Pencarian

Seruling Haus Darah 7

Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung Bagian 7


"Bagus!" kata si-Toa-ko. "Tempat itu memang baik untuk dipakai sebagai tempat persembunyian ! Mari kita kesana !"
"Tunggu dulu Toa-ko!" cegah si-imam yang dipanggil Sha-tee, adik yang ketiga, sambil mengharnpiri Toa-konya.
"Ada apa?" tanya si Toa-ko.
"Selama ini kita harus bertindak hati-hati, sebab sekali saja kita salah melangkah dan mengambil tindakan yang meleset dari rencana, jiwa kita sulit diperhatikan lagi, karena orang-orang yang akan kita perdayakan itu adalah orang-orang kosen yang mempunyai kepandaian luar biasa!"
Si Toa-ko mengangguk. "Jadi apa maksudmu, Sha-tee?" tegurnya.
"Nanti kita harus bekerja hati-hati, jangan turun tangan sebelum melihat kesempatan yang betul-betul baik ! Dan juga, kalau nanti kita tak mempunyai kesempatan yang bagus, kita jangan bekerja, karena akan kapiran dan percuma saja!" menerangkan si Sha-tee.
Si imam yang dipanggil Toa-ko dan Jie-tee jadi mengangguk.
"Ya.....begitupun boleh !" menyahuti si Toa-ko. "Tapi biasanya Sam-kiam Kang-gwa belum pernah gagal melakukan sesuatu !"
Ketiga imam itu tertawa, mereka lalu menghampiri pohon Siong itu dan melompat untuk bersembunyi dibalik daundaun Siong yang lebat.
Mereka memang Sam-kiam Kang-gwa, tiga pedang dari tembok luar, masing-masing mempunyai nama yang cukup seram, yaitu si Toa-ko Hek-coa, ular hitam, dan si Jie-tee bernama Pek-hauw atau harimau putih. Sedangkan si Sha-tee, adik yang ketiga dan paling termuda di antara ketiga akhli pedang dari tembok besar itu, bernama Tok Sian Kiam atau si raja pedang beracun. Itulah suatu keanehan ketiga jago pedang tersebut, karena mereka mempunyai nama yang cukup aneh, yang lebih mirip seperti gelaran belaka.
Belum lama ketiga orang dari Sam-kiam Kang-gwa itu memernahkan diri di pohon Siong itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan yang menyayatkan, yang menyerupai juga suara tertawa yang menyeramkan. Tampak dari lereng gunung sesosok tubuh yang sedang berlari pesat sekali. Dalam waktu yang singkat, orang itu telah berada di lapangan rumput itu.
Waktu dia tiba di lapangan itu, dia tak melihat seorang manusiapun, dia jadi tertawa lagi dengan suara tertawa seperti jeritan yang menyayatkan itu.
Keadaan orang tersebut luar biasa sekali, matanya yang sebelah kanan lebih besar kalau dibandingkan dengan matanya yang kiri, sedangkan hidungnya melesek, mulutnya cablak lebar seperti paso, tubuhnya tinggi kurus, kakinya yang kanan lebih pendek dari kakinya yang kiri, rupanya disebabkan suatu kecelakaan, sehingga waktu dia melangkah perlahan-lahan, jalannya dingklek. Akan tetapi biarpun kakinya cacad, tokh dia dapat bergerak gesit sekali, malah gerakannya tadi hampir menyerupai bayangan setan saja.
Agak lama juga orang itu tertawa, sampai akhirnya matanya mencilak kearah pohon Siong, dia mendengus mengeluarkan suara tertawa dingin yang perlahan. Dia merogoh sakunya, tahu-tahu tangannya bergerak, tujuh biji catur melesat kearah pohon Siong diiringi oleh bentakannya : "Menggelinding turun kalian !"
Begitu biji catur dilemparkaa kepohon oleh orang yang luar biasa tersebut, terdengarlah suara "Ihhh" yang perlahan sekali, kemudian tampak berlompatan tiga sosok tubuh dari Sam Kiam Kang-gwa.
"Siapa kau.....?" bentak Tok Sian Kiam, si adik ketiga dari Sam-kiam Kang-gwa itu.
Orang dengan keadaannya yang luar biasa itu tersenyum tawar mengejek.
"Hmm..... tiga cecurut yang mencari mampus!!" katanya dingin. "Apa maksud kalian bersembunyi di situ ?"
Hek Coa, si Toa-ko jadi berobah wajahnya, rupanya dia gusar sekali orang tadi, telah menyerang mereka dengan biji catur.
"Kami Sam-kiam Kang-gwa tak pernah jeri pada orang, mau apa kau berlaku begitu jumawa !!" katanya dingin. "Siapa kau? " dan kata-katanya yang terakhir ini terdengarnya bengis sekali.
"Hmmm.....Su Tie Kong tak pernah menyembunyikan nama dan julukan !!" menyahuti orang itu.
"Kau.....kau Su Tie Kong?" tanya
Hek Coa dengan suara yang agak tergetar, karena sedikitpun ia tak menduga bahwa orang yang bercacad dan keadaannya luar biasa sekali ini, ternyata salah seorang jago yang terkenal namanya.
"Hmmm.....benar!!" menyahuti Su Tie Kong dengan lagak yang uring-uringan. "Aku memang It Kiam Chit-tong !!"
"Kau.....kau ....." wajah si Hek Coa jadi berobah tambah pucat.
"Kenapa kau, monyet?" tegur Su Tie Kong dengan suara yang keras. Dia juga tertawa mengejek. "Hmmm.....apakah setelah bertemu denganku kalian masih berharap dapat bernapas terus ?!"
Hebat kata-kata Su Tie Kong, karena dengan dimaksudkan 'dapat bernapas terus', mau diartikan bahwa dia akan membunuh Sam Kiam Kang-gwa!!
Wajah Hek Coa, Tok Sian Kiam dan Pek Hauw jadi berubah merah, mereka gusar, biar bagaimana mereka adalah Sam Kiam Kang-gwa yang telah meropunyai nama besar di dalam kalangan Kang-ouw, maka hari ini orang terlalu meremehkan dirinya, dan juga tak memandang sebelah mata. Mereka mana mau mengerti ?!
Maka dari itu, dengan mengeluarkan bentakan yang keras, tahu-tahu tangan mereka telah mencabut pedang yang tergemblok dipunggung mereka masing2.
"Srettttt!" pedang itu tercabut dari sarungnya,
"Hmmm .....apakah kau kira begitu mudah untuk merubuhkan Sam Kiam Kang-gwa ?" kata Hek Coa dengan murka. "Baiklah ! Walaupun kau adalah Su Tie Kong yang terkenal akan keganasannya, tapi kami tak jeri .....majulah !!"
Su Tie Kong tertawa dingin, dia mengejek melihat sikap ketiga jago dari tembok besar itu.
"Hmmm.....sipakah kalian duga aku pantas untuk melayani tiga monyet-monyet semacam kalian?!" bentaknya dengan suara yang bengis, kemudian sebelum Sam Kiam Kang-gwa tahu apa-apa, Su Tie Kong telah menggerakkan tangannya, dan 'trakkk' tiga kali suara itu terdengar, tampak Sam Kiam Kang-gwa terjungkel terbinasa dengan kepala yang pecah remuk dan mengeluarkan polohnya-.....!
Hebat Su Tie Kong ini, dia membunuh ketiga lawannya itu tanpa Sam Kiam Kang-gwa dapat memberikan perlawanan !! Walaupun kepandaian Sam Kiam Kang-gwa tak dapat direndengkan dengan kepandaian Su Tie Kong, tapi tokh mereka bukan orang-orang lemah, juga bukannya tak mempunyai kepandaian yang tak berarti. Selama belasan tahun mereka telah malang melintang membuat nama di kalangan Kang-ouw, dan hari ini karena dia mengetahui bahwa ketujuh jago utama akan mengadakan pertemuan di gunung Hong San, maka mereka bermaksud untuk mengintip ilmu silat yang akan digunakan oleh ketujuh jago itu. Malah mereka mengharapkan ketujuh jago itu, akan saling bunuh, sehingga nanti mereka bisa memperoleh keuntungan dengan mengambil kitab ilmu silat milik jago-jago yang binasa itu. Namun belum lagi terwujud, mereka sendiri telah dibinasakan oleh Su Tie Kong dengan cara yang penasaran bekali, sebab mereka tak mengetahui dengan cara bagaimana mereka dibunuh oieh Su Tie Kong.
Sam Kiam Kang-gwa menggeletak tak bernyawa dengan kepala pecah, sedangkan pedang mereka masing-masing masih tergenggam erat-erat mungkin waktu mereka binasa dalam keadaan penasaran itu, mereka sedang mencekal pedang mereka erat-erat.
Su Tie Kong sendiri telah tertawa terbahak-bahak, tubuhnya jadi tergoncang dan suara tertawanya itu menggema disekitar lapangan rumput di atas gunung Hong San tersebut, menyeramkan sekali suara tertawanya itu, seperti jeritan yang panjang dan mengerikan, mendirikan bulu tengkuk.
Tapi, di kala Su Tie Kong tertawa itu, tiba-tiba terdengar suara lainnya: "Sungguh suata perbuatan yang bagus ! Hanya sayang, yang dibunuh itu hanyalah tiga ekor kura-kura yang tak ada artinya !"
Mendengar suara itu, yang menggema di sekitar tempat tersebut, wajah Su Tie Kong jadi berubah hebat.
"Loo-sia, mengapa kau main sembunyi-sembunyi seperti itu ?" tegur Su Tie Kong dengan suara yang keras dan dingin sekali, memandang ejekan. "Cepat kau keluar!" Loo-sia ialah katak tua.
Terdengar suara terkekeh dari balik batu-batu gunung.
"Aha.....tadipun aku telah melihat kedatangan ketiga kura-kura ini, karena sejak menjelang fajar aku telah berada di sini !!" kata orang yang muncul dari balik batu itu. "Mereka ternyata mengandung maksud-maksud tertentu, ingin mencari keuntungan di air keruh, maka itu tadi waktu kau datang kenari, sengaja aku telah melemparkan sebulir batu kearah tempat persembunyian mereka itu, sehingga kau mengetahui bahwa di pohon Siong itu bersembunyi ketiga kura-kura cilik itu.....!" dan orang itu ketawa gelak-gelak lagi. Wajah orang yang baru datang ini, yang dipanggil oteh Su Tie Kong sebagai Loo-sia, si katak tua, mempunyai wajah yang biasa, seorang tua berusia di antara tujuhpuluh tahun. Tapi, yang luar biasa adalah kepalanya itu, besar tak seimbang dengan tinggi tubuhnya. Dia juga keluar dari balik batu itu dengan bibir terus tersungging seulas senyuman, ramah sekali tampaknya. Dialah Yan Hoa Piek yang bergelar Tok Sian Sia, seorang jago di antara ketujuh jago utama yang menguasai daratan Tioug-goan ini !
"Hmmm.....!" Su Tie Kong mendengus. "Sejak kedatanganku tadi, aku si orang she Su telah mengetahui bahwa ketiga monyet-monyet kurus tak punya guna ini bercokol di atas dahan pohon Siong itu ! Untuk apa kau sesumbar mengatakan bahwa kau yang telah membantuku?!"
Melihat orang tak mau mengalah. Yan-Hoa Piek tersenyum, dia membawa sikap yang tetap ramah. Tak terlihat sedikitpun rasa gusar atau mendongkol di wajahnya.
"Baik! Kalau memang kau mengatakan pertolonganku itu tak ada gunanya!" dia kata dengan suara yang halus. "Jadi sekarang, kita hanya menunggu lima monyet tua yang belum datang, bukan?"
"Tak salah!" menyahuti Su Tie Kong. "Mengapa kali ini kelima monyet tua itu datang terlambat sekali?''
Mendengar itu Yan Hoa Piek tertawa gelak-gelak, dia melangkah menghampiri Su Tie-Kong.
"Kau seperti tak mengetahui saja!" katanya dengan suara yang lembut, penuh persahabatan. "Kelima monyet tua itu terlalu usil kepada urusan dunia luar, maka mereka pasti menghadapi kesulitan dan tak dapat datang pada saat perjanjian kita ini berlangsung!"
"Hmmm.....kalau memang sampai malam nanti mereka masih tak muncul, mereka kita anggap sebagai pihak yang kalah, hanya tinggal kita berdua mengadu kekosenan kita untuk menentukan siapa yang paling kosen di antara kita berdua."
"Mana bisa begitu?" kata Yan Hoa Piek cepat. "Biar bagaimana kita harus menantikan mereka!"
"Hminm.....kau terlalu baik hati, katak tua!" kata Su Tie Kong sambil mendengus.
Yan Hoa Piek hanya tertawa tawar, dia mengibaskan bajunya, kemudian memandang ke arah sekeliling lapangan itu. Tapi, waktu dia memandang kearah sebelah barat dari gunung Hong San tersebut mukanya jadi agak berubah, lalu dia mendengus sambil tertawa tawar.
"Hei, kerbau she Su, coba kau lihat siapa yang sedang duduk di sana!" kata Yan Hoa Piek sambil menunjuk kearah yang dipandangnya.
Su Tie Kong cepat-cepat menoleh dan memandang kearah yang ditunjuk oleh Yan-Hoa Piek. Dilihatnya di atas sebuah batu gunung yang tinggi sekali, tampak seorang wanita setengah tua yang tubuhnya bongkok sedang duduk numprah di situ.
"Oh kiranya kau si-nenek tua Sian Lie-Lie Hek Coa Tok-mo!" seru Su Tie Kong. "Mengapa kau berdiam di situ seperti nenek lumpuh saja?"
Wanita tua yang duduk diatas batu gunung yang ada di sebelah atas itu memang Sian Lie Lie, itu jago betina yang bergelar Hek Coa Tok Mo atau ular hitam beracun. Dia hanya mendengus ketawa tawar waktu Su Tie Kong mengejeknya, dengan ringan dia melompat turun dari batu gunung itu dan hinggap di lapangan rumput seperti juga tak ada terjadi sesuatu apapun. Padahal, bila kepandaiannya tak sempurna betul, kedua kakinya pasti akan patah, sebab jarak antara batu gunung yang didudukinya tadi dengan lapangan rumput terpisah dalam jarak yang cukup tinggi, yaitu enambelas tombak lebih.
"Su Tie Kong !" katanya dingin. "Kau jangan terkebur, hari ini gelar jago nomor satu akan jatuh pada diriku ! Kalian tua bangka yang sudah mau mampus, tentu akan rubuh di tanganku !!" dan setelah berkata begitu, nenek tua, Sian Lie Lie, mendengus 'hmmm!', 'hmmm!', berulang kali, matanya mencilak sesaat, sikapnya angkuh sekali.
Su Tie Kong ketawa dingin. "Apa betul gelar itu akan jatuh di tanganmu ?" ejeknya. "Hm, walaupun kau mempunyai tiga pasang tangan dan sepuluh kaki, belum tentu kau dapat merubuhkanku ! Nenek tua bongkok ! Jangan kau bicara takabur, karena tak lama lagi kita akan berhadapan ! Di saat itulah kita akan dapat melihat dan menentukan siapa yang terlebih kosen di antara kita bertujuh .....!!"
Sian Lie Lie hanya mendengus 'hmmm!', 'hmmm!' berulang kali, dia tak melayani perkataan Su Tie Kong itu. Hanya dia menoleh kepada Yan Hoa Piek.
