Pencarian

Seruling Haus Darah 4

Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung Bagian 4


Namun, begitu tangan Bo Tho membentur ujung jubahnya Han Hoe-jin, dia mengeluarkan seruan kaget lagi. "Hihhh .....! " Serunya dan semua orang mendengarnya. Mereka jadi heran dan mengawasi kearah Bo Tho yang kala itu telah meluncur turun ke lantai lagi.
Bo Tho berdiri dengan mata mendelik kepada Han Hoe-jin, tapi dia tak menyerang lagi, hanya memegangi tangan kirinya saja. Sedangkan Han Hoe-jin juga tak menyerangnya, perempuan ini berdiri dengan tersenyum mengejek dan mengawasi Bo Tho.
Apa yang telah terjadi ? Bukankah Han Hoe-jin hanya menangkis perlahan saja?
Tapi, tangkisan Han Hoe-jin yang perlahan itu bagi Bo Tho yang ternyata berakibat hebat. Tadi waktu tangan kirinya membentur lengan baju isteri Han Swie Lim, Bo Tho merasakan lengan baju itu telah keras terisi oleh tenaga Lweekang, sehingga sama kerasnya dengan baja. Dia jadi terkesiap, cepat-cepat dia menarik pulang tangannya. Tapi, telah terlambat! Dengan tak terduga ujung lengan baju itu melibat tangannya dirasakan sakit luar biasa.
Hati Bo Tho jadi mencelos, dia berusaha menarik tangannya kembali, dia juga mengerahkan tenaga Lwee-kangnya, tapi tenaga gubetan lengan baju itu sangat kuat, sangat erat, sehingga sulit bagi Bo Tho
untuk melepaskan tangannya itu, sedangkan tubuhnya sedang meluncur turun, kalau sampai tangannya tak dapat dilepaskan kemungkinan besar tubuhnya yang besar gemuk tromok itu akan terbanting ke lantai. Si Bo Tho yang gemuk itu jadi mandi keringat dingin. Tapi entah kenapa, ketika tubuh Bo Tho hampir terbanting, tiba-tiba dia merasakan gubetan lengan baju Han Hoe-jin terlepas dengan sendirinya, sehingga dengan menggunakan jurus ''Ya Hok Ciang Thian" atau Bangau liar menerjang angkasa", tubuhnya bcrpoksay di udara, sehingga dia dapat berdiri di lantai dengan selamat. Tapi, meskipun begitu, hati si Bo Tho jadi ciut, dia tak mengira Han Hoe-jin kosen sekali.
Pada saat itu, di kala orang-orang di ruangan tersebut sedang bengong mengawasi peristiwa itu, Han Hoe-jin telah ketawa dingin.
"Bagaimana gemuk ?" tanyanya. Dingin suaranya. "Apakah kau masih mau unjuk lagak di hadapanku ?!"
Bo Tho mendelik pada Han Hoe-jin.
"Siapa kau ?" bentaknya.
Mendengar pertanyaan orang, Han Hoe-jin jadi ketawa mengejek lagi.
"Sudah terang aku isteri Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim !!" katanya dingin.
"Aku mau tahu siapa kau sebenarnya ?" bentak Bo Tho lebih mendongkol lagi, dia merasa dipermainkan oleh Han Hoe-jin.
"Hmmm ....." Han Hoe-jin ketawa mengejek. "Aku adalah aku. Tadi sudah kukatakan Thay-thaymu ini isteri Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lira ! Kalau memang kau ceriwis mau tahu lebih banyak Hmm.....aku malah tak mau memberitahukan padamu ! Aku mau lihat, kau bisa berbuat apa padaku ?"
Muka Bo Tho jadi berubah merah padam.
"Kau.....kau....." katanya tak lancar, dia sangat mendelu melihat Han Hoe-jin yang selalu ketawa mengejek itu.
"Hu, apa yang kau, kau, kau segala ?!" bentak Han Hoe-jin dengan suara yang dingin, senyumnya lenyap dari wajahnya. "Kalau kau masih mau menunjukkan ilmu silat bangpakmu itu dan mau unjuk lagak tengik di hadapan Thay-thaymu ini, majulah ! Nanti kupersen tiga kali gaplokan?!" Thay-thay ialah nyonya besar.
Tubuh Bo Tho jadi menggigil menahan kemurkaan hatinya. Dia bermaksud menerjang Han Hoe-jin lagi. Namun baru saja dia akan menjejakkan kakinya, Kim-see Hui Hong telah maju sambit mengulap-ngulapkan tangannya.
"Jangan bertempur !" teriak Cio Put Ting. "Jangan bertempur!! Tak baik..... ! Bukankah tadi kau yang telah menganjurkan kepadaku tak boleh membuat kerusuhan di rumah tangga Han Lo-kui, Bo Tho?! Mengapa sekarang malah kau sendiri yang akan mengaduk-aduknya dan akan mencelakai juga Han Hoe-jin?! Sudah?! Sudahlah .....kalian jangan bertempur ..... !"
Bo Tho jadi mendelik pada suaminya.
"Kau.....kau setan tua mata keranjang!" bentaknya. "Jadi kau mau membela dia ?!"
Cio Put Ting jadi melengak mendapat bentakkan begitu dari isterinya.
"Heh.....siapa yang membela dia?" tegurnya kurang senang waktu dia tersadar dengan cepat.
"Hmm.....kau memang mata keranjang!" bentak Bo Tho lagi. "Tak boleh melihat pipi licin dan badan langsing, lalu ingin mendupak diriku ini, bukan ?"
"Oh.....aku mana berani ? Aku mana berani, Bo Tho?" kata Cio Put Ting cepat.
Semua orang yang menyaksikan hal itu jadi geli, tapi keadaan dan suasana di dalam ruang tersebut cukup tegang dengan peristiwa-peristiwa yang bermunculan, mereka jadi tak berani tertawa. Hanya Han Hoe-jin yang ketawa dingin, dia mengejek.
"Terang saja suamimu tak mencintaimu lagi !" ejek Han Hoe-jin. "Tubuhmu begitu tromok seperti buntelan, mana suamimu mencintaimu lagi ! Hu, sekali kegencet juga suamimu yang kering kerempeng itu tentu akan mampus !!"
Bo Tho jadi murka mendengar ejekan Han Hoe-jin, dia berseru nyaring sambil menerjang Han Hoe-jin : "Perempuan iblis? Mulutmu kotor sekali dan perlu dihajar!!" dia menyerang Han Hoe-jin lagi. Sekarang dia berlaku hati-hati, karena dia menyerang leher Han Hoe-jin dengan menggunakan jurus 'Pat Pui Hong Ie' atau Hujan Badai delapan penjuru dan kedua tangan Bo Tho bergerak-gerak cepat sekali, sehingga dia seperti mengurung Han Hoe-jin dan dari delapan penjuru Han Hoe-jin seperti diancam oleh tangan Bo Tho.
"Hmm.....!" katanya tawar. "Dengan hanya mempunyai kepandaian tak berarti kau ingin menunjukkan lagak di rumah keluargaku ini, keluarga Han, bah?!" dan? kedua tangan Han Hoe-jin dirangkapkan, lalu dia mengibaskan sambil membentak "Pergi..... !"dan.....lokh !!
Masyaallah..... ! Entah bagaimana tubuh Bo Tho yang gemuk tromok itu seperti dilontarkan oleh tenaga yang kuat sekali. Semua orang sampai mengeluarkan suara kaget begitu juga Kim-see Hui Hong, dia sampai berjingkrak kaget dan cepat-cepat menjejakan kakinya, tubuhya mencelat menjambret punggung isterinya. Tapi luncuran tubuh BoTho sangat kuat dan cepat sekali, sehingga waktu Kim-see Hui Hong menjambretnya dia hanya dapat menjambret baju dibagian punggung isterinya, sedangkan Bo Tho tetap meluncur kemuka, sehingga dengan mengeluarkan suara "Breeettt !" yang nyaring, baju itu robek, pecahannya tergenggam oleh Kim-see Hui Hong.
Sedangkan tadi di waktu tangan Kim-see Hui-hong menjambret tubuhnya, Bo Tho merasakannya, tubuhnya juga tertahan sedikit, dan disebabkan tertahannya itu, dia dapat mengimbangkan berat tubuhnya, walaupun Kim-see Hui-hong gagal menjambret tubuhnya, tokh akhirnya dengan menggunakan jurus 'Hui-eng Bok Thouw' atau 'Elang terbang menyambar kelinci', tubuhnya hinggap di lantai dengan selamat. Tapi walaupun begitu, tak urung keringat dingin telah membanjiri keningnya.
Semua orang heran, mengapa tenaga Han Hoe-jin begitu kuat ? Seandainya, walaupun tenaga dalamnya, Lwee-kang Han Hoe-jin, telah sempurna, tokh dia takkan melemparkan tubuh Bo Tho yang gemuk itu, yang sedang terapung ke arahnya, dengan tenaga yang tak terhingga itu !! Namun, dalam kenyataannya, tadi Han Hoe-jin telah dapat melemparkan tubuh Bo Tho sampai begitu macam, itu mernbayangkan kekosenan nyonya Han Hoe-jin yang mengherankan sekali !
Han Hoe-jin telah ketawa mengejek lagi, wajahnya membeku dingin.
"Bagaimana gemuk-gentong ?" tegurnya. "Apakah kau masih tak mengenal kapok dan ingin kutempeleng ?"
Bo Tho mengawasi Han Hoe-jin dengan mata mendelik, walaupun hatinya mendongkol dan murka, tapi dia jeri pada kekosenan orang, sihingga akhirnya dia cuman berdiri menjublek.
Sedangkan Kim-see Hui Hong telah membentak keras, dia juga mendelik pada Han Hoe-jin: "Kau benar-benar tak tahu malu !" nyaring suara Kim-see Hui Hong. "Sudah kularang isteriku menghajarmu, eheh, sekarang malah kau yang menyerang isteriku !! "
Han Hoe-jin ketawa mengejek ketika mendengar perkataan Kim-see Hui Hong.
"Apakah kau kira isterimu dapat menandingiku ?" tegurnya dengan suara memandang remeh pada Bo Tho. "Apakah dengan mempunyai kepandaian yang tak berarti itu isterimu dapat melayaai tiga jurus seranganku ? "
Kim-se Hui Hong tambah mendelik,
"Boleh dicoba ! Boleh dicoba !" serunya dengan suara yang nyaring. Cio Put Ting memang tak pandai berkata-kata, sehingga saking murkanya, dia jadi lebih tak dapat berkata-kata.
"Apanya yang boleh dicoba ?" ejek Han Hoe-jin lagi dengan suara yang nyaring, nyata dia mengejek Kim-see Hui Hong. "Kukira baru sejurus saja isterimu akan mati di tanganku !!"
"Kurang ajar ! Mulutmu terlalu kotor!" teriak Kim-see Hui Hong tambah mendongkol. "Jaga seranganku !!" dan benar-benar Kim-see Hui Hong melompat menerjang pada Han Hoe-jin.
Han Hoe-jin melihat orang menyerang., dia mendengus tertawa dingin. Ketika tangan Cio Put Ting hampir mengenai lehernya, dia mengaugkat tangan kirinya, menangkis serangan Kim-see Hui Hong.
Tapi Kim-see Hui Hong kosen, dia juga gesit, ketika melihat Han Hoe-jin menangkis serangannya, cepat dia menarik pulang tangannya, lalu dengan jurus 'Ju Yan Sieh Hwie' atau 'Burung walet kecil belajar terbang', tangannya meluncur kedada Han Hoe-jin dengan jari-jari tangan terpentang.
Han Hoe-jin melihat cara menyerang orang, dia ketawa mengejek lagi.
"Hu ! Hu ! Kau sudah tua-tua rupanya masih genit juga !!" ejeknya, lalu dengan sebat Han Hoe-jin merubah kedudukan kakinya, berlari kearah kedudukan Kong, lalu berputar menuju kedudukan Boen, dan dengan memutarkan kaki kirinya sedikit, tahu-tahu tangan kanannya bergerak.
"Brakkk..... ! Buk!" terdengar suara yang nyaring sekali dan berbareng dengan terdengarnya kedua suara itu, terlihat sebilah papan terbang di udara.
Semua orang yang ada di ruangan itu mementang mata, mereka melihat papan itu ternyata berasal dari pigura yang terdapat di situ, yang terhajar oleh tangan Kim-see Hui Hong. Ternyata tadi, waktu Han Hoe-jin sedang merobah kedudukan kakinya, tangan Cio Put Ting meluncur terus menghajar pigura itu, sehingga papan pigura itu pecah berantakan. Coba bayangkan saja, kalau tubuh Han Hoe-jin kena dihajar oleh Kim-see Hui Hong, tentu tubuhnya yang halus lembut itu akan terpukul hancur dan terbinasa!!
Pat-kwa Hiat-kui jadi mencelos hatinya, dia berseru seraya menerjang kearah Kim-see Hui Hong untuk menolong isterinya. Tapi Bo Tho telah menghadangnya, sehingga mereka jadi bertempur. Keadaan di ruang tersebut jadi lebih kacau dan menegangkan.
Pada saat itu Han Hoe-jin telah menggunakan kesempatan di kala Kim-See Hui Hong Cio Put Ting menarik pulang tangannya, dia telah menyerang dengan serangan mengapit, tangan kiri dan kanannya itu disilang, sehingga seperti juga berbentuk gunting. Yang diincer adalah leher Cio Put Ting.
Cio Put Ting melihat datangnya serangan yang berbahaya dari Han Hoe-jin, dia bukannya mengelakkan melainkan malah mengulurkan tangannya menangkis. Jadi kekerasan dilawan dengan kekerasan, dalam dugaannya, Han Hoe-jin sebagai seorang wanita, biar bagaimana kuatnya tenaga Lwee-kang Han Hoe-jin, tapi kalau keras dilawan keras, tentu dia akan jatuh kebawah angin. Namun, dugaan Kim-see Hui Hong ternyata meleset, Han Hoe-jin telah merobah posisi tangannya, dengan mengeluarkan seruan "Ihhh !", dia menyerang lagi dengan jurus 'Boe Siang Toat Beng' atau 'Iblis Boe Siang merampas jiwa', hebat serangan Han Hoe-jin kali ini, yang diincer adalah jalan darah Wie Me-hiatnya Cio Put Ting kalau sampai terserang, jangan harap Kim-see Hui Hong Cio Put Ting dapat bernapas lagi, kareaa dia akan terbinasa di saat itu juga !
Kim-see Hui Hong sendiri terkejut melihat perobahan serangan Han Hoe-jin yang luar biasa itu, dia tak menduga bahwa gerakan-gerakan Han Hoe-jin dapat berobah dengan cepat serta berbahaya. Inilah tak dimengerti olehnya, karena dalam pandangannya, walaupun gerak-geriknya lemah-gemulai, nyonya Han Swie Lim ternyata selalu menyerang dengan disertai oleh Lwee-kang yang kuat sekali. Kali inipun di kala dia melihat Han Hoe-jin merobah serangannya dengan jurus 'Boe Siang Toat Beng', cepat-cepat Kim-see Hui Hong melompat ke belakang untuk mengelakkannya. Tapi, gerakan Cio Put Ting kalah cepat, dia kalah sebat dengan tangan Han Hoe-jin, karena dengan mengeluarkan suara 'breettt', baju Cio Put Ting kena dijambret sobek. Kim-see Hui Hong sendiri sampai mengeluarkan seruan tertahan dan keringat dinginnya mengalir keluar.
