Pencarian

Hadiah Membawa Bencana 1

Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung Bagian 1


0 1 HADIAH MEMBAWA
BENCANA
Karya : Khu Lung
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
JILID
01 - 22
Penerbit :
U. P. M E L A T I
J A K A R T A
2 DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi
para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi,
berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit
didapatkan di pasaran dari kepunahan, dengan cara
mengalih mediakan dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih
media diklasifikasikan berdasarkan kriteria
kelangkaan, usia, maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh
dari kontribusi para donatur dalam bentuk
image/citra objek buku yang bersangkutan, yang
selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan
dikompilasi dalam format digital sesuai
kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial
dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk
digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor Ebook 3
HADIAH MEMBAWA BENCANA
Jilid 1
Rimba Pohon Tho.
Sepanjang sepuluh li rimba pohon tho itu
nampaknya tak berbatas dan tak berakhir.
Berbaris di sepanjang tanah tanah luas
itu bunga-bunga tho yang warnanya merah dari
jauh nampaknya seperti bergelombang kemerah-
merahan.
Kalau musim semi telah nberakhir diantara
beterbangan burung-burung dan kupu-kupu
tiupan angin telah membikin rontok daun
bunga-bunga merah itu sehingga terbang
beterbangan di angkasa kemudian berjatuhan
diantara salju yang putih.
Mendengar burung-burung berkicau,
mengandung semerbaknya harumnya bunga,
menyaksikan bunga tho beterbangan diangkasa
oleh tiupannya sang angin betul-betul
menikmati itu semua seolah-olah kita berada
dalam impian. Tapi sebenarnya itu adalah
suatu keadaan yang membuat pikiran kusut
menjadi lega membawa kida dalam lamunan nan
jauh di awan
Apakah rimba pohon tho itu ada suatu
tempat yang amat tenteram dan bahagia? Oh 4
sayang sekali tidak demikian adanya, ia
mengandung riwayat berdarah.. Kekejaman,
ketelegasan dan keserakahan manusia yang
tidak puas-puasnya. Tetapi di samping semua
itu, sejak dahulu kala tempat itu terkenal
banyak mengeluarkan jago-jago lelaki dan
perempuan, tua dan muda yang pada mengangkat
namanya dalam rimba persilatan. Suatu
kenyataan yang tak dapat dibantah oleh
siapapun juga.
Rimba pohon tho itu letaknya di kota Lam
co dalam propinsi Kam siok tidak jauh di
sebelah kirinya desa benteng yang bernama
Hong seng.
Pada suatu sore pemandangan tampak sedang
permainya dari kejauhan nampak ada
mendatangi seorang penunggang kuda yang
melarikan kudanya ke jurusan rimba.
Tiba di mulut rimba, ia menghentikan
kudanya. Sejenak mengawasi kesekitarnya lalu
berkata dalam sendirian, "Oa.. sudah lima
tahun lamanya aku tidak datang ke sini.
Bunga-bunga nampaknya seperti dahulu kala.
Tidak jauh dari si ada rumahnya toako yang
akan merayakan hari ulang tahunnya. Syukur
aku sanpai tepat pada waktunya, meskipun
untuk itu akusudah menempuh puluhan ribu
li"
Penunggang kuda itu adalah seorang pemuda
berusia kira-kira 32 tahun, paras mukanya 5
tampan, perawakannya gagah dan mengenakan
pakaian sebagai pelajar.
Alisnya bagus, matanya bersinar dan di
pinggangnya ada menyoren sebilah pedang
panjang. Kudanya berbulu hitam mulus ada
satu kuda jempolan yang dinamai "Kuda
Angin", kuku kakinya putih meletak laksana
salju.
Dalam kegirarangan akan menemui toakonya,
penunggang kuda itu tiba-tiba melihat ada
orang tani yang hendak menghabisi jiwanya
dengan cara menggantung diri pada sebuah
pohon kira-kira 10 tindak daripadanya.
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Ia lau memanjukan kudanya dan menabas
kutung tambang yang menjerat leher orang
yang nekad tadi. Tubuhnya jatuh di tabah
separuh pingsan.
Pemuda itu lalu turun dari kudanya. Ia
jongkok dan memeriksa keasaan si korban. Ia
tidak apa-apa. Ketika ditanya sebab apa ia
mengambil keputusan nekad, orang itu
menjawab sambil geleng-geleng kepala.
"Saudara.. sebaiknya kau biarkan saja aku
menggantung diri."
"Kau memangnya kenapa? Coba kau tuturkan
padaku, mungkin aku dapat menberikan
pertolongan." Kata si anak muda.
Orang itu menghela nafas. 6
"Tidak jauh dari sini ada rumahnya Li
Hoay Bin." menutur orang itu. "Dia kini
tengah merayakan hari ulang tahunnya yang ke
50. Aku she Cu, karena dulu pernah menerima
budinya Li toako, aku sudah menjual sawahku
sebanyak 10 bouw dan uangnya dipakai membeli
jinsom, maksudku barang ini akan kuberikan
kepada Li toako. Apa lacur dalam perjalanan
ke rumah Li toako barusan aku dicegat oleh
seorang yang berbaju dan bertopeng hitam.
Barang antaranku itu telah dirampas. Aku
jadi urung ke rumahnya Li toako, dalam
kecemasan aku sudah mengambil keputusan
pendek seperti barusan kau saksikan
sendiri."
Orang muda itu berpikir. Baik hatinya
sebaiknya ia memberikan pertolongan untuk
merampas pulang barang antarannya.
"kau tak usah berlaku nekad?" katanya
menghibur. " aku akan cari orang itu dan
merampas pulang barang antaran. Kalau
berhasil aku nantu kembalikan di rumahnya Li
toako, sebab justru aku juga akan ke
rumahnya. Nah, sekarang kau baik-baik jalan
ke rumah Li toako.
Setelah mendapat tahu ke jurusan mana
penjahat itu kaburnya, maka pemuda itu lalu
cempak kudanya dan dikaburkan ke jurusan
yang ditunjuk.
Belum lama ia mengejar, tiba-tiba ia
hentikan kudanya, karena dicegat oleh orang 7
berbaju dan bertopeng hitam yang muncul dari
gerombolan pepohonan .
"Kebetulan!" pikir pemuda itu, lalu turun
dari kudanya. "orang ini tentu ad penjahat
yang dicarinya. Sebaiknya aku lekas turun
tangan untuk merampas pulang barang si orang
tadi bernasib malang itu."
Ketika sudah berhadapan dengan si
penjahat, pemuda itu menanya, "Sahabat, kau
mencegat aku ada urusan apa?"
Sambil mengacungkan goloknya yang tajam
orang itu menjawab, "Jangan banyak rewel.
Tinggalkan kuda dan buntalanmu. Kau boleh
berlalu tanpa aku ganggu seujung rambutpun!"
Pemuda itu tertawa dingin. "Sahabat, aku
mau menberikan barang-barang yang kau minta,
Cuma aku harus tanya kawanku dulu, dia mau
kau atau tidak?"
Orang bertopeng itu rupanya kaget
mendengar pemuda itu ada kawannya. Cepat ia
menanya, "Mana kawanmu? Lekas tinggalkan
barang-barang dan kudamu, aku tidak ada
tempo lama disini!"
"Ini dia kawanku.." jawab pemuda itu
sambil kasi unjuk sepasang kepalannya.
"Setan! Kau berani main gila?" orang itu
mendongkol dengan sengit ia menyerang dengan
goloknya. 8
Ternyata penjahat itu tidak ada gunanya
sebab ketika goloknya kena dipegang dan
didorong lantas saja tubuhnya sempoyongan
seperti layangan putus.
Tanpa menengok pula ke belakang ketika
goloknya kena dirampas, penjahat itu sudah
terbirit-birit lari meninggalkan si pemuda
yang jadi sangat geli melihat kelakuannya
penjahat tidak berguna itu.
Ia memeriksa sejenak golok rampasannya,
ketika mengetahui barang itu tidak ada
gunanya lalu dilemparkan. Kemudian ia
memeriksa di tempat si penjahat barusan
telah unjukkan cecongornya, pada salah satu
cabang pohon ia menemukan satu kotak kecil
berbentuk persegi dibungkus dengan kain
sutera berlapis-lapis.
Ia jemput kotak itu, kemudian cemplak
kudanya dilarikan Li Hoay Bin.
Bertalian dengan ulang tahunnya yang ke
50, orang she Li itu rias rumahnya dengan
sangat sederhana.
Semua orangnya Li Hoay Bin kenali pemuda
itu adalah saudara angkat majikannya maka
kedatangannya tanpa pertanyaan telah
disambut dengan hormat. Setelah turun dan
menyerahkan kuda pada satu orangnya tuan
rumah lalu ia masuk dengan membawa kotak
yang ia ketemukan di cabang pohon dan
dianggapnya ada jinsom istimewa miliknya 9
seorang tamu yang berlaku nekad belum lama
tadi.
Li Hoay bin melihat masuknya anak muda
itu lalu bangkit dari tempat duduknya
menyongsong dengan berseri-seri.
"Jite!" serunya "Kau datang dari luar
perbatasan menempuh puluhan ribu li hanya
untuk memberi selamat ulang tahunku saja,
sungguh membikin hati merasa tidak enak.
Perayaan ulang tahunku kali ini adalah
seperti tahun-tahun yang lampau. Nah,
sekarang kau sudah datang, mari aku
perkenalkan kepada sekalian tamu yang hadir
di sini."
Li Hoay Bin berkata sambil menggandeng
saudara angkatnya diajak menemui para
tamunya kepasa siapa ia berkata, "Saudara-
saudara sekalian, inilah ada saudara
angkatku Bo yong Kang satu pendekar di luar
perbatasan berempat di sepanjang gunung Pek-
san dan sungai Hek cui, dunia kang ouw
memberi julukan kepadanya, ?Pelajar Hati
Besi."
Para tamu menyambut dengan hangat
perkenalan ini. Tuan rumah agaknya gembira
sekali melayani para tamunya terutama kepada
Bo yong Kang saudara angkatnya yang datang
dari tempat jauh dan lama tidak ketemu. Ia
sibuk melayani ini dan itu.
Bo yong Kang nampak tidak hadir isterinya
Li Hoay Bu. "Toako, aku tidak lihat toaso 10
apakah dia selamat dan sehat-sehat saja?"
tanyanya ketawa.
Li Hoay Bin kerutkan alisnya, tampak awan
kedukaan pada air mukanya, akan tetapi hanya
sebentar saja ia segera bergembira pula.
"Jite, toaso mu sudah beberapa hari ini
kurang enak badan, maka dia tidak bisa
keluar menyambut tetamu. Nah kau wakili aku
menyambut tetamu minum arak, aku masuk


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebentar melihat toasomu." Katanya sambil
bangkit dari duduknya.
"Silakan toako" jawab Bo yong Kang. Tidak
lama Hoay Bin sudah kembali lagi dengan
membawa sebilah pedang.
Sambil nunjukkan pedang ditangannya, ia
menjura kepada sekalian tetamunya.
"Saudara-saudar sekalian" ia berkata
"Pedang Hoay Bin ini meskipun tidak setajam
pedang pusaka, tetapi dengan mengandal tajam
pada senjata ini pada tahun-tahun yang
lampau Hoau Bin beruntung telah mengangkat
nama. Setelah mencapai umur 40 tahun hatiku
mulai tawar berkecimpung dalam dunia kang-
ouw maka telah mengasingkan diri di sini
sudah delapan tahun lamanya. Aku sudah jemu
dengan ilmu silat. Maka anakku Cong Bun Yang
kini sudah berumur delapan tahun sedikit
tidak mengerti ilmu silat karena kau tidak
mendidiknya. Kebetulan sekalian saudara ada
hadir di sini aku mohon kalian menyaksikan
tentang aku mengundurkan diri dari dunia 11
kang-ouw, aku akan butakan mata dan tulikan
kuping tidak akan mengambil pedang lagi,
tidak akan mengambil pusing lagi urusan
demikian."
Li hoay Bin menutup kata-katanya dengan
menghunus pedang dari sarungnya. Ia pegang
senjata itu dengan tangan kiri, dilintangkan
di depannya kemudian jari tangannya yang
kanan dengan menggunakan ilmu ?Tiat ci sin
kang? (tenaga jari besi sakti) menentil
belakang pedang itu. Suara nyaring segera
terdengar dan pedang itu dalam sekejap mata
saja sudah menjadi tiga potong jatuh di
tanah.
No yong Kang dan para tamu lainnya tidak
menghalang-halangi perbuatan Hoay Bin, hanya
mereka merasa agak heran, karena caranya
pendekar mengundurkan diridari dunia Kang-
ouw dilakukan seperti Hoay Bin tadi baru
mereka menyaksikan saat itu.
Tiba-tiba satu pelayan masuk dengan
membawa sepucuk surat diretimakan pada Hoay
Bin. Pelayan itu menerangkan, surat itu
dibawa oleh seorang tinggi besar menunggang
kuda, dan setelah menyerahkan surat telah
naik kudanya pula dengan tergesa-gesa dan
kaburkan tunggangannya, sehingga tidak ada
kesempatan menanyakan surat iru dari mana.
"Tak apa" kata Hoay Bin sambil membuka
surat itu.
Bunyi suratnya hanya pendek saja : 12
Malam ini Jam satu aku datang untuk
memberi selamat Ulang Tahun.
Ho Ceng Bu, si Telapak Tangan Sakti.
(Hiocu dari Si leng cee Tangsi Garuda)
Bunyi surat dibacakan dengan suara keras
oleh Hoay Bin, hingga senua hadirin dapat
mendengarnya. Bo yong Kang tak tahu menahu,
tapi tamu-tamu lainnya mendengar sebutan
nama Si Leng cee kelihatan pada berubah air
mukanya dan saling memandang satu dengan
yang lain.
Hoay Bin lihat kelakuan itu, lalu
masukkan surat dalam sakunya kemudian sambil
ketawa ia berkata:
"Ho Hiocu itu memang ada mempunyai
ganjalan hati dengan aku, sayang
kedatangannya itu ilmu pedang ciptaanku
sendiri ?Gaya Bunga Bwee? Kini aku harus
mentaati sumpahku, tadi sebentar malam kalau
dia datang aku bersedia menabas batang
leherku sendiri. Memang beberapa tahun lalu
partai Si leng cay mendapat kemajuan pesat,
karena dibantu oleh banyak pendekar yang
berilmu tinggi. Sayang perbuatannya suka
sewenang-wenang dan telengas kejam, hanya
kepala tangsi burung ?Hong Kumala? yang
baik"
Hoay Bin berhenti sebentar dan menghela
nafas, lalu melanjutkan, "Aku sebentar malam 13
harus bersedia menyambut kedatangannya
tetamu istimewa itu. Maka harap sekalian
saudara tak buat kecil hati. Pesta ulang
tahun ini aku tutup sampai disini saja.
Maafkan.. selamat berpisahan..!"
"Toako.." memotong Bo yong Kang sambil
menggebrak meja dengan bernafsu sekali.
"Kemana kekosenannu yang menggetarkan rimba
persilatan pada beberapa tahun yang lalu"
ilmu pedang ciptaanmu ?Gaya Bunga Bwee
dengan 29 gaya yang lihai kemana perginya?
