Pencarian

Rencana Sederhana 6

Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith Bagian 6


385 Ia menatapku, berusaha meresapi kata kataku.
"Itu bukti terakhir," kataku. "Kalau itu lenyap kita
tidak perlu khawatir."
Sarah duduk di tempat tidur dan ia menyingkirkan
rambut dari wajahnya' Kau mau memotong motong
pesawatnya."
"Harus kita lakukan sebelum ada yang menemukan
nya." Akn berhenti sejenak, berpikir. "Kita bisa melakukannya besok. Aku akan cuti. Kita telepon tempat
tempat yang menyewakan
"Hank," katanya.
Ada sesuatu dalam suaranya yang membuatku berhenti dan memandangnya. Ia tampak ketakutan, le
ngannya terlipat erat di dadanya.
"Ada apa " tanyaku.
"Dengarkan dirimu. Dengarkan bagaimana kau ke
dengarannya,"
Aku menatapnya dengan pandangan kosong,
"Kau kedengaran sinting. Kita tidak bisa membawa
las ke hutan untuk memotong motong pesawatnya. Itu
sinting."
Begitu ia mengatakannya, kusadari kalau ia benar.
Tiba tiba segalanya tampak tidak masuk akal, seakan
aku telah berbicara dalam tidur, mengoceh seperti
anak kecil.
"Kita harus tenang," katanya. "Kita tidak boleh
panik." '
"Aku cuma
"Kita harus menghentikan ini. Apa yang sudah
kita lakukan. sudah terjadi. Sekarang kita harus menjalani kehidupan kita."
Aku berusaha menyentuh tangannya, untuk menun
386 jukkan padanya segalanya baik baik saja dan bahwa
aku terkendali, tapi ia menarik tangannya
"Kalau kita terus seperti ini," katanya, "kita akan
kehilangan segalanya."
Amanda menangis singkat, kemudian berhenti. Kami
berdua memandang ranjangnya.
"Kita akan mengaku," bisik Sarah.
Aku menggeleng. "Aku tidak akan mengaku."
"Kita sudah dekat, Hank. Ada yang akan menemukan pesawatnya sebentar lagi, lalu ada keributan
besar,-dan kemudian orang-orang akan melupakannya.
Begitu mereka lupa, kita bisa pergi. Kita bawa uangnya pergi dari sini."
Ia memejamkan mata, seakan membayangkan kami
pergi kemudian membuka matanya lagi.
"Uangnya ada di sini." Ia menepuk ranjang dengan
tangannya. "Tepat di bawah kita Itu milik kita kalau
kita menyimpannya."
Aku menatapnya. Cahaya lampu baca menimbulkan
awan keemasan di sekitar rambutnya, seakan ia memiliki halo. '
"Tidakkah terkadang kau merasa tidak enak "
tanyaku.
"Tidak enak "
"Tentang perbuatan kita "
"Tentu saja," katanya. "Aku merasa tidak enak
sepanjang waktu."
Aku mengangguk, lega mendengarnya mengakui
hal itu.
"Tapi kita harus hidup dengannya. Kita harus mem
perlakukannya sama seperti kedukaan yang lainnya."
"Tapi ini berbeda. Aku membunuh kakakku."
387 "Bukan salahmu, Hank. Kau tidak memilih untuk
melakukannya. Kau harus mempercayainya." Ia menyentuh lenganku. "Itu kebenarannya."
Aku tidak mengatakan apa apa, dan ia menekan
lenganku, menjepit kulitku. .
"Kau mengeni'!" katanya.
Ia menatapku, meremas lenganku sampai aku mengangguk. Kemudian ia memandang jam. Kepalanya
menghilang dari cahaya, dan halo nya lenyap. Sekarang pukul 03.17. Aku terjaga sepenuhnya sekarang;
pikiranku jernih. Dalam benakku, kuulangi kata kata
nya. Bukan salahmu.
"Kernarilah," katanya. Ia mengulurkan lengannya
untuk memelukku. Aku mencondongkan tubuh ke arah
nya, dan setelah bisa meraihku, perlahan ia menyeretku
ke ranjang.
"Segalanya akan baik-baik saja," bisiknya. "Aku
berjanji." Ia menunggu sejenak, seakan untuk meyakinkan bahwa aku tidak akan duduk lagi. Kemudian ia
berguling menjauh dan memadamkan lampu.
Saat kami berbaring dalam kegelapan, Mary Beth
mulai melelang.
"Akan kutembak dia," kataku. "Akan kusingkirkan
penderitaannya."
"Oh, Hank." Sarah mendesah, setengah tertidur. Ia
berbaring beberapa senti di sebelah kananku, seprai
di antara kami mulai mendingin. "Kita sudah jenuh
dengan tembak menembak sekarang."
Beberapa saat sebelum subuh musim dingin kembali.
Angin bertiup dari utara dan udara berubah dingin.
Jumat pagi saat aku melintasi pertanian menuju
kantorku, salju mulai turun.
388 9 SALJU turun sepanjang pagi hingga siang. Lebat,
tanpa henti, seakan dicurahkan dari langit. Para pelanggan membawanya masuk ke Raikley, menyapunya dari
bahu mereka dan mengentakkannya dari bot mereka,
hingga terkumpul di lantai di'depan pintu, mencair
membentuk genangan kecil. Semua tampak senang melihatnya, bahkan ceria. Kehadirannya yang tiba tiba,
kecepatan jatuhnya, kesunyian yang dibawanya ke seluruh kota membuat mereka senang. Dari lobi kudengar
suara suara yang begitu ceria dan ramah.
Bagiku badai ini bukan perangsang tapi penenang.
' Menenangkan dan meyakinkanku. Tanpa memedulikan
pekerjaanku, aku duduk hampir sepagian di mejaku,
menatap ke luar jendela.'Kuawasi salju yang turun di
kota melembutkan garis bentuk kontur mobil dan
bangunan, menyelimuti wamanya, mengubah semuanya
menjadi putih. Kuawasi salju yang turun di pemakaman di seberang jalan menghapus batu nisan
makam Jacob, Lou, Nancy, dan Sonny. Dan ketika
kupejamkan mata, kubayangkan salju turun di cagar
alam turun diam diam di sela pepohonan perkebunan
yang memandang terpesona. Perlahan, butir demi butir
salju itu mengubur pesawatnya.
389 Kuterima logika Sarah yang mengatakan bahwa
akhirnya reruntuhan tersebut akan ditemukan, harus
ditemukan dan kemudian dilupakan, agar kami bisa
pergi dan memulai kehidupan baru. Tapi aku juga
tahu, semakin lama pesawat tersebut ditemukan, semakin arnan kami jadinya. Aku berdoa diam diam:
Jangan biarkan ada yang mengaitkan peristiwa pe
nembakan itu dengan uang di dalam pesawat. Jangan
biarkan ada yang mengingat uangnya kalau memikirkan pesawamya.
Selagi mengawasi badai aku melamunkan tujuan
dan gaya hidup kami kelak. Kucoretkan di kertas
perahu layar mini, jet Concorde, nama nama negara
asing. Kubayangkan diriku bercinta dengan Sarah di
pantai sebuah pulau, kubayangkan diriku mengejutkannya dengan hadiah hadiah mahal dari bazar penduduk
pribumi: parfum eksotis, patung gading dan kayu
yang mungil, perhiasan aneka ukuran dan warna.
Sepanjang hari salju terus turun menyelimuti jejak
kaki di pagi hari, menutupi jalan yang baru saja
dibersihkan.
Sekitar setengah jam sebelum tutup, Sheriff Jenkins
meneleponku.
"Howdy, Hank. Kau sibuk "
"Tidak begitu," kataku. "Cuma membereskan
barang-barang untuk akhir pekan. "
"Bisa mampir di kantorku sebentar Ada orang
yang mungkin bisa kaubantu."
"Siapa " _ _
"Namanya Neal Baxter. Dari FBI."
*** 390 Ketika menembus salju menyeberangi jalan, aku ber
pikir, Ini tidak ada hubungannya dengan perbuat
anku. Mereka tidak akan -memanggil untuk menangkapku; mereka akan datang ke Raikley a'zm
menangkapku di sana. '
Kantor Carl terletak di balai kota, bangunan bata
dua tingkat yang tampak gemuk pendek dengan anak
tangga beton mengarah ke pintu gandanya. Aku ber
henti di kaki tangga itu, di samping tiang bendera
aluminium, dan bergegas menenangkan diri. Kubersih
kan salju dari rambutku, kubuka kancing jas panjangku
dan kuluruskan dasiku.
Carl menyambutku di pintu masuk. Tampaknya ia
telah menungguku di sana. Ia tersenyum dan menyapaku seperti teman lama Ia membimbing lenganku
dan mengajakku ke kiri, ke kantornya.
Sebenarnya ia memiliki dua kantor, kantor luar
yang lebih besar, dan kantor dalam. Istrinya, Linda,
seorang wanita pendek yang cantik, bekerja di kantor
luar, mengetik di meja. Ia tersenyum padaku saat
kami masuk, dan membisikkan "halo". Aku balas
tersenyum. Melalui ambang-pintu terbuka di belakangnya, terlihat seorang pria duduk memunggungiku. Ia
tinggi, rambutnya dipotong pendek dan mengenakan
setelan kelabu tua.
Kuikuti Carl ke kantor dalam dan ia menutup
pintu di belakang kami, melenyapkan suara ketikan
Linda. Perabotan di dalam ruang ini sangat sedikit
meja kayu, tiga kursi plastik, sederetan kabinet sepanjang dinding di seberang jendela. Dua foto tegak
di atas kabinet, yang satu foto Linda memangku
kucing, yang lain seluruh keluarga besar.]enkins;
391 anak anak, cucu, sepupu, keponakan, ipar semuanya
berkerumun bersama di halaman rumput di depan
rumah kuning berpintu biru. Mejanya bersih dan rapi.
Bendera Amerika kecil pada tonggak plastik berdiri
di samping kaleng berisi pensil kuning dan pemberat
kertas dari batu. Di belakang meja, tergantung di
dinding, terdapat lemari senapan berpintu kaca.
"Ini Agen Baxter," kata Carl.
Pria tersebut beranjak bangkit lalu memalingkan
wajahnya padaku. Ia maju untuk menyalamiku, setelah
sebelumnya mengusapkan tangannya ke sisi celana.
Ia langsing, berbahu lebar dengan wajah persegi dan
hidung rata, sepeni petinju. Jabatan tangannya singkat,
mantap, tegas, dan ia menatap lurus ke mataku saat
Carl memperkenalkan kami. Untuk alasan tertentu
rasanya aaku mengenali wajahnya. Ia mirip bintang
film atau atlet, tapi aku tak bisa mengingatnya dengan
tepat sebab kemiripannya terlalu jauh, hanya sekadar
ingatan samar samar. la rapi, ada suatu cahaya dari
dirinya. Di balik sikapnya yang tenang texsirat kecakapan. '
Kami duduk dan Caul berkata, "Kauingat awal
musim dingin ini, waktu kita ketemu di luar cagar
alam "
"Ya," kataku, kepanikan membentuk di dadaku.
"Kalau tidak salah Jacob mengatakan kalian mendengar ada pesawat yang mengalami kerusakan mesin
beberapa hari sebelumnya "
Aku mengangguk.
"Bisa kauceritakan pada Agen Baxter apa yang
sudah kaudengar "
. Kulihat tidak ada jalan menghindar, aku tidak mung
392 kin berbohong atau menghindari pertanyaan tersebut,
jadi kupenuhi permintaan Carl. Kuulangi cerita Jacob
pada orang FBI tersebut. "Saat itu salju turun," kataku.
"Lebat seperti hari ini, jadi kanti tidak begitu yakin,
tapi kedengarannya seperti mesin terbatuk batuk. Kami
berhenti di tepi jalan untuk mendengarkan, namun tidak
ada lagi yang kami dengar tidak ada tabrakan, tidak
ada suara mesin, tidak ada apa apa."
Baik Carl maupun Agen Baxter tidak mengatakan
apa apa.
"Mungkin cuma mobil salju," kataku.
Ada buku hitam kecil di pangkuan Agen Baxter.
Ia mencatat. "Kauingat tanggalnya " tanyanya
"Kami ketemu Sheriff pada Malam Tahun Baru.
Kejadiannya beberapa hari sebelumnya."
"Katamu suaranya terdengar di sekitar tempat kita
ketemu dulu," kata Carl. "Di Anders Park."
"Benar."
"Kau mengemudi di sisi mana "
"Selatan. Dekat tengah."
"Dekat rumah Pedersen "
Aku mengangguk, denyut jantungku bertambah
cepat, naik ke ke pelipis.
"Kau bersedia mengantar kami ke sana " tanya
Agen Baxter.
Aku memandangnya kebingungan. "Ke cagar
alam "
"Kita harus pergi pagi hari," kata Carl. "Sesudah
badainya berlalu."
Jas panjangku meneteskan salju cair ke lantai.
Mau kulepas tapi tidak jadi, ketika kulihat betapa
gemetarnya tanganku begitu terangkat dari pangkuanku.
393 "Ada apa " tanyaku.
Sejenak timbul kesunyian saat kedua penegak hukum tersebut seakan berdebat siapa yang akan menjawab, dan apa yang seharusnya diungkapkan. Akhirnya Agen Baxter, dengan gerakan yang nyaris kentara
memberi isyarat pada Carl.
"FBI mencaripesawat," kata Carl.
"Tentu saja semua ini rahasia," kata agen itu.
"Aku yakin Hank mengerti."
Agen FBI tersebut duduk di kursinya, menyilangkan
kaki. Sepatunya hitam mengilat, pada kulitnya terdapat
bintik-bintik air karena telah berjalan menembus salju.
Ia memandangku dengan tatapan menusuk yang lama
sekali.'
"Bulan Juli yang lalu," katanya. "ada mobil baja
yang dirampok setelah meninggalkan Federal Reserve
Bank Chicago. Sejak awal kami sudah menduga bahwa
ini pekerjaan orang dalam, tapi kami tidak menemukan
apa-apa sampai Desember lalu, waktu pengemudinya


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditangkap karena memerkosa kekasih lamanya. Sesudah pengacaranya memberitahu bahwa dia mungkin
akan dihukum 25 tahun, dia langsung menelepon
kami, memberitahu bahwa dia akan menyerahkan bukti
negara."
"Dia menyerahkan teman temannya," kataku.
"Benar. _Pada dasarnya dia memang marah karena
mereka mengambil semua hasil rampokan tanpa menyerahkan bagiannya. Oleh sebab itu dia menunjuk
mereka dan kami mengurangi tuntutannya menjadi
kesalahpahaman."
"Kalian berhasil menangkap perampoknya' "
"Kami berhasil melacaknya ke Detroit, tempat asal
394 mereka, dan mengatur regu pengintaian di luar apar
temen mereka"
"Regu pengintaian Kenapa tidak langsung menangkapnya saja "
' "Kami mau memastikan akan mendapatkan uangnya
juga, sebab tidak ada bukti mereka pernah menyentuhnya lagi. Mereka berdua punya pekerjaan dan hidup
bersama di apartemen lubang tikus di bawah stadion,
jadi kami anggap uangnya pasti disembunyikan dan
menunggu sampai ada yang mencarinya Sialnya, pengintaian kami ketahuan, dan tersangka merasa curiga
Esok harinya kami menangkap salah satunya tengah
berusaha menyeberang ke Kanada, tapi yang lainnya
menghilang. Kami hampir menyerah sewaktu ada
informan menelepon rekanku dan memberitahu bahwa
tersangka akan terbang dengan pesawat ringanldari
landasan di luar Detroit. Karni bergegas ke sana dan
tiba tepat pada saatnya untuk melihat pesawatnya
lepas landas."
"Kalian tidak bisa mengejamya' " tanyaku.
"Tidak ada alasan untuk itu." _
"Mereka tahu ke mana tujuannya," kata Carl. Tam
paknya ia senang dengan gagasan ini. Ia duduk bersandar di kursinya dan menyeringai pada agen FBI
tersebut. Agen Baxter tidak mengacuhkannya
"Rekanku memberitahukan tujuan si tersangka yaitu
landasan kecil lainnya, di utara Cincinnati." Agen
tersebut berhenti sejenak, menatapku, dan mengerutkan
kening. "Sialnya, pesawat itu tidak pernah tiba."
