Pencarian

Kolusi Bursa 7

Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath Bagian 7


paginya. Begitu sampai di pintu, aku sudah merasa
ada sesuatu yang tidak beres.
Aku menutup pintu dengan hati?hati, dan melangkah
ke ruang tamu. Semua utuh tak tersentuh, seperti
ketika kutinggalkan kemarin. Semilir angin bertiup
masuk dari arah pintu kamar tidurku yang terbuka.
Dengan hati?hati aku masuk.
Sebagian kaca jendela kamar tidurku pecah
menganga. Sialan! Pencurian lagi. Aku baru kecurian
tiga bulan yang lalu. Aku tidak tahu buat apa mereka
susah payah. Tidak ada yang berharga untuk dicuri.
455 Dengan panik, aku melihat kembali ke ruang tamu.
Medaliku masih ada. Juga TV dan ste'reo murah yang
kubeli sebagai pengganu yang dulu dicuri. Kubuka
lemari minumanku. Tidak ada yang hilang.
Aku kembali ke kamar tidurku, dan memeriksa
jendela itu. Seseorang memanjat atap gudang di bawah, memecahkan jendela, membuka gerendel, dan
menutupnya kembali dengan rapi. Kuumpat diriku
karena membiarkannya tak terkunci, tapi aku biasa
tidur dengan jendela terbuka selama musim panas?
dan terlalu merepotkan kalau harus mengambil kunct
dan menguncinya setiap pagi.
Selama sepuluh menit aku kembali memeriksa apartemen itu, tapi sejauh yang kutahu, tidak ada yang
hilang. Aku duduk kembali dan merenung sesaat.
Aku tidak mengerti mengapa ada orang yang menyusup masuk dan tidak mengambil apa-apa.
Aneh.
Sesaat, hanya sesaat, aku mempertimbangkan untuk
melaporkannya ke polisi. Namun setelah pengalamanku
yang terakhir, aku enggan bemrusan dengan polisi.
Di samping itu, tidak ada yang perlu diselidiki.
Maka, aku mulai bekerja
Pembicaraan dengan TSA sangat mengecewakan.
Setelah mengikuti jalan pikiran Cathy, aku yakin
kalau mereka memutuskan Cash tak terlibat insider
trading, maka aku juga akan. bebas dari tuduhan.
Namun Berryman tidak beranggapan demikian. Ia
mengakui masih belum ada bukti kuat yang melibatkan
aku, namun ia juga menyatakan bahwa aku masih dl
bawah penyelidikan. Kutanyakan padanya tentang peri
janjian yang dibuat dengan Hamilton, tentang Janjl
456 . TSA untuk menghentikan penyelidikan kalau aku dikeluarkan. Ia menolak berkomentar, hanya mengatakan
bahwa perjanjian antara De Jong dan aku bukan
urusan TSA. ia lalu menyebut-nyebut masalah "pe-
nyelidikan paralel." Maksudnya pasti si Powell sialan
ltu. Aku dalam keadaan marah ketika menutup telepon.
Aku sudah membayangkan akan bebas tak bersalah
saat ini juga. Aku kembali telah bersikap bodoh. Aku
juga kesal, tapi tidak terlalu kaget, Berryman tidak
mengakui perjanjiannya dengan Hamilton.
Walau demikian, tidak semuanya buruk. Berryman
tidak punya bukti kuat terhadapku, dan pada waktunya
nann' namaku akan dibersihkan. Itu kalau Powell
" tidak menangkapku lebih dulu.
Renunganku terhenti oleh bunyi telepon. Temyata
dari Cathy. Ia sudah memeriksa kembali catatan uan-
saksi yang ditulis Joe sehubungan dengan posisi Gyp-'
sum of America. la membutuhkan waktu beberapa jam,
namun dengan memeriksanya secara kronologis, Cathy
dapat mengetahui cara Joe membangun posisinya dan
apa yang kemudian ia lakukan. Setengah emisi itu
dijual kepada sebuah bank Liechtenstein kecil. Cathy
tidak pernah mendengarnya, tapi Cash pernah. Itu
adalah bank yang kadang?kadang dipergunakan Piper
untuk transaksi yang sangat sensitif. Tidak secara
langsung berhubungan dengan Piper; hanya Cash, Joe,
dan mungkin dua atau tiga pelaksana bursa
kepercayaannya yang tahu. Sulit membuktikan bahwa
Piper telah membeli obligasi Gypsum, tapi cukup jelas
bagi kami bahwa ia dan Joe telah bekerja sama
Aku mengambil secarik kertas, dan mulai mencoret
457 mret catatan kecil, saling menghubungkannya. Aku
merasa sudah hampir berhasil membongkar benang
kusut ini. Tremont, Tahiti, Gypsum of America, Piper,
Joe, Waigel, dan Cash?semua tampaknya saling berkaitan. Walau, semakin kupikirkan, hubungan itu makin campur aduk. Dan ada pula Rob. Rob yang telah
mengancam Debbie, mengancamku, dan mengancam
Cathy. Emosional, tak dapat diduga. Tapi pasti bukan
seorang pembunuh, kan?
Pikiranku terhenti oleh dengung interkom. Aku me-
mandang ke luar jendela. Polisi lagi.
Aku membuka pintu bawah, dan menunggu di
depan pintu apartemenku. Mereka datang berempat,
Powell, Jones, dan dua orang berseragam.
"Bisa kami masuk?" tanya Powell.
"Tidak. Tanpa surat perintah," tandasku.
Powell tersenyum, dan memberiku beberapa surat.
"Kebetulan aku punya," ujarnya. Ia menerobos memasuki apartemen. "Ayo, lads."
Flat itu terlihat lebih kecil dengan empat polisi
besar ditambah aku di dalamnya. Tidak ada yang
dapat kulakukan. "Apa yang kalian cari?" tanyaku.
"Mari kita mulai dengan semua catatan transaksi
sahammu, setuju?"
Dengan segan, kutunjukkan padanya tempat catatan
kontrak sahamku, keempat?empatnya, disimpan. Aku
bukanlah seorang trader bursa saham yang aktif.
Powell menyambarnya, dan cepat menarik kontrak
Gypsum of America'
"Kami ambil yang ini, terima kasih," ujarnya.
Ketiga polisi lain berdiri di belakangnya, menunggu
perintah.
458 ' la berpaling pada mereka "Oke, anak?anak, bong-
kar semuanya."
Dengan sistematis mereka melakukan apa yang dipe-
? _? :rintathZ-Mlereka mencari tanpa antusiasme, sadar Po-
' *_well mengawasi mereka. Aku berusaha mengawasi se
mua yang mereka sentuh, khususnya Powell. Aku mungkin jadi paranoid, tapi aku tidak mau Powell "menemukan" sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Tapi aku tidak dapat mengawasi keempatnya sekaligus.
Ada teriakan dari kamar tidurku. "Sir! Lihat ini!" _
Powell dan aku bergegas ke sana. Salah seorang
polisi sedang memegang sebuah anting?anting. Murah,
namun berkilauan, berbentuk sebutir tetesan air berwama merah yang menggantung di penjepit emas.
"Bagus, lad," puji Powell, merenggut anting?anting
itu dari si polisi muda. lamemegangnya di hadapanku.
"Apa kau mengenali ini?"
Aku mengenalinya. Aku merasa diriku membeku.
Aku mengangguk. "Itu milik Debbie," ujarku, suaraku
serak.
"Benar sekali," sahut Powell penuh kemenangan.
"Ia mengenakan satu persis ini saat kami menemukan
jenazahnya. Hanya satu."
Matanya tidak lepas dari wajahku, mengawasi setiap
reaksi. _
"Di mana kau temukan itu?" tanyaku.
Si "polisi menunjuk pada laci lemari pakaian di
sebelah tempat tidurku. "Tepat di belakang sana."
Laci itu terbuka, kaus kakiku berserakan di atas
tempat tidur.
"Kau tahu persis di mana," timpal Powell, menye?
rmgai.
459 Aku merasakan desir amarah. Ternyam kecun'gaanku
pada Powell benar. "Kau sengaja menaruhnya" gumamku.
Powell hanya tertawa. "Mereka semua bilang be-
gitu. Selalu. Seharusnya kau mencari komentar yang
lebih orisinal, anak cerdas seperti kau. Ayo, lads."
Ia meninggalkan apartemen, membawa anting-anting dan catatan kontrak sahamku, tiga pOllSl itu
berbaris di belakangnya.
Ketika melewatiku di pintu, ia mengejek, "Tunggu
saja, bay," ujarnya, "Kita sudah hampir selesai. Bebe-
rapa hari lagi kita akan mengobrol panjang lebar.
Sampai bertemu lagi, segera."
Aku membereskan barang?barangku yang berantakan. dan pergi berlari. Kupaksa berlari lebih keras
hari ini, didorong oleh amarahku. Ketika aku melesat
mengelilingi taman, semangatku mulai tumbuh. Cathy
benar. Aku sudah berkubang terlalu lama. Keadaanku
sangat buruk, tapi aku hams beljuang keluar dari
sana. Aku tidak yakin bagaimana caranya, namun
aku bertekad mendapatkan jalan keluar.
Powell benar?benar mulai membuatku cemas. Aku
sama sekali tidak mengerti bagaimana anting?anting
itu bisa berada dalam apartemenku. Powel pasti telah
menaruhnya di sana.
Aku tersentak.
Tentu saja! Penyusupan kemarin malam. Seseorang
telah menaruh anting-anting itu. Itulah sebabnya tidak
ada yang dicuri. Siapa pun itu, entah bagaimana, ia
mengetahui bahwa Powell akan menggeledah apartemenku hari ini. Kecuali, tentu saja, kalau orang itu
sendiri yang memberitahu Powell.
460 Powell berkata kami akan segera bertemu lagi,
dan aku tidak meragukannya. Pembunuhan adalah
tuduhan serius. Dalam teori, aku seharusnya dengan
senang hati menaruh kepercayaan kepada sistem keadilan Inggris yang membebaskan orang yang tak
bersalah. Tapi Powell jelas mengira ia mempunyai
kasus yang kuat terhadapku. Dan ia memang mem-
punyai citra seorang polisi yang selalu dapat menang-
kap buruannya.
Orang-orang tak bersalah sering sekali masuk pen-
jara.
Aku bergerak sangat cepat sekarang, tapi aku tidak
merasakan nyeri di kaki atau paru?paruku. Aku oto?'
matis mengikuti rute yang biasa, berzig?zag menghindari para pejalan di taman tanpa memperlambat laju
lariku.
Dan ini semua gara?gara Rob! la pasti memberitahu
polisi telah melihatku mendorong Debbie. Mungkin ia
yang menaruh anting?anting itu. Kenapa? Kuputuskan
un'tuk mencari tahu.
Rob tinggal di sebuah apartemen basement tepat
setelah Earl's Court Road. Hanya lima belas menit
jalan kaki, jadi kuputuskan menunggu sampai pukul
19.30 untuk memastikan ia ada di rumah. Aku membuka
sebuah gerbang besi dan berjalan menuruni tangga
menuju serambi kecil. Beberapa tanaman tumbuh di
pot?pot yang berisi ilalang. Aku membunyikan bel.
Rob membuka pintu. la bertelanjang kaki, mengenakan kaus oblong dan celana jeans tua. Ia memegang
sekaleng Stella di tangan kirinya. Ia tidak tampak
senang bertemu denganku. "Mau apa kau?"
461 "Boleh aku masuk?"
'Tidak."
Aku mendorong kakiku ke sela pintu. Rob meng-
angkat bahu dan berjalan ke ruang tamu. "Oke,
masuklah," ujarnya.
Ia mengempaskan tubuh ke sebuah kursi .abu?abu
besar yang menghadap televisi. Ruangan itu rapi,
berperabotan sederhana, ala kadarnya. Sudah. ada tiga
atau empat kaleng bir kosong di lantai di pinggir
kursinya.
Aku mengikutinya masuk, dan tanpa disuruh, duduk
di sofa.
Rob meneguk bir dari kalengnya. Ia tidak mena-
warkan padaku. "Jadi, apa maumu?"
"Aku takkan lama," ujarku. "Aku tahu kau mem-
buntuti Debbie di malam ia meningga ."
Rob memandangku tak bergeming, wajahnya tidak
menunjukkan mimik terkejut ataupun menyangkal.
"Dan buat apa aku melakukannya?"
"Karena kau cemburu melihatku dengan Debbie."
"Konyol."
*"Kau berkencan dengannya beberapa tahun yang
lalu."
"Seperti 'kau bilang sendiri, kejadian itu sudah
beberapa tahun yang lalu." _
' Ia membuatku sebal, bertengger sombong di kursr
besar itu. Nada suaraku meninggi. "Dengar, rekan
sekamar Debbie, Felicity, mengatakan bahwa kau
mengganggu Debbie sesaat sebelum ia meninggal:
Dan kau bercerita pada Cathy bahwa kau mengikuti
Debbie pada malam ia didorong ke dalam sungai.
