Pencarian

Kota Srigala 2

Kota Srigala Karya Stefanus S P Bagian 2


tersembunyi untuk menikmati sapit kepitingnya, dan mulutnyapun berdecak-decak
nikmat. Beberapa saat kemudian, diapun sudah
kembali berjalan-jalan di halaman bersuasana
gembira itu. Ketika berpapasan dengan seorang
gadis berbedak tebal, Yo Siau-hou mengajaknya
tersenyum karena dianggapnya gadis itu teman
A-kui. Dan sambutan gadis itu delapan belas kali
lebih ramah. Ia mencolek dagu Yo Siau-hou
sambil cekikikan, lalu pergi sambil menggoyangkan bokong begitu hebatnya. Yo
Siau-hou terlongong-longong kebingungan.
"Orang-orang di sini kelewat ramah
semuanya," pikirnya.
Kota Serigala Jilid 3 2 Lalu ia berjalan lagi. Tiba-tiba dilihatnya Akui berjalan sambil dirangkul ketat oleh seorang
lelaki berpakaian perlente. Kalau tadi di gudang
belakang ia melihat A-kui menangis sedih,
sebaliknya kini dilihatnya A-kui tertawa-tawa
begitu gembira sehingga mengherankan Yo
Siau-hou. "Dasar perempuan." Yo Siau-hou gelenggeleng kepala. "Tadi menangis, setelah sekarang
dia bertemu temannya, diapun tertawa
gembira." Hampir saja Yo Siau-hou maju memperkenalkan diri kepada "teman" A-kui itu.
Untunglah, ia mencegah dirinya sendiri,
sehingga tak perlu muncul peristiwa konyol di
situ. Ketika ia sampai ke bagian halaman lainnya,
dilihatnya di sebuah pondok terbuka ada
murid-murid Pek-hou Bu-koan sedang bergembira dengan ditemani beberapa gadis
Ban-hoa-liim. Yo Siau-hou belum lupa, bahwa
murid-murid Pek-hou Bu-koan siang tadi ikut
membantu murid-murid Kim-jiok-bun Kota Serigala Jilid 3 3 menguber-uber dirinya. Jadi mereka termasuk
lawannya. Sekilas dalam diri Yo Siau-hou timbul
pertentangan antara dua pertimbangan. Apakah
harus menghindar dari situ untuk menghindari
bentrokan, ataukah mendekat diam-diam untuk
mendengarkan pembicaraan mereka, yang
barangkali ada sangkut pautnya dengan urusan
yang sedang diselidikinya" Akhirnya Yo Siauhou
memutuskan untuk menguping pembicaraan dengan agak menyerempet
bahaya. Mudah-mudahan mendengar keterangan tentang teka-teki pembunuhan
Pangeran In Kui-cu, yang akhirnya mengakibatkan juga kematian ayahnya.
Ia maju perlahan sambil berlindung di
bawah bayangan pepohonan, lalu berjongkoklah ia di balik segunduk batu yang
disusun seperti gunung-gunungan, sekaligus
membuka kuping selebar-lebarnya.
"Oh, jadi orang-orang berpakaian serba putih
yang berlagak tengik itu sudah meninggalkan
Kota Serigala Jilid 3 4 berjongkoklah ia di balik segunduk batu yang disusun
seperti gunung-gunungan, sekaligus membuka kuping
selebar-lebarnya. Kota Serigala Jilid 3 5 kota sore ini?" terdengar seorang gadis Banhoa-lim bertanya.
"Benar," sahut seorang murid Pek-hou Bukoan. "Jadi sekarang kami sudah bebas dari
permintaan mereka untuk menguber-uber
seorang gelandangan yang tak keruan asalusulnya. Yang oleh murid-murid Kim-jiok-bun
disebut sebagai iblis jahat yang mengancam
dunia persilatan segala. Sengaja dibesarbesarkan, supaya murid-murid Kim-jiok-bun itu
kelihatan gagah kalau memusuhinya."
Terdengar murid-murid Pek-hou Bu-koan
lainnya tertawa. "Mereka sendiri yang tidak becus menangkap gelandangan itu, kok kami
dilibatkan untuk ikut mengejar-ngejarnya.
Malas. Kalau bukan Su-hu segan kepada ketua
Kim-jiok-bun, ingin kami biarkan saja orangorang sok suci itu mengaduk-aduk kota ini
semaunya. Sekarang mereka sudah pergi.
Kebetulan. Kami lebih suka mengejar kalian
yang cantik-cantik dan harum-harum ini,
daripada mengejar gelandangan bau itu."
Kota Serigala Jilid 3 6 Lalu kembali mereka tertawa terbahakbahak serta cekikikan, campur dengan rayuan
cabul dari kedua pihak. Di tempat sembunyinya,
Yo Siau-hou jadi tahu betapa tipisnya makna
"setia kawan" antar sesama "perguruan
terhormat" itu. Tidak lebih bernilai dari
beberapa tetes madu yang tiap malam
menjelang Tahun Baru dioleskan ke bibir
patung Dewa Dapur, katanya agar sang dewa
memberinya "laporan yang manis" kepada Yang
Maha Kuasa. Namun Yo Siau-hou juga bergidik
mendengar kata-kata cabul mereka. Pikirnya,
"Apakah A-kui yang tadi nampak begitu
memelas, juga berubah jadi begini kalau sudah
berada di hadapan teman-temannya?"
Sementara itu, dari dalam pondok sukacita
itu terdengar lagi suara seorang gadis, "Eh,
kudengar-dengar kabar angin, katanya antara
Ketua Kim-jiok-bun dengan Lam Tai-jin yang
menanam modal di tempat ini, akan menjalin
hubungan kekeluargaan?"
Kota Serigala Jilid 3 7 "Bukan kabar angin, tapi sudah pasti.
Memang begitu. Cucu perempuan Ketua Kimjiok-bun, Pangeran In Kong-beng, akan
dikawinkan dengan anak lelaki Lam Sek-hai."
Yo Siau-hou yang tengah menguping itu
tersengat mendengar nama Lam Sek-hai.
Rasanya nama itu belum lama pernah
didengarnya, hanya tak terlalu diingatnya. Maka
diapun pasang kuping terus.
"Hi-hi-hi.... lucu ya" Kalau murid-murid Kimjiok-bun saja sudah demikian berlagaknya,
entah bagaimana lagak ketuanya" Tapi kok
mau-maunya mengawinkan cucu perempuannya dengan anak Lam Tai-jin" Apa
belum tahu kalau Lam Tai-jin itulah yang
memodali tempat-tempat hiburan macam Banhoa-lim ini" Yang dipandang jijik oleh orangorang Kim-jiok-bun?"
"Sebab Pangeran In Kong-beng belum tahu
macam apa sebenarnya Lam Sek-hai. Yang dia
ketahui, Lam Sek-hai adalah seorang pendekar
aliran lurus, tokoh terhormat, menjabat sebagai
hakim terhormat di kota Long-koan."
Kota Serigala Jilid 3 8 Yo Siau-hou diam-diam mencatat dalam hati.
Lam Sek-hai. Kota Long-koan. Hakim terhormat.
"Eh, orang-orang sok suci dari Kim-jiok-bun
tadi kenapa ya, kok mengejar-ngejar seorang
gelandangan tak terkenal?"
"Dasar perempuan, mau tahu segala-galanya.
Tapi aku tidak tahu urusan mereka, dan
memang tidak mau tahu biarpun diberitahu.
Kami belajar silat di Pek-hou Bu-koan bukan
untuk usil mengurusi yang bukan urusan kami.
Kami adalah calon-calon pendekar yang
mengangkat nama di dunia persilatan, mencari
kemashyuran. Sedangkan urusan para pencoleng kecil adalah urusan para petugas
keamanan, bukan urusan kami."
"Tetapi mereka,"
"Sudahlah, manis. Ayo temani aku ke dalam
kamar." Yo Siau-hou mengerutkan tubuh lebih
ringkas agar tidak ketahuan, ketika sepasang
manusia lelaki dan perempuan, berjalan sambil
berdekapan menuju ke loteng bercat merah itu.
Kota Serigala Jilid 3 9 Warna merah adalah warna pengantin. Dan
mereka mau main pengantin-pengantinan.
Setelah keduanya lewat, Yo Siau-hou pun
bergeser meninggalkan tempat itu dengan amat
hati-hati. Ia lalu kembali ke gudang belakang,
untuk duduk dalam kegelapan sambil memeras
ingatannya. "Lam Sek-hai.... Lam Sek-hai...." ia ucapkan
nama itu berulang kali, sambil menyusun dalam
ingatannya akan peristiwa-peristiwa yang
dialaminya pada hari-hari terakhir.
Tiba-tiba ia ingat pada suatu malam ketika
murid-murid Kim-jiok-bun mendatangi gubuknya, untuk membunuh ayahnya, tapi saat
itulah Yo Siau-hou yang menghadapi mereka.
Waktu itu, murid-murid Kim-jiok-bun menyebut-nyebut nama Lam Sek-hai sebagai
pembawa laporan tentang terbunuhnya
Pangeran In Kui-cu oleh Leng-san-su-ok. Pihak
Kim-jiok-bun benar-benar mempercayai laporan itu, dan itulah dasar tindakan mereka
menguber-uber ke empat tokoh Leng-san-su-ok
tak jemu-jemunya. Kota Serigala Jilid 3 10 "Bagus!" Yo Siau-hou bangkit. "Jadi Lam Sekhai dari Long-koan itulah yang sebenarnya
mengetahui bagaimana sebenarnya matinya In
Kui-cu. Tidak peduli laporannya kepada pihak
Kim-jiok-bun benar atau salah."
Merasa mendapatkan titik terang tambahan
dalam penyelidikannya, semangat Yo Siau-hou
berkobar seketika. Tak peduli hari telah larut
malam, ia keluar dari Ban-hoa-lim, bahkan juga
keluar dari kota Ki-siong-koan.
Keesokan harinya, A-kui terbangun dari
tidurnya dalam keadaan amat lelah, karena
semalam ia harus melayani beberapa tamu. Tapi
ingatannya langsung tertuju kepada "kakak
misan"nya yang semalam ditinggalkannya di
gudang belakang dapur. Bergegas ia bangkit dari ranjang, mencuci
wajah, membenahi pakaian dan rambutnya, lalu
pergi ke dapur untuk mengambil makanan.
Dengan riang gembira dibawanya makanan itu
ke gudang belakang. Sudah lama ia merasa tidak
mendapat perhatian dari sesama manusia
secara wajar, dan kemarin sore sudah
Kota Serigala Jilid 3 11 didapatnya, biar hanya sedikit. Biasanya lelaki


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang kepadanya hanya untuk membuang
uangnya yang berlebihan, menikmati tubuhnya,
lalu pergi melupakannya. Tapi kemarin sore
ditemuinya seorang yang dengan tulus bertanya
"kenapa menangis" dan dengan "ketololtololan" pula bertanya "apakah Ban-hoa-lim
tempat menjual bunga?" ia hidup di antara
ribuan manusia, tetapi baru semalam ia merasa
menjadi sesama manusia bagi yang lainnya.
Tapi, gudang di belakang dapur itu sudah
kosong. Si sesama manusia yang cuma satupun
sudah lenyap meninggalkannya. Cuma seekor
kucing yang masih tidur mendengkur lembut di
pojokan. A-kui termangu kecewa, hatinya tiba-tiba
merasa kosong pula. "Ah, akulah yang
mengharapkan terlalu banyak dari seseorang
yang namanya pun tidak kukenal. Aku yang
berangan-angan terlalu tinggi. Setelah orang
yang kemarin itu tahu apa pekerjaanku, tentu ia
jijik dan tidak simpati kepadaku lagi. Tetapi
bukan salahnya. Aku memang sedang
Kota Serigala Jilid 3 12 dihancurkan di sini, dibusukkan, dijadikan
sampah atau rabuk, agar menyuburkan pohon
uang bagi pemilik tempat ini."
Kucing di pojokan mulai bergerak-gerak
kumisnya karena mencium bau makanan yang
begitu dekat. Matanya terbuka, lalu bangun.
Kemudian dengan langkah perlahan-lahan ia
mendekati A-kui, berputar-putar di kaki A-kui
sambil mengeong-ngeong manja, minta dikasihani. A-kui berjongkok, membiarkan kucing itu
melompat ke pangkuannya dan melahap
makanan langsung dari piring yang dibawanya.
Dibelainya bulu kucing itu, dicucinya dengan
beberapa tetes airmatanya, dijadikannya
tumpuan luapan perasaan kecewa dan
kesepiannya. Terdengar langkah kaki mendekat, dan
muncullah si "ibu" pengelola Ban-hoa-lim. Ia
berkata lembut kepada A-kui, "Tamu-tamu yang
kau layani semalam, telah memuji-mujimu lho.
Semalam kau benar-benar mesra sekali
terhadap mereka rupanya."
Kota Serigala Jilid 3 13 "Ya, ibu..." sahut A-kui sambil tetap
menunduk dan membelai kucing di pangkuannya. "Dan sekarang, A-kui, adalah saatnya kau
bersenam untuk merawat tubuhmu bersama
teman-temanmu yang lain. Ayolah, jangan
malas. Jangan sampai tubuhmu menjadi gemuk,
membuat tamu-tamu bosan kepadamu lalu
mencemarkan nama baik Ban-hoa-lim."
Pemberian arti pada kata-kata "mencemarkan nama baik" oleh si pengurus
Ban-hoa-lim ini, agaknya akan cukup
memusingkan para ahli bahasa.
"Baik, ibu." Sang "ibu" kemudian dengan lembutnya
merangkul pundak A-kui dan membangunkannya, untuk dituntun menuju
"ruang olahraga" di mana gadis-gadis penghibur
berlatih secara teratur, agar pelayanan
terhadap tamu-tamu tidak mengecewakan.
Gadis-gadis itu boleh membusuk dan
kehilangan masa depan, tapi laci uang Ban-hoalim harus semakin gemerincing padat. Bunga
Kota Serigala Jilid 3 14 yang busuk dan layu kelak dibuang, dan yang
baru serta segar toh akan datang terus dari
desa-desa. **SF** Yo Siau-hou melangkah dengan cepat ke
utara, ke kota Long-koan yang telah diketahui
arahnya setelah bertanya kepada seseorang di
jalan. Matahari pagi di sebelah kanannya,
cahayanya menguapkan butir-butir embun di
hutan sebelah kirinya. Tengah ia berjalan tenang, tiba-tiba
kewaspadaannya tergugah ketika mendengar
derap seekor kuda di belakangnya yang
semakin mendekat. Haruskah main kucingkucingan lagi dengan murid-murid Kim-jiokbun seperti kemarin" Ia berbalik dengan
waspada, untuk melihat siapa penunggang kuda
itu. Ternyata cuma satu orang, dan itu pun
bukan murid Kim-jiok-bun. Itulah seorang lelaki
tegap berewokan, berusia sekitar setengah
abad, dan pinggangnya menyandang pedang.
Kota Serigala Jilid 3 15 Yo Siau-hou lega dan siap melanjutkan
kembali langkahnya, tapi penunggang kuda itu
tiba-tiba memanggilnya, "Yo heng (saudara
Yo)!" Yo Siau-hou tercengang, karena orang asing
itu setidak-tidaknya sudah mengenal nama
keluarganya, dan nada panggilannya terdengar
tidak bermusuhan pula. Ia menatap penunggang
kuda itu sampai berhenti beberapa langkah di
depannya, lalu bertanya, "Siapakah tuan ini?"
Penunggang kuda itu menyeringai lebar
sambil melompat turun dari tunggangannya,
untuk melangkah mendekati Yo Siau-hou. "Yoheng, namaku Kong-sun Hong. Aku adalah
sahabat ayahmu, Tiat-kak-cui-yo (Kambing
Mabuk Bertanduk Besi) Yo Tiat!"
"Oh, begitu?" meskipun orang asing itu
sudah sedemikian jauh memperkenalkan diri,
namun keraguan Yo Siau-hou belum lenyap
juga. "Darimana tuan tahu bahwa aku adalah
anaknya?" Kota Serigala Jilid 3 16 "Wajahmu adalah wajah yang dilukis di
selebaran yang ditempelkan oleh orang-orang
Kim-jiok-bun itu." Yo Siau-hou masih termangu-mangu, belum
tahu apa maksud orang yang mengaku bernama
Kong-sun Hong ini. Sementara itu, Kong-sun Hong telah
menepuk-nepuk pundak Yo Siau-hou sambil
mencoba bersikap seakrab-akrabnya, "Jangan
ragu-ragu, saudara Yo. Aku benar-benar sahabat
ayahmu." "Ya, ya..." cuma itu yang diucapkan Yo Siauhou. Bahkan seandainya orang itu benar-benar
sahabat ayahnya, Yo Siau-hou merasa tidak
berminat meladeninya. Ia tahu macam apa
ayahnya di masa lalu, perampok, maka sahabat
ayahnya ini jangan-jangan juga orang sejenis
dengan ayahnya" Di lain pihak, Kong-sun Hong terus
memperlihatkan sikap manisnya, "Kemarin
kebetulan aku lewat di Ki-siong-koan, dan dari
omongan penduduk kota itu, sudah kudengar
bagaimana kau secara cerdik telah membuat
Kota Serigala Jilid 3 17 kalang-kabut orang-orang Kim-jiok-bun, Pekhou Bu-koan dan bahkan prajurit-prajurit di
kota itu. Ha-ha-ha.... hebat sekali.... hebat
sekali...." "Ya.. ya... terima kasih..."
"Waktu itu, akupun sudah gatal tangan, ingin
bertempur di pihakmu untuk menghajar
manusia-manusia sok suci, musuh golongan kita
itu. Tapi setelah mendengar bahwa musuhmusuhmu bubar dengan kecewa, aku yakin kau
sudah menang, dan akupun lega. Lalu kucoba
mencarimu." "Ya, ya..." "Eh, ngobrol saja dari tadi, sampai aku belum
tahu siapa namamu...."
"Namaku Yo Siau-hou, tuan."
"Siau-hou" Bagus. Macan Kecil. Pantas begitu
lihai mengalahkan lawan-lawanmu di Ki-siongkoan. Benar-benar nama yang sesuai dengan
orangnya. Ha-ha-ha... eh, tapi jangan memanggilku tuan, tidak akrab kedengarannya.
Padahal aku ini sahabat lama ayahmu. Panggil
Kota Serigala Jilid 3 18 saja aku Paman Hong, begitu, dan aku panggil
kau Siau-hou begitu saja ya?"
"Terserah Paman Hong..."
"Nah, begitu jadi kedengaran lebih akrab. Oh
ya, murid-murid Kim-jiok-bun menyebarkan
berita, katanya ayahmu sudah meninggalkan
tempat persem..... eh, maksudku tempatnya
menyepi. Apakah betul?"
"Betul." Wajah Kong-sun Hong mendadak bersinarsinar, menunjukkan harapan akan sesuatu yang
amat berharga. "Benar" Di mana ayahmu
sekarang" Kenapa tidak bersama-sama berjalan
denganmu" Oh, betapa rindunya aku kepada
teman lama ini." "Ayah sudah di dalam tanah."
Kong-sun Hong kaget sekilas. Lalu mukanya
mendadak menunjukkan rasa sedih, bahkan
mengusap-usap matanya dengan ujung jarinya,
dan berkata, "Oh, Temanku yang baik. Tidak
kusangka kau akan mendahuluiku secepat ini.
Aku mengharap, mudah-mudahan kau cepat
menitis kembali ke dunia ini."
Kota Serigala Jilid 3 19 "Para pemilik warung di seluruh dunia tentu
akan berdoa sebaliknya," pikir Yo Siau-hou.
Sikapnya tetap tawar saja menghadapi segala
lagak-lagu Kong-sun Hong itu.
Beberapa saat lamanya Kong-sun Hong
masih mengusap-usap mata sambil mengamburkan kata-kata sedih. Lalu bertanyalah ia, "Apakah yang menyebabkan
kematian sahabatku tercinta itu?"
"Dibunuh." "Ah, keparat! Bangsat-bangsat Kim-jiok-bun
itu benar-benar kejam! Aku bersumpah akan
menuntut darah sahabatku tercinta itu dari
mereka! Siau-hou, jadilah saksi atas sumpahku
yang terdorong oleh persahabatan yang tulus
serta...." "Paman Hong, menurutku ayah tidak
dibunuh oleh anggota-anggota Kim-jiok-bun."
"Hah" Lalu oleh siapa?"
"Belum tahu. Aku sedang mencarinya
sekarang." "Bagaimana kau yakin bukan orang Kim-jiokbun yang membunuh ayahmu" Padahal mereka
Kota Serigala Jilid 3 20 telah sesumbar, pakai upacara sumpah segala,
akan membunuh semua Leng-san-su-ok! Dan
ayahmu adalah salah satu dari Leng-san-su-ok!"
"Anjing menggonggong belum tentu menggigit. Aku yakin pembunuh ayah bukan
orang Kim-jiok-bun, sebab dua murid Kim-jiokbun yang ditugasi membunuh ayah malahan
mati pula di tempat yang sama. Mereka dan
ayahku agaknya dibunuh oleh pihak yang
sama." Kong-sun Hong mengangguk-angguk. Berita
kematian "sahabatnya tercinta" itu sebenarnya
tidak membuatnya sedih sedikitpun. Semua air
mata dan lagak sedihnya tadi hanya untuk
menarik simpati Yo Siau-hou.
"Kalau begitu, Siau-hou, kemana kau mau
pergi mencari pembunuh ayahmu itu?"


