Pencarian

Pendekar Dataran Tinggi 2

Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong Bagian 2


bawahan, sedikit banyak mungkin akan ketiban rejeki"
Mendengar perkataan kawannya itu, Lao Thio bukan jadi
gembira, malah jadi semakin masam wajahnya, kemudian baru
berkata: "Pembesar yang datang ini semuanya galak-galak, bila
tidak tempeleng oleh mereka sudah bagus, masih mengharapkan
rejeki segala, jangan mimpi kawan !"
"Kau tahu apa maksud Kie Tay-jin datang kemari ?" tanya Laosam.
"Siapa bilang aku tidak tahu, mereka selalu berbicara kasakkusuk, mereka sering menyebut warna kuning dan warna merah
segala, disamping itu menyebut nama-nama orang dan lain-lainnya
lagi."
Kedua koki itu yang sambil bercakap-cakap terus memasak teh.
Mereka tidak bersiaga akan serangan dari luar jendela yang
dilakukan secara tiba-tiba itu. Mereka hanya dapat mengeluarkan
perkataan : "Ooohhh", "Joan Ma Hiat" (urat lemas) dan "Ah Hiat
(urat gagu)-nya telah kena ditotok orang. Maka terasalah seluruh
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
63 tubuhnya jadi lemah lunglai. Mereka seperti juga ular besar yang
melingkar jatuh dan mulut dipentangkan tapi tak keluar suara.
Laliat-touw lantas menjengkau dada mereka seraya bertanya.
"Orang yang dipanggil Kie Tay-jin sekarang berada dimana ? Lekas
katakan !"
Kedua koki itu memperlihatkan roman tegang dan takut, tapi
mereka tidak bisa bergerak. Laliat-touw mengikat Lao-sam kedekat
gundukan kayu bakar. Sedangkan Lao Thio ia letakkan diatas
bahunya seraya berkata perlahan: "Lekas kau bawa aku ketempat
Kie Tay-jin, engkau boleh menggunakan tanganmu sebagai isyarat.
Tapi awas, jangan kau coba-coba hendak main gila." Sehabis
berkata demikian ia lantas menotok bahu Lao Thio, sehingga orang
yang disebut belakangan jadi meringis saking sakitnya.
Begitulah dengan isyarat tangan Lao Thio, Laliat-touw terus
maju kemuka, tak lama kemudian, sampailah mereka disuatu
tempat yang gelap-gulita. Disitu tidak ada seorang manusiapun,
akhirnya tibalah mereka disuatu bangunan kecil yang menarik. Lao
Thio lantas menunjuk kesana sambil menganggukkan kepalanya.
Laliat-touw segera menotok dibagian dada Lao Thio, sehingga siorang she Thio itu jadi pingsan seketika.
Laliat-touw lalu meletakkannya disuatu pojok yang gelap, setelah
itu ia lantas melompat keatas genting. Kemudian dengan
menggunakan gerakan "Ya Miauw Se Su" atau "Kucing malam
sedang mengintai tikus", ia bertiarap diatas genting sambil
memasang kupingnya. Pada malam hari walaupun orang bercakapcakap didalam ruang yang tertutup, namun perkataan mereka akan
terdengar tegas dari luar. Apalagi sekarang Laliat-touw yang
bertelinga amat tajam, mendengar suaranya saja ia sudah dapat
mengetahui berapa umur orang yang berkata itu. Didalam kamar
rahasia itu terdapat tiga orang, sedangkan diluar kamar terdengar
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
64 suara bisik-bisik, bagaikan terdapat banyak orang yang seperti
sedang menunggu hasil pembicaraan orang dari kamar rahasia.
Dengan hati-hati Laliat-touw terus mendengarkan, maka
terdengarlah suara tajam dari seseorang, ini membuktikan
kepandaian dari orang itu telah mencapai tingkat tinggi. Orang itu
tak lain tak bukan adalah Kie Pak Nian. Yang seorang lagi
mempunyai suara yang keras, ia berkata selalu dengan nada yang
bersemangat, ia adalah pemimpin dari perusahaan Piauw Eng Seng
yang bernama Tan Cio Yen. Masih ada seorang lagi yang parau
suaranya dan bicaranya selalu terputus-putus. Ia adalah wakil dari
Eng Seng Piauw-kie itu yang bernama Siem Wie Beng.
Laliat-touw walaupun belum pernah berjumpa muka dengan
mereka, tapi ia sudah lama mendengar nama mereka. Dengan
hanya mendengar suaranya saja ia sudah dapat menduga siapa
mereka bertiga.
Kemudian terdengar Kie Pak Nian sambil tertawa berkata:
"Siauw-tee sebelumnya hendak mengucapkan selamat kepada
saudara berdua, bila saja perusahaan saudara dapat mengangkut
barang itu, Siauw-tee dapat memastikan bahwa kalian pasti akan
mendapat balas jasa yang setimpal dari kami."
Tan Cie Yen dan Siem Wie Beng berdua lantas berkata dengan
suara yang hampir bersamaan : "Ini semua berkat bantuan dari Kie
Tay-jin, bila urusan sudah dapat diselesaikan, kami malah hendak
mengucapkan terima kasih kepada Kie Tay-jin!"
"Barang itu adalah milik Sin-siang, kamu harus mengetahui,
sebagai uang muka dibayar dua puluh ribu tail, bila berhasil masih
ada premienya. Sin-siang telah menyerahkan kekuasaannya kepada
The Ceng Ong. Dan The Ceng Ong telah mempercayai diri Siauwtee. Bila saja saudara bisa berhasil, kalian pasti akan memperoleh
keuntungan yang besar sekali." Berkata sampai disitu Pak Nian
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
65 berhenti sebentar, kemudian ia meneruskan : "Akupun menginsyafi
bahwa kewajiban yang dibebankan kepada saudara berdua memang
terlalu berat, tapi kalian tidak usah khawatir, bukannya aku tidak
mempercayai perusahaan saudara, tapi atas perintah Ong-ya aku
diminta memilih beberapa orang bayangkari kelas satu untuk bantu
melindungi angkutan itu."
"Memang itulah yang terbaik, Kie Tay-jin bila bisa mengutus
beberapa orang yang berkepandaian tinggi, maka uang jasa yang 20
ribu tail itu akan kami bagi jadi 2 bagian." Kata Cie Yen dengan
cepat. "Saudara tak perlu berbuat demikian." Pak Nian mencegah.
Kemudian ia melanjutkan perkataannya: "Begitupun bagus, kita
beri hadiah mereka sebagian dari uang jasa yang kalian terima"
Pada saat itu hati Tan Cie Yen telah menjadi agak lega, dengan
wajah yang berseri-seri ia berkata : "Sekatang silahkan Kie Tay-jin
yang menentukan : tanggal, tempat, dan barangnya"
"Barang antara itu ditentukan pada lebih kurang 2 bulan
setengah lagi, sehingga di lain tahun sebelum di Tibet mengadakan
hari raya, barang-barang itu mesti berada di Tibet, kemudian
menyerahkannya kepada Lhama Besar Siang Cieh, disini letak
rahasia itu !" Pak Nian menerangkan.
Mendengar perkataan Pak Nian itu badan Laliat-touw jadi
menggigil. Kemudian terdengar Siem Wie Beng bertanya: "Apa yang
akan diberikan oleh pihak sana ?"
Mendapat pertanyaan itu Pak Nian sambil tertawa besar berkata:
"Adalah sepasang mataku !"
Jawaban itu membuat Wie Beng jadi agak terperanjat, kemudian
baru berkata: "Kie Tay-jin jangan berkelakar, dari istana Potala
pasti akan memberi hadiah sebagai balasan dari pemberian kita
itu."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
66 "Siauw-tee memang adalah seorang yang suka berkelakar!"
Jawab Kie Pak Nian seraya tersenyum.
"Bila demikian halnya, pengantaran kali ini tentunya Tay-jin
yang akan memimpinnya !" Kata Cie Yen.
"Tidak, kalianlah yang seharusnya memimpin rombongan itu.
Walaupun Siauw-teepun akan pergi kesana, tapi itu disebabkan oleh
lain urusan. Urusan itu baik kita bicarakan nanti saja. Yang nyata
ialah, begitu saudara sekalian sampai di Istana Potala, kamipun
akan sudah berada disana. Walaupun kita mengambil jalan yang
berlainan, tapi satu tujuan, yaitu Tibet dan istana Potala yang
terletak didataran rendah di pegunungan Lhasa!"
"Bila Tay-jin mempunyai urusan yang demikian dirahasiakan,
kamipun tidak dapat mendesaknya, tapi saya sudah dapat
menduganya dalam beberapa bagian. Kata Cie Yen kemudian sambil
tertawa. Mendengar perkataan itu Pak Nian lantas berkata. "Coba kau
katakan disini!"
Cie Yen lantas mengutarakan pikirannya "Dalai serta Panchen
Lhama setelah berhasil menyatukan Tibet, sehingga agama merah
dan kuning dapat hidup disatu tempat."
Mendengar perkataan itu Kie Pak Nian jadi tertawa besar,
kemudian baru berkata : "Nama Kim Liong Shin Jiauw ternyata
tidak kosong, Maka baiklah Siauw-tee mengatakan terus terang,
kami hendak melindungi The Cin Ong masuk ke Tibet, untuk
mengadakan perundingan dengan Dalai dan Panchen Lhama.
Titisan Dalai dan Panchen Lhama yang sekarang masih muda-muda
usianya, sehingga kekuasaan yang sebenarnya terletak ditangan
Siang Cieh, dialah yang mengurus soal-soal kenegaraan Tibet. Tapi
ia adalah seorang yang tamak akan harta. Bila saja barang antaran
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
67 yang berjumlah satu juta tail itu telah tiba dihadapannya, kami tidak
takut perundingan itu bisa gagal !"
"Bila demikian. Agama Merah (Ang Kiauw) pasti akan musnah
dari situ !" Kata Cie Yen setelah mendengar keterangan Pak Nian. |
"Betul !"
Sedangkan Laliat-touw yang berdiam diatas genting, kini
rupanya baru sadar dari mimpinya, mengapa pemimpin dari Agama
Merah demikian tergesa-gesa turun gunung. Ia mungkin telah
mendengar berita ini, yaitu politik hendak memecah belahkan
kedua agama, yaitu Agama Kuning dan Agama Merah.
Tiba-tiba terdengar Kie Pak Nian berkata dengan roman
sungguh-sungguh: "Kabarnya pada hari ini di Sam-kee Tiam telah
muncul seorang Lhama dari Agama Merah yang telah bertempur
dengan orang bawahan saudara, yang bernama Ku Piauw,
betulkah?"
"Betul. Lhama itu adalah Thian Ouw Kie Hiap Laliat-touw".
Disamping itu masih ada lagi seorang nona she Ouw, ketika kami
selidiki, ia adalah puteri Ouw Lun yang bernama Ouw Fong!" Cie
Yen menjelaskan dengan perlahan.
"Sekarang aku baru tahu, bahwa mata-mata yang dikirim oleh
Agama Merah adalah dia. Lhama ini sebetulnya tidak
memperdulikan soal-soal politik, ia hanya suka bertamasya ke
pegunungan dan tempat-tempat yang idah lainnya. Tetapi mengapa
bisa mendadak muncul di kota ini. Disamping itu, ia berserikat
dengan Ouw Lun, maka mau atau tidak kita harus waspada !" Pak
Nian bilang.
Sedang Laliat-touw yang saat itu berada diatas genting, diamdiam ia jadi geli, maka berkatalah hatinya : "Engkau mengetahui
bahwa aku tidak suka mencampuri urusan politik, tetapi sekarang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
68 rencanamu bersangkutan dengan masa depan perkumpulanku, aku
tidak dapat berpeluk tangan saja!"
Kemudian Laliat-touw karena mendenger bahwa Pak Nian
hendak berlalu dari situ, disamping itu ia mendengar perkataan
besok pagi Pak Nian harus melindungi Ong-ya berangkat. Kemudian
terdengar Pak Nian berkata : "Saudara berdua juga harus bersiapsiap dari sekarang, disamping itu harus berhati-hati didalam
perjalanan."
"Kamipun angkat berangkat besok pagi dan yang menjadi
harapan kami adalah Tay-jin memilih beberapa jago untuk
melindungi kami, sehingga waktu kami bertemu dengan lawan
yang kosen (gagah) mereka dapat segera datang membantu!" kata
Cie Yen cepat.
Sambil berjalan mereka terus bercakap-cakap, kemudian Siem
Wie Beng membukakan pintu. Tiba-tiba dibawah sinar sang Dewi
Malam, ia melihat sebuah bayangan hitam, maka lantas berteriak:
"Ada maling! Ada maling!" Sambil berteriak begitu badannyapun
melompat keatas genting. Ketika ia memandang ke-empat penjuru,
bayangan tadi telah lenyap dari pandangan mata!
Ternyata tadi Laliat-touw yang mendengar dibawahnya ada
orang yang sedang membuka pintu, ia lantas menggunakan gerakan
"Lee Hee Ta Teng" atau "Ikan gabus meletik", kemudian ia barengi
dengan membentangkan ilmu dari partai Kun Lun yang paling
boleh diandalkan yaitu "Ta Soat Bu Hian" atau "Menginjak salju
tanpa meninggalkan tapak". Maka ketika Wie Beng melompat
keatas genting, ia telah berhasil melompati beberapa rumah yang
lainnya, kemudian dengan lincah serta ringannya ia melompat
kebawah dan kemudian berlalu dengan cepatnya.
Setelah melalui beberapa jalan, tiba-tiba tak jauh dibelakangnya
terdapat sebuah bayangan yang terus mengikutinya. Laliat-touw
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
69 segera membentangkan ilmu entengi tubuh, ia mengira dengan
menggunakan ilmu itu ia dapat meninggalkan orang itu jauh
dibelakangnya. Tapi siapa sangka, ilmu mengentengi tubuh orang
itupun ternyata amat bagusnya walaupun Laliat-touw berusaha
bagaimana, ia masih juga tidak dapat melepaskan diri dari kejaran
orang itu. Setelah lewat beberapa jalan lagi, Laliat-touw jadi agak
mangkel hatinya, ia lantas perlahankan langkahnya, dalam hatinya
ia tahu siapa orang yang terus mengikuti dirinya itu ?. Tetapi tidak
sangka orang itupun licin sekali, ia juga lantas perlahankan
tindakannya. Jarak antara mereka masih tetap berbeda antara 4-5
meter jauhnya. Ketika Laliat-touw mempercepat langkahnya, orang
itupun berbuat demikian, sehingga membuat Laliat-touw jadi
pusing dan merasa aneh.
"Baiknya aku bawa dia terus keluar kota, diluar kota Pakkhia
amat luasnya, akan kuajak kau lari sampai fajar menyingsing, biar
tahu rasa !" kata hati Laliat-touw. Sehabis bekata demikian, ia lantas
membentangkan ilmu mengentengi tubuhnya, terus menuju keluar
kota. Sesampainya diluar kota, ketika ia berpaling dengan tidak
terasa ia jadi berseru : "Aneh!"
Karena dibelakangnya kini ternyata lebih sebuah bayangan lagi,
dilihat dari gerakannya, ia juga seorang yang mempunyai
kepandaian ilmu mengentengi tubuh dari tingkat tinggi. Melihat itu
Laliat-touw jadi habis sabar, maka lantas ia berhenti dan berteriak:
"Kawan, kita bukannya sedang main petak-petakan, kemarilah !"
