Pencarian

Seruling Haus Darah 8

Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung Bagian 8


Chiu Liat Wie ketawa lagi, wajahnya berobah jadi berseri kembali.
"Kau membikin kaget aku saja. Lao-tee !" kata anak muda she Chiu ini. "Kukira ada sesuatu yang aneh pada diriku !"
"Tapi Toa-ko ..... lihatlah disudut ujung alismu agak bersemu gelap, menandakan kau sedang keracnan !" kata Han Han lagi.
Chiu Liat Wie mengangguk.
"Ya ..... aku memang sedang keracunan !" menyahutinya. "Ini disebabkan oleh orang-orang Sam Tiauw Boe Koan di Leng-an."
"Heh?" Han Han melengak. "Kau bentrok dengan orang-orang Sam Tiauw Boe Koan?"
Wajah Chiu Liat Wie berubah,
"Kau kenal dengan mereka Lao-tee ?" tanyanya cepat dan memandang Han Han dengan tatapan curiga.
Han Han cepat menggeleng, dia menghela napas.
"Hmm ..... orang-orang Sam Tiauw Boe Koan ternyata telah menyebar kejahatan .....!" katanya perlahan sambil mengerutkan sepasang alisnya. Dia lalu menuturkan pertemuannya dengan Kiu Leng Coen dan istrinya, yaitu Sam Nio Nio.
Mendengar cerita Han Han, Chiu Liat Wie menggebrak meja.
"Hmm ..... orang-orang Sam Tiauw Boe Koan memang jahat !" kata Chiu Liat Wi, sengit. "Biar bagaimana aku bersumpah akan melabrak orang Sam Tiauw Boe Koan.
"Apakah mereka lihai-lihai. Toa-ko ?" tanya Han Han.
"Ya !" Chiu Liat mengangguk. "Sebetulnya Sam Tiauw Boe Koan tak berarti apa-apa, tapi belum lama ini mereka telah mengundang tiga orang paman guru mereka, yang terkenal akan kelihaian Sam-coa-tinnya, yang dapat meloloskan diri! Aku roboh di tangan ketiga paman guru dari Sam Tiauw Boe Koan ..... !"
Han Han mengerutkan alisnya.
"Coba kulihat lukamu, Toako!" kata Han Han kemudian.
Wajah Chiu Liat Wie jadi berubah merah, dengan gugup dia mengulapkan ta-ngannya.
"Tak usah ..... tak usah!" katanya cepat.
"Heh ?" Han Han melengak. "Kenapa tak usah?"
"Kukira luka yang kuderita ini tak seberapa, tak lama lagi tentu aku dapat menyembuhkannya sendiri!" menyahuti Chiu Liat Wie.
"Tapi Toako ..... lihatlah di sudut alismu telah timbul warna gelap, menandakan racun mulai bergerak kearah jantungmu!" kata Han Han.
Chiu Liat Wie tersenyum, dia menggeleng.
"Tak usah ..... terima kasih Lao-tee!" katanya cepat.
Han Han jadi bingung melihat sikap orang, juga merasa heran melihat Chiu-Liat Wie begitu gugup waktu dia mengatakan ingin melihat luka yang diderita oleh anak muda she Chiu itu.
"Begini saja Toako!" kata Han Han kemudian. "Aku akan menyalurkan racun yang mengeram di tubuhmu itu dengan menggunakan tenaga Lwee-kang ..... kemarikan tanganmu!"
Chiu Liat Wie tetap saja menggeleng.
"Tak usah .....!" katanya gugup.
Han Han jadi tambah heran.
"Bagaimana kalau sampai nanti racun naik kejantungmu, bukankah kau akan binasa sia-sia belaka?" katanya.
Chiu Liat Wie menghela napas, dia tak menyahuti, wajahnya guram sekali.
Han Han memegang tangan orang, sambil berkata "Sudah, kau jangan menolak bantuanku, Toako!"
Tapi Chiu Liat Wie telah menarik pulang tangannya dengan wajah yang berubah merah kemaluan, sipat yang aneh ini benar-benar membingungkan Han Han.
"Toako ..... apakah kau tidak memandang kepandaian adikmu ini?" tanyanya kurang senang. "Walaupun tak dapat disebut sempurna, tapi untuk mengeluarkan racun yang mengendap di tubuh kukira aku masih sanggup "
Wajah Chiu Liat Wie jadi berubah merah. Dia menunduk dengan sikapnya yang aneh itu.
"Sudahlah Han Lao-tee ..... biarlah !
Nanti juga aku dapat menyembuhkannya sendiri!" kata anak muda she Chiu itu.
Tapi Han Han tak mau mengerti, dia mengerti, dia mengulurkan tangannya mencekal tangan Chiu Liat Wie.
"Biarlah kubantu kau menyalurksn racun yang mengendap itu mengalir keluar dari tubuhmu!" kata Han Han.
Chiu Liat Wie masih mau menarik pulang tangannya, tapi Han Han telah mencekal tangannya erat-erat.
"Lemaskan urat-uratmu, Chiu Toako!'' kata Han Han kemudian.
Terpaksa Chiu Liat Wie berdiam diri, dia menatap Han Han dengan pandangan yang luar biasa, tatapan yang luar biasa, tatapan yang memancarkan rasa terima kasih,
Han Han sendiri, begitu mencekal tangan orang, dia jadi kaget bercampur heran, karena tangan Chiu Liat Wie sangat halus seperti tangan seorang gadis. Tapi, karena ingin menolong jiwa orang, tak dapat Han Han memikirkan keanehan itu ..... dia mengerahkan tenaga Lwee-kangnya. Wajah Chiu Liat Wie jadi berubah pucat pias waktu tenaga Lwee-kang Han Han menerobos melalui telapak tangannya, butir-butir keringat dingin membasahi keningnya, dia menderita kesakitan yang hebat dan seluruh tubuhnya dirasakan linu sekali. Dia memejamkan matanya sambil menggigit bibir untuk menahan perasaan sakit yang dideritanya .....
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 23 HAN HAN masih terus mengerahkan tenaga Lwee-kangnya, keringat dingin telah membasahi tubuhnya juga. Dengan cara bergelombang, dia mengirimkan tenaga dalamnya itu melalui telapak tangannya Chiu Liat Wie.
Sedangkan anak muda she Chiu itu sendiri seperti juga tersiksa, dia memejamkan matanya dengan tubuh menggigil hebat, keringat membanjiri kening dan tubuhnya, sampai akhirnya ..... 'Uaaaaaa' segumpal darah hitam dimuntahkan oleh Chiu Liat Wie. Seketika itu juga, Liat Wie merasakan tubuhnya segar kembali.
Melihat Chiu Liat Wie telah memuntahkan gumpalan darah mati, Han Han menarik pulang tangannya, disekanya keringat yang membasahi keningnya.
"Aha ..... dengan begini, jiwamu tak mengalami ancaman bahaya maut lagi, Chiu Toa-ko !" kata Han Han kemudian sambil tertawa. "Hanya kau membutuhkan beberapa hari untuk memulihkan tenagamu !"
Chiu Liat Wie mengangguk, dia juga menyeka keringatnya sambil tersenyum.
"Benar Lao-tee .....!" dia menyahuti. "Ternyata kau hebat sekali, Lwee-kangmu telah sempurna benar !"
Han Han cepat-cepat mengeluarkan kata-kata merendah. Setelah pasang omong beberapa saat lagi, akhirnya Han Han mohon diri untuk kembali kekamarnya.
Chiu Liat Wie mengantarkannya sampai ke depan pintu kamar.
Han Han tertidur nyenyak sekali malam itu, karena dia juga sangat letih sekali. Maka dari itu, di saat matahari sudah naik tinggi, barulah anak muda she Han ini mendusin dari tidurnya.
Setelah cuci muka dan sarapan pagi, Han Han menuju kekamar Chiu Liat Wie. Tapi begitu dia sampai dikamar orang, dilihatnya pintu kamar tersebut terkunci rapat. Dia menanyakan kepada seorang pelayan.
"Kong-coe yang memakai kulit musang?" tanya si-pelayan.
"Ya!' menyahuti Han Han. "Kemana dia?"
"Tadi pagi-pagi sekali Kong-coe itu telah keluar penginapan, sebelum pergi dikatakan kalau memang ada yang mencarinya, datang saja kembali pada sorenya ....."
"Oh ..... !" dan Han Han memberikan hadiah beberapa chie kepada pelayan kemudian tanpa memperdulikan si pelayan yang berulang kali menyatakan terima kasih padanya, Han Han menuju ke luar dari rumah penginapan tersebut.
Siang itu Han Han mengelilingi kampung tersebut, dia menuju ke sebuah Sungai, menatap air sungai yang sudah membeku disebabkan musim salju. Udara cukup dingin tapi seperti tak dirasakan oleh Han Han. Dia menatap jauh sekali ssjauh mata memandang, hanyalah warna putih belaka yang terhampar di hadapannya.
Berada seorang diri di tempat yang demikian sepi dan sunyi dikelilingi oleh salju yang dingin, menyebabkan pikiran Han Han jadi melayang-layang mengenangkan masa lalunya yang penuh oleh penderitaan pahit, Dan, tanpa disadarinya, entah berapa kali Han Han menarik napas.
Di kala menjelang senja, barulah dia kembali kerumah penginapannya. Dia mendekati tungku tempat peranti menghangatkan.tubuh dari serangan hawa dingin. Disitu hanya ada beberapa orang pelayan yang duduk dekat tungku untuk menghangatkan tubuh mereka yang menggigil kedinginan, waktu melihat Han Han menghampiri, mereka cepat-cepat menyingkir memberi tempat kepada tamu mereka itu.
Han Han duduk di sebuah bangku rotan, dia menghangati tubuh sesaat lamanya, kemudian memesan dua kati arak, yang lalu diteguknya perlahan-lahan seorang diri. Hawa udara yang dingin diiringi oleh bunga-bunga salju yang turun cukup deras di luar rumah penginapan, benar-benar tak begitu menggembirakan. Han Han jadi jengkel berdiam seorang diri di dalam rumah penginapan itu, apa lagi waktu dia melirik, dilihatnya para pelayan sedang menatapnya dengan sudut mata mereka, Han Han jadi tambah mendongkol. Tanpa terasa, dua kati arak telah diteguk habis. Malah dia memesan lagi dua kati arak yang diperintahkan kepada pelayan untuk dibawa ke dalam kamarnya, sedangken Han Han sendiri telah mendahului menujn ke kamarnya. Dibukanya baju dinginnya, kemudian dia duduk menghadapi jendela sambil memikirkan rencana selanjutnya dari perjalanannya.
Tadi waktu dia akan memasuki kamarnya, dia melewati kamar Chiu Liat Wie, dilihatnya pintu orang she Chiu itu masih terkunci rapat.
Menjelang malam, di saat Han Han menyuruh seorang pelayan untuk menengok apakah Chiu Liat Wie telah kembali atau belum, ternyaia pintu orang she Chiu itu masih tertutup rapat.
Han Han jadi heran, mengapa Chiu Liat Wie pergi memakan waktu yang begitu lama? Kemanakah anak muda she Chiu itu?
Akhirnya, karena kesal berada seorang diri di dalam kamar Han Han menyambar mantel dinginnya, dipakai kembali dan dia pergi keluar dari rumah penginapan.
"Tanpa mengetahui tujuan dia keliling-keliling di dalam kampung itu. Salju masih turun malah lebih deras dari tadi, sehingga di jalan jarang sekali tampak orang berlalu-lalang. Keadaan sangat sepi. Apa lagi pada saat itu udara menjelang malam dan dingin sekali, sehingga hampir sama sekali tak ada orang di jalan yang dilalui oleh Han Han.
Lama juga anak muda she Han tersebut berjalan seorang diri di antara derai hujan salju yang menyiram tubuhnya, sehingga hawa dingin benar-benar terasa.
Tapi, waktu Han Han sampai di dekat jalan Tiang-koei-moei di antara kesunyian yang mencekam jalan tersebut, tampak berkelebat sesosok tubuh dengan gerakan yang gesit luar biasa. Bayangan itu berlari ke arah selatan.
Han Han sebetuliya tak begitu menaruh perhatian pada sosok bayangan itu, dia menduga hanya orang yang kebetulan lewat. Namun melihat gerakan orang itu hanya gesit luar biasa, hati Han Han jadi tergerak. Dengan cepat dia telah merobah pendiriannya dan menguntit orang itu.
Ternyata sosok tubuh yang dikuntitnya itu sangat gesit dan lincah, di antara licinnya jalan yang tertutup oleh salju, gerakan orang itu tak kurang gesitnya.
Han Han menguntit dalam jarak yang tertentu, karena dia tak ingin orang yang dikuntitnya itu mengetahui. Dalam waktu yang singkat, Han Han telah menguntit sampai di luar kampung. Orang itu masih berlari terus, sampai akhirnya, ketika sampai di dekat muka hutan yang sudah tertutup oleh salju, orang itu menghentikan larinya, malah telah membalikkan dirinya dan tertawa dengan suara yang nyaring.
"Lao-tee .....!" terdengar dia berkata."Pemandangan disini cukup indah ..... kukira tak kecewa kau menguntitku dalam saat seperti ini .....!"
Waktu orang itu membalikkan tubuhnya dan berkata, Han Han jadi merandek, dia melengak, karena segera juga dia dapat mengenali bahwa orang itu adalah Ciu Liat Wie, Toa-ko, kakak, angkatnya !
"O ..... kau Chiu Toa-ko !" kata Han Han sambil menghampiri. "Kau jail sekali Toa-ko yang telah menggodaku !"
Chiu Liat Wie tertawa. "Tadi waktu akan kembali ke penginapan, kulihat kau sedang berjalan sambil termenung. Sengaja aku ingin mempermainkanmu, Lao-tee !'" menyahuti anak muda she Chiu itu.
Han Han tertawa. "Rupanya urusan luar biasa yang telah kau hadapi itu, Toa-ko !" kata Han Han kemudian. "Apakah sudah selesai ? Kalau belum ..... hmmm, Lao-teemu bersedia untuk menyumbangkan tenaganya."
Chiu Liat Wie tertawa lagi, dia menghampiri Han Han dan mencekal tangan anak muda itu.
"Terima kasih Lao-tee .....!" kata Chiu Liat Wie. "Aku memang tahu Lao-tee sangat baik .....! Nah, mari aku ingin menunjukkan sesuatu padamu !"
"Memmjukan apa Toa-ko ! " tanya Han Han heran. Chiu Liat Wie telah ketawa lagi.
"Mari kau ikut aku ..... nanti kau akan mengetahui juga!" katanya dan dia sendiri telah berlari meninggalkan tempat itu dengan gesit.
Han Han terpaksa mengikuti di belakangnya.
Dalam waktu yang singkat, mereka telah tiba di suatu tempat yang indah. Di situ, di suatu tempat di luar kampung, terdapat sebuah danau yang airnya telah membeku menjadi es, sedangkan di sekelilingnya tampak pohon-pohon yang besar dan tertimbun oleh salju. Pemandangan itu benar-benar indah daa menarik.
"Indah bukan ?" tanya Chiu Liat Wie waktu melihat orang menatap sekeliling tempat itu dengan pandangan mata yang memancarkan perasaan kagum.
Han Han mengangguk. "Ya ..... tempat ini sangat indah Toa-ko!" katanya menyahuti perkataan Liat Wie.
Anak muda she Chiu tersenyum, dia menunjuk kesuatu tempat.
