Pencarian

Pendekar Dataran Tinggi 7

Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong Bagian 7


dan puteriku Ouw Fong kemari untuk memberi selamat kepada
Lian Chung-cu." Kata Ouw Lun. Ouw Lun karena takut terjadi halhal yang diluar dugaan dan disamping itu untuk menghindarkan
kecurigaan, maka sengaja ia mengatakan La-sie Pa sebagai
kemenakannya yang bernama Ouw Sie.
Dengan sekali lihat saja La-sie Pa mengetahui bahwa tuan rumah
adalah seorang yang agak licik.
Pada saat itu didalam ruang tamu telah penuh dengan tetamu.
Seng Liang lantas menyilahkan Ouw Lun bertiga duduk ditempat
tamu yang terhormat. Kala ditempat tamu yang terhormat itu telah
duduk seseorang. La-sie Pa lantas mengenalinya bahwa orang itu
adalah Touw-lon-tu yang pernah dijumpainya diatas Bun Seng
Hong pada tiga atau empat bulan yang lalu. |
Touw-lun-tu ketika melihat La-sie Pa, ia jadi agak heran. "Sudah
lama saya mendengar nama besar dari Ang Hoa Tay Hiap dan
sungguh beruntung hari ini aku dapat menjumpainya." kata Ouw
Lun kepada Touw-lun-tu sambil y merangkap tangannya.
"Jangan shejie." kata Touw-lun-tu dengan dinginnya. "Dua tahun
yang lalu Loo-hu pernah pergi ke See Cong dan pernah bertemu
dengan Leng Su-heng Kim Liong Cu Toa Lhama." kata Ouw Lun lagi.
Ouw Fong yang menyaksikan dari samping jadi kurang senang
melihat tingkah-laku Touw-lun-tu itu, tapi ia masih dapat menekan
perasaannya itu.
Ouw Lun setelah beromong-omong sebentar, ketika melihat
Touw-lun-tu selalu menjawabnya dengan sepatah dua kata saja,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
20 hatinya jadi sangat tidak enak dan mendongkol, maka kemudian ia
tidak berkata-kata lagi.
Tak lama kemudian terlihat ada 2 orang Chung-teng yang masuk
memberi sebuah kotak merah yang besar dan masih ada lagi sebuah
kotak lainnya, rupanya itu adalah barang antaran. Ketika Seng
Liang memperhatikannya, sambil tersenyum ia berkata: "Rupanya
mereka juga datang kemari" Kemudian ia menyuruh kedua
puteranya untuk menyambut orang yang baru datang itu dan
kemudian dipersilahkan duduk di tempat tamu yang terhormat.
Orang yang baru datang ternyata berjumlah 7 orang.
Begitu La-sie Pa melihat, ia jadi terperanjat berbareng girang.
Terperanjat ia tidak sangka bahwa Kwan-sie Liok An dan Yu To
Hweeshio bisa datang kesitu dan girang memang sungguh
kebetulan ia hendak mencari mereka untuk diberi kisikan.
Yu To Hweeshio begitu melihat La-sie Pa ada disitu, sambil
tersenyum ia berkata: "Saudara kecil, ternyata engkau juga datang
kemari."
La-sie Pa cepat-cepat berdiri dan memberi hormat kepada paderi
itu. "Jangan shejie, tak usah sungkan." kata Yu To seraya menekan
sepasang bahu La-sie Pa sambil mengerahkan tenaga dalamnya,
maksudnya ialah hendak membikin malu La-sie Pa. Tapi tidak
sangka bahwa La-sie Pa tetap berdiri ditempatnya yang semua,
malah telah berkata seraya tersenyum: "Silahkan duduk Yu To
Hweeshio." Sehabis berkata demikian, ia balik menekan bahu Yu To
Hweeshio seraya mengerahkan tenaga dalam yang telah mendapat
kemajuah pesat itu, yang membuat Yu To Hweeshio mau atau tidak
jadi harus duduk. Kejadian itu membuat si-paderi menjadi malu dan
terperanjat. Tak terkecuali Kwan-see Liok An jadi amat terkejut dan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
21 didalam hati mereka masing-masing berkata: "Tidak sangka Siauwcu itu bisa memperoleh kemajuan yang demikian cepat !"
"Silahkan Tay-su duduk disini." kata Seng Liang seraya
tersenyum.
Setelah ketujuh orang itu mengambil tempat masing-masing,
tuan rumah sudah lantas berkata: "Terima kasih saya ucapkan akan
kesudian saudara-saudara untuk datang kemari."
Touw-lun-tu terus memandang kearah Yu To Hweeshio seraya
tertawa dingin. Sedang Ouw Lun memandang kearah La-sie Pa
seraya memanggutkan kepalanya sampai beberapa kali.
"Sungguh hebat kepandaianmu saudara kecil, tidak heran bila
Kim Liong Jiauw juga jatuh ditanganmu." kata Yam-kee Liong.
Walaupun peristiwa La-sie Pa melawan Tan Cie Yen, Ang Liang
dan lain-lainnya baru terjadi kemarin, tidak sangka Kwan-see Liok
An telah mengetahuinya. Dengan demikian dapat diketahui betapa
liehaynya pendengaran ke-6 saudara Yam itu.
"Tak berani saya menerima pujian itu." Kata Sie Pa seraya
memberi hormat.
"Kedatangan saudara-saudara kemari sungguh memberi muka
terang kepadaku, mari, mari kita minum tiga cawan." Sehabis
berkata demikian, dengan tangan sendiri ia tuangkan arak ke cawan
para tamunya, hanya di cawannya sendiri diisi cuma separuh.
"Silahkan diminum!" Kata Seng Liang kemudian seraya
mengangkat gelas. Dibiarkan para tamunya pada minum terlebih
dahulu, sedang ia sendiri sudah segera mengerahkan tenaga dan
bersamaan dengan itu, arak yang berada didalam cawan telah
menjulang tinggi menuju kemulutnya dan sebentar saja telah
kering. Sambil tersenyum diletakkannya cawan itu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
22 Orang banyak yang melihat kejadian itu mengetahui bahwa tadi
tuan rumah sengaja memamerkan kepandaiannya, maksud
perbuatannya itu ialah meminta kepada orang banyak, bila ada
urusan apa-apa yang mengganjel didaalm hati masing-masing; atau
hendak menggunakan kesempatan itu hendak membalaskan sakit
hati, hendaknya pembalasan itu tidak dilakukan di rumahnya dan
sebaiknya diselesaikan diluar saja.
Meliht keadaan itu Touw-lun-tu hanya tertawa dingin.
"Sungguh hebat perbuatan Loo-cian-pwee tadi, hati saya jadi
tertarik untuk mencobanya." Kata Ouw Fong seraya bangun.
"Jangan berlaku lancang Fong-jie" bentak Ouw Lun, kemudian
sambil menghadap kepada Liok An dan Yu To, ia melanjutkan
perkataannya: "Harap saudara sekalian memaafkan perbuatan
puteriku tadi, baik sekarang aku menghidang secawan arak kepada
saudara sekalian sebagai pernyataan maafku itu." Sehabis berkata
demikian, ia lantas mengangkat teh-koan arak itu dengan kedua
tangannya, lalu mengerahkan tenaga dalam ditangan kirinya,
sedang tangan kanannya memegang kuping teh-koan itu.
Terlihatlah kemudian dari mulut teh-koan itu menyembur keluar
arak dan menuangkan arak kecawan para tetamu sampai penuh,
sedikitpun tidak tumpah.
Perbuatan Ouw Lun itu membuat orang banyak jadi terperanjat.
"Rupanya memang tidak kosong nama orang tua , ini." kata Seng
Liang didalam hati.
"Dengan memberanikan diri Loo-hu menyilahkan saudara
sekalian mengeringkan arak yang terdapat dicawan masingmasing" kata Ouw Lun.
"Bila Ouw Loo-cian-pwee yang menyilahkan minum, kami juga
tidak berlaku shejie lagi, mari saudara-saudara kita minum !"
Sehabis berkata demikian, ia keprak meja dengan kedua belah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
23 tangannya, yang membuat kedua belas cawan itu jadi terpental naik
sampai sedepa tingginya. Orang banyak sudah lantas
menanggapinya dan meminum isinya hingga kering. Tapi hanya
Touw-lun-tu yang tidak meminumnya.
"Touw-lun-tu Toa-ko, mengapa tidak diminum araknya ?" tanya
Liang. "Sudah kuminum habis!" Kata Touw-lun-tu seraya mengangkat
telapak tangan kirinya yang tadinya diletakkan diatas cawan itu.
Ketika orang banyak memandang kedalam cawan, mereka
mendapat kenyataan balnva memang benar cawan itu sudah kering,
setetes arakpun tidak terdapat didalamnya. Ternyata tadi diamdiam Touw-lun-tu mengerahkan Lwee-kangnya ke telapak tangan
kirinya dan menyedot arak yang terdapat di dalam cawan itu
melalui pori-pori yang terdapat dipermukaan telapak tangan
kirinya itu. Inilah suatu ilmu bathin tingkat tinggi yang jarang
ditemui didalam kalangan Kang-ouw, yang membuat orang banyak
jadi pada terperanjat berbareng kagum.
"Kedua bangku ini diatur diatas bangku tuan rumah, tampaknya
kedua tamu itu pasti terlebih tinggi tingkatannya dari Touw-luntu." pikir La-sie Pa. Sehabis berpikir demikian, mendadak ia
mendapat suatu pikiran lain, segera pergi ke w.c.
Lalu dikeluarkannya kitab nama-nama orang termasyhur
didalam kalangan Kang-ouw, dengan teliti diperhatikan isinya,
setelah membalik beberapa lembar, terlihat olehnya ada kalimat
yang berbunyi demikian : "Touw-lun-tu adalah salah seorang jago
dari Ang Hoa Pay, ia menggunakan Tay Eng Ciang dan tindakannya
sangat kejam dan keji, selamanya ia tidak memakai senjata. Ilmu
silatnya juga tidak dibawah Goan Cin Sian-su ataupun Biauw Giok
Sin-nie, bila bertemu dengannya harus hati-hati."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
24 Didalam kitab itu yang menyuruh orang berlaku hati-hati hanya
dilembar dan dibagian itu saja.
"Maksud kedatanganku kemari selain untuk mencari Cie Lie Sie
juga untuk memberi kisikan kepada Yam-kee Liok An (Kiat),
mengapa aku tidak menggunakan kesempatan ini untuk
memberitahukan kepada mereka." pikir La-sie Pa. Sehabis berpikir
demikian, ia lantas kembali ketempat duduknya. Terlihatlah
sekarang bahwa didalam kursi yang tadinya kosong kini telah
diduduki orang. Salah seorang diantaranya adalah seorang laki-laki
berkumis dan berpakaian secara orang militer berpangkat, orang
itu ternyata adalah Thio Kok Hin, Siu-pie dari kota Lan Ciu. Sedang
yang seorang lagi adalah seorang nona manis, tuan rumah
memperkenalkannya sebagai nona The, tapi La-sie Pa telah
mengetahui bahwa nama lengkapnya adalah The Hwie Cu.
Pertemuan itu sungguh diluar dugaan La-sie Pa maupun Hwie Cu.
Ternyata The Hwie Cu setelah ditolak cintanya secara halus oleh
La-sie Pa, dari cinta berubah menjadi benci, begitu hebat rasa benci
itu, ia jadi tidak kembali kekota Lhasa dan mengembara kesanakemari, akhirnya sampai dikota Lan Ciu. Nona The adalah seorang
gadis yang terhormat, maka setelah ia merasa betapa menderita
seseorang yang mengembara didalam kalangan Kang-ouw ia jadi
sedikit menyesal, maka akhirnya ia minta bertemu dengan Siu-pie
dari kota Lan Ciu itu.
Thio Kok Hin sebetulnya tidak kenal dengan nona The, tapi
begitu ia mengetahui bahwa Hwie Cu adalah puteri dari The Ceng
Ong, lantas menyambutnya dengan manis, disamping menemani sinona berpesiar dikota Lan Ciu, ia juga lantas memberi tahu kepada
The Ceng Ong bahwa sekarang puterinya berada dikota Lan Ciu.
Dengan demikian akhirnya si-nona jadi kenal dengan Lian Seng
Liang. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
25 Baik La-sie Pa maupun The Hwie Cu, begitu saling bertemu
muka, wajah mereka jadi berubah menjadi merah dan tidak
mengatakan suatu apa.
Dengan roman benci The Hwie Cu memandang Ouw Fong. ia
mengira bahwa nona Ouw adalah Cie Lie Sie. "Yang kucari belum
kutemukan, sudah berjumpa dengannya lagi." keluh La-sie Pa
dalam hati.
The Hwie Cu adalah seorang yang bermulut tajam, sambil
memandang Ouw Fong dan La-sie Pa, ia terus mengeluarkan katakata sindiran. Pada mulanya Ouw Fong tidak tahu dirinya disindir,
tapi akhirnya ia insyaf dan mengetahui bahwa nona The itu salah
paham, yang mengira dirinia adalah tunangan La-sie Pa. Tapi dasar
ia orang yang nakal dan mungkin juga semua sifat wanita begitu.
