Pencarian

Sabuk Kencana 8

Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung Bagian 8


Gemetar seluruh tubuh Khong It Hoei begitu mendengar suara gelak tertawa tadi, sukma terasa telah melayang dari raganya. Buru2 ia putar kudanya dan lari balik melalui jalan semula dengan kecepatan yang luar biasa, namun gelak tertawa tersebut berkumandang tiada hentinya dari arah belakang.
Setelah melewati Yong-Hong serta Gie-Tong, akhirnya Khong It Hoei tiba kembali diluar kota siang-Hiang, si setan gantung putih ini mulai sangsi harus masuk kedalam kota ataukah berputar menuju ke jalan raya Ouwlam dan Koei-cioe?
Belum sempat dia ambil keputusan, mendadak gelak tertawa merdu tadi telah bergema dari belakang tubuhnya.
Lemas sekujur badan Khong It Hoei mendengar suara tertawa itu, dia tidak mengira kalau kecepatan lari orang itu bisa menyamai larinya seekor kuda jempolan Cian-Li-Kiang- Keuw dan diapun tak paham jagoan Bulim dari manakah yang memiliki kepandaian sehebat itu.
Dengan hati kebat-kebit cepat2 ia menoleh kebelakang, tampaklah kurang lebih beberapa tombak dibelakang tubuhnya berdiri seorang dara berbaju hijau, walaupun dibawah sorotan cahaya rembulan yang redup hingga susah melihat jelas raut wajahnya, namun dia yakin bawah gadis itu adalah pemilik kuda jempolan yang dicurinya ini.
Sebagai pencuri yang telah mencuri barang orang lain, setelah tertangkap basah sedikit banyak berubah juga air muka orang itu, sekalipun Khong It Hoei punya muka yang tebal.
Dengan wajah dingin kaku Lie Wan Hiang mencibirkan bibirnya yang kecil, pedang Muni Kiam diputar sehingga memancarkan selapis cahaya merah lalu tegurnya:
"Anjing bajingan rupanya kau sudah makan hati beruang nyali macan hingga berani mencuri kuda Cay-Ya-Giok-say-Cu milik nonamu, dimana yang seekor lagi?"
JILID 12 HAL.30 S/D 31 HILANG
Dalam pada itu Lie Wan Hiang telah mendengus dingin, dengan alis berkerut mendadak ia maju selangkah kedepan, pedang pendeknya diayun keluar segera terlihatlah serentetan cahaya pedang berwarna merah memancar sejauh dua depa.
Merasakan hebatnya babatan pedang musuh, nenek tua itu tak berani bertindak gegabah, buru2 ia meloncat kebelakang untuk menghindarkan diri...
"Hiiii hiiii...." Lie Wan Hiang segera tertawa cekikikan, "Manusia macam gentong nasi seperti kaupun ingin merampas pedangku, apakah tidak takut ditertawakan orang hingga giginya pada terlepas semua? ayoh cepat enyah dari sini kalau sampai urusan nonamu terganggu, awas, akan kugunakan kau perempuan bungkuk sebagai tumbal."
Hinaan ini seketika merubah air muka si nenek bungkuk jadi merah padam, dengan penuh kegusaran ia menghardik:
"Budak sialan, rupanya kau sudah bosan hidup didunia..."
"Weeees...." tanpa banyak cakap lagi tongkat berkepala burungnya segera dikemplang kedepan, angin serangan segera men-deru2, bayangan hitam menyelimuti sekujur badan gadis itu dan keadaannya benar2 ganas luar biasa.
Pedang Muni Kiam memang sebilah pedang mustika yang sangat tajam, walaupun begitu Lie Wan Hiang tidak mengadu senjatanya dengan tongkat kepala burung lawan.
Kakinya segera melayang kesamping menggunakan ilmu gerakan tubuh Tay-Nah It-Chiet Cit Sinhoat ia berputar kebelakang punggung nenek itu lalu membenturnya keras2.
Dasar Lie Wan Hiang masih muda usia, sifat ke-kanak2annya belum hilang, menggunakan kesempatan dikala badannya menumbuk bungkuk lawan, jari tangan kirinya segera menutul keatas gundukan punggung tersebut.
Sekujur badannya Loe Peng Sim gemetar keras saking kagetnya, bagaikan seekor rase yang ketakutan mendadak ia putar badan lalu perdengarkan tertawa anehnya yang seram mengandung rasa gusar bercampur malu.
Rambut putihnya dikebas kemuka, tongkat kepala burungnya dengan memakai jurus Heng Sauw Cian Kim atau Menyapu Rata Selaksa Prajurit, dengan diiringi desiran angin tajam langsung menyapu kearah pinggang nona Lie Wan Hiang.
Seandainya gebukan ini mengenai sasaran, niscaya gadis itu akan hancur berantakan jadi beberapa bagian.
Lie Wan Hiang bukanlah manusia lemah, sebelum tongkat musuh menyambar tiba dia sudah enjotkan badannya melayang ketengah udara, kemudian menggunakan kesempatan dikala nenek bungkuk itu tidak sempat memutar balik tongkatnya, dengan tangannya, ia cengkeram rambut putih orang.
Sekali lagi nenek bungkuk itu menjerit kaget, terasa kepalanya amat sakit seperti di-tusuk2 dengan be-ribu2 batang jarum, tahu-tahu belasan lembar rambut putihnya sampai ke-akar2nya telah dicabut Lie Wan Hiang dan berkibaran ditengah angkasa terhembus angin.
Nenek bungkuk ini memang sedang apes, sejak menginjakkan kakinya di daratan Tionggoan dia telah menderita kekalahan total ditangan si jago minum Teh dari gunung Pak-Gak san sewaktu ada diperkampungan Pek-In-san-Cung.
Harus menelan pil pahit ditangan lima manusia aneh dari kolong langit, bagi nenek tua ini tidak begitu memalukan, sebab bagaimana pun juga mereka adalah golongan tua yang sudah punya nama dan terkenal akan kelihayannya, tapi sekarang dia harus menelan pil lagi ditangan seorang budak ingusan, sedikit banyak dalam hati ia merasa tidak puas, malu bercampur gusar.
Maka ilmu silat aliran Hoe song (Jepang) yang dimiliki pun segera dikerahkan hingga mencapai pada puncaknya, Weeees.... Weeeess.. angin pukulan bagaikan hembusan taupan menyapu menggulung dan melanda tiada hentinya keseluruh tubuh lawan, bayangan tombak menyelimuti seluruh angkasa membuat suasana jadi seram dan menegangkan. Menyaksikan kehebatan lawan, dalam hati Lie Wan Hiang segera berpikir:
"Kau si nenek tua sialan benar2 tidak tahu diri, seandainya tadi aku bermaksud memenggal batok kepalamu, sudah kulakukannya sejak tadi tak mengalami kesulitan apapun. Hmm benar2 tak tahu gelagat..."
Berpikir demikian timbul rasa gusar dalam hati kecilnya, ilmu pedang Muni-Kiam-Hoat-nyapun lantas dimainkan dengan hebat.
Setelah ilmu pedang Muni-Kiam-Hoat dikerahkan tampaklah cahaya merah menyelimuti seluruh jagad, cahaya pedang memancar hingga mencapai lingkungan seluas dua depa, sungguh tidak malu disebut ilmu pedang mustika yang digunakan untuk menundukkan iblis.
Sementara itu bayangan tombak berseliweran dengan hebatnya hingga suasana berubah makin terang, hawa sedang membumbung tinggi keangkasa mengimbangi desakan lawan, kedua belah pihak sama2 kerahkan segenap perhatian serta tenaganya untuk melangsungkan suatu pertempuran yang maha dahsyat dan seru.
Khong It Hoei si setan gantung putih yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan makin lama merasa hatinya semakin bergidik, diam2 pikirnya.
"Jikalau aku harus menunggu sampai salah satu diantara mereka memperoleh kemenangan, mungkin sulit bagiku untuk meloloskan diri, dari pada nanti kenapa2 aku tidak ngeloyor pergi sekarang juga?"
Maka diam2 ia putar kudanya kemudian melarikannya kearah jalan raya Ouw Lam Koei-cie.
Cay-Ya-Giok-say Cu tidak malu disebut seekor kuda jempolan, walaupun dia berada dibawah kekuasaan seorang jago Bu-lim yang sangat lihay, namun tidak lupa untuk mengirim kabar kepada majikannya guna mohon bantuan.
Ia mendongak lalu meringkik panjang, suaranya nyaring dan membumbung tinggi keangkasa.
Mendengar ringkikan kuda kesayangannya, Lie Wan Hiang jadi gelisah. Ia bersuit nyaring ... sreeeet sreeeet sreeeet secara beruntun ia lepaskan tiga buah tusukan hebat.
Tiga tusukan sembilan susulan menggetarkan dua puluh tujuh buah jalur cahaya merah yang menyilaukan mata, keseluruhan serangan itu mengancam jalan darah penting disekujur badan lawan.
Dalam keadaan yang serba membingungkan ini, sulit bagi si nenek bungkuk untuk menentukan jalur pedang manakah merupakan tusukan pedang yang sebenarnya, ditengah kekagetan serta kebingungannya mendadak terdengar suara kain robek tersambar pedang, tahu2 sepasang ujung bajunya telah terbabat putus oleh pedang Muni-kiam lawan.
Gemetar sekujur badan si nenek bungkuk, sukmanya terasa melayang keluar dari raganya, sambil membuang tongkat kepala burungnya keatas tanah ia berdiri termangu-mangu di-tempat semula.
Sekalipun Lie Wan Hiang memiliki tabiat yang kasar, berangasan dan gampang naik darah tapi dasar hatinya halus dan penuh welas kasih, dia tidak ingin melukai nenek bungkuk tersebut tanpa alasan yang kuat, maka setelah dilihatnya pihak lawan berdiri menjublak ditempat semula tanpa mengucapkan sepatah katapun, diapun lantas tarik kembali pedangnya.
Sambil jejakkan kakinya keatas udara, dia berseru:
"Nonamu harus berangkat selangkah lebih dulu karena masih ada urusan lain yang harus segera diselesaikan, untuk kali ini nyawamu kuampuni. Nah cepat2lah enyah dari daratan Tiong goan dan kembali ke negerimu sendiri."
Ucapan itu berkumandang datang makin lama makin lirih, jelas Lie Wan Hiang sudah pergi jauh.
Menyaksikan hal tersebut nenek bungkuk berambut putih ini cuma bisa menghela napas sedih, dengan rasa kecewa bercampur putus asa ia seret tongkat berkepala burungnya yang berat selangkah demi selangkah memasuki kota siang-Hiang.
00d0w0k0000z00 Bab 18 UNTUK sementara kita tinggalkan dahulu nona Lie Wan Hiang yang mengerahkan ilmu meringankan tubuh menunggang angin membonceng awannya berlarian dijalan raya antara Ouwlam dan Kioe-cioe untuk mencari kuda kesayanganrya Cay-Ya-Giok-say-Cu.
Sementara itu Gong Yu yang berada dikaki gunung Heng-san untuk menolong jiwa mereka Keng Cuan yang keracunan telah mendapatkan ucapan kata terima kasih yang tak terhingga dari si orang tua itu, bahkan si kepalan sakti ini sampai jatuhkan diri berlutut dihadapannya.
Sudah tentu saja Gong Yu tidak berani menerima penghormatan besar dari si orang tua itu, buru2 ia membimbingnya bangun.
Sikap Gong Yu yang merendah dan amat simpatik ini segera menambah rasa kagum Tie Keng Cuan si kepalan sakti tanpa tandingan ini terhadap dirinya, ia merasa bukan saja pemuda tersebut memiliki ilmu silat yang maha sakti bahkan berbudi luhur dan halus terpelajar.
Atas bujukan Gong Yu, maka akhirnya naiklah Tie Keng Cuan diatas punggung kuda Cau Ya Giok cay yu untuk kembali kedalam kota.
Ditengah perjalanan, orang tua itupun lantas menceritakan secara bagaimana ia beserta sute-nya si telapak jagat Poei seng diancam oleh Khong It Hoei untuk menjadi anggota Yoe-Leng Kauw kemudian bagaimana mereka sampai diracuni dan akhirnya apa sebabnya pula mereka sampai mencuri kuda jempolan tersebut.
Mendengar penuturan tersebut Gong Yu segera kerutkan sepasang alisnya rapat2, serunya:
"Oooouw sungguh tak nyana hati manusia memang benar-benar sukar diukur, cianpwee tak usah terlalu menyesali diri sendiri karena persoalan tersebut. Haruslah diketahui bahwa tiada manusia di kolong langit ini yang tak pernah berbuat salah, yang penting adalah bisakah dia menyadari akan kesalahan yang pernah dilakukan untuk kemudian disesali? apalagi cianpwee bertindak begitu salah disebabkan oleh karena keadaan yang memaksa."
Ketika mereka berdua tiba diluar kota siang Hiang, kebetulan belum lama berselang Lie Wan Hiang telah berangkat mengejar Khong It Hoei.
Siapa tahu justru karena kesalahan ini dikemudian hari akan terjadi suatu peristiwa yang tragis.
Tiga hari lamanya Gong Yu berdiam dirumah penginapan Hoat-lay dalam kota Siang-Hiang untuk menunggu kedatangan Lie Wan Hiang, namun tiada kabar berita apapun yang berhasil ia dapatkan.
Kejadian ini membuat Tie Keng Cuan si kepalan sakti tanpa tandingan merasa semakin malu.
Akhirnya Gong Yu meninggalkan pesan kepada pengurus rumah penginapan itu sekalian dibeberkan rencana perjalanannya, apabila Lie Wan Hiang telah kembali dia diminta untuk menyampaikannya.
Dengan senang hati pengurus rumah penginapan itupun menyanggupi.
Begitulah setibanya dikota Gak Yan, si kepalan sakti tanpa tandingan segera terpisah dengan pemuda kita untuk berangkat ke gunung Koen-san guna mengunjungi sahabatnya.
Sebenarnya Gong Yu punya rencana untuk mengajak Lie Wan Hiang berpesiar ke selat Tong-Wu-shia disebelah utara, siauw siang di sebelah selatan kemudian kegunung Wan-san-menyeberangi sungai Tiang-kang, telaga Tong Ting dan tempat2 lain yang indah.
Tetapi sekarang, dalam keadaan seperti ini ia sudah tiada minat lagi untuk menikmatinya.
Maka diapun melarikan kudanya, per-lahan2 dijalan raya antara Ouwlam dan Koei-cioe, dan berharap setelah Lie Wie Hiang berhasil mendapatkan kembali kudanya lantas bisa menyusulnya dengan cepat.
Begitulah diluar Gak-yang dia berputar melalui Pouw-kie serta Ham-leng dan akhirnya tiba dikota Boe-ciang.
