Pencarian

Hantu Hijau Dari Appleville 1

Hantu Hijau Dari Appleville Karya Jean Marzollo Bagian 1


Ada tiga puluh sembilan anak yang tinggal di Jalan Baldwin.
Mereka berkisar mulai dari bayi sampai remaja.
Anak-anak yang terutama terlibat dalam cerita ini adalah: Mary Kate Adams,
Joey Adams, Jane Fox, Fizz Eddie Fox, Kimberly Brown, Michael Finn, Rusty Morelli, John Beane, Maria Lopez, Lisa Wu Bab 1 Mary Kate menunggu di depan jendela. Dia melibat-libatkan dua kepangnya ke lehernya sampai lehernya hampir tercekik. Jalan di depan rumahnya tampak tidak berhantu.
Tapi kemudian Mary Kate memandang ke samping jendela.
Persis ke makam tua itu. Kata anak-anak di sanalah tinggal si hantu hijau. Tapi Ibu Mary Kate bilang hantu itu tidak ada.
Tidak ada yang namanya hantu di mana-mana. Joey tidak
percaya kepadanya. Joey itu adik lelaki Mary Kate. Umurnya tiga tahun.
Mary Kate memandangnya. Joey sedang menonton TV. Dia
menyelubungi tubuhnya dengan selimutnya. Di dalam selimut itu ada mahluk ruang angkasa.
Menurut Joey mahluk ruang angkasa itu akan
menyelamatkannya dari gangguan hantu itu. Maka dia memakai selimut di luar bajunya.
Tidak berapa lama kemudian ibu Mary Kate akan
mengangkatnya, beserta selimut dan anaknya, ke tempat penitipan anak di siang hari. Lalu dia akan pergi ke rumah sakit. Dia seorang perawat.
Mary Kate memandang ke depan jendela lagi. Dari ujung jalan terlihat kawannya Jane Fox dengan abangnya Fiss Eddie sedang menuju ke arahnya.
Rambut Jane yang pendek pirang dan keriting itu bergoyang-goyang saat dia berjalan.
Rambut Fizz Eddie coklat basah dan licin. Dia duduk di bangku SMP. Dia mendapat nama julukan itu karena jago dalam pelajaran phys ed (olah raga). Phys ed adalah singkatan dari Physical eduation (Pendidikan Olah raga), yang juga dikenal dengan nama gimnastik.
Mary berteriak mengucapkan salam kepada ibunya dan Joey.
Kemudian dia membuka pintu dan berlari menuruni tangga.
Fizz Eddie dan Mary Kate sama-sama menepukkan sebelah
tangan sebagaimana kebiasaan para sobat akrab, dan Fizz Eddie berseru, "Hei, man." (cowok)
Mary Kate dan Jane terkikih. Fizz Eddie selalu saja
menyapanya "man" kepada mereka, meskipun mereka itu anak perempuan.
Mereka senang sekali bila berjalan kaki ke sekolah bersama Fizz Eddie Fox. Dia memakai jaket merah putih dengan gambar bola di punggungnya. Dia membuat anak-anak itu merasa dewasa.
Hari itu adalah bulan Oktober yang sejuk dan segar. Beberapa apartemen memasang buah labu bermuka orang di jendela-jendela mereka.
"Seminggu lagi akan tiba hari Halloween," ujar Fizz Eddie.
Fizz Eddie sudah berjanji untuk membawa Jane dan Mary Kate untuk melakukan kegiatan trick-or-treating (mengakali-atau-menyuguhkan). Mereka rasanya sudah tidak sabar lagi.
Mary Kate akan menjadi badut.
Jane akan menjadi balerina.
"Kau akan menjadi apa?" tanya Mary Kate pada Fizz Eddie.
"Tidakjadi apa-apa," jawab Fizz Eddie. "Aku ingin tinggal di rumah saja."
Mary Kate dan Jane terkejut sekali. "Kau 'kan sudah berjanji untuk pergi bersama kami!" seru Mary Kate.
"Ya, tapi kemudian aku teringat pada Hantu Hijau yang pernah kulihat itu," jawab Fizz Eddie. "Jadi, aku mengubah pikiranku."
"Dia cuma bercanda," kata Jane.
"Tidak," jawab Fizz Eddie. "Tahun lalu aku memang benar-benar melihat hantu itu. Warnanya hijau muda dan matanya seperti apel. Dia bangkit dari dalam kuburnya seperti lendir hijau dan memandang persis kepadaku. Lalu dia bersuara 'HIII!"'
Mary Kate sampai terlompat jauh.
"Hii-hi untukmu juga," seru Jane sebal. "Kau sedikit pun tidak membuatku takut."
"Aku juga tidak," ujar Mary Kate. Tapi sebenarnya dia berbohong. Dia takut. Terutama pada saat sekarang. Mereka sudah hendak melewati makam itu.
Setiap hari mereka memang berjalan melewatinya. Hampir
setahun ini mereka tidak pernah memperhatikan makamnya. Lagi pula, memang tidak ada yang menarik untuk dilihat. Sekedar pagar besi tua dengan pintunya yang terkunci, lalu satu batu nisan, dan banyak rerumputan yang tinggi.
"Lihat," seru Fizz Eddie seraya berhenti di pintu pagarnya.
"Kalian lihat jalan setapak terbuat dari batu itu? Jalan itu menuju ke rumah tua petani itu, bukan? Tahun lalu aku benar-benar melihat Hantu Hijau itu berjalan ke arah sana, dan aku melihat sendiri dia masuk ke dalam rumah itu!"
Mary Kate merasakan bulu romanya berdiri. "Untuk apa sih kau menakut-nakuti anak-anak kecil itu?" tanya Kimberly Brown.
Kimberly tinggal di apartemen yang letaknya persis setelah melewati makam itu. Dia seumur dengan Fizz Eddie. Setiap hari dia menunggu Fizz Eddie di serambi depan apartemennya.
Mary Kate dan Jane benci dengan Kimberly karena dia tidak pernah mau berbicara dengan mereka. Dan kalau Fizz Eddie sudah berjumpa dengannya, dia pun tidak akan berbicara dengan mereka.
Sekarang Mary Kate dan Jane berjalan di belakang Fizz Eddie dan Kimberly. Mereka memandangi gambar bola Fizz Eddie yang bergerak-gerak dan ekor kuda Kimberly yang bergoyang-goyang.
"Kau percaya dengan abangmu?" tanya Mary Kate.
"Tidak," jawab Jane. "Kecuali untuk satu hal. Yaitu tahun lalu, pada malam Halloween, dia memang pulang lebih cepat. Dia bilang dia sakit dan langsung naik ke tempat tidur."
Sekarang Fizz Eddie tidak kelihatan sakit. Dia tertawa-tawa sambil mengobrol dengan Kimberly. Hantu apa pun yang bisa membuat Fizz Eddie sakit tentunya benar-benar menyeramkan, pikir Mary Kate.
Ketika mereka sampai di sekolah, Fizz Eddie menarik kepang Mary Kate dengan pelan. "Tenanglah," katanya. Kemudian dia dan Kimberly masuk melewati pintu biru.
Sekolah Appleville adalah sekolah yang terdiri dari dua bagian.
Setiap bagian mempunyai pintunya sendiri.
Anak-anak sekolah dasar masuk melewati pintu hijau yang ada di sebelah kiri.
Anak-anak SMP menggunakan pintu biru yang ada di sebelah kanan.
Kirk Malone, anak kelas enam yang paling besar, adalah
pemimpin patrol keamanan di pintu hijau. "Kau tadi berjalan di rumput," katanya kepada Jane.
"Tidak," bantah Jane.
"Aku tidak akan melaporkanmu kali ini," kata Kirk, membiarkan anak perempuan itu lewat. "Tapi jangan lakukan lagi."
"Kirk si tolol," ujar Jane.
"Jane yang menjengkelkan," balas Kirk.
Mary Kate mengabaikan saja mereka. Dia masih memikirkan si Hantu Hijau yang sangat menyeramkan itu, yang memiliki mata seperti apel busuk.
Bab 2 Guru Mary Kate, Pak Carson, memiliki rambut pendek abu-abu dan berkaca mata. Dia mengenakan celana panjang berwarna coklat, kemeja kuning, tali karet di bahu, dan dasi kupu-kupu.
Pelajaran kegemaran Pak Carson adalah matematika.
Menurutnya apa saja pasti ada unsur matematikanya.
"Apa unsur matematikanya dari gambar ini?" tanyanya. Pak Carson menunjuk ke gambar-gambar nenek sihir, labu, dan hantu di papan buletin matematika.
Tangan Michael Finn serta-merta terangkat ke atas. Dia selalu saja yang lebih dulu tahu segalanya.
"Biarkan anak-anak lain berpikir dulu sebentar, Michael," kata Pak Carson.
Jane mengangkat tangannya.
