Pencarian

Iblis Dari Gunung Wilis 4

Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat Bagian 4



Sambil berkata ini, jari-jari tangan Dyah Raseksi telah mencubit dagu Fajar

Legawa. Pemuda ini berusaha menghindar, namun tak berhasil.

Ketika itu matahari menjadi semakin tinggi di udara. Dan sinar matahari itu cukup

menyengat kulit. Untuk menghindarkan mata yang silau, Pertiwi Dewi memiringkan

tubuh. Akan tetapi, pipi yang membengkak itu sakit juga bersentuhan dengan tanah.

Akan tetapi apakah arti dari sakit pada pipinya itu, apabila dibandingkan dengan

kepedihan hatinya yang sekarang ini? Kakak perempuan yang semula seorang gadis cantik

dan lemah-lembut itu, sekarang telah berobah amat jauh. Sekarang telah menjelma

sebagai perempuan kejam luar biasa dan tersesat dalam dunia kejahatan. Sekarang telah

berobah menjadi perempuan liar dan hanya menurutkan nafsu hewaniah.

Tertumbuk oleh liku-likunya takdir ini, timbullah rasa sesal yang amat dalam.

Kalau saja tadi malam ia menurut nasihat Fajar Legawa untuk minta ijin gurunya, kiranya

ia takkan mengalami hinaan seperti sekarang ini. Terlentang di atas tanah dan kaki

tangannya terikat tidak berdaya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Teringat kepada gurunya ini, Pertiwi Dewi makin merasa bersalah. Dan sekarang

ini mungkin sekali gurunya dalam kebingungan mencari dirinya. Mungkinkah gurunya

tahu apabila kepergiannya semalam menuju tempat ini?

Dan Pertiwi kemudian membuang muka memandang ke tempat lain, ketika ia

melihat tangan Dyah Raseksi memeluk Fajar Legawa. Hati gadis ini menjadi panas sekali

bahwa Fajar Legawa membiarkkn jari-jemari Dyah Raseksi itu mengusap-usap dahi dan

dagunya. Dan mendadak pula timbullah rasa cemburu dalam dada gadis ini.

"Huh, dasar laki-laki!" teriak gadis ini tanpa sesadarnya.

Fajar Legawa amat terkejut. Pemuda ini tersenyum pahit mendengar sindiran

gadis cilik itu, dan menyesal pula mengapa Pertiwi Dewi cepat salah sangka. Dalam

keadaan dirinya terbelenggu seperti sekarang ini, mungkinkah dirinya dapat menghindar

dan mencegah perlakukan Dyah Raseksi kepada dirinya?

"Dyah Raseksi!" teriak Fajar Legawa tiba-ti-ba saking malu dan marah. "Bunuh

saja aku, habis PERKARA! Huh, jangan engkau berusaha menghina orang!"

"Hi-hi-hik." Dyah Raseksi menyambut ucapan pemuda itu dengan tertawa merdu.

"Siapa yang akan membunuh engkau? Tidak! Aku cinta padamu, karena engkau tampan

dan ganteng. Apakah engkau tidak mendengar jerit seorang perempuan yang merindukan

kasih sayang laki-laki? Kangmas, dengarlah tangis hatiku ini yang meratap dan merintih

mengharapkan kasih."

"Perempuan tidak tahu malu!" caci Pertiwi Dewi yang mejadi malu dan muak

mendengar kata-kata kakak perempuannya yang membujuk Fajar Legawa itu.

"Apa?" Dyah Raseksi mengangkat muka dan mengamati Pertiwi Dewi dengan

mata yang mendelik. "Siapakah yang tidak tahu malu? Engkau atau aku? Hi hi hik,

engkau tanpa malu mengaku sebagai isterinya. Tetapi, nyatanya bukan. Huh, apakah

perempuan macam engkau itu, seorang perempuan baik? Tingkah lakumu tidak bedanya

dengan sundal busuk."

"Bangsat! Tutup mulutmu yang busuk!" teriak Pertwi Dewi dengan matanya

melotot saking tak kuasa menahan marah. "Kapankah aku bilang dia suamiku?"

"Hi-hi-hik, nyatanya engkau tidak membantah ketika aku menyebut dia

suamimu."

"Siluman liar. Iblis!" caci gadis ini. "Mulutmu kotor, mulutmu busuk dan berbau!"

"Hi-hi-hik, engkau bilang mulutku kotor dan berbau busuk? Lihatlah sundal busuk,

gigiku putih bersh dan mulutku berbau harum. Banyak laki-laki yang lahap sekali untuk

mengecup bibirku ini. Tahu?"

Dyah Raseksi membuka mulutnya yang mungil, bibirnya memerah sedang di

dalamnya tampak dua baris gigi yang teratur rapi, putih dan mengkilap. Ketika itu Fajar

Legawa sempat pula menyaksikan semua itu, sehingga diam-diam tidak dapat

mencelanya. Bibir yang ranum seperti itu, dan gigi yang teratur bagai mutiara, laki-lakihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

manakah yang kuasa menahan gairah? Hanya saja sungguh sayang bahwa perempuan

secantik ini budinya amat kotor. Keadaan lahir dan batinnya bertentangan satu sama lain.

