Sepasang Mata Tengkorak 1
Horor Sepasang Mata Tengkorak Bagian 1
BAB 1
BERITA SURAT KABAR
"Will, tolong bukakan pintu."
Sekarang baru jam sembilan tapi udara sudah terasa panas.
Bukit kecil di atas desa itu kelihatan kabur dan udara di atas jalan raya
Crickstone berkilauan.
Mama Will memiliki agen surat kabar dan hari ini ia mulai
lebih awal. Tidak hanya koran saja yang dijual. Toko Lizzie Day
menjual semuanya, mulai dari sandwich hingga kaset-kaset video.
"Terima kasih, Mr. Bodgett. Halo, Jane! Harganya tujuh puluh
lima pence." Jam-jam yang sibuk sudah mulai. Will duduk di anak
tangga belakang dan tak menghiraukan suara-suara orang di
belakangnya. Ia sedang berusaha menghitung berapa banyak hari lagi
hingga ia harus kembali masuk sekolah. Dan berapa banyak hari lagi
agar sampai pada hari ulang tahunnya yang kesembilan. Dan berapa
hari lagi...
"Will! Tolong aku."
Mamanya membutuhkan pertolongan Will di tokonya. Dua ikat
besar koran mingguan lokal baru saja diantarkan. Will memotong tali
plastik yang mengikatnya dengan pisau lipat dan mengaturnya disebelah koran harian. KERUSUHAN DI JALAN BARU menjadi
judul berita utamanya.
"Aku tak tahu menahu soal kerusuhan itu," kata Jack Evans
sambil bersandar pada meja kasir. "Itu berarti akan ada lebih banyak
pekerjaan untuk orang-orang di sekitar sini. Akan ada segala macam
pekerjaan."
"Tapi sudahkah Anda melihat rute jalan tembus ini?" kata
pembeli lainnya. "Persis memotong bukit kecil itu dan melalui hutan
tua yang indah itu. Ini sungguh memalukan!"
"Jalan tembus ini akan membuat kita lebih cepat sampai di
Sheriton," kata Mrs. Neill.
"Dan ke supermarket-supermarket di sana," potong mama Will.
"Dan tahukah Anda apa artinya? Lenyapnya perdagangan di desa ini.
Ingatkah Anda betapa banyak toko di sini sepuluh tahun yang lalu?
Nah, sekarang tinggal tiga yang tersisa. Jika orang dapat sampai ke
toko-toko besar dalam sepuluh atau lima belas menit saja, tamatlah
usaha kita."
"Kau benar, Lizzie," kata Jane Richardson. "Dan jika kau
bertanya padaku, sudah cukup banyak jalan di sekitar sini! Kita akan
dikelilingi lalu lintas yang padat dan akan ada lebih banyak asap yang
menyesakkan."
Will sedang berpikir pada jalur yang berbeda.
"Wow, akan ada mesin keruk, truk dan buldozer-buldoser
raksasa! Sialan! Dan mereka akan meledakkan bukit-bukit karang!"
"Will," kata Lizzie, "kamu malah tak menyumbang pemikiran
dalam debat ini!"
"Aku tidak apa?" kata Will."Cepat," kata mamanya, "Pergi dan katakan pada kakak
perempuanmu untuk bangun tidur." Ia melemparkan kunci pintu
samping.
"Bosan!" keluh Will. Ia membuka pintu dan naik ke lantai di
atas toko. "Cass! Mama minta supaya kamu bangun!" Radio sedang
berbunyi di kamar tidurnya, tapi Cass tidak ada di sana. Ia juga tidak
ada di kamar mandi. "Satu kali..." pikir Will. Ia selalu yakin bahwa
kakaknya menghabiskan waktu sekurang-kurangnya dua puluh tiga
jam sehari dalam kamar terkunci, sambil mencuci rambutnya atau
menatap cermin. Dan ia tidak ada di dapur. Ia meninggalkan begitu
saja sepotong roti gosong dan setengah cangkir kopi di meja. Dan
salah satu majalah picisannya tergeletak terbuka di atas meja.
Bagaimana mungkin ia dapat membaca majalah macam itu? Will
turun ke toko.
"Ia tidak ada di sana, Ma. Ia sudah bangun dan pergi keluar."
"Keajaiban tak pernah berhenti!" gumam Lizzie. "Baik,
dapatkah kaucoba mencarinya? Aku ingin tahu apa rencananya untuk
akhir pekan." Ebukulawas.blogspot.com
"Ia mungkin sedang pergi entah ke mana dengan Jay," kata
Will. "Ia menghabiskan seluruh waktu bersamanya. Ini tidak adil. Ia
tidak pernah melakukan apa pun denganku lagi."
"Tapi Jay kan laki-laki yang baik," kata Lizzie. "Dan Cass
memperhatikan kamu juga, kan? Semuanya ini karena ia berumur
empat belas tahun dan kamu baru delapan tahun."
"Aku hampir sembilan tahun!"
Will memberikan kunci-kunci itu kepada mamanya. Ia pergi
keluar dan mengambil sepedanya dari belakang toko. Ia berlatihakrobat sejenak. Dan kemudian ia ingat bahwa ia harus mencari
kakaknya.
Tapi Cass tidak berada di rumah Jay. Mama Jay, Rose
Cunningham, juga tak ada. Will tahu bahwa ia seorang perawat dan
harus siap bekerja kapan saja di rumah sakit di Sheriton. Will
mendapati Mr. Cunningham. Ia sedang sibuk dengan mobil tuanya
yang berantakan di garasi belakang. Ia berupaya memasang slang
radiatornya yang baru. Dan kelihatannya ia sedang santai.
"Ah ya... Cass datang kemari pagi-pagi tadi. Jay sebetulnya
kusuruh membantu memperbaiki mobil hari ini, tapi si pemalas itu
sudah kabur. Kukira ia dan Cass naik ke bukit kecil itu."
Will segera mengayuh sepedanya. Ia memotong sepasang gang
di pinggir perumahan itu dan menyeberangi lapangan bermain. Dari
situ, jalanan kecil berkapur yang panjang menuju keluar desa. Jalan itu
melintasi jembatan Sungai Crick yang rendah dan kemudian
membelah jajaran tiang-tiang listrik menuju padang hijau yang
ditaburi sejumlah lembu. Selokan-selokan di sepanjang jalanan itu
ditumbuhi bunga-bunga liar dan tanaman-tanaman untuk makanan
lembu.
Jalanannya kasar tapi sepeda Trekster Zed milik Will menjadi
pemenangnya. Sepedanya sedikit berantakan tapi memiliki gigi-gigi
dan ban-ban yang kuat. Setelah sepuluh menit, Will berhenti untuk
istirahat. Jalannya bercabang di situ. Jalan setapak pertama naik
mendaki di lereng bukit kecil itu. Punggung bukitnya kosong dan tak
ada tanda Cass dan Jay ada di sana.
Jalan setapak yang kedua melengkung ke kanan. Di situ
punggung bukit turun ke bawah membentuk suatu lipatan yang dalamberupa lembah yang tergerus oleh rembesan air hujan melalui bukit
kapur berjuta-juta tahun yang lalu. Tepi atas lipatan itu berupa kubah
padas besar yang oleh anak-anak disebut Karang Pengintai. Di puncak
karang itu orang dapat berbaring dan melihat desa seberang bermil-
mil jauhnya. Tapi jika orang benar-benar berbaring rata, tak seorang
pun dapat melihat dia. Tempat yang ajaib.
Will sudah sering bersepeda ke Karang Pengintai bersama
kawan-kawannya, tapi karena suatu alasan tertentu ia selalu merasa
takut untuk pergi lebih jauh. Tapi ia tak mau mengakuinya, bahkan
pada diri sendiri. Hanya satu kali saja ia pernah turun ke lembah di
baliknya bersama Connor kawannya ? dan mereka masuk jauh ke
hutan. Tapi mereka berdua sekonyong-konyong berlari tunggang
langgang kembali ke tempat yang terbuka di bukit itu. Mereka merasa
ada seseorang yang mengawasi mereka di dalam sana....
Lembah itu berupa hutan tua yang kusut. Di situ banyak pohon-
pohon raksasa dan oak kerdil, tak semua nama pepohonan di situ
dikenal Will. Hutan itu tampak sangat tua. Hawanya pengap oleh
kayu-kayu lapuk dan tonggak-tonggak yang membusuk. Di tempat-
tempat tertentu gelap dan suram. Di sana banyak lubang dalam
selokan yang bersemak, basah dan gelap yang siap memangsa siapa
saja yang terperosok jatuh. Sebagian lubang itu merupakan liang
binatang-binatang liar, tempat musang dan rubah bersarang. Tapi
beberapa di antaranya merupakan lubang yang berbahaya yang
menuju ke balik bukit.
Berbagai macam cerita seram tentang Hutan Crickstone sudah
dikisahkan banyak orang. Ada cerita tentang tukang sihir dan hantu-
hantu tak berkepala dan perubahan suhu udara yang mendadak tidakdapat diterangkan. Pada zaman dulu orang-orang Crickstone biasa
menceritakan tentang orang-orang kerdil yang turun dari hutan pada
tengah malam untuk menukar bayi-bayi mereka dengan bayi-bayi
orang-orang desa. Mereka menyebutnya Changelings.
Casslah yang menceritakan kisah-kisah semacam itu kepada
Will, sekadar untuk menakut-nakuti adiknya. Ketika Will masih kecil,
ia pernah berlari ke pelukan mamanya sambil menangis saat
mendengarkan bagian-bagian tertentu cerita yang mengerikan itu.
Lizzie Day harus memeluknya erat-erat sambil mengatakan bahwa
cerita-cerita itu tidak benar. Ia sendiri tak percaya bahwa sementara
orang-orang desa masih setengah percaya pada cerita takhayul
semacam itu. Itu kisah Abad Pertengahan belaka! Ia mempunyai
kecurigaan bahwa separo dari kisah-kisah itu dibuat sendiri oleh tuan
tanah Crickstone Arms guna lebih menarik perhatian para turis agar
uang mengalir daripada agar daerah itu dikenang.
Tak satu pun cerita-cerita seram itu yang mampir di benak Will
pada pagi musim panas yang cerah ini. Tapi saat itu ia memperhatikan
segumpal awan melintas menghalangi matahari. Bayangannya
menyapu bukit itu bagaikan seekor burung pemangsa raksasa. Awan
itu berhenti sebentar di atas Karang Pengintai. Lembahnya menjadi
gelap, tampak seperti kerutan jelek pada wajah bukit itu.BAB 2
CASS DAN JAY
Cass gemetar saat awan itu melintasi Karang Pengintai. Ia ingin
menutupi badannya dengan sesuatu yang lebih hangat daripada
sekadar kaos tipisnya. Tapi setelah beberapa menit matahari muncul
kembali.
Jauh di bawah sana kaca sebuah mobil memantulkan kilau sinar
dalam kegelapan sesaat itu. Bukankah orang biasa memberi tanda satu
sama lain dengan cermin? Tentu saja akan ada masalah kalau matahari
tidak bersinar selama berbulan-bulan pada akhir... Syukurlah ada
telepon. Cass suka mengobrol dengan teman-temannya melalui
telepon sampai mamanya tahu betapa besar tagihannya. Tagihan
Lizzie membengkak dramatis selama tahun lalu. Casslah yang
menelepon Jay pagi ini untuk mengajak jalan-jalan ke bukit.
Cass suka berada di sana. Di atas dunia. Ia duduk bersila di atas
karang sambil menjalin sebuah kalung dari benang merah dan kuning.
Ia ingin memberikannya kepada Jay. Lihat Jay sekarang, si tolol yang
sedang berbaring menatap langit. Cass suka pada cara Jay duduk. Dan
akan hal-hal lucu yang ia ucapkan.
"Ada apa di atas sana, Jay?"
"Aku melihat ke bawah, Cass.""Apa?"
"Ke bawah, aku sedang melihat ke langit di bawah sana! Aku
cuma lengket oleh gaya tarik bumi. Kalau tidak aku akan jatuh ke
ruang angkasa tak terbatas sana. Aku ini seperti lalat di atas atap. Aku
sedang memandang kedalaman samudra, betapa dalamnya, ya biru tua
warnanya. Dengan titik-titik putih seperti buih..."
"Jay..."
"Ya, Cass?"
"Mengapa kamu membual seperti itu?"
"Hai Cass, kutu kepala yang panas, aku kan penyair."
Cass tertawa.
"Nah genius, buatkan puisi untukku..."
Jay membentangkan kakinya dan mengangkat tangannya ke
arah langit.
"Alkisah, ada seorang berambut merah bernama Cass... gadis
dingin dan kritis... Ia pergi ke bukit... dan... sial muncullah satu
kesulitan. Kesulitan yang datang dalam wujud Will, merah wajahnya,
naik sepeda menuruni jalan setapak."
"Hai, Cass..."
"Ada apa, Dik? Tak bolehkah aku bebas dari keluargaku barang
lima menit saja?"
"Tidak," sahut Will keras. "Tak bisa, Mama mencarimu."
"Ada apa?"
"Jangan tanya aku. Hai, Jay, kamu berdua, sudahkah kalian
mendengar tentang jalan baru? Akan dibangun tepat melewati tempat
ini, membelah bukit-bukit dan menerjang hutan. Ceritanya ada di
koran. Setiap orang di toko mengeluh. Tapi kupikir ini bagus! Merekaakan meledakkan Karang Pengintai berkeping-keping dan akan
membuang berton-ton karang, kata berita di koran."
Jay memungut sebongkah karang dan menggelindingkannya ke
tebing karang. Karang itu menggelinding dan jatuh ke bawah, ke
hutan dan menimpa sebuah batang pohon.
"Bagus," kata Jay sambil memandang hutan. "Crickstone
memasuki dunia modern, dan zaman modern juga!"
Cass cemberut. "Hai, Mr. Penyair. Tidakkah Anda punya
PERASAAN? Tempat ini magis! Bagaimana dengan bunga-bunga liar
yang mengagumkan ini, anggrek, mawar liar dan yang lain-lainnya?
Beberapa di antaranya sudah sangat jarang! Bagaimana dengan
burung-burung hantu yang bersarang di bawah sana? Demi Tuhan,
sejak Zaman Batu Hutan Crickstone tak pernah terusik. Jay, jalan raya
akan menghancurkan semuanya itu?dan demi apa coba? Cuma agar
segelintir orang dapat mulai bekerja lima menit lebih cepat!"
Jay menjadi dongkol. "Huh, aku tak memahamimu, yang jelas
aku dibesarkan di tempat terpencil. Tak ada klub anak muda, tak ada
hura-hura, tak ada orang-orang santai. Hanya karena keluargamu
tinggal di sekitar sini sejak Zaman Batu, maka kaupikir tidak boleh
ada yang berubah. Well, aku memilih kemajuan. Dan jika itu berarti
harus membelah hutan tua angker itu, terpujilah para dewa!"
Will menyela, "Kamu tahu apa yang dikatakan setiap orang
tentang hantu-hantu di hutan itu? Benarkah? Seperti cerita yang
kaukatakan, Cass?"
Baik Cass dan Jay tak mempedulikannya. Mereka berdua saling
beradu pandang. Mereka berdua tak siap dengan argumennya.Kedua remaja itu lahir di Crickstone, bersekolah di SD yang
sama dan sekarang duduk di bangku SMA yang sama pula di Sheriton.
Tapi sebagian penduduk desa itu masih memandang keluarga
Cunningham sebagai pendatang baru, meskipun keluarga itu telah
tinggal di desa itu selama lebih dari dua puluh tahun. Cass juga
berpikir, pasti itu lantaran keluarga Cunningham berkulit hitam.
Bagaimana orang bisa berpikiran begitu sempit? Jay adalah warga
Crickstone sepenuhnya seperti juga Cass. Ia tahu bahwa sikap
sementara penduduk desa melukai Jay, sekalipun Jay tak pernah
mengungkapkannya.
Tapi sekarang Cass marah karena Jay menyamakan dirinya
seperti penduduk desa lainnya, orang-orang yang tinggal dalam liang
dan tak dapat melihat bahwa dunia sedang berubah. Cass tidak anti
kemajuan. Tapi ia hanya tidak yakin apakah membangun sepotong
jalan raya merupakan suatu kemajuan.
Namun demikian ada sesuatu yang lebih dalam daripada itu.
Cass selalu merasakan suatu ikatan aneh dengan bukit itu, dengan
Karang Pengintai dan Hutan Crickstone. Sesuatu yang tak dapat
diterangkannya. Seakan ia sudah menjadi milik bukit ini. Barangkali
ia memang salah satu dari bayi-bayi misterius dalam cerita kuno yang
ditinggalkan orang-orang kerdil di ambang pintu Crickstone. Ia
tersenyum pada dirinya sendiri... Tapi perasaannya terhadap bukit dan
hutan ini sungguh mendalam dan nyata.
Cass telah memutuskan akan melakukan segala sesuatu sesuai
kemampuannya untuk menghentikan pembuatan jalan itu. Persetan
dengan Jay jika ia tak mau terlibat. Mereka berjalan turun, tak
berbicara, sedangkan Will mengikutinya dengan sepedanya. Ketikaketiganya mencapai ujung jalan setapak, mereka memperhatikan
orang-orang yang sedang bekerja di lapangan Horton. Mereka
memagari tempat itu dan memasang papan-papan peringatan yang
berbunyi: KHUSUS PEMBUATAN JALAN, TEMPAT TRUK
BERPUTAR, DIAWASI PETUGAS KEAMANAN. Sebuah derek
sedang membongkar muatan dari tiga truk besar.
Cass berhenti melangkah.
"Apa mereka tak bisa menghentikannya? Hai, apakah semua ini
untuk jalan baru itu?" tanyanya kepada seorang pekerja yang sedang
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lewat. Di atas dadanya yang telanjang pekerja itu memakai sabuk
pengaman berwarna hijau terang dengan tulisan menyolok BZ
CONSTRUCTION di bagian punggungnya.
"Kami sedang membangun gudang perbekalan," jawabnya
sambil melepas topi birunya dan mengusap keningnya dengan sebuah
sapu tangan. "Tempat ini baru permulaannya saja. Akan ada lebih
banyak lagi. Nah, anak-anak, lebih baik kalian pergi dari sini dan
pulang saja."
Sebuah truk dengan roda-roda yang besar melintas di jalan yang
berdebu itu.
"Anda benar," teriak Cass mengatasi bunyi mesin yang
menderu itu. "Ini baru awal dari sesuatu? sesuatu yang tak akan
pernah terjadi!"
Tapi orang itu sudah memalingkan kepala dan berbicara melalui
telepon mobilnya.
"Ayo, Cass," kata Jay. "Jangan buang-buang waktu di sini. Ayo
kembali ke desa." Keduanya berjalan pulang, tapi Will tetap tinggal di
belakang mereka sambil memperhatikan kendaraan-kendaraan yangdatang. Truk-truk panjang mengusung buldoser-buldoser raksasa,
traktor dan mesin-mesin penggali. Mesin-mesin penggali itu
menaikkan kepalanya seperti dinosaurus-dinosaurus yang berleher
panjang. Tampaknya bukit itu tak akan pernah menjadi sama lagi.
***********
PENYERBU-PENYERBU BARU. Tak adakah akhir?
Kapankah rohku beristirahat? Mahkluk-mahkluk baja raksasa
berkumpul di tepi hutan. Mereka mendengus dan menggeram. Apa
yang akan terjadi pada dunia?
Sekarang aku harus memperingatkan dewa-dewa rakyatku,
sekaranglah tugasku.
Pikiran-pikiranku kembali, dan kembali lagi pada hari
pertempuran besar yang mengerikan itu. Saat kematianku datang
kembali dengan gerak lambat yang aneh dan seperti mimpi. Aku
berbalik hendak meloncat saat kulihat sosok gelap menghalangi
matahari. Si kepala biru mengangkat busur yang menegang dan aku
melihat sorot ancaman di matanya. Tali busur itu mendesing. Bulu
anak panah itu mendesis membelah udara. Rasa perih yang hebat
meledakkan kepalaku dan matahari menjadi merah. Anak panah itu
menembus bola mataku. Darah kental menggelegak membasahi
pipiku. Anak panah kedua menembus leherku dan semuanya menjadi
gelap.
Si kepala biru menyepak tubuhku dan menggelindingkannya
dari Karang Pengintai dengan penuh penghinaan. Aku jatuh dalam
kegelapan, terperosok menuju semak-semak. Serigala-serigala
mencabik-cabik tulang belulangku. Kepalaku dikuliti habis oleh
gagak-gagak.TAPI AKU MASIH DAPAT MELIHAT. AKU TAK PUNYA
KELOPAK MATA UNTUK MENUTUP MATAKU. SEBAGAI
ORANG BENAR AKU TAK DAPAT TIDUR. ROHKU, YANG
TERSIKSA OLEH KEKEJIAN YANG KULIHAT, TAK DAPAT
BERISTIRAHAT. AKU DIKUTUK UNTUK TETAP MELIHAT
SELAMA-LAMANYA. Aku tak dapat lagi mengumpulkan rakyatku
yang berserakan dibantai di tengah-tengah hutan.
Aku melihat musim-musim datang dan pergi. Aku melihat
anak-anak bermain dan kekasih-kekasih bercengkerama di Karang
Pengintai. Dan aku telah menyaksikan gelombang demi gelombang
para penyerbu. Mereka memotong-motong hutan lebat ini hingga
tinggal sekantung hutan kecil saja. Mereka membakar pohon-pohonku
demi sebongkah arang. Domba dan kambing mereka melahap daun-
daun mudaku.
Jauh sesudah kepala-kepala biru, datanglah orang-orang
Romawi bermantol merah. Orang-orang berwajah Grimlah yang
berbaris dalam suatu garis lurus...yang membangun jalan pertama
yang melintasi bukit. Dan kemudian datanglah orang-orang dengan
baju besi, para penunggang kuda yang membangun benteng besar
yang disebut Benteng Crickstone. Mereka berburu di dalam hutanku.
Mereka membunuh babi dan rusa seperti yang kami lakukan sewaktu
aku masih hidup. Lalu datanglah orang-orangyang membawa tongkat
kematian, senjata yang berasap dan berapi dan yang telah merenggut
nyawa begitu banyak orang-orang muda. Kutangisi mereka seperti
rakyatku sendiri.
Tapi tak satu pun kengerian yang kulihat menyamai
pembantaian dahsyat hari pertama saat kepala-kepala biru itu datang.Darah yang membasahi tanah pada hari itu bagaikan mengabadikan
ketakutan di lekuk bukit ini. Sekalipun aku tak punya mata, aku telah
melihat bangsaku gemetar tanpa tahu mengapa. Mereka meninggalkan
jeritan bagi hutan ini.BAB 3
POLISI
Phil Sergeant sedang menantikan masa pensiunnya. Tahun-
tahunnya di dinas kepolisian telah menyingkirkan waktu-waktu
santainya. Tapi ia juga beranggapan pekerjaannya tidak terlalu keras
betul. Tentu saja Sheriton bukanlah distrik yang sekeras kota besar
New York. Daerah kerja Phil adalah di sebelah selatan bukit, di
sekitar Crickstone. Tak ada masalah-masalah serius di sana, cuma
mengawasi perizinan keluar masuk ternak, mengecek letusan senapan,
dan pencurian domba kecil-kecilan. Hal-hal semacam itulah yang
dihadapinya.
Pertama-tama Phil menyalahkan masalah-masalah itu gara-gara
kelahirannya. Ia dilahirkan dengan nama Sergeant, seperti sersan. Dan
tak pernah dipromosikan ke pangkat sersan setelah ia bergabung
dengan dinas kepolisian. Anak-anak memanggilnya sersan, meskipun
ia bukan sersan! Ternyata lelucon itu tak luntur setelah dua puluh lima
tahun seperu yang dikiranya.
Tapi sekarang adalah masanya untuk pensiun, ia tidak peduli
lagi. Hidup yang tenang terbentang di depan... tapi saat itu belum
datang. Pagi ini, seorang sersan sungguhan, Hanway, berdiri di muka
mejanya sambil menatap berkilat-kilat."Rumah-rumah pohon!" teriak Hanway. "Apa artinya bagimu?"
Phil memperhatikannya dengan saksama dan meneguk
secangkir kopi instan. "Rumah-rumah pohon? Tidak masalah, Sersan.
Takkan ada kesulitan, santai saja."
Tapi Hanway menjawab dengan ketus, "Mereka membangun
rumah-rumah pohon di Hutan Crickstone."
"Siapa dan mengapa dan apa yang mereka buat?"
"Siapa? Segerombolan orang sinting dengan van-van
rongsokan, anjing-anjing, tato dan rambut yang aneh-aneh. Orang
macam itulah. Mengapa? Mereka sedang memprotes pembangunan
jalan raya itu, tentu saja. Apa yang mereka buat? Belum ada,
mungkin. Tapi sekali mereka membuat rumah di atas pohon, kita akan
punya kesulitan untuk menyuruh mereka menyingkir ketika
kontraktor-kontraktor itu bergerak menebangi pohon. Aku ingin kau
mengeceknya. Begitu, Sersan?"
"Ya, sersan."
P.C. Sergeant menikmati perjalanannya menuju Crickstone.
Tentunya akan lebih cepat apabila jalan baru itu sudah dibuka. Tapi
jelas akan merusak pemandangan di sepanjang jalan yang
mengagumkan ini. Apakah ini cuma perasaan simpati spontan yang
muncul terhadap pengunjuk rasa itu? Hanway pasti akan kesal jika
tahu pikirannya ini... Phil Sergeant memasuki Crickstone dan berbelok
ke kiri ke arah deretan rumah-rumah. Ia tidak akan pernah melupakan
hari terkutuk sepuluh tahun yang lalu ketika anak-anaknya mencuri
mobil patrolinya. Ia menjadi bahan tertawaan seluruh daerah itu.
SERGEANT TAK AKAN PERNAH MENJADI SERSAN! menjadi
judul berita utama koran daerah itu. Dan ia tidak menjadi... Sekarangsemuanya tampaknya sudah tenang. Dilewatinya gereja dan ia menuju
jalan besar.
Segelintir orang berkumpul di sekeliling menara jam sambil
mengacungkan poster-poster. Ia memarkir mobilnya dan berjalan
mengawasi.
Bukankah itu putri Lizzie Day, Cass? Oh, ia sudah besar
sekarang! Ya ampun, apa yang sedang ia lakukan?
"Tanda tangani petisi, hentikan pembuatan jalan!" teriak Cass
di tengah-tengah orang banyak itu.
"Halo, Pak Polisi. Anda ingin menandatangani petisi?"
Lucu sekali!
"Nah, Nona Day, Kamu sudah mengadakan unjuk rasa damai,
tapi kamu kan tak perlu mengumpulkan uang, dan juga tak perlu
menghalang-halangi jalan ini. Kamu mengerti?"
"Tentu saja saya mengerti. Hentikan pembuatan jalan. Tanda
tangani petisi kita!"
Phil Sergeant membusungkan dada dan berjalan terus.
Idealisme kaum muda! Mereka tak akan pernah menghentikan
pembuatan jalan baru itu. Ia telah menyaksikan seperti ini selama
bertahun-tahun, semua unjuk rasa. Dan tak satu pun yang mengubah
sesuatu.
Ia menyeberangi jalan dan menuju Toko Lizzie Day. Lizzie
sedang sibuk mencatat persediaan barang-barang.
"Ada yang bisa saya bantu? Apakah keadaan baik-baik saja,
Pak Polisi?"
"Saya harap begitu. Saya baru saja melihat putri Anda di luar
sana ikut aksi unjuk rasa menentang pembuatan jalan.""Lalu? Bukankah ia tidak melanggar hukum? Saya senang ia
sekali-kali mempunyai minat pada sesuatu yang serius. Cass bukanlah
anak kecil lagi, ya kan?"
"Begini Mrs. Day, saya tahu." Polisi itu mundur sejenak
mendengar pembelaan Lizzie yang bersemangat terhadap Cass.
"Masalahnya, kalau semua orang sudah terlibat dalam unjuk rasa ini,
ada kecenderungan untuk menjadi rusuh. Kami tak ingin putri Anda
mendapatkan kesulitan, itu saja."