"Lihatlah .....!" katanya. .
Han Han menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Liat Wie, tapi dia tak bisa melihat apa-apa, melainkan batu-batu yang besar dan tertutup oleh salju.
"Apakah kau telah melihatnya ?" tanya Liat Wie waktu melihat orang memandang kesima pada batu-batu yang ada di tempat itu.
Han Han menggeleng. "Apa yang dimaksudkan oleh Toa-ko ?" tanyanya tak mengerti. "Kau masih tak melihat?" Han Han menggeleng lagi.
"Aku tak mengerti maksud Toako !" dia menyahuti, "Barang apakah yang kau maksud? " Liat Wie telah ketawa lagi.
"Kau telah melihat batu yang agak menjorok keluar di samping kanan itu bukan?" tanya anak muda she Chiu ini kemudian.
Han Han mengangguk. "Nah ..... Lihatlah, disamping batu itu terdapat pohon bunga yang tak mati disebabkan musim dingin!" menerangkan Chiu Liat Wie.
"Heh ?" dan Han Han mempertajamkan penglihatannya. Benar saja, di antara celah batu itu, dilihatnya sebuah pohon bunga yang daunnya tak gugur disebabkan hawa dingin musim salju ini, malah telah berbunga, bunganya itu berwarna merah darah dan indah sekali. "Ya, aku telah melihatnya Toa-ko, tampaknya indah sekali !"
"Tampaknya indah ..... !" Liat Wie seperti mengulangi perkataan Han Han, kemudian ketawa gelak-gelak sehingga Han Han jadi heran memandangnya.
"Kenapa kau Toa-ko !" tanyanya.
Liat Wie menghentikan suara tawanya, dia menatap Han Han dengan tatapan yang luar biasa.
"Kau tahu Lao-tee bahwa bunga itu adalah Swat-hoa, bunga es, sehingga di kala musim Choen, dingin, dia malah berbunga! Itulah keistimewaannya ! Malah yang hebat, chasiat dari bunga Swat-hoa itu, kalau ada seorang manusia yang beruntung bisa memperolehnya dan memakannya, maka manusia itu akan menjadi seorang jago yang kosen luar biasa sekali, sebab tenaga Lwee-kangnya akan berlipat ganda menjadi seratus kali dari yang dimilikinya !"
"Kalau begitu di dalam rimba persilatan terdapat banyak orang-orang gagah Toa-ko, sebab siapa saja bisa memakan bunga es itu, bukan ?" tanya Han Han.
"Aha, apakah kau kira bunga itu akan mudah diperoleh ?" tanya Liat Wie. "Swat-hoa merupakan bunga langka, yang jarang sekali terdapat dan ditemui orang. Kalau memang tak mempunyai rejeki yang luar biasa besarnya, tak mungkin orang akan dapat menemui bunga es tersebut. Banga itu baru tumbuh dan berbunga setelah berselang tiga ratus tahun! Lagi pula, jarang sekali ditemukan orang bunga itu !"
Oh ..... pohon yang ajaib dan luar biasa!" kata Han Han. "Tiga ratus tahun, baru berbunga ! Itulah suatu hal yang tak bisa masuk diakal !" ,
"Jadi kau ingin mengatakan bahwa kau tak mempercayai perkataanku, Lao-tee !" tanya Liat Wie sambil tersenyum. Wajah Han Han jadi berubah merah. "Mana berani aku mempunyai dugaan begitu, Toa-ko ?!" kata Han Han cepat.
"Aku hanya mengatakan bahwa Swathoa adalah bunga yang benar-benar ajaib dan luar biasa sekali ! Hmmm. ..... kalau memang kau memperolehnya, tentu kau akan menjadi seorang jago yang tiada taranya Toa ko !"
"Ya, kalau memang aku ingin memakan bunga itu, sebab dengan di makannya bunga Swat-hoa, barulah kita akan memperoleh kemujijatannya." menyahati Liat Wie. "Tapi aku malah sebaliknya tak ingin memakan bunga itu !"
"Heh ? Mengapa begitu Toa-ko ? " tanya Han Han kaget.
Liat Wie tersenyum lagi. "Aku ingin menghadiahkan bunga es itu kepadamu Lao-tee !" kata Liat Wie sambil tersenyum dan menatap Han Han dengan kilatan mata yang luar biasa sekali.
'"Heh? Apa katamu ?" tanya Han Han terkejut. "Kau jangan main-main Toa-ko !.'"
"Siapa yang bergurau denganmu, Lao-tee?" balik tanya anak muda she Chiu itu sambil tetap tersenyum.
Han Han jadi gugup tak keruan.
"Mana boleh jadi begitu ! Mana bisa begitu !" kata anak muda she Han tersebut dengan suara tergetar. "Terima kasih atas maksud baik Toako, tapi Lao-tee tak bisa menerimanya ! Budi itu terlampau besar bagiku!"
Liat Wie telah ketawa lagi melihat orang begitu gugup.
"Tenang dulu Lao-tee!" kata Liat Wie lagi. "Aku mengatakan bahwa bunga Swat-hoa itu akan kuhadiahkan kepadamu, tapi entah kita berbasil memperolehkannya atau tidak .....! Hal itu belum pasti, karena tak lama lagi akan datang beberapa jago kosen yang juga ingin memperebutkan bunga tersebut."
Han Han bara dapat menarik napas lega.
"Toako ..... kau keterlaluan "!" kata Han Han. "Sedangkan kau sendiri akan berjuang mati-matian untuk memperebutkan bunga itu, masakan kau ingin menghadiahkan kepadaku ! Sudahlah Toako, bunga Swat-hoa tetap akan menjadi milikmu, biar bagaimana aku akan membantu sekuat tenagaku !"
Wajah Chiu Liat Wie jadi berseri-seri mendengar janji yang diberikan Han Han.
"Terima kasih Lao-tee!" katanya. "Aku yakin kalau memang kau mau membantuku dan turun tangan menempur orang-orang yang akan memperebutkan bunga Swat-hoa tersebut, niscaya bunga itu akan menjadi milik kita!"
Han Han mengangguk. "Tapi Toa-ko ..... !" katanya sesaat kemudian.
"Kenapa ? " tanya Chiu Liat Wie sambil menatap wajah adik angkatnya.
"Mengapa kita tak mengambilnya saja bunga itu di saat orang-orang yang lainnya belum datang ?" tanya Han Han yang mengemukakan usulnya.
Liat Wie tertawa gelak-gelak.
"Kami telah mengadakan suatu perjanjian untuk mengadakan pertemuan dan bertempur memperebutkan bunga es itu. Mana dapat kami berbuat begitu rendah ?"
Wajah Han Han jadi berubah merah.
"Ya ..... adikmu tadi telah salah bicara !" katanya cepat. "Tadinya kukira yang ingin memperebutkan bunga es ini adalah bangsa orang-orang kasar ..... "
"Hmmm ..... apakah kalau yang akan datang memperebutkan bunga es itu adalah orang-orang kasar, apakah mereka itu cukup berharga untuk bertempur dengan Toako-mu ini?"
Kembali wajah Han Han jadi berubah merah.
"Sudahlah Lao-tee ..... mari kita duduk di situ untuk melenyapkan lelah!" kata Liat Wie waktu melihat sikap orang yang kikuk. Dia sendiri telah menuju ke balik sebuah batu yang ada di situ, lalu duduk, duduk bersila.
Han Han mengikutinya, dia duduk di dekat Chiu Liat Wie, Mereka menatap salju yang turun halus sekali, semakin menebal menutupi bumi.
"Kau tak dingin, Lao-tee?" tanya Chiu Liat Wie tiba-tiba sambil menoleh dan menatap wajah Han Han,
Han Han menggeleng. "Kau .....?" dia balik bertanya.
Liat Wie juga menggeleng.
"Hanya ..... hatiku agak berdebar !" menyahuti sang Toa-ko angkat ini.
"Mengapa ?" tanya Han Han heran.
Liat Wie tersenyum, senyumnya itu agak luar biasa, juga matanya memancarkan cahaya yang berkilat aneh sekali.
"Mungkin aku terpengaruh oleh keadaan dan situasi sekarang ini, aku takut nanti jangan-jangan bunga es itu akan jatuh ketangan jago lainnya, sehingga aku tak bisa menghadiahkannya untukmu, Lao-tee !" kata Liat Wie.
"Jangan Toa-ko memikirkan hal itu ! " kata Han Han cepat. "Bagiku bunga es tak begitu kuharapkan, asalkan Toako selamat dan memperoleh kemenangan ! "
Liat Wie mengangguk. Baru saja dia ingin berkata tiba-tiba terdengar suara lengkingan yang tinggi sekali, dibarengi oleh sosok tubuh yang melayang pesat dari atas pohon.
"Aha, ternyata kau bisa dipercaya, orang she Chiu ! " kata orang itu dengan suara yang nyaring. "Sebetuinya aku sudah menunggumu dan jago-jago lain-lainnya sejak tadi. Aku ingin lihat apakah kau mempunyai maksud yang rendah dan mengambil bunga Swat-hoa itu sebelum yang lainnya datang kemari! Ah, rupanya kau seorang Eng-hiong juga yang berusaha menjauhi perbuatan rendah !"
Waktu melihat orang itu wajah Chiu Liat Wie berubah-.
"Apakah kau duga aku ini manusia rendah, Kong Cong ?" tanyanya dengan suara yang tawar.
"Mana berani aku mempunyai pandangan begitu?!" kata orang yang dipanggil Kong Cong itu dengan cepat. "Hanya aku ingin menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, apakah Chiu Siauw-hiap yang terkenal itu tetap tak akan mengambil Swat-hoa sebelum jago-jago lainnya datang kemari !"
Mata Chiu Liat Wie mencilak, sedangkan Han Han heran menatap orang yang dipanggil Kong Cong oleh Liat Wie, dia juga terkejut, kerena sebagai seorang yang kosen, seharusnya Han Han mesti mengetahui bahwa di atas pohon di dekatnya itu terdapat seorang yang bersembunyi. Tapi nyatanya dia dan Liat Wie tetap saja tak mengetahui. Itulah agak luar biasa, karena dengan begitu menunjukkan bahwa orang yang dipanggil Kong Cong itu lihai sekali.
"Bagaimana ? " tanya orang yang dipanggil Kong Cong itu sambil tetap tertawa. "Apakah yang lainnya pasti akan memenuhi janji kita ?!"
"Mereka pasti akan datang, mustahil mereka tak mengiler untuk memperoleh Swat-hoa ?" menyahuti Chiu Liat Wie.
Kong Cong telah ketawa lagi, dia sebetulnya she Wu dan bernama Kong Cong. Wajahnya tirus, seperti potongan tikus, lebih-lebih dengan adanya kumis panjang yang melintang, dan matanya berkilat jelalatan kekiri dan kekanan, sehingga wajahnya itu lebih mirip muka tikus. Usianya telah lima puluh tahun lebih.
"Kalau begitu kita tunggu saja sampai mereka datang !" kata Wu Kong Cong kemudian.
Liat Wie mengangguk. Baru saja Wu Kong Cong ingin berkata lagi, tiba-tiba dari atas pohon lainnya telah melompat turun dua sosok tubuh lainnya.
"Kami juga sudah sejak tadi datang kemari!" kata kedua orang itu hampir berbareng.
Wajah Liat Wie dan Kong Cong jadi berubah. Han Han sendiri heran, karena dengan sendirinya, kedua orang yang baru datang itupun lihai sekali.
"Aku Gu Kim Ciang hanya ingin menyaksikan keramaian saja!" kata orang yang satunya.
"Akupun hanya ingin mencicipi gurihnya bunga es itu !" kata yang seorangnya lagi.
"Aha, rupanya kau Gu Kim Ciang dan Ma Liang telah datang pula !" kata Liat Wie cepat. "Terimalah hormatku!"
Dan, benar-benar Liat Wie memberi hormat dengan membungkukkan tubuh kearah Gu Kim Ciang dan Ma Liang.
Kedua orang yang baru datang itu jadi repot menerima penghormatan anak muda she Chiu. Malah Gu Kim Ciang telan mengulap-ulapkan tangannya.
"Sudahlah! Jangan pakai banyak peradatan ! " kata orang she Gu itu. "Mari kita mulai saja pertandingan untuk menentukan siapa yang berhak untuk memiliki bunga Swat-hoa itu ! " Tiba-tiba mata Gu Kim Ciang mencilak waktu melihat Han Han. "Eh, siapa dia ? Rasanya aku pernah melihat bocah itu !"
Tadi melihat Chiu Liat Wie memberi hormat kepada Gu Kim Ciang dan Ma Liang, maka waktu ditanya begitu oleh orang she Gu tersebut, cepat-cepat Han Han membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada kedua orang itu.
"Boan-pwee she Han dan bernama tunggal Han." kata Han Han. "Terimalah hormat Boan-pwee ini.....!"
Ma Liang membalas hormat Han Han dengan membungkukkan tubuhnya sedikit, tapi berbeda dengan Ma Liang, Gu Kim Ciang malah telah menghampiri dan mencekal tangan Han Han.
"Kau she Han ?" tanyanya.
"Ya !" Han Han mengangguk membenarkan.
Gu Kim Ciang mengerutkan alisnya.
"Aku seperti pernah bertemu denganmu !" kata Gu Kim Ciang lagi. "Entah di mana .....aku sudah tak ingat lagi!"
Han Han juga jadi ikut heran.
"Loo-cianpwee pernah bertemu denganku ?" tanyanya.
Gu Kim Ciang mengangguk. "Heh ..... tapi entah di mana !" sahut Kim Ciang. Tapi, tiba-tiba dia menepuk kepalanya, wajahnya berseri-seri. "Aha, aku ingat! Wajahmu mirip dengan Han Loo-kui !"
"Han Loo-kui ?" tanya Han Han tambah heran, karena nama itu baru pertama kali di dengarnya.
"Ya, kau mirip sekali dengan Han Swie Lim." kata Gu Kim Ciang.
"Han ..... Han Swie Lim ? " Han Han terhenyak seperti mendengar suara petir di tengah hari. "Loo cian-pwee ..... kenal dengan ayahku ?!"
"Ya ! Malam itu keluarga Han Loo-kui telah mengalami bencana yang hebat ! " menyahuti Gu Kim Ciang. "Sebetulnya aku datang kesana untuk menengoki kesehatannya, tapi tak diduga orang-Pak Bwee Kauw, dengan dipimpin langsung oleh Kauw-coe-nya, yaitu Thio See Ciang, mereka menggempur rumah tangga Han Swie Lim !. Aha, jadi kau puteranya ?! Bagus ! Pada malam itu, aku berhasil merebut sejilid kitab pusaka keluargamu !" dan setelah berkata begitu, Ga Kim Cian merogoh sakunya mengeluarkan sejilid kitab, yang diserahkan kepada Han Han.
Han Han menerima dengan air mata menitik.
"Terima kasih Loo-cian-pwee ! " Kata anak muda she Han ini. "Dia juga jadi teringat, hancurnya keluarga Han disebabkan oleh kitab yang diberikan Gu Kim Ciang ini, yang menjadi rebutan di antara orang-orang gagah.
"Waktu itu, sebetulnya kitab ini telah jatuh ke tangan Thio See Ciang, tapi aku masih keburu merebutnya !" menerangkan Gu Kim Ciang. "Dan setelah berhasil merebut kitab ini, aku melarikan diri ke Hoe-lam, dengan dikejar kejar oleh orang-Pek Bwee Kauw."
