Pencarian

Tapak Tangan Hantu 20

Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 20


"Tapi Giok Cheng tak perlu dituruti, ia membawa emosinya."
"Bagus, memangnya aku anak kecil. Maju dan keroyok sekalian, Sin Gak, aku memang emosi!"
"Nah, nah, apa itu. Tinggalkan gadis ini dan hadapi orang-orang itu, Bi Hong. Ingatlah bahwa kalian
sama-sama wanita gagah. Dan kau," Sin Gak berseru pada Giok Cheng. "Sucimu dalam bahaya, Giok
Cheng, bantulah dia dan tinggalkan ini!"
"Aku terlanjur berjanji. Kong-kongku dibebaskan, Sin Gak, bukan kau atau orang lain yang menolong.
Biar enci Su Giok ke sini dan kau atau siapapun kami hadapi!"
Susahlah pemuda ini. Bi Hong sudah menerjang dan Giok Cheng menyambut, ada kesan bahwa
masing-masing tak mau diganggu lagi. Ketika ia melerai tahu-tahu pukulan Bi Hong maupun Giok Cheng
menyambar, dua gadis itu tak perduli! Dan ketika Sin Gak menjadi pucat dan terdengar lagi bentakan
ayahnya maka pemuda ini melompat dan terpaksa menolong Su Giok, yang terguling-guling dan hampir saja
terkena semut api yang disambitkan lawannya.
"Baiklah, kalian sama-sama keras kepala. Kalau tak mau dilerai biarlah aku ke sana dulu, Bi Hong,
setelah itu kalian hadapi aku!"
Giam Liong lega. Sin Gak berkelebat dan menangkis pukulan Kok Hu, raksasa ini terhuyung namunKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
488 tergelak marah. Dan ketika Su Giok meloncat bangun dan berterima kasih diselamatkan Sin Gak, seruan
Giam Liong membuat matanya basah maka ia membentak dan mencabut pecut hitam di tangan kiri, tangan
kanan bergetar-getar merobah gerakan. Siap melancarkan pukulan Siau-hun-bi-kiong-hoat (Pukulan
Penggetar Sukma).
"Bagus, tak akan kulupa budimu. Mereka ini licik dan curang, Sin Gak. biar aku mengadu jiwa!"
"Hm, cici harap hati-hati. Sebaiknya berikan musuhmu itu kepadaku, enci Giok. Ia memiliki banyak
hutang kepadaku."
"Tidak, iapun memiliki hutang kepadaku, setumpuk. Akan kuhadapi sampai mati dan dia atau aku
mampus!"
Majikan Hutan Iblis tertawa mengejek. Diam-diam ia menggosok sepasang telapak tangannya dan
muncullah uap hitam tipis. Bau amis muncul. Lalu ketika ia mengelak dan berkelebatan melayani gadis itu
tiba-tiba sepasang tangannya di dorongkan ke depan dan menyambarlah pukulan dahsyat itu. Mo-seng-ciang
(Tapak Tangan Hantu)!
"Awas, enci Giok!"
Gadis baju merah itu terkejut. Ia telah meledak-ledakkan pecut hitamnya sementara tangan kanan
bergetar-getar melepas Siau-hun-bi-kiong-hoat. Biasanya ilmu ini menyambar lawan di saat tak terduga,
tangan yang bergetar menjadi banyak dan lawan akan bingung melihat yang asli. Maka ketika tiba-tiba ia
didahului dan seruan Sin Gak jelas bernada terkejut, bau amis membuat orang seakan muntah maka Su Giok
yang terkena langsung tiba-tiba saja perutnya mual dan muntah tanpa sengaja.
"Huekk!"
Saat itulah telapak lawan menyambar dada. Hitam mengandung racun telapak ini tak dapat dicegah
lagi, mula-mula perlahan akan tetapi tiba-tiba berobah begitu cepatnya, Su Giok menjerit dan melempar
tubuh bergulingan. Dan ketika ia dikejar namun Sin Gak berkelebat menghadang maka Mo-seng-ciang
bertemu Pek-mo-in-kang yang dingin.
"Desss!"
Sin Gak maupun lawan tergetar. Majikan Hutan Iblis membelalakkan mata akan tetapi Kok Hu sudah
menyerang pemuda itu, Su Giok bergulingan meloncat bangun. Dan ketika Sin Gak mengelak sana-sini
dikeroyok dua maka gadis baju merah itu menerjang lagi lawan utamanya, Majikan Hutan Iblis.
"Biarkan ia bagianku, raksasa itu bagianmu!"
Sin Gak mengerutkan kening. Dari adu tenaga tadi dia maklum bahwa Su Giok masih kalah seusap.
Hawa panas gatal menyusul di lengannya ketika bertemu Mo-seng-ciang tadi. Akan tetapi karena ia
membekukan pengaruh buruk itu dan hawa beracun terhenti didorong dan keluar lagi maka pukulan itu tak
berbekas apa-apa meskipun Sin Gak diam-diam terkejut karena kalau ia kurang kuat tentu terdorong dan
telah terserang racun.
"Hati-hati!" serunya kepada Su Giok. "Jangan hadapi langsung pukulan tangannya, enci. Tutup
hidungmu atau tiup bau amis itu!"
Su Giok mengangguk. Ia telah menutup hidungnya dengan saputangan, meniup dan mendorong bau
amis dari pukulan Tangan Hantu itu. Akan tetapi ketika lawan mengejek dan menggerak-gerakkan tubuhya
sedemikian rupa mendadak keringat bermunculan dan berhamburan menciprat sana-sini.
"Sin-can-po-he (Ilmu Keringat Sakti)!" Su Giok terkejut dan mengelak sana-sini dan tentu saja jijik
sekali. Keringat itu bukan sembarang keringat karena di samping kecut juga berbentuk butiran-butiran keras
seperti es. Sekali ujung bajunya kena dan bolong. Maka ketika ia berseru dan kaget serta marah maka lawan
terkekeh-kekeh dan suaranya yang tinggi nyaring benar-benar mirip banci kegirangan.
"Bagus, sekarang kau mengenal kepandaianku. Dan ini tambahan untukmu, Su Giok, terima dan
rasakanlah....... hah!" orang itu membuka mulut dan bau amat busuk menyambar wajah Su Giok. Gadis ini
berteriak dan membuang kepala ke belakang akan tetapi Mo-seng-ciang menyusul. Dan ketika ia melempar
tubuh lagi namun Sin-can-po-he menyerang tubuhnya maka Su Giok benar-benar sibuk dan pecut di
tangannya meledak dan menghalau semua itu.
"Tar-tar-tar!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
489 Siau-hun-bi-kiong-hoat juga ikut bergerak. Sambil bergulingan tangan kanan gadis ini bergetar-getar,
mendorong dan menampar dan jarum-jarum Touw-beng-tok-ciam berhamburan pula. Dan ketika dengan
cara begini ia dapat meloncat bangun dan pucat memandang lawannya maka itu tertawa dan menyerang lagi.
Su Giok terdesak.
"Hah, aku akan merobohkanmu. Cepat. atau lambat kau tak dapat mempertahankan diri, Su Giok,
menyerahlah dan bantu aku atau aku membunuhmu!"
Gadis ini memutar senjatanya membungkus seluruh tubuh. Setelah satu lawan satu ia benar-benar
mengakui keunggulan lawannya. Lawan memiliki beragam ilmu yang aneh-aneh, selain Mo-seng-ciang yang
berbahaya itu juga Keringat Saktinya yang berhamburan seperti butir-butir es dingin, belum lagi bentakan
mulutnya yang baunya minta ampun itu, bau bangkai! Maka ketika gadis itu terdesak dan hanya berkat
putaran cambuknya ia mampu bertahan maka Siau-hun-bi-kiong-hoat menjadi mandul karena lebih banyak
dipakai untuk mempertahankan diri daripada menyerang.
"Enci Giok, kita bertukar lawan saja. Kau hadapi raksasa ini dan aku laki-laki itu!"
"Tidak!" gadis ini menolak seruan Sin Gak. "Aku belum kalah, Sin Gak, apalagi roboh. Biarlah aku
bertanding mati hidup dan jangan harap lawanku dapat mengalahkan aku dengan mudah!"
"Hm!" Majikan Hutan Iblis berkemak-kemik. "Kau memang gagah, Su Giok, akan tetapi bukan
tandinganku. Lihat, siapa yang kau hadapi dan mampukah kau melawan sepuluh laki-laki seperti aku.....
dar!" tepukan asap hitam disusul pecahnya tubuh laki-laki itu. Majikan Hutan Iblis mendadak menjadi
sepuluh dan menjeritlah gadis itu oleh bayangan di sekeliling dirinya. Sepuluh laki-laki jubah hitam
menyambar dan menyerangnya dari kanan kiri. Dan ketika gadis itu berteriak dan Sin Gak terkejut maka
pemuda ini membentak dan mendorongkan kedua tangannya ke depan, mengerahkan penangkal sihir dengan
Pat-gen-sin-hoat-sutnya (Pagar Sihir Delapan Penjuru Dunia).
"Enci Giok, masuk ke sini. Awas itu hanya bayang-bayang saja!"
Akan tetapi ini berakibat buruk bagi diri sendiri. Sin Gak yang menolong dan melepas Pat-gen-sin-
hoat-sutnya untuk melindungi gadis itu menjadikan dirinya terbuka oleh pukulan lawan. Kok Hu raksasa itu
tak menyia-nyiakan kesempatan. Maka ketika ia menghantam dan mengenai pundak pemuda ini, Sin Gak
mengeluh maka pemuda itu terbanting dan si raksasa mengejar dengan tawa bergelak.
"Ha-ha, mampus kau. Rasakan sekali lagi, Sin Gak, ini bagianmu!" Sian Gak mengelak tapi kena lagi,
bergulingan dan meloncat bangun akan tetapi raksasa itu tak memberinya kesempatan. Sin Gak menerima
pukulan mengerahkan sinkangnya. Dan ketika ia mendesis dikejar lagi, mengelak sana-sini maka Su Giok
selamat dan ajaib sekali di sekeliling gadis ini terdapat sinar merah melindungi diri. Sinar gaib dari Pat-gen-
sin-hoat-sut yang dilemparkan Sin Gak tadi.
"Keparat!" Majikan Hutan Iblis membentak dan mencoba menerobos pagar ini. "Keluarlah dan hadapi
aku, Su Giok, jangan bersembunyi!"
"Aku tidak bersembunyi, siapa bersembunyi. Aku di sini, iblis jahanam, mari bertanding lagi dan
keluarkan ilmu silumanmu itu!"
Majikan Hutan Iblis menggeram. Sinar merah yang mengelilingi Su Giok adalah pagar sihir penolak
bentakannya tadi. Sesungguhnya ia mengeluarkan Toat-seng-hoat-sut (Sihir Mencabut Sukma) untuk
menggoyahkan gadis ini. Maka setelah gadis itu dilindungi Pat-gen-sin-hoat-sut dan sihirnya tentu saja tak
mungkin mempan, marahlah laki-laki ini maka ia bergerak lagi mengeluarkan ilmu-ilmu non-sihirnya, Mo-
seng-ciang dan itu. Su Giok menghadapi dengan penuh semangat dan diam-diam menyesallah gadis ini
kenapa subonya masih tak menurunkan semua ilmunya. Harus diketahui bahwa untuk sihir memang ia tak
mendapat pelajaran, paling-paling sekedar kulitnya saja dan entah kenapa nenek itu tak mewariskannya. Dan
karena Hek-i Hong-lipun tak memberikan Bu-bian-kang alias Ilmu Tanpa Bobot, kecuali Coan-po-ginkang
(Ginkang Menerjang Ombak) yang dimilikinya itu maka sesungguhnya sebagai murid tokoh termuda. Ngo-
cia Thian-it gadis ini kalah banyak dibanding Majikan Hutan Iblis yang memiliki beragam ilmu itu.
Untunglah dengan pagar sihir Put-gen-sin-hoat-sut lawan tak akan mampu menyerang dengan sihir lagi,
sinar merah yang mengelilingi itu amat kuatnya. Namun karena ia kalah matang dan kalah pengalaman,
betapapun itu adalah lawan yang hebat maka sedikit demi sedikit gadis ini terdesak dan bau mulut busuk
yang dihembuskan lawannya itu mulai membuat ia goyah, terhuyung dan ditambah amis menyambar dari
pukulan Tapak Hantu itu. Uap kehitaman di kedua lengan laki-laki ini juga mulai mengganggu
pemandangan. Dan ketika gadis itu batuk-batuk dan sempoyongan ke sana ke mari akhirnya tak dapat
dicegah lagi pukulan Mo-seng-ciang menghantam pundaknya, masuk di celah-celah putaran cambuk yangKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
490 lemah.
"Plak!"
Su Giok mengeluh. Ia merasa panas terbakar dan pundaknya kehitam-hitaman, rasa gatal mengganggu
pula. Dan ketika ia terhuyung dan membentak serta coba membalas tiba-tiba senjatanya tertangkap dan laki-
laki itu menariknya ke depan.
"Ke marilah!"
Pucatlah gadis ini. Ia kalah tenaga dan lawan memang hebat. Bentakan itu kembali menyemburkan
bau busuk, mulut itu sungguh seperti bangkai. Dan ketika ia tak tahan dan merasa pusing, terbawa ke depan
maka telapak lebar Majikan Hutan Iblis menyambutnya keji.
"Dess!"
Terbantinglah gadis ini. Su Giok mengeluh dan melontarkan darah segar dan laki-laki itu tiba-tiba
mengeluarkan kipas. Sambil tertawa mengejek ia mengejar gadis itu, kipas dilipat dan siap menotok ubun-
ubun. Namun karena Sin Gak ada di situ dan tak mungkin membiarkan ini maka pemuda itu mendorong Kok
Hu dan secepat kilat meloncat menangkis kipas maut itu.
"Jangan bunuh orang!"
Kipas terpental dan Su Giok jatuh terduduk. Gadis ini pucat dan memejamkan mata dan Majikan
Hutan Iblis melotot lebar. Tentu saja ia marah. Dan ketika laki-laki itu membentak dan menyerang Sin Gak,
kipas dan Mo-seng-ciang susul-menyusul maka Kok Hu tak tinggal diam dan menyambar pemuda ini,
tertawa bergelak.
"Ha-ha, menjadi pahlawan. Bunuh dan robohkan pemuda ini, sute. Mari kita keroyok dia!"
Sin Gak berkelit dan menangkis. Ia mengerahkan Pek-mo-in-kangnya namun karena dari kiri kanan
menghadapi dua lawan sekaligus iapun terpental dan terhuyung, Kok Hu tertawa-tawa dan mengejar lagi dan
Majikan Hutan Iblis itupun mendesak dan menekan. Sin Gak kewalahan. Dan ketika ia kembali menerima
pukulan dan terpelanting roboh maka raksasa mencabut gada hitamnya tertawa bergelak.
"Ha-Ha, sekarang kau mampus. Pecah kepalamu, Sin Gak. Terimalah ini......... wuutttt!" gada
berkesiur begitu dahsyat sementara kipas di tangan Majikan Hutan Iblis mencegah arah lari. Ke manapun Sin
Gak mengelak ke situ pula ia disambut senjata, entah kipas atau gada. Dan ketika keadaannya benar-benar
berbahaya dan sang ayah serta Han Han hendak melompat maju tiba-tiba Bi Hong dan Giok Cheng yang
melihat itu berkelebat bersamaan menangkis dan menolong pemuda ini.
"Sin Gak!"
"Jahanam keparat!"
Dua senjata itu terpental dan Majikan Hutan Iblis serta raksasa tentu saja marah sekali. Mereka tak
menyangka bahwa dua gadis yang sedang bertanding hebat itu tiba-tiba saja berhenti dan menolong Sin Gak,
dua-duanya beradu cepat dan Bi Hong menangkis kipas. Dan ketika Sin Gak melompat bangun dan tertegun
oleh pertolongan itu, Bi Hong dan Giok Cheng sudah menghadapi lawan-lawan mereka maka pemuda ini
terharu dan berdesis. Giam Liong dan Han Han juga tertegun di bawah.
