Pencarian

Pendekar Dataran Tinggi 6

Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong Bagian 6


ditempatnya yang semula. Baru setelah ujung golok musuh hampir
mengenai kepalanya, mendadak ia dongkokan tubuhnya dan
mengangkat pedangnya keatas. Tapi kepandaian silat orang Tibet
itu juga tidak lemah dan ia rupanya telah tahu gelagat, cepat-cepat
ia menarik goloknya. Tapi siapa tahu gerakan pedang La-sie Pa
sangat cepatnya, sebab begitu golok musuh ditarik, pedangnya telah
diarahkan ketenggorok- kan lawan, serangan itu dilakukan cepat
sekali, yang membuat orang Tibet itu walaupun telah berusaha
keras untuk menangkis dengan goloknya sudah tidak keburu, maka
cepat-cepat ia jatuhkan dirinya kesebelah belakang, namun tak
urung sepasang telinganya telah terbabat putus, saking sakitnya ia
jadi bergulingan ditanah dan tak dapat bangun.
La-sie Pa tertawa berkakahan. Ketika ia memandang ke
pedangnya, diatas pedang itu tiada terdapat noda darah walau
setetespun. Kemudian La-sie Pa lantas menendang orang Tibet itu.
Pada saat itu orang-orang yang tadinya berada didalam warung
arak itu saking kaget dan takut, mereka lantas pada berlalu dari
tempat itu. Sedang La-sie Pa terus duduk didalam warung itu. Dari
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
68 kejauhan terdengar derapan kuda dan tak lama kemudian
rombongan penunggang kuda itu telah sampai didepan warung
arak itu, sedang yang menjadi kepala rombongan tak lain dan tak
bukan dari pada Siang Cieh.
Ternyata Siang Cieh telah pergi mengundang beberapa orang
jago dari kalangan Bu-lim di Tibet bagian depan. Ia karena melihat
Kie Pak Nian telah pergi mengundang orang dan begitu pula In
Hweeshio. Maka ia merasa dirinya hilang muka. lantas pergi sendiri
mengundang beberapa puluh orang jagoan. Tadi orang yang telah
ditabas putus sepasang kupingnya adalah salah satu diantara sekian
banyak jago yang diundang oleh Siang Cieh itu.
Siang Cieh dan lainnya begitu sampai didepan warung arak itu
segera turun dari kuda mereka. "Aku rasa Bulunev pasti berada
didalam, mari silakan kalian masuk. Setelah mengaso, barulah kita
melanjutkan perjalanan." kata Siang Cieh kemudian sambil
tersenyum.
"Betul apa yang dikatakan oleh Toa Lhama!" kata orang banyak
dengan suara hampir berbareng.
La-sie Pa tetap duduk ditempatnya, hanya kini tangannya
memegang gagang pedang.
Begitu Siang Cieh sekalian masuk, mereka lantas berteriak gusar,
sebab mereka melihat Bulunev telah menggelapar ditanah dengan
muka bermandikan darah. Sedang didalam warung itu hanya
terdapat seorang lain, yaitu La-sie Pa.
"Lekas tangkap Siauw-cu itu, ia adalah salah seorang buronan
penting." Perintah Siang Cieh kemudian.
Dari dalam rombongan itu lantas melompat keluar seorang dan
membentak: "Engkaukah yang melukai Bulunev?"
La-sie Pa tidak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
69 "Siapa engkau?" Bentak orang itu lagi.
Dengan tenangnya La-sie Pa memberitahukan namanya.
"Kiranya engkau adalah murid dari In Lie Kim Kong, pasti
ilmumu cukup lumayan. Cayhee adalah Hahaptay, pada beberapa
tahun yang lalu pernah bergebrak dengan gurumu. Mari, kita mainmain dalam beberapa jurus." Sehabis berkata demikian, orang itu
lantas mencabut Sam-ciat-kun (pentungan beruas tiga). Tapi
sebelum ia keburu menyerang, mendadak telah tampil kemuka
seseorang lain dan lantas berteriak : "Untuk apa saudara memakai
aturan didalam kalangan Kang-ouw terhadapnya, baik serahkan
saja kepadaku, Tat-die-touw yang menangkap bangsat ini!" Sehabis
berkata demikian, ia lantas mencabut Kong Bun Tia dan langsung
menusuk kediri Sie Pa.
La-sie Pa juga tidak mau tinggal diam, ia segera mencabut
pedangnya, yang terus ditangkiskan kearah senjata lawannya.
Demikianlah diantara kedua orang itu segera terjadi suatu
pertempuran yang seru. Sebentar saja 30 jurus telah dilalui,
perlahan-lahan tampaknya La-sie Pa telah berada diatas angin. Pada
suatu ketika, mendadak La-sie Pa memperdengarkan tertawa
dinginnya dan berbareng dengan itu gerakannyapun berubah,
semakin hebat serangannya dan tubuhnya juga kelihatannya jadi
bertambah lincah, sampai suatu ketika terdengar suara "Trag",
bersamaan dengan itu senjata Tat-die-touw telah terbabat putus.
Melihat keadaan kawannya itu, Hahaptay sudah lantas maju
kedepan dan berkata : "Biar aku yang menemani." Sambil melompat
kedepan, ia barengi menyerang dengan Sam-ciat-kunnya. Hebat
serangapnya itu dan rupanya ia tidak mau memberi kesempatan
kepada La-sie Pa untuk balas menyerang.
Terperanjat juga Sie Pa ketika melihat keadaan lawannya,
pikirnya. "Kepandaian Hahaptay ini tampaknya terlebih tmggi 2
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
70 atau 3 tingkat dari Tat-die-touw." Sehabis berpikir demikian, ia
lantas membentangkan Bu Liang In Cong Kiam Hoat. Tapi pemuda
she La ini hanya didalam tempo sebulan saja, maka permainannya
jadi masih agak kaku, sehingga akhirnya ia jadi agak terdesak,
beberapa kali dirinya terancam bahaya, namun berkat kelincahan
tubuhnya, akhirnya dapat juga ia mengegoskan dirinya dari
ancaman itu. Pada suatu ketika, Hahaptay telah menyerang lagi
dengan Sam-ciat-kunnya, yang diarahkan kejalan darah Sie Pa,
cepat serta dahsyat serangan itu.
Diam La-sie Pa jadi mengeluh, sebab ia mengetahui bahwa
kepandaian Hahaptay berada diatas dirinya, maka begitu mendapat
serangan itu, sambil melompat kebelakang lantas hendak melarikan
diri. "Kau hendak lari kemana?" bentak Hahaptay seraya
mengejarnya. Sedang Sam-ciat-kunnya telah diarahkan pula
kebelakang ulu hati Sie Pa.
Mendadak La-sie Pa membalikkan tubuhnya dan menerobos
diantara senjata lawan, tapi tak urung kepalanya kena diserempet
oleh senjata lawan. Malah kemudian menusukkan pedangnya
kearah si-orang Tibet itu.
Melihat itu sambil tertawa Hahaptay lantas menangkiskan
senjatanya kepedang lawan sambil mengerahkan tenaga da lamnya,
maksudnya ialah hendak membikin putus atau sedikitnya membuat
pedang itu terlepas dari genggaman Sie Pa. Tapi tidak sangka,
begitu senjatanya bentrok dengan pedang lawan, mendadak besi
penyambung pentungannya telah terbabat putus, keadaan itu
membuat Hahaptay jadi sangat terperanjat dan segera melompat
keluar kalangan.
Siang Cieh ketika melihat jago-jago yang diundangnya, berturutturut telah dijatuhkan oleh seorang anak kemarin, tanpa terasa
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
71 hatinya jadi sangat gusar, segera menggerakkan Sian-thiangnya
menggempur La-sie Pa.
"Memang ini yang sedang kunantikan, bangsat!" bentak La-sie
Pa. Sehabis membentak demikian, ia lantas membentangkan ilmu
Nu Kang Cap Peh Coh.
Sebetulnya kepandaian Siang Cieh jauh berada disebelah atas
kepandaian La-sie Pa, namun senjata yang mereka pergunakan
berbeda jauh. Disamping itu kini La-sie Pa bertempur dengan
sangat bernafsu, ia tidak mau memberi kesempatan kepada
lawannya, beruntun ia terus membentangkan ke 18 jurus dari ilmu
itu. Siang Cieh yang karena tidak mau membikin senjata bentrok
dengan pedang pusaka lawan, terpaksa ia jadi hanya main kelit dan
dengan begitu ia jadi berada dibawah angin, baiknya kepandaiannya
boleh dikata sudah cukup tinggi, sehingga walaupun dirinya berada
di dalam keadaan terdesak, tapi La-sie Pa tetap tidak dapat
menjatuhkannya.
Namun pada suatu ketika bentrokan kedua senjata tidak dapat
dielakkan lagi, yang mengakibatkan putusnya kepala tongkat Siang
Cieh. "Saudara-saudara, mari kita sama-sama menangkap bangsat ini,
lekas!" Teriak Siang Cieh kemudian.
Hahaptay, Tat-die-touw dan lain jagoan yang diundang oleh
Lhama besar itu, sudah mencabut senjata masing-masing. Baru saja
mereka hendak bersama-sama menerjang La-sie Pa, mendadak
berkelebat 4 buah bayangan, yang begitu masuk sudah lantas
membentak : "Tahan !"
(IX) Keempat buah bayangan itu adalah Ho Sim Leng, Laliat-touw, Cu
Hwie Jit dan Thio Ta Yung berempat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
72 "Tidak malukah kalian mengerubuti seorang anak kecil ?" bentak
Sim Leng kepada Siang Cieh.
Siang Cieh yang mengetahui keliehayan Sim Leng, ia jadi tidak
berani menjawab.
Sekonyong-konyong adalah salah seorang jago undangan Siang
Cieh yang majukan diri dan membentak : "Siapa kau, nenek?
Sungguh besar nyalimu mengejek Toa Lhama." Sehabis membentak
demikian, ia segera menyerang Sim Leng dengan goloknya. Sim
Leng hanya memperdengarkan tertawa dinginnya dan sedikitpun ia
tidak menggerakkan tubuhnya. Ketika golok lawan hampir
mengenai dirinya, dengan sekali membalikkan tangannya, entah ia
menggunakan gerakan apa, tahu-tahu golok lawannya telah
berpindah ketangannya, berbareng dengan itu terdengar "Bukkk",
tubuh jago undangan Siang Cieh itu segera jatuh terguling.
Orang banyak tidak menyangka bahwa kepandaian nenek itu
begitu hebat, maka tiada seorang dari mereka yang berani majukan
diri lagi. Selagi orang-orang undangan Siang Cieh pada bengong,
Hahaptay yang kepandaiannya paling tinggi diantara sekian jago
sudah lantas majukan diri, sambil memberi hormat ia berkata:
"Nama Ho Lie-hiap ternyata tidak kosong, Cay-hee Hahaptay
sungguh sangat kagum. Kini aku memberanikan diri untuk
meminta petunjuk dari Lie-hiap, guna memperluas pandanganku."
Sebelum sempat Sim Leng berkata, telah terlihat Cu Hwie Jit
melompat maju dan berkata: "Hahaptay, masih kenalkah engkau
kepadaku ?"
"Sudah agak lama kita tidak bertemu, In Lie Kiem Kong." jawab
Hahaptay sambil tersenyum.
"Aku hendak bertanya kepadamu, apa maksud kedatanganmu
kemari ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
73 Sebelum Hahaptay menjawab, telah didahului oleh Siang Cieh:
"Untuk menangkap penjahat!"
Hwie Jit jadi tertawa dingin dan bcrtanya : "Menangkap
penjahat? Kamikah yang hendak kalian tangkap ?"
"Betul! Setelah kamu berani menentang kami dan meribut
diistana. Bila kami tidak menangkap kamu, siapa lagi yang harus
kami tangkap ?" kata Siang Cieh dengan sombongnya.
"Aku juga tidak mau berdebat dengan kau, bangsat licin. Bila
kalian hendak menangkap penjahat, kamilah penjahatnya. Nah
tangkaplah kalau bisa." ejek Hwie Jit.
Sehabis mengejek demikian, Hwie Jit lantas mencabut
pedangnya dan membentak : "Siapa diantara kamu yang hendak
menangkapku ?"
Para jago undangan Siang Cieh itu karena telah mendengar akan
kegagahan si-orang she Cu itu, tiada seorang dari mereka yang
hendak memulai untuk menyerangnya, semuanya pada
memandang kearah Hahaptay.
Dulu Hahaptay pernah bertempur dengan Cu Hwie Jit dan
pernah dikalahkan oleh orang she Cu itu. Tapi karena Hwie Jit
seorang yang welas-asih, ia tidak tegah untuk membunuhnya. Maka
kini ia ragu-ragu untuk melawan Hwie Jit. Tapi kemudian ia
mengeraskan hatinya untuk maju melawan si-orang she Cu.
Tapi baru saja ia melangkah beberapa langkah, telah dengar
Hwie Jit membentak: "Tunggu dulu!" Pedang panjangnya
dimasukkan kembali kedalam sarungnya. "Hahaptay, kepandaian
siapa yang terlebih tinggi diantara engkau dan Siang Cieh?"
Hahaptay tidak menyangka bahwa Hwie Jit bisa bertanya
demikian. Perihal kepandaian, ia menang setingkat dari Siang Cieh,
tapi pada saat itu ia adalah tetamu dan Siang Cieh adalah tuan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
74 rumah, maka ia tidak berani berbuat salah terhadap Siang Cieh,
dengan begitu ia juga akan menjatuhkan nama dan kewibawaan
Siang Cieh. Tapi disamping itu ia juga tidak mau dikatakan bahwa
kepandaiannya berada dibawah Siang Cieh, maka untuk beberapa
saat lamanya ia tidak dapat menjawabnya.
Siang Cieh yang tidak mengetahui maksud Hwie Jit, ketika
memandang Hahaptay, kala itu si-jago undangannya tidak berkata.
Sedang pada saat itu Hwie Jit tengah memandangnya. Keadaan itu
membuat Siang Cieh jadi sangat marah dan membentak: "Untuk
apa engkau menanyakan itu?" ;
"Siang Cieh, bila engkau merasa bahwa kepandaianmu melebihi
Hahaptay, silakan maju melawanku. Bila engkau merasa
kepandaianmu dibawah kepandaiannya, lekas enyah dari sini!"
bentak Hwie Jit. Dengan tidak menunggu jawaban dari Lhama besar
itu, sambil mengibaskan tangannya Hwie Jit telah berkata kepada
sekalian jago undangan Siang Cieh itu : "Siapa diantara kamu yang
merasa kepandaiannya terlebih tinggi dari Siang Cieh, silakan
kemari !"
Perkataan itu membuat para jago undangan Lhama besar dari
Agama Kuning itu jadi saling berpandangan, tiada seorang dari
mereka yang berani majukan diri, walaupun betul diantara mereka
terdapat yang kepandaiannya terlebih tinggi dari Siang Cieh, namun
mereka tidak herani majukan diri, sebab bila mereka berbuat
demikian, itu berarti akan membuang muka Siang Cieh.
Didesak begitu rupa, dari malu Siang Cieh menjadi sangat
marah, tapi untuk melawan Hwie Jit ia agak jeri. Tapi dasar ia
seorang yang licin, segera berkata : "Cu Hwie Jit, jangan sombong!