"Mungkin dia menuju tempat lain."
'Mungkin, tapi meragukan. Untuk berbagai alasan
kami menganggap informan kami layak dipercaya."
395 "Mereka yakin pesawat itu jatuh di tengah jalan,"
kata Carl. "Mereka menyusuri rutenya, dari kota ke
kota."
"Uangnya ada di pesawat " tanyaku.
"Menurut kami begitu," kata agen tersebut.
"Berapa "
Agen Baxter memandang Carl sekilas, kemudian
memandangku.
"Beberapa juta dolar."
Aku bersiul dan mengangkat alis, pura pura tidak
percaya.
"Rencananya kita berangkat sekitar pukul sembilan
besok pagi," kata Carl, "setelah cuaca cerah. Kau
bisa ikut "
"Aku tidak melihat pesawat jatuh, Carl. Aku cuma
mendengar suara mesin "
Mereka menatapku, menunggu.
"Maksudku, kurasa kita tidak akan menemukan
apa-apa di sana."
"Kami sadar ini cuma coba coba, Mr. Mitchell,"
kata Agen Baxter. "Tapi penyelidikan kami sudah
mencapai tahap di mana semuanya adalah coba coba."
"Aku tidak bisa menunjukkan apa-apa. Aku bahkan
tidak keluar dari mobil. Kau bisa menyusuri Anders
Park Road dan melihat semua yang kulakukan."
"Kami masih senang kalau kau mau ikut. Kau
akan terkejut menyadari apa yang bisa kauingat begitu
tiba di sana"
"Apa pukul sembilan bisa " tanya Carl. "Bisa kita
atur lebih pagi kalau kau mau."
Aku menggeleng, seakan tanpa kusadari.
396 Carl menyeringai padaku. "Kutraku'r kopi kalau
sudah kembali."
Saat aku beranjak, Agen Baxter berkata, "Kurasa
aku harus menekankan kerahasiaan semua ini, Mr.
Mitchell. Semuanya ini memalukan bagi Biro. Kami
akan sangat kecewa kalau media massa mengetahuinya."
Carl menginterupsi sebelum aku sempat bereaksi.
"Media, persetan," katanya. "Ada empat juta dolar di
hutan itu. Sekali beritanya menyebar, kita akan berhadapan dengan para pemburu harta."
Ia tertawa dan mengedipkan mata seperti Lou.
Agen Baxter tersenyum dingin.
Sarah telah menyiapkan makan malam sewaktu aku
tiba di rumah.
"Perampokan " katanya, ketika kuceritakan apa
yang telah teljadi. Ia menggeleng. "Tidak mungkin."
Aku duduk di hadapannya di meja dapur, mengawasinya menyiapkan paha ayam panggang. Aku sendiri
sudah punya satu potong di piringku. "Apa maksudmu,
tidak mungkin "
"Tidak masuk akal, Hank. Penculikannya yang
masuk akal."
"Ini bukan tebak tebakan, Sarah. Ini bukan teori.
Aku berbicara dengan agen FBI dan dia menceritakan
dari mana asalnya."
Ia mengerutkan kening memandang piringnya, men
dorong nasinya dengan garpu, mencampumya dengan
kacang. Amanda diletakkan di lantai di sebelah kami,
berbaring dalam Portacrib-nya. Ia tampak seperti penampilannya akhir akhir ini, seakan mau menangis.
397 "Dia mencari pesawat penuh uang," kataku. "Jangan
katakan ada lebih dari satu pesawat berisi uang di
sekitar sini."
"Ini lembaran seratusan dolar, Hank. Kalau berasal
dari mobil baja, pasti ada pecahan lainnya. Pasti ada
lima puluhan, dua puluhan,-dan puluhan."
"Kau tidak mendengarkan. Baru saja kuberitahu,
aku berbicara sendiri dengannya."
"Ini uang usang. Kalau berasal dari Federal Reserve Bank, pasti baru. Mereka membakar lembaran
usang di sana dan menggantinya dengan yang baru."
"Jadi maksudmu *dia berbohong "
Tampaknya ia tidak mendengarku. Ia mengglgiti
bibirnya, kepalanya berpaling ke arah bayinya. Tiba
tiba ia memandangku bersemangat. "Dia menunjukkan
lencananya padamu "
"Untuk apa "
la meletakkan garpu ke piringnya, mendorong kursinya ke belakang, dan lari dari dapur.
"Sarah " teriakku kebingungan.
"Tunggu," teriaknya.
Begitu ia meninggalkan ruangan, Amanda mulai
mEnangis. Aku hampir tidak memperhatikannya. Aku
berusaha memikirkan cara mengembalikan uang terse
but ke pesawat tanpa meninggalkan jejak. Kuiris
ayamku dengan pisau, kulepas dagingnya dari tulang.
Amanda mengeraskan tangisannya, tubuhnya menegang bagai tinju, wajahnya berubah merah tua.
"Sttt," bisikku. Aku menatap makananku yang perlahan mendingin. Aku sadar aku harus pergi malammalam, tepat setelah makan malam, sebelum salju
berhenti turun. Aku ' harus 'pergi dalam kegelapan.
398 Akan kusimpan tiga ikat, sekadar pengganti uangku
yang hilang karena kondominium, dan mengembalikan
sisanya.
Sarah kembali beberapa saat kemudian, membawa
koran. Ia duduk dengan ekspresi bangga di wajahnya.
Pipinya kemerahan, korannya diulurkan padaku seperti
hadiah.
Kuambil koran tersebut dan seketika mengenalinya.
Itu fotokopi artikel penculikan tersebut.
"Apa " kataku. _
Ia menyeringai padaku. "Dia, bukan " Ia membungkuk dan menyentuh wajah Amanda dengan punggung
tangannya. Bayi itu berhenti menangis.
Kupelajari koran tersebut. Artikel ketiga, yang memuat foto. Kupelajari foto tersebut dari kiri ke ka
nan pertama adik, kemudian kakak, kemudian foto
saat adiknya mengeksekusi satpam
"Dia mencari adiknya, " kata Sarah.
Mataku kembali berputar_ ke foto yang di tengah
dan sejenak, singkat, perasaan mengenali membanjiriku. Ada sesuatu yang akrab pada mata pria tersebut,
pada bentuk pipinya yang merosot ke mulutnya, pada
caranya menahan kepala. Tapi kemudian, sama cepatnya, perasaan tersebut lenyap, tersapu cirinya yang
lain janggut dan rambutnya yang lebat, sosoknya
yang besar, kerutan pada wajahnya.
"Maksudmu dia itu Vernon," kataku. "yang lebih
tua." Kuletakkan surat kabar di meja di antara kami.
la mengangguk, masih tersenyum. Tidak satu pun
dari kami yang menyentuh makanan kami. Sekarang
makanan itu telah dingin, saus pada ayamnya telah
mengental. Kupelajari fotonya dengan saksama, ber
399 harap bisa mengenali ciri Agen Baxter pada Vernon
Bokovsky. Aku berkonsentrasi, memicingkan mata. dan
sejenak berhasil membuatnya muncul, tapi sekali lagi
hanya untuk sedetik. Foto tersebut diatnbil beberapa
tahun yang lalu. Kabur, berbintik, dan sangat samar.
"Bukan dia," kataku. "Orang yang kutemui tadi
lebih kurus." Kudorong surat kabar itu ke Sarah.
"Bambutnya pendek dan tidak berjanggut."
"'Mungkin berat badannya turun, Hank. Mungkin
dia mencukur rambut dan kumisnya." Ia memandangku
dan artikel tersebut bergantian. "Jangan katakan itu
mustahil."
"Maksudku rasanya bukan dia."
"Pasti dia. Aku tahu."
'.'Dia mirip agen FBI, Sarah. Penampilannya profesional, seperti bintang film. Percaya diri, sempurna,
setelan gelap yang baik...."
"Semua orang bisa begitu," katanya tidak sabar. la
menampar artikel tersebut. "Dia menyamar menjadi
polisi untuk menculik gadis itu. Kenapa dia tidak
akan menyamar menjadi FBI untuk mendapatkan
tebusannya kembali " ' _
"Tapi risikonya besar. Dia harus mendatangi setiap
kota dari sini ke Cincinnati, muncul di berbagai
kantor polisi, di mana mungkin saja wajahnya terpampang dalam poster. Rasanya seperti meminta ditangkap." _ '
"Berpikirlah dari sudut dirinya," kata Sarah. "Adik
mu terbang membawa semua uang dan menghilang.
Kau mengira dia jatuh, tapi kau menunggu dan menunggu tapi tidak ada laporan apa apa. Apa kau
tidak akan berusaha mencarinya "
400 Kupikirkan pendapatnya, dan kutatap foto di se
berang meja.
"Kau tidak bisa menyerah begitu saja. Paling tidak
kan harus berusaha mendapatkannya kembali."
"Dia lebih kurus," kataku pelan.
"Pikirkan semua yang sudah kita lakukan untuk
menyimpan uangnya. Tindakannya bukan apa apa ka
lau dibandingkan kita." _
"Kau keliru, Sarah. Kau cuma mengada ada."
"Apa FBI sejati akan mencari pesawat dengan
cara ini'! Mengirim agen bermobil melintasi negara
Apa tidak lebih baik mengirimkan pemberitahuan "
"Mereka tidak mau membocorkannya ke media
massa."
"Kalau begitu pakai telepon. Mereka tidak akan
mengirim agen."
"Kalau begitu kenapa penculiknya tidak menelepon
Lebih aman, kemungkinan tertangkap lebih kecil."
Ia menggeleng. "Dia ingin hadir. Dia ingin bisa
mengendalikan situasi, meyakinkan orang orang dengan
penampilannya, tindakannya, seperti caranya meyakinkanmu. Dia tidak bisa berbuat begitu di telepon."
Kuingat kembali wawancaraku dengan Agen Baxter,
mencari petunjuk. Kuingat ia menggosokkan tangan
ke celananya sebelum menyalamiku,.seakan tangannya
berkeringat. Aku ingat betapa kerasnya ia menekankan
kerahasiaan semua ini, menjauhkan cerita dari media
massa.
"Entahlah...."
"Gunakan imajinasimu, Hank. Kau harus memba
yangkannya dengan rambut lebih lebat, berjanggut."
"Sarah." Aku mendesah. " Pentingkah "
401 Ia mengambil garpunya dan menusukkannya ke
ayamnya. "Maksudmu " Suaranya ragu-ragu akibat
curiga. _
"Kalau kita harus memutuskan apakah dia benar
benar penculik, apa akan mengubah tindakanku besok "
Ia mengiris ayamnya dan menyantapnya. Ia mengunyah perlahan, berhenti sejenak setiap gigitan, seakan
khawatir ayam tersebut beracun. "Tentu saj a," katanya.
"Katakan saja kita setuju dia benar benar agen
FBI." '
"Tapi kita tidak setuju."
"Sekadar hipotesis. Demi argumentasi."
"Baik," katanya. Ia meletakkan garpunya di piring.
Dapat kutebak bahwa ia menunggu kesempatan untuk
menentangku. '
"Apa yang akan kulakukan "
"Kaubawa dia ke pesawat."
"Kalau aku akan membawanya ke pesawat, aku
harus ke sana malam ini dan mengembalikan tiangnya."
Ia meletakkan garpunya di piring. Terdengar suara
berdenting ketika keduanya beradu. "Mengembalikan
uangnya "
"Mereka tahu uangnya ada di pesawat. Tidak ada
alasan kenapa harus ada yang hilang."
Ia menatapku dari seberang meja, seakan tnenunggu
lebih banyak lagi. "Kau tidak bisa mengembalikannya," katanya. _
"Harus, Sarah. Aku akan menjadi satu satunya
tersangka. Begitu kita meninggalkan kota, mereka
akan tahu."
"Tapi sesudah semua yang kaulakukan, kau akan
membiarkannya hilang begitu saja "
402

Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sesudah semua yang kita lakukan," kataku me
ralatnya.
Ia tidak mengacuhkanku. "Kau tidak perlu me
ngembalikan uangnya, Hank. Kalau kaupandu dia ke
pesawat, kau tidak mungkin dicurigai. Tidak ada
jejak di salju. jadi kelihatannya tidak ada orang yang
pernah ke sana. Dia akan menemukan lima ratus ribu
dan menganggap informannya keliru, pilotnya telah
meninggalkan sisanya di suatu tetnpa ."
Kupertimbangkan pendapatnya. Tampaknya masuk
akal. Ada risikonya, tapi tidak lebih berat daripada
menyelinap untuk mengembalikan uangnya.
"Oke," kataku. "Katakan saja kita putuskan bahwa
dia benar benar dari FBI, dan kuberanikan diri untuk
membawanya ke pesawat."
Ia mengangguk.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan kalau dia
sebenarnya penculik "
"Jangan pergi."
"Alasannya "
"Karena.dia pembunuh. Dia membunuh semua
orang itu satpam sopir, pelayan, dan gadis itu.
Telepon Carl dan beri alasan. Katakan bayimu sakit
dan kau harus metnbawanya ke dokter."
"Aku juga pembunuh, Sarah. Menjadi pembunuh
tidak selalu berarti segalanya."
"Begitu dia melihat pesawatnya, kalian berdua akan
ditembaknya. Itu sebabnya dia ingin kauikut, agar
bisa menyingkirkan semua saksi. "
"Kalau aku tidak pergi, Carl akan mengajaknya
sendiri."
"Lalu "
403 "Lalu menurut logikamu, kalau mereka menemukan
pesawatnya, orang ini akan menembaknya."
Ia mempertimbangkannya. Ketika berbicara suara
nya rendah dan mengandung nada malu. "Tidak menyenangkan untuk kita," katanya. "Kekerasan apa
pun yang dilakukannya akan membantu menutup keterlibatan kita dengan pesawat itu. Kita akan aman."
"Tapi kalau kita yakin itu Vernon, rasanya seperti
menjebak Carl. Dan itu sama buruknya dengan menembaknya sendiri."
"Mereka satu-satunya orang yang bisa membahaya
kan kita. Mereka satu-satunya yang bisa mengaitkanmu
dengan pesawat itu."
"Tapi apa kau tidak merasa kurang enak kalau
Carl terbunuh begitu saja "
"Aku tidak menyuruhmu menembaknya, Hank. Aku
cuma ingin kau menyingkir."
"Tapi kalau kita tahu..."
"Kau mau apa, memperingatkan Carl "
"Apa seharusnya tidak "
"Apa yang akan kaukatakan Bagaimana kau akan
menjelaskan kecurigaanmu "
Aku mengerutkan kening memandang piringku. Ia
benar, tidak mungkin aku memperingatkannya tanpa
mengatakan bahwa aku tahu muatan pesawat tersebut.
"Dia mungkin tidak akan menembaknya," kata Sarah. "Kita cuma menebaknya. Dia mungkin sekadar
mengambil uangnya dan menghilang."
Aku tidak sepenuhnya percaya, dan kurasa ia juga
tidak. Kami berdua menyendok makanan kami.
"Kau tidak punya pilihan, Hank."
Aku mendesah. Kami kembali ke sana lagi meya
404 kinkan diri kalau tidak ada pilihan. "Ini titik yang
sangat aneh," kataku.
"Maksudmu "
"Maksudku kita tidak akan tahu siapa dia sampai
hal ini berakhir."
Sarah menatap Amanda, memikirkannya. Lengan
bayinya teracung kaku ke udara, satu menunjukku,
yang lain menunjuk ibunya, seakan berusaha memegang tangan kami, dan, sejenak, aku tergoda untuk
menyentuhnya. Tapi aku menahan diri; alm tahu kalau
tindakan itu hanya membuatnya menangis.
"Kita bisa menelepon kanter FBI di Detroit," kata
Sarah. "Kita bisa menanyakan Agen Baxter."
"Terlambat, mereka sudah tutup sekarang."
"Kita telepon besok pagi."
"Aku ketemu mereka pukul sembilan. Kantor FBI
belum buka."