"Tapi Loo-cian-pwee ....." kata Han Han agak ragu.
"Kenapa ?" "Bolehkah Boan-pwee mengetahui siapa sebetulnya yang telah mencelakai orang tua Boan-pwee ?" tanya Han Han lagi sambil menatap Gu Kim Ciang dengan kilatan mata yang tajam.,
"Hmm ..... siapa lagi kalau bukan Thio See Ciang !" menyahuti Gu Kim Ciang.
Seketika itu juga hati Han Han bergolak, di saat itu dia berjanji, biar bagaimana dia akan mencari Thio See Ciang untuk membalas sakit hati keluarganya.
"Sekarang di mana kedua orang tuamu ?" tanya Gu Kim Ciang waktu anak muda she Han tersebut berdiam diri.
Tanpa dapat dibendung lagi, Han Han jadi menangis terguguk-guguk, dia menceritakan segalanya, menceritakan bagaimana kedua orang tuanya telah gila akibat getaran otak.
"Kasihan..... !" kata Gu Kim Ciang dan baru saja dia bermaksud untuk menghibur anak muda she Han itu, Ma Liang yang sudah tak sabar telah berteriak: "Ayo .....kita mulai bertanding ! Di sini bukan tempat bertangis-tangisan !"
Gu Kim Ciang mendengus ketawa dingin.
"Baik ! Belum tentu kau dapat mengalahkan kami ! " katanya. "Hmmm ..... kau akan menjadi seorang pecundang yang mengenaskan sekali. "
Ma Liang juga ketawa dingin.
"Kita lihat saja nanti !"
Wu Kong Cong juga telah menghampiri. "Ayo kita mulai !" katanya.
Chiu Liat Wie menghampiri Han Han, dia membujuk si-anak muda she Han tersebut, untuk mengurangi perasaan duka yang sedang bergolak di hati Han Han.
Pada saat itu Gu Kim Ciang telah bertanya lagi: "Siapa yang akan maju bertanding dulu ?!"
"Aku dan kau !" menyahuti Ma Liang dengan suara yang keras.
"Begitu juga boleh !" kata Kong Cong yang sudah lantas melompat kesamping, sehingga Ma Liang dan Gu Kim Ciang jadi saling berhadapan.
"Mulai !" kata Ma Liang dengan suara yang keras dan nyaring sekali.
Gu Kim Ciang sudah tak berlaku sungkan-sungkan lagi, dia melompat tinggi, di saat tubuhnya sedang meluncur turun, kedua tangannya bergerak, menyerang Ma Liang dengan jurus 'Sin Ciang Pat Ta' atau 'Delapan pukulan tangan malaikat'.
Ma Liang ketawa dingin, dia mendengus sambil merobah kedudukan kakinya, yang digeser ke samping, kemudian dibarengi dengan tangannya yang bergerak menangkis dengan jurus 'Liat Si m Ciang' atau 'Pukulan membelah hati'. Hebat tangkisan Ma Liang ini, karena selain dia menangkis, pun orangyshe-Ma tersebut telah balas menyerang kearah dada Gu Kim Ciang, maka seperti namanya, kalau pukulan tersebut mampir, tepat di dada Kim Ciang, hati orang she Gu tersebut akan terhajar hancur terbelah ....."
Tapi Kim Ciang kosen, melihat,serangannya ditangkis oleh Ma Liang, malah orang she Ma itu telah balas menyerang, dia cepat-cepat menarik pulang tangannya, lalu dikibaskan ke samping, diputar setengah lingkaran dan membarengi dengan itu dia menyerang lagi dengan jurus 'Pheng Tee Teng In' atau 'Awan hujan ditanab datar', tangan kiri dan tangan kanannya bergerak sebat sekali, di samping menangkis, dia juga melancarkan serangan.
Begitulah, kedua orang tersebut jadi bertempur dengan hebat, angin serangan mereka menderu-deru, mendatangkan angin yang kuat dan hebat, karena diiringi oleh tenaga Lwee-kang, desiran tenaga dalam.....!
Han Han, Chiu Liat Wie dan Wu Kong Cong menyaksikan dari samping, selama pertempuran antara Ma Liang dan Gu Kim Ciang berlangsung, ketiga orang tersebut tak mengeluarkan sepatah katapun, perhatian mereka tercurahkan seluruhnya pada jalannya pertempuran.
Pada saat itu tampak Ma Liang telah menyerang lagi dengan hebat, menyerang dengan menggunakan jurus 'Lui Ho Ceng Thian' atau 'Suara tambur menggetarkan jagad', disusul kemudian dengan jurus 'Sin Hong Teng Kong' atau 'Burung Hong terbang kelangit?, dan kedua serangan itu merupakan serangan yang berbahaya sekali, yang mendatangkan angin serangan yang kuat luar biasa.
Tapi, karena Gu Kim Ciang kosen sekali, maka dia tak menjadi gugup, malah dengan tenang orang she Gu itu telah menangkis dan balas menyerang dengan menggunakan jurus 'Tee In Ciong' atau 'lompatan awan tangga', tubuhnya bergelombang berlompatan tinggi, waktu turun, dia balas menyerang. Setiap ssrangannya, juga mengandung tenaga dalam yang luar biasa kekuatannya.
Kedua tangan mereka, tangan kiri Gu Kim Ciang dan tangan kanannya Ma Liang saling bentur, tubuh mereka tergetar, tampak keduanya saling mundur beberapa langkah ke belakang, kemudian mereka saling serang lagi, dan bertempur dengan hebatnya.
"Hmm..... Gu Loo-cian-pwee akan memperoleh kemenangan !" kata Han Han sesaat kemudian setelah sekian lama menyaksikan jalannya pertempuran.
"Mengapa kau bisa menduga begitu ?" tanya Liat Wie sambil menoleh dan menatap Han Han.
"Kepandaian Gu Loo-cian-pwe; lebih ting gi satu tingkat dari Ma Loo-cianpwee !" menyahuti Han Han.
"Belum tentu!" kata Chiu Liat Wie sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kita lihat saja!" kata Han Han mengalah, dia tak mau berdebat dengan To-ako angkatnya ini.
Chiu Liat Wie tersenyum dan melirik Han Han dengan tatapan mata yang luar biasa sekali.
Pertempuran masih berjalan terus dengan seru. Dan dengan mengeluarkan suara teriakan yang nyaring sekali, tampak Gu Kim Ciang menyerang Ma Liang dengan jurus 'Mo In Cap Pwes' atau 'Mencakar awan dengan delapan belas jurus', tangannya bergerak-gerak akan mencengkeram pundak, dada, lambung, leher dan kepala Ma Liang. Hebat sekali serangan Gu Kim Ciang itu, sehingga angin serangannya juga menderu-deru menyambar kearah Han Han serta Chiu Liat Wie.
Ma Liang terkejut waktu melihat Gu Kim Ciang merobah cara menyerangnya, dia sampai mengeluarkan seruan tertahan. Tapi waktu itu, tubuhnya sedang terapung, sehingga dia tak bisa mengelakannya seketika itu juga, dengan mengeluarkan seruan dia berusaha untuk menyampok tangan Kim Ciang yang sedang menyambar perutnya, kemudian, di saat tubuhnya dapat menginjak salju, dia membalik telapak tangannya akan menghajar kepala Gu Kim Ciang.
Ma Liang lihai sekali, walaupun keadaan dirinya terdesak, tokh dia masih dapat mengelakkan dan malah balas menyerang.
Kim Ciang cepat-cepat menarik pulang tangannya, dia mengibaskan dengan lengan jubahnya yang kebesaran, disusul oleh dua seangan lainnya, yaitu dengan jurus 'Tin San Ciang ' atau 'Pukulan menggetarkan gunung ', kemudian disusul dengan ' Boen Sie Ciam Ciang? atau ' Pukulan jarum kumis nyamuk ', dan pukulan yang terachit ini digunakan dengan mempergunakan jeriji telunjuknya, yang bermaksud menotok jalan darah Ma Liang,
Ma Liang mana mau dihajar kegitu, apa lagi dia cukup kosen, maka dari itu, dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melambung tinggi sekali untuk mengelakkan serangan jeriji mautnya Gu Kim Ciang. Namun, Kim Ciang tak mau memberi hati, di saat orang melesat tinggi, dia juga mejejakkan kakinya, maka tubuhunya mengikuti Ma Liang melesat keatas juga, tahu-tahu jari telunjuknya itu telah dapat menotok jalan darah Kie-ma-hiatnya orang she Ma itu, sehingga tanpa ampun lagi, tubuh Ma Liang terjungkel roboh keatas tumpukan salju, sehingga bunga salju berterbangan ke sekelilingnya
Yang lainnya ketika melihat hai itu, jadi mengeluarkan seruan tertahan, lapi, Ma Liang sendiri di kala tubuhnya ambruk menimpa salju, dia sudah lantas mencelat bangun kembali, wajah orang she Ma tersebut jadi berubah merah padam.
"Kepandaianmu memang lebih tinggi satu tingkat dariku, orang she Gu !" karanya dengan suara penasaran. "Hmmm..... aku memaug tak mempunyai rejeki untuk memiliki bunga Swat-hoa itu ! Sudahlah !" dan setelah berkata begitu, dia memutar tubuhnya, kemudian sekali menjejakkan kakinya, tubuhnya telah mencelat akan berlalu.
Gu Kim Ciang sendiri jadi tak enak hati, dia ingin menahannya. Tapi, belum lagi dia berteriak untuk mencegah kepergian Ma Liang, orang she Ma itu telah mencelat jauh dan dalam waktu yang sekejapan saja, telah jauh sekali.
Chiu Liat Wie sendiri telah menepuk paha Han Han.
"Kau benar Lao-tee!" katanya dengan suara yang nyaring. "Aku yang kalah !"
Han Han hanya ketawa. Baru saja dia ingin berkata, anak muda she Chiu tersebut telah melompat mendekati Gu Kim Ciang.
"Gu Loo-cianpwee.....!" kata Liat Wie sambil membungkukkan tubuhnya menjura pada Kim Ciang. "Sekarang Boan-pwee yang ingin minta pengajaran dari Loo-cianpwee, Boan-pwee harap Lo-cian-pwee tak menurunkan tangan keras kepadaku !"
Gu Kim Ciang tertawa. "Aha ..... aku yang jadi segan untuk bertempur denganmu, anak muda!" kata Kim Ciang sambil tertawa.
"Mengapa harus segan ?" tanya Chiu Liat Wie sambil mengiringi tertawanya orang she Gu itu. "Bukankah kalau memang Boan-pwee mempunyai rejeki, maka Boan-pwee dapat memperoleh bunga Swat-hoa itu!"
Mendengar perkataan Chiu Liat Wie, Gu Kim Ciang jadi tertawa lagi.
"Benar! Benar!" katanya sambil tertawa. "Siapa tahu aku si-tua dapat dirobohkan oleh si muda ?"
"Mana berani Boan-pwee mempunyai pikiran begitu ?!" kata Liat Wie cepat. "Pa-ling-paling juga Boan-pwee mengharapkan Loo-cianpwee mengalah sedikit!"
"Baik! Majulah !" kata Kim Ciang sambil mengibaskan lengan bajunya,
Chiu Liat Wie tak berlaku sungkan lagi, dia telah bersiap-siap dengan bheshi yang kuat sekali. Kemudian sambil mengeluarkan teriak : "Jaga.....!" tangannya meluncur menyerang ke arah dada Gu Kim Ciang.
Kim Ciang yang melihat tenaga serangan anak muda she Chiu tersebut tak kuat, seketika itu juga dia mengetahui bahwa orang menyerang dengan serangan pancingan. Maka dari itu, Kim Ciang hanya tertawa, tapi tak berusaha untuk mengelakkannya.
Benar saja, waktu melihat orang tak mengelakkan diri dari serangaunya, Liat Wie telah menarik pulang tangannya, sekali putar, tangannya itu telah terbalik dengan telapak tangan di sebelah atas dan meluncur dengan tenaga penuh kearah dada Gu Kim Ciang.
Gu Kim Ciang miringkan tubuhnya sedikit, tangan anak muda she Chiu itu lewat di sisi tubuhnya, kemudian dengan tangan kirinya Kim Ciang mengetuk jalan darah Tay-hu-hiatnya anak muda itu yang terletak di pergelangan tangan.
Liat Wie ketawa panjang, nyaring sekali suara tertawanya itu, sehingga sampai menggema. Sambil tertawa, dia telah menarik pulang serangannya, disusul oleh tangan lainnya yang bermaksud mencengkeram pundak Kim Ciang.
Hebat anak muda she Chiu ini ! Dia mengetahui kalau mereka mengadu tenaga dalam, belum tentu dia dapat memperoleh kemenangan, maka dari itu Liat Wie bertempur dengan mengandalkan kelincahan dan kegesitannya. Dari itu, dia dapat memperoleh keuntungan yang tak kecil. Lagi pula Gu Kim Ciang turun tangan setengah hati sehingga Liat Wie dapat bertempur dengan leluasa.
Gu Kim Ciang sendiri, waktu melihat pundaknya akan dicengkeram oleh anak muda she Chiu tersebut, dia tertawa sambil menjejakkan kakinya, sehingga tubuhnya mencelat menjauhi Liat Wie,
"Licik kau anak muda! " kata Kim Ciang sambil tersenyum,
Chiu Liat Wie tercengang, dia sampai merandek.
"Heh? Mengapa Gu Loo-cianpwee mengatakan Boan-pwee licik?" tanyanya.
"Aha, .....kau bertempur dengan mengandalkan kelincahanmu, apakah kalau memang aku mau menurunkan tangan sungguh-sungguh, kau kira kau dapat meloloskan diri dari tanganku ? "
Wajah Liat Wie berubah merah, dia tertawa.
"Mengapa Cian-pwee tak mau menurunkan tangan yang cukup keras agar Boan-pwee tak mempunyai rejeki memiliki bunga Swat-hoa itu ?"
""Baik ! Baik !" kata Gu Kim Ciang. "Sekarang aku malah ingin memperlihatkan padamu, dalam dua jurus, kau akan kurobohkan !"
"Kalau memang dalam dua jurus, Loo-cianpwee tak bisa merobohkan boan-pwee janji apa yang akan diberikan oleh Gu Loo-cianpwee ?"
"Hmmm..... aku akan memberikan bunga Swat-hoa menjadi-milikmu !" menyahuti Kim Ciang.
"Bagus! Seranglah Boan-pwee !" tentang Liat Wie sambil tertawa, dia gembira, karena dia yakin, dia akan dapat mempertahankan diri selama dua jurus.


Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gu Kim Ciang sendiri telah melompat akan menyerang, tangannya diulurkan kemuka, kemudian dengan mengeluarkan seruan panjang dia menyambar ke arah kopiah anak muda itu.
Liat Wie mengelakkan sambi tertawa-tawa, dia juga berseru : "Ini boleh dibilang jurus pertama !" katanya.
"Benar ! " menyahuti Kim Ciang. "Dan ini jurus yang kedua !" dan tangan orang she Gu tersebut telah meluncur cepat sekali, dia menggunakan tangan kiri untuk menyerang dada anak muda she Chiu, sedangkan tangan kanannya akan mencengkeram kepala Chiu Liat Wie.
