Pencarian

Kisah Sepasang Naga 4

Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


hatinya, pula pemuda itu memang menggunakan suara batinnya yang
kuat, maka dengan ucapannya itu Sin Wan dapat merampas kedudukan si
pendeta, dan dialah yang pegang pengaruh atas diri Giok Ciu. Maka
seketika itu juga gadis itu lalu menurut dan taat atas perintah Sin
Wan, dan melakukan apa yang diperintahkan tadi. Segera ia sembuh
kembali dan menyerang lagi dengan lebih sengit. Juga Sin Wan
menyerang sengit tetapi selalu berhati-hati. Ia tahu bahwa tongkat
ular itu mengandung senjata-senjata rahasia yang tersembunyi.
Melihat betapa ilmu sihirnya telah terpukul punah sebelum
menjatuhkan kurban, Kwi Kai Hoatsu marah sekali. Terpaksa ia harus
menggunakan senjata rahasia untuk melawan dua anak muda yang kosen
ini. Tapi ia tak mau menggunakannya dengan diam-diam karena takut
disangka curang. Ia segera membentak,"Awas jarum!" tiba-tiba dari ujung
kebutannya itu menyambar keluar sembilan batang jarum halus ke arah
jalan darah tubuh Sin Wan dan Giok Ciu.
Baiknya kedua anak muda itu telah berjaga-jaga, maka ketika
mendengar desir jarum itu menyambar, mereka memutar pedang dengan
cepat hingga jarum jarum terpukul pergi semua.
Dan pada saat itu, pedang Sin Wan berhasil pula menabas pundak
Kwi Kai Hoatsu yang cepat menggulingkan diri kebawah, tapi tidak
urung sedikit kulit dan daging pundaknya telah terkelupas! Ia berseru
marah sekali dan berkata,"Gak kongcu, sekarang majulah!" Gak Bin Tong
segera memutar pedangnya membantu, disambut oleh Giok Ciu dengan
hebat, karena gadis itu belum tahu akan pertolongan pemuda itu. Ia
hanya menganggap bahwa pemuda itu adalah seorang pahlawan istana
juga. Tapi ia segera terkejut melihat betapa pedang pemuda muka putih
itu dapat menahan Ouw Liong Pokiam, sedangkan ilmu pedang pemuda itu
tidaklah lemah! Pada saat mereka bertempur hebat, dari belakang muncul banyak
pahlawan yang maju mengurung kedua anak muda itu.
"Moi-moi, lari!" ajak Sin Wan yang mengerahkan tenaga menyerang
Kwi Kai Hoatsu yang terpaksa meloncat mundur. Kemudia, kedua anak
muda itu menggunakan ilmu loncat mereka menerjang ke luar sambil
memutar pokiamnya sehingga terlepas dari kurungan.
Dengan hati murung dan penasaran serta kecewa, Sin Wan dan Giok
Ciu pulang ke kelenteng nikouw di luar kota tu. Setelah bersusah payah
sedemikian lama, belum juga mereka dapat membalas dendam, bahkan
hampir saja terkena celaka! Di sepanjang jalan Sin Wan menghibur gadis
yang diketahuinya sedang murung itu.
"Biarlah kita besok menyerang lagi dan mencari jalan yang baik,"
kata Sin Wan. Ketika mereka tiba di kelenteng, Giok Ciu melihat Suma-siocia
duduk di ruang belakang sambil menangis. Ia heran sekali dan bertanya
kepada Sin Wan. Lalu dengan ringkas Sin Wan menuturkan
pengalamannya ketika berpisah dengan Giok Ciu siang tadi dalam
mengejar Suma-cianbu. Mendengar bahwa gadis itu adalah anak
perempuan Suma-cianbu, Giok Ciu maju dan membentak,"Coba angkat
mukamu!" Suma-siocia terkejut mendengar suara orang membentaknya, maka ia
segera mengangkat muka memandang. Giok Ciu melihat betapa gadis itu
sangat cantik maka timbul rasa cemburu di dalam hatinya.
"Siapa namamu?" Tanyanya dengan kasar, Suma-siocia tidak senang
sekali melihat sikap orang dan ia anggap gadis cantik yang masih muda
ini kasar dan galak, tidak tahu aturan. Maka iapun tidak mau menjawab
dan menundukkan mukanya lagi.
Marahlah Giok Ciu. "Jawablah kalau tak ingin aku pukul mukamu!"
Sin Wan mendekati mereka,"Suma-siocia, ini adalah Kwie Giok Ciu,
sumoiku. Harap kau terangkan namamu kepadanya."
Suma-siocia mengangkat mukanya dan memandang Sin Wan. Alangkah
halusnya sikap pemuda yang telah menculiknya ini. Halus dan sopan
santun! Ia sangat tertarik dan kagum melihat Sin Wan, dan menyesali
nasibnya mengapa pemuda seperti itu justru menjadi musuh dan hendak
membunuh ayahnya! Kini mendengar kata-kata itu, ia berkata,
"Namaku Suma Li Lian dan tolong beritahu kepada lihiap ini bahwa
aku tidak perlu dibentak-bentak. Kalau kalian mau bunuh, boleh bunuh
saja." Melihat sikap Sin Wan yang agaknya ramah tamah dan sopan santun
terhadap gadis cantik puteri musuhnya itu, Giok Ciu makin cemburu
saja, kini mendengar kata-kata Suma Li Lian, ia makin marah.
"Minta mati, sekarang juga kau mati!" dan cepat sekali pedangnya
menyambar. "Tahan, moi-moi!" Sin Wan menggunakan pedangnya menangkis
sehingga sepasang pedang hitam dan putih itu beradu dengan keras
mengeluarkan titik-titik bunga api.
Giok Ciu penasaran sekali. "Koko, lupakah kau bahwa perempuan ini
adalah anak bangsat she Suma yang telah membunuh ibu dan kakekmu?"
"Sabar, moi-moi. Benar ia anaknya, tapi ia tidak berdosa dalam hal
itu. Ia tidak tahu apa-apa!"
"Kalau begitu, mengapa kau bawa ia kemari? Apa maksudmua?
Katakanlah!" "Moi-moi, dia kubawa ke sini hanya untuk memancing keluar
ayahnya!" Tapi Giok Ciu menganggap alasan ini terlalu lemah dan tak masuk
di akal dan tetap ia merasa sangat cemburu. Maka ia segera mengirim
serangan kembali ke arah Li Lian sambil berseru,"Kalau kau tidak
memusuhinya, biar aku yang mnjadi musuhnya. Dia anak seorang jahat
dan tetap jahat." Serangannya hebat sekali dan cepat Sin Wan mengangkat senjata
menangkis tapi tidak urung pundak Sum Li Lian masih terkena sedikit
oleh ujung pedang Giok Ciu hingga gadis yang malang itu menjerit
perlahan dan roboh pingsan.
"Moi-moi!" "Kau mau bela padanya? Baik belalah!" Kemudian Giok Ciu
menyerang lagi ke arah tubuh yang sudah rebah di lantai, tapi Sin Wan
kembali menangkis. Giok Ciu menjadi marah dan kini menujukan
serangannya kepada Sin Wan! Maka terjadilah pertempuran di ruang itu.
Sebetulnya bukalah pertempuran, karena Sin Wan tak pernah membalas
serangan Giok Ciu, hanya menangkis saja sambil berusaha menyabarkan
hati gadis yang kalap itu.
Akhirnya Giok Ciu menghentikan serangan sambil menangis karena
tidak dapat menahan marahnya lagi. Ia mencabut sesuatu dari dalam
saku bajunya dan menyambitkan barang itu ke arah Li Lian. Sin Wan
cepat meloncat dan menyambar benda itu yang ternyata adalah suling
kecil tanda perjodohan mereka! Sin Wan terkejut dan hendak
mengembalikan suling itu, tapi Giok Ciu sudah meninggalkan dia dengan
lari keluar kelenteng. Ketika Sin Wan mengejar, gadis itu membalikkan
tubuh dan membentak, "Aku tidak sudi tidur serumah dengan anak musuhku dan hendak
tidur di luar kelenteng, apakah ini juga tidak boleh?" Ia memandang
Sin Wan dengan mata tertutup air mata.
Sin Wan hanya menghela napas dengan sedih dan meninggalkan dia
masuk. Ia minta kedua nikouw yang ketakutan itu menolong dan membalu
luka di pundak Suma Li Lian yang telah sadar dan menangis terisakisak, kemudian ia masuk kamarnya dengan hati gelisah. Ternyata
segala-galanya berjalan tiadk menurut rencananya. Musuh belum
terbalas, Giok Ciu telah tertawan dan hampir saja celaka. Sekarang
usahanya memancing Suma-cianbu keluar dengan menculik Li Lian
bahkan menimbulkan keributan antara dia dan Giok Ciu sendiri. Ah, ia
menyesal sekali! Ia tahu bahwa Giok Ciu melakukan keganasn itu hanya
karena merasa cemburu padanya, timbul dari hati kuatir kalau-kalau ia
jatuh cinta kepada gadis lain! Ia tidak persalahkan Giok Ciu, karena
sudah sepantasnya gadis itu marah-marah karena hampir saja kena
celaka oleh tipu muslihat Suma-cianbu dan kawan-kawannya! Untuk
membalas dendam belum tentu bisa, maka tentu saja melihat anak
perempuan dari musuh itu, ia menjadi marah sekali kepada anak gadis
itu, ia menjadi marah sekali dan hendak melampiaskan rasa dendamnya
kepada anak gadis itu. Yang membikin ia sangat sedih ialah sulingnya
yang dilempar itu! Ah, sampai demikian hebatnya marah yang menggelora
dalam dada Giok Ciu? Karena pikiran ini, biarpun tubuhnya sangat lelah, namun Sin Wan
tidak dapat meramkan matanya. Ia gelisah sekali dan berguling di atas
pembaringannya. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali pada waktu ayam jantan
berkeruyuk nyaring, Sin Wan telah turun dari pembaringannya dimana
ia tidak tidur sama sekali dan berjalan keluar dari kamarnya menuju
ke pekarangan belakang. Suling hitam kecil yang semenjak terpegang
olehnya tak pernah dilepaskannya lagi itu dibawahnya ke belakang.
Pekarangan belakang itu lebar sekali, karena dari situ orang terus
dapat menuju ke bukit kecil di belakang sawah ladang.
Sin Wan berjalan melalui jalan kecil di antara ladang dan batu.
Kemudian berdiri memandang ke depan dengan bengong. Embun pagi
mendatangkan pemandangan yang makin menyedihkan hati. Semua tampak
kabur dan abu-abu, seakan-akan seluruh dunia berkabung dan menyedihi
sesuatu. Bahkan suara ayam berkeruyuk juga terdengar menyedihkan dan
bagaikan suara tangis yang mengharukan. Maka sedihlah hati Sin Wan.
Terbayang segala kesedihan di ruang kepalanya. Terbayanglah ia akan
segala yang telah lalu dan terkenang kembali kepada ibu dan kakeknya.
Tak terasa lagi naik sedu-sedan dari ulu hatinya yang berhenti dari
kerongkongannya karena ia tekan dari atas. Kemudian bagaikan dalam
mimpi tak terasa lagi ia angkat suling kecil itu ke arah bibirnya.
Sebentar kemudian, terdengarlah suara tiupan suling yang halus
itu mengiris kesunyian pagi. Suara itu terdengar mengalun di antara
embun pagi yang melayang-layang, merayu-rayu dan indah sekali
bunyinya. Tanpa merasa lagi Sin Wan meniup lagu ciptaannya sendiri
ketika ia masih kecil. Dalam tiupannya sekali ini, tercurahlah seluruh
kesedihan hatinya yang tadi naik dari ulu hatinya. Ia main dengan
penuh perasaan, seakan-akan jiwanya ikut melayang-layang dengan
suara itu, seakan-akan seluruh perasaannya mengemudi lagu yang
dimainkannya itu. Halus merdu, nyaring melengking, naik turun, sedih
dan menyayat hati tiap pendengarnya. Bahkan ayam jantan di belakang
kelenteng yang tadi tiada hentinya berkeruyuk menyambut datangnya
pagi, kini terdiam seakan-akan terpesona dan ikut mengagumi suara
yang mengalun bagaikan turun dari angkasa itu.
Sin Wan tidak tahu betapa di dalam kamarnya di kelenteng itu,
Suma Li Lian duduk dari tempat tidurnya dan mendengarkan dengan
penuh keheranan. Kemudian gadis itu tekap mukanya dengan tangan dan
menangis tersedu-sedu. Ia teringat akan peristiwa tadi dan menjadi
sedih sekali. Ia dapat menduga bahwa yang bermain suling itu tentu Sin
Wan karena iapun telah sadar dan melihat ketika Giok Ciu
menyambitnya dengan suling yang disambar oleh Sin Wan tadi. Ia tahu
bahwa pemuda yang halus dan sopan itu mencinta Giok Ciu dan ia
menyesali diri sendiri bahwa dengan adanya dia disitu maka timbullah
pertentangan dan perselisihan faham antara Sin Wan dan Giok Ciu yang
kasar, tapi hatinya tak dapat menyangkal lagi bahwa ia jatuh hati
kepada Sin Wan, pemuda yang tampan dan gagah itu. Maka kini tak
tertahan lagi olehnya mendengar tiupan suling Sin Wan dan tangisnya
menjadi-jadi hingga kedua nikouw itu terbangun dan cepat
menghiburnya, karena disangkanya bahwa gadis itu menangis karena
luka dipundaknya terasa sakit.
Sementara itu, Sin Wan juga tidak tahu bahwa pada saat ia meniup
suling dengan asiknya itu, di sebuah tikungan jalan kecil itu tampak
tubuh seorang gadis mendatangi. Gadis itu adalah Giok Ciu yang datang
bagaikan tidur sambil berjalan. Kedua matanya basah air mata dan ia
merasakan bagaikan dirinya ditarik oleh suara lagu itu. Ia juga satu
malam tak dapat tidur, bahkan tidak berganti pakaian, hanya
menambahkan sehelai mantel diluar pakaiannya karena malam sangat
dingin. Kini ia mendatangi ke arah suara tiupan suling dengan hati
terharu sekali. Semalam penuh ia gunakan untuk berpikir dan setelah
kemarahannya agak mereda, ia dapat berpikir secara dingin dan sehat.
Ia merasa telah berlaku agak terlalu terburu nafsu hingga sampai
terjadi pertempuran dengan Sin Wan hanya karena gadis itu saja!