"Bi Hong, Giok Cheng, terima kasih. Akan tetapi biarlah kuhadapi laki-laki itu dan kalian bagian Kok
Hu!"
"Tak apa." Bi Hong lega sedikit gemetar. "Ini atau itu sama saja, Sin Gak. Dia atau Kok Hu sama-
sama bagiku!"
"Tapi aku menghadapi jahanam ini. Aku tak dapat menyerang jahanam itu, Sin Gak, aku terikat
perjanjian, Giok Cheng berseru, menyerang dan berkelebatan mengelilingi Kok Hu dan cengkeraman atau
tamparannya membuat sibuk. Dan ketika si raksasa menjadi marah sementara Sin Gak mengangguk dan
menghela napas tiba-tiba pemuda itu berkelebat mandorong Bi Hong
"Dia bagianku, kau bantulah Giok Cheng. Satu di antara kita sudah terluka, Bi Hong, sekarang bahu-
membahu dan kita basmi kejahatan. Berikan orang ini kepadaku!"
Bi Hong mula-mula enggan, Dia mengerutkan kening melihat pertandingan Giok Cheng, akan tetapiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
491 ketika gadis itu terpental dan gada menyambar-nyambar akhirnya seruan Sin Gak membuat ia menurut.
"Kita adalah orang-orang gagah. Membela kebenaran di atas segala-galanya, Bi Hong. Urusan pribadi
harus dikesampingkan. Lihat manakah yang buruk Giok Cheng atau Kok Hu!"
Gadis itu bergerak. Memang harus diakui bahwa Kok Hu jauh lebih jahat dibanding Giok Cheng.
Kalau mereka bermusuhan maka semata bersifat pribadi, sama-sama memperebutkan Sin Gak. Maka ketika
ia membentak dan kebetulan saat itu Giok Cheng terpelanting menangkis gada maka tanpa banyak cakap
gadis ini menampar raksasa muda itu.
"Kau pangecut dan curang seperti gurumu. Sekarang terimalah pukulanku, Kok Hu, kami akan
menghajarmu sampai babak-belur!"
Si rakaasa berteriak. Kian-kun-siu, tamparan Sapu Jagad manyambar kepalanya, Meskipun ia kuat
namun jari-jari lentik kecil halus itu penuh terisi sinkang. Kalau tidak kelenger tentu pusing, Maka ketika ia
mengelak dan membanting tubuh bergulingan Giok Cheng diam-diam melirik saingannya ini dan tergetar
mendengar kata-kata "kami", berarti Bi Hong tak ragu bergabung dengannya dan iapun tak banyak cakap.
Harus diakui bahwa sendirian saja menghadapi raksasa ini amatlah berat, ia sendiri merasa kalah seusap.
Maka ketika Bi Hong membantu dan iapun sudah diselamatkan, Giok Cheng memekik dan menerjang
raksasa ini maka Kok Hu kelabakan karena dikeroyok dua tentu saja ia merasa berat.
"He, curang dan licik. Tadi kalian bermusuhan, Giok Cheng, sekarang mengeroyok aku. Selesaikan
dulu urusan kalian dan nanti baru aku!"
"Tutup mulutmu, kau tak boleh mengeroyok Sin Gak. Daripada begitu lebih baik hadapi kami, Kok
Hu atau enyah dan pergi jauh-jauh jangan membantu siapapun!"
"Hoah, perempuan memerintah laki-laki. Siapa enyah dan pergi dari sini, Bi Hong. Kalau kalian
mengeroyok akupun tak takut, mari maju dan kita bertempur seribu jurus!" raksasa itu menjadi marah dan
iapun melayani dua gadis ini dengan sambaran gadanya yang menderu-deru. Gada meledak setiap ditangkis,
terpental namun menyambar lagi namun karena Bi Hong memiliki Bu-bian-kang maka repotlah raksasa ini
menyelamatkan diri. Berkali-kali gadis itu lenyap dan tahu-tahu muncul di belakangnya, menampar atau
mengibas dan ia selalu terhuyung. Untunglah Giok Cheng hanya memiliki Coan-po-ginkang yang setingkat
di bawah Bu-bian-kang itu, sempat diikuti dan gadis ini menjadi incaran gadanya. Namun karena Bi Hong
mengganggu dan berkelebatan ke sana-sini, kepalanya pening akhirnya raksasa ini berkaok-kaok dan
bibirnya yang tebal digigit-gigit. Entah apa yang diucapkan raksasa inipun berkemak-kemik, tangannya
digosok dan udara di Hutan Iblis berubah. Awan hitam melayang ringan, disusul oleh bunyi aneh dari dalam
perutnya. Dan ketika mendung tebal menggantung di situ, angin dingin berkesiur disusul gemerisik pohon-
pohon bambu maka terlihat kilauan cahaya di langit gelap gulita. Tempat itu tiba-tiba sudah menjadi hitam.
"Dar!"
Terkejutlah Han Han dan Giam Liong. Mereka yang menonton di bawah dan masih tak berani maju
melihat kilauan petir di angkasa. Samar-samar tipis namun jelas sosok ini. Dan ketika Giam Liong terkejut
mengenal itu, teringatlah dia pertandingan si Naga Berkabung dengan seorang raksasa tinggi hitam maka ia
berseru,
"Mo-bin-jin!"
Han Han tersentak. Sahabatnya ini pernah bercerita sesuatu yang mirip dongeng, Cerita itu seakan
mimpi besar yang tiada terkupas, sebuah perjalanan aneh ketika dulu Naga Pembunuh ini bertemu orang-
orang sakti, tokoh Ngo-cia Thian-it. Maka ketika tiba-tiba sosok tinggi besar di angkasa itu semakin jelas,
bentuknya seperti asap dan bergerak-gerak seperti melayang maka Kok Hu berteriak girang melihat sosok
bayangan ini, hasil panggilannya lewat kekuatan batin.
"Suhu!"
Yang paling kaget tentu saja Giok Cheng dan Bi Hong. Mahluk tinggi besar hitam gelap itu yang
muncul dan menyembul dari balik bongkah awan hitam mulai menampakkan dirinya semakin jelas. Mula-
mula ia seakan melayang, turun dan perlahan-lahan mendekati Hutan Ibils. Tubuhnya seperti asap tipis
namun kian lama kian tebal, jelas dan membentuk sosok raksasa setinggl bukit. Giok Cheng terpekik melihat
itu. Dan ketika tiba-tiba sepasang taring mencuat keluar, bersamaan itu muncullah dua bola mata bagai api
maka Kok Hu berteriak sekali lagi dengan seruan dahsyat.
"Suhu!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
492 Puncak Hutan Iblis tergetar. Bersamaan itu terdengar ledakan di atas pohon-pohon tinggi, angin
bertiup dengan kencang dan mendadak Giam Liong serta lain-lainnya terlempar. Mereka terkejut dan
berteriak tapi masing-masing membentur benda keras. Ju-hujin roboh dan pingsan. Dan ketika Giam Liong
juga mengeluh dan lupa-lupa ingat, antara sadar dan tidak maka Han Han dan Ju-taihiap sendiri mengalami
nasib sama dan selanjutnya mereka seakan berada di dunia aneh di mana tubuh tak dapat digerakkan tapi
mata mereka melihat jelas, bukan mata biasa melainkan mata-hati, mata sebuah roh dan saat itulah Hutan
Iblis berderak-derak bagai dihempas badai. Sosok hitam tinggi besar di langit itu telah turun, ia telah
menginjakkan kakinya di Hutan Iblis. Dan ketika keberadaannya ini disertai angin ribut, pohon dan
segalanya menderu kencang maka mahluk tinggi besar itu, Mo-bin-jin tiba-tiba mengembangkan kedua
lengannya ke depan.
"Wuusshhhh!"
Bi Hong dan Giok Cheng terpelanting. Mereka terbelalak setelah mahluk ini berada di atas bumi dan
siapa yang tidak ngeri melihat sosok tinggi besar itu. Wajahnya kehitaman dengan mata melotot lebar,
hidungnya besar dengan bibir tebal seperti Kok Hu, pesek dan muka itu buruk serta amat menyeramkan.
Giok Cheng sampai terpekik melihat ini. Tapi karena mahluk itu tak bicara sepatahpun dan rupanya ia tak
mampu bicara, hanya menggerak-gerakkan kedua tangannya ke depan maka Kok Hu menyambut dan
rupanya mengerti itu.
"Teecu datang, teecu mengerti. Maaf, suhu silakan masuk dan pakai tubuh teecu. Teecu tak mau kalah
dengan dua gadis itu, lalu ketika pemuda ini berlari dan melompat di dekat mahluk itu maka raksasa yang


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampak kecil dibanding mahluk tinggi besar itu sudah berlutut di bawah kaki gurunya, memberikan ubun-
ubun dan tiba-tiba......... siap, seberkas cahaya hitam masuk. Mahluk itu lenyap dan sebagai gantinya
mencuatlah sepasang taring di tepi mulut pemuda ini. Sepasang matanya merah membakar seperti mahluk
tinggi besar itu. Dan ketika Kok Hu bangkit dan memutar tubuhnya. Bi Hong dan Giok Cheng sudah
meloncat bangun di sana maka dua gadis ini gentar karena yang mereka hadapi bukan lagi Kok Hu yang tadi
melainkan seorang raksasa muda yang perbawanya menyeramkan. Asap atau bayang-bayang hitam terlihat
jelas di punggung pemuda ini.
"Majulah!" raksasa itu membentak. "Kalian tahu rasa, Bi Hong sekarang aku akan membunuh kalian
dan tak ada lagi yang mampu menyelamatkan!"
"Dia...... dia mempergunakan Beng-hu-tai-swe. Ah, kita menghadapi paman guru sendiri, Giok Cheng.
Kok Hu memanggil susiok Mo-bin-jin!" Bi Hong melempar tubuh ketika diterkam dan Giok Cheng kaget
serta pucat. Beng-hu-tai-swe adalah ilmu roh memanggil guru sendiri, mempersiapkan tubuh untuk dipakai
dan Mo-bi-jin paman guru yang sakti itu telah berada di tubuh muridnya. Ilmu ini termasuk ilmu hitam dan
Giok Cheng tentu saja ngeri sekali. Ia melempar tubuh ketika diterkam pula, gerakan tangan itu dahsyat
sekali. Dan ketika Bi Hong juga terkejut dan pucat disambar lagi, kali ini melesat sinar kuning dari sepasang
taring itu maka dua gadis ini jatuh bangun dan berteriaklah keduanya memanggil Sin Gak.
"Sin Gak"
Pemuda itu terkejut. Saat itu dalam pertandingan amat cepat menghadapi Majikan Hutan Iblis ini Sin
Gak mengerahkan seluruh kepandaiannya menghadapi lawan. Perlahan tetapi pasti ia menambah Pek-mo-in-
kangnya, kabut atau uap dingin keluar dari sepasang lengannya. Dan ketika tubuhnya tiba-tiba juga
mengeluarkan uap dan hawa kian dingin membeku maka Mo-seng-ciang tertahan dan laki-laki itu mendelik.
Sin Gak melihat mata mencorong berapi-api. Setelah dekat dan bertanding dengan lawan segera ia
tahu bahwa Majikan Hutan Iblis ini mempergunakan topeng amat tipis menyembunyikan mukanya. Tiga kali
mereka bertemu tenaga namun tiga kali itu pula masing-masing sama tergetar mundur, Majikan Hutan Iblis
bahkan terhuyung. Dan ketika uap hitam di tangannya tertolak uap dingin di lengan Sin Gak, terdorong dan
buyar maka laki-laki ini kagum akan tetapi dia tak mau sudah. Bentakan mulutnya yang busuk, yang tadi
membuat Su Giok muntah ternyata ditiup balik oleh pemuda ini. Sin Gak membalasnya dengan bentakan
pula, mengeluarkan khikang atau hawa suara memukul balik bentakan lawan. Dan ketika pemuda ini enak
saja dan tak terpengaruh, bau amis dari Mo-seng-ciang ditahan pemuda ini dengan mengerahkah pernapasan
di perut maka lawan gagal mengacau pemuda itu dengan bau dan pukulan-pukulan amisnya.
Akan tetapi laki-laki ini tidak berhenti di situ saja. Kipas di tangan kanan yang kini bersiutan
menyambar-nyambar melakukan totokan dan ketukan, kuku jarinya menjentik-jentik dan menyambarlah
bubuk semut api ke wajah Sin Gak. Akan tetapi karena pemuda ini selalu waspada dan tak membiarkan itu,
mengebut dan menolak maka serangan itu sia-sia sampai akhirnya keluarlah bentakan yang menggetarkan
hutan.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
493 "Kau tak dapat melawanku, aku Sang Naga Perkasa!"
Sin Gak terkejut. Ia melihat lawan lenyap menjadi naga, yang lidahnya menjulur berapi, ganas, dan
membuka mulutnya akan tetapi untunglah dia telah melindungi diri dengan Pat-gen-sin-hoat-sut. Dengan
ilmu ini ia membentak dan menghancurkan itu, lawan tampak seperti biasa dan lidah api ternyata daun kipas.
Senjata itu dibuka dan menyambar kepalanya, orang lain akan melihatnya sebagai kepala seekor naga yang
siap mencaplok dirinya. Akan tetapi karena dia balas membentak dan lengan kanan didorong menyambut itu
maka........ krak, kipas hancur tak kuat digencet dua tenaga sakti.
Majikan Hutan Iblis melengking lagi dan berkemak-kemik, Sin Gak melihat kesempatan dan melepas
pukulannya. Akan tetapi ketika lawan tergetar dan terhuyung mundur, tubuh licin bagai belut maka Hek-be-
kang atau ilmu Belut Hitam itu melindungi lawannya.
"Desss!"
Sin Gak membalik dan waspada akan serangan balasan. Benar saja lawan tersenyum dan tiba-tiba
menyambar pinggangnya, mencengkeram dan menusuk dengan kuku yang beracun. Akan tetapi ketika, ia
menangkis dan menghalau cengkeraman itu maka Majikan Hutan Iblis selesai berkomat-kamit dan saat
itulah ia tertawa aneh, berkelebat dan menghilang.
"Sekarang kau menghadapi ayahmu. Berlutut dan serahkan dirimu, Sin Gak. jangan menjadi anak
puthauw (tak berbakti)!"
Sin Gak terkejut. Ia membalik dan ayahnya, si lengan buntung menyambar mukanya. Hampir saja ia
membiarkan itu kalau saja Pat-gen-sin-hoat-sut tidak bekerja melindunginya. Ketika jari-jari itu sudah dekat
mendadak kuku-kuku merah tercium amis, itulah racun semut api yang menyentakkannya ke dalam
kesadaran. Maka ketika ia berseru dan menangkis lagi, lawan, benar-benar penasaran akhirnya Majikan
Hutan Iblis berkelebatan membaca mantra-mantra. Kipas sudah rusak akan tetapi gagangnya masih
dipegang, naik turun dengan pukulan-pukulan Mo-seng-ciang dan uap hitam menggelapkan pandangan.
Untunglah berkat Pek-mo-in-kang Sin Gak benar-benar memiliki pertahanan kokoh. Ia menghalau dan
mendorong semua pukulan-pukulan lawan. Namun ketika bayangan hitam berubah menjadi biru, kian lama
kian jelas hingga akhirnya muncullah sosok tubuh yang lain maka Sin Gak kaget setengah mati karena Te-
gak Mo-ki, paman gurunya berada di situ. Sambil berpusing kiranya Majikan Hutan Iblis ini memanggil
gurunya.
"Sam-susiok!"