Pada saat itu Han Hoe-jin telah berdiri di tempatnya kembali, wajahnya dingin sekali.
"Bagaimana ? Apakah kau masih mau mencoba-coba kepandaian Thay-thaymu?!" ejek Han Hoe-jin dengan suara yang tawar. Dia mengawasi Cio Put Ting dengan pandangan yang sinis, pandangan meremehkan.
Kim-see Hui Hong jadi murka, dia sampai berjingkrak. Tapi baru saja dia mau menerjang lagi, tiba-tiba terdengar lengkingan yang nyaring seperti suara raungan serigala. Menyeramkan sekali suara jeritan itu, karena menggema sampai panjang sekali. Kim-see Hui Hong sendiri sampai menoleh kearah pintu, begitu juga Han Hoe-jin. Bo Tho yang sedang bertempur dengan Pat-kwa Hiat-kui jadi melompat mundur memisahkan diri, mereka juga memandang kearah pintu ruangan, karena suara jeritan yang menyerupai suara lolongan serigala itu luar biasa sekali. Dengan sendirinya, pertempuran yang berlangsung didalam ruangan tersebut jadi terhenti. Keempat murid Han Swie Lim dan Jie Su-ok serta Giok Hok-shia Cioe Ie, juga memandang kearah pintu itu, tubuh mereka agak mengkirik mendengar suara lolongan yang menyeramkan itu.
Keadaan di dalam ruangan di gedung Han Swie Lim jadi hening, suasana sunyi sekali, semua orang memandang kearah pintu.
Suara lengkingan itu masih terdengar terus ..... semakin mendekat. Itu menandakan kekuatan Lweekang orang yang menjerit, yang tentunya telah mencapai kesempurnaan. Sebab, selain suaranya sangat panjang tak berputus-putus, juga sangat nyaring melengking menusuk telinga, menggoncangkan hati.....!
Di luar ruangan tersebut sangat gelap, di antara kesuraman dan kegelapan cuaca malam, perlahan-lahan tampak memasuki ruangan tersebut dua orang Too-jin, imam, tindakkannya sangat perlahan sekali. Begitu sampai di ambang pintu, dia memberi hormat.
"Pin-too ingin bertemu dengan Han Swie Lim Loo-eng-hiong !" katanya.
Han Swie Lim jadi heran melihat kedua Too-jin itu, hatinya jadi tambah tak enak, karena diduganya tentu telah bertambah dua orang musuh yang tangguh dengan kedatangan Too-jin tersebut. Dilihat dari cara dia berteriak, tentu kedua Too-jin itu sangat lihai. Cepat-cepat dia maju, merangkapkan tangannya membalas hormat kedua Too-jin itu.
"Ada apakah Jie-wie Too-tiang mencari Siauw-tee ?" tanyanya. "Mari silahkan masuk !"
Salah seorang di antara kedua imam itu menghampiri Han Swie Lim, lalu dia mengulurkan tangannya mengansurkan sebuah kartu nama.
"Kauw-coe kami telah berkunjung ke gedung Han Loo-enghiong, mudah-mudahan kedatangan kami ini tak mengganggu Han Loo-enghiong .....!"
Han Swie Lim bercekat, siapakah Kauw-coe, pemimpin dari kedua Too-jin itu ? Dengan hati berdebar Han Swie Lim menyambuti kartu nama itu. Tapi begitu melihat kartu nama itu, jago she Han ini jadi memandang terpaku. Apa yang dili-hatnya?!
Di dalam kartu itu ternyata banya terlukis sekuntum bunga Bwee putih, lukisan itu sangat indah sekali, sehingga tampaknya sangat hidup. Seketika itu juga Han Swie Lim mengerti, bahwa Kauw-coe kedua Too-jin itu tentu ketua dari Pek Bwee Kauw, ketua perkumpulan bunga Bwee putih. Wajah Pat-kwa Hiat-kui jadi berobah. Cepat-cepat dia memberi hormat kepada kedua Too-jin itu.
"Siauw-tee tak menduga sebelumnya bahwa akan menerima penghormatan dari Kauw-coe kalian, sehingga dia mau menginjakkan kakinya di gubuk ini.....!" katanya.
"Mari ..... silahkan mengundang Kauw-coe kalian ini untuk sekedar meneguk secawan dua cawan teh.....!!"
Kedua Too-jin itu tersenyum secara berbareng. Dia telah melihat perobahan wajah Han Swie Lim waktu menerima 'kartu nama' itu. Salah seorang di antara mereka mendekatkan jari tangan kemulutnya, lalu mengeluarkan suara suitan yang panjang sekali. Suara suitan itu menggema.
Perlahan-lahan dari dalam kegelapan di luar ruangan tersebut berlompatan puluhan bayangan. Gerakan mereka rata-rata gesit sekali, ini terlihat dari kelincahan gerak mereka.
Han Swie Lim cepat-cepat keluar dari pintu ruangan tersebut, batinya jadi berdebar lebih keras. Karena di sekeliling gedung itu ternyata telah dipenuhi oleh beberapa puluh orang, kedudukan mereka seperti juga mengurung gedungnya. Yang hebat kedudukan mereka itu mengambil tempat Pat-kwa suatu tempat kedudukan yang dimengerti oleh Han Swie Lim sendiri, karena dia sendiri bergelar Pat-kwa Hiat-kui, Di sebelah utara tampak berjalan perlahan-lahan seorang laki-laki berjanggut putih dengan bibir tersungging seulas senyuman, sikapnya tenang sekali di belakangnya mengikuti beberapa orang yang mengiringnya.
"Han Loo-eng-hiong .....!" terdengar laki-laki berjanggut putih itu berkata, suaranya sangat sabar. "Maafkanlah..... Loo-hu mengganggu sebentar waktumu.....! "
Dia sudah merangkapkan tangannya memberi hormat.
Cepat-cepat Han Swie Lim membalas hormat orang itu.
"Siauw-tee tak menduga akan menerima penghormatan yang demikian besar, sehingga Kauw-coe bersedia menginjakkan kakimu kegubuk Siauw-tee ini .....Mari silahkan masuk !!" katanya merendah.
Orang tua berjanggut putih tersenyum, sabar sekali wajahnya. Dia mengibaskan tangannya, maka orang-orang bermuka garang dan bengis yang mengiringnya jadi mundur dan berbaris rapih di muka emperan gedung Han Swie Lim, dengaii hanya diiringi oleh kedua Too-jin yang tadi memberikan kartu nama Pek Bwee Kauw kepada Han Swie Lim tadi, mereka memasuki ruangan tersebut. Sikapnya tenang sekali, seolah-olah tak memandang sebelah mata orang-orang berada di dalam ruangan tersebut.
Jie Su-ok Ang Bian dan Giok Hok-sia Cioe Ie waktu melihat laki-laki berjenggot putih itu, wajah mereka jadi berobah pucat, mereka sampai saling pandang dengan tatapan mata memancarkan kekuatiran. Sedangkan laki-laki tua berjanggut itu seperti tak melihat adanya mereka. Dia menuju ke kursi yang disediakan oleh Han Swie Lim sedangkan kedua Too-jin yang mengiringinya berdiri di kiri kanannya.
Ternyata, laki-laki berjenggot putih itu memang benar Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw dia she Tio dan bernama See Ciang. Gelarannya ialah 'Memedi haus jiwa', suatu gelaran yang cukup seram. Sedangkan kedua Too-jin itu ialah Pek Wie Too-jin dan Siang Wie Too-jin, dua saudara kandung, Pek Wie Too-jin memelihara janggut pendek, sedangkan Siang Wie berwajah welas asih. Mereka telah sepuluh tahun menjadi anggota Pek Bwee Kauw dan menduduki kursi yang ke delapan dan ke enam. Kepandaian mereka juga sangat lihai, karena mereka murid Boe Tong Pay. Namun, disebabkan mereka telah melakukan perkosaan kepada seorang gadis secara bergilir, mereka diusir dari perguruan mereka itu. Sejak dari saat itulah mereka bergabung dengan Pek Bwee Kauw.
Pada saat itu si Kauw-coe telah menoleh pada Kan Swie Lim.
"Han Loo-enghiong ..... !" katanya sambil tersenyum. Lebih baik kami bicara secara terbuka tanpa tedeng aling-aling lagi, karena kami bermaksud tak ingin lama-mengganggu Han Loo-eng-hiong !" Sabar sekali suara orang, dia juga selalu tersenyum.
Han Swie Lim mengawasi Kauw-coe itu, hatinya telah menerka maksud kedatangan orang-orang Pek Bwee Kauw ini. Malah yang hebat, mereka datang dibawah pimpinan Kauw-coe mereka sendiri. Untuk menyembunyikan kegugupannya, Han Swie Lim berusaha untuk tersenyum.
"Silahkan Kauw-coe mengemukakan maksud kunjungan Kauw-coe ini !!" katanya. "Siauw-tee pasti akan mendengarkannya !!"
Si Kauw-coe tersenyum lagi, tapi sesaat kemudian wajahnya bengis.
Han Loo-eng-hiong .....beberapa saat yang lalu kami pernah mengirim orang-orang kami untuk meminjam kitab pusaka yang berada di tangan Han Loo enghiong..... tapi, Loo-hu sesalkan sampai terjadi sengketa kecil di antara kedua pihak, pihakku dan pihak Loo-eng-hiong .....! Namun, kukira itu hanya disebababkan kecerobohan dan ketololan orang-orang kami !" dan si Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersenyum lagi, "Kukira Han Loo-enghiong tentunya tak akan berlaku sekikir itu tak memberikan kitab itu untuk kami pinjam, bukan ?!"
Han Swie Lim mendongkol, walaupun kata-kata orang sangat lemah lembut, tapi dalam nada kata-katanya terdapat nada teguran. Juga kalau dilihat katanya, si Kauw-coe tak memandang sebelah mata pada Pat-kwa Hiat-kui, dia sangat angkuh sekali, Maka itu, Han Swie Lim jadi tersenyum tawar
"Sebetulnya....." katanya cepat, "Siauw-tee sendiri tak enak hati sampai terjadi peristiwa itu di antara murid Siauw-tee dengan orang-orang Kauw-coe ..... juga kalau dibicarakan soal kita itu, mungkin banyak yang ingin meminjamnya, sehingga Siauw-tee sulit untuk memberikannya pada siapa di antara kalian yang mau meminjam kitab itu."
Mata See Ciang berkilat, dia tersenyum tawar.
"Siapa lagi yang mau meminjam kitab itu dari Han Lo-enghiong ?" tanyanya. "Bolehkah aku mengetahuinya ?"
Han Swie Lim menunjuk pada Kim-see Huy Hong yang kala itu sedang menatap See Ciang dengan mata tak berkedip.
Si Kauw-coe Pek Bwee Kauw menoleh, ketika melihat Kim-see Hui Hong, dia tersenyum.
"O.....saudara Cio Put Ting ?" tanyanya dengan suara yang sabar. "Apa kabar saudara Cio?! Apakah selama ini kalian dapat hidup rukun dengan isterimu ?"
Kim-see Hui Hong mendengus, dia tak menyahuti.
Tapi, Bo Tho telah maju. Dia bertolak pinggang.
"Hu .....kau dengan kami tak saling kenal !" bentaknya aseran. "Untuk apa usilan mau tahu urusan keluarga orang lain yang tak ada sangkut pautnya denganmu ?!"
Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersenyum sabar waktu melihat Bo Tho.
"Oh .....Cio Hoe-jin juga berada di sini ?" tegurnya, tapi dia tak berdiri dari duduknya, dia tak memberi hormat, hanya mengurut-urut janggutnya yang memutih. "Siauw-tee benar-benar beruntung dapat bertemu dengan Cio Hoe-jin.....!"
"Chisss !" Bo Tho membuang ludah. "Apa untungmu bertemu denganku ?!"
Kauw-coe Pek Bwee Kauw jadi melengak, tapi dengan cepat dia telah tertawa lagi.
"Siauw-tee telah mendengar kepandaian Cio Hoe-jin yang lihai, maka itu, nanti setelah urusan Siauw tee dengan Han Loo-enghiong selesai, Siauw-tee bermaksud ingin main-main sebentar dengan Cio Hoe-jin untuk minta pengajaran !!"
"Hu ! Hu !!" mendecih Bo Tho. "Siapa yang mau mengajarimu main-main?! Hu ! Sudah tua bangka, masih seperti anak-anak yang senang main-main!!"
Muka Thio See Ciang jadi berubah merah, tapi dia tak mau melayani Bo Tho, dia telah menoleh pada Han Swie Lim.
"Bagaimana Han Loo-enghiong ?! Bolehkah Loo-hu meminjam kitab itu untuk beberapa saat lamanya ?!" tanya Kauw-coe Pek Bwee Kauw.
Han Swie Lim berusaha tersenyum.
"Lalu bagaimana dengan Kim-see Hui Hong ?! Tadi Siauw-tee telah menyanggupi untuk meminjami kepada Jie Su-ok dan Giok Hok-shia Heng-thay.....lalu Kim-see Hui Hong telah meminjamnya dari mereka, kalau memang mereka mengijinkan, Siauw-tee pasti akan memberikannya !"
"Jie Su-ok dan Giok Hok Shia berada disini !" tegur Kauw-coe itu.
"Heh .....!" dan Han Swie Lim menunjuk pada Jie Su-ok dan Giok Hok Shia Cioe Ie. "Itulah mereka.....pinjamlah kepada mereka kalau memang Kauw-coe ingin meminjam kitab pasaka itu, karena Siauw-tee telah meminjamkan pada mereka."
Kauw-coe Pek Bwee Kauw menoleh menatap Jie Su-ok dan Giok Hok-shia dengan tatapan yang luar biasa, sedangkan kedua jago itu membuang muka ke samping untuk menghindarkan pandangan mata ketua dari Pek Bwee Kauw tersebut.
"Tak nyana Jie Su-ok Kie-su dari Siam-say berada di sini juga ! Dan kau Cioe Ie Kie-soe, ternyata kau berada di sini juga!" kata Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu. "Oya, bagaimana, kata Han Loo-eng-hiong kitab pusaka itu telah kalian pinjam dari dia, maka itu ..... Loo-hu ingin meminjamnya, apakah Jie-wie sudi memberikannya ?!"
"Kami sudah tak jadi meminjam kitab itu !" kata Jie Su-ok dengan cepat, tampaknya dia jeri sekali pada Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersebut. "Terserah pada Han Loo-kui saja, dia mau memberikannya padamu, ya terserah saja .....!" dan tanpa ketawa ha-ha-hi-hi seperti biasanya, Jie Su-ok melangkah kearah pintu dengan maksud untuk meninggalkan ruangan tersebut, diikuti oleh Giok Hok-shia. Tapi baru saja mereka melangkah sampai di ambang pintu, tiba-tiba See Ciang berkata dengan suara yang keras: "Jie-wie Kie-soe.....kalian mau kemana ?"
Jie Su-ok dan Giok Hok Shia jadi merandek, mereka menahan langkah mereka. Jie Su-ok lantas membalikkan tubuhnya, dia memberi hormat.
"Karena Chay-hee sudah tak mempunyai urusan dengan orang she Han itu, maka kami bermaksud untuk pulang saja !" sahutnya kemudian. "Maafkanlah kami tak dapat menemani Kauw-coe lebih lama."