Sekarang orang itu tidak menghentikan langkahnya lagi, ia terus
lari menuju kehadapan Laliat-touw, kemudian ia melambaikan
sepasang tangannya dan baru saja ia hendak mengucapkan sesuatu,
bayangan yang seorang lagi juga telah tiba disitu, yang begitu
sampai terus berkata : "Ji-wi, tahan dulu, aku Ouw-bu
(membahasakan diri, bahwa dirinya adalah orang she-Ouw) ada
sedikit perkataan yang hendak diucapkan disini"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
70 Perkataan itu membuat Laliat-touw beserta orang tersebut jadi
agak terperanjat, orang itu lantas membuka tutup mukanya,
dibawah sinar rembulan wajah orang itu tampak jelas, ia
mempunyai kulit yang putih, mata yang besinar, hidung besar dan
mulutnyapun lebar. Umurnya lebih kurang 40 tahun. Ouw Lun
sambil tertawa berkata: "Ternyata engkau". Kemudian ia
memperkenalkan kepada Laliat-touw, ternyata orang itu she-Eng
bernama Sie Goan.
Laliat-touw adalah seorang ahli waris dari suatu partai besar.
Selama hidupnya ia jarang kena dipermainkan orang. Tetapi begitu
mendengar nama masyhur dari Kan Thian Lui Eng Sie Goan,
hatinya jadi agak terhibur.
Eng Sie Goan berasal dari cabang Coan Pak Beng San Sie Ceng
Koan Thio Cie Cin-jin. Coan Pak Beng San Kiam Hoat adalah sebuah


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu pedang yang dimalui di Tiongkok Daratan, dengan Tat-mo
Kiam Hoatnya Cin Tiong Bu Liang San, disebut Tiga Besar dari
Kwan-lui (didalam Tembok Besar). Ke-3 besar ini digabung pula
dengan Kwan Gwa Kian-san, See Cong Kun Lun-san menjadi lima
besar dari Sin Ciu. Sedangkan Eng Sie Goan adalah pemimpin pusat
dari Sam Tiam Hwee yang tersebar di lima propinsi Ho Pak,
kepandaian silatnya tinggi sekali.
Eng Sie Goan dan Laliat-touw adalah orang-orang yang telah
ternama didalam kalangan Kang-ouw, maka begitu bertemu, Eng
Sie Goan lantas berkata: "Tay-su ternyata adalah Thian Ouw Kie
Hiap, Siauw-tee walaupun bermata tapi tak ber biji, harap Tay-su
suka memaafkan atas kelakuanku tadi. Tadi bukannya Siauw-tee
sengaja hendak mempermainkan Tay-su ataupun hendak menjajal
kepandaianmu. Cuma, tadi ketika aku melihat Tay-su keluar dari
Eng Seng Piauw-kie, aku lantas menduga bahwa Tay-su pasti adalah
orang yang sealiran denganku, didalam kota kita tidak leluasa untuk
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
71 berbicara, maka aku sengaja mendesak supaya Tay-su lari keluar
kota. Maka sekali lagi aku minta maaf."
"Ternyata tadi saudara juga berada didalam Piauw-kie itu,
mengapa aku tidak melihatnya ?" Balas tanya Laliat-touw sambil
membalas hormat orang.
"Siauw-tee baru saja hendak masuk, tapi tiba-tiba didalam
timbul kegaduhan, disamping itu melihat Tay-su keluar dari rumah
perusahaan itu, maka Siauw-tee lantas mengikutinya." Sie Goan
menjelaskan.
"Aku tidak tahu saudara bisa masuk kedalam Piauw-kie, Tay-su
sungguh seorang yang berpandangan jauh, yang melukai puteraku
adalah orang-orang dari Eng Seng Piauw-kie." sela Ouw Lun.
Ternyata Ouw Lun adalah seorang yang sangat mencintai
puteranya, ia tidak mau berpeluk tangan begitu saja. Tapi karena
pada saat itu ia sedang ada tamu, disamping itu melihat tamunya,
Laliat-touw, yang baru saja tiba dari perjalanan yang jauh sekali,
maka ia tidak mau mempersoalkannya didepan tamunya itu. Maka
ia lantas menunggu sesudah tamunya tidur nyenyak, dengan
seorang diri ia pergi ke Ceng Hong Louw, tempat dimana tadi
puteranya kena dilukai orang. Tetapi sesampai disana musuhnya
telah pergi semua. Baiknya ia sering datang ke Ceng Hong Louw itu,
maka dengan mudahnya ia memperoleh keterangan perihal orang
yang menganiaya puteranya adalah Ku Piauw dan Lok-kee Heng
Tee. Maka diam-diam menjadi heran kemudian pikirnya : "Aku
dengan Eng Seng Piauw-kie tidak mempunyai suatu permusuhan,
tapi mengapa mereka bisa menganiaya puteraku ?" Sehabus
berpikir demikian ia jadi sangat marah, maka ia lantas
membentangkan ilmu mengentengi tubuh menuju ke Eng Seng
Piauw-kie, untuk menanyai Tan Cie Yen, tidak sangka ketika ia baru
sampai di depan rumah perusahaan Piauw itu, ia lantas menampak
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
72 Laliat-touw dengan cepat keluar dari gedung itu, disamping itu
diikuti pula oleh seorang yang berpakaian serba hitam. Dari
tindakannya saja lantas ia mengetahui, bahwa orang itu adalah
kawan lamanya, yaitu Eng Sie Goan. Ia karena takut kedua orang
itu salah sangka, maka lantas mengejar dan mencegahnya.
"Dugaan Tay-su sungguh sangat tepat, darimana engkau bisa
mengetahui bahwa orang yang melukai puteraku adalah orangorang dari Eng Seng Piauw-kie?"
"Sebab Pin-too merasa semua gara-gara berasal dari diri Pin-too
sendiri." jawab Laliat-touw sambil tersenyum. Kemudian ia lantas
menceritakan peristiwa di Sam-kee Tiam dengan jelas sekali. Lalu
sambungnya: "Tidak sangka urusan itu bisa membikin susah
keluargamu, sehingga Pin-too merasa tidak enak sekali!"
"Orang-orang dari Eng Seng Piauw-kie sungguh biadab, mereka
dengan mengandalkan pengaruh pemerintah berani menghina
rakyat jelata, apakah Tay-su hendak mencari Ku Piauw dan Sam
Lok?" tanya Ouw Lun.
"Pin-too bermaksud begini, entah pikiran itu akan berguna atau
tidak" Kata Laliat-touw, sehabis berkata demikian, ia lantas
menuturkan perihal percakapan antara Kie, Tan dan Seng bertiga.
Mendengar ini Eng Sie Goan sambil mengangguk-anggukan
kepalanya berkata : "Tay-su sungguh berjasa besar pada
perkumpulan kami, Sam Tiam Hwe. Percakapan mereka itu maksud
terutama dari Siauw-tee untuk datang kemari. Sudah lama kami
mendengar Keng-liak mempunyai harta yang besar. Barang itu
akan diangkut oleh Eng Seng Piauw-kie, tapi tempat yang dituju,
tanggal, kami masih belum tahu pasti. Juga kami tifak mengetahui
barang itu akan dialamatkan kemana, pun apa gunanya. Karenanya
Siauw-tee dengan saudara-saudara yang lainnya pergi berpencar
untuk menyelidiki urusan ini. Setelah mendapat kabar yang pasti,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
73 kami baru akan mengambil suatu keputusan yang konkrit. Kini
setelah aku ketahui kegunaan barang itu, maka tidak dapat tidak
kita harus merampasnya!"
"Apakah saudara hendak menghadang di tengah perjalanan ?"
tanya Laliat-touw.
"Betul."
"Bila demikian halnya, Pin-too juga akan bersatu dengan
rombongan saudara !" kata Laliat-touw dengan girangnya.
Mendengar ini Eng Sie Goan menjadi sangat gembira, kemudian
baru berkata: "Barang antaran itu adalah barang-barang yang
berharga dari Keng-liak, maka disamping Tan Cie Yen, Siem Wie
Beng berdua, mesti ada jagoan-jagoan dari istana (bayangkari) yang
secara diam-diam melindunginya. Kami memang merasa
kekurangan pembantu yang boleh diandalkan. Maka kini setelah
mendapat bantuan dari Tay-su, itulah yang terbaik !"
"Eng Cong To-cu, kami adalah orang-orang sealiran, untuk apa
saudara begitu merendah diri. Disamping itu, angkutan ini juga
akan menentukan mati hidupnya Agama Merah. Andaikata sampai
badanku hancur lebur, aku juga rela. Sudah seharusnya akulah
sebagai seorang murid dari Ang Kiauw yang mengucapkan terima
kasih kepada rombongan saudara!" kata Laliat-touw dengan
sungguh-sungguh.
Ouw Lun adalah seorang yang berbudi tinggi dan jujur, ketika
mendengar La dan Eng berdua berkata demikian, maka ia lantas
berkata: "Bila kalian tidak berkeberatan, Siauw-tee juga hendak
bergabung dengan rombongan saudara!"
Mendengar tawaran itu, La dan Eng "berdua jadi terperanjat,
kemudian mereka berkata dengan suara yang hampir berbareng :
"Mana boleh begitu ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
74 "Siauw-tee hendak membalas dendam kepada Ku Piauw dan
Sam Lok, karena aku merasa pasti bahwa mereka ada diantara
rombongan Piauw itu"
"Tetapi para pembesar mana mau tahu niat yang dikandung oleh
saudara. Bila saja saudara jalan bersama kami, saudara tentunya
akan dimasukkan sebagai golongan kami yaitu golongan buronan."
Laliat-touw menasehati.
"Jangan karena urusan Siauw-tee ini membuat susah kepada
saudara!" timbrung Eng Sie Goan.
Walaupun telah dicegah sana sini, tapi Ouw Lun tetap berkeras
hendak ikut dalam rombongan Sie Goan, sambil kemudian berkata
"Bila saja kalian menolak penawaranku ini, ini berarti saudara
berdua sangat memandang rendah kepadaku."
Tapi Laliat-touw dan Eng Sie Goan terus saja menolak
penawaran tulus dari Ouw Lun itu, sedang orang yang disebut
belakangan itu tetap bersitegang urat hendak mengikut juga. Tibatiba Laliat-touw lantas menotok jalan darah "Pie Cin Hiat"-nya Ouw
Lun, lalu ia tambahkan dengan menjotos perlahan. Serangan itu
dilakukan cepat sekali, sehingga Ouw Lun yang memangnya tidak
bersiaga jadi lemas dan jatuh, kemudian tak dapat bergerak lagi.
Kemudian Laliat-touw berkata sambil mengucapkan maafnya:
"Saudara Ouw, Pin-too terpaksa mengambil jalan ini, dengan
mengandalkan tenaga dalammu, saudara akan terlepas dari
pengaruh totokan ini setengah jam kemudian. Pada saat itu kami
telah pergi jauh, nah sampai bertemu lagi !" Setelah berkata
demikian, ia lantas berlalu sambil diikuti oleh Eng Sie Goan. Ouw
Lun dengan membesarkan matanya terus melihat kepergian kedua
orang itu, sesaat kemudian lenyap dari pandangan matanya.
**** Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
75 (III) Di jalan antara Kam Siok dan Ceng Hai tertampak serombongan
kereta kuda. Rombongan kereta kuda itu semuanya berjumlah dua
belas buah. Di setiap kereta ditancapi sebuah bendera yang
berbunyi: "Eng Seng Yung
Piauw". Serombongan kereta
kuda itu berangkat dipertengahan bulan sepuluh. Mereka telah
melakukan perjalanan selama
sebulan, telah melewati propinsipropinsi Siang (Ho Pak), Pu (Sansee), Shan (Shan- see), Kam (Kam
Siok), mereka kira-kira telah
melintasi seribu lima ratus lie
lebih, kala itu mereka telah mulai
Di jalan antara Kam Siok dan Ceng Hai tertampak serombongan kereta
memasuki perbatasan Ceng Hai
kuda, yang tak laim daripada rombongan Eng Seng Piauw Kie.
(Koko Nor). Ketika mereka
datang, adalah di musim panas. Tetapi kini, sepanjang jalan telah
ditutupi oleh selaput putih yang amat dingin hawanya, sehingga
menusuk ketulang sumsum.
Kala itu adalah apa yang disebut di Ceng Hai "Cap It Goat, Po Kui
Cek" atau "Bulan sebelas, kulit pohon pada merekah". Begitu kuda
jalan diatas gundukan salju itu, pasti akan meninggalkan bekas.
Sehingga orang dulu pernah membuat syair "Diatas salju
memperhatikan bekas (jejak-jejak kuda).
Perjalanan rombongan kereta itu selalu diiringi dengan suara
yang gegap gempita. Mereka telah melintasi lembah ngarai, jalanjalan yang sukar ditempuh. Satu waktu roda kereta melesak
kedalam tumpukan salju, sehingga mau atau tidak orang yang dulu
diatas kuda harus turun dari kudanya untuk menolong kudanya.
Dari hidung kuda tak hentinya mengeluarkan selaput asap.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
76 Sedangkan napas orang itu dengan segera membeku, dapat
dibayangkan, betapa dinginnya waktu itu. Namun begitu mereka
tetap melakukan perjalanan dengan semangat yang menyala-nyala.
Setelah melakukan perjalanan lebih kurang setengah hari,
mereka telah berhasil melakukan perjalanan sejauh 2-30 lie.
Sedangkan pemimpin dari pengangkutan itu menjadi agak gelisah,
karena sebelum matahari terbenam mereka harus sudah sampai di
Peng Cieh Ci yang letaknya masih berjarak antara 30 lie jauhnya.
Sedangkan wakil ketua Wie Beng yang mengiringi dari belakang, ia
bukan saja mencambuki kuda, pembantu-pembantunya pun tak
luput ikut merasakan cambuknya juga. Ini semua disebabkan ia
hendak buru-buru sampai ke tempat yang dituju dan melewati
tempat yang berliku-liku dan terjal itu. Tukang-tukang kudapun
terus memaksa kudanya supaya berlari terlebih cepat pula.
Sedangkan Piauw-touw (Pembantu-pembantu dari perusahaan itu)
terus saja berterik-teriak.
Perjalanan Eng Seng Piauw-kie ini dibantu oleh segenap
pengawal selam pemimpin dan wakilnya, dibelakangnya masih
mengiringi Ang Hoat, Thio Pa, Tang Eng Ho, Ciak Kim Tong dan 8
Piauw-touw lainnya. Disamping itupun turut mengiringi ketiga
saudara keluarga Lok, ditambah pula dengan orang-orang yang
diutus oleh Kie Pak Nian, yaitu empat orang bayangkari yang
berkepandaian tinggi : Tiauw Tak Nian, Tan Hui, Lui Jut Hai, Tio
Tck Seng. Setelah melakukan pula perjalanan setengah hari, maka
tibalah rombongan orang, kereta kuda ini ketempat yang dituju,
ialah Peng Cieh Ci. Pada saat itu orang beserta binatang tunggangan
semuanya telah merasa lelah. Tetapi tiba-tiba semangat mereka jadi
berbangkit kembali, mereka lalu membagi-bagi tugas. Ada yang
mendorong kereta, ada yang memberi makan kuda, ada pula yang
membuat api unggun. Sedang Tan Cie Yuan lantas memberi
perintah, bahwa pembantu-pembantunya dilarang makan dirumah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
77 makan atau menginap dihotel. Maka mereka terpaksa duduk
didekat kumpulan kereta sambil membeberkan sebuah permadani
kemudian tidur diatasnya. Walaupun mereka mereka merasa
mengkal, tetapi mereka tidak berani banyak omong. Tak dapat
disangkal pula bahwa mereka sebenarnya ingin tidur diatas
pembaringan dengan ditutupi oleh selimut yang tebal dan diatas
kasur yang empuk.