Sin Gak terkejut dan membelalakkan matanya lebar-lebar. Meskipun seumur hidup belum pernah dia
bertemu muka akan tetapi ciri-ciri dan watak serta gambaran susioknya ini jelas sekali. Te-gak Mo-ki adalah
seorang laki-laki tampan berwajah kewanita-wanitaan, pakaiannya biru bersulam emas dan kipas di tangan
adalah ciri yang lebih khusus lagi. Pria ini seperti siucai (sastrawan). Maka ketika ia tersentak dan kaget
bukan main, di hadapannya bukan lagi lawannya itu melainkan Te-gak Mo-ki paman gurunya maka
terkekehlah laki-laki itu menudingkan telunjuk.
"Bagus, kau mengenalku. Berlutut dan mintalah ampun, Sin Gak, atau aku membunuhmu!"
Sin Gak membelalakkan mata. Dari ujung jari itu meluncur sinar merah dan It-yang-ci, totokan satu
jari menyambar dahinya. Ia masih bengong dan kaget melihat itu, mengelakpun mungkin percuma. Tapi
ketika ia terbelalak dan bengong di tempat, perubahan ujud itu mengguncangkan batinnya maka sebuah
angin kuat menyambar dari samping dan ia terbanting serta terlempar tepat ketika totokan It-yang-ci hampir
mengenai dahinya.
"Crit!" pohon di belakang pemuda ini roboh. Bersamaan itu terdengar kekeh nyaring dan sesosok asap
putih membentuk bayangan seorang kakek berada di belakangnya, bergoyang-goyang. Sin Gak menoleh dan
kaget melihat gurunya, Sian-eng-jin tahu-tahu berdiri di situ. Gurunya ini merupakan mahluk halus dan
melayang-layang di atas tanah, terkekeh dan menghadapi Te-gak Mo-ki yang memasuki tubuh muridnya.
Dan ketika si banci itu tertegun namun tertawa aneh, berkelebat dan menerjang ke depan tahu-tahu ia
menyerang Sin Gak lagi dengan dua totokan sekaligus.
"Bagus, kita bertemu lagi. Mari adu cepat, Sian-eng-jin, kau atau muridmu roboh!"
Sin Gak seakan terhipnotis. Gurunya yang sakti ini, juga Te-gak Mo-ki yang kabarnya tidak
menginjak dunia lagi itu tiba-tiba saja muncul dan mengguncangkan hatinya. Saat itu ia masih terbelalak dan
begitu bingung oleh perubahan cepat ini. Ia masih terguncang oleh hadirnya paman gurunya ketiga itu, tokoh
yang seharusnya tidak berada di dunia lagi. Namun ketika ia teringat Beng-jong-kwi-kang dan betapa
Majikan Hutan Iblis memiliki itu, memanggil dan dimasuki roh gurunya maka iapun sadar bahwa yang halusKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
494 bisa memasuki badan kasar.
"Plak-dukk!"
Ia terbanting dan terlempar. Gurunya, Sian-eng-jin menghembusnya dengan pukulan sakti. Sin Gak
bergulingan. Dan ketika ia meloncat bangun mendengar seruan gurunya maka ia diminta untuk membuka
jalan darah Tai-we-hiat di telinga kiri.
"Lawanmu curang, memanggil gurunya Buka jalan darah Tai-we-hiat di telinga kirimu, Sin Gak,
biarkan aku masuk!"
Pemuda ini berdebar. Ia menotok dan membuka jalan darah itu, gurunya melesat dan....... wushh,
lenyap memasuki telinga kirinya. Dan ketika ia tergetar dan seakan disentakkan, sesuatu memasuki tubuhnya
mendadak tanpa dikehendaki sendiri tubuhnya bergerak-gerak melayani Te-gak Mo-ki. Sin Gak hendak
berteriak akan tetapi gagu. Roh gurunya telah memasuki tubuhnya dan untuk sementara ini badan kasarnya
dipergunakan orang lain.
"Heh-heh!" orang akan seram mendengar Sin Gak tertawa seperti itu, tawa kakek-kakek. "Kini kau
dan aku sama-sama mempergunakan murid sendiri, Te-gak Mo-ki, tua sama tua dan jangan berbuat curang.
Kita tentukan pertandingan kali ini dan selanjutnya kita bukan di bumi lagi."
"Keparat , kau selalu mengikutiku. Sebagai saudara muda seharusnya kau tahu diri, Sian-eng-jin.
Berani kepada yang tua berarti kena kutuk!"
"Heh-heh, kutuk tak akan jatuh kepada kebenaran. Aku melihat cahayamu, Mo-ki, dan di sini kau
berhenti. Kiranya kau membantu muridmu menyebar kejahatan. Sekarang aku tak akan diam lagi dan mati
hidup ditentukan di sini!"
"Bagus, kita selamanya setingkat. Jangan omong besar dan mari buktikan siapa yang unggul!" dua
orang itu lenyap dan bayangan biru serta putih saling berkelebatan dengan amat cepatnya. Begitu cepatnya
hingga Sin Gak pusing sendiri. Ia bergerak dan digerakkan oleh roh gurunya. Dan ketika Te-gak Mo-ki
menambah kecepatannya akan tetapi gurunya memiliki ginkang Bayangan Dewa maka dengan ilmu ini
mereka bertempur dan Te-gak Mo-ki berkali-kali mendesis akan tetapi juga terkekeh. Menyeramkan sekali
kekehnya itu karena tawa ini mirip tangis atau jerit gemas, kadang-kadang begitu genit namun tak jarang
pula serak-parau, melengking dan membentak-bentak dan lenyaplah dua orang sakti ini bertempur hebat.
Masing-masing mempergunakan wadag muridnya untuk melampiaskan kemarahan dan kebencian. Namun
karena Sin Gak dimasuki secara wajar sementara lawan mempergunakan Beng-jong-kwi-kang (Tenaga Setan
Penembus Roh) untuk menambah kekuatan maka di pihak Majikan Hutan Iblis sebenarnya terjadi kerugian
karena sukma serta raganya benar-benar menyatu dengan roh yang dipanggil. Sekali ia roboh maka bukan
hanya Te-gak Mo-ki yang harus meninggalkan badan kasar melainkan Majikan Hutan Iblis itu juga, lain
dengan Sin Gak di mana kalau gurunya kalah maka sukma gurunya itulah yang akan meninggalkan dirinya.
Dengan lain kata roh Sian-eng-jin tak menyatu dengan roh pemuda ini, sukma Sin Gak dibiarkan "tidur"
diam. Maka ketika mereka bertanding sengit dan mulailah kesaktian atau ilmu-ilmu tingkat tinggi
dikeluarkan masing-masing pihak maka di sana Giok Cheng dan Bi Hong memanggil pemuda itu ketika
terkejut melihat lawan mereka berganti ujud. Kok Hu memiliki sepasang taring panjang yang mencuatkan
sinar-sinar Sin-ci-beng.
Akan tetapi Sin Gak tak dapat berbuat apa-apa. Diapun tak tahu betapa Mo-bin-jin, paman gurunya
kedua dipanggil Kok Hu lewat kemak-kemik mantra hitam. Sama seperti Majikan Hutan Iblis raksasa itupun
mempergunakan Beng-jong kwi-kang, memanggil dan akhirnya menyatu dengan roh gurunya. Namun ketika
ia menyergap gadis-gadis itu dan Bi Hong maupun Giok Cheng jatuh bangun jungkir balik maka melesat dua
sinar di angkasa, membelah bongkahan awan hitam menuju ke tempat pertandingan ini.
"Mo-bin-jin, jangan serang muridku. Beraninya hanya terhadap anak kecil!"
"Subo!" Giok Cheng terkejut, melihat bayangan hitam menyambar. "Ah, dia ini hebat sekali, subo.
Lawanku bukan Kok Hu yang tadi!"
"Perlihatkan pusarmu, buka jalan darah Yu-seng-hiat. Biarkan aku masuk ke situ, Giok Cheng,
kuhajar jahanam ini..... plak-bresss!" Giok Cheng terguling-guling, terlempar oleh angin pukulan kuat dan
subonya membentak agar ia cepat membuka jalan darah Yu-seng-hiat. Jalan darah ini di pusar, mana
mungkin ia membuka daerah itu di depan banyak orang. Tapi ketika ia terbanting dan terlempar lagi, sang
subo membentak akhirnya gadis ini merobek baju bawahnya dan tanpa banyak cakap ia menotok Yu-seng-
hiat tanpa malu-malu lagi.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
495 "Slap!"
Bayangan atau sosok sinat hitam lenyap memasuki tempat itu. Sedetik gadis ini menegang dan
terkejut, tubuhnya bagai dimasuki aliran listrik tinggi. Namun ketika ia terhuyung dan tegak lagi, terkekeh
maka Giok Cheng telah berubah menjadi nenek Hek-i Hong-li, hanya wajahnya saja masih gadis karena roh
gurunya tidak menyatu dengan rohnya sendiri, sama seperti Sin Gak di sana.
"Heh-heh, tua sama tua. Kau atau aku mampus, suheng. Berani benar kau menyerang muridku........
cringg-cranggg!" gada bertemu ikat pinggang hitam dan meledaklah benda lemas yang sudah kaku terisi
sinkang itu. Giok Cheng sudah menjadi Hek-i Hong-li, garang dan pemarah. Dan ketika lawan terhuyung
dan membentak serta memaki maka sinar lain yang melesat di belakang nenek itu berhenti di depan Ju-
taihiap dan Naga Pembunuh. Dua orang ini masih sama-sama seperti mimpi dan entah sadar atau tidak.
Jilid XXXV
"SIAPA di antara kalian dapat membantuku," sinar itu telah berubah ujud menjadi seorang kakek
bermuka merah, gagah dengan alis tebal di atas kening. "Cepat katakan dan jangan buang waktu, jiwi-
enghiong. Siapa di antara kalian bersedia kupakai tubuhnya!"
"Song-bun-liong (Naga Berkabung)!" Naga Pembunuh Giam Liong berseru cepat. "Ah, biar kau pakai
tubuhku, locianpwe. Apa yang harus kulakukan!"
"Bagus, buka jalan darah pi-kak-hiatmu. Aku masuk dan jangan buang tempo lagi!" kakek itu melesat
ketika si Naga Pembunuh menohok daerah yang dimaksud, yakni atas jakun di puncak tenggorok. Dan
begitu kakek itu lenyap memasuki Giam Liong maka si Naga Pembunuh berdiri dan bergoyang-goyang
sejenak, kehilangan kesadaran akan tetapi sedetik kemudian mulut itu terkekeh. Tawa Giam Liong adalah
tawa. seorang kakek, wajahnyapun menjadi merah dengan sepasang mata yang lebih mencorong. Lalu ketika
si buntung ini berkelebat dan melayang ke puncak pohon maka ia menyambar Mo-bin-jin yang memasuki
wadag muridnya itu, yang sedang bertempur sengit dengan si nenek Hek-i Hong-li.
"Heh-heh, kau selalu mengacau lebih dulu. Kau selalu membantu dan membela sam-sute yang sesat,
ji-te (saudara kedua). Di mana-mana tak mau sudah dan membuat onar. Ayolah, kita selesaikan dan kali ini
pertandingan akhir..... desss!" Thai Bang Kok Hu alias Mo-bin-jin berteriak keras, dihantam atau dibentur
Arca Emas dan tubuh Song-bun-liong tak mungkin dikelit. Saat itu ia sedang menghindari ledakan cambuk
Hek-i Hong-li, tahu-tahu kakek ini menyambar dan sang suheng menumbuknya dengan ilmu Arca Emas itu,
Kim-kong-ciok. Dan ketika ia mencelat dan terguling-guling maka nenek Hek-i Hong-li terkekeh, mengejar.
"Bagus, kau membantuku, suheng, terima kasih. Kita lenyapkan jahanam ini dan selanjutnya kita
tenang di alam lain."
Raksasa tinggi besar itu menggeram. Ia meloncat bangun ketika Hek-i Hong-li mengejar, langsung
menggerakkan gada dan mementalkan senjata di tangan nenek itu. Dan ketika ia membentak dan balas
menerjang lawan maka Hek-i Hong-li melengking berkelebatan cepat, langsung mengeluarkan Bu-bian-
kangnya itu.
"Suheng, kau di belakang, biar aku di depan. Keluarkan semua kepandaian kita dan bunuh keparat
jahanam ini!"
"Hargh, curang. Licik! Kalian tak dapat membunuhku begitu saja, sumoi, masih ada saudaraku yang
akan membantu. Awas, aku memanggil dan ia datang!" terdengar ledakan ketika Hutan Iblis roboh. Raung
dan lolong srigala tiba-tiba saja memenuhi tempat itu, suaranya menggetarkan akan tetapi langit tiba-tiba
gelap gulita. Bersamaan dengan pekik dahsyat raksasa itu terdengar deru bagai gemuruh ombak laut selatan,
cahaya menyilaukan berpijar di langit dengan warna biru merah kuning. Dan ketika terdengar ledakan amat
dahsyat seakan menyambut suara Mo-bin-jin maka tampaklah segumpal asap meluncur dengan amat
cepatnya menuju tempat itu, asap yang diiringi warna biru kuning dan merah.
"Siapa mengganggu saudaraku dengan curang. Heh, kalian kiranya, Song-bun-liong, tak tahu malu.
Aku datang dan lihat kesaktianku..... clap!" asap hitam itu menghilang ke bawah dan tiba-tiba muncullah
seekor mahluk buas dengan amat menyeramkannya, seekor srigala hitam tinggi besar yang matanya
berkilau-kilauan. Binatang ini setinggi dua meter dan melesatlah dia menyambar kakek itu. Dan ketika Song-
bun-liong terkejut sementara Mo-bin-jin tertawa bergelak maka kakek itu mengelak sementara Hek-i Hong-li
tak mengeroyok lagi karena suhengnya sudah bertempur dengan mahluk jadi-jadian itu, Mo-bin-lo yang
memasuki tubuh seekor srigala dan menyerang kakek ini agar tidak mengeroyok Mo-bin-jin.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
496 "Heh-heh, satu lawan satu. Sekarang kau tak dapat mengharapkan bantuan suheng, sumoi. Kau atau
aku mampus!"
"Bagus, siapa takut. Kepandaianmu setingkat, ji-heng, jangan sombong. Hari ini aku akan mengadu
jiwa dan kau atau aku roboh!"
"Ha-ha-heh-heh, kau singa betina yang tak surut semangat. Baik, hari inipun aku tak mau
mengampunimu lagi, sumoi. Betapapun aku telah memperdalam kepandaianku dan kau saudara muda harus
tunduk kepada yang tua........ whheeeeerrrr!" gada menyambar amat dahsyat tapi nenek itu mengelak. Ia
balas menggerakkan ikat pinggangnya akan tetapi senjata itu mental balik bertemu tubuh lawan yang atos.
Lalu ketika si raksasa tertawa bergelak dan mencuatkan sinar-sinar Sin-ci-bengnya maka nenek ini
berlompatan dan dari tangan kirinya berhamburan pula jarum-jarum Touw-beng-tok-ciam, ganas dan cepat
dan pertandingan berjalan semakin mendebarkan. Masing-masing tak mau mengalah dan baik Hek-i Hong-li
maupun suhengnya mengertak gigi. Lalu ketika masing-masing berkelebatan mendahului yang lain maka
pertempuran antara Song-bun-liong melawan Mo-bin-lo juga tak kalah menegangkan.
Akhirnya kakek ini mencabut golok dan Giam-to alias Golok Maut berkeredep. Terdengar suara
berdengung ketika membelah udara. Akan tetapi ketika lawan tiba-tiba terkekeh dan berseru nyaring maka
golok yang biasanya tajam dan amat ampuh itu mental bertemu tubuh berbulu.
