Iblis Dari Gunung Wilis 4
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat Bagian 4
Sambil berkata ini, jari-jari tangan Dyah Raseksi telah mencubit dagu Fajar
Legawa. Pemuda ini berusaha menghindar, namun tak berhasil.
Ketika itu matahari menjadi semakin tinggi di udara. Dan sinar matahari itu cukup
menyengat kulit. Untuk menghindarkan mata yang silau, Pertiwi Dewi memiringkan
tubuh. Akan tetapi, pipi yang membengkak itu sakit juga bersentuhan dengan tanah.
Akan tetapi apakah arti dari sakit pada pipinya itu, apabila dibandingkan dengan
kepedihan hatinya yang sekarang ini? Kakak perempuan yang semula seorang gadis cantik
dan lemah-lembut itu, sekarang telah berobah amat jauh. Sekarang telah menjelma
sebagai perempuan kejam luar biasa dan tersesat dalam dunia kejahatan. Sekarang telah
berobah menjadi perempuan liar dan hanya menurutkan nafsu hewaniah.
Tertumbuk oleh liku-likunya takdir ini, timbullah rasa sesal yang amat dalam.
Kalau saja tadi malam ia menurut nasihat Fajar Legawa untuk minta ijin gurunya, kiranya
ia takkan mengalami hinaan seperti sekarang ini. Terlentang di atas tanah dan kaki
tangannya terikat tidak berdaya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Teringat kepada gurunya ini, Pertiwi Dewi makin merasa bersalah. Dan sekarang
ini mungkin sekali gurunya dalam kebingungan mencari dirinya. Mungkinkah gurunya
tahu apabila kepergiannya semalam menuju tempat ini?
Dan Pertiwi kemudian membuang muka memandang ke tempat lain, ketika ia
melihat tangan Dyah Raseksi memeluk Fajar Legawa. Hati gadis ini menjadi panas sekali
bahwa Fajar Legawa membiarkkn jari-jemari Dyah Raseksi itu mengusap-usap dahi dan
dagunya. Dan mendadak pula timbullah rasa cemburu dalam dada gadis ini.
"Huh, dasar laki-laki!" teriak gadis ini tanpa sesadarnya.
Fajar Legawa amat terkejut. Pemuda ini tersenyum pahit mendengar sindiran
gadis cilik itu, dan menyesal pula mengapa Pertiwi Dewi cepat salah sangka. Dalam
keadaan dirinya terbelenggu seperti sekarang ini, mungkinkah dirinya dapat menghindar
dan mencegah perlakukan Dyah Raseksi kepada dirinya?
"Dyah Raseksi!" teriak Fajar Legawa tiba-ti-ba saking malu dan marah. "Bunuh
saja aku, habis PERKARA! Huh, jangan engkau berusaha menghina orang!"
"Hi-hi-hik." Dyah Raseksi menyambut ucapan pemuda itu dengan tertawa merdu.
"Siapa yang akan membunuh engkau? Tidak! Aku cinta padamu, karena engkau tampan
dan ganteng. Apakah engkau tidak mendengar jerit seorang perempuan yang merindukan
kasih sayang laki-laki? Kangmas, dengarlah tangis hatiku ini yang meratap dan merintih
mengharapkan kasih."
"Perempuan tidak tahu malu!" caci Pertiwi Dewi yang mejadi malu dan muak
mendengar kata-kata kakak perempuannya yang membujuk Fajar Legawa itu.
"Apa?" Dyah Raseksi mengangkat muka dan mengamati Pertiwi Dewi dengan
mata yang mendelik. "Siapakah yang tidak tahu malu? Engkau atau aku? Hi hi hik,
engkau tanpa malu mengaku sebagai isterinya. Tetapi, nyatanya bukan. Huh, apakah
perempuan macam engkau itu, seorang perempuan baik? Tingkah lakumu tidak bedanya
dengan sundal busuk."
"Bangsat! Tutup mulutmu yang busuk!" teriak Pertwi Dewi dengan matanya
melotot saking tak kuasa menahan marah. "Kapankah aku bilang dia suamiku?"
"Hi-hi-hik, nyatanya engkau tidak membantah ketika aku menyebut dia
suamimu."
"Siluman liar. Iblis!" caci gadis ini. "Mulutmu kotor, mulutmu busuk dan berbau!"
"Hi-hi-hik, engkau bilang mulutku kotor dan berbau busuk? Lihatlah sundal busuk,
gigiku putih bersh dan mulutku berbau harum. Banyak laki-laki yang lahap sekali untuk
mengecup bibirku ini. Tahu?"
Dyah Raseksi membuka mulutnya yang mungil, bibirnya memerah sedang di
dalamnya tampak dua baris gigi yang teratur rapi, putih dan mengkilap. Ketika itu Fajar
Legawa sempat pula menyaksikan semua itu, sehingga diam-diam tidak dapat
mencelanya. Bibir yang ranum seperti itu, dan gigi yang teratur bagai mutiara, laki-lakihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
manakah yang kuasa menahan gairah? Hanya saja sungguh sayang bahwa perempuan
secantik ini budinya amat kotor. Keadaan lahir dan batinnya bertentangan satu sama lain.
Berhadapan dengan kenyataan ini, teringatlah ia akan nasihat gurunya. Bahwa apa
yang tampak di depan mata belum tentu merupakan pencerminan hati. Yang cantik belum
tentu berbudi luhur, sebaliknya yang buruk belum tentu jahat. Cantik dan tampan, hanya
terbatas pada kulit. Kalamana kulit yang menyebabkan tampan cantik dan tampan itu
rusak, akan lenyap pula yang disebut cantik dan tampan itu. Mengenal hati manusia
tidaklah mudah. Sikap dan tutur kata yang lemah-lembut dan sopan, ada kalanya hanya
sebagai kedok penutup hatinya yang busuk. Dan mereka yang mudah terpikat kepada
yang tampak di depan mata, akan mudah pula terancam oleh bahaya.
Tiba-tiba terdengar teriakan Pertiwi Dewi yang menantang. "Hai perempuan
jalang! Hai sundal busuk, iblis dan siluman! Jika engkau masih mempunyai harga diri,
lepaskan ikatan ini. Dan marilah kita bertempur lagi sampai salah seorang roboh dan
tewas."
Tetapi tantangan itu hanya disambut oleh ketawa Dyah Raseksi yang cekikikan.
Kemudian, "Hi-hi-hik, untuk apakah harus berpayah-payah melepaskan ikatan itu dan
berkelahi. Silahkan engkau menyebut apa saja padaku. Kalau mulutmu kering dan haus,
tidak urung engkau akan berhenti. Hi-hi-hik, dengan terikat dan terpanggang oleh sinar
matahari terik ini, aku ingin melihat apakah engkau sanggup bertahan? Engkau akan
menderita dan kehausan. Akan tetapi kalau perlu, akupun akan menyiksa engkau dengan
caraku sendiri. Agar mati tidak, hiduppun sulit. Hi-hi-hi, apabila engkau sudah megap-
megap seperti ikan kehilangan air, akan segera aku undang beberapa orang lak-laki anak-
buahku. Dan engkau akan direjang oleh mereka, dan itu merupakan tontonan yang
menarik."
"Dyah Raseksi!" Fajar Legawa yang bergidik dan tidak tahan mendengar ancaman
senerti itu, sudah berteriak. "Apakah engkau sudah lupa bahwa dia itu adik-kandungmu
sendiri?"
"Kangmas, dia jahat sekali," sahut Dyah Raseksi dengan halus sambil mengerling
penuh arti, sedang bibirnya tersenyum manis sekali. "Kalau dia lancang mulut seperti itu,
apakah salahnya aku memberi hukuman yang setimpal? Kalau dia sedia tuntuk padaku,
tentu saja aku takkan tega. Akan tetapi sebaliknya kalau dia membandel dan melawan
aku, maka akupun takkan tanggung-tanggung lagi dalam berbuat."
"Tetapi .... tetapi .... bukankah dengan perbuatanmu yangtidak tahu malu, yang
memikat kepala setiap laki-laki yang engkau kehendaki itu, berarti engkau memang
sundal?"
"Apa .... apa katamu?" Dyah Raseksi kaget dan mendelik ke arah Fajar Legawa.
Akan tetapi ketika pandang-mata perempuan ini bertatapan dengan pandang mata Fajar
Legawa yang berpengaruh, mendadak saja kemarahannya lenyap. Sepasang mata yang
semula menyala itu, mendadak berobah redup lagi dan sayu. Jantung perempuan ini
berdegup cepat sekali, dan segera tergoda oleh gairah yang sulit dipertahankan. Bibirnya
tersenyum manis sekali, dan kemudian terdengarlah suara perempuan ini yang halus dan
membujuk. "Kangmas, baiklah engkau menghendaki demikian. Akupun bersedia
memaafkan dia dan aku bersedia pula membebaskan dia, asal saja engkau sedia berjanji.
Bersediakah engkau berjanji?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Janji tentang apa?" Fajar Legawa heran.
"Kangmas," bisik Dyah Raseksi sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Fajar
Legawa. Mulut itu jaraknya amat dekat, hampir menyentuh daun telinga, sedang
hidungnya yang mancung menyentuh pipi. Berdesir hebat jantung pemuda ini, Ketika ia
menghirup bau yang semerbak harum dari rambut perempuan ini. Dan akibatnya pula,
tanpa sesadarnya, tubuh pemuda ini sudah menggigil.
Sikap Dyah Raseksi yang genit dan amat berani itu, beberapa kali sudah
memperoleh bukti, ia akan segera dapat menggugurkan benteng iman dan keteguhan laki-
iaki. Maka sekarang berhadapan dengan Fajar Legawa yang bandel dan keras hati ini, ia
berusaha meruntuhkan dengan bujukan dan rayuannya, di samping pula lewat sikap yang
menimbulkan gairah laki-laki,. Lengan yang berkulit kuning dan halus itu, kemudian
memeluk leher Fajar Legawa. Dan sesudah itu, perempuan ini meneruskan ucapannya,
"Kangmas, aku bersedia membebaskan budak liar itu, asal saja engkau bersedia menerima
cinta kasihku. Dan apabila engkau sudah berada di sampingku, akupun akan segera
tunduk padamu. Dan aku akan menghentikan semua perbuatan yang tidak engkau sukai."
Ucapan Dyah Raseksi ini amat merdu memasuki rongga telinga Fajar Legawa,
sedang getaran dari asamara itu kuasa menyentuh dinding hati pemuda ini. Akan tetapi
sekalipun demikian ia masih memiliki kesadaran penuh dan ia sadar pula bahwa mulut
manis dari perempuan ini amat berbisa.
Mendadak saja timbullah pikirannya yang bagus. Timbullah niatnya untuk menipu
perempuan ini dengan pura-pura menerimanya. Dan agar dengan jalan ini, dirinya
bersama Pertiwi Dewi dapat membebaskan diri dari bahaya, ia terseyum, kemudian
jawabnya halus. "Apakah aku dapat mempercayai janjimu itu, Dyah Raseksi?"
"Hemm, apakah engkau masih kurang percaya akan cinta kasihku? Demi cinta
kasihku padamu kangmas, aku bersedia menuruti apapun yang kau minta."
Fajar Legawa kembali tersenyum, Kemudian. "Kalau demikian, lepaskan dahulu
tali yang mengikat aku ini."
Dyah Raseksi tampak ragu-ragu, mengamati Fajar Legawa penuh rasa curiga.
Tetapi Fajar Legawa tersenyum, kemudian bujuknya. "Engkau tidak perlu khawatir aku
ingkar janji, adik yang manis. Apabila engkau mencintai aku, maka akupun akan
membalas cinta-kasihmu itu sepenuh hati."
"Tetapi.....apakah engkau tidak menipu aku?"
"Kekasihku, mengapa engkau masih kurang percaya? Apakah aku perlu
bersumpah untuk membuktikan cinta kasihku padamu?"
"Kangmas, aihh . . . ." Dyah Raseksi mencium Fajar Legawa penuh nafsu. Benteng
pertahanannya menjadi runtuh oleh kata-kata Fajar Legawa yang halus. "Baiklah.....aku
percaya padamu ....."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Tanpa rewel lagi Dyah Raseksi telah melepaskan tali-tali yang membelenggu kaki
dan tangan Fajar Legawa, Akan tetapi ketika tangan Fajar Legawa bebas dan Dyah
Raseksi lengah, seperti kilat cepatnya tangan pemuda itu telah memukul tengkuk
perempuan itu. Terdengar suara mengeluh dari mulut Dyah Raseksi, kemudian roboh
pingsan di atas tanah.
Setelah Dyah Rassksi roboh terguling, dengan cekatan Fajar Legawa melompat ke
arah Pertiwi Dewi. Lalu menggunakan pedang Pertiwi Dewi yang menggeletak tak jauh
dari gadis itu, semua tali yang membelenggu tangan dan kaki berhasil diputuskan.
"Dewi, mari kita tinggalkan tempat berbahaya ini," bisiknya halus.
Pertiwi Dewi menyambut kebebasannya itu dengan bibir tersenyum manis sekali,
sedang sepasang matanya menyinarkan perasaan bahagia. Ketika pandang-mata mereka
bertemu, mengalirlah rasa aneh dalam dada masing-masing. Namun secepatnya Pertiwi
Dewi menghindar dan kemudian mereka berlarian meninggalkan tempat ini.
Akan tetapi Fajar Legawa lupa bahwa Dyah Raseksi memiliki aji "welut putih".
Perempuan ini memang pingsan ketika dipukul tengkuknya. Akan tetapi pingsannya itu
hanya sebentar saja, kemudian perempuan ini bangkit. Ketika melihat Fajar Legawa dan
Pertiwi Dewi tidak nampak, maka dengan marah yang meluap-luap Dyah Raseksi sudah
bersuit nyaring untuk memberi tanda KEPADA anak buahnya.
Suitan ini mengejutkan semua penghuni gunung Ungaran, dan tidak terkecuali
Jalu Gigis.
Ketika itu Jalu Gigis sedang nongkrong sambil membakar daging kelinci. Ia sedang
menggerogoti paha kelinci, ketika suitan Dyah Raseksi menggetarkan gunung itu. Paha
kelinci itu kemudian dibanting sambil mengumpat. "Huh, siapa lagi yang mengganggu
puteriku?"
Dengan gerakannya yang gesit, dalam waktu singkat Jalu Gigis telah berhadapan
dengan Dyah Raseksi.
"Apa yang terjadi?" teriaknya.
"Ayah ....... mereka curang ....!" seru Dyah Raseksi gugup. "Mereka belum jauh
pergi, dan mari kita kejar!"
"Huh, jika tertangkap lagi, sepatutnya aku cincang dan kuremukan batok
kepalanya."
"Ayah .... jangan!" teriak Dyah Raseksi menjadi khawatir. "Mereka jangan engkau
bunuh . . ...!"
"Apakah engkau sudah berobah gila?" hardik Jalu Gigis. "Mereka bertindak
curang, maka sepatutnya jika mereka aku bunuh mati."
"Tetapi ayah, serahkan saja mereka padaku, sebab aku sudah mempunyai rencana
yang amat bagus."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ha-ha-ha-ha, baiklah! Akan tetapi, dua bocah itu tidak boleh lepas lagi, sehingga
membuat terganggu ketenanganku."
Dyah Raseksi memeluk ayah angkatnya, lalu memberi ciuman ke pipi yang mulai
kempot. Dengan sikap yang manja itu, kemudian ia berkata. "Ayah, engkau tidak perlu
khawatir. Tidak mungkin mereka akan dapat menipu aku lagi."
Mereka kemudian bergerak gesit untuk mengejar Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi.
Dipihak lain, Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi berlarian cepat sekali menuruni pinggang
gunung. Suitan yang nyaring tadi amat mengejutkan dua orang muda ini. justeru mereka
dapat menduga bahwa suitan tadi merupakan pemberitahuan Dyah Raseksi kepada anak
buahnya.
Bagi mereka meman tidak perlu takut dan khawatir menghadapi Dyah Raseksi
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maupun anak-buahnya. Akan tetapi Jalu Gigis merupakan lawan yang amat berbahaya.
"Celaka!" Fajar Legawa mengeluh. "Suitan itu tentu tanda yang diberikan oleh
Dyah Raseksi. Kita dalam, bahaya!"
"Lalu.......apa yang harus kita lakukan?" tanya gadis ini dengan khawatir.
"Sebaiknya kita sembunyi lebih dulu!"
"Kemana? Apakah engkau menemukan goa?"
"Kita tidak membutuhkan goa. Mari, kita mencari tempat yang bisa memberi
perlindungan."
Sambil melarikan diri ini, Fajar Legawa meneliti keadaan. Akan tetapi walaupun
telah lama berlarian, mereka tidak menemukan tempat yang cukup baik. Tiba-tiba timbul
akal Fajar Legawa, untuk menuruni jurang dan menyembunyikan diri di dalam jurang.
Tetapi di luar tahu dua orang muda ini, bahwa jurang di gunung ini justeru
merupakan sarang ular piaraan Dyah Raseksi. Maka ketika mereka menuruni jurang ini,
mereka segera disambut oleh barisan ular yang ribuan banyaknya. Melihat ular-ular yang
melata itu. Pertiwi Dewi ngeri dan memeluk Fajar Legawa sambil berseru tertahan.
"Kakang. . . .aihh ..... .aku ngeri . . . .Gunakan tongkatmu. . .!"
"Jangan khawatir!" sahut pemuda ini sambil mencabut tongkat. Ketika itu barisan
ular yang besar dan kecil ribuan banyaknya telah menyambut dua orang muda itu. Namun
setelah Fajar Legawa memutarkan tongkatnya, tiba-tiba saja ribuan ular yang menyambut
itu buyar dan lari berserabutan. Ribuan ular itu tampak menjadi ketakutan setengah mati
kepada keris pusaka "tilam upih" yang tersimpan dalam tongkat itu. Dan sebagai akibat-
nya, tidak sedikit pula di antara ular tersebut yang terlempar jatuh ke dasar jurang,
terbanting, dan mati.
Dengan perasaan lega dua orang muda ini menuruni jurang. Tetapi mereka
bergerak hati-hati, karena tebing jurang itu cukup licin dan berbahaya. Tidak lama
kemudian berhasillah mereka mencapai dasar jurang dengan selamat. Dan kemudian hatihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dua orang muda ini merasa lega sekali, ketika di dalam jurang mereka menemukan lekuk
yang cukup dalam seperti goa, dan terlindung pula oleh batu besar di atasnya. Dan dengan
bersembunyi di dalam lekuk yang cukup dalam ini, untuk sementara mereka merasa lega
dan aman.
Akan tetapi setelah mereka mendapatkan tempat sembunyi yang aman ini, mereka
dihadapkan kepada kesulitan yang menyusul. Dalam jurang ini tidak tersedia air minum
yang bersih dan makanan apapun. Kerongkongannya yang kering dan haus, di samping
perut terasa melilit-lilit amat lapar.
Sebagai seorang gadis yang polos. Pertiwi Dewi menemui Fajar Legawa dan
bertanya. "Kakang, apakah engkau tidak lapar?"
Fajar Legawa tersenyum mendengar pertanyaan itu jawabnya. "Aku tidak lapar,
hanya dalam perutku terdengar suara-suara yang cukup aneh."
Pertiwi Dewi ketawa lirih, kemudian terdengar gadis berkata. "Benar! Perutmu
tidak lapar, akan tetapi perut itu sudah minta isi."
Meledak ketawa Fajar Legawa mendengar ucapan gadis ini, dan sebaliknya
Pertiwi Dewi ketawa cekikikan.
"Dewi, biarlah perut kita menderita lapar," kata Fajar Legawa dengan nada yang
halus. "Yang penting bagi kita sekarang ini, asal saja kita dapat lolos dari cengkeraman
Dyah Raseksi yang ganas dan kejam."
"Ya.....namun demikian hatiku prihatin dan nelangsa....." Pertiwi Dewi
mengeluh.
Dan mendadak, gadis kecil mungil ini terisak-isak. Hatinya terasa perih sekali
apabila teringat pertemuannya dengan kakak perempuan itu, tidak seperti harapannya.
Ternyata pertemuannya bukan mendatangkan rasa bahagia seperti yang dicitakan, malah
sebaliknya menimbulkan hal-hal yang tidak patut.
Dan Fajar Legawa hanya dapat menghela napas dalam. Hatinya iba sekali
menyaksikan gadis ini menangis sampai puas. Tanpa disadari, iapun kemudian terkenang
kepada nasib sendiri. Kepergiannya sekarang ini dengan tujuan mencari adik
perempuannya yang diculik oleh penjahat.
Untuk merebut kembali Irma Sulastri dari tangan penculik akan tetapi oi-luar
kemauannya sendiri, ternyata dirinya sekarang malah melibatkan diri dalam urusan orang
lain.
Teringat akan nasib Irma Sulastri yang belum diketahui di mana sekarang berada
itu mendadak saja hatinya amat sedih dan nelangsa.
Disaat pemuda ini sedang menyesali sendiri ini, tiba-tita Fajar Legawa kaget.
Sebab tiba-tiba Pertiwi sudah menubruk, memeluk lehernya, dan kemudian gadis ini
menyembunyikan wajahnya yang basah ke dadanya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Pertiwi ....... sudahlah!" hiburnya sambil melepaskan pelukan gadis ini.
"Kakang .... hu-hu-huuu.....nasibku amat buruk ...." ratap Pertiwi Dewi di tengah
isaknya.
"Besarkan hatimu dan percayalah engkau akan keadilan Allah Maha Pengasih....."
"Kakang.....engkau benar. Akan tetapi hu-hu-huuu.....aku merasa amat gelisah....."
"Tidak perlu engkau gelisah. Aku sedia mengorbankan nyawaku sendiri untuk
melindungi keselamatanmu."
"Kau.....kau.....benarkah itu?" Pertiwi Dewi menubruk kepada Fajar Legawa
dan menyembunyikan wajahnya yang basah ke dada pemuda itu.
Pada saat itu sesungguhnya Jalu Gigis dan Dyah Raseksi yang mengejar, lewat
pula di atas jurang ini. Akan tetapi karena ayah dan anak ini tidak pernah menduga
buruannya bersembunyi di dalam jurang, maka ayah aan anak tidak meneliti dan
meneruskan pengejaran.
Memang ada alasannya ayah dan anak ini tidak meneliti dalam jurang. Mereka
tidak percaya orang buruannya itu bersembunyi di dalam jurang, justeru jurang ini penuh
ular piaraan, sebagai penjaga keamanan sarang. Apabila orang berani masuk ke dalam
jurang, sama halnya orang itu menyongsong bahaya.
Jalu Gigis dan Dyah Raseksi terus berlarian menuju ke bawah. Tiba-tiba mata Jalu
Gigis yang awas itu, menangkap gerak dan bayangan orang yang berkelebat di bagian
bawah.
"Anakku, di sana ada dua orang berkelebat," kata Jalu Gigis. "Mudah-mudahan
mereka itulah yang sedang kita cari."
Dyah Raseksi yang tidak menangkap gerakan jauh di bawah itu membelalakkan
mata. Kemudian. "Benarkah itu?"
"Aku belum dapat memastikan. Namun yang jelas, di sana tampak dua orang."
Mereka kembali berlarian meneruskan pengejaran. Beberapa saat kemudian
mereka melihat dua orang laki-laki sedang duduk nongkrong di atas batu. Mereka menjadi
kecewa, justeru mereka itu dua orang kakek. Yang seorang tinggi kurus, dan yang seorang
pendek gendut, kepala gundul tidak mengenakan baju.
Dua orang kakek inilah Gadung Melati dan Wukirsari. Dua orang tua ini amat
terkejut dan gelisah ketika pada pagi hari, Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi tidak nampak.
Pada mulanya mereka masih menghibur diri, dan menduga bahwa dua orang muda itu
pergi berjalan-jalan menghirup udara pagi. Namun ketika Gadung Melati menemukan
secarik kertas berisi tulisan, kakek ini berjingkrak kaget.
Surat itu singkat saja. Bunyinya.
? Bapa, maafkan kami. Penjahat gunung Ungar?n melakukan perbuatan sewenang we-
nang, maka ke sanalah tujuan kami malam ini. ?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa.
Memang Fajar Legawa yang meninggalkan secarik surat ini, pada saat akan
berangkat. Adapun sebabnya pemuda itu perlu memberitahukan dengan secarik surat,
karena ia menduga, dua orang kakek ini akan merasa kehilangan apabila malam berganti
siang mereka belum kembali.
Surat tersebut di samping sengaja unmk memberi petunjuk, Fajar Legawapun
bermaksud agar dua orang kakek itu dapat memberi pertolongan dikala dirinya maupun
Pertiwi Dewi dalam bahaya.
Dan ternyata perhitungan dan dugaan Fajar Legawa ini tepat. Di gunung Ungaran
mereka ini menghadapi kesulitan. Sayang juga bahwa Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi
tidak langsung melarikan diri ke bawah.
Maka apabila mereka tidak bersembunyi di dalam jurang, tentu mereka akan
bertemu dengan dua orang kakek ini.
Wukirsan dan Gadung Melati sedang duduk mengaso, ketika Jalu Gigis dan Dyah
Raseksi muncul. Diam-diam mereka kaget juga melihat munculnya Jalu Gigis dan Dyah
Raseksi. Akan tetapi sesuai dengan watak Gadung Melati yang angin-anginan, ketika
melihat munculnya dua orang itu, ia sudah ketawa terkekeh seperti orang geli.
"Heh-heh-heh, sungguh lucu.....sungguh lucu.....!"
"Apa yang lucu?" bentak Dyah Raseksi sambil mendelik.
"Heh heh heh, apa saja yang dapat membuat aku ketawa, itulah lucu."
"Hi-hi-hik." Dyah Raseksi yang segera dapat menduga bahwa dirinya diolok-olok
orang, sudah tertawa cekikikan dan siap membalas. "Hi-hi-hik, engkau ini manusia atau
kambing?"
Gadung Melati mendelik. "Adakah kambing bisa bicara?" Ia tadi mentertawakan
dua orang itu, karena menduga bahwa Jalu Gigis itu suami Dyah Raseksi. Maka dengan
denikian, pasangan itu adalahlucu dan tidak pantas. Akan tetapi setelah dirinya dibalas
dan disebut sebagai kambing, kakek ini menjadi tersinggung.
Jalu Gigis yang tidak suka berkelakar menjadi tidak senang, matanya mendelik,
kemudian ia membentak lantang. "Hai bedebah busuk. Mengapa kamu disini?"
Wukirsari dan Gadung Melati tidak menjawab. Justeru tidak dijawab ini, Jalu
Gigis tersinggung dan membentak lebih keras. "Hai, apakah kamu tuli?"
Tiba-tiba Gadung Melati terkekeh lagi. "Heh-heh-heh, apakah engkau sudah gila?"
"Bangsat gendut!" damprat Dyah Raseksi "Hati-hatilah engkau membuka mulut."
"Heh-heh-heh, aku berkata apakah sudah gila?" kata kakek gundul ini tanpa
memperhatikan keadaan orang. "Heh-heh-heh, engkau yang sudah memulai denganhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
sebutan "bedebah" kepada kami, Apakah matamu sudah buta, justeru kami manusia pula
seperti kamu berdua?"
Wukirsari menjadi geli mendengar kata-kata Gadung Melati itu. Ia kemudian
ketawa terkekeh-kekeh. "Heh-heh-heh . . . . heh-heh-heh."
Dan suara ketawa terkekeh itu terdengar tajam dan nyaring sekali, memantul dari tebing
ke tebing dan terdengar dari tempat yang amat jauh. Akibatnya di tempat itu segera
terdengar suara ketawa terkekeh dari beberapa tempat, seakan beberapa orang sedang
ketawa bersama terkekeh-kekeh.
Mendengar ini terkejutlah Jalu Gigis dan Dyah Raseksi, dari suara ketawanya yang
tajam, nyaring dan memantul-mantul sseperti itu jelas bahwa kakek kurus ini bukan
sembarang orang. Sulit diukur sampai di mana ketinggian ilmu dan tenaga dalamnya.
Akan tetapi sebaliknya Jalu Gigispun bukan sembarang orang. Iapun seorang sakti
mandraguna yang ditakuti lawan. Mendengar suara ketawa yang bertenaga itu ia tidak
menjadi gentar. Dan ia kemudian bersuit nyaring dan tajam sekali, sehingga suitan ini pun
membahana ke seluruh penjuru hutan, memantul dari tebing ke tebing, dan terpecah-
pecah seperti belasan orang bersuit bersamaan.
Belum juga suara suitan itu lenyap, menyusul kemudian suara yang berdesis-desis
dari seluruh penjuru hutan. Suara berdesis itu makin lama semakin terdengar jelas dan tak
lama kemudian muncullah bermacam bentuk ular berbisa yang bergerak cepat sekali, dan
dalam waktu singkat telah mengurung Gadung Melati dan Wukirsari. Di antara ular
tersebut, terdapat pula yang sebesar paha manusia dewasa, tubuhnya panjang sekali dan
mulutnya yang terbuka itu kiranya sanggup untuk menelan seekor kambing.
"Hi-hi-hik!. Dyah Raseksi ketawa cekikikan, disusul suaranya yang mengejek.
"Ular piaraan gunung Ungaran menghormat dan menyambut kedatangan kalian di
tempat kami ini!"
"Uah .... uah..... hiii ....... hiii aku takut .... hi-hi-hii aku takut....." teriak Gadung
Melati yang tampak seperti ketakutan dan kemudian ia bergerak berkitaran dengan si-
kapnya yang amat lucu. Gerak kakek berjenggot kambing ini mirip dengan angsa, sedang
pantatnya yang besar itu bergerak-gerak seperti seorang penari pantat yang mahir.
Gerakan Gadung Melati ini memang lucu, seakan orang yang sedang kacau dan
ketakutan. Akan tetapi yang benar ia sedang menggunakan ilmu-pengabaran untuk
menghalau ular-ular yang berdatangan itu, dengan menggunakan ilmu "Tolak-bala".
Ketika Gadung Melati sudah selesai berkitaran tujuh kali, maka tba-tiba saja semua
ular yang jumlahnya ratusan itu, mendadak lari berserabutan kacau dan ketakutan.
"Heh heh-heh! Dia mengira sudah hebat dengan ilmunya penutut sato itu kakang,"
kata Gadung Melati kemudian dengan sikapnya yang amat mengejek.
"Betul heh-heh-heh-heh, akan tetapi ular-ular itu hanya membikin takut anak kecil
saja," sahut Wukirsari.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Akan tetapi sebaliknya Dyah Raseksi menjadi marah sekali, menyaksikan barisan
ularnya tiada guna sama sekali. Dengan gerak yang amat cepat sekali, ratu gunung
Ungaran ini sudah melompat dan menyerang Gadung Melati. Serangan yang sekaligus
berbahaya, dan serangan pedangnya itu mengarah tempat-tempat mematikan.