Sedangkan keempat bayangkari sambil mengeluarkan jengekan
dari hidung, mereka terus pergi ke hotel.
Ketika sudah larut malam, sekonyong-konyong terdengar
derapan kuda, ada tujuh penunggang kuda yang sedang lari
mendatangi. Telinga Tan Cie Yuan ternyata sangat tajam, sambil
melompat bangun ia merasa Siauw-cu. Disamping itu para piauwtouw, tukang kuda dan lain-lainny telah bangun semua. Mereka
lantas mencabut senjatanya masing-masing.
Sedang Tan Cie Yen yang kala itu telah mengeluarkan Kim Liong
Jiauw-nya atau Kuku ular naga emas-nya, Sim Wie Beng telah
mencabut Poan Koan Pit-nya, Ang Hoat telah menggenggam sebelah
golok besar atau loa-to dan Ku Piauw telah mengeluarkan Thiat
Lian. Siem Wie Beng lantas membentak, serombongan orang itu
segera mengelilingi kereta Piauw. Hanya Cie Yen saja dan Wie Beng
berdiri diluar lingkungan itu.
"Siapa kalian? Silahkan melaporkan. "Ban-jie"" Bentak Cie Yen.
Ketujuh penunggang kuda itu lantas menahan kuda itu,
kemudian salah seorang dari mereka yang rupanya menjadi
pemimpin dari rombongan itu menjawab: "Kami adalah pedagang,
karena tidak ada penunjuk jalan, kami jadi salah jalan. Karenanya
kami terus melakukan perjalanan malam buta ini!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
78 Setelah berkata demikian, ketujuh penunggang kuda itu lewat
didepan Cie Yen, tetapi mereka tidak memandang kepada kereta
angkutan itu. Bebokongnya ketujuh penunggang kuda itu masingterdapat sebuah buntalan besar. Mereka semuanya memakai
pakaian yang tebal yang terbuat dari bulu onta. Diantaranya salah
seorang lantas bertanya kepada kawannya : "Jie-ko, apa yang
dimaksud dengan "Ban-jie ?"
"Mana aku tahu." Jawab yang ditanya.
"Mungkin ini bahasa rahasia dari kalangan Sungai telaga!"
tanyanya pula.
Sambil menekan suaranya, orang yang ditanya lantas menjawab:
"Aku kira mereka adalah dari golongan orang baik-baik, kita
tidak usah melayani mereka."
Sedangkan pada kala itu orang yang menjadi pemimpin
rombongan sambil membusungkan dadanya berkata:


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku kalau boleh bertanya, mengapa saudara tidak menginap
dihotel ?" katanya. "Malah sebaliknya tidur di udara terbuka dan
hawa sedingin ini ?"
Tan Cie Yen hanya mengeluarkan suara dari hidung, tapi ia tidak
menjawab pertanyaan itu. Sedangkan Wie Beng sambil mengangkat
Poan Koan Pit-nya menjawab : "Apa maksud kalian bertanya
demikian ?"
Sedangkan para pembantu dari Eng Seng Piauw-kie dengan
serentak mengeluarkan geraman. Kejadian ini membikin
terperanjat ketujuh orang itu, maka sambil mengapit perut kuda,
mereka lantas larikan kudanya dan menuju ke tempat penginapan.
Setelah masuk kedalam mereka tutup pintu rapat-rapat.
Sesaat kemudian pintu rumah penginapan itu dibuka kembali,
tampak seorang Tiam Siauw-ji (jongos) membawa kuda ketujuh
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
79 orang itu ke belakang rumah penginapan. Kemudian pintu ditutup
kembali, sedangkan lampu diatas loteng dipadamkan, rupanya
ketujuh orang itu telah masuk tidur.
Wie Beng yang melihat tidak terjadi sesuatu apa, ia lantas
membubarkan rombongannya, sedangkan Tan Cie Yen yang begitu
menampak wajah pemimpin rombongan itu, entah mengapa
hatinya menjadi risau. Sedangkan Wie Beng setelah menjaga
sebentar, ia lantas merebahkan diri dan tidur
Hanya Tan Cie Yen yang tidak dapat tidur, ia terus berpikir, kali
ini ia pergi ke See Cong (Tibet) masih harus menempuh berjalan
ribuan lie, juga masih harus melintasi beberapa banyak lembah
ngarai dan jalanan yang berliku-liku serta susah ditempuh. Dan
yang paling ia takuti ialah sekarang musim dingin dan makin jauh
ia maju kemuka, makin banyaklah jalan yang kecil yang berliku-liku
seperti usus kambing. Walaupun ia dibantu oleh banyak jagoan,
tetapi bila bertemu musuh dijalan demikian itu, orang-orang itu
takkan ada gunanya. Namun kemudian terpikir olehnya, bahwa
dibarat daya jalanan itu terdapat sebuah dataran rendah, maka
hatinya jadi agak tenteram. Sehingga akhirnya ia tertidur.
Pada keesokan harinya, ketika semuanya telah terjaga dari
tidurnya dan sarapan, ketika hendak berangkat Wie Beng lantas
bertanya : "Kenapa tuan-tuan bayangkari sampai pada saat ini
masih belum juga bangun?"
Ang Hoat lantas menyambungi: "Bila dilihat tingkat-lakunya, aku
jadi muak melihatnya!"
Tan Cie Yen yang melihat diantara mereka rupanya agak
mendongkol dengan sepak-terjang bayangkari yang dikirim oleh
Kie Pek Nian itu, maka ia lantas berkata: "Aku harap saudarasaudara jangan ribut. Ku Sie-ko, lekas kau bangunkan mereka!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
80 Mendengar ini, Ku Piauw mengiakan dan menuju ke hotel.
Sesaat kemudian Ku Piauw telah balik kembali sambil berteriak :
"Celaka, keempat bayangkari itu telah kena dianiaya. Lekas
kemari!"
Mendengar ini umum menjadi sangat terperanjat, dengan
berbondong-bondong mereka lantas pergi melihat. Tapi telah
keburu dibentak oleh Tan Cie Yen: "Tunggu dulu, Siem Jie-ko, kau
dengan beberapa saudara harap menunggui kereta Piauw. Sedang
saudara dari keluarga Lok mari ikut aku!"
Demikianlah, keempat orang itu lantas memasuki rumah
penginapan itu. Ketika sampai dikamar Tiauw Tak Nian cs, mereka
rata-rata mengeluarkan perkataan: "Ampun !"
Ternyata diatas tiang penglari digantung Tiauw Tat Nian,
dengan sepasang tangan dan sepasang kakinya diikat menjadi satu.
Kedua telinganya telah dipotong, sehingga mengucurkan darah
segar. Sedangkan ditanah tampak Tan Hui dan Lu Jut Hai. Yang
seorang patah bahu kirinya dan yang seorang lagi patah paha
kanannya. Hanya Tio Tek Seng yang tidak tampak disitu. Melihat ini
Tan Cie Yen lantas berteriak : "Periksa! Periksa seluruh hotel ini."
Sedangkan Lok Kang bermata tajam, tiba-tiba ia melihat diatas
tanah tampak sebuah barang, ia lantas menciumnya, kemudian
baru diserahkan kepada Tan Cie Yen seraya berkata : "Ini adalah
bumbung dari Beng-siang. Rupanya kawanan penjahat ini
menggunakan Beng-siang ini untuk membikin keempat bayangkari
ini menjadi lupa diri. Setelah itu mereka baru masuk kedalam dan
menurunkan tangan jahat. (Beng-siang = adalah semacam hio yang
bila orang mencium bau (asap)nya, orang itu akan lupa diri untuk
sementara waktu.)
Lok Hai lantas menyambungi: "Aku kira ini semua perbuatan
ketujuh orang yang tadi malam !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
81 Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya Tan Cie Yen lantas
berkata: "Betul, mari kita mencari Tio Tek Seng."
Demikianlah Tan Cie Yen berempat lantas memisahkan diri
untuk memeriksa keadaan sekitar rumah penginapan itu. Sehingga
menjadi pertanyaan orang yang tinggal disitu ? apa lagi yang
bernyali kecil ? pada ketakutan, sedang orang yang bernyali agak
besar lantas keluar kamarnya untuk menanyakan kepada orangorang yang sedang diributkan?
Sebagaimana telah diterangkan dibagian atas cerita ini, perangai
ketiga saudara Lok yang cepat marah dan sembrono tindakannya.
Maka kini ketika sedang memeriksa keadaan disekitarnya itu, bila
bersua dengan orang yang dicurigakan mereka lantas memukul.
Dan akhirnya Lok Hai yang rupanya belum puas dengan keadaan,
ia lantas memanggil jongos beserta pengusaha rumah penginapan
itu. Sampai akhirnya ia belum juga bisa mendapatkan keterangan
yang memuaskan, ia lantas memukul kedua orang itu, sehingga
orang-orang yang disebut belakangan menjadi mati seketika.
Begitu sampai mereka lantas menampak diistal kuda tertancap
sebuah golok yang menjadi genggaman Tio Tek Seng, gedangkan
ujung golok itu tertancap secarik kertas putih, diatasnya tertulis:
"Langit nan biru, ditegalan luas, dibawa oleh siliran angin sang
rumput bersua dengan binatang ternak."
Tulisan itu tak berujung pangkal, tapi surat itu ditulis demikian
indahnya, bila dibandingkan dengan tulisan seorang Siu-cay masih
menang beberapa ratus kali.
Tan Cie Yen menjadi berpandangan dengan ketiga saudara Lok
itu. Sesaat kemudian Ci Yen baru membuka mulut: "Mari kita
periksa lagi !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
82 Demikianlah keempat orang itu memeriksa lagi keadaan
disekeliling tempat itu, tetapi tetap tidak dapat menemui jejak
ketujuh orang itu. Maka keempat orang itu terpaksa balik kedalam,
menolongi Tiauw Tat Nian, kemudian merebahkannya diatas
kereta, membalut lukanya, sesaat kemudian Tiauw Tiat Nian perlahan-lahan baru sadarkan diri, kemudian berteriak : "Lekas bunuh
aku!"
Melihat keadaan ini, Tan Cie Yen jadi berpikir keras sambil
memegang Toa-to dan secarik kertas surat itu. Eng Seng Piauw-kie
kali ini betul-betul jatuh ditangan lawan, semua orang jadi
mendongkol dan malu sekali.
"Kita bukan saja telah kehilangan keempat pembantu yang boleh
diandalkan, malah kini makin memberatkan kereta untuk
mengangkut ketiga orang yang terluka itu. Nanti bila sampai di Seeleng, Hong Goan dan Tu Lan, keadaan disana bertambah sukar lagi.
Bagaimana baiknya ?" Kata Siem Wie Beng kemudian.
Sedangkan Tan Cie Yen yang kala itu masih tetap berpikir lantas
menjawab : "Apakah kita tidak menempuh perjalanan barat-daya
yang berdataran rendah?"
Siem Wie Beng bagaikan orang yang baru tersadar dari
mimpinya dan lantas berkata : "Sungguh tepat perkataan Toa-ko
itu!"
"Langit nan biru, ditegalan luas, dibawa oleh siliran angin sang
rumput bersua dengan binatang ternak. Kita orang-orang muda
yang perkasa, melarikan kuda bak terbang diatas rumput. Dipadang
rumput memandang matahari terbit, adalah suatu hal yang indah."
"Wahai para penggembala ternak, hendaknya engkaulah yang
menjadi pelopor !"
Mendengar lagu ini, Tan Cie Yen tiba-tiba tersadar, ia lantas
mengibaskan tangannya, kemudian berteriak:
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
83 "Kita kembali, lekas jalan menuju lurus kejalan pegunungan !"
Mendengar ini orang banyak jadi agak terperanjat. Tetapi
melihat Tan Cie Yen berlaku demikian serius, maka terpaksa
mereka menuruti perintah.
Ternyata Tan Cie Yen menduga bahwa Tio Tek Seng pasti telah
kena ditawan oleh, ketujuh saudagar "misterius" itu, tetapi mereka
entah dimana ? Kemudian terpikir olehnya bahwa ketujuh orang itu
tentu mempunyai kepandaian yang tinggi. Disamping itu ia teringat
akan tulisan "Langit nan biru dan ditegalan yang luas" yang
bersamaan dengan lagu rakyat gembala. Mungkin pula huruf yang
tidak ditulis itu berbunyi demikian : "Kami menunggu kalian
dipadang rumput."
Maka ia lantas mengambil kesimpulan, bahwa ketujuh orang itu
sengaja menawan Tio Tek Seng untuk digunakan sebagai umpan,
supaya memancing dirinya untuk mengejar mereka. Sedangkan
mereka bermaksud turun tangan dipadang rumput. Karena pikiran
itulah ia jadi mendadak merubah haluan.
Rombongan Piauw itu kembali menginjakan kakinya dalam jalan
yang sukar ditempuh, tetapi mereka tidak menghiraukan semuanya
itu. Disepanjang jalan yang tampak hanyalah gunung, lembah, kali
es dan salju, tidak ada lainnya.
Sejak mereka meninggalkan Hong Tiong terus memasuki Hala
Poto, kemudian sampai di daerah Pat Wak Khek La San yang
bernama Jit Goat San atau Gunung mentari rembulan, ini
sebetulnya adalah sebuah bukit kecil yang sambung-menyambung,
tempat ini adalah satu jalan penting untuk menuju ke propinsi Koko
Nor sebelah barat, juga suatu tempat yang paling berbahaya.
Rombongan Tan Cie Yen ketika sampai ditempat ini mereka
menampak jalan-jalan yang terdapat disitu seperti usus kambing
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
84 dan kecil. Walau mereka telah mencari kesana-kemari, tetapi belum
juga mendapat suatu jalan yang agak bagus.
Maka terpaksa Tan Cie Yen meminta kepada Ku Piauw untuk
mengepalai sepuluh orang pembantu menjadi pelopor dan pembuka
jalan. Hutan alang-alang ini tidak begitu luas, setelah berjalan se jam
lebih, tiba-tiba didepan rombongan Piauw itu terbentang sebuah
Kok (lembah). Sebelah timur, barat dan utara dari lembah itu
semuanya dihalangi oleh batu-batu cadas yang menjulang tinggi
dan tegak lurus. Sehingga jalan untuk maju kemuka seakan-akan
tiada lagi.
Melihat keadaan demikian wajah Tan Cie Yen jadi berubah ia
lantas memerintah pembantunya untuk mencari jalan tetapi ia
lantas mengetahui, hasilnya tetap nihil. Selain batu-batu yang tegak
lurus, disitu juga terdapat batu-batu yang agak miring, bila orang
dengan dibantu oleh tambang, mungkin bisa mencapai keatasnya.
