Pencarian

Sabuk Kencana 4

Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung Bagian 4


Karena berpikir demikian, ia lantas tertawa dingin serunya ;
"Baiklah, setan cilik ! ucapan barusan memang benar, untuk sementara kita catat saja dendam sakit hati ini didalam hati, lima tahun kemudian kami berdua pasti akan datang kembali untuk mencari balas !"
Selesai bicara, Toan Liong putar badan dan siap2 mengundurkan diri dari situ.
"Toan Loo-te, untuk sementara waktu jangan pergi dulu !" tiba2 Peng Pok Sin-mo berseru.
"Toocu ada urusan apa lagi ?" Toan Liong berpaling dan bertanya.
"Untuk menuntut balas atas kematian Jie-te kalian, kenapa harus diundurkan sampai lima tahun kemudian ?" kata Peng Pok Sin-mo sambil tertawa dingin. "Toan Loo-te, kau adalah seorang manusia cerdas, tentunya kau tak akan sepanjang masa selalu bermimpi belaka bukan ?"
"Maksud Toocu ?" Toan Liong rada tertarik dan segera bertanya.
Tapi dengan cepat ia membungkam, sinar matanya dengan tajam menatap wajah Peng Pok sin mo mengartikan pertanyaannya.
Sepasang mata Peng Pok Sin-mo berkilat, ia menyapu sekejap wajah Hoo Thian Heng, kemudian sambil tertawa seram serunya ;
"Kenapa tidak kita selesaikan saja pada malam ini, bukankah jauh lebih baik ?"
Toan Liong ragu2 sesaat, untuk kemudian katanya ;
"Perkataan Toocu memang tidak salah, tetapi ucapan seorang Koen-cu berat bagaikan sembilan hioloo, kami bersaudara sudah mengatakan lima tahun kemudian baru akan mencari dia untuk bikin perhitungan, perkataan yang barusan diutarakan mana boleh disesali sesaat kemudian ? Bukankah kalau kami berbuat demikian bisa ditertawakan kawan2 dunia persilatan ?"
ocoodOwoooo Bab 9 BERBICARA sampai disitu, ia merandek sejenak untuk tukar napas, setelah itu terusnya.
"Aku rasa toocu tentu memahami bukan akan kata2 yang berbunyi gunung nan hijau, air tetap mengalir, seorang Koencu ingin membalas dendam, sepuluh tahunpun masih belum terlambat, perjanjian kami lima tahun kemudian akan segera berlangsung dalam sekejap mata, biarkan anjing cilik ini hidup lima tahun lebih lama pun tiada halangan."
Dari kata2 itu Peng Pok sin mo dapat memahami maksud Toan Liong, disebabkan lihaynya ilmu silat yang dimiliki pihak lawan, dan menyadari bahwa dirinya bukan tandingan, Liauw tong Jie koay hendak pinjam alasan janji lima tahun untuk mengundurkan diri, mereka hendak gunakan waktu selama lima tahun ini untuk mendalami ilmu silat dalam usahanya balaskan dendam Jie-koay dikemudian hari.
Menurut cengli, cara berpikir dari Toan Liong ini sangat tepat dan tidak salah, sebab dalam kenyataan ia cuma berbuat demikian saja untuk kemudian mempersiapkan diri dalam pembalasan dendam kemudian hari, kalau tidak mengikuti emosi belaka bisa jadi balas dendam tak berhasil, dua lembar jiwa sendiri ikut melayang.
Tetapi, Peng Pok sin mo punya cara pikir yang berbeda, ia punya maksud2 tertentu. Dalam anggapannya dengan usia Hoo Thian Heng yang begitu muda terbukti sudah memiliki ilmu silat amat lihay, lima tahun kemudian ilmu silatnya tentu peroleh kemajuan pula bahkan kemungkinan besar dikemudian hari kepandaiannya jauh lebih dahsyat. Bila sampai terjadi keadaan ini, siapa yang bisa melawan dan menandingi dirinya?
Masih ada lagi, para tokoh silat yang ikut menghadiri pertemuan diatas tebing Pek yan-Gay malam ini, walaupun dewasa ini belum pada munculkan diri tetapi dalam hatinya ia sudah ada perhitungan mereka pasti jago2 lihay yang sukar dilawan dan berkepandaian lihay.
Seumpama kedua orang siluman itu tak mengundurkan diri, andalkan kekuatan mereka berenam kira2 masih bisa berdiri seimbang dengan kekuatan para tokoh silat dari pelbagai perguruan atau partai, kalau tidak pihaknya akan tinggal dia beserta tiga manusia beracun dari wilayah Biauw, kendati belum tentu mereka akan kalah dari kekuatan pihak lain, tetapi jelas dalam hal kekuatan pihaknya bertambah lemah.
Oleh karena itu baru saja Toan Liong menyelesaikan kata2nya, Peng Pok sin-mo telah tertawa seram.
"Toan lootoa, kau terlalu jujur..." serunya.
Mendadak sepasang matanya melotot buas dan memancarkan serentetan cahaya dingin yang tajam, ujarnya lebih jauh:
"Loohu tidak percaya, dengan andalkan kekuatan kita berenam tak bisa bereskan seorang keparat cilik, kalau betul demikian, buat apa di kemudian hari kita cari nama dan berkelana lagi dalam dunia persilatan ?"
Hoo Thian Heng yang mendengar ucapan itu jadi sangat terperanjat, segera pikirnya.
"Aduuuh celaka kalau keenam orang gembong iblis ini betul tak perduli akan gengsi lagi dan meluruk aku berbareng, sekalipun ilmu silatku lebih lihay pun tak akan sanggup aku seorang menahan mereka berenam."
Hoo Thian Heng memang sadar seandainya keenam orang gembong iblis itu turun tangan berbareng, bukan saja ia tak akan kuat menahan bahkan bisa binasa di tangan mereka, tapi urusan sudah jadi begini, mana boleh ia perlihatkan rasa jeri?
Lagipula malam ini merupakan suatu kesempatan baik baginya untuk getarkan seluruh dunia persilatan, bahkan kitab pusaka "YOE LENG PITKIP" sangat mempengaruhi jatuh bangunnya umat Bu-lim.
Jikalau kitab pusaka "YOE LENG PIT KIP" ini sampai kena direbut keenam orang gembong iblis ini, kemudian tiga lima tahun lagi mereka muncul dengan bekal ilmu sakti, waktu itu siapa yang bisa melawan mereka ? Bukankah suatu badai darah akan melanda seluruh umat persilatan ?
Karena punya pikiran demikian, sepasang alisnya langsung menjungkat, dari sepasang matanya memancarkan cahaya berkilat, per-lahan2 tapi mantap menyapu keenam orang gembong iblis itu satu persatu.
"Maju !" pada saat itulah tiba2 Peng Pok sin-mo membentak keras.
Bersamaan dengan suara bentakan, tubuhnya bergerak lebih dahulu kedepan, sepasang telapak diayun berbareng merangsek tubuh Hoo Thian Heng.
Melihat pemimpin mereka sudah maju, Biauw Kiang sam Tok atau manusia beracun dari wilayah Biauwpun buru2 maju kedepan ikut melancarkan serangan gencar.
Toan Liong, Toan pa ragu2 sejenak, akhirnya merekapun ikut menubruk sambil mengirim pukulan.
Enam gembong iblis yang rata2 merupakan tokoh sakti kalangan Hek to dewasa ini, sekarang turun tangan bergabung, kekuatan serta kehebatannya benar2 luar biasa sukar dibayangkan dengan kata2.
Seketika itu juga dua belas buah bayangan telapak berkelebat, menyambar dan menari memenuhi seluruh angkasa, angin pukulan menderu2 hawa serangan bagaikan ombak dahsyat ditengah2 samudra menggulung tiada habisnya, jurus serangan gerak pukulan semuanya mengarah jalan darah serta bagian tubuh penting dari si anak muda she Hoo itu.
Berada ditengah kurungan para tokoh persilatan yang lihay, Hoo Thian Heng tak berani berlaku ayal, ia segera mendongak perdengarkan suitan nyaring.
Ditengah suitan nyaring itulah, sang badan laksana kilat meluncur kedepan menyongsong datangnya serangan, ilmu telapak maha sakti Hian Thian-ciang-hoatpun segera dimainkan dengan hebat.
Si nelayan dari sungai Goan kang Tong soei Kiat serta si pedang tunggal dari sian-hee san, Yauw Kie yang selama ini bersembunyi dibelakang batu karang, walaupun tak bisa menebak asal usul dari Hoo Thian Heng, namun karena mereka dapat lihat secara bagaimana ia melawan barisan sam Cay-tin dari Liauw tong sam-Kong kemudian membinasakan Toan Hauw, kemudian melihat pula si anak muda itu jalan ber-sama2 Bong-san Yen-shu, kedua tokoh silat ini berani memastikan kalau ia adalah jagoan dari kalangan lurus.
Kini melihat enam orang gembong iblis menggabungkan diri untuk meluruk dia seorang diri, hati mereka jadi sangat terperanjat.
Mengetahui ilmu silat keenam orang gembong iblis ini sangat lihay, terutama ilmu sakti Peng-Pok sin Kang dari Peng Pok sin-mo, serta ilmu beracun dari Biauw-kiang sam Tok, kendatipun Hoo Thian Heng memiliki ilmu silat lebih lihaypun jangan harap bisa menangkan keenam orang iblis itu.
Sementara si nelayan dari sungai Goan kang serta si pedang tunggal dari Sian Hee-san siap melayang keluar untuk memberi bantuan, mendadak... "Iblis tua yang tak tahu malu, kau ingin cari kemenangan dengan andalkan jumlah banyak? rasakan dulu sebuah serangan dari siauwyamu!" teriak seseorang dengan suara yang nyaring dan lantang.
Di tengah bentakan itu, tampak sesosok bayangan putih dengan cepatnya menubruk datang ke atas tebing Pek Yan Gay.
Berada ditengah udara, sepasang telapak segera ditekan kebawah secara berbareng.
Biauw-kiang Sam Tok seketika merasakan adanya segulung tenaga tak berwujud seberat berapa ribu ton ber-sama2 menekan datang.
Dalam hati ketiga orang manusia beracun itu terperanjat, buru2 mereka berkelit dan melayang mundur sejauh beberapa tombak.
Menanti tiga manusia beracun itu sudah menyingkir kesamping, maka tampaklah bayangan putih itu sudah berdiri ditengah kalangan dengan gagah dan angkernya, dia bukan lain adalah seorang sastrawan muda berbaju putih dengan wajah yang ganteng melebihi Hoo Thian Heng.
Bukan saja wajah sastrawan muda itu jauh lebih ganteng daripada Hoo thian Heng, bahkan usianya jauh lebih muda dari pada si anak muda itu, mungkin belum mencapai usia delapan belas.
Dia si sastrawan berbaju putih ini bukan lain adalah murid kesayangan dari Koe Sian Sin Po, Poei Hong adanya.
Setelah Poei Hong berhasil memukul mundur Siauw kiang Sam Tok dari tengah udara, ia tidak menerjunkan diri kedalam kalangan pertarungan, kepada tiga manusia beracun itupun tidak meneruskan serangannya, hidung yang mancung kelihatan menjuak dengan wajah sinis ia melirik sekejap kearah ketiga orang itu kemudian mendengus dingin dan berdiri tak berkutik.
Sementara itu Biauw kiang Sam Tok pun bisa kenali wajah Poei Hong, mereka terkesiap dan bergidik, dalam hati diam2 mengeluh, pikirnya.
"Kenapa keparat ini?" Mereka jadi jeri dan punya perhitungan sendiri, maka setelah Poei Hong melayang kedalam kalangan mereka pun berpeluk tangan belaka.
Si kakek seratus bangkai pernah merasakan pahit getir ditangan nona ini dan manusia racun kedua, manusia racun ketiga melihat kejadian itu dengan mata kepala sendiri, mereka sadar pemuda sastrawan yang ganteng dan kelihatan lemah lembut ini sebenarnya merupakan musuh tangguh yang susah dilayani.
Walaupun nama besar Biauw Kiang Sam Tok terderet diantara Bu lim Sip Shia sepuluh manusia sesat dari Rimba Persilatan, sepanjang hidup malang melintang dalam Bulim dengan segala perbuatan kejinya, tetapi setelah malam ini berjumpa dengan Poei Hong, mereka merasa jeri dan tak berani turun tangan secara gegabah berdiri ter-mangu2 beberapa tombak dari sisi kalangan, tak seorang manusiapun berani berkutik.
Dalam pada itu pertarungannya yang berlangsung antara Hoo Thian Heng melawan Peng Pok Sin mo beserta Toan Liong, Toan Pa berjalan semakin seru.
Tampak tubuh si anak muda itu melayang kesana kemari dengan ringannya, sebentar ke Timur sebentar lagi ke Barat, berada ditengah kurungan bayangan telapak Peng Pok Sin-mo serta Toan Liong, Toan Pa yang memenuhi angkasa, ia selalu berkelebat secepat kilat, membuat orang jadi kebingungan dan kelabakan sendiri...
Sepasang telapak berputar silih berganti, jurus2 serangan terdahsyat dari ilmu telapak Thian Thian ciang meluncur keluar tiada habisnya, makin lama pukulannya makin gencar dan semakin mendahsyat.
Dalam sekejap mata tiga puluh jurus telah lewat, walaupun Peng Pok sin mo serta Toan Liong, Toan Pa telah mengerahkan segenap kekuatan serta kepandaian yang dimiliki, tetap tak berhasil memaksa Hoo Thian Heng berdiri seimbang dengan mereka.
Selewatnya tiga puluh jurus, Hoo Thian Heng mulai tidak sabaran, mendadak ia bersuit nyaring, suaranya keras dan nyaring bagaikan pekikan naga sakti, membuat hati orang tergetar keras.
Ditengah suitan nyaring itu, telapak kirinya mendadak mengeluarkan jurus Koen Tuen Jut Kay atau Jagad Bumi Baru Terbuka, hawa pukulan yang maha dahsyat bagaikan gulungan ombak di tengah samudra langsung membabat kearah Toan Liong serta Toan Pa.
Merasakan datangnya serangan ini amat dahsyat dan sangat luar biasa, Toan Liong, Toan Pa tak berani menerima dengan keras, buru2 mereka berpisahan satu kekanan yang lain kekiri dan melayang mundur dua depa kebelakang.
Melihat Toan Liong, Toan Pa berkelit kesamping, Hoo Thian Heng segera buyarkan serangan telapak kirinya, lalu berubah gerakan dan langsung mengancam lima buah jalan darah penting diatas dada Peng Pok sin mo.
Peng Pok sin-mo sangat terperanjat, ia lihat dari ujung kelima jari tangan Hoo Thian Heng memancar keluar lima gulung asap putih yang tebal, ia kenali kepandaian ini sebagai "Kian Goan Ci Kang".