Berhadapan dengan kenyataan ini, teringatlah ia akan nasihat gurunya. Bahwa apa

yang tampak di depan mata belum tentu merupakan pencerminan hati. Yang cantik belum

tentu berbudi luhur, sebaliknya yang buruk belum tentu jahat. Cantik dan tampan, hanya

terbatas pada kulit. Kalamana kulit yang menyebabkan tampan cantik dan tampan itu

rusak, akan lenyap pula yang disebut cantik dan tampan itu. Mengenal hati manusia

tidaklah mudah. Sikap dan tutur kata yang lemah-lembut dan sopan, ada kalanya hanya

sebagai kedok penutup hatinya yang busuk. Dan mereka yang mudah terpikat kepada

yang tampak di depan mata, akan mudah pula terancam oleh bahaya.

Tiba-tiba terdengar teriakan Pertiwi Dewi yang menantang. "Hai perempuan

jalang! Hai sundal busuk, iblis dan siluman! Jika engkau masih mempunyai harga diri,

lepaskan ikatan ini. Dan marilah kita bertempur lagi sampai salah seorang roboh dan

tewas."

Tetapi tantangan itu hanya disambut oleh ketawa Dyah Raseksi yang cekikikan.

Kemudian, "Hi-hi-hik, untuk apakah harus berpayah-payah melepaskan ikatan itu dan

berkelahi. Silahkan engkau menyebut apa saja padaku. Kalau mulutmu kering dan haus,

tidak urung engkau akan berhenti. Hi-hi-hik, dengan terikat dan terpanggang oleh sinar

matahari terik ini, aku ingin melihat apakah engkau sanggup bertahan? Engkau akan

menderita dan kehausan. Akan tetapi kalau perlu, akupun akan menyiksa engkau dengan

caraku sendiri. Agar mati tidak, hiduppun sulit. Hi-hi-hi, apabila engkau sudah megap-

megap seperti ikan kehilangan air, akan segera aku undang beberapa orang lak-laki anak-

buahku. Dan engkau akan direjang oleh mereka, dan itu merupakan tontonan yang

menarik."

"Dyah Raseksi!" Fajar Legawa yang bergidik dan tidak tahan mendengar ancaman

senerti itu, sudah berteriak. "Apakah engkau sudah lupa bahwa dia itu adik-kandungmu

sendiri?"

"Kangmas, dia jahat sekali," sahut Dyah Raseksi dengan halus sambil mengerling

penuh arti, sedang bibirnya tersenyum manis sekali. "Kalau dia lancang mulut seperti itu,

apakah salahnya aku memberi hukuman yang setimpal? Kalau dia sedia tuntuk padaku,

tentu saja aku takkan tega. Akan tetapi sebaliknya kalau dia membandel dan melawan

aku, maka akupun takkan tanggung-tanggung lagi dalam berbuat."

"Tetapi .... tetapi .... bukankah dengan perbuatanmu yangtidak tahu malu, yang

memikat kepala setiap laki-laki yang engkau kehendaki itu, berarti engkau memang

sundal?"

"Apa .... apa katamu?" Dyah Raseksi kaget dan mendelik ke arah Fajar Legawa.

Akan tetapi ketika pandang-mata perempuan ini bertatapan dengan pandang mata Fajar

Legawa yang berpengaruh, mendadak saja kemarahannya lenyap. Sepasang mata yang

semula menyala itu, mendadak berobah redup lagi dan sayu. Jantung perempuan ini

berdegup cepat sekali, dan segera tergoda oleh gairah yang sulit dipertahankan. Bibirnya

tersenyum manis sekali, dan kemudian terdengarlah suara perempuan ini yang halus dan

membujuk. "Kangmas, baiklah engkau menghendaki demikian. Akupun bersedia

memaafkan dia dan aku bersedia pula membebaskan dia, asal saja engkau sedia berjanji.

Bersediakah engkau berjanji?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

"Janji tentang apa?" Fajar Legawa heran.

"Kangmas," bisik Dyah Raseksi sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Fajar

Legawa. Mulut itu jaraknya amat dekat, hampir menyentuh daun telinga, sedang

hidungnya yang mancung menyentuh pipi. Berdesir hebat jantung pemuda ini, Ketika ia

menghirup bau yang semerbak harum dari rambut perempuan ini. Dan akibatnya pula,

tanpa sesadarnya, tubuh pemuda ini sudah menggigil.

Sikap Dyah Raseksi yang genit dan amat berani itu, beberapa kali sudah

memperoleh bukti, ia akan segera dapat menggugurkan benteng iman dan keteguhan laki-

iaki. Maka sekarang berhadapan dengan Fajar Legawa yang bandel dan keras hati ini, ia

berusaha meruntuhkan dengan bujukan dan rayuannya, di samping pula lewat sikap yang

menimbulkan gairah laki-laki,. Lengan yang berkulit kuning dan halus itu, kemudian

memeluk leher Fajar Legawa. Dan sesudah itu, perempuan ini meneruskan ucapannya,

"Kangmas, aku bersedia membebaskan budak liar itu, asal saja engkau bersedia menerima

cinta kasihku. Dan apabila engkau sudah berada di sampingku, akupun akan segera

tunduk padamu. Dan aku akan menghentikan semua perbuatan yang tidak engkau sukai."