Tetapi kini adalah kereta dan kuda-kuda yang walaupun bagaimana
tidak akan bisa dikerek ke atas.
Tan Cie Yen kemudian kembali memerintah Ang Hoat, Ku Piauw
dkk., dan mereka sudah lantas mencari jalan, disamping itu ia
memerintah pembantu-pembantunya untuk mengaso disitu.
Setengah jam kemudian Ang Hoat, Ku Piauw telah kembali,
begitu kembali merekamlantas melaporkan : "Semua buntuk, tidak
ada jalan kemuka!"
Mendengar ini, Tan Cie Yen lantas memerintah supaya barisan
belakang jadi barisan muka, begitu sebaliknya untuk mengambil
jalan semula balik kembali. Baru saja rombongan itu berjalan tiga
tindak, tiba-tiba diantara rumput yang lebat keluar serombongan
penunggang kuda, yang menjadi pemimpinnya lantas membentak:
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
85 "Eng Seng Piauw-kie, lekas tinggalkan kedua belas kereta barang
itu, niscaya kami akan mengampuni jiwa kamu !"
Tan Cie Yen dkk menjadi sangat terperanjat sekali, ketika ia
menegaskan, penunggang kuda itu semuanya berjumlah 7 orang,
orang-orang itu ternyata tak lain tak bukan adalah saudagarsaudagar misterius yang sedang mereka cari.
Cepat-cepat Wie Beng dan Cie Yen memerintahkan supaya
rombongannya berhenti, kemudian melindungi kereta barang itu di
tengah. Dalam pada itu tiba-tiba terdengar dibelakang rombongan
mereka kembali terdengar ringkikan kuda yang panjang sekali,
ketika Cie Yen berpaling, diatas tebing yang tinggi terdapat tiga
orang, yang dua berpakaian merah sedang yang seorang lagi
berpakaian hijau. Mereka seperti burung elang yang hendak
menerkam mangsanya, melompat dari tebing yang letaknya antara
3-40 meter dari permukaan bumi. Dengan melihat kepandaian ini
saja orang telah dapat tahu, bahwa kepandaian silat mereka tidak
boleh dipandang ringan. Bukan hanya Cie Yen dkk saja yang
terperanjat, sedang ketujuh orang saudagar itu juga menunjukkan
roman heran.
Cie Yen telah lama berkelana didalam kalangan Kang-ouw. Ia
telah banyak memakan asam garam dari kalangan itu. Ia
mengetahui bahwa kali ini ia bertemu dengan orang-orang gagah
dari dua pihak. Maka ia tidak menyangsikan pula bahwa sebentar
pasti akan terjadi suatu pertempuran yang dahsyat. Maka ia lantas
memerintah membagi dua barisannya. Siem Wie Beng memimpin
bahagian depan yang untuk menghadapi ketujuh saudagar dan ia
hendak menghadang musuh datang belakangan. Sedang Wie Beng
lantas memilih Cian Jut Piauw, Thio Pa, Tang Eng Ho, Ciak Kim
Tong, Ku Piauw, Ang Hoat untuk menghadapi bagian depan. Maka
ia segera membentak:
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
86 "Siapa nama kalian yang mulia ? Dimana pasanggerahan kamu?
Kami dari Eng Seng Piauw-kie selamanya belum pernah
mengunjungi pesanggerahan. Harap dimaafkan !" Sehabis berkata
demikian ia lantas mengangkat Poan Koan Pit-nya, sedang
dibelakangnya 5-60 orang pembantu lantas berteriak "Eng Seng
Yung Piauw !"
Pemimpin dari "saudagar" itu sambil tertawa besar menjawab :
"Cun-kah (saudara yang terhormat) pasti adalah Sin Tan Poan Koan
Siem Wie Beng, Seng Ho-cong-piauw-tauw (wakil pemimpin dari
perusahaan Piauw). Tolong saudara memperkenalkan kami kepada
saudara-saudara yang lainnya !"
Pada saat itu Ku Piauw telah berkata dengan keras : "Cay-hee
selamanya tidak pernah merubah she atau nama, yaitu Kim Po Cu
Ku Piauw"
Setelah itu Ang Hoat dkk juga memperkenalkan dirinya.
Mendengar nama-nama itu, si-saudagar jadi tertawa berkakahan :
"Delapan Piauw-touw semuanya berada disini, kami sungguh
beruntung. Cay-hee berenam semuanya she-Yam, sudah sepuluh
tahun lamanya kami berdiam didaerah Kwan-see. Kali ini karena


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

iseng kami jadi datang kemari. Disamping itu ada seorang teman
kami yang ikut berpesiar dengan kami, yaitu Thiat Kiok Hweeshio
Yu To Tay-su. Tidak sangka disini kami bisa bertemu dengan
rombongan kalian!"
"Jangan kau ngaco !" bentak Ang Hoat yang sudah tidak dapat
mengendalikan sabarnya.
Sedang hati Wie Beng jadi tergetar, Kwan-see Liok An semuanya
telah berkumpul disini. Bila dilihat keadaannya, pertempuran sengit
pasti takkan dapat dihindari pula. Tetapi yang aneh ialah paderi
(Hweeshio) dari Mongolia itu mengapa bisa bersatu dengan
mereka? Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
87 Pada saat itu terdengar Ku Piauw membentak: "Kamu Kwan-see
Liok-cat (enam penjahat dari Kwan-see) rupanya belum cukup
membikin gaduh didaerah itu, kini malah berani datang kemari.
Kebetulan kami memang hendak menangkap kamu untuk
kemudian diserahkan kepada yang berwajib."
Mendengar itu Siang Kiam Siu-cay Yam-kee Lien sambil tertawa
berkata : "Disini kaldenya gemuk-gemuk, bila kami tidak mencari
kemari, kami harus mencari dimana ? Haaa Ha! Ingatkah kamu
tentang secarik kertas itu, sehingga tidak salah dugaan kami bahwa
kamu sekalian bisa sampai disini!"
"Apakah perkataan Langit nan biru dan di tegalan luas.
Engkau yang tulis ?" bentak Ku Piauw dengan gusarnya.
"Betul, apakah Ku-toako hendak memberi pengajaran ?"
Mendengar itu Ku Piauw jadi marah, kemudian ia majukan Thiat
Lian-nya, bertepatan dengan itu terdengar hentakkan Siem Wie
Beng: "Yang mana Thiat Kiok Tay-su?" Diantara ketujuh orang itu
telah melompat keluar seorang yang tinggi-gemuk. Ketika ia
membuka topinya, maka tampaklah sebuah kepala botak yang
mengkilap. Sambil tertawa dingin ia berkata: "Mau apa engkau
mencariku ?" Orang-orang itu ternyata adalah paderi yang tempo
hari bertemu dengan Laliat-touw di Hong Tiong, yang
memperkenalkan dirinya sebagai Cang Hweeshio !
"Engkau rupanya juga hendak mengambil bagian dalam
penghadangan ini ?" Tanya Wie Beng sambil tertawa dingin.
"Siapa yang kesudian mengantarkan kamu sampai di Tibet ?"
Ejek Yu To Hweeshio.
Sebelum habis ia mengucapkan perkataannya itu, tiba-tiba dari
belakang Wie Beng melompat seseorang yang tak lain tak bukan
adalah Tiauw Tat Nian, yang begitu muncul lantas membentak:
"Kita tidak usah mengadu lidah dengan mereka, baik kita
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
88 membereskan saja." Setelah berkata demikian ia lantas memajukan
Ang Yauw Ciang-nya, ditusukkan ke ulu hati lawan. Dengan
mengeluarkan perkataan "Bagus!", Yu To Hweeshio melompat
kesisi. Tiauw Tat Nian karena hendak membalaskan dendam
kawannya, ia lantas majukan senjatanya dan Yu To kembali
melompat ke pinggir. Sedang Tiauw Tat Nian yang melihat Yu To
kala itu tidak bersenjata, ia jadi makin bersemangat, Ang Yauwciangnya dimainkan demikian rupa sehingga merupakan suatu
bunga. Setiap serangan ditujukan ketempat yang mematikan.
Melihat ini Yu To lantas tertawa dingin, dengan gerakan yang lincah
bagaikan seekor kera, Yu To terus melompat kesana-kemari.
Demikianlah keadaan itu berjalan terus sampai 7 atau 8 jurus
lamanya. Tiba-tiba dari belakang Wie Beng kembali lompat seorang
yang begitu muncul terus membentak : "Jangan kasi bangsat kepala
gundul itu kabur!"
Orang itu tak lain tak bukan adalah Tan Hui. Tangan kirinya
tampak dilibatkan dengan sehelai kain yang digantung didepan
dadanya, sedang tangan kanannya menggenggam sebilah Tan-to
atau golok tunggal, ia menghadang jaian larinya Yu To Hoo-siang
(Hweeshio).
Dengan demikian Yu To Hoo-siang jadi bertambah seorang
lawan, namun Yu To tidak jadi gentar karenanya. Begitulah sekejap
saja pertempuran telah lewat lima sampai enam jurus. Yu To
ternyata adalah seorang yang agak istimewa, setiap berjurit dengan
orang ia tidak membawa senjata, ia hanya mengandalkan sepasang
tangan dan sepasang kakinya. Kedua tangannya selalu
menggunakan "Liu Sah Ciang". Setiap orang yang kena pukulannya
itu bila bukan hancur hatinya pasti akan patah tulang, maka dapat
dibayangkan betapa hebatnya ilmu itu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
89 Sedang sepatu yang dipakai olehnyapun istimewa, sepatu itu
bukannya dibuat dari kulit ataupun ataupun rumput tetapi dari sari
baja yang berujung runcing dan sangat tajam. Disampmg itu ia
pulasi dengan racun "Ya Uy To " yang amat dahsyat bisanya, dalam
tempo sepuluh jam saja orang yang kena racun itu pasti akan mati
keracunan.
Dengan mengandalkan sepasang kakinya inilah Yu To jadi
termashyur didalam Mongolia maupun diluar daerah itu, sehingga
kemudian orang-orang memberikannya julukan Thiat Kiok Hoosiang atau si-paderi yang berkaki besi.
Tak lama kemudian Yu To lantas berseru, ia tidak lagi main kelit,
tetapi berdiri tegak sambil memasang matanya. Begitu senjata
Tiauw Tat Nian hampir mengenai tubuhnya Yu To lantas melompat
keatas, dari atas udara itulah ia lantas menggerakkan kaki kirinya
dan diarahkan kemuka Tiauw Tat Nian. Mendapat serangan itu, Tat
Nian mau atau tidak jadi melompat kebelakang. Tidak sangka Yu To
bisa berlaku lebih cepat pula, karena pada saat itu ia menggunakan
gerakan berantai, maka ketika ia menyerang untuk kedua kalinya,
Tat Nian tidak keburu mengegoskan dirinya pula. Sepadan Yu To
itu tetap mengenai bahu kanan si-orang she Tiauw. Kemudian
tampak daging dari bahu Tat Nian telah keluar. Darah segar segera
membasahi tubuh sang korban yang malang itu sambil dibarengi
dengan teriakannya yang amat memilukan dan jatuh ketanah.
Melihat ini Tan Hui menjadi gusar, goloknya disabetkan ke
kepala Yu To, sedang saat itn Yu To telah membentak : "Pergi !"
Setelah berkata demikian badannya lantas menerjang Tan Hui,
tangan kirinya menyambuti golok sedang tangan kanannya
diarahkan ke bahu Tan Hui. Dan kakinya ikut bergerak dengan gaya
"Yen Yang Leng" diarahkan ke ulu hati lawan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
90 Sebetulnya kepandaian Tan Hui berada diatas Tiauw Tat Nian,
tetapi karena tangan kanannya telah patah, maka ia hanya bisa
membungkukkan diri dan kemudian melompat ke belakang. Tapi
daya upayanya itu ternyata tidak berhasil, karena ia hanya bisa
menghindari sepakan lawan, namun bahunya telah kena
dicengkeram lawan, sehingga terdengar "keretek" dan patahlah
tulangnya, kemudian tak ampun lagi dia jatuh ketanah.
Orang-orang dari Piauw-kie itu sebenarnya memang telah pada
muak melihat tingkah laku para bayangkari itu, maka kini ketika
melihat keadaan itu, mereka tetap berpeluk tangan.
Sedang Yu To Hweeshio setelah memandang keempat penjuru,
lantas berteriak: "Siapa lagi, ayo maju!"
Mendengar ini Siem Wie Beng lantas melompat maju, kemudian
sambil mengangkat Poan Koan Pit-nya berkata: "Thiat Kiok Hoosiang, jangan sombong!" Sehabis berkata demikian sambil
menggunakan gaya "Pek Lu Heng Kang" atau "Halimun melintasi
sungai", ia lantas menyerang kepinggang Yu To.
"Siem Wie Beng, aku hendak menjumpai dulu Siauw Bian Hud.
Sebentar baru aku melayanimu!" Kata Yu To dengan tiba-tiba.
Setelah berkata demikian ia lantas menerjang ke barisan
belakang dengan langkah yang cepat sekali.
Ketika orang banyak berpaling, maka tampaklah oleh mereka
bahwa Tan Cie Yen, Lok-see Sam-heng atau tiga saudara Lok sedang
bertempur melawan 2 orang Lhama beserta seorang pemuda See
Cong. Dengan seorang diri Cie Yen melawan Ang Ie Lhama, sedang
Sam-lok melawan dua musuh !
Kwan-see Liok An memang sedang menduga-duga siapa
sebenarnya ketiga orang itu, namun tiba-tiba mereka mendengar
Yu To mengatakan ia hendak menjumpai Siauw Bian Hud, dengan
tanpa terasa untuk sementara rombongan Piauw-kie jadi berkawan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
91 dengan rombongan Kwan-see Liok An. Pada kala itu Yam-kee Liong
telah berkata : "Saudara-saudaraku sekalian baik berdiam dulu
disini, An akan pergi melihat-lihat kesana."
Setelah berkata demikian ia lantas mencabut golok besarnya, lalu
sambil membentak ia menerjang maju, sedang seorangpun tak ada
yang berani menghadangnya.
"Saudara-saudara, mari kita menggempur!" demikian terdengar
Yam-kee Hong berteriak. Setelah berteriak demikian, ia lantas
menyerang diri Siem Wie Beng. Sedangka Wie Beng, Ang Hoat dan
kawan-kawan ketiga melihat lawannya telah pergi 2 orang, yang
paling kosen lagi, tanpa terasa mereka jadi gembira. Maka ia lantas
berteriak, dengan demikian ketujuh Piauw-touw dengan ditambah
5-60 pembantunya terus mengurung kelima saudara Yam-kee itu.
Dengan seorang diri Siem Wie Beng melayani Yam-kee Hong,
keadaan mereka ternyata berimbang. Sedang Ku Piauw
memperoleh keuntungan, karena ia melayani Yam-kee Kouw yang
kepandaiannya paling rendah diantara keenam jagoan dari Kwansee itu. Ang Hoat melawan Siang Kiam Siucay Yam-Lien, Cian Jut
Piauw, Thio Pa berdua melawan Yam-kee Houw, Tang Eng Hoo dan
Ciak Kim Tong melawan Yam-kee Pouw. Demikian pertempuran
berjalan dengan serunya.