"Crat!" bunga api malah berpijar. Kakek ini merah padam dan lawan tergelak-gelak. Itulah ciptaan
Mo-bin-lo yang tentu saja tak dapat dipakai melawan pemiliknya. Golok Maut mandul. Dan ketika saking
gemasnya kakek ini menyambit dan melontarkan golok itu, ditangkap gigi-gigi menyeringai maka Naga
Berkabung tak mempergunakan apa-apa lagi, andalannya ialah sepasang kaki tangannya itu.
"Bagus, kaupun tak pernah lalai membantu saudaramu yang sesat. Sekarang kita bertempur mati
hidup, Mo-bin-lo, kau atau aku roboh!"
"Ha-ha, Golok Mautku tak mempan. Kau ketakutan, Song-bun-liong, aku akan mengantarmu ke
akherat. Ayolah, kau atau aku mampus....... plakk!" dan golok yang mental bertemu Kim-kong-ciok
membuat Mo-bin-lo kagum, membentak dan menerjang lagi dan Ju-taihiap tak mampu melihat pertandingan
itu lagi. Awan telah menjadi gelap dan langitpun hitam pekat sementara yang tampak hanyalah sinar terang
dari senjata yang beradu. Golok di tangan Mo-bin-lo tak mampu melukai tubuh si Naga Berkabung
sementara kakek itu juga hanya membuat terhuyung lawannya dengan pukulannya Kian-kun-siu (Sapu
Jagad). Baik Mo-bin-lo maupun Naga Berkabung sama-sama memiliki kepandaian berimbang. Dan ketika
mereka mulai mengeluarkan pukulan-pukulan sihir bertenaga gaib, meledak dan menjadi asap warna-warni
maka bentakan atau pertandingan dua orang ini hanya dapat didengar suaranya saja. Dan sementara mereka
bertanding begitu hebat maka di pihak Hek-i Hong-li juga terjadi pertarungan mati hidup yang amat
mendebarkan, begitu pula Te-gak Mo-ki yang kini berhadapan dengan Sian-eng-jin yang mempergunakan
tubuh muridnya.
Mereka berenam ini silih berganti naik turun dan ledakan atau bunyi-bunyi menggetarkan kian
memacu jantung saja. Satu kali Hek-i Hong-li terpental oleh ayunan gada, melayang ke arah Te-gak Mo-ki
yang bertanding seru dengan Sian-eng-jin. Dan karena nenek itu membenci Te-gak Mo-ki sama seperti
membenci Mo-bin-jin maka ikat pinggangnya tiba-tiba menyambar dan tahu-tahu membelit leher si banci
ini. "Ngekk!"
Te-gak Mo-ki terkejut. Untunglah Mo-bin-jin yang mengejar si nenek tak membiarkan hal itu
berlama-lama, sekali menggereng raksasa hitam besar ini melompat. Dan ketika Hek-i Hong-li berkelit
menyelamatkan kepalanya, berarti melepas ikat pinggangnya pula maka Te-gak Mo-ki melotot memaki
nenek itu.
"Jahanam, keparat curang. Sebaiknya kita beradu punggung, suheng, betina ini tak malu-malu
mempergunakan kelicikan."
"Baik, kita hadapi berdua. Marilah beradu punggung dan robohkan mereka!" ajakan bersambut, Mo-


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bin-jin membentak mengayun gadanya lagi dan kini dua orang itu beradu punggung. Hek-i Hong-li terkekeh
sementara nenek itu tak perduli kata-kata lawannya, ia menyerang dan kembali berkelebatan mengelilingi
lawan. Dan ketika Sian-eng-jin tertawa dan mengikuti gerak nenek ini akhirnya di sini empat orang terlibat
dalam sebuah pertandingan seru.
Akan tetapi Te-gak Mo-ki bukanlah tokoh licik kalau ia tak dijuluki Siluman Akherat. Diam-diam
mencari lubang kesempatan ia tak pernah membuang perhatiannya kepada pertempuran. Setelah ia bahu-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
497 membahu dengan suhengnya Mo-bin-jin sesungguhnya kedudukannya menjadi kuat, hanya karena yang
dihadapi adalah saudara seperguruan sendiri yang sudah sama-sama tahu kelebihan dan kekurangannya maka
pertandingan berjalan lama, alot. Namun karena ia berotak encer dan segala akal licik selalu tersedia maka
tiba-tiba ia berseru menuding, kebetulan di sebelah sana Song-bun-liong terhuyung oleh adu tenaga yang
amat kuat.
"Heii, suheng celaka, ji-heng. Mati dia!"
Seruan ini mengejutkan Hek-i Hong-li. Sebagaimana diketahui nenek ini menaruh cinta yang dalam
kepada si Naga Berkabung. Sampai tuapun cintanya tak berkurang. Maka ketika tiba-tiba lawan menuding
kaget dan kebetulan saat itu terdengar keluhan Song-bun-liong otomatis nenek ini menoleh dan saat itulah
Te-gak Mo-ki melancarkan pukulannya secara diam-diam, dahsyat. Tangan kanan melepas Mo-seng-ciang
(Pukulan Tangan Hantu) sementara tangan kiri menghantam dengan pukulan Semut Api.
"Awas, sumoi!"
Nenek itu terkejut bukan main. Seruan temannya agar ia mengelak atau menangkis tak sempat lagi
dilakukan. Sian-eng-jin atau Bayangan Dewa kebetulan saja melirik sekilas, jadi tahu serangan curang itu
dan berteriak pada sumoinya. Akan tetapi karena Hek-i Hong-li terlanjur menoleh dan itulah yang
dikehendaki Te-gak Mo-ki, laki-laki ini memang licik maka pukulannya mendarat di tubuh nenek itu tapi
bersamaan itu Sian-eng-jin juga menggebuk tubuhnya. Pek-mo-in-kang menghantam punggung sebelah kiri.
"Dess-bukk!"
Hek-i Hong-li terhuyung dan melotot. Ia kena serangan curang tapi lawan juga mengeluh dihantam
Pek-mo-in-kang. Betapapun pukulan itu menggetarkan isi dadanya. Dan ketika si nenek menggigit bibir
sementara Te-gak Mo-ki juga meringis maka Mo-bin-jin menyambar dengan gadanya menghantam Sian-
eng-jin.
"Plak!" kakek ini menangkis dan terhuyung. Raksasa itu tertawa bergelak dan mengejar lagi akan
tetapi ikat pinggang Hek-i Hong-li melejit tanpa suara, tahu-tahu menjerat belakang lehernya. Akan tetapi
karena kulit leher ini licin maka Hek-be-kang alias ilmu Belut Hitam menyelamatkan raksasa itu.
"Ha-ha, tenagamu sudah lemah. Kau tak dapat menarik putus, Hek-i Hong-li, Pukulan sute
membuatmu terguncang!"
"Keparat, jangan banyak omong. Sam-suheng juga meringis dihantam Pek-mo-in-kang, ji-heng. Aku
terguncang iapun menderita!"
"Ha-ha, tapi aku akan merobohkanmu. Kau nenek bawel yang selalu cerewet. Minggirlah, atau kau
mampus!" gada menyambar lagi dan kali ini nenek itu mengelak. Di sana suhengnya berhadapan dengan Te-
gak Mo-ki dan tampak jelas laki-laki ini menahan sakit. Napasnya sesak. Dan ketika Hek-i Hong-li
berkelebatan mengandalkan Bu-bian-kang akhirnya Mo-bin-jin menggosok-gosok kedua telapak tangannya
yang lebar.
"Heh, tak boleh kucing-kucingan terus. Kau hadapi aku dan jangan berputar-putar!" raksasa itu
membentak dan tiba-tiba ia melakukan perobahan. Dari kedua telapaknya muncul uap merah berbau amis,
kian lama kian tebal dan akhirnya didorongkan ke arah nenek itu. Dan ketika Hek-i Hong-li menjerit karena
itulah Mo-hiat-hu-kut-tai-hoat (Ilmu Darah Iblis Pembusuk Tulang) maka ia melempar tubuh bergulingan
dan pukulan itu menghantam hangus sebatang pohon besar.
"Bresss!" pohon itu tumbang dan hancur isi dalamnya. Kulit dan dagingnya menjadi bubuk sementara
bau anyir tercium di situ, bau darah. Dan ketika nenek itu meloncat bangun namun dikejar lagi, raksasa ini
menyimpan gadanya maka ia tertawa menggosok-gosok kedua tangannya itu, mendorong.
"Ha-ha, jangan melarikan diri. Tangkis pukulanku, sumoi, ayo tangkis dan terima ini!"
Namun Hek-i Hong-li membentak nyaring. Ia dikejar dan tiba-tiba berseru melengking, mengibas
ujung rambutnya dan lenyap meninggalkan lawan. Dan ketika Mo-bin-jin tertegun berhenti menyerang maka
nenek itu muncul lagi menghantam tengkuknya, tepat di belakang.
"Plak!"
Raksasa ini melenguh. Ia terhuyung akan tetapi tak apa-apa, membalik dan cepat menyambar nenek
itu melepas Mo-hiat-hu-kut-tai-hoatnya. Tapi ketika si nenek menghilang lagi dan lenyap dipukul maka
raksasa ini menggereng dan memaki-maki. Hek-i Hong-li mempergunakan Hiat-sun-tai-hoatnya (IlmuKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
498 Menghilang Di Balik Kabut Darah), penangkal Mo-hiat-hu-kut-tai-hoat yang mengerikan itu.
"Licik, curang. Kau tak tahu malu, sumoi, diserang selalu menghilang. Ayo hadapi aku dan jangan
sembunyi!"
"Hi-hik, kau yang bodoh. Aku di sini, ji-heng. Lihat!" nenek itu muncul lagi dan sebuah tamparannya
mengenai bahu. Bukan sembarang tamparan melainkan bersama cengkeraman Toat-beng-liong-jiauw-kang.
Besipun akan patah dihantam nenek ini. Akan tetapi karena lawan memiliki Hek-be-kang dan ilmu itu
membuat kulitnya licin, lagi-lagi gagal maka nenek itu kecewa dan Mo-bin-jin tertawa bergelak, menyambar
namun nenek itu menghilang lagi.
"Heh, bagus, jangan lari dan coba terima ini!"
Akan tetapi Hek-i Hong-li telah lenyap mempergunakan Hiat-sun-tai-hoatnya. Pertandingan menjadi
seru dan berimbang sementara Sian-eng-jin masih menghadapi perlawanan kokoh Te-gak Mo-ki. Biarpun
laki-laki ini telah menerima hantaman Pek-mo-in-kang namun harus di akui sinkangnya kuat juga. Kini
percikan Keringat Sakti (Sin-can-po-he) berhamburan pula, bahkan Te-gak Mo-ki ini menggosok-gosok
kedua telapaknya mengeluarkan Mo-hiat-hu-kut-tai-hoat. Jelas di antara Te-gak Mo-ki dengan Mo-bin-jin
terjadi tukar-menukar ilmu, raksasa itu mendapat Hek-be-kang, alias Belut Hitam sementara ini Mo-hiat-hu-
kut-tai-hoat, sebuah ilmu ampuh yang amat berbahaya dan keji bukan main. Pohonpun remuk kulit dan
dagingnya, apalagi manusia. Dan ketika Sian-eng-jin terkejut melihat itu maka kakek inipun mengeluarkan
Hiat-sun-tai-hoatnya, ilmu yang juga dipunyai Hek-i Hong-li.
"Keparat, licik. Jangan sembunyi dan lari seperti penakut, Sian-eng-jin. Keluarlah dan hadapi aku!"
"Tak usah banyak mulut. Kalau kau mampu robohkanlah aku, sam-heng. Banyak bicara bukan laku
seorang gagah!"
"Bagus, aku akan merobohkanmu, dan kali ini tak mungkin luput!" Te-gak Mo-ki menyerang lagi
akan tetapi setiap ia mengeluarkan Mo-hiat-hu-kut-tai-hoatnya itu maka lawan menghilang di balik Hiat-sun-
tai-hoat. Memang inilah satu-satunya penangkal ilmu keji itu, Te-gak Mo-ki menggeram-geram. Dan ketika
di sana pertandingan antara Mo-bin-lo melawan Naga Berkabung juga berlangsung sengit dan seru akhirnya
si banci ini membentak dan mengeluarkan sihirnya, Jin-seng-sut (Ilmu Merubah Ujud).
"Aku menjadi Naga!"
Keluarlah seekor naga menyambar kakek ini. Lidah api dari mulut naga yang terbuka menjilat lebih
dahulu wajah kakek itu, sedetik kakek ini terkejut. Akan tetapi karena masing-masing dari Ngo-cia Thian-it
(Lima Rasul) juga memiliki Jin-seng-sut maka kakek itupun membentak merubah ujudnya.
"Aku Rajawali!"
Bertarunglah naga dan rajawali dengan sama-sama buas. Sian-eng-jin telah berubah menjadi rajawali
dan kepakan sayapnya yang dahsyat menghembus lidah api dari naga Te-gak Mo-ki. Bahkan rajawali ini
menerkam dan menancapkan kuku-kukunya di tubuh naga, terbang dan naik tinggi siap menghempaskan
naga itu agar binasa. Namun ketika sang naga terbanting dan belum menyentuh bumi, meledak dan berubah
ujud maka naga menjadi garuda dan dengan pekikan suaranya melesat dan menyambar rajawali itu.
Bertandinglah dua hewan buas ini. Masing-masing mengelepakkan sayap dan menyambarkan kuku-
kukunya yang tajam, saling patuk dan hantam sampai bulu-bulunya rontok. Dan ketika mereka menjadi
gundul dan jatuh ke bumi maka ujud mereka. kembali semula dan masing-masing telah menjadi Te-gak Mo-
ki dan Sian-eng-jin.
Tak kalah dengan pertarungan ini adalah Hek-i Hong-li dan Mo-bin-jin. Penasaran bahwa Mo-hiat-hu-
kut-tai-hoatnya mandul bertemu Hiat-sun-tai-hoat akhirnya raksasa inipun menggereng dan berkemak-
kemik. Ia meledakkan kedua tangannya dan tiba-tiba lenyap. Raksasa ini mengeluarkan Jin-seng-sut. Dan
ketika si nenek tertegun celingukan ke sana ke mari mendadak sebatang pohon bergerak dan menyambarnya.
Mo-bin-jin ternyata berubah ujud menjadi pohon di sebelah nenek itu.
"Wherrrr!"
Hek-i Hong-li tentu saja memaki-maki. Iapun membentak dan menghilang pula, bukan
mempergunakan Hiat-sun-tai-hoatnya melainkan Jin-seng-sut. Nenek ini tiba-tiba menjadi sebuah batu
hitam. Lalu ketika pohon itu kehilangan lawan berhenti tertegun maka batu ini bergerak dan...... terbang
menghantam pohon itu.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
499 "Bruukkkk!" pohon tumbang dan batu juga hancur. Masing-masing kembali ke ujud semula dan Mo-
bin-jin memekik-mekik. Dia ganti tertipu. Dan ketika keduanya kembali bertanding dan sama-sama kuat
maka di pihak Naga Berkabung juga telah terjadi permainan sihir di mana masing-masing berubah ujud dan
ingin mengalahkan satu sama lain. Mo-bin-lo memulai dulu. Ia lenyap mebubung ke atas, melesat
membentuk asap hitam menghilang di langit gelap. Akan tetapi ketika tiba-tiba menukik sinar berapi dari
sepotong halilintar, dahsyat menyambar lawan maka Song-bun-liong membentak dan lenyap menjadi
sepotong karet tebal.
"Dar!"
Sinar api mental ke atas. Halilintar kembali menjadi Mo-bin-lo dan raksasa itu meluncur ke bawah.
Lawan diterkam dan hendak ditelan bulat-bulat. Akan tetapi ketika Song-bun-liong menggeliat dan menjadi
seekor landak, besar dengan duri-durinya yang tajam maka lawan mengaduh dan injakan berubah menjadi
tendangan.
Namun sang landak berkelit dan menjadi Song-bun-liong lagi. Mo-bin-lo merubah ujudnya menjadi
harimau dan ular akan tetapi Song-bun-liong mengimbangi dengan menjadi badak dan burung pelatuk.