Kauw-coe Pek Bwee Kauw ketawa dingin, wajahnya dengan cepat telah berubah bengis.
"Tahan !" bentaknya ketika Jie Su-ok dan Giok Hok-shia akan membalikkan tubuhnya. "Aku ingin menanyakan sedikit persoalan pada Jie-wie !!"
Muka Ang Bian dan Cioe Ie jadi berubah agak pucat, tani mereka benar-benar tak berani melanjutkan langkah mereka.
"Giok Hok-shia !" bentak Kauw-coe Pek Bwee Kauw dengan suara yang bengis. "Pada Go-gwee Cap-sah di tahun yang lalu, kau telah tak memandang mukaku dan membentur orang-orang Pek Bwee Kauw !! Benarkah itu ?!"
Wajah Giok Hok-shia jadi pucat ditegur begitu, dia tak berani menatap si Kauw-coe.
"Benarkah itu, Cioe Kie-soe ?!" tegur Kauw-coe Pek Bwee Kauw lagi waktu melihat orang berdiam diri saja.
"Tak benar!" sahut Cioe Ie dengan suara yang tergetar. "Itu hanya kabar angin belaka !!"
Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu tersenyum sinis, dia mengejek.
"Loo-hu percaya padamu, Cioe Kie-soe....." tapi hal itu telah sampai di tanganku dan telah Loo-hu selidiki kebenarannya "kata Soe Ciang kemudian. "Pada hari itu kau telah membunuh tujuh anak buah dari San Loo-tangkeh Yan Kie Soen! Juga kau telah menyiksa sebelas anak buah dari Sie Loo-tangkeh Wang Lay? Benarkah itu? Kau mau mengakuinya, bukan?!"
Wajah Giok Hok-shia sangat pucat. Sebetulnya hal itu memang pernah dilakukannya, tapi hanya diketahui oleh dia dan Jie Su-ok, karena waktu dia melakukan pembunuhan massal terhadap anak buah Sah Lo tangkeh Ya Kie Sun, pimpinan Pek Bwee Kauw yang menduduki kursi ketiga itu, dia mengenakan topeng, sehingga tak ada orang yang mengenali. Hal itu terjadi disebabkan perebutan harta yang sedang dibawa oleh anak buah Pek Bwee Kauw tersebut.
"Kau mengakui Cioe Kie-soe?!" tegur Soe Ciang dengan suara yang bengis.
Giok Hok-shia tak menyahuti, dengan tak terduga, dia menjejakan kakinya akan mencelat ke luar dari ruangan tersebut, dia bermaksud untuk merat.
Kauw-coe Pek Bwee Kauw yang melihat hal itu jadi tersenyum mengejek, dia mengibaskan tangannya, maka melompalah Siang Wie Too-jin mencelat sambil mengulurkan tangannya. Gerakan Imam yang menduduki kursi keenam itu sebat dan gesit sekali, karena tahu-tahu punggung Giok Hok-shia telah kena dicengkeramnya.
Kauw-coe Pek Bwee Kauw ketawa dingin lagi, dia mengibaskan tangannya. Si Too-jin melemparaan tubuh Cioe Ie ke luar ruangan, tapi begitu tubuh Giok Hok-shia ambruk di tanah, dengan tak terduga dia menjerit-jerit seperti babi yang disembelih. Suara jeritannya menyayatkan sekali.
Semua orang yang berada di dalam ruangan itu, selain heran, juga ngeri mendengar suara jeritan Giok Hoa-shia.
Tapi suara jeritan Giok Hok-shia tak berlangsung lama, hanya empat detik, setelah itu keadaan di sekeliling tempat itu jadi sunyi kembali. Semua orang melongok keluar dan begitu melihat, mereka jadi menggidik.
Apa yang mereka saksikan ? Giok Hok-shia yang terkenal cukup kosen ternyata telah menggeletak tak bernyawa di pelataran rumah. Mukanya dan tubuhnya telah berubah hijau berair, dari bibir dan hidung, juga kupingnya, mengeluarkan darah merah. Seketika itu juga Han Swie Lim teringat sesuatu, dia jadi menggidik sendirinya. Berbareng dengan itu, dia juga jadi mengeluh.
Ternyata setiap Pek Bwee Kauw menyatroni rumah lawan, orang-orang Pek Bwee Kauw tersebut pasti membawa pasir berwarna hijau yang sangat beracun, mereka menebarkannya di pekarangan rumah, sehingga pihak lawan tak bisa melarikan diri. Sedangkan mereka sendiri telah memakai obat pemunahnya. Kalau orang yang terkena racun tersebut, yang diberi nama cukup indah, yahu Tok Sian atau racun Dewa, tentu akan melayang jiwanya dalam waktu yang singkat sekali, muka dan kulitnya akan lumer dan berwarna hijau, sedangkan dari hidung mulut dan sepasang telinga korban akan mengalirkan darah !.' Itulah kehebatan Tok Sian dan disebabkan hai itulah, walaupun orang kosen, tapi banyak yang jeri pada orang-orang Pek Bwee Kauw. Giok Hok-shia sendiri sebagai jago yang berkepandain cukup tinggi, tak disangka-sangka akan membuang jiwanya di situ hanya disebabkan oleh pasir beracun orang-orang Pek Bwee Kauw.
Han Swie Lim mengeluh sebab dia mengetahui kesempatan untuk hidup bagi keluarganya dan orang di dalam gedung itu sangat sedikit sekali, lebih tepat kalau disatukan mereka semuanya akan terbinasa di tangan orang Pek Bwee Kauw itu.
Jie Su ok sendiri jada berdiri pucat di tempatnya, kakinya agak gemetar.
Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu telah menoleh menatap Jie Su-ok, waktu melihat orang sangat jeri dan mukanya begitu pucat, Kauw-coe Pek Bwee Kauw ini ketawa dingin, dia mengejek.
"Ang Bian Kie-soe !!" katanya tawar. "Pada harian Chee-it Chit-gwee di tahun yarg lalu, di dalam kota Ting-shia di propinsi Bun Lan, apa yang telah kau lakukan ?!"
Mendengar pertanyaan Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu, muka Jie Su-ok berobah pucat, seputih kertas.
"Aku ..... aku ..... " katanya tergugu suaranya tak lancar.
"Hmmm!! Kauw-coe Pek Bwee Kauw tertawa mengejek." Bukankah kau telah membentur orang Pek Bwee Kauw dan malah telah membunuh empat orangku serta mengeluarkan kata-kata terkebur bahwa kau akan membunuhku juga .....?"
"Oh ..... itu tak benar ..... itu tak benar .....!" Jie Su-ok ketakutan sekali, dia seperti mau menangis. "Kauw-coe jangan percaya segala laporan bohong itu ..... semuanya tak benar!!"
Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu ketawa mengejek.
"Hmm ..... setiap orang yang diadili oleh Pek Bwee Kauw harus mengakui kesalahannya, semakin dia berkepala batu menyangkal kesalahan yang telah dilakukannya maka semakin berat hukuman yang akan diterimanya !!" kata si Kauw-coe, dan kata-katanya itu merupakan ancaman bagi Jie Su-ok.
Wajah Ang Bian jadi lebih pucat pias tubuhnya sampai menggigil. Coba kalau dia tak mengingat namanya yang telah dipupuknya cukup terkenal, dia tentu telah berlutut untuk menyatakan maafnya.
"Bagaimana ?! Kau mau mengakui kedosaanmu itu, bukan ?!" tegur Kauw-coe Pek-Bwee Kauw lagi waktu melihat orang bersangsi.
Ang Bian menatap Kauw-coe itu, tapi di saat matanya bentrok dengan pandangan See Ciang, dia jadi menundukkan kepalanya. Dari mulutnya tak keluar sepatah katapun, hanya keningnya tampak butir-butir keringat dingin.
Kauw-cu Pek Bwee Kauw mendengus lagi, dia mengibaskan tangannya. Sekarang bukan Siang-wie Too-jin yang maju, melainkan Pek-wie Too-jin yang melesat ke-arah Jie Su-ok. Karena tadi telah melihat cara Siang Wie To-jin membunuh Giok-Hok-shia, maka Jie Su-ok jadi bersiap-siap. Biar bagaimana dia bukan orang yang lemah, kepandaiannya cukup tinggi. Berhadapan dangau pintu kematian, dia jadi nekad.
Di kala Pek Wie Too-jin melayang kearahnya, dia malah memapak akan. menghajar dengan menggunakan jurus "Tok Coa-Touw Ski", atau "Ular berbisa memuntahkan bisa", tangannya ingin menjambret Pek Wie Too-jin.
Namun gerakan orang Pek Bwee Kauw yang menduduki kursi ke delapan itu gesit luar biasa, dia melihat orang memapak, dia sengaja tak mau melawan dengan kekerasan, tubuhnya dimiringkan sedikit, tapi tubuhnya tetap meluncur dengan cepat. Terdengarlah jeritan yang menyayatkau, jerit kematian dari Jie Su-ok.
Waktu orang menegaskan. Pek Wie Too-jin telah berdiri di sisi Kauw-coenya lagi, tubuh Jie Su-ok menggeletak tak bernyawa lagi. Kepalanya telah pecah keluar polonya, sedangkan dadanya hancur berlobang. Karena tangan Pek Wie Too-jin telah menarik jantungnya, sehingga kematian itu juga Jie Su-ok jadi menemui kematiannya.
Semua orang jadi menggidik menyaksikan ketelengasan orang-orang Pek Bwee Kauw itu. Mereka juga tak menduga bahwa Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu selalu menurunkan hukuman mati kepada orang-orang yang berani membentur orang Pek Bwee Kauw.
Han Swie Lim sendiri sampai menggigil tanpa disadari dia melirik pada keempat muridnya, Tang Siu Cauw, Wie Su Niang, Hi Lay dan Hi Beng, yang kala itu muka keempat muridnya telah pucat pias, Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim mengetahui, tentunya keempat muridnya itu tengah diliputi ketakutan yang sangat. Mereka tentunya ngeri menyaksikan Jie Su-ok dan Giok hok-shia telah dibinasakan oleh orang Pek Bwee Kauw dengan begitu mudah, padahal kepandaian kedua jago Siam-say yang terbinasa cukup kosen, namun kenyataannya, dia tak dapat menghindarkan kematian dari tangan orang-orangnya Pek Bwee Kauw dalam segebrakkan saja. Semua ini dapat dibayangkan betapa lihainya orang-orangnya Pek Bwee Kauw. Apa lagi Kauw-coenya itu, tentu lebih lihai lagi!"
Han Swie Lim menarik napas.
"Habis ! Musnalah semuanya !" keluhnya di dalam hati. "Kasihan Siu Cauw, Hi Lay Hi Beng dan Soe Niang ! Mereka tak mengetahui persoalan kita itu, tapi akhirnya mereka juga akan ikut terbinasa di tangan orang-orang Pek Bwee Kauw ini bersama-sama keluargaku"
Sedang orang tenggelam dalam kebimbangan, Kauw-coe Pek Bwee Kauw telah menoleh pada Kim-see Hui Hong Cio Put Ting.
"Cio Kie-soe .....!" katanya dengan suara yang berobah sabar. "Apakah kau mengijinkan kitab itu kupinjam untuk beberapa saat lamanya ?!"
Kim-see Hui Hong menatap Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu, mukanya tak enak dilihat.
"Hmmm ..... kau sebagai seorang Kauw-coe dari suatu perkumpulan yang cukup besar, tapi tanganmu telengas sekali !!" kata Kim-see Hui Hong berani. "Apakah kau kira tak ada orang yang dapat menandingi orang-orangmu ?"
Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersenyum dingin, dia menatap Cio Put Ting tajam sekali.
"Jadi Cio Kie-soe mau maksudkan bahwa kau ingin main-main sebentar dengan orang-orangku ?" tegurnya tawar.
"Apa takutnya ?!" bentak Kim-see Hui Hong. "Tapi kalau sampai orang-orangmu mampus di tanganku, kau jangan persalahkan aku !!"
Kembali Thio See Ciang tersenyum, dia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bagus ! Bagus ! Aku memang telah mendengar nama Cio Kie-soe yang besar !" kata Kauw-coe Pek Bwee Kauw. "Baiklah Cio-heng ! Sekarang kau boleh main-main sekedarnya dengan Pek Wie !" dan setelah berkata begitu, See Ciang mengibaskan tangannya dan Pek Wie Too-jin melompat ketengah ruangan. Dia memberi hormat kepada Kauw-coenya, lalu membalikkan tubuhnya kepada Kim-see Hui Hong. Too-jin ini merangkapkan tangannya dengan gerak 'Seng Heng Tauw Coan' atau 'Bintang-bintang melintang dan berputar', itulah jurus pembukaan dari ilmu silat Boe Tong Pay.
"Silahkan Cio Kie soe maju !!" katanya dingin. "Pin-too harap Kie-soe jangan menurunkan tangan terlalu berat padaku !"
Kim-see Hui Hong ketawa mengejek.
"Hu ! Hu ! Kau benar-benar mencari penyakit imam tolol !!" bentaknya, sedangkan tubuhnya telah melompat ketengah ruangan. Me?reka jadi saling berhadapan.
"Silahkan Kie-soe menyerang !!" kata Pek Wie Too-jin lagi, walaupun sikapnya cukup menghormat, namun semua ini menyatakan bahwa ia memandang rendah pada Kim-see Hui Hong. Hal ini mendongkolkan Cio Put Ting, lebih-lebih-lebih waktu si Too jin mengatakan lebih lanjut : "Selama tiga jurus Pin-too takkan balas menyerang ..... untuk menghormati Cio Kie-soe !" Itulah suatu hinaan yang tak dapat diterima oleh Cio Put Ting, maka dengan mengeluarkan suara murka, dia menerjang maju. Dia tak berlaku sungkan lagi, sekali menyerang, dia telah merangsek dengan jurus 'Hong Hoet Soei Liok' atau 'Sang angin mengebut, Yang-lioe mereyot', hebat serangan Cio Put Ting. Sebetulnya jurus 'Hong Hoet Soei Liok' itu hanyalah suatu jurus biasa, tapi digunakan oleh Cio Put Ting yang Lwee-kangnya telah mencapai kesempurnaan, maka jurus itu jadi berobah hebat sekali.
Pek Wie tak berani berayal, dia menggeser kedudukan kakinya, lalu dengan jurus 'Kim Ciam Touw Hoa' atau 'Jarum emas ditoblos benang', dia mencelat kekiri, sehingga tangan Kim-see Hui Hong jatuh di tempat kosong.
"Bagus!" seru Kim-see Hui Hong saking mendongkolnya, dia tak berhenti sampai di situ, selain tangannya diteruskan menyerang, kedua tangannya dikasih bekerja secara berbareng, karena dengan tangan kirinya dia menyerang menggunakan jurus 'Hong Liong Coe' atau 'Tangan menakluki naga' dan tangan kanannya bekerja dengan jurus 'Yan Cu Hwie In Ciong' atau 'Walet terbang kian kemari'. Serangannya itu menutup jalan mundurnya lawan.
Pek Wie Too-jin sendiri terkejut melihat cara menyerang Cio Put Ting, dia sampai mengeluarkan seruan pujian. Tapi, Pek Wie Too-jin memang lihai, tak percuma dia menduduki kursi ke delapan dari Pek Bwee Kauw. Dengan sebat dia melompat setinggi setengah tombak, sambil melompat, tubuhnya berputar, sehingga tubuhnya jadi menjauh, lalu tangannya menjambret lengan Kim-see Hui Hong.