Dalam waktu yang singkat, perkelahian ini berlangsung sengit sekali. Pedang Dyah
Raseksi menyambar-nyambar tidak pernah putus, seperti gelombang laut yang sedang
pasang. Untung sekali bahwa orang yang menghadapi Dyah Raseksi ini Gadung Melati,
maka walaupun bertangan kosong, Gadung Melati tidak mendapat kesulitan, namun
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian kakek ini tampak kaget, ketika setiap pukulan balasan yang ia lancarkan, seperti
tertumbuk oleh tenaga yang lunak dan licin. Hingga sadarlah kakek ini, bahwa perempuan
muda yang berhadapan dengan dirinya ini, memiliki aji kesaktian yang ampuh.
Wukirsari juga sudah terlibat dalam perkelahian yang sengit melawan Jalu Gigis.
Dan Wukirsari inipun terkejut ketika pukulan-pukulannya yang dilancarkan selalu
gagal. Tokoh tua ini melawan sambil mengerutkan kening. Sebab diam-diam iapun
merasa heran mengapa pukulannya selalu meleset tertumbuk oleh tenaga yang lunak dan
licin. Akan tetapi sebaliknya pula Jalu Gigis heran dan penasaran. Sebab pukulan-
pukulannyapun selalu tidak berhasil. Setiap ia melancarkan pukulan-pukulannya, selalu
mengenai tempat kosong, dan apabila berbenturan tangan, ia merasakan kekuatan tenaga
yang dahsyat membentur tenaganya. Akibatnya pula Jalu Gigis makin mempercepat
gerak dan menekan dengan serangannya sehingga perkelahian antara dua orang tua
inipun menjadi sengit.
Demikianlah, empat orang itu berkelahi sengit. Sekali dalam dua kelompok,
seorang lawan seorang. Dan tanpa terasa, matahari makin naik tinggi di angkasa, dan
udarapun tambah menjadi terik. Padahal baik Jalu Gigis maupun Dyah Raseksi yang
sama-sama memiliki aji kesaktian "Welut Putih" itu, mempunyai kelemahan. Aji
kejaktian tersebut tidak tahan akan terik matahari. Sebaliknya, akan menjadi tambah
kekuatan dan kesaktiannya, apabila berkelahi di dalam air. Sayang sekali bahwa di
gunung ini tidak terdapat telaga penampungan air. Hingga tak mungkin dapat memaucing
lawan untuk berkelahi di dalam air. Maka oleh sinar matahari yang terik ini, tenaga Jalu
Gigis dan Dyah Raseksi menjadi cepat payah dan letih. Dan apa bila perkelahian ini harus
diteruskan, baik Jalu Gigis meupun Dyah Raseksi sendiri khawatir, pihaknya akan kalah.
Padahal mereka tadi mengejar orang buruan yang mengacau gunung ini. Dengan
terlibatnya mereka dalam perkelahian ini, berarti orang buruan tadi sempat meloloskan
diri. Dan apabila sampai terjadi demikian, akan berarti mengurangi keangkeran gunung
Ungaran, berpikir demikian tiada keuntungan lagi untuk meneruskan perkelahian ini.
Maka kemudian Jalu Gigis memberi isyarat kepada Dyah Raseksi dengan suitan untuk
mengakhiri perkelahian ini.
Tiba-tiba sinar putih berkelebat dan menyambar dari tangan ayah dan anak itu.
Gadung Melati dan Wukirsari kaget. Mereka cepat melompat ke samping sambil
memukulkan tangan ke depan untuk menghalau senjata rahasia ayah dan anak itu. Akan
tetapi justeru kesempatan di saat Gadung Melati dan Wukirsari menghindar ini,
dipergunakan sebaik-baiknya oleh Jalu Gigis dan Dyah Raseksi melarikan diri,
mengakhiri perkelahian.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Wukirsari dan Gadung Melati tidak mengejar. Mereka memang tidak bermaksud
untuk berkelahi tanpa persoalan jelas. Bagi mereka, tidak ingin memperbanyak musuh,
dan mereka hanya akan turun tangan kepada orang-orang jahat yang tidak bertanggung-
jawab. Sama sekali tidak disadari oleh Wukirsari dan Gadung Melati, bahwa dua orang
itulah penguasa gunung ini. Merupakan orang-orang yang amat mereka perlukan dalam
usaha mereka mencari Pertiwi Dewi dan Fajar Legawa. Dan sebagai akibat kelengahan
dua orang tua ini, maka kemudian terjadilah peristiwa-peristiwa yang sama sekali di luar
harapan Wukirsari dan Gadung Melati.
Yang jelas baik Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi belum berhasil keluar dari
sarang perempuan liar Dyah Raseksi. Setiap saat keselamatan dua orang muda itu
terancam. Dan tiap saat, dua orang muda itu dikejar oleh setan maut.
"Apakah kakang merasakan sesuatu keanehan seperti yang aku rasakan?" tanya
Gadung Melati.
"Maksudmu, pukulan-pukulan yang selalu terbentur oleh tenaga lunak dan licin
tadi?" kata Wukirsari sambil mengamati adik seperguruannya, mencari ketegasan.
"Benar!"
"Hemm, aku sudah berusaha mengenal aji kesaktian mereka. Tetapi. . . .Ah
iblis.......!" tiba-tiba Wukirsari berseru tertahan sambil memukul pahanya sendiri, tampak
sekali ia menyesal.
Dan Gadung Melati yang tidak tahu maksudnya, mengamati kakak seperguruannya
dengan heran. Tanyanya."Apakah maksudmu?"
"Hemm, aku goblok dan pikun!" kata Wukirsari yang geram, penasaran dan
bercampur dengan penyesalan. "Adi, bukankah mereka tadi menggunakan aji "Welut-
putih"? Itulah sebabnya mereka kemudian mengakhiri perkelahian."
"Uah .... betul engkau, kakang. Betul sekali apabila mereka tadi menggunakan aji
itu. Uuh, mengapa otakku menjadi semprul seperti itu? Uah, kita melepaskan kesempatan
yang amat baik."
"Kesempatan apakah?"
"Bukankah mereka tadi itulah raja gunung ini? Tentu mereka tadilah yang disebut
orang dengan nama Jalu Gigis dan Dyah Raseksi itu,
"Ahh, celaka. Engkau benar. Merekalah raja gunung Ungaran ini. Tetapi ahh,
memang sesungguhnya aji "Welut-putih" itu sulit untuk kita lawan."
"Sulit dilawan? Huh, kakang sudah lupa lagi karena tambah tua?
"Apakah maksudmu?"
"Bukankah kesaktian aji "Welut putih" itu dapat dipunahkan dengan ilmu
kesaktian yang kita miliki?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Maksudmu dengan "bramastra"?
"Ya! Dengan ilmu itu mereka tidak akan dapat berkutik lagi."
"Hemm, benar. . . ." Wukirsari manggut-manggut "Tetapi. .....lupakah engkau
akan larangan guru?"
"Kakang, bukankah mendiang guru kita tidak melarang menggunakan ilmu
tersebut, apabila keadaan benar-benar memaksa?"
"Hemm, baiklah aku terima alasanmu kali ini, demi keselamatan muridmu dan
keselamatan Fajar Legawa. Akan tetapi adi, untuk seterusnya lebih baik ilmu itu tidak kita
gunakan. Aku takut kepada pesan guru."
Kemudian mereka berdiam diri, kepala mereka menunduk karena mereka
terkenang kepada peristiwa yang hebat, terjadi kira-kira dua puluh lima tahun yang lalu.
Pada waktu itu, Wukirsari, Gadung Melati dan Sabikun (yang kemudian menyamar
dengan nama Kyai Kusen adalah tiga orang saudara seperguruan, terlibat dalam suatu
perkelahian yang hebat sekali dalam sarang bajak laut Ujung Karawelang, sebelah utara
Kendal.
Dalam keadaan mereka dikeroyok oleh ratusan orang lawan. Dan dalam keadaan
terdesak pula, maka kemudian mereka terpaksa pula menggunakan Aji "Bramastra" itu.
Sebagai akibat dipergunakan aji kesaktian tersebut, maka kemudian seluruh penghuni
Ujung Karawelang terbunuh mati dalam keadaan menyedihkan. Karena tubuh orarg-
orang yang terbunhu oleh aji tersebut, tubuhnya menjadi hangus seperti terbakar. Sebab
setiap pukulan mereka menerbitkan hawa panas sekali bagai api, dan malah pula dengan
pukulan tangan bisa membakar benda yang kering.
Tiga orang saudara-sererguruan itu dengan bangga hati, kemudian pulang ke
tempat tinggal guru mereka dan melapor. Bahwa dengan aji "Bramastra", mereka telah
berhasil menghancurkan sarang bajak-laut yang amat terkena1, dn banyak menimbulkan
kerugian bagi mereka yang bergerak di laut. Sama sekali tidak pernah mereka harapkan,
bahwa apa yang sudah mereka lakukan, kemudian hari menimbulkan malapetaka yang
amat hebat.
Terjadinya peristiwa itu adalah disaat Kyai Maksum bersama Wukirsari, Gadung
Melati dan Sabikun menuju Gresik. Di mana mereka memenuhi janji sahabat-sahabat
yang telah bersepakat untuk menyerbu benteng Kumpeni di sana. Akan tetapi ternyata
kemudian, ketika mereka tiba di Gresik, mereka tidak bertemu dengan seorangpun
sahabat itu, hingga timbul keheranan dalam hati guru dan murid ini. Apakah yang
menyebabkan?
Mereka menunggu sehari semalam di Gresik. Tetapi ternyata yang mereka tunggu
tidak kunjung datang, dan tiada pula berita pemberitahuan. Kyai Maksum menjadi gelisah
di samping heran. Apakah sebabnya para sahabat itu ingkar janji dan tidak pula memberi
kabar? Semestinya kalau hal itu tidak jadi dilaksanakan, orang harus memberi kabar.
Maka kemudian Kyai Maksum mengajak tiga orang muridnya itu pergi ke Arjuna,
untuk menemui Kebo Saruti. Akan tetapi ketika mereka tiba di gunung ini, merekahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
menerima kabar yang amat mengejutkan. Bahwa tiga hari yang lalu, Kebo Saruti bersama
dua orang muridnya telah tertangkap dan ditawan, kemudian ditahan di Gresik, oleh
disahabatnya sendiri yang berkhianat.
Kyai Maksum bertambah kagetnya ketika mendengar, bahwa sahabat yang
berkhianat dan berbalik menjadi alat Kumpeni Belanda itu, malah seorang sakti yang
selama ini dihormati dan disegani oleh Kyai Maksum, ialah Gajah Prahara. Dengan
terjadinya peristiwa ini Kyai Maksum kecewa dan penasaran. Kemudian ia bersama mu-
ridnya pergi ke Pasuruan untuk menemui Siung Laut. Namun betapa marah dan betapa
penasaran tokoh ini, ketika tiba di Pasuruan, ia mendengar kabar buruk yang menimpa
tokoh Pasuruan itu. Ternyata Siung Lautpun sekarang telah ditangkap dan ditawan di
Gresik, oleh kecurangan Gajah Prahara.
Dengan perasaan yang amat masygul, Kyai Maksum bersama muridnya
meninggalkan Pasuruan untuk pulang ke Banjarnegara. Walaupun hati amat penasaran
oleh pengkhianatan Gajah Prahara, namun ia tidak berani gegabah menyerbu ke Gresik
bersama tiga orang muridnya. Sebab ia maklum, dengan tenaganya sendiri yang terbatas
dan dibantu oleh tiga muridnya, tidak mungkin sanggup menolong Siung Laut dan Kebo
Saruti.
Akan tetapi apa yang disaksikan dan apa yanq terjadi ketika mereka pulang ke
Banjarnegara? Ternyata desa yang semula hijau dan damai itu, hanya ditinggakan dalam
waktu sepuluh hari saja, sudah berobah amat menyedihkan. Desa itu sudah hangus dan
semua rumah telah menjadi abu. Sedang di samping itu, mayat-mayat laki-laki dan
perempuan berserakan di sana sini dalam keadaan menyedihkan dan sudah membusuk.
Dan ketika Kyai Maksum tiba di rumahnya, tubuh tua ini menggigil dan wajahnya pucat
pasi bagai kertas. Ia terpaku lama sekali di halaman rumah, mengamati rumahnya yang
tinggal menjadi puing. Hanya bagian rumah samping saja, karena letaknya terpisah
dengan rumah besar, masih utuh tidak terbakar. Tiba-tiba ia teringat kepada keluarganya,
dan seperti dipagut ular ia menerobos masuk ke dalam rumah samping yang tidak terbakar
itu. Apa yang kemudian sempat dilihat orang tua ini? Ternyata baik isteri maupun dua
orang anak perempuannya ditemukan sudah menjadi mayat. Ibu dan anak itu telah tewas
dalam keadaan menyedihkan, tidak mengenakan busana apapun. Dan melihat semua ini,
hampir saja ia pingsan. Sebab mudah diduga apa yang sudah dialami oleh isteri dan dua
orang anak perempuannya yang tercinta itu.
Tergoncang hebat sekali perasaan Kyai Maksum menghadapi peristiwa
menyedihkan ini. Ia terhuyung-huyung, kemudian roboh terduduk. Tiga orang muridnya
menjadi sibuk dan khawatir sekali, maka mereka segera menghibur. Tetapi manakah
mungkin hiburan tiga orang muridnya ini mempan, apabila peristiwa yang menimpa ke-
luarganya itu sedemikian hebat? Maka akibatnya Kyai Maksum jatuh sakit dan tambah
hari berat, karena selama itu tidak mau minum dan tidak mau makan. Agaknya
malapetaka yang menimpa keluarga maupun penduduk di desanya itu merupakan
pukulan yang sangat hebat.
Kemudian semalam sebelum orang tua ini menghembuskan napasnya yang
terakhir, ia memberi pesan kepada tiga orang muridnya dengan kata-kata yang tidak
lancar. "Anakku, kiranya Tuhan telah menakdirkan aku harus menderita hebat sekali
menghadapi kepergianku menghadap Dia. Anakku . . . ahh, sama sekali tidak pernah akuhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
duga . . . bahwa ada orang . . . yang sengaja memalsu nama .... dua orang sahabatku ....
Purwowaseso dan Menak Singgih. Dengan . . . . meminjam nama dua orang sahabatku
itu .......orang tidak bertanggung-jawab telan memancing kita semua ini meninggalkan ....
Banjarnegara untuk melaksanakan niat jahatnya .... Anakku, tidak perlu aku sebut siapa
dia . . . tetapi kamu tentu tahu siapakah orang yang aku maksud. Jelas . . . bahwa peristiwa
ini . . . merupakan buntut peristiwa Ujung Karawelang. Kiranya . . . . sahabat-sahabat
penjahat itu . .. menjadi marah dan penasaran. Mereka . . . berusaha memancing harimau
keluar kandang . . . . dengan memalsu nama Purwowaseso dan Menak Singgih....."
Kyai Maksum berhenti, baru beberapa saat kemudian setelah napasnya kembali
longgar, ia meneruskan. "Anakku. .. janganhh kamu menjadi kecil hati . .. dengan
terjadinya malapetaka ini. . . Sebab apa yang sudah kamu lakukan di Ujung Karawelang
merupakan kewajiban ksatria! Kalau toh . ..semua itu harus ditebus dengan
mahal.....sudah sesuai dengan garis Tuhan....."
Napas Kyai Maksum sesak dan dada kakek itu bergerak-gerak. Tangannya
bergerak memberi isyarat minta minum. Dan Gadung Melati cepat-cepat mengambil air
minum yang dibutuhkan gurunya. Kyai Maksum terbatuk-batuk, dan sesudah napasnya
kembali agak louggar, orang tua ini berkata lagi.
"Anakku .... ada tiga macam soal.... yang ingin aku pesankan kepadamu! Aku .. .
aku minta agar pesanku ini.. . kamu camkan benar-benar. Yang pertama, lenyapkan
keinginanmu membalas dendam atas malapetaka ini.. . sekalipun benar malapetaka ini.. .
menghancurkan harapanku . . . Sebab apabila...... orang berusaha balas membalas dunia
ini akan menjadi kacau.. . dan tambah kotor .. . Apabila .. .orang sudah balas-membalas
... akan terjadi permusuhan berlarut-larut.....yang mengacaukan ketentraman dunia ini.....
Oleh sebab itu.....lenyapkan nafsumu membalas dendam .... dan anggaplah seperti tidak
terjadi apa-apa....."
Kyai Maksum berhenti dan menghela napas berat. Sesaat kemudian ia
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melanjutkan dengan kata-katanya yang tetap tidak lancar. "Yang kedua .... anakku . . .
.aku melarang kamu menggunakan aji "Bramastra" ... . .apabila tidak benar-benar
keadaan memaksa .... Karena aku menyadari, bahwa akibat dari ilmu itulah. . . .dapat
mendorong kepadamu melakukan perbuatan sewenang-wenang. . . .Membuat kamu. . .
.lupa diri .... Dan yang ketiga .... hindarkanlah pembunuhan. . . .! Karena dengan alasan
apapun . . . .membunuh sesama manusia. . . .tidaklah baik. Hidup .... dan matinya
manusia ini melulu ditangan Tuhan . . . . Maka tiap persoalan selesaikanlah .... dengan
hikmat, dan barulah apabila terpaksa. . . .dan karena mengancam keselamatanmu sendiri.
. . .dapat dibenarkan engkau membela diri. Ya .... mudah-mudahan kamu dapat
memenuhi harapanku ini. . ..dan semoga Tunan Maha Pengasih selalu melindungi. . .
.dan membimbingmu. . . ."
Ya, sama sekali tidak mereka duga bahwa semua itu merupakan pesan terakhir.
Sebab pada keesokan harinya Kyai Maksum meninggal dunia.
Terkenang oleh peristiwa yang menyedihkan itu....tiba-tiba terdengarlah suara
Gadung Melati yang terisak. Wukirsari terkejut, ia memalingkan, mukanya sambil
bertanya. "Adi . . . . mengapa engkau.... .?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Hu-hu-huu, . . .aku selalu menangis dan meneteskan air-mata, apabila terkenang
kepada guru dan keluarganya. Hu-hu-huu .... amat menyedihkan. . . ."
"Sudahlah. . . .peristiwa yang lalu tak usah dikenang. Marilah kita sekarang
melanjutkan penyelidikan."
Mereka kemudian meninggalkan tempat itu untuk melakukan penyelidikan. Akan
tetapi sungguh celaka, mereka tertumbuk kesulitan. Sebab gunung ini penuh jalan
bercabang yang menyesatkan, sehingga membuat mereka beberapa kali berputar-putar
pada suatu daerah yang sama.
Walaupun dua orang ini merupakan dua orang kakek yang luas pengalaman, tidak
urung mereka menjadi bingung. Ketika menyusuri jalan yang lebar dan bersih di pinggang
gunung Ungaran, ternyata jalan ini merupakan jalan yang menyesatkan. Mereka selalu
kembali di tempat semula. Dan ketika mereka menyusuri jalan lurus yang tampaknya
menuju puncak gunung, ternyata kemudian mereka tertumbuk kepada jalan buntu.
Karena berkali-kali mereka tersesat itu, maka kemudian dua orang ini berhenti dan
memutar otak, dalam usaha mereka untuk memecahkan rahasia gunung ini.
oooooo
FAJAR LEGAWA dan Pertiwi Dewi yang bersembunyi di dalam jurang itu,
dalam keadaan yang prihatin. Mereka terpaksa harus menahan perut yang melilit-lilit
minta isi, di samping kerongkongan terasa kering tanpa minum. Sebagai akibat lapar dan
haus ini, semangat mereka seperti lenyap.
Dalam keadaan seperti ini, Pertiwi Dewi menyandarkan pungung ke dinding lekuk
jurang. Dan oleh rasa lapar dan letih, kemudian gadis ini tertidur. Namun justeru tidur
ini, sesunguhnya malah mengurangi deritanya. Ia menjadi terlupa perut lapar dan
kerongkongan yang kering.
Fajar Legawa mengamati gadis kecil mungil itu dengan pandang mata kagum dan
terpesona. Karena baru sekarang ini sajalah ia dapat menikmati wajah yang lembut itu
tanpa rasa khawatir sedikitpun.
Dan entah mengapa sebabnya, mendadak saja timbullah rasa bahagia, bersama
Pertiwi Dewi tersesat di dalam jurang ini. Karena sekarang pemuda ini menjadi jelas,
bahwa gadis kecil mungil ini mencintai dirinya seperti yang dirasakan Fajar Legawa
sendiri sejak pertemuannya yang pertama.
"Namun di samping itu, ia merasa heran kepada hatinya sendiri. Msngipi terhadap
dara kecil mungil dan lincah ini, ia cepat menjadi tertarik dan menjadi sayang? Akan tetapi
kemudian ia cepat-cepat berusaha mengusir perasaannya ini, dengan mengalihkan
pandang matanya kelain jurusan. Akan tetapi sungguh sayang, pandang matanya itu
hanya tertumbuk kepada dinding jurang lain yang kasar tanpa sesuatu yang menarik dan
indah. Sehingga kemudian timbullah keinginan hatinya untuk kembali menikmati wajah
lembut dan ayu yang dimiliki oleh Pertiwi Dewi. Namun demikian ia menekan hati dan
malah kemudian ia menyandarkan punggung ke dinding jurang. Dua belah kaki
diluruskan, mata mulai dipejamkan. Dan tidak lama kemudian, pemuda inipun tertidur
pulas dan lupa segalanya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Tadi malam mereka tidak tidur, dan kemudian nereka harus menghadapi
perkelahian cukup berat. Maka disaat mereka mendapatkan kesempatan ini, mereka dapat
tidur dengan pulas dan nikmat sekali. Mereka lupa kepada apa saja, lupa kepada hal-hal
yang baru saja terjadi maupun yang akan dihadapi.
Ya, katakanlah bahwa nikmat dan kebahagiaan hidup manusia ini, terletak kepada
jabatan dan pangkat tinggi atau harta yang bertumpuk. Tidak! Bukan pada jabatan daa
pangkat tinggi maupun harta yang bertumpuk. Akan tetapi nikmat dan kebahagiaan
manusia hidup kalamana orang itu sedang tidur. Sebab tidur ibarat mati karena sudah
tidak dapat mendengar dan melihat apa-apa lagi. Terlebih lagi apabila orang sedang dibuai
mimpi indah, seakan orang merasakan keadaan sebenarnya.
Manusia yang tidur akan lupa segalanya. Baik si jembel, baik si kaya maupun yang
berkedudukan tinggi. Ya, semua adalah sama! Tidak perduli apakah tidur di kolong
jembatan apakah tidur di pematang sawah, apakah tidur di dalam kamar berbau semerbak
harum. Segalanya akan sama sesudah manusia tidur, dan tidak dibawa disaat tidur.
Katakanlah bahwa manusia "tidak dihidupi" oleh Allah Yan Maha Kuasa.
Katakanlah bahwa Allah tidak menguasai akan segalanya. Kalau itu benar, lalu siapakah
yang memberi hidup disaat tidur, kalau bukan Tuhan Seru Sekalian Alam?
Maka amat tepat dan benarlah kata-kata para cendikia, bahwa merenungi
kalamana sedang tidur, merupakan pelajaran yang berharga dan amat tinggi nilainya.
Baru dalam keadaan tidur saja manusia ini sudah tidak dapat membawa serta harta benda
dan kemewahan hidupnya. Apa pula sesudah orang-orang dipanggil Allah. Apakah yang
dapat dibawa serta? Tidak. Tidak ada! Semuanya tidak ada yang ikut. Meski isteri muda
yang cantik jelita dan disayang sekalipun, tidak mungkin dapat dibawa serta. Kecuali satu
yang bisa dibawa mati, ialah amal!
Maka merupakan pelajaran yang amat berharga bagi manusia yang mau
menyadari hidup ini, dan menyadari bahwa manusia sekadar wayang. Dan dengan
demikian semua ketentuan hanya di tangan Tuhan Yang Maha Agung. Kalau demikian
halnya, mengapa hidup ini kita kotori dengan perbuatan yang kurang baik? Memfitnah,
tamak, serakah, mencari kesalahan orang lain dan banyak lagi? Alangkah mulianya
apabila hidup ini dikembangi dengan peri perbuatan mulia, jujur, bijaksana dan memhawa
kesejahteraan manusia, bangsa dan negara.
Demikianlah baik Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi sekarang ini ibarat mati.
Mereka sekarang berlomba mendengkur, serta lupa segalanya. Lupa bahwa setiap saat
mereka diincar oleh bahaya yang mengancam keselamatan mereka.
Udara pegunungan makin berobah dingin terbawa hembusan angin pegunungan
yang terus bertiup, sesudah sinar matahari makin lemah di bagian barat. Dan udara yang
sejak itu kemudian memberi rasa kesegaran yang sulit dilukiskan. Namun demikian
sepasang merpati ini masih terus terlena dan dibuai inimpi indah. Masih lupa segalanya
dan seakan tidak berada didalam sarang iblis perempuan Dyah Raseksi.
Akan tetapi secara tiba-tiba Pertiwi Dewi meloncat bangun. Wajah gadis ini
nampak tegang, matanya liar mencari-cari, kemudian gadis ini meraba mukanya sendiri.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Namun kemudian gadis ini tampak lega setelah pada wajahnya tidak terjadi perobahan.
Sesaat kemudian gadis ini tersenyum sendiri, ketika pandang matanya tertumbuk kepada
Fajar Legawa yang masih tidur pulas tak jauh terpisah dengan dirinya.
Sekarangmengertilah ia bahwa peristiwa yang amat mengerikan itu, hanya terjadi
dalam mimpi. Di dalam tidurnya tadi ia bermimpi bahwa terjadilah perkelahian kembali
yang amat hebat dengan iblis betina Dyah Raseksi. Dan di dalam perkelahian ini
kemudian, ia mengalami kekalahan lagi, sehingga dirinya tertawan oleh kakak pe-
rempuannya sendiri. Ia kemudian diseret olei Dyah Raseksi, lalu disekap dalam sebuah
kamar.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari ikatan tambang yang
membelenggu dirinya. Akan tetapi ternyata bahwa usahanya sia-sia belaka dan malah
menyebabkan kulit tubuhnya lecet-lecet dan amat sakit.
Dalam mimpinya itu kemudian ia bertemu dengan kakak perempuannya yang
menyeringai bagai iblis. Dan kakak kandungnya ini kemudian mencaci-maki dirinya
dengan kata-kata amat kotor dan menjijikkan orang-orang sopan.
Serasa hancur perasaan dan hati Pertiwi Dewi berhadapan dengan Dyah Raseksi
ini. Mimpipun tidak bahwa apa yang selalu ia harapkan itu akhirnya kandas. Saudara
yang dirindukan sejak sepuluh tahun dan selalu dicarinya itu, ternyata sekarang sudah
berobah benar-benar. Dia sudah menjadi seorang perempuan liar dan tidak berpribudi
lagi, dan lebih jalang dari perempuan jalang. Akan tetapi di samping kehancuran hatinya
itu, juga meledaklah kemarahannya, dan iapun kemudian membalas mencaci maki kalang
kabut.
"Bunuh saja aku! Habis perkara!" tantang Pertiwi Dewi.
Tetapi tantangan Pertiwi itu disambut oleh ketawa Dyah Raseksi, dan disusul
ejekannya. "Hi-hi-hik, kalau aku tidak ingin membunuhmu, kemudian aku ingin
menyiksa engkau, engkau dapat brbuat apa?"
"Menyiksa? Huh, manusia seliar engkau ini, mudah-mudahan Tuhan mengutuk
engkau. Lupakah engkau bahwa aku ini adik kandungmu sendiri?"
"Hi-hi-hik, engkau berusaha membawa kembali masa lalu? Aku tidak mempunyai
seorang saudarapun sesudah aku berayah Jalu Gigis dan bermukim di gunung Ungaran
ini. Huh, tak tahu malu, mengaku-aku adik orang. Huh, tunggulah saatmu hai budak liar,
kau akan mengutuk dirimu sendiri sesudah aku turun tangan. Apabila kau sekarang masih
dapat membanggakan kecantikanmu, maka esok pagi engkau akan berobah menjadi
perempuan yang paling jelek di dunia ini. Ya, mukamu akan berobah menjadi hitam
legam dan berkeriput."
Mendengar ancaman orang itu, diam-diam Pertiwi Dewi bergidik. Bagi seorang
perempun, secara umum, kecantikan wajahnya merupakan harta benda yang tidak ternilai
harganya. Apibila kemudian wajahnyaharus berobah menjadi buruk, apakah tidak amat
menyedihkan? Dan kemudian Pertiwi Dewi teringat akan sembilan perempuan yang
disebut "lintang sanga". Perempuan itu semuanya berwajah jelek dan hitam berkerut-
kerut. Mungkinkah semua itu oleh perbuatan Dyah Raseksi?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Teringat akan sembilan perempuan itu, tiba-tiba saja Pertiwi Dewi ngeri. Dan
tubuhnya gemetaran. Dan menyaksikan itu Dyah Raseksi ketawa mengejek. Katanya.
"Hi-hi-hik, engkau ngeri?"
"Iblis jahat!" teriak Pertiwi Dewi. "Huh, siapa takut padamu? Engkau manusia
berhati binatang. Hayo, cepat lepaskanlah ikatanku ini, dan mari kita berkelahi sampai
salah seorang terbunuh mati!"
"Hi-hi-hik, lepaskan sendiri kalau memang bisa!"
Rasa marah dalam dada Pertiwi Dewi menggelegak. Ia meronta dan berusaha
memutuskan tali yang mengikat tubuhnya, namun lagi-lagi usahanya sia-sia. Dan
sungguh celakanya lagi, ia malah hanya menjadi buah tertawaan Dyah Raseksi, seakan
menyaksikan aksi badut yang lucu.
Pada saat ia masih berusaha memberontak itu, tangan Dyah Raseksi membuka
tutup sebuah kotak kayu. Apa yang tampak di dalamnya? Ular . . . .! Dari kotak itu
menjulurlah tiga ekor ular sebesar lengan, sedang lidah yang merah menjulur keluar
mendesis-desis. Melihat ular ini Pertiwi menjadi ngeri, dan berusaha tidak melihat dengan
memejamkan mata. Akan tetapi kemudian ia merasakan sesuatu yang menyentuh kaki,
dan karena menduga itu sentuhan ular, tubuh gadis ini tambah menggigil.
Sesaat kemudian ia merasakan sesuatu yang dingin merayapi tubuhnya. Dan
saking ngeri, gadis ini pingsan. Entah sudah berapa lama ia pingsan, dan ketika siuman
kembali ia merasakan kulit mukanya panas di samping sakit, seakan terkelupas dan me-
lepuh.
Itulah inimpi buruk yang mengembangi tidurnya, sehingga gadis ini bangun
ketakutan, ia masin ngeri juga sekalipun sadar bahwa apa yang terjadi dan dialami itu
hanya terjadi dalam mimpi.