Aku selalu mengiringi kehendakmu. Tapi begini saja, kita maju
dengan serentak, dengan demikian beserta temanmu akan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
75 mendapat bagian juga. Sehabis berkata demikian, ia segera
memberi isyarat kepada orangnya untuk segera menyerang.
Cu Hwie Jit yang tidak mengingini terjadi suatu pertumpahan
darah, maka segera berkata : "Begitupun baik. Tapi sebelum kita
bertempur, aku hendak mempertunjukan suatu permainan kepada
kalian, setelah itu kita baru bertanding, tokh masih belum
terlambat!"
Siang Cieh rupanya telah mengetahui maksud lawanmu, cepatcepat membentak: "Siapa yang kesudian melihat pertunjukkan
kalian? Saudara-saudara, mari kita terjang mereka!" Sehabis
membentak begitu, ia angkat Sian-thiangnya yang telah buntung itu
dan ada beberapa jago yang mengikuti jejaknya.
Tapi sebelum mereka sampai ditempat yang dituju, telah


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar bentakan Ho Sim Leng, yang dengan sekali menggerakan
tangannya saja telah berhasil merebut Sian-thiang buntung Siang
Cieh itu. Sedang beberapa jago yang ikut Siang Cieh menerjang,
segera merasakan ada angin dingin yang menyambar muka mereka
dan terasa sakit sekali, yang membuat mereka sekalian jadi terpaku
disitu. Pada saat itu Cu Hwie Jit telah lari keluar pintu dan
mengangkat sebuah batu raksasa. Berat batu itu sedikitnya 400 kati,
yaitu batu Pan Ma Cio yang terkenal keras itu.
"Mari saudara-saudara, silakan duduk." kata Sim Leng.
Jago-jago undangan Siang Cieh karena ingin memperluas
pandangan mata mereka, maka mereka segera mengambil tempat
duduk. Kini tinggallah Siang Cieh seorang yang tetap berdiri disitu.
"Silakan Toa Lhama mengambil tempat duduk." kata Laliat-touw
dengan roman berseri. Sehabis berkata demikian, ia tekan pundak
Siang Cieh dengan menggunakan tangan kanannya. Walaupun
Siang Cieh diam-diam telah mengerahkan tenaga dalamnya, tapi tak
urung ia harus duduk juga.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
76 "Nah, begitulah mestinya." kata Laliat-touw lagi dengan wajah
tetap berseri.
Wajah Siang Cieh jadi merah padam saking malunya.
Dalam pada itu Hwie Jit setelah melempar sampai beberapa kali
batu itu lantas berkata kepada kawannya : "Bagaimana kalau kita
main bola dengan jari ?"
Laliat-touw dan lainmya segera menyetujui, keempat orang itu
lantas mengambil posisi segi empat. Yang pertama melempar ialah
Cu Hwie Jit ditujukan kearah Ho Sim Leng. Sim Leng tidak
menyambutinya, hanya mendorong lagi batu itu dengan
menggunakan sepuluh jarinya kearah Thio Ta Yung. Ta Yung juga
segera menggunakan kesepuluh jarinya mendorong batu itu
kedepan Laliat-touw. Sedang Laliat- touw sudah lantas mencontoh
perbuatan kawannya, demikianlah keempat orang itu bermain bola
sambil menggunakan kesepuluh jari mereka. Setelah lewat
beberapa saat lamanya, mendadak mereka merubah permainan,
dengan perlahan Ho Sim Leng mencongkel batu itu dan segera
terkikis sebuah batu kecil, ketika didepan Cu Hwie Jit, Hwie Jit juga
mencontoh perbuatan Sim Leng dan kembali batu itu terkikis
sedikit dan batu tersebut melayang kearah Laliat-touw dan Laliattouw juga berbuat sama dengan kawannya, dengan demikian,
sebentar saja batu tersebut telah terkikis habis, sampai ketika batu
kecil yang terakhirnya, lantas dilemparkannya ketanah.
"Bagaimana menurut pandangan kalian tentang permainan
membelah semangka dan memotong sayur dari kami ini ?" tanya
Ta Yung kemudian kepada rombongan Siang Cieh, kemudian Cu
Hwie Jit meneruskan dengan suara lantang: "Saudara sekalian, kita
seperti juga air sungai dengan air sumur, tidak saling mengganggu
satu sama lain, bila kalian tidak mengganggu kami, kami juga
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
77 takkan menyusahkan kepada kalian. Tapi bila kalian masih tetap
mengikuti jejak Siang Cieh, batu itu adalah contohnya."
"Bila kalian tidak puas dan tetap hendak mengadu silat dengan
kami, kami selalu akan mengiringinya" sela Laliat-touw sambil
memungut 2 butir batu, yang kemudian diremas-remasnya menjadi
tepung, kemudian disebarkannya ketanah.
La-sie Pa jadi merasa gembira melihat keadaan itu, ia segera
mengambil Sian-thing buntung yang kala itu telah direbut oleh Sim
Leng, sambil memberi hormat berkata: "Maaf dan harap jangan
ditertawai !" Sehabis berkata demikian, ia segera mencabut
pedangnya, yang lalu dibabatkan kearah Sian-thiang buntung itu
berulang-ulang, sehingga akhirnya pentungan pendeta yang dibuat
dari pada baja murni itu menjadi berpotong-potong.
"Jangan kau berlaku tidak hormat, lekas ganti Sian-thiang Toa
Lhama !" Thio Ta Yung pura-pura membentak. Sehabis membentak
demikian, ia berlagak mendorong Sie Pa dan memungut Sian-thiang
yang tadinya telah dibikin putus itu, kemudian digenggamnya
seraya dielus-elus. Tak lama kemudian pentung itu telah menjadi
satu lagi.
"Ini kami kembalikan kepadamu dan kepala tongkat itu boleh
kau suruh pandaian besi untuk mengerjakannya" kata Ta Yung
kemudian. Hahaptay yang tahu gelagat, segera berdiri dan berkata:
"Selamat tinggal!" sehabis berkata demikian, dengan tidak
memperdulikan Siang Cieh lagi ia segera berlalu dari situ. Sedang
yang sebagian besar kawannya mencontoh perbuatannya.
Tanpa terasa wajah Siang Cieh jadi berubah, kemudian tanpa
mengatakan suatu apa, Lhama besar itu mengajak sisa jago
undangannya itu berlalu dari situ.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
78 "Hari ini kini cukup membikin pecah nyali mereka, tapi dengan
begitu jadi mengenakkan diri Siang Cieh." kata Ta Yung sambil
tersenyum.
"Kita hendak membunuhnya bukan disini dan juga bukan waktu
ini." sela Laliat-touw.
"Betul apa yang dikatakan oleh Su-tee. Bila kita sekarang
membunuh dia, rakyat pasti akan mengira kejadian itu hanyalah
pembalasan dendam perseorangan, dengan demikian permusuhan
antara Agama Kuning dengan Agama Merah akan berlangsung
terus!" kata Hwie Jit sambil menganggukkan kepalanya.
Mendadak Sim Leng bertanya kepada La-sie Pa : "La-sie Pa, dari
mana engkau memperoleh sebilah pedang pusaka itu?"
La-sie Pa lantas menceritakan bagaimana ia bertemu dengan Kie
Pak Nian, In Hoo-siang dan Theng Lui Cu, serta bagaimana ia
kehilangan Jie Ho sampai akhirnya bertemu dengan buku pusaka
serta Poo-kiam itu. Hanya yang ada sangkut paut dengan The Hwie
Cu disembunyikannya.
"Anak, sungguh besar rejekimu. engkau harus mempelajari kitab
ilmu pedang dari Lay Thian Liok itu. Nanti bila sedang senggang,
engkau boleh menanyakan sesuatu yang tidak engkau mengerti
didalam kitab catatan itu, aku akan menjelaskan kepadamu." kata
Sim Leng pada akhirnya.
Sie Pa lantas mengiakan dan kemudian tak lupa ia mengucapkan
terima kasihnya.
"Tahukah engkau dimana Ciam Giok Lan berada sekarang?"
tanya Ta Yung.
"Ia telah kena ditangkap oleh seorang imam."
"Mau apa Theng Lui Cu jauh-jauh datang kemari ? Mungkinkah
untuk membantu The Ceng Ong?" kata Thio Ta Yung lagi.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
79 "Bila tidak untuk itu, habis untuk apa lagi. Baik nanti kita pergi
menemuinya, aku hendak melihat bagaimana liehaynya ilmu
pedang Cian-san itu." kata Sim Leng sambil tersenyum.
"Setelah mereka bertemu dengan Theng Lui Cu, seharusnya
telah kembali. Tapi setelah aku tunggu-tunghu seketika lamanya,
masih juga belum melihat mereka, apa mereka masih mengandung
maksud lain ?" Sela La-sie Pa.
"Mungkin mereka menuju ke utara untuk mengundang Ceng
Cin-jin." Sim Leng mengemukakan pendapatnya.
Mendadak Cu Hwie Jit berteriak: "Kita telah masuk perangkap
mereka, yaitu mereka menggunakan siasat memancing macan
turun gunung."
Perkataan Hwie Jit itu membuat semua orang gagah jadi sadar.
"Baik kita juga menggunakan siasat untuk menghadapi siasat.
Kini dengan menggunakan ketika Kie Pak Nian, In Hoo-siang dan
lain-lainnya tidak ada di Lhasa, mari kita pergi meribut pula diistana
Potala guna menolongi Cangba Khan dan Sie Ho." kata Sim Leng
cepat. "Bagus, malam ini juga kita kesana." Jawab Hwie Jit cepat.
Para orang gagah lantas naik kekuda masing-masing, kemudian
melarikan kuda mereka dengan cepatnya menuju ke Lhasa. Didalam
perjalanan itu sekonyong-konyong Pa mendapat suatu pikiran,
segera berkata kepada Ho Sim Leng: "Su-siok-po, urusan adik Cie
Lie Sie. semuanya karena sebab"
"Anak tolol, kalau bicara yang betul, jangan terputus-putus
begitu." kata Sim Leng sambil tersenyum.
"Dia. dia karena aku jadi pergi, maka biar bagaimana aku harus
mencari padanya." kata La-sie Pa setelah berdiam sesaat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
80 "Begitupun baik. Aku lihat sekarang kepandaianmu telah banyak
maju. engkau boleh mengembara seorang diri. Tapi menurut
pendapatku Cie-jie tiada di Tibet. Kau boleh mencarinya dibagian
timur, mungkin pula ia berada di Tionggoan."
Mendengar permintaannya diluluskan. La-sie Pa jadi sangat
girang segera berkata: "Kalau demikian, baik aku pergi sekarang
juga, sampai bertemu lagi."
Sebelum La-sie Pa berlalu dari situ, dan dalam kantongnya Ta
Yung mengeluarkan sejilid buku dan sambil menyerahkannya
kepada La-sie Pa berkata : "Kau baru pertama kali datang ke
Tionggoan, tentunya engkau tidak mengetahui tokoh-tokoh yang
berdiam disana maka kitab nama orang-orang dari kalangan Kangouw ini akan banyak menolongmu."
Sehabis mengucapkan terima kasihnya, La-sie Pa lantas
berpamitan dengan orang banyak, terus melarikan kudanya menuju
kebagian timur.
"Anak ini sama adatnya dengan adiknya !" kata Laliat-touw
sambil tersenyum.
"Maklum adat seorang muda." kata Sim Leng.
"Setelah kita menolong Cangba Khan dan Sie Ho, terus cegat Kie
Pak Nian dan lainnya untuk menolong Sie Ho." kata Hwie Jit
mengalihkan persoalan.
"Kemudian kita pergi ke Ceng Cin-jin untuk meminta orang."
Timbrung Ta Yung.
"Aku memang telah lama bermaksud hendak mengadu
kepandaian dengannya, ini adalah suatu ketika yang baik." kata Sim
Leng. "Disamping itu kita juga harus menangkap In Hweeshio dan
merebut kembali kelinci kumala dan surat wasiat itu." sela Ta Yung.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
81 "Bagaimana bentuk kelinci kumala itu?" tanya Laliat-touw.
Secara singkat Hwie Jit, menjelaskan bentuk kelinci kumala itu.
"Inikah ?" tanya Laliat-touw kemudian, "benda ini dapat kurebut
dari Jie Goat-san dulu."
Begitu Hwie Jit memperhatikannya, ia diadi sangat terperanjat
segera berkata: "Betul. Ini yang jantan, adalah milik La-sie Pa.
Sedang yang betina pasti masih tergantung dileher Ciam Giok Lan."
Penjelasan Hwie Jit itu membuat orang banyak jadi terkejut,
dalam pada itu Thio Ta Yung telah berkata: "Sejak dulu aku
memang telah curiga bahwa La-sie Pa bukanlah orang Tibet, tidak
tahunya ia adalah cucu dari Uy Too Ciu dan menjadi adik kandung
dari Ciam Giok Lan."
Cu Hwie Jit sambil mengelus-elus kelinci kumala itu, dari
matanya tanpa terasa jadi mengucurkan air mata. Kemudian sambil
menghela napas ia berkata: "La-sie Pa sebenarnya bernama Uy Jit
Cauw, sedang Ciam Giok Lan sebenarnya bernama Uy Ceng Fong.
Kini karena masih terdapat banyak waktu, baik secara singkat aku
menuturkan riwayat mereka kepada kalian." Sehabis berkata
demikian, Hwie Jit lantas menuturkan kejadian pada 20 tahun yang
lalu. *** Peristiwa itu terjadi pada tahun Sun Tie ke 3, bulan 3 dan malam
Che-sie. Kala itu seorang menteri yang ternama, yaitu Uy Too Ciu
telah kena ditawan oleh lawan dan dipenjarakan dikota Kang Teng.
Adapun yang menjadi pemimpin Boan dari kota itu adalah Ang Seng
Tiu, yaitu orang yang berasal sekampung halaman dengan Uy Too
Ciu. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
82 Ang Seng Tiu karena bermaksud hendak membujuk Too Ciu
untuk menyerah kepada Boan Ceng, ia jadi tidak membunuhnya,
malah memberi sebuah gedung yang mewah untuk Too Ciu tinggal.
Malam itu, Too Ciu tengah duduk memandang api lilin,
pikirannya selalu khawatir akan keselamatan cucunya, Ceng Fong
dan Jit Cauw, yang kala itu masih tidak diketahui mati hidupnya.
Tak lama kemudian, mendadak diluar tembok terdengar suara,
Too Ciu cepat-cepat meniup lilin, kemudian ia berjalan keluar. Dari
atas loteng ia melihat bahwa ada sebuah bayangan yang melompat
kepelataran yang terletak dibawah loteng itu, kemudian
menghilang.
Melihat keadaan itu hati Too Ciu merasa aneh dan pikirnya: "Dia
mengapa tidak naik kemari ?" Tapi sekonyong-konying ia melihat
ada sebuah bayangan lagi masuk kedalam pekarangan itu. Kejadian
itu membuat Too Ciu jadi semakin heran dan kembali berpikir:
"Mungkinkah ia menjanjikan kepada 2 orang?"
Dibawah penerangan sang Dewi Malam, Too Ciu melihat, bahwa
orang yang datang belakangan berjenggot panjang dan sepasang
mata orang bersinar, yang kala itu membentak: "Hai bangsat, mau
apa engkau malam-malam datang kemari ? Ayo lekas menyerah!"