Setelah disindir, ia jadi hendak membalasnya, ia balik menyindir
Hwie Cu, sehingga akhirnya diantara mereka berdua terjadi suatu
perang mulut, semakin lama jadi semakin seru.
Walaupun didalam hati tuan rumah kurang senang, tapi karena
memandang kedudukan The Hwie Cu, ia jadi tidak dapat berbuat
suatu apa.
Didalam keadaan demikian, mendadak dipintu luar terdengar
bunyi seruling, mendengar ini Seng Liang jadi gembira, segera
berdiri dan berkata kepada orang banyak : "Cu-wie, hari ini Loo-hu
bermaksud hendak lebih bikin meriah pesta ini, maka sengaja
mengundang seorang penjual silat kemari untuk diperlihatkan
kepada saudara sekalian dan tentunya akan menambah
kegembiraan Cu-wie." Sehabis berkata demikian, ia segera
menepuk tangan dan masuklah tiga orang penjual silat.
Yang menjadi kepala adalah seorang tua dan dibelakangnya
mengikuti 2 orang, yang seorang adalah seorang nenek dan yang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
26 seorang lagi ialah seorang gadis cantik. ditangan mereka masingmasing membawa peti, tambur dan alat-alat lainnya.
Begitu masuk si-orang tua sudah lantas memberi hormat kepada
orang yang hadir didalam perjamuan itu dan berkata dengan suara
keras: "Tuan-tuan yang kami hormati, hidup Loo-hu selamanya
hanya mengandalkan dari hasil penjualan silat. Hari ini Lian Loo-ya
mempercayai kami untuk membuka pertunjukkan disini, untuk
mana Loo-hu mengucapkan sukur dan terima kasih. Bila nanti
permainan yang kami pertunjukkan kurang menarik, harap sudi
dimaafkan."
"Hai Loo-tauw-jie. kau boleh mempertunjukkan segala yang
paling menarik hati, aku Lian Seng Liang selamanya tidak akan
merugikan orang, pasti akan membayar kalian dengan harga
tinggi."
"Sebagai pembukaan Loo-hu hendak main piring, harap tuantuan tidak mentertawakannya." Kata Cie Eng setelah mengiakan
perkataan tuan rumah. Sehabis berkata demikian, ia segera
membuka peti dan dari dalam peti itu dikeluarkannya sepuluh
piring kecil. Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata dilontarkannya
piring-piring kecil itu ke tengah udara, lalu ditangkapnya kembali
untuk kemudian terus dilemparnya lagi. Perbuatannia itu terus
dilakukan berulang-ulang, tiada sebuahpun dari piring itu yang
jatuh ditanah. Tak lama kemudian terdengar Kwan Cie Eng
membentak : "Pian !", kesepuluh piring kecil itu saling tindih dan
kemudian membuka sebuah garis lurus, perlahan-lahan jatuh
ditanah si-orang tua she Kwan itu. Tapi tak lama kemudian ia
kembali melontarkan piring-piring itu sambil membentak "Pian!",
kesepuluh piring itu kembali berubah bentuk, sebentar membentuk
segi tiga dan sebentar lagi membulat seperti bentuk telur, sampai
akhirnya membentuk huruf "Hu", Selamat dan bahagia" Permainan
si-tukang sulap she Kwan itu sangat cepat, tak sebuah piring
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
27 kecilpun yang jatuh ditanah, membuat orang yang menyaksikan
pada berteriak memuji.
Seng Liang yang diam-diam memperhatikan The Hwie Cu, ketika
melihat si-nona rupanya sangat tertarik akan pertunjukkan itu,
sehingga ia tidak lagi melanjutkan perang mulutnya dengan Ouw
Fong, hati orang she Lian itu jadi sangat girang, cepat-cepat
berteriak: "Sungguh bagus permainanmu Loo- tauw-jie!"
Setelah mengucapkan terima kasihnya atas pujian itu, Kwan
Loo-tauw-jie berkata : "Baik, kami akan menghidangkan lagi sebuah
pertunjukkan lain yang lebih menarik hati."
Terlihat kemudian si-nenek berdiri ditengah ruangan, lalu
meminta sebuah media untuk diletakkan didepannya, kemudian ia


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meletakkan sebuah kurungan keatas media itu. Didalam kurungan
itu terdapat seekor ayam kecil. Tak lama kemudian tampak si-nenek
menutup kurungan ayam itu dengan sehelai kain. "Ayam kecil akan
berubah menjadi besar!" katanya kemudian sambil tersenyum.
Ketika dibuka kain penutup kurungan itu benar saja ayam kecil
telah berubah menjadi seekor ayam yang besar.
Orang banyak jadi pada bertepuk tangan sambil memujinya.
Dalam pada itu terlibat si-nenek telah menutup kembali
kurungan ayam itu dan berkata: "Setelah ayam kecil berubah
menjadi besar, kini ayam akan pergi."
Ketika kain penutup itu dibuka, didalam kurungan telah menjadi
kosong melompong, entah ayam besar itu telah pergi kemana.
Kejadian itu kembali membikin orang yang menonton jadi pada
bersorak saking kagumnya.
"Siapakah diantara tuan-tuan yang sudi meminjamkan topi?"
tanya nenek itu kemudian.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
28 Sambil tersenyum Touw-lun-tu membuka topinya kemudian
diserahkan kepada nenek itu.
"Loo-ya, topimu bisa berubah, tuan mau topimu berubah
menjadi apa?"
Si-nenek jadi tersenyum ketika mendengar perkataan itu,
kemudian ia membulak-balik topi tersebut, cepat gerakannya,
sehingga walaupun Touw-lun-tu telah memperhatikannya dengan
seksama, ia tetap juga tidak dapat melihat jelas gerakan tangan
nenek itu. Sesaat kemudian, mendadak topi tersebut telah lenyap.
Sedang mulut si-nenek telah berkemak-kemik, entah apa yang
diucapkannya, sampai akhirnya ia mengulurkan tangannya ke
udara dan seakan-akan mencengkeram sesuatu dan berkata: "Topi
berubah menjadi emas, setanpun akan merasa lega." sehabis
berkata demikian, ia membuka telapak tangannya, terlihatlah diatas
telapak tangan itu terdapat segumpal emas.
"Coba bawa kemari!" bentak Touw-lun-tu.
"Loo-ya, setiap pemain sulap ada tiga larangan." kata nenek itu
sambil tersenyum.
"Apa ?" Tanya Touw-lun-tu.
"Larangan pertama penonton tidak boleh berdiri dibelakang,
kedua para penonton tidak boleh dekat."
"Yang ketiga?" Potong Touw-lun-tu.
"Setiap penonton tidak diperkenankan melihat barang sulapan."
jawab si-nenek.
Penjelasan itu membuat Touw-lun-tu jadi sangat marah, ia
berkeras hendak melihatnya juga, yang membuat si-nenek jadi
Bohwat, akhimya sambil tersenyum ia berkata: "Bila demikian aku
serahkan benda ini kepadamu." Sehabis berkata demikian, ia lantas
melemparkan emas itu kearah Touw-lun-tu. Ketika emas itu telah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
29 hampir sampai didekat Touw-lun-tu. si-nenek telah membentak
"Pian!".
(Pian = berubah)
Ketika sampai ditangan Touw-lun-tu, emas itu lenyap dengan
mendadak dan sebagai gantinya adalah sebutir telur ayam, tapi
karena tadi Touw-lun-tu menangkapnya dengan keras, membuat
telur itu jadi pecah ditangannya, sehingga telapak tangannya penuh
dengan putih serta kuning telur. Kejadian itu membuat semua
orang yang hadir disitu jadi pada tertawa berkakahan.
Selagi Touw-lun-tu marah mendadak si-nenek telah mencelat
kebelakangnya dan menepuk punggungnya perlahan-lahan dan
menarik kupingnya. Ketika nenek itu membuka kepalanya, diatas
telapak tangannya terdapat sebuah benda kuning yang amat
bersinar. "Mengapa emas ini bisa lari kedalam kuping?" kata sinenek seraya tersenyum.
Orang banyak kembali jadi tertawa besar dan bersorak dengan
riuhnya. Touw-lun-tu sudah menjadi sangat gusar dan membentak :
"Kemari!" sambil membentak begitu ia ulurkan tangannya untuk
mencengkeram tangan si-nenek, setelah berhasil mencengkeram
tangan tersebut, ditariknya dengan keras. Perbuatan Touw-lun-tu
membuat orang banyak jadi sangat terkejut, mereka mengira kali
ini si-nenek pasti akan celaka, bila tidak mati tangannya tentu akan
patah. Siapa sangka, wajah si-nenek ternyata tetap berseri dan
membiarkan tangannya ditarik. Sebaliknya Touw-lun-tu yang
semakin menarik jadi semakin terperanjat, sebab tangan si-nenek
ternyata sangat lemas seperti kapas, bagaikan tiada daging dan
tiada tulang. Tak lama kemudian mendadak si-nenek itu
membentak "Pian !" dan tangannya terlepas dari cekalan Touw-lunPendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
30 tu dan barang yang dicekalnya tadi ternyata telah kena direbut oleh
Touw-lun-tu. Namun barang yang berada ditangan Touw-lun-tu
kini bukan lagi gumpalan emas, tapi gumpalan bulu onta, yang tak
lain daripada topi-nya atau tepatnya kopiahnya sendiri.
Kembali orang banyak jadi bersorak dan memuji akan
permainan yang dapat dilihat, hanya Touw-lun-tu seorang yang
berdiam diri dan wajahnya jadi merah padam saking malu dan
kagetnya sebab ia tidak sangka bahwa nenek itu ternyata adalah
seorang yang berkepandaian tinggi.
Kwan Loo-tauw-jie telah majukan diri dan sambil memberi
hormat kepada para hadirin ia berkala : "Bila pertunjukkan tadi
kurang memuaskan, harap tuan-sudi sudi memaafkan!" Sedang sinenek hanya senyun-senyum saja dan kemudian berdiri disebelah
samping. Lian Seng Liang ketika melihat pertunjukkan tadi, ia mengetahui
bahwa nenek itu bukan orang sembarangan, segera majukan diri,
sambil memberi hormat berkata: "Sam-wie orang gagah dari
golongan manakah?"
Sebelum Seng Liang habis berkata, telah dipotong oleh si-nenek:
"Kami adalah penjual silat biasa, mana berani menerima panggilan
sebagai orang gagah, silahkan Lian Loo-ya duduk, nanti anak
perempuanku akan menunjukkan sedikit kepandaiannya."
La-sie Pa rasa-ras pernah mendengar suara nenek itu, yang
membuat hatinya jadi curiga, tapi ketika ia memandang kepada
roman nenek itu, ia tidak mengenalnya, sehingga akhirnya ia tetap
berdiam diri saja.
Gadis penjual silat itu dengan malu-malu melangkah ke tengahtengah lapangan, sedangkan kedua orang tua itu sudah lantas
berbaring diatas tanah dengan menghadapkan muka mereka keatas.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
31 "Mulai!" perintah orang tua itu.
Si-nona sudah lantas mencelat sampai semeter lebih, lalu setelah
bergulingan diatas ditengah udara, lalu dengan ringannya jatuh
dikedua kaki si-orang tua yang memangnya sengaja diangkat itu.
Kemudian tampak si-orang tua menggerakkan kakinya, tubuh gadis
itu kembali melayang keatas dan lalu jatuh dikaki si-nenek. Kejadian
itu terus berlangsung, yang membikin si-gadis seperti juga bola,
sebentar terbang kemari dan sebentar lagi terbang kesana. Pada
suatu ketika mendadak si-orang tua she Kwan membentak: "Pian!",
diatas udara mendadak si-nona mengubah gerakannya seperti Lok
Yen atau belibis jatuh, kemudian terdengar bentakan lagi: "Pian.!".
Gerakan si-gadis jadi berubah lagi, kalau tadi menggunakan
gerakan Lok Yen, kiri memakai gaya "Houw Yo" atau "macan
menerkam". Demikianlah seterusnya nona itu selalu menurut apa
yang diperintahkan oleh orang tua itu, sebentar ia menggunakan
gerakan "Teng Liong" atau "Ular naga memperlihatkan diri", dilain
saat ia menggunakan gaya "Hui Hong" atau "Burung Hong
terbang", sebentar kemudian memakai cara "Pun Ma" atau "Kuda
lari" serta "Tiauw Wa" atau Kodok lompat" dan sebagainya. Semua
gerakannya itu amat indah dan menawan hati setiap orang yang
melihatnya, sehingga semua mata yang berada diruangan
perjamuan itu ditujukan kediri si-nona.
Sebelum permainan itu selesai dipertunjukkan, diluar ruang
tamu itu terdengar orang berteriak bagus, yang membuat semua
orang yang berada didalam ruang itu jadi sangat terperanjat, tak
kecuali dengan ketiga orang penjual silat itu, mereka segera
menghentikan permainannya.
Diluar ruang tamu itu telah berdiri tiga orang, yang berdiri
ditengah-tengah adalah seorang Too-su. Dipinggir sebelah kiri
imam itu berdiri seorang pemuda sedang di sebelah kanannya
adalah seorang gadis.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
32 "Lian Lao-liang, mengapa hari gembira seperti ini engkau tidak
mengundangku?" teriakan Too-su itu, yang tak lain daripada Ceng
Cin-jin. Sedang La-sie Pa sudah lantas mengenalinya bahwa sepasang
pemuda pemudi itu tak lain daripada Ciam Giok Lan ! dan Jie Ho,
tanpa terasa ia jadi mengeluarkan perkataan "Ooohhh".