"Bagaimana dengan kau?" tegurnya dingin. "Apakah kau telah memperoleh ilmu silat yang baru ? "
Yan Hoa Piek tersenyum sabar.
"Aha .....walaupun aku tak memperoleh kemajuan, tapi tokh kalian belum tentu dapat melayani ilmu 'Sian-pek-lek-chiu '-ku!" menyahuti Yan Hoa Piek. Yang dimaksud dengan Sian-pek-lek-chiu ialah pukulan geledek dewa.
Mendengar perkataan Yan Hoa Piek, Sian Lie Lie kembali mendengus 'hmmm!' berulang kali, matanya juga mencilak.
"Apa keluar-biasaan dari Sian-pek-lek-chiu-mu itu ?!" katanya tetap dengan suara yang dingin sekali. "Nanti kalau sudah bertempur, kau baru melihat, bagaimana aku telah memperoleh kemajuan yang akan mengejutkan kalian semua !"
Yan Hoa Piek hanya ketawa tawar, sedangkan Su Tie Kong jadi berjingkrak.
"Nenek bongkok yang jumawa !" katanya mendongkol. sekarang kau jangan pentang bacot dulu, lebih baik nanti saja kita buktikan.....!"
"Hmmm.....kalau kau mau membuktikannya sekarang, akupun tak keberatan !" menyahuti nenek she Sian itu sambil ketawa dingin.
Wajah Su Tie Kong jadi berubah merah waktu mendengar perkataan Hek Coa Tok Mo.
"Boleh! Boleh!" dia kata dengan suara aseran. "Sekarangpun boleh! Cabutlah senjatamu !"
Sian Lie Lie sudah mendengus, ragu-ragu di tangannya telah tergenggam sebatang bambu.
"Gin Tiok-ku ini akan menghabiskan nyawamu, budak tua !!" katanya tawar.
Yan Hoa Piek yang melihat keadaan telah berubah menjadi tegang, dia tertawa dan menyelak di antara kedua orang yang akan bertempur itu.
"Mengapa kalian musti bertempur sekarang?" katanya memisahkan. "Bukankah nantipun sama.....:! Kalau sekarang telah bertempur dulu, lalu, siapa yang menentukannya nanti! Aku seorang diri tak mungkin untuk menjadi wasit, karena ucapanku st orang tua she Yan yang sudah mau mampus ini tak akan dipercaya oleh orang-orang gagah! Sudahlah.....! Nanti kalau keempat tua bangka itu sudah datang, barulah kita mulai memperlihatkan kepandaian kita!"
Sian Lie Lie hanya mendengus 'hmmmm' 'hmmm!' saja, dia mau mengerti dan memasukan bambu peraknya itu.
"Kalau bukan aku memandang si-tua bangka she Yan ini, tentu kepalamu akan hancur oleh bambu perakku ini !!" katanya.
"Hmmm..... apa benar ucapanmu itu? " ejek Su Tie Kong dengan suara dingin. "Aku malah ingin membuktikannya......!"
"Oh tua bangka yang mau mampus!!" teriak Sian Lie Lie jadi gusar kembali. "Apa kau tak takut nanti jadi menghadap ke Giam-lo-ong lebih cepat dari waktu yang sudah ditetapkan !" Dan wanita tua yang bongkok ini jadi berjingkrak saking gusarnya, dia memang beradat tinggi dan aseran, maka dari itu dia jadi mendongkol sekali mendengar ejekan Su Tie Kong. Maka dari itu, tangannya telah mencabut bambu peraknya lagi.
Su Tie Kong sendiri telah tertawa gelak-gelak.
"Apa kau anggap aku ini cecurut yang baru dilahirkan ?" tegur orang she Su itu agak mendongkol juga. "Kukira tak semudah apa yang kau katakan tadi bahwa aku akan rubuh di tanganmu!! Mungkin kau sendiri yang akan kumampusi!"
"Setan tua bangka ! Kau terlalu menghina!" dan Sian Lie Lie telah menjejakkan kakinya akan menyerang.
Tapi baru saja tubuhnya melambung sedikit tahu-tahu Yan Hoa Piek telah menarik bajunya.
"Sabar, nenek Sian.....!!" bujuk Yan Hoa Piek. "Jangan cepat naik darah nanti kau jadi lekas tua.....!!"
Sian Lie Lie jadi batal menyerang, hanya matanya mendelik kearah Su Tie Kong.
Sedangkan Su Tie Kong sendiri berdiri sambil bertolak pinggang dan tertawa gelak-gelak. Rupanya dia sengaja membawa sikap begitu untuk membikin Sian Lie Lie jadi mendongkol.
Yan Hoa Piek sendiri telah membalikkan tubuhnya menatap Su Tie Kong.
"Tua bangka she Su !" bentaknya. "Janganlah kau membawa lagak ugal-ugalanmu itu terus menerus! Kalau nanti benar-benar nenek Sian ini menyerangmu dan kau mampus di tangannya, lalu aku nanti jadi kesepian, karena tak ada lawan yang akan menandingi aku lagi !"
Senang hati Sian Lie Lie melihat Yan Hoa Piek berpihak padanya, dia jadi tersenyum dingin dan mendengus 'hmmm!', 'hmmm!' beberapa kali.
Berbeda dengan Sian Li'e Lie, maka Su Tie Kong jadi mendongkol mendengar perkataan Yan Hoa Piek.
"Hei tua bangka she Yan !" bentaknya dengan suara yang aseran. "Kau benar-benar katak tua yang bisanya berdendang saja ! Sekarang dengan berkata begitu kau mau mengartikan bahwa aku akan mampus ditangannya betina bongkok itu ?! Hmmm.....jangan kata merubuhkan diriku, sedangkan untuk menjiwir kupingku saja betina bongkok itu tak akan dapat melakukannya"
Sian Lie Lie jadi mendongkol lagi karena orang memanggil dia dengan sebutan si-betina bongkok, dia sampai berjingkrak sambil berteriak-teriak memaki Su Tie Kong. Yan Hoa Piek jadi tersenyum melihat kelakuan perempuan bongkok ini. Dia menghampirinya dan membujuknya lagi.
Sedang Yan Hoa Piek Tok-sian-sia membujuk nenek bungkuk Hek Coa Tok Mo itu, tiba-tiba di udara mendengung semacam suara yang aneh, waktu ketiga orang itu menegaskan, ternyata suara itu menyerupai suara tertawa yang parau sekali.
"Sian-jin Kiu Lo Heng Ciauw Liong!" kata Yan Hoa Piek sambil tertawa. "Aha.....dia datang agak terlambat sedikit ! "
Tapi .....Yan Hoa Piek tak meneruskan perkataannya waktu dia berkata sampai di situ, dia hanya menatap Sian Lie Lie dan Su Tie Kong bergantian.
"Mengapa....." tanya Sian Lie Lie aseran.
"Hmm---- yang membuatku heran, ke mana ketiga tua bangka lainnya..... mengapa mereka masih belum datang juga?!" menyahuti Yan Hoa Piek.
Su Tie Kong tertawa gelak-gelak.
"Biarlah mereka tak datang!!" kata orang she Su ini aseran. "Mungkin mereka telah terbang ke dunia barat untuk mengnadap Giam-lo-ong !"
Yang dimaksudkan oleh Su Tie Kong dengan 'terbang kedunia barat menghadap Giam-lo-ong, ialah kematian.....!
Yan Hoa Piek tak menyahuti, dia hanya mendengus, karena orang yang mengeluarkan suara tertawa parau itu, Heng Ciauw Liong, telah sampai di hadapan mereka dengan cepat.
"Aha, rupanya aku terlambat ! " kata Heng Ciauw Liong begitu dia sampai di situ. Matanya mencilak. "Mana ketiga keledai tua lainnya ?"
Sian Lie Lie mendengus tertawa mengejek.
"Kau sendiri datang terlambat, mau apa kau menanyakan ketiga kura-kura yang tak keruan parannya itu ?" katanya dengan suara mengejek. "Hu, paling tidak mereka telah mampus !"
Wajah Heng Ciauw Liong jadi berubah.
"Benarkah ucapanmu itu ?" tegurnya sambil matanya agak disipitkan memandang si nenek bongkok dengan kilatan mata yang tajam luar biasa.
"Hu ! Hu ! Rupanya kau jeri pada ketiga tua bangka yang belum datang itu, bukan ?" ejek Sian Lie Lie lagi.
Wajah Heng Ciauw Liong jadi berubah lagi, dia baru menyadari bahwa dirinya sedang dipermainkan oleh nenek bongkok ini.
"Hei nenek tua bongkok, kau jangan berguyon!" bentakaya dengan suara yang bengis. "Aku menanyakan dengan hati yang tulus keadaan ketiga keledai tua yang belum datang itu, tapi mengapa kau malah bergurau ?!"
"Hmmm .....siapa yang mau berguyon denganmu ?" ejek Sian Lie Lie lagi. "Jangankan kau yang sudah tua bangka dan hampir masuk lobang kubur, sedangkan anak-anak muda yang tergila-gila pada diriku, tetap saja aku tak mau bergurau dengannya ! Hmmm ! Tua bangka yang tak tahu mampus..... lebih baik kau ambil pedangmu dan goroklah lehermu itu ! Kematian secara begitu lebih baik kalau dibandingkan dengan keadaanmu yang sekarang ini yang sudah pikun dan tak punya guna !"
"Plaaakkk l" terdengar suara nyaring, karena Heng Ciauw Liong telah menghajar batu gunung yang terdapat di dekatnya da n batu gunung yang terhajar Heng Ciauw Liong itu sempal disebabkan kerasnya hajaran Heng Ciauw Liong yang disertai oleh tenaga Lwee-kang.
"Betina bongkok ! Mulutmu terlalu berbisa !" kata Heng Ciauw Liong mendongkol. "Usiamu dengan umurku tak berbeda jauh mungkin kau terlebih dulu menghadap si-raja akhirat, mau apa kau malah menyumpahi diriku agar cepat-cepat mampus ? Hmm .....walaupun sekarang aku telah berusia tujuh-puluh empat tahun, tapi aku masih belum bosan hidup dan tak mau mampus !"
Sian Lie Lie ketawa mengejek. Suara ketawanya itu tawar sekali.
"Bagus ! Nanti aku yang mengirimkannya kau menghadap Giam-lo-ong !" katanya sinis. "Walaupun kau masih belum mau mampus, tokh aku yang akan memaksanya.....!"
Wajah Heng Ciauw Liong jadi merah padam, dia mendongkol sekali. Biar bagaimana dia seorang laki-laki yang bertabiat halus, maka berdebat dengan seorang wanita yang lidah dan kata-katanya tajam seperti Sian Lie Lie itu, dia jadi tak berkutik. Walaupun gusar, dia jadi tak berdaya. Hanya sekali lagi tangannya menghajar batu gunung yang ada di dekatnya. Keras suara tepukannya pada batu gunung itu, karena dia sedang gusar, maka tampak batu gunung itu bertebaran hancur.
"Hmm .....kau tak perlu memperlihatkan kepandaian bangpakmu itu di hadapan kami !" ejek Sian Lie Lie lagi. "Kau jangan kira dengan memperlihatkan tepukan mautmu yang tak ada artinya itu kami akan jeri padamu ! Lebih baik kau menyimpan tenaga untuk nanti mempertahankan jiwa tuamu di dalam pertarungan memperebutkan gelar jago nomor wahid di dunia ini !!"
Heng Ciauw Liong tambah gusar, dia hanya mendelik tanpa dapat mengucapkan sepatah katapun.
Yan Hoa Piek telah menghampiri Heng Ciauw Liong.
"Loo-toa, lebih baik kau tak melayani nenek tua itu !" kata Yan Hoan Piek perlahan. Mari kita ketepi jurang itu menanti kedatangan ketiga tua bangka lainnya!"
Heng Ciauw Liong masih mendelik pada Sian Lie Lie, tapi mau juga dia menurut ajakan Yan Hoa Piek. Dia mengikuti orang she Yan tersebut menuju kearah tepian jurang.
Namun, baru saja mereka melangkah tiba-tiba Sian Lie Lie berseru "Lihat ..... tua bangka itu datang !" dan Sian Lie Lie menunjuk ke arah timur.
Tampak mendatangi Khu Sin Hoo dengan gerakan yang gesit dan cepat, di tangan Hwee shio itu mengempit seorang bocah. Namun biarpun dia membawa beban yang cukup berat, tapi gerakannya sebat luar biasa. Dalam waktu yang singkat, Khu Sin Hoo telah berada di lapangan rumput itu dengan wajah yang berseri-seri.
"Rupanya kalian telah tiba lebih dahulu dariku !" kata Khu Sin Hoo sambil menurunkan bocah yang dikempitnya itu, yang ternyata tak lain Han Han.
Sian Lie Lie mendengus. "Hmmm..... kau datang terlambat, tapi kami malah capai menantikan kedatangan kalian, sampai kedua kakiku ini serasa mau copot saja !!" kata si-nenek.
"Kasihan.....!" kata Khu Sin Hoo perlahan, dia menatap nenek she Sian dengan bibir tersungging senyuman.
Sian Lie Lie jadi tak enak melihat senyuman Hwce-shio ini, karena dia merasakan senyuman Jiauw Pie Jie Lay itu seperti juga senyum ejekan. Karena itu, dia jadi mendongkol. Matanya mendelik pada Jiauw Pie Jie Lay.
"Hai apa yang menyebabkan hatimu harus menaruh rasa kasihan kepada kami ?!" tegur si-nenek Sian Lie Lie dengan suara aseran.
Khu Sin Hoo ketawa lagi. "Aku hanya kasihan kepadamu, betina tua !" kata Khu Sin Hoo tetap ketawa. "Tadi kau mengatakan bahwa kau telah menantikan aku terlalu lama, sehingga menyebabkan kedua kakimu itu serasa mau copot, bukan ?!"
"Betul ! Lalu apa penebus kesalahanmu itu ?!" tegur si-nenek Sian Lie Lie aseran.
"Menebus kesalahan ?! Siapa yang bersalah ?! Aku atau kau?!" balik tanya Khu Sin Hoo. "Yang jelas, kau sendiri bersalah mengapa mempunyai kedua kaki yang tak mempunyai tenaga sedikitpun, yang baru berdiri belum lama mau semper?! Hu! Hu! Kuanjurkan kau melatih lagi kedua kakimu itu !"
Mata Sian Lie Lie jadi mencilak dia jadi berjingkrak murka.
"Hwee-shio gundul !" bentaknya dengan suara yang bengis. "Apakah kau mau mampus ?!"
"Oh tidak ! Aku belum bosan dengan hidup penuh damai dan bahagia ini!" menyahuti Khu Sin Hoo cepat, "Mungkin malah kau yang ingin mampus, betina bongkok! "
Sian Lie Lie jadi murka mendengar perkataan Khu Sin Hoo, apalagi waktu dia melihat Heng Ciauw Liong, Yan Hoa Piek dan Su Tie Kong tertawa, dia jadi tambah gusar, karena diduga orang-orang itu sedang mentertawakan dirinya.
"Kerbau gundul..... kau benar-benar menantangku !" bentaknya nyaring dan tangannya menarik keluar bambu peraknya. " Mari kita bertempur seribu jurus untuk menentukan siapa lebih kosen diantara kita berdua ?!"
"Sabar dulu nenek bongkok!" kata Khu Sin Hoo sambil tertawa mengejek. "Kita jangan bertempur dulu, karena aku takut nanti tak bisa mengendalikan kedua tanganku dan menyebabkan kematianmu! Ha, haa, kalau sampai terjadi hal serupa itu, aku menyesalpun sudah tak ada gunanya lagi, bukan ?!"
