Pencarian

Kolusi Bursa 6

Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath Bagian 6


Aku meledak. "Ini gila. Dia tidak bisa memecatmu.
' "Oh, ya dia bisa. Ia dan Cash adalah kawan lama,
ingat? Ia bilang ia akan meminta Cash memasukan
aku tidak bertemu denganmu. Menurutnya masa depanku di pemsahaan ini meragukan, dan sedikit dorongan darinya serta dari Cash cukup untuk membuat
pimpinan mengusirku."
"Ia hanya menggertak_saja."
378 Cathy menatapku, kemarahan tampak di matanya.
"Tidak, dia tidak menggertak. Kau benar, dia sama
sekali tidak suka padamu. Kenyataannya, ia mem-
bencimu. Dan ia akan melakukan segala cara agar
keinginannya terpenuhi."
"Tapi dengan apa yang ia katakan dan lakukan
padamu. kau dapat membuatnya dipecat."
Cathy tertawa pahit. "Kau pasti sudah gila kalau
menuntut pelecehan seksual terhadap Bloomfield Weiss.
Bahkan kalau aku menang, riwayatku di sana akan
tamat."
"Yah, kalau begitu, persetan dengan Bloomfield
Weiss. Kau juga membenci pemsahaan itu._ Kau bilang
sendiri. Jadi persetan dengan mereka."
Melihat reaksi Cathy. aku langsung sadar. Seharusnya aku tidak berkata begitu. "Mudah bagimu
berkata begitu," ujarnya. "Karierkulah' yang dipertaruhkan di sini. Kau tahu betapa sukar menjalani bisnis
ini bagi seorang wanita. Orang tidak menganggapku
serius. Laki-laki macam Waigel menganggapku sebagai
pelacur yang tugasnya mendapatkan klien untuk peru-
sahaan. Yah, aku tak mau membuktikan Waigel benar.
Aku telah mencurahkan upayaku untuk pekerjaan ini.
Aku telah berjuang keras untuk mencapai yang telah
kuraih, dan aku tidak akan membiarkan semua itu
terbuang sia?sia."
"Oke, oke, aku minta maaf," ujarku. "Tapi kau
harus menjadikan pekerjaan sebagai bagian hidupmu,
bukan hidup sebagai bagian pekerjaanmu."
"Oh, ya, aku mengerti. Jadi begitu melihat seorang
pria dan jatuh cinta padanya. aku harus mengundurkan
diri dan langsung kursus kilat memasak serta
manajemen rumah tangga," suara Cathy bernada sinis.
379 "Bukan itu maksudku," protesku.
"Oh, ya, lalu apa maksudmu?"
Perdebatan ini mulai tak terkendali. Waigel memeras
Cathy untuk menyingkir dariku, dan. entah bagaimana,
kami malah berdebat tentang hak wanita dalam karier.
Aku mencari kata-kata untuk menjawabnya, tapi terlalu
lama.
"Dengar. kukira aku menyukaimu, tapi sebenarnya
aku belum mengenalmu sama sekali," lanjut Cathy.
"Aku tidak mau membahayakan kerja benahun?tahun
demi kau. Itu saja." Setelah itu ia berdiri, berbalik,
dan berjalan cepat kembali ke lift. '
Aku duduk di kursi, terbakar amarah. Semua otot di
tubuhku tegang. Kepalan tanganku memutih dan gemetar.
Waigel bajingan! Ketidaksukaanku padanya muncul
setelah aku mengetahui perannya dalam penipuan
Tremont Capital. Ia mungkin telah membunuh Shoffman.
la mungkin terlibat dalam kematian Debbie. Ia telah
memperlakukan Cathy dengan sangat kurang ajar. Dan
sekarang ia menyingkirkan Cathy dariku. Ini mengubah
ketidaksukaan menjadi kebencian. Akan kubalas dia.
Aku akan membalasnya sebagaimana mestinya.
Aku juga kesal dengan Cathy. Gadis yang mulai
kusenangi telah berubah menjadi wanita eksekutif
Bloomfield Weiss seperti pertama kali kulihat dulu.
Tapi mungkin aku tidak adil. Mungkin memang tidak
masuk akal mengharap Cathy membahayakan peker?.
jaannya demi aku. Masalahnya adalah, aku tidak bisa
menerima begitu saja. Aku telah mengendurkan perta-
hanan emosionalku?mungkin yang pertama kali dalam
hidupku?dan Cathy serta Waigel telah menginjakA
injak perasaanku yang rapuh.
380 Aku berjalan ke bar dan memesan segelas bir.
Rencananya kami malam ini akan mengunjungi bebeA
rapa kasino lain yang menerbitkan junk bond. Ku-
putuskan untuk tidak ikut.
Aku menghabiskan birku dalam beberapa menit
dan memesan satu lagi. Perlahan, amarahku mereda.
Aku memandang sekeliling atrium besar itu, ke arah
orang yang hilir?mudik, beberapa terburu-buru, kebanyakan hanya bersikap santai. Kukenali salah seorang
dari mereka. Aku tersedak ketika seseorang meng-
hampiriku dari arah meja resepsionis. Rob! Apa yang
ia lakukan di sini? Seharusnya ia di kantor, atau
mungkin di konferensinya sendiri di Hounslow.
Lalu aku melihat buket bunga kuning besar yang
ia pegang. Oh tidak! Aku tahu mengapa ia di sini. la
tengah melakukan tindakan dramatis yang ia janjikan
padaku pada malam di Gloucester Arms.
la berjalan dengan langkah pasti. Ketika tiba di
depanku, ia tidak berhenti, hanya menyeringai. "Tutup
mulutmu, Paul, kau tidak tahu serangga apa saja
yang mungkin ada di tempat seperti ini," ujarnya
sembari melewatiku menuju lift.
Kusadari mulutku temganga lebar. Aku menutup
mulut dan melihatnya menyelinap ke dalam lift.
Aku duduk di bar, menunggu Rob kembali. Apa
yang akan dikatakan Cathy padanya? Setelah perbin-
cangan kami, ia tidak mungkin menerima pendekatan
Rob. Atau malah sebaliknya? Pikiran _ini membuatku
ngeri. Harus kuakui tindakan Rob cukup dramatis.
Tapi Cathy seorang wanita berpikiran sehat. Ia tidak
akan begitu saja termakan rayuan Rob, kan?
Sepuluh menit yang menyiksa berlalu saat aku
381 .
menanti. Akhirnya aku melihat Rob muncul dari salah
satu lift. Ia melihatku di bar dan menghampiriku
lewat jalan penghubung di "antara pulau-pulau. Wa-
jahnya sama sekali tidak berekspresi. Aku tak tahu
apakah ia gembira atau sedih. Ia rupanya sengaja
menyembunyikan perasaannya. Mengapa?
Ia berdiri tepat di mukaku, diam. Katakan sesuatu!
Aku ingin berteriak padanya. Aku harus tahu apa
yang dikatakan Cathy.
Namun aku hanya berkata, "Halo, Rob."
"Brengsek kau," sergahnya. la mengucapkannya
perlahan dan serius, melihat lurus-lul'us ke mataku.
"Kenapa?" tanyaku. "Apa yang kulakukan?" aku
dapat mendengar suaraku lemah dan parau.
"Kau bajingan brengsek," sambungnya. "Aku bertemu dengan gadis yang ingin kujadikan teman hidup-
ku. Aku terbang enam ribu mil kemari untuk menyatakan cintaku padanya. Dan apa yang kudapati?
Temanku sudah mendahuluiku.
"Cathy menceritakan semua tentang kau," lanjutnya
pahit. "Dan yang paling parah adalah kau tahu bagai-
mana perasaanku. Kau berlagak tidak suka padanya,
berusaha menyingkirkan aku darinya, padahal aku
mempunyai rencana sendiri terhadapnya." Aku melihat
air mata Rob mulai menitik.
"Rob, bukan seperti itu..." kamku.
"Persetan denganmu," sembur Rob. "Aku tidak
akan melupakan ini. Kau tidak akan bisa lolos begitu
saja. Kalian berdua. Akan kubunuh dia. Dan kau
juga akan kubunuh." Ia melesat pergi, menendang
setumpuk kelapa yang menghalangi jalannya dan menjatuhkan burung hummingbird karet ke lantai.
382 Aku meneguk sisa birku dan memesan satu gelas
lagi. Apa hak Rob marah seperti itu padaku? Ia
sudah gila kalau berpikir Cathy mau berhubungan
dengannya. Cathy sudah terlebih dulu mengatakan
padaku perasaannya terhadap Rob. Disamping itu aku
tidak melakukan kesalahan apa-apa. Aku tidak ber-
tujuan mengejar gadis itu. Aku sangat jujur saat
mengatakan bahwa aku tidak suka pada Cathy. Apa
yang kemudian terjadi, terjadi begitu saja, hanya itu.
Aku tidak bisa menghentikannya
Aku tidak pernah melihat Rob marah sebelumnya,
dan ia kelihatan sangat marah kali ini. Saat meng-
ancam membunuh Cathy dan aku, kelihatannya ia
bersungguhesungguh. Aku menggigil. Kemarahan Rob
bukanlah sesuatu yang akan hilang secepat datangnya,
pikirku. Ia sangat terluka, dan ia tak akan melupakannya. Aku merasa tidak enak. Seharusnya aku menahan
diri. Aku seharusnya menyadari Rob tidak akan me-
nyukai hubunganku dengan Cathy, dalam bentuk apa
pun. Perlahan, aku mulai merasa kasihan padanya. Pria
malang! Tiket ke Las Vegas pastilah mahal sekali.
Sudah cukup buruk ditolak setelah terbang sejauh itu.
Tapi Rob sudah pemah ditolak sebelumnya?ia sudah
terbiasa. Pastilah yang membuatnya lebih parah adalah
karena tahu temannya menjadi penghalang di antara
dirinya dan sasarannya.
Aku bermaksud menemuinya dan meminta maaf.
Tidak, tidak akan berhasil, paling tidak sekarang. Ia
tidak akan mempercayai setiap sanggahanku. Bahkan
akan membuat kebenciannya padaku semakin dalam.
Mungkin yang terbaik menghindarinya dan berharap
383 ?. ' waktu akan menyembuhkan pertentangan di antara
kami,
Tapi paling tidak Cathy tidak berkata ya pada
Rob. Kenyataannya Cathy malah menceritakan semua
tentang aku padanya. Apa yang ia ceritakan pada
Rob? Gadis itu pasti mengakui telah terjalin semacam
hubungan di antara kami, semacam ikatan. Kalau
tidak, Rob tidak akan menjadi sedemikian marah.
Mungkin Cathy memutuskan untuk menepis ketakutannya terhadap sikap "tidak profesional". Mungkin ia
merasa bersalah karena menyerah kepada Waigel.
Aku ingin tahu. '
Aku kembali ke kamarku dan menelepon kamarnya.
Ia yang mengangkat telepon. "Halo?"
"Ini aku," ujarku. "Apakah kau sudah memikirkan
pembicaraan kita? Undangan makan malam masih
terbuka"
"Kenapa sih dengan kalian, laki?laki di De Jong?"
sahut Cathy marah. "Kalian semua sangat memaksa.
Tidak, aku tidak mau pergi denganmu malam ini.
Biarkan aku sendiri saja bersama hidup dan peker-
jaanku. Oke?"
"Oke, oke," sahutku. Aku menutup telepon.
Aku melewati malam itu dengan sengsara. Ke-
cemasan terhadap Cathy menggerogoti pikiranku, dan
makin muncul ke permukaan. Aku merasa semuanya
tidak pada tempatnya; aku kehilangan kemampuan
berpikir jernih. -
Aku memesan steak dan sebotol zinfandel melalui
room service, lalu menyantap daging itu, minum
anggurnya, dan pergi tidur. Rasanya selama berjam-
jam aku berbaring tanpa memejamkan mata, atau
384 mungkin hanya satu jam, aku tidak yakin. Akhirnya,
dilumpuhkan oleh alkohol, dan lelah karena kebingung-
an serta kekuatiran, otakku berhenti berputar, dan
aku terlelap tidur.
385 > > >BAB
'l7 ATAHARI menyinari gedung?gedung beton dan
kaca di Gracechurch Street ketika aku berga-
bung dengan rombongan manusia yang rutin menuju
kantor mereka. Jalan itu benarAbenar penuh sesak,
karena waktu sudah menunjukkan pukul 8.55, sangat
terlambat bagiku. Aku membiarkan diriku tidur nyeA
nyak untuk mengatasi jet lag dan kelelahan akibat
perjalanan yang panjang.
Aku terbang ke Los Angeles dari Las Vegas, dan
dari sana langsung menuju London. Dua belas jam di
pesawat terbang dan empat jam lagi di Los Angeles
International Airport benar-benar melelahkan. Dan
bukan hanya secara fisik. Cash, Cathy, dan Rob juga
berada dalam pesawat yang sama, walau karena mem-
bayar sendiri tiketnya, Rob terbang di bagian bela-
kang. Suasana menjadi tidak enak. Kami mengalami
dua menit yang tidak menyenangkan ketika antre
masuk ke dalam pesawat. Rob dan aku hanya berjarak
tiga meter. Ia hanya menatapku lurus?lurus, mulut
terkatup rapat, mata menyala marah. Aku berpaling
387 darinya, tapi masih dapat merasakan tatapannya menusuk punggungku. Sakit rasanya.
Begitu masuk pesawat, Cathy tetap sopan namun
dingin terhadapku. Aku menerima keadaan ini dan
membalas sikapnya dengan sopan namun dingin juga.
Rob mengabaikan kanti berdua dan tetap sibuk dengan
dirinya sendiri. Yang paling tertekan dengan semua
ini adalah Cash. Ia berusaha mencurahkan keriangan-
nya pada kami bertiga, namun tidak ada yang bereaksi.
Pada akhirnya Cash angkat tangan, menggumam sen-
diri: "Inggris brengsek." Namun ia kembali riang
gembira saat mengetahui ia duduk disebelah seorang
saingan lama dari Harrison Brothers. Tidurku di pesawat diusik oleh kisahekisah panjang?lebar tentang
bualan prestasi masa lalu, ketika keduanya masing-
masing bercanda tak mau kalah.
Tapi saat menyusuri Bishopsgate menuju De Jong
& Co., aku tidak bisa berhenti tersenyum. Aku cukup
puas dengan caraku mengungkap penipuan Tremont
Capital. Sekarang terserah Hamilton untuk mendapatkan uangnya kembali.
Senyum masih tersungging di bibirku ketika aku
memasuki ruang transaksi dan mengangguk menyapa
setiap orang. Bursa sedang ramai; semua orang sedang
bekerja di telepon. Aku menuju mejaku dan merengut


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat tumpukan riset yang menanti. Aku memeriksa
layar dan lembar posisi, untuk melihat posisiku yang
lama dan obligasi baru yang dibeli ketika aku absen.
Dengan kepergian Hamilton, aku, dan Rob, tidak
banyak yang berubah, walau Gordon dan Jeff telah
lumayan sibuk.
Aku hanya sempat beberapa menit berada di mejaku
ketika Hamilton menghampiri.
388 "Hai, Hamilton." sapaku. "Bagaimana kabar Anda?
Ada banyak yang harus kita bicarakan."
Aku tersentak melihat ekspresi wajah Hamilton
yang muram. "Memang banyak," sahutnya. "Mari
masuk ke ruang rapat." Dengan hati tidak enak, aku
mengikutinya ke dalam kamar sempit di sebelah lantai
transaksi.
"Ada apa?" tanyaku.
Hamilton tidak menjawab. "Ceritakan terlebih da<
hulu tentang perjalananmu," ujarnya.
Aku menceritakan apa yang kudapatkan. Hamilton
mendengarkan dengan saksama sambil mencatat. See
telah aku selesai, ia bersandar di kursinya. "Kerja
yang bagus, Paul, hebat sekali. Melengkapi apa_yang
kutemukan."
