Pencarian

Hadiah Membawa Bencana 2

Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung Bagian 2


bahwa di dekat gunung ini ada hidup dua
siluman gunung. Pertama kali aku pernah
melarang kau pergi jauh-jauh dari goa
justeru karena adanya dua siluman itu yang
tenaganya besar dan badnnya tidak dapat
dipotong oleh senjata tajam. Maka begitu
kalian berangkat, aku dengan Tay supekmu
membuntuti dari belakang. Tidak hanya kita
dapat menemui "Kura-kura Berkepala Ular yang
bercun itu."
"Aku lihat ketika kau mellihat pedang,
timbul hatimu yang serakah. Dengan tidak
mengukur diri sendiri punya kepandaian sudah
berani-berani merampas pedang dari tangannya
siluman gunung itu. Coba kalau tidak keburu
kita berdua datang, entah apa jadinya dengan
kau, mungkin jiwamu sudah melayang. Dengan
demikian bukankah kita punya jerih payah
untuk menurunkan ilmu kepadamu menjadi sia-
sia? Jangankan kau. Tay supekmu sendiri
tidak berani sembarangan turun tangan
terhadap siluman gunung yang bertubuh kebal
itu."
Li Cong Bun tundukkan kepalanya membisu.
"Bun jie, kau harus resapi betul-betul
nasehat suhumu!" kata Bo yong Kang.
"Kini kau sudah lolos dari bahaya maut.
Aku tidak menyalahkan perbuatanmu yang
dilakukan tanpa disadari oleh kau itu. Tapi
selanjutnya aku harap kalau mau turun tangan 88
kau harus berhati-hati. Aku serahkan kau
dibawah bimbingannya Bo yong susiokmu. Nah
ini senjata "Pedang Penakluk Iblis" aku
serahkan kepadamu! Tetapi ingat baik-baik,
jika tidak keliwat mendesak jangan sekali
digunakan karena sejak saat Tay Han Sin ni
membunuh hwesio Sihek, seterusnya telah
timbul permusuhan balas membalas. Maka kalau
Sihek pay mendapat tahu munculnya kembali
pedang ini tentu akan terjadi kekerasan yang
tidak diinginkan."
Li Cong Bun angguk-anggukkan kepalanya
dengan tidak mengeluarkan suara.
"Aku lihat," meneruskan Ceng Leng Cin
jin, "Meskipun kalian telah menelan pil
bikinannya Tay supekmu Bu Ju, masih belum
dapat memunahkan racun dari binatang "Kura-
kura Berkepala Ular" itu. Maka aku berikan
kalian obat pil ku sendiri Chim sim Leng tam
untuk mencegah timbulnya penyakit dari racun
binatang berbis itu. Aku harap selanjutnya
kau betul-betul berlatih agar pengharapanmu
untuk membalas dendam tidak akan sia-sia.
Selanjutnya itu juga jika kau sudah turun
gunung dapat menjalankan tugas seperti yang
kami berdua harapkan, mengangkat nama harum
dalam rimba persilatan."
Li Cong Bun yang menerima nasehat yang
panjang lebar dari suhunya itu batinnya amat
terharu. Air matanya mengembang saking
merasa sangat berterima kasih atas kebaikan
kegua locianpwee itu yang telah mendidiknya 89
sampai mempunyai kepandaian tinggi. Maka
sejak itu ia berlatih dengan lebih
bersungguh-sungguh.
Dengan tidak terasa Li Cong Bun tinggal
dalam gua Leng Bwee kok sudah delapan tahun.
Sedang Bo yong Kang sudah lima tahun
mempertinggi ilmu silatnya.
Pada suatu hari mereka dipanggil ke kamar
bukunya Ceng Leng Cin jin dimana ketika
mereka masuk kedua locianpree yang mendidik
mereka menjadi orang-orang yang
berkepandaian tinggi sudah ada di situ.
Ceng Leng Cin jin telah berkata, "Ya,
sekarang kalian punya tenaga lunak dan keras
sudah dapat digunakan mulai besok pagi,
kalian berdua boleh turun gunung, pergi ke
tionggoan untuk membalas dendam. Bantu untuk
membersihkan kejahatan-kejahatan dalam
kalangan kangouw, berbuat kebaikan kepada
masyarakat. Jadilah pendekar-pendekar yang
menjunjung tinggi keadilan. Janga sekali
melakukan pembunuhan jika tidak sangat
terpaksa. Meskipun dalam Si leng cee banyak
orang berkepandaian tinggi, kalian tidak
usah merasa kuatir menandinginya. Hanya
kepada Se Bun Pa kalian harus berhati-hati.
Orang she Bun itu benar kepandaian silatnya
tidak seberapa, akan tetapi ilmu meringankan
tubuhnya sangat luar biasa dan pandai
menggunakan bahan-bahan racun untuk
menyerang musuhnya baik dengan jalan
berterang maupun jalan mengendap. Tepat 90
sekali dengan gelarnya Cian tok Jin Mo
(Manusia Iblis Seribu Bisa). Orangnya pun
licin dan licik, terutama ia mencelakakan
orang dengan jalan menggelap mata terhadap
padanya itu kalian harus berhati-hati.
ingatkah kalian pedang pusaka ini?"
Bo yong Kang dan Cong Bu angguk-anggukkan
kepalanya.
Habis Ceng Leng Cin jin bicara lalu
disambung oleh Bu Ju Toato sembari
menyerahkan serupa benda seperti tanduk
panjangnya tiga dim, nerkata pada Bo yong
Kang,
"Benda ini bernama ?Tanduk Badak Dingin?.
Kalau kalian di perjalanan kena makan racun
benda ini boleh digurus campur air dan
diminum. Sangat mujarab sebab seketika itu
bisa yang telah masuk di perut akan punah
dengan sendirinya oleh obat mustajab ini.
Kau itu masih mentah dalam kalangan kangouw,
seharusnya kau yang memberi bimbingan dan
petunjuk. Adatmu yang kaku sombong dulu
harap dibuang. Satu hal yang perlu aku
wanti-wanti adalah kalau kau berjumpa lagi
dengan si nona baju putih, jangan kau anggap
sepi. Aku lihat dia menaruh perhatian
kepadamu keluar dari hatinya yang suci.
Kelak dimemudian hari mungkin dia menjadi
pembantu kau yang paling dekat"
Bo yong Kang mendengar disebutnya si nona
baju putih, seketika itu air mukanya merah 91
karena jengah, tetapi diam-diam batinya
menjadi girang bahwa supeknya kelihatan
merasa setuju dengan si nona baju putih yang
pernah membikinnya terpesona oleh
kecantikannya yang luar biasa dan
kelakuannya yang ramah tamah dan polos.
Bo yong Kang dan Li Ceng Bun berkemas-
kemas untuk meninggalkan gia Leng bwee kok.
Ceng Leng Cin jin telah membikin sarung
pedang dari kulit ular untuk Pedang Penakluk
Iblis hingga pedang itu kini ada tempatnya.
Dengan pedang pusaka itu digantung di
pinggang dan pedang peninggalan ayahnya Bwee
hoa Kiam disoren di punggungnya berbaju
warna hijau dan jaket warna merah muda,
tampaknya Li Cong Bun semakin tampan dan
gagah.
Bo yongkang masih berdandan seperti
seorang pelajar. Baju berwarna hijau dan di
pinggangnya tergantung ia punya pedang
panjang "Tiat Tam Sie" yang berarti "pelajar
berhati besi" memang cocok dengan gelarnya
Bo yong Kang yang tampan dan cakap. Gelaran
itu sebenarnya lebih cocok untuknya pada
delapan tahun yang lalu ketika mana adanya
yang sangat sombong membuat lawannya menjadi
jerih. Sekarang tabiatnya banyak berubah
karena selama delapan tahun ia dibimbing
oleh Bu Ju Toato supeknya yang berbudi telah
memberinya banyak nasehat berfaedah untuk
menjadi seorang pendekar yang berhati 92
mantap, pantang mundur akan tetapi rendah
hati terhadap siapapun juga.
Dua ratus biji catur dalam kantong kulit
ular tidak ketinggalan menjadi bekal Li Cong
Bun. Anak muda ini kini mahir sekali
menggunakan biji catur sebagai senjata
rahasia tunggalnya.
Setelah mohon doa restu dari kedua
locianpwee yang dengan tujuan ke Tionggoan.
Dalam perjalanan melewati pembimbing mereka
hingga memperoleh kepandaian yang sangat
tinggi, Bo yong Kang dan Li Cong Bun lalu
turun gunung tempat si Suga Emas Thio Tit
Jun di lembah Seng seng mereka mampir.
Dimana Bp yong Kang telah mengambil kudanya
yang tempo hari telah dititipkan pada
seorang temannya dan kini sudah ada pada
Thio Tit Jun. pertemuan mereka sangat
menggirangkan. Dengan ramah tuan rumah
mengajak tetamunya bicara di tengah rumah.
Dalam omong-oming Thio Tit Jun terus saja
mengawasi Li Cong Bun yang kini berubah
segala-galanya. Dahulu ia orang yang lemah
dan tidak mengerti apa-apa dalam hal ilmu
silat. Akan tetapi sekarang setelah delapan
tahun jumpa kembali telah menjadi seorang
pemuda yang cakap tampan dan badannya kuat.
Secara iseng-iseng ia ulur tangannya menekan
pundaknya anak muda itu dengan menggunakan
tenaga, tetapi tekanan itu dianggap sepi
oleh Ceng Bun. 93
"Thio yaya, kau jangan main-main. Aku
masih terlalu cetek pelajarannya dan masih
mengharap petunjuk dari yaya."
Thio Tit Jun kagum sekali sebab
tekanannya yang dapat membuat remuk tulang-
tulang dianggap sepi oleh Li Cong Bun,
lebih-lebih omongannya anak muda itu yang
merendah membuat ia merasa sangat suka
kepadanya.
"Ah, sungguh tidak mengecewakan dengan
susah payah sang dwi tunggal menurunkan
pelajaran kepandaian karena kau akan
merupakan pendekar ternama dibelakang hari.
Umurmu masih begini muda, tetapi
kepandaianmu sudah begitu tinggi, tidak
berada di sebelah bawahnya kau punya Bo yong
susiok. Nah dahulu aku sudah berjanji akan
membantu kalian, maka setlah nanti aku sudah
siap-siap aku nanti akan mengantar
perjalanan kalian ke Tionggoan sekalian
disana aku akan menemui teman-teman yang
sudah lama tidah bertemu."
Bo yong Kang tidak enak hatinya, maka ia
berkata, "Tho pepe, sebaliknya kami tidak
ingin membuat repot padamu buat mengantar
perjalanan kami ke Tionggoan. Sebab lainnya
kami bertugas untuk menuntut balas juga ada
lain-lain urusan yang hendak dikerjakan
menurut pesan supekku."
Thio Tit Jun tak menjawab, hanya tertawa
gelak-gelak saja. 94
Mereka tinggal di rumah Thio Tit Jun tiga
hari lamanya. Pada malam perpisahan, Thio
Tit Jun telah mengadakan suatu perjamuan.
Selagi gembiranya mereka makan, mendadak
Thio Tit Jun berkata pada Li Cong Bu.
"Bun jie.. rupanya sudah tak sabaran
untuk menuntut balas, maka aku juga tidak
boleh menahan terlalu lama perjalanannya.
Sudah lama aku dengar kepandaiannya sang
"Dwi Tunggal" tetap[I belum pernah mendapat
kutikan untuk menjajalnya. Kini kebetulan
Bun jie sudah mendapatkan warisan ilmunya
yang tinggi, maka aku ingin menjajalnya
sampai dimana kepandaian Bun jie. Hayo mari
sini Bun jie kita main-main sebentar."
LiCong Bun mendengar tuan rumah ingin
menjajal dirinya merasa tak enak hati.
"Thio yaya berkepandaian tinggi. Mana
bisa aku yang rendah melayaninya?" jawab Li
Ceng Bun.
"Bun jie," nyeletuk Bo yong Kang, "Thio
pepe hendak mencoba kau, kenapa kau menolak?
Dia salah satu pendekar ulung, kalau
sebentar kau main-main dengannya ada apa-apa
yang salah, bukankah kau mendapat petunjuk
yang berharga?"
"Ha.ha..ha..ha" tertawa Thio Tit Jun.
"Aku orang she Thio kepandaiannya masih
perlu denga pengunjakan orang lain, cara
bagaimana aku bisa memberi petunjuk pada
murid sang Dwi Tunggal? Nah Bun jie kau 95


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jangan malu-malu, marilah kita mencoba-
coba"
Setelah berkata dengan tak menantikan
jawaban Li Cong Bun pada suatu lapangan yang
cukup lebar.
Li Cong Bun terpaksa mengiringi
keinginannya orang tua itu.
Setelah berhadapan, Li Cong Bun sebagai
pihak muka, telah mempersilakan orang itu
mulai dengan serangannya. Thio Tit Jun yang
memang ingin mencoba kepandaian anak muda
itu, dengan tidak sungkan-sungkan telah
menyerang dengan pukulan-pukulan keras.
Mereka bertempur makin lama makin hebat,
hingga Bo yong Kang yang menonton di pinggir
menjadi agak kuatir.
"Bun jie, kau menyerang kurang hebat.
Anggap saja aku seperti musuhmu. Coba
keluarkan ilmu menyerangmu yang paling
berbahaya. Lihat, aku sendiri akan
menyerangmu dengan sungguh hati."
Benar saja setelah mengucapkan kata-
katanya Thio Tit Jun telah ubah cara
bersilatnya dan mengeluarkan ilmu
simpanannya untuk emnatuhkan Li Cong Bu.
Melihat gelagat kurang baik, maka Li Cong
Bun juga tidak sungkan-sungkan lagi. Ia
telah kerahkan ilmunya, hingga angin santer
yang ditercikan oaleh kepalanya anak muda
itu membikin kaget Thio Tit Jun yang 96
menonton pinggiran terpaksa mundur karena
tidak tahan.
Ternyata pertandingan paling belakang ini
sangat seru. Sampai di situ Bo yong Kang
tidak bisa tinggal diam. Karena pikirannya
kalau masing-masing panas hati, bisa jadi
runyam. Persahabatan nanti bisa menjadi
musuh. Cepat ia pergunakan ilmu rajawali
mementang sayap menghalang di depan Li Cong
Bun. Kedua lawan itu mundur lima enam
tindak. "Sudah cukup, sebaiknya percobaan
sampai disini saja Tho pepe!" katanya Bo
yong Kang sambil tertawa.
Melihat Bo yong Kang turun tangan
memisahkan, Thio Tit Jun tertawa bergelak-
gelak. "Bo yong hiantit, katanya, "Betul-
betul Bun jie hebat kepandaiannya. Aku punya
latihan puluhan tahun yang aku buat andalan
malah pukulan simpananku aku keluarkan
ternyata tidak dapat menjatuhkan
keponakanmu, maah aku jadi keteter. Coba dia
tidak main-maindengan serangannya, niscaya
aku dijatuhkan sedari siang-siang."
Li cong Bun mendengar pujian itu menjawab
dengan merendah, "Thio yaya, kau bisa saja
putar duduknya perkara. Kalau tadi kau
berlaku sedikit telengas saja, aku sudah
kena dipukul jatuh."