Sekarang mari kita menilik kepada Lhama jubah merah yang
menggunakan senjata Tay Kim Can. Orang itu ternyata orang yang
sedang dicari oleh Laliat-touw dari kota Hong Tiong, yang tak lain
tak bukan ialah Lhama besar dari pemimpin agama merah yang
bernama Canba Khan. Sedang Lhama satunya lagi bernama Buluntouw, ia memakai sebuah senjata yang diberi nama "Cin Kui Su",
senjata ini berasal dari sari besi yang dibuat di Ban-san di See Cong.
Senjata ini disambung oleh gelang, panjangnya lebih kurang
semeter. Gunanya untuk mendaki gunung, juga bisa dipakai untuk
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
92 menangkap orang. Senjata ini juga dapat dipergunakan sebagai
Tianpian atau cambuk panjang.
Sedangkan pemuda bangsa Tibet itu bernama Lu-sie Pa, ia
menggunakan sebuah pedang panjang, berlainan dengan Tay Kim
Can-nya Cangba Khan. Mengenai sepak terjang mereka bertiga akan
kami tuturkan kemudian.
Adapun Kim Liong Sin Jiauw Tan Cie Yen yang melawan
pemimpin agama merah dari Tibet itu, ia tidak berani berlaku ayal.
Senjatanya dimainkan demikian rupa, sehingga ia masih berimbang
melawan Cangba Khan yang menggenggam Tay Kim Can yang
beratnya lebih dari 300 kati itu. Demikianlah kedua orang itu terus
berjurit, sehingga setelah lewat dua puluh jurus lebih, masih juga
belum diketahui siapa yang akan unggul dan siapa yang bakal kalah.
Dilain pihak Bulun-touw dan La-sie Pa yang melawan tiga
musuh, mereka tetap bersemangat, sehingga membuat ketiga
lawannya jadi tak berdaya untuk menjatuhkannya.
Walaupun Sam-Lok semuanya adalah jago-jago dari kalangan
Lioklim, tapi Lok Ho telah patah bahu kirinya, sehingga ia hanya
bisa menggunakan sebuah kapak. Sedangkan Lok Kang telah kena
dibabat kelima jarinya, jadi iapun hanya bisa menggunakan sebilah
kapak. Sehingga dari ketiga saudara ini, hanya bisa menggunakan
empat kapak untuk menyerang lawan. Setelah lewat 10-20 jurus,
mereka bermandi keringat dan napas merekapun telah seninkemis.
Wajah Bulun-touw amat mirip dengan roman Laliat-touw. Tapi
sebaliknya dengan La-sie Pa, ia adalah seorang pemuda yang
tampan. Bila dilihat dari rupanya, ia tidak persis bila dikatakan
sebagai pemuda bangsa Tibet, lebih sesuai bila dikatakan sebagai
pemuda Han (Tionghoa).
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
93 Tadinya ketiga saudara Lok mengira bahwa Bulun-touw itu
adalah musuh mereka, Laliat-touw. Maka dengan tidak
memperdulikan suatu apa, mereka lantas menerjang Bulun-touw.
Tidak sangka, begitu turun tangan Bulun-touw mengeluarkan
sebuah Ta Thiat Su, gerakannya ganas serta hebat sekali. Dan bila
dibandingkan dengan gerakan dari partai Thian Ouw sangat
berlainan, maka dalam hati ketiga suadara Lok itu jadi bertanyatanya dan curiga. Kemudian La-sie Pa dengan menggengam sebilah
pedang panjang membantui Bulun-touw, ia yang begitu turun
tangan lantas mengeluarkan ilmu yang digunakan Laliat-touw,
yaitu salah satu dari gerakan "Nu Kang Cap Pe Co" yang bernama
"Heng Kok Hui Eng" atau "Burung belibis melintasi lembah",
gerakan ini adalah gerakan Laliat-touw ketika melawan ketiga
saudara Lok di Sam-kee Tiam. Mereka jadi mengetahui bahwa
betapa lihaynya tipu ini. Maka hati ketiga saudara Lok itu jadi
bertambah heran. Lhama itu terang adalah Laliat-touw, tapi ia
mengapa mendadak menggunakan Ta Thiat Su ? Sedangkan
pemuda itu mengapa bisa mengeluarkan ilmu yang digunakan
Laliat-touw dulu ?
Walaupun mereka telah berpikir bolak-balik, tapi mereka tetap
menemui jalan buntu. Maka akhirnya Lok Kang sambil mengangkat
kapaknya membentak : "Yang datang bukankah Laliat-touw Taysu?
Orang ini bukankah muridmu ?"
Bulun-touw yang tidak mengerti bahasa Tionghoa, dari
mulutnya hanya terdengar ia menggerutu, sedang serangannya
tidak menjadi ayal karenanya. Sampai akhirnya Sam Lok tidak
mempunyai ketika untuk mengajak "si gagu" berbicara.
Dalam pada itu pertempuran antara Tan Cie Yen dengan Cangba
Khan berjalan seru sekali, sebentar saja telah lewat 4-50 jurus. Tibatiba Cangba Khan memainkan Tay Kim Channya Shl de mimkian
rupa, sampai akhirnya ia menggunakan gaya "Kim Lun Tu Cieh"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
94 atau "Roda Emas Berputar" senjatanya dipukulkan kearah Tan Cie
Yen. Sedang Cie Yen sambil berkata : "Bagus !" lantas melompat ke
sisi. Dalam pada itu Kim Liong Jiauw atau cakar ular naga emasnya
ia arahkan ke "Tay Ie Hiat"-nya Cangba Khan, serangan itu
dilakukan dengan cepat sekali.
Cie Yen adalah seorang yang bergelar "Kim Liong Sin Jiauw",
dengan mengandalkan sepasang Kim Liong Jiauw entah ia telah
berhasil mengalahkan beberapa banyak jago dari kalangan Kangouw, sehingga akhirnya ia menjadi pemimpin perusahaan Piauw.
Kepandaian silatnyapun tak boleh dipandang ringan. Kim Liong
Jiauw yang dipergunakan panjangnya kira-kira 4 elo, dapat
dipergunakan sebagai pedang, dapat juga dipakai sebagai golok, pun
dapat dipergunakan sebagai alat penolak jalan darah.
Tapi kali ini ia berhadapan dengan Cangba Khan, seorang ketua
dari suatu agama, ia dengan mengandalkan pengalamanpengalamannya selama 3-40 tahun lebih melayani lawannya. Maka
ketika diserang oleh Kim Liong Jiauwnya Cie Yen, selalu dengan
mudahnya ia mengegoskan serangan tersebut. Melihat ini Cie Yen
lantas berkata : "Sungguh tidak percuma engkau diangkat sebagai
pemimpin dari Agama Merah" Setelah berkata demikian ia lantas
merubah posisi, kemudian menyerang pula. Akan tetapi
serangannya itu kembali dapat diegosi oleh Cangba Khan. Sampai
akhirnya kedua senjata itu melekat satu sama lain, sehingga posisi
mereka kini dengan sendirinya jadi berubah. Bila tadi mereka saling


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serang dan menyanggah. tapi kini lain, mereka saling tarik sambil
menggerakkan tenaga dalam mereka masing-masing. Mereka
seperti orang yang sedang adu menarik tambang, tiada seorang
yang berani berlaku sembrono untuk menarik pulang senjatanya.
Dengan mata yang dibesarkan mereka jadi saling pandang satu
sama lain.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
95 Dalam pada itu Kwan-see Ngo An yang sedang bertempur
melawan ketujuh Piauw-tauw beserta pembantunya, mereka
bertempur dengan dahsyatnya. Disamping itu, ketiga saudara Lok
juga sedang berada didalam saat-saat yang menentukan.
Sekonyong-konyong Lok Kang membentak : "Adikku, mari kita
menerjang sampai ketitik darah yang terakhir !"
Demikianlah mereka jadi bertempur mati-matian. Bertepatan
dengan itu, tiba-tiba dari luar medan pertempuran melompat
seorang Hoosiang yang bertubuh tinggi gemuk, yang begitu muncul
lantas berteriak : An datang !" Sambil membentak begitu kaki
tangannyapun turut bergerak, kakinya dengan menggunakan "Leng
Cu Lian Hoan" atau "Pikulan berantai", ia telah berhasil menyepak
Lok Kang, Lok Ho dan Lok Hai sampai keluar dari medan
pertempuran sejauh semeter lebih. Dengan mengeluarkan teriakan
keras, ketiga saudara Lok itu jatuh ketanah, sedang darah segar
segera mengucur, yang membuat salju yang terdapat ditanah jadi
berwarna merah.
Hweeshio tinggi itu ternyata adalah Yu To, ia mengira Buluntauw itu adalah Laliat-touw. Pembaca yang budiman, saudara tentu
merasa-heran bahwa Yu To bisa berbuat demikian. Ternyata Yu To
adalah seorang yang suka menang sendiri, dalam jangka waktu
sepuluh tahun lebih dia telah malang melintang di Mongolia, selama
itu ia belum pernah dikalahkan oleh lawan. Kali ini Kwan-see Liok
An mengundang dia untuk menghadang rombongan Piauw, pada
mulanya ia tidak mau, tapi setelah dibohongi oleh keenam jago
Kwan-see itu, yang mengatakan bahwa Laliat-touw juga sedang
bersiap-sedia untuk menghadang rombongan Eng Seng Piauw-kie.
Untuk menghadapi orang-orang dari rombongan Piauw itu akan
mudah, demikian kata keenam jago itu meneruskan tipunya, tapi
untuk menghadapi Laliat-touw, mereka agak jeri. Harus diketahui
bahwa nama Siauw Bian Hud sangat termasyhur dan disegani
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
96 didalam kalangan Bulim. Sehingga akhirnya Yu To bersedia juga
membantu mereka, tapi dengan syarat, bahwa ia hanya hendak
menghadapi Laliat-touw seorang. Tapi siapa sangka, perkataan
yang dibuat-buat oleh keenam jago dari Kwan-see itu terbukti, tapi
pada saat itu Laliat-touw belum lagi muncul guna menghadang
piauw. Pada saat itu sambil tertawa dingin Yu To Hoosiang berkata :
"Thian Ouw Kie Hiap, mari kita membereskan urusan kita tempo
hari!"
Bulun-tauw yang melihat Yu To dengan mudahnya menyepak
ketiga saudara Lok, disamping itu ia mengunjukkan roman yang
hendak mengadu kekuatan dengan dirinya, ia tak tahu yang datang
itu lawan atau kawan. Maka sambil mengkelebatkan Cin Thiat Sunya ia menjaawab dengan dialeknya sendiri : "Siapa Taysu ? Siauwseng adalah Bulun-touw!"
Yu To Hweeshio adalah seorang yang mengerti beberapa macam
bahasa termasuk juga bahasa Tibet, maka ketika mendegat Lhama
Juba Merah itu memperkenalkan diri sebagai Bulun-touw, hatinya
jadi agak terperanjat, maka ia lantas bertanya dalam bahasa Tibet :
"Taysu ternyata bukan orang yang sedang kucari, maka baik kita
berdamai saja. Tapi Siauw-seng telah berhasil menyingkirkan
lawanmu, maka mau atau tidak Tasysu mesti membalas jasaku ini".
"Asal saja kami dapat merebut barang antaran ini, Taysu adalah
Injin (tuan penolong) kami!" jawab Bulun-touw sambil tertawa.
Pada saat itu Yam-kee Liong telah datang mendekat, kemudian
berbisik-bisik dengan Yu To, entah apa yang dikatakannya. Yang
tampak hanya tiba-tiba Yu To tertawa dalam-dalam, kemudian
berkata : "Aku tidak mengharapkan engkau menyebut Injin atau
bukan. Tapi yang nyata bahwa aku telah berhasil menjatuhkan
lawanmu, mau atau tidak aku harus campur tangan dalam hal ini !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
97 Mendengar ini wajah Bulun-touw jadi berubah, katanya : "Mana
ada peraturan demikian ?"
"Tapi itu sudah menjadi peraturanku!" setelah berkata demikian,
Yu To lantas menyerang.
"Tanpa engkau juga aku bisa menjatuhkan orang yang kau sepak
tadi, masih mebgharapkan balasan lagi!" bentak Bulun-touw.
Sehabis membentak begitu ia lantas menyabetkan Cin Mo Su-nya,
maka terjadilah suatu pertempuran yang dahsyat.
Dalam pada itu La-sie Pa juga membentak : "Bulun-touw Pui-cu,
bar aku membantumu!" (Pui-cu adalah sebutan untuk orang
bangsawan, sebangsa ningrat di Indonesia)
Sehabis membentak begitu, pemuda itu lantas memutarkan
pedangnya dan terus menerjunkan diri kedalam gelanggang
pertempuran. Tapi telah keburu hadang oleh Yam-kee Liong sambil
membentak : "Siauwcu, hendak kemana kau ??". Sehabis
membentak begitu, ia lantas menabaskan goloknya. Melihat dirinya
diserang, La-sie Pa cepat-cepat mengangkat goloknya, maka
terdengarlah suara "Traannnggg" dengan dibarengi oleh
meletiknya lelatu api, tangan La-sie Pa jadi kesemutan, maka ia
lantas melompat kebelakang. Sedang Yam-kee Liong sambil tertawa
dingin, kembali menyerang dengan goloknya sambil menggunakan
gaya "Ce Khiu Kie Thian" atau "Tangan diacungkan keatas (langit)",
ia arahkan kekening La-sie Pa.
Kini mari kita menilik kepada Bulun-touw yang sedang melawan
Yu To Hweeshio. Sebetulnya kepandaian Bulun-touw dapat
dibandingkan dengan kepandaian Sam Lok, Tiauw Tat Nian, Tan
Hui dan lainnya. Tapi kini ia berhadapan dengan Yu To, ia masih
kalah setingkat bila dibandingkan dengan pendeta itu. Tetapi
baiknya Yu To tidak mengetahui kepandaian dan rahasia ilmu dari
Ang Kouw Lhama dari See Cong itu. Disamping itu juga Bulun-touw
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
98 menang dalam hal ilmu mengentengi tubuh. Jadi kini ia walaupun
telah kena didesak, tapi dengan mengandalkan kelincahan
tubuhnya ia masih dapat bertahan terus.
Bulun-touw dan Cangba Khan adalah orang-orang yang
termasuk golongan Ang Hoa atau bunga merah, berlainan dengan
partai Kun Lun di See Cong.