Buru2 badannya menjatuhkan diri kebelakang, sepasang kaki dengan cepat mental permukaan tanah kemudian dengan badan hampir menempel diatas tanah melesat beberapa tombak kebelakang.
Hoo Thian Heng mendengus dingin, ia siap menyusul kedepan atau secara tiba2 desiran angin tajam menyerang datang dari belakang, Toan Liong, Toan Pa secara terpisah dari kiri kanan telah nyelonong masuk.
-oood00wooo- Jilid : 06 SEPASANG alis si anak muda itu menjungkat, kaki bergeser cepat, laksana sambaran kilat cepatnya ia sudah memutar diri sebesar seratus delapan puluh derajat. "Siluman tua kau cari mati !" hardiknya lantang.
Ditengah bentakan yang nyaring, sepasang telapak bekerja cepat, tenaga pukulan Kian Goan-Cie Kang telah meluncur keluar dari ujung jarinya sepuluh gulung asap putih yang tebal dan tajam secara terpisah menyodok kearah jalan darah penting didada Toan Liong serta Toan Pa.
Dua orang siluman dari Liaow-tong ini jadi kaget, mereka sadar keadaan tidak menguntungkan, sementara sang badan sedang melayang ke samping untuk menghindar, tiba2 beberapa buah jalan darah penting didadanya terasa sesak amat sakit, napasnya jadi sesak dan tak ampun lagi mereka menjerit kesakitan.
Ditengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati itulah, tubuh mereka roboh keatas tanah, darah segar muncrat keluar dari mulut, jantung serta urat nadi pada putus dan binasalah kedua orang siluman itu seketika itu juga.
Mimpipun Peng Pok Sin mo tidak menyangka pemuda sastrawan yang berdiri dihadapannya saat ini telah berhasil menguasai ilmu jari "Kian Goan cie Kang" yang luar biasa saktinya itu.
Sementara Biauw-kiang sam Tok pun dibuat pecah nyali, mereka berdiri menjublak dan termangu oleh kehebatan ilmu sakti lawan, dengan pandangan bodoh diawasinya wajah Hoo Thian Heng tak berkedip.
Bagaimanapun juga Peng Pok sin-mo tidak malu disebut pemimpin dari seluruh manusia sesat rimba persilatan, walaupun hatinya sedang terperanjat dan ketakutan setengah mati, namun air mukanya tetap tenang2 saja sambil menatap wajah anak muda itu, ia tertawa seram.
"Setan cilik, apa hubunganmu dengan Lam-hay Hiap Kee ?" tegurnya.
Ternyata ilmu jari Kian Goan cie Kang ini sudah pernah menggemparkan dunia persilatan pada seratus tahun berselang, kepandaian tersebut merupakan ilmu andalan Lam hay Hiap Kee si saudagar kosen dari Lam-hay, salah satu diantara Ngo Lwee Ngo Khie, Lima manusia aneh dari kolong langit.
Delapan puluh tahun berselang, ketika Peng-Pok sin-mo untuk pertama kalinya munculkan diri dalam dunia persilatan, ia pernah menyaksikan sendiri secara bagaimana Lam-hay Hiap Kee membinasakan tujuh orang tokoh silat dari kalangan Hek to yang tersohor akan kekejiannya pada waktu itu dengan ilmu jari Kian Goan-Cie kang.
Oleh karena itu, sewaktu ia melihat dari kelima jari Hoo Thian Heng yang direntangkan meluncur keluar lima gulung asap putih yang tebal dan tajam, si iblis sakti Bayangan es ini segera kenali sebagai ilmu jari Kian Goan cie Kang. Terdengar Hoo Thian Heng mendongak tertawa ter-bahak2.
"Haaa...haaa... buat kami bangsa kaum pedagang, yang dibicarakan adalah untung ruginya suatu pekerjaan, selamanya tak pernah mengungkap soal hubungan asal-usul, kalau tidak secara bagaimana suatu perdagangan bisa diselesaikan dengan memuaskan? kalau rugi misalnya siapa yang mau ganti?"
Ia merandek sejenak wajah yang ganteng segera berubah membesi, bentaknya lebih jauh dengan suara lantang:
"Eeei iblis tua kalau malam ini tidak kau bereskan dahulu hutang2 yang telah kau buat atas diri si peluru sakti Tonghong Koen beserta sepasang malaikat dari Gurun Pasir, jangan harap kau bisa berlalu dari tebing Pek Yan Gay dalam keadaan selamat !"
Walaupun Hoo Thian Heng tidak menerangkan apa hubungannya dengan Lam hay Hiap Kee si saudagar kosen dari Lam-hay, tetapi bagi orang2 yang sudah kenal akan kebiasaan si saudagar kosen tersebut tentu bisa meraba asal usul si anak muda ini dari ucapannya barusan.
Walaupun pada delapan puluh tahun berselang ketika untuk pertama kalinya terjun kedalam Bu lim, Peng Pok sin- mo pernah berjumpa satu kali dengan Lam-hay Hiapkee, tetapi ia sudah banyak mendengar akan keistimewaan si jago tua itu dalam pembicaraan, tokoh silat dari Lamhay itu selalu masukkan unsur2 perdagangan setiap ucapannya.
Dengan ucapan Hoo Thian Heng barusan tentu saja Peng Pok sin-mo mengerti amat jelas siapakah si anak muda itu. Jelas dia adalah ahli waris dari si saudagar kosen dari lautan selatan.
Iblis tua itu mulai mempertimbangkan diri, Liauw tong sam koay telah binasa semua, sedang Biauw-kiang sam Tok mati kutunya sejak kemunculan si sastrawan tampan berbaju putih, dari sikap tiga manusia beracun itu, gembong iblis tua inipun bisa menduga pastilah anak muda berbaju putih itu bukan manusia yang gampang diganggu.
Kalau tidak, dengan kepandaian beracun yang dimiliki Biauw Kang sam Tok kenapa mereka begitu ketakutan dan mati kutu?
Selesai mempertimbangkan keadaan, si iblis tua itu mulai mendapat gambaran, ia tahu keadaannya pada malam ini jauh lebih banyak bahaya daripada rejeki, kemungkinan besar tebing Pek Yan Gay ini merupakan tempat kubur tulang belulangnya.
Jangan dipandang Peng Pok sin-mo malang melintang dalam Bu-lim tanpa tandingan, pada saat ini ia mengeluh, takut dan merasa ngeri, rasa bergidik mulai menyelimuti seluruh benaknya.
Ia cuma bisa berdiri menjublek dan menatap wajah si anak muda itu dengan ter-mangu2. Semut, binatang terkecilpun tidak ingin mati apalagi manusia.
Peng Pok sin-mo sadar, dengan andalkan kepandaian silat yang dimilikinya ia masih bukan tandingan Hoo Thian Heng, namun iapun tak mau terima kematian begitu saja. Setelah tertegun beberapa saat, mulai bulatkan tekad, sambil gertak gigi pikirnya:
"Kenapa aku tidak kerahkan segenap kepandaian yang kumiliki untuk adu jiwa dengan setan cilik ini ?"
Karena berpikir demikian, sepasang matanya langsung melotot buas, dengan wajah penuh hawa napsu membunuh ia awasi Hoo Thian Heng tajam2, setelah itu perdengarkan gelak tertawanya yang amat menyeramkan.
Suara tertawanya begitu mengerikan bagaikan jeritan kuntilanak di tengah malam buta, bukan saja amat menusuk pendengaran bahkan membuat hati orang bergidik dan ketakutan.
"Setan cilik, terimalah seranganku ini !" teriaknya keras.
Ditengah bentakan sang badan bergerak ke depan, sepasang telapak dengan disertai hawa pukulan yang maha dahsyat langsung menghantam diri Hoo Thian Heng.
Jago muda kita mengerti, dalam keadaan seperti ini iblis tua itu sudah punya maksud untuk mengadu jiwa, meski ia tidak jeri Hoo Thian Heng tak ingin berlaku gegabah, ia tertawa dingin, badannya berkelebat kesamping meloloskan diri dari datangnya ancaman.
"Tahan !" mendadak dari samping kanan kedua orang itu berkumandang datang suara bentakan seseorang.
Bentakan itu sangat keras menggetarkan telinga, jelas suara tadi dipancarkan oleh seorang tokoh silat yang memiliki tenaga lweekang amat sempurna.
Hoo Thian Heng maupun Peng Pok sin-mo tertegun, kemudian masing2 menarik kembali serangannya dan melayang mundur beberapa langkah kebelakang, setelah itu berbareng menengok kearah mana berasalnya suara tadi.
Terlihatlah dari belakang sebuah batu karang besar kira2 dua tombak disisi kanan berkelebat keluar bayangan manusia tiga lelaki dan satu perempuan.
Gerakan mereka sangat cepat, terasa angin dingin berkelebat lewat, tahu2 ketiga orang lelaki dan seorang wanita itu sudah berdiri disisi Peng Pok sin-mo.
Siapakah keempat orang itu ?
Mereka adalah kauwcu serta Hu Kauwcu dari perkumpulan Im Yang Kauw, Im-yang siauwsu atau si pelajar Im Yang Go Tiong Kian, In Tong siancu atau Dewi In Tong Mo Yauw beserta Hu hoat atau pelindung mereka Keen Hay Kiau Go atau Ikan Hiu Emas dari laut Keen hay Soe Keen dan Ketua ruangan bagian hukuman perkumpulan "Thiat Bian Giam Loo" atau si raja akhirat berwajah besi Shaw Goan ciang.
Menjumpai keempat orang itu berdiri disisi Peng Pok sin-mo, Hoo Thian Heng lantas mengira mereka datang untuk membantu iblis tua itu, tak terasa ia perdengarkan dengusan dinginnya.
"Saudara2 sekalian munculkan diri menghalangi pertarungan kami, apakah kalian ada maksud membantu iblis tua itu ?" tegurnya dingin.
"Kemungkinan memang ada maksud berbuat demikian, hanya saja untuk sementara waktu masih belum bisa diputuskan," jawab Im yang siauw-su tertawa. Hoo Thian Heng tertegun ia segera awasi wajah orang tajam2.
"Siapakah anda ? Apa maksudmu dengan perkataan barusan?" tanyanya.
"Loohu adalah Im yang Kauwcu, Ci Tiong Kian dengan gelar si pelajar lm Yang, Hoo siauwhiap sebagai ahli waris dari Lam hay Hiap-kee salah seorang diantara lima manusia aneh dari kolong langit tentu pernah mendengar nama kecilku bukan ?"
"Oooouw," mendadak Hoo Thian Heng mendongak dan tertawa ter-bahak2. "Haaaaa .. haaaaa .. haaaa ... aku kira manusia mana yang begitu berani-berani menghalangi maksudku, tak tahu kiranya Im-Yang Kauwcu yang nama besarnya telah menggemparkan sungai telaga."
"Bocah cilik kalau bicara sedikitlah tahu akan rasa sungkan," tegur Im-Yang siuw-su dengan wajah membesi. "Hmm, kau kira loohu punya banyak waktu senggang untuk ikut mencampuri urusan orang lain? aku cuma ada beberapa perkataan hendak dibicarakan dengan Thian bun Toocu."
"Heee ... heeee ...kalau memang demikian, silahkan kauwcu berbicara dengan dirinya."
Im Yang siuwsu mengangguk, tiba2 ia berpaling kearah Peng Pok sin-mo dan bertanya dengan suara dingin.
"Apakah peta petunjuk mustika itu benar2 telah dirampas orang?"
Mendapat pertanyaan ini, pikiran Peng Pok sin-mo rada bergerak, sebuah rencana bagus segera berkelebat dalam benaknya, ia berpikir:
"Situasi yang terbentang pada saat ini sangat tidak menguntungkan diriku, kenapa aku tidak menggunakan peta petunjuk mustika itu sebagai umpan untuk menarik Im Yang siuwsu kepihakku? Setelah menghadapi setan cilik itu urusan baru dibicarakan lagi ..." Karena berpikir demikian, ia lantas tertawa seram dan mengangguk.
"Tidak salah, peta petunjuk mustika itu memang sudah dirampas oleh seorang gadis ingusan sewaktu aku tidak bersiap sedia, meski demikian...."
"Kenapa?" Peng Pok sin mo tertawa seram.
"Dimana letak tersimpannya kitab pusaka itu sudah kuhapalkan didalam benak, asalkan...."
Berbicara sampai di situ mendadak ia membungkam.
Im Yang Siuw-su bukan manusia sembarangan, walaupun Peng Pok Sin-mo tidak meneruskan kata2nya, tetapi apa maksud sebenarnya dari iblis tua itu sudah diketahui olehnya.
Segera ia tersenyum, katanya.
"Asalkan aku suka bekerja sama dengan dirimu untuk pukul mundur musuh tangguh, bukankah kau akan serahkan kitab pusaka itu untuk dipelajari ber-sama2?"
"Sungguh tak malu Ci-heng disebut ketua sebuah perkumpulan besar, perkataanmu tepat sekali," puji Peng Pok sin-mo tertawa.
"Tak usah Toocu terlalu memuji diriku tetapi...ucapan dari toocu barusan tak bisa membuat aku orang she Ci percaya seratus persen bagaimana baiknya?" Air muka Peng Pok sin mo segera berubah jadi amat serius.
"Tentang soal ini harap kauwcu boleh berlega hati, loohu tak akan berani membohongi diri kauwcu," katanya.
Im Yang siuwsu termenung beberapa saat, akhirnya ia mengangguk.
"Baiklah tiada halangan bagiku untuk sementara mempercayai perkataanmu, tetapi ..."
Mendadak wajahnya berubah amat serius, ia menambahkan.
"Kalau kau berani tidak jujur, jangan harap kau bisa lolos dari cengkeraman perkumpulan kami !"
Bicara sampai disitu, ia lantas berpaling ke arah Hoo Thian Heng dan menjura penuh hormat.
"Hoo siauw-hiap," katanya. "Sebenarnya tidak patut bagi aku orang she Ci untuk mencampuri persoalan diantara kalian berdua, tetapi memandang diatas kitab pusaka itu mau tak mau terpaksa aku orang she Ci harus ikut campur tangan, Siauwhiap mau bukan untuk sementara waktu kau beri muka buat diriku? Memandang diatas wajah aku orang she Ci, hutang piutang ini baru ditagih dikemudian hari ?"
"Haaaa-haaaa..," Hoo Thian Heng mendongak tertawa ter-bahak2. "Apakah kau benar percaya bahwa setiap ucapan dari iblis tua itu bisa dipercaya ?"
"Meskipun orang she Ci tak berani mempercayai ucapannya seratus persen, tapi aku rasa ia belum punya keberanian untuk membohongi diriku."
"Kauwcu, kau terlalu percaya pada kekuatanmu sendiri," seru Hoo Thian Heng sambil tertawa dingin.
"Aku mau percaya pada kekuatanku sendiri atau tidak, apa sangkut pautnya dengan diriku?" balas Im Yang siuw-su dengan air muka berubah hebat.
