dengan kucing, tak
pernah rukun. Dan Kim Thian Ki tentu saja
memihak ayahnya sendiri. * * * Malam itu Ni Keng Giau tidur pulas. Puas
hatinya berhasil "menjinakkan" Kim Seng Pa. Ia
berharap Kim Seng Pa akan menjadi kecil hari
setelah membaca pesan rahasia Kaisar Yong
Kemelut Tahta Naga II/1 50 Ceng, dan selanjutnya tidak akan lagi
merintangi tindakannya. Namun tidurnya yang nyaman itu terganggu
pada waktu dini hari, sebab lonceng kecil di atas
bantalnya tiba-tiba bergoyang gemerincing,
karena talinya ditarik-tarik dari luar kemah. Itu
tandanya ada laporan militer penting yang
harus diterimanya saat itu juga. Ni Keng Giau
memang telah memberi wewenang tertentu
kepada beberapa orang tertentu pula, untuk
membangunkan tidurnya kapan saja, asal
benar-benar membawa berita penting yang
bersangkut-paut dengan perang itu.
Dengan naluri seorang perajurit yang amat
berdisiplin, Ni Keng Giau cepat bangkit,
membuang selimutnya, mengenakan jubah
luarnya, lalu melangkah kebalik penyekat yang
membagi kemah itu menjadi ruang pribadi dan
ruang tugasnya sebagai panglima.
Di tempat itu sudah menunggu seorang lelaki
berpakaian seperti penduduk Jing-hai umumnya. Meskipun dini hari itu berhawa amat
dingin, orang itu nampak kumal oleh debu dan
Kemelut Tahta Naga II/1 51 keringat. Jelas dia baru saja menempuh
perjalanan jauh sepanjang malam.
Begitu melihat Ni Keng Giau melangkah
keluar dari balik penyekat, orang itu cepat
berlutut dan berkata, "Hamba mohon diampuni
sebesar-besarnya, karena telah mengganggu
tidur Goan-swe." Ni Keng Giau langsung duduk di kursinya,
dan berkata, "Kau tidak bersalah. Aku yakin kau
berusaha menjalankan tugasmu sebaik-baiknya.
Tentunya kau adalah salah satu pimpinan regu


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata-mata?" "Benar, Goan-swe."
"Namamu dan regumu?"
"He Tiat, pimpinan regu ketiga yang
kebagian tugas mengamati sisi selatan
pegunungan Thian-san."
"Apa laporanmu?"
"Regu hamba berhasil mendapat kepastian,
bahwa pihak Lo-sat (Rusia) campur tangan dari
belakang layar untuk semakin mengobarkan
pemberontakan orang-orang Jing-hai. Saat ini
sebuah kafilah Lo-sat sedang bergerak
Kemelut Tahta Naga II/1 52 menyeberang dari sebelah utara Thian-san ke
selatan, memasuki wilayah kita. Mereka
membawa ratusan pucuk senjata api beserta
peluru dan obat peledaknya, untuk diserahkan
kepada pemberontak. Dengan kecepatan jalan
mereka, hamba perhitungkan dalam waktu tiga
hari akan berhasil menyeberangi selat
pegunungan itu." Ni Keng Giau ternyata tidak kaget
mendengar laporan itu. Sejak semula ia
memang sudah menduga hal itu. Abad
delapanbelas itu, Asia Tengah memang menjadi
ajang adu pengaruh antara Rusia dan Manchu.
Kalau bangsa-bangsa Eropa lain menjajah dunia
lewat laut, maka Rusia meluaskan wilayahnya
lewat daratan terus mendesakkan perbatasannya ke timur dan selatan. Dan
wilayah Jing-hai mulai diincarnya.
Beberapa saar Ni Keng Giau masih
menanyakan hal-hal terperinci dari laporan itu.
Seperti kekuatan musuh, jalan yang kira-kira
akan dilewati, ciri-cirinya dan sebagainya.
Setelah He Tiat menjawab dengan cermat, Ni
Kemelut Tahta Naga II/1 53 Keng Giau mencatat jasanya di kitab perang
dengan tangannya sendiri. Lalu He Tiat
mengundurkan diri. Sehabis itu, Ni Keng Giau tidak tidur kembali,
melainkan membersihkan tubuh dan siap
dengan tugasnya. Sebentar lagi fajar menyingsing, dan ia tidak mau bangun
kesiangan. Untuk menghabiskan waktu, Ni Keng Giau
kemudian duduk membaca buku militer untuk
memancing keluar ilhamnya.
Tidak lama kemudian, terdengar terompet
tanduk ditiup, suaranya mengalun panjang di
kesunyian pagi. Disusul terompet-terompet di
bagian lain perkemahan dengan nada yang
sama, sehingga di seluruh perkemahan itu, dari
ujung ke ujung tak ada yang tidak
mendengarnya. Itu isyarat agar semua perajurit
bangun dari tidurnya. Perkemahan itupun jadi dipenuhi kesibukan.
Asap mulai mengepul dari dapur umum, tempat
ratusan tukang masak mempersiapkan makan
pagi. Di semua bagian perkemahan, regu demi
Kemelut Tahta Naga II/1 54 regu berbaris untuk diperiksa kesiapannya oleh
komandan masing-masing. Tidak lama kemudian, tiupan sangkakala
terdengar lagi, dengan nada pendek pendek
yang agak berbeda dengan yang pertama tadi.
Isyarat inipun diteruskan oleh peniup-peniup
sangkakala di bagian bagian lain, sehingga
diketahui sampai kemah yang paling ujung.
Inilah panggilan untuk semua Ban-hu-thio
(pemimpin pemimpin tiap selaksa perajurit)
agar berkumpul di kemah Ni Keng Giau.
Menyadari betapa kerasnya tata-tertib yang
diterapkan di perkemahan itu, tak seorangpun
pun Ban-hu-thio yang berlambat-lambatan
memenuhi panggilan itu. Ban-hu-thio yang letak
kemahnya berjauhan, bahkan harus menunggangi kuda agar tidak terlambat sampai
di hadapan Sang Panglima Tertinggi.
Dalam waktu singkat, semua komandan Banhu-thio sudah berkumpul di kemah Ni Keng
Giau dalam seragam mereka yang rapi,
termasuk Pangeran In Te. Suasana tetap sunyi
Kemelut Tahta Naga II/1 55 mencekam, biarpun puluhan orang berjejal-jejal
di depan meja Ni Keng Giau.
Ni Keng Giau tidak duduk, melainkan
berjalan hilir mudik di belakang mejanya sambil
menggosok-gosokkan sepasang telapak tangannya, nampak bersemangat sekali. Melihat
kursi Kim Seng Pa masih kosong, sejenak
menimbulkan tanda tanya Ni Keng Giau, apakah
Kim Seng Pa akan kembali menantang
kewibawaannya dengan sengaja datang
terlambat sambil cecengesan"
"Apakah sudah lengkap?" tanya Ni Keng Giau
kepada perwira-perwiranya.
Para perwira itu saling menoleh, sa ling
menghitung, kemudian Pangeran In yang
mewakili rekan-rekannya untuk menjawab,
"Sudah lengkap semua, Goan swe."
"Baik," kata Ni Keng Giau. "Kalian semuanya,
maju ke dekat meja ini untuk memperhatikan
peta!" Para perwira segera berkerumun maju.
Ni Keng Giau pun berkata, "Laporan
pendahuluan dari mata-mata yang aku
Kemelut Tahta Naga II/1 56 sebarkan, sudah lengkap masuk ke hadapanku.
Regu terakhir melaporkan hasil penyelidikannya dini hari tadi, dan kita sudah
mendapat kepastian bahwa kerusuhan ini
didalangi pihak Lo-sat dari seberang
perbatasan. Jelas kalau raja mereka telah
melanggar perjanjian tahun 1689 yang dibuat
bersama almarhum Sribaginda Khong Hi.
Karena itu, kita patut bersikap keras. Nah,
perhatikan peta." Telunjuk Ni Keng Giau mulai menunjuknunjuk peta, melengkapi kalimat-kalimatnya,
"Akan ada kafilah orang-orang Kozak Rusia
lewat sini....." telunjuknya membuat garis
pendek di peta. ".... dan aku putuskan untuk
menghadang mereka di sini....." ujung
telunjuknya berhenti bergerak untuk menekan
satu titik di peta. "Menurut laporan, kafilah itu dikawal empat
ribu perajurit Kozak Rusia yang terkenal mahir
dalam pertempuran berkuda, ditambah entah
berapa banyak senapan yang akan diberikan
kepada para pemberontak Jing-hai. Maka dalam
Kemelut Tahta Naga II/1 57 oenghadangan ini, kita juga akan menggunakan
pasukan berkuda yang dilengkapi senjata api.
Akan agak berbeda corak pertempuran kali ini,
dengan ketika melawan tentara Jepang di Hekliong-kang dulu."
Beberapa saat dalam tenda itu suaranya
sunyi mencengkam, tapi gelora pertempuran
sudah menggemuruh kencang dalam urat nadi
perwira-perwira itu. Semuanya siap menanti
perintah Ni Keng Giau. "Pangeran In Te!" tiba-tiba Ni Keng Giau
memanggil. Pangeran In Te cepat maju dengan hormat,
"Siap, Goan-swe!" Sementara dalam hatinya
sudah siap mental kalau-kalau diolok-olok dan
disindir-sindir seperti kemarin.