Thio Tit Jun diam-diam ia memuji anak
muda itu pintar mambawa diri dan dapat
menutup orang punya perasaan malu. Sebab 97
dengan sudah dengan sebenarnya ia sudah
kalah kalau benar-benar Li Cong Bun
keluarkan kepandaiannya
"Dengan senjaranya Pedang Penakluk Iblis
warisan Tay Han Sin ni yang dimiliki dan
kepandaian yang tinggi, aku percaya Bun jie
tidak sukar membalas dendam dan mengangkat
nama dalam rimba persilatan sebagai pendekar
budiman, Cuma aku ingin menasehati, kalau
kau ketemu orang jahat, jangn kau memandang
sepi kepandaian orang, sebab kelakuan
demikian dapat merugikan diri sendiri. Kau
harus dapat mengambil keputusan terhadap
siapa kau berhadapan harus telengas dan
terhadap siapa kau dapat mempunyai dosanya.
Jangan lalai dengan kewaspadaan yang bisa
mengakibatkan penderitaan." Demikian nasehat
jago tua itu kepada Li Cong Bun.
"Thio yaya, kau sungguh baik. Semoga
nasehatmu ini selamanya akan menjadi kaca
dihadapanku. Banyak terima kasih atas
perhatianmu padaku. Li Cong Bun suaranya
agak parau karena menahan kesedihan ingat
kepada ayah bundanya.
Perjamuan dilanjutkan dengan penuh
kegembiraan. Demikian keesokan paginya,
pagi-pagi sekali Bo yong Kang dan Li Cong
Bun meninggalkan rumahnya Thio Tit Jun.
sebagai kenang-kenangan persahabatan, jago
tua itu telah menghadiahkan kuda jempolannya
si Api kepada Li Cong Bun. Bukan main
girangnnya anak muda itu, sebab dengan 98
didapatkannya kuda itu, ia selanjutna dapat
menunggang kuda senditi tidak harus bareng
menunggang kudanya Bo yong Kang.
Setelah mendapat doa restu dari jago tua
itu, Bo yong Kang dan keponakannya lalu
melanjutkan perjalanannya menuju ke timur
pintu Giok bun wan.
Sudah tentu tujuan yang pertama-tama
adalah pulang ke rumah Cong Bun untuk
sembahyang di kuburan Li Hoay Bun dan
istrinya.
Supaya tidak membuat berabe lagi, maka
mereka sudah mengambil hio dan lilin.
Kemudian pada waktu malam barulah masuk ke
rumah Li Cong Bun.
Li Seng, budak wanita tua yang setia,
saat itu sudah nyenyak tidur. Kedatangan
mereka membuat orang-orang seisi rumah amat
kegirangan. Mereka lalu membangaunkan Li
Seng.
Budak setia itu menyambut dengan penuh
rasa girang. Malah dari kedua matanya telah
meleleh air mata saking sedihnya, ingat
kepada kedua majikannya almarhum. Ia girang
sekali nampak Li Cong Bun berbadan tegap dan
kuat, mukanya cakap dan tampan.
Pagi-pagi sekali keesokan harinya, Bo
yong Kang dan keponakannya pergi ke kuburan.
Li Cionng Bun menangis tersedu-sedu di
depan kunuran ayah bundanya. Sedang Bo yong 99
Kang juga tidak terluput menetes air mata
ingat kepada bingkisan maut dari Ciam tok
Jin mo Se bun Pa. tapi Bo yong Kang sekarang
lain tabiatnya dengan dahulu. Ia banyak
sabar, maka ia telah menghibur keponakannya
supaya jangan terlalu sedih sebab dalam
waktu singkat tentu dapat membalas sakit
hatinya ayah bundanya.
Kepada Li Seng, Bo yong Kang memesan
supaya jangan diributkan tentang
kepulangannya mereka, sebab kalau didengar
oleh orang-orang jahat itu kalau tidak
membikin celaka dengan gelap-gelapan, tentu
akan melarikan diri dan sukar nanti untuk
mencarinya. Li Seng angguk-anggukkan kepala
dan berjanji akan turut pesanan Bo yong jiya
yang baik budi itu.
Dengan diam-diam Bo yong Kang telah
meninggalkan rumahnya mendiang Li Hoay Bin
bersama keponakannya. Jalan tidak seberapa
jauh tiba-tiba Li Cong Bun berkata kepada
susioknya,
"Susiok, keadaan di sini seperti dahulu
saja diwaktu aku masih kecil sika datang
main-main. Hanya penduduknya tampak banyak
perunahan. Rupanya mereka telah menderita
tindakan kejam dari Si leng cee. Maka tujuan
kita selanjutnya akan menuntut balas kepada
musuh-musuh kita, juga kita harus menolong
rakyat membebaskan mereka dari
penderitaannya. 100
"Kau benar Bun jie." Sahut sang paman,
"Semangatmu benar-benar menggelora." Bo yong
kang tersenyum tapi pikirannya seperti
melayang ke arah lain.
Li Cong Bun seperti dapat menebak apa
yang dipikirkan pamannya, maka ia berkata
pelan, "Susiok, delapan tahun sudah kita
meninggalkan tempat ini. Di waktu kita dalam
perjalanan hendak pergi pada Tay supek tempo
hari, apakah susion masih ingat di tengah
jalan kita bertemu dengan siapa? Siapakah
yang telah memberi tanda barang kenang-
kenangan kepada susiok?"
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Bo yong Kang melengak mendengar
perkataanya Li Cong Bun.
"Dia.. dia.. si.."
"Bo yong susiok, dia memang si nona baju
putih." Menyela Li Cong Bun tersenyum. "Aku
berpendapat nona baju putih itu adalah orang
yang baik. Bukankan waktu itu susiok ada
janji kalau kita menginjak Tionggoan lagi
akan mampir di tempatnya. Sebaiknya kita
menemui nona itu. Kesatu kita menepati janji
kita menengok dia. Kedua untuk menyelidiki
siapa-siapa bengolah Si leng cee yang
kepandaiannya tertinggi dan Ketiga untuk
minta keterangan kepadanya apakah ?Si
Telapakan Tangan Sakti? Ho Ceng Bu masih ada
dalam markas Si leng cee. Bagaimana pikiran
susiok?" 101
Bo yong Kang merasa setuju dengan pikiran
keponakannya.
"Aha.. Bun jie.." katanya. "Kini kau
sudah bisa merancang tindakan-tindakan yang
menguntungkan bagi kita. Aku setuju dengan
pikiranmu tadi. Mari kita pergi."
Li Cong Bun girang mendapat pujian Bo
yong susioknya yang dia anggap sebagai orang
tuanya sendiri. Sebab ia sekarang sudah
yatim piatu.
Mereka keprak kudanya mencari tempatnya
si nona baju putih.
TEMPATNYA si nona baju putih adalah di
propinsi San so, distrik Yang sia bagian
barat daya, harus melewati propinsi Ho lam
terus berputar ke perbatasan desa Hian cie
dimana ada gunung Ong bu san yang tingginya
800 tumbak dan lebarnya beberapa ratus li.
Meskipun kecil, gunung itu sangatlah permai,
maka orang suka bilang "Dalam 40 gunung yang
permai adalah Ong bu."
Pada saat Bo yong Kang dan keponakannya
memasuki daerah pegunungan Ong bu bulan
sedang terangnya dan ketika itu adalah
permulaan musim gugur. Melihat pemandangn
yang permai dan menarik hati, Bo yong Kang
merasa gembira sekali.
" Bun jie," ia kata pada keponakannya,
"Mereka telah memilih tempat ini sebagai 102
markas besarnya sungguh tidak salah. Keadaan
di sini sunyi, tenang dan membikin hati
rasanya sangat lega. Di dalam tempat yang
seperti ini tidak heran kalau ada
bersembunyi orang-orang kuat dari rimba
persilatan. Apakah Ho Ceng Bu masih bersikap
bermusuhan atau tidak dengan kita tapi
sebaiknya kita beramah tamah dulu dengan dia
untuk kita menyelidiki kekuatan pihak
sampai berapa besarnya, kau pikir
bagaimana?"
Li Cong Bun tersenyum, ia tidak lantas
menjawab. Hanya berpikir akan delapan tahun
yang lampau, dimana susioknya ada demikian
gagah perkasa dan berangasan. Akan tetapi
sekarang ternyata demikian tenang dan hati-
hati. seolah-olah nasehatnya sang Tay supek
agar ia jangan berlaku sombong karena orang
pandai masih ada melebihi kepandaiannya,
orang yang tinggi ilmunya masih ada yang
melebihi tingginya telah melekat dalam
sanubarinya.
"Bo yong Kang susiok, dibandingkan dengan
delapan tahun yang lampau aku melihat sifat-
sifatnya Bo yong susiok yang baru dilahirkan
pula, nah bedanya tabiatmu seperti langit
dengan bumi." Kata Li Cong Bu tersenyum.
"Kau bisa saja Bun jie" Bo yong Kang
tersenyum.
Demikian paman dan keponakan itu
sepanjang jalan bercakap-cakap dengan 103
gembira. Tiba-tiba Bo yong Kang menghentikan
kudanya diikuti oleh Li Cong Bun. Mereka
memasang kupingnya. Ada apakah mereka begitu
memperhatikan?


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itulah merayunya suara seruling yang
ditiup oleh seorang yang ahli dalam alat
musik demikian. Li Cong Bun tidak begitu
mengerti akan lagu-lagu yang tidak enak atau
tidak enak, akan tetapi Bo yong Kang lain
keadaanya. Ia seorang yang ahli dalam Bun
dan Bu (ilmu sastra dan silat). Juga
mengerti akan lagu-lagu yang bagus dan
jelek.
"Bu jie, " katanya sambil mengawasi pada
keponakannya yang acuh tak acuh mendengar
suaranya seruling itu. "Yang meniup seruling
itu tentu adlah seorang yang berilmu tinggi
dalam rimba persilatan. Selain merayunya
suara seruling itu demikian meresap dan
mencengkram dalam hati sanubari kita, juga
isi kata-taka dalam lagu itu ada sngat sopan
dan dalam artinya."
Li Cong Bun hanya anggukkan kepalanya
tidak mengatakan apa-apa.
"Bun jie, sebaiknya kita mencari tahu
orang yang meniup seruling itu, siapa tahu
daripadanya kita dapat mendengar keterangan
tentang Si leng cee."
Li cong Bun setuju dengan pikirannya sang
paman. Mereka lalu turun dari kudanya dan
setelah masing-masing menambatkan kudanya 104
pada sebuah pohon, lalu dengan menggunakan
ginkangnya menghampiri tempat darimana
keluarnya suara seruling tadi.
Setelah menyelusup diantara rimba pohon
siong, suara seruling itu semakin nyata
nyelusup ke telinga. Lagu yang barusan
tenang dan gembira mendadak telah erubah
dengan lagu yang mengandung kegagahan
diiringi oleh suara nyanyian yang
bersemangat dan nyaring.
Berjalan tidak berapa lama, dari kejauhan
mereka melihat yang meniup seruling itu
adalah seorang nona berbaju merah tengah
bersandar pada sebuah pohon.
Jari-jari tangannya yang halus lentik
tampak memain diantara lubang seruling rapih
sekali kelihatannya. Itulah seruling dari
batu giok yang menempel pada bibirnya si
nona yang mungil menarik. Di samping si nona
ada berdiri seorang tua berbaju putih dengan
jenggot panjang. Sia lah yang menyanyikan
lagu bersemangat tadi.
Tiba-tiba si nona berhentikan meniup
serulingnya. Sambil tersenyum-senyum berkata
pada si orang tua, "Ayah, bagaimana tiupan
serulingku baruan, bagus atau tidak? Apakah
latihanku sudah mencapai kemajuan?"
Sikap si nona sangat manja berkata kepada
ayahnya. 105
"Giok soan, sebaiknya kau meniup lagu
gembira untuk menyambut kedatangannya para
tetamu di dalam rimba yang sunyi ini.."
jawab sang ayah ketawa senang.
Bo yong Kang dan Li Cong Bun tertegun
mendengar kata-kata si orang tua sebab
mereka tahu ilmu meringankan tubuhnya ada
amat tinggi, tapi toh masih dapat diketahui
kedatangannya oleh orang tua itu. Dari sini
sudah dapat diketahui tingginya ilmu si
orang tua.
Pikirnya, tidak perlu bersembunyi
endengarkan, maka mereka lalu unjukkan diri
di depan anak dan ayah tadi.
Sambil menjura memberi hormat Li Cong Bun
berkata, "Lotiang.. maafkan kami sudah
mencuri dengar tiupan serulingnya puterimu
yang amat merdu itu. Pamanku sampai
terpesona mendengarkannya, sungguh sedap
kedengarannya."
Li Cong Bun memilih kata-katanya yang
diucapkan itu, ia sendiri sebenarnya tifak
tahu apa-apa tentang lagu merdu atau
tidaknya yang ditiup oleh si nona.
Kata-katanya yang sopan dan memuji itu
membuat si nona buka lebar matanya mengawasi
Cong Bun yang cakap dan tampan.
Ketika dua pasang sorot mata beradu si
nona buru-buru tundukkan kepalanya dengan
wajah kemerah-merahan diam-diam dalam 106
hatinya merasa senang dengan pujiannya si
anak muda tadi.
Sementara si orang tua tertawa gelak-
gelak mendengar perkataan Li Cong Bun.
"Kau terlalu merendah anak muda," kata
pula si orang tua. "tidak ada soal tentang
mencuri dengar, tiap-tiap orang bebas untuk
menikmati keindahan alam dibawah terang
bulan yang permai seperti malam ini. Aku Hwe
Siok Tang dan anakku ini Giok Soan namanya.
Entah apa maksud kalian dimalam terang bulan
begini berjalan-jalan di daerah pegunungan,
sudilah kiranya kau berdua memberitahukan
nama supaya kita berdua bisa mengikat tali
persahabatan."
Bo yong Kang dpat kenyataan orang tua itu
kocak sifatnya. Melirik pada si nona ia
dapat menilai kecantikannya Giok Soan tidak
berada di sebelah bawah dari si nona baju
putih Gan Su Nio yang ia jumpai pada delapan
tahun berselang.
"Aku yang rendah bernama Bo yong Kang dan
ini adalah keponakanku bernama Li Cong Bun."
Jawab Bo yong Kang merendah. Dalam
perjalanan ke Ong bu barusan kami mendengar
merayunya siara seruling yang ditiup oleh
puteri cianpwee, kami telah hentikan
perjalanan kami untuk menikmati lagu merdu
yang ditiupnya. Numpang tanya apakah
Cianpwee yang dalam dunia kangauw dijuluki
"Naga Bersayap..? Tapi " 107
Siok Tang melihat Bo yong Kang belum
habis kata-katanya mendengar berhenti
lantaran mengerti maksudnya, maka ia maju
beberapa tindak dengan tertawa berkata, "Itu
julukan kosong saja. Aku sejak kecil sudah
minum pil mujarab, mata telingaku amat
terang. Kalau tidak, mana dapat aku
mengetahui kedatangan kalian dengan ilmu
meringankan tubuh yang demikian tinggi. Bo
yong laotee, aku sudah mendengar namamu
dengan julukan Pelajar Berhati Besi yang
terkenal, sayang pertemuan kita baru saja
sekarang terjadi. Sebagai orang kangouw kita
harus berterus terang. Kepergianmu ke Ong bu
tentu ada sangkutannya dengan Si leng cee.
Memang betul dengan Hwe Pek It kepala tangsi
naga emas Si leng cee aku tersangkut satu
she. Kedatanganku kesini bersama anak
perempuanku hanya untuk jalan-jalan saja.
Setelah sepuluh hari lamanya kami juga akan
pulang kembali tidak turut campur urusan Si
leng cee."