Kembali Kim-see Hui Hong gagal meneruskan serangannya itu, terpaksa dia menarik pulang tangannya, dia melonpat mundur setindak, karena kalau tadi dia meneruskan serangannya itu, tangannya pasti akan hancur kena dicengkram oleh Pek Wie Too-jin.
Pek Wie Too-jin sendiri telah turun ke lantai pula, mereka jadi saling berhadapan.
"Cio Kie-soe telah menyerangku dua jurus !" katanya. "Selama itu, aku menepati janjiku tak akan balas menyerang ! Sekarang masih ada satu jurus kuberikan kesempatan pada Cio Kie-soe, tapi seandainya gagal, maka untuk seterusnya maafkanlah kalau Pin-too berlaku kurang ajar pada Kie-soe .....!"
Belum lagi Too-jin itu menyelesaikan perkataannya, Kim-see Hui Hong telah menjerit"sambil berjingkrak. Dia sangat murka sekali. Nyata benar Pek Wie Too-jia masih muda, mungkin baru berusia diantara empat-paluh tahun keatas dan patut disebut sebagai angkatan muda kalau dibandingkan dengan Kim-see Hui Hong, tapi si Too-jin telah berani berlaku begitu kurang ajar terhadapnya. Maka dari itu, tanpa mengatakan sesuatu apapun, dia telah melompat untuk menyerang lagi. Sekarang dia sudah mengambil keputusan untuk meayerang dengan serangan yang mematikan, dia tak mau Too-jin itu dapat meloloskan dirinya kembali dari tangannya. Disebabkan hal itu, Kim-see Hui Hong menggunakan jurus 'Liong Ting Ti Cu' atau 'Ambil mutiara diatas kepala Naga', tangan kanannya bergerak cepat sekali, sehingga sulit untuk diikuti oleh pandangan mata. Dia bermaksud untuk mencengkeram pecah kepala Pek Wie Too-jin.
Imam dari Pek Bwe Kauw tersebut juga telah melihat telengasnya serangan Kim-see Hui Hong kali ini, dia tak berani main-main lagi, dia tak berani menganggap enteng Cio Put Ting, maka itu cepat-cepat dia bergerak sebat, tangannya digentakkan kebelakang, lalu dengan kegesitan yang luar biasa, dia mengeluarkan bentakan tiga kali secara beruntun, lalu direnteti oleh bentakan : "Kena ..... !" dan tampak mereka melompat mundur ke belakang, masing-masing memisahkan diri. Ternyata Pek Wie Too-jin telah mengulurkan tangannya akan menotok jalan darah Song Ma-hiatnya Kim-see Hui Hong, tapi Cio Put Ting sangat kosen, biar bagaimana dia dapat mengelakkan serangan itu. Mereka jadi berdiri berhadapan dengan mata menyala. Baru saja mereka mau saling terjang lagi, tiba- tiba terdengar suara bentakan yang nyaring :
"Tahan !!" Semua orang menoleh ke arah suara itu, tampak Han Hoe-jin sedang mendatangi. Wajahnya membeku dingin, muram sekali. Matanya memandang sayu, tapi di antara keredupan matanya itu terlalu kilatan hawa membunuh !
Kauw-coenya Pek Bwee Kauw ketika melihat Han Hoe-jin, dia meiengak, matanya memandang bengong sesaat, tapi kemudian dia tertawa gelak-gelak, sampai tubuhnya tergoncang.
"Oho ..... ! Rupanya kau, Pek Bie-Kui ?" tegur Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersebut.
Han Hoe-jin mendengus, dia memandang bengis pada Kauw-coe itu.
"Kuminta kalian meninggalkan rumah suamiku ini!" bentaknya dengan suara yang nyaring. "Enyahlah kalian semuanya .....!''
"Hahahaha ..... " Kauw-coe Pek Bwee Kauw tertawa gelak-gelak lagi, agak lama juga dia berlaku begitu sampai kemudian sambil mengurut-urut janggutnya yang serba putih itu, dia berkata : "Pek Bie Kui ..... kau benar hebat !" dan dia mendengus.
"Aku tak menduga sedikitpun bahwa kau akan dapat menjadi seorang isteri dari seorang pendekar seperti Han Loo-eng-hiong ! Aha, bagaimana dengan ilmu "It Mo Wan" yang sedang kau pahami?! Tentunya telah mencapai kesempurnaan, bukan?" It Mo-Wan ialah Iblis Lutung tunggal.
Muka Han Hoe-jin berubah, dia menatap Kauw-cu Pek Bwee Kauw dengan mengerutkan sepasang alisnya.
"See Ciang !" bentaknya. "Sebetulnya sejak terjadinya pertumpahan darah pada hari itu, aku sudah berjanji iak akan terjun kedunia Kang-ouw lagi, aku sudah tak mau mempergunakan ilmu silatku itu ..... sehingga akhirnya aku menikah dengan Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim ! Tapi nyatanya, setelah menjelang tua, ternyata kalian akan mengacau rumah tangga kami, maka terpaksa aku harus ikut campur .....Janji yang telah kuberikan pada kalian duapuluh lima tahun yang lalu sudah tak berlaku lagi!"
"Hahahaha!" kembali Kauw-coe Pek Bwee Kauw ketawa keras. "Hebat ! Hebat! Aku tak bisa mempersalahkan padamu, Pek Bie Kui ! Itu memang hakmu untuk membela suami dan keluargamu ! Tapi ingat Pek-Bie Kui, kami dari pihak Pek Bwee Kauw tak dapat dihalang-halangi oleh seorang wanita sepertimu ! Menyingkirlah, jiwamu seorang kuampuni, sedangkan yang lainnya, aha, maafkan saja, tak ada seekor lalatpun yang akan dapat terbang keluar dengan berjiwa .....! " Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu merogoh sakunya mengeluarkan obat anti Tiok Sian, diangsurkan kepada Han Hoe jin. "Ambillah, dengan obat ini kau akan dapat keluar dari ruangan ini dalam keadaan selamat." Han Hoe-jin mendecih dengan mulut mengejek.
"Hu, apakah kau kira aku kemaruk hidup ?" tegurnya. "Thio See Ciang kalau kau dan orang-orangmu yang berada di ruang ini tak cepat-cepat enyah dari sini, jangan kau persalahkan Pek Bie Kui tak mengingat hubungan sahabat lama .....! "
Kauw-coe Pek Bwee Kauw ketawa dingin, dia mengerutkan sepasang alisnya.
"Tadi waktu kami menuju kemari, di tengah perjalanan aku bertemu dengan Gin Tiok Su-seng Gauw Lap dalam keadaan terluka .....! Haii .....! Tentu kau yang telah menghukumnya, bukan?" dan si Kauw-coe menarik napas.
" Ya !" Han Hoe-jin mengangguk. "Kalau kalian masih membangkang, maka nasib kalian akan sama seperti yang diderita oleh Gin Tiok Su-seng !!"
Wajah Kauw-coe Pek Bwee Kauw agak berubah, tapi akhirnya dia ketawa.
"Kalau Gin Tiok Su-seng boleh jeri pada Thian Liong Hauw ! " katanya kemudian nyaring. "Tapi aku, Thio See Ciang, sejak duapuluh lima tahun yang lalu sudah tak terikat lagi dengan Thian Liong Hauw ! Sebab itu ..... ahaha, kau tak dapat mempergunakan pengaruh bangpaknya Thian Liong Hauw untuk menakut-nakuti diriku ! Lebih baik kau lemparkan saja bendera bangpak itu ke tong sampah dan bersujud tiga kali di hadapanku, maka baru akan kuampuni jiwamu !!" keras sekali suara Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersebut, mukanya juga menunjukkan kebengisan hatinya.
Han Hoe-jin mengerutkan sepasang alisnya. Dia jadi memutar otak. Memang dia mengetahui, sejak dulu Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw ini selalu membangkang perintah Thian Liong Hauw, karena selain kepandaiannya tinggi, juga dia licik sekali. Sedangkan Gin Tiok Su-seng, karena mempunyai sedikit persoalan dengannya, maka masih mematuhi perintah dari Thian Liong Hauw. Kalau bertanding satu lawan satu, Han Hoe-jin mengetahui dia tak dapat menandingi See Ciang, maka itu dia jadi memutar otak.
"Bagaimana Pek Bie Kui .....? Kau memilih jalan hidup, bukan ?" tegur Kauw-coe Pek Bwee Kauw lagi.
Han Hoe-jin ketawa dingin.
"Bagus ! Rupanya kali ini kau mau membangkang perintah dari Thian Liong Hauw lagi ?! Apakah kau tak takut mati ?!" tegur Han Hoe-jin. Walaupun dia bertanya begitu, toch dia tetap memutar otak. Duapuluh lima tahun yang lalu sebetulnya Han Hoe-jin puteri seorang jago silat yang tiada taranya, seorang Kiam-seng seorang raja pedang yang tak ada tandingannya. Sebagai seorang jago yang luar biasa, raja pedang she Lo dan bernama Wang, dia menerima tiga orang murid. Mereka semua dididik dalam ilmu silat, namun disebabkan semasa mudanya Lo Wang banyak membunuh dengan pedangnya, maka ketiga muridnya itu masing-masing diberi senjata sebatang seruling untuk murid pertamanya, senjata sepasang roda untuk murid yang namor dua dan pukulan tangan kosong untuk murid yang ketiga. Mereka dididik sepenuh hati, tak ada satupun yang dibedakan. Ketiga muridnya itu masing-masing bernama Gauw Lap, sebagai murid ketuanya, Sam Ciat Wie sebagai murid yang nomor dua dan Thio-See Ciang sebagai murid yang nomor tiga. Sebelum dididik dalam ilmu silat, ketiga muridnya itu diambil sumpahnya akan patuh kepada panji Thian Liong Hauw, siapa saja yang memegang panji itu, maka sama saja fungsinya sebagai sang guru. Ketiga muridnya itu patuh sekali. Mereka belajar tekun dan rajin dibawah gemblengan Lo Wang.
Tapi yang paling disayang diantara ketiga muridnya itu ialah Thio See Ciang, karena muridnya yang paling kecil ini selalu dapat mengambil hati gurunya. Lo-Wang mendidik muridnya yang nomor tiga ini sepenuh hati, malah ilmu pedang simpanannya juga diturunkan pada murid terakhirnya itu, di samping Lo Lie, putrinya, yang juga memahami ilmu pedang warisannya.
Setelah masing-masing menjelang usia dua puluh tahun lebih dan merasa mempunyai kepandaian yang cukup tinggi untuk berkecimpung di dalam dunia Kang-ouw, ketiga murid Kiam-seng Lo Wang mulai keluar pintu perguruan untuk merantau. Sedangkan Lo Lie karena baru berusia diantara sebelas tahun, dia tetap menemani ayahnya, sampai achirnya Lo Wang menemui ajalnya karena disebabkan usia tuanya. Lo Lie jadi sebatang kara. Gadis cilik ini dipungut anak oleh seorang hartawan dan dipelihara seperti putri kandung mereka sendiri, karena hartawan kaya itu tak punya keturunan. Hari-hari beredar terus, dunia berputar sampai achirnya Lo Lie dewasa dan dia sering mendengar kebesaran nama ketiga murid ayahnya, yang juga merangkap menjadi suhengnya. Gauw, Sam dan Thio telah malang melintang di dalam rimba persilatan tanpa tanding, malah yang menggegerkan dunia persilatan adalah kelakuan Gin Tiok Su-seng Gauw Lap, dengan serulingnya, dia telah malang melintang serta banyak melakukan perbuatan maksiat. Sam Ciat Wie sendiri jarang terdengar, karena selain orangnya pendiam, dia juga tak senang keramaian, sehingga tak banyak yang mengenalnya, lebih-lebih setelah dia menyembunyikan diri menjauhkan keduniawian. Thio See Ciang sendiri telah mendirikan perkumpulan bunga Bwee putih. Perkumpulan itu didirikan See Ciang mulai dari beranggota 11 orang, lalu kemudian berkembang dengan pesatnya, sehingga menjadi suatu perkumpulan yang besar. Perkumpulan Pek Bwee Kauw ini juga tak begitu baik, karena orang-orang Pek Bwee Kauw umumnya telegas dan kalau membunuh lawannya dengan tangan besi tak mengenal ampun.
Lo Lie telah mendengar itu, sebetulnya dia ingin sekali mencari Gin Tiok Su-seng dan Thio See Ciang untuk memperingatkan mereka dan minta agar mereka meninggalkan dunia mereka yang kotor. Tapi, Lo Lie tak mengetahui tempat mereka, sehingga sulit baginya untuk mencari kedua Soe-hengnya itu. Tapi, menjelang usia Lo Lie mencapai duapuiuh tahun, di Hong-san, gunung burung Hong, terjadi perebutan gelar jago nomor wahid di antara ketujuh jago luar biasa yang merajai daratan Tionggoan," Mereka adalah Kim-see Hui-hong, It Kyam Chit-tong Su Tie Kong, Gin Tiok Su-seng Gauw Lap, Sian Lie Lie yang bergelar Hek Coa Tok Mo, Khu Sin Hoo, Tok Sian Sia Yan Hoa Piek, dan jago yang ketujuh itu ialah Sian-jin Kiu-lo Heng Ciauw Liong. Di gunung itulah terjadi keramaian yang luar biasa, karena selain ketujuh jago yang luar biasa, jago-jago lainnya juga berdatangan untuk menonton. Termasuk Thio See Ciang, yang datang sebagai penonton. Maka itu, cepat-cepat Lo Lie juga menuju ke Hong-san. Di gunung itu dia menegur Gin Tiok Su-seng dan Thio See Ciang, tapi mereka berdua tak mau mengerti ditegur cara begitu oleh puteri guru mereka, karena dalam anggapan mereka sekarang kepandaian mereka telah tinggi luar biasa, lagi pula sang guru telah wafat. Lo Lie tak berarti apa-apa bagi mereka, karena kepandaian Lo Lie tentunya tak tinggi. Namun, waktu Lo Lie mengeluarkan panji peninggalan ayahnya, panji Thian Liong Hauw, hanya Gin Tiok Su-seng yang jeri dan berlutut, sedangkan Thio See Ciang telah kabur melarikan diri. Sejak itu Lo Lie menyadari, bahwa kalau dia mau menundukkan Soe-heng - soe-hengnya itu, dia harus mempunyai kepandaian silat yang tinggi, sedangkan dirinya, walaupun puteri seorang Kiam-khek yang luar biasa, tapi hanya mempunyai kepandaian yang tak berarti. Maka dari itu, hatinya jadi tawar, sampai akhirnya setelah pulang dari Hong-san dia berkenalan dengan Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim, mereka menikah, sedangkan Lo Lie merahasiakan bahwa dirinya mempunyai kepandaian silat dan puteri dari Lo Wang, itu Kiam-seng yang ternama .....! Sampai mereka mempunyai putera yang diberi nama tunggal Han, tokh Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim masih tak mengetahui bahwa isterinya mempunyai kepandaian yang tinggi sekali.....!
Han Hoe-jin tersadar dari lamunannya ketika Thio See Ciang tertawa keras sekali.