Sian Lie Lie benar-benar murka, karena orang meremehkan dirinya. Tubuhnya mencelat kearah si Hwee-shio itu, tapi belum lagi tubuhnya sampai di dekat Khu Sin Hoo si Hwee-shio telah mencelat menjauhinya.
"Sabar nenek bongkok.....!" kata si Hwee-shio dengan suara yang sabar. "Jangan aku untuk turun tangan, karena aku tak menjamin keselamatanmu ! Untuk melawan kawan cilikku ini saja kau belum tentu dapat memperoleh kemenangan !"
Wajah Sian Lie Lie jadi berubah, merah padam. Dia mendongkol sekali, karena dia sampai diremehkan begitu macam. Maka dari itu, setelah si Hwee-sio mencelat menjauhi dirinya, si nenek Sian Lie Lie menoleh memandang Han Han. Dilihatnya si bocah she Han itu sedang menatap dirinya, juga mata bocah itu sangat bersinar. Tapi, dihati Sian Lie Lie telah mencetus sesuatu niat dia bermaksud untuk membinasakan bocah itu. Maka dari itu dia mencelat kearah Han Han, dia bergelar Hek Coa Tok Mo, ular hitam beracun, dia juga biasa melakukan perbuatan yang bengis. Membunuh dianggapnya sebagai pekerjaan yang lumrah, maka dia lantas menggerakkan tangannya untus menghajar si bocah she Han itu.
Khu Sin Hoo melihat kelakuan Sian Lie Lie, dia tak berusaha untuk menolong Han Han, karena dia telah mengetahui apa yang akan terjadi.
Han Han sendiri, walaupun dia pernah diterangkan oleh Khu Sin Hoo bahwa sekarang di dalam dirinya telah mengendap semacam tenaga Lwee-kang yang luar biasa, tokh waktu melihat Sian Lie Lie menyerang dirinya akan mencengkeram batok kepalanya, si bocah tetap saja keder. Tapi, karena daripada menerima kematian dengan berdiam diri, maka si bocah jadi mengangkat tangannnya untuk menangkis.
"Dukkk .....!" tangan Sian Lie Lie dan Han Han saling bentur. Tak keras benturan itu, tapi hebat kesudahannnya. Han Han terpental satu tombak, lalu terjungkal, sedangkan Sian Lie Lie sendiri terhuyung beberapa langkah ke belakang. Wajah jago betina ini pucat-pasi.
Semua orang yang menyaksikan hal tersebut jadi mengeluarkan seruan tertahan, lebih-lebih ketika melihat si bocah she Han itu telah bangun berdiri lagi dengan tak menderita suatu apapun. Su Tie Kong, Heng Ciauw Liong dan Yan Hoa Piek mengetahui bahwa tadi Sian Lie Lie menyerang Han Han dengan menggunakan enam bagian tenaga Lwee-kangnya, yang mengherankan orang-orang itu, mengapa si bocah tak terluka. Mereka diliputi keheranan semacam itu sebab mereka telah mengetahui, kalau orang yang diserang oleh Sian Lie Lie dengan cara begitu tadi, biarpun orang itu mengerti ilmu silat, tokh paling sedikit tangan orang tersebut akan patah ! Yang aneh, bocah she Han itu, begitu dia terjungkal, begitu dia telah bangkit kembali tiada kurang suatu apapun. Malah, Sian Lie Lie sendiri tadi telah terhuyung-huyung dengan wajah yang pucat.
Khu Sin Hoo hanya berdiri menyaksikan sambil tersenyum. Waktu Han Han menoleh kearahnya, si Hwee-shio mengangguk-angguk sambil tertawa lebar, memberi semangat kepada Han Han.
Sian Lie Lie benar-benar tak mengerti dengan kejadian barusan. Waktu tangannya kebentur dengan tangan si bocah she Han itu, dia merasakan tangannya seperti menghajar kapas, lalu kemudian dia malah merasakan tenaga serangannya berbalik menyerang dirinya, yang menyebabkan dia jadi terhuyung mundur ke belakang itu ! Malah yang hebat, dia juga merasakan serangkum tenaga yang panas sekali menuju ke dadanya, sehingga napasnya agak menyesak. Untung saja dia kosen dan tenaga dalamnya hebat, maka dengan cepat dia mengatur jalannya pernapasan, dan seketika juga peruapasannya telah pulih sebagai mana biasa ! Untuk sesaat lamanya jago wanita tua itu jadi berdiri seperti orang kesima menatap bocah she Han itu, yang telah berdiri dengan bibir tersenyum ke arahnya !
Sian Lie Lie mengerutkan alisnya, dia mendelik pada Han Han.
"Nenek tua bongkok ! Lihat saja ! Mana kau sanggup melawanku, sedangkan melawan kawan cilikku saja kau sudah tak mampu !" ejek Khu Sin Hoo sambil tertawa tergelak-gelak.
Wajah Sian Lie Lie jadi merah padam, dia mendongkol sekali. Dia juga memang sedang heran mengapa tadi di saat dia menyelang bocah itu dengan disertai oleh enam bagian tenaga Lwee-kangnya, si bocah tak mengalami cidera sedikitpun ?! Mati juga Sian Lie Lie tak akan menduga bahwa sebetuinya Han Han telah memiliki Lwee kang yang luar biasa tingginya disebabkan oieh serangan. Hawa Im dan Yang dan bercampur dengan racun ular Pek Coa. Coba kalau si bocah telah berlatih selama satu tahun dan telah mahir menggunakan tenaga dalamnya itu dengan tepat sekehendak hatinya, jangan harap tadi Sian Lie Lie masih dapat hidup! Untung saja bocah she Han ini masih tak mengetahui cara untuk menggunakan dan menyaiurkan tenaga dalamnya itu, coba kalau Han Han telah berlatih tentu Sian Lie Lie tak akan berdaya menghadapinya. Itulah memang suatu kemujijatan yang terjadi di diri si bocah.
"Hwee-shio gundul!" bentak Sian Lie Lie sambil menatap Khu Sin Hoo dengan mata mencilak. "Ilmu siluman apa kau gunakan untuk membantu bocah ini ?!"
Khu Sin Hoo tertawa keras mendengar pertanyaan Sian Lie Lie.
"Apakah kau anggap aku serendah itu ?" dia balik bertanya. "Hmm..... jangankan kau, kalau bicara terus terang, aku juga bukan tandingan kawan cilikku itu!"
Semua orang yang ada di situ waktu mendengar perkataan Khu Sin Hoo, mereka jadi heran, sampai mereka melengak. Karena biasanya Kha Sin Hoo sangat tinggi hati, tak pernah mau merendah pada siapapun. Tapi sekarang aneh, dia malah mengaku masih kalah dengan kepandaian seorang bocah ! Inilah hal yang sampai matipun tak diduga oleh jago-jago silat luar biasa yang ada di situ .'
Yan Hoa Piek dan Su Tie Kong sendiri telah melompat ke depan dekat Khu Sin Hoo.
"Hwee shio rudin, cepat kau ceritakan perihal si bocah itu!" kata Su Tie Kong. dia memang agak berangasan, maka dari itu, karena hatinya heran, dia sudah lantas mendesak si Hwee-shio untuk menceritakan padanya perihal Han Han. Khu Sin Hoo tersenyum.
"Sabar.....! Sabar! Nanti juga akan kuceritakan !" Kata Khu Sin Hoo. "Sekarang aku mau tanya, mengapa Kiem-see Hui Hong dan Gin Tiok Su Seng Gauw Lap masih belum datang?!"
Yan Hoa Piek dan Su Tie Kong mengangkat bahu.
"Entahlah..... kami juga heran mereka masih belum muncul !" menyahuti Yan Hoa Piek dan Su Tie Kong hampir berbareng.
"Mereka telah mampus!!" teriak Heng Ciauw Liong, waktu orang-orang menoleh, dilihatnya Heng Ciauw Liong telah duduk tenang di bawah pohon Siong yang herada di dekat situ. Waktu semua orang menoleh, Khu Sin Hoo melihat ketiga mayat Sam Kium Kang-gwa, dia jadi heran.
"Ehh, siapakah yang telah membunuh mereka?" tanya si Hwes-shio sambil menatap Su Tie Kong dan Yan Hoa Piek, lalu beralih kepada Sian Lie Lie.
"Hmmm.....mereka terlalu kurang ajar.!" menyahuti Su Tie Kong. "Aku yang membunuhnya .....!"
"Bagus! Sekarang ternyata kau sangat telengas sekali, Tie Kong Looheng!" kata Khu Sin Hoo, "Hmm.....apakah kali ini kita bertempur dengan seluruh kepandaian kita dan tak perlu memandang dari sudut kawan lagi?"
Diejek dengan cara begitu, wajah Su Tie Kong jadi merah, tapi baru saja dia mau menyahuti, tiba-tiba Khu Sin Hoo menunjuk kesuatu arah sambil berseru : "Lihat!"
Semua orang menoleh, ternyata dari bawah tebing itu tampak mendatangi seorang laki-laki yang mempunyai wajah rusak serta jalannya dingklek. Laki-laki bermuka rusak yang berpakaian seperti seorang Sioe-chay, seorang sasterawan .....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 20 DALAM waktu yang singkat orang bermuka jelek dan berpakaian Sioe-chay itu telah sampai di hadapan para jago-jago yang sedang berkumpul itu. Khu Sin Hoo yang sudah lantas menghampiri dikala Sioe-chay itu sedang manatap orang-orang itudengan pandangan mata berkilat.
"Siapakah Heng-thay?" tanya si Hwee-shio heran. "Loo-lap kira Heng-thay sesat jalan sebab di sini bukan tempat yang cocok bagi Heng-thay sebagai kaum pelajar.
Pelajar itu tersenyum, wajahnya bertambah jelek.
"Hak-seng hanya ingin menyaksikan keramaian !" menyahuti si sasterawan. Dia membahasakan diri dengan sebutan Hek-seng, murid, suatu kata-kata merendah. Dan tadi Khu Sin Hoo menggunakan kata-kata Heng-thay, saudara, untuk membahasakan diri si-pelajar.
"Apakah Heng-thay tak jeri kalau sampai nanti mengalami sesuatu yang membahayakan jiwa Heng-thay ?!" tegur Khu Sin Hoo lagi.
"Hmm..... apakah dalam pandangan Tay-soe diri Hek-seng ini terlalu lemah?!" balik tanya si-sasterawan sambil tersenyum.
Khu Sin Hoo menyipitkan matanya menatap pelajar itu, dilihatnya wajah orang yang rusak menyeramkan.
"Siapakah Heng-thay sebenarnya ?" tanya Khu Sin Hoo kemudian.
Pelajar aneh itu kembali tersenyum, tahu-tahu dia mengangkat tangannya meraba wajahnya, dan.....tampaklah sebuah wajah yang cakap, ternyata wajah yang jelek dan menyeramkan itu hanyalah kedok kulit belaka.
"Oh kau.....Gin Tiok Su Seng?" tanya Khu Sin Hoo sambil tertawa. "Hebat cara penyamaranmu itu, Loo-lap sampai tak dapat mengenalimu !"
Orang berpakaian sasterawan itu memang Gin Tiok Su Seng Gauw Lap, dia tersenyum sambil mengangguk.
"Benar !" menyahuti dia. "Mengapa Tay-soe. harus buat heran akan penyamaranku itu ?"
"Hmm..... kau tentu mengandung sesuatu maksud dengan penyamaranmu itu, bukan ?" kata Khu Sin Hoo, suaranya berubah dingin, dia juga mengerutkan sepasang alisnya. "Lagi pula, apa maksudmu dengan berpura-pura menjadi orang bercacad, berjalan dengan langkah yang dingklek ?!"
Gin Tiok Su Seng jadi menghela napas, wajahnya berduka waktu ditanya begitu oleh Khu Sin Hoo.
"Kalau diceritakan sangat panjang, Tay-soe .....ilmu silatku telah lenyap sebagian besar, semua itu disebabkan oleh seseorang dan untuk masa sekarang ini Hak-seng tak mungkin dapat mengikuti perlombaan lagi ! Maksud kedatangan Hak-seng kemari hanyalah untuk menyaksikan keramaian belaka.....!"
Khu Sin Hoo jadi heran mendengar perkataan Gin Tiok Su Seng Gauw Lap.
"Siapa yang telah melukaimu?" tanyanya. Gin Tiok Su Seng kembali menghela napas.
"Sudahlah..... kalau diceritakan semuanya hanya membawa kedukaan saja !!" katanya. Tiba-tiba dia menoleh kepada Sian Lie Lie dan katanya lagi "Bagaimana dengan kau nenek bongkok, tentunya kau telah memperoleh kemajuan yang pesat, bukan ?"
Sian Lie Lie yang sejak tadi hanya mengawasi saja, jadi mendengus dingin.
"Kau pelajar rudin, mau apa kau datang kemari ?" tegurnya. "Tadi kau telah mengatakan bahwa kepandaian silatmu telah lenyap sebagian besar, maka dengan kedatanganmu kemari bukankah sama juga dengan menghantarkan jiwa mencari kematian ?!"
Gin Tiok Su Seng ketawa dingin.
"Walaupun Hak-seng telah mengalami sedikit cidera, tapi tokh kalau bertempur denganmu, Hak-seng belum tentu rubuh di tanganmu !"
Wajah Sian Lie Lie jadi merah, dia mendongkol sekali.
"Pelajar rudin yang bau !" bentaknya. "Apakah kau masih msmpunyai keberanian untuk menempurku ? Bukankah pada lima tahun yang lalu telah kuberi sedikit hajaran padamu ?"
"Hmmm.....lain dulu lain sekarang !" menyahuti Gin Tiok Su Seng. "Sebetulnya kedatangan Hak-seng ini memang hanya ingin menyaksikan keramaian belaka, tapi kalau nanti di babak pertandingan antara kalian berdua telah selesai, kita berdua bolen bertempur dua ribu jurus untuk mengetahui di antara Hak-seng denganmu siapa yang lebih unggul !"
"Baik ! Baik !" kata Sian Lie Lie dengan suara yang keras, karena dia tambah mendongkol. "Nanti jiwamu kukirim ke akhirat .....!"
Gin Tiok Su Seng tak mau meladeni nenek galak itu, dia hanya melangkah menghampiri Su Tie Kong dan Heng Ciauw Liong. Tapi, tiba-tiba matanya jadi mencilak waktu melihat Han Han.
"Ehhh.....kau berada disini ?" tegurnya dengan suara yang tersendat, menyatakan dia terkejut dan hanya tergoncang hebat.
Sejak Gin Tiok Su Seng mencopot kedok kulit pada wajahnya, Han Han memang sudah mengenali bahwa orang berpakaian pelajar dan bersenjatakan seruling perak tersebutlah yang telah menyatroni dan meuempur ayahnya, maka dari itu, dia jadi mendongkol dan timbul perasaan dendam Gin Tiok Su Seng. Dia mengawasi dengan sorot mata penuh kebencian.
Semua orang jadi heran melibat perubahan wajah Gin Tiok Su Seng waktu melihat bocah Gin Tiok Su Seng waktu melihat bocah she Han itu. Lebih-lebih Khu Sin Hoo sendiri, dia sampai mencelat ke dekat Han Han, takut-takut kalau-kalau Gin Tiok Su Seng melakukan sesuatu yang dapat mencelakakan jiwa si-bocah she Han tersebut.