Ternyata tidak. Ni Keng Giau memberi
perintah dengan nada biasa saja, "Pangeran
membawa sepuluh ribu perajurit berkuda,
untuk menghadang kafilah itu, yang akan lewat
di sisi selatan pegunungan Thian-san.
Hancurkan mereka, dan rampas barang bawaan
mereka!" Kemelut Tahta Naga II/1 58 "Baik, Goan-swe!" sahut Pangeran In Te
sambil menerima sehelai leng-ki (bendera
komando). Namun, penugasan Pangeran In Te itu mau
tidak mau menimbulkan kecurigaan beberapa
perwira yang simpati kepada Pangeran In Te.
Dari belakang mejanya, Ni Keng Giau dapat
merasakan getaran kecurigaan para perwira itu.
Untuk menjaga agar pasukannya tidak pecah
berantakan, Ni Keng Giau berkata, "Sengaja aku
berikan kesempatan pertama kepada Pangeran
In Te untuk memperoleh kemenangan.
Kemenang an pertama yang akan meningkatkan
semangat pasukan kita, sekaligus menciutkan
nyali musuh. Aku memperhitungkan Pangeran
In Te akan menang, sebab selain membawa
pasukan lebih banyak, juga Pangeran sendiri
punya pengalaman bertempur di kawasan ini."
Dengan kata-kata itu, Ni Keng Giau coba
menghapus kecurigaan di hati perwira-perwira
yang bersimpati kepada Pangeran In Te.
Sunyi sejenak, lalu Ni Keng Giau memanggil
lagi, "Wan Yen Siang."
Kemelut Tahta Naga II/1 59 Seorang perwira berpangkat Hu-ci-ang,
segera melangkah maju dan menghormat, "Siap,
Goan-swe!" "Wan Yen Siang, kau membawa sepuluhribu
perajurit untuk mengawal di belakang Pangeran
In Te. Kau bertanggung-jawab sepenuhnya
untuk mengawal jalur hubungan antara
Pangeran In Te dan pasukan induk, jangan
sampai terputus sehingga Pangeran In Te
terpencil sendirian di garis depan!"
"Baik, Goan-swe!" sahut Wan Yen Siang pula,
sambil menerima sehelai kng-ki dari Ni Keng
Giau. Namun Pangeran In Te berdebar jantungnya
ketika mengetahui bahwa ia harus mengandalkan jalur hubungannya kepada Wan
Yen Siang. Pangeran In Te tahu, bahwa Wan Yen
Siang punya hubungan pribadi yang amat akrab
dengan Ni Keng Giau. Di Pak-khia, kalau tidak
ada urusan resmi, Ni Keng Giau dan Wan Yen
Siang sering saling mentraktir di rumah-rumah
makan isteri-isteri mereka juga sering saling
mengunjungi sambil bertukar-tukaran hadiah.
Kemelut Tahta Naga II/1 60 Dengan "memasang" Wan Yen Siang di belakang
punggung Pangeran In Te, Ni Keng Giau sama
saja dengan menodongkan sebilah belati di
punggung Pangeran In Te. Rasa tidak tenteram Pangeran In Te semakin
menghebat, ketika melihat antara Ni Keng Giau
dan Wan Yen Siang sejenak bertukar senyuman
dan anggukkan yang begitu halusnya sehingga
hampir tak terlihat, kecuali oleh Pange ran In Te
yang berprasangka. Pangeran In Te sadar bahwa dirinya agaknya
sedang didorong perlahan ke lubang kubur.
Namun Pangeran In Te tetap bungkam. Ia siap
menjadi perajurit sejati yang kalau perlu
berkorban, tak peduli di belakangnya ada teman
sendiri yang siap mengkhianati. la tidak mau
bicara, kalau bicaranya itu akan menimbulkan
perpecahan dalam pasukan.
Dengan memanfaatkan semangat

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pa sukannya yang sedang berkobar, "Seperti anjing
gila yang menunggu rantainya dilepas" menurut
istilah Ni Keng Giau sendiri, maka Ni Keng Giau
bermaksud sekaligus melakukan gempuran ke
Kemelut Tahta Naga II/1 61 beberapa arah. Sekaligus puluhan perwira
menerima leng-ki untuk memukul kedudukankedudukan musuh di tempat-tempat yang
ditunjukkan Ni Keng Giau. Ia bermaksud
"mencincang" garis-garis penghubung musuh
agar bisa saling membantu, sebelum melakukan
gebrakan pamungkas dengan pasukan induknya. Menurut rencananya, pasukan-pasukan
penggempur itu akan merebut pos-pos musuh
dengan gerak cepat, menduduki, lalu pasukan
jalan kaki akan menyusul dan mengubah pospos yang sudah direbut itu menjadi kubu-kubu
pertahanan bagi pihak sendiri. Lalu pasukan
berkuda akan mengejar musuh lagi, dengan
pasukan induk mengikuti dari belakangnya.
Begitulah, Ni Keng Giau benar-benar akan
menjadikan pasukannya seperti jaring besar
yang menebar, untuk menjala ikan di "kolam"
yang namanya Jing-hai. Ni Keng Giau sudah
memperhitungkan, dengan cara itu korban di
pihaknya sendiripun akan jatuh ratusan ribu
nyawa, tapi jumlah nyawa manusia tak pernah
Kemelut Tahta Naga II/1 62 menjadi perhatian Ni Keng Giau. Yang penting
bendera, bukan manusia. Bendera kekaisaran
harus ditancapkan kuat-kuat di Jing-hai.
"Nah, kalian yang mendapat tugas harus
segera menyiapkan pasukan masing masing.
Nanti Tengah hari, kalau ada isyarat dari sini,
kalian harus berkumpul dengan pasukan
masing-masing untuk Pai-ki (menyembahyangi
bendera), lalu langsung berangkat!"
Para perwira pun kembali ke pasukan
masing-masing. Di antara mereka, hanya Kim Thian K i yang
tidak langsung pulang ke kemahnya sendiri,
melainkan menuju ke kemah Kim Seng Pa untuk
melaporkan tentang rencana Ni Keng Giau itu.
Dengan cermat Kim Seng Pa mendengar
rencana yang menyangkut diri Pangeran In Te.
Sedang rencana-rencana serangan ke lain arah
tidak diperhatikannya. Pelaksanaan perang
bukan urusannya, urusannya saat itu cuma
mendongkel Ni Keng Giau. Kemelut Tahta Naga II/1 63 "Hemm, jadi begitu ya, rencananya terhadap
Pangeran In Te?" Kim Seng Pa menganggukangguk sambil tersenyum.
"Benar, ayah." "Nah, pulang ke pasukanmu dan simpan
semuanya ini rapat-rapat.
"Baik, ayah. Aku pamit."
(Bersambung Jilid II) Kemelut Tahta Naga II/1 64 Kemelut Tahta Naga II/1 65 Kemelut Tahta Naga II/2 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid II Tengah hari, ketika cahaya matahari jatuh
tegak lurus di ubun-ubun, di padang rumput
yang luas di depan perkemahan pasukan induk,
dilakukan upacara Pai-ki oleh pasukan-pasukan
penggempur yang akan maju berperangSetelah upacara selesai, pasukan-pasukan
itupun berangkat ke sasarannya masing-masing.
Setiap perajurit menunjukkan semangat yang
tinggi, terpengaruh irama genderang perang
yang ditabuh untuk menghangatkan darah
mereka. Ujung-ujung pedang, lembing dan bedil
berderet rapat menyaingi banyaknya ujung
rerumputan Jing-hai. Dicampur derap kaki kuda
dan gemeretak roda meriam-meriam yang
Kemelut Tahta Naga II/2 2 ditarik kuda. Di bawah bendera ke garis depan,
siap saling bantai dengan mahkluk sejenis dari
pihak musuh. Tidak ada kepastian siapa yang
kelak masih bisa pulang dan siapa yang tidak,
menjadi rabuk di padang rumput yang jauh dari
kampung halaman. Hampir empat ratus ribu perajurit berangkat
ke berbagai arah, tapi di perkemahan itu masih
tinggal limaratus ribu lebih. Di antaranya adalah
pasukan Tiat-ki-kun yang digembleng oleh Ni
Keng Giau sendiri. Ni Keng Giau amat berambisi
agar pasukan kebanggaannya itu menjadi lebih
hebat dan terkenal dari pasukan Hui-liong-kun
yang dulu dipimpin Pak Kiong Liong dan kini
sudah dibubarkan. Tiat-ki-kun belum diturunkan ke medan laga, dijaga tetap segar
untuk digunakan pada pertempuran yang
menentukan kelak Tiat-ki-kun pula yang akan
diatur sedemikian rupa sehingga paling besar
jasanya kelak. Setelah pasukan-pasukan penggempur itu
berangkat, Ni Keng Giau masih semalam lagi
mengistirahatkan pasukan nya yang tertinggal.