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Barangkali di kota Long-koan bisa kumulai
penyelidikanku. Di sana ada Lam Sek-hai."
"Ah, jangan gegabah, Siau-hou. Lam Sek-hai
itu bukan tokoh yang bisa dibuat main-main.
Dulu ketika ayahmu masih bersama aku, dia
pernah berpesan kepadaku. Katanya, Kota Serigala Jilid 3 21 seandainya dirinya mengalami suatu kemalangan, dia mohon kepadaku agar aku
memperhatikanmu, membimbingmu.... oh,
sahabatku yang tercinta, kinilah saatnya akan
kupenuhi janjiku kepadamu dulu."
Kembali Kong-sun Hong berusaha menunjukkan kesedihannya.
Yo Siau-hou mengangguk, tapi cuma sebagai
basa-basi. Ia tidak percaya kalau ayahnya
meninggalkan pesan macam itu kepada Kongsun Hong. Setahu Yo Siau-hou, seumur
hidupnya ayahnya hanya memperhatikan dua
hal, arak dan harta karun. Sehingga Yo Siau-hou
sebagai anak merasa terlalu sering dilupakan.
Karena tidak tahu apa yang sedang
dipikirkan Yo Siau-hou, Kong-sun Hong
melanjutkan rayuannya yang bernada mengharukan itu, "Karena itu, Siau-hou
sekarang ayahmu sudah tiada. Aku sebagai
sahabat karibnya akan bertanggungjawab untuk
keselamatanmu. Marilah. Sebelum meneruskan
perjalanan ke Long-koan, berdiamlah beberapa
hari di rumahku yang tidak jauh dari sini. Kita
Kota Serigala Jilid 3 22 bicara dengan tenang, sambil merundingkan
beberapa hal yang berguna untukmu."
Mula-mula Yo Siau-hou enggan, ia khawatir
jangan-jangan "sahabat ayah" ini juga punya
utang menumpuk di suatu warung arak, lalu
dirinyalah yang disuruh menyicil hutang.
Namun sebuah pikiran lain muncul di benaknya.
Kalau Kong-sun Hong ini mengaku sebagai
teman lama ayahnya, siapa tahu dia bisa
menerangkan sedikit-sedikit tentang kematian
Pangeran In Kui-cu sepuluh tahun yang lalu"
Bukankah ia sedang menyelidiki urusan itu"
Maka sebagai gantinya penolakan, dia
mengangguk setuju. Kong-sun Hong jadi gembira sekali. "Bagus,
mari segera ke rumah pamanmu ini. Kuda ini
cukup kuat untuk kita naiki berdua."
Kedua orang itupun kemudian naik
berboncengan di atas satu kuda.
Mula-mula Kong-sun Hong menjalankan
kudanya ke utara, sepanjang jalan besar ke
Long-koan yang dilalui Yo Siau-hou tadi. Tapi di
sebuah persimpangan kecil, dibelokkannya
Kota Serigala Jilid 3 23 kudanya ke sebuah jalan kecil yang menembus
hutan sampai muncul di kaki sebuah bukit yang
sepi. "Rumahku ada di atas bukit itu," kata Kongsun Hong.
Yo Siau-hou yang membonceng itu diamdiam membatin, "Mungkin sudah menjadi
kebiasaan para garong atau bekas garong untuk
mendirikan tempat tinggal di atas bukit."
Rupanya Yo Siau-hou langsung teringat akan
gubuk kediamannya sendiri yang juga dibangun
di atas bukit yang sepi. Kuda dan dua penunggangnya itupun mulai
mendaki. Dan kemudian Yo Siau-hou tercengang,
ketika melihat yang ada di atas bukit itu
ternyata bukan sekedar sebuah gubuk reyot
seperti kediamannya dulu, tapi sebuah benteng
batu yang tidak tanggung-tanggung. Celah-celah
sempit antara lereng-lereng terjal itu
dihubungkan dengan dinding-dinding batu
terjal yang dilengkapi dengan lubang-lubang
untuk memanah, serta menara-menara Kota Serigala Jilid 3 24 pengintai. Pintu gerbangnya tebal dan kokoh. Di
atas benteng nampak juga sejumlah lelaki
bersenjata aneka-ragam, berjalan hilir mudik
dengan waspada. Pikir Yo Siau-hou lagi, "Seandainya dulu ayah
membangun kediaman macam ini, tentunya Soh
Toa takkan berani sembarangan mencegat aku
di tengah jalan, dan menagih hutangnya dengan
mengancam segala, sampai aku malu terhadap
orang-orang kampung."
Kong-sun Hong melambaikan tangan ke atas
benteng, lalu orang di atas tembok melanjutkan
isyarat kepada orang yang menjaga pintu
gerbang. Terdengar suara gemeretak nyaring
ketika pintu gerbang itu terbuka, lalu Kong-sun
Hong menderapkan kudanya masuk ke dalam
benteng itu. Yo Siau-hou mulai merasa was-was setelah
berada di dalam. Di situ dilihatnya ada ratusan
lelaki bersenjata yang semuanya bertampang
mirip ayahnya, ganas dan nekad, dikelilingi
tembok tinggi yang tak terlompati dan pintu
Kota Serigala Jilid 3 25 gerbang yang tak terdobrak. Seandainya Kongsun Hong bermaksud jahat.
"Sekarang aku bukan saja seperti ikan dalam
jaring, tetapi sudah dalam penggorengan. Cukup
apinya dibesarkan, dan matanglah si ikan,"
begitu Yo Siau-hou mengomentari keadaannya
sendiri, tapi cuma dalam hati.
Orang-orang dalam benteng itu semuanya
bersikap hormat kepada Kong-sun Hong, dan
memanggilnya San-cu (pemimpin gunung). Ada
yang kemudian menuntunkan kudanya segala.
Mereka melintasi sebuah lapangan yang di
pinggirnya penuh macam-macam alat latihan
perang, dan tiba di sebuah bangunan besar yang
bagian depannya ada tangga batu puluhan
tingkat. "Turun di sini, Siau-hou..." suara Kong-sun
Hong masih ramah, tapi sudah mengandung
sikap memerintah. Jauh bedanya dengan ketika
masih merayu di tengah jalan tadi.
Lebih dulu Yo Siau-hou melompat turun, lalu
Kong-sun Hong. Seorang anak buah Kong-sun
Hong lalu membawa kuda itu ke istal.
Kota Serigala Jilid 3 26 Yo Siau-hou melangkah di samping Kong-sun
Hong menaiki tangga batu itu. Meskipun agak
was-was, tapi ia terus melangkah dengan nyali
yang besar. Lagipula, toh Kong-sun Hong masih
tersenyum-senyum ramah, biarpun sulit
diketahui apa yang tersembunyi di balik sikap
ramahnya itu. "Inilah tempat tinggalku, Siau-hou," kata
Kong-sun Hong bernada pamer dan juga sedikit
menggertak. "Tempat ini dikelilingi benteng
batu sepanjang empat li dan lebarnya tiga li.
Ada delapan ratus orang anak buahku yang
bersenjata lengkap, dan setiap hari meningkatkan keterampilan bertempur dalam
latihan-latihan berat. Tiap anak buahku,
mutunya melebihi prajurit-prajurit yang hanya
terbiasa hidup enak di kota-kota. Bagaimana
pendapatmu?" "Hebat," sahut Yo Siau-hou singkat dan datar.
Kong-sun Hong melanjutkan, "Tidak peduli
seorang pendekar yang ilmunya setinggi
apapun, asal sudah masuk kemari, maka mati
Kota Serigala Jilid 3 27 hidupnya sepenuhnya tergenggam di tanganku.
Percaya tidak?" "Hemmm..." Melihat Yo Siau-hou masih tenang-tenang
saja melangkah di sampingnya, Kong-sun Hong
diam-diam membatin, "Boleh juga nyali bocah
ini. Tapi seperti itulah anak kambing yang baru
keluar dari perut induknya, kepada macan pun
bahkan tidak takut. Cuma, aku harus hati-hati
juga. Kalau bocah ini sanggup memusingkan
pihak Kim-jiok-bun, tentunya pantaslah kalau
aku tidak memandangnya kelewat enteng."
Mereka memasuki sebuah ruangan luas. Di
pinggir tembok berjajarlah rak senjata-senjata
yang terminyaki dengan baik, bahkan
tergantung pula sejenis senjata orang barat
yang bisa meledak, larasnya berukiran halus
dari perak, dan nampaknya selalu diminyaki. Di
bagian tengah, ada seperangkat meja kursi
buatan Lam-yang, yang terasa terlalu mewah
untuk ruangan itu. "Silakan duduk," Kong-sun Hong mempersilakan. Kota Serigala Jilid 3 28 Belum pernah Yo Siau-hou melihat kursi
sebagus itu. Namun ia sadar bahwa gunanya
kursi memang untuk diduduki maka duduklah
ia dengan santai. Bahkan terdorong "adat
gunung"nya yang lama, diapun langsung
menaikkan satu kakinya ke kursi, tanpa
mencopot sepatunya yang berdebu.
Kong-sun Hong sedikit menggerakkan
alisnya melihat sikap seperti itu. Tapi ia pun
mengambil tempat duduk, lalu bertepuk tangan
tiga kali. Seorang anak buah Kong-sun Hong masuk
dengan sikap hormat, "Apakah San-cu akan
memerintahkan sesuatu?"
"Sediakan hidangan lezat untuk menyambut
keponakanku ini. Dia adalah putera sahabatku
yang tercinta, Tiat-kak-cui-yo Yo Tiat!"
"Baik, San-cu."
Ketika orang itu berlalu, Kong-sun Hong
berkata kepada Yo Siau-hou sambil tertawa,
"Siau-hou, kuharap kau benar-benar memandang aku sebagai baik ayahmu. Dengan
Kota Serigala Jilid 3 29 demikian, kita mungkin bisa saling bekerja
sama secara menguntungkan."
"Kerja sama?" Yo Siau-hou mulai mendugaduga. Kerja sama yang bagaimana" Janganjangan dirinya akan diajak bergabung dengan
kawanan perampok di bukit ini"
Tapi ia bungkam, menunggu kelanjutan ucapan
Kong-sun Hong. "Dulu aku dan ayahmu adalah teman sematapencahariaan yang amat akrab, kami saling
membela, penuh setia kawan," agar kata-kata
ini lebih meresap, kembali Kong-sun Hong
berusaha untuk berwajah sedih. "Aku tahu,
ayahmu menyimpan sehelai peta harta karun
yang tak ternilai besarnya."
Yo Siau-hou mulai agak paham apa
maksudnya "kerja sama" itu. Namun ia semakin
yakin, lembaran kulit lusuh kepunyaan ayahnya
yang dulu tidak dipercayainya itu, ternyata
menarik minat begitu banyak orang" Termasuk
Kong-sun Hong yang sudah punya "istana
gunung" yang begini megah" Tapi Yo Siau-hou
tetap membungkam. Kota Serigala Jilid 3 30 Dan Kong-sun Hong terus bicara sambil
mengusap-usap matanya yang sebenarnya


