Pencarian

Racun Berantai 2

Racun Berantai Karya Huang Ying Bagian 2


putihnya. Sambil meraba kepala thian-ong itu, tiba tiba ujar Tong Capsa:
"Kelihatannya kepala ini sangat serasi untukku!"
Baru selesai bicara, kepala Raja langit itu sudah "Kraaak!" terpatah jadi
dua. Kekuatan tangan Tong Capsa memang cukup besar.
Sambil menenteng kepala kayu itu, dia melompat turun dari atas altar.
Dan persis melayang dihadapan Giok Bu-ha.
Waktu itu Giok Bu?ha sedang melotot kearahnya, dibalik mata kanannya
dipenuhi serat serat berwarna merah, walaupun mata kirinya sudah mati,
namun sinar kematian yang hijau pucat masih kelihatan menakutkan.
Setengah berjongkok, tanya Tong Capsa sambil tertawa:
"Apa yang kubicarakan dengan Sui Kwan-im barusan, pasti sudah kau dengar
semua bukan." Otot merah dimata kanan Giok Bu-ha terlihat semakin menyala, begitu merah
seperti darah segar yang sedang meleleh.
Pada saat inilah suara Sui Kwan-im yang merdu telah bergema lagi dari
arah belakang: "Arak sudah datang."
Tong Capsa menyahut seraya berpaling, ia jumpai Sui Kwan-im dengan tangan
kiri menenteng kepala Buddha, tangan kanan membawa arak putih, berjalan
mendekat dengan langkah yang lemah gemulai.
Arak berada dalam sebuah botol porselen yang Setengah tembus pandang.
Arak itu berwarna hijau muda, dipandang dari balik cahaya api terlihat
sangat indah dan menawan.
"Arak apa itu?" tanpa terasa tanya Tong Capsa.
"Arak wanita cantik!" jawab Sui Kwan?im sambil tertawa.
"Arak wanita cantik?" Tong Capsa tertegun.
Selama ini, belum pernah ia dengar nama arak seperti ini, arak wanita
cantik. Sambil memutar biji matanya yang bening, kembali ujar Sui Kwan-im"
"Arak yang diramu sendiri oleh seorang wanita cantik, kalau bukan
dinamakan arak wanita cantik lalu arak itu harus diberi nama apa?"
"Ooh, rupanya begitu." Tong Capsa seolah baru paham.
Lalu tanyanya lebih lanjut:
"Amalnya, arak ini bernama apa?"
"Sejak awal arak itu memang dinamakan arak wanita cantik."
Sekali lagi Tong Capsa tertegun.
Sui Kwan?im segera menjelaskanz
"Sebenarnya akulah yang menciptakan arak ini, mau pergi sampai mana pun,
jangan harap kau bisa mendapatkan arak seperti ini."
Kini, Tong Capsa baru betul?betul paham.
Terdengar Sui Kwan?im berkata lebih lanjut:
"Tapi, bila kau pernah minum arak wanita cantik ini, maka minum arak
jenis apapun, kau tak bakalan bisa merasa puas lagi."
Tong Capsa menjilat mulutnya dan berseru:
"setelah mendengar perkataanmu itu, ulat arakku didalam perut jadi mulai
bergoyang semua." Dia terima arak itu dari tangan Sui Kwan-im, digoyang sejenak
dihadapannya lalu memuji:
"Betul betul arak yang indah."
"Sejak diramu, begitu mengalir keluar arak ini sudah memiliki warna
semacam ini." "Luar biasa." Kembali dia goyang arak dalam botol dan berkata lebih jauh:
"Kelihatannya kau senang menggunakan botol kristal untuk menyimpan arak?"
"Tidak suka, sebab dengan begitu, bau arak jadi rusak dan berkurang
banyak." "Tapi kini kau simpan arak tersebut dalam botol kristal."
"Itu bukan ide ku."
"Jadi merupakan ide nya?" tanya Tong Capsa sambil melirik Giok Bu?ha
sekejap. Sui Kwan-im manggut-manggut.
"Bila menyimpan arak didalam botol kristal, begitu muncul masalah, dalam
sekejap pandangan saja dia bakal mengetahuinya."
"Ooh, jadi dia kuatir kau mencampurkan racun didalam araknya?"
"Bukan takut aku meracuninya, dia kuatir aku masukkan kelabang atau
laba-laba atau serangga sejenis ke dalam botol arak sehingga ketika ia
meneguk arak itu, sang binatang beracun merayap keluar dan menggigitnya."
"Apakah kau akan berbuat begitu?"
"Baru melihat binatang binatang beracun itu, tanganku sudah lemas dan
gemetaran." Sahut Sui Kwan-im sambil tertawa getir.
"Wah, kelihatannya rasa curiga orang ini kelewat besar."
"Betul, sedemikian besar hingga pada hakekatnya tidak mirip seorang
lelaki." Sambil mengawasi botol itu Tong Capsa menghela napas panjang, katanya:
"Gara-gara ide nya, arak wangi jadi rusak bau dan rasanya."
"Namun pada saat bersamaan, diapun menemukan sebuah cara untuk menolong
kekurangan ini." Kata si nona.
"Bagaimana caranya?"
"Dia suruh aku menyumbat mulut botol dengan kayu, lalu melelehkan cairan
lilin diseputar penyumbat tersebut."
Kini, Tong Capsa baru memperhatikan mulut botol kristal itu, ternyata
persis seperti apa yang dikatakan Sui Kwan?im.
"Memang caranya ini bermanfaat?" tanyanya kemudian.
"Paling tidak bisa mencegah kadar alkohol dalam arak itu menjadi rusak."
"Bagaimana rasanya?"
"Tentu saja tetap berkurang banyak dibanding rasa aslinya."
"Aku rasa tujuan utama dengan mengusulkan cara ini tetap ingin mencegah
kau meracuni arak itu secara diam diam ketika mencabut penutup botol."
Ujar Tong Capsa sambil tertawa.
"Mungkin saja benar, selain itu diapun meninggalkan kode rahasia diatas
lilin yang menyegel penutup botol arak itu."
"Maksudmu, asal kau menggerakkan penutup botol, dia segera akan
mengetahuinya?" Sui Kwan?im manggut manggut membenarkan.
"Kelihatannya orang ini jauh lebih berhati hati ketimbang aku."
Sambil berkata, dia bersihkan lilin disekitar mulut botol kemudian baru
membuka penyumbatnya. Bau harum arak yang sangat menyegarkan seketika menyebar ke udara dan
menusuk penciumannya. Dia menarik napas panjang panjang sambil memuji:
"Arak bagus, arak bagus!"
Sekali lagi Sui Kwan-im tertawa cekikikan.
"Arak belum lagi masuk ke dalam mulut, darimana bisa tahu kalau arak
wangi?" Tong Capsa tertawa, sahutnya:
"Cukup dari baunya, seharusnya kau sudah tahu kalau dalam bidang arak,
akupun termasuk orang yang tahu kwalitas."
"Kalau begitu minumlah."
Kini, separuh badannya sudah bersandar dalam pelukan Tong Capsa.
Seketika itu juga Tong Capsa merasakan tulang belulangnya seolah jadi
lemas tak bertenaga. Dia segera menyandar ke sisi kiri, bersandar diatas sebuah tiang tonggak,
lalu sahutnya sambil tertawa keras:
"Kenapa tidak kuminum arak sewangi ini."
"Bagaimana pula dengan si wanita cantik?" tanya Sui Kwan-im sambil
tertawa manja. "Hahaha, sudah pasti aku tak akan melepaskan peluang ini."
Sekarang, bahkan kakipun terasa lemas hingga nyaris tak mampu berdiri
tegak. Ditengah gunung yang terpencil, ternyata tersedia arak wangi dan wanita
cantik yang bisa dinikmati, dia nyaris menyangka dirinya sedang bermimpi.
tags: journal Kini, arak wangi sudah ditangan, wanita cantik berada dalam pelukan,
tentu saja dia merasa kegirangan setengah mati.
Dalam keadaan begini, ternyata dia masih teringat Giok Bu-ha, sorot
matanya kembali dialihkan ke wajah orang itu.
Tatapan mata Giok Bu-ha belum pernah meninggalkan diri Tong Capsa, dari
balik pupil matanya terpancar perasaan sedih dan gusar yang tak
terhingga. Arak wangi itu sesungguhnya milik dia, wanita cantik pun milik dirinya,
tapi sekarang sudah terjatuh ke tangan musuh, berada dalam pelukan lawan,
bagaimana mungkin dia tidak merasa sedih? Tidak merasa gusar?
Menyaksikan rasa sedih dan gusar yang terpancar dari mata Giok Bu-ha,
Tong Capsa segera menggerakkan botol araknya dan berkata kepada Giok
Bu-ha sambil tertawa: "Kongcu ganteng, apakah perasaanmu sekarang jauh lebih tersiksa ketimbang
mati?" Inilah salah satu sebab kenapa dia tidak membiarkan Giok Bu-ha segera
mati. Dalam keadaan tak berdaya dan tak mampu berbicara, Giok Bu-ha hanya bisa
melotot besar penuh kepedihan dan amarah.
Tong Capsa tundukkan kepalanya, dengan jenggotnya perlahan dia gosok pipi
Sui Kwan?im yang cantik dan halus.
Digosok seperti itu, Sui Kwan?im segera tertawa cekikikan dengan merdu.
Suara tertawanya ibarat anak panah yang menghujam hati Giok Bu-ha,
menusuknya dalam dalam. Tiba tiba ujung mata kanan Giok Bu-ha merekah, darah segar meleleh dari
retakan itu. Menyaksikan hal ini, kembali Tong Capsa mengejek:
"Sekarang kau tak usah marah lebih dulu, kalau tidak, bila keburu semaput
maka adegan berikut tak sempat kau saksikan lagi."
Darah meleleh tiada hentinya dari ujung mata Giok Bu-ha, dia tetap
terbungkam. Terdengar Tong Capsa berkata lebih jauh:
"Tak ada salahnya untuk pentang matamu lebar lebar, perhatikan dengan
seksama bagaimana kunikmati arak simpananmu kemudian menikmati kehangatan
tubuh kekasih cantikmu!"
Dia mulai mengangkat botol araknya dan meneguk dengan lahap, dalam waktu
singkat setengah botol arak telah masuk ke dalam perutnya.
Cara orang ini minum arak, tak ubahnya seperti kerbau yang sedang
kehausan. Setelah meneguk satu tegukan lagi dia baru meletakkan botol araknya
sambil berkata: "Ternyata memang arak bagus."
Lalu kepada Sui Kwan-im, ujarnya lagi seraya tertawa:
"sebenarnya aku tak ingin meneguk arak dengan cara begitu, tapi apa yang
ingin kulakukan setelah minum arak membuat aku tak sabar lagi untuk
menanti." "Mau apa kamu?" tanya Sui Kwan-im sambil tertawa cekikikan.
Sambil tertawa, tiba tiba sikutnya menghantam keatas dada Tong Capsa.
Gadis itu tertawa dengan begitu riang dan genit, jangankan Tong Capsa,
biarpun orang itu lebih cermat, lebih berpengalaman ketimbang dia pun,
yakin diapun tak akan menyangka kalau perempuan tersebut akan turun
tangan dalam keadaan seperti ini.
Seketika itu juga Tong Capsa dibuat termangu, tertegun oleh hantaman itu.
Menggunakan kesempatan tersebut, Sui Kwan-im melompat bangun dari
pelukannya lalu bagaikan seekor burung walet, terbang naik keatas altar
Buddha disebelah depan. Tong Capsa termasuk seorang jagoan yang berpengalaman, dia segera tahu
apa yang telah terjadi. Dalam sekilas pikiran, dia ingin menggunakan senjata amgi untuk
menghabisi nyawa Sui Kwan-im.
Tapi saat itu, tangan kirinya sedang memegang botol arak, sementara
tangan kanannya masih menenteng batok kepala patung Buddha.
Setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, dia menjerit lengking,
botol arak berikut kepala kayu itu bersama-sama disambit ke depan dengan
kecepatan tinggi. Kepala kayu itu diarahkan ke tubuh Sui Kwan?im, sementara botol arak
diayunkan keatas hiolo tembaga yang berada diatas bara api.
"Traaang!" botol arak itu terbentur disisi hiolo dan hancur berantakan,
sementara arak wangi yang berada dalam botol, berceceran ke dalam hiolo.
II "Crrritttt, crrritt, crrritt . . . . .. asap tebal seketika mengepul dari
balik hiolo itu. Asap tebal berwarna biru ungu.
Bahkan jilatan api pun dalam waktu singkat telah berubah menjadi warna
biru ungu. Kontan paras muka Tong Capsa berubah hebat, jeritnya:
"Dalam arak ada racun!"
Cepat dia merogoh ke dalam saku, mengeluarkan sebuah botol porselen,
menuang berapa butir pil dan dijejalkan ke dalam mulut sendiri.
Sementara batok kepala si raja langit sudah meluncur sejauh satu tombak
delapan depa, "Blaaam!" kebetulan menumbuk diatas tubuh asalnya.
Seketika batok kepala itu hancur berkeping, tempat yang terkena tumbukan
pun segera muncul sebuah lengkungan yang cukup dalam.
Sudah jelas didalam lemparan itu, Tong Capsa benar-benar berniat membunuh
Sui Kwan-im, sayang kepala Thian-ong yang berada dalam genggamannya
kelewat besar dan berat, tidak seringan dan selincah senjata rahasia yang
dia gunakan. Belum sampai kepala kayu itu meluncur tiba, Sui Kwan-im telah bersembunyi
di belakang patung Buddha itu.
"Blaaam!" sesudah terjadi benturan dahsyat, ia baru menyelinap keluar
dari samping. Sambil mengurut dada dan menjulurkan lidah, bisiknya berulang kali:
"Berbahaya, sungguh berbahaya, bikin aku ketakutan setengah mati."
"Kau . . . . . . .." bentak Tong Capsa.
Baru sepatah kata dia menjerit, tiba tiba tangannya memegangi tenggorokan
sendiri sambil meringis kesakitan.
"Aku baik sekali, apa pun tidak terjadi." Jawab Sui Kwan-im sambil
tertawa. "Kau mencampuri arak itu dengan racun?" jerit Tong Capsa lagi.
"Benar, akulah yang melakukan." Sui Kwan-im tidak menyangkal.
"Kapan kau campurkan racun itu ke dalam arak?" kembali Tong Capsa
bertanya. "Ketika aku pergi mengambil arak."
"Jadi sebenarnya arak itu tidak beracun?"
"Sama sekali tak beracun."
"Dengan cara apa kau campurkan racun itu ke dalam arak?"
Perlahan-lahan Sui Kwan-im dengan tangan kirinya mencabut sebatang jarum
baja berwarna biru dari atas kepala Buddha yang ditentengnya dan
menyahut: "Jarum baja ini dibuat secara khusus, diujung jarum terdapat bagian
melengkung yang bisa dipakai untuk menyimpan cairan beracun, dengan
memakai jarum inilah aku campurkan racun ke dalam arak!"
Pernyataan itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Tong
Capsa. "Aku hanya bertanya kepadamu, dengan cara apa mencampurkan racun ke dalam
arak." Bentak Tong Capsa gusar.
"Aku pun hanya berniat memberi keterangan yang lebih jelas, buat apa kau
terburu napsu?" Lalu setelah tertawa manis, lanjutnya:
"Botol arak itu ada penutupnya, disekeliling penutup dilapisi cairan
lilin yang menyegelnya dengan rapi, bila aku tidak menghilangkan lilin
itu, tak mungkin gabus penutup botol bisa kubuka."
"Dan kau belum.menghilangkan lilin yang menyegel gabus penutup itu."
"Dalam kenyataan memang belum, kalau bukan begitu, kau pasti akan


Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersikap hati-hati, sangat hati-hati, tak mungkin akan minum secepat itu,
dalam sekali tegukan telah menghabiskan separuh botol arak."
Sesudah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan:
"Tak bisa disangkal, tanpa mencabut penutup botol, mustahil bagiku untuk
mencampuri arak dengan racun, tapi jangan lupa, aku bukan mencampurkan
racun itu menggunakan tangan, tapi memakai jarum ini!"
Dia memperagakan cara orang menusuk gabus penutup botol dengan jarum,
kemudian menambahkan: "Asalkan kutusuk penutup botol dengan jarum ini hingga tembus, maka tidak
sulit untuk mencampurkan cairan racun yang tersimpan diujung jarum ke
dalam arak!" Mendengar sampai disini, Tong Capsa segera menghela napas panjang.