Dengan sorot mata yang penuh kebencian The Hwie Cu
memandang kearah La-sie Pa dan Ciam Giok Lan dengan
bergantian.
Nona penjual silat itu sudah lantas bersembunyi dibelakang sinenek. Sedang nenek itu hanya tersenyum saja. Lian Seng Liang
sudah lantas menghampiri Ceng Cin-jin seraya berkata: "Maafkan
kami yang terlambat menyambut Too-tiang." Sehabis berkata
demikian, ia segera menyuruh pelayannya untuk menyediakan
sebuah kursi baru seraya menyilahkan Ceng Cin-jin duduk.
Ceng Cin-jin juga tidak berlaku shedlie. ia segera mengambil
bangku dari tangan seorang Chung-teng, kemudian diletakkan
disebelah atas dari bangku Siu-pie dari kota Lan Ciu itu dan terus
duduk. Ciam Giok Lan dan Jie Ho duduk ditengah antara Kwan-see
Liok An dengan Ouw Lun. Seng Liang sudah lantas memerintahkan
untuk menambah arak dan sayur. Dalam pada itu Ceng Cin-jin
sudah menyuruh seorang Chung-teng untuk menyediakan sebuah
kursi lagi dan meletakkannya disebelah tempat duduknya.
Thio Siu-pie jadi sangat mendongkol akan perbuatan Too-jin itu,
ketika ia hendak umbar amarahnya, telah terdengar Ceng Cin-jin
yang sambil tertawa besar telah berkata: "Lian Lao Liang, rupanya
matamu ada penyakitnya, betulkah ?"
Agak kaget juga Seng Liang ketika mendapat pertanyaan itu,
setelah mengucak-ucak matanya, sambil tersenyum ia berkata :
"Tadi karena Loo-hu sangat tertarik menonton pertunjukkan, jadi
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
33 tidak melihat Too-tiang datang, sudilah Too-tiang memaafkan
kelakuanku itu."
Sambil tertawa berkakahan Ceng Cin-jin berkata: "Bukan itu
yang kumaksud, tapi tadi mengapa engkau membiarkan akhli waris
dari Bu Liang Pay tidur ditanah, bukankah itu sebagai suatu tanda
bahwa matamu ada penyakitnya ?" perkataan Cin-jin itu membuat
semua orang yang hadir disitu jadi sangat terperanjat, ketika
mereka memandang ke tengah ruangan itu, ketiga penjual silat itu,
entah dari kapan, telah berlalu dari situ.
Seng Liang adalah seorang yang paling kaget, cepat-cepat ia
berdiri untuk mencari mereka, tapi telah keburu terdengar Touwlun-tu berkata dengan dinginnya : "Mereka sudah pergi !"
La-sie Pa setelah berdiam sebentar, mendadak ia lompat dari
tempat duduknya, sambil berteriak: "Dia, itu gadis penjual silat,
betul dia." Sehabis berteriak demikian, ia segera berlalu dari situ.
Giok Lan juga segera mengejarnya dengan disusul oleh Jie Ho.
Seng Liang jadi kurang senang dengan adanya kejadian itu.
Tak lama kemudian, Kwan Sie Liok An dan Yu To Hweeshio juga
pada berpamitan dengan tuan rumah.
Ouw Fong segera memberi tanda kepada ayahnya. "Loo-hu
karena masih mempunyai urusan, maka sekarang hendak pamit
dulu." Kata Ouw Lun sambil memberi hormat kepada tuan rumah.
Sehabis berkata demikian, segera berlalu dari situ dengan diikuti
oleh puterinya.
Sambil memperdengarkan tertawa dingin The Hwie Cu berdiri
dan berkata : "Harap Thio Tay-jin terus berdiam di sini, Lian Chungcu, aku hendak mencari seseorang."
"Siapa ?" Tanya Seng Liang cepat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
34 "Cie Lie Sie!" jawab si-nona singkat, kemudian tanpa berpaling
lagi ia segera berlalu dari situ.
Kini tuan rumah hanya ditemani oleh tiga orang tamunya. Selagi
Seng Liang bingung, mendadak dari luar masuk seorang tentara
dengan roman tergesa-gesa dan kemudian mengisiki beberapa
perkataan kepada Lan Ciu Siu-pie. Setelah mendapat kisikan itu,
dengan roman tergesa-gesa Siu-pie itu juga segera berpamitan
dengan tuan rumah, sehingga kini hanya Ceng Cin-jin dan Touwlun-tu yang menemani tuan rumah.
(XI) Adapun La-sie Pa yang mengejar ketiga pemain sunglap itu,
ditengah perjalanan hatinya berkata: "Tidak salah lagi bahwa
bayangan yang semalam pasti adalah Cie Lie Sie. Langkahnya terus
diarahkan kehotel dimana ia melihat bayangan yang kemarin
menghilang.
Dari Lian Kee Chung kerumah penginapan yang dimaksud harus
melalui banyak jalan besar maupun kecil. Ketika La-sie Pa sampai
didepan sebuah jalan kecil, mendadak ia telah ditarik oleh seseorang
dan ketika ditegaskannya, orang yang menariknya adalah si-nenek
tukang jual silat itu. Nenek itu tidak memberi kesempatan bicara
kepada Sie Pa, siapa sudah segera menariknya dan kemudian diajak
lompat keatas tembok dan masuk kesebuah pekarangan rumah
orang. Dari dalam itu terdengar bertanya sebuah suara yang halus:
"Sudah datangkah ?"
"Sudah !" jawab nenek itu, lalu sambil mendorong La-sie Pa, sinenek berkata : "Lekas kau jumpai Cie Lie Sie-mu !"
Cepat-cepat La-sie Pa masuk kedalam kamar dan kala itu Cie Lie
Sie telah menukar pakaiannya, dengan roman berseri-seri ia
menyambut kedatangan Sie Pa, malah kemudian menubruk
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
35 kepelukan si-pemuda sambil menangis ia berkata: "Su-ko, semua
ini memang salahku, yang membuat susah kepadamu saja."
La-sie Pa disamping gembira juga jadi terharu, sambil
menyekahkan air mata si-nona, ia juga menghiburnya.
Tak berselang lama, mendadak Cie Lie Sie menarik tangan La-sie
Pa keluar dari kamar itu, diluar terlihat Biauw Giok Sin-nie yang
telah menyalin pakaiannya.
"Bila tidak dibantu oleh Loo-cian-pwee, Siauw-pwee pasti takkan
dapat berkumpul kembali, budi mana takkan kulupakan." kata Lasie Pa sambil berlutut dihadapan rahib (pendeta wanita itu).
"Mau apa engkau memanggil Cian-pwee segala kepadaku,
lupakan engkau bahwa aku adalah Su-couw-ie-po-mu ?" kata Biauw
Giok Sin-nie seraya membangunkan La-sie Pa. "Kau masih harus
berterima kasih kepada seseorang, sebab dia baru benar yang
menjadi In-jin (tuan penolong)-mu yang sejati." katanya kemudian.
Sambil berkata demikian Biauw Giok Sin-nie menunjuk seseorang,
ketika La-sie Pa berpaling, orang itu ternyata adalah Kwan Cie Eng,
si-pemuda segera berlutut dihadapannya guna mengucapkan
terima kasihnya.
Ternyata memang benar dugaan ibu angkat Cie Lie Sie, Ho Sim
Leng, bahwa si-nona melarikan diri kejurusan Tionggoan. Lie Sie
terus saja jalan dengan menuruti langkah kakinya tanpa tujuan


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertentu, sedang pada saat itu ia tidak membawa uang sesenpun dan
disamping itu ia tidak mau mencuri barang orang. Sampai akhirnya
ia sampai dikota Lan Ciu, kala itu keadaannya sudah sangat
menyedihkan sekali. Kebetulan ada seorang penjual silat tua yang
melihat keadaan si-nona yang amat menyedihkan itu lantas
menahannya, malah kemudian mengangkat anak kepadanya,
penjual silat tua itu tak lain daripada Kwan Cie Eng. Mulai dari saat
itu mereka membuka pertunjukkan silat bersama-sama, sampai
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
36 pada suatu ketika, ketika Cie Lie Sie tengah memamerkan ilmu
silatnya, Biauw Giok Sin-nie lewat disitu dan mengenali bahwa ilmu
pedang yang dimainkan oleh si-nona berasal dari cabangnya, Bu
Liang Pay. Setelah menanyakan hal itu kepada si- nona, ia baru tahu
bahwa Cie Lie Sie adalah Su-tit-jie atau keponakan murid
perempuannya. Biauw Giok Sin-nie kemudian hendak mengajak sinona untuk kembali ke Tibet, tapi Lie Sie tidak mau dan ketika
Biauw Giok menanya mengapa si-nona bisa berada disitu, Lie Sie
hanya menjawabnya dengan cucuran air matanya saja. Akhirnya
Biauw Giok Sin-nie habis daya dan pergi meninggalkan tempat itu
seorang diri. Namun kemudian ditengah perjalanan ia melihat Lasie Pa yang tengah dikurung oleh Tan Cie Yen dkk, sehingga
akhirnya sebagaimana diketahui, Biauw Giok lantas menolong Sie
Pa. Dari penuturan Sie Pa, Biauw Giok Sin-nie baru mengetahui
akan sebab mengapa Cie Lie Sie bisa berada dikota Lan Ciu dan tidak
mau diajak kembali ke Tibet.
*** Setelah Biauw Giok Sin-nie berempat bercakap-cakap untuk
beberapa saat lamanya, mendadak diluar jendela berkelebat sebuah
bayangan, rahib itu lantas memanggil: "Lan jie lekas masuk!"
Terlihat kemudian dari luar jendela melompat masuk 2 orang,
yang tak lain daripada Jie Ho dan Ciam Giok Lan.
Dengan roman berseri-seri Ciam Giok Lan menjumpai Biauw
Giok Sin-nie, kemudian ia perkenalkan Jie Ho kepada orang banyak.
Cie Lie Sie yang melihat hubungan mesra antara Giok Lan dan
Jie Ho, ia baru sadar akan kekeliruannya. Tanpa terasa ia jadi
merasa jengah sendiri dan sambil menarik tangan Giok Lan berkata:
"Cie-cie, ini semua memang kesalahan Siauw-moy, harap Cie-cie
suka memaafkannya."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
37 "Sudahlah, yang lalu biarkan dia lalu, tak usah kita pikirkan lagi."
jawab Giok Lan sambil tersenyum.
Dilain pihak La-sie Pa juga menarik tangan Jie Ho dan mereka
lantas bercakap-cakap dengan asyiknya.
Biauw Giok Sin-nie ketika melihat keadaan itu, ia lantas memberi
isyarat dengan matanya kepada Kwan Cie Eng untuk berlalu dari
situ. Kini didalam ruang itu hanya tinggal 2 pasang pemuda-pemudi
itu dan mereka bercakap-cakap dengan suara perlahan dan sangat
asyik mereka bicara, sehingga mereka tidak tahu bahwa Biauw Giok
Sin-nie dan Cie Eng telah keluar dari tempat itu.
*** Tersebutlah Kwan Sie Liok An beserta Yu To Hweeshio yang
buru-buru pamitan dengan tuan rumah guna menyusul La-sie Pa
untuk membalas sakit hati mereka di Jit Goat-san dulu. Walaupun
mereka telah mengelilingi kota Lan Ciu, tapi mereka tetap tidak
melihat bayangan La-sie Pa. Sampai akhirnya mereka menuju
keluar kota, ketika sampai didepan sebuah rimba, terlihatlah
didalam rimba itu ada bergerak bayangan orang, Yam-kee Liong
lantas membentak : "Lekas keluar Siauw-cu, kami ada urusan yang
hendak dibereskan denganmu."
Dari dalam rimba itu terdengar orang tertawa besar dan berkata:
"Sungguh kebetulan, kami memang hendak mencari kalian."
Sehabis suara itu, dari dalam rimba telah lompat keluar belasan
orang. Yam-kee Liong lantas mengenali bahwa mereka adalah musuh
lamanya, Tan Cie Yen, Ang Hoat, Ku Piauw dan lain-lainnya.
"Aku, Tan Cie Yen selamanya belum pernah berbuat kesalahan
terhadap kalian, tapi nyatanya kamu sengaja hendak membikin
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
38 susah kepadaku, sehingga akhirnya perusahaan serta keluargaku
jadi berantakan, hai orang she Yam, lekas kembalikan barang
rampasan itu!" Kata Cie Yen dengan gusar.
"Ohh itu tak mungkin, sebab barang itu telah masuk KEdalam
perut kami, sekarang kamu mau apa ?" Yam-kee Liong mengejek
seraya menantang.
Tan Cie Yen hanya mengeluarkan suara dari hidungnya,
sedangkan Ku Piauw sudah lantas membentak: "Bila demikian kami
akan membelek perutmu!"