Kemelut Tahta Naga II/2 3 Kemudian esoknya ia perintahkan membongkar
perkemahan. Pasukan induk itu maju dua ratus li dan
mengambil posisi yang baru. Menyuruk
semakin ke tengah-tengah kawasan kemelut,
agar lebih mudah berhubungan dengan
pasukan-pasukan yang telah ma ju lebih dulu.
* * * Pangeran In Te memimpin pasukannya
bergerak menyusuri sisi pegunungan Thian-san
ke arah barat laut. Udara terasa makin dingin.
Sesuai dengan kelaziman, Pangeran In Te
menunjuk seorang perwira bawahannya yang
berpangkat cam-ciang berna ma Sun Hong Beng,
untuk menjadi Sian hong Ciang-kun (panglima
perintis) maju lebih dulu dengan pasukan yang
dilengkapi senapan. Di luar dugaan, ketika menerima penunjukan
itu, Sun Hong Beng tidak sekedar menjawab
dengan tegas kaku gaya perajurit, tapi dengan
Kemelut Tahta Naga II/2 4 perasaan meluap-luap, "Pangeran, hamba
sungguh amat bangga mendapat kesempatan
untuk kembali bertempur bersama Pangeran, di
tempat yang sama. Beberapa tahun yang lalu,
hamba juga ikut Pangeran menancapkan
bendera kemenangan di Jing-hai ini. Sekarangpun hamba ikut penasaran terhadap
ketidak-adilan yang menimpa diri Pangeran."
Pangeran In Te terkejut mendapati sikap
macam itu. Sebagai seorang manusia
berperasaan, yang sudah sekian tahun hidup di
bawah tekanan, hinaan, di intai intrik-intrik
yang mengancam nyawanya, ketika tiba-tiba
menemukan seorang yang menyatakan simpati
kepadanya, tentu saja amat menyenangkan.
Namun Pangeran In Te tetap waspada, janganjangan Sun Hong Beng ini cuma semacam
perangkap yang dipasang oleh Ni Keng Giau
untuk menyelidiki isi hatinya" Maka terpaksa
Pangeran In Te menahan luapan perasaannya,
dan menjawab dengan datar saja. "Segeralah
jalankan tugasmu, cam-ciang. Kita hanya perlu
memusatkan perhatian ke garis depan agar
Kemelut Tahta Naga II/2 5 mendapat kemenangan. Jangan sampai perhatian kita diganggu oleh hal-hal yang bisa
dikerjakan di lain waktu dan lain tempat."
Sun Hong Beng mengiakan sambil bangkit
dari berlututnya. Matanya nampak agak basah
berkaca-kaca. Melihat kemurnian sikap itu, perasaan
Pangeran In Te tergerak juga, karena hatinya
tidak terbuat dari batu. Suaranya tiba-tiba
melunak, jauh dari nada seorang atasan kepada
bawahannya, "Cam-ciang, benarkah dulu kau
pernah ikut bertempur di Jing-hai juga?"
"Benar, Pangeran. Ketika itu hamba baru
berpangkat pa-cong. Tak heran kalau Pangeran
tidak mengingat hamba, karena saat itu dalam
pasukan ada ribuan orang yang berpangkat pacong."
"Waktu itu kau ada di kelompok mana?"
"Pasukan jalan kaki yang dipimpin Cong-peng
Utti Hui-pa." Utti Hui-pa. Tentu saja Pangeran In Te ingat
akan perwiranya yang setia dan jujur itu,
namun juga berangasan dan kurang pikir.
Kemelut Tahta Naga II/2 6 Ketika Kaisar Yong Ceng menawan Ibusuri Tek
Huai untuk menggertak agar Pangeran In Te
tidak menyerbu Pak-khia, maka Utti hui-pa
bersama beberapa perwira nekat lainnya telah
menyelundup masuk istana untuk herusaha
membawa lari Ibusuri Tek Huai. Namun mereka
gagal, tertangkap dan dihukum penggal kepala
di atas tembok kota Pak-khia, dipertontonkan
kepada Pangeran In Te dan pasukannya yang
waktu itu sudah mengurung kota raja Pak-khia.
Pangeran In Te menarik napas terkenang
peristiwa itu. Ia tetap hormat kepada kesetiaan
Utti Hui-pa, biarpun pengorbanannya gagal.
Tetapi di hadapan Sun Hong Beng, ia cuma
berkata datar, "Ya, aku memang masih ingat Utti
Hui-pa. Nah, cam-ciang, jalankan tugasmu!"
"Siap, Pangeran," kali ini Sun Hong Beng
menjawab cara perajurit. Pasukan itupun maju dalam dua gelombang.
Sebagai Sian-hong Ciang-kun. Sung Hong Beng
berjalan di depan, dan disebarkannya pengintaipengintai untuk melihat keadaan di depan. Ia
bertekat akan bertempur demi Pangeran In Te,
Kemelut Tahta Naga II/2 7 meskipun tahu kalau Pangeran In Te belum
mempercayainya. Ia anggap wajar kalau
Pangeran In Te selalu harus waspada, biarpun
terhadap seorang yang menunjukkan sikap
baik, sebab Pangeran In Te dikelilingi musuhmusuh
bersembunyi yang senantiasa memasang perangkap. Sun Hong Beng adalah seorang perwira yang
cukup tangguh. Setiap kenaikan pangkatnya
selalu disertai dengan kenaikan ketrampilan
silatnya, ia mahir memainkan sepasang lembing
pendek. Namun sesuai dengan tuntutan jaman
itu, Sun Hong Beng juga mahir menembak
dengan senapan sambil berkuda. Dengan makin
banyaknya orang-orang Eropa yang berkeliaran
di negeri-negeri timur, maka cara-cara
bertempur Eropa pun mempengaruhi negerinegeri timur. Negeri-negeri timur yang tetap
bertahan dengan cara perang kuno tanpa
penyesuaian, akan terancam jatuh menjadi
jajahan bangsa-bangsa Eropa yang bersenjata
api. Kemelut Tahta Naga II/2 8 Pasukan itu bergerak melintas dibawah
udara yang dingin menggigit. Di sebelah kanan
mereka adalah puncak-puncak pegunungan
Thian-san yang sepanjang tahun berselimut
salju, sebelah kiri adalah padang rumput yang
amat luas. Sekali-sekali nampak segerombolan
yak, sejenis lembu berkepala kecil yang berbulu


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tebal, melintas bergerombol. Diangkasa nampak
beberapa burung elang melayang tenang di
antara mega, sayap -mereka tak bergerak seolah
mengantuk. Namun bila mata mereka yang
tajam itu melihat mangsa, maka mereka pun
menukik turun bagaikan kilat.
Demikianlah pasukan Pangeran In Te
menggeleser maju seperti ular besar, dan sehari
kemudian mereka tiba di sebuah mulut selat
gunung yang diperhitungkan bakal dilewati
kafilah Kozak. Pangeran In Te segera
memerintahkan pasukannya bersembunyi di
sebuah hutan, dan menghapus jejak kaki kuda
di luar hutan, Pengintai-pengintai segera
membawa teropongnya umuk memanjat pohon-
Kemelut Tahta Naga II/2 9 pohon yang tinggi guna mengawaki tempat
kejauhan. Sehari semalam lewat tanpa terjadi apa-apa.
Hari kedua, seorang pengintai bergegas turun
dari pohon, lalu menghadap Pangeran In Te dan
melaporkan bahwa dari arah barat laut sudah
terlihat suatu kafilah besar datang mendekat.
Pangeran In Te yang sedang duduk bersandar
pohon, segera melompat bangun. "siapkan
pasukan!" Semua perajurit pun menyiapkan diri, tidak
tergesa-gesa namun sigap dan teliti, terutama
alat-alat perang mereka. "Pangeran, apakah kita akan menyongsong
mereka di tempat terbuka?" tanya Sun Hong
Beng. "Menurut yang kita ketahui, kekuatan kita
dua kali lipat kekuatan mereka,"
Pangeran In Te menggelengkan kepala,
"Meskipun kita unggul dalam jumlah,
namun korban di pihak kita harus ditekan
sesedikit mungkin. Menyongsong di tempat
terbuka memang kelihatan gagah, dan
Kemelut Tahta Naga II/2 10 mungkin pula menang, tapi akan banyak
perajurit kita jadi korban. Karena itu,
pertama-tama kita akan menyergap dari
hutan dengan senapan dan panah. Setelah
itu, barulah kita serang langsung jarak
dekat." Para perwira mengangguk, dan para perajurit
bersyukur dalam hati karena Pangeran ln Te
menggunakan siasat hemat nyawa" macam itu.
Itu artinya Pangeran ln Te sejauh mungkin
berusaha menghargai nyawa perajuritperajuritnya sebagai sesama manusia, yang
harus dihargai biarpun dalam perang. Bukan
sekedar dicatat sebagai "biaya perang".
Pasukan pun bersiap di tepi hutan, di balik
pepohonan. Mereka merasa agak tegang juga,
sebab mereka sudah mendengar bahwa orangorang Kozak adalah jago-jago perang yang
tangguh. Nama mereka disegani dari kawasan
Asia Tengah sampai Eropa Timur.