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kering sama sekali, "Nah, karena aku adalah
sahabat ayahmu, apakah aku boleh tahu dimana
lembaran peta itu, setelah ayahmu meninggal?"
Sinar mata keserakahan tak dapat
disembunyikan lagi di mata Kong-sun Hong.
Sebaliknya Yo Siau-hou melihat, sudah saatnya
melempar "umpan" untuk memancing keterangan tentang kehidupan masa lalu
ayahnya. Maka diapun mengangguk-angguk,
membuat jantung Kong-sun Hong melompatlompat dalam dadanya. Seolah-olah setiap
anggukan itu berharga selaksa tahil emas.
Dengan mimik amat bersungguh-sungguh,
Yo Siau-hou berkata, "Ya. Memang ayah punya
benda itu. Benda yang amat disayanginya,
bahkan selama tidur atau buang airpun selalu
benda itu tidak terpisah dari tubuhnya."
"Dimana sekarang?" tanya Kong-sun Hong
bernafsu. "Di suatu tempat....." sahut Yo Siau-hou kalem
sambil menggaruk-garuk lehernya. "Tapi kata
Kota Serigala Jilid 3 31 ayah, peta harta karun yang dimilikinya itu
hanyalah seperempat lembar. Baru bisa menjadi
petunjuk lengkap setelah disatukan dengan
yang tiga perempat lembar lainnya. Dan yang
tiga perempat lembar itupun terbagi tiga,
masing-masing dipegang oleh tiga teman baik
ayah lainnya. Nah, sialnya, aku tidak tahu siapa
ketiga orang itu." "Apakah ayahmu belum pernah memberitahukan kepadamu tentang nama dan
alamat tiga tokoh Leng-san-su-ok lainnya, selain
ayahmu?" "Belum pernah."
"Aku tahu!" semangat Kong-sun Hong
berkobar makin hebat. "Aku bisa membantumu
mencari mereka bertiga!"
"Siapa saja mereka?"
"Yang tertua bernama Lou Kim, berjulukan
Kim-teng-hong-lou (Keledai Sinting Berpaku
Emas). Yang kedua bernama Liu Gin, berjulukan
Hong-au-jiat-pian (Cambuk Maut Pencekik
Leher). Yang ketiga."
Kota Serigala Jilid 3 32 "Tunggu, Paman Hong. Cambuk Maut
Pencekik Leher?" Yo Siau-hou tiba-tiba ingat
bekas luka di mayat ayahnya serta dua murid
Kim-jiok-bun dulu. Pada leher mereka terdapat
bekas yang sama, seolah-olah leher mereka
dicekik dengan tali. Ia mulai mencari
kemungkinan. Tali atau cambuk?"
"Ya, Hong-au-jiat-pian. Kenapa?"
"Benarkah tokoh kedua dari Leng-san-su-ok
itu memang ahli dengan cambuknya?"
"Tentu saja benar. Seorang jagoan menjadi
terkenal di dunia persilatan, tidak jarang karena
kemahirannya dalam bermain senjata tertentu.
Liu Gin memang mahir bermain cambuk,
bahkan mematikan buat lawan-lawannya."
Mendengar itu, Yo Siau-hou diam-diam
memutuskan, bahwa di antara tiga sisa Lengsan-su-ok, si nomor dua Liu Gin ini agaknya
paling pantas mendapat perhatian. Namun ia
akan lebih dulu menyelidiki diri Lam Sek-hai di
Long-koan. Kota Serigala Jilid 3 33 "Siau-hou, kenapa tiba-tiba kau nampak
tertarik kepada si nomor dua dari Leng-san-suok ini?" tanya Kong-sun Hong tiba-tiba.
"Ah, tidak apa-apa.... tidak apa-apa..." sahut
Yo Siau-hou sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Cuma agak heran, karena selama hidup
di tempat terpencil, pengalamanku begitu
terbatas sehingga tidak tahu kalau cambukpun
bisa digunakan sebagai senjata, sampai
mendapat julukan yang begitu menakutkan."
Sebagai orang yang jauh lebih berpengalaman, sebenarnya Kong-sun Hong
tahu kalau Yo Siau-hou menyembunyikan suatu
urusan. Tapi ia tidak peduli. Asalkan Yo Siauhou tidak bohong soal peta harta karun itu,
biarpun soal seribu urusan lainpun ia takkan
ambil pusing. "Paman Hong, lalu siapa nama dan julukan
orang ketiga dalam Leng-san-su-ok?"
"Namanya Ma Kong, julukannya Kong-gehui-ma (Kuda Terbang Bergigi Baja). Dan yang
ke empat adalah ayahmu sendiri."
Kota Serigala Jilid 3 34 Yo Siau-hou jadi agak heran. "Jadi, Paman
Hong ini tidak termasuk Leng-san-su-ok"
Tadinya ketika Paman bilang kenal baik ayahku,
aku kira Paman adalah salah seorang Leng-sansu-ok."
Buru-buru Kong-sun Hong menjelaskan, "Ya,
memang. Tapi jangan dikira hubunganku
dengan ayahmu kalah erat dengan hubungan
ayahmu dengan ketiga temannya itu. Sungguh.
Aku dan ayahmu bagaikan saudara sekandung
saja." Mimik wajah Kong-sun Hong nampak
betapa cemasnya kalau sampai Yo Siau-hou
tidak mempercayai penjelasan itu.
"Kalau begitu, Paman tentu tahu dimana sisa
Leng-san-su-ok yang tinggal tiga orang itu
sekarang dimana?" "Ah, soal ini... yah.... sayang sekali. Sepuluh
tahun yang lalu, ketika pihak Kim-jiok-bun
menyebarkan tuduhan bahwa Leng-san-su-ok
itupun berpencaran untuk bersembunyi, dan
aku tidak tahu di mana mereka masing-masing
sekarang." Kota Serigala Jilid 3 35 Kong-sun Hong dan Yo Siau-hou lalu
berbareng menghela napas.
Ketika itulah dua orang anak buah Kong-sun
Hong masuk ke ruangan itu, masing-masing
membawa nampan lebar yang di atasnya penuh
dengan macam-macam masakah. Dengan sikap
hormat, mereka letakkan pinggan-pinggan
masakan itu di meja. Biji leher Yo Siau-hou naik
turun ketika bau masakan menyergap
hidungnya. Agaknya, bahan maupun keahlian
juru masak dalam mengolahnya, tidak kalah
dengan yang di Ban-hoa-lim.
Melihat Kong-sun Hong gejala-gejalanya
belum juga mau mempersilakan makan, masih
ingin berbicara lagi, maka Yo Siau-hou tanpa
sungkan-sungkan mengambil prakarsa, "Paman
Hong, bolehkah aku mulai makan?"
Dengan agak terpaksa, Kong-sun Hong
mempersilakan, "Ya... ya... makanlah sepuasmu,
jangan sungkan-sungkan."
"Terima kasih, Paman. Mari....." waktu
berkata begitu, jempol dan telunjuk Yo Siau-hou
sudah menjepit sepotong daging kambing besar.
Kota Serigala Jilid 3 36 Ia tidak biasa menggunakan sumpit sejak kecil,
sebab memakai sumpit malah akan menghalangi keleluasaannya.
Melihat betapa lahapnya putera "sahabat
tercinta" itu, Kong-sun Hong jadi khawatir kalau
dirinya nanti tidak kebagian. Maka tangannya
pun mulai beraksi, biarpun ada sumpit tersedia,
dia juga lebih suka dengan jari-jari tangannya
agar tidak kalah cepat. Itulah perjamuan
bergaya golongan hitam. Tapi agaknya Kong-sun Hong tidak sabar
melanjutkan pembicaraan sampai selesainya
makan. Selagi mulutnya masih penuh makanan,
ia sudah blak-blakan mengutarakan maksudnya. "Siau-hou, kalau kau bekerja
sendiri, tentu akan mengalami banyak kesulitan
dalam menggali harta karun itu. Apalagi kau
harus lebih dulu mengumpulkan tiga lembar
sobekan peta yang lain."
"Gila..." pikir Yo Siau-hou tanpa menghentikan makannya. "Kapan aku pernah
bilang mau mengumpulkan peta dan menggali
harta karun?" Kota Serigala Jilid 3 37 "Karena itu..." Kong-sun Hong sambil
menggiling sepotong daging ayam dengan gigi
gerahamnya, "... kau sebaiknya bekerja sama
denganku. Mari, serahkan seperempat lembar
peta yang kau terima dari ayahmu kepadaku,
nanti kita bersama-sama mencari jejak ketiga
Leng-san-su-ok lainnya, lalu bersama-sama
menggali harta itu. Kita bagi lima. Mereka
bertiga, kita berdua. Nah, adil bukan" Itu lebih
baik daripada kau keluyuran sendiri, tanpa
teman, tanpa tujuan pasti, dikejar-kejar orang...
dan jangan-jangan nanti nyawamu sudah
amblas sebelum menemukan harta karun itu.
Benar bukan?" "Wah, pintar sekali juru masak yang
mengolah ini." Kong-sun Hong harus menyabarkan diri
melihat tingkah itu. Masih digunakannya cara
membujuk untuk mendapatkan yang diingininya. "Nah, keponakanku yang baik,
mana seperempat lembar peta tinggalan
ayahmu" Mari sini."
Kota Serigala Jilid 3 38 Tangan Kong-sun Hong sudah terulur, siap
menerima. "Paman Hong, sobekan peta itu tidak ada
padaku, tapi ada pada pembunuh ayahku."
"Siapakah pembunuh ayahmu?"
"Belum tahu, sedang kuselidiki."
"Di mana kira-kira dia?"
"Juga tidak tahu."
Maka tahulah Kong-sun Hong bahwa
hidangan yang digelarnya di meja itu ternyata
hanya dilalap gratis oleh Yo Siau-hou, tanpa
mendapat imbalan apa-apa. Mukanya menjadi
merah padam, tanpa sadar dia menggebrak
meja begitu keras, sehingga seekor udang
goreng tepung pun sampai bisa kaget dan
melompat mencebur ke dalam sop kentang.
"Jadi sejak tadi, kau hanya mempermainkan
aku"!" bentaknya.
"Lho siapa yang mempermainkan Paman"
Pamanlah yang bertanya dan aku cuma
menjawab apa adanya. Paman sendiri yang
dipermainkan oleh angan-angan Paman yang
disusun-susun sendiri, lalu Paman kecewa
Kota Serigala Jilid 3 39 ketika kenyataannya tidak demikian. Jangan
salahkan aku." Kong-sun Hong jadi malu sendiri karena
kehilangan kendali perasaannya. Namun
darahnya masih terasa menghangat. Sesaat ia
bungkam mulutnya, namun berpikir, "Bocah ini
benar-benar tidak kenal takut. Tapi kalau aku
marah-marah saja, malah merugikan martabatku sendiri, menimbulkan kesan bahwa
aku berhasil dipermainkan oleh bocah kemarin
sore. Baiklah, akan kucoba memancing lagi
dengan bujukan."

Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cepat-cepat Kong-sun Hong menekan
kemarahannya, lalu dengan agak canggung
mencoba mengembalikan sikap ramahnya,
"Maaf, atas kemarahanku tadi. Keponakanku
yang baik, semua itu kulakukan hanya demi
masa depan dirimu, sebab kau adalah anak
sahabatku yang tercinta. Sekali lagi maaf. Ayo,
teruskan makannya." Tak terduga sikap dan jawaban Yo Siau-hou
malah semakin menjengkelkannya. Anak muda
itu tidak lagi menyambar makanan-makanan di
Kota Serigala Jilid 3 40 atas meja, melainkan mengusap-usapkan jarijari tangannya yang berlepotan kuah dan
minyak itu ke celananya sendiri, sambil
menjawab, "Terima kasih, Paman. Makanannya
enak sekali. Tapi tidak baik kalau perutku
terlalu penuh, padahal sebentar lagi aku harus
melarikan diri." "Melarikan diri" Dari mana?" Kong-sun Hong
bingung. "Ya dari sini. Darimana lagi?"
"Ke... kenapa harus begitu?"
"Ya harus begitu, supaya umurku panjang
dan kelak sempat melihat anak-cucuku. Tadi
aku mau diajak kemari, karena kukira Paman
benar-benar sahabat ayah yang tulus. Ternyata
Paman cuma mengingini peta tentang harta
karun itu. Kujawab tidak tahu, dan aku yakin
Paman tidak mempercayaiku. Paman kira aku
menyembunyikan barang itu. Maka bagiku ya
tidak ada jalan lain, kecuali siap-siap untuk
kabur." Sadar bahwa maksud hatinya sudah kena
ditebak tepat, muka Kong-sun Hong berubah
Kota Serigala Jilid 3 41 menjadi dingin dan bengis. Katanya terangterangan, "Memang aku tidak percaya kalau kau
tidak tahu sama sekali dimana sobekan peta itu.
Maka kau harus memberi keterangan yang
sebenarnya kepadaku, kalau perlu aku akan
menyiksamu." "Nah, itulah alasanku yang terpenting
kenapa tidak kuisi perutku penuh-penuh. Cukup
asal ada tenaga untuk berlari. Aku sudah jera
lari dengan perut kelaparan dan kaki lemas,
seperti ketika dikejar murid-murid Kim-jiokbun di Ki-siong-koan."
"Bangsat! Kau pikir kau bisa melawan aku,
dan delapan ratus orang-orangku yang
terlatih"!" "Aku tidak bilang mau melawan, tapi mau
lari saja." "Keparat! Kalau belum melihat peti mati di
depan matamu, agaknya kau belum bisa keluar
airmatanya! Masih berani kau bermain-main
seperti itu?" seru Kong-sun Hong marah.
Dengan gerak cepat ia bangkit dari kursi,
menghunus pedang yang tak pernah terpisah
Kota Serigala Jilid 3 42 dari pinggangnya, lalu melompati meja untuk
menyerang Yo Siau-hou. Yo Siau-hou cepat berkelit dari tikaman.
Masih sempat ia menyambar semangkuk sop
panas untuk disiramkan ke muka Kong-sun
Hong sambil berseru. "Tadi Paman belum
mencicipi sopnya." Sambil menahan luncuruan tubuhnya,
pemimpin gerombolan itu menutupkan lengan
ke wajahnya, terutama melindungi matanya.
Sementara itu Yo Siau-hou sadar bahwa
"bendera perlombaan sudah dikibarkan" dan ia
tidak mau kehilangan waktu sekejap matapun.
Bahkan ia tidak mau membuang waktu-waktu
untuk melihat dulu bagaimana hasil siraman
kuahnya. Ia langsung lari secepat kilat ke rak
senjata, untuk mengambil sebatang toya kayu
hitam. Beberapa detik Kong-sun Hong harus
mengusap-usap wajahnya dari kuah yang tak
sepenuhnya bisa dihindarinya. Biarpun
matanya tidak kena, tapi ia akan kehilangan
pamor di depan anak-buahnya, kalau wajahnya
Kota Serigala Jilid 3 43 Yo Siau-hou cepat berkelit dari tikaman. Masih sempat
ia menyambar semangkuk sop panas untuk disiramkan
ke muka Kong-sun Hong Kota Serigala Jilid 3 44 nampak "gurih" dengan seiris wortel nomplok
di jidatnya. Waktu itulah Yo Siau-hou sudah lari
keluar. Ketika di luar berpapasan dengan
sekelompok anak buah Kong-sun Hong. Yo Siauhou cepat berkata, "Celaka! Paman Hong.... eh,
San-cu kalian keracunan makanan! Cepat tolong
dia di dalam!" Sebagian bandit itu belum pernah mengenal
Yo Siau-hou, tapi sebagian lainnya melihat
bagaimana tadi anak muda ini datang
berboncengan kuda dengan pemimpin mereka,
dan bagaimana sang San-cu dengan akrab
menyebutnya "keponakanku". Maka mereka
segera berlarian masuk ke ruangan.
Ketika Yo Siau-hou bertemu dengan
rombongan lainnya, ia mengatakan hal yang
sama, dan kelompok kedua inipun langsung
menyerbu ke ruangan besar untuk menunjukkan kesetiaan kepada pimpinan
mereka. Tapi mereka baru sampai di undakan
batu, ketika kelompok pertama sudah keluar
kembali. Kedua rombongan itu bertabrakan di
Kota Serigala Jilid 3 45 pintu, beberapa orang jatuh bergulingan ke
bawah tangga batu, memperoleh benjolanbenjolan di jidat atau tubuh yang memar.
"Bagaimana dengan San-cu" Kabarnya dia
keracunan, apakah perlu dipanggilkan tabib?"
"Kejar orang tadi!"
"Apakah dia itu tabibnya?"
"Bukan! Dia itu... bangsat!"
"Lho, dia yang meracuni San-cu?"
"Minggir! Kami mau mengejar dia!"
Waktu itu Yo Siau-hou sudah berlari-lari di
antara bangunan-bangunan kediaman para
bandit. Dan ia terus menjalankan siasatnya,
tahap pertamanya adalah, membingungkan
lawan. "Di aula utama ada kebakaran! Cepat tolong
ke sana!" Para bandit yang mendengarnya segera
gugup mencari tahang air, pasir, galah berkait
dan sebagainya, lalu berhamburan ke aula. Di
sana mereka tidak menjumpai api, tapi hanya
menjumpai teman-teman sendiri yang bicara
simpang-siur. Ada yang berteriak "tangkap si
Kota Serigala Jilid 3 46 bangsat" ada yang "Panggilkan tabib" dan ada
pula yang "mana apinya".
Sementara itu, ketika bertemu rombongan
lainnya, Yo Siau-hou berkata, "San-cu
memerintahkan agar semua kuda dikeluarkan
dari kandang! Tidak boleh terlambat, kalau
terlambat kalian akan dihukum mati!"
Sadar betapa kejamnya pimpinan mereka,
para bandit dengan tergesa-gesa menuju ke istal
kuda, untuk mengeluarkan puluhan ekor kuda
yang ada di situ. Tanpa tahu apa maksudnya,
pokoknya jalankan dulu "perintah San-cu".
Tetapi kepada segerombolan bandit lainnya,
Yo Siau-hou berkata, "Dengar! Ada sebagian
teman-teman kita yang berkhianat! Mereka
hendak meninggalkan benteng ini dengan
membawa semua kuda yang kita miliki! Karena
itu, siapa yang masih setia kepada San-cu, cepat
pergi ke istal untuk mencegah mereka, kalau
perlu dengan kekerasan!"
Gerombolan bandit itu memang bukan
perajurit kerajaan yang punya jalur komando
yang rapi. Maka merekapun langsung menuju
Kota Serigala Jilid 3 47 ke kandang kuda dengan senjata-senjata
terhunus, siap mencegah "kawan-kawan yang
berkhianat". Jumlah kawanan bandit juga ada
ratusan orang dan tidak saling mengenal
dengan baik, maka mereka pun menyangka Yo
Siau-hou benar-benar salah satu teman mereka
yang membawa perintah San-cu.
Di dekat kandang kuda segera terjadi
perkelahian sengit antara sesama bandit
sendiri, masing-masing bersikeras "menjalankan perintah San-cu". Memangnya
para bandit adalah manusia-manusia kasar
yang tidak biasa pakai otak, maka ketika
kesalah-pahaman tak terselesaikan, merekapun
langsung berbaku hantam. Pertempuran bahkan meluas ketika masingmasing pihak dibantu kawan-kawan masingmasing.
Pertempuran di antara mereka barulah
berhasil dihentikan, ketika Kong-sun Hong
sendiri datang untuk mencaci-maki anak
buahnya sendiri. Saat itu barulah semua bandit
mendengar perintah yang seragam dari mulut
Kota Serigala Jilid 3 48 Kong-sun Hong sendiri, untuk mencari dan
menangkap Yo Siau-hou, tapi tidak boleh
membunuh. Maka mulailah para bandit menggeledah
sarang mereka sendiri. Namun karena luasnya
benteng gunung itu, maka pencarian jadi agak
lambat. Sampai matahari mulai terbenam,
buruan mereka belum diketemukan.
"Sudah ketemu?"
"San-cu, bangsat itu pintar sekali bersembunyi. Kami belum menemukannya."
"Goblok! Cari terus!"
"Mungkinkah dia sudah meninggalkan
benteng ini?" "Tidak mungkin! Semua jalan keluar dijaga
ketat. Cari terus. Kalian ini mencari seorang
anak ingusan saja tidak becus!"
"Sudah gelap, San-cu!"
"Nyalakan obor! Sebagian dari kalian, cari di
lereng-lereng bukit di sekitar benteng!"
Maka pencarianpun digiatkan, sampai
terlewati jam makan malam. Bagi Kong-sun
Hong, urusan Yo Siau-hou bukan sekedar
Kota Serigala Jilid 3 49 urusan rasa malu karena dirinya dipermainkan
bocah kemarin sore, tapi juga soal seperempat
lembar peta harta karun tinggalan Yo Tiat.
Tapi, seisi benteng terkejut ketika dari
menara pengintai tiba-tiba terdengar genta
dibunyikan. Genta yang hampir berkarat karena
sudah bertahun-tahun membisu itu, kini tibatiba berdentang-dentang mengguncangkan
udara malam di bukit itu, memberitahu
datangnya bahaya. Kemudian, para bandit yang mencari di luar
benteng pun tiba-tiba berebutan masuk kembali
ke dalam benteng dengan wajah gugup, sambil
berseru-seru panik, melengkapi suara genta di
menara pengintai. "Tentara kerajaan mengepung bukit ini!"
seorang bandit terengah-engah melapor kepada
Kong-sun Hong. "Jumlah mereka jauh lebih
banyak daripada kita!"
Wajah Kong-sun Hong kontan merah padam.
Urusan yang satu belum selesai, tahu-tahu
muncul urusan lainnya. "Bangsat! Hentikan dulu
Kota Serigala Jilid 3 50 pencarian! Semuanya siap untuk mempertahankan benteng!"
**SF**

Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk lebih meyakinkan laporan anakbuahnya, Kong-sun Hong sendiri naik ke
benteng. Dari situ dilihatnya kaki bukit seolah
dipenuhi ribuan kunang-kunang. Itulah oborobor serdadu kerajaan yang entah berapa besar
jumlahnya. Dan obor-obor itu terlihat mulai
bergerak naik ke atas bukit dari berbagai
penjuru. Mula-mula Kong-sun Hong heran, selama ini
ia merasa tidak pernah bentrok dengan pihak
tentara, caranya "mencari nafkah" juga tidak
menyolok sekali. Tidak pernah merampok atau
membegal terang-terangan, tapi sekedar "minta
sokongan keamanan" di desa-desa dan kotakota terdekat. Bahkan di tempat yang tidak ada
tentaranya, Kong-sun Hong menjadi "pelindung" di situ. Kenapa sekarang mendadak
sarangnya diserbu tentara"
Tapi kenyataannya, di lereng bukit ada
pasukan tentara sedang bergerak naik menuju
Kota Serigala Jilid 3 51 sarangnya. Maka rasa heran pun berubah
menjadi marah. Perintahnya kepada anak
buahnya, "Siapkan batu, balok kayu dan panah!"
Para bandit segera mempersiapkan apa yang
diperintahkan. Beberapa saat suasana di seluruh bukit jadi
sunyi dan tegang. Tentara kerajaan merambat
lambat di lereng bukit, sementara di atas
benteng sudah menunggu batu-batu besar,
balok-balok kayu besar, panah-panah, bahkan
belasan pucuk bedil sundut yang dibeli secara
gelap dari orang-orang asing kulit putih di
bandar Kanton. Ketika obor-obor tentara sudah sampai
pinggang bukit, Kong-sun Hong meneriakkan
aba-aba untuk menyerang. Sekejap kemudian,
kesunyian malam digantikan suara gemuruh
batu dan balok yang dilempar-lemparkan para
bandit. Menggemuruh ke bawah, seolah-olah
bukit sendiri yang runtuh.
Barisan obor di lambung bukit nampak
kacau dalam gerakan mundur kembali ke kaki
bukit, seperti ribuan kunang-kunang yang
Kota Serigala Jilid 3 52 beterbangan simpang-siur. Para bandit di atas
bukitpun bersorak-sorak mengejek.
"Mampus mereka!"
"Coba kita lihat, mereka masih berani naik
kembali atau tidak!"
"Cepat tambahkan batu dan balok di bagian
sini, siapa tahu musuh mencoba naik kembali!"
Tentara kerajaan yang menyerbu itu datang
dari kota Ki-siong-koan, dipimpin langsung oleh
Ciu Him-tiang, panglima di kota itu. Ia memang
sadar bahwa para bandit pertama-tama akan
bertahan dengan cara kuno itu. Maka sengaja ia
suruh pasukannya maju perlahan untuk
menjajagi reaksi lawan. Ketika lawan
meluncurkan batu-batu besar dan balok,
pasukan Ciu Him-tiang dengan cepat berhasil
menyelamatkan diri kembali ke kaki bukit
dengan cepat. Beberapa anggota pasukan tak terhindar
menjadi korban, tapi pasukan itu hampir
sepenuhnya masih utuh. "Sekarang, regu yang membawa panah api,
majulah ke pinggang bukit. Tidak usah
Kota Serigala Jilid 3 53 membawa obor agar tidak terlihat dari atas
bukit," perintah Ciu Him-tiang kemudian.
"Sampai di pinggang bukit, langsung serang!"
Selain membawa api, regu itu juga membawa
bumbung besar berisi obat peledak yang
ekornya diberi sumbu. Benda itu bisa meluncur
jauh dan menimbulkan kobaran api di pihak
lawan. Berabad-abad sebelumnya, benda itu tak
lebih alat untuk menambah meriahnya malammalam pesta. Tapi ketika Jengish Khan pada
abad keduabelas meluaskan kekuasaannya,
benda itu diubah menjadi senjata penyerang
kota-kota bertembok. Dibantu senjata macam
itulah tentara Mongol di bawah Jengish Khan
pernah hampir berhasil menyatukan Eropa dan
Asia di bawah sepatu penjajahannya.
Regu pembawa panah api dan roket-roket
itu merunduk maju dalam kegelapan. Dan
begitu sampai di lambung bukit, tiba-tiba
panah-panah api serta roket-roket mereka
mengejutkan para bandit di atas bukit.
Kong-sun Hong dan gerombolannya menjadi
agak kacau oleh serangan itu. Panah-panah api
Kota Serigala Jilid 3 54 masih gampang ditanggulangi, tapi "petasanpetasan raksasa" yang beterbangan dan
berledakan di dalam benteng itu menimbulkan
kebakaran di berbagai sudut. Kepanikan tak
terhindarkan lagi. Seolah-olah teriakan "kebakaran" dari mulut
Yo Siau-hou siang tadi adalah sebuah kutukan
yang manjur, maka malam harinya sarang
Kong-sun Hong benar-benar mengalami
kebakaran hebat. "Sebagian memadamkan api, dan sebagian
lagi tetap berjaga di atas benteng!" Kong-sun
Hong berteriak membagi tugas. "Selamatkan
kuda-kuda di dalam istal, dan ruang
penyimpanan harta kita! Cepat!"
Saling tabrak para bandit itu berlarian
menjalankan perintah sang San-cu.
Kobaran api di sarang Kong-sun Hong
hendak menjilat langit, dan terlihta oleh Ciu
Him-tiang di bawah bukit. Ia menjadi besar hati.
"Regu pendobrak maju!" perintahnya.
Regu yang disebutkan itu hanya terdiri dari
sedikit orang, tapi merekalah serdadu-serdadu
Kota Serigala Jilid 3 55 yang terpilih karena ketangkasan, keberanian
dan kecerdasan mereka. Bagaikan kelinci-kelinci liar yang diusik
sarangnya, anggota-anggota regu pendobrak itu
berlari-lari cepat ke atas bukit. Selain membawa
senjata-senjata biasa, mereka juga membawa
kantong-kantong bahan peledak yang akan
digunakan untuk membuka secara paksa pintupintu benteng sarang bandit itu.
Ketika tiba di lambung bukit, di mana temanteman mereka masih sibuk menembakkan
panah api dan petasan raksasa ke atas, regu
pendobrak ini berhenti. Pemimpin regunya
berbicara kepada pemimpin regu pemanah api.
"Kosongkan jalur ini dari serangan-serangan
kalian, supaya kami dapat mendekati benteng
musuh tanpa terancam dari belakang oleh
teman-teman sendiri," kata pemimpin regu
pendobrak. "Kami membawa bubuk peledak
dalam jumlah banyak, kalau kena panah api
kalian, kami bisa jadi daging abon."
"Baik," sahut komandan regu pemanah api.
"Akan kugeser sedikit arah serangan orangKota Serigala Jilid 3
56 orangku, dan pimpin orang-orangmu lewat jalur
yang kukosongkan. Hati-hati. Batu, balok dan
panah dari atas benteng itu barangkali belum
habis." Komandan regu pemanah api dan
penghancur roket, lalu menggeser serangan,
agar tidak mengenai punggung teman-teman
sendiri dari regu pendobrak. Sedang regu
pendobrak terus bergerak di atas bukit dengan
berani. Tapi serangan panah api dan roket tidak
mengendor, sehingga bukit itu seolah sedang
menyelenggarakan pesta kembang api.
Meskipun malam gelap melindungi gerakan
regu pendobrak, namun setelah dekat benteng,
mereka terlihat juga oleh para bandit dari atas
benteng. Itu antara lain karena cahaya api yang
sebentar-sebentar berkilat di angkasa.
"Laporkan kepada San-cu, ada musuh
mendekati pintu gerbang!"
"Bertahan dan tunggu perintah San-cu!"
Kota Serigala Jilid 3 57 Para bandit lalu melepaskan panah dan
lembing ke arah anggota-anggota regu
pendobrak dari tentara kerajaan.
Beberapa anggota regu roboh kena panah
atau lembing, yang lainnya buru-buru
berlindung di balik pepohonan, batu-batu atau
lekukan tanah. Namun mereka terus merayap
maju. Setelah jarak dengan pintu gerbang cukup
dekat, beberapa orang dengan nekad berlari di
bawah hujan lebat panah dan lembing untuk
berusaha meletakkan bumbung-bumbung berisi
bahan peledak di sela-sela bawah pintu
gerbang. Beberapa anggota regu terbunuh
sebelum berhasil, namun lain-lainnya berhasil
dengan baik. "Berlindung dan lemparkan api!" teriak
komandan regu kecil itu. Api dilemparkan, dan beberapa detik
kemudian sebuah ledakan hebat menggelegar,
merontokkan pintu gerbang sarang bandit yang
terbuat dari papan-papan tebal itu. Sebelah
daun pintunya remuk dan terbakar, yang
Kota Serigala Jilid 3 58 sebelah lagi hampir copot dari engselnya
sehingga tergantung miring seperti lengan yang
patah. Beberapa bandit yang berdiri dekat pintu
gerbang, bahkan sampai terlempar jatuh.
"Pintu gerbang rusak!"
"Cepat laporkan kepada San-cu!"
"Pertahankan pintu gerbang, jangan sampai
musuh menerobos masuk!"
Seorang bandit berlari menemui Kong-sun
Hong dan melaporkan kejadian di pintu
gerbang. Kong-sun Hong berubah-ubah wajahnya, sebentar pucat sebentar merah.
Giginya gemeretak, dadanya menahan gelombang amarah yang seolah hampir
menjebol tubuhnya. "Hari sial buatku, tapi kuharap bukan hari
kematianku..." desisnya. Tiba-tiba diapun
berteriak memerintah, "Keluarkan semua kuda
dan pasang pelana! Daripada mati terbakar
hidup-hidup di sini, semuanya ikut aku untuk
menerjang ke bawah bukit, untuk coba-coba
mencari tambahan umur!"
Kota Serigala Jilid 3 59 Persiapan lari para bandit berlangsung serba
panik dan tergesa-gesa, di sela-sela bangunan
yang semakin hebat terbakar. Kuda-kuda
dikeluarkan dipasangi pelana dengan tergesagesa lalu dinaiki dan dipacu keluar lewat pintu
gerbang yang sudah jebol. Kong-sun Hong
berkuda paling depan dengan muka yang
beringas. Tangan kiri memegang kendali,
tangan kanan memegang pedangnya yang
besar. Sementara itu, Ciu Him-tiang mendengar
suara ledakan pintu gerbang dari bawah bukit.
Ia tahu sudah tiba saatnya untuk membawa
seluruh pasukannya menyerbu naik, karena
yakin bahwa regu pendobrak sudah berhasil
bekerja dengan baik. Sebuah isyarat diberikan, dan bergeraklah
pasukannya naik ke bukit, dibarengi sorak-sorai
dan acungan ribuan ujung senjata yang berkilatkilat.
Ciu Him-tiang sendiri, dengan menunggangi kuda, berjalan paling depan
sambil mengempit golok Koan-to yang
bertangkai panjang. Kota Serigala Jilid 3 60 Namun sebelum pasukan itu mencapai
separuh ketinggian bukit, tiba-tiba dari atas
bukit terdengar derap kuda yang gemuruh. Lalu
nampak regu pemanah api serta regu