"Baik aku, Yu To Hweeshio yang mengajarmu bagaimana harus
membelek perut orang." Bentak Yu To Hweeshio, yang rupanya
sudah tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Sehabis membentak
demikian, disepakkannya kakinya keperut Ku Piauw, demikian
cepat serta hebat sepakkan itu, yang membuat Ku Piauw jadi tidak
keburu mengegos atau menang- kisnya, tak ampun lagi perutnya
kena disepak sehingga ia jadi jatuh tercengkang.
"Aku, Ang Liang, hendak meminta pengajaran dari Yu To
Hweeshio." Sehabis membentak demikian, si-orang she Ang itu
sudah lantas menyabetkan rantai besarnya kearah Yu To Hweeshio.
Sambil berkata "bagus", Yu To Hoo-siang buru-buru
mengegoskan serangan itu, malah kemudian ia barengi dengan
menyepakkan kakinya kelambung lawan.
Ang Liang ketika melihat serangan itu, lantas mengetahui bahwa
kepandaian lawannya juga tidak lemah, tak berani ia
menyambutinya dengan kekerasan, cepat-cepat ia mundur dua
langkah, dengan demikian serangan Yu To itu jadi mengenai tempat
kosong. Tapi sebelum Ang Liang keburu menyerang, Yu To
Hweeshio telah mengirimkan lagi kakinya yang sebelah lagi, dengan
begitu Ang Liang jadi tidak keburu untuk mengegos. maka cepatcepat ia ulurkan sepasang tangannya dan terdengarlah suara
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
39 "Poookk", berbareng dengan itu Yu To Hoosiang tampak
terpelanting dan Ang Liang pun tak luput jatuh ketanah.
Masing-masing sudah cepat-cepat bangun lagi dan menerjang
kembali, diantara mereka segera terdiadi suatu pertempuran yang
dahsyat dan didalam waktu singkat belum dapat dipastikan siapa
yang akan menang dan siapa yang akan kalah.
Dilain pihak Yam-kee Liong yang melihat dipihak lawannya
hanya Ang Liang dan Tan Cie Yen saja yang berkepandaian tinggi.
Maka ia lantas menerdiang Cie Yen.
Cie Yen yang bermata awas, ketika melihat dirinya diserang,
sambil mengegos ia juga menghantamkan Kim Liong Jiauw-nya
kejalan darah Kwan Goan Hiat-nya Yam-kee
Ketika melihat serangannya tak berhasil. Yam-kee Liong jadi
sangat marah, ia lantas mencabut goloknya dan diantara kedua
orang itu terjalin pula suatu pertempuranyang hebat.
Baik sebelum melanjutkan cerita perihal pertemnuran itu, kita
menilik kepada Ouw Lun dan Ouw Fong tadi mereka ketika melihat
Kwan Sie Liok An berpamitan, juga segera turut berpamitan dengan
tuan rumah dan terus mengikuti keenam saudara Yam-kee itu dari
kejauhan. Ketika melihat rombongan Yam-kee Liong dicegat,
mereka cepat-cepat bersembunyi dibalik semak-semak.
Sebagai diketahui, Ouw Fong adalah seorang anak yang paling
suka berkelahi dan mempermainkan orang, tak terkecuali pada saat
itu, diam-diam ia menimpuk Ku Piauw dengan sebuah batu kecil,
hampir bersamaan waktunya dengan itu, terdengar Ku Piauw
berteriak: "Aduh!", tampak agak disebelah pinggir pipinya telah
mengalir darah segar, sambil memegang pipinya ia membentak,
"Seorang gagah takkan melakukan perbuatan itu; menyerang orang
dengan batu secara sembunyi-sembunyi!" Belum lagi habis
perkataannya itu, sekonyong-konyong dagunya telah kena diserang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
40 oleh sebuah batu kecil dan bersamaan waktunya dengan itu, hidung
Yam-kee Pouw juga kena diserang oleh batu, sehingga hidung itu
keluar darah. Sambil menerjang Ku Piauw, Yam-kee Pouw
membentak : "Kau berani menyerangku dengan batu !"
"Kau sendiri yang mulai, aku akan mengadu jiwa denganmu!"
bentak Ku Piauw. Diantara kedua orang itu terjadi suatu
pertempuran.
Kejadian itu membuat Ouw Fong diadi tertawa geli di dalam hati,
tanpa terasa Ouw Lun jadi tersenyum.
Kini baik kita menilik pertempuran iang tengah berlangsung
antara Ang Liang dengan Yu To Hweeshio pada suatu ketika bagian
belakang si-orang she Ang itu telah kena di hantam dengan
hebatnya, yang membuat ia diadi sangat pusing dan hampir saja
jatuh. Yu To setelah melihat serangannya berhasil, kembali
mengirimkan pukulan yang berikutnya. Tak ada lain jalan bagi Ang
Liang, walau kala itu dirinia telah terluka, tapi ia memaksakan diri
untuk menangkis serangan itu. Terlihat kemudian tubuh Yu To
harus mundur beberapa langkah kebelakang, telanak tangannya
pecah sehingga darah segar mengucur dari lukanya itu. Namun
keadaan Ang Liang terlebih parah lagi, ia sudah segera jatuh tanpa
sadarkan diri lagi.
Yu To Hweeshio rupanya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan
itu, siapa sudah lantas menerjang lagi sambil menurunkan tangan
jahatnya. Tidak sangka, sebelum maksudnya itu kesampaian,
mendadak dari dalam rimba telah melayang 2 butir batu. Yu To
ketika melihat keadaan batu itu ia tidak begitu memperdulikan,
membiarkan dadanya kena diserang oleh batu pertama dan
nyatanya begitu batu itu mengenai tubuhnya, seperti juga
membentuk sebuah tembok besi, jadi terpental balik. Sambil
tertawa besar, ia sambuti lagi batu kedua itu, tapi begitu batu kedua
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
41 tersebut hampir mengenai tubuhnya, ia jadi menjadi sangat kaget
dan ketika hendak mengegos sudah tidak keburu, lengan kanannya
telah kena diserang, rasa sakit hampir menusuk ketulang
sumsumnya.
Ternyata batu pertama dilepaskan oleh Ouw Fong, sedang yang
kedua dilepaskan oleh Ouw Lun. Saking gusarnya, Yu To lantas
menerkam ketempat dimana batu tadi berasal, tapi disitu ternyata
telah kosong-melompang. Tiba-tiba terlihat olehnya, bahwa tidak
jauh dari situ, Ouw Fong menggapainya seraya mengejek : "Mari,
mari!"
"Kiranya engkau." bentak Yu To, kemudian ia mengejar si-nona,
namun sebentar kemudian si-nona telah lenyap dari pandangannya.
Disamping itu terdengar Yam-kee Liong berteriak "Tangkap !"
Ketika Yu To berpaling, terlihat olehnya adalah seorang tua yang
menggendong Ang Liang, yang kala itu telah pergi jauh.
Kejadian itu membuat Yu To jadi sangat mendongkol, ia lantas
menceburkan diri kemedan pertempuran lagi, membuat keluarga
Yam menghadapi Kan Tiong Sie Houw, Ang Hoat dan lainmya.
Cian Jut Piauw ketika melihat gelagat kurang baik bagi pihaknya,
ia segera melarikan diri. Yu To yang kala itu seperti orang haus
darah, ia tidak mau membiarkan si-orang she Cian itu melarikan
diri, segera mengejarnya. Sampai suatu ketika, Jut Piauw karena
mengetahui sukar baginya untuk lolos, ia jadi berlaku nekat,
dilawannya Yu To dengan hebat, namun akhirnya, Yu To dapat juga
memberesi jiwa si-orang she Cian itu.
Ketika Yu To berhasil membunuh Jut Piauw dan kembali
kemedan pertempuran dipinggir hutan itu, tampaklah olehnya
bahwa ditanah telah menggeletak mayat Yam-kee Hong, Kee Lien,
Kee Houw, Kee Pouw dan Kee Kouw. Sedang dipihak lawan yang
binasa ialah Ku Piauw, Ang Hoat, Ciak Kim Tong, Tang Eng Ho, Cian
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
42 Jut Piauw beserta Han Tiong Sie Houw. Kini hanya tinggal Tan Cie
Yen dan Yam-kee Liong yang tengah bertempur mati-matian.
Sambil membentak Yu To hendak membantu Yam-kee Liong
mengerubuti Tan Cie Yen, tapi sekonyong-konyong dari dalam
rimba telah keluar 2 orang, mereka tak lain daripada Ouw Fong
lantas membentak: "Sungguh bagus kedatanganmu."
"Hweeshio, engkau kira aku takut kepadamu ?" Ouw Fong balas
membentak.
Sedang kala itu Ouw Lun telah berteriak . Harap kalian berhenti
bertempur!" Tapi bentakan itu tidak didengar oleh Cie Yen dan
Yam-kee Lien. Maka terpaksa Ouw Lun melompat ke-tengah-tengah
mereka sambil melintangkan pedangnya di tengah-tengah senjata
kedua orang itu seraya membentak. "Berhenti, bila tidak jangan
Loo-hu berlaku kelewatan."
"Ouw Lao-tauw, apa maksudmu berbuat demikian!" bentak
Yam-kee Liong sambil mengawasi Ouw Lun dengan roman gusar.
"Semuanya telah pada mati, untuk apa kalian masih terus
bertempur?" kata Ouw Lun seraya menunjuk kepada sekalian
mayat yang pada bergeletakan itu.
"Aku hendak membalaskan sakit hati adikku." Kata Yam-kee
Liong dengan suara keras.
"Bila aku tak dapat merampas kembali benda yang telah kena
dirampas oleh mereka dan membalaskan sakit hati kawanku,
hendak kutaruh dimana mukaku ?"
"Sudahlah, Yang lalu biarkan dia lalu, untuk apa masih terus
dipersengketakan?" Kata Ouw Lun dengaN sabar.
"Tidak bisa, aku harus membalas dendam ini, kecuali kalau
mereka bisa menghidupkan kelima adikku kembali." kata Kee
Liong. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
43 "Hai orang she Yam, aku kini hendak mengadu jiwamu
denganmu!" bentak Cie Yen.
Dalam pada itu Yu To membentak: "Ouw Lun, ada hak apa
engkau hendak ikut mencampuri urusan ini?""
Ouw Lun yang hendak berbuat baik, tapi kini sebaliknya ia
difitnah iang bukan-bukan oleh mereka jadi tidak dapat menahan
kesabarannya, lantas membentak: "Kalian masih tetap hendak
bertempur ?"
"Sudah tentu !" kata Yam-kee Liong dan Yu To dengan suara
hampir berbareng.
"Bila demikian baiklah kalian boleh melanjutkan pertempuran
ini. Aku akan berpihak pada Tan Lao Cong Piauw-thauw."
Perkataan Ouw Lun itu berada diluar dugaan Yam-kee Liong dan
Yu To Hweeshio yang membuat mereka jadi tak dapat mengatakan
sesuatu apa. Sebab mereka tahu bahwa kepandaian Ouw Lun
berada diatas kepandaian mereka.
"Nah begitulah seharusnya, menurut pendapatku kin lebih baik
kalian menanam jenazah orang yang telah mati." kata Ouw Lun lagi
seraya tersenyum.
Tan Cie Yen yang paling pertama menyahuti, tak ada lain jalan
bagi Yam-kee Liong dan Yu To Hweeshio berdua selain menurut
jejak Cie Yen. Setelah bekerja selama lebih kurang sejam, selesailah


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah mereka menanam sekalian jenazah itu.
"Sampai bertemu lagi." Kata Cie Yen sambil memberi hormat,
kemudian berlalu dari situ.
Yam-kee Liong setelah berbisik-bisik sebentar dengan Yu To,
juga segera berlalu dari situ.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
44 "Disinilah kejelekan orang didalam kalangan Kang-ouw, yang
saling hendak membalas dendam dan hendak menjatuhkan
lawannya." kata Ouw Lun seraya menghela napas kepada puterinya.
Setelah ayah dan anak keluar dari rimba itu, mendadak mereka
ingat akan La-sie Pa. "Mari kita cari dia." kata Ouw Lun kemudian.
Pada waktu itu hari telah senja, kedua ayah dan anak ini
walaupun telah mencari La-sie Pa selama 2 jam lamanya, tapi
mereka tetap belum juga berhasil. Sampai suatu ketika Ouw Lun
mendapat suatu pikiran dan berkata : "Sifat Lian Seng Liang
sungguh sangat mencurigakan, mari kita pergi ke Lian Kee Chung."
Kedua orang ini menunggu sampai tengah malam, baru
menggunakan ilmu entengi tubuh masuk kedalam tembok keluarga
Lian. Tanpa diketahui oleh siapapun juga, akhirnya mereka sampai
dikamar dalam, yang kala itu ternyata masih sangat terang
benderang. "Fong-jie, mari ikut aku!" kata Ouw Lun setelah
berdiam sesaat.
Dengan ringannya ayah dan anak itu lantas melompat keatas
genting, setelah melewati beberapa kamar, dengan menggunakan
gaya "To Kwa Kim Kouw" atau "Menggantung kail emas", dengan
kaki menggelantung dipayon kepala dibawah, kemudian mereka
memakai lidah memecahkan kertas jendela, dari situ mereka
mengintai kedalam.
