Pencarian

Kota Srigala 3

Kota Srigala Karya Stefanus S P Bagian 3


Kota Serigala Jilid 5 3 "Aku harus berhasil berbicara dengannya
suatu saat..." begitu tekadnya. Kalau ditanya,
kenapa" Maka pertanyaan hanya akan
bertambah satu, sedang jawabannya belum ada.
Mendadak kuping Yo Siau-hou yang tajam
mendengar suara langkah manusia lebih dari
satu, mendekati tempat itu, pengalamanpengalaman pahit yang dialaminya di hari-hari
belakangan itu, membuat Yo Siau-hou menaruh
kewaspadaan terhadap makhluk jenis manusia,
jauh melebihi kewaspadaan terhadap makhlukmakhluk lainnya. Macan atau serigala sekalipun.
Di ambang pintu rumah bobrok itu muncul
tiga sosok bayangan. Wajah mereka belum
terlihat, sebab cahaya perapian kecilnya belum
menjangkau mereka. Ketiga orang itu berjalan mendekat, dan Yo
Siau-hou semakin menyiagakan dirinya.
Setelah mereka cukup dekat, barulah Yo
Siau-hou dapat melihat bahwa ketiga-tiganya
berpakaian pengemis. Yang berdiri di tengah
adalah pengemis yang siang tadi menawari Yo
Siau-hou untuk menjadi anak buahnya. Di kiri
Kota Serigala Jilid 5 4 kanannya ada dua orang pengemis bertubuh
kekar, berwajah garang, dilengkapi lagi dengan
pentung kayu di tangan mereka masing-masing.
Kalau mengemis di siang hari, mereka
berjongkok dengan wajah memelas. Tapi malam
itu mereka bersikap tegas dan galak. Seolah
mereka sudah "naik pangkat" dari pengemis
menjadi perampok. Pengemis yang di tengah, pemimpin
"serikat" pengemis di kota Long-koan itu,
bertolak pinggang di seberang api unggun dan
berkata galak, "He, bangsat cilik! Siang tadi kau
menolak kebaikan hatiku, menolak menjadi
anak buahku tapi nyatanya sekarang kau tidur
di wilayah kekuasaanku!"
"Wilayah kekuasaanmu?" tanya Yo Siau-hou
sambil menyapukan pandangan ke sekitar
tempat itu. "Inikah wilayah kekuasaanmu"
Tempatmu?" "Ya, Karena itu, kau harus membayar sewa
kepadaku, dan kalau tidak mau kau harus
pergi!" Kota Serigala Jilid 5 5 "Kalau tidak mau bayar, juga tidak mau
pergi?" "Kau harus mati!"
"Kalau mati juga tidak mau?"
Si pemimpin pengemis tertawa dingin,
"Kalau kami mau membunuh orang, tak pernah
kami tanyakan orang itu setuju dibunuh atau
tidak. Yang berlaku adalah kehendak kami
sepenuhnya. Kehendak si kuat terhadap si
lemah!" "Oooo, jadi kalian merasa kuat?"
"Ya. Karena itu, kalau kau melawan kami,
kau akan menemui nasib yang malang..."
Yo Siau-hou tertawa geli, "Kalau merasa
kuat, segala kemauan kalian tidak terhalangi,
kenapa jadi pengemis" Setiap kali hendak
makan, kenapa harus berjongkok minta belas
kasihan kepada orang lain" Kenapa tidak jadi
Panglima saja?" "Cukup!" bentak si pemimpin pengemis
dengan gusar, "Tadinya aku merasa kasihan
kepadamu, bangsat cilik! Sehingga kutawarkan
kebaikan hatiku untuk bergabung dengan kami.
Kota Serigala Jilid 5 6 Ternyata kau terlalu besar kepala, tak bisa
mengukur kekuatanmu sendiri, bermulut
lancang! Dan sekarang tidak ada ampun lagi
buatmu!" Yo Siau-hou berdiri sambil menepuk-nepuk
celananya di bagian pantat dan berkata, "Kota
ini tidak dibangun oleh leluhurmu, aku yakin
itu. Rumah ini juga dulunya bukan kepunyaan
ayahmu atau kakekmu, karena itu aku bebas
menempati tempat ini. Ini tempat tidak
bertuan..." "Benar-benar bosan hidup!" geram si
pemimpin pengemis. Lalu perintahnya kepada
dua pengemis pemegang pentungan, "Hajar dia
sampai mampus!" "Baik!" sahut kedua pengemis itu seperti
serdadu-serdadu di hadapan komandannya.
Lalu mereka mulai melangkah maju...
"Ada baiknya juga kutunjukkan sedikit
kekuatanku," pikir Yo Siau-hou sambil
melangkah menyongsong lawan-lawannya. "Di
kota ini, kadangkala perlu bersikap hati-hati
dengan menyembunyikan kekuatan. Tapi saat
Kota Serigala Jilid 5 7 lain juga perlu menunjukkan kekuatan.
Kekuatan a.... adalah lambang kekuasaan di
sini." Serangan pertama datang. Salah seorang
pengemis berteriak keras, pentungnya bergerak
tak kenal ampun, agaknya ingin meretakkan
tengkorak kepala Yo Siau-hou dalam sekali
gebuk. Namun pentungnya cuma menebas
nyamuk, sebab Yo Siau-hou berkelit menunduk.
Kedua tangannya menyergap lengan lawan yang
memegang pentung, berbarengan kakinya
menyapu ke kaki lawan. Si pengemis garang terangkat tubuhnya
sehingga menjerit kaget. Yo Siau-hou
mengangkatnya dan memutar dua kali di udara,
kemudian menghempaskannya ke lantai.
Pengemis itu merintih-rintih, tak mampu
bangkit lagi. Serangan pertamanya tadi adalah
juga serangan terakhirnya.
Reaksi Yo Siau-hou yang begitu keras, cukup
menciutkan nyali kedua pengemis lainnya.
Mereka ternganga kaget dan detik berikutnya
mereka membalik badan untuk mengambil lang
Kota Serigala Jilid 5 8 Yo Siau-hou berkelit menunduk. Kedua tangannya
menyergap lengan lawan yang memegang pentung,
berbarengan kakinya menyapu ke kaki lawan.
Kota Serigala Jilid 5 9 kah seribu. Tidak peduli lagi teman mereka
yang merintih-rintih di lantai, sambil berte
riak-teriak, "Tunggu! Tunggu! Gotonglah aku
pergi!" Teriakannya tidak digubris.
Yo Siau-hou pun tidak menggubrisnya. Ia
kembali duduk dekat perapian, sambil
bergumam, "Ada-ada saja kota ini. Ada hakim
yang katanya pembela keadilan, malah menjadi
pelindung tempat maksiat. Ada gadis belajar
jadi maling. Dan ada pengemis-pengemis yang
berlagak menjadi penguasa kota..."
Ia melirik ke arah si pendeta pengembara,
dan lega ketika melihat pendeta itu
kelihatannya tidak terusik tidurnya. Tetap
meringkuk tak bergerak. Yang tidak diketahuinya ialah, pendeta itu
diam-diam mengintip dari bawah caping
bambunya, dan berkata dalam hati, "Boleh juga
bocah ini..." Sementara itu pengemis yang dibanting Yo
Siau-hou tadi berhasil juga bangkit, biarpun
sambil merintih-rintih, dan berlalu dari situ.
Kota Serigala Jilid 5 10 Pentung yang sedianya dibawa untuk
menunjukkan kegarangannya, kini beralih
gunanya untuk menopang langkahnya.
Dan kemana perginya dua pengemis yang
lain" "Kai-thau (kepala pengemis), bagaimana
kalau kita panggilkan teman-teman sebanyakbanyaknya, lalu kita keroyok mampus bangsat
cilik itu?" usul si anak buah sambil melangkah
bergegas di samping pemimpinnya. "Dia benarbenar menentang kita..."
"Tidak usah," sahut si pemimpin pengemis.
"Umpan kali ini terlalu keras untuk gigi kita.
Kalau kita paksakan untuk menggigitnya juga,
gigi kita bisa rontok sendiri..."
"Tapi kalau dibiarkan saja dan tersiar ke
seluruh kota, anak buah kita yang selama ini
setor uang kepada kita bisa ikut-ikutan
memberontak..." kata si anak buah dengan
cemas. "Kalau sedang begitu, darimana kita bisa
dapat rejeki" Bahkan yang paling kukuatirkan
adalah kalau si bangsat cilik tadi berniat
merebut kedudukanmu sebagai Kai-thau..."
Kota Serigala Jilid 5 11 "Jangan kuatir, aku sudah punya rencana.
Kau pulang saja dan tenteramkan hati temantemanmu, seolah-olah tidak ada apa-apa. Si
bangsat cilik itu pasti akan celaka malam ini
juga, kena gilas rencanaku..."
"Bagaimana rencanamu, Kai-thau?"
"Pokoknya ada. Kau jalankan saja perintahku
tadi." "Baiklah." Kedua pengemis itu kemudian bersimpangan
jalan. **SF** Malam itu kota Long-koan lebih sepi dari
biasanya. Biasanya, sampai larut malam masih
ada saja orang-orang berkeliaran di jalanan,
atau bergerombol di warung arak. Tapi siang
tadi tersiar kabar bahwa rumah judi di bawah
perlindungan Ti-koan Tai-jin kemasukan
penjahat di siang hari bolong. Maka orangorang Long-koan merasa lebih aman untuk
tinggal di rumah masing-masing.
Bukan si kedok hitam yang ditakuti, tapi
justru orang-orang yang mengaku sebagai
Kota Serigala Jilid 5 12 pelindung-pelindung keamanan itulah. Si kedok
hitam malahan dianggap dewa penolong, sebab
hasil rampasannya sering dibagikan kepada
orang-orang yang menderita. Sebaliknya anak
buah Ti-koan Tai-jin itu lebih mengerikan,
sebab dalam situasi macam itu, mereka jadi
berkali lipat galaknya. Gampang saja mereka
menangkap orang yang dicurigai untuk diseret
ke kantor Ti-koan, untuk ditanyai sambil
"dipijati" dengan rotan dan sepatu. Kalau
ternyata terbukti tidak bersalah, ya dilepaskan
lagi. Tapi sudah dalam keadaan pincang, atau
giginya patah beberapa biji atau kupingnya jadi
budeg sebelah. Malah ada yang harus
dipanggilkan keluarganya, supaya digotong
pulang dan dimakamkan keesokan harinya.
Demi menghindari penangkapan ngawur
itulah maka penduduk tidak ada. Hakim Lam
Sek-hai dan Panglima Hu Kong-hwe yang
berkeliaran di jalan dengan membawa senjata.
Namun, nampak juga seseorang berjalan di
jalanan, bahkan mendekati sebuah tangsi
Kota Serigala Jilid 5 13 tentara yang pintu gerbangnya terbuka siang
malam. Seorang pengemis. Di gerbang tangsi, sekelompok prajurit
tengah berjaga, namun dengan santai. Pedang
atau tombak mereka disandarkan ke dinding,
dan mereka sendiri duduk-duduk di bangku
panjang sambil makan kacang, kuaci atau
minum arak. Kulit kacang dan kuaci bertebaran
dari gerbang tangsi sampai ke pinggir jalan
besar. Suara percakapan dan tertawa para
serdadu tak henti-hentinya terdengar.
Tetapi kemudian para serdadu menatap
heran ke arah si pengemis yang berjalan
mendekati mereka. "Lho, itu kan pengemis yang suka nongkrong
di perempatan jalan di dekat kelenteng itu?"
"Mau apa dia keluyuran malam-malam
begini?" "Eh, dia menuju kemari!"
Biarpun merasa heran, para serdadu tidak
menjadi tegang atau takut, sebab yang
mendekati mereka toh hanya seorang pengemis
yang sudah mereka kenal di kota itu. Sendirian
Kota Serigala Jilid 5 14

Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan tanpa senjata, sedangkan para serdadu
berjumlah lima belas orang dan semuanya
bersenjata. "Selamat malam, tuan-tuan yang gagah
perkasa..." "He, bukankah kau pengemis yang oleh
teman-temanmu dipanggil sebagai Kai-thau?"
"Benar sekali, tuan-tuan yang gagah
perkasa..." "Apakah kau adalah pemimpin para jembel
itu?" "Yah, begitulah. Kalau diumpamakan
prajurit, aku ini jenderalnya mereka..."
Para prajurit serempak tertawa.
"Nah, Bapak Jenderal, ada apa bapak berjalan
sendirian di larut malam seperti ini" Mencari
prajurit-prajuritmu?"
"Ah, tuan-tuan hanya bercanda saja. Aku
memang sengaja datang ke tangsi ini untuk
suatu keperluan..." "Wah, agak terlambat rupanya. Petugaspetugas dapur tangsi ini baru saja keluar untuk
membuang sisa-sisa makanan. Tapi kalau
Kota Serigala Jilid 5 15 langkahmu cukup cepat, bisa kau susul mereka
ke sana... itu kesana... dan segerobak sisa
makanan boleh kau miliki semua asal perutmu
muat saja..." Si Kai-tahu menyeringai dan berkata, "Jangan
salah paham, tuan-tuan. Malam ini aku sudah
kenyang. Biarpun seorang pengemis, ada
kalanya bukan hanya peminta, tapi juga ingin
memberi." "Memberi" Kau bawakan apa buat kami?"
"Keterangan penting," sahut si pengemis
bangga. "Demi pulihnya kembali keamanan kota
ini, supaya tetap berada di bawah pimpinan Hu
Cong-peng yang adil dan bijaksana..."
Para serdadu tidak cengengesan lagi.
Komandan regunya berkata dengan marah,
"Apa yang kau maksud dengan pulihnya
keamanan" Pulih dari keadaan apa" Bukankah
selama ini keamanan kota ini tetap terjaga baik,
tidak ada gejolak yang berarti" Wibawa Hu
Cong-peng tetap dihormati penduduk dan tidak
pernah susut sedikitpun! Hati-hati kalau bicara,
Kota Serigala Jilid 5 16 pilih kata-kata yang tepat! Tidak ada apa-apa
kok pakai kata "pulihkan keamanan" segala..."
Si pengemis menjadi gentar oleh kemarahan
si komandan regu itu. Sambil membungkukbungkuk diapun buru-buru menyahut, "Ya,
maaf... maaf... mulutku yang tidak pandai bicara
ini memang terlalu lancang. Aku salah bicara.
Memang keamanan kota ini luar biasa,
semuanya adalah berkat kewibawaan Hu Congpeng yang adil dan bijaksana. Maaf... maaf..."
"Keterangan yang akan kau berikan bukan
untuk memulihkan keamanan, karena keamanan kota ini memang tidak perlu
dipulihkan sebab tidak pernah terganggu.
Keteranganmu hanya akan membantu kami
menjaga keamanan, mencegah terjadinya
kekacauan, bukan memulihkan," geram si
komandan lagi. "Ya... ya... bukan memulihkan, tapi
membantu menjaga keamanan..." si pengemis
terus menjilat. Namun dalam hatinya ia merasa
tak terduga, bahwa kekeliruan memakai istilah
yang sekecil itu pun sudah membuat si
Kota Serigala Jilid 5 17 komandan serdadu begitu berang. Lalu
menjelaskan begitu bertele-tele bedanya istilah
"Memulihkan keamanan" dan "membantu
mencegah kekacauan"..."
"Nah, keterangan apa yang hendak kau
berikan kepada kami?"
Si pengemis lebih dulu menarik napas, lalu
mengatur kata-katanya dengan lebih hati-hati,
"Aku menemukan seorang yang patut dicurigai
sebagai pengacau yang siang tadi merampok di
rumah judi. Sekarang dia berada di suatu
tempat..." Si pengemis berhenti sebentar, menantikan
munculnya wajah gembira si komandan
serdadu yang mungkin akan memberinya
hadiah. Tapi si komandan nampak tawar saja,
bahkan menjawab, "Kau salah alamat kalau
lapor kemari. Peristiwa itu bukan peristiwa
yang cukup menggoncangkan keamanan
menyeluruh di Long-koan ini. Lagi pula, kami
bukanlah anjing-anjing penjaga di rumah judi
Lam.... eh, Ti-koan Tai-jin itu. Orang berkedok
hitam itu bukan urusan kami."
Kota Serigala Jilid 5 18 Si pengemis tercengang. Pernah serdaduserdadu itu mengaduk seisi kota hanya untuk
mengejar seorang copet cilik yang tanpa sengaja
mengambil layang-layang kepunyaan putera Hu
Kong-hwe. Tapi kini dilapori tentang
perampasan di rumah judi kok malah bersikap
acuh tak acuh" Membiarkan saja rumah judi
yang dilindungi Ti-koan Tai-jin mengalami
kerugian" Apakah antara sesama penguasa kota
itu ada persaingan" Si pengemis menggaruk-garuk tengkuknya
dengan agak kecewa, tapi ia masih coba
memperjuangkan jasanya, "Tuan-tuan, tidakkah
penjahat itu berbahaya kalau didiamkan saja"
Dia telah mengganggu keamanan..."
"Tidak. Kami adalah prajurit-prajurit
bawahan Cong-peng Hu Kong-hwe bukan
bawahan Lam Ti-koan. Memang kami menjaga
keamanan kota Long-koan ka..a peraturan
Cong-peng yang dilanggar oleh siapapun. Tapi
kalau urusannya tersangkut paut dengan harta
kekayaan Tikoan pribadi, maaf, kami tidak
Kota Serigala Jilid 5 19 peduli. Tikoan kan sudah punya orangorangnya sendiri untuk menjaga kekayaannya?"
Si pengemis merasa harapannya benarbenar sudah musnah setelah jawaban itu.
Terpaksa ia memberi hormat, lalu berkata,
"Baiklah, tuan-tuan, aku permisi..." Ia siap pergi
ke alamat yang lebih tepat untuk menjual
keterangannya itu. Tapi baru saja ia memutar tubuh, dari
belakang pintu gerbang tangsi tiba-tiba
terdengar suara yang berat, "Tunggu!"
Biarpun belum melihat orangnya, para
serdadu sudah hapal suara panglima mereka.
Mereka berlompatan dengan sigap untuk
berdiri dengan tegap, dan menyambar senjatasenjata mereka.
Dari balik bayangan pintu gerbang
melangkah tenang seorang lelaki berusia
setengah abad, tegap, berwajah dingin. Tidak
mengenakan seragam tentaranya, tapi hanya
jubah panjang yang santai. Dialah Hu Kong-hwe,
panglima kota Long-koan. Kota Serigala Jilid 5 20 Semua prajurit memberi hormat, sedangkan
si pengemis bahkan berlutut.
Sambil berjalan mendekati, Hu Kong-hwe
berkata, "Aku tertarik kepada keteranganmu
tadi, tentang orang yang kau curigai sebagai
kedok hitam yang merampas uang di rumah
judi. Dimana dia sekarang?"
Sahut si pengemis, "Marilah, Cong-peng Taijin, aku tunjukkan tempatnya."
"Tidak usah kau antar aku... Cukup katakan
saja dimana, dan aku sendiri yang akan ke
sana..." Si pengemis sadar bahwa ucapannya telah
keliru lagi, sungguh tidak gampang bicara
dengan para pejabat tinggi, sedikit-sedikit
keliru. Mana bisa seorang panglima berjalan
bersama seorang pengemis, biarpun "jenderalnya" pengemis" Kalau sampai dilihat
orang, si pengemis akan bangga, tapi si
panglima akan malu. "Maaf, Cong-peng Tai-jin,
atas kekeliruanku tadi. Si kedok hitam itu
hanyalah seorang anakmuda pendatang baru di
Kota Serigala Jilid 5 21 kota ini. Sekarang ia berada di sebuah rumah
bobrok, di pinggiran selatan kota ini..."
Si pengemis memungut sekeping uang yang
oleh Hu Kong-hwe dilempar ke depannya.
Sedang Hu Kong-hwe berkata lagi, "Mulai
sekarang, kalau kau punya keterangan apa pun,
datanglah kepadaku. Kalau keteranganmu
kuanggap ada nilainya, pasti kuberi kau
hadiah..." Belasan kali si pengemis mengucapkan
terima kasih, sebelum berlalu dari situ.
Sementara itu, komandan regu jaga malah
bertanya, "Cong-peng, apakah perlu disiapkan
satu regu untuk menangkap orang itu?"
"Tidak perlu. Kalian tetap di sini. Aku
sendirilah yang akan menangani orang itu..."
Dan dengan gerak kilat yang mengagumkan
para serdadu, Hu Kong-hwe telah melesat pergi,
menghilang di kegelapan malam.
Di rumah bobrok itu, Yo Siau-hou mulai
terkantuk-kantuk di dekat perapian. Sesaat lagi,
ia pasti sudah akan terbang ke alam mimpi.
Kota Serigala Jilid 5 22 Antara sadar dan tidak, tiba-tiba ia
merasakan ada seseorang yang menubruknya
dengan deras dari tempat gelap. Geragapan Yo
Siau-hou melompat menghindar, tapi tidak
sepenuhnya berhasil. Pundaknya terasa nyeri
karena diserempet jari-jari tangan sekuat besi,
ia hampir berhasil meringkusnya dalam sekali
gebrakan saja. Kesadarannya segera memenuhi seluruh
jiwa dan raganya, mengusir tuntas rasa
kantuknya. Rasa sakit itu bukan di alam mimpi,
tapi kenyataan bahwa ada seseorang yang
menyerangnya. Si penyerang sendiri kaget, karena serangan
pertamanya yang sudah diperhitungkan baikbaik itu masih gagal juga. Maka ia menerkam
pula sambil membentak, "Menyerahlah! Aku
hanya akan menanyaimu, setelah aku puas,
akan kubiarkan kau pergi!"
Yo Siau-hou melompat jauh-jauh untuk
menghindar, dan menjawab, "Aku tidak tahu
siapa kau, kenapa harus menuruti Kota Serigala Jilid 5 23 kehendakmu" Lagipula, kalau cuma mau bicara
denganku, kenapa menyerangku seganas ini?"
Orang itu berhenti menyerang, dan Yo Siauhou jadi sempat memperhatikannya. Seorang
lelaki berusia kira-kira setengah abad, tubuhnya
ramping, padat dan sepasang tangannya
kelihatan kokoh, ia memakai jubah yang
longgar. "Siapa kau?" tanya Yo Siau-hou.
"Hu Kong-hwe. Panglima Long-koan."
Apakah orang ini juga teman Kim-jiok-bun,
dan sekarang mulai turun tangan karena sudah
mendapat "pesanan" dari Kim-jiok-bun"
Demikian Yo Siau-hou menduga-duga.
"Oh, salam hormatku untuk Cong-peng
Taijin. Apa yang ingin Cong-peng Taijin ketahui
dari aku" Aku hanyalah seorang pengembara
yang sama sekali tidak bermaksud..."
"Tidak perlu bicara banyak di tempat ini.
Ikut aku ke markas!"
"Maaf, Taijin. Sukalah Taijin berbelas kasihan
kepadaku, agar aku diperbolehkan tetap disini
saja..." sahut Yo Siau-hou. Ia kuatir kalau di
Kota Serigala Jilid 5 24 markas sudah menunggu murid-murid Kimjiok-bun, maka dia hanya akan keluar kembali
dari markas itu sebagai mayat yang mungkin
tidak utuh lagi. "Ikut aku ke markas! Ini perintah!"
"Maaf kalau aku menolak perintah Taijin."
Hu Kong-hwe tak pernah terbantah selama


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini, maka dia pun jadi geram. Seganas serigala
kelaparan, dia menerjang kembali.
Yo Siau-hou agak kewalahan menghadapi
lawan yang bergerak secepat itu. Pahanya kena
disepak sehingga terasa pegal. Namun ia tidak
mau tertangkap. Maka melawanlah ia dengan
segenap kemampuannya. Selama ini Yo Siau-hou bangga, biarpun
dirinya hanya berlatih sendiri tanpa bimbingan
guru silat yang manapun juga, ia telah berhasil
mengalahkan beberapa murid Kim-jiok-bun,
murid-murid perguruan yang terkenal di Pakkhia. Tapi kali ini kebanggaannya harus minggir
dulu. Menghadapi Panglima Long-koan itu, ia
merasa nyawanya betul-betul di ujung tanduk.
Kota Serigala Jilid 5 25 Ia sudah mengerahkan seluruh kemampuannya, tapi selalu saja merasa setiap
gerakannya kalah cepat. Tangan atau kaki si
Panglima Long-koan yang keras dan menyakitkan itu sering berhasil menyakiti
tubuhnya. Ia juga terpental setiap kali terjadi
tumbukan tenaga. Ia kalah dalam segala segi
yang dibutuhkan untuk suatu perkelahian.
Maka kini Yo Siau-hou cuma mencari
peluang untuk melarikan diri. Satu-satunya
jalan yang belum dicoba untuk menyelamatkan
nyawanya. Suatu saat, sambil menghindari serangan
lawannya yang membadai dahsyat, Yo Siau-hou
bergulingan sambil meraup dua genggam tanah.
Tanpa lebih dulu melompat bangun, ia
hamburkan kedua genggam tanah itu sekuat
tenaga ke muka lawannya. Lalu dia melompat
bangun dan lari secepat-cepatnya dari rumah
bobrok itu. Tapi hambur tanah itu hampir tidak berarti
buat Hu Kong-hwe, ia bukan murid-murid Kimjiok-bun
yang gampang kebingungan. Kota Serigala Jilid 5 26 Disapunya pergi hamburan tanah itu dengan
lengan jubahnya. Detik berikutnya, diapun
sudah meluncur secepat angin untuk memburu
Yo Siau-hou. Maka terjadilah kejar-mengejar di larut
malam itu. Tanpa diketahui oleh Hu Kong-hwe maupun
Yo Siau-hou, pertempuran mereka yang singkat
tadi diintip diam-diam dari bawah caping
bambu si pendeta pengembara, teman
se"penginapan" Yo Siau-hou. Ketika melihat
wajah Hu Kong-hwe maupun jurus-jurus
silatnya, si pendeta pengembara itu kaget bukan
main. "Kiranya dia..." hampir saja ia berteriak.
Ketika Yo Siau-hou dan Hu Kong-hwe pergi
dari situ, pendeta itupun melompat bangun
dengan amat tangkas, lalu ikut mengejar ke arah
yang sama. Gerakannya pun ternyata cepat
sekali. Sementara itu, Hu Kong-hwe terkejut karena
mula-mula melihat bagaimana cepatnya
langkah Yo Siau-hou. Ternyata anak muda yang
Kota Serigala Jilid 5 27 mengaku sebagai "pengembara yang tidak
bermaksud apa-apa" ini bukan pemuda
sembarangan. Makin ingin tahu siapa dia, makin
bernafsu Hu Kong-hwe mengejarnya.
Sebagai pesilat tangguh yang tak pernah alpa
berlatih, Hu Kong-hwe merasa ditantang, lalu
diapun mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya yang hebat. Bagi Yo Siau-hou, biarpun kakinya sudah
terlatih memanjat lereng terjal selama sepuluh
tahun, namun jalanan di kota Long-koan yang
serba rata itu tidak memberi keuntungan
buatnya. Lain soal kalau "lomba lari" itu
diadakan di lereng gunung. Ketika ia menoleh
ke belakang, dilihatnya Hu Kong-hwe masih
terus mengejar secepat bayangan setan.
Meskipun Yo Siau-hou merasa sepasang
kakinya hampir patah karena dipacu begitu
keras, tetapi lawannya semakin dekat juga.
Di saat gawat itu, Yo Siau-hou tiba-tiba ingat
sebuah "jurus"nya yang pernah berhasil
digunakan di Ki-siong-koan dan di sarang
bandit Kongsun Hong. Maka keheningan malam
Kota Serigala Jilid 5 28 di daerah pinggiran kota itupun tiba-tiba
dikejutkan oleh teriakannya, "Kebakaran!
Kebakaran!" Penghuni rumah-rumah yang dilaluinya
kontan terbangun dan terkejut. Hampir saja
mereka berhamburan keluar untuk "memadamkan api".
Namun Hu Kong-hwe hanya tertawa dingin
menyaksikan ulah Yo Siau-hou itu. Sambil tetap
mengejar, diapun berteriak keras, "Disini Longkoan Cong-peng sedang mengejar penjahat!
Tidak ada kebakaran! Semua harus tetap di
dalam rumah, yang melanggar perintah akan
dihukum mati!" Yo Siau-hou dan Hu Kong-hwe sama-sama
berteriak, dan karena tempat ini masih
termasuk kekuasaan Hu Kong-hwe maka
teriakan Hu Kong-hwelah yang lebih "manjur".
Orang-orang yang hampir keluar rumah pun
bahkan membatalkan niatnya. Ketakutan
kepada Hu Kong-hwe melebihi ketakutan
terhadap api. Kota Serigala Jilid 5 29 Sial tambahan buat Yo Siau-hou, apalagi
pengejarnya semakin dekat, ia malah sampai ke
sebuah tempat terbuka yang tidak ada
persembunyiannya samasekali. Itulah sebuah
tempat yang berbau amat busuk, karena
merupakan tempat pembuangan sampah dari
seluruh kota Long-koan. Akhirnya Yo Siau-hou jadi nekad, tanpa pikir
panjang lagi terjun ke salah satu kubangan
sampah itu. Dengan harapan, sebagai seorang
tokoh masyarakat yang terhormat, mudahmudahan Hu Kong-hwe tidak sudi ikut-ikutan
terjun ke tempat berbau busuk itu...
Beberapa ekor anjing tak bertuan tengah
berbaring di tempat itu, dan mereka terlonjak
kaget oleh kedatangan Yo Siau-hou yang jelas
bukan "teman sejenis" mereka. Merekapun
segera menggonggong riuh-rendah ke arah Yo
Siau-hou. Sementara itu, Hu Kong-hwe telah sampai
pula ke bibir kubangan dan menghentikan
langkahnya. Ia memang tidak mau ikut terjun ke
kubangan sampah. Dari atas kubangan, ia
Kota Serigala Jilid 5 30 berdiri bertolak pinggang sambil berseru,
"Sobat. Kenapa kau begitu ketakutan
terhadapku" Padahal aku hanya ingin bicara
baik-baik denganmu. Kemarilah, naiklah..."
Yo Siau-hou sudah terlanjur ngeri setiap kali
mendengar bujukan manis macam itu, sejak
pengalaman pahitnya dengan Kongsun Hong.
Maka ia tetap berada di dalam lubang sampah,
biarpun senantiasa harus selalu menyepaknyepakkan kakinya untuk menghalau anjinganjing yang menyerangnya.
"Kalau Taijin yang membutuhkanku,
Taijinlah yang harus turun kemari..." sahutnya
berani. "Sobat, jangan kurang sopan terhadapku.
Tahukah kau betapa besar kekuasaanku di kota
ini?" "Aku tahu. Karena itu aku harus sangat
hemat dengan nyawaku yang hanya selembar
ini..." "Aku takkan membunuhmu. Naiklah."
"Tidak!" Yo Siau-hou bersikeras. "Kalau kau
bukan seorang yang mengaku diri sebagai tokoh
Kota Serigala Jilid 5 31 terhormat, barangkali aku masih bisa
mempercayaimu. Tapi sudah beberapa kali aku
menelan pengalaman pahit dari orang-orang
yang berlagak terhormat, saking terhormatnya
sehingga tidak menghargai sedikitpun terhadap
nyawa seorang gelandangan macam aku ini.
Tidak. Biarpun kau bakar tempat ini, aku lebih
suka mati terbakar di sini!"
"Nekad benar kau. Kau kira kalau kau terus
bersembunyi di situ, kau akan lepas dari
tanganku" Biarpun aku sendiri tidak sudi turun
ke situ, tapi bisa kuberi isyarat agar prajuritprajuritku datang kemari dan turun ke situ
untuk menangkapmu. Kau tidak percaya?"
Yo Siau-hou bungkam karena memang tak
sanggup membantah. Ia percaya Hu Kong-hwe
bisa berbuat seperti yang diancamkan itu, dan
dia pun bingung menghadapi jalan buntu itu.
Sebab dia bukan manusia super yang tidak bisa
bingung, tidak bisa takut dan tidak bisa kalah.
Namun tiba-tiba sesosok bayangan berkelabat datang, tidak terlihat dari tempat Yo
Kota Serigala Jilid 5 32 Siau-hou di dalam kubangan tapi jelas terlihat
oleh Hu Kong-hwe. Cepat Hu Kong-hwe memutar tubuh dengan
sikap siaga. Dilihatnya sesosok bayangan
memakai jubah pendeta meluncur mendekat,
namun wajahnya belum terlihat, sebab pendeta
itu memakai caping bambu yang compangcamping, biarpun di malam hari.
"Siapa kau?" bentak Hu Kong-hwe.
Si pendeta tertawa perlahan, lalu membuka
caping bambunya, membiarkan cahaya rembulan yang lemah menimpa wajahnya.
Hu Kong-hwe terkejut melihat wajah itu.
"Kau!" Si pendeta tertawa lagi. "Benar. Lama juga
ya, kita berpisah?" Hu Kong-hwe mendengus, nampaknya tidak
gembira dengan pertemuan tak terduga itu.
Tapi kemudian ia memperbaiki sikap dan
suaranya, berusaha lebih menunjukkan
keramahannya yang pura-pura. "Yah, tahuntahun lewat tak terasa, apakah selama ini kau
baik-baik saja?" Kota Serigala Jilid 5 33 Si pendeta tertawa perlahan, lalu
membuka caping bambunya, membiarkan cahaya
rembulan yang lemah menimpa wajahnya.
Kota Serigala Jilid 5 34 "Tidak sebaik kau tentunya. Tidak kusangka
kalau kau sudah menjadi penguasa di sebuah
kota sebesar Long-koan."
"Hem. Begitulah!"
"Aku memang bergegas menuju kota ini,
setelah mendengar..."
Dengan perasaan kuatir, Hu Kong-hwe buruburu memotong ucapan si pendeta, "Di sini,
setiap helai rumput di pohonpun ada
telinganya. Tempat ini bukan tempat yang baik
untuk bicara! Lagipula, aku masih ada
pekerjaan, menangkap seseorang..."
Si pendeta bungkam. Sedang Hu Kong-hwe
menjenguk ke lubang sampah. Tapi alangkah
terkejutnya ketika melihat buruannya tadi
sudah lenyap entah kemana...
"Keparat! Dia lolos. Sungguh licin bangsat
itu..." "Sudahlah..." bujuk si pendeta. Kita sendiri
kan buronan, jadi tidak ada salahnya memberi
sedikit tenggang rasa kepada sesama buronan.