Lalu hening. Hamilton mengerutkan kening dalamdalam. Aku ingin menanyakan apa yang telah ditemukannya, tapi tidak kulakukan. Telah terjadi se-
suatu. Sesuatu yang penting. Sesuatu yang buruk.
"Paul," ujar Hamilton memulai, "ceritakan tentang
Gypsum."
Aku tidak mengerti. Kami telah membicarakan
transaksi yang kulakukan dan alasan mengapa aku
melakukannya. Di samping itu, tampaknya harga obli-
gasi pemsahaan itu telah naik saat aku pergi.
"Obligasi itu mempunyai nilai yang bagus]? kataku,
tapi Hamilton mengangkat tangannya.
"Bukan obligasinya, tapi sahamnya," ujarnya. "Kau
membeli saham Gypsum Company of America
beberapa hari sebelum mereka diambil alih."
bonceng alarm mulai berdering. Mengapa ia menaA
nyakan hal itu? Ia sedang berbicara tentang insider
389 trading, pikirku. Tapi aku tidak melakukan sesuatu
yang salah. Aku yakin tidak. Yah, cukup yakin.
"Ya, itu benar. Tapi aku tidak mendapat informasi
apa pun tentang pengambilalihan perusahaan itu. Aku
hanya beruntung, itu saja. Begitu pula Debbie," ujarku
cepat. Seberapa beruntungkah sebenarnya Debbie?
"Yah, ada beberapa orang yang berpendapat kau
punya informasi dari orang dalam."
"Itu sama sekali tidak benar," ujarku.
Hamilton menatapku beberapa detik. Aku balas
memandang sorotan mata birunya. Aku berbicara sejuA
jumya dan aku ingin ia mengetahuinya. Akhirnya, 'ia
mengangguk. "Well, aku yakin kau benar. Tapi bukan
aku yang harus kauyakinkan. Ada dua orang dari
TSA yang hendak mengajukan beberapa pertanyaan
padamu. Apakah kau ingin aku hadir?"
Ini tak masuk akal! Konyol. Gila. Aku bahkan
tidak merasa takut. Terkejut, ya. Dan bingung. Tapi
aku senang orang-orang itu ada di sini untuk mewa-
wancaraiku. Kalau beruntung, aku akan dapat membereskannya sekarang juga.
"Ya, tolong," ujarku perlahan.
Hamilton meninggalkan mangan untuk memanggil
kedua 'orang itu di ruang tunggu. Aku memandang
sekitar ruang rapat itu. Ini sebuah kamar terpencil.
Hanya ada dinding, tanpa jendela. Tampak mahal,
namun perabotan reproduksinya tanpa karakter. Ter-
dapat lukisan jelek bergambar perahu layar di temboknya. Buku notes putih bersih dan pensil kuning
tajam tergeletak di atas meja. Ya, cocok sebagai
ruang interogasi. _
Hamilton kembali, diikuti dua petugas. Kukira me
390 reka sudah menunggu ketika aku masuk tadi, tapi aku
tidak memperhatikannya. Walau sekarang awal SepA
tember dan sudah lama tidak turun hujan, mereka
membawa jas hujan di lengan. Mereka menurunkan
jas dan tas, mengambil buku notes, dan duduk di
seberangku. Hamilton duduk di kepala meja di antara
kami. Kuharap ia duduk tepat di sampingku. Satu
meter jarak di antara kami seakan jauh sekali.
Salah satu dari kedua pria itu mulai berbicara. la
hampir botak seluruhnya, rambut hitam yang tersisa
disisir menempel di kepalanya. Ia mempunyai hidung
dan dagu yang menonjol, namun jarak keduanya begitu
berdekatan, sehingga wajahnya seperti terimpit. Ia
mengenakan kacamata dengan bingkai hitam yang
sangat tebal. la pasti hampir buta, pikirku. Sudut
mulutnya terangkat ketika ia memperkenalkan diri.
"Selamat pagi, Mr. Murray. Namaku David Berryman,
aku bekerja untuk Asosiasi Sekuritas, TSA. lni rekan
kerjaku, Rodney Short." Pria yang satu lagi, kums
dan pemalu. menganggukkan kepala. Hanya itu yang
dilakukan Short. Tugasnya di sana adalah duduk
diam dan mencatat segalanya.
Aku tahu semua tentang Asosiasi Sekuritas, biasa
dikenal dengan TSA, The Securities Association. Aku
belum lama menjalani ujian untuk menjadi anggotanya.
TSA adalah salah satu dari sejumlah organisasi yang
memiliki aturan hukum sendiri, yang dibentuk setelah
Big Bang untuk mengawasi bursa modal di London.
Mereka menyebarluaskan lusinan aturan dan staf mereka memastikan bahwa peraturan itu dipatuhi. Mereka
mempunyai kekuasaan untuk mendenda atau memberhentikan anggota. Dalam kasus yang menyangkut tin
391 dak kriminal, TSA akan mengalihkan wewenang penyelidikan kepada Satuan Penipuan atau Dinas Penipuan Serius.
"Apakah Anda tidak keberatan jika aku mengajukan
beberapa pertanyaan?" tanya Berryman.
"Tidak," sahutku, dengan suara yang mendadak
serak. Berryman bemsaha menangkap jawabanku. KuA
asai dirimu, kataku pada diri sendiri. Aku tidak boleh
kelihatan gelisah. Bagaimanapun, aku tidak bersalah.
"Tidak," ulangku keras. terlalu keras sehingga malah
tidak wajar. '
Suasana sesaat hening ketika Berryman memandangku melalui lensa kacamatanya yang besar. Aku meA
nyunggingkan senyum ramah, siap menolong. "Aku
akan menjawab apa pun yang Anda tanyakan." Se-
nyumku tidak dibalas karena Berryman lalu sibuk
membolak-balik catatannya. Pendampingnya. Short.
sudah sibuk mencatat, entah apa
Pertanyaan pun dimulai. "Nama Anda?"
"Paul Murray."
"Apakah Anda bekerja untuk De Jong and Com-
pany?"
"Ya."
"Berapa lama Anda telah bekerja di sini?"
"Delapan bulan."
"Dalam kapasitas sebagai apa?"
"Manajer portfolio."
Pertanyaan?penanyaan ini terlontar cepat, dan aku
menjawabnya dengan cepat dan jelas.
"Apakah pada tanggal enam belas Juli yang lalu
Anda membeli obligasi Gypsum of America senilai
dua juta dolar atas nama De Jong and Company?"
392 '
%"
i' "Ya, benar."
"Dan apakah pada hari yang sama Anda juga
membeli seribu saham umum Gypsum of America
untuk rekening Anda sendiri?"
"Ya."
"Anda tentu tahu bahwa kemudian, pada hari yang
sama, harga saham Gypsum of America naik dari
tujuh dolar menjadi sebelas seperempat dolar. Beberapa hari sesudahnya, diumumkan penawaran pengam-
bilalihan Gypsum of America. Apakah Anda mengetahui tentang penawaran ini?"
"Tidak, aku tidak tahu."
"Lalu mengapa Anda membeli obligasi dan saham
tersebut?" *
Aku tahu jawabanku terhadap pertanyaan ini sangat
penting. Aku menjulurkan tubuh dan berusaha menatap
mata Berryman. Kacamatanya yang berlensa tebal
membuatku sulit melakukannya.
"Bloomfield Weiss menawarkan untuk membeli
sejumlah kecil obligasi Gypsum yang dipegang De
Jong selama ini. Aku meneliti perusahaan itu, dan
menurutku akan terjadi pengambilalihan. Perusahaan
itu telah dijalankan dengan kurang baik. dan pimpinan
eksekutifnya baru saja meninggal dunia. Dialah yang
selama ini menghalangi upaya pengambilalihan di
masa?masa sebelumnya."
"Begitu," Ben'yman mengetuk dagunya dengan pena
dan berpikir sesaat. "Tidak ada hal lain yang membuat
Anda curiga bahwa sebuah pengambilalihan akan
terjadi dalam waktu dekat. Menurut saya, apa yang
Anda katakan sepertinya bukan alasan kuat untuk
mempertaruhkan modal De Jong, apalagi modal Anda
sendiri."
393 "Yah..." aku memulai, lalu berhenti.
" a?" Berryman menaikkan alis hingga muncul di
atas kacamatanya.
Aku harus menyelesaikan penjelasanku. "Aku curiga
Bloomfteld Weiss tahu sesuatu. Aku merasa aneh
karena mereka tiba?tiba bersedia membayar harga
yang tinggi untuk obligasi itu."
"Siapa di Bloomtield Weiss yang menunjukkan
minat pada obligasi ini?"
"Cash Callaghan, salah satu salesman mereka."
"Begitu. Dan Mr. Callaghan tidak memberi indikasi
bahwa pemsahaan ini akan diambilalih?"
"Tidak. Tapi ia tidak akan melakukannya, bukan?
Kalau ia ingin membeli obligasi itu dariku dengan
murah?" _ .
"Apakah Anda berpendapat bahwa Mr. Callaghan
tahu tentang rencana pengambilalihan pemsath itu?"
Aku raguAragu. Sesaat kupikir inilah kesempatan
yang kutungguAtunggu untuk menangkap Cash. Tapi
hanya untuk sesaat. Posisiku berbahaya; lebih baik
aku cari aman. Tapi Berryman mengetahui keraguanku.
ia pasti punya dugaan sendiri.
"Tidak, aku tidak berpendapat begitu. Aku sama
sekali tidak tahu apa yang diketahui, atau tidak
diketahui, Cash. Aku hanya mengatakan bahwa pada
saat itu aku curiga ia tahu."
Berryman tidak mempercayaiku. Aku tahu ia tidak
percaya. Di satu pihak aku berharap ia menyatakan
ketidakpercayaannya memberiku kesempatan untuk
meyakinkannya bahwa aku tidak bersalah. Aku berniat
mengajukan pembelaan yang berapi?api supaya mereka
394 percaya, namun kutahan. Mungkin malah akan membuat keadaan menjadi lebih buruk.
"lni pertanyaan yang penting, Mr. Murray."
Berryman memajukan duduknya. "Apakah Anda men-
diskusikan niat Anda untuk membeli saham Gypsum
of America bagi rekening Anda sendiri dengan Mr,
Callaghan?"
"Tidak, aku tidak melakukannya," sahutku tegas.
"Apakah Anda yakin?"
"Sangat yakin." Aku heran dari mana Berryman
dapat ide ini. Mungkin Cash sendiri melakukan perdagangan berdasarkan informasi orang dalam. Mungkin
ia menyatakan telah mengatakan sesuatu padaku. Aku
tidak tahu.
Sudut mulut Berryman kembali naik. Ia tampak
sangat puas dengan jawabanku. Aku merasa seakan
telah masuk perangkap, namun aku sama sekali tidak
tahu apa perangkapnya.
Berryman melanjutkan, "Apakah Anda menghubungi
compliance ojficer di Bloomtield Weiss sesaat setelah
pengambilalihan diumumkan?"
Hatiku tercekat. Berryman melihatnya. "Ya," sahutku.
"Mengapa Anda melakukannya?"
"Compliance ojficer kami adalah seorang wanita
bernama Debbie Chater. Ia baru saja meninggal dunia.
Saat membersihkan mejanya, aku menemukan surat
untuknya dari Bloomfield Weiss tentang penyelidikan
dalam pergerakan harga saham Gypsum of America.
Surat itu memintanya agar menghubungi mereka. Aku
menghubungi seseorang di Bloomfleld Weiss, seingatku
bemama Mr. Bowen, untuk bertanya apakah mungkin
aku dapat membantu."
395 "Begitu." Berryman membolak-balik catatannya.
"Anda katakan pada Mr. Bowen bahwa Miss Chater
telah memberitahu Anda tentang penyelidikan Gyp-
sum."
"Tidak. Tidak sama sekali. Yah, maksudku" Ya
ampun, apa yang telah kukatakan? "Seingatku aku
berkata bahwa kami telah bekerja sama dalam tranA
saksi Gypsum, dan itu memang benar, bisa dikatakan
demikian." "
"Hmm. Mr. Bowen beranggapan bahwa Anda me-
ngetahui pengaduan Miss Chater padanya tentang
pergerakan harga saham Gypsum yang mencurigakan
Mr. Bowen. dan Anda menelepon untuk mengetahui
seberapa jauh penyelidikan terhadap diri Anda sendiri.
Callaghan, dan yang lainnya."
"Itu tidak benar."
"Persoalan jadi mudah karena Miss Chater lalu
meninggal, ya kan?" lanjut Berryman, nada suaranya
"memancing.
Aku meledak. Selama sepuluh menit terakhir aku
merasa bingung dan takut. tidak yakin apa dugaan


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka terhadapku, bahkan sangat tidak yakin apakah
yang kulakukan itu benar atau salah. Aku dipojokkan
berbagai tuduhan. Tapi tuduhan tersamar yang terakhir
ini sudah keterlaluan. Aku tidak yakin siapa yang
membunuh Debbie, tapi pasti bukan aku.
"Aku tidak perlu menerima semua omong kosong
ini. Hanya karena tidak punya petunjuk apa yang
terjadi,'Anda tidak bisa sembarang menuduh dengan
harapan ada yang terbukti. Debbie adalah kawan
dekatku. Aku tidak membunuhnya, dan kalian tidak
punya alasan untuk mencurigaiku sebagai pelakunya.
396 . . Kalau kalian berpikir begitu, ayo kita ke polisi dan
membicarakannya. Kalau tidak,_ tutup mulut kalian."
Berryman terkejut dengan ledakan amarahku. la
membuka mulutnya untuk berkata sesuatu, namun
lalu berpikir lebih baik tidak. la berpaling ke l?lamil-
ton, yang terus mengawasi semuanya dengan tenang.
"Apakah Anda keberatan kalau aku mengajukan
satuedua pertanyaan pada Anda?"
"Aku akan menjawab pertanyaan berdasar fakta.
bukan dugaan tanpa dasar," suara Hamilton tenang
namun tegas. Berryman menciut.
"Apakah Mr. Murray berwenang membeli obligasi
Gypsum?"
"Tentu saja," sahut Hamilton. "Ia berwenang berA
? . transak51 untuk perusahaan."
"Apakah ia menerima pengesahan spesifik untuk
membeli obligasi itu?"
"Tidak, pada saat itu aku sedang berada di Jepang.
Tapi ia tidak perlu pengesahan dariku."
"Saat kembali, apakah Anda setuju dengan pembelian ini?"
Hamilton berhenti sejenak. Berryman menunggu.
Akhirnya Hamilton berkata, "Tidak, aku tidak setuju."
"Mengapa tidak?"
"Paul mempunyai dugaan bahwa Gypsum of
- America akan diambilalih. Menurutku, ia tidak mem-
punyai cukup informasi untuk mendukung dugaan
itu."
"Tapi jika Murray telah tahu pasti bahwa Gypsum
akan diambilalih, bukankah itu akan menjadi transaksi
yang bagus?"
"Ya, tentu saja. Pasti akan mencetak uang."
397 "Kalau dipikir lagi, kelihatannya Murray tahu bah-
wa Gypsum akan diambil alih dan karenanya membeli
obligasi itu, ya kan?"
Hamilton berdiri. "Begini, Mr. Berryman, sudah
kukatakan aku tidak akan menjawab dugaan yang
tidak berdasar. Menurutku lebih baik Anda pergi."
Berryman membereskan semua berkas dan menaruhnya dalam tas. Pria yang satu lagi. Short, terus
mencoret?coret selama beberapa detik lalu melakukan
hal yang sama. '
"Terima kasih atas kerja sama Anda," ujar Berryman. "Aku akan sangat menghargai bila Anda dapat
mengirimkan salinan catatan internal Anda tentang
pembelian saham dan obligasi yang dibuat Mr.
Murray, dan rekaman semua pembicaraan telepon Mr.
Murray pada tanggal enam belas Juli." Semua pem-
bicaraan telepon di ruang transaksi direkam, baik
untuk menyelesaikan perselisihan maupun untuk membantu pihak yang berwenang dalam penyelidikan
mereka.