"Baik juga, Pak Polisi, saya akan tetap mengawasinya." Lizzie
tersenyum ramah kepadanya. Phil meringis. Wanita yang perasa dan
manis juga. Semuanya ada padanya. Tiba-tiba Phil membayangkan
masa pensiun dari dinas kepolisian yang tenang, perkawinan kedua
yang bahagia, membantu Lizzie Day menjalankan kios korannya?
dan tak pernah lagi melihat tampang Sersan Hanway yang buruk. Ia
tersenyum.
Astaga Hanway! Rasanya lebih baik ia pergi ke Hutan
Crickstone untuk mengecek ketakutan Hanway terhadap para
penghuni rumah-rumah pohon itu! Saat ia melaju meninggalkan desa
itu, ia terkejut melihat bagaimana kamp proyek telah meninggalkan
tanda di pedesaan itu, jejak-jejak roda raksasa di tanah dan debu-debu
di sepanjang jalan.
Ia membelokkan mobil patrolinya ke jalan setapak kecil dan
berhenti di bawah hutan. Di atas sana cahaya matahari menerpa
Karang Pengintai. Ia mengamat-amati bayang-bayang gelap hutan itu.
Cukup indah untuk dipandang, tapi berjalan-jalan dan menjelajah
hutan sesungguhnya bukanlah kegemarannya. Phil Sergeant
sebenarnya bukan tipe orang lapangan. Ia menghabiskan banyakwaktunya untuk melaju di jalan besar tanpa ingin pergi keluar
bersantai di alam pada hari-hari liburnya!
Polisi itu mulai merasa sedikit cemas ketika berjalan menyusuri
tepi hutan. Jangan-jangan orang-orang rumah pohon ini benar-benar
kurang ajar. Bagaimana kalau mereka menyerangnya? Lebih baik
radionya ia hidupkan. Sekarang ia yakin dapat mengatasi mereka.
Jalan setapak itu sekarang mulai memasuki hutan. Tak mungkin
yang mencegatnya itu Robin Hood dan Maid Marian. Kecuali kalau
Robin Hood itu punya cincin di hidungnya dan kepala Maid Marian
dicukur gundul.
"Nah, sekarang..." katanya.
"Kami-akan-mengangkat-Anda-menjadi-pemimpin-kami," kata
perempuan gundul itu melucu, seakan-akan mahkluk planet Mars
yang sedang berbicara. Hanway benar. Segerombolan anak-anak
sinting!
Tapi ia lebih terkejut ketika pemimpin mereka mencondongkan
badannya dari rumah pohonnya.
"Ya, Tuhan, Mrs. Bodgett! Saya tak menyangka Anda
berkumpul dengan begundal-begundal macam ini!" Di desa itu Mrs.
Bodgett merupakan wanita yang... ya, cukup terhormat. Sama
terhormatnya ketika keluarga itu datang. Tapi tidak sebelum tahun
tujuh puluhan.
"Dengan ?begundal? yang mana, Pak Polisi?" Mereka adalah
kawan-kawan dari suku Feral dan ini adalah kawan-kawanku dari
desa." Katanya sambil menunjuk pada muka-muka orang Crickstone.
"Dan yang kami lakukan adalah sungguh-sungguh benar."P.C. Sergeant menelan ludahnya. Ini dia, orang-orang yang
sangat terhormat di Crickstone. Bercampur baur dengan gelandangan-
gelandangan dan anak-anak jalanan?dan dengan semua rumah-
rumah pohon itu, seperti sekelompok anak-anak Pramuka!
Ia ditawari segelas teh hangat dari sebuah ceret.
"Nah sekarang, bapak-bapak dan ibu-ibu," katanya membuka
percakapan. "Kita semua mempunyai hak untuk melakukan unjuk rasa
damai, tapi saya harus mengingatkan Anda sekalian bahwa Anda bisa
dipersalahkan menduduki wilayah orang lain."
"Jika hukum mengizinkan hutan tua yang indah ini ditebang,
maka hukum tak ubahnya seekor keledai," potong Mrs. Bodgett.
"Setuju!" sahut suku Feral serentak.
P.C. Sergeant menumpahkan cangkir tehnya. "Saya tahu,"
katanya sambil sedikit menahan malu.
"Saya khawatir Anda melakukannya," jawab Robin Hood.
"Sebab kita kan tidak bergerak? Jadi tidak ada yang bisa
menghentikan kita, tak ada!"
"Benar," lanjut polisi itu. "Well, saya ke sini hari ini tidak untuk
mengambil tindakan apa pun, hanya sekadar ingin melaporkan
situasinya kepada atasan saya. Dan untuk mengingatkan Anda bahwa
kami mengawasi semuanya ini. Tapi saya dapat memberitahukan satu
hal. Jika kalian menyebabkan kerusakan di hutan atau di tanah
pertanian di sini, kalian akan mengalami kesulitan. Nah, sekarang
lebih baik saya kembali ke kantor," kata Phil. "Tapi, Anda boleh
percaya, saya akan kembali." Ia berharap ia tampak cukup tegas.Ketika ia berjalan pergi, ia mendengar tawa Mrs. Bodgett
menggema di hutan, seperti bunyi ringkik kuda sebelum memasuki
padang pertempuran.
"Sampai jumpa, Pak Polisi!" sahut Maid Marian.
Saat Phil melaju kembali di jalan, ia melihat Cass Day
menyeberangi ladang menuju hutan. Pastilah Lizzie belum berbicara
dengannya. Atau ia sendiri yang tak mempedulikannya. Phil berharap
ia tak akan mendapatkan kesulitan. Semoga saja, para pengikut Mrs.
Bodgett belum benar-benar mulai mengadakan revolusi.
*********
Tiap hari makin banyak monster mesin yang datang. Sekarang
ada banyak kamp dan pondok-pondok yang dikelilingi oleh pagar-
pagar berpaku tajam, lebih mirip benteng-benteng berduri yang biasa
kami bangun di sekeliling perkampungan kami. Orang-orang bertopi
besi biru berkeliaran ke segenap tempat seperti semut-semut yang
sibuk. Orang-orang berkepala biru! Tak ada perubahan. Mereka
menggali parit-parit dan membuat jalan-jalan dari batu-batu kecil yang
mereka curahkan dari kereta-kereta beroda besar dengan lampu yang
berkilat-kilat.
AKU MERASA BAHWA BAHAYA DAHSYAT SEDANG
MENDEKATI HUTAN. AKANKAH MENJADI PERTEMPURAN
TERAKHIR? TAK SADARKAH ORANG-ORANG INI
TERHADAP APA YANG SEDANG MEREKA HANCURKAN?
Inilah bagian terakhir Rimba Raya yang dahulu membentang ke
segenap penjuru menuju ke pantai yang airnya bersinar-sinar. Inilah
kediaman terakhir dewa-dewa kita yang sedang tidur selama berabad-
abad. Penyerbu-penyerbu baru mungkin bukan orang-orang jahat.Tapi jika mereka sampai membangunkan Sang Dewa Bertanduk atau
Putri Air-bawah-Bumi...jika mereka sampai marah... MAKA
MEREKA AKAN MENGERAHKAN KEKUATAN YANG AKAN
MEMBUAT SEMUA PERTEMPURAN DALAM MASA HIDUPKU
HINGGA SAAT INI MENJADI SEPERTI PERMAINAN ANAK-
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ANAK SAJA.
Dan para pejuang dari zaaman kuno juga telah datang ke hutan
ini beberapa hari yang lalu. Sebagian mirip anggota sukuku yang telah
lama hilang, meskipun kulit mereka ditandai dengan tato kelompok
asing yang tak pernah kulihat sebelumnya. Mereka membangun
pondok-pondok di antara cabang-cabang pepohonan. Syukur ada
mereka.
Di antara mereka terdapat seorang gadis yang sedang tertawa,
merah rambutnya. Mereka memanggilnya Cass. Aku pernah melihat
dia sebelumnya duduk berjemur di Karang Pengintai dengan prajurit
muda berkulit hitam. Tapi aku telah melihat gadis ini sebelumnya,
dahulu kala. Aku sudah melihatnya pada saat dunia masih muda,
ketika aku masih hidup. Aku sudah pernah melihatnya sedang
mengumpulkan buah beri untuk dijadikan bahan pewarna. Aku sudah
pernah melihatnya sedang membawa ikan dari mata air, rambutnya
yang merah bercahaya tertimpa sinar matahari. Ia adalah saudariku,
Cass. Ia ADALAH saudariku. IA MATI DAN SEKARANG IA
HIDUP KEMBALI....BAB 4
BAU KEMATIAN
Minggu-minggu berlalu dan segera akan tiba berakhirnya
liburan sekolah. Menurut koran setempat, sekaranglah musim panas
yang terpanas yang pernah tercatat. Ada kabar baik untuk keluarga
Cunningham. Papa Jay mendapatkan pekerjaan sebagai petugas
keamanan pada gudang perbekalan proyek pembuatan jalan itu. Akan
sulit mengatur waktu bagi mereka karena mama Jay bekerja di rumah
sakit. Sebab pada waktu malam ia menjaga gudang. Namun demikian,
tambahan uang yang dihasilkan mereka terima dengan senang hati.
"Musim panas yang akan datang, kita akan berlibur," kata papa
Jay, "ke Blackpool!"
"Tidak, Italia!" sahut mama Jay.
"St. Lucia!" tambah Jay sambil tertawa. Mama dan papanya
senang melihat ia tertawa. Sepanjang pekan-pekan terakhir putra
mereka berkeliaran di sekeliling rumah seperti orang yang sudah
benar-benar bosan. Ia tidak lagi bertemu gadis berambut merah, Cass.
Dan itu masalahnya. Meskipun ia tidak mengatakannya kepada siapa
pun. "Ah, ia masih muda," kata mamanya."Tapi tampaknya tak banyak menolong dia," papanya
menimpali.
Ada suatu alasan mengapa Jay tak pernah bertemu Cass lagi.
Yang jelas Cass selalu pergi bersama orang-orang pohon itu,
pengunjuk rasa di Hutan Crickstone. Sekurang-kurangnya itulah yang
dikatakan Will muda. Jay sebenarnya cemburu, meskipun ia tak mau
mengakuinya. Mengapa ada orang yang mau bergabung dengan
orang-orang sinting itu. Jalan raya baru itu memberi pekerjaan baru
kepada keluarganya, itulah awal dan akhir masalahnya.
Protes terhadap pembuatan jalan tersebut telah membagi desa
itu. Bahkan telah membelah keluarga-keluarga. Jay tertawa sendirian
mendengar bagaimana reaksi Mr. Bodgett terhadap berita bahwa
istrinya telah bergabung dengan orang-orang pohon. Bodgett yang
menjadi hakim sebelum ia pensiun amat sangat marah. "Bangau tua
gila! Ia membuat kita semua gila," katanya meledak-ledak. Sejak saat
itu si tua aneh itu menghindari Toko Lizzie Day....
Bagaimanapun juga, hari ini Jay memutuskan untuk pergi
memancing. "Waktu untuk bersantai," gumamnya ketika ia
mengumpulkan cacing dari halaman dan berjalan menuju kolam di
bawah Hutan Crickstone. Sial, udara pengap. Kepalanya pusing.
Inikah gelombang panas terakhir? Awan-awan membentuk menara
raksasa di atas bukit.
Ketika ia meninggalkan jalan besar di belakangnya, ia terkejut
mendengar bunyi sirene polisi. Hal yang biasa di Sheriton, tapi di sini
di Crickstone yang tenang, tentunya kedamaian terganggu. Sebuah
mobil patroli melaju kencang dengan lampu sirene berkilat-kilat, dan
yang lain lagi, sebuah van besar. Tampaknya mereka menuju ke bukit.Apa yang terjadi? Ia bergegas ke arah lapangan Horton. Tapi di akhir
jalan setapak, seorang polisi bersepeda motor menghalangi jalan.
Sekelompok kecil orang dari desa sudah berkumpul ingin tahu apa
yang telah terjadi. Jay melihat Will dengan sepedanya.
"Pihak kontraktor sudah mulai menebang hutan!" kata Will
gembira. "Dengar tidak, bunyi gergaji mesin itu? Dan para pemrotes
telah mengikat diri mereka pada rumah pohon di tepi hutan sana.
Mereka berkata mereka tak akan pergi!"
"Cass! Apakah Cass ada bersama mereka?" tanya Jay khawatir.
"Aku tidak tahu. Tapi ia memang selalu bersama mereka!"
Jay membuang alat-alat pancingnya dan mulai berlari
menyeberangi lapangan menuju tepi hutan.
"Hai, kamu, berhenti!" kata P.C. Sergeant sambil mengusap-
usap keningnya karena kebingungan. Ia tidak tahu apa yang terjadi
kemudian. Tiba-tiba orang-orang berlarian ke sana kemari.
Pertempuran pertama demi Hutan Crickstone sudah dimulai.
Jay bergerak cepat menghindarinya dan menerobos semak-
semak. Polisi itu berteriak-teriak mengejarnya, tapi sepotong akar
pohon menghalangi langkahnya. Phil Sergeant jatuh terguling dengan
rasa perih di pergelangan kakinya. Ketika ia mencoba bangun, langit
terbuka. Hujan deras mengucur mendera bumi. Kilat raksasa
berkelebat membelah langit dan guntur menggelegar keras seperti
ledakan bom di gendang telinga.
Para kontraktor mengumpat-umpat ketika parit-parit yang baru
digali terisi air hujan dan tanah menjadi becek dan berlumpur. Setiap
orang terpeleset dan jatuh. Para pengunjuk rasa dan polisi sertapetugas keamanan segera saling bergulat dalam kubangan lumpur.
Sulit membedakan siapa melawan siapa.
Masih ada deru gergaji mesin di kejauhan tepi hutan. Tapi
sekarang irama nyanyian pengunjuk rasa mengatasinya. "Hentikan
jalan, hentikan jalan, hentikan jalan..." Langit menjadi gelap.
Halilintar kembali menyambar, guntur kembali bergemuruh. Cahaya
lampu biru polisi berkilat-kilat di lapangan ketika makin banyak mobil
polisi yang datang.
Jay dapat mendengar suara Cass di antara nyanyian itu.
"Hentikan jalan! Hentikan jalan! Hentikan jalan!"
Dan di sela suara yang kacau itu muncullah suara parau Mrs.
Bodgett: "Kita tak akan bergerak. Tetap diam saja!"
Apa yang terjadi kemudian, tak sepenuhnya dimengerti Jay.
Rasanya seperti kegelapan yang pekat. Bayangan hitam meluncur
menuju dirinya dari dalam kegelapan hutan. Sosok itu memiliki
tanduk besar dan bercabang-cabang. Berani bersumpah, menurut Jay
sosok ini pasti semacam rusa raksasa, lebih besar dari yang dikenal di
zaman modern ini, dan matanya memancarkan kilatan merah di tengah
kegelapan.
"Ap??" serunya. Tapi binatang neraka itu menubruk dan
menjatuhkannya ke tanah sebelum meloncat ke dalam badai.
*************
Cass sudah mengambil tempat di hutan, di bawah Karang
Pengintai. Ia senang. Dan ketakutan. Kerumunan para pengunjuk rasa
di hutan telah bertambah banyak dalam hari-hari terakhir ini dan ia
sudah menghabiskan banyak waktu bersama mereka. Mamanya sudah
memberitahunya agar tidak terlibat, tapi ia tak peduli. Tindakannyasungguh nyata, nyata penting. Ia sudah benar-benar mengenal hutan
itu. Ia merasa kerasan di tengah-tengah kelebatan pakis. Dan merasa
damai. Begitulah yang ia rasakan.
Pihak kontraktor sudah bergerak masuk dengan tiba-tiba di sore
yang panas dan pengap ini, berharap agar para pengunjuk rasa
terkejut. Kata peringatan segera bergerak cepat dan segera deru
gergaji mesin terdengar dari kejauhan. Sebagian teman-teman baru
Cass telah mengikat diri mereka pada cabang-cabang pohon,
sementara yang lainnya bernyanyi atau mengumpati pekerja-pekerja
yang bertopi biru dan keras itu. Semuanya tampak lucu. Pada
awalnya.
Cass sudah merasa bahwa suatu waktu badai akan datang,
sewaktu merasakan getaran aneh di tulang belakangnya. Dan
kemudian badai berputar-putar dari langit. Ini bukan cuma sekadar
akhir musim panas. Lebih mirip akhir dunia.
Mrs. Bodgett tertantang. "Sebetulnya ini bukan tempat untuk
dikunjungi badai," katanya.
Tapi Cass tidak mendengar. Matanya bercahaya dan rambutnya
yang merah menutupi dahinya karena tertimpa air hujan. Ia kelihatan
seperti binatang buas, bagian dari hutan kuno ini. "Kerak!" tiba-tiba ia
menjerit, tanpa tahu sebabnya. "Kerak!"
Pada saat itu petir berkilat dan guruh menyambar. Seseorang
dengan topi biru yang keras berlari untuk menyambarnya, tapi ia tiba-
tiba membungkuk kesakitan ketika ia tersambar aliran listrik yang
kuat. Cass terengah dan berlari ke depan untuk menolongnya, tapi
jatuh tersandung batu api bulat.Ia jatuh ke bawah, masuk ke dalam parit yang baru saja digali.
Kepalanya terantuk tepi keranjang pengeruk mesin keruk itu dengan
bunyi gemeretak. Turun, turun ke dalam kegelapan. Ia hanya
melayang beberapa detik saja, tapi rasanya bagaikan terbang di udara
ribuan tahun.
Dan sebelum kegelapan menyelimutinya, kilatan lain lagi
menghanguskan sesuatu di dalam galian. Suatu pemandangan yang
tak pernah akan ia lupakan sepanjang sisa hidupnya, pemandangan
yang menyala terbakar dan masuk dalam otaknya. Sebuah tengkorak
pucat, dengan dua celah mata kehitaman dan gigi-gigi tua yang kotor
oleh tanah. Dan dirasakannya, tengkorak itu datang kepadanya dan
menciumnya dalam sebuah pelukan menanti ajal.BAB 5
DALAM KESAKITAN
Ketika malam tiba, hujan mulai reda. Badai sore itu sudah
berubah menjadi angin yang bertiup tenang. Guntur perlahan-lahan
menjauhi bukit dan menjadi tenang.
Para pengunjuk rasa tertinggal di dalam rumah pohon mereka,
gemetar dan kedinginan. Mereka mengamati pekerja-pekerja menjauh
dan kemudian mendirikan kemah untuk melindungi diri. Orang-orang
mulai turun dari cabang-cabang pohon ke tanah. Sebagian orang
menyalakan perapian. Percikan-percikan api tak mungkin
menimbulkan kebakaran pada sore seperti ini. Mereka berkerumun
untuk mengusir hawa dingin ketika malam tiba.
Pemrotes-pemrotes itu telah memenangkan pertempuran
pertama. Atau lebih tepat cuaca yang keliru telah memenangkan
pertempuran buat mereka. Tapi mereka semua merasa pertempuran
kali ini akan berlangsung panjang. Dan tak seorang pun merasa terlalu
gembira.
Sepuluh orang telah ditahan, termasuk Mrs. Bodgett yang tak
kenal takut. Jatuh pula banyak korban yang tak perlu. Seorang
pengunjuk rasa patah tulang kakinya akibat terjatuh dari pohon.
Seorang pekerja tertimpa cabang yang dipotongnya dan melukaipunggungnya. Dan tak seorang pun dapat menghidupkan kembali
pekerja yang tersambar petir. Setiap orang berharap agar ia jangan
mati...
Raungan sirene mobil-mobil ambulans menggema di seluruh
penjuru hutan beberapa saat setelah mereka berlari melintasi lapangan
dan bergegas menuju Sheriton.
Suara ambulans adalah suara pertama yang ia dengar saat
terjaga. Ia kedinginan di luar. Sekarang ia mencoba berdiri di atas
kakinya yang terluka tapi tidak parah. Ia mencoba membayangkan apa
yang terjadi. Ia mencoba mengingat apa yang terakhir dilihatnya,
kijang? Rusa raksasa dengan tanduk besar? Apalagi? Cass? Ya, apa
yang terjadi dengan dia? Ia berjalan terpincang-pingang menuju
kerumunan pengunjuk rasa yang berdiri di dekat api unggun. Ia hanya
memakai kaos, yang sekarang tebal oleh lumpur.
"Apa kau baik-baik saja, kawan? Kau tampak kesakitan,
datanglah dekat api!"
"Aku baik-baik saja," gumamnya. "Eh, apakah ada yang
melihat Cass. Gadis berambut merah dari desa? Cass Day?"
Kesunyian yang tak nyaman menyelimuti kelompok itu.
"Cass? Apakah ia temanmu?" Seorang wanita yang terbungkus
selimut melangkah maju. Salah satu orang aneh dari suku Feral.
"Tentu saja," kata Jay tak sabar. "Ya! Ia sahabat karibku!
Katakan padaku apa yang terjadi dengannya!"
"Ia jatuh terperosok ke dalam salah satu parit itu, Nak."
"Apakah ia baik-baik saja?"
"Tampaknya kepalanya terbentur keras ketika jatuh. Ia hanya
setengah sadar dan menangis serta mengerang. Tapi ia sudah ditanganidengan baik..." tambah wanita itu cepat-cepat ketika melihat
kekhawatiran di mata Jay. "Ia sungguh beruntung. Pria di depannya?
seseorang dari BZ Construction ? tersambar petir!"
"APAAA?" teriak Jay.
"Hei, hei? tenang saja, jangan khawatir, kawan. Cass akan
berbaring hangat di ranjang rumah sakit sekarang."
Tapi Jay sudah bergegas menyeberangi lapangan. Ia harus pergi
ke Rumah Sakit Sheriton. Mamanya bertugas jaga sekarang. Dan
papanya pasti sudah berada di gudang perbekalan untuk giliran jaga
malam. Tidak akan ada yang mengantarkannya. Ia berlari cepat
menuju desa, di mana ia masih bisa melihat bus-bus sore menuju
Sheriton.
*************
Di Rumah Sakit Sheriton, P.C. Sergeant didorong dengan kursi
roda keluar dari ruang foto sinar X. Ia hanya terkilir dan tak ada yang
retak. Syukur atas belas kasihan kecil ini!
Tapi betapa kacaunya operasi itu. Sersan Hanway sangat marah.
Begitu banyak yang terluka, dan salah seorang pekerja tewas
tersambar petir! Seorang perawat memberi tahu dia mengenai berita
yang menyedihkan itu.
Dan tentu saja pers akan menyiarkan beritanya. Hal terakhir
yang dibutuhkan rumah sakit selama keadaan darurat adalah para
wartawan yang meremas kertas catatan mereka dan awak televisi yang
berputar-putar seperti burung pemangsa. Dan burung-burung
pemangsa itu akan segera menanyai polisi dengan pertanyaan-
pertanyaan aneh. Itulah sebabnya dinas kepolisian telah gagal menjagasituasi agar tetap di bawah kendali. P.C. Sergeant meringis seakan-
akan ada luka lain akibat tembakan di kakinya.
Seorang wanita sedang menunggu di koridor, pucat karena
cemas. Seorang perawat merangkulnya. Phil menengok.
"Mrs. Day! Lizzie!" Ya, Tuhan, mengapa ia ada di sini?
Mama Cass memandang polisi itu dengan tatapan kosong.
"Ah... ya, Anda Pak Polisi. Saya seharusnya mendengarkan nasihat
Anda. Anak saya dalam kesulitan, kesulitan besar. Saya belum boleh
menjenguknya. Kasihan sekali dia... semua ini kesalahan saya. Saya
seharusnya mengawasi dia." Air mata membasahi wajah Lizzie.
Masalah Phil Sergeant tiba-tiba tampak menjadi sangat tak
berarti.
"Ah, Mrs. Day, Lizzie," katanya, "jangan salahkan diri Anda.
Anak-anak tetap anak-anak. Ia akan baik. Saya menyesal. Seandainya
saya bisa membantu..."
Sejenak mama Cass tercenung, terkejut oleh keramahan dan
perhatian yang nyata dalam suara polisi itu. Tapi ia kemudian dibawa
ke sebuah ruang tunggu kecil.
Masih satu jam sebelum Lizzie dapat menjenguk anaknya. Cass
berada dalam sebuah kamar khusus, dengan monitor yang mencatat
denyut jantungnya. Cahaya di kamar itu redup dan wajah gadis itu
tampak putih seperti kertas, kecuali luka memar dan goresan kecil di
keningnya. Matanya tertutup, tapi bibirnya gemetar. Sekali-kali ia
mengigau seperti mimpi buruk, kadang-kadang berkomat-kamit dan
mengerang.
Lizzie menggenggam tangan Cass yang dingin seperti es. Ia
berusaha mendengarkan. Kata-katanya agak aneh. "Tengkorak!"katanya mengerang berulang-ulang. Dan kemudian kata-kata dalam
suatu bahasa asing. Satu suara berulang-ulang, "Kerak, Kerak,
Kerak."
Pikiran-pikiran ngeri terlintas di kepala Lizzie. Apakah Cass
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan bisa berbicara lagi? Apakah ia akan dalam keadaan koma
sepanjang sisa hidupnya? Apakah ia akan sembuh sama sekali?Pikiran
Lizzie beralih kepada Will. Ia telah meninggalkannya di rumah
tetangga dan berharap ia akan baik-baik saja. Kadang-kadang
tanggung jawabnya sebagai orang tua melampaui apa yang bisa
ditanggungnya. Jam di dinding tampaknya bergerak amat lambat.
Pada saat-saat tertentu seorang perawat masuk, meskipun kecapaian ia
bisa mengenali wanita itu adalah mama Jay. Kedua wanita itu
berpelukan tanpa suara.
"Perlu satu dua hari untuk tahu apakah Cass akan baik-baik
saja," kata Mrs. Cunningham. "Kami semua berdoa untuknya. Jay ada
di sini untuk beberapa jam. Ia datang kemari segera begitu
mendengar... "
"Jay ada di rumah sakit?"
"Tentu," jawab perawat itu. "Tapi saya tak ingin ia
mengganggu Anda. Saat ini khusus untuk keluarga."
Lizzie menatapnya, "Mrs. Cunningham, bagi saya Jay juga
keluarga kami. Saya yakin Cass akan menyukai dia berada di sini.
Mungkin begitu akan bisa membantu."
Maka Jay diizinkan masuk. Ia tidak tahu apa yang harus
dikatakan kepada Mrs. Day, dan ia juga tak berkata apa-apa kepada
mamanya. Ia memandang mereka berdua dengan cemas dan dengan
lembut menyentuh rambut merah Cass yang terurai di atas bantal. Iamenarik kursi dan duduk dalam posisi terbalik, menghadap sandaran
kursi. Ia duduk sambil bertopang dagu dan memandang Cass ?
sampai ia merosot ke depan dan tertidur.BAB 6
LONCATAN WAKTU
Ada sebuah puisi dari masa Perang Dunia I yang dipelajari Cass
dan Jay selama musim panas. Guru mereka menerangkan bahwa puisi
itu ditulis penyair Inggris Wilfred Owen, yang meninggal pada akhir
perang, tahun 1918. Satu dari sejuta puisinya mengisahkan
pemborosan hidup dalam perang, dimulai dengan:
"Tampaknya aku melarikan diri dari pertempuran
Turun ke lorong gelap yang dalam... "
Jay menyukai puisi itu. Tapi sekarang Casslah yang menghayati
puisi itu mengalir turun ke suatu terowongon masa lampau yang
suram dan dalam ? atau barangkali masa depan?
Ia menangkap suara-suara nyanyian, sangkakala, dan genderang
perang yang menggema bagaikan denyutan jantung. Ia melihat
tentara-tentara bercat biru menyebar di bukit. Ia melihat rerumputan
berlumur darah dirubungi lalat. Ia mendengar wanita-wanita menjerit
memilukan. Mereka menangisi mayat-mayat di seluruh hutan. Pada
satu saat ia mengamati seseorang yang tampaknya mirip dengan
dirinya sedang mencari sesuatu atau seseorang. Ia melihat sebuah
tengkorak terlilit akar-akar pohon ek.Cass melayang-layang seperti seorang malaikat dalam kartu
natal. Ia menyeberangi sungai-sungai dan dataran-dataran. Rambutnya
yang merah melambai-lambai. Tapi ia tidak takut, anehnya ia merasa
damai. Musim-musim silih berganti dengan cepat, tak terhitung
jumlah musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin.
Mereka bergabung dan melaju bagaikan bayangan awan di atas
rumput. Ada angin, angin di ketinggian, tapi ia tak mendengarnya
bertiup mendesau.