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lagi pula, sudah berbuat kesalahan apakah
Kota Serigala Jilid 5 35 bocah itu, sehingga kau buru-buru sampai ke
sini?" "Ah, sebagai penanggung jawab keamanan di
kota ini, aku hanya mencurigai bocah itu, dan
aku merasa wajib mengamati setiap pendatang
baru di kota ini..."
"Termasuk aku?"
"Ah, tidak. Kau kan kenalan lamaku. Masa
aku tega bercuriga kepada teman lama?"
Pendeta itu tertawa terkekeh-kekeh.
Saat itulah dari jauh kembali terdengar
derap langkah banyak orang mendekat.
Nampak muncul serombongan orang bersenjata, yang oleh Hu Kong-hwe dikenal
sebagai anak buah Lam Sek-hai.
"Tadi dari arah sinilah terdengarnya teriakan
kebakaran itu, kenapa sekarang nampaknya
sepi-sepi saja" Mana apinya?"
"Eh, bukankah itu... Cong-peng Taijin" Yang
sedang bercakap-cakap dengan seorang
pendeta?" "Aneh. Ada teriakan kebakaran, tidak ada
apinya. Malah ada Cong-peng Taijin tengah
Kota Serigala Jilid 5 36 bercakap-cakap dengan seorang di tempat
berbau busuk macam ini..."
"Mari kita dekati dan coba-coba tanya
kepadanya. Tetapi Ti-koan Taijin sendiri tidak
senang kepadanya." Anak buah Lam Sek-hai itupun berjalan
mendekati Hu Kong-hwe. Dan sebelum mereka menjadi dekat benar,
Hu Kong-hwe telah berbisik kepada si pendeta,
"Hati-hatilah. Yang sedang mendekat ini adalah
orang-orangnya Lam Sek-hai. Sebaiknya kau
tetap diam, biar aku yang bicara..."
"Ya... ya..." "Tapi... apa tidak sebaiknya kau pergi saja"
Dan kita buat janji pertemuan empat mata?"
"Begitu juga baik. Memang kita tidak boleh
menimbulkan kecurigaan orang lain. Nah, kau
yang menentukan tempat dan waktunya."
"Besok tengah malam di bukit Ke-hong-nia,
sebelah timur kota ini. Isyaratnya tetap seperti
dulu..." "Baik. Aku pergi."
Kota Serigala Jilid 5 37 "Biarpun kau cuma pendeta gadungan, tapi
bergayalah seperti pendeta sungguh-sungguh..."
Si pendeta tertawa, lalu berjalan pergi
dengan gaya benar-benar amat alim. Kepalanya
menunduk, sepasang telapak tangannya
terangkap di depan dada. Ketika berpapasan
dengan rombongan anak buah Lam Sek-hai,
sang pendeta gadungan memberi hormat
dengan taksim sekali. Rombongan anak buah Lam Sek-hai itu
kemudian tiba di hadapan Hu Kong-hwe, lalu
memberi hormat dan bertanya, "Sungguh kami
tak menyangka akan bertemu dengan Congpeng Taijin di sini. Kami menuju kemari, karena
tadi mendengar ada teriakan-teriakan dari arah
ini..." "Tidak ada apa-apa," sahut Hu Kong-hwe
singat dan dingin. "Kalian boleh pergi."
"Tetapi... siapa pendeta yang tadi berbicara
dengan Taijin itu?" "Bukan urusan kalian. Pergilah."
Kota Serigala Jilid 5 38 Dan Hu Kong-hwe sendiri mendahului pergi
dari situ, karena mengira sudah tidak mungkin
lagi menemukan buruannya yang tadi.
Orang-orangnya Lam Sek-hai itu menatap
kepergian Hu Kong-hwe sampai lenyap di
tikungan. Lalu salah satu dari mereka
menggerutu, "Sombong sekali sikap orang she
Hu itu. Penduduk biasa boleh takut kepadanya,
tapi kita yang dilindungi oleh Ti-koan Taijin, apa
juga harus takut?" "Ada urusan apa dia malam-malam ada di
sini, dan bercakap-cakap dengan seseorang
yang nampaknya bukan penduduk kota ini" Dia
seperti menyembunyikan sesuatu..."
"Mencurigakan sekali. Apakah perlu kita
laporkan kepada Ti-koan Taijin?"
"Jelas perlu. Siapa tahu kasak-kusuknya tadi
sedang merencanakan sesuatu yang jahat
terhadap junjungan kita" Kita semua sudah tahu
kalau orang she Hu itu menyimpan rasa dengki
kepada junjungan kita, Ti-koan Taijin."
"Kenapa sebagai sesama penguasa kota, yang
satu di bidang militer dan keamanan, yang satu
Kota Serigala Jilid 5 39 di bidang kehakiman, sampai dia bisa dengki
kepada junjungan kita?"
"Kabarnya, ini masalah akan dilangsungkannya perkawinan antara tuan
muda kita dengan In Kohnio (nona In) cucu
Ketua Kim-jiok-bun Pangeran In Kong-beng.
Entah kenapa, orang she Hu itu tidak setuju
dilangsungkannya perkawinan itu, tapi junjungan kita tak peduli keberatannya, dan
jalan terus dengan rencananya. Nah, inilah yang
menjadi ganjalan dalam hubungan antara orang
she Hu itu dengan Ti-koan Taijin..."
"Kenapa orang she Hu itu sampai begitu
tidak tahu malu" Junjungan kita mau
mengawinkan anaknya sendiri itu berarti kan
urusan keluarganya sendiri" Kenapa dia jadi
mau ikut campur?" "Entahlah." "Mestinya junjungan kita tidak perlu terlalu
sungkan kepada panglima besar kepala itu.
Jangan karena orang she Hu itu menguasai para
prajurit, lalu dibiarkan saja menjadi semakin
Kota Serigala Jilid 5 40 angkuh, mengira dirinya adalah satu-satunya
yang berkuasa di kota ini."
"Benar. Kalau terjadi adu pengaruh, pasti
junjungan kita yang akan menang. Bukankah
junjungan kita akan berkeluarga dengan
Pangeran In Kong-beng, bangsawan yang
berpengaruh di Ibukota Kekaisaran" Heran juga
bahwa majikan kita masih terlalu sungkan
kepada orang she Hu yang makin congkak itu."
"Nampaknya, ada sesuatu yang membuat
majikan kita masih menahan diri."
"Apa?" "Lho, kok semua soal ditanyakan kepadaku,
memangnya aku ini dewa yang serba tahu?"
Anak buah Lam Sek-hai itu baru saja hendak
beranjak pergi, salah seorang dari mereka tibatiba berseru heran, sehingga semuanya jadi
menghentikan langkah mereka.
"Eh, lihat. Ada orang kok keluar dari
tumpukan sampah di kubangan itu! Dia benarbenar manusia, tadinya kukira hanya seekor
anjing besar!" Kota Serigala Jilid 5 41 Anak buah Lam Sek-hai lalu berhenti semua,
untuk menyaksikan "peristiwa ajaib" itu.
Yo Siau-hou sendiri, lalu menggunakan
kedua tangannya untuk membersihkan sampahsampah yang masih menempel di pakaiannya.
Kemudian ia merayap naik ke atas kubangan
dengan berlagak susah-payah, biarpun sebenarnya dia mampu naik dengan sekali
lompat. Tapi ia tidak mau menunjukkan
kepandaian di hadapan anak buahnya Lam Sekhai.
Di hadapan anak buah Lam Sek-hai, ia purapura masih merasa takut dan berkata, "Wah,
hampir saja nyawaku amblas. Selagi asyik
mencari sisa makanan di sini, tahu-tahu
lewatlah Cong-peng Taijin. Karena tak sempat
menemukan tempat persembunyian lain, aku
terpaksa masuk ke tumpukan sampah..."
Orang-orangnya Lam Sek-hai itu tertawa
geli. Salah satu dari mereka bertanya, "Kenapa
harus bersembunyi" Apakah orang she... eh,
maksudku Cong-peng Taijin itu menakutkan?"
Kota Serigala Jilid 5 42 Di tempat persembunyian tadi, Yo Siau-hou
sudah mendengar semua pembicaraan. Baik
pembicaraan antara Hu Kong-hwe dengan si
pendeta yang ternyata gadungan, maupun
percakapan di antara anak buah Lam Sek-hai.
Maka Yo Siau-hou mengambil kesimpulan,
antara Hu Kong-hwe dengan Lam Sek-hai
rupanya saling membenci diam-diam, biarpun
di luarnya saling menghormat. Dan kebencian
itu juga menular kepada anak buah masingmasing.
Maka di hadapan anak buah Lam Sek-hai, ia
memilih jawaban yang paling sesuai, "Aku
memang takut kepadanya, tuan-tuan. Bagaimana tidak takut kepada orang begitu
kejam terhadap orang-orang malang macam
aku ini" Ah, sungguh jauh bedanya dengan Tikoan Taijin yang begitu dermawan..."
Sambil memuji-muji Lam Sek-hai biarpun
belum pernah ketemu sendiri orangnya, Yo
Siau-hou tak berhenti melangkah pergi dengan
sikap sopan. Sampai meninggalkan orang-orang
itu. Kota Serigala Jilid 5 43 Setelah membelok di tikungan, barulah Yo
Siau-hou dapat menarik napas lega dan berseru
perlahan sendirian, "Uh, hampir saja umurku
terpotong habis malam ini. Sungguh berbahaya.
Tapi berhasil juga kuperoleh beberapa
keterangan penting..."
Dari arah tempat pembuangan sampah,
sekali-sekali masih terdengar suara anjing
menggongong. "Besok tengah malam di bukit Ke-hong-nia,
sebelah timur kota, Hu Kong-hwe dan pendeta
pengembara itu akan saling bertemu..."
pikirnya. Siapa mereka sebenarnya" Mereka
seperti sudah saling kenal lama sebelum ini.
Rupanya pertemuan besok tengah malam di
bukit Ke-hong-nia itu patut kuhadiri secara
diam-diam, biarpun dengan mempertaruhkan
keselamatanku..." **SF** Pagi hari itu, di rumah Ti-koan Taijin Lam
Sek-hai... Kota Serigala Jilid 5 44 Di ruangan depan ada banyak orang tapi
suasananya sunyi mencengkam. Lam Sek-hai
hilir-mudik di tengah ruangan bagaikan seekor
singa yang marah terkurung dalam kerangkeng.
Wajahnya merah padam, tinjunya dikepalkepalkan. .... orang-orang lain di ruangan itu
sama-sama tertunduk ketakutan.
"Jadi buat apa selama ini aku menggaji
kalian, manusia-manusia goblok, gentonggentong nasi tak berguna?" suara si Hakim
merangkap Jago silat itu menggelegar. "Kalian
semua tidak becus!" Semua masih tidak berani berku.... sampai
bernapas pun tidak berani keras-keras. Yang
ingin kentut mati-matian mengerut-ngerutkan
lubang pantatnya, berusaha sungguh-sungguh
agar jangan sampai mengeluarkan suara atau
bau-bauan yang akan semakin menggusarkan
majikan mereka. Semua kepala tertunduk.
Seandainya mereka kura-kura, pasti sudah lama
kepala-kepala itu disembunyikan dalam tubuh.
"Thio Kui!" tiba-tiba Lam Sek-hai memanggil
dengan keras. Kota Serigala Jilid 5 45

Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang punya nama hampir terjungkal saking
kagetnya. Ia seorang tua gemuk bertubuh
pendek, berpakaian bagus, ketiak kirinya
mengempit sebuah buku catatan keuangan dan
sebuah sui-poa. Dialah pengelola yang
bertanggung jawab atas rumah judi dan
pengisapan madat yang kemarin dirampok si
kedok hitam. Biasanya Thio Kui berjalan dengan tenang
sambil tersenyum, terutama saat-saat mengambil gaji. Tapi kali ini ia maju dengan
dengkul goyah, dan suaranya gemetar, "Ya,
Taijin..." "Sudah kau hitung kerugian kita?"
"Sudah, Taijin..."
"Berapa?" Tadi bilang sudah, tapi ketika ditanya, toh
Thio Kui kembali menghitung-hitung dengan
sui-poanya. Kelitak-letik sui-poanya berpadu
menjadi semacam musik aneh, bercampur
dengan suara ....nya yang saling beradu karena
gemetar. "Hanya senilai seribu empat ratus..."
Kota Serigala Jilid 5 46 "Hanya, katamu"! Hanya"! Kau pikir
gampang mengumpulkan uang sek.... Kau pikir
uang itu kepunyaan nenekmu?" hardik Lam Sekhai membuat Thio Kui tambah pucat.
"Ma... maaf, Taijin. Yang hilang itu senilai
seribu empat ratus tiga puluh lima tahil.
Sebagian kecil uang tunai, sebagian besar
berupa hui-lui (kertas bercap yang dapat
diuangkan)...." Lam Sek-hai menjatuhkan dirinya di kursi,
lalu geleng-geleng kepala sambil menepuknepuk jidatnya. Lalu bangkit dan berjalan hilir
mudik. Ia duduk dan menepuk-nepuk jidat lagi.
"Seribu empat ratus tiga puluh lima... seribu
empat tiga puluh lima..." Ia bergumam terus
seperti murid sekolah menghapal pelajaran
sejarah. Tiba-tiba ia bangkit dan mengangkat
kepalanya dengan sikap beringas dan keluarlah
keputusannya yang mengejutkan, "Bagi siapapun yang kemarin kebetulan bertugas di
rumah judi itu, baik penjaga pintu, petugas meja
penukaran uang, peracik candu atau apapun,
Kota Serigala Jilid 5 47 mulai bulan depan tidak akan menerima gaji,
sampai jumlah kerugian itu tertutup!"
Lemaslah tubuh orang-orang yang terkena
keputusan itu, tapi tidak berani membantah
Lam Sek-hai yang berkuasa atas mati hidup
mereka. Sedang yang tidak kena keputusan itu,
merasa lega, sekaligus juga memperingatkan
diri agar lebih berhati-hati menghadapi si kedok
hitam. "Ada yang keberatan"!" gelegar suara Lam
Sek-hai lagi. Yang keberatan jelas ada, bahkan banyak,
tapi semuanya sepakat untuk bungkam saja.
Waktu itulah di halaman depan, tiba-tiba
muncul sebuah tandu yang indah, dikawal oleh
murid-murid Kim-jiok-bun yang dalam keadaan
sehari-hari pun tetap mengenakan pakaian
seragam mereka yang indah itu. Dari dalam
tandu keluar seorang gadis cantik yang
melangkah gemulai menyeberani halaman
menuju ruangan itu. Melihat kedatangan gadis itu, Lam Sek-hai
cepat memerintahkan orang-orangnya, "Calon
Kota Serigala Jilid 5 48 menantuku sudah pulang dari pesiarnya keliling
kota. Kalian semua harus bersikap santai dan
menunjukkan wajah gembira!"
Thio Kui dan pegawai-pegawai lainnya
sesaat masih saling tatap dengan muka
menunjukkan kebingungan. "Dengar perintahku tidak"!" bentak Lam Sekhai. "Tunjukkan senyuman kegembiraan kalian!
Jangan sampai calon menantuku nanti kalau
masuk kemari muntah melihat muka jelek
kalian!" "Ya... ya... Taijin..."
Orang-orang di ruangan itu serempak
tersenyum. Ada yang senyumnya segar, namun
ada yang senyumnya jelek, terutama yang baru
saja diputuskan untuk tidak terima gaji. Lagi
pula, biarpun tersenyum di wajah, namun sikap
tubuh mereka tetap tegang seperti sederetan
patung. "Astaga, kenapa kalian bisa segoblok ini"!
Kalau tersenyum itu yang bersikap santai,
sedang sikap kalian seperti orang mau berak
saja!" Kota Serigala Jilid 5 49 "Ya... ya... Taijin..."
Dengan serba canggung, merekapun
mencoba memenuhi perintah Lam Sek-hai
sebisa-bisanya. Lam Sek-hai sendiri, karena sudah terbiasa
sehingga ahli, dalam waktu kurang dari satu
detik telah berhasil menghapus kesan
kemarahan dari mukanya diganti dengan muka
berseri-seri ramah ketika menyongsong In
Hiang, gadis yang baru keluar dari tandu itu.
"Oh, A-hiang, sampai bingung Paman tadi
mencarimu. Pergi kemana saja?"
In Hiang menjawab dengan halus, sesuai
dengan martabatnya sebagai putri ningrat dari
Pak-khia, "Aku sekedar berkeliling melihat-lihat
kota Long-koan, Paman. Sebenarnya, sebelum
pergi aku ingin berpamitan dulu kepada Paman,
tapi kulihat tadi Paman sedang sibuk di ruangan
ini. Jadi aku cuma berpesan kepada seorang
pelayan agar disampaikan kepada Paman, lalu
aku pergi lewat pintu samping..."
Lam Sek-hai tertawa dibuat-buat, "Ah,
kenapa sungkan kepadaku" Kau adalah calon
Kota Serigala Jilid 5 50 menantuku, yang berarti adalah calon anakku
juga. Biar bagaimanapun sibuknya, pasti aku
akan mengutamakan perhatian untukmu..."
In Hiang menatap orang-orang di ruangan
itu, dan dilihatnya semua orang tersenyum
ramah sambil mengangguk hormat kepadanya.
In Hiang membalas lalu berkata, "Tapi kurang
baik kalau aku mengganggu urusan Paman.
Sekarang pun Paman agaknya sedang
membicarakan urusan penting dengan Tuantuan ini, baiklah aku masuk saja untuk
beristirahat..." "Ah, bukan urusan yang istimewa, tapi
urusan sehari-hari saja kok. ...ah... sebagai
pemimpin, aku sedang membicarakan bagaimana agar penduduk Long-koan lebih
meningkat dalam kesejahteraannya. Misalnya,
bagaimana menolong penduduk yang masih
miskin, agar mendapatkan penghasilan yang
baik... dan macam-macam lagi..."
Hidung mancung In Hiang tiba-tiba terlihat
agak berkerinyit, seolah ada bau bangkai tikus
Kota Serigala Jilid 5 51 yang menyerbu lubang hidungnya, namun tidak
berkata apa-apa. Sementara Lam Sek-hai telah bertanya, "Dan
kau berjalan-jalan kemana saja" Bagaimana
kesanmu tentang kota ini?"
Sahut In Hiang datar saja, "Baik. Kota ini
tenteram dan makmur. Tentunya berkat
pemimpin-pemimpin yang adil dan bijaksana,
yang memimpin rakyat ke arah kebajikan. Aku
cuma sekedar melihat-lihat, lalu ke toko
kembang gula dan sepatu..."
"Oh, kenapa kau sampai merepotkan dirimu
seperti itu" Disini ada puluhan pelayan yang
siap melayanimu, membelikan keperluankeperluanmu. Kau tinggal menyebutkan saja."
"Tidak apa-apa, Paman Lam. Memang aku
sendiri pun ingin melihat-lihat keadaan kota
Long-koan, terutama kehidupan penduduknya..." "Ah, sifatmu itu mirip benar dengan sifatku,
juga sifat puteraku. Kami sering berkeliling
untuk melihat-lihat kehidupan rakyat, mendengar keluhan-keluhan mereka, dan
Kota Serigala Jilid 5 52 menolong sebisa-bisanya segala apa yang
mereka perlukan. Aku ingin meniru kepemimpinan Kaisar Kian-liong di masa
silam..." Ketika sang calon mertua bicara sampai ke
situ, kembali hidung In Hiang berkerinyit
sedikit. Sedangkan Lam Sek-hai yang tidak
memperhatikan mimik In Hiang itu, telah
bertanya kepada para pegawainya, "Eh, kemana
perginya puteraku" Calon isterinya sampai
bepergian sendirian kok tidak diantarkan, dan
sekarang menyambut keluar pun tidak..."
Seorang pegawai yang hubungannya agak
dekat dengan putera Lam Sek-hai, namun
kecerdasannya agak kurang, tampil menjawab,
"Taijin, kalau tidak salah tadi pagi Siau-ya (tuan
muda) pergi ke bagian timur kota untuk..."
Lam Sek-hai terkesiap. Buru-buru ia
menukas, tanpa memberi kesempatan kepada
pegawai itu untuk menyelesaikan keterangannya, "Oh, ya, ingat aku sekarang!
Tadi malam memang si A-peng anakku sudah
Kota Serigala Jilid 5 53 bilang ingin meninjau penduduk yang butuh
pertolongan di bagian timur kota. Yah, ingat
aku, memang begitu katanya semalam..."
Tanpa menyadari bahaya buat dirinya
sendiri, si pegawai kurang cerdas coba-coba sok
tahu dengan meralat ucapan Lam Sek-hai, "Tapi,
Taijin, tadi Siau-ya tidak bilang hendak..."
"Diam! Tahu apa kau"!" bentak Lam Sek-hai
gusar. Namun berubah menjadi manis kembali
ketika berkata kepada calon menantunya yang
berdarah ningrat itu, "A-hiang, tentunya kau
cukup lelah sekarang. Silakan beristirahat di
dalam sana..." Melihat adegan majikan dan pegawai itu, In
Hiang tidak tahu harus geli atau muak. Majikan
dan pegawai bicara simpang-siur. Mirip
pemain-pemain sandiwara yang
berlatih sendiri-sendiri untuk sebuah lakon, dan setelah
tiba di atas panggung barulah tahu bahwa lakon
yang mereka pelajari ternyata berbeda.
Namun dengan sopan dan menyembunyikan
perasaan, gadis cucu Ketua Kim-jiok-bun itu
memberi salam kepada semua orang, lalu
Kota Serigala Jilid 5 54 mengundurkan diri ke bagian belakang. Muridmurid Kim-jiok-bun mengawalnya dengan gaya
gagah perkasa, seperti biasanya.
Setelah In Hiang masuk, Lam Sek-hai melotot
sengit kepada pegawai yang kurang cerdas tadi.
"Mulut lancang. Begitu keluar dari sini, kau
tidak usah kembali lagi kemari. Kau dipecat!"
Pegawai itu kaget bukan main. Taijin...
Taijin... apa salahku" Aku memang hanya
bermaksud menjelaskan yang sebenarnya
kemana perginya Siau-ya siang ini..."