Dalam pada itu Yam-kee Liong yang dengan golok besarnya telah
berhasil mendesak La-sie Pa, maka ia lantas mengeluarkan suatu
gaya yang tercepat dan dapat diandalkan dari partai Yam-kee itu,
sehingga ia mengira bahwa serangannya kali ini pasti akan
membawa hasil. Tapi ia tidak menyangka bahwa tiba-tiba La-sie Pa
sambil berteriak badannya segera berjongkok, sehingga serangan
Yam-kee Liong itu mengenai tempat kosong. Yam-kee Liong adalah
seorang yang sangat kejam, ia bermaksud hendak membelah La-sie
Pa menjadi dua potong. Tapi ia tidak menyangka bahwa walaupun
usia La-sie Pa masih muda, tapi ilmu mengentengi tubuhnya telah
hampir mencapai tingkat sempurna. Sehingga ketika melihat
serangannya menemui tempat kosong, ia lantas menyerang lagi
sampai tiga jurus dengan menggunakan serangan berantai, tapi ia
masih tetap tidak dapat melukai pemuda Tibet itu. Kejadian ini
membuat hati Yam-kee Liong bertambah gusar, maka ia lantas
membentangkan ilmu golok dari keluarga Yam-kee itu. Tapi siapa
sangka, La-sie Pa mempunyai seperangkat ilmu pedang yang tidak
lemah. Demikianlah mereka terus berjurit sehingga sebentar saja
telah melewati 30 jurus. Yam-kee Liong walaupun seorang yang
telah kenyang memakan asam garam dari kalangan Kang-ouw, tapi
ia tak berdaya menghadapi La-sie Pa.
Dalam pada itu pertempuran antara Cangba Khan dengan Tan
Cie Yen telah mencapai pada taraf yang menentukan. Tampak kini
keduanya telah mengucurkan keringat dingin, butiran-butiran
keringat itu sebesar kacang kedele. Kedua orang itu tidak berkata,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
99 tapi ototnya tak berhenti bergerak, mereka saling tahan dan
menarik. Dan badan mereka tampak mengeluarkan selaput asap.
Keadaan demikian berjalan terus.
Cangba Khan adalah seorang yang telah melatih ilmu selama
beberapa puluh tahun, tapi Lweekangnya bukan berasal dari partai
bunga merah. Sedang Tan Cie Yen adalah seorang yang sejak kecil
telah melatih "Tong Cu Kong" atau "Ilmu jejaka", Lweekangnya
telah mencapai tingkat atas. Sehingga kian lama ia tampaknya telah
berada diatas angin. Maka tampaklah kini Cangba Khan telah mulai
tersengal-sengal napasnya, keadaannya itu jadi semakin berbahaya.
Namun begitu ia telah menguatkan hatinya dan bertahan terus.
Dilain pihak Yu To yang sedang melawan Bulun-touw, sebentar
saja telah lewat sepuluh jurus. Yu To kian lama kian sering
melakukan serangan, sedangkan Bulun-touw tampak lebih pasif,
namun begitu lawannya tidak berdaya untuk mengalahkannya.
Dalam pada itu Yu To yang melihat bahwa kepandaiannya menang
setingkat bila dibandingkan dengan kepandaian lawan, tapi ia tak
berdaya untuk membobolkan penjagaan lawannya yang rapat itu.
Bulun-touw kali ini mengikuti ketua agamanya turun gunung,
maksud yang pertama ialah hendak merampas barang antaran itu.
Bila berhasil dengan sendirinya mereka mencegah terjadinya
perundingan antara Pemerintah Boan Ciu dengan Agama Kuning,
disamping itu barang rampasan itu dapat membiayai penganutpenganut Agama Merah. Maka sembilan Lhama besar lantas
berpencar guna menghadang dan merampas barang antaran itu.
Baik kita kini menilik kepada Bulun-touw yang sedang
bertempur dengan Yu To Hweeshio, hatinya jadi agak gelisah,
apalagi ketika ia melirik kepemimpinnya yang kian lama tampaknya
kian berada dibawah angin. Pun waktu ia melihat kejurusan La-sie
Pa yang pada saat itu telah kena didesak oleh lawannya. Ia rupanya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
100 tidak dapat menandingi kepandaian pemimpin Kwan-see Liok An
itu, ia juga sudah berada di ambang kekalahan.
Melihat keadaan yang demikian itu, Bulun-touw lantas
mengambil suatu keputusan, dengan menggunakan gerakan "Sah
Ho Liu Sui" atau "Air mengalir disungai pasir", serangan yang hebat
ini ditujukan kebagian pinggang lawannya. Sedangkan Yu To yang
menampak lawannya menyerang dengan garangnya serta dengan
tenaga penuh pula, maka ia tidak berani berlaku sembrono, ia hanya
melompat menghindari, disamping itu ia lantas menbentak,
badannya dimajukan untuk melakukan serangan balasan, serangan
itu dilakukan dengan cepat sekali. Sedangkan Bulun-touw yang
tidak keburu menarik Cin Mo Su-nya, senjatanya terus menuju ke
sebuah batu dan terdengarlah suara "Traannnggg", batu tersebut
hancur terkena pukulan iang dahsyat itu. Dalam pada itu Yu To
diam-diam jadi menyebut berbahaya. Pada kala itu Yu To telah
berhasil mendekati badan Bulun-touw, juga sudah termasuk dalam
lingkungan senjata Cin Mo Su-nya itu. Baru saja Bulun-touw hendak
menarik senjatanya, tapi Yu To tidak menyia-nyiakan kesempatan
yang baik itu. Disamping itu ia juga menang setingkat dalam hal
ilmu silat. Maka Yu To Hweeshio lantas membentangkan ilmu "Liu
Sah Ciang", ia menyerang dari kiri kanan dengan berbareng,
membuat Bulun-touw jadi sibuk untuk menyanggahnya. Baiknya ia
mempunyai ilmu entengi tubuh yang boleh dikatakan telah
mencapai dalam taraf yang boleh diandalkan, dengan demikianlah
Bulun-touw masih dapat bertahan dan terhindar dari kekalahan.
Dalam pada itu Bulun-touw menampak bahwa La-sie Pa telah
kena diserang oleh golok Yam-kee Liong, ia rupanya sedang
berusaha meloloskan diri, sedang dibelakangnya tampak Yam-kee
Liong yang mengejar terus.
Melihat ini Bulun-touw jadi menghela napas panjang, kemudian
ia berteriak: "Hai paderi, kami dari Agama Merah belum pernah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
101 bermusuhan denganmu, tapi mengapa engkau mendesak kami
sampai begini rupa ?"
"Kenapa kamu tidak tahu diri merebut perdagangan kami ?"
balik tanya Yu To sambil kakinya menyerang pula menggunakan
"Leng Cu Lian Hoan" atau "Pikulan Berputar". Mendpata serangan
ini cepat-cepat Bulun-touw melompat ke belakang.
"Kau hendak lari kemana ?" bentak Yu To Hweeshio sambil
mengejar. Tai baru saja ia selesai mengucapkan kata-katanya itu, tiba-tiba
tiga buah Tok Cie Lie melayang ke belakangnya. Yang melepaskan
amgie itu ternyata adalah Lok Kang. Ternyata diantara Sam Lok,
yang kena disepak oleh Yu To hanya Lok Kang-lah yang lukanya
paling ringan. Betul tadi ia telah kena ditendang oleh Yu To, tapi
dengan mengandalkan tenaganya serta ilmunya yang tinggi, ia
hanya jatuh terduduk dan tidak membahayakan jiwanya. Tapi
begitu ia berpaling kedua adiknya, maka tampak olehnya bahwa
kedua adiknya itu sudah tak sadarkan dirinya lagi.
Diserang begitu Yu To Hoosiang tidak berdiam diri saja, dengan
gerakan "Kan Tee Pa Cong" atau "Ditanah gersang mencabut
bawang", badannya lantas mencelat, dua buah Tok Cie Lie lantas
lewat dibawah kakinya, sedang satunya lagi dengan menggunakan
ujung sepatu ia sepak senjata itu, sehingga terdengar suara
"Tranngggg" dan disusul dengan meletiknya lelatu api, yang
membuat Yu To jadi terperanjat sekali. Dan ketika ia melihat kepada
Bulun-touw, ternyata orang yang hendak dikejarnya telah lari jauh.
Melihat ini Yu To jadi marah besar, ia lantas menghampiri Lok
Kang. Tapi sebelum sampai ia sudah disambut oleh 2 batang Tok
Cie Lie lagi. Yu To segera menggerakkan baju panjang, dengan
mudahnya kedua Tok Cie Lie itu telah kena dipukul jatuh. Tapi
sekonyong-konyong dibelakangnya terasa menyambar angin
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
102 dingin. Yu To yang menaruh perhatian kepada senjata gelap, ia
tidak memperhatikan La-sie Pa yang dengan secara ketika Yu To
berasa, ia sudah tidak keburu berkelit, sehingga bahunya kena
ditusuk oleh pedang, sehingga paderi ini jadi berteriak-teriak bahwa
gusarnya bercampur rasa sakit.
Yu To lantas membalikan tubuhnya untuk menghantam La-sie
Pa, tapi Lok Kang yang berada dibelakangnya, yang karena hendak
membalas dendam, ia lantas menyerang dengan kapaknya. Melihat
ini Yu To lantas berteriak : "Sudah bosan hidupkah kalian ?"
Setelah berkata demikian ia lantas menyerang dengan
menggunakan gaya "Hui Hong Hud Liu" atau "Angin topan
menundukkan pohon Liu", kedua tangannya dibagi guna melayani
dua musuh. Kemudian terdengar suara "Buk, buk !" dua kali, yang
disusul dengan terpentalnya tubuh Lok Kang dan La-sie Pa sampai2
meter lebih, keduanya begitu jatuh tak dapat bangun lagi.
Yu To Hoosiang bersiul aneh, matanya disapukan keempat
penjuru, tapi kini Bulun-touw telah lenyap dari pandangannya.
Dilain pihak tampak Cangba Khan dan Cie Yen keduamya sedang
bersila ditanah. Sedangkan Kim Liong Jiauwnya Cie Yen, yang


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibuat dari sari baja itu telah menjadi 2 potong. Mereka masingmasing memegang sebelah Kim Liong Jiauw. Tiba1-tiba Cangba
Khan memuntahkan darah segar, ini membuktikan bahwa ia telah
terluka didalam. Sedang Cie Yen mengkatup kan sepasang matanya,
wajahnya dari hijau berubah menjadi hitam, rupanya ia juga terluka
hebat sekali. Demikianlah kedua orang itu masing-masing
mengatur pernapasan. Mereka hendak mengandalkan latihan
selama puluhan tahun untuk mengobati luka didalam.
Melihat itu Yu To Hweesio jadi sangat gembira, pikirnya: "Kedua
musuh yang paling jago masing-maisng telah terluka, maka tidak
dapat disangsikan pula, bahwa Piauw itu akan mudah direbut."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
103 Dilain pihak Kwan-see Ngo An bertempur dengan seru sekali
melawan tujuh orang Piauw-tauw. Sebetulnya kepandaian Ngo An
lebih tinggi dari mereka, tapi kini kelima jago itu dikerubuti oleh
pembantu-pembantu dari perusahaan itu. Biar bagaimana Ngo An
jadi repot juga.
Pada mulanya mereka maju seorang demi seorang, tapi akhirnya
satu lawan dua. Siem Wie Beng melawan Yam-kee Hong, Ang Hoat
bertempur dengan Yam-kee Lien. Tapi Yam-kee Houw, Yam-kee
Pouw, dengan seorang diri mereka melayani 2 musuh. Didalam
Kwan-see Liok An Yam-kee Kouwlah yang mempunyai kepandaian
yang agak rendah bila dibandingkan dengan saudara-saudaranya
yang lain.
===================================
BARU SAMPAI SINI
===================================
Pertempuran seru berlangsung terus tiba-tiba Wie Beng bersiul,
para Piauw-tauw segera bubar, dalam pada itu tampak maju 5-60
orang pembantu, mengurung ke sekitar medan pertempuran itu.
Ternyata para pembantu Ku Piauw itu memang sudah dilatih, cara
maju, mundur, mengurung dan lain sebagainya. Sehingga bila
sedang berhadapan dengan lawan mereka tidak menjadi kacaubalau. Kemudian Wie Beng kembali memerintahkan orang
bawahannya untuk melepaskan senjata rahasia, seperti Hui Hong
Cio, Kim Cian Piauw, Thiat Lian Cu, Tiang Ie Kian, Hui To dan
sebagainya.
Sedangkan Ngo An yang terkurung ditengah-tengah, tidak
menjadi gentar karenanya. Mereka lantas memutarkan senjatanya
masing-masing sehingga merupakan 5 lingkar sinar perak. Tiada
satu senjata gelappun yang berhasil melukai mereka. Diantara
mereka hanya Yam-kee Lien yang berotak agak cerdas, maka ia
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
104 lantas berteriak : "Aku harap saudara-saudara tidak menjadi gugup,
untuk sementara baik kita waspada dengan senjata rahasia, aku
rasa sebentar lagi Toako pasti akan datang menolong kita !"
"Lebih baik kita agak terpisah, sehingga kita dapat bergerak lebih
leluasa!" Yam-kee Hong menyarankan.
Mendengar usul itu, Yam-kee Lien telah berkata lagi: "Jika
mereka makin mendekati kita, kita harus menerjang !"
Kwan-see Ngo An terus dihujani oleh senjata rahasia, tapi
mereka tetap bertahan dengan gigihnya. Keadaan demikian terus
berlangsung sampai lebih, kurang setengah jam lamanya.
Siem Wie Beng yang melihat usahanya tidak membawa hasil,
hatinya jadi semakin mendongkol dan gusar. Ia lantas melempari
peluru dengan mempergunakan sepasang tangannya. Dengan
cepatnya peluru-peluru itu menuju kearah Ngo An. Sebagaimana
telah diketahui bahwa Wie Beng adalah seorang yang bergelar Sin
Tan Poan Koan, ia dengan mengandalkan kepandaian melempar
peluru dan senjata Poan Koan-pitnya telah berhasil mengangkat
namanya sehingga menjadi termasyhur.
Melihat itu Yam-kee Hong meneriaki saudara-saudaranya:
"Saudara-saudara hati-hati jangan bentur!" Peluru itu bagaikan
hujan turun hendak menimpa kepala Ngo An. Kelima jago itu cepatcepat menggunakan gerakan "Sie Siong Ciauw Hoan In" yaitu
dengan menggerakkan badan mereka kesana kemari melompat
kebelakang. Sedangkan peluru-peluru itu jatuh ketanah dengan
mengeluarkan letusan-letusan yang mengeluarkan api yang
berwarna biru, baunya sangat memuakkan.
Diantara Ngo An tadi hanya Yam-kee Pouw-lah seorang yang lari
paling belakang, sehingga tidak dapat dihindari bahwa ia telah kena
diserang oleh 2 buah peluru yang begitu menyentuh tubuhnya
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
105 lantas meletus, sehingga kulitnya terbakar, darah segar segera
mengalir dan sakitnya luar biasa.
Melihat ini Yam-kee Hong lantas berteriak: "Liok-tee lekas
payang Lao-ngo. semuanya mari ikut aku menerjang!"
"Kwan-see Liok An, sebaiknya lekas menyerang !" ejek Wie Beng.
Sedang kelima jagoan itu dengan tiada menghiraukan ejekan itu
terus menerjang kebarat dan ketimur, sedang Yam-kee Hong
sebentar saja telah berhasil membunuh beberapa orang pembantu
dari perusahaan Piauw Eng Seng. Tiba-tiba ada orang yang
membentak: "Yam-kee Hong, engkau hendak lari kemana ?" Sambil
berkata demikian orang itu menusukkan senjatanya kearah ulu-hati
lawan. Orang itu tak lain tak bukan daripada Ciak Kim Tong.