Sui Kwan-im berkata lebih lanjut:
"Sejak setahun berselang, aku sudah menemukan cara ini untuk meracuni
arak dalam botol, pada awalnya kupersiapkan untuk menghadapi Giok Bu-ha,
hingga sekarang aku tidak menggunakannya, ini dikarenakan aku selalu tak
menemukan kesempatan baik untuk meracuninya."
Setelah tertawa cekikian, terusnya:
"sungguh tak disangka, akhirnya cara ini kupakai untuk menghadapimu!"
Tampaknya Tong Capsa sangat tersiksa, dengan memakai tangan yang lain dia
tuang obat didalam botol porselen, lalu melepaskan tangannya yang
memegangi tenggorokan dan secara paksa menelan seluruh obat yang
dimasukkan ke dalam.mu1utnya itu.
Dengan pandangan terkejut Sui Kwan-im.mengawasinya, lalu bertanya:
"Apakah obat-obatan itu adalah obat pemunah racun?"
"Benar!" "Bukankah obat-obatan itu sangat berharga?" kembali Sui Kwan-im bertanya.
"Tentu saja sangat berharga."
Sui Kwan-im kembali menghela napas panjang, ujarnya:
"Lebih baik kau hadiahkan obat obatan berharga itu untukku, daripada
dibuang dengan percuma."
"Apa kau bilang?" bentak Tong Capsa gusar.
"Tahukah kau, racun apa yang telah kucampurkan ke dalam arakmu itu?"
bukan menjawab, Sui Kwan?im balik bertanya.
"Racun apa?" "Darah kelabang api!"
"Apa?" Tong Capsa menjerit kaget.
"Kau tidak percaya dengan perkataanku?"
"Dari mana kau dapatkan darah kelabang api?" tanya Tong Capsa sangsi.
"Kau masih ingat, pernah menggunakan jarum terbang untuk memantek
kelabang api yang sedang merangkak mendekati aku?"
Tong Capsa mengangguk, tentu saja dia masih ingat.
"Ketika jarum itu menembusi tubuh kelabang api, bukankah cairan darah
segera akan meleleh keluar dari tubuh kelabang api itu?" kembali Sui
Kwan-im.melanjutkan. Terpaksa Tong Capsa harus mengangguk.
Sui Kwan-im segera tertawa cekikikan.
"Apa tidak terlalu sayang bila darah kelabang api yang begitu berharga
disia?siakan? Karena itu akupun tak tahan untuk menghisap sedikit darah
tersebut menggunakan jarum baja ini."
Tiba tiba rasa menyesal dan minta maaf terlintas diwajah perempuan itu,
terusnya: "sebetulnya aku persiapkan cairan itu untuk melindungi diri dikemudian
hari, sebab aku benar-benar kuatir sesudah kau bunuh Giok Bu-ha kemudian
akan datang membunuhku, bila sampai terjadi, jarum ini mungkin bisa
selamatkan selembar jiwaku, eei siapa tahu kau justru bersikap begitu
baik kepadaku." Saking jengkel dan mendongkolnya, untuk sesaat Tong Capsa tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
Tentu saja diapun tahu kalau apa yang dikatakan Sui Kwan-im bukan ngaco
belo, tapi kenyataan. Sebab sebelum Sui Kwan-im pergi mengambil arak, dia sudah bersikap sangat
baik terhadap perempuan ini.
Kemudian Sui Kwan-im menampilkan lagi sikap penyesalan yang mendalam
serta perasaan apa boleh buat, katanya:
"sekarang, aku benar-benar berharap kalau jarum baja ku bukan ternoda
oleh darah kelabang api."
Setelah berkata begitu, dengan wajah amat sedih dan pilu keluhnya:
"Sayang akupun tahu kalau pengharapanku ini bakal sia sia, mustahil."
Hampir saja Tong Capsa mencaci maki, mengumpat dengan perkataan kotor.
Tapi sayang tidak mampu dia lakukan, sebab tenggorokannya sungguh terasa
amat sakit dan menyiksa. Buru-buru dia mengeluarkan botol porselen ke dua dari dalam sakunya.
Melihat itu, Sui Kwan-im segera menjerit keras:
"Kenapa kau harus menyia?nyiakan obat mujarab itu?"
Tong Capsa tak kuasa menahan diri lagi, akhirnya dia mengumpat:
"sialan, bisa kurangi perkataanmu itu?"
"Tidak bisa!" jawab Sui Kwan?im tak kalah kerasnya.
Tapi lagi?lagi nada suaranya berubah jadi lembut dan halus, terusnya
dengan nada memelas: "Jika obat obatan itu berkasiat, kenapa paras mukamu sekarang berubah
jadi seperti itu?" "Paras mukaku berubah seperti apa?" tanya Tong Capsa terperanjat.
"Sudah mirip wajah Kwan Kong, telah berubah jadi hitam keungu unguan!"
sahut Sui Kwan-im tergagap.
Paras muka Tong Capsa memang telah berubah jadi unggu hitam, dibawah
sinar api, mimik mukanya kelihatan begitu menyeramkan dan menakutkan.
Tapi dia masih tak percaya dengan perkataan Sui Kwan-im, bentaknya:
"Kau ngaco belo!"
Sui Kwan?im menghela napas.
"Sayang disini tak ada cermin, kalau tidak, kau pasti tak akan berkata
begitu." Ujarnya. Kemudian setelah menghela napas, tambahnya:
"Sepanjang hidup, jarang sekali aku bicara jujur, tapi sekarang, kata
kata jujurku justru diragukan orang, aaai, kalau dipikir kembali, sungguh
menyedihkan hati." Sikapnya kali ini sangat tulus dan bersungguh hati.
Tong Capsa dapat menyaksikan hal itu, tiba tiba sekujur badannya mulai
gemetar keras. "Uaaakkk!" mendadak dia menjerit aneh, seluruh tubuhnya
melambung ke tengah udara, sepasang tangannya berputar dan merogoh ke
dalam kantung kulit macan yang melilit dipinggangnya.
Tapi sayang gerakan yang dia lakukan kali ini kelewat kaku, tidak lugas.
Ternyata dia tak sanggup mengambil keluar senjata amgi yang ada didalam
kantung, tubuhnya yang melambung pun tiba tiba mengejang keras, lalu
meluncur jatuh ke bawah. Blaaam, tubuhnya terbanting keras diatas tanah, kemudian melingkar
bagaikan seekor udang rebus.
tags: journal Bab 3. Harum arak terbawa jauh, cinta wanita cantik makin
menggebu. Sui Kwan-im.menunggu lagi berapa saat sebelum.me1ompat turun dari
atas altar. "Sungguh lihay!" gumamnya sambil menjulurkan lidahnya.
Saat itulah dia baru mengangkat jarum beracun ditangannya dan
dengan sangat berhati hati ditusuk masuk ke mulut patung Buddha
ditangannya. Setelah itu dengan langkah yang penuh kewaspadaan, ia berjalan
menghampiri Tong Capsa. Dia berjalan menghampirinya hingga dekat sekali.
Tong Capsa sama sekali tidak mirip Giok Bu?ha, yang masih bisa
merangkak bangun secara tiba tiba.
Kini, dia telah berubah jadi orang mati, jadi sesosok mayat.
Jago tangguh dari keluarga Tong yang mahir menggunakan senjata
rahasia beracun ini, entah sudah membunuh berapa banyak orang
sepanjang hidupnya, tapi terakhir, dia harus mati juga terhajar
racun ganas. Atau mungkin inilah yang disebut pembalasan yang setimpal?
Membayar karma? Sui Kwan-im hanya memandang Tong Capsa sekejap, 1a1u buru buru
menutup muka dan menjauh dari situ.
Raut muka Tong Capsa telah berubah menyeramkan, racun ganas yang
kambuh membuat dia jadi sangat menakutkan.
Dia membalikkan badan, berjalan menuju ke hadapan Giok Bu?ha.
Raut muka Giok Bu?ha sendiripun tidak jauh lebih bagus ketimbang
wajah Tong Capsa, kini wajahnya telah berubah jadi hitam pekat,
bedanya, dia be1um.mati. Dia sedang membelalakkan matanya lebar lebar, bahkan dibalik
sinar matanya tersembunyi tertawa.
Sebab diapun telah melihat kalau Tong Capsa sudah tewas karena
keracunan. Begitu melihat Sui Kwan?im.menghampirinya, sorot mata memohon
seketika terpancar dari balik matanya.
Sui Kwan?im bukan perempuan bodoh, tentu saja ia dapat menangkap
maksud pandangan itu, bahkan diapun sudah dapat menebak apa yang
sedang direncanakan Giok Bu?ha.
Sambil membungkukkan badan dan tertawa, tanyanya:
"Bukankah kau sedang memohon kepadaku, agar menuangkan obat yang
ada dalam botol porselen milik Tong Capsa itu ke dalam.mu1utmu?"
Giok Bu-ha mengerdipkan matanya berulang kali.
Kembali Sui Kwan?im berkata:
"Kau terkena racun ganas dari amgi yang dilepas Tong Capsa, sudah
pasti hanya Tong Capsa seorang yang dapat menolongmu, walaupun
dia sudah mampus, obat penawar racun yang dia bawa masih tersisa
sebotol, Setelah menelan pil penawar racun itu, besar kemungkinan
kau benar?benar bisa bangkit dari liang kubur."
Sekali lagi Giok Bu?ha mengerdipkan matanya.
"Ditempat ini hanya aku seorang yang masih hidup," kata Sui
Kwan-im lebih lanjut, "atau dengan perkataan lain, hanya aku pula
yang dapat selamatkan nyawamu."
Giok Bu?ha tidak bisa menjawab, dia hanya dapat mengerdipkan
mata. Kembali Sui Kwan?im berkata:
"Baik buruk, kita sudah empat tahun menjadi suami istri,
sekalipun tiada cinta, paling tidak sudah terikat perasaan
persahabatan, jadi aku benar?benar tak tega untuk tidak menolong
dirimu." Mendadak dia tertawa, sesudah tertawa sesaat baru lanjutnya:
"Tapi, bila kuselamatkan dirimu sampai hidup kembali, bukankah
sama artinya aku harus melanjutkan tugasku menjadi istri
simpananmu lagi . . . . .."
Giok Bu?ha segera mengerdipkan matanya berulang kali.
Menyaksikan hal ini, Sui Kwan?im segera berkata lagi sambil
tertawa: "Sekarang, sudah pasti kau akan menjawab "tidak", "tidak akan",
tapi begitu kondisi badanmu sehat kembali, mungkin perkataanmu
akan berubah lagi, jadi . . . . .. lebih baik aku pertimbangkan dulu
masak-masak." Dia letakkan kepala Buddha itu ke lantai, kemudian duduk diatas
kepala itu sambil termenung. Ternyata kepala Buddha itu bisa pula
digunakan sebagai bangku, tak heran kalau dia selalu
menentengnya. Giok Bu?ha memandang perempuan itu, mengawasinya sesaat, mendadak
cahaya putus asa tersirat dari balik matanya.
Bagaimana pun, dia cukup mengerti sifat serta tabiat dari Sui
Kwan?im. Dengan watak perempuan itu, bagimana pun keadaannya, tak mungkin
dia akan berikan obat penawar racun itu kepadanya, atau dengan
perkataan lain, dia sadar, apa yang dilakukan Sui Kwan?im
sekarang tak lebih hanya perbuatan iseng, sengaja hendak
mempermainkan dirinya. Padahal disitu hanya Sui Kwan?im seorang yang dapat selamatkan
jiwanya. Karena itulah terpaksa dia hanya bisa pasrah, menyerahkan diri
pada nasib. Setelah termenung berapa saat, tiba?tiba Sui Kwan-im.menghe1a
napas panjang. "Setelah mengalami peristiwa kali ini, akhirnya akupun dibuat
sadar." Gumamnya. Giok Bu?ha tertegun, keheranan, tidak habis mengerti.
Terdengar Sui Kwan-im berkata lebih jauh:
"Hidup bersama kaum lelaki macam kalian, betul betul tak ada
faedahnya, lebih baik aku hidup seorang diri saja, bila sedang
gembira, aku bisa mencari seorang lelaki yang mudah dihadapi
untuk menghibur dan memuaskan hatiku."
Ternyata persoalan inilah yang sedang dipikirkan perempuan itu,
tak kuasa lagi Giok Bu?ha tertawa getir, didalam hati.
Setelah berpikir sebentar, kembali Sui Kwan?im berkata:
"Untungnya, akupun memiliki kepandaian menyambung hidup yang
cukup lumayan." Sambil tertawa ujarnya kepada Giok Bu?ha:
"Oleh karena ilmu meramu arakku begitu bagus, apa salahnya kalau
kubuka sebuah warung penjual arak dan menjual sendiri hasil
ramuanku?" Makin tertawa, dia semakin gembira, terusnya:
"Ditambah dengan merek dagang diriku ini, sudah pasti warung arak
itu bakal mendatangkan untung besar, bukan begitu?"
Kali ini dia bertanya kepada Giok Bu?ha.
Dalam kondisi begini, Giok Bu?ha hanya bisa mendelik.
Setelah ditunggu sebentar, sambil tertawa kembali perempuan itu
berkata: "Aaah, hampir saja lupa, kau sudah tak mampu bicara lagi....
Setelah tertawa, lanjutnya:
II "Seingatku, kau masih memiliki berapa ribu tahil perak, dalam
saku Tong Capsa juga pasti membawa banyak uang, dengan modal
sebanyak itu, tidak sulit lagi bagiku untuk membuka warung, kalau
suatu saat sedang lewat, jangan lupa mampir diwarungku."
Hampir saja Giok Bu?ha muntah darah saking jengkel dan
mendongkolnya. Sui Kwan?im tidak ambil peduli, malah tanyanya lagi:
"Kalau punya warung, harus memiliki sebuah merek dagang yang bisa
menarik perhatian orang, eeei, pengetahuanmu jauh melebihi
diriku, coba pikirkan nama apa baiknya?"
Giok Bu?ha pura pura tidak mendengar, dia pejamkan matanya rapat
rapat. Seperti baru teringat kalau Giok Bu?ha tak sanggup buka suara,
Sui Kwan-im segera menghela napas panjang.
"Aaai, bicara dengan dirimu pada hakekatnya Seperti bicara dengan
orang mati, sama sekali tidak menarik."
Giok Bu?ha tidak menanggapi, menggubrispun tidak.
Tiba tiba Sui Kwan-im tertawa lagi, katanya:
"Aku tahu, kaupun tentu tidak tertarik lagi untuk mendengar
pembicaraanku, toh sama sama tidak menarik, lebih baik aku bantu
sempurnakan dirimu saja, agar kau segera menjadi orang mati,
daripada harus menderita dan tersiksa batin."
Giok Bu?ha segera membuka matanya, mata tunggal itu melotot
besar. Begitu membuka mata, diapun menyaksikan Sui Kwan?im sedang
mencabut keluar jarum beracun tersebut dari mulut patung Buddha.


Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menyaksikan hal ini, tanpa terasa terbesit perasaan ngeri dan
takut dari balik matanya.
Walaupun ia sadar kalau nyawanya bakal melayang, namun menjelang
saat ajalnya, tak urung rasa ngeri dan takut muncul juga dari
hati kecilnya. Mau hidup seribu tahun lagipun pada akhirnya tetap akan mati.
tags: journal Perkataan ini memang benar sekali dan masuk akal.
Melihat mimik muka Giok Bu?ha yang ketakutan, Sui Kwan?im semakin
gembira, katanya sambil tertawa cekikikan:
"Dalam jarum ini masih tersisa darah kelabang api, jadi kau tak
usah kuatir, tanggung hanya satu tusukan sudah cukup untuk
menghantar kau pulang ke rumah nenek!"
Sambil bicara, jarumnya langsung ditusukkan.
Dalam keadaan begini, Giok Bu-ha hanya bisa menunggu saat ajal.
"Criiiit!" ternyata tusukan jarum itu menembusi satu satunya biji
mata yang masih tersisa. Otot dan daging diseputar kelopak matanya segera mengejang keras,
setelah itu membeku, kaku dan mati rasa.
Cairan darah mulai meleleh dari bola matanya.
Darah berwarna hitam keungu-unguan.
Sebuah tusukan jarum beracun yang betul?betul beracun.
Perbuatan yang sangat keji dan telengas dari Sui Kwan-im.
Bukan menyesal, Sui Kwan?im.malah tertawa terkekeh?kekeh,
ternyata perempuan ini masih mampu untuk tertawa.
Perlahan-lahan dia mencabut keluar jarum beracun itu dari mata
Giok Bu?ha, lalu ujarnya sambil gelengkan kepala berulang kaliz
"Aku hanya membantu meringankan penderitaanmu, seharusnya kau
berterima kasih, oleh sebab itu biar jadi setanpun setelah mati
nanti, tolong jangan datang mencari aku lagi."