Hamilton mengantarkan kedua orang itu ke lift.
Aku tersandar di kursiku, terguncang dan bingung.
Jelas?jelas Berryman mengira ia telah menemukan
sesuatu. Namun aku tidak tahu kesimpulan salah apa
yang telah ia ambil. Apa pun itu, jelas tidak baik
buatku.
Hamilton masuk kembali ke dalam mangan. "Bagai-
mana?" tanyanya.
Aku menghela napas. "Aku membeli obligasi dan
saham itu karena aku menduga Gypsum akan diambil-
alih. Aku tidak dapat informasi dari orang dalam
bahwa hal itu akan terjadi."
398 Hamilton tersenyum. "Oke. laddie, aku percaya
padamu."
Aku merasa hatiku lega. Senang rasanya tahu ada
yang percaya padaku. "Penjelasanku kedengarannya
tidak terlalu bagus, bukan?" tanyaku. Aku tidak yakin
pada caraku menangani masalah ini, dan aku ingin
tahu pendapat Hamilton.
Ia mengelus janggutnya. "Mereka belum dapat
membuktikan apa?apa, tapi mereka tampaknya lumayan
yakin bahwa mereka punya bukti yang dapat memberatkanmu. Dengar, sebaiknya kau bereskan saja
mejamu dan pulang. Kondisimu tidak siap untuk bertransaksi."
Aku mengangguk berterima kasih, dan melakukan
saran Hamilton. Segera setelah sampai di rumah, aku
memakai sepatu lari _dan pergi mengelilingi taman.
Aku melakukan dua putaran. delapan mil, menggenjot
seluruh kekuatanku. Rasa sakit pada kaki dan paruparu mengenyahkan bayangan wawancara pagi tadi,
dan masuknya adrenalin secara teratur dalam darah
menenangkan saraftsarafku.
Ketika aku berendam mandi air hangat, masalah
itu dapat kulihat dari sudut pandang lain. Aku tidak
melakukan sesuatu yang salah. Aku tidak punya in-
formasi dari orang dalam. Tuntutan mereka tak mung
'kin berhasil. Selama De Jong mendukungku, aku
akan baik?baik saja, dan HamiltOn tampak tegas dalam
hal itu.
Aku sudah berada di bak mandi selama dua puluh
menit ketika telepon berdering. Sulit mengumpulkan
tenaga untuk menjawabnya. namun akhirnya aku berhasil. Ternyata dari Hamilton.
399 "Bagaimana keadaanmu, Paul?"
"Oh. aku baru saja berlari dan merasa jauh lebih
baik." * '
"Bagus, bagus. Aku baru saja berbicara dengan
Berryman. Kukatakan padanya bahwa demi kepentingan De Jong dan kau, mereka harus segera membereskan masalah ini. Kalau merasa kau bersalah, mereka hams membuktikannya, tapi kalau kau tidak
bersalah, mereka hams berhenti mengganggu kita.
Mereka berkata akan memberitahu kita akhir minggu
ini. Jadi, bagaimana kalau minggu ini kau ambil
cuti? Kau pasti sulit berkonsentrasi di meja transaksi
dengan adanya masalah ini."
"Oke," ujarku. "Aku senang mereka merasa bisa
segera membereskan masalah ini. Sampai ketemu
Senin depan."
Tapi ketika menutup telepon, aku merasa tidak
enak. Kalau yakin dapat membereskan kasus ini Jumat
depan, berarti kemungkinan besar mereka merasa sudah hampir dapat membuktikan kesalahanku, dan bu<
kan karena mereka hampir menyerah.
Aku sedang berpakaian, dengan semangat yang
kembali surut, ketika telepon berdering lagi.
Ternyata dan' Linda, kakakku. "Nah sekarang, Paul,
bagaimana keadaanmu?" tanyanya.
"Baik, baik, dan kau?" sahutku, terheran?heran
untuk apa ia menelepon. Kami hampir tidak pernah
saling berbicara, dan kami hanya melakukannya saat
kami sedang sarna?sarna mengunjungi lbu. lni sesuatu
yang berusaha dihindari Linda. Kami tidak saling
menyukai. Bukan ketidaksukaan yang mengandung
amarah. Seperti juga yang lain, hal ini berakar pada
400 ' kematian Ayah. Linda merasa tugaskulah menjadi
kepala rumah tangga. dan ia sangat tidak setuju saat
aku pergi ke Cambridge lalu ke London. Ia sendiri
tinggal hanya sepuluh mil jauhnya dari Ibu, di lembah
sebelah. Ia menikah dengan seorang petani, seorang
laki?laki besar kasar yang sejak awal tidak kusukai.
Linda sangat memujanya, dan membandingkanku
dengannya pada setiap kesempatan. Seperti yang
kukatakan, kami tidak banyak saling bicara.
"Ada apa," ucapku, ingin langsung ke pokok persoalan. "Ada sesuatu dengan Mum?"
"Ya," sahut Linda. "Jangan kuatir, ia tidak sakit.
lni mengenai rumahnya. Kau tahu Lord Mablethorpe
meninggal beberapa bulan yang lalu?"
"Ya, Mum sudah memberi tahu." *
"Nah, sekarang putranya menyuruh Mum keluar
dari sana."
"Apa? Ia tidak bisa begitu. Lord Mablethorpe
menjanjikan rumah itu untuk Mum sampai akhir hayatnya. Putranya tahu itu."
"Tetapi perjanjian itu tidak tertulis," lanjut Linda.
"Ia bilang ia bisa melakukan apa pun yang dikehendakinya. Ia bilang ia telah mendapat penawaran yang
sangat menarik untuk rumah itu, dari seorang sutradara
televisi yang ingin menjadikannya sebagai tempat
liburan akhir pekan."
"Brengsek sekali."
"Memang benar. Aku sudah menyuruh Jim pergi
mengurusnya, tapi katanya itu adalah tugasmu."
Khas Jim, pikirku, tapi memang ada benarnya.
"Oke, akan kulihat apa yang bisa kulakukan."
Aku berpikir untuk menghubungi Lord Mablethorpe
401 yang baru di London. namun mungkin lebih baik
bertemu dengannya di rumah pusaka leluhurnya.
Mungkin ia lebih dapat merasakan tanggung jawab
leluhurnya.
Aku menelepon Helmby Hall. Untunglah, Lord
Mablethorpe ada di sana sepanjang minggu untuk
berburu itik._ Aku membuat perjanjian untuk bertemu
dengannya besok, lalu aku menelepon lbu untuk memberitahu aku akan menginap. Ia terdengar sedang
tertekan, tapi suaranya bernada lega mendengar aku
akan datang.
Aku berangkat pagi?pagi. Aku berhasil mengenyahkan penyelidikan Gypsum dari kepalaku. Bagaimanapun, tidak ada yang dapat kulakukan tentang itu.
Keinginanku untuk'menyingkap misteri seputar kematian Debbie dan penipuan Tremont Capital juga agak
surut, atau setidaknya terasa tak terlalu mendesak.
Aku seperti sedang diombang?ambing, tapi di satu
sisi aku senang karena masalah keluarga ini membuatku bisa mengalihkan perhatian.
Aku tiba "di rumah Ibu tepat saat makan siang.
Sembari menyantap Shepherd's pie, ia bercerita tentang
rumah dan kebunnya yang telah menjadipusat per?
hatian di desa itu. Tampak jelas ia akan sangat kesal
kalau hams pergi. Kuharap aku dapat memberinya
tempat lain di Barthwaite. Tanpa tetangga yang penuh
pengertian. yang mengenal dan menyukainya, dengan
sifatnya yang eksentrik dan aneh itu, Ibu akan jauh
lebih sulit menjalani hidup.
Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di
Helmby Hall. Range Rover, Jaguar. dan Mercedes
berderet di depan, tidak diragukan milik teman berburu
402 Lord Mablethorpe. Aku memarkir Peugeot kecilku di
samping barisan kendaraan itu, lalu berjalan ke pintu
depan yang besar, dan membunyikan bel. Seorang
pelayan mengantarku ke ruang kerja dan memintaku
menunggu di sana.
Ruang kerja itu merupakan tempat yang nyaman,
penuh surat kabar dan bukuAbuku yang diperlukan
Lord Mablethorpe tua. Aku ingat beberapa kejadian
saat aku berada dalam ruang ini sewaktu kecil, melihat
Ayah dan Lord Mablethorpe tertawa di samping perapian. Tawa Lord Mablethorpe sangat keras. Wajahnya
yang merah akan menyeringai lebar dan bahunya
yang amat kekar berguncang naik?turun. Tangannya
tampak sangat besar dan kasar, seperti tangan ayahku,
saat mereka menggenggam gelas wiski yang selalu
dibuka untuk saat?saat seperti itu. Aku memeriksa
rak buku di belakangku. Dugaanku benar; ada sebuah
botol wiski yang masih seperempat penuh dipakai
menopang edisi lama Whitaker's Almanac.
Akhirnya, Charles Mablethorpe muncul. Ia sangat
berbeda dengan ayahnya. Melihat tubuhnya yang kurus
dan pucat, aku heran ia dapat bertahan sepanjang hari
menjelajahi padang mencari itik, apalagi sepanjang
minggu. Usianya hampir sama denganku, dan ia bekerja
sebagai asisten direktur keuangan sebuah bank dagang
tua yang sekarang peranannya sangat kecil.
"l-lalo, Charles. Terima kasih kau mau bertemu
denganku," sapaku, mengulurkan tangan.
Ia menjabatnya dengan lemah. "Tidak apa?apa,
Murray, silakan duduk."
Ia menunjuk sebuah kursi kecil di tepi mejanya. Ia
duduk di kursi besar di belakang meja.
403 Aku tersentak diperlakukan seperti seorang pelayan
oleh monyet ini, namun kuturuti juga.
"Aku datang untuk berbicara tentang rumah ibuku,"
kataku.
"Aku tahu," sela Mablethorpe.
"Kau tahu bahwa, saat ayahku terbunuh. ayahmu
berjanji pada ibuku bahwa ia dapat tinggal di sana
sampai akhir hayatnya."
"Aku tidak tahu. Kenyataannya, aku bahkan tidak
dapat menemukan perjanjian sewa rumah itu. Ibumu
tinggal di sana secara ilegal."
"Ini konyol," sergahku. "Ibu tidak membayar sewa
karena ia tinggal di sana secara cumaada perjanjian sewa karena memang tidak diperlukan.
Ayahmu dengan senang hati mengizinkan ia tinggal
di sana."
"Mungkin memang itu masalahnya; ayahku sangat
murah hati dan dermawan. Tapi kita hanya bisa
berpegang pada kata?kata ibumu bahwa ayah menjanjikan rumah itu padanya seumur hidup, padahal
sekarang kata?katanya tidak terlalu dapat dipegang,
ya kan?" Mablethorpe mengambil sekotak rokok dari
sakunya dan menyalakan sebatang. Ia tidak menawarkannya padaku. "Masalahnya sekarang. aku harus
membayar pajak warisan yang sangat besar. Aku
terpaksa menjual sebagian tanah di sini, dan lima


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puluh ribu pound akan sangat berguna."
"Tapi kau tidak bisa mengusirnya," ujarku. "ltu
ilegal. Ia adalah penghuni. Dan jangan mengira kau
dapat mengancamnya supaya pergi."
"Aku amat menyesal, Murray, tapi aku berhak
melakukannya. Begini, karena tidak pernah membayar
404 ; sewa, maka ia bukan penghuni. Sebenarnya ia hanyalah semacam pemukim liar. Jangan kuatir, aku sudah
mengecek semuanya dengan pengacaraku di Rich-
mond. Secara teknis, mungkin akan sulit mengusirnya
kalau ia mengurung diri di dalam, tapi pada akhirnya
kami pasti dapat mengeluarkannya."
"Ayahmu akan murka kalau ia tahu kau melakukan
ini," ujarku.
Mablethorpe mengisap rokoknya dalamAdalam sebe?
lum menjawab. "Kau sama sekali tidak tahu apa
yang dipikir ayahku. Ayahku mempunyai banyak kualitas, namun kecerdasan finansial bukanlah salah
satunya. Ada banyak modal yang tertanam dalam
tanah ini, karenanya aku harus berusaha mendapat
hasil yang memadai. Di dunia modern, orang tidak
dapat menelantarkan aset begitu saja tanpa dimanfaatkan untuk memperoleh hasil. Kau bekerja di bidang
keuangan, aku yakin kau menge '."
"Yang aku tahu kau tidak bisa mengelola tanah
permukiman seperti menyusun laporan neraca sebuah
bank," ujarku, tapi kusadari tidak banyak yang dapat
kulakukan untuk mengubah pikiran Mablethorpe. Memohon padanya tidak akan berhasil, dan aku tidak
punya kekuatan untuk mengancamnya. Tidak ada guna-
nya berlamarlama. Aku bangkit untuk pergi. "Ayah
selalu mengatakan bahwa ayahmu menganggap kau
tolol, dan sekarang aku tahu sebabnya," cetusku sembari berbalik dan berjalan keluar ruangan. Ucapanku
itu terasa kekanak?kanakan, namun membuatku merasa
lebih baik.
405 _
> > >BAB
18 U DARA malam yang dingin serasa menggigit pamparuku setiap aku menan'k napas. Otot?otot
betisku tegang dan gemetar di jalan berbatu itu. Aku
sudah lupa betapa sukamya berlari di bukit curam.
Aku mengikuti rute yang telah kujalani hampir setiap
hari saat kanak?kanak. Naik empat mil menuju daerah
lereng yang paling curam. Puncak bukit hanya dua
ratus meter jauhnya, tapi langkahku amat lambat.
Aku sudah mulai pusing?aku heran bagaimana aku
dapat melakukannya ketika berusia dua belas tahun.
Aku ingat setiap batu yang berbentuk aneh, setiap
tikungan tajam di jalan. Ingatan itu menghidupkan
kembali kesengsaraanku saat berlari dulu. Aku sengaja
berjuang setiap hari menempuh jalan?jalan curam dan
terpaan angin dingin. Ini bukan sekadar untuk mengenyahkan kepedihan kehilangan Ayah, walau pada
awalnya memang begitu. Aku jadi tergantung pada
kegiatan itu, kebutuhan untuk memusatkan perhatian
dan seluruh tubuhku untuk mengatasi rasa sakit dan
ketidaknyamanan. lni semacam kepuasan din', kesem<
407 patan untuk mengurung diri dalam duniaku sendiri
satu?dua jam setiap hari, saat tubuh dan ototyang sakit menjadi pusat kegiatan, dan pemandangan
pegunungan yang terkadang indah terkadang buruk
menjadi latar belakangnya. Setiap hari berisi pepe-
rangan penuh perjuangan keras, setiap hari ada kemenangan yang pantas didapat.
Akhirnya, aku sampai ke sisi bukit dan mulai
berlari meligas setengah mil sepanjang punggung bukit
antara Barthwaite dan Helmby. Aku berlari sembari
melompat?lompat, menghindari batu?batu tajam dan
rumpun tanaman lebat yang menonjol di sepanjang
jalan setapak itu, siap menjegal kaki mereka yang
lengah. Sekelompok belibis melesat dari balik rumpun
tumbuhan, lalu terbang cepat dan rendah sepanjang
sisi perbukitan, sebelum menghilang dari pandanganku.
Kabut baru saja terangkat dari permukaan lembah di
sekitar Barthwaite, dan aku dapat melihat sungai
yang bagai pita perak berkilauan di bawah cahaya
matahari pagi, sebelum berbelok tajam ke balik sebuah
bukit ungu: Aku memandang ke belakangku, pada
bidang luas melandaj yang berwarna _cokelat dan
ungu gersang di ujung lembah. Namun aku berlari
menjauhinya, turun menuju ladang?ladang hijau rapi
di dasar lembah dan pedesaan berbatu kelabu, di
sana tanda?tanda awal aktivitas pagi dapat terdengar;
traktor mulai berdengung, anjing?anjing menggonggong
meminta sarapan. Aku kembali ke rumah ibuku, lelah
namun segar, dan dengan suatu keputusan.