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendobrak yang tadinya maju lebih dulu, kini
berhamburan mundur untuk bergabung dengan
pasukan Ciu Him-tiang. "Ada apa?" tanya Ciu Him-tiang kepada
serdadu-serdadunnya yang mundur itu.
"Apakah musuh melepaskan batu-batu dan
balok-balok kayu lagi?"
"Para bandit keluar dari benteng dengan
menunggangi kuda, menyerbu kemari dipimpin
Kong-sun Hong sendiri!"
Ciu Him-tiang terkesiap. Musuh berkuda dari
atas bukit, pasukannya sendiri cuma berjalan
kaki dan sedang mendaki bukit, maka dalam
soal kedudukan, pasukannya kalah. Terjangan
musuh pasti deras sekali.
Deru kuda para bandit semakin dekat, maka
Ciu Him-tiang tanpa berlambat-lambat lagi
segera berseru, "Musuh menyerbu dengan kuda
Kota Serigala Jilid 3 61 dari atas bukit! Cari tempat perlindungan atau
mundur ke bawah, dan sergap mereka!"
Para serdadu menjalankan perintah itu
dengan caranya sendiri-sendiri. Mereka
bergerak agak kacau untuk mencari posisi aman
dari terjangan musuh-musuh berkuda. Banyak
yang memanjat batu besar atau pohon tinggi.
Yang tidak kebagian tempat-tempat macam itu,
surut kembali ke kaki bukit untuk menyusun
pertahanan. Ketika serbuan dari atas bukit tiba,
pertempuran sengit tak terelakkan lagi. Tidak
sedikit jumlah serdadu kerajaan yang belum
sempat mendapat perlindungan atau mundur
ke kaki bukit, menjadi korban kaki kuda-kuda
yang berderap sebengis penunggangpenunggangnya. Sebaliknya, tidak sedikit pula
kaum bandit yang kena sergap serdadu
kerajaan yang melompat dari atas pohon, atau
menyerampang kaki kuda dari balik batu-batu
besar, lalu langsung melakukan serangan
mematikan. Kota Serigala Jilid 3 62 Darah yang sudah tertumpah dari kedua
pihak seperti minyak disiramkan ke dalam api,
menambah hebat kobaran kemarahan kedua
pihak. Seluruh lereng bukit segera menjadi riuhrendah oleh kuda yang meringkik-ringkik,
gemerincing senjata berbenturan, dan teriakan
tak keruan dari orang-orang yang mendadak
mabuk darah. Ciu Him-tiang memajukan kudanya untuk
menyongsong para bandit. Golok bertangkai
panjangnya berkelebatan hebat, merobohkan
belasan bandit. Tapi dilihatnya pasukannya sulit
bertahan di lereng bukit yang lebih
menguntungkan lawannya. Maka disuruhnya
pasukannya mundur bergelombang ke kaki
bukit, bergabung dengan sebagian besar
pasukan lainnya yang sudah lebih dulu
mengatur diri di kaki bukit.
(Bersambung Jilid 4) Bantargebang, 23 Mei 2018
Kota Serigala Jilid 3 63 Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 3 64 Kota Serigala Jilid 4 1 Kota Serigala Jilid 4 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid IV Kong-sun Hong juga sudah mewarnai
pedangnya dengan darah. Semangatnya
bertambah, ketika melihat pasukan kerajaan
bergeser mundur. Sambil berteriak dan
mengambuk bagaikan orang kesurupan, ia
menyuruh orang-orangnya agar mengejar dan
membunuh sebanyak-banyaknya.
Sementara itu, biarpun agak lambat dan
kacau, pasukan kerajaan berhasil mencapai
dataran di kaki bukit. Para bandit mengejar
dengan buas. Tiba-tiba mereka disambut hujan
lembing dan panah, membuat sebagian dari
mereka terjungkal ke tanah untuk diinjak-injak
kaki kuda teman-teman sendiri dari barisan
belakang. Kota Serigala Jilid 4 2 "Bagus!" Ciu Him-tiang bersorak gembira
melihat keberhasilan awal pasukannya. Ia
melihat, biarpun pasukannya tidak menunggang
kuda, tapi punya dua keunggulan. Pertama,
jumlah pasukannnya jauh lebih banyak. Kedua,
pasukannya lebih terlatih bertempur dengan
kompak, tidak asal menyerbu saja seperti anakbuah Kong-sun Hong. Pasukannya bergerak
dengan liat dan teratur sebagai satu kesatuan.
Di dataran kaki bukit, pasukan kerajaan
memang berhasil membuat gerak tipu yang
mengacaukan para bandit. Ketika para
perampok menyerbu dengan kuda, bagian
tengah pasukan kerajaan melengkung ke
belakang seolah-olah terpukul mundur, dan
para bandit terus mengejar ke dataran.
Namun bagian kanan dan kiri pasukan
kerajaan tiba-tiba melakukan gerakan melingkar. Yang dekat segera menjepit ke
tengah untuk membantu pasukan tengah,
sedang yang jauh malah langsung mendaki
bukit kembali untuk mencari posisi tinggi yang
lebih menguntungkan. Dengan jumlah yang
Kota Serigala Jilid 4 3 lebih besar, kini berbalik malah mengurung
para bandit. Para bandit yang tadinya merasa hampir
menang, kini berubah jadi kebingungan melihat
para serdadu seolah-olah muncul dari segala
tempat di sekeliling mereka. Dasar bandit yang
tak pernah latihan bertempur secara kompak,
hanya mengandalkan ketangkasan dan keberaniannya sendiri-sendiri, dalam situasi
membingungkan itupun mereka mengambil
tindakan sendiri-sendiri. Ada yang coba naik
kembali ke bukit, ada yang mati-matian
mencoba menembus kepungan ke arah lain.
Kong-sun Hong sendiri tidak tahu bagaimana
harus mengatur anak buahnya, sebab ia pun
cuma ingat untuk menyelamatkan dirinya
sendiri. Sedangkan Ciu Him-tiang dibebani tugas
untuk menangkap Kong-sun Hong hidup atau
mati. Maka sejak pertempuran dimulai, tak
henti-hentinya ia memperhatikan setiap musuh.
Dan ketika dilihatnya di antara perampok ada
seorang penunggang kuda yang tangkas
Kota Serigala Jilid 4 4 mengayunkan pedang, berewokan, maka Ciu
Him-tiang langsung menebak bahwa orang
itulah si pemimpin gerombolan bandit.
Kudanya segera diderapkan menembus
hiruk pikuknya pertempuran, mendekati Kongsun Hong sambil membentak, "Kong-sun Hong,
mau lari ke mana kau?"
Kong-sun Hong menoleh agak kaget, lalu
berteriak marah, "Kau Ciu Him-tiang, Panglima
Ki-siong-koan"!"
"Benar, tugasku adalah menangkapmu!"
Kong-sun Hong tertawa mengejek, "Berapa
kau dibayar oleh Lam Sek-hai, sehingga sudi
menjalankan perintah germo keparat yang
berkedok orang terhormat itu"!"
Ciu Him-tiang menyahut gusar, "Aku
diperintah oleh Cong-tok (Panglima tertinggi
propinsi), atasanku! Apa maksudmu dengan
ucapan kotor itu"!"
Kong-sun Hong tambah keras tertawanya,
"Wah, jadi kau tidak sadar kalau sebenarnya
kau diperalat Lam Sek-hai di Long-koan" Begitu
juga atasanmu" Masa kau tidak tahu kenapa
Kota Serigala Jilid 4 5 Lam Sek-hai ingin membasmi aku" Kalau belum
tahu, dengarlah, karena aku dianggap
menyaingi sumber rejekinya Lam Sek-hai!
Karena aku juga mempunyai rumah judi, rumah
pelacuran, menyelundupkan candu, dan
menarik iuran keamanan dari orang-orang yang
butuh perlindungan! Karena itu Lam Sek-hai
menyuruh Cong-tok, agar Cong-tok menyuruhmu membasmi aku, supaya dia dapat
menguasai sendiri sumber-sumber penghasilan
di kawasan ini! Kau kira aku tidak tahu"!
Ciu Him-tiang termangu-mangu, ragu-ragu
apakah ucapan Kong-sun Hong itu benar atau
ngawur. Ia memang mendapat perintah dari
Cong-tok untuk "membersihkan para penjahat",
dan sebagai bawahan, diapun melaksanakan
dengan patuh. Tapi ucapan Kong-sun Hong itu
agak masuk akal juga. Kalau benar Cong-tok
ingin "membersihkan penjahat", kenapa tidak
serentak di seluruh propinsi, melainkan cuma
kelompok Kong-sun Hong yang digasak" Sedang
kelompok Kong-sun Hong itu tergolong "sopan"
dalam pekerjaan mereka, tidak terang-terangan
Kota Serigala Jilid 4 6 menantang tentara kerajaan. Ciu Him-tiang
makin curiga, jangan-jangan memang benar
Lam Sek-hai yang mendalangi semua ini" Kalau
benar, alangkah sia-sia serdadu-serdadunya
yang tewas. Mereka tewas bukan sebagai
prajurit yang menjalankan tugas kerajaan, tapi
demi "kepentingan dagang" Lam Sek-hai
pribadi. Hanya saja, biarpun ia mulai ragu-ragu, Ciu
Him-tiang juga tak mau menelan mentahmentah ucapan Kong-sun Hong begitu saja.
Tugas tetap tugas, dan sebagai bawahan Congtok, ia harus menjalankannya.
"Kau mengucapkan fitnahan yang tidak
masuk akal, Kong-sun Hong. Lebih baik jangan
mengajakku berbantahan, serahkan saja
tanganmu untuk dibelenggu. Aku hanya
perajurit yang menjalankan tugas sebaikbaiknya untuk menangkapmu."
"Oh, perajurit yang setia namun goblok!
Kasihan sekali, tidak sadar kalau sedang
diperalat." Kota Serigala Jilid 4 7 "Oh, perajurit yang setia namun goblok! Kasihan
sekali, tidak sadar kalau sedang diperalat"..."
Kota Serigala Jilid 4 8 "Tutup mulutmu!" Ciu Him-tiang tidak
membiarkan Kong-sun Hong mengobarngobarkan kebimbangan hatinya. Kudanya
dipacu ke depan, dan golok Koan-tonya
diayunkan ke kepala Kong-sun Hong.
Kong-sun Hong menangkis, lalu balas
menikam. Maka bertempurlah kedua orang itu,
menunjukkan ketangkasan masing-masing
dalam mengendarai kuda dan memainkan
senjata. Ciu Him-tiang nampak kuat dan
mantap, namun Kong-sun Hong lebih lincah
sedikit. Sementara itu, gerombolan bandit sudah
semakin kocar kacir, sebab memang tidak siap
akan adanya serangan malam itu. Banyak kuda
berhasil dirampas tentara kerajaan, setelah
penunggangnya dibunuh atau menyerah sambil
minta-minta ampun. Sisa gerombolan yang masih melawan,
mengalami kerusakan yang semakin berat.
Sebagian berhasil menembus kepungan dan
melarikan diri dibantu gelapnya malam. Yang


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kota Serigala Jilid 4 9 sudah lari inipun tidak ingat lagi untuk
menolong teman-teman yang masih dalam
kesulitan. Walaupun sedang sibuk meladeni Ciu Himtiang, tapi Kong-sun Hong cukup mengetahui
kehancuran pihaknya. Ia geram. Tapi ia juga
sadar, kalau sampai terlambat meninggalkan
arena itu, maka ia akan menjadi tawanan yang
bernasib buruk. Karena itulah dia mulai
mengintai setiap peluang untuk kabur.
"Untunglah semua milikku tidak kukumpulkan jadi satu di bukit ini, sehingga
tidak musnah semuanya. Masih ada yang
kusimpan di tempat-tempat lain," pikirnya.
"Tapi sayang juga yang sudah musnah itu."
Hanya, ia lebih sayang nyawanya.
Maka sambil menangkis serangan-serangan
Ciu Him-tiang, ia lebih sering melarikan
kudanya untuk semakin menjauhi arena,
mencapai tempat-tempat yang paling sedikit
orangnya. Ciu Him-tiang dapat "membaca" maksud
lawannya, tapi sejak hatinya bimbang setelah
Kota Serigala Jilid 4 10 mendengar ucapan Kong-sun Hong tadi,
semangatnya tidak terlalu berkobar lagi. Ia
khawatir yang diucapkan Kong-sun Hong itu
benar, dan dirinya hanyalah alat yang tolol,
yang digerakkan dari jauh untuk kepentingan
Lam Sek-hai. Maka ia merasa tidak perlu lagi
mempertaruhkan hidup matinya.
Pada saat Kong-sun Hong tiba-tiba
membalikkan kuda dan kabur, Ciu Him-tiang
hanya mengejar "sekedarnya" saja, setelah itu
dihentikannya pengejarannya. Dibiarkan Kongsun Hong lepas.
Sebagian besar anak buah Kong-sun Hong
berhasil ditangkap atau dibunuh, dan Ciu Himtiang agak lega juga. Setidak-tidaknya
pekerjaannya kali ini dapat mengurangi jumlah
pelanggar-pelanggar hukum di tengah masyarakat, Sementara itu, Kong-sun Hong sudah kabur
jauh. Setelah merasa aman, barulah ia
melambatkan lari kudanya. Ia menoleh ke
sekitarnya, dan tak dilihatnya apa-apa kecuali
hutan dan dataran ilalang yang gelap. Tidak
Kota Serigala Jilid 4 11 seorangpun anak buahnya yang nampak. Ia
mengertakkan gigi dengan geram.
"Pasti Lam Sek-hai yang mengatur semuanya
ini dari belakang layar," geramnya dengan
kebencian meluap, ketika meyakini prasangkanya sendiri. "Aku tahu, ia banyak
menanamkan modal di Ki-siong-koan dan
sekitarnya, antara lain rumah hiburan Ban-hoalim dan beberapa lainnya. Dia menganggap aku
sebagai saingannya, karena aku pun punya
beberapa tempat usaha yang sejenis dengan
usahanya.... hem!" Kudanya berjalan lesu, selesu semangat
tuannya. "Aku harus membalas. Harus. Bukan kepada
Ciu Him-tiang yang cuma boneka pelaksana,
tapi kepada Lam Sek-hai langsung."
Dengan tekad yang didorong dendam itu,
membuat Kong-sun Hong jadi melupakan untuk
sementara soal Yo Siau-hou dan seperempat
lembar peta harta karunnya. Malam harinya ia
istirahat dalam hutan, dan keesokan harinya ia
berkuda menuju kota Long-koan.
Kota Serigala Jilid 4 12 **SF** Entah siapa yang tiba lebih dulu di Longkoan, karena masing-masing mengambil jalan
sendiri-sendiri. Tapi diceritakan bahwa Yo Siauhou yang lolos dari sarang Kong-sun Hong itu,
suatu hari juga sudah tiba di Long-koan.
Itu adalah sebuah kota yang beberapa kali
lipat lebih besar dari Ki-siong-koan, dan juga
lebih ramai. Jalan-jalan lebar, gapura-gapuranya
indah dan kuno, dan agaknya juga penjagaan
keamanan di kota ini jauh lebih kuat. Yo Siauhou tiap sebentar melihat regu-regu perajurit
dengan senjata hilir-mudik di jalanan, dan
setiap kali mendapat hormat dari penduduk
biasa yang berpapasan dengan mereka.
Kalau menilai keadaan kota hanya dari yang
nampak, Yo Siau-hou boleh saja menilai secara
gampang-gampangan, bahwa kota itu bersuasana aman. Namun Yo Siau-hou juga insyaf, bahwa
keamanan itu bukan "jatah"nya. Bukan "jatah"
anak Tiat-kak-cui-yo Yo Tiat yang sedang
Kota Serigala Jilid 4 13 diuber-uber oleh murid-murid Kim-jiok-bun,
padahal ia sudah tahu bahwa penguasapenguasa kota itu adalah sahabat-sahabat Kimjiok-bun. Maka justru Yo Siau-hou merasa
bahwa di kota yang kelihatan "aman" itulah dia
akan memulai "perang pribadi"nya.
Karena itulah Yo Siau-hou memasuki Longkoan dengan kewaspadaan amat tinggi. Dulu di
Ki-siong-koan, ia agak lengah sehingga sampai
dilihat murid-murid Kim-jiok-bun. Dan akibatnya, sehari suntuk harus main kucingkucingan di lorong pengap. Kini, baru saja
orang-orang Kim-jiok-bun muncul di ujung
jalan, Yo Siau-hou sudah melihatnya. Ia tidak
lari dengan tergesa-gesa, melainkan dengan
tenangnya minggir ke tepi jalan, lalu
berjongkok. Di sebelah seorang penjual payung,
dan ia pun yakin murid-murid Kim-jiok-bun
takkan melihatnya. Maka lewatnya rombongan Kim-jiok-bun di
jalan itu. Mereka tidak melihat Yo Siau-hou,
sebaliknya Yo Siau-hou dengan jelas dapat
melihat mereka. Kota Serigala Jilid 4 14 Ada dua puluh murid Kim-jiok-bun yang
menunggang kuda, dengan dandanan jubah
putih bersulam merak emas yang khas, pedang
bersarung ukiran perak di punggung masingmasing. Mereka mengiringi sebuah tandu
bertirai yang digotong oleh dua lelaki tegap
berbaju lengan pendek. Diam-diam Yo Siau-hou memperhatikan
wajah-wajah mereka, kalau-kalau ada "kenalan
lama"nya. Dan ia melihat Ho Su-siau, ada pula Li
Se-hai dan Yok Lam-heng yang pernah
dikalahkannya. "Syukurlah tongkatku dulu tidak membuat
mereka cacat, apalagi tewas," pikir Yo Siau-hou.
"Dan melihat lagak mereka sekarang,
nampaknya mereka sudah lupa perkelahian
mereka denganku dulu. Masih boleh juga lagak
mereka." Lalu perhatian Yo Siau-hou beralih ke tandu
yang mereka kawal. Tandu itu indah, bertirai
tipis warna biru muda. Tapi tidak terlihat siapa
penumpang tandu, hanya bayangannya yang
Kota Serigala Jilid 4 15 samar-samar, yang agaknya adalah seorang
gadis muda. "Gadis bangsawankah dia, sehingga dikawal
demikian hormatnya oleh murid-murid Kimjiok-bun?" tak sadar Yo Siau-hou berdesis
perlahan. Pak tua penjual payung di sebelahnya itu
mendengar gumamnya, lalu menjawab lewat
sela-sela giginya yang setengah ompong, "Siapa
kau, anak muda" Pasti kau bukan penduduk
kota ini, karena tidak tahu siapa mereka."
"Memang aku baru datang ke Long-koan ini,
pak. Murid-murid Kim-jiok-bun itu sudah
kukenal, cuma gadis dalam tandu itu yang aku
tidak tahu." "Gadis itu calon menantu Ti-koan Tai-jin
(tuan hakim) di sini, Lam Sek-hai. Ia akan
dikawinkan dengan putera Ti-koan Tai-jin yang
bernama Lam Kiong peng."
Yo Siau-hou mendadak ingat akan
pembicaraan antara murid-murid Pek-hou Bukoan dengan para pelacur di Ban-hoa-lim dulu.
Mereka antara lain juga membicarakan tentang
Kota Serigala Jilid 4 16 akan adanya ikatan kekeluargaan antara Ketua
Kim-jiok-bun dengan Lam Sek-hai, yang selain
menjadi Ti-koan di Long-koan, juga dikenal
sebagai seorang pendekar tangguh dunia
persilatan. "Oh, jadi gadis inilah cucu Pangeran In Kongbeng yang dulu dibicarakan," kata Yo Siau-hou
sambil mengangguk-angguk. Lalu pikirnya
diam-diam, "Jadi gadis ini kemungkinan juga
puteri dari Pangeran In Kui-cu, yang dikabarkan
terbunuh oleh ayah dan tiga orang anggota
Leng-san-su-ok lainnya. Untuk memastikan dugaannya, ia bertanya
kepada pak tua penjual payung itu. "Eh, pak,
tetapi kenapa gadis itu cuma dikawal muridmurid Kim-jiok-bun" Apakah sudah tidak punya
orang tua?" "Menurut tetanggaku yang bekerja di kantor
Ti-koan Tai-jin, gadis yang bernama In Hiang itu
tinggal punya seorang kakek dan seorang ibu.
Kakeknya akan datang menyusul ke kota ini
beberapa hari lagi, menjelang hari perkawinannya." Kota Serigala Jilid 4 17 "Oooo, ayahnya sudah meninggal?"
"Ya, sepuluh tahun yang lalu, ayahnya
dibunuh oleh empat penjahat yang bengis.
Begitulah yang diumumkan oleh Ti-koan Tai-jin
Lam Sek-hai yang dipercaya oleh semua orang."
Jantung Yo Siau-hou hampir berhenti
berdenyut mendengar itu. Seandainya benar
bahwa ayahnya dan kawan-kawannya yang
membunuh ayah gadis itu, alangkah berdosanya, karena telah membuat seorang
anak kehilangan ayahnya sejak kecil.
Rombongan orang-orang Kim-jiok-bun itupun berlalu. Yo Siau-hou sebenarnya masih hendak
berbicara banyak dengan penjual payung itu,
namun tiba-tiba empat orang perajurit
berwajah garang telah berdiri di depan meja
dagangan pak tua itu. Seorang perajurit
bertanya dengan garang, penuh kecurigaan, "He,
pak tua, apa yang sedang kau bicarakan dengan
berbisik-bisik" Tidak puas terhadap pemerintahan Hu Cong-peng (Panglima Hu)"
Mencari-cari cacad dalam pemerintahan Hu
Kota Serigala Jilid 4 18 Cong-peng" Ingin digantun seperti tetanggamu,
tiga hari yang lalu?"
Wajah si penjual payung mendadak menjadi
pucat ketakutan, sedangkan Yo Siau-hou
menjadi heran. Tak menyangka kalau cuma
bicara bisik-bisik saja ternyata sampai didekati
dan dicurigai oleh sosok-sosok garang
bersenjata itu. Pikirnya, "Mungkin inilah
sebabnya kota ini kelihatan sangat aman,
bahkan kelewat aman, seolah dihuni oleh kaum
hwe shio semuanya." Sementara itu, salah seorang serdadu mulai
menyodok-nyodok dada kurus si penjual