Bicara sampai disitu, dia mulai merinding, tanpa terasa bulu
kuduknya pada bangun berdiri.
Cepat dia celingukan, memandang ke sekeliling tempat itu.
Angin dingin berhembus didalam ruang aula, lidah api bergoyang
dimainkan angin. Bayangan patung Buddha pun ikut bergoyang, menari liar ditengah
jilatan api yang bergetar.
Disitu tak ada setan. Tapi mata para Buddha seakan sedang menatap Sui Kwan?im,
mengawasinya dengan melotot.
Sui Kwan-im pun mempunyai perasaan seperti itu, kembali ia
bergidik dan bersin berulang kali.
Akhirnya setelah menghela napas, keluhnya:
"Kelihatannya, hidup sebagai manusia, lebih baik jangan melakukan
perbuatan jahat, begitu kau lakukan perbuatan jahat, entah
kenapa, perasaan hati jadi selalu bingung dan gelisah."
Kemudian setelah menghembuskan napas panjang, tambahnya:
"Tapi, bila ada orang pernah melakukan perbuatan yang merugikan
diriku, perbuatan jahat ini masih tetap akan kulakukan."
Ternyata disaat manusia semacam ini benar benar tampil sebagai
manusia, maka apa yang diucapkan baru betul betul jujur dan
tulus. Sorot matanya dialihkan keatas jarum beracun itu, kembali
gumamnya: "Darah kelabang api ternyata benar?benar lihay, aku tak boleh
menyia-nyiakan begitu saja, siapa tahu dikemudian hari ada lagi
orang yang berbuat jahat kepadaku, akan kusuruh dia mencicipi
lagi secawan arak wanita cantik yang sudah dicampuri racun
kelabang api, biar dia tahu rasa."
Ketika ingatan tersebut melintas da1am.benaknya, sikap maupun
penampilannya kembali berubah jadi begitu keji, buas dan
menakutkan. Lama kemudian, mimik jahat itu baru berangsur lenyap dari
wajahnya, sekali lagi dia bergumam:
"Sekarang, aku harus memikirkan nama yang paling tepat untuk
warung arakku." Berapa saat kemudian, kembali gumamnya dengan kening berkerut:
"Ternyata, masalah ini betul?betul satu pekerjaan yang
memusingkan kepala . . . . . . .."
Tapi hanya sejenak kemudian ia sudah tertawa, tertawa lebar.
"Kenapa aku begitu bodoh? Kalau araknya disebut arak wanita
cantik, kenapa warungnya tidak disebut saja Kedai wanita cantik?"
"Kedai wanita cantik! Kedai wanita cantik! Sebuah nama yang
sangat bagus!" Saking girangnya, Sui Kwan?im.sampai mencak mencak dan
berlompatan kian kemari. 00000 Ditengah kota Yang-ciu yang gemerlapan, kini telah bertambah
dengan sebuah kedai arak, Kedai wanita cantik.
Kejadian ini berlangsung tiga bulan kemudian.
Tentu saja yang dijual dalam kedai wanita cantik adalah arak
wanita cantik. Sementara tauke-nio Kedai wanita cantik tak lain adalah Sui
Kwan?im. Yang?ciu merupakan kotaraja paling tersohor sepanjang sejarah,
tempat ini merupakan persimpangan jalan saudagar garam dari kedua
pesisir sungai besar. Banyak saudagar kaya dan pedagang yang berlalu lalang ditempat
ini, tak heran kalau kota ini berkembang cepat.
Sui Kwan-im.memilih tempat ini sebagai lokasi tempat usahanya,
jelas dia sudah memilih secara tepat.
Bagaimana pun, perempuan ini memang berbakat dagang, belum genap
tiga tahun, Bi-jin?10u atau loteng wanita cantik sudah menjelma
menjadi kedai arak nomor wahid di kota Yang?ciu.
Jangan lagi penduduk kota Yang?ciu, para tamu dan pedagang luar
kota pun, kecuali belum pernah singgah ke tempat itu, kalau
tidak, begitu teringat ingin minum arak, otomatis mereka akan
terpikir Kedai wanita cantik.
Arak yang jempolan pasti merupakan alasan utama, demikian pula
dengan kecantikan wajah tauke?ni0 nya.
Sui Kwan?im bukan hanya cantik rupawan, bahkan dia amat pandai
melayani para tetamunya. Tentu saja keberhasilan kedai wanita cantik bukan hanya
dikarenakan faktor nasib saja.
setelah melalui pembangunan dan pengembangan yang tiada hentinya
selama tiga tahun, kedai wanita cantik miliknya betul betul sudah
berubah menjadi Sebuah bangunan megah yang sangat luas dan mewah.
Dia pun mengundang banyak orang untuk menjadi pelayan, tapi
sebagian besar adalah kaum wanita.
Sudah pasti kaum wanita yang terpilih harus berparas cantik
rupawan. Kalau tidak cantik, bagaimana mungkin kedai wanita cantik pantas
disebut sarang para perempuan rupawan?
00000 Musim gugur kembali sudah tiba.
Hari ini adalah pertengahan musim gugur, malam itu hujan turun
sangat deras. Ditengah terpaan air hujan, cahaya lentera terasa makin suram dan
buram, bayangan pepohonan dan bebungaan yang diguyur air terlihat
murung dan kucal. Seekalipun rembulan bersinar di angkasa, namun air hujan
membuatnya berubah kabur dan sayup.
Bunga botan ditengah halaman meski mengeluarkan bau harum, namun
terhembus angin hujan yang dingin, suasana terasa sendu.
Bunga botan terombang ambing, halaman pun basah kuyup oleh
terpaan hujan. Biarpun tempat itu merupakan halaman kedai wanita cantik, namun
malam ini suasana terasa amat sepi.
suasana musim gugur memang makin terasa.
Malam yang dingin, kini terasa makin membeku, apalagi malam ini
diterpa hujan angin yang deras.
Didalam ruang kedai, cahaya lentera bersinar terang, gelak
tertawa, sendang gurau bergema tiada henti.
Harum.arak yang semerbak, memenuhi suasana diseluruh ruangan.
Pada saat itulah, dari depan pintu kedai muncul kembali seorang
tamu. orang ini memiliki perawakan tubuh yang tinggi besar, mencapai
hampir tujuh depa (sekitar dua meter), mengenakan sebuah topi
lebar terbuat dari anyaman bambu.
Bukan sembarangan anyaman bambu.
Topi lebar bambu ini terbuat dari anyaman yang halus dan rajin,
bukan saja merupakan hasil kerajinan tangan yang indah, bahan
yang digunakan juga terbuat dari bambu Si0ng?hui?ti0k yang
tersohor. Topi anyaman semacam ini jelas mahal harganya, bukan sembarangan
orang miskin mampu membelinya.
Pakaian sutera yang dikenakan terbuat dari bahan pilihan, jelas
pula bukan pakaian untuk kaum papa.
tags: journal Arak wanita cantik adalah arak yang hanya bisa dinikmati oleh
orang berduit. orang berbaju sutera itu langsung berjalan menuju ke dalam ruang
kedai. Tiada orang yang menghalanginya.
Walaupun sudah berada dalam ruangan, orang berbaju sutera itu
tidak menanggalkan topi bambu anyamannya.
Air menetes dari atas topi itu, membasahi seluruh permukaan
tanah. Tak ada yang menegur atau menghalanginya.
? Masuk ke dalam kedai sama artinya tamu agung.
? Terhadap para tamu harus sopan, menaruh hormat dan tahu diri.
Inilah petunjuk yang diberikan Sui Kwan?im dihari biasa kepada
para anak buahnya. Saat itu ada empat orang gadis sedang bertugas didalam kedai.
Dua orang duduk di belakang meja kasir, mereka bertanggung jawab
menjual arak. Dibelakang meja kasir merupakan sebuah rak yang dipenuhi botol
berisi arak wanita cantik.
Ada dua orang gadis lagi yang berdiri didepan meja kasir, kedua
orang ini bertanggung jawab membawa tamunya masuk ke dalam
ruangan untuk minum arak.
Begitu melihat ada tamu datang, dua orang gadis itu segera maju
menyambut. Yang seorang segera bungkukkan badan memberi hormat, sementara
yang lain memohon: "Toaya, bagaimana kalau kubantu lepaskan topi bambu itu?"
"Aku datang untuk membeli arak." Ucap orang berbaju sutera itu.
Nada suaranya sangat rendah dan berat.
Sementara berbicara, langkah kakinya sama sekali tak berhenti,
dia langsung menuju ke meja kasir.
Langkah kakinya sangat cepat dan ringan, topi anyaman bambu yang
dikenakan sangat rendah hingga mencapai batang hidung, pada
hakekatnya kedua orang gadis itu tak sempat melihat dengan jelas
raut wajahnya. Sama seperti rekannya, dua orang gadis yang berada dibelakang
meja kasir pun tak dapat melihat jelas wajah orang itu.
Hingga sekarang, orang berbaju sutera itu tak pernah mengangkat
tinggi topi anyaman bambu yang dikenakan.
"Ooh, rupanya toaya datang untuk membeli arak." Salah seorang
gadis itu segera berseru.
"Benar, aku datang untuk membeli arak wanita cantik." Sahut orang
itu dengan suara dalam. "Tempat kami memang hanya menjual arak wanita cantik." Timbrung
gadis lain sambil tertawa.
"Aku bukan untuk pertama kali datang membeli arak."
"Maaf kalau aku tak tahu . . . . .."
"Ketika datang membeli arak tempo hari, mungkin kejadiannya sudah
satu tahun berselang."
"Setahun berselang, kami berempat belum bekerja ditempat ini, aku
datang nomor satu, itupun baru sembilan bulan lamanya."
"Tak aneh kalau kalian berempat tak punya kesan apa apa dengan
diriku." Kata orang berbaju sutera itu.
Kemudian setelah tertawa ringan, lanjutnya:
"Dulu, ketika aku masuk ke tempat ini, saat itupun sedang turun
hujan, aku selalu tampil dengan dandanan seperti ini."
"Jadi tuan adalah . . . . . .." tak tahan gadis itu bertanya.
"Aku dari marga Kim."
"Ooh, rupanya tuan Kim."
Nada suaranya tetap biasa biasa saja, sudah jelas walaupun orang
berbaju sutera itu sudah memperkenalkan diri sebagai marga Kim,
namun masih belum bisa membangkitkan kenangannya.
Terhadap orang ini, dia benar?benar tak berkesan.
Diam diam ia mencoba melirik dan memperhatikan raut wajah orang
berbaju sutera itu. Entah orang berbaju sutera itu menyadari atau tidak niat gadis
itu, hingga kini posisi letak topi anyaman bambunya sama sekali
tidak berubah. Topi itu menutup hampir sebagian besar wajahnya, masih tersisa
sebagian kecil yang berada dibawah bayang-bayang gelap.
Padahal gadis itu tak sempat melihat apa-apa, bentuk bibir pun
tak nampak, tapi entah mengapa, tiba tiba muncul perasaan
bergidik dihati kecilnya.
Tak kuasa lagi ia bersin berulang kali, berdiri semua bulu
kuduknya. orang berbaju sutera itu segera bertanya:
"Kau ingin melihat jelas wajahku?"
"Aku . . . . .. aku hanya ingin tahu wajahmu,"jawab si nona gelagapan,
"dengan begitu kami lebih mudah menyapa dan tak sampai melalaikan
tuan." "Kau sangka dikemudian hari aku bakal datang lagi?"
Pertanyaan itu kontan membuat si nona tertegun, terperangah.
"Aku genap setahun tidak berkunjung kemari tentu ada
sebabnya . . . . .." terdengar orang berbaju sutera itu melanjutkan.
"Tapi kali ini . . . . . .."
"Kali ini terpaksa." Setelah berhenti sejenak, terusnya, "dan
itupun hanya sekali ini saja."
"Oooh?" "Tamu semacam.aku yang dikemudian hari tak bakal disambut secara
baik, tentu kalian tak bakal menyambut dengan riang gembira."
"Aaah, tidak mnngkin." Sahut si nona sambil tertawa paksa.
"oleh karena ini kali terakhir, lebih baik kalian tak usah
mengenali wajahku." Si nona tidak menanggapi, dia hanya tertawa.
"Atau mungkin dahulu kau pernah bertemu aku," lanjut orang
berbaju sutera itu, "tapi terlepas pernah bertemu atau tidak, aku
percaya kau pasti tak akan asing dengan namaku, khususnya dengan
julukanku . . . . . . .."
"Boleh tahu . . . . . . .."


Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Agaknya orang berbaju sutera itu tahu apa yang hendak ditanyakan,
tukasnya: "Julukanku terdiri dari empat huruf . . . . .. Thiat?bin?bu?sai, Muka
baja tak kenal sanak!"
Berubah paras muka gadis itu, teriaknya tanpa sadar:
"Thiat?bin?bu?sai Kim Boan?lo?"
Ketika mendengar nama itu disebut, tiga orang gadis lainnya
segera berubah wajah, bahkan ada yang sampai melongo karena
tertegun. Tampaknya dia masih belu mengenal siapa orang itu, sambil
menarik tangan rekannya, diam diam ia berbisik:
"Siapakah Kim Boan?lo itu?"
Rekannya tidak menjawab, dia hanya mengawasi orang berbaju sutera
itu dengan pandangan mendelong.
orang itu sama sekali tidak berpaling, dia hanya berdiri
dihadapan gadis itu dan menyahut sambil tertawa:
"Tak disangka ternyata kaupun kenal dengan diriku."
Berputar biji mata gadis itu, katanya:
"Dalam.wi1ayah kota Yangciu, siapa yang tidak kenal dengan Kim
toaya? Aku rasa tak banyak orangnya."
"Hahahaha, kau pandai sekali berbicara." Kim Boan?lo tertawa
tergelak. "Terlalu memuji."
"Kau pun sangat cantik."
Gadis itu tertunduk jengah, merah dadu selembar wajahnya.
"siapa namamu? Boleh beritahu kepadaku?" Tanya Kim Boan?lo lagi.
Paras muka gadis itu semakin memerah.
"Aku bernama Siau?sin." bisiknya lirih.
Kim.Boan-lo manggut?manggut, tanyanya:
"Namamu bagus sekali, siapa yang beri nama itu? Sui Kwan?im?"
"Betul." "Perempuan ini meski sekolahnya terbatas, tak disangka nama yang
dia Cari sangat bagus dan serani." Kata Kim Boan?lo sambil
manggut manggut. "Ooh, jadi tuan kenal dengan tauke?nio kami?"
"Tentu saja kenal."
"Kalau begitu biar kuundang kehadiran tauke?nio kamim..
"Tidak perlu, kedatanganku kali ini bukan untuk mencari dia, tapi
hanya ingin membeli arak."
II Kemudian setelah tertawa terbahak, tambahnya:
"Hahaha, hampir saja aku melupakan hal ini."
"Jadi tuan ingin membeli berapa botol arak wanita cantik? Tanya
Siau?sin sambil tertawa. "sebotol." "sebotol cukup?" kembali Siau?sin bertanya agak tertegun.
Kim Boan?lo manggut?manggut.
Terpaksa Siau?sin mengambilkan sebotol arak wanita cantik.
Semua arak wanita cantik disimpan dalam botol yang terbuat dari
keramik. tags: journal Botol keramik berwarna merah darah, semerah zamrud, diatasnya
terukir bunga yang indah.
Dibawah kuntum bunga indah itu, terlukis seorang wanita cantik.
Paras muka wanita itu ada berapa bagian mirip dengan wajah Sui
Kwan-im. Saat itu, Kim Boan-lo seolah sedang mengamati wanita cantik diatas
botol araknya. Padahal tak seorang pun yang tahu apa yang sedang dia perhatikan,
sebab hanya dia seorang yang mengetahui dengan pasti.
"Tuan, kau masih ingin membeli apa lagi?" Tanya Siau?sin kemudian.
Kim Boan-lo tertawa. "Kecuali arak wanita cantik, benda apa lagi yang dijual dalam kedai
wanita cantik ini?" dia balik bertanya.
"Tidak ada yang lain lagi."
"Tapi ada empat macam barang yang ingin kupinjam pakai dari kalian."
Sekali buka suara langsung ingin meminjam empat jenis barang,
kelihatannya orang ini memang tidak sungkan sungkan.
"Empat jenis barang apa saja?"
"Kertas, pena, tinta bak dan arangnya."
"Ooh, jadi tuan mau pinjam empat mustika meja tulis?"
"Betul, aku yakin kalian pasti memiliki barang barang itu bukan?"
"Tentu saja ada."
Semua alat tulis memang tersedia diatas meja kasir.
Tak usah Siau?sin turun tangan sendiri, gadis lain yang berdiri
disisinya telah membantu menggeser alat tulis itu.