Dikota tersebut ber-turut2 dia menginap dua hari, dimanapun ia berada tanda2 rahasia segera ditinggalkan tapi bayangan Lie Wan Hiang belum kelihatan juga, akhirnya pemuda kita menyeberangi sungai Tiangkang dan meneruskan perjalanannya keutara dengan hati tidak gembira.
Selama dalam perjalanan pelbagai kejadian yang menjengkelkan hati sering kali dijumpai dan karena kuda jempolannya sering kali pula muncul manusia2 rakus yang mengincar serta hendak merampasnya.
Lama kelamaan kejadian ini menjengkelkan hatinya juga, walaupun dasarnya dia adalah seorang pemuda yang berhati luhur namun menyaksikan betapa rakus dan rendah martabat orang2 kangouw itu naik pitam juga si anak muda ini. Ditambah pula dia sedang uring2an karena Lie Wan Hiang belum berhasil juga ditemukan, setiap serangannya tentu hebat dan akibatnya banyak sekali jago2 lihay dari kalangan hitam terjungkal ditangannya.
Dengan wajahnya yang ganteng, gagah dan seringkali memakai baju warna hijau, dalam waktu singkat dalam dunia persilatan segera berdengung santer gelar si jago ganteng berbaju hijau.
Seluruh propinsi Hoolam telah dijelajahi semuanya, namun si pendekar berbaju hijau Gong Yu belum juga menemukan Lie Wan Hiang. ...
JILID 12 HAL. 44 S/D 45 HILANG
... sementara itu dalam benak Gong Yupun terbayang sekali wajah Lie Wan Hiang yang cantik, hatinya terasa gembira sebab sebentar lagi bakal berjumpa dengan kekasihnya yang sudah lama dirindukan ini.
Banyak persoalan terasa mengganjel dalam dadanya, ia ingin mencurahkan semua persoalan itu kepadanya setelah berjumpa nanti, tapi... secara tiba2 ia bertemu dengan satu masalah yang mencurigakan hatinya, hal ini membuat ia kelihatan tidak tenang.
Masalah itu adalah: Kenapa ia tidak berangkat ke utara untuk mencari dirinya? Sebaliknya malah ambil arah yang berlawanan? apakah selama ini dia merasa gusar terhadap diriku?
Suara ringkikkan kuda disebelah depan kedengaran semakin nyata hal ini membuktikan apabila jarak antara kedua ekor kuda tunggangannya itu kian lama kian bertambah dekat.
Dalam dadanya segara bermunculan pelbagai perasaan aneh, dia merasa heran, dirinya yang berada dipunggung kuda Giok Liong pun bisa mendengar ringkikan dari kuda Giok-Cong mengapa sebaliknya dia tidak mendengar akan suara ringkikan itu?
Apa sebabnya ia berlagak pilon tiap kali dia sengaja hendak menghindari perjumpaan dengan dirinya ?
Kejadian2 lampau semasa masih berada di dalam lembah Leng Im Kek pun segera terbayang kembali dalam benaknya, dia merasa walaupun tabiat Lie Wan Hiang radaan berangasan dan seringkali mengumbar amarahnya terhadap dia, namun tidak sampai seperminum teh lamanya hawa gusarnya telah lenyap tak berbekas, bahkan mereka segera rujuk kembali.
Dalam pada itu jarak antara kedua ekor kuda itu sudah tinggal setengah lie, ketika dia angkat kepalanya memandang kearah depan, tampaklah seekor kuda putih laksana angin sedang lari kencang kemuka, jelas kuda itu adalah kuda Giok Cong sedang orang yang ada diatas pelana bukan lain adalah Lie Wan Hiang.
Cambuknya segera dikebaskan ketengah udara sehingga berbunyi nyaring. Giok Liong meringkik panjang kemudian lari sekencangnya kearah muka. Dalam sekejap mata kedua ekor kuda itu telah berlari saling susul menyusul.
"Adik Wan," tanpa bisa dicegah lagi si pendekar ganteng berbaju hijau berseru lantang.
Mendengar seruan itu gadis yang berada di atas punggung kuda sebelah depan itu menoleh kebelakang dan melotot sekejap kearah Gong Yu.
Alisnya, matanya, hidungnya serta raut wajahnya yang bulat telur jelas merupakan ciri khas dari Lie Wan Hiang, namun nona itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi.
Bukan begitu saja, dari sorot matanya jelas dia menunjukkan suatu perasaan asing yang aneh.. se-akan2 dia sama sekali tidak kenal dengan pemuda kita.
Sebelum si anak muda itu sempat berpikir lebih jauh, sang kuda telah tiba disuatu persimpangan jalan, disitu sang kuda Giok Ciong segera mengambil jalan kearah Eng-Kee-Wan yang langsung menuju ke Sin-Kio ketika tiba dijalan Tiang-Lok kembali kuda tadi membelok kearah sungai Loo-kang dimana dengan mengikuti tepi sungai berlari terus menuju ke arah Timur...
"Adik Wan... Adik Wan..." Teriak Gong Yu tiada hentinya sepanjang jalan.
Dara cantik yang berada didepan tetap berlagak pilon dan sama sekali tidak memperdulikan teriakan orang.
Untung orang yang berlalu lalang diatas jalan raya itu sangat jarang, kalau tidak tentu banyak orang yang akan cedera tertumbuk kuda yang berlari dengan kencangnya ini.
Menyaksikan Lie Wan Hiang sama sekali tidak menggubris teriakan2nya, bisa dibayangkan betapa sedihnya hati Gong Yu ketika itu, segera pikirnya didalam hati:
"Apakah aku seorang lelaki sejati selamanya harus tunduk terus dibawah telapak kakinya?"
Ingin sekali ia putar les kudanya untuk mengambil jalan lain, tapi sebelum niatnya itu dilaksanakan kembali pikirnya.
"Bagaimanapun juga dia masih kecil, lagi pula sebelum turun gunung suhu telah berpesan wanti2 kepadaku agar menjaga dirinya baik2, baiklah aku akan mengalah terus kepada siapa suruh aku harus menjadi engkohnya."
Karena berpikir begitu hawa gusar yang telah membara dalam dadanya pun segera lenyap ia berpikir lebih jauh:
"Akan kubuntuti terus dirimu secara begini akan kutunggu sampai rasa gusarmu hilang."
Sementara si anak muda ini putar otak membayangkan hal yang bukan2, gadis yang berada didepan mendadak lenyap tak berbekas begitu memasuki daerah Peng-Kung. "Bagus....bagus sekali, rupanya dia hendak mengajak aku bermain petak.." batinnya.
Maka si pendekar ganteng berbaju hijau inipun ber-putar2 diseluruh kota Peng Kang sambil setiap kali mencari kabar berita dari orang disekitar sana mengenai jejak adik kesayangannya ini.
Sungguh kasihan pemuda kita, ini tapi pun tidak menyangka kalau gadis yang ada di depannya tadi telah menggunakan siasat licin untuk menipu dirinya, menggunakan kesempatan tatkala Gong Yu sedang melamun, mendadak ia larikan kuda Giok congnya masuk kedalam semak belukar yang lebat.
Menunggu si anak muda itu sudah memasuki kota, sambil tertawa geli dara itu munculkan diri kembali dan larikan kudanya cepat2 menjauhi daerah tersebut.
Peng Kang walaupun merupakan sebuah kota keresidenan namun jalan raya yang terdapat dalam kota amat terbatas sekali, tak selang beberapa saat kemudian Gong Yu telah berhasil mendapatkan keterangan bahwasanya tiada seorang gadis berkuda putih pernah memasuki kota itu.
"Mungkinkah dia naik ke langit atau turun kebumi?" pikir Gong Yu dengan hati tercengang.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera berseru tertahan, sambil menghantam batok kepala sendiri gumamnya.
"Kurang ajar budak ingusan itu tentu sudah main gila dengan diriku, kenapa sejak tadi tidak kupikirkan sampai kesitu."
Bagaimanapun juga sebagai seorang pemuda yang cerdik ia hanya tertipu sebentar saja.
Sekeluarnya dari kota si anak muda itu segera mencari berita dari seorang petani yang ada disawahnya, sedikit pun tidak salah ia berhasil mendapatkan keterangan yang menyatakan bahwa nona itu sudah berangkat menuju kekota Tiang Lok.
Cepat2 kudanya dilarikan se-kencang2nya, ketika senja telah menjelang dia baru tiba di kota Tiang Lok.
Begitu masuk kota cepat2 si anak muda ini mencari berita lagi mengenai jejak adiknya.
Yang dipikirkan sekarang hanyalah menemukan kembali Lie Wan Hiang, tentu saja rasa laparnya terlupakan olehnya. Menanti keluar dari kota lagi tengah malam telah tiba, suasana sunyi senyap bagaikan dikuburan.
Untung malam itu adalah malam bulan lima belas disaat bulan purnama, cahaya terang rembulan menerangi seluruh jagad membuat suasana yang sunyi kelihatan lebih semarak.
Tengah pemuda itu berjalan dengan hati duka, mendadak dari tempat kejauhan terdengar suara ringkikan kuda berkumandang datang, jelas suara tadi berasal dari tepi sungai Bie Loo.
Dari ringkikan kuda yang mengenaskan, si anak muda ini dapat mengambil kesimpulan bahwasanya majikan kuda tadi telah menemui peristiwa yang ada diluar dugaan.
Teringat akan keselamatan dari Lie Wan Hiang, Gong Yu segera melarikan kudanya cepat2 menuju kearah mana berasalnya suara ringkikan tadi.
Ditengah kegelapan malam yang sunyi terdengar suara derap kaki kuda Giok Liong melaju dengan cepatnya kedepan.
JILID 12 HAL. 53 S/D 56 HILANG
Gong Yu segera gertak giginya kencang2, dengan mata yang terpejam rapat pusatkan seluruh perhatiannya jadi satu, hawa sinkang Thay Si Hiat Thian pun disalurkan tiada hentinya, sedikit demi sedikit... dengan susah payah akhirnya jarum lembut yang mengeram dalam tubuh gadis itu berasal dihisapnya keluar.
Melihat pertolongannya telah berhasil, dengan cepat ia lepaskan tempelannya pada dada gadis itu, dan menggunakan kain selimut yang telah dipersiapkan sejak semula ia tutup tubuh sang gadis yang polos.
Per-lahan2 ia menghembuskan napas panjang, seraya menyeka keringat yang membasahi tubuhnya ia berdiri termangu mangu, suatu perasaan nyaman seolah-olah dari neraka menyelimuti hatinya.
Benar memang manusia menolong merupakan suatu tugas yang berat, apalagi orang yang harus ditolong adalah seorang gadis muda yang cantik dan berada dalam keadaan polos tanpa busana, bagi seorang pemuda berdarah panas macam Gong Yu bukan saja dirasakan berat bahkan amat menyiksa batinnya, sebab sedikit salah bertindak bisa mengakibatkan dia mengalami jalan api menuju neraka.
Sementara itu setelah jarum lembut yang bersarang dalam tubuhnya telah dihisap keluar aliran darah dalam tubuh gadis itupun berjalan lancar kembali, semua rasa sakit segera tersapu lenyap dan diapun sadar dari pingsannya.
Menjumpai pemuda ganteng yang mengejar dirinya terus menerus tadi sekarang sedang duduk ditepi pembaringan bahkan seluruh badannya basah oleh keringat, dara itu berseru kaget, ia membentak keras diikuti... Ploook...ploook beberapa buah gaplokan keras dengan telak bersarang diatas pipi si anak muda itu.
Gong Yu sendiri mimpipun tidak menyangka kalau gadis itu bisa cepat mendusin, semakin tidak mengira kalau dia bakal digaplok keras, kendati ilmu Thay-si-Hian Thian-sinkangnya mempunyai suatu daya pental yang kuat, tak urung pipinya terasa panas pedas dan sakit juga.
Belum sempat dia berseru kesakitan, kembali terdengar gadis manis itu berteriak kaget, tangannya cepat menyambar selimut dan menyusupkan badannya keujung pembaringan. Kiranya secara tiba2 dia baru menyadari bahwa badannya telanjang bulat tanpa busana.
Melihat tingkah laku sang gadis, Gong Yupun lantas paham apa sebenarnya yang telah terjadi, ia menggerutu terhadap diri sendiri kemudian membuka pintu dan berjalan keluar, matanya tak berani melirik lagi kearah tubuh gadis itu kendati hanya sekejappun.
Ketika ia tiba diluar kamar, waktu telah menunjukkan kentongan ketiga tengah malam. Tidak lama kemudian terdengar pintu kamar terbuka dan muncullah seraut wajah yang cantik jelita.
Kepada Gong Yu ia tersenyum manis lalu menggape si anak muda itu agar masuk kedalam. Dengan hati ragu2 dan penuh kesangsian Gong Yu berjalan masuk kedalam, ia saksikan gadis ayu itu sedang duduk di atas pembaringan dengan wajah penuh air mata. Ia tiada kegembiraan untuk menikmati tangisan sang dara, sapanya lirih. "Adik wan."
Bukannya berhenti menangis, gadis itu malah menangis semakin sedih hingga terdengar senggukan yang mengenaskan.
Cepat2 Gong Yu meraih tubuhnya dan dipeluk kencang2, ia cium bibir dara itu lalu panggilnya lagi dengan suara penuh kasih sayang: "Adik Wan ..."
Belum habis ia berseru, mendadak gadis iiu meronta keras dan melepaskan diri dari pelukan anak muda itu, sekali melayang tahu2 ia sudah duduk diatas sebuah kursi. "Siapakah yang kesudian jadi adik Wan-mu ?" teriaknya penuh kegusaran.
Perbuatan dara manis yang luar dugaan ini kontan membuat Gong Yu jadi tidak habis mengerti, dengan ter-mangu2 dipandangnya wajah gadis itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Pandang punya pandang lama sekali ..... akhirnya dia berhasil membuktikan bahwa gadis cantik yang berada dihadapannya sekarang benar2 bukan Lie Wan Hiang yang di-idam2kan, kiranya diantara alis adik kesayangannya sama sekali tidak terdapat tahi lalat merah yang begitu besar.
Rasa kaget yang menyelimuti hatinya saat ini benar2 sukar dilukiskan dengan kata2, matanya terbelalak besar, mulutnya melongo dan ia jadi gelagapan setengah mati, untuk beberapa saat si anak muda ini tidak mengerti apa yang harus dilakukannya.
Melihat anak muda itu kaget, tercengang bercampur bingung, nona berbaju putih itu tidak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa cekikikan.
"Bagaimana? sudah kau lihat lebih jelas lagi bahwa aku bukanlah adik Wan yang kau idam2kan?"
Merah jengah selembar wajah pendekar ganteng berbaju hijau ini, dia tahu bahwa dirinya salah melihat orang bagaimanakah malu dan jengahnya pemuda tersebut tak usah disebutpun sudahlah jelas.
Namun, bagaimanapun juga dia merasa peristiwa ini rada aneh dan mengherankan tanpa terasa pikirnya dalam hati.