Ucapan Dyah Raseksi ini amat merdu memasuki rongga telinga Fajar Legawa,

sedang getaran dari asamara itu kuasa menyentuh dinding hati pemuda ini. Akan tetapi

sekalipun demikian ia masih memiliki kesadaran penuh dan ia sadar pula bahwa mulut

manis dari perempuan ini amat berbisa.

Mendadak saja timbullah pikirannya yang bagus. Timbullah niatnya untuk menipu

perempuan ini dengan pura-pura menerimanya. Dan agar dengan jalan ini, dirinya

bersama Pertiwi Dewi dapat membebaskan diri dari bahaya, ia terseyum, kemudian

jawabnya halus. "Apakah aku dapat mempercayai janjimu itu, Dyah Raseksi?"

"Hemm, apakah engkau masih kurang percaya akan cinta kasihku? Demi cinta

kasihku padamu kangmas, aku bersedia menuruti apapun yang kau minta."

Fajar Legawa kembali tersenyum, Kemudian. "Kalau demikian, lepaskan dahulu

tali yang mengikat aku ini."

Dyah Raseksi tampak ragu-ragu, mengamati Fajar Legawa penuh rasa curiga.

Tetapi Fajar Legawa tersenyum, kemudian bujuknya. "Engkau tidak perlu khawatir aku

ingkar janji, adik yang manis. Apabila engkau mencintai aku, maka akupun akan

membalas cinta-kasihmu itu sepenuh hati."

"Tetapi.....apakah engkau tidak menipu aku?"

"Kekasihku, mengapa engkau masih kurang percaya? Apakah aku perlu

bersumpah untuk membuktikan cinta kasihku padamu?"

"Kangmas, aihh . . . ." Dyah Raseksi mencium Fajar Legawa penuh nafsu. Benteng

pertahanannya menjadi runtuh oleh kata-kata Fajar Legawa yang halus. "Baiklah.....aku

percaya padamu ....."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Tanpa rewel lagi Dyah Raseksi telah melepaskan tali-tali yang membelenggu kaki

dan tangan Fajar Legawa, Akan tetapi ketika tangan Fajar Legawa bebas dan Dyah

Raseksi lengah, seperti kilat cepatnya tangan pemuda itu telah memukul tengkuk

perempuan itu. Terdengar suara mengeluh dari mulut Dyah Raseksi, kemudian roboh

pingsan di atas tanah.

Setelah Dyah Rassksi roboh terguling, dengan cekatan Fajar Legawa melompat ke

arah Pertiwi Dewi. Lalu menggunakan pedang Pertiwi Dewi yang menggeletak tak jauh

dari gadis itu, semua tali yang membelenggu tangan dan kaki berhasil diputuskan.

"Dewi, mari kita tinggalkan tempat berbahaya ini," bisiknya halus.

Pertiwi Dewi menyambut kebebasannya itu dengan bibir tersenyum manis sekali,

sedang sepasang matanya menyinarkan perasaan bahagia. Ketika pandang-mata mereka

bertemu, mengalirlah rasa aneh dalam dada masing-masing. Namun secepatnya Pertiwi

Dewi menghindar dan kemudian mereka berlarian meninggalkan tempat ini.

Akan tetapi Fajar Legawa lupa bahwa Dyah Raseksi memiliki aji "welut putih".

Perempuan ini memang pingsan ketika dipukul tengkuknya. Akan tetapi pingsannya itu

hanya sebentar saja, kemudian perempuan ini bangkit. Ketika melihat Fajar Legawa dan

Pertiwi Dewi tidak nampak, maka dengan marah yang meluap-luap Dyah Raseksi sudah

bersuit nyaring untuk memberi tanda KEPADA anak buahnya.

Suitan ini mengejutkan semua penghuni gunung Ungaran, dan tidak terkecuali

Jalu Gigis.

Ketika itu Jalu Gigis sedang nongkrong sambil membakar daging kelinci. Ia sedang

menggerogoti paha kelinci, ketika suitan Dyah Raseksi menggetarkan gunung itu. Paha

kelinci itu kemudian dibanting sambil mengumpat. "Huh, siapa lagi yang mengganggu

puteriku?"

Dengan gerakannya yang gesit, dalam waktu singkat Jalu Gigis telah berhadapan

dengan Dyah Raseksi.

"Apa yang terjadi?" teriaknya.

"Ayah ....... mereka curang ....!" seru Dyah Raseksi gugup. "Mereka belum jauh

pergi, dan mari kita kejar!"

"Huh, jika tertangkap lagi, sepatutnya aku cincang dan kuremukan batok

kepalanya."

"Ayah .... jangan!" teriak Dyah Raseksi menjadi khawatir. "Mereka jangan engkau

bunuh . . ...!"

"Apakah engkau sudah berobah gila?" hardik Jalu Gigis. "Mereka bertindak

curang, maka sepatutnya jika mereka aku bunuh mati."

"Tetapi ayah, serahkan saja mereka padaku, sebab aku sudah mempunyai rencana

yang amat bagus."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

"Ha-ha-ha-ha, baiklah! Akan tetapi, dua bocah itu tidak boleh lepas lagi, sehingga

membuat terganggu ketenanganku."