Hebat serangan itu, karena Gu Kim Ciang merggunakan jurus 'Leng Kun Liu Sah' fitau 'Arus ombak mendorong pasir', dan serangan dengan jurus itu terbagi beberapa gerakan yarg berbahaya dan sangat sebat sekali, kalau memang Chiu Liat Wie kurang kosen dan kurang gesit tak nantinya dia dapat mengelakkan serangan itu. Apa lagi Gu Kim Ciang sendiri mengetahui, kalau dalam jurus ini dia tak bisa merobohkan anak muda she Chiu, berarti dia telah roboh, maka dia menyerang dengan sesungguh hati.
Yang kasihan adalah Liat Wie. Dia tak menduga orang akan menyerang dirinya dengan cara begitu, maka untuk kagetnya, tahu-tahu tangan kiri Gu Kim Ciang telah berada di dekat dadanya dan tangan kanan orang she Gu telah berada di atas kepalanya. Kalau dia mengelakkan serangan tangan kanan Gu Kim Ciang dan melindungi kepalanya, maka dadanya akan terserang dan menjadi sasaran tangan Gu Kim Ciang, tapi kalau sebaliknya dia melindungi dadanya, maka kepalanya yang akan kena dicengkeram oleh orang she Gu itu. Maka itu, Liat Wie berada dalam posisi yang sulit sekali. Dia tak bisa berpikir terlalu lama, karena tangan orang she Gu telah berada dekat sekali dengan sasarannya.
Tapi dasarnya otak Chiu Liat Wie cerdas, dalam keadaan kepepet begitu, dia telah menggerakkan tangan kirinya akan menjotos mata Gu Kim Ciang, sedangkan tangan kanannya menangkis tangan kiri Gu Kim Ciang yang akan mencengkeram dadanya,
Kim Ciang terkejut waktu tangan Chiu Liat Wie tahu-tahu berada di dekat matanya, dia jadi mengeluarkan seruan tertahan dan berusaha menangkis dengan tangan kirinya, tapi tangan kanannya terus juga meluncur akan mencengkeram kepala Chiu Liat Wie.
Tangan kiri Chiu Liat Wie benlrok dengan tangan kiri Gu Kim Ciang, dia kaget sendiri, karena dia tak menduga bahwa Gu Kim Ciang akan meneruskan serangannya itu, padahal tadi dia menduga bahwa Gu Kim Ciang malah akan mengelakkan diri dan melompat menjauhkan diri. Untuk kagetnya, begitu tangannya bentrok dengan tangan kiri Gu Kim Ciang, Chiu Liat Wie merasakan kepalanya dingin, ternyata tangan kanan Gu Kim Ciang telah berhasil menjambret kopiah sasterawan. Itupun Chiu Liat Wie telah menundukkan kepalanya, coba kalau tidak, tentu kepalanya kena dicengkeram oleh tangan Gu Kim Ciang.-
Dengan hati mencelos, Chiu Liat Wie melompat ke belakang menjauhi Gu Kim Ciang, tapi semua orang yang melihat keadaan Chiu Liat Wie jadi berseru kaget, begitu juga Gu Kim Ciang, saking kagetnya, dia jadi berjingkrak .....
Kenapa ?! *Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
(Bersambung) JILID IX TERNYATA Chiu Liat Wie sedang berdiri dengan rambut terurai panjang sampai menutupi bahunya, begitu kopiahnya tadi terbuka oleh jambretan Gu Kim Ciang, rambutnya yang panjang telah terurai turun sampai menyerupai panjsngnya rambut Giok-lie, bidadari. Bukan itu yang luar biasa, tapi yang membikin Han Han dan yang Iain-lainnya jadi kaget, ialah Chiu Liat Wie seorang gadis !
"Kau .....kau .....kau seorang wanita, bocah?" Tanya Gu Kim Ciang dengan suara tergugu.
Wajah Chiu Liat Wie jadi berubah merah, tapi dia mengangguk.
"Benar'!" dia menyahuti. "Dan sekarang Gu Loo-cian-pwee harus menepati janjimu untuk memberikan bunga Swat-hoa kepadaku !"
Wajah Gu Kim Ciang jadi berubah, tak sedap dipandang.
"Hmmm ..... sebetulnya aku tak roboh di tanganmu, karena kopiahmu berhasil kurebut!" katanya. "Tapi berhubung kau hanya bocah betina, biarlah kemenangan ini diperoleh sebagai hadiah untukmu !" dan setelah berkata begitu, Gu Kim Ciang menoleh kepada Wu Kong Cong. "Hei tua bangka she Wu, apakah kaupun masih mau memperebutkan bunga es. itu dari tangan budak cilik ini ? " tegurnya.
Wu Kong Cong menguIap-ulapkan tangannya, wajahnya telah berubah merah.
'"Tidak! Tidak!" katanya cepat. "Kalau aku bertempur dengan budak itu, mukaku ini mau ditaruh di mana ? Ha, seumur hidupku belum pernah aku mau bertempur dengan perempuan.....!" dan Wu Kong Cong berkata dari hal yang benar, dia memang paling pantang berkelahi dengan wanita.
Gu Kim Ciang ketawa besar, sampai tubuhnya ikut bergoncang.
"Dasar rejekimu yang besar, budak !" katanya. "Pergilah kau ambil sendiri bunga itu !"
"Tapi Loo-cian-pwee ....." kata Chia Liat Wie cepat.
"Kenapa?" Gu Kim Ciang jadi heran, sampai mengawasi gadis itu dengan tatapan mata mendelong.
Liat Wie tersenyum manis.
"Bagaimana aku dapat mengambil bunga es yang terletak begitu tinggi?" Bukankah tadi Loo-cian-pwee telah barjanji akan memberikan' bunga itu kepadaku?"
"Heh ? Apa maksudmu ? Bukankah sekarang aku telah mengalah dan memberikan hak bunga itu kepadamu ?" kata Gu Kim Ciang heran berbareng tak senang. Liat Wie ketawa manis lagi, sehingga terlihat lesung pipitnya. Sujen di kedua pipinya.
"Apakah Gu Loo-cianpwee tak memegang janji ?" tegurnya berani, gadis ini masih terus tersenyum dan senyumnya itu sangat manis sekali.
Gu Kim Ciang jadi tambah tak senang.
"Mengapa kau mengatakan aku si orang tua she Gu tak memegang janji ?" tegurnya.
"Hmmm .....sebagai seorang Loo-cianpwee, seorang dari angkatan tua, bukankah tadi kau telah berjanji akan memberikan bunga itu kepadaku, maka dengan sendirinya aku harus menerimanya dari tanganmu, Gu Loo-cianpwee!"
Mendengar perkataan Chiu Liat Wie yang terakhir, Gu Kim Ciang jadi tercengang, juga dia jadi kaget berbareng gusar, kepalanya seperti juga diguyur oleh segayung air es yang dingin.
"Budak cilik celaka !" tapi akhirnya Ga Kim Ciang ketawa juga. "Aku si tua bangka yang sudah mau mampus ternyata masih bisa dikibuli begitu olehmu !"
Chiu Liat Wie tersenyum, dia tak takut kalau nanti si tua she Gu itu akan bergusar, karena dia tahu, biar bagaimana, setelah mengetahui dirinya sebagai seorang gadis, Gu Kim Ciang serta Wu Kong Cong tak akan mau menurunkan tangan keras padanya.
"Bagaimana Loo-cianpwee..... apakah kau mau menepati janjimu itu ?" tanya Liat Wie sambil memotong perkataan Gu Kim Ciang. "Kalau memang Loo-cianpwee keberatan untuk menepati janjimu itu, yang akan memberikan bunga es itu kepadaku, maka Boan-pwes juga tak berani mendesaknya, hanya.....!"
Dan sengaja Liat Wie tak meneruskan perkataannya, dia tertawa penuh arti.
Gu Kim Ciang juga tertawa keras, dia gusar berbareng mendongkol serta lucu.
"Budak, ternyata lidahmu sangat berbisa !" katanya sengit. "Bukankah kau ingin meneruskan perkataanmu itu dengan kata-kata : 'hanya dunia Kang-ouw akan segera mengetahui, bahwa aku si orang tua she Gu tak bisa dipercaya lagi mulutnya, bukan ?"
"Ya, kira-kira begitu !" menyahuti Liat Wie berani, dia masih terus tarsenyum.
Wu Kong Cong ketawa. Suara ketawanya itu mengandung ejekan. "Hari ini kau kena batunya, tua bangka she Gu !" katanya. "Hmmm..... mana kau bisa menang melawan lidah si budak cilik yang berbisa itu?"
Gu Kim Ciang membanting-bantingkan kakinya, dia jadi serba salah. Tapi akhirnya dia berkata juga: "Baiklah ! Kali ini aku roboh di tanganmu dua kali ! Hmm, aku tak mau nanti dikatakan pihak tua tak mau menepati janji pada pihak angkatan muda ! Biarlah, hitung-hitung hari ini aku kerja bakti !" dan setelah berkata begitu, Gu Kim Ciang menjejakkan kakinya, sekali lompat, tubuhnya telah melambung tinggi sekali, kakinya hinggap dibatu yang satunya, yang agak menjorok keluar, lalu dengan sekali menjejakkan kakinya yang lain, dia hinggap di batu di mana terdapat bunga Swat-hoa itu. Dipetiknya bunga itu, lalu dia turun kembali dan menyerahkannya kepada Chiu Liat Wie sambil berkata: "Budak, lain kali kalau mau mempermainkan diriku si tua she Gu dengan kata-katamu yang berbisa itu, hmmm .....kepalamu akan kuhajar pecah sampai keluar polonya !"
Chiu Liat Wie menerima bunga Swat-hoa dengan tertawa, dia mengangsurkan tangannya.
"Terima kasih Loo-cianpwee !" katanya girang. "Ternyata Gu Loo-cianpwee seorang Eng-hiong yang dapat dipegang kata-kata janjinya ! Aku kagum sekali .....!"
"Hmmm! Kau tak perlu mengumpak-umpak diriku, budak !" kata Gu Kim Ciang ketawa. "Biar kau mengatakan bahwa aku adalah jago tak terkalahkan dikolong langit, tokh hari ini hatiku tak akan gembira, karena telah dua kali kau robohkan aku dengan caramu yang licik tadi !"
Liat Wie hanya tersenyum.
Wu Kong Cong juga telah tertawa, malah dia telah menghampiri dan menepuk-nepuk pundak Gu Kim Ciang,
"Gu-heng ! Ternyata hari ini derajatmu sangat rendah !" ejeknya. "Kau telah menjadi budaknya dari budak ini, budak dari angkatan muda !" dan Wu Kong Cong ketawa keras sekali.
Wajah Gu Kim Ciang jadi berubah merah padam.
"Tua bangka she Wu, kau jangan mementang bacot seenak isi perutmu dan tak keruan !" bentaknya tak senang. "Hmmm.....hari ini memang aku sedang tertiban sial .....!"
Wu Kong Cong melihat orang bersedih atas kekalahannya di tangan Liat Wie, juga dia melihat Gu Kim Ciang sedang uring-uringan, maka dia tak meugejek lagi. Dia hanya ketawa kecil, karena dianggapnya persoalan itu sangat lucu.
Chiu Liat Wie sendiri sudah tak memperdulikan Gu Kim Ciang dan Wu Kong Cong, dia telah menghampiri Han Han, yang sejak tadi anak muda she Han ini menatap 'Toa-ko' angkatnya dengan pandangan mata kesima.
Si nona menepuk bahunya sambil tertawa.
"Lao-tee..... mengapa kau berdiri seperti patung ?" tegurnya. "Terimalah bunga ini .....! Bukankah tadi telah kujanjikan bahwa kalau bunga ini jatuh ke dalam tanganku, maka Swat-hoa tersebut akan kuhadiahkan padamu ?!"
Han Han seperti linglung.
"Kau.....kau ....." katanya gugup.
"Kenapa?" tanya Liat Wie sambil tertawa waktu melihat sikap dan wajah Han Han yang lucu.
"Kau.....kau seorang gadis, nona ?" tanya Han Han lagi.
Wajah si gadis jadi berubah merah. "Jadi kau keberatan untuk selanjutnya memanggilku dengan sebutan 'toa-ko'?" tanya tertawa. "Baik! Untuk seterusnya kau boleh memanggilku dengan sebutan 'cie-cie' saja. Akur?!"
Han Han masih bersikap kaku, lagaknya seperti orang linglung. Dia sebentar-sebentar mengawasi wajah Liat Wie, dilihatnya wajah si gadis cantik luar biasa. Alisnya, itulah alis yang disebut potongan bulan-sabit, matanya yang berkelit seperti bintang kejora, juga potongan wajah si nona jadi cantik luar biasa dengan adanya rambut terurai panjang ke bahunya.
Liat Wie mengangsurkan bunga Swat Hoa kepada Han Han.
"Terimalah!" kata si nona dengan suara yang memohon.
Sebetulnya Han Han ingin menolak, tapi melihat pancaran mata si gadis, setelah melirik pada Wu Kong Cong dan Gu Kim Ciang, maka akhirnya dia menerima juga bunga es itu dari tangan si nona Chiu.
"Terima kasih!" kata anak muda she Han tersebut.
"Mengapa kau mengucapkan terima kasih?" tegur Liat Wie sambil mengerutkan alisnya.
"Heh ?" Han Han kaget, dia sampai melengak. "Kenapa? Apakah aku telah salah bicara ?"
"Aku tanya, mengapa kau mengucapkan terima kasih ?" tanya si nona lagi, rupanya dia tak senang.
"Bukankah .....bukankah kau telah memberikan bunga mujijat ini kepadaku .....dan..... sudah sepatutnya aku mengucapkan terima kasih padamu !"
"Hmm.....kalau begitu kau sudah tak mau mengakui bahwa aku adalah cie-cie-mu, bukan ?" kata Liat Wie dengan muka yang masam.
"Oh,mana berani aku mempunyai pikiran begitu ?" kata Han Han cepat, dia jadi tambah gugup. "Aku malah gembira mempunyai seorang Cie-cie yang secantik kau!"
"Ploookkkk!" tiba-tiba tangan Liat Wie menampar muka Han Han. Seketika itu juga wajah anak muda tersebut bertapak jari yang berwarna merah.
"Hmmm.....kau bicara dengan hati yang tak jujur !" kata si nona sambil membalikkan tubuhnya menghampiri Gu Kim Ciang.
Waktu pipinya kena ditampar oleh si nona, Han Han jadi kaget, dia berdiri seperti orang kesima.
"Nona.....kau.....!" katanya tergugu.
Liat Wie menahan langkahnya, dia menoleh ke arah Han Han.
"Hmmm..... bukankah kau keberatan untuk memanggilku dengan sebutan Cie-cie itu?" tegur gadis itu lagi.
Han Han benar-benar jadi bingung menghadapi sikap Liat Wie yang kukoay, aneh luar biasa, dia benar-benar tak mengerti apa maunya gadis ini.
"Nona..... !" panggilnya.
"Kau tetap tak mau memanggilku dengan sebutan Cie-cie ?" bentak si gadis dengan wajah yang berubah merah padam.
"Ini.....ini.....!"
Liat Wie telah memutar tubuhnya, dia menghampiri Han Han, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia mengayunkan tangannya menampar muka si anak muda. Kalau Han Han mau, dia bisa mengelakkan tamparan si gadis, tapi dia tak melakukan itu, sehingga 'plaaakkk !' pipinya kena dihajar lagi.
"Kau laki-laki yang tak mengenal budi !" kata si gadis dengan suara mendesis dan matanya berubah merah.