Ingin sekali ia membangunkan Fajar Legawa dan menceritakan impian buruknya.
Akan tetapi menyaksikan bahwa Fajar Legawa masih enak tidur, maka maksud itu
diurungkan, ia maklum bahwa Fajar Legawa letih disamping payah melebihi keadaannya
sendiri. Maka ia tidak sampai hati untuk mengganggu, lalu ia kembali auuuk dan
menyandarkan tubuh pada dinding lekuk jurang.
Namun kemudian perut yang kosong itu sekarang kembali keruyukan minta isi.
Sedang kerongkongannya dirasakan semakin kering, amat menyiksa. Maka apabila ia
tidak takut kepada bahaya yang sewaktu-waktu bisa terjadi, tentu gadis im tidak lagi tahan
menderita lapar.
Amat gelisah Pertiwi Dewi dalam menunggu Fajar Legawa terjaga. Dalam
kegelisahannya ini kemudian ia teringat akan apa yang sudah dilakukan terhadap pemuda
itu. Ketika ia memeluk dan menangis, pemuda itu menunjukkan rasa kasih dan
sayangnya.
Disaat itu tiba-tiba Fajar Legawa bergerak kemudian bangun. Ketika melihat
Pertiwi Dewi, ia bertanya. "Ahh, kau sudah lama bangun?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ahhh, baru saja ........" sahut gadis ini sambil tersenyum.
"Engkau sudah segar kembali?"
Pertiwi mengangguk. Namun kemudian gadis ini mengeluh, tidak kuasa lagi
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menahan perut yang melilit-lilit. "Tetapi sayang .... perutku makin melilit . . . .."
Fajar Legawa iba mendengar keluhan Pertiwi Dewi. Sesungguhnya perutnya
sendiri melilit-lilit dan minta diisi. Akan tetapi ia berusaha menyembunyikan, kemudian
ia menengadah ke langit.
"Tidak lama lagi kita akan bisa keluar dari tempat ini," kata Fajar Legawa yang
berusaha menghibur. "Hari sudah mendekati senja dan aihh .... cobalah lihat, langit itu
sekarang sudah diwarnai oleh sinar merah!"
Pertiwi Dewi ikut pula menengadah ke langit, dan benar saja warna merah
membayang langit. Ia sedikit terhibur, karena tiada lama lagi ia akan dapat keluar
dengan aman dan dapat mencari apa saja yang dapat ia makan.
Gejolak kalbunya sekarang ini justeru terpusat kepada keinginan dapat segera
keluar dari persembunyiannya dengan aman. Agar kemudian dapat meninggalkan sarang
penjahat ini dan menuju pulang. Ia membayangkan alangkah bahagia hatinya apabila
dirinya dapat bersua kembali dengan gurunya.
Akan tetapi kemudian ia teringat akan impiannya yang buruk. Namun ketika ia
sudah akan membuka mulut dan menceritakan semua impian itu kepada Fajar Legawa,
bibirnya seakan terkunci. Terdapat perasaan yang mencegahnya untuk menceritakan
semua itu,
"Mudah-mudahan guru dan uwa Wukirsari tahu tujuan kita pergi kakang, dan
kemudian dapat menolong kita," kata gadis ini kemudian.
"Ya, akupun berharap demikian," sahut Fajar Legawa. "Dan aku percaya bahwa
paman Gadung Melati maupun paman Wukirsari dapat mencari jejak kita."
"Tetapi, dari manakah mereka tahu?"
Fajar Legawa tersenyum, kemudian menjawab terus-terang. "Sebelum kita pergi,
aku meninggalkan pemberitahuan kepada mereka."
"Aihh, betulkah?" wajah Pertiwi Dewi tiba-tiba menjadi cerah, berseri bagai bulan
penuh musim kemarau. Kemudian gadis ini tersenyum, lalu katanya. "Terima kasih aku
ucapkan padamu kakang, untunglah engkau sempat memberitahu mereka. Aduhh, aku
sekarang penuh harapan bahwa baik guru maupun paman Wukirsari sudah menyusul
kemari."
"Mudah-mudahan, Pertiwi," sahut Fajar Legawa.
Waktu berjalan lambat namun tetap. Langit yang diwarnai merah telah berobah
menjadi gelap. Dan akibatnya, jurang itupun kemudian berobah gelap.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dengan langkah yang hati-hati, kemudian Fajar Legawa dan Pertiwi melangkah
menyusuri jurang ini untuk mendaki tebing. Tetapi mereka tidak segera bergerak dan lebih
dahulu meninjau keadaan. Sesudah dirasakan tiada sesuatu yang mencurigakan, barulah
kemudian dua orang muda ini meloncat ke atas jurang.
"Alhamdullillah.........." ujar Fajar Legawa. Mereka cepat berusaha mencari
sesuatu untuk dapat dijadikan pengisi perut. Namun kemudian dua orang muda ini
kecewa bukan main, ketika melihat bahwa di sekitarnya tidak terdapat sebatangpun pohon
buah.
"Dimanakah kita dapat mencari pengisi perut?" Pertiwi Dewi mengeluh, karena
perut dirasakan semakin melilit.
"Mudah-mudahan Tuhan menolong kita!" hibur Fajar Legawa, tetapi
sesungguhnya pemuda ini merasa bingung juga.
Mereka melangkah perlahan dan penuh kewaspadaan meninggalkan tempat itu,
sambil menyelidik pohon buah. Dan sesudah mereka melangkah beberapa lama, hidung
Pertiwi Dewi yang tajam mencium bau pisang masak.
"Pisang.......!" seru Pertiwi Dewi perlahan.
Dan Fajar Legawa mengangguk, juseru hidungnya sendiri juga mencium bau
pisang masak itu. Mereka menyelidik ke sana kemari, dan akhirnya dapat menemukan
pasang yang dimaksud itu. Agak sayang juga bahwa tandan pasang itu tinggal sedikit sisa
kampret. Namun demikian lumayan pula, justeru dengan pisang tersebut rasa melilit pada
perut berkurang dan rasa dahagapun tidak merangsang lagi.
Dengan perut yang hanya diisi oleh beberapa biji pisang ini, mereka kemudian
meneruskan perjalanan dengan maksud meninggalkan sarang Dyah Raseksi ini secepat-
cepatnya, nafsu untuk menolong Pradapa terpaksa disisihkan dahulu, dan terpikir oleh
dua orang muda ini untuk rengundang bantuan Wukirsai dan Gadung Melati,
Sama sekali tidak disadari oleh dua orang muda ini, bahwa sarang Dyah Raseksi
penuh oleh jalan rahasia yang menyesatkan. Maka kemudian mereka mengalami tersesat
seperti yang dialami oleh Wukirsari dan Gadung Melati. Mereka berputar-putar terus dan
makin lama mereka menjadi bingung, sehingga mereka kehilangan arah.
"Mengapa sebabnya kita beberapa kali kembali ke tempat yang semula?" keluh
Pertiwi Dewi penuh rasa khawatir.
"Iblis itu ternyata pintar sekali mengatur sarangnya. Ahh, ternyata sarang ini
banyak jebakan yang menyesatkan," Fajar Legawa juga mengeluh, dan dadanya tegang
berdebaran.
"Lalu . .. . . apa yang harus kita lakukan? Apakah .... kita tak mungkin keluar dari
tempat iblis ini?" dalam mengucapkan kata-katanya, ini, suara Pertiwi Dewi menggeletar,
seperli seorang yang sedang menahan tangis.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Betapa iba rasa hati Fajar Legawa ini, sulit dilukiskan. Namun apa harus dikata
justeru dirinya sendiri juga bingung dan tidak tahu arah?. Maka yang dapt dilakukan
hanya menghela napas unluk mengurangi rasa tegang dalam dada.
Disaat mereka berusaha menemukan jalan ke.luar dari sarang penjahat ini, tiba-
tiba mereka mendengar suara suitan yang amat nyaring. Dan suitan itu kemudian malah
sambung-menyambung memenuhi daerah hutan yang luas.
Dua orang muda ini terkejut dan berdebar. Mereka sadar akan ancaman bahaya
sewaktu-waktu. Dan untuk ini, tiada lain harus bersiap diri dan hati-hati menghadapi
ancaman bahaya maut.
Ternyata tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu.Dari segala arah telah
bermunculan orang-orang bersenjata yang kemudian mengurung mereka secara ketat.
Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi telah mempersiapkan senjata masing-masing.Akan tetapi
ternyata mereka tidak berani mendekat, dan mereka hanya mengurung dari jarak agak
jauh. Melihat tiap mereka ini, sadarlah Fajar Legawa, bahwa kiranya orang-orang ini
hanya bertugas untuk mengawasi gerak-geriknya saja.
"Pertiwi," bisiknya kepada gadis itu. "Mari kita serbu dan hancurkan mereka.
Sedikit terlambat, kita akan celaka."
"Marilah," sahut Pertiwi Dewi dengan nada mantap. Agaknya gadis inipun
menyadari keadaan dan kekhawatiran Fajar Legawa.
Demikianlah, kemudian dua orang muda ini dengan gerak cepat telah menyerbu
kearah mereka. Tetapi dengan cekatan pula orang-orang di bagian selatan sudah lenyap,
bersembunyi di tempat gelap. Dan ketika dua orang muda ini menyerbu ke bagian tidak
terjaga, mereka menjadi terkejut.
Mereka berhadapan dengan jurang yang dalam. Maka secepat kilat dua orang ini
membalikkan tubuh, dan menyerbu bagian lain. Mereka menyerang bagian barat. Akan
tetapi peristiwa aneh kembali terjadi, orang-orang itu lenyap di tempat gelap.
Melihat cara perlawanan orang-orang ini, Fajar Legawa sadar bahwa orang-orang
ini hanya berusaha mengurung dan membuntu jalan saja. Untuk menghindarkan hal-hal
yang merugikan, memaksa kepada Fajar Legawa untuk berpikir. Oleh karena itu
kemudian terpikir oleh pemuda ini untuk menyerbu bagian yang dapat membawa dirinya
kearah bawah. Sebab bagi dirinya dan Pertiwi Dewi saat sekarang ini yang paling penting,
hanya bermaksud melarikan diri.
Atas serbuan dua orang muda ini, pada bagian itu tidak melawan, mereka hanya
saling menghilang di tempat gelap untuk kemudian muncul lagi di tempat agak jauh. Dua
orang muda ini nenjadi penasaran di samping gelisah. Maka kemudian mereka menyerbu
terus, tidak memberi kesempatan orang-orang itu menyelamatkan diri.
Akan tetapi ahhh......dua orang muda ini berseru tertahan hampir berbareng.
Ternyata mereka berhadapan lagi dengan jurang lebar dan dalam, sehingga tidak mungkin
dapat dilalui dengan melompat. Dan disaat dua orang muda ini baru membalikkan tubuh
untuk menyerbu bagian lain, tiba-tiba jantung mereka tergoncang keras. Sebab disaat itu,
mereka menangkap suara orang ketawa terkekeh yang parau.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Celaka.......!" Pertiwi mengeluh. Sedang Fajar Legawa tidak berkata apa-apa.
Hanya sejenak, muncullah kemudian Jalu Gigis dan Dyah Raseksi. Begitu muncul
perempuan ini sudah ketawa cekikikan sambil menyindir.
"Hi-hi-hik, apa sebabnya kamu tidak cepat berusaha melarikan diri?"
"Huh, engkau manusia pengecut dan curang!" teriak Pertiwi Dewi penasaran.
"Hi-hi-hik, siapa curang?"
"Kau.....! Kau membuat jalan-jalan yang menyesatkan orang. Huh, coba aku tahu
jalan keluar, apakah kau dapat menemukan kami lagi? Cis, tidak tahu malu!" damprat
Pertiwi Dewi tambah penasaran.
"Hi-hi-hik, gampang saja menuduh orang curang," ejek Dyah Raseksi. "Lupakah
kamu akan peristiwa siang tadi? Dengan akal busuk kamu telah memperdayakan aku."
Tiba-tiba saja Fajar Legawa mendapatkan pikiran yang ia anggap bagus, ia
mengerti bahwa Dyah Raseksi amat gandrung kepada dirinya. Mengapa dalam keadaan
memaksa seperti ini, tidak menggunakan kelemahan orang untuk mencari jalan selamat?
Terpikir demikian, ia segera mengajukan suntu jalan penyelesaian. Katanya. "Dyah
Raseksi? Aku tidak mungkir lagi bahwa siang tadi aku sudah curang dan menipu engkau.
Akan tetapi.... aih, agaknya engkau kurang dapat memahami maksudku yang
sebenarnya."
"Hi-hi-hik, engkau menipu dan berbuat curang, masih juga mengemukakan dalih
macam pokrol bambu!" ejek Dyah Raseksi.
"Ha, ternyata benar dugaanku bahwa engkau tidak dapt menangkap maksudku
yang sebenarnya. Sebab. . . . sesungguhnya aku sedang menguji kebenaran dan
kesetiaanmu kepadaku. Namun ternyata, engkau sudah salah faham."
Sukar dilukiskan betapa Pertiwi Dewi terkejut mendengar ucapan Fajar Legawa
ini, dan sekaligus timbul pula rasa kecurigaannya, disamping pula rasa cemburu yang
memenuhi dada. Karena menurut pendapat gadis ini, dengan pernyataan Fajar Legawa
itu berarti, apa yang telah diucapkan oleh Fajar Legawa di dalam tempat persem-
bunyiannya tadi hanya palsu belaka. Dan jika demikian keadaannya, maka hanya ada
satu saja penyelesaian yang tepat bagi dirinya sekarang, untuk menyerang dan membunuh
pemuda berhati palsu itu.
Melihat gelagat itu, Fajar Legawa menjadi khawatir juga. Maka pemuda ini
menghampiri Pertiwi Dewi, lalu berbisik. "Pertiwi, engkau jangan salah duga, sebab saat
ini aku sedang berusaha menyelamatkan diri dengan caraku sendiri. Pertiwi saat ini aku
ingin menggunakan kelemahannya yang mencintai aku. Maka biarlah aku pura-pura
mengimbangi hasrat cintanya, dan kemudian aku akan menuntut supaya membebaskan
engkau. Tentang keselamatanku, tidak usah engkau khawatir. Percayalah bahwa dengan
caraku sendiri, aku akan dapat membebaskan diri dan sore hari engkau dan aku akan
sudah dapat bertemu lagi."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Pertiwi tidak membuka mulut. Bagaimanapun, dalam hatinya timbul harapan
meskipun tidak sepenuhnya. Namun sebaliknya timbul pula perasaan yang khawatir
apabila Fajar Legawa tidak dapat mempertahankan diri, menghadapi bujuk dan rayu
Dyah Raseksi, yang telah banyak pengalaman menghadapi laki-laki.
Akan tetapi lain Pertiwi Dewi dan lain Dyah Raseksi. Maka ketika mendengar
pernyataan Fajar Legawa itu, selera kasmarannya (cinta-kasihnya) kepada Fajar Legawa
makin bertambah.
"Benarkah katamu itu, kangmas?" tanya Dyah Raseksi sambil tertawa riang,
"Benarkah engkau mencintai aku?"
Fajar Legawa memaksa diri untuk berpura-pura,lalu ia menjawab ramah.
"Diajeng, tadi siang aku mengujimu sampai dimanakah perasaan cinta kasihmu padaku.
Aku ingin melihat, apakah dengan perbuatanku, engkau marah ataukah tidak. Sebab
apabila dengan perbuatanku itu engkau marah, itu merupakan pertanda bahwa engkau
hanya berpura-pura. Tetapi sebaliknya apabila tidak marah, berarti engkau sungguh-
sungguh dan percaya padaku."
"Hi-hi-hik, laki-laki selalu kurang percaya kepada perempuan," kata Dyah
Raseksi. "Kangmas, entah sudah berapa kali aku menyatakan akan menurutkan
kehendakmu. Karena itu sekarang, katakanlah. Apakah yang engkau kehendaki dan
engkau minta?"
"Masudku demikian," sahut Fajar Legawa, "Aku minta lupakanlah peristiwa
siang tadi, duan sekarang kabulkanlah apa yang aku minta, bebaskanlah gadis ini, Tetapi
disaat engkau membebaskan dia, aku harus mengantarkan keluar dari tempat ini.
Sebaliknya engkau bersama ayahmu menyertai pula. Dan disamping itu agar engkau tidak
khawatir aku melarikan diri, ikatlah dua tanganku."
Sesungguhnya, Fajar Legawa berat juga mengemukakan tipu-muslihatnya ini,
justeru hal itu bertentangan dengan suara hatinya sendiri, ia seorang pemuda sejati,
pemuda yang tidak suka berpura-pura. Tetapi ia terpaksa melakukan, bukan lain untuk
keselamatan Pertiwi Dewi.
Mendengar ucapan Fajar Legawa itu, Pertiwi Dewipun sekarang mengerti. Jelas
sekali bahwa semua usaha pemuda itu, bukan lain dalam usahanya untuk menyelamatkan
dirinya rdari keganasan Dyah Raseksi. Namun ternyata dugaan Fajar Legawa itu keliru.
Ia bukan seorang gadis yang hanya mementingkan diri sendiri. Pertiwi Dewi tidak dapat
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membiarkan Fajar Legawa celaka di tangan Dyah Raseksi dalam usaha membebaskan
dirinya. Dan bagi Pertiwi Dewi, merasa lebih puas dapat mati bersama-sama dengan
pemuda yang menarik hatinya dan dicinta itu.
"Tidak! Tidak bisa!" teriak gadis ini tiba-tiba,
Fajar Legawa terkejut dan memandang Pertiwi Dewi penuh rasa heran. Katanya
cepat dalam usahanya membujuk. "Pertiwi, mengapa tidak?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Akan tetapi Pertiwi Dewi seperti tidak mendengar. Dan tiba-tiba gadis itu sudah
menerjang, ke arah Dyah Raseksi sambil berteriak nyaring. "Perempuan busuk! Kau harus
mampus di tanganku!"
SERANGAN Pertiwi Dewi itu diluar perhitungan Dyah Raseksi. Hatinya yang
sedang dirundung rasa gandrung kepada Fajar Legawa menyebabkan ia seperti lupa diri.
Ia kaget ketika ujung pedang "adik-kandungnya" itu sudah menyambar dada.
"Breet.....!" hanya oleh perlindungan aji kesaktian "Welut Putih" saja, kulit
dadanya tidak mempan oleh tusukan pedang itu. Akan tetapi sebaliknya baju dan kain
penutup dadanya menjadi robek oleh tikaman pedang itu. Namun demikian Dyah Raseksi
menjadi marah bukan main. Ia merasa terhina, maka sambil menggeram marah Dyah
Raseksi sudah menggerakkan tangan untuk membalas dan memukul.
Fajar Legawa menjadi pucat wajahnya. Sebab dengan langkah Pertiwi Dewi ini berarti
rencana tipu muslihatnya berantakan. Dan melihat ancaman bahaya itu, secepat kilat
Fajar Legawa sudah melompat maju sambil menggerakkan tongkatnya. Bentaknya.
"Lepaskan dia!"
Ujung tongkat Fajar Legawa menyambar lambung. Akan tetapi sungguh sayang
bahwa saat itu Jalu Gigis hadir. Melihat anaknya terancam oleh bahayaT ia tidak dapat
tinggal diam. Ia sudah mengangkat tangannya untuk menangkis, Fajar Legawa cepat
menarik tongkatnya, kemudian menyambar leher dan kepala. Di saat Jalu Gigi
merendahkan tubuh sambil berusaha merebut tongkatnya, secepat kilat Fajar Legawa
telah merobah serangannya dan menyerampang kaki.
Jalu Gigis sadar bahwa tongkat pemuda ini berbahaya. Kalau hanya
mengandalkan kepada aji "welut putih" kemungkinan kulit tubuhnya tak sanggup
bertahan. Maka secepat kilat kakek ini sudah melenting tinggi ke udara, sambil
mengirimkan pukulannya.
Ketika itu Pertiwi Dewi dengan kemarahan yang meluap, terus menghujani
serangan kepada kakak-kandungnya sendiri. Gadis ini nekat, walaupun sadar pedangnya
takkan sanggup melukai Dyah Raseksi. Sebaliknya, pada mulanya Dyah Raseksi masih
dapat bersikap sabar. Akan tetapi, setelah Pertiwi Dewi menyerang dengan nekat, iapun
menjadi marah. Maka ketika pedang Pertiwi Dewi menyambar, cap, pedang itu telah
terjepit di antara jari tangannya. Dan kemudian dengan gerakan yang memutar, lepaslah
pedang itu dari pegangan tangan Pertiwi Dewi.
Tetapi walaupun sekarang sudah tidak bersenjata lagi, Pertiwi Dewi masih tetap
nekat, ia memekik nyaring sambil mengirimkan pukulan dan tendangan. Sungguh
merupakan usaha sia-sia dan nekat, membuktikan keputusannya. Kalau dengan senjata
saja tidak dapatmengimbangi Dyah Raseksi, manakah mungkin dengan tangan kosong
dapat mengatasi?
Justeru oleh kenekatan Pertiwi Dewi ini, Dyah Raseksi tambah marah. Secepat
kilat ia memungut pedang adiknya yang tadi berhasil direbut, kemudian dengan pedang
ini mulai membalas serangan Pertiwi Dewi.
Akibatnya Pertiwi Dewi menjadi sibuk. Ketika gerakannya sedikit lambat,
pedangnya sendiri sudah berhasil melukai pundaknya, darah merah segera mengucurhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
keluar dari luka, sehingga baju gadis itu bernoda darah. Sebelum Pertiwi Dewi sempat
berbuat apa-apa, tendangan Dyah Raseksi yang tidak terduga mengenai lambung dan
akibatnya tubuh Pertiwi Dewi terpental beberapa meter jauhnya, kemudian roboh tidak
berkutik lagi akibat pingsan.
Ketika itu Fajar Legawa kaget. Akibatnya ia terlambat ketika berusaha
menghindari sampiran kaki Jalu Gigis, sehingga kakinya terkait. Dan disaat tubuhnya
masih limbung tendangan Jalu Gigis yang menyusul berhasil mementalkan tubuh
pemuda itu beberapa meter jauhnya.
"Jangan ayah!" teriak Dyah Raseksi sambil melompat maju dan menghalangi
maksud Jalu Gigis yang berusaha membunuh Fajar Legawa, sambil memeluk tubuh
pemuda itu.
Jalu Gigis memandang anaknya dengan pandang mata tidak senang. "Huh,
engkau ini anak apa? Engkau sudah ditipu orang, mengapa engkau sekarang masih pula
berusaha melindungi?"
"Hi-hi-hik, aku sayang ayah......" jawab Dyah Raseksi dengan sikapnya yang
manja.
"Huh.....jadi engkau masih tetap mencintai orang yang sudah menipu engkau?"
Dyah Raseksi tidak menjawab, akan tetapi ia ketawa cekikikan.
Jalu Gigis membalikkan tubuh, kemudian ia pergi meninggalkan anaknya tanpa
membuka mulut.
Sesungguhnya tendangan Jalu Gigis tadi tidak begitu berat. Akan tetapi oleh
goncangan perasaan, tendangan Jalu Gigis tadi sudah kuasa membuat Fajar Legawa
pingsan.
Ketika Fajar Legawa membuka matanya pertama kali, pemuda ini kaget berbareng
heran. Ia mendapatkan dirinya telah berbaring di atas pembaringan yang empuk, dengan
alas kain sutera warna jingga, dalam sebuah kamar yang bersih, indah dan harum. Dan
ketika ia bertatap pandang dengan Dyah Raseksi, tersiraplah darah Fajar Legawa dan
sadar pulalah ia sekarang, sudah ditawan oleh perempuan iblis itu.
"Hi-hi-hik, engkau kaget kangmas?" tegur Dyah Raseksi sambil cekikikan.
Fajar Legawa berdebar tegang. Jantungnya tergoncang keras ketika melihat Dyah
Raseksi mengenakan kain yang tipis pada malam ini. Potongannya terlalu pas, sehingga
tubuh indah itu tercetak sedemikian nyata.
Akan tetapi Fajar Legawa berusaha menekan perasaan. Kemudian diam-diam ia
berusaha menyalulkan tenaga dalamnya, untuk dapat mematahkan ikatan kaki dan
tangannya. Sayang sekali ikatan itu kuat sekali, sehingga usahanya sia-sia belaka.
Ketika itu Dyah Raseksi sudah duduk di pinggir pembaringan. Cara duduknya perempuan
ini amat sembrono, sehingga keadaan itu membuat Fajar Legawa harus menahan napas.
"Kangmas, apakah engkau masih tetap berkeras hati? Kangmas, degarlah jeritanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
hatiku," katanya setengah berbisik dan amat merdu.
"Hemm....." Fajar Legawa menghela napas. "Apakah sudah layak dengan
sikapmu terhadap aku sekarang ini, engkau mengucapkan kata-kata seperti itu? Dan
pantaskah kita bicara, aku harus terlentang tidak dapat bergerak, sedang engkau dapat
duduk dengan bebas?" Halus ucapannya, akan tetapi sesungguhnya cukup tajam. Namun
demikian Dyah Raseksi malah tersenyum manis sekali, kemudian jawabnya.
"Engkau masih merasa belum puas dengan sikapku sebaik ini? Adakah seorang
tawanan ditempatkan dalam kamar sebagus ini dan di atas pembaringan seperti ini?"
"Tetapi......akuengkau ikat tidak dapat bergerak sedikitpun."
"Tentang ikatan, apakah sulitnya melepaskan? Yang jelas aku khawatir kau tipu
lagi. Apalagi engkau tunduk akan kemauanku, sekarang juga engkau aku lepaskan.
Namun sebaliknya engkau tetap keras kepala, hemm....aku bisa berbuat lain."
Dyah Raseksi berhenti sambil mengamati wajah Fajar Legawa tidak berkedip.
Beberapa saat kemudian, ia baru meneruskan. "Tapi kangmas... hemm, apabila engku
keras kepala, akupun dapat berbuat lain. Aku dapat menundukkan engkau dengan
ramuan racun."
Tergetar perasaan Fajar Legawa mendengar ancaman ini. Dirinya akan diracun?
Kemudian dirinya harus mati? Ia tidak takut mati. Akan tetapi dalam saat sekarang ini, ia
belum bersedia. Persoalannya dirinya masih mengemban tugas harus mencari adiknya
yang diculik penjahat, dan di samping itu pula dirinya pengemban amanat untuk
menyelamatkan keris pusaka "Tilam Upih".
Apakah jadinya kalau keris pusaka Adipati Ukur itu, kemudian jatuh di tangan
seorang perempuan jahat seperti Dyah Raseksi ini? Tidak! Ia tidak boleh mati sekarang,
sebelum dapat menyelesaikan tugas dan tanggung-jawabnya. Selama otaknya masih dapat
dipergunakan berpikir, ia harus mencari daya untuk menyelamatkan diri. Maka katanya
kemudian."Diajeng,sesungguhnya aku tidak berpura-pura. Karena itu aku mengharap
kelapangan hatimu, agar engkau tidak memperlakukan aku sekasar ini."
"Tidak kangmas,aku takkan sekasar ini memperlakukan engkau." Sahut Dyah
Raseksi dengan bibir menyungging senyum. "Namun sebaliknya akupun memerlukan
jaminan akan janjimu."
"Aku harus janji apalagi?"
"Berjanjilah,bahwa engkau takkan menyalah gunakan kebebasan yang aku
berikan. Bahwa engkau akan pandai memegang janji. Engkau takkan lari atau menyerang
aku, sesudah engkau bebas."
"Ya,aku berjanji manis. Aku berjanji tidak akan menyalah-gunakan kebebasanku
aku takkan mencelakakan engkau.Aihh, manakah mungkin hal itu bisa terjadi? Dengan
tulus ikhlas engkau mencintaiaku, dan akupun mencintai engkau."
"Aihh....benarkah itu? Engkau mencintai aku, kangmas?" sepasang mata Dyahhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Raseksi menyala penuh gairah sambil mengamati wajah tampan Fajar Legawa.
"Mengapa tidak?" sahut Fajar Legawa dengan ucapan yang mantap. Akan tetapi
sebenarnya, dada pemuda ini dipenuhi perasaan tegang, sebab ia sadar bahwa dengan
jawabannya ini, berarti dirinya bermain di atas api. Salah-salah dirinya dapat terbakar
oleh permainannya sendiri itu.
Dan atas jawaban Fajar Legawa ini, Dyah Raseksi yang amat gandrung kepada
sang pemuda, tersenyum lebih manis bagai gula. Kemudian perempuan ini
membungkukkan tubuhnya, dua tangannya memeluk leher Fajar Legawa, dan dengan
amat beraninya telah mencium dan mengecup bibir Fajar Legawa.
Ciuman, pelukan dan kecupan yang dilakukan oleh Dyah Raseksi ini, cukup
menimbulkan perasaan yang beraneka macam dalam dada Fajar Legawa. Betapa tidak?
Ia seorang pemuda dewasa, dan seorang pemuda yang selama ini tidak pernah bergaul
dengan perempuan. Maka baik ciuman maupun kecupan pada bibirnya ini merupakan
suatu yang baru. Getaran aneh menebar memenuhi dadanya, menimbulkan perasaan
yang nikmat dan memabukkan, akan tetapi disamping itu juga menimbulkan perasaan
muak dan jijik.
Sengaja Fajar Legawa tidak menghindari ciuman maupun kecupan Dyah Raseksi,
dalam usahanya untuk membuat perempuan ini lengah.
"Diajeng, jangan kau siksa terlalu lama seperti ini." Katanya halus."Lepaskan
semua ikatan ini, agar malam ini juga aku dan engkau dapat menikmati hidup sewajarnya,
seperti pengantin baru."
Dyah Raseksi melebarkan sepasang matanya. Akan tetapi bibir yang indah itu
segera membentuk senyum manis. Tanpa mengucapkan sesuatu, Dyah Raseksi sudah
menggunakan pisau belati kecil untuk memutuskan semua ikatan pada kaki maupun
tangan Fajar Legawa.
Bersorak gembira Fajar Legawa menyambut kebebasannya ini. Dan hatinya ingin
pula segera menyerang perempuan ini, kemudian melarikan diri. Namun demikian ia
seorang pemuda yang cukup hati-hati dalam segala tindakannya, ia memperhitungkan
apabila tergesa dan gegabah, tidak urung usahanya membebaskan diri gagal dan malah,
dirinya akan menghadapi ancaman bahaya yang lebih hebat.Oleh sebab itu dengan
menahan segala perasaan yang muak dan jijik kepada perempuan ini, ia terpaksa
membalas memeluk ketika Dyah Raseksi memeluk leher. Kemudian iapun mengimbangi
ketika Dyah Raseksi mulai menyerbu dengan ciuman dan kecupan. Peristiwa ini cukup
menimbulkan gairah dalam hati mudanya. Namun demikian Fajar Legawa sempat
menyadari bahwa dirinya berhadapan dengan seorang perempuan iblis.