Dyah Raseksi memeluk ayah angkatnya, lalu memberi ciuman ke pipi yang mulai

kempot. Dengan sikap yang manja itu, kemudian ia berkata. "Ayah, engkau tidak perlu

khawatir. Tidak mungkin mereka akan dapat menipu aku lagi."

Mereka kemudian bergerak gesit untuk mengejar Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi.

Dipihak lain, Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi berlarian cepat sekali menuruni pinggang

gunung. Suitan yang nyaring tadi amat mengejutkan dua orang muda ini. justeru mereka

dapat menduga bahwa suitan tadi merupakan pemberitahuan Dyah Raseksi kepada anak

buahnya.

Bagi mereka meman tidak perlu takut dan khawatir menghadapi Dyah Raseksi
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maupun anak-buahnya. Akan tetapi Jalu Gigis merupakan lawan yang amat berbahaya.

"Celaka!" Fajar Legawa mengeluh. "Suitan itu tentu tanda yang diberikan oleh

Dyah Raseksi. Kita dalam, bahaya!"

"Lalu.......apa yang harus kita lakukan?" tanya gadis ini dengan khawatir.

"Sebaiknya kita sembunyi lebih dulu!"

"Kemana? Apakah engkau menemukan goa?"

"Kita tidak membutuhkan goa. Mari, kita mencari tempat yang bisa memberi

perlindungan."

Sambil melarikan diri ini, Fajar Legawa meneliti keadaan. Akan tetapi walaupun

telah lama berlarian, mereka tidak menemukan tempat yang cukup baik. Tiba-tiba timbul

akal Fajar Legawa, untuk menuruni jurang dan menyembunyikan diri di dalam jurang.

Tetapi di luar tahu dua orang muda ini, bahwa jurang di gunung ini justeru

merupakan sarang ular piaraan Dyah Raseksi. Maka ketika mereka menuruni jurang ini,

mereka segera disambut oleh barisan ular yang ribuan banyaknya. Melihat ular-ular yang

melata itu. Pertiwi Dewi ngeri dan memeluk Fajar Legawa sambil berseru tertahan.

"Kakang. . . .aihh ..... .aku ngeri . . . .Gunakan tongkatmu. . .!"

"Jangan khawatir!" sahut pemuda ini sambil mencabut tongkat. Ketika itu barisan

ular yang besar dan kecil ribuan banyaknya telah menyambut dua orang muda itu. Namun

setelah Fajar Legawa memutarkan tongkatnya, tiba-tiba saja ribuan ular yang menyambut

itu buyar dan lari berserabutan. Ribuan ular itu tampak menjadi ketakutan setengah mati

kepada keris pusaka "tilam upih" yang tersimpan dalam tongkat itu. Dan sebagai akibat-

nya, tidak sedikit pula di antara ular tersebut yang terlempar jatuh ke dasar jurang,

terbanting, dan mati.

Dengan perasaan lega dua orang muda ini menuruni jurang. Tetapi mereka

bergerak hati-hati, karena tebing jurang itu cukup licin dan berbahaya. Tidak lama

kemudian berhasillah mereka mencapai dasar jurang dengan selamat. Dan kemudian hatihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

dua orang muda ini merasa lega sekali, ketika di dalam jurang mereka menemukan lekuk

yang cukup dalam seperti goa, dan terlindung pula oleh batu besar di atasnya. Dan dengan

bersembunyi di dalam lekuk yang cukup dalam ini, untuk sementara mereka merasa lega

dan aman.

Akan tetapi setelah mereka mendapatkan tempat sembunyi yang aman ini, mereka

dihadapkan kepada kesulitan yang menyusul. Dalam jurang ini tidak tersedia air minum

yang bersih dan makanan apapun. Kerongkongannya yang kering dan haus, di samping

perut terasa melilit-lilit amat lapar.

Sebagai seorang gadis yang polos. Pertiwi Dewi menemui Fajar Legawa dan

bertanya. "Kakang, apakah engkau tidak lapar?"

Fajar Legawa tersenyum mendengar pertanyaan itu jawabnya. "Aku tidak lapar,

hanya dalam perutku terdengar suara-suara yang cukup aneh."

Pertiwi Dewi ketawa lirih, kemudian terdengar gadis berkata. "Benar! Perutmu

tidak lapar, akan tetapi perut itu sudah minta isi."

Meledak ketawa Fajar Legawa mendengar ucapan gadis ini, dan sebaliknya

Pertiwi Dewi ketawa cekikikan.

"Dewi, biarlah perut kita menderita lapar," kata Fajar Legawa dengan nada yang

halus. "Yang penting bagi kita sekarang ini, asal saja kita dapat lolos dari cengkeraman

Dyah Raseksi yang ganas dan kejam."

"Ya.....namun demikian hatiku prihatin dan nelangsa....." Pertiwi Dewi

mengeluh.

Dan mendadak, gadis kecil mungil ini terisak-isak. Hatinya terasa perih sekali

apabila teringat pertemuannya dengan kakak perempuan itu, tidak seperti harapannya.

Ternyata pertemuannya bukan mendatangkan rasa bahagia seperti yang dicitakan, malah

sebaliknya menimbulkan hal-hal yang tidak patut.