Didalam ruang yang mereka intai itu ternyata tiada seorangpun,
tapi disitu telah diatur sebuah meja perjamuan, seperti sebentar
tuan rumah hendak menjamu para tamunya.
Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya Ouw Lun berkata
kepada puterinya: "Fong-jie, lihatlah, sebentar lagi didalam ruang
itu pasti berkumpul banyak orang gagah, kau harus hati-hati, sekalikali jangan bersuara!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
45 Setelah lewat sepemakan nasi lamanya, sekonyong-konyong
pintu kamar itu terbuka dan orang yang pertama masuk kedalam
ruang itu adalah tuan rumah, Lian Seng Liang, dibelakangnya
mengikuti Touw-lun-tu, Siu-pie Thio Kok Hin dan The Hwie Cu,
dibelakang mereka mengikuti dua orang lagi. Ouw Fong begitu
melihat orang itu jadi agak terperanjat, hampir saja ia berteriak bila
tidak keburu dicegah oleh ayahnya. Kedua orang itu ternyata adalah
Yam-kee Liong dan Yu To Hweeshio. Yang terakhir masuk adalah
seorang paderi dengan seorang imam, Ouw Lun tidak kenal orang
yang terakhir itu.
Ternyata paderi itu adalah In Hweeshio, sedang si-imam adalah
Theng Lui Cu.
Namun kemudian menyusul lagi seorang laki-laki yang telah
berusia pertengahan, Ouw Lun begitu melihatnya hampir saja
berteriak bahna kagetnya, baiknya keburu ditahannya. Ia segera
membisiki Ouw Fong : "Orang itu adalah Sie Wie Tong-tay Kie Pak
Nian. Dengan datangnya ia malam ini kemari tentunya ada urusan
besar yang akan diurusnya."
Ke-9 orang masing-masing mengambil tempat duduk mereka
dengan menurut tingkatan. Setelah menyuruh para Chung-teng
keluar, Seng Liang lantas mengunci pintu ruang itu. Setelah masingbercakap-cakap untuk beberapa saat lamania, lalu terlihat Kie Pak
Nian berdiri dan berkata kepada orang banyak: "Siauw-tee yang
mendapat perintah dan tugas dari Ong-ya, sengaja datang kemari
membawa sedikit antaran beserta beberapa pucuk surat, tolong
Lian Chung-cu. Touw-lun-tu Loo-cian-pwee, Yam Tay-hiap, Yu To
Tay-su suka menerimanya dengan baik." Sehabis berkata demikian
didepan setiap masing-masing diletakkannya sebuah buntalan yang
berat dan sepucuk surat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
46 Lian Seng Liang dan lain-lainnya sudah segera membuka serta
membaca surat itu, akhirnya, dengan roman berseri-seri mereka
masing-masing menerima buntalan itu.
"Loo-hu berjanji akan membantu usaha ini dengan seluruh
tenaga yang ada padaku." kata Lian Seng Liang sambil tersenyum.
"Asal saja untuk menghadapi Laliat-touw, La-sie Pa dan lainmya,
kami bersedia mendiadi pelopor sekalian menebus malu kami di Jit
Goat-san dulu." kata Yam-kee Liang dan Yu To Hweeshio dengan
suara hampir berbareng.
"Terimakasih atas kesediaan saudara-saudara sekalian, setelah
urusan itu dapat diselesaikan, Ong-ya pasti takkan melupakan jasa
saudara-saudara !" kata Pak Nian seraya memberi hormat kepada
orang banyak. "Bagaimana dengan Loo-cian-pwee?" tanyanya
kemudian kearah Touw-lun-tu.
"Kalau saja yang mengatur siasat, aku akan membantunya" kata
Touw-lun-tu seraya memainkan matanya yang aneh. Mendapat
jawaban itu, Pak Nian jadi sangat gembira, lantas berkata: "Terima
kasih atas kesediaan saudara-saudara dan Loo-cian-pwee."
"Sudahlah kita tidak usah membuang-buang waktu lagi, lekas
katakan bagaimana kita harus membasmi mereka ?"
"Baik, baik, tapi sebelum itu kita silahkan kepada Lian Chung-cu
menerangkan sedikit tentang mereka." kata Pak Nian.
"Sebetulnya Loo-hu sedikit mengetahui perihal mereka, tapi baik
akan kuterangkan apa yang kuketahui perihal diri mereka." kata
Seng Liang, lalu ia mulai: "Diantara mereka hanya Ouw Fonglah
yang dari Kun Lun Pay, ia adalah muridnja dari Siauw Bian Hud."
Berkata sampai disitu Seng Liang berhenti sebentar, kemudian
melanjutkan lagi: "Sedang dari Bu Liang Pay hanya Biauw Giok Sinnie seorang, selain itu ada Kwan Cie Eng, tapi kepandaian silat
orang ini biasa saja."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
47 "Masih ada Ouw Lun, kita juga harus hati-hati terhadap orang
itu, sebab kelihatannya ia agak bermusuhan terhadap kita." sela
Yam-kee Liong.
"Orang itu mempunyai harta benda dikota raja, menurut
hematku tidak akan berani terang-teranhan melawan kita." Pak
Nian menerangkan pendapatnya.
"Disamping itu masih terdapat Ouw In, ia adalah kemenakan
Ouw Lun." kata Seng Liang.
Tanpa terasa The Hwie Cu jadi tertawa kecil ketika mendengar
keterangan itu, kemudian berkata: "Rupanya Lian Cung-cu telah
kena diperdaya oleh mereka, ia bukan lain daripada murid Cu Hwie
Jit yang bernama La-sie Pa !"
Kie Pak Nian lantas memandang si-nona, teringat kembali
olehnya peristiwa di Beng-kah dulu, ketika The Hwie Cu menolong
La-sie Pa. Walaupun hatinya agak mendongkol, tapi tidak herani
mengutarakan perasaannya.
"Bagaimana denga Ceng Cin-jin, apa dia juga kita masukan
kedalam golongan mereka ? Dan masih ada pula kedua orang
muridnya. ?" tanya Yu To.
"Ceng Cin-jin telah berlalu dari sini." Kata Touw-lun-tu dengan
dinginnya.
"Imam itu mempunyai 2 orang murid?" tanya Pak Nian.
"Yang seorang adalah Su-tit-lie-mu, sedang yang lainnya adalah
Jie Ho." Pak Nian menerangkan.
Sambil menunjukkan jarinya, Seng Liang berkata "Mereka
seluruhnya berjumlah lima orang, 4 orang kurcaci dan seorang
rahib, bila ditambah dengan Ouw Lun, seluruhnya jadi berjumlah 6
orang."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
48 "Masih ada seorang lagi, yaitu Cie Lie Sie." Sela The Hwie Cu,
"Cie Lie Sie adalah anak angkat Ho Sim Leng, dia adalah musuh
besarku. Suhu, tolong kau bantu aku untuk membunuhnya." kata
Hwie Cu, "dia adalah si-gadis penjual silat."
"Yang penting sekarang ialah cara bagaimana kita membasmi
mereka?!" kata Touw-lun-tu.
"Mereka hanya berjumlah 6-7 orang, tampaknya kita akan
mudah menyelesaikan urusan ini. Tak lama lagi barisan The Ceng
Ong akan sampai dikota Lan Ciu ini. Sebetulnya dengan adanya
tentara itu, tidak seharusnya kami mengundang para orang gagah,
tapi apa yang hendak dikata, didalam barisan The Ceng Ong itu
tidak terdapat seorang gagahpun yang dapat diandalkan, mereka
bukan menjadi tandingan dari kaum Bu Liang dan Kun Lun. Dulu
ketika kami di Tibet, kami telah kena dibikin pusing oleh mereka.
Disamping ketujuh orang itu masih terdapat Ho Sim Leng, Cu Hwie
Jit. Thio Ta Yung dan Ceng Cin-jin yang secara kebetulan jadi
membantu mereka. Kelihatannya tak lama lagi mereka juga akan
sampai dikota ini, malah mungkin kini telah sampai." Berkata
sampai disitu Kie Pak Nian berhenti sebentar, kemudian
meneruskan : "Yang terutama kita harus menghadapi Cu Hwie Jit,
La-sie Pa dan Ciam Giok Lan bertiga. Sebab aku tahu bahwa Cu
Hwie Jit adalah bekas murid Uy Too Ciu. Pada 20 tahun yang lalu ia
telah mendapat pesan dari Too Ciu untuk membawa kedua cucunya
untuk dipeliharanya, kemudian selelah cucunya meningkat dewasa
Too Ciu meminta supaya Hwie Jit mengajari mereka bagaimana
untuk menentang kerajaan. Adapun kedua cucu Uy Too Ciu itu
masing-masing bernama Uy Jit Co, kini telah dirubah menjadi Lasie Pa; encinya bernama Uy Ceng Fong yang kini memakai nama
Ciam Giok Lan. Kejadian itu aku ketahui dan surat rahasia Uy Too
Ciu sendiri yang dititipkan kepada Cu Hwie Jit, Tapi atas jasa In
Hweeshio, surat rahasia itu akhirnya jatuh ketangan kita"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
49 Keterangan Kie Pak Nian ltu burada diluar dugaan orang banyak
(termasuk orang yang sedang mengintai diluar jendela.
"Dia dia adalah seorang Han (Tionghoa) !" gumam The Hwie
Cu perlahan.
"Kekuasaan Sam Tiam Hwie di Tenggara (Tong-lam) semakin
lama jadi semaki besar, ini merupakan suatu penyakit yang
berbahaya bagi kita. Baikny sampai sekarang mereka tidak ada
pemimpin. Andaikata nanti Uy Jit Co datang kesitu dan
mengumumkan akan surat penginggalan Uy Too Ciu, kemungkinan
besar ia akan diangkat jadi pimpinan pusa t mereka dan keadaan
itu membahayakan kita. Itulah sebabnya mengapa terlebih dahulu
kita harus menyingkakan Cu Hwe Jit bertiga." kata Kie Pak Nian.
Sehabis orang she Kie berkata demikian, kemudian mereka
melanjutkan perundingan dengan suara perlahan-lahan. Sampai
pada suatu ketika Thio Kok Hian berkata: "Aku ada tiga ribu orang!"
Yang disusul kemudian dengan terdengarnya Touw-lun-tu berkata:
"Biar aku yang menghadapi dia!" Setelah itu mereka berunding lagi
dengan suara yang amat perlahan.
Terlihat kemudian The Hwie Cu menarik lengan baju Theng Lui
Cu, kemudian membisikinya beberapa perkataan. Akhirnya tampak
Theng Lui Cu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Setelah mereka berunding kira-kira sampai setengah jam
lamanya, Kie Pak Nian sudah lantas berkata dengan keras: "Kita
atur begitu saja, kita akan berkumpul ditempat dan pada waktu
yang telah ditetapkan tadi."
Ouw Lun ketika melihat mereka hendak bubaran, segera
menarik lengan baju Ouw Fong, keduanya lantas menggunakan
Gin-kang melompat ketanah, kemudian tanpa mengeluarkan suara
sedikitpun mereka lompat keluar tembok dan mengumpat disebuah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
50 jalan kecil yang gelap, yang terletak dihadapan pintu Lian Kie
Chung. Tak lama kemudian terlihat pintu keluarga Lian itu terbuka,
tampak Lian Seng Liang mengantar Kie Pak Nian. Lalu Pak Nian
melarikan kudanya kearah barat.
"Rupanya Pak Nian kembali ke perbatasan." kata Ouw Lun
perlahan. Sesaat kemudian, terlihat Thio Kok Hin, Theng Lui Cu dan The
Hwie Cu keluar dengan diantar oleh tuan rumah, telah naik keatas
kuda, mereka cepat-cepat melarikan kuda tunggangannya itu.
"Ketiga orang itu tentu kembali kegedung Siu Pie untuk
menyiapkan tentara." kata Ouw Lun.
Setelah itu, terlihat pintu besar keluar Lian tersebut ditutuplah
dan tiada tampak lagi orang yang keluar.
"Sekarang keadaannya sangat mendesak dan membahayakan
pihak kita, tapi dimana kita harus mencari La-sie Pa dan lainmya ?"
kata Ouw Lun agak gugup.
"Thia-thia, lihat!" Kata Ouw Fong tiba-tiba sambil menunjuk ke
sebuah arah.
Dengan mengikuti isyarat dari telunjuk puterinya, Ouw Lun
melihat bahwa ada 2 buah bayangan yang melompat keluar dari
dalam Lian Kee Chung, dilihat dari cara mereka bergerak, tak dapat
disangsikan lagi bahwa mereka ada orang-orang gagah dari
kalangan Kang-ouw.
"Sungguh aneh, Fong-jie, mari kita ikuti mereka !" kata Ouw
Lun, lalu mengejar mereka dengan diikuti oleh puterinya.
Kedua buah bayangan itu, yang seorang didepan dan yang
lainnya mengikuti, terus lari menuju kesebelan barat. Orang yang
berada disebelah depan ternyata mempunyai kepandaian ilmu
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
51 mengentengi tubuh yang amat tinggi, kalau saja ia mempercepat
larinya, sampaipun Ouw Lun juga susah untuk mengejarnya.