Aku benar-benar tak mengerti. Baik, kau
sudah bersumpah tidak mau tahu lagi soal
persilatan, akan tetapi aku si oarang she Bo
yong ada di sini, masa dapat uncang-uncang
kaki melihat saudara angkatnya dalam bahaya
kehancuran rumah tangganya. Dengan pedang
panjang, golok terbang dan sepasang
kepalanku ini aku setidak-tidaknya akan
melindungi keselamatan keluarga toako.!"
"Bo yong jite, kau jangan marah dulu.
Memang aku tahu kau adalah saudara angkatku
yang paling ku puji-puji kejujuran dan
kesetiaanmu. Sebentar sebentar kalau aku
sudah antar tamu-tamu semuanya meninggalkan
pesta kita nanti berunding bagaimana
baiknya." Hoay bin menghibur. Ia tersenyum
melihat kegagahan sang saudara angkat yang
hendak melindungi keselamatan rumah
tangganya. 14
Demikian, setelah tetamu pada bubar semua
tinggal Bo yong Kang dan tuan rumah berdua
berunding sambil minum arak.
Hoay Bin telah menutur pada Bo yong Kang
dengan serius:
"Sebetulnya dalam kalangan Bulim (rimba
persilatan, pada wktu ini yang kepandaiannya
tertinggi hanya tiga orang, yaitu ke satu
Ceng Leng Cinjin di gunung Pek Thian san, ke
dua Biauw Hoat Sin ni di Lam hay dan ke tiga
Bu Ju Toato, supekmu di gunung Heng-san
bagian selatan. Cuma saja dalam sepuluh
tahun ini tiga orang ini sudah pada
mengasingkan diri dan tidak mau campur
tangan lagi urusan dalam dunia kang-ouw
justru pada waktu ini ada banyak penjahat
muncul membikin celaka rakyat, diantaranya
ada partai persilatan yang dipimpin empat
orang, yaitu Garuda Hitam Song Sam Ceng,
Naga Sakti Whe Pek It, Kalajengking Phu Kun
Peng dan Burung Hong Kumala Gan Su Nio satu
lihiap yang baik hatinya."
Hoan Bin berhentikan sebentar ceritanya,
lalu teguk araknya beberapa kali.
Bo yong Kang tidak mau menyela dalam
penuturannya sang saudara angkat, ia tenang-
tenang mendengarkan ketika Hoay Bin
melanjutkan.
"Partai itu pecah empat tangsi yang
dinamai Si leng cee, yaitu tangsi ?Garuda,
Naga, Kalajengking dan Hong, tegasnya empat 15
tempat perguruan silat. Pada masing-masing
bagian itu ada dua belas orang kuatnya yang
berilmu silat tinggi membantunya. Tidak
heran kalau Si leng cee pada tahun-tahun
belakangan ini menonjol dan banyak partai
persilatan lainnya yang telah dibikin
tunduk."
"Itu ada soal partai Si leng cee, tapi
bagaimana permasalahan toako dengan si oang
she Ho yang sebentar malam akan menyatroni
toako di sini?" menyela Bo yong Kang yang
tidak sabaran kelihatannya.
"Oh, soal si Tapak Tangan Sakti Ho Ceng
Bo mendendam padaku karena adiknya yang
bernama Ho Hiong pada tahun lain telah
kubunuh mati. Ho Hiong menjadi ketua
berandal di gunung Bong san, sepak
terjangnya kejam sekali, selainnya merampas
harta benda orang juga dia sering merampas
anak bini orang secara kejam. Malah anak
mantuku yang tidak bersalah dosa telah
dibunuhnya. Kedatangan Ho Ceng Bu sudah
tentu hendak menuntut balas akan kematian
saudaranya itu."
"Apa kepandaiannya si orang she Ho itu
begitu tinggi sehingga agaknya tidak
memandang mata pada toako kalau dilihat dari
suratnya itu?" menyelak Bo yong Kang.
Hoay Bin menghela nafas, "Yah tentang
kepandaian memang tinggi. Tempo hari dari 16
aku. Kini dia masuk dalam ilmu pedang!
Belakangan ini aku mendapat kabar dia telah
berlatih giat sekali, perlunya untuk
menuntut balas akan kekalahannya tempo hari
dari aku. Kini dia masuk dalam partai Si
leng cee bagian dari Garuda."
Ia berhenti sejanak kembali meneguk arak
untuk membasahi ternggorokannya. Setelah
menghela napas ia melanjutkan, "Soal balas
membalas memang sudah lumrah, Cuma aku toaso
mu yang berpenyakitan. Dalam usia lanjut
tampaknya nafsu bertempurnya telah mulai
padam, dia sebal melihat pedang. Maka tadi
aku di depan orang banyak mengangkat sumpah
akan mengundurkan diri dari dunia kang-ouw
maksudnya untuk mengecap hidup bahagia
dengan toasomu, tapi ya dasar nasib, maka
juga ada saja gangguan. Aku berterima kasih
atas kesediann kau hendak melindungi
keselamatan keluargaku, tapi kau harus tahu
juga bahwa partai Si leng cee ada besar
sekali pengaruhnya. Rasa-rasanya kota Lam co
ini akam menjadi tempat kuburannya aku Li
Hoay Bin yang bernasib malang.."
Houw Bin tampak berduka. Sebaliknya Bo
yong Kang hatinya sangat panas. Sinar
matanya berkilat-kilat. Setelah meneguk
araknya lalu berkata dengan nyaring, "Toako
membunuh Ho Hiong memang sepantasnya. Tetapi
yang tidak tahu malu adalah Ho Ceng Bu yang
hendak menuntut balas atas saudaranya yang
jahat itu. Soal mati hidup, kau dan aku 17
berdua tidak usah dipikirkan, yang perlu
kita harus pikirkan toaso dan anakmu supaya
selamat. Kau sudah bersumpah tidak akan
menyempuri urusan persilatan, biarlah aku si
orang she Bo yong yang akan menyambut
kedatangannya musuh. Aku tidak peduli musuh
itu berapa banyak dan liai-liai tapi yang
pasti aku akan bikin mereka menjadi mayat-
mayat yang bergelimpangan di ruangan ini.
Toako boleh legakan hatimu dan teruskan
pasang lilim merayakan ulang tahunmu. Aku Bo
yong Kang yang akan mengusir musuh-musuh
toako yang datang ke sini..!"
Hoay Bin kagum akan setia kawan Bo yong
Kang.
Tangannya lalu di ulur ke suatu sudut
dekat meja, dari mana ia keluarkan sebilah
pedang panjang. Dengan tertawa tertawa ia
berkata, "Jite, pedang yang dipatahkan
dimedan pesta bukanlah pedang yang bertahun-
tahun berjasa dan mengangkat namaku, pedang
keramat itu, ini dianya"
Bo yong Kang tertegun. Ia tidak mengira
toakonya bisa bersandiwara demikian.
"Orang busuk itu menekan aku sangat
kelewatan, maka akupun tidak segan-segan,
maka akupun tidak akan segan-segan menjilat
sumpahku tadi di medan pesta. Kini dengan
pedangku dan pedngmu di tangan tidak usah
kuatir kedatangan kawanan pengecut itu. Kita
akan sama-sama membasmi, biar jangan 18
seorangpun dikasih lari pulang.!" Kata Hoay
Bin, ia kertak giginya. Wajahnya berubah
menjadi keren sekali.
"Habis sekarang bagaimana dengan toaso
dan anakmu?" tanya Bo yong Kang.
"Toasomu tidak boleh sekali kena kaget
penyakitnya bisa tambah berat, maka lebih
baik jangan diberitahukan ada kejadian ini.
Sedangkan anakku Coan Bun sebaiknya
disembunyikan di rumah babu tua bernama Li
Seng kata Hoay Bin.
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Terserah toako saja atur bagaimana


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baiknya." Jawab Bo yong Kang.
Li Seng lalu dipanggil menghadap. "Lo
seng" kata Boay Bin. "Mungkin malam ini kita
mengalami bencana yang tidak diinginkan,
seperti kau barusan tentu kau mendengar
percakapanku dengan jiwa. Sekarang kau bawa
anak Bun bersembunyi di rumahmu
untukmenghindari kemungkinan yang tidak
diinginkan."
Kepada yang lain-lainnya, teman sekerja
dalam rumah ini, kau beritakan kalau kalian
sebentar malam ada kejadian apa-apa, jangan
ribut-ribut supaya mereka tidak mengantarkan
jiwanya percuma, mengerti?"
"Mengerti." Sahut Li Seng dengan air mata
yang tidak tertahan telah bercucuran. 19
Li Seng berlalu dengan pikiran amat duka.
Ia menjalankan tgasnya dengan baik apa yang
diperintahkan oleh majikannya.
Sementara itu, waktu kedatangan musuh
sudah dekat, maka Bo yong kang menyuruh
pelayan untuk mengambilkan pedang
panjangnya.
Bo yong Kang dan Li Hoay Bin meneruskan
minum araknya. Tiba-tiba orang she Bo yong
ingat akan kotak si petani she Cu yang
dirampas orang dan telah dapat dirampas
balik olehnya. Seketika itu ia bangkit untuk
mengambilnya, lalu diserahkan kepada Hoay
Bin. "Toako, bingkisan ini adalah pemberian
dari seorang petani. Katanya dia pernah
menerima budi baik toako. Telah menjual
sawahnya dan uangnya dibelikan jinsom
istimewa yang terdapat dalam kotak ini untuk
dihadiahkan kepada toako bertalian dengan
ulang tahun toako."
"Mana petaninya, apakah barusan kau lihat
diantara para tetamu kita?"
Bo yoong Kang dia. Ia ingat-ingat, tapi
barusan ia tidak melihat petani dimaksud.
"Tidak ada," jawab Bo yong Kang. "Aku
tidak dapat lihat dia, tapi toako, aku yang
bawa ini ada lantarannya. Inilah si petani
yang hendak membawa barang ini kepada toako
ditengah jalan telah dicegat oleh penjahat 20
dan kena dirmpas. Saking menyesal dan cemas,
maka dia sudah nekad dan mau menggantung
diri. Untung kebetulan aku lewat dan dapat
menolong padanya. Ketika aku tahu dia
dikerjain penjahat, aku lalu mengejar si
perampas setelah pertempuran pendek, aku
telah dapat merampas pulang benda yang
hendak dihadiahkan pada toako ini."
Hoau Bin tidak menjawab, ia hanya
kerutkan alisnya.
Sepanjang uang ia tahu, sampai sebegitu
jauh disekitar tempatnya itu belum pernah
ada kejadian kejahatan. Sekali ini ia
mendengar kabar perampasan dari Bo yong Kang
diam-diam merasa heran.
"Apa dia katakan namanya siapa?" tanya
Hoay Bin.
"Dia hanya mengatakan dirinya she Cu,"
jawab Bo yong Kang.
Hoay Bin lalu meneliti barang pemberian
itu bentuknya persegi panjang. Ketika
diperiksa lebih jauh, ternyata isinya adalah
kotak besi dilapisi dengan tiga lapis kayu.
Lapisan pertama merah, tapi lapisan kedua
dan ketiga, kainnya berwarna hitam.
"Apa benar kotak ini isinya jinsom?" kata
Hoay Bin sambil membuka kotak itu.
Bo yong Kang seperti ingat sesuatu, ia
mau mencegah tetapi sudah terlambat. Kotak
itu sudah dibuka oleh Hoay Bin. 21
Apa isinya? Isinya ternyata bukan jinsom
istimewa, tapi hanya kapor putih yang
membungkus sepotong telinga orang-orang
sudah kering.
Bo yong Kang berubah wajahnya melihat
isinya kotak. Pikirnya orang main gila
terhadap toako. Hatinya sangat gusar, tapi
tidak berkata apa-apa dan matanya mengawasi
pada Hoay Bin yang seketika itu tengah
memikirkan sesuatu.
Tiba-tiba tampak badannya gemetar.
Tangannya menjumput sepotong telinga dengan
sepucuk surat yang terdapat di bawahnya.
Setelah ia membaca surat itu , lalu
menengadahkan mukanya ke atas. Ia menghela
napas. "Benar saja dia yang mengantar barang
ini. Dia sudah oleskan racun pada kotak ini.
Oh jite kau jangan raba ko" ia tak dapat
meneruskan kata-katanya karena seketika itu
tubuhnya dirasakan lemas dan rubuh ke kursi,
melayang jiwanya.
"Nimgkisan maut!" berseru Bo yong Kang
sambil menubruk kakak angkatnya yang telah
meelayang jiwanya tanpa meninggalkan apa-
apa. Bo yong Kang menjerit. Ia menangis
gegerungan.
Ia meremas-remas rambutnya sendiri
seperti orang kalap. Pikuli kepala dan
dadanya. Ia menyesal bukan main atas
perbuatannya yang sudah memberikan bingkisan 22
maut itu kepada saudara angkatnya. Ia sudah
menghunus pedangnya untuk menyusul roh
saudara angkatnya. Akan tetapi pikiran
sehatnya telah berkelebat dalam otaknya.
Pikirannya tidak benar ia mengambil tindakan
demikian sebab kalau ia juga mati, siapakah
yang akan melindungi istri dan anaknya sang
toako?
Memikir kesini, ia lalu meminum araknya
untuk menenangkan pikirannya. Kemudian
dengan menggunakan sumpit perak ia sentuh
surat dalam kotak tadi, bunyinya hanya
singkat saja:
"UNTUK HADIAH ULANG TAHUNMU. DALAM KOTAK
YANG SUDAH AKU BERI RACUN KERAS. AKU KIRIM
TELINGAKU YANG KAU POTONG TEMPO HARI. HARAP
KAU BAIK-BAIK SAJA MENGHADAP RAJA AKHERAT!"
Dari kenalan lama :
Kiu Hio san Cian tok Jin mo.
SE BUN PA
Bo yong Kang bengong setelah membaca
surat tersebut. Ia ingat Cian tok Jin mo
(manusia iblis berbisa) itu adalah seorang
penjahat besar di sekitar propinsi Ah wie
bagian selatan, ahli dalam obat racun dan 23
pandai mengubah air muka orang dengan
menggunakan obatnya.
Setelah benahi kotak bercun, Bo yong Kang
melihat jam sudah dekat satu malam. Pedang
panjangnya disenderkan di pojok kursi.
Sebagai gantinya ia gantung di pinggangnya
pedang Bwee ho kiam saudara angkatnya. Ia
berdiri menghadap mayat Hoay Bin di kursi,
meminta restunya. "Toako, ampunkan perbuatan
yang tidak disengaja hingga membinasakan
dirimu. Aku berjanji, selanjutnya aku akan
mewakili toako melindungi anak isterimu.
Tenangkanlah hatimu di alam baka. Aku tidak
akan membikin kapiran kepercayaanmu.
Sementara aku akan menghadapi musuh-musuh
toako. Harap roh toako membantu tenaga
supaya aku dapat membinasakan musuh-musuh
toako atau setidaknya dapat mengusir mereka
pergi."
Bo yong Kang berhenti sampai disitu,
karena telinganya mendengar ada suara kaki
yang berjalan di atas genteng. Ia menduga
akan musuh toakonya yang sudah datang, maka
ia sudah mersiap-siap.
Sesosok bayangan nampak melayang turun
dari atas genteng. Benar saja yang di atas
adalah Ho Ceng Bu, siapa menepati betul akan
janjinya jam satu datang.
Bu yong Kang melihat Hu Cong Bu kepalanya
sebagai kepala macan tutul, matanya seperti
mata burung elang, umurnya kira-kira 50 24
tahun. Ia menghampiri tamu istimewa itu di
depan pintu sambil ia bertanya, "Apa sahabat
yang datang adalah Ho Ceng Bu yang hendak
menghaturkan selamat ulang tahun?"