"Jane?" "Semua gambar itu adalah tentang Halloween. Halloween jatuh pada tanggal 31 Oktober. 31 itu angka," jawab Jane.
"Oh! Oh! Saya punya jawaban yang bagus sekali," ujar Michael Finn.
Pak Carson berkata kepada Jane, "Kau benar sekali, Jane. Ada yang punya ide lain? Dalam hal apa lagi gambar-gambar ini bersifat matematika?"
"Saya! Saya!" seru Michael Finn, bahkan lebih bersemangat lagi dia melambai-lambaikan tangannya.
"Michael?" "Lima nenek sihir, sembilan labu, dan delapan hantu semuanya jadi dua puluh dua benda Halloween," jawab Michael. "Saya jumlahkan semuanya."
"Bagus sekali, Michael," kata Pak Carion.
"Dalam kepala saya," kata Michael. "Tidak pakai kertas."
"Jangan suka pamer begitu," seru Mary Kate. Dia mengangkat tangannya sendiri. Dengan tenang dan anggun.
"Mary Kate?" Begitu Mary Kate mendengar namanya dipanggil, dia
menurunkan tangannya dengan kasar. Wah, dia telah membuat kesalahan besar. Sekarang dia akan tampak bahkan lebih buruk dari Michael. Lebih buruk dengan cara yang berbeda. Setidaknya si Michael Finn itu memang pintar.
"Mary Kate?" panggil Pak Carson lagi.
"Saya punya pertanyaan, tapi ini bukan bersifat matematika. Ini pertanyaan tolol," jawab Mary Kate. Dia merasa malu sekali.
"Tidak apa-apa," kata Pak Carson. "Kau tetap boleh menanyakannya. Banyak pertanyaan bodoh ternyata adalah
pertanyaan yang bagus."
Mary Kate cepat-cepat berbicara. "Apa hantu itu benar-benar ada?"
Begitu dia selesai mengucapkan pertanyaannya, dia
memejamkan matanya. Dia juga menutup telinganya, agar dia tidak mendengar suara anak yang menertawakannya.
Tapi ternyata tidak ada yang menertawakannya. Kecuali satu orang. Michael Finn.
Mary Kate mendengarnya karena dia memang hanya pura-pura menutup telinganya.
"Pertanyaan bagus sekali," kata Pak Carson. "Apa ada yang bisa menjawabnya?"
Mary Kate mengintip ke seluruh ruangan. Hanya tangan
Michael Finn yang terangkat.
"Apakah kedelapan hantu di gambar itu sungguhan?" tanya Pak Carson.
Maria mengangkat tangannya. Dia anak perempuan yang
terkecil di ruangan itu. Tapi suaranya yang paling melengking.
"Hantu-hantu itu hanya gambar," katanya. "Tapi saya pernah melihat film dengan hantu sungguhan."
"Saya juga," jawab John dan Lisa serentak. Mary Kate serta-merta membuka matanya.
"Oke, misalkan saja Bapak memakai seprei putih di kepala Bapak," kata Pak Carson. "Lalu misalkan kalian kemudian mem-filmkan adegan itu. Apakah Bapak kelihatan seperti hantu sungguhan dalam film itu?"
"Tidak," jawab Jane.
"Ya," jawab Mary Kate.
"Tunjuk saya!" teriak Michael. Kali ini dia sampai melambai-lambaikan kedua tangannya.
"Michael?" tanya Pak Carson.
"Hantu itu akan memberi efek istimewa," jawab Michael.
"Seperti misalnya apabila seseorang membunuh seseorang di TV, dan kita melihat darah. Sebenarnya itu hanya saus tomat. Tapi adegan itu mempunyai efek istimewa."
"Benar," kata Pak Carson. "Banyak dari hal-hal yang menyeramkan yang kalian lihat di TV sebenarnya hanya tipuan semata. Semua itu pura-pura. Hantu juga pura-pura. Hal-hal yang pura-pura bisa jadi menyenangkan. Berapa banyak diantara kalian yang senang dengan cerita-cerita hantu?"
Sekitar separuh kelas mengangkat tangannya. Mary Kate
termasuk salah seorang diantaranya. Dia tidak ingin Michael Finn tahu kalau dia sebenarnya benci sekali dengan cerita-cerita hantu. Dia takut Michael Finn mungkin akan menggodanya lagi.
"Tiga belas anak senang cerita hantu," kata Pak Carson. "Nah, lihat tidak Mary Kate? Pertanyaanmu telah memberi kita soal matematika."
Mary Kate mengangguk. Dia tahu jumlah itu sebenarnya hanya dua belas.
Dia ingin tahu tentang Hantu Hijau. Siapa yang benar: Fizz Eddie atau Michael Finn? Apakah Hantu Hijau itu sungguhan? Atau hanya efek spesial saja?
Selama pelajaran seni, Pak Carson mengusulkan anak-anak
untuk melukis gambar-gambar Halloween. "Selanjutnya nanti, kalian bisa menulis cerita tentang gambar-gambar itu," jelasnya.
Sebagian besar anak-anak itu menggambar nenek sihir, hantu, dan labu. Tapi Mary Kate tidak. Dia melukis kebun apel dengan sepuluh pohon. Di tengah-tengahnya dia melukis rumah petani berwarna merah.
"Coba lihat gambarku," seru Michael Finn. "Aku akan menjadi Drakula."
Dia menggambar darah yang menetes dari mulut Drakula.
"Kau menggambarnya dengan apa? Saos tomat?" tanya Mary Kate.
Michael Finn tidak menjawab pertanyaannya. Sebaliknya dia bertanya, "Untuk apa kau gambar kebun itu? Kau terlalu takut untuk menggambar hantu?"
Mary Kate juga tidak menjawab pertanyaannya.
Bab 3 Setelah pelajaran seni, kelas itu mengikuti pelajaran sosial, lalu makan siang dan istirahat. Setelah istirahat, mereka diberi tugas menulis.
Sebagian besar anak menulis tentang nenek sihir mereka, hantu, dan labu. Tapi Mary Kate tidak. Dia menulis surat untuk Fizz Eddie.
"Ayo, tanyakan kepadaku kata-katanya," ujar Michael Finn.
"Aku sudah tahu mengeja segalanya. S-e-g-a-l-a-n-y-a. Ha, ha, ha!"
Mungkin dia ingin melucu dan sekaligus menolong. Tapi
ulahnya itu semakin menegangkan saraf Mary Kate.
Mary Kate berusaha untuk tidak memperlihatkannya. Karena itu dia berusaha menyelesaikan suratnya.
Ketika sudah selesai, Mary Kate membacanya lagi.
Fizz Eddie, Guruku dan ibuku dua-duanya mengatakan bahwa hantu itu
tidak ada. Ibuku sudah menjelaskan semuanya tentang masalah itu.
Tempat kami tinggal sekarang dulunya adalah kebun apel dengan sebuah rumah petani. Pak Green yang memilikinya.
Kemudian seorang pembangun datang. Dia menebang hampir
semua pohon apel itu. Dia membangun apartemen Appleville ini.
Dia memberi nama jalannya dengan nama apel. Itulah sebabnya kita tinggal di Jalan Baldwin.
Pak Green tidak mau menjual rumahnya atau makam tua itu.
Tapi kemudian dia meninggal.
Tak seorang pun yang tahu siapa yang telah dikubur dalam makam itu. Tapi rumah itu tidak berhantu.
Kau pasti sudah bermimpi mengenai Hantu Hijau itu. Atau
kalau tidak, itu pasti efek spesial.
Kawanmu, Mary Kate P.S. Bawalah aku dan Jane dalam acara trick-or-treating
(mengakali-atau-menyuguhkan) pada hari Halloween. Kalau kau bersedia, ini akan jadi Halloween paling hebat yang kudapatkan. Lihat saja nanti.
**************** Mary Kate dan Jane berjalan kaki pulang dari sekolah tanpa Fizz Eddie. Dia ada latihan sepak bola. Dalam tempat makan siangnya Mary Kate melipat lukisan dan suratnya.
Malam itu Mary Kate mendengar sebuah suara jeritan dan
terbangun. Mary Kate berlari dan mendatangi adiknya. Ternyata Joey sedang menangis.
"Kenapa?" tanyanya.
"Hantu Hijau," jawab Joey. "Aku bermimpi dia mencekikku."
Mary Kate memandangi tempat tidur yang satunya. Dia
memeluk bahu Joey, namun Joey tidak berhenti menangis.
"Di sekolah kami belajar tentang hantu-hantu," cerita Mary Kate. "Hantu itu sebenarnya tidak sungguhan. Aku akan buktikan kepadamu. Tunggu."
Mary Kate lalu pergi ke dapur. Dia mengambil lukisan dan suratnya. Kemudian dia kembali lagi ke kamar itu.
Mary Kate berbaring di sebelah Joey. Dia memberikan lukisan itu agar Joey melihatnya. Kemudian dia membaca suratnya keras-keras. Dia mengubah nama Fizz Eddie menjadi Joey. Dan dia tidak membacakan tulisan yang di bagian P.S.