"Cayhe sedang bikin perhitungan dengan iblis tua ini, lalu apa sangkut pautnya pula antara persoalan ini dengan diri Kauwcu?"
"Bocah ingusan, kau mau apa?" Tiba2 Im Yang siuw-su membentak.
"Aku minta kau cepat enyah dari sini dan tak usah mencampuri urusan orang lain."
"Kalau lohu sengaja mau ikut campur? kau mau apa?"
"Sanggupkah kau mencampuri urusan ini?"
"Ooouw... jadi kau anggap aku Im Yang Siuw Su adalah seorang manusia kurcaci yang bernyali kecil dan takut mati ?"
"Hmm, meski punya nyali dan berani menghadapi urusan, apa gunanya ?"
"Bocah cilik !" seru lm Yang Siuwsu sambil tertawa dingin. "Jadi kau hendak menantang loohu untuk beradu kekuatan?"
"Kalau kau punya kegembiraan untuk berbuat demikian, tentu saja akan cayhe iringi dengan senang hati."
Dalam pada itu mendadak dari sekeliling tempat itu bermunculan bayangan manusia, dalam sekejap mata secara beruntun disekeliling kalangan bertambah dengan empat lima puluh sosok bayangan manusia, mereka segera mengelilingi kalangan pertempuran itu rapat2. Darimana datangnya orang sebegitu banyak dalam waktu singkat?
Tak usah diterangkan, orang2 itu adalah para jago Bulim yang mendapat kabar dan sama2 berdatangan ke tebing Pek Yan Gay untuk ikut serta dalam perebutan kitab pusaka "YOE LING PlT KIP".
Sepasang mata Im Yang siuwsu yang tajam per-lahan2 menyapu sekejap wajah para jago yang barusan munculkan diri itu, mendadak ia mendongak tertawa ter-bahak2.
"Keparat cilik," serunya. "Kau lihat bukan ? Semua orang berdatangan kemari untuk saling memperebutkan kitab pusaka Yoe Ling pit Kip. Aku lihat lebih baik kau suka mendengarkan nasehat dari aku orang she Ci, untuk sementara waktu tunggulah dengan hati sabar, menanti kitab pusaka tersebut telah munculkan diri, kau pun boleh mendapatkan satu bagian, kita masing2 andalkan kepandaian silat yang dimiliki untuk memperebutkan kitab pusaka tersebut."
Barusan saja Im Yang siuwsu menyelesaikan kata2nya, mendadak terdengar seseorang berseru memuji:
"Ucapan dari Im Yang Kauwcu sangat tepat dan cengli sekali, baiklah kita tetapkan demikian saja, sebelum kitab pusaka itu munculkan diri, perduli siapapun asal berani mengganggu Thian Bun Toocu barang seujung rambutpun, kami semua tak akan mengampuni dirinya."
Bersamaan dengan suara itu, sesosok bayangan manusia melayang masuk kedalam kalangan.
Mengikuti berasalnya suara tadi, Im Yang siuw-su berpaling, ia segera kenali orang tadi sebagai ciangbunjien partai Kiong Lay Pay, si "sin Koen Boe Tek" atau Kepalan sakti tanpa tandingan Tie Keng adanya.
Sejak munculkan diri ditempat itu, Poei Hong tidak bicarapun tidak turun tangan, pada saat ini hatinya tiba2 merasa sangat gelisah, pikirnya :
"Aduuuh celaka. Jikalau iblis ini benar2 telah menghapalkan tempat rahasia disimpannya kitab pusaka itu, lalu apa gunanya aku merampas peta petunjuk mustika itu dari tangannya ? ditinjau dari situasi yang terbentang pada saat ini aku harus berusaha untuk membinasakan Iblis tua itu ..."
Karena berpikir demikian, kakinya segera bergeser dan melayang tiga depa kehadapan Peng Pok sin-mo, diam2 ilmu sakti "Kee Lie Sin Kang" atau kura2 merekahnya disalurkan keseluruh badan.
Mendadak sang telapak didorong kedepan, segulung tenaga lunak yang dingin dan tak berwujud langsung menghajar kearah dada Peng Pok sin mo.
Sewaktu melihat si sastrawan berbaju putih itu mendekati dirinya, Peng Pok sin mo berdiri tertegun, menanti ia lihat Poei Hong mulai menggerakkan telapak tangannya menghajar datang, iblis tua ini baru kaget.
Buru2 badannya bergeser meloloskan diri ke samping, tetapi ia cepat, pihak lawan jauh lebih cepat sebelum sampai mengerti apa yang terjadi segulung tenaga pukulan yang lunak tak berwujud telah bersarang diatas badannya dengan telak.
Dada terasa amat sesak dan sumpek, diikuti ia mendengus berat, jantung serta urat nadinya tergetar putus semua, mengikuti semburan darah segar dari mulut, badannya terjungkal keatas tanah dan roboh binasa seketika itu juga.
Serangan yang dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, apalagi merupakan sebuah bokongan diluar dugaan, kendati ia memiliki ilmu silat yang bagaimana lihay pun sulit untuk meloloskan diri.
Apalagi pada saat ini seluruh perhatian para jago baik dari golongan Hek to maupun Pek to dicurahkan keatas tubuh Hoo Thian Heng, siapa pun tidak akan menyangka si pemuda sastrawan berbaju putih itu bisa melancarkan sebuah serangan bokongan kearah Peng Pok sin-mo tanpa mengeluarkan sedikit suarapun.
Baru saja tubuh Peng Pok sin-mo terhuyung jatuh keatas tanah, seluruh jago yang hadir dalam kalangan jadi gempar, per-tama2 Im Yang siuwsu perdengarkan raungan gusarnya, sang badan bergerak ke depan, telapak tangan dengan disertai angin pukulan yang amat tajam langsung menghantam dada Poei Hong si gadis yang menyaru sebagai pria.
Im Yang siuw-su sebagai kauw-cu dari perkumpulan Im Yang Kauw, ilmu silat serta tenaga lwekang yang dimilikinya sangat lihay sekali, tetapi Poei Hong pun bukan manusia sembarangan, ilmu silat yang ia milikipun luar biasa.
Barusan saja Im Yang Siuw-su melancarkan serangan, sepasang alis Poei Hong telah melentik, bentaknya gusar: "Bajingan terkutuk, kau cari mati !"
Ditengah bentakan gusar, telapak tangannya telah didorong keluar, segulung tenaga lunak tak berwujud segera menyambut datangnya serangan dari Im Yang siuwsu.
Sepasang telapak saling berbentrok satu sama lain, terdengarlah ledakan keras yang bergema memecahkan kesunyian, seketika itu juga Im Yang siuw-su terpukul mundur lima langkah ke belakang dengan sempoyongan tenggorokan terasa amis, dan tak tertahan lagi ia muntahkan darah segar.
Melihat kejadian itu si "Dewi In tong" Un Yoi Yauw, si ikan Hiu emas dari laut Keen hay, soe Keen beserta si raja akhirat berwajah besi shaw Goan ciang sekalian jadi kaget, tubuh mereka bergerak berbareng, enam buah telapak diayun bersama, segulung hawa pukulan yang luar biasa dahsyatnya kontan menghantam kearah diri Poei Hong.
Ketiga orang ini rata2 termasuk tokoh lihay nomor wahid dalam kolong langit dewasa ini, meskipun Poei Hong sendiripun bukan manusia biasa, ia adalah ahli waris dari Kee sian-sincoo dan baru2 ini menelan pula pil sakti Cecak putih berusia ribuan tahun, namun untuk menerima datangnya serangan gabungan ini, ia akan lebih banyak menemui bencana daripada rejeki.
Poei Hong adalah manusia cerdik, otaknya encer, tentu saja ia tak mau menerima kerugian yang ada didepan mata, sambil tertawa ia segera meloncat kesamping untuk menghindarkan diri.
Ilmu meringankan tubuh "Chiet ciat-Thay-Kah-in-Sin-hoat" yang dimiliki betul2 luar biasa, dalam sekali berkelebatan saja gadis itu sudah loloskan diri dari kurungan angin pukulan yang dahsyat dan men-deru2 laksana gulungan ombak ditengah samudera.
00d-w00 Bab 10 "KRAAAAK..." Diiringi suara bentrokan keras, sebatang pohon siong yang besar telah patah jadi dua bagian, diiringi percikan serbuk yang halus pohon tadi tumbang keatas tanah.
Diam2 Poei Hong menjulurkan lidahnya, dalam hati ia berpikir:
"Suatu serangan gabungan yang amat lihay, untung yang diserang adalah aku, kalau berganti orang lain sekalipun tidak mati paling sedikit akan menderita luka parah...."
Kendati dalam hati ia berpikir demikian, tetapi langkah kakinya sama sekali tidak mengendor, dengan sebat ia kitari ketiga orang itu.
Ditengah sorotan cahaya yang lapat2 serta berada diatas permukaan salju nan putih, semua orang merasakan adanya sesosok bayangan putih dengan menciptakan diri jadi beribu bayangan mengelilingi sekitar tubuh mereka dengan cepatnya, saking silaunya sampai mata terasa berkunang, sebelum mereka tahu apa yang terjadi, gelak tertawa ringan telah bergema dari belakang tubuh mereka bertiga.
Mo Yoe Yauw bertiga amat terperanjat, srett... senjata tajam yang tersoren dipinggang telah dicabut keluar, tiga bilah pedang lunak yang memancarkan cahaya putih ber-sama2 menggetar dari arah yang berlawanan menciptakan puluhan jalur sinar ke-perak2an.
Dalam sekejap mata puluhan tombak sekeliling kalangan pertarungan telah terbungkus dalam cahaya perak yang menyilaukan mata.
Ternyata didalam sengitnya ketiga orang itu telah mengeluarkan ilmu pedang Im-Yang Kiam Hoat kepandaian andalan perkumpulan mereka.
Selama ini Bong-san Yen shu hanya berdiri tenang saja disisi kalangan sambil menghisap Huncweenya yang hitam pekat, sepasang mata dan seluruh perhatiannya dicurahkan kedalam kalangan pertarungan.
Bukan dia saja, bahkan be-ratus2 pasang mata pada saat ini berbareng dipusatkan kedalam kalangan untuk menyaksikan jalannya pertarungan sengit itu tak seorangpun yang bersuara, tak seorangpun berkutik, semua orang se-akan2 sudah terpesona dibuatnya.
Nelayan dari sungai Goan Kiang, Tong Se Kiat tanpa terasa mulai meraba senjata istimewanya berupa Jala kawat yang digembol dipundak, ujarnya kepada Yauw Ke.
"Yauw heng, tenaga pukulan yang dimiliki sastrawan berbaju putih itu bukan saja amat dahsyat diluar dugaan, bahkan langkah kakinya cermat dan tepat. Semuanya merupakan ilmu silat maha sakti yang sudah lama lenyap dari peredaran dunia persilatan."
"Benar," si pedang tunggal dari gunung Sian Hee San membenarkan. "Ilmu silat yang dimiliki pemuda ini benar2 sangat lihay sukar dilukiskan dengan kata2, tetapi ketiga jago lihay dari perkumpulan Im Yang Kauw pun tidak kalah dahsyatnya, tidak aneh kalau ambisi perkumpulan ini untuk menguasai jagad sangat besar."
"In Tiong Goan" atau burung belibis ditengah awan Khong In Hwee dari partai Kiong Lay Pay sejak semula telah mengikat hubungan rahasia dengan sidewi In Tiong bahkan ia mendapat perhatian yang istimewa dari perempuan Im Yang Kauw ini. Seumpama disitu tak ada ciangbunjiennya "Sin Koen Boe Tek" atau kepalan sakti tanpa tandingan Tie Kang coan serta suhengnya "Kau Koen ciang" atau Si Telapak Jagad Poei Seng, mungkin sejak semula ia sudah terjunkan diri kedalam kalangan untuk membantu pihak perkumpulan Im Yang Kauw.
Sekarang, ia dengar ucapan dari si pedang tunggal dari gunung Sian-Hee-san bernadakan ketidak puasan terhadap perkumpulan Im Yang-Kauw, seketika timbul perasaan antipatik dalam hatinya.
Ia segera mendengus dingin dan berkata:
"Hmm, keparat cilik itu hanya andalkan sedikit ilmu meringankan tubuh belaka, apanya yang patut dibanggakan?"
Maksud dari ucapan ini amat jelas sekali, ia merasa sangat tidak puas dengan sastrawan berbaju putih itu.
Dalam pada itu si kakek seratus bangkai Kiang Tiang Koei merasa putus asa dan kecewa, ia lihat diantara gabungan tujuh jago lihai, kini sudah ada empat menemui ajalnya, sementara ia bertiga pun pernah merasakan kelihayan dari ilmu silat sastrawan berbaju putih itu, ia mulai sadar harapannya untuk mendapatkan kitab pusaka " YOE LING PIT KIP" semakin tipis.
Walaupun hubungannya dengan Peng Pek sin mo serta Liauw tong sam Koay hanya terbatas pada cari untung dan sama sekali tak ada rasa kesetia kawanan, tetapi melihat kematian orang2 itu ia merasa sedih juga.
Sekarang, mendengar ucapan dari si burung Belibis ditengah awan Khong It Hwee, hatinya jadi rada bergerak, dengan wajah penuh kebencian segera ujarnya:
"Jikalau bukan keparat cilik berbaju putih itu turun tangan membinasakan diri sin-mo, saat ini Toocu pasti sudah umumkan dimanakah letak tersimpannya kitab pusaka itu, dan kita semua sama2 punya harapan untuk memperoleh kitab pusaka tersebut. Tapi sekarang setelah ia berbuat demikian, berarti pula kalau satu2nya harapan kitapun ikut musnah."
"Ilmu silat dari keparat cilik ini memang tidak lemah, tapi kalau dibandingkan dengan si burung belibis ditengah mega Khong Thay-hiap yang sudah ternama, aku pikir ia masih kalah satu tingkat."
Pada dasarnya para jago memang punya perasaan yang sama, hanya tak seorang pun berani mengutarakan, sekarang kena dipanasi oleh ucapan si kakek seratus bangkai, timbul golakan hebat dalam hati para jago.
Ada diantara mereka yang tak dapat menahan diri segera berteriak keras:
"Kita bunuh saja keparat cilik ini, agar siapapun jangan harap bisa menelan peta mustika itu seorang diri."
Disanjung oleh si kakek seratus bangkai dihadapan para jago, si burung belibis ditengah mega Khong it Hwee merasa amat senang hati, bersamaan itu pula ia ada minat untuk tarik kedua orang suhengnya terjun kedalam kancah ini, segera ujarnya:
"Setelah kita memasuki gunung mustika, apakah ingin pulang dengan tangan kosong belaka?"
Habis bicara, sepasang kaki menutul permukaan tanah, dengan gerakan "Ku Gan Gong Thiao" atau Belibis sakti meluncur keangkasa ia menubruk kedalam kalangan pertarungan.
