Pencarian

Totokan Jari Tunggal 6

Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong Bagian 6


Waktu itu, Thio Kiong Yan ragu-ragu, untuk sejenak lamanya dia berdiam diri.
"Thio Kongcu, bagaimana?!" Desak Li Put Hweshio.
Akhirnya Thio Kiong Yan mengangguk.
"Baiklah Locianpwe ... !"
Li Put Hwe?hio menoleh kepada si Mesum, dia bilang: "Mesum, ambilkan Kuda-kudaan Kumala Hijau dari saku Lolap ....!"
Si Mesum sejak tadi sudah tidak bisa membendung air matanya, dia menangis terisak-isak. Dia meroboh saku jubah gurunva mengeluarkan mustika Kuda kudaan Kumala Hijau.
"Berikanlah kepada Thio Kongcu !" Perintah Li Put Hweshio, karena pendeta ini masih belum bisa menggerakkan kedua tangannya.
Si Mesum memberikan kuda-kudaan Kumala Hijau itu kepada Thio Kiong Yan.
Thio Kiong Yan menyambut! barang mustika itu dengan perasaan tidak karuan.
Di dalam rimba persilatan, hampir semua orang Kangouw menghendaki kuda-kudaan Kumala Hijau ini. Mereka mencari kesegala penjuru dan mempertaruhkan jiwa masing-masing. Namun sekarang, tanpa bersusah payah justeru Thio Kiong Yan sudah dihadiahkan kuda-kudaan Kumala Hijau ini tentu saja hal ini membuat Thio Kiong Yan sendiri tidak tahu apakah dia harus bergembira ataukah dia harus bersedih dan terharu?
Waktu itu si Mesum telah berlutut di dekat Thio Kiong Yan, bocah itu bilang: "Thio Kongcu tolonglah guruku supaya tidak bercacad dan lumpuh ... !"
Thio Kiong Yan memasukkan kuda kudaan Kumala Hijau ke dalam sakunya, lalu dia membangunkan si Mesum dari berlututnya.
"Memang aku akan berusaha menolongi Li Put Locianpwe ... tapi, untuk bicara terus terang, memang ancaman kelumpuhan pada guru mu itu sulit dielakkan ...!"
Setelah berkata begitu, Thio Kiong Yan menghela napas dalam-dalam, menoleh kepada Li Put Hweshio, barulah kemudian dia berkata lagi: "Li Put Locianpwe ... perintah Locianpwe akan Boanpwe laksanakan sebaik-baiknya! Kalau memang terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri Locianpwe, selain akan melindungi kuda-kudaan Kumala Hijau ini. Boanpwe juga akan memperlakan adik kecil ini sebagai adik Boanpwe ...!"
"Bagus!" Kata Li Put Hweshio sambil tersenyum terharu. "Terima kasih untuk kebaikan mu, Thio Kongcu ...!"
Thio Kiong Yan menjurah memberi hormat kepada Li Put Hweshio.
"Semoga Boanpwe bisa melaksanakan tugas yang diberikan Locianpwe dengan sebaik-baiknya ... !" Katanya lagi.
Setelah berkata begitu, Thio Kiong Yan mulai menguruti lagi tubuh Li Put Hweshio.
Tapi tampaknya memang Li Put Hweshio tidak memiliki harapan bisa sembuh keseuahannya.
Obat pemunah racun yang diperoleh dari Sam yauw, datangnya terlambat sekali. Dan racun sudah terlanjur merusak sel-sel syaraf pendeta itu, yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan pada diri pendeta itu.
Thio Kiong Yan sendiri berulangkali menguruti tubuh si pendeta, tapi sejauh itu tetap saja dia tidak berhasil memulihkan kesehatan si pendeta.
"Sudah, Thio Kongcu" Kata Li Put Hweshio sambil tersenyum pahit, ketika dia melihat sekujur tubuh Thio Kiong Yan sudah banjir oleh keringat. "Tidak usah Thio Kongcu mengusahakan lagi, karena akan sia-sia belaka memang Lolap akan menjadi manusia bercacad dan lumpuh! Sudahlah, Lolap menerima semua cobaan ini dengan hati lapang ... tapi, yang menjadi harapan Lolap, agar si Mesum tidak diterlantarkan ....!"
Thio Kiong Yan cepat cepat memberi hormat.
"Tentu saja Boanpwe tidak berani menelantarkan pesan Locianpwe " Katanya.
Begitulah, Thio Kiong Yan menemani si pendeta beberapa saat lamanya lagi, setelah tenaganya pulih, dia menguruti lagi tubuh si pendeta. Sampai akhirnya Li Put Hweshio bertanya: "Apakah Thio Kongcu tidak pergi untuk ambil bagian merundingkan pedang mustika yang ada di tangan si Rase Terbang? !"
Thio Kiong Yan menggeleng.
"Sore ini si Rase Terbang mengadakan pertemuan, dan dia akan memperlihatkan Pedang Mustika. Pertemuan itu akan dihadiri oleh manusia-manusia tamak yang kemaruk akan benda pusaka itu. Sebetulnya, tanpa pedang mustika itu, kalau seorang memiliki kepandaian yang terlatih sempurna, itupun sudah lebih dari cukup...!"
Mendengar perkataan Thio Kiong Yan seperti itu, muka Li Put Hweshio berobah merah.
"Benar apa yang dikatakan Thio Kongcu. Memang benar begitu. Lolap pernah berpikir keliru dengan berkeinginan untuk memiliki juga pedang mustika!" Setelah berkata begitu, Li Put Hweshio menghela napas dalam dalam.
Thio Kiong Yan tersenyum.
"Locianpwe, biarlah Boanpwe merawat Locianpwe untuk beberapa waktu, sampai kesehatan Locianpwe pulih" Katanya.
Muka Li Put Hweshio terang sejenak, namun akhirnya dia menggelengkan kepalanya be rulangkali, wajahnya juga jadi muram.
"Jangan.... jangan!" Kata Li Put Hweshio. "Janganlah disebabkan Lolap, akhirnya Thio Kongcu jadi terlibat urusan yang tidak penting ini.!"
Thio Kong Yan tersenyum. "Urusan apakah yang lebih penting selain merawat orang sakit?!" Tanya Thio Kiong Yan.
Li Put Hweshio terharu. Thio Kiong Yan menoleh kepada si Mesum.
"Adik kecil.....mari kita membantu Locianpwe bersalin pakaian !" Ajaknya.
Si Mesum menghapus air matanya, mengiyakan.
o o o^dewi^kz-aaa^o o o KITA tinggalkan dulu Li Put Hweshio yang tengah dirawat oleh Thio Kiong Yan dan si Mesum. Marilah kita beralih dulu melihat keadaan di sebuah tempat.
Disebelah selatan dari kota tersebut terdapat sebuah sungai yang cukup lebar. Sungai yang hulunya disebelah utara kota Siangyang itu, ternyata merupakan sebuah suugai yang sangat penting bagi perdagangan. Karena kapal-kapal pedagang umumnya berlabuh di tepi pantai tersebut.
Di bandingkan dengan sungai Huangho memang sungai Yu-cui kalah lebar. Namun dilihat sepintas, sungai ini pun sangat lebar sekali. Justru pada sore itu, di tepi pantai sungai itu telah berkumpul cukup banyak sekali orang-orang yang berpakaian sebagai jago silat. Pakaian mereka beraneka ragam, mereka juga membawa senjata beraneka ragam.
Di antara orang-orang yang hadir ditempat itu, tampak jago-jago rimba persilatan yang ternama. Semuanya tengah berdiri dan duduk ditempat tempat yang mereka rasakan cukup enak.
Terpisah tidak jauh dari orang-orang yang tengah berkumpul itu, di atas sebongkah batu yang datar dan cukup luas, selebar lima meter, dihias oleh kain merah. Di batu itu masih kosong tidak terlibat suatu apapun juga.
Semua orang selalu sering menyandang ke arah batu itu, bagaikan mereka tengah menantikan sesuatu muncul di bongkahan batu yang cukup lebar itu.
Sang sore telah lewat, akhirnya tibalah magrib. Di waktu itu, orang yang berkumpul di tempat tersebut semakin ramai saja. Merekapun menimbulkan suara yang cukup berisik.
Obor telah dinyalakan di berbagai tempat, sehingga keadaan di tepi pantai itu cukup terang, terlebih lagi dengan adanya sinar berkilauan dari pantulan air sungai terhadap sinar obor-obor yang di nyalakan di sekitar tempat itu. Waktu itu, tampak seorang laki-laki berusia lanjut dengan tubuh yang kurus jangkung, telah melompat naik ke atas bongkahan batu datar itu. Dia merangkapkan kedua tangannya "Selamat bertemu dan selamat datang di tempat ini! saudara-saudara dan sahabat rimba persilatan! Tentunya kalian sudah tidak bersabar ingin menyaksikan mustika yang akan kami perlihatkan! Tapi, kalian harus bersabar, tidak lama lagi Si Rase Terbang akan muncul dengan pedang mustika itu.....!"
Semula keadaan di sekitar tempat itu, waktu lelaki kurus jangkung itu melompat naik keatas batu datar itu, menjadi sunyi. Namun, mendengar perkataan lelaki jangkung itu tersebut, ramai lagi tempat itu dengan bisik-bisik dari orang-orang yang tengah berkumpul di tempat tersebut.
Orang bertubuh jangkung itu berkata lagi : "Siauwte Bian Lu Siang, dengan ini mewakili si Rase Terbang untuk menyampaikan hormat dan juga terima kasihnya atas kesediaan saudara-saudara datang hadir di tempat ini....!" Setelah berkata begitu, orang yang mengaku bernama Bian Lu Siang, merangkapkan kedua tangannya memberi hormat keempat penjuru.
Keadaan jadi sunyi lagi. "Dengarlah saudara-saudara, maksud pertemuan kali ini adalah untuk merundingkan pedang mustika..... karena itu, di samping melihat pedang mustika, nanti tentunya akan ada piebu yang menarik untuk memperlihatkan kepandaian masing-masing bagi mereka yang merasa dirinya layak memiliki pedang mustika itu ! Mengertikah saudara-saudara sekalian? "
"Mengerti! Tapi. bagaimana cara penentuan pemenangnya? !" Tanya salah seorang diantara teriakan orang orang lainnya yang berkumpul disitu.
"Tentu saja yang memiliki kepandaian tertinggi adalah orang yang berhak untuk memiliki pedang pusaka itu!" Menyahuti Bian Lu Siang. "Tidak lama lagi tentu si Rase Terbang akan datang, kita harus sabar menunggunya.!"
Setelah berkata begitu. Bian Lu Siang melompat turun, keadaan di tempat itu jadi ramai lagi oleh percakapan orang orang tersebut, yang menduga-duga entah bagaimana bentuknya pedang mustika yang hendak mereka lihat.
Lewat satu jam lebih, Bian Lu Siang melompat lagi keatas batu pilar yang lebar itu.
"Saudara saudara sekalian, ada berita gembira yang Siauwte ingin sampaikan!" Kata Lu Siang. "Si Rase Terbang yang kita nanti-nantikan telah tiba..... Dipersilahkan si Rase Terbang keluar memperlihatkan diri !"
Sambil berkata begitu, dengan sikap hormat, Bian Lu Siang membawa sikap seperti juga tengah mempersilahkan agar seorang naik ke atas batu datar itu.
Sesosok tubuh melompat ke atas batu itu dengan ringan, dia hinggap di sana tanpa mengeluarkan suara sedikitpun juga. Segera terdengar pujian disana-sini, karena ginkang yang diperlihatkan orang itu mahir dan sempurna sekali, dia hinggap ringan seperti juga turunnya segumpal kapas belaka.
Tapi, setelah melihat jelas orang yang melompat naik ke atas batu tersebut, orang-orang yang hadir di tempat tersebut jadi tertegun-heran dan merasa tidak senang, karena di waktu itu mereka memperoleh kenyataan, orang yang baru saja naik ke batu datar itu adalah seseorang yang mengenakan topeng penutup muka. Tentu saja ini membuat meraka tidak puas. Dengan mengenakan topeng muka seperti itu, si Rase Terbang seakan juga tidak memperlihatkan wajahnya dan dirinya yang sebenarnya kepada mereka. Karena dari itu, segera juga terdengar bisik-bisik tidak puas di antara orang-orang yang hadir di tempat itu.
Sedangkan si Rase Terbang merangkapkan kedua tangannya membeli hormat.
"Maapkan Siauwte datang agak terlambat, juga terima kasih atas kehadiran saudara-saudara persilatan berkumpul di sini ! Hari ini kita akan merundingkan pedang mustika yang kebetulan diperolehku !" Setelah berkata begitu, si Rase Terbang mengeluarkan sebatang pedang, diacungkan ke atas. Sarung pedang itu sangat indah sekali, karena sarungnya penuh dengan hiasan batu permata yang mahal harganya..
"Inilah pedang mustika itu!" Kata si Rase Terbang sambil menggerak-gerakkan pedangnya itu.
Seketika keadaan jadi hening dan sepi, semua mata mengawasi dengan ke arah pedang di tangan si Rase Terbang.
Semua orang yang berada di tempat itu mengawasi dengan mengiler kepada pedang di tangan si Rase Terbang, Kalau saja mereka tidak pernah mendengar kepandaian si Rase Terbang sangat tinggi, tentu mereka sudah melompat untuk merebutnya.
Waktu itu si Rase Terbang berkata lagi "Pedang mustika ini merupakan barang berharga yang jarang ada duanya di dalam dunia ini. Tapi, sesungguhnya, dari kehebatan pedang ini, masih tersembunyi suatu rahasia lainnya, yaitu pembuat pedang ini adalah seorang tokoh rimba persilatan yang kepandaiannya tiada tandingan, waktu dia membuat pedang mustika ini, ia menghendaki agar orang yang berhasil jadi majikan pedang ini supaya duduk sebagai pemimpin orang orang rimba persilatan....!"
"Benarkah?!" Tanya beberapa orang seakan tidak percaya.
"Ya, benarkah itu?" Tanya beberapa orang lainnya.
Di antara orang orang yang hadir di situ jadi ramai sekali membicarakan soal pesan pembuat pedang mustika tersebut, mereka seakan sulit mempercayai.
Si Rase Terbang mengangkat tangannya.
"Tenang, dengarkanlah dulu keterangan lebih jauh!" Katanya. "Sebetulnya, Siauwte memang ingin sekali memiliki pedang mustika ini, namun sejauh itu Siauwte belum memiliki keberanian untuk menjadi ketua orang-orang rimba persilatan ! Karenanya Siauwte sengaja mengundang saudara-saudara sekalian untuk merundingkan halnya pedang mustika ini...!"
"Kita pilih saja Bengcu ....!" Teriak beberapa orang. "Siapa yang memiliki kepandaian tertinggi, dialah yang berhak menjadi Bengcu dan juga harus menjadi majikan pedang mustika itu!"
"Setuju !" Menyahuti si Rase Terbang. "Sekarang dengarlah dulu keterangan Siauwte! Dalam kesempatan ini setiap orang berhak memperlihatkan ilmu andalannya, lalu jika nanti telah terpilih orang yang benar-benar memiliki kepandaian tertinggi, dialah yang terpilih sebagai Bangcu. Waktu itu tidak ada lagi perdebatan, tidak bisa diganggu gugat! Yang menjadi Bengcu berhak memiliki pedang mustika ini !"
"Setuju !" "Akur !" Teriak orang orang yang hadir di tempat itu;
Si Rase Terbang tertawa. "Siapa yang akan mulai?!"
Sepi sejenak, namun akhirnya terdengar orang berseru. "Aku!"
Menyusul dengan itu, sesosok tubuh melompat ke atas batu datar itu
Ternyata orang itu adalah seorang berusia lanjut, rambut dan kumis jenggotnya sudah putih semuanya. Dia mengenakan pakaian warna kuning muda tubuhnya tidak begitu tegap, namun dilihat dari sinar matanya, tampaknya dia memang memiliki Iwekang yang tinggi. Dia mencekal senjatanya terdiri sebuah ruyung, dan menggerak-gerakkan ruyungnya itu.