Ho Cong Bu kaget. Ia tidak kenal Bu yong
Kang, akan tetapi orang itu kenal namanya.
"Kau siapa?" tanyanya, "Aku datang hendak
ketemu dengan si orang she Li, tapi cara
bagaimana kau bisa kenal namaku?"
"Aku Bo yong Kang yang biasa mondar
mandir di luar perbatasan, yaitu diantara
gunung Pek san dan sungai Hek cui. Li Hoay
Bin adalah saudara angkatku."
"Hmm!" Ho Cong Bu keluarkan di hidung.
"Aku baru datang, aku tidak tahu keadaan
rimba persilatan di Tionggona. Hanya yang
aku dengar ada partai Si leng cee katanya
yang suka berbuat sewenang-wenang
menyusahkan kepada rakyat. Orang mendengar
disebutnya Si leng cee lantas ketakutan
setengah mati, tapi aku Bu yong Kang ingin
mengetahui sampai dimana pengaruhnya partai
yang suka berbuat sewenang-wenang itu"
"Sahabat" memotong Ho Beng Bu. "Kau
jangan sembarangan membuka mulut!"
Seorang laki-laki sekali bicara harus
menanggung akibatnya. Ho Hiocu kau mau apa
aku bersedia mengiringi kehendakmu untuk
mewakili toako Li Hoay Bin!" 25
Ho Ceng Bu sangat mendongkol mendengar
tantangannya Bo yong Kang.
Tapi ia ingat bahwa guru Bo yong Kang
adalah adik seperguruan dari Bu Ju Toato
salah satu dari tiga pendekar yang tertinggi
kepandaiannya, maka itu terpaksa ia menelan
kemendongkolannya.
Ia tidak berani berlaku sembrono apalagi
ia mengingat akan pesan si Garuda Hitam Song
Sam Ceng kepada anak muridnya supaya sebisa
bisanya menjauhkan diri dari bentrokan
dengan salah satu dari tiga pendekar
termasyur itu.
"Sahabat Bo yong Kang," katanya dengan
suara dingin. Namamu aku dengar juga
terkenal dalam rimba persilatan. Menurut
peraturan Si leng cee, siapa yang berani
bentrok dengan partai kami orang itu harus
mati. Tapi buat kau aku bikin perkecualian
lantaran memandang mukanya kau punya supek
Bu Ju Toato. Aku mengerti kau tidak tahu
duduknya persoalan antara aku dengan si
orang she Li, maka aku bisa memafkan. Kini
kau boleh tahu bahwa aku dengan susah payah
beberapa tahun mempertinggi kepandaianku,
perlunya untuk menuntut balas akan kematian
adikku Ho Hiong yang dibinasakan oleh Li
Hoay Bin. Maka sabarlah dahulu, aku akan
bikin perhitungan dulu dengan si orang she
Li, setelah itu aku akan bersedia melayani
kau" 26
"Li toako sayang tidak beruntung kini
sudah tidak dapat menemani kau"
"Hah! Seru Ho Ceng Bu terkejut.
"Dia sudah terkena racun dari akal
busuknya Cian tok Jin mo Se bun Pa!" kata bo
yong Kang.
"Celaka tigabelas!" seru Ho Ceng Bu
sambil membanting-banting kakinya.
"Kalau begitu sia-sia saja waktu yang
kugunakan mempertinggi kepandaianku tidak
bisa dipakai untuk melampiaskan sakit
hatiku. Meskipun demikian sahabat Bo yong
Kang, tolong kau bawa aku ke depan mayatnya
Hoay Cin untuk mengunjuk hormatku yang
penghabisan."
"Ho Hiocu, mari ikut aku!" Bo yong Kang
mengajak tamunya masuk ke ruangan dimana
mayatnya Li Hoay Bin masih kedapatan duduk
di atas kursi.
Ho Cong Bu menghampiri setelah berhadapan
ia dapat kenyataan memang musuhnya itu sudah
binasa karena racun jahat.
Setelah memandang lama juga pada mayat
dihadapannya ia berkata sendiri. "Orang she
Li, aku si orang she Ho sungguh tidak
beruntung menuntut balas sakit hatiku karena
kau sudah mangkat terlebih dahulu. Meskipun


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu, terimalah hormat yang penghabisan." 27
Berbareng ia menjura sambil membongkokkan
badan. Kelihatannya ia benar-benar memberi
hormat, tetapi ia telah mengerahkan tenaga
dalamnya menyerang dengan pukulan Im Ciang.
Perbuatan mana tidak lepas dari perhatiannya
Bo yong Kang yang seketika itu telah menyela
dan menyambuti serangan hebat tadi.
Mayatnya Li Hoay Bin tidak sampai
berantakan tapi tubuhnya Ho Ceng Bu
bergoyang goyang ketika serangannya
disambuti oleh Bo yong kang. Beradunya
tenaga dari kedua orang ini benar-benar
dahsyat, sebab kerai meja yang ada di
sekitarnya telah berantakan tidak tahan
dengan sambaran tenaga yang tidak kelihatan.
Ho Ceng Bu melotor matanya pada Bo yong
Kang. Bukan main gusarnya karena serangannya
yang dapat membuat perut Li Hoay Bin
berantakan telah digagalkan oleh si oarang
she Bo yong. Dalam malunya ia berkata,
"Tidak apa Hoay Bin mati, masih ada isteri
dan anaknya terhadap mereka aku bisa
membalas dendam!"
Bo yong Kang panas hatinya mendengar
omongan pengecut itu, tapi sebelum ia
bergerak, tiba-tiba mendengar suara
tantangan riuh di bagian belakang rumah.
Sebentar saja muncul dua orang tinggi besar
membawa kepala orang yang darahnya masih
berketel-ketel. Mereka menghadap Ho Cong Bu,
salah satu diantaranya berkata: 28
"Lapor pad Ho cu, ini ada kepala
isterinya Li Hoay Bin, tapi anaknya tidak
tahu diumpetkan di mana!"
"Geledah! Terus geledah sampai dapat!"
Teriak Ho Ceng Bu.
Bo yong Kang hampir pingsan menyaksikan
kejadian di depan matanya. Toasonya telah
dikutungi kepalanya begitu rupa, sedangkan
anaknya belum tahu bisa ketolongan atau
tidak. Dalam marahnya, ia gerakkan badannya
melesat ke udara kemudian menukik dan
menyerang Ho Ceng Bu yang sedang bertolak
pinggang memberi komando kepada orang-
orangnya.
Melihat serangan datang, Ho Beng Bu lalu
menangkis dengan tipu pukulan Thian ong To
tak (raja langit menarik pagoda). Kedua
tangan beradu keras sekali, sehingga lantai
yang diinjak Ho Ceng Bu pecah berantakan.
Tubuh orang she Bo itu mundur sampai enam
tindak. Rambutnya berdiri seperti bulu
landak. Dan matanya dirasakan berkunang-
kunang. Bo yong Kang dilain pihak, meskipun
menang, tapi tak urung merasakan kepalanya
pusing dan badannya bergemetaran.
Pertempuran segebrakan tadi saja, sudah
masing-masing sudah tak berani menyerang.
Keduanya pada terdiam memulihkan tenaganya
pula yang barusan diobral.
Kemudian Ho Ceng Bu masuk ke ruang besar
diikuti oleh Bo yong kang dimana tampak babu 29
tua Li Seng dengan seorang anak lelaki umur
tujuh delapan tahun sedang menangis.
Dua anak buahnya Ho Cong Bu lantas
menburu dan pedangnya ditempelkan pada leher
anak kecil tadi sehingga menangis jerit-
jerit ketakutan.
Bo yong Kang melihat kejadian itu hatinya
hancur luluh, matanya tiba-tiba dirasakan
gelap dan hampir jatuh pingsan. Pikirnya
celaka anak toako jangan harus menyusul
ayahnya di tangan orang jahat. Saking
marahnya ia memuntahkan darah segar.
Ho Ceng Bu dengan kejamnya telah
memerintahkan anak buahnya memenggal kepala
anak kecil tadi hingga dalam sekejap saja
kepala anak kecil yang tak berdosa itu sudah
berpisah dari lehernya dan Li Seng menangis
menggerung-gerung.
Bo yong Kang menjadi kalap. Dengan tidak
mempedulikan keadaan dirimuya yang terluka
didalam barusaan mengukur kekuatan barusan
dengan Ho Cong Bu orang she Bo yong itu
telah mencengkram kedua oraang tinggi besar.
Dengan tenaganya yang kuat ia melemparkan
mereka jauh-jauh sehingga jeritan tertahan
dan suara bergedubrakan jatuhnya tubuh
mereka telah kedengaran keras sekali. Dua
orang itu jatuh separoh pingsan. Rasa sakit
pada bahunya bekas cengkeraman Bo yong Kang
yang seperti jepitan besi membuat mereka 30
meringis ringis mau menangis murung
kelihatannya.
"Aku akan adu jiwa dengan kau!" Bo yong
Kang berteriak lalu menyerang Ho Cun Bu
dengan sisa tenaganya yang masih ada.
Ho Cong Bu memang sudah terluka dalam
lebih hebat dari Bo yong Kang. Ia tak tahan
menyambut serangan saudara angkatnya Li Hoay
Bin yang gencar sudah seperti kesetanan
hingga tubuhnya terpental seperti layangan
dan jatuh di depannya dua orang tadi yang
dilemparkan oleh Bo yong Kang.
Darah segar segera menyembur dari
mulutnya Ho Ceng Bu hingga dua anak buahnya
menjadi sangat kuatir dengan keselamatannya.
Mereka cepat membimbing Hio cu nya, salah
satu diantaranya telah memberi pil untuk
menahan keluarnya darah yang saban-saban
dimuntahkan oleh orang she Ho itu.
Lari.. lekas bawa aku lari..! katanya
lemah.
Dua orangnya menurut, maka dalam sekejap
saja tiga cecunguk itu sudah meninggalkan
ruangan yang beriwayat dari jago Bwee hoa
kiam.
Bo yong Kang sangat letih. Ia merasa
bersyukur kawanan penjahat itu sudah berlalu
sebab kalau mereka bertiga turun tangan
mengeroyok, entah bagaimana jadinya dengan
dirinya yang telah terluka parah. 31
Dalam keadaan letih dan sangat duka ia
lupa untuk menelan pil pemberian gurunya
yang mustajab yaitu Po mia Leng tan. Ia
hanya ingat bahwa toakonya telah binasa. Ia
lau menubruk dan peluki mayat Li Hoay Bin.
Karena duka dan lelahnya ia telah jatuh
pingsan sambil memeluk tubuhnya Li Hoay Bin
yang sudah dingin kaku.
Entah berapa lama ia pingsan ketika ia
tersadar ia dapatkan dirinya berbaring di
atas pembaringan yang empuk dalam sebuah
kamar yang dirias sederhana tapi bersih dan
menyenangkan.
Saat itu ia kaget ketika mendengar suara
tangisan. Ketika ia tegasi yang menangis itu
adalah babu Li Seng tak jauh dari tempat ia
berbaring.
"Perempuan celaka!" ia mengutuk dalam
hatinya. "Guna apa kau peras air mata,
sedang anak toakoku kau korbankan mentah-
mentah di depan mataku!"
Ia bangkit dengan gusar, "Badak celaka,
untuk apa kau menguras air matamu di
hadapanku? Lebih baik aku mampusi kau supaya
di alam baka kau dapat pertanggungkan
perbuatanmu di hadapan roh toako!"
Bo yong Kang berkata sambil menghampiri
Li Seng tapi ketika ia hendak menjambak
rambutnya Li Seng berkata, "Tahan!" 32
"Kau mau bicara apa lagi, budak tidak
setia!" bentak Bo yong Kang.
"Iya.. kau dengar dulu aku ceritera
setelah mana bila kau merasa perlu aku
menyerah untuk Ji ya bunuh mati" kata Li
Seng pula sambil menahan isak tangisnya.
Bo yong Kang heran. Ia tarik pulang
tangannya yang sudah di luar untuk menjambak
rambutnya Li Seng.
"Ji ya anak yang dibunuh itu bukan anak
Bun yang dipercayakan ke padaku, tetapi dia
adalah cucuku sendiri."
Bo yong Kang melegak mendengar
keterangannya Li Seng.
"Ji ya, ketika aku lihat jatuh pingsan
aku lekas menghampiri dan memeriksa keadaan
Ji ya dan benar saja aku dapatkan Ji ya. Aku
pikir Ji ya datang dari tempat jauh setidak-
tidaknya Ji ya ada membawa obat untuk
menyembuhkan luka akibat pertempuran. Aku
lantas mencari obat itu dalam saku Jiya dan
benar saja aku mendapatkan sebuah kantong
berisi pil po mia. Aku keluarkan sebutir pil
dan lantas kasi masuk ke dalam mulut Ji ya
kemudian aku pindahkan jiya ke kamar
majikanku. Aku terus menunggu Ji ya dengan
penuh kekuatiran dan sekarang Ji ya sudah
mendusin hatiku juga merasa girang.."
"Ah kau habis toa?? 33
"Ji ya.." memotong Ti Seng. "Aku tahu
Jiya kalau sudah sadar dan melihat keadaan
dalam rumah ini belum beres akan menjadi
sangat duka hatinya maka aku dengan dibantu
oleh kawan-kawan lainnya dalam rumah ini
sudah membereskan semua urusan yaitu jenazah
ayah dan ibu anak Bun sudah dikebumikan
dengan rapih."
"Li Seng.. kau betul."
"Ji ya tahu berapa lama Ji ya pingsan?"
kembali budak tua itu memotong dengan
omongan yang rapih hingga kembali Bo yong
Kang membisu mendengar ceritanya.
"Sudah dua hari Ji ya sudah tidak ingat
orang. Baik sekarang aku panggil Cong Bun
datang menemui Ji ya ya!"
"Dia ada di mana Li Seng?" tanya Bo yong
Kang.
"Dia seorang anak yang baik sekali dan
cerdik. Semoga Ji ya membimbing dia untuk
mencari guru yang pandai supaya dibelakang
hari dapat menuntut balas akan sakit hati
orang tuanya. Kini ia ada di luar kamar ini.
Li Seng berkata sambil bangkit dan jalan ke
luar.
Bo yong Kang melongo. Diam-diam ia
menyesal akan kecerobohannya sudah menyangka
Li Seng berbuat khianat. Li Seng benar-benar
adalah seorang budak tua yang setia dan
ingat akan jiwa besar majikannya hingga rela 34
mengorbankan cucunya untuk menolong jiwa
anak majikannya. Satu perbuatan mustahil,
tapi itu adalah suatu kenyataan.
Sebentar saja Li Seng masuk dengan
mengantar anak laki-laki umur delapan tahun.
"Ini dia, Cong Bun, anak tunggal dari
majikanku." Li Seng memperkenalkan dengan
suara terharu.
Li Cong Bun tidak mesti diperintah lagi
lantas menjalankan penghormatan kepada Bo
yong Kang yang menjadi susiok (paman).
"Susiok tolong aku carikan guru yang
pandai supaya aku dapat menuntut balas akan
kematian ayah dan ibuku." Katanya dengan
tenang dan gagah.
Meskipun begitu, tidak tertutup pada
sepasang matanya yang jernih ada mengembang
air kesedihan.