Aku tidak berharap dapat mengubah pikiran Mablethorpe. Seandainya pun aku menemukan cara untuk
melawannya secara hukum, ia akhirnya akan tetap
408 dapat mengeluarkan ibuku. Pengaruh hal itu terhadap
kondisi kejiwaan ibu yang sudah rapuh tidak dapat
diperkirakan Tapi mungkin aku dapat membeli rumah
itu. Aku dan Ibu akan lega karena tahu ia mempunyai
rumah sendiri.
Masalahnya adalah, aku tidak mampu membayar
lima puluh ribu pound. Tapi, dengan tabungan sepuluh
ribu pound yang sebagian besar didapat dari investasi
Gypsum, aku akan dapat meminjam dua puluh lagi,
termasuk hipotek atas apartemenku. Bagaimana cara
nya mendapat rumah itu dengan harga tiga puluh ribu
pound?
Kurasa dengan menyampingkan harga diriku dan
langsung menanyakannya. Kutelepon Helmby Hall
dan membuat perjanjian lagi untuk hari ini. Kami
bertemu di ruang studi yang sama seperti kemarin.
Kusampaikan usulku pada Mablethorpe, membeli ru?
mah itu seharga tiga puluh ribu pound. Aku menyesali
komentarku kemarin, namun Mablethorpe tampak lebih
lunak; mungkin ucapanku ada yang mengena.
""Tiga puluh lima ribu," ujarnya. "Tidak kurang
lagi."
"Oke, tiga puluh lima ribu," sahutku dan mengu<
lurkan tangan. Aku berharap bisa mendapat piniaman.
Ia menjabat tanganku lemah. Kami berdua menyadari
persahabatan erat yang terjalin di antara kedua ayah
kami dan merasa malu kalau mengecewakan mereka.
Kami berpisah sebagai rekan bisnisv bukan sebagai
musuh.
lbuku sangat gembira saat kuberitahu. la memaksa
aku tinggal beberapa hari lagi, kupenuhi keinginannya.
Setelah ketegangan selama beberapa minggu terakhir,
409 cuti dan perubahan suasana yang dipaksakan telah
memulihkan kondisiku. Aku berusaha, dan cukup berhasil menghapus kecemasan tentang masa depanku di
De Jong & Co. Masih banyak waktu untuk mencemaSA
kan hal itu. Namun aku tak dapat sepenuhnya mem<
bebaskan pikiranku dari Cathy. Aku benanya?tanya
apakah ia akan menyukai Barthwaitet Pikiran idiot!
Sama sekali tidak ada alasan mengapa ia hams
mempertimbangkan pertanyaan itu. Aku berulang kali
menyesali diri karena telah merusak sesuatu yang
dapat menjadi awal sebuah hubungan yang sangat
menjanjikan.
Dan aku juga harus meminjam dua puluh lima
ribu pound dari suatu tempat. lni kemungkinan besar
dapat dilakukan. Setelah satu-dua tahun berkecimpung
di dunia perdagangan obligasi, gajiku seharusnya cepat
mengalami kenaikan, dan aku akan segera mampu
membayar pinjaman itu. Selama tak ada gangguan
dari penyelidikan TSA.
Kami tengah duduk di ruang rapat De Jong, sama
seperti saat aku diperiksa Mr. Berryman dari TSA.
Di atas meja mahoni mengilap itu terdapat sebuah
tape recorder. Di sisi lain duduk Hamilton.
Ketika ia menelepon minta bertemu denganku pada
pukul sebelas Senin pagi, kecemasanku kembali timbul.
Kalau sudah dinyatakan bersih dalam penyelidikan
itu, pastilah aku akan diminta masuk kerja pada
pukul 7.30 seperti biasa.
Sikap Hamilton sangat muram. Ia lebih banyak
diam, sebagai basa?basi ia hanya bertanya, "Cutimu
menyenangkan?"
410 Tanpa memperhatikan gumaman jawabanku, ia berkata, "Dengarkan kaset rekaman ini."
Aku diam tak bergerak. Aku mencoba mengingat
semua pembicaraan dalam dua bulan terakhir, berusaha
berpikir perbincangan mana yang dapat memberatkanku. Sukar menebak isi rekaman itu, karena aku tidak
melakukan kesalahan apa pun.
Hamilton menekan tombolnya.
Volume suara terpasang dalam posisi keras. Suara
Cash terdengar nyaring, "Berubah pikiran soal Gyp-
sum?"
"Tidak," sahutku. Rasanya aneh mendengar suara
sendiri dalam kaset. Sepertinya bukan aku yang berbicara, nadanya sedikit lebih tinggi, dan aksennya
lebih kental daripada yang kukira. Kaset itu berputar
terus. "Tapi kira?kira bisakah kau membantuku?" Aku
ag1. "Tentu." Suara Cash.
"Bagaimana aku bisa membeli saham di Bursa
Saham NeW York?"
"Oh, itu mudah. Aku bisa membuka rekening untukmu di sini. Yang perlu kau kerjakan hanya menghubungi Miriam Wall di bagian klien privat kami. Beri
aku lima menitydan akan kuberitahu Miriam bahwa
kau akan menghubunginya."
Hamilton mematikan tape recorder itu. Sesaat tidak
ada yang berkata?kata.
_ Akhirnya, aku memecahkan keheningan itu. "Itu
tldak membuktikan apa?apa," kilahku, lalu menyesalinya. Ucapan itu terdengar seperti kataAkata orang
bersalah.
Kening Hamilton yang berkerut sedikit menandakan
411 ia pun berpikiran sama. "Memang tidak membuktikan
apa-apa secara gamblang," ujarnya. "Tapi tidak bagus
kalau digabung dengan bukti?bukti lain yang dikumpulkan TSA terhadap Cash. Menurut mereka, dalam
rekaman ini sepertinya Cash sedang memberitahumu
cara membeli saham sebuah perusahaan, berdasarkan
infomasi dari orang dalam, untuk rekeningmu sendiri.
Sebagai imbalan untukmu karena telah berbisnis dengannya. Seperti itulah kedengarannya."
"Yah, tapi kejadiannya tidak seperti itu," aku protes.
"Saham yang kaubicarakan itu adalah Gypsum of
America, ya kan?"
"Ya."
"Dan Cash memang membantumu membuka rekening?"
"Yah, memang. Tapi ia membantu karena aku
adalah kliennya," aku berhenti, berusaha menenangkan
diri. Aku merasa terpojok, dan aku tidak dapat menemukan jalan keluar. Pada akhirnya aku hanya mengulangi kejadian yang sebenarnya. "Debbie dan aku
memutuskan untuk membeli saham berdasarkan analisis perusahaan yang kulakukan sendiri, yang memberi
petunjuk kemungkinan adanya pengambilalihan. Kam1
tidak pernah membeli saham pemsahaan Amerika
sebelumnya dan Cash adalah orang yang lumrah
untuk ditanyai bagaimana caranya. Itu saja."
Hamilton menatapku lama sekali. Tidak ada yang
lebih bisa menilai karakter daripada Hamilton, pikirku.
la pasti tahu aku mengatakan yang sejujurnya.
Tapi ternyata tidak. "Memang rasanya aneh kalau
kau melakukan hal seperti ini," katanya. "Namun
TSA cukup yakin kau dan yang lain bertransaksi
412 berdasar informasi orang dalam. Kau benar, mereka
tidak punya bukti kuat. Tuntutan atas hal seperti ini
sangat mahal dan sering tidak berhasil. Bagaimanapun,
mereka selalu menghancurkan hidup orang?orang yang
terlibat, entah mereka bersalah atau tidak."
Ia berhenti, dan memandang meja di depannya.
"Aku juga hams memikirkan kepentingan pemsahaan.
TSA bisa dengan mudah mempublikasikan kasus ini,
bahkan mendenda kita. Aku tidak perlu memberitahumu lagi tentang dampaknya terhadap klien?klien kita.
Seperti kauketahui, kita berada di tengah?tengah perun<
dingan dengan beberapa klien potensial dan' Jepang,
yang dapat membawa kemajuan besar untuk perusahaan ini. Aku tidak akan membiarkan perundingan
itu gagal."
Ia kembali memandangku. "Karenanya aku telah
membuat persetujuan. Dalam situasi ini, hal itu mem-
pakan keputusan yang cukup baik bagi semua pihak
yang terlibat. Aku akan menerima pengunduran dirimu
hari ini. Kau akan mendapat masa pemberitahuan
selama dua bulan, waktu yang cukup bagimu untuk
mendapat pekerjaan di tempat lain yang lebih cocok.
Selama waktu itu, kau diperkenankan datang ke kantor
kalau mau, namun kau dilarang bertransaksi atas
nama perusahaan. Tidak ada seorang pun di luar
mangan ini yang akan mengetahui alasan pengnmduran
dirimu.
"Aku sangat menyesal," ujarnya, "tapi inilah yang
terbaik bagi kita semua, khususnya bagimu."
Begitulah. Sebuah fait accompli, sudah diputuskan.
Sebuah persetujuan kecil yang menyenangkan kedua
belah pihak sehingga De Jong dapat berjalan terus
413 seakan tidak terjadi apaAapa. Dan sama sekali tidak
ada yang dapat kulakukan. Ini sukar diterima.
"Bagaimana kalau aku tidak mengundurkan diri?"
tanyaku.
"Jangan tanya lagi," sahut. Hamilton.
Sesaat aku ingin menentang, menolak menuruti
kemauannya, menuntut penyelidikan penuh. Tapi tidak
ada gunanya. Aku akan dikorbankan. Paling tidak
dengan begini aku akan dapat mencari pekerjaan lain.
Aku tidak berkata apa?apa, hanya menatap meja
rapat. Dapat kurasakan pipiku memerah. Kurasakan
berbagai emosi sekaligus. Kemarahan, rasa malu, dan
yang mendasari semuanya, keputusasaan. Kubuka mulutku untuk mengatakan sesuatu, namun kubatalkan.
Aku menarik napas dalam?dalam. Kuasai dirimu. Kau
dapat membereskannya nanti. Jangan katakan apaapa, jangan meledak. Pertahankan ketenanganmu dan


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar.
"Oke," ujarku serak. Aku berdiri, berbalik, dan
meninggalkan ruang rapat. Ada beberapa hal yang
kuperlukan?dari mejakui Nomor telepon, dan lainlain. Aku memasuki ruang transaksi. Semua kegiatan
berhenti. Aku dapat merasa semua mata tertuju padaku. Aku berjalan di bawah tatapan mereka dengan
perasaan sangat tidak enak. Aku tidak memandang
siapa pun. Aku hanya memusatkan pandangan pada
mejaku, wajahku tegang dan kaku. Pipiku masih terasa
panas. Tidak ada yang berkata?kata ketika aku berjalan
ke mejaku, mengambil buku telepon dan beberapa
benda lain, menaruhnya di dalam tas, dan pergi
keluar. Hanya Tuhan yang tahu apa yang mereka
pikirkan. Aku tidak mau memikirkannya sekarang.
414 Aku memanggil taksi di depan gedung. Perjalanan
pulang berlalu cepat. Pada saat tiba di apartemen
paling tidak aku telah memilah?milah berbagai emosi
yang berkecamuk dalam hatiku. Aku akan menaklukkannya satu per satu.
Pertama, kemarahan. Marah pada ketidakadilan te?
lah dituduh bersalah tanpa mendapat kesempatan membela diri. Orang menganggap aku bersalah karena
itulah yang paling mudah bagi semuanya. Marah
karena Hamilton membiarkan mereka melakukannya.
Tentu saja, ia seharusnya melakukan sesuatu untuk
melindungiku. Seharusnya Hamilton?lah yang mencari
jalan keluar dari kekacauan ini. Ia telah menaruh
kepentingan perusahaan di atas kepentinganku.
Kusangka aku bernilai lebih baginya. Tapi, ketika
kupikirkan lebih lanjutz sebenarnya Hamilton telah
bersikap seperti biasa, membandingkan pro dan kontra
untuk memperjuangkannya hingga ke titik akhir, dan
memilih jalan ini sebagai alternatif yang lebih baik.
Dan tidak ada gunanya berteriak "Ini tidak adil."
Lalu, kesedihan. Aku sudah mulai cocok dengan
De Jong. Aku belajar cara bertransaksi dan menyukainya. Dan meskipun Hamilton mengecewakanku, aku
telah "belajar banyak darinya. Masih banyak yang
dapat dipelajari; sulit menemukan guru sebaik dia.
Tapi paling tidak pengalamanku di De Jong membuatku yakin bahwa aku memang ingin bertransaksi
dan bahwa aku punya potensi. Aku hanya perlu
memulainya lagi dengan orang lain.
Bagaimana kalau aku tidak mendapat pekerjaan
lain? Kepanikan menyelimuti diriku ketika aku mem<
bayangkannya. Bagaimana kalau aku tidak pernah
415 dapat bertransaksi lagi? Aku tidak yakin dapat menghadapi kemungkinan itu. Dan aku juga perlu pekerjaan
yang memberi penghasilan tinggi kalau hendak membelikan rumah untuk ibuku. Tidak mungkin meminjam
dua puluh lima ribu pound tanpa pekerjaan. Hanya
Tuhan yang tahu apa" yang akan dilakukan 11 kalau
Lord Mablethorpe mengusirnya. Aku sudah dapat
melihat pandangan mengejek Linda kalau ia tahu aku
gagal menghentikan pengusiran itu.
Tapi kepanikanku segera reda: Banyak'orang kehilangan pekerjaan. Kalau memang punya keahlian,
mereka akan segera mendapat yang baru.
Aku orang yang keras kepala. Aku tak mau begitu
saja tersingkir dari dunia transaksi hanya karena
nasib buruk. Orang menentukan nasibnya sendiri.
Memang, kadang-kadang orang bernasib buruk, tapi
kalau tetap bertahan, nasib mereka akhirnya akan
berbalik. Kuncinya adalah jangan menyerah; setiap
kali gagal, orang harus berusaha lebih keras.
Maka aku mengambil buku notes dan membuat
rencana cara memperoleh pekerjaan lain. Dalam setengah jam aku sudah menulis garis besar strategi yang
aku yakin dapat menghasilkan sesuatu Sekarang saat-
nya bertindak.
Aku menelepon dua konsultan tenaga kerja kenalanku, membuat janji bertemu. Kuhabiskan beberapa
jam menyempumakan CVAku. Sejauh ini situasiku
masih bagus. Para pemburu tenaga kerja senang men<
dapat klien baru, dan menurutku CV?ku tidak terlalu
buruk.
Masalahnya mulai muncul pada pagi berikutnya.
Aku memutuskan bahwa tempat yang bagus untuk
416 memulai adalah para salesman yang setiap hari kuajak
bicara. Mereka mungkin tahu siapa yang sedang membutuhkan pegawai, dan mereka pasti bisa memperkirakan kemampuanku. Setelah mempertimbangkan dengan
hati?hati, pertama?tama aku menelepon David Barrat.
Ia telah cukup lama berkecimpung di dunia bursa dan
kenal banyak orang. Ia pasti punya beberapa saran.
Maka kuhubungi Harrison Brothers. Bukan David
yang menjawab, melainkan salah seorang rekan ker<
janya. Ia berkata David sedang sibuk namun akan
segera menghubungi kembali. Kutinggalkan nomor
teleponku' dan menunggu. Dua jam kemudian tidak
ada telepon masu_k. Aku mencoba lagi.
Kali ini David yang mengangkat telepon.
"Halo, David, ini Paul," kataku.
l-lening sesaat sebelum David menyahut, "Oh, halo,
Paul. Kau menelepon dari mana?"
"Dari rumah. Jadi kau sudah dengar?"
"Ya, sudah." Diam sesaat. "Apakah kau sudah
mendapat pekerjaan baru?"