Harimau dihajar cula badak sementara ular dipatuk dan dibawa terbang ke atas. Dan ketika kembali Mo-bin-
lo menjadi asalnya lagi maka tak terasa pertempuran berjalan dua hari dua malam. Hutan Iblis tak keruan
ujudnya dan matahari tak mampu menembus pekatnya awan hitam. Awan ini berasal dari ledakan-ledakan
asap sihir dan juga pukulan-pukulan dahsyat. Enam orang sakti itu begitu marah dan masing-masing tak
ingat diri lagi. Segala kepandaian dan kesaktian dikeluarkan. Dan ketika tiba pada hari ketiga di mana
masing-masing sudah bermandi keringat, Ju-taihiap yang menonton dua kali terguling pening maka Te-gak
Mo-ki tiba-tiba mengeluarkan seruan aneh pada teman-temannya, berupa siulan atau lengking halus tanda
bahaya.
"Ji-heng, Mo-bin-lo, ke marilah kalian. Putar satu angin dorong ke tiga sasaran!" Dua orang itu
terkejut. Mereka menoleh namun tiba-tiba berseri girang, Te-gak Mo-ki memberi isyarat. Dan ketika masing-
masing memekik dan meloncat di kiri kanan si banci ini, saling mengadu telapak tangan tiba-tiba ketiganya
tertawa bergelak. Asap meledak dan menyelubungi ketiganya yang sudah bergerak bersamaan.
"Bagus, kita uji coba pukulan gabungan. Ha-ha, kau benar, sute, aku lupa. Wah, kali ini tentu hebat
dan mereka rasakan kehebatan kita!"
Song-bun-liong dan lain-lain terkejut. Mereka merasakan sesuatu yang tidak enak namun masing-
masing mengejar pula lawan mereka. Mo-bin-lo disambar Naga Berkabung sementara Sian-eng-jin
menyambar Te-gak Mo-ki. Mereka tak tahu apa yang hendak dilakukan lawan begitu pula Hek-i Hong-li.
Nenek inipun membentak mengejar Mo-bin-jin. Namun ketika masing-masing menangkis dan berbareng
dengan itu keluarlah dorongan Mo-seng-ciang (Tapak Tangan Hantu) maka ketiganya terpekik karena dari
masing-masing adu tenaga itu mereka mencelat dan terbanting. Mo-bin-jin maupun Te-gak Mo-ki dan Mo-
bin-lo telah saling menyatukan tenaga hingga lawan berhadapan sekaligus dengan tiga orang setelah adu
tepukan tadi.
"Desss!"
Naga Berkabung dan dua rekannya mengeluh. Mereka melempar tubuh bergulingan mengelak
serangan lain dan meloncat bangun dengan tubuh terhuyung, masing-masing kaget karena dari adu tenaga itu
seakan mereka berhadapan dengan tiga lawan sekaligus, inilah yang tak diduga. Dan ketika ketiganya
menyerang lagi namun ditangkis, kembali mereka terbanting dan bergulingan sadarlah Song-bun-liong
bahwa sesuatu telah dilatih tiga orang ini secara diam-diam, yakni menggabung dan menyatukan tenaga
untuk akhirnya membuang itu kepada mereka. Hal yang sama sekali belum mereka miliki!
"Ah, kita gabung kekuatan kita pula. Jangan sendiri-sendiri dan menyerang perorangan, sute.
Bergandengan tangan dan salurkan sinkang!"
"Benar, tapi mereka sudah terlatih. Mereka sama-sama memiliki Tapak Tangan Hantu, suheng, sedang
kita tak mempunyai Ilmu yang sama!"
"Keparat, kita sama-sama memiliki Bu-bian-kang. Pergunakan ilmu itu dan hancurkan mereka!"
"Hm!" Song-bun-liong menggeleng. "Bu-bian-kang hanya ilmu meringankan tubuh, sumoi, bukan
pukulan atau serangan. Hati-hati, mereka menyerang lagi!"
Tiga orang itu, berkelit dan Hek-i Hong-li melempar tubuh bergulingan. Mukanya pucat karena sadar
bahwa omongan sang suheng benar, Bu-bian-kang hanya ilmu meringankan tubuh, bukan pukulan atau
serangan. Dan ketika ia mulai gentar menghadapi kenyataan ini maka tiba-tiba pihak mereka terdesak danKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
500 Sian-eng-jin maupun dirinya hanya mengelak dan berkelit melulu, menangkis berarti terbanting.
Pucatlah nenek ini. Song-bun-liong juga gelisah sementara Sian-eng-jin memutar otak dengan kening
berkeringat. Kalau tahu begini tentu mereka melatih ilmu yang sama pula, menggabung dan menghantam
perpaduan Mo-seng-ciang yang amat dahsyat itu. Tapi karena mereka memiliki kepandaian berlainan, Hek-i
Hong-li dengan Siau-hun-bi-kiong-hoatnya sementara ia Pek-mo-in-kang dan suhengnya Kian-kun-siu maka
mereka terdesak dan baru pertama ini mereka akan kalah dan bakal roboh. Keunggulan berada di pihak yang
sesat!
"Ha-ha, tahu rasa sekarang. Lihat apa yang kalian derita, suheng. Sebentar lagi kami akan
merobohkanmu dan membunuh kalian. Ha-ha, kedudukan kita sekarang berbeda!" Mo-bin-jin, yang merasa
menang dan sombong berseru mengejek Naga Berkabung, suhengnya. Memang harus diakui bahwa tiga
orang itu terdesak hebat, kedudukan sekarang berubah. Namun karena Song-bun-liong dan sute serta
sumoinya memiliki Bu-bian-kang, betapapun ini menyelamatkan mereka maka biarpun terdesak tiga orang
lawan itu tak mampu segera merobohkan. Song-bun-liong serta sumoi dan sutenya bersifat bertahan.
"Keparat, selalu menghindar, kucing-kucingan. He, bersikaplah gagah dan jantan, Song-bun-liong.
Mana watak ksatriamu, jangan pengecut!" Mo-bin-lo, yang tak sabar dan menjadi marah memaki lawannya.
Mereka terus mendesak dan mendesak akan tetapi tiga orang ini belum roboh juga, ini akibat Bu-bian-kang
yang hebat itu. Namun karena betapapun serangan di pihak mereka, musuh hanya bertahan dan mengelak
sana-sini maka keadaan Song-bun-liong berbahaya dan mencemaskan, apalagi ketika Mo-seng-ciang
mengepung dan mencegat jalan lari mereka.
Te-gak Mo-ki akhirnya tak kalah gemas dan laki-laki ini mencabut sesuatu. Sebuah kipas kecil, lancip
dan berbau harum dikeluarkan. Tangan merogoh dan mencabut lagi dua kipas lain. Lalu ketika ia
melemparkan itu kepada temannya, di tangkap dan digosok-gosok maka si banci ini berseru agar masing-
masing menerbangkan benda itu kepada lawan mereka.
"Pergunakan Hui-si-sut, kacau konsentrasi mereka!"
Mo-bin-lo dan Mo-bin-jin mengangguk. Mereka berseru melepas kipas, terbang berputaran di
sekeliling lawan mereka. Dan ketika suara mengaung dan bau harum membuat pening, tiga orang itu terkejut
maka Mo-seng-ciang didorongkan ke depan memaksa lawan menangkis.
"Dess!" Song-bun-liong terhuyung dan pucat. Mo-seng-ciang jauh lebih berbahaya dibanding kipas
yang menyambar-nyambar. Kipas itu seakan hidup namun mengacau saja, yang amat berbahaya adalah
pukulan Tapak Hantu itu. Maka ketika ia menangkis dan dibuat terhuyung, kipas menyambar dan mematuk
kepala maka ia mengelak dan benar saja lawan mengejar lagi dengan pukulan berbahaya itu.
"Dukkk!"
Lagi-lagi kakek ini terhuyung. Hanya berkat kekerasan hatinya saja ia tidak sampai terpental,
sementara Hek-i Hong-li dan sutenya terpelanting di sana. Dan ketika kakek ini tegak lagi menerima
serangan-serangan lain, terhuyung dan akhirnya terpelanting Te-gak Mo-ki terkekeh-kekeh.
"Hi-hik, tak akan mampu bertahan lagi. Menyerahlah, suheng, takluk sajalah. Kalau baik-baik
menyerah dan berlutut mengaku kalah kami akan mengampunimu. Heh-heh, jangan keras kepala."
"Benar, kaupun begitu. Berlutut dan menyerah baik-baik, sumoi. Cium kakiku. Baru begitu aku
mengampunimu!"
"Heh-heh, tidak untuk Sian-eng-jin ini. Ia akan kuhabisi, sute, kukerat dagingnya. Biarpun minta
ampun tak ada gunanya lagi!" Mo-bin-lo tergelak, merasa di atas angin sementara Sian-eng-jin jatuh bangun.
Golok Maut, yang dikeluarkan dan menyambar-nyambar akhirnya membuat kulitnya berdarah, kekebalan
telah melemah di tubuh kakek ini. Akan tetapi ketika Song-bun-liong membentak dan menyerang raksasa itu,
Sian-eng-jin diminta menghadapi Te-gak Mo-ki maka Golok Maut menyambar dan membabat bahu kakek
ini. "Ha-ha, sama saja. Kami telah memiliki satu ilmu untuk menghadapi kalian, Naga Berkabung,
sementara kalian terpecah-pecah. Terimalah, kaupun akan kukerat dagingmu...... crat!'' segumpal daging
segar melayang dari bahu kakek ini, terhuyung dan menjadi marah akan tetapi dorongan Mo-seng-ciang di
tangan lawan membuat ia kewalahan. Punggung belakang kembali terbacok golok penghisap darah itu. Dan
ketika kakek ini tersuruk-suruk dan jatuh bangun, di sana sute dan sumoinya juga sama saja mendadak
terdengar jerit tangis dan pekik seseorang. Sebuah bayangan merah berkelebat.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
501 "Giam Liong, tangkap dan pergunakan ini!"
Song-bun-liong, yang mempergunakan tubuh Giam Liong terkejut. Sebuah cahaya putih menyambar,
ditangkap dan ternyata sebuah guci. Dan ketika guci itu berdengung bergerak-gerak, Golok Maut tergetar
dan berbunyi aneh maka Mo-bin-lo terpekik dan seketika pucat, berubah.
"Guci Penghisap Roh!"
Te-gak Mo-ki dan Mo-bin-jin terkejut. Berbareng dengan datangnya guci itu maka suasana berubah.
Langit yang gelap dan hitam mendadak terang, sinar matahari menguak masuk dan menembus tempat
pertandingan itu. Dan ketika Golok Maut tiba-tiba terlepas dan terbang memasuki guci ini, disusul tubuh
Mo-bin-lo yang gemetaran dan terhuyung maju maka raksasa itu berteriak ketika bersamaan dengan itu
terdengar bunyi seruling mendayu-dayu.
"Tidak....... jahanam keparat, tidak...!"
"Oohhh .... !" dua yang lain mendadak pucat, juga berubah. "Kau...... kau.... jahanam terkutuk, Bu-
beng Sian-su. Kau lagi-lagi mencampuri kami. Pergi...... pergi!"
Te-gak Mo-ki dan Mo-bin-jin mendadak ketakutan. Mo-seng-ciang mereka yang semula ganas
menyambar-nyambar tiba-tiba saja selalu berbelok memasuki guci putih itu, betapapun mereka mengarahkan
pukulan kepada lawan mereka namun aneh bin ajaib Mo-seng-ciang menuju mulut guci. Seakan tersedot
kekuatan gaib Pukulan Tapak Hantu itu melenceng, jatuh dan masuk ke dalam guci. Dan ketika Song-bun-
liong sendiri tertegun terheran-heran, suara suling kian dekat maka tampaklah di atas bukit sesosok bayangan
bersila dengan tenang, sikapnya lembut sementara wajahnya tertutup halimun tebal. Suling melengking naik
turun mendesak dan menggiring pukulan Tangan Hantu ke guci di tangan Naga Berkabung.
"Tidak, keparat...... tidak, Sian-su. Kau jangan mencampuri kami!"
"Benar, kakek terkutuk, ohh....!" Mo-bin-jin terhuyung-huyung dan mempertahankan diri mati-matian
agar tidak mendekati guci. "Kau mengganggu dan selalu mencampuri kami, Bu-beng Sian-su. Kau kakek
jahanam selalu membela suheng. Ah, tidak....... aku tak mau....!"
Namun teriakan atau seruan raksasa ini sia-sia. Golok Maut, yang sudah terhisap dan memasuki guci


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini bergetar-getar dan berusaha meloloskan diri pula. Guci berdengung dan memperdengarkan suara semakin
aneh, ditambah bunyi suling menjadi irama tersendiri seakan gemuruh sungai Huang-ho. Bagi Te-gak Mo-ki
dan kawan-kawan bunyi itu membuat panas, mereka gemetaran dan menggigil mendorong-dorong tangan
agar tidak mendekati mulut guci. Aneh, guci ini mengeluarkan sinar delapan warna yang membuat tiga orang
itu silau, warna putih paling kuat dan terasa panas bagi Te-gak Mo-ki dan kawan-kawan. Dan ketika mereka
terhuyung dan tersedot ke depan, Mo-bin-lo lebih dulu masuk maka raksasa ini lenyap dan Song-bun-liong
berseru kaget gucinya terasa berat.
"Slap!"
Raksasa itu memasuki guci. Aneh dan menggelikan tubuh Mo-bin-lo tampak kecil dan mungil, raksasa
itu bergerak-gerak di dalam guci akan tetapi tidak dapat keluar. Ia melolong dan meraung-raung. Dan ketika
Mo-bin-jin terpekik dan melesat pula ke dalam guci maka Te-gak Mo-ki gemetaran dengan muka pucat.
"Ampun, tidak...... jangan, Sian-su.... jangan....!"
Yang kebingungan adalah Naga Berkabung. Dua raksasa itu memasuki gucinya, ia merasa berat dan
semakin berat. Dan ketika Sian-eng-jin dan Hek-i Hong-li tertegun memandang kejadian itu, Te-gak Mo-ki
tersedot dan meronta-ronta mendadak ia melesat dan terbang pula terhisap guci aneh ini.
"Jahanam!"
Kutuk itu sempat dilontarkan. Te-gak Mo-ki sudah amblas di dalam guci dan tiga orang ini tiba-tiba
menjadi kerdil semua. Mo-bin-lo dan Mo-bin-jin berteriak-teriak, mereka bergerak dan berputaran di dalam
guci. Dan ketika Song-bun-liong terduduk oleh beratnya guci, tiga orang itu naik turun tak keruan mendadak
guci terlepas dan menyambar kakek di atas bukit itu, kakek yang masih meniup suling dengan lembut.
"Blarr!" guci menghantam dan meledak akan tetapi tidak pecah. Tiga orang di dalam meraung-raung
dan gerakan mereka membuat guci terputar pula, naik dan kembali menyambar kakek itu. Akan tetapi ketika
sang kakek masih tenang meniup suling, guci terpental dan jatuh ke tanah maka tiga orang di dalamnya
berteriak-teriak dan memaki-maki. Kini alunan suling kakek itu merendah namun menggetarkan jantung.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
502 "Aduh, keparat. Tobat, Bu-beng Sian-su.... tobat. Bebaskan kami dari sini!"
"Benar, keluarkan kami dari tempat ini, kakek jahanam. Kami bersumpah tak akan mengganggu
siapapun lagi. Lepaskanlah kami!"
Akan tetapi kakek itu masih meniup suling dengan tenangnya. Nadanya semakin rendah dan rendah
hingga tiga orang di dalam guci menggerung-gerung. Di dalam itu irama suling semakin hebat kalau di luar
dapat menyebar dan pecah ke mana-mana. Maka ketika ketiganya meraung-raung dan tersiksa begitu hebat,
guci melonjak dan menari-nari mengikuti gerakan mereka maka kakek itu bangkit berdiri dan meninggalkan
puncak bukit dengan wajah seakan tak ada penyesalan. Dan hebatnya, guci itupun melompat-lompat dan
berjalan mengikuti kakek ini.