Bo yong Kang melihat Hwe Siok Teng adalah
seorang yang polos dan jujur, maka ia juga
tidak merahasiakan lagi maksud
kedatangannya.
"Hwe tayhiap," katanya. "Sebetulnya
keponakanku ini dengan Si leng cee ada
mempunyai perhitungan yang hendak
dibereskan. Sukalah kau menjadi orang
perantara supaya kami bisa masuk ke dalam
markas Si leng cee?" 108
Diam-diam Hwe Siok Tang mengagumi
keberanian dua orang itu hendak membikin
perhitungan dengan Si leng cee yang terkenal
sebagai suatu partai yang amat berpengaruh.
Sebagai jago yang biasa mengulurkan
pertolongan kepada orang yang lemah maka
dalam hati ia berjanji kalau dua orang itu
dalam kesukaran akan memberikan
pertolongannya.
"Aku si orang tua dengan senang mengantar
kalian." jawabnya dengan tegas.
Bo yong Kang girang lalu mengucapkan
terima kasihnya.
Setelah mengambil kudanya, Bo yong Kang
dan Li Cong Bun jalan sama-sama dengan Hwe
Siok Tang dan puterinya. Ternyata Hwe Giok
Soan bukannya seorang nona pemaluan sebab
disepanjang jalan mulutnya ramai turut
berbicara. Dengan begitu, Cong Bun menjadi
tidak kikuk lagi berbicara dengan si nona.
Baru saja mereka berkenalan, tetapi
kelihatannya hubungannya erat sekali seperti
kenalan lama.
Belum berapa lama mereka berjalan, lantas
sampai di depan desa dimana ada ditancap
papan merek "Perkampungan Ciu Tiok san.
Penjaga di situ melihat Siok Tang dengan
puterinya datang bersama dua kawannya telah
menyambut dengan sangat hormatnya. Sambil
tertawa Hwa Siok Tang berkata, "Dua tetamu 109
ini adalah sahabat karibku. Kau boleh
membikin bersih tempat tinggalku. Siapkan
tempat tidur lagi. Teman-temanmu yang lain
boleh pelihara kuda-kudanya sahabatku ini.
Kalian boleh memberitahukan kepada Leng cu
sudah cukup."
Berempat setelah di ruangan tamu,
dilihatnya memang sekitar tempat di situ
amat baik sunyi dan permai pemandangannya.
Belum lama mereka beromong-omong, seorang
pelayan menghampiri Kwe Siok Tang memberi
kabar bahwa Leng cu (Kepala) malam itu ada
urusan dan tidak dapat menemui tetamunya.
Besok baru dapat melayani tetamu.
Meskipun melihat Hwe Siok Tang dan
puterinya ramah tamah dan jujur,tetapi
mengingat dirinya kini sudah masuk dalam goa
harimau, Bo yong Kang dan Li Cong Bun tidak
berani melalaikan kewaspadaannya. Lantaran
mana mereka malam itu jadi tidak dapat tidur
dengan nyenyak.
Pada hari kedua hwa Ciok Soan tampak
sudah ganti pakaian yang indah dan cocok
dengan tubuhnya, sehingga kecantikannya
semakin menonjol. Nona tidak pemaluan itu
dengan dikawani oleh Li Cong Bun di bawah
jendela tampak sedang tersenyum-senyum
bercakap-cakap penuh dengan kegembiraan.
Diam-diam Bo yong Kang dan Hwe Siok Tang
menonton kelakuannya dua anak muda itu 110
keduanya lalu berpandangan dan akhirnya
tersenyum girang.
Setelah berempat basahi tenggorokannya
dengan teh hangat lalu mereka keluar
melihat-lihat keadaan dalam desa itu. Diam-
diam hatinya terkejut ketika melihat keadaan
di situ diatur ada demikian kuat, tidak
gampang-gampang masuk dan mengacau.
Setelah mereka pulang kembali ke
tempatnya, tidak lama diluar ada terdengar
ada orang yang bicara dengan suara nyaring.
"Ha..ha..ha.. saudara telah membawa tamu
agung, bolehkah diajak kenal denganku
sekarang?"
Seirama dengan kata-kata itu lantas masuk
kedalam ruangan seorang tinggi besar, rambut
dan jenggotnya putih, bersemangat gembira
seorang tua yang berbadan amat sehat.
Hse sSiok Tang berdiri dari tempat
duduknya dan menyambut kedatangan orang tua
itu. "Toako," katanya sambil tertawa. Saudara
ini adalah Bo yong Kang dan orang kenal dia
dengan julukannya Pelajar Berhati Besi. Dan
ini adalah keponakannya yang bernama Li Cong
Bun. Tadi malam selagi aku dengan Giok Soan
menikmati rembulan yang terang telah
berjumpa dengan mereka dan membawa mereka
kemari untuk belajar kenal dengan toako." 111
Kemudian Hwa Siok Tang berpaling kepada
Bo yong Kang dan Li Cong Bun memperkenalkan
seorang tua berbadan sehat tadi. Katanya,
"Ini adalah toato Hwe Pek It yang di
kalangan rimba persilatan ddipanggil Naga
Sakti dan menjadi kepala dari tangsi Naga
Emas dalam Si leng cee.
Hwe Pek It mendengar nama Bo yong Kang
dan keponakannya mukanya ketika itu berubah.
Dalam omong-omong belum lama mendadak ada
muncul empat orang, satu hwesio dan satu
tosu serta dua orang bersaudara kembar yang


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

umurnya kira-kira lima puluh tahun.
Bo yong Kang kenali Hwesio dan Tosu
tersebut adalah dua orang yang menghalangi
perjalanannya tempo hari yang telah
disemprot dan disuruh pulang oleh si nona
baju putih, sedang yang dua lagi ia tidak
kenal.
Dalam pertemuan itu mereka diajar kenal
dengan Bo yong Kang dan Li Cong Bun.
Ternyata si hwesio bernama Toa kak dan si
Tosu bernamaIt Peng. Sedang sua orang kembar
itu adalah Han yang Ji kwi ( Dua setan dari
Han Yang) bernama Tiauw Hun dan Tiauw Cian.
Empat orang ini adalah hiocu pembantu kepala
dari tangsi Naga Emas dalam Si leng ce
dibawah perintahnya Hwe Pek It.
Setelah masing-masing pada angkat sloki
araknya dan ditenggak Hwe Pek It lalu 112
menanya pada Bo Yong Kang tentang kedatangan
itu ada apa.
Bo yong Kang tersenym sejenak dengan
tenang menjawab, "Hwe Lengcu, bicara terus
terang kedatangan kami kesini adalah hendak
mencari Ho Ceng Bu dengan siapakah
keponakanku ini hendak membikin perhitungan
atas perbuatannya yang telah membunuh ibunya
tempo hari. Yang pertama sekali maksud
kedatangan kami adalah hendak menemui yang
punya barang ini." Bo yong Kang keluarkan
pedang lemasnya si nona baju putih yang
tempo hari diberikannya untuk kenang-
kenangan.
Kepala dari naga emas kaget melihat
pedang si nona baju putih tapi tidak kentara
pada wajahnya. Tiba-tiba ia tertawa
bergelak-gelak! "Bo yong Tayhiap, aku sangat
senang padamu yang polos dan jujur, tanpa
tedenga aling-aling menerangkan maksud
kedatangan kalian. Cuma saja sungguh sayang
justru kedua orang itu kini sedang tidak
berada dalam markas kami. Tapi begini saja,
nanti bulan tiga tanggal tiga tahun depan
aku akan mengadakan suatu pesta, dimana
kalian boleh datang mengajak kawan-kawan
untuk membereskan perhitungan."
"Hwe Lengcu, tolong beritahukan kemana
perginya pemilik barang ini?" Bo yong Kang
sekali lagi perlihatkan pedang lemas si nona
baju putih. 113
"Dia ada urusan di Lam hay untuk
bersembahyang." Jawab Hwe Pek It tertawa.
Bo yong Kang diam sejenak, rupanya ia
sedang memikirkan tindakan selanjutnya.
Si nona baju putih pergi ke Lamhay di
tangsi Naga Emas juga sudah tidak ada urusan
karena Kepalanya telah menetapkan bulan tiga
tanggal tiga tahun depan baru membereskan
perhitungan. Pikirnya, lebih baik ia dengan
Li Cong Bun jalan-jalan ke propinsi Kangouw
Cek Kiang dan An hwi untuk mencari Si Bun Pa
siapa tahu si iblis beracun itu akan
berpapasan di perjalanan. Boleh sekalian
menuntut balas akan kematian Hoay Bin
ayahnya Cong Bun.
Setelah mengambil keputusan lalu ia
berkata, "Hwe Lengcu, pada lain tahun bulan
tiga tanggal tiga yang kau katakan tadi, aku
setuju sekali. Pada waktunya sudah tentu aku
dan keponakanku akan kesini untuk membikin
perhitungan dan"
Bo yong Kng tidak meneruskan bicaranya
karena mendengar suara di luar pintu yang
berkata, "Hari ini aku tidak mengarti kenapa
jika bolahaya begitu lemah? Dalam markas
kita mana dapat orang dengan mudah boleh
keluar masuk begitu saja sesuka hatinya?"
Hwe Siok Tang mendengar perkataan itu
lantas kenali siapa yang datang. 114
"Ha..ha..ha..ha, Pao Lengcu, dua tetamu
ini adalah sahabat karibku, kau jangan salah
mengarti! Denga Ho Ceng Bu mereka hendak
membuat perhitungan, tapi untuk itu telah
ditetaplan oleh kepala Naga Emas pada
tanggal tiga bulan tida tahun depan. Kini
pertemuan kita hanya untuk persahabatan
saja. Harap kau tak membikin kacau keadaan!"
Ketika orang itu muncul adlah seorang
muda berbaju hijau. Umurnya kira-kira tiga
puluh lina tahun, ia bukan lain dari Pho Kun
Peng alias si Kalajengking.
Bo yong Kang melihat lagak tengik dari si
orang she Pho, hanya mengawasi dengan sikap
adem, tetapi sebaliknya dengan Li Cong Bun,
maklum orang muda berdarah panas.
Seketika itu Li Cong Bun sudah bangkit
dari duduknya dan berkata dengan suara
mengejek, "Kami datang kesini diajak oleh
Hwe Tayhiap dengan puterinya secara baik,
siapa nyana dalam Si leng cee selainnya ada
satu dua orang yang mengarti aturan sopan,
yang lainnya adalah kawanan kurcaci!"
Dalam perjamuan ini, selainnya Hwe Pek
It, Hwe Siok Tang dan puterinya yang tertawa
saja mendengar ucapannya Li Cong Bun tadi.
Lainnya dengan serentak berbangkit dan
menunjukkan perasaan kegusarannya. Tapi
herannya Pho Kun Peng tidak marah. Ia dengan
ketawanya yang mengandung kelicikan berkata
dengan suara dingin. 115
"Kami dalam Si leng cee tidak peduli
siapapun selain menepati janji. Kalau belum
sampai temponya bulan tiga tanggal tiga
tahun depan, kami tidak akan membunuh kau.
Sekarang aku minta Tiauw Hun coba kasi
pelajaran pada anak yang masih bau tetek ini
supaya dia tau rasa!"
Hwe Pek It melihat Pho Kun Peng datang-
datang lantas membikin onar, dalam hati
merasa tidak senang, apalagi melihat Hwe
Siok Teng dan puterinya telah mangunjukkan
perasaan gusarnya. Ia kuatir ayah dan anak
itu nanti turun tangan membantu tetamunya,
urusan akan menjadi runyam.
"Samte," katanya dengan suara getir
kepada Pho Kun Peng. "Kau janga keliru
melihat orang. Bo yong Tayhiap tinggi ilmu
silatnya. Kau jangan pandang Li siauhiap ini
kecil badannya, aku kira Tiauw Hun belum
tentu dapat menandinginya. Nah sekarang
begini saja. Untuk mencoba, baik
pertandingan dilakukan dalam tiga jurus
saja. Juga Cuma berbatas pada saling towel.
Bukannya bunuh membunuh. Hayo, siapa yang
hendak melemaskan urat-uratnya, boleh turun
di kalangan, akuu dengan adikku dan
keponakanku disini hendak menonton saja.
Katakan saja sebagai wasitnya."
Pho Kun Peng mendengar bicaranya kepala
tangsi Naga Emas lantas berkata kepada dua
saudara Tiauw, "Tiauw Hiocu, kau dengar Hio
Lengcu tadi berkata, tamu tamu kepandaiannya 116
tinggi, maka kalian harus dengan sungguh-
sungguh menjatuhkannya. Semua urusan sebagai
akibat persoalan kalian aku yang akan
menanggungnya, jangan takut-takut. Hajar
saja padanya sampai minta ampun!"
Bo yong Kang tertawa mendengar kata-
katanya Pho Kun Peng, lalu memberi isyarat
kepada Li Cong Bun untuk berlaku hati-hati
dalam pertempuran.
Dengan muka berseri-seri Cong Bun masuk
di kalangan berkelahi.
Tauw Hun setelah mendapat perkenan dari
atasannya, Hwe Pek It, baru berani masuk
kalangan menghadapi si anak muda yang
tenang-tenang saja kelihatannya.
Hwe Giok Soan berdebaran hatinya, karena
ia tahu betul bahwa ?Dua Setan dari Han
yang? itu tinggi tenaga dalamnya dan
telengas. Dengan suara gugup ia berkata pada
ayahnya,
"ayah, coba kau lihat Tiauw Hun sudah
memusatkan tenaga di bahunya. Itu Li"
"Hei, kau tak usah kuatir!" memotong
ayahnya. "Dalam Si leng cee banyak orang
yang berilmu silat tinggi. Siapapun juga
telah mengetahuinya. Kalau orang ilmunya
tidak lebih tinggi dari mereka, mana berani
memasuki Goa Harimau? Coba kau lihat mukanya
Bo yong Tayhiap, dia kelihatan tenang-tenang 117
saja. Tiauw Hun bukan tandingannya Li
Siauwhiap!"
Giok Soan menoleh pada Bo yong Kang siapa
menyambut dengan senyuman tenang. Matanya
mengedipi seolah-olah isyarat supaya si nona
tenang-tenang saja.
Baru hatinya Giok Soan sedikit legaan
melihat Bo yong Kang begitu tenang.
Dengan aksi lompat-lompatan Tiauw Hun
menyamperi Li Cong Bun.
Setelah menunjukkan sikap yang
menyeramkan bagi orang-orang penakut, Tauw
Hun berkata, "Sahabat, kau boleh meyerang!"
Jilid 4
"Aku jauh-jauh datang kesini sebagai
tetamu. Pribahasa mengatakan ?Naga Kuat
Tidak Akan Menelan Ular Diatas Tanah?, maka
silakan Tiauw Hiocu menyerang!"
Tiauw Hun sangat gusar mendengar lawannya
begitu menghina.
Segera serangan hebat yang mengandung
angin santar dilancarkan. Tetapi Li Cong Bun
tinggal enak-enaknya saja berdiri tanpa
bergerak untuk menangkis atau balas 118
menyerang. Dengan sendirinya angin itu telah
tertolak balik.
Tiauw Hun marah sekali, ia gunakan lengan
bajunya yang seperti golok menyerang
lawannya juga. Seperti serangan tadi telah
dikirim balik dengan tenaga tidak kelihatan.
Ia penasaran lalu mengeluarkan cakar
setannya. Secepat kilat menyerang pada dada
Li Cong Bun.