Dan Fajar Legawa hanya dapat menghela napas dalam. Hatinya iba sekali

menyaksikan gadis ini menangis sampai puas. Tanpa disadari, iapun kemudian terkenang

kepada nasib sendiri. Kepergiannya sekarang ini dengan tujuan mencari adik

perempuannya yang diculik oleh penjahat.

Untuk merebut kembali Irma Sulastri dari tangan penculik akan tetapi oi-luar

kemauannya sendiri, ternyata dirinya sekarang malah melibatkan diri dalam urusan orang

lain.

Teringat akan nasib Irma Sulastri yang belum diketahui di mana sekarang berada

itu mendadak saja hatinya amat sedih dan nelangsa.

Disaat pemuda ini sedang menyesali sendiri ini, tiba-tita Fajar Legawa kaget.

Sebab tiba-tiba Pertiwi sudah menubruk, memeluk lehernya, dan kemudian gadis ini

menyembunyikan wajahnya yang basah ke dadanya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

"Pertiwi ....... sudahlah!" hiburnya sambil melepaskan pelukan gadis ini.

"Kakang .... hu-hu-huuu.....nasibku amat buruk ...." ratap Pertiwi Dewi di tengah

isaknya.

"Besarkan hatimu dan percayalah engkau akan keadilan Allah Maha Pengasih....."

"Kakang.....engkau benar. Akan tetapi hu-hu-huuu.....aku merasa amat gelisah....."

"Tidak perlu engkau gelisah. Aku sedia mengorbankan nyawaku sendiri untuk

melindungi keselamatanmu."

"Kau.....kau.....benarkah itu?" Pertiwi Dewi menubruk kepada Fajar Legawa

dan menyembunyikan wajahnya yang basah ke dada pemuda itu.

Pada saat itu sesungguhnya Jalu Gigis dan Dyah Raseksi yang mengejar, lewat

pula di atas jurang ini. Akan tetapi karena ayah dan anak ini tidak pernah menduga

buruannya bersembunyi di dalam jurang, maka ayah aan anak tidak meneliti dan

meneruskan pengejaran.

Memang ada alasannya ayah dan anak ini tidak meneliti dalam jurang. Mereka

tidak percaya orang buruannya itu bersembunyi di dalam jurang, justeru jurang ini penuh

ular piaraan, sebagai penjaga keamanan sarang. Apabila orang berani masuk ke dalam

jurang, sama halnya orang itu menyongsong bahaya.

Jalu Gigis dan Dyah Raseksi terus berlarian menuju ke bawah. Tiba-tiba mata Jalu

Gigis yang awas itu, menangkap gerak dan bayangan orang yang berkelebat di bagian

bawah.

"Anakku, di sana ada dua orang berkelebat," kata Jalu Gigis. "Mudah-mudahan

mereka itulah yang sedang kita cari."

Dyah Raseksi yang tidak menangkap gerakan jauh di bawah itu membelalakkan

mata. Kemudian. "Benarkah itu?"

"Aku belum dapat memastikan. Namun yang jelas, di sana tampak dua orang."

Mereka kembali berlarian meneruskan pengejaran. Beberapa saat kemudian

mereka melihat dua orang laki-laki sedang duduk nongkrong di atas batu. Mereka menjadi

kecewa, justeru mereka itu dua orang kakek. Yang seorang tinggi kurus, dan yang seorang

pendek gendut, kepala gundul tidak mengenakan baju.

Dua orang kakek inilah Gadung Melati dan Wukirsari. Dua orang tua ini amat

terkejut dan gelisah ketika pada pagi hari, Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi tidak nampak.

Pada mulanya mereka masih menghibur diri, dan menduga bahwa dua orang muda itu

pergi berjalan-jalan menghirup udara pagi. Namun ketika Gadung Melati menemukan

secarik kertas berisi tulisan, kakek ini berjingkrak kaget.

Surat itu singkat saja. Bunyinya.

? Bapa, maafkan kami. Penjahat gunung Ungar?n melakukan perbuatan sewenang we-

nang, maka ke sanalah tujuan kami malam ini. ?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Fajar Legawa.

Memang Fajar Legawa yang meninggalkan secarik surat ini, pada saat akan

berangkat. Adapun sebabnya pemuda itu perlu memberitahukan dengan secarik surat,

karena ia menduga, dua orang kakek ini akan merasa kehilangan apabila malam berganti

siang mereka belum kembali.

Surat tersebut di samping sengaja unmk memberi petunjuk, Fajar Legawapun

bermaksud agar dua orang kakek itu dapat memberi pertolongan dikala dirinya maupun

Pertiwi Dewi dalam bahaya.

Dan ternyata perhitungan dan dugaan Fajar Legawa ini tepat. Di gunung Ungaran

mereka ini menghadapi kesulitan. Sayang juga bahwa Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi

tidak langsung melarikan diri ke bawah.

Maka apabila mereka tidak bersembunyi di dalam jurang, tentu mereka akan

bertemu dengan dua orang kakek ini.

Wukirsan dan Gadung Melati sedang duduk mengaso, ketika Jalu Gigis dan Dyah

Raseksi muncul. Diam-diam mereka kaget juga melihat munculnya Jalu Gigis dan Dyah

Raseksi. Akan tetapi sesuai dengan watak Gadung Melati yang angin-anginan, ketika

melihat munculnya dua orang itu, ia sudah ketawa terkekeh seperti orang geli.