Sementara tinta bak telah disiapkan.
Maka sambil tertawa kata Siau?sin lagi:
"Tanpa ke empat jenis barang ini, bagaimana cara kamd mencatat semua
nota?" "Masih tinggal sejenis barang lagi."
"Maksudmu kertas?"
"Benar, kertas."
Siau-sin tidak pergi mengambil kertas, sebaliknya malah bertanya:
"Apakah tuan membeli arak ini untuk dihadiahkan kepada orang lain?"
Kim Boan-lo manggut-manggut.
"Tuan minta berapa lembar?" Tanya Siau?sin lagi.
"Selembar sudah cukup, aku bukan orang yang tamak."
Siau?sin tertawa, dari laci meja kasir dia mengeluarkan selembar
kertas bermotif bunga. Kertas bermotif bunga berwarna hijau muda, diatas lembaran kertas
itupun tertera sebuah lukisan wanita cantik yang mirip dengan Sui
Kwan-im. Sambil meletakkan kertas itu didepan Kim Boan-lo, kembali ujar
Siau?sin: "Padahal kertas ini seharusnya lebih cocok disebut kertas wanita
cantik." Dengan tangan kirinya Kim Boan-lo menyapu kertas itu lalu berkata:
"Walaupun lukisan perempuan yang ada dikertas ini agak mirip
tauke-nio kalian, tapi sayang tak bisa melukiskan wajah sesungguhnya
dari majikan kalian. Untung masih mirip berapa bagian sehingga
secara dipaksakan masih bisa disebut perempuan cantik, kalau tidak,
kertas wanita cantik semacam ini mending disebut kertas bermotif
bunga." Lalu sambil menjulurkan tangan kanannya, dia melanjutkan:
"Berikan pit itu kepadaku."
Begitu tangannya diulurkan keluar, warna kertas wanita cantik itupun
berubah makin gelap. Siau?sin merasakan pandangan matanya dibuat silau oleh cahaya hijau.
Sekarang dia baru menaruh perhatian, ternyata pada jari telunjuk
tangan kanan Kim Boan-lo terdapat sebuah cincin kumala yang sangat
besar. Kumala itu berwarna hijau bening, dibawah timpaan cahaya lentera,
membiaskan segumpal sinar kehijauan yang aneh.
Bukan Cuma kertas itu yang berubah warna, bahkan raut wajah Siau?sin
pun seolah ikut berubah jadi hijau.
Sudah jelas cincin kumala itu pasti mahal harganya.
Tanpa sadar Siau?sin memperhatikan cincin kumala itu berapa kejap,
untung saja dia belum melupakan perkataan Kim Boan-lo dan buru buru
menyodorkan pit itu. Cepat Kim Boan-lo menerima pit tersebut.
Mendadak dia melepaskan cincin kumala yang selama ini dikenakan di
jari telunjuk tangan kanannya.
Dengan pandangan tercengang Siau?sin mengawasi gerak gerik tamunya.
Tapi orang itu seolah tidak menyadari, dia lepaskan cincin kumala
itu lalu diletakkan diatas meja kasir, setelah itu gumamnya:
"Kalau mengenakan cincin kumala ini, mau menulis pun aku jadi tak
leluasa." Sembari bicara, sekali lagi dia ambil batang pit, dilumuri tinta bak
kemudian menuliskan satu deret tulisan diatas kertas wanita cantik.
Tulisan itu berbunyi: "Datang di loteng wanita cantik, tidak hanya melulu untuk sebotol
arak wanita cantik."
Gaya tulisannya bukan Cuma indah, bahkan memberi kesan kuat dan
sedap dipandang. Hanya saja maksud kata kalimat itu susah untuk dicerna.
Ternyata Siau?sin bisa memahami arti dari kalimat itu.
"Datang di loteng wanita cantik, tidak hanya melulu untuk sebotol
arak wanita cantik?"
Sepatah kata demi sepatah kata dia baca kalimat tersebut.
Kim Boan-lo kelihatan sangat terheran heran, segera tegurnya
tercengang: "Kau memahami tulisanku?"
"Tulisan lo-sianseng di kamar piutang jauh lebihmm." Tiba tiba nona
itu tutup mulut. "Kenapa? Jauh lebih susah dibaca?" Tanya Kim Boan-lo sambil tertawa.
Siau?sin tertawa, bukan menjawab dia balik bertanya:
"Tuan, kau membeli arak wanita cantik ini untuk dihadiahkan orang
yang ada di loteng ini?"
"Benar." "Arak wanita cantik berasal dari Loteng wanita cantik, kalau toh dia
penghuni sini, buat apa harus diberi hadiah arak wanita cantik?"
"oleh karena tindakanku ini justru akan membuat orang terperana,
tercengang karena tidak menyangka."
"oYa?n "orang lain tak pernah akan menduga kalau benda inilah yang akan
dijadikan kado, dia sendiripun tidak akan mengira kalau benda inilah
yang diberikan kepadanya sebagai kado, coba bayangkan, bukankah
sangat berarti?" Tak tahan Siau?sin bertanya:
"Tuan, sebenarnya arak wanita cantik ini akan kau hadiahkan untuk
siapa?" "Dengan Cepat kau akan tahu."
Terpaksa Siau?sin hanya mengiakan.
Dalam pada itu Kim Boan-lo telah meletakkan sekeping uang perak
diatas meja kusir, kemudian katanya:
"Menurut apa yang kuketahui, harga arak wanita cantik masih sama
dengan harga di tahun lalu, aku rasa sekeping perak ini sudah cukup
untuk membayar rekening bukan."
"Untuk membeli dua botol arak wanita cantik pun tidak perlu uang
sebanyak ini." Sahut Siau?sin setelah melirik sekejap.
"Kalau begitu sisanya untuk kau membeli barang."
"Inimm." Buru buru Siau?sin goyangkan tangannya berulang kali.
"Aku percaya Sui Kwan-im pun pernah mengajarkan kepada kalian, bila
ada tamu memberi persen, sedikit atau banyak, kalian harus
menerimanya dengan senang hati."
"Ehmm, tuan, kelihatannya apa pun kau ketahui."
"Sebenarnya aku memang sahabat yang akrab sekali dengan tauke-nio
kalian." II "Tapi belum pernah kuterima uang persen sebanyak inimm
"Padahal jumlahnya tidak terlalu banyak, kalau hanya uang persenan
sekecil itupun tidak kuberi, bila sampai tauke-nio kalian tahu, dia
pasti menganggap aku kelewat pelit."
II "Kalau memang begitu terpaksa akan kuterima, terima kasih seka1im..
"Tidak usah berterima kasih." Lagi?lagi Kim Boan-lo memotong.
Bicara sampai disitu, dia pun mengambil lembaran kertas itu dari
atas meja. Sementara tinta bak sudah kering.
Dia melipat kertas itu menjadi tiga lipatan dan dimasukkan ke dalam
saku, tiba tiba serunya: "Aaah, hampir saja lupa, aku harus pergi ke seuatu tempat lagi."
Sambil bicara, dia sambar botol arak wanita cantik lalu tergesa gesa
meninggalkan tempat itu. Sewaktu datang tadi, langkah kakinya sudah terhitung sangat Cepat,
tapi sekarang langkahnya lebih cepat lagi.
Begitu keluar pintu dan berbelok, bayangan tubuhnya sudah lenyap
dari pandangan. "Aneh!" bisik Siau?sin.
"Apa yang aneh?" Tanya nona disampingnya.
"Masa kalian tidak merasa kalau tamu semacam ini aneh sekali?"
"Maksudmu tingkah laku serta caranya berbicara beda dengan
kebanyakan orang?" Siau?sin manggut-manggut, mendadak jeritnya lagi:
"Cincin kumala itumm dia kelupaan untuk mengambilnya!"
Rupanya cincin kumala yang Kim Boan-lo lepas dari jari telunjuk
tangan kanannya dan diletakkan di meja kasir itu sudah lupa diambil
kembali. Buru buru Siau?sin menyambar cincin itu kemudian mengejarnya keluar.
tags: journal Hujan angin masih menerpa jalan raya diluar kedai arak, suasana di
tempat itu amat sepi. Tak terlihat sesosok bayangan manusia pun yang berlalu lalang
disitu. Lalu ke mana perginya Kim Boan-lo?
Siau?sin celingukan kian kemari, untuk sesaat dia tak tahu harus
mengejarnya kea rah mana.
Dalam pada itu ke tiga orang nona lainnya telah ikut menyusul
keluar, serentak mereka berseru:
"Mana orangnya?"
"Entahlah." Siau?sin menggeleng.
"Jangan jangan dia belok kearah sana." Seru salah seorang gadis itu
sambil menunjuk kea rah dimana Kim Boan-lo munculkan diri tadi.
Siau?sin tertawa getir. "Tidak jauh dari situ adalah persimpangan jalan, empat penjuru
berupa jalan besar."
"Tapi kita kan berempat."
"Dibalik jalanan masih ada persimpangan lain, diapun pergi dengan
begitu cepat, dengan cara bagaimana kita bisa mengejarnya?"
"Lantas bagaimana baiknya?"
"Tak usah kuatir, kecuali dia sudah tidak membutuhkan, biasanya
kalau barang itu sangat berharga, dia pasti akan balik sendiri untuk
mengambilnya kembali."
"Padahal kita pun dapat menghantar cincin kumala ini langsung ke
rumahnya." Ujar gadis itu setelah berpikir sejenak.
"Kau mengetahui rumahnya?"
"Siapa yang tidak tahu kalau keluarga Kim tinggal di kota sebelah
barat." "Menemnkan rumah keluarga Kim.memang tidak sulit, masalahnyamm.
Hingga kini kita belum bisa memastikan apa benar dia adalah Kim
Boan-lo atau bukan."
"Bukankah dia sudah perkenalkan diri sebagai Kim Boan-lo?"
"siapa pun dapat mengakui dirinya sebagai Kim Boan-lo."
"Tapi apa manfaat dia menyamar sebagai Kim Boan-lo?" desak si nona.
"Kalau soal ini mah harus ditanyakan langsung kepadanya."
"Kalau dia bukan Kim Boan?lo, kenapa bisa memiliki cincin kumala
sebesar ini." Timbrung seorang gadis yang lain.


Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dalam kota Yang-ciu terdapat banyak sekali orang berduit, aku yakin
bukan hanya dia seorang yang sanggup membeli cincin kumala sebesar
ini." "Kalau memang begitu, kenapa dia memberi persen begitu banyak
kepadamu?" potong seorang nona yang lain.
Siau?sin berpikir sejenak, kemudian sahutnya:
"Kalau toh dia benar?benar adalah Kim Boan?lo, aku rasa, lebih baik
biar dia sendiri yang datang mengambil balik cincin kumala itu."
"Menurut pendapatku, kelihatannya kau yang ingin bertemu lagi
dengannya dan berbicara lebih lama lagi dengan orang itu." Tiba tiba
goda seorang nona sambil tertawa.
Merah dadu selembar wajah Siau?sin.
"Aah, siapa bilang begitu." Bantahnya.
"Hahaha, disini tak ada orang lain kecuali kita bersaudara, apa
salahnya kau mengakui saja?" desak gadis itu sambil tertawa.
"Memangnya kalian tidak ingin?"
Gadis itu menghela napas panjang.
"Haai, ingin pun tak ada gunanya, bila dia datang lagi, paling juga
hanya mengajak bicara kau seorang."
"Tidak, kali ini dia pasti tak akan berbuat begitu."
"Barusan pun sudah menjadi satu contoh yang sangat tepat." Ujar
gadis itu. "Jangan lupa, diapun memuji akan kecantikan wajahmu dan menanyakan
namamu." Sambung nona lain.
Kembali paras muka Siau?sin berubah jadi merah dadu.
Gadis itu berkata lebih jauh:
"Kalau dilihat keadaan, sudah pasti dia menyukai dirimu."
"Aah, mana mungkin dia akan menyukai manusia macam diriku?"
"Yang dibilang jodoh itu urusan Thian, siapa yang berani menjamin
kejadian semacam ini tak mungkin berlangsung."
"Benar, siapa tahu ketika dia muncul kembali, sekalian membawa
barang lamaran." Tambah rekannya.
"Kamu sudah melantur sampai ke mana?" teriak Siau?sin sambil
mendepakkan kakinya. "Kalau mendapat kesempatan emas semacam ini, jangan sekali kali kau
lewatkan dengan begitu saja." Goda gadis itu.
"Betul," tambah rekan yang lain, "siapapun tahu kalau dia ganteng,
kaya raya, mau cari kemana lagi pasangan semacam ini."
"Jangan lupa, umur kalian pun sudah banyak."
"Kalau mencari pasangan suami, lebih baik sedikit lebih tua, apalagi
kita semua pun tahu kalau umurnya tidak terlalu besar, paling juga
baru tiga puluh tahunan." Kata gadis itu.
"Betul, betul," gadis lain menambahkan, "malah aku dengar, biarpun
II sekarang dia sudah sukses dan kaya, namun belum berkeluargamm..
"Kau sangka apa alasannya dia sampai begitu?"
"Sembilan puluh persen tentu karena belum menemukan pasangan yang
serasi." Gadis lain cepat menimbrung:
"Tapi sekarang dia sudah menemukan, cici Siau?sin, dikemudian hari
jangan melupakan kami."
Selembar wajah Siau?sin berubah semakin merah, untuk berapa saat dia
tak tahu harus bicara apa.
Sambil tertawa kembali gadis itu berkata:
"Hanya saja nanti adalah urusan nanti, sekarang aku rasa hal terbaik
adalah kau simpan dulu cincin kumala itu, sebab kalau sampai rusak,
urusan bisa berabe."
Buru buru Siau?sin mengeluarkan saputangannya lalu membungkus cincin
kumala itu dengan hati hati.
Setelah dimasukkan ke dalam saku, sambil menghembuskan napas
katanya: "Lebih baik kuserahkan cincin itu kepada tauke-nio agar dia simpan,
kalau sampai benar benar rusak, aku pasti tak mampu untuk
mengganti." "Aku tidak percaya kalau dia akan suruh kau ganti, padahal bisa jadi
dia memang sengaja meninggalkan cincin kumala itu untukmu, agar bisa
menciptakan kesempatan bagi dirinya, toh barang itu untukmu, kenapa
tidak kau simpan saja?"
"Bukan begitu masalahnya, andaikata bukan seperti yang kau dugamm"
"Bagaimana pun, paling baik kalau biar melewati dulu malam ini."
"ohh?n "sekarang sudah jam berapa, masa kau lupa wejangan yang tauke?nio
berikan kepada kita, urusan yang terjadi sejak kentongan pertama
harus dilaporkan pada keesokan harinya dan tidak boleh mengusik
ketenangan beliau." "Aku tidak lupa."
"Kalau sekarang mencarinya, sama arti mencari makian, lagipula siapa
tahu Kim Boan-lo segera akan balik kemari untuk mengambil kembali
cincin kumalanya." Mendengar perkataan itu, terpaksa Siau?sin menyimpan kembali cincin
itu ke dalam sakunya. Ada seorang gadis lagi yang selama ini hanya mendengarkan
pembicaraan tersebut, sampai kini habis sudah sabarnya, tak tahan ia
berseru: "Cici bertiga, sebenarnya manusia macam apa Kim Boan-lo itu?"
Siau?sin bertiga tertegun, sahutnya hampir serentak:
"Jadi kau tidak tahu akan dia?"
Gadis itu menggeleng. II "Aah, aku teringat sekarang, seru Siau?sin, "bukankah kau datang
dari dusun diluar kota?"
Kembali gadis itu mengangguk.
"Kalau tidak salah, kau baru tiga bulan kurang bergabung dengan
kami?" kembali Siau?sin bertanya.
"Termasuk hari ini, persis baru tiga bulan."
"Tak aneh kalau kau tidak kenal orang yang bernama Kim Boan-lo itu."
"Apakah dia seorang pejabat Negara?" tiba tiba gadis itu bertanya.
"Kenapa kau punya pikiran begitu?"
"Bukankah tadi dia menyebut julukannya sebagai manusia berwajah besi
tak kenal sanak?" "Ooh, ternyata gara gara julukan itu, tak heran kalau pandanganmu
jadi keliru." Setelah tertawa dan menggeleng, katanya:
"Dia bukan pejabat Negara."
"Lantas kenapa dia mempunyai julukan itu?"
"Karena selama berada di arena perjudian, dia selalu berwajah besi
dan tidak kenal sanak."
"Arena perjudian?"