Pangeran ln Te menyusun para pemanah dan
penembak menjadi dua lapis, depan dan
Kemelut Tahta Naga II/2 11 belakang. Buat para penembak senapan, sehabis
menembak satu kali tentu harus mengisi peluru
dan obat ledaknya lagi, dan itu makan waktu.
Maka selama mereka mengisi kembali, lapisan
kedua yang akan menembak, dan setelah
lapisan kedua menembak, lapisan pertama
sudah siap menembak kembali sementara
lapisan kedua mengisi senapannya. Begitulah
bergantian terusnya, sebab senapan di jaman
masih kuno. Hanya bisa untuk menemhak satu
kali setiap kali pengisian.
Jumlah senapan yang dibawa pasukan itu juga
terbatas jumlahnya, sehingga tidak semua
perajurit kebagian memegang senapan. Maka
yang tidak kebahagian itu harus siap dengan
panah dan lembing, yang biarpun jangkauannya
tidak sejauh peluru bedil, tapi ada kelebihannya
juga, yaitu bisa dilepaskan berturut-turut
dengan jarak waktu yang lebih rapat.
Pesan Pangeran In Te kepada para pemimpin
regu, "Kalian harus membidik dengan cara Siapjin-sian-sia-ma (sebelum membidik orangnya,
bidik dulu tunggangannya). Mengerti?"
Kemelut Tahta Naga II/2 12 Para pemimpin regu menyatakan mengerti,
dan meneruskan perintah itu kepada anggaota
regu masing-masing. Sementara itu, kafilah musuh sudah
kelihatan tanpa memerlukan teropong lagi.
Sebuah kafilah berjumlah besar, di kawal orangorang Kozak berkuda yang bertubuh besarbesar, rambut brewok mereka berwarna coklat
kemerahan, dan memakai topi-topi bulu yang
tebal. Mereka sebenarnya serdadu-serdadu
kekaisaran Rusia. Namun dalam tugas kali ini,
mereka tidak memakai seragam keperajuritan
mereka. Bisa dimaklumi, sebab Rusia masih
terikat perjanjian tahun 1689 yang ditandatangani wakil-wakil kedua kerajaan di
St. Peterrburg, ibukota Rusia waktu itu.
Perjanjian yang ditanda-tangani setelah
terjadinya perang hebat di tepi Sungai Ussuri
yang menimbulkan kerugian besar di ke dua
belah pihak. Setelah Kaisar Khong Hi digantikan
Kaisar Yong Ceng di tahun 1712, Rusia kembali
bangkit nafsunya untuk meluaskan wilayah, tapi
tidak secara terang-terangan. Kali ini dengan
Kemelut Tahta Naga II/2 13 cara membujuk orang-orang Jing-hai yang
seagama dengan mereka agar berontak
terhadap pemerintahan di Pak-khia yang "kafir"
kata mereka. Sesaat Pangeran In Te memperhitungkan
jarak. Setelah bagian depan kafilah musuh
diperkirakan sudah bisa dijangkau peluru, maka
Pangeran In Te memberi isyarat kepada
pasukannya dengan lambaian tangan.
Maka berletusanlah ratusan pucuk senapan
dari pihak pasukan Pangeran In Te.
Kafilah itu menjadi agak kacau, tidak
menduga akan menghadapi sergapan yang
begitu awal. Baik manusia, onta ataupun kuda
segera banyak yang bertumbangan. Teriakan
orang dan ringkik kuda bercampur-aduk
dengan ledakan-ledakan senapan yang bising.
Pengawal kafilah yang belum kena lalu
mengatur diri untuk bertahan. "
Ternyata pengawal-pengawal kafilah itu
memang jago-jago perang yang bakal menjadi
lawan berat pasukan Pangeran In Te. Kepanikan
mereka hanya sebentar, dan dalam waktu
Kemelut Tahta Naga II/2 14 singkat barisan depan sudah berhasil
membentuk posisi bertahan. Sambil berjongkok
atau bertiarap di balik bangkai kuda atau onta,
mereka balas menembak atau memanah.
Peluru para pengawal kafilah itu banyak
yang cuma menghantam pepohonan di pinggir
hutan, namun ada juga beberapa perajurit
Pangeran ln Te yang menjadi korban, karena
kurang rapat berlindung. Kedua pihak sudah
mulai "menyicil harga" kepentingan masingmasing, dan mata uangnya ialah nyawa
manusia. Sebagian pengawal kafilah berusaha menggiring balik onta-onta pengangkut beban
menjauhi jangkauan serangan pasukan Pangeran In Te, untuk menyelamatkan barangbarang kawalan mereka. Ketika sebutir peluru
panas menghunjam ke dalam sebuah kantong
kulit besar di punggung seekor onta, tiba-tiba
kantong itu meledak menjadi kobaran api yang
hebat bersama ontanya sekalian. Beberapa
pengawal berkuda yang ada di dekat nya juga
ikut kena ledakan. Maka berhamburanlah
Kemelut Tahta Naga II/2 15 serpihan-serpihan daging onta, kuda atau
manusia yang susah dibedakan Jagi.
Rupanya kantong-kantong besar itu berisi
bubuk peledak untuk mengisi senapan.
Maka Pangeran In Te tiba-tiba menemukan
pikiran baru Perintahnya kepada penembakpenembak dalam pasukanannya, "Incar
kantong-kantong kulit besar itu!"
Perintah dijalankan, dan beberapa ledakan
hebat kembali terjadi di tengah tengah kafilah
musuh. Kuda dan onta yang tidak mati menjadi
kacau dan melonjak-lonjak tak keruan,
merepotkan para pengawal kafilah yang
berusaha menenangkan hewan-hewan itu. Tapi
peluru-peluru dan panah dari pasukan
Pangeran ln Te terus menghambur, memunguti
korban-korban mereka. Hanya saja, kafilah itu adalah sebuah barisan
panjang. Kekacauan cuma terjadi dibagian
depan. Pengawal-pengawal belakang kafilah
justru menyusun diri dan maju ke depan untuk
menolong teman-teman mereka. Mereka
menderapkan kuda dengan kencang, menebar
Kemelut Tahta Naga II/2 16 sambil membungkuk rapat di atas kuda untuk
menyerbu ke hutan. Mereka ingin memaksa
lawan-lawan mereka keluar dari hutan dan
bertempur secara terbuka.
Reberapa penunggang kuda terdepan roboh
tertembus peluru atau panah, setelah lebih
dekat lagi maka lembing dari pihak Pangeran In
Te pun ikut ambil bagian. Tapi selebihnya terus
menyerbu dengan berani, bahkan dari bagian
bela kang kafilah menyusul lagi ratusan orang.
"Benar-benar orang-orang nekat," geram
Pangeran In Te melihat iiu. "Mereka belum bisa
menaksir kekuatan kami yang bersembunyi di
hutan ini, tapi sudah berani menyerbu kemari."
Pangeran In Te juga sadar bahwa sifat
kejutan dari serangannya sudah tidak
menentukan lagi, ia lalu mengambil langkah
berikutnya, la perintahkan pasukannya keluar
dari hutan dan menyongsong musuh di tempat
terbuka. Perajurit-perajuritnya lalu berlompat ke atas
kuda, dan menyongsong keluar hutan.
Kemelut Tahta Naga II/2 17 Maka menderumlah dataran itu oleh derap
ribuan kuda. Dua gelombang manusia berkuda
saling menempur langsung, tanpa berliku-liku
lagi. Sorak gempita dari kedua belah pihak
membuai semuanya bagaikan kemasukan setan,
senjata-senjata yang berkilat-kilat sudah
diangkat tinggi-tinggi, siap dijatuhkan ke tubuh
lawan. Beberapa orang dari kedua belah pihak
masih coba-coba memanfaatkan bedil, panah
atau lembing, dan beberapa lawan terdepan
memang berjungkalan roboh dari kuda. Ada
yang kakinya tidak bisa lepas dari sanggurdi
sehingga tubuhnya terseret oleh kuda
tunggangan nya sendiri yang berlari menggila.
Penunggang-penunggang kuda yang di
belakang tidak menggubris mereka yang
berjatuhan di depannya atau kuda-kuda yang
berputaran kebingungan tanpa penunggang
lagi. Mereka terus menerjang. Mereka lebih
memperhatikan musuh yang semakin dekat.
Senjata-senjata jarak jauh disimpan, dan kini
Kemelut Tahta Naga II/2 18 berkilat-kilatlah tombak, pedang, kampak,
tongkat berduri dan sebagainya.