Benar-benar sukar diukur kepandaiannya Li
Cong Bun, sebab saat itu ia masih tenang-
tenang saja, menganggap sepi serangan cakar
setan musuhnya. Diam-diam ia menyedot hawa
dalamnya. Ia meniup begitu cakar setan mau
menyentuh dadanya. Sungguh lucu sekali jari-
jarinya Tiauw Hun yang kurus telah tertolak
mundur begitu rupa sehingga yang menyaksikan
kejadian itu terpesona.
Bo yong Kang menyaksikan keponakannya
mempermainkan musuhnya tampak tersenyum-
senyum. Sebaliknya Pao Kun Peng matanya
jelilatan bringas dan marah sekali.
Hwe Giok Soan dilain pihak ketika sadar
dari ketegangannya lantas tepuk tangan
bersorak, "Hebat kau Li koko" ia memuji
penuh rasa girang. Diam-diam ia mengakui
kebenaran penglihatan sang ayah.
Sementara itu pertandingan tidak berakhir
hanya dengan tiga jurus saja, tapi
diteruskan sebab kalap oleh Tiauw Hun.
Sebentar saja mereka bergebrak sudah tiga 119
puluh jurus darimana sudah mengunjuk nyata
keunggulannya di pihak Cong Bun. Ia hanya
main-main saja melayani Tiauw Hun tidak
membalas menyeranag.
Setelah merasa cukup mempermainkan
musuhnya, Li Cong Bun dengan tertawa
berkata, "Tiauw Hiocu, kita tidak bermusuhan
satu dengan yang lain. Kita berhenti sampai
disini saja bertanding. Anggaplah
pertandingan ini tidak ada kalah dan
menang."
Tiauw bukannya mengerti gelagat,
sebaliknya ia telah mengirim serangan
berantai dari tiga jurusan, atas tengah
bawah. Melihat lawannya tidak tahu diri, Li
Cong Bun jadi mendongkol juga.
Ia pura-pura lengah, membuat Tiauw hun
mengira kali ini ia berhasil akan
menjatuhkan musuhnya, maka dengan tertawa ia
berkata, "Aku kira ilmu silatmu sangat
tinggi, tidak tahunya kau mampus dibawah
cakar si orang she Tiauw!" ia sambil
mengangkat tangannya sepuluh jarinya
mencengkram berbareng pada bahunya Li Coang
Bun.

Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semmua orang kaget menyaksikan kejadian
yang mengerikan itu kecuali Bo yong Kang
tinggal tenang-tenang, Cuma alisnya tampak
dikerutkan.
Li Cong Bun sendiri tenang-tenang saja
ketika bahunya dicengkeram oleh Tiauw Hun. 120
Sebentar kemudian terdengar jeritan
tertahan. Orang menduga Li Cong Bun jadi
korban, malah Hwe Giok Soan sudah mendekap
mukanya dengan air mata berlinang.
Ketika orang pada membuka matanya lebar-
lebar, ternyata yang rubuh dan menjerit tadi
adalah Tiauw Hun yang rubuh pingsan. Sepuluh
jarinya mengeluarkan darah tidak henti-
hentinya yang membuat penonton jadi
terheran-heran.
Hwe Giok Soan tampak berseri-seri. Lupa
pada air matanya yang tadi berlinang-linang
di pipinya yang montok boloh.
Tiauw Cian cepat menghampiri saudaranya
yang menggeletak pingsan. Ketika ia
memeriks, ternyata kuku beracunnya sudah
masuk-masuk ke dalam jarinya sendiri. Ia
segera keluarkan pil pemunah racun,
diberikan kepada saudaranya untuk ditelan.
Bo yong Kang berdiri dengan suara keren
ia omeli keponakannya.
"Bun jie, kau tidak memikirkan ringan dan
beratnya turun tangan. Hwe Lengcu sudah
menetapkan kalau kita mau bikin perhitungan
adalah pada bulan tiga tanggal tiga tahun
depan. Sekarang kau menggunakan ilmu yang
menggetarkan sepuluh jari lawanmu sampai
putus. Lain kali kalau kau menggunakan ilmu
itu aku akan memberi hukuman padamu.." 121
Setelah mengomeli keponakannya Bo yong
kang dengan merendah telah minta maaf pada
Tiauw Cian atas perbuatan keponakannya tadi,
akan tetapi Tiauw Cian unjuk muka kurang
senang. Ia permisu pada Hwe Pek It untuk
pulang menemui gurunya Kut jiu Cin jin dima
aia dengan saudaranya akan melatih lagi
ilmunya yang lebih tinggi. Kelak kemusian
kalau sudah sempurna kepandaiannya akan
datang lagi membantu Si leng cee.
Hwe Pek It mau mengucapkan apa-apa tapi
urung. Sebagai gantinya ia hanya menghela
napas. Sementara itu Liau Cian sudah
memanggil saudaranya keluar dari ruangan,
sementara Li Cong Bun sudah balik lagi ke
tempat duduknya semula.
Pho Kun Peng penasaran tetapi wajahnya
tenang-tenang saja.
"Bo yong Tayhiap, kalau kau tidak
keberatan, aku ingin minta pelajaran
darimu." Katanya menantang tetapi dengan
ketawa liciknya.
Bo yong Kang sudah bangkit berdiri tapi
dicegah oleh Hwe Pek It.
"Kita sudah berjanji akan membereskan
perhitungan tahun depan, buat apa harus
mengadakan onar lebih jauh. Harap Bo yong
Tayhiap dan saute bersabar sampai waktunya
pertemuan itu tiba. Tentu kalian akan merasa
puas." 122
Bo yong Kang duduk lagi, sementara {ho
Kun Peng makin tidak puas. Ia pura-pura
memberi arak pada Bo yong Kang. Siapa
mengira orang she Pho itu akan melancarkan
serangan gelap dibalik kelakuannya yang
hormat itu, akan tetapi ternyata Pho Kun
Peng hanya main main saja.
Hwe Pek It melihat keadaan sudah selesai.
Hatinya sangat girang, maka ia minta tolong
pada Hwe Siok Tang untuk membawa lengki
(bendera perintah)menghantarkan tamunya itu
pulang, agar dlam pernalanan tidak mendapat
gangguan dari orang-orang Si leng cee. Siapa
yang berani akan diberi hukuman berat.
Hwe Siok Tang suka menerima tugas itu.
Maka pada keesokan harinya dengan puterinya,
Bo yong Kng dan Li Cong Bun minta diri pada
Hwe Pek It.
Mereka setelah menempuh perjalana sepuluh
li, sudh wktunya mereka berpisah, akan
tetapi kelihatannya mereka sangat berat.
Betul perkenalan mereka hanya dalam waktu
singkat saja, tapi dirasakan oleh mereka
sudah meresap betul. Apalagi Hwe Giok Soan
tampaknya sangat berat untuk berpisah dengan
Li Cong Bun. Sepasang matanya yang jernih
tampak kemerah-merahan seperti mau menangis.
"Bo yong laote," kata Hwe Siok Tang.
"Kita bergaul hanya dalam tempo pendek saja,
tetapi aku rasanya seperti kita sudah kenal
puluhan tahun. Aku bertenu di tempat Hwe Pek 123
It beberapa kali saja lantas mengetahui
dalam tangsinya banyak anak buahnya yang
berbuat kejahatan. Siapa menanam bibit pasti
akan mendapat buahnya. Inilah sudan menjadi
hukum karma. Apalagi diantara para anak
buahnya saling berebut kekuasaan. Kalau
nanti ada musuh menyerbu dari luar, mudah
sekali tangsinya dibikin hancur. Aku sudah
memberu nasehat padanya supaya dia
membubarkan saja orang-orangnya. Jangan
sampai dia mendapat nama busuk. Entah apa
nasehatku itu dia turuti atau tidak?"
Bo yong Kang tersenyum sambil angguk-
anggukkan kepalanya.
"Li Siauhiap adalah seorang muda dengan
kepandaian tinggi jarang ada tandingannya,
maka dikemudian hari dia akan menjadi
pendekar besar yang sukar diukur
pepandaiannya, tapi Bo yong laote, hal apa
sebenarnya yang menjadi dendaman Li siauhiap
untuk menuntut balas kepada Ho Cong Bu?
Kalau laote tidak berkeberatan aku merasa
girang sekali mendengar. Siapa tahu si orang
tua dapat digunakan tenaganya membantu pada
kalian." Kata pula Hwe Siok Tang dengan
ketawa.
Bo yong Kang pikir orang tua dan
puterinya itu adalah orang jujur dan bisa
dipercaya memegang rahasia, maka ia tidak
berkeberatan untuk menuturkan sebab-sebabnya
permusuhan hingga si orang she Hwe yang
mendengrnya angguk-anggukkan kepalanya 124
berkali-kali menghela napas. Sementara nona
Hwe Giok Soan nampak mengembeng air mata
mengingat nasibnya Li Cong Bun yang
kelilangan orang tuanya demikian rupa.
Meskipun sangat berat, akhirnya toh
mereka telah berpisah setelah berjanji pada
lain kesempatan mereka akan berjumpa
kembali.
Bo yong Kang dan Cong Bun meneruskan
perjalanannya dari propinsi San se lewat Ho
lam masuk ke An hui dimana ada terdapat
gunung Kim hoa san sarangnya si iblis
bernama Si bun Pa. ketika mereka tiba di
bagian tengah propinsi tersebut mereka
menjumpai satu telga dinamai Caoe cow yang
indah pemandangannya.
Untuk menikmati pemandangan yang permai
itu, Bo yong Kang dn Li cong Bun lewatkan
sang malam menginap dalam sebuah rumah
penginapan disitu. Pada keesokan harinya,
aman dan keponakan itu berjalan-jalan di
sepanjang tepi telaga. Mereka agaknya
gembira sekali menyaksikan pemandangan yang
menarik sekitar telaga itu. Sedang asyiknya
mereka puaskan matanya dengan pemandangan
yang demikian meresap dalam hati tiba-tiba
ada sebuah perahu yang berhenti di tepi
telaga.
Dalam perahu itu ada dua orang tinggi
besar tubuhya upah pemilik perahu. 125
Ketika melihat Bo yong Kang dan Li Cong
Bun lewat di depannya, salah satu oang itu
mennawarkan perahunya untuk dipakai jalan-
jalan sekitar telaga.
"Siangkong," katanya. "Perahu ini bersih
dan tersedia arak dan makanan untuk jalan-
jalan berperahu sambil minum dan makan
hidangan lezat. Cobalah!, bukannya kami
hendak menyombongkan diri, tentu siangkong
dan kongcu senang menaiki perahu kami yang
lengkap segala-galanya dan juga murah
sewanya"
Bo yong Kang tertarik dengan tawaran itu.
"Bun jie, bagaimana pikiranmu kalau kita
berperahu menikmati pemandangan telaga ini?"
"Itu baik sekai," jawab Li Cong Bun. Bo
yong Kng lalu berkat pada si tukang perahu,
"Biklah, kalian sediakan kami arak dan
makanan untuk teman kami menikmati
pemandangan alam!"
Bo yong Kang ajak Li Cong Bun lompat ke
perahu itu. Bereka ambil tempat duduk yang
sudah tersedia. Perahu juga lantas
dijalankan ke tengah telaga.
Alangkah menarik dan gembira hati
berperahu smbil menyaksikan pemandangan,
sedang makanan lezat \dan arak ada di depan
mata.
Li Cong Bun terkenang pada nona Giok
Soan. Dalam hari berpikir alangkah baiknya 126
kalau dia bersama-sama waktu ini, meniup
serulingnya yang merdu.
Terpesona oleh pemandangan disitu maka Bo
yong Kang suruh tukang perahu jangang
mngayuh, biarkan saja sang perahu berumbang-
ambing sendirinya.
Tidak jauh dari perahunya Boyong Kang
nampak ada perhu kecil, dalam mana ada dua
tetamunya yang kira-kira usianya empat puluh
tahun dan lima puluh tahun. Mereka juga
tengah menghadapi hidangan yang disajikan
oleh si tukang perahu.
Bo yong Kang melihat orang tuaan melihat
ke jurusannya dan tersenyum sambil angguk-
anggukkan kepala yang mana disambut olehnya
sebagaimana mestinya.
Pada saat Bo yong Kang dan Li Cong Bun
hendak menyerbu hidangan, terdengar orang di
dalam perahu itu berkata, "Ji wi, tolong
perkenalkan nama kalian, besok di gunung Lo
san yang letaknya di tengah-tengah telaga
ini, ada pertandingan adu kepandaian yang
hebat sekali. Kalau kalian ada minat serta
berani, sebaiknya datang menyaksikan adu
kepandaian ini yang jarang terjadi.
Mendengar ada pertandingan adu silat,
Cong Bun girang hatinya. Sebelum susioknya
menjawab pertanyaan orang tadi,ia
mendahului, "Aku she Li dan ini pamanku she
Bo yong. Apa maksudnya kalian kalau ada hati
berani menonton?" 127
Sementara itu Bo yong Kang sudah menanya
pada dua pemilik perahunya, sebab apa tetamu
di lain perahu berkata demikian rupa.
Melihat matanya Bo yong kang yang tajam dan
berkilat, mereka keluhatannya jerih, salah
satu diantaranya memberi eterangan.
"Oh kalau begitu siangkong tidak tahu
bahwa di gunung Lo san ad sepadang pendekar
yang bermusuhan dengan kawanan dari rimba
hijau dari propinsi An hui sebelah selatan.
Besok dengan membawa kawan-kawannya masing-
masing mereka akan berhadapan satu dengan
lainnya untuk menyeselaikan permusuhan.
Sudah tentu sesudahnya pertandingan yang
hebat dan pasti ada mengalirkan darah karena
golok dan pedang tidak mengenal kasihan.
Karena banyak orang yang merasa ngeri dan
tidak tega dan ngeri hatinya, maka harus
orang yang berani hatinya baru dapat nonton
pertempuran itu.
Bo yong Kang manggut-manggutkan
kepalanya, kemudian paman dan keponakan itu
mulai dengan santapan yang dihidangkan.
Bo ying Kang merasakan arak yang
diminumnya itu enak maka minta kepada
pemilik perahu berkan ia sebotol lagi untuk
diminum di lain tempat. Pemilik perahu lalu
mengambil dan berikan sebotol arak terisi di
dalam porselen yang lebarnya panjang
berwarna putih serta memberi keterangan
bahwa arak itu buatan Lam leng ko yang


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dinamai ?Arak wangi nomor satu." 128
Bo yong Kang sambil tertawa membuka tutup
botol arak itu lalu dituang kedalam
cangkirnya. Maksudnya mau mencoba arak itu
apa lebih enak rasanya dari arak yang ia
sudah tenggak tadi. Siapa sangka begitu arak
dari botol porselen itu masuk perutnya,
dirasakn berdidih pans hingga Bo yong Kang
sangat kaget.
"Racun!" ia mengeluh sambil menutup jalan
darahnya supaya racun tidak menjalar. "Bu
jie, lekas keluarkan obat tanduk badak
dingin! Aku terkena racun."
Li Cong Bu kaget bukan main, lalu memberi
petolongan. Orang yang memberikan arak tadi
melihat Bo yong Kang melempar botol araknya
denganmuka pucat duduk diam bersemedi,
pikirnya racun dalam arak itu sudah bekerja
dalam tubuhnya dan sebentar lagi si korban
bakal binasa.