"Benar, dia adalah seorang tauke dari sebuah rumah judi yang sangat
besar." "Rumah judi itu bernama Kuai?huat?tong, Gedung kenikmatan." Seorang
gadis lain menyambung. "Aku dengar bukan urusan gampang untuk membuka sebuah arena
perjudian." "Tentu saja tidak gampang, khususnya di kota Yang-ciu." Siau?sin
membenarkan. "Itu berarti kepandaian yang dimiliki orang ini luar biasa."
"Di kota Yang-ciu, besar kecil semuanya terdapat tiga puluhan rumah
judi, tapi omset terbesar berhasil diraih Kau-hoat-tong, kecuali
arena judi itu, dia masih mempunyai usaha dagang lainnya."
"Wuaaahm.. kalau begitu, dia pasti kaya dan banyak uang."
"Ada orang berkata, orang paling kaya dikota ini adalah dirinya."
Tak tahan gadis itu menjulurkan lidahnya.
tags: journal Tiba tiba paras muka Siau-sin memerah, imbuhnya:
"Aku dengar, orang yang paling ganteng dikota inipun hanya dia
seorang." Gadis itu tertegun, perasaan sangsi dan tak percaya menghiasi
wajahnya. "Jika kau pernah melihat raut wajah aslinya, aku yakin kaupun pasti
sependapat dengan perkataanku ini."
"Jadi kalian pernah melihat wajah aslinya?"
Tanpa sadar Siau-sin bertiga manggut-manggut, mimik muka serta raut
wajahnya berubah sangat aneh, seperti orang yang sedang mabuk arak.
Apakah mereka sedang membayangkan kembali wajah tampan Kim Boan-lo?
Menyaksikan sikap rekan-rekannya itu, kontan gadis itu tertawa geli.
"Tak aneh kalau tadi sikap kalian seperti orang yang kehilangan
sukma." Tanpa terasa merah padam paras muka ke tiga orang itu.
Siau-sin menghela napas panjang, ujarnya:
"Karena kau belum pernah bertemu, kalau tidak, aku yakin sikapmu pun
tidak jauh berbeda."
"Kalau kudengar dari perkataanmu ini, kelihatannya aku harus mencari
kesempatan untuk pergi menjumpainya."
"Jika orang tadi benar benar adalah dia, kesempatanmu dengan cepat
akan tiba, lebih baik kau berdoa agar sewaktu datang lagi nanti, dia
sudah melepaskan topi anyaman bambunya."
"Aku memang berharap begitu."
"Begitu juga aku."
Dua orang gadis lainnya segera ikut tertawa cekikikan.
Dengan wajah semu merah, buru buru gadis itu mengalihkan
pembicaraan: "Tapi kalau dibayangkan dengan julukannya, wajah besi tak kenal
sanak, rasanya wajah tersebut tentu menakutkan."
"Bukankah sudah kukatakan, julukan itu hanya berlaku selama di rumah
judi." Gadis itu menggeleng lagi, tampaknya dia masih tetap tidak mengerti.
Melihat itu Siau-sin segera menjelaskan:
"Sebetulnya dia termasuk keluarga persilatan kenamaan, tentu saja
sanak keluarganya sangat banyak, dari sekian sanak keluarganya,
banyak diantara mereka yang gemar berjudi, dalam perkiraan mereka,
bila kalah judi di Kuay-hoat-tong, biar kalah taruhan pun tak perlu
keluar modal, Kim Boan-lo pasti enggan ribut dengan mereka, siapa
sangka selama berada di arena perjudian, Kim Boan-lo tak pernah mau
bicara soal hubungan pribadi, dia pandang mereka sama seperti para
penjudi lainnya." Kini gadis itu baru manggut-manggut, katanya:
"Ternyata dia memang berwajah besi!"
"Tapi sanak keluarganya menuduh dia tidak memandang persaudaraan,
tidak setia kawan, semua orang menuduh dia bersikap keji."
"Lantas apa dia bilang?"
"Dia hanya tertawa dingin."
"Darimana kau bisa tahu dengan begitu jelas?"
"Karena aku selalu memperhatikan sikap serta gerak gerik orang ini."
Jawab Siau-sin tertawa. "Kalau dia tahu kau begitu menaruh perhatian kepadanya, aneh kalau
sampai tidak mengawinimu."
Siau-sin menghela napas panjang.
"Kalau harus begitu, sekarang, paling tidak dia sudah mempunyai tiga
ribu orang bini." "0ya?n Siau-sin menghela napas panjang, katanya lagi:
"Dalam kota Yang-ciu, paling tidak ada tiga ribuan orang gadis yang
menaruh perhatian kepadanya."
"Lalu menurutmu, mungkinkah malam ini dia akan muncul lagi disini
untuk mengambil balik cincin kumalanya?" Tanya gadis itu tanpa
terasa. "Kenapa? Malam ini kau ingin bertemu dengannya?"
"Pinginnya setengah mati."
Kontan saja Siau-sin tertawa geli.
"Belum lagi bertemu muka, kau sudah inginnya setengah mati, apa
jadinya kalau sudah bertemu nanti."
"Apa lagi, semua ini kan gara gara kau."
Siau-sin seperti ingin mengucapkan sesuatu lagi, tapi niatnya segera
diurungkan. Karena dia sudah mendengar suara langkah kaki manusia.
Ke tiga orang gadis lainnya ikut mendengar, salah satu diantaranya
segera berteriak: "Dia balik!" Hamper pada saat bersamaan ke empat orang itu sama-sama berpaling.
Mereka semua memang berharap Kim Boan-lo balik lagi ke kedai mereka.
Tapi dengan cepat ke empat orang gadis itu merasa sangat kecewa.
Entah sejak kapan, dari seberang jalan telah berjalan mendekat
seseorang. orang itu membawa payung, bahkan seorang wanita.
Bukan tak mungkin Kim Boan-lo melepaskan topi anyaman bambunya dan
berganti membawa payung, tapi mustahil dia bisa berubah jadi seorang
wanita. Terkecuali dia memang bukan manusia melainkan makhluk aneh.
Payung itu berwarna merah, semerah cairan darah manusia.
Air hujan menetes dari pinggiran payung, ketika terbias cahaya
lentera, air itu terlihat seperti tetesan darah segar, darah yang
menetes tiada hentinya. Perempuan yang berada dibawah payung itupun memiliki wajah yang
sangat merah. Warna merah yang aneh dan mengerikan.
Begitu merah, nyaris tidak mirip warna wajah seorang manusia.
Atau mungkin wajah itu memang bukan wajah manusia?
Kalau memang tidak mirip wajah manusia, apakah bagian tubuh yang
lain mirip manusia? Pada hakekatnya perempuan itu seperti setan perempuan yang baru
kabur dari dalam neraka. Dia mengenakan pakaian satin berwarna putih bersih.
Bagaikan gumpalan kabut, baju berwarna putih yang bersih bagai salju
nyaris mencapai permukaan tanah.
Ditengah hujan angin begini, permukaan jalan raya nyaris diselimuti
lumpur dan genangan air, bahkan disana sini terlihat becek lagi
kotor. Tapi anehnya, baju panjang yang dikenakan wanita itu nyaris tanpa
kotoran, semuanya bersih tanpa noda, bahkan becek air pun sama
sekali tak bisa menyentuh ujung bajunya.
Dia pun tidak mirip orang yang sedang berjalan, melainkan melayang
mengikuti hembusan angin.
- Jangan-jangan dia memang bukan manusia?
Belum sempat merasa kecewa, ke empat orang gadis itu merasakan
hatinya tercekat, jadi dingin membeku.
Ternyata perempuan itu langsung meluncur ke hadapan mereka semua.
Tanpa sadar ke empat orang gadis itu mundur masuk.
Ternyata perempuan itu ikut melayang masuk ke dalam kedai wanita
cantik. Untuk sesaat ke empat orang gadis itu tak tahu bagaimana harus
bertindak, hampir semuanya tertegun ditempat.
Lentera tergantung didalam kedai, tentu saja cahaya lentera dalam
kedai jauh lebih terang benderang daripada suasana diluar kedai.
Semakin terang cahaya lentera, paras muka perempuan itu terlihat
makin merah membara. - Jangan jangan dia adalah setan penghisap darah?
Ke empat orang gadis itu mulai gemetar keras, bulu kuduk bangun
berdiri.

Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saaapp!" diiringi suara desahan, tiba tiba perempuan itu menutup
payungnya. Cahaya merah darah yang semula menghiasi wajah pun seketika ikut
hilang tak berbekas. Kini ke empat orang gadis itu merasa kaki dan tangannya jadi
membeku, kaku. Ternyata paras muka perempuan ini jauh lebih putih, jauh lebih pucat
daripada selembar kertas.
sedemikian pucatnya nyaris tiada cahaya darah yang menghiasi raut
mukanya itu. Tidak pula dengan bibirnya.
Bahkan seluruh raut mukanya seakan terlukis dari kertas putih,
cantiknya memang cantik, hanya sayang kecantikan tanpa hawa
kehidupan. Terdengar perempuan itu menghela napas panjang, lalu menurunkan
payungnya. Tanpa sadar sorot mata ke empat orang gadis itu sama-sama dialihkan
keatas permukaan tanah, dengan cepat mereka menghembuskan napas
lega. Ternyata diatas tanah terbias bayangan dari payung itu, terbias pula
bayangan tubuh perempuan itu.
Kata orang, setan tak punya bayangan.
Perempuan itu berulang kali menghela napas, keluhnya:
"Keluar rumah dalam cuaca seperti ini, sungguh merupakan sebuah
siksaan." Suaranya dingin dan aneh, sama sekali tidak mencerminkan hawa
manusia. Tapi tak bisa disangkal apa yang dikatakan merupakan perkataan
manusia. Dari ke empat gadis itu, Siau-sin merupakan gadis bernyali paling
besar, dia segera maju dua langkah sambil menyapa:
"Anda . " Baru sepatah kata, perempuan itu telah menukas perkataannya itu:
"Aku datang memberi arak."
Lagi lagi orang datang membeli arak.
"Arak wanita cantik?" tanya Siau-sin lagi.
Sambil tertawa perempuan itu mengangguk.
Tertawanya kelihatan sangat dingin, lebih beku dari bongkahan salju.
tags: journal Tanpa terasa Siau-sin bergidik, bulu romanya bangun berdiri.
Sambil tertawa kembali perempuan itu berkata:
"Kecuali arak wanita cantik, masa disini ada arak jenis lain?"
"Tidak ada." Sahut Siau-sin sambil tertawa getir.
"Kalau begitu, berikan sebotol arak wanita cantik untukku." Sambung
perempuan itu sambil tersenyum.
? Lagi-lagi sebotol arak wanita cantik?
"sebotol sudah cukup?"
Perempuan itu mengangguk.
"Aku hanya ingin membunuh seseorangmm." Katanya.
Tampaknya perempuan itu sadar kalau kesalahan bicara, buru buru ia
tutup mulut, bahkan senyuman diwajah pun segera ditarik kembali.
Sayangnya, setiap perkataan yang telah diucapkan, bagaimana pun,
mustahil dapat ditarik kembali.
Ke empat orang gadis itu mendengar ucapan itu dengan sangat jelas,
tanpa terasa paras muka mereka berubah hebat.
"Kau bilang akan membunuh orang?" jerit Siau-sin.
Kembali perempuan itu tertawa, katanya:
"Kau tak usah takut, aku hanya sekedar bicara lantaran jengkel,
dalam cuaca dan keadaan seperti ini, minta aku keluar rumah membeli
arak, coba bayangkan siapa yang tidak jengkel? Tidak mendongkol?"
"Betul." Terpaksa Siau?sin mengiakan.
Perempuan itu menggeliat dengan lemah gemulai, menunjukkan gaya yang
begitu lembut, lalu katanya lagi:
"Coba lihat saja, perempuan macam aku, menginjak semut pun tidak
mati, mana mungkin bisa membunuh manusia?"
Siau-sin hanya tertawa, dia segera beranjak untuk menyiapkan arak.
Perempuan itu ikut berjalan menuju ke depan meja kasir, mendadak
tanyanya: "Apakah kalian punya kertas, pit dan tinta bak? Boleh aku
meminjamnya sebentar?"
Lagi-lagi meminjam peralatan menulis.
Kenapa bisa begitu kebetulan?
Agak tercengang Siau-sin mengawasi perempuan itu sekejap.
"Ada." Sahutnya.
"Aku membeli arak itu untuk dihadiahkan kepada seseorang, lebih baik
carikan selembar kertas yang agak berkwalitas."
Lagi-lagi membeli arak untuk diberikan kepada orang lain?
Tentu saja Siau-sin menyerahkan selembar kertas wanita cantik
kepadanya. Setelah menerima kertas itu, perempuan tadi manggut-manggut.
"Ehm, kwalitas kertas ini memang paling bagus."
Diapun mengambil pit dan menulis sebaris kalimat diatas kertas itu.
? Arak wanita cantik dipersembahkan untuk dicicipi wanita cantik.
Gaya tulisannya rapi dan indah.
Selesai meletakkan pit nya, dia pun meniup kertas itu berulang kali.
Sejenak kemudian, tinta bak yang masih basah pun menjadi kering.
Perlahan dia lipat kertas itu lalu dimasukkan ke dalam saku, sambil
mengeluarkan sekeping kecil uang perak dan diletakkan di meja kasir,
katanya: "Apakah ini cukup?"
"Masih ada sisanya." Sahut Siau-sin.
"Kalau begitu sisanya untukmu."
"Terima kasih."
Perempuan itu tertawa hambar, sambil membuka kembali payungnya, dia
berpesan: "Jangan kau ingat ingat perkataanku tadi."
"Baik." Terpaksa Siau-sin mengiakan.
Perempuan itu memindahkan payungnya ke tangan kanan, sementara
tangan kirinya digunakan untuk membawa arak wanita cantik, setelah
tersenyum lagi, ia baru beranjak pergi.
Otomatis sorot mata ke empat orang gadis itu terhimpun ditubuh
perempuan itu. Tapi dia seakan tidak merasakan, tanpa berpaling lagi dia langsung
menuju ke luar pintu dan berjalan ditengah hujan angin.
Akhirnya bayangan tubuh perempuan itu lenyap di balik hujan angin
yang semakin deras. "Aneh betul perempuan itu?" suasana hening kembali dipecahkan oleh
pembicaraan ke empat gadis itu.
"Tadi malah kusangka dia adalah setan perempuan."
"Akupun mengira begitu, untung pada akhirnya kulihat bayangan yang
terbias ditanah, setan itu tak punya bayangan."
"Sebelum ini memang kau pernah bertemu setan?"
"Tidak." "Lalu darimana kau yakin kalau setan itu pasti tak punya bayangan?"
"Banyak orang bilang begitu."
"Belum tentu yang dikatakan kebanyakan orang itu benar, toh mereka
sendiripun belum pernah bertemu setan."
"Tolong, jangan menakut nakuti aku."
"Akum.. aku bukan sedang menakutimu, sejujurnya, aku sendiripun
sedang ketakutan." "Apa lagi yang kalian takuti, kalau dia setan, mana mungkin bisa
gunakan uang sungguhan, coba diperiksa, bukankah uang perak itu
asli." "Sekarang tentu masih asli, siapa tahu besokm.. besok akan berubah
II jadi gin-coam.. kertas uang perakmm.
Bicara sampai disitu, bahkan Siau-sin pun merasakan hatinya
bergidik. Tanpa terasa ke empat orang gadis itu berdiri semakin merapat, tapi
mereka masih bicara. "Tapi kalau dibicarakan sungguh satu kejadian yang sangat kebetulan,
perempuan ini seolah sudah berjanji dengan Kim Boan-lo untuk
melakukan hal yang sama, mereka berdua sama-sama membeli sebotol
arak wanita cantik untuk diberikan kepada orang lain, sama sama pula
menulis surat ditempat ini."
"Kadangkala kejadian di dunia ini memang kebetulan."
"Bicara soal Kim Boan-lo, aku jadi teringat lagi dengan cincin
kumalanya, menurut kalian, mungkinkah dia akan balik lagi malam
ini?" Tiada orang yang menjawab.
Ke empat orang gadis itu sama-sama jadi tenang dan tidak berbicara.
Ternyata Kim Boan-lo tidak balik kembali ke kedai wanita cantik.
Mungkin saja dia ada pekerjaan lain lebih penting yang harus
dikerjakan sehingga tak bisa menyisihkan waktunya.
Atau mungkin dia masih belum menyadari akan kejadian tersebut.
Atau mungkin juga dia memang tak pernah memikirkan masalah cincin
kumala itu? Tentu saja bisa jadi sewaktu dia menyadari akan kehilangan tersebut
dan kembali ke kedai wanita cantik, ternyata kedai arak itu sudah
tutup. Yang pasti semalaman itu harus dilewatkan ke empat nona itu dengan
perasaan kecewa. Tentu, yang kecewa berat adalah Siau-sin.