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

payung dengan tangkai tombaknya. Pelan-pelan
saja, tapi sudah cukup membuat tubuh kurus si
penjual payung bergoyang-gontai hendak
roboh. "Ayo, jawab!" "Tidak.... tidak...." si penjual payung
menjawab dengan tergagap. "Aku adalah warga
kota yang baik, selamanya mengikuti
kebijaksanaan yang digariskan Hu Cong-peng
(Panglima Hu). Aku senantiasa juga berdoa
Kota Serigala Jilid 4 19 supaya Hu Cong-peng diberkahi Langit dengan
panjang umur. Aku tak berani menentang.
Berkat kebijaksanaan beliau, kota ini amat
aman dari gejolak, semua penduduk taat kepada
hukum." "Lalu, apa yang kau bicarakan bisik-bisik
dengan orang ini?" bentak seorang serdadu
sambil menuding Yo Siau-hou.
"Kami.... kami tidak sedang membicarakan
jelek tentang Hu Cong-peng. Sungguh. Orang ini
cuma menanyakan siapa puteri dalam tandu
tadi, lalu aku menjelaskannya. Sungguh....
betul..." Keempat perajurit itu lalu menoleh ke arah
rombongan Kim-jiok-bun yang sudah hampir
menghilang di tikungan sana. Wajah mereka
nampak tidak senang, namun ditujukan kepada
orang-orang Kim-jiok-bun itu. Salah seorang
serdadu bahkan meludah dan hampir kena kaki
Yo Siau-hou. "Baiklah..." kata serdadu itu akhirnya kepada
si penjual payung. "Ingat, jangan coba-coba
mengeritik Hu Cong-peng. Sebab selama ini
Kota Serigala Jilid 4 20 beliau memperjuangkan kesejahteraan penduduk Long-koan, dan seluruh penduduk
Long-koan harus berterimakasih atas jerih
payah beliau. Paham?"
"Paham, paham. Aku pun hanya ingin hidup
tenteram di bawah naungan kewibawaan Hu
Cong-peng, sebab hanya di bawah Hu Congpeng sajalah tercipta ketenteraman dan
keamanan yang sejati."
Kini perhatian ke empat serdadu itu
bergeser ke arah Yo Siau-hou yang masih
berjongkok di sebelah meja dagangan si penjual
payung. "Berdiri, dan perlihatkan wajahmu!"
Yo Siau-hou pun berdiri sambil menyeringai
kelewat ramah. "Siapa namau, bangsat?" sambil menanyakan
nama, tak sadar serdadu itu toh sudah
menghadiahkan sebuah "nama" juga untuk Yo
Siau-hou. Ya "bangsat" itulah.
"Siau-hou....." Yo Siau-hou menjawab tanpa
menyebut she (nama keluarganya). Ia sadar, di
Long-koan ini, kalau sampai terdengar ada
Kota Serigala Jilid 4 21 orang she Yo sampai ke kuping orang-orang
Kim-jiok-bun, tentu akan segera diadakan
pencarian besar-besaran. Dan Yo Siau-hou ingin
menghindari kerepotan-kerepotan yang bakal
timbul dari "warisan permusuhan" masa lalu
ayahnya. Ia ingin menyelidiki tanpa diketahui
pihak musuhnya. "Hanya Siau hou saja" Siapa she-mu?"
"Sheku ya Siau itulah, dan namaku cuma
satu huruf Hou." "Apakah tujuanmu datang ke Long-koan ini?"
"Tidak ada tujuan apa-apa, sekedar lewat
dalam perjalanan pengembaraanku."
"Benar?" "Benar sekali."
"Bagaimana pandanganmu terhadap kota
ini?" Supaya tidak mendapat kesuitan, Yo Siauhou menjawab senada dengan jawaban si
penjual payung tadi, "Kota ini aman, tenteram
sekali. Pasti berkat pimpinan Hu Cong-peng)
yang amat bijaksana."
Kota Serigala Jilid 4 22 Ke empat serdadu itu saling bertukar
pandangan, mencari kesesuaian pandangan
mereka atas diri Yo Siau-hou. Ketika salah satu
mengangguk-anggukkan kepala, maka tiga butir
kepala yang lainnya pun ikut menganggukangguk, seolah-olah ke empat butir kepala itu
dihubungkan dengan seutas tali tak terlihat.
Kalau satu bergerak, yang lainnya pun ikut
bergerak. "Baik. Selama kau di kota ini, kau boleh saja
mengemis atau mencari sisa makanan di
tempat-tempat sampah, tapi jangan coba-coba
mengganggu keamanan dengan usil tentang halhal yang takkan kau pahami. Di kota ini,
segalanya serba teratur, tidak seorang pun
dibenarkan bertindak di luar aturan-aturan
yang sudah digariskan. Paham"!"
"Paham. Paham....." Yo Siau-hou jadi
ketularan mengangguk-angguk.
"Bagus kalau kau paham, itu tandanya
nyawamu bakal kerasan lama berdiam di dalam
tubuhmu. Kota lain boleh saja menjadi surga
untuk para pencoleng pelarian, tapi kota ini
Kota Serigala Jilid 4 23 tidak. Melanggar peraturan, berarti bosan
hidup. Paham?" "Paham. Paham. Amat sangat terlalu paham
sekali." Ke empat serdadu itu puas untuk sementara,
lalu berlalu. Yo Siau-hou ingin melanjutkan omongomongannya dengan penjual payung itu, namun
heran melihat lelaki tua itu tiba-tiba mengemasi
barang-barang dagangannya dan bersiap-siap
untuk tutup jualannya, padahal saat itu hari
masih siang. "Eh, pak, mau kemana" Pindah tempat
jualan?" "Pulang," sahut si penjual payung singkat
dan enggan. "Lho, begini siang kok sudah mau pulang"
Aku ingin omong-omong banyak dengan bapak
untuk....." "Ajak omong-omong orang lain saja, jangan
aku," sahut si penjual payung sambil
memanggul payung-payungnya yang sudah
diikat jadi satu, kemudian melangkah pergi."
Kota Serigala Jilid 4 24 "Eh, pak... pak..." Yo Siau-hou melangkah
mengikuti. Tiba-tiba si penjual payung berhenti,
membalikkan tubuh, dan membentak dengan
wajah gusar, "Bocah gila, mau apa kau
membuntuti aku terus"! Mau mengajakku
bicara yang berbahaya, agar leherku segera
dijerat tali gantungan oleh penguasa kota?"
Kemarahan orang itu sama sekali di luar
dugaan Yo Siau-hou, sehingga diapun berhenti
dan tidak mengikutinya lagi.
Ia termangu-mangu beberapa lama, mencoba memahami peristiwa itu. Hanya diajak
bicara ringan saja kok dianggap bisa membuat
celaka" Kalau begitu, alangkah gampangnya
orang digantung di kota yang kelihatan damai
ini. Yo Siau-hou tersentak dari lamunannya,
ketika pundaknya ditepuk dari belakang. Ia
menoleh, dan melihat seorang pengemis
setengah tua menyeringai, memamerkan gigigigi busuknya. "Anak muda, jangan heran.
Karena nampaknya kau adalah pendatang baru,
Kota Serigala Jilid 4 25 aku mau berbaik hati memperingatkanmu agar
selama di Long-koan tidak sembarangan
mengumbar mulutmu. Makin banyak kau tutup
mata dan tutup telinga, makin panjang
umurmu." Yo Siau-hou mengangguk sedikit, lalu
hendak melangkah pergi. Tapi pengemis itu
masih membuntutinya sambil berkata, "Anak
muda, apakah kau benar-benar baru datang di
Long-koan ini?" "Ya," sahut Yo Siau-hou tanpa menoleh dan
terus melangkah. Si pengemis mempercepat langkahnya untuk
mendampingi Yo Siau-hou dan bertanya lagi.
"Nanti malam kau tidur di mana?"
"Di sembarang tempat."
"Ah, itu kurang baik. Bagaimana kalau tidur
di daerah kekuasaanku saja" Biarpun sederhana
tapi bersih." Yo Siau-hou berhenti melangkah dengan
heran. Pengemis saja kok punya daerah
kekuasaan segala" Dan kenapa sebaik itu
sikapnya, padahal belum kenal kepadanya"
Kota Serigala Jilid 4 26 Namun sesaat kemudian, ia tahu bahwa
kebaikan itu tidak gratis sifatnya. Kata
pengemis itu sambil menyeringai lagi,
"Syaratnya, asal kau mau menjadi anak buahku.
Tiap hari, hasilmu mengemis harus kau
setorkan separuh kepadaku, dan kau bebas
tinggal di tempatku sampai kapan saja kau
mau." "Tidak. Terima kasih. Aku punya urusan
sendiri di kota ini."
Yo Siau-hou lalu meninggalkannya dengan
langkah cepat, dan si pengemis menggerutu
dengan muka geram. Merasa ditantang
kekuasaannya di "dunia kepengemisan".
Yo Siau-hou terus berjalan mengelilingi kota
Long-koan, untuk lebih dulu melihat-lihat
keadaan "medan perang"nya. Diingatnya jalanjalan, tempat-tempat yang sekiranya kelak bisa
dimanfaatkan setidak-tidaknya untuk lari atau
bersembunyi, kalau terdak oleh musuhmusuhnya. Ia jadi tahu, gang ini menembus
kemana, gang ini buntu, gang ini tidak cocok
Kota Serigala Jilid 4 27 untuk bersembunyi karena terlalu lapang, dan
sebagainya. Sesaat Yo Siau-hou puas dengan apa yang
didapatnya dalam acara "pengenalan medan"
hari pertama itu. Namun kota itu masih cukup
luas, dan belum semua bagian dilihatnya.
"Besok masih bisa diteruskan," pikirnya.
"Selain itu, aku juga harus menyelidiki seberapa
besar kekuasaan Lam Sek-hai, dan berapa
banyak anak buahnya, bagaimana hubungannya
dengan orang yang disebut Hu Cong-peng itu,
bagaimana hubungannya dengan penduduk,
dimana letak rumahnya, dan sebagainya. Tapi
besok saja." Tak terasa, ia tiba di depan sebuah gedung
besar yang ramai, dimana nampak orang
banyak keluar masuk tak henti-hentinya. Ia jadi
tertarik. "Mungkin sebuah tempat tontonan."
Terdorong rasa tertariknya, ia membelokkan
langkah ke dalam gedung. Namun di situ, ia
dihadang dua orang lelaki kekar berbaju lengan
Kota Serigala Jilid 4 28 pendek, "Mau apa kau?" geram salah satu
penjaga. "Mau masuk dan melihat-lihat."
"Punya uang tidak?"
Sesaat Yo Siau-hou memutar otak. Kalau ia
bilang punya uang, tentu kedua penjaga itu
takkan percaya, sebab sadar penampilan
dirinya bukan penampilan orang berduit. Lagi
pula, bagaimana kalau disuruh menunjukkan
uangnya" Maka Yo Siau-hou pun menjawab,
"Aku memang tidak punya uang, tapi aku
disuruh majikanku yang sedang dalam
perjalanan ke kota ini, untuk melihat lebih dulu
apakah di Long-koan ini ada tempat hiburan
yang memuaskan majikanku yang berselera
tinggi." Sikap kedua penjaga itu mulai melunak,
"Dimana majikan saudara sekarang?"
"Bukankah sudah kukatakan, masih dalam