"Kau bisa mengundurkannya sejenak. Kutelepon
dari sini dan kemudian kau bisa ke kantormu untuk
meneleponku."
"Dan kalau tidak ada Agen Baxter "
"Kalau begitu jangan pergi. Beritahu Carl aku
baru saja menelepon, bayinya sakit dan kau harus
pulang."
"Dan kalau ada "
"Kau boleh pergi, bawa mereka ke pesawat."
Aku mengerutkan kening. "Dua duanya berisiko,
bukan "
"Tapi paling tidak akan terjadi sesuatu. Penantian
kita berakhir, semuanya akan muncul sekarang."
Bayinya bersuara, Sarah menyentuh tangannya. Ma
405 kan malamku tergeletak di depanku, dingin dan tak
termakan. '
"Kita segera pergi," kata Samh, seakan menenangkan Amanda dan bukan aku. "Kita akan pergi dan
segalanya akan baik-baik saja. Kita bawa uangnya
dan ganti nama serta menghilang, dan segalanya akan
beres."
Lewat tengah malam, kubuka mataku mendengar suara
Amanda terjaga. Ia selalu mengawali tangisan malam
harinya dengan suara menggelegak selama beberapa
menit bunyi tercekik campur tersedak. Ia tengah
melakukannya sekarang, mulai dari pelan mirip deru
mesin mobil, hingga apa yang aku tahu akan menjadi
jeritan yang mengguncangkan jendela.
Aku keluar dari balik selimut, melangkah dengan"
kaki telanjang menyeberangi kamar, dan mengambilnya
dari buaian. Sarah tengah berbaring telungkup di
ranjang, dan saat aku bangkit. ia menarik bantalku
ke dadanya.
Kuayun Amanda dalam pelukanku.
"Shhh," bisikku.
Ia tidak mudah ditenangkan; ia memberitahuku
dengan jeritan singkat, yang mirip sendawa yang
diperpanjang, dan aku bergegas membawanya ke ka
mar tamu, agar tidak membangunkan ibunya. Aku
naik ke ranjang di sana, menarik selimut di sekitar
kami.
Aku mulai menikmati kesempatan bersama Amanda
di malam hati seperti ini. Sam satunya kesempatan
bersentuhan fisik sebab di siang hari ia akan menjerit
begitu aku menyentuhnya. Hanya di malam hari aku
406 bisa memeluknya mengelus wajahnya, atau mencium
keningnya. Hanya di malam hari aku bisa menenangkannya, menidurkannya.
Aku terluka oleh tangisannya yang terus menerus
yang membebaniku bagai perasaan bersalah. Setiap
kali ia sendirian bersamaku, ia mulai menangis. Dokter
anak kami sekalipun, ragu ragu untuk mengatakan
bahwa hal ini mungkin akan berakhir, mengaku ini
hanya sebuah tahap, periode singkat dalam peningkatan
sensitivitasnya terhadap lingkungannya. Aku mengerti
dan mempercayai pendapatnya, tapi sekalipun aku
telah berusaha untuk tidak membiarkannya tetap saja
perasaanku terhadapnya terpengaruh. Aku mengembangkan perasaan negatif yang kejam di sekelilingnya,
hingga saat aku merasakan kehangatan clan iba akan
kehadirannya, aku juga samar samar merasa terusik.
Seakan tangisannya adalah simbol kurangnya karakter
persahabatan, kejengkelan, dan kepicikan secara naluriah, penilaian terhadap diriku, penolakan terhadap
cintaku.
Di malam hari, untuk sejumlah alasan, semua ini
hilang. Ia menerimaku, dan aku dibanjiri rasa cinta
kepadanya. Kutempelkan kepalaku ke wajahnya dan
menghirup keharumannya. Kutempelkan ia ke dadaku,
membiarkan tangannya mencengkeram kulitku, menjelajahi hidungku, mataku, dan telingaku.
"Shhh," kataku sekarang, dan kubisikkan namanya.
Kamar itu dingin, sudut sudutnya menghilang dalam
kegelapan. Kubiarkan pintu terbuka, dan melaluinya
aku bisa melihat lorong. Dinding putihnya seakan
bersinar dalam kegelapan. _
Dengan sangat lambat, Amanda mulai tenang. Ia
407 menggerakkan kepalanya ke sana kemari, tangannya
membuka dan menutup seirama dengan napasnya. Ia
menekankan kakinya ke rusukku. *
Hingga sekarang telah dua kali aku bermimpi ia
bisa bicara. Dalam kedua mimpiku ia sedang berada
dalam Portacrib di dekat meja dapur, makan dengan
garpu dan pisau. Ia membicarakan hal-hal yang tidak
dimengerti, suaranya tiba tiba dalam dan besar, matanya menatap lurus ke depan, seakan tengah bicara
pada kamera TV. Ia menyusun daftar: daftar warna
biru, kuning, oranye, ungu, hijau, hitam; daftar mobil Pontiac, Mercedes, Chevrolet, Jaguar, Toyota,
Volkswagen; daftar pohon sycamore, prem, dedalu,
ek, buckeye, myrtle. Sarah dan aku mendengarkannya
diam diam karena terkejut sementara ia berbaring di
depan kami, tersenyum, kata-kata membanjir dari mu
lutnya. Kemudian ia menyusun daftar nama Pederson,
Sonny, Nancy, Lou, Jacob.... Ketika tiba pada Jacob,
aku berdiri dan menampar wajahnya. Kedua mimpi
tersebut berakhir di sana aku berdiri dan menampar dan setiap kali aku merasa seandainya aku tidak
menampamya, ia akan terus menyebutkan nama nama,
mengurutkannya satu demi satu. Daftarnya tidak akan
berakhir.
Saat ia tenang, aku mulai mendengarkan suara
rumah. Salju telah berhenti tumn, angin bertiup. Akibatnya dinding berderak derak seperti perahu. Ketika
angin berembus, jendela bergoyang. Sambil menggigil,
kutarik selimut lebih erat di sekeliling kami, menahan
beban Amanda dalam liputannya.
Aku tahu aku bisa membawanya kembali ke kamar
tidur sekarang, sebab ia akan tidur. Tapi untuk se
408 jumlah alasan aku tak ingin melakukannya. Aku ingin
diam di sana sebentar lagi. dengan ia tenang di
pelukanku.
Ini ranjang Jacob. Pemikiran tersebut muncul begitu
saja, mengejutkan, dan setelah itu muncul kenangan
ia berbaring di sana, mabuk, dan aku membungkuk
di atasnya untuk menciumnya sebagai ucapan selamat
malam. Tanpa berpikir, kupegang selimut ke hidungku
dan menghela napas, berusaha percaya bahwa aku
bisa mencium baunya tapi tentu saja tidak bisa.
Ciuman Judas, bisiknya waktu itu.
Di luar, di jalan, mobil penyekop salju lewat,
menggaruk dan membersihkan jalan. Aku memandang
Amanda. Ia lemas dalam pelukanku, seakan tertidur
nyenyak. tapi matanya terbuka. Kulihat matanya kemilau dalam kegelapan, seperti kelereng kaca.
Ketika mengharapkan pagi menjelang, aku me
rasakan sentakan rasa sakit di perutku. Aku tidak
bisa menghilangkan perasaan bahwa apa pun yang
akan kulakukan, mungkin adalah kesalahan.
Tiba-tiba aku sadar bahwa pemecahan terbaik ada
lah; yang benar benar kasar, mengambil uangnya dan
lari. Aku bisa meninggalkan Sarah dan Amanda1
keluar malam malam sendirian. Aku bisa memulai
hidup baru dan' bawah, mengubah namaku, mencipta
kan identitas baru. Kupejamkan mata dan membayang
kan diriku membeli mobil baru, mobil sport asing
berwarna cerah, tidak mengkhawatirkan keuangan,
pinjaman, atau jadwal pembayaran, sekadar menghitung uang dari ikatan seratusan dolar dan menyerah
kannya pada wiraniaga yang terkejut. Kubayangkan
diriku mengemudikan mobil baruku ini, hidup tanpa
409 koper, membeli pakaian baru kalau yang lama kotor.
pindah dari hotel ke hotel hotel mahal dengan kolam.
sauna, dan'ranjang besar di seluruh negara dalam
pola Zig zag yang lebar, bergerak begitu mulai bosan
pada suatu tempat, ke barat, selatan, timur, atau
utara, segala arah yang kusukai selama tempat tersebut
baru, selama jauh dari tempatku yang sekarang, rumah,
Ohio, tempat aku berada selama ini.
Kenapa tidak Kalau aku bisa membunuh kakakku
sendiri, aku pasti mampu melakukan apa saja. Aku
pasti orang yang jahat.
Di atasku, di loteng, angin mengerang. Aku meman
dang Amanda, pada kilauan lembut matanya.
Aku bisa membunuhnya. Aku bisa mencekiknya
dengan selimut. Aku bisa menghantamkannya ke dinding sambil memegangi tumimya. Aku bisa menekan
kepalanya dengan tanganku sampai pecah. Dan aku
juga bisa membunuh Sarah, bisa hienyelinap ke lorong
dan mencekiknya sementara ia tidur, dengan bantalnya
lalu meninju wajahnya.
Kubayangkan semuanya ini satu demi satu dengan
cepat. Aku sadar aku bisa melakukannya. Kalau aku
bisa membayangkannya, aku bisa merencanakannya,
dan aku bisa melakukannya. Cuma masalah apa yang
diperintahkan benakku pada tanganku. Tidak ada yang
menghalangiku.
Terdengar suara di lorong, dan ketika aku menengadah, Sarah berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan
jubahnya, mengikat pinggangnya dengan simpul kendur
sambil berdiri di sana. Rambutnya diikat di belakang
dengan ikat rambut
"Hank "
410 Aku memandangnya membisu. Bayangan mengerikan tersebut perlahan menghilang dari benakku, seperti
mimpi, meninggalkan sedikit perasaan bersalah, seperti
genangan air setelah hujan badai.
Tentu saja tidak. Pemikiran tersebut timbul dalam
benakku, mengambang hingga ke titik yang paling
dalam dan memantulkan-gemanya. Aku sangat men


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cintai keduanya. '
Aku menunduk dan menyapu bulu mata Amanda
dengan bibirku. "Dia susah tidur," bisikku.
Sarah melangkah masuk, lantai kayunya berdetak.
Ia naik ke ranjang. Kubuka selimut lalu menutupkannya ke tubuhnya. lenganku memeluk pinggangnya. Ia
melingkarkan kakinya pada kakiku, meletakkan kepala
pada bahuku, hingga tepat di atas kepala Amanda.
"Kau harus cerita," katanya.
"Aku tidak punya cerita."
"Kau harus membuatnya."
Aku memikirkannya sejenak, tapi benakku kosong.
"Bantu aku, " bisikku.
"Dulu ada seorang raja dan ratu. " Ia berhenti
sejenak, menungguku mengulanginya.
"Dulu," kataku, "ada seorang raja dan ratu."
"Ratu yang sangat cantik."
"Ratu yang sangat cantik" aku mengangguk
"dan raja yang sangat bijaksana. Mereka tinggal di
istana dekat sungai, dan dikelilingi padang."
Aku berhenti, tidak tahu lanjutannya. aa.
"Apa mereka kaya "
"Tidak. Biasa saja. Mereka seperti layaknya raja
dan ratu lain."
"Apa rajanya bertempur "
4ll "Cuma kalau terpaksa."
"Ceritakan tentang salah satu pertempurannya."
Kupikirkan hampir semenit. Kemudian aku mendapat gagasan yang tampaknya, saat berbaring dalam
kegelapan, rasanya cerdik.
"Suatu hari," kataku, "raja itu berjalan-jalan di
hutan dan menemukan sebuah kotak kayu tua. Mula
nya dia mengira itu peti mati. Bentuknya mirip, dan
tutupnya dipaku, tapi kotak itu tidak dikubur, hanya
tergeletak di rerumputan, dan lebih berat daripada
peti mati biasa. Sewaktu raja mengambilnya, punggungnya terkilir."
"Apa isinya " tanya Sarah, tapi tidak lniacuhkan.
"Raja pulang, dan ia menceritakan tentang kotak
itu pada ratunya yang cantik. 'Ratu' katanya..."
"Kekasih," bisik Sarah.
"Kekasih " ,
"Begitu cara mereka memanggil yang lain. Ke
kasih." .
"'Kekasih,' kata raja, "aku menemukan kotak yang
sangat berat di hutan. Bantu aku membawanya pulang." Ratu pun membantu raja, dan mereka membawanya kembali ke istana, dan raja memanggil dua
bupatinya untuk membantunya membuka tutup kota ."
"Dan di dalamnya ada tukang sihir," kata Sarah.
"Tidak. Kotak itu berisi emas. Emas batangan
yang berkilauan."
"Emas " sela Sarah, tapi aku ragu ragu. Kusadari
mungkin ceritaku sama sekali tidak cerdik.
' "Berapa banyak emasnya "
"Banyak." kataku. "Lebih dari yang pernah mereka
impikan."
412 "Dan mereka gembira "
"Mereka lebih ketakutan daripada gembira. Mereka
menyadari kalau sekarang raja dan ratu tetangga
mereka akan iri pada mereka, dan akan menyerang
untuk merampas harta tersebut. Mereka harus merekrut
tentara dan menggali parit baru sebelum ada yang
tahu tentang emas itu. Kalau tidak mereka bukan
saja kehilangan emasnya tapi juga seluruh kerajaan.
Jadi raja memperingatkan kedua bupatinya untuk tidak
menyebarluaskan apa yang telah mereka lihat, dan
sebagai hadiahnya, ia menjanjikan sebagian harta
tersebut."
Aku berhenti sejenak, melihat apakah ia mengerti
atau tidak. Tapi tidak. Sarah berbaring tak bergerak,
menungguku melanjutkan cerita.
"Hari demi hari berlalu, dan raja mulai menggali
parit barunya. Tapi kemudian, cukup tiba tiba, ia
mulai mendengar isu yang menjengkelkan di istananya,
isu tentang emas. Ratu juga mendengar isu itu, dan
ia 'mendatangi raja. "Kita harus berbuat sesuatu
terhadap kedua bupati itu, Kekasih,' katanya."
"Oh, Hank." Sarah mendesah, suaranya terdengar
kesakitan.
"Raja setuju, dan mereka memutuskan untuk mem
bunuh kedua bupati. Tapi karena ia tidak bisa meng
hukum mereka begitu saja tanpa menimbulkan isu di
istana, mereka menyelenggarakan duel berkuda dan
mengatur keduanya meninggal dalam kontes, seakan
kecelakaan, yang satu lari menerjang tombak, 'yang
lain diinjak injak kudanya."
"Apa salah satunya kakak raja "
Aku mau menggeleng, tapi kemudian berhenti. "Ya."
413 "Dan apa uangnya selamat "
"Emasnya."
"Apa emasnya selamat Apa mereka menggali parit
dan merekrut tentara "
"Tidak. Setelah membunuh kedua bupati, tetangga
mereka bermunculan dengan tentara masing masing
dan mengepung istana."
Aku terdiam. Ketika menunduk, kulihat Amanda
tengah menatap lurus kepadaku. Ia mendengarkan
suaraku. Kamar gelap dan dingin, tapi kami merasa
hangat di balik selimut bersama sama.
Kurasakan tangan Sarah melewati perutku ke bayi
nya, dan kuawasi ia mengelus-elus kening bayinya
dengan ujung jari. "Bagaimana akhimya " tanyanya.
Kepalanya terasa berat di bahuku, seperti batu.
"Raja menyendiri untuk berpikir. Ketika kembali,
ia mendapati ratu tengah menghadapi peperangan di
istana mereka. Raja kelelahan karena menyimpan ra
hasia. Wajahnya pucat; bibirnya gemetar ketika mencium tangan ratu. 'Kekasih,' katanya, "mungkin kita
seharusnya tidak membuka kotak itu. Mungkin seharusnya kita biarkan saja kotak itu di hutan.
"Ratu mencium kening raja," kata SarahL mengangkat dirinya hingga bisa mencium keningku. "Katanya, "Kekasih, terlambat untuk berkata seperti itu.