Jadi kaulihat, aku tahu semuanya. 'Dan menurudtu
462 hanya orang sakit jiwa yang membuntuti wanita seperti
itu."
Komentarku yang terakhir mengena. Wajah Rob
tak lagi tanpa ekspresi. Amarah membayang di mamnya. Pipinya memerah. la mengibaskan kalengnya
padaku, menumpahkan cairan berbusa keemasan ke
ataskarpet.
"Kau brengsek," umpatnya. "Kau bajingan brengsek. Pertama kau rebut Debbie dariku, dan sekarang
Cathy. Biar kuberitahu, kau tidak bisa seenaknya
mencuri perempuanku dan lolos begitu saja. Tidak
bisa!" Kata?katanya yang terakhir diucapkan dengan
berteriak.
"Aku tidak bermaksud merebut Cathy darimu,"
kilahku. "Kau kehilangan dia karena salahmu sendiri."
Rob tidak suka itu. ia mengangkat tubuhnya dari
kursi, dan berteriak, "Jangan bicara sembarangan.
Kau tahu persis apa yang kaulakukan. Kau membuat
'hidupku sengsara. Sengsara total. Jadi jangan cuma
duduk di sana dan berkata kau tidak bermaksud
begitu, kau bajingan brengsek."
Tubuhnya sempoyongan dan jatuh ke kursi lagi.
"Aku mencintai Debbie. Sangat mencintainya! Rasanya
sangat menyakitkan saat kami putus." Suaranya hampir
berbisik. "Sebenarnya, semua gadis yang setelah itu


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kukejar hanyalah untuk membuatku melupakannya.
'Aku berhasil. Aku mengubur perasaanku dalam-
dalam."
la meneguk kembali birnya. "Lalu kau datang.
Aku bisa lihat bahwa Debbie menyukaimu. Caranya
mendekatimu, dan pergi makan siang atau minum-
minum denganmu. Aku tahu apa yang terjadi; aku
463 dapat melihatnya tepat di depan mataku, dan aku
harus melakukan sesuatu.
"Jadi, kuminta Debbie menikahiku. Ia menolak,
tapi aku tidak menyerah. Pada akhimya ia menyuruhku
pergi. Hatiku hancur. Lalu seminggu kemudian, ia
terbunuh."
Ia menelan ludah, menyandarkan kepala, dan
mengusap matanya yang berkaca-kaca.
"Aku merana. Lalu datanglah Cathy. Satu?satunya
wanita yang sebaik Debbie. Dan begitu menarik.
Aku bingung, tapi ia membuat segalanya lebih jernih.
Aku cocok bersamanya. Sangat cocok. Dan lalu kuke-
tahui selama itu kau bermaksud mendekatinya juga."
Rob memandangku, matanya penuh kebencian. Ia
tidak akan memaafkanku, pikirku. Aku telah menjadi
penyebab semua kekecewaan yang ia rasakan terhadap
dirinya sendiri dan terhadap hubungannya dengan
wanita.
Tapi aku menginginkan jawaban. "Jadi, kau lihat'
siapa yang membunuh Debbie?" tanyaku.
Rob mulai tenang. Ia meneguk birnya, dan terse-
nyum. "Mungkin."
"Apakah kau membunuhnya?"
"Tentu saja tidak," masih tersenyum.
Aku beijuang menguasai kemarahanku sendiri. "Kau
bilang pada polisi bahwa kau melihat aku mendorong
Debbie ke dalam sungai, betul tidak?" '
Rob hanya tersenyum. Ingin rasanya aku' menghajarnya.
"Karena kalau benar, kita berdua tahu itu bohong.
Dan ada hukuman serius untuk sumpah palsu."
Rob tampak tidak kuatir. "Polisi menanyaiku, tentu
464 saja. Apa pun yang kukatakan pada mereka mungkin
akhirnya akan keluar di pengadilan. Dan bisa kupasti-
kan aku akan tetap berpegang pada perkataanku
yang, tentu saja, adalah sejujurnya."
"Bagaimana dengan anting?aming itu?"
"Anting-anting apa?"
"Anting?anting Debbie. Yang ia pakai pada malam
ia meninggal. Yang kautaruh di apartemenkui"
Rob tampak benar?benar tidak mengerti. "Aku tidak
tahu apa yang kauocehkan. Tapi kuingatkan kau,
bemsaha mengancam saksi juga mempakan pelanggaran serius. Aku akan menelepon Inspektur Powell
segera setelah kau pergi, dan memberitahukan kedatanganmu ini." .
Aku tahu aku tidak akan mendapat hasil, bahkan
mungkin akan dapat kesulitan yang lebih parah. Rob
berbohong pada polisi, tapi ia akan tetap berpegang
pada kebohongannya. Dan hanya aku yang tahu bahwa
ia memberikan kesaksian palsu. Mereka takkan mem-
percayaiku.
Aku bangkit dan beranjak pergi.
Seperempat jam kemudian, aku sudah sampai di
rumah. Aku lelah, kacau, dan marah. Rob membenci-
ku, Rob berbohong pada polisi, dan aku akan segera
didakwa membunuh.
Dan tidak ada yang dapat kulakukan.
Pikiran tentang Rob, Debbie, Waigel, dan Joe
terus berkelebat di kepalaku. Otakku sudah sangat
lelah, sudah hampir menyerah. Aku mengempaskan
tubuh ke tempat tidur, kehabisan tenaga.
, 465 > > >BAB
21 WALAU kelelahan, tidurku gelisah. Saat langit
hitam di luar jendelaku bembah menjadi abu-
abu, aku merangkak keluar tempat tidur, memakai
perlengkapan _lari, dan pergi mengelilingi taman. Aku
melakukan dua kali putaran. Dalam kondisi kurang
tidur, hal itu menguras tenagaku, namun memang
membuatku lebih tenang. Aku kembali ke rumah,
mandi, sarapan beberapa roti bakar serta kopi, dan
merasa sedikit lebih baik. Kutelepon Cathy di Bloomfield Weiss. Ia baru saja tiba di kantor. Kuminta ia
dan Cash datang secepat mungkin. Kukatakan ini
penting.
Mereka tiba sekitar pukul sepuluh. Kuceritakan
tentang penggeledahan di apartemenku oleh Powell,
dan kunjunganku ke tempat Rob. Aku juga menceritakan semua yang telah kupikirkan kemarin.
Aku menyimpulkannya. "Jadi, kita belum tahu siapa
yang membunuh Debbie. Kita bisa yakin Waigel
terlibat, tapi ia tidak berada di negara ini ketika
Debbie terbunuh. Aku curiga Rob terlibat, dan aku
467 juga berpendapat kasus penipuan Tremont Capital itu
penting. Tapi aku tidak dapat melihat hubungannya.
Sementara itu, aku dalam "kesulitan besar. Powell
hanya memerlukan satu bukti lagi, yang tampaknya
banyak orang dengan senang hati akan memberikan-
nya, dan lalu aku akan ditangkap. Kecuali dapat
menemukan siapa pelakunya, aku akan terkena dak-
waan sebagai pembunuh Debby. Apakah kalian punya
ide? Otakku sudah buntu."
Cash menarik napas. "Jeez. Ini semua agak terlalu
rumit buatku. Aku tidak tahu."
Cathy tidak berkata apa?apa. la tengah berpikir.
Aku tetap diam, berharap ia dapat ide.
Akhirnya ia berkata, "Oke, coba dengar. Apa yang
kita tahu tentang pembunuh Debbie?"
"Yah, ia pasti berada di London saat Debbie
terbunuh," jawabku. .
"Tepat. Dan ia mungkin orang yang menjadi dalang
Phoenix Prosperity."
Aku mengangguk. "ltu benar. Jack Salmon jelas
sekali berbicara dengan seseorang. Dan orang itu
tahu benar mengenai bursa." Aku berpikir lebih dalam.
Orang itu telah menyetujui tawaran Jack Salmon
untuk membeli saham Fairway.
Aku telah mengatakan pada Hamilton bahwa menurutku Fairway adalah investasi yang bagus.
Pikiranku terputus oleh Cathy. "Waigel beruntung
karena tidak ada yang memeriksa jaminan Tremont
Capital. la untung-untungan."
"ltu sebuah private placement." jelasku. "Dokumennya tidak harus dilaporkan ke mana pun, dan pelanggannya sangat terbatas."
468 "Sangat terbatas," ujar Cathy. "Kenyataannya hanya
dua. De Jong, dan Harzweiger Bank."
"Kau bilang Waigel yang menyarankan Harzweiger,
dan kau sendiri yang mempunyai ide menjualnya
pada De Jong?" aku bertanya pada Cash.
"Benar," sahutnya. "Setelah Hamilton menyatakan
minatnya pada obligasi triple A ber?yield tinggi."
"Yah, kita bisa yakin bahwa Dietweiler bekerja
sama dengan Waigel; ia mungkin menyelipkan obligasi
Tremont itu ke dalam rekening klien dengan harapan
tidak ada yang memperhatikan," ulasku.
"Jadi, tinggal De Jong," ujar Cathy.
"Mm. Aneh sekali, mengapa Hamilton tidak meme-
riksa jaminan itu, atau paling tidak menyuruh Debbie
memeriksanya?" ujarku. "Kesalahan yang jarang sekali
terjadi." .
Hanya ada satu kesimpulan, jelas di depan mata.
Hamilton.
ini tidak mungkin benar. Hamilton memang meme-
catku, tapi ia masih penting bagiku. Aku mengagumi
pria itu; ialah satu?satunya yang bersih dalam semua
kekacauan ini. Ini tidak masuk akal. Aku tidak siap
untuk mempercayainya.
Tapi, begitu aku menerima Hamilton sebagai salah
satu tersangka, semuanya mulai menjadi jelas. Dengan
berkolusi bersama teman lamanya Waigel, Hamilton
telah mengatur semuanya. la membeli private place-
ment Tremont Capital dari Cash karena memang
sudah direncanakan. Ialah yang bertanggung jawab
atas investasi Tremont di Phoenix Prosperity, dan
atas pengarahan terhadap transaksi perdagangan yang
dilakukan Jack Salmon saat ia berada di sana.
469 Tapi yang paling jahat, ia telah membunuh Debbie.
Ia melihat di agenda Debbie terdapat perjanjian
pertemuan dengan Mr. De Jong. Ia melihat prospektus
Tremont yang ditandai di atas meja gadis itu. Ia tahu
Debbie akan menceritakan pada De Jong tentang
jaminan palsu itu, dan ia harus menghentikannya.
Maka ia membunuhnya.-
Aku merasa lumpuh. Terguncang. Tubuhku tak bisa
bergerak, tidak bisa menerima kesimpulan itu.
"Paul? Ada apa?" Cathy menyentuh tanganku.
Terbata?bata, kuutarakan pada mereka apa yang
kupikirkan, kata-kataku terucap dengan susah payah.
Mereka berdua hanya memandangku, terlalu terpana
untuk mengatakan apa pun.
Aku menarik tanganku dari pegangan Cathy, dan
berjalan ke jendela ruang tamuku yang kecil. Aku
memandang ke jalan yang bermandikan cahaya matahati pagi.
Makin kupikirkan hal itu, makin memuncak kema-
rahankuf Aku merasa bodoh dan dikhianati. Aku ingin
balas dendam, untuk diriku sendiri, dan untuk Debbie.
"Aku tidak bisa percaya." ujar Cash. "Hamilton
sangat taat pada aturan. Bayanganku tentang seorang
kriminalis besar bukan seperti dia. Ia begitu..." Cash
mencari-cari kata yang tepat, lalu mendapatkannya:
"membosankan."
"Oh, aku percaya dia pelakunya," cetus Cathy.
"Aku tidak pernah menyukainya. ia bukan manusia,
ia seperti mesin. Tapi mengapa ia melakukannya?"
Aku punya jawabannya. Aku tahu jalan pikiran
Hamilton. "Hamilton berpendapat hidup hanya untuk
bermain dalam bursa dan menang. la terobsesi men-
470 cetak uang. Bukan uang itu sendiri yang ia suka,
melainkan seni menghasilkannya. Dan ia seorang pengambil risiko. Kukira ia sudah bosan dengan perdagangan jujur, ia ingin sesuatu yang lebih menggairahkan. Ini adalah kejahatan yang sempurna. Ia akan
mencuri puluhan juta tanpa diketahui. Berani taruhan
ia sangat menikmatinya," gumamku pahit.
"Buat apa mencuri uang itu kalau banyak orang
tolol memberikannya cuma?cuma setiap hari?" celetuk
Cash, berdecak.
Itu memang benar, setiap menit ada satu orang
tolol yang lahir, Cash tidak akan kekurangan uang.
"Jadi, bagaimana denganmu?" tanya Cathy.
"Mengapa ia membiarkanmu begitu lama melakukan
penyelidikan?"