Han Han sendiri telah menghampiri Gin Tiok Su Seng dengan wajah yaug merah padam.
"Kau..... kau pelajar busuk !" bentak Han Han dengan suara gemetar. "Kau yang telan mencelakai rumah tanggaku, sehingga ayah dan ibuku gila semuanya !"
"Heh.....Han Loo kui giia ?" tanya Gin Tiok Su Seng melengak. "Juga ..... Mawar putih, nyonya Han itu, gila pula ? "
"Hmmm.....semua itu tentu kau yang menganiayanya !" kata Han Han dengan suara yang keras, matanya berkilat tajam, seakan-akan ingin menelan Gin Tiok Su Seng bulat-bulat.
Gin Tiok Su Seng sendiri waktu melihat pancaran mata Han Han, dia jadi mundur beberapa langkah tanpa disadarinya.
"Bocah.....bicaralah yang benar," kata GinTiok Su Seng dengan wajah yang berubah pucat. "Apa yang telah terjadi di diri ibumu ?'
"Hmm..... kau telah mencelakai semua keluargaku, sekarang malah kau main berpura-pura tak mengetahuinya !" bentak Han Han dengan suara yang nyaring. "Biar bagaimana sakit hati keluargaku itu harus di balas .....!" dan dengan berani Han Han menerjang kepada Gauw Lap.
Khu Sin Hoo yang melihat hal itu, cepat-cepat mencekal tangan Han Han, dia takut nanti Gauw Lap menurunkan tangan berat pada si bocah.
Gin Tiok Su Seng sendiri jadi bingung.
"Bocah .....coba kau ceritakan apa yang telah terjadi!" teriak Sian Lie Lie dengan suara aseran.
Mata Han Han mencilak kearah nenek bongkok itu, tanpa dapat dibendung lagi, air matanya membanjir keluar. Sambil menangis, dia menuturkan perihal keadaan ayah dan ibunya, menceritakan juga saat itu di rumahnya terjadi perebutan sejilid kitab, yang menyebabkan pangkal kecelakaan dari ibu dan ayahnya serta keempat murid Han Swie Lim itu..... !
Semua orang waktu mendengar penuturan Han Han, mereka jadi menatap Gin Tiok Su Seng yang kala itu sedang berdiri dengan wajah berduka dan alis berkerut. Waktu Han Han selesai bercerita, Gauw Lap menepuk pahanya.
"Sekarang aku tahu !" kata Gin Tiok Su Seng dengan suara yang keras.
"Apa yang kau ketahui, pelajar rudin ?" bentak nenek Sian Lie Lie.
"Semua ini perbuatan Thio See Ciang, Kauw-coe Pek Bwee Kauw !" kata Gauw Lap dengan wajah yang muram. "Pasti dia yang melakukannya."
"Hnmm, dengan seenak isi perutmu, kau ingin menumplekkan semua kesalahan kepada orang lain ! " ejek Sian Lie Lie.
Wajab Gin Tiok Su Seng Gauw Lap jadi berubah, matanya mencilak. Dia menoleh menatap Han Han, kemudian dia menarik napas.
"Baiklah ! Kalian dengarkanlah, aku akan menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi di rumah Han Loo-kui !"
"Hmmm.....kau ingin membual, bukan ! " ejek Sian Lie Lie lagi dengan suara yang nyaring, mata si-nenek juga mencilak, karena dia menaruh simpati pada Han Han setelah mendengar riwayat bocah itu.
Gauw Lap tak mau melayani nenek itu, dia mulai menceritakan apa yang telah dialami olehnya di rumah Han Swie Lim, dia juga menceritakan, bagaimana Thio See Ciang telah ketawa sambil mengerahkan tenaga Lwee-kangnya, sehingga Han Swie Lim dan yang lain-lainnya roboh tak sadarkan diri. Dia juga menceritakan perihal terbunuhnya Ang Bian dan Cioe Ie di tangannya Kauw coe Pek Bwee Kauw itu,
"Dan, lihatlah ini !" kata Gauw Lap kemudian sambil memperlihatkan tangan kirinya. "Cacadku ini disebabkan oleh Han Hoe-jin di dalam pergolakan di rumahnya !"
Semua orang jadi mendongkol mendengar ketelengasan Kauw-coe Pek Bwee Kauw, Khu Sin Hoo sendiri sampai memukul batu gunung yang ada di dekatnya, menyebabkan batu gunung itu terhajar hancur.
"Memang sudah kuduga bahwa Kauw-coe Pek Bwee Kauw itu sangat jahat .....!" kata Khu Sin Hoo dengan suara mendongkol dan gusar. "Baiklah ! Karena bocah ini memang benar-benar bernasib malang, maka bagaimana kalau nanti setelah kita selesai mengadakan pertandingan, kita lalu masing-masing menurunkan ilmu kita kepada bocah she Han ini ? "
"Tak setuju !" teriak Su Tie Kong dengan suara yang keras.
"Heheh ..... kenapa kau tak setuju?" tegur Sian Lie Lie dengan mata mendelik.
"Aku tak setuju kalau harus menurunkan ilmu silat kita kepada bocah ini, sebab menunggu si bocah sampai menjadi seorang jago yang kosen tentunya akan memakan tempo yang lama sekali! Bagaimana kalau kita beramai-ramai membasmi orang-orang Pek Bwee Kauw?!"
"Maksudmu ? " tanya Khu Sin Ho sabar.
"Kita satroni markas Pek Bwee Kauw dan membasmi seluruh orang-orang Pek Bwee Kauw. Dari Kauw-coenya sampai keanak buahnya, semuanya kita binasakan. Pertama kita menolong membalaskan sakit hati bocah she Han ini, kedua juga kita melenyapkan bibit kejahatan.....di permukaan bumi ini !" menerangkan Su Tie Kong.
Semua orang-orang gagah jadi terdiam, mereka ragu. Ada yang setuju dengan saran Su Tie Kong, ada pula yang menentangnya, sehingga terdengar suara-suara yang sumbang di antara mereka.
"Begini saja !" teriak Khu Sin Hoo akhirnya mengatasi perdebatan di antara orang-orang itu. "Maksud kerbau she Su itu memang benar, kita dapat membalaskan sakit hati Han-jie dalam waktu yang singkat dan orang-orang Pek Bwee Kauw itu dapat kita basmi-bersih ! Tapi....." dan Khu Sin Hoo tak meneruskan perkataannya.
"Mengapa ?" tanya Su Tie Kong sambil mengawasi Jiauw Pie Jie Lay dengan tatapan yang tajam.
"Hmmm tapi Han-jie pasti tak puas dengan tindakan kita itu!" kata Khu Sin Hoo lagi. "Dia pasti mengingini musuh keluarganya itu dibasmi oleh tangan dia sendiri.
"Jadi maksudmu kita harus mendidiknya?" tanya Su Tie Kong lagi.
"Tak salah!" menyahuti Khu Sin Hoo cepat. "Kita semuanya berjumlah 6 orang, dan kalau nanti Kim-see Hui Hong CioPuTing datang juga, maka jumlah kita akan menjadi tujuh orang, maka kalau seorangnya mendidik Han-jie selama satu tabun, menurunkan seluruh ilmu silat simpanannya, bukankah dalam tujuh tahun saja Han-jie telah meujadi seorang jago yang luar biasa?!"
"Hmmm.....kalau aku memperoleh kesempatan mendidik bocah itu jatuh pada yang keempat dan kau yang kelima, maka bisa saja kau mengorek seluruh rahasia ilmu silatku melalui mulut si bocah!" bantah Su Tie Kong.
Wajah Khu Sin Hoo jadi berobah. Dia jadi mendongkol.
"Apakah kau kira aku serendah itu?" tegurnya kurang senang. "Dan lagi pula, seandainya memang aku mempunyai maksud begitu, apakah Han-jie juga akan menerangkannya ? Kita boleh meminta Han-jie mengangkat sumpah yang berat untuk hal itu!"
"Bagus!" seru Sian Lie Lie. "Aku setuju dengan pendapatmu, Hwee-shio gundul! Dan, bagaimana yang lainnya?" mata Sian-Lie Lie menyapu orang-orang yang ada di situ.
Jago-jago yang lainnya terdiam sesaat, tapi tak lama kemudian, setelah ragu sesaat Heng Ciauw Liong berteriak menyetujui usul Khu Sin Hoo, begitu juga yang lain, mereka sudah menyatakan akur.
"Dan, sekarang mari kita mulai mengada?kan pertandingan untuk mengetahui siapa dianiara kita yang paling kosen?" kata Sian Lie Lie kemudian. "Orang yang ? terpilih sebagai jago nomor satu diantara kita. maka dia memperoleh kesempatan yang per?tama untuk mendidik bocah she Han itu!"
"Tapi Kim-see Hui Hong belum datang .....!" kata Heng Ciauw Liong ragu.
"Biarlah ! Mungkin dia sudah mampus!" kata Sian Lie Lie aseran. "Hayo.....!
Siapa yang mau melawanku terlebih dahulu?"
Semua mata menatap nenek yang garang itu, mereka juga mengetahui bahwa mulai detik inilah mereka harus mengerahkan seluruh kepandaian yang dimilikinya, agar dapat menduduki kursi jago nomor wahid di antara mereka.....!
Heng Ciauw Liong yang melihat lagak si-nenek, jadi mendengus dingin, dia melompat ke depan Sian Lie Lie.
"Aku yang akan menghadapimu !" katanya dengan suara yang keras.
"Kau.....?" tegur Sian Lie Lie dengan suara yang tawar. "Apa kau yakin dapat mengalahkan diriku ?! Baik !! Majulah !" dan setelah berkata begitu, Sian Lie Lie bersiap-siap, dia mundur dua langkah ke belakang dengan tangan kiri melintang di depan dadanya, sedangkan tangan kanannya yang memegang tongkatnya itu dilonjorkan ke-muka.
"Tunggu dulu !!" seruh Khu Sin Hoo dengan suara yang keras. "Aku ingin bicara dulu !"
Sian Lie Lie menoleh kepada Hwee-shio ini.
"Apa yang ingin kau bicarakan ?" tegurnya tak senang.
"Bertanding secara ini sangat kacau dan tak teratur !" kata Khu Sin Hoo. "Begini saja.....kita boleh bertanding satu lawan satu, siapa yang kalah, masih mempunyai kesempatan untuk bertanding lagi nantinya dengan pemenang terakhir ! Bagaimaaa ?! Kalian tentu menyetujuinya bukan?"
"Hmm ..... jadi nanti pemenang terakhir harus melawan orang yang pernah dikalahkan pada pertama kalinya ?" kata Sian Lie Lie dingin.
"Jelas ! Sudah seharusnya begitu !" menyahuti Khu Sin Hoo. "Kita harus memberikan kesempatan lagi pada orang itu !"
"Baik ! Baik ! Begitupun boleh !" menyahuti Sian Lie Lie dan dia menoleh kepada Heng Ciauw Liong.


Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Majulah !" bentaknya dengan suara yang nyaring. "Nasibmu memang baik, kalau kali ini kau kalah, kau masih mempunyai kesempatan satu kali lagi nantinya untuk melawan pemenang terakhir!"
"Hmm ..... belum tentu kau dapat menjatuhkan diriku !" kata Heng Ciauw Liong mendongkol, dia mendengus juga, tahu-tahu orang she Heng ini menjejakkan kakinya tubuhnya mencelat dengan cepat, sambil kedua tangannya terulurkan kemuka.
"Jaga .....!" serunya.
Melihat orang menyerang dengan menggunakan kedua tangannya itu, Sian Lie Lie ketawa dingin, dia menggeser kedudukan kakinya ke arah belakang, di saat kedua tangan Heng Cauw Liong lewat dekat mukanya tiga dim, dia mengangkat tongkatnya, dan "breeetttt !" dia menyerang dengan disertai oleh tenaga dalam yang kuat sekali.
Heng Ciauw Liong sedang melambung, tubuhnya terapung di udara, dia sedang menyerang Sian Lie Lie dengan menggunakan kedua tangannya, sehingga kedudukannya jadi sulit untuk mengelakkan serangan si-nenek bongkok itu. Tapi sebagai orang yang kosen dan mempunyai kepandaian silat sangat tinggi, maka dia tak menjadi gugup, malah dengan tak terduga, tahu-tahu tangan kirinya telah merobah arah, dia mengulurkan tangan kirinya itu untuk mencengkeram tongkat si-nenek, sedangkan tangan kanannya masih terus menyerang ke arah batok kepala si-nenek.
Sian Lie Lie mendengus dan matanya mencilak, dia tak mau membiarkan tongkatnya kena dicengkeram oleh Heng Ciauw Liong, karena kalau tongkatnya itu sampai kena dicengkeram oleh orang she Heng itu, maka tongkatnya akan kena dirampas oleh Ciauw Liong. Dengan suatu kecepatan yang luar biasa sekali, si-nenek bongkok merobah kedudukannya, dia lalu menyerang ke arah lain lagi dengan tongkatnya itu, malah dia menggunakan jurus 'Yan Ceng Si Pat Koen', atau 'Yang Ceng bergelimpangan delapan belas kali', tongkatnya itu berputar dan menghajar kuat sekali kearah dada Heng Ciauw Liong.
"Ihhhh!" seru Heng Ciauw Liong sambil turun kctanah dan memendekkan tubuhnya, agak membungkuk kedepan sehingga tongkat si-nenek jadi melesat lewat di atas kepalanya.
Orang she Heng tersebut juga tak tinggal diam, dia bukaa hanya merandek saja, melainkan kedua tangannya telah dikasih kerja, dia akan mencengkeram bahu nenek bongkok itu, dengan berbuat begitu dia yakin, Sian Lie Lie pasti akan melompat mundur ke belakang.
Dan, dugaan Heng Ciauw Liong memang tepat, dengan mengeluarkan seruan, Sian Lie Lie melompat menghindarkan serangan Heng Ciauw Liong. Dia juga tak mau bahunya sampai kena diserang.
Heng Ciauw Liong jadi dapat bernapas lega, matanya mencilak menatap si-nenek.
"Bagaimana betina bongkok?" tegurnya dengan suara yang tawar. "Apakah sekarang baru kau mengetahui bahwa aku orang she Heng tak dapat di pandang ringan ?"
"Hmmm.....apakah kepandaian yang tadi kau perlihatkan itu dapat disejajarkan dan berendeng dengan kepandaianku ? Kalau memang tadi aku tak berlaku sungkan dan mengasihanimu, mungkin kepalamu akan pecah oleh tongkatku ini.....!!
"Betina bongkok !!" Heng Ciauw Liong berjingkrak dengan gusar, "Jadi kau masih tetap tak mau mengakui bahwa kepandaianku ini seimbang dengan kepandaianmu?
"Ya !" menyahuti Sian Lie Lie tegas. "Kau memang tak ada harganya untuk bertanding denganku ! Terimalah ini !" dan Sian Lie Lie telah menggerakkan tongkatnya uutuk meuyerang kepala Heng Ciauw Liong lagi, Heng Ciauw Liong juga murka, dengan berani dia menggerakkan tangannya memapak serangan orang. Tapi dia bukan menangkis tongkat orang. Melainkau mengulurkan tangannya akan menotok jalan darah Cie-tiong-hoat nya Sian Lie Lie yang berada di pergelangan tangan.