Dari suatu sudut yang gelap tiba-tiba terdengar orang tertawa
dingin dan berkata: "Ciak Ta Nian, tahukah engkau siapa aku ?"
"Tidak perduli siapa, setelah engkau malam-malam datang
kemari tentunya untuk mencuri!" kata orang yang dipanggil Ciak
Ta Nian. "Ciak Ta Nian, aku, Cu Hwie Jit, tidak takut kepadamu."
Ciak Ta Nian ketika mendengar perkataan itu, tanpa terasa
tubuhnya agak gemetar, tapi itu untuk sementara waktu saja, sebab
dilain saat telah kembali kegarangannya, lalu bentaknya: "Bagus
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
83 perbuatanmu Cu Hwie Jit, mari ikut aku menghadap Ang Tay Hiapsu."
Tapi Cu Hwie Jit yang bersembunyi disuatu sudut tetap tidak
mau keluar, mala kemudian sambil tertawa dingin berkata :
"Rupanya engkau puas mengikuti Ang Seng Tiu, tapi aku kira
umurmu takkan panjang untuk menikmati rejekimu itu."
Ciak Ta Nian tidak berkata lagi, siapa tampak menggerakkan
tangannya, berbareng dengan itu terlihat melayang sebilah golok
terbang yang menuju langsung kesudut tembok dimana suara Hwie
Jit tadi berasal.
Tapi dari sudut itu kembali
terdengar Hwie Jit tertawa
dingin dan bersamaan waktunya
dengan itu terdengar suara
"traaannnggg", golok terbang itu
telah disampok jatuh, yang
kemudian diikuti dengan melompat keluarnya sebuah


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayangan orang dari sudut itu.
Uy Too memperhatikan
tersebut. Ciu terus kejadian Dalam pada itu, dibawah
penerangan rembulan, kedua
orang itu telah mulai bertanding, hebat permainan mereka, yang tampak hanyalah 2
gulung sinar putih yang melingkar, yang selalu ditujukan ke bagianbagian yang berbahaya dari tubuh mereka. Sedang kedua tubuh
orang itu sebentar menjadi satu dan sebentar lagi bagaikan
terbelah, pertempuran demikian itu terus berlangsung sampai kiraDibawah penerangan rembulan, kedua orang itu telah mulai
bertanding, hebat permainan mereka, yang tampak hanyalah 2 gulung
sinar putih yang melingkar-lingkar.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
84 kira beberapa puluh jurus. Sampai suatu ketika mendadak
terdengar yang seorang menjerit dan yang seorang lagi sudah lantas
melompat keatas loteng, yaitu tempat dimana Uy Too Ciu tengah
berdiri menyaksikan pertandingan tadi. Orang yang melompat naik
itu ternyata memakai topeng. Siapa begitu berada didepan Too Ciu
lantas berlutut dan berkata perlahan: "Uy Loo-hu- cu, Boan-seng Cu
Hwie Jit datang agak terlambat, harap dimaafkan !" Sehabis berkata
demikian, ia segera menyingkap topengnya atau lebih tepat lagi kain
penutup mukanya.
"Engkau.. kedatanganmu sungguh tepat pada waktunya."
kata Too Ciu seraya membangunkan Hwie Jit.
"Uy Loo-hu-cu, baik-baik sajakah engkau selama ini?" tanya
Hwie Jit. "Disini bukannya tempat untuk berbicara, mari ikut aku."
Hwie Jit segera mengikuti Too Ciu, setelah melewati beberapa
tikungan, sampailah mereka disebuah kamar buku kecil. Begitu
masuk Too Ciu segera duduk dan kemudian menyuruh Hwie Jit di
hadapannya.
"Hwie Jit maksudku malam ini memanggilmu ialah hendak
meminta engkau mengerjakan sebuah urusan besar sebab aku tahu
halnva engkau adalah seorang yang jujur dan disamping itu engkau
juga seorang patriotik, tentunya takkan mengecewakan harapanku"
"Telah lama dan banyak Boan-seng menerima budi Loo-hu-cu,
maka segala tugas yang dibebankan kepada saya oleh Loo-hu-cu
pasti akan kulaksanakan sebaik mungkin " jawab Hwie Jit.
"Bagus, engkau akan kubebankan suatu tugas yang maha berat
dan penting. Sehabis berkata demikian, ia segera menyuruh Hwie
Jit untuk segera menyediakan alat tulis beserta kertasnya.
Kemudian ia menulis sesuatu diatas kertas itu, isinya berupa suatu
anjuran kepada seluruh rakyat yang tiada mau dijajah untuk
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
85 membangun kembali negara Beng dan mengusir penjajah yaitu
bangsa Boan.
Harus diketahui bahwa tadinya Uy Too Ciu adalah seorang guru
ternama dan banyak muridnya, sedang Cu Hwie Jit adalah salah
seorang dari sekian banyak muridnya itu.
Sehabis menulis surat anjuran itu, dari dalam jubahnya
dikeluarkannya sepasang kelinci kumala, yang kemudian di
serahkannya kepada Hwie Jit bersama-sama dengan surat anjuran
yang baru ditulisnya itu.
"Kini Loo-hu telah berumur 60 tahun lebih, mati juga tidak
mengapa. Yang menjadi pengharapanku ialah supaya engkau jaga
baik-baik pada kedua cucuku itu. Sepasang kelinci kumala ini adalah
pusaka turunan dari keluargaku, ialah keluarga Uy. Tunggu setelah
mereka pada besar, baru engkau menyerahkan kelinci kumala ini
kepada mereka. Yang jantan kuperuntukkan kepada Cit Cauw,
sedang yang betina kau serahkan kepada Ceng Fong. Dan mengenai
surat itu, adalah anjuran Loo-hu kepada segenap rakyat, engkau
harus menyimpannya baik-baik. Nanti setelah aku mati, engkau
boleh segera mengumumkannya."
Hwie Jit lantas berlutut dihadapan Too Ciu, pilu hatinya
mendengar perkataan bekas guru sasteranya itu. Lama ia berbuat
demikian, mendadak diluar pintu terdengar langkah orang, Too Ciu
segera berkata: "Hwie Jit, lekas engkau berlalu dari sini. Sipenghianat Ang Seng Tiu tengah mendatangi."
Cu Hwie Jit segera menganggukkan kepalanya sampai tiga kali,
lalu mendorong jendela dengan hati-hati, dengan sekali melesat saja
tubuhnya telah lenyap.
Pada saat itu orang yang berada di luar pintu telah menolak pintu
yang memangnya tidak dikunci itu dan masuk kedalam ruangan
dengan langkah lebar. Yang pertama masuk adalah seorang yang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
86 berpakaian secara orang Han, membawa sebuah kartu nama. Begitu
masuk lantas berkata dengan keras : "Kee-su, Ang Seng Tiu mohon
bertemu dengan tuan."
(Kee-su = guruku).
Uy Too Ciu menjawabnya. Sedang sepasang tangan orang itu
tetap memegang kartu nama merah itu. Orang itu jadi serba salah,
masuk tak dapat, keluarpun idem, sehingga akhirnya wajahnya jadi
berubah dan berdiri bengong disitu. Tapi tak lama setelah itu,
mendadak terdengar orang berkata dengan nyaring sekali: "Ha, ha,
Cio Kie, lama kita tidak bertemu." Orang yang berkata demikian
berpakaian secara pembesar sipil dari dinasty Beng. Tak salah lagi
bahwa orang itu adalah Ang Seng Tiu.
Uy Too Ciu tetap duduk ditempatnya yang semula, tidak
memperdulikannya.
"Cioo Kie, sejak engkau sampai di Kang Teng ini, aku karena
selalu repot, baru hari ini aku datang mengunjungimu, harap
dimaafkan." Demikian kata Seng Tiu lagi. Sehabis berkata demikian,
ia segera memberi syarat, dari luar tampak masuk 2 orang yang
masing-masing membawa sebuah kotak, dengan penuh hormat
mereka letakkan kotak itu diatas meja.
Dalam pada itu Ang Seng Tiu telah berkata lagi : "Ini sedikit
hadiah sebagai penghormatan Siauw-tee kepada saudara." Sehabis
berkata demikian, dibukanya kotak itu, didalamnya terdapat barang
permata yang amat mahalnya. Sedang diam-diam Seng Tioe melirik
kearah Too Ciu, tapi yang dilirik tetap menundukkan kepalanya,
seperti tidak mendengar dan tidak melihat apa yang terbentang
dihadapannja itu.
"Sungguh sombong kau tua bangka, bila aku tidak mendapat
perintah dari atasan, hmmmm........" pikir Seng Tiu. Walaupun
hatinja berkata demikian, tapi mulutnja berkata : "Ciu Kie, masih
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
87 ingatkah engkau ketika kita sama-sama masih kanak-kanak, dikala
siang hari sama-sama belajar dan pada malam harinya sama-sama
memperbincangkan urusan besar "
"Kau .... Siapa kau?" bentak Too Ciu mendadak.
Sambil maju dua langkah Seng Tiu berkata: "Ciu Kie, bila engkau
sudi, aku Ang Seng Tiu, berani memastikan bahwa engkau akan
memperoleh kedudukan yang baik."
Mendengar bujukan itu, mendadak Too Ciu tertawa berkakahan
sambil menengadahkan kepalanya dan "Pooookkkk", kuping Ang
Seng Tiu telah kena ditampar olehnya. Bersamaan dengan itu, ia
lemparkan kedua kotak yang berisikan barang permata itu dan
akhirnya membentak: "Bangsat, sungguh besar nyalimu sehingga
berani menyamar sebagai Ang Seng Tiu. Ang Seng Tiu adalah
seorang menteri yang jujur dan cinta kepada negaranya, siang-siang
telah mati di Liauw-tong. Kau, bangsat anjing, lekas enyah dari
sini!"
Wajah Ang Seng Tiu jadi merah padam, dari malu akhirnya jadi
berubah menjadi gusar, segera meneriaki orangnya: "Kau bangsat
tua yang tidak tahu diuntung, hai orang-orangku, lekas tangkap
padanya."
Tapi baru saja habis perkataan itu diucapkan, mendadak dari
luar jendela terdengar orang tertawa dingin dan berkata : "Hai Ang
Seng Tiu, bangsat pengkhianat, malam ini akan kumampuskan
engkau." Begitu orang itu habis mengucapkan perkataannya itu.
terlihat ada seseorang yang melompat masuk kedalam. Orang itu
tak lain daripada Cu Hwie Jit. Ternyata tadi ia tidak berlalu dari
tempat itu, hanya berdiam dibalik jendela.
"Bukankah engkau Cu Hwie Jit?", bentak salah seorang Sie-wie
yang datang kesitu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
88 "Betul, hai Kie Pak Nian, bila engkau terus membela si-bangsat
she Ang itu, aku akan mengadu jiwa denganmu."
Pada saat itu didalam ruang itu masih terdapat tiga orang Siewie lainnya dan hendak membantu Pak Nian untuk mengerubuti Cu
Hwie Jit, tapi Ang Seng Tiu telah membentak: "Lekas tangkap
bangsat tua ini!"
Mendengar itu Hwie Jit jadi sangat gusar, ia segera menerjang
dengan pedang panjangnya, tapi telah keburu dihalangi oleh Pak
Nian. Hwie Jit segera membentangkan ilmu Kun Lun Kiam Hoat, cepat
serta hebat permainannya itu.
Tapi kepandaian Pak Nian juga tidak lemah, ia dengan
mengandalkan pedang pusakanya, selalu dapat mematahkan setiap
serangan Hwie Jit.
Setelah bertempur kira-kira seratus jurus, mendadak pedang
Hwie Jit telah dibabat putus dan Hwie Jit sendiri lantas melompat
keluar dari kalangan.
Dengan menggunakan kesempatan itu Pak Nian meneriaki
kawan-kawannya : "Kamu berdua melindungi Ang Toa Hiap-su dan
yang seorang lagi membawa empe Uy itu, lekas pergi keluar ruang
dan menungguku diruang besar, aku hendak memberesi bangsat ini
dulu."
"Jangan sombong Pak Nian, dengan tangan kosong aku juga
sanggup menghadapi pedang pusakamu."
Dilain pihak Uy Too Ciu telah meneriaki Hwie Jit: "Hwie Jit, lekas
kabur, lebih penting engkau menolong cucuku." Baru saja perkataan
itu habis diucapkan, seorang Sie-wie (bayangkari) telah
memukulnya hingga pingsan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
89 Cu Hwie Jit melihat bahwa bertempur terus juga takkan ada
gunanya, bukan saja ia tidak bisa menolong Uy Too Ciu, malah
sebaliknya, kemungkinan besar dirinya juga kena ditawan. Maka
lantas membentak : "Hai orang-orang she Ang dan she Kie,
permusuhan antara aku dengan kalian dalamnya seperti juga
lautan. Hari ini aku tidak bisa membunuhmu, masih ada besok, bila
aku seorang tak dapat melaksanakannya, masih ada kawanku yang
akan menggantikanku. ingat baik-baik, pada 20 tahun kemudian
aku pasti akan datang lagi." Sehabis berkata demikian, tubuhnya
segera berkelebat dan menghilang dibalik jendela.
Pada keesokan harinya Uy Too Ciu menjalankan hukuman mati.
*** Penuturan Hwie Jit membikin para orang gagah yang
mendengarkannya jadi terharu.
"Su-heng, kelinci kumala ini boleh kau simpan, guna diserahkan
kepada La-sie Pa." kata Laliat-touw kemudian.
Kala itu malam telah mulai larut.
"Mari kita bersiap, ingat, hanya untuk menolong orang dan
jangan banyak melukai orang." kata Sim Leng.
Keempat orang itu bagaikan burung belibis melompat naik
keloteng kedua dari istana itu. Pada saat itu walaupun di istana
masih diadakan penjagaan, tapi tidak sekeras pada beberapa hari
yang lalu.
"Mari ikut aku !" kata Laliat-touw.
Keempat orang itu lantas mengendap-endap dan ketika mereka
sampai diruang pemujaan, mereka berpapasan dengan sebaris
tentara yang dipimpin oleh seorang Sie-wie. Apa mau Sie-wie itu
melihat Sim Leng dan kawan-kawannya, segera ia mengeluarkan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
90 kentongan. Tapi sebelum sempat dipukul, jalan darahnya telah kena
ditimpuk oleh Lian-cu dari Laliat-touw tak terkecuali dengan
tentara yang dipimpin oleh Sie-wie itu, jalan darah mereka juga
kena ditutup oleh Lian-cu Laliat-touw.
Setelah melewati pula beberapa tikungan, akhirnja mereka
sampai diruang belakang dari istana itu.
"Tempat tahanan penting berada dibelakang pekarangan yang
terletak dibawah loteng ini." kata Laliat-touw kemudian dengan
suara perlahan.
Keempat orang itu segera melompat turun dan sampailah
mereka disebuah pekarangan yang amat luas. Disitu ditanami
banyak sekali pohon- yang besar, disitupun terdapat gardu,
jembatan kayu dan tak ketinggalan beraneka bunga yang sengaja
ditanam, yang kebetulan pada saat itu banyak yang pada mekar,
sehingga menyiarkan bau yang amat harum. Di kedua pinggir
pekarangan atau lebih tepatnya taman itu terdapat beberapa buah
kamar, yang semuanya ditutup.