"Kukira ia tidak punya banyak pilihan," ujarku.
"Sekali aku curiga, ia tahu aku akan mulai bertanya-
tanya. Mungkin ia lebih baik tahu apa yang kukerja-
kan dan mengarahkanku, daripada membiarkanku
melakukannya sendiri. Ia memang membujukku agar
tidak memberitahu orang lain tentang apa yang kute-
mukan, dengan alasan supaya jangan sampai para
penipu itu tahu sebelum kami mendapatkan kembali
uangnya. Harus kuakui, kukira ia akan menemukan ,
penyelesaian untuk masalah ini. Berarti semua omongannya tentang pengacara di Netherlands Antilles itu
hanya karangan belaka. Mungkin ia malah sama
sekali tidak ke sana."
"Tapi mengapa ia tidak membunuhmu seperti ia
membunuh Debbie?"
Aku berhenti. "Aku tidak tahu. Mungkin dua pe-
gawai tewas dalam satu bulan akan menimbulkan
47l kecurigaan." Mungkin ia terlalu sayang padaku, pikirku
dalam hati. Kebanggaan menjadi bintang, anak emas
Hamilton, sukar digoyahkan. Aku kembali diselimuti
perasaan jijik. Kalau diingat, aku pernah mengagumi
orang seperti itu!
Ia telah berusaha menghentikanku, dan hampir berhasil. Mendadak penyelidikan Gypsum juga menjadi
jelas. "Berryman benar, Hamilton tidak pernah membuat perjanjian dengan TSA," ujarku.
.Cathy memandangku heran.
"Ia menggunakan penyelidikan terhadap n'ansaksi
saham Gypsum sebagai alasan untuk memecatku. Be-
gitu aku mengundurkan diri, Hamilton dengan mudah
menyebarkan desas?desus bahwa aku ketahuan melakukan insider trading, yang membuatku terkucil dari
dunia bursa obligasi. Lalu, untuk memastikan, ia
menyumh Rob menjebakku sebagai tersangka pembunuhan dan menyusup masuk ke dalam apartemenku,
untuk menaruh satu anting?anting Debbie yang terjatuh
ketika Hamilton mendorongnya ke sungai."
"Tapi mengapa Rob mau membantunya?"
Aku tidak bisa menjawab. Mungkin hanya karena
ia tidak suka padaku.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?"
tanya Cash.
"Lapor ke polisi?" usul Cathy.
Aku menggeleng. "Belum bisa. Kita tidak punya
bukti apa?apa. Segera setelah Hamilton sadar polisi
menyelidikinya, De Jong tidak akan melihat uang itu
lagi. Dan ingat, aku masih orang yang diincar Powell
untuk diringkus. Ia tidak akan mau mengalihkan
perhatian begitu saja."
472 Cathy mengangguk, cemas. "Kau masih terjepit.
Powell tidak akan percaya kalau kau mengatakan
bahwa bos lamamu, yang memecatmu, ternyata adalah
pembunuh Debbie."
_"Di samping itu," ujarku, "aku ingin meringkus
bajingan itu sendiri."


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi, apa yang akan kita lakukan?"
"Kita akan berusaha mengambil kembali uang De
Jong." '
Dua orang itu hanya menatapku kosong.
"Kita akan mendapat kembali uang De Jong,"
ulangku. "Dan dalam prosesnya, kita akan membongkar keterlibatan Hamilton dalam semua masalah ini.
Dengan begitu Powell akan mau mendengarkan."
"Yah, kedengarannya sih bagus," ujar Cash. "Tapi
dengan cara apa kita melakukannya?"
"Aku mungkin punya ide. Coba kupikirkan sebentar."
Mereka tak berkata-kata sementara aku menatap
ke luar jendela.
Pasti ada jalan, aku yakin.
Aku memaparkan garis besar ideku. Kami men-
diskusikan dan mematangkannya selama beberapa jam,
sampai terbentuk rencana yang dapat dijalankan.
Aku ikut dalam taksi Cash dan Cathy, kembali ke
Bloomtield Weiss. Aku menanti di ruang tunggu se-
lama satu jam lebih. Akhirnya Cathy datang kembali
dengan setumpuk prospektus, laporan tahunan, dan
cetakan komputer. Aku mengambilnya dan kembali
ke apartemenku.
Aku mulai bekerja. Aku mempunyai informasi
473 tentang lima perusahaan Amerika-yang Sedang dalam
kesuliwn besar. Kutaruh kumpulan lOK, lOQ, sejarah
harga selama dua tahun terakhir, dan laporan dari
Standard & Pour 's, Moody 's, Value Line, dan berbagai
bmker dalam lima tumpukan rapi. Aku mulai menger-f
jakannya. Aku perlu mengambil satu pemsahaan yang
tepat. Aku harus memperhatikan tiap perusahaan dag
tiga sudut pandang yang berbeda: apa pendapat prihadiku terhadap prospek pemsath itu, apa tanggapan
Hamilton, dan apa pandangan bursa. Aku harus
memperkirakan kombinasi semua pandangan ini dengan
tepat.
Aku berhenti pada pukul tiga. Aku perlu menelepon
beberapa orang. Yang pertama adalah De Jong &
Co. Karen menjawab teleponku.
"Hai, Karen. I'ni Paul. Apa kabar?" ujarku.
Karen terdengar senang mendengar suaraku. "Aku
baik?baik saja, kau bagaimana?"
"Hamilton ada?" '
Suara Karen menjadi jauh lebih serius. "Sebentar,
kulihat dulu." .
Aku menunggu beberapa detik, lalu suara llamilton
terdengar di ujung saluran telepon, "McKenZie."
Aku tidak siap mendengar suara Hamilton. Aku
merasa jijik; darah berdentam di telinga, dan bulu
tubuhku meremang sangat sensitif, hingga aku dapat
merasakan gesekannya di pakaianku. Aku merasa
mual. Aku sudah tahu Hamilton telah mengkhianatiku.
Tapi aku sekarang baru sadar betapa marahnya aku.
"Halo, Hamilton. ini Paul."
"Ah, Paul. apa kabar?"
"Baik. Aku ingin bertanya sesuatu."
474 : Aku hampir dapat merasakan ketegangan Hamilton
telepon. "Mengenai apa?"
"Apakah kira-kira aku dapat datang ke kantor
untuk menyelesaikan sisa masa kerjaku? Aku belum
beruntung mendapat pekerjaan lain di bursa obligasi,
jadi aku melamar bekerja di bank. Aku sangat ingin
Jnengasah keahlian kreditku. Selain itu, aku bosan
hanya duduk di rumah."
Hening sesaat ketika Hamilton memikirkannya. "Boleh saja. Kau diterima dengan tangan terbuka. Tentu
saja aku tidak bisa mengizinkan kau bertransaksi,
tapi kami akan dengan senang hati menerimamu.
Malah kenyataannya, ada satu atau dua analisis yang
perlu dikerjakan."
"Bagus," ujarku. "Sampai bertemu esok pagi."
Sejauh _ini masih bagus. Berikutnya giliran Claire.
Seperti yang kuduga, ia bukan masalah; ia sangat
ingin membantu. Denny sedikit lebih sulit. Aku tahu
aku meminta banyak darinya. Ia harus melakukan
banyak pekerjaan hukum yang mungkin tidak akan
mendapat bayaran kalau rencana kami gagal. Menurutku apa yang akan kami lakukan tidak melanggar
hukum, tapi memang mendekati kategori itu. Kami
berbicara selama setengah jam sebelum Denny akhirnya bersedia membantu, yang membuatku lega.
Sekarang, telepon yang sangat kutunggu?tunggu.
Aku menelepon sebuah nomor di Las Vegas.
"Kantor Irwin Piper," sahut sebuah suara sekretaris,
memancarkan kesopanan dan wewenang. Aku minta
disambungkan dengan Mr. Piper. "Maaf, Mr. Piper
sedang tidak ada di tempat. Bisa meninggalkan pe-
san?"
475 Aku sudah menduga menghubunginya pasti sulit.
Aku sudah memikirkan pesanku sebelumnya. "Tentu.
Bisakah Anda memberitahu padanya bahwa Paul
Murray menelepon. Bisakah Anda juga memberitahu
bahwa, kecuali ia menelepon kembali dalam jangka
waktu dua jam, aku akan menghubungi Komisi Per-
judian Nevada untuk mendiskusikan perdagangan Mr.
Piper dalam saham Gypsum of America melalui bank
Liechtenstein?nya?"
Memang caraku tidak halus, tapi berhasil. Dalam
sepuluh menit Piper sudah menelepon. Aku tidak
mengulangi ancamanku; aku sudah mengatakannya
sekali, dan itu sudah cukup. Aku meminta pertolongan
Piper dengan sopan. Kukatakan padanya mengapa ia
harus bersedia menolong, karena dengan membantuku,
ia akan menyelesaikan masalahnya juga. Kujelaskan
apa yang harus ia lakukan.
Aku terkejut dengan reaksinya. Ia bersemangat.
"Tentu, mengapa tidak?" ujarnya. "Aku berusaha keras
memastikan proyek Tahiti-ku bersih, dan urusan Tre-
mont Capital ini hampir merusak semuanya. Rencana
ini kedengarannya menyenangkan. Aku memang bermaksud ke London. Dan aku akan senang kalau kau
tak lagi menggangguku." Aku berjanji akan melupakan
semua yang kuketahui tentangnya. Selama beberapa
menit kami mendiskusikan tanggal?tanggal dan ber-
bagai perincian lalu menutup telepon.
Aku menghubungi Cash. "Bagaimana denganmu?"
tanyanya.
"Semua setuju membantu. Piper bahkan terdengar
gembira dengan ide itu," ujarku. "Aku telah mendapat
pemsahaan yang kita cari." Kukatakan padanya nama
476 perusahaan itu. "Bisakah kau periksa berapa harganya?
Siapa yang memiliki obligasinya, apakah ada penjual
yang kemungkinan muncul dalam beberapa hari berikut, semacam itulah."
"Oke. Nanti kuhubungi lagi." _
_ Senang rasanya mengenakan jas lagi. Ketika ber-
jalan menuju gedung Colonial Bank dan naik lift ke
lantai dua puluh satu, aku merasa tegang namun siap.
Suasana di mangan transaksi kecil itu membeku
ketika aku masuk. Jeff, Rob, Gordon, dan Karen
semua menatapku sesaat sebelum kembali memusatkan
perhatian pada kertas?kertas dan telepon mereka. Hamilton tidak memperhatikan kedatanganku. Ada seorang pemuda berkacamata duduk di meja Debbie.
Penggantinya. Aku senang Hamilton masih belum
mendapat penggantiku.
Aku berjalan ke dalam ruangan itu. "Pagi, semua-
nya," ujarku lantang. Ada beberapa sahutan menggumam. "Halo, Karen. Kangen padaku?" Aku berseru
padanya. Paling tidak Karen tersenyum. Itu sangat
berarti.
Aku mendekat dan memperkenalkan diri kepada
pemuda di meja Debbie. Ia menyebutkan namanya,
Stewart. "Namaku Paul, aku bekerja di sini," ujarku.
Dari sudut mataku aku terlihat'Jeff menjadi tegang.
Stewart menjadi sangat bingung, dan mengucapkan
sesuatu yang tidak jelas. Ia pasti tahu siapa aku. Ia
ingin bersikap sopan tapi tidak ingin terlihat terlibat
dengan seorang kriminalis.
Hamilton menyelesaikan teleponnya, dan datang
menghampiri. Ia cukup ramah, setidaknya untuk orang
. 477
seperti dia "Pagi, Paul. Senang melihat kau kembali.
Kau bisa duduk di mejamu yang lama." Kata lama
itu terdengar menusuk. "Beberapa aturan dasar. MenuFzrutku lebih baik kau sarna sek' " 'dakberhubungan
' : dengan burs'a selama berada di sini. Jangan menjawab
telepon dan jangan menelepon Salesman mana pun."
"Apa aku boleh menggunakan telepon untuk meng-
hubungi para pemburu tenaga kerja?" tanyaku.
"Ya, boleh." la menaruh beberapa berkas ke atas
mejaku. "Aku ingin memeriksa beberapa bank regional Amerika. Mereka batu turun tingkat ke triple
B, dan obligasi mereka memberi yield hampir dua
belas persen. Kalau mereka aman, aku ingin membeli
beberapa."
Khas Hamilton, pikirku. Ia akan memanfaatkanku
semaksimal mungkin saat aku ada di sana. Tapi aku
senang mendapat tugas. Aku akan lebih tidak menarik
perhatian dengan kepala ,terbenam dalam laporan
tahunan daripada mondar?mandir mencari kesibukan.
Tidak ada yang mengajakku bicara sepanjang pagi.