Bo yong Kang melihat anak itu mirip betul
paras toakonya. Hatinya merasa disayat oleh
pisau belati. Ia sangat pilu mendengar kata-
katanya Li Cong Bun yang demikian tenang dan
gagah. Segera ia mengulur tangannya dan
memeluk anak itu dan menangis seperti akan
kecil.
Demikianlah ada kecintaannya Bo yong Kang
terhadap saudara angkatnya. Ia tidak sadar
bahwa anak kecil itu kuat hatinya dan ia
sendiri sebagai jago yang pernah malang 35
melintang dalam rimba persilatan seperti
anak kecil menangis.
"Bun Jie, kau jangan kuatir. Bagaimanapun
juga kau harus mendapatkan guru yang pandai
untuk menuntut balas. Musuh-musuh ada kuat-
kuat. Kalau mendapat guru kepalang tanggung
percuma saja pengharapannya roh ayah dan
ibumu di alam baka..!"
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Li Cong Bun membisu, tapi ia angguk-
anggukkan kepalanya.
Bo yong Kang lalu menyuruh Li Seng
menyediakan barang bekalan untuk perjalanan
dengan Cong Bun. Malam itu Bo yong Kang
masih menginap di rumahnya Li Boay Bin.
Pada keesokan harinya Bo yong Kang
bersama Li Cong Bun bersiap-siap hendak
berangkat. Kepada Liseng, Bo yong Kang
meninggalkan pesan, "Li Seng, kau baik ?baik
menjaga rumah. Anggaplah rumah barang-barang
milik toako seperti juga milikmu sendiri.
Entah berapa lama Bun jie berguru dan bisa
kembali ke sini, tapi bagaimanapun juga Bu
jie selanjutnya akan menganggap kau sebagai
orang tuanya sendiri. Budimu yang besar dia
tidak bisa lupakan, kau mengerti?"
Li Seng yang pintar bicara kali ini
membisu, Cuma bisa angguk anggukkan kepala
diiring dengan isak tangisnya. 36
"Kau jangan berduka. Bun jie dengan aku
tidak akan kurang suatu apa!" menghibur Bo
yong Kang.
"Ji ya.. aku akan mendoakan agar kalian
selamat dalam perjalanan dan anak Bu lekas-
lekas mendapatkan guru yang pandai.
Kedatangan kembali kalian dalam waktu pendek
sangat diharapkan oleh Li Seng."
Sebelum berangkat Bo yong Kang ajak Cong
Bun menyambagi kuburan Hoay Bin dan
isterinya. Di depan kuburan mereka sambil
berlutut diikuti oleh Ceng Bun, Bo yong Kang
mohon restu toako dan toasonya minta diberi
petunjuk kemana ia harus membawa Cong Bun
untuk mencari guru.
Setelah sembahyang, Bo yong Kang lalu
ajak Coan Bun naik kuda.
Dalam perjalanan tanpa tujuan Bo yong
Kang kebingungan sendiri, kemana ia harus
bawa keponakannya itu. Masa itu yang ilmu
silatnya tertinggi adalah "Tri Tunggal" yang
terkenal, yaitu Ceng Leng Cin jin di gunung
Thian san. Piauw Hoat Sin ni di Lamkay dan
supeknya Bu Ja Toato di Heng san.
Akhirnya ia mengambil keputusan
menyerahkan Cong Bun dibawah bimbingan sang
supek di Heng san.
Setelah naik-turun gunung yang jalannya
berliku-liku akhirnya Bo yong Kang dan Li
Cong Bun sampai juga ke tematnya Bu Ju 37
Toato. Rumah orang pandai itu hanya terdiri
dari beberapa gubuk, dibangun di samping air
terjun. Di sekitarnya ditanami pohon-pohon
siong.
Di atas pintu gerbang ada tertulis :
"MASUK KE SINI HATI TENTERAM DAMAI,
KELUAR DARI SINI BERARTI LAHIR PULA
SEGALA YANG PENUH PENDERITAAN."
Kedatanga Bo yong Kang dan Li Cong Bun
disambut oleh Teng Goan. Murid merangkap
pelayan dari Bu Ju Toato.
"Selamat bertemu lagi Teng suheng." Kat
Bo yong Kang, siapa lantas menjabat tangan
Teng Goan yang disodorkan.
Lama mereka tidak berjumpa, kini dapat
berjumpa pula. Sudah tentu saja keduanya
merasa sangat girang. Atas pertanyaan Teng
Goan, Bo yong Kang memberitahukan maksud
kedatangannya untuk minta supeknya menerima
Cong Bun menjadi muridnya.
"Itulah bagus, tapi entahlah apakah insu
dapat menerimanya." Jawab Teng Goan. Matanya
mengawasi Li Cong Bun yang berparas dan
cerdik kelihatannya.
Teng Goan menghela napas ketika mendengar
Bo yong Kang menuturkan nasib apa yang
menimpa ayah dan ibunya Li Cong Bun. "Ya,
dunia memang penuh kekacauan. Aku di sini
lebih bahagia menempuh kehidupan
mengasingkan diri. Tetapi marilah kita temui 38
insu. Mudah-mudahan anak yatim piatu ini
diterima menjadi muridnya."
Mereka bertiga lalu masuk ke ruangan
dalam. Dimana bo yong Kang dimana melihat
supeknya sedang bersemadi dengan memejamkan
separo matanya. Ia menghampiri sambil
menuntun Cong Bun kemudian diajak berlutut
dihadapan orang pandai itu.
Lama mereka berlutut, baru kemudian Bu Ju
Toato berkata, "Kalian Bangulah!"
"Teecu Bo yong Kang datang menghadap
kepada supek selamanya dalam keadaan sehat
walafiat."
"Kau datang ke sini dengan membawa anak
ini ada urusan apa?" tanya Bu Ju Toato.
Bo yong Kang dengan suara duka lantas
menuturkanprihal bencana yang menimpa rumah
tangganya Li Hoay Bin. Maksud Li Cong Bun
adalah untuk menuntut balas nanti terhadap
musuh-musuh ayahnya.
Bu Ju Toato mengerutkan alisnya setelah
mendengan Bo yong Kang cerita.
Kemudian ia geleng-geleng kepala. "Aku
sebagai pemeluk Buddha harus menunjukkan
cinta kasih diantara sesama manusia. Tidak
seharusnya aku memberikan pelajaran untuk
membalas dendam. Apalagi aku lihat anak ini
betul tulang-tulangnya baik untuk menerima
pelajaran ilmu silat, akan tetapi badannya
penuh dengan hawa pembunuhan. Dia tidak 39
cocok untuk menjadi muridnya Buddha.
Menyesal kedatanganmu dari jauh jauh ini
hanya sia-sia saja."
"Tay supek, aku mohon bagaimanapun juga
kau akan menerima aku sebagai muridmu."
Memohon Li Cong Bun dengan suara nyaring,
tetapi kedua matanya mengembang air mata.
Bo yong Kang menunjang permohonan
keponakannya itu.
"Anak baik," kata Bu Ju Toato sambil
mengeluarkan tangannya mengelus-elus
kepalanya Cong Bun. "Kau yang mempunyai
tulang bakat begini bagus, jangan kuatir
tidap dapat guru yang pandai. Siapapun juga
suka menerima kau sebagai muridnya.
Sayangnya aku tidak dapat melanggar maunya
takdir. Kau dengan aku tidak berjodoh.
Meskipun begitu, karena kau datang dari
tempat jauh, aku tidak tega kau meninggalkan
tempat ini dengan tidak mendapatkan apa-apa
dari aku. Maka aku akan berikan pil Ban mia
leng tan. Pil ini dalam tempo enam tahun aku
hanya dapat membuatnya sembilan butir.
Khasiatnya dapat menyembuhkan luka-luka kena
racun bahkan dapat menambah tenaga dalam. Ia
hanya akan menyelamatkan kau sekali saja,
makanya kau harus hati-hati jangan
menggunakanya sembarangan. Pesanku jikalau
dibelakang hari kau sudah pandai ilmu silat.
Jadilah pendekar yang berbudi. Ini adalah
kebaikan tidak sedikit. Jangan terlalu
banyak melakukan pembunuhan!" 40
Dari sebuah pundi-pundi ia mengeluarkan
pil mujarab itu, bentuknya seperti gundu dan
diberikan kepada Cong Bun, siapa dengan
sangat hormat telah menerima dan mengucapkan
terima kasih.
Kepada Bo yong Kang, jago yang sudah
mengasingkan diri itu berkata,
"Bo yong Kang, kau masih ingat dengan
perkataanku dahulu, ketika kau datang
bersama gurumu almarhum. Terang-terangan aku
mengatakan bahwa tabiatmu sombong dan kaku
sekali. Kalau tidak menemui banyak godaan
yang berat-berat kau tidak dapat menjadi
pendekar kelas satu. Nah kedatanganmu semula
dengan penuh kepercayaan, tapi sekarang
telah kecele, tentu dalam hatimu tidak rela.
Tapi kau harus ingat, jodoh itu tidak bisa
dipaksa. Cong Bun tidak berjodoh menjadi
muridku, tidak apa, masih ada jalan lain. Di
gunung Pek Thian san dalam goa Leng hwee kok
ada Ceng Leng Cinjin yang berilmu lebih
tinggi dari aku. Kau coba pergi ke sana
minta pertolongan. Melihat wajahmu, kau
seperti masih belum sembuh dari luka parah,
maka untuk menempuh perjalanan yang begitu
jauh ke gunung Pek Thian san rasanya
tenagamu tidak cukup. 41
Jilid 2
Nah ini aku beri kau pil Goan tan,
meskipun kemustajabannya tidak seperti pil
yang barusan aku berikan kepada Cong Bun,
tetapi untuk membantu tenagamu ia berguna
sekali. Setelah kau mengaso dan keadaanmu
cukup bertenaga, kau boleh pergi ke sana."
Kalau menurut adatnya Bo yong Kang, sudah
kepingin sekali pergi tanpa pamit kepada
supeknya itu. Tapi mengingat Li Cong Bun
yang ia pandang sebagai jiwanya diberi pil
istimewa maka iapun menahan sabar.
Meskipun demikian rasa penasaran tidak
bisa dikendalikan dalam hatinya.
"Supek.." katanya "Supek tidak mau
menerima Cong Bun sebagai murid dan menyuruh
kami pergi ke Pek Thian san, apakah kami
akan pergi ke sana atau tidak masih belum
tahu. Teecu merasa heran sekali, menurut
kata supek, pelajaran Buddha karena kasih
mengasihi diantara sesama, tapi supek boleh
diam-diam saja menyepi di pegunungan tidak
turun gunung untuk membereskan kejahatan di
dalam kalangan rimba persilatan supaya
mereka dapat kasih mengasihi diantara
sesamanya."
Bu Jo Toato tersenyum tidak menjawab
kemudian memejamkan matanya. 42
Bo yong Kang gemas ia mau membuka mulut
lagi tetapi urung karena ditarik oleh Teng
Goan.
"Kau tidak perlu gelisah mau suruk kau
pergi pada Ceng leng Cin jin, pasti dia
mempunyai maksud lebih baik. Kau tahu pil
Bang mia leng tan itu, sejak kecil aku
melayani insu, baru kali ini aku melihat pil
itu diberikan kepada orang. Hal itu tentu
ada maksudnya.
Ilmunya, Tenaga Sakti dan Pedang Pengejar
Sukma luar biasa hebat dalam rimba
persilatan, juga ada lebih mudah
dipelajarinya daripada ilmu yang aku
yakinkan dari insu.
Apalagi Cinjin belum punya murid untuk
menurunkan kepandaiannya apalagi dia melihat
anak ini pasti dia merasa suka dan senang
menerimanya.
Setelah belajar di sana harap sute lain
tahun memberi kabar padaku di sini supaya
aku bisa memberikan dorongan kepada insu
akan memberikan bantuan kepada anak ini
sebagai pembasmi kejahatan.
Nah mari sekarang kami antar kalian ke
tempat yang lekuk-lekuk itu."
"Mari." Jawab Bo yong Kang.
Mereka bertiga bangkit dan keluar dari
ruangan terus menuju ke tepi jurang yang
curam. Li Cong Bun lalu dikempit oleh Teng 43
Goan. Sekali genjot tubuhnya ia melayang
turun ke bawah jurang seolah-olah burung
terbang. Perbuatan itu telah diikuti oleh Bo
yong Kang yang merasa tenaganya sekarang
telah pulih kembali.
Pikirnya selain pil pemberian supeknya,
dalam teh tadi yang diminumnya tentu ada
dicamput obat kuat maka setelah mereka ada
di bawah Bo yong Kang berkata, "Suheng, kau
sungguh baik sekali. Terima kasih untuk teh
yang barusan aku minum, rasanya tenagaku
jadi bertambah."
Tang Goan tersenyum. Dari sakunya lalu
mengeluarkan satu pil sebesar lengkeng yang
warnanya hitam. "Sute, terimalah pil Bok wan
ini. Meskipun tidak mustajab dalam
pengobatan tetapi ia mustajab untuk
mentingkirkan kesulitan. Setelah berada di
Tionggoan bila menemui kesulitan dalam
perjalananmu, kau dapat memperlihatkan pil
Bok wan ini, tentu akan selamat. Kalau tidak
ungkulan untuk meladeni orang-orang Si leng
cee sebaiknya kau langsung saja ke gunung


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek Thian san aku tanggung tidak ada yang
merintanginya. Nah sute, aku akan mengantar
sampai di sini saja, semoga kau baik-baik di
perjalanan dan selamat sampai di tempat
tujuan."
"Suheng, " kata Bo yong Kang sambil
memegang erat tangan Teng Goan. "Kau amat
baik, entah aku dapat membalas atau tidak
budimu yang besar ini." 44
"Sute, kenapa kau brkata demikian. Kita
orang sendiri. Tentu ada keharusan untuk
saling menolong. Nah selamat jalan!"
Mereka kelihatannya berat untuk berpisah.
Dalam meneruskan perjalanannya, Bo yong Kang
merasa sangat sedih. Semula semua harapannya
akan mendapat pertolongan supeknya jadi
amblas. Entah apakah ia bisa sampai ke Pek
Thian san? apakah Ceng Leng Cinjin dapat
menerima Cong Bun sebagai muridnya? Kalau
diterima tentu tidak sia-sia perjalanannya
ke sana, tapi seandainya ditolak seperti
yang dilakukan Bo Yu Toato, bagaimana nanti
ia harus bertindak?
Perjalanannya telah sampai didaerah Li
liang san. Selagi sedang enaknya tiba-tiba
telinganya mendengar derapan kaki kuda
mendatangi. Sepuluh penunggang kuda
kelihatan muncul dari dalam rimba, dua
diantaranya telah menghadang perjalanan Bo
yong Kang.
Dua penghadang berumur kira-kira empat
puluh tahun. Tangan kanannya memeegang
sebuah pentungan besi bergigi, tangan
kirinya kosong, sedang di pelana kudanya ada
tergantung sepasang gaetan.
Satu diantaranya sambil menjura di atas
kuda telah menanya, "Sahabat, apa aku
berhadapan dengan Pelajar Hati Besi Bo yong
Kang?" 45
"Kau tepat sekali sahabat, memang aku
yang rendah adalah Bo yong Kang, kau ada
urusan apa dengan aku?"
"Kami sepasaang jago Li Liang Beng Piauw
dan Bang Bouw mendapat perintah menyambut
dan mengundang saudara mampir di markas Si
leng cee bagian tangsi Garuda dimana Ho
Hiocu kini adalah majikan."