Tentara sudah siap tempur." Ia melambai ke arah
batas pertempuran, ke api unggun yang menghiasi
padang sejauh mata memandang."
"Kapan saatnya mengajukan pertanyaan "
"Di awalnya, Kekasih. Sebelum kotak itu dibuka."
"Tapi kita tidak melakukannya. Kita tidak tahu
apa yang kita sekarang tahu."
414 Ia mengulurkan kepalanya, berusaha memandang
wajahku dalam kegelapan. "Apa kau akan menyerah
Kalau bisa "
Aku terdiam sejenak Ketika berbicara aku tidak
menjawab pertanyaannya. Aku sekadar berbisik, "Aku
seharusnya menyerahkannya sejak awal."
Sarah tidak menjawab, ia hanya merapatkan tubuhnya. Amanda telah tidur, terasa lembut dan hangat
menempel di dadaku.
"Sekarang terlambat, Hank," bisik Sarah. "Terlambat."
415 10 PAGI PAGI keesokan harinya, bahkan sebelum matahari terbit, salju mulai mencair. Kepergiannya sama
seperti kedatangannya dengan desiran keras dan panjang, seakan seluruh badai merupakan peristiwa yang
memalukan alam, kesalahan yang ingin dihapus dan
dilupakan secepat mungkin. Suhu melonjak hingga
melebihi empat puluh, dan kabut tebal membubung
dari tanah, menyembunyikan subuh. Dengan erangan,
desisan dan tetesan, salju mencair dengan cepat menjadi air. Hingga pada pukul 08.00, ketika aku melaju
ke kota, 'perjalananku bukan terhalang oleh salju di
jalan tapi lumpur.
Carl sedang di kantornya, sendirian, membaca
koran.
"Kau datang pagi sekali, Hank." katanya, ketika
menengadah dan melihatku berdiri di ambang pintu.
"Kita baru berangkat pukul sembilan nanti."
Suaranya terdengar keras dan gembira di ruang
yang kosong tersebut, Sebagaimana biasa ia tampak
gembira bertemu denganku, seakan kesepian dan senang ditemani. Ia menuangkan kopi untukku, mena
warkan donat, dan kemudian kami berdua duduk,
416 meja kayu besarnya mengisi ruang di antara kami
berdua. '
"Rencananya aku mau mampir sebentar di toko,"
kataku, "tapi kunciku ketinggalan."
"Mereka memberimu kunci " Carl meringis. Di
atas bibirnya terdapat kumis bubuk gula '
Aku mengangguk. "Wajahku menimbulkan keperca
yaan orang-orang."
Ia mempelajari wajahku, menanggapi gurauanku
lebih serius dari yang kuharapkan. "Ya," katanya.
"Mungkin benar." Ia menghapus gula dari atas bibirnya, memandang ke Raikley di seberang jalan melalui
jendela.
"Aku harus menunggu sampai Tom datang," kataku.
"Sekitar pukul sembilan, jadi mungkin kalian terpaksa
menunggu sebentar." ' '
Ia masih memandang toko, bibirnya berkerut sedikit.
"Tidak apa," katanya. "Kami bisa menunggu."
Di luar jendela, jalanan basah dan licin. Hujan
gerimis mulai turun.
"Kau yakin pesawatnya memang ada " tanyanya.
Aku memiringkan kepala, seakan berdebat sendiri.
"Aku ragu. Kurasa kalau memang itu pesawat, kanti
akan mendengar suaranya jatuh.
Carl mengangguk perlahan. "Aku mengerti."
"Aku bahkan agak menyesal melaporkannya dulu.
Aku tidak mau membuang buang waktu orang ini
untuk petunjuk palsu."
"Kurasa dia tidak keberatan. Dia tampaknya sudah
putus asa, bermobil ke selumh negeri seperti ini."
Sejenak kami terdiam, kemudian aku bertanya. "Apa
dia menunjukkan lencana "
417 "Lencana "
"Aku penasaran apa mereka selalu seperti yang
kulihat dalam film."
"Maksudmu' "
"Kau tahu, lencana cemerlang dan keperakan dengan tulisan F B-I besar-besar di tengahnya."
"Tentu saja."
"Kau melihat lencananya "
Ia harus mempertimbangkannya sedetik, kemudian
menggeleng. "Tidak, tapi aku pernah melihat sebelumnya." Ia mengedipkan mata padaku. "Aku yakin dia
akan menunjukkannya kalau kau memintanya."
"Tidak," kataku. "Aku cuma penasaran. Rasanya
bodoh kalau bertanya."
Kami berdua kembali pada kopi masing masing.
Carl menggigit donatnyailagi, melirik koran, dan aku
menatap ke luar jendela, mengawasi truk pickup
yang perlahan melintas dengan seekor anjing yang
basah berdiri di bagian belakangnya. Pemandangan
tersebut membuatku sejenak teringat pada Mary Beth
kedinginan dan tidak nyaman, terikat pada pohon
hawthame di halaman depan rumahku.
Kemudian hal yang aneh terjadi, begitu bayangan
ini timbul. Tepat di sana, bahkan tanpa berusaha,
sambil duduk di kantor Carl memegang secangkir
kopi, donat setengah tergigit tergeletak di meja di
depanku dalam ruangannya yang lembap dan terlalu
panas, aku menyusun rencana. Kupikirkan cara untuk
mengatasi situasi.
Aku berbalik dari jendela, mataku menjelajahi atas
kepala Carl, ke arah lemari senapan di dinding di
belakangnya.
' 418
"Bisa kau meminjamiku pistol " tanyaku.
Ia menengadah dari korannya, mengedipkan mata.
Kumis dari bubuk gula kembali terbentuk di atas
bibirnya, membuatnya tampak kekanak kanakan dan
tidak bisa dipercaya. "Pistol "
"Ya, pistol."
"Untuk apa, Hank " Ia tampaknya benar-benar
terkejut
"Untuk membunuh anjing Jacob."
, "Kau mau menembaknya "
"Dia tidak bisa beradaptasi dengan kematian Jacob.
Dia semakin buas, kurasa sekarang aku tidak bisa
mempercayainya lagi di dekat bayiku." Aku berhenti
sejenak menyelipkan kebohongan. "Kemarin dia menggigit Sarah."
"Parah "
"Lumayan untuk membuatnya ketakutan. Dia memaksaku mengurungnya di garasi sekarang."
"Kenapa tidak membawanya ke dokter hewan
Pete Miller mau melakukannya."
Aku pura pura mempertimbangkannya, tapi kemu
dian mendesah dan menggeleng. "Aku harus melakukannya sendiri, Carl. Dia sahabat terbaik Jacob. Kalau
harus dilakukan, Jacob pasti ingin aku yang melakukannya."
"Kau pernah menembak anjing sebelumnya "
"Aku tidak pernah menembak apa pun sebelumnya."
"Mengerikan, Hank. Salah satu ha] paling buruk
di dunia. Kalau aku, akan kubawa ke Pete."
"Tidak," kataku, "rasanya aku tidak boleh berbuat
begitu."
Carl mengerutkan kening.
419 "Cuma sehari, Carl. Akan kutembak dia siang
nanti, dan mengembalikan pistolnya sewaktu kau pulang dari sini." .
"Kau tahu cara menggunakan pistol "
"Aku yakin kau bisa mengajariku."
"Kaubawa dia ke padang dan menembaknya "
"Kurasa akan kulakukan dekat rumahku yang dulu.
Mengubumya di sana sekalian. Kurasa Jacob pasti
ingin begitu."
Ia mempertimbangkannya sejenak, wajahnya serius,
berkerut. "Kurasa bisa kupinjamkan sehari," katanya.
"Terima kasih banyak, Carl."
Ia memutar kursinya hingga menghadap ke lemari


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senjata. "Kau mau pistol " '
Aku mengangguk, berdiri agar bisa melihat dengan
lebih baik, "Bagaimana kalau yang itu " Aku menunjuk revolver hitam yang tergantung pada paku di
dasar kanan lemari. Rasanya mirip dengan yang ada
di sarung Carl.
Carl mengeluarkan kunci dari sakunya, membuka
pintu kaca, dan mengambil pistol tersebut. Kemudian
ia duduk, membuka laci terbawah, dan mengeluarkan
kotak karton kecil berisi peluru. Iamembuka silinder
pistol dan menunjukkan bagaimana cara mengisinya.
"Kau cuma perlu mengarahkan larasnya dan menarik picu," katanya. "Jangan disentak, tarik -saja
perlahan." Ia mengulurkan pistol ke seberang meja
bersama dua peluru. "Silindernya berputar otomatis.
Tidak ada kunci pengaman atau semacamnya."
Kuletakkan pelurunya di meja, berdampingan. ,
"Itu pistol lamaku," kata Carl.
Aku menimbangnya di tanganku. Terasa padat,
420 kecil seperti segenggam batu. Sentuhannya terasa dingin dan berminyak. ,
"Ini mirip dengan yang kaubawa sekarang " tanyaku.
"Benar, cuma lebih tua. Mungkin malah lebih tua
darimu. Aku memperolehnya sewaktu pertama kali
menjabat."
Kami berdua kembali duduk. Kuletakkan pistol itu
di tepi meja, di samping peluru. Pelurunya lebih kecil
dari dugaanku, dengan lapisan keperakan dan kepala
kerucut berwarna kelabu, dan sama sekali tidak tampak merupakan bagian dari pistol tersebut. Peluru itu
sama sekali tidak terlihat sinis, tidak mengancam
seperti pistolnya, atau potensial untuk menimbulkan
kekerasan. Tampaknya tidak berbahaya, seperti mainan.
Aku menonndongkan tubuh dan mengambil salah satu.
Lapisannya sama berminyaknya seperti pistolnya
"Mungkin aku akan berlatih beberapa kali sebelum
benar-benar menembaknya," kataku.
Carl menatapku.
"Bisa kauberi peluru tambahan "
Ia membuka lacinya lagi dan mengeluarkan kotaknya. "Berapa "
"Berapa muatnya "
"Enam."
"Kalau begitu empat lagi "
Ia mengeluarkan empat peluru dari kotak dan menggulirkannya ke arahku. Kuambil semuanya
Di balik jendela, kulihat Tom Butler muncul, bahunya membungkuk menghindari hujan, mantel hujan
oranye cerah menutupi tubuhnya. Ia tengah mengeluar
kan sesuatu dari bagasi mobilnya.
421 "Itu Tom," kataku. Aku membungkuk, memeriksa
arlojinya. Pukul 08.50. "Rasanya bisa kuselesaikan
pukul sembilan lebih lima. Kau bisa menunggu "
Carl melambai padaku. "Santai sajalah, Hank. Kita
tidak terburu-buru."
Aku melangkah ke pintu, tapi ia menghentikanku.
"Tunggu," katanya. Aku berbalik, terkejut. Ia meng
ulurkan tangannya. "Bawa kemari pistolnya."
Ia mengambil kantong donat dan mengosongkan isinya
ke meja. Di dalamnya ada tiga donat, dua dengan gula
halus di atasnya dan satu cokelat. Cokelatnya bergulir
perlahan di permukaan meja, berhenti sejenak di tepi,
dan kemudian jatuh ke lantai di dekat kakiku. Aku membungkuk untuk mengambilnya. Ketika aku berdiri, Carl
tengah membungkus pistol itu dengan kantong kertas.
"Jangan sampai basah," katanya.
Kuterima pistol tersebut sambil mengangguk. Kantung tersebut merah muda dan- putih, dengan huruf
biru. LIZZIE'S DONUTS, bunyinya, kata-kata tersebut
melintang pada tangkai pistol.
"Hati-hati," katanya. "Jangan sampai kupinjami
lalu kau menembak dirimu sendiri."
"Aku akan hati-hati," kataku. "Janji."
Saat menuruni tangga balai kota, kulihat Agen
Baxter di jalan, baru saja turun dari mobilnya. Aku
berhenti sejenak di trotoar, menunggunya mendekat.
Ia mendekatiku, tubuhnya dan kepalanya tegak
menghadapi hujan. Kakinya, tanpa bot, mengiris tumpukan salju lembut yang berserakan di trotoar. Aku
mengawasinya mendekat, mencari kemiripan wajahnya
dengan foto Vernon Bokovsky. Kuawasi matanya yang
berdekatan, hidungnya yang rata dan kecil, dahinya
422 yang persegi dan rendah, berusaha menggambar janggut di dagunya, memanjangkan rambut dan menambah
berat pada pipinya, tapi aku hanya punya kesempatan
sedetik untuk melakukannya. Kemudian ia telah berada
tepat di hadapanku, membalas tatapanku dengan tatapan yang tidak membuatku gugup, tapi kikuk dan
curiga. Aku mengalihkan pandanganku.
"Selamat pagi, Mr. Mitchell," katanya.
Aku merasa panik berhadapan dengannya. Pakaiannya masih seperti yang kemarin setelan gelap; jas
panjang; sepatu hitam merigilat. Kepalanya hampir
gundul, tangannya tidak mengenakan sarung. Keper
cayaan dirinya begitu kuat sehingga sempat meng
intimidasiku pada pertemuan pertama kami. Di sebelahnya, mengenakan jins lamaku, kemeja flanel, parka
ku yang kebesaran, aku merasa seperti petani pedalaman yang baru saja dari ladang.
Bagaimanapun juga, kepanikanku lenyap hampir
secepat datangnya. Aku memandang pria di hadapanku,
rambut pendeknya kusut oleh hujan, kulitnya tampak
kemerahan oleh dingin, dan kusadari bahwa gaya
jalan, caranya berjabat tangan, sikap resminya, semuanya bukan apa apa selain penyamaran. Ia dingin
dan tidak nyaman, dan ia akan merasa serba salah
saat masuk ke dalam hutan.
"Sheriff di dalam," kataku. "Ada yang harus kulakukan sebentar di seberang jalan sebelum berangkat."
Aku melambai ke toko makanan. Tom Butler tengah
berdiri di luar pintu, kotak kardus basah terjepit di lengannya. Ia mencari-cari' kunci di sakunya. Mantel hu
jannya yang terlipat dan menggembung, menghalanginya.
Saat aku melangkah ke jalan, agen itu memanggilku.
423 "Hei, " katanya. "Apa tsi kantong itu "
Aku setengah berbalik ke arahnya. Ia tengah berdiri
di trotoar, senyum tipis samar samar tampak di wajahnya. Aku memandang kantong dalam pelukanku,
kertasnya telah basah, memperlihatkan bentuk pistol.
"Kantungnya' "
"Aku senang ada donat sekarang."
Aku tersenyum padanya, perasaan lega membanjiri
tubuhku seperti obat bius. "Ada di dalam," kataku.
"Aku cuma meminjam kantongnya agar kameraku
tidak basa ."
Ia memandang kantong itu. "Kamera "
Aku mengangguk, kebohonganku tampaknya berjalan dengan sendirinya, tanpa aku bersusah payah
memikirkannya. "Aku meminjamkannya pada sherijf."
Aku berbalik ke jalan tapi kemudian berhenti.
"Mau kupotret " tanyaku.
Agen Baxter mundur selangkah ke pintu di atasnya
"'Iidak. Tenma kasih."
"Kau yakin Bukan masalah." Aku membuka kan
tong tersebut.
Ia mundur selangkah lagi, menggeleng. "Cuma
membuang-buang lilmmu."
Aku mengangkat bahu, membetulkan kembali kertasnya. Kantung tersebut kembali kupeluk. "Terserah, "
kataku.
Saat berbalik ke jalan kulihat bayanganku pada
jendela mobil terparkir yang dibasahi air hujan. Lewat
bahuku kulihat Agen Baxter melanjutkan langkahnya
ke pintu kayu besar.
Sebelum aku memikirkannya sepenuhnya, kupanggil
namanya
424 "Vernon, " kataku.
Dari refleksinya yang samar samar pada kaca ba
sah, kulihat ia berhenti sejenak saat membuka pintu.
Ia setengah berpaling ke arahku. Sikapnya yang tidak
pasti, memberiku kesempatan untuk melihat apa yang
ingin kulihat.