"Heh-heh-heh, sungguh lucu.....sungguh lucu.....!"

"Apa yang lucu?" bentak Dyah Raseksi sambil mendelik.

"Heh heh heh, apa saja yang dapat membuat aku ketawa, itulah lucu."

"Hi-hi-hik." Dyah Raseksi yang segera dapat menduga bahwa dirinya diolok-olok

orang, sudah tertawa cekikikan dan siap membalas. "Hi-hi-hik, engkau ini manusia atau

kambing?"

Gadung Melati mendelik. "Adakah kambing bisa bicara?" Ia tadi mentertawakan

dua orang itu, karena menduga bahwa Jalu Gigis itu suami Dyah Raseksi. Maka dengan

denikian, pasangan itu adalahlucu dan tidak pantas. Akan tetapi setelah dirinya dibalas

dan disebut sebagai kambing, kakek ini menjadi tersinggung.

Jalu Gigis yang tidak suka berkelakar menjadi tidak senang, matanya mendelik,

kemudian ia membentak lantang. "Hai bedebah busuk. Mengapa kamu disini?"

Wukirsari dan Gadung Melati tidak menjawab. Justeru tidak dijawab ini, Jalu

Gigis tersinggung dan membentak lebih keras. "Hai, apakah kamu tuli?"

Tiba-tiba Gadung Melati terkekeh lagi. "Heh-heh-heh, apakah engkau sudah gila?"

"Bangsat gendut!" damprat Dyah Raseksi "Hati-hatilah engkau membuka mulut."

"Heh-heh-heh, aku berkata apakah sudah gila?" kata kakek gundul ini tanpa

memperhatikan keadaan orang. "Heh-heh-heh, engkau yang sudah memulai denganhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

sebutan "bedebah" kepada kami, Apakah matamu sudah buta, justeru kami manusia pula

seperti kamu berdua?"

Wukirsari menjadi geli mendengar kata-kata Gadung Melati itu. Ia kemudian

ketawa terkekeh-kekeh. "Heh-heh-heh . . . . heh-heh-heh."

Dan suara ketawa terkekeh itu terdengar tajam dan nyaring sekali, memantul dari tebing

ke tebing dan terdengar dari tempat yang amat jauh. Akibatnya di tempat itu segera

terdengar suara ketawa terkekeh dari beberapa tempat, seakan beberapa orang sedang

ketawa bersama terkekeh-kekeh.

Mendengar ini terkejutlah Jalu Gigis dan Dyah Raseksi, dari suara ketawanya yang

tajam, nyaring dan memantul-mantul sseperti itu jelas bahwa kakek kurus ini bukan

sembarang orang. Sulit diukur sampai di mana ketinggian ilmu dan tenaga dalamnya.

Akan tetapi sebaliknya Jalu Gigispun bukan sembarang orang. Iapun seorang sakti

mandraguna yang ditakuti lawan. Mendengar suara ketawa yang bertenaga itu ia tidak

menjadi gentar. Dan ia kemudian bersuit nyaring dan tajam sekali, sehingga suitan ini pun

membahana ke seluruh penjuru hutan, memantul dari tebing ke tebing, dan terpecah-

pecah seperti belasan orang bersuit bersamaan.

Belum juga suara suitan itu lenyap, menyusul kemudian suara yang berdesis-desis

dari seluruh penjuru hutan. Suara berdesis itu makin lama semakin terdengar jelas dan tak

lama kemudian muncullah bermacam bentuk ular berbisa yang bergerak cepat sekali, dan

dalam waktu singkat telah mengurung Gadung Melati dan Wukirsari. Di antara ular

tersebut, terdapat pula yang sebesar paha manusia dewasa, tubuhnya panjang sekali dan

mulutnya yang terbuka itu kiranya sanggup untuk menelan seekor kambing.

"Hi-hi-hik!. Dyah Raseksi ketawa cekikikan, disusul suaranya yang mengejek.

"Ular piaraan gunung Ungaran menghormat dan menyambut kedatangan kalian di

tempat kami ini!"

"Uah .... uah..... hiii ....... hiii aku takut .... hi-hi-hii aku takut....." teriak Gadung

Melati yang tampak seperti ketakutan dan kemudian ia bergerak berkitaran dengan si-

kapnya yang amat lucu. Gerak kakek berjenggot kambing ini mirip dengan angsa, sedang

pantatnya yang besar itu bergerak-gerak seperti seorang penari pantat yang mahir.

Gerakan Gadung Melati ini memang lucu, seakan orang yang sedang kacau dan

ketakutan. Akan tetapi yang benar ia sedang menggunakan ilmu-pengabaran untuk

menghalau ular-ular yang berdatangan itu, dengan menggunakan ilmu "Tolak-bala".

Ketika Gadung Melati sudah selesai berkitaran tujuh kali, maka tba-tiba saja semua

ular yang jumlahnya ratusan itu, mendadak lari berserabutan kacau dan ketakutan.