"Benarkah dikolong langit terdapat kejadian yang demikian aneh ? bukan saja mereka berdua memiliki raut wajah yang tak berbeda, bentuk badan maupun usianya pun persis sama, benarkah didunia ini terdapat manusia kembar yang bagaikan pinang dibelah dua...?"
Sementara ia masih berpikir dengan pikiran kacau, tampak nona berbaju putih itu telah mengeluarkan sapu tangan untuk menyeka air mata yang mengalir keluar dengan derasnya, per-lahan2 ia berjalan kehadapannya lalu berkata lirih:
JILID 12 HAL. 62 S/D 64 HILANG
0ooodzooo0 Jilid : 13 NADA suaranya walaupun jauh lebih berpengalaman daripada Lie Wan Hiang, tetapi kehalusan serta kemerduannya tiada berbeda sama sekali.
Kalau bukan karena ada persamaan yang begini banyak mana mungkin Gong Yu sampai salah melihat orang ? maka sekali lagi ia terjerumus dalam lamunan yang mendalam. Tiba2 nona berbaju putih itu berseru:
"Hey, kenapa sih kau ? urusan hati melulu yang dipikirkan, masa kau tidak sudi menjawab pertanyaanku ?"
"Oouw..." dengan kaget Gong Yu tersentak bangun dari lamunannya, sekarang dia baru ingat akan pertanyaan yang diajukan gadis tersebut.
Maka diapun lantas memberikan sedikit perkenalan mengenai dirinya pribadi, tentu saja ia kesampingkan masalah ikatan perkawinan antara dia dengan Lie Wan Hiang sejak masih ada dalam perguruan.
Ia tidak ingin mengatakannya adalah disebabkan sebagai seorang pemuda, Gong Yu merasa sungkan dan malu untuk mengutarakannya keluar.
Dengan tenang dan kalem nona berbaju putih itu mendengarkan semua penuturan si anak muda itu, alisnya kadang2 nampak berkerut sedang biji matanya mengerling bening, wajahnya ber-seri2 dan senyuman menghiasi bibirnya.
Menanti Gong Yu selesai bercerita, ia lantas berseru sambil tertawa manis:
"Oooh betapa beruntungnya aku Hoan Pek Giok, ternyata bisa berkenalan dengan pendekar ganteng berbaju hijau yang menjadi ahli waris dari Bu-lim Jie seng."
Gong Yu pun lantas memuji tiada hentinya akan kecantikan wajah nona Hoan yang dikatakan bagaikan bidadari yang baru turun dari kahyangan, namanya yang indah serta pakaiannya yang serasi dan menambah keagungannya itu.
Pujian2 setinggi langit tersebut tentu saja menggembirakan hati Hoan Pek Giok, suara tertawa cekikikan yang merdu berkumandang tiada hentinya, sepasang sujen yang menghiasi pipi pun menambah kecantikan wajahnya.
Tentu saja, mencari manusia yang berwajah tampan, berkepandaian silat lihay serta berbudi luhur macam Gong Yu bukanlah suatu urusan gampang, sekarang dirinya dipuji setinggi langit oleh pemuda tampan itu, mana mungkin dia tidak merasa kegirangan ?
Apalagi gadis itu sedang berada dalam usia remaja, di-puji2 oleh lawan jenisnya yang menarik sudah tentu tidak mengherankan kalau ia kesenangan.
Hoan Pek Giok merasakan jantungnya ber-debar2 keras, dengan wajah jengah dan ke-malu2an ia berbisik,
"Aku... mungkin aku tidak ada seperseribu dari adik Wan mu itu..."
Dibalik ucapan tersebut kedengaran begitu mengenaskan dan mengandung rasa cemburu yang besar. Namun Gong Yu yang berhati jujur sama sekali tidak merasakan hal itu, bahkan ia menyahut lagi dengan nada bersungguh2:
"Nona, ucapanmu tadi terlalu memuji dan merendahkan dirimu sendiri, terus terang saja kukatakan bahwa kecantikan wajahmu kalau dibandingkan dengan adik Wanku boleh dibilang seimbang, bahkan tiada bedanya bagaikan kakak beradik yang kembar."
Dengan wajah sangsi Hoan Pek Giok Si nona berbaju putih itu meraba raut wajah sendiri, lalu pikirnya dalam hati:
"Seringkali ibu berkata bahwa kecantikan wajahku tiada tandingannya dikolong langit, kenapa sekarang muncul pula seseorang yang bukan saja mempunyai kecantikan yang sama dengan diriku, bahkan kembar seperti pinang dibelah dua, benarkah itu? aneh...aneh..." Maka dengan alis berkerut segera tegurnya: "siauw-hiap, bukankah apa yang kau ucapkan tidak sejujurnya ?"
Si pendekar ganteng berbaju hijau ini dasarnya memang seorang pemuda yang cerdik, namun ia tidak dapat memahami perasaan hati seorang gadis, maka mendapat pertanyaan itu dengan jujur ia segera menjawab:
"Apabila dalam ucapanku barusan ada hal2 yang bohong, biarlah sekarang juga aku bersumpah dihadapanmu."
Selesai berkata benar2 dia lantas angkat sumpah.
Menggunakan kesempatan itu Hoan Pek Giok menubruk kedalam pelukan si anak muda itu, dengan tangannya yang halus laksana kilat ia tutupi bibir lawan, pinggangnya meliuk dan dengan manja serunya:
"Hmm, siapa suruh kau sungguh2 angkat sumpah? aku percaya sudah akan perkataanmu..."
Dengan manja dan aleman ia makin menggeliat dalam pelukan Gong Yu, serentetan bau harum gadis perawan bagaikan arak yang memabokkan segera menyerang kedalam tubuh si anak muda itu.
Terangsang oleh bau aneh tadi, Gong Yu tak dapat menguasai diri lagi, ia segera tarik pinggang Hoan Pek Giok dan dipeluknya kencang2.
Bagaikan kena aliran listrik, dengan lemas dan pasrah Hoan Pek Giok rebahkan diri dalam pelukan lawan, bibirnya yang basah diangkat keatas siap menerima bibir lawan sementara sepasang matanya terpejam rapat2.
Gong Yu merasakan sekujur darah panas dalam tubuhnya bergolak kencang, suatu perasaan untuk melakukan hal2 yang melanggar susila menyelimuti seluruh benaknya, tangan yang kosong per-lahan2 mulai bergeser keatas gundukan daging montok yang ada didepan dada nona itu kemudian di-remas2nya dengan penuh kenikmatan.
Dikala kesadarannya hampir hilang tertelan oleh napsu birahi itulah...tiba2 satu ingatan berkelebat dalam benaknya, dengan cepat ia mendusin dari rangsangan napsu dan serunya didalam hati:
"Oooh Gong Yu... Gong Yu macam begitukah murid dari Bu lim Jie-seng? dimanakah akal budimu ? pantaskah kau lakukan perbuatan mesum yang terkutuk dan memalukan itu?"
Begitu ingatan tadi berkelebat dalam benaknya, golakan napsu dalam dadanya pun seketika tertekan kembali, ia jadi tenang dan sadar seratus persen.
Hoan Pek Giok yang telah menyerahkan dirinya bulat2 kedalam pelukan sang pemuda untuk diperlakukan apapun jua, tatkala lama sekali menunggu belum nampak juga si anak muda itu melakukan suatu gerak gerik yang diinginkan dia jadi tercengang, maka ia lantas buka mata dan menatap wajah Gong Yu tajam2.
Si anak muda itu tersenyum melihat gadis mana memandang kearahnya, justru karena senyuman inilah tiba2 Hoan Pek Giok tak dapat menguasai diri, ia peluk si anak muda itu kencang2 kemudian menghantarkan bibirnya yang kecil mungil dan panas membara tadi ke atas bibir lawan.
Sentuhan bibir yang halus dan merangsang tadi tak bisa ditolak oleh Gong Yu dengan begitu saja, se-olah2 bendungan yang bobol si-anak muda itu balas memeluk lawan jenisnya lalu menciumnya ber-tubi2.....
Angin taupan men-deru2 dan melanda seluruh jagad.... lama sekali baru kedengaran suara dengusan napas yang memburu per-lahan2 reda kembali... suasanapun jadi tenang kembali.
Dibawah sorotan cahaya lampu yang redup, nampak Hoan Pek Giok bersandar dalam pelukan Gong Yu dengan wajah ter-sipu2.
"Adik Giok," bisik si anak muda itu dengan nada lirih. Hoan Pek Giok menyahut.
"Engkoh Yu, perutku sudah lapar, bagaimana kalau kita mencari makan dulu untuk menangsal perut ?"
Demikianlah sambil bergandengan tangan keluarlah mereka berdua dari rumah penginapan itu untuk menangsal perut disuatu rumah makan, setelah itu barulah kembali lagi kerumah penginapan.
Karena menyaksikan sikap Hoan Pek Giok yang begitu Hot dan bernapsu besar, Gong Yu tidak berani tidur sekamar dengan gadis itu sebaliknya malah minta sebuah kamar yang tersendiri untuk beristirahat.
Keesokan harinya, sebelum Gong Yu mendusin dari tidurnya Hoan Pek Giok telah muncul didalam kamarnya, sambil duduk disisi pembaringan, ia berseru lirih:
"Engkoh Yu hari sudah siang... coba lihat sang surya telah berada di-awang2, ayoh cepat bangun. Apa semalam kau telah mimpi bertemu dengan nona Wan Hiangmu itu ?"
Gong Yu menggeliat bangun, menanti si anak muda itu telah cuci muka dan membersihkan badan, Hoan Pek Giok menyandarkan diri kembali dalam pelukan orang, dia merasakan bahu pria ganteng ini mengeluarkan suatu perasaan yang aneh dan menggoncangkan imannya. Nona itu tak dapat menahan diri lagi.
Ia lantas peluk tubuh sang pemuda kencang2, bibirnya kembali dihantar keatas bibir orang dan menciumnya dengan penuh napsu.
Gong Yu tidak ingin sia2kan kesempatan baik ini dengan begitu saja, apalagi terangsang oleh tingkah laku sang dara yang "Hot", merasakan ciuman yang panas dan penuh daya rangsang ia lantas peluk pinggang orang, bibirnya balas dikecup dan dadanya yang montok dan menonjol besar itu ditekankan keatas dada sendiri.
Seketika itu juga dia merasakan suatu kenikmatan yang sukar dilukiskan dengan kata2...badai kembali mengamuk dalam kamar itu...
Lama sekali...akhirnya terdengar Gong Yu berkata memecahkan kesunyian yang mencekam ruangan tersebut:
"Nona Hoan, bukankah kau menunggang seekor kuda jempolan Cay-Ya-Giok-say-Cu ? darimana kau dapatkan kuda hebat semacam itu ?"
Hoan Pek Giok tersenyum manja, ia bersandar dalam pelukan orang dan sambil mempermainkan jari tangan si anak muda itu, sahutnya: "Aku berlalu dari rumah secara diam-diam .....
JILID 13 HAL. 12 S/D 13 HILANG
.. ataukah lari kuda itu terlalu kencang, setelah saling kejar mengejar beberapa saat lamanya aku masih juga tertinggal dalam suatu jarak yang cukup jauh dibelakang." Dia bereskan rambutnya yang kalut terhembus angin, kemudian melanjutkan.
"Setelah melewati siang-Tek orang itu menuju ke Ouw-Han, rupanya dia sangat hapal dengan jalanan didaerah sekitar sana. Pada suatu ketika mendadak perjalanannya dihadang orang, seseorang muncul dari tempat kegelapan seraya memutar pedangnya yang memancarkan cahaya kuning, kepada pencuri kuda tadi bentaknya: "sahabat, tinggalkan kudamu itu kalau pingin selamat."
Mendengar bentakan tadi, dengan hati mendongkol sipenunggang kuda tersebut tertawa dingin, balasnya:
"Bangsat keparat yang bermata picik, tahukah kau siapa aku ?"
"Hmm, perduli amat siapakah dirimu," jawab sipembegal dengan suara bengis, tingkah lakunya garang dan buas.
Kembali si penunggang kuda itu tertawa dingin. "Hmm, segala macam bangsat tak bermodal pun berani cari gara2 dengan diriku, tahukah kau bahwa aku adalah si setan gantung putih dari perkumpulan Yoe-Leng-Kauw ? Hm kalau tidak kuhabisi jiwa anjingmu, kau tentu tidak akan mengerti tingginya langit dan tebalnya bumi."
Habis mengucapkan kata2 tersebut si penunggang kuda itu loncat turun dari kudanya dan segera mencabut keluar sepasang Poan-Koan-Pit yang diselipkan dipunggungnya.
Ternyata sang pembegal sedikitpun tidak jeri, bukan saja tidak gentar malahan mendongak dan tertawa ter-bahak2, meminjam sorotan sinar rembulan aku temukan wajah orang itu suram dan matanya ber-api2 seperti menahan dendam, sesudah tertawa seram beberapa saat lamanya, orang itu lantas bergumam seorang diri:
"Yoe Leng Kauw... Yoe Leng Kauw... Him Toako saksikanlah kau dari akhirat bahwa ini hari adikmu akan menuntut balas bagi kematianmu yang mengenaskan itu."
Selesai bergumam orang itu membentak keras, badannya segera menubruk kedepan sambil melancarkan serangan mematikan, pedangnya diputar sedemikian rupa sehingga membentuk ...
JILID 13 HAL. 16 S/D 17 HILANG
"Huuu.....enaknya kalau ngomong kalau bukan gara2 dikejar dirimu terus menerus hingga aku terdesak, tidak nanti aku sampai berjumpa dengan iblis terkutuk itu. Kalau kudanya yang hilang sih masih mendingan, hampir saja selembar jiwaku yang berhargapun ikut melayang. Coba katakan apakah kau bisa mengganti jiwaku?"
Mendadak pendekar ganteng berbaju hijau itu teringat akan sebuah kata untuk menggoda maka ia lantas berseru:
"Dan sekarang..... "
Sengaja ia tarik nada suaranya panjang2 sementara matanya melirik penuh arti:
"Sekarang kenapa? ayoh cepat jawab !" karena tidak mengerti apa yang sedang ditertawakan oleh Gong Yu, maka Hoan Pek Giok segera menjewer telinga pemuda itu.
"Aduuuh, ampun... adikku sayang, ampun..." Teriak Gong Yu kesakitan. "Baiklah biar aku jawab.. biar aku jawab."
Melihat Si anak muda itu sudah menyerah, dengan wajah ber-seri2 Hoan Pek Giok pun segera melepaskan jewerannya.
"Aduuh mak," goda sang pemuda seraya menjulurkan lidahnya. "Sungguh lihay, siapa yang sudi jadi suamimu kalau kau begitu galak....."
Kembali Hoan Pek Giok ayun telapaknya memperlihatkan gerakan mau memukul, cepat2 Gong Yu ayun tangan kirinya, dengan jurus "Naga sakti mengaduk Lam-Hay" ia cengkeram pergelangan gadis tersebut.