"Aku.....!" dan Han Han jadi bingung benar. Tapi akhirnya, setelah membanting-banting kakinya, dia berkata lagi : "Baiklah ! Cie cie.....terimalah hormatku ini untuk menyalakan..... terima kasihku atas pemberian bunga Swat-hoa ini !" dan benar-benar anak muda she Han tersebut membungkukkan tubuhnya menjura pada si gadis.
Liat Wie menghela napas, wajahnya berubah cerah lagi. Rupanya dia telah senang Han Han memanggil dirinya dengan sebutan 'cie-cie'.
Baru saja si gadis ingin berkata, tiba-tiba Gu Kim Cian telah berteriak : "Hei budak ! Kami bukan penonton yang mau melihat pertunjukan gratis dari dua orang angkatan muda yang terserang oleh panah asmara ! Cepatlah ! Kami akan berangkat !"
Liat Wie memutar tubuhnya, dia menghampiri Kim Ciang dan Kong Cong. Waktu sudah berada didekat kedua orang tua itu, dia membungkukkan tubuhnya memberi hormat.
"Terima kasih atas kebaikan Jiewie Loo-cianpwee !" katanya sambil tersenyum. "Kalau memang Loo-cianpwee mau berangkat, Boan-pwee juga tak berani menahannya .....silahkun !" dan Liat Wie membawa sikap seperti seorang tuan rumah sedang mempersiiahkan tamunya berlalu.
Gu Kim Ciang dan Kong Cong ketawa gelak-gelak.
"Hehehe, benar-benar lidahmu berbisa !" kata Kim Ciang. "Kalau memang kau mau mengusir diriku, hu, hu, katakan saja terus terang, kami juga memang sudah mau angkat kaki dari sini !" dan Kim Ciang mengangsurkan kopiahnya Chiu Liat Wie yang tadi kena dirampasnya. "Nih kopiah bututmu!"
Liat Wie menerima topinya itu sambil mengucapkan terima kasih, lalu dia memakainya kembali, sehingga kembali dia menyerupai seorang sasterawan, seorang pelajar.
Melihat Kim Ciang dan Kong Cong akan berlalu, Han Han cepat-cepat menghampiri.
"Gu Loo-cianpwee.....!" katanya cepat.
"Ada apa lagi dengan bocah ini ?" menggumam si orang she Gu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan-jangan dia hanya akan membikin kepalaku jadi tambah pusing !"
Wu Kong Cong juga hanya mengangguk sambil tsrsenyum ramah dia mengawasi Han Han.
"Loo-cianpwee .....bagaimana dengan kitab yang kau berikan ini ?" tanya Han Han setelah dekat.
"Itu kitab milik ayahmu !" menyahuti Kim Ciang cepat. "Ambillah olehmu, aku memang tak berhak memiliki kitab itu !"
Han Han membungkukkan tubuhnya.
"Terima kasih Gu Loo-cianpwee !" kata Han Han. "Boan-pwee pasti tak akan melupakan budi Loo-cianpwee !"
"Hmmm!" mendengus Gu Kim Ciang. "Kau mengatakan tak akan melupakan budiku itu ?!"
"Menerjang lautan apipun kalau memang Loo-cian-pwee yang perintahkan, Boan-pwee pasti tak akan berani menolaknya ! menyahuti Han Han cepat. Gu Kim Ciang ketawa.
"Tapi kalau teman gadismu itu meminta kau menyerang diriku, apakah kau akan menolak ?" tanyanya.
Disanggapi begitu, Han Han jadi melengak, tapi kemudian dia jadi gugup, sehingga jadi salah tingkah.
"Ini..... ini ....."
"Kenapa ?" tanya Gu Kim Ciang.
"Ini ...... ini tidak termasuk didalam hitungan, Loo-cianpwee !" menyahuti Han Han.
"Mengapa tak masuk hitungan ?!" tanya Gu Kim Ciang ketawa. "Tadi kau mengatakan bahwa kalau aku memerintahkan kau menerjang lautan api, kau pasti akan menerjangnya tanpa berani menolak, tapi kalau memang nanti kau bertemu denganku, dan teman gadismu itu meminta kau memenggal batang leher tuaku ini, bukankah kau akan menghunus pedang untuk menyeraug diriku mati-matian ?!"
"Ini..... mana berani Boan-pwee mempunyai pikiran begitu?" menyahuti Han Han gugup.
"Kau memang tak mempunyai pikiran begitu !" kata Kim Ciang masih menggoda anak muda she Han itu. "Tapi seumpama kata nanti benar-benar teman gadismu itu meminta kau menanggal kepalaku, apakah kau akan menaruh perintahnya ! "
"Mana berani Boan pwee melakukan hal itu ?' menyahuti Han Han. "Jangan kata menyerang Loo-cian-pwee, sedangkan kepandaian Boan-pwee sendiri masih jauh dari sempurna, mungkin dengan sekali tepuk saja, jiwa Boan-pwee dapat dibinasakan oleh Loo-cianpwee Y!"
Kim Ciang ketawa lagi. "Pintar kau bocah !" katanya. "Hu ! Hu ! Temyata kau sama liciknya dengan budak betina itu ! Kau juga pandai mengumpak orang !"
Han Han jadi tambah gugup.
"Tak berani Boan-pwee ! Tak berani Boan-pwee !" dia menyahuti.
Melihat kelakuan orang yang seperti orang kctoiol-tololan, Chiu Liat Wie ketawa.
"Hu, mengapa kau seperti orang tolol saja ?!" bentaknya sambil tertawa. Apa maksud dengan mengatakan Boaopwee tak berani ? !"
"Apa pasti tak berani menyerang Loo-cianpwee !" menyahuti Han Han jujur.
Kembali Chiu Liat Wie katawa.
"Tolol.....!" gumamnya.
Wajah Han Han jadi merah, dia malu. Biar bagaimana dia tahu kemana arah tujuan perkataan Liat Wie. Perkataan 'tolol' itu pasti ditujukan untuk dirinya !
Wu Kong Cong pada saat itu telah menarik tangan Kim Ciang.
"Sudah kau jangan terlampau mengganggu bocah itu, Gu-heng !" katanya. "Kasihan ..... lihat saja mukanya telah berubah merah padam seperti kepiting direbus!"
Gu Kim Ciang mengangguk sambil tertawa.
"Benar !" dia menyahuti. "Nah bocah ! Sekarang aku pergi dulu, mudah-mudahan nanti kita berjodoh untuk bertemu lagi !"
Liat Wie cepat-cepat membungkukkan tubuhnya, diikuti oleh Han Han.
"Sampai bertemu lagi, Loo-cianpwee !" kata Liat Wie, waktu Kong Cong dan Kim Ciang telah menjejakkan kakinya berlalu dengan pesat, karena kedua jago tua itu telah berlari dengan menggunakan Gin-kang mereka.
Ssberlalunya Kong Cong dan Kim Ciang, maka di tempat itu hanya tertinggal Han Han dan Chiu Liat Wie berdua saja. Setelah mengetahui bahwa Toa-ko angkatnya itu adalah seorang gadis yang cantik luar biasa, sikap Han Han jadi kaku. Di tangannya, masih tergenggam bunga Swat-hoa yang diterimanya sebagai hadiah dari Liat Wie.
"Mengapa bunga Swat-hoa itu tak cepat-cepat kau makan ?" tegur Liat Wie setelah mereka sama-sama berdiam diri.
Han Han seperti baru tersadar.
"Ini kau peroleh dengan susah payah ? " kata Han Han kemudian. "Lebih baik kau saja yang memakannya !"
Wajah si gadis jadi berubah.
"Apakah kau merasa hina-dina menerima pemberian hadiah dariku ?" tegurnya tak senang.
"Oh.....' mana berani aku mempunyai perasaan begitu ?" menyahuti Han Han gugup.
"Kalau memang kau senang menerima hadiahku, cepat kau makan bunga Swat-hoa itu !" perintah Liat Wie.
Dengan terpaksa, Han Han mengangkat tangannya perlahan-lahan, kemudian dia mengawasi bunga itu, yang warnanya putih mulus, bersih dan indah sekali. Waktu berada di dekat hidungnya, anak muda she Han tersebut dapat mengendus bau harum yang luar biasa, yang berasal dari bunga itu.
"Cepat dimakan !" desak Liat Wie waktu melihat anak muda she Han tersebut ragu ragu memandangi bunga es itu.
Terpaksa Han Han memasukan bunga es tersebut terasa manis, juga sangat wangi, menyebarkan bau harum yang luar biasa. Sebentar saja, dia telah menghabiskan bunga tersebut. Waktu dia sedang mengunyah bagian bunga yang terakhir, dia merasakan dirinya segar luar biasa.
"Bagaimana? Segar?" tegur Liat Wie sambil tersenyum melihat wajah Han Han yang berubah merah segar.
Han Han mengangguk, dia cepat-cepat membungkukan tubuhnya memberi hormat kepada Liat Wie.
"Terima kasih atas budi nona ini !" katanya, sambil membungkuk dalam-dalam. Aku, Han Han, pasti tak akan melupakan budi nona yang besar dan tak terhingga nilainya ini !"
"Ploookkk !" tahu-tahu pipi Han Han kena di hajar oleh Liat Wie lagi.
"Heh?" Han Han sampai melengak, dia mengawasi si gadis dengan tatapan mata mendelong. Dia jadi mendongkol juga, karena berulang kali orang selalu menempilingnya. "Apakah ada kata-kataku yang salah sehingga menyinggung perasaan nona?"
Liat Wie rnengayunkan tangannya dengan mata mendelik.
Tapi kali ini Han Han tak mau membiarkan pipinya dihajar oleh gadis itu lagi, dia menggeser kakinya dan mengelakkannya sehingga tangan Liat Wie jatuh pada tempat kosong.
"Kau .....kau....." nyata Liat Wie gusar sekali, sehingga suaranya tergetar, di kala dilihatnya anak muda she Han itu mengelakkan serangannya.
"Tenanglah nona.....sebetulnya apa maksud nona dengan berulang kali menghajarku ?!' tanya Han Han bingung.
"Kau .....kau benar-benar laki-laki tak berbudi !" menyahuti Liat Wie lagi.
"Heh? Mengapa Kouw-nio mengatakan bahwa aku laki-laki tak berbudi ?" tanya Han Han. "Tadipun Kouw-nio mengatakan begitu ! Apakah aku orang she Han pernah melakukan sesuatu yang menjengkelkanmu?"
"Hmmm..... kalau memang bukan disebabkan aku telah menganggap kau sebagai adikku, apakah kau kira aku akan rela menyerahkan bunga es itu padamu ?" bentak Liat Wie lagi.
"Jadi..... jadi nona tak rela bunga itu dimakan olehku ?" tanya Han Han bingung. "Bukankah nona yang memaksakan memberikan padaku?!"
"Siapa yang mengatakan tak rela bunga itu diberikan padamu'' Liat Wie rnembaliki pertanyaan Han Han. "Siapa yang mengatakannya ?!" dan suara si nona yang terakhir ini sangat keras, nyaring sekali.
Han Han jadi tambah bingung.
"Jadi .....jadi apa maksud Kauw-nio ?" tanyanya tak mengerti, dia benar-benar kewalahan mengahadapi gadis tersebut.
"Hmmm.....bukankah sudah kukatakan, berhubung kau sudah kuanggap sebagai adikku dan aku sebagai cie-ciemu, maka mau juga bunga itu kuberikan padamu!" kata Liat Wie menerangkan dengan wajah yang merah padam, memperlihatkan kemendongkolannya. "Tapi berulang kali kau selalu memanggilku dengan sebutan 'nona', 'nona', apakah hatiku tak penasaran.?"
Seketika itu juga di kepala Han Han berkelebat sesuatu ingatan. Dia jadi tersenyum dan cepat-cepat membungkukkan tubuhnya memberi hormat kepada si gadis.
"Maafkanlah Cie-cie.....!" katanya.
"Tadi adikmu telah lupa ! Kalau memang aku melakukan suatu kesalahan, maafkan. Sabagai seorang Cie-cie, kau tentu mau memaafkan kesalahan-kesalahan adikmu, bukan?"
Wajah Liat Wie jadi berubah cerah.
"Nah, kalau kau memanggilku begitu dan mau mengakui diriku sebagai Cie-ciemu, bukankah persoalan sudah beres sejak tadi?" kata si gadis girang. "Sudahlah Loa-tee, mari kita kembali kepenginapan ..... hawa di sini sangat dingin sekali."
Han Han mengangguk. "Tetapi sebagai Lao-teemu, maka aku harus mengetahui nama dan shemu yang besar. Cie-cie!" kata Han Han.
Wajah Liat Wie jadi berubah, tapi akhirnya jadi tersenyum tanpa mengatakan sepatah kaiapun, hanya melangkah meninggalkan tempat itu.
Cepat-cepat Han Han mengejarnya.
"Nama Chiu Liat Wie tentunya bukan namamu yang asli, bukan?" tanya Han Han, lagi waktu dia sudah berhasil mengejar si gadis dan berjalan berendeng.
Nona itu mengangguk. "Ya.....aku she Thio dan bernama In-In." menerangkan si gadis sambil melangkah dengan kepala tertunduk.
" Thio In In!?" mengulangi Han Han. "Aha, aku mempunyai seorang Cie-cie yang bernama seindah itu!" dan anak muda ini memuji dari hati yang setulusnya.
Wajah Liat Wie, atau nama sesungguhnya Thio In In, jadi berubah merah, tapi dia tersenyum, sehingga pipinya seperti juga buah Tho yang sudah masak. Dia mengeluarkan tangannya mencubit punggung Han Han !, sehingga anak muda she Han tersebut jadi menjerit kesakitan sambil tertawa.
"Ampun Cie-cie.....'adikmu tentu tak akan menggodamu lagi!" kata Han Han sambil melompat dan berlari dengan tertawa.
Thio In In mengejarnya. "Kalau kau tak mau menjura tiga kali padaku, maka aku akan mengejarmu dan kalau sampai kecandak, hmmm .....akan kukeset mulutmu yang jail itu!"
"Ampun Cie-cie .....adikmu pasti tak berani lagi !" kata Han Han. Tapi anak muda ini tak menghentikan larinya, dia telah berlari ke arah kampung Kuo-lie-chung, dengan dikejar terus oleh Thio In ln. Suara ketawa gembira mereka masih terdeugar, semakin lama semakin samar menjauh.....sampai akhirnya leuyap.
Bunga-bunga salju masih turun terus menyiram bumi.....warna putih masih meliputi bumi, udara dingin sekali .....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
DIKALA udara pagi yang dingin itu masih meayelimuti seluruh isi permukaan bumi, maka tampak dua orang anak muda sedang melakukan perjalanan dengan menggunakan kuda. Mereka melakukan perjalanan di bawah hujan salju yang turun cukup deras. Keadaan disekitar tempat itu sangat sepi, karena selain masih terlalu pagi untuk masa-masa seperti sekarang, di mana salju masih turun, juga udara sangat dingin sekali, menyebabkan orang jadi segan untuk keluar rumah.
Tapi, kedua anak muda itu, yang melakukan perjalanan dengan mengambil jurusan kearah kota Leng-an, ternyata tak memperdulikan hawa dingin yang menyerang sampai ketulang sumsum. Malah tampak mereka melaratkan kuda tunggangan mereka itu dengan cepat, seakan-akan ingin berlomba dengan sang waktu. Dan kedua kuda tunggangan yang dipakai oleh kedua anak muda itu pun sehat-sehat, larinya sangat pesat, sebab itulah dua ekor kuda Mongolia yang terkenal kuat dan tinggi besar.