Bahkan saking kecewanya, semalaman gadis cilik ini tak sanggup
pejamkan mata. Begitu langit terang tanah, dia sudah melompat bangun dari tidurnya.
Tiba tiba saja dia merasakan gejolak emosi yang aneh, kalau bisa,
dia ingin secara diam diam ngeloyor keluar seorang diri dari kedai
wanita cantik, mencoba untuk melihat apakah saat itu Kim Boan-lo
bakal datang mencarinya. Secara diam-dia dia turun dari ranjang, membuka pintu dan berjalan
keluar dari kamar. Sang rembulan belum tenggelam, bintang masih bertaburan di angkasa.
Cahaya fajar baru saja akan muncul dari kaki langit.
Hujan lagi?lagi turun sangat deras.
Ditengah terpaan air hujan yang deras, suasana dalam kedai wanita
cantik terasa begitu hening.
Bukan hanya halaman yang sepi, nyaris seluruh bangunan disitu
tercekam dalam keheningan yang luar biasa.
Bagi orang lain, saat menjelang fajar seperti ini merupakan saat
paling nyenyak untuk melanjutkan tidurnya.
Kecuali Siau-sin. tak seorang manusia pun yang bangun dari tidurnya.
Berada ditengah keheningan seperti ini, Siau-sin merasakan hatinya
makin kesepian, makin kental kesendiriannya.
Ayunan langkahnya sama sekali tak berhenti, dia berjalan melewati
serambi samping, siap menembusi halaman luar.
Baru saja kakinya menginjak jalan setapak, tiba tiba gadis itu
terperangah, berdiri tertegun.
Sekonyong-konyong dia menyaksikan seseorang!
Seseorang yang ingin dia jumpai selama ini!
orang itu berdiri seorang diri disisi halaman, dibawah sebatang
pohon besar. Dia mengenakan topi anyaman bambu yang lebar, bajunya terbuat dari
sutera halus. Kim Boan-lo! Kenapa dia bisa muncul ditengah halaman?
tags: journal Bab 4. Rencana keji. Bunga kwei baru saja mekar dan menyiarkan bau harum semerbak.
Angin menggoyangkan dedaunan, air hujan membasahi bunga,
suasana terasa begitu sendu, begitu mengenaskan.
Kim Boan?lo pun seolah?o1ah tampak layu dikarenakan keadaan
cuaca. Wajahnya menghadap kearah sebuah bangunan loteng kecil
diujung jalan setapak, tubuhnya kaku, sama sekali tak
bergerak. Sui Kwan?im.memang tinggal didalam bangunan loteng kecil itu.
Jangan?jangan dia ingin bertemu tauke?nio?
Siau-sin memperingan langkah kakinya, dia tak ingin suara
langkahnya mengejutkan orang.
Kelihatannya Kim.Boan?lo tidak tahu kalau Siau-sin sedang
berjalan mendekat. Tapi begitu Siau-sin semakin mendekat, kepalanya yang sedang
mendongak seketika menunduk kembali, bersamaan itu dia
memutar badan sambil menyapa:
"Nona Siau-sin."
Suaranya rendah dan berat, tak salah, memang suara dari Kim
Boan?lo. Tapi Siau-sin justru dibuat terperanjat oleh sapaan itu.
Untuk berapa saat dia berdiri tertegun, mulutnya melongo,
tapi tak sepatah kata pun sanggup diutarakan.
"Kau sudah melupakan aku?" kembali tegur Kim Boan?lo.
"Akum.. aku tidak lupa." Buru buru Siau-sin menggoyangkan
tangannya, "sepagi ini kau sudah bangun."
"Kenapa kaupun sepagi ini sudah bangun?"
"Hari ini aku memang bangun lebih awal, karena akum.. aku
ingin .... u" "Kau ingin apa?"
Merah jengah selembar wajah Siau-sin, sahutnya agak tergagap:
"Aku ingin keluar pintu untuk melihat, apakah kau sudah
berada diluar pintu?"
"Oya?" Kim Boan?lo kelihatan tertegun.
"Semalam, kau sudah lupa untuk mengambil kembali cincin
kumala itu." Seolah baru tersadar, Kim.Boan?lo mengangkat tangannya,
memandang sejenak, lalu berseru:
"Aah, ternyata sudah kelupaan."
Ketika mengangkat tangannya, Siau-sin segera menjumpai kalau
dalam genggamannya terdapat sebuah kotak.
Dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi Kim Boan?lo telah
berkata lebih lanjutz "Belakangan, daya ingatku memang kurang baik, banyak urusan
sudah terlupakan." "Mungkin dihari biasa, terlalu banyak persoalan yang harus
kau tangani." "Mungkin saja." Kim Boan?lo manggut?manggut, "jadi kau yang
menyimpankan cincin kumalaku?"
Siau-sin mengangguk sambil mengiakan.
Tiba tiba gadis itu teringat kalau cincin kumala itu masih
tersimpan dikamar dan tidak dibawa da1am.sakunya, buru buru
serunya lagi: "Sekarang juga aku akan ke kamar untuk ambilkan cincin itu."
"Tunggu, tunggu dulu!" cegah Kim Boan?lo.
"Tuan masih ada perintah lain?" tanya Siau-sin sambil
menghentikan langkahnya. "Perintah tidak berani, hanya ada satu hal ingin minta tolong
kepadamu." "Soal apa?"

Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tolong berikan kotak ini kepada seseorang." Pinta Kim
Boan?lo sambil menyodorkan kotak itu.
"Kepada siapa?"
"Sui Kwan?im!" "Tauke-nio kami?" ulang Siau-sin tertegun.
"Benar!" Siau-sin memandang kotak mungil itu sekejap, dengan nada
penuh selidik tanyanya: "Isi kotak ini adalah ...... H"
"Isinya adalah arak wanita cantik yang kubeli semalamm..
tukas Kim Boan?lo cepat, sambil berkata dia membuka kotak
itu. Dibalik kotak terlapis kain merah yang indah, diatas kain
merah terletak sebotol arak wanita cantik.
Kertas wanita cantik pun berada didalam kotak itu.
II ? Datang di loteng wanita cantik kenapa hanya sebotol arak
wanita cantik? Siau-sin belum melupakan tulisan yang tertera diatas kertas
wanita cantik itu. Dengan cepat gadis itupun bertanya:
"Kemarin malam, kau beritahu kepadaku kalau membeli arak
wanita cantik untuk dihadiahkan kepada orang, jadi orang itu
adalah tauke?nio kami?"
"Benar." "Tapi tauke?nio kami adalah pemilik kedai wanita cantik,
peramu arak wanita cantik."
"Justru karena dia adalah tauke kedai wanita cantik, tauke
arak wanita cantik, maka aku baru menghadiahkan sebotol arak
wanita cantik untuknya."
"Waah, kalau soal ini aku jadi tak habis mengerti, kenapa
harus begitu?" tanya Siau-sin sambil tertawa getir.
"Karena orang lain tak bakal memberi hadiah semacam ini
kepadanya, diapun tak akan menyangka bakal ada orang memberi
hadiah ini untuknya, dengan begitu kiriman hadiah ini baru
betul betul bermakna."
Kemarin malam, ia pernah mengucapkan perkataan itu.
"Aku pun tidak menyangka." Seru Siau-sin.
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Jadi pagi pagi buta kau khusus kemari lantaran persoalan
ini?" Kim.Boan?lo manggut manggut.
"Lalu siapa yang bukakan pintu untukmu?" tanya Siau-sin lebih
jauh. "Aku yang merangkak sendiri secara diam.diam, memanjat naik
dinding pekarangan."
"Kau tidak kuatir ketahuan orang lain dan dituduh sebagai
penyamun?" "Aku telah bertindak sangat hati?hati."
"Tapi, darimana kau bisa tahu kalau aku pasti akan keluar
dari halaman pada saat ini?"
"Siapa bilang aku tahu."
"Ooh?? "Sebenarnya aku siap akan pergi menghantar sendiri, tapi baru
saja akan beranjak, kau pun datang."
"Ooh, ternyata begitu."
"Kebetulan sekali kedatanganmu, bila aku menghantar sendiri,
sedikit saja kurang hati hati hingga dia melihatku, hal ini
jadi tak bermakna lagi."
"Kenapa kau memilih hari ini untuk memberi hadiah kepada
tauke kami?" "Masa kau tidak tahu hari apakah hari ini?" tanya Kim Boan?lo
tercengang. "Memangnya hari ini hari apa?"
"Hari ini adalah hari ulang tahun Sui Kwan?im."
"ooh?" "Masa kau tidak mengetahui hal ini?" kembali Kim Boan?lo
bertanya. Siau-sin tertawa sambil menggeleng.
"Aku belum genap sembilan bulan datang kemari." Katanya.
"Masa dalam berapa hari ini dia sama sekali tidak menyinggung
persoalan ini dihadapan kalian?"
"Rasanya tidak."
"Masa dia tak bermaksud merayakan ulang tahun sendiri?"
"Mungkin saja hari ulang tahunnya bukan hari ini, kau salah
informasi." "Mana mungkin bisa salah." Bantah Kim Boan?lo.
Setelah tertawa lebar, lanjutnya:
"Mungkin saja dia sendiripun sudah melupakan urusan ini, kan
dia termasuk seorang pelupa."
"Tampaknya tuan sangat menaruh perhatian kepadanya."
"Baik buruk kami toh bersahabat."
"Tuan ingin dengan Cara apa kusampaikan arak wanita cantik
ini kepadanya?" "Gampang sekali, cukup kau ketuk pintu kamarnya lalu serahkan
kotak itu ke tangannya."
"Kalau ditanya, bagaimana aku harus menjawab?"
"Katakan saja hari ini adalah hari ulang tahunnya, ada teman
memberi hadiah untuknya."
"Darimana dia bisa tahu kalau hadiah ini dari tuan?"
"Asal kau ketuk pintu dengan irama begini, dia segera akan
tahu sendiri." Dia miringkan badannya ke samping, lalu mengetuk satu kali
keras dua kali ringan pada batangn pohon yang tumbuh disitu.
"Ooh, satu kali keras dua kali ringan?" Siau-sin menegaskan.
"Benar." Dia tutup kembali kotak itu dan diserahkan ke tangan
Siau-sin. "Sekarang juga?" tanya Siau-sin Setelah menerima kotak itu.
"Kau kuatir membangunkan tidurnya?"
"Benar, bagaimana pun sekarang masih kelewat pagi."
"Sekarang, biarpun kau benar benar bangunkan dia dari
tidurnya, dia tak bakalan memakimu."
\\oya?lI "Bagaimana pun, hari ini adalah hari ulang tahunnya."
II "Kau .... u "Sekarang aku akan pergi dari sini."
"Tapi cincin kumala mu itumm.."
"Untuk sementara waktu biar kau simpan dulu, mungkin siang
nanti aku akan datang lagi."
"Kau pasti datang?"
"Tentu." Sekali lagi dia angkat tangannya sambil menambahkan:
"Kali ini, aku harus merepotkan dirimu."
"Ini mah bukan merepotkan." Sahut Siau-sin, baru berapa
langkah, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu namun segera
diurungkan, "aku .... u."
"Apakah masih ada yang tidak jelas?"
"Bukan, akum.. aku hanya inginmm.." perkataan Siau-sin agak
tergagap. "Kalau ingin menyampaikan sesuatu, katakan saja berterus
terang." "Aku hanya ingin melihat wajahmu."
"Melihat wajahku?" Kim Boan?lo tertegun.
tags: journal Siau-sin manggut?manggut, terbias harapan dibalik sinar
matanya. "Dahulu, sudah lama sekali, aku sudah ingin berjalan
mendekatimu dan melihat jelas wajahmu."
"Itu mah gampang."
"Kalau begitu cepat tanggalkan topi anyaman bambumu." Seru
Siau-sin kegirangan. Kim.Boan-lo meraba pinggiran topi anyaman bambunya, tapi
mendadak ia menggeleng. "Jangan, sekarang tidak boleh."
"Kenapa?' dari girang Siau-sin jadi sedih.
"Kalau melihat secara terburu?buru, mana mungkin bisa melihat
dengan jelas? Bagaimana kalau ditunda sampai lepas tengah
hari?" Kini, Siau-sin baru menjadi gembira lagi, tegasnya:
"Kau tidak membohongi aku?"
"Kenapa harus berbohong? Sana, cepat pergi!"
Siau-sin pun dengan riang gembira berjalan menuju ke bangunan
loteng sambil membawa kotak itu.
Nyaris setiap berjalan selangkah, dia selalu berpaling satu
kali. Hingga berpaling untuk ke tiga kalinya, Kim Boan?lo masih
berdiri ditempat tanpa bergerak, namun ketika berpaling untuk
keempat kalinya, bayangan tubuh orang itu sudah lenyap tak
berbekas. Siau-sin masih penasaran, tiada hentinya dia berpaling dan
berpaling terus. Sayang Kim Boan?lo tidak pernah muncul kembali.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa gadis itu menghela
napas panjang. Jalan setapak itu tidak terlalu panjang.
Dalam waktu singkat Siau-sin telah tiba didepan bangunan
loteng itu. Suasana diluar loteng sangat sepi, Suasana didalam bangunan
pun hening tanpa suara. Pintu depan tertutup oleh selembar tirai yang terbuat dari
rangkaian mutiara. Setelah melewati tirai mutiara, tibalah dalam sebuah ruang
tamu yang sangat mewah dan indah.
Pintu diseberang ruang tamu tertutup pula dengan selembar
tirai tebal. Dibalik tirai tebal itulah letak kamar tidur Sui Kwan?im.
Suasana dalam ruang tidur amat hening, tiada suara apapun.
Siau-sin sama sekali tidak memperingan langkah kakinya, namun
sampai berada didepan kamar tidur, dia masih belum mendengar
suara apapun. Setelah sangsi berapa saat, akhirnya dia menggerakkan
tangannya dan mulai mengetuk pintu. Sekali ketukan berat
diikuti tiga kali ketukan ringan.
Masih belum ada reaksi dari dalam kamar tidur.
Baru saja dia hendak mengetuk untuk kedua kalinya, tiba tiba
dari dalam kamar tidur bergema suara gemerisik yang aneh.
Suara itu mirip suara orang berkelahi, tapi mirip juga suara
berapa orang yang sedang merangkak bangun dari balik selimut
dan tergesa?gesa mengenakan pakaian.
Siau-sin menunggu berapa saat, namun dia masih juga mendengar
suara gemerisik yang aneh.
Kejadian ini membuatnya tercengang, keheranan.
Sebab dia tahu, dihari biasa pakaian yang dikenakan Sui
Kwan-im tidak banyak, bahkan cenderung sangat minim.
Tapi kalau didengar dari suara yang bergema sekarang, paling
tidak orang itu mengenakan empat, lima stel pakaian
sekaligus. Mungkinkah selain Sui Kwan?im, dalam ruangan itu masih ada
orang lain? Akhirnya suara gemerisik itu terhenti.
Suasana keheningan yang luar biasa kembali mencekam.seluruh
ruang tidur itu. Belum ada yang membuka pintu.
Apa sebenarnya yang terjadi didalam sana?
Tak tahan kembali Siau-sin mengetuk pintu, sekali berat dua
kali ringan. Lagi-lagi tiada reaksi. Siau-sin menunggu berapa saat, kemudian mengetuk lagi.
Kali ini, baru saja dia menurunkan tangannya, tiba tiba pintu
sudah dibuka. Seseorang segera muncul dihadapan Siau-sin.
? Sui Kwan?im. Bunga rontok akan tumbuh putik baru, bunga akan mekar makin
cantik dan indah, sementara manusia, makin tahun semakin
bertambah tua. Tidak terkecuali dengan Sui Kwan?im, dia pun hanya seorang
manusia biasa. Tapi dibandingkan tiga tahun berselang, kini dia justru
tampak lebih cantik, lebih menarik.
Sebab tahun ini dia baru berusia dua puluh tujuh tahun.
Gadis berusia dua puluh tujuh tahun memang tidak beda banyak
dengan perempuan berusia dua puluh empat tahun, terlebih
kehidupannya selama tiga tahun terakhir jauh lebih nyaman,
jauh lebih menggembirakan ketimbang tiga tahun sebelumnya.
orang yang hidup dalam kenyamanan dan kenikmatan memang
selalu awet muda. Hari ini, Setelah tiga tahun lewat, dia justru berubah makin
matang, semakin montok dan menggairahkan.
Pakaian yang dikenakan juga makin sedikit dan minim ketimbang
baju yang dikenakan pada tiga tahun berselang.
Pakaian yang begitu minim ternyata harus dikenakan dalam
waktu yang begitu lama, Siau-sin tidak habis mengerti,
keheranan, tercengang. Dengan perasaan heran dia awasi Sui Kwan?im.