"Baik kita membagi diri menjadi 2 rombongan. Masing-masing
memeriksa satu bagian." kata Laliat-touw.
Laliat-touw bersama Ho Sim Leng lantas menuju kekamar yang
terletak di pinggir sebelah kanan dari taman itu. Lalu perlahanlahan membuka sebuah pintu, "krekek", berbareng dengan itu pintu
itupun terbukalah. Ruang itu ternyata sangat gelap, Laliat-touw
segera menyalahkan obor kecil, disitu ternyata adalah ruang
pemujaan, tiada seorangpun yang berada disitu.
"Setiap kamar rahasia pasti mempunyai dinding rangkap, mari
kita mencari alat untuk membukanya, tapi kita harus hati-hati,
sebab disini tentu terdapat banyak jebakan." Sehabis berkata
demikian, Laliat-touw lantas meraba-raba tembok dan
perbuatannya itu diikuti oleh Ho Sim Leng. Mendadak didepan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
91 mereka berkelebat sebuah bayangan orang, Sim Leng cepat-cepat
melompat kesana dan menangkap orang itu, yang ternyata adalah
seorang Lhama muda.
"Cangba Khan ditahan dimana ? Lekas katakan!" bentak Laliattouw.
Sebelum Lhama itu memberi jawaban, mendadak diluar ruangan
itu terdengar bentakan serta jeritan orang. Sim Leng dan Laliattouw segera melempar Lhama muda itu, menuju kepintu depan.
Sesampainya didepan pintu mereka telah dihalangi oleh seorang
Hweeshio gemuk, yang tak lain daripada Goan Kong Hweeshio,
yang pada saat itu sudah lantas membentak.
"Siauw-cu dari manakah yang begitu besar nyalinya sehingga
berani masuk kemari ?"
Tapi dengan tidak usah bersusah payah Ho Sim Leng telah


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhasil keluar dari kamar itu. Terlihat olehnya bahwa dari loteng
tingkat kedua telah melompat turun beberapa puluh bayangan
hitam, sedang tiga atau empat diantara mereka tengah memukul
kentongan. Dan bersamaan dengan itu keadaan disitu jadi terang
benderang. Tan Cie Eng, Ho Kee Kan Cio Bun Tien dan lain-lainnya
tampak turut menerjang. Sambil menerjang mereka berteriak:
"Tangkap penjahat!"
"Bibi, kau jaga disini, aku akan masuk kembali untuk mencari
Kiauw-cu dan Sie Ho." teriak Laliat-touw. Sehabis berkata
demikian, ia lantas masuk kembali kedalam kamar, sedang Sim
Leng terus bertahan didepan pintu, menghalangi Goan Kong
Hweeshio dan lain-lainnya untuk masuk kedalam, kemudian ia
meneriaki Ta Yung dan Hwie Jit: "Ta Yung, Hwie Jit lekas kemari."
Mendapat panggilan itu, Hiwe Jit dan Ta Yung lantas membuka
sebuah jalan menghampiri Sim Leng, kemudian bergabung dan
bersatu dengan nenek Ho menjaga didepan pintu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
92 Biarpun Goan Kong Hweeshio dan kawan-kawannya telah
berusaha keras untuk menerobos masuk, tapi usaha mereka selalu
sia-sia belaka.
Adapun Laliat-touw yang masuk kembali kedalam ruang rahasia,
segera terlihat olehnya ada 2 orang Lhama muda, sambil
mencengkeram dada mereka Laliat-touw membentak: "Dimana
Cangba Khan ?"
"Diruang depan." Jawab salah seorang diantara mereka.
Mendapat jawaban itu Laliat-touw lantas menotok leher Lhama
muda itu, Lhama itu jadi berteriak kesakitan.
"Kau masih berani membohongi aku?" tanya Laliat-touw,
sehabis berkata demikian, kembali ia hendak menotok leher Lhama
muda itu. Si-Lhama muda sudah cepat-cepat berkata : "Di.. disini."
Laliat-touw lantas mengempit kedua orang itu menuju kemeja
patung Buddha yang terbuat daripada emas.
Lhama muda itu lantas menyingkirkan patung Buddha emas itu,
dibawah patung tadi terdapat sebuah alat pemutar. Lhama itu
segera mengulurkan tangannya dan tak lama kemudian terdengar
suara "kereekkeeek", tembok yang disebelah kiri ruang itu segera
terbuka sedikit demi sedikit dan akhirnya membentuk sebuah
lubang kecil, muat untuk seseorang masuk kedalamnya.
Laliat-touw mendorong kedua Lhama muda itu ke depan, baru
kemudian ia mengikuti kedalam. Didalamnya ternyata sangat gelap.
Laliat-touw lantas mengeluarkan batu api, lalu menyalakan lampu
minyak yang tergantung disudut dinding. Diperhatikannya keadaan
sekeliling tempat itu, tampaklah olehnya disitu terdapat banyak
jeruji-jeruji besi yang merupakan suatu penjara, didalamnya
terdapat lebih kurang 2-30 orang tahanan Laliat-touw segera
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
93 memperhatikan sekalian tawanan itu, ia tidak melihat Cangba Khan
dan Sie Ho dan lantas membentak "Ini adalah tempat tahanan biasa,
aku hendak mencari tempat tahanan yang istimewa."
"Walaupun kami mengetahui letak tempat itu, tapi aku tidak
tahu bagaimana cara membukanya. Hanya Siang Cieh yang tahu."
"Tak apa, lekas kau bawa aku kesana!" perintah Laliat- touw.
Lhama muda itu lantas berjalan dimuka dengan diikuti oleh
Laliat-touw.
Tak lama kemudian sampailah mereka disebuah "kamar besi",
sebab seluruh ruang itu dibuat daripada besi.
"Disini!" kata Lhama muda itu.
Laliat-touw lantas mengangkat lampu minyak, yang memang
telah dibawanya dari ruang sebelah depan. Tampaklah olehnya
bahwa didalam ruang itu terdapat 5 buah kamar besi. Setiap
kamarnya ditutup rapat.
Tanpa diminta Lhama muda itu membuka sebuah lubang kecil,
yang lebarnya kira-kira 5 dim dan menerangkan: "Biasanya kami
mengantarkan makanan dari sini."
"Kiauw-cu !" panggil Laliat-touw.
Tapi didalam kamar itu tidak ada jawaban. Demikian beruntun
sampai kekamar 2, 3 dan 4, Laliat-touw tetap tidak mendapat
jawaban. Sampai ketika ia tiba dikamar besi yang kelima terdengar
didalam kamar itu ada orang yang merintih perlahan. Laliat-touw
jadi sangat girang cepat-cepat ia masukkan lampu minyak kedalam
lubang dan melihat kedalam tampaklah diatas tumpukan rumput
tengah terbaring Sie Ho.
Sie Ho begitu mendengar suara Laliat-touw jadi sangat
kegirangan. Dalam pada itu Laliat-touw telah bertanya: "Dimana
Kiauw-cu ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
94 (Kiauw-cu = Kouw-cu atau pemimpin dari suatu Agama)
"Entah dimana, beliau tidak berada disini." Jawab Sie Ho.
Sambil bertanya dengan Sie Ho, Laliat-touw memperhatikan
keadaan kamar besi itu.
"Pada mulanya Cangba Khan memang berada disini, tapi
kemudian ia dibawa pergi, entah kemana." Sie Ho menerangkan
lagi. Mendadak Laliat-touw bertanya : "Sie Ho, masih bertenagakah
engkau?"
"Ada sedikit!" jawab Sie Ho.
"Aku telah menemui cara untuk menolongmu, kau tunggu
sebentar." kata Laliat-touw lagi. Sehabis berkata demikian, ia lantas
menotok jalan darah Joan Ma Hiat (urat lemas) kedua Lhama muda
itu dan kemudian berlalu dari situ.
Tak lama kemudian Laliat-touw telah kembali kesitu dengan
diikuti oleh Cu Hwie Jit dan Thio Ta Yung.
"Kita diluar dan Sie Ho didalam, kita harus mengangkatnya
dengan berbareng." kata Laliat-touw begitu sampai di depan kamar
besi itu. Sehabis berkata demikian, ia lantas mencabut pedang
panjangnya dan ditusukkan kebawah kamar itu, perbuatan mana
diturut oleh Hwie Jit dan Ta Yung. Rupanya mereka hendak
mendongkrak pintu besi itu dan tak lama kemudian terlihatlah
bahwa pintu dari kamar besi itu telah terangkat sedikit. Laliat-touw,
Hwie Jit, Ta Yung ber jongkok, perbuatan mereka diikuti oleh Sie
Ho dari sebelah dalam. Lalu mereka bersama-sama menggunakan
tangan untuk mengangkatnya dan Laliat-touw lantas memberi
perintah: "Satu, dua, tiga, angkat!" Keempat orang itu lantas
mengerahkan tenaganya dan terdengarlah "kreekkk", "kkreekkkk",
pintu besi itu terangkat keatas. "Mari kita angkat sampai 2 atau 3
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
95 dim lagi." kata Laliat-touw dengan napas yang terengah-engah.
Keempat orang itu kembali mengerahkan tenaga mereka dan
terdengar lagi suara "kreeekkkk", pintu besi itu terbang keatas.
Hwie Jit sudah cepat-cepat menarik Sie Ho keluar, tak lama setelah
itu pintu besi tersebut jatuh kembali.
Barulah setelah itu Hwie Jit dan kawan-kawannya dapat
bernapas lega, ketika mereka memandang kearah Sie Ho, ternyata
orang yang dipandang pada saat itu telah jatuh pingsan. Ternyata
tadi ia telah mengeluarkan kelewat banyak tenaga.
Hwie Jit cepat-cepat memasukkan pil kedalam mulutnya, lalu
mendukungnya keluar dan menggabungkan diri dengan Ho Sim
Leng. Pada saat itu Sim Leng tengah dihujani dengan panah, pedang,
golok dan tumbak tapi senjata-senjata itu tiada yang melukai
dirinya. "Kami telah berhasil." kata Laliat-touw begitu sampai di samping
Sim Leng. "Mundur!" Sim Leng memerintahkan kawannya, sehabis berkata
demikian, ia segera menjadi pelopor untuk membuka jalan, yang
diikuti oleh Hvvie Jit dan lainnya.
"Siapa yang berani menghalangi kami!" bentak Sim Leng kepada
rombongan Goan Kong c.s.
Suara bentakan itu nyatanya sangat berpengaruh dan disamping itu
sebagian besar lawannya telah mengetahui keliehayan mereka,
maka lantas memberi jalan. Baru setelah Sim Leng sekalian berlalu,
mereka pada memaki-maki, tapi mereka tidak berani mengejarnya.
*** Kini mari kita mengikuti perjalanan Kie Pak Nian bertiga yang
membawa Jie Ho pergi ke Bengkah. In Hoo-siang karena sering
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
96 pergi kesana, ia jadi kenal baik akan jalan di sana, dengan demikian
kini ia jadi penunjuk jalan.
Tak lama kemudian sampailah mereka ditempat yang dituju.
yaitu rumah Ceng Cin-jin.
Rumah Ceng Cin-jin ternyata seluruhnya dibuat dari lempengan
salju yang telah membeku dan dibangun dilamping gunung, bila
dilihat dari kejauhan, bangunan itu seperti juga selempeng es yang
besar. Kie Pak Nian karena mengetahui akan perangai Ceng Cin-jin
yang aneh itu. ia jadi tidak mau berlaku sembarangan, sesampainya
didepan pintu, mereka lantas mengeluarkan kartu nama masingnama. Kedatangan mereka disambut oleh seorang kacung kecil, tapi
mata Siauw Tong atau pelayan kecil itu sangat jernih dan
gerakannya juga sangat lincah. Ia setelah menerima tiga helai karcis
nama itu, lantas masuk kedalam tanpa mengucapkan suatu apa.
Setelah ditunggu lebih kurang setengah jam lebih, tapi tuan
rumah tetap juga belum muncul. Keadaan itu membuat Theng Lui
Cu jadi sangat mendongkol, sebab ia adalah seorang Ciang-bun dan
tingkatannya juga tidak berada disebelah bawah Ceng Cin-jin, maka
beberapa kali ia sudah hendak menerobos masuk, tapi telah dicegah
oleh Kie Pak Nian.
Ketiga orang itu lantas memperhatikan rumah es itu, seluruh
rumah itu dibangun dari es, tiada jendela, tiada pintu, yang ada
hanyalah sebuah lubang, lubang itulah yang dianggap sebagai pintu
dari rumah itu. Didalam rumah itu mendadak terdhpat beberapa
bayangan orang yang berkelebat kesana-kemari, seperti didalam
rumah tersebut terdapat banyak orang.
Melihat itu tanpa terasa In Hweeshio jadi mengeluarkan teriakan
heran. Tapi Theng Lui Cu yang telah biasa dengan keadaan itu,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
97 lantas berkata: "Didalam rumah ini hanya terdapat tiga orang, tak
usah gentar."
Tak lama kemudian bayangan itupun lenyaplah.
Terpaku juga ketiga orang ini ketika melihat keadaan itu,
mendadak dibelakang mereka terdengar ada arang yang menyapa :
"Ada urusan apakah sehingga Sam-wie mencari aku!"
Ketiga orang itu cepat-cepat membalikkan tubuh. entah dari
kapan Ceng Cin-jin telah berdiri dibelakang mereka.
"Saya Kie Pak Nian khusus mengunjungi loo-cian-pwee." kata
Pak Nian sambil memberi hormat.
Ceng Cin-jin hanya memperdengarkan suara dari hidung, lalu
memandang kearah Theng Lui Ciu.
Dipandang demikian, Theng Lui Cu jadi panas hatinya, cepatcepat ia merangkap sepasang tangannya dan diam-diam ia
mengerahkan tenaga dalamnya seraya pura-pura berkata :
"Sungguh beruntung hari ini saya bisa bertemu dengan saudara !"
Ceng Cin-jin bagaikan tidak mengetahui perbuatan si-orang she
Theng, ia hanya tetap berdiri, sampaipun ketika angin pukulan yang
dilepaskan secara diam-diam oleh Theng Lui Cu mengenai dirinya,
imam itu tetap tidak bergerak, yang tampak hanyalah bajunya yang
berkibar-kibar terkena angin pukulan.
"Apakah maksud kedatanganmu kemari hendak mencuri nyali
burung merak?" tanya Ceng Cin-jin kemudian kepada In Hweeshio.
Ditanya begitu wajah In Hweeshio jadi berubah menjadi merah
bahna malunya, tapi kemudian ia paksakan diri untuk tersenyum
dan berkata: "Kedatangan saya kemari khusus untuk menyambangi
Loo-cian-pwee."
"Apakah maksud kedatangan kalian kemari ialah untuk
mengantarkan Hosouwu." tanya Ceng Cin-jin kemudian.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
98 "Maksud kedatangan kemari ialah hendak mengundang Loocian-pwee untuk mengambil barang itu." jawab Pak Nian sambil
memaksakan diri untuk bersenyum.
"Mengapa tidak diantar kemari?" tanya Ceng Cin-jin sambil
memelototkan matanya.
"Sebetulnya memang hendak kami antar, tapi karena Loo-cianpwee masih belum menyelesaikan suatu urusan dan di samping itu
Ong-ya selalu memikirkan dirimu." kata Pak Nian cepat.