Dan angin itu akhirnya turun dan Cass tampak sedang duduk di
Karang Pengintai, suatu hari di musim panas. Karangnya tetap sama,
hangat oleh sinar matahari. Tapi pemandangannya sudah berubah
sama sekali. Hutan yang ia kenal baik sekarang sudah menjadi hutan
belantara lebat dengan pohon ek dan pohon-pohon besar lainnya,
membentang luas sejauh mata memandang. Hanya beberapa jalan
setapak sempit yang berkelok-kelok di antara pepohonan dan puncak-
puncak bukit yang berkapur. Tak ada tanda adanya desa, tak ada
rumah, tak ada jalan besar, bahkan ladang atau gudang pun tak
kelihatan.
Sekarang pun Cass tidak panik. Sebenarnya ia merasa bahwa
seperti inilah yang memang seharusnya ia saksikan. Ia merasa betah di
situ. Segumpal asap naik ke atas dari dalam hutan di bawah karang.
Apa yang ia kenakan? Sebuah jubah panjang yang ia ketahui telah ia
tenun sendiri dan ia celup dengan buah blueberi. Ia gulung rambut
merahnya ke belakang dan dijepitnya dengan tusuk rambut panjang
dari tulang berwarna putih.
Seorang anak laki-laki muda dengan bintik-bintik di kulitnya,
rambutnya merah seperti Cass dengan tato di pipinya datang berlarimenuju karang. Ia membawa keranjang jerami penuh berisi ikan. Ia
meletakkan keranjang itu di atas rumput, mengangkat tangannya dan
tertawa.
*********
SAATKU TELAH DEKAT, WAKTUKU DI DUNIA INI
SUDAH HAMPIR BERAKHIR
Dewa-dewa telah mengirim saudariku kembali padaku. Inilah
Cass, Cass yang sesungguhnya, sedang duduk di Karang Pengintai. Ia
begitu cantik.
Dan inilah aku, kembali dalam mahkluk berdaging dan
bertulang, dengan mata sungguhan di kepalaku dan dengan rasa
hangat di lenganku saat matahari bersinar. Kapankah ini? Hidup atau
matikah aku? Apakah pertempuran besar sudah terjadi atau belum?
Yang kutahu aku sedang menombaki ikan di kolam dekat batu api.
Hari yang biasa, sama seperti ketika kepala-kepala biru belum datang.
Penambang di desa kami sedang menggali dan mengais-ngais,
mencari-cari batu api di antara kapur dengan cungkil yang mereka
buat dari tanduk rusa. Ayahku sedang memperbaiki kayu di atap
rumah kami. Seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi aku tahu bahwa akan
terjadi sesuatu. Aku tak dapat mengadakan atau meniadakan hal-hal
itu. Waktu rasanya melompat dan berputar, kembali lagi seperti
jalan yang berliku-liku, seperti tato di pipiku. Kupegang tangan Cass
dan kucium dahinya. Ia telah kembali untuk membawakan kedamaian
bagiku.
"Kerak!" seru Cass tak tahu lagi siapa dirinya, bahkan tak
peduli lagi."Cass, salam untukmu!" Seorang tentara muda berbicara dalam
bahasa yang asing dan berirama, tapi Cass secara naluriah mengerti
setiap kata yang diucapkannya. "Kita berdua telah berjalan jauh. Kita
berdua tahu kesalahan-kesalahan besar akan terjadi di tempat ini. Kita
tak bisa melakukan apa-apa. Ini rahasia yang hanya diketahui oleh
Yang Bertanduk."
"Begitulah, Kerak," kata Cass berat dalam bahasanya yang
aneh. "Kita tak dapat mengubah waktu. Tapi aku juga mengabdi
kepada seseorang yang suci, Tuan Putri Air-bawah-Bumi. Dan ia telah
mengirimku kembali dari masa depan untuk membawakan damai
bagimu."
"Mengapa ia menghormatiku sedemikian ini?"
"Aku tidak memahami rahasia-rahasianya. Mungkin karena
kamu sekarang menebus dosa-dosamu. Mungkin ia berharap untuk
membuka jalan bagi pertempuran ? pertempuran untuk
menyelamatkan Bumi sendiri, dan tempat-tempatnya yang kuno dan
asli...."
"Apa yang harus kukerjakan?"
"Engkau harus memberitahuku rahasia-rahasia yang dikatakan
ketika engkau menjadi seorang pria, ketika kau menerima tato-tato itu.
Engkau harus memberitahuku bagaimana cara untuk menemukan
tempat rahasia Sang Dewa Bertanduk, di mana para pejuang kita
dimakamkan. Dan engkau harus mengucapkan untukku mantra yang
harus diucapkan pada akhir zaman."
Kerak menjadi merah padam dan berpaling dengan marah."Kautahu, aku tak boleh memberitahukan padamu hal-hal itu.
Engkau seorang gadis. Aku punya sumpah terhormat untuk menjaga
rahasia-rahasia itu."
Cass meletakkan tangannya pada bahunya. "Kerak, aku tahu
engkau harus setia. Janji tak begitu mudah dilanggar. Tapi engkau
harus memberitahukan kepadaku hal-hal itu jika ingin segalanya
berjalan lancar? atas dirimu, atas tanah kita dan atas dewa-dewa kita
di tahun-tahun mendatang. Untuk itulah aku harus kembali agar
semuanya berlangsung baik. Luka-luka harus disembuhkan."
"Bagaimana aku tahu bahwa kau bukan setan jahat yang
berpura-pura menjadi saudariku untuk mengecohku?"
"Kau tak boleh," sahut Cass. "Kau harus mempercayaiku."
Kerak menggigit bibirnya dan menatap seberang hutan. Dan
setelah kesunyian yang lama, ia berbalik menghadap Cass.
"Baiklah. Inilah hal-hal yang harus kau ketahui... Sang Dewa
Bertanduk menampakkan diri di tengah-tengah kita pada saat-saat
sulit dalam rupa rusa yang meloncat dengan mata menyala.
Kediamannya basah tapi kering, tinggi tapi rendah, di antara akar-akar
pohon ek tapi di antara awan-awan... Untuk mendekati tempat
kediamannya kamu harus menjadi seekor ikan, tikus, laba-laba, dan
lalat. Para pejuang kita beristirahat dalam ruang-ruang gelap hingga
akhir zaman. Mantra yang harus diucapkan pada akhir zaman adalah
sebagai berikut..."
Kerak memulai nyanyian bernada rendah yang panjang. Mula-
mula ia keliru, tapi kemudian ayat-ayat yang telah ia pelajari dari
orang suci sukunya itu mengalir lancar dari lidahnya. Cass
menghentikannya setiap kali dan mengulanginya baris demi baris danmenghapalkannya. Rasanya telah berjam-jam mereka bersama, tapi
sebenarnya hanya beberapa menit atau detik atau berabad-abad. Dan
ketika Kerak mengucapkan mantranya, tampaknya matahari menjadi
makin pucat dan langit menjadi redup keperak-perakan. Bayang-
bayang kedua sosok di karang itu mulai memudar dan perlahan-lahan
mereka menghilang dalam kabut.
**********
Lizzie Day datang kembali ke rumah sakit bersama Will
sepanjang waktu kunjungan pasien sore hari berikutnya. Mrs. Neill
yang menjaga tokonya. Will mula-mula merasa terkejut. Tampaknya
ia merasakan gawatnya keadaan ini.
"Saya kira saat terburuk telah lewat sekarang," kata Mrs.
Cunningham sambil menyentuh kening Cass. "Suhu badannya sudah
turun dan ia sudah lebih mudah bernapas. Saya baru saja membalut
kembali luka di kepalanya sebelum Anda datang dan rasanya
kelihatan jauh lebih baik."
"Sebenarnya bagaimana peluangnya?" bisik Lizzie Day cemas.
"Kami belum akan tahu sampai beberapa hari," jawab perawat
itu, "tapi para dokter mengatakan mereka senang dengan
kemajuannya. Saya menduga ia akan baik. Perlu waktu lama sebelum
ia pulih seperti sediakala, karena itu Anda harus memahaminya. Ia
harus benar-benar tenang. Dan saya jamin bahwa Jay, anak saya, tak
akan mengganggunya."
"Jangan cemaskan anak Anda," kata Lizzie. "Ia telah
menunjukkan dirinya sebagai seorang sahabat sejati. Berapa jam
kemarin malam ia berada di sini?""Berjam-jam! Anda betul, ia memang baik." Sinar mentari sore
yang suram itu masuk melalui jendela.
"Ma, Will?" suara Cass berbisik. Lizzie membungkukkan badan
ke atas tempat tidur putrinya ketika matanya berkejap-kejap terbuka.
"Ma, jangan khawatir, segalanya akan baik..."
"Ssst, sayang, tidur dulu saja sekarang," kata Lizzie
menenangkan.
Hanya satu setengah jam setelah ia meninggalkan pintu gerbang
rumah sakit ketika ia merasa terkejut. Tidakkah sedikit ganjil?
Seharusnya ialah yang mengatakan kepada Cass bahwa segalanya
akan baik- baik saja, bukannya malah terbalik...?BAB 7
KEMBALI KE KENYATAAN
Musim panas hampir habis dan udara malam sudah mulai
dingin mengigit. Para pengunjuk rasa masih berada di rumah-rumah
pohon mereka dan pekerja-pekerja jalan masih sibuk, meskipun
mereka masih menunda penebangan pohon-pohon di Hutan
Crickstone lebih jauh lagi. Para pekerja bertahan dengan rencana
semula, tapi setelah malam pertama itu mereka bertindak lebih hati-
hati. Ada pembicaraan mengenai tindakan hukum untuk menghentikan
pembangunan jalan itu. Setelah aksi unjuk rasa itu Mrs. Bodgett sudah
kelihatan di pengadilan dan diawasi agar tetap menjaga ketenangan ?
tepatnya agar tak mempermalukan suaminya, yang sekarang
menganggapnya sebagai pengkhianat kotanya, agak lebih buruk dari
pada Guy Fawkes sendiri.
Cass sudah pulang ke rumah dan diizinkan bangun pada siang
hari, meskipun ia merasa cepat lelah dan harus pergi tidur lebih awal.
Pelajaran sudah mulai, tapi dokter menganjurkan agar mengikuti
pelajaran pada pertengahan saja sebelum Cass benar-benar cukup baik
untuk memusatkan perhatian pada pelajaran.
Mamanya telah melarang dia pergi kembali kepada para
pengunjuk rasa di hutan. Sekarang ia menjadi agak terkenal, denganfotonya terpampang di surat kabar. Sementara orang mengatakan ia
cukup berani dengan membuktikan idealisme dalam tindakan nyata.
Sebagian lain mengatakan orang muda seperti dia merupakan kutukan
bagi desa itu. Tapi sekarang semakin banyak orang menandatangani
petisi melawan pembuatan jalan dan memakai emblem dan baju kaos
bertuliskan tuntutan penghentian pembuatan jalan.
Satu hal lain yang baik, Cass sekarang berkawan lagi dengan
Jay. Mereka bahkan tidak beradu pendapat lagi tentang pembuatan
jalan. Cass menyadari bahwa Jay sekarang berada pada posisi yang
sulit karena papanya bekerja sebagai petugas keamanan di proyek itu.
Jay selalu datang dan datang lagi setelah selesai sekolah. Ia
membawakan kaset-kaset rekaman dan catatan baginya, dan suatu
ketika membawakan sebuah buku puisi yang menakjubkan.
Pada suatu Sabtu sore, Cass sedang duduk di dapur sambil
minum coke yang diambilnya dari lemari pendingin. Jay berdiri di
balik jendela, memperhatikan Will yang sedang melepas rem
sepedanya sambil melamun. Cass sedang mengamati gambar di
halaman belakang sebuah koran setempat.
Ketika Jay berdiri di belakangnya, Jay mendengar tarikan napas
cepat.
"Apa itu?" ujar Jay.
"Ini adalah Sang Dewa bertan... seekor rusa," kata Cass, sedikit
kaget karena kelepasan bicara.
"Aku pernah melihatnya!" kata Jay.
"Kau sudah pernah melihat seekor rusa?"
"Tidak, aku sudah melihat rusa yang itu," kata Jay.
Cass berbalik dan menatap Jay."Kapan?"
"Pada hari kamu terluka di hutan. Aku tahu kamu berada dalam
kesulitan besar dan aku berlari untuk menolongmu. Binatang liar
raksasa itu meloncat dari kegelapan hutan dan menubrukku
sembarangan. Atau sekurang-kurangnya itulah yang kubayangkan."
"Sang Dewa Bertanduk memperlihatkan diri kepada kita pada
saat-saat sulit dalam rupa rusa bermata menyala yang meloncat," kata
Cass.
"Kau bilang apa?" kata Jay sambil mengerutkan dahinya.
"Apa yang baru saja kukatakan?" bisik Cass. "Aku sangat
bingung! Oh Jay, sesuatu terjadi padaku ketika aku sedang berada di
rumah sakit. Mimpi, kukira. Tapi kelihatannya sungguh-sungguh
nyata."
Jay menarik sebuah kursi, meletakkan sikunya di atas meja.
"Okey Nak, katakan pada Paman Jay apa yang terjadi."
"Kau tak akan menertawakan aku?"
Jay memandangnya serius. "Aku tidak sedang tertawa, Cass.
Aku baru saja melihat kamu melukiskan gambar yang kulihat dalam
mimpiku. Nah, dapatkah kauceritakan mimpimu?"
"Baik..." Cass berhenti sejenak sambil memainkan rambutnya
yang terurai, sesuatu yang selalu ia lakukan kalau sedang berpikir
keras. "Aku yakin aku melihat sebuah tengkorak ketika aku jatuh ke
parit. Tengkorak itu muncul dari dalam kegelapan dan... dan
menciumku."
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu dicium tengkorak?"
"Sekarang kamu menertawakan aku!"
"Tidak, aku tidak tertawa!""Nah, setelah itu semuanya menjadi benar-benar ganjil,
sungguh nyata seperti video yang diputar. Maksudku, diputar cepat ke
belakang, berhenti, lalu diputar cepat ke muka lagi. Aku berjalan
mundur, Jay, seperti pusaran air atau terowongan. Aku kembali ke
zaman peperangan yang mengerikan dan jahat di bukit itu. Suatu
pembantaian. Aku tahu ini telah terjadi dahulu kala tapi sekaligus aku
tahu itu akan terjadi pada masa yang akan datang. Semacam loncatan
waktu, begitu. Pasti itu dari Zaman Batu, kukira, sebab di mana-mana
hutan, tak ada Crickstone, tak ada benteng, tak ada jalan..." Ia
memandang Jay hati-hati dari balik tepi rambut merahnya.
"Teruskan..."
"Jay, aku termasuk di antara mereka. Aku mengenakan jubah,
perhiasan tulang dan bunga. Mereka itu rakyatku."
"Dan kau bertemu Kerak?"
Cass memandang kebingungan.
"Ya, Tuhan. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Aku cuma mendengarnya saat kau mengigau di rumah sakit.
Aku yakin itu nama seseorang. Aku cemburu!"
"Oh, Jay, jangan begitu. Kerak adalah kakakku. Ia saudaraku. Ia
terbunuh dalam pembantaian itu, ribuan tahun yang silam, tapi ia tak
pernah dikuburkan secara layak. Adiknya, yaitu aku, tak pernah
menemukan mayatnya. Kerak bergentayangan di Hutan Crickstone
dan Karang Pengintai, sepanjang ribuan tahun. Jay, tengkorak yang
kulihat waktu jatuh itu adalah dia. Aku yakin sekali. Ah, aku tak tahu.
Apakah semua ini hanya mimpi? Lihat, aku sungguh yakin aku
dikirim ke masa lalu."
"Tapi, untuk apa?""Untuk memakamkan Kerak. Dan untuk menyelamatkan hutan
dari pembangunan jalan. Kedua hal itu memang berhubungan. Tapi
aku tak begitu tahu bagaimana hubungannya. Perhatikan, tampaknya
Kerak adalah prajurit muda dalam tugas pengintaian sebelum perang
besar terjadi. Ia gagal memperingatkan sukuku dari bahaya dan
terbunuh. Tapi rohnya tetap berjaga selama berabad-abad. Dan
sekarang ia harus memperingatkan para prajurit terhadap bahaya baru
yang akan terjadi. Mengapa persoalan jalan baru menjadi begitu
penting? Sebab Hutan Crickstone tempat beristirahat para dewa kuno,
dewa-dewa yang disembah rakyat sebelum orang-orang Kristen
datang. Sang Dewa Bertanduk, rusa raksasa. Putri Air-bawah-Bumi.
Dan jika tidak terjadi sesuatu, segenap kekuatan dewa-dewa kuno
tidak akan muncul pada dunia modern kita. Jay, aku benar-benar
percaya bahwa rohku bertemu roh Kerak dan ia memberitahukan
kepadaku kebenaran."
Jay tetap diam sambil memandang Cass. Ia tampak pucat dan
menggigil lagi. Ia khawatir Cass akan bertindak berlebihan. Kisah
yang menarik! Tapi jelas bahwa ini mimpi gila akibat luka-luka Cass.
Bagaimanapun juga bukankah mereka berdua telah berbicara
mengenai Zaman Batu sebelum aksi unjuk rasa itu? Dan bukankah
Cass sudah khawatir terhadap hutan, terhadap jalan baru? Ia telah
menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman hippynya yang
konyol itu? Atau barangkali karena diberi terlalu banyak pil di rumah
sakit. Sekali benturan di kepalanya dan...
"Jay, apa yang kamu pikirkan?" kata Cass memecahkan
keheningan."Cass, tahu kan, kamu sangat sakit di rumah sakit itu. Tentunya
cukup mengejutkanmu mempunyai semua mimpi buruk itu di
kepalamu, semua tengkorak, semua pembantaian dan pusaran air."
"Jay, kau tidak mempercayai aku, kan? Baiklah, bagaimana
kamu bisa melihat rusa itu, Sang Dewa Bertanduk?"
"Betul, Cass. Aku tidak tahu. Aku sama sekali tak mengerti
semua ini!"
Mama Cass menutup toko di bawah. Alarm berbunyi sebentar
ketika ia menghidupkan dan menguncinya. Mereka mendengarnya
menaiki tangga.
"Cass, kamu kelihatan ketakutan!" kata Lizzie ketika ia sampai
di dapur. "Sudah saatnya tidur, Nak! Jay, sebaiknya kau pulang dulu
saja."
"Ya, Mrs. Day, Cass tampaknya sedikit... kelelahan."
Ketika Lizzie memanggil Will untuk minum teh,
Cass cepat-cepat berbisik pada Jay.
"Aku dapat mengingat semua detail yang diucapkan Kerak
kepadaku, Jay. Aku yakin aku sudah mendapatkan petunjuk untuk
menemukan tempat-tempat para dewa yang tersembunyi dan
bagaimana aku dapat memakamkan Kerak dan bagaimana aku dapat
menghentikan pembuatan jalan..."
"Tenang, Cass, tenang."
"Jay, aku masih lemah. Kamu harus menolongku..."
"Nanti kita bicarakan. Tidurlah. Aku akan menemuimu lagi."
Ketika Jay pergi keluar, malam sungguh sempurna. Bukit itu
tampak damai dan pohon-pohon di Hutan Crickstone berselimutkan
cahaya kuning. Dunia nyata! Ia menghela napas panjang danmelangkah pasti ke arah warung keripik. Keripik empuk dalam bumbu
kari tampaknya merupakan obat paling baik dibutuhkannya untuk
menyembuhkan mabuk akibat cerita-cerita hantu itu.BAB 8
BUKTI DARI MASA LAMPAU
Akan ada acara dengar pendapat dalam dewan kota sehubungan
dengan keputusan untuk membangun jalan raya melintasi bukit.
Sementara itu semua pekerjaan dihentikan. Bos BZ Construction amat
jengkel dengan penundaan itu. Ia meledak-ledak ketika diwawancarai
di depan televisi, "Terkutuk, birokrat! Sok baik! Penghambat
kemajuan!"
"Huh!" desah Cass. "Tidakkah orang ini menyadari bahwa
separo pemrotes jalan ini sedang saling bercakap-cakap di internet? Ia
itu dinosaurus, bukan kita."
Akan tetapi acara dengar pendapat tetap berjalan, tak peduli BZ
suka atau tidak. Para pengunjuk rasa makin mendapat banyak
dukungan selama bulan lalu. Para politisi dipaksa untuk duduk dan
memperhatikan masalahnya. Berbagai macam ahli sekarang sudah
melangkah memasuki gelanggang pertempuran. Ada geolog, arkeolog,
speleolog, pengamat lingkungan hidup, meteorolog, ahli tanaman,
insinyur teknik, herpetolog, ornitolog... Ada perencana dan ahli
ekonomi, akuntan dan pengacara dan penasihat hukum dan anggota
parlemen. Jay mulai berpikir bahwa bos BZ tampaknya benar!
"Terlalu banyak ahli salah alamat dan para birokrat..."Tapi Cass, yang merasa sudah jauh lebih baik, telah diizinkan
mamanya untuk pergi dan duduk di gedung pertemuan umum untuk
satu hari dan mendengarkan rencana-rencana keputusan yang
diajukan. Dan ketika liburan tengah semester sudah mulai, Cass telah
memutuskan untuk mengajak Jay jalan-jalan. Mengingat hanya inilah
saatnya bisa pergi seharian dengan Cass, Jay menyetujuinya. Dengar
pendapat itu diadakan di gedung dewan kota di Sheriton.
Mereka berdua keluar dari terminal bus. Pagi itu hujan turun
rintik-rintik dan Jay melangkah menginjak genangan air. Cass
mengeluarkan payungnya.
"Hei, bilang dong kalau ada kubangan!"
"Ayo tolol, di sini ada payung!"
Jay merangkulnya dan mereka berjalan menuju Market Street.
"Jay, kamu tak lupa apa yang aku katakan? Tentang tengkorak
dan apa yang harus kita lakukan?"
Jay mengguncangkan bahunya. "Tidak."
"Maukah kamu membantuku? Kita harus melakukan sesuatu."
"Cass, barangkali itu tak perlu. Sekarang masalahnya sedang
dibahas, seluruh rencana pembangunan jalan sedang dihentikan. Jika
kita terlibat dalam urusan hantu-hantu itu, kita akan kelihatan seperti
orang tolol."
Mata Cass memancarkan kemarahan, maka Jay segera
melembutkan kata-katanya.
"Baik, baik. Aku berjanji akan menolongmu jika memang harus
begitu. Tapi pertama-tama kita lihat dulu apa hasil dengar pendapat
ini."Terdapat kerumunan besar orang di depan gedung dewan kota.
Orang-orang membawa poster dan slogan-slogan dalam tulisan
tangan. Cass mengenali sebagian besar dari mereka adalah para
pengunjuk rasa di hutan, anggota-anggota suku Feral?dan mereka
juga mengenalnya.
"Hai, apa kabar Cass?"
"Apakah kau sudah baik, Nak? Apakah engkau akan bergabung
bersama kami?"
Jay berdiri menjauh, merasa tersisih dari acara reuni ini.
"Saya sudah baik sekarang." Cass mengelus seekor anjing
kepunyaan mereka, terrier kecil yang lucu. "Jay dan aku ingin pergi ke
gedung pertemuan umum. Kami ingin mendengar apa yang akan
terjadi."
Sosok Mrs. Bodgett yang besar muncul dari dalam hujan.
"Sungguh benar, Sayang. Masuk saja ke dalam agar tidak
basah. Kudengar kau pernah sakit parah, dan kami tak ingin kau
terkena pneumonia dua kali."
yang ada di pintu juga mengenali Cass. P.C. Phil Sergeant
sudah kembali bertugas. Ia mengutuki hujan dan sangat menginginkan
secangkir kopi panas. "Halo, nona muda."
"Oh, Anda."
"Sudah lebih baik sekarang? Kulihat mamamu di rumah sakit
sehabis acara memprotes kontraktor itu, ya kan? Aku tidak melindungi
apa pun selain hukum daerah ini," kata P.C. Sergeant memulai, tapi
Cass sudah menampakkan kesan tak berminat dan melangkah
melewati pintu dengan Jay di belakangnya.Acara dengar pendapat sesi pagi itu berlangsung bertele-tele.
Ada banyak laporan panjang lebar yang harus dipresentasikan dan
didiskusikan. Jay terddur beberapa kali dan Cass harus menyodoknya
agar bangun. Ketua bagian perencanaan dewan kota membuat mereka
berdua tertawa cekikian. Ia berulang kali membuka dan mengenakan
kembali kacamatanya dengan tegang.
"Ia pasti orang yang paling membosankan di dunia!" bisik Jay,
dan ia mulai menghitung bunyi "er" dan "ehm" yang diucapkan orang
besar itu. Jay menyerah ketika sudah mencapai seratus dua puluh.
Tapi sesi siangnya berbeda. Seorang wanita muda bernama
Linda Brookes dipanggil. Ia adalah wakil dari Dinas Purbakala kota
itu. "Saya ingin mengatakan bahwa kami sebenarnya sudah
mengajukan izin untuk menggali situs tersebut sebelum pihak
kontraktor bergerak pada bulan Agustus," katanya memulai, "dan
kami ditolak. Tapi sejak itu sebuah mesin keruk menggali parit begitu
saja. Padahal parit itu kami yakini sebagai suatu rangkaian lubang
tiang-tiang Zaman Neolitikum."
"Dapatkah Anda menerangkannya dengan bahasa yang bisa
kami mengerti?" kata seorang petugas yang berwajah mirip kotak
dengan agak bosan.
"Tentu saja. Lubang-lubang tersebut dahulu mungkin berisi
tiang pancang rumah, pagar atau konstruksi lainnya. Kami yakin itu
berasal dari Zaman Batu."
Cass memegang tangan Jay dan matanya bersinar gembira.
"Ya!" bisiknya penuh kemenangan.
Ahli purbakala itu meneruskan pembicaraannya."Lebih dari itu, kami telah mengadakan studi lebih lanjut
tentang Hutan Crickstone dan daerah di sekitarnya. Makin tampak
jelas bagi kami bahwa sangat mungkin daerah tersebut merupakan
daerah pertambangan paling besar pada Zaman Batu di seluruh Eropa
barat." Sekarang Jay juga duduk tegak mendengarkan setiap kata.
"Nah, kalau memang begitu, mereka menambang apa?" tanya
petugas. "Emas? Tembaga? Besi? Apakah Anda menyarankan
perusahaan-perusahaan pertambangan modern agar memperhatikan
daerah itu?"
"Sama sekali tidak," jawab Linda Brookes kesal, "ini Zaman
Batu." Terdengar tawa dalam gedung itu. "Orang-orang di situ
barangkali menambang batu api yang akan digunakan sebagai mata
kapak, panah, dan pisau. Mereka menggali dan mengambil batu api
dari dalam kapur dengan cungkil yang dibuat dari tanduk atau kayu.
Ditemukan penyebaran mata panah di daerah itu selama bertahun-
tahun. Ini mengindikasikan bahwa pertempuran besar pernah terjadi di
bagian bukit itu, sedangkan sejumlah batu api setengah terasah
menunjukkan juga bahwa penambangan itu sudah berlangsung lama."
Linda Brookes mengakhiri pembicaraannya dengan tuntutan
agar pekerjaan jalan itu dibatalkan atau sekurang-kurangnya ditunda
sampai daerah itu selesai diteliti secara layak.
"Ayo, Jay, kita bertindak!" bisik Cass.
Mereka bergegas keluar dari gedung itu.
"Nah, sekarang kita pergi ke perpustakaan umum."
Jay menyerah dan tidak menanyakan apa pun. Ia juga
terguncang oleh apa yang baru saja ia dengar. Barangkali memang ada
perkampungan Zaman Batu di Hutan Crickstone. Dan barangkali jugaEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
ada pertempuran besar di sana. Dapatkah Cass benar-benar mundur
menyusuri masa lalu? Dalam benak Cass, sekurang-kurangnya.
Mungkinkah ia benar-benar saudari Kerak yang dilahirkan kembali di
penghujung abad kedua puluh?
"Mengapa memandangku seperti ini, Jay?" tanya Cass.
"Kupikir aku mulai mempercayai mimpimu," jawabnya.