Memang tidak ada bukti-bukti bahwa Sin Wan cinta kepada gadis anak
musuh itu, dan mungkin juga pemuda itu menculiknya hanya untuk
memancing musuhnya keluar dari persembunyiannya. Ah, kenapa ia
begitu terburu nafsu sehingga suling tanda perjodohan yang keramat
itu dilempar? Dapatkah Sin Wan memaafkannya?
Ketika mendengar suara suling itu, ia terkejut. Kemudian,
perlahan-lahan air matanya jatuh menitik ketika ia kenali lagu itu.
Lagu yang dulu pernah dimainkan oleh Sin Wan dengan suling itu juga
di rumahnya, dan lagu yang telah membuat mendiang ayahnya menangis.
Maka ia segera bangun dan menghampiri tempat suara itu, dimana ia
dapatkan Sin Wan berdiri sambil meniup sulingnya.
Dalam keadaan biasa Sin Wan tentu akan mendengar suara tindakan
kai Giok Ciu dengan telinganya yang sudah terlatih baik, tapi pada
saat itu ia seperti orang tak sadar dan seluruh perhatian dan
perasaannya terbawa oleh suara suling itu, maka ia tidak tahu bahwa
Giok Ciu telah berdiri di belakangnya. Seelah suara suling makin
merendah dan melambat hingga akhirnya berhenti, Sin Wan menurunkan
tangannya yang memegang suling dan menghela napas.
"Koko!" tiba-tiba terdengar suara halus merdu di dekat telinganya.
Ia menengok dan sepasang mata bertemu saling tangkap.
"Moi-moi!" "Koko, kau memaafkan aku, bukan?" suara Giok Ciu mengandung isak.
Sin Wan girang sekali dan semua rasa sedihnya lenyap seketika. Ia
maju dan memegang tangan Giok Ciu dengan mesra. Mereka berdiri
berhadapan dan berpegang tangan sambil saling pandang dengan penuh
perasaan. Entah berapa lama mereka berdiri dalam keadaan seperti itu,
dan tiba-tiba keduanya melepaskan pegangan masing-masing karena
mendengar tindakan kaki orang mendatangi!
Melihat orang yang datang sambil tersenyum itu, Giok Ciu segera
mencabut pedang dan siap menghadapinya. Tapi Sin Wan tersenyum dan
berkata perlahan,"Moi-moi, simpanlah pedangmu. Dia adalah saudara Gak
Bin Tong yang telah menolongmu."
"Menolongku? Bukankah ia malam tadi membantu Kwi Kai Hoatsu?"
tanya Giok Ciu terheran. Sementara itu, Gak BinTong sudah tiba disitu dan disambut dengan
girang oleh Sin Wan. "Gak-lotee, terima kasih atas petunjukmu hingga
sumoiku dapat tertolong," kata Sin Wan dengan wajah berseri. Hati
pemuda itu sekarang sudah seperti biasa, bahkan gembira sekali.
Kemudian Sin Wan menceritakan Giok Ciu bagaimana orang she Gak
itu telah membantu dan menolong mereka. Giok Ciu lalu menjura dan
menyatakan terima kasihnya kepada pemuda tampan bermuka putih itu.
"Tidak apa, tidak apa!" Gak Bin Tong balas menjura. "Kwie lihiap
janganlah terlalu sungkan. Orang-orang seperti kita memag sudah
sepantasnya bantu membantu dan tolong menolong, bukan? Sayang aku
terlahir dalam keluarga hambar kaisar, hingga tak mungkin dapat
membantu jiwi secara berterang."
Sebetulnya, biarpun harus mengakui bahwa pemuda muka putih itu
telah berjasa dan membantunya menolong Giok Ciu, namun Sin Wan tidak
suka bergaul rapat dengan Gak Bin Tong. Ia diam-diam tidak merasa
suka kepada pemuda ini karena dianggapnya bahwa pemuda ini mempunyai
watak palsu dan tidak setia. Kalau tidak demikian, mengapa pemuda ini
membantu orang luar dan mengkhianati golongan sendiri? Kalau
misalnya ia tidak suka kepada golongannya, mengapa tidak secara terus
terang saja ia keluar dari situ? Sikap berpura-pura dari pemuda itu
terhadap golongan pahlawan kaisar membuat Sin Wan diam-diam
bercuriga dan tidak suka padanya.
"Saudara Gak, pagi-pagi sekali telah datang mengunjungi ami,
tentu ada sesuatu yang sangat penting bukan?" Kata Sin Wanda dengan
suara manis dan ramah.

Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar katamu, Bun-lauwte, ada berita baik sekali. Suma-cianbu pagi
ini pergi melarikan diri ke Cee-tong-an, hanya dengan tiga orang
pengawal. Kau dapat mencegatnya di hutan sebelah selatan kota raja
karena ia pasti mengambil jalan itu."
Girang sekali Sin Wan mendengar ini, lebih-lebih Giok Ciu yang
segera berkata," Hayo kita berangkat sekarang juga, koko."
"Kukira Kwie lihiap jangan ikut pergi," tiba-tiba Gak Bin Tong
berkata hingga gadis itu terkejut dan heran, demikianpun Sin Wan.
"Mengapa begitu?" Sin Wan bertanya.
"Mereka telah mengetahui bahwa Suma-siocia dibawa ke tempat ini,
maka aku kuatir kalau-kalau ada orang menyerbu kesini. Lebih baik
lihiap tinggal di sini menjaga Suma-siocia, pula Suma-cianbu hanya
dikawal oleh tiga orang yang tidak berapa tinggi kepandaiannya,
sehingga agaknya tidak akan menyukarkan saudara Bun."
Sin Wan menganggap omongan ini betul juga, maka setelah memesan
agar Giok Ciu berhati-hati, ia lalu pergi ke hutan yang berada di
sebelah selatan tembok kota.
Sementara itu, setelah Sin Wan pergi, Giok Ciu mempersilahkan Gak
Bin Tong masuk kelenteng dan duduk di ruang tamu, dimana mereka
bercakap-cakap dengan asik, karena Gak Bin Tong memang pandai
berkata-kata. Pemuda ini selain tinggi kepandaian silatnya, juga sudah
berpengalaman dan ia menarik perhatian Giok Ciu dengan ceritanya
tentang berbagai tempat yang ramai. Kemudia pembicaraan mereka
tertuju kepada persoalan yang mereka hadapi dan mereka membicarakan
suma-cianbu. "Memang kapten she Suma itu cukup banyak mengurbankan jiwa
orang-orang gagah hingga banyak orang gagah sakit hati kepadanya,"
kata Gak Bin Tong dengan gemas, kemudian suaranya melembut ketika ia
melanjutkan kata-katanya, "Tapi puterinya Suma-siocia, berbeda jauh
dengan ayahnya itu. Ia adalah seorang gadis terpelajar tinggi, cantik
jelita, dan berbudi baik, hingga ia terkenal sebagai seorang ciankimsiocia yang harum sekali namanya."
"Saudara Gak, apa perlunya kau membicarakan hal gadis itu
kepadaku? Aku tidak tertarik sama sekali!" kata Giok Ciu dengan sikap
murung karena hatinya panas sekali mendengar gadis yang dibencinya
itu dipuji-puji orang didepannya.
Gak Bin Tong tersenyum dan pura-pura tidak tahu akan sikap
gadis itu. Ia menghela napas. "Tapi puteri itu terlalu angkuh dan
tinggi hati. Tiada seorang pemuda diacuhkannya, agaknya memang
saudara Bun saja yang pantas untuk memetik bunga harum itu!"
Mata Giok Ciu menyambarnya dengan tajam,"Apa katamu? Apa..... Apa
maksudmu?" Gak Bin Tong memandang dengan kaget dan heran terbayang nyata di
mukanya yang cakap. "Eh, kau belum tahukah, Kwie lihiap?"
"Tahu apa?" "Saudara Bun jatuh hati kepada gadis cantik itu."
Giok Ciu menahan debaran jantungnya dengan menggigit bibir,"Aah
masak, Bun twako tidak semudah itu jatuh hati!"
"Ha, ha, ha! Memang, saudara dekat tak mungkin mengetahui isi
hati kakak seperguruannya yang tiap hari dekat dan merupakan seperti
saudara sendiri. Mungkin juga Bun-lauwte malu-malu untuk mengaku
padamu, tapi apakah kau tidak dapat menduga? Kalau dia tidak cinta
kepada gadis itu, tak perlu ia menculiknya, bukan?"
"Sudahlah jangan bicarakan soal ini!" kata Giok Ciu dengan gemas
dan tak senang. "Maaf, lihiap. Tapi sungguh aku heran melihat sikapmu. Apakah kau
tidak ikut gembira melihat kakak seperguruanmu mendapat jodoh seorang
gadis yang demikian cantik dan bijaksana seperti Suma Li Lian itu?
Aku sendiri yang hanya menjadi kawan barunya, ikut merasa gembira
dan girang!" Terpaksa Giok Ciu menyembunyikan perasaannya dan menjawab,
"Bukan aku tidak girang, tapi itu bukanlah urusanku, dan pula, aku
masih tidak percaya bahwa Bun twako mencinta gadis anak musuh kami
itu. Sungguh tak masuk akal dan mustahil!"
Gak Bin Tong bangun dan berdiri dari bangku yang didudukinya.
"Kwi lihiap, aku Gak Bin Tong tidak biasa membohong. Kalau kau hendak
membuktikan kebenaran bicaraku, coba kau buktikan dan baik kita samasama lihat siapa yang lebih tepat dugaannya. Kalau ternyata aku
memang keliru sangka , aku bersedia meminta maaf kepadamu, dan kepada
saudara Bun!" Giok Ciu tersenyum dan sebetulnya ia tak ingin melayani orang
yang cerewet seperti pemuda ini, namun di dalam hatinya telah menyala
api yang dicetus oleh kata-kata Gak Bin Tong tadi. Ia lalu
bertanya,"Dengan cara bagaimanakah kita membuktikan itu?"
"Mudah saja. Kalau saudara Bun datang, coba kau beritahu padanya
bahwa kau telah membunuh mati nona Suma itu, coba kita bagaimana
sikapnya terhadapmu. Bukankah ini ujian yang baik sekali? Kalau ia
mencinta Suma-siocia, pasti ia akan marah dan sedih sekali."
Giok Ciu mengangguk-angguk dan anggap bahwa ujian itu baik dan
tepat sekali, maka ia merasa setuju. Setelah bercakap-cakap lagi
beberapa lama, beberapa kali Gak Bin Tong menutup mulu dengan tangan
dan menguap. "Saudara Gak. Kalau kau lelah dan mengantuk, tidurlah di kamar
Bun twako. Akupun hendak beristirahat di kamarku sambil menanti
kembalinya Bun twako."
Gak Bin Tong menyatakan setuju dan ia lalu menuju ke kamar Sin
Wan dan gadis itupun lalu memasuki kamarnya. Karena memang semalam
tidak tidur, maka cepat sekali Giok Ciu pulas di atas pembaringannya.
Dari jauh masih terdengar suara ayam jantan menyambut datangnya
pagi. Sementara itu, Sin Wan seorang diri lari menyusul dan mencegat
musuh besarnya di dalam hutan sebelah selatan. Ternyata pemberitahuan
Gak Bin Tong terbukti. Karena belum lama ia menanti, dari jauh
terdengar suara kaki kuda dan tak lama kemudian muncullah sebuah
kendaraan yang diiringi empat orang berkuda.
Dari tempat persembunyiannya, Sin Wan melihat bahwa empat orang
yang berkuda itu adalah Suma-cianbu sendiri dan tiga orang lain yang
kelihatan gagah, sedangkan ia dapat menduga bahwa yang beada di dalam
kereta itu tentu Nyonya Suma. Setelah rombongan tiba dekat, ia
meloncat keluar dengan pedang Pek Liong Pokiam berkilau di tangan.
"Suma-cianbu! Sekarang tibalah saatnya kau membayar hutangmu!"
Secepat kilat Sin Wan meloncat menubruk dan mengirim tusukan maut
yang diteruskan dengan bacokan hebat. Suma-cianbu terkejut sekali dan
segera menggulingkan diri dari atas kudanya dan "Caapp!" pedang
pemudaitu masuk ke dalam perut kuda dan hampir menabas potong tubuh
kuda itu. Suma-cianbu dan tiga orang pengawalnya segera mengurung Sin Wan.
Tiga orang pengawalnya itupun telah meloncat turun dari kuda masingmasing dan menyerang Sin Wan dengan hebat. Ternyata mereka itu
memiliki kepandaian yang lihat juga hingga untuk sementara waktu Sin
Wan belum juga berhasil merobohkan lawannya.
Dengan gemas sekali Sin Wan lalu mengeluarkan jurus-jurus dari
Pek-liong Kiam-sut yang paling hebat dan kini gerakannya berhsil.
Sambil mengeluarkan teriakan ngeri,seorang pengawal roboh dengan
dada tertembus pedang! Tapi pada saat itu juga seorang pengawal lain
yang tubuhnya tinggi besar menggerakkan tangan dan lima buah senjata
berwarna hitam menyambar ke arah Sin Wan! Pada saat itu senjata di
tangan Suma-cianbu, yakni Hong-twi Siang-kiam pedang sepasang yang
lihat itu, bergerak dengan nekad dan mati-matian mengirim dua
serangan dari kanan kiri, maka dalam keadaan masih berkelit dan
menangkis serangan ini, datangnya lima senjata rahasia yang
menyambar tempat-tempat berbahaya itu sungguh mengejutkan! Namun Sin
Wan mempunyai gerakan yang lincah dan gesit sekali. Pedangnya yang
tadi dipakai menangkis sengaja dipentalkan dan dapat menyampok pergi
tiga batang senjata rahasia itu yang ternyata adalah piauw-piauw
beracun! Dua batang lagi yang menyambar ke arah leher dapat ia
kelitkan sambil miringkan kepala, tapi pada saat itu datang lagi
sebatang piauw dari belakang dan biarpun ia telah miringkan tubuh,
senjata itu tetap masih menancap di pundak kirinya!
Sin Wan marah sekali, ia meloncat menerjang dan pengirim piauw itu
roboh dengan kepala terpisah dari tubuhnya!
Dengan beringas Sin Wan lalu mengamuk dan mengeluarkan seluruh
kepandaiannya.Pengeroyoknya yang hanya tinggal Suma-cianbu dan
seorang pengawal itu mana dapat menahan amukan murid Bu Beng Sianjin
ini. Sebentar saja pengawal ke tiga itu roboh dengan nyawa melayang.