Dengan nafsu saling membinasakan yang
meluap-luap, dua gelombang "Pembunuh
resmi" itu bertemu, seperti dua arus yang
bertabrakan, saling

Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghempas dan menimbulkan gejolak yang mengerikan. Harga
nyawa manusia tiba-tiba anjlok serendahrendahnya. Sorak gemuruh membubung
bersama ringkik kuda dan gemerincing ribuan
senjata yang dibentur-benturkan penuh
kebencian. Pedang dan golok disabetkan, tombak
disodokkan, kampak ditekakkan, tongkat, gada
atau ruyung diayun-ayunkan mencari tulang
kepala atau tulang pinggul. Ketangkasan
berkuda, ketrampilan main senjata dan
keberanian bergabung jadi satu. Usaha
menyelamatkan diri dan nafsu membunuh
berbaur tanpa batas. Debu mengepul tinggi,
keributan memuncakk. Masih terdengar perwira-perwira kedua
belah pihak meneriakkan perintah-perintah,
Kemelut Tahta Naga II/2 19 berusaha mengarahkan anak buahnya masingmasing. Tapi suara mereka tenggelam oleh
hingar-bingar nya derap kuda, suara kulit dan
daging yang terkoyak, tulang-tulang yang
remuk terhantam besi-besi dingin tanpa
perasaan, dan jeritan mereka yang men jadi
korban. Salah satu jago perang orang Kozak adalah
Kobita Popovitch, seorang raksasa yang
berambut dan berbrewok coklat kemerahmerahan. Senjatanya ialah tongkat besi
sepanjang satu meter, disambung rantai satu
meter, pula, dan di ujung rantai ada bola besi
berduri. Senjata itu dimainkan dengan mahir
dan ganas sekali, sambil menerjang-nerjangkan
kudanya di seluruh arena. Tiap kali ada
perajurit-perajurit Pangeran In Te yang
terlempar dari kuda dengan kepala retak, atau
tubuh robek terlanggar duri-duri di permukaan
bola besi yang berdesing-desing seringan
terbangnya seekor lalat. Sekali-kali rantainya melibat lengan atau
leher seorang lawan, lalu menyeret lawannya
Kemelut Tahta Naga II/2 20 mendekat dengan tenaganya yang hebat,
disusul tinju kirinya terayun meremukkan
muka korbannya, Atau di cengkeramnya rambut
atau baju lawannya untuk dibanting jatuh dari
kuda, lalu diremukkan di bawah kaki kudanya
yang tegar. Begitulah jagoan Kozak ini menimbulkan
korban yang tidak sedikit di antara pasukan
Pangeran In Te. la jadi seperti seekor serigala
yang menyuruk ke tengah kawanan domba.
Seorang perwira bawahan Pangeran In Te
tidak membiarkan kerusakan pasukannya lebih
lanjut, la memajukan kuda nya untuk
menghadang amukan Kobita. Perwira itu
bertubuh kurus dan pendek, bersenjata tombak
berkait, maka banyak kawan maupun lawan
yang heran melihatnya berani menyongsong
lawannya yang bertubuh raksasa.
Ternyata si kerdil ini tidak begitu bodoh
untuk menyongsong langsung dari depan,
namun memotong dari samping untuk menikam
lambung kiri Kobiia, sisi yang tidak bersenjata
Kemelut Tahta Naga II/2 21 sebab lawannya memegang senjata dengan
tangan kanan. Melihat lawan bertubuh sekecil itu, Kobita
memandang remeh lawannya. Dengan sigap
tangan kirinya menangkap batang tombak
lawannya sambil memutar pinggang, siap
mengayunkan bola besi berdurmya ke kepala
lawan. Lawannya memang tak sanggup menandingi
kekuatan Kobita. Kalau ia tidak mau
melepaskan tombaknya, pasti akan segera
terseret dan di remuk kepalanya. Namun si
kerdil ini ternyata punya kegesitan luar biasa
dan punya senjata lain yang tak terduga oleh
lawannya. Cepat ia melepaskan tombaknya dan
melempar dari kuda, berguling bagaikan ular
melewati bawah perut kuda Kobita untuk
muncul di sebelah lain. Betapapun langkasnya jagoan kozak ini,
namun tubuhnya yang begitu besar membuatnya tidak mungkin berputar cukup
cepat, lagipula ia sudah terbiasa berhasil
membunuh musuh dalam sekali gebrak, la kaget
Kemelut Tahta Naga II/2 22 ketika lawannya tiba-tiba "hilang", dan bola
berduri di ujung tongkat berantainya hanya
berhasil menghantam remuk kepala kuda yang
sudah takk berpenunggang.
Kobita Popoviich memutar tubuh untuk
mencari lawannya, dan ketika ia melihatnya, ia
tak sempat berbuat apapun kecuali meraung
kesakitan. Lawannya secepat kilat telah
melontarkan sebatang pedang pendek yang
menyusup ke daging lehernya. Tubuh sang
raksasa tumbang dari atas kudanya dan
berdebum di tanah. Perwira Pangeran In Te itu cepat menarik
tombaknya yang masih digenggam Kobita, lalu
mengambil alih kuda lawannya sebagai ganti
kudanya sendiri yang sudah mati.
Namun robohnya si jagoan Kozak tidak
banyak mempengaruhi semangat para pengawal kafilah. Nyali mereka tidak goyah
hanya karena melihat kematian teman-teman
mereka, sebab hal itu sudah biasa bagi orang
Kozak yang gemar berperang itu.
Kemelut Tahta Naga II/2 23 Ketangkasan lawannya secepat Kilat telah
melontarkan sebatang pedang pendek yang
menyusup ke daging lehernya
Kemelut Tahta Naga II/2 24 Pertempuran tetap berjalan dengan sengit.
Kedua belah pihak sama-sama kehilangan
banyak teman, bahkan jago-jago andalan kedua
belah pihak juga silih berganti berguguran.. dan
keberanian kedua belah pihak pun seimbang,
namun akhirnya segi jumlah ikut berpengaruh
juga. Pasukan Pangeran In Te jauh lebih banyak
dari pengawal kafilah, maka akhirnya kelihatan
juga para pengawal kafilah mulai terdesak.
Seorang jago Kozak lainnya bernama Gouma,
kemasyhurannya di medan laga menyaingi
Kobita. Senjatanya ialah kampak bermata
ganda, bolak-balik, dan di tengahnya ada ujung
yang lancip seperti tombak, bertangkai kira-kira
satu meter. Puluhan perajurit Pangeran In Te
telah dirobohkannya dengan ketangkasan dan
kekuatannya yang mirip seekor beruang. Tiap
kali senjatanya mematuk, satu lawan gugur oleh
ujung tombaknya. Kalau senjatanya disabetkan
bolak- balik, maka yang menjadi korban bisa
dua orang sekaligus. Melihat pengganas ini, Pangeran In Te tidak
bisa tinggal diam. Ia memacu kudanya untuk
Kemelut Tahta Naga II/2 25 mendekati Gouma. Seorang perwira bawahannya terkejut dan berteriak mencegah,
"Pangeran, orang itu berbahaya sekali. Biar
hamba dan beberapa teman yang menghadapinya!" "Aku justru bosan karena sejak tadi tidak
menemui lawan yang tak berarti," sahut
Pangeran In Te tanpa menunda gerakannya.
Gouma tertawa terbahak-bahak ketika
melihat lawan yang mendekatinya adalah
seorang yang bertubuh ramping, kulit wajahnya
terlalu putih seperti kulit bayi, dan pedang yang
dibawanya nampak seperti pedang "hiasan
dinding" yang nampak tidak pantas dibawabawa dalam pertempuran sebuas itu.
Namun setelah kampak tombak Gouma
berbenturan beberapa kali dengan pedang
Pangeran In Te, barulah Gouma sadar ia ketemu
lawan tangguh. Timbul nafsunya untuk
secepatnya mengalahkan lawan yang satu ini.
Senjatanya terayun makin kuat dan cepat,
dikerahkannya seluruh keahlian main senjata
yang dipelajarinya sejak kecil.
Kemelut Tahta Naga II/2 26 Dalam hal silat, Pangeran In Te memang
tidak setangguh kakak-kakaknya seperti Kaisar
Yong Ceng, Pangeran In Gi atau Pangeran In
Tong, karena perhatian Pangeran In Te lebih
banyak tercurah di pelajaran kemiliteran. Tapi
bukan berarti ia orang yang lemah. Sedikitnya ia
pernah menerima petunjuk-petunjuk main
pedang dari Pak Kiong Liong, meskipun bukan
murid tetap. Dalam mengendarai kuda,
Pangeran In Te juga cukup mahir.
Pertama kali pedangnya membentur senjata
musuh, Pangeran In Te terkejut karena
merasakan kuatnya tenaga musuhnya. Itu
menjadi peringatan baginya, bahwa kali ini
tidak boleh sekedar adu otot saja, melainkan
harus membuat perhitungan yang cermat.
Begitulah keduanya bertempur. Sekali waktu
kuda mereka saling menyambar dekat,
menjauh, menyambar dekat lagi, memutarkan
kuda sambil membenturkan senjata belasan kali
untuk mencari kelengahan lawan. Kampak
tombak Gouma berdesing-desing mengerikan.
Kalau tubuh Pangeran In Te sampai kena,
Kemelut Tahta Naga II/2 27 agaknya bukan cuma kulit dagingnya yang bakal
robek, tapi sekaligus bersama tulang-tulangnya.
Sedangkan Pangeran In Te memainkan
pedangnya selicin .ular yang membe lit dan
mematuk, mengutamakan kecepatan dan
incaran yang cermat, menghindari benturan
sebisa-bisanya. Dengan cara itu, ternyata tiap
kali Pangeran In Te berhasil memaksa lawannya
untuk membela diri lebih dulu, dan Gouma
mulai terdesak, kekuatannya yang besar tak
mendapat kesempatan untuk dibenturkan dan
mengambil keuntungan, kebanyakan serangannya yang ngotot cuma menebas angin.