"Sahabat, tolong sampaikan pada Ho Hiocu
aku tidak mempunyai waktu untuk memenuhi
undangannya. Harap saja lain kali aku akan
datang sendiri kesana tanpa diundang lagi!"
jawab Bo yong Kang.
Beng Piauw dan Beng Houw tidak senang
dengan jawaban itu, matanya melotot.
Keduanya lantas gerakkan senjata
pentungannya untuk menyerang, tapi Bo yong
Kang tidak mau kasi kesempatan pada lawan.
Dengan menggunakan tenaga dalam ia kirim
serangan tangan ke dadanya Beng Houw, siapa
seketika itu telah jatuh dari kudanya dan
muntah darah segar.
Beng Piauw menjadi gusar. Ia teriaki
kawan-kawannya mengepung Bo yong Kang. Akan
tetapi si orang she Bo yong lebih cerdik
sebab saat itu ia sudah menyingkir jauh-jauh
dari mereka.
Dalam melanjutkan perjalanannya, ia
memikirkan kejahatannya Ho Ceng Bu. Dalam
hati merasa sangat benci.iang mengharap
suatu hari ia dapat menyatroni Si leng cee 46
dan membikin perhitungan dengan si orang she
Ho. Sedang melamun menjalankan kudanya
perlahan-lahan, tiba-tiba dicegat oleh dua
orang beragama, jalan seorang hwesio dan
seorang tosu. Melihat gerakan dan sinar
matanya yang tajam, Bo yong Kang mengerti
bahwa kedua orang itu bukan orang
sembarangan. Dalam hati ia mengeluh sebab
dalam perjalanannya itu kalau saban mesti
menghadapi tikoh-tokoh kuat, apakah mungkin
ia sampai di tujuan?.
Ia membenarkan bahwa ia bernama Bo yong
Kang ketika ditanya oleh dua orang yang
mencegatnya. Sebelum mereka membuka mulut
lebih jauh, Bo yong Kang ingat akan Bok wan
pemberian Teng Goan. Ia lalu merogoh dan
diperlihatkan kepada dua orang it, siapa
segera wajahnya berubah seketika itu juga.
Bo yong Kang ketika hendak menerangkan
halnya Bok wan itu tiba-tiba mendengar
suara kliningan pada leher kuda. Dari jauh
nampak seorang berkuda putih melarikan
kudanya dengan kencang sekali. Ketika
sampai, diantara mereka ternyata ia adalah
seorang wanita berbaju putih, parasnya
cantik menarik hati.
Bo yong Kang mengenali kudanya adalah
"Kuda Kumala" yang garang dan larinya pesat
sekali. Diam-diam ia mengagumi si nona
menunggang kuda, sebab tidak sembarangan 47
wanita yang dapat menaiki Kuda Kemala. Si
nona selain menunggang kuda putih,
berpakaian serba putih sampai ke sarung
pedangnya juga putih. Bo yong Kang terpesona
oleh kecantikan si nona yang luar biasa.
Diam-diam ia menanya dirinya sendiri,
"Apakah nona yang begini cantik adalah
komplotannya orang jahat?"
Si nona mengerti bahwa dirinya dikagumi
oleh pemuda yang cakap ganteng di depannya,
maka dengan muka berseri-seri ia berkata,
"Sahabat, siapa namamu, kenapa kau membunuh
anak buah kami?"
Bo yong Kang sebenarnya bertaniat sombong
dan kaku, tetapi ditanya oleh si nona yang
unuk kelakuan sopan santun ditambah pula
kecantikannya yang mempesona hatinya
membikin Bo yong Kang lunak sikapnya yang
kaku. Dengan tertawa ia menjawab,
"Nona aku bernama Bo yong Kang, bersama
dengan keponakan ini aku habis menyambangi
supek ku Bu Ju Toato di Heng san, tiba-tiba
aku dicegat oleh tocu nona. Oleh karena
hendak terburu-buru melanjutkan perjalanan,
aku tak sengaja kesalahan tangan
membbinasakan jiwanya. Harap nona suka
memaafkan. Selain itu aku ingin menanya,
dari sebab apa nona mempersulit
perjalananku?"
Si nona yang tidak tahu menahu
persoalannya, ditanya demikian menjadi merah 48
selebar mukanya. Ia sebenarnya dengan cara
kebetulan saja berpapasan dengan Bang Piauw,
siapa memohon pertolongannya supaya
membalaskan kematian saudaranya Beng Hauw
yang binasa di tangan Bo yong Kang sama
sekali tak tahu duduknya urusan.
Kini ia ditegur si anak muda jadi
gelagapan. Lalu menanya pada si hwisio dan
tosu. Lantaran apa di sepanjang jalan
mengadakan rintangan atas perjalanan Bo yong
Kang dan mereka itu dalam Si leng cee masuk
bagian mana?
"Ini sebenarnya adalah persoalan pribadi
Ho Hio cu yang memberi perintah kami keluar
mencegat perjalanan sicu Bo yong, makanya
kami tak membawa bendera bagian mana.
Barusan pinceng melihat sicu Bo yong
memperlihatkan benda wasiat dari Tiat Bok
Taysu, maka kami tak berani menghalang-
halanginya."
Mendengar keterangan itu si nona lalu
tertawa dingin.
"Ho hiocu terlalu mengandal Lengcu tangsi
Garuda yang sangat menyayang padanya, maka
ia dapat berbuat sewenang-wenang
mengeluarkan perintah untuk urusan
pribadinya. Makanya ketika aku menyelidiki
di sekitar daerh kita, orang-orang kita
sendiri. Biarlah persaolan ini akan aku
rundingkan dengan kawan-kawan sekerja supaya
diadakan perbaikan dalam perkumpulan kita. 49
Sekarang saudara Bo yong ada mempunyai benda
wasiat dari Tiat Bok taysu seharusnya kita
tidak boleh menghalangi lebih jauh akan
perjalanannya. Sekarang coba kalian
beritahukan masih ada halangan-halangan apa
lagi dalam selanjutnya perjalanan saudara Bo
yong?"
Nona baju putih itu rupanya berpengaruh
sebab si hwesio dan si tosu tampaknya sangat
hormat kepadanya.
"Berapa banyak penghalang lagi pinto
tidak tahu." Jawab tosu, "Cuma pinto dengan
rintangan-rintangan untuk mencegat sahabat
Bo yong ini disiapkan dari gunung Li liang
san sampai diperbatasan propinsi Sam se.
Nona baju putih kerutkan alisnya yang
lentik, kemudian ia tertawa.
"Bo yong ko, aku mohon kau memaafkan atas
perbuatan anak buah dari Si leng cee, tanpa
mendapat perintah dari yang berwenang
mengganggu kau dalam perjalanan. Nanti aku
ketemu dengan Lengcu tangsi Garuda tentu aku
akan adukan supaya mereka akan mendapat
hukuman. Aku mengerti kau kesusu hendak
melanjutkan perjalanan. Mari aku akan antar
kau sampai di perbatasan Sam se untuk
menebus dari kesalahan anak buah Si leng
cee. Bo yong Kang kagum si nona cantik
mengeluarkan kata-katanya merendah dan
hormat. 50
"Nona," jawabnya "Kau sungguh baik
sekali. Aku senang kau mengadakan tempo
untuk mengantar kami. Sayang, coba dalam Si
leng cee banyak orang-orang yang berlaksana
seperti kau, tentu nama Si leng cee harum
dalam rimba persilatan."
Si nona tidak menjawab, hanya tersenyum
dan kerlingkan matanya yang menawan membuat
Bo yong Kang yang gemar dengan paras elok
seketika itu berdebaran hatinya. Diam-diam
ia mengeluh, kenapa hatinya menjadi demikian
tidak tahu diri?
Perjalanan dilanjutkan dengan peradaan
lega, bahkan amat menggembirakan hati si
orang she Bo yong karena didampingi oleh
siok tia.
Dalam omong-omong, si cantik menanya pada
Bo tong Kang, "Bo yong ko, kau
kelihahatannya seperti yang tidak senang
terhadap perkumpulan kami, kalau kau tidak
berkeberatan aku ingin tahu dari sebab apa
kau bermusuhan dengan Ho Ceng Bu?"
Bo Yong Kang dengan suara duka lalu
menuturkan tentang bingkisan maut dari Se
Bun Pa hingga jiwanya Li Hoay Bin telah
melayuang. Kedatangan Ho Cong Bu yang kejam
telah memenggal batang leher isterinya Li
Hoay Bin hingga ceng Bin menjadi anak yatim
piatu. Lebih jauh prihal maksud
perjalanannya juga diberitahukan pada si
nona tanpa merahasiakan apa-apa. Rupanya Bo 51
yong Kang percaya betul pada si cantik yang
kelihatan menaruh simpati pada dirinya.
"BO yong ko, kau tak usah berduka,"
menghibur si nona. "Aku harap perjalananmu
akan berhasil dan anak ini mendapatkan
kepandaian tinggi untuk menuntut balas
kematian orang tuanya. Pengharapanmu akan
membaalas dendam pada Ho Ceng Bu dan Se bun
Pa menurut pandanganku akan terlaksana. Cuma
saja aku harap setelah soal-soal itu
terjadi, urusan tidak menjadi panjang oleh
karenanya balas membalas tidak ada habisnya.
Ini sungguh tidak baik sekali."
"Terima kasih, nona" jawab Bo yong kang.
"Memang aku harap demikian, sebab aku juga
bukan seorang gila ingin mencari musuh dalam
dunia kangouw. Kau sungguh baik memberi
nasehat yang berharga. Aku tak dapat
mengatakan dengan perkataan apa aku harus
membilang terima kasih atas perhatianmu
ini..!"
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Bo yong Ko, kau jangan omong begitu."
Menyela si nona. "Aku bicara dengan menuruti


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata hatiku saja. Apa itu betul apa tidak
aku tidak tahu." Matanya yang tajam kembali
mengerling pada si anak muda diiringi oleh
senyumannya yang menawan, hingga Bo yong
Kang yang menyaksikan itu hampir lupa bahwa
dirinya saat itu sedang naik kuda.
"Ah dia benar benar cantik laksana
bidadari " ia memuji diam-diam dalam 52
hatinya sendiri. Iapun menyambut senyuman si
nona dengan mesranya.
Belu, lama mereka berkenalan tapi
tampaknya ada begitu erat dan tidak ingin
berpisah hingga masing-masing jadi kaget
sendiri dan menanya dalam hatinya, "Kenapa
jadi begini? Kenapa dia begitu menarik
hatiku?"
Dan, tapal batas Sam se sudah dilalui
hingga si nona tiba-tiba pembicaraan ditutup
dengan senyuman mesra dari kedua pihak.
Mungkin ini adalah permulaan dari jalinan
asmara.
Tanpa merasa mereka sudah melewati daerah
Li liang san . tapal batas San se sudah
dilalui hingga si nona tiba-tiba kaget dan
tahan kudanya.
"Bo yong ko" si nona ketawa. "Aku
mengantar kau meskipun ribuan li akhirnya
toh kita akan berpisah juga. Nah aku sampai
di sini saja ambil selamat berpisah.
Selanjutnya perjalanan kau tidak akan
mendapat halangan apa-apa lagi."
Bo yong Kang bengong mendengar bicaranya
si nona.
"Kau jangan banyak pikir, kalau ada jodoh
kita akan berjumpa pula!" kata si nona
tersenyum tapi wajahnya tampak ada kemerah-
merahan. 53
"Nona, lagi sekali aku mengucapkan terima
kasih atas kebaikanmu, semoga Tuhan
memberkahi maksudku. Jikalau sudah berhasil
sudah tentu aku akan mencari kau."
"Ah " si nona berkata, "Sungguhkah
janjimu itu Bo yong ko?"
Bo yong kang anggukkan kepalanya sambil
tersenyum.
"Bo yong susiok," nyeletuk Li Cong Bu,
"Kenapa kita harus berpisahan? Bukankah
lebih baik kita sama-sama meneruskan
perjalanan? Alangkah mesranya kuda putih dan
kuda hitam berendeng jalan, tidakkah kau
sendiri melihatnya?"
Si nona tertegun mendengar kata-kata Li
Cong Bun.
"Kau bisa saja Bun-Jie.!" kata Bo yong
Kang tertawa.
Si nona aju putih sementara itu selembar
mukanya merah, akan tetapi senyumannya yang
seperti besi berani (magnet) tidak lenyap
dari mulutnya yang mungil.
Dengan perasaan berat akhirnya mereka
telah berpisah.
**** Belum beberapa li Bo yong Kang meneruskan
perjalanannya tiba-tiba ia mendengar suara
kliningan kuda. Ketika ia menoleh ke 54
belakang ternyata si nona baju putih sedang
larikan kudanya mendatangi.
Setelah berhadapan si nona berkata, "Bo
yong ko, aku lupa barusan satu hal."
"Hala apa itu nona..?"
"Coba kau hunus pedangmu!"
"Maksudmu?" tanya Bo yong Kang keheran-
heranan.
"Kau jangan ragu-ragu, aku ingin mencoba
ilmu silatmu berapa tinggi."
Berbareng si nona menghunus pedang
lemasnya hingga Bo yong Kang kaget. Itulah
pedang tidak sembarangan orang dapat
menggunakan, karena memainkan pedang pedang
lemas demikian barus dibarengi dengan tenaga
dalam yang mahir sekali.
Bo yong Kang jadi bingung.
"Jangan kuatir Bo yong ko, mari kita
turun dari kuda untuk mengadu kepandaian.
Aku tak bermaksud jahat, hanya kepingin tahu
saja kepandaianmu sampai dimana."
Bo yong Kang lalu turun dari
tunggangannya meninggalkan Cong Bun
sendirian di atas kuda. Ia menghunus
pedangnya menghadapi si nona yang saat itu
sedang kibaskan pedang lemasnya hingga
bersuara mengaung dan menimbulkan angin
kencang. 55
Bo yong Kang biasanya sangat sombong dan
tak mau mengalah terhadap siapapun juga.
Tapi kali ini berhadapan dengan si nona
kesombongannya seperti hanyut dibawa air
sungai. Air mukanya tersenyum-senyum
menghampiri si nona.
"Silakan nona aku sudah siap!"
tantangnya.
Setelah melemparkan senyuman pada si
pemuda si nona baju putih itu tanpa sungkan-
sungkan telah menyerang dengan pedang
lemasnya.
Tidak sampai makan waktu panjang si nona
lantas tahu sampai dimana kepandaian pemuda
yang menarik hatinya itu. Sedangkan Bo yong
Kang yang mengetahiu kepandaiannya tidak
nempil pada si nona lalu menarik pulang
serangannya dan berkata, "Nona, kepandaianmu
sangat tinggi aku si orang she Bo yong tak
dapat melayanimu."
"Bo yong ko," jawab si nona. "Bukannya
soal tinggi rendahnya diantara kita, hanya
aku barusan mengukur kepandaianmu. Dengan
kepandaian yang dimiliki sekarang kau hanya
dapat menandingi Kalajengking dan Naga tidak
dapat menandingi Garuda Hitam.
Kau harus berlatih lagi lima tahun
bimbingannya orang pandai. Kebetulan
perjalananmu hendak ke Pek Thian san, memang
ada baik sekali kalau bisa mendapat
bimbingan Ceng Leng Cinjin. Harap kau 56
maafkan kalau kata-kataku ini ada
menyinggung perasaanmu sebab aku punya
kebiasaan untuk berlaku terus terang. Nah
terimalah pedangku ini sebagai tanda
perkenalan. Dikemudian hari bila kalian baik
kau sendiri maupun keponakanmu kembali ke
Tionggoan, sebelum mencari musuh-musuhmu,
harap mencari dulu pemilik pedang ini sebab
bagaimanapun aku akan membantu kalian dengan
sungguh-sungguh hati."