Tiba2 dari hadapannya meluncur datang pula sesosok bayangan manusia merintangi jalan perginya dengan membabatkan sebuah pukulan.
"Lebih baik anda kurangi saja campur tangan yang tak berguna," seru orang itu lantang.
Si burung belibis ditengah awan Khong It Hwee tidak menyangka ditengah jalan bisa muncul musuh tangguh, ia segera merasakan segulung angin tajam yang dingin dan hebat menghantam datang.
Ia kaget dan berlaku waspada, untung ilmu meringankan tubuhnya memang luar biasa, berada di tengah udara badannya berjumpalitan dan bersalto beberapa kali dengan pinggang menekuk kaki menjejak sebuah gerakan "Lam Gan Pak Hwee" atau Belibis selatan Terbang keutara ia melayang kearah sisi kanan.
Ketika ia sudah melayang turun keatas tanah, air mukanya berubah hebat, sepasang senjata Poan Koan Pit yang digembol dibelakang punggung segera dicabut keluar dan siap menusuk kedepan.
Bagaikan angin puyuh si kepalan sakti tanpa tandingan Tie Kong Cian segera menghadang di hadapan adik seperguruannya sambil berkata:
"Sute, kau boleh mengundurkan diri dan jagakan keselamatanku disamping kalangan, lebih baik biarkan loohu yang mohon petunjuk beberapa jurus serangan sakti dari siauw-hiap."
Dua patah kata permulaan jelas ditujukan kepada si burung belibis ditengah mega, sedangkan kata terakhir ditujukan kepada sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng.
Sepasang alis si anak muda she Hoo segera mengerut kencang setelah melihat siapa yang munculkan diri, air mukanya berubah amat serius.
"Tie Loocianpwee apakah kau ada maksud untuk adu kepandaian dengan diri Cayhe..." ia bertanya.
Si kepalan sakti tanpa tandingan mendongak dan tertawa ter-bahak2.
"Haaa... haaa... siauwhiap adalah ahli waris dari Lamhay Hiap Kee, cianpwee dua patah kata tak berani aku terima, menjumpai ilmu sakti yang dimiliki siauwhiap begitu hebat sehingga dalam sekejap mata berhasil membinasakan Liauw tong sam Koay, loohu jadi punya minat besar untuk mohon petunjuk beberapa jurus sakti dari Lamhay..."
Sementara Hoo Thian Heng masih dibuat serba salah, si burung belibis ditengah mega Khong it Hwee yang berdiri disisi kalangan telah menimbrung.
"Ciangbun suheng apa gunanya banyak bicara dengan dirinya? Tak berguna tarik urat terus dengan manusia macam itu, lebih baik dikasih pelajaran juga agar iapun tahu bahwa silat partai Kiong-lay pay bukan sembarangan, agar kemudian hari ia jangan terlalu pandang enteng orang lain."
Tie Kong cian mendehem ringan, akhirnya sambil mengelus jenggotnya yang panjang terurai ia berkata:
"Hoo siauwhiap, maaf terpaksa loohu harus menyalahi diri mu."
Ucapan ini diakhiri dengan sebuah pukulan dahsyat yang dikirim dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru itu sadar, kakek tua ini bisa menjagoi dunia persilatan dengan julukan kepalan sakti tanpa tandingan ilmu silatnya tentu sangat dahsyat sukar dilukiskan, walaupun ia tak berani berlaku gegabah namun sikapnya tetap tenang dan mantap.
Bahunya ditekan kebawah, badan berputar, langkah bergeser dengan sebat dan cepat iapun balas mengirim sebuah pukulan.
Haruslah diketahui tenaga sakti "Kian Goan-Ceng Khie" bisa digunakan keras maupun lunak dalam serangannya barusan pukulan si anak muda itu kelihatan lemah se-akan2 tak bertenaga, namun ketika dua gulung angin pukulan saling berbentrok ditengah udara segera terjadilah suatu ledakan yang amat dahsyat bagaikan letusan gunung berapi.
Oleh tenaga pantulan akibat bentrokan barusan, tubuh si kepalan sakti tanpa tandingan Tie Kong tergetar keras sampai2 mundur setengah langkah kebelakang dengan sempoyongan.
Untung ia punya pengalaman luas, badannya segera bergeser kesamping untuk buang datangnya tekanan, hawa murni segera dikumpulkan di lengan kanan dan sekali lagi disodok kedepan.
Segulung angin pukulan dengan membawa desingan tajam serta angin men-deru2 langsung menumbuk dada Hoo Thian Heng.
Melihat kehebatan lawan Hoo Thian Heng kerutkan dahinya, ?sungguh tidak malu kakek tua ini menggunakan sebutan "sin koen" atau kepalan Sakti didepan namanya, nyata ia memang betul2 hebat?.
Jago kita tak berani berayal, telapak segera meluncur keluar dengan jurus "Koen Tuen Jut-say" atau Bumi Jagad Baru terbuka menyambut datangnya serangan.
Dimana telapaknya berkelebat lewat, ditengah udara segera menggema suara getaran amat keras sampai menggetarkan telinga dan mendebarkan jantung, batang ranting pohon disekeliling kalangan pada patah dan rontok ketanah, keadaannya amat mengerikan.
Sementara itu si Telapak Jagad Poei sing yang ada disamping kalangan merasa terkesiap setelah dilihatnya dua buah serangan dilancarkan ciangbun suhengnya tidak berhasil mencapai hasil, ia sadar kalau dirinya tidak ikut terjun ke dalam kalangan, niscaya nama besar partai Kiong Lay Pay akan hancur luluh diatas tebing Pek Yan Gay pada malam ini juga.
Mendadak sepasang kepalan melintang sambil menutul permukaan tanah ia meleset kedalam kalangan, mengitari kebelakang punggung Hoo thian Heng, kemudian sepasang telapak membuat gerakan lingkaran didepan dada, dan laksana kilat melancarkan sebuah serangan dahsyat kearah lawan dengan jurus "Sian Kan Coan Koen" atau Memutar Jagad Mengelilingi Bumi.
Gong Yu murid kesayangan si kakek Huncwee dari gunung Bong-san dapat melihat kejadian itu, merasakan keadaan Hoo Thian Heng amat berbahaya karena terancam oleh serangan bokongan dari Poei seng ia jadi kaget dan segera berteriak keras: "Engkoh Hoo, hati2 dengan serangan bokongan yang datang dari belakang..."
Barusan ia selesai bicara, tubuh Hoo Thian Heng sudah berkelit kesamping, dengan gerakan "Tiong Biauw Ci Bun" atau Pujian Khalayak Pintu Sorga, telapak kanan menerobos ketiak kiri langsung menghantam keluar.
"Bruuuk !" seketika itu juga si telapak Jagad Poei seng merasakan adanya segulungan angin puyuh melanda datang dan menekan dadanya berat2.
Ia tak kuat menahan diri, akhirnya dengan sempoyongan tubuhnya mundur tiga langkah ke belakang, ia berusaha menahan golakan darah panas dalam rongga dada, sementara sepasang telapak diayun kedepan berulang kali.
Si burung belibis ditengah mega Khong It Hwee tertawa dingin, tiba2 senjata Poan Koan Pit yang ada ditangannya dan berwarna biru bercahaya itu ditusukkan kearah jalan darah penting di tubuh Hoo Thian Heng.
Melihat orang she Khong maju menyerang, si anak muda she Hoo merasa mendongkol pikirnya:
"Keparat ini mengandung maksud jahat yang terkutuk, apa lagi ujung senjatanya telah dipolesi racun keji, beginikah cara tindak tanduk jago dari kalangan lurus ?" Karena berpikir demikian, timbullah napsu membunuh diatas wajahnya.
Ilmu pukulan Hian Thian sio Giang dengan menggunakan delapan bagian tenaga sakti dipersiapkan ditangan, asalkan orang itu tak tahu diri dan menyerang terus maka ia akan memberikan peringatan tajam kepadanya.
Dalam pada itu pertarungan berlangsung antara Poei Hong melawan tiga jago lihay dari perkumpulan im Yang Kauw pun berjalan dengan serunya, berada didalam kurungan tiga bilah pedang tajam, gadis itu melayang berkelebat kesana kemari bagaikan segulung angin ringan, kalau bukan mendengarkan gelak tertawanya yang ringan dan merdu, ia tentu meniupkan udara panas kebelakang leher tiga orang lawannya.
Kejadian ini tentu membuat si Dewi In Tong Mo Yoe Yauw beserta si ikan hiu emas dari laut Koen-hay, soe Koen dan si raja akhirat berwajah besi siaw Coao Giang jadi ketakutan setengah mati, hampir2 mereka kehilangan sukma saking ngerinya.
Dikala Poei Hong mempermainkan ketiga orang itulah si pelajar Im Yang Gi Tiong Kian telah selesai bersemedhi, luka dalam yang ia derita pun sudah sembuh kembali seperti sedia kala.
Setelah memeriksa sejenak keadaan situasi yang terbentang didepan mata dalam hati ia berpikir.
"Heeee .. heee ..justru aku tak percaya keparat cilik itu benar2 memiliki tiga kepala enam lengan, malam ini kalau aku si pelajar Im Yang gagal memaksa kau bermain sebentar diakhirat, sia2 aku menjabat sebagai ketua perkumpulan im Yang Kauw !"
Apalagi setelah ia teringat akan dendam sebuah pukulannya im Yang siuw su makin bernapsu untuk membalas dendam.
Senjata kipas Im Yang sannya segera dikibaskan hingga terbuka, senjata ini benar2 hebat, warnanya hitam pekat dan kuat tahan terhadap segala bacokan senjata mustika.
Permukaan kipas sebelah berwarna hitam, sebelah lain berwarna merah dan terbuat dari serat yang sangat kuat, dengan andalkan senjata aneh yang amat lihay inilah sudah banyak tokoh2 silat dunia kangouw yang menderita kalah di-tangannya.
Dengan majunya Im Yang maka keadaan dalam kalanganpun mengalami perubahan, tampak awan hitam menutupi seluruh jagad, cahaya merah beterbangan menguasai bumi, gelak tertawa Poei Hong tak kedengaran lagi, bahkan ilmu langkah "Chiet hiat-Thay Na-Hoat" pun tidak selincah dan segesit seperti tadi lagi.
Tentu saja dalam keadaan seperti ini bukan saja ia tak ada waktu untuk mengumbar kenakalannya dengan meniup leher, bahkan posisinya mulai terancam dan ia terkurung oleh mara bahaya.


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepasang alis Poei Hong langsung menjungkat sambil cibirkan bibirnya ia depak kakinya keatas permukaan salju, pikirnya:
"Bagus sekali coba lihat saja, malam ini juga nonamu akan bereskan kalian manusia2 iblis !"
Ditengah jeritan kaget para jago disisi kalangan seuntai ikat pinggang kumala yang panjangnya dua tombak telah berkelebat menyambar keangkasa. Meskipun hanya disentak perlahan, ikat pinggang kumala itu bagaikan seekor naga sakti meluncur kedalam gulungan bayangan kipas ditangan im Yang siuwsu kemudian langsung menotok kearah jalan darah Kie hoat-hiat didadanya, suatu serangan yang benar2 luar biasa.
Tidak percuma Ci Tiong Kian menjadi ketua perkumpulan im Yang Kauw, menghadapi situasi yang amat kritis dan membahayakan jiwanya ia tidak gugup, kaki kiri segera melangkah silang tangan kanan dengan gerakan "Wu Lu Too Gwat" atau Awan Hitam menghalangi rembulan, disertai segulung tenaga kuat menghalau datangnya ikat pinggang kumala Poei Hong.
Sang nona tertawa ringan, pergelangan ditekan kebawah, dengan "Giok Kauw sam Hiao" atau Naga kumala tiga kali menguak ia serang jalan darah Thian Teng hiat ditubuh Dewi In Tong Mo Yoi Yauw, si ikan hiu emas dari laut Koen-hay soe Koen serta si raja akhirat berwajah besi shaw Goan ciang.
Menyaksikan kehebatan serangan sang nona, Bong-san Yen shu yang ada disisi kalangan berpikir sambil menghembus keluar segulung asap Huncwee:
"Ahli waris dari sin-Po benar2 hebat, ilmu silatnya tiada tara dikolongan langit dewasa ini."
Sementara itu Dewi In-Tong, Mo Yoe Yauw mendengus dingin dan melayang mundur kebelakang, sedangkan si ikan hiu emas dari laut Koen-hay serta si raja akhirat berwajah besi dengan gerakan "Tiang Kiauw Wu Poo" atau ombak Besar Menyapu Jembatan, nyaris berhasil pula meloloskan diri dari bahaya.
Setelah ketiga orang itu mundur kebelakang, mereka maju kembali. Tiga bilah pedang tajam menusuk kedepan menciptakan berkuntum kuntum bunga pedang yang memenuhi angkasa, suatu serangan nekad yang amat dahsyat.
Im Yang siuw-su tak mau ketinggalan dengan ilmu langkah "Yoe Hun Biauw Ca Po" atau ilmu langkah sukma gelandangan, senjata kipasnya menotok, membabat, mengebas, membentur, menusuk menghantam, menebas serta menyapu dengan hebatnya.
Demikianlah, dua rombongan pertarungan berjalan dengan serunya, sementara kedua orang sastrawan muda itu melayani setiap serangan dengan jurus yang hebat dan sakti, dengan demikian memancing perhatian para jago lainnya, seluruh perhatian hadirin dicurahkan kedalam kalangan.
Sejak terjunkan diri kedalam kalangan pertarungan, sebenarnya Poei Hong tidak ingin menciptakan banyak pembunuhan yang tak berguna, maksudnya ia hanya ingin memberi peringatan kepada keempat orang jago lihay dari perkumpulan im Yang Kauw ini agar mereka tahu diri dan segera mengundurkan diri.
Tidak disangka keempat orang itu bukan tidak mengundurkan diri, malahan mengerubut dirinya dengan serangan2 mematikan, hal ini membangkitkan hawa amarahnya, napsu membunuh mulai melintas.
Sementara itu pertarungan telah berlangsung hingga mencapai ratusan jurus, dari sepasang mata Poei Hong mulai memancarkan cahaya tajam.
Tiba2 pergelangannya disentak, ikat pinggang kumala dengan membawa desiran tajam secara beruntun memainkan jurus "Seng Kauw Li Hiat" atau Naga sakti tinggalkan sarang, "Pek Ang-Kwan Jiet" atau Bianglala putih mengalingi sang surya, "Thian Way Hwee Ang" atau Bianglala terbang Keluar Langit serta "Lok Im Hwee-Hong" atau Menyapu rontok tersapu puyuh memaksa keempat orang itu terdesak mundur sampai beberapa tombak jauhnya.