Sui Kwan-im pun sedang mengawasi dirinya.
Rambutnya terlihat lebih indah dan berkilat dibandingkan tiga
tahun berselang, bagaikan kerumunan ular yang sedang
menyebar. Pakaian yang dikenakan sangat kalut, separuh payudara nya
menongol keluar. Dia mengawasi Siau-sin dengan mata melotot, sinar matanya
teramat dingin. Tercekat perasaan hati Siau-sin menghadapi tatapan semacam
ini, dia seperti ingin mengatakan sesuatu, namun akhirnya
diurungkan kembali. Sui Kwan?im yang buka suara lebih dulu.
Nada suaranya dingin. sebeku bongkahan salju di kutub
selatan. "Barusan, kau yang mengetuk pintu?"
"Benar." Jawab Siau-sin tergagap.
"Berapa kali ketukan, semua kau yang lakukan?"
"Semuanya aku yang lakukan." Kemudian buru buru Siau-sin
berkata, "pagi tauke."
"Oooh, kaupun tahu kalau masih pagi." Sindir Sui Kwan-im
ketus. "Aku tahu." "Siapa yang mengajarkan cara ketuk pintu seperti itu?" tanya


Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sui Kwan?im lagi. "Dia adalah .... u."
"Apakah Kim Boan?lo?"
"Benar." "Mana dia?" tanya Sui Kwan?im sambil menyapu sekejap
sekeliling tempat itu. "Sudah pergi sejak tadi."
"Dimana kau bertemu dia?"
"Di halaman." "Sepagi ini, mau apa kau mendatangi tempat ini?"
"Aku tak bisa tidur .... ""
"Maka kau pun jalan jalan sampai disini?"
"Benar." "Kenapa kau datang kemari?"
"Tuan Kim yang suruh aku kemari."
"Apa hubunganmu dengan dia?"
"Sama sekali tak ada hubungan apa apa."
"Oya?" nada suara Sui Kwan?im.mulai menunjukkan rasa sangsi
dan curiga. "Aku bicara sejujurnya."
"Dan kau pula yang membukakan pintu hingga dia bisa masuk
kemari?" kembali Sui Kwan-im bertanya.
"Bukan aku." "Lantas siapa?"
"Dia sendiri yang secara diam.diam.merangkak masuk melewati
pagar pekarangan, sewaktu mengetahui kehadirannya, dia sudah
berada dalam halaman."
"Lantas darimana kau tahu kalau dia merangkak di pagar
pekarangan?" "Dia sendiri yang mengatakan."
"Kalau sudah tahu dia mencuri masuk dengan memanjat pagar
pekarangan, kenapa kau tidak panggil orang untuk
menangkapnya?" "Akumm.." "Kau sudah terpikat bukan?" dengus Sui Kwan?im dengan nada
dingin. Untuk sesaat Siau-sin jadi terbungkam, dia tak tahu bagaimana
harus menjawab pertanyaan ini.
Kembali Sui Kwan?im berkata:
"Tampaknya kau jadi penurut sekali, apa yang dia suruh, kau
segera lakukan." "Akumm.." Belum sempat bicara, kembali Sui Kwan?im telah memotong
perkataannya: "Apakah dia tidak memberitahukan kepadamu, mau apa dia
menyusup masuk kemari?"
"Dia bilang datang menyampaikan kado serta ucapan selamat."
Sui Kwan?im tertegun. "Jangan jangan orang ini sedang kumat sakit syarafnya, tanpa
sebab tanpa alasan kenapa musti memberi kado kepadaku,
menyampaikan selamat apa kepadaku?"
"Apakah hari ini bukan hari ulang tahun tauke?" Siau-sin
balik bertanya keheranan.
Untuk sesaat Sui Kwan?im berdiri tertegun, terperangah.
Kemudian secara tiba tiba dia tertawa, suara tertawanya keras
sekali. Menyaksikan sikap majikannya ini, Siau-sin malah dibuat
sangat terperanjat. Sui Kwan?im tertawa terpingkal pingkal, saking gelinya,
nyaris punggungnya ikut terbungkuk.
sambil tertawa, dia menarik Siau-sin masuk ke dalam kamar
tidurnya. Ranjang terlihat sangat kacau, namun tak terlihat seorang
manusiapun. tags: journal Secara lamat lamat Siau?sin seolah mengendus bau tubuh
seorang lelaki. Dia celingukan, berusaha memeriksa keadaan disekeliling
tempat itu. Daun jendela disisi kanan kamar tidur terbuka lebar, angin
berhembus masuk dari tempat itu.
Hembusan angin terasa sangat dingin.
Tidur disisi jendela yang terhembus angin dingin? Apakah
hal ini tidak terasa aneh sekali?
Kecuali itu, dalam kamar tidur tidak terlihat bagian lain
yang aneh atau mencurigakan.
Sui Kwan?im.menarik Siau?sin hingga disamping meja dekat
ranjang, saat itulah dia menghentikan tertawanya sambil
berkata: "Duduk!" Terpaksa Siau?sin duduk di bangku disampingnya.
Sambil memegangi pinggir meja, sekali lagi Sui Kwan?im
tertawa. Tapi kali ini suara tertawanya kedengaran amat pilu, sendu
dan penuh kesedihan. Tak tahan Siau?sin bertanya:
"Apam. Apa yang kau tertawakan?"
"Hari ini benar benar adalah hari ulang tahunku, tapi
kenyataannya, bahkan aku sendiripun melupakan, bayangkan
saja, apakah tidak menggelikan?"
Siau?sin tidak tertawa. Sambil menghentikan tertawanya, Sui Kwan-im bicara lebih
lanjut: "Aku mempunyai begitu banyak teman, namun tak seorangpun
dari mereka yang mengingatnya."
"Mungkin saja banyak diantara mereka masih teringat."
Siau-sin mencoba menghibur.
Sui Kwan-im.menggeleng. "Kalau ada, kenapa dalam berapa hari ini tak ada yang
mengingatkan kepadaku!"
Tiba tiba dia menggebrak meja sambil mengumpat:
"Sialah telur busuk itu, tak satupun yang punya hati, punya
perasaan, aku begitu baik kepadanya, tapi dia malah tak
ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunku."
"Telur busuk yang mana?"
"Liu Sam?hong!" jawab Sui Kwan?im jengkel.
"Liu Sam?hong?" Siau?sin tertegun.
"Kalau bukan dia, siapa lagi!" teriak Sui Kwan?im.
Tapi setelah menghela napas panjang, katanya lagi:
"Tak disangka Kim Boan?lo, walau sudah berpisah setahun pun
dia masih teringat dengan hari ulang tahunku."
Lagi lagi Siau?sin dibuat tertegun.
? Ternyata Kim Boan?lo adalah pasangan kencannya juga.
"Mana hadiahnya?" tanya Sui Kwan?im kemudian.
Buru buru Siau?sin mempersembahkan kotak itu ke tangannya.
Setelah menerima kotak itu, kata Sui Kwan?im lagi sambil
tertawa: "Bocah ini, akan kulihat kali ini dia menghadiahkan barang
apa untukku." Dengan susah payah Siau?sin menahan diri, agar tidak
membocorkan isi kado ulang tahun itu.
Sui Kwan-im sendiripun tidak bertanya kepada Siau-sin, dia
membuka sendiri kotak hadiah itu.
Dengan cepat dia berseru tertahan:
"Arak wanita cantik!"
Didalam kotak itu hanya berisikan sebotol arak wanita
cantik dan selembar kertas wanita cantik.
Untuk berapa saat Sui Kwan?im berdiri terperangah.
Apa yang terjadi betu1?betul diluar dugaannya sama sekali.
? Tujuan yang ingin dicapai Kim Boan?lo akhirnya terlaksana
semua. Diam diam Siau?sin menghela napas panjang.
Sui Kwan?im segera menoleh sambil bertanya:
"Tidak ada barang lainnya?"
Siau-sin manggut-manggut.
Sui Kwan-im pun tidak banyak bertanya lagi, dia ambil
kertas wanita cantik itu dan dibuka diatas meja.
"Datang di loteng wanita cantik, kenapa hanya ada sebotol
arak wanita cantik?"
Membaca sampai disitu, tanpa terasa dia tertawa.
"Tampaknya tauke tak pernah menyangka bukan kalau hadiah
yang diberikan tuan Khm adalah sebotol arak wanita cantik?"
tanya Siau?sin. "Mimpi pun tidak menyangka."
"Menurut penuturannya, dia memang berniat bikin tauke
tercengang dan tidak menyangka."
"Dan kini, tujuannya telah tercapai."
"Apakah tauke anggap kado semacam ini terlalu tidak
berharga?" "Darimana kau bisa berpikir begitu?"
"Menurut pendapatku, tampaknya tauke merasa kurang begitu
senang." "Siapa bilang aku tidak senang."
Sesudah menghela napas panjang, tambah perempuan cantik
itu: "Asal masih ada orang teringat kalau hari ini adalah hari
ulang tahunku, aku sudah merasa gembira setengah mati."
Belum habis menghela napas, lagi lagi dia tertawa.
Kali ini dia tertawa nyaring, tertawa penuh riang gembira.
Seingat Siau-sin, belum pernah dia saksikan Sui Kwan-im
sedemikian gembira dan riangnya.
Da1am.tertawanya, tiba tiba Sui Kwan?im bertanya:
"Kenapa kau tidak berusaha menahannya?"
"Dia sepertinya tidak bermaksud untuk tetap tinggal
disini." Sui Kwan?im gelengkan kepalanya berulang kali, keluhnya:
"Kalau toh sudah datang, kado sudah diberikan, kenapa
enggan bertemu aku? Bocah ini, masa masih teringat dengan
kejadian masa lalu?"
? Apa yang telah terjadi di tahun lalu?
Siau-sin tidak tahu, pun tidak bertanya, hanya katanya:
"semula dia berniat menghantarkan sendiri kado tersebut,
Sesudah bertemu aku, dia baru berubah pikiran."
"oYa?u "Apa rencana tauke dengan arak wanita cantik ini?" tanya
Siau-sin kemudian. "Tentu saja akan kuteguk sampai habis."
"Bukankah tauke pernah berkata, sudah muak minum.arak
wanita cantik?" "Aku memang pernah berkata begitu, sejujurnya aku pun sudah
muak untuk minum.arak itu lagi, hanya sajamm. Berbeda untuk
botol arak ini." Diambilnya botol arak wanita cantik itu, kemudian terusnya:
"Arak ini adalah hadiah ulang tahunku, biarpun sudah muak,
aku tetap harus meneguknya."
"Akupun berpendapat sama."
Dengan sedih kata Sui Kwan-im lagi:
"Bagaimana pun, dia masih teringat dengan hari ulang
tahunku, kalau tidak kuteguk, bukankah sama artinya telah
menyia nyiakan niat baiknya."
"Ehm_? Kembali ujar Sui Kwan?im:
"Bagaimana pun, sudah hampir tiga bulan lebih aku tidak
minum arak wanita cantik, kalau kuminum sekarang,
seharusnya akan mendatangkan rasa lain."
Sambil berkata, diapun membuka penutup botol arak wanita
cantik itu. "Sekarang juga akan kau minum?" melihat itu Siau-sin
bertanya. Sui Kwan-im tertawa. "Sejak bangun tidur pagi ini, saat yang paling
menggembirakan buat diriku adalah sekarang, kalau tidak
kuminum kini, harus menunggu sampai kapan lagi?"
Penutup botol arak segera dicabut hingga lepas.
Dalam waktu singkat, bau harum arak segera menyebar ke
seluruh ruangan. Buru buru Siau?sin bangkit berdiri sambil berkata:
"Biar kuambilkan cawan."
"Tidak usah," cegah Sui Kwan?im, "minum langsung dari botol
malah jauh lebih cepat!"
Dia segera tuang arak dari botol ke dalam.mulutnya dan
diteguk dengan lahap. Satu tegukan, dua tegukan, tiga tegukan ....... u
Sambil berapa tegukan dia minum arak itu sebelum akhirnya
meletakkan kembali botol itu ke atas meja.
Cairan arak meleleh dari ujung bibirnya, membasahi seluruh
dadanya. Namun perempuan itu tak ambil peduli, begitu duduk diatas
bangku, serunya: "Siau?sin, kemari, kau pun mencicipi satu tegukan!"
Entah mengapa, tiba tiba nada suaranya berubah jadi sangat
parau. Siau-sin segera menyadari akan hal itu, tegurnya:
"Kenapa dengan tenggorokanmu?"
Teguran itu seketika membuat Sui Kwan-im tersadar kembali,
teriaknya: "Kenapa dengan tenggorokanku? Kenapa terasa begitu panas
seperti terbakar?" Sesudah tertegun sejenak, lanjutnya:
"Aaah, pandangan mataku juga mulai terjadi perubahan, masa
gara gara tiga bulan tidak minum arak wanita cantik,
takaran minum ku jadi merosot banyak? Atau arak wanita
cantik ini kelewat keras ramuannya? Siau?sin, coba kau
cicip sedikitm." Dia ambil botol arak itu dan disodorkan kearah Siau?sin.
Sayang arak wanita cantik itu gagal disodorkan ke tangan
pembantunya. Dalam waktu singkat tiba tiba saja dia merasa seluruh
tenaganya hilang tak berbekas, tubuhnya jadi lemas sekali.
Dan pada saat bersamaan, dia saksikan paras muka Siau-sin
telah berubah jadi hijau membesi.
Tak tahan lagi dia bertanya:
"Siau?sin, apa .... " apa yang kau saksikan?"
Dengan mata terbelalak lebar, Siau?sin mengawasi wajah Sui
Kwan?im tanpa berkedip, ketika mendengar pertanyaan itu,
wajahnya berubah makin hijau, sahutnya tergagap:
"Wajah .... n wajahmu .... u."
Satu firasat jelek seketika muncul dihati kecil Sui
Kwan-im, buru buru tanyanya:


Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kenapa dengan wajahku?"
"Wajahmu berubah jadi merah tuammm"
"Apa?" dengan perasaan terperanjat Sui Kwan?im.me1ompat
bangun, tidak menanti jawaban dari Siau?sin, dia langsung
lari menuju ke depan cermin samping jendela.
tags: journal Diatas meja rias terdapat sebuah cermin yang amat besar.
Cermin yang digosok sampai berkilat.
Dari balik cermin besar itu, Sui Kwan-im dapat melihat
jelas raut wajah sendiri.
Dengan Cepat perempuan itu menjerit aneh!
Ternyata Siau?sin tidak bohong, wajahnya saat ini telah
berubah jadi merah tua, merah ungu!
"Pyraang!" botol arak wanita cantik yang berada ditangan
Sui Kwan?im terlepas dari genggaman, jatuh dan hancur
berantakan di lantai. Arak wanita cantik yang hijau muda seketika membasahi
seluruh permukaan tanah. Ternyata dari balik arak mengepul asap putih yang tebal.
Sui Kwan?im dapat menyaksikan semua peristiwa itu dengan
sangat jelas. Tiba tiba saja dia teringat kembali dengan peristiwa
dramatis yang terjadi dalam kuil bobrok tiga tahun
berselang, tatkala Tong Capsa meneguk arak wanita cantik
yang telah dicampuri dengan darah kelabang api, tatkala
tubuhnya mulai keracunan dan tersiksa hebat.
Kontan saja sekujur badannya mulai gemetar keras.
"Dalam arak ada racun!" jeritnya lengking, dia membalik
badan lalu berlarian menuju ke samping ranjang.
Dia belum melupakan sebuah ruang rahasia yang terletak
diujung ranjang, dimana ia simpan dua botol obat penawar
racun yang waktu itu dia rampas dari dalam saku Tong Capsa.
"Blaaam!" seluruh badannya roboh terjungkal diatas ranjang.
Dia meronta, berusaha merangkak bangun, tapi begitu
merangkak, tubuhnya roboh kembali.
"Siau?sin!" jeritnya keras.
Siau?sin tidak menghampiri, dia sudah terperangah oleh
kejadian yang berlangsung dihadapannya.
"Siau?sin," kembali Sui Kwan-im.menjerit lengking, "kaum.
Kau sungguh kejammm"
"Bukan urusanku .... H" buru buru Siau?sin menggoyangkan
tangannya berulang kali. "Kaum.. kemarilah kau .... H.
Dengan tubuh gemetar keras Siau?sin berjalan mendekat, ia
berjalan sangat lambat. Sejujurnya, sepasang kakinya sudah jadi lemas, kehilangan
II seluruh tenaga. Kembali Sui Kwan?im berseru dengan suara terbata?bata:
"Ceem. Cepat kemarim.. bantu akum.. bukam bukakan lemari
rahasia dim.. diujung ranjang sana .... H."