Sian Lie Lie mempunyai mata yang jeli, dia dapat melihat orang ingin menyelomoti dirinya dengau gerakan itu, maka itu, dengan mengeluarkan seruan, dia merobah kembali kemplangan tongkatnya, disusul kemudian dengan dua jurus serangan yang mematikan, yaitu 'Lian Thay Pay Hoed' atau 'Diatas teratai menghormati sang budha' dan disusul dengan 'Hong Kie In Yong' atau 'Angin bergerak, mega melayang-layang', dan tongkat nenek Sian ini berputar dengan cepat, merupakan kitiran, sehingga walaupun kosen, tokh Heng Ciauw Liong tak mungkin mengulurkan tangannya untuk menyerang sebab tongkat si-nenek melindungi tubuhnya rapat sekali.
Heng Ciauw Liong melompat mundur, dia ketawa dingin.
"Betina bau !" tegurnya, "kau curang sekali !"
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
( Bersambung ) JILID VIII SIAN LIE LlE, berhenti memutar tongkatnya, dia memandang Heng Ciauw Liong dengan mata mencilak.
"Tua bangka yang sudah mau mampus!" makinya sengit. "Mengapa kau mengatakan aku berbuat curang ?!"
"Hmmm ..... sebetulnya kau mau bertempur denganku atau hanya ingin memperlihatkan kepada mereka itu bahwa kau adalah seorang pemain akrobat pemutar tongkat?"
Sian Lie Lie jadi mendongkol, sekali, dia murka mendengar ejekan Heng Ciauw Liong, wanita tua ini sampai berjingkrak. Malah, tongkatnya telah bekerja untuk menyerang Heng Ciauw Liong dengan jurus 'Pek Wan Tung Hoat' atau 'Ilmu tongkat pengemplang monyet putih', hebat serangannya itu, menimbulkan deru angin yang keras sekai !.
Heng Ciauw Liong juga akan merangsek maju, dia mendengus mengejek.
Tapi di saat kedua orang tersebut akan bergebrak, tiba-tiba dari ceiah batu gunung mencelat keluar sesosok bayangan, juga terdengar bentakannya yang sangat nyaring : "Tahan .....!"
Semua orang jadi menoleh untuk melihat sosok tubuh yang keluar dari belakang batu gunungku, tapi begitu mereka melihat orang yang datang, semua orang gagah itu jadi mengeluarkan seruan kaget, wajah mereka berubah hebat......
Apa yang mereka lihat ?! Ternyata, sosok tubuh yang baru muncul itu merupakan seorang manusia yang aneh sekali, wajahnya jelek menyeramkan, giginya tonggos keluar, rambutnya berjibrak berdiri, dengan di tengah kepalanya botak sebagian, matanya yang sebelah kanan meletos keluar, sehingga menyeramkan sekali, Orang itu juga hanya mempunyai satu tangan saja, tangan kiri, sebab tampak tangan kanannya buntung. Benar-benar menyeramkaa keadaan orang yang baru datang ini.
Khu Sin Hoo yang lebih cepat menguasai goncangan hatinya, dia maju menghampiri agak mendekat.
"Siapakah tuan .....?!" tanyanya sambil menjura. "Bolehkah kami mengetahui she tuan yang besar dan nama tuan yang harum?!''
Orang bermuka menyeramkan ilu mendengus.
"Hmmm....., aku Po Po Siat, si tua kejam sebetulnya tak tertarik untuk mencampuri urusan kalian !" kata orang yang mengaku sebagai Po Po Siat dengan suara yang dingin, matanya yang meletos keiuar itu bergerak-gerak, sehingga lebih menyeramkan keadaan orang tersebut "Tapi kulihat di antara kalian terdapat barang bagus, maka aku ingin memintanya !"
Mendengar disebutnya nama Po Po Siat, wajah orang-orang gagah yang ada di situ jadi berobah hebat. Orang yang mengaku Po Po Siat itu memang mempunyai kepandaian tinggi, limapuluh tahun yang lalu telah menggemparkan dunia persilatan, malah pernah mengacau di dalam kalangan Kang-ouw tanpa memperoleh tandingan. Semua orang jeri padanya, sampai akhirnya empat puluh tahun lebih dia telah menyembunyikan diri dari Boe Lim. Akan tetapi, sekarang tiba-tiba dia muncul lagi disini, dan akan meminta sesuatu barang yang menurut katanya telah menarik hatinya. Inilah hebat, kepandaian kakek tua bermuka menyeramkan tersebut, Po Po Siat sukar sekali diukur.....!
Khu Sin Hoo sendiri telah cepat-cepat membungkukan tubuhnya memberi hormat kepada Po Po Siat. Kalau dihitung dari tingkatan, Po Po Siat lebih tua satu tingkat dari generasi Khu Sin Hoo.
"Kiranya Po Loo-cian-pwee!" ka a Khu Sin Hoo dengari suara menghormat. "Barasg apakah yang telah menarik perhatian Loo-cian pwee ?!"
Po Po Siat tertawa menyeringai, sehingga giginya yang tonggos kian keluar dan tampak jelas sekali. Wajahnya tambah menyeramkan dan menakutkan.
"Ha-ha-ha-ha .....! Barang yang kuminta itu tidak berharga bagi kalian!" dia menyahuti dengan suara yang parau.
"Apakah itu Loo-cian-pwee ?" tanya Khu Sin Hoo sambil menduga-duga barang apa yang akan diminta oleh jago tua yang aneh dan luar biasa itu.
Po Po Siat tiba-tiba menoleh kepada Han Han sambil menunjuk bocah itu katanya, "Yang kuingini adalah dia !"
"Hah ! " Khu Sin Hoo melengak, begitu juga dengan yang lainnya, semuanya heran berbareng bingung tak mengerti.
"Kenapa kau kaget?" tegur Po Po Siat kaget sambil ketawa dengan suara yang menyeramkan, matanya yang meletos mencilak. "Bukankah bocah itu tak ada artinya bagi kalian?"
Wajah Khu Sin Hoo jadi berobah.
"Tapi .....tapi Loo-cian-pwee .....ini.....ini....." Khu Sin Hoo jadi gugup benar.
"Kenapa?" ketika bertanya, bengis suara Po To Siat.
"Kami berenam telah berjanji akan mendidik bocah itu bersama, maka ..... walaupun tak resmi, tapi bocah itu telah menjadi murid kami berenam..... kamiakan menurunkan ilmu kami masing-masing padanya.....! " menerangkan Khu Sin Hoo dengan hati yang bimbang.
"Hmmm..... apakah kepandaian kalian berenam dapat menyamai kepandaianku ? " kata Po Po Siat dengan suara yang mengejek memandang rendah kepada Khu Sin Hoo berenam.
Wajah Khu Sin Hoo dan kelima kawannya jadi berubah. Biar bagaimana mereka adalah jago-jago yang luar biasa di daratan Tiong-goan, walaupun Po Po Siat mempunyai kepandaian yang tinggi sekali dan sukar diukur, tokh mereka tak mau terlalu mengalah.
"Memang kami mengakui bahwa kepandaian kami tak berarti bagi Loo-cian-pwee, tapi hal itu belum dapat dipastikan bahwa bocah yang akan kami didik ini dapat dikalahkan olehmu!" tajam sekali kata-kata Khu Sin Hoo, sengaja dia menggunakan kata-kata begitu untuk memancing kemarahan Po Po Siat.
Benar saja, wajah Po Po Siat jadi berobah bengis sekali, dia murka benar, sampai berjingkrak. Matanya yang meletos keluar itu jadi tambah menyeramkan. "Kepala gundul kau !" bentaknya dengan suara yang keras luar biasa. "Hmmm...... kau berani mengatakan bahwa aku masih dapat dikalahkan oleh kalian ?"
"Mana berani aku mengatakan begitu?" menyahuti Khu Sin Hoo. "Hanya ingin kukatakan, kalau memang kami berenam mendidik si bocah itu, belum nanti Loo-cian-pwee dapat merobohkan bocah itu !"
"Setan alas kau !" bentak Po Po Siat bengis. "Suruh kemari bocah itu, biar kuhajar mampus sekarang juga !
Wajah Khu Sin Hoo jadi berubah pucat, dia kaget sendirinya.
"Heh ..... ! mengapa ingin dibunuh ? Apakah Loo-cianpwee takut kalau nanti kami berhasil mendidik bocah itu, maka Loo-cianpwee dapat dikalahkannya ?!" kata Khu Sin Hoo lagi.
Wajah Po Po Siat berubah pucat saking murkanya, tahu-tahu tangannya bergerak akan menampar Khu Sin Hoo.
"Mulutmu terlalu lancang, kepala gundul !" bentaknya.
Khu Sin Hoo melihat orang menyerang, dia cepat-cepat mengelakkannya ke samping, sehingga tangan Po Po Siat menghajar tempat kosong. Biar bagaimana Khu Sin Hoo seorang jago yang kosen, walaupun tak bisa menandingi kepandaian Po Po Siat, namun dia juga tak bisa diperlakukan semau hati oleh si tua kejam itu.
"Tahan dulu.....!" teriak Khu Sin Hoo cepat.
"Apa yang kau mau katakan lagi T' bentak Po Po Siat dengan suara yang bengis, dia sudah bersiap-siap akan menyerang lagi.
"Kalau memang Loo-cianpwee mempunyai keberanian, tunggulah beberapa saat sampai nanti kami selesai mendidik bocah itu, dan pada saat itulah Loo-cianpwee boleh mencoba kepandaian bocah tersebut. Kalau memang dalam kenyataan bocah itu roboh di tanganmu, hmmm, kami akan membunuh diri .....!"
Po Po Siat jadi mengerutkan sepasang alisnya. Rupanya dia ragu.
"Baiklah !" akhirnya dia mengangguk juga. "Begitupun boleh ! Aku memberi kau waktu selama enam tahun untuk kalian mendidik bocah itu, dan kaiau memang kalian telah selesai mendidik bocah itu, enam tahun kemudian kita bertemu lagi di-gunung ini dalam waktu yang sama seperti sekarang..... !"
"Boleh.....!" menyahuti Khu Sin Hoo sambil ketawa dingin. "Jadi kita bertemu di sini enam tahun lagi !"
Po Po Siat tak menyahuti, dia hanya mendengus, kemudian menggerendeng dengan suara yang samar-samar tak terdengar jelas. Setelah mengawasi orang-orang yang berada di lapangan tersebut, tampak dia memutar tubuhnya dan berlalu dengan pesat, sebentar saja telah lenyap dari pandangan jago-jago yang berada disitu.
Setelah Po Po Siat berlalu, Khu Sin Hoo menarik napas. Dia menoleh kepada kelima kawannya. Dia menatap Su Tie Kong, lalu setelah menghela napas lagi, dia menceritakan pada jago she Su itu, bagaimana Han Han telah menderita semacam penyakit disebabkan pusat jalan darahnya dibuka. Su Tie Kong terkejut mendengar cerita Khu Sin Hoo, cepat-cepat dia memeriksa keadaan Han Han. Dipegang nadinya si bocah, lalu kemudian dia mengangguk-angguk.
"Masih dapat ditolong!" katanya kemudian.
Semua orang yang tadinya menyaksikan dengan penuh kekuatiran, jadi girang. Khu Sin Hoo sendiri telah berkata : "Pertandingan kali ini lebih baik kita batalkan, dan dengan tekun kita harus mendidik bocah ini agar enam tahun lagi nanti dia dapat menghadapi Po Po Siat, kemudian kita juga dapat melihat ilmu siapa yang dapat diterima si bocah paling banyak .....!"
Semua jago-jago yang berada di situ menyetujui, mereka juga mencari suatu tempat yang baik dan terhindar dari keramaian untuk bersama-sama mendidik bocah she Han tersebut.
Dan, dengan sendirinya Han Han akan menjadi seorang jago yang luar biasa, sebab dalam tahun-tahun berikutnya, dia akan dididik dan digembleng oleh jago-jago luar biasa itu, agar bocah she Han tersebut dapat menghadapi Po Po Siat nantinya jika pada enam tahun lagi mereka mengadakan pertemuan di situ.....!
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 21 PAGI itu udara disekitar gunung Ciong Lam San sangat dingin sekali, karena sejak semalam bunga salju terus juga turun dengan deras, sehingga permukaan bumi seperti dibungkus oleh lapisan kapas.
Gunung Ciong Lam San terkenal akan keindahannya, tapi di dalam musim dingin ini, pohon-pohon di sekitar gunung tersebut jadi terbungkus oleh salju, maka itu, yang tampak hanyalah warna putih saja yang terhampar di sekeliling gunung Ciong Lam San tersebut.
Titik-titik bunga salju masih terus turun......
Di antara sunyinya suasana digunung Ciong Lam San, terdengar suara kelenengan yang berbunyi : 'kleng, klang, kleng, klang berirama. Juga diiringi oleh suara roda kereta yang maju perlahan-lahan dijalan gunung yang sempit dan tertutup salju itu. Ternyata dari arah barat, sebuah kereta dengan ditarik oleh dua ekor keledai yang kurus tengah menaiki gunung Ciong Lam San. Jalan kuda itu perlahan sekali, seakan-akan telah letih, sehingga kereta itu beringsut perlahan sekali.
Suara kelenengan yang berasal dari kelenengan yang tergantung di leher kedua keledai itu, terdengar terus, berirama mengikuti setiap langkah kaki sang keledai.....
Belum lama kereta yang ditarik oleh kedua keledai kurus itu memasuki jalan gunung Ciong Lam San, dari belakang kereta terdengar suara derap kuda. Kemudian tampak dua orang penunggang kuda yang muncul di tikungan di belakang kereta keledai itu, dua orang penunggang kuda tadi rata-rata beroman bengis dan menyeramkan, mata kedua orang itu berkilat tajam sekali. Mereka memakai baju dingin yang tebal, yang telah dipenuhi oleh salju, namun wajah mereka merah segar. Kedua orang penunggang kuda itu ternyata sedang mengejar kereta yang ada di muka.
Kusir yang berada di dalam kereta, kelihatannya gugup sekali, walaupun si kusir terlindung di dalam kereta, tapi dilihat dari cara dia mengedut tali kekang, menandakan si kusir kereta gugup dan ketakutan, berusaha melarikan keledainya secepat mungkin untuk menjauhi kedua pengejarnya:
Tapi lari keledai mana menang kalau dibandingkan dengan larinya kuda pengejar dibelakangnya itu? Maka dalam waktu yang singkat, kedua pengejar itu telah berada dekat sekali, lalu ketika sampai di tikungan salah seorang memacu kudanya mendahului kereta keledai, kemudian menghadang, sedangkan yang seorang lagi tetap di belakang kereta, jadi tegasnya, jalan kaburnya kereta keledai itu tertutup.
"Sam Nio Nio !" teriak penunggang kuda yang telah menghadang dimuka kereta. "Lebih baik kau menyerah secara baik-baik ! Kami tak akan menyiksamu ....., tapi kalau kau masih bermaksud melawan, hmmm, kami orang-orang Sam Tiauw Boe Koan, tak akan segan-segan menurunkan tangan jahat !"
Terdengar suara dengusan dari dalam kereta.
"Hmmm.....! Apakah begini sifat orang-orang gagah dari Sam Tiauw Boe Koan?" terdengar suara wanita dari dalam kereta. "Kami sedang terluka, mengapa kalian ingin mengambil keuntungan untuk menang di atas angin? Hmmm..... kalau kami tidak cidera, apakah kalian masih mengharapkan kemenangan dari kami?"
Penunggang kuda itu mendengus. Wajahnya berubah jadi tak enak dilihat.
"Hmmm..... Sam Nio Nio !" katanya dengan suara yang dingin. "Apakah kau benar-benar mau mencari mati ?"