"Nah, siapa yang ingin menemani Lohu buat main main?!" Tanyanya menantang sambil menggerakkan terus ruyungnya.
"Aku ...!'" Terdengar orang berseru dan disusul dengan melesatnya sesosok bayangan yang melambung ke tengah udara, hinggap ringan sekali di batu datar itu.
Tanpa banyak bicara, ruyung orang tua itu bergerak untuk menyerang. Orang yang baru melompat naik itu adalah seorang pemuda berupa tiga puluh tahun, dia bergerak gesit sekali, dia bisa menghindarkan diri berulangkali dari sambaran ruyung lawannya. Kemudian dia balas menyerang bertubi tubi sebanyak sepuluh jurus di susul lagi dengan gerakan tubuhnya yang sebat sekali, seperti juga angin belaka. Dalam keadaan seperti itu, orang tua yang bersenjata ruyung tersebut harus main mundur tiga kali, barulah dia bisa balas menyerang lagi.
Namun pertempuran itu berlangsung tidak lama, dengan kemenangan direbut orang tua bersenjata ruyung. Setelah lewat empat puluh jurus lebih, orang tua itu bisa menghajar pinggul lawannya dengan ruyungnya, membuat tulang pinggul lawannya patah dan hancur, dia terguling ke bawah batu datar itu.
Sedangkan dari balik batu itu melompat lagi dengan gesit sesosok tubuh.
Tanpa banyak bicara, sosok tubuh yang baru melompat tersebut sudah menyerang dengan hebat kepada orang tua bersenjata ruyung tersebut. Setiap serangannya mengandung maut.
Di waktu itu tampak orang tua bersenjata ruyung sudah lelah, dia terdesak hebat, karena memang orang yang baru naik itu memiliki kepandaian sangat tinggi sekali.
Sedangkan saat itu si Rase Terbang menyaksikan jalannya pertempuran itu dengan sorot mata yang tajam sekali. Makanya tidak tampak sehingga tidak terlihat apa perasaannya di waktu itu.
Segera si orang tua bersenjata ruyung bisa dirubuhkan oleh lawannya, kemudian orang tersebut menantang lawan yang baru.
Dua kali naik dua orang yang beruntun bisa dirubuhkannya, dan orang itu mengangkat tangan nya tinggi-tinggi dengan gembira sekali.
"Aku sudah tiga kali memenangkan pertandingan, aku berhak untuk beristirahat ....!" Serunya, dia kemudian melompat turun dari batu datar itu.
Di saat itu tampak dari kalangan orang yang hadir telah melompat naik ke atas batu tersebut sesosok tubuh lagi. Gerakannya begitu gesit dan cepat. Dia menantang agar ada orang yang mau menemaninya untuk main main beberapa jurus. Memang beberapa orang telah menemaninya piebu, dan kemudahannya dia yang memenangkan sebanyak tiga kali.
Memang pada waktu itu yang turun piebu cukup banyak, sampai akhirnya setelah mendekati tengah malam, yang bertempur hanya beberapa orang lagi, dengan kemenangan yang berhasil mereka raih dan juga mereka sudah dapat untuk dicalonkan sebagai pemenang, kalau saja berhasil merubuhkan beberapa orang saingan mereka.
Keadaan menjelang tengah malam menjadi tegang, karena mereka semuanya terdiri dari jago jago yang memiliki kepandaian tinggi. Mereka semuanya merupakan jago jago yang memiliki kepandaian hebat dan nama terkenal, karena dari itu tidak mengherankan kalau pertempuran yang berlangsung semakin lama jadi semakin hebat saja.
Si Rase Terbang sendiri tenang-tenang duduk di tempatnya, sama sekali dia tidak berusaha ikut dulu dalam pertempuran yang ada. Dia merupakan jago terakhir yang akan menguji jago yang memenangkan piebu tersebut.
Di waktu itu tampak si Rase Terbang pun berulangkali membolang balingkan pedangnya, seakan juga dia hendak memancing nafsu tamak dari para pemenang itu, agar bertempur mati matian. Dengan melihat pedang itu jelas nafsu untuk menang bagi mereka semakin besar. Si Rase Terbang justeru hendak menyaksikan pertempuran yang seru dan berarti dari jago jago yang memiliki kepandaian sangat tinggi.....
Pertempuran demi pertempuran telah lewat, di waktu itu memang seorang jago tua berjenggot panjang sekali sampai ke perutnya sudah keluar sebagai pemenang terakhir. Dia mengaku berasal dari Khong Tong Pay.
Si Rase Terbang melompat naik ke atas batu datar itu. dia merangkapkan kedua tangannya.
"Syukur Locianpwe yang memperoleh kemenangan ini mudah-mudahan memang Locianpwe juga bisa merubuhkan aku ... !" Kata si Rase Terbang dengan suara yang nyaring, diiringi dengan suara tertawanya yang tawar.
Orang tua itu mengawasi tawar kepada si Rase Terbang.
"Apakah engkau yang sebenar-benarnya Si Rase Terbang?!" Tanyanya.
Si Rase Terbang mengangguk.
"Benar ... mengapa Locianpwe bertanya begitu?!" Balik tanya si Rase Terbang.
"Justeru aku kuatir, kalau kalau kau bukan si Rase Terbang yang sejati ....!" Menyahuti orang tua itu dengan ketus.
"Mengapa begitu ?!" Tanya si Rase Terbang kurang senang, nada suaranya jadi meninggi.
"Karena kau menutupi mukamu dengan topeng itu ... siapa yang tidak akan curiga karenanya .... ?!" Menyahuti orang tua itu seenaknya.
"Kalau memang kau tidak mempercayai bahwa aku adalah si Rase Terbang, nantipun bisa dibuktikan jika Locianpwe sudah bertempur denganku ... !"
"Ya ... memang nanti akan kubuktikan !"Kata orang itu sambil tertawa dingin. "Kau sudah siap?!"
Si Rase Terbang mengangguk.
"Sudah ...!" "Bagus! Aku yang mulai menyerang? "
"Silahkan, sebagai tuan rumah, jelas aku harus memberikan kesempatan tiga kali kepada tamuku!" Kata si Rase Terbang dengan tenang seakan juga dia tidak memandang sebelah mata kepada lawannya itu.
Orang tua itu tidak shejie-shejie lagi, dia sudah mulai menyerang. Pukulan kepalan tangan orang tua itu bukan pukulan biasa, karena dia memukul dengan kepalan tangan penuh diliputi oleh sinkang yang kuat.
Tapi si Rase Terbang dapat menghindarkan dengan mudah, dia berkelit kesamping kanan.
Orang tua itu menyerang bukan berhenti sampai di situ saja, karena dia sudah meninju lagi beberapa kali.
Si Rase Terbang tetap saja mengelak ke sana kemari. Sampai akhirnya, waktu dia sudah tidak bisa mengelakkan lagi, karena orang tua itu sama sekali tidak memberikannya kesempatan bernapas, cepat luar biasa dia menyentil dengan jari telunjuknya.
Hebat kesudahannya! Tubuh orang tua itu terhuyung mundur.
Si Rase Terbang tertawa. "Kepandaian Locianpwe masih di bawah kepandaianku, sinkang Locianpwe pun masih kalah setingkat dengan sinkangku. Kalau memang kita bertempur dengan tangan kosong, berarti kau akan kalah, Locianpwe ... lebih baik kau keluarkan senjatamu" Waktu berkata begitu, sikap si Rase Terbang seakan juga seorang dari kalangan lebih tua bicara terhadap golongan yang lebih muda, dia seperti tidak memandang sebelah mata kepada orang tua tersebut.
Muka orang tua itu sebentar pucat, sebentar lagi berobah jadi marah. Dia benar-benar kaget tidak menyangka. Satu kali si Rase Terbang membalas menyerang, dengan sentilan jari telunjuknya saja, tapi si Rase Terbang berbasil membuat dia terhuyung. Malah, orang tua yang mengaku dari Khong Tong Pay itu merasakan dadanya sangat sakit.
(dewikz^^aaa) Jilid 10 "HEMMM, baik, mari kita mempergunakan pedang !" Kata orang tua itu, yang mencabut pedangnya. Dia langsung menikam begitu pedang dihunusnya.
Si Rase Terbang berkelit. Dia juga menghunus pedangnya. Pedang yang dicabutnya adalah Pedang Mustikanya, karena dari itu sinar berkilauan menerangi tempat itu.
Ketika pedang orang tua itu menyambar datang, segera dia menangkis dengan pedang mustikanya.
"Trannggg...." Pedang orang itu kena ditebasnya kutung.
Si Rase Terbang tertawa bergelak.
"Locianpwe, kau tidak beruntung untuk memenangkan pertempuran ini. Kau menyerah kalah?!" Tanya si Rase Terbang.
Orang itu mengawasi dengan sorot mata sangat tajam.
"Hemmm, aku belum menyerah!" Sambil berkata geram begitu dengan pedang buntungnya dia melompat dan menebas berulangkali. Si Rase Terbang sudah menggerakkan pedangnya, cepat sekali, sulit diikuti oleh pandangan mata manusia biasa, tahu tahu pakaian erang tua itu telah koyak koyak kena ditebas oleh mata pedang si Rase Terbang.
Si Rase Terbang sudah melompat mundur lapi, dia tertawa sambil mengibaskan pedang mustikanya.
"Sekarang mutlak aku yang menang! Nah, sejak sekarang, akulah jadi Bengcu kalian! Bu Lim Beng Cu !" Teriaknya dengan suara yang nyaring. "Siapa yang membangkang terhadap perintah perintahku, orang itu akan kuhukum!" Setelah berkata begitu, dia mengibaskan pedangnya.
Seketika terdengar seruan "Hidup Bu Lim Beng Cu! Hidup Bu Lim Beng Cu!"
Si Rase Terbang tersenyum, dia memasukkan pedang mustikanya kedalam sarungnya, dia merangkapkan kedua tangannya memberi hormat.
"Terima kasih atas kesudian saudara-saudara sekalian yang mengangkat aku sebagai Bu Lim Beng Cu ..!" Katanya. "Terima kasih.!"
Dan setelah berkata begitu, Si Rase Terbang berdiri tegak. "Selama ini aku dikenal sebagai si Rase Terbang. Begitulah juga buat selanjutnya, aku akan tetap memakai getaranku si Rase Terbang. Dan perintah pertama yang aku keluarkan adalah : "Siapapun tidak diperkenankan bertindak dan berbuat di luar tahuku! Semua tindakan dan perbuatan harus dilaporkan ! Di sini kutempatkan seorang kepercayaanku, yaitu Bian Lu Siang, kepadanya kalian bisa melapor. Setiap tindakan yang tidak dilaporkan, maka akan menerima hukuman yang berat!!"
Setelah berkata begitu, dengan sikap angkuh, si Rase Terbang sudah mengibaskan tangannya, dia sudah melompat turun dari batu datar itu. Dengan sekali berkelebat, dia telah lenyap dari tempat itu.
Semua orang jadi berbisik-bisik membicarakan kehebatan si Rase Terbang, yang dalam waktu singkat bisa menjatuhkan jago Khong Tong Pay, yang telah dirubuhkannya dalam beberapa jurus dan juga sebetulnya merupakan jago yang tergagah. Dan ini menunjukkan bahwa si Rase Terbang sebenarnya merupakan jago yang sulit dicari tandingannya lagi. Dengan sendirinya, orang-orang yang berkumpul di tempat itu jadi ciut nyalinya untuk menentang si Rase Terbang.
Malah sebagian dari mereka berkeyakinan, menjadi anak buah si Rase Terbang, tentunya mereka memiliki tulang punggung yang kuat.
Kalau nanti mereka terbentur dengan jago-jago yang lebih gagah dan kosen dari mereka, bisa saja mereka mengadukannya kepada si Rase Terbang, berarti lawan mereka akan dibasmi habis oleh si Rase Terbang.
Bian Lu Siang sudah melompat ke atas batu datar itu. Dia merangkapkan kedua tangannya.
"Terima kasih dan selamat karena saudara saudara sekarang sudah memiliki Bu Lim Beng Cu" Katanya "Nah, sekarang Siauwte akan mendaftarkan bagi mereka yang memang akan bersetia kepada Bengcu dan akan menjadi pembantunya yang baik!"
Sambil berkata begitu, Bian Lu Siang menepuk tangannya beberapa kali. Segera muncul lebih dari dua puluh orang yang segera juga berbaris dibawah batu datar itu. Di tangan mereka terdapat alat-alat tulis seperti pit dan kertas.
Seorang demi seorang dari jago-jago yang berkumpul di tempat itu mendaftarkan diri. Mereka maju seorang demi seorang, memberitahukan nama dan gelaran mereka serta tempat tinggal mereka. Dengan demikian mereka resmi menjadi anak buah si Rase Terbang, Bu Lim Beng Cu mereka.
Sedangkan beberapa orang yang tidak senang dengan terpilihnya Si Rase Terbang sebagai Bu Lim Beng Cu, segera meninggalkan lapangan itu dengan diam-diam. Mereka tidak mau bekerja untuk si Rase Terbang.
Kepergian orang-orang itu, walaupun mereka melakukan secara diam-diam, namun tidak terlepas dari mata Bian Lu Siang dan orang-orangnya, karena Bian Lu Sang sudah menempatkan orang-orangnya di sekitar tempat itu. Dengan demikian, kepergian orang-orang itu di ketahui dan diikuti, untuk mengetahui siapa mereka dan dimana tempat tinggal mereka.
Justru beberapa waktu mendatang, akan tersiar berita kematian dari orang-orang itu, malapetaka menimpa diri orang tersebut. Mereka tidak diberi ampun oleh si Rase Terbang, yang mendatangi mereka satu persatu dan membinasakannya. Memang cara kerja si Rase Terbang sangat mengerikan sekali. Dia selalu membunuh orang-orang yang tidak mau bekerja dibawah perintahnya.
Bian Lu Siang sendiri sebetulnya seorang jago yang memiliki kepandaian tinggi, ia sudah dua puluh tahun lamanya angkat nama di wilayah sebelah Selatan, yaitu In Lam. Sekarang justru dia menjadi orang kepercayaan si Rase Terbang. Dia seperti juga wakil si Rase Terbang. Dengan demikian, ia pun bisa mewakili si Rase Terbang untuk menghukum orang-orang yang tidak bersetia kepada si Rase Terbang. Bian Lu Siang walaupun di luarnya tampak sangat ramah dan sikapnya sangat manis, namun kenyataan dia adalah seorang yang sangat kejam sekali. Dia bisa membunuh orang dengan mata tidak berkedip. Karena itu juga biarpun dia sebetulnya bekerja sebagai wakil si Rase Terbang, sesungguhnya banyak pembunuhan yang terjadi di dalam rimba persilatan dilakukan olehnya.
Si Rase Terbang memang belum begitu lama menancapkan nama di dalam kalangan Kangouw. Akan tetapi, disebabkan kepandaian sangat luar biasa, sulit dicari tandingannya, juga memang sepak terjangnya sangat kejam, maka cepat sekali dia bisa angkat nama dan dia malah sekarang menjadi Bu Lim Beng Cu dari segelintir orang-orang rimba persilatan, maka perbuatannya akan semakin meluas, untuk menguasai rimba persilatan. Dengan sepak terjangnya yang sangat luar biasa itu dalam beberapa tahun saja sekarang si Rase Terbang sudah menjadi bahan pembicaraan dan seluruh orang-orang Kangouw, Ada yang menyukainya, tapi banyak jago-jago dari golongan putih yang merasa tidak senang padanya ...
0ooodwo0okzooo0 KITA kembali kepada si Mesum. Ia merawat Li Put Hweshio dengan telaten sekali. Thio Kiong Yan pun telah merawat si pendeta dengan segala kemampuannya, untuk menyembuhkan luka Li Put Hweshio. Akan tetapi, seperti yang telah diduga oleh Li Put Hweshio, justeru tubuhnya memang mati sebelah, yaitu sebelah kiri.
Tangan dan kaki kirinya tidak bisa digerakkan, mati. Karena itu, bukan main menyesalnya Li Put Hweshio, Dia kini telah lenyap kepandaiannya, dan juga, disebabkan lumpuhnya tangan maupun kaki kirinya, membuat dia jadi tidak leluasa bergerak.