Aku hanya melihat mereka melirik. Aku tidak dapat
menyalahkan mereka, tidak ada yang suka kepada
penjahat. _Sangat menyedihkan. Mereka'mungkin kecewa denganku. Yah, semua akan segera berakhir,
pikirku. Aku berusaha menatap mata Rob, tapi ia
tidak mengacuhkan. la menyibukkan diri dengan pembicaraan telepon, matanya tertuju pada layar monitor.
Pagi berlanjut terus. Aku melihat pada jam di
dinding ruang transaksi.'Pukul 10.59. Tepat pukul
sebelas, aku mendengar Rob berseru, "Hamilton!
Claire di saluran dua."
Aku awasi Hamilton saat berbicara dengan Claire.
478 0 ; Aku tahu apa yang dikatakan Claire, tapi mustahil
melihat reaksi Hamilton. Mereka berbicara selama lima
menit. Setelah selesai, Hamilton bersandar dan mengusap
janggutnya. Tanda bagus. Ia menggigit umpannya. la
duduk seperti itu selama dua atau tiga menit sebelum
mendadak berdiri dan berjalan menghampiriku. Aku
langsung menunduk menatap neraca di hadapanku.
"Paul, bisakah kau memeriksa sesuatu untukku?"
"Tentu. Apa itu?"
"Sebuah perusahaan bernama Mix N Match. Kau
pernah dengar?"
Aku mengerutkan bibir, berkonsentrasi. "Ya, kukira
pernah. Itu sebuah perusahaan retail berpusat di
Florida. Setahuku'sedang dalam kesulitan sekarang."
"Ya, benar," ujar Hamilton. "Apa kau tahu sesuatu
yang lain tentangnya?"
"Tidak, rasanya tidak," aku berbohong.
"Nah,_aku baru saja mendapat telepon dari Claire
mengenai pemsahaan itu. Obligasinya diperdagangkan
dua puluh sen untuk satu dolar. Semua menduga
perusahaan itu akan menyatakan bangkrut. Claire berkata ada desas?desus perusahaan itu akan diambil
alih pihak Jepang."
Aku mengangkat alis. Hamilton melihat ekspresi
wajahku. "Ya, aku tahu," ujarnya. "ltu hanya desasdesus. Dan Claire hanya tahu sedikit tentang junk
bond. Tapi kalau ia benar, kita akan mendapat delapan
puluh sen; kalau ia salah, paling banyak kita rugi
dua puluh. Menurutku ini boleh dicoba. Claire akan
segera mengirimkan beberapa faks. Coba teliti." la
berjalan kembali ke mejanya dan lalu raguaragu.
"Tapi jangan ceritakan hal ini pada orang luar."
479 "Beres," ujarku, dan segera bekerja. Aku mengum-
pulkan semua data tentang Mix N Match dari file
kami sendiri. Aku tidak perlu menunggu lama faks
dari Claire. Lalu aku mulai bekerja, tenggelam dalam
tumpukan kertas-kertas dan mengetikkan informasi
finansial ke dalam komputerku.
Aku telah memilih Mix N Match sebagai yang
terbaik dari lima pemsahaan yang kulihat kemarin.
Tampaknya bukan investasi buruk dengan harga dua
puluh sen; bahkan kalau bangkrut, setidaknya peme-
gang obligasi akan mendapat lima puluh sen untuk
satu dolarnya. Dengan adanya perkiraan pengambil-
alihan, transaksi ini jadi tampak sangat bagus. Tak
mungkin ditolak, kuharap. '
Selama empat jam berikutnya, aku menyusun ana-
lisis rumit mengenai keadaan perusahaan itu dalam
keadaan bangkrut. Dengan hati?hati kunilai semua
asetnya, dan kubuat laporan yang rapi, yang kucetak
dan kutunjukkan pada Hamilton. Ia terus mondarmandir di sampingku dan telah membaca sendiri
sebagian besar isinya. Ia melihat laporan itu dan
mengelus janggutnya, berpikir.
Aku tinggalkan dia dan cepat?cepat menelepon.
Cathy menjawab. "Ia sudah siap. Suruh Cash menghu-
bunginya sekarang," bisikku dan segera menutup pem-
bicaraan.
Dalam tiga puluh detik, lampu menyala di panel
telepon. Karen mengangkatnya. "Hamilton! Cash di
saluran satu!" serunya.
Hamilton tengah asyik berpikir. "Katakan padanya
akan kuhubungi kembali," ujarnya. Sial! Aku tidak
memperhitungkan bahwa Hamilton akan jual mahal.
480 "HKtaren menyingkirkan Cash dan kembali berseru
u ungi Cash kalau ada waktu. lni tentan 'Mi ,
Mash" atau semacam itu." g lXer
Hamilton menjadi sedikit tegang. Aku tahu ia tidak
akan langsung menelepon Cash, karena akan kelihatan
terlalu bernafsu. Ia menunggu lima menit sebelum
mengangkat telepon. Ia dan Cash berbicara setengah
jam. Setelah selesai, ia memanggilku.
Yah, kau memilih hari yang bagus untuk datang
kembali. Aku senang kan ada di sini, kau sangat


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berguna. Mix N Match mungkin lebih menarik dari-
pada yang kita duga."
"Oh, ya?" ujarku. Aku tidak erlu be <
bersemangat. P rpa Pura
_"Itu tadi Cash. Agak aneh, ia mau berbicara tentang
Mix N Match. Rupanya Bursa Saham Tokyo ramai
dengan desas-desus pengambilalihan perusahaan itu
oleh perusahan retail besar Jepang."
Aku memotongnya. "Kita kan tidak bisa memper-
cayai Cash dalam hal seperti itu?"
Itu benar, tidak bisa. Tapi bagus juga ada yang
mendukung g051p yang didengar Claire. Yang paling
menarik adalah Cash akan mengadakan konsorsium
investor untuk membeli utang Mix N Match."
"Apa maksudnya?" tanyaku.
_ Idenya adalah untuk memiliki sebagian besar utang
Mnt N _Match, lalu memaksa pihak Jepang membayar
obligasmya dengan harga par ketika pemsahaan itu
diambil alih."
:Begitu. Jadi siapa investor yang lain?"
"Baru satu. Tapi investor besar. Irwin Piper."
Tapi dia penjahat!" sanggahku. "Kau pasti tidak
mau bemrusan dengannya, bukan?"
481 "Ia mungkin tidak terlalu jujur, tapi dia cerdas,"
ujar Hamilton. "la menanam dua puluh juta dolar.
Cash ingin dua puluh juta dolar dari kita, dan menu-
rutnya ia bisa mendapat dua puluh lagi dari investor
di Amerika."
"Jadi, coba kuulangi supaya jelas," ujarku. "De
Jong menanam dua puluh juta, ditambah empat puluh
juta dari Piper dan investor yang satu lagi. Kemudian
uang enam puluh juta dolar itu dipakai untuk membeli
obligasi di bursa terbuka. Mix N Match diambil alih
oleh pihak Jepang, yang kemudian berhadapan dengan
pemilik mayoritas obligasi. Kita bisa menegosiasikan
penebusan besar di bawah perjanjian kontrak obligasi."
""Tepat sekali," sahut Hamilton. "Dan kalau pengam-
bilalihan itu tidak terjadi, dan perusahaan menyatakan
bangkrut, maka, sesuai analisismu, kita masih mene
dapat keuntungan."
"Oke, jadi apa yang kita lakukan berikutnya?"
"Rupanya Piper telah mendapat dokumentasinya.
Ia menggunakan Denny Clark sebagai pengacaranya.
Ia akan tiba di negara ini esok pagi. Kita bisa
bertemu dengannya di kantor Denny Clark. Kau bisa
ikut kalau mau." Rob mondar?mandir di dekat kami.
berusaha mendengar sebanyak mungkin. "ApakahEku
boleh ikut?" tanyanya pada Hamiltoni "Aku ingin
tahu lebih banyak tentang bursa junk band, dan
mungkin kau perlu bantuan kalau Paul sudah benar-
benar keluar dari sini." Rob mengatakan semua ini
tanpa sekali pun melihat padaku.
Hamilton mengangkat alisnya, berpikir sesaat, lalu
mengangguk. _
Aku kembali ke mejaku. Karen mengatakan John
482 Smith dari? agen bursa kerja menunggu di telepon.
Ternyata Cash.
"Apa kau tidak bisa mencari nama yang lebih
bagus?" tanyaku.
"Hei, pasti ada orang yang bemama John Smith,"
sahut Cash. "Apa ia percaya?"
_"Iapercaya mentah-mentah,"-ujarku. "Kita harap
saja Piper juga melakukannya sebaik kau."
Jangan kuatir. Orang itu benar?benar pro kalau
soal menipui Itu sebabnya ia kaya."
"Kau benar," aku mengakui.
Aku harus pergi," ujar Cash. "Aku harus mena-
warkan sebuah transaksi pada sebuah pemsahaan sim-
pan-pinjam Arizona."
483 > > >BAB
22 AMILTON, Rob, dan aku berjalan menuju kantor
Denny. Empat orang telah duduk mengelilingi
ujung meja rapat panjang itu?Denny, Irwin Piper,
Cash, dan Felicity. Lukisan leluhur Denny memandang
kami, mengingatkan bahwa kami tengah berada dalam
kantor pengacara yang sangat terhormat, dan oleh
karena itu lebih baik berlaku sopan. Denny mengu?
capkan kata-kata pembukaan, menyebut bahwa Felicity
bertanggung jawab atas rancangan dokumen tersebut.
' Gadis itu kelihatan lelah?tidak mengherankan. Ia
harus mengerjakan banyak hal dalam waktu singkat.
Sebenarnya hanya ada dua orang dalam rapat itu,
Hamilton dan Piper, Piper memulai. "Cash telah banyak bercerita tentang operasi Anda, Mr. McKenzie.
Harus kuakui, kedengarannya sangat sukses. Aku tahu
cara kerja beberapa perusahaan serupa di Amerika,
dan semua berjalan dengan baik."
Hamilton sama sekali tak mengacuhkan puji-pujian
itu. Ia langsung ke pokok persoalan. "Ceritakan ten-
tang Mix N Match," tandasnya.
485 Piper bersandar ke kursi, dan meregangkan jarijarinya, memperlihatkan ujung baju berwarna putih
dan penjepit emas bermonogram di balik lengan jas-
nya. "Aku sudah berinvestasi dalam berbagai pemsahaan selama dua puluh tahun, dan aku lumayan
berhasil. Sepuluh tahun sekali datang kesempatan
yang terlalu bagus untuk dilewatkan, kesempatan untuk
mempertaruhkan sejumlah besar uang dengan per-
sentase keberhasilan yang juga besar. Semua orang
mendapat kesempatan seperti itu, tapi kebanyakan ti-
dak menyadarinya. Mereka hanya memperoleh hasil
dengan cepat, tidak lebih. Mix N Match adalah salah
satu kesempatan langka itu. Perusahaan ini akan
diambil alih oleh pihak Jepang"?Piper berhenti untuk
menekankan keyakinannya?"dan kalau itu terjadi,
aku akan mencetak uang banyak." .
Hamilton menatapnya lurus-lurus, tanpa eksprest.
"Apakah Anda mau bergabung denganku?" tanya
Piper. .
Hamilton tetap diam, menunggu Piper berkata lebih
jauh. Tapi Piper tidak mau berkata apa?apa lagi dan
menolak dipaksa. Keheningan itu berlangsung paling
tidak semenit, dan tidak ada yang berani memecahnya.
Akhimya, Hamilton mengajukan pertanyaan lain.
"Setahuku Anda tidak punya banyak pengalaman dalarn bidang retail, Mr. Piper," katanya.
"Panggil saja Irwin," sela Piper. 4
"Baik, Irwin," ujar Hamilton enggan. "Seperti yang
kukatakan, Anda tidak punya banyak pengalaman
dalam bidang ini. Dari mana Anda dapat informasi
tentang hal ini?"
Aku duduk gelisah. Gawat! Ini satu pertanyaan
yang tidak diuji coba.
486 Piper berdiri dan berjalan ke jendela untuk me-
mandang ke luar, ke jalan yang sunyi di bawah. la
mengulur waktu, pikirku.
la berbalik. "Keluarga istriku dahulu tinggal di
Jepang, dan ia masih punya teman?teman Jepang. Sa-
lah satu menikah dengan eksekutif senior perusahaan
retail Jepang. Ia sedang berada di Amerika, dan
mampir ke Tahiti. Ia sedang menuju Florida untuk
menemui suaminya, yang ada di sana untuk keperluan
bisnis. Aku memeriksa perusahaan suaminya itu. Me-
reka telah mengumumkan akan melakukan akuisisi di
Amerika tahun ini. Mix N Match?lah targetnya. Aku
berbicara dengan Cash, yang membuat riset tentang
perusahaan itu untukku. Nah, itu sebabnya kita semua
berada di sini." Piper mengembangkan tangannya dan
tersenyum. "Tentu saja, aku akan lebih senang kalau
Anda tidak menceritakannya di luar ruangan."