Lalu ia tertawa gelak-gelak,
"Ha..ha..ha.., kalian berdua berdosa pada Si
leng cee, maka juga telah mendapatkan arak
beracun. Kau anak kecil ini, setelah pamanmu
binasa, sebentar kau akan merasakan sedapnya
air telaga"
Belum lampias omongannya tunuhnya orang
itu telah terpental rubuh dengan
menyemburkan darah segar dari mulutnya.
Sambil merangkak ia menyeburkan dirinya ke
dalam telaga diikuti oleh satu kawannya pula
yang jadi ketakutan setengah mati. 129
Ternyata Li Cong Bun saking marahnya
sudah menghajar orang itu sebelum bicaranya
habis. Kemudian Li Cong Bun lalu gerus
?Tanduk badak dingin? tadi. Setelah dicampur
air lalu diminumkan pad Bo yong Kang. Orang
tua yang berada di perahu kecil, juga
mengetahui kejadian itu, maka ketika Cong
Bun kebingungan perahunya dibikin bocor oleh
kawannya orang jahat, lalu minta anak muda
itu pindah ke perahunya.
Li Cong Bun tidak sngkan-sungkan lagi,
maka ia kempit tubuh pamannya dibawa melesat
melompat ke perahunya si orang tua tadi.
Juga pemilik perahu dari perahu kecil
sudah tidak keluhatan batang hidungnya,
rupanya sudah nyebur ketakutan.
Perahu kecil itu tampak kegertan
ditumpangi oleh empat orang tetapi basih
bisa berjaln tetap didayung oleh kawannya
orang tua tadi.
Bo yong Kang setelah muntah-muntah
mengeluarkan racun yang masuk dalam perutnya
kelihatannya ada sedilit baikan ia membuka
matanya dan menghela napas.
"Si leng cee betul-betul kejam dan
telengas. Coba tidak ada obatnya supek,
jiwanya tentu sudah melayang. Biarlah tahun
depan dalam menepati janji kita ke gunung
Cai Tiok san aku akan sapu bersih orang-
orang Si leng cee itu." 130
Orang yang mudaan dalam perahu itu
tertawa pada yang tuaan. "Ia ini dandanannya
seperti pendekar sinar jahat dalam arakmu.
Syukur Tuhan telah menolong umatnya yang
berhati baik."
Bo yong Kang mengawasi orang itu.
Ternyata ia adalah seorang Tosu muda. Lalu
pandangannya pindah pada orang yang tuaan.
Ia ini dandanannya seperti pendekar, sinar
matanya bersorot tajam. Dapat diduga tentu
tenaga dalamnya hebat.
?Aku merasa berterima kasih atas
perhatian jiwie telah memberi tempat kepada
kami berdua. Bolehkah kami mendapat tahu
nama jiwie yang mulia?" kata Bo yong Kang.
Tosu itu perkenalkan namanya. Thauw Pang
Tojin dan yang satunya Lam Thiam Gie.
Dalam omong-omong ternyata Thauw Pang
Tojin sebetulnya diundang oleh tuan rumah
dari gunung Lo san yaitu dua saudara Ko.
Perlunya untuk membantu tenaga menghadapi
musuh-musuhnya persaudaraan Ko.
Lam Thiam Gie adalah seorang pendekar
yang sudah mengasingkan diri. Namanya
terkenal di daerah Kang lam. Kedatangan
diditu adalah hendak menonton pertandingan
adu kepandaian di gunung Lo san. Dengan cara
kebetulan Thauw Pang Tojin dan Lam Thiam Gie
telah berkenalan dalam perjalanan, kebetulan
satu tujuan, maka mereka telah jalan
bersama-sama. 131
Setelah perahu dikayuh ke pinggir dan
mereka pada naik ke daratan lalu berpisah,
setelah berjanji besok hari mereka berempat
akan berangkat sama?sama ke Lo san.
Bo yong Kang dan Li Cong Bun setelah
berada dalam rumah penginapannya lalu ia
merundingkan kejadian yang barusan dialami.
"Menurut dugaanku," kata Li Cong Bun,
"Perbuatan itu diatur oleh orang she Pho
dari tangsi kalajengking. Ketika ia berada
dalam perjamuan di ruangan Naga Emas di
gunung Cui tiok san, aku melihat air mukanya
Pho Kun Peng sangat membenci pada susiok.
Apa susiok dengan dia ada punya permusuhan?"
"Aku sendiri juga merasa demikian adanya,
tapi aku tidak kenal dengan Pho Kun Peng.
Dari sebab apa dia hendak mencelakai diriku?
Nah Bun jie, kini sudah tahu bahwa
perjalanan kita telah diamat-amati oleh
orang Si leng cee, maka selanjutnya kita
harus lebih berhati-hati. Jangan sampai
menemui kejadian seperti yang barusan kita
alami. Malah itu tanduk badak kau harus jaga
betul jangan sampai hilang."
Demikian pada keesokan harinya jam tiga
sore Bo yong Kang dn Li Cong Bun pergi ke
pinggir telag dimana sudah menunggu Tauw
Pang Lojin dan Lam Thian Gie.
Mereka berempat lalu naik perahu menuku
ke Lo san. 132
Tuan rumah dua saudara Ko bernama Ko
Ching dan Ko chun telah menyambut dengan
hormat atas kedatangan mereka dan diajak
masuk ke ruang tamu.
Thiauw Pang Tojin menanyakan apakah masih
ada orang yang ditunggu lagi sebagai kawan
dan bagaimana duduknya persoalan sampai
timbul permusuhan?.
Mendengar itu Ko Ching telah tertawa
gelak-gelak.
"Soalnya ada kecil saja peristiwa itu."
Tutur tuan rumah. "Dahulu ketika aku
kebetulan lewat di propinsi An hui selatan
aku menyaksikan perbuatan jahat dari si
Martil Emas Ci Goan kepala dari Ci leng cee
yang tengah merampok orang yang berjalan di
tempat itu. Aku turun tangan mencegahnya,
hanya waktu itu telah terjadi pertempuran
aku dengan Ci Goan. Pertandingan telah
berkesudahan seri, tetapi rupanya Ci Goan
belum puas dan menetapkan malam ini ia akan
menempur pula aku untuk mendapat kepuasan
siapa yang lebih unggul. Karena di pihak Ci
Goan ad membawa konco-konconya yang kuat,
maka aku telah minta bantuannya pendekar
pedang Touw Peng. Pikirku dengan bantuannya
sudah cukup, tapi siapa tahu aku mujur dapat
kunjungan Totiang sekalian."
"Eh, siapa-siapa yang akan muncul di
pihak musuh, apa sudah diketahui?" memotong
Tiauw Pang Tojin. 133
"Menurut kabar, selain si Martil Emas Ci
Goan, masih ada empat kawannya yang
berkepandaian tinggi. Malah juga katanya
ikut iru penjahat dari gunung Kui Hoa san Si
bun."
"Ow, penjahat Se bun itu bukan
dimaksudkan si Iblis Beracun Se bun Pa? apa
malam ini dia juga turut datang?" Bo yong
Kang menyelak."
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Menurut kabar sudah tujuh delapan tahun
ini Se bun Pa sudah tidak aktif lagi dalam
kalangan persilatan. Tanpa seorangpun yang
mengetahui dia sekarang ada dimana. Yang aku
maksudkan tadi adalah keponakannya yang
bernama Se bun Ceng. Menurut kaabar dia
lebih lihai daripada pamannya. Entahlah
saudara ada punya perhitungan dengan Se bun
Pa?"
Bo yong Kang tiba-tiba ingat akan
bingkisan yang membawa bencana dari si orang
she Se bun itu kegusarannya meluap tanpa
disadari hingga sebuah meja menjadi korban
hingga hancur berantakan kena dipukulnya.
Tapi segera ia merasa menyesal dan mohon
maaf pada tuan rumah.
"Bo yong laote," kata Lam Thiam Gie
ketawa. "Dari sebab apa kau begitu membenci
kepada Se bun Pa? aku juga sangat benci pada
manusia inblis beracun itu. Kalau benar dia
yang datang, yang pertama maju melawan
adalah aku sendiri. Aku tidak akan ampuni 134
jiwanya untuk hidup terus mencelakai
sesamanya."
Sebenarnya Bo yong Kang tidak ingin
memberitahukan persoalannya Se bun Pa itu,
tetapi karena mendengar kata-katanya Lam
Thiam Gie tadi maka ia lantas menceritakan
duduknya perkara soal bingkisan maut yang
membikin toakunya Li Hoay Bin melayang
jiwanya. Belum habis ia bercerita, mendadak
munsul seorang berumur kira-kira empat puluh
tahun berbaju hijau dengan tertawa nyengir
telah menghampiri Kho Ciang dan Kho Chun dan
berkata:
"Ci Goan Hweshio dengan kawan-kawannya
malah penjahat dari Kui lo san juga sudah
pada datang. Sebaiknya kita berlaku menurut
peraturan kangouw, jika pergi menyambutnya..
Eh ada banyak tamu disini,harap toako tolong
perkenalkan aku."
Ternyata orang itu adalah si Pendekar
Pedang Touw Peng. Ko Ching setelah
memperkenalkan Touw Peng pada Tiauw Peng
Tojin dan lain-lainnya lalu menyusul saudara
mudanya yang telah keluar lebih dulu
menyambuti.
Sementar tuan rumah pergi menjemput
tetamu, maka Tauw Pang Tojin dan kawan-kawan
dilayani oleh Touw Peng. Tidak berapa lama
lantas kelihatan masuk si Martil Emas Ci
Goan Hweshio diiring kawan-kawnnya sepasang 135
jagoan dari Cin yang Beng Tian hong dan Thio
It Ho serta Se bun Ceng.
Mukanya mereka bengis-bengis, tiada enak
dilihat layaknya sangat sombong-sombong
hingga memuakkan Bo yong Kang dengan kawan-
kawan yang melihatnya.
Mereka kelihatan tidak memandang mata
pada yang hadir di situ kecuali kapada tuan
rumah.
Bang Thian Hong tiba-tiba bangkit dari
duduknya dan berkata kepada Ko Ching,
Sahabat Ko, waktu dulu di perjalanan
dalam propinsi Bu hui selatan kau sudah
merugikan pada Ci Goan Taysu, kini baru
dapat berjumpa kembali. Kita orang-orang
kangouw yang jahat dan baik memang tidak
dapat bersatu seperti minyak dan air. Kita
tidak perlu kecocokan siapa salah siapa
benar, kini kedua pihak sudah berhadapan,
kekuatan dalah yang menentukan. Tetapi
sebelum kita bertempur, baik ditetapkan
suatu syarat dulu, kalau pihak kami yang
kalah kalian boleh berbuat sesukamu atas
diri kami orang tetapi sebaliknya jikalau
pihakmu yang pecundang, kau harus pindah
tempat dan serhkan tempatmu ini, bagaimana
apa kamu akur?"
Ko Ching berpikir sejenak, pihaknya ada
lebih kuat, mengapa tidak berani menerima
syarat yang diajukan oleh lawan? Maka dengan 136
hati mantap ia menjawab perkataan Beng Thian
Hong.
"Aku sebenarnya hendak menghapuskan saja


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urusan kecil yang ditiup sekarang menjadi
gajah, tetapi karena sahabat telah
mengajukan syarat demikian yang tentu tak
mungkin aku menolaknya maka aku terima baik
dengan senang hati. Mari, marilah kita pergi
ke lapangan tempat berlatih silat dimana
kita boleh mencari kaputusan siapa lemah dan
siapa kuat!"
Sambil berkata Ko Ching telah bangkit
dari duduknya dan berjalan keluar menuju ke
lapangan tempat berlatih silat diikuti oleh
yang lainnya.
Si Martil Emas Ci Goan Hweshio berjalan
paling depan ia kelihatan tidak sabaran.
"Sahabat KO," tiba-tiba ia berkata.
"Tempo hari kira bertempur di pegunungan Ci
in san, belum ada keputusan. Maka hari ini
kita mengadu tenaga paling sedikit lima
ratus jurus baru puas."
Kho cin tertawa, sebelum ia menjawab,
diampingnya terdengar ketawanya Li Cong Bun
siapa menertawakan kesombongannya Ci Goan
Hweshio alias si Martil Emas.
Si kepala gundul jahat adatnya berangasan
maka melihat Li Cong Bun menertawakan
bicaranya tadi lantas timbul marahnya
seketika. 137
"Hei bocah, apa yang menyebabkan kau
menertawakan aku?" bentaknya.
Li Cong Bun tersenyum tenang-tenang saja,
"Loa Hweshio, benar aku tertawakan kau yang
mau bertempur sampai lima ratus jurus tanpa
kau mencar tahu bahwa dalam lima jurus saja
martil ditanganmu dapat dibikin terbang."
"Anak haram!" bentaknya bengis. "Kau
jangan berkata yang gila-gila, kalau dalam
lima jurus kau bisa bikin terbang martilku
namanya Ci Goan boleh dicoret saja dari
dunia kangouw!"
Li Cong Bun minta ijin dari Bo tong Kang
untuk mewakili tuan rumah siapa melihat
suasana sudah panas begitu telah
menganggukkan kepalanya.
"Bun jie, sebenarnya dalam pertandingan
ini tuan rumah yang seharusnya turun tangan,
tapi setelah kau iseng mulut hingga membuat
Ci Goan Taysu marah mau tidak mau kau harus
layani padanya. Pesanku jangan sembarangan
melukai orang dan sekali-sekali jangan
tonjolkan ilmu kita yang sejati! Nah
pergilah kau layani dia!"
Li Cong Bun dengan berseri-seri masuk
lapangan dan menghadapi Ci Goan yang sudah
sedari tadi menantikannya dengan tidak
sabaran.
Sambil menjura Li Cong Bun berkata, "Toa
Hwesiao, kini kita sudah berhadapan. Barusan 138
aku katakan dalam lima jurus martilmu sudah
dapat terbang. Aku akan pegang janjiku itu.
Andaikata aku menyimpang dari kesanggupanku,
aku nanti minta maaf padamu dan membikinkan
laagi senjata martilmu itu supaya menjadi
dua pasang. Tapi ingat, kalau omonganku
terbukti, kau harus meninggalkan gunung ini
dan menyekap diri dalam kuil benar-benar
menjalankan tanganmu sebagai orang suci,
membaca kitab dan menjadi seorang peramah.
"
"Kentut busuk!" memotong Ki Goan. Selagi
enaknya Li Cong Bun ngoceh seolah-olah tidak
memandang mata sekali kepad kepala dari
tangsi Si leng cee yang namanya sudah
terkenal dalam kalangan kangouw. "Kau enak
saja ngoceh apa hudyamu dapat mengampuni
omongan kosongmu yang sangat menghina itu?
Kau lihat, sebentar hudyamu akan bikin kau
menangis tersedu-sedu minta netek..
ha..ha..ha..!"
"Toa Hweshio, kau jangan bergurau. Kau
jangan terlalu kejam. Kalau begitu aku tidak
jadi melawan kau!" Li Cong Bu pura-pura
seperti yang jerih dan hendak mundur lagi ke
luar lapangan.
"Mau kemana?. Ha..ha..ha! sebelum
kepalamu berkenalan dengan martilku, mana
dapat leluasa kau keluar lapangan. Sebentar
lagi setelah kepalamu hancur baru boleh
keluar digotong oleh kawan-kawanmu!" 139
Ci Goan Hwwesio berkata dengan jumawa
sambil menghadang di depan Li Cong Bun.
"Kalau kau memaksa juga berkelahi, apa
boleh buat, narilah!" Li Cing Bun berkata
dengan tenang-tenang saja sambil balik lagi
ke tempat berdirinya tadi.