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Diam! Mulut lancangmu bisa menggagalkan
perkawinan anakku dengan In Hiang yang
sudah di ambang pintu setelah kurencanakan
bertahun-tahun. Goblok! Kau kira kau akan
mendapat hadiah untuk kejujuranmu itu?"
"Taijin, aku tidak goblok. Aku hanya..."
"Hanya pura-pura goblok, karena disuap
oleh Hu Kong-hwe yang tidak menyetujui
perkawinan anakku dengan In Hiang" He?"
"Tid... tidak, Taijin. Berani sumpah, aku tidak
bermaksud demikian. Aku hanya... hanya..."
"Minggat!" Kota Serigala Jilid 5 55 Dan minggatlah pegawai yang malang itu.
Pegawai-pegawai lainnya semakin takut.
Senyuman-senyuman palsu yang tadi dipertontonkan khusus untuk In Hiang, kini
kembali lenyap dari wajah mereka.
Suasana kemarahan dan kejengkelan belum
sepenuhnya pergi dari perasaan Lam Sek-hai,
tahu-tahu dari luar terdengar derap seseorang
berlari-lari. Muncul seorang pegawai lain lagi
yang wajahnya pucat dan sikapnya gugup, katakata yang terluncur dari mulutnya membuat
hati Lam Sek-hai bertambah tidak enak...
"Celaka... Taijin! Benar-benar celaka!"
"Ada apa"!"
"Ketika sedang asyik menghibur diri di Hoawan di bagian timur kota, Siau-ya telah diserang
beberapa orang tak dikenal, lalu diculik!"
Berita buruk itu ibarat gele... yang meledak
di pinggir telinga Lam Sek-hai. Belum reda rasa
gusarnya ...san perampokan si kedok hitam, kini
muncul musibah yang lebih hebat lagi. Anak
laki-lakinya diculik. Padahal lewat Lam Kiongpeng itulah hendak d...rinya hubungan
Kota Serigala Jilid 5 56 kekeluargaan dengan Pangeran In Kong-beng,
hubungan yang akan banyak manfaatnya di
masa depan. Hilangnya anaknya sama dengan
hilang rencananya, masa depannya, keuntungan-keuntungan yang diharapkannya...
"Keparat! Lalu apa kerja pengiring-pengiring
macam kau ini" Cuma numpang bersenangsenang dengan uang dari kantong anakku"!"
Lam Sek-hai melompat dan mencengkeram baju
si pelapor, dan diguncang-guncangnya tubuh si
pelapor seringan mengguncang boneka kain.
"Kami... kami..." geragapan si pelapor, dan dua
kali "kami" tadi tak ada lanjutannya lagi.
"Ceritakan kejadiannya, gentong nasi busuk!"
Lam Sek-hai menghempaskan korbannya ke
lantai. Sambil merayap ke lantai, si pelapor berkata
gemetar, "Siau-ya sedang... sedang bersantap,
ketika tiba-tiba sepuluh orang berkedok
menyerbu ke ruangan itu, lalu menyerang Siauya. Tentu saja kami, termasuk Siau-ya, melawan
mati-matian. Tapi kalah jumlah, dan terculiklah
Siau-ya..." Kota Serigala Jilid 5 57 "Manusia tak berguna!" geram sekali Lam
Sek-hai meninju batok kepala si pelapor. Ini
bukan lagi sekedar penahanan uang gaji atau
pemecatan, tapi pembunuhan. Si pelapor
terkapar dengan tulang ubun-ubun remuk.
Setelah melampiaskan amarahnya, Lam Sekhai terduduk lemas di kursinya. Perkawinan
anaknya berlangsung tidak lama lagi, dan
anaknya malah kini hilang diculik. Dalam
keadaan pikiran kacau macam itu, prasangka
memang gampang muncul. "Pasti Hu Kong-hwe yang mendalangi
penculikan ini. Pasti. Kalau tidak mustahil kota
Long-koan yang biasanya aman ini tiba-tiba
diganggu tindakan pihak-pihak tak dikenal,
yang semuanya ditujukan ke arahku"
Merampok rumah judiku, menculik anakku, dan
kalau aku tidak segera bertindak, entah akan
ada apa lagi..." demikianlah Lam Sek-hai
berpikir. "Alasannya gampang di tebak, dia
tidak suka kalau aku mengawinkan anakku
dengan cucu Pangeran In Kong-beng. Kuatir ka-
Kota Serigala Jilid 5 58 "Manusia tak berguna!" geram sekali Lam Sek-hai
meninju batok kepala si pelapor.
Kota Serigala Jilid 5 59 lau kedudukanku semakin kuat dan membahayakan dirinya. Hem, keparat dia..."
Prasangka sepihak itu dengan cepat berubah
menjadi keyakinan sepihak pula. Tiba-tiba ia
menggebrak meja dan berteriak kepada seorang
pegawainya. "Ambil pedangku!"
Pegawai yang disuruh segera berlari-lari
menjalankan perintah. Dan kepada pegawai-pegawai lainnya, Lam
Sek-hai berkata, "Kerahkan seluruh orang-orang
kita. Kepung dan geledah seluruh bagian timur
kota. Kumpulkan keterangan sebanyak mungkin
tentang penculikan itu, tangkap orang-orang
yang mencurigakan dan langsung jebloskan ke
penjara untuk menunggu pemeriksaanku
sendiri!" Pegawai-pegawai itu segera berhamburan
menjalankan perintah itu. Sementara pegawai
yang mengambil pedangnya pun sudah muncul
kembali. Lam Sek-hai langsung menyambar pedang
itu, lalu melangkah keluar dengan langkahlangkah penuh amarah. "Orang lain boleh takut
Kota Serigala Jilid 5 60 kepada Hu Kong-hwe, tapi aku tidak. Dia sudah
keterlaluan sekarang..."
Beberapa pegawai yang tadi .... keputusan
pembatalan gaji, kini mendapat kesempatan
untuk coba dari ..... bagaikan serombongan
anjing pemburu yang terlatih, mereka segera
ikut dibelakang Lam Sek-hai.
"Taijin, apakah tidak perlu lebih dulu kita
panggil teman-teman yang lebih banyak untuk
ikut ke tempat Hu Kong-hwe?"
"Tidak perlu. Akan kuhadapi sendiri!"
"Atau barangkali para pendekar Kim-jiokbun yang menjadi tamu-tamu Taijin itu?"
"Tidak perlu. Pertama-tama akan kuajak Hu
Kong-hwe bicara empat mata. Kalau dia keras
kepala juga, nah, baru kupikirkan tindakan yang
lebih hebat buatnya! "Jadi kami..." "Kalian bantu saja teman-teman kalian untuk
mencari jejak penculik di bagian timur kota!"
Tidak lama kemudian, penduduk di jalanan
kota Long-koan gempar dan minggir ketakutan,
ketika melihat orang-orangnya Tikoan Kota Serigala Jilid 5 61 membawa senjata di jalanan, seolah-olah akan
ada perang. Lebih gempar lagi ketika melihat Tikoan Taijin sendiri menjinjing pedang dan
berjalan ke suatu arah, dengan wajah siap
meledakkan amarah. Dia berjalan menuju tangsi terbesar di Longkoan.
Jalanan segera menjadi sepi, seolah-olah ada
seekor singa lepas dari kerangkengnya dan
berkeliaran di jalanan. (Bersambung Jilid ke 6) Bantargebang, 25 Mei 2018
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 5 62 Kota Serigala Jilid 6 1 Kota Serigala Jilid 6 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid VI Para serdadu yang sedang berjaga di pintu
gerbang tangsi, seperti biasanya, sedang
bersantai. Kalau malam, kuaci dan arak. Kalau
siang semangka. Mereka tengah bercakapcakap,
tertawa-tawa, dan mengiris-iris semangka dengan pedang tempur mereka,
kemudian melahapnya bagaikan menghadapi
musuh di medan laga. Suasana gembira mereka tiba-tiba terganggu, ketika dari kejauhan melihat Lam
Sek-hai datang mendekat, dengan muka merah
padam dan membawa pedang pula. Para
serdadu serempak bangkit dan bersiaga,
meskipun belum tahu Lam Sek-hai hendak
berbuat apa. Kota Serigala Jilid 6 2 "Selamat siang, Ti-koan Taijin. Adakah
sesuatu yang bisa kami bantu untuk..."
"Mana panglima kalian?" tanya Lam Sek-hai
kasar dan mengejutkan. "Sedang di belakang tangsi, berlatih silat..."
"Bagus! Minggir kalian!" Lam Sek-hai
melangkah lurus ke depan, kalau perlu
menabrak yang berderet di jalan masuk itu.
"Bagus kalau dia sedang ada di tempat latihan
silat. Tempat yang cocok buat suasana
pembicaraan kali ini!"
Para serdadu rontok nyalinya melihat
kemarahan dari hakim yang mereka ketahui
berilmu silat tinggi itu. Karena belum tahu
urusannya dan tidak mau mati konyol, maka
para serdadu pun berlompatan minggir
memberi jalan. Setelah Lam Sek-hai lewat, barulah mereka
saling berpandangan dengan heran.
"Ada apa dengan orang she Lam itu"
Kebanyakan minum arak atau kesurupan
setan?" "Mana aku tahu?"
Kota Serigala Jilid 6 3 "Eh, mari kita lihat ke halaman belakang.
Sekali-sekali boleh juga kaum bawahan seperti
kita ini menonton para pemimpin kota ini
cakar-cakaran. Pasti lebih menarik dari
menonton adu jago atau adu jangkrik..."
"Ayo!" Di halaman belakang tangsi, dengan
bertelanjang dada untuk memamerkan otototot pundak, lengan, dada dan perutnya yang
kokoh, Hu Kong-hwe tengah berlatih dengan
sebatang tombak panjang. Gerakannya secepat
kilat menyambar, hampir seluruh arena latihan
seolah dipenuhi hanya dengan bayangan
tubuhnya atau senjatanya saja.
Namun ia menghentikan gerakannya, ketika
melihat Lam Sek-hai tiba-tiba muncul dengan
sikap siap berkelahi. Hal itu mengherankan Hu
Kong-hwe. "Hu Kong-hwe, aku mau bicara denganmu!"
seru Lam Sek-hai. Hu Kong-hwe berdiri tegap, dengan sebelah
tangan ia memegang tombaknya tegak di tanah,
Kota Serigala Jilid 6 4 dan tangan lainnya bertolak pinggang. Biarpun
heran, tapi ia tidak kelihatan gentar sedikitpun.
"Ada apa, Saudara Lam?"
"Hem, pura-pura tidak tahu" Di mana kau
sembunyikan anakku setelah kau culik dengan
menggunakan orang-orang upahan"!"
Hu Kong-hwe mengerutkan alisnya. "Saudara
Lam, apakah kau mabuk" Anakmu punya
sepasang kaki sendiri dan bisa pergi kemana dia
suka, kenapa kau tanyakan kepadaku" Sejak
kapan anakmu menjadi momonganku?"