"Heh heh-heh! Dia mengira sudah hebat dengan ilmunya penutut sato itu kakang,"

kata Gadung Melati kemudian dengan sikapnya yang amat mengejek.

"Betul heh-heh-heh-heh, akan tetapi ular-ular itu hanya membikin takut anak kecil

saja," sahut Wukirsari.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Akan tetapi sebaliknya Dyah Raseksi menjadi marah sekali, menyaksikan barisan

ularnya tiada guna sama sekali. Dengan gerak yang amat cepat sekali, ratu gunung

Ungaran ini sudah melompat dan menyerang Gadung Melati. Serangan yang sekaligus

berbahaya, dan serangan pedangnya itu mengarah tempat-tempat mematikan.

Dalam waktu yang singkat, perkelahian ini berlangsung sengit sekali. Pedang Dyah

Raseksi menyambar-nyambar tidak pernah putus, seperti gelombang laut yang sedang

pasang. Untung sekali bahwa orang yang menghadapi Dyah Raseksi ini Gadung Melati,

maka walaupun bertangan kosong, Gadung Melati tidak mendapat kesulitan, namun
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian kakek ini tampak kaget, ketika setiap pukulan balasan yang ia lancarkan, seperti

tertumbuk oleh tenaga yang lunak dan licin. Hingga sadarlah kakek ini, bahwa perempuan

muda yang berhadapan dengan dirinya ini, memiliki aji kesaktian yang ampuh.

Wukirsari juga sudah terlibat dalam perkelahian yang sengit melawan Jalu Gigis.

Dan Wukirsari inipun terkejut ketika pukulan-pukulannya yang dilancarkan selalu

gagal. Tokoh tua ini melawan sambil mengerutkan kening. Sebab diam-diam iapun

merasa heran mengapa pukulannya selalu meleset tertumbuk oleh tenaga yang lunak dan

licin. Akan tetapi sebaliknya pula Jalu Gigis heran dan penasaran. Sebab pukulan-

pukulannyapun selalu tidak berhasil. Setiap ia melancarkan pukulan-pukulannya, selalu

mengenai tempat kosong, dan apabila berbenturan tangan, ia merasakan kekuatan tenaga

yang dahsyat membentur tenaganya. Akibatnya pula Jalu Gigis makin mempercepat

gerak dan menekan dengan serangannya sehingga perkelahian antara dua orang tua

inipun menjadi sengit.

Demikianlah, empat orang itu berkelahi sengit. Sekali dalam dua kelompok,

seorang lawan seorang. Dan tanpa terasa, matahari makin naik tinggi di angkasa, dan

udarapun tambah menjadi terik. Padahal baik Jalu Gigis maupun Dyah Raseksi yang

sama-sama memiliki aji kesaktian "Welut Putih" itu, mempunyai kelemahan. Aji

kejaktian tersebut tidak tahan akan terik matahari. Sebaliknya, akan menjadi tambah

kekuatan dan kesaktiannya, apabila berkelahi di dalam air. Sayang sekali bahwa di

gunung ini tidak terdapat telaga penampungan air. Hingga tak mungkin dapat memaucing

lawan untuk berkelahi di dalam air. Maka oleh sinar matahari yang terik ini, tenaga Jalu

Gigis dan Dyah Raseksi menjadi cepat payah dan letih. Dan apa bila perkelahian ini harus

diteruskan, baik Jalu Gigis meupun Dyah Raseksi sendiri khawatir, pihaknya akan kalah.

Padahal mereka tadi mengejar orang buruan yang mengacau gunung ini. Dengan

terlibatnya mereka dalam perkelahian ini, berarti orang buruan tadi sempat meloloskan

diri. Dan apabila sampai terjadi demikian, akan berarti mengurangi keangkeran gunung

Ungaran, berpikir demikian tiada keuntungan lagi untuk meneruskan perkelahian ini.

Maka kemudian Jalu Gigis memberi isyarat kepada Dyah Raseksi dengan suitan untuk

mengakhiri perkelahian ini.

Tiba-tiba sinar putih berkelebat dan menyambar dari tangan ayah dan anak itu.

Gadung Melati dan Wukirsari kaget. Mereka cepat melompat ke samping sambil

memukulkan tangan ke depan untuk menghalau senjata rahasia ayah dan anak itu. Akan

tetapi justeru kesempatan di saat Gadung Melati dan Wukirsari menghindar ini,

dipergunakan sebaik-baiknya oleh Jalu Gigis dan Dyah Raseksi melarikan diri,

mengakhiri perkelahian.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Wukirsari dan Gadung Melati tidak mengejar. Mereka memang tidak bermaksud

untuk berkelahi tanpa persoalan jelas. Bagi mereka, tidak ingin memperbanyak musuh,

dan mereka hanya akan turun tangan kepada orang-orang jahat yang tidak bertanggung-

jawab. Sama sekali tidak disadari oleh Wukirsari dan Gadung Melati, bahwa dua orang

itulah penguasa gunung ini. Merupakan orang-orang yang amat mereka perlukan dalam

usaha mereka mencari Pertiwi Dewi dan Fajar Legawa. Dan sebagai akibat kelengahan

dua orang tua ini, maka kemudian terjadilah peristiwa-peristiwa yang sama sekali di luar

harapan Wukirsari dan Gadung Melati.