Si Mesum berusaha membujuk gurunya agar dia ikut dengan gurunya, tidak usah pergi dengan Thio Kiong Yan. Namun, Li Put Hweshio tetap menghendaki agar si bocah ikut dengan Thio Kiong Yan. Li Put Hweshio bilang, dengan ikut Thio Kiong Yan, si Mesum memiliki kesempatan untuk mempelajari ilmu silat yang tinggi. Terlebih lagi memang usia si bocah masih terlalu kecil dan dia masih memiliki masa depan yang panjang. Sedangkan si pendeta sudah menjadi manusia lumpuh dengan kepandaiannya yang telah musnah Akhirnya, si Mesum walaupun merasa berat harus berpisah dengan gurunya, Li Put Hweshio Cokh dia harus menyanggupi perintah si pendeta untuk ikut dengan Thio Kiong Yan.
Thio Kiong Yan sendiri belum mau pergi meninggalkan si pendeta. Menurut Thio Kiong Yan, dia akan merawat Li Put Hweshio sampai si pendeta benar benar sembuh.
Malam itu, si Mesum duduk termenung. Entah mengapa dia tidak bisa tidur.
Dalam kegelisahan seperti itu, akhirnya si bocah keluar dari kamarnya. Dia telah pergi ke ruang bawah. Di sana para pelayan sudah tidur karena seharian mereka bekerja keras. Tentunya mereka lelah sekali. Ada seorang pelayan yang belum tidur, yang menjaga pintu. Pelayan ini memang bertugas untuk menyambut tamu yang datang di malam hari atau tamu yang kebetulan memerlukan sesuatu.
Walaupun dia tidak tidur tokh matanya terpejamkan dan kepalanya menggelenggut tidak hentinya. Dia mengantuk sekali tampaknya.
Si Mesum melangkah menghampiri. Dia tidak ingin mengganggu pelayan itu, ingin membuka pintu dan mau keluar.
Tapi pelayan itu membuka matanya, ketika melihat si bocah, dia bangun berdiri.
"Siauw Kongcu, apakah gurumu sudah sembuh?!" Tanya pelayan itu.
Si Mesum mengangguk. "Ya ... keadaan guruku sudah lebih lumayan dibandingkan beberapa waktu yang lalu...!"
"Apakah Siauw Kongcu ingin pergi keluar? "
"Ya!" "Ada sesuatu yang Siauw Kongcu butuhkan? Biar aku yang pergi membelinya!"
Si Mesum menggeleng. "Tidak ... aku hanya tidak bisa tidur dan ingin jalan-jalan dulu di luar ...!" Menyahuti si Mesum.
"Siauw Kongcu, hari sudah terlalu malam ... keadaan di luar sudah sepi sekali ..!" Kata pelayan itu. "Juga keamanan di kota ini memang tidak begitu baik . !"
Si Mesum tersenyum. "Apakah artinya bagi seorang penjahat mengganggu seorang anak kecil seperti aku?!" Tanya si Mesum.
Si pelayan masih ingin mengatakan sesuatu ketika tiba-tiba pintu di ketuk keras dan gencar sekali dari luar.
Cepat-cepat si pelayan membuka pintu.
Dari luar menerobos sesosok tubuh, tapi begitu menerobos masuk, sosok tubuh itu terguling di lantai.
"Cepat....cepat.. sediakan kamar untukku!" Kata sosok tubuh itu.
Si Mesum dan pelayan itu mengawasi orang yang terguling di lantai. Dia seorang tua yang rambut serta jenggotnya sudah putih. Pakaiannya koyak-koyak, tampaknya dia terluka. Mereka jadi heran dan kaget.
Malah, si Mesum sudah berjongkok, untuk bantu membangunkan orang tua itu.
"Cepat ... cepat.. siapkan kamar untukku !" Kata orang tua itu.
Pelayan itu agak heran dan curiga, namun tokh dia mengangguk juga.
"Baik ..., baik Toaya .. " Katanya. Dia segera berlari untuk pergi mempersiapkan sebuah kamar
"Pintunya ditutup dulu!" Minta orang tua itu.
Si pelayan terpaksa menghentikan larinya, kembali kedekat pintu dan menutupnya.
"Kalau nanti ada orang tanya mercari aku, katakan aku tidak ada di sini ...!" Kata orang tua itu lagi.
Pelayan dan si Mesum mengangguk mengiyakan.
"Lopeh, siapakah kau?!" Tanya si Mesum waktu si pelayan pergi uatuk mempersiapkan kamar untuk orang tua itu.
Orang tua tersebut memang terluka cukup berat, karena dia menghela napas dengan muka yang meringis menahan sakit. Tangan kanannya juga memegangi dadanya.
"Aku ... aku orang Khong Tong Pay ... aku dilukai seseorang .. aku perlu beristirahat untuk merawat lukaku !" Menyahuti orang tua itu.
"Siapa yang melukai Lopeh?!" Tanya si Mesum lagi.
"Nanti akan kuceritakan ... sekarang ini... aduhhh, sakit sekali dadaku ini ...aduhh ......!" Sehabis mengeluh begitu, muka si orang tua mengejang dan meringis menahan sakit. Tampaknya dia menderita sakit yang hebat sekali. Kemudian dia terkulai, pingsan tidak sadarkan diri.
"Lopeh! Lopeh!" Panggil si Mesum berulang kali. Tapi orang tua itu diam saja, dia tidak menyahuti, karena dalam keadaan pingsan.
Si Mesum berkuatir, ketika melihat pelayan sudah datang lagi, segera dia memanggilnya agar cepa cepat bantu orang tua itu ke dalam kamarnya.
Si pelayan menggerutu. "Hemmm, tua bangka ini entah berkelahi dengan siapa sampai terluka seperti ini! Sungguh tidak tahu diuntung, sudah tua-tua begini masih ingin berkelahi ... !" Tapi biarpun dia menggumam begitu, tokh bantu mengangkat tubuh orang tua itu, yang dibawa ke kamar yang baru saja dipersiapkan.
Ketika mengangkat tubuh orang tua itu, dari saku si tua telah jatuh uang logam ratusan tail. Tentu saja mata si pelayan jadi mencilak dan bersinar terang.
Tampaknya orang tua ini bukan sebangsa manusia miskin walaupun pakaiannya koyak-koyak seperti itu. Sikap si pelayan pun jadi berobah.
"Ooooo ... dia harus segera ditolong! Kita harus memanggil tabib !" Kata pelayan itu.
Si Mesum cuma mengangguk, memunguti uang yang tercecer itu dan memasukkan kembali ke dalam saku orang tua tersebut.
Cepat sekali orang tua itu telah diangkat ke dalam kamarnya dan direbahkan dipembaringan.
Waktu itu, si Mesum sudah bergegas ke kamarnya, dia membangunkan Thio Kiong Yan.
"Ada apa? !" tanya Thio Kiong Yan sambil mengucek matanya "Apakah Li Put Locianpwe kumat lagi sakitnya?!" Si Mesum menggeleng.
"Bukan guruku, engko Thio ... !" Kata si Mesum. "Tapi, ada seorang tua yang mungkin bisa kau tolong!"
"Seorang tua? Kenapa dia ?!"
"Dia datang ke rumah penginapan ini dalam keadaan terluka parah, "bajunya koyak koyak dia juga akhirnya pingsan tidak sadarkan diri...!"
"Siapa dia?!" "Entahlah, dia tidak menyebutkan namanya, dia cuma memberitahukan bahwa dia adalah orang Khong Tong Pay!"
"Orang Khong Tong Pay?!" Terlompat si pemuda she Thio. Dia segera mengambil kopiah pelajarnya, mengenakannya. " Mari kita lihat...!"
Dengan diikuti si Mesum, Thio Kiong Yan pergi ke kamar orang tua Khong Tong Pay itu.
Ketika sampai di kamar orang tua itu dan dia melihat orang tua yang mengaku sebagai orang Khong Tong Pay, dia jadi mengeruhkan alisnya. "Bukankah dia si pedang maut?!" Menggumam Thio Kiong Yan.
Tapi melihat orang tua itu dalam keadaan pingsan dan memang perlu di tolongnya, segera dia merogoh sakunya, mengeluarkan bungkusan obatnya. Mengambil beberapa butir obat, memasukkan ke dalam mulut orang tua itu.
Setelah memeriksa keadaan orang tua itu, Thio Kiong Yan menghela napas dalam dalam.
"Aneh!" Menggumam Thio Kiong Yan, "Dia terluka dalam yang parah sekali."
Waktu Thio Kiong Yan menggumam seperti itu, tiba tiba orang tua dari Khong Tong Pay itu membuka matanya. Dia tampak lemah sekali.
"Wahai pemuda yang baik, apakah kau mengerti ilmu silat?!" Tanyanya, lemah sekali.
Thio Kiong Yan mengangguk
"Totoklah jalan darah Liang-yu-hiat .. !" Minta orang tua Khong Thong Pay itu.
"Dengan totokan seberat sepuluh kati!"
Kaget Thio Kiong Yan. "Mana bisa begitu?!" Tanyanya. Dia bertanya heran seperti itu, karena diketahuinya Ling-yu hiat adalah jalan darah kematian kalau memang jalan darah itu ditotok, orang tua tersebut akan segera terbinasa.
Orang tua itu tidak bisa membuang waktu, dia bilang :'"Cepat totok.. kalau tidak akan terlambat,... cepat....!" Desaknya.
Thio Kiong Yan ragu-ragu sejenak, namun akhirnya dia menuruti juga permintaan orang tua itu. Dia menotok jalan darah tersebut, dengan kekuatan sepuluh kati.
"Sekarang..... kau totok jalan darah Hian-mu-hiat!" Kata orang tua itu lagi.
Thio Kiong Yan agak lega hatinya, karena dia melihat orang tua itu tidak mati, walaupun jalan darah Ling-yu-hiatnya telah ditotoknya. Sekarang tanpa bimbang lagi dia menotok jalan darah Hian-mu-Liat.
Begitulah, orang tua itu menyebutkan lagi beberapa jalan darah di tubuhnya yang dimintanya agar Thio Kiong Yan menotoknya.
Setiap kali Thio Kiong Yan selesai menotok salah satu jalan darah yang disebutkannya, orang tua itu semakin segar dan pulih kekuatannya. Sekarang dia sudah bisa duduk, Walaupun waktu akan duduk ia dibantu oleh Thio Kiong Yan.
"Terima kasih Siangkong kau sudah menolongi jiwaku !" Katanya. Tapi, baru saja lesai perkataannya tersebut, mulutnya terbuka lebar lebar.
"Uaaaah" Dia memuntahkan gumpalan darah kental,
"Istirahat dulu, Locianpwe !" Kata Thio Kiong Yan sambil menguruti punggung orang sua itu.
Orang itu memuntahkan darah sampai tiga kali, barulah tampak ia mulai tenang kembali.
"Terima kasih!" Katanya. Dia memejamkan matanya dan berusaha menyalurkan tenaga dalamnya. Dengan memuntahkan gumpalan darah kental, berarti jiwanya sudah dapat diselamatkan. Dia sudah tidak terancam bahaya lagi. Kini yang tinggal dilakukan adalah melancarkan dan menyatukan kembali lwekangnya yang semula buyar.
Melihat orang tua itu tengah berusaha menyalurkan sinkangnya, Thio Kiong Yan memberi tanda kepada si Mesum dan si pelayan agar keluar dan tidak menimbulkan suara berisik. Thio Kiong Yan sendiri sudah duduk untuk bantu menyalurkan sinkangnya. Telapak tangan kanan dan kiri diletakkan di punggung orang tua itu. Dia mengempos sinkangnya dan menyalurkan sinkangnya itu agar menerobos masuk kedalam tubuh orang tua itu.
Sedangkan orang tua Khong Tong Pay tersebut merasakan adanya hawa hangat yang mengalir masuk dari punggungnya, dimana tampak dia berhasil untuk menyatukan lwekangnya, karena dengan adanya bantuan sinkang Thio Kiong Yan yang memang tidak lemah, dia lebih cepat untuk menyatukan kembali sinkangnya yang semula buyar.
Lewat setengah jam, keringat sudah membanjiri tubuh orang tua itu dan Thio Kiong Yan. Lewat lagi sekian lama, dari kepala orang tua itu mengeluarkan uap putih yang semakin lama semakin tebal, sampai akhirnya menipis lagi dan lenyap.
"Terima kasih!" Tiba-tiba orang tua itu berseru sambil melompat turun dari pembaringan. Dia sudah sehat kembali, malah mukanya pun sudah segar, tidak pucat seperti tadi.
Thio Kiong Yan menghela napas dalam-dalam. Dia merasa letih juga sudah mengerahkan sinkangnva tadi dalam waktu cukup lama.
Orang tua itu merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada Thio Kiong Yan.
"Terima kasih Siangkong.....kau sudah menolong jiwaku !" Katanya. "Sekarang, Lohu sudah terhindar dari kematian! Terima kasih! Kalau tidak ada kau, Siangkong. niscaya aku sudah pergi menghadap Giam Lo Ong....!"
Thio Kiong Yau cepat-cepat merangkapkan tangannya, balas memberi hormat kepada orang tua itu.
"Jangan Locianpwe berkata begitu, bukankah sudah menjadi kewajiban kita orang orang kangouw untuk saling tolong menolong satu dengan yang lainnya.....? Sudah menjadi kewajiban dari Boanpwe untuk menolongi Locianpwe."
Orang tua itu tersenyum. "Siapakah namamu, Siangkong?!" Tanyanya
"Thio Kiong Yan."
"Kalau kau tidak keberatan, Lohu ingin sekali mengetahui kau berasal dari pintu perguruan mana! Lwekangmu tampaknya bebas dan merupakan lwekang sejati yang murni..... tentunya kau murid dari perguruan yang besar dan ternama!"
"Boanpwe murid Thian San Pay.!"
"Ooo.... pantas! Pantas! Tidak mengherankan kalau lwekangmu sangat tinggi sekali!" Memuji orang tua itu, "Apakah kau murid Bu Beng Siansu?!"
Thio Kiong Yan mengangguk.
"Benar Locianpwe.... apakah Locianpwe kenal dengan guruku...?!" Tanyanya.
Orang tua Khong Thong Pay itu mengangguk.
"Ya..., kami pernah bertemu dua kali. Walaupun kami tidak bergaul banyak, namun di antara kami satu dengan yang lainnya saling mengetahui ...!"
Cepat-cepat Thio Kiong Yan merangkapkan tangannya memberi hormat.
"Kalau memang Locianpwe tidak keberatan bolehkah Boanpwe mengetahui nama Locianpwe yang mulia?!"
"Yang mulia? Ha, hampir saja aku mati dan buang jiwa di kota ini..,.!" Kata orang tua itu. "Lohu adalah seorang tua yang terlalu bodoh, sehingga biarpun sudah mempelajari ilmu silat sekian puluh tahun, namun kenyataannya, tetap saja dirubuhkan si Rase Terbang!"
"Si Rase Terbang? !" Tanya Thio Kiong Yan terkejut dan memandang heran.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya...!" Mengangguk orang tua itu. "Lohu dari Khong Tong Pay. Lohu bernama Auwyang Jin, bergelar si Pedang Maut..!"
Cepat-cepat Thio Kiong Yan memberi hormat dalam-dalam.
"Kiranya Auwyang Jin Locianpwe.... terimalah hormat Boanpwe Thio Kiong Yan ...!" Kata Thio Kiong Yan sangat hormat. "Memang guru Boanpwe juga sering sekali menceritakan kepada Boanpwe kehebatan ilmu pedang Locianpwe!"
"Gurumu terlalu memuji.... sesungguhnya, Lohu sendiri menyesalkan bukan main, biarpun sudah bergelar sebagai si Pedang Maut, tokh kenyataan si Rase Terbang bisa merubuhkan Lohu. Malah sudah melukai Lohu demikian rupa! Kalau memang tidak ada Thio Siangkong, niscaya Lohu sudah buang jiwa cuma-cuma di kota ini...!"