Biarpun hanya tinggal seorang diri menghadapi pemuda yang hebat
mengerikan ini, Suma-cianbu tidak mau mundur atau lari, karena selain
ia harus melindungi isterinya yang berada di dalam kereta, iapun tahu
bahwa sia-sia saja untuk lari. Ia melawan dengan nekad sekali, tapi
karena kepandaian Sin Wan jauh lebih tinggi dari kepandaiannya,
dengan tipu gerakan Pek-liong-chio-sin atau Naga Putih Rebut Hati,
pedangnya berhasil menusuk dada kiri Suma-cianbu yang menjerit ngeri
dan roboh dengan tak dapat berkutik pula. Untuk beberapa saat Sin Wan
memandang darah musuhnya yang mengucur keluar dan membasahi seluruh
pakaiannya itu. Ia merasa puas, puas sekali!
Kemudian ia mendengar teriakan ngeri dan dari dalam kereta itu
keluarlah seorang wanita yang berlari-lari menghampiri tubuh Sumacianbu. Ia adalah Suma-hudjin yang menubruk jenazah suaminya dan
memeluknya sambil menjerit-jerit. Sin Wan sedikitpun tidak merasa
terharu, bahkan ia lalu teringat betapa ia dulu juga seperti nyonya
itu, menangis dan memeluki tubuh ibu dan kakeknya!
Nyonya Suma lalu berdiri dan berpaling kepadanya, "Kau....
kau..... semua ini telah demikian kejam! Kau sungguh orang rendah!"
Sin Wan tersenyum mengejek," Tidak serendah suamimu yang
membunuh mati ibuku dan kakekku!"
"Tapi..... mengapa kau tidak hanya membalas suamiku saja? Mengapa
kau menculik anakku? Li Lian kau bawa kemana?"
Sin Wan menjawab angkuh,"Jangan kuatir, anakmu takkan kuganggu.
Ia pasti akan pulang ini hari juga. Sekarang aku telah membalas
dendam dan tidak butuh lagi bantuan anakmu."
"Kau..... kau..... bangsat hina! Kalau kau..... mengganggu anakku....
lebih baik kau bunuh dia dan kau bunuh aku juga!"
"Tutup mulutmu!" Sin Wan membentak marah. "Kau kira aku ini orang
macam apakah? Aku adalah seorang yang mengutamakan kegagahan dan
perbuatan rendah macam itu tak mungkin kulakukan. Kau pulanglah dan
sebentar lagi aku lepaskan puterimu untuk pulang pula."
"Kau.... berani bersumpah bahwa kau tidak mengganggu Li Lian?"
Marahlah Sin Wan mendengar ini. Kalau yang bicara itu seorang
laki-laki mungkin ia sudah mengirim tendangan atau pukulan! "Aku
bersumpah demi kehormatanku!" Kemudian ia membalikkan tubuh dan lari
pergi meninggalkan nyonya yang masih menangisi suaminya itu.
Ketika ia tiba di kelenteng, hari telah agak siang dan ia disambut
oleh Giok Ciu dan Gak Bin Tong. Ia melihat betapa wajah pemuda itu
agak pucat dan datang-datang ia bertanya cepat,"Saudara Bun,
bagaimanakah hasilnya?"
"Ya, bagaimana twako? Berhasilkah kau?"
Sin Wan membanting dirinya di atas bangku. Ia lelah sekali, karena
semenjak ia mencabut piauw yang menancap di pundak kanannya, ia
merasa betapa pundaknya merasa ngilu dan pegal sekali, juga ada rasa
gatal-gatal sedikit. Tapi ia mengeraskan hati dan mempertahankan rasa
sakitnya. "Aku berhasil," katanya sambil mengangguk,"Suma-cianbu telah
kubunuh mati bersama tiga orang pengawalnya!"
Giranglah wajah Giok Ciu mendengar ini, dan sambil mendongak ke
atas ia berbisik,"Ayah, seorang musuh telah mampus!"
Pada saat itu Gak Bin Tong diam-diam memberi isyarat dengan
kejapan mata kepada Giok Ciu. Gadis itu teringat lalu berkata kepada
Sin Wan dengan perlahan,"Twako, aku tidak mau bertindak kepalang
tanggung. Aku juga bunuh mati gadis she Suma anak musuh kita itu."
Tiba-tiba Sin Wan meloncat bangun. Wajahnya pucat bagaikan mayat
dan kedua matanya terbelalak sedangkan bibirnya menggigil. "Kau... kau
bunuh mati Suma Li Lian??"
Melihat sikap pemuda seperti ini, naiklah darah Giok Ciu. Sambil
mengangkat dada ia menjawab, "Ya, aku bunuh dia! Kau sedih dan
menyesal?" Sin Wan tumbuh-tumbuk kepalanya dan berseru,"Celaka....!" dan
hampir saja ia tampar muka gadis itu karena marahnya. Ia telah
bersumpah takkan mengganggu gadis itu, telah bersumpah demi
kehormatannya kepada ibu gadis itu, dan sekarang Giok Ciu membunuh
gadis itu tanpa bertanya lebih dulu padanya. Celaka benar-benar!
Dengan cepat dan bingung sekali Sin Wan meloncat ke dalam dan
berlari-lari ke arah kamar Suma Li Lian.
Pintu kamar itu tertutup dan ia segera mendorong pintu itu
terbuka dan meloncat masuk. Tapi, tiba-tiba ia berdiri diam bagaikan
patung ketika melihat gadis cantik jelita itu bukannya rebah menjadi
mayat di atas pembaringan, tapi sedang duduk dengan muka berseri-seri
melihat kedatangannya! Gadis itu mengenakan pakaian dalam yang
ringkas dan memperlihatkan potongan tubuh yang menggairahkan,
sedangkan sepasang matanya berseri-seri memandangnya dan sepasang
pipinya kemerah-merahan! Tiba-tiba Suma Li Lian turun dari
pembaringannya dan lari menghampirinya. Sebelum Sin Wan hilang
terkejutnya dan dapat menduga apa yang hendak dilakukan oleh gadis
itu, tahu-tahu Suma Li Lian telah memeluknya dan merangkul lehernya!
Muka gadis itu disembunyikan ke dada dalam rangkulan mesra sekali!
Sin Wan menjadi bingung dan buru-buru ia melepaskan rangkulan
orang, lalu bertindak mundur."Eh, eh.... siocia, jangan... jangan begitu!"
"Koko.... kenapa kau sebut aku siocia....?" Suma Li Lian berkata
lirih dengan nada yang mesra sekali.
Makin terkejutlah hati Sin Wan melihat dan mendengar ini. Ia
merasa kasihan sekali dan menyangka bahwa gadis itu tentu telah
berubah menjadi gila! Maka ia hendak berlaku tegas dan cepat saja.
"Nona dengarlah baik-baik. Kau telah bebas kini. Aku tidak
menahanmu lagi. Kau boleh pulang dan kau bisa minta nikouw disini
mengantarmu. Dan sebelum kita berpisah, lebih baik aku beritahukan
dulu padamu. Aku telah berhasil membunuh ayahmu, musuh besarku yang
dulu membunuh ibu dan kakekku!"
Suma Li Lian menjerit lirih dan menutup muka dengan kedua
tangannya. Ia terhuyung mundur dan menjatuhkan diri di atas
pembaringan sambil menangis. "Ayah... ayah..." demikian ratapnya. Sin
Wan hanya berdiri dan memandangnya dengan mata bersinar dingin.
Kemudian ia berkata, "Nona Suma! Aku telah berjanji kepada ibumu untuk membebaskan
kau. Nah selamat berpisah. Aku akan pergi dulu dari sini dan kita
takkan bertemu pula, kecuali kalau kau menaruh dendam kepadaku
karena ayahmu kubunuh. Kalau demikian halnya, maka sewaktu-waktu
kau boleh membalas sakit hatimu dan mencari aku ke puncak Kam-hongsan!"
"Koko.... koko.... begitu kejamkah hatimu...? Sampai hatikah kau
setelah apa yang terjadi pada waktu fajar tadi...koko...?" Gadis itu
berdiri dan lari hendak memeluknya tapi Sin Wan segera meloncat
keluar dan menutup daun pintu dengan keras. Ia hanya mendengar isak
tangis gadis itu. Diam-diam ia merasa kasihan juga karena menganggap
bahwa benar-benar gadis itu telah menjadi gila!
Ketika bertemu Giok Ciu, Sin Wan berkata,"Maafkan sikapku tadi,
moi-moi! Tapi, sebenarnya apakah maksudmu dengan membohongi seperti
itu?" Kalau saja tadi Giok Ciu tidak mendengar kata-kata Sin Wan
terhadap Suma Li Lian yang jelas menyatakan bahwa di dalam hati
pemuda itu tidak ada perasaan apa-apa terhadap Li Lian, tentu Giok Ciu
masih marah dan cemburu. Sekarang ia hanya balas bertanya,
"Coba kau jawab duu, twako. Mengapa ketika mendengar kematian
gadis itu kau menjadi pucat sekali seakan-akan seorang yang hancur
hatinya?" "Moi-moi.... kau... kau tidak tahu. Aku telah bersumpah kepada ibu


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadis itu bahwa aku takkan mengganggu Li Lian, maka tentu saja aku
terkejut dan bingung ketika mendengar bahwa kau telah membunuhnya!
Dan ..... dan tentang wajahku yang pucat... agaknya dari lukaku
inilah... aku ... sekarang juga aku merasa pening sekali...."
"Kau terluka, koko? Mana yang terluka?" Suara gadis itu penuh
perhatian dan kecemasan hingga diam-diam Sin Wan merasa geli melihat
watak gadis kekasihnya yang sebentar marah sebentar mesra sikapnya
itu. Setelah memeriksa luka di pundak Sin Wan yang menjadi hitam,
maka gadis itu berkata,"Twako, luka di pundakmu adalah akibat senjata
beracun, warnanya hitam sekali. Bukankah dulu suhu pernah berkata
bahwa pedangmu dapat digunakan untuk mengobati pengaruh bisa yang
hitam bekasnya? Mari kita coba."
Sin Wan juga teringat akan pesan suhunya itu, maka dengan tangan
lemah ia mencabut Pek Liong Pokiam dan memberikan pedang itu kepada
Giok Ciu. Gadis itu lalu mencuci bersih ujung pedang putih itu, lalu
merendam pedang di dalam arak untuk beberapa lamanya. Kemudian ia
memberikan arak itu kepada Sin Wan yang lalu meminumnya sebagian dan
sebagian pula dipakai mencuci luka itu. Heran sekali, setelah terkena
arak rendaman Pek Liong Pokiam, dari luka itu mengalir darah seakanakan tersedot keluar. Darah itu hitam sekali warnanya.
Setelah racun itu keluar dari pundaknya, Sin Wan memandang
sekeliling dan bertanya,"Eh, dimanakah saudara Gak? Sejak tadi aku
tidak melihatnya!" Giok Ciu cemberut dan teringat akan gara-gara yang ditimbulkan
oleh pemuda muka putih."Entahlah, dia sudah pergi tadi, tanpa memberi
tahu padaku. Agaknya ia tak enak hati melihat kita bertengkar tadi."
"Giok Ciu, mari kia cepat-cepat pergi meninggalkan tempat ini.
Karena Suma-cianbu terbunuh olehku, tak lama lagi tentu datang
pahlawan-pahlawan mencari kita di sini, sedangkan tenagaku masih
lemah." "Memang seharusnya kita cepat-cepat pergi. Maksud membalas dendam
telah tercapai, untuk apa lama-lama tinggal di kota ini?" Kata Giok
Ciu yang sebenarnya ingin lekas-lekas mengajak Sin Wan pergi
meninggalkan Suma Li Lian! Mereka lalu pergi dan karena masih banyak
musuh-musuh yang belum terbalas, mereka segera menuju ke Siauw-san
untuk mencari musuh-musuh mereka nomor dua, yakni Siauw-san Ngosinto Lima Golok Sakti dari Siauw-san!
Karena luka Sin Wan, biarpun setelah racunnya keluar hanya
merupakan luka tidak berbahaya, namun atas desakan Giok Ciu, mereka
melakukan perjalanan dengan seenaknya dan tidak tergesa-gesa. Dengan
cara begini berangsur-angsur luka itu sembuh kembali. Sementara itu,
tanpa terasa mereka telah melakukan perjalanan sepuluh hari lebih.
Pada suatu hari mereka tiba di dusun Tung-kwang yang berada di
kaki bukit Siauw-san. Ketika memasuki pintu dusun itu,mereka melihat
empat penunggang kuda membalapkan binatang tunggangan mereka ke
dalam dusun. Di punggung keempat orang itu tampak gagang pedang
hingga Sin Wan dan Giok Ciu dapat menduga bahwa mereka tentu ahliahli silat, juga dari cara mereka duduk di atas kuda dapat diketahui
bahwa mereka mempunyai kepandaian yang tidak rendah.
Ternyata dusun itu ramai juga dan kedua anak muda itu berhenti di
sebuah kedai untuk mengisi perut mereka yang lapar.
Penjaga kedai itu melirik ke arah gagang pedang mereka dan dengan
senyum menghormat ia berkata, "Ah, jiwi engkau tentu akan mengunjungi
Ngo-lo-enghiong di puncak Siauw-san , bukan? Hari ini telah lebih dari
dua puluh orang-orang gagah yang lewat disini perjalanan mereka ke
sana." Sin Wan dan Giok Ciu dengan sikap acuh dan tak acuh lalu duduk
memesan masakan."Apakah keempat orang gagah berkuda tadi juga
kesana?" Tanya Sin Wan sambil lalu.
"Tentu saja, habis kemana lagi? Tapi mereka agaknya tergesa-gesa
sekali hingga tidak singgah di warungku. Mereka hanya membeli bakpauw
dan membawanya berkuda terus mendaki Siauw-san.
Sin Wan dan Giok Ciu menduga-duga. Ada terjadi apakah di puncak
gunung Siauw-san hingga banyak orang gagah mengunjungi Ngo-sinto?
"Tentu kali ini banyak yang datang mengunjungi Ngo-lo enghiong,
bukan? Tanyanya dengan cerdik untuk memancing keterangan. Ternyata
pancingannya berhasil karena penjaga kedai yang doyan omong itu lalu
berkata, "Tentu saja! Untuk merayakan ulang tahunnya yang ke enam puluh,
Twa-lo enghiong mengadakan pesta besar dan mengundang banyak orang
gagah. Menurut penuturan Aliok yang dipanggil ke sana untuk membantu
memasak, Ngo-lo enghiong membuat pesta besar dan memotong tiga ekor
babi gemuk dan puluhan ekor ayam. Bahkan bumbu-bumbu telah di
datangkan dari kota Cin-lok-an sampai hampir satu gerobak banyaknya!
Pendeknya, jiwi kali ini naik ke sana akan menikmati pesta besar!"
Sin Wan dan Giok Ciu tersenyum dan mempercepat makannya.