Im Yang siuw-su tak mau unjukkan kelemahan meski terdesak hebat dengan andalkan ilmu langkah sukma gelandangannya ia berkelebat kesana-kemari sambil melancarkan serangan balasan.
Menyaksikan keadaan itu Poei Hong tertawa nyaring, pikirnya, "Im Yang Kauw-cu yang tebal muka, agaknya kau sudah bosan hidup?"
Suaranya nyaring dan merdu bagaikan nyanyian burung nuri, ikat pinggang kumala berkelebat gencar dengan gerakan "So Hiang Ceng Im" atau bayangan Harum Menutup Badan, ia serang lawannya dan membelenggu tubuh Im Yang siuwsu yang kebetulan sedang menubruk datang erat2.
Menanti lengan kanannya disendal dengan sekuat tenaga, mengiringi jeritan ngeri yang menyayatkan hati tubuh Im Yang siuw-su berubah jadi setitik hitam diikuti badannya meluncur jatuh kedalam jurang yang dalamnya ada laksaan tombak, dalam sekejap mata bayangannya telah lenyap tertelan kabut lembah.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini membuat para jago dalam kalangan jadi terkesiap, terutama sekali si dewi In-Tong Mo Yoe Yauw, air mukanya berubah pucat pias, dibawah sorotan sinar rembulan tampak betapa sedih duka, benci dan mendendamnya perempuan itu.
Si raja akhirat berwajah besi Sha Goan Ciang mengerutkan sepasang alisnya yang tebal, lalu menghela napas sedih, katanya:
"Saat ini Kauwcu sudah mendapat bencana, dendam sakit hati kita lebih baik dituntut balas dikemudian hari saja."
Selesai bicara ia bersuit nyaring kemudian berlari meninggalkan tebing itu disusul oleh Dewi In tong, Ma Yoe Yauw serta si ikan hiu emas dari laut Koen Hay soe Koen dari belakang.
Dalam sekejap mata mereka sudah lenyap di balik kegelapan.
Dari dalam sakunya Poei Hong ambil keluar sapu tangan untuk membesut keringat yang mengucur keluar membasahi wajahnya, kemudian ia berpaling kearah kalangan pertarungan disisinya.
Siapa nyana pertarungan yang tadi sedang berlangsung dengan serunya itu, saat ini pun telah berakhir.
Ternyata sementara Kiong Lay Sam Kiat sedang melangsungkan pertarungan sengit melawan Hoo Thian Heng, tiba2 mereka nampak Im Yang Kauwcu tergulung jatuh kedalam jurang oleh ikat pinggang Poei Hong, ketiga orang itu jadi ngeri dan sesaat meloncat mundur dari kalangan.
Menyaksikan musuh cintanya Im Yang Kauw-cu jatuh kedalam jurang, si burung belibis ditengah awan Khong It Hwee merasa amat gembira tetapi mengingat peta rahasia petunjuk kitab pusaka itu sudah terjatuh ketangan Poei Hong yang liehay, iapun merasa kecewa.
Sementara ia merasa serba salah, terdengarlah si kepalan sakti tanpa tandingan Tie Kong cian tertawa ter-bahak2 sambil berkata.
"Ilmu telapak Hian-Thian ciang dari Hoo siauwhiap benar2 hebat sekali, loohu sekalian merasa kagum dan takluk, apabila kemudian hari ada jodoh harap siauwhiap suka mampir sebentar digunung Kiong Lay kami sekalian titip salam buat gurumu Lam Hay Hiap-Kee cianpwee."
Sebaliknya si telapak Jagad Poei seng pun merasa amat berterima kasih sekali kepada si anak muda ini, karena Hoo Thian Heng sampai detik terakhir tidak pernah mengeluarkan ilmu saktinya, dengan demikian nama baik partai Kiong Lay Pay masih bisa dipertahankan.
Hanya si Walet Ditengah Mega Khong it Hwie seorang memancarkan sinar mata buas, melihat mana Hoo Thian Heng merasa amat jemu.
Sementara itu para jago yang hadir diatas puncak termasuk pula tiga manusia beracun dari wilayah Biauw sudah melihat bahwasanya sepasang muda-mudi ini memiliki ilmu silat amat lihay, dalam keadaan seperti ini siapa lagi yang berani mempersoalkan Peta mustika kitab pusaka Yoe Leng pit Kit ?
Dalam sekejap mata lima puluhan jago Kang-ouw yang hadir disana diam2 tanpa mengeluarkan sedikit suarapun pada berlalu turun gunung.
Menyaksikan para jago sudah mengundurkan diri si kepalan sakti tanpa Tandingan Tie Kong Koan tak berani berdiam lebih lama lagi disitu kepada Poei seng serta Khong it Hwie kedua orang sutenya ia berseru: "soete, ayoh berangkat !"
Mengiringi ucapan tersebut, ketiga orang itu sama2 kerahkan ilmu meringankan tubuhnya, dalam dua tiga lompatan lenyap ditengah kegelapan malam yang mencekam.
Dalam pada itu Tonghong Beng Coe telah selesai memulihkan tenaga murninya, ketika membuka mata tampaklah olehnya kecuali Leng, tan, coei serta Giok keempat orang dayangnya, masih ada si Bong-san Yen shu Yoe Boe. siauw-hiap Gong Yu, nona Poei Hong serta Hoo Thian Heng delapan orang berdiri di hadapannya.
Diatas permukaan salju menggeletak jenasah dari Peng Pok sin mo beserta Liauw-Tong-sam Kong.
Musuh besar pembunuh ayahnya telah mati, sakit hati telah terbalas. Tonghong Beng Coe merasakan hatinya lega dan tenteram, akhirnya apa yang diharap2kan terkabul juga.
Demikianlah, semua orang lalu menggali sebuah liang besar diatas permukaan salju dengan menggunakan senjata masing2 kemudian melemparkan keempat sosok mayat itu kedalam liang dan menguburnya.
Setelah semuanya selesai, menggunakan kesempatan malam masih mencekam semua orang bergerak turun dari puncak.
Diatas gunung Im Boe san angin utara bertiup menderu deru, pertarungan sengit telah selesai, suasana pulih kembali di tengah kesunyian, keadaan seperti sedia kala, hanya kali ini diatas permukaan bertambah dengan sebuah gundukan tanah baru........
Langit diliputi awan mega yang gelap berwarna abu abu, bunga salju telah berhenti turun, namun seluruh permukaan tanah telah berubah memutih laksana sebidang kertas nan putih.
-o0^dw^0o- Rembulan muncul diufuk sebelah Barat, memancarkan cahayanya keseluruh jagad dengan sinar yang berwarna keperak perakan, kadang2 awan hitam bergerak menutupi cahayanya, untuk kemudian setelah awan berlalu, cahaya yang adem dan bening muncul kemudian di seluruh permukaan bumi.
Kabut halus laksana sutera mengelilingi puncak Pek Yan-Gay yang sunyi dan sepi, sinar sang putri malam lambat2 menyorot makin ke bawah, menyinari dasar tebing yang landai dan curam.
Beberapa saat kemudian, cahaya rembulan bergeser makin kebawah, akhirnya menyoroti sebuah pohon yang tumbuh dilambung jurang, itulah sebuah pohon Bwee tua yang penuh dengan cabang2 ranting yang lebat, dan harum semerbak tersiar amat menusuk hidung.
Sekeliling ranting penuh tumbuh akar2 rotan yang melingkar kian kemari laksana sebuah sarang laba2 yang besar lagi kuat, dalam sarang akar rotan tadi melingkar sesosok makhluk hidup, lambung yang mengembang mengempis menunjukkan bahwa makhluk tersebut masih hidup dan tetap bernapas.
Beberapa saat kembali telah lewat, kali ini cahaya rembulan menembusi ranting pohon Bwee melewati akar rotan dan menyoroti diatas wajah seseorang berdandan siucay yang pucat pias bagaikan mayat.
Dialah Im Yang Kauw-cu yang menggetarkan dunia persilatan dan ditakuti jagoan baik dari golongan Hek-to maupun dari golongan Pek-to, "Im Yang-siuw su" Cie Tiong Kian adanya.
Dua jam berselang ia dipukul jatuh kedalam jurang oleh nona Poei Hong murid kesayangan dari Koe Sian sinpo dengan selembar ikat pinggang kumala.
Entah gembong iblis ini masih dilindungi dewa peruntungan, dengan tepat dan sama sekali tidak meleset, tubuhnya terlempar jatuh ke dalam kurungan akar2 rotan yang banyak tumbuh diatas pohon Bwee tua itu, sehingga selembar jiwanya nyaris tercabut dari rongga badannya.
Walaupun dikatakan jaring rotan tersebut menimbulkan daya pental yang kuat, coba dibayangkan saja jatuh dari sebuah tempat setinggi ratusan tombak tanpa salurkan hawa sinkang untuk melindungi badan, getaran yang terjadi akibat bantingan tersebut amat dahsyat sekali, tidak ampun Im Yang siuw su terbanting hingga jatuh tidak sadarkan diri.
Untung sekali tenaga lweekangnya amat sempurna, dua jam kemudian napasnya mulai normal kembali, badanpun mulai menggeliat dan bergerak.
Saat ini kesadarannya lambat2 mulai pulih kembali seperti sedia kala, terasa seluruh badan dingin kaku bagaikan berada didalam gudang es, keempat buah anggota badannya kaku sukar digerakkan kembali, perasaan yang terjelos membuat ia merasa ngeri dan seram.
Ia mengira dirinya benar2 berada di alam baka dimana ia disiksa dalam neraka yang dinginnya luar biasa.
Tiba tiba angin sepoi2 berhembus lewat membawa bau harum yang menyerbak, timbul perasaan curiga dan ragu dalam hati kecilnya.
Benarkah dialam baka dalam neraka pun penuh dengan tumbuhan bunga Bwee?
Ingin sekali ia gerakkan kelopak matanya membuka mata dan melihat, sebenarnya ia berada dimana?
Tapi iapun takut apabila ia benar2 berada dalam neraka, dengan perbuatan serta tingkah lakunya selama masih hidup, mungkin ia akan disiksa, dianiaya dan harus kerja paksa dalam neraka yang kekal ini.
Siapa yang punya keberanian untuk menghadapi kenyataan yang begitu mengerikan, begitu mengenaskan ? maka niat untuk buka mata melihat sekelilingnya dibatalkan kembali, ia membatin:
"Eeehmm.. Kenapa aku tidak periksa keadaan disekelilingku dengan memakai ketajaman pendengaranku?"
Pemusatan pikiran memberikan hasil yang diharapkan, empat penjuru sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, tak ada pekikan burung, tak ada jeritan jengkerik, semuanya hening, sunyi, kecuali hembusan angin yang lembut dan sepoi2.
Ia mulai sadar, dirinya masih hidup dikolong langit, untuk membuktikan dirinya manusia atau setan, ia gigit ujung lidah sendiri, terasa amat sakit...hatinya amat gembira, hal ini menunjukkan bahwa ia masih hidup, dia masih jadi manusia..
Hatinya tak ragu2 lagi, dengan cepat2 kelopak matanya dipentangkan lebar2, pinjam sorotan cahaya rembulan tampaklah sekeliling tempat itu adalah bukit serta tebing nan curam, sekarang ia berada dalam sebuah jala diatas pohon Bwee tua yang terdiri dari akar2 rotan.
Per-lahan2 ingatannya pulih kembali bagaimana ia dikalahkan oleh seorang nona yang menyaru sebagai seorang sastrawan berbaju putih kemudian secara bagaimana ia terguling masuk kedalam jurang oleh sebuah ikat pinggang kumala.
0oodowoo0 WALAUPUN hatinya gusar, mendendam, tapi apa gunanya? Yang harus dipikirkan sekarang adalah pulihkan kembali keempat buah anggota badannya dari kekakuan, loloskan diri dari mara bahaya, giat berlatih ilmu silat dan mencuci bersih penghinaan yang diterima malam ini.
Matanya segera dipejamkan kembali, hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan untuk pulihkan kembali tenaganya seperti sedia kala.
Entah lewat berapa saat lamanya, hawa murni telah menembusi seluruh anggota badan serta jalan darahnya, per-lahan2 tangan maupun kakinya mulai dapat bergerak, hawa hangat menyusup keseluruh lubang pori-pori memberikan kehangatan serta kenikmatan yang tak terhingga.
Dalam pemeriksaan yang teliti, ia temukan dirinya sama sekali tidak terluka, ia sehat tanpa membawa penyakit.
Sepasang matanya kembali terbentang lebar, kabut putih tebal menutupi seluruh jagad, ditengah hembusan cahaya yang menyorot masuk, ia tahu saat ini fajar tentu sudah menyingsing.
Menengok kebawah melalui celah2 rotan, tebing yang curam dengan dasar yang tak terhingga menanti dibawah siap menelan.
Setiap benda yang jatuh kebawah kabut begitu tebal, pemandangan sangat mengerikan, membuat bulu kuduk pada bangun berdiri.
Meski ia pernah berlatih Ilmu "Yoe Hun-Biauw Ca Gi sut" Atau ilmu langkah sukma Gentayangan, tapi berada dalam keadaan seperti ini tak mungkin baginya untuk meloncat naik keatas puncak tebing, tiada tenaga pula untuk melayang turun kedasar jurang tanpa hancur lebur termakan cadas2 yang tajam dan runcing itu...
"Kumohon hidup tak bisa, mohon mati tak dikasih, ooooh Thian, apakah kau hendak menggunakan cara yang demikian keji... demikian kejam untuk menghukum hambamu yang telah banyak melakukan kejahatan serta pembunuhan ini ?"
Rasa sedih, kecewa dan putus asa membuat hatinya mangkel, mendongkol, jeritan lengking yang tajam, menyayatkan hati segera berkumandang keangkasa, mengalun diempat penjuru dan sirap tertelan kabut.
Cahaya menembus masuk lewat awan yang tebal, makin lama sinar tersebut kian tajam, bisa diduga betapa cerah sinar mentari ketika itu betapa indahnya pemandangan sekeliling tempat itu.
Mengerahkan sepasang matanya yang tajam laksana burung elang, ditelitinya setiap tebing curam yang terbentang didepan mata, ia merasa alam semesta begitu keji, begitu kejam mengurung makluk Bumi yang tak berdaya ini.
Ia tarik kembali sinar matanya dengan penuh kekecewaan, putus asa, rasa lapar mulai menyerang badan, dahaga lapar membuat perutnya sakit seperti di-lilit2. Ia merasa begitu tersiksa begitu menderita..sepanjang hidup tak pernah ia kenal kata2 "Lapar" maupun "Dahaga", teringat sayur dan makanan yang lezat tiap hari dihidangkan didepan meja, bau harum yang semerbak membuat perutnya semakin lapar. Tenggorokannya semakin haus dahaga..
Tak ada burung tak ada binatang, sungguh sialan pohon bwee tua inipun hanya ada bunga yang harum. Mengapa tak ada buah apel? buah pear? atau binatang kecil lain yang dapat digunakan untuk menangsal perut?