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perjalanan kemari" Aku hanya disuruh berjalan
mendahuluinya. Nanti sore mungkin akan tiba
di sini." Kota Serigala Jilid 4 29 Namun di situ, ia dihadang dua orang lelaki kekar
berbaju lengan pendek, Kota Serigala Jilid 4 30 "Nanti setelah melihat-lihat di dalam, tolong
laporkan kepada majikan saudara, bahwa
tempat ini tentu pantas buat beliau. Pelayanan memuaskan. Segala
macam judi ada di sini. Ada juga judi yang
bukan sembarang judi, tapi benar-benar
mengandung tantangan dan memerlukan
keterampilan. Sehingga selain amat menarik,
juga bisa memupuk semangat juang kaum
muda." "O ya" Selain judi, ada apa lagi?"
"Candu juga ada. Mutu terbaik yang diangkut
khusus dari India oleh orang-orang Ang-mo
(Inggris) lewat bandar Kanton."
Alis Yo Siau-hou agak berkerut. Biarpun dia
baru meninggalkan gunung, namun pernah juga
didengarnya bahwa candu itu merusak tubuh,
menjadikan orang menjadi malas bekerja tapi
ketagihan terus. Namun barang itu rupanya
Kota Serigala Jilid 4 31 tersedia dan ditawarkan secara bebas di tempat
ini. "Candu" Setahuku, Kaisar To-kuang telah
mengeluarkan peraturan bahwa rakyat dilarang
minum candu, kenapa di sini malahan di...."
ucapan Yo Siau-hou terhenti ketika melihat
wajah kedua penjaga itu menjadi bengis, dan
mulai mengepalkan tinju. Bentak seorang penjaga, "Siapa kau
sebenarnya" Mau coba-coba menyelidiki tempat
ini?" "Dan kau belum tahu betapa berkuasanya
yang menjadi pelindung tempat ini" Heh?"
Sambil tertawa, Yo Siau-hou mundur
selangkah dan menggoyang-goyangkan tangannya, "Eh, bukan maksudku untuk
memata-matai. Saudara-saudara jangan salah
paham. Ehmmm... majikanku itu seorang
pemadat juga, kebetulan sekali kalau di sini ada
candu yang baik. Pertanyaanku tadi hanya
untuk menguji, apakah tempat ini benar-benar
aman, artinya tidak akan digeropyok petugas
dari kekaisaran?" Kota Serigala Jilid 4 32 "Kalau cuma itu, jangan khawatir. Takkan
ada petugas dari pusat berani beroperasi di sini
tanpa ijin Ti-koan Tai-jin. Dan pelindung tempat
ini adalah Ti-koan Tai-jin sendiri!"
Yo Siau-hou pura-pura mengangguk-angguk
dengan lega, tapi diam-diam membatin dalam
hati, "Luar biasa orang yang namanya Lam Sekhai ini. Di Ki-siong-koan dia membuka rumah
pelacuran Ban-hoa-lim, dan di Long-koan dia
menjadi pelindung para penjudi dan pemadat."
"Di sini benar-benar aman. Bagaimana?"
desak seorang penjaga. "Bagaimana kalau aku lihat-lihat dulu di
dalam, supaya bisa kulaporkan kepada
majikanku nanti?" Yo Siau-hou balas bertanya.
Kedua penjaga itu saling memandang, lalu
sama-sama mengangguk. Salah satu dari
mereka lalu berkata, "Silakan masuk."
Sambil tersenyum ramah, Yo Siau-hou pun
melangkah masuk. Setelah Yo Siau-hou lenyap ke dalam gedung,
salah seorang penjaga itu bertanya kepada
Kota Serigala Jilid 4 33 kawannya, "Orang itu kira-kira berbahaya atau
tidak, ya?" "Maksudmu, penyelidik yang dikirim dari
Ibukota Pak-khia?" "Ya." "Belum tahu. Bicaranya tidak berdialek Hopak, jadi kira-kira saja ya bukan orang Pak-khia.
Tapi sebaiknya kita awasi terus."
"Kenapa tadi tidak kita usir saja?"
"Ti-koan Tai-jin berpesan agar kita
menyaring langganan sebanyak-banyaknya,
tidak boleh usir begitu saja. Lagipula, belum
pasti dia itu mata-mata. Siapa tahu dia benarbenar punya seorang majikan kaya yang bakal
menjadi langganan kita, kan untung besar"
Banyak penduduk Long-koan sendiri yang
sudah terlalu melarat untuk membuang uang di
sini." "Jadi?" "Ya seperti kataku tadi. Kita perlakukan
dengan hormat sebagai tamu, tapi sambil kita
awasi terus." Kota Serigala Jilid 4 34 Kawannya bungkam, tapi wajahnya tampak
gelisah. "He, kenapa kau kelihatan khawatir" Itu
tidak perlu. Seandainya orang-orang Pak-khia
tahu apa kegiatan Ti-koan Tai-jin di sini, mereka
bisa apa" Ti-koan Tai-jin sebentar lagi akan
menjadi keluarga Pangeran In Kong-beng,
seorang bangsawan yang berpengalaman di
Pak-khia. Jangan khawatir."
"Tapi... tidak perlukah kita laporkan kepada
Ti-koan Tai-jin?" "Ah, belum perlu. Tapi ada baiknya kalau kita
laporkan saja kepada Thio Ciang-kui (Pengurus
Thio). "Baik. Aku laporkan dulu kepada Ciang kui."
Lalu salah seorang dari kedua penjaga itu
masuk ke dalam, untuk membisiki pengurus
rumah judi dan madat itu.
Tidak lama kemudian, seorang lelaki tua
yang kurus muncul di depan gedung itu. Si
penjaga langsung menyambutnya sambil
tertawa, "Eh, Ui Lo-sam, masih juga kau punya
Kota Serigala Jilid 4 35 nyali untuk datang kemari, setelah semalam kau
habiskan seratus lima puluh tahil?"
Si tua Ui Lo-sam menjawab, "Jangan
khawatir, aku tidak datang dengan kantong
kosong. Baru saja aku jual kebun semangkaku,
dan sekarang uangnya akan kujadikan modal
untuk merebut kemenangan."
Si penjaga tertawa. "Memang begitulah
seharusnya semangat laki-laki sejati, pantang
menyerah. Jangan seperti si tua Koan itu. Baru
kalah sepuluh tahil saja terus tidak berani
datang lagi kemari."
Ui Lo-sam tertawa bangga sambil
membusungkan dadanya. "Lho, ya jangan
samakan aku dengan si tua Koan itu. Dia takut
kepada isterinya, memalukan sekali laki-laki
kalau sampai begitu. Kalau aku, hem, begitu
isteriku cerewet dan coba-coba menghalangi
kesenanganku, langsung kugampar mukanya!"
Si penjaga mengacungkan jempolnya, "Betul.
Kau betul. Kalau tidak sekarang berusaha
mengubah nasib, mau kapan lagi" Mau bekerja
keras seumur hidup di kebun semangka"
Kota Serigala Jilid 4 36 Perempuan memang tidak tahu urusan, bisanya
merintangi saja. Kau tergolong lelaki yang hebat
sehingga sanggup menyingkirkan rintangan
isterimu." Ui Lo-sam tertawa terkekeh-kekeh.
"Eh, omong-omong, Lo-sam, kebun semangkamu itu kau jual kepada siapa?" tanya
si penjaga tiba-tiba. "Kepada Hu Cong-peng."
"Ah, tolol benar kau ini. Bukankah pernah
kukatakan bahwa Ti-koan Tai-jin juga berminat
membeli kebunmu" Kenapa malah kau jual
kepada Hu Cong-peng" Kalau kau jual kepada
Ti-koan Tai-jin, pasti harganya lebih tinggi."
"Yah, sudah terlanjur."
"Ya sudahlah. Sana masuklah, semoga
menang banyak." Sambil tertawa bangga, Ui Lo-sam
melangkah masuk dengan gagahnya, siap
mempertaruhkan harta kekayaannya yang
terakhir, seluruh uang hasil penjualan kebun
semangkanya. Kota Serigala Jilid 4 37 Sementara itu, Yo Siau-hou sudah sampai ke
ruangan dalam. Di ruangan itu banyak orang, bergerombolgerombol di sekeliling meja-meja peruntungan.
Mereka berteriak-teriak, menyoraki gerak dadu
kecil yang bisa membuat mereka kaya atau
melarat dalam sekejap mata.
Kalau gerak dadu berhenti, mereka ada yang
bersorak gembira, melolong sedih, menepuknepuk jidatnya, melompat, menggebrak meja,
atau merayu sesama penjudi untuk meminjami
uang lagi. Dan seribu satu macam ulah lainnya.
Yo Siau-hou jadi merasa agak asing berada di
tempat itu. Seandainya dirinya sendiri
mengantongi banyak uang, rasanya memang
sulit melepaskan diri dari tarikan godaan yang
begitu kuat di tempat itu. Di situ, kehendak
sendiri menjadi kabur, tenggelam oleh arus
suasana yang begitu kuat.
"Eh, beginilah kiranya yang namanya berjudi
itu," pikir Yo Siau-hou yang memang baru
pertama kali melihat dengan matanya sendiri.
Kota Serigala Jilid 4 38 Ia berjalan perlahan memutari ruangan itu,
dan tak seorang pun menggubrisnya. Dilihatnya
seorang lelaki duduk sendirian di pojokan,
sambil memegangi kepalanya erat-erat. Ia
sudah kalah ludes dan tak berhasil mencari
pinjaman uang. Mau pulang juga tidak berani,
sebab di rumah pasti isteri dan mertuanya
sudah siap menanyakan "mana uang
daganganmu?" Dan ini ia sedang memikirkan
pemecahan masalahnya. Ada tiga pilihan. Tali,
racun, pisau. Ada juga pilihan ke empat, kalau ada cara
matinya mau sedikit gagah dan berbau
"kepahlawanan". Berdiri saja di tempat ramai,
lalu berteriak mengeritik Lam Sek-hai atau Hu
Cong-peng, maka esok harinya pasti batok
kepalanya sudah tergantung di puncak sebatang
bambu panjang yang ditancapkan di perempatan jalan. Tentu saja Yo Siau-hou tidak tahu apa yang
sedang dipikirkan si penyendiri itu. Ia terus
berkeliling ruangan. Tiba-tiba ditemuinya
sebuah pintu lain yang digantungi tirai. Ia
Kota Serigala Jilid 4 39 singkapkan tirai itu dan melihat sebuah lorong
pendek yang berbelok di ujung sana. Ia pun
memasuki lorong itu. Suara hiruk pikuk di
ruangan judi semakin sayup di belakangnya.
Sampai ia tiba di sebuah ruangan yang
banyak manusianya juga, namun sunyi. Suasana
di situ remang-remang, sebab penuh dengan
asap tebal yang baunya agak memusingkan
kepala Yo Siau-hou. Orang-orang di ruangan itu
semuanya bersikap seenaknya. Ada yang duduk
di bangku sambil mengangkat sebelah kaki,
duduk di lantai menyandar tembok, atau
tiduran miring di lantai atau di atas dipan.
Semuanya memegang bumbung bambu
sepanjang satu meter yang kedua ujungnya
tertutup rapat, kecuali sebuah lubang kecil
dekat mulut, yang sebentar sebentar diisap, dan
sebuah mangkuk-mangkukan kecil dari tanah
liat di ujung lainnya, menghadap ke atas. Tiap
kali mangkuk-mangkukan kecil itu ditutup
dengan telapak tangan, lalu orangnya mengisap


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari ujung lain dengan mata merem-melek
karena nikmatnya. Kota Serigala Jilid 4 40 Kesamaan lainnya, orang-orang itu bertubuh
kurus, bermuka kuning pucat, mata setengah
terpejam dan berair, dan sikapnya acuh tak
acuh. Yo Siau-hou menonton dengan tak habis
pikir, bagaimana semeter bumbung bambu itu
bisa memabukkan pemegangnya sehebat itu"
Ia terkejut ketika seorang lelaki tua
mendekatinya sambil tersenyum-senyum, dan
menyodorkan sebumbung bambu yang bentuknya sama dengan lain-lainnya. "Mau
mengisap candu, saudara" Ini sudah diisi."
Yo Siau-hou menggeleng dan menjawab,
"Aku hanya disuruh oleh majikanku untuk
melihat-lihat dulu tempat ini. Dan aku harus
segera kembali untuk melaporkan."
"Oh, begitu" Baik, baik. Jangan lupa
mengatakan kepada majikan saudara bahwa
candu di sini bermutu nomor satu, tidak
tertandingi oleh rumah-rumah candu di seluruh
wilayah kekaisaran. Kami menunggu kedatangan majikan saudara, dan siap dengan
pelayanan yang memuaskan!"
Kota Serigala Jilid 4 41 "Ya, ya. Aku permisi," sahut Yo Siau-hou.
Sekilas diliriknya bumbung bambu yang
ditawarkan itu seolah menatap seekor ular
berbisa. Lalu ditinggalkannya ruangan penuh
asap memabukkan itu. Sambil berjalan di lorong yang menghubungkan tempat para pemadat dengan
ruangan judi, Yo Siau-hou menarik napas
beberapa kali dan dihembuskannya kuat-kuat,
sambil meredakan debar jantungnya. Pikirnya,
"Sorga atau nerakakah tempat ini" Kenapa Lam
Sek-hai sebagai Ti-koan malah menghancurkan
kehidupan rakyatnya sendiri dengan menyelenggarakan tempat macam ini" Tempat
dimana jasmani dan moral orang banyak
dihancurkan secara besar-besaran?"
Ia tidak menemukan jawabannya.
Tiba-tiba dari arah ruangan judi terdengar
suara teriakan-teriakan serta gedubrakan meja
kursi yang terbalik. "Mungkin ada penjudipenjudi yang berkelahi," pikir Yo Siau-hou
sambil mempercepat langkahnya keluar dari
lorong itu. Kota Serigala Jilid 4 42 Ia menyingkapkan tirai, dan tercengang
melihat apa yang terjadi.
Di ruangan judi itu memang telah terjadi
perkelahian, bukan antara sesama penjudi,
melainkan antara beberapa tukang pukul di
tempat itu melawan seorang yang berpakaian
ringkas hitam-hitam, kepalanyapun tertutup
kedok hitam kecuali sepasang lubang untuk
matanya. Sedangkan para penjudi merapat ke tembok,
memberi tempat luas untuk perkelahian itu.
Ada tujuh tukang pukul sebenarnya, tapi
yang masih berkelahi tinggal lima orang, sebab
yang dua orang lagi sudah menggeletak di
lantai. "Hebat orang berkedok ini," pikir Yo Siauhou kagum.
Memang pantas kalau ia kagum. Orang
berkedok hitam itu bertubuh ramping dan agak
pendek untuk ukuran lelaki umumnya, setelah
bertempur sekian lama belum juga menunjukkan tanda-tanda akan dikalahkan
lima orang lawannya yang kekar-kekar itu.
Kota Serigala Jilid 4 43 Bahkan tangan kiri si kedok hitam nampak
tidak leluasa untuk ikut bertempur, sebab
membawa kantong besar yang berbunyi
gemerincing, yang agaknya berisi uang.
"Pencuri laknat, kembalikan uang itu dan
serahkan dirimu, atau kau akan mengalami
kesulitan hebat di kota ini!" bentak seorang
tukang kepruk sambil menyerbu bagaikan
kerbau kesurupan. Dua tinjunya yang besar dan
keras itu melayang bersamaan ke arah muka
dan perut si kedok hitam.
Si kedok hitam licin sekali berkelit ke
samping, sambil agak menunduk. Lalu tiba-tiba
melakukan terjangan deras dengan tendangan
yang mengenai pinggul lawannya. Sungguh
hebat bahwa tubuh yang kecil dan ramping itu
memiliki kekuatan hebat yang sanggup
mengangkat dan melontarkan sasarannya
sampai mencelat membentur tembok. Kemudian roboh tak sadarkan diri.
Satu lagi lawan si kedok hitam berkurang.
Si kedok hitam mengangkat kantong di
tangan kirinya, digoyang-goyang sehingga
Kota Serigala Jilid 4 44 gemerincing, dan berkata mengejek, "Ambil ini
kalau kalian mampu! Kalau tidak, uang yang
merupakan hasil kesengsaraan penduduk Longkoan ini biarlah aku kembalikan kepada
penduduk yang menderita!"
Diam-diam Yo Siau-hou menganggukangguk, menyetujui tindakan dan ucapan si
kedok hitam itu. "Bangsat!" geram seorang tukang kepruk.
"Kawan-kawan, gunakan senjata! Seandainya
dia terbunuh, takkan ada yang menghukum
kita!" Empat orang tukang kepruk yang tersisa
segera mengeluarkan macam-macam senjata.
Seorang bersenjata golok besar, seorang lagi
bersenjata pentung besar, seorang lagi sepasang
belati, dan ada seorang menguraikan seutas
rantai panjang yang tadinya melilit di
pinggangnya. Ketika deru senjata mulai
memenuhi ruangan itu, para penonton semakin
merapat ke tembok, yang dekat di pintu segera
kabur ke luar. Kota Serigala Jilid 4 45 Menghadapi empat lawan bersenjata
ternyata si kedok hitam tetap tenang-tenang
saja bertangan kosong, sehingga Yo Siau-hou
agak mencemaskan nasibnya. Tanpa sadar"
Perasaannya yang terdalam telah memihak si
kedok hitam, tak peduli orang itu dimaki
sebagai "pencuri laknat" oleh para tukang
kepruk. Para tukang kepruk mulai berputaran
mengambil posisi, kemudian menyerbu.
Ada sebuah meja terbalik di tengah ruangan,
sehingga keempat kaki meja mendongak ke atas
bagaikan tiang-tiang kecil. Di luar dugaan, si
kedok hitam melompat naik untuk menginjak
salah satu kaki meja, dan ketika senjata-senjata
musuh mulai mengancamnya, dia berlompatan
di antara ke empat kaki meja itu, seringan
seekor kupu-kupu di antara bunga-bungaan.
Keempat lawannya makin kalap, tapi juga
makin putus asa. Sekian lama gerak senjata
mereka seolah memenuhi ruangan, tapi seolaholah cuma untuk mengusir nyamuk, tak berhasil
Kota Serigala Jilid 4 46 menyentuh tubuh si kedok hitam yang bergerak
cepat, ringan dan seimbang.
"Bagus... bagus..." Yo Siau-hou menganggukangguk dengan sedikit lega.
Ketika itulah dari luar ruangan tiba-tiba
terdengar derap kaki orang banyak, dan ada
yang berteriak, "Para petugas dari kantor Tikoan sudah datang untuk menangkap penjahat!"
Para tukang kepruk yang mengeroyok si
kedok hitam itu jadi gembira mendengarnya.
Mereka akan mendapat bantuan. Tetapi,
kegembiraan berubah menjadi kemalangan.
Sebab teriakan dari luar itu seolah juga
memperingatkan si kedok hitam agar cepatcepat menyelesaikan keempat lawannya, agar
jangan sampai tertangkap oleh petugaspetugasnya Ti-koan, yang entah berapa banyak
jumlahnya. Maka si kedok hitam mulai meninggalkan
cara bertempurnya yang hanya setengah mainmain, menjadi ganas dan menekan. Dan agaknya
saat naas para tukang kepruk itu sudah tiba.
Kota Serigala Jilid 4 47 Ketika sebatang golok menyambar kakinya,
si kedok hitam memekik nyaring sambil
melompati kepala penyerangnya. Tidak cuma
"sekedar lewat" tapi juga menjejakkan tumitnya
mengenai ubun-ubun lawannya. Si penyerang
merasa kepalanya seolah-olah kejatuhan buah
kelapa, pandangannya kabur seketika dan
terjerembab roboh dengan kepala puyeng.
Dua lawan serempak menerjang dari kiri
kanan, dengan pentung besar dan sepasang
belati. Namun si kedok hitam tangkas berguling
di lantai. Sambil terlentang, kedua kakinya
bergerak menendang ke dua arah, ke
selangkangan kedua tukang pukul itu. Tepat
kena anggota tubuh kebanggaaan sekaligus
kelemahan setiap lelaki. Kedua lelaki tegap itu menjerit berbareng,
berbarengan pula melepaskan senjata mereka,
berbarengan pula mereka meringis sambil
berjongkok dengan muka pucat, lalu keluar dari
arena dengan lompat jongkok seperti katak.
Seumur hidup mereka, belum pernah mereka
sekompak itu. Kota Serigala Jilid 4 48 Si kedok hitam berguling dan meletik
bangun. Tukang pukul yang bersenjata rantai
membentak, "Kena!" Ia ayunkan rantainya
secepat kilat, dan tahu-tahu sepasang lengan si
kedok hitam telah terbelit kencang, seolah-olah
diikat rangkap menjadi satu.
Hampir saja Yo Siau-hou melompat ke
tengah gelanggang untuk menolong. Tapi ia
batalkan niatnya, sebab melihat bahwa usaha
untuk menolong si kedok hitam hanya akan
merupakan tindakan yang berlebihan. Si kedok
hitam ternyata mampu menolong dirinya
sendiri. Sepasang lengan yang berbelit rantai itu
lebih dulu ditekuk ke depan dada dengan
telapak tangan tertangkup seperti orang
menyembah, lalu sepasang tangan diluruskan
kembali ke depan, satu garis dengan tegangan
rantai lawannya... Ketika lawannya sedang menarik rantai
sekuat tenaga, rantai itu tiba-tiba lepas dari
lengan lawannya, lalu melayang balik sehingga
hampir menyabet wajah pemegangnya sendiri.
Kota Serigala Jilid 4 49 "Cerdik sekali..." Yo Siau-hou tak terasa
berdesis kagum. Ia amat terkesan oleh cara si
kedok hitam melepaskan sepasang lengannya
dari belitan rantai. Tidak membuang banyak
tenaga, tidak bertele-tele seperti jurus-jurus
murid-murid Kim-jiok-bun. Diam-diam Yo Siauhou mengingat-ingat cara itu, ia merasa
mendapat pelajaran ilmu silat yang berharga.
Cara melepaskan diri itu memang sederhana,
tapi kalau tidak melihat sendiri, barangkali baru
bertahun-tahun kemudian pikirannya akan
sampai kesitu. Sementara itu, si kedok hitam telah
meluncur mendekati si pemegang rantai, dan
menendang perutnya sehingga lawannya