Hujan telah reda. Mereka berlari menyeberangi jalan menuju ke
perpustakaan. Mereka selalu dikirim oleh sekolah ke tempat itu untuk
melakukan suatu penelitian. Cass bertanya kepada petugas
perpustakaan di manakah ia dapat menemukan buku-buku mengenai
sejarah dan kepurbakalaan daerah setempat. Tak banyak buku terdapat
dalam bagian sejarah, tapi petugas itu berhasil mendapatkan sebuah
buklet kecil yang berjudul artefak-artefak Neolitikum yang ditemukan
akhir-akhir ini di Hutan Crickstone.
Baru-baru ini? Buklet ini diterbitkan oleh Museum Sheriton
pada tahun 1935. Ebukulawas.blogspot.com
"Wah, ini bagian dari sejarah itu sendiri!" gurau Jay.
"Maka dari itu, perlakukanlah dengan hati-hati" kata petugas
perpustakaan. Mereka duduk di bangku panjang di ruang baca dan
membuka buku itu. Halaman-halamannya memuat gambar-gambar
dan pahatan-pahatan, mata kapak dan mata panah dari batu api,
cuilan-cuilan tempayan, manik-manik dan peniti-peniti dari tulang
yang dihaluskan. Cass mempelajarinya dengan saksama.
"Ya, ya," ia berseru kegirangan. "Wah, labelnya keliru. Batu
berat ini untuk keperluan menenun. Untuk menenun kain..." Mereka
saling memandang, tanpa kata.Ia membalik halaman terakhir. Di situ terdapat lukisan dengan
pola yang aneh, suatu jalur yang melingkar-lingkar yang ditemukan
seorang ahli sejarah lokal terukir pada karang di jantung hutan.
"Lihat ini! Jay, kita harus menemukannya. Inilah gambar tato
yang terdapat pada pipi Kerak. Kupikir alur ini dapat menjadi kunci..."
Cass mengamati garis-garis itu, yang meliuk-liuk di atas
halaman seperti ular, sampai ia kehilangan fokusnya.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
BAB 9
PEMANDANGAN ANEH
P.C. Sergeant memasuki kantornya dan menggantungkan jas
hujannya yang basah. Ia hendak membuat kopi instan. Cangkir-
cangkir di dekat ketel listrik itu dapat membahayakan kesehatan
umum, pikirnya. Harus ada hukum yang menangani kuman-kuman
seperti ini.
Ia duduk di bangku dan dengan enggan mengambil seikat kertas
kerja. Satu jam lagi tugasnya akan selesai. Ia ingin kembali ke rumah
untuk mandi, barangkali juga menonton video atau makan pizza. Atau
barangkali akhirnya ia berani menelepon untuk bertemu Lizzie Day. Ia
sedang mencari-cari alasan. Sial benar dengan sikap anaknya, Cass,
tadi pagi terhadapnya... Ya, ampun, Hanway!
"Sersan!"
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, Sersan?"
Hanway bersandar pada lemari arsip sambil membentangkan
kumisnya.
"Apakah acara dengar pendapat hari ini berjalan lancar?"
"Ya. Memang ada cukup banyak pemrotes, tapi semuanya
tenang."
"Apakah Mrs. Bodgett bertingkah lagi?""Tentu saja."
"Sial. Aku ingin melihat seperti apa keanggunannya, sehingga
bisa bertingkah seperti itu."
"Betul, Sersan, saya dapat melihat bahwa ia sungguh-sungguh
musuh masyarakat nomor satu," kata Phil Sergeant kasar.
"Bagaimanapun juga, saya pikir sekarang situasinya akan tenang
sampai hasil dengar pendapat tersebut diketahui."
"Yah, aku tak ingin menunggu. Para pengunjuk rasa itu masih
berada di luar sana dan masih bisa membuat kesulitan lagi. Aku ingin
kamu tetap mengawasi situasi."
"Siap, Sersan!"
Sersan Hanway melenggang pergi sambil menyiulkan sesuatu.
Orang itu sedang meradang! Phil Sergeant mengambil pena dan
membaca laporan, menggarisbawahi bagian-bagian tertentu. Ia ingin
mengikuti beberapa detailnya. Ia sedang berjalan menuju komputer
untuk mengecek sesuatu ketika pintu dorong itu tiba-tiba terbanting
terbuka dan ia terperangah ketika sesosok mahkluk berbau maksiat
dan bermulut penuh dusta menerobos masuk.
"Tunggu! Apa-apaan ini?"
Petugas di bagian depan ruangan berlari mengejar penerobos
dan menangkapnya kuat-kuat. Phil Sergeant berdiri dan mengamati
manusia yang menerobos masuk itu.
"Oh, kau, Jacko."
"Kau kenal orang ini, Sersan?" tanya petugas itu.
Tentu saja ia mengenal Jacko. Setiap orang di daerah itu
mengenal Jacko. Ia adalah orang tua berkeriput yang minum terlalu
banyak dan tidur sembarangan, dan yang secara teratur mendaratkanEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
dirinya di sel polisi yang hangat bila hujan turun di malam yang
dingin. Jika itu berarti harus memecah kaca jendela, maka ia akan
melakukannya. Ia tidak cukup berbahaya, begitulah keyakinan Phil.
"Ya, saya kenal Jacko," kata Phil. "Apa kabarmu, pak tua?"
Jacko sedang dalam keadaan sangat bergembira, tapi kata-kata
yang mengalir keluar dari mulurnya sulit diketahui maknanya. Wajah
orang tua itu pucat dan sayu dan matanya seperti mau keluar dari
kepalanya seperti marmer biru yang besar. Di keningnya ada tanda-
tanda memar.
"Aku harus menemui Anda, tapi ia ada di pintu. Ia mau
melemparkan aku keluar. Begini, aku ti...tidak pernah melihat yang
seperti ini selama hidupku. A... a... ku..."
"Ayo Jacko minumlah teh ini dulu, kemudian ceritakan padaku
apa yang terjadi," kata Phil Sergeant. Ia mengangkat alisnya kepada
petugas itu. "Yang ini akan aku bereskan."
Teh itu hangat dan membuatnya merasa enak dan orang tua itu
mulai tenang. "Ceritanya begini, aku sedang menyusuri jalanan Hutan
Crickstone," katanya kepada Phil Sergeant. "Tenang seperti seorang
hakim tentu saja..."
Phil mencatat bahwa ia mencium bau anggur murahan.
"Apa yang kaulakukan di sana?" tanyanya.
"Orang-orang muda yang tinggal di pohon di sana, orang-orang
baik, selalu memberi saya semangkuk sup atau sandwich. Maka,
kataku, aku pergi ke sana untuk mencari mereka. Mereka semua
hampir tak ada di sana. Karena suatu alasan, mereka pergi ke kota.
Tapi aku menemukan sebotol minuman keras tersembunyi dalam
sebuah tenda di sana...""Yang kemudian kausikat," potong polisi itu.
"Tidak, eh, aku... cuma meminjamnya, begitulah."
"Teruskan," kata Phil Sergeant.
"Kemudian aku tertidur, sepertinya begitu. Dan ketika aku
bangun aku basah kuyup sampai ke tulang. Eh, maksudku aku bangun,
tapi aku masih bermimpi, begitulah. Dengan mata yang masih melek."
Pandangan ketakutan yang nyata tampak di wajah orang tua itu.
"Dan apa yang kaulihat?"
"Mula-mula seekor rusa yang berdarah melompat keluar dari
pepohonan dan menerjangku. Ia menyeruduk dahiku, di sini."
"Ya, masih ada beberapa rusa merah di sekitar Crickstone."
"Ah... ah... Anda belum menangkap maksudku. Rusa ini dua
kali lebih besar dari rusa biasa, dengan mata menyala yang
memandangku. Seperti semburan api."
"Baiklah, jadi seekor rusa besar. Dan saat ini adalah musim
kawin, saat rusa merah berkembang biak, benar kan? Pejantannya
sangat agresif dan suka berkelahi. Sebaiknya jangan berurusan dengan
mereka."
"Tapi KEMUDIAN te... te... tengkorak itu berkata bahwa ia
adalah Sang Dewa Bertanduk!"
Ya, ampun, pikir Phil Sergeant, bocah tua ini sungguh-sungguh
sedang mencemari otaknya. Sedang mabuk barangkali.
"Tengkorak apa? Apakah kamu mau memberi tahu kalau ada
mayat di sana?"
"Menemukan mayat? Ti... tidak! Tengkorak itu menemui aku!
Setelah aku jatuh ditubruk rusa itu. Tengkorak itu memandangi aku.
Matanya hitam mirip mata capung. Dan gigi-giginya berjajar-jajarEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
seperti kartu domino. Ia berbicara kepadaku dengan bahasa yang aneh,
tapi aku dapat memahaminya seperti omongan biasa."
"Ah, apa yang dikatakan tengkorak itu?"
"Ia berkata bahwa ada pesan dari Sang Dewa Bertanduk.
Pesannya adalah bahwa hari-hari terakhir sudah tiba. Dan, sebentar,
eh, barangsiapa yang hendak menghancurkan hutan itu akan terbunuh
atau... yah semacam itu."
Phil Sergeant mengambili cangkir-cangkir teh. "Kamu harus
mencoba lebih keras lagi kalau menginginkan malam yang hangat di
sel."
Melihat reaksi polisi itu, Jacko merapatkan lengannya seperti
orang yang benar-benar ketakutan.
"Sungguh, aku tidak bohong, Pak," protesnya sia-sia.
"Tentu saja. Begini, Pak Tua, jam tugasku sudah hampir habis
dan aku tidak mau terus-terusan ada di sini, meskipun kau
menginginkannya. Aku akan memberimu tumpangan sampai Panti
Tunawisma di Sheriton, jika kau mau, aku akan lewat situ."
**********
Phil Sergeant menyelipkan sejumlah uang pada orang tua itu
sebelum menurunkannya. Tampaknya ia tertekan. Hidup yang dijalani
orang-orang seperti Jacko sungguh menyedihkan. Mereka seharusnya
diperhatikan secara layak. Tapi ia juga tak yakin apakah Jacko sendiri
mau dirawat orang lain. Tiba-tiba polisi itu mengambil keputusan
mendadak untuk mengemudi melewati Crickstone. Tidak untuk
menyelidiki orang-orang yang kepalanya terluka atau rusa raksasa,
tapi untuk mampir di rumah Lizzie Day!Casslah yang membukakan pintu dua puluh menit kemudian.
Dan sambutannya tidak begitu ramah.
"Nah, apakah Anda ingin membuntutiku, atau apa? Anda mau
apa?"
"Tidak, aku tidak sedang membuntutimu. Bahkan aku sedang
tidak bertugas. Dan aku datang bukan untuk menemuimu. Aku ingin
ngobrol dengan mamamu."
Cass memandanginya dengan curiga.
"Siapa, sayang?" seru Lizzie dari atas tangga.
"Mrs. Day, ini aku? Phil Sergeant, kantor polisi Sheriton!"
teriak polisi itu.
Lizzie mucul di ujung tangga sambil memegang kain lampin.
"Hai, senang bertemu Anda kembali. Mari, naik saja. Cass, ajak Mr.
Sergeant masuk."
Cass merengut. Ia mengantarkan polisi itu menuju ruang duduk
dan membanting pintu di belakangnya. Will yang sedang bermain
kartu bersamanya ketika bel pintu berdering mengangkat wajahnya
dan mengikuti Cass keluar dari ruangan itu. Phil Sergeant merasa agak
tegang. Sebuah permulaan yang tidak begitu bagus.
"Saya harap saya tidak mengganggu, Lizzie. Saya kemari bukan
dalam rangka tugas, seperti yang barangkali dipikirkan Cass. Saya
hanya ingin ngobrol dan ingin tahu bagaimana keadaan kalian."
"Kami baik-baik saja. Maafkan Cass, ia sedang jengkel. Ia
sedang ketinggalan banyak hal. Ia tampaknya sudah pulih dari
kecelakaan itu, tapi saya masih mencemaskannya. Ada sesuatu di
dalam benaknya, saya yakin. Ia akan kembali ke sekolah minggu
depan dan saya berharap ini akan menolongnya."EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
Kedua bocah itu bergurau kembali di ruang lain. Polisi itu mulai
merasa enak kembali terhadap Lizzie ketika wanita itu benar-benar
tertarik oleh pekerjaannya dan oleh apa yang ia katakan.
"Anda tak akan percaya pada berbagai karakter orang yang
kami hadapi." Ia mulai berbicara kepadanya tentang jacko dan hal-hal
aneh yang telah dikatakannya.
Cass merasa yakin bahwa polisi itu sedang membicarakannya
dari balik punggungnya. Maka ia berjingkat kembali ke koridor dan
menempelkan telinganya di pintu ruang duduk. Will mengikutinya,
tapi Cass meletakkan jarinya di depan bibirnya dan menyuruhnya
diam. Dan ia berusaha keras mendengarkan percakapan, ia mendengar
lebih dari apa yang ia perlukan."... Rusa raksasa yang menyala!
...sebuah pesan dari Sang Dewa Bertanduk..." Dua orang dewasa itu
tertawa keras, tapi Cass membeku seperti es. Pesan ini nyata.
Ia menuju ke pesawat telepon di koridor dan bergegas
memencet nomor Jay.
"Ayo, ayo." Telepon akhirnya diangkat. "Mrs. Cunningham,
apakah saya bisa bicara dengan Jay?", Hening sejenak. Ayo, cepat.
Akhirnya, "Jay, jay dapatkah kau datang sekarang? Langsung!"BAB 10
KUTUKAN SINAR BULAN
Jay datang cukup cepat, dan tiba saat polisi itu meninggalkan
pintu depan.
"Senang sekali Anda bisa datang, Phil. Terima kasih," kata
mama Cass. "Ah, kamu juga tahu Jay?"
"Rasanya kita pernah bertemu," kata Phil Sergeant hati-hati
sambil mencoba menghindari kata-kata yang menunjuk sore berbadai
belum lama berselang ketika Jay menghindarinya dan lari.
Bagus, pikir Jay.
"Hai, saya datang untuk menemui Cass."
"Ya, aku sudah menyangka begitu. Ia ada di atas."
Jay menaiki tangga.
"Ada apa semua ini? Mengapa polisi itu ada di sini? Apa ada
kesulitan, Cass?"
"Oh, ia bukan masalah. Ia hanya mampir untuk ngobrol dengan
mamaku. Cukup aneh, kan? Tidak, ini tentang sesuatu yang
dikatakannya kepada mamaku, tapi kudengar. Sesuatu yang sungguh
menakjubkan. Masuklah ke dapur."EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
Mamanya kembali ke ruang duduk. "Tidakkah Phil cukup
menyenangkan jika kau memerlukannya? Ia orang baik, ya kan? Lebih
baik aku menemani adikmu saja."
Cass menyuruh Jay duduk di dapur, dan sambil berbisik ia
mulai menerangkan apa yang ia dengar. Jay bersiul.
"Wah! Jadi orang tua mabuk itu melihat Sang Dewa Bertanduk
juga, seperti aku."
"Dan ia melihat tengkorak. Tengkorak Kerak. Aku yakin, Jay.
Dan itu berarti tibalah saatnya kita bergerak. Jika hutan itu dirusak,
dewa tahu kekuatan macam apa yang akan dilepaskannya. Kita harus
bertindak sekarang. Kita harus menemukan tengkorak Kerak dan
memakamkannya di tempat rahasia."
"Baik, tapi kita harus tetap santai, Cass. Kita harus
merencanakan aksi kita dengan saksama. Langkah pertama:
bagaimana caranya kita menemukan tengkorak itu?"
"Nah, aku melihatnya ketika jatuh. Kita harus menemukan parit
tempat kecelakaan itu terjadi. Pasti masih ada di sana. Setelah itu,
pekerjaan tak akan dimulai lagi sampai dewan kota memberikan izin
untuk dilanjutkan."
"Kapan dengar pendapat itu akan selesai?"
"Jumat. Koran-koran memberitakan bahwa mereka akan cepat
membuat keputusan sebab ini hanya merupakan dengar pendapat
tentang suatu rencana yang sudah disahkan. Dan kita harus kembali ke
sekolah minggu depan. Sekarang atau tidak sama sekali, Jay. Dan
sebaiknya tetap kita rahasiakan. Dalam kegelapan malam."
"Besok malam?""Besok malam. Kita dapatkan tengkorak itu dan kita bawa
kemari. Dan setelah itu barulah kita cari tahu di mana ia harus kita
kuburkan."
"Catatlah semua yang dikatakan Kerak dalam mimpimu, Cass.
Dan kita akan dapat menuntaskan tugas kita."
"Dan menyelamatkan dunia?"
"Dan menyelamatkan dunia, Cass! Kamu betul."
Mereka berdua tertawa, tapi sedikit tegang. Dan Jay
menciumnya.
*************
Malam berikutnya, Cass menemui Jay di belakang warung
keripik. Keduanya berpakaian bagaikan pasukan komando. Sweater
tebal, jaket berkepala, syal, jeans hitam dan sepatu olahraga, ransel
kecil. Hanya akan dibutuhkan waktu beberapa jam dan mereka akan
kembali sebelum orang tua mereka mengetahui sesuatu.
Malam musim gugur yang menggigit. Napas mereka
mengeluarkan asap sewaktu berlari-lari kecil melintasi lapangan
bermain dan menuju ke jalan setapak.
"Bulan purnama, Jay."
"Hampir."
Lingkaran raksasa berwarna perak kebiru-biruan di langit
menyelimuti bukit itu dengan cahaya pucat yang mengerikan. Hutan
itu terbentang lebat dan gelap di kelilingi bukit-bukit. Karang
Pengintai samar-samar berdiri tegak di atasnya, bagaikan tengkorak
raksasa, pikir Jay, dan ia menggigil. Petualangan semacam ini
sebelumnya hanya bahan omongan saja di desa, tapi sekarang sungguh
nyata.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
Mereka berada di dunia yang luas dan mengerikan. Jay
memandang segumpal besar awan malam yang melayang. Tiba-tiba ia
merasa kecil dan tak berdaya. Sedang apa ia sekarang?
Mempertaruhkan kesehatan dan segalanya untuk gadis sinting ini...
Saat mereka berjalan cepat-cepat, Cass memandang langit juga.
Ya, ia ingat malam-malam seperti ini dahulu kala. Bukankah
kumpulan bintang-bintang itu merupakan Beruang Raksasa? Ia sedang
melangkah mundur, mundur menuju hidupnya yang lain dahulu kala.
Dewi-bawah-Danau malam ini mengendalikan rohnya, dan kepalanya
dipenuhi pandangan bintang-bintang yang memantul pada air yang
hitam.
Kompleks kontraktor di lapangan Horton sekarang ada di
sebelah kiri mereka. Mesin-mesin raksasa masih ada di situ. Secercah
sinar tampak dari pondok penjagaan dan di kejauhan terdengar lolong-
lolong anjing. Kedua anak itu memasuki selokan sambil merunduk.
Mereka telah membuatnya! Jalan setapak itu ada di hadapan mereka
seperti segaris warna putih. Jay menyangka ia melihat kedipan cahaya
dari tepi hutan. Itu pasti orang-orang yang tinggal di rumah pohon.
Mereka tak pernah menyerah. Ia harus angkat topi buat mereka.
"Ke kanan, kita seberangi lapangan ini," bisik Jay. Mereka
meloncati pagar listrik yang rendah, berlari merunduk di tempat
terbuka menuju onggokan buldozer-buldozer lainnya yang
ditinggalkan. Sosok hitam raksasa melintang menghadang mereka,
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan mereka membeku ketakutan. Tapi ini bukan rusa raksasa, cuma
seekor sapi yang juga sama-sama terkejut! Mereka tertawa bersama
ketika sapi itu lari tunggang langgang."Sst!" Mereka berdua berhenti tertawa. Ada seseorang di depan,
sesosok tubuh mengendap-endap dalam kegelapan. Sorotan lampu
senter menimpa Cass. Jay masih tersembunyi dalam kegelapan.
"Lari, Jay! Lari!" perintah Cass. "Mereka belum melihatmu.
Larilah!"
Jay melesat seperti kelinci, berlari zig-zag melintasi lapangan.
Awas, hati-hati dengan tahi sapi! Auw!
Tapi Cass tertangkap. Ia mencoba berlari, tapi tidak cukup kuat.
Ia masih agak lemah setelah sakit beberapa minggu. Ia memeluk
pundaknya erat-erat.
"Kena!"
"Mr. Cunningham!" Papa Jay, dalam seragam petugas
keamanan menyorotkan senternya ke wajah Cass.
"Cass Day! Setan apa yang membawamu malam-malam
kemari? Mau protes lagi, hah? Atau mau kembali ke rumah pohon
lagi? Apa yang akan dikatakan Jay, kalau tahu kau kemari? Dan
bagaimana dengan mamamu?
Cass diam saja. Ia hanya memikirkan tugasnya. Bagaimana Jay
bisa menemukan parit itu tanpa bantuannya? Sialan!
Ray Cunningham menggiring kembali ke pondok penjagaan.
Dan mengunci pintu di belakangnya.
"Nak, kamu gila. Belum cukupkah kamu bertindak untuk
menghentikan pembuatan jalan ini? Tidakkah kamu sudah separo
membunuh dirimu sendiri?"
"Mr. Cunningham, tolong jangan panggil polisi. Tolonglah,
jangan panggil polisi!"EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
"Buku peraturanku mengatakan aku harus melakukannya.
Kamu melanggar hukum. Kamu baru saja memasuki tanah orang lain.
Bagaimanapun kamu bersalah. Apakah kamu mau mencoret-coret
slogan-slogan lagi pada mesin-mesin atau mau menuangkan air ke
tangki disel atau yang lainnya?"
"Tidak, tidak, sungguh tidak. Saya hanya... hanya ingin
mengunjungi teman-teman, eh... para pemrotes di hutan," katanya
dengan wajah memerah karena berbohong.
Papa Jay memandangnya. Ia hendak melepaskan Cass dan
duduk dengan kesal. Ia mengambil tasnya dan mengeluarkan termos
teh panasnya. Diberinya Cass secangkir teh yang diminumnya dengan
senang hati. Selama lima menit ia tidak berkata apa-apa.
"Nah," akhirnya ia berbicara. "Saya tidak akan melibatkan
polisi. Tapi bagaimanapun juga saya akan memberi tahu mamamu.
Dengar, ia tak senang, sama sekali tak akan senang."
Ia berdiri dan meraih sebuah telepon genggam. "Berapa nomor
rumahmu? Ayolah Cass, jika kamu tak mau mengatakannya, aku juga
bisa mencarinya sendiri dengan mudah. Petugas polisi lain akan
berpatroli kemari setengah jam lagi. Jika kamu tidak pergi sekarang,
aku harus memberi tahu polisi."
"870426"
"Terima kasih."
Cass duduk di dalam pondok itu, sedih dan marah. Air mata
mencucuri wajahnya. Ia telah membiarkan Jay sendirian. Seperti
Kerak telah membiarkan dirinya di desa dahulu kala. Hidup tidak adil.
Akhirnya seberkas lampu mobil menyoroti jendela dan bunyi derit banmobil menginjak kerikil jalanan. Sekaranglah saatnya untuk menonton
pertunjukan.
Pintu terbuka dan mamanya masuk, wajahnya tegang karena
marah.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
BAB 11
TENGKORAK DALAM LUMPUR
Jay berhenti di tepi lapangan, kehabisan napas dan bersandar
pada sebuah buldozer. Para pemrotes mencoret-coret mesin itu.
SIKAT BZ dan HENTIKAN JALAN adalah bunyi slogan mereka.
Sungguh memalukan bahwa Cass tertangkap. Tapi ketika di
kejauhan ia mendengar suara papanya, tahulah ia bahwa Cass berada
di tangan yang aman. Kesulitannya adalah, hanya Casslah yang tahu
persis di mana ia telah jatuh di parit pada hari itu. Ia sendiri juga
dalam kesulitan waktu itu dan hanya bisa menduga-duga saja.
Cukup lucu, perasaan takut Jay yang semula menghinggapinya
kini perlahan-lahan melenyap. Ia tegak sekarang, cukup aneh. Baik,
sekarang ia menjadi seorang penjarah kuburan! Biarlah dunia menjadi
gila, tapi ia yakin akan menemukannya. Ia berhutang pada Cass.
Segumpal mega melintasi bulan dan malam gelap
menyelubunginya. Bukit itu sekarang hanya berupa bayangan hitam
saja. Hanya di sebelah timur laut langit tampak bercahaya, di mana
jalan-jalan dan gedung-gedung di Sheriton memancarkan sinar oranye
yang dapat dilihat dari jarak bermil-bermil jauhnya.
Hutan terbentang di depan, gelap dan berbahaya. Baginya,
semua pohon seperti sedang mendengarkannya. Jay maju perlahan-lahan, dengan kewaspadaan penuh seperti seekor kucing yang siap
menerkam. Seperti kucing, matanya memicing dalam kegelapan,
mencari bayang-bayang pohon. Dan ia merasakan perasaan paling
aneh bahwa ia juga sedang diawasi. Bukan oleh petugas keamanan
atau oleh pemrotes, tapi oleh sesuatu yang lain, suatu kekuatan yang
lebih misterius. Apakah ini dewa-dewa kuno? Ataukah tengkorak
Kerak yang malang, yang jatuh ribuan tahun yang lalu, dan dikutuk
untuk tetap terjaga selamanya? Suara parau burung hantu terdengar di
kejauhan.
Jay mengikuti kawat yang dibentangkan para pekerja sebagai
tanda tempat yang akan digali. Beberapa potong kayu berserakan dan
bertumpuk, tempat para pekerja mulai menebang pohon dengan
gergaji mesin. Ada sejumlah parit dan gundukan tanah di situ, tapi ini
tempat yang salah. Ada tanda-tanda yang ditaruh di situ, tapi
barangkali dipasang oleh para arkeolog. Sekarang, inilah tempat
sewaktu ia berlari dari polisi itu selama aksi unjuk rasa. Dan itu adalah
semak-semak yang ada di tepi hutan. Sudah ada semakin banyak tanah
yang bisa dilihat setelah pepohonan itu mulai kehilangan daun-
daunnya. Dan di situlah rusa, Sang Dewa Bertanduk, telah
menubruknya. Benar!
Sekarang, ketika ia berhasil merangkai kembali hari itu, ia
mengitari kembali tempat tersebut. Ia memeriksa sekelilingnya, tapi
tak mungkin ia dapat berbuat banyak di dalam kegelapan. Tapi setelah
sekitar sepuluh menit, ia menangkap cahaya dari antara pepohonan
dan ia mendengarkan suara-suara dan gelak tawa. Seseorang sedang
menyiulkan suatu lagu. Tampaknya lagu sedih. Pasti ini tempat iaEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
bertemu orang-orang pohon sehabis Cass terjatuh. Ia pasti dekat
dengan parit itu.
Haruskah ia pergi menemui para pemrotes itu dan meminta
bantuan mereka? Di antara mereka pasti ada yang tahu persis tempat
Cass terjatuh. Tapi apa yang akan dikatakannya kepada mereka? "Aku
datang untuk mencari tengkorak saudara pacarku yang mati ribuan
tahun yang lalu?" Mereka pasti akan mengusirnya pergi. Mungkin ia
dapat mengatakan ia telah kehilangan pisau lipat atau jam tangan di
situ? tapi mengapa ia mencari di kegelapan malam? Barangkali
mereka menolak mencarinya.
Tidak, ia harus melakukannya sendiri. Itulah yang harus terjadi.
Maka ia dengan hati-hati mengendap di tepi perkemahan orang-orang
pohon itu dan mengambil jalan memutar pada salah satu sudut batas
hutan itu. Kemudian ia berjalan lurus menuju parit dan terperosok ke
dalam. Dalamnya kurang lebih dua meter sehingga ia tersembunyi dari
pandangan orang. Ia menarik senter dari ranselnya dan menyorotkan
ke bawah parit. Penuh lumpur lengket, tapi tak ada tengkorak.
Tunggu dulu, bukankah Cass terbentur kepalanya ketika ia
jatuh? Dan di situ ada sebuah mesin keruk? yang meninggalkan parit
yang baru separo tergali.
Kira-kira dua puluh lima meter jauhnya. Ia merayap dan
merangkak dalam lumpur sambil mengingat-ingat puisi karangan
Wilfred Owen. Sehingga tampaknya ia hendak berperang di dalam
parit, seperti yang terjadi pada Perang Dunia I. Hanya lelucon saja.