"Hei, Vernonl," teriakku, melambai ke seberang
jalan pada Tom, yang menghilang ke Raikley. Aku
berlari lari kecil menyeberangi jalan. Tom berpaling
menatapku, kotak kardusnya masih terjepit di ketiaknya. Ia menungguku, menahan pintu agar terbuka.
"Kau memanggilku Vemon " tanyanya.
Aku menghapus hujan dan' parkuku, mengentakkan
botku ke alas karet, dan memandangnya bingung.
"Vernon " Aku menggeleng. "Aku bilang, 'Tom, tung
gu."'
Ketika aku memandang ke seberang jalan, tangga
balai kota sudah kosong.
Kantorku suram, kerainya diturunkan tapi lampu tidak
hidup. Aku langsung mendekati meja dan mengeluar
kan pistol dari kantong. Remah remah donat mengo
torinya.
Jam di dinding menunjukkan pukul 09.01.
Pistol kugosokkan ke kaki celana, menyingkirkan
remahannya. Kemudian kuisi dengan peluru.
Ketika jarum jam beranjak ke 09.02, kuangkat
gagang telepon untuk menghubungi Sarah.
Sibuk.
Telepon kuletakkan. Kucoba untuk menjejalkan pis
tol ke saku kanan jaketku, tapi terlalu besar untuk
bisa masuk. Gagangnya menonjol dan beratnya mem
425 buat parkaku menggantung pada sudut yang aneh di
tubuhku. '
Kulepaskan parka ku, kubuka kancing kemeja, dan
kuselipkan pistolnya di pinggang, larasnya lebih dulu,
dan mengaturnya hingga mantap. Pistol tersebut terletak tepat di tengah perutku, tajam dan dingin pada
kulitku, tangkainya menunjuk ke kanan. Beratnya menimbulkan perasaan aneh, seperti semburan kegembiraan yang membuatku seperti jago tembak dalam film.
Kukaneingkan pakaianku tapi membiarkannya di luar
celana hingga menutupi pistol. Kemudian parka ku
kenakan kembali.
Jam telah berubah menjadi 09.03.
Sekali lagi kuputar nomor rumah. Sarah menjawab
pada deringan pertama.
"Benar dia," kataku.
"Maksudmu "
Dengan cepat kuceritakan tentang lencana. tentang
bagaimana ia menolak untuk difoto, dan bagaimana
kupanggil namanya di jalan. Sarah mendengarkan
sambil membisu, tidak sekalipun meragukan deduksiku,
tapi sekalipun begitu, saat aku mulai berbicara, kepastian yang kurasakan mulai tersingkir. Aku sadar
ada penjelasan lain untuk semua yang telah terjadi.
Semuanya sama mungkinnya, kalau bukan lebih pasti,
daripada gagasan bahwa Agen Baxter hanya penipu.
"Aku sudah menelepon FBI," kata Sarah.
"Lalu "
"Katanya dia sedang tugas lapangan."
Aku butuh waktu untuk meresapi beritanya. "Agen
Baxter memang ada "
"Itu kata mereka."
426 "Kau minta berbicara dengan Neal Baxter "
"Ya. Agen Neal Baxter."
Sejenak aku berdiri diam, membeku, telepon kucengkeram di dekat wajahku. Aku shock, tidak menduganya sama sekali.
"Menurutmu apa maksudnya " tanyaku.
Bahkan melalui telepon bisa kurasakan Sarah mengangkat bahu. "Mungkin cuma kebetulan."
Kucoba untuk memaksa diri agar mempercayainya
tapi gagal.
"Baxttar bukan nama yang tidak umum," katanya.
Bisa kurasakan pistolnya menusuk perutku. Terasa
hidup, seperti menggosok perutku. Kuubah posisinya.
"Dia mungkin tahu adanya Neal Baxter asli,"
katanya. "Dia mungkin sengaja memilih nama itu."
"Maksudmu berarti benar dia penculiknya "
"Pikirkan apa yang baru saja kaueeritakan padaku,
Hank. Tentang tidak adanya lencana dan lainnya."
"Aku tidak mengatakan kalau dia tidak punya
lencana. Aku cuma mengatakan kalau dia tidak menunjukkan lencana pada Car ."
Sarah tidak menjawab. Di belakangnya, kudengar
teddy bear Jacob menyanyi.
"Katakan," desakku.
"Katakan apa "
"Kalau kau menganggap dia penculiknya."
Ia ragu-ragu dan kemudian, "Memang, Hank. Aku
menganggapnya begitu."
Aku mengangguk tanpa menjawab.
"Kau " tanyanya.
"Aku juga," kataku. Aku mendekati jendela. Kuangkat kerainva dan mengintip ke luar. Segalanya ber
427 kabut. Gerbang pemakaman tampak hitam dalam kabut, seperti jala. Nisan di baliknya kelabu, dan dingin,
dan tak acuh.
"Kurasa masih," kataku.
"Jadi kau pulang "
"Tidak. Aku pergi."
"Tapi katamu "
"Aku bawa pistol, Sarah. Kupinjam dari Carl."
Kesunyian timbul di ujung seberang, dan kurasakan
ia tengah berpikir. Ia seakan tengah menahan napas.
"Aku akan melindunginya," kataku. "Akan kupastikan dia tidak terluka."
"Siapa "
"Carl. Kalau memang dia Vernon dan dia mencabut
pistol, akan kutembak dia."
"Tidak bisa, Hank. Itu sinting."
"Tidak, " kataku. "Tidak. Sudah kupikirkan. dan mi
tindakan yang benar."
"Kalau dia memang Vernon, penting bagi kita agar
dia melarikan diri. Dengan begitu tidak ada yang
tahu berapa banyak uang yang ada di pesawat."
"Kalau dia Vernon, dia akan membunuh Carl."
"Bukan urusan kita. Tidak ada hubungannya dengan
kita."
"Kau bicara apa Justru ada hubungannya. Kita
tahu Vernon akan berbuat begitu."
"Cuma dugaan, Hank. Kita tidak tahu pasti."
"Aku bisa menahannya."
"Mungkin, mungkin tidak. Pistol bukan senapan
berburu, lebih mudah meleset. Dan kalau meleset, dia
akan membunuh kalian berdua."
428 "'Tidak akan meleset. Aku akan terus menjajarinya.
Jaraknya terlalu dekat untuk meleset."


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia pembunuh, Hank. Dia tahu tindakannya. Kau
tidak punya kesempatan melawannya"
Beruang di belakangnya terus menyanyi, suaranya
sekarang pelan, gemetar. Kudorong pistol semakin
dalam ke sabukku. Aku tidak mau mendengarnya,
cuma mau pergi. Tapi kata-katanya tertanam dalam
benakku seperti benih mungil yang menumbuhkan
keragu-raguan. Aku mulai goyah. Kucoba untuk mengembalikan kebulatan tekadku dengan membayangkan
bagaimana rasanya mencabut pistol dari balik jaketku,
berjongkok seperti polisi dalam TV, mengincar dada
Vernon, dan menarik picunya. Tapi sebaliknya yang
kulihat justru segalanya salah pistolnya terjepit kemejaku; bntku terselip salju. Pistnlnya tidak bisa
ditembakkan atau ditembakkan melenceng, atau terlalu
tinggi, atau ke tanah dekat kakiku, dan kemudian
Vernon berbalik memandangku dengan senyum dinginnya.
Dengan perasaan shock kusadari aku takut padanya.
"Kau harus memikirkan Amanda, Hank," kata Sa
rah. "Kau harus memikirkan aku."
Dilemaku tampaknya sederhana: aku bisa pergi
bersama mereka atau menjauh. Aku tahu ikut pergi
bersama mereka berarti pilihan yang berani, yang
lebih mulia, tapi juga lebih berisiko. Kalau memang
Vernon yang menunggu di seberang jalan, maka
kemungkinan ia telah merencanakan untuk menembak
Carl dan aku. Dengan pulang, aku selamat. Ku
tinggalkan Carl pada nasibnya, apa pun itu, dan
menyelamatkan diri.
429 Aku berdiri di sana mempertimbangkan kedua allematif ini. Sarah terdiam, menungguku bicara. Tangan kiriku berada di dalam saku dan bisa kurasakan sejumlah
koin, kunci mobil, dan pisau lipat kecil milik ayahku.
Kukeluarkan salah satu koin. Seperempat dolar.
Kalau kepala, pikirku, aku pergi.
Kulontarkan koin ke udara, menangkapnya dengan
telapakku.
Kepala.
"Hank," kata Sarah. "Kau masih di sana "
Aku menatapkoin tersebut dengan ketakutan. Aku
sadar bahwa aku menginginkan ekor dan telah men
doakannya sepenuh hati. Aku berdebat untuk melontarkannya lagi, dua atau tiga kali, tapi aku tahu
itu tidak masalah. Aku akan tetap melakukannya
sampai mendapatkan apa yang kuinginkan. Itu cuma
tipuan untuk menenangkan nuraniku, cara untuk me
larikan diri dari tanggung jawab akibat kepengecutanku. Aku terlalu takut untuk pergi.
"Ya," kataku. "Aku masih di sini."
"Kau bukan polisijkau tidak tahu apa apa tentang
pisto ."
Aku tidak menjawab. Kulontarkan koin di telapakku
hingga gambar ekor berada di atas.
"Hank " _
"Tidak apa apa," kataku tenang. "Aku pulang."
Aku menelepnn Carl dan memberitahunya bahwa bayi
ku muntah muntah dan Sarah panik.
Ia sangat khawatir. "Linda ada di sini," katanya.
"Dia pernah jadi perawat. Aku yakin dia bersedia
mendampingimu pulang kalau kau butuh bantuan."
430 "Terima kasih banyak, Carl, tapi kurasa ini tidak
serius."
"Kau yakin " _
"Positif. Aku cuma mau mengantarnya ke dokter
untuk berjaga jaga."
"Kalau begitu kau pulang sajalah. Aku yakin kami
bisa mengatasinya: Kau toh tidak melihat apa-apa,
bukan "
"Tidak. Sama sekali."
"Katamu kau mendengarnya di sisi selatan Dekat
rumah Pedersen "
"Sedikit melewatinya."
"Baiklah, Hank. Mungkin kau akan kutelepon kalau
kami kembali nanti, memberitahumu hasilnya."
"'Ikrima kasih."
"Kuharap bayimu baik baik saja" _
Ia mau menutup telepon. "Carl " kataku, meng
hentikannya.
"Apa "
"Hati hati, oke "
Ia tertawa. "Hati hati terhadap apa "
Aku terdiam beberapa saat. Aku ingin memperingat
kannya, tapi tak tahu bagaimana caranya. "Cuma
terhadap hujan," kataku akhirnya. "Udara pasti akan
lebih dingin. Jalanan akan tertutup es."
Ia tertawa lagi, tapi seperti terharu oleh perhatianku.
"Kau juga hati hati," katanya.
Dari jendela aku bisa melihat truk Carl diparkir di
depan gereja jadi aku menunggu di sini, tersembunyi
di balik kerai, mengawasi kepergian mereka. Tak
lama kemudian mereka muncul, berjalan berdampingan.
431 Carl mengenakan jaket polisi hijau tua dan topi
ranger hutannya. Hujan yang turun sekarang
membentuk' kabut tebal, menciptakan genangan di
selokan, dan menambah dinginnya udara, menimbulkan
perasaan dingin yang menyakitkan, yang bisa kurasa
kan bahkan dari balik jendela.
Truk Carl mirip pickup biasa, kecuali lampu merahbiru di atapnya, radio polisi di bawah dasbornya, dan
senapan berburu dua belas gauge tergantung pada
rak di jendela belakang. Warnanya biru tua dengan
tulisan KEPOLISIAN ASHENVILLE tertulis dengan
huruf besar berwarna putih di bagian sampingnya.
Kuawasi saat ia naik ke belakang kemudi, kemudian
_mencondongkan tubuh untuk membuka kunci pintu
penumpang. Kudengar mesinnya dihidupkan, dan ku
lihat mereka mengenakan sabuk pengaman, kemudian
kuawasi pembersih kaca depan mulai terayun-ayun,
menyingkirkan air hujan dari kaca depan. Carl melepas
topinya, mengelus rambutnya sekali, dan mengenakan
topinya lagi.
Aku berdiri di tempatku, di sebelah jendela kamarku
yang gelap sampai mereka meluncur ke barat, ke
arah rumah Pedersen dan cagar alam, ke arah perkebunan buah Bernard Anders yang tak terurus dan
pesawat di dalamnya yang seakan berada dalam ceruk
tangan, menunggu, sementara hujan membebaskannya
dari lapisan salju.
Sebelum truknya menghilang dari Main Street, lam
pu remnya menyala sekali, seakan mengucapkan salam
perpisahan. Kemudian kabut menutupinya, menyisakan
kota di luar jendelaku, dengan trotoamya yang dingin
dan kosong, bagian depan deretan toko, hujan yang
432 membasahi segalanya, membungkus, menggenang, dan
mendesis saat jatuh.
Aku mengemudikan mobilku menuju rumah.
Fort Ottowa sunyi. Rasanya seperti memasuki pemakaman jalanan yang berliku, halaman kosong dengan
tumpukan tanah, rumah rumah mungil yang mirip
makam. Anak anak semuanya di dalam, berlindung
dari hujan. Beberapa lampu menyala di balik jendela;
tv memancarkan cahaya biru di balik tirai. Saat aku
melaju melewati rumah-rumah tetanggaku, bisa kubayangkan film kartun Sabtu pagi; meja kartu dipenuhi
jigsaw puzzle.: dan papan permainan; orang tua mengenakan jubah mandi menghirup kopi dari cangkirnya;
remaja di lantai atas tidur hingga siang. Segalanya
tampak begitu tenteram, begitu biasa, dan ketika tiba
di rumahku sendiri, "aku merasa lega melihatnya
paling tidak dari luar tampak sama seperti yang
lainnya. '
Aku memarkir mobil di jalur masuk. Lampu kamar
duduk menyala. Mary Beth duduk di bawah pohonnya
dalam hujan, seperti Buddha. Bulunya basah dan
menempel pada tubuhnya.
Aku turun dan melangkah' ke garasi. Di dinding
garasi, pada kaitan terdapat sekop kecil, dan aku
baru saja meraihnya ketika Sarah membuka pintu di
belakangku.
"Kau mau apa, Hank " tanyanya.
Aku berbalik memandangnya sambil membawa sekop. Ia berdiri di ambang pintu, selangkah dari garasi.
Amanda berada dalam pelukannya, mengisap dot.
"Akan kutembak anjingnya," kataku.
433 "Di sini "
Aku mengggeleng. "Kubawa ke Ashenville. Ke
pertanian Ayah."
Ia mengerutkan kening. "Mungkin ini bukan waktu
yang tepat."
"Aku janji pada Carl untuk mengembalikan pistolnya siang nanti."
"Kenapa tidak menunggu sampai Senin Kau bisa
menyuruh dokter hewan dan kau tidak membutuhkan
pistol."
"Aku tidak mau dokter hewan yang melakukannya.
Aku mau melakukannya sendiri."
Sarah memindahkan Amanda dari lengan kanan ke
kiri. Ia mengenakan jins dan sweter cokelat tua.
Rambutnya diekor kuda, seperti anak gadis. "Kenapa "
tanyanya.
"Itu yang Jacob inginkan," kataku, tidak yakin ini
kebenaran atau sekadar lanjutan kebohongan yang
kukatakan pada Carl tadi pagi.
Sarah tampaknya tidak tahu harus bagaimana bere
aksi. Kurasa ia tidak mempercayaiku. Ia mengerutkan
kening memandang dadaku
"Anjingnya menderita," kataku. "Tidak adil untuk
nya dibiarkan kedinginan di luar."
' Amanda berpaling memandangku saat aku berbicara, kepalanya yang bulat bergeser di lehemya
seperti kepala burung hantu. Ia mengedipkan mata,
dan dotnya lepas dari mulutnya, memantul ke anak
tangga dan jatuh ke garasi. Aku mendekat dan mengambilnya. Dot tersebut basah oleh liurnya.
"Aku akan kembali sekitar satu jam lagi, tidak
makan waktu lama."