Melihat dirinya diserang. Yam-kee Hong bukannya
mengegoskan diri, ia malah maju kemuka, tangan kirinya berusaha
menangkan senjata lawan, sedang tangan kanannya sambil
menggunakan pedang pendek ditusukkan kemuka, sehingga
membuat Ciak Kim Tong mau atau tidak harus melompat mundur.
Tapi Yam-kee Hong tidak berhenti sampai disitu, ia sudah
membentak pula: "Enyah kau dari sini!"
Sambil berkata demikian kakinya telah melayang maju dan tepat
mengenai sasaran, sehingga Ciak Kim Tong tak ampun lagi menjerit
kesakitan, jatuh dan tak bisa bangun lagi.
Bertepatan dengan itu, dibagian mukanya menyerang sebuah
golok besar yang bersinar, ternyata Ang Hoat telah datang
menghadang. Sedangkan Yam-kee Hong ketika memandang
kebelakang, keempat adiknya telah dibikin terpisah dengan dirinya.
Sejak berdirinya Kwan-see Liok An belum pernah mereka
mengalami kekalahan semacam ini. Maka kini Yam-kee Hong jadi
seperti seorang yang sedang kalap, pedang pendeknya ia mainkan
demikian rupa, yang terus diarahkan kepelbagai bagian tubuh Ang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
106 Hoat. Tapi Ang Hoatpun bukan seorang yang berkepandaian lemah,
namun begitu ia tetap masih terdesak mundur. Dengan
menggunakan kesempatan ini, Yam-kee Hong gambil bersiul
panjang lantas memapaki Siem Wie Beng. Sedang Yam-kee Houw
yang baru saja lolos dari kurungan musuh, telah dipapaki oleh Ang
Hoat. Demikianlah pertempuran menjadi sangat kalut. Yam-kee Kouw
sambil memanggul Yam-kee Pouw terus memainkan Kongca-nya
demikian rupa, sedang Yam-kee Lien melindunginya dari belakang
untuk menghadapi Ku Piauw, Cian Jut piauw, Thio Pa dan Tang Eng
Ho, didalam kalut itu Yam-kee Kouw telah kena dibacok oleh Thio
Pa yang kemudian dibarengi pula dengan sampainya Thiat Lian-nya
Ku Piauw, sehingga Yam-kee Kouw tidak dapat mempertahankan
diri pula dan jatuh ditanah beserta Yam-kee Pouw yang sedang dipanggulnya itu.
Melihat ini Yam-kee Lien jadi membentak, kemudian badannya
maju kemuka sambil memainkan pedangnya demikian rupa, Thio
Pa dengan menurunkan bahu, sedang bahu kirinya dimajukan.
Dalam pada itu pedang panjang Yam-kee Lien telah diarahkan ke
Ku Piauw. Bertepatan dengan itu, Tang Eng Ho dan Thiat Kun juga
membantui Ku Piauw.
Siang Kiam Siu-cay walaupun telah berada dibawah angin, tetap
permainannya tidak menjadi kalut karenanya. Dengan
menggunakan kaki kiri sebagai gaya "Kim Kee Tok Lip" atau "Ayam
emas berdiri dengan kaki tunggal" dan kaki kanannya ia
pergunakan gerakan "Lo Su Pan Ken" atau "Akar pohon tua
terangkat", disapukan kearah Tang Eng Ho, sehingga orang yang
disebut belakangan ini tak ampun pula jadi terpental sejauh 2
meter. Kebetulan jatuhnya persis mengenai seorang pembantu
Piauw, sehingga dua-duanya jadi pingsan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
107 Pertempuran sengit ini sudah berjalan lebih kurang setengah
jam lamanya. Dan pada saat itu Yam-kee Liong yang sedang
mengejar La-sie Pa, ketika sampai disitu dan melihat kelima
adiknya, tiga diantaranya telah terluka dan dua lainnya sudah
berada dibawah angin. Hatinya jadi sangat panas, ia lantas
melepaskan La-sie Pa sambil berteriak: "Aku mendatangi !"
Ku Piauw yang tidak mengetahui kelihayan pemimpin enam jago
dari Kwan-see itu, ia lantas menghadang dengan melintangi Thiat
Lian-nya. Tapi Yam-kee Liong tidak memandangnya sebelah mata,
ia lantas melompat dan melewati kepala
Ku Piauw, jatuhnya persis diantara Cian Jut Piauw dan Yam-kee
Lien. Begitu tiba ia lantas menyapukan golok besarnya sambil
menggunakan gaya "Heng Sau Cian Kun" atau "Menyapu ribuan
tentara", serangan itu cepat bagaikan daun rontok yang tertiup
angin, sehingga Cian Jut Piauw tidak keburu untuk mengegos atau
menyingkir, sehingga badannya terbelah dua dan mati seketika.
"Lao-sie, lekas mundur!" Teriak Yam-kee Liong.
Yam-kee Liong tidak berhenti sampai disitu, ia majukan pula
goloknya dan kali ini ditujukan kearah Ang Hoat. Sedang Ang Hoat
tidak berani berlaku ayal, ia lantas menyanggahi dengan goloknya,
maka terdengarlah suara "Trannnnggg" dengan dibarengi
terlihatlah lelatu api. Dalam pada itu Yam- kee Liong telah berkata:
"Lao-sam, lekas bawa Lao-sie, Lao-ngo dan Lao-lio, biar mereka
memelihara lukanya!"
Yam-kee Hong yang melihat Lao-toa telah muncul disitu, ia jadi
sangat gembira. Sedang semangatnya mendadak jadi bertambah
beberapa kali lipat, pedang pendeknya ia mainkan begitu rupa
untuk menyerang bagian atas, tengah dan bawah dalam waktu yang
hampir bersamaan, sehingga kali ini ia bisa berimbang melawan
Wie Beng. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
108 Pada saat itu keadaan jadi berubah pula. Kini yang tampak aktif
menyerang adalah dari pihak Yam-kee.
Yam-kee Liong dengan seorang diri melawan Ang Hoat dan Ku
Piauw, sedang Yam-kee Lien yang memangnya terluka ringan,
setelah mengaso sebentar, ia lantas menjemput pedangnya dan
mengamuk diantara para .pembantu Eng Seng Piauw-kie itu.
Sedangkan Yam-kee Houw dengan melindungi Lao-ngo dan Laoliok, ia terus mengibaskan senjatanya kesana-kemari untuk
membuka jalan.
Sedangkan Yu To Hweeshio yang setelah kena dilukai oleh
pedang La-sie Pa, sebetulnya ia hendak menceburkan diri kedalam
medan pertempuran, tapi tiba-tiba ia berpikir: "Pertempuran sengit
ini sudah mendekati akhirnya, untuk apa aku turut campur pula?
Lebih baik aku melihat barang berharga. Kali-kali ada beberapa
barang yang kuingini, boleh kuambil terlebih dahulu !" Sehabis
berpikir demikian, ia lantas menghampiri kereta besar dan
membikin pontang-panting semua penjaga kereta. Kemudian ia
melompat keatas sebuah kereta besar, setelah membuka tenda,
maka tampaklah olehnya bahwa didalamnya terdapat 4 buah peti
dan dikunci. Diatasnya ditempeli surat yang berbunyi : "Barangbarang berharga dari Kerajaan Ceng yang agung."
Dengan tiada memakan tenaga Yu To lantas merusak kunci,
kemudian membuka peti. Didalam peti itu masih terdapat sebuah
papan besi. Ketika Yu To menggunakan tangannya, tapi papan itu
tetap tidak bergerak, apalagi untuk membukanya. Papan besi itu
ternyata adalah sebuah benda yang licin dan bersinar. Walaupun Yu
To telah mengerahkan tenaganya, tapi tetap tidak berhasil.
Saking bohwatnya, maka Yu To lantas mencari sebilah golok
yang berujung tajam, dengan benda itu ia mencungkil, tapi
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
109 bukannya papan besi yang terbuka, malah goloknya yang patah.
Walaupun ia telah mencoba dan berdaya, tapi hasilnya tetap idem.
Maka saking tak berdaya, ia lantas melompat ke kereta yang
kedua, tetapi disitupun terdapat benda dan peti yang bersamaan
bentuknya.
Yu To lantas menggumam seorang diri. Selagi Yu To tertegun
memandang kepada peti-peti itu, sekonyong-konyong dari tempat
yang agak gelap ada orang yang berkata dengan dinginnya: "Setelah
menangkap Tio Su-ko, kini kamu hendak mencuri benda-benda
berharga lagi!"
Baru saja perkataan itu habis diucapkan, maka tampaklah kini
ada 2 batang Hui To yang melayang kearah si-paderi.
Sedangkan Yu To sambil tertawa dingin berkata, ia lantas
mengibaskan lengan bajunya dan jatuhlah kedua batang Hui-to itu.
Berbareng dengan itu ia lantas lompat kemuka sambil berkata :
"Orang semacammu ini masih berani melepaskan senjata rahasia !"
Orang itu segera melakukan perlawanan, tapi sesaat kemudian
ia telah kena dicengkeram nadinya. Orang ini ternyata adalah
bayangkari yang telah patah paha kirinya yang bernama Lu Jut Hai.
Pada saat itu Yu To telah membentak lagi : "Bagaimana
membuka peti ini ? Lekas katakan aku baru mengampuni jiwamu !"
Lu Jut Hai lantas berkata : "Sesudah kau lepaskan Tio Tek Seng,
aku baru memberitahukannya."
Mendengar perkataan itu, Yu To jadi sangat murka, ia lantas
memijit nadi Jut Hai terlebih keras pula, sehingga orang disebut
belakangan karena tidak tahan rasa sakit jadi merintih seraya
berkata : "Ya, aku akan memberitahukannya!"
"Bagaimana ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
110 "Tekan papan-besi itu sampai kebawah, dengan sendirinya akan
terbuka." Jut Hai menerangkan.
Yu To segera bertindak menurut petunjuk Jut Hai, terdengarlah
suara "krennggg", maka tampaklah olehnya, di dalam peti itu
terdapat benda-benda yang bersinar terang. Selagi Yu To bergirang,
sekonyong-konyong dari dalam peti tersebut melayang keluar
setumpuk panah-pendek. Melihat ini Yu To jadi berteriak, tapi ia
sudah tidak keburu mengegos, dagunya telah ditancapi sebatang
anak panah, darah segar segera mengalir.
Pada saat itu Yu To telah membentak lagi: "Bagaimana ?"
Jut Hai dengan tawa dinginnya telah berkata: "Panah-pendek itu
beracun, dalam tempo 12 jam engkau tentu akan menemui ajalmu."
Mendengar perkataan itu mata Yu To jadi berputar dengan
anehnya, kemudian ia mengangkat sebuah peti besi dan kemudian
ditimpahkan kekepala Lu Jut Hai. Peti-besi itu beratnya kira-kira
300 kilo. Dengan mengeluarkan teriakan yang mengerikan Jut Hai
menghembuskan napas yang terakhir seketika itu juga.
Sedang Yu To sendiri tiba-tiba merasa badannya gatal-gatal,
seperti juga sedang digigiti semut. Ia menginsyafi bahwa perkataan
Lu Jut Hai itu tidak bohong, maka ia lantas memamah dua butir pil,
kemudian duduk bersemadhi disitu.
Pada waktu itu dilembah yang dalam dari Jit Goat-san telah
berubah menjadi sebuah tempat pertumpahan darah. Disitu telah


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati beberapa puluh pembantu perusahaan Piauw Eng Seng.
Disamping itu beberapa puluh orang-orang gagah dari kalangan
Kang-ouw telah terluka berat, yang tinggal hanyalah Siem Wie
Beng, Yam-kee Hong, Ang Hoat dan Yam-kee Liong yang sampai
pada saat itu masih melakukan pertempuran sengit. Ku Piauw telah
mandi darah karena bahunya terluka berat, ia sudah tidak dapat
bergerak pula.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
111 Sedang Ang Hoat sebetulnya tangan kanannya telah kena dilukai
oleh golok lawan, sehingga permainan goloknya jadi agak kalut.
Sedangkan Yam-kee Liong adalah seorang yang kejam dan tidka
berprikemanusiaan, maka ia terus mendesak lawan. Ketika Ang
Hoat sudah hampir dikalahkan, tiba-tiba dari jauh mendatangi
seseorang yang begitu sampai lantas membentak : "Sungguh bagus
perbuatanmu Kwan-see Liok An. Kami semua dari Eng Seng Piauwkie boleh dikata telah mencobai kepandaian kalian, sekarang aku
hendak melihat, bisakah engkau membawa kereta Piauw ini keluar
lembah ?" Orang yang berkata demikian ternyata tak lain adalah
Tan Cien Yen.
Yam-kee Liong yang melihat itu jadi sangat terperanjat,
"Bukankah tadi ia telah terluka parah, tapi mengapa masih bisa
berjalan dengan cepatnya. Kepandaiannya itu ternyata tidak
dibawahku !" kata Yam-kee Liong dalam hati.
Selagi Yam-kee Liong berpikir demikian, Ang Hoat tidak menyianyiakan tempo, ia lantas menyerang dengan menggunakan gerakan
"Koay Niauw Hui In" atau "Burung aneh terbang di awan"
diarahkan ke "Tiong Hu Hiat"-nya Yam-kee Liong. Serangan itu
dilakukan dengan cepat dan menggunakan tenaga penuh. Yam-kee
Liong lantas menyanggahnya, sehingga terdengar bentrokan yang
membisingkan telinga. Sedanglan Yam-kee Liong tidak berhenti
sampai disitu saja, ia telah menyerang lagi dengan 3 buah serangan
berantai, setiap serangan tentu akan mengarahkan ke tempat
kelemahan lawan serta berbahaya.
Cie Yen yang melihat dipihaknya telah banyak yang menderita
luka beserta tewas. Eng Seng Piauw-kie yang telah sepuluh tahun
lebih berkelana dibilangan Hoa-pek, tidak sangka sekarang telah
jatuh ditangan lawan. Maka ia hendak menggunakan tenaga yang
masih ada padanya, untuk melawan Yam-kee Liong.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
112 Didalam pertempuran yang sengit itu, Ang Hoat kembali dibacok
musuh, sehingga lukanya bertambah berat. Sampai akhirnya
terdengar si-orang she Ang itu mengeluarkan teriakan yang
memilukan dan jatuh ketanah. Melihat ini Wie Beng jadi
terperanjat, ketika memandang kearah Cie Yen, wajah siapa juga
sudah berubah menjadi pucat, sedang Kim Liong Jiauw-nyapun
dimainkan seenaknya saja, sudah tidak menurut aturan dari ilmu
tersebut. Melihat ini nyali Wie Beng bagaikan sudah pecah. Dalam
pada itu dengan suara yang terputus-putus Cie Yen berkata: "Siem
Lao-tee, lekas lari, beriahu kepada Kie Pak Nian supaya
membalaskan sakit hati kita ini!"
"Engkau jangan menyebut nama Kie Pak Nian untuk menakutnakuti orang, andai kata engkau bisa lolos dari sini, tak urung
badannya mesti ditinggal satu tanda, guna kasi Kie Pak Nian lihat!"
ejek Yam-kee Liong. Sehabis berkata demikian, ia lantas mendesak
lagi, sehingga membuat Wie Beng mau atau tidak jadi mundur.
Dalam pada itu Cie Yen telah mengeluarkan tenaga yang terakhir.