Mereka adalah Han Han dan Thio In In, itu gadis yang menyamar sebagai seorang pelajar yang telah menggunakan nama samaran sebagai Chiu Liat Wie.
Mereka sedang menuju kekota Leng-an untuk menyatroni Sam Tiauw Boe Koan, perkumpulan perguruan silat yang telah menyebabkan terjadinya banyak persoalan !
Hujan salju yang cakup deras, seperti tak dirasakan oleh Han Han dan Thio In In, mereka melakukan perjalanan dengan gembira, sebentar-sebentar diselingi oleh suara ketawa yang cerah.
Waktu mendekati senja, setelah melakukan perjalanan selama satu hari lebih, akhirnya Han Han dan Thio In In tiba di-kota Leng-an.
Kota tersebut tak seberapa besar, tapi cukup ramai. Di kala musim dingin, banyak toko-toko yang tutup, sehingga keadaan di kota tersebut agak sepi kalau dibandingkan dengan hari-hari sebelumya.
Han Han dan Thio In In memilih sebuah rumah penginapan untuk bermalam.
"Apakah malam ini juga kita menyatroni perguruan Sam Tiauw Boe Koan ?" tanya Han Han pada In In waktu mereka berada di daiam kamar.
Si gadis mengangguk. "Boleh ....!" sahutnya. "Tapi kau harus ingat, mereka tangguh dan lihai, tidak bisa dibuat main !"
Han Han tersenyum, dia kembali ke dalam kamarnya untuk mengaso, mengatur tenaga untuk malam nanti menempur orang-orang Sam Tiauw Boe Koan.
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 24 MALAMNYA Han Han dan Thio In In memakai baju Ya-heng-ie, baju piranti keluar malam. Tapi berhubung sekarang musim salju, musim yang diliputi oleh hawa yang dingin sekali, maka di samping memakai Yang-heng-ie, mereka juga memakai mantel yang tebal, untuk melindungi tubuh dari serangan hawa dingin.
Dengan cepat sang waktu berkisar, waktu mendekati kentongan ketiga, dikala keadaan sudah sepi dan sunyi sekali, Han Han menghampiri kamar Thio In In dan mengetuk pinggir jendela kamar si gadis. Waktu jendela terbuka, maka tampak Thio In In melompat dari dalam kamarnya itu.
"Sudah siap?" tanya Han Han perlahan.
"Sudah !" menyahuti Thio In In perlahan juga.
Tampak kedua orang ini dengan gesit dan ringan melompat keatas genting. Mereka berlari-lari dengan cepat. Walaupun genting dipenuhi oleh salju, sehingga agak licin tak mengurangi kelincahan Han Han dan In In.
Thio In In mengajak Han Han mengambil arah ke utara, mereka berlari-lari terus di genting rumah penduduk. Jarang sekali orang yang berkeliaran di kala hawa begitu dingin. Dengan cepat mereka telah sampai di pintu kota sebeiah utara. In In menuju ke sebuah gedung yang besar mewah serta bertingkat. Dia mengenjotkan kakinya melompat ke atas tembok gedung itu yang tinggi dan bercat serba hitam. Han Han meniru gerakkan sang kawan, dengan mudah, dia telah berada di samping kawan gadisnya itu.
Nona In In menoleh pada anak muda she Han tersebut waktu menyusul dirinya.
"Kita harus berlaku hati-hati!' nona Thio memperingati dengan suara yang perlahan.
Han Han hanya mengangguk.
Dengan hati-hati mereka melompat turun dari tembok itu, mereka memperoleh kenyataan di sekitar gedung itu sangat sepi sekali.
Pekarangan gedung tersebut sangat luas, keadaan cukup terang, karena pantulan dari salju. Dengan berindap-indap ringan Han Han bersama nona Thio memasuki terus ke dalam gedung itu. Waktu sampai di ruangan tengah, keadaan masih tetap sunyi.
Tiba-tiba, Han Han dan nona Thio jadi terkejut waktu di antara kesunyian malam, terdengar melengking suara seruling. Malah suara seruling itu memekakkan anak telinga.
"Hheehh .... ?" Han Han menoleh menatap Thio In In. "Siapa yang meniup seruling dalam suasana demikian dingin ?"
Nona Thio mengangkat bahunya sambil tersenyum.
"Anggap saja orang gila !" dia menyahuti.
Han Han memberi tanda dengan tangannya agar si-nona tak berisik, lalu dengan lincah, kedua mudi-mudi ini melompat ke belakang pohon. Dari situ mereka dapat memasang mata dengan leluasa sekali ke arah sekeliling pekarangan gedung tersebut. Keadaan tetap sunyi dan sepi.
"Mengapa tak tampak seorang manusia-pun ?" bisik Han Han di pinggir telinga si gadis.
Thio In In dapat merasakan pernapasan si-anak muda yang menyambar-nyambar pinggir pipinya, sehingga seketika itu juga dia merasakan pipinya berobah merah panas dan hatinya berdebar. Untuk menyembunyikan perasaannya itu, dia mengangkat bahu lagi.
"Mana aku tahu?" katanya menyahuti pertanyaaa Han Han. "Mungkin mereka sedang menjalankan tipu muslihat !
Han Han mengangguk, dan dia memasang mata lagi.
Suara seruling masih terdengar terus, kadang-kadang terdengar merendah sayu sekali, menyayatkan pendengaran, seperti juga mengiris-iris jantung dan kemudian nada suara seruling itu berubah tinggi melengking menyakitkan anak telinga, bersemangat, seperti juga lagu perang, bergelombang turun naik, seperti juga semangat para tentara yang sedang maju ke medan laga.
"Itulah lagu 'Melepas kekasih kemedan perang' ciptaan Go Couw Lie, penyair terlenal!" bisik nona Thio dipinggir telinga Han Han dengan suara yang perlahan sekali. "Tapi, peniup seruling itu telah merobah alunan pada bait kelima dan ketujuh, dia menambahkan dengan getaran Lwee-kang, sehingga seperti mau diartikan, runtuhnya langit dan mengamuknya gelombang lautan !"
"Oh ....!'' Han Han hanya menyahuti begitu, karena pengetahuannya di bidang Boan, sastera, sangat kurang sekali. "Mari kita selidiki tempat dari orang yang sedang meniup seruling itu !"
Thio In In mengangguk, lalu dengan berbareng mereka melompat gesit ke pinggir tembok. Walaupun gerakan mereka sebat sekali, toh mereka tetap berlaku hati-hati.
Di sebelah kiri dari gedung itu, tampak jendela masih terang memantul keluar cahaya lilin, hati-hati In In dan Han Han menghampiri kamar itu. Lama juga mereka berdiri di dekat jendela tanpa berani merusak kertas jendela, karena mereka mengetahui bahwa penghuni kamar itu tentu seorang yang kosen, maka mereka harus berlaku hati-hati.
Han Han mengedipkan matanya memberi tanda kepada In In, lalu membungkukkan tubuhnya akan merusak kertas jendela dengan lidahnya untuk mengintip ke dalam. Namun, baru saja dia menggerakkan tubuhnya, dan dalam telah terdengar suara helaan napas.
"Dua Hoo-han yang berada di luar .... !" terdengar suara yang sabar sekali. "Mengapa tak masuk saja? Bukankah udara di luar dingin sekali?"
Han Han dan Thio In In jadi terkejut, mereka sampai melompat ke samping. Mereka juga tak menduga semula, bahwa orang di dalam kamar itu kosen luar biasa, sehingga mengetahui kedatangan mereka berdua.
"Masuklah !" terdengar suara dari dalam kamar itu, sabar suaranya, suara seorang laki-laki tua. "Udara di luar sangat dingin, nanti Jiwi Sie-coe bisa jatuh sakit terserang angin jahat !"
Han Han menatap Thio In In, sedangkan si nona Thio juga jadi menatap anak muda she Han tersebut, mereka berdua jadi bingung. Untuk sementara waktu, mereka jadi saling pandang dan berdiam diri mepet bersembunyi di balik tembok.
"Masuklah Ji-wie Sie-coe !" kata orang di daiam kamar itu dengan suara yang sabar. "Akupun di sini sebagai orang tawanan dari orang-orang Sam Tiauw Boe Koan !"
"Heh ? Dia tawanan Sam Tiauw Boe Koan ?" kata Han Han kaget.
"Ya .... Loo-hu memang bernasib malang sehingga harus terjatuh ke dalam tangan kurcaci dari orang-orang tiga rajawali ini !" menyahuti orang yang berada di dalam kamar itu tapi dengan suara yang sabar sebelum In In menyahuti perkataan Han Han.
"Masuklah .... mari kita pasang bicara untuk melewati suasana dingin yang menjengkelkan ini !"
Han Han memberi tanda kepada In In, kemudian dengan berani dia menghampiri daun pintu kamar itu. Dilihatnya seorang laki-laki bertubuh kekar yang rupanya penjaga kamar itu, telah rebah tak sadarkan diri dan dalam keadaan tertotok jalan darah 'pulas'nya.
Anak muda she Han tersebut cepat-cepat menarik tangan Thio In In, dengan berani Han Han mendorong daun pintu dengan bersiap-siap untuk menjaga segala sesuatu kemungkinan dari serangan gelap, karena dari cara bicaranya orang yang berada didalam kamar itu, telah menandakan tingginya ilmu silat orang itu !
Begitu pintu menjeblak, maka Han Han dan In In berdiri menjublek dengan mata melotot, seperti memandang sesuatu yang hebat. Mereka seperti tak mau mempercayai penglihatan mereka.
Apa yang dilihat kedua muda-mudi itu ?
Ternyata di dalam kamar itu tak terdapat perabotan rumah tangga, kosong sama sekali. Hanya, di sudut ruangan itu yang sebelah kanan, tampak seorang kakek-kakek berjanggut panjang sedang dalam keadaan tersiksa.
Dan keadaannya sangat menyedihkan. Tubuhnya tergantung dengan kedua tangan terkulai, karena tulang Pie-peenya di bagian pundak tertusuk oleh rantai baja, sehingga biarpun dia mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya, tokh orang ini tak mungkin dapat meloloskan diri dari kamar itu. Setiap kali dia menggerakkan tangannya menggunakan tenaga dia akan menderita kesakitan yang hebai. Sebab, tulang-tulang Pie-peenya akan beradu dengan besi-besi rantai itu.
"Masuklah !" kata kakek itu dengan suara yang sabar waktu melihat Han Han dan In In berdiri menjublek di situ.
Han Han melangkah perlahan-lahan memasuki kamar tersebut diikuti oleh In In. Tadi waktu pintu menjeblak, In In telah menjerit tertahan, maka wajahnyapun masih pucat pias waktu dia melangkah masuk ke dalam kamar itu. Pemandangan yang ada di depan matanya itu sangat kejam sekali, siksaan yang diterima kakek itu luar biasa kejamnya.
"'Loo-pek .... siapakah kau? Mengapa tertawan oleh orang-orang Sam Tiauw Boe Koan?" tanya Han Han begitu berada di depan si kakek.
Melihat Han Han dan Thio In In, kakek itu tersenyum, dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan wajah yang berduka.
"Biarlah aku tersiksa begini macam, aku puas, karena aku telah bertemu dengan kalian !" menyahuti kakek itu sesaat kemudian. "Aku ingin meminta bantuanmu untuk membalaskan sakit hatiku terhadap orang-orang Sam Tiauw Boe Koan .... sakit hatiku ini sedalam lautan dan setinggi gunung Hoa-san, maka dari itu, luluskanlah permintaanku ini !" dan sebelum Han Han dan Thio in In mengiyakan, kakek itu telah mengangkat seruling yang tergenggam di tangannya, lalu meniupnya perIahan-lahan dengan suara yang sayu menyedihkan.
"Loo-pek .... siapakah yang telah menyiksamu dengan cara yang demikian kejam ?" tanya Thio In In ngeri waktu melihat keadaan kakek itu. Lebih-lebih dilihatnya, dengan rambut yang teriap panjang sampai menutupi sebagian wajahnya, menyebabkan keadaan si kakek menyeramkan sekali.
Kakek itu menunda meniup serulingnya. Dia tersenyum pahit, wajahnya muram sekali.
"Aku telah tersiksa demikian selama dua puluh tahun !" menyahuti kakek itu perlahan. Di saat rembulan bersinar penuh pada bulan depan, maka genaplah aku mendiami kamar ini selama duapuluh satu tahun ! Hmmm .... biarpun begitu, biarpun mereka bermaksud melenyapkan kepandaian silatku ini, dengan merusak kedua tulang Pie-pee-ku, tapi toh Thian mengabulkan permohonanku dengan mengirimkan kalian datang kemari !"
"Siapakah yang telah menyiksa Loo-pek demikian macam ?" tanya Han Han setelah menenangkan goncangan hatinya.
Kakek itu tersenyum sedih.
"Ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham, itu ketua dari pintu perguruan Sam Tiauw Boe Koan, telah menawanku pada duapuluh tahun yang lalu dengan menggunakan .cara yang tak tahu malu dan licik sekali. Sebetulnya kepandaian mereka tak seberapa, dalam beberapa jurus seharusnya aku dapat merobohkannya, namun disebabkan sikap congkakku, maka membawa malapetaka ini!"
"Mereka menggunakan tipu licik, Loo-pek ? " tanya nona Thio sambil mengerutkan alisnya.
Kakek itu mengangguk. "Ya .... ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham tak bisa melawanku dengan menggunakan kekerasan, maka mereka telah menggunakan tipu yang halus, mereka memasukkan obat tidur ke dalam cawan arakku, sehingga dengan mudah aku tertawan oleh mereka dan seterusnya aku telah menjadi setengah manusia dan setengah hantu dengan keadaanku yang demikian macam, mereka juga telah melenyapkan ilmu silatku dengan menembusi kedua tulang Pie-pee di pundakku ini dengan rantai besi, sehingga untuk seterusnya aku tak bisa bersilat lagi ! Hai .... betapa penasaran itu sangat besar, sedalam lautan dan setinggi gunung Tay-san! Rupanya Thian mendengar penasaran hatiku, maka Thian telah mengirimkan kalian kemari !"
"Jadi mereka menggunakan obat bius untuk merobohkan Loo-pek?" tanya nona Thio begitu si Kakek sedang menarik napas.
"Tidak seluruhnya benar !" menyahuti si kakek. "Sebetulnya, begitu mereka menaruh obat bius di dalam cawanku, aku sudah mengetahuinya, namun disebabkan oleh sifat angkuhku, maka aku telah meminum arak itu dan kami bertempur. Ketiga paman guru Wie Tiong Ham cukup lihai, mereka mempunyai ilmu mengepung yang dinamai Sam-coa-tin, barisan tiga ular, aku menduga tadinya dapat memukul pecah barisan tin itu, tapi setelah bertempur, aku jadi kaget sendirinya, karena barisan tin dari ketiga paman guru Wie Tiong Ham sangat ketat dan sukar diterobos, kerja sama dari ketiga orang itu sangat baik sekali. Aku jadi gugup, karena setelah bertempur selama tiga batang pemasangan hio, aku masih belum bisa menerobos keluar dari kepungan mereka, sedangkan obat bius yang kuminum mulai bekerja, sehingga tenagaku semakin berkurang dan akhirnya aku roboh tak ingat diri, menjadi tawanan dari ketiga manusia licik itu !" dan kembali si kakek menghela napas.
"Jadi sejak hari itu Loo-pek dikurung di kamar ini?!" tanya si-anak muda she Han begitu melihat si kakek menyelesaikan ceritanya.