Mendengar perkataan itu Ceng Cin-jin jadi tertawa berkakahan
dan berkata : "Aku tokh bukannya seorang wanita, untuk apa siorang she The memikirkan aku ?. Disamping itu, urusan apakah
yang belum kuselesaikan ?"
"Bukankah dulu engkau, pernah berjanji untuk mengusir Ho Sim
Leng, tapi kemudian engkau tinggalkan begitu saja." menjelaskan
Pak Nian sambil tersenyum.
"Kepandaian Su-cieku itu sangat hebat, rasanya Loo-tiian-pwee
bukan menjadi tandingan dia." sela In Hweeshio yang rupanya
sengaja hendak membakar hati Ceng Cin-jin.
Dalam pada itu Theng Lui Cu yang merasa dirinya diabaikan
sudah lantas berteriak : "Ceng Cin-jin, beginikah caramu menerima
tamu ? Tidak dipersilakan duduk dan juga tidak disuguhkan teh."
"Dirumahku ini tidak ada bangku, bila engkau hendak duduk,
duduklah ditanah ! Tapi bila engkau hendak minum teh, aku ada
sedia." Sehabis berkata demikian Ceng Cin-jin lantas menepuk
tangannya dengan perlahan, dari dalam rumah es itu keluar seorang
jongos kecil, yaitu anak yang menyambuti karcis nama Kie Pak Nian
dan kawan-kawannya tadi.
"Siauw Khek, lekas sediakan teh untuk tetamu kita !" kata Ceng
Cin-jin kemudian.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
99 Siauw Khek lantas mengiakan, kemudian ia panjat batu gunung
yang terletak disamping rumah itu. Anak itu terus memanjat sampai
ke puncak gunung itu. Sesaat kemudian ia turun kembali sambil
membawa 4 keping es, lalu menyerahkannya yang sekeping kepada
Ceng Cin-jin, kemudian dibagi-bagi kepada Kie Pak Nian dan
kawan-kawannya, seraya berkata: "Khek-koan, silakan diminum
tehnya!"
Kie Pak Nian dan In Hweeshio masing-masing menyambuti
kepingan es itu, mereka bengong memandangi Ceng Cin-jin yang
kala itu tengah memakannya dengan rupa yang sangat enak.
"Jangan shejie !" kata Ceng Cin-jin kemudian ketika melihat
tetamunya pada memandang dirinya.
Maka terpaksa Kie Pak Nian dan In Hweeshia menyicipi "teh"
yang telah disediakannya itu, terasa oleh lidah mereka bahwa es
kalau dikatakan pahit tidak pahit, bila disebut asin tidak asin dan
kalau dibilang manispun tidak manis, entah rasa apa itu.
Hanya Theng Lui Cu seorang yang tidak mau memakan es itu,
kemudian membuangnya.
"Ah sayang, mengapa dibuang, inikan makanan buatan alam
asli!" Teriak Ceng Cin-jin. Sehabis berteriak begitu, ia segera


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggunakan gerakan Cang Liong Jut Sui atau Ular naga
menyelam, tubuhnya dibungkukkan dan sebelum es tersebut
menyentuh tanah, telah kena ditangkap oleh Ceng Cin-jin.
Siauw Khek tiba-tiba melompat kebelakang Theng Lui Cu dan
mengitikinya, yang membuat Theng Lui Cu jadi tertawa besar.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba ada sekeping es yang menyumpal
mulutnya. Gerakan Siauw Khek dan Ceng Cin-jin itu seperti telah
direncanakan terlebih dahulu.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
100 "Bila engkau hendak minum teh, persediaan kami disini banyak
sekali. Hanya kacung kecilku ini tidak tahu cara bagaimana harus
menyuguhkannya, harap dimaafkan!" kata Ceng Cin-jin sambil
tertawa terbahak-bahak.
Dalam pada itu, sambil memberi hormat Kie Pak Nian telah
berkata: "Loo-cian-pwee, aku sangat kagum akan kepandaianmu
yang tinggi itu, tampaknya kepandaianmu terlebih tinggi setingkat
dari guruku.
Ceng Cin-jin ketika mendengar dirinya dipuji, hatinya jadi
merasa senang, sambil tersenyum ia berkata: "Sudah lama aku tidak
bertemu dengan Liauw Bu Sian-su, apakah selama ini gurumu baikbaik saja ?"
Kie Pak Nian ketika melihat umpakan (pujiannya) memakan, ia
sengaja mengatakan, bahwa ilmu silat Ceng Cin-jin adalah nomor
satu dikolong langit.
"Bila engkau mau turut bersama kami, rasanya Ho Sim Leng
sudah hampir masuk kedalam liang kubur." sela In Hweeshio.
"Disamping itu masih terdapat banyak Hosouwu." Kie Pak Nian
menambahkan.
"Aku sih menerima saja undangan kalian, tapi sebelumnya aku
hendak menanyakannya kepada seseorang, bila dia mengijinkan,
aku segera ikut kalian." kata Ceng Cin-jin pada akhimya sambil
tersenyum.
"Siapa dia ? tanya Kie Pak Nian agak terperanjat.
Tapi Ceng Cin-jin tidak menjawab pertanyaannya, ia segera
bersiul dan dari dalam rumah es itu keluar seorang gadis, gadis itu
adalah Ciam Giok Lan. Dengan tenangnya nona ini menyapukan
matanya kepada Kie dan In berdua, tapi begitu melihat Jie Ho yang
kala, itu dalam keadaan terikat, parasnya jadi berubah.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
101 "Lan-jie, mereka pada hendak mengundang aku untuk
membantu mereka, bagaimana pendapatmu?" tanya Ceng Cin-jin.
"Suhu, siapa mereka ?" tanya nona Ciam sambil tersenyum.
"Tidak kenalkah engkau akan Susiokmu ?" tanya Ceng Cin-jin
agak terperanjat.
Sambil menunjuk kearah Jie Ho, Giok Lan berkata: "Aku tidak
kenal akan paman guru yang suka mencuri itu, hanya kenal orang
itu, ia adalah Jie Ho yang pernah kuceritakan kepadamu."
"Ciam Giok Lan, berani kau menghina Susiokmu didepan
umum?" bentak In Hoo-siang.
"Untuk apa kalian menangkap Jie Ho ?" tanya Ceng Cin-jin.
Sedang Giok Lan juga tidak memperdulikan In Hoo-siang, ia
sudah berkata lagi: "Suhu, lekas kau tolong dia!"
Kie Pak Nian ketika melihat keadaan kurang begitu
menguntungkan bagi pihaknya segera berkata: "Cian-pwee, mari
kita pergi, kami akan segera membebaskan Jie Ho."
"Kau kira aku benar-benar hendak turut dengan kamu, bangsat
yang tidak tahu malu. Lekas kalian lepaskan Jie Ho, kemudian enyah
dari sini!"
Sedang Ciam Giok Lan sudah segera mencabut pedangnya
menerjang kearah Theng Lui Cu.
Melihat ini Theng Lui Cu jadi sangat gusar, segera membentak:
"Bagus, biar kumampuskan engkau dulu budak hina." sehabis
membentak begitu, ia lantas mencabut sepasang pedangnya, yang
sebilah pendek dan sebilah lagi panjang, terus menerjang Giok Lan.
Baru saja pertempuran beberapa jurus, Ciam Giok Lan sudah
lantas berteriak: "Tolong Suhu, aku hampir mati!"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
102 Ceng Cin-jin jadi sangat gusar, ia segera mencabut Ku Siong
Kiamnya dan membentak: "Lan-ji lekas mundur !"
Sebetulnya Kie Pak Nian tidak mau mengadu Pedang dengan
Ceng Cin-jin, tapi ia tidak keburu mencegah Theng Lui Cu, maka
kemudian ia lantas berkata kepada In Hwee- shio: "Lekas kau bawa
Jie Ho turun gunung, kami segera menyusulmu !" Sehabis berkata
demikian, ia lantas mencabut Hui Hong Kiamnya dan melompat
kesamping Theng Lui Cu dan berkata: "Theng Loo-cian-pwee, lekas
kita pergi, jangan bertempur dengan mereka."
Theng Lui Cu mana mau mendengar perkataannya, sepasang
pedangnya terus saja dicecerkan kediri Giok Lan. Tapi tak lama
kemudian Ceng Cin-jin telah menyelak di tengah mereka dan
membentak: "Sungguh besar nyalimu berani bertingkah disini!"
"Hai Too-jin liar, engkau kira aku takuT kepadamu." Ejek Giok
Lan kepada Theng Lui Cu. Sehabis mengejek demikian, ia pura-pura
hendak majukan diri, tapi telah dihalangi oleh Ceng Cin-jin.
Dilain pihak In Hweeshio sambil mengempit Jie Ho hendak lari
turun gunung, tidak sangka, sebelum ia berjalan beberapa tindak,
telah terlihat ada 4 buah hui-to atau golok terbang yang menyambar
dirinya. In Hoo-siang yang tidak menyangka bisa ada serangan itu,
ia jadi agak gugup, tapi baiknya ia adalah seorang yang
berkepandaian tinggi, didalam gugupnya masih sempat ia
mencabut pedangnya dan menangkis ke 4 golok terbang itu,
sehingga menimbulkan lelatu api. "Ilmu silat orang itu tidak lemah."
oikir In Hweeshio kemudian. Kemudian ia mengangkat kepala
memandang siapa yang menyerang dirinya, ia mendapat kenyataan
bahwa Siauw Kheklah yang menyerangnya dengan golok terbang
itu. Kala itu Siauw Khek telah membentak: "Jangan harap engkau
bisa menangkapnya kembali." Sehabis membentak demikian,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
103 sambil menenteng sebilah pedang kacung Ceng Cin-jin ini
menerjang In Hweeshio.
Ciam Giok Lan ketika melihat keadaan itu, lantas berkata: "Suhu, kau tahan mereka !"
Ceng Cin-jin lantas mengerti maksud muridnya itu, ia lantas
menhadang Kie dan Theng berdua dengan Ku Siong Kiamnya.
Dalam pada itu Ciam Giok Lan telah membukakan tali pengikat
Jie Ho, yang ketika In Hweeshio menangkis serangan golok terbang
Siauw Khek tadi, telah diletakannya di tanah. Setelah berhasil
membebaskannya, Giok Lan lantas menyerahkan pedangnya
kepada Jie Ho dan berkata : "Lekas kau bantu Siauw Khek." Sehabis
berbuat demikian. Giok Lan lari masuk kedalam rumah es itu, tak
lama kemudian ia keluar lagi dengan membawa sebuah Hui Souw.
In Hweeshio yang menghadapi Siauw Khek dan Jie Ho, didalam
sekejap saja ia telah berhasil berada diatas angin, namun sebegitu
jauh tetap belum dapat menjatuhkan kedua houw-pwee itu.
Sebaliknya dilain pihak Ceng Cin-jin berhasil mengurung Theng Lui
Cu dan Kie Pak Nian dengan sinar pedangnya. Tapi mendadak Ceng
Cin-jin melompat keluar dari kalangan dan membentak: "Semuanya
berhenti !"
Inilah suatu kesempatan yang memang sedang diharapkan oleh
Kie Pak Nian sebab kalau pertempuran itu dilanjutkan terus,
dipihaknya pasti akan menderita kerugian.
Tapi sebaliknya In Hweeshio yang telah berada diambang
kemenangan, tidak mau mendengar perkataan Ceng Cin-jin, ia
terus menggempur dengan hebatnya. Keadaan itu membuat Ceng
Cin-jin jadi sangat marah dan membentak : "In Hweeshio, engkau
benar-benar hendak bertempur?!'"
In Hoo-siang tetap tidak memperdulikannya, akan tetapi tibatiba didepan matanya berkelebat sebuah benda hitam, keadaan itu
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
104 mau atau tidak membuat paderi she In itu harus mundur dan kala
itu Ceng Cin-jin telah berdiri didepannya dan membentak: "Bila
engkau masih belum puas bertempur, kemarilah!"
In Hoo-siang sudah hendak majukan diri, tapi bahunya telah
keburu dipegang oleh Kie Pak Nian dan menasehatinya: "Kita
jangan sembrono, dengar saja apa yang hendak dikatakannya."
Pada waktu itu Ceng Cin-jin telah membentak: "Apa maksud
kalian datang kemari!"
"Untuk mengundang Loo-cian-pwee guna membantu kami."
jawab Pak Nian sambil menahan amarahnya.
"Bila demikian, kenapa kalian mengeroyok diriku ?" tanya Ceng
Cin-jin lagi.
"Karena Loo-cian-pwee hendak merebut tawanan kami." Jawab
Pak Nian singkat.
"Betul, tapi aku hendak bertanya kepadamu, dapatkah kalian
memenangi aku ?"
"Mengenai ini. ini" kata Pak Nian terputus-putus.
Mendapat jawaban itu Ceng Cin-jin jadi tertawa besar, kemudian
berkata: "Biar kamu bertiga maju sekaligus juga aku tidak takut.
Apakah kalian mau menunggu sampai aku mengusirnya baru mau
berlalu dari sini ?"
Mendengar perkataan itu sepasang mata Pak Nian jadi bersinar
dan bertanya: "Cian-pwee hendak menyambuti serangan kami
dengan seorang saja ?"
"Segala apa yang pernah kuucapkan takkan kutarik kembali."
Jawab Ceng Cin-jin cepat.
Pada saat itu Theng Lui Cu rupanya sudah tidak sabaran, lantas
membentak: "Siapa yang kesudiaan mengandalkan jumlah besar
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
105 untuk mengerubuti seorang, mari, mari kita bermain-main
beberapa jurus."
"Hanya engkau seorang yang masih mengindahkan peraturan
Kang-ouw. Bila engkau hendak maju seorang, aku persilakan, malah
aku akan menyambuti seranganmu dengan tangan kosong, tapi bila
engkau kalah, harap segera turun gunung."
Theng Lui Cu hanya memperdengarkan tertawa dinginnya,
kemudian menyerang Ceng Cin-jin dengan sepasang pedangnya
dengan hebatnya. Tapi Ceng Cin-jin hanya main egos saja.
Demikianlah pertempuran itu berlangsung sampai lebih kurang
30 jurus. Mendadak permainan Ceng Cin-jin berubah, terlihat dia
melayang kesana-kemari dengan tidak tentu. Sampai pada suatu
ketika ia berdiri tidak bergerak. Sampaipun ketika pedang Theng
Lui Cu yang menyapu kedirinya hampir mengenai sasaran, Ceng
Cin-jin tetap tidak bergerak. Tampaknya tak lama lagi tubuh Ceng
Cin-jin pasti akan terbabat menjadi 2 potong.
Ketika ujung pedang terpisah beberapa dim lagi dari tubuh Ceng
Cin-jin, mendadak imam itu lenyap, kejadian itu membuat Theng
Lui Cu jadi terperanjat. Malah tak lama kemudian, tahu-tahu Ceng
Cin-jin telah berada dibelakang Theng Lui Cu. Cepat-cepat si-orang
she Theng membalikkan tubuhnya, tapi ia sudah tidak dapat
melihat Ceng Cin-jin, malah kini beberapa kali ia harus
mengegoskan diri dari serangan Ceng Cin-jin.
Kedua orang itu bagaikan sedang main petak, keadaan itu
berlangsung terus sampai kira-kira sepuluh jurus lebih, dipipi kiri
dan kanan Theng Lui Cu telah kena digaplok. Sedang Ceng Cin-jin
sudah lantas melompat dan sambil tersenyum ia berkata: "Theng
Lui Cu, masih hendak terus bertempurkah ?"