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keparat! Masih berlagak tidak bersalah"
Sudah lama kau tunjukkan ketidak setujuanmu
atas perkawinan anakku dengan In Hiang, tapi
jangan begini caranya. Tindakanmu kali ini
benar-benar diluar batas!"
"He, Lam Sek-hai, jaga mulutmu. Jangan
sembarangan menuduh. Kau sangka tindakan
penculikan itu aku yang melakukan?"
"Kenapa tidak boleh kucurigai kau" Semalam
ada anak buahku yang melihatmu berkasakkusuk dengan seorang tak dikenal berpakaian
seperti pendeta pengembara, dekat Kota Serigala Jilid 6 5 pembuangan sampah. Nah, jangan ingkar, pasti
kaulah yang mendalangi penculikan anakku!"
"Lam Sek-hai, dengar jawabanku. Aku tidak
menculik anakmu. Hanya itu penjelasanku, dan
terserah kau mau percaya atau tidak!"
"Apapun alasanmu, tapi kau sebagai
Panglima yang bertanggung-jawab dalam
urusan keamanan di kota ini, harus berhasil
menemukan dalam keadaan sehat! Kalau tidak,
jangan kaget!" Wajah Hu Kong-hwe berubah hebat. Tangkai
tombaknya dia hentakkan keras-keras ke tanah,
sahutnya dengan sengit. "Mau menjatuhkan
aku" Silakan! Apakah kau tidak sadar bahwa
akupun memegang rahasia kelemahanmu"
Akupun bisa menjatuhkan kau dari kedudukanmu, bahkan mendorongmu ke
bawah golok algojo atau ke dalam penjara!"
"He-he-he, Hu Kong-hwe, gertakanmu itu
mungkin akan membuatku takut, tapi itu dulu.
Sekarang aku akan menjadi keluarga Pangeran
In Kong-beng, dan gertakanmu akan mandul.
Kota Serigala Jilid 6 6 Sadarilah bahwa keadaan sudah berubah untuk
keuntungannya, Hu Kong-hwe. Jangan ulangi
lagi gertakanmu yang menggelikan itu. Tapi
kalau kau kembalikan anakku, akupun akan
berbaik hati dengan membiarkan kau tetap
pada kedudukanmu yang sekarang!"
"Persetan! Aku tidak gentar. Aku tidak sudi
kau kendalikan!" "Dimana anakku?"
"Lam Sek-hai, kalau minta tolong, mintalah
tolong dengan cara yang baik dan sopan. Aku
dengan senang hati akan membantu mencari
anakmu. Tapi bukan begini caranya orang minta
tolong!" "Ini bukan permintaan tolong, Hu Kong-hwe!
Tapi peringatan keras buatmu, kalau kau tidak
mau jatuh dari kedudukanmu!"
"Lam Sek-hai, enyah dari hadapanku
sebelum kutembus dengan tombakku!"
Karena menguatirkan keselamatan anaknya,
Lam Sek-hai jadi kehilangan pertimbangan
jernihnya, yang ada hanyalah amarah yang
meluap-luap. Mendengar jawaban Hu Kong-hwe
Kota Serigala Jilid 6 7 sedemikian rupa, ia mencabut pedangnya dan
langsung melompat menikam ke dada Hu Konghwe secepat kilat. Nyata bahwa Hakim Longkoan itu memang seorang pesilat yang tangguh.
Hu Kong-hwe pun tidak tinggal diam.
Tombaknya digerakkan dengan tangkas,
menangkis dan membalas menyerang dengan
sengit. Begitulah, dua pemimpin kota Long-koan di
bidangnya masing-masing, yang dalam upacaraupacara resmi selalu duduk berdampingan,
berwajah ramah, bercakap-cakap dengan
bahasa tingkat tinggi dan saling memanggil
dengan sebutan kehormatan masing-masing,
kini saling mencaci dengan kata-kata kasar,
bahkan berkelahi dengan penuh kebencian.
Untung terjadinya di halaman belakang tangsi
yang dikelilingi tembok tinggi. Seandainya di
tempat terbuka, tentu rakyat Long-koan akan
mendapat tontonan yang menggemparkan.
Tahap saling menjajagi sudah lewat, kini
kedua pihak yang bertempur sudah memasuki
tahap untuk berusaha membobol kelemahan
Kota Serigala Jilid 6 8 lawan, dan menyusupkan ajung senjata mereka
ke jantung lawan. Segala cara dicoba, semua
gerak tipu andalan dicarikan peluang untuk
berhasil. Lam Sek-hai bersilat dengan ilmu pedang
Khong-tong-pai. Gerak pedangnya cepat dan
ganas bagaikan halilintar, tapi di saat lain
ayunan pedangnya berbelok lebih licin dari ular,
sukar diduga arahnya. Langkahnya lincah
berganti-ganti sudut serangan, seakan sepasang
kakinya tak menginjak bumi.
Sedangkan Hu Kong-hwe meladeninya
dengan tanggung dan tenang. Gerak tombaknya
seperti naga menari-nari atau gelombang laut
yang mengamuk, deru anginnya membuat
pakaian Lam Sek-hai berkibar-kibar kencang.
Ujung tombak maupun tangkai tombak sama
berbahayanya. Kedua pihak makin sengit, dan Lam Sek-hai
membatin, "Maju pesat sekali ilmu silat bandit
ini, dibandingkan sepuluh tahun yang lalu..."
Kota Serigala Jilid 6 9 Namun Lam Sek-hai tidak cepat putus
harapan. Masih ada jurus-jurus maut
simpanannya yang belum dikeluarkan.
Hawa kebencian dan nafsu membunuh
semakin mengental, memenuhi udara di arena
itu. Seandainya ada peluang untuk menghabiskan lawan, keduanya juga takkan
ragu-ragu untuk membunuh. Bertahun-tahun
memang mereka hidup "berdampingan" di
Long-koan, sama-sama sebagai tokoh terhormat. Tapi hanya mereka berdua yang
tahu, bahwa masing-masing saling memegang
rahasia kelemahan dari masa lalu. Rahasia yang
bisa untuk menjatuhkan satu sama lain, tapi
selama ini tetap disimpan, selama mereka
berdua menikmati "keuntungan bersama"
dalam suatu keseimbangan. Namun beberapa
waktu belakangan, sejak Lam Sek-hai berusaha
mengatur perkawinan anaknya dengan In
Hiang, hubungan keduanya mulai memburuk.
Hu Kong-hwe mencurigai, rencana perkawinan
itu adalah siasat Lam Sek-hai untuk
memperkuat kedudukan, setelah itu Kota Serigala Jilid 6 10 menyingkirkan dirinya. Hubungan yang
memburuk itu juga membuat masing-masing
pihak saling menganggap yang lain sebagai
ancaman. Karena itulah, ketika senjata sudah
berbenturan di arena, kedua pihak sama-sama
ingin menggunakan kesempatan itu untuk
memusnahkan satu sama lain. Kalau salah satu
mati, yang menang tinggal mengumumkan
bahwa kematian itu akibat "kelengahan dalam
latihan" dan penduduk diwajibkan mempercayai, lalu pura-pura mengumumkan
"masa berkabung" dan habis perkara. Sekarang
soalnya tinggal siapa yang lebih cepat
membunuh. Urusan sudah terlanjur jadi
meruncing. Suatu ketika, Lam Sek-hai membentak dan
mengeluarkan jurus Hong-lui-tian-siam (angin
dan petir menyambar-nyambar). Ia ayunkan
pedangnya begitu cepat sehingga menjadi
serentetan cahaya keperak-perakan yang
menghambur ke tubuh Hu Kong-hwe.
Hu Kong-hwe juga sadar akan bahaya. Ia pun
membentak sambil melangkah ke samping,
Kota Serigala Jilid 6 11 sambil memutar tombaknya menjadi gulungan
membundar lebar untuk menghalau semua
serangan. Lalu gagang tombaknya menyambar
seperti toya dalam gerak tipu Hek-liong-boanjiu (naga hitam melihat pohon) ke pinggang
lawannya. "Bukan salahku kalau dia sampai mampus..."
tekad Hu Kong-hwe. "Aku bisa mengirim
laporan ke Ibukota Kekaisaran bahwa kejadian
ini karena kecelakaan. Disertai hadiah
sekedarnya, urusanku pun pasti beres..."
Demikianlah, amukan Lam Sek-hai tadi
malahan jadi menyediakan suatu alasan
membunuh bagi Hu Kong-hwe.
Lam Sek-hai tidak menduga kalau lawannya
akan lolos dari jurus hebat yang sudah
diperhitungkannya baik-baik, lebih tidak
menduga lagi akan serangan balik yang
berbahaya itu. Gebrakan itu membuatnya
mengaku, bahwa ilmu Hu Kong-hwe lebih
unggul. Agaknya karena Hu Kong-hwe selalu
hidup dihantui ketakutan kalau suatu saat
kedudukannya terusik, maka dia selalu berlatih
Kota Serigala Jilid 6 12 dengan giat. Lam Sek-hai juga sadar, kalau Hu
Kong-hwe punya kesempatan untuk membunuhnya, pasti akan dilakukan dengan
senang hati. Begitu pula sebaliknya bila Lam
Sek-hai yang punya kesempatan itu.
Ia memiringkan tubuh sambil menangkis
tangkai tombak Hu Kong-hwe yang ke arah
pinggang. Tertangkis, namun kurang kuat.
Pedang Lam Sek-hai memantul balik sehingga
melukai pahanya sendiri. Seleret warna merah
darah muncul di celananya.
Sepersekian detik berikutnya, balik Hu Konghwe yang menerkam dengan buas. Ujung
tombaknya meluncur lurus ke leher Lam Sekhai.
Sebagai seorang pesilat berpengalaman, Lam
Sek-hai sadar bahwa peluang membunuh itu
kini di tangan lawan. Tak sempat ditemukannya
jurus untuk menghadapi sergapan maut itu,
kecuali membanting punggungnya dan bergulingan ke belakang...
Kota Serigala Jilid 6 13 Ia memiringkan tubuh sambil menangkis
tangkai tombak Hu Kong-hwe yang
ke arah pinggang. Kota Serigala Jilid 6 14 Sebaliknya Hu Kong-hwe berpikir, kalau
tidak sekarang, mau kapan lagi" Ia terus
memburu dengan sengit... Maka repotlah Lam Sek-hai bergulingan di
tanah, menghindari tikaman-tikaman maut yang
bertubi-tubi. Pedangnya tidak menemukan
posisi yang baik untuk mengubah kedudukan
terdesaknya. Saat itulah beberapa orang anak buah Lam
Sek-hai tiba-tiba berlari-lari datang sambil
berseru-seru, "Ti-koan Taijin! Ti-koan Taijin!"
Lam Sek-hai yang tengah sangat terancam
itu pun tiba-tiba mendapat akal untuk
menyelamatkan diri. Buru-buru ia berteriak,
"Saudara Hu, cukuplah latihan kita kali ini!"
Dengan demikian, di hadapan anak buahnya
sendiri maupun serdadu bawahan Hu Kong-hwe


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berdatangan ke tempat itu, Lam Sek-hai
menimbulkan kesan bahwa yang terjadi itu
cuma "latihan". Kalau Hu Kong-hwe nekad
membunuhnya juga namanya akan jatuh, dan
kalau laporannay sampai ke Pak-khia, Hu Kong-
Kota Serigala Jilid 6 15 hwe bisa dihukum dengan tuduhan membunuh
sesama pejabat kerajaan. Karena itulah Hu Kong-hwe menghentikan
serangannya, dengan rasa kesal luar biasa.
Sedangkan Lam Sek-hai buru-buru melompat bangun sambil menyeringai mengejek, "Memuaskan sekali latihan denganmu, Saudara Hu. Sampai hampir mati
aku." Hu Kong-hwe menjawab sinis, "Untung tidak
jadi mati, ya" Itu berkat jurus terakhirnya yang
tidak tahu malu tadi..."
Wajah Lam Sek-hai pun memerah, namun ia
tidak berani membangkitkan kemarahan Hu
Kong-hwe untuk kedua kalinya. Satu kali saja
sudah cukup, hampir merenggut nyawanya.
Hanya dalam hatinya ia bertekad, "Hati-hatilah
kau, bangsat. Akan tiba saatnya aku gorok
lehermu tanpa menimbulkan resiko apa-apa
buatku. Supaya berakhirlah kau menekan dan
memeras aku, mengambil keuntungan dari
rahasia kelemahanku yang kau pegang..."
Kota Serigala Jilid 6 16 Sementara itu, salah seorang anak buah Lam
Sek-hai telah melapor, "Taijin, baru saja
diterima berita lewat seorang penunggang kuda
kita, bahwa rombongan ketua Kim-jiok-bun
sudah berada lima li dari batas kota. Sebentar
lagi akan sampai." Lam Sek-hai mengangguk. Kedatangan Ketua
Kim-jiok-bun yang juga seorang bangsawan di
Pak-khia itu, tentu harus mendapat sambutan
kehormatan yang memadai. Urusan anaknya
yang diculik, untuk sementara harus ditunda.
Diapun berkata kepada Hu Kong-hwe, "Aku
permisi, Saudara Hu. Mudah-mudahan dengan
bantuan Ketua Kim-jiok-bun, aku akan berhasil
menangkap dalang dari penculikan anakku..."
Ada ancaman terselubung dalam ucapan itu.
Namun Hu Kong-hwe menunjukkan sikap
tidak gentar, dan menyahut, "Boleh saja kau
minta bantuannya untuk mencari penculik itu.
Asal jangan salah sasaran. Kalau salah sasaran,
kau akan rugi sendiri, Saudara lam. Rugi
besar..." "Hem." Lam Sek-hai mendengus.
Kota Serigala Jilid 6 17 Sedangkan Hu Kong-hwe melanjutkan, "Dan
kalau kuanggap perlu, akupun akan membantu
sekalian Ketua Kim-jiok-bun untuk menemukan
pembunuh puteranya Pangeran In Kui-cu,
sepuluh tahun yang lalu. He-he-he..."
Lam Sek-hai kaget sampai wajahnya
berubah. "Saudara Hu, kau mulai nekad, he?"
Hu Kong-hwe menjawab, "Saat ini belum
nekad, tapi kalau aku merasa terancam dan
disudutkan, kenapa tidak berani nekad"
Saudara Lam, aku ingin kau tahu satu hal..."
"Apa?" "Aku masih ingin kita hidup berdampingan
dan menikmati keuntungan bersama. Tapi kalau
kau sampai punya pikiran untuk mengungguli
dan menyingkirkan aku, maka akupun takkan
gentar. Main hancur-hancuran aku juga berani,
takkan ragu-ragu. Paham?"
Wajah Lam Sek-hai berkerut-kerut tak
keruan. Kemudian tanpa berkata sepatah
katapun lagi, ia ajak orang-orangnya berlalu
dari tempat itu. Kota Serigala Jilid 6 18 Baik anak buah Lam Sek-hai maupun anak
buah Hu Kong-hwe yang mendengarkan saling
gertak itu, tidak bisa memahami soal apa yang
membuat kedua pemimpin itu berselisih begitu
tajam. Bagi kaum bawahan itu, percakapan Hu
Kong-hwe dan Lam Sek-hai terdengar seperti
tak ada ujung pangkalnya.
Hu Kong-hwe memandang kepergian Lam
Sek-hai dan orang-orangnya, sesaat hatinya
masih gelisah. Pikirnya, "Biarpun hubunganku
dengannya mulai memburuk, tapi sebaiknya
kubantu dia mencari anaknya yang diculik. Agar
jangan aku yang dituduhnya. Bagaimanapun
juga hubungan yang dulu, yang saling
menguntungkan itu kalau bisa akan kuperbaiki.
Bukan karena takut..."
Ia melangkah gontai ke ruangan dalam
sambil menjinjing tombaknya, dan ditaruhnya
tombaknya di rak senjata. Pikirannya masih
terus berputar, "Tapi, dari pihak mana penculikpenculik Lam Kiong-peng itu" Apa maksudnya
dengan mengacau keadaan kota Long-koan
yang selama ini sudah berjalan aman"
Kota Serigala Jilid 6 19 Tindakannya itu ditujukan kepada Lam Sek-hai
atau kepadaku" Untuk menggoyahkan kepercayaan penduduk kepadaku, bahwa
sebagai penanggung jawab keamanan ternyata
aku tidak mampu mengamankan benar-benar
kota ini?" "Ah, mungkin nanti malam bisa kudapati
jawaban atau kesimpulan dari mulut Lo-toa (si
tertua) di bukit Ke-hong-nia..." akhirnya ia
memutuskan dalam hati. "Kalau bukan
kesimpulan yang melegakan, setidak-tidaknya
ya kudapatkan... seperempat lembar lagi peta
harta karun itu..." **SF** Penyambutan kedatangan Ketua Kim-jiokbun, Pangeran In Kong-beng, diselenggarakan
penuh kehormatan dan kemegahan di dua
tempat. Pertama, di pintu gerbang kota. Kedua,
di rumah Lam Sek-hai sendiri, dimana sudah
tersedia perjamuan besar untuk tamu-tamu dari
ibukota itu. Sudah lama Lam Sek-hai menyusun rencana
perjamuan itu sampai hal yang sekecil-kecilnya.
Kota Serigala Jilid 6 20 Sampai dalam urusan letak kursi-kursi, gerakgerik pegawai-pegawainya, pakaian macam apa
yang harus dipakai, dan hidangan apa yang
disuguhkan. Soal biaya, tidak jadi soal. Yang
penting, harus timbul kesan dalam diri
Pangeran In Kong-beng, bahwa dia "tidak
keliru" mengikat tali kekeluargaan dengan
Hakim di Long-koan itu. Pangeran In Kong-beng sendiri nampak puas
melihat penyambutan yang rapi, tertib dan
megah itu. Cuma ada sedikit yang menyimpang dari
rencana Lam Sek-hai. Kursi di sebelah kursi In
Hiang, yang seharusnya diduduki oleh Lam
Kiong-peng, calon suaminya, terpaksa dibiarkan
kosong. Hal ini membuat Pangeran In Kongbeng yang melihatnya jadi heran.
"Eh, Lam Hiantit..." begitu ia memanggil Lam
Sek-hai yang dulu adalah sahabat karib
almarhum puteranya, Pangeran In Kui-cu.
"Kenapa kursi itu kosong" Kemana perginya
calon cucu-menantuku, Lam Kiong-peng?"
Kota Serigala Jilid 6 21 Lam Sek-hai pikir, inilah kesempatan untuk
minta tolong, sekaligus melibatkan pihak Kimjiok-bun demi keuntungan pihaknya. Maka
diapun menggeleng-geleng kepala sambil
menjawab, "Aku agak menyesal, bahwa baru
siang tadi telah terjadi suatu peristiwa yang
kurang baik atas diri puteraku itu..."
"Lho, ada apa?"
"Puteraku itu siang tadi, seperti kewajibannya sehari-hari, melakukan peninjauan ke sekeliling kota untuk memperhatikan sampai dimana kesejahteraan
penduduk. Memang aku yang mendidiknya
demikian, agar kelak dapat menjadi pemimpin
yang dicintai oleh rakyatnya..."
"Ah, didikan yang bagus..." Pangeran In
Kong-beng memuji. "Lalu terjadi peristiwa apa?"
"Lalu anakku itu diserang dan diculik
sekelompok orang tak dikenal. Pihak yang
menculiknya itu pastilah pihak yang tidak
senang melihat rakyat meningkat kesejahteraannya." "Hah, ada kejadian seperti itu?"
Kota Serigala Jilid 6 22 "Benar, Paman. Hari ini juga sudah kusebar
orang-orangku ke segala penjuru, untuk
menemukan jejak penculik itu. Tapi belum ada
laporan yang menggembirakan..."
"Berani juga penculik-penculik itu. Apakah
mereka mengatakan sesuatu yang bisa
diperkirakan dari pihak mana dan apa tujuan
penculikan itu?" Inilah kesempatan bagi Lam Sek-hai untuk
memanaskan hati Pangeran In Kong-beng.
"Yah, para penculik itu cuma berkata bahwa
mereka tidak senang kepada kepemimpinanku
yang membahagiakan rakyat. Katanya, mereka
juga tidak gentar biarpun harus menghadapi
Paman dan seluruh murid Kim-jiok-bun.
Begitulah ucapan mereka. Coba pikir, kurang
ajar atau tidak?" Karena kata-kata Lam Sek-hai
itu diperdengarkan di medan perjamuan yang
banyak orangnya, maka Pangeran In Kong-beng
yang amat menomorsatukan gengsi dirinya itu
pun langsung menunjukkan kegarangannya.
Harus marah, supaya tidak kelihatan remeh.
Kota Serigala Jilid 6 23 Tidak beda dengan dulu ketika dilapori oleh
Lam Sek-hai tentang kematian anak tunggalnya.
Waktu itu, langsung diadakan upacara sumpah
untuk menumpas Leng-san-su-ok...
Sekarangpun Pangeran In Kong-beng
langsung menggebrak meja dan berkata dengan
keras, "Terkutuklah aku, kalau sampai tidak
mencincang orang yang telah berani meremehkan Kim-jiok-bun itu! Kalau kubiarkan
saja, seluruh kaum persilatan akan menganggap
bahwa Kim-jiok-bun takut!"
Sesuai dengan kebiasaan, puluhan muridmurid Kim-jiok-bun yang ada di ruangan itu
serempak menyambut ucapan Ketua mereka.
Bahkan ada yang menghunus pedang dan
melambai-lambaikannya di udara, seolah maju
ke medan perang, disertai sanjung-puji kepada
perguruan sendiri serta kutukan-kutukan
mengerikan ke alamat musuh mereka...
Lam Sek-hai diam-diam puas melihat itu.
Pikirnya, murid-murid Kim-jiok-bun ini benarbenar mirip jangkrik-jangkrik aduan yang
menyenangkan. Cukup "dikili" sedikit saja,
Kota Serigala Jilid 6

Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

24 mereka akan sudah bisa dikirim ke "garis
depan", tinggal dicarikan sasarannya saja.
Namun Lam Sek-hai belum bermaksud
mengadu mereka dengan Hu Kong-hwe, sebab
saat itu Hu Kong-hwe bukanlah kecoak yang
bisa diinjak mampus begitu saja. Hu Kong-hwe
masih Cong-peng di Long-koan yang berkuasa
atas ribuan prajurit. Belum tepat kalau
digempur sekarang. "Hiantit, biarpun pihak penculik itu tidak
mengatakan terus terang dari pihak mana
mereka, tapi menurut perhitunganmu, kira-kira
dari pihak mana?" tanya Pangeran In Kong-beng
berapi-api setelah sorak-sorai anakbuahnya
mereda. Untuk sementara, Lam Sek-hai memberikan
saja sasaran yang masih belum jelas,
"Kemungkinan besar adalah Leng-san-su-ok
(empat penjahat dari Leng-san) serta kakitangannya..."
"Lagi-lagi mereka!" Pangeran In Kong-beng
menggeram. Kota Serigala Jilid 6 25 Kembali murid-murid Kim-jiok-bun menghamburkan caci-maki yang hebat-hebat,
ada pula kata-kata yang mirip sajak. Yang
hendak mulai menyantap hidangannya, terpaksa harus meletakkan sumpitnya lebih
dulu untuk ikut sorak-sorai, supaya jangan kena
tuduhan "tidak setia kawan"...
Setelah reda kembali, Pangeran In Kongbeng pun mengeluarkan perintah kepada anak
buahnya, "Sehabis perjamuan ini, semua murid
Kim-jiok-bun harus siap dengan senjata, untuk
segera melakukan pemeriksaan ke seluruh kota
untuk mencari penjahat-penjahat itu!"
Ucapan Pangeran In Kong-beng kali inipun
disambut sorak-sorai, tapi tidak segemuruh
yang pertama dan kedua. Maklum, nanti
hidangannya keburu dingin. Sedang kalau
bersorak-sorak melulu malahan membuat perut
semakin keroncongan. Perjamuan pun berlangsung lumayan
meriah, ada musik dan tari-tarian segala.
Pokoknya, habis bersorak-sorai, nasib Lam
Kiong-peng boleh dilupakan sejenak.
Kota Serigala Jilid 6 26 Di tengah-tengah perjamuan itulah seorang
pelayan berjalan masuk dan melapor bisik-bisik
kepada Lam Sek-hai, "Taijin, Hu Cong-peng
menunggu di luar pintu bersama sepasukan
serdadu..." Jantung Lam Sek-hai berdenyut kencang,
pikiran buruk langsung menguasai benaknya,
"Celaka! Mungkinkah Hu Kong-hwe masih
marah karena tadi aku mendatangi dan
menuduhnya" Dan sekarang dia datang dengan
maksud menuduhku balik merusak hubunganku dengan Kim-jiok-bun dengan
membongkar rahasia lamaku?"
Perubahan wajah Lam Sek-hai itu tidak luput
dari pengamatan Pangeran In Kong-beng yang
langsung bertanya, "Hiantit, ada apakah?"
"Oh, tidak ada apa-apa... tidak ada apa-apa..."
Lam Sek-hai tergagap menyahut sambil
berusaha bersikap setenang mungkin. "Hanya
Hu Cong-peng, Hu Kong-hwe, rekanku dari
bidang kemiliteran di kota ini. Biar aku sambut
dia di luar..." Kota Serigala Jilid 6 27 "Oh, pasti diapun sudah mendengar tentang
kedatanganku, lalu hendak menghadapku untuk
mengucapkan selamat datang di Long-koan,"
kata Pangeran In Kong-beng agak membanggakan diri. "Kenapa tidak langsung
dipersilakan masuk saja, supaya aku juga bisa
berkenalan dengan Panglima yang terkenal
itu?" Lam Sek-hai agak panik, bagaimana
mencegah agar Hu Kong-hwe dan Pangeran In
Kong-beng tidak berhadapan muka secara
langsung" Cepat-cepat ia berkata, "Biar aku
temui dia di luar saja, Paman, untuk
menanyakan apa maksud kunjungannya ini.
Silakan Paman dan para sahabat dari Kim-jiokbun tetap duduk di ruangan ini untuk
menikmati hidangan dan hiburan..."
Tapi si bangsawan tua dari Pak-khia sudah
mengangkat pantatnya dari kursi dan berkata,
"Kalau begitu, biar aku pun ikut menyambut
panglima terkenal itu..."
Alangkah dahsyatnya caci-maki Lam Sek-hai
kepada Pangeran tua ini, tetapi cuma dalam
Kota Serigala Jilid 6 28 hati. Agaknya caci-maki itu tidak kalah seram
dengan caci-maki orang-orang Kim-jiok-bun ke
alamat para penculik dan Leng-san-su-ok tadi.
Namun di wajahnya, dia tetap nampak ramah
dan sopan santun, "Aku harap Paman tetap di
sini saja. Tidak apa-apa, Hu Cong-peng takkan
tersinggung. Kedatangannya mungkin hanya
untuk membicarakan sebuah urusan dinas yang
agak mendesak..." Karena Lam Sek-hai sebagai tuan rumah
bersikeras, terpaksa Pangeran In Kong-beng
harus menurut. Kemudian Lam Sek-hai pun
berjalan keluar dengan sikap tetap tenang,
namun dengan hati berdebar membayangkan
apa yang akan dilakukan Hu Kong-hwe"
Begitu tiba di luar dan berhadapan dengan
tamu yang tidak diharapkan itu, Lam Sek-hai
langsung menggeram, "Ada apa kau datang?"
Hu Kong-hwe tertawa dingin, "Jangan
memanjakan prasangkamu, Ti-koan Taijin yang
terhormat. Aku tahu kau kuatir kedatanganku
ini untuk membongkar rahasiamu di hadapan In
Kong-beng bukan" Tapi tidak perlu kuatir, aku
Kota Serigala Jilid 6 29 datang bukan untuk itu. Justru aku membawa
bantuan agar bisa kau gunakan ikut mencari
kawanan penculik itu. Ini membuktikan bahwa
bukan akulah penculiknya..."
"Kenapa kau tiba-tiba berlagak baik hati
seperti ini?" dengus Lam Sek-hai sinis.
Hu Kong-hwe tertawa dingin, "Aku masih
sayang kehilangan hubungan baik kita selama
ini. Tapi jangan dianggap aku takut, sebab satusatunya ketakutanku hanyalah takut kehilangan
keuntungan dalam usaha kita bersama selama
ini. Penyelundupan candu. Nah, kau terima
uluran tanganku tidak?"
Lam Sek-hai berpikir sejenak, lalu
mengangguk dan menjawab, "Baik, kuterima
uluran tanganmu. Kalau anakku sampai kembali
dengan selamat kepadaku kujamin rahasiamu
tetap tertutup di hadapan Pangeran tua itu..."
"Caramu bicara yang seperti inilah yang
kurang kusukai, orang she Lam," Hu Kong-hwe
menukas cepat. "Seolah-olah kau mau
mengendalikan aku dengan rahasia itu. Padahal
kau sendiri punya rahasia yang kugenggam,
Kota Serigala Jilid 6 30 yang jauh lebih membahayakan dirimu bila
sampai bocor bicaramu tadi, seolah-olah aku
bisa hidup terus hanya oleh belas kasihanmu
yang melindungi riwayat masa laluku. Padahal
sebenarnya kaulah yang harus berterima kasih
kepadaku, karena kulindungi rahasiamu..."
Wajah Lam Sek-hai memerah padam, tapi ia
tetap bungkam. Sedangkan Hu Kong-hwe berkata lagi, "Nah,
di luar itu ada dua ratus orang prajuritku,
malam ini kuserahkan mereka di bawah
perintahmu. Kuharap anakmu bisa cepat
diketemukan kembali, inilah harapanku yang
tulus..." "Kenapa kau serahkan pasukanmu kepadaku" Apakah kau sendiri tidak akan ikut
melakukan pencarian?"
"Tidak. Malam ini ada satu urusanku yang
harus kuselesaikan. Semoga berhasil, dan setiap
kali hendak bertindak atau bicara, ingatlah
selalu akan posisimu yang masih kalah kuat
dibandingkan posisiku saat ini. Karena itu,
jangan jadi orang tolol..."
Kota Serigala Jilid 6 31 Tanpa menunggu jawaban Lam Sek-hai, Hu
Kong-hwe segera melangkah keluar, melompat
ke atas kudanya, dan berderap pergi. Lam Sekhai mengepalkan tinjunya dengan geram,
karena merasa diancam, tapi apa boleh buat.
Mengingat situasinya, untuk sementara dia
harus tunduk kepada ancaman Hu Kong-hwe
itu. Begitu Hu Kong-hwe pergi, Lam Sek-hai
masuk kembali. Namun tidak langsung kembali
ke ruang perjamuan, melainkan ke halaman
samping yang banyak pohonnya dan
bersuasana gelap. Ketika melihat salah seorang pegawainya
lewat dengan membawa nampan hidangan
untuk dibawa ke ruang perjamuan dia cepat
memanggilnya. "He! Kemari!"
Pegawai itu berhenti, dan merasa heran
melihat tuan besarnya berdiri di bawah
bayangan pohon di halaman samping itu.
Sebagai tuan rumah perjamuan kenapa tidak di
ruang perjamuan dan malah bersembunyi di
Kota Serigala Jilid 6 32 tempat ini" Namun pegawai yang dipanggil itu
mendekat juga. "Apa perintah Taijin?"
"Sambil masuk ke ruang perjamuan, bisikilah
Oh Kun-peng agar dia kemari menemui aku. Dia
duduk di pojok timur. Cepat!"
"Baik." si pegawai pun bergegas menjalankan
perintah itu. Orang bernama Oh Kun-peng yang
harus dipanggilnya itu adalah seorang jagoan
yang paling diandalkan oleh Lam Sek-hai. Bukan
saja pandai bekerja, tapi juga setia melebihi
anjing. Karena orang yang hendak dipanggilpun ada
di ruang perjamuan, maka tidak lama kemudian
Oh Kun-peng sudah melangkah mendekati Lam
Sek-hai di halaman samping yang gelap itu. Ia
seorang lelaki bertubuh agak kurus, namun
bertampang ganas dan bermata seperti alapalap. Pakaian pesta yang indah yang sedang
dikenakannya itu pun sama sekali tak berhasil
menutupi kesan dirinya yang menggetarkan
jantung. "Taijin memanggilku?" tanyanya dengan
suara mirip dua potong logam yang digesekkan.
Kota Serigala Jilid 6 33 "Hu Kong-hwe baru saja datang, dan
sekarang sudah pergi lagi. Karena itu, ada
pekerjaan untukmu. Lepaskan pakaian pestamu,
ajak tiga empat orang kita yang paling tangguh,
dan cobalah cari tahu kemana perginya dia
malam ini. Tapi hati-hati, jangan sampai dia
tahu kalau dibuntuti..."
"Baik!" sahut Oh Kun-peng yang tanpa tanyatanya lagi langsung pergi untuk menjalankan
tugasnya. Kemudian Lam Sek-hai sendiri kembali ke
ruang perjamuan dengan wajah berseri-seri.
Tidak lama kemudian, Pangeran In Kongbeng memenuhi janjinya. Ia bawa semua
muridnya, juga anak buah Lam Sek-hai, untuk
melakukan pelacakan jejak penculik ke seluruh
kota Long-koan. Obor-obor pun dinyalakan.
**SF** Biarpun siang hari, Bukit Ke-hong-nia di
sebelah timur kota Long-koan adalah tempat
yang sepi. Apalagi malam hari. Tidak ada orang