Makin dipikir ia merasa makin mendongkol, mungkinkah Thian pilih kasih?
Mungkin dia sudah melupakan hambanya? mengasingkan dia?
Dalam keadaan putus asa, ia tak tahan terpaksa sambil duduk bersemedi diatas jaring rotan mulai salurkan hawa murninya mengelilingi badan.
Setelah lewat tiga lingkaran badan, semangatnya pulih kembali seperti sedia kala, badannya terasa segar bahkan lapar maupun dahagapun sudah terlupakan ...
Kabut putih yang melayang diatas puncak mulai berkurang, cahaya sang surya menembus ke dasar jurang menyoroti sekeliling tebing dimana ia tergantung saat ini.
Ketika itu merupakan saat yang paling bagus, sayang ia tidak pergunakan secara baik, ketika ia memeriksa keadaan disekelilingnya dengan sinar mata, tak dijumpai sebuah jalanpun untuk meloloskan diri putus asa membuat hatinya kembali mendongkol, Thianlah sebagai sasaran pertama dari caci makinya itu.
Bayangan sang surya makin bergeser, hatinya makin terjelos, rasa lapar kembali menyerang datang, rasa haus membuat tenggorokannya terasa sakit, ia mulai menderita kembali, tersiksa lahir maupun batin.
Im Yang siuw-su tak kuat menahan diri ia cekal perutnya kencang2, sepasang mata terbentang lebar-lebar, manusia yang bernama Cie Tiong Kian ini mulai mencari, mulai berharap bisa temukan sebuah benda, seekor makhluk yang dapat dimakan sebagai penangsal perut. Meski ada seekor ular beracun pun bolehlah ia akan tangkap binatang berbisa itu dan ditelan dengan lahap.
Tapi tak ada makhluk apapun, binatang berbisa pun tak ada, sekelilingnya cuma ada bunga Bwee, tumpukan salju, rumput, lumut dan batu cadas bagaimana ia bisa telan benda seperti itu.
Akhirnya, dalam keadaaan apa boleh buat ia harus memilih salah satu diantara benda-benda itu, ia harus pilih salah satu diantaranya untuk menangsal perut, ia memilih tumpukan salju yang berceceran disekelilingnya.
Ketika bunga salju menggelinding masuk lewat kerongkongan, hawa dingin yang menusuk badan menembus hingga keujung kaki dan tiap utas rambut, seluruh badan gemetar tiada hentinya.
Sepanjang hidup ia cuma tahu menyusun rencana berakal licik, kekuasaan serta ilmu silat. Kini ia baru tahu apa arti dan makna sebenarnya dari lapar, dahaga dan menderita.
Akhirnya ia patahkan ujung rotan yang masih muda, dimasukkan kedalam mulut, mengunyah dan mengganyangnya guna mengatasi rasa lapar yang menyerang makin hebat.
Dengan berbuat demikian, keadaan jauh lebih baikan, meskipun tiap kali ia menggigit terasa amat sulit untuk menelannya kedalam perut, bahkan kadang kala batuk2 keras, ia teruskan juga mengunyah, bagaikan seekor kerbau makan rumput, seluruh bibir penuh dengan busa putih.
Menanti rasa mual menyerang perut dipetiknya beberapa kuntum bunga Bwee sebagai bahan penangsal perut.
Susah payah, sehari lewat dengan lambatnya.
Keesokan hari, sang surya muncul kembali di-tengah udara, menembusi kabut yang tebal bergeser ketebing dan menyoroti kembali pohon bwee tua itu.
"Im Yang Siuw-su" Cie Tiong Kian mulai berpikir, ia harus berdaya untuk cari jalan keluar, tak dapat ia mati diatas pohon tanpa berusaha tanpa menempuh bahaya.
Mengikuti akar rotan dengan hati2 dan perlahan ia merambat ketepi tebing, menyingkap akar serta rotan meraba diatas tebing yang terjal dan tegak lurus, dimana jari tangannya bergerak, tersentuh batu2 cadas yang keras, dingin lagi licin.
Puluhan tombak sekeliling tebing telah digerayangi, namun tak ditemukan tempat yang dirasakan dapat menembusi tempat itu, rasa lapar dahaga, kecewa, putus asa membuat tenaganya mengendor. Badan mulai menjadi lemas, ingin sekali sepasang tangannya mengendor, melepaskan diri dari cekalan akar rotan dan jatuhkan diri kedalam jurang, menghancur lumatkan badannya didasar jurang yang dalamnya ratusan tombak itu.
Tapi sepasang tangannya tidak mengendor, malahan ia cekal akar rotan itu semakin kencang, makin erat. Inilah daya upaya yang bisa diberikan manusia disaat jiwanya terancam mara bahaya.
Mata dipejamkan rapat2, membiarkan rasa pening dan mulai bergelora di badan bergerak lewat, setelah itu mulai teruskan kembali usahanya mencari dan berusaha melepaskan diri dari cengkeraman maut.
Menanti Im Yang siauw-su tiba disebuah tebing yang terakhir, mendadak jari tangannya meraba sebuah permukaan yang membusung kedalam, ternyata disitulah terdapat sebuah gua.
Ia tak berani percaya apa yang ditemukan adalah suatu kenyataan, dikiranya lekukan tadi hanya sebuah celah2 belaka antara tebing yang datar lagi curam.
Namun setelah diperiksa lebih seksama, maka ditemukan olehnya enam depa disekeliling tempat itu merupakan tempat yang berlubang, saat inilah ia baru yakin bahwa ia telah tiba di sebuah gua yang cukup besar dan dapat digunakan untuk menyembunyikan badan.
Mengikuti celah2 tebing, mengukur letak lubang kemudian meminjam akar rotan tadi ia merangkak turun dan menerobos masuk kedalam gua tersebut.
Meminjam cahaya sang surya yang menerobos awan menyinari tempat itu, sang pemimpin dari perkumpulan Im- Yang-Kauw ini memperhatikan keadaan disekitarnya, ia yakin tempat dimana ia berada saat ini merupakan sebuah gua batu yang dalam tak terhingga.
Dari pemeriksaan selanjutnya, iapun tahu bahwa gua itu bukan gua alam, empat penjuru dinding masih tertinggal bekas cangkul yang tajam disana sini, tak perlu dipikir lebih jauh bisa diambil kesimpulan, gua tersebut tentu tembus di suatu tempat lain, mungkin menghubungkan tempat itu dengan sebuah tempat yang digunakan tokoh silat sakti untuk melatih ilmu silatnya.
Dalam keadaan kritis mendadak peroleh harapan untuk hidup, Im-Yang siuwsu amat girang. Tak kuasa ia mendongak dan tertawa terbahak-bahak. Setelah tertawa, ia pasang telinga, ternyata tak ada suara pantulan yang muncul, hal ini semakin meyakinkan hatinya bahwa gua itu amat dalam dan menghubungkan tempat itu dengan suatu tempat lain.
Dari dalam saku, ia ambil keluar batu api, menyulut dan memeriksa keadaan disana. Dasar gua datar lagi bersih dinding tebing licin bersinar, apa yang dilihat semakin menambah keyakinannya bahwa apa yang diduga semula tak bakal salah lagi.
Obor disorot kearah bawah, dialas debu yang tebal seakan akan tertinggal sebuah bekas binatang merangkak yang menuju kedalam bahkan baunya busuk, apek, amis dan sangat memuakkan.
Meniti jalan likuan serta tikungan dalam gua kemudian mencocokkan pula dengan arah angin, Im Yang Kauwcu menduga bahwa ujung gua sebelah depan ada kemungkinan berada diatas tebing Pek-Yan Gay.
Rasa girang membuat semangatnya berkobar, apalagi dia adalah seorang jagoan kelas satu dalam dunia persilatan, ilmu meringankan tubuhnya segera disalurkan dengan gerakan yang cepat bergerak kedalam gua.
Dalam sekejap mata kurang lebih setengah lie telah lewat, mendadak medan gua dihadapannya membentang lebar, muncullah sebuah keraton yang luas, indah dan terbuat dari batu marmer, begitu megah keraton tersebut sehingga menyaingi keindahan istana kaisar.
Diatas pintu besar bertaburkan mutiara dan intan permata yang memancarkan cahaya cemerlang berwarna hijau.
Diatas pintu melintang sebuah papan nama yang bertuliskan kata kata:
Istana setan "Yoe Ling Koei Hu" empat huruf emas, gaya tulisan kuat lagi indah sekali.
Menyaksikan betapa luas dan megahnya keraton setan ini, im Yang siuw su merasa kagum akan arsitek serta pembangunan yang begini hebat itu.
Jalan yang malang melintang, ruang batu yang berderet deret, mungkin bisa ditempati dan ditinggali oleh puluhan orang sekaligus, diam2 ia merasa girang, suatu saat bisa lolos dari tempat itu ia pasti akan menggunakan istana setan ini sebagai markas besar perkumpulannya.
Tengah hatinya kegirangan, mendadak Im-Yang siuw-su tersentak kaget, suara jeritan aneh berkumandang dari empat penjuru, dalam sekejap diatas permukaan gua tersebut telah bermunculan ratusan bahkan ribuan ekor kalajengking berwarna merah darah, begitu banyak binatang tersebut sehingga seluruh permukaan seakan akan tergenang oleh permadani merah.
Laksana kilat ia cabut keluar senjata kipasnya, dengan jurus "Hay Tau-Hung Laa" atau ombak Menggulung Gelombang Menyambar ia sapu ratusan bahkan ribuan ekor kalajengking itu sehingga terpental sejauh beberapa tombak, jeritan aneh bergema makin berisik, banyak diantara binatang2 itu roboh binasa ataupun terluka, suasana hiruk pikuk dan kacau tidak karuan.
Untung sekali, setelah menderita kerugian besar itu binatang2 beracun tadi tak berani mendesak lebih dekat lagi, mereka sama sama jauh menyingkir. Segera ia padamkan obor, masukkan kedalam saku dan berpikir didalam hati: "Aaaaaa mungkin didalam keraton setan tak akan ada lagi binatang2 yang membosankan !"
Ia tidak ragu2 lagi, hawa murni disalurkan mengelilingi badan kemudian memegang gelang pintu dan ditariknya kedepan, sementara pintu bergerak kesamping dengan membawa suara mencicit yang keras, Im Yang siuw-su meloncat kesamping untuk bersiap siaga terhadap segala serangan yang muncul secara tiba2.
Walaupun kesiap-siagaannya cukup teliti, setelah pintu batu terbentang lebar dari balik ruangan sama sekali tak terjadi sesuatu gerakanpun, tak ada senjata rahasia beracun yang berhamburan, tak ada pula tombak2 tajam yang saling menyambar, melihat hal tersebut ia jadi tertawa geli sendiri, menertawakan diri sendiri yang keliwat hati2 sehingga macam orang ketakutan.
Walaupun begitu, Im Yang Siauw-su yang tersohor akan kelicikan, keganasan, kekejian serta kekejamannya ini tak berani bertindak gegabah, ilmu sakti Hian Lat Im Kang segera disalurkan melindungi badan, dengan langkah yang sangat ber-hati2 selangkah ia masuk kedalam.
Diatas dinding ruangan kembali dijumpai mutiara serta intan yang berhamburan di-mana2 membuat suasana dalam ruangan terang benderang.
Sekilas pandang ia merasakan ruang tersebut mirip dengan sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk perkumpulannya para anak buah, begitu luas dan dibelakang ruangan menonjol ke atas sebuah panggung batu yang datar, diatas panggung tertera sebuah meja besar indah dan megah, dibelakang meja tersusun sebuah kursi Thay-su le yang berlapiskan kulit harimau.
Sekali pandang, siapapun akan menduga ditempat inilah Yoe Leng Kauwcu memimpin Tahta kekuasaannya keseluruh dunia persilatan beberapa puluh tahun berselang.
Rasa girang tak dapat ditahan lagi, sambil tertawa ter-bahak2 pikirnya:
"Dikemudian hari aku pasti akan menggantikan kedudukannya." Tak kuasa lagi semangatnya ber-kobar2 kembali.
Dari sisi pintu ruang tengah ia menerobos masuk kedalam, berbelok kekiri kemudian menikung kekanan, ditemuinya sepanjang jalan keraton setan itu sudah dipenuhi dengan sarang laba2 serta debu yang tebal, perabot rumah tangga yang ada disitu sudah lapuk dan rusak semua, kalau dihitung mungkin sudah ada ratusan tahun lamanya keraton setan ini tak berpenghuni.
Akhirnya tiba disebuah ruangan, benda2 serta perabot yang teratur rapi dalam ruangan, bisa diduga disinilah Yoe Leng Kauwcu bersemayam selama ini.
Dugaannya sedikitpun tidak meleset, diatas pembaringan yang terbuat dari batu marmer duduk bersila seperangkat tengkorak manusia yang masih utuh.
Walau "Im Yang siuw-su" Cie Tiong Kian tinggi hati dan sombong, setelah berada dihadapan kerangka manusia dari seorang tokoh maha sakti ini, ia merasa dirinya begitu kecil dan bukan apa2nya, tak kuasa ia jatuhkan diri berlutut dan menghunjuk hormat kearah tengkorak tadi.
Namun setelah menjura ia rada menyesal pikirnya:
"Bagaimana jeleknya akupun seorang Kauwcu dari sebuah perkumpulan besar kenapa aku bertekuk lutut dan menghunjuk hormat terhadap seperangkat kerangka manusia yang tak berguna ini ?"
Ingatan tersebut cuma sebentar berkelebat dalam benaknya, rasa ingin tahu segera menarik seluruh perhatiannya untuk meneliti dan memeriksa keadaan setiap ruangan tersebut.
Menanti sinar matanya terbentur dengan barang yang berada diatas meja terbuat dari pualam putih, rasa girang mendadak bergelora dalam hati.
Ia menjerit kegirangan lalu bagaikan sesosok bayangan setan tubuhnya menubruk kedepan dengan cepatnya.
Ternyata diatas meja pualam putih itu terletak sebuah kotak besi, sebilah pedang mustika lengkap dengan sarungnya serta sebuah botol obat berwarna hijau. Disamping itu terdapat pula sebuah mantel berwarna hitam pekat yang berbentuk aneh sekali.
Ia tak kuat menahan diri, kotak besi tadi segera dibuka dan... dihadapan matanya muncullah tiga jilid kitab yang tersusun jadi satu pada kitab paling atas tertulislah empat huruf besar dari tinta emas: "YOE LING PIT KIP".
Inilah kitab mustika yang di-cari2 dan diperebutkan oleh setiap jago dunia persilatan, tak nyana semua orang berebut tanpa hasil, dirinya karena bencana mendapat keuntungan yang besar. Teringat kesemuanya ini Im Yang siuw-su tak kuasa menahan diri lagi, ia mendongak dan tertawa ter-bahak2.
ooo dow 000 Bab 11 KOEI Chiu terletak didaratan tinggi dalam musim salju yang amat dingin udara disekeliling propinsi tersebut istimewa bekunya, dan angin berhembus jauh lebih ganas dari daerah2 di Barat maupun selatan.