"Mati bagi kami bukan soal!" menyahuti orang yang berada di dalam kereta itu. "Tapi, apakah kalian yakin dapat membunuh kami'?"
Wajah penunggang kuda itu jadi berubah tambah tak enak dilihat, merah padam. Rupanya dia mendongkol sekali.
"Sam Nio Nio !" bentakBya dengan suara mengguntur, "Keluarlah !"
"Hmmm .....jangan kau membawa lapak seperti tuan besar !" terdengar suara dari dalam kereta menyahuti, dingin sekali suara penyahutan itu. ''Walaupun kami sedang terluka, tapi jangan harap kau dapat memerintahkan kami semau hatimu ! Jangan kata kamu, sedangkan Hong-tee sendiri tak dapat memerintahkan kami ! " Hong-tee ialah kaisar.
Wajah penunggang kuda itu jadi berubah, saking gusarnya, dia melompat dari kuda tunggangannya. Perbuatannya itu diikuti oleh kawannya yang berada dibelakang kereta. Dengan langkah lebar kedua orang tersebut menghampiri kereta, lalu mengulurkan tangan akan menyingkap kain penutup kereta tersebut.
"Sretttt!" terdengar suara yang halus sekali waktu tangan orang itu msnyentuh kain penutup kereta, disusul oleh suara jerit kesakitannya, yang di susul lagi dengaa tubuhnya melompat ke belakang. Wajahnya pucat sekali, dengan menggunakan tangan kiri, dia memegangi tangan kanannya yang terluka, dan mengucurkan darah sehingga salju yang berada di bawah kakinyi seketika itu juga berobah jadi merah.....!
Kawannya yang seorang itu jadi terkejut melihat keadaan kawannya. Cepat-cepat dia menghampiri.
"Sam-tee, kenapa kau ! " tegurnya dengari kuatir, matanya memandang bengis ke arah kereta.
Orang yang terluka, yang dipanggil sebagai Sam-tee, adik ketiga, meringis dengan wajah yang menyeramkan.
"Hmmm, sundal betina itu mau mampus !" katanya menyeramkan. "Biarlah, hari ini kita harus membunuhnya, Jie-ko !" Jie-ko ialah kakak kedua.
Si Jie-ko mengangguk. "Baik !" dia menyahuti, dan membarengi dengan penyahutannya itu, mereka mencelat ke arah kereta dengan cepat, sedangkan tangannya berbareng mencabut pedang sehingga waktu mereka sampai di dekat kereta, ditangan masing-masing telah tergenggam sebatang pedang pendek.
Rupanya tadi waktu si Sam-tee, adik ketiga mau menyingkap tirai yang menutupi jendela kereta tersebut, dari dalam telah melesat keluar sebatang jarum, bwee-hoa-ciam, sehingga tangan si Sam-tee terluka.
Si Sam-tee mengayunkan pedangnya menusuk keledai kereta itu, sehingga keledai itu melompat kesakitan, kemudian larat dengan cepat.
Orang yang berada dalam kereta jadi gugup, karena takut kereta itu terjungkel kedalam jurang yang ada di dekat situ. Tali kekang ditarik sekuat-kuatnya, sehingga dua keledai itu tertahan mendadak, sampai dua kaki depannya terangkat. Namun celakanya mungkin terlalu keras tali kekang ditarik oleh orang di dalam kareta, tali itu putus sehingga kedua keledai itu bebas kembali dan lari menuju kejurang.
Orang yang ada di dalam kereta semakin panik, sampai terdengar seruan kaget. Juga terdengar suara Iainnya, suara rintih kesakitan, rupanya di dalam kareta terdapat orang Iainnya yang terluka.
Si Sam-tee dan Jie-ko berdiri sambil tertawa menyaksikan kereta itu akan terjungkal ke dalam jurang.
Waktu kereta itu hampir masuk ke dalam jurang, dari dalam kereta tampak melesat keluar sesosok bayangan merah, yang menarik kedua keledai itu. Hebat tenaga tahan dari sosok bayangan itu, maka dengan mendadak kedua keledai itu tertahan dan tak dapat bergerak.
Ternyata sosok bayangan merah itu seorang wanita berusia tiga puluh tahun dan mengenakan baju serba merah,
"Bagus !" seru si Jie-ko, dia sudah melompat dan dengan pedang pendeknya itu dia menyerang kearah si wanita.
Wanita itu sedang menahan kedua keledai keretanya itu, sulit baginya untuk menangkis serangan si Jie-ko. Kalau dia melepaskan kedua keledai itu, maka binatarg itu pasti akan larat lagi. Sedangkan untuk berdiam diri saja tak mungkin, sebab pedang si Jie-ko telah menyambar dekat sekali.
Dengan mengeluarkan seruan panjang tahu-tahu kakinya bergerak akan menyepak lambung si Jie-ko.
Si Jie-ko terpaksa menarik pulang pedangnya, karena kalau dia meneruskan serangannya itu, lambungnya akan kena disepak oleh kaki wanita itu. Dengan mengeluarkan seruan kaget, si Jie ko melompat ke belakang. Pada saat itu si Sam-tee telah datang mendekat, sehingga mereka jadi berdiri berendeng.
Wanita berbaju serba merah itu telah ketawa dingin, matanya mencilak penuh kebencian. Wajahnya yang cukup cantik sangat pucat, karena rupanya dia sedang terluka di dalam.
"Hmm.....kalian tikus-tikus pengecut!" ejek si wanita. "Kami sedang terluka, tapi kalian telah menggunakan kesempatan semacam ini untuk merebut kemenangan !"
"Di dalam waktu ini, tak ada kata-kata pengecut atau Eng-hiong !" menyahuti si Sam-tee sambil tertawa tawar. Yang dimaksudkan dengan Eng-hiong ialah orang gagah. "Yang penting, kalian suami isteri harus kami bekuk dan menyerah kepada Too-coe kami !"
"Hmm.....kalian orang-orang Sam Tiauw Boe Koan benar-benar bangsa Siauw-coet yang tak kenal malu !" menyahuti wanita itu dengan suara gusar. "Baiklah ! Majulah, kami juga tak takut pada orang-orang semacam kalian ini !" dan dia melepaskan kekang keledainya, karena kedua keledai itu sudah jinak kembali. Dicabutnya pedang yang tergemblok di punggungnya.
Si Jie-ko dan si Sam-tee ketawa dingin.
"Suamimu sedang terluka, jadi sekarang kami hanya menghadapi kau seorang!" kata si Sam-tee sambil tertawa. "Baiklah kau menjaga diri dari serangan kami, sebab kau lengah sedikit saja, ehemm, kulitmu yang halus akan bercacad !"
"Sam Nio Nio.....!" si Jie-ko juga berkata dengan suara yang tawar. "Lebih baik kau menyerah secara baik-baik, kami akan memperlakukan kau baik-baik juga kalau memang Too-coe kami menyatakan kau dan suamimu tak bersalah, kalian akan dibebaskan kembali !"
Wanita yang memakai baju serba merah, yang dipanggil sebagai Sam Nio Nio, ketawa dingin. Pedangnya dilintangkan di depan dadanya.
"Majulah ! Kami bukan sebangsa orang yang jeri menghadapi kematian !" katanya gagah sekali. "'Walaupun harus binasa, jangan kalian harap kami akan menyerah begitu saja !'
Si Sam-tee ketawa dingin.
"Aku Oey Pok Say dan Jie-koku itu, Sam Tiang Hin, sebetulnya tak tega untuk mencelakai wanita secantikmu !" katanya. "Tapi .....kau terlalu keras kepala ! Baiklah ....., kami akan menyerangmu, tapi nanti kalau memang kau tak tahan menerima serangan-serangan kami, kau bisa berteriak untuk menyerah, kami masih mau berlaku murah hati.....!"
Sam Nio Nio sangat murka, wajahnya berubah merah padam. Baru saja dia mau mendamprat kedua lelaki itu, yang mengaku bernama Oey Pok Say dan Sam Tiam Hin dari arah kereta terdengar suara rintihan yang perlahan. Mendengar suara rintihan itu, wajah Sam Nio Nio jadi berubah. Cepat-cepat dia menghampiri kereta itu untuk
Maaf, halaman 19 dan 20 hilang.
tampak mereka bertiga saling melompat memisahkan diri.
"Apakah kau masih mau berkeras terus, Sam Nio Nio?" tegur Pok Say dengan suara menyeramkan, dia mulai tak sabar daa ingin menyelesaikan pertempuran tersebut secepat mungkin. Sam Nio Nio ketawa dingin, wajahnya berubah merah-padam.
"Sudah kukatakan beberapa kali, bahwa kami tak mungkin menyerah kepada orang-orang sebangsa kalian! Jagalah serangan ?" dan tubuh Sam Nio Nio mencelat cepat sekali merangsek kearah Pok Say dan Tiang Hin dengan jurus "Tiang Hong Keng Thtan" atau "Pelangi melintas keangkasa", pedangnya menyambar hebat sekali.
Pok Say menangkisnya, sedangkan Tiang Hin telah melompat ke atas kereta.
"Hadapi dia terus Sam tee.....!" teriak Tiang Hin dengan suara yang nyaring. "Aku akan membereskan suaminya itu!"
"Baik Jie-ko!" menyahuti Pok Say dengan memutar pedangnya untuk merangsek Sam Nio Nio.
Sam Nio Nio sendiri waktu melihat Tiang Hin melompat ke atas keretanya, jadi terkejut, wajahnya berubah pucat.
"Kalian .....oh kalian pengecut sekali !" teriaknya seperti orang kalap, dia merangsek Pok Say untuk dapat meloloskan diri, dia bermaksud untuk menghalangi maksud Tiang Hin.
Tapi Pok Say tak mau melepaskan Sam-Nio Nio, dengan pedang pendeknya, dia menyerang Sam Nio Nio berulang kali.
Hal ini benar-benar menggugupkan Sam Nio-Nio, apa lagi waktu dilihatnya Tiang Hiu telah sampai di dekat kereta. Seperti orang kalap dia menyerang berulang kali ke arah Pok Say. sikap nekadnya ini membikin Pok-Say jadi agak terdesak.
Tapi hal itu tetap saja tak membawa keuntungan bagi Sam Nio Nio sebab dirinya masih terlibat dalam pertempuran dengan Pok Say, sehingga dia tak bisa menghalangi Sam Tiang Hin.
Pada saat itu Tiang Hin telah sampai di dekat kereta, disingkapnya tirai kereta, dilihatnya seorang laki-laki setengah tua, berusia di antara enpatpulub lima tahun, sedang rebah di dalam kereta dengan wajah yang pucat! Sedangkan laki-laki di dalam kereta ituwaktu tirai kereta tersingkap hanya dapat melirik memandang ke arah Tiang Hin tanpa dapat bergerak, sebab tubuhnya kejang dan dia sedang terluka berat. Hanya matanya yang mencilak nenuh kebencian inenatap ke arah Tiang Hin.
Sam Tiang Hin telah ketawa gelak-gelak, tubuhnya tergoncang, pedang pendeknya dibolang balingkan.
"Aha Sam Nio Nio !" bentak Tiang Hin. dengan suara yang keras, "Kalau kau tetap tak mau menyerah, hmmm, tua bangka she Kiu ini akan terbinasa di tanganku!"
Wajah Sam Nio Nio jadi pucat, dia jadi gagap sekali, apa lagi dirinya tak dapat lolos dari libatan pedang Pok Say, sehingga membikin wanita tersebut tambah gugup saja, dia merangsek terus menerus dengan pedangnya menyerang Pok Say, tapi orang she Oey itu licik sekali, dia main mundur dan kalau Sam Nio Nio mau memisahkan diri untuk mencelat kearah kereta menolongi suaminya, Pok Say selalu menyerang kembali, sehingga wanita itu tak berdaya untuk menolongi suaminya.
Pada saat itu Sam Tiang Hin telah ketawa gelak lagi, dia masih membolang baiingkan pedangnya, kemudian setelah ketawa sesaat lamanya, pedangnya itu di angkat dengan wajah yang bengis.
"Sam Nio Nio !" bentaknya. "Kalau kau masih membandel terus, maka suamimu ini akan kukirim keneraka !" dan dia mengayunkan pedangnya.
Sam Nio Nio yang melihat hal itu jadi mengeluarkan jeritan kalap, dia merangsek Pok Say dengan nekad.
Tapi Pok Say licik sekali, dia selalu mengurung Sam Nio Nio dengan pedang pendeknya, tak mau memberi kesempatan pada Sam Nio Nio untuk memisahkan diri.
Pedang Tiang Hin meluncur terus kearah dada laki-laki yang ada di dalam kereta itu. Dan laki setengah tua itu tak dapat mengelakkannya, karena tubuhnya kejang tak dapat digerakkan, dia hanya menunggu maut yang akan merenggut dirinya......
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
WAKTU pedang Tiang Hin meluncur akan menusuk dada laki-laki yang rebah di dalam kereta dalam keadaan terluka, terdengar suara jerit kesakitan, tampak Tiang Hin melompat mundur sambil berjingkrak marah, kemudian disusul oleh caciannya yang kalang kabut.
"Siapa yang telah berlaku begitu pengecut menyerang Toa-yamu ?' teriak Tiang Hin dengan murka, matanya mencilak bengis memandang ke arah sekelilingnya, sedangkan pedangnya telah jatuh dan terlepas dari tangannya, menancap di salju, dan gagang pedang itu bergoyang-goyang.
Dari balik pohon di sebelah timur muncul seorang anak muda, wajahnya cakap, pakaiannya menyerupai pakaian seorang Sioe-chay, sastrawan. Sikapnya tenang sekali.
"Mengapa ingin membunuh orang di tengah hari bolong ?" tegur sasterawan itu sambil melangkah perlahan-lahan menghampiri.
Melihat pelajar itu, wajah Tiang Hin berubah bengis.
"Bocah .....mau apa kau membokong tuan besarmu ? " bentaknya bengis. "Apakah kau tak mengetahui sedang berhadapan dengan siapa ! "
Anak muda itu tersenyum manis.
"Siauwtee tahu, aku sedang berhadapan dengan manusia juga ! Masakan di tengah hari bolong ini ada setan memedi berkeliaran ?!"
Tiang Hin jadi berjingkrak saking murkanya, dia juga mengeluarkan suara seruan marah.
"Siapa kau ?" bentaknya. "Apakah kau sudah bosan hidup dengan berani mati mencampuri urusan kami ?!"
Sasterawan itu merangkapkan tangannya, dia menjura.
"Siauw-tee she Han dan bernama tunggal Han !" menyahuti anak muda itu.
"Hmmm .....!" mendengus Tiang Hin dengan bengis. "Cepat kau menggelinding dari sini sebelum aku turunkan tangan bengis membunuhmu !"
"Siauw-tee mau datang kemari, tak mungkin ada yang menghalangi." Menyahuti anak muda itu, yang memang ternyata Han Han, dengan tenang. "Kalau memang Siauw-tee mau berlalu, juga tak mungkin ada yang dapat menghalanginya .....!"
"Bocah! Kau terlalu kurang ajar sekali !" teriak Tiang Hin dengan suara mengguntur, dia mencabut pedangnya yang menancap di salju, lalu menyerang dengan hebat ke arah Han Han.