Sebaliknya Dyah Raseksi yang merasa mendapat kemenangan dalam usaha
menundukkan hati pemuda tampan ini, hampir saja menjadi lupa akan bahaya. Sebagai
seorang perempuan iblis, apa yang telah terjadi cukup membangkitkan selera dan gairah.
Seakan dirinya sekarang sedang melayang-layang terbang di angkasa.
Akan tetapi ternyata bahwa perkembangan yang terjadi menyusul, adalah diluar
perhitungan Fajar Legawa dan Dyah Raseksi sendiri.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Disaat Dyah Raseksi sudah hampir tidak kuasa menahan gelora asmaranya, mendadak
terdengarlah suara suitan nyaring susul menyusul.
Namun agaknya suitan yang riuh ini, merupakan bentuk uluran tangan Tuhan
dalam usaha menolong Fajar Legawa yang tak bersalah. Mendadak sepasang mata Dyah
Raseksi terbelalak, wajahnya pucat sambil melepaskan pelukannya.
Menyaksikan perobahan ini Fajar Legawa cepat dapat menduga apa yang
terjadi.Tetapi dalam usaha menutupi rencana dan akalnya, ia pura-pura heran dan kaget.
Tanya pemuda ini. "Diajeng.....apa yang terjadi?"
Untuk sejenak Dyah Raseksi tidak menjawab. Tetapi kemudian dia mengamati
Fajar Legawa dengan pandang mata sayu. Sahutnya. "Kangmas engkau takkan
berkhianat padaku, bukan?"
"Ahhh, engkau selalu mencurigai aku saja diajeng. Tidakkah engkau merasakan
betapa tanggapan dan sikapku terhada pengkau? Aihh, jika engkau memang kurang
percaya, silahkan engkau mengikat tangan dan kakiku ini, agar aku tidak dapat pergi dari
kamar ini." Fajar Legawa yang berusaha menyembunyikan rahasianya ini, secara berani
telah menantang. Dan tantangan ini merupakan langkah yang untung-untungan, justeru
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tantangan inilah yang akan menentukan nasib selanjutnya.
"Aku.....aku percaya kangmas....." sahut Dyah Raseksi dengan ucapan yang agak
gugup dan menggeletar. Kemudian perempuan ini kembali mengecup bibir Fajar Legawa
penuh gairah. "Kangmas.....sekarang istirahatlah engkau dengan tenang di kamar ini.
Aih.... ada sesuatu yang memerlukan untuk sementara aku meninggalkan
engkau.....Aihh, sesungguhnya aku amat masygul....."
Ketika itu suitan makin riuh terdengar dan memenuhi udara dalam sarang penjahat
ini. Dyah Raseksi tampak gugup disamping masygul, dan kemudian tanpa mengucapkan
sesuatu, perempuan ini telah melompat keluar kamar dan menghilang di tempat gelap.
Kesempatan ini tidak disia-siakan pula oleh Fajar Legawa. Setelah menyelidik
dengan pandang-matanya beberapa saat keluar kamar, secepat kilat Fajar Legawa telah
menyambar tongkatnya yang menggeletak diatas meja, di samping pembaringan. Diam-
diam hati pemuda ini bersyukur, bahwa Dyah Raseksi tidak mengetahui rahasia
tongkatnya, sehingga benda pusaka yang harus dia lindungi dan selamatkan itu tidak jatuh
ke tangan orang yang tidak berhak.
Dengan langkah yang hati-hati dan penuh kewaspadaan, Fajar Legawa sudah
meninggalkan kamar ini. Tetapi diam-diam pemuda ini menjadi heran dan berdebar,
apakah sebabnya tidak tampak seorangpun? Dan apa yang telah terjadi dengan sarang
penjahat malam ini?
Disaat dadanya penuh pertanyaan sambilmelangkah hati-hati ini, tiba-tiba ia
mendengar suara langkah orang yang tergesa-gesa. Ia cepat berlindung di tempat gelap,
dan tak lama kemudian muncullah seorang perempuan berwajah buruk, yang melangkah
setengah berlari, merupakan pertanda gugup.
Sungguh kebetulan, katanya dalam hati. Saat sekarang ini dirinya memerlukanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
seseorang yang dapat dimintai keterangan. Oleh sebab itu secepat kilat tangan Fajar
Legawa telah bekerja. Dengan cekatan ia sudah mencengkeram tengkuk dan menangkap
dua tangan, hingga perempuan ini kaget setengah mati dan memekik tertahan.
"Jangan berteriak jika sayang nyawamu!" hardik Fajar Legawa. "Lekas katakan di
manakah sekarang Dyah Raseksi?"
Dengan tubuh menggigil dan ketakutan, perempuan ini menjawab tidak lancar.
"Dia...dia menuju ke bagian bawah gunung."
"Apa yang telah terjadi di sana?"
"Kebakaran besar yang mengancam keselamatan gunung ini ........"
Keterangan ini walaupun singkat kuasa membuat Fajar Legawa amat gembira.
Dengan terjadinya kebakaran itu berarti semua penghuni gunung ini dihadapkan kepada
kesibukan sangat. Dan disaat semua orang sibuk memadamkan api kebakaran itu, berarti
dirinya sekarang memperoleh kesempatan cukup luas, dalam usahanya menyelamatkan
diri sendiri, dan dalam usahanya menyelamatkan Pertiwi Dewi.
"Lekas terangkan, di mana tawanan perempuan itu disimpan?"
Perempuan itu tidak cepat menjawab. Ia malah memandang Fajar Legawa dengan
pandang mata tajam.
"Lekas katakan! Jika tidak, engkau akan mampus!" ancam Fajar Legawa sambil
mencengkeram tengkuk itu lebih kuat, sehingga perempuan ini menderita sakit dan
ketakutan.
"Ampuunn...."ratap perempuan ini.
Dan atas petunjukperempuan ini kemudian Fajar Legawa berhasil menuju ke
tempat Pertiwi Dewi disekap. Untuk menjaga agar perempuan ini tidak membuka rahasia,
dengan terpaksa dan hati tidak tega, ia terpaksa mengikat perempuan ini pada sebatang
pohon dan mulutnya disumbat pula.
Ternyata tempat menawan Pertiwi Dewi itu, merupakan penjara di bawah tanah
yang cukup luas. Penjara itu terdiri dari beberapa kamar yang berderet, dan dengan
pengawalan bersenjata yang cukup kuat. Akan tetapi sama sekali pemuda ini tidak gentar,
dan oleh kecepatannya bergerak, ia tidak kesulitan merobohkan para pengawal itu.
Sesaat sesudah ia masuk ke dalam kamar dimana Pertiwi Dewi disekap, hampir
memekik Fajar Legawa saking iba. Ternyata gadis itukeadaannyamenyedihkan. Pertiwi
Dewi terlentang di atas lantai dengan kaki dan tangan terikat rantai.
"Pertiwi....!"seru pemuda ini tertahan.
Akan tetapi gadis itu tidak bergerak dan tidak pula menjawab. Fajar Legawa
melangkah maju menghampiri, dan mendadak denyut jantung pemuda ini serasa
berhenti. Apa yang terjadi dengan gadis itu? Pertiwi Dewi terlentang tanpa bergerakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
mirip seseorang tanpa nyawa.
Dengan jantung memukul keras, tangan pemuda ini cepat bekerja memutuskan
semua rantai yang mengikat tangan dan kaki Pertiwi Dewi. Dan secepat kilat pula tubuh
gadis yang pingsan ini, dipondong meninggalkan kamar itu untuk pergi secepatnya,
dengan perasaan tak keruan. Ia mengamati wajah gadis ini penuh perhatian. Akan tetapi
ternyata wajah yang semula cantik jelita itu, keadaannya sekarang sudah berubah.
Pada saat ia akan keluar dan meninggalkan sarang Dyah Raseksi ini, kemudian
teringatlah ia akan Pradapa. Ia tiba di tempat ini, tujuannya yang semula tiada lain untuk
menolong orang itu. Mengapa sekarang orang itu harus dibiarkan sengsara dalam sarang
Dyah Raseksi? Itulah sebabnya, sambil memondong Pertiwi Dewi yang masih pingsan
itu, Fajar Legawa segera menjelajah kamar-kamar penjara ini. Ia meneliti ke seluruh
kamar, akan tetapi kamar-kamar itu kosong tanpa penghuni, ia menjadi heran, apakah
sebabnya?
Namun demikian ia tidak putus asa dan terus melakukan penyelidikan. Ketika ia
tiba di dalam kamar terakhir, ternyata kamar itu merupakan kamar yang luas. Di
dalamnya Fajar Legawa menemukan tiga orang laki-laki yang terlentang di atas
pembaringan batu, dengan kaki dan tangan terbelenggu oleh besi. Pemuda ini menjadi
ragu, sebab ia belum pernah mengenal laki-laki yang dicarinya. Namun kemudian timbul
pendapatnya, kalau sekarang di kamar ini terdapat tiga orang yang tertawan, siapapun
orangnya, mereka ini perlu ditolong.
Fajar Legawamengamatimerekapenuhteliti. Ia kemudian melihat bahwa tiga
orang laki-laki itu semua wajahnya pucat, sedang pada beberapa bagian tubuh terdapat
luka-luka, akibat siksaan orang. Akan tetapi walaupun mereka menderita siksaan dalam
tawanan ini, mereka tampak bisa tidur dengan pulas dan mendengkur. Agaknya karena
mereka sudah putus asa dan tidak mungkin orang dapat menolong, maka mereka
kemudian masa bodoh dan menerima nasib.
Dibangunkan mereka kemudian, dan tiga orang itu membuka mata dengan
kaget. Agaknya salah seorang dari mereka ini amat benci kepada penghuni gunung
Ungaran ini. Terbukti berbareng dengan terbukanya dua mata, orang itu sudah
membentak. "Malam begini, orang lagi tidur, masih kau ganggu. Apakah di siang hari
tidak cukup waktu untuk kau pergunakan menyiksa aku lagi?"
"Sttt!" Fajar Legawa menyilangkan telunjuknya di depan mulut. "Perlahan saja
sahabat, aku datang untuk menolong kalian."
Tiga orang laki-laki itu membelalakkan mata dan tampak ragu. Tetapi ketika
pandangan mata mereka tertumbuk kepada tubuh Pertiwi Dewi dalam pondongan Fajar
Legawa, maka mereka menjadi sadar bahwa orang yang datang ini memang bukan
penghuni sarang Dyah Raseksi ini.
"Apakah di antara kalian terdapat yang bernama Pradapa?"
Tiba-tiba laki-laki yang terlentang pada pembaringan paling timur menyahut."
Akulah Pradapa."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa menjadi gembira. Kemudian tangannya mulai bekerja sambil
berkata."Aku datang kemari sengaja menolong kalian."
Akan tetapi ketika melihat luka yang cukup berat yang harus diderita oleh salah
seorang dari mereka, Fajar Legawa menghela napas. Tanyanya. "Apakah saudara masih
bisa berjalan?"
"Bisa, sekalipun sulit," sahut orang itu, sekalipun keadaannya sudah payah.
Agaknya pertolongan Fajar Legawa ini, kuasa membangkitkan semangat orang itu.
Tak lama kemudian tiga orang itu telah berhasil dibebaskan. Namun kemudian Fajar
Legawa mengeluh, teringat jalan di gunung ini yang penuh rahasia. Katanya setengah
mengeluh. "Tetapi ahh, mengapa aku menjadi lupa? Jalan di gunung ini diliputi rahasia.
Bagaimanakah mungkin kita dapat keluar dari tempat ini?"
"Aku tahu!" tiba-tiba seorang diantara mereka menyahut dengan mantap.
"Bagus, hendaknya saudara menjadi penunjuk jalan." Fajar Legawa menjadi
gembira. "Dan tentang keselamatan kalian, aku yang akan melindungi di belakang."
Demikianlah, akhirnya mereka melangkah pergi dengan cepat meninggalkan
penjara itu. Dalam perjalanan ini Fajar Legawa mendapatkan keterangan cukup banyak.
Bahwa tiga laki-laki yang tertawan ini, semuanya merupakan korban kejalangan Dyah
Raseksi. Mereka terpaksa melayani kehendak Dyah Raseksidan bertindak sebagai suami,
dan pada mulanya mereka hidup cukup baik di sarang penjahat ini. Akan tetapi pada
empat hari yang lalu mereka bersepakat untuk melarikan diri. Sayang usaha mereka gagal,
akibat kepergok salah seorang anak buah Dyah Raseksi, sehingga mereka tertangkap,
kemudian ditawan dan disiksa.
Fajar Legawa menghela napas dalam mendengar penuturan mereka itu. Dan diam-
diam dia bersyukur, sebelum menjadi korban Dyah Raseksi telah berhasil menyelamatkan
diri. Apabila tidak, tentu dirinya akan mengalami nasib celaka pula, seperti yang dialami
tiga orang laki-laki ini.
Kemudian ketika Fajar Legawa menanyakan tentang mengapa sebabnya
perempuan yang menghuni sarang ini wajahnya buruk dan hitam, diterangkan bahwa
rusaknya wajahnya dan kemudian menjadi hitam itu, adalah akibat ramuan racun yang
sengaja dibuat untuk merusakkan wajah itu. Mengapa? Sebab Dyah Raseksi tidak ingin
perempuan ini menyaingi kecantikannya. Maka setiap perempuan cantik yang berhasil
ditangkap dan kemudian dijadikan budaknya, semua perempuan itu dirusakkan
wajahnya, sehingga perempuan-perempuan malang itu merasa malu untuk pulang ke
rumah asal mereka.
Geram sekali Fajar Legawa mendengar keganasan tangan Dyah Raseksi terhadap
semua perempuan itu. Dan kalau tidak ingat akan keselamatan Pertiwi Dewi, mungkin
pemuda ini membatalkan niatnya untuk melarikan diri, agar dapat membunuh mati Dyah
Raseksi yang kejam itu.
Demikianlah, mereka menerobos masuk ke dalam jalan gunung ini, yang dipenuhi
rahasia. Diam-diam Fajar Legawa kagum juga akan kepandaian Jalu Gigis maupun Dyah
Raseksi dalam usahanya melindungi keselamatan sarang ini. Sebab ternyata jalan yanghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
harus ditempuh itu menggunakan tanda-tanda tertentu. Apabila orang tiba di jalan
persimpangan, orang harus memilih jalanan yang paling sempit. Tetapi kira-kira dua
puluh tombak, orang akan berhadapan dengan jalan buntu yang dibatasi oleh jurang
dalam. Di atas jurang ini kemudian tampak jembatan kayu yang melintang, akan tetapi
apabila orang berani lewat jembatan kayu itu, tentu akan tersesat. Untuk mencari jalan
yang selamat, orang harus menyusuri jurang ke kanan kira-kira lima belas langkah.
Kemudian orang akan menemukan kayu melintang di atas jurang untuk meniti. Dan
dengan lewat di atas kayu ini, sesudah berhasil, orang harus menyusuri lagi tepi jurang
kira-kira lima puluh langkah. Dan kemudian, orang akan menemukan jalan kecil yang
masuk belantara.
Apabila sudah masuk dalam belantara, orang harus waspda kepada setiap pohon
yang tumbuh di tempat itu. Beberapa di antaranya akan tampak bahwa pohon itu tumbuh
dengan teratur berjajar tiga. Dan agar tidak sesat jalan, setiap orang harus lewat di sisi
jajaran pohon-pohon tersebut. Baru sesudah berbelok-belok beberapa saat lamanya, orang
akan masuk ke dalam jalan rahasia di bawah tanah.
Demikianlah mereka sekarang harus menggunakan kaki untuk meraba-raba,
karena jalan di bawah tanah itu amat gelap. Dan setelah beberapa lama mereka menyusuri
jalan di bawah tanah ini, kemudian tibalah mereka pada ujung lorong, dan tiba pulalah
mereka di luar daerah berbahaya.
"Api.....!" seru Fajar Legawa tertahan, sesaat berhasil keluar dari daerah
berbahaya.
"Ahh....kebakaran yang besar...!" sambut Pradapa.
Melihat kobaran api yang sedemikian hebat, sadarlah Fajar Legawa sekarang,
bahwa api yang besar itu, yang membakar hutan adalah bentuk uluran tangan Tuhan
menolong dirinya dari bahaya. Sebab oleh suitan-suitan tanda bahaya tadi, Dyah Raseksi
menjadi gugup, kemudian meninggalkan dirinya dan lupa pula akan maksud yang semula.
Kalau saja Fajar Legawa tahu bahwa kebakaran itu timbul oleh perbuatan Gadung
Melati dan Wukirsari, tentu ia segera datang dan menuju ke tempat kebakaran itu. Akan
tetapi karena tidak sempat mencari keterangan sebabnya terbit kebakaran, maka pemuda
ini kemudian meneruskan perjalanan dalam usahanya mencari selamat.
Kebakaran itu timbul akibat kemarahan Gadung Melati dan Wukirsari yang tidak
dapat ditahan lagi, sesudah usaha mereka menuju puncak selalu gagal akibat sesat jalan.
Maka timbul kehendak dua orang kakek ini untuk membakar saja hutan di gunung ini,
guna memecahkan rahasia jalan yang menyesatkan itu.
Kebakaran yang besar itu kuasa membuat Jalu Gigis amat khawatir. Maka dengan
suitan nyaring ia memberitahu kepada Dyah Raseksi, dan sementara itu semua anak buah
gunung ini segera berusaha memadamkan kebakaran sambil pula melawan.
Dalam marahnya yang tak terkendali lagi, Jalu Gigis dan Dyah Raseksi segera
menerjang ke arah Gadung Melati dan Wukirsari. Akibatnya dalam waktu singkat, di
tempat yang tak jauh dari tempat kebakaran itu, terjadilah perkelahian sengit antara
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gadung Melati melawan Jalu Gigis, dan Wukirsari berhadapan dengan Dyah Raseksi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
AnakbuahDyah Raseksi tidak berani mendekati gelanggang perkelahian. Mereka
hanya mempersiapkan senjata masing-masing sambil mengurung secara ketat, dalam
usaha mereka menjaga agar orang tidak dapat lari.
Di dalam menghadapi lawan-lawan berat ini, semua anak buah Dyah Raseksi
menggunakan senjata yang berbahaya. Sebab semua senjata mereka merupakan senjata
yang telah dilumuri oleh racun jahat. Hingga jangan lagi orang terluka, baru tersinggung
oleh senjata itu saja, orang sudah bisa menderita keracunan.
Setelah beberapa saat lamanya berkelahi tak juga memperoleh hasil yang
memuaskan, tiba-tiba Gadung Melati berteriak. "Kakang! Apakah belum waktunya kita
menggunakan aji Bramastra?"
Wukirsari mengeluh, dan agaknya kakek ini menjadi ragu-ragu untuk menyetujui
permintaan adik seperguruannya ini. Akibat dari aji Bramastra itu amat hebat, dan dahulu
pernah menimbulkan korban yang tidak tanggung-tanggung. Maka Wukirsari menjadi
ragu, apakah keadaan ini sudah terlalu memaksa hingga sudah perlu menggunakan aji
kesaktian itu?
Melihat keraguan kakak-seperguruannya itu Gadung Melati mengerutkan kening
dan nampak tidak senang. Akan tetapi ia seorang kakek yang jujur,s eorang kakek yang
berhati polos. Walaupun hati sudah amat dingin, namun kakek gundul ini belum juga
menggunakan aji "Bramastra." itu, sebelum memperoleh persetujuan dari kakaknya
Akan tetapi sekalipun demikian, terdengar pula kata Gadung Melati yang
bersungut. "Kakang, engkau harus memutuskan secepatnya. Ataukah engkau memang
menghendaki kita mengakhiri hidup sampai malam ini saja?"
Tersirap juga Wukirsari mendengar ucapan Gadung Melati yang terakhir ini. Ia
sadar juga bahwa lawan yang dihadapi sekarang ini bukan lawan empuk, dan malah
memiliki aji "Welut Putih". Namun demikian sejak tadi Wukirsari masih terus berusaha
agar dapat mengalahkan, lawan tanpa menggunakan aji kesaktian yang dapat
mengobarkan api itu.
Tetapi ketika ia melirik ke arah Gadung Melati, ia melihat bahwa adik-
seperguruannya itu terdesak hebat oleh pukulan-pukulan yang dilancarkan Jalu Gigis.
Gerakannya memang masih tetap lincah, akan tetapi setiap kali Gadung Melati harus
melompat atau menghindar, dalam usahanya menyelamatkan diri. Dengan kata lain adik-
seperguruannya itu sekarang mengalami kesulitan. Dan keadaan ini apabila terus
berlangsung akan berarti merugikan pihak sendiri.
Setelah mempertimbangkan beberapa saat lamanya akan untung dan ruginya, tiba-
tiba terdengarlah Wukirsari berteriak. "Adi! Sebenarnya aku amat berat untuk
menggunakan Bramastra itu lagi. Akan tetapi karena keadaan memang memaksa, maka
marilah kita mulai sekarang juga!"
Mendengar jawaban Wukirsari ini, Gadung Melati amat gembira. Kejenakaannya
timbul kembali, dan ia ketawa terkekeh-kekeh sambil menggerakkan pantatnya yang besar
dan megal-megol seperti seorang penari pantat. Sejenak kemudian gerakan kakak-beradikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
ini berobah. Apabila semula mereka tadi bergerak secara lincah, sekarang mereka bergerak
agak lambat seperti orang menari. Pergeseran kaki dari satu tempat ke tempat lain pendek-
pendek, dan disamping itu tenaga yang keluar dari setiap pukulannya menjadi semakin
dahsyat.
Tidak lama kemudian terjadilah perobahan hawa di sekitar gelanggang ini. Kalau
semula udara di tempat ini cukup dingin, sekarang hawa dingin sedikit demi sedikit
menghilang, dan berganti dengan hawa yang panas. Makin lama dua orang kakek ini
bergerak secara teratur, perobahan hawa itu menjadi semakin terasa.
Jalu Gigis amat terkejut merasakan perobahan ini. Sebagai seorang yang sudah
luas pengalaman, ia pernah mendengar tentang suatu ilmu yang kuasa membuat lawan
hangus seperti terbakar. Semula ia tidak percaya akan kabar itu. Akan tetapi malam ini
benar-benar ia berhadapan dengan orang yang mahir dalam ilmu ini. Aji "WelutPutih"
justeru lemah apabila berhadapan dengan hawa panas. Oleh sebab itu pengaruh dari aji
kesaktian yang ia miliki, makin lama menjadi semakin berkurang dan berkurang. Peluh
sebesar jagung segera menitik membasahi tubuh, dan dalam waktu tidak lama ayah dan
anak ini sudah mandi peluh, di samping merasa tidak tahan akan pengaruh hawa yang
disebarkan lawan.
Sadarlah Jalu Gigis sekarang, apabila perkelahian ini terus berlangsung, dirinya
maupun anak angkatnya akan celaka. Sadar akan keadaan ini cepat-cepat ia bersuit
memberi isyarat kepada anaknya. Dari tangan ayah dan anak ini kemudian berkelebatlah
sinar putih menyambar ke arah Gadung Melati dan Wukirsari, disusul pula oleh anak-
buah yang tidak mau ketinggalan, ikut pula menyambitkan senjata rahasia beracun yang
sudah dipersiapkan.
Sekali bergerak, maka di arena itu sudah berterbangan beberapa jenis senjata
rahasia yang beracun jahat. Akan tetapi kemudian mereka terbelalak keheranan, karena
semua senjata itu tidak sanggup mencapai sasaran, malah kemudian senjata rahasia itu
seperti tertumbuk oleh benteng pertahanan yang tidak nampak, dan semua senjata itu
sudah berserakan di atas tanah dalam keadaan membara.
Jalu Gigis dan Dyah Raseksi menjadi ngeri melihat peristiwa itu. Tanpa ingat akan
kedudukannya lagi, ayah dan anak ini kemudian melarikan diri dan tak lama kemudian
sudah lenyap di tempat gelap.
Anak buah Dyah Raseksi menjadi geger ketika melihat Jalu Gigis dan Dyah
Raseksi lari menyelamatkan diri. Maka ratusan orang ini kemudian bubar, lari
berserabutan dalam usaha mereka untuk menyelamatkan diri.
Dengan aji "Bramastra" ini ternyata mereka kuasa menghalau lawan dalam
jumlah banyak. Setelah mereka menarik kembali pengaruh dari aji kesaktian tersebut, dua
orang kakek ini sudah berlompatan pergi ke puncak, dalam usaha mereka menolong dan
menyelamatkan Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi.
Sungguh beruntung bahwa salah seorang anak-buah Dyah Raseksi bergerak
lambat, sehingga dengan mudah berhasil ditangkap oleh Gadung Melati. Dibawah
tekanan dan ancaman, kemudian orang ini terpaksa menuruti perintah dua orang kakek
itu, dijadikan penunjuk jalan menuju puncak.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dalam waktu singkat Wukirsari dan Gadung Melati telah berhasil mencapai
sarang itu.Mereka mengobrak-abrik sarang yang cukup luas itu, akan tetapi sungguh
sayang bahwa usaha mereka tak berhasil. Baik Pertiwi Dewi maupun Fajar Legawa tidak
berhasil diketemukan, sehingga dua orang kakek ini gelisah dan khawatir.
ooo
MENJELANG pagi rombongan Fajar Legawa telah berhasil menginjakkan kaki
di tempat bebas. Mereka sudah di dalam wilayah aman, lalu mereka beristirahat sambil
duduk di atas batu. Setelah beberapa saat lamanya mereka istirahat, maka kemudian Fajar
Legawa minta kepada tiga orang itu agar secepatnya pulang ke rumah masing-masing,
sebelum para penjaga di gunung ini menemukan jejak pelariannya. Sedang untuk
meringankan derita mereka itu, kemudian Fajar Legawa membagikan kepada mereka,
masing-masing sebutir obat kering yang amat mustajab.
Setelah mereka pergi, Fajar Legawa mencari tempat yang lebih terlindung. Ia
meletakkan Pertiwi Dewi di atas rumput perlahan-lahan. Dan sesudah itu Fajar Legawa
pergi mencari air minum dengan daun pisang.
Fajar Legawa tahu bahwa sebabnya gadis ini pingsan panjang, akibat siksaan
kakak-kandungnya sendiri, yang sudah berobah menjadi iblis betina itu. Untuk
meringankan derita Pertiwi Dewi, maka ia harus bekerja cepat. Gadis ini secepatnya harus
memperoleh pengobatan.
Dengan cekatan Fajar Legawa telah meremukkan sebutir obat kering yang diseduh
dengan air. Akan tetapi tiba-tiba pemuda ini menjadi gelisah, ketika air obat itu tidak dapat
masuk ke dalam perut. Dan walaupun ia sudah berusaha mengurut bagian-bagian yang
dapat membuka kerongkongan, namun ternyata usahanya gagal juga, sehingga semua
obat itu tumpah tak berguna.
Gelisah bukan main Fajar Legawa menghadapi peristiwa ini. Lalu apakah daya
yang harus dilakukan, agar obat itu dapat masuk ke dalam perut Pertiwi Dewi? Akhirnya
pemuda ini menjadi nekat. Kiranya sudah tiada jalan lain lagi kecuali ia harus
memberikan obat itu dari mulut ke mulut. Apa boleh buat, walaupun sesungguhnya ia
tidak menghendaki, justeru apa yang dilakukan sekarang ini dalam usahanya
menyelamatkan nyawa Pertiwi Dewi yang terancam oleh bahaya.
Demikianlah, karena berhadapan dengan jalan buntu, maka akhirnya Fajar
Legawa nekat. Ia mengunyah butiran obat itu, dan kemudian didorong oleh air,
memasukkan langsung ke dalam mulut dengan semburan hawa dari mulutnya. Lewat
usahanya ini sedikit demi sedikit obat itu dapat masuk ke dalam perut. Hingga pemuda
ini gembira dan lega, sebab ia percaya penuh bahwa oleh pengaruh obat pemberian
gurunya itu, Pertiwi Dewi akan tertolong.
Akhirnya berhasil juga usaha Fajar Legawa memasukkan obat itu, walaupun
disaat beradu mulut itu, jantung pemuda ini bergetar hebat sekali dan tubuhnya menggigil
seperti orang kedinginan, ia kemudian duduk berdiam diri sambil mengamati wajah
Pertiwi Dewi. Dan diam-diam timbullah rasa iba memenuhi dada pemuda ini, melihat
keadaan wajah Pertiwi Dewi pada pagi ini. Ternyata wajah lembut dan mempesona yang
kemarin masih dimiliki Pertiwi Dewi itu sekarang sudah lenyap. Dan baru setengah
malam Pertiwi Dewi tertawan oleh iblis betina itu, sudah terjadi perobahan yang amathttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
mengibakan hati. Sekarang wajah Pertiwi Dewi telah berobah menjadi buruk dan hitam
berkerut-kerut. Jelas bahwa walaupun kepada adik kandung sendiri, Dyah Raseksi sampai
hati pula untuk merobah wajah yang semula cantik jelita itu menjadi seorang perempuan
buruk rupa.
Hampir Fajar Legawa menangis menghadapi perobahan yang terjadi pada Pertiwi
Dewi ini. Ia tak dapat membayangkan bagaimana rasa terkejut gadis ini apabila tahu
terjadinya perobahan wajah atas dirinya. Dan iapun tidak dapat membayangkan,
bagaimanakah sikap gadis itu apabila sudahmengetahui keadaannya.
Pemuda ini menghela napas berkali-kali. Ia marah dan penasaran kepada Dyah
Raseksi yang amat kejam.Akan tetapi apa daya juteru seorang diri. Dirinya tidak mungkin
sanggup mengalahkan Jalu Gigis?
Fajar Legawa merenungi wajah buruk dan hitam Pertiwi Dewi itu beberapa lama.
Dada gadis ini bergerak naik turun, dan jelas napas itu sesak. Namun demikian terbersit
semacam harapan, ketika jari tangannya meraba dahi Pertiwi Dewi, panas itu sudah
banyak berkurang. Tadi ketika ia memondong Pertiwi Dewi pergi meninggalkan
penjara di bawah tanah itu, tubuh Pertiwi Dewi panas seperti bara api. Akan tetapi
sekarang panas itu sudah banyak berkurang.
Perobahan yang terjadi dan dialami Pertiwi Dewi ini, menimbulkan rasa iba yang
dalam bagi Fajar Legawa. Dan oleh perasaan iba ini, kemudian kuasa membangkitkan
rasa kasih dan sayang kepada gadis itu, kasih sayangnya kepada Pertiwi Dewi justeru
timbul dari hati yang suci. Dan dijauhkan dari pengaruh nafsu kotor. Maka walaupun
wajah yang semula cantik jelita itu sekarang sudah berubah amat buruk, dalam hatinya
Bidadari Dari Sungai Es Peng Tjoan Vertical Run Karya Joseph R Garber Shugyosa Samurai Pengembara 6
Sambil berkata ini, jari-jari tangan Dyah Raseksi telah mencubit dagu Fajar
Legawa. Pemuda ini berusaha menghindar, namun tak berhasil.