"Kalau aku tidak salah ingat, pesta itu diadakan besok pagi, bukan?
Karena kami hanya mendengar dari teman-teman, mungkin keliru?"
Penjaga itu memandang mereka dengan wajah lucu. "Eh, bagaimana
jiwi bisa keliru? Pesta itu diadakan sore hari ini, kalau datang besok
pagi, tentu terlambat dan tidak mendapat bagian hidangan lezat!"
"Kalau begitu, kami harus pergi sekarang juga!" kata Sin Wan yang
segera membayar harga makanan dan mengajak Giok Ciu meninggalkan
warung itu. Ketika mereka telah jauh dari situ, ditengah jalan Giok
Ciu berkata, "Twako mengapa kau tergesa-gesa benar? Bukankah lebih baik kalau
kita datang besok saja setelah semua tamu pergi? Kalau kita datang
sekarang, jangan-jangan kita menimbulkan keributan dan mendapat
musuh-musuh baru." Sin Wan memandang gadis itu. "Moi-moi, aku mengerti akan
maksudmu, dan dipandang sepintas lalu memang benar sekali pendapatmu
tadi. Tapi, ketahuilah bahwa Siauw-san Ngo-sinto adalah orang-orang
gagah yang ternama sekali walaupun mereka itu menjadi anjing-anjing
penjilat kaisar. Kalau kita diam-diam bunuh mereka, maka orang-orang
gagah di kalangan kang-ouw akan bisa salah sangka terhadap kita. Tapi
sekarang kebetulan sekali di sana banyak berkumpul orang-orang kangouw hingga biarlah mereka yang menjadi saksi bahwa kita membunuh
mereka hanya untuk membalas dendam dan menagih hutang jiwa!"
Giok Ciu mengangguk-angguk."Mungkin kau benar, twa-ko. Laginya,
bagiku sih sama saja, pokoknya asal kita bisa berhasil membunuh
anjing-anjing tua itu. Ada banyak orang atau tidak, aku tidak takut!"
Sin Wan tersenyum melihat sikap yang tabah dan agak jumawa dari
Giok Ciu itu. Mereka segera keluar dari dusun itu dan menggunakan
ilmu lari cepat mereka untuk mendaki Gunung Siauw-san yang tidak
seberapa besarnya tapi tanahnya sangat subur itu.
Hari telah menjelang senja ketika mereka tiba di lereng puncak
Siauw-san. Dari jauh telah nampak berkelap-kelipnya cahaya
penerangan di atas puncak di mana terdapat sebuah bangunan besar,
yakni sebuah bio tua yang dicat indah dan menjadi tempat pertapaan
Siauw-san Ngo-sinto. Pada saat itu, Siauw-san Ngo-sinto sedang sibuk menyambut para
tamu dan mengepalai para pelayan mengeluarkan hidangan. Kelima
saudara itu berpencar dan masing-masing sibuk mendekati setiap tamu
untuk diajak bercakap-cakap dan beramah tamah.
Saudara tertua dari Ngo-sinto itu yang kini sedang dirayakan
hari kelahirannya yang ke enam puluh, adalah seorang tinggi besar dan
disebut Twa-sin-to atau Golok Sakti Tertua. Yang ke dua, yakni Ji-sinto adalah seorang tinggi kurus dan bermuka pucat. Kelima saudara
secabang ini memang ahli golok yang pandai, tapi di samping kepandaian
bermain golok, masing-masing masih mempunyai kepandaian istimewa.
Twa-sin-to atau yang tertua memiliki kepandaian melempar hui-to atau
golong terbang yang melengkung dan jika dilempar ke arah lawan dapat
terbang kembali dan menyambar pula, maka biarpun golok itu dapat
dikelit, tapi ia akan memutar kembali dan melakukan serangan kedua!
Dan hebatnya, ia bisa melepas tiga buah golok sekali lempar! Yang
kedua, yakni Ji-sin-to yag bermuka pucat itu, mempunyai ilmu Pasir
Besi atau Tiat-see-ciang, yakni kedua tangannya telah terlatih
sedemikian rupa hingga sanggup menyambut senjata tajam dan juga dapat
digunakan sebagai senjata yang cukup ampuh karena tangan itu telah
berpuluh tahun digembleng dan dilatih dengan menggunakan bubuk besi
atau pasir besi yang diremas-remas dan dipukul-pukul. Yang ketiga
atau Sam-sin-to yang pendek gemuk memiliki ilmu tendangan yang
sangat berbahaya, yakni yang disebut Siauw-cu-twie, yang dapat
dilakukan bertubi-tubi dan sangat berbahaya, terutama terhadap musuh
yang tidak memiliki ginkang tinggi dan kegesitan pasti akan
tertendang roboh! Orang ke empat yang tubuhnya tinggi besar juga,
memiliki ilmu weduk Kim-ciong-ko dan ia sanggup untuk menerima
pukulan senjata tajam tanpa terluka kulitnya! Sedangkan orang yang ke
lima, yang bertubuh sedang dan berwajah cakap, juga usinya termuda,
kurang lebih puluh lima tahun, adalah seorang ahli Liap-kang Pek-kochiu aau ilmu keraskan tangan yang lebih berbahaya dari pada Tiatsee-ciang, karena dengan jari-jarinya yang dilempangkan dan keras
laksana baja, ia sanggup menyerang lawan dengan Coat-meh-hoa atau
ilmu totok dari Bu-tong-pai yang tak mencari urat atau jalan darah
ketika digunakannya! Karena mereka ini rata-rata lihai sekali, maka banyak orangorang gagah yang kenal baik nama mereka dan jauh-jauh memerlukan
datang untuk memberi selamat kepada saudara tertua atau Twa-sin-to
dari Ngo-sinto ini. Memang sangat disayangkan bahwa akhir-akhir ini
kelima jago tua yang lihai itu kena terpikat bujukan dan pikatan
harta benda dan kemulian dunia oleh orang-orang kaki tangan kaisar
hingga mereka "kesalahan tangan" dan membunuh mati Kang-lam Ciu-hiap
atau kakek Sin Wan dan karenanya mereka berlima menanam bibit
permusuhan dengan Sin Wan.
Bio atau kuil tua di puncak Siauw-san itu sangat besar dan
mempunyai ruang depan yang luas. Di situ berkumpul kurang lebih tiga
puluh orang tamu dari macam-macam golongan, ada yang masih muda
sekali, ada pula yang telah kakek-kakek. Ada yang berpakaian sebagai
piauwsu, sebagai guru silat, dan banyak juga yang berpakaian hwesio
berkepala gundul dan pertapa-pertapa lain, seperti tosu dan
sebagainya. Ketika datang empat orang penunggang kuda yang tampaknya sangat
tergesa-gesa, maka keempat orang tamu itu cepat menjumpai tuan rumah
dan memberitahukan sesuatu. Kelima Ngo-sinto terkejut sekali
tampaknya dan mereka lalu menghadapi semua tamu sambil minta mereka
tenang. Kemudian saudara tertua dari Ngo-sinto berkata.
"Cuwi yang terhomat. Kami berlima sangat berterima kasih dan
bergembira dengan kunjunga cuwi sekalian, tapi sayang sekali kami
mendengar beria buruk yang baru saja datang dari kota raja! Ternyata
bahwa beberapa orang anak pemberontak yang dulu di basmi oleh Sumacianbu dengan bantuan tenaga kami, kini telah mengacao di kota raja
dan berhasil membunuh Suma-cianbu yang gagah itu. Dan menurut
pembawa berita, maka selain membunuh Suma-cianbu dan menodai
puterinya, juga dua orang orang pemberontak itu agaknya menuju ke
sini untuk mencari kami!"
Terdengar suara marah di sana sini, yakni dikalangan orang-orang
yang memang tidak menyetujui sepak terjang para orang gagah yang
sengaja mengacau pemerintahan yang mereka anggap tidak adil. Tapi di
kalangan beberapa orang gagah yang duduk di situ, berita itu di anggap
biasa saja dan bukan urusan mereka.
"Ah mengapa Ngo-wi lo-enghiong pusingkan pengacauan yang
dilakukan oleh beberapa ekor tikus kecil saja!" kata seorang anak muda
yang bersikap gagah dan berpakaian indah.
"Kami berlima bukannya merasa takut dan bingung, sama sekali
tidak!" jawab Ji-sin-to."Akan tetapi, setidak-tidaknya kalau mereka itu
berani datang, tentu akan mengacaukan suana pesta ini dan dengan
demikian membikin tidak enak kepada cuwi sekalian yang mulia."
"Biarkan mereka datang, nanti kami sambut mereka bersama.
Sebagai tamu sudah sepantasnya kalau kita membela tuan rumah,"jawab
seorang tamu lain. Mendengar ini, kelima orang tuan rumah itu merasa lega dan
senang. Mereka menjura keempat penjuru dan berkata,"Terima kasih
banyak atas budi kecintaan dan rasa setia kawan cuwi, tapi agaknya
kalau baru dua orang anak pemberontak saja, tulang-tulang kami yang
tua masih sanggup untuk melayani mereka!"
Para tamu lalu melanjutkan pesta mereka dengan gembira. Tapi
diam-diam Siauw-san Ngo-sinto bersiap, bahkan lalu mereka menyuruh
orang mengambil golok mereka untuk disediakan di situ dan Twa-sin-to
sendiri diam-diam lalu memasang kantung hui-to di atas punggunya.
Mereka telah mendengar dari keempat tamu pembawa berita dari kota
raja tadi bahwa pembunuh-pembunuh Suma-cianbu memiliki kepandaian
tinggi, juga ada pesan dari Cun Cun Hoatsu agar mereka berhati-hati!
Oleh karena inilah mereka berlaku waspada dan agak merasa lega karena
banyak di antara para tamu adalah orang-orang gagah yang mereka bisa
harapkan bantuannya. Ketika pesta sedang berjalan ramai-ramainya, tiba-tiba api lilin
di meja tengah bergoyang-goyang hampir padam dan tahu-tahu disitu
telah berdiri dua orang anak muda, seorang pemuda tampan dan seorang
dara jelita yang keduanya bersikap gagah sekali.
"Ngo-sinto keluarlah untuk membuat perhitungan lama!" Pemuda itu
berkata dengan suara nyaring dan tenang, sedangkan gadis jelita itu
menggunakan sepasang matanya yang tajam bagaikan sepasang bintang
pagi itu untuk menatap orang-orang di sekelilingnya!
Pada saat itu, tiba-tiba dari belakang mereka melayang tiga
batang hui-to atau golok terbang yang menyambar cepat sekali! Biarpun
tidak melihat datangnya senjata hebat ini, namun telinga Sin Wan dan
Giok Ciu yang tajam dapat menangkap sambaran angin senjata itu, maka
mereka lalu berkelit ke kiri dan kekanan sehingga tiga batang golok
kecil itu terbang di samping mereka. Tapi golok itu segera membelok
dan melayang kembali menyerang ke dua orang muda itu! Sin Wan dan
Giok Ciu walaupun merasa terkejut dan kagum melihat kehebatan senjata
rahasia ini, berlaku tenang. Dengan gerakan cepat Sin Wan dapat
menangkap sebuah senjata yang melayang ke arahnya, sedangkan Giok Ciu
yang hendak pertontonkan kepandaiannya sambil meloncat berjungkir
balik ia berhasil menyaut dua batang hui-to di tangan kanan kirinya.
Pada saat itu, kembali dari arah belakang, Twa-sin-to melepas tiga
batang golok lagi. Tapi sekali ayunkan kedua tangannya, sepasang golok
di tangan Giok Ciu melayang dan membentur dua batang golok yang
datang menyambar itu hingga empat buah golok terbang jauh di tanah
mengeluarkan suara berkerontangan. Sedangkan Sin Wan menggunakan
golok rampasannya unuk menyabet golok ketiga yang datang menyambar
hingga golok itupun terpukul jatuh, kemudian dengan menggunakan dua
jari tangannya, ia tekuk golok tiu patah menjadi dua potong!
Tiba-tiba Sin Wan tertawa bergelak-elak dengan suara mengandung
penuh ejekan, lalu katanya,"Aah, tak kusangka bahwa nama besar kelima
golok Sakti dari Siauw-san tak lain hanya nama kosong belaka! Lima
orang tua yang menyebut diri sebagai orang-orang gagah itu ternyata
hanya lima orang pengecut yang menyambut kedatangan tamu dengan
senjata gelap yang dilepas dari belakang pula!"
Ketika melihat kelihaian kedua orang muda itu, pelepas golok
terbang, yakni Twa-si-to sendiri, merasa terkejut sekali. Tapi ia tidak
mau kehilangan muka di depan para tamunya, maka ia membentak keras,
"Sepasang tikus kecil, kalian sungguh kurang ajar berani mengacau
pesta kami dan menghina serta tidak pandang sebelah mata kepada para
tamu yang gagah perkasa! Apa kalian sudah bosan hidup?"
Sin Wan dan Giok Ciu memutar tubuh menghadapi pembicara ini yang
ternyata seorang tua tingi besar yang sikapnya sangat jumawa dan
gagah. Mereka belum menjawab dan menduga-duga ketika seorang muda
yang berpakaian indah dan bersikap sombong meloncat dengan gerakan
indah dan berdiri di depan Si Wan, lalu menuding dengan jari
telunjuknya dan berkata, "Kau ini siluman dari mana berani mengacau di sini dan tidak
mengindahkan tuan rumah? Kepandaian apakah yang kau miliki maka kau
berani membikin ribut-ribut?"
Sin Wan dengan tak acuh mengerling ke arah orang itu. Ternyata ia
masih muda, paling banyak tiga puluh tahun, sikapnya gagah dan jumawa
sekali, pakaiannya dari sutera yang atas kuning,yang bawah biru, dan
lagaknya tengil sekali dengan mata liarnya yang saban-saban
mengerling tajam ke arah Giok Ciu!


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau anak-anak tahu apa, jangan ikut campur. Pergilah!" kata Sin
Wan. Marahlah orang itu mendengar ejekan ini. Ia mencabut pedangnya
dan meloncat mundur ke tempat lega sambil menggerak-gerakkan
pedangnya dengan cepat dan bertenaga hingga pedang itu menerbitkan
suara bersiutan. Katanya dengan suara keras.
"Kau bangsat pemberontak! Tak tahukah kau siapa aku? Aku adalah
wakil cabang Kun-lun-pai dan kau tidak boleh pandang rendah padaku
sesukamu saja. Lihat,pedang Kun-lun-pai akan menghukum orang-orang
sombong yang menghina kaumnya!"