Joey berhenti menangis. Dia memeluk lukisan itu ke dadanya dan tertidur.
Namun malah Mary Kate kini yang ketakutan hantu. Dia
memang berhasil membuat Joey merasa lebih nyaman. Tapi
perasaannya sendiri semakin buruk.
Lagi pula, Joey hanya seorang anak kecil. Dia tentu percaya saja apa pun yang kita katakan.
Mary Kate tidak tahu yang mana yang harus dipercayanya.
Dia memandang ke luar lewat jendela belakang. Apa yang
dilihatnya membuat jantungnya duk, duk, duk.
Ada sinar dari rumah hantu itu.
Mary Kate berlari di sepanjang lorong menuju kamar orang tuanya. Mereka sedang tertidur nyenyak.
Dia ingin membangunkan mereka. Tapi tentu mereka mengira hanya Joey yang takut dengan hantu. Apakah mereka akan mengira dia bertingkah laku aneh?
Mary Kate memandang ke luar jendela dari kamar mereka.
Sudah tidak ada sinar di rumah hantu itu. Apa tadi dia cuma berkhayal?
Mary Kate kembali lagi ke kamarnya. Dia mengintai ke luar lewat jendela kamarnya. Rumah hantu itu gelap.
EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM Lukisannya masih ada dalam pelukan Joey. Mary Kate ingin mengambilnya lagi. Tapi dia tidak ingin membangunkan adiknya.
Dengan sangat hati-hati, dia berbaring di sebelah Joey lagi. Dia menarik ujung selimut Joey dan menariknya hingga menutupi tubuhnya. Untuk berjaga-jaga.
Bab 4 "Tadi malam aku melihat sinar di rumah hantu itu," cerita Mary Kate kepada ayahnya ketika makan pagi.
"Ayah sendiri melihat lelaki itu di bulan sedang makan sepotong acar timun. Selamat tinggal, manis. Ayah harus cepat-cepat."
Ayahnya segera berangkat kerja.
"Tadi malam aku melihat ada sinar di rumah hantu itu," cerita Mary Kate kepada ibunya.
"Sssst," jawab ibunya. "Kau bisa membuat takut Joey."
Mary Kate menunggu di jendela depan. Jane dan Fizz Eddie sedang berjalan ke arahnya. Mary Kate berlari menjumpai mereka.
"Ada apa, cowok?" tanya Fizz Eddie.
"Ini memang untukmu," jawab Mary Kate. Dan dia memberikan surat dan lukisan itu. Keduanya sudah sedikit lusuh.
Fizz Eddie membuka lukisannya dan bersiul. Mary Kate bisa tahu kalau Fizz Eddie menyukainya.
Kemudian dia membaca surat itu keras-keras. "Hmmm,"
katanya akhirnya. "Hanya ada satu pertanyaan."
"Apa?" tanya Mary Kate.
Fizz Eddie berjalan ke makam itu dan berhenti. Dia memandang ke sepanjang jalan setapak itu yang menuju ke rumah hantu tersebut.
"Ada seseorang yang menyalakan lampu di rumah hantu itu tadi malam," katanya.
"Aku juga melihatnya!" seru Mary Kate.
"Bukan hanya aku benar-benar melihatnya," tambah Fizz Eddie.
"Tapi aku bahkan merayap ke rumah itu dan mengintip ke dalamnya.
Kau tahu apa yang kulihat?"
"Apa?" tanya Mary Kate. Dia merasa punggungnya dingin. Dia memandang Jane. Mata Jane membelalak.
Fizz Eddie membungkuk. Dia tampak sangat ketakutan dan
mual. "Aku melihat Hantu Hijau itu sedang memasak di dapur,"
jelasnya. "Dia sedang mengaduk-aduk sebuah kuali di atas kompor.
Aku melihatnya sendiri dia memasukkan cacing, kutu, dan apel ke dalam panci itu. Dia sedang membuat sup Hantu Hijau!"
Mary Kate dan Jane saling berpelukan saking ketakutan.
"Mengapa kau menakut-nakuti anak-anak kecil itu?" tanya Kimberly Brown. "Tidak ada seorang pun yang berada di rumah petani tua itu tadi malam."
"Yang kau kira memang begitu," balas Fizz Eddie. Dia meraih lengan Kimberly dan berjalan lebih ke depan bersamanya.
Mary Kate dan Jane mengikuti. Mereka terlalu ketakutan untuk berbicara.
*************** Pak Carson meminta anak-anak duduk di karpet untuk
mengadakan acara rapat. "Apa ada seseorang yang ingin menceritakan sesuatu?" tanyanya.
Mary Kate berhasil mengangkat tangannya lebih dulu dari
Michael Finn. "Tadi malam saya melihat sinar di rumah hantu itu,"
katanya. Dalam satu hal, dia merasa bangga. Karena kini dia bisa membuktikan bahwa di sana ada hantu.
"Kau barusan menyebutkan rumah hantu?" tanya Pak Carson.
Lalu Mary Kate menjelaskan. "Ada sebuah rumah petani tua dengan makam kecil di jalan kami. Abang Jane mengatakan rumah itu ada penghuninya yaitu Hantu Hijau. Malam kemarin hantu itu sedang memasak sup. Saya sendiri melihat sinarnya."
Pak Carson menggambar satu rancangan di papan tulis. Di satu sisi dia menulis Hantu. Di sisi lainnya dia menulis Tidak ada hantu.
Kemudian dia berkata kepada anak-anak, "Angkat tangan kalian kalau menurut kalian hantu itu sebenarnya tidak ada."
Jane dan Michael mengangkat tangan mereka.
Mary Kate memandang Jane. Apakah Jane bermaksud yang
sesungguhnya? Atau apakah dia sekedar mencoba bersikap berani?
Pak Carson menulis 2 di bawah judul Tidak ada hantu.
Lalu dia berkata lagi kepada anak-anak, "Angkat tangan kalian bila menurut kalian yang namanya hantu itu memang ada."
Semua anak yang lainnya mengangkat tangan mereka.
Pak Carson menulis 21 di bawah judul Hantu.
Kalau dua puluh satu anak percaya bahwa hantu itu ada, ini telah membuktikan bahwa hantu itu memang nyata, pikir Mary Kate.
Persis saat itu pintu kelas terbuka. Dr. Andrews, kepala sekolah mereka, masuk bersama seorang anak lelaki murid baru. Rambutnya merah dan pipinya berbintik-bintik. Dua gigi atasnya ompong.
"Bapak ingin kalian berkenalan dengan Rusty Morelli," ujar Dr.
Andrews. "Dia akan bergabung dalam kelas ini. Orangtuanya sedang belajar tentang pohon-pohon di Brazil selama setahun. Rusty dan neneknya baru saja pindah ke Jalan Baldwin ini."
"Itu jalanku!" teriak Michael Finn.
"Jalanku juga!" seru Mary Kate, Jane, John, Lisa, dan Maria semuanya serentak.
"Kau tinggal di rumah nomor berapa?" tanya Jane. "Sebelas,"
jawab Rusty. Jane dan Mary Kate terperangah.
"Memangnya kenapa dengan nomor itu?" tanya Rusty.
"Itu 'kan rumah petani tua itu," kata Michael Finn. "Beberapa orang mengira rumah itu dihuni oleh Hantu Hijau."
Mata Rusty menjadi berkaca-kaca. Dia kelihatannya sudah
hendak menangis. "Tidak pernah ada yang namanya rumah hantu," jelas Pak Carson. Dia memeluk Rusty.
Mary Kate ingin membuat anak baru itu merasa lebih nyaman.
Maka dia pun berkata, "Aku tadi malam melihat lampu rumahmu.
Apakah kau dan nenekmu sedang memasak sesuatu?"
"Kami sedang membongkar barang,"jawab Rusty. "Kami baru saja pindah. Kami mengendarai mobil dari California."
"Wah, lumayan jauh juga," ujar Mary Kate.


Hantu Hijau Dari Appleville Karya Jean Marzollo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di dalam, dia mengira-ngira siapa sih yang benar tentang hantu ini: Pak Carson atau Fizz Eddie?
Kalau Fizz Eddie yang benar, Rusty dan neneknya tentu harus pulang lagi ke California.
Michael Finn mengangkat tangannya. "Kau ada hubungan saudara dengan Pak Green tua itu?" tanyanya.
"Dia ayah nenekku," jawab Rusty.
"Wow," seru Michael Finn. "Kakek buyutmu berarti ada hubungan saudara dengan Hantu Hijau itu. Mungkin sekarang dialah yang menjadi Hantu Hijau itu!"
Pak Carson menggelengkan kepalanya. "Tidak, Rusty,"
katanya. "Karena kakek buyutmu yang memulai kebun apel itulah kini kami memberi nama Appleville untuk sekolah kita ini. Dan kami sangat senang kau bersekolah di Sekolah Appleville ini. Selamat datang di kelas kami."