Han Han yang sekarang bukan Han Han pada enam tahun yang lalu. Sekarang dia telah menjadi seorang pemuda yang gesit sekali, juga kosen luar biasa, karena selama enam tahun telah menerima didikan dari keenam jago luar biasa, seperti Khu Sin Hoo dan yang lain-lainnya. Maka dikala melihat dirinya diserang, dia menggerakkan tangannya, entah dia menggunakan jurus apa, tahu-tahu tubuh Tiang Hin melayang terpental seperti layangan putus tali, kemudian ambruk di atas salju dengan mengeluarkan suara jeritan.
"Cepat kau menggelinding dari sini ." bentak Han Han dengan suara yang bengis. "Tuan kecilmu selalu mau berlaku murah hati, tapi kalau kau membandel, hmm, jiwamu akan kukirim ke neraka !"
Wajah Tiang Hin jadi berubah pucat, dia juga heran dirinya dapat dirobohkan begitu mudah oleh anak muda yang paling-paling juga baru berusia di antara enam belas tahun itu. Dia berdiri dan mengambil pedangnya, tapi orang she Sam tersebut tak berani menyerang dan berlaku ceroboh seperti tadi.
Oey Pok Say dan Sam Nio Nio juga telah menghentikan pertarungan, mereka memandang kesima kepada Han Han. Sam Nio N;o girang luar biasa, sebab dia memperoleh bintang penolong. Sedangkan Oey Pok Say telah menghampiri Tiang Hin.
"Siapa dia, Jieko?" tanya Pok Say sambil menatap anak muda she Han itu dengan mata mencilak bengis.
"Entah.....dia kosen sekali!" menyahuti Tiang Hin dengan suara yang perlahan, rupanya nyalinya telah terpukul pecah oleh kelihayan Han Han, yang sekali kebut saja telah dapat merobohkannya.
"Hmmm.....bocah masih bau pupuk seperti dia mengapa harus dibuat jeri?" kata Oey Pok Say." Mari kita beri hajaran padanya." Dan berbareng dengan habisnya perkataan Oey Pok Say, orang she Oey tersebut telah melompat menyerang Han Han dengan pedang pendeknya.
"Hmm.....kalian tak kenal selatan !" kata Han Han waktu melihat Pok Say menyerang. Dia menggerakkan tangannya, dan .......lokh ! Tubuh Pok Say terpental dan ambruk di salju sambil mengerang kesakitan.
Sam Tiang Hin yang melihat itu jadi terkejut, dia menghampiri dan memeriksa keadaan Pok Say.
"Kenapa kau Sam-tee?!" tegurnya kuatir.
"Aduh..... aduh, dadaku sakit sekali!" mengerang Pok Say, dia tak bisa berdiri dan masih meringkuk dengan wajah yang pucat.
Nyali Sam Tiang Hin jadi pecah, hilang kesombongannya, dengan cepat dia mengangkat tubuh Sam-teenya itu, dibawanya kabur. Dalam waktu yang singkat, dia telah lenyap dari pandangan orang-orang yang ada di situ. Han Han hanya mengawasi sambil tersenyum.
Sam Nio Nio menghampiri tuan penolongnya dan menjatuhkan dirinya berlutut dihadapan Han Han.
"Terima kasih In-kong.....!" kata wanita she Sam tersebut dengan suara tergetar. Untung ada In-kong, kalau tidak tentu suamiku akan mengalami ke matian !"
Han Han cepat-cepat memimpin Sam Nio Nio bangun. Dia menanyakan sebab musababnya Sam Nio Nio bentrok dengan Sam Tiang Hin dan Pok Say.
Sam Nio Nio jadi menghela napas, kemudian mengajak Han Han untuk menemui laki-laki yang terluka yang di dalam kereta. Ternyata laki-laki itu adalah suami Sam Nio Nio dan bernama Kiu Leng Coen, seorang guru silat di kota Leng-an.
Sam Nio Nio sendiri sudah lantas menceritakan pangkal sebab dan pertikaiannya dengan Oey Pok Say serta Sam Tiang Hin kedua orang dari Sam Tiauw Boe Koan.
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
Bab 22 KIU LENG COEN ternyata seorang guru silat dikota Leng-an, dia telah membuka perguruan selama dua puluh tahun lebih. Tapi, pada suatu hari di kota Leng-an telah datang seorang guru silat lainnya sehingga sering terjadi perselisihan yang diakibatkan oleh perkelahian di antara murid-murid kedua perguruan ini. Sampai akhirnya karena tak dapat menahan emosi dan kemarahannya, Kiu Leng Coen telah menantang perguruan silat Sam Tiauw Boe Koan, yang bernama Wie Tiong Ham. Mereka bertempur dan diakhiri dengan kekalahan Leng Coen. Wie Tiong Ham ingin membikin Leng Coen malu, maka itu, dia memerintahkan kepada anak buahnya untuk membekuk Leng Coen, sehingga membuat orang she Kiu tersebut harus mengungsi keluar kota. Semua itu disebabkan Leng Coen sedang terluka parah, sehingga biar bagaimana dia tak akan kuat menghadapi murid-muridnya Wie Tiong Ham, yang selalu mengganggunya.
Begitulah untuk menghindarkan diri dari orang-orang Sam Tiauw Boe Koan, Leng Coen mengajak isterinya, Sam Nio Nio, untuk menyingkir dari kota Leng-an, yang diakhiri pertemuan dengan Han Han yang telah menolongnya dari tangan Oey Pok Say dan Sam Tiang Hin.
"Hmm, sebetulnya itu hanya soal kecil saja, Loo-pek!" kata Han Han setelah mendengar cerita Sam Nio Nio.
Leng Coen mengangguk lesu.
"Ya .....sebetulnya persoalan itu memang tak ada artinya ! " menyahuti orang she Kiu ini. "Tapi ..... tahukah kau latar belakang dari pertengkaran kami itu ?!"
Han Han menggeleng, dia menatap Kiu Leng Coen dalam-dalam.
Kembali orang she Kiu itu menghela napas.
"Wie Tiong Ham sebetulnya menaruh hati pada isteriku ini, tapi karena maksudnya tak berhasil untuk membujuk isteriku, maka dia jadi menaruh dendam dan berusaha menghancurkan keluargaku ! Malah orang she Wie itu sangat jahat, dia bermaksud untuk membunuh kami suami-isteri !"
Mendengar cerita orang, Han Han menghela napas.
"Sudahlah..... Loo-pek tak usah melayani orang she Wie itu !" hiburnya. "Pergilah Loo-pek menyingkir kekota lain dan untuk sementara waktu menyembunyikan diri dari orang ramai."
Kiu Leng Coen mengangguk.
"Ya..... aku memang bermaksud untuk mencari suatu tempat yang tersembunyi untuk menyembuhkan lukaku ini, Lao-tee !" katanya. Dia memanggil Han Han dengan sebutan Lao-tee, yang artinya adik. "Nanti setelah lukaku ini sembuh, hmm, aku akan menantang orang she Wie itu untuk pie-boe lagi !"
"Sudahlah Loo-pek, biarlah nanti Siauw-tee mengunjungi orang she Wie itu untuk menasehatinya! Kalau memang Wie Tiong Ham tak bisa diberi pengertian secara baik-baik, nanti Siauw-tee akan turun tangan menghajarnya !"
Mendengar perkataan Han Han, berulang kali Kiu Leng Coen, suami-istri telah menyatakan terima kasihnya dan berlutut,
Han Han telah memimpin nyonya itu bangun.
Setelah pasang omong beberapa saat lagi, Kiu Leng Coen bersama istrinya melanjutkan perjalanannya.
Han Han memandang kepergian suami-isteri itu dengan menghela napas. Dia memandang lenyapnya kereta keledai itu, sampai akhirnya Han Han menjatuhkan diri duduk di sebuah pohon. Udara sangat dingin, salju masih lurun dan memenuhi baju Han Han, tapi anak muda she Han tersebut tak merasakan siraman salju itu, dia menatap jauh dengan pandangan mendelong.....
Han Han teringat pada masa yang lalu, di mana dirinya selalu hidup di dalam penderitaan.....'
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
TERNYATA dengan penuh kesungguhan Khu Sin Hoo, Sian Lie Lie dan yang lain-lainnya, telah mendidik Han Han ilmu silat yang luar biasa. Keenam jago luar biasa itu telah menurunkan ilmu mereka dan dengan dikombinir sedemikian macam, maka kepandaian ilmu silat Han Han jadi luar biasa sekali. Apa lagi otak bocah ini sangat jenius. Waktu jalan darah Tay-yang-hiatnya terbuka dan hawa dingin dan hawa panas hampir menerobos ke jalan darah It-hiatnya, si bocah dengan tak di sengaja telah mempunyai tenaga Lwee-kang yang luar biasa. Sekarang, setelah disembuhkan oleh Su Tie Kong, kepandaian dan Lwee-kang bocah she Han itu jadi bertambah luar biasa lagi.
Maka dari itu, dari tahun ketahun Han Han berlatih dengan tekun, dia telah mencurahkan seluruh waktunya untuk berlatih. Dalam waktu hanya empat tahun, seluruh kepandaian keenam gurunya telah diwariskan kepada bocah she Han ini, dan dua tahun selanjutnya, digunakan oleh Han Han untuk berlatih ilmu silat yang dimilikinya.
Pada suatu hari, Khu Sin Hoo telah memerintahkan Han Han untuk mewakili gurunya ini menghadiri pesta ulang tahunnya yang keenampuluh tujuh dari Wong Tie Hian, seorang jago tua yang menjagoi daerah KangTam. Khu Sin Hoo sengaja mengutus Han Han untuk menghadiri pesta ulang tahun Wong Tie Hian, agar Han Han yang belum berpengalaman bisa mendapat banyak pengalaman dengan menghadiri pesta Wong Tie Hian tersebut. Lagi pula daerah Kang-lam sangat indah, maka Han Han bermaksud untuk pesiar juga.
Waktu enam tahun telah dilewatkan dalam daerah yang sepi dan terpencil bersama keenam gurunya, maka dari itu, betapa gembiranya anak muda she Han ini memperoleh perintah dari gurunya.
Dengan mengambil jalan ke arah selatan, Han Han menuju ke Kang-lam dengan berjalan kaki. Pesta ulang tahun Wong Tie Hian masih lama, masih sebulan lagi. Maka dari itu, Han Han mengambil keputusan menggunakan kesempatan itu untuk pesiar ke beberapa daerah dulu.
Begitulah, sampai akhirnya dia bertemu dengan Sam Nio Nio beserta suaminya, Kiu Leng Coen, yang sedang terluka dan terkepung oleh Oey Pok Say dan Sam Ting Hin.
Han Han yang sekarang bukan Han Han pada enam tahun yang lalu, sekarang dia telah menjadi seorang jago yang kosen sekali, jarang ada yang dapat menandingi kepandaian bocah she Han ini ......
*Mukhdan*Dewi Kz*Budi S-Aditya
SETELAH beristirahat sesaat lamanya di situ, akhirnya Han Han melanjutkan perjalanannya. Menjelang malam, anak muda she Han ini sampai di kampung Kuo-lie-chung, sebuah kampung yang terpisah seratus lie lebih dari kota Leng-san.
Han Han menuju ke sebuah rumah penginapan, dia memesan sebuah kamar. Karena waktu itu sedang turun salju cukup deras, maka pengunjung rumah penginapan tersebut agak sepi.
Untuk menghangatkan tubuhnya, Han Han memesan dua kati arak. Kemudian, anak muda she Han tersebut meminum araknya perlahan-lahan sambil mengawasi turunnya salju.
Sedang anak muda she Han ini asyik dengan pikirannya yang melayang-layang mengenangkan jalan hidupnya yang dipenuhi oleh liku-liku penderitaan, tiba-tiba dari luar bertindak masuk tiga orang tentara yang kalau dilihat dari cara berpakaiannya mereka itu adalah tiga orang perwira.
Waktu ketiga perwira itu bertindak masuk, suara mereka sangat ribut sekali. Han Han hanya melirik sebentar, kemudian dia meneruskan minumnya.
Ketiga tentara itu duduk di meja dekat Han Han, rupanya ketiga orang perwira tersebut sangat asik membicarakan persoalan mereka sebab suara mereka sangat berisik sekai, diselingi oleh suara gelak tawa yang nyaring. Mereka memesan sepuluh kati arak, kemudian makan minum dengan gembira tanpa memperdulikan keadaan sekeliling mereka.
Han Han merasa terganggu ketenangannya dengan datangnya ketiga tentara itu, dia meneguk araknya yang terakhir, kemudian bangkit berdiri untuk masuk ke dalam kamarnya. Tapi belum lagi dia melangkah, dari luar telah melangkah masuk seorang anak muda, yang dandanannya luar biasa sekali. Dia memakai baju dingin yang tebal, memakai kopiah yang terbuat dari bulu musang dan wajahnya sangat tampan sekali, menyerupai muka seorang wanita. Waktu masuk ke dalam ruangan muka dari rumah penginapan tersebut, anak muda itu hanya melirik kepada ketiga tentara yang sedang minum-minum, kemudian dia memilih meja agak dekat denyan jendela dan memesan satu kati arak.
Han Han jadi tertarik melihat kelakuan anak muda itu, dia jadi membatalkan maksudnya untuk masuk kedalam kamarnya. Anak muda she Han tersebut duduk kembali, dan memesan dua kati arak lagi.
Sedangkan ketiga tentara yang berpakaian seperti perwira itu jadi merandek ketika melihat si anak muda yang baru datang itu, wajah mereka berubah dan ketawa mereka juga lenyap. Kemudian tampak ketiga tentara itu saling kasak-kusuk.
Han Han sangat heran melihat kelakuan ketiga tentara itu, dia berusaha mendengar apa yang dibicarakan mereka, tapi dia hanya dapat mendengar samar-samar perkataan 'Emas itu harus didapat..... dia .....merupakan bandit nomor tujuh .....kita harus waspada! '
Ha Han jadi heran, dia menoleh memandang anak muda yang memakai kopiah kulit musang, dan kebetulan pada saat itu anak muda berkopiah kulit musang itu sedang menatap Han Han juga, sehingga mata mereka jadi bentrok. Tapi anak muda yang memakai kopiah kulit musang telah cepat-cepat menunduk dengan wajah yang merah dan meneruskan minumannya. Melihat kelakuan orang, Han Han jadi heran, dia sampai melengak.
"Hah..... mengapa kelakuannya seperti seorang Sio-cia ?" pikir Han Han. "Wajahnya juga cakap luar biasa, mungkin tak ada seorang manusiapun di bumi ini yang dapat menandingi kegantengannya itu !"
Sedang Han Han terbenam dalam keheranannya itu, anak muda berwajah tampan tersebut telah melirik lagi kepada Han Han, kemudian setelah meneguk isi cawannya yang terakhir, dia lantas memanggil pelayan dan meminta sebuah kamar.
Han Han jadi tertarik melihat kelakuan dan sikap anak muda yang aneh itu, sampai ketika berada di kamarnya dia masih juga memikirkan kelakuan anak muda yang aneh itu.
Tapi, karena lelah dan mengantuk, akhirnya Han Han tertidur juga.
Ketika menjelang kentongan keempat, tiba-tiba Han Han terbangun dari tidurnya dengan terkejut. Dia memang mempunyai pendengaran yang tajam sekali, maka dari itu dia telah terbangun dari tidurnya waktu mendengar suara langkah kaki yang ringan di atas kamarnya. Cepat-cepat Han Han melompat dari pembaringannya dan memasang pendengaran.
Didengarnya suara langkah kaki itu semakin menjauhi.