Setelah berkata begitu, Auwyang Jin menghela napas dalam-dalam. Dia menceritakan bagaimana tadi dia dalam perhimpunan orang gagah yang diselenggarakan si Rase Terbang untuk merundingkan Pedang Mustika, ia telah kena dirubuhkan oleh si Rase Terbang.
"Yang membuat Lohu jadi heran bertanya-tanya, entah siapa si Rase Terbang itu! Dia memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali, malah setingkat di atas Lohu! Tadinya Lohu menyangka akan mudah menghadapinya, namun kenyataan dia memiliki kepandaian yang benar-benar sulit dihadapi! Cuma saja, aneh bukan main, dia selalu menutupi mukanya dengan topengnya, sehingga tidak seorangpun bisa melihat mukanya itu!"
"Dia tentu seorang yang sangat Kukoay (aneh)!" Kata Thio Kiong Yan. "Memang sebelumnya Boanpwe pernah berpikir untuk ikut dalam perundingan itu, hanya saja, disebabkan harus menolong seseorang, Boanpwe akhirnya membatalkan niat Boanpwe! Beruntung juga Boanpwe tidak ikut dalam perundingan itu sebab kalau sampai Boanpwe pergi juga dan berhadapan dengan si Rase Terbang, berarti Boanpwe akan dirubuhkan dan buang jiwa percuma! Locianpwe yang memiliki kepandaian begitu tinggi, namun kenyataannya masih bisa dirubuhkannya.... "
Orang tua dari Khong Thong Pay itu. Auwyang Jin, mengangguk perlahan.
"Ya, memang sungguh diluar dugaan bahwa si Rase Terbang bisa memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Ini benar-benar membuat Lohu jadi heran sekali! Dia pasti seorang dan partai perguruan yang sangat ternama, cuma saja, dia menyembunyikan mukanya agar asal usulnya tidak diketahui oleh siapapun juga.....! Lalu, yang menjadi tanda tanya buat Lohu, apa maksudnya dengan tindakannya yang menghimpun orang-orang gagah dan mengangkat diri sebagai Bu Lim Beng Cu !?"
"Apakah kepandaiannya itu dari aliran sesat atau memang aliran sejati, Locianpwe?!" Tanya Thio Kiong Yan tertarik sekali.
"Kalau menurut apa yang Lohu lihat, dia memiliki ilmu silat dan sinkang yang murni, tidak ada bau-bau sesat.... inilah yang membuat Lohu jadi heran"
Thio Kiong Yan sendiri jadi menerka-nerka.
"Entah siapa si Rase Terbang sebenarnya?" Menggumam Thio Kiong Yan. "Sebetulnya, di dalam rimba persilatan sekarang ini jarang sekali ada orang yang bisa menandingi Locianpwe."
Auwyang Jin mengangguk "Benar ! itulah yang menjadi tanda tanya buatku! Karena Lohu tahu, didalam rimba persilatan hanya ada beberapa orang yang sanggup untuk menandingi Lohu! Semula, Lohu yakin akan berhasil merampas Pedang Mustika itu ... tapi kenyataannya demikian pahit dan memalukan ...!" Setelah berkata begitu, si orang tua Khong Tong Pay menghela napas dalam dalam.
Thio Kiong Yan cepat-cepat menghiburnya
"Mungkin juga tadi Locianpwe kurang hati-hati dan memandang rendah pada si Rsse Terbang, sehingga membuat Locianpwe lengah dan akhirnya kena dilukainya ..... "
Auwyang Jin menggeleng. "Tidak ... , Lohu tahu benar, betapapun juga, memang Lohu sudah mengeluarkan seluruh kepandaian Lohu.....tapi Lohu masih juga dapat dikalahkan .... !"
Thio Kiong Yan semakin heran. Benar-benar begitu hebatkah si Rase Terbang. Dia sendiri jadi berpikir, kalau tadi malam dia pun pergi menghadiri pertemuan yang diadakan si Rase Terbang, tentu akan sia-sia belaka . karena memang dia tokh tidak mungkin bisa menandingi si Rase Terbang. Bukankah Auyyang Jin yang memiliki kepandaian lebih tinggi darinya telah dapat dirubuhkan si Rase Terbang.
Waktu itu. Auwyang Jin sudah berkata lagi: "Ada lagi yang mengherankan hati lohu..!"
"Apakah itu, Locianpwe?!"
Yang Lohu ketahui, di kota ini sudah berdatangan banyak sekali orang-orang gagah berkepandaian tinggi, namun mengherankan sekali, dalam pertemuan yang diadakan si Rase Terbang, ternyata tidak bermunculan. Kemanakah perginya mereka?!"
"Apakah mereka tidak hadir dalam pertemuan itu, Locianpwe?!" Tanya Thio Kiong Yan, juga ikut heran.
"Ya. Yang hadir hanya jago jago biasa saja. Padahal, beberapa hari sebelum pertemuan itu telah berdatangan banyak sekali jago-jago berkepandaian tinggi dan nama terkenal. Namun di saat tiba waktunya, mereka tidak bermunculan. Kemanakah perginya mereka? Apakah mereka sebelumnya sudah dicelakai oleh si Rase Terbang? !"
Apa yang diberitahukan Auwyang Jin benar-benar membuat Thio Kiong Yan jadi heran. Kemanakah perginya jago-jago yang sebelumnya banyak berdatangan ke kota ini?
"Oya, tadi kau menyatakan, kau tidak pergi hadir dalam pertempuran itu disebabkan mengobati seseorang. Siapakah orang yang telah kau obati itu, Thio Siangkong?!" Tanya Auwyang Jin.
"Li Put Hweshio ... !" Menjelaskan Thio Kiong Yan.
"Apa?!" Potong Auwyang Jin, terkejut, sebelum Thio Kiong Yan menyelesaikan perkataannya. "Li Put Hwesio terluka? Siapa yang melukainya? !"
"Dia terluka diracuni oleh seorang pengemis " Kata Thio Kiong Yan. "Sebetulnya kepandaian pengemis itu masih berada di bawah kepandaian Li Put Hweshio, hanya saja pengemis itu benar-benar hebat dengan racunnya..
"Aneh! Li Put hweshio adalah seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki kepandaian mungkin di atas kepandaian Lohu .... bicara terus terang, Lohu masih kalah seurat dengan kepandaiannya. Mengapa dia bisa dilukai dan kena diracuni oleh seorang pengemis? Apakah pengemis itu adalah pengemis Kaypang?!"
"Menurut keterangan yang diberikan Li Put Hweshio, pengemis itu bukan dari Kaypang. Malah, Boanpwe telah menyelidiki ternyata pengemis itu memang bukan dari Kaypang, melainkan dari sebuah perkumpulan yang menamakan dirinya Sah Tok Kauw .... !"
"Apa?!" Kembali Auwyang Jin terkejut, tubuhnya tergetar, mukanya tergetar, mukanya berobah hebat.
"Kenapa Locianpwe?!" Tanya Thio Kiong Yan heran melihat kelakuan Auwyang Jin.
"Apakah Sah Tok Kauw telah datang ke kota ini?!" Tanya Auwyang Jin dengan suara tergetar.
Thio Kiong Yan mengangguk.
"Benar Locianpwe . , . malah Boanpwe telah bertemu dengan Kauwcunya ...!"
Muka Auwyang Jin semakin pucat.
"Celaka !" Dia mengeluh.
Tentu saja kelakuan Auwyang Jin membuat Thio Kiong Yan semakin heran.
"Locianpwe ... sebetulnya apa yang terjadi?!" Tanya si pemuda pelajar itu.
Muka Auwyang Jin masih pucat.
"Kalau Sah Tok Kau sudah datang ke kota ini, terlebih lagi dengan ikut sertanya Kauwcu perkumpulan tersebut, akan celakalah orang-orang gagah di kota ini .. Celaka benar!"
"Apakah begitu berbahayanya Sah Tok Kauw Locianpwe?!" Tanya Thio Kiong Yan.
Auwyang Jin akhirnya bisa menenangkan goncangan hatinya. Dia menghela napas dalam-dalam.
"Sah Tok Kauw adalah sebuah perkumpulan yang sangat jahat sekali, selalu mempergunakan racun untuk mencelakai orang! Dua puluh tahun yang lalu, perkumpulan tersebut telah lenyap dari rimba persilatan, tidak pernah ada yang menyebutnya! Namun, beberapa tahun terakhir ini justeru perkumpulan itu telah muncul lagi di Pakhia! Tindakan semua anggotanya menggemparkan! Hampir ratusan orang orang gagah telah dicelakainya! Terlebih lagi Kauwcunya, yang memiliki hati sangat kejam ... sekarang dengan ikut sertanya Kauwcu perkumpulan tersebut ke kota ini, pasti mereka memiliki maksud dan pekerjaan penting! Namun aneh ... apakah mereka menghendaki Pedang Mustika?!"
"Ya Locianpwe, apakah mereka memang menghendaki Pedang Mustika? !" Tanya Thio Kiong Yan.
"Entahlah..... belum bisa dipastikan begitu!" Kata Auwyang Jin. "Kalau memang mereka ingin merampas Pedang Mustika dari tangan si Rase Terbang, mengapa mereka tidak muncul dalam pertemuan itu? Justeru tidak ada seorangpun dari Sah Tok Kauwyang muncul."
"Aneh!" Kata Thio Kiong Yan karena sebelumnya dia pernah menduga bahwa kehadiran orang orang Sah Tok Kauw dengan Kauwcunya di kota ini adalah disebabkan mereka mengincar pedang mustika dan ingin merampasnya dari tangan si Rase Terbang......
"Ya, memang aneh sekali kalau urusan terjadi demikian!" Kata Auwyang Jin. "Walaupun si Rase Terbang memiliki kepandaian dua kali lebih hebat dari yang dimilikinya sekarang ini, niscaya dia tidak akan lolos dari tangan orang-orang Sah Tok Kauw! Namun, yang menjadi tanda tanya, mengapa justeru orang-orang Sah Tok Kauw itu tidak muncul dalam pertemuan itu, jika memang mereka menghendaki pedang Mustika itu?"
"Apakah ada sesuatu yang jauh lebih penting dari Pedang Mustika di mata orang orang Sah Tok Kauw?!" Tanya Tnio Kiong Yan.
"Itulah yang tidak Lohu ketahui." Menyahuti Auwyang Jin. "Apakah memang masih ada urusan yang lebih penting dari merampas pedang mustika itu dari tangan si Rase Terbang? "
"Mungkin juga mereka memiliki rencana sendiri untuk merampasnya tidak di tempat ramai itu, dalam pertemuan yang diadakan oleh si Rase Terbang ... mungkin, mereka ingin merampas pedang itu dari tangan si Rase Terbang tanpa diketahui orang lain? !"
"Tidak mungkin !Tidak mungkin! Lohu tahu benar, orang orang Sah Tok Kauw tidak bertindak dengan cara-cara seperti itu, mereka terlalu ganas sekali! Kalau memang Lohu mengetahui siang-siang, di kota ini akan hadir juga orang orang Sah Tok Kauw, lebih baik Lohu tidak hadir di tempat ini ! Hemmm, kalau tadi tokh Lohu berhasil merampas pedang mustika dari tangan si Rase Terbang, itupun akan membahayakan sekali jiwa Lohu! Beruntung Lohu tidak berhasil merampas pedang mustika itu ... kalau tidak, tentu Lohu akan berurusan dengan Sah Tok Kauw" Waktu berkata begitu, Auwyang Jin memperlihatkan sikap gentar. Dia rupanya jeri sekali terhadap Sah Tok Kauw.
Thio Kiong Yan diam-diam jadi heran dan merasa aneh, mengapa Auwyang Jin yang memiliki kepandaian sangat tinggi, jadi begitu ketakutan dan gentar baru mendengar disebutnya Sah Tok Kauw saja? Dan juga, tadi Auwyang Jin mengatakan, dia lebih baik tidak memperoleh pedang mustika, dari pada harus terbentur dan bentrok dengan orang-orang Sah Tok Kauw! Melihat keadaan seperti ini, tampaknya memang Auwyang Jin pernah menelan pil pahit dari orang orang Sah Tok Kauw!
Thio Kiong Yan tidak bertanya apa apa lagi, sedangkan Auwyang Jin semakin gelisah saja. Tampaknya jadi tidak tenang.
"Sekarang Li Put Hweshiio berada di mana?!" Tanya Auwyang Jin setelah lewat beberapa saat,
"Berada di sebuah kamar di rumah penginapan ini!" Kata Thio Kiong Yan.
"Mari kita pergi melihatnya." Ajak Auwyang Jin. "Justeru aku telah mendengar nama besarnya sebagai seorang tokoh rimba persilatan yang disegani! Nah, bukankah aku sudah mengatakan jika bentrok dengan orang orang Sah Tok Kauw sangat berbahaya sekali? Lohu memang tahu, tidak perduli berapa tinggi kepandaian seseorang yang bentrok dengan Sah Tok Kauw, tentu akan kena dicelakai! Apakah lukanya telah berhasil disembuhkan?!"
Thio Kiong Yan mengeleng.
"Belum .. ." "Belum ....? " "Benar Locianpwe! Racun jahat itu telah dipunahkan, akan tetapi dia telah menjadi lumpuh ..!"
"Lumpuh?!" "Benar Locianpwe! "Kenapa bisa lumpuh?!"
"Boanpwe terlambat memperoleh obat penawar racun, sehingga racun sudah mengganas dan agak terlambat untuk memunahkan racun itu! Justru Kauwcu dari Sah Tok Kauw memberikan penawar racun itu setelah beberapa saat lamanya..."
"Apa? Kau telah bertemu dengan Kauwcu Sah Tok Kauw itu ?!" ,
Thio Kiong Yan mengangguk.
"Benar locianpwe ... boanpwe sudah pergi menemuinya, dia bersedia akhirnya memberikan obat penawar racun itu .. tapi sayang, sayang sekali! Justeru telah terlambat. Racun sudah mengganas di tubuh Li Put Locianpwe, sehingga dia lumpuh.... walaupun racun ganas ditubuhnya dapat dipunahkan dan jiwanya tertolong. Seluruh ilmu silat dan sinkangnya telah musnah!"
"Jadi kau tidak berdusta bahwa kau bertemu dengan Kauwcu Sah Tok Kauw?!" Tanya Auwyang Jin seakan tidak mempercayai.
Thio Kiong Yan mengangguk sambil tersenyum. "Benar Locianpwe.... untuk apa Boanpwe berdusta terhadap Locianpwe"
"Aneh! Aneh sekali!" Menggumam Auwyang Jin dengan muka berobah merah.
"Apanya yang aneh, Locianpwe?!"
"Kau telah bertemu dengan ketua Sah Tok Kauw itu. kau tidak diapa-apakan, tidak dibinasakan, itu memang nasibmu yang sangat bagus. Tapi, Kauwcu Sah Tok Kauw bisa bersedia memberikan obat penawar racunnya, itulah urusan yang mungkin tidak akan terjadi kedua kalinya dalam dunia ini "
Thio Kiong Yan menghela napas.
"Kauwcu Sah Tok Kauw seorang gadis, dia memiliki perasaan yang halus, Locianpwe... !"
Mata Auwyang Jin terbuka lebar-lebar.
"Ya.... memang Lohu pernah mendengar bahwa kini yang menjadi Kauwcu Sah Tok Kaw adalah seorang gadis cantik yang masih muda sekali.... tapi hatinya melebihi iblis....!"
Setelah berkata begitu, Auwyang Jin menarik tangan Thio Kiong Yan.
"Mari kita pergi tengok keadaan Li Put Hweshio!" Ajaknya.
Thio Kiong Yan menurut. Waktu mereka ke luar dari kamar itu, Thio Kiong Yan memberi tahukan pada Auwyang Jin bahwa si Mesum adalah murid Li Put Hweshio, Si Mesum segera memberi hormat kepada Auwyang Jin.
Mereka pergi kekamar Li Put Hweshio. Melihat Auwyang Jin, Li Put Hweshio coba bangun duduk. Dia bilang "Oooo, Lolap tidak sangka ada tamu Lolap yang merupakan jago terhebat didalam kalangan Kangouw !"
Auwyang Jin tertawa "Taysu.... sungguh naas dan gelap sekali nasibmu, karena bentrok dengan orang orang Sak Tok Kauw."