"Ampun, bebaskan kami. Keluarkan kami dari tempat neraka ini, Bu-beng Sian-su. Kami siap
mematuhi perintahmu dan menjadi budakmu!"
"Atau kau bunuh kami. Aduh, panas sekali, kakek jahanam. Terkutuk kau. Keparat!"
Umpat dan rintih silih berganti. Kakek itu terus berjalan dan tidak memperdulikan sementara guci
terisi tiga orang sesat itu melompat-lompat. Semakin cepat kakek itu melangkah semakin cepat mereka
mengejar. Lucu, sekaligus mengerikan. Tapi ketika sesosok bayangan berkelebat dan itulah si Naga
Berkabung maka kakek ini gemetar menghadang Bu-beng Sian-su, terbata-bata.
"Maafkan aku yang bodoh. Kalau boleh kuminta bebaskanlah mereka, Sian-su. Ampunilah mereka
karena betapapun mereka saudara-saudaraku juga."
"Benar," Sian-eng-jin tahu-tahu muncul, berkelebat di samping suhengnya ini. "Mendengarkan
ratapan mereka rasanya tak kuat hati ini, Sian-su. Heran bahwa kau seakan tak berperikemanusiaan dan
membiarkan mereka tersiksa."
"Suheng!" Hek-i Hong-li tiba-tiba membentak, muncul pula di situ. "Apa yang kalian lakukan ini dan
tidak ingatkah kalian kejahatan dan dosa mereka. Dihukum seribu kalipun masih belum cukup, aku
mendukung apa yang dilakukan kakek ini!"
"Tidak, aku tak kuat mendengarkan. Kalau mereka dibiarkan tersiksa lebih baik dibunuh, sumoi, tapi
Sian-su tak melakukan itu."
"Sian-su tak melakukan karena kematian hanya di tangan Yang Memberi Hidup. Kalian gila minta
setan-setan itu di bebaskan!"
"Kalau begitu biar aku masuk sekalian. Betapapun mereka saudaraku, sumoi. Sebagai saudara tua aku
wajib melindungi dan membela mereka!" kakek ini berkelebat, tiba-tiba masuk ke dalam guci dan
berteriaklah nenek itu melihat sang suheng berkumpul bersama musuh-musuhnya. Mo-bin-lo dan Mo-bin-jin
tertawa bergelak, menerkam dan menyerang kakek ini. Dan ketika Song-bun-liong terkejut dan
menyelamatkan diri maka Sian-eng-jin berseru keras dan masuk pula ke dalam guci.
"Aku tak dapat membiarkan suheng dalam bahaya. Kalau kau ikut silakan masuk. sumoi. Ini tugas kita
menolong saudara tua!"
Hek-i Hong-li menjerit. Sian-eng-jin lenyap ke dalam guci dan disambut Te-gak Mo-ki. Mo-bin-lo dan
Mo-bin-jin menerkam Naga Berkabung. Sikap mereka buas, taring dan liur jelas menanti daging empuk
kakek ini. Dan ketika pertempuran terjadi lagi di dalam guci, aneh sekali maka nenek itu melengking
dan....... masuk pula ke dalam.
"Bangsat jahanam. Lihat apa yang mereka lakukan, suheng. Patutkah kau bela iblis-iblis macam ini!"
"Ha-ha, seru. Sekarang kita sama-sama tak dapat keluar, sumoi. Di sini kita bertempur mati hidup.
Ayo, lanjutkan!"
Enam orang itu bertanding lagi. Song-bun-liong menghadapi Mo-bin-lo dan kadang-kadang Mo-bin-
jin sementara nenek Hek-i Hong-li berhadapan dengan Te-gak Mo-ki. Tiga iblis yang semula merintih dan
mengiba-iba ini mendadak menjadi buas kembali, mereka menyerang dan mendesak lawan mereka itu. Akan
tetapi ketika Bu-beng Sian-su membalik dan menangkap guci, mengguncangnya dua kali maka semua
berteriak karena kehilangan keseimbangan. Song-bun-liong dan Sian-eng-jin serta Hek-i Hong-li terlempar
keluar.
"Kalian masuk bukan kehendak guci ini. Yang buruk berkawan yang buruk, Naga Berkabung. SemuaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
503 perbuatan dipetik oleh penanamnya. Keluarlah, tempat kalian bukan di situ!"
Te-gak Mo-ki dan kawan-kawan menjerit marah. Mereka tak dapat keluar karena kejahatan mereka
tersedot guci itu, benda ini bagai besi sembrani menghisap segala yang hitam. Maka ketika mereka
terpelanting dan jatuh bangun di dalam, Mo-bin-lo dan Mo-bin-jin mengumpat caci mendadak kakek ini
berseru melemparkan guci ke atas, tinggi sekali.
"Janji dan sumpah kalian tak pernah ditepati. Sekarang pergilah dan tak ada tempat di bumi ini lagi
untuk kalian!"
Song-bun-liong terbelalak. Tiba-tiba tanpa diduga ia membentak mengejar guci itu, wajah Te-gak Mo-
ki mengiba-iba. Dan ketika ia menyusul dan menangkap bibir guci, Te-gak Mo-ki berseri dan menangkap
tangannya mendadak laki-laki itu memberosot dan keluar dari guci.
"Terima kasih, suheng. Kau. membantuku!"
Akan tetapi yang tak diduga adalah kejadian berikut.Te-gak Mo-ki yang keluar dan lolos dari guci
mendadak disambar kakinya oleh Mo-bin-jin. Raksasa inipun memberosot dan ikut keluar, jatuh ke bumi.
Dan ketika Mo-bin-jin tertawa bergelak sementara guci terus melesat dan lenyap di langit biru, Mo-bin-lo
dan Golok Maut hilang di angkasa maha luas maka raksasa itu tiba-tiba menghantam kepala suhengnya
ketika sama-sama meluncur ke bumi, turun dengan begitu cepatnya.
"Ha-ha, kesempatan kita sekarang. Pukul mampus dia, sute, nanti yang lain!"
Song-bun-liong terkejut. Dia tak menyangka sama sekali bahwa di saat seperti itu dirinya diserang.
Te-gak Mo-ki menyeringai dan tiba-tiba menyambar dadanya. Pukulan Tapak Hantu dilepas. Dan ketika
kakek ini terbelalak menerima pukulan, tak mampu berkelit atau menangkis maka ia mengerahkan sinkang
namun Kim-kong-ciok (Ilmu Arca Emas) tak dapat dipakai berbareng menerima dua serangan dahsyat itu.
Betapapun sinkang atau kekuatan mereka berimbang.
"Desss!"
Kakek ini terbanting lebih dulu. Ia mengeluh dan Hek-i Hong-li memekik, melihat kejadian itu. Dan
ketika Mo-bin-jin maupun Te-gak Mo-ki juga sudah jatuh ke tanah maka nenek itu mencelat dan......
sepasang telunjuknya mencoblos mata Te-gak Mo-ki, cepat bukan main, juga ganas tak alang-kepalang.
"Crot!"
Jeritan ngeri terdengar memecah sisi bukit. Te-gak Mo-ki yang tak mungkin mengelak terkena
sambaran nenek ini, biji matanya pecah. Akan tetapi karena ia sempat melihat berkelebatnya nenek itu dan
menggerakkan tangannya maka Mo-seng-ciang menghantam perut nenek ini tepat mengenai pusar.
"Dess!" nenek itu terhuyung. Mo-seng-ciang, Tapak Tangan Hantu yang amat kuat menghantam
dirinya, bukan di sembarang tempat melainkan pusar, titik segala tenaga di mana sinkang terkumpul. Maka
ketika ia mengeluh dan jatuh terduduk, Te-gak Mo-ki mengerang kesakitan tiba-tiba nenek ini terguling
dan.... roboh entah hidup atau mati.
"Keparat!" Sian-eng-jin marah melengking cemas. Ia berkelebat dan menghantam Te-gak Mo-ki yang
buta kedua matanya. Laki-laki itu tak mungkin mengelak dan menerima Pek-mo-in-kang. Pukulan dingin itu
membuatnya tersentak, kaku dan kehijauan dan tiba-tiba roboh, terdengar suara gemeratak dari tengkorak
kepala yang retak. Namun di saat laki-laki ini terguling dan mengeluarkan keluhan pendek mendadak saja
Mo-bin-jin menyambar dan kelima jarinya mencengkeram kepala kakek ini dengan Mo-hiat-hu-kut-tai-hoat.
Jari-jari itu semerah darah dan amis serta berbau busuk.
"Kau membunuh suteku!"
Kakek ini berusaha menangkis, membalik. Akan tetapi karena lawan sudah demikian dekat dan jari-
jari itupun berkerotok penuh kemarahan maka sia-sia kakek ini menangkis dan kelima jari itu tetap menuju
sisi kepalanya.
"Awas, sute!" teriakan Song-bun-liong sia-sia. Kelima jari itu tetap menyambar bagian kiri kepala
kakek ini dan tepat sekali menancap di telinga. Jari tengah langsung menusuk dan menancap lubang telinga.
Dan ketika Sian-eng-jin mengeluh dan roboh maka Naga Berkabung meloncat dan tiba-tiba ibu jarinya
menggurat punggung kiri dari atas ke bawah. Tampak sinar keemasan memancar di ibu jari pendekar sakti
ini.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
504 "Aughhh....!" Mo-bin-jin berteriak. Dari guratan itu punggung kirinya patah, itulah Kim-kong-ciok-
kang (Tenaga Arca Emas) yang dikerahkan pendekar ini dalam sisa-sisa tenaganya. Ia menggurat dengan
seluruh kesaktiannya dan raksasa itu terluka. Kalau tidak tewas seumur hidup ia bakal cacad, semper alias
menyeret tubuh ketika berjalan seperti ayam rusak sebelah sayapnya. Guratan itu tak mungkin disembuhkan
dan itulah yang dirasakan raksasa ini. Ia mengaduh, terpelanting. Namun ketika ia meloncat bangun dan lari
dengan tubuh miring-miring, jatuh bangun maka raksasa itu lenyap. meninggalkan bukit. Song-bun-liong
roboh dan mengeluh di dekat Sian-eng-jin.
"Sute....!"
Tiba-tiba Sian-eng-jin bergerak. Kakek yang telinga kirinya dicengkeram Mo-hiat-hu-kut-tai-hoat itu
ternyata belum tewas. Ia merintih dan bangkit menuju suhengnya. Dan ketika sang suheng merayap namun
jatuh lagi, berusaha memapak atau mendekati sutenya ini maka Sian-eng-jin gemetar menuding.
"Sumoi....... isterimu.......!"
"Ya, aku tahu. Ia....... ia terluka, sute....... berat. Kita...... kita tak mungkin di sini lagi....."
"Tapi kita perlu menemuinya. Kita dekati dia, suheng, lihat keadaannya....."
"Mari, aughh......!" lalu ketika dua orang ini berhasil berangkulan dan bangkit serta terhuyung menuju
Hek-i Hong-li ternyata nenek itu tiba-tiba menggeliat.
"Sumoi......!"
"Isteriku......!"
Entah kekuatan gaib apa yang membuat Hek-i Hong-li tiba-tiba bangkit. Pukulan Tangan Hantu yang
membuatnya serasa hancur bagian dalam tiba-tiba membuat ia memperoleh kekuatan. Panggilan Naga
Berkabung itulah yang terutama, panggilan terhadap isteri! Dan ketika ia membalik dan duduk berseri, dua
laki-laki itu telah roboh di dekatnya maka nenek ini menangis namun penuh bahagia, suaranya tersedak-
sedak.
"Twa-heng, kau...... kau memanggilku apa? Isteri? Hi-hiik.....! Panggil aku sekali lagi, twa-heng......
panggil aku seperti itu.....!"
"Uhh, kau...... sumoi cerewet. Kita sama-sama menghadapi maut, sumoi, jangan macam-macam.
Aku...... ughh, dadaku sakit.....!" Song-bun-liong muntah darah, melengos tak memandang nenek itu dan
wajah Hek-i Hong-li berubah. Nenek itu menggeram. Akan tetapi ketika Sian-eng-jin mencengkeram
lengannya dan terbatuk-batuk, Song-bun-liong semakin parah maka kakek ini membujuk.
"Sumoi, suheng tak pernah senang menunjukkan kemesraan di depan orang lain, kau tahu itu. Jangan
menuntut macam-macam dan tolonglah dia...... lihat lukanya....!"
Nenek ini bergumam. Ia reda lagi dan beringsut mendekati Naga Berkabung. Kakek ini muntah darah
lagi. Lalu ketika nenek itu terisak mengelus punggungnya, Sian-eng-jin tersenyum tiba-tiba kakek itu
melambai pada suhengnya.
"Suheng, aku dulu.....!"
Song-bun-liong terkejut. Kakek yang pucat ini mengeluh, bersamaan itu sutenya roboh. Seberkas sinar
keluar dari telinga kiri. Itulah roh Sian-eng-jin. Dan ketika Hek-i Hong-li terkejut dan berseru tertahan
mendadak suhengnya mencengkeram dan berseru,
"Hong-moi, aku menyusul sute....!"
Nenek ini menjerit. Robohnya Song-bun-liong membuat ia tersedu. Panggilan itu adalah nama
kecilnya, biasa diucapkan pada saat-saat berdua, saat bermesraan. Maka ketika ia menjerit dan balas
mencengkeram mendadak nenek inipun berseru, "Song-ko, aku ikut!" dan begitu ia roboh dan terguling di
atas suaminya maka seberkas cahaya melesat dari pusar, tepatnya dari jalan darah Yu-seng-hiat.
"Giok Cheng.....!"
"Sin Gak!"
"Giam Liong.....!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
505 Berturut-turut tiga nama disebut ketika empat bayangan berkelebat. Robohnya tiga tubuh yang
terguling itu menghentikan gerakan angin dan udara secara serentak. Pohon-pohon, yang semula berdesah
mendadak diam mematung. Air sungai yang mula-mula berkericik tiba-tiba mendadak diam. Segala yang
hidup maupun mati di atas permukaan bumi sekonyong-konyong sirap, suasana begitu hening dan amat
mencekam. Maka ketika terdengar teriakan dan jeritan disusul bayangan berlompatan, Ju-taihiap dan Han
Han serta isterinya dan Bi Hong melesat hampir berbareng maka semua kegaiban yang semula menguasai
tempat itu sirna seketika dan yang tampak sekarang adalah Giam Liong dan Sin Gak serta Giok Cheng yang
roboh tumpang-tindih. Giok Cheng menindih Sin Gak sementara Giam Liong sejengkal saja dari tubuh
puteranya. Roh dari orang-orang sakti telah meninggalkan mereka, yang ada tinggallah tubuh-tubuh yang
terluka dari Naga Pembunuh dan puteranya serta Giok Cheng.
Sedu-sedan tak dapat ditahan lagi. Bi Hong, yang tentu saja paling cepat dibanding yang lain telah
menyambar tubuh Sin Gak dari pelukan Giok Cheng. Roh Sian-eng-jin telah meninggalkan muridnya
sebagaimana roh Hek-i Hong-li meninggalkan Giok Cheng. Masing-masing, yang semula masuk lewat
telinga kiri dan pusar telah keluar pula lewat jalan itu. Naga Berkabung meninggalkan tubuh Giam Liong
lewat pi-kak-hiat, yakni daerah sekitar jakun. Dan karena masing-masing telah meninggalkan tubuh yang
dipinjam dan kembali ke alam kelanggengan maka akibat atau resiko dari semua kejadian itu dirasakan
pemilik tubuh yang bersangkutan.