"Yah, belum. Sebenarnya aku baru mulai cari.
Itulah sebabnya aku menelepon. Apakah kau tahu
lowongan yang menarik saat ini?"
"Kurasa tidak banyak. Pasar kerja sekarang ini
sangat sepi," ujar David. "Begini, aku harus pergi.
Seorang pelanggan menunggu di telepon lain."
"Sebelum kau pergi..." aku berkata cepat?cepat.
"Ya?"
"Apakah kira?kira kau dapat meluangkan setengah
jam untuk membicarakan apa yang bisa kulakukan.
Kau lebih tahu situasi pasar daripada aku..."
"Aduh, aku sangat sibuk sekarang."
417 "Kapan saja, kalau kau sempat," ujarku, merasakan
keputusasaan merayap dalam suaraku. "Waktu sarapan,
atau setelah jam kerja, aku bisa datang ke tempatmu."
"Paul, aku tidak dapat membantumu," suara di
telepon itu terdengar sopan namun tegas. Sangat tegas. '
"Oke," sahutku lesu. "Ya sudah, kalau begitu,"
lalu kututup telepon.
Aku sama sekali tidak mengerti. Selama ini David
selalu siap membantu. Penolakannya itu sangat meresahkanku. Sesaat kupikir aku telah salah menilainya.
Mungkin ia bisa mengambil sikap berbeda terhadap
klien dan eks klien. Tapi rasanya sifat David tidak
begitu.
Dengan ragu aku menelepon seorang salesman
lain. Hasilnya sama. Dengan sopan ia menolak menolong. Yang ketiga malah lebih parah. Aku mendengar
teriakannya di telepon, "Katakan aku tidak ada. Dan
kalau ia telepon lagi, katakan aku pergi."
Aku duduk menatap teleponku. Ini kelihatannya
tidak bagus. Siapa lagi yang dapat kuhubungi? Aku
u'dak mungkin menghubungi Cash. Dengan menyesal
kuingat Cathy. Tapi aku tidak sanggup mengalami
penolakan darinya, seperti dari yang lain.
Claire! la pasti akan menyediakan waktu untukku,
pasti.
Aku menghubunginya. Segera setelah mendengar
suaraku, ia merendahkan suaranya, "Paul. Apa benar
yang mereka katakan?"
"Aku tidak tahu. Apa yang mereka katakan?"
"Bahwa kau ketahuan melakukan insider trading?"
Akhirnya! Ada orang yang terus terang menyatakan
apa yang ada di benak mereka.
418 "Tidak, itu tidak benar. Atau paling tidak, aku
tidak melakukan insider trading. Tapi memang benar
(":"-SA menuduhku. Itu sebabnya aku mengundurkan
1r1."
"Mengundurkan diri? Semua orang berkata kau
dipecat!"
- "Yah, dipaksa mengundurkan diri." Aku hampir
tak peduli. TeruSAmenerus menyangkal hanya menghabiskan tenaga. Tampaknya semua 'orang menganggap
aku bersalah. Akhirnya aku berkata pelan, "Aku
tidak melakukan kesalahan apa pun."
"Aku tahu," sahut Claire.
Sedikit rasa lega dan syukur muncul dalam hatiku.
"Kau tahu? Bagaimana kau bisa tahu?"
Claire tertawa. "Kau? Kau adalah orang terakhir
di dunia yang mau melakukan insider trading. Kau
adalah orang paling jujur yang pemah kukenal. Terlalu
senus. Terlalu membosankan."
"Aku tidak menyangkal hal itu," ujarku, semangatku
agak naik.
Nada suara Claire seperti berkomplot, "Ceritakan
apa yang terjadi."
Kuceritakan semua tentang pembelian saham Gypsum dan alasanku melakukannya. Ketika aku tiba
pada keterlibatan Cash, ia menyela, "Cacing itu!
Seharusnya aku tahu ia pasti terlibat. Tuhanku! Mengherankan ia masih diizinkan bertransaksi."
Claire benar. Cash sedang berada di bawah penyelidikan. Mungkin hari?harinya di Bloomfteld Weiss
juga sudah akan berakhir. Itu sedikit menghibur. Namun, kalau ada yang bisa lolos dari kesulitan, entah
dengan cara apa, pastilah Cash orangnya.
419 Kuceritakan pada Claire reaksi David Barratt dan
salesman lainnya. "Hmm, aku tidak heran,"'cetusnya.
"Semua orang membicarakan hal ini. Kau sekarang
terkenal. Bahkan orang yang tidak mengenalmu juga
ikut berceloteh. Bisa kupastikan tidak ada orang yang
mau segera memberimu pekerjaan."
Aku terguncang oleh ucapan itu. Itu sangat blakblakan, bahkan untuk ukuran Claire, dan ia menya-
darinya. "Oh, maaf, Paul, aku tidak bermaksud begitu," ujarnya cepat. "Mereka akan lupa dalam satudua bulan. Kau pasti akan dapat pekerjaan." Aku
tidak berkata apa?apa. "Paul? Paul?"
Kugumamkan selamat tinggal dan kututup telepon
itu. Jadi begitulah. Jelas sudah. Aku tidak akan lagi
mendapat pekerjaan di bursa obligasi. Tidak sekarang.
Mungkin tidak akan pernah. Sederhana saja. Sudah
pasti.
ltu suatu kenyataan yang sesungguhnya telah kuke-
tahui sejak mendengar penolakan David Bairatt, tapi
sengaja kuabaikan. Aku tadi percaya bahwa hanya
berbekal tekad sudah cukup untuk mendapatkan pekerjaan lain. Namun tekad tidak dapat membuat orang
lupa bahwa aku adalah tokoh terkenal dalam kejahatan
keuangan, seorang insider trader. . .
Dengan pedih kusadari satu hal yang sangat 1roms.
Kekeliruan kecil yang dituduhkan padaku telah membuatku dihina orang?orang yang secara rutin berbohong
dan menipu para pelanggan, atasan, bahkan kawankawan mereka. Tapi insider trading adalah sesuatu
yang berbeda. Hal itu menular. Wabah mematikan
itu?yang menjangkiti pakar bursa junk bond, Mlchael
420 Milken?telah menjalar ke seluruh Wall Street, per-
lahan menjangkiti berbagai bankir investasi di New
York. Pengobatannya mudah saja. Saat penyakit itu
pertama kali terdeteksi, setiap anggota yang sakit
harus diisolasi dan diasingkan. Itulah yang terjadi
padaku.
Konsekuensinya sulit kuterima. Keinginanku adalah
berkecimpung dalam pasar modal. Ambisiku adalah
bertransaksi dengan baik. Sampai minggu lalu hal ini
masih dalam genggamanku setelah beberapa tahun
berjuang. Kini tiada harapan lagi.
Kukira ada orang? orang yang cukup berbahagia
menjalani hidup tanpa punya tujuan apa? apa. Tapi
bukan akut Kalau sudah menentukan suatu tujuan,
aku akan berjuang sekuat tenaga untuk mencapainya.
Mengabdikan hidupku. Memang, ketika akhirnya aku
menerima kegagalanku menjadi pelari delapan ratus
meter tercepat di dunia, hal itu terasa sangat sulit,
tapi tidak dapat disangkal bahwa upayaku telah cukup
berhasil. Dan kini, sekali lagi mengalami kegagalan
yang lebih besar dalam bidang perdagangan obligasi
betul-betul tak dapat kuterima.
Dua minggu berikutnya adalah masa terbumk dalam
kehidupanku sebagai orang dewasa. Aku masih mengi-
rimkan surat lamaran dan bahkan menjalani wawancara, tapi semangatku sudah luntur. Aku tahu semua
sia-sia.
Depresi segera menyelimutiku. Depresi kelam men-
dalam yang tak pernah kualami sebelumnya. Semangatku merosot sampai ke dasar jiwaku, sehingga
sukar melakukan apa-apa. Setelah satu?dua hari, aku
berhenti berlari, selalu berkata pada diri sendiri bahwa
421 istirahat satu hari lagi tidak akan berpengaruh. Aku
berusaha membaca novel, tapi tidak dapat berkonsentrasi. Aku berlama?lama'di tempat tidur, hanya menatap nanar. Aku berjalan tanpa tujuan berkeliling
London. Namun keramaian lalu lintas, asap kendaraan,
dan panas udara membuatku letih lelah. Runtuhnya
kemauan, bagi seseorang yang telah begitu lama
mengandalkan diri pada kemauan itu, sangat mengikis
semangat. .
Aku juga kesepian. Biasanya berada sendirian tidak-
lah menggangguku, tapi kini aku merindukan seseorang
untuk diajak bicara. Seseorang yang dapat membantuku
menilai semuanya dari berbagai segi. Tapi siapa?
Aku hampir tidak bisa berbicara dengan siapa pun di
kantor. Aku tidak berani mengakui apa yang terjadi
padaku kepada sejumlah kecil kawan dan kenalan
yang telah kukenal bertahun?tahun. Seharusnya aku
melakukan hal itu, tapi tidak. Dan aku paling tidak
mau membagi bebanku pada ibuku. Aku sadar sepenuhnya harus segera memberi instruksi pada pengacara
untuk membeli rumah itu. Bagaimana aku mendapatkan
uang untuk membayarnya? Dunia perdagangan obligasi
kini sudah tertutup bagiku, dan aku tidak mungkin
mendapat pekerjaan yang memberi penghasilan besar.
Aku mengabai .(an masalah itu, atau berusaha
mengabaikannya. Tapi makin kuabaikan, hal itu makin
menggerogotiku. Akulah yang bertanggung jawab atas
keadaan Ibu yang tak memiliki rumah; aku begitu tak
berdaya, tak dapat melakukan sesuatu tentang itu.
Dalam saat?saat kesepianku, bayangan Cathy selalu
muncul. Saat berharap ada yang dapat kuajak bicara,
dialah yang selalu kuharapkan. Aku teringat pada
422 hubungan dekat kami di Amerika, simpati dan minatnya pada kehidupanku. Aku butuh orang seperti itu


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang.
Lalu aku kembali teringat pada penolakannya:
tuduhannya bahwa aku merusak kariernya, permohonanku yang memelas agar ia bersedia makan malam
denganku. la pasti sudah mendengar apa yang telah
kulakukan?tepatnya, yang dianggap orang telah
kulakukan. Ia pasti bersyukur tidak terlibat denganku,
dan memaki diri sendiri karena pernah dekat denganku.
Melibatkan diri dengan seorang insider trader sama
sekali tidak akan membantu kemajuannya menaiki
tangga karier yang licin.
423 > > >BAB
"19
AAT itu Kamis sore. Aku tengah menonton TV,
lomba atletik di Oslo, Tontonan itu membuatku
sangat tertekan, tapi entah mengapa aku tidak dapat
mematikannya. Ketikakulihat nomor delapan ratus
meter dimenangkan oleh pelari Spanyol yang sudah
sering kukalahkan, kembali aku bertanya pada diri
sendiri mengapa aku berhenti lari. Prestasiku bagus
sekali! Mengapa aku berurusan dengan perdagangan
obligasi? Dan sekarang sudah terlambat untuk kembali
berlari. Aku tidak akan bisa menyamai kondisiku
yang dulu. Semua sudah hilang. Tidak ada lagi yang
bisa kulakukan selain duduk di sini dan menyesalinya.
Aku memandang ke sekitar apartemen kecilku.
Medali perunggu (_)limpiade di rak seakan mengejekku.
Tuhan, tempat ini berantakan sekali! Apartemen ini
begitu kecil sehingga selalu tampak berantakan. Di
pojok belakang pintu ada seonggok besar pakaian
kotor. Aku benar?benar harus membawanya ke binatu,
pikirku. Tidak, itu bisa menunggu satu hari lagi. Aku
belum kehabisan pakaian bersih.
425 Telepon berdering. Mungkin dari salah satu agen
tenaga kerja. Baru?baru ini aku meminta mereka
berhenti mencari pekerjaan di bidang perdagangan
obligasi, dan kuminta mereka mencari lowongan untuk
analis kredit saja. Mereka mengeluh masalah sulitnya
pasar tenaga kerja akhir?akhir ini. Perlahan tapt pasti,
dalam daftar mereka aku merosot dari posisi puncak
menjadi paling bavtiah. Kubiarkan telepon itu berbunyi
sepuluh kali sebelum kupaksa, din'ku bangkit dan
kursi dan mengangkatnya.
"Halo?" _
"Halo, ini PaulLya?" suara Cathy terdengar jelas
di saluran telepon itu.
Hatiku mulai berdetak kencang. Sedikit rasa senang
yang muncul segera ditenggelamkan oleh suasana
hatiku yang muram. Aku telah ratusan kah membayangkan kembali penolakan Cathy selama dua
minggu terakhir; aku tidak sanggup mendengarnya.
"Paul, kaukah itu?"
Aku berdeham. "Ya, ya, ini aku. Apa kabar,
Cathy?" aku dapat mendengar suaraku sendiri yang
dingin dan kaku. Aku sebenarnya tidak ben'naksud
begitu. . .
"Aku sangat menyesal mendengar apa yang terjadi.
Pasti sangat mengesalkan bagimu."
"Ya, sedikit." _ _
"Ada banyak gosip konyol yang bertebaran tentang
alasan kepergianmu." .
Apa yang hendak ia lakukan? Mensyukun penderitaanku? Mencari gosip yang- bagus? Aku tidak
mau menolongnya. "Ya, aku yakin ada."
"Begini, aku ada ide," katanya ragu?ragu, "sudah
426 lama kita tidak bertemu, dan mungkin akan menye-
nangkanikalau kita bertukar berita." Tentang apa,
pikirku sinis. "Apakah kira?kira kau ada kesibukan
Minggu sore?"
Denyut nadiku kembali bertambah cepat. "Tidak,
tidak ada."
"Yah, apakah kira-kira kau dapat datang untuk
berjalan?jalan ke luar kota? Aku tahu sebuah tempat
indah di Chiltems, hanya satu jam perjalanan. ltu
kalau kau mau." Cathy terdengar ragu. la pasti telah
memberanikan diri untuk meneleponku, dan sikapku
tidak membantu.
"Ya, aku mau sekali," ujarku, berusaha terdengar
antusias. Dengan heran kusadari aku berhasil.
"Bagus. Kau jemput aku di mmahku pukul dua,
ya?" ia memberiku alamat di Hampstead.
Agak berlebihan kalau dikatakan depresiku memudar, namun sang mentari jelas mulai bersinar kembali dari balik awan. Aku mengikuti wawancara yang
lumayan baik dengan sebuah bank Jepang di hari
ben'kutnya, dan melewati Sabtu dengan menyortir
Financial Times, mencari iklan lowongan dan melihat
kabar keuangan terakhir. Aku pasti segera mendapat
pekerjaan lagi, pikirku dan sebaiknya aku mencari
yang terbagus. Itu adalah langkah maju yang besar di
awal minggu ini.
"Ceritakan apa yang terjadi, Paul."
Aku sudah tahu ia akan menanyakan hal ini. Kami
tengah berjalan di sisi bukit berumput menuju sebuah
sungai kecil. Sekelompok sapi Frisian hitam?putih
memandangi kami dari seberang lapangan, menimbang
427 nimbang apakah mereka mempunyai energi untuk
melangkah mendekat. Pada akhirnya mereka memutuskan jaraknya terlalu jauh, dan lalu merunduk lag1,
merumput. Kemarin turun hujan, sehingga udara terasa
segar. Dalam sinar matahari ini, suasana. di sana
lebih terasa seperti musim semi daripada mu51m gigur.
ltu adalah pertanyaan yang ingin kuhindari. Aku
tahu aku tak bersalah; tapi selumh dunia menganggapku berdosa. Tidak ada yang dapat kulakukan untuk
mengubah pikiran mereka, jadi buat apa menyangkalnya? Malah tampaknya lebih terhormat berdiam dm,
daripada mengaku tak bersalah pada semua orang.