"Celaka datang tidak bisa ditolak, rejeki datang tidak bisa ditampik !" Kata si pendeta sambil tersenyum. "Itulah sebabnya, akhirnya Lolap harus menerima kenyataan ini, mungkin, juga sudah tulisan nasib Lolap harus mengalami kelumpuhan seperti ini !"
Auwyang Jin menghampiri pembaringan, dia memegang pergelangan tangan Li Put Hweshio.
"Sebetulnya, masih bisa disembuhkan, walaupun tidak keseluruhan dari kesehatanmu akan pulih !" Kata Auwyang Jin.
"Kenapa? Dengan cara apa !" Li Lut Hweshto yang mendadak terbangun semangat nya.
"Jika kau bisa memperoleh tiga kuntum Swat Lian, Teratai salju, maka kelumpuhan bisa disembuhkan! Tapi, Swat Lian itu harus diperoleh selama dalam satu tahun ini, jika terlambat maka segalanya akan percuma saja!"
Muka Li Put Hweshio jadi terang.
"Kalau demikian Lolap masih memiliki harapan terbebas dari kelumpuhan ini!" Katanya. "Terima kasih Auwyang Siecu ! Terima kasih! Nanti Lolap akan berusaha mencari Swat Lian.....!"
Auwyang Jin memang belum pernah bertemu dengan Li Put Hweshio, namun sebagai sama-sama orang ternama, mereka segera saling mengenali siapa orang dihadapan mereka, karena masing-masing sudah sering mendengar kehebatan kepandaian dan ilmu mereka.
"Kelumpuhan Taysu akan lenyap," kata Auwyang Jin kemudian." Tapi kepandaian Taysu hanya akan pulih sebagian, tidak bisa keseluruhannya!"
Thio Kiong Yan menyelak :"Kalau demikian Li Put Lociannwe masih bisa tertolong. Memang semula Boanpwe sudah yakin bahwa dengan Swat Lian bisa menolong Li Put Locianpwe. Tapi melihat kelumpuhan ini, Boan-pwe tidak mengetahui khasiat Swat Lian bisa menyembuhkan kelumpuhan ! Bagus! Thian San adalah tempat Swat Lian tumbuh subur, karena itu, nanti Boanpwe akan bantu mencarikan Swat Lian untuk Li Put Locianpwe.....!"
Terharu Li Put Hweshio, dia menghela napas.. "Selama ini Lolap sudah merepotkan Thio Siangkong saja!" Katanya."Kalau memang tidak ada Thio Siangkong, mungkin juga sekarang ini Lolap sudah menjadi mayat terbaring di dalam tanah!" .
Auwyang Jin tersenyum. "Beruntung Taysu masih bisa tertolong! Biasanya orang yang bentrok dengan anggota Sah Tok Kauw, tidak akan lolos dari kematian ! Lohu sudah menyaksikan beberapa kali, tokoh-tokoh rimba persilatan yang tidak puas dengan kehadiran Sah Tok Kauw kembali di dalam kalangan Kangouw, berusaha untuk menumpasnya. Namun, begitu mereka bentrok dengan anggota Sah Tok Kauw, mereka segera terbinasa dengan cara mengerikan !"
''Ini pun berkat bantuan Thio Siangkong,... kalau tidak ada Thio Siangkong mungkin aku sudah tidak bernapas!"
"Ya, memang ini mengherankan sekali, setelah bentrok dengaa anggota Sah Tok Kauw, Taysu ternyata masih bisa hidup!" Kata Auw-yang Jin.
Thio Kiong Yan sendiri jadi heran bukan main. Begitu hebatkah Sah Tok Kauw, sehingga seorang jago tua yang memiliki kepandaian sangat tinggi seperti Auwyang Jin, tokoh dari Khong Tong Pay, bisa begitu jeri dan gentar terhadap perkumpulan tersebut.
Auwyang Jin sudah bilang lagi :"Sebaiknya Taysu selanjutnya menghindarkan diri dari orang-orang Sah Tok Kauw ... semakin jauh dan mereka, itu semakin baik lagi....!"
Li Put Hweshio menghela napas dalam-dalam, wajahnya guram.
"Lolap sudah terluka dan lumpuh seperti ini, mana mungkin mencari urusan lagi dengan orang orang Sah Tok Kauw?!" Katanya.
Auwyang Jin pun mengangguk dengan wajah guram.
"Apa yang dialami Taysu benar-benar menambah keyakinan Lohu, betapa tinggi sekali pun kepandaian seseorang, jika bentrok dengan orang-orang Sah Tok Kauw, akan celakalah orang itu...!" Dan Auwyang Jin menghela napas dalam-dalam.
Demikianlah, mereka bercakap-cakap terus sekian lama, membicarakan Sah Tok Kauw dan juga urusan Pedang Mustika di tangan si Rase Terbang.
"Sebetulnya kedatangan Lolap kemari untuk ikut memperebutkan Pedang mustika di tangan si Rase Terbang. Namun, sehari sebelum tibanya pertemuan itu, Lolap pernah menyatroni si Rase Terbang, memaksanya agar menyerahkan Pedang Mustika itu. Namun semuanya berakhir dengan Lolap terluka di tangannya. Hanya dalam satu dua gebrakan saja!" Waktu bercerita sampai disitu, muka Li Put Hweshio berobah merah karena merasa jengah.
Auwyang Jin mengangguk. "Sama seperti yang dialami Taysu! Lohu pun telah terluka di dalam yang cukup parah. Kalau tidak ada Thio Siangkong niscaya aku akan pulang menghadap Giam Lo Ong ...! Ada satu yang mengherankan hati Lohu, mengapa kepandaian si Rase Terbang begitu tinggi? Siapakah dia sebenarnya? Mengapa dia selalu mengenakan topeng? Apakah dia salah seorang dari jago-jago tua yang sengaja menyembunyikan diri di balik topengnya ?!"
"Apakah ketika bertempur dengan Si Rase Terbang, Siecu mengenali ilmu silatnya dari aliran mana?!" Tanya Li Put Hweshio.
Auwyang Jin menggeleng. "Sayang pengalaman Lohu cetek sekali, benar-benar memalukan ! Lohu tidak berhasil mengenali dia mempergunakan ilmu silat dari aliran mana! Cuma yang Lohu tahu, ilmu silatnya tidak jelek dan bukan dari aliran hitam .. sinkangnya juga sinkang sejati murni sekali !"
"Benar? Memang Lolap pun melihat sinkangnya adalah sinkang sejati dari pintu perguruan aliran putih? Tapi aneh sekali, dia tidak mau memperlihatkan mukanya!"
Demikian, Mereka jadi diliputi tanda tanya tentang si Rase Terbang. Malah Auwyang Jin sudah mengemukakan perasaan herannya lagi terhadap orang-orang rimba persilatan yang sebelumnya diketahui banyak berkumpul di kota ini, tapi kenyataan sekarang tidak ada yang muncul waktu si Rase Terbang mengadakan pertemuan di tepi sungai disebuah lapangan yang cukup luas itu.
Memang sepak terjang si Rase Terbang selalu mendatangkan tanda tanya, karena setiap tindakannya sulit sekali diterka. Sedangkan keadaan dirinya saja mendatangkan tanda-tanya yang tidak berkesudahan, karena selain kepandaiannya yang sangat tinggi luar biasa, pun dia tidak penah mau membuka topengnya, tidak mau memperlihatkan mukanya kepada orang lain. Begitulah, mereka telah bercakap-cakap, membicarakan perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini didalam kalangan Kangouw.
Malam itu mereka tidur nyenyak sekali. Thio Kiong Yan juga sangat lelah, maka dia pun tidur nyenyak sekali. Auwyang Jin yang perlu beristirahat pun telah tidur. Li Put Hweshio gelisah sejenak, namun akhirnya dia pun tertidur nyenyak.
Hanya si Mesum saja yang tidak bisa tidur. Bocah itu tampak gelisah sekali. Malah, ketika melihat ketiga orang itu sudah tertidur nyenyak, si Mesum menghela napas dalam-dalam. Dia memejamkan matanya rapat-rapat agar dapat tidur..
Pagi itu Thio Kiong Yan bangun paling dulu. Dia jadi heran, karena dia tidak melihat si Mesum. Dia keluar kamar dan mencari si Mesum. Tetapi bocah itu tetap saja tidak di lihatnya.
Tentu saja hal ini membuat Thio Kioog Yan jadi bingung dan heran. Dia memanggil seorang pelayan rumah penginapan, menanyakan perihalnya si Mesum. Namun pelayan itu sama saja dengannya, tidak melihat di mana adanya si Mesum.
Cepat-cepat Thio Kiong Yan membangunkan Li Put Hweshio dan Auwyang Jin, memberitahukan rentang lenyapnya si Mesum.
Kedua orang tokoh rimba persilatan itu jadi heran bukan main, mereka kaget tidak terkira.
"Tidak mungkin si Mesum pergi jauh-jauh dari sini !" Kata Li Put Hwashio. "Aku sebagai gurunya mengetahui, dia tentu akan menungguiku dengan baik baik! Apakah dia diculik seseorang di saat kita tertidur nyenyak?!"
Auwyang Jin menggeleng. "Tidak mungkin ....!" Gumamnya sambil mengerutkan alisnya.
"Kenapa?! "Tanya Li Put Hwesbio.
"Tidak mungkin si Mesum diculik seseorang, karena walaupun bagaimana lelapnya kita tertidur, tentu kita akan mengetahui kalau sampai si Mesum hendak diculik seseorang ....!" "
Thio Kiong Yan mengangguk.
"Benar Locianpwe ... Walaupun semalam Boanpwe tidur nyenyak, tokh jika ada orang asing yang memasuki kamar kita. pasti Boanpwe akan terbangun dari tidur. Terlebih lagi kalau memang si Mesum hendak diculik berarti dia akan memberikan pelawanan dan menimbulkan keributan, tidak mungkin kita tidak terbangun dari tidur ...!"
Mendengar perkataan Thio Kiong Yan seperti itu, mereka jadi semakin heran dan bertanya-tanya. Entah kemana perginya si Mesum.
"Kalau begitu kita tunggu saja bebetapa saat, karena tentu dia akan segera pulang, kalau memang sekarang ini dia tengah pergi ke suatu tempat ...." Kata Li Put Hweshio.
Auwyang Jin coba tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Walaupun dia ikut berkuatir untuk keselamatan si Mesum, namun dia memperlihatkan sikap yang tenang. Dia bilang. "Benar! Siapa tahu si Mesum tengah pergi membeli makanan untuk kita? Nanti juga pulang ..!"
Thio Kiong Yan tidak beri komentar apa-apa lagi, dia diam saja. Tapi hatinya gelisah bukan main. Dia berpikir keras. Dia tidak sependapat dengan Auwyang Jin bahwa si Mesum tengah pergi ke suatu umpat untuk membeli makanan. Tentu si Mesum akan minta bantuan seorang pelayan rumah makan itu untuk membelikan makanan yang dikehendakinya, bukan dia yang pergi sendirinya.
Namun, disebabkan tidak tahu kemana harus pergi mencari si Mesum, maka Thio Kiong Yan pun tidak bisa melihat cara lain, hanyalah menunggu saja kembalinya si Mesum.
Tapi yang ditunggu-tunggu tidak juga kunjung datang. Hal ini membuat mereka semakin gelisah.
Setelah hari naik tinggi dan si Mesum belum juga kembali, Thio Kiong Yan bilang pada Auwyang Jin dan Li Put Hweshio: "Biarlah Boanpwe pergi mencarinya !"
"Mencari kemana?!?" Tanya Auwyang Jin.
Ya, mencari kemana? Thio Kiong Yan sendiri tidak tahu kemana dia harus mencari si Mesum.
Thio Kiong Yan mengangkat bahunya.
"Entahlah ... tapi biarlah Boanpwe pergi mengelilingi kota ini saja, siapa tahu bisa memperoleh tanda tanda kemana dia pergi!" Kata Thio Kiong Yan kemudian.
Auwyang Jin mengangguk "Tapi, kau harus kembali dalam waktu cepat, Thio Siangkong ... jangan membuat kami tambah gelisah ".
Ttio Kiong Yan mengangguk. Dia pun pergi untuk mencari si Mesum.
Seluruh kota telah dikelilingi Thio Kiong Yan. Namun, tetap saja tidak berhasil menemukan jejak atau tanda-tanda yang bisa menunjukkan si Mesum berada dimana.
Keras dugaannya bahwa si Mesum diculik seseorang. Entah dengan cara bagaimana si Mesum dapat diculik orang lain ... dugaan itu semakin keras setelah sore Thio Kiong Yan masih belum bisa mencari si Mesum, dan pulang ke rumah penginapan, di sana si Mesum pun belum kembali.
"Hemmm, tidak salah lagi, tentu si Mesum telah diculik seseorang!" Kata Li Put Hweshio. "Mustahil dia pergi begitu saja meninggalkan kita? Aku tahu benar jiwa dan tabiat muridku itu ...! Hai! Hai! Entah dia pergi kemana? "
"Benar benar nakal anak itu, membuat kita berkuatir tidak karuan ....!"
Thio Kiong Yan menghela napas.
"Biarlah setelah beristirahat, Boanpwe akan pergi lagi mencarinya di sekitar kota ini, siapa tahu Boanpwe bisa menemukan jejaknya ..." Kata pemuda itu.
Auwyang Jin menghela napas dalam-dalam, dengan suara yang penuh penyesalan dia bilang: "Sayang Lohu tengah terluka berat dan belum sembuh, kalau tidak Lohu tentu bisa membantu Thio Siangkong untuk mencari si Mesum!"
"Biarlah, Locianpwe, tidak usah kau pikirkan, cukup Boanpwe saja yang mencarinya" Kata Thio Kiong Yan.
Begitulah setelah bersantap, Thio Kiong Yan pergi lagi keluar rumah penginapan, dia mengelilingi kota itu pula, tetap saja tidak berhasil menemukan jejak si Mesum. Bahkan tanda-tanda yang menunjukan ke mana si Mesum pun, tidak diperolehnya.
Banyak orang-orang yang sudah ditanyainya, apakah mereka ada yang lihat seorang bocah dengan ciri cirinya disebutkan dan dijelaskan Thio Kiong Yan.
Namun tidak ada seorangpun yang pernah melihatnya. Mereka umumnya cuma menggeleng saja.
Selama mengelilingi kota itu, Thio Kiong Yan pun tidak melihat sesuatu yang istimewa. Dia jadi berbalik heran. Sesungguhnya, kota ini tengah panas sekali, dengan berdatangan banyak sekali orang-orang Kangouw, namun sekarang tampaknya tenang-tenang. Juga si Rase Terbang, entah sudah pergi ke mana?
Apakah orang orang Sah Tok Kauw pun sudah tidak berada di kota ini lagi? Itulah dugaan Thio Kiong Yan, sebab dia tidak melihat tanda-tanda ada satu dua orang anggota perkumpulan tersebut yang berkeliaran di dalam kota itu lagi.
Setelah berkeliling hampir satu malaman, di saat malam sudah larut benar, dia kembali ke rumah penginapan, menceritakan kegagalannya mencari si Mesum kepada Li Put Hweshio dan Auwyang.
Mereka jadi kecewa dan gelisah sekali, karena mereka sangat menguatirkan keselamatan si Mesum.
Kemana perginya si Mesum?
0odwoo000oookz0 KEMANAKAH perginya si Mesum, yang tahu-tahu lenyap begitu saja tanpa meninggalkan tanda dan jejak? Apakah benar-benar bocah itu telah diculik oleh seseorang.
Marilah kita ikuti kemana perginya si Mesum ...
Malam itu si Mesum gelisah sekali, dia tidak bisa tidur. Dia mendengar dengkur Li Put Hweshio, Thio Kiong Yan dan juga Auwyang Jin.
Si bocah bangun dari tidurnya, dia turun dari pembaringan dan keluar dari kamarnya.
Sebetulnya si bocah sudah berusaha untuk tidur, namun biarpun sepasang matanya sudah dipejamkan rapat-rapat, tetap saja dia tidak berhasil tidur. Malah di waktu itu dia merasa hatinya tidak tenang benar.