Hening kembali saat Hamilton menimbang-nimbartg
jawaban Piper. Aku merasakan keheningan itu kasar
dan mengintimidasi, tapi kesopanan Piper tak luntur.
"Jadi. buat apa kita bekerja sama?" tanya Hamilton
akhimya. "Bukankah aku bisa membeli obligasi itu
sendiri?"
' "Aku akan sangat kecewa kalau Anda melakukan-
nya," sahut Piper, "terutama karena ide itu berasal
dariku melalui Cash." Piper mengucapkan kata?kata
itu seolah ucapan Hamilton mencerminkan etika bisnis
yang rendah. Ia berdiri di samping jendela, tinggi,
ramping, dan sangat tenang menguasai keadaan, melihat ke arah Hamilton yang duduk diam. Aku mengagumi kemampuannya mengagungkan nilai moral dalam
situasi penuh kebohongan ini. "Tapi ada alasan yang
487 *
lebih pragmatis mengapa kita sebaiknya menggabungkan kekuatan. Kalau bertindak bersama, kita akan
lebih efektif dalam negosiasi dengan pengakuisisi Mix
N Match ketika saatnya tiba. Jauh lebih baik jika
kita memiliki obligasi dengan harga yang sama. 'Dan,
kalau kita berebut membeli semua obligasi, saling
bersaing, maka harganya akan meroket dan akhirnya
kita tidak dapat apa-apa. Lebih baik melakukannya
dengan perlahan dan cermat, menggabungkan modal
kita."
"Aku setuju," ujar Hamilton. .
"Well, apakah Anda mau bergabung?" tanya Piper.
"Kalau mau bergerak, lebih baik kita bergerak cepat."
"Aku perlu memikirkannya dahulu," ujar Hamilton.
Cash berdeham. "Hei, aku mengerti kau harus
mempertimbangkan yang satu ini. Tapi kalau kau
memutuskan ikut, seperti yang dikatakan Irwin, kita
harus bergerak cepat. Desas-desusnya sudah sampai
ke jalan. Aku kenal beberapa pemegang obligasi Mix
N Match yang sangat ingin menjualnya, tapi kita
harus menghubungimereka dalam beberapa hari. Itu
berarti kita harus segera bergabung. Mengapa tidak
sekarang saja dokumentasinya diperiksa? Mengerti
maksudku?" Cash mengangguk ke arah tumpukan di
muka Felicity. Orang harus mengagumi daya jual
Cash, pikirku. _
Tapi Hamilton berusaha mengelak. "Aku mengerti
apa yang kaumaksud, Cash. Aku setuju kita memeriksa
dokumentasinya sekarang. Tapi jangan dianggap se-
bagai bukti komitmen dari pihakku."
Piper menghampiri meja. "Boleh saja, aku sangat
mengerti. Aku sekarang permisi, Mr. Denny sudah
488 tahu keinginanku dalam hal kontrak kerjasama ini.
Sangat menyenangkan berkenalan dengan Anda, Ha-
milton, dan kuharap kita dapat melakukan bisnis
bersama-sama." .
Kekuasaan dan karisma memancar dari Piper ketika
ia mengulurkan tangan kepada Hamilton. Sekali ini
Hamilton menimbulkan kesan picik serta tak ramah,
dan ia jelas tidak menyukainya. la berdiri, menjabat
tangan Piper dengan cepat, dan berbalik pada tumpukan dokumen di meja. "Kalau begitu mari kita
lihat dokumennya."
Cash juga minta diri, membawa Cathy bersamanya,
dan Rob tidak lama kemudian menyusul. Maka tinggal
Denny, Felicity, Hamilton, dan aku untuk membicara-
kan dokumentasinya. Felicity tidak mempunyai waktu
cukup untuk membuat perjanjian yang menyeluruh.
Pekerjaannya tidak buruk, tapi ada sejumlah celah.
Kami telah setuju sebelumnya bahwa jika Hamilton
mempermasalahkan sesuatu, Denny akan setuju menu-
ruti pendapatnya. Kami tidak dapat menghabiskan
berjam?jam mendiskusikan masalah hukum yang nanti-
nya Lidak akan dijalani; Hamilton mempunyai beberapa
keberatan, tapi setelah protes singkat, Sena, :; " ti
keinginannya. Dua jam kemudian sudah tersusun rancangan dokumen yang disetujui oleh semua pihak.
Sudah siap ditandatangani Hamilton, begitu ia memutuskan untuk bergabung dalam konsorsium
Dalam taksi, Hamilton duduk diam. la memandang
ke luar jendela, menatap kelebat merah. hitam, dan
abu?abu berbagai bus, taksi, serta pejalan kaki yang
berseliweran. Setelah lima menit, ia menggumamkan
sesuatu yang tidak kudengar jelas.
489 "Maaf?" ujarku.
"Aku tidak suka," kata Hamilton.
Aku merenungkan pernyataannya sesaat. "Apanya
yang Anda tidak suka?"
"Semua terlalu mudah? Rasanya tidak beres. Dan
Piper bohong tentang caranya mengetahui rencana
akuisisi itu. Aku tidak tahu apa permainannya, tapi ia
pasti punya maksud tertentu."
Aku tidak senang mendengarnya. Menurutku Piper
sudah sangat meyakinkan, tapi ia tidak berhasil memperdaya Hamilton. Aku tidak ingin terlihat terlalu
bernafsu membujuk Hamilton untuk menerima tawaran
itu, tapi di pihak lain, aku sangat ingin ia setuju. "Apa
yang bisa Piper lakukan?" tanyaku. "Dokumentasinya
sudah rinci." Memang benar. Tidak ada yang dapat
dilakukan Piper atau orang lain tanpa persetujuan De
Jong & Co. lebih dahulu. De long mempunyai hak
untuk memveto pemindahan aset masuk ataupun keluar.
"Aku tidak tahu," ujar Hamilton. "Aku tidak bisa
menebak sudut pandangnya." la mengelus janggutnya.
"Tidak banyak risikonya dari sudut pandang kredit,
bukan?" tanyanya, menatapku tajam.
'Tidak" sahaka, membalas tatapannya. "Tentu saja,
kita tidak bisa tahu pasti apa yang tersembunyi dalam
sebuah pemsahaan, tapi menurutku dengan utang yang_
dijual seharga dua puluh sen per dolar, kebangkrutan
akan menguntungkan; utang itu nantinya akan dijual."
Hamilton memandangku dan tersenyum, yang me-
nurutku berkesan tulus. "Aku bersyukur kau bekerja
bersamaku dalam transaksi ini. Senang bisa bekerja
bersama orang yang dapat dipercaya." Kekagetan
pasti tampak di wajahku saat mendengar ekspresi
490

Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keakraban yang sangat tak terduga itu, karena Ha-
milton lalu tampak malu dan berpaling melihat ke
luar jendela lagi. "Aku sungguh menyesal kau tidak
dapat bekerja denganku lagi."
Sesaat aku merasa bangga mendengarnya. Tapi
hanya sesaat saja. Aku tersenyum sendiri menertawa-
kan ernl ini. Hamilton boleh berpikir bahwa aku
adalah satu?satunya orang' yang dapat ia percaya"
akan segera kutunjukkan betapa kelirunya dia. ,
Kami kembali ke kantor dan menuju meja masingmasing. Aku menelepon Cash. "Piper hebat, kan?"
Ujamya.
"Yah, kukira tadinya begitu, tapi Hamilton curiga "
"Apakah ia akan menerimanya?" .
"Tidak, kalau pikirannya tetap seperti sekarang"
sahutku. ,
"Apa yang salah?"
"Pada awalnya semua lancar." jawabku. "ia tidak
dapat menahan godaan untuk mencetak uang dengan
cara cerdik. Tapi ia tidak percaya pada Piper, dan ia
tidak percaya padamu. Ia yakin kau menyembunyikan
sesuatu, tapi ia tidak tahu apa. Dan kuduga ia tidak
mau mempertaruhkan uangnya untuk mencari tahu."
"Sial," umpat Cash. "Begini, aku yakin akan dapat
membujuknya."
"Tidak akan berhasil. Hamilton sering curiga pada-
mu. Kau hanya akan membuatnya semakin chriga."
"Well, bagaimana kalau Piper berbicara sekali lagi
padanya. Atau mungkin kau dapat membujuknya."
"Ia tidak mau mendengarkan Piper. Dan akan kelihatan aneh kalau aku mendukung perjanjian ini. Ha-
milton akan mengira aku sudah gila."
491 Kami berdua diam, berpikir.
"Bagaimana dengan Phoenix Prosperity?" tanyaku.
"Jack Salmon menyukai ide ini," ujar Cash. "Tapi
ia harus mempertimbangkannya. Itu berarti dia harus
mengeceknya dengan Hamilton."
"Dan kita semua tahu apa yang akan ia katakan
dalam keadaan sekarang. Hubungi aku kalau kau
punya ide," kataku, dan menutup telepon.
Aku kesal. Kami sudah hampir berhasil menjalankan
rencana kami, namun tampaknya akan gagal karena
kecurigaan Hamilton di menit terakhir.
Aku sedang duduk, memutar otakku. ketika telepon
menyala.
"Aku punya ide." ltu dari Cathy.
Darahku mengalir lebih cepat. "Katakan."
"Hamilton mungkin tidak percaya pada Cash, atau-
pun pada Piper, atau bahkan padamu, tapi ia akan
percaya padaku."
"Maksudmu, kau akan mengatakan agar ia berinvestasi dalam transaksi ini?" tanyaku ragu?ragu.
"Tidak, akan kukatakan agar ia jangan berinvestasi
di sana." Ia menceritakan idenya. Kedengarannya
bagus.
Cathy menelepon tepat pukul 15.30. Kupastikan
saat itu aku tengah berbicara dengan Hamilton, dengan
harapan 'ra akan membiarkanku ikut mendengarkan.
Ternyata memang demikian. Segera setelah ia tahu
apa yang ingin dibicarakan Cathy, Hamilton memberiku tanda untuk ikut mendengar.
Kudengar suara jernih Cathy berkata ragu?ragu.
"Cash memaksa aku untuk memeriksa apakah kau
492 sudah memutuskan ikut bergabung dalam konsorsium
ini." Ia memberi kesan enggan dalam nada suaranya,
seolah-olah ia tidak ingin' tahu jawabannya.
"Sepertinya tidak akan," ujar Hamilton.
"Um, oke," sahut Cathy. "Akan kuberitahu Cash.
Ia akan sangat kecewa." *
"Silakan."
Hamilton baru saja hendak menaruh telepon ketika
Cathy menyelak, "Boleh aku bertanya?" Gadis itu
terdengar gelisah.
"Ya?"
"Mengapa kau tidak mau?"
Hamilton diam sejenak. la tampaknya memutuskan
tak ada ruginya mengatakan yang sebenarnya. lalu
berkata, "Rasanya agak aneh. Aku tidak tahu kenapa,
tapi ada sesuatu yang disembunyikan Piper."
"Oh, aku sangat senang kau beranggapan begitu,"
timpal Cathy, dengan nada lega dalam suaranya.
"Kau benar, kedengarannya memang tidak beres. Me-
reka semua yakin pengambilalihan ini akan terjadi.
Aku tidak tahu dari mana mereka mendapat informasi,
tapi aku kuatir ini melanggar hukum. Aku lebih suka
tidak berurusan dengan semua ini. Aku 'tidak tahu
harus berbuat apa. Apakah aku harus melaporkannya
pada seseorang?" Hamilton tidak menyahut. Cathy
melanjutkan, "Cash bisa membunuhku kalau ia dengar
aku melakukannya. Dan bagaimana kalau ternyata
tidak ada yang salah dalam perjanjian itu?"
Mata Hamilton agak mengecil. Ia mendengarkan
dengan saksama semua yang dikatakan Cathy. "Tidak,
kalau jadi kau, aku takkan melapor. Selama tidak
"hp dari mana mereka mendapat informasi, kau tidak
ter rbat.
493 "Kau yakin?"
"Sangat yakin."
"Oke, kalau begitu." Cathy terdengar ragu-ragu.
"Apa yang dilakukan Cash bila aku tidak ber-
gabung?" , _
"Yah, masih ada satu lagi investor di Amerika
yang sedang mempertimbangkannya, tapi kalau mereka
tidak mengambilnya, maka masih ada Michael Hall
di Wessex Tnist yang akan mengambil total empat
puluh juta." _
Mata Hamilton menyipit. Michael Hall terkenal dl
London sebagai pencetak uang lihai. Ia sering muncul
dalam majalah dan dipuji-puji atas kemampuannya
berjual-beli pada saat yang tepat. Hamilton menolak
memberi wawancara dan mengejek Hall sebagai
pencari publisitas, tapi sebenarnya ia iri pada reputasi
Hall. Kalau Mix N Match mentang sebuah kesempatan
emas, Hamilton akan sangat kesal kalau Hall mengambilnya dan ia tidak. ' .