Dan aku tak mau bersikap cengeng di depan Cathy.
Aku gelisah dalam perjalanan menuju apartemen
Cathy di Hampstead. Aku sudah membayangkan semua konflik yang bisa terjadi. Perdebatan kami tentang
kariernya, Cash, kegagalanku mendapat pekerjaan lam,
dan tuduhan yang menimpaku. Aku sudah mempersmp
kan diri untuk menghadapi sore yang sulit, seakan
hendak berjalan di ladang ranjau.
Tapi ternyata suasananya sama sekali berbeda:
Cathy tampak sangat senang bertemu denganku. Kami
mengobrol santai dalam perjalanan menuju Chiltems.
Kami parkir dekat sebuah gereja Saxon tua, _ dan
Cathy yang menunjukkan jalan. Kami berjalan?jalan
di tengah pemandangan khas inggris, sebuah desa,
hutan beech tua, ladang pertanian, dan lalu lembah
hijau kecil yang menuju sungai.
Jadi saat ia bertanya, kuceritakan semua padanya.
la mendengarkan dengan saksama, mempercayai semuanya, maka kuceritakan lebih banyak. Bukan hanya
bagaimana aku dapat terdampar dalam kekacauan 1n1,
428 tapi juga apa yang kurasakan selama beberapa minggu
terakhir. Ternyata mudah. Kata?kata mengalir keluar,
ditanggapi dengan simpati dan perhatian. Saat berbicara, aku semakin lama semakin tenang. Kusadari
aku tidak lagi berjalan cepat melintasi alam pedesaan
ini, sementara Cathy susah payah berusaha mengimbangi langkahku. Kini kami berjalan pelan di sepanjang tepi sungai. Kata?kataku juga membuatku
bisa menilai kejadian selama beberapa minggu terakhir
dari sudut pandang yang berbeda. Kusadari bahwa
selama ini aku telah mengasihani diriku sendiri.
Akhirnya, celotehku mereda. "Maaf aku bicara
terlalu banyak," ujarku. "Kau sangat sabar."
"Tidak apa?apa," sahutnya. "Kedengarannya kau
telah mengalami kejadian yang mengerikan." la menu-
runi tebing sungai. "Ayo berhenti sebentar. Kita pasti
telah berjalan sejauh empat mil. Aku ingin merendam
kaki."
Ia melepaskan sepatu, menggulung celana jeansnya, dan melangkah ke dalam sungai yang mengalir
deras. Ia menjerit ketika air yang dingin menjilat
kakinya. Aku berbaring di tepi sungai dan membiarkan
sinar matahari menerpa wajahku. Melalui mata yang
setengah terpejam aku mengamatinya mencari jalan
di atas batu-batuan basah. Gadis itu mengenakan
baju putih dan celana jeans tua. Rambutnya bergoyang?goyang ketika ia meloncat dari batu ke batu.
Aku tak pernah melihat sikap cerianya itu. Dan aku
menyukainya. Aku sangat menyukainya. Aku tersenyum dan memejamkan mataku.
Aku sedang terkantuk?kantuk di rerumputan dingin
di tepi sungai ketika terasa gelitik lembut di hidungku.
429 Aku bersin, berkejap?kejap, dan membuka mata. Cathy
tengah berbaring di sampingku, memainkan sebatang
rumput panjang di bawah hidungku. Aku pura?pura
berusaha merebutnya, tapi ia menariknya, sambil tertawa geli. Wajahnya hanya berjarak lima belas senti
dariku. Mata cokelatnya yang besar berseri-seri ketika
memandangku. Senyumnya perlahan sima. Aku meraih
dan menariknya ke arahku. Kanti berciuman, pada
awalnya masih ragu?ragu, lalu kami tenggelam dalam
pelukan erat. Cathy menarik tubuhnya, tertawa sedikit,
menyibakkan rambut dari wajahnya, dan menciumku
lagi, kali ini dengan bergairah. Tepat saat itu aku
mendengar teriakan, tidak sampai lima puluh meter
jauhnya, "Benson, ke sini! Ayo ke sini, kau anjing
bodoh!"
Kami memisahkan diri, tertawa. Cathy berdiri.
"Ayo, kita masih harus berjalan tiga mil lagi sebelum
sampai ke mobil."
"Oke." Aku menghela napas dan berdiri.
Kami melangkah di tepi sungai dengan diam. Saat
kami berada di seberang lembah, Cathy berkata,
"Nasib Debbie sangat menyedihkan."
Satu lagi subyek yang sulit, tapi sekali lagi aku
merasa sanggup membicarakannya. "Ya, memang."
"Aku tidak terlalu mengenalnya," lanjut Cathy.
"Kau?" la menatapku ingin tahu.
Aku mengerti maksud pertanyaannya dan tersenyum.
"Tidak, tidak dalam hal itu. Tapi kami bekerja sama
dengan baik. Aku menyukainya."
Karni berjalan beberapa meter lagi.
"Apa yang terjadi padanya?" tanya Cathy.
"Apa maksudmu?"
430 "Yah, mereka katakan ia bunuh diri, tapi itu pasti
tidak benar. Dan kecelakaan juga rasanya tidak
mungkin."
"Hmm," kataku.
"Kau tahu apa yang terjadi, bukan?" tanya Cathy.
Aku mengangguk.
"Apa kau mau menceritakannya padaku?"
Aku menarik napas dalam?dalam. Tiba-tiba saja
aku ingin menceritakan semua padanya. Sangat ingin
membagi bebanku padanya.
"Oke." Kami sedang mendaki sebuah lereng yang
agak terjal, dan aku menunggu sampai kami mencapai
Slsi bukit sebelum berhenti. Aku memandang ke bawah, ke sungai kecil yang membelah lembah sempit
ltu. Sebuah tempat yang tenang dan tak terjamah.
"Ia dibunuh." .
"Aku juga menduga begitu," ujar Cathy perlahan.
"Apakah kau tahu siapa pelakunya?"
"Tidak. Semula kuduga Joe Finlay, tapi ia menyangkalnya. Dan aku percaya."
"Oh. Apakah kau tahu mengapa ia dibunuh?"
"Kukira begitu." Kuceritakan padanya penemuanku
tentang jaminan Honshu Bank untuk Tremont Capital
yang ternyata palsu; tentang dugaanku bahwa Debbie
sudah mengetahuinya sebelum aku Kuceritakan juga
tentang penyelidikanku di New York, tentang pertemuanku dengan Joe di Central Park, tentang Phoenix Prosperity Savings and Loan dan tentang inves-
tasinya di Tahiti.
Cathy mendengarkan, matanya terbelalak, menyerap
semuanya. "Apa hubungan antara semua perusahaan
ini?"
431 "Tremont Capital menerbitkan obligasi senilai empat
puluh juta dolar dengan jaminan palsu dari Honshu
Bank. Cash menjual dua puluh juta kepada De Jong;
karena adanya jaminan palsu itu, Hamilton tidak
memeriksa dokumentasinya. Cash lalu menjual dua
puluh sisanya kepada Harzweiger Bank di Swiss.
Tidak diragukan l-lerr Dietweiler telah disuap untuk
membelinya atas nama mereka. Tampaknya Cash sangat jauh terlibat. Ia dan Waigel, sudah akrab sejak
lama.
"Empat puluh juta yang didapat dari private place-
ment itu digunakan untuk membeli mayoritas kepemilikan pemsath simpan-pinjam, Phoenix Prosperity,
atau "Mesin Uang Uncle Sam,. Dengan modal tambahan itu, Phoenix Prosperity dapat meminjam sejumlah besar uang dengan jaminan pemerintah. Pada
gilirannya, mereka akan menanam uang ini dalam
sejumlah usaha berisiko tinggi yang akan memberikan
keuntungan besar. Salah satu investasi yang pertama
adalah taruhan sebesar dua puluh persen dalam Tahiti
Hotel milik Irwin Piper.
"Sejauh itu masih lancar. Lalu mulai muncul ma-
salah. Pertama, Greg Shoffman curiga. la menelepon
Honshu Bank dan mendapati bahwa jaminan itu palsu.
Aku tidak tahu apa lagi yang ia ketemukan, atau
bagaimana mereka tahu bahwa Greg mengincar me?. .
reka. Tapi ia lalu dibunuh, kemungkinan oleh Waigel,
dan tubuhnya dibuang dekat rumah Waigel Lalu
Debbie Chater curiga. Dan ia pun dibunuh."
"Jadi menurutmu siapa yang berada di balik semua
ini?" tanya Cathy.
"Aku tidak tahu. Siapa pun yang menjadi pemegang
432 saham Tremont Capital. Aku yakin Waigel salah
satunya. Dan"
"Dan apa?"
_ "Yah, aku tidak akan terlalu terkejut kalau Cash
juga terlibat."
"Ada lagi yang lain'?"
"Mungkin. Aku tidak tahu."
"Dan siapa yang membunuh Debbie?"
"ltu pertanyaan yang sulit. Kita tahu bukan Waigel
pelakunya, karena agendanya menunjukkan ia berada


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dr New York saat kematian Debbie. Seperti yan-7
kukatakan, Joe menyangkalnya keras?keras, dan ak;
cenderung mempercayainya. Mungkin saja Cash, atau
mungkin saja orang lain."
"Irwin Piper?"
"Tidak, kukira bukan dia. Aku menanyainya di
Las Vegas, dan tampaknya ia benar?benar kaget mendengar Debbie dibunuh."
"Jadi siapa?"
Aku berbalik menghadap Cathy. "Pasti Cash. Ia
pastr tahu apa yang ia jual kepada Hamilton. Ia juga
yang mempunyai hubungan dengan Phoenix Prosper-
1ty Savings and Loan. Dan ia serta Waigel adalah
kawan lama."
la mengerutkan kening. Suasana hening ketika kami
berdua merenungkan semua yang kukatakan. Kami
berjalan lagi. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh
baglmu," ujar Cathy, "tapi menurutku Cash tidak
akan mungkin terlibat dalam hal seperti ini. Ia brengsek, dan ia ingin menjadi nomor satu. Tapi ia mempunyai prinsip moral tersendiri yang tidak akan ia
langgar." '
433 "Apa maksudmu?" tukasku. "Ia salah satu orang
paling licik yang pernah kutemui!"
"la memang sering begitu," sahut Cathy. "Tapi aku
telah setahun bekerja dengannya, dan menurutku ia
tidak sepenuhnya jahat. Menurutku ia tidak akan
terlibat pembunuhan."
"Bagaimana dengan urusan Gypsum of America
sialan itu. Tidak terlalu jujur, kan?"
"Oh, aku belum memberitahumu? Penyelidikan
membuktikan Cash tidak terlibat. Joe?lah yang melakukan insider trading. Obligasi Gypsum tercantum dalam
bukunya. dan ia membeli setumpuk saham melalui
' beberapa calon."
"Benar? Berita ini mengejutkan. Aku tadinya yakin
Cash tahu sesuatu tentang pengambilalihan itu." Aku
mencerna informasi baru ini, dan berusaha menggabungkannya dengan yang kutahu. Aku masih tidak
terlalu percaya bahwa Cash adalah salesman yang
mempunyai prinsip.
"Rupanya mereka masih menyelidiki siapa lagi
yang terlibat, " ujar Cathy.
"Maksudnya aku?"
"Aku tidak mendengarnya. Mungkin," jawab Cathy.
"Kami memang kedamngan seorang polisi pada Jumat
malam, mereka bertanya?tanya tentang kau."
"Polisi? Bukan TSA? Kau yakin?" Kukira perjanjian dengan Hamilton berisi pernyataan bahwa TSA
tidak akan meneruskan penyelidikan mereka atas diriku
asalkan De Jong setuju memecatku.
"Ya, aku yakin. Namanya Powell. Inspektur Powell.
Ia banyak bertanya tentang kau dan Debbie."
Benar?benar aneh. Kukira Inspektur Powell telah
434 menutup penyelidikan kasus kematian Debbie. Menga-
pa ia mengajukan pertanyaan tentang aku? Aneh.
Kami berjalan terus. Desa tempatku memarkir kendaraan sekarang sudah kelihatan, dijaga sebuah gereja se-
kitar seratus meter jauhnya dari desa di tanjakan kecil.
Lokasi pemujaan era pra? Kristen, pikirku sambil lalu.
"Jadi apa yang akan kaulakukan tentang itu?"
tanya Cathy.
"Tentang apa?"
"Tentang kematian Debbie Tentang Tremont Capital. Tentang Phoenix Prosperity."
"Tidak ada "
"Tidak ada?"
"Buat apa? Tidak banyak gunanya, kan?" cetusku
pahit.
"Omong kosong," tukasnya. Aku memandangnya.
"Omong kosong," ujarnya lagi.
"Apa maksudmu?"
"Sudah saatnya kau menguasai dirimu kembali,
Paul. Oke, kau memang mendapat pukulan berat.
Tapi seseorang, atau beberapa orang, telah mencuri
empat puluh juta dolar dan membunuh dua orang
saksi. Kalau kau tidak melakukan apa?apa, mereka
akan lolos begitu saja. Kau tidak bisa membiarkan
1tu terjadi, kan?"
la kesal. Matanya menyala?nyala dan pipinya memerah. Tapi aku merasa ia marah pada sikapku,
bukan pada diriku. Aku mengangkat bahu. "Kau
benar sekali."
Ia tersenyum dan menggamit lenganku. "Bagus.
Akan kubantu kau. Apa yang pertama?tama akan kita
lakukan?"
435 "Yah, kukira aku harus berbicara dengan Hamilton,
tapi aku tidak tahu bagaimana bisa melakukannya
selama masih terbebani masalah Gypsum ini."
"Aku mengerti maksudmu," ujar Cathy. Lalu sebuah
pikiran terlintas di kepalanya. "Kalau Cash dibebaskan, bukankah berarti kau juga bebas? Maksudku,
kalau ia tidak punya informasi dari orang dalam.
bagaimana mungkin ia memberitahukannya padamu?"
Aku memandangnya. la benar sekali. Harapan mulai
mengalir dalam urat nadiku.
"Biar aku bicara dengan Cash tentang apa yang
terjadi padamu. Aku yakin ia dapat membantu."
"Kukira itu bukan ide yang baik," cetusku.
"Begini, aku cukup yakin ia tidak ada hubungan
dengan pembunuhan, apalagi Debbie Chater. Biar
aku bicara dengannya."
"Oke," sahutku. "Tapi jangan sebut?sebut umsan
Tremont itu."
"Tidak akan."
Desa itu sekarang semakin dekat. Aku melirik
sebuah pub. "Sudah cukup membicarakan hal ini.
Aku haus. Mari kita minum."
Kami duduk di luar penginapan ala abad keenam
belas itu dan menikmati beberapa gelas minuman
saat sang surya mulai terbenam di balik bukit berhutan. Malam itu sangat indah, dan kami tak ingin
mengakhirinya. Maka, karena pub itu mempunyai
ruang makan, kami makan malam dengan menu steak
dan kidney pie buatan sendiri.
"Apakah kau pernah bertemu Rob sejak kita kem-
bali dari Amerika?" tanyaku.
"Ya, pemah," sahut Cathy tak antusias.
436 "Ada apa? Apa ia mengganggumu?"
"Ya, bisa dikatakan begitu," ujar Cathy, menatap
piringnya.
Aku menunggunya bercerita lebih jauh. Ternyata
tidak. Aku menjadi tertarik. Lebih dari itu, aku merasa
kuatir. Aku tidak mudah melupakan ancaman Rob di
Las Vegas. "Apa yang ia lakukan?"
"Yah, aku bertemu dengannya satu?dua kali di
berbagai acara. Dan baru?baru ini, ia berkeliaran di
sekitar gedung Bloomfield Weiss dan membuntutiku
pulang. Ia selalu mendekati dan bicara padaku, dan
ia selalu kasar."
"Apa yang ia katakan?"
"Oh, dia bilang aku berpikiran dangkal dan plin?
plan. Dia bilang aku mengkhianatinya. Dia menyebutku penggoda. Ia juga menjelek?jelekkanmu."