Gurunya yang merupakan satu-satunya orang yang terdekat dengannya, tengah terluka. Malah terancam akan lumpuh. Sekarang dia akan hidup seorang diri lagi, di mana katanya dia akan diajak oleh Thio Kiong Yan, karena gurunya tidak bisa merawatnya. Alasan gurunya memerintahkan dia ikut Thio Kiong Yan ialah agar si Mesum bisa mempelajari, ilmu yang liehay dari Thio Kiong Yan.
Hanya saja, hati si Mesum tidak tega buat meninggalkan gurunya yang tengah terluka itu. Maka, dia jadi gelisah sekali..
Karena tetap tidak bisa tidur, dia keluar dari kamarnya. Dia melangkah perlahan-lahan karena tidak mau mengganggu tidur Li Put Hweshio dan Thio Kiong Yan, kemudian sama perlahannya dan hati-hati membuka pintu kamar, lalu keluar.
Di ruang tengah rumah penginapan itu dia melihat seorang pelayan tengah duduk dengan kepala membelengut tidak hentinya, karena dia sedang tertidur. Rupanya dia sangat mengantuk dan lelah sekali setelah satu harian bekerja keras melayani tamu-tamu. Si Mesum tidak mau mengganggu tidur si pelayan, dia menghampiri pintu besar, mendorong terbuka pintu itu dan melangkah keluar.
Di jalan raya sudah sepi sekali. Malam telah larut. Tapi mata si Mesum justeru belum juga mengantuk. Dia berdiri di depan rumah penginapan itu memandang ke sana kemari.
Semua yang dilihatnya berada dalam kegelapan dan kesunyian. Tidak ada orang yang berlalu lalang. Sinar api penerangan yang dipasang di depan rumah penginapan itu, di sisi kiri kanan dari pintu rumah penginapan itu, membantu sedikit penglihatannya. Dia merasa dingin sekali waktu ada siliran angin yang lebih keras dari sebelumnya, menerpa tubuhnya.
Si Mesum menggigil sedikit, kemudian sambil bersedekap dia melangkah perlahan-lahan menyusuri jalan itu. Karena dia ingin menenangkan hati dan pikirannya. Percuma saja, kalau memang dia belum memperoleh ketenangan hatinya, tidak bisa tidur.
Tengah si Mesum melangkah perlahan-lahan menyusuri jalan itu, dan melihat rumah rumah penduduk sepi dan tertutup rapat, karena penghuninya tengah tertidur nyenyak di pembaringan masing masing.
Mendadak sekali, si Mesum melihat sesuatu.
Jauh terpisah di depannya, tampak seorang nenek tua dengan tubuh yang bungkuk, tengah berjalan perlahan-lahan.
Hati si Mesum tercekat kaget. Dia menyangka ada setan yang hendak mengganggunya.
"Akh, di dunia mana ada setan? !" Pikir si bocah akhirnya. "Tidak mungkin nenek tua itu adalah setan penasaran ... mungkin dia memerlukan sesuatu maka dia keluar rumah di malam selarut ini ....!"
Karena berpikir begitu, si Mesum terbangkit keberaniannya. Dia berdiam di tempatnya tanpa berperak, mengawasi si nenek tua bungkuk itu melangkah perlahan-lahan menghampirinya:
Nenek tua itupun melihat si Mesum. Dia tertegun sejenak, tampaknya dia heran nenek tua bungkuk itu mengawasi si Mesum beberapa saat kemudian, barulah dia melangkah ke depan lagi sambil tertawa perlahan sekali.
Si Mesum sekarang sudah melihat jelas muka si nenek tua. Selain dia bungkuk dan jalannya saja susah, juga mukanya sangat menyeramkan. Dengan kulit muka yang sudah berkeriput dan juga matanya yang cekung dan hidungnya yang penuh dengan kerut kerut ketuaan. Dia tengah menyeringai dan mulutnya yang berkerisut itu tidak bergigi lagi ... Sebetulnya itu adalah seraut wajah yang sangat menyeramkan. Tapi si Mesum berusaha menenangkan hatinya, karena dia hendak meyakinkan dirinya, betapapun nenek tua itu bukanlah setan atau hantu yang akan mengganggunya.
Si nenek tua bungkuk itu telah tiba di depan si Mesum, dia masih tertawa perlahan kemudian katanya: "Anak ." mengapa kau berada di luar rumah larut malam seperti ini?!"Suara si nenek, yang terdengar sember, suara seorang yang telah lanjut usia, tapi sabar sekali nadanya. Dan ini membuat hati si Mesum tambah tenang.
"Popo ... aku sedang sulit tidur, pikiranku sedang tidak tenang, maka aku ingin jalan-jalan dulu untuk menenangkan pikiran .... !" Kata si Mesum kemudian.
"Hehehe!" Tertawa si nenek tua tersebut. "Bocah seperti kau nak bisa ruwet juga pikirannya? Ha ha ha ha lucu sekali! Apa iya bocah sekecil kau bisa gelisah dan memiliki pikiran yang tidak tenang. Biasanya yang Popo ketahui, seorang anak kecil sebaya kau, nak, tentu akan tenang sekali di pembaringan kalau malam telah turun. Setelah makan kenyang, terus tidur dengan sekenyang-kenyangnya ....!"
Mendengar perkataan nenek tua itu si Mesum tidak mendongkol, malah dia tertawa.
"Lalu, mengapa nenek juga berada di luar rumah di larut malam seperti ini?!"
Nenek tua itu mengawasi si Mesum beberapa saat, kemudian dia batuk-batuk beberapa kali. Tampaknya memang kesehatannya kurang baik disamping usianya yang terlalu tua.
"Nenek sedang mencari cucuku ..!" Dia menjelaskan setelah berhenti batuk.
Si Mesum merasa kasihan pada nenek tua ini.
"Kemana perginya cucu Popo? !"
"Entahlah!" "Dia pergi tidak memberitahukan lagi?."
Si nenek menggeleng. "Tidak ... justeru sampai sekarang dia belum pulang ."
"Akh .... di malam selarut ini Popo mencari cucumu, nanti salah-salah Popo sendiri yang masuk angin! Cucu Popo benar-benar tidak memikirkan betapa dia membuat Popo jadi menderita !"
Si nenek tersenyum. "Hemmm, memang dia anak nakal! Tentu dia tidak sebaik kau!" Kata si nenek sambil tersenyum. Tapi karena sudah lanjut usia dan bibirnya sudah berkeriput sehingga senyumnya itu menyeramkan, seperti menyeringai.
Muka si Mesum berobah merah.
"Tapi ... aku juga bukan anak yang baik" Kata si Mesum sambil menggelengkan kepalanya. "Justeru aku adalah seorang anak yang malang nasibnya!"
Berkata begitu, hati si Mesum jadi sedih.
Karena seketika dia teringat bahwa dirinya selalu menderita dan sengsara, selalu saja tidak pernah mengelahui siapa dirinya, siapa orang tuanya dan tidak pernah merasakan kasih sayang orang tuanya. Juga tidak tahu siapa neneknya sendiri .....
Nenek tua itu tertawa. "Kalau memang demikian, maukah kau menemani Popo untuk mencari cucuku itu?" Tanya si nenek.
Si Mesum ragu-ragu, tapi melihat keadaan si nenek seperti itu, dia tidak tega untuk menolak. Maka dia mengangguk.
"Baiklah Popo ....!" Katanya kemudian, "Kemana kita pergi mencarinya cucu Popo!"
"Entahlah ... mungkin dia pergi keluar kota ...!" Kata si nenek. "Biasanya dia suka main di luar pintu kota ... di sebelah barat ...!"
Si Mesum mengangguk lagi. "Mari! Mari Popo ... !"
Nenek tua itu batuk-batuk lagi beberapa kali, dengan langkah kaki yang susah, satu satu, telah melangkah. Si Mesum mengikuti di sampingnya. Waktu itu dia merasa kasihan sekali kepada nenek tua ini, yang sudah sulit berjalan tapi dia masih juga bersusah payah berusaha mencari cucunya. Sungguh, kasih sayang yang membuat hati si Mesum jadi mengiri, karena dia sendiri tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya maupun nenek kakeknya.
Setelah sampai di pintu kota sebelah barat, di situ keadaan sangat sepi sekali.
"Tidak ada orang Popo .....!" Kata si Mesum sambil cilak cilek ke sana kemari. Hatinya jadi tidak tenang, dia merasa takut, karena di tempat itu selain sangat sepi juga gelap sekali.
Si nenek menunjuk ke arah depannya, dia bilang; "Biasanya dia main di sana ... !" Sambil berkata begitu, dia melangkah lagi. Si Mesum terpaksa mengikutinya.
Setelah berjalan beberapa saat. hati si Mesum tambah tidak tenang. Malah dia jadi menggidik ngeri, setelah melihat dan mengetahui bahwa dia berada di sekitar tanah pekuburan.
"Popo .., ini ... ini tanah pekuburan !"
Kata si Mesum sambil mengawasi si nenek dengan sikap takut. Dia kuatir sekali berada di tanah pekuburan, karena dia teringat akan cerita cerita tentang setan penasaran dan hantu.
Si nenek menoleh mengawati si Mesum. Tapi sekarang dia tidak seperti tadi, berdiri dengan tubuh bungkuk, melainkan sekarang dia sudah bisa berdiri tegak.
"Kalau memang cucuku tidak bisa dicari, biarlah kau sebagai gantinya saja ....!" Kata si nenek.
Kaget si Mesum. Hatinya tercekat.
"Apa, Popo?!" "Kalau memang aku tidak berhasil menemukan cucuku, biarlah kau sebagai penggantinya saja!"
"Popo ...?!" Si Mesum mengawasi nenek tua itu dengan sorot mata bertanya-tanya.
Sedangkan nenek tua itu telah tertawa lagi, tapi nada suara tertawanya kali ini sangat menyeramkan.
Tangan si nenek malah sudah mengeluarkan sesuatu. Waktu si Mesum mengawasi benda ditangan si nenek, dia tambah kaget. Itu adalah sebuah karung, yang halus sekali buatannya.
"Popo .. apa yang ingin kau lakukan?!" Tanyanya.
"Kau saja sebagai pengganti cucuku... kau akan kumasukan ke dalam karung ini !" Menjelaskan si nenek sambil tertawa menyeringai tanpa gigi, menyeramkan mukanya yang sudah tua itu penuh keriputan.
Si Mesum tambah kaget, dia sampai mengeluarkan keringat dingin.
"Popo.... kau jangan main-main!" Kata si Mesum pada akhirnya..
"Aku tidak main main....!" Menyahuti si nenek sambil menggerakkan tangannya, dengan karungnya itu dia hendak menungkrap kepala si Mesum.
Tentu saja si Mesum kaget tidak terkira, dia sampai menjerit, kemudian dengan sekuat tenaganya dia hendak lari menjauhi si nenek.
Si Mesum memang sudah memperoleh didikan dari Li Put Hwesio, walaupun dia tidak memiliki kepandaian yang tinggi, tapi kalau cuma nenek tua biasa pasti tidak mungkin bisa mengejarnya.
Tapi nenek tua itu luar biasa sekali. Di luar dugaan si bocah. Karena, begitu si Mesum memutar tubuhnya untuk berlari, waktu itu si nenek telah menjejakkan tubuhnya melambung ke udara, dan karungnya hendak menungkrap lagi.
Si Mesum berseru kaget, tubuh si nenek seperti seekor burung walet yang melayang ringan sekali di atas kepalanya. Dia mengayunkan tangan kanannya buat mencorong. Namun usahanya gagal. Karung si nenek telah menungkrap kepalanya, terus turun ke bawah, ke tubuhnya.
Si Mesum tahu-tahu merasakan segala sesuatunya jadi gelap, karena dia telah kena ditungkrap oleh karung si nenek. Kalang kabut dia menonjok dan mendorong kesana kemari. Namun karung itu alot sekali, sepertinya karung itu terbuat dari urat-urat binatang.
Dalam keadaan seperti itu, tampak si Mesum sudah tidak berdaya, karena itu sambil tertawa, si nenek telah mengikat mulut karung itu tenang-tenang. Si Mesum sudah berada di dalam karung, terbungkus. Biarpun tampaknya dia seorang nenek tua yang sudah tidak kuat untuk berjalan, namun waktu dia menenteng karung yang berisi si Mesum, justru dia menentengnya dengan mudah sekali. Malah, tubuhnya seperti juga bayangan saja, sudah berlari pesat luar biasa, karena ginkangnya ternyata sangat tinggi sekali, dia bisa berlari secepat angin, sehingga sepasang kakinya seperti tidak menginjak bumi lagi.....
Benar-benar kaget si Mesum, apa lagi dia merasakan tubuhnya tergantung melayang-layang. Dia segera tahu bahwa dia tengah dibawa berlari oleh si nenek tua itu.
Cuma saja, yang membuat si Mesum jadi tidak habis mengerti tadi si nenek tua begitu sulit untuk berjalan, sekarang dia bisa berlari secepat terbang saja. Dan si Mesum tersadar, rupanya nenek tua itu hanya pura-pura saja seperti seorang nenek tua lemah. Lalu, apa maksud si nenek tua dengan menawan si bocah? Hal inilah yang tidak dimengerti oleh si bocah. Dia juga tidak mengerti, mengapa si nenek mengatakan bahwa nenek itu tengah mencari cucunya dan kalau tidak bertemu dengan cucunya si Mesum dianggap sebagai pengganti cucunya? Teringat seperti itu hati si Mesum tergetar. Dia menyesal, mengapa di malam selarut ini keluar dari kamarnya? Bukankah si nenek inipun tampaknya bukan sebangsa manusia baik-baik? Dalam karung itu si Mesum jadi teringat kepada Li Put Hweshio, gurunya, juga kepada Thio Kiong Yan dan Auwyang Jin. Kalau saja dia tidak keluar rumah penginapan, mungkin dia tidak perlu mengalami peristiwa seperti ini.
Si Mesum juga jadi ingat, alangkah kaget dan berkuatirnya besok pagi, kalau Li Put Hweshio, gurunya itu. mengetahui dia sudah tidak berada di dalam kamar itu. Demikian juga Thio Kiong Yan dan Auwyang Jin. Mereka tentu akan bingung sekali.
Karena terpikir begitu, si Mesum jadi merasa sedih. Tanpa dikehendaki dia telah menitikkan butir-butir air mata.
Sekali sekali si Mesum mendengar suara tertawa si nenek tua itu, yang samar-samar terbawa angin, karena nenek itu masih terus berlari dengan pesat.
Sampai akhirnya si Mesum merasa kesakitan, karena nenek tua itu telah melemparkan karung itu ke lantai yang keras, sehingga si Mesum yang berada dalam karung itu terbanting keras sekali.
"Hemmmm!" Terdengar si nenek itu mendengus. "Kau sudah boleh keluar! Terkurung terus menerus didalam karung itu tentu kau akan mampus tidak bernapas !"
Si Mesum mengetahui bahwa si nenek tua tengah membuka ikatan pada mulut karung itu, dia diam saja. Cuma di hatinya sudah terpikir, begitu mulut karung terbuka, dia akan segera menghantam dengan kepalan tangannya dan kalau memang nenek tua itu kaget dan melompat mundur, dia akan berusaha meloloskan diri dari tangan si nenek tua itu.
Mulut karung memang telah terbuka. Tapi ketika si Mesum belum sempat menggerakkan tangannya memukul si nenek tua itu, justru tangan kiri si nenek tua itu telah menjambak baju dipunggungnya, menariknya keluar dari dalam kurung itu kemudian dilemparkannya, seperti juga melemparkan seekor ayam saja.
Tubuh si Mesum terlempar tinggi, kemudian terbanting keras di lantai lagi, seketika si Mesum merasakan kepalanya pusing dan matanya berkunang-kunang.
"Hehehehe !" Tertawa nenek tua itu dengan suara yang menyeramkan sekali. "Sekarang aku sudah berhasil menemukan pengganti cucuku!"
Si Mesum merangkak bangun, walaupun dia merasakan kepalanya masih pusing dan matanya berkunang-kunang.
"Aku bukan cucumu!" Dia berteriak dengan suara yang nyaring sekali,
"Hehehehehe !" Tertawa si nenek tua itu dengan suara yang menyeramkan. "Kau adalah pengganti cucuku.....!"