434 *
Kuulurkan dot itu pada Sarah, dan ia mengambilnya
dariku, menjepitnya dengan dua jari. Tangan kami
tidak- bersentuhan. . _
"Kau tidak pergi ke cagar alam, bukan " tanyanya.
Aku menggeleng.
"Janji " '
"Ya," kataku. "Aku janji."
Ia mengawasi dari balik jendela depan saat aku
melepas ikatan Mary Beth dan membimbingnya ke
mobil. Barang-barang Jacob masih tergeletak di belakang, dan ketika anjing itu masuk ia mulai mengendus
endus kotak-kotak tersebut, ekornya bergoyang goyang.
Aku naik ke balik kemudi. Sarah menggendong Amanda
ke jendela, melambaikan lengan kecil bayi tersebut.
Aku bisa melihat mulutnya bergerak gerak dalam
gaya dibuat buat. "Dah dah," katanya. "Dah dah, guk
gu ,,
Mary Beth tidur sepanjang perjalanan ke pertanian,
bergelung di kursi belakang.
Cuaca tidak _berubah. Butiran lembut jatuh dari
langit lalu berubah menjadi kabut. Rumah rurnah bermunculan di sekitarku saat kami melaju, seperti hantu
di sisi jalan, dikelilingi lumbung, gudang dan bangunan
tambahan. Warnanya pudar, salju menetes dari atap
nya, mobil mobil tua diparkir simpang siur di halaman.
Tanah mulai muncul di beberapa tempat seperti bong
kahan gelap berlumpur mirip tinju bersarung di salju.
Di beberapa ladang tanah itu malah telah bempa
garis yang berjajar hingga ke horizon, sisa sisa galian
tahun lalu yang ujung penghabisannya tersembunyi di
balik kabut.
435 Ketika tiba di pertanian, anjingnya menolak untuk
turun. Kubuka pintu baginya dan ia mundur men
jauhiku, menggeram dan menampilkan giginya, bulu
di lehernya tegak. Aku harus menyeretnya dengan
tali kain.
Ia mengguncangkan tubuhnya saat menginjak tanah,
meregang, kemudian berderap mendahuluiku ke ladang.
Aku mengikutinya, memegang tali di tangan kiri
dan sekop di kanan. Pistolnya terselip di balik sabuk
ku. Salju mencair dengan cepat, tapi di beberapa tempat
masih cukup dalam untuk menenggelamkan botku.
Salju itu berat dan "basah seperti lumpur putih, dan
sulit ditembus. Kaki celanaku berubah gelap karena
basah, menempel ke betisku hingga membuatku seperti
mengenakan sepatu karet dan kaus kaki selutut. Butir
annya yang jatuh dari langit menimpa kepala dan
bahuku dengan lembut, menimbulkan dingin yang
menggigilkan di punggungku.
Kunaikkan kerah parkaku. Mary Beth berjalan
zig zag di depanku, mengendus endus salju. Ekornya
bergoyang goyang.
Kami menuju ke tengah ladang, ke titik di mana
rumah Ayah dulu berdiri. Kincir anginnya berada di
sebelah kiri, hampir tidak terlihat dalam kabut. Bilah
nya meneteskan air ke salju.
Aku berhenti di tempat di mana menurut per
kiraanku adalah tempat anak tangga depan rumahku
dulu berada. Tali kain dan sekop kujatuhkan. Aku
melangkah sepanjang tali agar anjing tersebut tidak
melarikan diri. Kemudian kucabut pistolku.
436 Mary Beth mulai berlari kembali ke jalan tapi
hanya sejauh tiga meter sebelum talinya menegang
dan ia terpaksa berhenti. Di depannya, jejak kami
tampak hitam dan bulat di salju, dua garis terputusputus yang menghubungkan kami dengan station
wagon di tepi jalan. Pemandangan tersebut seakan
mengandung ancaman, kabut tampaknya menghalangi
jalan kembali kami, membentuk dinding putih kelabu
tebal tepat di balik mobil, menawan kami di ladang
berlumpur. Tampaknya seperti gambar dalam buku
dongeng, penuh ancaman dan teror tersembunyi. Aku
merasa aneh memandangnya, sesuatu yang mendekati


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketakutan.
Aku tahu sekarang Carl mungkin telah tewas. Aku
ingin percaya ia tidak tewas, bahwa setelah menghabiskan pagi hari dengan berkeliaran tanpa arah di
hutan, mereka kembali ke kota. Tapi benakku tidak
mengizinkan pemikiran tersebut. Bertentangan dengan
keinginanku, aku tetap membayangkan reruntuhan tersebut. Salju pasti telah mencair darinya, mustahil
untuk tidak melihatnya. Aku bisa melihatnya dalam
kepalaku, melihat gagaknya, melihat pepohonan mem
busuk. Aku bisa melihat Vernon dengan sangat tenang hingga gerakannya tampak sangat tidak ber
bahaya mencabut pistol dari balik jasnya dan menembak kepala Carl. Aku bisa melihat Carl jatuh,
melihat darahnya di salju. Burung burung akan beterbangan mendengar letusan pistol. Jeritan mereka
akan menggema di seluruh hutan.
Aku melakukan kesalahan ketika menembak anjingnya, sehingga apa yang kumaksud sebagai pengampunan menjadi penyiksaan.
437 Aku tiba di belakangnya dan mengincar belakang
lehernya, tapi ia berbalik ke arahku saat picu kutarik.
Peluru menghantam rahang bawahnya, mematahkannya
hingga tergantung di kepalanya. Ia jatuh ke samping,
merintih. Lidahnya luka, darah mengucur dati mulutnya.
Ketika ia berusaha bangkit, aku menembaknya lagi
dengan panik Kali ini kena rusuknya, tepat di bawah
tulang belikat. Ia berguling ke samping, kakinya ter
sentak sentak dan membeku, kaku menghantam tanah.
Dadanya naik-turun dengan suara menggelegak yang
dalam. Sejenak kukira hewan tersebut telah tewas,
tapi kemudian ia berjuang bangkit, dan suara me
ngerikan terdengar dari tenggorokannya, suara yang
lebih mirip jeritan daripada salakan. Ia terus menjerit,
suaranya meninggi dan dalam.
Aku maju dan menegakkan tubuhnya. Sekarang
aku berkeringat, tanganku menjadi licin, gemetar. Kutempelkan laras ke puncak kepalanya. Kupejamkan
mata, perutku naik ke tenggorokan, dan kutarik picu
nya. Terdengar derakan tajam, gema teredam, dan kemu
dian sunyi.
Hujan sedth bertambah deras, hampir lebat, melubangi salju. '
Bangkai Mary Beth dikelilingi darah yang berupa
lingkaran besar dan merah di sekitar kepala dan
bahunya. Memandangnya menimbulkan perasaan bersalah dalam diriku. Aku teringat Ayah, bagaimana ia
menolak untuk menjagai hewan di pertaniannya, menekankan hal ini bertahun tahun sekalipun ia menerima
ejekan dan celaan dari para tetangga. Dan bagaimana
aku sekarang melanggar pantangannya.
438 Aku menjauhi bangkai anjing tersebut, menyapu
wajah dengan punggung lengan baju. Kabut menggantung di sekelilingku, membungkusku dari dunia
luar.
Kuambil sekop dan mulai menggali. Tanah bagian
atasnya lunak, basah dan berlumpur, tapi hanya sekitar
25 senti; kemudian seakan aku berusaha menggali
beton. Mata sekop berdencing setiap kali kutusukkan
dan menemukan; tanah padat membeku. Kuinjak sekop,
tapi tidak terjadi apa apa. Aku tidak bisa menggali
lebih dalam lagi. Kalau mau mengubur anjingnya di
sini yang memang harus kulakukan karena tidak
mungkin aku membawa bangkainya yang berlumuran
darah kembali ke mobil berarti kuburannya hanya
sedalam 25 senti.
Kuseret Mary Beth pada kakinya ke lubang ter
sebut. Kemudian tanah kuurukkan kembali ke atasnya.,
tapi ternyata hampir tidak tertutup. Aku harus membereskannya dengan salju, menumpuknya hingga mem
bentuk guntingan kecil. Aku tahu kuburan ini tidak
akan berumur panjang. Kalau tidak ada hewan yang
menggalinya di musim semi, George Muller, pemilik
ladang, akan menemukannya sewaktu membajaknya.
Aku merasa bersalah mengingatnya, membayangkan
apa yang akan dipikirkan Jacob kalau ia melihat
betapa tidak memadainya kuburan ini. Aku telah
mengecewakan kakakku bahkan di tempat ini.
Sepanjang perjalanan pulang aku menangis untuk per
tama kalinya sejak di apartemen Jacob. Aku bahkan
tidak yakin apa penyebabnya. Kurasa campuran dari
banyak hal Carl, Jacob, Maiy Beth, Sonny, Lou,
439 Nancy, Pederson, orangtuaku, Sarah, dan diriku. Kucoba untuk menghentikannya, berusaha memikirkan
Amanda, dan" bagaimana ia tidak pernah mengetahui
sedikitpun seluruh peristiwa ini, bagaimana ia akan
tumbuh dewasa, dikelilingi semua keuntungan kejahatan kami tanpa merasakan sakitnya, tapi tampaknya
mustahil untuk dipercaya. Ini cuma fantasi, dongeng
yang berakhir bahagia selama lamanya. Kusadari bah
wa kami telah meromantisasikan masa depan, dan ini
membuatku semakin berduka, merasa bodoh, dan
sia sia. Kehidupan baru kami tidak akan seperti yang
kami bayangkan. Kami akan menjalani pengalaman
sebagai pelarian, penuh kebohongan, kerahasiaan dan
ancaman tertangkap terus-menerus. Dan kami tidak
akan bisa melarikan diri dari perbuatan kami; dosa
kami akan terus mengikuti sampai kami meninggal.
Aku hams berhenti di tepi jalan sebelum memasuki
Fort Ottowa dan menunggu air mataku mengering.
Aku tidak ingin Sarah tahu aku telah menangis.
Pada saat tiba di rumah hari telah hampir siang.
Kugantungkan sekop di tempatnya semula di garasi,
kemudian masuk. Aku berlumpur dan kedinginan.
Wajahku terasa bengkak akibat menangis, tanganku
lemah dan gemetar.
Sarah memanggilku dari kamar duduk.
"Ini aku," teriakku. "Aku pulang."
Kudengar ia beranjak bangkit untuk menyambutku,
tapi kemudian telepon berdering dan ia masuk ke
dapur.
Aku baru saja melepas botku ketika ia melongokkan
kepala ke lorong. "Untukmu, Hank," katanya.
440 "Dari siapa " bisikku, sambil mendekatinya.
"Orangnya tidak mengatakannya."
Aku teringat janji Carl untuk menelepon setelah
kembali dari cagar alam, dan aku merasa lega. "Carl "
Ia menggeleng. "Kurasa bukan. Kalau Carl pasti
sudah menanyakan bayinya."
Ia benar, dan aku juga tahu, tapi aku masih tetap
berharap. Aku ke dapur dan mengambil telepon, berharap mendengar suaranya.
"Halo " kataku.
"Mr. Mitchell "
"Ya "
"Ini Sheriff McKellroy, dari Departemen Sheriff
Provinsi Fulton. Bisa datang ke Ashenville sebentar
Ada beberapa pertanyaan yang ingin kami ajukan."
"Pertanyaan "
"Bisa kami kirim mobil kalau Anda mau, tapi
lebih mudah kalau Anda datang sendiri. Kami agak
kekurangan tenaga sekarang."
"Boleh tahu masalah apa "
Sheriff McKellroy ragu ragu, seakan tidak yakin
apa yang harus dikatakannya. "Tentang Opsir Jenkins.
Carl Jenkins. Dia ditembak."
"Ditembak " kataku, dan kengerian serta penyesalan
dalam suaraku benar benar asli. Hanya keterkejutannya
yang palsu.
4 "Ya. Dibunuh."
. "Oh, Tuhan. Sulit dipercaya saya masih bertemu
dengannya tadi pagi."
"Sebenarnya, itu yang ingin kami bicarakan "
Seseorang di ujung seberang menginterupsi sheriff,
dan kudengar ia menutup telepon dengan tangannya.
441 Sarah berdiri di seberang dapur, mengawasiku. Arrian
da mulai menangis sedikit di kamar lain, tapi ia tidak
mengacuhkannya.
"Mr. Mitchell " kata McKellroy.
"Ya."
"Anda bertemu pria bernama Neal Baxter kemarin
sore "
"Ya," kataku. "Dari FBL"
"Dia menunjukkan identitas "
"Identitas "
"Lencana Kartu berfoto "
"Tidak sama sekali."
"Bisa Anda gambarkan ciri cirinya "
"Dia tinggi. Mungkin 195 senti. Bahu lebar. Ram
but hitam, pendek. Saya tidak ingat warna matanya."
"Anda ingat pakaiannya "
"Hari ini "
"Ya."
"Jas panjang. Setelan gelap. Sepatu kulit hitam."
"Kaulihat mobilnya "
"Tadi pagi. Kulihat dia keluar."
"Anda ingat bagaimana bentuknya "
"Biru, empat pintu, seperti mobil sewaan. Aku
tidak melihat platnya."
"Anda tahu buatan mana "
"Tidak," kataku. "Sedan, agak kotak, seperti Buick
atau semacamnya, tapi saya tidak tahu tepatnya."
"Tidak apa. Mungkin akan kami tunjukkan beberapa
gambar kalau Anda tiba, yang mungkin bisa kita
identifikasi. Bisa datang secepatnya Kami di balai
kota."
"Aku masih tidak mengerti apa yang telah terjadi."
442 "Mungkin lebih baik menunggu kedatangan Anda.
Perlu kami kirim mobil "
"Tidak perlu. Saya akan pergi sendiri."
,"Segera " _
"Ya," kataku. "Saya berangkat sekarang."
443 11 KUKELUARKAN pistol dari mobil sebelum berangkat
dan menyimpannya di garasi. Aku tidak ingin membawanya waktu berbicara dengan polisi.
Hujan masih tetap turun, butirannya sedingin es,
tapi dapat kuterka akan segera berhenti. Langit lebih
cerah, udara lebih dingin. Padang di sisi jalan di
selimuti warna kecokelatan dan putih.
Ashenville diliputi keramaian. Kru dua saluran
TV satu dari Channel ll dan yang lain dari Chan
nel 24 sibuk memasang kamera di trotoar. Sejumlah
mobil polisi diparkir di depan balai kota. Jalan dipe
nuhi penonton.
Mobil kuparkir sedikit jauh.
Seorang polisi berdiri di kaki anak tangga balai
kota, dan mulanya ia tidak mengizinkan aku lewat.
Kemudian salah satu pintu kayu di atas kami terbuka,
dan seorang pria gemuk pendek muncul.
"Kau Hank Mitchell " tanyanya.
"Ya."
Ia mengulurkan tangan dan aku menaiki tangga
untuk menyalaminya. "Aku Sheriff McKellroy," katanya. "Kita bicara di telepon tadi."
444 Ia membiarkan aku masuk. Ia sangat kecil dan
bergoyang goyang ketika berjalan. Wajahnya pucat
dengan rambut pendek pucat yang berbau tonik rambut
membuatnya seakan baru datang dari tukang cukur.
Kantor Carl dipenuhi polisi. Mereka semua tampaknya sangat sibuk, seakan dikejar batas waktu. Tidak
seorang pun menengadah saat aku masuk. Kukenali
salah satu deputy yang muncul pada peristiwa penembakan Jacob. Ia yang berwajah anak petani, yang
mengantarkan Mary Beth ke rumahku. Ia berada di
meja Linda, berbicara di telepon.
"Collins!" teriak Sheriff McKellroy. "Catat pemya
taan Mr. Mitchell."
Salah- seorang polisi maju, tinggi dan tampaknya
lebih tua dari McKellroy. Wajahnya kurus, tua, dan
ia mengisap mkok. Ia mendampingiku ke lorong yang
lebih tenang.
Gagasan memberikan pernyataan pada polisi membuatku gugup, tapi ternyata sangat sederhana. Aku
cuma menceritakan kisahku dan ia mencatatnya. Tidak
ada interogasi, tidak ada kunjungan ke tingkat tiga.