"Ada masalah kecil yang tidak begitu kumengem,"
ujarnya. "Mengapa Piper memilihku dari sekian bar
nyak orang?"
"Oh, bukan dia," ujar Cathy. "Cash yang memaksa.
? Kenyataannya dialah yang berperan di belakang semua
ini. Menurutnya inilah cara agar klien kuncinya men-
dapat banyak uang. Kuduga ia agak cemas karena.
dengan kepergian Paul, ia bisa kehilangan rekening
De Jong. la mati?matian berusaha mengikutsertakanmu.
"Begitu."
"Jadi kau tetap tidak tertarik?"
"Ya," sahut Hamilton dan men
494 Sial, pikirku. Cathy telah melakukan pekerjaan
yang hebat, tapi tampaknya Hamilton masih belum
terpancing.
Rob menghampiri. "Apakah kita akan membeli
Mix N Match ini?"
Hamilton bersandar di kursi, mengelus janggutnya.
"Gadis itu bicara terlalu banyak," ujarnya.
"Kurasa ia takut," kilahku. "Menurutku lebih baik
kita tidak ikut."
"Aku tidak sependapat," ujar Hamilton. "Aku per-
caya pada Cathy. Kukira Cash memang tahu sesuatu,
dan menawarkan transaksi menguntungkan pada pelanggan favoritnya adalah sesuatu yang pasti akan ia
lakukan. Dan terkutuklah aku kalau membiarkan si
primadona Hall itu merebutnya."
"Jadi, kita ambil?" tanya Rob.
"Kita ambil."
"Hebat!" seru Rob.
Hamilton menelepon Cash. Ketika ia menyahut,
Hamilton berkata, "Cathy tidak sedang mendengarkan.
kan?"
"Tidak," sahut Cash.
"Well, menurutku kau hams hati-hati padanya. Aku
baru saja berbicara dengannya, dan menurutku ia
agak ah"?Hamilton mencari istilah yang tepat"kuatir tentang perjanjian ini. Sekadar supaya aku
tenang, tidak ada yang melanggar hukum dalam transaksi ini, atau dalam caramu mendapatkan informasinya, bukan?"
"Hei, Hamilton, kau tahu aku orang jujur," protes
Cash. "Transaksi ini seratus persen halal, kau bisa
pegang ucapanku." '
495 Hamilton tentu saja tidak mempercayainya, tapi ia
ingin melindungi dirinya kalau-kalau ada yang tidak
beres.
"Bagus. Oke, aku ikut dua puluh juta. Kirim
dokumennya kemari untuk kutandatangani. Dan jangan
sampai Cathy tahu aku ikut. Singkirkan ia dari perjanjian ini, entah bagaimana caranya." Ia menutup
telepon, berbalik padaku, dan tersenyum. "Ini akan
berhasil," ujamya. "Aku tahu ini akan berhasil."
Aku kembali ke mejaku, dan menghubungi Cathy.
"Hebat! Kau brilian!" pujiku.
"Menurutmu ia pasti melakukannya?" tanyanya.
"Pasti."
"Aku harus ke New York selama empat hari mulai
beso ," ujarnya. "Aku'harus mengurus beberapa klien
yang Cash dan aku temui ketika kami di sana bulan
lalu. Beri tahu aku apa yang terjadi. Cash bisa
memberitahumu di mana aku berada."
"Jangan kuatir, akan kuberitahu," ujarku. Ada se-
suatu yang membuatku merasa tidak enak. "Cathy?"
"Ya?"
"Hati?hati terhadap Waigel."
"Mengapa?"
"l-lati?hati sajalah. la berbahaya. Aku tak mau kau
celaka."
"Jangan kuatir. Aku tidak akan dekat?dekat dia. Di
samping itu, ia tidak tahu apa-apa."
"Oke, kuharap kau benar." Aku tidak yakin.
Dokumen korsorsium ditandatangani sore itu juga,
dan Hamilton mengesahkan pembayaran 20 juta dolar
ke dalam rekening kerja sama itu. Phoenix Prosperity
496 juga menandatanganinya sore itu dan mentransfer 20
juta dolar ke rekening yang sama. Cash berkata Jack
Salmon sudah bernafsu ikut dan amat kesal karena
bosnya tidak langsung memberinya lampu hijau. Piper
menandatangani perjanjian persetujuan, tapi menunda
mentransfer uangnya ke dalam rekening kerjasama ini.
Jadi, dalam dua puluh empat jam, kerja sama ini
sudah terbentuk dan telah mempunyai dana 40 juta
dolar.
Aku menjadi sangat sulit berkonsentrasi, atau bah-
kan berpura?pura berkonsentrasi, dalam pekerjaanku
selama beberapa hati kemudian. Hamilton tentu saja
setenang biasanya, hanya memeriksa untuk memastikan
bahwa harga obligasi Mix N Match tidak jatuh.
Setelah Denny, sebagai pengawas kerja sama ini,
memastikan bahwa dananya sudah ditempatkan, aku
segera bertindak. Aku tidak punya banyak waktu.
Aku harus menunggu sampai Hamilton pergi untuk
membeli sandwich. Rekanku yang lain juga sedang
makan siang, walau Stewan, pengganti Debbie, tetap
di mejanya, membolak?balik majalah obligasi bekas.
Ia mungkin akan mendengar apa yang akan kulakukan.
Apa boleh buat,
Pertama, aku menghubungi Denny. Lewat telepon
yang direkam, aku menjual 20 juta dolar obligasi
Tremont Capital yang dimiliki De Jong seharga par
pada konsorsium baru itu. Lalu kujual kembali penempatan 20 juta dolar De Jong dalam konsorsium itu
seharga par. Itu hanya butuh satu menit. Stewart
sekilas melirik padaku saat aku berbicara di telepon
lalu kembali menekuni majalahnya. Ia tidak bisa
mendengar apa yang sedang kulakukan.
497 Lalu aku mengambil dua set tiket transaksi dan
menuliskan perincian transaksi yang baru kulakukan.
Saat diproses, tiket itu akan memastikan bahwa obli-_
gasi Tremont Capital akan ditransfer dari Chase,
tempat De Jong menyimpannya, ke bank konsorsium,
Barclays. Demikian pula sertifikat saham konsorsium
yang diterima De Jong dati Denny Clark akan dikirim
kembali ke sana oleh kurir. Lebih penting lagi, bank
De Jong akan'diinstruksikan untuk menerima pemba-
yaran 40 juta dolar dari konsorsium ini.
Aku melihat jam. Pukul 13.15. Saat makan sand-
wich.
Ketika berdiri di antrean toko sandwich yang kecil,
aku kembali memerinci semuanya dalam benakku.
Hasil bersih perputaran ini adalah: De Jong menerima
kembali 20 juta dolar yang dipakai membeli obligasi
palsu Tremont Capital. Konsorsium itu kini memiliki
aset senilai 20 juta dolar dalam bentuk obligasi
Tremont Capital, yang dibiayai oleh 20 juta dolar
modal saham yang semua dipegang oleh Phoenix
Prosperity. Karena satu?satunya aset Tremont Capital
adalah investasinya dalam Phoenix Prosperity, atau
Mesin Uang Uncle Sam, Phoenix Prosperity baru
saja membeli sahamnya sendiri. Intinya, apa yang
terjadi adalah'. 20 juta dolar yang ditanam De Jong
& Co. secara sembrono dalam Phoenix Prosperity
lewat Tremont Capital sudah dibayar kembali. Semua
berjalan lancar.
Hamilton, Rob, dan aku bermaksud pergi ke kantor
Denny sore itu, tepat setelah makan siang. Denny
betjanji menyiapkan komite penyambutan untuk Hamil?
ton. Aku sudah menunggu?nunggu pertemuan itu.


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

498 Aku merasa puas dengan diriku sendiri. Aku berhasil menantang Hamilton dalam permainannya sendiri,
dan mengalahkannya. Aku tidak dapat menghidupkan
Debbie kembali, tapi setidaknya pembunuhnya sekarang akan diadili. De Jong akan mendapat uangnya
kembali, dan aku terlepas dari tuduhan pembunuhan.
Sungguh hasil yang memuaskan.
Aku berjalan kembali ke mejaku sembari meng-
genggam rol] ham dan keju dalam kantong kertas di
satu tangan, dan memegang kopi kental dalam cangkir
polystyrene di tangan satunya. Kopi dan' toko itu
jauh lebih baik daripada cairan yang menetes dari
mesin di koridor. Stewart juga sudah keluar cari
makan. Dua orang yang ada di dalam ruangan itu
hanyalah Hamilton, yang sedang menekuni sesuatu,
dan Rob, sibuk mengunyah sandwich sambil membaca
FT yang terbentang di mejanya.
Aku duduk dan mencari tiket transaksi tadi.
Tidak ada di sana.
Aku membongkar berkas?berkas di mejaku. Aku
mencari?cari di antara tumpukan prospektus. Apakah
aku sudah mengantarnya ke bagian admnistrasi? Be-
lum. Apakah aku memasukkannya ke tas? Aku tidak
yakin, namun kuperiksa juga. Tidak ada. Apakah aku
menyembunyikannya? Tidak.
Aku masih ingat apa yang kulakukan dengan tiket
itu. Aku meninggalkannya begitu saja di atas meja.
Dan sekarang lenyap.
Jantungku mulai berdetak keras. Aku menarik napas
dalam-dalam dan berbalik.
Hamilton tengah berdiri di belakangku, memegang
tiket itu. la sedang membacanya.
499 "Apa ini. Paul?" tanyanya dengan suara datar.
Aku berdiri dan bersandar pada meja, menghadapinya. Aku berusaha terdengar normal. "Dengan transaksi itu, De Jong memperoleh kembali uang pem-
belian obligasi Tremont Capital," jawabku.
"Sangat pintar," ujarnya. Ia mengangkat wajah dan
menatapku. Matanya yang biru dingin menatapku
tajam, menembus usahaku berpura?pura tak peduli,
menelanjangi semua isi otakku.
Ia tahu bahwa aku tahu.
"Kau yang merancang Tremont Capital," ujarku.
Suaraku kecil dan perlahan, sepertinya diucapkan
orang lain. "Kau bunuh Debbie."
Hamilton hanya menatapku.
Kemarahanku meledak. Bagaimana mungkin ada
yang tega membunuh Debbie? Bagaimana mungkin
Hamilton tega melakukan semua ini padaku? Orang
yang telah membimbingku dalam profesi pilihanku,
yang telah dengan sabar mengajarkan segala yang
kuketahui tentang perdagangan, yang telah memberiku *
semangat tenis maju, ternyata hanyalah seorang pen-
curi dan pembunuh. Terlepas dari sikap dinginnya,
Hamilton lebih dari sekadar bos bagiku; ia seorang
guru, idola, ayah. Dan selama ini ia hanya memani-
pulasi diriku, sampai akhirnya aku menjadi terlalu
berbahaya dan ia membuangku.
"Mengapa kau lakukan itu?" ujarku geram. Aku
begitu marah sehingga harus berjuang agar dapat
berkata?kata. "Mengapa kau harus melakukan hal
yang demikian bodoh? Mengapa kau hancmkan semua
yang kita miliki? Dan mengapa kau bunuh Debbie?"
suaraku bergetar ketika kuucapkan kata?kata yang
terakhir.
500 "Tenanglah, laddie," 'ujar Hamilton. "Kau terlalu
emosional."
Aku tidak tahan lagi. "Apa maksudmu, tenang?"
teriakku. "Tidakkah kau mengerti apa yang kaulakukan? Ini semua hanya permainan bagimu, kan? Bagimu
kami semua hanyalah potongan teka?teki yang bisa
terus dipermainkan. Tapi kami ini manusia, dan kau
tidak bisa mengenyahkan kami begitu saja saat menghalangi jalanmu."
Aku berhenti untuk mengambil napas. "Aku menghormatimu. Demi Tuhan, betapa aku menghormatimu.
Aku tidak percaya betapa bodohnya aku ini. Aku tidak
mengerti mengapa kau tidak langsung membunuhku."
Tatapan Hamilton tidak bergeming. "Kau benar,"
ujarnya. "Seharusnya sudah kubunuh kau. Itu suatu
kesalahan. Aku terlalutlunak. Memang sayang Debbie
harus mati, tapi hanya itu satu?satunya jalan keluar."
Aku sangat ingin menghajar Hamilton sekeraskerasnya, tapi kutahan. Aku melihat ke arah Rob
duduk, tegak di kursinya, mengawasi kami.
"Dia juga terlibat?" tanyaku dengan jijik. Hamilton
pasti menyuruhnya mengatakan pada polisi bahwa
aku yang membunuh Debbie.
"Oh, Rob hanya seorang insider trader kecil yang
ketakutan," jawab Hamilton. "la mendapat lima ratus
pound dari saham Gypsum, dan sekarang ia takut
akan kehilangan pekerjaannya, seperti kau. Jadi kusuruh ia bercerita sedikit pada polisi. Lagi pula ia
cukup senang melakukannya. Menurutku ia tidak terlalu suka padamu."