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
106 Theng Lui Cu yang telah 2 kali merasakan tamparan Ceng Cinjin menjadi bungkam seketika. Lalu dengan tidak mengucapkan
suatu apa ia segera lari turun gunung.
Ceng Cin-jin tidak mengejarnya, hanya membentak kepada Kie
Pak Nian dan In Hweeshio: "Bagaimana? Apakah kalian juga hendak
main-main denganku?"
In Hweeshio yang telah mengetahui keliehayan Ceng Cin-jin,
lantas menarik tangan Pak Nian untuk berlalu dari situ.
Ceng Cin-jin juga tidak mengejar mereka, hanya tertawa
terbahak-bahak sambil menengadahkan kepalanya.
Kie Pak Nian dan In Hweeshio berdua terus mengejar Theng Lui
Cce. Begitu ketiga orang itu berada dibawah gunung lantas
melompat keatas kuda dan melarikan kuda mereka masing-masing
dengan cepatnya menuju langsung ke Lhasa.
Diatas kuda itu Kie Pak Nian tidak berkata-kata, sekali-kali tidak
disangkanya bahwa seorang pemimpin dari partai Cian-san yang
telah terkenal di Kwan Gwa atau luar tembok besar itu,
kepandaiannya hanya sebegitu, tampaknya masih berada dibawah
dirinya. Sedang dipihak Theng Lui Cu yang baru saja turun gunung telah
kena dikalahkan, ia merasa sudah tidak punya muka lagi untuk
bertemu dengan The Ceng Ong dan hendak kembali ketempat
asalnya. Tapi Kie Pak Nian sudah lantas menghiburnya dengan
beberapa kata manis, sehingga akhirnya ia batalkan maksudnya itu.
Demikianlah ketiga orang itu terus melarikan kudanya sepanjang
malam, dengan susah-payah akhirnya sampai juga mereka di Lhasa
dan langsung menuju ke istana Potala.
Pada saat itu fajar baru saja menyingsing, keadaan didalam
istana Potala itu tampaknya sangat kacau. Pak Nian lantas
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
107 menanyakan sebabnya. Begitu mengetahui sebabnya, ia lantas
memaki Goan Kong Hweeshio beserta kawan-kawannya.
"Maksudku kali ini mengundang Too-tiang kemari ialah untuk
meminta bantuanmu guna menghadapi bangsat wanita Ho Sim
Leng. Dia telah banyak membikin susah kepadaku. Seperti tadi
malam saja ia beserta kawan-kawannya telah datang meribut lagi
kemari, telah merampas seorang tawanan penting kami." kata The
Ceng Ong setelah Theng Lui Cu dan Kie Pak Nian mengambil tempat
duduk. Mendengar perkataan The Ceng Ong itu, tanpa terasa wajah
Theng L.ui Cu jadi berubah menjadi merah, tapi kemudian ia
paksakan diri berkata: "Pin-too akan berusaha sekuat tenaga guna
menghadapi bangsat wanita tersebut." The Ceng Ong lantas
mengatur sebuah meja perjamuan guna menjamu Theng Lui Cu.
Selagi mereka makan minum, Siang Cieh datang kesitu dengan
diikuti oleh beberapa orang jago, Siang Cieh lantas
memperkenalkan mereka kepada orang banyak.
Sebetulnya Siang Cieh pergi mengundang Touw-lun-tu, tapi
pada saat itu Touw-lun-tu tengah pesiar, sehingga akhirnya Lhama
besar dari Agama Kuning ini hanya berhasil mengundang beberapa
orang jago dari tingkat pertengahan. Ditengah jalan mereka
bertemu dengan Ho Sim Leng dan lain-lainnya, sehingga ada
beberapa orang jago undangannya yang pulang ketempat asalnya.
Didalam perjamuan itu, mendadak Theng Lui Cu bermaksud
hendak bertemu dengan The Hwie Cu.
"Bukankah dia sedang mencari kalian ?" tanya The Ceng Ong
agak terpearnjat.
"Memang pada beberapa hari yang lalu kami pernah bertemu


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengannya, tapi kemudian ia pulang sendiri, mengapa sampai kini
masih belum sampai kemari ?" Theng Lui Cu menerangkan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
108 Pak Nian lantas teringat bagaimana puteri pangeran The itu
menolong La-sie Pa, tapi ia tidak berani mengatakannya disitu.
Keterangan Theng Lui Cu itu membikin The Ceng Ong jadi agak
cemas. Tapi Theng Lui Cu telah menghiburnya:
"Aku kira ia pergi main ke beberapa tempat, tak lama lagi pasti
akan kembali kemari."
The Ceng Ong membenarkan dugaan itu, tapi hatinya tetap
merasa sangat cemas, tapi ia tidak mau memperlihatkan ke
cemasannya itu didalam perjamuan tersebut, akhirnya ia berkata :
"Aku lihat ia adalah seorang anak yang bandel, harap nanti tolong
Too-tiang banyak memberi petunjuk dan pengajaran kepadanya."
"Kepandaian The Kouw-nio cukup tinggi, harap Ong-ya legakan
hatimu." Kie Pak Nian turut menghibur.
Setelah perjamuan bubar, diam-diam The Ceng Ong mengajak
Kie Pak Nian berunding: "Tak lama lagi kita harus kembali kekota
raja. Hari ini aku mendapat perintah rahasia untuk membawa
Cangba Khan kekota raja selekas mungkin, lebih cepat lebih bagus.
Mengenai urusan pertemuan dan Agama Merah dapat
dikebelakangkan. Aku kira Sin-siang berusaha hendak merebut
kembali barang antaran yang telah dirampas dulu. Barang itu jatuh
ditangan Cangba Khan dan kawan-kawannya. Asal saja ia tetap
ditangan kita, mudah bagi kita untuk merebut barang-barang
berharga yang telah direbut dulu. Tapi, bagaimana dengan diri The
Hwie Cu ?"
"Lebih baik kita menunggu sampai Touw-lun-tu datang kemari
baru kita berangkat kekota raja. Kepandaian Theng Too-tiang
bukannya tidak bagus, tapi rasanya ia bukan menjadi tandingan Ho
Sim Leng, hanya Touw-lun-tu seorang yang dapat menandingi
nenek bangsat itu."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
109 "Didalam perjalanan kita kembali ke kota raja ini sekali-kali tidak
boleh kehilangan Cangba Khan, bila tidak, aku tidak mempunyai
suatu alasan dihadapan Sin-siang nanti."
"Bila kita pergi dari sini, bagaimana dengan Ta Coan Cauw
disini?" tanya Pak Nian.
"Kita boleh meminta kepada Dalai Lhama untuk merubah
harinya untuk mengadakan pertemuan itu. Sesampainya kita dikota
raja nanti, kita boleh memilih beberapa orang jago yang benarbenar dapat diandalkan dan mengutus sejumlah besar tentara
kemari, barulah pada saat itu pertemuan itu dibuka secara resmi."
Ceng Ong mengemukakan pendapatnya.
Demikianlah kedua orang itu berunding sampai larut malam.
(Bersambung)
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 3
110 Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
0 PENDEKAR-PENDEKAR
DATARAN TINGGI
(Ko Goan Kie Hiap)
Dituturkan oleh : tong hong
CETAKAN PERTAMA
U.P. MERAPI 1961
JAKARTA Image Sources : Awie Dermawan
Rewrite/Edited : yoza
EYD-Version @ August, 2018, Kolektor E-Book
Dituturkan oleh : Tong Hong
Jilid ke 4
B AIK mengenai The Ceng Ong yang hendak kembali ke kota
raja kita tinggalkan untuk sementara waktu. Kini mari kita
menilik kepada La-sie Pa yang tengah melakukan perjalanan.
Sudah sebulan lebih ia melakukan perjalanan itu dan selama itu
pemuda tersebut selalu berkelana diantara Propinsi Koko Nor dan
Tibet, namun ia belum juga dapat menemui Cie Lie Sie. Akhimya
La-sie Pa karena merasa bahwa nona idaman hatinya tidak berada
disekitar daerah itu, kudanya dilarikan kearah timur, melewati
batas Propinsi Koko Nor masuk kedalam Propinsi Kam Siok. Pada
suatu hari, ia telah tiba disebuah kota baru yang letaknya
berdekatan dengan kota Lan Ciu. Keadaan dikota baru atau Sin Shia
itu amat ramainya. Kala itu adalah akhir bulan dua, tak heran bila
hawa udara perlahan-lahan dari dingin berubah menjadi sejuk. Lasie Pa yang telah lama berdiam dipadang rumput dan padang pasir,
begitu sampai ditempat yang ramai itu, terasalah olehnya bahwa
setiap macam benda dan keadaan merupakan barang baru baginya
dan sangat menarik hati. Ketika melewati sebuah rumah makan,
mendadak perutnya terasa lapar, setelah menambat kudanya, ia
segera masuk kedalam rumah tersebut. Baru saja pemuda she La itu
masuk, mendadak dari dalam rumah makan itu keluar dua orang,
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
1 yang seorang bersenjata golok besar, yang diikat dibebokongnya
dan yang seorang lagi adalah seorang yang menggunakan senjata
Tay Thiat Lian, yang diikatkan dipinggangnya.
La-sie Pa begitu melihat senjata Tay Thiat Lian lantas mengenali
siapa yang menggunakan senjata itu, cepat-cepat ia menundukkan
kepalanya sambil terus berjalan masuk. Sedang kedua orang itu
sekali-kali tidak memperhatikan La-sie Pa, sambil berjalan keluar
dari rumah makan itu mereka terus bercakap-cakap. "Tak lama lagi
Suhu akan datang, maka kita harus menyiapkan sesuatu untuknya."
Demikian terdengar orang yang bersenjatakan Tay Thiat Lian
berkata. "Betul, kita harus menyediakan sesuatu baginya, bila tidak kita
akan hilang muka." Si-orang yang menggunakan golok besar
menyetujui perkataan kawannya.
Percakapan kedua orang itu membuat La-sie Pa jadi sangat
curiga, ia jadi batal untuk mengisi perutnya dan mengikuti kedua
orang itu dari kejauhan.
Kira-kira setengah jam kemudian, kedua orang itu sampai
disebuah tegalan, hanya agak disebelah kiri dari tegalan itu tumbuh
rumput yang telah tinggi dan lainnya bila tidak terdiri pada tanah
tentunya akan terdiri daripada batu yang menonjol. Kala itu
ditempat tersebut telah menunggu kira-kira 7 orang, mereka begitu
melihat kedatangan kedua orang itu, salah seorang diantaranya
lantas memanggil: "Ang Sah-ko, bagaimana keadaannya?"
Orang yang dipanggil Ang Sah-ko tak lain daripada Ang Hoat,
sedang teman seperjalanannya adalah Ku Piauw. Sedang ketujuh
orang yang sudah menunggu sejak tadi adalah Cian Jut Piauw, Tang
Eng Ho, Ciak Kim Tong dan selebihnya empat orang lagi Sie Pa tidak
kenal. Pada saat itu La-sie Pa bersembunyi dibalik rumput yang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
2 telah tumbuh tinggi itu, ia terus memasang kupingnya guna
mencuri dengar apa yang dibicarakan oleh sekalian orang itu.
Kala itu Sie Pa telah mendengar Ang Hoat berkata : "Rupanya
kita agak beruntung kali ini, sebab bukan saja Ang Loo-cian-pwee
yang akan datang kemari, tapi Tan Cie Yen Cong Piauw Tauw
kabarnya juga akan hadir."
Salah seorang dari ketujuh orang yang menunggu itu berkata:
"Sungguh bagus, dengan datangnya mereka itu, berarti kekuatan
kita jadi bertambah."
"Tapi ini semua berkat usaha Bhe Toa-ko beserta Jie-ko, Sah-ko
dan Sie-ko." Kata Ku Piauw sambil tersenyum.
Sedang orang yang dipanggil Bhe Toa-ko sudah lantas berkata :
"Bukannya kami, Han Tiong Sie Houw, sombong, tapi kenyataannya
selama ini, walaupun kami berdagang tanpa modal, namun hasil
yang kami capai selalu tidak mengecewakan."
"Ku Sie-ko, bila usaha kita kali ini berhasil, jangan lupa membagi
kami sebagian." Sela orang yang disebut Bhe Jie-ko.
"Oh tentu, tentu, untuk itu saudara tidak usah khawatir." Jawab
Ku Piauw. "Sebetulnya untuk menghadapi Kwan-see Liok An kita tidak
perlu begini banyak orang, sebab bila orang banyak, akan terpencar
konsentrasi kita." Demikian terdengar orang yang dipanggil Bhee
Toa-ko berkata lagi.
"Saudara Bhe, bukannya aku merendahkan kepandaian orang
sendiri dan meninggikan kepandaian orang lain, sebab
kenyataannya ke-6 saudara dari keluarga Yam itu masing-masing
mempunyai kepandaian yang tinggi, nanti setelah kita bertemu
dengan mereka, saudara sekalian pasti akan mengetahuinya." kata
Ang Hoat seraya tersenyum.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
3 Orang yang disebut Bhe Toa-ko hanya mengeluarkan jengekan
dari hidungnya.
Tak lama kemudian, terlihatlah seorang mendatangi dengan
langkah yang cepat dan lincah, setelah dekat orang itu berteriak:
"Kiranya kalian telah berkumpul disini !" begitu suaranya habis
diucapkan, orangnyapun sampailah.
Dari sela-sela rumput Sie Pa memperhatikan orang itu, orang itu
kira-kira berumur 50 tahun, suaranya mantep dan dalam, di
tangannya menggenggam sebuah Tay Thiat Lian atau senjata rantai
besi. "Kelihatannya kepandaian orang ini berada diatas dari
kepandaian sekalian orang yeng hadir disitu." kata hati La-sie Pa.
Ku Piauw sudah lantas majukan diri, setelah menjura sampai tiga
kali, ia lantas memperkenalkan orang itu kepada kawan-kawannya:
"Ini adalah guruku, Kwan-see Tay Thiat Lian Ang Liang!" sehabis
berkata demikian, ia juga segera memperkenalkan kawanmya
kepada gurunya. Ternyata orang yang dipanggil Lao-tao dari Sie
Houw adalah Bhe Toa Houw, sedang Lao-jie, Lao-sam dan Lao-sie
masing-masing bernama Jie Houw, Sah Houw dan Sie Houw.
La-sie Pa lantas mengeluarkan "Daftar orang-orang ternama di
dalam kalangan Kang-ouw" serta mem-balik-balik isinya.
Didalamnya ternyata ada nama Ang Liang beserta penjelasan
mengenai sepak terjang serta kepandaian orang itu. Adapun
penjelasannya sebagai berikut: "Orang ini dulunya adalah bajaklaut, walaupun kini telah mencoba memperbaiki kelakuannya, tapi
sifatnya masih kejam dan tindakannya keji." sedang di lembar
sebelah dari daftar itu tertera nama Sie Houw. Adapun
penjelasannya sebagai berikut: "Kepandaiannya Sie Houw biasa
saja, sifat mereka sangat jahat dan tindakan mereka sangat keji dan
lalim."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
4 Dalam pada itu Ang Liang telah bertanya dengan suara yang
lantang: "Mengapa sampai sekarang Tan Cie Yen belum datang
kemari ?"