Orang banyak yang menonton kelakuan dua
orang itu terheran-heran, malah ada yang
merasa kuatir bahwa si anak muda yang telah
mengeluarkan perkataan sombong akan menjadi
korbannya martil emas dari Ci Goan Hweshio
yang besar.
Tapi Bo yong Kang sikapnya acuh tak acuh.
Kadang-kadang tersenyum geli melihat
keponakannya mempermalukan lawannya.
"Tiga puluh tahun aku malang melintang
dalam kalangan kangouw. Belum pernah
menerima hinaan hebat seperti aku terima
sekarang dari kau. Anak celaka, jangan
sombong, jaga seranganku yang pertama!"
Seiring dengan katanya, Cie Goan Hweshio
telah melakukan serangan dengan gaya gledek
menggetarkan benda semua.
"Twa Hweshio, tungu dulu!" kata Li Ceng
Bun sambil engoskan serangan Cie Goan.
"kau mau apa lagi? Sudah tidak ada waktu
untuk bicar. Lekas kau bersiap-siap untuk
menerima seranganku!" kat Cie Goan dengan
sikap memandang rendh sekali. 140
"Bukan begitu." Jawab Li Cong Bun sambil
nyengir. "Dalam jurus itu aku bagibagi. tiga
jurus aku menghindari seranganmu tanpa balas
menyerang dan yang dua jurus lagi aku balas
menyerang sampai senjata terlepas dari
tanganmu, akur?"
"anak gila, kesombonganmu ini akan
berakinbat pecahnya kepalamu!" teriak Cie
Goan Hweshio yang sudah menjadi amat marah
dan panas sekali hatinya oleh omongan
omongan Li Cong Bun yang diucapkan dengan
ramah tamah tapi menusuk sekali ke ulu
hatinya.
Penonton yang mendengar bicaranya Li Cong
Bun pada geleng-geleng kepala. Sebagian
menyangka Li Cong Bun sudah jadi gila dan
tidak tahu bahaya, sebab Cie Goan Hweshio
itu dengan senjata sepasang martil emas
telah malang melingtang puluhan tahun dalam
dunia kangouw dan jarang menemukan
tandingan.
Lebih gila lagi masas Li Cong Bun di
lapangan dengan membawa secangkir ait the,
entah apa itu maksudnya, penonton menghadapi
teka-teki. Dengan hati berdebar-debar mereka
menggikuti perkembangan lebih jauh.
@Boleh kau ulangi seranganmu yang barusan
kita anggap saja tak jadi!@ mengejek Li Cong
Bun, sehingga saking panas hatinya dan
sangat marah. Cie Goan rasakan perutnya 141
mulai meledak. "Anak sombong, kau lihat
seranganku!"
Benar saja Cie Goan mengulangi
serangannya dengan dahsyat.
Dengan martil di tangan kana dan kirinya
ia menyerang dengan sekuat tenaganya. Tapi
ia heran sekali serangannya itu seperti
tertolak balik oleh tenaga dahsyat yang
tidak kelihatan maka sengannya itu berhenti
separuh jalan. Ia melihat lawannya masih
enak enakan saja sambil memegang cangkir
araknya berdiri berseri-seri.
Ia kemalu-maluan, tapi ia tidak percaya
anak muda itu mempunyai kepandaian yang
sangat tinggi sekali, maka ia lalu ubah
serangannya. Kali ini ia gunakah gaya
menyapu ribuan tentara dengan senjata
melintang ke arah pinggang lawan. Tangan
kirinya yang memegang martil mengirim
pukulan miring. Kali ini kalau Li Cong Bun
dapat menghindarkan dirinya ia akan susulkan
tipu pukulan ?Senjata martil mengetarkan
gunung dan sungai? pasti anak muda itu tidak
bisa loloskan diri.
Siapa nyana selagi Cie Guan melancarkan
serangannya, entah cara bagaimana ia
bergerak, tahu-tahu Li Cong Bun sudah ada di
belakangnya sambil tertawa berkata,
"Toa Hweshio, masih ada tiga jurus lagi.
Harap kau baik-baik memegang erat senjata 142
martilmu. Aku kasihan maka aku beri
peringatan terlebih dahulu"
Cie Goan kertak gigi saking sengit.
Lawannya ada demikian licin untuk
dijatuhkan. Lalu ia menggunakan tipu pukulan
?Membalikkan badan memukul haruimau? secepat
kilat ia putar tubuhnya dan sepasang
martilnya yang diputar mengeluarkan angin
menderu telah menyerang lagi ke pinggangnya
Li Cong Bun.
Tetapi anak muda itu sangat gesit. Sambil
menepuk sepasang senjata martilnya, lawannya
mencelat ke udara dan meluncur turun sejauh
beberapa tombak dari lawannya.
Cie Goan bengong sejenak. Ia rasakan
tangannya gemetar seperti ditekan oleh benda
yang beratnya ribuan kati ketika ditepuk
oleh Li Cong Bun. Menggunakan kesempatan Li
Cong Bun belum berdiri betul dari meluncur
turunnya tadi Cie Goan telah kirim
serangannya yang dahsyat. Ia sudah
perhitungkan kebiasaannya si anak muda
akibat serangannya paling belakang itu maka
juga ia membentak, "Anak celaka, kau belum
juga menyerah kepada hudyamu?"
Tapi Li Cong Bun yang sudah perhitungkan
serangan Cie Goan, dengan tidak gugup telah
menotolkan kakinya di tanah, badannya
berputar, entah bagaimana tahu-tahu satu
martilnya Cie Goan telah terbang ke udara.
Kemudian sambil tertawa-tawa Li Cong Bun 143
telah melesat dan mengambil pulang martilnya
itu. Cie Goan terpesona oleh gerakan gesit
luar biasa dari si anak muda, tiba-tina ia
mendengar Li Cong Bun berkata di depannya,
"Toa Hweshio, kau rupanya banyak
bergerak, makanya mukamu menjadi merah. Nah
terimalah air teh dari aku untuk
menghilangkan hausmu..!"
Seiring dengan perkataannya iamengerahkan
tenaga dalamnya. Air teh dalam cangkir yang
dipegangnya sedari tadi bertempur setetespun
tidak tumpah seperti seutas tali meluncur
kearahnya Cie Goan Hweshio. Bukan main
kagetnya si kepala gundul dikira Li Cong Bun
menyalurkan tenaga dalamnya ke air teh
hendak melukai padanya. Tetapi kenyatannya
ia tidak merasa terluka ketika disiram air
teh tadi. Cuma saja perlahan-lahan ia tidak
tahan karena kedinginan sampai menggigil.
Saat itu sudah empat jurus lewat hasil apa-
apa, tidak heran kalau hatinya Cie Goan
Hweshio menjadi cemas, malu dan gelisah.
Diam-diam ia kerahkan tenaga dalamnya dan
melancarkan serangan terakhir dengan senjata
martilnya yang hanya satu lagi. Tapi gagal.
Mudah saja Li Cong Bun menangkis dengan
senjata martil yang ia bikin terbang tadi
dan kini martil kedua juga telah ia bikin
terbang keudara. 144
"Bagaimana Toa Hweshio?" tanya Li Cong
Bun sambil tertawa.
Dengan mata melotot bengis ia mengawasi
Li Cong Bun sejarak jauh juga dri padanya.
Ia membisu mendengar tegurannya si anak
muda, tetapi diam-diam merasa malu
dipermainkan Li Cong Bun di depan orang
banyak membuat ia sangat kesal. Ia yang
biasanya kepala besar tidak takut sama siapa
saja, kini dijatuhkan mentah-mentah dalam
lima oleh seorang muda yang pantas menjadi
cucunya.


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia kertakkan gigi, matanya berputar buas,
tapi ia tidak berdaya untuk melawan lagi
musuhnya terlalu tinggi kepandaiannya
dibandingkan dengan dirinya.
Setelah ia menghela nafas, mendadak
rasakan kepalanya pusing, matanya berkunang-
kunang dan sebentar kemudian sudah jatuh
pingsan.
Dengan sepadang martil emas ditangannya,
Li Cong Bun berkata,
"Toa Hweshio, kita hanya bertanding main-
main saja, kenapa kau sampai taruh di hati?
Baiklah hih aku kembalikan sepasang senjata
martil emasmu yang kau banggakan."
Li Cong Bun melontarkan martil itu persis
menimpa kepalanya si kepala gundul yang lupa
orang tidak ampun lagi otaknya menjadi
berarakan dan jiwanya seketika itu juga 145
telah melayang menghadap Giam lo Ong atau
Raja akherat.
Li Cong Bun merasa bersalah atas
perbuatannya tadi, maka ia tidak berani
memandang wajah Bo yong Kang. Ia lalu duduk
pula di tempatnya.
Di sekitar lapangan tempat berlatih silat
itu dipasangi kursi tempat orang menonton
mereka yang menyaksikan kemenangan Li Cong
Bun yang begitu mudah dari si penjahat
terkenal semuanya pada geleng kepala dan
hampir tidak percaya kalau tidak menyaksikan
dengan mata kepala sendiri.
Ko Ching lalu perintahkan orangnya untuk
mebereskan mayatnya Cie goan Hweshio. Diam-
diam ia girang atas kematian musuhnya yang
galak itu dan ia sangat berterima kasih
kepada Li Cong Bun tetapi ia tidak berani
mengucapkan itu secara terang-terangan
didepannya orang banyak. Demikian martil
melayang jiwanya turut melayang.
Melihat kawannya mati konyol Tho It Ho
bangkit dari duduknya menghampiri Li Coang
Bun dan berkata,
"Sahabat Li, usiamu begini muda, tetapi
kau sangat telengas. Cie Goan Taysu tak
dapat memandangi kau malah kena
dipermainkan, tapi kau masih tega untuk
membinasakan jiwanya secara kejam. Aku si
orang she Tho ingin meminta pelajaran dari 146
kau maka hunuslah pedang yang digembok di
pinggangmu itu."
Tho It Ho tantang sambil cabut sepasang
Poan koan pit senjata semacam alat tulis.
Biasanya senjata ini khusus untuk dipakai
menotok jalan darah yang berbahaya.
Si pendekar pedang Touw Peng melihat Tho
It Ho mau turun tangan merasa kuatir Li Cong
Bun yang berusia muda kena diperdaya. Ia
tahu betul ilmu silat Tho It Ho tinggi maka
sengaja ia juga bangkit dari duduknya dan
datang menyelak, katanya,
"Shabat Tho, kau tak usah menyalahkan Li
siauwhiap, semua orang telah menyaksikan dia
melemparkan senjata bukan disengaja hendak
membinasakan Cie Goan Taysu, secara
kebetulan lantaran nasibnya Cie Goan Taysu
mesti mati ketimpa martilnya sendiri
bolehnya lemparan itu justru tepat mengenai
kepalanya hingga jiwanya binasa."
"Kau hendak membela anak telengas itu?"
Tho It Ho memotong.
"Ha.. ha..ha." Souw Peng tertawa. "Aku
bukannya membela, tapi aku kemukakan hal
yang benar. Maka kalau kau penasaran kau
boleh mainkan senjata Poan koan pit untuk
menempur pedangku. Aku tahu senjatamu itu
sudah mendapat nama harum, senjatamu ampuh,
tapi aku si orang si Touw kepingin coba-coba
sampai dimana keampuhannya." 147
Thio It Ho tertawa gelak-gelak ketika
melihat Touw Peng menghunus pedangnya.
"Mari, mati.. kita boleh coba-coba..!"
serunya. Kemudian tidk sungkan-sungkan lagi
ia telah menerjang pad Touw Peng dengan
senjat poan koan pit nya.
Dengan tenang Touw Peng memainkan
pedngnya. Serangan-serangan dilancarkan oleh
Thio It Ho dengan tidak mengenal kasihan
selalu ditujukan pada orang punya jalan
darah yang berbahaya. Tetapi ternyata Touw
Peng adalah seorang ahli pedang yang ulung.
Bagaimana juga Thio It Ho ngotot, semua
serangannya tidak ada satu yang masuk dan
mengenai sasarannya. Dengan begitu,
pertandingan segera sudah melewati lima
puluh jurus.
Tiba-ting Touw Peng merubah taktik
serangannya yang membikin Tho It Ho bingung.
Belum berapa lama dengan tipu serangan Musim
semi tiba-tiba mengusir awan, Touw Peng
berhasil membikin senjata Poan koan pit
terbang dengan satu sontekan yang manis
sekali dengan ujung pedangnya. Tho It Ho
jadi bengong.
"Sahabat, baik aku mengalah" kata Touw
Peng berbareng ia loncat dari kalangan
pertempuran, balik ke tempat duduknya
semula.
Tho It Ho amat malu senjatanya dibikin
terpental oleh sontekan pedangnya musuh. 148
Juga bajunya sobek di bagian dadanya. Ia
mengetahui musuhnya tidak menghendaki
jiwanya. Sebab kalau tidak, dadanya sudah
ditembus oleh pedang lawan.
Dengan muka merah menahan malu ia mundur
teratur.
Ko Ching lihat dalan pertempuran lima
kali, sudah dua kali peroleh kemenangan,
hatinya bukan main girang, maka denganmuka
berseri-seri ia menyambut Touw Peng. Dilain
pihak So Bun Ceng, keponakannya Se Bun Pa
yang mukanya menyeramkan seperti kokok
beluk, sambil menggoyang-goyangkan kipasnya
bangkit dari duduknya menghampiri Touw Peng.
"Sahabat Touw, jangan lari dulu. Masih
ada kau Se Bun Ceng yang ingin minta
pelajaran dari ilmu pedangmu Naga Terbang
yang hebat. Mari, mari maju lagi!" ia
menantang seraya berjalan masuk ke kalangan
pertempuran.
Ko Chiu Kun sebagai tuan rumah merasa
tidak enak kalau terus menerus mengandalkan
kekuatan tetamunya maka Ko Chun cepat
mengalangi Touw Peng menjawab tantangannya
Se Bu Ceng.
"Shabat, kalau kau sudah kegatalan untuk
bertempur aku Ko Chun dapat melayanimu untuk
beberapa jurus."
Ko Chun yang beralias Si Naga Perak,
umurnya baru tiga puluh tiga tahun,ia pandai 149
memain di air dan telah menyiapkan ilmu
berenang tersendiri. Ia orangnya jujur.
Tidak suka unjuk kelakuan jumawa.
Ko Ching berpendapat bahwa, diantara
empat lawannya yang datang ke sarangnya
adalah Se Bun Ceng yang sangat dikuatirkan.
Justru kini ia dilayani oleh adiknya. Ia
tidak bisa menghalang-halangi maksud adiknya
itu. Maka apa boleh buat, ia tinggal diam,
tapi ia waspad dan pasng mata. Sewaktu-waktu
sang adik dalam bahaya ia akan memberikan
bantuannya.
Seperti juga dengan Sa Bun Pa, pamannya
Sa Bun Peng tidak mempunyai kepandaian silat
tidak begitu mahir. Tidak heran kalau dalam
sebantaran saja ia telah terkurung oleh
angin pukulannya Ko Chun. Tapi Se bun Ceng
masih ketawa-ketawa saja. Ia seperti
mempunyai andalan unguk merubuhkan musuhnya.
Bo yong Kang yang melihat kelakuannya So
bun Ceng hatinya tercekat. Ia berkata pada
Lam Thiam Gie,
Lam toako, aku luhat gerak gerik Se Bun
Ceng itu seperti mengandung maksud keji, apa
tidak baik aku turun tangan menangkapnya
untuk menanyakan dimana adanya Se Bun Pa..?"