Sedang orang yang mengikuti dari sebelah belakang, walaupun ilmu
mengentengi tubuhnya cukup baik, tapi ia masih tertinggal jauh
terhadap orang yang lari didepannya. Keadaan itu membuat orang
yang berada didepannya, harus sebentar menunggu, dengan
demikian Ouw Lun dan puterinya jadi dapat terus mengikuti
mereka. Ketika kedua bayangan itu lari sampai didepan sebuah rimba,
tiba-tiba mereka menghentikan tindakannya dan lantas
membalikkan tubuh memandang kebelakang. Ouw Lun beserta
Ouw Fong yang tak keburu menyingkir, terpaksa menghampiri
mereka. Ternyata orang yang lari disebelah muka adalah seorang tua dan
dibelakangnya mengikuti seorang pemuda.
"Siapa kalian? Mengapa terus mengikuti kami?" bentak si-orang
tua. Sedang adat si-pemuda yang mengikuti orang tua itu kurang
baik atau tepatnya berangasan, sambil mencabut pedangnya ia
memaki : "Kalian rasanya bukan orang baik, nah rasakanlah
pedangku!" sehabis berkata demikian, tanpa mengucapkan sepatah
kata lagi diserangnya muka Ouw Lun.
Walaupun telah dibentak oleh si-orang tua, tapi si-pemuda tidak
mau mendengarnya.
Mendapat serangan itu, dengan mudahnya Ouw Lun mengegos
kesamping seraya berkata: "Tahan saudara, aku ada perkataan yang
hendak diucapkan disini!"
"Sudah jangan banyak omong, kalian pasti adalah bangsa


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengkhianat, penjual negara !" bentak si-pemuda.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
52 Ouw Fong jadi sangat gusar dan membentak: "Kau sungguh tak
tahu aturan, kau kira kami takut terhadap kalian ?" sehabis berkata
demikian, Ouw Fong mencabut pedangnya dan langsung
ditusukkan kearah si-pemuda.
Pemuda itu juga tidak mau tinggal diam dan diantara mereka segera terjadi
suatu pertempuran dahsyat.
Pemuda itu juga tidak
mau tinggal diam dan
diantara mereka segera
terjadi suatu pertempuran
dahsyat. Kepandaian sipemuda tinggi juga, tapi ia
kurang berdaya menghadapi
Nu Kang Cap Peh Conya
Ouw Fong, sehingga terlihat
kemudian pemuda itu berada dibawah angin.
Namun perlahan-lahan ia
rupanya dapat memperbaiki
diri dan pertandingan jadi
berimbang lagi.
Ouw Lun yang setelah menyaksikan beberapa saat lamanya
permainan pedang si-pemuda, lantas mengenali bahwa pemuda itu
menggunakan Sin Hoa Kiam Hoat dari Kun Lun Pay.
Baru saja ia hendak mencegah mereka bertempur lebih lanjut,
tiba-tiba terdengar sepasang pemuda-pemudi yang tengah itu
membentak didalam waktu yang hampir bersamaan : "Siapa kau ?"
Berbareng dengan itu masing-masing lantas melompat keluar dari
lingkungan pertempuran.
"Hai Siauw-cu yang tidak tahu aturan, lekas sebutkan namamu!"
bentak Ouw Fong.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
53 Pada saat itu si-orang tua sambil memberi hormat kepada Ouw
Lun berkata: "Kalau boleh saya bertanya, siapa gerangan nama
saudara yang terhormat? Dan siapa pula nona itu??
"Loo-hu bernama Ouw Lun dan ini adalah puteriku."
Menerangkan Ouw Lun sambil membalas hormat orang.
"Oh kiranya adalah Ouw Loo-eng-hiong, maafkan Siauw-tee
berlaku kurang hormat, Siauw-tee adalah Cu Hwie Jit." Sehabis
berkata demikian Hwie Jit lantas berkata kepada pemuda itu : "Sie
Ho, lekas kau minta maaf terhadap Loo-cian-pwee dan nona Ouw."
"Puteriku adalah muridnya Laliat-touw Tay-su, dengan demikian
ia adalah Su-moynya muridmu !" kata Ouw Lun seraya tertawa
besar. Ouw Fong hanya menjebikan bibirnya tanpa berkata.
Dengan roman berseri-seri Sie Ho berkata : "Su-cie, ini semua
memang salahku !"
"Aku bukan Su-cie-mu, tapi Su-moy-mu, jangan salah lagi!" Kata
Ouw Fong. "Ya, Su-cie, eehh salah lagi, tidak Su-moy!" jawab Sie Ho.
Perkataan si-pemuda itu membuat orang banyak jadi pada
tertawa. Sekonyong-konyong Ouw Lun berkata: "Hampir saja Loo-hu
lupa." Sehabis berkata demikian, ia lantas menceritakan bagaimana
bertemu dengan La-sie Pa, Biauw Giok Sin-nie, Ceng Cin-jin dan
lain-lain. Disamping itu ia juga tidak lupa menuturkan perihal
pertempuran antara Kwan-see Liok An dengan Eng Seng Piauw Kie
sampai akhirnya Yam-kee Liong menyerah, kepada Kie Pak Nian.
"Semua ini memang telah Siauw-tee ketahui, sejak dari Tu Lan
kami telah mengikuti jejaknya, sehingga keadaan mereka telah
kuketahui dengan jelas. Yang harus kita kerjakan sekarang ialah
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
54 pertama menghadang Kie Pak Nian dan kedua mencari La-sie Pa
dan lain-lainyya. Aku hendak mengundang Loo-eng-hiong
membantuku untuk menyelesaikan persoalan yang pertama.
Sedangkan soal yang kedua boleh kita serahkan kepada Sie Ho dan
Leng Ay untuk mengurusnya." kata Hwie Jit.
(Leng Ay = panggilan hormat untuk puteri orang (teman)).
"Ya, kita atur begitu saja." kata Ouw Lun sambil menganggukkan
kepalanya.
"Setelah kalian berhasil mencari mereka, minta semuanya
bergerak kearah barat untuk membantui kami, sebab kami akan
bertempur dengan komplotan The Ceng Ong. Mereka hendak
menangkap kita dikota Lan Ciu ini maka kita harus memberi sedikit
pengajaran supaya mereka menangkap angin." kata Hwie Jit kepada
Jie Ho dan Ouw Fong. Jie Ho berdua lantas mengiakan, lalu
merekapun berpisahlah.
Baik untuk sementara kita tinggalkan Cu Hwie Jit dan Ouw Lun,
mari kita menilik kepada Sie Ho dan Ouw Fong yang kembali lagi
kedalam kota Lan Ciu. Pada saat itu sudah dekat fajar, kedua orang
ini lantas berunding dan kemudian memutuskan mereka membagi
diri untuk mencari La-sie Pa dan lain-lainya dan berjanji pada
tengah hari mereka akan berkumpul di depan rimba yang terletak
di sebelah barat kota. Sebelum berpisah, Ouw Fong melukiskan
wajah-wajah orang yang akan dicari. Setelah menganggukan
kepalanya Sie Ho berlalu dari situ.
Ouw Fong sambil memandang belakang Sie Ho berpikir : "Adat
pemuda Tibet ini sungguh berangasan. Hmmm, bila tidak ada
urusan penting, akan kupermainkan. Sehabis berpikir demikian, ia
juga mulai melangkahkan kakinya mencari orang yang dimaksud.
Walau ia telah menjelajahi lorong dan jalan besar yang ramai,
namun tetap tak berhasil mencari orang yang dikehendaki.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
55 Setelah sampai pada waktu yang telah ditentukan, Ouw Fong
lantas pergi ke rimba yang telah ditentukan. Begitu sampai ia lantas
melihat bahwa Sie Ho sudah terlebih dahulu sampai disitu, kala itu
si-pemuda tengah duduk di sebuah batu dan rupanya sedang
memakan sesuatu.
"Bagaimana, berhasilkah engkau menemui mereka?" tanya Ouw
Fong begitu sampai.
Sie Ho tidak segera menjawab, ia hanya menyodorkan sekeping
kue kering kepada Ouw Fong, yang lantas disambuti oleh si-nona.
"Disetiap jalan sangat ramai, tapi aku tidak melihat Kokoku serta
Ciam Kouw-nio. Sedangkan beberapa orang yang kau sebutkan tadi,
diantara rombongan orang ada beberapa yang menyerupai mereka,
tapi setelah aku tepuk bahu mereka, baru kuketahui bahwa aku
salah mengenali orang." Sie Ho menerangkan.
"Bukan begitu caranya untuk mencari orang, main sembarang
tepuk bahu orang, baiknya engkau tidak diteriaki sebagai copet"
kata Ouw Fong sambil menggigit kue yang diterimanya dari Sie Ho
tadi. "Engkau tentunya mempunyai cara untuk mencari orang, dan
kini pasti engkau telah berhasil menemukan mereka" kata Sie Ho
sambil tersenyum.
Perkataan itu membuat wajah Ouw Fong jadi bersemu merah, ia
terus mengunyah kuenya tanpa berkata.
"Mari kita bersama-sama mencari mereka, dengan begitu aku
jadi tidak perlu menepuk-nepuk bahu orang" kata Sie Ho seraya
berdiri. "Bila engkau masih banyak mulut, aku tidak mau pergi!" kata
Ouw Fong dengan mendongkol, sebab ia tahu bahwa pemuda itu
tengah mengejeknya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
56 "Ya sudahlah, aku akan menutup rapat mulutku." Kata Sie Ho
sambil tersenyum.
Mereka kemudian kembali ke kota Lan Ciu. Namun walaupun
mereka telah mencari kesana-kemari, tetapi orang yang dicari tetap
juga belum dapat ditemukan. Sampai ketika hari telah mendekati
senja, mendadak Ouw Fong berteriak : "Kejar dia!". Sambil
berteriak begitu tangannya menunjuk seorang tua yang tengah
jalan didepan mereka sambil menundukkan kepalanya. Kakek itu
tak lain daripada Kwan Cie Eng.
"Loo Kong-kong kenalkah engkau padaku ?" kata Ouw Fong
begitu sampai dihadapan orang tua itu.
Setelah memandang Ouw Fong untuk beberapa saat lamanya,
Cie Eng berkata : "Engkau bukankah tetamu dari Lian Kee Chung ?"
"Betul, aku hendak mencari seseorang, kemarin juga ia menjadi
tetamu disana, bernama La-sie Pa" Ouw Fong menjelaskan
maksudnya.
"Bila demikian engkau pasti Ouw Kouw-nio" kata Cie Eng.
"Loo Kong-kong, dari mana engkau tahu namaku ?" tanya Ouw
Fong heran.
"Kejadian ini sungguh kebetulan, mereka juga sedang
mencarimu." Cie Eng menjelaskan sambil tersenyum.
Perkataan itu membuat Ouw Fong dan Sie Ho jadi girang.
"Tolong kau bawa kami menemuinya." Kata Ouw Fong kemudian.
"Mari ikut aku !" Ajak Cie Eng.
Kedua orang itu mengikuti si-penjual silat menikung sampai
dibeberapa gang, akhirnya sampailah mereka didepan sebuah
rumah yang cukup besar. Setelah mengetuk pintu masuklah
mereka. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
57 Terlihat didalam ruang tamu duduk Biauw Giok Sin-nie, La-sie
Pa, Cie Lie Sie, Jie Ho, Ciam Giok Lan. Kedatangan Ouw Fong dan
Jie Ho berada diluar dugaan mereka.
Orang pertama yang melompat bangun adalah Jie Ho yang sudah
lantas mencekal tangan adiknya. Sedang Ciam Giok Lan sudah
lantas menarik Ouw Fong dan menanya ini itu.
Kemudian kedua orang yang baru datang itu memberi hormat
kepada Biauw Giok Sin-nie, lalu mereka diperkenalkan kepada
orang banyak.
Kemudian Ouw Fong sudah lantas menceritakan perihal apa
yang didengarnya kemarin malam. Perkataan itu membuat orang
banyak disamping merasa terperanjat, merekapun jadi sangat benci
terhadap kelicikan lawan.
"Ouw Fong, bila tidak engkau, kami pasti akan menderita
kerugian." Kata La-sie Pa.
"Jangan shejie La Su-ko, lebih baik kini kita mencari akal untuk
menghadapi mereka." kata nona Ouw, sehabis berkata demikian, ia
lantas menceritakan perihal kepergian Cu Hwie Jit dan ayahnya
untuk menghadang mereka dan akhirnya ia sampaikan maksud
Hwie Jit kepada orang banyak.
"Betul apa yang dikatakan oleh Su-siokmu, Cu Hwie Jit. Kita
harus segera pergi keperbatasan guna membantu padanya. Tapi
kini kita tidak dapat bergerak, sebab Suteeku, Thio Ta Yung dan
gurumu, Laliat-touw belum lagi kembali."
"Su-huku juga datang kemari ?" tanya Ouw Fong gembira.
"Bukan saja datang, tapi juga telah tinggal 2 hari lamanya disini.
Kemarin mereka keluar, namun sampai sekarang masih juga belum
kembali." Biauw Giok Sin-nie menerangkan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
58 Mereka terus bercakap-cakap sampai beberapa saat lamanya,
sampai pada suatu ketika Biauw Giok Sin-nie sambil tersenyum
berkata: "Aku tahu bahwa didalam hati kalian banyak yang hendak
diutarakan. Bila Laliat-touw telah kembali, lekas panggil aku. Tapi
bila didalam tempo 2 jam ia masih juga belum kembali, kalian juga
harus memanggil aku !" Sehabis berkata demikian, rahib itu lantas
berlalu dari situ.