Sin Gak misalnya, yang tertusuk telinga kirinya maka menjadi tuli bagian ini. Seumur hidup telinga itu
tak berfungsi lagi, rusak oleh tusukan Mo-hiat-hu-kut-tai-hoat yang keji. Sementara Giok Cheng, yang
dipakai gurunya dan kena cengkeraman Tapak Tangan Hantu pusarnya hangus dan terbakar. Dalam saat-saat
tertentu gadis ini akan menderita kesakitan, sebagian usus dan dinding rahimnya rusak, karena itu tak
mungkin ia dapat memiliki keturunan. Dan Giam Liong, yang dipakai oleh si Naga Berkabung setelah
dihantam Mo-seng-ciang dua tulang dadanya patah. Naga Pembunuh ini terluka cukup parah dan napasnya
megap-megap, pingsan dan pucat dan sebagian dari paru-parunya terbakar. Pria ini akan menderita ampeg
dada dan kalaupun sembuh jalannya akan terbungkuk, karena sebagian dari dadanya melesak ke dalam.
Maka ketika semua menangis dan menolong orang-orang yang dicinta, Bi Hong menolong Sin Gak
sementara Han Han dan ayahnya melihat keadaan Giam Liong maka Tang Siu atau nyonya Han Han tentu
saja menolong puterinya sendiri.
"Giok Cheng...... Giok Cheng, kau jangan tinggalkan ibu. Ooh, jangan kau mati, puteriku, jangan kau
pergi. Ibu tak punya siapa-siapa selain kau!"
"Harap ayah obati Giam Liong," Han Han bingung melepaskan diri. "Aku melihat isteriku, ayah, apa
yang terjadi pula dengan Giok Cheng."
"Baik, kau pergilah. Aku akan menolong saudaramu ini, Han Han, setelah itu kulihat cucuku."
Han Han bangkit setelah menjejalkan obat. Isterinya menggerung-gerung dan panik Giok Cheng tak
bergerak-gerak juga. Namun ketika ia berlutut dan memeriksa puterinya mendadak Han Han teringat kakek
di atas bukit itu.
"Sian-su....." katanya, ".....kita bawa kepada Sian-su, niocu, jangan menangis saja dan diamlah. Masih
ada harapan!"
Nyonya itu sadar. Tiba-tiba ia menoleh dan melihat kakek itu di atas bukit. Bu-beng Sian-su tampak
termenung dan menghela napas panjang pendek berulang-ulang. Lalu ketika nyonya ini bangkit dan berlari
terbang segera ia berlutut dan mengguguk di depan kakek itu.
"Puteriku, anakku........ oohhh, tolonglah Giok Cheng, Sian-su Tolonglah dia. Aku tak mau
kehilangan puteriku satu-satunya!"
"Benar, dan Sin Gak!" Bi Hong tiba-tiba berkelebat di belakang nyonya ini, membawa pemuda itu.
"Tolonglah Sin Gak, Sian-su. Dia...... jangan dia mati!"
"Pergi kau!" Ju-hujin tiba-tiba membentak. "Kau biang penyakit semuanya ini, Bi Hong. Kau
merampas hak puteriku Giok Cheng!"
"Bibi tak usah bicara macam-macam!" Bi Hong berseru dan balas membentak wanita itu. "Yang sakit
biarkan sembuh dan urusan lain dibicarakan belakangan!"
"Kau..... kau hendak kurang ajar kepadaku?"
"Kau yang tak tahu diri, bibi. Melihat orang-orang ini terluka parah kau bicara yang tidak perluKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
506 didahulukan. Kita sembuhkan dulu orang-orang yang kita cinta baru yang lain belakangan!"
"Hi-hik, aduh....... heh-heh-heh, dia benar, Ju-hujin. Yang sakit kita sembuhkan dulu dan urusan
pribadi belakangan. Aduh...... oohh, sembuhkan pula Naga Pembunuh ini, Sian-su...... aku..... aku tak mau
kehilangan dia......!" Su Giok, gadis yang terluka itu tiba-tiba naik ke atas dan membawa Giam Liong. Tadi
ia merampas pendekar itu dari tangan Ju-taihiap. Maka ketika ia terhuyung dan jatuh dua kali, terkekeh dan
menyeringai menahan sakit maka Han Han berkelebat menekan pundak isterinya. Sang ayah juga menyusul
dan membungkuk di depan kakek dewa itu.
"Maafkan kami," Ju-taihiap mewakili dengan suara penuh duka, serak. "Menantuku terbawa
perasaannya sendiri, Sian-su, ia sedang panik. Kau tolonglah kami semua dan biar kami masing-masing
tenang. Aku yang tua menjadi malu akan ribut-ribut ini."
"Tak apa," kakek itu tersenyum, tiba-tiba membalik. "Sebaiknya kita pulang ke Hek-yan-pang, Ju-
taihiap, dan di sana mengobati mereka. Marilah, tempat ini penuh dosa. Aku mendahului."
"Sian-su!" Ju-hujin terpekik, kakek itu tiba-tiba lenyap. "Bagaimana puteriku Giok Cheng!"
"Aku menunggu kalian di Hek-yan-pang. Pulang dan semua ke sana, hujin, kutunggu semua."
"Tapi....... tapi......."
"Sudahlah," Han Han memeluk dan menahan isterinya ini. "Sian-su telah bicara, niocu, kita tinggal


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melaksanakan. Mari pulang dan bawa semua ke sana."
"Tapi Giok Cheng, ia....... ia lukanya berat!"
"Bukan hanya. Giok Cheng, isteriku, Giam Liong dan Sin Gak juga berat."
"Tapi...... tapi ia anakku satu-satunya. Bagaimana kalau mati. Ah, kakek itu seharusnya menolong di
sini, suamiku, sekarang, bukan nanti atau besok. Kakek itu ternyata kejam, Bu-beng Sian-su tak berperasaan,
oohhhhh.....!" dan ketika nyonya itu terguling dan roboh ternyata wanita ini tak kuat menahan kecemasannya
akan puterinya. Han Han menjadi sibuk melihat isterinya pingsan, Bi Hong diam-diam berjebi di sana.
Begitu tebal ego wanita itu, yang diingat dan ingin diselamatkan hanya dirinya sendiri. Tapi ketika Ju-taihiap
bergerak dan meminta tubuh Giok Cheng maka Han Han diminta menolong isterinya itu, diam-diam
pendekar tua ini juga malu oleh sikap menantunya. Dan Su Giok tiba-tiba terkekeh.
"Hi-hik, kakek itu memang aneh. Ada yang sekarat masih juga ditunda. Eh, bagaimana denganmu, Bi
Hong. Apakah kau akan membawa Sin Gak ke Hek-yan-pang,"
"Aku akan membawanya ke sana. Bagaimana denganmu, enci, kaupun terluka. Mari kutolong dan kau
kupapah di sini."
"Heh-heh, aku bisa jalan sendiri. Aku akan membawa si Naga Pembunuh ini, Bi Hong, tak perlu
bantuanmu. Aku pergi dan akan kumintai tolong kakek itu, atau kudamprat nanti!" lalu ketika gadis ini
memondong dan membawa si Naga Pembunuh, tersuruk dan terhuyung-huyung maka Ju-taihiap bingung
melihat itu. Gadis itu sesungguhnya tak mungkin kuat.
"Su Giok, sebaiknya kau dibantu. Berikan Giam Liong kepadaku atau Han Han!"
"Tidak, mati hidup aku ingin bersamanya. Hi-hik, tak perlu mengurus orang lain, Ju-taihiap, urus saja
dirimu sendiri. Aku, ughh.....!" gadis itu terbatuk. "Mati hidup ingin bersama orang yang kucinta!"
Jago pedang ini membelalakkan mata. Ia menarik napas dalam-dalam melihat gadis itu memanggul
dan menuruni bukit dengan sukar, tiga kali terjatuh. Namun karena ia tak berani menolong maklum
kekerasan gadis itu maka Ju-taihiap diam saja sementara Han Han celakanya belum juga menyadarkan
isterinya yang pingsan. Dan Bi Hong tiba-tiba bergerak memanggul Sin Gak, bercucuran air mata, terisak.
"Ju-lo-enghiong, aku dapat membawa Giok Cheng kalau kau mau menolong enci Su Giok. Kasihan
dia, jatuh bangun."
"Mana mungkin, ia tak mau ditolong. Justeru kau sama-sama wanita, nona, tolonglah dia dan biar Sin
Gak kubawa."
"Tidak, Sin Gak bagianku. Kalau begitu kudekati dia dan biar kubantu!" ternyata Bi Hong yang tak
tega melihat keadaan Su Giok tak dapat pula mendahului gadis baju merah itu. Bi Hong menyambar dan
menahan tubuh gadis ini berkali-kali, tak perduli tepisan dan bentakan marah gadis itu. Dan ketika akhirnyaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
507 Su Giok menyerah dan menangis pula maka gadis ini sempoyongan memanggil-manggil nama Giam Liong.
Jelas betapa ia mencintai Naga Pembunuh ini namun Giam Liong tak bergerak dengan wajah semakin pucat.
Seharusnya pertolongan cepat dilakukan, perjalanan Su Giok lambat sekali. Dan ketika Ju-taihiap bingung
membawa Giok Cheng tiba-tiba Tang Siu sadar, langsung menanyakan Giok Cheng.
"Mana anakku, bagaimana dia. Sudahkah kalian bawa ke Sian-su, Han-ko. Mana Giok Cheng!"
"Sabar, ayah membawanya. Kita tak dapat melakukan perjalanan cepat, niocu. Giam Liong dan Sin
Gak berada di depan.
"Kalian, ah........ kalian berjalan seperti siput? Giok Cheng tak segera kalian bawa pulang? Keparat,
biarkan aku membawanya, Han-ko. Aku tak mau Giok Cheng mati. Lepaskan!" sang nyonya tiba-tiba
memberosot, lepas dari pegangan suaminya dan melengkinglah wanita itu menyambar Giok Cheng. Ju-
taihiap terkejut namun tahu-tahu gadis itu telah disambar ibunya. Dan ketika nyonya ini memekik dan
terbang turun bukit maka ia menyambar bagai kijang betina, langsung menuju Hek-yan-pang.
"Niocu....!"
Akan tetapi seruan Han Han tak digubris isterinya. Justeru wanita itu mengguguk dan tersedu-sedu
serta memaki suaminya yang dikata lamban. Sudah tahu anak sekarat dibiarkan berlama-lama. Dan ketika
nyonya itu menghilang sementara Han Han tertegun maka Ju-taihiap ikut terpukul dan terguncang, tiba-tiba
bergerak dan mencengkeram lengan puteranya.
"Kau susul isterimu, biar aku di sini!"
"Tidak, ayah saja yang menyusul Siu-moi. Aku menjaga dan mengawasi di sini. Aku tak dapat
meninggalkan Giam Liong maupun Sin Gak, ayah, mereka juga sama-sama butuh perhatian!"
"Tapi ia isterimu!"
"Siu-moi mementingkan diri pribadi, aku malu oleh kelakuannya. Biar ayah saja yang menyusul dan
aku mengiringi anak-anak ini."
"Ah, tapi kau lebih berkepentingan, Han Han, paling tidak Giok Cheng puteri tunggalmu!"
"Yang berkepentingan bukan hanya kita. Sin Gak dan ayahnya ini bukanlah orang lain, ayah. Giam
Liong adalah saudaraku juga. Silakan ayah pergi dan aku belakangan."
"Han Han!"
"Tidak, sekali lagi tidak, ayah. Kau yang pergi atau kita sama-sama di sini!"
Ju-taihiap tertegun, wajahnya berubah-ubah. Sebagai pendekar tentu saja dia tahu sikap keras
puteranya ini. Han Han malu harus meninggalkan Giam Liong dan Sin Gak, padahal mereka juga sama-sama
butuh perhatian dan pertolongan. Namun karena ia juga tak dapat menyalahkan sikap Tang Siu sebagai ibu,
yang khawatir dan cemas oleh bahaya yang mengancam puterinya akhirnya jago tua ini mengangguk dan
berkata, suaranya jelas menahan sesuatu yang berat, sesuatu di persimpangan jalan.
"Baiklah, aku tak tahu siapa lebih benar dalam hal ini. Keteguhanmu mengendalikan kepentingan
pribadi mengagumkan aku, Han Han, namun sebagai kakek aku harus melihat cucuku pula. Baiklah aku
susul isterimu dan kau cepatlah datang ke Hek-yan-pang!"
"Silakan ayah pergi. Siu-moi membuat aku malu, ayah, paling tidak kepada Bi Hong dan Su Giok.
Aku akan di sini menjaga keponakan dan saudaraku pula." Han Han bersikap dingin, mengangguk kepada
sang ayah dan Ju-taihiap melompat memutar tubuh. Ju-taihiap terpukul dan terguncang oleh kejadian itu,
siapakah yang benar antara Han Han dan isterinya. Dan ketika jago tua itu lenyap sementara Bi Hong
mendengarkan kagum, diam-diam simpati dan hormatnya timbul maka ia tiba-tiba berkata bahwa iapun
dapat mempercepat perjalanan.
"Kalau paman mau membawa paman Giam Liong maka enci Giok dapat kutuntun dan menyusul Giok
Cheng. Sekarang maukah paman membawa paman Giam Liong."
Akan tetapi Su Giok melotot. "Apa, kau mau memisahkan aku dari Naga Pembunuh ini? Jangan coba-
coba, kau atau aku mampus di sini, Bi Hong. Kalau ingin cepat menemui Sian-su pergilah, aku tidak
menyuruh kalian mengawal!"
"Sudahlah, sudah...." Han Han maklum dan tak mau berdebat. "Luka-lukamu sendiri butuh perhatian,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
508 Su Giok, kalau itu keinginanmu terakhir biarlah kau bawa dia. Aku tak akan merebut."
"Hi-hik, bagus, tapi jangan salahkan aku kalau ada apa-apa. Siapa yang menyelamatkan Giam Liong
dengan lemparan Guci Penghisap Roh tadi!"
Bi Hong menarik napas panjang. Memang dari sinilah asal mula pertandingan berakhir. Kalau Su Giok
tidak melemparkan Guci Penghisap Roh dan tiga iblis itu tak lumpuh ilmunya maka Naga Pembunuh dan
lain-lain bisa lebih berbahaya lagi. Mereka telah terdesak oleh gabungan Mo-seng-ciang yang dilakukan Mo-
bin-lo dan Mo-bin-jin serta Te-gak Mo-ki. Karena inilah kedudukan tiga dari Ngo-cia Thian-it terdesak,
padahal biasanya mereka selalu berimbang. Dan karena jasa gadis itu memang besar dan hanya karena
kemuliaan serta keluhuran Naga Berkabung maka kakek itu dicurangi Te-gak Mo-ki dan Mo-bin-jin, disusul
oleh kemarahan Hek-i Hong-li dan Sian-eng-jin maka pertandingan berakhir dengan tragis dan pihak yang
menang malah menjadi sampyuh bersama musuh-musuh mereka. Hek-i Hong-li dan Song-bun-liong serta
Sian-eng-jin menjadi korban.
Tiga orang ini berjalan meninggalkan bukit. Hutan Iblis, yang hancur dan berada di balik bukit telah
dilupakan Bi Hong dan lain-lain. Bahkan Han Han sampai lupa kepada mayat Majikan Hutan Iblis, yang
tewas setelah dihantam Sian-eng-jin. Maka ketika mereka terus berjalan sementara Bi Hong tak dapat
meninggalkan Su Giok, yang membawa ayah kekasihnya maka Han Han muram di belakang dan mengikuti
saja kedua gadis ini.
Akan tetapi Su Giok akhirnya tak kuat. Gadis ini telah terkena Mo-seng-ciang yang dilancarkan
Majikan Hutan Iblis, sebelum laki-laki itu dimasuki roh gurunya, Te-gak Mo-ki. Maka ketika sehari
perjalanan dilakukan dengan lambat, Bi Hong menyalurkan sinkangnya untuk menolong Sin Gak secara
darurat maka gadis baju merah itu roboh dan terpelantinglah Giam Liong dari pondongannya.