"Saudara Bo yong," jawab Lam Thiam Gie,
sudah delapan tahun aku mencari-cari Se bun
Pa, tapi belum tau dimana dia ada
bersembunyi. Jangankan keponakannya, anaknya
sendiri tidak mengethui ayahnya ada di mana. 150
Untuk menangkap iblis tua itu,tak usah kau
turun tangan, biarlah aku."
Bicara Lam Thiam Gie berhenti karena ia
mendengar teriakan ngeri dari Ko Chun siapa
kelihatan sudah rubuh meloso tidak ingat
orang.
"Ahh penjahat ini amat kejam, terpaksa
kau melanggar pantangan membunuh yang sudah
tiga puluh tahun lamanya." Berbareng
tubuhnya Lam Thiam Gie melesat tinggi
seperti burung terbang dan turun di kalangan
pertempuran setelah badannya berputar dua
kali.
Tepat saat itu Sa Bun Ceng selagi hendak
menamatkan jiwanya Ko Chun serangannya dapat
ditangkis oleh Lam Thiam Gie, Ia gusar
sekali. Dengan mata mendelik ia menyerang
Lam Thiam Gia, tapi ia bukan tandingan orang
she Lam karena dalam pertandingan segebrakan
pertama saja kedua bahunya sudah dirasakan
kesemutan kena totokan.
Ketika ia mau melompat melarikan diri,
terlambat karena totokan dari jarak jauh
menyusul dan ketika itu juga Se bun Ceng
lemas badannya rubuh dengan keluarkan
rintihan memohon dikasihani.
Pertandingan Ko Chun dan Se bun Ceng
sebenarnya menguntungkan yang tersebut
duluan. Sse bun Ceng didesak terus, serangan
berantai dilancarkan begitu hebat hingga
orang she Se bun menjadi terdesak. Apa mau 151
dikata mendapat kesempatan baik Ko Chun
mmengirim totokannya. Jarinya dismbut oleh
jarum beracunnya Se bun Ceng. Tidak ampun
lagi ia jadi gemetaran, kemudian rubuh
pingsan setelah mengeluarkan teriakan yang
menyayat hati.
Ko Ching ketika menghampiri adiknya dan
mendapat kenyataan telah menghembuskan
napasnya yang penghabisan, bukan main
sedihnya. Ia menjadi kalap dan hendak
menyerang Se bun Ceng. Tapi musuh ternyata
telah dirubuhkan oleh Lam Thiam Gie.
Sepasang jagoan Cin yang nampak turun ke
lapangan menghampiri Se bun Ceng.
Selagi merasa repot memberikan
pertolongan, tiba-tiba Lam Thiam Gie berkata
kepada mereka dengan suara sungguhan.
"Lohu, di Kanglam sudah tiga puluh tahun
mentaati ppantangan membunuh, berjanji tidak
akan melakukan pembunuhan lagi, akan tetapi
lohu melihat kekejamannya Se bun Ceng merasa
amat gemas dan lupa akan janji itu. Dengan
ilmu totok ,Sentilan Jari Sakti? lohu telah
menotok jalan darahnya yang terpenting.
Dalam tempo tujuh hari pasti dia akan
memuntahkan darah hitam dan terus binasa.
Dalam pertandingan ini kalian sudah kalah.
Nah bawalah pergi kawan-kawan kalian yang
mati dan setengah mati. Lohu harap kalian
selanjutnya dapat merubah perbuatan- 152
perbuatan jahat yang sudah-sudah untuk
kembali untuk menjadi orang baik-baik.
Beng Tiang Hong dan Tho It Ho tak
menjawab apa-apa, dengan hanya anggukkan
kepala sebagai tanda pamitan mereka telah
bawa pergi mayatnya Ci Goan Hweshio dan Se
bun Ceng yang dalam keadaan empas-empis mau
mati.
Ko Ching tahu bahwa dengan mengandalkan
hanya bantuan si pendekar Pedang Touw Peng,
tidak mungkin dapat menundukkan musuhnya
yang tangguh. Ia bersyukur telah mendapat
bantuannya Li Cong Bun dan Lam Thiam Gie,
maka meskipun hatinya berduka oleh karena
kematian sang adik, tak luput ia mengadakan
pesta untuk menghormati para tamunya yang
sudah mengeluarkan tenaga membantu padanya.
Ketika perjamuan akan berakhir, Bo yong
Kang menegur keponakannya,


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bun jie, tempo hari kau bertanding
dengan Tiauw Hun di ruangan Naga Emas, kau
telah mematahkan cakarnya. Aku menyesal kau
telah mengeluarkan kepandaian kita yang
sejati. Sebab lantaran ini, maka Pho Kun
Peng telah mengatur orang-orangnya untuk
mencelakakan kita terus-terusan. Tadi kau
bertanding dengan Ci Goan, kau berada di
atas angin dan mempermainkannya. Coba kau
tanya pada dirimu sendiri, apakah kau tak
merasa menyesal dengan perbuatanmu itu? Lain 153
kali aku harap kau jangan berbuat demikian
lagi!"
Li Cong Bun mendengar teguran pamannya,
tak bisa menyahut, hanya tundukkan kepala
merasa bersalah dan menyesal atas
perbuatannya.
Thouw Peng Tojin yang menyaksikan
kelakuan dan ilmu silatnya Li Cong Bun yang
tinggi diam-diam memuji dn merasa suka
terhadap pemuda itu. Kini melihat Li Cong
Bun tidak mempunyai perkatan untuk menjawab
teguran sang paman ia lalu menyela :
"Oh itu Tiauw Hun adalah salah satu dari
Dua Setan dari Ham yang," yang terkenal
kejahatannya. Kalian berdua sudah dapat
menjatuhkan padanya, lagian itu kejadian
dalam tangsi Si leng cee di Cui tiok san
yang merupakan tempat berkumpulnya gembong
gembong jago silat. Benar-benar aku sangat
memuji. Aku mendengar kabar kalian akan
menetapkan janji akan tampil kesana untuk
mengadakan perhitungan, entah waktunya itu
kapan? Aku meskipun tidak berkepandaian
tinggi, tapi ingin turut serta kesana untuk
ikut membasmi kawanan penjahat yang
menyusahkan rakyat itu."
Kam Thiam Gie dan Ko Ching mendengar
kata-kata Thauw Pang Tojin tadi, mereka juga
telah mengajukan diri untuk ikut membantu
perjuangan membasmi penjahat itu. Bo yong
Kang sangat girang mendengar tiga tokoh kuat 154
dalam dunia persilatan itu mau membantu
padanya, justru ia memang ada kekurangan
pembantu.
Ketika mereka mohon diri dari tuan rumah,
ternyata telah ditahan oleh tuan tumah yang
menyatakan rasa kurang puasnya berkumpul
hanya sebentaran lantaran mana mereka jadi
tinggaldi gunung Lo san lagi dua hari
barulah mereka berpamitan pada tuan rumah,
yang mengantar mereka dengan mengucapkan
banyak-banyak terima kasih atas bantuannya
menghadapi musuh-musuhnya yang kuat.
Thauw Pang Tojin karena sudah lama
merantau maka ia harus pulang dulu ke Bu
Tong San, sedangkan Lam Thiam Gie karena
sedang merantau tanpa tujuan, telah
mengikuti perjalanan Bo yong Kang dan Li
Cong Bun menuju ke bagian selatan.
Sebagai jago tua yang sudah ulung dalam
perantauan, maka sepanjang jalan yang
dilalui Lam Thiam Gie telah memberi banyak
petunjuk tentang keadaan di suatu tempat
hingga membuka matanya Bo yong Kang dan Li
Cong Bun yang kurang pengalaman.
Bertiga sepanjang jalan kelihatan amat
gembira bercakap-cakap dan satu dengan
lainnya saling menertawakan pengalamannya.
Pada hari ketiga, karena gembira menikmati
pemandangan alam yang permai sampai lupa
bahwa sang siang telah ditukar dengan sang
malam.mereka buru-buru mencari rumah 155
penginapan. Apa mau dikata, meskipun
perjalanan sudah dipercepat, masih belum
nampak keluar dari pegunungan dan ketemukan
salah satu rumah-rumah penginapan.
Selagi asyik mereka berkuda tiba-tibaLi
Cong Bun hentikan kudanya. Sambil menunjuk
ke pinggir jurang ia berkata, "Bo yong
susiok, coba lihat pada pinggiran jurang itu
yang banyak pohon siong aku lihat seperti
ada yang bunuh diri dengan menjerat
lehernya" seiring dengan kata-katanya, ia
mengeluarkan sebuah biji catur dan
menyentilkan mengenai dengan tepat mengenai
tali yang menjerat leher si korban hingga
jatuh di tanah itu.
Jilid 5
Cepat?cepat mereka menghampiri. "Cong
Bun, kau jangan sembarangan meraba mayat
itu!" kata Bo yong Kang ketika melihat
keponakannya dengan cepat mau memeriksa
tubuh si korban.
Li Cong Bun mundurkan diri. Bo yong Kang
dan Lam Thiam Gie yang maju menghampiri dan
memeriksa keadaan si korban.
"Astaga! Bukankan ini adalah Tho It Ho?"
seru Lam Thiam Gie kaget. 156
"Betul dia, siapa yang telah mengambil
jiwanya?" sahut Bo yong Kang.
Dilihat dari keadaannya Tho It Ho sudah
mati lama. Sebelum digantung, ia telah kena
racun lebih dulu. Rupanya dari tujuh lubang
pada badannya ada mengalirkan darah, sungguh
kematian itu ada mengenaskan.
Mereka lama memeriksa dulu disekitarnya
kembali telah mendapatkan mayatnya Beng
Thian Hong dalam keadaan seperti dirinya Tho
It Ho. Dengan begitu Ciu yang Siang si telah
menjadi tamat riwayatnya.
"Ini bukan lain tentu ada perbuatannya si
iblis berbisa Sa Bun Pa!" kata Lam Thiam Gie
dengan suaaara gemas.
Bo yong Kang menghela napas, ia ingat
akan bingkisan maut yang dikirim oleh Se Bun
Pa lebih dulu ia ketemu seorang yang
menjerat lehernya hendak bunuh diri.
Setelah ditolong si korban mengatakan
bahwa ia membunuh diri karena jinsom
istimewanya yang hendak dihadiahkan kepada
Li Hoay Bin telah dirampas oleh orang.
Ketika ia mengubar dan merampas balik
bingkisan jinsom itu dari seorang yang
berkedok dan berpakaian hitam ternyata
isinya bukan jinsom ia ada bingkisan maut
yang membikin Li Hoay Bin jago Bwe Hoa Kiam
telah melayang jiwanya. 157
Mengingat akan pengalamannya sendiri itu
maka Bo yong Kang barusan telah teriaki
keponakannya supaya jangan sembarangan
memeriksa mayat si korban.
Melihat Bo yong Kang berdiri bengong Lam
Thiam Gie lalu berkata,
"Ah aku dengan Se bun Pa dulu ada
hersahabat baik pada sepuluh tahun berselang
kita berbalik menjadi musuh besar. Tentang
perbuatannya yang begini macam benar-benar
ada diluar dugaan orang. Mungkin karena
melihat keponakannya mendapat luka karena
diajak mereka, Se bun Pa menjadi gusar dan
membunuh mereka dengan racunnya yang sangat
berbisa. Oh,sungguh kejam!"
"Ya, memang penjahat itu harus
disingkirkan dari dunia..!" jawab Bo yong
Kang dengan suara gusar dan gemas sekali.
"Sayang aku tidak bisa ketemu padanya, kalau
bisa aku ingin makan daging belah tubuhnya
benjadi delapan potong dengan pedangku ini.
Barulah aku merasa puas dan rohnya Toako di
dunia baka niscaya akan merasa puas dan
tenteram. Sayang seperti yang Lam toako
katakan. Orang itu sangat sukar ditemukan!"
Dalam perjalanan selanjutnya, Lam Thian
Gie ada ajukan pertanyaan, apakah suhu Bo
yong Kang dan Li Cong Bun ad bernama Bo Ju
Toato yang tinggal di Heng san?
Mereka tidak mau sembarangan menyebutkan
suhunya, maka keduanya telah alihkan 158
pembicaraan ke soal lain. Setelah memberikan
jawaban yang kurang terang.
Demiianlah, ketika melewati puncak
gunung, telah menemui sebuah kuil. Meskipun
tidak besar, tapi klenteng itu sangat indah
rupanya. Diatas pintu masuk ada tertulis
?Kim Kin Sie?.
Lam Thian Gie menghampiri dan mengetok
pintunya. Tidak lama seorang hweshio telah
membukakan pintu dan menanyakan maksud
kedatangan tiga orang itu.
"Kami bertiga telah kemalaman di tengah
perjalanan, maka mohon pertolongan suhu
memberikan tempat mondok untuk kami melewati
sang malam. Besok pagi kami akan melanjutkan
perjalanan." kata Thiam Gie sambil menjura.
Diluar dugaan hweshio itu sangat ramah-
tamah.
"Sien sekalian mendapat kesusahan tempat
mondok, sudah tentu pinceng tidak keberatan
memberi tempat. Sebenarnya kalian dari mana
malam-malam masih berkeranan di pegunungan
yang sunyi ini?"
Lam Thiam Gie memberi alasan yang masuk
diakal, katanya lagi mencari sahabat
karibnya tapi sebelum ketemu sudah kemalaman
di jalan dan mau mencari rumah penginapan
tidak dapat maka terpaksa minta pertolongan
kepada yang huni kuil. 159
Setelah menambatkan kudanya di belakang
kuil, Bo yong Kang bertiga lalu mengikuti
hweshio tadi dibawa ke sebuah kamar yang
letaknya tidak jauh dengan kuda-kudanya
ditempatkan.
"Nah, sie sekalian boleh mengaso di
sini." Kata si hweshio. "Aku mengerti tentu
kalian sangat lapar, maka sebentar aku akan
suruh orang hangati hidangan untuk penahan
lapar. Nah pinceng pergi dulu."
Si hweshio cepat sekali berlalu, sehingga
Lam Thiam Gie tidak keburu mengucapkan
terima ksihnya atas kebaikan orang beribadat
itu. Tidak berapa lama, dua hwesio kecil
membawa senampan berisi tiga porsi bakmi
masih panas, asapnya masih ngepul dan masuk
ke lubang hidung, wangi sekali.
Mereka sedang laparnya, maka saat itu
sudah lantas sudah mau pindahkan hidangan
itu kedalam perutnya masing-masing. Tapi
tiba-tiba sumpit mereka dibikin berhenti
setengah jalan karena terdengar meringkiknya
kuda.
Bo yong Kang kenali kuda yang meringkik-
ringkik, maka ia dengan Li Cong Bun bangkit
dari duduknya menyabperi, kuatir ada apa-apa
terjadi dengan kudanya yang disayangi itu.
Mereka kembali lagi setelah mengetahui
kudanya tidak apa-apa. 160
Sementara itu, Lam Thiam Gie yang curiga
ada orang main gila, telah keluarkan jarum
peraknya, dicelupkan ke dalam mangkok bakmi.
Ketika dicabut lagi, jarum itu telah
berwarna hitam. Terang bakmi itu beracun
hingga Lam Thiam Gie dan dua kawannya
menjadi sangat gusar.