"Lo Lie.....-!" katanya dengan suara yang keras. "Dulu ketika di Hong-san, karena disebabkan kecantikanmu, maka orang-orang gagah telah memberikan julukan padamu Pek Bie Kui, tapi jangan kau menduga bahwa dengan mempunyai julukan semacam itu, kau dapat menguasaiku ! Pergilah! Jiwamu kuampuni, semua ini kulakukan demi mengingat hubungan kita yang dulu ! Aku juga memahami, kau tentu sudah tak.mau mengakuiku sebagai Soe-hengmu lagi, karena tadi kau telah mengatakan kita hanyalah sahabat lama saja .....!" dan Thio See Ciang ketawa bergelak-gelak, sehingga tubuhnya tergoncang.
Han Hoe-jin mendongkol melihat lagak orang, tiba-tiba dia meraba ke dalam koennya dan tahu-tahu di tangannya telah tergenggam sebatang pedang pendek.
"Thio See Ciang !" bentaknya dengan suara yang keras. "Kau merupakan seorang murid yang murtad ! Walaupun ayah telah meninggal, tapi aku sebagai puterinya berhak menghukum kau seorang murid yang murtad !! "
Thio See Ciang ketawa lagi, nadanya mengejek. Tiba-tiba dia mengibaskan tangannya dan berdiri dari duduknya, matanya memancarkan hawa pembunuhan dan suasana di dalam ruangan tersebut jadi tegang sekali ..... lebih-lebih Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim dan keempat muridnya, Tang, Wie dan dua bersaudara Hi. Mereka menguatirkan keselamatan Han Hoe-jin.
Dan, di saat orang yang berada di dalam ruangan itu sedang dalam keadaan tegang, berlainan sekali dengan Han Han yang berada di dalam kamarnya. Dia mendengar suara ribut-ribut yang tak hentinya, yang berasal dari ruangan depan, dia bermaksud untuk keluar. Tapi baru saja dia bergerak, tiba-tiba dirasakan, pangkal tangannya sakit sekali, si-bocah sampai mengeluarkan jerit kesakitan yang tertahan. Cepat-cepat dia merebahkan tubuhnya kembali. Muka si bocah jadi pucat pias menahan perasaan sakit di pangkal tangannya itu. Dia ingin berteriak untuk memanggil ibunya, tapi dia malu untuk melakukan hal itu, karena dalam anggapannya bukanlah Ho-han kalau baru menderita sedikit saja sudah memanggil-manggil ibunya. Maka dari itu, dia mengigit bibirnya saja menahan perarasaan sakit yang diceritanya. Butir-butir keringat dingin membanjiri kening dan tubuhnya.
Suara ribut-ribut masih saja terdengar dan samar-samar Han Han mendengar suara ibunya. Dasar bocah, dia jadi ingin mengetahui apa yang tengah terjadi di ruangan itu. Dia masih ingat, tadi orang yang berpakaian seperti pelajar, Gin Tiok Su-seng, telah menyerangnya dengan bengis sekali, sehingga dia menderita kesakitan sekali. Maka, mengingat akan orang itu, Han Han jadi meluap darahnya, dia bermaksud keluar untuk membalas sakit hatinya pada Gin Tiok Su-seng ! Dengan menguatkan hatinya dan menahan perasaan sakit di tangannya, dia berusaha turun dari pembaringanuya, akhirnya Han Han berhasil turun ke lantai. Hanya, entah karena tubuhnya masih sangat lemah, ketika kakinya menginjak lantai, tanpa terasa dia rubuh kelantai. Malah naasnya si-bocah, jatuhnya tangan kirinya dulu sehingga menindihkan bekas tulang pangkal lenganuya yang patah. Si bocah mengeluarkan jerit kesakitan dan saking kesakitan, matanya jadi berkunang-kunang, kemudian setelah mengeluarkan keluhan lagi, dia jatuh pingsan, menggeletak di lantai. Wajahnya memucat, butir-butir keringat membanjiri tubuh si bocah..... ! Untuk seterusnya dia tak mengetahui peristiwa hebat apa yang terjadi di ruangan muka gedung ayahnya itu. Padahal, dari detik itulah, dirinya akan mengalami perobahan yang besar, dari putera seorang jago silat yang selalu menolak umuk belajar silat, akhirnya Han Han akan mengalami peristiwa menyeramkan, mengalami pergolakan yang luar biasa, yang memaksa dia harus menjadi seorang jago yang luar biasa sekali untuk dapat menyelesaikan persoalan yang akan terjadi di dirinya, karena bocah ini akan mengalami dahsyatnya gelombang sungai telaga, dan bergolaknya taufan dari rimba hijau.....! Semua itu akan membawa perobahan besar pada diri si bocah..... !
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 10 DAN di ruang muka, di mana para jago-jago silat itu tengah berkumpul dalam keadaan yang menegangkan sekali itu, membikin hati Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim jadi berdebar tak keruan. Lebih-lebih dia memikirkan keselamatan isterinya. Juga yang tak dimengerti olehnya, mengapa dia tak mengetahui bahwa isterinya itu sebenarnya seorang jago silat yang kosen?! Mengapa sang isteri merahasiakan hal itu ? Apakah di belakang tirai penghidupan isterinya itu di masa gadisnya terdapat sesuatu rahasia yang luar biasa sekali ?!
Berpikir begitu, Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim jadi memandang Han Hoe-jin yang kala itu sedang bertolak pinggang menghadapi Thio See Ciang, Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw itu.
"Jadi kau benar-benar tak mau diberi jalan hidup, Pek Bie Kui ?" tegur Thio See Ciang dengan suara menyeramkan.
"Hmmm ..... kau memang telah lupa pada keadaan dirimu, See Ciang !" menyahuti Han Hoe-jin. "Kau telah melupakan budi ayah padamu, sehingga kau berani menyentuhku juga !! Baiklah, hari ini aku akan adu jiwa denganmu ! " dan Han Koe-jin membolang-baliugkan pedang pendeknya itu.
Thio See Ciang tertawa dingin, dia menarik napas dalam-dalam, lalu dengan tak terduga ia tertawa keras sekali.
Semua orang terkesiap ketika mendengar suara ketawa Thio See Ciang yang bergelombang tak putus-putusnya, nyata dia telah mengerahkan tenaga Lwee-kangnya. Tadi waktu See Ciang menarik napas, semua orang tak mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw itu, namun setelah See Ciang tertawa terus-menerus, mereka jadi mencelos. Semacam perasaan yang bergolak di diri mereka mengamuk dengan hebatnya. Cepat-cepat masing-masing mereka mengerahkan tenaga Lwee-kang mereka untuk membendung suara Thio See Ciang yang menyerupai raungan Harimau.
Yang harus dikasihani adalah Tang Siu Cauw. Wie Soe Niang, Hi Beng dan Hi Lay, mereka tak tahan mendengar suara ketawa See Ciang, walaupun mereka telah mengerahkan tenaga Lwee-kang mereka, namun disebabkan tenaga dalam mereka kalah jauh dengan See Ciang dan juga di antara orang-orang yang berada di dalam ruangan tersebut dia paling lemah, maka akhirnya setelah berjingkrak-jungkrak beberapa kali, mereka rubuh tak sadarkan diri.
Kim see Hui Hong dan Bo Tho jadi mendongkol melihat cara Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw itu. Tapi mereka juga tak berani main-main dengan teriakan naga dan raungan harimau dari Kauw-coe bunga Bwee putih itu. Cepat mereka duduk bersemedi untuk mengerahkan tenaga dalam mereka, tapi baru berselang beberapa lama, hati mereka agak berdebar dan jantung mereka berdenyut agak keras, perasaau mereka bergolak. Hati mereka jadi terkesiap, mereka mengerahkan mati-matian tenaga dalam mereka, karena suara tertawa See Ciang masih terdengar terus.
Berlainan dengan Han Hoe-jin dan Pat-kwa Hiat-kui. Karena tenaga dalam mereka lebih rendah dari Kim-see Hui Hong, maka walaupun mereka telah mengerahkan tenaga Lwee-kang mereka seluruhnya, toch tampaknya mereka jadi gelisah sekali. Yang kasihan adalah Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim, karena dia memang jauh ilmu silat maupun tenaga Lwee-kangnya kalau dibandingkan dengan isterinya atau Kim-see Hui Hong suami isteri, berulang kali dia telah melompat dari bersemedinya dan berjingkrak-kongkrak, karena dirinya dikuasai oleh pengaruh suara tertawanya Thio See Ciang. Setelah mengerahkan tenaga dalamnya mati-matian untuk melawan pengaruh suara tertawa itu, barulah dia dapat duduk kembali untuk bersemedi. Tapi, biarpun begitu, tak urung butir-butir keringat dingin telah mengucur deras sekali.
Thio See Ciang masih tertawa terus, malah suara ketawanya itu semakin bergelombang dan kuat sekali. Sedangkan Pek Wie dan Siang Wie Too-jin tetap berdiri di sisi Kauw-coenya itu, karena mereka tadi telah bersiap-siap. Waktu melihat See Ciang bangkit dari kursinya, dia telah menyumpal telinga mereka dengan potongan kain. Juga anak buah Thio See Ciang yang berada di luar gedung, siang-siang mereka telah memakai potongan kain untuk menyumpal kuping mereka, sehingga mereka terhindar dari pengaruh tertawa Kauw-coe mereka.
Walaupun Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim telah mengerahkan Lwee-kangnya untuk melawan pengaruh tertawanya See Ciang, tokh akhirnya dia harus menyerah dengan kenyataan. Dengan mengeluarkan jeritan yang rnenyayatkan, dia melompat berdiri, lalu tubuhnya ambruk lagi ke lantai tak sadarkan diri. Han Hoe-jin mendengar suara jeritan suaminya, hatinya jadi tergoncang dan di sebabkan goncangan hatinya itu, di saat dia memandang suaminya terjungkal rubuh perlawannya jadi berkurang, maka itu, suatu perasaan yang aneh bergolak hebat di dirinya. Akhirnya, dia tak tak dapat melawan terus, dengan menjerit seperti halnya Pat-kwa Hiat-kui tadi, dia ambruk dan pingsan tak sadarkan diri.
Kim-see Hui Hong Cio Put Ting dan Bo Tho mencelos hati mereka waktu melihat keadaan Pat-kwa Hiat-kui suami isteri. Mereka juga dapat merasakannya, kalau mereka bertahan beberapa saat, mereka pasti takkan dapat melepaskan diri dari pengaruh suara tertawaan Kauw-coe Pek-Bwee Kauw itu, yang Lwee kangnya telah mencapai kesempurnaan, maka itu, mereka mengambil keputusan kabur saja keluar. Namun, baru saja Cio Put Ting mau mengisyaratkan isterinya untuk kabur saja meninggalkan gedung itu, tiba-tiba hatinya jadi dingin dan keringat dingin mengucur membasahi keningnya. Kenapa ?! Sebetulnya Kim-see Hui Hong Cio Put Ting dan Bo-Tho adalah dua tokoh lihai yang sulit di cari tandingannya, bagi mereka untuk melarikan diri dari ruangan tersebut tak begitu sulit, namun Cio Put Ting teringat bahwa kalau saja mereka melompat keluar, maka mereka akan terbinasa oleh racun Tok Sian, racun dewa yang teiah disebar oleh orang-orang Pek Bwee Kauw ! Inilah hebat kalau bertahan terus dari suara tertawa Kauw-coenya Pek Bwee Kauw itu, terang akhirnya mereka akan rubuh.
Juga kalau mereka akan menyerang Thio-see Ciang, tentu Pek Wie dan Siang Wie Too-jin akan menghalangi merela dan disebabkan konsentrasi mereka terpecah, jiwa mereka akan terancam, mereka-akan rubuh dan syaraf mereka akan pecah. Kalau sampai hal itu terjadi, itulah yang hebat. Untuk seterysnya mereka hidup tak menyerupai, manusia lagi mereka akan gila dan tak ingat lagi apa yang telah terjadi. Inilah yang tak diingini oleh Bo Tho dan Kim-see Hui Hong. Mereka jadi memutar otak, akhirnya mereka jadi nekad. Kim-see Hui Hong Cio Put Ting memberi isyarat kepada isterinya, lalu dengan secara berbareng, dengan mengerahkan tenaga Lwee-kang mereka menjerit secara berbareng untuk menutupi suara ketawa Kauw-coe Pek Bwee Kauw yang tak putus-putusnya itu. Menggunakan saat itu, tnbuh mereka mencelat kepintu.
Pek Wie dan Siang Wie Too-jin ingin menghalangi mereka tapi kedua Too-jin yang menjadi anak buah Pek Bwee Kauw tersebut kalah sebat, mereka tertinggal, Kim-see Hui Hong dan Bo Tho telah berada di luar. Anak buah Pek Bwee Kauw yaug berada di luar, waktu melihat Kim-see Hui Hong dan Bo Tho melompat keluar, mereka menyerbu menghalangi. Tapi Cio Put Ting biar agak ketololan, dalam keadaan jiwanya terancam, dia mengerahkan kepandaiannya. Dasarnya dia memang lihai maka dia malah gembira melihat anak buah Pek Bwee Kauw yang meluruk menyerbunya. Dengan sebat dia menjambret dua orang lalu dibanting dan di saat tubuhnya meluncur turun, dia jadi menginjak tubuh orang Pek Bwee Kauw itu, sehingga dia terhindar dari racun Tok Sian, Begitu juga Bo Tho, dia mengikuti perbuatan suaminya dia menjambret orang Pek Bwee Kauw, dibantingnya ketanah dan disaat tubuhnya yang gemuk boto itu meluncur turun, dia menginjak kedua tubuh orang itu, lalu menjejakkan lagi, tubuhnya telah melayang melewati tembok sehingga dia tiba dengan selamat diluar garis dari racun itu. Kemudian, tanpa menoleh lagi mereka berdua merat secepatnya.
Tapi baru saja beberapa langkah, di hadapan mereka telah menghadang Hauw Loo tangkeh dan Kim-soe Loo-tangkeh. Mereka berusaha menghalangi Kim-see Hui Hong dan Bo Tho. Namun kepandaian Hauw Loo-tangkeh dan Kim-soe Loo-tangkeh tak seberapa mereka tak dapat berbuat banyak terhadap dua jago yang kosen itu, maka dengan sekali gebrak, Hauw Loo-tangkeh dan Kim-soe Loo-tangkeh telah terpental dihajar oleh Bo Tho dan Cio Put Ting. Kedua orang itu kemudian mengangkat langkah seribu, menjauhi orang-orang Pek Bwee Kauw.
Hauw Loo-tangkeh dan Kim-soe Loo-tangkeh jadi hanya mengawasi saja. Mereka tak berani untuk mengejar lagi, karena mereka menyadari bahwa mereka bukan tandingan Cio Put Ting dan Bo Tho.
Yang kasihan adalah dua orang Pek Bwee Kauw yang dipergunakan oleh Cio Put Ting dan Bo Tho sebagai batu loncatan. Karena hanya menggunakan obat anti Tok Sian di bagian kaki, begitu tubuh mereka ambruk di tanah dibanting oleh Kim-see Hui Hong dan Bo Tho, mereka menjerit jerit dan bergulingan. Mereka menderita kesakitan yang hebat, kareaa dirasakan tubuh mereka serasa seperti disengat oleh ribuan Kalajengking, lalu tak memakan waktu lebih dari empat detik, tubuh mereka menggeletak tak bernapas lagi, dari mulut, hidung dan telinga mengalir darah yang telah menghitam kental.....! Itulah kehebatan racun Tok Sian, racun Dewa, karena siapa yang terkena racun itu, jangan harap bisa tertolong lagi jiwanya.....!!