Giok Ciu memberi isarat kepada Sin Wan dengan matanya, lalu
iapun meloncat menghadapi orang itu. Ia menjura dengan senyum manis
lalu berkata, "Maaf kalau kami tidak mengenal seorang tokoh dari Kunlun-pai yang terbesar. Tidak tahu siapakah hohan dan apa pula
gelarnya?" Jilid VII Melihat sikap Giok Ciu yang sopan dan memuji-mujinya, si baju
sutera menjadi girang sekali dan ia makin berlagak, bahkan kini
angkat-angkat dadanya ke depan sebelum menjawab sambil melihat ke
kanan kiri. "Hem, kau jauh lebih sopan dan baik jika dibandingkan dengan
kawanmu itu, nona. Sungguh heran bisa bersahabat dengan orang kasar
itu! Ketahuilah, aku adalah Hui Tat dan disebut orang Eng-jiauw-kam
atau Pedang Kuku Garuda! Kalau kau menyatakan maaf kepada tuan
rumah, aku Hui Tat suka bikin habis perkara ini, tapi kawanmu yang
kasar itu jangan harap akan dapat terlepas dari pedangku!"
Giok Ciu mengingat-ingat dan sepanjang pengetahuannya, tidak ada
seorang tokoh Kun-lun-pai yang bernama atau berjuluk seperti itu. Ia
tahu betul akan nama-nama para tokoh Kun-lun-pai karena dulu
seringkali ayahnya yang juga seorang tokoh Kun-lun-pai yang ternama
menceritakannya. Maka kini mendengar obrolan Hui Tat, ia dapat
menduga bahwa orang ini hanya mengaku-aku saja cabang Kun-lun
sebagai cabangnya untuk mengangkat diri, atau boleh jadi juga ia
seorang murid cabang itu, karena memang murid cabang Kun-lun-pai
banyak sekali jumlahnya dan tersebar kemana-mana. Maka berubahlah
sikapnya, karena tadipun ia hanya ingin main-main saja, sedangkan di
dalam hatinya memang telah ada dugaan tidak baik terhadap orang
sombong ini. "Jadi kau adalah seorang tokoh Kun-lun-pai yang ternama? Aku
telah lama sekali mendengar bahwa ilmu pedang dari Kun-lun-pai
adalah luar biasa sekali, dan diantaranya terdapat gerakan-gerakan
seperti Pek-hong-koan-jit dan Tiang-khing-king-thian. Sukakah kau
menambah pengetahuanku yang dangkal dan memperlihatkan kedua
gerakan ini?" Memang watak Hui Tat sangat sombong dan jumawa, dan kini ia kena
di"bakar" oleh Giok Ciu yang nakal. Gadis ini sengaja menyebutkan
gerakan ilmu pedang yang mudah hingga tentu saja Hut Tat girang
mendengar ini. Dengan lagaknya yang jumawa ia berkata,
"Kau baru mendengar sebutannya saja sudah tertarik, apa lagi
kalau melihat gerakan itu dimainkan olehku! Lihatlah, ini yang disebut
Pek-hong-koan-jit!". Ia menggerakkan pedangnya dan diputar sedemikian
rupa hingga pedang itu mengeluarkan sinar putih yang besar dan bulat
di atas kepala dan melindungi bagian atas dari serangan musuh. Memang
gerakan ini bagus sekali karena dilihat sekelebatan seakan-akan Hui
Tat sedang memegang sebuah payung putih di atas kepalanya!
"Dan inilah yang disebut Tiang-khing-king-thian!" Ia lalu
mengubah gerakan tangannya yang tadi memutar-mutar pedang dan kini
tubuhnya ikut berloncatan ke kanan kiri dan pedangnya mendatangkan
sinar panjang berkelebatan. Giok Ciu yang telah mempelajari Kun-lun
Kiam-hoat dengan baik dan kenal semua tipu gerakan ilmu pedang cabang
ini, mendapat kenyataan bahwa biarpun gerakan si sombong ini cukup
cepat, namun hanya merupakan latihan luar saja dan kepandaiannya
yang bagus ditonton itu sebenarnya tidak berisi. Maka ia segera
tertawa nyaring hingga Hut Tat menjadi makin sombong. Ia mengangkat
dada dan berkata sambil tersenyum girang,
"Bagaimana nona? Bukankah hebat gerakan ilmu pedangku?"
Tiba-tiba Giok Ciu memandangnya dengan mata tajam dan menghina.
"Hui Tat, hayo kau lekas berlutut di depanku!" bentaknya.
Bukam main kagetnya Hui Tat mendengar perubahan sikap gadis
cantik ini. Juga semua tamu dan tuan rumah yang semenjak tadi melihat
mereka menjadi terkejut. "Eh, apa..... apa maksudmu?" Hui Tat bertanya.
"Jangan banyak cerewet, hayo lekas memberi hormat kepadaku. Kau
hanyalah cucu muridku kalau dipandang dari sudut kepandaianmu!"
"Apa? Kau juga murid anak murid Kun-lun?"
"Mungkin gurumu baru pantas menjadi murid keponakanku. Maka
hayo lekas kau berlutut!"
Marahlah Hui Tat. "Kau jangan kurang ajar seperti kawanmu itu.
Memang kalian pemberontak-pemberontak yang harus dibasmi. Jangan kau
sembarangan hendak menghina Kun-lun-pai!"
"Siapa yang menghina Kun-lun-pai? Bukan aku, tapi kau
sendirilah! Akulah benar-benar anak murid Kun-lun sedangkan kau ini
hanya mengaku-aku saja! Kau kira kedua gerakan tadi betul? Ha, ha!
Dalam satu dua jurus saja aku bisa mainkan Tiang-khing-king-thian
dan merobohkanmu jika kau menangkis dengan gerakanmu Pek-hong-koanjit yang tak karun tadi."
"Boleh kau coba!" tantang Hui Tat yang merasa dihina sekali.
"Betulkah? Nah, lihat baik-baik, dalam satu jurus saja aku akan
merampas pedangmu dan merobek bajumu yang terlalu mewah itu!" Sambil
berkata begitu Giok Ciu mencabut pedangnya dari punggung.
"Awas, kau gunakan Pek-hong-koan-jit baik-baik!" Seru gadis itu
dan dengan cepat Hui Tat telah bersiap dan pasang kuda-kuda, Giok Ciu
lalu bersuit keras dan mengerahkan ginkangnya meloncat menyerbu ke
arah lawan itu. Hui Tat melihat lawannya menyerang dari atas segera
memutar pedangnya dengan tipu gerakan Pek-hong-koan-jit tadi untuk
melindungi kepalanya. Dan benar saja, Giok Ciu bergerak menjalankan
serang dengan tipu Tiang-khing-king-thian atau Pelangi Panjang
Melengkung di Langit. Pedangnya bergerak cepat dan dari mulutnya
masih melengking suitannya yang membuat Hui Tat tiba-tiba merasa
keder dan gugup sekali. Karena Giok Ciu memang memiliki tingkat
kepandaian dan lweekang yang jauh diatasnya, maka sekali kedua pedang
menempel, Hui Tat kehilangan keseimbanga badan dan tangannya. Ketika
Giok Ciu menggunakan tangan kiri mengetuk pergelangan tangannya
maka pedangnya telah pindah tangan tak terasa pula! Pada saat tubuh
gadis itu turun di sebelah kiri lawan, gadis itu menggerakkan
pedangnya dan "brebeett"ujung pedang itu merobek baju Hui Tat hingga
terbukalah baju itu dari batas leher sampai pinggang!
"Nah, tidak lekas berlutut mau tunggu kapan lagi?" Giok Ciu
membentak sambil mengayunkan pedang rampasan itu keatas dan pedang
itu bagaikan anak panah menancap di balok melintang hingga hampir
setengahnya!! Hui Tat merasa malu dan terkejut sekali. Tanpa berkata apa-apa ia
lalu lari pergi dan menggunakan tangan kanan unuk memegang bajunya
yang robek. Sedikitpun ia tidak berani menoleh dan lari bagaikan
dikejar setan karena ia merasa malu sekali! Giok Ciu dan Sin Wan
tertawa bergelak-gelak. "Siauw-san Ngo-sinto! Janganlah berlaku pengecut, dan keluarlah
kalian untuk mengadu kepandaian! Apakah kalian takut pada kami?"
Kelima Golok Sakti dari Siauw-san yang telah puluhan tahun
membuat nama besar itu, tentu saja tidak sudi menelan hinaan kedua
anak muda itu, dan berbareng mereka berlima meloncat menghadapi Sin
Wan dan Giok Ciu, sedangkan golok andalan mereka telah berada di
tangan masing-masing! "Hm, anak muda sombong. Kalian terlau mengandalkan kepandaian
sendiri dan tiak pandang sebelah mata kepada semua orang berada
disini! Tidak tahukah kalian bahwa kami sedang melakukan pesta
perjamuan dan bahwa kalian tidak kami undang? Tapi kalian sengaja
datang mengacau dan karena ini selain kalian menghina kami berlima
orang-orang tua, juga kalian telah memandang rendah dan tidak
menghargai semua tamu-tamu kami yang terhormat!" kata Twa-sin-to
sambil memandang kepada semua tamu.
Sin Wan terkejut dan mengagumi kecerdikan dan kelicinan orang
tua itu. Ucapan yang dikeluarkan seakan-akan menegurnya itu
sebenarnya adalah semacam hasutan untuk menarik semua tamu di pihak
mereka danagar semua tamu dipandang rendah oleh Sin Wan dan Giok Ciu
sehingga menjadi marah. Maka buru-buru Sin Wan menjura ke
sekelilingnya dan berkata dengan suara yang lebih keras lagi dari
pada suara Twa-sin-to. "Cuwi yang terhormat! Ketahuilah bahwa kami berdua orang muda
tidak sekali-kali berani memandang rendah kepada cuwi yang gagah
perkasa. Siauwte telah cukup mendapat didikan kakekku Kang-lam Ciuhiap untuk berlaku hormat kepada sahabat-sahabat dari kalangan kangouw dan para licianpwe, sedangkan adikku inipun cukup mendapat
didikan dari ayahnya yang bukan lain adalah Kwie Cu Ek si Harimau
Terbang! Kami berdua adalah keturunan orang-orang gagah yang binasa dalam
keadaan mengandung penasaran karena penghinaan orang-orang semacam
Ngo-sinto ini! Kini kami datang ke sini semata-mata hendak membalas sakit hati atas
terbunuhnya orang-orang tua kami, dan urusan kami hanyalah dengan
Ngo-sinto, sedikitpun tiada sangkut paut dengan cuwi sekalian!"
Mendengar kata-kata Sin Wan ini, semua tamu diam-diam
mengangguk-angguk karena nama-nama besar seperti Kang-lam Ciu-hiap
dan Hui-hauw Kwie Cu Ek memang telah mereka dengar dengan baik. Maka
sebagian besar daripada mereka ini lalu duduk dan tidak hendak
mencampuri urusan orang lain yang sebenarnya adalah urusan pribadi
dan balas dendam perseorangan yang sedikitpun tiada sangkut paut
dengan mereka. Tapi seorang pertapa rambut panjang yang digelung ke
atas dan memakai tusuk rambut emas dan jubahnya berwarna merah,
berdiri dari tempat duduknya dan lalu tubuhnya yang jangkung kurus
itu berjalan tenang dan menghampiri Sin Wan dan Giok Ciu.
Ia mengangguk ke arah tuan rumah lalu berkata kepada Sin
Wan,"Eh, anak muda! Kau pandai sekali menggunakan nama kakekmu Kanglam Ciu-hiap dan nama Hui-haw Kwie Cu Ek untuk menakut-nakuti para
tamu! Tapi ketahuilah, nama-nama yang kau sebut itu tidak berada di
atas kedudukan dan tingkatku, maka aku tidak berlaku lancang kalau
mengajukan diri untuk membereskan urusan ini!"
Sin Wan melihat seorang tosu tinggi kurus yang bermata tajam itu
datang-datang membela tuan rumah, segera mengerti bahwa urusan akan
menjadi hebat, maka buru-buru ia mengangkat tangan memberi hormat,
"Totiang dari mana dan siapakah maka sudi mencapikkan diri
mengurus kami yang muda-muda?"
Tosu itu tertawa sambil mengdongakan kepalanya ke atas hingga
lehernya memanjang bagaikan leher merak. "Aku adalah Keng Kong Tosu.
Kau tadi bilang bahwa urusanmu dengan Siauw-san Ngo-enghiong tiada
sangkut pautnya dengan para tamu, tapi mengapa kawanmu telah
menghina seorang tamu, yakni Hui Tat enghiong tadi? Apakah kalian
benar-benar hendak mengagulkan kepandaian disini?"
Atas pertanyaan ini Giok Ciu yang maju menjawab. "Bukankah
totiang tadi juga melihat bahwa orang she Hui adalah seorang sombong
yang hendak menggunakan nama Kun-lun-pai untuk menjual muka? Aku
sebagai keturunan seorang tokoh Kun-lun tentu takkan membiarkan
nama Kun-lun-pai dipermainkan orang macam itu!"
"Hm, sungguh masih muda tapi sudah mempunyai suara besar! Kulihat
kepandaian nona ini cukup bagus, maka tentu kepandaianmu lebih kuat
lagi, anak muda! Sebenarnya kau murid siapakah?"
"Guru kami adalah Bu Beng Sianjin."
Tapi nama ini tak dikenal oleh tosu itu maka ia keluarkan suara
ejekan. "Ketahuilah anak muda. Siauw-san Ngo-enghiong bukanlah anakanak kecil yang boleh kau ajak berkelahi begitu saja. Itu berarti
kalian menghina padanya, sedangkan aku pada saat ini menjadi tamu,
maka bagaimana aku bisa membiarkan orang luar menghina tuan
rumahku? Biarlah kuukur dulu kepandaianmu apakah sudah cukup pantas
untuk digunakan melayani Ngo-enghiong. Kalau kepandaianmu masih
terlampau rendah, maka pulanglah saja dan belajar barang sepuluh
tahun lagi sebelum memberanikan diri mencari Siauw-san Ngo-enghiong!"
Sambil berkata begini, tosu ini mengeluarkan sebuah hudtim, yakni
kebutan pertapa dan sebatang pedang pendek, lalu menghadapi Sin Wan
sambil berkata, "Nah, keluarkanlah senjatamu dan kalian berdua boleh maju
berbareng." Sin Wan dan Giok Ciu marah sekali melihat lagak orang ini yang
terang-terangan memandang rendah kepada mereka. Tapi Sin Wan memberi
isyarat kepada Giok Ciu dan sambil mencabut pedangnya ia berkata
kepada Keng Kong Tosu,"Totiang, ketahuilah! Kami berdua bukalah orangorang berjiwa pengecut yang mudah digerak untuk menarik kembali niat
kami membalas dendam. Jangankan baru kau yang menghalangi kami,
biarpun menghadapi lautan api akan kami terjang untuk mencari dan
membalas dendam ini! Kalau kau orang tua hendak merendahkan diri dan
mengotorkan tangan mengikutcampuri urusan yang tiada sangkut
pautnya denganmu, maka silahkan maju dan jangan kira kami takut
padamu!" Melihat ketabahan anak muda yang bersikap tenang ini, Keng Kong
tosu yang sudah banyak pengalaman maklum bahwa anak muda ini tentu
memiliki kepandaian tinggi. Apapula ketika melihat sinar pedang Pekliong Pokiam yang mengeluarkan hawa mujijat dan sinar mengerikan!