Anne Of Avonlea 5 Prabarini Karya Putu Praba Darana Seruling Haus Darah 11
BAB 1
BERITA SURAT KABAR
"Will, tolong bukakan pintu."
Sekarang baru jam sembilan tapi udara sudah terasa panas.
Bukit kecil di atas desa itu kelihatan kabur dan udara di atas jalan raya
Crickstone berkilauan.
Mama Will memiliki agen surat kabar dan hari ini ia mulai
lebih awal. Tidak hanya koran saja yang dijual. Toko Lizzie Day
menjual semuanya, mulai dari sandwich hingga kaset-kaset video.
"Terima kasih, Mr. Bodgett. Halo, Jane! Harganya tujuh puluh
lima pence." Jam-jam yang sibuk sudah mulai. Will duduk di anak
tangga belakang dan tak menghiraukan suara-suara orang di
belakangnya. Ia sedang berusaha menghitung berapa banyak hari lagi
hingga ia harus kembali masuk sekolah. Dan berapa banyak hari lagi
agar sampai pada hari ulang tahunnya yang kesembilan. Dan berapa
hari lagi...
"Will! Tolong aku."
Mamanya membutuhkan pertolongan Will di tokonya. Dua ikat
besar koran mingguan lokal baru saja diantarkan. Will memotong tali
plastik yang mengikatnya dengan pisau lipat dan mengaturnya disebelah koran harian. KERUSUHAN DI JALAN BARU menjadi
judul berita utamanya.
"Aku tak tahu menahu soal kerusuhan itu," kata Jack Evans
sambil bersandar pada meja kasir. "Itu berarti akan ada lebih banyak
pekerjaan untuk orang-orang di sekitar sini. Akan ada segala macam
pekerjaan."
"Tapi sudahkah Anda melihat rute jalan tembus ini?" kata
pembeli lainnya. "Persis memotong bukit kecil itu dan melalui hutan
tua yang indah itu. Ini sungguh memalukan!"
"Jalan tembus ini akan membuat kita lebih cepat sampai di
Sheriton," kata Mrs. Neill.
"Dan ke supermarket-supermarket di sana," potong mama Will.
"Dan tahukah Anda apa artinya? Lenyapnya perdagangan di desa ini.
Ingatkah Anda betapa banyak toko di sini sepuluh tahun yang lalu?
Nah, sekarang tinggal tiga yang tersisa. Jika orang dapat sampai ke
toko-toko besar dalam sepuluh atau lima belas menit saja, tamatlah
usaha kita."
"Kau benar, Lizzie," kata Jane Richardson. "Dan jika kau
bertanya padaku, sudah cukup banyak jalan di sekitar sini! Kita akan
dikelilingi lalu lintas yang padat dan akan ada lebih banyak asap yang
menyesakkan."
Will sedang berpikir pada jalur yang berbeda.
"Wow, akan ada mesin keruk, truk dan buldozer-buldoser
raksasa! Sialan! Dan mereka akan meledakkan bukit-bukit karang!"
"Will," kata Lizzie, "kamu malah tak menyumbang pemikiran
dalam debat ini!"
"Aku tidak apa?" kata Will."Cepat," kata mamanya, "Pergi dan katakan pada kakak
perempuanmu untuk bangun tidur." Ia melemparkan kunci pintu
samping.
"Bosan!" keluh Will. Ia membuka pintu dan naik ke lantai di
atas toko. "Cass! Mama minta supaya kamu bangun!" Radio sedang
berbunyi di kamar tidurnya, tapi Cass tidak ada di sana. Ia juga tidak
ada di kamar mandi. "Satu kali..." pikir Will. Ia selalu yakin bahwa
kakaknya menghabiskan waktu sekurang-kurangnya dua puluh tiga
jam sehari dalam kamar terkunci, sambil mencuci rambutnya atau
menatap cermin. Dan ia tidak ada di dapur. Ia meninggalkan begitu
saja sepotong roti gosong dan setengah cangkir kopi di meja. Dan
salah satu majalah picisannya tergeletak terbuka di atas meja.
Bagaimana mungkin ia dapat membaca majalah macam itu? Will
turun ke toko.
"Ia tidak ada di sana, Ma. Ia sudah bangun dan pergi keluar."
"Keajaiban tak pernah berhenti!" gumam Lizzie. "Baik,
dapatkah kaucoba mencarinya? Aku ingin tahu apa rencananya untuk
akhir pekan." Ebukulawas.blogspot.com
"Ia mungkin sedang pergi entah ke mana dengan Jay," kata
Will. "Ia menghabiskan seluruh waktu bersamanya. Ini tidak adil. Ia
tidak pernah melakukan apa pun denganku lagi."
"Tapi Jay kan laki-laki yang baik," kata Lizzie. "Dan Cass
memperhatikan kamu juga, kan? Semuanya ini karena ia berumur
empat belas tahun dan kamu baru delapan tahun."
"Aku hampir sembilan tahun!"
Will memberikan kunci-kunci itu kepada mamanya. Ia pergi
keluar dan mengambil sepedanya dari belakang toko. Ia berlatihakrobat sejenak. Dan kemudian ia ingat bahwa ia harus mencari
kakaknya.
Tapi Cass tidak berada di rumah Jay. Mama Jay, Rose
Cunningham, juga tak ada. Will tahu bahwa ia seorang perawat dan
harus siap bekerja kapan saja di rumah sakit di Sheriton. Will
mendapati Mr. Cunningham. Ia sedang sibuk dengan mobil tuanya
yang berantakan di garasi belakang. Ia berupaya memasang slang
radiatornya yang baru. Dan kelihatannya ia sedang santai.
"Ah ya... Cass datang kemari pagi-pagi tadi. Jay sebetulnya
kusuruh membantu memperbaiki mobil hari ini, tapi si pemalas itu
sudah kabur. Kukira ia dan Cass naik ke bukit kecil itu."
Will segera mengayuh sepedanya. Ia memotong sepasang gang
di pinggir perumahan itu dan menyeberangi lapangan bermain. Dari
situ, jalanan kecil berkapur yang panjang menuju keluar desa. Jalan itu
melintasi jembatan Sungai Crick yang rendah dan kemudian
membelah jajaran tiang-tiang listrik menuju padang hijau yang
ditaburi sejumlah lembu. Selokan-selokan di sepanjang jalanan itu
ditumbuhi bunga-bunga liar dan tanaman-tanaman untuk makanan
lembu.
Jalanannya kasar tapi sepeda Trekster Zed milik Will menjadi
pemenangnya. Sepedanya sedikit berantakan tapi memiliki gigi-gigi
dan ban-ban yang kuat. Setelah sepuluh menit, Will berhenti untuk
istirahat. Jalannya bercabang di situ. Jalan setapak pertama naik
mendaki di lereng bukit kecil itu. Punggung bukitnya kosong dan tak
ada tanda Cass dan Jay ada di sana.
Jalan setapak yang kedua melengkung ke kanan. Di situ
punggung bukit turun ke bawah membentuk suatu lipatan yang dalamberupa lembah yang tergerus oleh rembesan air hujan melalui bukit
kapur berjuta-juta tahun yang lalu. Tepi atas lipatan itu berupa kubah
padas besar yang oleh anak-anak disebut Karang Pengintai. Di puncak
karang itu orang dapat berbaring dan melihat desa seberang bermil-
mil jauhnya. Tapi jika orang benar-benar berbaring rata, tak seorang
pun dapat melihat dia. Tempat yang ajaib.
Will sudah sering bersepeda ke Karang Pengintai bersama
kawan-kawannya, tapi karena suatu alasan tertentu ia selalu merasa
takut untuk pergi lebih jauh. Tapi ia tak mau mengakuinya, bahkan
pada diri sendiri. Hanya satu kali saja ia pernah turun ke lembah di
baliknya bersama Connor kawannya ? dan mereka masuk jauh ke
hutan. Tapi mereka berdua sekonyong-konyong berlari tunggang
langgang kembali ke tempat yang terbuka di bukit itu. Mereka merasa
ada seseorang yang mengawasi mereka di dalam sana....
Lembah itu berupa hutan tua yang kusut. Di situ banyak pohon-
pohon raksasa dan oak kerdil, tak semua nama pepohonan di situ
dikenal Will. Hutan itu tampak sangat tua. Hawanya pengap oleh
kayu-kayu lapuk dan tonggak-tonggak yang membusuk. Di tempat-
tempat tertentu gelap dan suram. Di sana banyak lubang dalam
selokan yang bersemak, basah dan gelap yang siap memangsa siapa
saja yang terperosok jatuh. Sebagian lubang itu merupakan liang
binatang-binatang liar, tempat musang dan rubah bersarang. Tapi
beberapa di antaranya merupakan lubang yang berbahaya yang
menuju ke balik bukit.
Berbagai macam cerita seram tentang Hutan Crickstone sudah
dikisahkan banyak orang. Ada cerita tentang tukang sihir dan hantu-
hantu tak berkepala dan perubahan suhu udara yang mendadak tidakdapat diterangkan. Pada zaman dulu orang-orang Crickstone biasa
menceritakan tentang orang-orang kerdil yang turun dari hutan pada
tengah malam untuk menukar bayi-bayi mereka dengan bayi-bayi
orang-orang desa. Mereka menyebutnya Changelings.
Casslah yang menceritakan kisah-kisah semacam itu kepada
Will, sekadar untuk menakut-nakuti adiknya. Ketika Will masih kecil,
ia pernah berlari ke pelukan mamanya sambil menangis saat
mendengarkan bagian-bagian tertentu cerita yang mengerikan itu.
Lizzie Day harus memeluknya erat-erat sambil mengatakan bahwa
cerita-cerita itu tidak benar. Ia sendiri tak percaya bahwa sementara
orang-orang desa masih setengah percaya pada cerita takhayul
semacam itu. Itu kisah Abad Pertengahan belaka! Ia mempunyai
kecurigaan bahwa separo dari kisah-kisah itu dibuat sendiri oleh tuan
tanah Crickstone Arms guna lebih menarik perhatian para turis agar
uang mengalir daripada agar daerah itu dikenang.
Tak satu pun cerita-cerita seram itu yang mampir di benak Will
pada pagi musim panas yang cerah ini. Tapi saat itu ia memperhatikan
segumpal awan melintas menghalangi matahari. Bayangannya
menyapu bukit itu bagaikan seekor burung pemangsa raksasa. Awan
itu berhenti sebentar di atas Karang Pengintai. Lembahnya menjadi
gelap, tampak seperti kerutan jelek pada wajah bukit itu.BAB 2
CASS DAN JAY
Cass gemetar saat awan itu melintasi Karang Pengintai. Ia ingin
menutupi badannya dengan sesuatu yang lebih hangat daripada
sekadar kaos tipisnya. Tapi setelah beberapa menit matahari muncul
kembali.
Jauh di bawah sana kaca sebuah mobil memantulkan kilau sinar
dalam kegelapan sesaat itu. Bukankah orang biasa memberi tanda satu
sama lain dengan cermin? Tentu saja akan ada masalah kalau matahari
tidak bersinar selama berbulan-bulan pada akhir... Syukurlah ada
telepon. Cass suka mengobrol dengan teman-temannya melalui
telepon sampai mamanya tahu betapa besar tagihannya. Tagihan
Lizzie membengkak dramatis selama tahun lalu. Casslah yang
menelepon Jay pagi ini untuk mengajak jalan-jalan ke bukit.
Cass suka berada di sana. Di atas dunia. Ia duduk bersila di atas
karang sambil menjalin sebuah kalung dari benang merah dan kuning.
Ia ingin memberikannya kepada Jay. Lihat Jay sekarang, si tolol yang
sedang berbaring menatap langit. Cass suka pada cara Jay duduk. Dan
akan hal-hal lucu yang ia ucapkan.
"Ada apa di atas sana, Jay?"
"Aku melihat ke bawah, Cass.""Apa?"
"Ke bawah, aku sedang melihat ke langit di bawah sana! Aku
cuma lengket oleh gaya tarik bumi. Kalau tidak aku akan jatuh ke
ruang angkasa tak terbatas sana. Aku ini seperti lalat di atas atap. Aku
sedang memandang kedalaman samudra, betapa dalamnya, ya biru tua
warnanya. Dengan titik-titik putih seperti buih..."
"Jay..."
"Ya, Cass?"
"Mengapa kamu membual seperti itu?"
"Hai Cass, kutu kepala yang panas, aku kan penyair."
Cass tertawa.
"Nah genius, buatkan puisi untukku..."
Jay membentangkan kakinya dan mengangkat tangannya ke
arah langit.
"Alkisah, ada seorang berambut merah bernama Cass... gadis
dingin dan kritis... Ia pergi ke bukit... dan... sial muncullah satu
kesulitan. Kesulitan yang datang dalam wujud Will, merah wajahnya,
naik sepeda menuruni jalan setapak."
"Hai, Cass..."
"Ada apa, Dik? Tak bolehkah aku bebas dari keluargaku barang
lima menit saja?"
"Tidak," sahut Will keras. "Tak bisa, Mama mencarimu."
"Ada apa?"
"Jangan tanya aku. Hai, Jay, kamu berdua, sudahkah kalian
mendengar tentang jalan baru? Akan dibangun tepat melewati tempat
ini, membelah bukit-bukit dan menerjang hutan. Ceritanya ada di
koran. Setiap orang di toko mengeluh. Tapi kupikir ini bagus! Merekaakan meledakkan Karang Pengintai berkeping-keping dan akan
membuang berton-ton karang, kata berita di koran."
Jay memungut sebongkah karang dan menggelindingkannya ke
tebing karang. Karang itu menggelinding dan jatuh ke bawah, ke
hutan dan menimpa sebuah batang pohon.
"Bagus," kata Jay sambil memandang hutan. "Crickstone
memasuki dunia modern, dan zaman modern juga!"
Cass cemberut. "Hai, Mr. Penyair. Tidakkah Anda punya
PERASAAN? Tempat ini magis! Bagaimana dengan bunga-bunga liar
yang mengagumkan ini, anggrek, mawar liar dan yang lain-lainnya?
Beberapa di antaranya sudah sangat jarang! Bagaimana dengan
burung-burung hantu yang bersarang di bawah sana? Demi Tuhan,
sejak Zaman Batu Hutan Crickstone tak pernah terusik. Jay, jalan raya
akan menghancurkan semuanya itu?dan demi apa coba? Cuma agar
segelintir orang dapat mulai bekerja lima menit lebih cepat!"
Jay menjadi dongkol. "Huh, aku tak memahamimu, yang jelas
aku dibesarkan di tempat terpencil. Tak ada klub anak muda, tak ada
hura-hura, tak ada orang-orang santai. Hanya karena keluargamu
tinggal di sekitar sini sejak Zaman Batu, maka kaupikir tidak boleh
ada yang berubah. Well, aku memilih kemajuan. Dan jika itu berarti
harus membelah hutan tua angker itu, terpujilah para dewa!"
Will menyela, "Kamu tahu apa yang dikatakan setiap orang
tentang hantu-hantu di hutan itu? Benarkah? Seperti cerita yang
kaukatakan, Cass?"
Baik Cass dan Jay tak mempedulikannya. Mereka berdua saling
beradu pandang. Mereka berdua tak siap dengan argumennya.Kedua remaja itu lahir di Crickstone, bersekolah di SD yang
sama dan sekarang duduk di bangku SMA yang sama pula di Sheriton.
Tapi sebagian penduduk desa itu masih memandang keluarga
Cunningham sebagai pendatang baru, meskipun keluarga itu telah
tinggal di desa itu selama lebih dari dua puluh tahun. Cass juga
berpikir, pasti itu lantaran keluarga Cunningham berkulit hitam.
Bagaimana orang bisa berpikiran begitu sempit? Jay adalah warga
Crickstone sepenuhnya seperti juga Cass. Ia tahu bahwa sikap
sementara penduduk desa melukai Jay, sekalipun Jay tak pernah
mengungkapkannya.
Tapi sekarang Cass marah karena Jay menyamakan dirinya
seperti penduduk desa lainnya, orang-orang yang tinggal dalam liang
dan tak dapat melihat bahwa dunia sedang berubah. Cass tidak anti
kemajuan. Tapi ia hanya tidak yakin apakah membangun sepotong
jalan raya merupakan suatu kemajuan.
Namun demikian ada sesuatu yang lebih dalam daripada itu.
Cass selalu merasakan suatu ikatan aneh dengan bukit itu, dengan
Karang Pengintai dan Hutan Crickstone. Sesuatu yang tak dapat
diterangkannya. Seakan ia sudah menjadi milik bukit ini. Barangkali
ia memang salah satu dari bayi-bayi misterius dalam cerita kuno yang
ditinggalkan orang-orang kerdil di ambang pintu Crickstone. Ia
tersenyum pada dirinya sendiri... Tapi perasaannya terhadap bukit dan
hutan ini sungguh mendalam dan nyata.
Cass telah memutuskan akan melakukan segala sesuatu sesuai
kemampuannya untuk menghentikan pembuatan jalan itu. Persetan
dengan Jay jika ia tak mau terlibat. Mereka berjalan turun, tak
berbicara, sedangkan Will mengikutinya dengan sepedanya. Ketikaketiganya mencapai ujung jalan setapak, mereka memperhatikan
orang-orang yang sedang bekerja di lapangan Horton. Mereka
memagari tempat itu dan memasang papan-papan peringatan yang
berbunyi: KHUSUS PEMBUATAN JALAN, TEMPAT TRUK
BERPUTAR, DIAWASI PETUGAS KEAMANAN. Sebuah derek
sedang membongkar muatan dari tiga truk besar.
Cass berhenti melangkah.
"Apa mereka tak bisa menghentikannya? Hai, apakah semua ini
untuk jalan baru itu?" tanyanya kepada seorang pekerja yang sedang
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lewat. Di atas dadanya yang telanjang pekerja itu memakai sabuk
pengaman berwarna hijau terang dengan tulisan menyolok BZ
CONSTRUCTION di bagian punggungnya.
"Kami sedang membangun gudang perbekalan," jawabnya
sambil melepas topi birunya dan mengusap keningnya dengan sebuah
sapu tangan. "Tempat ini baru permulaannya saja. Akan ada lebih
banyak lagi. Nah, anak-anak, lebih baik kalian pergi dari sini dan
pulang saja."
Sebuah truk dengan roda-roda yang besar melintas di jalan yang
berdebu itu.
"Anda benar," teriak Cass mengatasi bunyi mesin yang
menderu itu. "Ini baru awal dari sesuatu? sesuatu yang tak akan
pernah terjadi!"
Tapi orang itu sudah memalingkan kepala dan berbicara melalui
telepon mobilnya.
"Ayo, Cass," kata Jay. "Jangan buang-buang waktu di sini. Ayo
kembali ke desa." Keduanya berjalan pulang, tapi Will tetap tinggal di
belakang mereka sambil memperhatikan kendaraan-kendaraan yangdatang. Truk-truk panjang mengusung buldoser-buldoser raksasa,
traktor dan mesin-mesin penggali. Mesin-mesin penggali itu
menaikkan kepalanya seperti dinosaurus-dinosaurus yang berleher
panjang. Tampaknya bukit itu tak akan pernah menjadi sama lagi.
***********
PENYERBU-PENYERBU BARU. Tak adakah akhir?
Kapankah rohku beristirahat? Mahkluk-mahkluk baja raksasa
berkumpul di tepi hutan. Mereka mendengus dan menggeram. Apa
yang akan terjadi pada dunia?
Sekarang aku harus memperingatkan dewa-dewa rakyatku,
sekaranglah tugasku.
Pikiran-pikiranku kembali, dan kembali lagi pada hari
pertempuran besar yang mengerikan itu. Saat kematianku datang
kembali dengan gerak lambat yang aneh dan seperti mimpi. Aku
berbalik hendak meloncat saat kulihat sosok gelap menghalangi
matahari. Si kepala biru mengangkat busur yang menegang dan aku
melihat sorot ancaman di matanya. Tali busur itu mendesing. Bulu
anak panah itu mendesis membelah udara. Rasa perih yang hebat
meledakkan kepalaku dan matahari menjadi merah. Anak panah itu
menembus bola mataku. Darah kental menggelegak membasahi
pipiku. Anak panah kedua menembus leherku dan semuanya menjadi
gelap.
Si kepala biru menyepak tubuhku dan menggelindingkannya
dari Karang Pengintai dengan penuh penghinaan. Aku jatuh dalam
kegelapan, terperosok menuju semak-semak. Serigala-serigala
mencabik-cabik tulang belulangku. Kepalaku dikuliti habis oleh
gagak-gagak.TAPI AKU MASIH DAPAT MELIHAT. AKU TAK PUNYA
KELOPAK MATA UNTUK MENUTUP MATAKU. SEBAGAI
ORANG BENAR AKU TAK DAPAT TIDUR. ROHKU, YANG
TERSIKSA OLEH KEKEJIAN YANG KULIHAT, TAK DAPAT
BERISTIRAHAT. AKU DIKUTUK UNTUK TETAP MELIHAT
SELAMA-LAMANYA. Aku tak dapat lagi mengumpulkan rakyatku
yang berserakan dibantai di tengah-tengah hutan.
Aku melihat musim-musim datang dan pergi. Aku melihat
anak-anak bermain dan kekasih-kekasih bercengkerama di Karang
Pengintai. Dan aku telah menyaksikan gelombang demi gelombang
para penyerbu. Mereka memotong-motong hutan lebat ini hingga
tinggal sekantung hutan kecil saja. Mereka membakar pohon-pohonku
demi sebongkah arang. Domba dan kambing mereka melahap daun-
daun mudaku.
Jauh sesudah kepala-kepala biru, datanglah orang-orang
Romawi bermantol merah. Orang-orang berwajah Grimlah yang
berbaris dalam suatu garis lurus...yang membangun jalan pertama
yang melintasi bukit. Dan kemudian datanglah orang-orang dengan
baju besi, para penunggang kuda yang membangun benteng besar
yang disebut Benteng Crickstone. Mereka berburu di dalam hutanku.
Mereka membunuh babi dan rusa seperti yang kami lakukan sewaktu
aku masih hidup. Lalu datanglah orang-orangyang membawa tongkat
kematian, senjata yang berasap dan berapi dan yang telah merenggut
nyawa begitu banyak orang-orang muda. Kutangisi mereka seperti
rakyatku sendiri.
Tapi tak satu pun kengerian yang kulihat menyamai
pembantaian dahsyat hari pertama saat kepala-kepala biru itu datang.Darah yang membasahi tanah pada hari itu bagaikan mengabadikan
ketakutan di lekuk bukit ini. Sekalipun aku tak punya mata, aku telah
melihat bangsaku gemetar tanpa tahu mengapa. Mereka meninggalkan
jeritan bagi hutan ini.BAB 3
POLISI
Phil Sergeant sedang menantikan masa pensiunnya. Tahun-
tahunnya di dinas kepolisian telah menyingkirkan waktu-waktu
santainya. Tapi ia juga beranggapan pekerjaannya tidak terlalu keras
betul. Tentu saja Sheriton bukanlah distrik yang sekeras kota besar
New York. Daerah kerja Phil adalah di sebelah selatan bukit, di
sekitar Crickstone. Tak ada masalah-masalah serius di sana, cuma
mengawasi perizinan keluar masuk ternak, mengecek letusan senapan,
dan pencurian domba kecil-kecilan. Hal-hal semacam itulah yang
dihadapinya.
Pertama-tama Phil menyalahkan masalah-masalah itu gara-gara
kelahirannya. Ia dilahirkan dengan nama Sergeant, seperti sersan. Dan
tak pernah dipromosikan ke pangkat sersan setelah ia bergabung
dengan dinas kepolisian. Anak-anak memanggilnya sersan, meskipun
ia bukan sersan! Ternyata lelucon itu tak luntur setelah dua puluh lima
tahun seperu yang dikiranya.
Tapi sekarang adalah masanya untuk pensiun, ia tidak peduli
lagi. Hidup yang tenang terbentang di depan... tapi saat itu belum
datang. Pagi ini, seorang sersan sungguhan, Hanway, berdiri di muka
mejanya sambil menatap berkilat-kilat."Rumah-rumah pohon!" teriak Hanway. "Apa artinya bagimu?"
Phil memperhatikannya dengan saksama dan meneguk
secangkir kopi instan. "Rumah-rumah pohon? Tidak masalah, Sersan.
Takkan ada kesulitan, santai saja."
Tapi Hanway menjawab dengan ketus, "Mereka membangun
rumah-rumah pohon di Hutan Crickstone."
"Siapa dan mengapa dan apa yang mereka buat?"
"Siapa? Segerombolan orang sinting dengan van-van
rongsokan, anjing-anjing, tato dan rambut yang aneh-aneh. Orang
macam itulah. Mengapa? Mereka sedang memprotes pembangunan
jalan raya itu, tentu saja. Apa yang mereka buat? Belum ada,
mungkin. Tapi sekali mereka membuat rumah di atas pohon, kita akan
punya kesulitan untuk menyuruh mereka menyingkir ketika
kontraktor-kontraktor itu bergerak menebangi pohon. Aku ingin kau
mengeceknya. Begitu, Sersan?"
"Ya, sersan."
P.C. Sergeant menikmati perjalanannya menuju Crickstone.
Tentunya akan lebih cepat apabila jalan baru itu sudah dibuka. Tapi
jelas akan merusak pemandangan di sepanjang jalan yang
mengagumkan ini. Apakah ini cuma perasaan simpati spontan yang
muncul terhadap pengunjuk rasa itu? Hanway pasti akan kesal jika
tahu pikirannya ini... Phil Sergeant memasuki Crickstone dan berbelok
ke kiri ke arah deretan rumah-rumah. Ia tidak akan pernah melupakan
hari terkutuk sepuluh tahun yang lalu ketika anak-anaknya mencuri
mobil patrolinya. Ia menjadi bahan tertawaan seluruh daerah itu.
SERGEANT TAK AKAN PERNAH MENJADI SERSAN! menjadi
judul berita utama koran daerah itu. Dan ia tidak menjadi... Sekarangsemuanya tampaknya sudah tenang. Dilewatinya gereja dan ia menuju
jalan besar.
Segelintir orang berkumpul di sekeliling menara jam sambil
mengacungkan poster-poster. Ia memarkir mobilnya dan berjalan
mengawasi.
Bukankah itu putri Lizzie Day, Cass? Oh, ia sudah besar
sekarang! Ya ampun, apa yang sedang ia lakukan?
"Tanda tangani petisi, hentikan pembuatan jalan!" teriak Cass
di tengah-tengah orang banyak itu.
"Halo, Pak Polisi. Anda ingin menandatangani petisi?"
Lucu sekali!
"Nah, Nona Day, Kamu sudah mengadakan unjuk rasa damai,
tapi kamu kan tak perlu mengumpulkan uang, dan juga tak perlu
menghalang-halangi jalan ini. Kamu mengerti?"
"Tentu saja saya mengerti. Hentikan pembuatan jalan. Tanda
tangani petisi kita!"
Phil Sergeant membusungkan dada dan berjalan terus.
Idealisme kaum muda! Mereka tak akan pernah menghentikan
pembuatan jalan baru itu. Ia telah menyaksikan seperti ini selama
bertahun-tahun, semua unjuk rasa. Dan tak satu pun yang mengubah
sesuatu.
Ia menyeberangi jalan dan menuju Toko Lizzie Day. Lizzie
sedang sibuk mencatat persediaan barang-barang.
"Ada yang bisa saya bantu? Apakah keadaan baik-baik saja,
Pak Polisi?"
"Saya harap begitu. Saya baru saja melihat putri Anda di luar
sana ikut aksi unjuk rasa menentang pembuatan jalan.""Lalu? Bukankah ia tidak melanggar hukum? Saya senang ia
sekali-kali mempunyai minat pada sesuatu yang serius. Cass bukanlah
anak kecil lagi, ya kan?"
"Begini Mrs. Day, saya tahu." Polisi itu mundur sejenak
mendengar pembelaan Lizzie yang bersemangat terhadap Cass.
"Masalahnya, kalau semua orang sudah terlibat dalam unjuk rasa ini,
ada kecenderungan untuk menjadi rusuh. Kami tak ingin putri Anda
mendapatkan kesulitan, itu saja."
"Baik juga, Pak Polisi, saya akan tetap mengawasinya." Lizzie
tersenyum ramah kepadanya. Phil meringis. Wanita yang perasa dan
manis juga. Semuanya ada padanya. Tiba-tiba Phil membayangkan
masa pensiun dari dinas kepolisian yang tenang, perkawinan kedua
yang bahagia, membantu Lizzie Day menjalankan kios korannya?
dan tak pernah lagi melihat tampang Sersan Hanway yang buruk. Ia
tersenyum.