"Adikku sayang, jangan marah, jangan marah.....dengarkan dulu perkataanku..."
Hoan Pek Giok tidak mau menyerah begitu saja, walaupun tangan kanannya dicekal Gong Yu secara mendadak tangan kirinya mencubit paha si anak muda tersebut membuat pemuda kita kesakitan dan menjerit.
Begitulah, setelah saling bergurau dan bermesraan beberapa saat lamanya mereka baru keluar dari kamar untuk mencari sarapan.
Baru saja sarapan selesai dihidangkan, mendadak dari depan pintu ruangan berhenti sebuah kereta kuda.
Menjumpai kereta tersebut, air muka Hoan Pek Giok segera berubah hebat, cepat2 ia tarik tangan si anak muda itu untuk diajak kabur dari sana dan menyingkir jauh2.
Siapa sangka belum jauh ia menyingkir, mendadak dari balik kereta berkumandang keluar suara panggilan yang nyaring dan lantang: "Giok-jie, ayoh kembali."
Hoan Pek Giok tidak berani berkutik, terpaksa ia putar badan dan lari kedalam pelukan seorang nyonya cantik yang sedang melangkah keluar dari keretanya. "lbu," serunya.
Dengan penuh kasih sayang nyonya cantik itu memeluk putrinya kedalam pelukan, setelah melototi diri Gong Yu sekejap ia dorong tubuh gadis itu masuk kedalam kereta.
Taar... diiringi suara cambuk berderai, dengan meninggalkan debu yang beterbangan diangkasa kereta itu meluncur kedepan meninggalkan kota Bie-Loo....
00d00w00 Bab 19 LAMA sekali si pendekar ganteng berbaju hijau berdiri ter-mangu2 disisi jalan, kemudian ia baru mendusin dan tersentak kaget.
Ketika matanya melirik sekejap kesekeliling tubuhnya, ia jumpai banyak pasang mata sedang memandang kearahnya dengan sinar mata tercengang.
Hal ini adalah jamak, seorang kongcu-ya yang tampan dan gagah semacam dia berdiri ter-mangu2 ditengah jalan raya, tentu saja segera akan menarik perhatian banyak orang.
Apa yang masih tertinggal dalam hati Gong Yu saat ini hanyalah kemurungan dan kesedihan, ia menghela napas panjang.
"Aaai... ternyata mereka, mereka begitu mirip satu sama lainnya..."
Yang ia maksudkan dengan "Mereka" bukan lain adalah Lie Wan Hiang serta Hoan Pek Giok.
Dengan membawa perasaan berduka Gong Yu balik kembali kekamarnya, ia segera perintahkan pelayan untuk persiapkan pelana diatas kuda Giok-Liong, setelah membereskan rekening berangkatlah dia menuju kearah Tiang-sah.
Selama dalam perjalanan walaupun ia tidak larikan kudanya cepat2, namun bagi "Giok Liong" seekor kuda jempolan yang biasa menempuh seribu li dalam sehari tentu saja larinya jauh lebih cepat daripada lari kuda2 biasa.
Ketika tengah hari sudah menjelang tiba dan jaraknya dengan Kiauw-Tauw tinggal belasan li, kudanya telah berhasil menyusul kereta berkerudung yang ditumpangi Hoan Pek Giok beserta ibunya.
Dengan seksama diperhatikannya sekejap kereta tersebut, ia jumpai kereta ini tiada bedanya dengan kereta2 kuda biasa, tidak aneh kalau larinya begitu lambat.
Dia merasakan suatu ketidak serasian antara kereta berkerudung serta sang nyonya cantik yang jadi saisnya, tanpa terasa dalam hati dia berpikir:
JILID 13 HAL. 23 s/D 24 HILANG
..mengintip sedikit saja isi kereta tadi, maka keadaannya tentu akan berubah sama sekali.
Namun dia tidak bertindak begitu, dia telah membuang suatu kesempatan baik dengan sia2.
Pendekar ganteng berbaju hijau yang jujur dan berbudi luhur ini bukan saja tidak jadi menyingkap penutup kereta tersebut, bahkan untuk menghindari segala kecurigaan orang, sengaja ia larikan kudanya lima tombak dibelakang kereta tersebut.
Tidak lama kemudian sampailah kereta itu diluar kota Kiauw-Tauw, menggunakan kesempatan tatkala melewati jalan yang ramai dengan lalu lintas, diam2 si anak muda itu membedal kudanya melampaui kereta tersebut.
Dia tidak ingin memancing rasa sedih dalam hati Hoan Pek Giok serta kesalahan paham ibunya, maka selama ini dia tak berani berpaling barang sekejappun.
Rupanya "Giok Liong" sang kuda jempolan mengerti akan maksud hati majikannya, dengan suatu gerakan yang cepat namun tanpa mengeluarkan sedikit suarapun ia berlari melampaui kereta dan berlari cepat kemuka.
Walaupun begitu Hoan Pek Giok yang duduk diujung kereta berhasil melihat juga Gong Yu yang sedang melampaui keretanya, maka ia berseru kaget dan teriaknya: "Engkoh Yu."
Gong Yu adalah seorang lelaki yang romantis, mendengar teriakan itu dengan cepat dia berpaling, dari kejauhan ia saksikan Hoan Pek Giok sedang memandang kearahnya dengan wajah sedih bercampur murung.
Sebenarnya dia hendak hampiri dara itu untuk dihibur dengan beberapa patah kata, namun ingatan lain segera berkelebat dalam benaknya, dia merasa seandainya dirinya bertindak begitu bukan saja telah menghianati cinta kasih Lie Wan Hiang terhadap dirinya bahkan kemungkinan besar akan semakin menyeret gadis itu semakin salah paham terhadap dirinya.
Maka dia menghela napas panjang dan meneruskan perjalanannya menuju kedepan.
Setelah melewati Tiang-sah, ditengah senja yang sudah menjelang tiba ia sampai dikota siang Hiang.
Pelayan rumah penginapan Hoat Lay yang telah mengenali keroyalan Gong Yu si tuan muda yang ganteng ini segera menyambut kedatangannya dengan penuh rasa hormat. Ia maju menyambut tali les si anak muda dan serunya:
"Kongcu-ya, selama dalam perjalanan kau tentu sangat lelah bukan, kemarin malam nona Lie telah datang kemari dan menginap semalam disini, dia bertanya juga tentang diri kongcu-ya serta kapan berangkat meninggalkan tempat ini, keesokan harinya dia telah berangkat ke Utara."
"Oooouw...." seru Gong Yu, ia serahkan kudanya kepada pelayan dan segera beristirahat dalam kamarnya.
Semalaman tak terjadi sesuatu apapun, keesokan harinya ia melanjutkan kembali perjalanannya menuju keutara.
Kali ini dia melakukan perjalanan siang malam tiada hentinya, setelah keluar dari Han-Kouw dikota Cam Koesie, ia berhasil peroleh keterangan yang mengatakan belum seharian lamanya lie Wan Hiang melewati kota tersebut.
Kembali si pendekar tampan berbaju hijau Gong Yu melakukan perjalanan cepat menuju kedepan, akhirnya di Loe-seng-Koan ia berhasil menyusul Lie Wan Hiang.


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perjumpaan yang sangat di-harap2kan ini menggirangkan hati kedua belah pihak, bahkan kuda Giok Liong serta Giok-Cong pun meringkik tiada hentinya tanda kegirangan.
JILID 13 HAL. 28 S/D 29 HILANG
... ke arah jalan raya diluar hutan pohon Liu, mendengar suara derap kaki kuda sudah menjauh Lie Wan Hiang segera munculkan diri dari tempat persembunyiannya sambil tertawa ia tarik kudanya untuk berjalan keluar dari balik pepohonan bambu.
Siapa tahu belum habis dia tertawa, mendadak tampak sesosok bayangan hitam meluncur keatas Giok Cong dengan kecepatan laksana kilat.
Perubahan yang terjadi sangat mendadak ini seketika mengejutkan hati Lie Wan Hiang, ia berseru kaget. Kembali putar telapaknya melancarkan sebuah babatan.
Terhadap jurus serangannya ternyata orang itu sangat hapal, sebelum bahunya bergerak dan lengan diayun, sepasang tangannya yang kuat bagaikan jepitan baja telah memeluk tubuhnya kencang2.
Dengan penuh kegusaran Lie Wan Hiang membentak, sekuat tenaga ia coba meronta dan melepaskan diri dari pelukan orang, siapa tahu orang itu mempunyai tenaga sakti yang luar biasa besarnya, kendati ia sudah meronta dengan sekuat tenaga belum berhasil juga melepaskan diri.
Sekarang dia baru merasa menyesal kenapa telah mempermainkan Gong Yu hingga mengakibatkan dia digerayangi orang tanpa bisa melawan dalam keputus asaan dia lantas menjerit "Engkoh Yu..."
Pada saat itulah serentetan suara yang sangat dikenali olehnya berkumandang dari sisi telinganya.
"Adik Wan... adik Wan...aku berada disini."
Setelah mendengar suara itu Lie Wan Hiang baru tahu kalau Gong Yu lah yang sedang menggoda dirinya, hatinya jadi lega dan ia segera pejamkan mata sambil merebahkan diri kedalam sang pelukan kekasih.
Dengan memuat dua orang, kuda Giok-Cong per-lahan2 berjalan kedepan, sementara Giok Liong telah menanti kurang lebih dua puluh tombak dikejauhan, ekornya bergoyang tiada hentinya menandakan diapun ikut kegirangan.
Rupanya kuda itu merasa bangga dan senang karena kerjasamanya dengan sang majikan berhasil peroleh kemenangan mutlak.
Dengan gemas Lie Wan Hiang mencibir ke arah kuda Giok Liong, diikuti cambuknya segera menyambar ketengah udara.
Melihat perbuatan dara itu Gong Yu enjotkan badannya melayang balik keatas punggung Giok Liong, kemudian dia tunjukkan muka setan kearah Lie Wan Hiang dan kaburkan kudanya kemuka.
Mimpipun Lie Wan Hiang tak pernah menyangka engko Yu nya yang jujur dan polos, hanya terpisah dalam beberapa hari saja telah berubah jadi makin cerdik hingga diri sendiri terjatuh kedalam perangkapnya.
Hati gadis memang selamanya susah diduga, kalau mengikuti adatnya pada hari2 biasa dia tentu sudah kalap, namun keadaan singa betina yang kalah bertarung hari ini bukan saja tidak marah sebaliknya malahan merasakan sesuatu yang aneh pada diri engkoh Yu-nya, dia merasa sesuatu yang baru, merangsang dan menyenangkan.
Tanpa sadar suatu senyuman yang amat manis tertera diatas wajahnya, dibawah sorotan cahaya sang surya gadis itu semakin menawan hati.
Gong Yu membedal kudanya cepat2, dia mengira Lie Wan Hiang tentu akan mengampuni dirinya dengan begitu saja.
Siapa tahu, sekalipun Giok Liong sudah lari sejauh dua lie belum kelihatan juga ada kuda lain yang melewati dirinya, maka terpaksa ia tahan tali les.
Gong Yu kuatir Lie Wan Hiang main setan lagi, cepat dia berpaling kebelakang, setelah dilihatnya gadis itu membuntut dibelakang barulah hatinya jadi lega.
Sementara itu tampak serombongan burung gagak terbang melintasi kepala mereka dan kembali kesarang, Gong Yu segera berseru sambil menuding keatas:
"Adik Wan, hari hampir malam, ayoh cepat sedikit berangkat ke Siauw-Lim, kisah pengalaman kita masing2 nanti saja baru dituturkan."
Lie Wan Hiang mengangguk tanda setuju, maka diapun lantas mencemplak kudanya mendahului si anak muda itu.
Gong Yu diam2 merasa tercengang, heran dan tidak habis mengerti melihat gadis itu begitu menurut dan lain daripada biasanya.
Padahal tiada yang perlu diherankan, goda menggoda sudah merupakan bumbu dari suatu cinta asmara yang bisa menggembirakan hati kaum gadis.
Begitulah kendati dalam hati si anak muda itu tercengang dan tidak habis mengerti namun ia tak berpikir panjang, kudanya segera dilarikan untuk menyusul sang dara yang telah menjauh.
Ketika rembulan sudah berada di-awang2, mereka berduapun telah memasuki kota Liauw-Lim-Tin.
Disebuah rumah penginapan mereka pesan satu kamar untuk beristirahat, apa yang kemudian dilakukan oleh sepasang kekasih yang telah lama berpisah ini kiranya tak usah diterangkan pun sudah jelas, mereka diliputi oleh kemesraan, rindu dan kehangatan.
Beberapa saat kemudian Lie Wan Hiang mulai ber-kaok2 karena lapar, ia paksa Gong Yu untuk ajak dia bersantap disebuah rumah makan, disitu mereka pesan beberapa macam sayur dan arak, kemudian sambil ber-cakap2 mereka menikmati santapan.
Mula2 Gong Yu lah yang harus memberikan laporannya lebih dulu, dimana tentu saja ia rahasiakan sebagian dari pengalamannya yang berhubungan dengan Hoan Pek Giok yang harus disembuhkan olehnya dalam keadaan telanjang bulat.
Gong Yu bertindak demikian bukanlah disebabkan karena dia punya maksud tertentu, hal ini dilakukan karena dia sadar bagaimanakah reaksi yang akan diperlihatkan sang nona.
Setelah mendengar hal tersebut, maka untuk menghindari segala kemungkinan untuk sementara peristiwa itu tetap dirahasiakan dulu.
Setelah Gong Yu menyelesaikan penuturannya, maka sekarang tibalah giliran Lie Wan Hiang untuk mengisahkan pengalaman.
Tampak gadis itu membasahi dahulu bibirnya dengan arak, kemudian berkata.
"Sejak kita berpisah untuk mencari sepasang kuda kesayangan kita pada malam itu aku berlari disepanjang perjalanan dengan menggunakan ilmu ginkang Menunggang angin membonceng mega. Akhirnya di Pek Ma Boe aku berhasil menghadang jalan pergi si setan gantung putih Khong it Hoe, siapa kira bajingan itu cukup licik, melihat keadaan tidak menguntungkan dia segera putar kudanya balik kearah desa sing Hiang.
Sebetulnya dia sudah tak mampu untuk melarikan diri lebih jauh, tapi justru pada saat itulah aku telah bertemu dengan nenek bongkok berambut putih dari Hoe seng yang pingin merampas pedang Muni kiam milikku hingga terjadi pertarungan, menggunakan kesempatan itulah kembali dia melarikan diri. Menanti aku menyadari akan hal ini, sayang
JILID 13 HAL. 36 S/D 37 HILANG
"setelah aku berhasil mendapatkan kabar berita mengenai dirimu maka sedikit banyak rasa cemas dan kuatirku terhadap dirimu bakalnya berkurang.