"Aku tidak mau!"
"Tidak mau ?!" "Ya.... aku tidak mau menjadi cucumu !
"Hem, begitukah?!"
"Ya.....aku tidak mau punya nenek seperti kau !"
"Kenapa?!" "Karena tampaknya kau bukan sebangsa manusia baik-baik!" Berseru si Mesum dengan sikap gusar. Dia mendongkol sekali, dua kali dia sudah dibanting oleh nenek tua itu.
"Hehehehe ..!" Nenek tua itu tertawa lagi dengan suara yang menyeramkan.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu itu dipergunakan oleh si Mesum untuk melirik mengawasi sekitar tempat di mana dia berada.
Ternyata mereka berada di sebuah ruangan yang besar dan penuh dengan barang mewah.
Tentunya ini merupakan salah satu kamar dari sebuah rumah yang besar dan mewah, rumah seorang bangsawan kaya raya. Apakah nenek tua itu memang dari keluarga kaya raya?
Waktu si Mesum tengah mengawasi sekeliling, si nenek tua aneh itu sudah berhenti tertawa, "Aku mau dengar sekali lagi !" Kata si nenek tua itu dengan suara yang menyeramkan.
"Apa yang mau kau dengar lagi?!"
"Apakah kau benar benar tidak mau jadi cucuku?!"
"Ya." "Sudah pasti tekadmu itu? !"
"Ya !" "Tidak akan menyesal?!"
"Mengapa harus menyesal? !"
"Bagus....!" Berseru si nenek. "Kalau memang kau tidak bersedia menjadi cucuku, maka aku yang akan memaksa kau menjudi cucuku"
"Mana ada cara seperti itu yang memaksa orang untuk menjadi cucumu ?!" Teriak si Mesum mendongkol bukan main.
"Hemmm.... mengapa tidak ada cara seperti itu? Buktinya sekarang saja kau sudah melihat, memang ada cara seperti itu, yaitu aku akan memaksa kau menjadi cucuku!"
"Aku tidak mau! Walaupun kau akan membunuhku, tetap aku tidak mau mempunyai nenek seperti kau !!"
"Omong kosong ! Memangnya aku ini iblis yang menakutkan?!"
"Memang tampaknya kau bukan orang baik baik !"
"Hehehehe he, benar-benar liehay mulutmu!" Kata si nenek. "Kau tidak mau memaki aku, tapi tampaknya secara tidak langsung kau sudah memaki aku sebagai makhluk yang menakutkan dau bukan sebangsa manusia baik-baik! Karena kau sudah mengatakannya seperti itu, aku juga tidak perlu menyembunyikan lagi, bahwa aku sesungguhnya memang bukan orang baik-baik!" Rupanya si nenek merasa mendongkol sekali oleh sikap si Mesum.
Sambil berkata begitu, si nenek melangkah menghampiri si Mesum, matanya bersinar tajam sekali.
Si Mesum tidak tahu apa yang akan dilakukan nenek tua itu terhadap dirinya. Dia cuma mengawasi dengan hati berdebar. Dia juga bersiap-siap.
Namun si nenek tua itu tidak memperdulikan sikap si bocah. Dia mendengus, katanya "Rebahlah! "
Sambil membentak begitu, tangan kanannya mengibas.
Luar biasa sekali. Begitu tangan si nenek mengibas, seketika menyambar serangkum angin yang kuat.
)dewikz^aaa( Jilid 11 SI MESUM sendiri tidak tahu apa-apa lagi, karena tahu-tahu tubuhnya sudah tersampok mental, tanpa dia bisa mempertahankan kuda-kuda kedua kakinya, tubuhnya sudah terpental dan terbanting di lantai. Dia menderita kesakitan yang hebat, sebab dia terbanting keras sekali.
Dalam keadaan seperti itu, tampak si Mesum masih berusaha merangkak bangun.
Nenek tua itu dengan gerakan yang lincah sekali, berbeda benar dengan keadaannya waktu pertama kali bertemu dengan si Mesum, sudah berada di samping si Mesum.
"Rebah!!" Bentak si nenek lagi. Kaki kanannya, sudah menginjak punggung si bocah, sehingga si Mesum tidak bisa bergerak, terdiam saja di lantai.
Bukan kepalang marahnya si Mesum, tapi benar-benar dia tidak berdaya oleh injakan si nenek.
"Hemm, katakan, kau mau menjadi cucuku tidak?!" Tanya si nenek dengan suara yang bengis.
"Tidak!!" "Mau tidak?!" Suara si nenek meninggi.
"Tidak !Tidak! Tidak!!"
"Sekali lagi kutanya, kau mau tidak menjadi cucuku?!"
"Tidak! Tulikah kau? Aku tidak mau menjadi cucumu!" Teriak si bocah dengan suara yang melengking nyaring.
"Hammm, tahukah kau jika kau menolak keinginanku, maka kau akan menghadapi bahaya yang tidak kecil...!"
"Masa bodo! Aku tidak mau mempunyai seorang nenek seperti kau! Cisss, siapa yang kemudian menjadi cucumu?!"
"Kau harus mau menjadi cucuku!" Teriak si nenek dengan suara gusar.
"Tidak mau! Tidak mau!" Teriak si bocah, tidak mau kalah.
"Benar-benar kau menolak tawaranku?!"
"Tawaran? Cisss, kau kira aku ini benda atau barang yang bisa diperjual belikan ?!"
"Satu kali lagi aku ingin mendengar, kau benar-benar menolak perintahku agar kau menjadi cucuku?!"
"Ya!" "Tidak menyesal ?!"
"Tidak !" "Benar?!" "Cerewet amat sih kau?!"
"Karena aku seorang nenek!!" Menyahuti si nenek dengan suara mengejek.
"Hemmmm, lepaskan aku!"
"0..o..o... enak saja....!!Melepaskan kau?!"
"Ya...!" "Aduhh, enaknya ...! Kalau tidak mau menjadi cucuku, malah kau akan kumampusi !"
Menggidik hati si Mesum. Sekarang dia sudah mengetahui bahwa nenek tua itu memang bukan sebangsa manusia baik baik. Bisa saja dia membuktikan ancamannya itu. dia bisa saja membunuhnya. Karenanya, Si Mesum jadi berpikir dua kali.
"Hemmm, apakah kau tidak malu, seorang nenek tua menghina anak kecil?!" Tanya si Mesum pada akhirnya,
"Aku yang malu atau kau yang malu?!" Balik tanya si nenek "Seorang anak nakal menghina seorang nenek tua renta yang sudah tidak berdaya?!"
Si Mesum jadi tertegun dibaliki begitu.
Benar juga yang dikatakan si nenek. Bisa saja orang menuduh si Mesum yang tidak berperikemanusiaan, mempermainkan dan melawan seorang nenek tua renta yang untuk berjalan saja sudah tidak kuat. Si Mesum jadi terdiam
"Bagaimana ? Apakah kau sudah merobah pendirianmu?!" Tanya si nenek lagi.
Si Mesum terdiam saja. Si nenek menginjak lebih kuat, diam-diam dia menyalurkan tenaga dalam pada telapak kakinya.
Si Mesum karuan saja jadi menjerit-jerit kesakitan, karena dia merasakan tulang punggungnya seperti ingin remuk.
"Kau jangan mempersakiti aku... kau jangan menyiksa aku!" Teriak si Mesum "Kalau guruku mengetahui perbuatan ini, hemm, hemm, biarpun kau melarikan diri keujung dunia jangan harap kau bisa meloloskan diri !"
"Siapa sih gurumu ? Aku jadi ingin mengetahui!" Kata si nenek dengan suara yang tawar, tenang sekali, sama sekali dia tidak gentar atau memperlihatkan perasaan takut.
"Guruku Li Put Hweshio...tentu kau telah pernah mendengar nama besar guruku itu?"
"Ya... aku pernah mendengar tentang Li Put Hweshio!! Tapi dia seorang Hweshio yang tidak berarti apa apa ...karena dia hweshio tolol yang tidak punya guna...nanti kalau kau masih bisa bertemu dengannya, kau jangan memberitahukan hanya untuk satu kali saja..kau boleh memberitahukannya sampai sepuluh kali padanya !"
Mendongkol bukan main hati si Mesum. Si nenek tua ini benar-benar pedas mulutnya buat membikin dia mendongkol.
Seketika itu juga si Mesum merasakan bahwa nenek tua ini memang seorang yang sulit sekali buat diajak bicara.
"Bagaimana? Kau mau tidak menjadi cucuku?"
"Tidak." "Eh. benar-benar bandel kau !"
Sambil berkata begitu, karena mendongkol, si nenek telah menginjak lebih kuat.
"Krekkkkkk!" Seketika tulang punggung si Mesum berbunyi, sakitnya luar biasa.
Si Mesum sebetulnya hampir menjerit, namun teringat bahwa si nenek menyiksanya dengan adatnya yang begitu aneh, maka timbul sifat tidak mau kalahnya, diapun tidak mau merintih atau menjerit. Namun tidak urung mukanya jadi meringis menahan sakit.
"Hemmm, kalau sampai tulang punggungmu aku injak hancur, jangan harap kau bisa menjadi manusia lagi!!" Kata si nenek.
Si bocah diam saja. "Kau tuli? Kau bisu? Aku sudah beritahukan kepadamu, kalau sampai tulang punggung mu ini remuk, maka selanjutnya kau tidak bisa menjadi manusia lagi, alias kau mati....atau kau akan menjadi manusia bercacad dan bungkuk!
Sebetulnya si Mesum ingin membawa adatnya. Tapi mendengar bahwa kemungkinan dia jadi bercacad. hatinya jadi gentar juga.
"Sebetulnya apa yang kau inginkan dan aku?!" Tanya si bocah mendongkol.
"Aku cuma suruh kau menjadi cucuku.."
"Nenek tidak tahu malu !" Memaki si bocah sengit.
"Memang aku tidak tahu malu! Kalau aku pemalu, apakah aku perlu keluyuran mencari cucuku, dan minta kau menjadi penggantinya? Aku memang tidak tahu malu....!" Setelah berkata begitu, si nenek tertawa hehehe lagi dengan adatnya yang aneh itu. Benar-benar luar biasa sekali perangai nenek tua ini, dia tidak bisa di bikin marah oleh makian si Mesum, malah dia sengaja melontarkan kata-kata yang membuat si Mesum tambah mendongkol.
"Kau setuju menjadi cucuku ?!" Desak si nenek.
"Kalau aku bersedia menjadi cucumu, apa yang harus kulakukan ?!" Tanya si Mesum pada akhirnya.
"Oooo, kau setuju menjadi cucuku ?!" Si nenek jadi kegirangan, malah injakan kakinya di punggung si Mesum sudah segera diangkatnya, dan dia sudah berseri-seri mengawasi si bocah.
"Belum tentu.. aku ingin mendengar dulu keteranganmu!!" Kata si Mesum.
"Apa ?!" Si Nenek jadi mendongkol. "Kau berani mempermainkan aku?!"
"Bukan mempermainkan kau! Tapi aku ingin mendengar dulu keteranganmu, apakah kalau memang aku bersedia menjadi cucumu, aku akan hidup susah atau senang.....!"
"Tentu saja kau hidup senang, apa yang kau inginkan akan kuberikan, kau minta ini dan itu akan kululuskan!"
"Baiklah! Kuberitahukan kepadamu, dengan mengambilku sebagai cucumu, maka kau akan menderita!"
"Mengapa begitu ?!"
"Aku akan sengaja meminta ini dan itu!"
"Ooooo, tidak apa-apa....!" Menyahuti si nenek berseri. "Asal kau mau menjadi cucuku, maka akan kuturuti semua kemauanmu....!"
"Baik! Aku bersedia menjadi cucumu!"
Si nenek kegirangan. "Cucuku! Cucuku!" Sambil berseru-seru begitu dia membungkukkan tubuhnya, dia membantui si bocah bangun, kemudian memeluknya, menciuminya.
Menggidik si bocah diciumi oleh bibir yang telah pada berkeriput seperti mulut si nenek. Tapi dia diam saja.
Namun sebagai seorang anak yang sejak kecil sudah tidak tahu lagi siapa dirinya, siapa orang tuanya, yang membutuhkan kasih sayang, maka sekarang melihat kelakuan si senek, hati si Mesum tersentuh. Dia merasa iba dan kasihan juga pada si nenek.
Seketika si Mesum mau menduga, mungkin juga nenek tua ini memang benar benar menginginkan seorang cucu dan dulunya dia pernah mempunyai cucu, tapi mungkin saja dia ditinggal mati cucunya atau memang sang cucu itu telah menghilang entah kemana..
Parlahan-lahan perasaan marah dan mendongkol si mesum jadi berkurang, dia membiarkan mukanya diciumi si nenek tua itu.
"Cucuku, kau mau minta apa! Katakan saja.... jangan malu malu sama Popo..... Popo akan memberikan apa yang kau minta!!"
"Benarkah?!" "Ya!! katakanlah......."
"Aku ingin, minta....."
"Ayo sebutkan!"
"Antarkan aku pulang ke tempatku!"
"Apa?!" "Nah, tadi kau sudah berjanji Popo, apa yang kuminta kau akan memenuhinya. Sekarang ini aku baru meminta padamu agar mengadakan aku pulang ke tempatku, kau sudah kaget seperti itu dan tidak mau melakukannya!!" Kata si Mesum sambil tersenyum.
"Jadi kau mau meninggalkan Popo?!"
"Bukan meninggalkan, tapi aku cuma meminta Popo mengantarkan aku ke tempatku!"
"Oooo, nanti gurumu tidak mau memberikan kesempatan Popo berkumpul denganmu !"
"Guruku seorang baik !"
"Bohong!" "Kok bohong ? Aku yang mengetahui benar watak guruku, dia seorang yang baik !"
"Hemmm, baiklah ! Tapi kau harus berjanji, bahwa kau akan ikut bersamaku !"
"Ya......!" "Dan jika sudah bertemu dengan gurumu, nanti kau beritahukan padanya bahwa aku ingin mengajakmu.....!"
Si Mesum jadi bimbang. Kalau menang dia mengajak si nenek bertemu dengan gurunya, sedangkan Li Put Hweshio tengah tertuka dan terancam kelumpuhan, begitu juga Auwyang Jin mana bisa ini terjadi? Kalau sampai terjadi pertempuran, tentu bisa membahayakan keselamatan Li Put hweshio dan Auwyang Jin. Mungkin saja Thio Kiong Yan bisa melindungi dirinya sendiri, tapi sulit buat dia melindungi Auwyang Jin dan Li Put Hweshio.
Si nenek sendiri seorang yang berangasan, kalau nanti terjadi salah paham das dia marah, boleh jadi dia akan turun tangan sungguh sungguh dan mencelakai Li Put Hweshio dan Auwyang Jin atau Thio Kiong Yan. Karena dari itu tampak si Mesum jadi bimbang
"Kenapa diam saja ?!"Tegur si nenek,
"Ini.... ini... akh, aku tidak jadi pergi menemui guruku !" Kata si Mesum akhirnya.
"Kenapa kau membatalkan keinginanmu?!" Tanya si nenek, yang jadi heran melihat kelakuan si bocah.
"Aku tidak mau kau bertemu dengan guruku, karena nanti kalau sampai guruku minta agar Popo meninggalkan aku, kan berabe dan repot. Kau mau meninggalkan aku, Popo!!"
"Tentu saja tidak ! Kalau perlu gurumu itu akan kumampusi agar dia tidak menghalang-halangi...!!"
Si Mesum tergetar hatinya. Dugaannya memang tepat, kalau sempat nenek tua aneh ini bertemu gurunya dan terjadi perselisihan, bisa terjadi si nenek memang akan membunuh Li Put Hweshio dan yang lainnya.
"Sekarang kau mau minta apa lagi cucuku!?"
"Katakanlah.........." Desak si nenek, yang jadi girang bukan main, karena mengetahui bahwa si bocah tidak memaksa dia pergi mengamankannya menemani gurunya.
"Tidak ada apa-apa lagi !" Dan karena jengkel si Mesum telah menjatuhkan diri duduk terpekur tidak bilang apa apa lagi.