Han Han jadi tertarik dan berbareng heran, cepat-cepat dia mempererat ikat pinggangnya. Kemudian dengan ringan dia melompat keluar dari jendeia dan bersembunyi di balik semak-semak. Dilihatnya tiga sosok tubuh yang sedang melompat turun dari atas genting dan menuju kearah jendeia dari kamar sebelah timur.
Hati Han Han jadi semakin tertarik, dengan menggunakan ilmu entengi tubuh Han Han mendekati ketiga orang itu yang sedang mengintai di luar jendeia. Dengan menjejakkan kakinya, tubuh Han Han hinggap di dekat payon rumah penginapan tersebut dengan enteng, dia bergelantungan di situ untuk mengintai kelakuan ketiga orang yang berpakaian Yan-heng-ie, pakaian untuk jalan malam. Pada saat itu salju turun tak sederas sore tadi, tapi udara sangat dingin sekali.
Ketiga sosok tubuh yang sedang mengintai di jendela kamar sebelah timur itu tak mengetahui bahwa mereka juga sedang dikuntit oleh Han Han. Salah seorang dari ketiga sosok tubuh tadi melobangi kertas jendela dengan lidahnya, kemudian mengintai ke dalam kamar. Tapi, baru saja kepalanya mendekati jendeia, tiba-tiba dia berseru kaget, sambil melompat ke belakang menjauhi jendela dengan cepat. Disusul kemudian dengan serangkum jarum Bwee-hoa-ciam yang meluncur keluar jendeia. Rupanya penghuni kamar itu telah mengetahui bahwa ada tiga orang yang telah datang mengunjunginya tanpa diundang dan telah menyambutnya dengan serangkum jarum Bwee-hoa-ciam.
Kedua orang temannya juga terkejut, mereka menghampiri kawannya.
"Kenapa kau Hong-heng ?" tegur salah seorang di antara mereka.
"Kunyuk itu cukup lihai !" menyahuti orang yang tadi memecahkan kertas jendela. "Dia telah mengetahui kedatangan kita."
Salah seorang di antara kedua orang lainnya ketawa dingin, dia mendengus mengejek.
"Hmm.....walaupun dia lihai, tapi hari ini dia tak bisa meloloskan diri dari tangan kita! Biar bagaimana kita harus menangkapnya dan menyerahkan kepada Siang Tay-jin agar kunyuk itu dapat diadili menurut kesalahannya !"
Dua orang kawannya mengangguk.
"Benar!" mereka menyahuti.
Sedangkan orang yang dipanggil Hong-heng, saudara Hong, telah menghampiri kedekat jendela lagi.
"Bocah ..... lebih baik kau menyerahkan dirimu secara baik-baik !" teriaknya dengan suara yang bengis. "Mungkin Siang Tay-jin akan mengampuni kesalahanmu dan kami juga berjanji akan membantu membujuk Siang Tay-jin agar hukumanmu diperingan."
Dari dalam kamar itu terdengar suara dengusan. Tapi tak terdengar suara sahutan.
"Bagaimana ? Apakah kau tak mau menyerahkan diri?" tanya Ho-heng dengan suara yang nyaring.
"Hmm .....apa kesalahanku, mau ditangkap oleh tuan-tuan sekalian?!" terdengar suara dari dalam kamar, dingin dan tawar sekali suara orang itu, tapi terdengar nyaring sekali.
"Kau tak mempunyai kesalahan ?" balik tanya salah seorang di antara ketiga orang tamu tak diundang itu dengan suara yang mengandung ejekan. "Hmm.....apakah dengan mengambil harta Siang Tay-jin itu bukan termasuk kedosaan yang tak berampun ?"
"Siapa yang telah mengambil harta majikanmu '!" terdengar sahutan dari dalam kamar, "Hmm ..... dengan seenak isi perutmu kalian telah menuduhku yang bukan-bukan! Apakah kalau hal ini kulaporkan kepada pihak yang berwajib kalian tak takut akan dihukum ?"
Hong-heng, salah seorang diantara ketiga orang itu, ketawa keras sekali.
"Baik ! Baik!" katanya dengan suara yang keras, "Kalau memang kau yakin tak mempunyai kesalahan, keluarlah ! Mau apa kau bersembunyi terus di dalam kamar seperti tikus yang takut pada kucing ?"
"Hmmm..... bagiku kalian hanyalah tiga ekor kucing buduk yang tak ada artinya!" terdengar sahutan dari dalam kamar.
"Setan alas "!" si Hong-heng, saudara Hong, berjingkrak saking murkanya, dia juga memandang mendelik kearah jendela. Begitu juga keadaan kedua kawannya, malah mereka telah meraba senjata mereka masing-masing. "Keluarlah kau kunyuk buta ! Hari ini tuan-tuanmu ingin memberi hajaran yang setimpal padamu !"
"Hmm..... kalau memang kalian mempunyai nyali, mari silahkan masuk saja kekamarku!" terdengar suara tantangan dari dalam kamar.
"Srettt !" terdengar beruntun ketiga orang berpakaian Yan-heng-ie, pakaian jalan malam itu, mencabut senjata mereka masing masing.
Baru saja salah seorang di antara ketiga orang berpakaian Yan-heng-ie itu akan menerobos masuk ke dalam kamar, Hong heng telah menahannya.
"Jangan sembrono !" katanya dengan suara yang perlahan. "Kita tak boleh gegabah memasuki kamarnya..... entah tipu apa yang sedang dijalani oleh bocah ini !"
Kawannya menganguk, dia jadi membatalkan maksudnya untuk menerobos kedalam kamar itu.
"Keluarlah bocah !" teriaknya. "Marilah kita bicara baik-baik di sini !"
"Aku tak mempunyai waktu, kalau memang kau mempunyai keperluan denganku, masuklah ! Aku menunggumu dan bersedia melayaui apa maumu !"
Si Hong-heng jadi mendengus gusar, dia murka sekali.
"Baiklah !" serunya murka, kemudian. disusul dengan tubuhnya yang mencelat ke arah jendela, pedangnya diputar rapat menutupi tubuhnya, untuk melindungi segala kemungkinan kalau memang nanti orang yang di dalam kamar itu menyerang dengan jarum Bwee-hoa-ciamnya.
Begitu sampai dekat jendela, dengan menggunakan tangan kirinya si Hong-heng mendobrak daun jendela yang sudah lantas menjeblak terbuka, disusul oleh tubuhnya yang menerobos masuk kedalam kamar.


Seruling Haus Darah Hiat Tiok Sian Jin Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu melihat keadaan di dalam kamar itu, si Hong-heng jadi mengeluarkan seruan tertahan, sedangkan kedua kawannya yang ikut masuk, pun mengeluarkan seruan yang sama.
Apa yang tampak oleh mereka ?!
Ternyata kamar itu kosong tak berpenghuni, pembaringan masih rapi, nyata tak pernah ditiduri, sedangkan sekeliling kamar itu tak terdapat barang-barang yang bisa dipakai untuk bersembunyi. Kemana orang yang tadi menyahuti setiap perkataan Hong-heng dan kawan-kawannya ?
Tiba-tiba terdengar suara ketawa mengejek yang berasal dari luar.
"Hmmm .....mau cari apa kau di kamarku ?" terdengar suara ejekan.
Hong-heng dan kawan-kawannya jadi tersadar dengan cepat, mereka sangat murka sekali, karena merasa dipermainkan oleh orang itu. Dengan cepat mereka melompat keluar dari kamar itu, tapi waktu tubuh orang yang dipanggil saudara Hong itu melesat keluar jendela, serangkum jarum bunga Bwee telah menyambar kearahnya. Dia cepat-cepat memutar pedangnya, terdengar suara pedangnya 'tring, treng, tring,' yang beruntun karena jarum-jarum bunga Bwee itu telah terhajar runtuh ke tanah, keatas saju.
Tubuh Hong-heng dan kedua kawannya meluncur terus, dan setelah dapat, berdiri tetap, mereka melihat seorang anak muda berkopiah bulu musang sedang berdiri menatap mereka dengan wajah mengejek.
"Bocah kunyuk ! Ternyata kau cukup lihai !" kata si Hong-beng. ''Hmm .....malam ini, biar bagaimana kami harus berhasil membekukmu !"
Anak muda berkopiah bulu musang itu ketawa dingin. "Hmmm.....kalian serdadu bengek, apakah kalian yakin dapat membekukku ?" ejeknya.
Wajah Hong-heng dan kedua kawannya jadi berubah hebat.
"Bocah setan kau !" bentaknya. "Jaga serangan !" dan Hong-heng menyerang dengan pedangnya, dia menggunakan jurus 'Mo I n Cap Pwee Cio' atau Mencakar awan dengan delapan belas jurus', sedangkan kedua kawannya juga telah menyerang dengan masing-masing menggunakan jurus 'Lui Ko Ciang Thiau' atau 'Suara tambur menggetarkan jagad' dan 'Thian Ma Heng Khong atau 'Kuda terbang di tengah udara', pedang ketiga orang ini menyerang hebat sekali kearah anak muda itu.
Pemuda yang memakai topi berbulu musang itu ketawa dingin, dia menggerakkan kakinya, tahu-tahu tubuhnya telah lenyap dari pandangannya ketiga lawannya, dan disusul kemudian bahu Hong-heng dan kedua kawannya, kena ditepuk seketika itu juga tangan mereka jadi linu tak bertenaga dan pedang mereka terlepas jatuh keatas salju.
"Hmmm ..... dengan hanya mempunyai kepandaian untuk mempermainkan pedang kayu saja, kalian telah berani bertingkah di hadapanku !" bentak anak muda bertopi kulit musang itu. "Cepat menggelinding dari sini !"
Wajah si Hong-heng dan kedua kawannya jadi pucat, mereka cepat-cepat memungut pedang mereka dan memutar tubuh menghadapi anak muda itu dengan wajah yang pucat.
"Apakah kalian tak mau cepat-cepat berlalu?" bentak anak muda berkopiah kulit musang itu. "Apakah kalian mengingini aku membunuh jiwa kotor kalian ?"
Nyali ketiga orang itu jadi pecah melihat wajah anak muda itu yang telah berubah bengis, mereka juga telah merasakan kekosenan anak muda tersebut. Kalau tadi anak muda itu memang mau mengambil jiwa mereka, niscaya mereka bertiga telah menghadap Giam-loo-ong, alias binasa !
Baiklah !" kata si Hong-heng dengan mengerutkan alisnya. "Kali ini kami jatuh di tanganmu, tapi tunggulah ! Dalam waktu yang singkat kami akan datang kemari ! Kau jangan kabur sebagai seorang Siauw-coet!"
Anak muda itu ketawa dingin.
"Bawalah seribu kawanmu !" katanya dingin. "Hmmm, dengan begitu kalian bermaksud untuk mengeroyokku bukan ! Kalau kau sampai berani menunjukkan muka padaku lagi, maka jiwa kalian akan kukirim keneraka ! Ingat, aku tak bicara main-main ! Enyahlah !" dan anak muda itu mengibaskan lengan bajunya, sehingga ketiga orang itu terdorong oleh angin yang kuat sekali, yang menyebabkan mereka jadi terhuyung mundur beberapa langkah dengan wajah yang pucat. Dengan cepat ketiga orang itu memutar tubuhnya dan berlari meninggalkan rumah penginapan tersebut.
Anak muda bertopi kulit musang tertawa. melihat ketiga lawannya melarikan diri dengan ketakutan begitu, tapi tak lama kemudian dia berhenti ketawa dan menoleh kearah tempat persembunyian Han Han.
"Sahabat.....turunlah !" katanya ramah. "Mari kita minum arak untuk menghangatkan tubuh di kamarku ! Bukankah udara di luar ini dingin sekali ?!"
Han Han sendiri waktu menyaksikan kelihaian anak muda itu merobohkan ketiga lawannya, dia telah heran. Padahal, Han Han memang mengetahui, kepandaian ketiga orang itu tak berarti banyak dan sangat rendah sekali, namun dengan tubuh yang begitu kurus seperti tak bertenaga, anak muda bertopi bulu musang tersebut telah dapat menjatuhkan ketiga orang itu, itulah agak luar biasa. Lebih-lebih dia mengetahui adanya Han Han yang bersembunyi di situ, menandakan kelihaian anak muda tersebut.
Han Han melompat keluar dari tempat persembunyiannya di atas payon itu, tubuhnya turun dengan ringan,
"Maaf.....!" begitu kakinya menyentuh tanah, dia berkata begitu. "Karena tadi Siauw-tee mencurigai ketiga orang tersebut maka Siauw-tee telah menguntitnya sampai disini.....!"
"Ya.....ketiga 'kuku garuda' itu memang sejak tadi selalu membawa sikap yang menyebalkan !" kata anak muda yang memakai topi bulu musang? Yang dimaksud dengan tiga orang kuku garuda ialah tiga orang tentara kerajaan. "Oh ya, perkenalkan Siauw-tee she Chiu dan bernama Liat Wie."
"Tiga kuku garuda ?" tanya Han Han he?ran.
Chiu Liat Wie mengangguk.
"Ya ..... mereka adalah ketiga tentara yang tadi sore makan di ruang depan rumah penginapan ini!" menyahuti Chiu Liat Wie. "Bolehkah Siauw-tee mengetahui namamu yang harum dan shemu yang besar ? "
Tiba-tiba Han Han menepuk kepalanya, keningnya.
"Ya, ya, maaf ..... aku sampai lupa !" katanya cepat "Siauw-tee she Han dan bernama tunggul Han."
Chiu Liat Wie tersenyum, manis sekali senyumnya itu, sehingga untuk kesekiah kalinya Han Han jadi menatap heran pada kegantengan paras orang. Dia sampai memandang dengan tatapan mata kesima.
Melihat orang memandangi dirinya begitu tajam, Chiu Liat Wie jadi kikuk, dia menunduk dengan wajah berubah merah, sehingga wajahnya kian cakap di bawah pantulan salju.
"Mari kita minum arak untuk menghangat tubuh !" akhirnya Ciu Liat Wie mengundang.
Han Han mengangguk, dia menerima tawaran orang, karena dia senang untuk bersahabat dengan orang she Ciu, yang sikapnya agak luar biasa itu.
Mereka segera masuk ke dalam kamar Chiu Liat Wie, sedangkan anak muda she Chiu itu telah menyediakan arak dan mereka minum sambil pasang omong. Chiu Liat Wie ternyata ramah sekali.
"Tahun ini Chiu-heng berusia berapa ?" tanya Han Han pada suatu ketika.
Chiu Liat Wie agak kaget ditanya begitu wajahnya juga berobah merah. Tapi sesaat kemudian, ia telah tersenyum lagi.
"Chit-gwee Cap-sha nanti Siauw-tee berusia sembilan belas tahun !" menyahuti anak muda she Chiu kemudian dengan suara yang perlahan.
"Kalau begitu aku harus memanggil kau Toa-ko, sebab usia Siauw-tee baru enambelas tahun !" kata Han Han sambil tertawa.
Chiu Liat Wie juga mengiringi tawa orang.
Tapi, tiba-tiba Han Han berseru perlahan sambil menatap wajah Chiu Liat Wie, sehingga membikin Chiu Liat Wie jadi kikuk dan heran, wajahnya berobah dari merah, kepucat, kemerah lagi.
"Ada ..... ada apa Lao tee?" tanya Liat Wie kemudian, dia sudah lantas memanggil Han Han dengan sebutan Lao-tee, adik
"Kau ..... " Han Han mengerutkan alisnya. "Kau sedang terluka, Toa-ko !"
Live To Love 8 Pendekar Kelana Sakti 1 Tapis Ledok Membara The Proposal 4
^