Thio See Ciang, itu Kauw-cce Pek Bwee Kauw teiah menghentikan suara tertawanya dia menoleh kepada Pek Wie Too-jin dan Siang Wie Too-jin dengan tersungging senyuman di bibirnya.
"Bukankah tak sulit untuk merebut kitab itu dari orang sebangsa Han Lo-kiu ?" tegurnya pada Siang Wie Too-jin.
Cepat-cepat Siang Wie mengangguk.
"Ya ..... berkat kelihaian Kauw-coe!" katanya memuji ketuanya itu.
Thio See Ciang ketawa gembira, dia menghampiri Han Hoe-jin. Di pandanginya wajah Han Hoe-jin yang telah pucat pias itu, napasnya hanya satu-satu dan tak lancar. Begitu juga keadaan Pat-Kwa Hiat-kui Han Swie Lim berikut keempat pengikutnya.
"Akh, Lo Lie.....!" gumam Thio See Ciang perlahan. "Tadi telah kuberi jalan hidup untukmu seorang, tapi kau berkeras ! Sebetulnya aku juga ingin membalas budi In-soe, tapi kau tak tahu diri dan tak mengenal gelagat.....! Untuk seterusnya kau akan gila dan sebetulnya hal itu tak menggembirakan hatiku !" lama Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersebut memandangi Han Hoe-jin, kemudian setelah menarik napas lagi, dia mengebaskan tangannya sambil duduk di kursi.
Pek Wie dan Siang Wie yang melihat kibasan tangan Kauw-coe mereka itu cepat-cepat menuju ke arah Han Swie Lim. Mereka merogoh saku Pat-kwa Hiat-kui mengeluarkan sebuah kotak kayu cendana. Dibawanya kotak yang berisi kitab pusaka itu kehadapan Kauw-coe mereka.
"Siang Wie!" kata Thio See Ciang tertawa gembira waktu melihat kotak kayu cendana itu. "Akhirnya kita berhasil juga memiliki kitab pusaka !" dan dia akan menerima kotak itu dari Siang Wie Too-jin.
Namun, baru saja si Kauw-coe Pek Bwee Kauw mengulurkan tangannya untuk mengambil kotak itu, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dengan kecepatan yang luar biasa, tahu-tahu kotak kayu cendana yang berada di tangan Siang Wie telah lenyap. Siang Wie Too-jin sampai mengeluarkan seruau tertahan, begitu juga yang lainnya.
Thio See Ciang mementang matanya lebar-lebar ke arah sosok bayangan itu, dilihatnya sosok tubuh itu telah berhenti dekat pintu, di tangannya terdapat kotak pusaka kayu cendana. Dia seorang laki-laki berpakaian dekil, rambutnya panjang menutupi sebagian wajahnya. Dia mengenakan topi persegi lima, sehingga sebagian wajahnya di bagian sebelah atas tertutup oleh ujung topi itu, dan wajahnya tak dapat dilihat tegas oleh orang.
Thio See Ciang, Kauw-coe Pek Bwee Kauw tersebut, sangat mendongkol.
"Siapa kau ?! Apakah kau tak takut mampus?" tegur Kauw-coe itu bengis.
Orang berpakaian dekil dan bertopi segi lima itu ketawa dingin.
"Hmm.....siapa yang tak mengenal Thio See Ciang sebagai Kauw-coe Pek Bwee Kauw yang bertangan besi dan telegas sekali ?!" dia menyahuti. "Hu ! Hu ! Sayang aku terlambat datang kemari, kalau tidak orang-orang ini tentu takkan mengalami nasib yang menyedihkan begitu macam !"
Wajah Thio See Ciang jadi berubah hebat, tapi dia tak berani sembarangan bergerak, karena kalau orang itu tak lihai, tentu dalam anggapan Kauw-coe itu, tak mungkin berani main gila di hadapannya. Maka dari itu cepat-cepat dia membungkukkan tubuhnya sedikit.
"Bolehkah Siauw-tee mengetahui nama besar Loo-heng ?" tegurnya, suara Kauw-coe ini berubah jadi lembut. Sambil membungkukkan tubuh, Kauw-coe ini melirik untuk melihat wajah orang itu, tapi tetap saja dia tak dapat melihat tegas, karena sebagian wajahnya selain tertutup oleh rambutnya yang panjang juga terhalang oleh ujung topi segi limanya. See Ciang juga heran orang dapat masuk kegedung itu tanpa dapat diketahui serta selamat dari Tok Sian yang disebarkan di sekitar gedung tersebut.
Orang itu telah ketawa dingin, dia menyahuti dengan suara yang sember: "Aku she Gu dan bernama Kim Ciang !" dan kembali dia mendengus seraya memasukkan kotak kayu cendana kedalam sakunya.
"Oh ..... kiranya Gu Kie-soe !" kata See Ciang secepat orang itu menyelesaikan perkataannya. "Di antara Gu Kie-soe dengan pihak kami dari Pek Bwee Kauw tak ada sangkutan apapun, juga kita tak pernah berhubungan, seperti juga air sungai dan air sumur, tapi mengapa hari ini. Gu Kie-soe mempunyai minat untuk mencampuri urusan kami ?"
Orang itu, yang ternyata memang Gu Kim Ciang, ketawa dingin lagi.
"Orang she Thio !" bentaknya dengan suara yang nyaring. "Sebetulnya, kalau memang kau hendak memiliki kotak kayu-cendana ini, kukira cukup kau memintanya secara baik-baik kepada pemiliknya ! Mengapa kau malah menggunakan kekerasan mencelakai keluarga Han sampai demikian macam ?"
Wajah Kauw-coe dari Pek Bwee Kauw berubah.
"Sebetulnya Siauw-tee ingin memberi jalan hidup kepada mereka, tapi orang-orang itu sungguh tak mengenal kebaikan orang, mereka terlalu bandel dan selalu berkeras, sehingga terpaksa Siauw-tee harus menggunakan kekerasan pada mereka ! ltupun sudah untung,jiwa mereka tak Siauw-tee kirim ke neraka..... !"
"Hmmm !" Gu Kim Ciang ketawa dingin. "Apa bedanya dengan Kauw-coe membunuh orang-orang itu dengan keadaannya sekarang ? Malah keadaan mereka lebih menyedihkan lagi, sebab begitu mereka tersadar, mereka akan gila dan tak ingat lagi siapa diri mereka sendiri !!" Dan, sehabis berkata begitu, dengan tak terduga, Kim Ciang menggenjotkan tubuhnya, melesat keluar. "Kalau memang Kauw-coe ingin memiliki kitab pusaka ini, rebutlah dariku!!" teriaknya lagi.
Melihat orang akan kabur, Kauw-coe Pek Bwee Kauw jadi murka.
"Kejar.....!" teriaknya sambil dia juga menjejakkan kakinya, sehingga tubuhnya melesat keluar akan mengejar Gu Kim Ciang
Anak buah Thio See Ciang ingin menghaiang-halangi orang she Gu itu, namun Kim Ciang lihai sekali, dia dapat melarikan diri dari orang-orang itu. Juga racun Tok Sian yang disebarkan di sekeliling rumah Han Swie Lim seperti juga tak membawa pengaruh apa-apa. Dalam sekejap mata saja, Kim Ciang telah lenyap dalam kegelapan malam.
Thio See Ciang sangat murka, di depan mata hidungnya orang berani main gila, maka itu sambil memerintahkan untuk mengejar, dia juga melesat kemuka untuk ikut melakukan pengejaran. Dalam sekejap saja, orang-orang itu telah meninggalkan gedung Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim.
Sedang melakukan pengejaran itu, Thio See Ciang memutar otak, mengapa racun Tok Sian tak berpengaruh sedikitpun pada orang she Gu itu ? Tapi, dasar otaknya terang, Kauw-coe Pek Bwee Kauw sudah lantas dapat menduganya. Karena dilihat dari kepandaian orang yang lihai, memang suatu kemungkinan Kim Ciang telah mencekuk salah seorang anak buahnya dan memakai obat anti racun Tok Sian itu, sehingga orang she Gu itu tak usah jeri pada racun dewa yang hebat itu.....!


Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepeninggalnya orang-orang Pek Bwee Kauw, gedung Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim jadi sunyi. Angin malam bertiup silir- dingin, disertai oleh dendang binatang malam, sehingga gedung yang besar itu berobah keadaannya jadi menyeramkan sekali.
Mayat-mayat bergelimpangan, mayat Giok Hok-shia Cioe Ie, mayat Jie Su-ok Ang Bian, dan juga mayat-mayat orang Pek Bwee Kauw serta pelayan-pelayan dari keluarga Han, semuanya menambah keseraman suasana gedung itu..... sedangkan Han Hoe-jin, Han Swie Lim serta murid-muridnya juga menggeletak seperti tak bernyawa lagi..... napas mereka hanya tinggal satu-satu, seakan sedang berjuang melawan malaikat maut yang diutus oleh Giam-lo-ong, raja akherat, untuk mencabut jiwa orang-orang itu .....!
Dan, disebabkan oleh peristiwa tersebut di gedung Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim, maka pergolakan dan badai dan taufan akan terjadi didalam dunia persilatan. Ge?lombang hebat dan banjir darah akan ber?golak didalam sungai telaga, jago2 silat yang kosen yang berraunc ilan dan saling bunuh.
Peristiwa mengerikan dan dahsyat akan bermunculan, juga peristiwa-peristiwa aneh akan menguasai dunia persilatan, sehingga membingungkan jago-jago silat dan pemerintah. Semuanya bergolak tak dapat terkendalikan lagi dan apa yang akan terjadi itu hanyalah disebabkan bersumber dari peristiwa-peristiwa yang mergerikan..... Siapa saja yang mengetahui apa yang akan terjadi di dunia persilatan di masa mendatang tentu akan menggigil ngeri dan mengkeret ketakutan, karena di dalam pergolakan yang akan terjadi itu, jiwa manusia benar-benar seperti tak berharga.....semua itu disebabkan oleh sejilid kitab pusaka yang menjadi perebutan di antara jago silat kosen serta ternama .....!
Marilah kita mengikuti kisah dahsyat ini karena apa yang telah terjadi di muka tadi, hanyalah sebagai pendahuluan dan penuturan cerita dari kisah dahsyat Seruling Haus Darah ini .....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 11 CAHAYA bintang dilangit mulai pudar, karena hari telah mendekati menjelang fajar. Namun, udara masih gelap, suara binatang malam juga masih terdengar. Hanya diselingi oleh kokok ayam dan kicauan burung. Suasana di gedung Han Swie Lim, itu jago tua bergelar Pat-kwa Hiat-kui, masih menyeramkan. Bau anyir darah segar tercium menyendatkan pernapasan. Di antara keheningan yang menguasai gedung tersebut terdengar suara rintihan seorang bocah. Ternyata suara rintihan itu berasal dari sebuah kamar dan di dalam kamar itu, di lantai, menggeletak Han Han sambil memegangi tangannya. Walaupun tulangnya itu semula telah dibetulkan kembali oleh Han Hoe-jin, ibunya, namun perasaan sakit masih menguasai lengannya itu. Dia berusaha berdiri sambil memegangi tangannya, kemudian si-bocah duduk di pembaringan.
Keadaan sangat sepi sekali, dia jadi heran. Karena masih diingatnya tadi, di kala dia belum jatuh pingsan, di ruangan muka sangat ribut sekali, sebab rumah ayahnya telah di datangi 'penjahat'. Mengapa sekarang jadi sepi dan sunyi ?! Si bocah jadi heran, dia bangkit dari duduknya dan perlahan-lahan menuju kepintu. Waktu pintu itu dibukanya, bau darah segar yang anyir menyerang penciumannya, hampir saja si-bocah muntah disebabkan bau yang tak enak itu. Si-bocah jadi lebih heran lagi, cepat-cepat dia keluar dari kamar itu dan menuju ke ruangan muka. Tapi, begitu dia melangkah dia melihat sesuatu yang mengejutkan. Di hadapannya menggeletak Lo-sam dan Lo-jie, dua orang pelayan tuanya. Cepat Han Han mendekati dan menelitikan keadaan Lo-sam dan Lo-jie, dilihatnya kedua orang itu sudah tak bernapas, kepala mereka pecah keluar polonya. Terang semua itu perbuatan 'penjahat' yang telah mengacau rumah ayahnya. Si bocah jadi meluap darahnya, cepat-cepat dia keluar menuju keruangan muka. Tapi waktu sampai di ruangan itu, kembali dia melengak, dia sampai berdiri mematung memandang terpaku pada beberapa tubuh yang menggeletak tak bergerak.
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
(Bersambung) JILID V SEBAGAI seorang bocah yang mempunyai keberanian dan sangat tabah, maka Han Han maju menghampiri dan mengawasinya. Tapi dia jadi menjerit waktu melihat bahwa di antara tubuh-tubuh yang menggeletak menyerupai mayat itu terdapat ibu, ayah dan keempat Soe-heng Soe-cienya .....! Ditubruknya Han Hoe-jin sambil menangis.
"Ma.....! Kenapa kau Ma !?" dia menggoyang-goyangkan tubuh ibunya, Han Han melupakan rasa sakit di lengannya.
Tapi Han Hoe-jin tetap tak bergerak hanya napasnya tampak satu-satu, agak tersengal dan tak lancar.
Si bocah jadi bingung, dia berlari ke-arah Pat-kwa Hiat-kui. Digoyang-goyangkan tubuh ayahnya, tapi sang ayah tetap seperti keadaan ibunya. Si bocah jadi menangis sedih, dia menduga kedua orang tuanya ini telah meninggal. Cepat-cepat dia menghampiri Tang Siu Cauw, menggoyang-goyangkannya sambil memanggil-manggil nama Soe-hengnya, dan tampak Tang Siu Cauw menggerakkan tubuhnya, lalu matanya terbuka. Begitu tersadar dari pingsannya, Tang Siu Cauw memandang keadaan sekelilingnya dengan pandangan yang aneh.
Han Han ketika melihat Soe-hengnya belum "mati", dia jadi agak terhibur. Dipeluknya sang Soe-heng dan dia menangis sedih sekali.
Namun, dengan tak terduga, Tang Siu Cauw mendorong tubuh si-bocah.
"Siapa kau ?" bentaknya dengan suara yang keras, menyeramkan. Pandangan matanya juga luar biasa sekali, berkilat sangat menakutkan.
Han Han terkejut melihat keadaan Tang Siu Cauw.
"Tang Soe-heng .....kau ....." katanya terbata-bata. "Lihatlah ..... ayah dan ibu telah ..... telah meninggal !!"
Tang Siu Cauw mengerutkan sepasang alisnya, dia memandang ke sekeliling ruangan itu dengan pandangan yang sangat asing sekali. Dia juga melihat Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim yang menggeletak, melihat Han Hoe-jin, melihat Hi Lay dan Hi Beng, juga melihat Wie Soe Niang, tapi bukannya dia melompat untuk melihat keadaan mereka malah dia mengerutkan sepasang alisnya.
"Mengapa begini banyak mayat orang ?" dia menggumam kepada dirinya sendiri.
"Tang Soe-heng ..... !" panggil Han Han tetap menangis.
Tang Siu Cauw menoleh pada si bocah, mata orang she Tang itu liar sekali. Tiba-tiba dia tertawa keras.
"Bocah !" katanya dengan suara yang keras. "Mengapa kau menangis ? Apakah kau tak sebagai laki-laki menangis seperti seorang Sio-cia !"