Ketika itu matahari menjadi semakin tinggi di udara. Dan sinar matahari itu cukup
menyengat kulit. Untuk menghindarkan mata yang silau, Pertiwi Dewi memiringkan
tubuh. Akan tetapi, pipi yang membengkak itu sakit juga bersentuhan dengan tanah.
Akan tetapi apakah arti dari sakit pada pipinya itu, apabila dibandingkan dengan
kepedihan hatinya yang sekarang ini? Kakak perempuan yang semula seorang gadis cantik
dan lemah-lembut itu, sekarang telah berobah amat jauh. Sekarang telah menjelma
sebagai perempuan kejam luar biasa dan tersesat dalam dunia kejahatan. Sekarang telah
berobah menjadi perempuan liar dan hanya menurutkan nafsu hewaniah.
Tertumbuk oleh liku-likunya takdir ini, timbullah rasa sesal yang amat dalam.
Kalau saja tadi malam ia menurut nasihat Fajar Legawa untuk minta ijin gurunya, kiranya
ia takkan mengalami hinaan seperti sekarang ini. Terlentang di atas tanah dan kaki
tangannya terikat tidak berdaya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Teringat kepada gurunya ini, Pertiwi Dewi makin merasa bersalah. Dan sekarang
ini mungkin sekali gurunya dalam kebingungan mencari dirinya. Mungkinkah gurunya
tahu apabila kepergiannya semalam menuju tempat ini?
Dan Pertiwi kemudian membuang muka memandang ke tempat lain, ketika ia
melihat tangan Dyah Raseksi memeluk Fajar Legawa. Hati gadis ini menjadi panas sekali
bahwa Fajar Legawa membiarkkn jari-jemari Dyah Raseksi itu mengusap-usap dahi dan
dagunya. Dan mendadak pula timbullah rasa cemburu dalam dada gadis ini.
"Huh, dasar laki-laki!" teriak gadis ini tanpa sesadarnya.
Fajar Legawa amat terkejut. Pemuda ini tersenyum pahit mendengar sindiran
gadis cilik itu, dan menyesal pula mengapa Pertiwi Dewi cepat salah sangka. Dalam
keadaan dirinya terbelenggu seperti sekarang ini, mungkinkah dirinya dapat menghindar
dan mencegah perlakukan Dyah Raseksi kepada dirinya?
"Dyah Raseksi!" teriak Fajar Legawa tiba-ti-ba saking malu dan marah. "Bunuh
saja aku, habis PERKARA! Huh, jangan engkau berusaha menghina orang!"
"Hi-hi-hik." Dyah Raseksi menyambut ucapan pemuda itu dengan tertawa merdu.
"Siapa yang akan membunuh engkau? Tidak! Aku cinta padamu, karena engkau tampan
dan ganteng. Apakah engkau tidak mendengar jerit seorang perempuan yang merindukan
kasih sayang laki-laki? Kangmas, dengarlah tangis hatiku ini yang meratap dan merintih
mengharapkan kasih."
"Perempuan tidak tahu malu!" caci Pertiwi Dewi yang mejadi malu dan muak
mendengar kata-kata kakak perempuannya yang membujuk Fajar Legawa itu.
"Apa?" Dyah Raseksi mengangkat muka dan mengamati Pertiwi Dewi dengan
mata yang mendelik. "Siapakah yang tidak tahu malu? Engkau atau aku? Hi hi hik,
engkau tanpa malu mengaku sebagai isterinya. Tetapi, nyatanya bukan. Huh, apakah
perempuan macam engkau itu, seorang perempuan baik? Tingkah lakumu tidak bedanya
dengan sundal busuk."
"Bangsat! Tutup mulutmu yang busuk!" teriak Pertwi Dewi dengan matanya
melotot saking tak kuasa menahan marah. "Kapankah aku bilang dia suamiku?"
"Hi-hi-hik, nyatanya engkau tidak membantah ketika aku menyebut dia
suamimu."
"Siluman liar. Iblis!" caci gadis ini. "Mulutmu kotor, mulutmu busuk dan berbau!"
"Hi-hi-hik, engkau bilang mulutku kotor dan berbau busuk? Lihatlah sundal busuk,
gigiku putih bersh dan mulutku berbau harum. Banyak laki-laki yang lahap sekali untuk
mengecup bibirku ini. Tahu?"
Dyah Raseksi membuka mulutnya yang mungil, bibirnya memerah sedang di
dalamnya tampak dua baris gigi yang teratur rapi, putih dan mengkilap. Ketika itu Fajar
Legawa sempat pula menyaksikan semua itu, sehingga diam-diam tidak dapat
mencelanya. Bibir yang ranum seperti itu, dan gigi yang teratur bagai mutiara, laki-lakihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
manakah yang kuasa menahan gairah? Hanya saja sungguh sayang bahwa perempuan
secantik ini budinya amat kotor. Keadaan lahir dan batinnya bertentangan satu sama lain.
Berhadapan dengan kenyataan ini, teringatlah ia akan nasihat gurunya. Bahwa apa
yang tampak di depan mata belum tentu merupakan pencerminan hati. Yang cantik belum
tentu berbudi luhur, sebaliknya yang buruk belum tentu jahat. Cantik dan tampan, hanya
terbatas pada kulit. Kalamana kulit yang menyebabkan tampan cantik dan tampan itu
rusak, akan lenyap pula yang disebut cantik dan tampan itu. Mengenal hati manusia
tidaklah mudah. Sikap dan tutur kata yang lemah-lembut dan sopan, ada kalanya hanya
sebagai kedok penutup hatinya yang busuk. Dan mereka yang mudah terpikat kepada
yang tampak di depan mata, akan mudah pula terancam oleh bahaya.
Tiba-tiba terdengar teriakan Pertiwi Dewi yang menantang. "Hai perempuan
jalang! Hai sundal busuk, iblis dan siluman! Jika engkau masih mempunyai harga diri,
lepaskan ikatan ini. Dan marilah kita bertempur lagi sampai salah seorang roboh dan
tewas."
Tetapi tantangan itu hanya disambut oleh ketawa Dyah Raseksi yang cekikikan.
Kemudian, "Hi-hi-hik, untuk apakah harus berpayah-payah melepaskan ikatan itu dan
berkelahi. Silahkan engkau menyebut apa saja padaku. Kalau mulutmu kering dan haus,
tidak urung engkau akan berhenti. Hi-hi-hik, dengan terikat dan terpanggang oleh sinar
matahari terik ini, aku ingin melihat apakah engkau sanggup bertahan? Engkau akan
menderita dan kehausan. Akan tetapi kalau perlu, akupun akan menyiksa engkau dengan
caraku sendiri. Agar mati tidak, hiduppun sulit. Hi-hi-hi, apabila engkau sudah megap-
megap seperti ikan kehilangan air, akan segera aku undang beberapa orang lak-laki anak-
buahku. Dan engkau akan direjang oleh mereka, dan itu merupakan tontonan yang
menarik."
"Dyah Raseksi!" Fajar Legawa yang bergidik dan tidak tahan mendengar ancaman
senerti itu, sudah berteriak. "Apakah engkau sudah lupa bahwa dia itu adik-kandungmu
sendiri?"
"Kangmas, dia jahat sekali," sahut Dyah Raseksi dengan halus sambil mengerling
penuh arti, sedang bibirnya tersenyum manis sekali. "Kalau dia lancang mulut seperti itu,
apakah salahnya aku memberi hukuman yang setimpal? Kalau dia sedia tuntuk padaku,
tentu saja aku takkan tega. Akan tetapi sebaliknya kalau dia membandel dan melawan
aku, maka akupun takkan tanggung-tanggung lagi dalam berbuat."
"Tetapi .... tetapi .... bukankah dengan perbuatanmu yangtidak tahu malu, yang
memikat kepala setiap laki-laki yang engkau kehendaki itu, berarti engkau memang
sundal?"
"Apa .... apa katamu?" Dyah Raseksi kaget dan mendelik ke arah Fajar Legawa.
Akan tetapi ketika pandang-mata perempuan ini bertatapan dengan pandang mata Fajar
Legawa yang berpengaruh, mendadak saja kemarahannya lenyap. Sepasang mata yang
semula menyala itu, mendadak berobah redup lagi dan sayu. Jantung perempuan ini
berdegup cepat sekali, dan segera tergoda oleh gairah yang sulit dipertahankan. Bibirnya
tersenyum manis sekali, dan kemudian terdengarlah suara perempuan ini yang halus dan
membujuk. "Kangmas, baiklah engkau menghendaki demikian. Akupun bersedia
memaafkan dia dan aku bersedia pula membebaskan dia, asal saja engkau sedia berjanji.
Bersediakah engkau berjanji?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Janji tentang apa?" Fajar Legawa heran.
"Kangmas," bisik Dyah Raseksi sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Fajar
Legawa. Mulut itu jaraknya amat dekat, hampir menyentuh daun telinga, sedang
hidungnya yang mancung menyentuh pipi. Berdesir hebat jantung pemuda ini, Ketika ia
menghirup bau yang semerbak harum dari rambut perempuan ini. Dan akibatnya pula,
tanpa sesadarnya, tubuh pemuda ini sudah menggigil.
Sikap Dyah Raseksi yang genit dan amat berani itu, beberapa kali sudah
memperoleh bukti, ia akan segera dapat menggugurkan benteng iman dan keteguhan laki-
iaki. Maka sekarang berhadapan dengan Fajar Legawa yang bandel dan keras hati ini, ia
berusaha meruntuhkan dengan bujukan dan rayuannya, di samping pula lewat sikap yang
menimbulkan gairah laki-laki,. Lengan yang berkulit kuning dan halus itu, kemudian
memeluk leher Fajar Legawa. Dan sesudah itu, perempuan ini meneruskan ucapannya,
"Kangmas, aku bersedia membebaskan budak liar itu, asal saja engkau bersedia menerima
cinta kasihku. Dan apabila engkau sudah berada di sampingku, akupun akan segera
tunduk padamu. Dan aku akan menghentikan semua perbuatan yang tidak engkau sukai."
Ucapan Dyah Raseksi ini amat merdu memasuki rongga telinga Fajar Legawa,
sedang getaran dari asamara itu kuasa menyentuh dinding hati pemuda ini. Akan tetapi
sekalipun demikian ia masih memiliki kesadaran penuh dan ia sadar pula bahwa mulut
manis dari perempuan ini amat berbisa.
Mendadak saja timbullah pikirannya yang bagus. Timbullah niatnya untuk menipu
perempuan ini dengan pura-pura menerimanya. Dan agar dengan jalan ini, dirinya
bersama Pertiwi Dewi dapat membebaskan diri dari bahaya, ia terseyum, kemudian
jawabnya halus. "Apakah aku dapat mempercayai janjimu itu, Dyah Raseksi?"
"Hemm, apakah engkau masih kurang percaya akan cinta kasihku? Demi cinta
kasihku padamu kangmas, aku bersedia menuruti apapun yang kau minta."
Fajar Legawa kembali tersenyum, Kemudian. "Kalau demikian, lepaskan dahulu
tali yang mengikat aku ini."
Dyah Raseksi tampak ragu-ragu, mengamati Fajar Legawa penuh rasa curiga.
Tetapi Fajar Legawa tersenyum, kemudian bujuknya. "Engkau tidak perlu khawatir aku
ingkar janji, adik yang manis. Apabila engkau mencintai aku, maka akupun akan
membalas cinta-kasihmu itu sepenuh hati."
"Tetapi.....apakah engkau tidak menipu aku?"
"Kekasihku, mengapa engkau masih kurang percaya? Apakah aku perlu
bersumpah untuk membuktikan cinta kasihku padamu?"
"Kangmas, aihh . . . ." Dyah Raseksi mencium Fajar Legawa penuh nafsu. Benteng
pertahanannya menjadi runtuh oleh kata-kata Fajar Legawa yang halus. "Baiklah.....aku
percaya padamu ....."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Tanpa rewel lagi Dyah Raseksi telah melepaskan tali-tali yang membelenggu kaki
dan tangan Fajar Legawa, Akan tetapi ketika tangan Fajar Legawa bebas dan Dyah
Raseksi lengah, seperti kilat cepatnya tangan pemuda itu telah memukul tengkuk
perempuan itu. Terdengar suara mengeluh dari mulut Dyah Raseksi, kemudian roboh
pingsan di atas tanah.
Setelah Dyah Rassksi roboh terguling, dengan cekatan Fajar Legawa melompat ke
arah Pertiwi Dewi. Lalu menggunakan pedang Pertiwi Dewi yang menggeletak tak jauh
dari gadis itu, semua tali yang membelenggu tangan dan kaki berhasil diputuskan.
"Dewi, mari kita tinggalkan tempat berbahaya ini," bisiknya halus.
Pertiwi Dewi menyambut kebebasannya itu dengan bibir tersenyum manis sekali,
sedang sepasang matanya menyinarkan perasaan bahagia. Ketika pandang-mata mereka
bertemu, mengalirlah rasa aneh dalam dada masing-masing. Namun secepatnya Pertiwi
Dewi menghindar dan kemudian mereka berlarian meninggalkan tempat ini.
Akan tetapi Fajar Legawa lupa bahwa Dyah Raseksi memiliki aji "welut putih".
Perempuan ini memang pingsan ketika dipukul tengkuknya. Akan tetapi pingsannya itu
hanya sebentar saja, kemudian perempuan ini bangkit. Ketika melihat Fajar Legawa dan
Pertiwi Dewi tidak nampak, maka dengan marah yang meluap-luap Dyah Raseksi sudah
bersuit nyaring untuk memberi tanda KEPADA anak buahnya.
Suitan ini mengejutkan semua penghuni gunung Ungaran, dan tidak terkecuali
Jalu Gigis.
Ketika itu Jalu Gigis sedang nongkrong sambil membakar daging kelinci. Ia sedang
menggerogoti paha kelinci, ketika suitan Dyah Raseksi menggetarkan gunung itu. Paha
kelinci itu kemudian dibanting sambil mengumpat. "Huh, siapa lagi yang mengganggu
puteriku?"
Dengan gerakannya yang gesit, dalam waktu singkat Jalu Gigis telah berhadapan
dengan Dyah Raseksi.
"Apa yang terjadi?" teriaknya.
"Ayah ....... mereka curang ....!" seru Dyah Raseksi gugup. "Mereka belum jauh
pergi, dan mari kita kejar!"
"Huh, jika tertangkap lagi, sepatutnya aku cincang dan kuremukan batok
kepalanya."
"Ayah .... jangan!" teriak Dyah Raseksi menjadi khawatir. "Mereka jangan engkau
bunuh . . ...!"
"Apakah engkau sudah berobah gila?" hardik Jalu Gigis. "Mereka bertindak
curang, maka sepatutnya jika mereka aku bunuh mati."
"Tetapi ayah, serahkan saja mereka padaku, sebab aku sudah mempunyai rencana
yang amat bagus."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ha-ha-ha-ha, baiklah! Akan tetapi, dua bocah itu tidak boleh lepas lagi, sehingga
membuat terganggu ketenanganku."
Dyah Raseksi memeluk ayah angkatnya, lalu memberi ciuman ke pipi yang mulai
kempot. Dengan sikap yang manja itu, kemudian ia berkata. "Ayah, engkau tidak perlu
khawatir. Tidak mungkin mereka akan dapat menipu aku lagi."
Mereka kemudian bergerak gesit untuk mengejar Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi.
Dipihak lain, Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi berlarian cepat sekali menuruni pinggang
gunung. Suitan yang nyaring tadi amat mengejutkan dua orang muda ini. justeru mereka
dapat menduga bahwa suitan tadi merupakan pemberitahuan Dyah Raseksi kepada anak
buahnya.
Bagi mereka meman tidak perlu takut dan khawatir menghadapi Dyah Raseksi
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maupun anak-buahnya. Akan tetapi Jalu Gigis merupakan lawan yang amat berbahaya.
"Celaka!" Fajar Legawa mengeluh. "Suitan itu tentu tanda yang diberikan oleh
Dyah Raseksi. Kita dalam, bahaya!"
"Lalu.......apa yang harus kita lakukan?" tanya gadis ini dengan khawatir.
"Sebaiknya kita sembunyi lebih dulu!"
"Kemana? Apakah engkau menemukan goa?"
"Kita tidak membutuhkan goa. Mari, kita mencari tempat yang bisa memberi
perlindungan."
Sambil melarikan diri ini, Fajar Legawa meneliti keadaan. Akan tetapi walaupun
telah lama berlarian, mereka tidak menemukan tempat yang cukup baik. Tiba-tiba timbul
akal Fajar Legawa, untuk menuruni jurang dan menyembunyikan diri di dalam jurang.
Tetapi di luar tahu dua orang muda ini, bahwa jurang di gunung ini justeru
merupakan sarang ular piaraan Dyah Raseksi. Maka ketika mereka menuruni jurang ini,
mereka segera disambut oleh barisan ular yang ribuan banyaknya. Melihat ular-ular yang
melata itu. Pertiwi Dewi ngeri dan memeluk Fajar Legawa sambil berseru tertahan.
"Kakang. . . .aihh ..... .aku ngeri . . . .Gunakan tongkatmu. . .!"
"Jangan khawatir!" sahut pemuda ini sambil mencabut tongkat. Ketika itu barisan
ular yang besar dan kecil ribuan banyaknya telah menyambut dua orang muda itu. Namun
setelah Fajar Legawa memutarkan tongkatnya, tiba-tiba saja ribuan ular yang menyambut
itu buyar dan lari berserabutan. Ribuan ular itu tampak menjadi ketakutan setengah mati
kepada keris pusaka "tilam upih" yang tersimpan dalam tongkat itu. Dan sebagai akibat-
nya, tidak sedikit pula di antara ular tersebut yang terlempar jatuh ke dasar jurang,
terbanting, dan mati.
Dengan perasaan lega dua orang muda ini menuruni jurang. Tetapi mereka
bergerak hati-hati, karena tebing jurang itu cukup licin dan berbahaya. Tidak lama
kemudian berhasillah mereka mencapai dasar jurang dengan selamat. Dan kemudian hatihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dua orang muda ini merasa lega sekali, ketika di dalam jurang mereka menemukan lekuk
yang cukup dalam seperti goa, dan terlindung pula oleh batu besar di atasnya. Dan dengan
bersembunyi di dalam lekuk yang cukup dalam ini, untuk sementara mereka merasa lega
dan aman.
Akan tetapi setelah mereka mendapatkan tempat sembunyi yang aman ini, mereka
dihadapkan kepada kesulitan yang menyusul. Dalam jurang ini tidak tersedia air minum
yang bersih dan makanan apapun. Kerongkongannya yang kering dan haus, di samping
perut terasa melilit-lilit amat lapar.
Sebagai seorang gadis yang polos. Pertiwi Dewi menemui Fajar Legawa dan
bertanya. "Kakang, apakah engkau tidak lapar?"
Fajar Legawa tersenyum mendengar pertanyaan itu jawabnya. "Aku tidak lapar,
hanya dalam perutku terdengar suara-suara yang cukup aneh."
Pertiwi Dewi ketawa lirih, kemudian terdengar gadis berkata. "Benar! Perutmu
tidak lapar, akan tetapi perut itu sudah minta isi."
Meledak ketawa Fajar Legawa mendengar ucapan gadis ini, dan sebaliknya
Pertiwi Dewi ketawa cekikikan.
"Dewi, biarlah perut kita menderita lapar," kata Fajar Legawa dengan nada yang
halus. "Yang penting bagi kita sekarang ini, asal saja kita dapat lolos dari cengkeraman
Dyah Raseksi yang ganas dan kejam."
"Ya.....namun demikian hatiku prihatin dan nelangsa....." Pertiwi Dewi
mengeluh.
Dan mendadak, gadis kecil mungil ini terisak-isak. Hatinya terasa perih sekali
apabila teringat pertemuannya dengan kakak perempuan itu, tidak seperti harapannya.
Ternyata pertemuannya bukan mendatangkan rasa bahagia seperti yang dicitakan, malah
sebaliknya menimbulkan hal-hal yang tidak patut.
Dan Fajar Legawa hanya dapat menghela napas dalam. Hatinya iba sekali
menyaksikan gadis ini menangis sampai puas. Tanpa disadari, iapun kemudian terkenang
kepada nasib sendiri. Kepergiannya sekarang ini dengan tujuan mencari adik
perempuannya yang diculik oleh penjahat.
Untuk merebut kembali Irma Sulastri dari tangan penculik akan tetapi oi-luar
kemauannya sendiri, ternyata dirinya sekarang malah melibatkan diri dalam urusan orang
lain.
Teringat akan nasib Irma Sulastri yang belum diketahui di mana sekarang berada
itu mendadak saja hatinya amat sedih dan nelangsa.
Disaat pemuda ini sedang menyesali sendiri ini, tiba-tita Fajar Legawa kaget.
Sebab tiba-tiba Pertiwi sudah menubruk, memeluk lehernya, dan kemudian gadis ini
menyembunyikan wajahnya yang basah ke dadanya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Pertiwi ....... sudahlah!" hiburnya sambil melepaskan pelukan gadis ini.
"Kakang .... hu-hu-huuu.....nasibku amat buruk ...." ratap Pertiwi Dewi di tengah
isaknya.
"Besarkan hatimu dan percayalah engkau akan keadilan Allah Maha Pengasih....."
"Kakang.....engkau benar. Akan tetapi hu-hu-huuu.....aku merasa amat gelisah....."
"Tidak perlu engkau gelisah. Aku sedia mengorbankan nyawaku sendiri untuk
melindungi keselamatanmu."
"Kau.....kau.....benarkah itu?" Pertiwi Dewi menubruk kepada Fajar Legawa
dan menyembunyikan wajahnya yang basah ke dada pemuda itu.
Pada saat itu sesungguhnya Jalu Gigis dan Dyah Raseksi yang mengejar, lewat
pula di atas jurang ini. Akan tetapi karena ayah dan anak ini tidak pernah menduga
buruannya bersembunyi di dalam jurang, maka ayah aan anak tidak meneliti dan
meneruskan pengejaran.
Memang ada alasannya ayah dan anak ini tidak meneliti dalam jurang. Mereka
tidak percaya orang buruannya itu bersembunyi di dalam jurang, justeru jurang ini penuh
ular piaraan, sebagai penjaga keamanan sarang. Apabila orang berani masuk ke dalam
jurang, sama halnya orang itu menyongsong bahaya.
Jalu Gigis dan Dyah Raseksi terus berlarian menuju ke bawah. Tiba-tiba mata Jalu
Gigis yang awas itu, menangkap gerak dan bayangan orang yang berkelebat di bagian
bawah.
"Anakku, di sana ada dua orang berkelebat," kata Jalu Gigis. "Mudah-mudahan
mereka itulah yang sedang kita cari."
Dyah Raseksi yang tidak menangkap gerakan jauh di bawah itu membelalakkan
mata. Kemudian. "Benarkah itu?"
"Aku belum dapat memastikan. Namun yang jelas, di sana tampak dua orang."
Mereka kembali berlarian meneruskan pengejaran. Beberapa saat kemudian
mereka melihat dua orang laki-laki sedang duduk nongkrong di atas batu. Mereka menjadi
kecewa, justeru mereka itu dua orang kakek. Yang seorang tinggi kurus, dan yang seorang
pendek gendut, kepala gundul tidak mengenakan baju.
Dua orang kakek inilah Gadung Melati dan Wukirsari. Dua orang tua ini amat
terkejut dan gelisah ketika pada pagi hari, Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi tidak nampak.
Pada mulanya mereka masih menghibur diri, dan menduga bahwa dua orang muda itu
pergi berjalan-jalan menghirup udara pagi. Namun ketika Gadung Melati menemukan
secarik kertas berisi tulisan, kakek ini berjingkrak kaget.
Surat itu singkat saja. Bunyinya.
? Bapa, maafkan kami. Penjahat gunung Ungar?n melakukan perbuatan sewenang we-
nang, maka ke sanalah tujuan kami malam ini. ?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa.
Memang Fajar Legawa yang meninggalkan secarik surat ini, pada saat akan
berangkat. Adapun sebabnya pemuda itu perlu memberitahukan dengan secarik surat,
karena ia menduga, dua orang kakek ini akan merasa kehilangan apabila malam berganti
siang mereka belum kembali.
Surat tersebut di samping sengaja unmk memberi petunjuk, Fajar Legawapun
bermaksud agar dua orang kakek itu dapat memberi pertolongan dikala dirinya maupun
Pertiwi Dewi dalam bahaya.
Dan ternyata perhitungan dan dugaan Fajar Legawa ini tepat. Di gunung Ungaran
mereka ini menghadapi kesulitan. Sayang juga bahwa Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi
tidak langsung melarikan diri ke bawah.
Maka apabila mereka tidak bersembunyi di dalam jurang, tentu mereka akan
bertemu dengan dua orang kakek ini.
Wukirsan dan Gadung Melati sedang duduk mengaso, ketika Jalu Gigis dan Dyah
Raseksi muncul. Diam-diam mereka kaget juga melihat munculnya Jalu Gigis dan Dyah
Raseksi. Akan tetapi sesuai dengan watak Gadung Melati yang angin-anginan, ketika
melihat munculnya dua orang itu, ia sudah ketawa terkekeh seperti orang geli.
"Heh-heh-heh, sungguh lucu.....sungguh lucu.....!"
"Apa yang lucu?" bentak Dyah Raseksi sambil mendelik.
"Heh heh heh, apa saja yang dapat membuat aku ketawa, itulah lucu."
"Hi-hi-hik." Dyah Raseksi yang segera dapat menduga bahwa dirinya diolok-olok
orang, sudah tertawa cekikikan dan siap membalas. "Hi-hi-hik, engkau ini manusia atau
kambing?"
Gadung Melati mendelik. "Adakah kambing bisa bicara?" Ia tadi mentertawakan
dua orang itu, karena menduga bahwa Jalu Gigis itu suami Dyah Raseksi. Maka dengan
denikian, pasangan itu adalahlucu dan tidak pantas. Akan tetapi setelah dirinya dibalas
dan disebut sebagai kambing, kakek ini menjadi tersinggung.
Jalu Gigis yang tidak suka berkelakar menjadi tidak senang, matanya mendelik,
kemudian ia membentak lantang. "Hai bedebah busuk. Mengapa kamu disini?"
Wukirsari dan Gadung Melati tidak menjawab. Justeru tidak dijawab ini, Jalu
Gigis tersinggung dan membentak lebih keras. "Hai, apakah kamu tuli?"
Tiba-tiba Gadung Melati terkekeh lagi. "Heh-heh-heh, apakah engkau sudah gila?"
"Bangsat gendut!" damprat Dyah Raseksi "Hati-hatilah engkau membuka mulut."
"Heh-heh-heh, aku berkata apakah sudah gila?" kata kakek gundul ini tanpa
memperhatikan keadaan orang. "Heh-heh-heh, engkau yang sudah memulai denganhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
sebutan "bedebah" kepada kami, Apakah matamu sudah buta, justeru kami manusia pula
seperti kamu berdua?"
Wukirsari menjadi geli mendengar kata-kata Gadung Melati itu. Ia kemudian
ketawa terkekeh-kekeh. "Heh-heh-heh . . . . heh-heh-heh."
Dan suara ketawa terkekeh itu terdengar tajam dan nyaring sekali, memantul dari tebing
ke tebing dan terdengar dari tempat yang amat jauh. Akibatnya di tempat itu segera
terdengar suara ketawa terkekeh dari beberapa tempat, seakan beberapa orang sedang
ketawa bersama terkekeh-kekeh.
Mendengar ini terkejutlah Jalu Gigis dan Dyah Raseksi, dari suara ketawanya yang
tajam, nyaring dan memantul-mantul sseperti itu jelas bahwa kakek kurus ini bukan
sembarang orang. Sulit diukur sampai di mana ketinggian ilmu dan tenaga dalamnya.
Akan tetapi sebaliknya Jalu Gigispun bukan sembarang orang. Iapun seorang sakti
mandraguna yang ditakuti lawan. Mendengar suara ketawa yang bertenaga itu ia tidak
menjadi gentar. Dan ia kemudian bersuit nyaring dan tajam sekali, sehingga suitan ini pun
membahana ke seluruh penjuru hutan, memantul dari tebing ke tebing, dan terpecah-
pecah seperti belasan orang bersuit bersamaan.
Belum juga suara suitan itu lenyap, menyusul kemudian suara yang berdesis-desis
dari seluruh penjuru hutan. Suara berdesis itu makin lama semakin terdengar jelas dan tak
lama kemudian muncullah bermacam bentuk ular berbisa yang bergerak cepat sekali, dan
dalam waktu singkat telah mengurung Gadung Melati dan Wukirsari. Di antara ular
tersebut, terdapat pula yang sebesar paha manusia dewasa, tubuhnya panjang sekali dan
mulutnya yang terbuka itu kiranya sanggup untuk menelan seekor kambing.
"Hi-hi-hik!. Dyah Raseksi ketawa cekikikan, disusul suaranya yang mengejek.
"Ular piaraan gunung Ungaran menghormat dan menyambut kedatangan kalian di
tempat kami ini!"
"Uah .... uah..... hiii ....... hiii aku takut .... hi-hi-hii aku takut....." teriak Gadung
Melati yang tampak seperti ketakutan dan kemudian ia bergerak berkitaran dengan si-
kapnya yang amat lucu. Gerak kakek berjenggot kambing ini mirip dengan angsa, sedang
pantatnya yang besar itu bergerak-gerak seperti seorang penari pantat yang mahir.
Gerakan Gadung Melati ini memang lucu, seakan orang yang sedang kacau dan
ketakutan. Akan tetapi yang benar ia sedang menggunakan ilmu-pengabaran untuk
menghalau ular-ular yang berdatangan itu, dengan menggunakan ilmu "Tolak-bala".
Ketika Gadung Melati sudah selesai berkitaran tujuh kali, maka tba-tiba saja semua
ular yang jumlahnya ratusan itu, mendadak lari berserabutan kacau dan ketakutan.
"Heh heh-heh! Dia mengira sudah hebat dengan ilmunya penutut sato itu kakang,"
kata Gadung Melati kemudian dengan sikapnya yang amat mengejek.
"Betul heh-heh-heh-heh, akan tetapi ular-ular itu hanya membikin takut anak kecil
saja," sahut Wukirsari.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Akan tetapi sebaliknya Dyah Raseksi menjadi marah sekali, menyaksikan barisan
ularnya tiada guna sama sekali. Dengan gerak yang amat cepat sekali, ratu gunung
Ungaran ini sudah melompat dan menyerang Gadung Melati. Serangan yang sekaligus
berbahaya, dan serangan pedangnya itu mengarah tempat-tempat mematikan.