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tertarik kepada bukit yang gersang dan
jelek itu. Kota Serigala Jilid 6 34 Tetapi malam itu, sesosok tubuh bergerak
lincah di lereng bukit, setelah meninggalkan
kuda yang ditungganginya di kaki bukit.
Sebentar-sebentar orang itu berhenti melangkah, bukan karena kelelahan, tapi untuk
menoleh kesana kemari guna melihat keadaan
sekitarnya. Ia nampak puas karena yang
dilihatnya cuma batu-batu di lereng bukit, dan
beberapa batang pohon hangus bekas disambar
petir yang mencuat disana-sini. Selebihnya
cuma desir angin malam dan bunyi serangga
malam malas kepanasan. Udara malam itu
memang panas. Hu Kong-hwe, si pemanjat bukit itu, diamdiam tersenyum mengejek dan bergumam
sendirian, "Anjing-anjingnya Lam Sek-hai itu
tentunya disuruh untuk membuntuti aku sejak
dari dalam kota tadi. Mau tahu saja orang she
Lam itu. Tapi sekarang anjing-anjing tolol itu
tentu sedang bingung kehilangan jejakku. Bisa
jadi bulan depan mereka akan dipotong gajinya
oleh Lam Sek-hai." Kota Serigala Jilid 6 35 Kembali Hu Kong-hwe menebarkan pandangan mata burung hantunya ke sekitar,
dan ia merasa benar-benar aman. Lalu ia
mengangkat kedua telapak tangannya ke mulut
untuk dijadikan corong, kemudian berbunyi
menirukan suara burung hantu dua kali.
Berhenti sebentar, lalu berbunyi dua kali lagi.
Angka dua adalah nomor urutnya dalam Lengsan-su-ok (Empat penjahat Leng-san)...
Semanjur mantera pemanggil arwah, isyarat
itu segera menampakkan hasilnya. Sesosok
tubuh kurus tiba-tiba muncul. Langkahnya
cepat dan ringan ketika mendekat, bergoyanggontai seperti setan. Tapi setelah dekat ternyata
terlihat dia bukan setan, melainkan seorang
pendeta kurus berjubah dekil, kepalanya
memakai tudung bambu yang sudah rusak pula,
biarpun saat itu adalah malam hari.
Dalam waktu singkat, tibalah ia di depan Hu
Kong-hwe. Dibukanya tudung bambunya, dan berkatalah ia sambil tertawa, "Nah, di sini kita
benar-benar bebas berbicara. Tidak seperti
Kota Serigala Jilid 6 36 ketika di pembuangan sampah kemarin malam,
dimana sekitarnya ada pemukiman penduduk..."
Hu Kong-hwe menunjukkan tertawa
ramahnya untuk menyembunyikan niat hati
yang sudah dirancangnya dari rumah.
Sementara si pendeta menggunakan tudung
bambunya untuk mengipas-ngipas lehernya
yang berkeringat, sambil berkata lagi, "Lo-ji (si
kedua), nyalimu luar biasa besarnya. Tak
pernah terpikir olehku bahwa kau bukannya
mencari tempat sunyi untuk bersembunyi,
namun malahan bercokol di kota ramai seperti
Long-koan sebagai seorang Cong-peng Taijin.
Lebih hebat lagi, kau bercokol tepat di depan
hidung Lam Sek-hai, padahal bukankah orang
itu yang menganjurkan Kim-jiok-bun agar
memburu-buru kita?" Hu Kong-hwe tertawa dan menjawab,
"Tempat sembunyi yang terbaik ialah yang oleh
orang banyak tidak disangka sebagai tempat
sembunyi sama sekali. Ya di tempat ramai
itulah..." Kota Serigala Jilid 6 37 Namun si pendeta dekil tetap geleng-geleng
kepala. "Bagaimanapun juga aku tetap tak habis
pikir. Bagaimana mungkin selama sekian tahun
Lam Sek-hai tidak mengetahui bahwa si Congpeng Taijin yang namanya Hu Kong-hwe itu
sebenarnya adalah Hong-au-jiat-pian (cambuk
maut mencekik leher) Liu Gin. Benar-benar buta
mata Lam Sek-hai itu..."
"Lo-toa (si tertua), kau keliru kalau
menganggap Lam Sek-hai tidak tahu bahwa Hu
Kong-hwe sama dengan Liu Gin. Dan Liu Gin
telah ganti nama jadi Hu Kong-hwe. Dia sudah
lama tahu..." Mendengar itu, sikap cengengesan si pendeta
dekil lenyap. Mulutnya kontan melongo tak
percaya. "Hah" Dia sudah tahu siapa kau,
kenapa dia biarkan saja?"
"Sulit dipercaya ya?" tanya Hu Kong-hwe
agak bangga. Ia tengah menikmati benar-benar
bagaimana rasanya dikagumi dan diherani
orang. Setelah reda rasa herannya, si pendeta dekil
bertanya, "Pakai guna-guna macam apa kau,
Kota Serigala Jilid 6 38 sehingga berani bercokol di depan hidung Lam
Sek-hai, tanpa dia berani menangkapmu?"
"Pertama, aku mencari kedudukan yang
lebih kuat dari kedudukan Lam Sek-hai. Sebagai
seorang Cong-peng yang memegang mati
hidupnya seisi kota Long-koan, sudah terang
aku berposisi lebih kuat dari Lam Sek-hai yang
hanya menjadi hakim kota..."
Si pendeta dekil mengangguk-angguk kagum.
"Itu tadi yang pertama. Masih ada yang
lainnya?" "Ada. Yang kedua, sejak kita terpaksa bubar
dan bersembunyi karena Lam Sek-hai
menyiarkan berita bahwa kita berempat telah
membunuh Pangeran In Kui-cu, sambil
bersembunyi aku melakukan penyelidikan yang
giat, tentang bagaimana sebenarnya kematian
Pangeran In Kui-cu. Akhirnya kuketahui apa
yang terjadi sebenarnya, dan inilah yang
kugunakan untuk menekan Lam Sek-hai..."
"Lo-ji, kuakui, sejak dulu di antara kita
berempat, memang kau lah yang otaknya paling
jalan. Tapi keparat juga kau. Setelah kau ketahui
Kota Serigala Jilid 6 39 kejadian sebenarnya tentang matinya In Kui-cu,
kenapa tidak kau sebarluaskan, sehingga kami
bertiga harus hidup seperti kura-kura selama
sepuluh tahun ini" Kenapa rahasia yang kau
ketahui itu kau gunakan sendiri untuk enakmu
sendiri?" "Jangan marah, Lo-toa. Bukannya aku
mengabaikan kau, Lo-sam (si ketiga) dan Lo-si
(si keempat), tapi karena mulutku yang hanya
sebuah takkan mungkin melawan seribu mulut
yang sudah terlanjur yakin bahwa pembunuh
Pangeran In Kui-cu adalah Leng-san-su-ok.
Jadi... yaah, maafkan saja..."
"Maaf ya maaf. Tapi gara-gara rahasia itu kau
simpan sendiri, aku harus pontang-panting
dikejar-kejar murid-murid Kim-jiok-bun atau
pendekar-pendekar yang simpati kepada
mereka..." pendeta itu menggerutu.
Hu Kong-hwe menyeringai. "Tapi aku tak
bermaksud demikian, aku hanya menyimpan
dulu hasil penyelidikanku atas peristiwa
matinya Pangeran In Kui-cu itu..."
Kota Serigala Jilid 6 40 "Eh, Lo-ji, maukah kau memberitahukannya
kepadaku. Aku jadi ingin mengikuti jejakmu
untuk hidup enak dan aman dengan cara
menggertak dan memeras Lam Sek-hai..."
Hu Kong-hwe merenung agak lama
mempertimbangkan permintaan si pendeta
dekil itu. Lalu menjawab dengan hati-hati,
"Bukan aku tidak mau menolongmu, Lo-toa.
Tapi aku tahu bahwa kau seorang yang sulit
menyimpan rahasia, apalagi kalau sudah
kebanyakan minum arak. Kalau rahasia Lam
Sek-hai itu sampai bocor, apalagi tersebar luas,
rahasia itu jadi tidak berguna lagi untuk
menekan Lam Sek-hai. Kedudukanku sendiri
juga akan goyah..." Si pendeta dekil nampak tidak senang
dengan penolakan itu. "Kalau begitu, kau mau
enaknya sendiri dan membiarkan temantemanmu tetap menjadi buronan yang
senantiasa terancam nyawanya..."
Hu Kong-hwe tidak menjawab. Suasana
hening sejenak, sampai si pendeta dekil berkata
Kota Serigala Jilid 6 41 lagi, "Bagaimana kalau aku berjanji takkan
membocorkannya?" Hu Kong-hwe masih bungkam.
"Bagaimana kalau aku juga berjanji takkan
minum arak lagi?" Hu Kong-hwe tetap bungkam, dan
menggeleng. Si pendeta dekil bangkit dari duduknya
dengan sikap marah, "Ah, keparat kau! Setelah
jadi Cong-peng Taijin, lalu lupa kesetiakawanan" Mau apa kau" Minta syarat apa saja
akan kupenuhi, sebab aku sudah bosan jadi
buronan!" "Aku tidak mau membahayakan kedudukanku dengan menularkan rahasia itu
kepadamu, kecuali..."
"Kecuali apa?" "Kecuali kau tukar dengan seperempat
lembar peta harta karun yang menjadi
bagianmu itu!" Si pendeta dekil terkejut, tanpa sadar ia
meraba bajunya, tempat kantong yang
menyimpan benda yang diminta itu. Gerakan
Kota Serigala Jilid 6 42 tak sadar itu cukup terlihat oleh Hu Kong-hwe.
Sesaat kemudian, si pendeta dekil berjalan hilirmudik dengan alis berkerut. Berat rasanya
memenuhi permintaan itu. Namun pikiran lain
muncul, kalau berhasil memegang rahasia
kelemahan Lam Sek-hai dan memeras sang
hakim itu, bukankah itu sama saja dengan
menemukan harta karun"
Tapi masih dicobanya menawar juga. "Lo-ji,
jangan seserakah itu. Sebagai Cong-peng Taijin,
toh kau sudah berhasil mengumpulkan harta,
kenapa masih mengingini seperempat lembar
peta itu" Lagipula, kalau kelak harta itu digali
kau masih juga mendapat seperempat..."
"Tidak. Itu tadi harga mati. Tak bisa
ditawar..." "Liu Gin, jangan seperti itu. Ingat, aku pun
bisa saja berbuat tidak baik kepadamu.
Misalnya, kusebar luaskan di Long-koan bahwa
si Cong-peng Taijin adalah samaran dari orang
kedua Leng-san-su-ok. Kalau sudah begitu,
kaupun akan rugi sendiri..."
Kota Serigala Jilid 6 43 Tiba-tiba Hu Kong-hwe melongokkan kepala
ke kaki bukit, sambil berkata dengan nada
kaget, "Hah, siapa orang di sana itu"!"
Terdorong naluri seorang buronan yang
selalu harus waspada, si pendeta dekil ikutikutan menoleh dan sesaat pengawasan atas
diri Hu Kong-hwe hilang sedetik...
Dan sedetik itu lebih dari cukup buat Hu
Kong-hwe untuk menghunus pisau belati untuk
disambitkan, tepat menancap di ulu hati si
pendeta dekil. Si pendeta dekil meraung sambil memutar
tubuhnya kembali, sinar matanya memancarkan
kemarahan dan rasa penasaran yang agaknya
takkan tertampung biar dengan seribu kalimat.
Tangannya diangkat untuk memukul, namun
kemudian tubuhnya roboh terhempas.
"Liu Gin, kau benar-benar keji..." desisnya.
Liu Gin tersenyum dingin melihat si pendeta
gadungan itu menggeliat sekarat. "Heh-hehheh... tadi kau bilang sudah bosan menjadi
buronan, hah aku kan cuma menuruti
harapanmu itu, biarpun dengan caraku sendiri"


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kota Serigala Jilid 6 44 Lagipula, seorang teman yang ceroboh dan
bebal macam kau adalah lebih membahayakan
kedudukanku dibandingkan seorang musuh tapi
masih punya sedikit otak, seperti Lam Sek-hai
itu. Nah, selamat jalan, Lo-toa..."
Namun si pendeta gadungan itu belum matimati juga, biarpun suaranya tinggal desis lemah
yang terputus-putus, ia masih berkata juga,
"Mudah-mudahan Lo-sam (si ketiga) dan Lo-si
akan tahu teman macam apa kau, dan biar
mereka yang akan membereskanmu..."
Hu Kong-hwe tertawa terbahak sampai
kepalanya mendongak, "Ah, Lo-toa, harapanmu
terlalu berlebihan. Saat ini Lo-si sudah mati
juga, juga oleh tanganku. Dan Lo-sam, aku sudah
mendapat kabar tentang jejaknya. Cepat atau
lambat, kalian bertiga akan berkumpul di dunia
arwah..." Jari telunjuk si pendeta yang menuding
wajah Hu Kong-hwe itu perlahan terkulai,
matanya terbalik menjadi putih, lalu lepaslah
nyawanya. Tak beda dengan Yo Tiat, si keempat,
akhirnya si tertua Leng-san-su-ok itu malah
Kota Serigala Jilid 6 45 tidak mati di tangan musuh yang selama
sepuluh tahun mengejarnya, tapi justru di
tangan "teman lama" sendiri yang tak terduga.
Hu Kong-hwe menyepak tubuh si pendeta,
untuk menyakinkan bahwa korbannya benarbenar sudah mati. Setelah yakin, ia berjongkok
di sisi mayat untuk menggeledah pakaian si
pendeta, sampai diketemukannya seperempat
lembar peta itu yang langsung dimasukkan ke
kantongnya sendiri. "Tiga perempat lembar sudah di tanganku..."
desis Hu Kong-hwe sambil menyeringai.
"Tinggal seperempat lembar yang masih
disimpan Lo-sam..." Diapun kemudian berjalan meninggalkan
Bukit Ke-hong-nia, tempat yang bersejarah
dalam menuntun langkahnya menuju harta
terpendam yang tak terkira jumlahnya."
**SF** Yo Siau-hou muncul di Bukit Ke-hong-nia,
sesaat setelah Hu Kong-hwe pergi.
Ia berjalan mengendap, celingukan tapi
hanya kesunyian yang ditemui di bukit itu.
Kota Serigala Jilid 6 46 Lama kelamaan, ia jadi berani berjalan biasa,
tidak lagi mengendap-endap biarpun tetap
waspada. Masih tetap sunyi.
"Apakah yang kemarin ku dengar di tempat
pembuangan sampah itu keliru?" ia bertanyatanya dalam hati. "Kudengar Hu Kong-hwe dan
pendeta pengembara itu berjanji untuk bertemu
di sini, saatnya juga sekitar saat ini. Tapi kenapa
belum kelihatan bayangan mereka" Aku datang
terlambat atau terlalu cepat?"
Ia berjalan berkeliling, dan kemudian ia tahu
terlambat setelah menemui mayat si pendeta
pengembara itu. Dengan gagang pisau belati
masih nampak tertancap di ulu hatinya.
"Pembunuhan lagi..." desis Yo Siau-hou. "Tapi
kematian orang ini ada hubungannya atau tidak
dengan kematian ayahku?"
Ia berjongkok memeriksa mayat. Ia temukan
penyebab kematian adalah sebatang belati yang
menancap di ulu hati lebih dari itu, tidak
diketemukannya apa pun. Maka pembunuhan
itu bagi Yo Siau-hou ya tergolong pembunuhan
Kota Serigala Jilid 6 47 "biasa" saja, dianggapnya tak ada sangkut-paut
dengan apa yang sedang dilakukannya.
"Tapi kemarin malam pendeta ini
mengadakan janji pertemuan dengan Hu Konghwe, dan kini yang kutemui hanya mayatnya,
sedang Hu Kong-hwe tidak kelihatan batang
hidungnya..." pikirnya. "Mungkinkah pendeta ini
telah bertempur dengan Hu Kong-hwe dan
kalah" Kalau begitu, kematian ini disebabkan
suatu pertempuran, dan itulah resiko yang
harus berani ditanggung oleh pihak yang
kalah..." Tapi Yo Siau-hou tiba-tiba menggelenggeleng sendiri. Seolah berdebat dengan dirinya
sendiri. Ia bergumam lagi, "Ah, tidak bisa jadi.
Kemarin malam, antara Hu Kong-hwe dan
pendeta itu bersikap tidak seperti musuh, malah
mereka bercakap-cakap seperti sudah kenal
lama..." Karena tak berhasil menyimpulkan suatu
jawaban, akhirnya Yo Siau-hou hanya bisa
mentertawakan dirinya sendiri. "Seperti kurang
kerjaan saja aku ini. Hanya membuat pusing
Kota Serigala Jilid 6 48 kepalaku sendiri kalau coba-coba memecahkan
sebab-musabab tiap pembunuhan di dunia ini.
Di setiap tempat dan di setiap waktu selalu ada
saja orang mati dibunuh, dan tidak semua
diketahui penyebabnya. Lebih baik aku berbuat
sedikit kebaikan dengan menguburkan mayatnya..." Tapi di tempat itu tidak ada cangkul, maka
digunakannya saja sepotong kayu runcing
untuk membuat sebuah lubang kubur yang
memadai. Lalu diangkatnya tubuh pendeta itu...
Sebenarnya, ia sudah hampir tak mempedulikan urusan pembunuhan itu, tapi
minatnya jadi bangkit kembali oleh sesuatu hal.
Ketika ia mengangkat tubuh itu, tiba-tiba
dilihatnya beberapa benda gemerincing dan
gemerlapan terjatuh dari kantong si pendeta. Yo
Siau-hou menatap lebih cermat, dan ternyata
itulah paku-paku yang kuning gemerlapan,
seperti terbuat dari emas.
Yo Siau-hou tercengang. "Eh, pendeta yang
nampak miskin ini ternyata punya benda-benda
dari emas..." Kota Serigala Jilid 6 49 Bukan nilai benda itu yang menarik minat Yo
Siau-hou, tapi keterangan yang pernah
didapatnya dari Kongsun Hong, yang tiba-tiba
diingatnya. Kongsun Hong antara lain
menceritakan bahwa tokoh nomor satu Lengsan-su-ok bernama Lou Kim, dan berjulukan
Kim-ting-hong-lou (keledai sinting berpaku
emas)... "Mungkinkah mayat ini adalah Lou Kim..."
pikiran Yo Siau-hou, mulai bekerja lagi. "Kalau
benar, kemungkinan besar dia mati dengan
alasan yang sama dengan kematian ayahku.
Yaitu diambil peta harta karunnya. Pakaiannya
menunjukkan, bahwa diapun digeledah setelah
dibunuh. Ah, kenapa dari tadi tidak
kuperhatikan hal ini?"
Ketika teringat Hu Kong-hwe yang
mengadakan janji pertemuan dengan pendeta
ini, darah Yo Siau-hou tiba-tiba menghangat.
"Selama ini hanya Lam Sek-hai yang menjadi
pusat pemikiranku, tapi mulai malam ini,
agaknya Hu Kong-hwe juga harus kuamati,
kuselidiki..." Kota Serigala Jilid 6 50 Maka ia merasa, kalau harus mengubur dulu
mayat itu, barangkali tidak sempat lagi
mengejar pembunuhnya. Buru-buru diletakkannya mayat itu, lalu ia berlari ke
puncak bukit Ke-hong-nia. Dari puncak bukit, ia
tebarkan pandangannya. Biarpun gelap, ada
juga sedikit cahaya bantuan dari sang rembulan.
Aliran darahnya menderas ketika melihat di
salah satu sisi bukit ada sesosok bayangan
serba hitam yang tengah bergerak. Seperti
seekor kelinci liar yang dikejutkan, tubuh Yo
Siau-hou melejit mengejar bayangan itu.
Keterjalan lereng bukit itu bukan halangan bagi
sepasang kaki Yo Siau-hou yang terlatih.
Bayangan yang dikejar itu bergerak lincah
pula, tapi ketika Yo Siau-hou mengerahkan
kekuatan sepasang kakinya, maka jaraknya
dengan buruannya bisa dipersingkat hampir
separohnya. "Berhenti! Pembunuh!" teriakan Yo Siau-hou
menggema di kesunyian itu, sedikit banyak
bercampur juga dengan kemarahan karena
kematian ayahnya sendiri...
Kota Serigala Jilid 6 51 Tadinya Yo Siau-hou menduga, orang itu
setelah diteriaki tentu akan mempercepat
larinya. Diluar dugaan, orang itu justru berhenti
dan membalikkan tubuh, menghadapinya
dengan bertolak pinggang.
Yo Siau-hou menghentikan langkahnya, dan
meningkatkan kewaspadaan pula. Orang yang
dikejarnya tadi menunjukkan sikap percaya diri
yang besar, sikap yang biasanya dimiliki oleh
pesilat-pesilat tangguh. Setelah Yo Siau-hou melangkah mendekat,
sehingga pandangannya semakin jelas, terkejutlah ia. Orang itu adalah gadis berkedok
hitam yang kemarin siang dengan berani telah
merampas uang di rumah judi. Kali ini pun si
gadis tampil dalam pakaian serba hitam, kedok
hitam, ditambah sebatang pedang yang
digendong melintang di punggungnya.
"Oh, kiranya kau..." kemarahan Yo Siau-hou
jadi kendor. Ia sudah mendengar bahwa orang
berkedok ini adalah "pahlawan rakyat". Uang
yang diambilnya dari tempat-tempat maksiat
Kota Serigala Jilid 6 52 bukan untuk dirinya sendiri, tapi dibagi-bagikan
kepada rakyat yang menderita.
Alis lentik di bawah kerudung hitam itu
menggeliat indah, tapi suara si gadis dingin,
"Kau yang baru saja berteriak-teriak
menyuruhku berhenti" Mau apa kau?"
Yo Siau-hou pikir, karena sudah terlanjur
menghentikan orang, ya baiknya terus terang
saja. "Maaf, nona. Karena aku baru saja
menemukan seorang korban pembunuhan, di
bukit ini juga, maka aku kira kaulah
pembunuhnya... "Hmmm..." "...tapi mudah-mudahan bukan..."
Yo Siau-hou berhenti sebentar, agak kikuk
juga menghadapi sikap yang begitu dingin,
"Apakah sudah lama nona ada di bukit ini?"
"Itu bukan urusanmu. Kau ini anjingnya Lam
Sek-hai atau Hu Kong-hwe yang disuruh
membuntuti aku terus ya?"
Kedongkolan Yo Siau-hou bangkit, suaranya
meninggi, "Aku bukan anjingnya siapa-siapa!
Aku manusia!" Kota Serigala Jilid 6 53 "Kalau begitu, kenapa mengejar-ngejar aku?"
"Karena aku ingin menemukan pembunuh
yang baru saja beraksi di lereng sebelah! Dan
kaulah satu-satunya manusia yang ada di
sekitar bukit ini, nah, kelirukah aku kalau
mencurigaimu?" "Apakah orang yang mati itu adalah sanak
keluargamu atau sahabatmu, sehingga kau
bernafsu menangkap pembunuhnya?"
"Yang mati itu bukan orang sembarangan!"
"Siapa?" "Tokoh pertama dari Leng-san-su-ok. Lou
Kim yang berjulukan Kim-ting-hong-lou!"
Mendengar nama itu, sepasang mata gadis
berkedok itu tiba-tiba berkilat-kilat. Suaranya
tidak lagi dingin tanpa perasaan, tetapi mulai
diwarnai getaran

Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemarahannya, "Apa hubunganmu dengan Lou Kim?"
"Aku yang harusnya menanyai dia, malah
sekarang aku yang ditanyai..." pikir Yo Siau-hou
mendongkol. "Tapi pembunuh orang itu,
kemungkinan besar adalah pembunuh ayahku
juga!" Kota Serigala Jilid 6 54 "Siapa ayahmu?"
"Yo Tiat. Orang yang selama sepuluh tahun
menanggung fitnah sebagai pembunuh Pangeran In Kui-cu..." sahut Yo Siau-hou terangterangan, karena menganggap gadis ini bukan
di pihak Lam Sek-hai atau Kim-jiok-bun. "...dan
pemfitnahnya adalah Lam Sek-hai si munafik
itu..." Amat di luar dugaan Yo Siau-hou bahwa
gadis berkedok itu tiba-tiba menyerangnya
dengan sengit. Ujung jari-jarinya mematuk
bagaikan kilat ke leher Yo Siau-hou.
"Eh?" Yo Siau-hou kaget, tapi sempat
berkelit. Tetapi serangan-serangan berikutnya
menghambur dari pihak gadis berkedok.
Dengan ujung jari, dengan telapak tangan, tinju,
kaki... Terpaksa Yo Siau-hou harus membela diri
kalau tidak mau digilas kemarahan gadis itu.
Namun sambil bertempur, ia masih berteriakteriak untuk coba meredakan kemarahan gadis
itu, "He! Kalau bukan kau pembunuhnya ya
tidak apa-apa, kenapa harus marah-marah sepe
Kota Serigala Jilid 6 55 Amat di luar dugaan Yo Siau-hou bahwa gadis
berkedok itu tiba-tiba menyerangnya
dengan sengit Kota Serigala Jilid 6 56 rti ini" Aku cuma bertanya, tidak menuduh!"
Usaha yang sia-sia, sebab si gadis berkedok
tidak mengendorkan serangannya sedikit pun.
Jawabnya di sela-sela serangannya, "Aku justru
menyesal bahwa bukan akulah pembunuh Lou
Kim dan Yo Tiat! Seharusnya dengan tanganku
sendiri kupotong-potong tubuh mereka! Tapi
malam ini aku akan membunuhmu!"
"Kau dendam kepada mereka?" tanya Yo
Siau-hou sambil sibuk berlompatan menghindar. "Juga kepada dua tokoh Leng-san-su-ok
lainnya. Liu Gin dan Ma Kong!" jerit si gadis
berkedok. "Siapa kau sebenarnya?"
Jawabannya adalah serangan-serangan yang
makin hebat. Jadi, Yo Siau-hou tak berhasil menghindari
pertempuran. Untuk mengendorkan tekanan
atas dirinya, terpaksa sekali-sekali ia balas
menyerang dan memaksa lawannya mundur.
Tapi si gadis setiap kali sehabis mundur lalu
melompat maju kembali. Sepasang tangan dan
Kota Serigala Jilid 6 57 sepasang kakinya berubah seolah-olah menjadi
selaksa tawon ganas yang dilepaskan serempak
untuk menyerbu sebuah sasaran.
Tapi Yo Siau-hou bukan sasaran mati.
Meskipun tidak pernah menjadi murid
perguruan tertentu, kecuali mengembangkan
dasar-dasar ajaran ayahnya, dia telah
menemukan cara-cara yang paling menguntungkan dalam perkelahian. Ia tidak
kebingungan menghadapi kecepatan dan
macam-macam gerak tipu si gadis berkedok. Ia
bertahan rapat, tangguh dan ulet. Tidak jarang
serangan baliknya berhasil memaksa lawannya
harus mundur dulu. Tapi sejauh itu, Yo Siau-hou
belum melakukan serangan yang benar-benar
bisa melukai. Ia masih menahan diri, sebab
merasa pertempuran itu tidak seharusnya
diperhebat. Tapi tak ada kesempatan untuk menjelaskan.
Serangan lawan terlalu gencar, sengit dan
benar-benar dilandasi niat untuk membunuh.
Lagipula, seandainya bisa menjelaskan, apa
yang mau dijelaskan" Yo Siau-hou sadar,
Kota Serigala Jilid 6 58 kejahatan ayahnya di masa lalu bertumpuktumpuk, entah berapa banyak orang tak
berdosa menjadi korban. Dan gadis berkedok
itu mungkin ada hubungan dengan salah satu
korban ayahnya dulu... Sementara itu, si gadis berkedok itu semakin
marah. Setelah sekian puluh jurus andalannya
digunakan, juga ia berhasil mengungguli
lawannya yang berkelahi dengan jurus acakacakan entah dari aliran mana. Sialnya, jurus tak
keruan itu sulit sekali ditembus, bahkan
serangan baliknya punya daya gempur yang
mesti diperhitungkan. Tiba-tiba gadis itu memekik, tangan
kanannya mencakar ganas ke muka Yo Siauhou. Yo Siau-hou mundur selangkah, sambil
menampar siku gadis itu. Tamparan yang bisa
membuat keseleo seketika...
Si gadis tiba-tiba melengkungkan lengannya,
cakarnya dibalik menjadi tangkapan ke lengan
Yo Siau-hou. Lalu lengan lawannya itu "dibawa"
ke samping kanan Yo Siau-hou, membuat posisi
Yo Siau-hou jadi canggung karena tangan
Kota Serigala Jilid 6 59 kirinya tak bisa menolong, terhalang oleh
pundaknya sendiri. Disusul tendangan si gadis
ke rusuk Yo Siau-hou. Sekuat tenaga Yo Siau-hou merengut
lengannya yang dicengkeram, lalu menurunkan
sikutnya untuk melindungi rusuknya. Selain
lengannya tergurat kuku si gadis, tangkisannya
juga agak terlambat. Sikutnya memang berhasil
mengenai pergelangan kaki si gadis berkedok,
tapi ujung kaki si gadis berkedok yang terlatih
sekeras besi itu juga berhasil menyentuh
rusuknya agak deras. Keduanya berlompatan saling menjauh. Yo
Siau-hou merasa rusuknya sakit dan napasnya
agak terganggu, sebaliknya gadis berkedok itu
menjadi terpincang-pincang karena punggung
telapak kakinya juga kesakitan.
Sesaat pertempuran berhenti, kedua pihak
sama-sama berusaha meredakan rasa sakit
masing-masing. "Kita cuma membuang waktu dan tenaga
untuk persoalan yang belum jelas..." pada
kesempatan itu Yo Siau-hou mencoba
Kota Serigala Jilid 6 60 menghidupkan kembali pembicaraan. "Aku
sudah mendengar tentang dirimu, dari
penduduk yang pernah kau tolong, dan aku
kagum..." Tapi si gadis berkedok tidak menggubris
uluran perdamaian itu, "Kau harus bertanggung
jawab untuk kejahatan orang tuamu. Kau harus
mampus!" Akhirnya kalimatnya ditandai dengan
terhunusnya pedang dari punggungnya.
Yo Siau-hou terkesiap. Bertempur dengan
tangan kosong, ia masih bisa mengimbangi, tapi
kini gadis berkedok itu sudah mencabut
pedangnya dan keseimbangan jadi miring.
Nyawanya dalam bahaya. Karena itu, Yo Siauhou berpendapat bahwa cara terbaik untuk
memperpanjang umurnya ialah lari.
Tiba-tiba dia pun memutar tubuh, lalu
mengayunkan kaki secepat-cepatnya. Sengaja ia
lari ke atas, agar dapat menarik keuntungan
dari kebiasaannya berlari-lari di bukit...
Dengan geram, gadis berkedok itupun
mengejar. Keduanya berkejaran cepat.
Kota Serigala Jilid 6 61 Perhitungan Yo Siau-hou tepat. Daya tahan
tubuhnya lebih unggul dari gadis berkedok itu.
Meskipun mulai berkeringat, tapi napas
Yo Siau-hou masih wajar saja, sepasang kakinya
juga masih sanggup menaklukkan tanjakantanjakan bukit Ke-hong-nia tanpa mengurangi
kecepatannya. Pengejarnya makin jauh tertinggal. Bajunya
basah kuyup oleh keringat, napasnya terengahengah, sepasang kakinya mulai terasa
dipakaikan sepatu timah. Apalagi kakinya yang
tadi kena sikut Yo Siau-hou.
"Keparat! Jangan lari! Hadapilah pedangku!"
ia berseru gemas. Tapi Yo Siau-hou tidak
menggubrisnya. Saat itulah di kaki bukit muncul sekelompok
orang bersenjata yang membawa obor. Lalu
terdengar teriakan-teriakan mereka, "Lihat! Si
kedok hitam itu!" Teriak yang lainnya, "Kejar dan tangkap dia!
Mungkin dia juga anggota kawanan penculik
yang menculik Siau-ya?"
Kota Serigala Jilid 6 62 Merekalah orang-orangnya Lam Sek-hai
yang tengah giat mencari penculik. Mereka
segera mendaki bukit dengan senjata-senjata
terhunus dan obor-obor menyala. Mereka
menyebar, berbentuk busur raksasa!
Diam-diam si gadis berkedok mengeluh
dalam hati. Selagi tenaganya terkuras dan
kakinya sakit, malah datang musuh sebanyak
itu. Yang paling dikuatirkannya ialah kalau
sampai kedoknya terbuka. Maka diapun mulai
bergerak menyingkir. Tapi kawanan anak buah Lam Sek-hai itu
terus mengejar, "Kepung dengan menyebar!
Jangan sampai orang itu lolos!"
(Bersambung ke Jilid 7) Bantargebang, 30 Mei 2018
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 6 63 Kota Serigala Jilid 7 1 Kota Serigala Jilid 7 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid VII Salah seorang anak buah Lam Sek-hai mahir
menggunakan bandringan berantai panjang.
Sesaat ia memutar rantai lengan bola besi kecil
di ujungnya, sehingga terdengar suaranya
membelah udara. Detik berikutnya, diluncurkannya bandringannya untuk coba
membelit kaki si kedok hitam.
Si gadis berkedok melompat tinggi untuk
menghindarkan kakinya dari belitan. Seorang
musuh lainnya menyambitkan dua belati yang
harus ditangkisnya sementara si jago main
bandringan sudah siap dengan serangan
barunya. Dan lenyaplah peluang si gadis berkedok
untuk menyingkir dari situ, kecuali kalau lebih
dulu bisa menembus kepungan.
Kota Serigala Jilid 7 2 Seperti sekawanan serigala kelaparan yang
menemukan mangsanya, anak buah Lam Sekhai itu segera melingkar, mengepung.
"Inilah bangsat yang pernah merampok
rumah judi!" "Ayo, tangkap!"
"Hati-hati, dia membawa pedang!"
Di lereng bukit itupun terjadi pertempuran,
seorang gadis melawan dua puluh lelaki-lelaki
tegap. Dalam keadaan biasa, tidak sulit bagi
gadis berkedok itu untuk memberi perlawanan,
atau setidak-tidaknya untuk meloloskan diri.


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun saat itu si gadis berkedok masih belum
pulih tenaganya, kakinya juga masih cidera.
Maka pertempuran itu dirasakannya berat
baginya. Gebrakan pertama, kecepatan pedang si
gadis berkedok masih bisa makan korban
seorang lawan yang tertikam pundaknya.
Namun dalam gebrakan-gebrakan berikutnya, si
gadis berkedok dipaksa untuk mengambil sikap
bertahan saja, menghadapi puluhan senjata
yang mengancamnya dari segala arah. Ada
Kota Serigala Jilid 7 3 golok, tongkat, ruyung, rantai, tombak dan
sebagainya. Dan anak buah Lam Sek-hai ini juga
bukan orang-orang yang bisa dianggap enteng,
sebab kadang-kadang mereka dilatih oleh Lam
Sek-hai sendiri. Ketika si gadis berkedok sibuk menghadapi
serangan dari depan, maka dari samping
muncul serangan dengan toya yang berhasil
menghantam betisnya. Begitu keras, sehingga
gadis berkedok itu merasa kakinya sedang
dipatahkan, langkahnya sempoyongan...
Menyusul rantai bandringan berhasil melibat
pedangnya, sehingga gerak pedangnya jadi
terhambat untuk beberapa detik.
"Cepat bekuk dia!" teriak si pemegang
bandringan. Si gadis berkedok memutar tubuh, berusaha
meluruskan batang pedangnya menjadi satu
garis dengan tarikan rantai. Ia hampir berhasil,
tapi jadi kehilangan beberapa detik untuk
memperhatikan lawan-lawan lainnya. Tendangan seorang anak buah Lam Sek-hai dari
samping menghajar lengannya yang memegang
Kota Serigala Jilid 7 4 pedang, sehingga genggamannya atas tangkai
pedang tak bisa dipertahankan lagi...
Menyusul kakinya kena gebuk toya lagi...
Saat-saat genting dimana si gadis berkedok
mendekati akhir perlawanannya itulah tiba-tiba
sesosok bayangan meluncur datang, dan
langsung terjun ke arena pertempuran.
Dialah Yo Siau-hou. Kalau mau, bisa saja ia
tidak menggubris nasib si gadis berkedok dan
lari saja sejauh-jauhnya. Tapi hati kecilnya tidak
mengijinkan tindakan macam itu. Gadis itu
mendendam kepada Leng-san-su-ok, dan Yo
Siau-hou sebagai anak salah satu tokoh Lengsan-su-ok merasa agak bersalah juga, sekaligus
juga ingin mendengar penjelasannya. Karena
itulah ketika dari puncak bukit melihat gadis
berkedok itu terancam bahaya, diapun balik
untuk menolong. Yo Siau-hou tahu, menghadapi musuh
sebanyak itu haruslah merebut peluang dengan
serangan mengejutkan, tanpa memberi kesempatan bagi musuh-musuhnya untuk
menyusun diri secara mapan. Maka ketika dekat
Kota Serigala Jilid 7 5 dengan lawan-lawannya, kedua tangan Yo Siauhou sudah menggenggam pasir. Suatu cara yang
bisa membuat para pendekar "terhormat"
geleng-geleng kepala kalau melihatnya.
Pedang Tetesan Air Mata 3 Pendekar Rajawali Sakti 76 Iblis Penggali Kubur Senja Jatuh Di Pajajaran 4
^