Nona baju putih itu sambil menyerahkan
pedangnya pada Bo yong kang, air mukanya
merah karena merasa jengah.
Bo yong Kang terkesima oleh pemberian
itu. Ia membisu sejenak sambil menatap wajah
ayu si nona yang cantik menarik.
"Nona." Akhirnya ia berkata, "Kembali
kau sudah membuang budi padaku dengan
nasehatmu yang sangat berharga yang mana aku
akan perhatikan betul-betul. Jangan kuatir,
kami segera mencari kau dulu diwaktu
memasuki Tionggoan lagi. Semoga kau baik-
baik saja selama kita berpisah."
Nona baju putih itu nampak mengembang air
mata, rupanya terharu dengan perpisahan itu
hingga Bo yong Kang juga berat untuk
meninggalkannya.
Setelah menyusut air matanya dengan
saputangannya yang menyiarkan bau harum
menyambar keheningannya Bo yong Kang, si
nona lalu jeplak kudanya dan berkata, "Nah 57
sekarang kita berpisah betul-betul semoga
kalian dalam perjalanan selamat, tidak
kurang suatu apa."
Si nona mengucapkan kata-katanya sambil
kepruk kudanya hingga kuda putinya
berjingkrak dan membawa lari si nona pesat
sekali.
Bo yong Kang berdiri bengong sekian
lamanya sambil mengawasi bayangan si nona
sampai hilang dari pandangannya.
Hatinya dirasakan tertarik oleh
menghilangnnya si nona. Barulah ia sadar
ketika mendengar Li Cong Bun menegur.
"Susiok, kau kenapa? Coba kasi aku lihat
pemberian enci tadi.. mari aku lihat..!"
Bo yong Kang menghampiri si bocah yang
sedang nangkring di atas kuda Bo yong kang
yang tinggi besar. Kepadanya diperlihatkan
pedang lemas si nona ternyata pedang itu
terbuat dari batu giok yang berwarna putih
ditengah-tengahnya terlukis burung hong yang
sedang terbang sangat indahnya.
Ia menyesal sudah begitu lama berjalan
sama-sama dengan si nona tidak menanyakan
namanya si cantik, tapi ia percaya bahwa
nona itu tentu adalah si Burung Hong Kumala
dari Si leng cee salah satu pimpinan dari
perkumpulan yang terkenal baik dan mempunyai
pribadi yang luhur. 58
Kemudian ia ceplak lagi kudanya dan
meneruskan lagi perjalanannya.
Setelah keluar dari Giok bun kwan pintu
masuk ke Tionggoan, Bo yong Kang arahkan
kudanya menuju ke jurusan barat laut.
Sepanjang jalan mereka menderita oleh
serangan angin yang membawa pasir
beterbangan dan hawa dingin akhirnya mereka
tiba di lembah Seng seng. Tiba-tiba Bo yong
Kang ingat akan satu pendekar ulung di
daerah ini ialah Thio Tit Jun bergelar Kim
say (Si singa emas).
Bo yong Kang lalu mencari rumahnya jago
tua itu. Ketika bertemu maka Thi Tit Jun
amat girang melihat Bo yong Kang seolah-olah
ketemu ayahnya dengan siapa ada bersahabat
rapat.
Bo yong Kang dan Cong Bu mendapat
perlakuan ramah tamah dan dijamu oleh tuan
rumah.
Dalam omong-omong Bo yong Kang minta
pendapatnya jago tua itu prihal Si leng cee.
"Ayah mu ada persahabatan karib dengan
aku mau menerangkan prihal Si leng cee
kepadamu. Dalam perkumpulan itu yang baik
dan jujur hatinya sebagai pemimpin adalah si
Burung Hong Kumala, sedang yang hatinya
jeles dan jahat adalah si kalajengking. Yang
mempunyai kepandaian tertinggi adalah Garuda
hitam. Kecuali semua pemimpin-pemimpinnya
pandai-pandai ilmu silat nya juga anak 59
buahnya banyak yang berkepandaian tinggi.
Oleh karena itu pengaruhnya jadi semakin
menonjol!"
Berbicra tentang Cong Bun yang sedang
mencari guru padai. Thio Tit Jun berkata,
"Anak ini bagus sekali tulang-tulangnya
untuk menjadi pendekar terpandai. Aku
sendiri ingin sekali menurunkan kepandaianku
apa yang aku miliki semuanya akan tetapi
rasanya tidak ada faedahnya."
"Kenapa tidak ada faedahnya?" tanya Bo
yong Kang.
"Itulah karena bakatnya yang sangat bagus
. ia harus mendapat bimbingan seorang pandai
dan tinggi ilmu silatnya baru tepat, sebab
dikemudian hari anak ini pasti akan
menonjol kepandaiannya dalam rimba
persilatan."
Boyongkang memberitahukan tentang
supeknya supaya membawa Cong Bun ke
tempatnya Ceng Leng Cinjin di daerah
Thiansan.
"Bagus ini baru betul!" kata Thio Tit
Jun sambil geprak meja kegirangan. "Memang
usul supekmu itu, kau harus menurut,"
Bo yong Kang membisu, air mukanya tampak
seperti yang ragu-ragu.
"Bo yong hiante, kau legakan hatimu.
Jangan kuatir aku tinggal diam memeluk
tangan dalam usahaku. Aku dan Ceng Leng 60
Cinjin telah mendapat penyesuaian hati, akan
dapat bersama-sama kau mengantarnya ke sana.
Jikalau kau mendapat kesulitan apa-apa aku
tentu akan membantumu."
"Bo yong Kang angguk-anggukkan kepalanya.


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Air mukanya sekarang berubah gembira.
Lima hari lamanya mereka tinggal di
rumah Thio Tit Jun. Pada hari keenam, pagi-
pagi sekali mereka sudah berkemas-kemas
hendak berangkat ke gunung Pek Thian san.
Bu yong Kang dengan Li Cong Bun naik kuda
hitam, sedangkan Thio Tit Jun naik kuda
berbulu merah si Api. Jalanan di dunung
Thian san itu terbagi dalam dua jurusan
keselatan dan ke utara. Mereka telah
mengambil jurusan yang tersebut belakangan.
Setelah sampai di tempat yang bernama Tit
Hoa, Tho Tit Jun berkata, "Bo yong hiantit,
sampai di sini kita tidak dapat meneruskan
perjalanan dengan berkuda. Kita harus
berjalan kaki ke sana. Mari kita mampir di
tempat sahabat karibku untuk menitipkan
tunggangan kita."
"Bagaimana baik susiok pikir," sahut Bo
yong Kang pikir masih terus bersangsi bahwa
Li Cong Bun nanti bisa diterima menjadi
muridnya Ceng Leng Cinjin orang nomor satu
dari tiga orang terpandai pada masa itu.
"Bo yong hiantit" kata pula Thio Tit Jun,
"Kau jangan kuatir sebab kedatangan ini
membawa usulnya kau punya supek, bukan 61
semata-mata atas kemauan sendiri. Aku
percaya Ceng Leng Cinjin tak akan keberatan
menerima Cong Bun menjadi muridnya, baik
kita lihat saja nanti."
Sementara itu mereka sudah sampai di
rumah sahabatnya Thio Tit Jun. dua ekor kuda
lalu diserahkan kepada orangnya tuan rumah,
dimasukkan dalam istal untuk dipelihara
menanti baliknya pula sekalian tetamunya
dari kunjungan ke Pek Thian san.
**** DIANTARA dua puncak gunung Thian san yang
menjulang tinggi, ada sebuah goa yang
dinamai Leng Bwee Kok. Dengan diterangi sang
dewi malam, dibawahnya sebuah pohon siong
tua tampak ada dua orang yang sedang asyik
main catur. Satu yang bermuka terang
memainkan biji putih, lawannya yang
rambutnya menggerai memainkan biji hitam.
Mereka itu adalah Toojin dan Toato. Dua
tokoh terkenal dalam rimba persilatan pada
masa itu yaitu Beng Leng Cinjin dan Bu Ju
Toato.
Dalam permainan itu, biji-biji putih
telah terkurung oleh biji-biji hitam dan
hanya dengan banyak bikin pengorbanan raja
pihak putih dapat menyelamatkan diri dari
kepungan pihak hitam. Dalam keadaan terdesak
itu tiba-tiba Ceng Leng Cinjin yang memegang
biji putih telah tertawa. 62
"Ah sunggu sayang dipermulaan aku tidak
mau berlaku telengas hingga sekarang biji-
biji caturku menjadi terdesak. Cuma dengan
berlaku mati matian saja dapat aku
menyelamatkan diri." Demikian Ceng Leng
Cinjin menyatakan kemengkalannya.
Bu Ju Toato unjuk tertawa bangga.
"Ha ha ha!" ia tertawa, "Kau yang sudah
mensucikan diri masih mempunyai nafsu untuk
bertempur mati-matian, apalagi dengan
keadaan orang biasa. Keadaan catur kita ada
sedemikian rupa, tak bedanya dengan keadan
dunia yang kalut dan penuh dengan kejahatan,
apakah kau masih ingat dengan pertempuran di
gunung Thay san beberapa puluh tahun yang
lampau?"
Ceng Leng cinjin menatap wajah sahabatnya
"Ya aku ingat." Jawabnya.
"Itulah karena kau berbaik hati telah
membikin lolos Thian lam Siangkoay. Mereka
kini tinggal di sebuah pulau jauh dan telah
melatih ilmu silatnya lebih tinggi
berdasarkan kitab pelajaran ilmu silat yang
mereka dapatkan secara kebetulan. Kini
mereka bukan saja berkepandaian tinggi,
bahkan telah membangun semacam markas yang
dinamai Si leng cee dan telah berbuat
sewenang-wenang terhadap sesama manusia.
Kalau mau dicari kesalahannya adalah kau
yang salah telah melepaskan dua siluman itu
hingga sekarang mereka dapat merajalela. 63
Sebenarnya kau yang harus turun tangan
untuk menumpasnya atau setidak-tidaknya kau
harus menurunkan kepandaianmu yang tinggi
kepada seorang murid supaya bisa membereskan
kejahatan yang merajalela itu.
"Ya aku ingat soal nya Thian lam Siang
koay hingga kini sudah 30 tahun berselang
aku tidak kira mereka telah menimbulkan
kekacauan dalam rimba persilatan. Memang
mereka tinggi ilmunya saat itu kita
bertempur satu hari satu malam baru dapat
mengatasi kepandaiannya.
Aku bukan sengaja meloloskan mereka waktu
itu karena waktu itu mereka mau bertobat,
aku jadi tidak tega!"
"Hmm.. tidak tega. Karena itu justru kau
menanam bibit bencana bagi rimba persilatan.
Sekarang bagaimana halnya dengan anak yang
aku ceritakan padamu?"
Ceng Leng Cinjin angguk-anggukkan
kepalanya, "Ya baik sekali jika menurut
katamu anak itu bakatnya luar biasa, memang
baik sekali aku turunkan kepandaian kita
digabung dan ditumplekkan padanya, supaya
dia dikemudian hari menjadi pendekar tidak
kepalang tanggung. Aku akur dengan usulmu."
Bu Ju Toato angguk-anggukkan kepalanya.
"Tapi kau harus tinggal di sini selama
lima tahun untuk mengajarnya Ilmu kau Naga
Mencengkram Mustika dan ilmu pedangmu To lo 64
kiam yang berhuruf swastika digabung dengan
ilmuku ?Tenaga Sakti serta Pedang Pengejar
Sukma?. Semua kita turunkan pada anak itu
pasti dapat mengalahkan si Garuda Hitam dan
mengobrak abrik Si Leng cee jikalau
perkumpulan ini tidak merubah perbuatannya
yang sewenang-wenang.
Cuma saja untuk dapat melatih pelajaran
yang kita turunkan itu sampai mahir betul,
anak itu harus mengambil waktu sembilan
sampai sepuluh tahun baru boleh turun
gunung.
Bu Jo Toato angguk-anggukkan kepalanya.
"Memang begitu betul anak itu bakatnya luar
biasa tapi masih ada cacadnya yaitu adatnya
berangasan dikuatirkan melakukan pembunuhan
dengan hanya menuruti hatinya saja, ini
menjadi bertentangan dengan ajaran agama
kita.
"Ha, kau jangn berpura-pura jadi orang
alim, berapa banyak jiwa yang melayang
ditanganmu pada tigapuluh thun berselang.
Membasmi penjahat, menjunjung kebenaran, itu
adalah kewajiban seorang pendekar, Cuma
saja"
Ceng Leng Cinjin tidak meneruskan
bicaranya ia diam sejenak kemudian dengan
suara nyaring berkata, "Goa Leng bwee kek di
Pek Thian see ini ada sukar dicapai oleh
orang yang tidak kenal jalannya apalagi
malam terang bulan kesini. Yang datang di 65
belakang batu besar itu kalau bukan Thio Tay
hiap siapa lagi?"
Bu Ju Toato berpaling ke jurusan yang
dikatakan kawannya. Benar saja ia melihat
Kin say Thio Tit Jun dan Bo yong Kang
bersama Cong Bun dalam gendongannya sedang
mendatangi.
Toato itu kagum dengan lihainya sang
kawan. Sebab yang datang masih dalam jarak
kira-kira sepuluh tombak sudah diketahui
kedatangannya.
Ketika Thio Tit Jun dan kawan-kawan
sampai, dua tokoh terkenal itu lalu menjura
dengan hormat.
"Tidak dikira kedatangan aku si orang she
Thio sangat mujur sekali, sudah ada Bu Ju
Taysu yang datang terlebih dahulu, hingga
aku tak perlu memberitahukan lagi maksud
kedatangan ini."
Bo yong Kang tidak mengira bahwa dua
orang yang sedang asyik bermain catur di
bawahnya sinar bulan purnama adalah supeknya
bersama Ceng Leng Cinjin, orang yang hendak
dicarinya. Maka bersama Li Cong Bun lantas
berlutut di depannya dua orang itu untuk
mengunjuk hormat.
Bu Ju Toato dan Ceng Leng Cinjin tertawa
gelak-gelak mendengar Thio Tit Jun kepada
siapa Ceng Leng Cinjin berkata. Setelah 66
menjura Bo yong Kang dan Li Cong Bun bangun
dari berlututnya.
"Thio Tayhiap, kau baik sekali dengan
tidak mengenal lelah dari jauh telah
mengantarkan anak ini ke sini. Tentang
dirinya semua telah diceritakan oleh Bu Ju
Taysu. Akupun sudah mengambil keputusan
untuk mendidik anak ini sampai mahir dalam
kepandaian silat. Setelah tiga tahun ia ada
di sini Bu Ju Taysu berjanji akan datang
kemari untuk mengajari dia ilmu pukulan
tangan kosong dan ilmu pedang. Kira-kira
dalam tempo delapan tahun belajar
kepandaiannya sudah boleh dengan siapa saja
benggolan dari Si Leng cee."
Diam-diam bersama Bo yong Kang dalam hati
Thio Tit Jun memuji peruntungannya Cong Bun
yang demikian baik sekali mendapat guru
sampai dua berbareng.
"Sungguh baik peruntungannya anak ini.