Dalam waktu yang singkat, perkelahian ini berlangsung sengit sekali. Pedang Dyah
Raseksi menyambar-nyambar tidak pernah putus, seperti gelombang laut yang sedang
pasang. Untung sekali bahwa orang yang menghadapi Dyah Raseksi ini Gadung Melati,
maka walaupun bertangan kosong, Gadung Melati tidak mendapat kesulitan, namun
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian kakek ini tampak kaget, ketika setiap pukulan balasan yang ia lancarkan, seperti
tertumbuk oleh tenaga yang lunak dan licin. Hingga sadarlah kakek ini, bahwa perempuan
muda yang berhadapan dengan dirinya ini, memiliki aji kesaktian yang ampuh.
Wukirsari juga sudah terlibat dalam perkelahian yang sengit melawan Jalu Gigis.
Dan Wukirsari inipun terkejut ketika pukulan-pukulannya yang dilancarkan selalu
gagal. Tokoh tua ini melawan sambil mengerutkan kening. Sebab diam-diam iapun
merasa heran mengapa pukulannya selalu meleset tertumbuk oleh tenaga yang lunak dan
licin. Akan tetapi sebaliknya pula Jalu Gigis heran dan penasaran. Sebab pukulan-
pukulannyapun selalu tidak berhasil. Setiap ia melancarkan pukulan-pukulannya, selalu
mengenai tempat kosong, dan apabila berbenturan tangan, ia merasakan kekuatan tenaga
yang dahsyat membentur tenaganya. Akibatnya pula Jalu Gigis makin mempercepat
gerak dan menekan dengan serangannya sehingga perkelahian antara dua orang tua
inipun menjadi sengit.
Demikianlah, empat orang itu berkelahi sengit. Sekali dalam dua kelompok,
seorang lawan seorang. Dan tanpa terasa, matahari makin naik tinggi di angkasa, dan
udarapun tambah menjadi terik. Padahal baik Jalu Gigis maupun Dyah Raseksi yang
sama-sama memiliki aji kesaktian "Welut Putih" itu, mempunyai kelemahan. Aji
kejaktian tersebut tidak tahan akan terik matahari. Sebaliknya, akan menjadi tambah
kekuatan dan kesaktiannya, apabila berkelahi di dalam air. Sayang sekali bahwa di
gunung ini tidak terdapat telaga penampungan air. Hingga tak mungkin dapat memaucing
lawan untuk berkelahi di dalam air. Maka oleh sinar matahari yang terik ini, tenaga Jalu
Gigis dan Dyah Raseksi menjadi cepat payah dan letih. Dan apa bila perkelahian ini harus
diteruskan, baik Jalu Gigis meupun Dyah Raseksi sendiri khawatir, pihaknya akan kalah.
Padahal mereka tadi mengejar orang buruan yang mengacau gunung ini. Dengan
terlibatnya mereka dalam perkelahian ini, berarti orang buruan tadi sempat meloloskan
diri. Dan apabila sampai terjadi demikian, akan berarti mengurangi keangkeran gunung
Ungaran, berpikir demikian tiada keuntungan lagi untuk meneruskan perkelahian ini.
Maka kemudian Jalu Gigis memberi isyarat kepada Dyah Raseksi dengan suitan untuk
mengakhiri perkelahian ini.
Tiba-tiba sinar putih berkelebat dan menyambar dari tangan ayah dan anak itu.
Gadung Melati dan Wukirsari kaget. Mereka cepat melompat ke samping sambil
memukulkan tangan ke depan untuk menghalau senjata rahasia ayah dan anak itu. Akan
tetapi justeru kesempatan di saat Gadung Melati dan Wukirsari menghindar ini,
dipergunakan sebaik-baiknya oleh Jalu Gigis dan Dyah Raseksi melarikan diri,
mengakhiri perkelahian.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Wukirsari dan Gadung Melati tidak mengejar. Mereka memang tidak bermaksud
untuk berkelahi tanpa persoalan jelas. Bagi mereka, tidak ingin memperbanyak musuh,
dan mereka hanya akan turun tangan kepada orang-orang jahat yang tidak bertanggung-
jawab. Sama sekali tidak disadari oleh Wukirsari dan Gadung Melati, bahwa dua orang
itulah penguasa gunung ini. Merupakan orang-orang yang amat mereka perlukan dalam
usaha mereka mencari Pertiwi Dewi dan Fajar Legawa. Dan sebagai akibat kelengahan
dua orang tua ini, maka kemudian terjadilah peristiwa-peristiwa yang sama sekali di luar
harapan Wukirsari dan Gadung Melati.
Yang jelas baik Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi belum berhasil keluar dari
sarang perempuan liar Dyah Raseksi. Setiap saat keselamatan dua orang muda itu
terancam. Dan tiap saat, dua orang muda itu dikejar oleh setan maut.
"Apakah kakang merasakan sesuatu keanehan seperti yang aku rasakan?" tanya
Gadung Melati.
"Maksudmu, pukulan-pukulan yang selalu terbentur oleh tenaga lunak dan licin
tadi?" kata Wukirsari sambil mengamati adik seperguruannya, mencari ketegasan.
"Benar!"
"Hemm, aku sudah berusaha mengenal aji kesaktian mereka. Tetapi. . . .Ah
iblis.......!" tiba-tiba Wukirsari berseru tertahan sambil memukul pahanya sendiri, tampak
sekali ia menyesal.
Dan Gadung Melati yang tidak tahu maksudnya, mengamati kakak seperguruannya
dengan heran. Tanyanya."Apakah maksudmu?"
"Hemm, aku goblok dan pikun!" kata Wukirsari yang geram, penasaran dan
bercampur dengan penyesalan. "Adi, bukankah mereka tadi menggunakan aji "Welut-
putih"? Itulah sebabnya mereka kemudian mengakhiri perkelahian."
"Uah .... betul engkau, kakang. Betul sekali apabila mereka tadi menggunakan aji
itu. Uuh, mengapa otakku menjadi semprul seperti itu? Uah, kita melepaskan kesempatan
yang amat baik."
"Kesempatan apakah?"
"Bukankah mereka tadi itulah raja gunung ini? Tentu mereka tadilah yang disebut
orang dengan nama Jalu Gigis dan Dyah Raseksi itu,
"Ahh, celaka. Engkau benar. Merekalah raja gunung Ungaran ini. Tetapi ahh,
memang sesungguhnya aji "Welut-putih" itu sulit untuk kita lawan."
"Sulit dilawan? Huh, kakang sudah lupa lagi karena tambah tua?
"Apakah maksudmu?"
"Bukankah kesaktian aji "Welut putih" itu dapat dipunahkan dengan ilmu
kesaktian yang kita miliki?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Maksudmu dengan "bramastra"?
"Ya! Dengan ilmu itu mereka tidak akan dapat berkutik lagi."
"Hemm, benar. . . ." Wukirsari manggut-manggut "Tetapi. .....lupakah engkau
akan larangan guru?"
"Kakang, bukankah mendiang guru kita tidak melarang menggunakan ilmu
tersebut, apabila keadaan benar-benar memaksa?"
"Hemm, baiklah aku terima alasanmu kali ini, demi keselamatan muridmu dan
keselamatan Fajar Legawa. Akan tetapi adi, untuk seterusnya lebih baik ilmu itu tidak kita
gunakan. Aku takut kepada pesan guru."
Kemudian mereka berdiam diri, kepala mereka menunduk karena mereka
terkenang kepada peristiwa yang hebat, terjadi kira-kira dua puluh lima tahun yang lalu.
Pada waktu itu, Wukirsari, Gadung Melati dan Sabikun (yang kemudian menyamar
dengan nama Kyai Kusen adalah tiga orang saudara seperguruan, terlibat dalam suatu
perkelahian yang hebat sekali dalam sarang bajak laut Ujung Karawelang, sebelah utara
Kendal.
Dalam keadaan mereka dikeroyok oleh ratusan orang lawan. Dan dalam keadaan
terdesak pula, maka kemudian mereka terpaksa pula menggunakan Aji "Bramastra" itu.
Sebagai akibat dipergunakan aji kesaktian tersebut, maka kemudian seluruh penghuni
Ujung Karawelang terbunuh mati dalam keadaan menyedihkan. Karena tubuh orarg-
orang yang terbunhu oleh aji tersebut, tubuhnya menjadi hangus seperti terbakar. Sebab
setiap pukulan mereka menerbitkan hawa panas sekali bagai api, dan malah pula dengan
pukulan tangan bisa membakar benda yang kering.
Tiga orang saudara-sererguruan itu dengan bangga hati, kemudian pulang ke
tempat tinggal guru mereka dan melapor. Bahwa dengan aji "Bramastra", mereka telah
berhasil menghancurkan sarang bajak-laut yang amat terkena1, dn banyak menimbulkan
kerugian bagi mereka yang bergerak di laut. Sama sekali tidak pernah mereka harapkan,
bahwa apa yang sudah mereka lakukan, kemudian hari menimbulkan malapetaka yang
amat hebat.
Terjadinya peristiwa itu adalah disaat Kyai Maksum bersama Wukirsari, Gadung
Melati dan Sabikun menuju Gresik. Di mana mereka memenuhi janji sahabat-sahabat
yang telah bersepakat untuk menyerbu benteng Kumpeni di sana. Akan tetapi ternyata
kemudian, ketika mereka tiba di Gresik, mereka tidak bertemu dengan seorangpun
sahabat itu, hingga timbul keheranan dalam hati guru dan murid ini. Apakah yang
menyebabkan?
Mereka menunggu sehari semalam di Gresik. Tetapi ternyata yang mereka tunggu
tidak kunjung datang, dan tiada pula berita pemberitahuan. Kyai Maksum menjadi gelisah
di samping heran. Apakah sebabnya para sahabat itu ingkar janji dan tidak pula memberi
kabar? Semestinya kalau hal itu tidak jadi dilaksanakan, orang harus memberi kabar.
Maka kemudian Kyai Maksum mengajak tiga orang muridnya itu pergi ke Arjuna,
untuk menemui Kebo Saruti. Akan tetapi ketika mereka tiba di gunung ini, merekahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
menerima kabar yang amat mengejutkan. Bahwa tiga hari yang lalu, Kebo Saruti bersama
dua orang muridnya telah tertangkap dan ditawan, kemudian ditahan di Gresik, oleh
disahabatnya sendiri yang berkhianat.
Kyai Maksum bertambah kagetnya ketika mendengar, bahwa sahabat yang
berkhianat dan berbalik menjadi alat Kumpeni Belanda itu, malah seorang sakti yang
selama ini dihormati dan disegani oleh Kyai Maksum, ialah Gajah Prahara. Dengan
terjadinya peristiwa ini Kyai Maksum kecewa dan penasaran. Kemudian ia bersama mu-
ridnya pergi ke Pasuruan untuk menemui Siung Laut. Namun betapa marah dan betapa
penasaran tokoh ini, ketika tiba di Pasuruan, ia mendengar kabar buruk yang menimpa
tokoh Pasuruan itu. Ternyata Siung Lautpun sekarang telah ditangkap dan ditawan di
Gresik, oleh kecurangan Gajah Prahara.
Dengan perasaan yang amat masygul, Kyai Maksum bersama muridnya
meninggalkan Pasuruan untuk pulang ke Banjarnegara. Walaupun hati amat penasaran
oleh pengkhianatan Gajah Prahara, namun ia tidak berani gegabah menyerbu ke Gresik
bersama tiga orang muridnya. Sebab ia maklum, dengan tenaganya sendiri yang terbatas
dan dibantu oleh tiga muridnya, tidak mungkin sanggup menolong Siung Laut dan Kebo
Saruti.
Akan tetapi apa yang disaksikan dan apa yanq terjadi ketika mereka pulang ke
Banjarnegara? Ternyata desa yang semula hijau dan damai itu, hanya ditinggakan dalam
waktu sepuluh hari saja, sudah berobah amat menyedihkan. Desa itu sudah hangus dan
semua rumah telah menjadi abu. Sedang di samping itu, mayat-mayat laki-laki dan
perempuan berserakan di sana sini dalam keadaan menyedihkan dan sudah membusuk.
Dan ketika Kyai Maksum tiba di rumahnya, tubuh tua ini menggigil dan wajahnya pucat
pasi bagai kertas. Ia terpaku lama sekali di halaman rumah, mengamati rumahnya yang
tinggal menjadi puing. Hanya bagian rumah samping saja, karena letaknya terpisah
dengan rumah besar, masih utuh tidak terbakar. Tiba-tiba ia teringat kepada keluarganya,
dan seperti dipagut ular ia menerobos masuk ke dalam rumah samping yang tidak terbakar
itu. Apa yang kemudian sempat dilihat orang tua ini? Ternyata baik isteri maupun dua
orang anak perempuannya ditemukan sudah menjadi mayat. Ibu dan anak itu telah tewas
dalam keadaan menyedihkan, tidak mengenakan busana apapun. Dan melihat semua ini,
hampir saja ia pingsan. Sebab mudah diduga apa yang sudah dialami oleh isteri dan dua
orang anak perempuannya yang tercinta itu.
Tergoncang hebat sekali perasaan Kyai Maksum menghadapi peristiwa
menyedihkan ini. Ia terhuyung-huyung, kemudian roboh terduduk. Tiga orang muridnya
menjadi sibuk dan khawatir sekali, maka mereka segera menghibur. Tetapi manakah
mungkin hiburan tiga orang muridnya ini mempan, apabila peristiwa yang menimpa ke-
luarganya itu sedemikian hebat? Maka akibatnya Kyai Maksum jatuh sakit dan tambah
hari berat, karena selama itu tidak mau minum dan tidak mau makan. Agaknya
malapetaka yang menimpa keluarga maupun penduduk di desanya itu merupakan
pukulan yang sangat hebat.
Kemudian semalam sebelum orang tua ini menghembuskan napasnya yang
terakhir, ia memberi pesan kepada tiga orang muridnya dengan kata-kata yang tidak
lancar. "Anakku, kiranya Tuhan telah menakdirkan aku harus menderita hebat sekali
menghadapi kepergianku menghadap Dia. Anakku . . . ahh, sama sekali tidak pernah akuhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
duga . . . bahwa ada orang . . . yang sengaja memalsu nama .... dua orang sahabatku ....
Purwowaseso dan Menak Singgih. Dengan . . . . meminjam nama dua orang sahabatku
itu .......orang tidak bertanggung-jawab telan memancing kita semua ini meninggalkan ....
Banjarnegara untuk melaksanakan niat jahatnya .... Anakku, tidak perlu aku sebut siapa
dia . . . tetapi kamu tentu tahu siapakah orang yang aku maksud. Jelas . . . bahwa peristiwa
ini . . . merupakan buntut peristiwa Ujung Karawelang. Kiranya . . . . sahabat-sahabat
penjahat itu . .. menjadi marah dan penasaran. Mereka . . . berusaha memancing harimau
keluar kandang . . . . dengan memalsu nama Purwowaseso dan Menak Singgih....."
Kyai Maksum berhenti, baru beberapa saat kemudian setelah napasnya kembali
longgar, ia meneruskan. "Anakku. .. janganhh kamu menjadi kecil hati . .. dengan
terjadinya malapetaka ini. . . Sebab apa yang sudah kamu lakukan di Ujung Karawelang
merupakan kewajiban ksatria! Kalau toh . ..semua itu harus ditebus dengan
mahal.....sudah sesuai dengan garis Tuhan....."
Napas Kyai Maksum sesak dan dada kakek itu bergerak-gerak. Tangannya
bergerak memberi isyarat minta minum. Dan Gadung Melati cepat-cepat mengambil air
minum yang dibutuhkan gurunya. Kyai Maksum terbatuk-batuk, dan sesudah napasnya
kembali agak louggar, orang tua ini berkata lagi.
"Anakku .... ada tiga macam soal.... yang ingin aku pesankan kepadamu! Aku .. .
aku minta agar pesanku ini.. . kamu camkan benar-benar. Yang pertama, lenyapkan
keinginanmu membalas dendam atas malapetaka ini.. . sekalipun benar malapetaka ini.. .
menghancurkan harapanku . . . Sebab apabila...... orang berusaha balas membalas dunia
ini akan menjadi kacau.. . dan tambah kotor .. . Apabila .. .orang sudah balas-membalas
... akan terjadi permusuhan berlarut-larut.....yang mengacaukan ketentraman dunia ini.....
Oleh sebab itu.....lenyapkan nafsumu membalas dendam .... dan anggaplah seperti tidak
terjadi apa-apa....."
Kyai Maksum berhenti dan menghela napas berat. Sesaat kemudian ia
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melanjutkan dengan kata-katanya yang tetap tidak lancar. "Yang kedua .... anakku . . .
.aku melarang kamu menggunakan aji "Bramastra" ... . .apabila tidak benar-benar
keadaan memaksa .... Karena aku menyadari, bahwa akibat dari ilmu itulah. . . .dapat
mendorong kepadamu melakukan perbuatan sewenang-wenang. . . .Membuat kamu. . .
.lupa diri .... Dan yang ketiga .... hindarkanlah pembunuhan. . . .! Karena dengan alasan
apapun . . . .membunuh sesama manusia. . . .tidaklah baik. Hidup .... dan matinya
manusia ini melulu ditangan Tuhan . . . . Maka tiap persoalan selesaikanlah .... dengan
hikmat, dan barulah apabila terpaksa. . . .dan karena mengancam keselamatanmu sendiri.
. . .dapat dibenarkan engkau membela diri. Ya .... mudah-mudahan kamu dapat
memenuhi harapanku ini. . ..dan semoga Tunan Maha Pengasih selalu melindungi. . .
.dan membimbingmu. . . ."
Ya, sama sekali tidak mereka duga bahwa semua itu merupakan pesan terakhir.
Sebab pada keesokan harinya Kyai Maksum meninggal dunia.
Terkenang oleh peristiwa yang menyedihkan itu....tiba-tiba terdengarlah suara
Gadung Melati yang terisak. Wukirsari terkejut, ia memalingkan, mukanya sambil
bertanya. "Adi . . . . mengapa engkau.... .?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Hu-hu-huu, . . .aku selalu menangis dan meneteskan air-mata, apabila terkenang
kepada guru dan keluarganya. Hu-hu-huu .... amat menyedihkan. . . ."
"Sudahlah. . . .peristiwa yang lalu tak usah dikenang. Marilah kita sekarang
melanjutkan penyelidikan."
Mereka kemudian meninggalkan tempat itu untuk melakukan penyelidikan. Akan
tetapi sungguh celaka, mereka tertumbuk kesulitan. Sebab gunung ini penuh jalan
bercabang yang menyesatkan, sehingga membuat mereka beberapa kali berputar-putar
pada suatu daerah yang sama.
Walaupun dua orang ini merupakan dua orang kakek yang luas pengalaman, tidak
urung mereka menjadi bingung. Ketika menyusuri jalan yang lebar dan bersih di pinggang
gunung Ungaran, ternyata jalan ini merupakan jalan yang menyesatkan. Mereka selalu
kembali di tempat semula. Dan ketika mereka menyusuri jalan lurus yang tampaknya
menuju puncak gunung, ternyata kemudian mereka tertumbuk kepada jalan buntu.
Karena berkali-kali mereka tersesat itu, maka kemudian dua orang ini berhenti dan
memutar otak, dalam usaha mereka untuk memecahkan rahasia gunung ini.
oooooo
FAJAR LEGAWA dan Pertiwi Dewi yang bersembunyi di dalam jurang itu,
dalam keadaan yang prihatin. Mereka terpaksa harus menahan perut yang melilit-lilit
minta isi, di samping kerongkongan terasa kering tanpa minum. Sebagai akibat lapar dan
haus ini, semangat mereka seperti lenyap.
Dalam keadaan seperti ini, Pertiwi Dewi menyandarkan pungung ke dinding lekuk
jurang. Dan oleh rasa lapar dan letih, kemudian gadis ini tertidur. Namun justeru tidur
ini, sesunguhnya malah mengurangi deritanya. Ia menjadi terlupa perut lapar dan
kerongkongan yang kering.
Fajar Legawa mengamati gadis kecil mungil itu dengan pandang mata kagum dan
terpesona. Karena baru sekarang ini sajalah ia dapat menikmati wajah yang lembut itu
tanpa rasa khawatir sedikitpun.
Dan entah mengapa sebabnya, mendadak saja timbullah rasa bahagia, bersama
Pertiwi Dewi tersesat di dalam jurang ini. Karena sekarang pemuda ini menjadi jelas,
bahwa gadis kecil mungil ini mencintai dirinya seperti yang dirasakan Fajar Legawa
sendiri sejak pertemuannya yang pertama.
"Namun di samping itu, ia merasa heran kepada hatinya sendiri. Msngipi terhadap
dara kecil mungil dan lincah ini, ia cepat menjadi tertarik dan menjadi sayang? Akan tetapi
kemudian ia cepat-cepat berusaha mengusir perasaannya ini, dengan mengalihkan
pandang matanya kelain jurusan. Akan tetapi sungguh sayang, pandang matanya itu
hanya tertumbuk kepada dinding jurang lain yang kasar tanpa sesuatu yang menarik dan
indah. Sehingga kemudian timbullah keinginan hatinya untuk kembali menikmati wajah
lembut dan ayu yang dimiliki oleh Pertiwi Dewi. Namun demikian ia menekan hati dan
malah kemudian ia menyandarkan punggung ke dinding jurang. Dua belah kaki
diluruskan, mata mulai dipejamkan. Dan tidak lama kemudian, pemuda inipun tertidur
pulas dan lupa segalanya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Tadi malam mereka tidak tidur, dan kemudian nereka harus menghadapi
perkelahian cukup berat. Maka disaat mereka mendapatkan kesempatan ini, mereka dapat
tidur dengan pulas dan nikmat sekali. Mereka lupa kepada apa saja, lupa kepada hal-hal
yang baru saja terjadi maupun yang akan dihadapi.
Ya, katakanlah bahwa nikmat dan kebahagiaan hidup manusia ini, terletak kepada
jabatan dan pangkat tinggi atau harta yang bertumpuk. Tidak! Bukan pada jabatan daa
pangkat tinggi maupun harta yang bertumpuk. Akan tetapi nikmat dan kebahagiaan
manusia hidup kalamana orang itu sedang tidur. Sebab tidur ibarat mati karena sudah
tidak dapat mendengar dan melihat apa-apa lagi. Terlebih lagi apabila orang sedang dibuai
mimpi indah, seakan orang merasakan keadaan sebenarnya.
Manusia yang tidur akan lupa segalanya. Baik si jembel, baik si kaya maupun yang
berkedudukan tinggi. Ya, semua adalah sama! Tidak perduli apakah tidur di kolong
jembatan apakah tidur di pematang sawah, apakah tidur di dalam kamar berbau semerbak
harum. Segalanya akan sama sesudah manusia tidur, dan tidak dibawa disaat tidur.
Katakanlah bahwa manusia "tidak dihidupi" oleh Allah Yan Maha Kuasa.
Katakanlah bahwa Allah tidak menguasai akan segalanya. Kalau itu benar, lalu siapakah
yang memberi hidup disaat tidur, kalau bukan Tuhan Seru Sekalian Alam?
Maka amat tepat dan benarlah kata-kata para cendikia, bahwa merenungi
kalamana sedang tidur, merupakan pelajaran yang berharga dan amat tinggi nilainya.
Baru dalam keadaan tidur saja manusia ini sudah tidak dapat membawa serta harta benda
dan kemewahan hidupnya. Apa pula sesudah orang-orang dipanggil Allah. Apakah yang
dapat dibawa serta? Tidak. Tidak ada! Semuanya tidak ada yang ikut. Meski isteri muda
yang cantik jelita dan disayang sekalipun, tidak mungkin dapat dibawa serta. Kecuali satu
yang bisa dibawa mati, ialah amal!
Maka merupakan pelajaran yang amat berharga bagi manusia yang mau
menyadari hidup ini, dan menyadari bahwa manusia sekadar wayang. Dan dengan
demikian semua ketentuan hanya di tangan Tuhan Yang Maha Agung. Kalau demikian
halnya, mengapa hidup ini kita kotori dengan perbuatan yang kurang baik? Memfitnah,
tamak, serakah, mencari kesalahan orang lain dan banyak lagi? Alangkah mulianya
apabila hidup ini dikembangi dengan peri perbuatan mulia, jujur, bijaksana dan memhawa
kesejahteraan manusia, bangsa dan negara.
Demikianlah baik Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi sekarang ini ibarat mati.
Mereka sekarang berlomba mendengkur, serta lupa segalanya. Lupa bahwa setiap saat
mereka diincar oleh bahaya yang mengancam keselamatan mereka.
Udara pegunungan makin berobah dingin terbawa hembusan angin pegunungan
yang terus bertiup, sesudah sinar matahari makin lemah di bagian barat. Dan udara yang
sejak itu kemudian memberi rasa kesegaran yang sulit dilukiskan. Namun demikian
sepasang merpati ini masih terus terlena dan dibuai inimpi indah. Masih lupa segalanya
dan seakan tidak berada didalam sarang iblis perempuan Dyah Raseksi.
Akan tetapi secara tiba-tiba Pertiwi Dewi meloncat bangun. Wajah gadis ini
nampak tegang, matanya liar mencari-cari, kemudian gadis ini meraba mukanya sendiri.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Namun kemudian gadis ini tampak lega setelah pada wajahnya tidak terjadi perobahan.
Sesaat kemudian gadis ini tersenyum sendiri, ketika pandang matanya tertumbuk kepada
Fajar Legawa yang masih tidur pulas tak jauh terpisah dengan dirinya.
Sekarangmengertilah ia bahwa peristiwa yang amat mengerikan itu, hanya terjadi
dalam mimpi. Di dalam tidurnya tadi ia bermimpi bahwa terjadilah perkelahian kembali
yang amat hebat dengan iblis betina Dyah Raseksi. Dan di dalam perkelahian ini
kemudian, ia mengalami kekalahan lagi, sehingga dirinya tertawan oleh kakak pe-
rempuannya sendiri. Ia kemudian diseret olei Dyah Raseksi, lalu disekap dalam sebuah
kamar.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari ikatan tambang yang
membelenggu dirinya. Akan tetapi ternyata bahwa usahanya sia-sia belaka dan malah
menyebabkan kulit tubuhnya lecet-lecet dan amat sakit.
Dalam mimpinya itu kemudian ia bertemu dengan kakak perempuannya yang
menyeringai bagai iblis. Dan kakak kandungnya ini kemudian mencaci-maki dirinya
dengan kata-kata amat kotor dan menjijikkan orang-orang sopan.
Serasa hancur perasaan dan hati Pertiwi Dewi berhadapan dengan Dyah Raseksi
ini. Mimpipun tidak bahwa apa yang selalu ia harapkan itu akhirnya kandas. Saudara
yang dirindukan sejak sepuluh tahun dan selalu dicarinya itu, ternyata sekarang sudah
berobah benar-benar. Dia sudah menjadi seorang perempuan liar dan tidak berpribudi
lagi, dan lebih jalang dari perempuan jalang. Akan tetapi di samping kehancuran hatinya
itu, juga meledaklah kemarahannya, dan iapun kemudian membalas mencaci maki kalang
kabut.
"Bunuh saja aku! Habis perkara!" tantang Pertiwi Dewi.
Tetapi tantangan Pertiwi itu disambut oleh ketawa Dyah Raseksi, dan disusul
ejekannya. "Hi-hi-hik, kalau aku tidak ingin membunuhmu, kemudian aku ingin
menyiksa engkau, engkau dapat brbuat apa?"
"Menyiksa? Huh, manusia seliar engkau ini, mudah-mudahan Tuhan mengutuk
engkau. Lupakah engkau bahwa aku ini adik kandungmu sendiri?"
"Hi-hi-hik, engkau berusaha membawa kembali masa lalu? Aku tidak mempunyai
seorang saudarapun sesudah aku berayah Jalu Gigis dan bermukim di gunung Ungaran
ini. Huh, tak tahu malu, mengaku-aku adik orang. Huh, tunggulah saatmu hai budak liar,
kau akan mengutuk dirimu sendiri sesudah aku turun tangan. Apabila kau sekarang masih
dapat membanggakan kecantikanmu, maka esok pagi engkau akan berobah menjadi
perempuan yang paling jelek di dunia ini. Ya, mukamu akan berobah menjadi hitam
legam dan berkeriput."
Mendengar ancaman orang itu, diam-diam Pertiwi Dewi bergidik. Bagi seorang
perempun, secara umum, kecantikan wajahnya merupakan harta benda yang tidak ternilai
harganya. Apibila kemudian wajahnyaharus berobah menjadi buruk, apakah tidak amat
menyedihkan? Dan kemudian Pertiwi Dewi teringat akan sembilan perempuan yang
disebut "lintang sanga". Perempuan itu semuanya berwajah jelek dan hitam berkerut-
kerut. Mungkinkah semua itu oleh perbuatan Dyah Raseksi?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Teringat akan sembilan perempuan itu, tiba-tiba saja Pertiwi Dewi ngeri. Dan
tubuhnya gemetaran. Dan menyaksikan itu Dyah Raseksi ketawa mengejek. Katanya.
"Hi-hi-hik, engkau ngeri?"
"Iblis jahat!" teriak Pertiwi Dewi. "Huh, siapa takut padamu? Engkau manusia
berhati binatang. Hayo, cepat lepaskanlah ikatanku ini, dan mari kita berkelahi sampai
salah seorang terbunuh mati!"
"Hi-hi-hik, lepaskan sendiri kalau memang bisa!"
Rasa marah dalam dada Pertiwi Dewi menggelegak. Ia meronta dan berusaha
memutuskan tali yang mengikat tubuhnya, namun lagi-lagi usahanya sia-sia. Dan
sungguh celakanya lagi, ia malah hanya menjadi buah tertawaan Dyah Raseksi, seakan
menyaksikan aksi badut yang lucu.
Pada saat ia masih berusaha memberontak itu, tangan Dyah Raseksi membuka
tutup sebuah kotak kayu. Apa yang tampak di dalamnya? Ular . . . .! Dari kotak itu
menjulurlah tiga ekor ular sebesar lengan, sedang lidah yang merah menjulur keluar
mendesis-desis. Melihat ular ini Pertiwi menjadi ngeri, dan berusaha tidak melihat dengan
memejamkan mata. Akan tetapi kemudian ia merasakan sesuatu yang menyentuh kaki,
dan karena menduga itu sentuhan ular, tubuh gadis ini tambah menggigil.
Sesaat kemudian ia merasakan sesuatu yang dingin merayapi tubuhnya. Dan
saking ngeri, gadis ini pingsan. Entah sudah berapa lama ia pingsan, dan ketika siuman
kembali ia merasakan kulit mukanya panas di samping sakit, seakan terkelupas dan me-
lepuh.
Itulah inimpi buruk yang mengembangi tidurnya, sehingga gadis ini bangun
ketakutan, ia masin ngeri juga sekalipun sadar bahwa apa yang terjadi dan dialami itu
hanya terjadi dalam mimpi.