Seperginya Biauw Giok Sin-nie, para pemuda-pemudi jadi
merasa lega. Mereka segera menceritakan pengalaman masingmasing.
Sekonyong-konyong Ouw Fong ingat sesuatu, lantas bertanya
kepada La-sie Pa: "Kau panggil apa kepada Ciam Cie-cie"
"Sama dengan panggilan kalian, yaitu Ciam Cie-cie juga." kata
Sie Pa. "Ciam cie-cie tokh paling besar diantara kami, maka sudah
seharusnya kita memanggil Cie-cie kepadanya." sela Cie Lie Sie
Ouw Fong jadi tertawa besar, yang membuat, orang banyak
lantas memandangnya dengan roman bertanya-tanya. Setelah lewat
sesaat kemudian, sambil tersenyum Ouw Fong berkata:
"La-suheng, bila Ciam Cie-cie adalah enci kandungmu, engkau
panggil apa padanya ?"
"Inikah yang menjadi pertanyaanmu?" tanya Sie Pa heran.
"Betul", jawab Ouw Fong dengan roman sungguh-sungguh.
"Bila demikan aku hanya memanggilnya Cie-cie saja, tanpa
memakai she-nya lagi!"
"Nah, sekaranh kau panggillah !" kata Ouw Fong seraya
menunjuk kearah Ciam Giok Lan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
59 Perkataan itu membuat orang banyak jadi terperanjat dan raguragu, mereka masih menyangka bahwa nona Ouw sedang bergurau,
tapi bila dilihat dari roman Ouw Fong yang sunggu-sungguh,
hilanglah keraguan mereka. Namun La-sie Pa dan Ciam Giok Lan
tetap belum mempercayai keterangan Ouw Fong, hanya pelupuk
mata Giok Lan telah mengembang air mata.
Ouw Fong ketika melihat keterangannya masih juga diragukan,
ia lantas menceriterakan apa yang didengarnya kemarin malam di
Lan Kee Chung dengan jelas sekali.
Begitu mendengar habis penuturan tersebut, sambil berteriak
sedih Ciam Giok Lan menubruk La-sie Pa, sambil menangis ia
berkata: "Adik, adikku, telah lama Cie-ciemu mencurigai kau, nyata
dugaanku itu tidak salah."
Namun La-sie Pa tetap
masih ragu-ragu dan tidak
memanggil Cie-cie kepada
Ciam Giok Lan. Mendadak
terdengar dibelakangnya
Biauw Giok Sin-nie berkata: "La-sie Pa, lekas
panggil Cie-cie!"
Kedua saudara kandung itupun berpeluk-pelukan sambil bertangisan.
Mendengar itu, tanpa
terasa La-sie Pa jadi
mengeluarkan air mata,
suatu perasaan sedih bercampur girang, dan
berkata : "Cie-cie oh Ciecieku."


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kedua saudara kandung itupun berpeluk-pelukan sambil
bertangisan. Keadaan itu membuat orang yang berada
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
60 disampingnya juga tanpa terasa jadi pada mengeluarkan air mata,
tanda bahwa mereka juga ikut gembira dan terharu akan
pertemuan itu!
Biauw Giok Sin-nie lantas menceritakan riwayat mereka dengan
jelas sekali, sejak dibawa lari oleh Cu Hwie Jit sampai surat darah
dan kelinci kumala itu dicuri oleh In Hweshio.
"Barulah sekarang kedua encie-adik itu mengetahui riwayatnya,
yang selama ini menjadi teka-teki bagi mereka.
Diluar keadaan telah sunyi, tiba-tiba terdengar kentongan
dipukul 2 kali, tanda telah larut malam. Tapi sampaim pada saat itu
Thio Ta Yung dan Laliat-touw masih juga belum kembali.
Setelah ditunggu beberapa saat lagi, yang ditunggu tak kunjung
datang. Sambil mengerutkan alisnya Biauw Giok Sin-nie berkata:
"Mari kita pergi!"
Orang banyak lantas membereskan buntalan masing-masing.
Setelah menggantungkan pedang pusaka dipinggangnya, La-sie
Pa lantas pergi kekandang kuda. Tiba-tiba didalam kegelapan
berkelebat sebuah bayangan, terdengar suara seorang berkata
dengan dinginnya:'"Hendak larikah?"
Ketika La-sie Pa lompat keatas tembok, bayangan itu telah
melesat dan kemudian hilang ditelan kegelapan malam. Baru saja
La-sie Pa hendak mengejarnya, mendadak dari ruang dalam telah
terdengar suara Biauw Giok Sin-nie yang tengah bertindak keluar.
Maka terpaksa si-pemuda membatalkan maksudnya, segera
memasang sela dan pelana kuda.
Setelah masing-masing naik keatas kuda, mereka sudah lantas
melarikan kuda masing-masing menuju kejalan besar. Namun Lasie Pa tidak segera naik keatas kuda, sambil memegang pelana kuda
ia berkata kepada orang banyak: "Kalian pergi dulu, aku akan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
61 menyusul kemudian" Sehabis berkata demikian, ia berpaling ke Cie
Lie Sie dan berkata : "Mari ikut aku !"
Biauw Giok Sin-nie mengira bahwa mereka berdua masih ada
beberapa perasaan pribadi yang hendak diutarakannya, maka
sambil tersenyum ia berkata: "Kami akan pergi kearah barat, bila
sudah selesai urusan kalian, lekas susul kami." Sehabis berkata
demikian, dikempitnya perut kuda sambil mengedutkan lesnya,
kudanya dilarikan kearah barat dengan cepat sekali.
La-sie Pa membawa Cie Lie Sie ketempat dimana bayangan tadi
menghilang. Sekonyong-konyong dari tempat gelap melompat
keluar seseorang, yang begitu keluar lantas mengayunkan
tangannya dan berseru : "Jaga !"
Terlihat ada 2 batang panah tangan yang diarahkan ke diri
sepasang pemuda-pemudi itu. Sie Pa berdua cepat-cepat mengegos
kesamping, yang seorang kesebelah kiri dan yang lainnya kesebelah kanan. Sedang kuda mereka yang tadinya dituntun, karena
pelananya terlepas, pada melarikan diri.
"Siapa kau?" bentak La-sie Pa.
"Sudah tidak kenalkah engkau kepadaku ?" tanya salah seorang
yang baru datang itu. Yang datang ternyata 2 orang.
Sie Pa kenal baik dengan lagu serta nada suara itu, tanpa terasa
tubuhnya jadi agak menggigil dan berkata : "Mau apa engkau
mencariku ?"
"Bagus, setelah ada dia, aku tidak kau perdulikan lagi!" kata
orang itu seraya tertawa dingin.
Cie Lie Se jadi curiga mendengar percakapan mereka. Ketika
diperhatikannya orang yang berkata demikian, ternyata seorang
gadis yang cukup cantik dan menarik.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
62 "Nona ini pasti adalah Cie Lie Sie, kekasih baruma itu bukan ?"
kata nona itu, yang tak lain daripada The Hwie Cu, seraya menunjuk
kearah Cie Lie Sie.
Mendengar perkataan itu timbullah rasa cemburu di hati Cie Lie
Sie, tak disangkanya sebelum dia La-sie Pa ternyata telah
mempunyai kekasih yang lain. Maka kemudian sambil tertwawa
dingin nona Cie berkata kepada La-sie Pa : "Siapa nona itu ?. Tolong
kau perkenalkan padaku."
Didalam keadaan demikian La-sie Pa merasa bingung, tak ahu ia
harus berbuat bagaimana. Maka untuk sesaat lamanya ia tidak
dapat berkata apa-apa.
"Baik, aku memperkenalkan diri saja, aku bernama The Hwie Cu.
puteri The Ceng Ong. Bila engkau tak percaya, boleh kau tanya
padanya."
"Lasie-Pa, apa-apaan ini?" teriak Cie Lie Sie, yang rupanya sudah
tidak dapat mengendalikan kesabarannya lagi.
"Urusan ini mudah saja, dia harus kembali lagi kesampingku."
kata The Hwie Cu sambil tersenyum.
Mendengar perkataan itu Cie Lie Sie sudah lantas melarikan diri,
Sie Pa cepat-cepat mengejarnya dan memohon: "Moy-moy,
percayalah kepadaku, bahwa hatiku takkan bercabang dua, apa
yang dikatakannya tadi adalah bohong belaka." Didalam keadaan
demikian, Cie Lie Sie mana mau mendengar perkataan itu, setelah
mengibaskan tangannya, ia lari lagi. Namun sebelum nona Cie lari
jauh, didepannya telah menghadang seorang imam, yang tak lain
daripada Theng Lui Cu. "Kau hendak lari kemana ?" bentak imam
itu seraya melintangkan pedangnya.
Tanpa mengucapkan kata sepatah katapun Cie Lie Sie mencabut
pedangnya, lalu dengan kecepatan luar biasa ditusukan kearah
Theng Lui Cu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
63 "Bagus," teriak Theng Lui Cu seraya mengegoskan serangan
tersebut, kemudian membarengi menyerang dengan menggunakan
gerakan "Heng Sau Cian kun" atau "Menyapu ribuan tentara".
Cie Lie Sie bagaikan orang yang kehilangan kesadaran, terus
menerjang ke ujung pedang Theng Kui Cu.
Kejadian itu membuat La-sie Pa jadi sangat terkejut, ia segera
melompat kesitu sambil menyabetkan pedang pusakanya dan
sebelah tangannya lagi memayang Cie Lie Sie.
Theng Lui Cu yang mengetahui keadaan pedang lawan, tidak
berani membikin pedangnya bentrok, sambil melompat mundur ia
memperdengarkan tertawa dinginnya. tapi ia rupa-rupanya tidak
mau memberi kesempatan kepada La-sie Pa, karena begitu
menginjak tanah, ia lantas menerjang maju lagi seraya
membentangkan ilmu pedang Cian Sannya. Serangannya itu bukan
saja dilakukan cepatpun hebat sekali, setiap gerakannya selalu
ditujukan ke tempat-tempat yang berbahaya.
Adalah La-sie Pa yang disamping harus melindungi Cie Lie Sie
juga didesak demikian rupa, sehingga sesaat kemudian ia telah
berada didalam keadaan yang berbahaya, namun ia masih juga
melakukan perlawanan yang sangat gigih. Maka didalam waktu
singkat Theng Lui Cu masih juga belum menjatuhkan si-pemuda.
Sampai pada suatu ketika, setelah La-sie Pa berhasil
mengegoskan diri dari serangan Theng Lui Cu, mendadak di sebelah
pinggirnya telah menerjang sebuah bayangan pula, yang sambil
menerjang menusukkan pedangnya kearah Sie Pa, saking cepat
serangan itu, walau Sie Pa telah berusaha untuk mengegoskannya,
namun tak urung bahu kanannya telah kena ditusuk, sehingga
mengucur darah segar. Dengan demikian tangan yang tadinya
digunakan untuk memayang tubuh Cie Lie Sie jadi tak bertenaga
lagi, sehingga tubuh si-nona jadi jatuh ketanah. Sedang La-sie Pa
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
64 tanpa memperdulikan sesuatu, sudah lantas berjongkok dan
menundukkan kepalanya seraya berkata perlahan : "Moy-moy,
sampai matipun aku tetap cinta kepadamu."
Bersamaan waktunya dengan itu, Theng Lui Cu, yang rupanya
adalah seorang yang keji, tak mau menyia-nyiakan kesempatan
yang baik itu, ia telah menyerang lagi, maksudnya ialah hendak
menabas kepala La-sie Pa guna menamatkan riwayatnya.
Namun La-sie Pa juga tidak mau manda mati begitu saja, begitu
pedang tersebut hampir mengenai dirinya, diangkatnya tangan kiri
yang memegang pedang pusaka itu, dengan menggunakan sekuat
tenaga disanggahnya serangan tersebut dan terdengarlah
"cyyyeerreeesss", pedang Theng Lui Cu telah kena ditabas putus.
Kejadian itu membuat si-imam she Theng jadi sangat terperanjat
dan mengetahui betapa tajamnya senjata lawan, sebab ketika kedua
senjata itu bentrok, tanpa menimbulkan suara yang keras telah
cukup membikin buntung pedangnya, yang membuat dia akhirnya
jadi berdiri bengong disitu.
Dalam pada itu keninh Cie Lie Sie yang terkena darah La-sie Pa,
perlahan-lahan jadi siuman kembali. Begitu siuman dengan suar
perlahan berkata : "Koko, sampai mati akupun tetap mencintaimu!"
sehabis berkata demikian, didorongnya tubuh si-pemuda, lalu nona
Cie-pun berdiri dengan sikap gagah dan menantang lawannya.
Dengan adanya kejadian itu, semangat La-sie Pa jadi bertambah,
kemudian berteriak : "Moy-moy, kita tidak bisa mati, mari kita
lawan mereka!"
Kedua orang itu sambil menahan sakit, lantas menerjang kearah
Theng Lui Cu.