Astaga Hanway! Rasanya lebih baik ia pergi ke Hutan
Crickstone untuk mengecek ketakutan Hanway terhadap para
penghuni rumah-rumah pohon itu! Saat ia melaju meninggalkan desa
itu, ia terkejut melihat bagaimana kamp proyek telah meninggalkan
tanda di pedesaan itu, jejak-jejak roda raksasa di tanah dan debu-debu
di sepanjang jalan.
Ia membelokkan mobil patrolinya ke jalan setapak kecil dan
berhenti di bawah hutan. Di atas sana cahaya matahari menerpa
Karang Pengintai. Ia mengamat-amati bayang-bayang gelap hutan itu.
Cukup indah untuk dipandang, tapi berjalan-jalan dan menjelajah
hutan sesungguhnya bukanlah kegemarannya. Phil Sergeant
sebenarnya bukan tipe orang lapangan. Ia menghabiskan banyakwaktunya untuk melaju di jalan besar tanpa ingin pergi keluar
bersantai di alam pada hari-hari liburnya!
Polisi itu mulai merasa sedikit cemas ketika berjalan menyusuri
tepi hutan. Jangan-jangan orang-orang rumah pohon ini benar-benar
kurang ajar. Bagaimana kalau mereka menyerangnya? Lebih baik
radionya ia hidupkan. Sekarang ia yakin dapat mengatasi mereka.
Jalan setapak itu sekarang mulai memasuki hutan. Tak mungkin
yang mencegatnya itu Robin Hood dan Maid Marian. Kecuali kalau
Robin Hood itu punya cincin di hidungnya dan kepala Maid Marian
dicukur gundul.
"Nah, sekarang..." katanya.
"Kami-akan-mengangkat-Anda-menjadi-pemimpin-kami," kata
perempuan gundul itu melucu, seakan-akan mahkluk planet Mars
yang sedang berbicara. Hanway benar. Segerombolan anak-anak
sinting!
Tapi ia lebih terkejut ketika pemimpin mereka mencondongkan
badannya dari rumah pohonnya.
"Ya, Tuhan, Mrs. Bodgett! Saya tak menyangka Anda
berkumpul dengan begundal-begundal macam ini!" Di desa itu Mrs.
Bodgett merupakan wanita yang... ya, cukup terhormat. Sama
terhormatnya ketika keluarga itu datang. Tapi tidak sebelum tahun
tujuh puluhan.
"Dengan ?begundal? yang mana, Pak Polisi?" Mereka adalah
kawan-kawan dari suku Feral dan ini adalah kawan-kawanku dari
desa." Katanya sambil menunjuk pada muka-muka orang Crickstone.
"Dan yang kami lakukan adalah sungguh-sungguh benar."P.C. Sergeant menelan ludahnya. Ini dia, orang-orang yang
sangat terhormat di Crickstone. Bercampur baur dengan gelandangan-
gelandangan dan anak-anak jalanan?dan dengan semua rumah-
rumah pohon itu, seperti sekelompok anak-anak Pramuka!
Ia ditawari segelas teh hangat dari sebuah ceret.
"Nah sekarang, bapak-bapak dan ibu-ibu," katanya membuka
percakapan. "Kita semua mempunyai hak untuk melakukan unjuk rasa
damai, tapi saya harus mengingatkan Anda sekalian bahwa Anda bisa
dipersalahkan menduduki wilayah orang lain."
"Jika hukum mengizinkan hutan tua yang indah ini ditebang,
maka hukum tak ubahnya seekor keledai," potong Mrs. Bodgett.
"Setuju!" sahut suku Feral serentak.
P.C. Sergeant menumpahkan cangkir tehnya. "Saya tahu,"
katanya sambil sedikit menahan malu.
"Saya khawatir Anda melakukannya," jawab Robin Hood.
"Sebab kita kan tidak bergerak? Jadi tidak ada yang bisa
menghentikan kita, tak ada!"
"Benar," lanjut polisi itu. "Well, saya ke sini hari ini tidak untuk
mengambil tindakan apa pun, hanya sekadar ingin melaporkan
situasinya kepada atasan saya. Dan untuk mengingatkan Anda bahwa
kami mengawasi semuanya ini. Tapi saya dapat memberitahukan satu
hal. Jika kalian menyebabkan kerusakan di hutan atau di tanah
pertanian di sini, kalian akan mengalami kesulitan. Nah, sekarang
lebih baik saya kembali ke kantor," kata Phil. "Tapi, Anda boleh
percaya, saya akan kembali." Ia berharap ia tampak cukup tegas.Ketika ia berjalan pergi, ia mendengar tawa Mrs. Bodgett
menggema di hutan, seperti bunyi ringkik kuda sebelum memasuki
padang pertempuran.
"Sampai jumpa, Pak Polisi!" sahut Maid Marian.
Saat Phil melaju kembali di jalan, ia melihat Cass Day
menyeberangi ladang menuju hutan. Pastilah Lizzie belum berbicara
dengannya. Atau ia sendiri yang tak mempedulikannya. Phil berharap
ia tak akan mendapatkan kesulitan. Semoga saja, para pengikut Mrs.
Bodgett belum benar-benar mulai mengadakan revolusi.
*********
Tiap hari makin banyak monster mesin yang datang. Sekarang
ada banyak kamp dan pondok-pondok yang dikelilingi oleh pagar-
pagar berpaku tajam, lebih mirip benteng-benteng berduri yang biasa
kami bangun di sekeliling perkampungan kami. Orang-orang bertopi
besi biru berkeliaran ke segenap tempat seperti semut-semut yang
sibuk. Orang-orang berkepala biru! Tak ada perubahan. Mereka
menggali parit-parit dan membuat jalan-jalan dari batu-batu kecil yang
mereka curahkan dari kereta-kereta beroda besar dengan lampu yang
berkilat-kilat.
AKU MERASA BAHWA BAHAYA DAHSYAT SEDANG
MENDEKATI HUTAN. AKANKAH MENJADI PERTEMPURAN
TERAKHIR? TAK SADARKAH ORANG-ORANG INI
TERHADAP APA YANG SEDANG MEREKA HANCURKAN?
Inilah bagian terakhir Rimba Raya yang dahulu membentang ke
segenap penjuru menuju ke pantai yang airnya bersinar-sinar. Inilah
kediaman terakhir dewa-dewa kita yang sedang tidur selama berabad-
abad. Penyerbu-penyerbu baru mungkin bukan orang-orang jahat.Tapi jika mereka sampai membangunkan Sang Dewa Bertanduk atau
Putri Air-bawah-Bumi...jika mereka sampai marah... MAKA
MEREKA AKAN MENGERAHKAN KEKUATAN YANG AKAN
MEMBUAT SEMUA PERTEMPURAN DALAM MASA HIDUPKU
HINGGA SAAT INI MENJADI SEPERTI PERMAINAN ANAK-
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ANAK SAJA.
Dan para pejuang dari zaaman kuno juga telah datang ke hutan
ini beberapa hari yang lalu. Sebagian mirip anggota sukuku yang telah
lama hilang, meskipun kulit mereka ditandai dengan tato kelompok
asing yang tak pernah kulihat sebelumnya. Mereka membangun
pondok-pondok di antara cabang-cabang pepohonan. Syukur ada
mereka.
Di antara mereka terdapat seorang gadis yang sedang tertawa,
merah rambutnya. Mereka memanggilnya Cass. Aku pernah melihat
dia sebelumnya duduk berjemur di Karang Pengintai dengan prajurit
muda berkulit hitam. Tapi aku telah melihat gadis ini sebelumnya,
dahulu kala. Aku sudah melihatnya pada saat dunia masih muda,
ketika aku masih hidup. Aku sudah pernah melihatnya sedang
mengumpulkan buah beri untuk dijadikan bahan pewarna. Aku sudah
pernah melihatnya sedang membawa ikan dari mata air, rambutnya
yang merah bercahaya tertimpa sinar matahari. Ia adalah saudariku,
Cass. Ia ADALAH saudariku. IA MATI DAN SEKARANG IA
HIDUP KEMBALI....BAB 4
BAU KEMATIAN
Minggu-minggu berlalu dan segera akan tiba berakhirnya
liburan sekolah. Menurut koran setempat, sekaranglah musim panas
yang terpanas yang pernah tercatat. Ada kabar baik untuk keluarga
Cunningham. Papa Jay mendapatkan pekerjaan sebagai petugas
keamanan pada gudang perbekalan proyek pembuatan jalan itu. Akan
sulit mengatur waktu bagi mereka karena mama Jay bekerja di rumah
sakit. Sebab pada waktu malam ia menjaga gudang. Namun demikian,
tambahan uang yang dihasilkan mereka terima dengan senang hati.
"Musim panas yang akan datang, kita akan berlibur," kata papa
Jay, "ke Blackpool!"
"Tidak, Italia!" sahut mama Jay.
"St. Lucia!" tambah Jay sambil tertawa. Mama dan papanya
senang melihat ia tertawa. Sepanjang pekan-pekan terakhir putra
mereka berkeliaran di sekeliling rumah seperti orang yang sudah
benar-benar bosan. Ia tidak lagi bertemu gadis berambut merah, Cass.
Dan itu masalahnya. Meskipun ia tidak mengatakannya kepada siapa
pun. "Ah, ia masih muda," kata mamanya."Tapi tampaknya tak banyak menolong dia," papanya
menimpali.
Ada suatu alasan mengapa Jay tak pernah bertemu Cass lagi.
Yang jelas Cass selalu pergi bersama orang-orang pohon itu,
pengunjuk rasa di Hutan Crickstone. Sekurang-kurangnya itulah yang
dikatakan Will muda. Jay sebenarnya cemburu, meskipun ia tak mau
mengakuinya. Mengapa ada orang yang mau bergabung dengan
orang-orang sinting itu. Jalan raya baru itu memberi pekerjaan baru
kepada keluarganya, itulah awal dan akhir masalahnya.
Protes terhadap pembuatan jalan tersebut telah membagi desa
itu. Bahkan telah membelah keluarga-keluarga. Jay tertawa sendirian
mendengar bagaimana reaksi Mr. Bodgett terhadap berita bahwa
istrinya telah bergabung dengan orang-orang pohon. Bodgett yang
menjadi hakim sebelum ia pensiun amat sangat marah. "Bangau tua
gila! Ia membuat kita semua gila," katanya meledak-ledak. Sejak saat
itu si tua aneh itu menghindari Toko Lizzie Day....
Bagaimanapun juga, hari ini Jay memutuskan untuk pergi
memancing. "Waktu untuk bersantai," gumamnya ketika ia
mengumpulkan cacing dari halaman dan berjalan menuju kolam di
bawah Hutan Crickstone. Sial, udara pengap. Kepalanya pusing.
Inikah gelombang panas terakhir? Awan-awan membentuk menara
raksasa di atas bukit.
Ketika ia meninggalkan jalan besar di belakangnya, ia terkejut
mendengar bunyi sirene polisi. Hal yang biasa di Sheriton, tapi di sini
di Crickstone yang tenang, tentunya kedamaian terganggu. Sebuah
mobil patroli melaju kencang dengan lampu sirene berkilat-kilat, dan
yang lain lagi, sebuah van besar. Tampaknya mereka menuju ke bukit.Apa yang terjadi? Ia bergegas ke arah lapangan Horton. Tapi di akhir
jalan setapak, seorang polisi bersepeda motor menghalangi jalan.
Sekelompok kecil orang dari desa sudah berkumpul ingin tahu apa
yang telah terjadi. Jay melihat Will dengan sepedanya.
"Pihak kontraktor sudah mulai menebang hutan!" kata Will
gembira. "Dengar tidak, bunyi gergaji mesin itu? Dan para pemrotes
telah mengikat diri mereka pada rumah pohon di tepi hutan sana.
Mereka berkata mereka tak akan pergi!"
"Cass! Apakah Cass ada bersama mereka?" tanya Jay khawatir.
"Aku tidak tahu. Tapi ia memang selalu bersama mereka!"
Jay membuang alat-alat pancingnya dan mulai berlari
menyeberangi lapangan menuju tepi hutan.
"Hai, kamu, berhenti!" kata P.C. Sergeant sambil mengusap-
usap keningnya karena kebingungan. Ia tidak tahu apa yang terjadi
kemudian. Tiba-tiba orang-orang berlarian ke sana kemari.
Pertempuran pertama demi Hutan Crickstone sudah dimulai.
Jay bergerak cepat menghindarinya dan menerobos semak-
semak. Polisi itu berteriak-teriak mengejarnya, tapi sepotong akar
pohon menghalangi langkahnya. Phil Sergeant jatuh terguling dengan
rasa perih di pergelangan kakinya. Ketika ia mencoba bangun, langit
terbuka. Hujan deras mengucur mendera bumi. Kilat raksasa
berkelebat membelah langit dan guntur menggelegar keras seperti
ledakan bom di gendang telinga.
Para kontraktor mengumpat-umpat ketika parit-parit yang baru
digali terisi air hujan dan tanah menjadi becek dan berlumpur. Setiap
orang terpeleset dan jatuh. Para pengunjuk rasa dan polisi sertapetugas keamanan segera saling bergulat dalam kubangan lumpur.
Sulit membedakan siapa melawan siapa.
Masih ada deru gergaji mesin di kejauhan tepi hutan. Tapi
sekarang irama nyanyian pengunjuk rasa mengatasinya. "Hentikan
jalan, hentikan jalan, hentikan jalan..." Langit menjadi gelap.
Halilintar kembali menyambar, guntur kembali bergemuruh. Cahaya
lampu biru polisi berkilat-kilat di lapangan ketika makin banyak mobil
polisi yang datang.
Jay dapat mendengar suara Cass di antara nyanyian itu.
"Hentikan jalan! Hentikan jalan! Hentikan jalan!"
Dan di sela suara yang kacau itu muncullah suara parau Mrs.
Bodgett: "Kita tak akan bergerak. Tetap diam saja!"
Apa yang terjadi kemudian, tak sepenuhnya dimengerti Jay.
Rasanya seperti kegelapan yang pekat. Bayangan hitam meluncur
menuju dirinya dari dalam kegelapan hutan. Sosok itu memiliki
tanduk besar dan bercabang-cabang. Berani bersumpah, menurut Jay
sosok ini pasti semacam rusa raksasa, lebih besar dari yang dikenal di
zaman modern ini, dan matanya memancarkan kilatan merah di tengah
kegelapan.
"Ap??" serunya. Tapi binatang neraka itu menubruk dan
menjatuhkannya ke tanah sebelum meloncat ke dalam badai.
*************
Cass sudah mengambil tempat di hutan, di bawah Karang
Pengintai. Ia senang. Dan ketakutan. Kerumunan para pengunjuk rasa
di hutan telah bertambah banyak dalam hari-hari terakhir ini dan ia
sudah menghabiskan banyak waktu bersama mereka. Mamanya sudah
memberitahunya agar tidak terlibat, tapi ia tak peduli. Tindakannyasungguh nyata, nyata penting. Ia sudah benar-benar mengenal hutan
itu. Ia merasa kerasan di tengah-tengah kelebatan pakis. Dan merasa
damai. Begitulah yang ia rasakan.
Pihak kontraktor sudah bergerak masuk dengan tiba-tiba di sore
yang panas dan pengap ini, berharap agar para pengunjuk rasa
terkejut. Kata peringatan segera bergerak cepat dan segera deru
gergaji mesin terdengar dari kejauhan. Sebagian teman-teman baru
Cass telah mengikat diri mereka pada cabang-cabang pohon,
sementara yang lainnya bernyanyi atau mengumpati pekerja-pekerja
yang bertopi biru dan keras itu. Semuanya tampak lucu. Pada
awalnya.
Cass sudah merasa bahwa suatu waktu badai akan datang,
sewaktu merasakan getaran aneh di tulang belakangnya. Dan
kemudian badai berputar-putar dari langit. Ini bukan cuma sekadar
akhir musim panas. Lebih mirip akhir dunia.
Mrs. Bodgett tertantang. "Sebetulnya ini bukan tempat untuk
dikunjungi badai," katanya.
Tapi Cass tidak mendengar. Matanya bercahaya dan rambutnya
yang merah menutupi dahinya karena tertimpa air hujan. Ia kelihatan
seperti binatang buas, bagian dari hutan kuno ini. "Kerak!" tiba-tiba ia
menjerit, tanpa tahu sebabnya. "Kerak!"
Pada saat itu petir berkilat dan guruh menyambar. Seseorang
dengan topi biru yang keras berlari untuk menyambarnya, tapi ia tiba-
tiba membungkuk kesakitan ketika ia tersambar aliran listrik yang
kuat. Cass terengah dan berlari ke depan untuk menolongnya, tapi
jatuh tersandung batu api bulat.Ia jatuh ke bawah, masuk ke dalam parit yang baru saja digali.
Kepalanya terantuk tepi keranjang pengeruk mesin keruk itu dengan
bunyi gemeretak. Turun, turun ke dalam kegelapan. Ia hanya
melayang beberapa detik saja, tapi rasanya bagaikan terbang di udara
ribuan tahun.
Dan sebelum kegelapan menyelimutinya, kilatan lain lagi
menghanguskan sesuatu di dalam galian. Suatu pemandangan yang
tak pernah akan ia lupakan sepanjang sisa hidupnya, pemandangan
yang menyala terbakar dan masuk dalam otaknya. Sebuah tengkorak
pucat, dengan dua celah mata kehitaman dan gigi-gigi tua yang kotor
oleh tanah. Dan dirasakannya, tengkorak itu datang kepadanya dan
menciumnya dalam sebuah pelukan menanti ajal.BAB 5
DALAM KESAKITAN
Ketika malam tiba, hujan mulai reda. Badai sore itu sudah
berubah menjadi angin yang bertiup tenang. Guntur perlahan-lahan
menjauhi bukit dan menjadi tenang.
Para pengunjuk rasa tertinggal di dalam rumah pohon mereka,
gemetar dan kedinginan. Mereka mengamati pekerja-pekerja menjauh
dan kemudian mendirikan kemah untuk melindungi diri. Orang-orang
mulai turun dari cabang-cabang pohon ke tanah. Sebagian orang
menyalakan perapian. Percikan-percikan api tak mungkin
menimbulkan kebakaran pada sore seperti ini. Mereka berkerumun
untuk mengusir hawa dingin ketika malam tiba.
Pemrotes-pemrotes itu telah memenangkan pertempuran
pertama. Atau lebih tepat cuaca yang keliru telah memenangkan
pertempuran buat mereka. Tapi mereka semua merasa pertempuran
kali ini akan berlangsung panjang. Dan tak seorang pun merasa terlalu
gembira.
Sepuluh orang telah ditahan, termasuk Mrs. Bodgett yang tak
kenal takut. Jatuh pula banyak korban yang tak perlu. Seorang
pengunjuk rasa patah tulang kakinya akibat terjatuh dari pohon.
Seorang pekerja tertimpa cabang yang dipotongnya dan melukaipunggungnya. Dan tak seorang pun dapat menghidupkan kembali
pekerja yang tersambar petir. Setiap orang berharap agar ia jangan
mati...
Raungan sirene mobil-mobil ambulans menggema di seluruh
penjuru hutan beberapa saat setelah mereka berlari melintasi lapangan
dan bergegas menuju Sheriton.
Suara ambulans adalah suara pertama yang ia dengar saat
terjaga. Ia kedinginan di luar. Sekarang ia mencoba berdiri di atas
kakinya yang terluka tapi tidak parah. Ia mencoba membayangkan apa
yang terjadi. Ia mencoba mengingat apa yang terakhir dilihatnya,
kijang? Rusa raksasa dengan tanduk besar? Apalagi? Cass? Ya, apa
yang terjadi dengan dia? Ia berjalan terpincang-pingang menuju
kerumunan pengunjuk rasa yang berdiri di dekat api unggun. Ia hanya
memakai kaos, yang sekarang tebal oleh lumpur.
"Apa kau baik-baik saja, kawan? Kau tampak kesakitan,
datanglah dekat api!"
"Aku baik-baik saja," gumamnya. "Eh, apakah ada yang
melihat Cass. Gadis berambut merah dari desa? Cass Day?"
Kesunyian yang tak nyaman menyelimuti kelompok itu.
"Cass? Apakah ia temanmu?" Seorang wanita yang terbungkus
selimut melangkah maju. Salah satu orang aneh dari suku Feral.
"Tentu saja," kata Jay tak sabar. "Ya! Ia sahabat karibku!
Katakan padaku apa yang terjadi dengannya!"
"Ia jatuh terperosok ke dalam salah satu parit itu, Nak."
"Apakah ia baik-baik saja?"
"Tampaknya kepalanya terbentur keras ketika jatuh. Ia hanya
setengah sadar dan menangis serta mengerang. Tapi ia sudah ditanganidengan baik..." tambah wanita itu cepat-cepat ketika melihat
kekhawatiran di mata Jay. "Ia sungguh beruntung. Pria di depannya?
seseorang dari BZ Construction ? tersambar petir!"
"APAAA?" teriak Jay.
"Hei, hei? tenang saja, jangan khawatir, kawan. Cass akan
berbaring hangat di ranjang rumah sakit sekarang."
Tapi Jay sudah bergegas menyeberangi lapangan. Ia harus pergi
ke Rumah Sakit Sheriton. Mamanya bertugas jaga sekarang. Dan
papanya pasti sudah berada di gudang perbekalan untuk giliran jaga
malam. Tidak akan ada yang mengantarkannya. Ia berlari cepat
menuju desa, di mana ia masih bisa melihat bus-bus sore menuju
Sheriton.
*************
Di Rumah Sakit Sheriton, P.C. Sergeant didorong dengan kursi
roda keluar dari ruang foto sinar X. Ia hanya terkilir dan tak ada yang
retak. Syukur atas belas kasihan kecil ini!
Tapi betapa kacaunya operasi itu. Sersan Hanway sangat marah.
Begitu banyak yang terluka, dan salah seorang pekerja tewas
tersambar petir! Seorang perawat memberi tahu dia mengenai berita
yang menyedihkan itu.
Dan tentu saja pers akan menyiarkan beritanya. Hal terakhir
yang dibutuhkan rumah sakit selama keadaan darurat adalah para
wartawan yang meremas kertas catatan mereka dan awak televisi yang
berputar-putar seperti burung pemangsa. Dan burung-burung
pemangsa itu akan segera menanyai polisi dengan pertanyaan-
pertanyaan aneh. Itulah sebabnya dinas kepolisian telah gagal menjagasituasi agar tetap di bawah kendali. P.C. Sergeant meringis seakan-
akan ada luka lain akibat tembakan di kakinya.
Seorang wanita sedang menunggu di koridor, pucat karena
cemas. Seorang perawat merangkulnya. Phil menengok.
"Mrs. Day! Lizzie!" Ya, Tuhan, mengapa ia ada di sini?
Mama Cass memandang polisi itu dengan tatapan kosong.
"Ah... ya, Anda Pak Polisi. Saya seharusnya mendengarkan nasihat
Anda. Anak saya dalam kesulitan, kesulitan besar. Saya belum boleh
menjenguknya. Kasihan sekali dia... semua ini kesalahan saya. Saya
seharusnya mengawasi dia." Air mata membasahi wajah Lizzie.
Masalah Phil Sergeant tiba-tiba tampak menjadi sangat tak
berarti.
"Ah, Mrs. Day, Lizzie," katanya, "jangan salahkan diri Anda.
Anak-anak tetap anak-anak. Ia akan baik. Saya menyesal. Seandainya
saya bisa membantu..."
Sejenak mama Cass tercenung, terkejut oleh keramahan dan
perhatian yang nyata dalam suara polisi itu. Tapi ia kemudian dibawa
ke sebuah ruang tunggu kecil.
Masih satu jam sebelum Lizzie dapat menjenguk anaknya. Cass
berada dalam sebuah kamar khusus, dengan monitor yang mencatat
denyut jantungnya. Cahaya di kamar itu redup dan wajah gadis itu
tampak putih seperti kertas, kecuali luka memar dan goresan kecil di
keningnya. Matanya tertutup, tapi bibirnya gemetar. Sekali-kali ia
mengigau seperti mimpi buruk, kadang-kadang berkomat-kamit dan
mengerang.
Lizzie menggenggam tangan Cass yang dingin seperti es. Ia
berusaha mendengarkan. Kata-katanya agak aneh. "Tengkorak!"katanya mengerang berulang-ulang. Dan kemudian kata-kata dalam
suatu bahasa asing. Satu suara berulang-ulang, "Kerak, Kerak,
Kerak."
Pikiran-pikiran ngeri terlintas di kepala Lizzie. Apakah Cass
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan bisa berbicara lagi? Apakah ia akan dalam keadaan koma
sepanjang sisa hidupnya? Apakah ia akan sembuh sama sekali?Pikiran
Lizzie beralih kepada Will. Ia telah meninggalkannya di rumah
tetangga dan berharap ia akan baik-baik saja. Kadang-kadang
tanggung jawabnya sebagai orang tua melampaui apa yang bisa
ditanggungnya. Jam di dinding tampaknya bergerak amat lambat.
Pada saat-saat tertentu seorang perawat masuk, meskipun kecapaian ia
bisa mengenali wanita itu adalah mama Jay. Kedua wanita itu
berpelukan tanpa suara.
"Perlu satu dua hari untuk tahu apakah Cass akan baik-baik
saja," kata Mrs. Cunningham. "Kami semua berdoa untuknya. Jay ada
di sini untuk beberapa jam. Ia datang kemari segera begitu
mendengar... "
"Jay ada di rumah sakit?"
"Tentu," jawab perawat itu. "Tapi saya tak ingin ia
mengganggu Anda. Saat ini khusus untuk keluarga."
Lizzie menatapnya, "Mrs. Cunningham, bagi saya Jay juga
keluarga kami. Saya yakin Cass akan menyukai dia berada di sini.
Mungkin begitu akan bisa membantu."
Maka Jay diizinkan masuk. Ia tidak tahu apa yang harus
dikatakan kepada Mrs. Day, dan ia juga tak berkata apa-apa kepada
mamanya. Ia memandang mereka berdua dengan cemas dan dengan
lembut menyentuh rambut merah Cass yang terurai di atas bantal. Iamenarik kursi dan duduk dalam posisi terbalik, menghadap sandaran
kursi. Ia duduk sambil bertopang dagu dan memandang Cass ?
sampai ia merosot ke depan dan tertidur.BAB 6
LONCATAN WAKTU
Ada sebuah puisi dari masa Perang Dunia I yang dipelajari Cass
dan Jay selama musim panas. Guru mereka menerangkan bahwa puisi
itu ditulis penyair Inggris Wilfred Owen, yang meninggal pada akhir
perang, tahun 1918. Satu dari sejuta puisinya mengisahkan
pemborosan hidup dalam perang, dimulai dengan:
"Tampaknya aku melarikan diri dari pertempuran
Turun ke lorong gelap yang dalam... "
Jay menyukai puisi itu. Tapi sekarang Casslah yang menghayati
puisi itu mengalir turun ke suatu terowongon masa lampau yang
suram dan dalam ? atau barangkali masa depan?
Ia menangkap suara-suara nyanyian, sangkakala, dan genderang
perang yang menggema bagaikan denyutan jantung. Ia melihat
tentara-tentara bercat biru menyebar di bukit. Ia melihat rerumputan
berlumur darah dirubungi lalat. Ia mendengar wanita-wanita menjerit
memilukan. Mereka menangisi mayat-mayat di seluruh hutan. Pada
satu saat ia mengamati seseorang yang tampaknya mirip dengan
dirinya sedang mencari sesuatu atau seseorang. Ia melihat sebuah
tengkorak terlilit akar-akar pohon ek.Cass melayang-layang seperti seorang malaikat dalam kartu
natal. Ia menyeberangi sungai-sungai dan dataran-dataran. Rambutnya
yang merah melambai-lambai. Tapi ia tidak takut, anehnya ia merasa
damai. Musim-musim silih berganti dengan cepat, tak terhitung
jumlah musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin.
Mereka bergabung dan melaju bagaikan bayangan awan di atas
rumput. Ada angin, angin di ketinggian, tapi ia tak mendengarnya
bertiup mendesau.