"Mungkin sebentar lagi, silahkan duduk, Suhu." Kata Lu Piauw.
Demikian mereka kemudian lantas berunding cara bagaimana
untuk merebut kembali barang-barang berharga yang telah berhasil
dirampas oleh Kwan-see Liok An.
"Sungguh keji Kwan-see Liok An yang membuat rumah tangga
kami jadi berantakan dan akhirnya harus menjadi raja gunung."
terdengar Tang Eng Ho menggerutu.
"Bagaimana Piauw-kie kalian?" tanya Bhe Toa Houw.
"Telah dibeslah." jawab Ku Piauw.
"Cabangnya bagaimana." Tanya Toa Houw lagi. Y
"Sama halnya dengan pusatnya." Ku Piau menerangkan, La-sie
Pa terus pasang kuping mendengarkan apa yang tengah
direncanakan oleh mereka, selelah mengetahui jelas rencana
mereka itu, hati Sie Pa lantas berkata : "Kwan-see Liok An patut
dipuji, walaupun barang-barang berharga rampasan mereka dulu
telah dirampas oleh kawanku, tapi mereka tidak mengatakan
perihal itu kepada orang lain dan berani menanggung akibat dari
rampasan itu. Maka biar bagaimana kini aku harus memberi kisikan
kepada mereka supaya berhati-hati." sehabis berpikir demikian, ia
lantas bangun dari tempat persembunyiannya. Tapi begitu ia
membalikkan tubuhnya, terlihatlah olehnya bahwa tidak jauh dari
tempat itu berdiri Tan Cie Yen yang kala itu tengah memandangnya.
"Hendak kemana kau, Siauw-cu ?" bentak Cie Yen ketika Sie Pa
hendak melarikan diri.
Pada mulanya agak kaget juga hati Sie Pa, tapi sesaat kemudian
ia telah dapat menenangkan hatinya. segera balas membentak: "Tan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
5 Cong Piauw Tauw, baik kita mengambil jalan masing-masing, tak
dapat engkau mengurusi diriku."
"Diam ! La-sie Pa, mari ikut aku !" bentak Cie Yen. Dilain pihak
Ang Hoat dan lain-lainnya yang tengah berunding, ketika
mendengar bentakan itu jadi pada terperanjat, mereka segera
menuju ketempat itu. Ang Hoat yang sudah lantas mengenali siapa
yang sedang berhadapan dengan Tan Cie Yen, segera berteriak
kaget: "Siauw-cu itu pasti adalah mata-mata musuh, lekas tangkap
dia!"
La-Sie Pa lantas menginsyafi bahwa susah untuk menghindari
suatu pertempuran dahsyat. Tanpa mengatakan suatu apa, dengan
kecepatan luar biasa Sie Pa mencabut pedangnya dan langsung
menyerang Jie Houw.
Jie Houw yang belum jelas akan duduk persoalan, mendadak
dirinya telah kena diserang, sebagian daging dari bahunya telah
kena tercongkel, yang membuat ia jadi menjerit kesakitan. Dengan
menggunakan ketika itu La-sie Pa melompat keluar dari kurungan
lawan, serta terus melarikan diri. Setelah berlari-lari sesaat
lamanya, didepan Sie Pa terbentang sebuah rimba, dengan tidak
memperdulikan sesuatu, ia lantas menerobos masuk. Tapi
mendadak didepan matanya berkelebat sebuah cahaya terang,
ternyata sebatang Kim Liong Jiauw telah melewat muka, nyaris
wajahnya terkena serangan senjata Cakar Naga Emas itu.
Bersamaan waktunya dengan itu, tiba-tiba dari belakang terdengar
Tan Cie Yen membentak : "Hendak lari kemana kau, Siauw-cu ?"
Berbareng dengan bentakan itu La-sie Pa merasa dibelakangnya
menyamber angin dingin, ia menginsyafi bahwa kini dirinya
kembali diserang, cepai dibungkukkan tubuhnya, dengan begitu
serangan lawan kembali tidak berhasil mengenai sasaran. La-sie Pa
juga tidak mau tinggal diam, dengan pedang mustikanya itu lantas
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
6 membentangkan ilmu Bu Liang Lui Cong Kiam Hoat, hebat,
permainannya, sehingga walaupun Cie Yen sebagai seorang yang
berkepandaian tinggi yang telah banyak pengalamannya, tapi ia
seakan-akan tidak berdaya untuk menembus garis pertahanan Sie
Pa, apalagi untuk melukainya. Diantara kedua orang itu segera
terjadi suatu pertempuran dahsyat, mereka masing-masing
mengeluarkan ilmu simpanan untuk menjatuhkan lawannya.
Kejadian itu membuat Ang Hoat dan lain-lainnya yang menonton
dari sebelah samping jadi terpaku dibuatnya, sekali-kali mereka
tidak menyangka bahwa hanya didalam tempo tiga bulan saja


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw-cu itu (La-sie Pa) telah memperoleh kemajuan yang demikian
cepat. Pada suatu ketika Kim Liong Jiauw-nya Cie Yen menyerang
kejalan darah Pie Cin Hiat-nya Sie Pa. Untuk mengegos sudah tidak
mungkin bagi Sie Pa, sehingga ia terpaksa harus menangkis senjata
lawan dengan pedangnya dan terdengarlah "Sreeet", berbareng
dengan itu Kim Liong Jiauw Cie Yen telah kena dibabat menjadi 2
potong. Peristiwa itu membuat Cie Yen jadi sangat terperanjat dan
cepat-cepat melompat keluar kalangan.
Ang Hoat yang menonton dari samping, ketika melihat kejadian
itu, jadi sangat marah, ia lantas hendak majukan diri. Tapi
sekonyong-konyong dikedua sisi tubuhnya telah melayang sebuah
bayangan, yang ternyata adalah Ma Toa Houw dan Ma Sam Houw
yang telah mendahuluinya seraya berteriak: "Tidak perlu Ang Loocian-pwee capekan diri, baik Siauw-cu itu serahkan kepada kami,
dengan demikian kami juga jadi bisa sekalian membalaskan
dendam saudara kami." Sehabis berteriak begitu, dengan tidak
memperdulikan aturan dari dalam kalangan Kang-ouw lagi, kedua
saudara itu sudah lantas menerjang La-sie Pa.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
7 La-sie Pa ketika melihat pedang pusakanya demikian tajam,
hatinya jadi terlebih besar untuk menghadapi mereka, kini begitu
melihat kedatangan kedua orang itu, hatinya tidak menjadi gentar
karenanya. Ia sambut kedatangan kedua orang itu sambil
membentangkan ilmu pedangnya yang hebat, demikian hebat
permainan pedangnya itu, tak sampai beberapa jurus, kedua senjata
lawannya telah terbabat menjadi dua potong.
Kedua saudara Bhe itu sudah lantas keluar kalangan. Ku Piauw
dan lain-lainnya ketika melihat dengan beruntun La-sie Pa telah
berhasil memukul mundur ketiga jago, disamping terperanjat
mereka jadi sangat gusar, sehingga akhirnya mereka tidak
memperdulikan segala aturan didalam kalangan Kang-ouw, lantas
mengerubuti La-sie Pa. Tan Cie Yen yang pada saat itu telah
mengganti pedang, berdiri disebelah pinggir dan terus
memperhatikan gerak-gerik Sie Pa,
Dibawah kurungan sinar pedang dan golok, La-sie Pa
memberikan perlawanan yang gigih dan pantang menyerah,
dengan pedang pusakanya itu ia bentangkan ilmu In Cong Kiam
Hoat, menjaga diri dengan rapatnya, malah kadang-kadang ia
masih sempat untuk balas menyerang. Sehingga walaupun benar
kala itu musuhnya berjumlah banyak, tapi didalam waktu yang
singkat mereka tak berdaya untuk menjatuhkan La-sie Pa.
Setelah bertempur lagi untuk beberapa saat lamanya, mendadak
Ang Liang membentak: "Kau masih tidak mau meletakkan senjata
untuk menyerah?" Sehabis membentak begitu, ia perhebat
permainan senjata rantai besinya. Ku Piauw dan lain-lainnya juga
tidak ketinggalan, mereka juga memperhebat permainan mereka.
La-sie Pa yang mengetahui bahwa sukar bagi dirinya untuk dapat
lolos dari tempat itu, ia jadi berlaku sangat nekat, pada suatu ketika
ia menusukkan pedang pusakanya kearah Ang Hoat, hebat serta
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
8 cepat tusukan itu, yang membuat Ang Hoat mau atau tidak harus
melompat mundur.
La-sie Pa tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, segera
menerjang keluar kurungan dan melarikan diri. Namun sebelum dia
lari jauh, mendadak lengan kirinya telah tertancap oleh sebatang
Hui-to atau golok terbang. Sambil menahan sakit La-sie Pa
berpaling, terlihatlah bahwa wajah Ang Liang telah menjadi merah
padam dan pada saat itu ia tengah mengayun tangannya dan
terlihat lagi melayang sebatang golok terbang. Sie Pa memaksakan
diri untuk menangkis jatuh golok itu dengan pedangnya. Tapi
dengan demikian, Cie Yen kembali telah berhasil menghadang
didepannya.
"Bila aku tidak dapat
menangkap Siauw-cu ini,
takkan mau aku jadi orang!"
Teriak Ang Liang seraya
memajukan diri.
Dengan dikerubuti oleh
kedua orang gagah yang
ternama dari dalam kalangan
Bu Lim, kelihatannya tak
lama lagi jiwa Sie Pa akan
melayang dibawah tangan
mereka. Didalam keadaan kritis bagi Sie Pa, sekonyong-konyong dari atas pohon
"turun hujan senjata gelap" yang menyerang ke rombongan Ang Liang dkk.
"Rupanya
aku harus menghantarkan jiwa secara
penasaran!" keluh Sie Pa
dalam hati.
Didalam keadaan kritis bagi Sie Pa, mendadak dari atas sebuah
pohon besar yang berada dibelakang Sie Pa telah terdengar suara
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
9 orang tertawa dingin, berbareng dengan itu ada Thiat Lian Cu, Hui
Hong Cio, Hui-to menyamber kejalan darah Tan Cie Yen, Ang Liang,
cepat serta hebat serangan itu. Kejadian itu memaksa Cie Yen dan
Ang Liang mau atau tidak harus menyingkir kesana kemari guna
menghindarkan diri dari serangan tersebut, dengan susah-payah
akhirnya mereka baru terhindar dari serangan hujan Am-gie atau
senjata gelap itu. Namun sekali-kali mereka tidak mengetahui siapa
yang menyerang mereka.
Sambil membentak Ku Piauw telah menerjang La-sie Pa, tapi
sebelum sampai ketujuannya, mendadak ia berteriak kesakitan dan
jatuh ketanah, ternyata ada sebuah Thiat Lian Cu yang mengenai
pinggangnya, yang membuat ia jadi tidak dapat berkutik algi.
Dari atas pohon telah terdengar orang membentak : "Tidak
malukah kalian dengan mengandalkan tenaga banyak orang hendak
melukai jiwa seorang Siauw-cu ?"
Tanpa mengucapkan sepatah-kata Ang Liang menghampiri
bawah pohon, lalu secara tiba-tiba ia menggerakkan tangannya dan
berbareng dengan itu ada sekelompok Thian Lian Cu yang
menyerang keatas. Sedang teman-temannya juga lantas mengikuti
jejak si-orang she Ang itu. Dari atas pohon hanya terdengar suara
orang tertawa dingin dan kembali ada Hui Hong Cio, Thiat Lian Cu
dan Hui-to menyerang rombongan Ang Liang, yang memaksa Tan
Cie Yen dan lainnya harus melompat mundur.
"Orang gagah dari manakah yang sedang bermain-main dengan
kami? Harap suka memperlihatkan diri!" teriak Cie Yen. Tapi
teriakan itu tidak diladeni oleh orang yang berada di atas pohon,
malah kemudian ada sekelompok Lian Cu yang menyamber kemuka
si-orang she Tan itu. Tak ada lain jalan bagi Cie Yen selain harus
lekas-lekas bertiarap, dengan begitu sekelompok senjata gelap itu
lewat diatas punggungnya, malah ada beberapa biji yang
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
10 menyerempet bajunya yang membuat ia saking kagetnya jadi
mengutikkan keringat dingin. "Dilihat dari caranya orang itu
melepaskan senjata gelap, tak salah lagi orang yang melepasnya
pasti adalah orang yang mempunyai kepandaian yang tinggi." Pikir
Cie Yen. Dilain pihak Ang Liang ketika melihat muridnya terluka, cepatcepat ia menghampiri tempat itu untuk menolongnya, tapi sebelum
ia sampai ditempat yang dituju, telah terdengar bentakan dari atas
pohon dan bersamaan waktunya dengan itu telah melayang lima
batang golok terbang lagi, yang memaksa Ang Liang harus cepatcepat menyingkir dari situ. Ketika ia mengulangi lagi perbuatannya
itu, kembali ada sekelompok Thiat Lian Cu menyerang dirinya, yang
kembali membuat usahanya jadi gagal. Selagi Ang Liang melompat
mundur, lagi-lagi ada sekelompok Hui Hong Cio yang
menyerangnya, kali ini Ang Liang tidak keburu untuk mengegos
lagi, bahunya telah kena diserang, rasa sakit sampai menyerang ke
ulu-hati. La-sie Pa menggunakan kesempatan itu lari kebawah pohon, lalu
sambil menengadah ia berteriak: "Terima kasih atas pertolongan
Loo-cian-pwee."
"Lekas kau bersembunyi, mereka hendak melepaskan senjata
rahasia kearah kita." kata orang yang berada diatas pohon.
Betul saja, baru saja La-sie Pa mengumpat dibalik pohon,
mendadak terlihat Cie Yen, Ang Liang, Ang Hoat dan lain-lainnya
telah menggerakkan tangannya, bagaikan hujan semua senjata
gelap yang dilepaskan itu menuju keatas pohon.
"Sungguh kebetulan, aku memang sedang kekurangan senjata
ini, terima kasih atas kiriman kalian." kata orang dari atas pohon
lagi sambil tertawa mengejek.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
11 Begitu sekalian Am-gie itu menerobos daun pohon yang rindang
itu, tidak nampak jatuh lagi atau terdengar jeritan orang yang
berada diatas pohon. Untuk sejenak keadaan menjadi sunyi. Tapi
tak lama kemudian dari atas pohon telah turun hujan senjata
rahasia, malah semakin lama jadi semakin "lebat" turunnya "hujan"
itu. Ciak Kim Tong dan Tiian Jut Piauw yang tidak keburu
mengegos, masing-masing kena diserang oleh sebutir Thiat Lian Cu,
yang membuat mereka jadi menjerit-jerit kesakitan, sedang
temannya yang lain sudah jadi sangat repot untuk menghindarkan
diri dari serangan Am-gie itu, disamping itu mereka segera insyaf
bahwa bila keadaan itu berlangsung terus, pasti akan merugkian
mereka, maka jalan yang paling selamat ialah melarikan diri. Orang
yang berada diatas pohon hanya tertawa besar dan tidak mengejar
mereka. Belum pernah La-sie Pa melihat pertempuran dengan senjata
rahasia yang begitu hebat, yang membuat ia jadi terpesnoa. Sampai
pada suatu ketika dibelakangnya ditepuk orang, ketika berpaling, ia
lantas melihat bahwa dibeiakangnya telah berdiri seorang Lao-nie
atau rahib perempuan tua, "yang kala itu dengan wajah yang berseri
berdiri didepannya. Sambil memberi hormat La-sie Pa berkata :
"Terima kasih atas pertolongan Loo-cian-pwee tadi, kalau boleh saia
bertanya siapakah gerangan nama Loo-cian-pwee yang mulia ?"