Pak Carson memberikan bangku kosong untuk Rusty di depan Mary Kate.
Mary Kate memandangi bagian belakang kepala anak lelaki
baru ini. Rambutnya berwarna labu kuning.
Anak yang malang. Bayangkan, mempunyai hantu yang sebagai kakek buyutnya? Bayangkan, bagaimana bila harus tidur dalam rumah hantu?
Bab 5 Saat makan siang anak-anak membicarakan tentang kostum
Halloween mereka. "Aku akan memakai baju balerinaku," kata Jane. "Baju itu dari pertunjukan balet tahun lalu. Bagian atasnya dari satin berwarna ungu dan rok jaring warna keemasan."
"Aku akan menjadi seekor anak kelinci," kata Maria. "Ibuku sedang membuatkan baju anak kelinci kembar untukku dan
sepupuku." "Aku mau menjadi robot," seru Michael Finn. "Aku sendiri yang akan membuat bajuku. Aku akan menyemprot kotak-kotak karton dengan cat perak."
Anak baru itu sedangmenyantap makan siangnya dengan sangat tenang. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Mary Kate melihat makan siang anak itu. Dibungkus dalam
beberapa kotak berwarna merah mengkilap. Dalam kotak-kotak itu terdapat benda-benda kecil bundar.
"Apa itu?" tanyanya.
"Sushi," jawab Rusty. "Nasi gulung Jepang."
Semua anak memandangi makan siang Rusty.
"Apa itu yang hitam di bagian luarnya?" tanya Maria.
"Rumput laut," jawab Rusty. "Mau coba satu?"
"Hiii," ujar Maria, mukanya kelihatan jijik. "Aneh sekali."
"Aku mau mencoba satu," kata Mary Kate seraya mengulurkan tangannya. Sebenarnya dia bukan benar-benar ingin mencicipi rumput laut itu, tapi dia merasa kasihan pada Rusty.
Anak malang. Dia harus makan rumput laut. Dia harus
membiasakan diri dengan sekolah baru. Orangtuanya berada di Brazil.
Dia harus menjawab semua pertanyaan dari anak-anak. Dan yang paling buruk, dia harus tinggal di rumah hantu.
Rusty menaruh sepotong sushi di telapak tangannya.
Mary Kate melemparnya ke dalam mulutnya. Rasanya asin dan renyah. "Timun!" katanya.
"Nenekku selalu memasukkan sebuah kejutan di tengah setiap sushi," kata Rusty.
"Benar? Apa?" tanya Jane.
"Seperti misalnya seledri air atau udang atau jahe," jelas Rusty.
"Aku tidak mengerti," kata Michael Finn. "Bagaimana kau bisa makan masakan Jepang sedangkan nama akhirmu Morelli? Morelli
'kan nama Italia." "Orangtuaku belajar tentang pohon-pohon di seluruh dunia,"
jelas Rusty. "Mereka pernah ke Jepang. Jadi, sekarang kami sering makan masakan Jepang. Nenekku suka sekali."
"Ayahku juga pernah ke Jepang," kata Mary Kate. "Tapi, untuk urusan bisnis."
"Mengapa kau tidak ikut ke Brazil bersama orangtuamu?" tanya Jane.
"Mereka berada di hutan," jawab Rusty. "Tidak ada sekolah di sana. Aku tentunya sudah ikut bersama mereka, tapi Nenek membutuhkan aku untuk membantunya pindah."
"Wah, kau baik sekali," kata Mary Kate. Tapi yang sebenarnya, dia berpikir bahwa kalau dia, tentu akan memilih pergi ke hutan saja daripada tinggal di rumah hantu.
Rusty berpaling kepada Mary Kate.
"Kau mau mampir ke rumahku setelah pulang sekolah nanti?"
tanyanya. "Aku punya pedang samurai Jepang yang asli. Ayahku yang membelikannya untukku ketika dia di Jepang."
Mary Kate menelan sepotong roti lapisnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia ingin bersikap baik kepada Rusty. Tapi dia tidak ingin masuk ke dalam rumah hantu itu. Terutama tempat di mana disimpan pedang samurai asli!
"Maaf, aku tidak bisa," akhirnya dia menjawab. "Aku harus pulang dan menyelesaikan bajuku."
Dia memandang ke roti selai kacangnya dan merasa seperti seorang pembohong.
**************** Esok harinya Pak Carson membagikan kartu warna jingga
kepada setiap anak dengan sebuah kata di atasnya.
"Semua kata-kata itu ada hubungannya dengan Halloween,"
katanya. "Ayo kita berjalan berkeliling ruangan ini dan membacanya keras-keras. Kalau kalian tidak bisa membaca kata kalian, Bapak akan membantunya. Maria, ayo kita mulai dari kamu."
"Jin," ujar Maria.
"Vampir," kata Michael Finn.
"Tengkorak," kata Jane.
"Srigala jadi-jadian," kata John.
"Hantu," baca Mary Kate.
"Hantu," baca Rusty. "Kami berdua mempunyai kata yang sama!"
"Kalau begitu kalian berdua berpasangan," jelas Pak Carson.
"Anak yang lainnya bisa menemukan pasangan kalian dengan cara yang sama. Temukan kawan kalian yang mendapat kata yang sama de-ngan kalian."
"Pasangan untuk apa?" tanya Mary Kate.
"Untuk memutuskan yang mana yang nyata dan yang mana yang bohongan," jelas Pak Carson. "Sesudah Halloween kau dan Rusty akan membuat sebuah laporan. Dalam laporan kalian itu kalian akan menceritakan kepada kami apakah hantu itu nyata atau tidak."
"Bagaimana kami bisa tahu dengan pasti?" tanya Rusty.
"Kalian harus saling berbicara," jawab Pak Carson. "Tanyakan kepada orang dewasa apa pendapat mereka. Kalian `mengamati'.
`Mengamati' berarti melihat dengan sangat seksama. Mengamati dan berpikir."
Mary Kate rasanya tidak percaya dengan nasib buruknya. Dia tidak ingin mengamati dan memikirkan tentang hantu bersama Rusty Morelli. Lagi pula, Rusty Morelli sendiri memang tinggal dengan hantu.
Pada waktu istirahat Rusty berdiri sendirian di dekat pagar.
Semua anak lainnya bersama pasangan mereka.
Mary Kate datang menghampirinya. Rusty sedang menggambar hantu di lumpur dengan ranting kayu. Mary Kate juga menemukan ranting kayu. Dia pun berlutut dan ikut menggambar hantu di lumpur.
"Bagaimana pendapatmu?" tanya Rusty. "Menurutmu apakah hantu itu memang ada?"
Mary Kate tidak tahu harus menjawab apa. Kalau dia menjawab ya, Rusty mungkin akan menertawakannya.
Maka dia tidak menjawab apa-apa. Sebaliknya, dia malahan menggambar satu hantu lagi. Lalu dia berkata, "Aku tidak yakin.
Bagaimana pendapatmu sendiri?"
Rusty menjawab, "Aku pun tidak yakin."
Tak seorang pun dari mereka memperhatikan Pak Carson yang datang mendekat.
"Gambar yang bagus," pujinya. "Mungkin kalian bisa membuat beberapa gambar untuk laporan kalian. Coba katakan kepada Bapak tentang sesuatu. Apa menurut kalian yang ada di dalam hantu?"
"Lendir," jawab Mary Kate.
"Saus apel," jawab Rusty.
"Apa?" tanya Mary Kate. Dia terkejut.
Rusty tertawa. "Itu yang dikatakan nenekku. Dia bilang Hantu Hijau diisi dengan saus apel, saus bapple, saus capple, saus dapple. . ."
"Dan saus fapple!" teriak Mary Kate.
Wajah Rusty banyak sekali bintik-bintiknya. Dengan gigi
atasnya yang ompong, dia tersenyum seperti labu berwajah orang.
Mary Kate tersenyum lebar.
"Menurut Bapak kalian berdua bisa berkawan baik," kata Pak Carson. "Dan menurut Bapak kalian akan membuat laporan yang bagus tentang hantu." Pak Carson melangkah pergi.
"Hantu (ghosts), boasts, coasts," ujar Rusty. "Doasts, foasts, toast!" timpal Mary Kate.
Tapi kemudian dia jadi serius. "Kau benar-benar percaya kalau hantu itu ada?" tanyanya.
"Ya," jawab Rusty. "Terutama Hantu Hijau."
"Mengapa kau berkata begitu?"
"Fizz Eddie menceritakan kepadaku tentang hantu itu," jawab Rusty.
"Kau kenal Fizz Eddie?" tanya Mary Kate.
"Nenekku menyewanya bekerja memotong sedikit semak," jelas Rusty. "Dia dan nenekku telah mendapat sebuah ide untuk kostumku."