Sekalipun dingin, bagi Bongsan Yen Shu atau si kakek Huncwee dari gunung Bong-san yang tersohor dalam dunia persilatan, hawa dingin sama sekali tidak mempengaruhi kondisi badannya, pagi2 benar ia sudah bangun dari tidurnya.
Sewaktu ia berpaling memandang kearah pembaringan seberangnya, ditemui tempat itu telah kosong, bayangan Gong Yu si murid kesayangannya sudah lenyap tak berbekas.
Menyaksikan kejadian itu, si kakek tua ini lantas menggerutu: "Hmm pagi benar si setan cilik itu sudah bangun."
Meski diluaran ia menggerutu dalam hati merasa sangat girang, sebab bocah itu bukan saja memiliki tabiat yang jujur, polos dan rajin, ia-pun memiliki bakat bagus untuk berlatih ilmu silat, asalkan bertemu dengan guru kenamaan tidak sulit untuk menciptakan bocah ini sebagai jagoan Bu-lim dikemudian hari.
Dengan tenang dan lambat Bong-san Yen shu mengisi Huncweenya dengan daun tembakau lalu membuka pintu dan bertindak keluar. Huncweenya yang hitam mengkilap segera dijejalkan kedalam mulut, menyulut dan menyedotnya dengan asyik, setelah itu selangkah berjalan lewat beranda, melewati kebun dengan bunga yang indah semerbak dan bertindak terus kearah depan.
Ia berjalan perlahan, namun tetap, sikapnya ringan dan diliputi kegembiraan.
-0000d0w000- Jilid : 07 SEWAKTU kaki depan sedang melangkah kedalam kebun bunga itulah, dari kedua belah samping berkumandang datang suara sapaan yang merdu dan halus:
"Selamat pagi suhu !"
"Selamat pagi Loocianpwee !"
Teguran yang mendadak dan diluar dugaan ini hampir saja membuat Bong-san Yen shu menjerit kaget, sinar matanya segera menyapu kearah mana berasalnya suara tersebut. Tampaklah semua anak muda hampir boleh dikata telah berkumpul semua disana.
Tidak terasa lagi ia menyemburkan segulung asap Huncweenya yang hitam dan tebal lalu tertawa ter-bahak2.
"Haa...haa...benar2 gelombang belakang sungai Tiang- kang mendorong gelombang didepannya," ia berseru. "Bukan saja ilmu silat aku si orang tua ketinggalan jauh, bahkan dalam acara bangun pagipun aku masih tak bisa menangkan diri kalian. Yaaa.... yaaa agaknya sudah pantas bagiku untuk mendaftarkan diri pada perkumpulan orang2 tak berguna."
Kepulan asap huncweenya menggulung sekelompok demi sekelompok tiada berputusan di-tengah udara, asap hitam mana segera mengumpul jadi satu dan melayang kesana kemari terhembus angin, lagaknya bagaikan naga sakti yang bergerak sambil pentangkan cakarnya, lama sekali tidak mau juga buyar.
Bagi Gong Yu, pemandangan semacam itu sudah terbiasa baginya dan ia tidak merasa heran, tapi buat Hoo Thian Heng, Poei Hong, Tonghong Beng Coe, Ling, Lan, Coei, Giok empat dayang beserta Lie Wan Hiang peristiwa ini mencengangkan hati mereka sampai2 beberapa orang itu berdiri me-longo2.
Nona Wan Hiang tahun ini baru berusia empat belas tahun, meski masih muda wajahnya sudah kelihatan begitu cantik, manis dan menawan hati.
Dialah putri tunggal dari Cian-Liong-Poocu Lie Kie Hwie sang ketua benteng dari benteng Cian-Liong. Sejak kecil gadis ini sudah disayang dimanja orang tuanya, tidak aneh kalau semenjak kecil pula ia sudah dididik dasar2 ilmu silat aliran Kun-lun-pay.
Bocah perempuan ini dasarnya cerdik, rajin dan berbakat, apa yang diajarkan sebentar saja sudah dikuasai dengan hapal, hampir seluruh ilmu silat yang dimiliki Lie Kie-Hwie telah diwariskan semua kepadanya, apa yang kurang baginya ialah latihan yang lebih giat serta pengalaman dalam menghadapi musuh.
Nona cilik ini belum pernah menyaksikan pemandangan seaneh ini, dasar usianya masih muda, sifat ke-kanak2annya belum hilang, tak tertahan lagi ia bertepuk tangan sambil berteriak:
"Bagus, bagus sungguh menyenangkan Yu Loocianpwee, ayoh sekali lagi, ayoh sekali lagi."
Permintaan ini seketika membuat si kakek huncwee dari gunung Bong-san jadi merasa serba salah, bukannya ia tak bisa mengepulkan asap huncwee lagi, melainkan bila ia berbuat demikian maka martabatnya bakal turun dimata kawanan muda-mudi ini. Maka dari itu ia cuma tersenyum dan tidak ambil perduli seruan tersebut.
Menjumpai si kakek huncwee dari gunung Bong-san menampik permintaannya, nona Lie Wan Hiang segera cemberut wajahnya yang bulat telur memancarkan rasa kecewa yang bukan kepalang.
Gong Yu yang berada disisi gadis itu jadi tidak tega, segera ia memohon.
"Suhu, memandang diatas wajah Wan Hiang moay-moay, bermainlah sekali lagi."
Menyaksikan murid kesayangannya begitu akur dan sayang terhadap Lie Wan Hiang, hati Bong-san Yen shu rada bergerak, iapun segera berobah pikiran, katanya:
"Baiklah harap kalian suka menyaksikan aku orang tua bermain kepulan asap sekali."
Sembari bicara ia cekal huncweenya lantas dihisap beberapa kali, setelah itu menutup bibirnya kemudian secara tiba2 dipentang dan menyembur keluar dua gulung asap lingkaran yang melayang secara berantai.
Terhempas oleh goncangan udara, lingkaran asap tadi lambat2 berubah bentuk sehingga akhirnya terwujudlah dua gulung asap berbentuk jantung hati yang mengalun, melayang dan berserak ditengah udara.
Gong Yu dan Lie Wan Hiang saling berpandangan sekejap, air muka mereka berdua berubah merah padam menahan jengah, kepala tertunduk rendah2 se-akan2 takut dijumpai orang.
Padahal dalam kenyataan merekapun tak usah kuatir, sebab pada saat ini air muka si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng, Poei Hong maupun nona Tonghong Beng Coepun telah berubah merah jengah, mereka merasa malu dan kikuk sekali.
Menjumpai tindak tanduk anak muda itu, si kakek huncwee dari gunung Bong-san merasa geli didalam hati, pikirnya:
"Aaai kalian anak2 muda agaknya sudah terjaring semua dalam soal cinta asmara."
Terbayang kembali kisah sedih yang menimpa dirinya dalam soal asmara, kakek tua ini menghela napas panjang. se-konyong2...
Dari luar pintu kebun bunga berkumandang datang suara seruan seseorang dengan suara yang serak lagi tua:
"Yu thay-hiap, sepanjang masa kau selalu riang gembira, persoalan apa yang membuat kau menghela napas ? apakah disebabkan aku yang jadi tuan rumah tak bisa melayani tetamunya dengan baik?"
Sungguh luar biasa baru saja suara tersebut berkumandang, manusianya telah sampai, tampaklah sesosok bayangan manusia yang tinggi besar dalam sekejap mata telah berdiri dihadapannya.
Tonghong Beng Coe merasa kagum, walaupun ia tahu Cian-Liong-Poocu Lie Kie Hwie adalah salah satu diantara tiga jago pedang Bu-lim-sam-Toa-Kiam-Hiap yang menjagoi Bu-lim dewasa ini, tak disangka kecuali dalam ilmu pedang, ilmu meringankan tubuhnya pun sangat luar biasa, ia bersorak dalam hati dan memandang tertegun. Dalam pada itu si Kakek Huncwee dari gunung Bong-san telah tertawa terbahak-bahak.
"Haaha ha haaa Poocu, menurut aku, kaulah yang terlalu sungkan barusan siauw-te menghela napas, hal ini disebabkan..."
Bicara sampai disitu ia lantas menuding ke arah Gong Yu seraya melanjutkan.
"Yaaaa, tidak bukan tidak lain memikirkan bocah cilik yang sama sekali tak berbakat ini."
Cian-Liong Poocu sadar bahwasanya si kakek huncwee dari gunung Bong-san ini sudah terbiasa berkelakar serta bicara seenak sendiri, meski berada dihadapan anak muridnya sendiri tak pernah ia membedakan mana yang tua dan mana yang muda maka terhadap ucapannya ia tidak ambil gubris.
Sebaliknya dalam pendengaran sepasang muda mudi itu, ucapan tersebut mendapatkan tanggapan lain, mereka masih mengira si orang tua ini sudah berhasil mengetahui rahasia hati mereka, merah padamlah selembar wajah kedua orang itu.
Lain halnya dengan nona Poei Hong, ia merasa tabiat Gong Yu amat jujur, polos dan rajin ia tak tahu dalam bagian manakah dari pemuda tersebut yang tidak memuaskan gurunya, dari samping ia lantas menghibur:
"Yu cianpwee, tabiat maupun bakat Gong siauw-hiap amat bagus, murid sebagus ini kenapa kau katakan tidak baik?"
Baru saja ucapan tersebut diutarakan keluar, kembali terdengar suara yang serak tua bergema datang:
"Siapa bilang bocah itu tidak berbakat? serahkan saja kepadaku...."
Suara itu meski kedengaran sangat halus lagi lembut, namun nyata dan jelas sekali, agaknya suara tersebut dipancarkan datang dari suatu tempat beberapa li jauhnya dari situ.
Sementara semua orang yang hadir dalam kalangan merasa kaget bercampur heran, sambil kerutkan sepasang alisnya si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng sudah berkata: "Aaah, suhu dia orang tua telah datang."
Belum sirap suara itu, dari arah yang berlawanan kembali bergema datang suara pembicaraan yang halus tapi nyaring, agaknya suara tersebut jauh lebih tinggi nadanya daripada suara pertama tadi, sambil tertawa terdengar orang itu berkata:
"Hey, pedagang perut gede, barang itu siang2 sudah kupesan duluan kau tak boleh berebutan barang dagangan dengan diriku lho !"
Poei Hong merasa suara orang itu sangat dikenal olehnya, dengan alis melentik dan nada kegirangan ia lantas berseru: "Engko Hoo, gurukupun telah datang !"
Bong-san Yen shu atau si kakek huncwee dari gunung Bong-san merasa tidak puas dengan tingkah laku para anak muda yang begitu cepat terlibat dalam soal asmara, tapi mendapat kunjungan dari dua orang tokoh sakti dunia persilatan yang sudah puluhan tahun lamanya tak pernah munculkan diri, ia tak ada niat lagi untuk ajak anak muda itu bergurau.
Kiranya selama dua tiga hari ini Hoo Thian Heng bergaul dan berkumpul dengan akrabnya dengan Poei Hong serta Tonghong Beng coe, bahkan diantara mereka bertiga sudah saling menyebut pihak masing2 sebagai Heng-moay atau kakak beradik.
Dalam sekejap mata itulah semua orang merasakan pandangannya jadi kabur, terasa ada dua gulung asap ringan dengan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun telah melayang masuk kedalam kebun bunga.
Menanti semua orang alihkan perhatiannya ketengah kalangan, maka disana telah bertambah dengan seorang nyonya berwajah setengah tua yang memakai sebuah mantel terbuat dari kulit Tiauw serta seorang saudagar berusia pertengahan yang yang memiliki perut gendut.
Begitu menjumpai kehadiran dua orang tokoh sakti itu, si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng serta nona Poei Hong buru2 bangun berdiri untuk menghunjuk hormat kepada gurunya masing2.
Cian-Liong Poocu Lie Kie Hwiepun segera menghunjuk hormat kepada kedua manusia sakti dari dunia persilatan yang disebut Koe Sian sin-poo serta Lam Hay Hiap-Kee ini, ujarnya:
"Tempat ini tidak layak untuk digunakan menyambut kehadiran Loo sin-sian berdua, silahkan masuk kedalam ruang tamu agar boanpwee sekalian bisa menghunjuk hormat sebagai mestinya kepada kalian berdua."
Bu-lim Jie-seng atau sepasang Rasul Rimba Persilatan ini mengangguk, demikianlah di bawah pimpinan Cian-Liong Pocu mereka berjalan menuju keruang tamu.
Menanti semua orang sudah hadir dalam ruang tengah, tuan rumah perempuan Ceng-Hong Li-hiap atau si pendekar wanita burung Hong hijau Thiosee pun segera munculkan diri untuk bertemu dengan dua orang tokoh sakti dari dunia persilatan ini.
Menanti semua orang sudah selesai menghunjuk hormat, Koe sian sin-Poo sambil membereskan rambutnya yang terurai berkata:
"Aku si nenek tua serta saudagar berperut gendut sudah ada seratus tahun lamanya tak pernah menginjakkan kaki dalam dunia persilatan lagi, ini hari kami buru2 mendatangi benteng Cian-Liong-Poo, tahukah kalian apa sebabnya ?"
Para jago sama2 membungkam.
Per-lahan2 sinar mata Koe sian sin-poo menyapu sekejap wajah semua orang, setelah itu sambungnya:
"Sebabnya...bukan lain untuk menanggulangi bencana yang bakal menimpa seluruh rimba persilatan pada tiga tahun mendatang."
Perkataan ini membuat para jago sama2 terperanjat, Poei Hong paling tercengang, ia berseru:
"Suhu, Peng Pok sin-mo sudah mati, dari sepuluh manusia sesat dunia persilatan ada tujuh orang sudah binasa, sedangkan peta mustika kitab pusaka Yoe Ling pit Kip pun tidak hilang, sampai sekarang masih berada ditangan tecu, entah siapa lagi yang begitu bernyali berani menciptakan malapetaka bagi dunia persilatan ?"
"Apa yang bakal terjadi tepatnya aku tidak begitu jelas," sahut Koe sian sin-poo dengan sepasang alis berkerut. "Hanya saja kau harus ingat, segala persoalan kadang2 bisa terjadi jauh diluar dugaan orang."
Hoo Thian Heng kebingungan, ia merasa amat sukar untuk memahami apa yang diucapkan Koe sian sin-poo cianpwee barusan, tak kuasa lagi ia lantas berpikir dalam hatinya:
"Kau sendiripun tidak begitu jelas dengan apa yang bakal terjadi, kenapa begitu berani kau katakan bahwa tiga tahun mendatang dunia persilatan bakal dilanda malapetaka ?"