Kakek itu mengangguk. "Ya .... duapuluh tahun bukanlah suatu jarak waktu yang singkat, mungkin waktu dulu aku tertawan, kalian berdua belum dilahirkan ke bumi ini !" dan berulang kali si kakek menghela napas lagi.
"Setiap hari kamar ini dijaga orang-orangnya Sam Tiauw Boe Koan, Loo-peek ?" tanya nona Thio sambil melirik kearah pintu, di-mana di luar kamar salah seorang dari penjaga kamar itu menggeletak tak berkutik disebabkan tertotok.
Si kakek seperti juga dapat membade jalan pikiran kedua anak muda itu, dia tersenyum sedih.
"Setiap satu minggu sekali diganti penjaga!" dia menerangkan. "Dulu waktu pertama kaii aku tertawan, kamar ini memang dijaga ketat sekali, namun setelah berselang puluhan tahun, berangsur-angsur penjaga kamar ini berkurang, sampai . akhirnya setiap minggu ganti penjaga dan hanya dikawal seorang penjaga saja !"
"Mengapa Loo-pek bisa bermusuhan dengan orang-orang Sam Tiauw Boe Koan ?" tanya nona Thio.


Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar pertanyaan In In, mata si kakek mencilak menyeramkan, wajahnya berubah hebat. Tapi akhirnya dia hanya menghela napas.
"Sulit kuterangkan!" katanya dengan suara berduka. "Tak bisa kuterangkan sebab-musabab dari permusuhanku dengan Wie Tiong Ham,"
Thio In In dan Han Han mengangguk-angguk mengerti. Mereka tak mendesak.
Sedangkan si kakek telah mengawasi In In dan Han Han bergantian.
"Bisakah aku meminta pertolonganmu, anak muda ?" tanyanya dengan suara penuh harap.
"Katakanlah Loo-pek, aku pasti akan menolongmu sekuat tenaga!" menyahuti Han Han cepat.
"Bagus! Aku berterima kasih pada Thian yang telah mengirim kalian kemari!" katanya dan dia menarik napas.
"Katakanlah apa yang ingin Loo-pek perintahkan ?" tanya Han Han lagi waktu melihat orang itu seperti ragu mengucapkan yang akan dikatakannya.
Kembali si kakek menghela napas.
"Dulu duapuluh tahun yang lalu, aku seorang jago yang tiada tandingannya. Aku pernah mendidik Khu Sin Ho, Tok Sian Sia dan Gouw Lap, semuanya itu kudidik dan kuturunkan seorangnya satu jurus .... "
Mendengar sampai disitu Han Han terkejut.
"Khu .... Khu Sin Hoo dan Tok Sian Sia, Loo-pek?" tanya Han Han dengan hati berdebar.
Kakek itu mengangguk sambil mengawasi Han Han dengan kilatan mata yang tajam.
"Kau kenal dengan mereka ?!" tanyanya.
Han Han cepat-cepat menekuk lututnya.
"Mereka adalah pendekar-pendekar yang luar biasa, budi yang pernah diberikan oleh mereka kepada Boan-pwee, tak terlupakan olehku !" kata Han Han.
Mata kakek itu jadi mencilak lagi.
"Ada hubungan apa antara kau dengan Khu Sin Hoo dan Tok Sian Sia?" tegurnya.
"Mereka telah menurunkan ilmu silat yang tinggi kepada Boanpwee !" menyahuti Han Han jujur.
"Jadi mereka guru-gurumu ?" tanya si kakek itu lagi. "Jadi aku ini bisa juga kau sebut sebagai Cauw-soemu, kakek guru !"
Han Han cepat-cepat menggelengkan kepalanya.
"Bukan .....!" dia menyahuti.
"Eh .....'kenapa bukan?!" tanya si kakek heran. "Bukankah tadi kau yang mengatakan bahwa mereka telah mendidik kau dalam ilmu silat ?"
Han Haa mengangguk. "Benar mereka mendidik Boan-pwee untuk mempelajari ilmu silat, tapi mereka tak mau dipanggil sebagai Soe-hoe, guru, karena mereka masing-masing telah bersumpah tak akan memungut murid." Menerangkan Han Han. "Mereka menurunkan ilmu silat mereka masing-masing hanyalah disebabkan adanya sesuata persoalan !"
Wajah si kakek jadi kecewa.
"Kalau begitu, mereka bisa dianggap juga sebagai sahabat-sahabatmu, bukan?" tanya kakek tua itu lagi.
Han Han mengangguk-anggukkan kepalanya sampai keningnya membentur lantai.
"Mana berani Boan-pwee mempunyai pikiran begitu ?" katanya cepat. "Walaupun mereka tak mau menerima panggilan guru, tokh di dalam hati Boan-pwee tetap mengakui setulusnya bahwa mareka adalah In-soe dari Boan-pwee !" In-soe ialah guru berbudi.
Wajah kakek itu jadi berubah berseri .kembali.
"Bagus !" serunya. "Kalau begitu, akupun ingin menurunkan ilmu Sin-siauw untuk pemecah dari Sam-coa-tin ketiga paman guru dari Wie Tiong Ham !" Yang dimaksud oleh si kakek dengan sebutan Sin-siauw, ialah seruling sakti, sedangkan Sam-coa-tin, barisan tiga ular..
Ban Han. jadi terkejut. "Loo-pek.....ini .....ini....." katanya agak gugup.
"Kau pelajari ilmu yang akan kuturunkan padamu !" kata si kakek tegas. "Tokh menambah ilmu tak ada ruginya untukmu, bukan ?"
Han Han jadi tambah gugup lagi, tapi baru saja dia ingin menolak, si kakek telah berkata lagi "Kau boleh tidak menganggap aku sebagai gurumu, kita hanya bersahabat ! Hanya melalui tangan dan pertolonganmu, maka aku minta kau membalaskan penasaranku ini memecahkan Sam Coa Tin dari ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham!"
Han Han tak dapat, menolak lagi, sedangkan Thio In In telah mencubit ujung lengannya, sehingga seketika itu juga si bocah mengetahui bahwa si nona Thio juga menganjurkan dirinya antuk menerima apa yang akan diturunkan oleh si kakek. Maka akhirnya dia mengangguk juga.
"Baiklah !" dia menyahuti.
Wajah si kakek berubah girang, dia sampai lupa bahwa dia sedang tertawan dengan tulang pie-peenya terikat dengan rantai besi, dia berjingkrak, untuk akhirnya dia menjerit kesakitan, karena tulang pie-peenya itu terkait tertarik kencang. Kakek itu jadi meringis.
Han Han dan Thio In In yang melihat keadaan si kakek, jadi hiba.
"Bagaimana kalau rantai itu kami putuskan saja Loo-pek ?" tanya Han Han.
Si kakek mengalap-ulapkan tangannya.
"Jangan !" katanya cepat. "Percuma saja, karena akan membuang tenagamu cuma-cuma !." dan dia menghela napas. "Lebih baik kau cepat-cepat mempelajari apa yang akan kuwariskan kepadamu ! Selama duapuIuh tahun berada di dalam ruangan ini, hmm aku telah memikirkan dan memutar otak mencari jalan keluar untuk memecahkan tin dari Sam-coa-tin, dan akhirnya, dengan menyaksikan perkelahian dua ekor cicak, aku dapat memecahkan juga barisan itu ! Dengan ciptaanku ini, kalau kau menghadapi Sam-coa-tin, kau gunakanlah, buktikan pada mereka, bahwa ilmu yang mereka andalkan itu dapat dipecahkan dengan mudah !
Han Han mengangguk, begitu jaga Thio In In. Mereka tak banyak bertanya.
"Penjaga yang sengaja kutotok dengan timpukan biji wie-jen telah berjaga selama dua hari, jadi lima hari lagi baru datang penggantinya. Selama lima hari ini, kau harus tekun mempelajari apa yang akan kuturunkan, karena dalam waktu lima hari itu, belum tentu kau dapat mengingat semua apa yang kuwariskan kepada kalian berdua !"
Han Han mengiyakan lagi. Tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu.
"Loo-pek, mengapa gedung ini tampaknya sunyi sekali seperti tak berpenghuai ?" tanya anak muda she Han tersebut.
Kakek itu ketawa tawar. "Inilah memang yang dikehendaki oleh Thian agar kalian dapat mempelajari ilmu yang akan kururunkan, karena seluruh keluarga Wie Tiong Ham pergi mengunjungi pesta perkawinan putri orang she Wie tersebut, yang dilangsungkan di rumah mempelai laki-laki di kota Cui-ko-an. Aku mengetahui dari penjaga yang sedang menggeletak tertotok di luar !"
"Oh !" dan Han Han tak menanyakan apa-apa lagi.
Pada saat itu, si kakek sudah lantas meminta Han Han dan Thio In In menghafalkan Kauw-hoat, teori, ilmu silat si kakek, dasar memang otak Thio In In cerdas, dia dapat meaghafal dengan cepat. Sedangkan Han Han setelah mengulang dua kali, dia juga dapat menghafal diluar kepala seluruh Kauw-hoat, teori, ilmu silat si kakek.
Sorenya, si kakek mulai menurunkan beberapa jurus dari Sin-siauw-pang-hoat atau tongkat seruling sakti, yang seluruhnya berjumlah hanya tujuh jurus dan setiap jurus dibagi tiga gerakan, sehingga jumlah seluruh gerakan itu hanya duapuluh satu gerakan. Namun setiap gerakan sangat luar biasa sekali. Pada pertama kali si kakek menurunkan ilmu silat ssrulingnya itu, Han Han dan Thio In In heran berbareng tak begitu memperhatikan, karena mereka menganggap ilmu itu biasa saja. Apa lagi hanya dibagi tujuh jurus dari duapuluh satu gerakan, mau mereka duga bahwa si kakek adalah manusia sinting. Namun, begitu mereka mempelajari ternyata setiap gerakkan hebat luar biasa. Dalam sekali gerakan saja, tangan mereka dapat mengurung lawan, sehingga sulit bagi lawan untuk meloloskan diri dari cengkeraman mereka !
Begitulah, saking asyiknya, kedua muda-mudi ini mempelajari terus ilmu Sin Siauw Pang Hoat sampai empat hari empat malam tanpa tidur, sehingga benar-benar dapat menguasai setiap gerakan dari ilmu silat seruling itu.
Sedangkan si kakek sendiri, setiap ayam jago berbunyi menandakan sang fajar muncul, pasti akan menyemburkan biji-biji wie-jen, sehingga selama empat hari terus menerus orang yang menjadi penjaga kamar itu selalu tertotok tak dapat beraerak .....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 25 PADA sore hari kelima sejak Han Han dan Thio In In digembleng oleh kakek luar biasa itu, tampak Han Han dan nona Thio baru mengaso.Mereka baru merasakan perut mereka sangat lapar. Dengan lahap, kuwe kering si kakek yang ada di dekat kakinya dimakan habis oleh mereka.
"Kalian telah mempelajarinya cukup baik !" kata si kakek sambil tersenyum waktu melihat Han Han dan nona Thio itu sedang makan. "Hanya yang kurang latihan, dan pendalaman menggunakan setiap jurus."
"Ya!" menyahuti Han Han sambil mengangguk.
Tapi baru saja Han Han menyahuti begitu, tiba-tiba si kakek berseru kaget, dia seperti teringat sesuatu.
Han Han dan Thio In In jadi terkejut kedua muda-mudi ini sampai melompat berdiri.
"Kenapa Loo-pek?" tanya Han Han khawatir. Mereka duga, si kakek ini terserang semacara penyakit.
"Cepat kalian lihat penjaga yang di luar !" kata si kakek. "Malam tadi karena aku terlampau girang penasaranku ini pada keluarga Wie akan terbalas, aku jadi lupa menotok dengan Wie-jen penjaga itu .....kalau memang dia masih tak bisa bergerak, kalian totoklah jalan daran Cie-me-hiatnya !"
Dengan lincah nona Thio mengiyakan sambil melompat ke dekat pintu. Tapi begitu melihat keluar, dia jadi berdiri menjublek. Dia juga mengeluarkan seruan seperti orang kaget.
Han Han yang melihat keadaan kawannya, jadi kuatir. Begitu juga si kakek. Dengan sebat Han Han melompat ke samping Thio In In.
"Kenapa kau, Cie-cie ?" tegurnya.
"Orang itu telah kabur !" menyahuti Thio ln In lemas.
"Celaka !" seru Han Han kaget. "Dia pasti akan memberikan laporan kepada Wie Tiong Ham yang tentunya telah kembali dari pesta perkawinan puterinya ! Kita harus bersiap-siap !"
"Tenang ! " kata si kakek tenang. "Kita tak perlu gugup ! Sebentar lagi orang-orang itu memang akan datang untuk mengepung kalian, tapi kalian harus menghadapinya dengan tenang . Ilmu yang kuwariskan kepada kalian berdua pasti akan berguna banyak untuk merobohkan dan memecahkan tin dari orang Wie Tiong Ham !"
Han Han juga bisa menenangkan hatinya, dia mengangguk. Tapi berbeda dengan nona Thio, dia jadi gelisah sekali. Dia merasakan adanya suatu keganjilan di dalam persoalan terlepasnya penjaga kamar yang telah beberapa hari tertotok itu. Dia memutar otak untuk memikirkannya. Mengapa penjaga itu bisa terlepas begitu saja ? Bukankah kakek luar biasa itu sangat lihai dan dapat mendengar tindakan dan langkah kaki. Kalau penjaga kamar itu akan kabur, toh si kakek akan mengetahui dengan mendengar suara langkah kakinya dan dia bisa menotok lagi dengan Wie-jennya?! Mengapa tak dilakukan hal itu dan malah si kakek mengatakan telah lupa untuk menotok pula pada malam sebelumnya.
Thio In In memutar otak terus, dasarnya dia cerdas, maka dia segera dapat memecahkan persoalan itu.
"Aku tahu !" dia kata tiba-tiba sambil menepuk pahanya.
"Kau tahu apa, bocah ? " tanya si kakek dengan mata mencilak waktu melihat In ln mengucapkan ' aku tahu ' dengan mata menatap si kakek tajam sekali.
"Ini tentu Loo-pek yang sengaja melepaskan penjaga itu !" kata si nona Thio. "Kau sengaja melepaskan dia untuk umpan dan merupakan juga undangan bagi Wie Tiong Ham. Kau tahu, pada hari kelima ini kami akan selesai mempelajari Sin-siauw Pang-hoat, maka kau sengaja tak menotoknya lagi, agar si-penjaga itu dapat memberikan laporan dan kami akan dikepung serta mengadakan perlawanan !"
Si kakek tersenyum mendengar perkataan Thio In In. "Kau cerdas bocah !" katanya.. "Memang benar apa yang kau ucapkan tadi !"
Thio In In tersenyum lagi.
"Dan, dengan adanya pertandingan di depan ruangan ini, Loo-pek dapat mengikuti jalannya pertempuran dengan mengandalkan pendengaran Loo-pek yang tajam, sehingga Loo-pek akan mengetahui, apakah ilmu yang Loo-pek ciptakan itu telah sempurna untuk memecahkan barisan tin Sam Coan Tin dari Wie Tiong Ham ! Dengan sendirinya, kami berdua akan dijadikan bahan percobaan oleh Loo-pek !"
Si kakek hanya tersenyum, dia mengulap-ulapkan tangannya.