Aku menghela napas. "Sudah kuduga."
"Menurutnya ada sesuatu antara kau dengan
Debbie," Cathy memandangku, matanya bertanyatanya.
"Yah, itu tidak benar. Sudah kukatakan tadi. Kanti
hanya bekerja bersama dan berkawan baik."
"Rob bilang ia melihat kalian berdua makan malam
romantis di atas kapal, sesaat sebelum Debbie me-
ninggal." Cathy melihat kekagetan di wajahku. la
tersenyum. "Jangan kuatir, aku percaya padamu.
Bagaimanapun, sama sekali bukan urusanku siapa
kawan wanitamu."
Aku mengibaskan tangan. "Bukan itu. Aku hanya
_berpikir, bagaimana mungkin Rob melihat kami di
atas kapal. Kami meninggalkannya di kantor malam
itu. Ia pasti membuntuti kami."
437 "Mengapa ia melakukan hal itu?"
"Kau bukan wanita pertama yang diperlakukan
Rob seperti itu. ia pernah berkencan dengan Debbie.
Debbie menyingkirkannya, tapi rekan sekamar Debbie
berkata Rob sering mengganggunya beberapa saat
sebelum kematiannya. Rob telah melamarnya, tapi
ditolak."
"Tunggu sebentar! Kalau Rob melihat kalian sesaat
sebelum Debbie meninggal, maka mungkin ia melihat
siapa pelakunya," ujar Cathy. Lalu ia melihat wajahku.
"Kau tidak menduga dia pelakunya, kan?"
Aku menghela napas. "Mungkin saja. Kau sudah
melihat tingkah lakunya kalau marah. Dan ia tidak
mudah menyerah. Harus kuakui, ketika ia bilang
akan membunuh kita, aku hampir menganggapnya
serius." .
Cathy menggigil. Gadis itu tampak ketakutan. Kam1
makan dengan diam. Akhirnya, aku bersuara, "Yah,
tidak ada yang dapat kita lakukan_tentang hal itu
sekarang. Biar kupesan sebotol anggur lagi, dan mari
kita ganti subyek pembicaraan." .
Maka kami melakukannya. Kami mengobrol sampar
malam, pembicaraan mengalir gembira dari satu
subyek ke subyek lain. Karni saling mendengar dan
menertawakan cerita aneh masing-masing. Akhirnya,
pengelola pub menghampiri. dan kami melihat sekeliling, ternyata tempat itu sudah kosong. Dengan
segan, kami beranjak pergi. Mataku menangkap sebuah
tanda. "Katanya mereka menyediakan penginapan dan
' sarapan pagi di sini." _
Cathy menatapku dan tertawa. "Masa?"
Mereka mempunyai kamar kosong dengan langit
438 langit melengkung, palang kayu ek yang retak, dan
sebuah jendela bulat kecil yang memperlihatkan siluet
gereja dan perbukitan di bawah bulan purnama. Kami
tidak menyalakan lampu, hanya melepaskan pakaian
di bawah sinar bulan dengan perlahan dan hati? hati.
Dalam keadaan polos, Cathy melangkah mendekatiku
dan merebahkan kepalanya di dadaku. Perlahan kutarik
ia ke pelukanku. Ketika tubuh kanti bertemu, sentuhan
pertama kulit dengan kulit menimbulkan getaran yang
sama? sama kami rasakan. Karni menikmati keintiman
pelukan mi perlahan makin mengenal tubuh masingmasing. Jari? -jariku menelusuri tulang punggungnya,
mengelus lekukan bundar bokongnya.
la menatapku, matanya yang gelap tampak lebih
besar bercahaya di bawah sinar bulan. "Ayo kita
tidur," bisiknya. .
Aku memandang ke luar jendela, sembari menghirup
secangkir teh ketika mentari senja menyinari lalu
lintas padat yang merayap di sepanjang jalan di
bawah apartemenku. _Hari itu kujalani dengan bersemangat.
Hari itu berlalu dengan cepat, suatu hari di mana
hidupku mulai kembali teratur. Cathy dan aku bangun
pukul 5.30 sehingga aku sempat mengantarnya kembali
ke London, memberinya cukup waktu untuk berganti
pakaian dan pergi ke kantor. Aku kembali berlari
setelah dua minggu absen, hanya joging santai agar
sirkulasi kembali berjalan. Kutelepon para pemburu
tenaga kerja dan menanyai mereka. *Aku melamar ke
beberapa perusahaan yang kulihat iklannya mingguminggu yang lalu, dan untuk pertama kalinya aku
439 menghubungi beberapa kenalan lama di perbankan
yang mungkin dapat membantu. Kalau saja aku dapat
membersihkan namaku, maka ada masa depan untukku.
Pikiranku terhenti oleh bunyi dengung interkom.
Aku menengok ke bawah dan melihat sebuah mobil
polisi di parkir di luar gedung.
Aku menekan tombol interkom. "Ya?"
"Polisi. Bisa kami naik?" Apa yang mereka kehendaki? Aku teringat cerita Cathy bahwa Powell ber-
tanya?tanya tentang aku.
"Tentu." Aku menekan tombol agar mereka dapat
masuk ke lantai bawah, dan membuka pintu apar-
temen. Dua polisi berseragam naik, dan memintaku
ikut ke kantor polisi.
Aku berpikir sesaat, dan tidak melihat ruginya. Di
samping itu, aku ingin tahu apa yang didapat Powell.
Aku ikut ke mobil mereka, dan kami segera menuju
kantor polisi di dekat Covent Garden. Aku berusaha
mengobrol, tapi tidak ditanggapi. Mereka tidak menga-
cuhkanku. Kelihatannya tidak bagus.
Mereka mengantar aku ke dalam kantor polisi,
menuju ruang interogasi yang hanya berisi sebuah
meja, empat kursi, dan sebuah file cabinet. Aku
duduk di salah satu kursi, menolak tawaran secangkir
teh, dan menghabiskan setengah jam dengan berulang
kali membaca poster berwarna?warni yang berisi pesan
waspada terhadap pencurian.
Aku merasa bersalah duduk di sini. Aku belum
tahu apa salahku, tapi aku jelas merasa bersalah.
Akhimya, pintu terbuka dan Powell masuk, diikuti
Jones. Powell kini berada di daerah kekuasaannya
dan jelas tampak jauh lebih santai daripada saat
440 kanti bertemu di ruang rapat mengilap De Jong. la
duduk di depanku. Jones mengambil kursi lain, mena-
ruhnya di dekat tembok, dan duduk di sana dengan
buku notes siap di tangan.
Powell menjulurkan tubuh, dan menatapku dalam-
dalam hampir satu menit penuh. Aku merasa tidak
enak. Sikapnya tidak mempermudah keadaan. Tapi
aku tetap duduk tak bergerak, kaki menyilang, tangan
di pangkuan.
"Apa kau punya sesuatu untuk diceritakan padaku,
Murray?" tanyanya, suaranya cepat dan bernada keras.
"Tentang apa," aku berusaha terdengar wajar. Tapi
konyol kalau aku berpura?pura tak ada yang anehdigiring ke kantor polisi pada Senin malam. Aku
gelisah, dan Powell tahu.
"Tentang pembunuhan Debbie Chater."


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pembunuhan? Kau bilang itu kecelakaan atau bunuh diri."
Powell tidak suka diingatkan pada pendapatnya
dulu. "Kami sekarang tahu ini pembunuhan."
"Itu yang kukatakan padamu selama ini," ujarku.
Powell mendekatiku. "Jangan sok pintar denganku,
sonny. Aku tahu ini pembunuhan dan kau tahu ini
pembunuhan. Dan kita sama?sama tahu siapa yang
melakukannya, bukan?"
Oh, Tuhanku, pikirku, ia menuduhku. Aku hanya
menatapnya kosong. '
"Sekarang ceritakan lagi kejadian malam itu," perintah. Powell.
Aku menceritakannya dengan serinci mungkin, tapi
Powell tidak puas. Aku menjadi gelisah ketika ia
bertanya tentang perjalananku pulang dengan kereta
441 bawah tanah dari stasiun Temple. Yang dapat kuingat
hanyalah kesanku tentang Debbie; aku mengingatnya
dengan jelas. Tapi aku tidak ingat pukul berapa aku
naik kereta, atau kapan aku sampai di Gloucester
Road, atau bahkan sebagian besar kejadian pada
malam itu.
Powell merasakan kegelisahanku. Setelah aku selesai ia berkata satu kata, "Bohong."
Aku menatapnya kosong.
la berdiri, dan mulai mengelilingi ruangan kecil
itu. "Akan kuceritakan apa yang kutahu. Sang korban
dan kau meninggalkan kapal bersama?sama. Beberapa
pemabuk berpapasan denganmu. Kalian berdua menuju
stasiun Embankment. Saat itu sudah gelap, hujan
deras, dan orang tak bisa melihat dengan jelas. Ketika
kau pikir tidak ada yang melihat, kau mengangkat
korban dan melemparnya ke dalam sungai."
Aku menelan ludah. Mengapa aku merasa begitu
bersalah? Ini konyol sekali. Aku seharusnya murka.
Tapi yang dapat kulakukan hanya berkata tidak.
Powell mendekatiku dengan dua langkah sigap. Ia
tidak menyentuhku, tapi ia menempatkan wajahnya
sepuluh senti dari wajahku. Aku dapat merasakan
bau bawang di napasnya, melihat kulit berjerawatnya
yang mengilap. "Aku tahu apa yang terjadi, Murray,
karena aku punya saksi yang melihat semua perbuatanmu."
Seorang saksi? Omong kosong. Mendadak, aku
dapat menguasai diri kembali. Pikiranku jadi jernih.
"Siapa saksi itu?"
"Aku tidak bisa bilang."
Z'Mengapa tidak?"
442 "Dengar, Murray, tidak masalah siapa orangnya.
Aku mendapat pernyataan di bawah sumpah."
' "Dari seseorang yang mengenalku?"
"Sudah kubilang aku tidak dapat memberitahu."
Rob! Pasti dia. Cathy sudah mengatakan bahwa
Rob telah melihatku dan Debbie ke kapal malam itu.
Apa yang ia katakan pada polisi?
"Jadi, apa kau mau memberi pernyataan? Kami
tahu kau yang melakukannya." Powell berputar?putar
kembali. "Akan lebih baik bagi kita semua kalau kau
mengatakan yang sebenarnya, sekarang. Tidak ada
gunanya berpura?pura terus. Seperti yang kukatakan,
kami punya saksi. Kami punya bukti. "
Aku tak sudi membiarkan Powell mengancamku
lagi. Aku mengangguk pada Jones, yang sedari tadi
sibuk mencatat. "Suruh dia mengetik apa yang sudah
kukatakan, dan aku akan menandatanganinya. Setelah
itu aku tidak akan berkata apa?apa lagi tanpa kehadiran penasehat hukum."
Aku tetap diam selama lima menit berikut sementara
Powell berusaha dengan berbagai cara memaksaku
mengamkan sesuatu. Akhirnya ia angkat tangan. "Kau
bajingan keras kepala, Murray. Tapi jangan kuatir,
kita akan segera bertemu lagi."
Powell dan Jones meninggalkanku sendirian di
ruang interogasi sementara aku menunggu pemyataanku diketik. Aku memeriksanya dengan teliti, menandatanganinya, dan meninggalkan kantor polisi itu.
Lututku lemas ketika aku berjalan keluar. Posisiku
sangat berbahaya. Aku tahu Powell berusaha menakutnakutiku agar aku mengatakan sesuatu yang salah. Ia
pasti belum mengumpulkan cukup bukti untuk me
443 nangkapku, tapi tidak diragukan lagi aku dalam kesu-
litan. Powell tidak akan bersusah payah membongkar
kembali kasus ini kalau ia tidak yakin punya alasan
kuat. '
Powell sendiri membuatku cemas. Aku sudah tahu
bahwa ia gampang menilai orang. Ia pantang mundur
dan tidak sabaran, dan aku tidak tenang melihat
kegigihannya mengumpulkan bukti. Ia yakin aku bersalah dan ia akan menangkapku dengan cara apa
pun. Dan aku yakin Powell biasanya berhasil.
Pembunuhan! Insider trading sudah merupakan
kejahatan yang cukup buruk, tapi tidak ada apaapanya dibanding pembunuhan. Dan lebih parah lagi,
aku dituduh membunuh Debbie.
Segera setelah tiba di rumah, aku menelepon Denny.
Untunglah, ia bekerja lembur. Nasehatnya jelas. Kecu-
rigaan Powell harus ditanggapi dengan serius. Namun
sepertinya tak mungkin Powell sudah mempunyai bukti
yang cukup untuk mendakwaku. Kalau Powell hendak
berbicara denganku lagi, aku harus menolak kecuali
kalau didampingi Denny. Sampai saat itu, yang dapat
kulakukan hanyalah menunggu dan melihat apa yang
akan terjadi.
dandi?clivu?kanunmk
t)nleh
Dilarang mmg?kumemil?kan atau
kesialan mmimpa anda selamanya
> > >BAB
20 "B AR itu dingin, gelap, dan hampir kosong. Waktu
masih agak sore. Sedikit demi sedikit aku meminum segelas Davy's Old Wallop, sambil menunggu
Cash dan Cathy datang._
Aku sudah mendengar suara Cash sebelum melihatnya. Suaranya bergema ke sekeliling ruangan kosong itu ketika ia menuruni tangga dari jalan di atas.
"Ampun, Cathy, tempat ini seperti kuburan."
Aku telah memilih tempat yang sepi untuk bertemu.
Mungkin ini keliru. Suara Cash justru akan terdengar
lebih jelas di sebuah bar kosong daripada di bar
yang ramai. Aku memandang sekeliling. Hanya ada
t1ga pasangan yang juga mencari tempat sunyi dan
gelap, dan sekelompok pemuda, bermabuk-mabukan.
Pasti aman.
Aku mencemaskan penemuanku dengan Cash; ia
sama sekali tidak tampak cemas bertemu denganku.
la menyerbu masuk ke bar dan langsung mengham?
prriku, tangan terulur, dan senyum lebar tersungging
d1 wajahnya. "Paul! Senang melihatmu. Bagaimana
445 kabarmu?" ia menarik kursi. Cathy mengikuti beberapa
langkah di belakang. Ia memberiku sebuah senyum
rahasia yang sangat manis ketika ikut bergabung di
meja. "Boy, benar?benar berat kejadian yang menim?
pamu. Cathy sudah cerita padaku. Aku tidak percaya
mereka melakukan itu padamu."
Aku merasa sikap dinginku mulai mencair. Per-
hatiarmya tampak tulus dan aku senang mendengar
seseorang percaya padaku. Hati-hati, kuperingan' diriku
sendiri, mempercayai Cash adalah sesuatu yang ber-
bahaya.
"Halo, Cash," sahutku dingin, menjabat tangannya
sekilas. Ia tampak kecewa dengan sikapku. Aku me-'
lunak. "Mau minum?" ujarku, berusaha santun; walaupun ndak bisa dibilang ramah.
"Tentu, sama denganmu," sahutnya, menunjuk gelas
Davy's?ku. Aku hanya butuh satu menit untuk mendapatkan minuman itu, ditambah Perrier unruk Cathy.
Suasana kaku meliputi meja ketika aku kembali.
Aku tidak berkata apa?apa ketika menaruh minuman.
Cash menghirup sedikit isi gelasnya, meringis, dan
berkata, "Menarik." Ia merasa tidak nyaman dengan
keheningan ini, begitu pula Cathy. Kusadari akutidak
benar?benar ingin berbicara pada Cash dan menyesal
menyetujui pertemuan ini. "Kau tidak ketinggalan
banyak selama minggu?minggu terakhir ini," ujar Cash
untuk memecah keheningan. Ia berceloteh selama lima
menit tentang bursa, dan aku hanya menanggapi se-
dikit.