"Baikmm.." Biarpun mengiakan, sayang sepasang kaki Siau?sin seolah
sudah tak mau turuti perintah.
"Cepatm.. cepatm.. cepatmm." Kembali Sui Kwan?im.mendesak.
Dengan susah payah Siau?sin mencapai ke ujung ranjang,
kembali tanyanya: "Almari rahasia itu berada dimanamm..
"Ada dimm. Di .... H. Dimm.." napas Sui Kwan?im mulai tersengkal
sengkal. II Beruntun dia mengulang kata "di" sampai tiga kali. namun
tak sanggup melanjutkan perkataannya itu.
"Ada dimana?" tanya Siau?sin gelisah.
Separuh tubuh Sui Kwan?im.mulai menggeliat seperti orang
kesakitan, mulutnya terbuka lebar namun sama sekali tidak
menjawab pertanyaan Siau?sin.
Sekuat tenaga dia menarik napas, sebisanya mengendalikan
napasnya yang tersengkal, lalu terputus putus dia
mengucapkan sepatah kata yang sangat aneh.
"Darah .... H darah kelabang api .... H darah beracun". Nomor
m.satumm.." Begitu selesai menjerit keras. tiba tiba saja badannya
melengkung diatas ranjang.
Begitu melengkung lalu menyusut, seluruh badannya
terjungkal, jatuh terjerembab diatas lantai, bawah
pembaringan. Sejak awal hingga akhir, semua peristiwa hanya berlangsung
dalam sekejap mata, kini seluruh wajahnya telah berubah
jadi ungu kehitam?hitaman, darah kental meleleh dari ke
tujuh lubang inderanya. Cairan darah berwarna ungu kehitam?hitaman!
Pecah nyali Siau?sin menyaksikan semua peristiwa itu, dia
menjerit minta tolong kemudian melarikan diri
terbirit?birit meninggalkan tempat itu.
Sui Kwan?im.sudah tidak memanggil Siau?sin lagi.
Tak disangkal, dia sudah tewas karena keracunan.
Betul?betul obat racun yang sangat hebat!
Kelabang api! Darah dari kelabang api!
Keadaan maupun kejadian yang dialami perempuan ini disaat
racun itu bekerja, persis seperti yang dialami Tong Capsa,
apakah arak wanita cantik yang dia minum sudah dibubuhi
darah racun dari kelabang api?
Padahal kelabang api adalah makhluk beracun yang dipelihara
kongcu ganteng Giok Bu?ha.
Sejak kematian Giok Bu?ha dan Tong Capo-sa dalam kuil
bobrok, semua harta karun itu sudah terjatuh ke tangan Sui
Kwan-im. Atau mungkin dikolong langit masih ada orang kedua yang
ikut memelihara kelabang api?
Mungkinkah orang itu adalah Kim.Boan?lo?
Bukankah arak beracun itu berasal darinya?
Diakah yang telah mencampurkan darah racun dari kelabang
api ke dalam arak wanita cantik?
Dari mana dia peroleh darah racun dari kelabang api?
Mengapa dia harus berbuat begitu?
Ooh Thian! Tiga tahun berselang, Sui Kwan?im dengan sebotol arak
wanita cantik yang dicampuri racun darah dari kelabang api
telah membunuh Tong Capsa, siapa sangka tiga tahun
kemudian, diapun tewas dalam keadaan yang sama, keracunan
darah kelabang api. Mungkinkah semua ini merupakan kehendak takdir?
00000 Komandan opas dari kota Yang-ciu bernama Sik Jiu.
Persis seperti namanya, dia benar?benar mirip sebuah bola,
bola batu. Tentu bukan sebuah bola batu benaran, karena dia adalah
bola daging. Senjatanya sebilah golok, konon ilmu silat yang dipelajari
adalah Ngo?hau?toan?bun-to, golok pemutus lima harimau dari
keluarga Phang. Konon, permainan goloknya luar biasa, belum pernah ada
korban yang bisa lolos dengan mudah.
Tahun ini dia berusia tiga puluh enam.tahun, sudah tujuh
tahun menjabat sebagai komandan opas dari kota Yang?ciu.
Dalam tujuh tahun berdinas, biarpun belum pernah membongkar
kasus besar, namun tak terhitung jumlah kasus kecil yang
berhasil ditangani. Dalam.kenyataan, selama tujuh tahun ini, wilayah Yang-ciu
memang belum pernah dilanda kasus yang besar dan
menghebohkan. Dia mempunyai dua orang pembantu yang handal.
Pak Piau sudah enam tahun mengikutinya, sedang Lim Hiong
sudah lima tahun mengabdi.
Senjata yang dipergunakan Pak Piau adalah sepasang senjata
kaitan lebah terbang, sedangkan Senjata andalan Lim Hiong
adalah sebuah tongkat Thian?bun. Konon ilmu silat yang
dimiliki kedua orang itu sama sekali tidak berada dibawah
kemampuannya. Sewaktu mendapat berita tentang kematian Sui Kwan?im,
kebetulan mereka bertiga sedang berada di kantor
pengadilan. Begitu mendengar kabar itu, nyaris Sik Jiu melompat ke
tengah udara. Menurut kabar, dia termasuk salah satu sahabat karib Sui
Kwan-im. Tidak heran jika berita kematiannya membuat dia merasa
sangat tegang. Dengan napas tersengkal dan mata terbelalak lebar dia
bertanya kepada petugas yang datang memberi laporanz
"Apa? Kau bilang siapa yang mati?"
Sik Jiu seakan tidak mendengar dengan jelas.
"Sui Kwan?im dari kedai wanita cantik?" tegasnya.
"Rasanya dikota Yang?ciu hanya ada seorang Sui Kwan?im."
Jawab sang petugas. "Oooh Thian, perempuan secantik itu kenapa bisa mati
mendadak?" teriak Sik Jiu sambil mengepal tinjunya.
Sesaat kemudian dia kendorkan tinjunya dan mendesak lebih
jauh: "Dia mati dimana?"
"Dalam kedai wanita cantik."
"Kedai wanita cantik bagian mana?"
"Kurang jelas."
"Apa penyebab kematiannya?" Desak Sik Jiu lebih jauh.
"Tidak jelas." "Bedebah, goblok, segala tidak jelas, apa kerjamu selama
ini?" umpat Sik Jiu sambil menggebrak meja.
"Aku .... H." "Dari mana kau peroleh kabar berita ini?" tukas Sik Jiu
lagi tak sabar. "Dari pihak kedai wanita cantik."
"Kenapa tidak kau tanyakan sampai jelas?"
"Aku terburu masuk untuk memberi laporan, makam."
"Sekarang dimana pelapornya?" kembali Sik Jiu memotong
perkataannya yang belum selesai.
"Di luar pintu."
"Cepat undang dia masuk," bentak Sik Jiu gusar, "biar aku
interogasi dia!" "Baik!" buru buru petugas itu mengundurkan diri.
Tak lama kemudian sang pelapor telah muncul dalam ruang
pengadilan. Dia adalah Siau?sin serta seorang gadis yang bernama
Siau-cui. Tampaknya Sik Jiu kenal dengan mereka berdua, kontan
teriaknya: "Siau?sin, Siau-cui, ternyata kalian!"
"Benar." Sahut kedua orang gadis itu serentak.
"sebetulnya apa yang telah terjadi?"
Paras muka Siau?sin masih dilapisi warna hijau yang kental,
jawabnya dengan nada gemetar:
"Tauke kami mati diracuni orang!"
"Mati diracuni orang?" teriak Sik Jiu kaget.
tags: journal "Seluruh wajahnya telah berubah menjadi ungu kehitam
hitaman, keadaannya sewaktu mati sangat mengerikan!"
"Siapa yang meracuni dia?" tanya Sik Jiu terperanjat.
"Kemungkinan besar adalah .... n adalah .... n" Siau?sin mulai
tergagap. "Siapa?" "Kbm Boan?lo!" akhirnya jawab Siau?sin.
Kali ini Sik Jiu betu1?betul dibuat terperanjat. dia seakan
sangsi apa sudah salah mendengar, kembali tegasnya:
"Kau bilang siapa?"
"Kim.Boan?lo." Cepat Sik Jiu merendahkan nada suaranya dan berkata
setengah berbisik: "Kau boleh salah makan hidangan tapi jangan salah kalau
bicara, sebe1u.menyampaikan jawaban itu, apakah sudah kau
pertimbangkan masak masak?"
"Aku hanya bicara sejujurnya."
\\oya?lI "Tauke kami baru keracunan dan mati mengenaskan setelah
meneguk sebotol arak wanita cantik yang dia hadiahkan
II kepada majikan kamimm.. Semakin mendengar, Sik Jiu semakin kebingungan, cepat dia
mengulapkan tangannya mencegah Siau?sin bicara lebih
lanjut, tanyanya: "Bukankah arak wanita cantik adalah arak yang diramu tauke
nio kalian?" Siau?sin mengangguk, membenarkan.
"Lantas darimana Kim Boan?lo peroleh arak wanita cantik?"
tanya Sik Jiu. "Dia membeli dari kedai kami."
"Maksudu, dia membeli arak wanita cantik dari kedai
kalian, lalu menghadiahkan arak tersebut untuk tauke nio
kalian?" Siau?sin mengangguk, membenarkan.
"Sebenarnya apa yang terjadi, lebih baik terangkan sejelas
jelasnya." Pinta Sik Jiu.
Siau?sin pun memberikan keterangan dengan sejelas dan
sedetil mungkin. Gadis ini memang pandai bicara, daya ingatan pun sangat
baik. Secara detil dia pun menceritakan semua peristiwa yang
terjadi semenjak kemarin malam hingga pagi tadi, tak satu
bagian pun yang tercecer, bahkan semuanya jelas sekali.
Tentu, Sik Jiu tidak perlu Siau?sin mengulang keterangannya
Sampai berapa kali. Dia hanya berdiri terperangah, bingung, tak tahu musti
berbuat apa. Tidak terkecuali Pak Piau maupun Lim Hiong.
Peristiwa ini memang kelewat aneh, kelewat tidak masuk
diakal. Sampai Siau?sin selesai dengan penuturan dan laporannya,
Sik Jiu baru buka suara bertanya:
"Kau yakin tauke kamu sudah meninggal?"


Racun Berantai Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukan hanya aku, hampir semua orang yang melihat
jenasahnya merasa yakin kalau dia telah mati."
"Apakah Sampai saat ini jenasahnya masih berada didalam
kamar tidur?" "Tidak ada orang yang berani menggeser jenasah tauke-nio."
"Bagus sekali, asal tempat kejadian masih utuh seperti
sedia kala, bagi kami akan lebih mudah untuk melakukan
pemeriksaan dan penyelidikan."
"Jadi tuan akan melakukan pemeriksaan?" tanya Siau?sin.
"Kalau tidak diperiksa, darimana bisa tahu kondisi yang
sesungguhnya." "Lantas kapan akan ke sana?"
"Sekarang juga."
"Bagaimana dengan kami? Tetap tinggal disini atau
bagaimana?" "Mau apa tetap tinggal disini? Ikut aku kembali ke kedai
wanita cantik, bantu aku melakukan penyelidikan atas kasus
ini!" "Baik." Dengan sekali tendangan Sik Jiu menyingkirkan bangku yang
menghalangi jalan perginya, lalu dengan langkah lebar
meninggalkan kantor pengadilan.
Tentu saja Pak Piau dan Lim.Hiong mengikuti dari belakang.
Mereka semua ingin secepatnya tiba di kedai wanita cantik
untuk melihat keadaan. Setiap orang dibebani perasaan ingin
tahu yang besar, tidak terkecuali berapa orang hamba negara
ini, bahkan rasa ingin tahu mereka jauh lebih besar
daripada kebanyakan orang.
Peristiwa aneh semacam ini memang sangat langka, jarang
terjadi. 00000 Pada saat bersamaan, satu peristiwa aneh lain kembali
terjadi di kota Yang?ciu.
Bahkan peristiwa itupun ada sangkut pautnya dengan arak
wanita cantik. Semua keindahan panorama di kota Yang?ciu boleh dibilang
terhimpun di seputar wilayah telaga see?ou.
setelah meninggalkan pintu gerbang Thian-1eng?bun dan
menggunakan kapal pesiar mengarungi telaga See?ou, boleh
dibilang tempat yang dilalui seperti jembatan
Ngo-teng?kiau, bukit Siau-kbm?san, gedung Peng?san-tong,
hampir semuanya merupakan tempat tempat kenamaan.
Sepanjang pesisir telaga, hampir dipenuhi tanaman pohon Liu
yang hijau, pada hakekatnya telaga see?ou sudah merupakan
sebuah dusun yang?liu yang rindang.
Hanya sayang saat ini musim rontok sudah larut.
Dusun pohon liu yang hijau rindang sudah tidak hijau lagi,
Sepanjang mata memandang, suasana terasa sendu dan
mengenaskan. Angin dan hujan menyelimuti angkasa.
Diantara kabut hujan yang tebal, angin berhembus kencang
menggoyangkan ranting ranting pohon liu.
Terlihat seseorang dengan menunggang seekor kuda berdiri
dibawah hujan angin, ditengah rimbunnya pohon yang?liu dan
tampak begitu kesepian. Saat itu, disisi telaga hanya ada seseorang dengan seekor
kuda tunggangan. Kuda itu berwarna hitam, penunggangnya mengenakan baju
berwarna hijau. Diluar baju hijaunya dia mengenakan jas hujan dengan topi
anyaman bambu dikepalanya, walaupun tak dapat melihat
dengan jelas raut wajahnya, namun masih bisa dikenali kalau
orang yang berada diatas kuda adalah seorang gadis.
Disamping pelana kuda, tergantung sebilah pedang.
Ternyata gadis itupun seorang jago silat dari dunia
persilatan. Pedangnya yang tergantung tiada hentinya berbenturan dengan
pelana, menciptakan suara dentingan merdu, kuda itu tidak
dijalankan terlalu Cepat.
Kelihatannya gadis itu bukan sedang melakukan perjalanan
Cepat atau terburu waktu.
Kalau bukan melakukan perjalanan, masa dalam situasi dan
kondisi seperti ini, dia khusus datang kesana untuk
menikmati keindahan alam?
Rupanya ditempat itu bukan hanya ada dia seorang.
Sekonyong-konyong dari sisi jalan berkumandang suara derap
kaki kuda yang ramai. Seekor kuda berlarian mendekat dari kejauhan, berlarian
secepat terbang. Gadis itu acuh, sama sekali, tak ambil peduli, Sampai
penunggang kuda itu mendekatinya, dia baru melirik sekejap
dengan pandangan dingin. Dengan segera ia tertegun.
Rupanya penunggang kuda Cepat itu adalah seseorang yang
mengenakan baju sutera dengan kepalanya ditutupi topi
anyaman bambu yang lebar, oleh karena dia melarikan kudanya
dengan kencang, anyaman bambunya terhembus hingga miring ke
samping. Dalam sekejap itulah si nona berbaju hijau dapat melihat
wajahnya. orang berbaju sutera itu hanya mengerling sekejap kearah
gadis berbaju hijau itu, namun sayang dia tak dapat melihat
dengan jelas raut mukanya.
Namun dia acuh, tak ambil peduli, tanpa berpaling lagi dia
larikan kudanya melalui samping si nona.
Sementara gadis berbaju hijau itupun bersikap santai,
seolah tidak menaruh perhatian.
Sungguh Cepat lari kuda orang berbaju sutera itu, dalam
waktu singkat dia sudah pergi jauh.
Mendengar derap kaki kuda itu sudah menjauh, nona berbaju
hijau itu baru berpaling dan menengok sekejap.
Sorot matanya dipenuhi perasaan sangsi dan curiga,
gumamnya: "Bukankah orang itu adalah Kim Boan?lo? Sepagi ini, mau apa
dia naik kuda secepat itu? Mau ke mana dia?"
Tapi kemudian gumamnya lebih lanjut:
"Peduli mau ke mana orang itu, apa urusan dengan aku?
Kenapa aku harus mencampurinya?"
Diapun berpaling dan melanjutkan perjalanan.
Sebelum memasuki pintu gerbang Thian?leng-bun, dekat sekali
dengan gerbang itu, si nona menghentikan kudanya di depan
sebuah bangunan disisi telaga.
Dia melompat turun dari kudanya, maju dua langkah dan mulai
mengetuk gelang pintu gerbang.
Tak lama kemudian dari balik pintu terdengar suara langkah
manusia. Pintu belum lagi dibuka, suara seseorang yang tua parau
Lembah Selaksa Bunga 1 Putri Berdarah Ungu Karya Citra Rizcha Maya Gadis Pantai 4
^