Han Han jadi melengak, tapi kemudian dia menangis lagi.
"Tang Soe-heng, kau lihatlah.....! " katanya sambil menunjuk. "Penjahat-penjahat itu telah membunuh ayah dan ibu, juga telah membunuh Soe-heng dan Soe-cie.....!!"
Tang Siu Cauw ketawa lagi ha-ha-he-he.
"Mereka membunuh orang-orang ini ?" tanyanya. "Siapa mereka ? Aku tak mengenal mereka ?!"
"Tang Soe-heng .....?" si bocah jadi mencelos waktu melihat keadaan Tang Siu Cauw. "Kenapa kau, Tang Soe-heng?"
Perlahan-lahan Tang Siu Cauw bangun berdiri, dia menatap sekeliling ruangan itu dengan pandangan mata yang liar.
"Bocah .....! Kita berada di mana ? " tegurnya kemudian sambil menoleh kepada Han Han dan menatap Han Han dengan mata yang jelalatan liar.
Han Han jadi takut melihat mata Tang Siu Cauw, dia sampai mundur. Dia heran melihat keadaan Tang Soe-heng . .....
"Kenapa kau?" tergetar suara si-bocah.
Siu Cauw ketawa lagi, matanya lebih berkilat aneh, rupanya keadaan di sekelilingnya sangat asing.
"Kau selalu memanggilku dengan sebutan Soe-heng! Soe-heng ! Sebetulnya namaku siapa sih ?! Oya, siapa namamu bocah?"
Han Han sampai mengeluarkan seruhan tertahan, dia mengawasi Tang Soe-hengnya itu dengan mata terbentang lebar, dengan air mata mengucur deras mengaliri pipinya.
Ternyata Tang Siu Cauw telah gila!
Harus diketahui karena kepandaian Tang Siu Cauw dan ketiga Soe-teenya itu masih lemah, maka disebabkan pengaruh suara ketawa Thio See Ciang yang disertai tenaga Lwee-kang mereka jadi gila. Namun mereka jadi tersadar lebih dulu, sebab mereka memberikan perlawanan yang tak berarti. Berbeda dengan Pat-kwa Hiat-kui Han Swie Lim dan Han Hoe-jin, karena mereka mempunyai kepandaian yang tinggi, maka di diri mereka terjadi golakan yang hebat dan mereka mengalami serangan dari suara ketawa dari Thio See Ciang yang disertai tenaga Lwee-kang itu lebih hebat lagi, sehingga sampai saat itu mereka belum sadarkan diri. Juga pelayan rumah tangga keluarga Han itu, karena tak mempunyai kepandaian apa-apa waktu mendengar suara ketawa Kauw-coe Pek Bwee Kauw yang disertai oleh tenaga Lwee-kangnya, syaraf mereka pecah dan dari hidung maupun telinga dan mulut mereka mengeluarkan darah! Jiwa mereka seketika itu juga putus dan menghadap Giam-lo-ong.
Sedang Han Han tak mengalami cidera apa-apa, sebab waktu Thio See Ciang mengerahkan tenaga Lwee-kangnya itu, si bocah sedang dalam keadaan pingsan dan menggeletak di lantai tak sadarkan diri, sehingga dia tak mengalami goncangan apa-apa. Dan disebabkan itulah Han Han terhindar dan akibat suara tertawa Thio See Ciang yang sangat luar biasa itu.
Pada saat itu, dengan tak terduga Tang Siu Camw telah melompat kearah Han Han, mencekam di bagian dada si bocah, sehingga si-bocah yang melihat mata Tang Soe-hengnya itu, dia jadi ketakutan sekali.
"Bocah..... katakanlah!" bentak Tang Siu Cauw. "Siapa namaku? Ha-ha-ha-ha-ha ! Katakanlah bocah, siapa namaku ?!" dan Tang Siu Cauw ketawa keras sekali, menarik baju Han Han erat sekali, sehingga si-bocah merasakan tangannya sakit sekali, luka di tulang tangannya terasa lagi.
"Tang Soe-heng..... kau..... kau....." tergetar suara Han Han, dia ketakutan sekali. Kasihan bocah ini, hari ini dia mengalami pukulan bathin yang luar biasa hebatnya. Dia melihat 'mayat' ibu dan ayahnya yang menggeletak di hadapannya, juga melihat mayat-mayat yang lainnya.....dan sekarang melihat keadaan Tang Soa-hengnya begitu menakutkan sekali.....sehingga pecahlah ketabahan si bocah dia menangis tersedu-sedu.
Melihat bocah itu menangis, Tang Siu Cauw tertawa lebih keras sambil menggoncang-goncangkan tubuh si bocah. Tapi, sesaat kemudian wajahnya jadi berubah bengis, dengan tak terduga dia mengayunkan tangannya dan.....'Plaaakkk'! pipi Han Han telah digaplok, sehingga muka si bocah jadi merah bertapak lima jari orang she Tang itu.
Han Han kaget berbareng sakit, dia sampai mengeluarkan seruhan kaget, dan 'si bocah menangis.
Melihat Han Han menangis lagi, Tang Siu Cauw mengayunkan tangannya lagi akan menggaplok pipi si bocah, tapi ketika sampai di tengah udara, dia bimbang, sehingga tangannya tetap diudara, tak diturunkan. Dia merasa kenal pada bocah itu, tapi entah di mana, dia memutar otak untuk mengingatnya, tapi tetap saja dia tak dapat mengingatnya. Disebabkan itu, dia jadi uring-uringan dan dia jadi murka lagi, tangannya diayunkan menggaplok pipi si bocah.
Dengan mengeluarkan suara yang nyaring, pipi Han Han kena dihajar dan si bocah tak dapat mengindarkannya. Dia hanya menjerit kesakitan.
"Siapa kau, bocah ?" bentak Tang Siu Cauw. Wajahnya bengis sekali.
"Tang Soe-heng ..... aku Han-jie .....!" teriak Han Han ketakutan. "Apa?
Maaf halaman 9 s/d 18 hilang
kutkan serta mengerikan sekali, si bocah jadi tak berani menghampiri. Han Han berdiri mematung mengawasi mereka yang sedang menari-nari itu dengan linangan air mata.
Tiba-tiba Pat-kwa Hiat-kui menghentikan tariannya, dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi sambil berseru : "Tahan .....Thian ingin bicara !!"
Semuanya menghentikan tarian mereka dan memandang Pat-kwa Hiat-kui sambil ketawa ha-ha-he-he.
"Aku adalah Thian dan kalian harus mendengar setiap perintah dan kata-kataku !!" teriak Pat-kwa Hiat-kui lagi.
"Ya .....!" semua orang-orang gila itu menyahuti sambil tetap tertawa ha-ha-he-he.
"Sekarang Thian mau bertamasya ! Apakah kalian mau turut serta ?" tanya Pat-kwa Hiat-kui lagi.
Tampak Hi Beng, Hi Lay, Tang Siu Cauw dan yang lain-lainnya kasak-kusuk sambil ketawa cengar-cengir, lalu mereka berseru secara berbareng : "Setuju.....kami memang ingin ikut Thian untuk bertamasya!!"
"Bagus '" seru Pat-kwa Hiat-kui lagi. "Mari kita berangkat !" dan berbareng dengan habisnya suara Han Swie Lim, jago she Han yang telah miring pikirannya itu menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat keluar dengan pesat, diikuti dengan yang lainnya sambil ketawa haha-hehe.
Hati Han Han mencelos melihat keenam orang itu akan pergi. Dia mengejarnya sambil berteriak: "Thia ! Ma ! Tunggu ....., Oh, kalian mau kemana ?" dan dia mengejar terus. Tapi dia hanya seorang bocah yang tak mempunyai kepandaian apa-apa, maka ketika dia sampai di luar ruangan itu, dia hanya mendapatkan kegelapan dan dinginnya udara malam. Sedangkan ayahnya, ibunya, Tang Siu Cauw, Wie Soe Niang dan Hi Beng serta Hi Lay telah lenyap. Hanya samar-samar terdengar suara tertawa mereka yang kian menjauh dan akhirnya lenyap ditelan oleh siliran angin.
Si bocah she Han jadi berdiri menjublek dengan linangan air mata membasahi pipinya. Dia memandang kegelapan yang ada disekelilingnya, laiu setelah menyadari apa yang terjadi, si bocah mengeluarkan suara jeritan dan menjatuhkan dirinya di tanah sambil menangis menggerung-gerung.
Ayahnya telah gila ! Ibunya juga telah gila ! Begitu juga keempat murid ayahnya, mereka semua telah gila ! Ach,. walaupun ayah dan ibunya masih hidup, namun mereka telah gila dan Han Han merasakan dirinya seperti juga anak yatim piatu !! Mengingat begitu, dia jadi menangis sedih sekali, sampai tubuhnya menggigil tergetar, disebabkan kesedihan yang menguasai dirinya dan juga akibat dinginnya angin malam menjelang fajar.
Si-bocah menangis terus sampai menjelang fajar, dia meratapi nasibnya. Berulang kali dia memanggil-manggil nama ayah dan ibunya.
Kasihan bocah itu ! Dalam usia sepuluh tahun, dia telah mengalami pukulan batin yang cukup hebat. Dia jadi tak tahu harus berbuat bagaimana dan juga dia tak tahu apa yang harus dilakukannya ! Lagi pula, ke mana dia harus mencari ayah dan ibunya yang telah gila itu ? Seandainya mereka dapat ditemuinya apa yang harus diperbuatnya ? Karena mereka tentu tak dapat mengenalinya lagi sebagai putera mereka.
Dan, saking sedihnya, juga karena letih menangis terus menerus, dan disebabkan pukulan bathin yang begitu menggoncangkan jiwa bocah itu, maka setelah mengeluarkan suara keluhan yang panjang, Han Han jatuh pingsan lagi, dia tak sadarkan diri ..... !
Angin yang sejuk, angin pagi menjelang fajar, menghembus mempermainkan lembar-lembat rambut si bocah.....suasana di gedung Han Swie Lim tetap menyeramkan, karena disamping mayat-mayat pelayan-pelayan keluarga Han itu, juga terdapat mayat Jie Su-ok Ang Bian, Giok Hok-shia Cioe Ie dan mayatnya orang-orang Pek Bwee Kauw! Bau anyir darah yang memuakkan masih terus terbawa oleh hembusan angin pagi.....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 12 DI SAAT Han Han tersadar, hari telah gelap gulita lagi, telah menjelang malam lagi. Rupanya bocah ini jatuh pingsan seharian penuh. Pertama-tama yang diingat oleh si bocah ialah ayah dan ibunya yang telah gila, yang tak waras pikirannya, terganggu syarafnya. Dia jadi menangis lagi. Ketika dia menoleh ke sampingnya, dilihatnya mayat Ang Bian, si Jie Su-ok. si jahat nomor dua itu. Han Han jadi menggigil ngeri, lebih-legih suasana malam itu sangat menakutkan dan menyeramkan sekali. Siliran angin malam membawa kepenciuman si bocah akan anyir darah yang memualkan. Si bocah jadi ketakutan, apa lagi waktu dilihatnya di sekelilingnya tak ada orang lainnya, melainkan mayat-mayat yang bergelimpangan. Tanpa memikirkan apapun lagi, cepat-cepat si bocah keluar. Namun waktu dia sampai di muka rumah itu, dia jadi berdiri terpaku dengan air mata berlinang. Dia tak tahu harus pergi kemana guna berlindung,
"Oh ayah.....ibu !" keluhnya dengan suara tergetar tanpa disadari olehnya, matanya memandang kegelapan malam. Perlahan-lahan dia menyusuri jalan yang terbentang di hadapannya, tapi sepanjang jalan dia tak menjumpai rumah penduduk lainnya, karena daerah itu termasuk daerah terpencil. Hanya suara binatang malam yang sedang berdendang menemani bocah itu.
Han Han benar-benar putus asa, dia masih berusia saugat muda, sehingga dia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Akhirnya dia hanya menuruti kakinya saja yang melangkah tanpa tujuan.
Udara malam sangat dingin menusuk tulang, apa lagi pada saat itu mendekati menjelang musim dingin, maka angin utara bertiup agak santer menggigilkan tubuh. Han Han sendiri merasakan hawa dingin itu, tapi bocah itu menguatkan hatinya, dia melangkah terus. Semua ini disebabkan dia jeri dan ngeri melihat mayat-mayat yang bergelimpangan di dalarn rumahuya itu seorang diri .....!
Akhirnya, ketika mendekati fajar, di saat matahari muncui di ufuk timur, maka sibocah tiba di muka sebuah hutan. Dia duduk di bawah pohon untuk istirahat. Matanya agak berkunang-kunang ketika terkena sinar matahari, lebih-lebih perutnya juga berbunyi keruyukan karena sejak dua hari yang lalu belum diisi. Si bocah baru teringat akan perutnya yang lapar itu, dia merogoh sakunya dan terdapat beberapa tahil uang emas, namun di daerah terpenctl dan tak ada rumah penduduk, di mana dia bisa membeli makanan?!
Han Han jadi bingung. Kalau kembali ke rumahnya, terang memakan waktu satu hari lebih lagi, juga si bocah sangat ngeri melihat mayat-mayat bergelimpangan. Dia tak berani kembali pulang ke rumahnya yang telah berubah seperti kuburan yang menyeramkan itu. Maka, akhirnya Han Han memejamkan matanya sambil berusaha menahan perasaan laparnya.
Lama juga si bocah duduk seorang diri di bawah pohon itu, sedangkan matahari mulai naik semakin tinggi, sinarnya semakin terik. Tapi, di antara hembusan angin pagi yang segar itu, han Han dapat mengendus wanginya semacam daging terbakar. Cepat-cepat Han han berdiri dan pandangannya mengelilingi tempat itu untuk mencari-cari, kalau saja ada orang yang kebetulan mempunyai makanan. Dia bisa membelinya dengan uang yang ada padanya.
Tapi Han Han tak melihat orang lain di sekeliling tempat itu, dia jadi penasaran dan mengendus-endus dengan hidungnya. Bau yang wangi sekali dari daging bakar semakin merangsang hidungnya, dia berusaha mengikuti asal sumber dari bau wangi itu.
Kiranya, di belakang sebuah pohon tak jauh dari tempat itu, tampak seorang kakek-kakek tua sedang membakar daging burung. Kakek itu memutar-mutar kayu pembakar, di mana terdapat seekor burung yang terbakar dan menimbulkan bau wangi yang luar biasa. Mata si kakek berjanggut putih itu tak berkedip, mengawasi denan air liur yang menitik membasahi bajunya, rupanya kakek itu sudah tak dapat menahan seleranya untuk memakan burung bakar itu. Pakaian kakek itu terdiri dari tambalan-tambalan dan banyak yang sobek di sana-sini, maka orang dapat menerka, orang itu tentu seorang pengemis.
Cepat-cepat Han Han menghampiri kakek itu, dia berdiri beberapa tombak dari kakek tersebut dan memandang ke arah si kakek berpakaian seperti pengemis itu. Entah berapa kali Han Han menelan air liurnya, karena burung yang sedang dibakar oleh si kakek sangat wangi sekali.
Kakek pengemis itu mengetahui kedatangan Han Han, dia hanya melirik sedikit saja, seterusnya dia tak memperdulikan si bocah lagi, karena dia repot dengan burungnya yang menimbulkan bau wangi luar biasa. ..... !