"Mereka telah datang !" katanya. "Ingat, jangan gugup menghadapi barisan tin mereka, kalian harus berlaku cerdik setiap menggunakan salah satu jurus-jurus di antara ke-tujuh jurus yang kuberikan kepada kalian. Apa lagi kalau memang ada kerja sama yang baik di antara kalian, pasti di dalam satu dua jurus barisan itu akan terpukul pecah !"
Pada saat itu di luar kamar telah terdengar suara ribut-ribut, berisik sekali, juga terdengar suara beradunya senjata-senjata tajam.
Han Han melirik pada Thio In In, sedangkan si gadis tersenyum tenang. Ternyata nona Thio dalam menghadapi keadaan begitu macam, dia masih dapat berlaku tenang. Nyata, dia lebih berpengalaman di dalam dunia Kang-ouw kalau dibandingkan dengan Han Han.
Han Han menjura pada si kakek, begitu juga Thio In In, dia memberi hormat kepada kakek itu, kemudian keduanya bersiap-siap. Mantel tebal mereka yang telah lima malam tak digunakan, mereka kenakan kembali.
"Hai bocah kunyuk !" terdengar suara bentakan dari luar. "Cepat kau keluar!"
Dengan tenang Thio In In keluar diikuti oleh Han Han. Waktu mereka membuka daun pintu, tampak di tengah-tengah dari lingkaran puluhan orang yang mengurung kamar itu, seorang laki-laki tua sedang berdiri dengan bertolak pinggang, Wajahnya bengis sekali, jenggotnya kaku dan matanya berkilat memancarkan hawa pembunuhan. Di sampingnya berdiri Oey Pok Say dan Sam Tiong Ham, itu kedua orang yang pernah mengejar Sam Nio Nio dan suaminya.
Waktu Han Han keluar. Oey Pok Say dan Sam Tiong Ham dapat melihat anak muda ini, mereka jadi mengeluarkan seruan tertahan.
Laki-laki tua berjenggot kaku dan bermuka bengis, menoleh kepada kedua orang she Oey dan she Sam itu.
"Kenapa ? " tegurnya dengan suara yang parau.
Oey Pok Say menunjuk kearah Han Han.
"Dialah yang telah menghalang-halangi kami waktu kami ingin menangkap Sam Nio Nio dan suaminya !" Pok Say menerangkan.
"Hmm.....!" laki-laki bengis itu mendengus. "Dan itu bocah yang seorangnya yang pernah kulukai !"
"Benar," manyahuti Pok Say. "Dengan sendirinya, hari ini kita bisa menangkap dua ekor ikan Lee-hie sekaligus !"
Laki-laki bengis itu mendengus lagi.
Sedangkan Thio In In dan Han Han telah menuju keluar dari dalam kamar.
"Yang bermuka bengis dan berjecggot kaku itu adalah orang she Wie dan bernama Tiong Ham, yang mengepalai pintu perguruan dari Sam Tiauw Boe Koan ini.....!"
Thio In In membisikkan di tepi telinga Han Han. "Entah ke mana ketiga paman gurunya, biasanya mereka mengiringi keponakkan muridnya tersebut."
"Oh .....jadi dia yang bernama Wie Tiong Ham ?" tanya Han Han dengan suara yang perlahan, berbisik juga.
Thio In In mengangguk membenarkan.
Pada saat itu WieTiong Ham telah membentak dengan suara yang keras : "Anak muda she Chiu! Cepat kau kembalikan emas. yang kau curi, kalau tidak, hmm, hari ini jangan harap kau dapat meloloskan diri dari tanganku !"
Thio In In ketawa mengejek, dia masih diduga oleh Wie Tiong Ham sebagai seorang anak muda, karena dia masih tetap berpakaian seperti seorang peiajar.
"Apakah kau kira barang yang telah jatuh ke daiam tangan Siauw-yamu ini dapat diambil kembali begitu saja ? " dia tanya dengan suara yang tawar.
Wajah Wie Tiong Ham berubah merah padam, dia sangat murka sekali.
"Kalau memang kau tak mau mengembalikan, jangan harap kau dapat hidup lebih lama !" ancamnya.
"Kita lihat saja, siapa yang lebih dahulu menghadap Giam Lo Ong !" menyahuti Thio In In. Dingin suaranya.
Wie Tiong Ham jadi berjingkrak saking murkanya, dia mengibaskan lengan jubahnya, maka Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin melompat menerjang kearah Thio In In, sedangkan anak buah Wie Tiong Ham lainnya bersorak dengan suara yang berisik sekali, untuk memberikan semangat kepada Sam Tiang Hin dan Oey Pok Say.
Nona Thio yang sekarang bukan nona Thio In In lima hari yang lalu, sekarang dia telah mempelajari ilmu yang diturunkan si kakek, dia juga telah berubah menjadi seorang pendekar yang kosen sekali. Maka, begitu melihat Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin menerjang dirinya, dia mendengus, dengan ringan, dia menggerakkan tangan dan kakinya. tahu-tahu tampak tubuh Sam Tiang Hin dan Oey Pok Say melayang dengan mengeluarkan suara jeritan yang menyayatkan dan ambruk di lantai dengan tubuh tertotok, sehingga kedua orang itu jadi tak bisa berkutik lagi.
Wie Tiong Ham yang melihat nasib kedua anak buahnya, dia jadi terkejut, sampai berteriak kaget, dengan cepat dia melompat menghampiri.
Dilihatnya Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin menggeletak tertotok dengan mata mendelik, mereka tak berkutik. Maka orang she Wie tersebut jadi kaget bukan main. Kedua orangnya ini adalah dua orang jago yang tak rendah kepandaiannya, maka dia heran berbareng terperanjat, melihat sekali bergebrak, Thio In In, itu ?anak muda' she Chiu dapat merobohkannya dengan mudah! Cepat- Wie Tiong Ham mengulurkan tangannya untuk membuka totokan pada diri Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin. Tapi untuk kagetnya, kedua orang itu bukannya terbebaskan dari totokan Thio In In, malah menggigil seperti orang kedinginan. Wie Tiong Ham jadi terperanjat, dia sampai mandi keringat dingin. Dicobanya lagi untuk menotok beberapa jalan darah kedua orang bawahannya itu, tapi tetap saja dia tak berhasil membebaskan kedua anak buahnya. Malah yang hebat, muka kedua anak buahnya itu jadi berubah pucat dan matanya mendelik.
Sedang Wie Tiang Ham gugup berusaha menolong kedua orang anak buahnya itu, tiba-tiba terdengar suara yang dingin "Minggir kau Tiong Ham !"
Waktu Tiong Ham menoleh, dilihatnya ketiga paman gurunya, yang masing-masing bernama Cioe Kat, Can Kat, Lioe Kat, sedang mendatangi. Dia jadi girang.
"Samwie Soe-siok !" katanya sambil berdiri dan memapak ketiga paman gurunya itu. "Bocah itu telah menggunakan ilmu si luman untuk menotok Oey dan Sam Cong-sie !"
Cioe Kat ketawa dingin, dia menghampiri dengan paras muka membeku dingin. Dengan menggunakan ujung kakinya, dia mendupak punggung Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin sambil berkata : "Orang tak punya guna !"
Dan tampak Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin bangun perlahan-lahan. Nyata dia telah terbebaskan dari totokan Thio In In.
Pada saat itu Coe Kat, Can Kat dan Lioe Kat bertiga telah menghadapi Thio In In dan Han Han.
"Bocah!" bentak Loei Kat. "Mau apa kau selalu mengacau daerah kekuasaan kami?"
Thio In In juga ketawa dingin.
"Daerah kekuasaanmu?" ejeknya. "Hm ..... siapa yang telah mengangkatmu raja kecil ?! Aku adalah aku, ke mana aku suka maka aku pergi, kemana aku senang, pasti aku datang ! Tak ada seorang manusia pun di dunia ini yang dapat melarangku! Ayahku sendiri tak bisa melarangku, apa lagi gentong-gentong nasi semacam kalian ini !''
Diejek begitu, Lioe Kat ketawa dingin,
"Hmmm.....tempo hari kami hanya melukai di dalam tubuhmu dengan pukulan yang ringan agar kau dapat tidur terus. Tapi rupanya dengan berbuat kebaikan itu, kami telah menaman kesombongan di hatimu. Baiklah, hari ini kau memang bernasib baik, kau akan terluka berat, tapi kalau tidak hmmm, kau akan mampus di tangan kami!"
"Tua bangka tak tahu malu !" bentak Thio In In berani, "Kalian selalu bertempur dengan maju secara mengeroyok ! Coba kalau kalian maju satu satu melawan Siauw-yamu ini, hmm, kalau sampai dapat menyentuh ujung baju saja, aku akan menyembahmu dan memanggil sepuluh kali pada kalian dengan sebutan Cauw-cong ! Bagaimana, berani kalian?"
"Jangan pentang bacot seenakmu !" bentak Can Kat sengit. ''Walaupun kami maju bertiga, tapi tokh kami telah berlaku murah hati ! Kalau memang kami mau berlaku bengis, apakah dalam tiga jurus kau masih dapat hidup ? "
"Dapat!" menyahuti Thio In In cepat. "Buktinya sekarang aku masih berdiri segar bugar di hadapan kalian !"
Wajah ketiga orang itu, Cioe Kat Can-Kat dan Lioe Kat, jadi berubah hebat, mereka sampai berseru dan berjingkrak saking gusar. Lalu, tanpa mengatakan sepatah katapun, mereka melompat mengurung Thio-In In dan Han Han, kemudian mereka dengan mengeluarkan suara bentakan-bentakan yang keras, melancarkan serangan.
Cara menyerang ketiga orang ini memang aneh, Han Han sendiri sampai bingung. Karena setiap orang dari Sam coa-tin-ong tersebut menyerang bukan diarahkan pada Han Han atau Thio ln In, melainkan mereka menghajar lantai yang ada di dekat kaki mereka, sehingga untuk sesaat Han Han jadi menatap kesima. Namun, dengan cepat anak muda she Han tersebut tersadar waktu merasakan samberan angin yang keras pada dadanya, dia sampai mengeluarkan seruan marah, dan menggerakkan tangannya untuk menangkis.
Tapi, waktu Han Han mengulurkan tangannya untuk menangkis, kembali angin serangan itu lenyap, seperti jaga amblas ke dalam lantai sehingga si anak muda she Han jadi agak bingung. Apa lagi tahu-tahu Can-Kat yang pada saat itu berada di hadapan Han Han, melejit lenyap dengan cepat, tahu-tahu telah digantikan oleh Lioe Kat, sehingga kepala Han Han jadi pusing.
Thio ln In berbeda dengan Han Han. Waktu dulu dia pernah bertempur melawan ketiga orang itu, dan gadis ini malah telah menelan pil pahit dari ketiga orang tersebut, dia terluka hebat. Untung Han Han dapat menyembuhkannya. Maka dari itu, sekarang dia bertempur hati-hati. Jurus-jurus yang diajarkan oleh si kakek yang berada di dalam kamar itu dikeluarkan oleh Thio In In. Dan, kepaedahan dari jurus-jurus tampak sekali, ketiga orang dari Sam Tiauw Boe Koan tersebut tak bisa menerobos pembelaan diri dari si gadis.
Adalah Han Han yang bingung setiap menghadapi serangan ketiga orang itu yang selalu bertukar-tukar posisi, sehingga anak muda she Han ini harus berulang kali main mundur. Namun setiap dia melangkah mundur, maka tahu-tahu punggungnya diserang oleh salah seorang di antara ketiga paman gurunya Wie Tiong Ham.
Itulah yang membingungkan Han Han. Kalau dia menghindarkan serangan yang di depan, maka serangan yang di belakang akan menghajar punggungnya. Si anak muda she Han tersebut jadi serba salah. Sampai akhirnya, waktu dia mengelaki serangan Cioe Kat dari jnrusan depan, tahu-tahu dia merasakan sambaran angin serangan di dekat pinggang dari jurusan belakang. Untuk menghindarkan diri dari serangan dibagian pinggang terang sudah tak keburu, sebab dia sedang mengelakkan serangan Cioe Kat dan tubuhnya sedang berada dalam posisi yang lemah. Maka dari itu, dengan mengeluarkan seruan panjang Han Han menjejakkan kakiiya, sehingga serangan dari belakang dekat pinggang dapat diloloskannya.
Begitulah, mereka bertempur terus, sampai akhinya saking jengkei, Han Han mengeluarkan jurus 'Hui Eng Bok Thou' atau 'Elang terbang menyambar kelinci', kedua tangan Han Han bergerak-gerak menyambar kearah ketiga orang yang namanya berakhiran 'Kat' itu.
Tapi anehnya, setiap tangan Han Han hampir dapat mencengkeram salah seorang lawannya, selalu saja tubuh lawannya itu dapat melejit dan seperti juga lenyap dari hadapannya, lalu digantikan oleh yang lainnya. Begitu seterusnya, sehingga Han Han jadi kewalahan.
Maka, karena setelah berlangsung beberapa lama dia masih tak bisa memecahkan tin itu, Han Han mengeluarkan ilmu simpanannya yang diajari oleh Khu Sin Ho dan kelima guru tak resminya. Tapi, karena dia melepaskan pegangannya pada jurus-jurus yang diajari oleh kakek luar biasa yang ada di dalam kamar itu, Han Han jadi terdesak hebat. Ilmu silatnya yang hebat, tak berdaya menghadapi tin dari ketiga orang itu yang licinnya seperti belut.
Han Han jadi penasaran, begitu juga Thio In In, mereka mengerahkan seluruh kepandaian mereka, tapi tetap saja tak dapat meryentuh ketiga orang Sam Tiauw Boe Koan tersebut. Malah yang hebat, jiwa Han Han dan Thio In In terancam di bawah telapakan tangan ketiga orang tersebut.
Makin lama mereka jadi berada di bawah angin, sedangkan Cioe Kat, Lioe Kat dan Can Kat jadi semakin gencar melancarkan serangan-serangan mereka. Han Han jadi kewalahan juga. Sebetulnya kepandaian anak muda she Han tersebut tak berada di sebelah bawah dari ketiga orang itu, tapi disebabkan ketiga orang itu menggunakan cara Tin yang luar biasa sekali, maka lama kelamaan Han Han dan Thio In In jatuh; di bawah angin.
Semakin lama Han Han merasakan bahwa mereka tak akan unggulan melawan ketiga orang itu, belum lagi kalau orang-orang Sam Tiauw Boe Koan yang lainnya ikut turun tangan mengeroyoknya, maka bisa berabe. Maka dari itu, Han Han memberi tanda kepada Thio In In untuk melarikan diri.
Thio In In mengerti tanda Han Han, maka di kala Cioe Kat dan kedua saudara seperguruannya itu sedang mundur dan membuat lingkaran yang lebar, Thio In In menjejakkan kakinya melompat keluar dari kalangan di ikuti oleh Han Han. Mereka sudah lantas lari dari dalam rumah itu. Dilihatnya salju sedang turun deras, tapi Han Han dan Thio In In tak memperdulikannya, mereka menerobos keluar juga.
Sedangkan Cioe Kat, Lioe Kat dan Can Kat berikut Wie Tiong Ham jadi berteriak-teriak. Malah Can Kat yang penasaran tak bisa merobohkan kedua anak muda-mudi itu, jadi berteriak dengan suara mengguntur: "Tangkap sampai dapat! Kalau perlu bunuh di tempat!"
Pendekar Mata Keranjang 18 Dewi Ular 46 Misteri Bocah Jelmaan Seribu Musim Mengejar 3
^