Maka dengan melalui To Gwan, siang Tek, Han sioe, Goan Kang, siang-Hiang kemudian lewat sim swie kembali lagi kerumah penginapan Hoat Lay dikota sing Hiang. Disana aku mendapat kabar dari pemilik rumah penginapan yang mengatakan engkau sudah berangkat keutara, maka aku segera menyusul kekota Gak Yang."
Ia mengerling dalam2 kearah Gong Yu dengan sinar mata penuh rasa cinta dan sayang, setelah merandek sejenak terusnya.
"Bukankah kita sudah berjanji akan berpesiar kegunung Koen san serta telaga Tong Ting? tetapi pada saat itu aku sudah tidak bergairah lagi untuk memikirkan persoalan itu, malam itu juga aku berangkat menuju keutara."
Gong Yu merasa sangat terharu setelah menyaksikan betapa suci murninya cinta kasih Lie Wan Hiang terhadap dirinya, ia tangkap tangannya yang halus dan digenggamnya keras-keras.
"Wan Moay," serunya lirih.
Sang Nona berpaling dan tersenyum manis.
"Belum sampai sepuluh li aku tinggalkan kota Gak-yang," terusnya lebih jauh. "Mendadak kudengar suara ringkikan kuda berkumandang diangkasa, suara itu merupakan suara ringkikan yang kucari dan kukejar selama beberapa waktu ini, tentu saja sekali didengar lantas kukenali dengan cepat, dalam hati aku segera berpikir:
"Bagus sekali kiranya bajingan anjing itu berada disini, malam ini juga akan kutangkap dirimu, aku tidak percaya kalau kau berhasil melarikan diri lagi dari genggamanku."
Karena berpikir demikian maka aku segera menyusul kemuka, siapa sangka ketika itulah, mendadak tampak sesosok bayangan putih laksana kilat menyambar datang. Bisa dibayangkan betapa gusarnya aku ketika itu, segera aku membentak dengan suara yang keras bagaikan geledek: "Bajingan anjing berhenti !"
Rupanya kuda "Giok-Cong" dapat kenali suara bentakan majikannya, begitu aku menghardik dia lantas meringkik panjang dan angkat kedua kaki depannya keatas.
Lihay juga ilmu menunggang kuda yang dimiliki orang itu, meskipun kuda itu berdiri namun dia tidak sampai terlempar dari atas pelana, dicambuknya kuda "Giok-Chong" itu berulang kali dengan maksud menerjang kearah muka.
Tapi pada saat ini kuda "Giok-Chong" sudah susah dikendalikan lagi, bukannya lari ke depan sebaliknya dia malah angkat kaki depannya berulang kali.
Sementara itu meminjam cahaya rembulan yang menyoroti jagad aku dapat melihat jelas wajah orang itu, dia adalah seorang kakek yang kurus kecil tinggal kulit pembungkus tulang, matanya sipit dan alisnya tipis, mulutnya menjorok kemuka sehingga tampak prongos, pakaian yang dikenakan berwarna kuning telur dan sebuah kantung kulit terbuat dari kulit macan tergantung di pinggangnya.
Tatkala kakek itu menyaksikan aku menghadang jalan perginya, napsu membunuh segera memancar keluar dari matanya, sambil tertawa seram teriaknya:
"Budak ingusan, sewaktu ada ditepi sungai Pek-Loo-Kiang ternyata kau tidak sampai modar terhajar jarum sakti pencabut sukma milikku...Hmm hitung2 nasibmu memang bagus sekali tapi malam ini Loohu akan hantar sendiri sukmamu kembali keakhirat." Ucapan ini membuat hatiku tercengang, segera pikirku: "Aaah, bajingan tua ini tentu sudah salah melihat orang..." Maka segera tanyaku:
"Anjing tua begal kuda sebut namamu untuk terima kematian !"
Kakek tua kurus kering itu kelihatan rada tertegun, namun dengan cepat dia sudah tertawa seram lagi.
"Budak ingusan, bukankah malam itu sudah kukatakan kepadamu ? Loohu adalah "Ciang-Bie-Sioe" si kakek beralis codet Tong Yong yang berasal dari propinsi Soe-coan ?" rupanya kau adalah seorang pelupa."
Sewaktu masih kecil aku pernah dengar ayahku menceritakan akan kelihayan dari jarum sakti pencabut sukma dari si kakek beralis codet, mendengar ucapan itu diam2 aku jadi terperanjat, hawa sakti "Koe-Lie-Sinkang" segera kusalurkan melindungi seluruh badan, kemudian sambil tertawa nyaring jengekku:
"Haah...haah...haah...sungguh tak kusangka si kakek beralis codet yang punya nama besar dalam dunia persilatan ternyata bukan lain adalah bajingan pembegal kuda yang memalukan, hmm... sungguh bikin orang jadi kecewa dan menggelikan."
JILID 13 HAL. 42 S/D 43 HILANG
..tua itu kena kukecundangi, bisa dibayangkan betapa gusarnya dia waktu itu hingga berulang kali kakek tadi ber-kaok2 aneh.
Sepasang lengannya mendadak mulur semakin panjang, dari antara persendian tulangnya terdengar suara gemerutukan serta ledakan2 yang keras dan nyaring, dalam keadaan gusar dia sudah kerahkan hawa murninya hingga mencapai dua belas bagian, alisnya yang codet melentik, dari balik matanya yang sipit memancar keluar sorot mata yang tajam dan dingin, mulutnya yang prongos mengkeret kebelakang, wajahnya berubah jadi hijau membesi. Keadaannya betul2 mengerikan, selangkah demi selangkah ia maju mendekati diriku.
Meskipun dalam hati aku tidak takut menyaksikan wajahnya, namun rasa tegang membuat hatiku jadi bergidik dan bulu roma sama2 bangun berdiri. Pikirku didalam hati: "Kenapa aku tidak menyerangnya lebih dulu?"
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benakku, bajingan tua tadi telah memutar sepasang telapaknya didepan dada masing2 membentuk gerakan setengah lingkaran, lalu bentaknya:
"Budak ingusan, serahkan nyawamu."
Sungguh dahsyat serangan yang dilancarkan bajingan tua ini, segulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan gulungan ombak ditengah samudra menghantam dadaku, sebelum angin serangan tiba desiran tajam telah men-deru2 lebih dahulu.
Mungkin dia menganggap aku pasti tak akan berhasil lolos dari serangan mautnya, siapa sangka aku tertawa nyaring, dengan ilmu gerakan "chiet-Ciat-Tay-Nah-it" aku menyusup ke belakang punggungnya lalu meniupkan segulung hawa panas diatas tengkuknya, perbuatan ini tentu saja membuat hatinya jadi terperanjat dan hampir saja sukmanya terasa terbang melayang dari raganya.
Pada saat yang berbarengan, serangan dahsyat yang ia lancarkan telah mengenai sasaran kosong dan menghantam diatas tanah.
Bluuum... pasir dan tanah beterbangan hingga mencapai empat lima tombak tingginya ditengah udara, sebuah liang yang besar dan dalam muncul diatas permukaan tanah.
Ditinjau dari hasil hantamannya ini bisa kubayangkan sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki bajingan tua itu, aku tak berani pandang enteng dirinya dan kuanggap dia sebagai jagoan kelas wahid dalam dunia persilatan.
Setelah dua serangan mautnya menemui sasaran kosong apalagi tengkuknya kena kutiup dengan hawa panas, keberanian si kakek beralis codet itu kontan jadi hancur dan buyar, buru2 ujung kakinya menutul tanah dan segera loncat delapan depa kemuka.
Baru saja kakinya menempel diatas tanah, aku telah menyusul kebelakang tubuhnya, sekali lagi kutiup tengkuknya dengan hawa panas. Rasa kaget dan takutnya kali ini benar2 tercermin diatas wajahnya, hampir saja ia jadi semaput.
Namun bagaimanapun juga dia adalah manusia yang sudah lama tersohor dalam Bu-lim, ketenangan batinnya jauh melebihi orang lain. Sekalipun nyalinya sudah pecah namun dia masih sanggup mengeluarkan ilmu ginkang Yan-Ching-Cap-Pwee-Hoannya untuk bergelinding sejauh tiga tombak dari tempat semula.
Bajingan tua ini boleh dikata siluman tua yang sudah punya umur, meskipun telah bergelinding sejauh tiga tombak namun dia tidak lantas bangkit berdiri, bagaikan roda kereta ia berputar kencang hingga akhirnya berdiri dengan bersandar disisi dinding tebing.
Dengan sikap berdirinya ini maka ilmu Chin Ciat-Tay-Nah-It ku kehilangan kemanjurannya aku tak bisa mempermainkan dirinya lebih jauh, saat itulah dia telah berkata kembali:
"Walaupun loohu tahu bahwasanya nona memiliki ilmu silat yang maha sakti dan lihay namun loohu masih belum puas. Kau harus tahu bahwa aku angkat nama karena senjata rahasiaku yang lihay, entah maukah nona memberi petunjuk dalam hal ilmu melepaskan senjata rahasia ?"
Gong Yu yang mendengar kisah tersebut hingga sampai disini tak bisa menahan diri lagi, dengan alis berkerut ia menimbrung:
"Wan-moay, kau tentu tak sanggupi permintaannya bukan? jarum sakti pencabut sukmanya lembut bagaikan bulu kerbau, siapa yang terkena dalam tiga hari pasti mati."
Menggunakan kesempatan itu Lie Wan Hiang menghirup kuah ayam dalam mangkuknya, tatkala menyaksikan betapa kuatir dan cemasnya Gong Yu atas keselamatan jiwanya, ia jadi kegirangan setengah mati.
"Engkoh Yu," sahutnya. "Apa kau sudah lupa ? bukankah aku mempunyai ilmu sakti Ku Lie sin-kang yang melindungi badan terhadap serangan senjata rahasia ?"
"Oooh...." Gong Yu berseru tertahan dan garuk2 kepalanya yang tidak gatal, gumamnya lebih jauh:
"Kenapa aku jadi begitu tolol dan goblok ?"
Lie Wan Hiang tersenyum, sambungnya kembali:
"Si kakek beralis codet Tong Yong betul2 manusia yang sangat licik, begitu selesai dia berkata sepasang tangannya diayun berulang kali, dalam sekejap mata belasan bilah golok terbang diiringi pula dengan Tok Ci-Lie yang durinya sangat berbisa menyambar datang bagaikan hujan gerimis.
Kau tahu, cara melepaskan golok terbang serta Tok Ci-Lie yang ia gunakan betul2 keji. Golok terbang tipis bagaikan daun sedang Tok Ci-Lie beratnya mencapai setengah kati, dua macam senjata rahasia yang berbeda bobotnya ini meluncur datang dengan getaran yang berbeda, membuat orang sukar untuk ber-jaga2.
Ditambah pula cara melepaskan senjata rahasia dari kakek beralis codet sudah begitu mahir dan lihay, datangnya laksana sambaran kilat hingga membuat aku jadi tertegun dan melongo, diantaranya ada yang menyambar datang dengan gerakan lurus dan kelihatan lambat, namun setelah ada ditengah jalan mendadak berubah jadi cepat dan miring kesamping.
Aaai... seandainya bukan jago lihay Bu-lim yang dihadapi mungkin segera akan roboh binasa ditangannya, tetapi aku..."
Bicara sampai disitu ia merandek, kegembiraannya memuncak, sambil angkat cawan arak segera diteguknya sampai habis, kemudian terusnya:
"Kusalurkan hawa sakti Koe-Lie sin Kang menyelimuti seluruh badan, begitu senjata rahasia itu menyambar tiba kurang lebih satu tombak didepan badan, tanpa keluar sedikit suarapun segera rontok semua keatas tanah.
Melihat kelihayanku kakek bajingan itu putar biji matanya yang sipit, mendadak badannya kedepan sejauh lima depa, bayangan hitam berkelebat lewat dan.... sreeet berpuluh puluh desiran tajam membanjir datang, bagaikan hujan gerimis entah berapa jumlahnya jarum lembut bagaikan bulu kerbau menyelimuti sekitar badanku.
Benda-benda halus itu dilepaskan dari sebuah tabung yang diberi per kuat, meski kecil bentuknya namun mempunyai daya serang yang aneh dan dahsyat, dalam keadaan begini hampir saja hawa khiekang pelindung badanku tertembusi.
Pada saat itulah mendadak ia loncat ke tengah udara kemudian melayang keatas pelana kuda Giok Chong.
Aku jadi dongkol bercampur kheki, sambil membentak keras pedang Muni Kiam yang kusembunyikan dibalik baju diluncurkan kedepan, ilmu pedang terbang yang baru saja kuyakinkan segera kugunakan. Tampak cahaya merah meluncur keluar bagaikan bianglala, dikelilingi hawa pedang yang menggidikkan hati pedang tadi berputar diatas batok kepala kakek beralis codet, diikuti suara jeritan ngeri berkumandang memecahkan kesunyian...."
"Bagus tepat sekali caramu untuk membunuh bajingan tua tadi," teriak Gong Yu sambil mengeprak meja keras2.
Saking kerasnya dia hantam permukaan meja sampai meja yang kuat itu ambrol dan muncul sebuah lubang besar.
Untung tenaga serangannya, sebagian besar telah ditarik balik begitu tangannya menghantam meja tadi, sehingga meskipun kepalannya mencium permukaan meja namun sama sekali tidak menimbulkan suara apapun, bahkan mangkuk serta cawan yang ada dimejapun tidak sampai tergetar.
"Engkoh Yu, kenapa sih kau begitu benci dan mendendam terhadap bajingan tua itu ?" mendadak Lie Wan Hiang menegur.
Merah jengah selembar wajah Gong Yu, untung pada saat ini dia sudah dipengaruhi oleh air kata2 sehingga kejengahan tersebut tidak sampai diketahui orang. Diluar ia tak berbicara, dalam hati pikirnya:
"Bajingan tua itu sangat keji dan telengas bukan saja dia sudah lukai nona Hoan Pek Giok sehingga selembar jiwanya hampir saja melayang, bahkan letak serangan pada tubuhnyapun sangat terkutuk."
Namun satu ingatan aneh segera berkelebat dalam benaknya, pikirnya lebih jauh:
"Sungguh aneh sekali bukankah jarum sakti pencabut sukma itu dipancarkan lewat tabung yang diberi per, kenapa justru letak luka dari nona Pek Giok adalah diatas kedua tetek serta dibawah pusar antara kedua belah pahanya ?"
Padahal kejadian itu tidak aneh, sebab dalam tabung besi itu terdapat dua macam penutup tabung, yang satu bisa digunakan untuk menembakkan jarum dalam jumlah satu per satu, sedangkan pada penutup tabung yang lain bisa ditembakkan jarum dalam jumlah yang banyak sekaligus.
Dan Hoan Pek Giok terkena oleh tembakan yang pertama.