Hampir saja pemuda ini buka mulut menegur si orang tua itu, syukur ia masih sadar Koe sian sin-poo yang berada dihadapannya adalah seorang tokoh mana sakti yang luar biasa, iapun angkatan tua dari padanya.
"Tiga hari berselang," ujar wanita setengah tua itu kembali. "Loo Pouw-sat dari gunung Altai telah meramalkan bahwa tiga tahun kemudian dalam dunia persilatan pasti akan terjadi suatu bencana, suatu malapetaka yang maha dahsyat, karena itu dengan ilmu Ban-Lie-Coan-Im beliau menitahkan aku si nenek tua serta si saudagar berperut gendut untuk sama2 mendatangi benteng Cian-Liong-Poo guna mencari orang2 atau bakat2 baru yang bisa menahan, membendung serta menyingkirkan malapetaka tersebut tiga tahun kemudian. Disamping itu beliau pun menitahkan kami berdua untuk mewariskan seluruh kepandaian silatku serta ilmu silat aliran Lam-hay kepada orang itu dalam tiga tahun ini."
Bicara sampai disitu sepasang matanya dengan tajam menyapu sekejap wajah semua orang, ketika si Dewi tua ini menemukan bahwasanya Gong Yu adalah sebatang bahan kumala yang indah serta belum diasah, ia mengangguk tiada hentinya. "Bocah, kemarilah," ia berseru.
Dewasa ini Gong Yu baru berusia lima belas tahun, meski demikian ia sudah memiliki tingkah laku seorang dewasa yang telah matang dalam pengalaman, mendengar sapaan itu dengan langkah tegak dan lebar ia berjalan ke-depan menghampiri perempuan setengah tua itu.
Dalam pada itu si Lam-Hay siang In atau saudagar Kosen dari Lam-hay dengan sepasang matanya yang jeli mengawasi terus Gong Yu tajam2, menyaksikan bakat sang bocah amat bagus, tak kuasa lagi sembari mengelus perutnya yang gendut ia tertawa ter-bahak2.
"Haaa haaa haaa toa-cie, sungguh lihay ketajaman matamu, bocah ini halus penuh kesopanan tapi gagah bagaikan panglima perang, bakatnya memang benar2 bagus, aku rasa jual beli kita kali ini tak bakal menderita rugi."
Dengan mata kepala sendiri Lie Wan Hiang menyaksikan Gong Yu kekasih yang dicintai telah dipandang begitu tinggi oleh dua orang tokoh maha sakti, tentu saja hatinya merasa sangat girang, tapi iapun merasa murung karena gadis ini sadar bakalan lama sekali ia tak bisa berjumpa dengan engkoh kesayangannya ini.
Gong Yu yang ada disitu segera menyadari apa yang menyebabkan Lie Wan Hiang merasa murung dan tidak senang hati, buru2 ia kerdipkan matanya berulang kali.
Jendela dari sukma ini kadang kala dapat mengutarakan isi hati yang hendak disampaikan kepada pihak lawan, terutama sekali dalam pandangan kekasih dari kerdipan mata tadi agaknya Lie Wan Hiang berhasil mendapatkan jaminan serta kepercayaan dari kekasihnya, rasa murung kontan tersapu lenyap berganti dengan senyuman manis yang mempersonakan.
Koe sian si-poo tahu sepasang muda mudi ini sudah terjerumus dalam jaring cinta, pikirannya mendadak rada bergerak pikirnya:
"Kenapa aku tidak bawa serta nona ini untuk kuwarisi sekalian seluruh kepandaian silatku? Bukankah dikemudian hari ia dapat banyak membantu Gong Yu dalam melaksanakan tugas sucinya ?"
Kadang2 perhitungan manusia tak dapat menangkan perhitungan takdir, apa yang dipikirkan Koe sian sin-poo sekarang memang tepat dan tidak salah, siapa sangka justru bencana yang bakal melanda dunia persilatan di kemudian hari terjadi karena gadis ini, karena dia, banyak tokoh2 silat dunia persilatan mati membuat Gong Yu merasa tidak tenteram bahkan hampir menemui ajalnya.
Sekalipun susah payah Koe sian sin-poo serta Lam-Hay sang In untuk kedua kalinya turun gunung, siapa bisa menyangka dikemudian hari bakal timbul bencana karena kesalahan hitung mereka sendiri ?
Bagaimanapun peristiwa ini bakal terjadi di kemudian hari untuk sementara tidak kita ungkap lagi disini.
Dalam pada itu Koe sian sin-poo punya perhitungan sendiri, sambil menggape kearah Lie Wan Hiang serunya:
"Bocah manis, kaupun kemarilah, aku si nenek tua ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu."
Lie Wan Hiang adalah seorang gadis cerdik, ia segera maju menghampiri Koe sian sin-poo dan langsung menghunjuk hormat kepada orang tua ini.
Dengan pandangan yang tajam serta teliti Rasul rimba persilatan ini mengawasi gadis itu dari atas hingga kebawah, segera ia merasa bahwa gadis ini benar2 amat berbakat untuk berlatih ilmu silat maha sakti. Maka ia lantas bertanya kembali: "Bocah, apakah kau benar2 mencintai engko Yumu ini ?"
Meski baru berusia empat belas tahun, di-mana masa remaja baru saja berkembang, namun Lie Wan Hiang sudah tahu malu.
Mendengar pertanyaan itu ia jengah, buru2 mengangguk lalu tundukkan kepalanya rendah2.
"Maukah kau ikut aku si nenek tua pergi belajar ilmu silat ?" kembali Koe sian sin-Poo bertanya.
Sekali lagi Lie Wan Hiang mengangguk.
"Toa-ci, sudah cukup," tiba-tiba si saudagar kosen dari Laut selatan menyela. "Untuk mensukseskan jual beli ini, seharusnya kau mulai rundingkan dengan Cian-Liong Poocu suami isteri apabila mereka semua setuju, maka jual beli ini baru bisa dianggap berhasil."
Cian Liong Poocu, Lie Kie Hwie serta isterinya burung Hong hijau Thio see mendengar bahwa puteri kesayangan mereka mendapat perhatian dari Koe san sin-po dan diterima sebagai muridnya untuk diwarisi ilmu silat maha sakti, dengan hati girang segera memberikan persetujuannya.
Setelah Lie Wan Hiang mendapat persetujuannya dari kedua orang tuanya untuk angkat Koe sian sin-poo sebagai guru, persoalan Gong Yu jauh lebih gampang diselesaikan.
Terpaksa si kakek huncwee dari gunung Bong san harus menahan rasa sayangnya untuk serahkan murid kesayangannya kepada kedua orang tokoh maha sakti tersebut. Lambat2 Koe sian sin-poo alihkan sinar matanya kearah Tonghong Beng Coe ia berkata: "Nona tahukah kau apa hubunganmu dengan muridku Poei Hong?"
"Boanpweee tidak tahu, harap Loo sin sian suka memberi petunjuk."
"Kalian asal sebenarnya kalian berdua adalah sepasang saudara kembar," ujar si nyonya setengah tua sambil menghela napas rendah.
Poei Hong tersenyum, Tonghong Beng Coe pun sejak semula punya prasangka ini, sebab sewaktu pertama kali mereka berdua saling berjumpa, gadis ini telah temukan bahwa masing-masing orang memiliki topeng kulit manusia yang mirip dan tak berbeda sama lainnya.
Si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng membelalakkan sepasang matanya lebar2, sejak tadi ia pasang telinga mendengarkan ucapan nyonya tua itu dengan seksama, kini setelah mengetahui bahwasanya kedua orang itu adalah saudara kembar, meledaklah rasa girang yang me-luap2. Diantara para jago yang hadir dalam kalangan saat ini, boleh dibilang ia paling merasa gembira dengan berita tersebut.
Kiranya pendekar muda ini meski berwatak angkuh serta tinggi hati, selama hidup tak pernah pandang tinggi kaum wanita, tapi setelah beruntun berkenalan dengan Tonghong Beng Coe serta Poei Hong, ia merasa begitu tertarik dengan sepasang gadis cantik itu, sehingga tanpa terasa timbullah tali asmara dalam hati kecilnya.
Seorang lelaki sejati mencintai kaum gadis cantik sebetulnya bukan terhitung suatu kejadian aneh, justeru celakanya baik Tonghong Beng Coe maupun Poei Hong sama2 merupakan gadis cantik yang rupawan dan bersamaan pula telah jatuh cinta kepadanya.
Kejadian ini membuat pemuda she Hoo jadi bimbang, haruskah ia tinggalkan ikan untuk mendapatkan telapak beruang, ataukah tinggalkan telapak beruang untuk mendapatkan ikan?


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara ia masih kesal dan murung, mendadak didapatinya berita bahwa kedua orang itu ternyata adalah sepasang saudara kembar timbullah suatu niat untuk mendapatkan ikan serta telapak beruang dalam waktu yang bersamaan.
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, terdengar Koe sian sin-poo dengan suaranya yang nyaring telah berkata kembali:
"Delapan belas tahun berselang, ketika aku si nenek tua lewat di see Gak Hoa-san mendadak bertemu dengan dua orang tokoh sakti dari aliran hitam yang sedang mencoba memperkosa seorang nyonya muda berwajah cantik dengan kekerasan, diatas punggung nyonya cantik itu menggendong seorang bayi kecil yang belum genap berusia satu tahun, ketika bayi itu tadi menangis tiada hentinya. Menyaksikan apa yang hendak dilakukan kedua orang bajingan itu, aku si nenek tua jadi amat gusar, dalam suatu pertarungan sengit aku berhasil membinasakan salah satu di antaranya, sementara orang kedua rada licik, mengambil suatu kesempatan bagus ternyata ia melarikan diri."
"Aku si nenek tua masih ingat, orang yang berhasil melarikan diri itu memiliki perawakan badan tinggi besar lagi kekar, diatas keningnya terdapat sebuah codet bekas babatan senjata."
"Aaah dia adalah Peng Pok sin-Mo," teriak Poei Hong dengan nada terperanjat.
"Tepat sekali," sambung Tonghong Beng Coe dengan alis melentik. "Kemarin malam, berada dibawah sorotan sinar rembulan aku melihat jelas sekali, diatas kening jahanam tersebut benar2 terdapat sebuah codet bekas babatan senjata."
Koe sian sin-Poo menyapu sekejap kearah sepasang kakak beradik itu, lalu sambungnya lebih jauh:
"Setelah kejadian itu aku baru tahu, kiranya bajingan yang berhasil meloloskan diri itu bernama Loe Thian Ciang, itulah nama asli kecil Peng Pok sin-Mo," Nyonya tua ini merandek sejenak lalu terusnya lagi:
"Beruntung nyonya itu belum diperkosa, karena kasihan maka aku si nenek tua lantas membawa ibu dan anak ini pulang kegunung Koei-san dan sementara berdiam disana.
Disitulah nyonya muda itu menceritakan kisah asal-usulnya, ternyata ia she Poei bernama Oen Hoa puteri dari Poei To seorang guru silat kenamaan dikota Lok-yang, setelah dewasa ia dikawinkan dengan Tonghong Koen putra dari Tonghong Leng yang berdiam dikota Kay-hong."
"Sejak kecil Tonghong Koen amat dimanja karena itu setelah dewasa ini jadi jumawa lagi amat cemburuan. Suatu hari datanglah Go Lee saudara misan kerabat jauh dari Tonghong Koen untuk tinggal selama beberapa saat dirumah mereka, tabiat orang itu sangat buruk dan gemar sekali dengan paras elok, menemukan iparnya Poei ong Hoa berparas sangat cantik lagi menarik, ia tidak memperdulikan apakah iparnya sudah punya bayi kembar atau tidak, selalu dicobanya untuk menggoda, maupun menjawil kesana kemari dengan maksud diajak main cinta.
Mula2 Poei Oen Hoa selalu menyingkir atau menjauhi saudara misan yang berperangai jelek ini, lama kelamaan ia tak tahan dan mulai menegur dengan kata2 pedas, namun Go Lee tetap membandel dan tebal muka, bukannya berhenti menggoda ia malah semakin nekad.
Suatu hari sewaktu Go Lee kembali menggoda iparnya yang cantik itu, mereka kepergok oleh Tonghong Koen, menyaksikan kejadian itu Tonghong Koen jadi naik pitam, tanpa menyelidiki dahulu duduknya perkara ia tuduh istrinya main serong dan antara kedua orang itu sudah melakukan perbuatan2 terkutuk yang menodai nama baiknya, disamping segera mengusir Go Lee si bajingan tengik itu dari rumah, iapun mengusir Poei oen Hoa untuk segera pulang kerumah orang tuanya.
Sia2 belaka penjelasan yang diberikan oen Hoa kepada suaminya. Tonghong Koen tetap berkeras kepala tak mau tahu atas semua penjelasan tersebut, ia tetap dalam tuduhan semula.
Mengikuti adat istiadat ketika itu bilamana sang bini tidak melanggar salah satu diantara tujuh pasal sang suami yang dapat memulangkan isterinya.
Oen Hoa malu pulang kerumah orang tuanya, dalam keadaan putus asa ia tinggalkan sehelai topeng kulit manusia, habis mencium dahi bayinya yang satu, dengan membawa bayinya yang lain tinggalkan kota Kay-hong menuju keutara kekota Tiang-an untuk sementara mondok dirumah bibinya Hong sip Kioe-Nio."
Koe sian sin-poo merandek sejenak untuk tukar napas, setelah berhenti sejenak ia meneruskan kembali.
"Dalam perjalanan ini penderitaan Oen Hoa belum selesai, sepanjang jalan Go Lee menguntit terus di belakangnya sambil menggoda dan mengucapkan kata cabul, semua dibiarkan saja oleh Oen Hoa, tapi akhirnya nyonya muda ini jadi naik pitam juga, pedangnya segera meloloskan dan menerjang sang misan hidung bangor itu habis2an, sebagai puteri seorang guru silat kenamaan ilmu silatnya tentu saja tidak lemah."
"Mana mungkin bajingan cabul itu bisa menandingi dirinya? menurut bisikan hatinya ingin sekali ia cabut jiwa orang itu apa lacur oen Hoa adalah seorang gadis berbelas kasihan, selama hidup tak pernah ia bunuh selembar jiwa manusiapun, maka itu ia cuma mengutungi telinga kiri Go Lee saja sebagai peringatan bagi manusia bangor tersebut."
"Semenjak itu perjalanannya keutara tidak mendapat rintangan ataupun gangguan lagi, baru saja ia bisa menghembuskan napas lega, siapa sangka bajingan itu belum juga jera, diam2 ia sudah bersekongkol dengan Peng Pok sin-mo, Loe Thian ciang untuk sama2 melakukan perbuatan terkutuk itu."
"Aaai.. kalau bukannya waktu itu secara kebetulan aku si nenek tua lewat digunung Hoa san..."
Pendekar Muka Buruk 20 Raja Naga 15 Pusara Keramat First Love Never Die 2
^