Ia bahkan kelihatan tidak tertarik dengan ceritaku.
Aku memulainya hampir tiga bulan yang lalu, pada
akhir bulan Desember. Kuceritakan bahwa aku mendengar pe'sawat yang mengalami kesulitan mesin di cagar
alam, lalu memberitahu Carl tentang kejadian tersebut,
dan karena tidak' ada berita hilangnya pesawat di
media massa ia mengatakan bahwa itu mungkin keliru.
"Aku tidak memikirkannya lagi," kataku, "sampai
kemarin sore, Carl meneleponku sewaktu aku mau
pulang kerja. Ada agen FBI di kantornya, dan dia
sedang mencari pesawat yang hilang."
445 "Itu Agen Baxter " tanya Collins.
"Benar. Neal Baxter."
Ia mencatatnya. "Apa dia mengatakan alasannya
mencari pesawat itu "
"Katanya ada pelarian di dalamnya"
"Pelarian "
"Orang yang dicari FBI."
"Dia tidak menjelaskan siapa "
Aku menggeleng. "Kutanyakan, tapi mereka tidak
mau cerita." '
"Mereka "
"Dia dan Carl."
"Jadi Opsir Jenkins tahu "
"Kurasa begitu. Kelihatannya waktu itu begitu."
Ia mencatatnya lagi, kemudian membalik ke halaman baru dalam catatannya. "Kau bertemu lagi de
ngannya tadi pagi "
"Benar. Kami rencananya akan pergi sekitar pukul
sembilan untuk mencari pesawatnya, tapi istriku menelepon sewaktu kami mau berangkat dan memberitahu
bahwa putri kami muntah muntah. Jadi aku pulang."
"Dan itu terakhir kali kau melihat Opsir Jenkins
maupu'n _Agen Baxter."
Aku mengangguk. "Mereka berangkat dan aku pu
lang." '
Collins membacakan ulang apa yang telah kucerita
kan padanya. Ia menggarisbawahi sesuatu, kemudian


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menutup buku catatannya
"Bisa kauceritakan apa yang terjadi " tanyaku.
"Kau belum tahu "
"Cuma kalau Carl terbunuh."
"Dia ditembak pria yang mencari pesawat."
446 "Agen Baxter "
"Benar."
"Kenapa "
Collins mengangkat bahu. "Kami cuma tahu apa
yang kan dan Mrs. Jenkins ceritakan pada kami:
Opsir Jenkins meninggalkan kota bersama Baxter
sekitar pukul 09.15. Beberapa menit sesudah pukul
sebelas, Mrs. Jenkins memandang ke luar jendela dan
melihat Baxter berhenti sendirian, menggunakan truk
suaminya. Dia memarkirnya di seberang jalan, berjalan
kembali ke mobilnya sendiri dan melaju pergi. Mrs.
Jenkins menelepon rumahnya, mengira suaminya mungkin diantar pulang, tapi tidak mendapat jawaban, jadi
dia memutuskan untuk pergi ke cagar alam dan melihat
apa yang terjadi. Sewaktu tiba di taman, dia mene
mukan jejak mereka di salju dan mengikutinya. Mereka
masuk sekitar satu kilometer ke dalam hutan dan
berhenti di samping reruntuhan pesawat kecil. Di
sana dia menemukan mayat suaminya."
"Linda menemukannya sendiri " tanyaku, ngeri
mendengarnya.
Ia mengangguk. "Kemudian dia lari kembali ke
jalan dan menghubungi kami melalui radio."
"Tapi kenapa Carl ditembak "
Collins tampaknya berdebat sejenak. Ia menyelipkan
pena ke saku bajunya. "Baxter tida menyinggung
tentang uang yang hilang pada kalian berdua "
"Tidak."-Aku menggeleng. "Sama sekali."
"Kata Mrs. Jenkins Baxter memberitahu suaminya
ada empat juta dolar dalam pesawat itu."
"Empat juta dolar " Aku menatapnya terpesona.
"Itu kata Mrs. ]enkins."
447 "Jadi dia menembak Carl demi tiangnya "
"Kami tidak yakin Baxtcr mungkin sudah ber
bohong. Katanya uang itu berasal dari perampokan
mobil pengangkut uang di Chicago bulan Juli yang
lalu, tapi kami tidak menemukan catatan tentang
perampokan itu. Yang kami tahu pasti ada hubungannya dengan pesawat itu. Selain itu, kami cuma bisa
menebak nebak."
Collins meninggalkanku, menunjukkan catatannya pada
Sheriff McKellroy. Aku tidak yakin mau pergi sekarang kata sheriff aku mungkin harus melihat beberapa foto untuk mengidentifikasi mobil Vemon jadi
aku tetap menunggu di sana. Mereka membawa sejumlah
kursi lipat ke kantor luar Carl, dan aku mengambil satu
lalu duduk di dekat jendela. Si anak petani tersebut
mengangguk memberi salam saat aku masuk bersama
Collins, tapi setelah itu tidak ada yang memperhatikan
diriku. Seseorang membawa iadio polisi yang berdesis
dan bergemeresik di sudut. Peta besar ditempelkan di
dinding, dan terkadang Sheriff McKellroy mendekatinya
dan menggambar garis di sana.
Aku tahu mereka tengah memburu Vernon, melacak
nya. Di luar kerumunan telah membesar. Orang orang
menghentikan mqbilnya. Kru kedua TV tengah merekam wawancara Channel ll mewawancarai polisi
negara, Channel 24 mewawancarai Cyrus Stahl, wali
kota Ashenville yang berusia delapan puluh tahun.
Cuaca semakin cerah dan kota seakan dilanda festi
val. Orang-orang bercakap cakap dalam kelompok besar. Beberapa anak mengeluarkan sepedanya dan me
448 laju dengan kecepatan tinggi di jalan. Anak-anak
yang lebih kecil mengintip ke dalam mobil polisi,
tangan mereka tertangkup di jendela.
Hujan sudah berhenti, dan angin yang bertiup dari
utara sesekali mengembuskan udara dingin yang membuat bendera di atas balai kota berkibar, talinya
menghantam tiang aluminiumnya dengan suara keras,
seperti dentang lonceng di kejauhan. Bendera tersebut
telah diturunkan setengah tiang, berduka bagi Carl.
Aku telah duduk di sana selama hampir sejam dan
menatap ke luar jendela dengan pandangan terpesona
ketika ruangan di belakangku seakan meledak.
"Mana Mitchell " kudengar teriakan Sharif. "Dia
sudah pulang "
Aku berbalik dan melihat salah seorang deputy
menunjukku. "Dia di sini."
Collins dan si anak petani mengambil topi dan
jaket mereka dan bergegas melangkah ke pintu. Semua
orang seakan berbicara bersama sama, tapi aku tidak
bisa menangkap apa yang tengah mereka katakan. _
"Collins," teriak Sheriff McKellroy. "Sweeney. Ajak
Mr. Mitchell. Minta dia mengidentifikasi mayatnya."
"Mayat " kataku.
"Kau keberatan " tanya sheriff dari seberang ruangan. "Sangat membantu."
"Keberatan apa "
"Ada orang yang mirip dengan ciri ciri Baxter
seperti yang kaujelaskan tadi, tapi kami memerlukan
identifikasi positif] Ia menunjuk Collinsdan si anak
petani yang menunggu di pintu. "Mereka akan membawamu," katanya.
Kuambil jaketku dan melangkah ke pintu tapi kemu
449 dian berhenti di tengah jalan. "Tidak keberatan kalau
aku menelepon istriku " tanyaku pada McKellroy.
"Sekadar memberitahu keberadaanku."
"Tentu saja," katanya, menatapku penuh pengertian.
Ia. menyingkirkan seorang dcputy dari meja Linda
dan mendudukkanku di sana.
Kuangkat telepon dan memutar nomor rumah.
Linda telah meletakkan foto dirinya dan Carl di
mejanya, dan aku berpaling darinya, memandang jendela, sekalipun tidak cukup cepat untuk penasaran di
mana Linda sekarang berada. Mungkin di rumah,
pikirku. Ia tidak akan- pernah melupakan apa yang
dilihatnya pagi ini suaminya tergeletak di salju, tewas dan memikirkannya membuatku lelah, perasaanku seakan tumpul.
Seperti tadi pagi, Sarah menjawab pada deringan
pertama.
"Ini aku," kataku. "Aku di kantor polisi."
"Semua beres "
"Carl tewas. Agen PBI itu menembaknya."
"Aku tahu," katanya. "Kudengar beritanya di ra
dio."
"Papi rasanya mereka sudah menangkapnya. Mereka
mengajakku memastikan bahwa dialah orangnya."
"Mengajakmu ke mana " '
"Entah. Kurasa dia sudah mati."
"Mati "
"Mereka mengatakan 'mayat'. Mereka memintaku
mengidentifikasi mayatnya."
"Mereka membunuhnya "
"Aku tidak yakin. Kedengarannya begitu."
"Oh, Hank," bisiknya. "Ini sempurna."
450 "Sarah," kataku cepat cepat," aku di kantor polisi."
Aku melirik sekelilingku untuk melihat apakah ada
yang mendengarkan. Collins dan si anak petani berdiri
di dekat pintu, membawa topi masing masing. Mereka
berdua mengawasiku, menungguku selesai.
Sarah terdiam. Kudengar radio melantun di belakangnya, suara pria bernada tinggi yang sedang meng
iklankan sesuatu. "Tahu kapan pulang " tanyanya.
"Mungkin agak lama."
"Aku lega, Hank. Aku sangat bahagia."
"Shhh."
"Kita rayakan nanti malam. Kita akan mulai mem
persiapkan hidup baru kita."
"Aku harus menutup telepon sekarang, Sarah. Kita
bisa bicara lagi nanti sesudah aku pulang."
Telepon kuletakkan.
Si Sheriff berwajah anak petani yang mengemudi dan
aku duduk di sebelahnya. Collins duduk di belakang.
Kami ke selatan meninggalkan kota, melaju dengan
kecepatan tinggi, lampu kami berkedip kedip. Sekarang
suhu menurun drastis dan jalanan dihiasi bintik bintik
salju. Udara seakan semakin cerah, pemandangannya
lebih lebar dan kering. Sesekali langit kebiruan muncul
di sela awan bergerakzdi atas kami.
"Apa Sheriff McKellroy tadi mengatakan 'mayat' "
tanyaku pada si anak petani.
Ia mengangguk. "Benar."
"Jadi Baxter sudah tewas "
"Sudah kaku," kata Collins dari kursi belakang,
suaranya terdengar hampir penuh semangat. "Tubuhnya
menjadi saringan."
451 "Berlubang lubang," kata si anak petani.
"Seperti saringan."
Mereka berdua menyeringai padaku. Mereka tampak
bersemangat, seperti dua orang anak dalam studi
lapangan.
"Dia terbunuh dekat Appleton," kata Collins, "di
pintu masuk tol. Dia bertemu dua polisi negara,
menembak kaki yang satu, dan yang lain menembaknya."
"Empat tembakan," kata si anak petani.
"Tiga di dada. Satu di kepala."
Si anak petani melirikku. "Kau terganggu " tanyanya dengan keseriusan tiba tiba.
"Terganggu " . .
"Harus mengidentifikasinya setelah tertembak. Da
rah dan semuanya."
"Kepala tertembak bisa sangat buruk," kata Collins.
"Sebaiknya kau melihatnya sepintas saja. Cobalah
untuk menganggapnya daging, seperti melihat tumpukan l' '
-Si anak petani menginterupsinya. "Kakaknya tertembak," katanya.
Collins terdiam.
"Ingat dua bulan yang lalu Orang yang pulang
dan menemukan istrinya di ranjang dengan pemilik
rumahnya Yang berubah sinting "
"Dia kakakmu " tanya Collins padaku. "Penjudi
itu " .
, Si anak petani menggeleng. "Kakaknya yang satu
lagi. Yang ditembak waktu mau menolong."
Aku benar benar bisa merasakan bahwa suasana
dalam mobil menurun, seakan kami tengah melaju ke
452 dalam kegelapan. Si anak petani mencondongkan tubuh
ke depan dan menaikkan pemanas mobil satu tingkat.
Udara hangat berembus ke wajahku.
"Maaf, Mr. Mitchell," kata Collins. "Aku tidak
tahu."
Aku mengangguk. "Tidak apa."
"Bagaimana dengan anjingnya " tanya si anak pe
tani. Ia melirik rekannya dari cermin. "Kakaknya
punya anjing yang betul betul manis. Mr. Mitchell
mengadopsinya."
"Anjing apa " tanya Collins. Mereka berdua bekerja
sama, berusaha mengembalikan suasana.
"Campuran," kataku. "Setengah gembala Jerman,
setengah Labrador. Tapi aku terpaksa membunuhnya."
Tidak satu pun yang berbicara. Si anak petani
memainkan radio.
"Dia tidak bisa beradaptasi dengan kematian kakakku dan berubah jahat. Dia menggigit istriku."
"Anjing memang seperti itu," kata Collins. "Kalau
diikat mereka juga bisa berduka seperti kita."
Setelah itu tidak ada yang berbicara sepanjang
perjalanan sisanya. Si anak petani berkonsentrasi pada
kemudi. Collins merokok di belakang. Aku menatap
jalan di luar jendela.
Vernon tertembak di pintu tol saat berusaha memasuki
tol Ohio tepat di utara Appleton. Saat ia berhenti
untuk mengambil tiketnya, mobilnya selip akibat es
dan menabrak mobil di depannya. Di sisi lain ada
dua polisi negara, dan ketika melihat kecelakaan
tersebut mereka mendekat untuk menolong. Bahkan
pada waktu itu, kalau Vemon tetap tenang, ia mungkin
453 akan lolos. Ia telah mengganti mobil birunya dengan
mobil merah setelah meninggalkan Ashenville dan
mengenakan parka dan topi wol untuk menutupi ram
but pendeknya, sehingga ia tidak mirip pria yang
dicari polisi negara. Tapi ia panik ketika melihat
mereka mendekat, keluar dari mobilnya, lalu mencabut
pistol. _
Kami butuh waktu untuk melewati gerbang tol.
Palang pintu masuk telah diturunkan, dan seorang
polisi negara tengah mengatur lalu lintas, melambai
ke barat. Lima atau enam mobil polisi diparkir me
nyilang pada tempat terbuka yang sempit. Sebuah
ambulans, meninggalkan tempat tersebut saat kami
tiba, lampunya berkilau.
Di sekitar pintu keluar tidak terdapat banyak tempat dua pompa bensin, Dairy Queen, toko palen. Ini
daerah pertanian, rata, dan tanpa pemandangan.
Kami menepi di batas jalan, kemudian turun dan
berjalan ke gerbang tol. Mobil Vernon, Toyota hatch
back merah, berada di sana pintunya terbuka. Daerah
sekitarnya telah dibatasi pita kuning terang. Di mana
mana ada polisi negara, tapi tidak seorang pun yang
tampaknya melakukan sesuatu. Mobil yang ditabrak
Vernon telah pergi.
Kulihat sosok mayat tergeletak di sebelah Toyota,
tertutup selimut keperakan.
Karni membungkuk melewati pita dan melangkah
di sela sela polisi ke arah mayat. Si anak petani dan
aku berjongkok di sebelahnya, dan ia menyingkapkan
selimutnya. Collins berdiri di belakangku.
"Benar " tanyanya.
Itu memang mayat Vernon. Ia tertembak sisi kepala
454 nya, tepat di atas telinga. Aku bisa melihat lubang
masuknya yang berupa titik hitam, tidak lebih besar


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari uang logam sepuluh sen. Darah di mana mana
di wajah Vernon, selimut, aspal, bahkan di giginya.
Kerah kemejanya merah muda akibat darah. Matanya
terbuka, membulat terkejut, menatap lurus ke langit.
Aku harus menahan diri untuk tidak menutupnya.
"Yeah," kataku. "Benar dia."
Si anak petani kembali menutupkan selimut, dan
kami berdiri.
"Kau baik baik saja " tanyanya. Ia menyentuh
sikuku, membalikkanku dari mayat.