Sedangkan pedang Pangeran In Te biarpun
tidak mengeluarkan suara menderu, namun
bergerak terlalu cepat dalam menjangkausasaran-sasaran berbahaya di tubuh lawannya.
Gouma semakin kalap dan gerakannya
semakin sembrono. Suatu kali ia ayunkan
senjatanya dari atas, bermaksud membelah
tubuh Pangeran In Te dengan sekuat tenaga.
Pangeran In Te menjepit perut kudanya dan
melejitkannya ke depan, sekaligus pedangnya
Kemelut Tahta Naga II/2 28 mematuk dan berhasil melukai siku lawannya.
Gouma kehilangan kendali, senjatanya yang
berat itu jatuh ke tanah. Berikutnya, Pangeran
ln Te mendoyongkan tubuhnya sambil
menikam, dan tembuslah dada si jagoan Kozak
ini. Perwira yang tadi mencemaskan ke
selamatan Pangeran ln Te, kini lega melihat
Pangeran ln Te menang, meskipun nampak agak
kelelahan. Pujinya, "Pangeran benar-benar
hebat!" "Kalian semua juga hebat, tapi, mari kita
selesaikan dulu pertempuran ini," sahut
Pangeran ln Te sambil tersenyum.
Pertempuran belum selesai. Kedua pihak


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum puas menunjukkan ketangkasan dan
keberanian mereka masing-masing. Orangorang
Kozak dan Jing-hai bertempur mengandalkan tubuh mereka yang besar-besar
dan senjata mereka yang umumnya berbobot
berat. Sedang orang-orang Korea dalam
pasukan Pangeran ln Te menunjukkan gaya
tendangan warisan leluhur mereka yang
Kemelut Tahta Naga II/2 29 disebut Tae-kyun, atau cara membanting yang
disebut Su-bak. Tidak jarang, sambil berkuda,
orang-orang Korea ini berhasil menendang
perut atau dagu lawan nya sehingga terpental
roboh dari kuda. Orang-orang Manchu juga
mempunyai sejenis cara membanting yang
disebut Sut-ku, sedang orang Han dengan aliran
silat mereka yang beraneka ragam.
"Bangsnt-bangsat Tartar ini berkelahi
macam iblis!" teriak orang-orang Kozak dalam
bahasa mereka. Dalam pandangan mereka,
semua bangsa-bangsa dari sebelah timur
asalkan berkulit kuning dan bermata sipit,
mereka pukul rata dengan sebutan Tartar saja.
Pada hal orang-orang Rusia kulit putih diam
diam juga menyebut orang-orang Kozak dengan
sebutan Tartar pula, namun dengan tambahan
"yang sudah tidak menyembah berhala".
Betapapun tangguh dan beraninya orangorang Kozak itu, setelah kehilangan beberapa
jagoan mereka dan kalah jumlah pula, mereka
mulai merasa tak ada gunanya meneruskan
pertempuran. Mereka saling meneriakkan
Kemelut Tahta Naga II/2 30 isyarat, lalu sekelompok demi sekelompok
mening galkan arena. Bahkan mereka tak
sempat lagi mengurusi onta-onta yang
mengangkut barang bawaan mereka, mereka
tinggalkan begitu saja. Pasukan Pangeran In Te bersorak gemuruh,
mereka masih mengejar beberapa li lagi, namun
kemudian Pangeran In Te menarik pasukannya.
Pangeran In Te lalu memerintahkan untuk
membuka dan melihat barang-barang apa saja
yang hendak diberikan orang-orang Kozak itu
kepada para pemberontak di Jing-hai. Ternyata
ada hampir duaribu senapan yang lengkap
dengan peluru-pelurunya yang sebesar kelereng, dan bubuk peledaknya. Dalam jumlah
besar. Setelah senapan-senapan yang rusak
disingkirkan, maka yang utuh masih ada sekitar
seribu limaratus pucuk. Melihat senjata-senjata sebanyak itu, sesaat
Pangeran In Te merasa tergoda. Bagaimana
kalau senapan itu dibagikan kepada perajuritperajuritnya yang setia kepadanya, lalu balik ke
perkemahan induk untuk menggempur Ni Keng
Kemelut Tahta Naga II/2 31 Giau dan mengambil alih pimpinan" Pangeran
In Te yakin, asal langkahnya tepat, maka
sebagian besar pasukan di perkemahan induk
pasti masih bisa dibujuknya untuk mengikutinya, sebab banyak yang diam-diam
tidak suka kepada Ni Keng Giau yang terlalu
bengis dengan tata-tertibnya. Kalau seluruh
pasukan terkuasai, asal dibariskan ke Pak-khia,
tentu tidak sulit mendongkel Kaisar Yong Ceng
dari kedudukannya. Sebagai seorang yang sudah bertahun-tahun
hidup terkekang dan terancam, biarpun dalam
istana, godaan dalam diri Pangeran In Te
memang terasa kuat sekali. Godaan untuk
memperoleh kekuatan kembali dan membalas
penindas-penindasnyn. Namun Pangeran In Te
kemudian geleng-geleng kepala sendiri,
mengusir angan-angan itu. Kalau ia melakukan
itu, maka pasukan kerajaan akan pecah, bahkan
mungkin terjadi perang saudara, justru di garis
depan, di hadapan hidung musuh, dan tentu saja
akan menguntung kan musuh. Akhirnya
Pangeran In Te memutuskan untuk tetap dalam
Kemelut Tahta Naga II/2 32 sikapnya yang mengalah, mengutamakan
keselamatan negara di atas ambisi pribadinya.
Namun soal senjata-senjata rampasan itu,
Pangeran In Te merasa lebih baik untuk
memperkuat pasukannya, daripada tersimpan
nganggur dalan kantong-kantong kulit.
"Akan kita apakan senjata-senjata ini,
Pangeran?" tanya seorang perwira bawahannya,
membuyarkan lamunan Pangeran In Te.
"Bagikan kepada perajurit-perajurit kita
yang bisa menembak namun belum kebagian
senapan," sahut Pangeran In Te. "Dan semuanya
harus mengisi kantong mesiu mereka penuhpenuh!"
Perwira yang bertanya itu adalah seorang
pengikut Ni Keng Giau. Maka-nya ia langsung
berprasangka ketika mendengar perintah
Pangeran In Te itu, ia nampak ragu-ragu dan
tidak segera menjalankan perintah.
"Kenapa ragu-ragu" Jalankan!"
"Pangeran, kalau boleh hamba tahu, kenapa
pasukan yang pulang ke perkemahan induk ini
malah dipersenjatai makin lengkap seolah-olah
Kemelut Tahta Naga II/2 33 akan menghadapi musuh" Bukankah kita
sedang akan berangkat pulang untuk bergabung
dengan teman-teman sendiri?"
"Bodoh benar pertanyaanmu. Kita kan
sedang berada di daerah rawan Apakah tidak
mungkin dalam perjalanan pulangpun kita
bertemu musuh" Apa salahnya kita memperkuat diri dengan senjata rampasan?"
"Ampun Pangeran. Apa tidak sebaiknya
senjata-senjata rampasan itu tetap di bungkus
saja, dan biar hamba yang mengawalnya?"
"Kenapa harus begitu?" Pangeran In Te
heran, namun kemudian sambil tertawa pahit ia
menjawab sendiri keheranannya, "Oh, mengertilah aku sekarang. Kau khawatir aku
menggunakan senjata-senjata ini untuk memberontak kepada Ni Keng Giau?"
Wajah perwira cerewet itu jadi merah,
karena isi hatinya kena ditebak Pa ngeran In Te.
Dengan agak gugup ia masih mencoba berdalih
juga, "Tetapi....senjata-senjaia itu adalah barang
bukti keterlibatan negara asing dalam kemelut
Kemelut Tahta Naga II/2 34 di Jing-hai ini. Kelak harus ditunjukkan kepada
dutabesar Rusia di Pak-khia supaya mereka......"
"Lho, siapa yang sudah mengangkat mu
menjadi pejabat dalam urusan ini?" Pangeran In
Te menukas sinis. "Hamba...... hamba...... hanya mengusulkan...."
"Usulmu ditolak. Jalankan perintahku."
Dengan wajah geram menahan amarah,
perwira itu terpaksa beranjak pergi. Namun
diam-diam ia membatin. "Goan-swe harus
segera mendapat kabar agar bisa bersiap-siap.
Siapa tahu dalam diri Pangeran In Te timbul
pikiran untuk berkhianat."
Sementara Pangeran In Te tersenyum pahit
memandang punggung perwira itu, ia tahu
bahwa dalam pasukannya bersembunyi banyak
kaki tangan Ni Keng Giau yang bertugas
mengawasinya agar tidak "menyeleweng" Matimatian ia mempertaruhkan nyawa dengan
sungguh-sungguh demi kekaisaran, malahan
diperlakukan seperti pengkhianat yang harus
diawasi terus. Kemelut Tahta Naga II/2 35 Perajurit-perajurit yang luka sudah diobati
dan yang tewas dikuburkan di tempat itu juga.