"Aduh, mataku gelap. Ooh, terima Naga Pembunuh ini, Bi Hong....... dadaku sesak!"
Benar saja, gadis itu batuk dan melontakkan darah. Sesungguhnya gadis ini terlalu memaksa diri dan
malah memperberat penyakitnya dengan membawa orang lain. Ia terjungkal dan Han Han menyambar
tubuhnya. Dan ketika Bi Hong terpaksa meletakkan Sin Gak menolong gadis itu, sebagai sesama wanita
tentu saja lebih leluasa dibanding Han Han maka gadis ini menangis melihat keadaan murid Hek-i Hong-li
ini. Wajah Su Giok pucat sekali.
"Enci Giok, kau terlalu keras kepala. Kau tak menurut nasihatku. Lihat apa yang terjadi kalau sudah
begini."
"Heh-heh...... hi-hik, jangan marahi aku. Sesungguhnya aku tahu saat ajalku, Bi Hong, lukaku berat.
Tapi..... tapi aku ingin membawa orang yang kucinta selama mungkin. Aku, uhh......!" gadis ini menggeliat,
napasnya terengah-engah. "Aku tak kuat, Bi Hong, tenagaku hanya sampai di sini. Kalian...... kalian bawalah
dia cepat ke Hek-yan-pang. Katakan.... aku mencintainya sampai akhir hayatku.........!"
"Enci Giok!"
"Heh-heh, kau...... kaupun mencintai Sin Gak seperti aku mencintai ayahnya, Bi Hong. Aku..... aku tak
menyalahkan yang namanya cinta. Tapi..... tapi Giok Cheng..... ah, sumoiku itupun mencintai Sin Gak, Bi
Hong. Kau..... kau berilah kesempatan agar ia berbahagia......!"
"Enci Giok!"
"Sst, aku mau mati. Kau..... bisakah kau memenuhi permintaanku, Bi Hong, orang yang putus cinta
sakit sekali. Seperti..... seperti aku, augh..... dadaku.... dadaku sesak. Kalau...... kalau kau mau berikanlah Sin
Gak kepada sumoiku Giok Cheng. Ia...... ia akan mati kalau tidak bersanding Sin Gak....!"
"Enci Giok!"
"Tidak, aku ingin memberikan sesuatu kepada sumoiku itu. Aku menyayangi Giok Cheng, Bi Hong, ia
tiada ubahnya adik kandungku sendiri. Kau..... kau berjanjilah berikan Sin Gak kepada sumoiku itu. Atau......
atau aku tak mati meram!"
Bi Hong tersedu-sedu. Pembicaraan sudah beralih ke masalah cinta dan ini berat sekali. Susah payah
ia ingin menyelamatkan Sin Gak tapi kalau sembuh diberikan orang lain, siapa tidak sakit! Tapi melihat
penderitaan Su Giok betapa gadis itu mendelik dan kejang-kejang, melotot dan bertanya janjinya tiba-tiba Bi
Bong yang biasa mementingkan orang lain menomorduakan diri sendiri tiba-tiba berseru, persis seperti
gurunya yang tak ingat kesenangan diri sendiri, jawaban yang membuat Han Han tergetar dan terkesiap.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
509 "Baik, aku berjanji, enci Giok. Aku rela menyerahkan kebahagiaanku kepada Giok Cheng. Kau
pergilah dengan tenang dan Sin Gak akan kulepaskan!"
Jilid XXXVI
"HEH-HEH, hi-hikk....... terima kasih, uhh, kau....... kau baik sekali, Bi Hong.... kau....... kau
memberiku kepuasan. Ah, aku dapat mati meram.......!"
"Enci Giok!"
Gadis baju merah itu terguling. Su Giok meraih tangan Bi Hong akan tetapi gagal, roboh dan sudah
menghembuskan napasnya penghabisan. Mata dan bibir itu tertutup, senyum mengembang jelas di saat akhir
hayat gadis baju merah ini. Dan ketika Bi Hong tersedu-sedu sementara Han Han tergetar dan terharu bukan
main maka pria ini menahan mayat gadis itu berkata kepada Bi Hong,
"Ia telah meninggalkan kita, tak guna ditangisi. Kau....... hm, kau gadis luar biasa, Bi Hong. Kau
melepas sesuatu yang berat sekali. Seharusnya tak perlu melakukan itu."
"Sudahlah, aku tak ingin bicara ini. Enci Giok telah meninggalkan kita, paman, aku akan mengubur
jenasahnya. Tolong kau jaga Sin Gak dan paman Giam Liong dan setelah ini kita cepat-cepat ke Hek-yan-
pang!"
"Aku dapat menggali lubang....."
"Tidak, paman jaga Sin Gak dan ayahnya!" lalu ketika gadis ini membalik dan melompat iapun telah
membuat lubang dengan sepotong ranting, mencokel dan menusuk sementara kedua matanya masih
mencucurkan air mata tiada habis-habisnya. Tangis dan sedu-sedan gadis ini membuat Han Han tak kuat
juga, melompat dan membantu dan akhirnya Bi Hong membiarkan. Sebuah lubang telah siap dengan cepat.
Dan ketika gadis itu memasukkan jenasah Su Giok maka diiringi air mata bercucuran bibirnya bergumam
gemetar.
"Enci Giok, aku tak dapat merawat jenasahmu lebih baik. Semuanya serba seadanya. Kau pergilah
dengan tenang dan selamat jalan!" membalik dan menyambar Sin Gak gadis ini berseru, "Paman, harap kau
bawa paman Giam Liong. Sekarang kita harus cepat-cepat ke Hek-yan-pang. Marilah dan jangan buang-
buang waktu lagi!"
Han Han terharu dan masih tergetar oleh peristiwa itu. Gadis ini masih menangis dan diam-diam ia
kagum bukan main. Ia tahu benar arti tangis itu, apalagi kalau bukan persoalan asmara. Dan karena ia juga
bingung oleh si sakit yang harus cepat disembuhkan, Sin Gak dan ayahnya harus cepat mendapat
pertolongan maka iapun mengangguk dan sudah menyambar tubuh Giam Liong.
Sebelum melompat pendekar ini memberi hormat di depan makam Su Giok, bibirnya bergumam
menyatakan sesuatu yang tak jelas. Tapi begitu Bi Hong berkelebat dan ia tak boleh ketinggalan maka Han
Han sudah meluncur dan terbang merendengi gadis ini, langsung menuju Hek-yan-pang, tempat di mana Bu-
beng Sian-su menunggu.
-0- Tang Siu menyambut suaminya dengan tersedu-sedu. Han Han bersikap dingin namun melunakkan
sikapnya melihat tangis sang isteri. Ju-taihiap, ayahnya berdiri di depan kamar Giok Cheng dengan wajah
muram. Bu-beng Sian-su tak ada di situ, entah di mana. Dan ketika mau tak mau ia harus menengok
puterinya, Giok Cheng pucat dan menggeletak di pembaringan maka ia bertanya kepada ayahnya apa yang
terjadi dengan puterinya itu, apakah sudah mendapat pertolongan.
"Sudah, tapi..... tapi sesuatu mengguncangkan isterimu. Ada hal yang tak nyaman didengar, Han Han.
Giok Cheng, ia......... ia tak dapat......"
"Cukup, jangan sebut itu. Aku tak mau dengar itu, gak-hu. Giok Cheng tak boleh tahu. Kalian, eh.....
Bi Hong ada di sini!"
Ju-taihiap rupanya sadar dan cepat menutup mulut. Memang Han Han mengajak gadis ini sampai ke
dalam, maksudnya mencari Bu-beng Sian-su dan mencari tahu di mana kakek dewa itu berada. Giam Liong
dan Sin Gak masih di pondongan mereka. Dan ketika tiba-tiba Han Han berkerut sang ayah tak jadiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
510 meneruskan, sementara sang isteri membalik dan marah menghadapi Bi Hong maka ia cepat menghadang
dan menyambar lengan isterinya ini.
"Giok Cheng sudah mendapat pertolongan, bagus. Sekarang kami akan membawa Sin Gak dan
ayahnya ke Sian-su. Mana Sian-su, tak usah menyalahkan atau menegur siapapun!"
Dengan kata-kata ini Han Han hendak menyatakan kepada isterinya bahwa jangan marah-marah
kepada Bi Hong. Gadis itu telah melakukan sesuatu yang mulia, wajahnya masih pucat dan bekas air mata
itupun masih basah. Kalau isterinya marah-marah dan hendak melepaskan emosi salah-salah dia sendiri yang
akan marah. Maka mencengkeram dan menyadarkan isterinya pendekar ini melindungi Bi Hong.
"Sian-su di belakang telaga, di atas perahu. Kalian telah ditunggu dan harap cepat ke sana saja." Ju-
taihiap mewakili dan Han Han mendapat kedipan ayahnya ini. Ada sesuatu yang serius dan hendak
dibicarakan namun Bi Hong ada di situ, Han Han menangkap. Maka melepaskan isterinya menyambar
lengan gadis itu pendekar ini berseru,
"Baik, kalau begitu kita ke sana. Mari, Bi Hong, Sian-su menunggu di belakang!"
Bi Hong menahan tangis dan menggigit bibirnya. Hatinya masih serasa remuk teringat
pembicaraannya terhadap Su Giok. Ia tak memperhatikan dan curiga kepada tangis nyonya itu, bahkan acuh
dan dingin memandang Giok Cheng yang membujur di pembaringan. Maka ketika Han Han menariknya dan
mengajaknya ke luar, kebetulan baginya karena iapun tak senang berhadapan dengan Ju-hujin itu maka gadis
ini meninggalkan kamar dan Han Han berkelebat ke belakang, bagian paling belakang di mana tampak
sebuah perahu bergoyang-goyang lembut dengan seorang penumpangnya yang duduk bersila.
"Sian-su!" Han Han meloncat dan berlutut di dalam perahu itu. "Maafkan kami, kami......"
"Aku tahu, duduklah. Tak perlu buru-buru dan cemas berlebihan, anak muda. Semua sudah digariskan
dan letakkan Naga Pembunuh itu."
"Dan ini...."
"Ya, letakkan pula, nona. Aku mengerti. Tinggalkan mereka dan biarkan di sini." Kakek itu
memotong, mengulapkan lengannya kepada Han Han dan Bi Hong dan gadis ini menahan isak tangis berat.
Diam-diam ia mencium pinggir telinga Sin Gak. Lalu ketika kakek itu mendorong dan menyuruh pergi, Han
Han tertegun maka kakek ini mengulang perintahnya dengan wajah sungguh-sungguh.
"Ya, sekarang kalian pergi. Malam nanti boleh kembali dan beristirahatlah."
"Tapi...... tapi kalau kau butuh pertolongan?"
"Tak ada yang kubutuhkan, nona, pergilah dan tenangkan hatimu. Malam nanti atau besok kalian
boleh kembali."
Bi Hong menahan lagi sedu-sedannya. Akhirnya gadis ini memutar tubuh dan ke luar perahu, Han Han
termangu dan sejenak memandang kakek itu lagi. Namun ketika Bu-beng Sian-su mengangguk dan minta
sendiri maka kakek itu tak mau di ganggu.
"Pergilah, aku akan menolong ayah dan anak. Kau temui anak isterimu."
"Baiklah," Han Han sadar, teringat isteri dan ayahnya, juga Giok Cheng. "Nanti aku kembali, Sian-su.
Maaf kalau kami meninggalkanmu sendiri."
Kakek itu menghela napas, senyumnya berat. Tapi begitu Han Han meninggalkan tempat maka kakek
ini mulai melakukan pertolongan dengan memegang tubuh si sakit, menggosok dan tampak berkemak-kemik
dan perahu bergoyang sedikit keras. Han Han menengok kemudian berkelebat menuju anak isterinya, namun
ketika tiba-tiba ia teringat Bi Hong dan berhenti mencari gadis itu ternyata murid Song-bun-liong ini lenyap
entah ke mana.
"Bi Hong!" pendekar itu memanggil. "Di mana kau!"
Akan tetapi gadis ini tak ada. Tiga kali Han Han memanggil namun tiada jawaban. Dan ketika ia
mengangkat bahu menganggap gadis itu pasti kembali, betapapun Sin Gak pasti ditengok maka pendekar ini
memasuki rumahnya untuk kembali bertemu isteri dan ayahnya. Giok Cheng masih telentang dengan wajah
pucat, murid-murid menunduk dan tak berani mengusik.
"Bagaimana keadaannya," Han Han langsung bertanya kepada ayahnya, sedikit tak mengacuhkanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
511 isteri. "Sembuhkah dia, ayah, apa kata Sian-su."
"Giok Cheng sembuh, tapi dua tiga bulan lagi. Sian-su telah menolongnya, Han Han, dan bagaimana
dengan Sin Gak dan ayahnya."
"Sian-su telah menolongnya, malam nanti boleh dijenguk." Lalu teringat isyarat ayahnya tadi Han Han
bertanya apa yang hendak dikatakan ayahnya tadi. "Sekarang tak ada orang lain, Bi Hong tak di sini. Apa
yang hendak ayah katakan dan kenapa Siu-moi menjerit jangan."
"Tidak, tak usah diceritakan!" nyonya itu mengguguk. "Tak ada apa-apa dengan anak kita, Han-ko.
Giok Cheng akan sehat dan tak ada apa-apa!"
"Hm, jangan merahasiakan. Kau boleh menyimpannya namun aku dapat bertanya kepada orang lain,
niocu, paling tidak Sian-su. Kenapa kau begitu takut dan pucat. Ada apa dengan Giok Cheng."


Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak ada apa-apa, tidak...... sungguh, anak kita sembuh total tiga bulan lagi!"
"Namun kau tersedu-sedu. Hm, aku bukan anak kecil, Siu-moi, Giok Cheng anak kita berdua. Kau
melakukan kesalahan dua kali apabila menyembunyikannya kepadaku. Sebaiknya ayah ceritakan!" Han Han
mulai marah dan semakin tak senang kepada isterinya ini. Ia masih tertusuk oleh sikap isterinya yang begitu
mementingkan diri sendiri, yakni ketika menyelamatkan Giok Cheng sementara di situ ada Giam Liong dan
Sin Gak. Mereka juga sama-sama perlu diselamatkan namun isterinya ini tak mau perduli. Ia merasa malu
terhadap Bi Hong dan Su Giok. Ia tertampar oleh sikap isterinya ini. Tapi ketika ia mulai merah dan sang
ayah tahu gelagat, Ju-taihiap bukanlah seorang pengecut maka kakek itu berkata bahwa mereka tak dapat
mengharapkan cucu atau keturunan lagi, suaranya gemetar.
"Giok Cheng terluka parah, rahimnya terbakar. Kalaupun sembuh seumur hidup tak dapat memberikan
anak."
"Apa?"
"Gak-hu!" Tang Siu memotong pertanyaan suaminya dengan jeritan melengking. Nyonya ini
menyesal dan marah akan tetapi tak dapat berbuat apa-apa. Yang berbicara adalah mertuanya, ayah dari
suaminya. Maka ketika ia membentak dan meloncat keluar segera wanita ini meninggalkan kamar dengan
tangis yang mengguguk. Han Han terkejut dan pucat sekilas, tampak bahwa kekagetan tak dapat
disembunyikannya lagi. Akan tetapi ketika ia batuk-batuk dan cepat sekali menenangkan guncangan batin
maka pria ini ternyata telah dapat menguasai dirinya lagi, biarpun gemetar.
"Giok Cheng, anakku satu-satunya, ia...... ia tak dapat memberikan keturunan, ayah? Maksudnya
bahwa ia mandul seumur hidup?"
Kembang Jelita Peruntuh 8 Apalagi Jennings Karya Anthony Buckeridge Rembulan Tenggelam Di 5
^