Ingin sekali ia membangunkan Fajar Legawa dan menceritakan impian buruknya.
Akan tetapi menyaksikan bahwa Fajar Legawa masih enak tidur, maka maksud itu
diurungkan, ia maklum bahwa Fajar Legawa letih disamping payah melebihi keadaannya
sendiri. Maka ia tidak sampai hati untuk mengganggu, lalu ia kembali auuuk dan
menyandarkan tubuh pada dinding lekuk jurang.
Namun kemudian perut yang kosong itu sekarang kembali keruyukan minta isi.
Sedang kerongkongannya dirasakan semakin kering, amat menyiksa. Maka apabila ia
tidak takut kepada bahaya yang sewaktu-waktu bisa terjadi, tentu gadis im tidak lagi tahan
menderita lapar.
Amat gelisah Pertiwi Dewi dalam menunggu Fajar Legawa terjaga. Dalam
kegelisahannya ini kemudian ia teringat akan apa yang sudah dilakukan terhadap pemuda
itu. Ketika ia memeluk dan menangis, pemuda itu menunjukkan rasa kasih dan
sayangnya.
Disaat itu tiba-tiba Fajar Legawa bergerak kemudian bangun. Ketika melihat
Pertiwi Dewi, ia bertanya. "Ahh, kau sudah lama bangun?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ahhh, baru saja ........" sahut gadis ini sambil tersenyum.
"Engkau sudah segar kembali?"
Pertiwi mengangguk. Namun kemudian gadis ini mengeluh, tidak kuasa lagi
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menahan perut yang melilit-lilit. "Tetapi sayang .... perutku makin melilit . . . .."
Fajar Legawa iba mendengar keluhan Pertiwi Dewi. Sesungguhnya perutnya
sendiri melilit-lilit dan minta diisi. Akan tetapi ia berusaha menyembunyikan, kemudian
ia menengadah ke langit.
"Tidak lama lagi kita akan bisa keluar dari tempat ini," kata Fajar Legawa yang
berusaha menghibur. "Hari sudah mendekati senja dan aihh .... cobalah lihat, langit itu
sekarang sudah diwarnai oleh sinar merah!"
Pertiwi Dewi ikut pula menengadah ke langit, dan benar saja warna merah
membayang langit. Ia sedikit terhibur, karena tiada lama lagi ia akan dapat keluar
dengan aman dan dapat mencari apa saja yang dapat ia makan.
Gejolak kalbunya sekarang ini justeru terpusat kepada keinginan dapat segera
keluar dari persembunyiannya dengan aman. Agar kemudian dapat meninggalkan sarang
penjahat ini dan menuju pulang. Ia membayangkan alangkah bahagia hatinya apabila
dirinya dapat bersua kembali dengan gurunya.
Akan tetapi kemudian ia teringat akan impiannya yang buruk. Namun ketika ia
sudah akan membuka mulut dan menceritakan semua impian itu kepada Fajar Legawa,
bibirnya seakan terkunci. Terdapat perasaan yang mencegahnya untuk menceritakan
semua itu,
"Mudah-mudahan guru dan uwa Wukirsari tahu tujuan kita pergi kakang, dan
kemudian dapat menolong kita," kata gadis ini kemudian.
"Ya, akupun berharap demikian," sahut Fajar Legawa. "Dan aku percaya bahwa
paman Gadung Melati maupun paman Wukirsari dapat mencari jejak kita."
"Tetapi, dari manakah mereka tahu?"
Fajar Legawa tersenyum, kemudian menjawab terus-terang. "Sebelum kita pergi,
aku meninggalkan pemberitahuan kepada mereka."
"Aihh, betulkah?" wajah Pertiwi Dewi tiba-tiba menjadi cerah, berseri bagai bulan
penuh musim kemarau. Kemudian gadis ini tersenyum, lalu katanya. "Terima kasih aku
ucapkan padamu kakang, untunglah engkau sempat memberitahu mereka. Aduhh, aku
sekarang penuh harapan bahwa baik guru maupun paman Wukirsari sudah menyusul
kemari."
"Mudah-mudahan, Pertiwi," sahut Fajar Legawa.
Waktu berjalan lambat namun tetap. Langit yang diwarnai merah telah berobah
menjadi gelap. Dan akibatnya, jurang itupun kemudian berobah gelap.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dengan langkah yang hati-hati, kemudian Fajar Legawa dan Pertiwi melangkah
menyusuri jurang ini untuk mendaki tebing. Tetapi mereka tidak segera bergerak dan lebih
dahulu meninjau keadaan. Sesudah dirasakan tiada sesuatu yang mencurigakan, barulah
kemudian dua orang muda ini meloncat ke atas jurang.
"Alhamdullillah.........." ujar Fajar Legawa. Mereka cepat berusaha mencari
sesuatu untuk dapat dijadikan pengisi perut. Namun kemudian dua orang muda ini
kecewa bukan main, ketika melihat bahwa di sekitarnya tidak terdapat sebatangpun pohon
buah.
"Dimanakah kita dapat mencari pengisi perut?" Pertiwi Dewi mengeluh, karena
perut dirasakan semakin melilit.
"Mudah-mudahan Tuhan menolong kita!" hibur Fajar Legawa, tetapi
sesungguhnya pemuda ini merasa bingung juga.
Mereka melangkah perlahan dan penuh kewaspadaan meninggalkan tempat itu,
sambil menyelidik pohon buah. Dan sesudah mereka melangkah beberapa lama, hidung
Pertiwi Dewi yang tajam mencium bau pisang masak.
"Pisang.......!" seru Pertiwi Dewi perlahan.
Dan Fajar Legawa mengangguk, juseru hidungnya sendiri juga mencium bau
pisang masak itu. Mereka menyelidik ke sana kemari, dan akhirnya dapat menemukan
pasang yang dimaksud itu. Agak sayang juga bahwa tandan pasang itu tinggal sedikit sisa
kampret. Namun demikian lumayan pula, justeru dengan pisang tersebut rasa melilit pada
perut berkurang dan rasa dahagapun tidak merangsang lagi.
Dengan perut yang hanya diisi oleh beberapa biji pisang ini, mereka kemudian
meneruskan perjalanan dengan maksud meninggalkan sarang Dyah Raseksi ini secepat-
cepatnya, nafsu untuk menolong Pradapa terpaksa disisihkan dahulu, dan terpikir oleh
dua orang muda ini untuk rengundang bantuan Wukirsai dan Gadung Melati,
Sama sekali tidak disadari oleh dua orang muda ini, bahwa sarang Dyah Raseksi
penuh oleh jalan rahasia yang menyesatkan. Maka kemudian mereka mengalami tersesat
seperti yang dialami oleh Wukirsari dan Gadung Melati. Mereka berputar-putar terus dan
makin lama mereka menjadi bingung, sehingga mereka kehilangan arah.
"Mengapa sebabnya kita beberapa kali kembali ke tempat yang semula?" keluh
Pertiwi Dewi penuh rasa khawatir.
"Iblis itu ternyata pintar sekali mengatur sarangnya. Ahh, ternyata sarang ini
banyak jebakan yang menyesatkan," Fajar Legawa juga mengeluh, dan dadanya tegang
berdebaran.
"Lalu . .. . . apa yang harus kita lakukan? Apakah .... kita tak mungkin keluar dari
tempat iblis ini?" dalam mengucapkan kata-katanya, ini, suara Pertiwi Dewi menggeletar,
seperli seorang yang sedang menahan tangis.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Betapa iba rasa hati Fajar Legawa ini, sulit dilukiskan. Namun apa harus dikata
justeru dirinya sendiri juga bingung dan tidak tahu arah?. Maka yang dapt dilakukan
hanya menghela napas unluk mengurangi rasa tegang dalam dada.
Disaat mereka berusaha menemukan jalan ke.luar dari sarang penjahat ini, tiba-
tiba mereka mendengar suara suitan yang amat nyaring. Dan suitan itu kemudian malah
sambung-menyambung memenuhi daerah hutan yang luas.
Dua orang muda ini terkejut dan berdebar. Mereka sadar akan ancaman bahaya
sewaktu-waktu. Dan untuk ini, tiada lain harus bersiap diri dan hati-hati menghadapi
ancaman bahaya maut.
Ternyata tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu.Dari segala arah telah
bermunculan orang-orang bersenjata yang kemudian mengurung mereka secara ketat.
Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi telah mempersiapkan senjata masing-masing.Akan tetapi
ternyata mereka tidak berani mendekat, dan mereka hanya mengurung dari jarak agak
jauh. Melihat tiap mereka ini, sadarlah Fajar Legawa, bahwa kiranya orang-orang ini
hanya bertugas untuk mengawasi gerak-geriknya saja.
"Pertiwi," bisiknya kepada gadis itu. "Mari kita serbu dan hancurkan mereka.
Sedikit terlambat, kita akan celaka."
"Marilah," sahut Pertiwi Dewi dengan nada mantap. Agaknya gadis inipun
menyadari keadaan dan kekhawatiran Fajar Legawa.
Demikianlah, kemudian dua orang muda ini dengan gerak cepat telah menyerbu
kearah mereka. Tetapi dengan cekatan pula orang-orang di bagian selatan sudah lenyap,
bersembunyi di tempat gelap. Dan ketika dua orang muda ini menyerbu ke bagian tidak
terjaga, mereka menjadi terkejut.
Mereka berhadapan dengan jurang yang dalam. Maka secepat kilat dua orang ini
membalikkan tubuh, dan menyerbu bagian lain. Mereka menyerang bagian barat. Akan
tetapi peristiwa aneh kembali terjadi, orang-orang itu lenyap di tempat gelap.
Melihat cara perlawanan orang-orang ini, Fajar Legawa sadar bahwa orang-orang
ini hanya berusaha mengurung dan membuntu jalan saja. Untuk menghindarkan hal-hal
yang merugikan, memaksa kepada Fajar Legawa untuk berpikir. Oleh karena itu
kemudian terpikir oleh pemuda ini untuk menyerbu bagian yang dapat membawa dirinya
kearah bawah. Sebab bagi dirinya dan Pertiwi Dewi saat sekarang ini yang paling penting,
hanya bermaksud melarikan diri.
Atas serbuan dua orang muda ini, pada bagian itu tidak melawan, mereka hanya
saling menghilang di tempat gelap untuk kemudian muncul lagi di tempat agak jauh. Dua
orang muda ini nenjadi penasaran di samping gelisah. Maka kemudian mereka menyerbu
terus, tidak memberi kesempatan orang-orang itu menyelamatkan diri.
Akan tetapi ahhh......dua orang muda ini berseru tertahan hampir berbareng.
Ternyata mereka berhadapan lagi dengan jurang lebar dan dalam, sehingga tidak mungkin
dapat dilalui dengan melompat. Dan disaat dua orang muda ini baru membalikkan tubuh
untuk menyerbu bagian lain, tiba-tiba jantung mereka tergoncang keras. Sebab disaat itu,
mereka menangkap suara orang ketawa terkekeh yang parau.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Celaka.......!" Pertiwi mengeluh. Sedang Fajar Legawa tidak berkata apa-apa.
Hanya sejenak, muncullah kemudian Jalu Gigis dan Dyah Raseksi. Begitu muncul
perempuan ini sudah ketawa cekikikan sambil menyindir.
"Hi-hi-hik, apa sebabnya kamu tidak cepat berusaha melarikan diri?"
"Huh, engkau manusia pengecut dan curang!" teriak Pertiwi Dewi penasaran.
"Hi-hi-hik, siapa curang?"
"Kau.....! Kau membuat jalan-jalan yang menyesatkan orang. Huh, coba aku tahu
jalan keluar, apakah kau dapat menemukan kami lagi? Cis, tidak tahu malu!" damprat
Pertiwi Dewi tambah penasaran.
"Hi-hi-hik, gampang saja menuduh orang curang," ejek Dyah Raseksi. "Lupakah
kamu akan peristiwa siang tadi? Dengan akal busuk kamu telah memperdayakan aku."
Tiba-tiba saja Fajar Legawa mendapatkan pikiran yang ia anggap bagus, ia
mengerti bahwa Dyah Raseksi amat gandrung kepada dirinya. Mengapa dalam keadaan
memaksa seperti ini, tidak menggunakan kelemahan orang untuk mencari jalan selamat?
Terpikir demikian, ia segera mengajukan suntu jalan penyelesaian. Katanya. "Dyah
Raseksi? Aku tidak mungkir lagi bahwa siang tadi aku sudah curang dan menipu engkau.
Akan tetapi.... aih, agaknya engkau kurang dapat memahami maksudku yang
sebenarnya."
"Hi-hi-hik, engkau menipu dan berbuat curang, masih juga mengemukakan dalih
macam pokrol bambu!" ejek Dyah Raseksi.
"Ha, ternyata benar dugaanku bahwa engkau tidak dapt menangkap maksudku
yang sebenarnya. Sebab. . . . sesungguhnya aku sedang menguji kebenaran dan
kesetiaanmu kepadaku. Namun ternyata, engkau sudah salah faham."
Sukar dilukiskan betapa Pertiwi Dewi terkejut mendengar ucapan Fajar Legawa
ini, dan sekaligus timbul pula rasa kecurigaannya, disamping pula rasa cemburu yang
memenuhi dada. Karena menurut pendapat gadis ini, dengan pernyataan Fajar Legawa
itu berarti, apa yang telah diucapkan oleh Fajar Legawa di dalam tempat persem-
bunyiannya tadi hanya palsu belaka. Dan jika demikian keadaannya, maka hanya ada
satu saja penyelesaian yang tepat bagi dirinya sekarang, untuk menyerang dan membunuh
pemuda berhati palsu itu.
Melihat gelagat itu, Fajar Legawa menjadi khawatir juga. Maka pemuda ini
menghampiri Pertiwi Dewi, lalu berbisik. "Pertiwi, engkau jangan salah duga, sebab saat
ini aku sedang berusaha menyelamatkan diri dengan caraku sendiri. Pertiwi saat ini aku
ingin menggunakan kelemahannya yang mencintai aku. Maka biarlah aku pura-pura
mengimbangi hasrat cintanya, dan kemudian aku akan menuntut supaya membebaskan
engkau. Tentang keselamatanku, tidak usah engkau khawatir. Percayalah bahwa dengan
caraku sendiri, aku akan dapat membebaskan diri dan sore hari engkau dan aku akan
sudah dapat bertemu lagi."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Pertiwi tidak membuka mulut. Bagaimanapun, dalam hatinya timbul harapan
meskipun tidak sepenuhnya. Namun sebaliknya timbul pula perasaan yang khawatir
apabila Fajar Legawa tidak dapat mempertahankan diri, menghadapi bujuk dan rayu
Dyah Raseksi, yang telah banyak pengalaman menghadapi laki-laki.
Akan tetapi lain Pertiwi Dewi dan lain Dyah Raseksi. Maka ketika mendengar
pernyataan Fajar Legawa itu, selera kasmarannya (cinta-kasihnya) kepada Fajar Legawa
makin bertambah.
"Benarkah katamu itu, kangmas?" tanya Dyah Raseksi sambil tertawa riang,
"Benarkah engkau mencintai aku?"
Fajar Legawa memaksa diri untuk berpura-pura,lalu ia menjawab ramah.
"Diajeng, tadi siang aku mengujimu sampai dimanakah perasaan cinta kasihmu padaku.
Aku ingin melihat, apakah dengan perbuatanku, engkau marah ataukah tidak. Sebab
apabila dengan perbuatanku itu engkau marah, itu merupakan pertanda bahwa engkau
hanya berpura-pura. Tetapi sebaliknya apabila tidak marah, berarti engkau sungguh-
sungguh dan percaya padaku."
"Hi-hi-hik, laki-laki selalu kurang percaya kepada perempuan," kata Dyah
Raseksi. "Kangmas, entah sudah berapa kali aku menyatakan akan menurutkan
kehendakmu. Karena itu sekarang, katakanlah. Apakah yang engkau kehendaki dan
engkau minta?"
"Masudku demikian," sahut Fajar Legawa, "Aku minta lupakanlah peristiwa
siang tadi, duan sekarang kabulkanlah apa yang aku minta, bebaskanlah gadis ini, Tetapi
disaat engkau membebaskan dia, aku harus mengantarkan keluar dari tempat ini.
Sebaliknya engkau bersama ayahmu menyertai pula. Dan disamping itu agar engkau tidak
khawatir aku melarikan diri, ikatlah dua tanganku."
Sesungguhnya, Fajar Legawa berat juga mengemukakan tipu-muslihatnya ini,
justeru hal itu bertentangan dengan suara hatinya sendiri, ia seorang pemuda sejati,
pemuda yang tidak suka berpura-pura. Tetapi ia terpaksa melakukan, bukan lain untuk
keselamatan Pertiwi Dewi.
Mendengar ucapan Fajar Legawa itu, Pertiwi Dewipun sekarang mengerti. Jelas
sekali bahwa semua usaha pemuda itu, bukan lain dalam usahanya untuk menyelamatkan
dirinya rdari keganasan Dyah Raseksi. Namun ternyata dugaan Fajar Legawa itu keliru.
Ia bukan seorang gadis yang hanya mementingkan diri sendiri. Pertiwi Dewi tidak dapat
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membiarkan Fajar Legawa celaka di tangan Dyah Raseksi dalam usaha membebaskan
dirinya. Dan bagi Pertiwi Dewi, merasa lebih puas dapat mati bersama-sama dengan
pemuda yang menarik hatinya dan dicinta itu.
"Tidak! Tidak bisa!" teriak gadis ini tiba-tiba,
Fajar Legawa terkejut dan memandang Pertiwi Dewi penuh rasa heran. Katanya
cepat dalam usahanya membujuk. "Pertiwi, mengapa tidak?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Akan tetapi Pertiwi Dewi seperti tidak mendengar. Dan tiba-tiba gadis itu sudah
menerjang, ke arah Dyah Raseksi sambil berteriak nyaring. "Perempuan busuk! Kau harus
mampus di tanganku!"
SERANGAN Pertiwi Dewi itu diluar perhitungan Dyah Raseksi. Hatinya yang
sedang dirundung rasa gandrung kepada Fajar Legawa menyebabkan ia seperti lupa diri.
Ia kaget ketika ujung pedang "adik-kandungnya" itu sudah menyambar dada.
"Breet.....!" hanya oleh perlindungan aji kesaktian "Welut Putih" saja, kulit
dadanya tidak mempan oleh tusukan pedang itu. Akan tetapi sebaliknya baju dan kain
penutup dadanya menjadi robek oleh tikaman pedang itu. Namun demikian Dyah Raseksi
menjadi marah bukan main. Ia merasa terhina, maka sambil menggeram marah Dyah
Raseksi sudah menggerakkan tangan untuk membalas dan memukul.
Fajar Legawa menjadi pucat wajahnya. Sebab dengan langkah Pertiwi Dewi ini berarti
rencana tipu muslihatnya berantakan. Dan melihat ancaman bahaya itu, secepat kilat
Fajar Legawa sudah melompat maju sambil menggerakkan tongkatnya. Bentaknya.
"Lepaskan dia!"
Ujung tongkat Fajar Legawa menyambar lambung. Akan tetapi sungguh sayang
bahwa saat itu Jalu Gigis hadir. Melihat anaknya terancam oleh bahayaT ia tidak dapat
tinggal diam. Ia sudah mengangkat tangannya untuk menangkis, Fajar Legawa cepat
menarik tongkatnya, kemudian menyambar leher dan kepala. Di saat Jalu Gigi
merendahkan tubuh sambil berusaha merebut tongkatnya, secepat kilat Fajar Legawa
telah merobah serangannya dan menyerampang kaki.
Jalu Gigis sadar bahwa tongkat pemuda ini berbahaya. Kalau hanya
mengandalkan kepada aji "welut putih" kemungkinan kulit tubuhnya tak sanggup
bertahan. Maka secepat kilat kakek ini sudah melenting tinggi ke udara, sambil
mengirimkan pukulannya.
Ketika itu Pertiwi Dewi dengan kemarahan yang meluap, terus menghujani
serangan kepada kakak-kandungnya sendiri. Gadis ini nekat, walaupun sadar pedangnya
takkan sanggup melukai Dyah Raseksi. Sebaliknya, pada mulanya Dyah Raseksi masih
dapat bersikap sabar. Akan tetapi, setelah Pertiwi Dewi menyerang dengan nekat, iapun
menjadi marah. Maka ketika pedang Pertiwi Dewi menyambar, cap, pedang itu telah
terjepit di antara jari tangannya. Dan kemudian dengan gerakan yang memutar, lepaslah
pedang itu dari pegangan tangan Pertiwi Dewi.
Tetapi walaupun sekarang sudah tidak bersenjata lagi, Pertiwi Dewi masih tetap
nekat, ia memekik nyaring sambil mengirimkan pukulan dan tendangan. Sungguh
merupakan usaha sia-sia dan nekat, membuktikan keputusannya. Kalau dengan senjata
saja tidak dapatmengimbangi Dyah Raseksi, manakah mungkin dengan tangan kosong
dapat mengatasi?
Justeru oleh kenekatan Pertiwi Dewi ini, Dyah Raseksi tambah marah. Secepat
kilat ia memungut pedang adiknya yang tadi berhasil direbut, kemudian dengan pedang
ini mulai membalas serangan Pertiwi Dewi.
Akibatnya Pertiwi Dewi menjadi sibuk. Ketika gerakannya sedikit lambat,
pedangnya sendiri sudah berhasil melukai pundaknya, darah merah segera mengucurhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
keluar dari luka, sehingga baju gadis itu bernoda darah. Sebelum Pertiwi Dewi sempat
berbuat apa-apa, tendangan Dyah Raseksi yang tidak terduga mengenai lambung dan
akibatnya tubuh Pertiwi Dewi terpental beberapa meter jauhnya, kemudian roboh tidak
berkutik lagi akibat pingsan.
Ketika itu Fajar Legawa kaget. Akibatnya ia terlambat ketika berusaha
menghindari sampiran kaki Jalu Gigis, sehingga kakinya terkait. Dan disaat tubuhnya
masih limbung tendangan Jalu Gigis yang menyusul berhasil mementalkan tubuh
pemuda itu beberapa meter jauhnya.
"Jangan ayah!" teriak Dyah Raseksi sambil melompat maju dan menghalangi
maksud Jalu Gigis yang berusaha membunuh Fajar Legawa, sambil memeluk tubuh
pemuda itu.
Jalu Gigis memandang anaknya dengan pandang mata tidak senang. "Huh,
engkau ini anak apa? Engkau sudah ditipu orang, mengapa engkau sekarang masih pula
berusaha melindungi?"
"Hi-hi-hik, aku sayang ayah......" jawab Dyah Raseksi dengan sikapnya yang
manja.
"Huh.....jadi engkau masih tetap mencintai orang yang sudah menipu engkau?"
Dyah Raseksi tidak menjawab, akan tetapi ia ketawa cekikikan.
Jalu Gigis membalikkan tubuh, kemudian ia pergi meninggalkan anaknya tanpa
membuka mulut.
Sesungguhnya tendangan Jalu Gigis tadi tidak begitu berat. Akan tetapi oleh
goncangan perasaan, tendangan Jalu Gigis tadi sudah kuasa membuat Fajar Legawa
pingsan.
Ketika Fajar Legawa membuka matanya pertama kali, pemuda ini kaget berbareng
heran. Ia mendapatkan dirinya telah berbaring di atas pembaringan yang empuk, dengan
alas kain sutera warna jingga, dalam sebuah kamar yang bersih, indah dan harum. Dan
ketika ia bertatap pandang dengan Dyah Raseksi, tersiraplah darah Fajar Legawa dan
sadar pulalah ia sekarang, sudah ditawan oleh perempuan iblis itu.
"Hi-hi-hik, engkau kaget kangmas?" tegur Dyah Raseksi sambil cekikikan.
Fajar Legawa berdebar tegang. Jantungnya tergoncang keras ketika melihat Dyah
Raseksi mengenakan kain yang tipis pada malam ini. Potongannya terlalu pas, sehingga
tubuh indah itu tercetak sedemikian nyata.
Akan tetapi Fajar Legawa berusaha menekan perasaan. Kemudian diam-diam ia
berusaha menyalulkan tenaga dalamnya, untuk dapat mematahkan ikatan kaki dan
tangannya. Sayang sekali ikatan itu kuat sekali, sehingga usahanya sia-sia belaka.
Ketika itu Dyah Raseksi sudah duduk di pinggir pembaringan. Cara duduknya perempuan
ini amat sembrono, sehingga keadaan itu membuat Fajar Legawa harus menahan napas.
"Kangmas, apakah engkau masih tetap berkeras hati? Kangmas, degarlah jeritanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
hatiku," katanya setengah berbisik dan amat merdu.
"Hemm....." Fajar Legawa menghela napas. "Apakah sudah layak dengan
sikapmu terhadap aku sekarang ini, engkau mengucapkan kata-kata seperti itu? Dan
pantaskah kita bicara, aku harus terlentang tidak dapat bergerak, sedang engkau dapat
duduk dengan bebas?" Halus ucapannya, akan tetapi sesungguhnya cukup tajam. Namun
demikian Dyah Raseksi malah tersenyum manis sekali, kemudian jawabnya.
"Engkau masih merasa belum puas dengan sikapku sebaik ini? Adakah seorang
tawanan ditempatkan dalam kamar sebagus ini dan di atas pembaringan seperti ini?"
"Tetapi......akuengkau ikat tidak dapat bergerak sedikitpun."
"Tentang ikatan, apakah sulitnya melepaskan? Yang jelas aku khawatir kau tipu
lagi. Apalagi engkau tunduk akan kemauanku, sekarang juga engkau aku lepaskan.
Namun sebaliknya engkau tetap keras kepala, hemm....aku bisa berbuat lain."
Dyah Raseksi berhenti sambil mengamati wajah Fajar Legawa tidak berkedip.
Beberapa saat kemudian, ia baru meneruskan. "Tapi kangmas... hemm, apabila engku
keras kepala, akupun dapat berbuat lain. Aku dapat menundukkan engkau dengan
ramuan racun."
Tergetar perasaan Fajar Legawa mendengar ancaman ini. Dirinya akan diracun?
Kemudian dirinya harus mati? Ia tidak takut mati. Akan tetapi dalam saat sekarang ini, ia
belum bersedia. Persoalannya dirinya masih mengemban tugas harus mencari adiknya
yang diculik penjahat, dan di samping itu pula dirinya pengemban amanat untuk
menyelamatkan keris pusaka "Tilam Upih".
Apakah jadinya kalau keris pusaka Adipati Ukur itu, kemudian jatuh di tangan
seorang perempuan jahat seperti Dyah Raseksi ini? Tidak! Ia tidak boleh mati sekarang,
sebelum dapat menyelesaikan tugas dan tanggung-jawabnya. Selama otaknya masih dapat
dipergunakan berpikir, ia harus mencari daya untuk menyelamatkan diri. Maka katanya
kemudian."Diajeng,sesungguhnya aku tidak berpura-pura. Karena itu aku mengharap
kelapangan hatimu, agar engkau tidak memperlakukan aku sekasar ini."
"Tidak kangmas,aku takkan sekasar ini memperlakukan engkau." Sahut Dyah
Raseksi dengan bibir menyungging senyum. "Namun sebaliknya akupun memerlukan
jaminan akan janjimu."
"Aku harus janji apalagi?"
"Berjanjilah,bahwa engkau takkan menyalah gunakan kebebasan yang aku
berikan. Bahwa engkau akan pandai memegang janji. Engkau takkan lari atau menyerang
aku, sesudah engkau bebas."
"Ya,aku berjanji manis. Aku berjanji tidak akan menyalah-gunakan kebebasanku
aku takkan mencelakakan engkau.Aihh, manakah mungkin hal itu bisa terjadi? Dengan
tulus ikhlas engkau mencintaiaku, dan akupun mencintai engkau."
"Aihh....benarkah itu? Engkau mencintai aku, kangmas?" sepasang mata Dyahhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Raseksi menyala penuh gairah sambil mengamati wajah tampan Fajar Legawa.
"Mengapa tidak?" sahut Fajar Legawa dengan ucapan yang mantap. Akan tetapi
sebenarnya, dada pemuda ini dipenuhi perasaan tegang, sebab ia sadar bahwa dengan
jawabannya ini, berarti dirinya bermain di atas api. Salah-salah dirinya dapat terbakar
oleh permainannya sendiri itu.
Dan atas jawaban Fajar Legawa ini, Dyah Raseksi yang amat gandrung kepada
sang pemuda, tersenyum lebih manis bagai gula. Kemudian perempuan ini
membungkukkan tubuhnya, dua tangannya memeluk leher Fajar Legawa, dan dengan
amat beraninya telah mencium dan mengecup bibir Fajar Legawa.
Ciuman, pelukan dan kecupan yang dilakukan oleh Dyah Raseksi ini, cukup
menimbulkan perasaan yang beraneka macam dalam dada Fajar Legawa. Betapa tidak?
Ia seorang pemuda dewasa, dan seorang pemuda yang selama ini tidak pernah bergaul
dengan perempuan. Maka baik ciuman maupun kecupan pada bibirnya ini merupakan
suatu yang baru. Getaran aneh menebar memenuhi dadanya, menimbulkan perasaan
yang nikmat dan memabukkan, akan tetapi disamping itu juga menimbulkan perasaan
muak dan jijik.
Sengaja Fajar Legawa tidak menghindari ciuman maupun kecupan Dyah Raseksi,
dalam usahanya untuk membuat perempuan ini lengah.
"Diajeng, jangan kau siksa terlalu lama seperti ini." Katanya halus."Lepaskan
semua ikatan ini, agar malam ini juga aku dan engkau dapat menikmati hidup sewajarnya,
seperti pengantin baru."
Dyah Raseksi melebarkan sepasang matanya. Akan tetapi bibir yang indah itu
segera membentuk senyum manis. Tanpa mengucapkan sesuatu, Dyah Raseksi sudah
menggunakan pisau belati kecil untuk memutuskan semua ikatan pada kaki maupun
tangan Fajar Legawa.
Bersorak gembira Fajar Legawa menyambut kebebasannya ini. Dan hatinya ingin
pula segera menyerang perempuan ini, kemudian melarikan diri. Namun demikian ia
seorang pemuda yang cukup hati-hati dalam segala tindakannya, ia memperhitungkan
apabila tergesa dan gegabah, tidak urung usahanya membebaskan diri gagal dan malah,
dirinya akan menghadapi ancaman bahaya yang lebih hebat.Oleh sebab itu dengan
menahan segala perasaan yang muak dan jijik kepada perempuan ini, ia terpaksa
membalas memeluk ketika Dyah Raseksi memeluk leher. Kemudian iapun mengimbangi
ketika Dyah Raseksi mulai menyerbu dengan ciuman dan kecupan. Peristiwa ini cukup
menimbulkan gairah dalam hati mudanya. Namun demikian Fajar Legawa sempat
menyadari bahwa dirinya berhadapan dengan seorang perempuan iblis.