Setiap perajurit ada kemungkinan bernasib
seperti itu. Terkubur di tempat terpencil yang
tak diketahui sanak-keluarganya. Bahkan
gundukan tanahnyapun lama-lama akan rata,
ditumbuhi rumput liar, dan orang yang lewat di
atasnya takkan tahu kalau di bawah kaki
mereka ada manusia lainnya.
Kemudian pasukan itupun menyusun diri
dalam barisan, untuk pulang ke perkemahan
induk. Tugas pertama telah di selesaikan.
Merebut kiriman senjata dari negeri asing yang
diperuntukkan bagi para pemberontak di Jinghai.
Ketika malam tiba, Pangeran In Te
memerintahkan pasukannya untuk beristirahat.
Kuda dan onta ditaruh melingkar di bagian luar,
dijadikan pelindung seandainya ada serangan.
Perajurit-perajurit yang kelelahan itu segera
bergeletakan berbaring di rerumputan, setelah
lebih dulu mengisi perut dengan ransum kering.
Kemelut Tahta Naga II/2 36 Sebagian dari mereka mendapat tugas jaga
secara bergiliran. Pangeran In Te sendiri berbaring dengan
kepala diganjal sehelai kulit domba yang dilipatlipat, la agak sulit tidur. Lama sekali matanya
berkedip-kedip menatap bintang-bintang di
langit terbuka, yang seolah juga membalas
kedipannya. Suasana gelap sekali, sebab Pangeran In Te
melarang pasukannya menyalakan api, khawatir kalau terlihat oleh musuh yang
berkeliaran di padang rumput itu.
* * * Malam semakin larut. Penerangan hanya
mengandalkan bintang-bintang yang berkelapkelip serta sepotong rembulan yang pucat
muram. Di sekitar Pangeran In Te mulai terdengar
dengkur para perajurit, dengus dengus kuda
dan onta, atau para perajurit yang bercakapKemelut Tahta Naga II/2
37 cakap perlahan untuk mengusir kantuk sambil
berjaga. Udara di daerah itu dingin sekali, tapi
apa boleh buat, api tidak boleh dinyalakan.
Namun salah seorang perajurit yang ada di
dekat tubuh Pangeran ln Te ternyata tidak tidur.
Sambil berbaring di kegelapan, diam-diam ia
terus memperhatikan Pangeran In Te secermat
cermatnya. Menajamkan mata, menajamkan
telinga, untuk mengetahui Pangeran ln Te sudah
tidur atau belum" Ketika dilihatnya tubuh Pangeran ln Te tidak
bergerak-gerak lagi, dan suara napasnyapun
melembut, maka perajurit itupun menyimpulkan bahwa Pangeran In Te sudah
tidur. Orang itu menyeringai sendiri, lalu mulai
menimbang-nimbang dalam hati, "Dengan belati
akan lebih praktis. Sebuah tikaman ke jantung
sambil membekap mulutnya, takkan banyak
suara, dan habislah riwayat bangsawan yang
malang itu. Besok seluruh pasukan hanya akan
menemui mayatnya, tapi takkan tahu siapa
pembunuhnya, sedangkan aku akan pulang
Kemelut Tahta Naga II/2 38 disambut kenaikan pangkat dari Goan-swe Ni
Keng Giau. Tiba-tiba saja sebilah belati telah tergenggam
di tangan kanannya, sementara tangan kiri
mencengkeram segumpal rumput yang akan


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disumpalkan ke mulut Pangeran In Te agar
tidak berteriak. Lalu ia bergeser perlahan, amat
hati-hati, agar jangan sampai menyentuh dan
membangunkan perajurit-perajurit lain yang
tidur malang melintang di sekitar tubuh
Pangeran In Te. Ia berhasil sampai di samping tubuh
Pangeran In Te, sesaat ia berjongkok diam
untuk meredakan ketegangan hatinya. Dibuatnya tiga hitungan dalam hati untuk
membulatkan semangatnya. Hitungan pertama,
belati diangkat dan ujungnya diarahkan ke
jantung calon korbannya. Hitungan ke dua,
genggaman tangkai belati dikuatkan, tekat
dibulatkan, keraguan disingkirkan. Hitungan ke
tiga, belati bergerak ke sasaran.
Cuma hitungan ke tiga inilah yang tidak
sesuai dengan rencana. Sebab si pembunuh ini
Kemelut Tahta Naga II/2 39 tiba-tiba merasa punggungnya disambit kerikil,
dan tahu-tahu seluruh tubuhnya menjadi kaku,
setiap gerakannya terhenti mutlak, seolah-olah
tubuhnya tiba-tiba dituangi semen basah yang
lalu mengeras dalam satu detik.
Keruan si pembunuh jadi kebingungan heran
campur takut. Kenapa tubuhnya justru tak
mampu bergerak lagi ketika dalam posisi yang
menunjukkan maksud membunuh seperti itu"
Ia berusaha menggerakkan tubuhnya, namun
tetap gagal, seujung jaripun tak bisa.
"Celaka! Apakah Pangeran In Te di lindungi
malaikat, sehingga aku kuwalat?" pikir si calon
pembunuh itu ketakutan. Makin lama ia makin
panik, tapi benar-benar tak berdaya.
Sementara itu, Pangeran In Te pun tiba-tiba
terbangun sebab merasa ada sesuatu di
lehernya. Ternyata seekor belalang rumput
yang entah darimana datangnya. Matanya
terbuka, dan ia terkejut melihat ada seorang
berjongkok di sampingnya sambil mengacungkan belati. Digerakkan oleh naluri
menyelamatkan diri, secepat kilat Pangeran In
Kemelut Tahta Naga II/2 40 Digerakkan oleh naluri menyelamatkan
diri,secepat kilat Pangeran In Te berguling ke
samping lalu melompat bangun dengan bersiaga.
Kemelut Tahta Naga II/2 41 Te berguling ke samping lalu melompat bangun
dengan bersiaga. Tapi ia jadi heran melihat si
pemegang belati itu terus diam seperti patung
dalam sikap semula. "Siapa kau" Apa maksudmu?"
Tentu saja si "patung" tetap bungkam karena
tak mampu berkata-kata. Dengan hati-hati
Pangeran In Te mendorong pundak orang itu,
bergoyang sedikit, lapi sikapnya tak berubah.
Pangeran In Te jadi menduga-duga, orang atau
palungkah yang dia hadapi itu"
Cepat Pangeran In Te mengluarkan batu api
dan menyalakan segumpal rumput kering untuk
mendapat sedikit cahya. Dilihatnva bahwa
"patung" itu ternyata adalah seorang perwira
bawahannya agaknya siap membunuhnya selagi
ia tidur, namun entah kenapa tiba-tiba berubah
jadi seperti patung macam iiu.
Lalu ingatlah Pangeran In Te, pamannya Pak
Kiong Liong pernah bercerita kalau di kalangan
rimba persilatan ada yang namanya tima-hiaihoat (Ilmu Menoiok jalan darah) yang kalau
digunakan terhadap korbannya, antara bisa
Kemelut Tahta Naga II/2 42 menjadikan korbannya "seperti patung" selama
beberapa jam sampai keadaan korbannya pulih
dengan sendirinya. Pangeran In Te pun sadar.
Malam itu selain menemukan seorang
pembunuh, juga seorang penolong, tapi entah
siapa dan dimana penolongnya itu.
Nyala rumput kering itu membuat perajuritperajurit di sekitarnya bangun, kaget karena
mengira ada serangan. Namun yang mereka
lihat cuma Pangeran In Te dan "patung" yang
berjongkok sambil mengacungkan belati.
"Ampun Pangeran, ada apa?" tanya seorang
perajurit. "Dia mencoba membunuh aku agaknya!"
dengan geram Pangeran In Te menunjuk si
calon pembunuh yang gagal itu.
Makin banyak perajurit bangun, makin
banyak obor dinyalakan, dan makin jelas pula
wajah-wajah di sekitar tempat itu. Salah
seorang perajurit tiba-tiba berseru mengenali si
"patung" itu, "He, bukankah dia itu Pa-cong Yu Hong?"
Kemelut Tahta Naga II/2 43 Sun Hong Beng juga telah datang ketempat
iiu, dan ketika mengetahui apa yang terjadi di
situ, mukanya menjadi merah padam karena
marahnya. Dicengkeramnya rambut si calon
pembunuh dan diguncang keras-keras kepala
orang itu, sambil membentak sengit, "keparat!
Pengkhianat! Jadi kau berniat membunuh
pasukanmu sendiri, he" Siapa yang menyuruhmu" Siapa?"
Tapi meskipun kepalanya digoncang goncang
sampai seolah-olah sendi leher nya hampir
copot, Yu Hong tentu saja tak bisa menjawab.
Hanya matanya yang berkeliaran kian kemari
dengan sinar ketakutan, tubuhnya tetap tak
mampu bergerak, tangannya tetap teracung
dengan belati tergenggam.