Diam-diam Keng Kong Tosu terkejut sekali dan menjadi keder menghadapi
pokiam yang benar-benar jarang dicari keduanya itu. Namun sebagai
seorang yang mempunyai tingkat dan disebu locianpwe oleh kebanyakan
orang kong-ouw, Keng Kong Tosu menenangkan hatinya.
Tiba-tiba ia mengeluarkan suara ketawa menyeramkan yang nyaring
dan panjang. Suara ini memang terdengar aneh dan serem hingga semua
orang yang berada di situ merasa bulu engkuk mereka berdiri, karena
selain kedengarannya menyeramkan, juga suara ketawa itu mengandung
pengaruh yang kuat sekali! Memang tosu itu sedang mengeluarkan
kepandaian hoat-sutya, yakni semacam sihir atau ilmu hitam. Dengan
mujijat ia dapat menyebarkan pengaruh yang kuat di dalam suara
ketawa itu untuk membuat Sin Wan lemah semangat dan terpengaruh
olehnya. Memang benar Sin Wan yang terkena tenaga yang sebenarnya
ditujukan sepenuhnya kepadanya itu merasa seakan-akan ada sesuatu
memukul dari dalam tubuhnya, yakni tenaga yang memasuki telinganya
dan terbawa oleh suara ketawa yang menyeramkan itu. Tapi, sebelum ia
merasa mabuk dan pening, tiba-tiba jari tangan kanannya yang
memegang pedang air hangat yang menjalar ke seluruh tubuh dan
mengusir pergi pengaruh Mujizat itu! Sin Wan dapat menduga bahwa
tentu pokiamnya yang memang ampuh dan mukjizat itu menolongnya dan
dari Pokiamnya itulah datangnya tenaga hawa aneh yang melenyapkan
pengaruh ilmu hitam! Maka ia selalu tersenyum dan dengan hati tetap berkata,"
majulah,totiang!" Keng Kong tosu heran dan terkejut sekali melihat betapa Sin Wan
tenang-tenang saja seakan-akan tidak terpengaruh oleh suaranya,
bahkan ketika Giok Ciu juga mencabut pedangnya yang hitam mulus
bersinar-sinar, ia merasa betapa cahaya pedang itu tajam menusuk
matanya hingga ia mundur dua tindak! Segera ia dapat menguasai
dirinya dan dengan seruan keras ia maju menyerang dan Mengayunkan
pedang dan hud-tim dari dua jurus yang bertentangan menyerang
tempat-tempat berbahaya di tubuh anak muda itu!
"Bagus!" seru Sin Wan yang segera mengelebatkan pokiamnya dan
menangkis. Keng Kong tosu membiarkan pedang pendek nya ter tangkis,
karena pedang pendeknya itu pun pedang pusaka yang ampuh dan tajam,
tapi dia tidak berani membiarkan hudtimnya terbabat putus oleh pedang
lawan yang hebat itu, maka cepat sekali ia kelebatkan kebutannya dan
kini meluncurlah ujung kebutan itu dengan cepatnya ke arah darah di
leher Sin Wan! Inilah serangan maut yang sangat berbahaya dan disebut
gerak tipu Hio-te-hoan-hwa atau dibawah daun cari bunga.
Namun Sin Wan telah berlaku waspada. Cepat ia merubah bhesi
dengan mengirimkan kepala dan leher ia dapat kelit ujung kebutan lalu


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balas menyerang dengan pokiamnya yang tak kalah hebat dan
berbahayanya. Serangan Balasan ini demikian hebatnya hingga Keng
Kong tosu berseru kaget dan meloncat mundur sambil putar pedang
pendeknya sedemikian rupa di depan tubuhnya sebagai pelindung. Tapi
ketika Sin Wan memutar pula pedangnya ke arah yang bertentangan,
kedua pedang itu beradu keras dan hampir saja pedang pendek Keng Kong
tosu terpental karena kuatnya serangan lweekang muda itu. Keng Kong
tosu merasa telapak tangannya panas dan ia menjadi pucat karena
timbul rasa jerih terhadap anak muda yang tenang ini! Untung Gadis
itu tidak maju mengeroyoknya, kalau terjadi hal ini, tentu ia tak kan
dapat bertahan, karena ia tahu bahwa pokiam di tangan Gadis itu
mukjizat sekali dan tidak kalah ampuhnya dengan pokiam putih di
tangan pemuda ini! Diam-diam Keng Kong tosu heran sekali Mengapa
tiba-tiba di dunia kang-ouw bisa muncul jago jago luar biasa yang
semuda ini dan ia mulai memikir siapa gerangan suhu mereka ini yang
tadi disebut Bu Beng Sian jin!
Tapi serangan dan desakan Sin Wan membuat ia tidak dapat berpikir
karena ia harus memusatkan seluruh perhatiannya kepada senjata musuh
agar sampai di robohkan. Setelah bertempur hampir dua ratus jurus dengan hebat sekali,
mulailah Keng Kong tosu terdesak hebat tak berdaya. Ia segera
mengerahkan kekuatan gaib nya dan sambil semburkan Tenaga dari dada
dan perutnya ke arah lawan, membentak dengan suara menggeledek,"
"Robohlah kau!"
Tenaga ilmu hitam ini hebat sekali karena Sin Wan merasa betapa
tenaga raksasa yang tidak kelihatan mendorongnya ke belakang hingga
ia terhuyung-huyung dan bhesi kakinya ter gempur, tapi aneh! Kembali
ada tenaga hangat yang menjalar dari telapak tangan yang memegang
pedang hingga ia tertolong dari bahaya maut karena pada saat itu Keng
Kong Tojin yang heran sekali melihat lawannya tidak roboh terkena
ilmu hitamnya tapi hanya terhuyung saja, segera maju menerjang dan
mengirim serangan maut dengan pedang pendek dan hudtimnya!
Ketika itu Ujung hudtim telah dekat sekali dengan urat di leher
Sin Wan yang jika terkena akan menghentikan jalan pernapasannya.
Tapi untung sekali pemuda itu telah tertolong oleh hawa pedangnya
hingga ia bisa menggulingkan diri ke samping dan menggunakan
pokiamnya menyabet keras kearah lengan lawan yang memegang
hudtim! Keng kong Tosu berteriak kaget dan menarik lengannya tapi
Pek Liong Pokiam telah berhasil membabat kebutannya itu hingga putus
di dekat gagangnya! Kemudian dengan gemas Sin Wan maju menyerang dan
mengeluarkan Pek-liong Kiam-sut jarang terdapat keduanya di dunia
ini! Payahlah Keng Kong Tosu mempertahankan diri, maka dengan
terpaksa sekali dan lupa akan rasa malu, ia meloncat mundur keluar
dari kalangan pertempuran sambil berkata," kau hebat sekali! Biar lain
kali kita bertemu pula!" kemudian tosu itu lalu kabur dengan cepat
sekali turun gunung karena merasa tidak ada muka untuk bertemu
dengan semua orang yang menyaksikan kekalahannya tadi!
Sin Wan dan Giok Ciu dengan pedang di tangan kini menghadapi
kelima musuh besarnya yang sementara itu telah bersiap sedia,
walaupun hati mereka gentar sekali melihat kehebatan Sin Wan tadi.
Namun betapa pun juga, mereka masih mengandalkan Ngo-heng-tin mereka
yakni barisan lima elemen yang diatur oleh kelima golok mereka itu.
Selamanya belum pernah mereka dapat dikalahkan musuh dalam barisan
hebat ini. "Ngo-sinto, bersiaplah terima binasa!" kata Giok Ciu.
Twa-sin-to tersenyum," kalian anak muda sungguh sayang sekali,
setelah memiliki kepandaian tinggi akhirnya harus mampus di tangan
kami." Setelah Twa-sin-to berkata demikian maka ia dan keempat
saudaranya lalu berdiri berjajar, yang tertua di depan, kedua di
belakangnya demikian seterusnya hingga mereka merupakan barisan
seekor ular, memang mereka sengaja membentuk kim-coa-tin atau barisan
ular emas, "Bersiaplah kalian terima binasa!" Twa-sin-to berkata keras dan Ia
lalu maju menyerang Sin Wan dengan goloknya.
Harus diketahui bahwa golok kelima orang tua ini, selain indah
dipandang dan bergagang emas, juga terbuat dari baja tulangan yang
baik sekali hingga merupakan senjata mustika yang ampuh dan tajam,
kenapa senjata itu berani menghadapi Pek liong dan Ouw liong, tanpa
kuatir tertabas putus. Dan golok itu berat dimainkan dengan gerakan
gerakan golok yang khusus mereka pelajari untuk digunakan dalam
barisan mereka ini hingga gerakkan mereka bagaikan dilakukan oleh
satu orang saja! Melihat datangnya serangan,Sin Wan menangkis dan balas
menyerang, tapi Twa-sin-to yang merupakan kepala barisan ular,
menjauhinya dan serangan itu disambut Ji-sin-to, lalu Diteruskan oleh
serangan Sam-sin-to! Demikianlah, tiap kali gebrakan,Sin Wan
menghadapi orang lain dan kelima orang itu bergerak bergerak teratur
sekali bagaikan seekor ular merayap rayap!
Sin Wan menjadi bingung dan pada saat itu Giok Ciu berseru keras
lalu menyerbu. Pertempuran menjadi lebih ramai Karena kini dua
Padang melawan lime golok! Dengan masuknya Giok Ciu ke dalam
pertempuran, maka Kim-coa-tin saat dibikin bubar dan kacau karena
kalau Sin Wan menyerang kepalanya, Giok Ciu membarengi menghantam
lehernya atau orang kedua gerakan barisan ular itu tidak bisa
otomatis lagi dan terpotong potong!
Karena inilah maka Twa-sin-to yang selalu merupakan pimpinan
karena Ia memang paling cerdik, juga kepandaiannya paling tinggi,
bersuit dua kali dan tiba-tiba barisan ular itu bergerak gerak dan
berubah menjadi barisan ombak samudra! Tiga orang menyerang Sin Wan
dan Giok Ciu sedangkan yang dua lagi menyerang sambil bergulingan
dan selalu menunjukkan golok mereka ke arah kaki kedua anak muda itu!
Golok kedua orang ini menyambar-nyambar dan sekali saja kaki
terbabat, maka akan putus lah kaki anak-anak muda itu! Sin Wan dan
Giok Ciu tak dapat mendesak kedua orang yang bergulingan sambil
menyerang kaki mereka itu karena tiga orang lawan menjaga dengan
kuat tiap serangan kearah dua orang penyerang bawah itu dilindungi
oleh tiga orang penyerang atas! Barisan ini bahaya sekali dan
membingungkan Sin Wan dan Giok Ciu yang tiap kali harus berloncatloncatan melindungi kaki mereka! Tiba-tiba Giok Ciu bersuit keras dan
Ia menggunakan ginkangnya untuk berkelebat ke atas dan menyerang
orang-orang yang bergulingan itu dengan menyambar nyambar dari
atas! Sin Wan melihat gerakan ini teringat akan ilmu silat garuda
terbang yang dulu diajarkan oleh Kwie Cu Ek, maka iapun lalu
menggunakan ginkangnya untuk melayani barisan aneh ini!
Diserang oleh dua anak muda yang sangat gesit dan memiliki
ginkang tinggi ini hingga merupakan sepasang Garuda menyambarnyambar, barisan ombak Samudra menjadi kacau balau. Maka kembali Twasin-to bersuit keras tiga kali dan kali ini kelima tosu itu
mengeluarkan kepandaian mereka yang paling hebat, yakni Ngo-heng-tin
atau barisan lima elemen. Mereka menyuruh kedua anak muda itu
merupakan segi lima yang kadang-kadang berubah menjadi Bundaran.
Mereka lari berputar dan menyerang Sin Wan dan Giok Ciu dari lima
jurusan yang teratur sekali! Golok mereka yang berat dan tajam itu
bergerak dengan cepat dan pergerakan kelima golok itu demikian
teratur tenda otomatis mereka itu saling membantu kawan setiap
serangan merupakan serangan berantai! Misalnya Twa-sin-to menyerang,
maka musuh yang berkelit segera disambut serangan golok kedua dan
demikian seterusnya hingga apabila lawan dapat sebuah serangan,
berarti ia harus dapat pula kelit empat serangan golok lain!
Karena mereka berlima menyerang dan bersilat sambil berputaran
dan mengurung Sin Wan dan giok Ciu yang berada di tengah, maka kedua
anak muda itu tak dapat bergerak leluasa. Kemudian Giok Ciu memberi
seruan keras dan pokiamnya itu mendengung mengeluarkan suara ketika
digerakkan dengan hebatnya! Ternyata Gadis itu telah menggunakan
pokiamnya bersilat dengan ilmu Pedang Naga Hitam yakni Ouw-liong
Kiam-sut yang menjadi kepandaian simpanannya! Melihat betapa
kawannya telah mulai bersungguh-sungguh,Sin Wan tidak mau kalah dan
setelah berseru keras, ia menggerakkan pedangnya yang putih dalam
ilmu Pedang Naga Putih atau Pek-liong Kiam-sut!