"Apa?" tanya Mary Kate.
"Datanglah setelah pulang sekolah dan aku akan tunjukkan kepadamu," kata Rusty. "Tidak lama."
Mary Kate memikirkannya. "Apakah Fizz Eddie masuk ke dalam rumahmu?"
"Tentu," jawab Rusty.
"Dan dia tidak menjadi sakit atau sesuatu?"
"Mengapa dia harus menjadi sakit?"
"Oh, tidak apa-apa. Lupakan saja."
"Kau pasti belum pernah melihat kostum seperti punyaku," kata Rusty.
"Oke," jawab Mary Kate. "Tapi aku harus pulang dulu dan minta ijin kepada ibuku.
Bab 6 Ibu Mary Kate baru saja pulang kerja. Dia sudah membuka
sepatu perawatnya dan meletakkan kakinya di atas kursi.
Mary Kate menceritakan kepadanya semuanya tentang Rusty.
"Dia ingin aku datang ke rumahnya untuk melihat kostumnya,"
katanya. "Boleh aku pergi, Bu?"
Mary Kate sebenarnya agak berharap ibunya menjawab tidak.
"Tentu saja kau boleh pergi," jawab ibunya. "Joey dan ibu akan pergi ke sana juga. Kami ingin berkenalan dengan tetangga-tetangga baru. Mungkin ini akan membantu Joey mengatasi rasa takutnya."
**************** Mary Kate membuka pagar besi itu dengan gugup. Ibunya
menggendong Joey dalam selimutnya menelusuri jalan setapak dari batu itu. Mary Kate mengikuti mereka.
Rusty dan neneknya sedang menggaruk daun-daun di halaman depan.
Dia tidak kelihatan seperti seorang nenek. Dia memakai baju kaos tebal bergambar Mickey Mouse, celana jeans dengan noda cat, dan sepatu bot merah. Di kepalanya bertengger topi baseball tim Dodgers.
"Senang sekali berkenalan dengan kalian," katanya. "Saya Nyonya Morelli. Ayo masuk dan melihat-lihat ke dalam rumah kami."
Joey mulai merengek. "Tidak!" teriaknya. "Ada hantu yang tinggal di sini!"
Ibu Mary Kate menenangkannya dalam pelukannya. "Dia takut hantu," jelasnya. "Ada gosip di jalan kami ini bahwa rumah ini berhantu."
"Rusty juga menceritakan hal yang sama kepada saya," kata nenek Rusty. "Dan anda tahu apa yang baru saja saya pikirkan? Yaitu saya dan Rusty harus mengundang semua anak untuk acara pesta kecil di sini pada hari Halloween."
"Haruskah begitu?" tanya Rusty.
"Ya, kita harus mengadakannya," jawab ibunya. "Di mana lagi tempat yang lebih baik untuk acara pesta kecil selain di rumah hantu?"
"Bagaimana dengan Hantu Hijau itu?" tanya Mary Kate. "Kau tidak takut kepadanya?"
"Mengapa saya harus takut kepadanya? Saya 'kan bersaudara dengannya!" jawab Nyonya Morelli. "Mungkin Hantu Hijau itu mau menyanyi pada malam Halloween. Kalian pernah mendengar hantu menyanyi? Begini, kedengarannya hebat sekali. La-la-la-la-la."
Joey berhenti menangis. Nyonya Morelli menyerahkan sebuah apel merah besar
kepadanya. Joey mengulurkan tangan menerimanya. Ketika dia mengulurkan tangan itu, selimutnya jatuh ke tanah. Joey tampaknya tidak perduli kalau selimutnya jatuh. Dia menggigit apel itu segigitan besar.
Pak Carson sudah menyuruh mereka, "Mengamati dan
berpikir." Mary Kate mengamati Joey dengan seksama. Dia bertingkah laku sangat aneh. Mungkin dia berada dalam pengaruh mantera. Mungkin nenek Rusty seorang nenek sihir. Mungkin lagu la-la-la tadi adalah mantera. Mungkin apel itu beracun.
"Dia seorang nenek sihir! Jangan dimakan! Apel itu beracun!"
teriak Mary Kate. Dia menampar apel itu dari tangan Joey. Joey mulai menangis lagi.
"Mary Kate!" seru ibunya. "Ada apa denganmu? Bagaimana kau bisa bersikap sekasar itu?"
Mary Kate meledak menangis.
"Kami sebaiknya pulang," kata ibunya.
"Tunggu," panggil Nyonya Morelli. Dia melingkarkan lengannya ke tubuh Mary Kate. "Mary Kate, saya bukan nenek sihir, dan itu bukan apel beracun. Tapi idemu itu bagus sekali! Maukah kau menolong kami merencanakan pesta rumah hantu kami? Kami bisa menggunakan imajinasimu."
Mary Kate menghapus air matanya dengan lengan bajunya.
Nyonya Morelli memberikan sapu tangannya. Ada gambar
Donal Bebek di sapu tangan itu.
Mary Kate mulai tersenyum. Sebenarnya, dia memang
mempunyai beberapa ide bagus untuk membuat rumah hantu
bohongan. Dia sudah pernah membacanya di sebuah buku pesta.
"Sekarang ini kau sedang memikirkan ide bagus, benar?" tanya Nyonya Morelli.
Mary Kate mengangguk. "Kita rendam kismis dalam air hangat di mangkuk," katanya. "Kismis itu akan menggembung dan menjadi lembut. Lalu kita menutup mata anak-anak dengan kain. Suruh mereka memasukkan tangan mereka ke dalam mangkuk itu. Katakan kepada mereka kalau mereka menyentuh otak tikus."
"Sempurna!" seru Nyonya Morelli. "Mengapa kita tidak masuk saja ke dalam dan menulis ide-ide kita? Kali ini rasanya akan menjadi malam Halloween yang paling meriah!"
"Saya rasa kalian tidak memerlukan kami berdua," kata ibu Mary Kate. "Jadi, saya akan membawa pulang Joey."
Mary Kate memeluk ibunya dan mengucapkan selamat tinggal.
Dia senang ibunya tidak marah lagi.
Ide rumah Hantu bohongan itu kedengaran menyenangkan
sekali. Namun Mary Kate masih merasa gugup. Dia tidak ingin masuk ke rumah hantu sungguhan.
"Ayo," ajak Rusty. "Kau akan aman. Sungguh."
Mary Kate menarik napas dalam-dalam. Kemudian dia berlari menaiki tangga-tangga serambi muka.
Ruang tamunya penuh dengan karton dan perabotan kuno yang lucu. Ada sofa dengan lonceng dan tasbih di atasnya, lalu cermin kayu dengan seekor babi di atasnya. Juga ada sebuah kuda-kuda, banyak lukisan, sekeranjang kuas cat yang panjang, kurus dan tipis, lalu karpet besar bergambar beruang. Dekat perapian digantung sebuah pedang besar dalam tempatnya yang terbuat dari kulit.
"Aku tahu persis apa yang sedang kau pikirkan," kata Nyonya Morelli. "Kita bisa menggantung karpet beruang ini di bawah pedang itu. Jadi orang-orang akan melihat kedua-duanya begitu mereka masuk."
Mary Kate tertawa. Dia memandang ke kuas-kuas cat itu. "Anda seorang pelukis?"
tanyanya. "Painter (pelukis), bainter, cainter, dainter," jawab Nyonya Morelli. "Saya rasa ya. Maksud saya, saya harap memang begitu."
"Mungkin kau bisa melukis gambar Hantu Hijau dan pedang untuk rumah hantu itu," ujar Mary Kate.
"Mungkin kau yang bisa mengerjakannya," balas Nyonya Morelli. "Tapi pertama sekali, ayo kita buat dulu daftarnya."
Mary Kate, Rusty, dan Nyonya Morelli duduk di meja kayu
kuno di dapur. Seekor kucing putih melompat ke pangkuan Mary Kate.
"Itu Blackie," kata Rusty. "Nenekku memberinya nama Blackie untuk melucu."
Mary Kate tertawa. "Blackie memberiku sebuah ide," kata Mary Kate. "Ayo kita buat rekaman suara-suara binatang yang menyeramkan. Kita bisa memasangnya sepanjang malam!"
"Asiiik!" teriak Rusty.
Nyonya Morelli menulis rekaman suara binatang-binatang yang menyeramkan.
"Bagaimana dengan memasang orang-orangan untuk menakut-nakuti burung dengan menancapkan pisau ke tubuhnya? Lalu kita bisa mencipratkan saos tomat di pisaunya," kata Rusty.
"Asiiik!" seru Mary Kate.
Nyonya Morelli menulis Orang-orangan sawah dengan pisau
dan darah. "Kita bisa membuat sarang laba-laba dari benang rajutan di seluruh rumah ini," kata Nyonya Morelli. "Dan menyembunyikan kantung-kantung permen. Begini caranya. Kalian masuk ke dalam rumah. Lalu kalian akan menemukan potongan benang rajutan dengan nama kalian di atasnya. Kemudian kalian ikuti benang itu sampai ke ujungnya untuk mendapatkan sebuah kantung permen!"