Dan angin itu akhirnya turun dan Cass tampak sedang duduk di
Karang Pengintai, suatu hari di musim panas. Karangnya tetap sama,
hangat oleh sinar matahari. Tapi pemandangannya sudah berubah
sama sekali. Hutan yang ia kenal baik sekarang sudah menjadi hutan
belantara lebat dengan pohon ek dan pohon-pohon besar lainnya,
membentang luas sejauh mata memandang. Hanya beberapa jalan
setapak sempit yang berkelok-kelok di antara pepohonan dan puncak-
puncak bukit yang berkapur. Tak ada tanda adanya desa, tak ada
rumah, tak ada jalan besar, bahkan ladang atau gudang pun tak
kelihatan.
Sekarang pun Cass tidak panik. Sebenarnya ia merasa bahwa
seperti inilah yang memang seharusnya ia saksikan. Ia merasa betah di
situ. Segumpal asap naik ke atas dari dalam hutan di bawah karang.
Apa yang ia kenakan? Sebuah jubah panjang yang ia ketahui telah ia
tenun sendiri dan ia celup dengan buah blueberi. Ia gulung rambut
merahnya ke belakang dan dijepitnya dengan tusuk rambut panjang
dari tulang berwarna putih.
Seorang anak laki-laki muda dengan bintik-bintik di kulitnya,
rambutnya merah seperti Cass dengan tato di pipinya datang berlarimenuju karang. Ia membawa keranjang jerami penuh berisi ikan. Ia
meletakkan keranjang itu di atas rumput, mengangkat tangannya dan
tertawa.
*********
SAATKU TELAH DEKAT, WAKTUKU DI DUNIA INI
SUDAH HAMPIR BERAKHIR
Dewa-dewa telah mengirim saudariku kembali padaku. Inilah
Cass, Cass yang sesungguhnya, sedang duduk di Karang Pengintai. Ia
begitu cantik.
Dan inilah aku, kembali dalam mahkluk berdaging dan
bertulang, dengan mata sungguhan di kepalaku dan dengan rasa
hangat di lenganku saat matahari bersinar. Kapankah ini? Hidup atau
matikah aku? Apakah pertempuran besar sudah terjadi atau belum?
Yang kutahu aku sedang menombaki ikan di kolam dekat batu api.
Hari yang biasa, sama seperti ketika kepala-kepala biru belum datang.
Penambang di desa kami sedang menggali dan mengais-ngais,
mencari-cari batu api di antara kapur dengan cungkil yang mereka
buat dari tanduk rusa. Ayahku sedang memperbaiki kayu di atap
rumah kami. Seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi aku tahu bahwa akan
terjadi sesuatu. Aku tak dapat mengadakan atau meniadakan hal-hal
itu. Waktu rasanya melompat dan berputar, kembali lagi seperti
jalan yang berliku-liku, seperti tato di pipiku. Kupegang tangan Cass
dan kucium dahinya. Ia telah kembali untuk membawakan kedamaian
bagiku.
"Kerak!" seru Cass tak tahu lagi siapa dirinya, bahkan tak
peduli lagi."Cass, salam untukmu!" Seorang tentara muda berbicara dalam
bahasa yang asing dan berirama, tapi Cass secara naluriah mengerti
setiap kata yang diucapkannya. "Kita berdua telah berjalan jauh. Kita
berdua tahu kesalahan-kesalahan besar akan terjadi di tempat ini. Kita
tak bisa melakukan apa-apa. Ini rahasia yang hanya diketahui oleh
Yang Bertanduk."
"Begitulah, Kerak," kata Cass berat dalam bahasanya yang
aneh. "Kita tak dapat mengubah waktu. Tapi aku juga mengabdi
kepada seseorang yang suci, Tuan Putri Air-bawah-Bumi. Dan ia telah
mengirimku kembali dari masa depan untuk membawakan damai
bagimu."
"Mengapa ia menghormatiku sedemikian ini?"
"Aku tidak memahami rahasia-rahasianya. Mungkin karena
kamu sekarang menebus dosa-dosamu. Mungkin ia berharap untuk
membuka jalan bagi pertempuran ? pertempuran untuk
menyelamatkan Bumi sendiri, dan tempat-tempatnya yang kuno dan
asli...."
"Apa yang harus kukerjakan?"
"Engkau harus memberitahuku rahasia-rahasia yang dikatakan
ketika engkau menjadi seorang pria, ketika kau menerima tato-tato itu.
Engkau harus memberitahuku bagaimana cara untuk menemukan
tempat rahasia Sang Dewa Bertanduk, di mana para pejuang kita
dimakamkan. Dan engkau harus mengucapkan untukku mantra yang
harus diucapkan pada akhir zaman."
Kerak menjadi merah padam dan berpaling dengan marah."Kautahu, aku tak boleh memberitahukan padamu hal-hal itu.
Engkau seorang gadis. Aku punya sumpah terhormat untuk menjaga
rahasia-rahasia itu."
Cass meletakkan tangannya pada bahunya. "Kerak, aku tahu
engkau harus setia. Janji tak begitu mudah dilanggar. Tapi engkau
harus memberitahukan kepadaku hal-hal itu jika ingin segalanya
berjalan lancar? atas dirimu, atas tanah kita dan atas dewa-dewa kita
di tahun-tahun mendatang. Untuk itulah aku harus kembali agar
semuanya berlangsung baik. Luka-luka harus disembuhkan."
"Bagaimana aku tahu bahwa kau bukan setan jahat yang
berpura-pura menjadi saudariku untuk mengecohku?"
"Kau tak boleh," sahut Cass. "Kau harus mempercayaiku."
Kerak menggigit bibirnya dan menatap seberang hutan. Dan
setelah kesunyian yang lama, ia berbalik menghadap Cass.
"Baiklah. Inilah hal-hal yang harus kau ketahui... Sang Dewa
Bertanduk menampakkan diri di tengah-tengah kita pada saat-saat
sulit dalam rupa rusa yang meloncat dengan mata menyala.
Kediamannya basah tapi kering, tinggi tapi rendah, di antara akar-akar
pohon ek tapi di antara awan-awan... Untuk mendekati tempat
kediamannya kamu harus menjadi seekor ikan, tikus, laba-laba, dan
lalat. Para pejuang kita beristirahat dalam ruang-ruang gelap hingga
akhir zaman. Mantra yang harus diucapkan pada akhir zaman adalah
sebagai berikut..."
Kerak memulai nyanyian bernada rendah yang panjang. Mula-
mula ia keliru, tapi kemudian ayat-ayat yang telah ia pelajari dari
orang suci sukunya itu mengalir lancar dari lidahnya. Cass
menghentikannya setiap kali dan mengulanginya baris demi baris danmenghapalkannya. Rasanya telah berjam-jam mereka bersama, tapi
sebenarnya hanya beberapa menit atau detik atau berabad-abad. Dan
ketika Kerak mengucapkan mantranya, tampaknya matahari menjadi
makin pucat dan langit menjadi redup keperak-perakan. Bayang-
bayang kedua sosok di karang itu mulai memudar dan perlahan-lahan
mereka menghilang dalam kabut.
**********
Lizzie Day datang kembali ke rumah sakit bersama Will
sepanjang waktu kunjungan pasien sore hari berikutnya. Mrs. Neill
yang menjaga tokonya. Will mula-mula merasa terkejut. Tampaknya
ia merasakan gawatnya keadaan ini.
"Saya kira saat terburuk telah lewat sekarang," kata Mrs.
Cunningham sambil menyentuh kening Cass. "Suhu badannya sudah
turun dan ia sudah lebih mudah bernapas. Saya baru saja membalut
kembali luka di kepalanya sebelum Anda datang dan rasanya
kelihatan jauh lebih baik."
"Sebenarnya bagaimana peluangnya?" bisik Lizzie Day cemas.
"Kami belum akan tahu sampai beberapa hari," jawab perawat
itu, "tapi para dokter mengatakan mereka senang dengan
kemajuannya. Saya menduga ia akan baik. Perlu waktu lama sebelum
ia pulih seperti sediakala, karena itu Anda harus memahaminya. Ia
harus benar-benar tenang. Dan saya jamin bahwa Jay, anak saya, tak
akan mengganggunya."
"Jangan cemaskan anak Anda," kata Lizzie. "Ia telah
menunjukkan dirinya sebagai seorang sahabat sejati. Berapa jam
kemarin malam ia berada di sini?""Berjam-jam! Anda betul, ia memang baik." Sinar mentari sore
yang suram itu masuk melalui jendela.
"Ma, Will?" suara Cass berbisik. Lizzie membungkukkan badan
ke atas tempat tidur putrinya ketika matanya berkejap-kejap terbuka.
"Ma, jangan khawatir, segalanya akan baik..."
"Ssst, sayang, tidur dulu saja sekarang," kata Lizzie
menenangkan.
Hanya satu setengah jam setelah ia meninggalkan pintu gerbang
rumah sakit ketika ia merasa terkejut. Tidakkah sedikit ganjil?
Seharusnya ialah yang mengatakan kepada Cass bahwa segalanya
akan baik- baik saja, bukannya malah terbalik...?BAB 7
KEMBALI KE KENYATAAN
Musim panas hampir habis dan udara malam sudah mulai
dingin mengigit. Para pengunjuk rasa masih berada di rumah-rumah
pohon mereka dan pekerja-pekerja jalan masih sibuk, meskipun
mereka masih menunda penebangan pohon-pohon di Hutan
Crickstone lebih jauh lagi. Para pekerja bertahan dengan rencana
semula, tapi setelah malam pertama itu mereka bertindak lebih hati-
hati. Ada pembicaraan mengenai tindakan hukum untuk menghentikan
pembangunan jalan itu. Setelah aksi unjuk rasa itu Mrs. Bodgett sudah
kelihatan di pengadilan dan diawasi agar tetap menjaga ketenangan ?
tepatnya agar tak mempermalukan suaminya, yang sekarang
menganggapnya sebagai pengkhianat kotanya, agak lebih buruk dari
pada Guy Fawkes sendiri.
Cass sudah pulang ke rumah dan diizinkan bangun pada siang
hari, meskipun ia merasa cepat lelah dan harus pergi tidur lebih awal.
Pelajaran sudah mulai, tapi dokter menganjurkan agar mengikuti
pelajaran pada pertengahan saja sebelum Cass benar-benar cukup baik
untuk memusatkan perhatian pada pelajaran.
Mamanya telah melarang dia pergi kembali kepada para
pengunjuk rasa di hutan. Sekarang ia menjadi agak terkenal, denganfotonya terpampang di surat kabar. Sementara orang mengatakan ia
cukup berani dengan membuktikan idealisme dalam tindakan nyata.
Sebagian lain mengatakan orang muda seperti dia merupakan kutukan
bagi desa itu. Tapi sekarang semakin banyak orang menandatangani
petisi melawan pembuatan jalan dan memakai emblem dan baju kaos
bertuliskan tuntutan penghentian pembuatan jalan.
Satu hal lain yang baik, Cass sekarang berkawan lagi dengan
Jay. Mereka bahkan tidak beradu pendapat lagi tentang pembuatan
jalan. Cass menyadari bahwa Jay sekarang berada pada posisi yang
sulit karena papanya bekerja sebagai petugas keamanan di proyek itu.
Jay selalu datang dan datang lagi setelah selesai sekolah. Ia
membawakan kaset-kaset rekaman dan catatan baginya, dan suatu
ketika membawakan sebuah buku puisi yang menakjubkan.
Pada suatu Sabtu sore, Cass sedang duduk di dapur sambil
minum coke yang diambilnya dari lemari pendingin. Jay berdiri di
balik jendela, memperhatikan Will yang sedang melepas rem
sepedanya sambil melamun. Cass sedang mengamati gambar di
halaman belakang sebuah koran setempat.
Ketika Jay berdiri di belakangnya, Jay mendengar tarikan napas
cepat.
"Apa itu?" ujar Jay.
"Ini adalah Sang Dewa bertan... seekor rusa," kata Cass, sedikit
kaget karena kelepasan bicara.
"Aku pernah melihatnya!" kata Jay.
"Kau sudah pernah melihat seekor rusa?"
"Tidak, aku sudah melihat rusa yang itu," kata Jay.
Cass berbalik dan menatap Jay."Kapan?"
"Pada hari kamu terluka di hutan. Aku tahu kamu berada dalam
kesulitan besar dan aku berlari untuk menolongmu. Binatang liar
raksasa itu meloncat dari kegelapan hutan dan menubrukku
sembarangan. Atau sekurang-kurangnya itulah yang kubayangkan."
"Sang Dewa Bertanduk memperlihatkan diri kepada kita pada
saat-saat sulit dalam rupa rusa bermata menyala yang meloncat," kata
Cass.
"Kau bilang apa?" kata Jay sambil mengerutkan dahinya.
"Apa yang baru saja kukatakan?" bisik Cass. "Aku sangat
bingung! Oh Jay, sesuatu terjadi padaku ketika aku sedang berada di
rumah sakit. Mimpi, kukira. Tapi kelihatannya sungguh-sungguh
nyata."
Jay menarik sebuah kursi, meletakkan sikunya di atas meja.
"Okey Nak, katakan pada Paman Jay apa yang terjadi."
"Kau tak akan menertawakan aku?"
Jay memandangnya serius. "Aku tidak sedang tertawa, Cass.
Aku baru saja melihat kamu melukiskan gambar yang kulihat dalam
mimpiku. Nah, dapatkah kauceritakan mimpimu?"
"Baik..." Cass berhenti sejenak sambil memainkan rambutnya
yang terurai, sesuatu yang selalu ia lakukan kalau sedang berpikir
keras. "Aku yakin aku melihat sebuah tengkorak ketika aku jatuh ke
parit. Tengkorak itu muncul dari dalam kegelapan dan... dan
menciumku."
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kamu dicium tengkorak?"
"Sekarang kamu menertawakan aku!"
"Tidak, aku tidak tertawa!""Nah, setelah itu semuanya menjadi benar-benar ganjil,
sungguh nyata seperti video yang diputar. Maksudku, diputar cepat ke
belakang, berhenti, lalu diputar cepat ke muka lagi. Aku berjalan
mundur, Jay, seperti pusaran air atau terowongan. Aku kembali ke
zaman peperangan yang mengerikan dan jahat di bukit itu. Suatu
pembantaian. Aku tahu ini telah terjadi dahulu kala tapi sekaligus aku
tahu itu akan terjadi pada masa yang akan datang. Semacam loncatan
waktu, begitu. Pasti itu dari Zaman Batu, kukira, sebab di mana-mana
hutan, tak ada Crickstone, tak ada benteng, tak ada jalan..." Ia
memandang Jay hati-hati dari balik tepi rambut merahnya.
"Teruskan..."
"Jay, aku termasuk di antara mereka. Aku mengenakan jubah,
perhiasan tulang dan bunga. Mereka itu rakyatku."
"Dan kau bertemu Kerak?"
Cass memandang kebingungan.
"Ya, Tuhan. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Aku cuma mendengarnya saat kau mengigau di rumah sakit.
Aku yakin itu nama seseorang. Aku cemburu!"
"Oh, Jay, jangan begitu. Kerak adalah kakakku. Ia saudaraku. Ia
terbunuh dalam pembantaian itu, ribuan tahun yang silam, tapi ia tak
pernah dikuburkan secara layak. Adiknya, yaitu aku, tak pernah
menemukan mayatnya. Kerak bergentayangan di Hutan Crickstone
dan Karang Pengintai, sepanjang ribuan tahun. Jay, tengkorak yang
kulihat waktu jatuh itu adalah dia. Aku yakin sekali. Ah, aku tak tahu.
Apakah semua ini hanya mimpi? Lihat, aku sungguh yakin aku
dikirim ke masa lalu."
"Tapi, untuk apa?""Untuk memakamkan Kerak. Dan untuk menyelamatkan hutan
dari pembangunan jalan. Kedua hal itu memang berhubungan. Tapi
aku tak begitu tahu bagaimana hubungannya. Perhatikan, tampaknya
Kerak adalah prajurit muda dalam tugas pengintaian sebelum perang
besar terjadi. Ia gagal memperingatkan sukuku dari bahaya dan
terbunuh. Tapi rohnya tetap berjaga selama berabad-abad. Dan
sekarang ia harus memperingatkan para prajurit terhadap bahaya baru
yang akan terjadi. Mengapa persoalan jalan baru menjadi begitu
penting? Sebab Hutan Crickstone tempat beristirahat para dewa kuno,
dewa-dewa yang disembah rakyat sebelum orang-orang Kristen
datang. Sang Dewa Bertanduk, rusa raksasa. Putri Air-bawah-Bumi.
Dan jika tidak terjadi sesuatu, segenap kekuatan dewa-dewa kuno
tidak akan muncul pada dunia modern kita. Jay, aku benar-benar
percaya bahwa rohku bertemu roh Kerak dan ia memberitahukan
kepadaku kebenaran."
Jay tetap diam sambil memandang Cass. Ia tampak pucat dan
menggigil lagi. Ia khawatir Cass akan bertindak berlebihan. Kisah
yang menarik! Tapi jelas bahwa ini mimpi gila akibat luka-luka Cass.
Bagaimanapun juga bukankah mereka berdua telah berbicara
mengenai Zaman Batu sebelum aksi unjuk rasa itu? Dan bukankah
Cass sudah khawatir terhadap hutan, terhadap jalan baru? Ia telah
menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman hippynya yang
konyol itu? Atau barangkali karena diberi terlalu banyak pil di rumah
sakit. Sekali benturan di kepalanya dan...
"Jay, apa yang kamu pikirkan?" kata Cass memecahkan
keheningan."Cass, tahu kan, kamu sangat sakit di rumah sakit itu. Tentunya
cukup mengejutkanmu mempunyai semua mimpi buruk itu di
kepalamu, semua tengkorak, semua pembantaian dan pusaran air."
"Jay, kau tidak mempercayai aku, kan? Baiklah, bagaimana
kamu bisa melihat rusa itu, Sang Dewa Bertanduk?"
"Betul, Cass. Aku tidak tahu. Aku sama sekali tak mengerti
semua ini!"
Mama Cass menutup toko di bawah. Alarm berbunyi sebentar
ketika ia menghidupkan dan menguncinya. Mereka mendengarnya
menaiki tangga.
"Cass, kamu kelihatan ketakutan!" kata Lizzie ketika ia sampai
di dapur. "Sudah saatnya tidur, Nak! Jay, sebaiknya kau pulang dulu
saja."
"Ya, Mrs. Day, Cass tampaknya sedikit... kelelahan."
Ketika Lizzie memanggil Will untuk minum teh,
Cass cepat-cepat berbisik pada Jay.
"Aku dapat mengingat semua detail yang diucapkan Kerak
kepadaku, Jay. Aku yakin aku sudah mendapatkan petunjuk untuk
menemukan tempat-tempat para dewa yang tersembunyi dan
bagaimana aku dapat memakamkan Kerak dan bagaimana aku dapat
menghentikan pembuatan jalan..."
"Tenang, Cass, tenang."
"Jay, aku masih lemah. Kamu harus menolongku..."
"Nanti kita bicarakan. Tidurlah. Aku akan menemuimu lagi."
Ketika Jay pergi keluar, malam sungguh sempurna. Bukit itu
tampak damai dan pohon-pohon di Hutan Crickstone berselimutkan
cahaya kuning. Dunia nyata! Ia menghela napas panjang danmelangkah pasti ke arah warung keripik. Keripik empuk dalam bumbu
kari tampaknya merupakan obat paling baik dibutuhkannya untuk
menyembuhkan mabuk akibat cerita-cerita hantu itu.BAB 8
BUKTI DARI MASA LAMPAU
Akan ada acara dengar pendapat dalam dewan kota sehubungan
dengan keputusan untuk membangun jalan raya melintasi bukit.
Sementara itu semua pekerjaan dihentikan. Bos BZ Construction amat
jengkel dengan penundaan itu. Ia meledak-ledak ketika diwawancarai
di depan televisi, "Terkutuk, birokrat! Sok baik! Penghambat
kemajuan!"
"Huh!" desah Cass. "Tidakkah orang ini menyadari bahwa
separo pemrotes jalan ini sedang saling bercakap-cakap di internet? Ia
itu dinosaurus, bukan kita."
Akan tetapi acara dengar pendapat tetap berjalan, tak peduli BZ
suka atau tidak. Para pengunjuk rasa makin mendapat banyak
dukungan selama bulan lalu. Para politisi dipaksa untuk duduk dan
memperhatikan masalahnya. Berbagai macam ahli sekarang sudah
melangkah memasuki gelanggang pertempuran. Ada geolog, arkeolog,
speleolog, pengamat lingkungan hidup, meteorolog, ahli tanaman,
insinyur teknik, herpetolog, ornitolog... Ada perencana dan ahli
ekonomi, akuntan dan pengacara dan penasihat hukum dan anggota
parlemen. Jay mulai berpikir bahwa bos BZ tampaknya benar!
"Terlalu banyak ahli salah alamat dan para birokrat..."Tapi Cass, yang merasa sudah jauh lebih baik, telah diizinkan
mamanya untuk pergi dan duduk di gedung pertemuan umum untuk
satu hari dan mendengarkan rencana-rencana keputusan yang
diajukan. Dan ketika liburan tengah semester sudah mulai, Cass telah
memutuskan untuk mengajak Jay jalan-jalan. Mengingat hanya inilah
saatnya bisa pergi seharian dengan Cass, Jay menyetujuinya. Dengar
pendapat itu diadakan di gedung dewan kota di Sheriton.
Mereka berdua keluar dari terminal bus. Pagi itu hujan turun
rintik-rintik dan Jay melangkah menginjak genangan air. Cass
mengeluarkan payungnya.
"Hei, bilang dong kalau ada kubangan!"
"Ayo tolol, di sini ada payung!"
Jay merangkulnya dan mereka berjalan menuju Market Street.
"Jay, kamu tak lupa apa yang aku katakan? Tentang tengkorak
dan apa yang harus kita lakukan?"
Jay mengguncangkan bahunya. "Tidak."
"Maukah kamu membantuku? Kita harus melakukan sesuatu."
"Cass, barangkali itu tak perlu. Sekarang masalahnya sedang
dibahas, seluruh rencana pembangunan jalan sedang dihentikan. Jika
kita terlibat dalam urusan hantu-hantu itu, kita akan kelihatan seperti
orang tolol."
Mata Cass memancarkan kemarahan, maka Jay segera
melembutkan kata-katanya.
"Baik, baik. Aku berjanji akan menolongmu jika memang harus
begitu. Tapi pertama-tama kita lihat dulu apa hasil dengar pendapat
ini."Terdapat kerumunan besar orang di depan gedung dewan kota.
Orang-orang membawa poster dan slogan-slogan dalam tulisan
tangan. Cass mengenali sebagian besar dari mereka adalah para
pengunjuk rasa di hutan, anggota-anggota suku Feral?dan mereka
juga mengenalnya.
"Hai, apa kabar Cass?"
"Apakah kau sudah baik, Nak? Apakah engkau akan bergabung
bersama kami?"
Jay berdiri menjauh, merasa tersisih dari acara reuni ini.
"Saya sudah baik sekarang." Cass mengelus seekor anjing
kepunyaan mereka, terrier kecil yang lucu. "Jay dan aku ingin pergi ke
gedung pertemuan umum. Kami ingin mendengar apa yang akan
terjadi."
Sosok Mrs. Bodgett yang besar muncul dari dalam hujan.
"Sungguh benar, Sayang. Masuk saja ke dalam agar tidak
basah. Kudengar kau pernah sakit parah, dan kami tak ingin kau
terkena pneumonia dua kali."
yang ada di pintu juga mengenali Cass. P.C. Phil Sergeant
sudah kembali bertugas. Ia mengutuki hujan dan sangat menginginkan
secangkir kopi panas. "Halo, nona muda."
"Oh, Anda."
"Sudah lebih baik sekarang? Kulihat mamamu di rumah sakit
sehabis acara memprotes kontraktor itu, ya kan? Aku tidak melindungi
apa pun selain hukum daerah ini," kata P.C. Sergeant memulai, tapi
Cass sudah menampakkan kesan tak berminat dan melangkah
melewati pintu dengan Jay di belakangnya.Acara dengar pendapat sesi pagi itu berlangsung bertele-tele.
Ada banyak laporan panjang lebar yang harus dipresentasikan dan
didiskusikan. Jay terddur beberapa kali dan Cass harus menyodoknya
agar bangun. Ketua bagian perencanaan dewan kota membuat mereka
berdua tertawa cekikian. Ia berulang kali membuka dan mengenakan
kembali kacamatanya dengan tegang.
"Ia pasti orang yang paling membosankan di dunia!" bisik Jay,
dan ia mulai menghitung bunyi "er" dan "ehm" yang diucapkan orang
besar itu. Jay menyerah ketika sudah mencapai seratus dua puluh.
Tapi sesi siangnya berbeda. Seorang wanita muda bernama
Linda Brookes dipanggil. Ia adalah wakil dari Dinas Purbakala kota
itu. "Saya ingin mengatakan bahwa kami sebenarnya sudah
mengajukan izin untuk menggali situs tersebut sebelum pihak
kontraktor bergerak pada bulan Agustus," katanya memulai, "dan
kami ditolak. Tapi sejak itu sebuah mesin keruk menggali parit begitu
saja. Padahal parit itu kami yakini sebagai suatu rangkaian lubang
tiang-tiang Zaman Neolitikum."
"Dapatkah Anda menerangkannya dengan bahasa yang bisa
kami mengerti?" kata seorang petugas yang berwajah mirip kotak
dengan agak bosan.
"Tentu saja. Lubang-lubang tersebut dahulu mungkin berisi
tiang pancang rumah, pagar atau konstruksi lainnya. Kami yakin itu
berasal dari Zaman Batu."
Cass memegang tangan Jay dan matanya bersinar gembira.
"Ya!" bisiknya penuh kemenangan.
Ahli purbakala itu meneruskan pembicaraannya."Lebih dari itu, kami telah mengadakan studi lebih lanjut
tentang Hutan Crickstone dan daerah di sekitarnya. Makin tampak
jelas bagi kami bahwa sangat mungkin daerah tersebut merupakan
daerah pertambangan paling besar pada Zaman Batu di seluruh Eropa
barat." Sekarang Jay juga duduk tegak mendengarkan setiap kata.
"Nah, kalau memang begitu, mereka menambang apa?" tanya
petugas. "Emas? Tembaga? Besi? Apakah Anda menyarankan
perusahaan-perusahaan pertambangan modern agar memperhatikan
daerah itu?"
"Sama sekali tidak," jawab Linda Brookes kesal, "ini Zaman
Batu." Terdengar tawa dalam gedung itu. "Orang-orang di situ
barangkali menambang batu api yang akan digunakan sebagai mata
kapak, panah, dan pisau. Mereka menggali dan mengambil batu api
dari dalam kapur dengan cungkil yang dibuat dari tanduk atau kayu.
Ditemukan penyebaran mata panah di daerah itu selama bertahun-
tahun. Ini mengindikasikan bahwa pertempuran besar pernah terjadi di
bagian bukit itu, sedangkan sejumlah batu api setengah terasah
menunjukkan juga bahwa penambangan itu sudah berlangsung lama."
Linda Brookes mengakhiri pembicaraannya dengan tuntutan
agar pekerjaan jalan itu dibatalkan atau sekurang-kurangnya ditunda
sampai daerah itu selesai diteliti secara layak.
"Ayo, Jay, kita bertindak!" bisik Cass.
Mereka bergegas keluar dari gedung itu.
"Nah, sekarang kita pergi ke perpustakaan umum."
Jay menyerah dan tidak menanyakan apa pun. Ia juga
terguncang oleh apa yang baru saja ia dengar. Barangkali memang ada
perkampungan Zaman Batu di Hutan Crickstone. Dan barangkali jugaEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
ada pertempuran besar di sana. Dapatkah Cass benar-benar mundur
menyusuri masa lalu? Dalam benak Cass, sekurang-kurangnya.
Mungkinkah ia benar-benar saudari Kerak yang dilahirkan kembali di
penghujung abad kedua puluh?
"Mengapa memandangku seperti ini, Jay?" tanya Cass.
"Kupikir aku mulai mempercayai mimpimu," jawabnya.