Sebentar saja kedua pemuda-pemudi itu lenyap dalam gulungan
dua sinar pedang hitam dan putih yang mengeluarkan Hawa dingin dan
panas secara mukjizat sekali! Yang menonton pertandingan ini diamdiam meleletkan lidah melihat kehebatan permainan pedang kedua anak
muda itu! Pedang hitam dan putih itu gini seakan-akan telah berubah
menjadi sepasang naga hitam dan putih yang melayang-layang dan
menyambar-nyambar menerbitkan angin, gerakan yang indah tapi buas
sekali. Sin Wan dan Giok Ciu setelah mainkan Ouw-liong Kiam-sut dan
Pek-liong Kam-sut menjadi demikian gembira hingga seakan-akan mereka
berlomba memperebutkan pahala! Sebentar saja terdengar jeritan ngeri
ketika pada saat hampir berbaring sepasang pokiam itu menyambar leher
dua orang tosu hingga leher mereka sapat dan kepalanya terpental jauh!
tiga tosu lagi menggertak gigi dan melawan dengan nekad, tapi
dibarengi teriakan nyaring, kembali pedang hitam Giok Ciu telah
menembus dada Sam-sinto hingga tosu ini menjerit ngeri dan roboh
binasa. Melihat hasil Giok Ciu , Sin Wan tidak mau kalah, dengan gerak
tipu Pek-liong-cut-tong atau naga putih keluar gua, ia berhasil
menusuk mati Ji-sinto! Tinggal Twa-sin-to seorang yang masih melawan
mati-matian, tapi karena kedua anak muda itu agaknya benar-benar
bersaing dalam membunuh musuh mereka, kedua pedang itu dengan secara
hebat sekali dan tak terduga datangnya, tahu tahu keduanya telah
tembus perutnya! Saudara tertua dari Siauw-san Ngo-sinto ini roboh
tak dapat bersuara lagi! Melihat betapa kelima musuh besar telah menggeletak dalam darah
mereka sendiri, Sin Wan dongakkan kepala keatas dan berseru
keras,"Ibu, kong-kong! Lihatlah, musuh-musuhmu telah dapat kami
binasakan!" Kemudian ia tertawa bergelak-gelak dan sebentar kemudian
disusul dengan suara tangisnya terisak-isak.
Giok Ciu lalu ikut menangis tersedu-sedu di samping Sin Wan,
karena ia teringat akan kematian ayahnya sendir yang sampai saat itu
belum juga terbalas! Musuh besar gadis ini ialah Cin Cin Hoatsu, yakni
pendeta Tibet yang telah membunuh ayahnya, sedangkan pada saat itu
ia belum dapat bertemu dengan musuh besar itu.
Para tamu yang tadinya merasa ngeri dan kagum melihat betapa dua
orang muda yang konsen dan lihai sekali itu dapat menewaskan kelima
golok sakti dari siauw-san dengan mudah, kini merasa heran sekali
melihat betapa keduanya berdiri sambil menutup muka dan kucek-kucek
mata dengan kedua tangan dalam tangisan sedih!
Mendengar tangis Giok Ciu makin keras saja, Sin Wan menunda
tangisnya dan memandang kearah gadis itu dengan heran. Ia sendiri
tadi menangis karena terharu da girang, terharu teringat akan ibunya
dan kakeknya yang tercinta dan girang karena akhirnya ia berhasil
membasmi semua musuh besar, Tapi kini mendengar tangis Giok Ciu, ia
memandang heran dan kuatir
"Eh, moi-moi kau kenapakah?" tangannya sambil memegang pundak
orang. Mendengar pertanyaan ini, Giok Cu makin memperhebat tangisannya
dan ia kipatkan tangan Sin Wan yang memegang pundaknya! Sin Wan
makin heran dan bertanya mendesak.
"Eh, moi-moi, kenapakah? Mengapa kau ngembek? Katakanlah?
Sementara itu para tamu melihat tontonan ini merasa heran
sekali, karena kedua anak muda yang lihai itu ternyata bersikap
seolah-olah disitu hanya ada mereka berdua saja! Benar-benar
sepasang orang muda yang berilmu tinggi dan bersikap luar biaa dan
aneh! "Kau.. kau murid tidak setia! Sudah lupakah kau akan
terbunuhnya ayah? Atau atau kau tak mau ambil perduli lagi??"
"Moi-moi, jangan berkata begitu! Sakit hati ayahmu adalah sakit
hatiku juga, penderitaanmu adalah penderitaanku juga! Mari kita
mencari Cin Cin Hoatsu untuk membalas kematian hati ayahmu!"
Kemudian Sin Wan memandang ke sekeliling dan menjura,
"Dengan sangat kami mengharap cuwi suka memberi maaf kepada
kami orang-orang muda yang datang untuk menagih hutang kelima
orang yang kini telah tewas ini. Sekali lagi kami tekankan bahwa
kami tiada urusan apa-apa dengan cuwi. Mungkin diantara cuwi ada
yang tahu dimanakah seorang Tibet yang bernama Cin Cin Hoatsu?"
Tiba-tiba dari sudut kiri terdengar suara orang bertanya,"Jiwi
mencari Cin Cin Hoatsu ada urusan apakah?"
Sin Wan menengok dan Giok Ciu segera keringkan air matanya
lalu ikut berpaling juga. Ternyata yang bertanya adalah seorang
tua yang gundul dan hwesio ini tampaknya gagah dan berkepandaian.
Melihat sikap orang yang ramah tamah dan padangan matanya yang
menyatakan simpati kepada mereka itu, Sin Wan lalu maju dan
menjura, "Losuhu apakah dapat menolong kami memberitahukan tempat Cin
Cin Hoatsu? Orang tua penjilat kaisar itu adalah musuh kami juga,
karena ia telah membunuh mati suhu kami, Kwie Cu Ek."
Hwesio itu mengangguk-angguk,"Mencari Cin Cin Hoatsu bukanlah
perkara mudah, karena selain locianpwe itu berkepandaian tinggi
sekali juga kemana ia pergi tak seorangpun dapat mengetahuinya.
Khabarnya ia mendapat tugas dari kaisar untuk melawat ke Tibet
membawa pesan rahasia dan penting. Tahukah kalian bahwa Keng Kong
Tosu yang kau kalahkan tadi juga seorang diantara saudarasaudaranya?"
Alangkah kecewa dan menyesalnya Sin Wan dan Giok Ciu. Kalau
tadi mereka tahu bahwa Keng Kong Tosu adalah sute atau saudara Cin
Cin Hoatsu, tentu mereka takkan melepaskan begitu saja!
Melihat kekecewaan kedua anak muda itu, si hwesio segera
menambahkan,"Tapi yang pasti ialah bahwa waktu ini Cin Cin Hoatsu
telah pergi ke Tibet!"
Sin Wan dan Giok Ciu menghaturkan terima Kasih dan mereka
segera meninggalkan tempat itu untuk menyusul ke Tibet!
Giok Ciu sangat bernafsu untuk lekas-lekas bertemu dengan
musuh besarnya itu hingga ia medesak Sin Wan untuk terus menerus
melakukan perjalanan cepat! Pada suatu hari mereka melepaskan
lelah di dalam sebuah hutan yang lebat dan penuh dengan pohonpohon besar dan bunga-bunga indah. Mereka duduk di dekat serumpun
tanaman bunga yag sedang mekar kembangnya dan menyebar bau harum
menyedapkan. "Giok Ciu, ketika kita bertempur membinasakan Siauw-san Ngosinto dulu, ternyata bahwa ilmu pedangmu sangat hebat dan maju
sekali,"Sin Wan menyatakan pendapatnya memuji.
Tapi Giok Ciu memandangnya tak puas,"Aah, dikata majupun susah,
engko Sin Wan. Buktinya masih belum melebihi kemajuanmu, kau
berhasil pula membunuh dua orang musuh dan yang seorang terakhir
mati di tangan kedua pokiam kita!"
Sin Wan memandang gadis itu dengan heran,"Itu bukan bearti
bahwa kau masih kalah olehku, moi-moi. Kita seri, sama-sama kuat
hingga seorang berhasil menewaskan dua setengah orang musuh!"
Mendengar kelakar Sin Wan ini, Giok Ciu tersenyum,
"Giok Ciu," kata Sin Wan pula dengan suara halus sambil
memandang wajah gadis yang manis itu,"Kalau kita dapat bertemu
dengan Cin Cin Hoatsu, pasti kau dan aku akan dapat membunuhnya."
Giok Ciu menghela napas."Mudah-mudahan kita akan lekas
bertemu dengan bangsat tua itu, kalau aku belum membunuh mati
orang tua itu, selamanya hatiku dan pikiranku takkan tenteram dan
tenang." "Jangan kau kuatir, moi-moi, bukankah ada aku yang selalu akan
berada disampingmu dan membelamu?" kata Sin Wan mengulurkan
tangan dan memegang tangan gadis itu. Giok Ciu diam saja dan tidak
menarik tangannya karena tempat yang indah itu dengan hawanya
yang nyaman rupanya juga mempengaruhi hatinya, maka ia hanya
memandang saja wajah Sin Wan yang tampan dan terkasih itu dengan
lirikan mesra. Keduanya diam tak bergerak hanya merasakan nikmat
dan bahagia ayunan asmara melalui denyutan tangan mereka yang


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saling berpegang dan melalui pandang mata mereka yang
menyampaikan seribu satu kalimat bisu yang mesra!
Akhirnya terdengar elahan napas perlahan Sin Wan,"Giok Ciu,
setelah kita berhasil membalas sakit hati dan menewaskan Cin Cin
Hoatsu, kita kita akan kemanakah?"
Untuk beberapa saat Giok Ciu tak dapat menjawab, hanya menekan
tangan Sin Wan dengan erat dan penuh arti."Aku.. aku hanya
menurut saja padamu, koko."
Sin Wan menjadi girang sekali dan menarik tubuh Giok Ciu
hingga kepala gadis dengan rambutnya yang harum itu bersandar di
dada Sin Wan yang bidang.
"Benarkah? Kalau begitu, setelah kita berhasil, kau. Kita
akankawin?" Merahlah wajah Giok Ciu, tapi ia hanya meramkan mata dan
berbisik,"Terserahlah, koko, bukankah aku memang calon jodohmu.?"
Giok Ciu yang bersandar di dada Sin Wan tiba-tiba merasa
sesuatu mengganjal kepalanya. Segera ia mengangkat kepalanya yang
bersandar dan memandang Sin Wan karena teringat sesuatu,"Koko,
apakah. Sepatuku dulu itu masih tergantung di lehermu?"
Sin Wan tersenyum malu dan ia mengeluarkan sepatu kecil itu.
"Tentu saja!" jawab Sin Wan pasti.
"Koko, kau simpan baik-baik sepatu itu dan belum pernah
terpisah dari tubuhmu. Kalau. Kalau kita sudah suami isteri,
apakah kau juga masih akan menyimpan terus sepatu itu?"
"Tentu saja!" jawab Si Wan pasti.
"Untuk untuk dipakai oleh kaki kecil kelak!"
Gok Ciu masih belum mengerti. "Kaki kecil? Kaki siapa, koko?"
di dalam suaranya terdengar cemburu.
Sin Wan tertawa besar."Kaki siapa lagi? Kaki anak kita, tentu!"
"Ah, kau ceriwis!" kata Giok Ciu sambil mencubit lengan pemuda
itu, tapi Sin Wan hanya tertawa saja.
"Dan sulingku itu kau kemanakan, moi-moi?"
Giok Ciu mencabut suling itu dari ikat pinggang. "Apakah
hanya kau yang bisa berlaku setia?" katanya. Sin Wan mengambil
suling itu dan segera mainkan dengan tiupannya yang merayu. Tapi
kali ini ia meniup lagu gembira yang menyatakan betapa bahagia
rasa hatinya saat itu, sedangkan Giok Ciu lalu menyandarkan
kepalanya di dada itu lagi, karena dalam bersandar ini ia merasa
seakan-akan dirinya aman sentausa dan mendapat sandaran yang
teguh kuat hingga mengamankan hatinya. Memang ia menganggap
pemuda itu sebagai tiang sandaran hidup yang selamanya akan
melindunginya! Pada saat kedua anak muda itu dimabuk anggur asmara, tiba-tiba
terdengar suara tertawa menghina di belakang mereka! Karena asyik
mendengar suling yang ditiup oleh Sin Wan, maka keduanya sampai
tidak mendengar bahwa di belakang mereka berdiri dua orang kakek!
Sin Wan dan Giok Ciu mencelat bangun dengan muka merah karena
malu. Tapi setelah melihat siapa adanya kedua orang yang
menertawakan mereka itu, terkejutlah mereka, berbareng merasa
marah sekali. Ternyata bahwa yang datang adalah Kwi Kai Hoatsu
dan Keng Kong Tosu, dua pertapa lihai yang pernah bertempur dengan
mereka! Diam-diam kedua anak muda itu terkejut juga melihat betapa
dua orang saudara dari Cin Cin Hoatsu berdiri di depan mereka
dengan sikap mengancam. Untuk Keng Kong tosu mereka tak perlu
takut, walaupun tosu itupun memiliki kepandaian yang tidak boleh
dipandang ringan, tapi karena disitu terdapat Kwi Kai Hoatsu yang
telah mereka ketahui memiliki kepandaian jauh lebih tinggi
daripada Keng Kong Tosu, maka kali ini mereka berdua benar-benar
merupakan lawan yang jauh lebih berat daripada Siauw-san Ngo-sinto!
Ternyata bahwa ketika dikalahkan oleh Sin Wan, Keng Kong Tosu
lalu ke kota raja dan menemui Kwi Kai Hoatsu. Tapi kebetulan
sekali, mereka bertemu di jalan, karena Kwi Kai Hoatsu juga sedang
menuju ke Siauw-san untuk membela kelima tosu ini dari pembalasn
musuh-musuhnya yang ia dapat menduga pasti akan mengunjungi
Siauw-san pula. Kwi Kai Hoatsu terkejut sekali ketika mendengar
bahwa ia terlambat dan bahwa kedua anak muda yang lihat itu telah
datang ke Siauw-san bahkan telah mengalahkan Keng Kong Tosu. Ia
segera mengajak Keng Kong Tosu cepat-cepat ke Siauw-san, tapi
disitu ia hanya menemui makam kelima golok sakti itu yang ternyata
telah terbunuh oleh Sin Wan dan Giok Ciu!
Marahlah Kwi Kai Hoatsu dan ia melakukan pengejaran dengan
Keng Kong Tosu. Karena kepandaian mereka memang tinggi, pula
mereka tiada hentinya melakukan pengejaran, mereka dapat menyusul
kedua anak muda itu. Kedua pertapa itu merasa sakit hati sekali
karena telah dikalahkan hingga mendapat malu oleh sepasang anak
muda itu, maka alangkah girang hati mereka dapat menyusul Sin Wan
dan Giok Ciu. Mereka yakin bahwa dengan maju berdua, pasti sakit
hati itu dapat terbalas. Pula mereka telah mendengar bahwa kedua
anak muda itu adalah musuh-musuh suheng mereka, ialah Cin Cin
Hoatsu! Sebenarnya, ketiga pertapa ini bukanlah saudara
seperguruan, tapi ketiganya telah merupakan persekutuan pemimpin
paderi Lama di Tibet, yakni sekumpulan paderi yang memberontak dan
mengingkari hak kekuasaan pemerintah Lama pusat di Tibet. Karena
sikap memberontak ini, maka terjadi pertempuran dan perebutan
kekuasaan di Tibet dan ternyata dalam pertempuran hebat itu, Cin
Cin Hoatsu, Kwi Kai Hoatsu dan Keng Kong Tosu dapat dikalahkan dan
diusir dari Tibet dan lari ke Tiong-gwan. Dalam hal tingkat ilmu
silat dan ilmu sihir, Cin Cin Hoatsu dan Kwi Kai Hoatsu menduduki
tingkat ketiga, hingga dapat diduga betapa tinggi kepandaian
mereka. Tingkat kepandaian Cin Cin Hoatsu dan Kwi Kai Hoatsu
hampir sama, hanya mereka memiliki ke istimewaan masing-masing.