Han Han jadi serba salah, dia bermaksud untuk meminta burung bakar sebagian dari di kakek, namun sejak kecil dia belum pernah meminta sesuatu barang pada orang lain, disebabkan itu, si bocah jadi berdiri ragu dan hanya menatap ke arah burung bakar si kakek dengan mengiler.
Tak lama kemudian burung itu telah matang, si kakek pengemis telah mencabut burung bakar itu dari kayu pembakarnya, lalu tanpa memperdulikan bahwa burung bakar itu masih panas, dia telah menggeragotnya dengan lahap.
Han Han jadi tambah mengiler, lebih-lebih ketika dia menyaksikan cara makan si-kakek, seperti juga nikmat sekali. Perut si bocah berbunyi beberapa kali dan dia terpaksa harus menelan air liurnya yang sering menerjang keluar.
Kakek berpakaian pengemis itu seperti juga tak mengacuhkan adanya Han Han di situ. Dia makan terus seorang diri dengan nikmat burung bakarnya itu, tak pernah dia menoleh lagi pada Han Han.
Karena wangi burung bakar itu terus-menerus merangsang hidungnya, lagi pula perasaan lapar mengganggu perutnya dan juga melihat cara makan si-kakek yang menyebabkan bertambah laparnya si bocah, akhirnya Han Han tak dapat mengendalikan dirinya. Dia menghampiri kakek berpakaian penuh tambalan itu.
"Loo-pek ....." panggil si-bocah dengan suara ragu, dia memanggil kakek itu Loo-pek yang artinya paman.
Kakek itu menoleh, dia melihat Han Han dan menunda makannya serta menyusut bibirnya.
"Oh kau pengemis cilik ?" tegur si-kakek itu. "Mau apa kau kemari ? Apakah kau mau minta tulang-tulang burung ini ?" dan si-kakek terus mengunyah lagi.
Han Han jadi menelan air liurnya, perkataan untuk meminta burung bakar itu jadi batal diucapkannya, karena si-kakek menduganya bahwa dia adalah seorang pengemis kecil yang akan mengemis-ngemis tulang burung itu! Si bocah memutar tubuhnya untuk berlalu.
"Biarlah aku lapar ....." pikir si bocah. "Kakek itu terlalu serakah dan rakus dia menduga aku akan mengemis-ngemis tulang sisa burung itu ! Hu ! Itupun belum tentu diberikannya ! Lebih baik aku tak membuka mulut. .....!!"
Tapi, baru saja Han Han memutar tubuh, kakek itu telah berkata: "Aduh enaknya !! Hu, wangi sekali ! !" seru si kakek. "Eh pengemis cilik, kau tak mau mencobai burung bakarku ini ?!"
Penawaran itu membuat perut Han Han jadi berbunyi lagi. Si bocah jadi berdiri ragu. Di dirinya terjadi semacam kontradiksi yang sulit dipecahkan oleh bocah seusia dia. Antara harga diri dan perasaan lapar, perutnya yang selalu minta diisi itu, karena sudah dua hari tak makan .....!!
Melihat Han Han berdiri membelakangi dan berdiam diri saja, kakek itu memperdengarkan mulutnya yang mendeci, mengunyah burung itu.
"Pengemis cilik!" panggilnya lagi. "Bagaimana hari ini? Apakah kau berhasil memungut sedekah orang ? Kalau memang kau mempunyai beberapa Chie dari pecahan uang perak, aku akan membagi burung bakar ini kepadamu !!"
Mendengar itu Han Han jadi gembira, dia cepat-cepat membalikkan badannya.
"Benarkah Loo-pek ?" tanyanya sambil menghampiri.
Si-kakek terus juga mengunyah, sikapnya dingin sekali.
"Hu! Aku belum pernah mendustai orang!" katanya tawar. "Kay-san Jie-sian-cie belum pernah menipu orang, apalagi orang semacammu, pengemis dekil yang tak mempunyai harta !!" dia menggeragoti burung panggangnya itu. "Kay-san Jie-sian-cie ialah, Dua jari sakti pengemis gunung.
Han Han cepat-cepat mengeluarkan setahil uang emasnya.
"Loo-pek ..... marilah kita saling tukar menukar !" kata si-bocah. "Kau berikan burung bakarmu itu kepadaku dan aku akan memberikanmu setahil uang emas ini !!"
Mata si kakek berpakaian penuh tambalan itu jadi melirik ke tangan Han Han. Waktu melihat uang emas yang ada di tangan si bocah, mata si kakek jadi mendelik, lalu burung panggangnya itu bukannya diberikan kepada Han Han, malah dilemparkan ke sampingnya, mata si pengemis mendelik.
"Pengemis bau !" gerutunya. "Kau curi dari mana uang sebanyak itu ?!"
"Heh ?" Han Han jadi melengak melihat sikap orang. "Kau mengatakan aku mencuri, Loo-pek ? Barang apa yang pernah kucuri dari orang lain ?"
Kakek itu meaunjuk kearah uang mas yang ada di tangan si bocah.
"Kalau bukan dari mencuri, lalu dari mana uang sebanyak itu kau peroleh ?!" tegur si kakek dengan muka yang keren.
"Aku tak mencuri Loo-pek ..... ini uangku sendiri ..... !" suara si-bocah jadi tak lancar.
"Dusta teriak Kay-san Jie-sian-cie. "Jangan kau main-main denganku! Kalau aku tahu dan terbukti telah melakukan suatu pencurian, maka kau akan kuhukum berat! Hu ! Kau telah berani melanggar larangan Pang kita !!"
Si bocah jadi bingung, dia jadi tak bisa menyahuti, hanya mengawasi pengemis itu dengan mata mendelong,
"Siapa namamu ?" bentak kakek itu lagi.
"Haa Han .....!" si-bocah menyebutkan ?amanya.
"Han Han ?" tegai si kakek heran.
"Yah ! " bocah itu mengangguk.
"Hmmm .....!" Kay-san Jie-sian-cie menggerutu. "Aku belum pernah mendengar nama itu dan tak pernah mengenal kau" dan dia mengawasi bengis. "Kau di bawah perintah Cung Tiang-loo atau Sah Tiang-ioo ?"
Si bocah jadi tambah bingung dan heran.
"Apa yang Loo-pek maksudkan ?'" tanyanya ragu,
Si kakek mengerutkan alisnya, dia menatap lebih bengis lagi.
"Aku baru pernah melihat seorang bocah bau, pengemis cilik semacam kau berani kurang ajar terhadap Kay.san Jie-sian-cie ! Tak pernah ada pengemis yang begitu bertemu denganku tak memberi hormat! Cung Tiang-loo atau Sah Tiang-loo sendiri kalau bertemu denganku, tentu mereka juga akan memberi hormat padaku dan jeri padaku ! Heran ! Kau seorang pengemis bau tak mengenal peraturan di dalam Pang kita !! " dan dia mengawasi si-bocah lagi,
Han Han jadi tambah bingung,
"Tapi aku bukan pengemis, Loo-pek ..... !" bantahnya. "Kalau memang Loo-pek hanya ingin dihormati dan diberi hormat, aku bersedia, asalkan burung, bakarmu itu diberikan padaku !!"
Kay-san Jie-sian-cie mendengus.
"Hu ! Kau bukan pengemis ?" tegur Kay san Jie-sian-cie lagi. Lalu kalau memang kau benar-benar bukan bocah pengemis, mengapa kau mengenakan pakaian pengemis ?. Apakah kau mau menyelundup ke dalam Pang kami ?"
Han Han jadi lebih bingung lagi, dia menundukkan kepalanya memandang bajunya. Ternyata memang benar perkataan si kakek, terang saja kakek itu menduga dirinya adalah pengemis, karena pakaiannya telah robek di sana-sini dan dekil sekali, sebab sudah lima hari tak pernah dicuci.
"Kau berada di bawah pengaruh Tiang-loo mana ?" bentak Kay-san Jie-sian- cie dengan muka yang bengis. "Kau jangan coba-coba mempermainkan aku !!"
"Aku tak paham apa yang Loo-pek maksudkan ! " kata Han Han cepat. "Aku benar-benar bukan pengemis, kalau memang Loo-pek tak mau mempercayai, ya sudah .....! Untuk apa ngotot-ngotot begitu ! Kalau memang kau tak mau memberikan burung bakarmu itu dan tak rela membagi padaku, untuk apa kau pakai cari-cari alasan lainnya?! Sudahlah ..... ! Aku juga tak maui burung bakarmu lagi ! " dan si bocah benar-benar jadi mendongkol, dia memutar tubuhnya untuk berlalu, Diduganya kakek itu tentunya seorang yang rakus dan tak mau membagikan burung bakarnya itu pada dirinya.
Tapi, baru saja dia memutar tubuh, tiba-tiba si bocah merasakan punggunngnya dicengkeram orang, lalu tubuhnya terapung dan ambruk di tanah menimbulkan perasaan sakit luar biasa sekali.
Si-bocah cepat-cepat merangkak bangun sambil berteriak marah, dia gusar sekali, karena dia menduga tentunya si kakek yang telah membantingnya. Dan memang benar, Kay-san Jie-sian-cie-lah yang telah membanting bocah itu. Kala itu si kakek tengah bertolak pinggang.
"Kau mau mengatakannya atau tidak kau dari Tiang-loo mana ?" bentak si pengemis dengan suara mengejek, "Kalau kau tak mau menyebutkannya, aku akan patahkan sepasang kakimu itu, agar seumur hidupmu kau jadi orang bercacad, jadi pengemis dengan kaki semper! "
Han Han jadi murka, dia melotot pada pengemis itu,
"Pengemis busuk !" bentaknya, "Apa salahku maka kau siksa begini macam?"
"Hmm ..... !" seru Kay-san Jie-sian-cie, "Kau tak mau menyebutkan asalmu, juga kau tak mau menyebutkan kau di bawah pimpinan Tiang-loo yang mana, serta uang yang kau miliki itu sudah pasti diperoleh dengan jalan mencuri ! Hu ! Hari ini Kay-san Jie-sian-cie harus menghukum pengemis kurcaci berkepala batu ! " dia menghampiri lagi.
Han Han gusar sekali, tak hujan tak angin orang telah menghinanya begitu macam. Tubuh si bocah jadi menggigil. Dia memang tabah dan keras hati, semakin orang menindasnya dengan kekerasan, dia malah jadi semakin berani. Melihat kakek berpakaian yang menyerupai pengemis dan mengaku sebagai "Dua jari sakti pengemis gunung' itu menghampirinya, si bocah bukannya takut malah mendelikkan matanya memandang kakek itu.
"Pengemis busuk !" makinya. "Kau sendiri sebagai pengemis, mengapa kau memaksa aku supaya mengaku juga sebagai pengemis ! Kau ambil aturan dari mana orang harus tunduk padamu, pengemis bau?!"
Melihat keberanian si bocah, pengemis tua itu jadi melengak, tapi dengan cepat dia telah tersadar kembali. Dia jadi tertawa gelak-gelak saking murkanya. Dia memang benar dari Kay-pang, perkumpulan pengemis dan bergelar Kay-san Jie-sian-cie. Sebetulnya kakek itu she Ang dan bernama Cioe, si-arak merah. Jangankan Han Han, yang diduganya sebagai pengemis cilik, sedangkan para Tiang-Ioo, pemimpin-cabang yang telah menggemblok beberapa-karung, semuanya menghormati dia, malah Pang-coe, pimpinan Kay-pang, juga mengindahkan dirinya si Ang Cioe ini. Maka itu, dia jadi murka sekali melihat Han Han malah berani menentang dan pulang balik menggunakan perkataan 'pengemis bau' atau 'pengemis busuk' untuk dirinya.
"Bocah .....! Kau benar-benar mencari kematian !" bentaknya. "Apakah kau tak tahu sedang berhadapan dengan siapa ?!"
"Hmm !" Han Han meagejek, dia jadi muak pada pengemis tua ini. Karena dia sudah diperlakukan tak baik oleh Kay-sian Jie-sian-cie, maka si-bocah sudah tak mau menghormati kakek itu lagi, dia jadi nekad. "Siapa yang mengatakan bahwa aku tak tahu kau adalah si pengemis bau yang busuk dan tak tahu diri ?!"
"Derrrr !!" darah si-pengemis gunung itu naik ke kepala, dia murka sekali mendengar perkataan Han Han. Dengan mengeluarkan seruan panjang, dia mendorongkan tangannya kemuka sambil mengerahkan satu bagian tenaga dalamnya. Tapi hebat kesudahannya bagi Han Han, tubuhaya seperti terdorong oleh tenaga yang kuat sekali yang tak kelihatan, tubuhaya terpental dan punggungnya jadi membentur sebuah batang pohon, lalu si bocah ambruk ke tanah kembali. Han Han jadi menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan perasaan pening di kepalanya dan menggigit bibirnya untuk menahan perasaan sakit pada punggungnya. Sebetulnya dia mau menangis, tapi mengingat si pengemis ada di depannya, walaupun matanya masih berkunang-kunang, dia melompat berdiri.
"Eh pengemis bau ..... pengemis tua bangka yang sudah mau mampus ..... aku akan adu jiwa denganmu !" dan tanpa menunggu habis ucapan itu, dia sudah menyeruduk ke depan.
Kay-sian Jie-sian-cie melihat si bocah menyeruduk ke arahnya, dia ketawa mengejek dan memasang perutnya, di mana dia telah mengerahkan tenaga Lwee-kangnya, sehingga waktu kepala Han Han menubruk perutnya itu ..... "Dukkk !" Masyaallah!!
Pandangan Han Han berkunang-kunang, kakinya jadi lemas tak bertenaga, hampir saja dia jatuh pingsan. Karena tadi waktu dia menyeruduk perut pengemis tua itu, tarnyata perut orang keras seperti baja, menyebabkan kepala bocah itu jadi benjol bertelur.
Sambil memegangi benjol di kepalanya itu Han Han berdiri lagi, matanya masih berkunang-kunang, namun dasarnya si bocah memang keras hati dan tabah, lagi pula dia mengingat keadaan dirinya yang seperti sudah sebatang kara, kedua orang tuanya telah gila dan entah kemana, maka dia menjadi nekad dan bermaksud mengadu jiwa dengan pengemis tua itu.
"Bagaimana ? Enak tidak perutku itu ?" ejek Kay-sian Jie-sian-cie sambil mendeci menghina.
Han Han mendelik pada si pengerais gunung itu.
"Hmmm ..... kalau kau tak mau mengatakan kau di bawah pimpinan Cung Tiang-loo atau Sah Tiang loo, maka aku akan menghukum sesuai dengan hukum yang berlaku di Pang kita !" ancam si pengeinis waktu melihat Han Han berdiam diri saja dengan mata melotot. "Bagaimana ..... ? Apakah kau tetap tak mau mengakui Pang kita itu sebagai wadah perkumpulanmu?"
Han Han benar-benar mendongkol.
"Hu ! Walaupun aku tak makan, tak nanti aku memasuki perkumpulan pengemis kalian !" sahut si bocah. "Aturan dari mana kau pakai, maka kau berani memaksa orang begini macam ? Apakah kau tak takut pada wet negara ?!"
Mendengar perkataan Han Han, Kay-san Jie-sian-cie ketawa gelak-gelak, sampai tubuhnya tergoncang.
Kutukan Bangsa Titan 1 Dewa Arak 89 Tombak Panca Warna Tusuk Kondai Pusaka 16
^