"Asiiik!" teriak Rusty. Nyonya Morelli menulis Kantung permen sarang laba-laba.
"Dan saya akan berpakaian persis seperti nenek sihir," serunya.
"Begitu anak-anak datang sampai ke pintu, saya akan bersuara seperti ini. Hi-hii-HIII!"
Mary Kate sampai terlompat. Blackie melompat ke lantai.
"Adikku pasti akan menangis," kata Mary Kate.
"Saya tidak akan menakut-nakuti anak-anak kecil," kata Nyonya Morelli. "Dan kalau anak-anak yang lebih besar juga takut, aku akan membuka topengku."
"Oke," ujar Mary Kate.
Nyonya Morelli menulis Pakaian nenek sihir. "Ayo kita buat peti mayat monster!" seru Mary Kate.
"Dan ayo kita mengumumkan ruang tamu ini ada hantunya!"
timpal Rusty. "Hantu monster yang semuanya dicincang!"
"Kita bisa membuat otak monster dari spaghetti dingin dan minyak," kata Mary Kate.
"Dan matanya yang mendelik dibuat dari anggur yang dikupas,"
seru Nyonya Morelli. "Dan jantung monster itu kita buat dari jantung sapi."
Nyonya Morelli menulis Bagian-bagian tubuh monster.
**************** Ketika Mary Kate pulang, dia sangat gembira.
"Bagaimana dengan kostum Rusty?" tanya ibunya.
"Aku tidak pernah melihatnya," jawab Mary Kate.
"Mengapa?" tanya ibunya.
"Kami sibuk sekali," jawab Mary Kate. Dia menceritakan kepada ibunya semua hal tentang rumah hantu bohongan itu.
Bab 7 Esok paginya terlihat papan tanda yang besar di pagar halaman makam itu. Di papan itu ada lukisan Hantu Hijau. Hantu itu mempunyai pedang samurai.
Mary Kate rasanya tidak percaya kalau dialah yang sudah
menggambarnya. Kelihatan bagus sekali.
Fiss Eddie membaca papan tanda itu keras-keras:
SEMUA ANAK DI BLOK INI DIUNDANG
UNTUK ACARA PESTA KECIL DI RUMAH HANTU PADA PERAYAAN HARI HALLOWEEN
JAM 4:30 SAMPAI JAM 8:00.
KALAU KALIAN BERANI DATANG,
TANDA TANGAN DI SINI. SAMPAI BERTEMU NANTI, HANTU HIJAU. "Kedengarannya menarik sekali!" seru Kimberly. Dia ikut datang mendekat untuk melihat apa yang sedang mereka baca. "Aku yang pertama kali akan memberikan tanda tangan." Kimberly menulis namanya di bawah tanda tangannya.
"Kalian anak-anak boleh saja ikut kalau mau," ujar Fizz Eddie.
"Tapi jangan ikutkan aku. Aku tidak mau melihat Hantu Hijau."
"Tidak ada yang namanya hantu," seru Mary Kate. "Rumah hantu itu akan menyenangkan sekali. Apa yang kau takutkan? Kau tidak mungkin takut 'kan dengan orang-orang baru? Kau kenal mereka."
"Aku tidak takut dengan orang-orangnya," jelas Fizz Eddie.
"Aku hanya takut kepada Hantu Hijau itu."
"Kau benar-benar berpikir kalau hantu itu ada?" tanya Mary Kate.
"Aku tahu memang ada," jawab Fizz Eddie.
Cara dia mengucapkannya membuat Mary Kate gemetar.
Apakah mungkin semua hantu itu sebenarnya bohongan kecuali si Hantu Hijau?
Haruskah Mary Kate dan Rusty menyatakan hal itu dalam
laporan mereka? Mary Kate tidak mau mengatakan ide itu kepada Rusty. Itu mungkin akan membuat Rusty sangat ketakutan.
Sebaliknya, dia berusaha hanya memikirkan tentang rumah
hantu bohongan itu. Kabar tentang rumah hantu itu segera menyebar dengan cepat. Semua anak di sekolah membicarakannya.
"Menurutmu apakah semua anak di blok ini akan datang?"
tanya Jane kepada Rusty. "Kurasa ya," jawabnya.
"Semuanya, kecuali si pengecut besar, adikku," ucap Jane.
"Bagaimana dia itu bisa jadi kucing yang begitu pengecut?"
Karena dia sudah tahu kalau Hantu Hijau itu memang ada,
jawab Mary Kate dalam hati. Tapi dia tidak mengucapkannya. Dia sendiri bahkan tidak mau memikirkannya. Maka dia berkata, "Ada berapa anak di blok ini?"
"Aku akan buatkan petanya untuk Rusty," ujar Michael Finn.
"Aku akan tunjukkan kepadanya dimana setiap anak tinggal. Dia bisa melingkari anak-anak yang akan datang. Dan menghitung semuanya."
******************* Esok paginya Mary Kate, Jane, dan Fizz Eddie berhenti di pintu pagar itu.
Peta Michael Finn digantung di bawah tanda tangan Hantu
Hijau itu. Judul peta itu adalah 39 Anak di Blok ini. Lingkari nama kalian kalau kalian berani.
Nama Mary Kate dilingkari. Begitu juga nama Jane, John,
Michael, Lisa, Maria, dan Kimberly. Bahkan nama Joey juga dilingkari. Tapi nama Fizz Eddie tidak.
Mary Kate rasanya ingin menghapus lingkaran namanya. Tapi Rusty dan Nyonya Morelli tentu akan marah sekali melihatnya. Joey dan ibu Mary Kate juga akan marah.
Mary Kate memandang Fizz Eddie dengan maklum. Dia
mengerti sekali perasaannya.
"Jangan memandangku seperti itu," kata Fizz Eddie.
"Ayolah, kau ajak aku dan Jane dalam acara pesta kecil," kata Mary Kate. "Dan datanglah ke rumah hantu itu. Itu cuma rumah hantu bohongan. Kau lihat saja nanti."
"Tidak mungkin, Jose," jawab Fizz Eddie.
"Biar aku yang akan membawa kalian, anak-anak," ujar Kimberly. "Aku tidak takut apa pun."
"Kau akan ikut dalam acara pesta kecil?" tanya Jane. "Kau hendak menjadi apa?"
"Ah, anak SMP tidak suka berpakaian seperti itu," jawab Kimberly.
Cara dia mengucapkan kata itu membuat Mary Kate dan Jane merasa seperti anak bayi.
Beberapa saat berikutnya di sekolah, Mary Kate berkata kepada Rusty. "Aku punya satu ide baru untuk rumah hantu itu. Jangan biarkan seorang pun masuk tanpa memakai pakaian khusus. Bahkan meskipun dia itu anak remaja."
"Ide bagus," kata Rusty. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tidak ingin mengatakan kepada Rusty kalau Hantu Hijau itu memang ada.
Maka dia berkata, "Aku ingin tahu, apakah nenekmu percaya kepada hantu?"
"Aku tidak tahu," jawab Rusty. "Aku sendiri sulit rasanya untuk menerka apakah dia sedang bercanda atau serius."
EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM

Hantu Hijau Dari Appleville Karya Jean Marzollo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana dengan orangtuamu?" tanya Mary Kate. "Apa pendapat mereka?" Kemudian dia baru sadar kalau mereka berada di tempat yang jauh selama setahun. "Kau tidak rindu kepada mereka?"
Kemudian Mary Kate menutup matanya. Itu pertanyaan tolol.
Dia sendiri tidak tahu mengapa dia menanyakannya.
"Ya,"jawab Rusty. "Tapi tidak apa-apa. Kami sering kok berbicara di telpon, dan mereka mengirim surat untukku. Nenekku menjagaku dengan baik. "
"Aku menyukai nenekmu," kata Mary Kate.
"Aku juga," timpal Rusty.
***************** Malam itu setelah Joey naik ke tempat tidur, Mary Kate pergi ke dapur. Ibunya ada di meja dapur. Dia sedang menulis angka-angka di buku ceknya.
Mary Kate menceritakan kepada ibunya tentang orangtua Rusty.
"Brazil itu jauh sekali," kata ibunya.
Mary Kate memanjat ke pangkuan ibunya. Ibunya memeluknya seperti bayi.
"Berapa lama waktu setahun itu?" tanya Mary Kate.
Ibu Mary Kate menarik napas. "Halloween, Hari Natal, Hari Valentin, Paskah, hari terakhir sekolah, musim panas, hari pertama sekolah, dan Halloween lagi. Itulah waktu setahun."
"Halloween yang berikutnya orangtua Rusty akan ada di sini,"
kata Mary Kate. "Ya," kata ibunya.