Dalam pada itu ketika Lie Wan Hiang melihat kekasihnya tak dapat mengemukakan alasan apa sebabnya dia begitu membenci kakek beralis codet, dalam hati segera pikirnya:
"Aaah, benar, engkoh Yu amat mencintai dan menyayangi diriku, tentu saja karena hati bajingan tua itu terlalu kejam dan telengas terhadap diriku maka dia begitu mendendam dan membenci dirinya."
Setelah berpikir demikian rasa cinta dan kasih sayang nona ini terhadap Gong Yupun tanpa terasa semakin mendalam, tanpa terasa dicekalnya tangan pemuda itu dengan hangat lalu berkata:
"Karena aku tak mau terlalu banyak terbitkan pembunuhan yang tak berguna maka hanya sebuah telinga kiri kakek beralis codet Tong Yong saja yang kutebas kutung, kalau kau tahu betapa benci dan mendendamnya engkoh Yu terhadap dirinya, sebutir batok kepalanya tentu akan kutebas sekalian hingga kutung. Namun tak apalah, untuk sementara waktu biarlah kutitipkan dahulu diatas lehernya, suatu hari pasti akan kuambil kembali batok kepala itu bila dia masih meneruskan perbuatan jahat serta terkutuknya."
Berbicara sampai disitu tak tahan lagi dia tertawa cekikikan.
Terhadap si kakek beralis codet ini sebetulnya Gong Yu mendendam dan membencinya hingga ingin sekali membinasakan dirinya, namun bagi orang yang berbudi luhur macam dia tentu saja lebih suka mengampuni jiwanya bila orang itu memang ada niat untuk bertobat.
Pada saat itulah, tiba2...Tok Tok Tok dari balik anak tangga muncul dua orang manusia, seorang tinggi kurus dan yang lain gemuk pendek.
Yang tinggi kurus memakai jubah warna hitam dengan sebilah pedang tersoren dipunggungnya, dia sudah berusia lima puluh tahunan.
Sedang yang gemuk pendek punya dandanan yang sama dengan rekannya, sedang diatas punggung menggembol sebuah buntalan panjang, mungkin isinya adalah sepasang senjata aneh, usianya pun diantara lima puluh tahunan.
Setibanya diatas loteng mereka berdua segera memilih tempat duduk dekat dinding tembok, sesudah memesan arak dan sayur segera melahapnya dengan bernapsu.
Karena dandanannya yang menyolok, tanpa terasa Gong Yu menaruh perhatian terhadap mereka.
Terdengar si kakek gemuk pendek itu berkata dengan suara yang serak dan kasar:
"Toako bajingan itu masih muda belia, kenapa Jiak-Cioe-Kiam-Khek loocianpwee dari laut Timur pun mengalami kerugian besar ditangannya ? apakah dia benar2 ahli waris dari Bu-lim Jie-Seng ?"
"Siapa yang bilang bukan ?" jawab si kakek kurus tinggi sambil mengelus jenggotnya yang putih. "Ilmu jari Kian-Goan cie merupakan ilmu rahasia dari Lam-Hay."
Mendengar percakapan itu Lie Wan Hiang gerakkan bibirnya mau bicara namun dengan cepat Gong Yu menyikut lengannya sambil mengerdip, nona itu mengerti apa yang dimaksudkan, maksudnya untuk berbicarapun segera diurungkan.
Terdengar kakek gemuk pendek itu bicara lagi.
"Bajingan itu dari perkampungan Pa In-San-Cung menuju ke propinsi Ouw Pak, kemudian memeriksa dan menyelidiki kesana kemari seakan-akan sedang mencari sesuatu, gerak-geriknya amat mencurigakan sekali, bahkan aku dengan lima manusia aneh dari kolong langit telah menuju ke selatan, jangan2 mereka mau bikin kacau markas besar kita."
"Mungkin saja memang demikian keadaannya," jawab kakek tinggi kurus itu setelah meneguk araknya. "oleh sebab itulah dari pihak markas besar telah kirim surat perintah ular terbang untuk panggil pulang Tiga Roh-Bengis, enam sukma ganas serta dua puluh empat sukma gentayangan untuk perlahan-lahan mengundurkan diri, mereka diwajibkan menemukan orang itu diwilayah selatan dan berusaha membasmi atau menawannya." Kakek gemuk pendek angkat cawannya meneguk araknya berulang kali, sesudah cukup puas seraya menyeka mulutnya yang basah ujarnya kembali:
"Rombongan pertama serta rombongan kedua yang kita kirim telah berkumpul semua digunung Kee-Kong-san, kalau rombongan ketiga tak bisa keburu pulang dari propinsi Ciat-kang, aku lihat rencana kita malam nanti bakal gagal total."
Kakek tinggi kurus itu tidak langsung menjawab, dengan matanya yang tajam bagaikan burung elang dia sapu sekejap para tetamu yang ada diatas loteng, setelah dirasakan disekitar tempat itu tidak ditemukan orang kangouw, dia lantas menyahut:
"Aaaah hal itu belum tentu, asalkan sin-koen berhasil menahan Jiak loocianpwee agar jangan berlalu dan malam ini juga bisa tiba disini, sekalipun rombongan ketiga belum sempat kembali, sama saja kita masih sanggup untuk turun tangan, bahkan kemungkinan besar usaha kita malam nanti bakal memperoleh kesuksesan besar." Mendengar perkataan itu si kakek gemuk pendek tertawa.
Rupanya si kakek tinggi kurus itu tahu kalau rekannya kurang percaya, kembali katanya:
"Jangan kau anggap dalam pertarungan tempo dulu, bangsat muda itu yang menang, kejadian yang sebenarnya adalah Pa-Gak Teh-Khek dari lima manusia aneh telah bikin lelah lebih dulu Jiak Loocianpwee sehingga tenaga murninya banyak berkurang. Dalam kenyataan pertarungan itu hanya bisa dianggap seri, sebab meskipun jalan darah Jiak cianpwee tertotok namun bangsat keparat she Hoo itupun tidak berhasil peroleh kebanggaan apa2. Dan kini keadaan situasi telah berubah, keparat itu tinggal seorang diri tanpa teman, cukup melihat jumlah kita yang banyakpun dia bakal keder lebih dahulu, tenaga lweekangnya tentu mengalami kemunduran dan kekalahan pasti ada ditangannya," Kakek gemuk pendek itu mendongak dan tertawa ter-bahak2.
"Toako jadi maksudmu dengan meminjam kesempatan yang sangat baik ini kita bunuh saja harimau itu, bukan begitu?" Berbicara sampai disini, segera teriaknya lantang: "Pelayan, ambil dua kati arak Kao-Liang."
Sementara itu Lie Wan Hiang yang mendengar kedua orang manusia itu sedang merencanakan siasat busuk untuk mencelakai suhengnya si sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng, hatinya jadi mendongkol dan tanpa terasa dia mendengus dingin.
Gong Yu takut kedua orang penjahat itu menaruh curiga, mendengar dengusan tadi buru2 ia tunjukkan sikap se-olah2 sedang mohon maaf karena kurang hati2.
Sedikitpun tidak salah, mendengar dengusan dingin itu kakek kurus tinggi itu segera berpaling kearah sudut loteng, namun setelah dilihatnya dua orang muda-mudi sedang bercekcok, rasa curiga pun seketika lenyap tak berbekas.
Sementara itu pelayan telah datang menghidangkan dua poci arak serta beberapa macam sayur.
Kedua orang kakek tua itupun tidak bicara lagi, masing2 sibuk dengan pekerjaannya sendiri untuk menyikat sayuran serta arak tersebut.
Dari keadaan itu Gong Yu bisa menebak bahwasanya kedua orang kakek itu sebentar lagi tentu akan berlalu, maka dipanggilnya pelayan untuk bereskan rekening, kemudian menarik tangan si gadis untuk diajak turun ke-bawah loteng dan bersembunyi ditempat kegelapan.
Belum lama setelah kedua orang muda mudi itu menyembunyikan diri, turunlah kedua orang kakek tinggi pendek itu, tanpa sangsi ataupun curiga barang sedikitpun langsung menuju kearah Timur, gerakan tubuh mereka cepat dan enteng.
Gong Yu cepat2 menarik tangan Lie Wan Hiang untuk menguntit dari tempat kejauhan, tampaklah disuatu tempat yang sunyi kedua orang kakek tadi ambil keluar sebuah mantel hitam serta sebuah kain kerudung hitam dari buntalannya kemudian dikenakan dibadan masing-masing.
Setelah itu bagaikan dua ekor burung elang dalam dua tiga kali loncatan tubuh mareka sudah berada dua puluh tombak lebih dari tempat semula, jelas mereka jago jago lihay dari dunia pesilatan.
Sekalipun Gong Yu serta Lie Wan Hiang memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna, dalam keadaan begini tak berani bertindak gegabah, dengan sangat hati2 dan waspada mereka meluncur dari belakang menguntit mereka berdua.
Terlihatlah empat sosok bayangan manusia laksana bintang yang menyambar dilangit berlarian dibawah sinar rembulan.
Jarak dari Liuw-Lim menuju ke Kioe-Li-Kwan hanya dua puluh li, dalam sekejap mata mereka telah tiba ditempat itu.
Dari tempat kejauhan si pendekar ganteng berbaju hijau Gong Yu serta Lie Wan Hiang telah dapat menangkap suara pembicaraan orang serta bentrokan senjata yang berkumandang datang secara lapat2, hati mereka jadi cemas bercampur gelisah.
Dalam keadaan begitu tanpa menghiraukan akibatnya lagi, sepasang muda mudi itu bersuit nyaring, badan mereka berkelebat keangkasa bagaikan dua gulung asap hitam segera melayang lewati batok kepala dua orang berkerudung itu.
Mimpipun si kakek gemuk serta si kakek kurus tak pernah menyangka kalau pembicaraan mereka sewaktu ada dirumah makan Liuw-Lim bakal mengundang bencana besar bagi pihak mereka.
Dalam sekejap mata kedua orang itu sudah melewati belasan pos penjagaan dan tiba didalam kota.
Memandang kearah depan tampaklah diatas sebuah bukit yang ada didalam kota tadi telah penuh dengan bayangan manusia yang berjejal2, bayangan kipas cahaya pedang menggulung dan menyambar dengan hebatnya.
Gong Yu si pendekar ganteng berbaju hijau amat menguatirkan keselamatan suhengnya, ia tak mau buang tempo lebih banyak lagi, sepasang lengan dipentangkan dengan ilmu meringankan tubuh Menunggang Angin Membonceng mega yang dikerahkan hingga mencapai pada puncaknya ia melayang ke muka lalu bagaikan seekor burung elang meluncur kearah kalangan pertempuran.
Dalam pada itu dari tengah kalangan tiba2 berkumandang suara jeritan kaget.
Dari tengah udara Gong Yu dapat disaksikan dengan jelas betapa kaki suhengnya Hoo Thian Heng telah tertusuk oleh pedang Jiak-Kioe-Khek si pendekar bola daging dari Tang Hay dengan jurusnya "Hoan Toan-Bong-In" atau Nyawa Putus dipulau dewata, dimana suhengnya mundur sempoyongan dan roboh keatas tanah.
Melihat lawannya roboh makhluk aneh berbentuk bulat seperti bola itu kebaskan jenggotnya dan tertawa dingin pedangnya digetarkan dan kembali menyerang dengan jurus "Ci-To-Hu ang-Liong" atau "Naga Kuning Membabi buta" serangannya ganas dan langsung mengancam dada Hoo Thian Heng.
-00dw00- Bab 20 GONG YU terperanjat menyaksikan suhengnya terancam mara bahaya, dengan gusar dia membentak keras, tangan kirinya didorong kemuka melancarkan sebuah serangan dengan hawa sakti Tay-si-Hian-Thian sinkang.
Sreet..... diiringi deruan angin pukulan yang maha dahsyat, tubuh makhluk aneh bulat bola itu seketika tergulung dan mencelat sampai sejauh empat lima tombak.
Bersamaan dengan itu tangan kanannya menghisap keluar, tubuh Hoo Thian Heng yang hampir mencium tanah itu seketika terhisap oleh segulung tenaga yang maha dahsyat dan tertahan ditengah angkasa, ambil kesempatan itu Gong Yu putar tangannya menyambar pinggang sang suheng kemudian dibawanya turun keatas permukaan.
..oood00wooo- Jilid : 14 LIE WAN HIANG sendiri setelah melihat suhengnya Hoo Thian Heng berhasil ditolong Gong Yu, pedang pendek Muni-Kiamnya langsung disapu keluar.
Sreeet... menyongsong datangnya tubuh Jiak-Kioe Kiam-Khek yang mental balik pedangnya segera menebas kemuka mengancam batok kepalanya.
Ketika itu puluhan orang berkerudung hitam yang hadir dikalangan sedang ber-siap2 menyambut kemenangan yang bakal jatuh di tangan mereka, sungguh tak nyana secara tiba2 muncul panglima langit dari angkasa, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, cahaya pedang serta hawa serangan dengan cepat memenuhi angkasa.
Jiak Kioe Kiam Khek menarikan sekilas cahaya ke-perak2an, menggunakan daya pental tubuhnya yang mencelat balik secara mendadak ia lancarkan serangan mematikan kearah musuhnya.
Siapa sangka sebelum serangannya mencapai pada sasarannya mendadak muncul sekilas bianglala berwarna merah, diikuti tangan kanannya jadi sangat ringan, kejadian ini membuat hatinya kaget dan terkesiap.
Makhluk tua ini jadi amat terperanjat, sambil meraung gusar buru2 badannya bergelinding sejauh dua tombak dari tempat semula dan segera loncat bangun.
Menanti ia berpaling kearah kalangan, tampaklah sepasang muda mudi dengan gagahnya telah berdiri keren disana.
Sang pemuda mengenakan baju berwarna hijau, dadanya lebar dan punggungnya berotot, wajahnya sangat ganteng sekali, pada saat itu dia sedang membalut luka ditubuh Hoo Thian Heng, sikapnya hambar dan jumawa sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap orang disekelilingnya.
Sedangkan sang nona cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan, ditangannya mencekal sebilah pedang pendek sepanjang satu depa, cahaya merah memancar keluar dari senjata tersebut.
Ketika diperiksanya kembali pedang lemas yang dimilikinya, ia bertambah kaget sebab senjatanya tahu2 sudah terpapas kutung separuh bagian.
Tiba tiba... ia teringat akan sesuatu, dia teringat bahwasanya pada beberapa ratus tahun berselang dalam dunia persilatan pernah muncul sebilah mustika penakluk iblis dari kalangan Budha. Pedang sakti Muni Kiam, ia lantas sadar bahwa senjata yang ada ditangan gadis itu pasti pedang mustika itu.
Lalu iapun teringat akan hantaman sang pemuda yang membuat badannya mencelat jauh hatinya bergidik dan tercengang.
Dia merasa heran darimana pemuda itu bisa memiliki kepandaian sedahsyat itu ? Sian Thian Khiekang apakah yang dimiliki pemuda tersebut ? Mungkinkah Tay sie Hiat Thian sing kang?