Ketika pembicaraan satu arah ini berhenti, Cathy
menyela. "Aku mempertemukan kalian karena menurutku banyak hal perlu kalian bicarakan. Jadi, mengapa
446 tidak kau mulai, Paul," ujarnya tandas. "Ceritakan
pada Cash tentang penyelidikan TSA itu."
Aku ragu?ragu sesaat, lalu kuceritakan padanya.
Cash mendengarkan dengan saksama. Akhirnya ia
berkata, "Memang tidak masuk akal. Tampaknya mereka tidak mempunyai bukti langsung."
"Apa yang terjadi saat kau ditanyai TSA?" tanyaku.
"Semua itu membuatku ketakutan setengah mati,"
jawab Cash. "Pertama kau katakan Bowen mengejar-
mu. Lalu aku ditanyai oleh Berryman. Dan lalu kau
dipecat karena insider trading."
Cash meneguk birnya. "Itu benar?benar mencemas-
kanku. Maksudku, aku tahu aku tidak berbuat salah
apa?apa, tapi perusahaan seperti Bloomfield Weiss
akan dengan senang hati mencari kambing hitam ka-
lau ada masalah. .
"Lalu tiba-tiba minggu lalu, aku dipanggil menghadap kepala cabang London. la memberitahu bahwa
telah diketemukan Joe Finlay membeli sejumlah besar
saham Gypsum of America untuk rekening pribadinya
berdasarkan informasi orang dalam. Ia juga menda-
patkan posisi obligasi yang cukup besar untuk
Bloomtield Weiss, tapi pihak berwenang kini yakin
bahwa tidak ada orang lain dalam perusahaan ini
yang terlibat. Tak bisa kukatakan betapa leganya
aku."
Cathy mendengarkan penuh minat, keningnya berli-
pat berkonsentrasi. "Yang tidak kumengerti," ujar
Cathy, "mengapa nama Paul tidak dibersihkan. Kalau
TSA berpendapat Cash tidak terlibat, kecuali jika
mereka berpikir Joe dan Paul menjalin hubungan
secara teratur, maka seharusnya ini membuktikan bah
447 wa Paul tak mungkin mendapat informasi dari orang
dalam." '
"Kau benar," ujarku.
Cash mengangguk. "Dia benar. Kau harus mem-
bicarakannya dengan seseorang. Mungkin De Jong
atau TSA. Akan kudukung kau."
Aku tersenyum. "Terima kasih, Cash." Dan aku
memang bersyukur. Setelah lolos dengan selamat,
mungkin tak ada lagi yang ingin dilakukan _Cash
selain melupakan semua kejadian itu. Betapa ba1knya
Cash menawarkan diri membantuku. "Aku akan menghubungi TSA esok pagi."
Aku menghirup birku. "Kira?kira apakah Joe tahu
Debbie mengincarnya?"
"Apa maksudmu?" tanya Cash.
"Yah, Debbie yang memberitahu Bowen di Bloom-
i'reld Weiss bahwa terjadi sesuatu yang aneh. Kalau
Joe mengetahuinya, ia pasti kesal." .
"Maksudmu dia mungkin membunuh Debbie?"
Aku mengangkat alisku. "Mungkin."
"Ya Tuhan, mungkin benar," ujar Cash. "Tapi aku
tidak yakin Joe bertindak seorang diri saja dalam hal
ini."
"Mengapa begitu?" tanyaku.
"Well, dia pasti mendapat informasi itu dari orang
lain. Maksudku, sebuah perusahaan Jerman mengambil
alih perusahaan Amerika. Bagaimana mungkin seorang
trader obligasi di London mendengar hal itu?"
"Seseorang terlalu banyak bicara?"
"Mungkin. Mungkin tidak." _
Aku berpikir sesaat. "Bagaimana dengan lrw1n
Piper? la ahli dalam hal?hal semacam itu, bukan?
Apakah Joe mengenalnya?"
448 -
"Aku baru saja berpikir yang sama," ujar Cash.
"Ya, memang. Aku tidak tahu cara mereka bertemu,
tapi entah bagaimana mereka saling kenal baik."
Aku mengelus daguku dan memikirkannya lebih
jauh. "Ini suatu kemungkinan. Tapi bagaimana cara
kita mengetahuinya?"
"Kita mungkin bisa mendapatkan sesuatu dari catatan transaksinya!" ujar Cathy. "Pasti masih ada,
entah di mana. Aku akan cari besok."
"Boleh dicoba," ujarku.
"Well, aku senang kita menghasilkan sesuatu," ujar
Cathy. "Sekarang ada hal lain yang ingin kami bicarakan denganmu, Cash."
Aku menatap tajam pada Cathy. Aku mulai percaya
Cash tidak terlibat insider trading Gypsum, tapi
tidak berarti aku percaya padanya dalam hal lain.
"Paul, menurutku kita harus memberitahunya,"
desak Cathy. "Percayalah padaku."
Aku ragu-ragu. Aku ingin. mempercayai Cathy.
Aku sendiri sulit percaya bahwa Cash adalah otak di
belakang operasi Tremont. Ah persetan, pikirku.
Mengapa tidak terang?terangan saja kubuka? Aku
sudah berminggu-minggu memakai cara halus, berusaha mendapat jawaban tanpa menimbulkan kecurigaan. Aku menjadi tidak sabar. Aku ingin tahu. Sekarang.
"Oke," aku menganggukkan kepala. "Biar kuambilkan kau minuman lagi, Cash, kau akan membutuhkannya kalau dengar ceritaku ini."
Jadi kubawakan Cash minuman lagi, dan kuceritakan padanya garis besar semua yang terjadi semenjak
kematian Debbie. Ini pertama. kalinya kulihat Cash
449 tak bisa berkata-kata. Rahangnya benar?benar menga-
nga ketika aku bercerita. Setelah selesai, aku meman-
dang matanya lums?lurus. "Jadi?" ujarku. .
Cash butuh beberapa saat untuk mengkulangkan
rasa kegetnya. "Gila!" serunya. Lalu, "Luar biasa!"
"Bolehkah aku bertanya?" pintaku.
"Boleh, tentu, silakan,", jawab Cash tercengang,
pikirannya masih membayangkan implikasi ceritaku
[. tad"Apakah kau tahu bahwa jaminan Honshu Bank


Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk obligasi Tremont Capital temyata tldak pernah
ada?"
"Tidak, aku tidak tahu," sahutnya. Lalu matanya
berkilat marah. "Kau kira aku terlibat, ya?"
Reaksi Cash cukup meyakinkan, tapi kemampuannya
berpura?pura sudah terkenal ke mana-mana. Aku ndak
tahu apakah ia berbohong atau tidak. "Aku pernah
berpikir begitu," ujarku.
Dalam sekejap amarahnya lenyap. "Yah, aku mengerti," ujarnya. Ia berhenti sesaat. "Dengan kati
sedang menghadapi kesulitan, dan aku menyuka1m_u.
Ia melihat alisku terangkat mendengar perkataan itu,
namun ia mengangkat tangannya. "Tidak, aku jujur.
Beberapa pelangganku adalah orang bodoh dan bebe-
rapa lagi cerdas, dan kunilai kau salah satu yang
paling cerdas. Aku tidak menjilat; kau bukan lag1
klien utamaku, kan?" Aku harus setuju dengan per-
nyataan terakhir itu.
"Bagaimanapun, aku ingin membantumudengan
segala cara. Aku tidak terlibat dalam semua 1n1. Aku
tahu kau tidak percaya, tapi itu tidak masalah. Kalau
bekerja sama, kita akan dapat mengetahui s1apa yang
450 sebenarnya berada di balik semua ini. Selama kita
belum bisa mengungkapkannya, kau boleh menempat-
kan aku di daftar tersangka utama."
Aku ingin mempercayainya. Sulit menolaknya. Sem'daknya tawaran itu bisa dicoba.
"Oke," ujarku. "Mari kita mulai dengan peluncuran
obligasi Tremont Capital."
Cash tersenyum. "Baik. Coba kuingat?ingat. Semua
bersumber dari Waigel. Ia yang berhubungan dengan
emiten, dan hanya ia yang mengerjakannya di New
York. Ia meneleponku suatu hari, menjelaskan penawaran ini, dan bertanya apakah aku dapat menjualnya.
Kuingat ia berkata ini harus dilakukan dengan cepat."
"Bagaimana caramu memutuskan siapa yang akan
kautawari?"
"Kalau diingat?ingat,.Waigel menyarankan aku men-
coba Harzweiger Bank. Pilihan terhadap De Jong
terasa wajar. Obligasi jenis ini diminati Hamilton.
Sedikit rumit, sedikit tak jelas, menghasilkan yield
yang bagus kalau kita cukup cerdik untuk mendapat-
kannya." Aku mengangguk, memang obligasi sejenis
itulah yang diinginkan Hamilton. "Kenyataannya, seminggu sebelumnya, Hamilton memintaku mencarikan
penawaran triple A ber?yield tinggi buatnya. Pada
akhirnya, transaksi itu berjalan lancar. Semua terjual
dalam satu hari. Tidak perlu bantuan penjual lain.
Transaksi yang hebat."
"Dan sangat cocok bagi Waigel. Makin sedikit
klien dan salesman terlibat, makin sedikit kesempatan
terungkap."
Cash menghela napas. "Kukira kau benar."
"Sekarang, bagaimana dengan Phoenix Prosperity?
451 Apakah kau tahu perusahaan itu milik Tremont Capitai?"
"Tidak, aku sama sekali tidak tahu siapa yang
memilikinya. Tapi ada sesuatu yang sangat aneh terjadi
di sana. Kalau dipikir-pikir, semua itu dimulai segera
setelah kanti menempatkan Tremont Capital."
Cash menghirup birnya kembali. "Aku telah banyak
melakukan bisnis besar dengan Jack Salmon. la men-
jual dan membeli obligasi sepanjang hari, mengambil
keuntungan setiap kali ia mencapai seperdelapan poin
dan rugi besar setiap kali ia keliru. Impian para
Salesman. Komisi banyak.
"Lalu mendadak, semua berubah. Aku senang karena ia masih aktif, tapi ia mulai mencetak uang. Ia
ikut dalam transaksi besar yang sangat berisiko. Kau
tahu, junk band dan sejenisnya. Ada beberapa yang
gagal, tapi jelas keuntungannya lebih besar daripada
kerugiannya."
"Aneh Jack Salmon mampu mencetak uang dari
transaksi semacam itu," cetusku.
"Memang aneh," timpal Cash. "Tapi bukan dia
pelaku utamanya. Ia sendiri tidak pernah membuat
keputusan utama. Tentu saja, ia berlagak seolah-olah
ia yang menentukan semuanya, dan aku pura?pura
mempercayainya, tapi aku selalu memastikan ia punya
waktu untuk menaruh telepon dan berkonsultasi dengan
bosnya sebelum membeli obligasiku."
"lni masuk akal," ujarku. Kuceritakan pada Cash
bahwa aku melihat Jack berkonsultasi dengan sese-
orang sebelum membeli Fairways.
Kami terdiam beberapa saat.
"Aku tahu Dick itu brengsek, tapi aku tidak tahu
452 dia sebrengsek itu," celetuk Cash, lebih kepada dirinya
sendiri.
"Kau kenal dia sejak masih kecil?"
Cash menarik napas. "Ya, memang. Kami tidak
terlalu akrab. Aku sedikit lebih populer daripada
Ricky. Sebelumnya ia tidak memakai nama Dick.
Penampilannya dan tindak?tanduknya seperti anak tolol.
Ia biasa diganggu anak lain sampai..." Cash tak
meneruskan kata?katanya.
"Sampai?" ujarku.
"Sampai ia mulai menjual obat bius. Ia bergabung
dengan dua gorila bengis bertubuh besar dan menyuplai semua obat bius bagi anak-anak di permukiman kami. Oh, Ricky tidak pernah menjual barang
itu sendiri. Ia terlalu cerdas untuk itu. Tapi ia yang
mengatur semuanya. *
"Aku ingat ada anak lain yang bemsaha merebut
daerah Ricky. Riwayat anak itu berakhir dengan sebilah pisau tertancap di ginjalnya. Semua tahu itu
perbuatan anak buah Ricky, dan pasti Ricky yang
memberi perintah."
"Tapi kau masih menjadi temannya."
"Oh, ya. Maksudku, Rick itu cerdas. la sadar
tidak ada masa depan cerah bagi penjaja obat bius di
Bronx. Jadi ia sekolah di Columbia, lalu di Harvard
Business School, kemudian memperoleh pekerjaanng
hebat dalam perbankan investasi. Semua itu tidak
hanya membutuhkan otak. Harus diikuti dengan dedi-
kasi.
"Sudah pernah kukatakan padamu betapa aku bangga dapat mencarikan pekerjaan di Wall Street bagi
beberapa puluh anak asuh. Well, Ricky adalah salah
453 satu yang paling berhasil, dan aku cukup mengagumi?
nya. Memang, aku tahu ia menantang bahaya, tapi
harus ada orang yang berani melakukannya. Dan
kami telah melakukan beberapa transaksi menguntung?
kan bersama?sama, jadi aku mengabaikan tindakan
pelanggaran hukumnya yang ganjil. Tapi membunnh
Debbie Chater,_ dan Greg Shoffman?" Cash mengge-
lenggelengkan kepalanya. _
"Kita tidak tahu siapa yang membunuh Debbie," tandasku. "Tampaknya bukan kau, dan Waigel sedang ada
di Amerika. Tapi pihak polisi mengira mereka tahu."
Cathy dan Cash menatapku ingin tahu. ,
"Inspektur Powell yakin aku yang membunuhnya,"
lanjutku. "Katanya ia mempunyai saksi mata.". .
Cathy tampak terperanjat. "Itu konyol. Dia tidak
serius, kan?"
"Dia sangat serius."
"Tapi dia tidak punya bukti." _
"Kukira ia belum mendapat semua bukti yang ia
perlukan. Tapi aku kuatir ia bisa mendapatkannya,"
ujarku.
"Tapi bagaimana bisa?" tanya Cathy.
"Seseorang akan membantunya. Dan aku percaya
Powell bisa saja merekayasa sendiri."
"Jadi siapa saksinya?" tanya Cash.
"Kuduga Rob," ujarku. "Cathy mengatakan Rob
melihatku dengan Debbie malam itu. Tapi aku tak
mengerti mengapa ia berbohong pada polisi."
"Mungkin'Rob yang membunuhnya," ujar Cash.
"Mungkin benar." Bisa saja ia yang melakukan.
Atau bisa saja Joe, atau Waigel, atau bahkan Piper.
Tapi Rob tengah jatuh cinta dengan Debbie. Joe
454 menyangkal membunuhnya. Waigel sedang berada di
New York saat itu. Daaniper tampaknya benar-
benar tidak tahu akan kematian Debbie. Kita benarbenar tidak tahu pasti. Bisa saja seorang yang tak
dikenal, seorang pembunuh profesional yang disewa
Waigel, yang, setelah selesaiv membunuh Debbie,
menghilang ke tengah kegelapan dan derai hujan.
Kami mendiskusikan semua ini selama satu jam
tanpa hasil. Akhirnya, kami menyerahi Kami mengha-
biskan minuman dan keluar menuju keremangan malam
bulan September. Cash melambai padaku dan Cathy
ketika masuk ke dalam taksi. Seringainya yang penuh
arti menunjukkan ia tahu perkembangan terakhir hu-
bunganku dan Cathy. Cathy dan aku berjalan sekitar
satu mil menuju restoran Italia kecil yang romantis
dekat Covent Garden,?dan menyantap makan malam
yang sangat menyenangkan diiringi sebotol Chianti.
Sesudahnya, kami mengundi koin, aku kalah dan ikut
Cathy naik taksi menuju Hampstead.
Aku'kembali ke apartemenku pukul delapan esok
Si Tolol 2 Serigala-serigala Berbulu Domba Pendekar Kembar 12 Pemburu Mahkota Dara 14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja
^