Untuk mendengar ringkikan kuda yang
seolah-olah memberi isyarat supaya
majikannya jangan makan hidangan beracun
itu. Justru saat itu seorang hweshio gemuk
muncul dengan ketawa-ketawa. Tetapi ketika
melihat Lam Thiam Gie sedang memandang jarum
peraknya sudah berwarna hitam, hweshio itu
sangat terkejut. Cepat ia undurkan diri pula
mau lari dari situ.
Li Cong Bun bangkit dari duduknya dan
berteriak, "Hweshio bangsat jangan lari kau!
Kita tidak punya dendam apa-apa, kenapa kau
mau meracuni kami bertiga?"
Tahu bahwa tida tamunya lihai-lihai maka
si hweshio tidak berani melawan, hanya
tangannya diulur ke dinding menekan sebuah
pesawat rahasia yang segera telah mengasih
dengar bunyi nyaring bergedabrakan. Ternyata
sehelai papan tembaga yang tebal telah turun
dari atas dan menutupi kamar dimana Bo yong
Kang dan kesua kawannya berada.
Mereka bertiga jadi saling pandang.
Ketika diperhatikan, ternyata jendela kamar 161
itu pakai jeruji besi yang besar-besar,
rupanya khusus dibuat untuk menjebak orang.


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bo yong Kang dan Lam Thiam Gie sama-sama
ketawa melihat dirinya dikurung dalam kamar
tahanan.
"Lam toako, aku hanya dengar ada ?rumah
makan hitam?, tidak dinyana hari ini kita
bolehnya terjebak dalam ?kuil hitam?
ha..ha..ha.." Bo yong Kang tertawa.
Tiba-tiba dari atas kamar terdengar suara
ketawa seram lalu disusul dengan kata-
katanya yang kasar,
"Sejak dahulu markas Si leng cee terkenal
dalam kalangan kangouw, tidak sembarangan
orang yang berani datang. Kalian bertiga
benar tidak tahu diri berani datang ke
tempat rimba persilatan yang suci dalam desa
ini. Betul-betul kalian rupanya sudah bosan
hidup. Sebelum mampus, baiknya kalian tahu
juga bahwa Pho Kun Peng telah mengeluarkan
perintah luas, siapa yang bisa menangkap
kalian dan membawa kepalanya ke markas besar
akan dibaiki kedudukannya menjadi kepala.
Ha.. ha..ha.. sekarang aku sudah mendapat
karunianya Hudya dan dapat menangkap kalian,
betul-betul untung dan akan menerima pangkat
yang tidak rendah. Setelah kalian menjadi
bangkai, tetamu lainnya juga akan mendapat
giliran dan biarlah aku nanti bacakan kitab
suci untuk rohnya yang mati penasaran.." 162
Lam Thiam Gie tidak marah mendengar
bicaranya si hweshio yang sombong, mlah ia
tertawa bergelak-gelak.
Silain pihak, Bo yong Kang setelah
mendengar bicaranya hweshio tadi diam-diam
berpikir, sebab apa Pho Kun Peng begitu
sakit hati terhadap mereka, sebab mereka toh
belum pernah bentrok apalagi menaruh dendam
sakit hati. Hatinya tidak enak kalau ingat
adanya Lam Thiam Gie bersama-sama di situ,
karena orang she Lam itu telah menghadapi
bencana karena telah ikut-ikutan dengan
mereka.
Lam Thiam Gia namak Bo yong Kang saban-
saban kerutkan alisnya lantas dapat menebak
apa yang dipikirkan jago berhati besi itu
,aka sa,bil menepuk-nepuk bahunya ia
berkata, "Bo yong hiante, kau tak usah
merasa cemas, buat aku yang sudah malang
melintang dalam dunia kangouw menghadapi
bahaya adalah sudah menjadi biasa lagi. Kini
kita sudah bergaul sangat erat, sudah tentu
kesusahan masing-masing harus dipikul
bersama-sama. Untuk membasmi penjahat yang
sudah biasa malang-melintang dalam dunia
kangouw memang sudah berusaha mengumpulkan
kawan-kawan yang satu tujuan, hanya saja itu
akan dilakukan kelak kemudian. Kini kita
dicelakakan oleh hweshio jahat itu,
sebaiknya meneliti dari jurusan mana dia
dapat membinasakan kita, dimana kita bisa
bersiap-siap untuk menghindari bahaya." 163
Bo yong Kang manggut-manggut. "Kau memang
seorang sahabat yang setia dengan ucapanmu
tadi membikin hatiku merasa lega. Lam
toako."
Mereka bertiga lantas meneliti keadaan
kamar di situ. Diatas ternyata ditutup oleh
besi yang kuat yang hanya ada beberapa
lunang angin saja.
Justru mereka sedang memandang kepada
beberapa lubang kecil, tiba-tiba kelihatan
masuk asap dari luar. Melihat ini Bo yong
Kang mengerti bahwa asap itu tentu beracun,
maka ia lalu keluarkan obat pil pemunahnya
diberikan kepada kedua kawannya sedang ia
sendiri menelan satu.
Bo yong Kang coba dekati jeruji besi
jendela dan hendak mematahkan satu persatu,
akan tetapi besi-besi jeruji itu amat a lot,
meskipun sudah bengkok namun tak dapat
dipatahkan.
Meskipun sudah menelan pil pemunah racun,
tiga orang itu tidak tahan ketika mencium
bau amis yang diantara masuk oleh asap-asap
yang berwarna kuning.
Dalam keadaan yang gawat begitu, tiba-
tiba Li Cong Bun mendapat suatu pikiran.
"Bo yong ssusiok, dalam keadaan terpaksa
seperti sekarang ini apaakah tidak lebih
baik kita mencoba ketajamannya pedang wasiat
kita?" 164
Li Cong Bun ada membawa Pedang Penakluk
Iblis ialah pedang pusaka miliknya Tay Han
Sin ni almarhum. Menurut pesan gurunya kalau
tidak begitu perlu, yangan sekali-kali
menggunakan pedang itu sebab ia akan membawa
buntut kerewelan. Tetapi mengingat keadaan
berbahaya seperti yang dihadapi sekarang,
yang mungkin mereka akan mati konyol dalam
kamar itu, maka Bo yong Kang anggukkan
kepala tanda setuju.
Mendapat persetujuan sang paman, Li Cong
Bun lantas hunus pedang wasiatnya. Kemudian
diputar yang mengeluarkan angin keras dan
mengaung suaranya. Benar saja asap kuning
itu seperti takut akan pedang pusaka itu,
karena pada bubar dan molos pergi ke lubang-
lubang tadi itu masuk.
Lam Thiam Gie yang melihaat keajaiban
pedang pusaka itu dalam hatinya amat memuji.
Disaat Li Cong Bun memutar pedangnya
mengusir asap yang berbahaya itu lalu
menghampiri jendela. Dengan beberapa sabetan
saja jeruji-jeruji jendela itu pada putus
dan kini telah terbuka satu jalan keluar
bagi mereka.
Tentu saja kesempatan itu tidak
dilewatkan, mereka pada menerobos keluar,
dimana mereka melihat si hweshio masih enak-
enakan nangkring di atas kamar sembari
meniup asap racun ke dalam kamar. 165
Ketika ia berpaling, ternyata orang-orang
tangkapannya sudah lolos keluar ia jadi
sangat kaget. Ia melompat ke bawah,
maksudnya mau melarikan diri. Apa mau
dikata, Li Cong Bun yang sudah sangat gemas
padanya telah melompat lebih cepat dang
menghadang di depannya. Sebelum ia membuka
mulut untuk meminta ampun, pedang penakluk
iblis sudah menyambar pinggangnya, dan
seketika itu juga tubuhnya menjadi dua
potong rubuh ditanah dengan menyemburkan
darah segar. Jiwanya sudah terang telah
melayang seketika itu juga. Dan kawannya
yang hendak kabur juga ditebas tubuhnya
menjadi dua potong.
Bo yong Kang melihat keponakannya kembali
membinasakan orang, lalu berseru, "Bun jie
kenapa kau tidak mau menurut nasihatku..
wktu di Lo san juga tidak mentaati pesan
gurumu dan Bu Ju supek?"
Kali ini teguran sang paman tidak
disambut bungkam sambil tundukkan kepala
terima salah. Li Cong Bun dengan hormat
telah menjawab,
"teguran susiok aku sudah membinasakan Ci
Goan Hweshio aku terima dan aku berjanji
tidak akan berbuat serupa itu lagi, tapi
sekarang urusan ada lain. Anjing-anjing Si
leng cee itu berbuat sangat kejam hendak
membinasakan kita dengan racunnya yang
sangat berbisa, coba barusan kalau saja kita
tidak mengandalkan ketajamannya Pedang 166
Penakluk Iblis, apa bisa kit keluar. Tentu
kita semua akan mati konyol!"
Bo yong Kng pelototkan matanya, tapi Li
Cong Bun dengan tenang meneruskan bicaranya.
"Aku menarik kesimpulan kamar rahasia tadi
yang hampir menjadi kuburan kita enntah
sudah berapa banyak meminta korban. Kui Kim
kin si ini memang sengaja dijadikan jagal
oleh orang-orang Si leng cee, maka siapa
yang tidak jadi panas hati dan ingin
membasminya?"
Sumber: Buku Koleks Awie Dermawan
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Li Cong Bun berhenti sejenak menatap
wajahnya Bo yong Kang yang kini kelihatan
menjadi lunak lagi.
"Susiok pikir," melanjutkan Li Cong Bun.
"Delapan tahun kita susah payah mencari
pengetahuan ilmu silat tinggi, apakah itu
Cuma untuk membalas dendam De bun Pa dan Ho
Ceng Bu saja? Suhu dan Tay supek Bu Ju
ketika kita turun gunung ada mengatakan,
disamping tujuan kita membalas dendam kepada
musuh-musuh kita juga jangan dilupakan untuk
membasmi orang-orang jahat yang membuat
rakyat menderita. Mereka tidak mencegah kita
berbuat ugal-ugalan. Kita ingat akan Tay Han
Sin ni dengan pedang ini di tangannya, dia
sebagai pemeluk agama Buddha masih tidak
dapat menahan amarah terhadap kejahatan dan
dalam semalaman saja dia sudah membunuh
tidak kurang dari enam puluh tujuh orang
penjahat. Itulah pembunuhan yang hebat
sekali, tetapi toh namanya terkenal dan 167
sampai sekarang dijunjung tinggi, kenapa?
Itulah karena ia melakukan pembunuhan besar-
besaran adalah untuk menolong rakyat dari
gencetannya orang-orang jahat."
Bo yong Kang mendengar alasannya sang
keponakan masuk diakal meke ia tidak
mengatakan apa-apa. Diam-diam ia terkenang
akan masa delapan tahun yang lalu ketika
ayah bundanya dibinasakan oleh kawanan
penjahat Cong Bun sedikitpun tidak
meneteskan air mata. Hatinya teguh seperti
baja. Pada waktu ia bawa Ceng Bun ke gunung
Heng san supeknya mengatakan bahwa anak itu
dalam tubuhnya penuh dengan hawa pembunuhan,
tidak mau terima ia sebagai muridnya karena
bertentangan dengan agama yang dipeluknya.
Rupanya memang Ceng Bun ditakdirkan sebagai
pembasmi penjahat maka tak dapat dihalang-
halangi. Entah kelak dikemudian hari masih
berapa banyak pula orang-orang jahat yang
akan terpental batok kepalanya dibawah
tajamnya Pedang Penakluk Iblis.
Li Cong Bun melihat pamannya diam saja
dikiranya marah terhadapnya maka dengan
tertawa ia berkata pula,
"Harap susiok maafkan untuk keterangan
aku yang panjang lebar barusan, mungkin akan
menyinggung perasan susiok. Semoga saja
selanjutnya aku tidak membunuh orang lagi.
Susiok biasanya sangat sayang padaku maka
perbuatanku yang sudah tentu dapat 168
dimaafkan. Nah marilah sekarang kita
menengok kuda kita!"
Bo yong Kang seperti baru tersadar,
dengan tidak mengatakan apa-apa ia mengikuti
Li Cong Bun dan Lam Thian Gie berjalan ke
belakang kali melihat masing-masing kudanya.
Mereka mendapati masing-masing kuda
tunggangannya tidak kurang suatu apa, tapi
tidak jauh dari situ ada menggeletak si
kepala gundul yang menyambut mereka ketika
pertama datang ke kuil jagal itu. Kepalanya
pecah, otaknya berantakan. Dismpingnya ada
golok tajam. Rupanya ia mau membunuh kuda-
kuda bagus itu. Tidak tahunya ia kena
disepak oleh kudanya Bo yong Kang yang
mengerti seperti manusia.
Bo yong Kang peluk kuda kesayangannya dan
dielus-elus dengan penuh kasih sayang.
Kemudian berpaling kepada keponakannya dan
berkata,
"Bun jie, selanjutnya kita bertindak
berdasarkan pri kemanusiaan. Yang hatus
diberi ampun kita ampuni supaya dapat
berbalik baik, yang jahat harus kita sapu
bersih. Memang benar kata-katamu dalam
markas Si leng cee itu banyak orang jahat
yang suka sewenang-wenang, menekan rakyat
baik-baik harus kita membasminya untuk
menentramkan hati rakyat. memang perlu apa
kita mencari ilmu kalau tidak mau digunakan
untuk memperbaiki kebobrokan dalam dunia 169
kangouw. Belakang hari, kalau kedua
locianpwee mencela, kita berdua boleh


Hadiah Membawa Bencana Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanggung jawab."
"Li Cong Bun anggukkan kepalanya seraya
tersenyum girang. Ia mengerti bahwa pamannya
kini sudah insyaf akan kebenaran apa-apa
yang ia telah katakan barusan.
Saat itu mereka merasakan perutnya yang
lapar, lalu menyerbu dapur dan menyikat
makanan yang ada di situ.
PAGI-PAGI ketika fajar menyingsing,
mereka telah membakar musnah kuil yang
banyak tempat rahasianya itu, kemudian
meneruskan perjalanannya ke selatan ke
propinsi.
HALAMAN 25 ? 32 HILANG 170
. maut" Bo yong Kang menggerutu setelah
memperhatikan potongan tubuh orang yang
muncul di jendela tadi.
Setelah masing-masing menelan Kayiok Leng
san (Pil Pemunah Racun) lalu berjalan masuk
ke dalam pagoda. Ternyata pintunya tidak
terkunci sedang surat yang barusan siang,
kini sudah tampak diganti kata-katanya,
berbunyi : Pelajar Berhati Besi silakan
masuk dari sini!
Keadaan dalam pagoda itu benar-benar
menyeramkan. Mereka terkejut ketika
kesomplokan dengan tengkorak kemudian
disusul dengan suara gelabakan terbangnya
burung-burung liar dan suaranya kera-kera
gunung yang cecowetan sedih.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin
dari sebelah atas yang menggema dalam pagoda
itu. Keadaan disitu seolah-olah ada setannya
yang sedang mengeluh meminta ganti jiwa.
Tetapi keadaan yang demikian itu tidak
membuat mundur hatinya Bo yong Kang dan Li
Cong Bun yang hendak membalas dendam.
Ketika menaiki tingkat ke dua, di sini
ada penerangan sebuah pelita diatas meja
dimana ada tiga buah cangkir arak dan di
bawahnya ada selembar kertas yang
bertuliskan : Mohon Pelajar Berhati Besi
Jala Pedang Jaring Sutra 17 The Heroes Of Olympus 5 Darah Olympus Blood Of Olympus The Devil In Black Jeans 3
^