Aku mengharap dia tekun belajar dan kelak
kemudian hari dapat menjadi benggolan rimba
persilatan, bisa membereskan kekacauan
akibat kawanan orang jahat yang berbuat
sewenang-wenang. Aku dalam tahun yang lampau
selagi jalan-jalan di Tibet selatan dengan
tidak disengaja telah menolong orang untuk
mana dia telah menghadiahkan dua buah
soatson padaku. Satu aku sudah pakai, yang
satu lagi dengan rela aku berikan pada anak
ini untuk menambah kekuatan tenaga dalamnya. 67
"Thio Tit Jun sambil berkata telah
mengeluarkan satu bungkusan lalu diterimakan
pada Ceng Leng Cinjin siapa menyambuti dan
diperiksa barang itu, kemudian manggut-
manggut kepalanya tersenyum.
Sambil menatap wajahnya Li Cong Bun yang
cakap dan gagah Ceng Leng Cinjin berkata,
"Anak, barang pemberian dari tayhiap ini
sangat berharga dan dapat membantu dalam
latihanmu selama tiga tahun. Masih anak-anak
begini kau begitu baik peruntunganmu, aku
harap kau suka belajar sungguh-sungguh dalam
bimbinganku. Aku ada punya peraturan keras.
Aku tidak suka dengan anak yang belajar
malas-malasan dan tidak taat kepada segala
petunjukku aku bisa mengusir seketika itu
juga, tidak seorangpun yang dapat memintakan
ampun untuk aku merubah keputusan."
Li Cong Bun meskipun masih anak-anak tapi
sangat cerdik. Setelah kaget sebentar
mendengarkan kata-katanya Ceng Leng Cinjin
cepat ia berlutut dan berkata,
"Tecu berjanji akan belajar dengan rajin
dan mentaati segala petunjuk suhu, harap
suhu boleh teguhkan hati."
Ceng Leng Cinjin tertawa gelak-gelak dan
suruh Li Cong Bun bangun.
Bu Ju Toato dilain pihak mengawasi Bo
yong Kang lalu berkata, "Kau ini sebenarnya
ada bahan yang baik juga, hanya sayang
sifatmu berangasan dan tak teguh hatimu 68
hingga sukar mendapat pelajaran ilmu silat
yang tinggi. Aku sengaja melatih kesabaranmu
menyuruh kau bikin perjalanan ribuan li
datang ke mari.
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sebetulnya setelah kau
berangkat dari Heng San aku juga segera
menguntit perjalananmu. Nona berbaju putih
itu lihai sekali ilmu silatnya, dia tentu
adalah salah satu pemimpin dari Si Leng cee


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dipanggil si Burung Hong Kumala. Nama
sejatinya adalah Gan Su Nio. Kepandaian
silatnya aku lihat seperti termasuk Lam hay
pay, apakah dia ada hubungan dengan Biauw
Hoat Sin ni? Aku lihat nona itu ada menaruh
hati padamu, dikemudian hari pasti dia akan
merasa tidak senang terhadap perbuatannya
orang-orang Si Leng cee yang sewenang-wenang
dan mungkin ia akan berontak melawan
pimpinan lainnya. Sekali-kali kau jangan
melalaikan cinta kasihnya yang keluar dari
hati yang suci murni."
Bu Ju Toato berhenti sejenak, ia lihat Bo
yong Kang kemerah-merahan wajahnya dan
membisu seperti patung mendengar halnya si
nona baju putih diungkat-ungkat oleh
supeknya.
"Sekarang Cong Bun biarkan disini dididik
dalam pelajaran pokok oleh Ceng Leng Cinjin.
Kau sendiri ikut aku ke Heng San untuk
memperdalam kepandaianmu. Setelah tiga
tahun, kau boleh datang lagi disini untuk
mendapat bimbingan Ceng Leng Cinjin dan saat
itu kau bisa bersama-sama lagi dengan Li 69
Cong Bun. Nanti setelah sampai waktunya
kalian berdua boleh turun gunung untuk
bertanding dengan bengolan bengolan dari Si
Leng cee."
Bo yong Kang tadinya adalah seorang
pemuda yang tinggi hati memandang rendah
pada orang, ia anggap dirinya sendiri yang
paling jagoan. Kini setelah diberi petunjuk
oleh dua orang Locianpwee Bu Ju Toato dan
Ceng Leng Cinjin adatnya lantas berubah sama
sekali. Ia melihat dua Locianpwe ada menaruh
perhatian atas dirinya dan bersedia untuk
memberi pelajaran lebih tinggi. Dalam
hatinya ia merasa sangat berterima kasih dan
menyesalkan atas kelakuannya yang sudah-
sudah.
Dengan suara rendah dan menghormat, Bo
yong Kang mengucap terima kasih pada dua
tokoh terkenal itu atas perhatian mereka
hendak mendidik dirinya dalam ilmu silat
yang lebih tinggi pula.
Setelah urusan beres maka Bu Ju Toato
mengajak Bo yong Kang untuk balik ke Heng
San. Melihat Li Cong Bu, hati Bo yong Kang
merasa tidak tega. Ia akan berpisah begitu
mendadak. Dengan air mata berlinang ia
memberi nasehat,
"Bun jie, kau baik-baik di sini belajar
iweekang pada suhumu, lagi tiga tahun kita
bertemu lagi dan aku akan mendampingi kau
belajar ilmu silat. Kau tak perlu berkecil 70
hati. Thio yaya masih menemanimu beberapa
hari lamanya"
BU Ju Toato melihat Bo yong Kang dan Li
Ceng Bun menangis saling peluk lalu tertawa
gelak-gelak. "Bo yong Kang, dimana hatimu
yang seperti baja? Kau jangan berlaku
demikian lemah. Perpisahan hanya tiga tahun
saja. Sebentar saja sudah berlalu. Hayo
lekas bersiap, kita harus lekas ke Heng
san!"
Bo yong Kang lepaskan pelukannya kemudian
mengikuti Bu Ju Toato meninggalkan tempat
itu. Mereka menggunakan ilmu lari cepat maka
sebentar saja mereka sudah lenyap dari
pandangan.
Kim say Thio Tit Jun juga setelah tinggal
tiga hari lalu mengambil selamat berpisah
dari Ceng Leng Cinjin dan Li Cong Bun,
pulang ke tempatnya di lembah Sang seng.
Setelah tetamunya berlalu Leng Ceng Cin jin
lalu mengolah soatsom dicampuri dengan
bahan-bahan obat lainnya dibuat menjadi tiga
butir pil sebesar lengkeng.
Li Cong Bun mulai pelajaran dengan
rahasia semedi.
Sebelumnya Ceng Leng Cin jin memberi
nasehat kepada muridnya itu.
"Aku ini selamanya belum pernah menerima
murid. Kali ini aku terima kau, karena
memandang pada mukanya Bu Ju Taysu. Aku 71
harap setelah pandai selainya kau menuntut
balas dendam kau harus membasmi juga
kejahatan-kejahatan yang kini merajalela
dalam dunia persilatan. Aku dengan Bu Ju
Taysu sebenarnya dapat menyingkirkan mereka
itu, tetapi karena tingkatan derajat tak mau
turun tangan sendiri-sendiri, maka kita akan
mendidik kau yang akan menjadi wakol dari
kita untuk membereskan urusan itu. Kalau
nanti ada dua orang tua aneh, Thian lam
Siang Koay turun tangan karena urusannya
diaduk-aduk olehmu, aku dan Bu Ju Taysu yang
nanti menghadapinya."
Li Cong Bun diam sajamendengarkan
bicaranya sang guru.
"Soatson dari Kim say Thio Tayhiap sangat
besar gunanya. Setelah aku bikin butiran pil
dicampur dengan obatku sendiri, setiap tahun
boleh kau makan sebutir. Ia akan membikin
selain badanmu dirasakan nyaman dan segar,
juga menambah kekuatan tenaga dalammu, juga
memudahkan kau menerima pelajaran ilmu
pukulan dan pedang. Aku tahu ayahmu adalah
seorang pendekar yang ulung. Ia melihat kau
dikemudian hari akan menjadi pendekar yang
luar biasa. Maka ia tidak mau memberi
pelajaran sendiri padamu, karena takut kau
salah belajar menjadi sia-sia dengan bakatmu
yang bagus. Maka aku akan turunkan
kepandaianku padamu. Harap kau belajar
dengan sungguh-sungguh, jangan kau bikin aku 72
kapiran dengan tenagaku yang sudah dibuang-
buang."
Li Cong Bun berjanji akan menurut
perintah suhunya.
Ia belajar iwekang dengan tekun. Di
waktuluang ia suka jalan-jalan di tempat
yang banyak pohon bunga bwee untuk mengendus
harumnya bunga. Ada kalanya kalau melihat
bunga-bunga yang layu nyangkut di dahan-
dahan, kalau ia tidak manjat untuk membikin
bersih ia akan menimpuk dengan batu.
Setengah tahun segera sudah lewat. Pada
suatu hari ia menimpuk pada bunga-bunga bwee
yang layu di dahan pohon. Ternyata
timpukannya meleset berulang-kali.
Timpukannya bukan membikin bunga-bunga yang
layu itu pada jatuh. Akan tetapi bunga-bunga
yang masih pada segar kelihatan pada rusak
karena timpukannya itu. Ia jadi penasaran.
Lalu ia enjot tubuhnya menulcut ke atas
dahan. Hatinya merasa heran sebab ia dapat
meluncur seolah-olah tidak pakai tenaga. Ia
insyaf itu adalah hasil ia belajar
bersemedi.
Pil yang kedua diberikan oleh Ceng Leng
Cin jin diwaktu Li Cong Bun sudah setahun
lamanya. Kepadanya tidak diberikan lain
pelajaran selain bersemedi dan beberapa
petunjuk untuk meyakinkan iweekang. Meskipun
demikian Cong Bun terus giat dengan
latihannya. 73
Segera sang waktu dan setengah tahun
sudah lewat. Tiga butir pil soatsom telah
ditelan habis oleh Li Cong Bun. Pada waktu
itu saban kali ia menimpuk pada bunga-bunga
yang layu di dahannya, tidak ada satupun
yang tidak dapat dijatuhkan. Bahkan dengan
genggaman batu-batu kecil yang ia lontarkan
dapat membikin jatuh beberapa bunga bwee.
Diwaktu ia melompat jaraknya sudah jauh
lebih tinggi. Sekarang sudah bisa dua
tombak.
Demikianlah adanya kemajuan. Ketemu lagi
pada musim dingin. Setelah Li Cong Bun
melihat di atas pohon bwee ada tujuh delapan
kuntum bunga yang sudah layu, lalu memunggut
batu sebesar telur. Setelah itu dihancurkan
di dinding gunung menjadi sepuluh butir.
Lalu menimpuk bunga bunga yang sudah layu
itu, ternyata satu demi satu timpukannya itu
kena dengan jitu pada sasarannya hingga
hatinya bukan main girangnya.
Tiba-tiba mendengar tidak jauh dari
belakangnya sang guru memanggil:
"Bun Jie, coba kau kemari!"
Li Cong Bun menghampiri gurunya. Setelah
berhadapan sang guru menanya. "Kau sudah
berapa lama belajar di sini?"
"Kira-kira dua setengah tahun." Sahut
Cong Bun.
"Dan bagaimana kemajuannya?" 74
"Teecu tidak tahu akan kemajuannya. Hanya
sejak teecu berlatih bersemedi dirasakan
badan amat ringan dan sehat malah tak takut
akan hawa dingin. Suhu dapat menyaksikan
sendiri sekarang ada turun salju dan hawanya
sangat dingin dan teecu hanya mengenakan
baju tipis saja."
"Nah melatih diri sampai tingkatan ini
sebenarnya tidaklah mudah. Aku barusan
melihat kau menyambit bunga dengan batu amat
tepatnya, coba sekarang ambil batu yang
lebih besar tak usah dihancurkan di dinding
gunung. Kau bersemedi sebentar duduk di atas
batu setelah menyemputnakan tenagamu kau
gunakan tangan kananmu memukul batu tadi
dengan ringan saja. Pergi cobalah."
Lo Cong Bun tidak tahu apa maksudnya. Ia
menurut saja perintah sang suhu. Betul juga
apa katanya sang guru setelah ia
menyempurnakan tenaganya bersemedi ia
memukul batu tadi telah hancur menjadi
delapan butir. Sekarang suhunya menyuruh ia
dengan gaya seperti ia menyambit bunga bwee
tadi boleh sambitkan butiran batu itu kena
mukanya sang guru dengan sekuat tenaganya.
Perintah mana sudah tentu Cong Bun
sungkan lakukan, akan tetapi setelah
diperintah beberapa kali baru ia menurut dan
menyambitkan batu-batu itu kepada sang guru
ternyata semuanya tidak mengenai sasarannya
sebab begitu dekat ke dadanya butiran batu
telah membelok lewat kesamping. 75
Kemudian mana apa serupa ketika LI Cong
Bun disuruh menyerang bagian muka gurunya.
Sungguh mengherankan sang guru tidak
bergerak dari berdirinya, tetapi batu-batu
yang dilontarkan dengan sekuat tenaga oleh
Li Cong Bun ketika semuanya sudah dekat
menyentuh sasarannya telah membelok ke
samping.
Li Cong Bun terkesima melihat kejadian
yang mengherankan itu.
"Nah sekarang kau menyaksikan dengan
keheranan kegaiban yang dilihat barusan.
Itulah hasilnya latihan Iweekang yang
kuajarkan padamu. Latihan harus dipusatkan
pada pernapasan membekukan urat syaraf dan
mengumpulkan semua tenaga dan semangat.
Menjadikan hawa murni urat syaraf dan
semangat berjalan dan berkumpul menjadi
satu. Dengan semangat menekan hawa dengan
hawa mengalirkan tenaga dengan tenaga
menguatkan urat syaraf tiga hal ini terus
menerus bergilir berjalan datang pergi."
Panjang lebar sang guru telah memberikan
petunjuk petunjuk dari hal melatih Iweekang
(tenaga dalam) sangat sulit untuk
diyakinkan, tetapi lantaran Li Cong Bun
otaknya cerdas dan terdorong oleh keinginan
untuk mendapat ilmu yang sempurna betul
untuk menuntut balas maka kesemuanya itu
dapat dipelajari olehnya dengan baik. 76
Tiga tahun kemudian.
Pada suatu malam, jagat diterangi oleh
sinar bulan yang terang benderang tampak
Ceng Leng Cin jin berdiri di mulut goa
tengah menyaksikan Li Cong Bun berlatih gaya
Garuda pentang sayap dirubah garuda menerkam
korban dari tiga empat tombak tingginya
tubuhnya meluncur jatuh, saat akan sampai di
tanah badannya miring dan membiluk ujung
kakinya ringan sekali menootol batu badannya
terbalik sembari mengayun tangannya


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyerang pada pohon bwee yang jaraknya tiga
tombak daripadanya segera tampak menancap
tiga buah biji catur berbaris rapi seperti
bunga bwee pada pohon yang menjadi sasaran
tadi.
Ceng Leng Cin jin bukan main girangnya
melihat muridnya sudah demikian pandai.
Selagi hendak mengeluarkan pujiannya, tiba-
tiba dari jauh melihat datangnnya Bu Ju
Toato dan Bo yong Kang, maka ia berteriak
pada muridnya untuk menyambut kedua orang
yang ditunggu-tunggu kedatangannya.
Li Cong Bun yang sudah kangen pada Bo
yong Kang, mendengar suhunya mmenyuruh
menyambut kedatangan dua orang itu, segera
melesat setinggi tiga tombak. Dengan
menggunakan ilmu lari cepatnya ia
menyongsong kedua orang itu.