"Siapa gurumu ? Dari Kun Lun Pay atau dari Bu Liang Pay?"
tanya Lao-nie itu dengan tidak menghiraukan pertanyaan Sie Pa.
"Kee-su adalah Cu Hwie Jit dari Kun Kun Pay. Sedang Bu Liang
Lie Hiap Ho Sim Leng adalah Su-couw-po-ku." jawab Sie Pa dengan
penuh hormat.
"Bila demikian oh ia. betul, engkau harus memanggil
Su-couw-ie-po kepadaku." kata Lao-nie itu setelah berpikir
beberapa saat lamanya.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
12 Barulah pada saat itu La-sie Pa mengetahui bahwa rahib
perempuan tua itu adalah Ciang Bun Jin dari Bu Liang Pay, Biauw
Giok Sin-nie. Maka kembali si-pemuda she La itu berlutut didepan
akhli waris dari cabang Bu Liang itu.
"Tindakan Su-moyku sungguh sembarangan, mengapa ia
membiarkan seorang anak kemarin mengembara seorang diri
didalam kalangan Kang-ouw." kata Biauw Giok Sin-nie lagi.
Perkataan itu membuat wajah La-sie Pa menjadi merah,
kemudian ia menceritakan karena suatu salah paham, membuat Cie
Lie Sie jadi kabur dan maksud perjalanan yang terutama kali ini
ialah hendak mencari nona Cie.
"Bagaimana rupa Cie Lie Sie itu ?" tanya Biauw Giok Sin-nie
setelah mendengar penuturan Sie Pa.
La-sie Pa segera melukiskan bentuk muka serta tubuh nona itu.
"Tahukah engkau kini ia berada dimana ?" tanya Biauw Giok Sinnie seraya tersenyum.
La-sie Pa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas.
"Kenapa engkau terus mencari padanya ?" tanya Biauw Giok Sinnie lagi.
"Karena aku ia jadi melarikan diri dan mengembara di dalam
kalangan Kang-ouw, maka sudah seharusnya aku mencarinya,
walau sampai ke ujung langit sekalipun" kata La-sie Pa dengan
bersemangat.
"Bila demikian kau carilah dia dikota Lan Ciu." Biauw Giok Sinnie berkata sambil tertawa besar. Sehabis berkata demikian, dengan
sekali mencelat saja tubuhnya rahib wanita tua, yang menjadi Sucie Ho Sim Leng telah lenyap dari pandangan La-sie Pa.
Dengan tidak sengaja La-sie Pa telah berhasil menemui jejak
nona idamannya, membuat ia jadi sangat girang, dengan sekali
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
13 lompat saja telah berada diatas kuda, kemudian melarikannya
menuju kekota Lan Ciu.
Jarak antara Sin Shia dengan Lan Ciu tidak begitu jauh, maka
setengah jam kemudian sampailah ia ditempat yang dituju, yaitu
kota Lan Ciu.
Lan Ciu ternyata adalah sebuah kota yang ramai dan barulah
pada saat itu La-sie Pa agak bingung, dimana harus mencari Cie Lie
Sie? Walaupun demikian, Sie Pa terus mencari si-nona di tempattemapt yang ramai, tapi biar ia telah mencari selama 2-3 jam
lamanya, tapi tetap tidak berhasil menemukan nona idamannya.
Baru sekarang La-sie Pa agak menyesal, mengapa tadinya ia tidak
menanyakan alamat Lie Sie dengan jelas kepada Biauw Giok Sinnie?
Pada waktu itu matahari telah condong kesebelah barat, La-sie
Pa segera mencari sebuah rumah penginapan tingkat tengah dan
menginap disitu dengan menggunakan nama samaran. Malam itu
pemuda she La ini tidak bisa tidur, pikirannya selalu terbayang
kediri si-nona dan akhirnya ia bertekad bahwa bisa ia harus mencari
jejak si-nona kembali, kemudian ia memukul-mukul telapak
tangannya dengan kepalannya sendiri, itu menandakan akan
ketetapan hatinya. Namun mendadak diluar jendela terdengar
suara tertawa, dibawah penerangan sang Dewi Malam, tampak
berkelebat sebuah bayangan. La-sie Pa cepat-cepat melompat turun
dari pembaringan dan membuka jendela, masih sempat terlihat
olehnya sebuah bayangan yang langsing berkelebat dari situ, seperti
potongan seorang wanita. Melihat ini hati Sie Pa jadi tergerak,
lantas melompat keluar dan menyusul bayangan tersebut dari
kejauhan. Bayangan tersebut bagaikan mengetahui bahwa dirinya
dikejar orang, ia jadi mempercepat langkahnya, setelah membelok
beberapa tikungan, akhirnya bayangan itu lenyap dari pandangan
Sie Pa. Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
14 Ketika La-sie Pa melihat tempat dimana bayangan tadi
menghilang ternyata adalah sebuah rumah penginapan yang
berloteng, tapi keadaan disitu telah sunyi-senyap. Setelah berdiam
sesaat lamanya, La-sie Pa tetap tidak melihat lagi bayangan itu
keluar, ia mengira bahwa matanya mungkin telah lamur atau
barang kali karena terus-terusan teringat akan Cie Lie Sie, sehingga
bayangan tadi merupakan khayalan saja. Maka akhirnya terpaksa ia
balik kekamarnya dan tidur!
Pada keesokan harinya, setelah mandi, Sie Pa mencari jongos dan
menanyakan bahwa di loteng tingkat dua apakah ada tinggal
seorang gadis.


Pendekar Pendekar Dataran Tinggi Karya Tong Hong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiam Siauw-jie atau jongos itu ketika mendengar pertanyaan itu,
sambil tersenyum menjawab: "Didalam rumah penginapan ini
selamanya tidak tersedia wanita-hina, bila Khek-koan (tuan tamu)
hendak mencarinya, hendaknya dilain tempat"
"Aku bukannya hendak mencari wanita-hina, aku hanya mencari
seorang gadis yang tinggal disini." Potong Sie Pa.
"Harap Khek-koan jangan tergesa-gesa, nanti sebentar malam
aku tolong mencarikan kau seorang yang manis, aku tanggung
engkau akan puas!" kata si-jongos sambil tersenyum.
Perkataan itu membuat La-sie Pa jadi sangat mendongkol dan
marah, saking mendongkolnya, ia jadi tidak bisa mengucapkan
suatu perkataan dan terus meninggalkan si-jongos.
Sekeluarnya dari dalam hotel, sejak pagi terus sampai tengah
hari La-sie Pa menjelajahi jalan besar maupun gang-gang kecil. Pada
suatu ketika mendadak perutnya merasa lapar, ia lantas masuk
kesebuah rumah makan. Namun, walaupun ia telah duduk sampai
setengah hari lamanya, tapi pengurus rumah makan itu tetap tidak
menghiraukannya, mereka seperti juga tidak menganggap La-sie Pa
sebagai seorang tamu. Akhimya La-sie Pa jadi tak dapat menahan
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
15 sabarnya, baru saja ia hendak melampiaskan kemendongkolannya,
mendadak dari luar telah masuk seorang tua dan dibelakangnya
mengikuti seorang nona manis.
Pengurus rumah makan itu begitu melihat kedatangan kedua
orang itu, sudah lantas menyambutnya dengan wajah yang berseriseri dan berkata: "Ouw Loo-ya, barang yang tuan pesan itu telah
hampir selesai, sebentar lagi kami pasti akan mengirimkannya ke
Lian Kee Chung."
"Bagus, hendaknya diantarkan tepat pada waktunya." kata orang
yang dipanggil Ouw Loo-ya.
Si-pengurus rumah makan itu sudah beruntun memanggutkan
kepalanya sambi berulang menyatakan baik dan akhirnya berkata:
"Siauw-jin kira Ouw Loo-ya beserta Cian-kin (puteri tuan yang
terhormat) tentunya merasa lapar, mari silahkan duduk, aku akan
suruh membuatkan beberapa macam masakan yang lezat."
Sambil menganggukkan kepala kedua orang itu mengambil
tempat duduk.
Kala itu La-sie Pa sudah tidak dapat menahan kesabarannya lagi
dan membentak: "Hai pengurus, kau sungguh sangat menghina
orang, mengapa tadi aku hendak pesan engkau bilang tidak ada?"
"Khek-koan, sungguh tidak kebetulan bahwa hari ini semua
makanan disini seluruhnya telah dipesan oleh Lian Kee Chung."
"Mengapa mereka bisa ada ?" tanya La-sie Pa.
"Mereka telah memesan terlebih dahulu, sudahlah, bila Khekkoan hendak makan, carilah rumah makan lain." kata pengurus
rumah makan itu dengan roman sombong.
Sie Pa tak dapat menahan kesabarannya lagi, tanpa men ucapkan
sepatah kata, dijotoskan bahu pengurus rumah makan itu, yang
membuat Tong-koan atau pengurus itu jadi berteriak kesakitan.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
16 "Kau kira aku akan makan dengan cuma-cuma?" bentak La-sie
Pa sambil melemparkan selempeng perak keatas meja, kemudian ia
berkata lagi: "Kau masih tidak mau menyediakan barang makanan
untukku ?"
Sebelum Tong-koan itu menjawab, orang tua yang tadinya telah
duduk, sambil bangun berkata : "Saudara, jangan kau ladeni orang
semacam itu, bila engkau tidak keberatan, baik kau duduk bersamasama kami."
Las-ie Pa yang tidak ada alasan untuk menolaknya jadi duduk
semeja dengan orang tua itu. Lalu mereka saling memperkenalkan
nama masing-masing. Orang tua itu ternyata adalah Giok Kie Lien
Ouw Lun dan gadis yang mengikutinya ialah puterinya Ouw Fong.
Walaupun nama Ouw Lun telah termashyur didalam kalangan Bu
Lini, tapi ternyata Sie Pa tidak mengenalnya. Sebaliknya Ouw Lun
begitu mendengar nama La-sie Pa, ia mengira bahwa pemuda she
La itu adalah orang Tibet dan sambil tersenyum ia berkata: "Pada
dua tahun yang lalu Loo-hu pernah datang ke Tibet, disana sungguh
suatu tempat yang bagus."
"Ah Loo-cian-pwee bisa saja, keadaan disana mana bisa menang
dengan disini." kata La-sie Pa.
Demikianlah ketiga orang itu terus bercakap-cakap dengan
riangnya. Sampai akhirnya pembicaraan mereka sampai kesoal
berbagai macam cabang persilatan, mendadak Ouw Fong menyela:
"Siauw-woy kira cabang persilatan dari Tibet adalah Thian Ouw Pay
nomor satu."
"Kenalkah engkau dengan Laliat-touw Tay-su ?" tanya La-sie Pa
agak kaget.
"Beliau adalah guruku." jawab Ouw Fong cepat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
17 Sambil mengeluarkan perkataan "Ohhh", Sie Pa berkata: "Bila
demikian Siauw-tee bila bukannya Suheng nona tentunya menjadi
Suteemu."
Perkataan itu membuat orang banyak jadi kaget berbareng
girang, sedang Ouw Fong sambil tertawa besar telah berkata:
"Kiranya kita orang sendiri."
Sejak saat itu panggilan antara mereka diubahnya dan ketiga
orang itu terus melanjutkan makan minum dengan girangnya.
Sampai pada suatu saat Ouw Lun berkata: "Hian-tit, bila engkau
tidak ada urusan lagi yang akan diurus, aku akan membawamu
pergi kesuatu tempat."
"Kemana ?"
"Pernahkah engkau mendengar nama Lian Kee Chung Lian Lian
Seng Liang?" Tanya Ouw Lun.
"Walaupun Siauw-tit belum mengetahuinya, tapi sebentar lagi
pasti akan mengetahuinya." jawab Sie Pa cepat.
"Toa Su-ko, apa makna kata-katamu itu?" Tanya Ouw Fong
heran. Ditanya demikian La-sie Pa hanya tersenyum-senyum saja, dari
dalam jubahnya dikeluarkannya kitab nama-nama orang yang
termasyhur didalam kalangan Kang-ouw. Setelah membalik
beberapa halaman, ia lantas membaca: "Lian Kee Chung Lian Seng
Liang adalah seorang yang bergelar Ho Gan Bun atau nyamuk
bermata api, menjadi pemimpin dari rimba persilatan dari Baratlaut daratan Tiongkok dan menjagoi kota Lan Ciu. Kepandaian silat
orang ini sangat tinggi dan menggunakan senjata Kee Jiauw Kiat
dan disamping itu ia juga sering menggunakan senjata rahasia yang
diberinama Hui In Pa, sangat liehay dan hebat senjata itu."
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
18 Ouw Lun jadi tertawa berkakahan ketika mendengar keterangan
itu dan berkata: "Hian-tit, aku akan membawa menemui dia."
La-sie Pa sudah lantas menutup kembali buku itu. Ouw Fong
yang merasa heran dan tertarik, segera mengulurkan tangannya
meminjam buku itu, lalu dibacanya dengan teliti.
"Untuk apa kita menemui dia ?" tanya La-sie Pa.
"Hari ini adalah hari ulang tahunnya, orang gagah dari empat
penjuru pada datang mengunjunginya, maka engkau juga harus
berkenalan dengannya" Ouw Lun menjelaskan.
La-sie Pa yang selalu teringat akan Cie Lie Sie, baru saja hendak
menolaknya, tapi Ouw Lun telah berkata lagi: "Hari ini banyak
orang gagah yang berkumpul disitu, jangan lewatkan kesempatan
baik ini untuk berkenalan dengan mereka."
Mendengar itu hati La-sie Pa jadi tergerak dan iapun tidak
menolak lagi.
Ketiga orang itu, setelah duduk pula sampai beberapa saat
lamanya, kemudian mereka sama-sama berangkat menuju ke Lian
Kee Chung.
Lian Kee Chung ternyata terletak dibagian barat dari kota Lan
Ciu. Ketiga orang itu menuju kesitu dengan langkah perlahan dan
tak lama kemudian sampailah mereka ditempat yang dituju.
Terlihat oleh mereka ada sebarisan Chung-teng yang berdiri
didepan rumah keluarga Lian, rupanya mereka bertugas untuk
menyambut para tamu.
Ouw Lun lantas menyerahkan kartu merah kepada mereka, tak
lama kemudian terlihat pintu tengah dibuka lebar dan dari
dalamnya datang monyongsong kedua putera Lian Seng Liang yang
masing-masing bernama Lian Cu Cun dan Lian Cu Kiat.
Pendekar-Pendekar Dataran Tinggi - 4
19 "Sungguh beruntung hari ini Loo-hu mendapat kunjungan dari
Ouw Loo-cian-pwee." kata Lian Seng Liang begitu Ouw Lun bertiga
sampai didalam.
"Sengaja hari ini Loo-hu datang bersama kemenakan Ouw Sie
Matahari Esok Pagi 3 Goosebumps - 49 Napas Vampir Mencari Bende Mataram 13
^