"Bangsat! Tetap tidak mau menjawab?" Sun
Hong Beng makin gusar dan menampar keras
muka Yu Hong. "Sabar, Can-ciang......" akhirnya malah
Pangeran In Te yang berusaha menyabarkan
Sun Hong Beng. "Biarpun kau pukuli orang itu
Kemelut Tahta Naga II/2 44 sampai mati, ia takkan bisa menjawab, sebab
tertotok tubuhnya." Sun Hong Beng heran, lalu melepas kan
cengkeramannya pada rambut Yu Hong.
"Syukurlah sebelum dia berhasil, Pangeran
telah berhasil menotoknya.
"Ini yang aneh, Cam-ciang. Bukan aku yang
menotoknya. Ketika aku bangun, ia sudah dalam
keadaan begitu sebelum kuapa-apakan."
Keruan semua yang mendengar penjelasan
itupun jadi heran. Kalau bukan Pangeran In Te
sendiri yang menotok, lalu siapa" Apakah dalam
pasukan itu ada seorang jago silat tersembunyi
yang diam-diam lelah menyelamatkan Pangeran
In Te dari pembunuhan" Padahal, bagi kawanan
perajurit yang cuma berlatih ilmu kemiliteran
itu, ilmu menotok nyaris dipandang sebagai
ilmu gaib. Itu ilmu yang sulit, membutuhkan
dasar tenaga dalam yang kuat dan ketekunan.
Para perajurit cuma dilatih berbaris,
menunggang kuda, memanah dan sebagainya,
tapi tidak termasuk Tiam-hiat-hoat yang hanya
diajarkan di perguruan-perguruan silat dan
Kemelut Tahta Naga II/2 45 hanya kepada murid-murid yang sudah kuat
dasarnya. Pangeran In Te mengangkat pundak sambil
menyapukan pandangan ke sekelilingnya,
sambil berkata, "Penolongku itu sudah
menampakkan diri atau tidak, aku tetap sangat
berterima kasih." Dan yang ada di sekitarnya cuma wajah para
perajurit yang menampilkan keheranan tak
terjawab menyaksikan peristiwa aneh itu, tak
satupun tampang yang pantas diduga sebagai
"penolong tersembunyi" itu.
Kemudian Sun Hong Beng berkata,
"Pangeran, soal tuan penolong yang tidak mau
menampakkan diri itu tidak perlu dirisaukan,
setidaknya dia sudah berbuat kebaikan. Tapi
bagaimana hukuman bagi seorang perajurit
yang berani berkhianat kepada atasannya?"
Kini semua mata mulai diarahkan kepada si
"patung" yang wajahnya mulai memucat
ketakutan, takut dicincang oleh temantemannya
sendiri yang marah pada tindakannya. Kemelut Tahta Naga II/2 46 Sahut Pangeran In Te, "Selama totokannya
belum terbuka sendiri, aku belum bisa
menanyai tentang tujuannya, dan belum bisa
menetapkan hukumannya."
Namun Sun Hong Beng berkata dengan
marah, "Tapi hamba rasanya tahu bahwa dia
cuma seorang pembunuh suruhan."
Wajah para perajurit di tempat itu nampak
menegang di bawah cahaya obor yang kemerahmerahan. Kuping mereka dipasang baik-baik,
untuk mendengar suatu rahasia intrik yang
barang kali terdapat di antara para pemimpin
tertinggi angkatan perang.
Pangeran In Te kaget mendengar kata-kata
Sun Hong Beng yang terlalu blak-blakan. Tidak
baik kalau para perajurit rendahan itu
mengetahui rahasia pimpinan-pimpinan tertinggi mereka, bisa timbul perpecahan dalam
pasukan. Maka buru-buru ia mencegah, "Camciang, kuharap kau..."
Apa mau dikata, Sun liong Beng yang sudah
kelewat muak melihat ulah pengkhianatan itu
malahan bersuara makin keras dan tak tertahan
Kemelut Tahta Naga II/2 47 lagi, "Pangeran dikhianati, tapi Pangeran terlalu
sabar membiarkan para pengkhianat malang
melintang semaunyal Aku tahu orang ini pasti
suruhan Goan-swe Ni Keng Giau! Semalam
sebelum pasukan ini meninggalkan perkemahan induk, kulihat orang ini berbisikbisik mencurigakan dalam kemahnya bersama
seorang perwira kepercayaan Ni Goan-swe!
Pasti saat itulah mereka merancang tindakan
pengkhianatan atas diri Pangeran!"
Pangeran In Te mengeluh dalam hati. Sekuat
tenaga ia masih menjaga kehormatan
pasukannya dengan cara menyembnnyikan
permusuhannya dengan Ni Keng Giau, tak
peduli ia harus berkorban dihina dan dikhianati.
Semuanya di sembunyikan, agar para perajurit
rendahan tak ikut-ikutan memihak sana-sini.
tapi kini malah Sun liong Hong berteriak begitu
keras. Akibatnya, tuduhan Sun Hong Hong itu
langsung mendapat sambutan. Searang perwira
lain yang juga berpangkal cam-ciang, bernama
Lo Peng, tiba-tiba melangkah maju dan berkata
Kemelut Tahta Naga II/2 48 dengan keras, "Sun Hong Beng, aku keberatan
dengan tuduhanmu yang ngawur itu!tuduhan
yang tak ada buktinya, cuma kau karang
sendiri!" "Lo Peng, apa kau tidak tahu, atau pura-pura
tidak tahu kalau Ni Goan-swe sangat
menginginkan kematian Pangeran In Te"
Dengan cara terang-terangan jelas tidak
mungkin, sebab sepak-terjang Pangeran In Te
selamanya bersih tanpa kesalahan, tak ada
alasan untuk menghukum mati. Maka ya
dipakailah cara kotor macam ini!"
Ucapan yang makin tidak tedeng aling-aling
itu keruan membuat para perajurit jadi gempar.


Kemelut Tahta Naga 2 Tamat Karya Stefanus S.p di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan di antara mereka terdengarlah bentakan
marah Lo Peng menggelegar. "Sun Hong Beng,
kau menuduh Panglima Tertinggimu dan
menyebarkan keresahan diantara perajurit!
Menurut tata-tertib yang ditetapkan Goan-swe
Ni Keng Giau, kau sudah pantas dihukum
penggal kepala!" Kemudian Lo Peng menghunus pedangnya
dan melangkah ke arah Sun Hong Beng. Namun
Kemelut Tahta Naga II/2 49 Sun Hong Beng juga tidak gentar, tak peduli Lo
Peng punya "becking" Ni Keng Giau sendiri.
Dan ternyata bukan cuma mereka berdua,
karena kedua perwira itu sama sama punya
teman sepaham yang akan membela kelompoknya masing-masing. Yang dicemaskan
oleh Pangeran In Te pun membayang di depan
mata. Perpecahan. Kalau dibiarkan saja, semua
tentara kekaisaran akan saling bantai selagi
musuh masih di depan mata.
"Hentikan!" bentak Pangeran In Te. "Mau apa
kalian" Mau berkelahi dengan teman sendiri"
Sudah tidak menganggap aku sebagai pimpinan
sehingga berani bertindak sendiri-sendiri?"
Ternyata Pangeran In Te masih punya
kewibawaan, terutama atas diri orang-orang
yang memang setia kepada nya, namun juga
atas diri orang-orang yang memihak Lo Peng.
Ketika Pangeran In Te membentak, semua
orangpun serempak menghentikan gerakannya.
"Kembali ke tempat kalian masing-masing
dan kularang bertindak sendiri-sendiri, soal
pembunuh ini adalah urusanku, akan
Kemelut Tahta Naga II/2 50 kuselesaikan sendiri dan tidak perlu campur
tangan siapapun dari kalian!"
Perlahan kerumunan itupun bubar. Oborobor dimatikan kembali, dan beberapa saat
kemudian tempat itu sudah sunyi kembali
karena para perajurit tidur kembali.
Sebenarnya memang ada belasan orang kakitangan Ni Keng Giau dalam pasukan Pangeran
In Te itu, semuanya diberi perintah untuk
membunuh Pangeran In Te secara diam-diam
kalau ada kesempatan. Namun setelah
kegagalan Yu Hong, pembunuh-pembunuh lain
jadi takut bertindak. Mereka khawatir akan
menjadi mangsa dari penolong tersembunyi
yang diam-diam melindungi Pangeran In Te,
dan tak diketahui siapa orangnya itu.
Beberapa saat setelah tempat itu sepi
kembali, hanya dengkur para perajurit yang
terdengar, maka sesosok bayangan bergerak
menjauhi tempat itu. Gerakannya lebih dari
sekedar seringan kucing, tapi bahkan seperti
hantu karena seolah-olah bisa melayang tanpa
Kemelut Tahta Naga II/2 51 menginjak tanah. Makin jauh dari tempat
pasukan itu, imakin cepatlah gerakannya.
Namun di tempat yang agak jauh, tiba-tiba
bayangan itu nampak menjadi dua. Sama
ringannya, sama cepamya. Entah darimana
munculnya yang satu lagi, yang membuntuti
bayangan yang pertama tadi.
Bayangan yang di depan agaknya mulai
Memanah Burung Rajawali 32 Dear Love Karya Princess Wg Candi Murca 5
^