Wajah Rob memerah dan tubuhnya bergerak?gerak
gelisah di kursinya.
Sdl' "Dan kau juga yang menaruh anting?anting Debbie
di apartemenku?"
Hamilton hanya mengangkat bahu.
Aku jadi agak tenang. "Yah, bagaimanapun,
sekarang semua sudah berakhir." -
Senyum tipis bermain di sudut bibirnya. "Tidak,
belum."
Ia terdengar penuh keyakinan. "Apa maksudmu?"
tanyaku.
"Kau akan merobek tiket itu."
Tidak bakal kulakukan itu. "Kenapa?" tanyaku.
Hamilton tersenyum lagi, dan mengangkat telepon
dari meja di belakangnya. Ia menekan empat belas
digit. Amerika.
"Dick? lni Hamilton." Sesaat ia diam, mendengar
jawaban Dick. "Dengar, Dick, ada kesulitan di sini.
Aku tidak dapat menjelaskannya sekarang. Tapi kalau
aku tidak menelepon kembali dalam lima menit, hu-
bungi kawanmu itu dan laksanakan rencana kita ter-
hadap Cathy. Lalu keluar dari kantor dan menghilanglah. Mengerti?"
Kembali diam saat Waigel menjawab cepat. Hamilton memandang jam di dinding. "Oke, sekarang pukul
satu lewat tiga puluh tiga di sini. Kalau aku tidak
menghubungimu kembali pada pukul satu lewat tiga
puluh delapan, lakukan."
la menaruh telepon itu. Lalu berpaling ke arahku.
"Aku sudah kuatir tentang Cathy sejak ia berkata akan
bercerita pada bosnya tentang Cash dan Piper. Jadi, un-
tuk berjaga?jaga, aku menyuruh Waigel mengatur seseo-
rang untuk membuntutinya, sehingga kalau mendadak
perlu menyingkirkannya. kanti bisa melakukannya."
502 Serta?merta aku merasa sesak. Cathy! Ia berada di
New York saat ini, tapi ia tidak sendiri. Seseorang
mengikutinya, mengawasinya, menunggu tanda dari
Waigel untuk membunuhnya. Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi, tidak setelah kematian Debbie.
Tapi apakah Hamilton hanya menggertak? Aku
percaya ia bisa saja mempunyai akal seperti itu. Dan
kalau hanya menggertak, aku tahu ia bisa sangat
meyakinkan.
Hamilton mengetahui jalan'pikiranku. "Aku menga-
takan yang sebenarnya, kau tahu," ujarnya. "Lagi
pula kau tidak bisa mengambil risiko, bukan? Aku
bisa saja bohong, tapi kau tidak akan mau memba-
hayakan hidup Cathy, bukan?"
Ia benar. Kami sudah sering berada dalam situasi
yang cukup sulit dan harus mengambilrisiko bersama.
Bodoh kalau mengabaikan gertakannya, dan ia tahu
aku tidak akan melakukannya.
Tatapan Hamilton tidak pernah lepas dari wajahku,
membaca semua yang ia lihat. Ia tersenyum. "Jadi,
kau sayang pada gadis itu, bukan? Bagimu ia lebih
dari sekadar saleswormm?" la berdecak pada diri
sendiri. "Well, well. Kau jelas?jelas harus merobek
tiket itu sekarang, bukan begitu?"
Aku murka. la benar, aku tidak punya pilihan lain.
Tapi aku kesal. Kesal karena kalah olehnya saat aku
sudah hampir berhasil meringkusnya. Ia berdiri di
sana tepat di depanku, tersenyum simpul, memperhi-
tungkan segala kemungkinan dan berhasil. Seperti
biasa. '
Aku melihat ke jam dinding. Pukul 13.35. T'
menit lagi ia harus menelepon Wa'
Hamilton berkata, "Nah, setelah kau merobek tiket
itu, tulis penggantinya yang merupakan transaksi pembelian saham Phoenix Prosperity dari konsorsium set
harga dua puluh juta dolar, untuk penyelesaian _han
ini juga. Aku ingin kau memberitahu bagian administrasi agar segera memproses transaks1 im, danlagax
menghubungimu kalau transfer dana sudah berjalan.
Aku mengawasi."
Aku memikirkan instruksi terakhir Hamilton masak?
masak. Ini akan memastikan Phoenix Prosperity tidak
kehilangan dua puluh juta dolar mereka. .-
Hamilton melanjutkan, "Aku akan menelepon Dick
Waigel setiap lima menit. Kalau kau coba?coba ber--
kelit, atau kalau ia tidak mendengar kabar dariku,
Cathy akan mati."
Aku menghela napas. Tidak ada yang dapat kulakukan selain menuruti Hamilton. Aku duduk di mejaku
dan mengambil beberapa tiket kosong. Tepat saat itu
lampu telepon menyala. Hamilton menganggat tangan;
nya untuk menghentikanku, tapi ia terlambat. Ya?
ujarku.
"Paul, ini Robert Denny."
"Oh, halo," jawabku.
"Aku tahu sekarang kau tidak dapat bicara," katanya, "tapi semua sudah siap menyambut kedatanganrnu
bersama Hamilton dan Rob. Polisi sudah ada dl s1n1,
menunggu."
"Bukan Powell?" tanyaku.
"lnspektur Powell ada di sini, tapi bersama bosnya,
Inspektur Kepala Deane. Juga dua orang dari Bagian
KPiahatan Penipuan Serius. Dan FBI juga sudah stap
menangkap ""ia" di New York."
% Hamilton tidak dapat mendengar yang dikatakan
Denny, tapi ia mengawasiku lekat?lekat. Aku melihat
jam dinding. Pukul 13.37. Mata Hamilton mengikutiku.
"Satu menit lagi," ujarnya.
"Apakah mereka sudah siap di luar kantomya?"
tanyaku pada Denny.
"Tunggu sebentar," jawabnya. Aku mendengar
suara?suara radio di ujung telepon. Rasanya seabad
lamanya. Aku mengawasi detik demi detik berpacu
pada permukaan jam, melaju cepat menuju angka dua
belas. Aku tahu jam kami tepat sampai ke detik-
detiknya. Kuharap jam Waigel juga sama tepatnya.
"Ya, mereka ada di sana."
"Aku tidak akan menelepon Dick Waigel kecuali
kau tutup telepon itu sekarang," seru Hamilton. Aku
meliriknya. la benanbenar serius.
Otakku berpacu. Ini kesempatan terbaik untuk
menghentikan Hamilton. Kalau aku melepaskannya,
maka takkan ada jaminan Cathy sudah aman. Dan
aku tidak dapat membiarkan Hamilton lolos begitu
saja. '
Aku mengambil keputusan.
"Dengar baik?baik," kataku pada Denny, berbicara
dengan sangat cepat. "Katakan pada FBI untuk menangkap Waigel sekarang juga. Dan kirim polisi kemari. Lakukan cepat. Kita hanya punya beberapa
detik saja. Akan kujelaskan nanti."
"Ya," ujar Denny, dan menutup telepon.
Jantungku berdebar atas risiko yang kuambil. Aku
menaruh telepon itu dan berdiri menatap Hamilton.
Matanya terbelalak terkejut. Ia tidak menduga. "Aku
tidak menggertak," ujarnya. "Cathy sudah mati."
505 Ia membungkuk perlahan, mengambil tasnya, dan
berjalan mundur ke arah pintu, matanya tidak lepas
menatapku. _ 4 _
Sekilas kulihat sesuatu memburu dan meja di bela-
kang Hamilton. Rob meloncati meja, komputernya
terbanting ke lantai, dan menerjang Hamilton. _
Mereka berdua terjungkal keras dl lantai. .Rob
berteriak dan memegang bahunya. Ketika Hamilton
berusaha berdiri kembali, aku meloncat ke atasnya.
la berontak, tapi Rob bergabung bersamaku. dan
dalam sekejap kami sudah berhasil menguncmya di
lantai, Rob memegang kakinya, dan aku bahunya.
"lkat tangannya," seru Rob.
Aku mencari sesuatu untuk mengikatnya, dan menyabet kabel sambungan ke komputer yang tergeletak
pecah di lantai. Kucabut kabel itu dan berusaha
melilitkannya pada tangan Hamilton. _
Tapi sulit. Meski kami berdua, Hamilton meronta
dan menendang?nendang, dan kami tidak dapat
menahan pergelangan tangannya cukup lama untuk
dapat diikat.
"Diam!" teriakku.
Hamilton tidak peduli, dan berhasil menendang
Rob tepat di rusuknya.
Kuambil kabel itu dan kulilitkan di lehernya, menyentakkan kepalanya ke belakang.
"Diam, kubilang!"
Ia berusaha bangun dan hampir membuatku ter-
banting. Kutarik kembali kabel itu keras?keras. Amarah membara dalam diriku. Ini dia bajingan yang
mengkhianatiku, mengakaliku, yang telah menipu, ber-
bohong, dan membunuh. Ia akan membunuh Cathy
506 juga kalau ada kesempatan. Malah, mungkin ia sudah
berhasil melakukannya.
Kukenakkan gigiku dan kutarik kabel lebih keras.
Darah mengalir sampai ke ubun?ubunku. Tubuh di
bawahku berhenti bergerak. Setengah sadar aku men-
dengar Rob meneriakkan namaku.
Lalu kurasakan tangan?tangan kuat menyambar kabel itu dan mengambilnya dariku. Tangan lain mengangkatku dari tubuh Hamilton. Aku menunduk menatapnya. Kepalanya terkulai ke lantai, dan ia tersengalsengal mencari udara. Liur berceceran menetes dari


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulutnya yang temganga. Mukanya merah padam.
Aku terjajar di kursi, kemarahanku tak tersisa lagi.
Akal sehatku mengatakan aku bersyukur tidak mem-
bunuhnya. Seorang polisi berlutut di sampingnya, dan
satu lagi memegangi bahuku kuat?kuat. Dua polisi
mengawasi, seorang lagi berbicara mendesak lewat
radio. Pikiranku menjadi jemih. Cathy! Aku terloncat
dari mejaku dan menelepon Denny. Ia menaruh teleponnya pada speakerphone agar aku dapat berbicara
dengan Inspektur Kepala Deane.
Dalam beberapa detik kuceritakan apa yang terjadi.
Deane punya beberapa pertanyaan.
Aku tidak menggubris. Aku perlu tahu tentang
Cathy. "Apakah FBI sudah menangkap Waigel?"
tanyaku. "Dan apakah ia sempat menelepon tukang
pukulnya? Bisakah kau cari tahu sekarang juga?"
"Baik," jawabnya. la meninggalkanku. Aku dapat
mendengar pembicaraan radio, tapi aku tidak menangkap kata?katanya. Dua polisi memborgol Hamilton
dan membawanya keluar dari mangan transaksi itu,
masih dengan napas tersengal?sengal. Aku bersyukur
ia enyah dari pandanganku.
507 '
Beberapa menit kemudian, suara Deane kembali ke
telepon. "Mereka sudah menangkap Waigel," ujarnya.
"Apa ia sempat menelepon?" tanyaku, harapanku
muncul.
"Ia baru saja menaruh telepOn ketika mereka masuk
ke kantornya." Suara Deane tegang. "Ia tidak mengatakan dengan siapa ia menelepon, tapi dari.gayanya, orang?orang FBI menduga pasti ia bicara pada
si tukang pukul."
Oh, Tuhan. Aku gagal. Oh, Cathy, Cathy, Cathy!
"Mr. Murray?" Terdengar suara Deane, mendesak.
"Kami perlu tahu di mana Cathy berada."
"Baik. Akan kucari."
Kutekan nomor telepon dan menghubungi Cash.
"Y'ello."
"Cash. Semua meleset. Waigel menyuruh tukang
pukul membunuh Cathy. Kau tahu Cathy ada di
mana?"
"Ada apa? Kukira kau akan ke tempat Denny sore
ini. Apa yang terjadi?"
"Dengar, aku tidak ada waktu bicara. Katakan
saja di mana Cathy, cepat."
"Oke, oke. Aku punya jadwal perjalanannya. Coba
kulihat." Ayo. Aku mau ia lebih cepat. "Ini dia. Ia
ada janji pukul sembilan di Arab American Investment. Alamatnya di Madison Avenue lima dua puluh.
la menginap di lntercon. Menurutku ia mungkin sedang
berjalan ke sana sekarang."
"Terima kasih. Nanti kita bicara lagi."
Aku menutup telepon dan kembali menghubungi
Deane. Kuberitahu apa yang dikatakan Cash. "Baik,"
ujarnya. "Sekarang dua kurang sepuluh waktu Lon
508 don, berarti sembilan kurang sepuluh di New York..
Ia hampir sampai. Akan kuberitahu FBI."