"Aku baik baik saja," kataku, dan kemudian.
terkejut sendiri,-kurasakan wajahku mulai meringis.
Aku harus berkonsentrasi untuk menghentikannya, aku
harus mengatupkan gigi dan mengencangkan rahangku.
Kelegaanlah yang menyebabkannya aku terkej ut oleh
kekuatannya kelegaan yang menutupi kesedihanku
atas terbunuhnya Carl, membuat kematiannya seakan
berharga, bijak; semacam harga yang harus dibayar
untuk sekantung harta karun. Pertama kali sejak malam
kami memutuskan untuk mengambil uangnya, aku
merasa aman sepenuhnya. Sarah benar, ini sempurna,
sekarang tidak ada orang yang bisa menghubungkan
kami dengan uangnya. Semuanya telah tewas Vemon,
adiknya, Carl, Lou, Nancy, Jacob, Sonny, dan
Pederson. Semuanya.
Dan uangnya menjadi milik kami.
Collins menghubungi Sheriff McKellroy melalui
radio dan memberitahu bahwa aku telah mengidenti
fikasi mayatnya sementara si anak petani bercakap
cakap dengan beberapa polisi negara. Aku melangkah
455 kembali ke mobil di luar mulai dingin dan aku
ingin duduk tapi kemudian berubah pikiran dan tetap
tinggal di tempatku. Aku penasaran apakah mereka
telah menemukan kantong uangnya atau belum. Dan
rasanya kalau aku berkeliaran sejenak mungkin akan
mendengar kabar tentang hal itu. Aku melangkah ke
gerbang tol dan berdiri di sana, tepat di luar pita
kuning. Tangan kutaruh di saku, berusaha tampak
tidak mencurigakan.
Seorang polisi berambut merah mulai memotret. Ia
menyingkapkan selimut dan memotret mayat Vernon.
Ia memotret Toyota, gerbang tol, darah di aspal
segalanya dari berbagai sudut. Sekalipun cuaca terus
bertambah cerah, hari masih gelap, dan ia menggunakan lampu kilat pada kameranya. Lampu k_ilat tersebut
menyambar nyambar, seperti pantulan sinar matahari
pada cermin. .
setelah beberapa menit, kru media massa tiba
dalam van kuning. CHANNEL THIRTEEN tertulis
melintang di sisinya dengan huruf merah besar, dan
dibawahnya, dalam warna hitam tertulis ACTIONews.
Mereka membawa Minicam dan segera mulai merekam
lokasi kejahatan dengannya. Mereka berusaha merekam
mayat Vernon, tapi salah seorang polisi mengusir
mereka.
Sebuah mobil cokelat tua tiba setelah van tersebut,
dan dua pria keluar darinya. Kurasa mereka agen
FBI. Mereka mirip Vernon tinggi dan langsing, berambut pendek dan tanpa topi. Mereka berdua menge
nakan jas panjang, tidak terkancing yang menutupi
setelanygelap dan dasi mereka. Sepatu hitam menutupi
kaki mereka, dan tangannya bersarung tangan kulit
456 hitam. Mereka menampilkan kesan baik dari cara
berjalan maupun sikap mereka saat berbicara dengan
polisi profesional, ketepatan yang mengagumkan dan
terkendali, 'yang dengan sukses ditiru Vernon saat
kami diperkenalkan. Dan kesan tersebut mengintimi
dasiku persis seperti waktu itu dadaku terasa sesak,
jantungku berdebar, punggungku mulai berkeringat.
Perasaan takut kalau kalau aku telah melewatkan
sesuatu atau meninggalkan petunjuk, jejak yang memberatkan diriku dalam kejahatan ini, mengambang,
seakan melayang, ke dalam pikiranku. Kusadari dengan perasaan ngeri, bahwa kalau aku tertangkap,
merekalah yang akan melakukannya.
Kuawasi mereka berdua mendekati mayat Vernon
dan berjongkok di sebelahnya. Mereka membuka selimut dan memeriksa sakunya, mengeluarkan isinya.
Salah satunya memegang dagu Vernon dan memutar
mutar kepalanya, seakan memeriksa wajahnya. Setelah
melepaskannya ia menggosokkan tangan ke selimut
keperakan tersebut, menggumamkan sesuatu pada
rekannya. Rekannya menggeleng.
Dari mayat Vernon mereka melanjutkan pemeriksaan
pada Toyota itu, dan dari sana berbicara dengan
salah seorang polisi negara. Sekitar semenit kemudian,
polisi negara tersebut memanggil si anak petani dan
memperkenalkannya pada kedua agen. Mereka berbicara selama beberapa detik. Kemudian si anak petani
menunjuk ke arahku.
"Mr. Mitchell " panggil salah seorang agen tersebut.
Ia mendekatiku. "Hank Mitchell "
"Ya " kataku melangkah maju menyambutnya. "Aku
Hank Mitchell. "
457 Ia meraih ke balik jasnya dan mengeluarkan dompet. Ia membukanya dan menunjukkan identitasnya.
Melihatnya berbuat begitu membuatku gelisah, seperti
aku tengah ditangkap. "Namaku Agen Renkins," katanya. "Aku dari FBI."
Aku mengangguk, menatap lencananya.
"Rekanku dan aku ingin tahu apa kau tidak ke
beratan kembali ke kota bersama kami, agar kan bisa
menceritakan apa yang kau ketahui tentang semua
mr." '
"Aku sudah menceritakannya pada polisi," kataku.
"Kalian tidak bisa meminta pernyataanku dari me
reka "
"Kami lebih suka mendengarnya langsung. Kau
mengerti, bukan " Ia tersenyum seperti senyum palsu
Vernon.
Aku tidak menjawab; jelas aku tidak punya pilihan.
Agen yang lain menggabungkan diri. Ia membawa
kantong plastik sampah berwarna hitam di ketiaknya.
"Mobil kami diparkir di sana," kata Renkins, menunjuk mobil mereka. Kemudian ia berbalik dan
memimpin jalan.
Aku duduk di belakang. Renkins mengemudi, dan
rekannya, Agen Fremont, duduk di sebelahnya. Ke
duanya tampak identik dari belakang bahu mereka
sama lebarnya, kepala mereka sama tinggi dari sandaran kursi, dan rambut mereka tumbuh dengan semburat cokelat tua yang sama, menutupi kulit kepala
mereka yang bulat dengan kedalaman dan ketebalan
yang sama.
Hanya ada satu perbedaan di antaraimereka dan
45 8 itu cukup dramatis. Telinga Fremont terlalu besar
untuk kepalanya. Mau tidak mau aku menatapnya
saat kami mundur dari tol. Kedua telinga itu besar,
oval, dan berbelit, tampak tegak dan "putih luar biasa,
dan keduanya mempengaruhiku. Keduanya membuatnya mudah disukai. la pasti sering diejek karenanya
sewaktu kanak kanak, membuatku teringat masa kanakkanak Jacob dan bagaimana ia diejek karena berat
tubuhnya, dan aku merasakan gelombang rasa iba
terhadap pria itu.
Duduk di belakang mobil agen tersebut menimbul
kan perasaan berbeda daripada dd bagian depan mobil
polisi. Ini mobil biasa, seperti yang mungkin dimiliki
wiraniaga interiornya' terbuat dari vinyl hitam, ada
asbak kecil di pintu, tape murahan di dasbor tapi,
sendirian di kursi belakang, membuatku merasa pasti
sedang berada dalam tahanan mereka, di bawah ken
dali mereka. Perasaan ini tidak kudapati di mobil
polisi.
Kami menuju Ashenville, bergerak pada sudut yang
tepat di jalan pertanian yang curam, mulanya ke
utara, kemudian ke timur, kemudian ke utara lagi,
dan kuceritakan kisahku. Mereka menghidupkan tape
recordcrnya selama aku berbicara tapi tampaknya
tidak begitu tertarik dengan ceritaku. Mereka tidak
mengajukan pertanyaan; mereka tidak melirikku ketika
aku berhenti atau mengangguk sebagai pendorong
semangat. Mereka duduk tidak bergerak di depanku,
menatap ke jalan di balik kaca depan. Kami mengulangi rute yang kulalui bersama Collins dan si anak
petani siang tadi, melewati tanda jalan yang sama,
rumah yang sama, pertanian yang sama. Satu satunya
459 perbedaan hanyalah semuanya lebih terang sekarang,
udara pucat dan kering. Matahari, mendekati akhir
lengkungan lambannya di barat, berkilau terang di
atap di kejauhan.
Sementara aku berbicara. knputuskan sikap kedua
agen tersebut hanya bisa berarti dua hal. Entah
mereka telah menerima ceritaku dan sekarang hanya
sekadar mendengarkan sebagai formalitas, atau mereka
telah menemukan sesuatu dalam penyelidikan mereka
di lokasi kejahatan, bukti yang menyapu bersih semua
yang kuceritakan, dan mereka sekadar menungguku
selesai, membiarkan'diriku menggali kesalahanku sep
makin dalam sebelum membuka topengku, menyebutku
pembohong, pencuri, pembunuh. Aku menunggu saat
kisahku mendekati akhirnya, berhenti sejenak dan
mengulanginya sendiri, takut menemukan kesalahan
di dalamnya yang mungkin memberatkanku.
Tapi kemudian, ceritaku pun selesai.
Fremont menekan tombol pada rape recorder, menghentikannya. Kemudian ia berpaling memandangku.
"Hanya ada satu masalah dengan ceritamu, Mr.
Mitchell."
Perutku terasa sesak ketika ia berkata begitu. Aku
memandang ke ladang yang melintas, memaksa diriku
menunggu sebelum berbicara. Di kejauhan bisa kulihat
sebuah orang orangan sawah, berpakaian hitam, tergantung di tiang. Iamengenakan topi jerami, dan dari
jarak sejauh ini, mulanya ia tampak seperti manusia
sungguhan.
"Masalah " tanyaku.
Fremont mengangguk, telinganya yang besar bergerak naik-turun seperti pedal di samping kepalanya.
460 "Pria yang mayatnya kauidentitikasi di belakang
sana dia bukan FBI. "
Kelegaan yang kurasakan mendengarnya begitu he
bat hingga mempengaruhiku secara fisik. Pori-poriku
di seluruh tubuhku membuka, dan aku mulai berke
ringat. Perasaan tersebut aneh,'bahkan mengerikan;
seperti orang mengompol, terjadi begitu saja, meriang
karena kehilangan kendali. Ini membuatku ingin tertawa kecil tapi berhasil menekannya. Kuhapus dahiku
dengan tangan. .
"Aku tidak mengerti, " kataku. Suaraku keluar lebih
serak daripada harapanku. Fremont tampaknya tidak
menyadari.
"Namanya Vernon Bokovsky. Pesawat yang kaudengar mengalami kesulitan mesin bulan Desember
yang lalu membawa adiknya. Pesawat itu jatuh di
cagar alam."
"Dia mencari adiknya "
Fremont menggeleng. "Dia mencari ini." Ia meng
angkat kantong plastik dari sela kakinya. Aku mencondongkan tubuh untuk melihat dengan lebih baik.
Melihatnya membuatku bergetar, karena mengetahui
suatu rahasia.
"Kantong sampah " kataku.
"Benar." Fremont menyeringai. "Penuh sampah yang
sangat maha ." Ia membukanya, mengguncangnya hingga aku bisa melihat uangnya.
Aku menatapnya, menghitung sampai sepuluh dalarn
kepalaku, berusaha tampak terkejut hingga membisu.
"Itu asli " tanyaku,
"Asli." Fremont mengeluarkan seikat. Ia mengulur;
kannya ke depan wajahku. "Ini tebusan," katanya:
461 "Bokovsky dan adiknya menculik gadis McMartin
bulan November yang lalu."
"Gadis McMartin "
"Pewaris. Yang mereka tembak dan buang di
danau."
Pandanganku tidak kualihkan dari uangnya. "Boleh
kusentuh Aku mengenakan sarung tangan."
Kedua agen tersebut tertawa. "Tentu saja," kata
Fremont. "Silakan."
Aku mengulurkan tangan, dan ia meletakkan seikat
di situ. Aku menatapnya, merasakan beratnya di tela
pak tanganku. Renkins mengawasiku dari spion, tersenyum ramah.
"Berat, bukan " tanyanya.
"Ya," kataku. "Seperti buku kecil."
Kami sekarang mendekati Ashenville. Aku bisa
melihatnya muncul di kaki langit, tumpukan bangunan
rendah yang berkerumun rapat di sekitar persimpangan.
Kelihatannya seperti palsu, cuma ilusi, seperi kota
Oz. Kuserahkan ikatan uang tersebut pada Fremont,
dan ia mengembalikannya ke dalam kantong.
Ashenville telah kembali normal selama kepergianku. Kru TV telah pergi, kerumunan telah lenyap,
dan sekarang kota tersebut tampak persis seperti
seharusnya pada Sabtu siang, kosong, lesu, sedikit
kumuh di tepinya. Satu-satunya yang tetap ada sebagai
pengingat akan tragedi terbarunya adalah bendera
yang berkibar setengah tiang.
Renkins memarkir mobilnya di depan balai kota,
dan kami turun ke trotoar untuk mengucapkan salam
perpisahan.
462 "Maaf kau harus terlibat semua ini," kata Fre
mont. "Kerja samamu sangat baik." Kami berdiri di
dasar tangga balai kota. Hanya tersisa satu mobil
polisi di sana.
"Aku masih tidak begitu memahami apa yang
sebenarnya terjadi," kataku.
Renkins menyeringai padaku. "Kuberitahu," katanya.
"Dua bersaudara menculik gadis di luar Detroit. Mereka menembak tujuh orang, termasuk gadis itu, dan
melarikan diri dengan tebusan empat koma delapan
juta dolar. Salah satunya menjatuhkan pesawat di
taman. Yang lain mencarinya, pura pura menjadi agen
federal. Waktu melihat pesawatnya, dia menembak


Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Opsir Jenkins."
Senyumnya melebar.
"Dan kemudian polisi negara menembaknya."
"Dalam kantong itu ada empat koma delapan,juta
dolar " tanyaku, seakan siap untuk mempercayainya.
"Tidak," kata Renkins. "Cuma lima ratus ribu
dolar."
"Mana sisanya "
Ia mengangkat bahu, melirik Fremont. "Kami tidak
yakin."
Aku memandang ke arah kota. Ada dua burung
memperebutkan sesuatu di selokan. Keduanya menjerit
sekerasnya dan bergantian berusaha membawanya ter
bang, tapi benda tersebut terlalu besar, tidak satu pun
mampu mengangkatnya. Aku tidak tahu benda apa
yang diperebutkan.
"Jadi masih ada empat koma tiga juta dolar entah
di mana "
"Pasti muncul," kata Fremont.
463 'Aku memandangnya lekat lekat, tapi wajahnya tidak
menampilkan ekspresi apa pun. Renkins tengah menatap kedua bumng yang bertengkar tersebut.
"Maksudmu "tanyaku. .
"Kami memegang uangnya dua jam sebelum Mr.
McMartin harus membawanya ke tempat penyerahan.
Kami tidak bisa menandainya khawatir para penculik
akan mendeteksi tandanya dan membunuh gadis itu,
jadi kami mengumpulkan dua puluh agen dan mereka
mencatat nomor seri uang itu sebanyak mungkin." Ia
tersenyum padaku, seakan melibatkanku dalam lelucon,
"Kami berhasil mencatat kurang dari lima ribu, satu
dari setiap sepuluh lembar."
Aku tidak mengatakan apa apa, hanya menatapnya,
membeku. Aku tidak bisa menerima kata katanya.
"Kami akan melacaknya," katanya. "Hanya masalah
menunggu nomor yang tepat muncul. Kau tidak bisa
mengedarkan lembaran ratusan dolar tanpa ada yang
mengingatnya."
"Uangnya ditandai," kataku perlahan. Aku me
mandang kakiku, mengerutkan kening, berusaha untuk
tidak bereaksi mendengar berita ini, berusaha untuk
tampil tenang, menjaga jarak, tidak terlibat. Aku
Pulang 7 Pendekar Mabuk 029 Cambuk Getar Bumi Memanah Burung Rajawali 29
^