Memang senjata Kwi Kai Hoatsu berupa kebutan dan tongkat ular itu
lebih menyeramkan dan lebih berbahaya, karena kedua senjata itu
dapat menyemburkan senjata-senjata rahasia yang tak terduga
datangnya dan lihai sekali. Tapi dalam hal kepandaian lwee-kang,
agaknya Cin Cin Hoatsu lebih lihai, sedangkan dalam pertempuran,
selalu Cin Cin Hoatsu menggunakan ujung lengan baju yang tidak
kalah berbahayanya dengan senjata tajam yang bagaimanapun juga.
Keng Kong Tosu sebenarnya adalah seorang murid dari Cin-sanpai yang sesat jalan dan sudah lama mengekor saja kepada kedua
pendeta berilmu tinggi itu, bahkan mempelajari ilmu hitam dan ilmu
sihir dari mereka. Keng Kong Tosu mempunyai semacam penyakit, yakni ia tidak
boleh melihat wanita cantik. Maka, sekali bertemu dan melihat Giok
Ciu yang cantik jelita, timbullah niat jahat didalam batinnya yang
kotor. Kini, setelah melihat betapa mesra hubungan antara gadis itu
dengan Sin Wan, cemburulah hatinya.
"Bangsat kecil tak tahu malu!" ia memaki hudtimnya lalu
menyerang Giok Ciu! Ia terlalu cerdik untuk menyerang Sin Wan
yang pernah merobohkannya, maka ia hendak menyerahkan pemuda
yang lihai itu kepada suhengnya saja, sedangkan ia sendiri ingin
menghadapi Giok Ciu yang jelita! Tidak disangka sedikitpun olehnya,
ketika Giok Ciu berseru nyaring dan mencabut Ouw Liong Pokiam dan
menangkisnya, ternyata pedang pendeknya terpental karena tenaga
lweekang gadis itupun luar biasa sekali! Ia lalu berlaku hati-hati
dan melempar semua pikiran-pikiran yang nyeleweng untuk dapat
memusatkan perhatian dan kepandaian gadis yang ternyata
merupakan lawan yang tangguh ini.
Sementara itu, dengan senyum menyindir Kwi Kai Hoatsu
berkata kepada Sin Wan, "Kau hendak menari dan membunuh Cin Cin
Hoatsu? Ha, jangan kau mimpi terlalu jauh, anak muda. Untuk
menghadapi kami saja tak mungkin kau menang, apalagi jika ada
saudaraku itu disini! Bersiaplah kau menerima pembalasanku
terhadap hinaanmu yang melukai kulit pundakku dulu!"
Sambil berkata demikian, pendeta itu lalu mencabut keluar
kebuan hudtim dan tongkat ularnya yang lihai telah siap di tangan!
Sin Wan tahu benar bahwa lawan ini adalah sangat tangguh dan
kepandaiannya masih lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri,
maka ia tidak mau didahului, lalu berkelebat dan menyerang hebat
dengan Pek Liong Pokiam! "Bagus!" Kwi Kai Hoatsu berseru menyindir dan iapun
menggerakkan tongkatnya di tangan kanan yang diputarnya
sedemikian rupa hingga merupakan sinar bundar yang hitam
warnanya dan mengeluarkan hawa dingin dan bau amis. Uar yang
telah kering dan menjadi tongkat itu kini seolah-olah hidup lagi
dalam tangan pendeta itu hingga Sin Wan harus berlaku hati-hati
sekali dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya dan Pek-liong Kiamsut untuk melayaninya. Memang dalam hal lweekang, Sin Wan masih
kalah jauh jika dibandingkan dengan Kwi Kai Hoatsu yang telah
berpengalaman dan telah memiliki tenaga batin yang kuat, biarpun
tenaga itu berasal dari ilmu hitam. Baiknya ilmu Pedang Naga Putih
yang dimainkan oleh pemuda itu adalah semacam ilmu yang jarang
bandingannya di permukaan bumi, hingga ia masih dapat melayani
pendeta lihai itu dengan ulet.
Sebaliknya permainan Ouw-liong Kiam-sut dari Giok Ciu juga
telah membuat Keng Kong Tosu repot sekali dan hanya dapat
menangkis saja. Tosu ini dalam sibuknya lalu memusatkan tenaga
batinnya dan mulutnya berkemak-kemik membaca mantera, kemudian ia
mengeluarkan suara siulan keras sekali hingga Giok Ciu merasa
jantungnya berdebar dan merasa ada hawa yang dingin menyerangnya
dari depan. Dalam pandangan matanya, tiba-tiba tosu itu telah
berubah menjadi pucat sekali bagaikan seorang mayat hidup yang
mengerikan hingga ia menjadi terkejut sekali. Baiknya ia masih
dapat teringat bahwa tosu ini pandai ilmu siluman dan tentu ini
adalah sebuah dari pada ilmu hitamnya itu, maka cepat sekali gadis
itu lalu mengumpulkan lweekangnya dan meloncat keatas sambil
mementang kedua tangannya dan mengeluarkan siutan-siutan tinggi
dan nyaring sekali. Inilah Sin-tiauw Kiam-hwat Ilmu Pedang
Rajawali Sakti, kepandaian tunggal dari ayahnya yang telah
dipelajari baik-baik. Memang ilmu ini gerakan-gerakannya
mengandung tenaga lweekang tinggi dan gerakan-gerakan tangannya
mempunyai pengaruh untuk memunahkan segala cengkeraman ilmu
sihir dan ilmu hitam. Biarpun dalam hal ilmu lweekang, gadis itu masih kalah sedikit
jika dibandingkan dengan Keng Kong Tosu, namun berkat ilmu
pedangnya yang luar biasa dan keteguhan hatinya yang membaja, ia
tak usah menyerah kalah terhadap seorang pendeta ilmu hitam
semaam Keng Kong Tosu saja!
Keng Kong Tosu terkejut sekali karena setelah berkali-kali
gadis itu menyerang dari atas dengan gerakan-gerakan aneh
dibarengi siutan-siutan nyaring, maka buyarlah semua tenaga yang
dipusatkan, bahkan ia lalu terhuyung-huyung kebelakang. Dengan
gemas ia lalu mengebutkan lengan bajunya dan dari situ mengebul
keluar asap tebal warna hijau! Giok Ciu dapat menduga bahwa itu
tentu semacam racun yang berbahaya sekali, maka cepat ia meloncat
mundur menjauhinya, lalu menggunakan ginkangnya meloncat tinggi
sekali di atas asap itu dan menyerang lawannya dari atas!
Gerakannya bagaikan seekor naga sakti terjun dari awan dan
terdengarlah teriakan ngeri karena ujung Ouw Liong Pokiam
berhasil melukai pundak Keng Kong Tosu! Baiknya Tosu ini mempunyai
ilmu kebal, yakni yang disebut "kim-ciong-ko" hingga pedang yang
seharusnya membinasakannya itu, hanya melukai pundaknya saja.
Tapi ini cukup membuat ia gugup dan jerih sekali. Sedangkan
Kwi Kai Hoatsu mendengar teriakan ini lalu menengok. Marahlah ia
setelah melihat bahwa kawannya telah terluka. Ia sendiri, biarpun
dengan tongkat ular dan kebutan hudtimnya dapat melayani Sin Wan
dengan baik, namun ternyata bahwa pemuda itu benar-benar tangkas
dan gagah perkasa. Sin Wan telah mainkan Pek Liong Pokiam
sedemikian sempurnanya, hingga sinar putih dari pedangnya
merupakan gelombang ombak yang kuat dan besar sekali dan menahan
segala serangan kedua senjata lawannya. Namun lawan ini terlalu
tangguh hingga ia tidak dapat balas menyerang, biarpun sebaliknya
Kwi Kai Hoatsu sendiripun tidak berdaya untuk melukai lawannya
yang masih muda itu! Kini marahlah Kwi Hoatsu. Kalau tadi ia masih merasa malu
untuk mengeluarkan ilmu hitamnya, kini terpaksa ia gunakan. Diamdiam ia menyimpan kebutannya dan kini tangan kirinya telah
memegang segulung tali sutera hitam yang dibuat dari semacam ular.
Sin Wan tidak mengerti apa maksud lawannya itu dan senjata apakah
yang dipegangnya, maka berlaku sangat hati-hati.
Pada saat itu, Kwi Kai Hoatsu membentak, "Awas jarum!"
Dulu pernah Sin Wan menghadapi serangan jarum pendeta ini dan
maklum betapa bahayanya serangan itu, maka ia berlaku waspada.
Dari mulut tongkat ular itu menyembur benda warna hitam dan tahutahu benda itu terpecah menjadi puluhan jarum-jarum kecil sekali
yang menyambar ke seluruh tubuhnya dari mata sampai ke kaki!
Karena menyambarnya jarum ini cepat sekali, maka sukar untuk
dikelit, juga kalau ditangkis dengan pedang, mungkin tidak
semuanya akan tertangkis. Terpaksa Sin Wan lalu jengkangkan tubuh
ke belakang dan setelah tubuhnya menyentuh tanah, ia bergulingan
pergi cepat sekali! Maka selamatlah ia, karena jarum-jarum kecil
berwarna hitam yang menyambarnya tadi semua adalah jarum berbisa
yang luar biasa berbahayanya.
Tapi pada saat itu ia menjadi terkejut sekali. Ternyata setelah
melihat Sin Wan bergulingan dan untuk sementara waktu tidak
berdaya, Kwi Kai Hoatsu lalu meloncat ke arah Giok Ciu yang masih
mendesak Keng Kong Tosu dan sambil mengeluarkan bentakan keras,
Kwi Kai Hoatsu menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam panjang
menyambar bagaikan ular hidup dan tahu-tahu sutera hitam panjang
yang lemas itu telah membelit pedang dan tangan Giok Ciu! Gadis itu
terkejut sekali karena benda yang halus lemas itu datangnya tidak
mengeluarkan suara apa-apa dan tahu-tahu pedangnya telah dibelit,
sedangkan tangannya yang terbelit benda hitam itu merasa
kesemutan dan tak berdaya. Juga dari sutera hitam itu keluarlah
bau wangi sekali yang menusuk hidungnya dan membuat kepalanya
terasa pening hingga ia tidak dapat menguasai tenaga lweekangnya
lagi untuk mempertahankan ketika sabuk sutera itu disendal!
Pedangnya Ouw Liong Pokiam kena terampas dan kini terpegang oleh
Kwi Kai Hoatsu yang tertawa bergelak-gelak!
Sin Wan terkejut dan marah sekali. Sambil berseru nyaring ia
meloncat menerjang Kwi Kai Hoatsu, tapi pada saat itu Keng Kong
Tosu berseru sambil mengeluarkan asap hijaunya ke arah Sin Wan,
sedangkan Kwi Kai Hoatsu meloncat ke samping dan kembali
menggerakkan tangan kirinya dan pedang Sin Wan seperti halnya
pedang Giok Ciu tadi, kini kena terampas pula!
Sin Wan terpaksa melepaskan Pek Liong Pokiam, karena ia tahu
akan hebatnya racun asap hijau yang mengancamnya, maka ia
meloncat pergi sambil melepaskan pedangnya.
"Ha, ha, ha! Kalian seperti harimau-harimau muda kehilangan
kuku dan gigi! Mau ke mana lagi?" Kwi Kai Hoatsu mengejek dan
mengirim serangan dengan tongkatnya. Juga Keng Kong Tosu segera
menyerang Giok Ciu yang kini bertangan kosong!
Memang tadi kedua anak muda itu dapat melawan dengan baik dan
berada di pihak penyerang karena mereka mengandalkan pokiam dan
permaian pedang mereka yang hebat. Tapi kini, bertangan kosong saja
menghadapi dua lawan yang sedemikian tangguhnya, membuat mereka
sibuk sekali dan harus berkelit ke sana kemari!
"Mari kita pergi, moi-moi!" Sin Wan berteriak. Mereka lalu
menggunakan ginkang mereka yang tinggi untuk meloncat jauh dan
lari. Tapi mereka menahan kaki mereka karena ternyata kedua
pendeta itu tidak mengejar, hanya tertawa bergelak-gelak sambil
memandang. Sin Wan dan Giok Ciu saling pandang dan kertak gigi
karena marah dan gemas, tapi apa yang dapat mereka lakukan?
Melawan dengan nekad berarti mengantarkan nyawa sia-sia belaka,


Kisah Sepasang Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedangkan musuh besar mereka belum juga dapat dibalas!
Dengan hati hancur mereka melihat betapa kedua orang tua itu
sambil tertawa-tawa membawa pedang mereka meninggalkan tempat
itu. Memang Kwi Kai Hoatsu maklum akan kelihaian ginkang kedua
anak muda itu hingga kalau ia memaksa mengejar, takkan berhasil
dan berarti mencapaikan diri dengan sia-sia.
Melihat betapa pedangnya dibawa pergi, tiba-tiba Giok Ciu
menangis sambil menutup mukanya dengan tangan. Ia menangis karena
gemas dan penasaran sekali dan karena tidak berdaya. Tapi tiba-tiba
Sin Wan memegang tangannya dan berbisik,"Moi-moi, kau lihat disana
itu!" Giok Ciu mengangkat muka dan memandang dan iapun terbelalak
heran dan mereka lalu tak merasa pula gerakkan kai dan perlahanlahan menghampiri kedua musuh mereka. Sebenarnya pakah yang telah
terjadi? Ketika kedua pertapa itu sambil tertawa-tawa membawa pedang
rampasan meninggalkan tempat itu dan belum jauh pergi dengan
heran mereka tiba-tiba melihat seorang pengemis tua yang bertubuh
tinggi besar dan bermuka hitam sedang tidur melintang di tengah
jalan di depan mereka. Pengemis itu sudah tua dan hampir telanjang,
karena pakaiannya compang-camping, rambutnya panjang, hingga
dengan mukanya yang hitam itu ia tampak bagaikan setan
Kisah Cinta Abadi 3 Pendekar Mata Keranjang 7 Persekutuan Para Iblis Ilmu Ulat Sutera 10
^