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbungkuk. Disusul sebuah hantaman ke
tengkuk, maka lawannya pun menggelosor ke
lantai. Setelah itu, si kedok hitam cepat menyingkir
dari ruangan yang sebentar lagi akan dipenuhi
petugas-petugas kantor Ti-koan itu. Tapi tentu
ia tidak bisa melewati pintu depan, maka
Kota Serigala Jilid 4 50 diapun menerjang ke pintu ke arah ruang para
pemadat, dimana Yo Siau-hou sedang berdiri.
Mengira bahwa Yo Siau-hou adalah salah
seorang tukang pukul pula di tempat itu, si
kedok hitam mengirim sebuah jotosan kilat ke
dagu Yo Siau-hou sambil membentak, "Roboh!"
Karena sudah mengukur sendiri kemampuan
para tukang kepruk yang tidak seberapa, kali ini
pun si kedok hitam mengira akan dapat
merobohkan Yo Siau-hou dengan sekali gebrak.
Tapi alangkah kagetnya ketika pukulannya
cuma menerpa angin, sebab lawannya telah
berkelit dengan licin. Agak tergopoh-gopoh si kedok hitam
menyusulkan menghantamkan kantong uang di
tangan kirinya ke muka Yo Siau-hou, dibarengi
tendangan deras kaki kiri ke arah perut.
Kembali ia terkejut. Pukulan keduanya kena
dikelit lagi, bahkan kakinya yang menendang
dapat dicengkeram tumitnya. Sadarlah si kedok
hitam, bahwa "tukang kepruk" yang satu ini lain
dari pada yang lain. Jurus ganas terpaksa harus
dikeluarkan agar bisa cepat-cepat pergi dari
Kota Serigala Jilid 4 51 situ. Dua jari tangan kanannya tak ragu-ragu
lagi menusuk ke mata Yo Siau-hou dengan tipu
Ji-liong-jio-cu (Dua Naga Merebut Mutiara).
Lorong itu terlalu sempit untuk berkelit kiri
kanan, maka untuk menyelamatkan sepasang
matanya, Yo Siau-hou menjatuhkan diri
terlentang di lantai. Sedangkan si kedok hitam
melayang bagaikan seekor harimau di atas
tubuhnya, dan langsung kabur secepatnya.
Yo Siau-hou melompat bangun. Di tangannya
masih tergenggam sebuah benda, yang ternyata
adalah sepatu kiri dari orang berkedok tadi.
Sepatu yang berwarna hitam, namun melihat
ukuran dan bentuknya, jelaslah itu adalah
sepatu seorang gadis. Jadi si kedok hitam yang
begitu garang itu ternyata adalah seorang gadis!
"Tunggu!" seru Yo Siau-hou sambil memburu
ke arah larinya si kedok hitam itu. Selain untuk
mengembalikan sepatu, juga untuk menghindari
petugas-petugas kantor Ti-koan yang sudah
menyerbu lewat pintu depan.
Setelah melewati lorong, serta ruang tempat
para pengisap candu sedang bernikmat-nikmat,
Kota Serigala Jilid 4 52 ia tiba di sebuah halaman belakang yang
digunakan untuk menumpuk perabot-perabot
rusak. Ada tembok setinggi dua tombak di
seberang halaman, dan Yo Siau-hou tanpa pikir
panjang langsung ambil ancang-ancang, lalu
melompat ke atasnya. Di sebelah belakang rumah judi itu ada
perumahan penduduk, dan Yo Siau-hou tidak
lagi melihat bayangan si kedok hitam itu.
Agaknya si kedok hitam tidak begitu bodoh
untuk berlompatan di atas genteng sehingga
gampang terlihat, melainkan memanfaatkan
jalan yang berliku-liku dan bersimpang siur di
situ untuk menghindari pengejarnya.
Yo Siau-hou melompat turun ke sebelah luar
tembok, dan mulai berjalan. Ia mencari orang
yang dapat ditanyainya, kalau-kalau bisa
menunjukkan kemana larinya si kedok hitam
itu. Tiba-tiba dilihatnya di halaman rumah
sederhana, seorang lelaki sedang duduk
menganyam tikar. Yo Siau-hou segera
mendekatinya dan bertanya, "Permisi, saudara.
Kota Serigala Jilid 4 53 Sudah lamakah saudara duduk menganyam
tikar di sini?" Penganyam tikar itu mengangkat wajahnya,
dan Yo Siau-hou agak kaget melihat betapa
sepasang mata orang itu begitu tajamnya, dan
keseluruhan sikapnya membayangkan kepercayaan kepada diri sendiri yang tak
mungkin dipandang enteng. Selain itu, sikapnya
juga dingin, tidak bersahabat, karena tahu Yo
Siau-hou baru saja datang dari rumah judi itu,
biarpun dengan melompati tembok belakang.
"Tidak!" si penganyam tikar menjawab
dengan dingin, lalu menunduk kembali untuk
memperhatikan tikar yang sedang dikerjakannya. "Aku tahu, kau mau tanya
apakah aku melihat seorang berpakaian serba
hitam ringkas, berkedok hitam dan membawa
kantong uang, bukankah begitu" Nah, aku
jawab, aku tidak pernah melihatnya sama
sekali!" Itu bukan sekedar jawaban tidak tahu, tetapi
juga memancing gara-gara. Di satu bagian ia
bisa menyebutkan secara teliti tentang si kedok
Kota Serigala Jilid 4 54 hitam, di bagian lain ia mengatakan tidak
melihatnya sama sekali. Lalu, apa namanya
kalau bukan cari gara-gara"
Untungnya Yo Siau-hou bukan benar-benar
pegawai rumah judi itu. Seandainya penganyam
tikar itu berhadapan benar-benar dengan
pegawai rumah judi yang rata-rata berangasan
itu, perkelahian pasti tidak terhindar.
Yo Siau-hou cuma berkata dengan
mendongkol. "Saudara, antara kita tidak ada
persoalan apa-apa. Kenapa sikapmu begitu
tidak ramah?" Jawaban si penganyam tikar tetap dingin, tak
kenal takut, "Buat apa bersikap ramah kepada
anjing-anjingnya Lam Sek-hai, si pemimpin
gadungan yang suka memfitnah itu?"
"Aku bukan pegawainya Ti-koan..."
"Omong kosong. Kau datang dari rumah judi
itu. Kau tentu sedang mengejar dan berusaha
menangkap si kedok hitam yang budiman itu,
untuk menyenangkan hati majikanmu yang
serakah itu bukan?" Kota Serigala Jilid 4 55 "Saudara menyebut orang berkedok itu
budiman, bisakah menceritakan kepadaku?"
Sebagai jawabannya, si penganyam tikar
tiba-tiba membanting tikarnya yang baru
setengah jadi itu dengan sengit, lalu masuk ke
rumahnya dan membanting pintu keras-keras
sampai engselnya bergetar. Sekilas Yo Siau-hou
masih mendengar gerutuannya, "Bangsat!
Anjing! Kadal! Kalau sudah waktunya, pasti
kucekik mampus si Lam Sek-hai itu!"
Yo Siau-hou berdiri di luar pintu dengan rasa
heran tak habis-habisnya. Kenapa di dunia ini
ada juga orang sekasar itu, yang terhadap orang
belum dikenalpun sudah bersikap demikian"
Akhirnya, ia masukkan sepatu si kedok hitam
itu ke dalam bajunya, kemudian berlalu untuk
coba-coba bertanya kepada orang lain yang
mungkin lebih ramah. Ia tidak tahu, bahwa si penganyam tikar itu
masih mengintai dari sela-sela pintu. Ketika
melihat Yo Siau-hou berlalu begitu saja dan
tidak marah, orang itu berdecak heran, dan
berkata perlahan, "Eh, dia tidak marah. Sejak
Kota Serigala Jilid 4 56 kapan anjing-anjingnya Lam Sek-hai menjadi
sejinak kucing peliharaan" Aku justru ingin dia
marah, supaya ada alasan untuk meremukkan
hidungnya, agar Lam Sek-hai marah pula..."
"Dia pergi begitu saja?" seorang bertubuh
gemuk bertanya di belakangnya.
"Ya...." "Mungkin kau salah sangka. Mungkin dia
bukan orangnya Lam Sek-hai, biarpun
datangnya dari arah gedung perjudian itu."
"Siapa kira-kira?"
"Tidak tahu." Sesaat ruangan itu jadi sunyi, sampai
terdengar si gemuk berkata dengan nada
memperingatkan kepada si penganyam tikar
tadi, "Siapapun anak muda tadi, aku tidak setuju
kepada sikapmu yang berangasan kepada
sembarang orang. Itu bisa memancing
datangnya kesulitan yang tidak perlu.
Bagaimanapun bencinya kau kepada Lam Sekhai, seharusnya belajarlah sedikit menahan
diri..." Kota Serigala Jilid 4 57 Sikap si penganyam tikar itu galak kepada Yo
Siau-hou, bahkan Lam Sek-hai si penguasa kota
juga berani dicacinya. Namun di hadapan si
gemuk itu, ia nampak begitu penurut, seperti
murid alim di hadapan gurunya yang
berwibawa. Si penganyam tikar cuma menganggukangguk sambil menjawab, "Ya... ya."
"Aku mengajakmu ke Long-koan ini untuk
membantuku, karena kau salah satu yang
terlihat dalam peristiwa sepuluh tahun yang
lalu. Tapi disini kau masih saja membawa watak
berangasanmu yang bisa mengacau urusanku.
Kalau kau tidak bisa mengendalikan dirimu, aku
lebih suka mengembalikanmu ke penjara Ibu
kota..." Wajah si penganyam tikar menjadi cemas.
"Jangan, jangan. Aku berjanji akan belajar lebih
sabar, dan akan membantumu sekuat tenaga
menyelesaikan tugasmu..."
"Jangan-jangan janjimu cuma di mulut saja..."
"Tidak. Aku sungguh-sungguh..."
Kota Serigala Jilid 4 58 Kejengkelan yang nampak di wajah si gemuk
nampak mengendor mendengar janji itu.
"Bagus, aku maafkan keberangasanmu kali ini.
Sebaiknya kau tidak usah ikut-ikut mengurusi si
kedok hitam itu. Apakah dia memusuhi Lam
Sek-hai, atau membela rakyat miskin dengan
membagi-bagikan uang hasil rampasannya di
rumah judi, itu bukan urusan kita. Mengerti?"
"Ya, ya. Aku mengerti."
Sementara itu, Yo Siau-hou telah bertanya
kepada beberapa orang, tentang kemana arah
larinya si kedok hitam tadi. Namun jawaban
yang didapatnya jauh dari memuaskan. Semua
orang yang ditemuinya menjawab "tidak tahu",
meskipun wajah mereka jelas menunjukkan
kebohongan, biarpun tidak sekasar si
penganyam tikar tadi. Tapi Yo Siau-hou tidak
memaksa. Kesan yang didapatnya hanyalah, orang
berkedok itu agaknya mendapat simpati
penduduk di situ, dan penduduk berusaha
melindunginya dari kejaran Yo Siau-hou yang
disangka salah satu tukang kepruk di rumah
Kota Serigala Jilid 4 59 judi itu. Makanya penduduk selalu menjawab
"tidak tahu" biarpun dengan takut-takut.
Yo Siau-hou pun terpaksa menyerah kalah
dan tidak mau bertanya-tanya lagi. Ia
berhadapan dengan batu karang maha kuat
yang disebut Simpati. Simpati penduduk kepada
si kedok hitam. Matahari pun tergelincir miring semakin ke
barat. **SF** Malam tiba, tapi bagi Yo Siau-hou si
pengembara, tidak ada kesulitan untuk
menemukan tempat untuk tidurnya. Di salah
satu sudut kota, diketemukannya sebuah rumah
kosong yang sudah tiga perempat bobrok. Dan
ia anggap itulah rejekinya.


Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun setelah ia melangkah masuk,
ternyata ia cuma jadi "Tamu" nomor dua, bukan
yang pertama. Ada orang lain yang datang lebih
dulu. Itulah seorang berpakaian hwesio
(pendeta) yang duduk di lantai dengan
punggung menyandar tembok lumutan.
Sepasang kakinya ditekuk rapat sehingga
Kota Serigala Jilid 4 60 lututnya menempel dada, dipeluk dengan kedua
tangannya. Wajahnya tidak terlihat, sebab
terbenam di antara sepasang lututnya, dan
terdengar dengkurnya yang perlahan. Jubahnya
dekil, sebuah kantong makanan tergeletak di
sampingnya. Ketika langkah Yo Siau-hou berbunyi tidak
sengaja, hwesio itu tiba-tiba mengangkat
wajahnya tanpa kesan mengantuk, bahkan
tatapan matanya tajam dan waspada. Tanyanya,
"Siapa kau?" Yo Siau-hou berdesir jantungnya melihat
tatapan mata itu, mirip benar dengan tatapan si
penganyam tikar tadi. Sehingga diam-diam ia
membatin, "Apakah kota Long-koan penuh
orang-orang semacam ini" Aku harus lebih
berhati-hati..." Maka buru-buru Yo Siau-hou merangkap
sepasang telapak tangannya, menghormat
dengan cara agama Buddha, sambil menjawab,
"Sesama orang hendak numpang istirahat,
bapak pendeta..." Kota Serigala Jilid 4 61 "Oh..." pendeta itu menyeringai, giginya putih
berkilat. "Silakan... silakan..."
"Kalau aku membuat api sekedarnya apakah
tidak mengganggu, bapak pendeta?"
"Boleh saja. Kalau mau makanan, aku juga
membawa. Ambillah sendiri di kantong
sebelahku ini. Aku mau teruskan tidurku, lelah
sekali..." "Terima kasih."
Si pendeta pengembara lalu mengubah posisi
tidurnya, kini ia tidur miring meringkuk dan
sebuah buntalan kain lusuh dijadikannya bantal.
Mukanya ditutupi dengan caping bambunya
yang juga compang-camping.
Namun, sebenarnya tidurnya tidak bisa lagi
senyenyak semula sebelum kedatangan Yo Siauhou. Ia cuma pura-pura tidur, sambil terus
sebentar-sebentar mengintip gerak-gerik Yo
Siau-hou. Mana bisa tidur nyenyak, Kalau harus
dibarengi kewaspadaan demi keselamatan diri
dari seseorang yang tak dikenal"
**SF** Kota Serigala Jilid 4 62 (Bersambung Jilid ke 5) Bantargebang, 24 Mei 2018
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 4 63 Kota Serigala Jilid 5 1 Kota Serigala Jilid 5 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid V Yo Siau-hou sendiri tanpa prasangka
menganggap si pendeta pengembara benarbenar tidur lagi. Dengan langkah amat hati-hati
agar tidak menimbulkan langkah berisik, ia
berjalan kian kemari untuk mengumpulkan
kayu-kayu kering yang banyak berserakan di
rumah bobrok itu. Maksudnya untuk membuat
api kecil-kecilan saja, agar keadaan tidak terlalu
gelap. Setelah kayu terkumpul dan api menyala, Yo
Siau-hou duduk dekat perapian sambil
merenung. Tiba-tiba dikeluarkannya sepatu
hitam mungil dari balik bajunya, lalu dibolakbalik dan diamat-amatinya. Pikirannya penuh
terisi dengan si kedok hitam yang mengamuk di
Kota Serigala Jilid 5 2 rumah judi siang tadi. Seorang yang belum
dikenalnya, tapi mengesankan.
"Siapakah dia" Cuma seorang gadis, tapi
begitu hebat sepak terjangnya. Juga hebat
nyalinya, sehingga berani mengacau rumah
maksiat yang dilindungi Lam Sek-hai..."
pikirnya. "Lebih hebat lagi, dia mendapat
simpati penduduk, sehingga tak seorang pun
mau menunjukkan kepadaku, kemana perginya
ia. Dia pencuri, tapi kok malah mendapat
simpati penduduk?" Hembusan angin malam menggoncang
rumput liar yang memenuhi halaman rumah
kosong itu, membawa lamunan Yo Siau-hou
melayang kian jauh. Suara letik api terdengar,
sekali-sekali berdesis keras apabila ada kayu
yang masih agak basah termakan api.
Begitu banyak pertanyaan berputar dalam
kepala Yo Siau-hou, tapi jawabannya hanya
dugaan-dugaannya sendiri yang serba belum
pasti. Dan bayangan si kedok hitam itulah yang
paling banyak menyita pemikirannya.
Pendekar Bego 9 Wiro Sableng 184 Dewi Dua Musim The Phantom Of Opera 1
^