"Apakah ibu akan pernah pergi jauh dan meninggalkan aku selama setahun?" tanya Mary Kate.
"Tidak, kecuali kalau Ibu punya seseorang yang begitu menyenangkan seperti Nyonya Morelli yang akan menjagamu," kata ibunya.
Mary Kate berharap Nyonya Morelli akan mampu menjaga
Rusty apabila Hantu Hijau itu bangkit dari dalam kuburnya.
Bab 8 Halloween akhirnya tiba. Anak-anak membawa kostum mereka ke sekolah dalam tas.
Setelah makan siang, mereka memakai kostum mereka.
Mary Kate menjadi badut. Jane seorang balerina. John seekor harimau. Lisa menjadi seorang puteri raja.
Rusty memakai baju kaos tebal hijau dengan kerudungnya.
Potongan-potongan kecil sedotan limun ditempelkan di seluruh bajunya dengan peniti.
"Kau jadi apa?" tanya Mary Kate. "Keran air minum?"
"Kaktus," jawab Rusty.
Semua anak tertawa. Bahkan Michael Finn. Dia tertawa keras sekali, baju robotnya hampir pecah.
"Aku sudah hitung semua nama yang dilingkari di peta itu,"
katanya begitu dia sudah tenang. "Hanya tiga puluh delapan anak yang menaruh tanda tangannya di acara pesta kecil rumah hantu itu. Siapa kiranya ya yang tidak ikut?"
Tentu saja dia sudah tahu siapa orang itu. Semua anak juga sudah tahu.
"Abangku yang tolol," jawab Jane.
Mary Kate merasa wajahnya memerah di balik dandanan putih badutnya.
"Siapa yang perduli Fizz Eddie mau datang atau tidak?" kata Rusty. "Halloween tetap saja akan berjalan lancar tanpa dia."
Mary Kate berharap kalau perkataan Rusty itu benar.
Terdengar suara peluit. Anak-anak itu berbaris di lorong.
Terdengar suara peluit kedua. Anak-anak berbaris keluar dari sekolah.
Mereka masih berbaris mengelilingi taman bermain. Musik
berkumandang dan lampu-lampu pijar saling bersusulan.
Satu sinar terang menerpa wajah Mary Kate. Itu ibunya yang masih memakai seragam perawat.
Setelah pawai anak-anak itu masuk lagi ke dalam. Mereka
menyantap kue-kue jeruk yang kecil dan sari buah apel.
Beberapa anak SMP datang untuk membantu. Dua dari mereka adalah Kimberly dan Fizz Eddie.
"Hei, cowok-cowok," sapa Fizz Eddie kepada Jane dan Mary Kate. "Kalian kelihatan hebat."
"Terima kasih, tapi sebenarnya tidak," jawab Mary Kate.
"Ada apa denganmu?" tanya Fizz Eddie.
"Kau sudah berjanji hendak membawa kami dalam acara pesta kecil nanti malam," katanya. "Kalau kita semua bersama-sama, kita akan lebih akrab lagi.
"Tapi kau sudah tahu bagaimana perasaanku tentang Hantu Hijau itu," jelas Fizz Eddie.
"Bahkan Joey pun ikut dalam acara pesta kecil di rumah hantu itu," kata Mary Kate. "Bagaimana dia bisa lebih berani dari kau?"
"Kurasa memang begitulah caranya," jawab Fizz Eddie.
************** Seusai sekolah Mary Kate pulang bersama Rusty. Mereka tidak membicarakan tentang laporan mereka. Melainkan hanya mengenai rumah hantu bohongan itu saja. Banyak pekerjaan yang harus mereka selesaikan.
Rusty menusukkan sebilah pisau ke tubuh orang-orangan sawah itu. Mary Kate menuangkan saos tomat.
Nyonya Morelli memintal 38 buah benang rajut di seluruh
ruangan. Di awal setiap helai benang itu dia menaruh sebuah nama.
Mary Kate merasa sedih karena tidak ada kartu nama Fizz Eddie.
Dia dan Rusty mengisi kantung-kantung permen dengan
permen, apel, popcorn, dan kismis.
Kemudian mereka membuat peti mayat dari kotak lemari es.
Mereka menaruh peti itu di ruang tamu. Mereka menjejalkan sepotong tangan palsu di bawah tutupnya.
Nyonya Morelli melukis sebuah papan tanda yang seram. Di tanda itu tertulis kata-kata, "Kalau kalian ingin tahu apa yang sudah terjadi pada monster yang sudah mati itu, masuklah." Dia menggantung papan tanda itu di pintu ruang makan.
Di meja ruang makan Mary Kate meletakkan semangkuk
spaghetti dingin yang berminyak. "Otak monster itu," katanya.
Nyonya Morelli menaruh sepotong jantung di piring ceper.
"Jantung si monster," katanya.
Rusty mengisi satu sarung tangan karet dengan air. "Tangan monster yang satunya," katanya.
Kegiatan menyiapkan rumah hantu itu sungguh menyenangkan hati. Mungkin sekali ini akan menjadi pesta Halloween yang paling mengesankan, pikir Mary Kate. Mungkin si Hantu Hijau akan tetap tinggal di kuburnya dan tidak mau mengganggu siapa pun.
Bab 9 Waktu menunjukkan jam empat, hampir tiba waktu dimulainya rumah hantu itu. Nyonya Morelli membetulkan dandanan badut Mary Kate. Kemudian dia naik ke lantai atas untuk memakai baju nenek sihirnya.
Rusty memasang kaset suara binatangnya. Sebenarnya itu
sebagian besar rekaman suara Blackie yang mengeong dan Rusty yang membuat suara-suara rimba. Dia dan Mary Kate mengamati lagi hasil kerja mereka. Bagian yang paling bagus adalah ruang hantu itu.
"Meskipun aku yang membuatnya, aku sendiri akan mengikuti acara ini," ujar Rusty.
"Aku juga," kata Mary Kate.
"Hi, hii, HII!" pekik sebuah suara dari lantai atas. Mary Kate dan Rusty berlari mendekat.
Sambil menuruni tangga itu, muncullah seorang nenek sihir yang menyeramkan dengan hidung berwarna hijau. Sebagian giginya hitam. Di satu tangannya dia memegang tangkai sapu. Di tangan lainnya dia menggendong Blackie.
"Nenek!" panggil Rusty. "Jangan ribut begitu dong!"
"Ada seseorang di depan pintu!" pekik Nyonya Morelli. "Hi, hii, HII!"
Itu Jane dan Kimberly. Kimberly memakai pakaian penyanyi rock.
Jane berpakaian sebagai balerina tapi dia juga memakai jaket ski.
"Jaket ski?" tanya Mary Kate.
"Ibuku menyuruhku memakainya," jelas Jane dengan tidak senang hati. "Boleh aku tinggalkan saja di sini?"
"Hi, hii, HII!" pekik si nenek sihir. Dia merampas jaket itu dan melemparnya ke dalam lemari.
Jane memandang ketakutan.
"Itu cuma nenekku," jelas Rusty cepat-cepat.
"Masuklah ke rumah hantu ini, korban-korban kecilku," ajak si nenek sihir. "Coba saja aku lihat apakah kalian bisa menemukan label nama kalian."
Jane dan Kimberly melangkah masuk ke ruang tamu itu.
Jane menemukan benang rajut yang bertuliskan namanya di
atasnya. Lalu dia menggulungnya sampai dia menemukan kantung permennya.
Mary Kate sadar kalau dia kelaparan, maka dia pun mencari kantung permennya. Dia dan Jane mengisap permen mereka.
"Ini rumah yang cukup menyeramkan," bisik Jane.
"Tunggu saja sampai kau lihat sendiri ruang yang ada hantunya," Mary Kate balas berbisik.
"Aku tidak yakin apakah aku ingin masuk ke dalamnya," kata Jane.
"Kau ingin aku menemanimu masuk?" tanya Mary Kate. "Aku sudah tahu apa saja yang ada di dalamnya. Tidak seburuk yang kau sangka kok. Aku akan memegang tanganmu."
"Oke," jawab Jane. "Tapi ayo kita ajak Kimberly menemani kita juga."
Kimberly menjawab, "Anak remaja tidak melakukan hal yang seperti itu. Kalian anak-anak kecil pergi saja sendiri. Aku akan tunggu di luar sini."
Mary Kate benar-benar sebal dengannya. Dia segera merenggut tangan Jane dan berkata, "Ayolah. Kita cepat pergi."
"Di mana Rusty?" tanya Jane.
Mereka memandang berkeliling. Rusty tidak ada di sana.
"Dia pasti ada di dapur," kata Mary Kate. "Ayo!"
Dia menarik Jane ke arah peti mayat itu. "Lihat," jelas Mary Kate. "Sebelum si tua Hijau tinggal di sini, ada seorang monster besar.
Dia mati di rumah ini. Seseorang telah mencincangnya."