Wajahnya yang gemuk dan penuh dengan daging itu berkerut kencang, susah bagi orang untuk mengetahui perasaan hatinya saat itu, entah sedang gusar atau terkesiap?
Seketika itu juga suasana diatas tebing ciat Liong sia jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suara, semua orang dibikin tertegun dan kaget oleh ilmu sakti serta kecantikan wajah Gong Yu serta Lie Wan Hiang.
Dikala para jago sedang berdiri tertegun itulah, angin tajam menyambar lewat, si kakek kurus kering serta si kakek gemuk pendek tadi laksana kilat telah melayang, turun ditengah kalangan.
Begitu berjumpa dengan sepasang muda mudi yang saat ini sedang berdiri ditengah kalangan, hati mereka kontan terkesiap, pikirnya hampir berbareng:
"Eeeeh... rupanya pembicaraan kami sewaktu ada diloteng rumah makan Liuw lim tadi secara tidak sengaja telah kedengaran mereka... aduuuh... celaka sekarang bukan sukses malahan memancing hadirnya musuh tangguh..."
Kendati didalam hati mereka berpikir demikian namun perasaan tersebut tak berani diutarakan keluar, sementara keringat dingin mengucur keluar tiada hentinya membasahi baju mereka.
Lie Wan Hiang pun dapat menangkap kehadiran dua orang Lee Pok nomor lima dan dan enam ini, dia tersenyum, biji matanya berputar memancarkan cahaya tajam.
Siang Pek Siang Hiong dua jagoan gunung Pek-san merupakan gembong2 iblis yang membunuh orang tak berkedip, dalam keadaan begini hati mereka bergidik juga sampai bulu roma pada bangun berdiri.
Apa sebabnya kedua orang iblis itu secara tiba2 merasa begitu jeri terhadap Lie Wan Hiang ?
Alasannya pertama karena kehadiran nona gagah ini adalah keteledoran mereka berdua.
Dan kedua mereka takut nona itu buka suara hingga rahasianya terbongkar dihadapan rekan-rekannya.
Seandainya sampai begini keadaannya dan rahasia mereka terbongkar, maka tak ampun lagi mereka tentu akan disiksa sampai mati oleh pembakaran api Yoe-Hoe dari perkumpulannya.
Untung Lie Wan Hiang hanya tersenyum hambar dan tidak mengucapkan apapun, untuk sementara waktu mereka dapat berlega hati.
Dalam pada itu dengan gerakan yang tercepat si pendekar ganteng berbaju hijau Gong Yu telah selesai membalut luka suhengnya Hoo Thian Heng, kemudian dia lantas bangkit berdiri.
Sebetulnya paras muka Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru ini boleh dikata ganteng dan tampan, namun kini setelah berdiri dihadapan suteenya ia jadi tersingkir, ketampanannya bagaikan cahaya kunang2 dibandingkan dengan cahaya rembulan.
Tampak biji matanya berputar tajam, setelah menyapu sekejap wajah semua orang yang hadir dikalangan, ujarnya dengan suara lantang:
"Aku lihat cuwi sekalian merupakan jago2 pilihan dalam kalangan Hek-to, ditinjau dari kehadiran kalian dalam jumlah yang besar serta tak berani menemui orang dengan wajah sebenarnya terutama sekali ber-cita2 menangkap suheng kami, aku duga persoalan ini pasti bukanlah disebabkan persoalan dendam atau sakit hati pribadi, bukankah begitu ?"
Berbicara sampai disitu dia merandek sejenak, sepasang matanya per-lahan2 beralih dari satu wajah kewajah lain, kemudian sambungnya lebih jauh.
"Terlepas dari persoalan bagaimanakah tingkah laku serta perbuatan cuwi sekalian dimasa yang lampau, berbicara mengenai peristiwa yang telah terjadi pada malam ini dimana kalian mengerubuti suhengku dengan jumlah yang lebih banyak hingga dia terluka, aku berharap kalian semua segera pulang kemarkas dan katakan kepada pemimpin kalian, bahwa didalam satu bulan kemudian perkumpulan yang diselenggarakan harus dibubarkan, kalau tidak...... Hmm inilah contohnya..."
Berbicara sampai disitu sepasang lengannya segera menggape dan menarik kearah belakang, seketika itu juga tubuh Jiak-Kioe Kiam Khek si bola daging dari Tang-Hay yang bulat dan padat berisi itu tanpa terasa telah bergelinding kearah depan.
Gong Yu tekuk kaki kanannya kebelakang, setelah mengincar tepat pada arahnya dan salurkan hawa sakti Tay-sie-Hian Thian sinkang kearah kaki, tiba2 ia lantas melancarkan sebuah tendangan kilat.
Bluuuk.. diiringi suara yang amat keras Jiak Kioe Kiam-Khek dari laut Tang-hay menjerit ngeri, tubuhnya mencelat ketengah udara dan bergelindingan hingga sejauh dua puluh tombak lebih, dengan keras badannya terbanting dibawah tebing Cian-Liong-Nia dan menggelinding terus sampai kedasar tanah.
Tendangan maut ini bukan saja telah melumpuhkan tenaga daya pental yang terpancar keluar dari tubuhnya yang bulat, bahkan membuat tulang serta tubuhnya jadi sakit sekali se-akan2 tulang belulangnya telah patah semua, untuk sementara waktu ia tak sanggup berkutik dan sukmanya se-olah2 melayang dari raganya.
Sepanjang hidup belum pernah tiga Roh Bengis, tujuh sukma ganas serta dua puluh empat orang sukma gentayangan menyaksikan ilmu silat yang demikian sakti serta anehnya, saking kaget dan takutnya mereka sampai menjerit dan kabur ter-birit2 dari situ.
Menyaksikan musuh2nya pada kabur setelah melihat betapa lihaynya tendangan Gong Yu, Lie Wan Hiang kegirangan setengah mati, sambil acungkan jempolnya ia berseru memuji.
Hoo Thian Heng sendiri setelah lukanya dibubuhi obat, rasa sakit yang merasuk ketulangpun sudah banyak berkurang, menjumpai sutenya Gong Yu serta sumoaynya Lie Wan Hiang telah berhasil mengusir mara bahaya yang mengancam jiwanya serta melihat pula tenaga dalam yang mereka miliki jauh melebihi keberhasilan dirinya, dalam hati merasa malu bercampur menyesal, katanya:
"Gong sute, Lie sumoay, dari mana kalian bisa tahu kalau Hoo-heng sedang terkurung dikota Kioe-Li Kwan?"
"Sewaktu ada dirumah makan Liuw Lim secara tidak sengaja kami telah mendengar kabar yang mengatakan suheng terjebak disini, maka sepanjang perjalanan kami menguntit sampai kesini," jawab Gong Yu dengan alis melentik.
"Hoo suheng," ujar Lie wan Hiang pula." Ada urusan apa kau datang ke kota Kioe Li Kwan ini ?"
Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru berseruling kumala serta berkipas emas ini menghela napas panjang, dihadapan sumoay-nya yang selalu riang gembira dan polos ini dia merasa tidak tega untuk menceritakan peristiwa tragis yang telah menimpa keluarganya.
Tetapi diapun sadar bahwa rahasia ini tak bisa disimpan lama2, maka dengan alis berkerut katanya:
"Aaaai .... kalau dibicarakan kisah ini panjang sekali ceritanya, lebih baik kita kembali dulu kekota Liuw Lim Ceng, disana akan kuceritakan perlahan lahan."
"Suheng luka dikakimu belum sembuh, tidak leluasa bagimu untuk melakukan perjalanan, lebih baik biarlah siauwte yang membopong dirimu untuk melanjutkan perjalanan ini."
"Aaaah, cuma luka sekecil ini apa artinya," tampik Hoo Thian Heng sambil gelengkan kepalanya dan tertawa. "Lagipula sudah dibubuhi obat mustajab bikinan suhu, dalam waktu singkat lukanya tentu akan menutup dan sembuh kembali, ayoh berangkat."
Bersama dengan selesainya ucapan itu tampak cahaya biru berkelebat lewat, tanpa menanti jawaban dari sute serta sumoaynya lagi ia lari turun lebih dahulu dari tebing Ciat-Liong Nia.
Melihat kakak seperguruannya telah berangkat terpaksa si pendekar Ganteng berbaju hijau Gong Yu dengan menggandeng tangan Lie Wan Hiang diajaknya menyusul dari belakang, bayangan hijau segera berkelebat lewat turun dari tebing itu.
Ditengah jalan beberapa kali Hoo Thian Heng berpaling kebelakang, menjumpai sute serta sumoaynya sanggup menyusul dibelakangnya tanpa ngotot dan mengeluarkan banyak tenaga, dalam hati segera pikirnya:
"Sungguh lihay tenaga dalam yang dimiliki sute serta sumoay, rupanya kesempurnaan tenaga lweekangnya jauh berada diatas diriku."
Sebagai orang yang mempunyai sifat ingin menang, ia tak mau unjukkan kelemahannya di hadapan orang, maka segenap tenaganya segera disalurkan untuk bisa berlari jauh lebih cepat lagi, bagaikan segulung asap tipis laksana kilat badannya meluncur kemuka.
Karena suhengnya secara tiba2 percepat larinya terpaksa Gong Yu berduapun harus kerahkan tenaganya yang lebih besar untuk menyusul dibelakangnya.
Jarak antara Kioe Li Koan dengan kota Liuw Lim terpaut hampir dua puluh li, namun bagi tiga orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh amat sempurna ini, dalam sekejap mata jarak yang demikian jauhnya telah tertempuh. Setibanya dalam penginapan Liuw Lim mereka loncat balik ke kamarnya lewat tembok pekarangan, kemudian setelah memasang lampu dan meneguk air teh kata Lie Wan Hiang dengan nada bergurau:
"Hoo suheng, apakah kau diusir oleh suci serta Tonghong cici? kalau tidak kenapa ngeluyur seorang diri ditempat luaran?" Berbicara sampai disitu tak tahan lagi ia tertawa sendiri.
Hoo Thian Heng menghirup seteguk air panas, kemudian kepada Gong Yu ujarnya dengan memberi nasehat.
"Maka dari itu suteku, kau harus menggunakan suhengmu sebagai contoh dan janganlah sekali2 main2 perempuan ditempat luaran, daripada mencari penyakit buat diri sendiri."
Air muka Gong Yu kontan berubah hebat, rupanya ucapan yang diutarakan tanpa mengandung maksud apa2 ini dengan tepat telah mengena dilubuk hatinya.
Dalam pada itu Lie Wan Hiang sedang memungut cambuk kuda yang terletak diatas meja mendengar perkataan tadi pergelangan tangannya kontan digetarkan ketengah udara, Tar... diiringi suara ledakan cambuk yang nyaring serunya. "Hmmm, dia berani ?"
Suara ledakan cambuk yang amat nyaring ini seketika mengejutkan Gong Yu yang sedang memikirkan Hoan Pek Giok, hatinya terkesiap dan tanpa sadar serunya berulang kali: " Hamba tidak berani.... hamba tidak berani."
Menjumpai kekasihnya ketakutan setengah mati, Lie Wan Hiang jadi senang dan tertawa cekikikan.
Terutama sekali Hoo Thian Heng si sastrawan berbaju biru, ia tertawa ter-bahak2 sampai sakit perutnya.
Merah jengah selembar wajah Gong Yu, dia jadi kikuk dan malu sekali, katanya.
"Suheng, lebih baik bicarakan persoalan pokok yang penting, sebenarnya karena persoalan apa sampai kau tiba di kota Kioe-Li Kwan ini.."
Senyuman yang menghiasi sastrawan bersuling kumala berkipas emas ini seketika lenyap tak berbekas, wajahnya jadi suram dan kesal. Dengan alis berkerut pikirnya:
"Eeeh, tak mungkin aku bisa ceritakan semua peristiwa yang telah terjadi secara demikian langsung dan blak2an, lebih baik kupertimbangkan lebih dahulu masak2." Berpikir demikian ia lantas pura2 unjukkan senyumannya dan berkata.
"Aku rasa lebih baik kalian yang menceritakan lebih dulu kisah perjalanan kamu berdua sejak keluar dari lembah Leng im Kok."
Lie Wan Hiang cibirkan bibirnya kearah Gong Yu dengan maksud agar si anak muda itulah yang menceritakan pengalaman mereka.
Tentu saja pemuda ganteng ini tak berani menolak, diapun lantas menceritakan kisah perjalanan mereka selama ini terkecuali kisah perjumpaan serta perkenalannya dengan Hoan Pek Giok.
Selama beberapa hari ini Hoo Thian Hengpun telah memperoleh cara untuk mengatasi kesulitannya, maka begitu Gong Yu menyelesaikan ceritanya dia lantas menghirup air teh untuk membasahi kerongkongannya dan berkata:
"Maksud tujuanku meninggalkan Pa In San Cung kali ini sama sekali bukan disebabkan karena diusir oleh sucimu ataupun Tong-hong Moay Moay, tapi yang terutama adalah untuk mengejar dan mencari tahu jejak dari ayahmu si Cian Liong Poocu Lie-cianpwee ..."
Begitu ucapan ini diutarakan keluar, baik Lie Wan Hiang maupun Gong Yu sama2 terperanjat dan berseru tertahan.
Tidak menunggu pertanyaan dari kedua orang muda mudi itu, Hoo Thian Heng berkata lebih jauh:
"Kemungkinan besar sebab lenyapnya Lie-cianpwee adalah dikarenakan diculik oleh To Bin Yauw Hoe si siluman rase berwajah buah To, Hoan soh soh."
Diapun lantas menceritakan secara bagaimana Bong-san Yen shu bersama Lie Kie Hoe minum arak dirumah makan coei siao Loo lalu berjumpa dengan Hoan soh soh dan bagaimana kemudian orang tua she Lie itu lenyap tak berbekas...
"Suheng, dari mana kau bisa merasa begitu yakin kalau empek Lie telah ditangkap musuh dan bukan sebaliknya sedang mengejar siluman rase itu ?" tanya Gong Yu.
"Coba bayangkan saja," jawab Hoo Thian Heng sambil membelai luka diatas kakinya.
"Pedang pusaka milik Lie cianpwee telah tertinggal didalam hutan bunga To diluar kota Kay Hong, itu jelas berarti kalau dia telah kehilangan daya bertahannya, kalau bukan ditangkap lalu kenapa ?"
"Mungkinkah Empek Lie telah dibunuh ?" Dengan cepat Hoo Thian Heng menggeleng.
"Soal ini telah kupikirkan dengan teliti dan seksama, kami rasa hal ini tak mungkin terjadi. Sebab pertama, disekitar tempat itu tak dijumpai jenazah Lie cianpwee yang terbunuh. Kedua seandainya dia sedang mencari balas, tidak mungkin Lie cianpwee menyembunyikan diri karena itulah aku rasa beliau pasti sudah terjebak di dalam perangkap musuh hingga terluka dan tertangkap."