Aku menaruh telepon itu. Aku duduk membungkuk
di kursiku, menatap layar monitor. Aku sama sekali
tidak mengacuhkan angka dan huruf?huruf hijau di
depan mataku. Aku membayangkan jalan?jalan di New
York, mencari Cathy.
Jam berdetak dengan keras. Radio polisi di belakangku berbunyi terpatah?patah. Aku berada dalam
posisi seharihari, duduk di mejaku, menunggu telepon
berdering. Tapi kali ini bukan uang kertas yang jadi
taruhannya. Melainkan Cathy.
Bagaimana aku bisa begitu bodoh? Mengapa kuambil risiko itu? Ini bukan sekadar sebuah transaksi
sialan. Tolol! Tolol! Tolol!
Telepon berkedip. Aku menyambamya. Dari balik
suara berdengung, kudengar suara lalu lintas.
"Paul! Ini Cathy." Aku hampir tidak dapat mende-
ngar suaranya, berbisik?bisik mendesak. Tapi ia masih
hidup! Sampai sekarang.
"Ya?"
"Aku takut. Ada orang yang mengikutiku, aku
yakin sekzdi. lalmengikutiku mulai dari hotel."
"Apa yang ia lakukan sekarang?"
"Ia bersandar di tembok gereja, membaca koran,"
_ seolah?olah tidak melihatku."
"Di sana ramai?"
"Ya. Aku tepat di Fifth Avenue. Banyak orang di
mana?mana"
"Bagus. Sekarang di mana kau tepatnya?"
"Aku di boks telepon di Fifty?third Street. tepat di
pintu masuk stasiun bawah tanah."
509. "Tunggu sebentar." Aku berbalik dan memberi
informasi ini kepada polisi di belakangku, yang lang-
sung mengirimnya lewat radio.
"Sekarang, Cathy, tetap di sana. Polisi akan sampai
dalam beberapa menit. Tetap di telepon."
"Siapa dia? Apa yang dia lakukan?" tanya Cathy,
terdengar sangat ketakutan.
"Waigel yang menyuruh. Tapi jangan kuatir, tidak
ada yang dapat ia lakukan di tengah jalan ramai."
Aku berusaha seyakin mungkin, dan kuharap aku
benar tapi aku sungguh? sungguh tidak tahu.
Kami tetap di telepon, terlalu tegang untuk berbicara, menunggu. Keramaian Fifty-third Street masuk
ke dalam sambungan telepon: riuh?rendah lalu lintas,
potongan pembicaraan orang lewat.
Aku mengawasi detik demi detik merayap di jam
di depanku. Di mana polisi?polisi itu? Bayangan
pusat kota Manhattan yang macet total terlintas di
benakku. Butuh waktu sepuluh menit untuk bergerak
sejauh tiga blok saat jam sibuk.
Aku terkejut. Di mana Cathy? Aku tidak dapat
mendengarnya. "Cathy?"
"Ya, Paul, aku di sini."
Lega.
"Orang itu sudah bergerak?"
"Belum, ia masih di samping gereja."
"Bagus. r.a.akan kalau ia bergerak, ya?"
"Baiklah." Diam sejenak. "Paul, aku takut." suara
Cathy terdengar sangat kecil, sangat jauh.
."Jangan kuatir, tidak akan lama lagi."
Lalu kudengar mereka. Raungan sirene, makin
keras.
510 "Oh, Tuhanku!" seru Cathy. "Dia menyeberang
jalan. Dia langsung ke arahku."
"Buang teleponnya dan kabur!" teriakku. "Lari!"
Aku mendengar derak suara telepon yang dibanting.
Lalu derak dan suara plastik pecah.
Sunyi selama setengah menit.
Lalu teriakan-teriakan. Wanita menjerit?jerit, lakilaki berteriak, sirene makin keras. Sebuah teriakan,
"Wanita itu kena tembak!" Satu lagi, "Wanita itu
berdarah!" Sirene semakin keras. Banyak suara polisi
memerintahkan orang untuk mundur, memberi jalan.
"Cathy!" teriakku. "Cathy!"
Lalu suaranya. Suara manis Cathy. Tegang, terisak,
namun masih suaranya. "Paul?"
"Kau baik?baik saja?"
"Ya. Ada wanita yang_kena tembak, tapi aku tidak
apa?apa. Aku tidak apa?apa."
511 >>>BAB
23 KUPANDANGI layar monitor di mukaku dengan
perasaan puas. Bursa sedang bergairah sepanjang pagi, sudah naik satu setengah poin hari itu.
Hamilton, seperti biasa, telah menaruh posisi portfolio dengan sempurna. Kami akan berhasil mendapat
banyak uang. Aku mendengar desas-desus rencana
peluncuran emisi baru yang besar untuk World Bank
sore ini, dan aku ingin memastikan aku mendapat
bagian. Dengan sambutan positif dalam bursa eumbond, obligasi ini bakal meroket.
Aku memandang ke jam. Sudah 12.20! Rasanya
baru satu jam sejak pukul 7.30 ketika aku tiba di
mejaku, kembali bertransaksi sehari penuh. Hatiku
senang. Secara teori, Jeff?lah pengganti Hamilton,
tapi ia sudah menyatakan. dengan jelas bahwa aku
bebas memutuskan sendiri. Aku yakin tidak akan
mengecewakan kepercayaannya.
Aku sudah berjanji untuk batam; Dpnny, Cash,
dan Cathy di Bill Bentley pukul 12.30. Denny hendak
mentraktir kami semua makan siang. Kusambar jasku
513 dan berjalan menuju lift. Ketika tiba di lantai dasar,
kulihat Rob tengah menunggu seseorang. Aku tak
mengacuhkannya dan berjalanterus ke lobi menuju
pintu keluar.
"Paul!" Aku berhenti. la memanggilku. "Punya
waktu sebentar?" la mengangguk ke arah beberapa
kursi di sudut koridor yang sepi. Aku ragu?ragu dan
lalu berjaan ke arahnya.
Kami tidak duduk; kami hanya berdiri dekat kursikursi itu. Rob tampak kikuk. Aku tidak mau mencairkan suasana. Akhirnya, ia mengumpulkan keberaniannya dan "berkata, "Aku sangat menyesal berbohong
pada polisi tentang kau."
Aku tidak berkata apa?apa. Sangat tidak mungkin
bagiku untuk memaafkan Rob. Menurutku, persahabatan kami sudah berakhir.
"Aku benar?benar khilaf beberapa bulan ini," lanjut
Rob. "Aku melakukan banyak hal yang mestinya
tidak kulakukan. Aku hanya ingin kau tahu aku
sangat menyesal atas apa yang terjadi."
"Oke," sahutku datar. Aku.tahu Rob sedang dalam
kesulitan. TSA menyelidiki pembeliannya atas saham
Gypsum, dan polisi tidak terlalu senang karena ia
memberi kesaksian palsu. Bagaimanapun, Rob berjanji
untuk bersaksi melawan Hamilton dan telah membantu
menangkapnya?sedikit meringankan tuntutan terhadapnya. Apa pun yang terjadi, ia mungkin akan kehilangan pekerjaannya di De Jong. Aku senang. Menurutku Rob orang yang lemah, bukan jahat, tapi aku
tidak mmya-seuapdran. Bagaimana Cathy?"
tanya Rob.
"Baik. la baik?baik saja."
514 "Bagus. la gadis yang mengagumkan. Jangan lepaskan dia."
Pasti sukar bagi Rob untuk memaafkan hubunganku
dengan Cathy. Aku terkejut.
"Aku hams pergi," ujarku, menuju pintu keluar.
Ketika aku berjalan melalui pintu putar, seorang gadis
jangkung, berambut pirang, berusia sekitar dua puluh-
an, berjalan masuk. la mengenakan T-shirt longgar,
tanpa bra, dan celana denim yang sangat pendek,
memamerkan kaki cokelat keemasannya yang panjang.
Semua kepala berpaling ke arahnya, termasuk aku.
Aku berhenti di luar gedung, melihatnya berjalan ke
tempat Rob duduk. Wajah Rob kembali berseri, dengan
ekspresi yang sudah lama kukenal, ketika ia berdiri
dan mencium gadis itu.
Bagaimana caranya melakukan hal itu? Apa sih
yang mereka lihat dalam dirinya? Aku menggelengkan
kepala terheran?heran dan berbalik berjalan menuju
restoran.
Aku berjalan menuruni tangga ke Bill Bentley
tepat pukul 12.30. Bar itu sudah ramai. Denny memesan sebuah meja di bawah.
Denny, Cash, dan Cathy sudah ada di sana. Cash
dan Denny menjabat tanganku dengan hangat. Aku
mengecup Cathy. Luar biasa rasanya melihat ia hidup
dan tersenyum.
"Aku sangat senang melihatmu," ujarku.
"Aku juga."
"Kapan kau datang?"
"Pagi ini. Polisi New York gagal menangkap orang
yang menembakku, jadi mereka memberitahukan se-
515 baiknya aku menghentikan perjalanan dan langsung
pulang saja. Tapi menurut mereka tidak ada ancaman
jangka panjang. Setelah Waigel dan Hamilton masuk
tahanan, ia tidak mungkin terus mengejarku."
"Demi Tuhan, aku sangat cemas ketika mendengar
teriakan-teriakan di telepon itu," ujarku.
"Kau cemas! Aku ketakutan setengah mati! Untung-
nya. wanita yang tertembak tidak apa-apa, begitu
yang kudengar."
Cash menuangkan aku segelas champagne dari
botol yang terbuka, terendam dalam ember es di
samping meja. "Ini untuk kita semua!" serunya, meminum satu tegukan besar. "Dan ini untuk liburan
Hamilton. Aku percaya itu pasti liburan yang sangat
lama."
Kami meminum champagne itu. Aku merasa bahagia. 'Aku bisa kembali bekerja. Akhirnya aku seka-
rang akan dapat membiayai pondok ibuku. Dan aku
bisa bertransaksi. Tapi, yang paling penting, aku
mendapat Cathy. Kutangkap matanya yang tersenyum
padaku dari balik gelas.
Aku menoleh ke Denny. "Terima kasih banyak
atas semua yang kaulakukan," ujarku.
Denny mengibaskan tangannya. "Tidak usah. Benarbenar merupakan kegembiraan bisa membantumu.
Debbie adalah pengacara yang bagus; aku senang
mendapat kesempatan menangkap orang yang membunuhnya."
Kami memesan makan siang, dan Cash meminta
satu botol champagne lagi.
"Apa kau dengar sesuatu dari Jack Salmon?" aku
bertanya pada Cash.
516 "Aku berbicara dengannya kemarin," sahut Cash.
la berhenti ketika pelayan? menaruh semangkuk sup di
depannya. la menghirupnya dengan rakus. "la sangat
panik. la bilang penyelidikan sudah dimulai. Tentu
saja menurutnya ia sama sekali tidak tahu apa?apa,
tapi aku ragu ia akan dapat bertahan sampai" akhir
minggu depan." _
"Satu klien lagi lenyap terbawa angin," ujarku.
"Ya. sayang sekali," sahut Cash. "Phoenix Prosperity akan menjadi satu lagi lembaga simpan?pinjam
bangkrut yang dimiliki pemerintah Amerika Serikat.
Meski demikian, mereka punya banyak obligasi untuk
dijua." Cash terdiam sesaat ketika membayangkan
kemungkinan itu.
Saat itu seorang pelayan datang ke meja kami.


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Telepon untuk Mr. Murray."
Mata Cash menatapku lekat?lekat ketika aku mene-
rima telepon itu di bar. Ternyata dari Jeff. "Paul, aku
senang bisa menghubungimu. Penawaran raksasa untuk
World Bank baru saja keluar. Kelihatannya sangat
murah. Harrison Brothers yang memimpin. Bisakah
kau kembali kemari?"
"Aku akan segera datang," jawabku, dan menaruh
telepon.
Aku kembali ke meja dan mohon maaf minta diri.
Mata Cash menyipit curiga. "Apa itu tadi?" tanya-
nya. "Oh, aku hanya harus pergi dan membeli beberapa
obligasi." Aku berkedip pada'Cathy, yang membalas
dengan senyum lebar. Aku melesat keluar restoran,
diikuti Cash yang tergopoh-gopoh mengejarku.
"Hei, tunggu dulu," serunya memanggilku. "Apa
517 transaksinya? Siapa yang pimpin? Aku yakin Bloomfield Weiss punya posisi yang bagus dengan yang
satu ini. Jangan lakukan apa-apa sampai aku kembali
ke mejaku."
Aku tidak mengacuhkannya dan melesat kembali
ke kantor, pikiranku sudah menghitung?hitung berapa
banyak obligasi World Bank yang akan kubeli.
Tamat
ebook by syauqy_arr
Trio Detektif 40 Misteri Reuni Berandal Cilik Sapta Siaga 13 Keributan Sesama Kawan Pendekar Rajawali Sakti 171 Sayembara Maut
^