Jane kelihatan ngeri. "Dia ada di peti mayat itu?" tanyanya.
"Kau lihat saja nanti," jawab Mary Kate seraya mendorong pintu agar terbuka ke ruang makan. Ruang makan itu gelap kecuali ada secercah lampu pijar yang temaram bersinar di topeng monster yang digantung di dinding. Topeng itu kelihatan seram sekali.
"Mari kupegang tanganmu," kata Mary Kate. "Ini otak monster itu."
Dia mencelupkan tangan Jane ke dalam spaghetti berminyak itu.
"Ooh, ih, ih!" teriak Jane jijik bercampur ngeri.
Mary Kate menaruh tangan Jane ke sarung tangan karet itu.
"Dan sekarang si monster ingin berjabatan tangan denganmu."
"Ah, itu 'kan cuma sarung tangan karet," kata Jane. "Itu sih tidak menakutkan."
"Oh, tidak ya? Kalau begitu, bagaimana dengan yang ini?" seru si topeng yang digantung di dinding. Topeng itu mulai bersenandung.
"Mm---m---m---m, m---m---m---m," topeng itu bersuara.
Kelihatannya seperti sungguhan. Tidak tampak seperti sebuah topeng.
"Siapa itu?" bisik Jane.
"Aku tidak tahu," jawab Mary Kate. Dan memang benar. Dia benar-benar tidak tahu.
Bukan dia, juga bukan Rusty, yang sudah menggantung topeng itu di dinding.
"Mm---m---m---m---m, m---m---m---m!" suara bersenandung itu semakin keras. Tiba-tiba topeng itu bergerak ke depan. Ternyata dia mempunya badan yang besar sekali dan berwarna hijau.
Jane mulai menangis. "Tolong! Tolong!"
Mary Kate tidak tahu harus berbuat apa. Dia pun ingin berlari tapi tidak bisa. Kakinya membeku saking ketakutan.
Fizz Eddie benar! Ternyata memang ada Hantu Hijau itu di sini.
Dan hantu itu kini semakin mendekat.
Hantu itu hendak merenggut Mary Kate dan Jane. Mary Kate sudah tidak tahan lagi! Dia cepat-cepat memandang berkeliling untuk mencari bantuan.
Matanya jatuh pada mangkuk besar berisi spaghetti itu. Secepat mungkin dia meraihnya dan melemparnya ke Hantu Hijau itu.
"Hei, anak-anak! Apa yang kau lakukan?"
Wah, itu bukan suara hantu. Itu suara Fizz Eddie. Kemudian seseorang menyalakan lampu. Si nenek sihir. "Hi, hii, HII!" pekiknya.
Fizz Eddie terduduk di lantai. Topengnya sudah dilepas.
Badannya penuh dengan spaghetti.
Mary Kate rasanya tidak percaya dengan matanya.
"Kau bohong kepadaku!" dia berteriak seraya memukuli Fizz Eddie dengan tinjunya. "Kau menipuku! Kau bilang kau tidak mau datang! Aku benci kau." Mary Kate marah sekali kepada Fizz Eddie sampai dia menumpahkan lagi mangkuk berisi kismis ke kepala Fizz Eddie.
Rusty berlari masuk ke ruangan itu. Dia cepat-cepat mengambil mangkuk itu. Dia pun mulai memasukkan lagi spaghetti itu ke dalamnya.
"Hi, hii, HII!" si nenek sihir masih terkikih. Dia memungut beberapa spaghetti dan melemparnya ke udara. Beberapa helai mendarat ke kepala Fizz Eddie.
"Hii, hii-mu sendiri," balas Fizz Eddie sebal. Tapi kemudian dia pun mulai tertawa.
Rusty melempar sedikit spaghetti kepada Fizz Eddie.
Serta-merta, semua anak saling lempar-lemparan spaghetti dan tertawa-tawa.
Bahkan Kimberly juga. Kemudian dia membantu Fizz Eddie berdiri dan membuka sprei hijaunya. "Kau hantu buruk sekali," katanya.
"Oh, ya?" jawab Fizz Eddie. "Aku ingin tahu apakah kau bisa melakukannya dengan lebih baik."
"Tentu saja aku bisa," jawab Kimberly. "Ada yang punya sprei bersih?"
Dan begitulah, Kimberly segera berubah dari penyanyi rock menjadi hantu dalam sekejap.
Dia juga seorang hantu yang baik. Sepanjang malam dia tetap tinggal di ruang hantu itu. Dia menceritakan kisah-kisah menarik tentang monster yang dicincang. Untuk anak-anak yang lebih besar, cerita-ceritanya menjadi lebih menyeramkan.
Dia menceritakan sebuah kisah kepada Michael Finn yang
membuatnya sangat ketakutan. Meskipun, Michael Finn tidak mengaku. Tapi Mary Kate dan Rusty bersembunyi di bawah meja, dan mereka melihat sendiri wajah Michael Finn.
Kimberly menyalakan lampu untuk Joey dan melepaskan kain spreinya. Dia menceritakan kepadanya kisah lucu tentang monster.
Cerita itu sama sekali tidak menyeramkan.
Sedangkan Fizz Eddie, dia memakai anting-anting Kimberly dan jaket kulitnya yang berwarna hitam. Dia menjadi penyanyi rock dan membantu anak-anak melompat mengambil apel-apel yang bermunculan di serambi muka.
Ketika dia melihat Mary Kate datang untuk ikut melompat
memungut apel, dia berkata, "Aku tidak akan pernah berbohong lagi kepadamu, sobat."
Mary Kate memandang kawannya. Anting-anting yang
dipakainya kelihatan lucu sekali. Mary Kate mengulurkan tangannya dan memeluknya. Fizz Eddie balas memeluknya.
"Ini Halloween yang hebat," ujar Fizz Eddie.
"Aku tahu," balas Mary Kate.
Terutama, pikirnya, karena sekarang aku sudah yakin tentang hantu.
Bab 10 Halloween sudah berlalu. Pakaian-pakaian khusus mereka
sudah disimpan. Tapi Mary Kate dan Rusty masih harus menceritakan laporan mereka tentang hantu.
Mereka berdiri di depan kelas. Mary Kate mengangkat tinggi-tinggi sebuah lukisan hantu. "Hanya karena kita melihat hantu, bukan berarti hantu itu ada," katanya. "Tidak ada yang namanya hantu yang sungguhan."
Rusty mulai batuk-batuk. Katanya dia kena pilek pada malam Halloween itu.
"Kau boleh minum dulu," ujar Pak Carson.
Rusty pergi ke luar menuju tempat air minum. Ketika dia pergi, dia dan Pak Carson saling mengedipkan sebelah mata.
Mary Kate meneruskan laporannya. "Semua hantu itu
sebenarnya hanya suatu khayalan," jelasnya.
Tiba-tiba pintu kelas terbuka . . . dengan perlahan. Lalu masuklah satu hantu putih. "Berani sekali kau berkata begitu!"
bentaknya. "Oooh, ooh!" Hantu itu pun berlari menghampiri Mary Kate.
Mary Kate bersembunyi di belakang meja pak guru. "Hantu!"
teriaknya. "Tolong! Tolong!"
Tapi Michael Finn melihat senyum Mary Kate. "Itu 'kan Rusty,"
kata Michael Finn. "Aku sudah lihat sepatunya," ujar Maria.
"Kau benar," kata Rusty, serta-merta melepaskan pakaiannya.
"Aku hanya ingin membuktikan bahwa hantu itu memangbenar-benar tidak ada. Dan itulah akhir dari laporan kami."
"Bagus sekali," puji Pak Carson. "Dan ini juga ada sifat matematikanya."
Pak Carson menggambar sebuah bagan di papan tulis. Di satu sisi dia menulis Hantu. Lalu di sisi lainnya dia menulis Rusty.
"Berapa banyak dari kalian yang tadinya berpikir bahwa hantu itu ada?" tanyanya.
Tidak ada tangan yang terangkat.
Pak Carson menulis sebuah angka nol yang gemuk besar di
bawah judul Hantu. "Berapa banyak anak yang sudah tahu kalau itu Rusty?"
Dua puluh empat tangan naik ke atas. Pak Carson menulis
angka 24 di bawah judul Rusty.
Rusty kelihatan malu. "Jangan malu," kata Pak Carson. "Karena kau dan Mary Kate-lah, maka tak seorang anak pun yang percaya ada hantu lagi."
"Kecuali Hantu Hijau dari Appleville," ujar Mary Kate. "Tahun ini aku sendiri melihatnya bangkit dari kubur seperti lendir hijau. Dia membuatku merasa mual!"
Ketika dia mengucapkan kata-kata itu, dia mendapat ide luar biasa untuk kostum Halloween tahun depan. Mungkin Nyonya Morelli bisa membantunya membuat mata apelnya yang busuk. END
Wanita Gagah Perkasa 5 Candika Dewi Penyebar Maut X I Kecil Jjs 2
^