Dan kembali paha kirinya telah kena dibacok lawan. Walau
kepandaian Cie Yen bagaimana tinggi sekalipun, tapi kali ini ia
terluka luar dalam maka dapat dipastikan bahwa ia pasti akan kalah
ditangan musuh barunya ini. Sekonyong-konyong Cie Yen
mengumpulkan tenaga yang terakhir untuk menusukkan Kim Liong
Jiauw-nya kearah "Thian Goan Hiat"-nya Yam-kee Liong. Sedang
Yam-kee Liong sambil melompat kesamping lantas menyampok
senjata lawan. Maka terbanglah Kim Liong Jiauw sampai 2-3 meter
jauhnya. Sedang tangan Yam-kee Liong sendiri tak urung jadi
kesemutan. "Sungguh suatu tenaga yang hebat!" Pujinya pada
lawannya. Sedang Cie Yen yang melihat serangannya gagal, ia tak dapat
mempertahankan diri pula jatuh ketanah, kemudian mengatupkan
matanya menunggu sang ajal sampai.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
113 Wie Beng yang melihat gelagat tidak menguntungkan bagi
dirinya, ia lantas melarikan diri. Yam-kee Liong lantas mengejarnya
sambil membentak : "Kendak lari kemana kau ?" Disamping itu
Yam-kee Hong juga mengejar sambil berteriak: "Sin Tan Poan Koan,
lekas menyerah!"
Karena tahu sukar untuk meloloskan diri, Wie Beng mengangkat
Poan Koan Pitnya, kemudian ia membentak kearah lawan: "Kwansee Liok An, aku adalah seorang laki-laki sejati, takkan mau aku
menyembah didepan bangsat. Kalian majulah!"
Pada saat itu Yam-kee Lien, Yam-kee Houw yang telah selesai
mengobati Lao-ngo dan Lao-liok pun tiba disitu. Maka dengan
demikian Wie Beng telah dikurung dari empat penjuru. Walaupun
Seng Wie Beng mempunyai ilmu menerobos kelangit sekalipun,
sudah baginya untuk lolos dari situ. Tapi dengan gigihnya si-orang
she Siem ini melawan keempat lawannya. Namun kemudian tak
urung akhirnya Wie Beng kena satu bacokan dan dua tusukkan,
maka tak ampun lagi jatuh ketanah.
Sampai disitu, maka kemenangan telah direbut oleh Kwan-see
Lion An. Jalan pertemputran kali ini sebetulnya menguntungkan Kwansee Lion An, bila saja pemimpin dari Agama Merah, Cangba Khan
tidak datang kesitu dan bertempur melawan Cie Yen, juga bila saja
Yu To Hweeshio yang mengira Bu-lun-touw sebagai Laliat-touw,
yang begitu turun tangan telah melukai La-sie Pa dan Sam Lok.
Kemenangan entah berada ditangan siapa.
Setelah memperoleh kemenangan, Kwan-see Liok An segera adu
cepat naik keatas kereta besar, semua barang berharga lantas
pindah tangan. Disamping itu mereka lantas menolongi Yu To
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
114 Hoosiang, dan menanyakan sebabnya mengapa Housiang itu
sampai terluka.
"Didalam peti besi itu ada panah beracun, jangan sembarang
digerakkan !" Yu To menerangkan. Kemudian ia menuturkan dari
awal sampai akhirnya ia mendapat luka, sudah tentu ia menutupi
ketamakan hatinya.
Sedang Yam-kee Lien yang mengerti ilmu obat-obatan, ia lantas
membalut luka itu. Disamping itu Yam-kee Houw dan Yam-kee
Liong lantas menawan Ciak Kim Tong dan Tan Eng Ho berdua.
Kedua orang ini memangnya tidak terluka berat, tadi mereka hanya
pingsan saja.
Saudara-saudara dari keluarga Yam-kee itu lantas memaksa
mereka supaya menerangkan cara membuka peti besi itu.
"Peti besi ini sejak diangkut dari The Cin Ong-hu memangnya
sudah dikunci, kami hanya ditugaskan untuk mengantar. Maka
kami tidak tahu cara bagaimana membuka peti besi itu !"
Menerangkan Eng Ho dan Kim Tong dengan suara hampir
berbareng.
"Kamu orang dari Piauw-kie biasanya dengan mengandalkan
kekuasaan, yang berwajib menghina rakyat jelata, maka kini biar
engkau tahu rasa sedikit bagaimana orang disiksa dan dihina !" kata
Yam-kee Hong sambil tertawa dingin.
"Dengan sebetulnya kami tidak tahu ! Kau jangan sembarang
menuduh orang!"
Dengan tidak mengatakan apa-apa, Yam-kee Hong lantas
menotok jalan darah penting dari kedua orang itu. Yang membuat
kedua orang itu jadi berteriak-teriak, sakitnya sampai keuluhatinya, teriaknya : "Biar kamu matikan aku juga, aku tetap tidak
tahu !" kata Kim Tong.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
115 "Habis siapa yang tahu ?" tanya Yam-kee Lien.
"Tan Cie Yen Cong Piauw-tauw!" jawab Kim Tong cepat.
(Bersambung)
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 1
116 Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
0 PENDEKAR-PENDEKAR
DATARAN TINGGI
(Ko Goan Kie Hiap)
Dituturkan oleh : tong hong
CETAKAN PERTAMA
U.P. MERAPI 1961
JAKARTA Image Sources : Awie Dermawan
Rewrite/Edited : yoza
EYD-Version @ August, 2018, Kolektor E-Book
Dituturkan oleh : Tong Hong
Yilid ke 2
(IV) M ENDENGAR keterangan itu Yam-kee Houw lantas berkata :
"Mengapa tidak kau katakan dari tadi ?"
Setelah berkata demikian, ia lantas menuju dimana Cie Yen
berada. Tak lama kemudian ia sudah balik kembali sambil menyeret
tubuh Cie Yen.
Pada saat itu Cie Yen telah mati 8 bagian. Walaupun Yam-kee
Heng-tee telah menggunakan macam-macam daya upaya, tapi Cie
Yen tetap tidak mau membuka mulut. Keadaan itu membuat
keempat orang itu jadi mati kutu. Mereka lantas membawa Wie
Beng. Pada saat itu Siem Wie Beng telah mandi darah, tapi hanya
terluka diluar, otaknya masih jernih. Ketika ditanya oleh Yam-kee
Heng-tee, ia lantas berkata dengan beraninya: "Tidak kecewa kamu
sekalian diberi gelar Kwan-see Liok An, tapi aku hendak bertanya,
apakah didalam kalangan Kang-ouw ada peraturan menyiksa orang
yang sudah tidak berdaya ?"
Harus diketahui, bahwa Yam-kee Liok An adalah orang-orang
yang sangat memandang tinggi pada aturan Kang-ouw, maka ketika
ditanya demikian, mereka menjadi bungkam dalam seribu bahasa.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
1 Dalam pada itu Yu To Hweeshio seakan-akan baru sadar, ia
segera berkata: "Mengapa kita jadi begitu tolol, mari kita tanya
kepada para bayangkari."
Ternyata Cie Yen juga tidak begitu jelas mengenai cara membuka
peti besi itu. Sebab yang membohongi Yu To tadi adalah seorang
bayangkari, sehingga pikir Yu To mungkin diantara mereka ada
yang tahu cara membuka peti besi itu.
Mereka lantas mencari Tiauw Tiat Nian yang kala itu telah
setengah mati. Akhirnya mereka dapat juga cara-cara membuka peti
itu. Ternyata para bayangkari yang sangat menyayangi nyawa
mereka melebihi sesuatu barang berharga lainnya.
Begitulah peti-peti tersebut sudah dapat dibuka, didalam
terdapat barang-barang permata, batu-batu berharga lainnya.
Sehingga membuat orang yang berhasil merampasnya jadi sangat
gembira. Kegembiraan mereka tak dapat dilukiskan oleh kata-kata.
Empat jago dari Kwan-see (ingat: 2 orang lainnya sedang
terluka) lantas mengeluarkan 10 lebih kantong besar, kemudian
kantong-kantong itu diisikannya dengan barang-barang berharga
yang terdapat didalam peti besi tersebut. Kemudian dengan
menunggang beberapa kuda yang jempolan, dengan melintasi jalan
kecil yang banyak terdapat pohon alang-alangnya mereka berlalu.
Cie Yen dan Wie Beng sambil membesarkan matanya terus
memandang kepada lawan mereka yang hendak berlalu itu. "Hari
ini bila engkau tidak mematikan kami, hati-hati bila kita bertemu
lagi !" Bentak Wie Beng.
"Sebaiknya engkau suruh si Keng Liak yang membalaskan.
Saudara-saudara dari perusahaan Eng Seng Piauw-kie, terima kasih
kami ucapkan atas sumbangan kalian, sampai berjumpa lagi." kata
Yam-kee Liong sambil tersenyum puas.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
2 Dalam pada itu Yam-kee Lien sambil tertawa telah ikut bicara :
"Rupanya kalian hendak mencari Tio Tek Seng Loo-ya, ia kini ada
disebuah pohon besar didalam rimba yang letaknya tidak berapa
jauh dari sini. Dia masih belum mati, harap kalian dapat berlaku
lebih tenang!"
Kali ini orang-orang dari Eng Seng Piauw-kie jatuh bersamasama dengan orang-orang dari Agama Merah. Tapi dari pihak Eng
Seng Piauw-kie jatuhnya terlebih parah lagi, karena diantara ke-15
orang jago mereka, seorang mati dan seorang lagi lenyap tak tentu
parannya, sedang para pcmbantunya entah berapa banyak yang
tewas dan boleh dikatakan anggota rombongan dari perusahaan
pengangkutan itu terluka seluruhnya.
Kwan-see Liok An setelah memperoleh kemenangan yang
gemilang, dengan perasaan yang gembira mereka terus menyusuri
hutan alang-alang. Tiba-tiba dari dalam hutan melompat 3 orang,
yang menjadi kepala ialah Siauw Bian Hud Laliat-touw,
dibelakangnya mengikuti dua orang, yang seorang ialah Eng Sie
Goan dan seorang lagi ialah Lhama besar Bulun-touw. Ketiga orang
ini lantas menghadang ditengah jalan, kemudian terdengar Laliattouw membentak: "Kwan-see Liok An rupanya telah berhasil dalam
usahanya. Bukan Pin-too sengaja hendak membikin susah kepada
saudara sekalian, tapi harta ini sangat erat hubungannya dengan
Agamaku. Maka dengan ini Pin-too meminta supaya saudara
sekalian meninggalkan sembilan bagian dari hasil saudara kali ini.
Sedangkan sisanya sebagian boleh kalian ambil. Bagaimana
pendapat saudara sekalian ?"
Yam-kee Liong yang melihat setelah usaha mereka berhasil, tapi
tidak sangka mendadak Laliat-touw bisa muncul disitu untuk
menghadang mereka, maka hatinya jadi sangat gusar, Yam-kee
Kouw yang mengenali Laliat-touw lantas berkata: "Mengapa Thian
Ouw Tay-su bisa sampai kemari ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
3 Ngo An setelah mendengar perkataan itu menjadi agak tercekat,
dalam pada itu Yam-kee Liong telah berkata: "Sungguh beruntung
bisa bertemu dengan Thian Ouw Tay-hiap, bagaimana pendapatmu
mengenai pertempuran tadi ?"
"Kami telah menjelaskan bahwa maksud kedatangan kami
kemari ialah hendak menghadang dan merampas barang angkutan
yang dilindungi oleh perusahaan Eng Seng, tapi tidak sangka telah
didahului oleh kalian. Maka sekarang kami hanya meminta
sembilan bagian, itukan cenglie. Bila saudara sekalian tidak puas
akan tindakan kami itu, maka kami akan mengambil seluruhnya."
kata Sie Goan.
Mendengar perkataan itu Yam-kee Liong jadi tertawa dingin,
kemudian berkata: "Saudara ternyata adalah seorang yang jujur,
siapa kau ???
Setelah Eng Sie Goan memperkenalkan namanya, ketujuh orang
itu kembali jadi agak terperanjat. Mereka tidak menyangka bahwa
Sie Goan bisa muncul disitu. Sam Tiam Hwee sangat berpengaruh,
tiada seorang dari kalangan Kang-ouw yang berani mencari setori


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan perkumpulan mereka. Nama Kan Thian Lui Eng Sie Goan
juga sangat masyhur dan kepandaiannya tidak berada disebelah
bawah Laliat-touw.
Setelah berdiam sejenak, Yam-kee Liong baru berkata: "Bila
kami tidak bersedia bagaimana ?"
"Tidak ada jalan lain bagi kami selain mengadu kepandaian
kita?" jawab Sie Goan cepat.
"Bila dari Sam Tiam Hwee tidak pernah menarik apa yang sudah
kami katakan!" Sie Goan bilang dengan agak mendongkol.
Mendengar ini Yam-kee Liong jadi sangat marah, kemudian
berkata: "Kan Thian Lui, kau kira kami dari Kwan-see Liok An takut
kepadamu. Sekarang engkau mau apa ? Lekas katakan !"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 2
4 Melihat gelagat yang kian meruncing itu, Laliat-touw lantas
menyelak : "Tunggu dulu ! Pin-too ada perkataan yang hendak
diucapkan disini." Sehabis berkata demikian, ia lantas menuturkan
perihal hubungan antara barang itu dengan agamanya. Setelah itu
ia menambahkan: "Sebetulnya bila hanya perkara antara
pemerintah Ceng dengan Agama Merah saja, asal saja barang
antaran itu tidak sampai ke Tibet, semua urusan akan selesai
dengan sendirinya. Tapi kali ini lain, karena urusan ini menyangkut
dengan mati hidupnya Agama kami, maka mau atau tidak kami
harus mengambil benda-benda itu. Kali ini berkat bantuan dari
saudara-saudara sekalian, kami dari Agama Merah merasa sangat
berhutang budi serta berterima kasih kepada kalian !"
Yam-kee Liong mengetahui bahwa kepandaian silat Siam Bian
Hud telah mencapai tingkat tinggi, apalagi sekarang ia mendengar
perkataannya yang beralasan dan ramah itu, yang membuat ia jadi
malu hati untuk terus bersikap keras. Disamping itu dipihaknyapun
disamping Yu To, Lao-ngo Lao-liokpun telah terluka parah, dalam
pada itu mereka yang baru habis melakukan pertempuran yang
dahsyat, sehingga rasa capenya belum lagi hilang, maka bila mereka
berempat sekali turun tangan mengerubuti Laliat-touw, belum
tentu orang yang disebut belakangan itu dapat dikalahkan, apalagi
sekarang ditambah dengan Eng Sie Goan dan Lhama besar itu. Tapi
kemudian ia balik berpikir, mereka dengan susah payah dan
sehingga tiga diantaranya telah menderita luka berat baru bisa
merebut harta besar itu. Maka bila sekarang sembilan bagian
diserahkan kepada orang lain, rasanya hatinya kurang rela dan
disamping itupun nanti tentu akan ditertawai oleh orang-orang dari
kalangan Kang-ouw. Maka setelah lewat sesaat kemudian, Yam-kee
Liong baru menjawab : "Sungguh tepat perkataan Tay-su itu, tapi
The Host 1 Pendekar Rajawali Sakti 180 Penghianatan Di Bukit Kera Pembunuhan Abc 2
^