"Bo yong susiok, kau. Kau." Li Cong Bun
berteriak dengan tidak bisa mengeluarkan 77
kata-katanya yang tegas karena hatinya
sangat kegirangan ketika nampak Bo yong Kang
berada didepan matanya.
Li Cong Bun menubruk Bo yong Kang, mereka
saling peluk dengan penuh kasih sayang.
"Bun jie kau selama ini baik-baik
saja..?" kata Bo yong Kang sambil mengelus-
elus rambutnya sang keponakan yang dicintai
sebagai jiwanya itu.
"Bo yong susiok, aku girang sekali
melihat kau sehat-sehat saja." Jawabnya
gembira. "Harap kita jangan berpisah lagi
susiok!"
Bo yong Kang tertawa. "Kita selalu
berdampingan untuk selanjutnya. Bun jie kan
akan mendapat pelajaran ilmu pedang yang
tinggi dari supek."
Li Cong Bun baru ingat bahwa di situ ada
Bu Ju Toato, maka cepat-cepat ia menghampiri
mau berlutut, tapi Bu Ju mencegah.
"Anak baik, kau tidak perlu menjalankan
penghormatan. Bo yong Kang, coba kau lihat
anak ini kemajuannya berupa tidak selama
tiga tahun berpisah dengan kita..?"
Bo yong Kang yang memang sedari tadi
merasa kagum dengan ilmu mengentengi
tubuhnya sang keponakan yang sangat tinggi
lalu memeriksa lebih jauh keadaan tubuhnya
Li Cong Bun. Diam-diam ia memuji bimbingan
Ceng Leng Cin jin yang amat sempurna. Karena 78
dalam waktu tiga tahun saja anak itu sudah
berubah banyak keadaan tubuhnya. Matanya
bersinar, iweekang ditaksir mencapai tingkat
tinggi. Waktu itu Li Cong Bun baru mencapai
umur sebelas tahun, maka didalam usia
delapan belas tahun anak itu pasti akan
mencapai tarap tertinggi kepandaiannya.
Bo yong Kang kegirangan ia menyampaikan
pendapatnya kepada Bu Ju Toato yang telah
angguk-anggukkan kepalanya sambil tertawa.
Mereka berjalan sambil beromong-omong
dengan gembira sampai di mulut goa Bu Ju
Toato disambut oleh Ceng Leng Cin jin dengan
gembira temabn bermain catur sudah datang
kembali. Malah kali ini Bo Jo Toato akan
berdiam lama di gua Leng hwee kok untuk
menurunkan pelajarannya kepada Ceng Bun.
Dari Ceng Leng Cinjin, selama tiga tahun
itu sudah dapat dipelajari ilmu ?Pedang
Pengejar Sukma? dan tenaga sakti. Sekarang
Li Cong Bun menerima pelajaran dari Bu Ju
Toato ilmu pedang Swastika (To lo kiam) dan
?Naga Mencengkram Mustika?.
Bo yong Kang sebaliknya mengutamakan ilmu
pedang Swastika (To lo kiam) dan ?Naga
Mencengkram Mustika?. Dibantu oleh gaya
?Pedang Pengejar Sukma? dan tenaga sakti.
Selama berdampingan itu Bo yong Kang
telah memberi pelajaran membaca dan menulis
kepad keponakannya yang dikasihi itu.
Otaknya yang cerdas dan semangatnya yang 79
bergelora membuat Li Cong Bun maju pesat
dalam pelajaran Bun dan Bu (ilmu surat dan
ilmu silat) hingga Bo yong Kang diam-diam
merasa amat girang dan bangga.
Diam-diam suka merenungkan Bingkisan
Maut..! "Ah itu bingkisan maut yang membuat
toako binasa yang sangat penasaran."
Jilid 3
DEMIKIAN kembali sudah lewat lima tahun
Li Cong Bun tinggal bersama Bo yong Kang
susioknya di gua Leng hwee kok. Kini
badannya Li Cong Bun lain dari dahulu, kini
ia sudah menjadi pemuda tampan dan cakap.
Tubuhnya kelihatan gagah menarik serta sinar
matanya tajam menusuk karena Iweekangnya
sudah mahir betul. Sebaliknya Bo yong Kang
telah berusaha menambah banyak kepandaian
tinggi. Juga adatnya yang sombong angkuh
telah berubah menjadi seorang yang ramah-
tamah dan merendah. Romannya tidak berubah
seperti delapan tahun berselang. Sekalipun
usianya sekarang telah mencapai empat puluh
tahun.
Tetap cakap dan gagah yang telah menarik
hatinya sicantik baju putih.
Pada suatu pagi setelah bersemedi dan
tahu bahwa gurunya dan lain-lainnya masih 80
dalam bersemedi Li Cong Bun telah keluar
dari goa jalan-jalan disekitar gunung
sembari berlatih. Setelah sampai diantara
puncak yang berjurang dalam sekali, ia
memandang kebawah jurang yang keadaannya
amat permai dan menarik hati. Tiba-tiba
diantara rimba-rimba ia melihat ada suatu
sinar yang menyorot keluar. Ia terus
mengawasi, ternyata itu adalah sinar hijau,
lama baru sinar itu menghilang.
Benda apakah yang mengeluarkan sinar
demikian gemilang? Ia pada hatinya sendiri.
Sayang ia tidak diperbolehkan untuk keluar
jauh-jauh dari goa. Kalau tidak tentu ia
akan turun ke dalam jurang untuk
memeriksanya.
Setelah lama tidak kelihatan mencorotnya
sinar tadi, maka Li Cong Bun turun dari
puncak gunung ke goa dan memberitahukan
halnya sinar hijau itu kepada suhu dan
susioknya.
Mendengar laporan itu Bu Jo Toato
tertawa.
"Ceng Keng Toheng, apakah itu mungkin
adalah sinarnya pedang Tay Han Sin ni yang
dibuang olehnya karena benci karena dibikin
rompal oleh senjata musuhnya?"
"Dugaan Tayjin mungkin benar. Memang di
sekitar tempat ini dulu telah terjadi
pertempuran pihak hitam dan putih. Dalam
jurang yang dikatakan Bu Jie tadi Tay Han 81
Sin ni telah bertempur dengan seorang hwesio
dari Tibet sampai tiga hari tiga malam
barulah ada keputusan kepalanya si hwesio
dibikin terpental dari tubuhnya. Tapi
sebelumnya itu , pedang pusakanya yang ampuh
?Pedang Penakluk Iblis telah dibikin rompal
oleh senjatanya si hwesio yang dinamai
?Pentungan Bulan Sabit?. Bahkan amarahnya
Sin ni telah melemparkan pedang itu dan
bersumpah tidak akan menggunakannya lagi."
"Memang di situ tempat pertempurannya."
Kata Bu Jo Toato. "Sebaiknya sebentar malam
setelah berlatih, Bo yong Kang dan Bu Jie
pergi ke tempat itu, siapa tahu ada berjodoh
mendapatkan pedang pusaka itu."
Leng Ceng Cinji n setuju dengan pikiran
kawannya itu.
Ketika sang malam sampai, benar saja
setelah berlatih sebentar Bo yong Kang lalu
mengajak Li Cong Bun untuk pergi melihat ke
bawah jurang tentang benda yang dibicarakan
tadi siang.
Mereka memberi jurusan mencarinya ialah
Bo yong Kang mencari ke sebelah utara dan Li
Cong Bun ke jurusan selatan. Satu dengan
yang lain berjanji kalau menghadapi bahaya
memberi tanda dengan siulan supaya dapat
mereka berdua menghadapinya.
Bo yong Kang setelah menyelidiki dalam
bambu tidak ada apa-apa yang dapat dicurigai
pikirnya akan balik lagi akan menemui Li 82
Cong Bun. Apa mau tiba-tiba ia mendengar
suara berkeresek dan seperti ada orang yang
sedang mengunyah makanan.
Perlahan-lahan menghampiri ke tempat iru
untuk mengintai.
Hatinya terkejut ketika melihat ada
mahluk aneh didepan matanya.
Ia menyaksikan manusia tapi bukan
manusia, kepalanya sebesar gentong, matanya
besar seperti kliningan, begitu juga
mulutnya besar dan mengeluarkan caling. Ia
sengan duduk di tanah. Kalau berdiri
tingginya sedikitnya ada satu tombak lebih.
Tangannya panjang dan amat kurus, di
tangan kanannya sedang memegang ular berbisa
yang panjang sekali dan mulutnya enak sekali
tampaknya sedang mengunyah ular.
Diam-diam Bo tong Kang bergidik. Ular itu
sangat berbisa seperti dapat dilihat dari
bekasnya ia menggeleser rumput-rumput yang
dilaluinya telah layu dan berwarna hitam,
tapi heran, dengan enak saja mahluk aneh itu
sang ular telah dimakan mentah-mentah.
Tiba-tiba bau amis telah masuk ke dalam
hidungnya. Buru-buru Bo yong Kang
mengeluarkan pil pemunah racun dari sakunya
dan ditelannya. Dua tombak kira-kira dari
tempat dimana mahluk aneh itu duduk tampak
seperti ada mendatangi lain mahluk aneh. Bo
yong Kang tertarik hatinya untuk melihat apa 83
yang terjadi kemudian karena mahluk aneh
yang sedang makan ular tampaknya beringas
dan keluarkan raungan yang menggema seolah-
olah itu adalah tanda penyambutan akan
kedatangan musuhnya.
Sebentar kemudian benar saja muncul
mahluk lain, mahluk aneh berupa kura-kura,
besarnya 28 kaki persegi. Badannya lemas
sekali berwarna merah. Empat kakinya gemuk-
gemuk dan kepalanya panjang. Di atasnya ada
meringkik seekor ular berbisa mata satu yang
galak sekali rupanya. Karena begitu datang
dekat dengan mahluk aneh tadi sang ular
sudah angkat kepala dan lidahnya dikeluarkan
bersuara "kuak-kuak!"
Dua mahluk aneh itu berada satu tombak
jauhnya satu dengan yang lain. Masing-masing
matanya melotot mengawasi musuhnya. Bo yong
Kang diam-diam merasa senang akan melihat
perkelahian dua mahluk aneh itu. Tiba-tiba
ia mendengar suara berkeresekan, ia menduga
akan Li Cong Bun yang datang, maka ia
memberi isyarat dengan lontaran bambu supaya
keponakannya itu berhati-hati.
Benar saja Li Cong Bun yang datang,
ketika pemuda itu mau membuka mulut, Bo yong
Kang taruh jari telunjuknya di mulut, suatu
isyarat supaya keponakannya itu jangan
ribut. Kemudian ia memberi pil memunah racun
untuk ditelan oleh Li Cong Bun. Berdua
mereka menyaksikan pertempuran dari dua
mahluk aneh tadi. Mahluk berbadan kura-kura 84
dengan kepala ular telah mengeluarkan asap
bisa yang berwarna hitam, bau amis telah
masuk dalam lubang. Bo yong Kang dan Li Cong
Bun menutup hidungnya.
Ketika itu dua mahluk dua mahluk aneh itu
sudah mulai bertempur setelah masing-masing
mengeluarkan raungan, seolah-olah yang
memanggil bala bantuan. Seru sekali dua
mahluk itu bertempur. Masing-masing ngotot
hendak membinasakan musuhnya.
Tiba-tiba dari dalam rimba bambu ada
muncul seorang raksasa. Tangan kanannya
membawa pedang yang berkilauan sinarnya
hijau menyilaukan mata. Li Cong Bun kenali
itulah sinar hijau yang ia lihat dari puncak
gunung. Betul saja itu adalah pedang pusaka
itu miliknya Tay Han Sin ni yang kini
dimiliki oleh raksasa tadi. Li Cong Bun


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat tertarik oleh pedang pusaka itu. Maka
tanpa berunding lagi dengan susioknya, maka
diam diam ia mengeluarkan dua biji caturnya
dan disentilkan ke arah matanya si raksasa.
Benar-benar jitu sentilan Li Cong Bun, sebab
seketika itu juga si raksasa meraung keras
dan tangannya membekap mukanya. Darah
mengalir dari kedua belah matanya dan
seketika itu juga ia telah menjadi buta.
Dengan kecepatan kilat Li Cong Bun
melesar dan merampas pedang dari tangannya
raksasa yang sedang repot oleh sepasang
matanya yang mendadak menjadi buta karena 85
sentilan dua buah biji catur oleh Li Cong
Bun. Raksasa itu menggereng dan mengubar Li
Cong Bun hingga Bo yong Kang menjadi
gelisah. Disaat hendak memanggil
keponakannya, tiba-tiba mendengar suaranya
Ceng Leng Cin jin yang berkata, "Bu jie,
jangan sembarangan!"
Li Cong Bun melompat ke depan gurunya dan
dengan hormat menyerahkan pedang rampasan
tadi. Si raksasa masih berputar-putar
mencarinya, sedang dua mahluk aneh masih
terus bertarung mati-matian seolah-olah
tidak menghiraukan kedatangannya manusia di
situ.
Ceng Leng Gin jin menyambuti dan
memeriksa pedang pusaka itu.
Ia manggut-manggutkan kepalanya. "Benar
inilah adanya pedang pusaka dariTay Han Sin
ni sebagaimana dapat dilihat dari rompalan
kecil sebesar beras di ujungnya."
Ia menyerahkan pedang itu pad Bu Jo Toato
untuk memeriksanya.
"Dua siluman gunung yang hidup sudah
banyak tahun di sini dengan makanannya ular
berbisa sebenarnya tidak membuat apa-apa,
malah membantu manusia menyingkirkan ular-
ular berbisa. Mereka boleh dikasi tinggal
hidup, akan tetapi itu mahluk badan kura-
kura dan kepala ular ada sangat jahat 86
membuat susah pada manusia yang kebetulan
kesompokan dengannya."
To heng benar" kata Bu Jo Toato sambil
menyerahkan kembali pedang pusaka tadi.
Binatang badan kura-kura dan kepala ular itu
memang sangat berbisa dan mungkin yang
dinamai "Kura-kura Berkepala Ular tersebut
dalam cerita, hanya dapat dibinasakan dari
matanya, sedang badannya kendati pedang
tajam bagaimanapun juga tidak mempan
membinasakannya karena badannya kebal keras
seperti baja. Sebaiknya kalau sudah kita
bunuh, kita tanam jauh-jauh supaya bisanya
tidak tersebar dan mengambil korban manusia
yang tidak berdosa."
Ceng Leng Cin jin angguk-anggukkan
kepalanya. Ia segera bertindak dengan
menggunakan biji-biji catur mengarah matanya
mahluk aneh itu dalam sekejapan sudah
bergelisahan di tanah dan kemudian putus
jiwanya. Selainnya yang bertanding dengan si
siluman gunung, mahluk badan kura-kura
dengan kepala ular masih ada dua lagi
kawanannya yang telah dibinasakan oleh Ceng
Leng Cin jin dengan cara serupa. Kemudian
bangkainya telah ditanam baik-baik supaya
hawa bisanya tidak berhamburan dan meminta
korban manusia.
Setelah beres, dalam perjalanan pulang
Ceng Leng Cin jin telah berkata pada Li Cong
Bun. Sembari nasehat sekadarnya untuk bekal
dalam perjalanannya dikemudian hari. 87
"Ketika kalian berdua pergi, baru ingat
Mempelai Liang Kubur 1 Damar Wulan Karya Zuber Usman Pemisahan The Separation 1
^