Si nenek telah duduk di sampingnya. "Tentunya kau lapar dan ingin makan, bukan?!" Tanya kemudian, dengan sikap dan suara penuh kasih sayang.
Si Mesum mengangguk, si Nenek tua itu berlari keluar kamar itu, dia kembali lagi tidak lama kemudian membawa macam-macam makanan.
Tanpa sungkan-sungkan si bocah telah memakannya.
Si nenek mengawasi si bocah. "Cucuku.... mukamu murung saja. Apakah ada sesuatu yang menyusahkan hatimu?!" Tanyanya.
Si Mesum menggeleng. "Hai... Hai! Mungkin kau menyesal sudah bersedia menjadi cucuku !" Kata si nenek.
Si Mesum diam saja. "Nah, aku tahu ! Benar-benar kau menyesal menjadi cucuku !" Kata si nenek. Wajahnya seketika jadi sedih. Dia menunduk dan menangis
Hati si bocah tergerak. "Popo,... kau jangan menangis. Bukankah aku sudah menjadi cucumu.?" Tanyanya.
"Tapi kau menerima permintaanku menjadi cucuku dengan keadaan terpaksa..!" Kata si nenek tua yang aneh itu. "Karena itu aku jadi sedih.... memang benar apa yang sering kudengar, sesuatu apa yang di paksa selalu tidak membahagiakan."
Si Mesum tersenyum. "Jadi Popo menyesal mengambil aku menjadi cucumu?!"
"Tentu saja tidak... tapi aku tidak sampai hati jika melihat mukamu selalu murung dan berduka..... hatiku sakit.... karena cucuku tersiksa seperti itu....!" Dan si nenek yang aneh ini menangis lagi. Malah tangisnya semakin sedih.
Si Mesum menganggap kelakuan si nenek lucu sekali, dia makan terus dan membiarkan si nenek menangis.
"Hahahahaha ! Mengapa kau menangis nenek tua keriput ?!" Tiba-tiba terdengar suara orang menegur dari luar kamar.
Si Mesum terkejut. Itulah suara yang parau dan dalam, menyeramkan sekali. Entah siapa yang datang dan telah menegur begitu, dia mengawasi ke arah pintu kamar.
Nenek tua itu menyusut air matanya. Dia menoleh dan melihat muka si Mesum, yang tengah terkejut. "Jangan takut cucuku..... jangan takut! Memang tua bangka sialan itu selalu membuat kaget dan takut cucuku!" Kata si nenek menenangkan si Mesum.
Si Mesum diam saja. Sedangkan si nenek sudah melompat berdiri.
"Kakek tua renta sialan.... kau telah mengejutkan cucuku, awas kau, akan kuhajar kau!"
Dan luar terdengar suara tertawa lagi. Malah daun pintu telah di dorong dari luar, terbuka lebar. Dari luar melangkah masuk seorang laki-laki tua, seorang kakek yang mungkin sudah berusia tujuh puluh tabun lebih. Dia melangkah masuk sambil tertawa tidak hentinya.
Namun, ketika melihat si Mesum, matanya jadi mencilak dan dia berhenti tertawa.
"Ihhhhh, kau sudah memperoleh lagi korbanmu?" Tanya si kakek tua itu sambil menjilat bibirnya.
"Kakek tua renta sialan, jangan takut takuti cucuku !" Kata sinenek.
"Cucumu apa? Cucu sialan? Huuuhh Bilang saja teius terang, bahwa dia adalah korbanmu lagi, agar dia tidak mati penasaran. Mengapa harus didustai bahwa dia adalah cucumu... Eh bocah, sudah diberitahukan belum kau oleh nenekmu itu, bahwa sesungguhnya kau akan dijadikan mangsanya, yang akan dimasaknya nanti? untuk disantap olehnya."
Muka si Mesum jadi pucat, dia kaget tidak terhingga. Benarkah apa yang dikatakan oleh kakek tua itu.
Sedangkan nenek tua itu jadi gusar sekali.
"Tua bangka renta sialan..... kau terlalu usil!! Nanti dagingnya tidak akan kubagi kau!"
"Biar! Kau tidak membaginya, aku akan mengambilnya sendiri dengan cara paksa...." Kata si kakek tua itu.
Yang luar biasa, si nenek tua itu tidak marah. Dia tertawa keras hehehebe, sedangkan kakek tua itu tertawa hahahahahahaha juga ..... sehingga suara tertawa mereka seakan juga menggetarkan ruangan tersebut.
Haahh si Mesum tercekat kaget dan takut. Jadi apa yang dikatakan si kakek memang benar. Bahwa dia hanya akan dijadikan korban dan dimasak si nenek belaka ? Rupanya si nenek tua itu hanya pura-pura hendak mengangkat dia menjadi cucunya ?
Menggidik si Mesum mengetahui hal itu, Sisa makanan yang berada di mulutnya sampai tidak bisa ditelannya.
Sedangkan si kakek tua itu sudah menoleh kepada si nenek, dia bertanya ; "Sudah berapa tinggi kepandaianmu?!"
"Sudah hampir selesai! Kalau memang latihanku sudah selesai, kau sudah bukan tandingannku lagi !"
"Ooooo, benarkah?!"
Si nenek mengangguk. "Ya... aku cuma membutuhkan tiga potong hati bocah lagi!" Menyahuti si nenek. "Untuk penyempurnaan, aku masih memerlukan tiga potong lagi !"
"Hahahaha.... tapi aku juga sudah hampir selesai dengan latihanku, belum tentu akan lebih tinggi kepandaianmu dariku !"
"Aku jamin kau tidak mungkin bisa menghadapi aku lagi!!"
"Omong kosong!" Bentak si kakek. "Justru akupun ingin memperlihatkan kepadamu, bahwa ilmu yang selama ini kau latih sebetulnya tidak ada artinya apa-apa...."
Menggidik hati si Mesum. Waktu si nenek dengan si kakek berdebat, hati si Mesum yang kebit-kebit tidak hentinya. Apakah si nenek dan si kakek ini merupakan sepasang orang yang pemakan manusia? Mereka tampaknya memang pemakan daging manusia, didengar dari percakapan mereka tadi, si Mesum sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa dalam beberapa saat lagi dia akan dimasak oleh si nenek tua dan daging tubuhnya akan dimakan si nenek, terutama sekali hatinya.
Keringat dingin si Mesum mengucur deras sekali. Apa lagi dia tadi mendengar bahwa nenek tua aneh itu masih membutuhkan tiga potong hati anak kecil, maka jelas menunjukkan si nenek melatih ilmu yang sesat.
Demikianlah, si Mesum berpikir keras. Walaupun bagaimana dia ingin mencari akal untuk meloloskan diri dari tangan si nenek dan si kakek itu.
Sedangkan nenek dengan kakek itu masih berdebat terus. Sampai akhirnya sinenek bilang "Kalau memang kau ingin memperoleh bagian maka kau harus membantu aku....!"
"Oooo, tentu! Tentu! Bantuan apa yang bisa kulakukan untukmu?!"
"Pergilah kau masak air.... kalau sudah mendidih beritahukan kepadaku !" Kata si nenek.
"Baik !" Kata si kakek, yang segera keluar dari kamar itu dengan wajah berseri-seri girang.
Si nenek sudah menutup kembali pintu kamar, sambil menyeringai menghampiri Si Mesum.
"Kakek itu gila, cucuku.... kau jangan mempercayai kata-katanya!!" memberitahukan si nenek sambil duduk di samping si Mesum
Mengkirik tubuh si Mesum, seluruh bulu di tubuhnya seperti juga bangun berdiri karena merasa ngeri, duduk sebelah menyebelah dengan manusia pemakan daging manusia. Walau pun si nenek hendak menutupi keadaan yang sebenarnya tokh tadi si Mesum sudah telanjur mendengar percakapannya dengan si kakek.
"Heran, kau tidak habiskan makanan itu?!"
"Tidak.... tidak !"
Si nenek mengawasi si bocah, kemudian tertawa..
"Mukamu pucat sekali.., apakah kau merasa sakit atau memang ada sesuatu yang membuat kau takut ?!" Tanya si nenek kemudian.
Si Mesum menggeleng saja. "Katakanlah... biarlah nenek nanti membantumu ! Apa yang kau takuti!" Desak si nenek.
Si Mesum cuma bisa menggeleng, makanan yang tersisa dimulutnya seakan serat ditelannya.
"Cucuku.... kalau ada apa-apa yang menyusahkan hatimu, katakan dan beritahukan kepada nenek.... tentu nenek tidak akan membiarkanmu bersedih hati ! Nenek akan segera menolongmu."
Si Mesum menoleh kepada si nenek mengawasinya dengan hati berdebar keras.
"Popo ... benarkah...benarkah....!" Si Mesum tidak meneruskan kata-katanya.
Si nenek tertawa. "Apanya yang benar? Katakanlah, jangan ragu-ragu! Kok bicara begitu, seperti orang sudah kehabisan napas saja! Katakan ayo..!" Desak si nenek sambil tertawa. Sikapnya seperti juga memanjakan si Mesum.
Si Mesum menelan air liurnya, hatinya semakin berdebar keras sekali, jantungnya memukul keras.
"Sebenarnya Popo...ada yang ingin kutanyakan kepadamu!"
"Ayo tanyakan saja. mengapa tidak segera menanyakannya? Tentang apa, Cucuku?!"
"Tapi aku yakin Popo tentu tidak akan menjawab dengan jujur!!" Kata si Mesum.
Mata si nenek bersinar, tapi itu hanya sekejap saja, cuma beberapa detik saja, kemudian sudah berseri-seri lagi, dia bilang ;"Popo tidak pernah berdusta. Ayo, kau tanyakan apa yang tidak kau pahami, nanti Popo akan menjelaskan!!"
"Apakah Popo dengan kawanmu yang tadi adalah manusia pemakan daging manusia ?!"
Si nenek tertawa. "Tentu saja tidak!! Apakah aku sudah gila mau memakan daging manusia ?!" Menyahuti si nenek.
Si Mesum mengawasi ragu-ragu.
"Tadi.... tadi....!"
"Kenapa?!." "Tadi Popo dengan temanmu bicara tentang hati anak lelaki... yang kau butuhkan masih kurang tiga potong.... akan memasak aku!" Kata si Mesum dengan suara tidak lancar.
Si nenek tertawa bergelak gelak.
"Hahahahaha!" Dia tertawa dan batuk-batuk beberapa kali. "Kau jangan percaya percakapan kami, karena kakek tua renta sialan itu seorang gila, karenanya aku harus melayaninya dengan pembicaraan yang ngaco juga."
Si Mesum mengawasi dengan sorot mata menyelidiki, dia meragukan keterangan si nenek tua tersebut.
"Jadi.... jadi kalian bukan pemakan daging manusia?!" Tanya si Mesum dengan sikap ragu.
Si nenek tertawa hehehehe lagi, tapi belum lagi suara tertawanya itu berhenti dan belum lagi dia bisa berkata-kata, tiba-tiba dia berseru kaget, sambil melompat tangannya menyampok.
"Sialan ! Kau menyerang membokong? heh?!" Membentak nenek tua itu berang sekali. Si Mesum mengawasi tidak mengerti.
Sedangkan si nenek sudah memutar tubuhnya menghadap ke arah jendela kamar itu.
Benar saja, dari jendela itu melesat masuk sesosok tubuh dengan gerakan yang lincah. Daun jendela itu menjeblak oleh dorongan yang kuat sekali.
Si Mesum seketika mengenali bahwa orang yang menerobos masuk tersebut tidak lain dari si kakek tua, yang disebut-sebut oleh si nenek tua sebagai orang sintirg atau gila.
"Hahahaha!" Tertawa kakek tua itu "Aku ingin melihat, apakah benar-benar kau sudah memperoleh latihan yang ampuh untuk kelak menghadapi aku!! Tadi kau mengatakan bahwa aku bukan tandinganmu lagi, maka aku tidak mempercayainya, ingin membuktikan. Ternyata kau hanya berdusta saja, kepandaianmu tidak mengalami perubahan banyak, tidak memperoleh kemajuan yang berarti!!"
St nenek tua berang sekali!.
"Hemmmm !" Dia mendengus dengan suara yang bengis "Rupanya kau hendak membokongku ! Kalau berhasil, berarti kau hendak merampas korbanku ini!"
Menggidik lagi tubub si bocah mendengar perkataan si nenek. Rupanya memang si nenek dan si kakek adalah sepasang manusia pemakan daging manusia dan kini mereka tengah saling memperebutkan dirinya. Hati si Mesum jadi tergetar keras.
Sedangkan si kakek telah tertawa bergelak-gelak.
"Tepat! Justru aku tidak percaya bahwa kau suka rela akan membagi daging bocah itu padaku! Hemmm, bocah..." Sampai berkata begitu, si kakek menoleh kepada si Mesum.
"Kau telah dikibuli... Dia menipumu! Dia malu mengakui terus terang bahwa dia sesungguhnya pemakan daging manusia! Hemmm, justru sebenar-benarnya dia maupun aku memang termasuk manusia pemakan manusia! Kau dengar jelas? Aku dan nenek tua bangkotan itu adalah pemakan daging manusia dan kau akan menjadi korban kami!!"
Muka si Mesum jadi pucat. Dia merasa ngeri membayangkan, betapa manusia memakan daging manusia. Betapa sadisnya kakek dan nenek tua ini! menyeramkan sekali! Juga dia diliputi perasaan takut. Tidak perduli siapa yang menang, si kakek atau si nenek, maka si Mesum tetap saja akan menjadi korban mereka juga. Kalau si nenek yang menang, berarti si Mesum akan disantap oleh si nenek. Jika kakek itu yang bisa merubuhkan si nenek, dia akan dimakan oleh si kakek. Baik si nenek atau si kakek, kedua-duanya termasuk manusia pemakan daging manusia!!
Si nenek yang sudah murka tidak berkata apa-apa lagi, cuma tubuhnya secepat angin sudah berkelebat, tahu-tahu sudah berada di samping si kakek. Dan tampak, tangan kanannya, seperti cakar garuda, telah menyambar akan mencengkeram.
Waktu itu si kakek juga tidak tinggal diam. Dia menyampok tangan si nenek. Tangan mereka saling bentur. Kuat bukan main benturan yang terjadi. Tubuh mereka melompat mundur tiga langkah masing-masing mengawasi, bersiap-siap akan menerjang lagi. Sikap mereka seakan juga sepasang harimau yang tengah berkelahi dan siap menerkam.
"Hemmm, ayo maju! Mari kita lihat, apakah kepandaian kau sudah mempeioleh kemajuan atau memang kepandaianku yang bertambah hebat...?!" Teriak si kakek dengan sikap menantang.
Si nenek mendengus saja, secepat itu tubuhnya sudah melesat dengan gesit. Tiga kali beruntun dia sudah menyerang lawannya, memaksa kakek itu harus main mundur tidak hentinya.
Tapi, memang kepandaian si kakek juga tidak lemah, setelah mengelak beberapa kali dia balas menyerang. Walaupun mereka bertempur dengan tangan kosong tanpa mempergunakan senjata tajam, kenyataannya mereka sama sama tangguh serunya tidak kalah dibandingkan dengan pertempuran mempergunakan senjata tajam. Karena, kalau memang sampai salah satu tangan mereka mengenai lawan, pasti lawan mereka itu akan terjengkang mati! Mereka selalu mengirimkan pukulan dan cengkeraman dengan menggunakan tenaga sinkang yang kuat sekali ! Memang setiap jurus yang dipergunakan mereka adalah jurus yang mematikan, karenanya juga mereka masing-masing tidak berani berlaku ayal atau meremehkan lawan, selalu berwaspada.
Setelah lewat puluhan jurus, akhirnya tampak si nenek menang di atas angin. Perlahan-lahan dia sudah bisa mendesak si kakek, sehingga kini si kakek jadi sibuk sekali untuk mengadakan perlawanan, dengan berkelit dan mengelak hanya saja si kakek tidak bisa untuk balas menyerang.
Jodoh Rajawali 27 Jaka Sembung 14 Kebangkitan Ilmu Ilmu Iblis Api Di Bukit Menoreh 30
^