Hujan telah reda. Mereka berlari menyeberangi jalan menuju ke
perpustakaan. Mereka selalu dikirim oleh sekolah ke tempat itu untuk
melakukan suatu penelitian. Cass bertanya kepada petugas
perpustakaan di manakah ia dapat menemukan buku-buku mengenai
sejarah dan kepurbakalaan daerah setempat. Tak banyak buku terdapat
dalam bagian sejarah, tapi petugas itu berhasil mendapatkan sebuah
buklet kecil yang berjudul artefak-artefak Neolitikum yang ditemukan
akhir-akhir ini di Hutan Crickstone.
Baru-baru ini? Buklet ini diterbitkan oleh Museum Sheriton
pada tahun 1935. Ebukulawas.blogspot.com
"Wah, ini bagian dari sejarah itu sendiri!" gurau Jay.
"Maka dari itu, perlakukanlah dengan hati-hati" kata petugas
perpustakaan. Mereka duduk di bangku panjang di ruang baca dan
membuka buku itu. Halaman-halamannya memuat gambar-gambar
dan pahatan-pahatan, mata kapak dan mata panah dari batu api,
cuilan-cuilan tempayan, manik-manik dan peniti-peniti dari tulang
yang dihaluskan. Cass mempelajarinya dengan saksama.
"Ya, ya," ia berseru kegirangan. "Wah, labelnya keliru. Batu
berat ini untuk keperluan menenun. Untuk menenun kain..." Mereka
saling memandang, tanpa kata.Ia membalik halaman terakhir. Di situ terdapat lukisan dengan
pola yang aneh, suatu jalur yang melingkar-lingkar yang ditemukan
seorang ahli sejarah lokal terukir pada karang di jantung hutan.
"Lihat ini! Jay, kita harus menemukannya. Inilah gambar tato
yang terdapat pada pipi Kerak. Kupikir alur ini dapat menjadi kunci..."
Cass mengamati garis-garis itu, yang meliuk-liuk di atas
halaman seperti ular, sampai ia kehilangan fokusnya.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
BAB 9
PEMANDANGAN ANEH
P.C. Sergeant memasuki kantornya dan menggantungkan jas
hujannya yang basah. Ia hendak membuat kopi instan. Cangkir-
cangkir di dekat ketel listrik itu dapat membahayakan kesehatan
umum, pikirnya. Harus ada hukum yang menangani kuman-kuman
seperti ini.
Ia duduk di bangku dan dengan enggan mengambil seikat kertas
kerja. Satu jam lagi tugasnya akan selesai. Ia ingin kembali ke rumah
untuk mandi, barangkali juga menonton video atau makan pizza. Atau
barangkali akhirnya ia berani menelepon untuk bertemu Lizzie Day. Ia
sedang mencari-cari alasan. Sial benar dengan sikap anaknya, Cass,
tadi pagi terhadapnya... Ya, ampun, Hanway!
"Sersan!"
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, Sersan?"
Hanway bersandar pada lemari arsip sambil membentangkan
kumisnya.
"Apakah acara dengar pendapat hari ini berjalan lancar?"
"Ya. Memang ada cukup banyak pemrotes, tapi semuanya
tenang."
"Apakah Mrs. Bodgett bertingkah lagi?""Tentu saja."
"Sial. Aku ingin melihat seperti apa keanggunannya, sehingga
bisa bertingkah seperti itu."
"Betul, Sersan, saya dapat melihat bahwa ia sungguh-sungguh
musuh masyarakat nomor satu," kata Phil Sergeant kasar.
"Bagaimanapun juga, saya pikir sekarang situasinya akan tenang
sampai hasil dengar pendapat tersebut diketahui."
"Yah, aku tak ingin menunggu. Para pengunjuk rasa itu masih
berada di luar sana dan masih bisa membuat kesulitan lagi. Aku ingin
kamu tetap mengawasi situasi."
"Siap, Sersan!"
Sersan Hanway melenggang pergi sambil menyiulkan sesuatu.
Orang itu sedang meradang! Phil Sergeant mengambil pena dan
membaca laporan, menggarisbawahi bagian-bagian tertentu. Ia ingin
mengikuti beberapa detailnya. Ia sedang berjalan menuju komputer
untuk mengecek sesuatu ketika pintu dorong itu tiba-tiba terbanting
terbuka dan ia terperangah ketika sesosok mahkluk berbau maksiat
dan bermulut penuh dusta menerobos masuk.
"Tunggu! Apa-apaan ini?"
Petugas di bagian depan ruangan berlari mengejar penerobos
dan menangkapnya kuat-kuat. Phil Sergeant berdiri dan mengamati
manusia yang menerobos masuk itu.
"Oh, kau, Jacko."
"Kau kenal orang ini, Sersan?" tanya petugas itu.
Tentu saja ia mengenal Jacko. Setiap orang di daerah itu
mengenal Jacko. Ia adalah orang tua berkeriput yang minum terlalu
banyak dan tidur sembarangan, dan yang secara teratur mendaratkanEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
dirinya di sel polisi yang hangat bila hujan turun di malam yang
dingin. Jika itu berarti harus memecah kaca jendela, maka ia akan
melakukannya. Ia tidak cukup berbahaya, begitulah keyakinan Phil.
"Ya, saya kenal Jacko," kata Phil. "Apa kabarmu, pak tua?"
Jacko sedang dalam keadaan sangat bergembira, tapi kata-kata
yang mengalir keluar dari mulurnya sulit diketahui maknanya. Wajah
orang tua itu pucat dan sayu dan matanya seperti mau keluar dari
kepalanya seperti marmer biru yang besar. Di keningnya ada tanda-
tanda memar.
"Aku harus menemui Anda, tapi ia ada di pintu. Ia mau
melemparkan aku keluar. Begini, aku ti...tidak pernah melihat yang
seperti ini selama hidupku. A... a... ku..."
"Ayo Jacko minumlah teh ini dulu, kemudian ceritakan padaku
apa yang terjadi," kata Phil Sergeant. Ia mengangkat alisnya kepada
petugas itu. "Yang ini akan aku bereskan."
Teh itu hangat dan membuatnya merasa enak dan orang tua itu
mulai tenang. "Ceritanya begini, aku sedang menyusuri jalanan Hutan
Crickstone," katanya kepada Phil Sergeant. "Tenang seperti seorang
hakim tentu saja..."
Phil mencatat bahwa ia mencium bau anggur murahan.
"Apa yang kaulakukan di sana?" tanyanya.
"Orang-orang muda yang tinggal di pohon di sana, orang-orang
baik, selalu memberi saya semangkuk sup atau sandwich. Maka,
kataku, aku pergi ke sana untuk mencari mereka. Mereka semua
hampir tak ada di sana. Karena suatu alasan, mereka pergi ke kota.
Tapi aku menemukan sebotol minuman keras tersembunyi dalam
sebuah tenda di sana...""Yang kemudian kausikat," potong polisi itu.
"Tidak, eh, aku... cuma meminjamnya, begitulah."
"Teruskan," kata Phil Sergeant.
"Kemudian aku tertidur, sepertinya begitu. Dan ketika aku
bangun aku basah kuyup sampai ke tulang. Eh, maksudku aku bangun,
tapi aku masih bermimpi, begitulah. Dengan mata yang masih melek."
Pandangan ketakutan yang nyata tampak di wajah orang tua itu.
"Dan apa yang kaulihat?"
"Mula-mula seekor rusa yang berdarah melompat keluar dari
pepohonan dan menerjangku. Ia menyeruduk dahiku, di sini."
"Ya, masih ada beberapa rusa merah di sekitar Crickstone."
"Ah... ah... Anda belum menangkap maksudku. Rusa ini dua
kali lebih besar dari rusa biasa, dengan mata menyala yang
memandangku. Seperti semburan api."
"Baiklah, jadi seekor rusa besar. Dan saat ini adalah musim
kawin, saat rusa merah berkembang biak, benar kan? Pejantannya
sangat agresif dan suka berkelahi. Sebaiknya jangan berurusan dengan
mereka."
"Tapi KEMUDIAN te... te... tengkorak itu berkata bahwa ia
adalah Sang Dewa Bertanduk!"
Ya, ampun, pikir Phil Sergeant, bocah tua ini sungguh-sungguh
sedang mencemari otaknya. Sedang mabuk barangkali.
"Tengkorak apa? Apakah kamu mau memberi tahu kalau ada
mayat di sana?"
"Menemukan mayat? Ti... tidak! Tengkorak itu menemui aku!
Setelah aku jatuh ditubruk rusa itu. Tengkorak itu memandangi aku.
Matanya hitam mirip mata capung. Dan gigi-giginya berjajar-jajarEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
seperti kartu domino. Ia berbicara kepadaku dengan bahasa yang aneh,
tapi aku dapat memahaminya seperti omongan biasa."
"Ah, apa yang dikatakan tengkorak itu?"
"Ia berkata bahwa ada pesan dari Sang Dewa Bertanduk.
Pesannya adalah bahwa hari-hari terakhir sudah tiba. Dan, sebentar,
eh, barangsiapa yang hendak menghancurkan hutan itu akan terbunuh
atau... yah semacam itu."
Phil Sergeant mengambili cangkir-cangkir teh. "Kamu harus
mencoba lebih keras lagi kalau menginginkan malam yang hangat di
sel."
Melihat reaksi polisi itu, Jacko merapatkan lengannya seperti
orang yang benar-benar ketakutan.
"Sungguh, aku tidak bohong, Pak," protesnya sia-sia.
"Tentu saja. Begini, Pak Tua, jam tugasku sudah hampir habis
dan aku tidak mau terus-terusan ada di sini, meskipun kau
menginginkannya. Aku akan memberimu tumpangan sampai Panti
Tunawisma di Sheriton, jika kau mau, aku akan lewat situ."
**********
Phil Sergeant menyelipkan sejumlah uang pada orang tua itu
sebelum menurunkannya. Tampaknya ia tertekan. Hidup yang dijalani
orang-orang seperti Jacko sungguh menyedihkan. Mereka seharusnya
diperhatikan secara layak. Tapi ia juga tak yakin apakah Jacko sendiri
mau dirawat orang lain. Tiba-tiba polisi itu mengambil keputusan
mendadak untuk mengemudi melewati Crickstone. Tidak untuk
menyelidiki orang-orang yang kepalanya terluka atau rusa raksasa,
tapi untuk mampir di rumah Lizzie Day!Casslah yang membukakan pintu dua puluh menit kemudian.
Dan sambutannya tidak begitu ramah.
"Nah, apakah Anda ingin membuntutiku, atau apa? Anda mau
apa?"
"Tidak, aku tidak sedang membuntutimu. Bahkan aku sedang
tidak bertugas. Dan aku datang bukan untuk menemuimu. Aku ingin
ngobrol dengan mamamu."
Cass memandanginya dengan curiga.
"Siapa, sayang?" seru Lizzie dari atas tangga.
"Mrs. Day, ini aku? Phil Sergeant, kantor polisi Sheriton!"
teriak polisi itu.
Lizzie mucul di ujung tangga sambil memegang kain lampin.
"Hai, senang bertemu Anda kembali. Mari, naik saja. Cass, ajak Mr.
Sergeant masuk."
Cass merengut. Ia mengantarkan polisi itu menuju ruang duduk
dan membanting pintu di belakangnya. Will yang sedang bermain
kartu bersamanya ketika bel pintu berdering mengangkat wajahnya
dan mengikuti Cass keluar dari ruangan itu. Phil Sergeant merasa agak
tegang. Sebuah permulaan yang tidak begitu bagus.
"Saya harap saya tidak mengganggu, Lizzie. Saya kemari bukan
dalam rangka tugas, seperti yang barangkali dipikirkan Cass. Saya
hanya ingin ngobrol dan ingin tahu bagaimana keadaan kalian."
"Kami baik-baik saja. Maafkan Cass, ia sedang jengkel. Ia
sedang ketinggalan banyak hal. Ia tampaknya sudah pulih dari
kecelakaan itu, tapi saya masih mencemaskannya. Ada sesuatu di
dalam benaknya, saya yakin. Ia akan kembali ke sekolah minggu
depan dan saya berharap ini akan menolongnya."EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
Kedua bocah itu bergurau kembali di ruang lain. Polisi itu mulai
merasa enak kembali terhadap Lizzie ketika wanita itu benar-benar
tertarik oleh pekerjaannya dan oleh apa yang ia katakan.
"Anda tak akan percaya pada berbagai karakter orang yang
kami hadapi." Ia mulai berbicara kepadanya tentang jacko dan hal-hal
aneh yang telah dikatakannya.
Cass merasa yakin bahwa polisi itu sedang membicarakannya
dari balik punggungnya. Maka ia berjingkat kembali ke koridor dan
menempelkan telinganya di pintu ruang duduk. Will mengikutinya,
tapi Cass meletakkan jarinya di depan bibirnya dan menyuruhnya
diam. Dan ia berusaha keras mendengarkan percakapan, ia mendengar
lebih dari apa yang ia perlukan."... Rusa raksasa yang menyala!
...sebuah pesan dari Sang Dewa Bertanduk..." Dua orang dewasa itu
tertawa keras, tapi Cass membeku seperti es. Pesan ini nyata.
Ia menuju ke pesawat telepon di koridor dan bergegas
memencet nomor Jay.
"Ayo, ayo." Telepon akhirnya diangkat. "Mrs. Cunningham,
apakah saya bisa bicara dengan Jay?", Hening sejenak. Ayo, cepat.
Akhirnya, "Jay, jay dapatkah kau datang sekarang? Langsung!"BAB 10
KUTUKAN SINAR BULAN
Jay datang cukup cepat, dan tiba saat polisi itu meninggalkan
pintu depan.
"Senang sekali Anda bisa datang, Phil. Terima kasih," kata
mama Cass. "Ah, kamu juga tahu Jay?"
"Rasanya kita pernah bertemu," kata Phil Sergeant hati-hati
sambil mencoba menghindari kata-kata yang menunjuk sore berbadai
belum lama berselang ketika Jay menghindarinya dan lari.
Bagus, pikir Jay.
"Hai, saya datang untuk menemui Cass."
"Ya, aku sudah menyangka begitu. Ia ada di atas."
Jay menaiki tangga.
"Ada apa semua ini? Mengapa polisi itu ada di sini? Apa ada
kesulitan, Cass?"
"Oh, ia bukan masalah. Ia hanya mampir untuk ngobrol dengan
mamaku. Cukup aneh, kan? Tidak, ini tentang sesuatu yang
dikatakannya kepada mamaku, tapi kudengar. Sesuatu yang sungguh
menakjubkan. Masuklah ke dapur."EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
Mamanya kembali ke ruang duduk. "Tidakkah Phil cukup
menyenangkan jika kau memerlukannya? Ia orang baik, ya kan? Lebih
baik aku menemani adikmu saja."
Cass menyuruh Jay duduk di dapur, dan sambil berbisik ia
mulai menerangkan apa yang ia dengar. Jay bersiul.
"Wah! Jadi orang tua mabuk itu melihat Sang Dewa Bertanduk
juga, seperti aku."
"Dan ia melihat tengkorak. Tengkorak Kerak. Aku yakin, Jay.
Dan itu berarti tibalah saatnya kita bergerak. Jika hutan itu dirusak,
dewa tahu kekuatan macam apa yang akan dilepaskannya. Kita harus
bertindak sekarang. Kita harus menemukan tengkorak Kerak dan
memakamkannya di tempat rahasia."
"Baik, tapi kita harus tetap santai, Cass. Kita harus
merencanakan aksi kita dengan saksama. Langkah pertama:
bagaimana caranya kita menemukan tengkorak itu?"
"Nah, aku melihatnya ketika jatuh. Kita harus menemukan parit
tempat kecelakaan itu terjadi. Pasti masih ada di sana. Setelah itu,
pekerjaan tak akan dimulai lagi sampai dewan kota memberikan izin
untuk dilanjutkan."
"Kapan dengar pendapat itu akan selesai?"
"Jumat. Koran-koran memberitakan bahwa mereka akan cepat
membuat keputusan sebab ini hanya merupakan dengar pendapat
tentang suatu rencana yang sudah disahkan. Dan kita harus kembali ke
sekolah minggu depan. Sekarang atau tidak sama sekali, Jay. Dan
sebaiknya tetap kita rahasiakan. Dalam kegelapan malam."
"Besok malam?""Besok malam. Kita dapatkan tengkorak itu dan kita bawa
kemari. Dan setelah itu barulah kita cari tahu di mana ia harus kita
kuburkan."
"Catatlah semua yang dikatakan Kerak dalam mimpimu, Cass.
Dan kita akan dapat menuntaskan tugas kita."
"Dan menyelamatkan dunia?"
"Dan menyelamatkan dunia, Cass! Kamu betul."
Mereka berdua tertawa, tapi sedikit tegang. Dan Jay
menciumnya.
*************
Malam berikutnya, Cass menemui Jay di belakang warung
keripik. Keduanya berpakaian bagaikan pasukan komando. Sweater
tebal, jaket berkepala, syal, jeans hitam dan sepatu olahraga, ransel
kecil. Hanya akan dibutuhkan waktu beberapa jam dan mereka akan
kembali sebelum orang tua mereka mengetahui sesuatu.
Malam musim gugur yang menggigit. Napas mereka
mengeluarkan asap sewaktu berlari-lari kecil melintasi lapangan
bermain dan menuju ke jalan setapak.
"Bulan purnama, Jay."
"Hampir."
Lingkaran raksasa berwarna perak kebiru-biruan di langit
menyelimuti bukit itu dengan cahaya pucat yang mengerikan. Hutan
itu terbentang lebat dan gelap di kelilingi bukit-bukit. Karang
Pengintai samar-samar berdiri tegak di atasnya, bagaikan tengkorak
raksasa, pikir Jay, dan ia menggigil. Petualangan semacam ini
sebelumnya hanya bahan omongan saja di desa, tapi sekarang sungguh
nyata.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
Mereka berada di dunia yang luas dan mengerikan. Jay
memandang segumpal besar awan malam yang melayang. Tiba-tiba ia
merasa kecil dan tak berdaya. Sedang apa ia sekarang?
Mempertaruhkan kesehatan dan segalanya untuk gadis sinting ini...
Saat mereka berjalan cepat-cepat, Cass memandang langit juga.
Ya, ia ingat malam-malam seperti ini dahulu kala. Bukankah
kumpulan bintang-bintang itu merupakan Beruang Raksasa? Ia sedang
melangkah mundur, mundur menuju hidupnya yang lain dahulu kala.
Dewi-bawah-Danau malam ini mengendalikan rohnya, dan kepalanya
dipenuhi pandangan bintang-bintang yang memantul pada air yang
hitam.
Kompleks kontraktor di lapangan Horton sekarang ada di
sebelah kiri mereka. Mesin-mesin raksasa masih ada di situ. Secercah
sinar tampak dari pondok penjagaan dan di kejauhan terdengar lolong-
lolong anjing. Kedua anak itu memasuki selokan sambil merunduk.
Mereka telah membuatnya! Jalan setapak itu ada di hadapan mereka
seperti segaris warna putih. Jay menyangka ia melihat kedipan cahaya
dari tepi hutan. Itu pasti orang-orang yang tinggal di rumah pohon.
Mereka tak pernah menyerah. Ia harus angkat topi buat mereka.
"Ke kanan, kita seberangi lapangan ini," bisik Jay. Mereka
meloncati pagar listrik yang rendah, berlari merunduk di tempat
terbuka menuju onggokan buldozer-buldozer lainnya yang
ditinggalkan. Sosok hitam raksasa melintang menghadang mereka,
Horor Sepasang Mata Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan mereka membeku ketakutan. Tapi ini bukan rusa raksasa, cuma
seekor sapi yang juga sama-sama terkejut! Mereka tertawa bersama
ketika sapi itu lari tunggang langgang."Sst!" Mereka berdua berhenti tertawa. Ada seseorang di depan,
sesosok tubuh mengendap-endap dalam kegelapan. Sorotan lampu
senter menimpa Cass. Jay masih tersembunyi dalam kegelapan.
"Lari, Jay! Lari!" perintah Cass. "Mereka belum melihatmu.
Larilah!"
Jay melesat seperti kelinci, berlari zig-zag melintasi lapangan.
Awas, hati-hati dengan tahi sapi! Auw!
Tapi Cass tertangkap. Ia mencoba berlari, tapi tidak cukup kuat.
Ia masih agak lemah setelah sakit beberapa minggu. Ia memeluk
pundaknya erat-erat.
"Kena!"
"Mr. Cunningham!" Papa Jay, dalam seragam petugas
keamanan menyorotkan senternya ke wajah Cass.
"Cass Day! Setan apa yang membawamu malam-malam
kemari? Mau protes lagi, hah? Atau mau kembali ke rumah pohon
lagi? Apa yang akan dikatakan Jay, kalau tahu kau kemari? Dan
bagaimana dengan mamamu?
Cass diam saja. Ia hanya memikirkan tugasnya. Bagaimana Jay
bisa menemukan parit itu tanpa bantuannya? Sialan!
Ray Cunningham menggiring kembali ke pondok penjagaan.
Dan mengunci pintu di belakangnya.
"Nak, kamu gila. Belum cukupkah kamu bertindak untuk
menghentikan pembuatan jalan ini? Tidakkah kamu sudah separo
membunuh dirimu sendiri?"
"Mr. Cunningham, tolong jangan panggil polisi. Tolonglah,
jangan panggil polisi!"EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
"Buku peraturanku mengatakan aku harus melakukannya.
Kamu melanggar hukum. Kamu baru saja memasuki tanah orang lain.
Bagaimanapun kamu bersalah. Apakah kamu mau mencoret-coret
slogan-slogan lagi pada mesin-mesin atau mau menuangkan air ke
tangki disel atau yang lainnya?"
"Tidak, tidak, sungguh tidak. Saya hanya... hanya ingin
mengunjungi teman-teman, eh... para pemrotes di hutan," katanya
dengan wajah memerah karena berbohong.
Papa Jay memandangnya. Ia hendak melepaskan Cass dan
duduk dengan kesal. Ia mengambil tasnya dan mengeluarkan termos
teh panasnya. Diberinya Cass secangkir teh yang diminumnya dengan
senang hati. Selama lima menit ia tidak berkata apa-apa.
"Nah," akhirnya ia berbicara. "Saya tidak akan melibatkan
polisi. Tapi bagaimanapun juga saya akan memberi tahu mamamu.
Dengar, ia tak senang, sama sekali tak akan senang."
Ia berdiri dan meraih sebuah telepon genggam. "Berapa nomor
rumahmu? Ayolah Cass, jika kamu tak mau mengatakannya, aku juga
bisa mencarinya sendiri dengan mudah. Petugas polisi lain akan
berpatroli kemari setengah jam lagi. Jika kamu tidak pergi sekarang,
aku harus memberi tahu polisi."
"870426"
"Terima kasih."
Cass duduk di dalam pondok itu, sedih dan marah. Air mata
mencucuri wajahnya. Ia telah membiarkan Jay sendirian. Seperti
Kerak telah membiarkan dirinya di desa dahulu kala. Hidup tidak adil.
Akhirnya seberkas lampu mobil menyoroti jendela dan bunyi derit banmobil menginjak kerikil jalanan. Sekaranglah saatnya untuk menonton
pertunjukan.
Pintu terbuka dan mamanya masuk, wajahnya tegang karena
marah.EBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
BAB 11
TENGKORAK DALAM LUMPUR
Jay berhenti di tepi lapangan, kehabisan napas dan bersandar
pada sebuah buldozer. Para pemrotes mencoret-coret mesin itu.
SIKAT BZ dan HENTIKAN JALAN adalah bunyi slogan mereka.
Sungguh memalukan bahwa Cass tertangkap. Tapi ketika di
kejauhan ia mendengar suara papanya, tahulah ia bahwa Cass berada
di tangan yang aman. Kesulitannya adalah, hanya Casslah yang tahu
persis di mana ia telah jatuh di parit pada hari itu. Ia sendiri juga
dalam kesulitan waktu itu dan hanya bisa menduga-duga saja.
Cukup lucu, perasaan takut Jay yang semula menghinggapinya
kini perlahan-lahan melenyap. Ia tegak sekarang, cukup aneh. Baik,
sekarang ia menjadi seorang penjarah kuburan! Biarlah dunia menjadi
gila, tapi ia yakin akan menemukannya. Ia berhutang pada Cass.
Segumpal mega melintasi bulan dan malam gelap
menyelubunginya. Bukit itu sekarang hanya berupa bayangan hitam
saja. Hanya di sebelah timur laut langit tampak bercahaya, di mana
jalan-jalan dan gedung-gedung di Sheriton memancarkan sinar oranye
yang dapat dilihat dari jarak bermil-bermil jauhnya.
Hutan terbentang di depan, gelap dan berbahaya. Baginya,
semua pohon seperti sedang mendengarkannya. Jay maju perlahan-lahan, dengan kewaspadaan penuh seperti seekor kucing yang siap
menerkam. Seperti kucing, matanya memicing dalam kegelapan,
mencari bayang-bayang pohon. Dan ia merasakan perasaan paling
aneh bahwa ia juga sedang diawasi. Bukan oleh petugas keamanan
atau oleh pemrotes, tapi oleh sesuatu yang lain, suatu kekuatan yang
lebih misterius. Apakah ini dewa-dewa kuno? Ataukah tengkorak
Kerak yang malang, yang jatuh ribuan tahun yang lalu, dan dikutuk
untuk tetap terjaga selamanya? Suara parau burung hantu terdengar di
kejauhan.
Jay mengikuti kawat yang dibentangkan para pekerja sebagai
tanda tempat yang akan digali. Beberapa potong kayu berserakan dan
bertumpuk, tempat para pekerja mulai menebang pohon dengan
gergaji mesin. Ada sejumlah parit dan gundukan tanah di situ, tapi ini
tempat yang salah. Ada tanda-tanda yang ditaruh di situ, tapi
barangkali dipasang oleh para arkeolog. Sekarang, inilah tempat
sewaktu ia berlari dari polisi itu selama aksi unjuk rasa. Dan itu adalah
semak-semak yang ada di tepi hutan. Sudah ada semakin banyak tanah
yang bisa dilihat setelah pepohonan itu mulai kehilangan daun-
daunnya. Dan di situlah rusa, Sang Dewa Bertanduk, telah
menubruknya. Benar!
Sekarang, ketika ia berhasil merangkai kembali hari itu, ia
mengitari kembali tempat tersebut. Ia memeriksa sekelilingnya, tapi
tak mungkin ia dapat berbuat banyak di dalam kegelapan. Tapi setelah
sekitar sepuluh menit, ia menangkap cahaya dari antara pepohonan
dan ia mendengarkan suara-suara dan gelak tawa. Seseorang sedang
menyiulkan suatu lagu. Tampaknya lagu sedih. Pasti ini tempat iaEBUKULAWAS.BLOGSPOT.COM
bertemu orang-orang pohon sehabis Cass terjatuh. Ia pasti dekat
dengan parit itu.
Haruskah ia pergi menemui para pemrotes itu dan meminta
bantuan mereka? Di antara mereka pasti ada yang tahu persis tempat
Cass terjatuh. Tapi apa yang akan dikatakannya kepada mereka? "Aku
datang untuk mencari tengkorak saudara pacarku yang mati ribuan
tahun yang lalu?" Mereka pasti akan mengusirnya pergi. Mungkin ia
dapat mengatakan ia telah kehilangan pisau lipat atau jam tangan di
situ? tapi mengapa ia mencari di kegelapan malam? Barangkali
mereka menolak mencarinya.
Tidak, ia harus melakukannya sendiri. Itulah yang harus terjadi.
Maka ia dengan hati-hati mengendap di tepi perkemahan orang-orang
pohon itu dan mengambil jalan memutar pada salah satu sudut batas
hutan itu. Kemudian ia berjalan lurus menuju parit dan terperosok ke
dalam. Dalamnya kurang lebih dua meter sehingga ia tersembunyi dari
pandangan orang. Ia menarik senter dari ranselnya dan menyorotkan
ke bawah parit. Penuh lumpur lengket, tapi tak ada tengkorak.
Tunggu dulu, bukankah Cass terbentur kepalanya ketika ia
jatuh? Dan di situ ada sebuah mesin keruk? yang meninggalkan parit
yang baru separo tergali.
Kira-kira dua puluh lima meter jauhnya. Ia merayap dan
merangkak dalam lumpur sambil mengingat-ingat puisi karangan
Wilfred Owen. Sehingga tampaknya ia hendak berperang di dalam
parit, seperti yang terjadi pada Perang Dunia I. Hanya lelucon saja.
Anne Of Avonlea 5 Prabarini Karya Putu Praba Darana Seruling Haus Darah 11