Mau tak mau Gong Yu harus mengakui akan kemungkinan hal tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia bungkam dalam seribu bahasa.
Mimpipun Lie Wan Hiang tak pernah menyangka kalau secara tiba2 ayahnya bisa temui kejadian seperti ini, ia jadi gelisah dan tidak tenteram, tiba2 timbrungnya:
"Hoo suheng, apakah kau telah mendapatkan titik terang atau tanda2 yang menunjukkan di manakah ayahku berada?"
"Aaai...!" sastrawan berbaju biru Hoo Thian Heng menghela napas panjang. "Sudah hampir dua puluh tahun lamanya To-Bin Yauw-Hoe tak pernah munculkan diri didalam dunia persilatan, bukan saja licik bagaikan seekor rase diapun lihay. Jangan dikata banyak orang kangouw tidak kenali dirinya, sekalipun mereka yang pernah kenal setelah lewat sekian banyak tahun wajahnya tentu sudah banyak berubah, dan siapa yang akan memperhatikan dirinya lagi ? lagipula siapa yang tahu letak sarang rasenya ?"
"Kalau begitu, bukankah ayahku sukar untuk ditemukan kembali..." bisik Lie Wan Hiang dengan suara lirih, titik air mata mulai jatuh berlinang membasahi wajahnya.
"Persoalannya bukan begitu dan jalanpun belum buntu, contohnya saja perjalananku ke kota Kioe Li Kwan kali ini, tanpa sengaja aku telah memperoleh kabar yang dapat dipercaya dari jago kangouw, aku mendapat tahu bahwasanya dua hari berselang dikota Kioe Li Kwan telah muncul seorang nyonya muda yang amat cantik ditemani oleh suaminya yang ganteng, mereka berdiam selama beberapa hari disitu. Menurut kata orang itu rupanya suami dari nyonya cantik tadi sedang menderita sakit yang parah, tak pernah orang itu meninggalkan kamarnya barang satu langkahpun."
Berbicara sampai disitu ia melirik sekejap sepasang muda-mudi itu, lalu sambungnya lebih jauh:
"Maka dari itu ter-gesa2 aku tinggalkan Im Bong menuju kemari dan menginap dirumah penginapan song-pwan satu2nya rumah penginapan yang ada dikota Kiok Li Kwan ini, setelah tanya sana tanya kemari akhirnya aku berhasil membuktikan bahwa apa yang kudengar bukan berita bohong, karena itu diam2 aku lantas menyusup ketebing Ciat Liong Nia untuk bikin penyelidikan. Siapa sangka para gembong iblis itu muncul secara tiba2 ditempat itu, dalam pertarungan tersebut bukan saja aku terkurung bahkan hampir saja korbankan selembar jiwaku. Aaai ... kalau bukan sute serta sumoay muncul serta membantu diriku tepat pada saatnya, entah bagaimana nasibku sekarang?"
Akhirnya dia menghela napas sedih, nadanya begitu terbuka dan kosong. Gong Yu termenung sesaat, lalu katanya:
"Suheng, apakah kau telah melakukan penyelidikan yang cermat dan seksama dirumah penginapan yang pernah didiami suami istri setengah baya itu ? misalnya saja tulisan atau tanda2 pengenal yang ditinggalkan diatas dinding tembok."
"Aduuh.... aku telah melupakan persoalan itu tapi tak apa, keledai sakti "Hek Jie"ku masih tertinggal di rumah penginapan "Siong cwan" dikota Kioe-Li kwan, biarlah besok pagi aku berangkat kesitu untuk melakukan pemeriksaan yang lebih teliti."
Ketika pembicaraan telah selesai, tanpa terasa fajar telah menyingsing di ufuk sebelah Timur.
Selesai bersantap pagi tanpa sungkan lagi Hoo Thian Heng berangkat ke kota Kioe-Li Kwan dengan menunggang kuda "Giok-Liong", terpaksa Gong Yu harus berangkat dengan menunggang satu kuda bersama sumoaynya Lie Wan Hiang.
Jarak sejauh dua puluh li dalam waktu singkat telah ditempuh oleh kuda2 jempolan cau Ya-Giok-Say-cu.
Setibanya didepan rumah penginapan, pemilik penginapan "Siong-cwan" mengira tamunya telah berangkat pagi2 dan kini baru kembali, mimpipun dia tak pernah menyangka kalau kemarin malam, diatas tebing Ciat-Liong-Nia telah berlangsung suatu pertarungan sengit yang hampir saja merenggut nyawa jago muda itu.


Sabuk Kencana Ikat Pinggang Kemala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kepada pemilik penginapan itu Hoo Thian Heng segera tanyakan dimana letak kamar yang pernah dihuni To-Bin Yauw-Hoe, dan sangat kebetulan sekali kamar tersebut bukan lain adalah kamar yang ditempati dirinya sendiri.
Ketiga orang itu segera masuk kedalam kamar, dalam suatu pemeriksaan yang seksama dan teliti itu akhirnya dari suatu sudut tembok yang rahasia dan tertutup sekali letaknya, Lie Wan Hiang berhasil temukan tulisan "Kie Hwie" disana serta sebuah tanda panah yang menuding kearah selatan.
Penemuan terbaru yang berhasil mereka temukan ini semakin membuktikan kalau Cian Liong Poocu Lie Kie Hwie memang tertawan ditangan musuh, sedikit banyak kenyataan ini untuk sementara waktu bisa melegakan hati beberapa orang itu. Dengan alis berkerut kencang dalam hati Gong Yu berpikir:
"Ditinjau dari kepandaian silat yang dimiliki empek Lie, ternyata diapun sampai kena tertawan, bukankah hal ini menunjukkan bila kepandaian silat dari To-Bin Yauw-Hoe benar benar luar biasa dan jauh melebihi orang lain, tapi...seandainya ia tertawan, kenapa empek Lie rela berjalan sendiri ber-sama2nya, kalau begitu jalan darahnya tentu sudah ditotok dan sukar berjalan sendiri. Ditinjau dari hal ini bisa dibayangkan bahwa dia pasti menggunakan kereta kuda sebagai pengganti kaki..."
Berpikir begitu dia lantas panggil datang si empunya rumah penginapan, dan tanyanya:
"Dengan cara bagaimana sepasang suami istri setengah baya itu meninggalkan tempat ini?"
Pemilik rumah penginapan itu termenung sejenak kemudian jawabnya:
"Nyonya muda itu memiliki paras muka yang amat cantik dengan suara yang lengking dan nyaring, oleh sebab itu aku masih ingat dengan jelas dirinya, mereka berangkat dengan menunggang kereta kuda, bahkan kereta kuda itupun dibeli dari Ong Loo Chiet dengan harga yang sangat tinggi."
"Nyonya cantik ?... kereta kuda... ?"
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, tanpa sadar Gong Yu berseru tertahan dan menghantam meja keras2.
"Aaaah, dia... pasti dia... kalau begitu pastilah orang itu... " gumamnya.
"Siapakah dia itu....?" hampir bersamaan waktunya Hoo Thian Heng serta Lie Wan Hiang bertanya.
Gong Yu tidak memperdulikan pertanyaan kedua orang itu, sebaliknya kepada pemilik rumah penginapan itu tanyanya kembali:
"Apakah atap kereta itu ditutup dengan kain terpal berwarna hitam, apakah kuda yang menghela kereta tersebut yang satu berwarna kuning dan yang lain berwarna hitam, apakah nyonya itu berusia antara tiga puluh tahunan, bentuk bunga To dan memakai gaun berwarna merah darah?"
"Sedikitpun tidak salah," pemilik rumah penginapan itu mengangguk tiada hentinya. "Apakah khek-koan mempunyai hubungan tali persaudaraan dengan dirinya?" Sebelum dia meneruskan kata2nya Gong Yu telah menukas dan ulapkan tangannya. "Disini tak ada urusanmu lagi, silahkan berlalu."
Setelah pemilik rumah penginapan itu berlalu, dengan nada kesal dan menyesal kata Gong Yu.
"Ketika berada diluar kota Pak-Loe-shia, aku pernah bertemu dengan kereta serta perempuan cantik itu, saat tersebut aku sedang balik ke kota Siang-Hiang untuk mencari jejak adik Wan. Sebenarnya pada ketika itu dalam hatiku muncul suatu perasaan ingin tahu, aku ingin membuka kerai kereta tadi dan mengintip isinya, namun aku segera sadar bahwa mengintip rahasia pribadi orang adalah kurang sopan dan kurang ajar, maka kubatalkan niatku itu. Aaai kenapa aku jadi orang demikian jujurnya ?"
"Yang paling kita takuti adalah putusnya kabar berita yang menunjukkan dimana mereka berada," kata Hoo Thian Heng dengan alis berkerut. "Setelah kita mengetahui bahwasanya To-Bin Yauw-Hoe dengan membawa Cian-Liong Poocu telah memasuki Wilayah ouw-lam, urusan bisa kita bereskan lebih gampang lagi. Dengan adanya kita suheng-te bertiga berangkat ber-sama2, sekalipun harus terjun ke telaga naga atau sarang harimau, Lie Locianpwee harus kita tolong hingga lolos dari mara bahaya. Mengenai kejadian yang menimpa dirimu ketika itu, kita tak bisa salahkan dirimu."
JILID 14 HALAMAN HILANG ... pokok se-hari2 amat murah, jumlah uang sebesar sepuluh tahil perak cukup untuk membiayai hidup sebuah keluarga yang sederhana selama setengah tahun, bisa dibayangkan betapa terima kasihnya sang pemilik rumah penginapan itu atas hadiah yang diterimanya.
Demikianlah tiga orang dengan menunggang tiga ekor kuda jempolan laksana kilat berangkat melakukan perjalanan, setelah melewati gunung Kie-Kong-san, mereka langsung ambil jalan yang menghubungkan antara propinsi ouw-lam dengan Ouw-pak.
Ditengah jalan pendekar ganteng berbaju hijau Gong-Yu merasa pikirannya kalut dan dipenuhi dengan pelbagai masalah yang membingungkan hatinya, dalam hati ia berpikir:
"Mungkinkah antara To Bin Yauw-Hoe siluman rase berwajah bunga To dengan empek Lie pernah terjalin hubungan gelap yang luar biasa pada masa yang silam ? Aaah benar, bukankah nona Hoan Pek Giok mempunyai raut wajah, potongan alis, mata serta hidung yang sama persis dengan adik Wan ? apakah dia adalah hasil hubungan dari empek Lie dengan siluman rase itu ?"
JILID 14 HALAMAN HILANG pada sama matang2nya seorang perempuan, mula pertama dia ingin menggunakan kenangan lama untuk mempengaruhi pikiran Lie Kie Hwie, dalam anggapan sang kekasih tentu akan teringat kembali akan kehangatan tubuhnya pada masa lampau dan terjerat kembali dalam pelukannya.
Siapa sangka apa yang terjadi jauh diluar dugaannya, bukan saja Lie Kie Hwie tidak terpengaruh oleh buaian serta rayuan mautnya, bahkan sama sekali tidak ada niat untuk memuaskan napsu setannya yang berkobar kobar bagaikan jilatan api, hal ini membuat dia jadi mendongkol, gemas dan jengkel, kepingin sekali dia hadiahkan sekuntum bunga To pencabut sukma kepadanya.
Setiap kali Cian Liong Poocu Lie Kie Hwie selalu sengaja memancing kegusaran, dengan harapan bisa peroleh kebebasan batin lewat perbuatannya ini.
Oleh sikap serta tindak tanduknya yang menjengkelkan hati ini, siluman rase berwajah bunga To jadi mendongkol dan bencinya setengah mati, dalam hati dia telah mengambil keputusan hendak mengurungnya seumur hidup dan menyiksanya perlahan-lahan sampai mati. Sedangkan Hoan Pek Giok pada saat ini
JIIID 14 HALAMAN HILANG Baru saja orang itu menginjakkan kakinya di lembah, suara bentakan nyaring bergema memecahkan kesunyian :
"Siapa disitu? berani benar menyatroni lembah seribu bunga To kami tanpa permisi, ayoh berhenti dan cepat balik kalau kau tidak pingin modar turuti saja perintah ini !"
Siapa sangka bukan saja orang itu tidak berhenti setelah mendengar bentakan tersebut malahan mendongak dan tertawa ter-bahak2, begitu nyaring suara tertawanya hingga membuat jantung siluman rase berwajah bunga To berdebar keras.
Terutama sekali gerakan tubuhnya yang cepat dan ringan bagaikan bayangan setan, dalam sekali loncatan badannya sudah mencapai empat lima tombak jauhnya, semakin menggetarlah hatinya.
Ilmu langkah sukma gentayangan seperti ini pernah dikenalinya selama siluman rase ini masih berkelana didalam dunia kangouw pada masa yang silam, bisa dibayangkan betapa terperanjatnya dia setelah menjumpai kepandaian sakti itu dimiliki orang asing tersebut.
Sungguh cepat gerakan tubuhnya sekejap kemudian orang itu sudah berhenti beberapa tombak di hadapannya, dengan sorot matanya tajam dan membetot sukma ditatapnya wajah perempuan itu tajam2.
Sepanjang hidup belum pernah siluman rase berwajah bunga To Hoan soh soh jeri atau takut kepada siapapun, menjumpai orang itu sama sekali tidak memperdulikan dirinya dan memandang dia dengan pandangan rendah, hawa gusarnya kontan memuncak. Sreeeet... dari punggungnya ia cabut keluar sebatang ranting bunga To.
Menyongsong datangnya sang surya, tampak cahaya tajam berkilauan, bayangan bunga To memenuhi angkasa dan jelas pula menunjukkan bahwa benda itu merupakan sebuah senjata aneh yang ampuh dan terbuat dari baja murni.
Ujung batang tajam lagi runcing dan bisa digunakan sebagai pedang, sisi kepingan bunga tajam lagi berwarna kebiru2an, jelas senjata tersebut telah dipoles dengan racun keji yang mematikan barang siapa yang terkena.
Air muka orang itu tetap tenang dan sama sekali tidak berubah, sambil menatap ranting bunga To tersebut, ia tersenyum mengejek.
Sepasang alis To-Bin Yauw-Hoe kontan berkerut, matanya melotot besar, sambil membentak keras laksana kilat dia lancarkan sebuah serangan dengan jurus "Toh-Lie-Ceng- Coen" atau Juara Kelas merebut gadis manis.
Bagaikan bayangan setan saja sambil tertawa ter-bahak2 orang itu gerakan badannya menyingkir kesamping, tampak bayangan hitam berkelebat lewat, tahu2 tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Menghadapi musuh yang tangguh dan kosen semacam ini kendati dalam hati To-Bin Yauw Hoe merasa terperanjat sekali, namun sebagai jago kangouw yang sudah banyak pengalaman dalam menghadapi pelbagai macam lawan, dia tetap tenang tanpa unjukkan rasa jeri atau kaget.
Playboy Dari Nanking 4 Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen Memburu Yeerk Kembar 1
^