Sebaliknya Dyah Raseksi yang merasa mendapat kemenangan dalam usaha
menundukkan hati pemuda tampan ini, hampir saja menjadi lupa akan bahaya. Sebagai
seorang perempuan iblis, apa yang telah terjadi cukup membangkitkan selera dan gairah.
Seakan dirinya sekarang sedang melayang-layang terbang di angkasa.
Akan tetapi ternyata bahwa perkembangan yang terjadi menyusul, adalah diluar
perhitungan Fajar Legawa dan Dyah Raseksi sendiri.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Disaat Dyah Raseksi sudah hampir tidak kuasa menahan gelora asmaranya, mendadak
terdengarlah suara suitan nyaring susul menyusul.
Namun agaknya suitan yang riuh ini, merupakan bentuk uluran tangan Tuhan
dalam usaha menolong Fajar Legawa yang tak bersalah. Mendadak sepasang mata Dyah
Raseksi terbelalak, wajahnya pucat sambil melepaskan pelukannya.
Menyaksikan perobahan ini Fajar Legawa cepat dapat menduga apa yang
terjadi.Tetapi dalam usaha menutupi rencana dan akalnya, ia pura-pura heran dan kaget.
Tanya pemuda ini. "Diajeng.....apa yang terjadi?"
Untuk sejenak Dyah Raseksi tidak menjawab. Tetapi kemudian dia mengamati
Fajar Legawa dengan pandang mata sayu. Sahutnya. "Kangmas engkau takkan
berkhianat padaku, bukan?"
"Ahhh, engkau selalu mencurigai aku saja diajeng. Tidakkah engkau merasakan
betapa tanggapan dan sikapku terhada pengkau? Aihh, jika engkau memang kurang
percaya, silahkan engkau mengikat tangan dan kakiku ini, agar aku tidak dapat pergi dari
kamar ini." Fajar Legawa yang berusaha menyembunyikan rahasianya ini, secara berani
telah menantang. Dan tantangan ini merupakan langkah yang untung-untungan, justeru
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tantangan inilah yang akan menentukan nasib selanjutnya.
"Aku.....aku percaya kangmas....." sahut Dyah Raseksi dengan ucapan yang agak
gugup dan menggeletar. Kemudian perempuan ini kembali mengecup bibir Fajar Legawa
penuh gairah. "Kangmas.....sekarang istirahatlah engkau dengan tenang di kamar ini.
Aih.... ada sesuatu yang memerlukan untuk sementara aku meninggalkan
engkau.....Aihh, sesungguhnya aku amat masygul....."
Ketika itu suitan makin riuh terdengar dan memenuhi udara dalam sarang penjahat
ini. Dyah Raseksi tampak gugup disamping masygul, dan kemudian tanpa mengucapkan
sesuatu, perempuan ini telah melompat keluar kamar dan menghilang di tempat gelap.
Kesempatan ini tidak disia-siakan pula oleh Fajar Legawa. Setelah menyelidik
dengan pandang-matanya beberapa saat keluar kamar, secepat kilat Fajar Legawa telah
menyambar tongkatnya yang menggeletak diatas meja, di samping pembaringan. Diam-
diam hati pemuda ini bersyukur, bahwa Dyah Raseksi tidak mengetahui rahasia
tongkatnya, sehingga benda pusaka yang harus dia lindungi dan selamatkan itu tidak jatuh
ke tangan orang yang tidak berhak.
Dengan langkah yang hati-hati dan penuh kewaspadaan, Fajar Legawa sudah
meninggalkan kamar ini. Tetapi diam-diam pemuda ini menjadi heran dan berdebar,
apakah sebabnya tidak tampak seorangpun? Dan apa yang telah terjadi dengan sarang
penjahat malam ini?
Disaat dadanya penuh pertanyaan sambilmelangkah hati-hati ini, tiba-tiba ia
mendengar suara langkah orang yang tergesa-gesa. Ia cepat berlindung di tempat gelap,
dan tak lama kemudian muncullah seorang perempuan berwajah buruk, yang melangkah
setengah berlari, merupakan pertanda gugup.
Sungguh kebetulan, katanya dalam hati. Saat sekarang ini dirinya memerlukanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
seseorang yang dapat dimintai keterangan. Oleh sebab itu secepat kilat tangan Fajar
Legawa telah bekerja. Dengan cekatan ia sudah mencengkeram tengkuk dan menangkap
dua tangan, hingga perempuan ini kaget setengah mati dan memekik tertahan.
"Jangan berteriak jika sayang nyawamu!" hardik Fajar Legawa. "Lekas katakan di
manakah sekarang Dyah Raseksi?"
Dengan tubuh menggigil dan ketakutan, perempuan ini menjawab tidak lancar.
"Dia...dia menuju ke bagian bawah gunung."
"Apa yang telah terjadi di sana?"
"Kebakaran besar yang mengancam keselamatan gunung ini ........"
Keterangan ini walaupun singkat kuasa membuat Fajar Legawa amat gembira.
Dengan terjadinya kebakaran itu berarti semua penghuni gunung ini dihadapkan kepada
kesibukan sangat. Dan disaat semua orang sibuk memadamkan api kebakaran itu, berarti
dirinya sekarang memperoleh kesempatan cukup luas, dalam usahanya menyelamatkan
diri sendiri, dan dalam usahanya menyelamatkan Pertiwi Dewi.
"Lekas terangkan, di mana tawanan perempuan itu disimpan?"
Perempuan itu tidak cepat menjawab. Ia malah memandang Fajar Legawa dengan
pandang mata tajam.
"Lekas katakan! Jika tidak, engkau akan mampus!" ancam Fajar Legawa sambil
mencengkeram tengkuk itu lebih kuat, sehingga perempuan ini menderita sakit dan
ketakutan.
"Ampuunn...."ratap perempuan ini.
Dan atas petunjukperempuan ini kemudian Fajar Legawa berhasil menuju ke
tempat Pertiwi Dewi disekap. Untuk menjaga agar perempuan ini tidak membuka rahasia,
dengan terpaksa dan hati tidak tega, ia terpaksa mengikat perempuan ini pada sebatang
pohon dan mulutnya disumbat pula.
Ternyata tempat menawan Pertiwi Dewi itu, merupakan penjara di bawah tanah
yang cukup luas. Penjara itu terdiri dari beberapa kamar yang berderet, dan dengan
pengawalan bersenjata yang cukup kuat. Akan tetapi sama sekali pemuda ini tidak gentar,
dan oleh kecepatannya bergerak, ia tidak kesulitan merobohkan para pengawal itu.
Sesaat sesudah ia masuk ke dalam kamar dimana Pertiwi Dewi disekap, hampir
memekik Fajar Legawa saking iba. Ternyata gadis itukeadaannyamenyedihkan. Pertiwi
Dewi terlentang di atas lantai dengan kaki dan tangan terikat rantai.
"Pertiwi....!"seru pemuda ini tertahan.
Akan tetapi gadis itu tidak bergerak dan tidak pula menjawab. Fajar Legawa
melangkah maju menghampiri, dan mendadak denyut jantung pemuda ini serasa
berhenti. Apa yang terjadi dengan gadis itu? Pertiwi Dewi terlentang tanpa bergerakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
mirip seseorang tanpa nyawa.
Dengan jantung memukul keras, tangan pemuda ini cepat bekerja memutuskan
semua rantai yang mengikat tangan dan kaki Pertiwi Dewi. Dan secepat kilat pula tubuh
gadis yang pingsan ini, dipondong meninggalkan kamar itu untuk pergi secepatnya,
dengan perasaan tak keruan. Ia mengamati wajah gadis ini penuh perhatian. Akan tetapi
ternyata wajah yang semula cantik jelita itu, keadaannya sekarang sudah berubah.
Pada saat ia akan keluar dan meninggalkan sarang Dyah Raseksi ini, kemudian
teringatlah ia akan Pradapa. Ia tiba di tempat ini, tujuannya yang semula tiada lain untuk
menolong orang itu. Mengapa sekarang orang itu harus dibiarkan sengsara dalam sarang
Dyah Raseksi? Itulah sebabnya, sambil memondong Pertiwi Dewi yang masih pingsan
itu, Fajar Legawa segera menjelajah kamar-kamar penjara ini. Ia meneliti ke seluruh
kamar, akan tetapi kamar-kamar itu kosong tanpa penghuni, ia menjadi heran, apakah
sebabnya?
Namun demikian ia tidak putus asa dan terus melakukan penyelidikan. Ketika ia
tiba di dalam kamar terakhir, ternyata kamar itu merupakan kamar yang luas. Di
dalamnya Fajar Legawa menemukan tiga orang laki-laki yang terlentang di atas
pembaringan batu, dengan kaki dan tangan terbelenggu oleh besi. Pemuda ini menjadi
ragu, sebab ia belum pernah mengenal laki-laki yang dicarinya. Namun kemudian timbul
pendapatnya, kalau sekarang di kamar ini terdapat tiga orang yang tertawan, siapapun
orangnya, mereka ini perlu ditolong.
Fajar Legawamengamatimerekapenuhteliti. Ia kemudian melihat bahwa tiga
orang laki-laki itu semua wajahnya pucat, sedang pada beberapa bagian tubuh terdapat
luka-luka, akibat siksaan orang. Akan tetapi walaupun mereka menderita siksaan dalam
tawanan ini, mereka tampak bisa tidur dengan pulas dan mendengkur. Agaknya karena
mereka sudah putus asa dan tidak mungkin orang dapat menolong, maka mereka
kemudian masa bodoh dan menerima nasib.
Dibangunkan mereka kemudian, dan tiga orang itu membuka mata dengan
kaget. Agaknya salah seorang dari mereka ini amat benci kepada penghuni gunung
Ungaran ini. Terbukti berbareng dengan terbukanya dua mata, orang itu sudah
membentak. "Malam begini, orang lagi tidur, masih kau ganggu. Apakah di siang hari
tidak cukup waktu untuk kau pergunakan menyiksa aku lagi?"
"Sttt!" Fajar Legawa menyilangkan telunjuknya di depan mulut. "Perlahan saja
sahabat, aku datang untuk menolong kalian."
Tiga orang laki-laki itu membelalakkan mata dan tampak ragu. Tetapi ketika
pandangan mata mereka tertumbuk kepada tubuh Pertiwi Dewi dalam pondongan Fajar
Legawa, maka mereka menjadi sadar bahwa orang yang datang ini memang bukan
penghuni sarang Dyah Raseksi ini.
"Apakah di antara kalian terdapat yang bernama Pradapa?"
Tiba-tiba laki-laki yang terlentang pada pembaringan paling timur menyahut."
Akulah Pradapa."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa menjadi gembira. Kemudian tangannya mulai bekerja sambil
berkata."Aku datang kemari sengaja menolong kalian."
Akan tetapi ketika melihat luka yang cukup berat yang harus diderita oleh salah
seorang dari mereka, Fajar Legawa menghela napas. Tanyanya. "Apakah saudara masih
bisa berjalan?"
"Bisa, sekalipun sulit," sahut orang itu, sekalipun keadaannya sudah payah.
Agaknya pertolongan Fajar Legawa ini, kuasa membangkitkan semangat orang itu.
Tak lama kemudian tiga orang itu telah berhasil dibebaskan. Namun kemudian Fajar
Legawa mengeluh, teringat jalan di gunung ini yang penuh rahasia. Katanya setengah
mengeluh. "Tetapi ahh, mengapa aku menjadi lupa? Jalan di gunung ini diliputi rahasia.
Bagaimanakah mungkin kita dapat keluar dari tempat ini?"
"Aku tahu!" tiba-tiba seorang diantara mereka menyahut dengan mantap.
"Bagus, hendaknya saudara menjadi penunjuk jalan." Fajar Legawa menjadi
gembira. "Dan tentang keselamatan kalian, aku yang akan melindungi di belakang."
Demikianlah, akhirnya mereka melangkah pergi dengan cepat meninggalkan
penjara itu. Dalam perjalanan ini Fajar Legawa mendapatkan keterangan cukup banyak.
Bahwa tiga laki-laki yang tertawan ini, semuanya merupakan korban kejalangan Dyah
Raseksi. Mereka terpaksa melayani kehendak Dyah Raseksidan bertindak sebagai suami,
dan pada mulanya mereka hidup cukup baik di sarang penjahat ini. Akan tetapi pada
empat hari yang lalu mereka bersepakat untuk melarikan diri. Sayang usaha mereka gagal,
akibat kepergok salah seorang anak buah Dyah Raseksi, sehingga mereka tertangkap,
kemudian ditawan dan disiksa.
Fajar Legawa menghela napas dalam mendengar penuturan mereka itu. Dan diam-
diam dia bersyukur, sebelum menjadi korban Dyah Raseksi telah berhasil menyelamatkan
diri. Apabila tidak, tentu dirinya akan mengalami nasib celaka pula, seperti yang dialami
tiga orang laki-laki ini.
Kemudian ketika Fajar Legawa menanyakan tentang mengapa sebabnya
perempuan yang menghuni sarang ini wajahnya buruk dan hitam, diterangkan bahwa
rusaknya wajahnya dan kemudian menjadi hitam itu, adalah akibat ramuan racun yang
sengaja dibuat untuk merusakkan wajah itu. Mengapa? Sebab Dyah Raseksi tidak ingin
perempuan ini menyaingi kecantikannya. Maka setiap perempuan cantik yang berhasil
ditangkap dan kemudian dijadikan budaknya, semua perempuan itu dirusakkan
wajahnya, sehingga perempuan-perempuan malang itu merasa malu untuk pulang ke
rumah asal mereka.
Geram sekali Fajar Legawa mendengar keganasan tangan Dyah Raseksi terhadap
semua perempuan itu. Dan kalau tidak ingat akan keselamatan Pertiwi Dewi, mungkin
pemuda ini membatalkan niatnya untuk melarikan diri, agar dapat membunuh mati Dyah
Raseksi yang kejam itu.
Demikianlah, mereka menerobos masuk ke dalam jalan gunung ini, yang dipenuhi
rahasia. Diam-diam Fajar Legawa kagum juga akan kepandaian Jalu Gigis maupun Dyah
Raseksi dalam usahanya melindungi keselamatan sarang ini. Sebab ternyata jalan yanghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
harus ditempuh itu menggunakan tanda-tanda tertentu. Apabila orang tiba di jalan
persimpangan, orang harus memilih jalanan yang paling sempit. Tetapi kira-kira dua
puluh tombak, orang akan berhadapan dengan jalan buntu yang dibatasi oleh jurang
dalam. Di atas jurang ini kemudian tampak jembatan kayu yang melintang, akan tetapi
apabila orang berani lewat jembatan kayu itu, tentu akan tersesat. Untuk mencari jalan
yang selamat, orang harus menyusuri jurang ke kanan kira-kira lima belas langkah.
Kemudian orang akan menemukan kayu melintang di atas jurang untuk meniti. Dan
dengan lewat di atas kayu ini, sesudah berhasil, orang harus menyusuri lagi tepi jurang
kira-kira lima puluh langkah. Dan kemudian, orang akan menemukan jalan kecil yang
masuk belantara.
Apabila sudah masuk dalam belantara, orang harus waspda kepada setiap pohon
yang tumbuh di tempat itu. Beberapa di antaranya akan tampak bahwa pohon itu tumbuh
dengan teratur berjajar tiga. Dan agar tidak sesat jalan, setiap orang harus lewat di sisi
jajaran pohon-pohon tersebut. Baru sesudah berbelok-belok beberapa saat lamanya, orang
akan masuk ke dalam jalan rahasia di bawah tanah.
Demikianlah mereka sekarang harus menggunakan kaki untuk meraba-raba,
karena jalan di bawah tanah itu amat gelap. Dan setelah beberapa lama mereka menyusuri
jalan di bawah tanah ini, kemudian tibalah mereka pada ujung lorong, dan tiba pulalah
mereka di luar daerah berbahaya.
"Api.....!" seru Fajar Legawa tertahan, sesaat berhasil keluar dari daerah
berbahaya.
"Ahh....kebakaran yang besar...!" sambut Pradapa.
Melihat kobaran api yang sedemikian hebat, sadarlah Fajar Legawa sekarang,
bahwa api yang besar itu, yang membakar hutan adalah bentuk uluran tangan Tuhan
menolong dirinya dari bahaya. Sebab oleh suitan-suitan tanda bahaya tadi, Dyah Raseksi
menjadi gugup, kemudian meninggalkan dirinya dan lupa pula akan maksud yang semula.
Kalau saja Fajar Legawa tahu bahwa kebakaran itu timbul oleh perbuatan Gadung
Melati dan Wukirsari, tentu ia segera datang dan menuju ke tempat kebakaran itu. Akan
tetapi karena tidak sempat mencari keterangan sebabnya terbit kebakaran, maka pemuda
ini kemudian meneruskan perjalanan dalam usahanya mencari selamat.
Kebakaran itu timbul akibat kemarahan Gadung Melati dan Wukirsari yang tidak
dapat ditahan lagi, sesudah usaha mereka menuju puncak selalu gagal akibat sesat jalan.
Maka timbul kehendak dua orang kakek ini untuk membakar saja hutan di gunung ini,
guna memecahkan rahasia jalan yang menyesatkan itu.
Kebakaran yang besar itu kuasa membuat Jalu Gigis amat khawatir. Maka dengan
suitan nyaring ia memberitahu kepada Dyah Raseksi, dan sementara itu semua anak buah
gunung ini segera berusaha memadamkan kebakaran sambil pula melawan.
Dalam marahnya yang tak terkendali lagi, Jalu Gigis dan Dyah Raseksi segera
menerjang ke arah Gadung Melati dan Wukirsari. Akibatnya dalam waktu singkat, di
tempat yang tak jauh dari tempat kebakaran itu, terjadilah perkelahian sengit antara
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gadung Melati melawan Jalu Gigis, dan Wukirsari berhadapan dengan Dyah Raseksi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
AnakbuahDyah Raseksi tidak berani mendekati gelanggang perkelahian. Mereka
hanya mempersiapkan senjata masing-masing sambil mengurung secara ketat, dalam
usaha mereka menjaga agar orang tidak dapat lari.
Di dalam menghadapi lawan-lawan berat ini, semua anak buah Dyah Raseksi
menggunakan senjata yang berbahaya. Sebab semua senjata mereka merupakan senjata
yang telah dilumuri oleh racun jahat. Hingga jangan lagi orang terluka, baru tersinggung
oleh senjata itu saja, orang sudah bisa menderita keracunan.
Setelah beberapa saat lamanya berkelahi tak juga memperoleh hasil yang
memuaskan, tiba-tiba Gadung Melati berteriak. "Kakang! Apakah belum waktunya kita
menggunakan aji Bramastra?"
Wukirsari mengeluh, dan agaknya kakek ini menjadi ragu-ragu untuk menyetujui
permintaan adik seperguruannya ini. Akibat dari aji Bramastra itu amat hebat, dan dahulu
pernah menimbulkan korban yang tidak tanggung-tanggung. Maka Wukirsari menjadi
ragu, apakah keadaan ini sudah terlalu memaksa hingga sudah perlu menggunakan aji
kesaktian itu?
Melihat keraguan kakak-seperguruannya itu Gadung Melati mengerutkan kening
dan nampak tidak senang. Akan tetapi ia seorang kakek yang jujur,s eorang kakek yang
berhati polos. Walaupun hati sudah amat dingin, namun kakek gundul ini belum juga
menggunakan aji "Bramastra." itu, sebelum memperoleh persetujuan dari kakaknya
Akan tetapi sekalipun demikian, terdengar pula kata Gadung Melati yang
bersungut. "Kakang, engkau harus memutuskan secepatnya. Ataukah engkau memang
menghendaki kita mengakhiri hidup sampai malam ini saja?"
Tersirap juga Wukirsari mendengar ucapan Gadung Melati yang terakhir ini. Ia
sadar juga bahwa lawan yang dihadapi sekarang ini bukan lawan empuk, dan malah
memiliki aji "Welut Putih". Namun demikian sejak tadi Wukirsari masih terus berusaha
agar dapat mengalahkan, lawan tanpa menggunakan aji kesaktian yang dapat
mengobarkan api itu.
Tetapi ketika ia melirik ke arah Gadung Melati, ia melihat bahwa adik-
seperguruannya itu terdesak hebat oleh pukulan-pukulan yang dilancarkan Jalu Gigis.
Gerakannya memang masih tetap lincah, akan tetapi setiap kali Gadung Melati harus
melompat atau menghindar, dalam usahanya menyelamatkan diri. Dengan kata lain adik-
seperguruannya itu sekarang mengalami kesulitan. Dan keadaan ini apabila terus
berlangsung akan berarti merugikan pihak sendiri.
Setelah mempertimbangkan beberapa saat lamanya akan untung dan ruginya, tiba-
tiba terdengarlah Wukirsari berteriak. "Adi! Sebenarnya aku amat berat untuk
menggunakan Bramastra itu lagi. Akan tetapi karena keadaan memang memaksa, maka
marilah kita mulai sekarang juga!"
Mendengar jawaban Wukirsari ini, Gadung Melati amat gembira. Kejenakaannya
timbul kembali, dan ia ketawa terkekeh-kekeh sambil menggerakkan pantatnya yang besar
dan megal-megol seperti seorang penari pantat. Sejenak kemudian gerakan kakak-beradikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
ini berobah. Apabila semula mereka tadi bergerak secara lincah, sekarang mereka bergerak
agak lambat seperti orang menari. Pergeseran kaki dari satu tempat ke tempat lain pendek-
pendek, dan disamping itu tenaga yang keluar dari setiap pukulannya menjadi semakin
dahsyat.
Tidak lama kemudian terjadilah perobahan hawa di sekitar gelanggang ini. Kalau
semula udara di tempat ini cukup dingin, sekarang hawa dingin sedikit demi sedikit
menghilang, dan berganti dengan hawa yang panas. Makin lama dua orang kakek ini
bergerak secara teratur, perobahan hawa itu menjadi semakin terasa.
Jalu Gigis amat terkejut merasakan perobahan ini. Sebagai seorang yang sudah
luas pengalaman, ia pernah mendengar tentang suatu ilmu yang kuasa membuat lawan
hangus seperti terbakar. Semula ia tidak percaya akan kabar itu. Akan tetapi malam ini
benar-benar ia berhadapan dengan orang yang mahir dalam ilmu ini. Aji "WelutPutih"
justeru lemah apabila berhadapan dengan hawa panas. Oleh sebab itu pengaruh dari aji
kesaktian yang ia miliki, makin lama menjadi semakin berkurang dan berkurang. Peluh
sebesar jagung segera menitik membasahi tubuh, dan dalam waktu tidak lama ayah dan
anak ini sudah mandi peluh, di samping merasa tidak tahan akan pengaruh hawa yang
disebarkan lawan.
Sadarlah Jalu Gigis sekarang, apabila perkelahian ini terus berlangsung, dirinya
maupun anak angkatnya akan celaka. Sadar akan keadaan ini cepat-cepat ia bersuit
memberi isyarat kepada anaknya. Dari tangan ayah dan anak ini kemudian berkelebatlah
sinar putih menyambar ke arah Gadung Melati dan Wukirsari, disusul pula oleh anak-
buah yang tidak mau ketinggalan, ikut pula menyambitkan senjata rahasia beracun yang
sudah dipersiapkan.
Sekali bergerak, maka di arena itu sudah berterbangan beberapa jenis senjata
rahasia yang beracun jahat. Akan tetapi kemudian mereka terbelalak keheranan, karena
semua senjata itu tidak sanggup mencapai sasaran, malah kemudian senjata rahasia itu
seperti tertumbuk oleh benteng pertahanan yang tidak nampak, dan semua senjata itu
sudah berserakan di atas tanah dalam keadaan membara.
Jalu Gigis dan Dyah Raseksi menjadi ngeri melihat peristiwa itu. Tanpa ingat akan
kedudukannya lagi, ayah dan anak ini kemudian melarikan diri dan tak lama kemudian
sudah lenyap di tempat gelap.
Anak buah Dyah Raseksi menjadi geger ketika melihat Jalu Gigis dan Dyah
Raseksi lari menyelamatkan diri. Maka ratusan orang ini kemudian bubar, lari
berserabutan dalam usaha mereka untuk menyelamatkan diri.
Dengan aji "Bramastra" ini ternyata mereka kuasa menghalau lawan dalam
jumlah banyak. Setelah mereka menarik kembali pengaruh dari aji kesaktian tersebut, dua
orang kakek ini sudah berlompatan pergi ke puncak, dalam usaha mereka menolong dan
menyelamatkan Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi.
Sungguh beruntung bahwa salah seorang anak-buah Dyah Raseksi bergerak
lambat, sehingga dengan mudah berhasil ditangkap oleh Gadung Melati. Dibawah
tekanan dan ancaman, kemudian orang ini terpaksa menuruti perintah dua orang kakek
itu, dijadikan penunjuk jalan menuju puncak.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dalam waktu singkat Wukirsari dan Gadung Melati telah berhasil mencapai
sarang itu.Mereka mengobrak-abrik sarang yang cukup luas itu, akan tetapi sungguh
sayang bahwa usaha mereka tak berhasil. Baik Pertiwi Dewi maupun Fajar Legawa tidak
berhasil diketemukan, sehingga dua orang kakek ini gelisah dan khawatir.
ooo
MENJELANG pagi rombongan Fajar Legawa telah berhasil menginjakkan kaki
di tempat bebas. Mereka sudah di dalam wilayah aman, lalu mereka beristirahat sambil
duduk di atas batu. Setelah beberapa saat lamanya mereka istirahat, maka kemudian Fajar
Legawa minta kepada tiga orang itu agar secepatnya pulang ke rumah masing-masing,
sebelum para penjaga di gunung ini menemukan jejak pelariannya. Sedang untuk
meringankan derita mereka itu, kemudian Fajar Legawa membagikan kepada mereka,
masing-masing sebutir obat kering yang amat mustajab.
Setelah mereka pergi, Fajar Legawa mencari tempat yang lebih terlindung. Ia
meletakkan Pertiwi Dewi di atas rumput perlahan-lahan. Dan sesudah itu Fajar Legawa
pergi mencari air minum dengan daun pisang.
Fajar Legawa tahu bahwa sebabnya gadis ini pingsan panjang, akibat siksaan
kakak-kandungnya sendiri, yang sudah berobah menjadi iblis betina itu. Untuk
meringankan derita Pertiwi Dewi, maka ia harus bekerja cepat. Gadis ini secepatnya harus
memperoleh pengobatan.
Dengan cekatan Fajar Legawa telah meremukkan sebutir obat kering yang diseduh
dengan air. Akan tetapi tiba-tiba pemuda ini menjadi gelisah, ketika air obat itu tidak dapat
masuk ke dalam perut. Dan walaupun ia sudah berusaha mengurut bagian-bagian yang
dapat membuka kerongkongan, namun ternyata usahanya gagal juga, sehingga semua
obat itu tumpah tak berguna.
Gelisah bukan main Fajar Legawa menghadapi peristiwa ini. Lalu apakah daya
yang harus dilakukan, agar obat itu dapat masuk ke dalam perut Pertiwi Dewi? Akhirnya
pemuda ini menjadi nekat. Kiranya sudah tiada jalan lain lagi kecuali ia harus
memberikan obat itu dari mulut ke mulut. Apa boleh buat, walaupun sesungguhnya ia
tidak menghendaki, justeru apa yang dilakukan sekarang ini dalam usahanya
menyelamatkan nyawa Pertiwi Dewi yang terancam oleh bahaya.
Demikianlah, karena berhadapan dengan jalan buntu, maka akhirnya Fajar
Legawa nekat. Ia mengunyah butiran obat itu, dan kemudian didorong oleh air,
memasukkan langsung ke dalam mulut dengan semburan hawa dari mulutnya. Lewat
usahanya ini sedikit demi sedikit obat itu dapat masuk ke dalam perut. Hingga pemuda
ini gembira dan lega, sebab ia percaya penuh bahwa oleh pengaruh obat pemberian
gurunya itu, Pertiwi Dewi akan tertolong.
Akhirnya berhasil juga usaha Fajar Legawa memasukkan obat itu, walaupun
disaat beradu mulut itu, jantung pemuda ini bergetar hebat sekali dan tubuhnya menggigil
seperti orang kedinginan, ia kemudian duduk berdiam diri sambil mengamati wajah
Pertiwi Dewi. Dan diam-diam timbullah rasa iba memenuhi dada pemuda ini, melihat
keadaan wajah Pertiwi Dewi pada pagi ini. Ternyata wajah lembut dan mempesona yang
kemarin masih dimiliki Pertiwi Dewi itu sekarang sudah lenyap. Dan baru setengah
malam Pertiwi Dewi tertawan oleh iblis betina itu, sudah terjadi perobahan yang amathttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
mengibakan hati. Sekarang wajah Pertiwi Dewi telah berobah menjadi buruk dan hitam
berkerut-kerut. Jelas bahwa walaupun kepada adik kandung sendiri, Dyah Raseksi sampai
hati pula untuk merobah wajah yang semula cantik jelita itu menjadi seorang perempuan
buruk rupa.
Hampir Fajar Legawa menangis menghadapi perobahan yang terjadi pada Pertiwi
Dewi ini. Ia tak dapat membayangkan bagaimana rasa terkejut gadis ini apabila tahu
terjadinya perobahan wajah atas dirinya. Dan iapun tidak dapat membayangkan,
bagaimanakah sikap gadis itu apabila sudahmengetahui keadaannya.
Pemuda ini menghela napas berkali-kali. Ia marah dan penasaran kepada Dyah
Raseksi yang amat kejam.Akan tetapi apa daya juteru seorang diri. Dirinya tidak mungkin
sanggup mengalahkan Jalu Gigis?
Fajar Legawa merenungi wajah buruk dan hitam Pertiwi Dewi itu beberapa lama.
Dada gadis ini bergerak naik turun, dan jelas napas itu sesak. Namun demikian terbersit
semacam harapan, ketika jari tangannya meraba dahi Pertiwi Dewi, panas itu sudah
banyak berkurang. Tadi ketika ia memondong Pertiwi Dewi pergi meninggalkan
penjara di bawah tanah itu, tubuh Pertiwi Dewi panas seperti bara api. Akan tetapi
sekarang panas itu sudah banyak berkurang.
Perobahan yang terjadi dan dialami Pertiwi Dewi ini, menimbulkan rasa iba yang
dalam bagi Fajar Legawa. Dan oleh perasaan iba ini, kemudian kuasa membangkitkan
rasa kasih dan sayang kepada gadis itu, kasih sayangnya kepada Pertiwi Dewi justeru
timbul dari hati yang suci. Dan dijauhkan dari pengaruh nafsu kotor. Maka walaupun
wajah yang semula cantik jelita itu sekarang sudah berubah amat buruk, dalam hatinya
Bidadari Dari Sungai Es Peng Tjoan Vertical Run Karya Joseph R Garber Shugyosa Samurai Pengembara 6