The Hwie Cu yang tadi tanpa disadari telah menyerang La-sie Pa
sehingga bahu si-pemuda terluka, hatinya jadi merasa agak
menyesal dan sedih. Kala itu rasa "cinta" dan benci" bercampur
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
65 menjadi satu. Tapi kini ketika melihat La-sie Pa bergabung dengan
Cie Lie Sie melawan gurunya. perasaan bencinya lantas menutupi
perasaan cintanya, kala itu didalam hatinya telah terdapat suatu
tekat, yaitu hendak membunuh sepasang pemuda-pemudi yang
saling mencinta itu. Maka ia lantas menceburkan diri kedalam
medan pertempuran. Dengan demikian keempat orang itu jadi
bertempur dengan serunya.
Sekonyong-konyong ada sebuah bayangan berkelebat dan
bersamaan dengan itu di pipi Theng Lui Cu menjadi hitam. Kejadian
itu membuat si-orang she Theng jadi terperanjat, lantas melompat
keluar lapangan.
Dalam pada itu orang yang baru datang sambil tertawa
berkakahan telah berkata: "Theng Lui Cu, baik-baik sajakah engkau
selama ini ?"
Orang itu tak lain dan tak bukan dari Ceng Cin-jin, si-iman aneh.
Theng Lui Cu begitu mengenali siapa yang datang, seperti
melihat binatang berbisa, cepat-cepat menggapai The Hwie Cu,
seraya berkata : "Kita telah terbentur paku, mari pergi!"
Ceng Cin-jin hanya tertawa besar saja dan melihat berlalunya
kedua orang itu. Setelah mereka pergi jauh, barulah imam aneh itu
membalikan tubuhnya dan berkata : "Kalian lekas duduk dan lelkas
atur pernapasan!"
Sepasang pemuda-pemudi ini ketika melihat roman si-iman
yang seperti orang sakit itu, lantas mengetahui bahwa dia pasti
adalah gurunya Ciam Giok Lan, cepat-cepat mereka berlutut
ditanah seraya berkata: "Sudilah Su-pek menerima hormat kami."
"Kemari La-sie Pa!" Kata Ceng Cin-jin seraya mengeluarkan
sebuah tabung pil dan dari dalamnya dikeluarkan sebutir pil. Sambil
dimasukkan kedalam mulut La-sie Pa, iman itu berkata: "Ini adalah
nyali burung merak, encimu paling suka." Sehabis berkata demikian
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
66 ia balut luka pemuda itu. "Setengah jam kemudian engkau pasti
akan sembuh." katanya kemudian sambil tersenyum. Sehabis
berkata demikian, dipanggilnya nona Cie dan sama halnya dengan
La-sie Pa, Cie Lie Sie juga diberi sebutir nyali burung merak dan
kemudian lukanya dibalut oleh Too-jin aneh itu.
Ketika kedua orang itu hendak mengucapkan rasa terima kasih
mereka, telah dicegah oleh si-imam: "Sudahlah, jangan kalian
memakai banyak peradatan. Lekas kalian berbaring, jangan
bersuara !"
Kedua orang itu menurut petunjuk si-imam. Sedang Ceng Cinjin sendiri memejamkan matanya. Setelah lewat kira-kira setengah
jam lamanya, terdengar iman ini berkata : "Selesai!"
Baru pada saat itu kedua orang itu berani menggerakkan
tubuhnya dan bangun. Tampak oleh mereka bahwa kala itu Ceng
Cin-jin telah menuntun dua ekor kuda, yaitu kuda mereka sendiri
yang tadi melarikan diri. Keadaan itu membuat mereka jadi
bertambah kagum dan menaruh simpati terhadap imam itu.
"Kalian lekas pergi kebarat dan pasti akan bertemu dengan Cieciemu. Tolong kau beritahu kepadanya, aku hendak bermain-main
beberapa hari ke Pakkhia (Kota Peking sekarang), minta kepadanya
supaya dia jangan kelewat banyak membunuh orang. Nah
pergilah!"
Setelah memberi hormat, kedua orang itu melompat keatas
kuda, lalu melarikan kudanya kearah barat dengan cepatnya. Dari
kejauhan terdengar Ceng Cin-jin yang sambil tertawa berkata:
"Nanti setelah sampai pada hari bahagia kalian, jangan lupa
mengundang aku."
Ketika mendengar perkataan itu, sepasang muda-mudi itu hanya
saling pandang dari atas kuda dan tersenyum. Namun begitu
mereka sampai disebuah jalan besar, mereka kesaramprok dengan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
67 serombongan tentara, pemimpin tentara itu begitu melihat La-sie
Pa berdua lantas membentak : "Kalian hendak lari kemana?"
Bentakan itu tidak diperdulikan oleh Cie Lie Sie dan La-sie Pa,
mereka terus melarikan kudanya dengan cepat kearah barat kota.
Tapi apa mau dikata, begitu mereka sampai di pintu keluar, pintu
itu ternyata telah ditutup rapat, sedang para pengejar makin lama
jadi semakin dekat.
"Mari ikut aku!" kata La-sie Pa kepada si-nona. Sehabis berkata
demikian, ia lantas panjat tembok kota dengan menggunakan
gerakan Pit Hu Yu Ciang atau cicak merayap ditembok, dengan
cepat pemuda ini telah berada diatas benteng kota. Perbuatan mana
dicontoh oleh si-nona. Walau diatas tembok kota itu ada penjaga,
tapi dengan mudahnya sepasang muda-mudi ini memberesi jiwa
mereka, tapi mereka juga tidak mau banyak membunuh, begitu
berhasil menjatuhkan 2 orang penjaga, mereka sudah lantas
melompat turun keluar kota. Tapi apa mau diluar kota juga ternyata
terdapat tentara penunggang kuda Sie Pa lantas menerjang 2 orang
tentara dan merebut kuda mereka dengan kuda itu Sie Pa dan Lie
Sie melarikan diri kearah barat. Sedang dibelakang mereka terus
mengejar para tentara dari kota itu. Belum jauh kedua orang ini
melarikan kudanya. Sekonyong-konyong didepan mereka telah
mendatangi seorang penunggang kuda wanita, yang ketika
ditegaskan adalah Ciam Giok Lan.
Keadaan itu membuat La-sie Pa dan Cie Lie Sie jadi sangat
girang, tapi mereka tak sempat untuk bercakap-cakap, sebab
tentara yang mengejar mereka telah mendekati.
"Lebih baik kita melintangkan sebatang atau kalau mungkin
beberapa batang pohon besar ditengah jalan, dengan demikian
pengejaran mereka jadi terhambat." Cie Lie Sie menyarankan.


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
68 "Sungguh cerdik kau, Cie Moy-moy, mari!" puji Ciam Giok Lan
seraya bertepuk tangan.
"Usul yang baik, aku nanti yang potong dan kalian yang
melintangkan ditengah jalan." kata Sie Pa.
"Setuju."
Maka merekapun mulai bekerjalah. Berkat pedang pusaka yang
tajam itu, sebentar saja La-sie Pa telah berhasil memotong beberapa
pohon besar, yang kemudian dilintangkan di jalan besar oleh Ciam
Giok Lan dan Cie Lie Sie.
Walaupun benar Ciam dan Cie itu adalah wanita, tapi mereka
adalah orang-orang yang telah memahami ilmu Lwee-kang, maka
tenaga mereka tak dapat dipandang rendah. Sebentar saja lima
enam balok telah merintangi jalan, yang membuat para tentara jadi
tidak dapat memajukan kuda terlebih jauh, mereka terpaksa turun
dari kudanya guna menyingkirkan pohon kayu yang besar itu.
Setelah balok kayu itu berhasil dipindahkan oleh mereka, La-sie Pa,
Cie Lie Sie, dan Ciam Giok Lan telah pergi jauh.
Adapun La, Cie dan Ciam bertiga terus melarikan kudanya
dengan cepatnya, sampai pada suatu ketika mereka sampai di
sebuah daratan, dari kejauhan telah terdengar suara gaduh dan
bentrokan senjata. Ketika mereka sampai ditempat itu, ternyata
Biauw Giok Sin-nie dan lainmya telah di kurung oleh Touw-lun-tu,
Yu To Hweeshio, Yam-kee Liong, Lian Seng Liang dan ditambah
pula dengan Siu Pie beserta tentaranya, yang berjumlah hampir
seribu orang itu.
Kala itu Biauw Giok Sin-nie tampaknya berada diatas angin
melawan Touw-lun-tu, begitu melihat kedatangan Ciam, La dan Cie
bertiga sudah lantas berteriak: "La-sie Pa, lekas kau lindungi Jie Ho
yang tengah terluka dan bawa ke Siauw-san atau bukit yang terletak
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
69 disebelah depan dan yang lainnya juga segera ikut aku untuk pergi
kesana."
La-sie Pa lantas melarikan kudanya ketempat Jie Ho, yang kala
itu bahu kanannya telah terluka, tapi ia telah dihalangi oleh Yu To
Hweeshio, namun berkat pedang pusakanya, di dalam waktu yang
singkat Sie Pa telah berhasil memapas ujung sepatu Yu To Hweeshio
dan membawa Jie Ho ketempat yang telah ditunjuk oleh Biauw Giok
Sin-nie, yaitu bukit yang berada tidak jauh dari situ.
Sedang Ciam Giok Lan dan Cie Lie Sie sudah lantas menceburkan
diri kedalam medan pertempuran, sambil bertempur mereka terus
main mundur dan disamping itu mereka juga tidak lupa melepaskan
senjata rahasia, yang mengakibatkan tentara yang terluka
karenanya, sehingga akhirnya mereka jadi tidak berani datang
dekat-dekat. Kini yang mengejar hanyalah orang-orang yang
mempunyao kepandaian silat cukip tinggi, seperti Touw-lun-tu,
Theng Lui Cu, dan lain-lainnya. Namun sebegitu jauh mereka belum
juga berhasil melukai atau menawan salah seorang lawan mereka.
Sampai akhirnya Biauw Giok Sin-nie berhasil juga mencapai bukit
yang dimaksud. Mereka segera naik keatas bukit itu dan kini
keadaan mereka jadi agak menguntungkan. Akan tetapi Lian Seng
Liang, Touw-lun-tu tidak mau menghentikan pengejaran mereka
dan dari bawah mereka berteriak : "Lebih baik kalian lekas
menyerah, bila tidak kalian pasti akan mati."
Kala itu tentara dibawah pimpinan Thio Siu Pie juga telah
mengurung bukit itu. Kini keadaan Biauw Giok Sin-nie dan lainmya
sangat terjepit, tapi apa mau dikata diantara rombongannya itu Jie
Ho telah terluka berat dan terpaksa Biauw Giok Sin-nie turun
tangan mengobati luka Jie Ho itu, setelah diberi beberapa butir pil
dan dibersihkan lukanya, keadaan Jie Ho jadi tidak membahayakan
jiwanya lagi. Kemudian mereka berunding cara bagaimana harus
menghadapi Touw-lun-tu c.s. dan akhirnya mereka mengambil
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
70 keputusan nekat untuk menerjang mereka. Baru saja mereka
hendak melaksanakan maksud itu, mendadak ada beberapa buah
bayangan yang menerjang musuh, mereka tak lain adalah Laliattouw, Thio Ta Yung, Cu Hwie Jit, Ouw Lun. Dengan datangnya ke-4
orang ini, dipihak Biauw Giok jadi tambah tenaga beberapa ratus
kali lipat, yang membuat mereka yang berada di atas bukit jadi
bersemangat, setelah meminta kepada La-sie Pa untuk memayang
Jie Ho, mereka semuanya menerjang turun guna membantui
kawannya. Keadaan itu membuat pihak Touw-lun-tu, Thio Siu Pie
jadi agak kewalahan, tapi tak lama kemudian tampak mendatangi
serombongan tentara.
Melihat keadaan itu Biauw Giok Sin-nie lantas berseru: "Lekas
kita berlalu dari sini !"
Seruan itu disambut baik oleh kawan-kawannya, mereka lantas
menerjang keluar lingkungan dan lawan mereka, yang karena
mengetahui keliehayan mereka, jadi tidak berani mengejarnya.
Dengan demikian mereka dapat melarikan diri dengan leluasa.
Sehingga tak lama kemudian bayangan mereka lenyap dari
pandangan lawan mereka.
Didalam pertempuran itu, dipihak Thio Siu Pie dkk. menderita
kerugian besar, sedang dipihak orang gagah hanya Jie Ho seorang
yang terluka berat, tapi itu juga tidak membahayakan jiwanya.
Selain dari itu Ciam Giok Lan, Cie Lie Sie dan Sie Ho hanya
mendapat luka ringan, yaitu terjadi ketika mereka menerjang tadi.
Kawanan orang gagah menuju kesuatu tempat yang aman guna
mengumpulkan kekuatan baru untuk menindas kepada yang kuat
tapi jahat dan membela si-lemah, serta hendak melaksanakan citacita mereka yang murni, yaitu hendak menggulingkan dan
mengusir penjajah dari tanah air mereka.
- TAMAT Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
71 Jejak Di Balik Kabut 22 Pendekar Naga Putih 113 Makhluk Haus Darah Senja Jatuh Di Pajajaran 14
^