Yang jelas baik Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi belum berhasil keluar dari

sarang perempuan liar Dyah Raseksi. Setiap saat keselamatan dua orang muda itu

terancam. Dan tiap saat, dua orang muda itu dikejar oleh setan maut.

"Apakah kakang merasakan sesuatu keanehan seperti yang aku rasakan?" tanya

Gadung Melati.

"Maksudmu, pukulan-pukulan yang selalu terbentur oleh tenaga lunak dan licin

tadi?" kata Wukirsari sambil mengamati adik seperguruannya, mencari ketegasan.

"Benar!"

"Hemm, aku sudah berusaha mengenal aji kesaktian mereka. Tetapi. . . .Ah

iblis.......!" tiba-tiba Wukirsari berseru tertahan sambil memukul pahanya sendiri, tampak

sekali ia menyesal.

Dan Gadung Melati yang tidak tahu maksudnya, mengamati kakak seperguruannya

dengan heran. Tanyanya."Apakah maksudmu?"

"Hemm, aku goblok dan pikun!" kata Wukirsari yang geram, penasaran dan

bercampur dengan penyesalan. "Adi, bukankah mereka tadi menggunakan aji "Welut-

putih"? Itulah sebabnya mereka kemudian mengakhiri perkelahian."

"Uah .... betul engkau, kakang. Betul sekali apabila mereka tadi menggunakan aji

itu. Uuh, mengapa otakku menjadi semprul seperti itu? Uah, kita melepaskan kesempatan

yang amat baik."

"Kesempatan apakah?"

"Bukankah mereka tadi itulah raja gunung ini? Tentu mereka tadilah yang disebut

orang dengan nama Jalu Gigis dan Dyah Raseksi itu,

"Ahh, celaka. Engkau benar. Merekalah raja gunung Ungaran ini. Tetapi ahh,

memang sesungguhnya aji "Welut-putih" itu sulit untuk kita lawan."

"Sulit dilawan? Huh, kakang sudah lupa lagi karena tambah tua?

"Apakah maksudmu?"

"Bukankah kesaktian aji "Welut putih" itu dapat dipunahkan dengan ilmu

kesaktian yang kita miliki?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

"Maksudmu dengan "bramastra"?

"Ya! Dengan ilmu itu mereka tidak akan dapat berkutik lagi."

"Hemm, benar. . . ." Wukirsari manggut-manggut "Tetapi. .....lupakah engkau

akan larangan guru?"

"Kakang, bukankah mendiang guru kita tidak melarang menggunakan ilmu

tersebut, apabila keadaan benar-benar memaksa?"

"Hemm, baiklah aku terima alasanmu kali ini, demi keselamatan muridmu dan

keselamatan Fajar Legawa. Akan tetapi adi, untuk seterusnya lebih baik ilmu itu tidak kita

gunakan. Aku takut kepada pesan guru."

Kemudian mereka berdiam diri, kepala mereka menunduk karena mereka

terkenang kepada peristiwa yang hebat, terjadi kira-kira dua puluh lima tahun yang lalu.

Pada waktu itu, Wukirsari, Gadung Melati dan Sabikun (yang kemudian menyamar

dengan nama Kyai Kusen adalah tiga orang saudara seperguruan, terlibat dalam suatu

perkelahian yang hebat sekali dalam sarang bajak laut Ujung Karawelang, sebelah utara

Kendal.

Dalam keadaan mereka dikeroyok oleh ratusan orang lawan. Dan dalam keadaan

terdesak pula, maka kemudian mereka terpaksa pula menggunakan Aji "Bramastra" itu.

Sebagai akibat dipergunakan aji kesaktian tersebut, maka kemudian seluruh penghuni

Ujung Karawelang terbunuh mati dalam keadaan menyedihkan. Karena tubuh orarg-

orang yang terbunhu oleh aji tersebut, tubuhnya menjadi hangus seperti terbakar. Sebab

setiap pukulan mereka menerbitkan hawa panas sekali bagai api, dan malah pula dengan

pukulan tangan bisa membakar benda yang kering.

Tiga orang saudara-sererguruan itu dengan bangga hati, kemudian pulang ke

tempat tinggal guru mereka dan melapor. Bahwa dengan aji "Bramastra", mereka telah

berhasil menghancurkan sarang bajak-laut yang amat terkena1, dn banyak menimbulkan

kerugian bagi mereka yang bergerak di laut. Sama sekali tidak pernah mereka harapkan,

bahwa apa yang sudah mereka lakukan, kemudian hari menimbulkan malapetaka yang

amat hebat.

Terjadinya peristiwa itu adalah disaat Kyai Maksum bersama Wukirsari, Gadung

Melati dan Sabikun menuju Gresik. Di mana mereka memenuhi janji sahabat-sahabat

yang telah bersepakat untuk menyerbu benteng Kumpeni di sana. Akan tetapi ternyata

kemudian, ketika mereka tiba di Gresik, mereka tidak bertemu dengan seorangpun

sahabat itu, hingga timbul keheranan dalam hati guru dan murid ini. Apakah yang

menyebabkan?

Mereka menunggu sehari semalam di Gresik. Tetapi ternyata yang mereka tunggu

tidak kunjung datang, dan tiada pula berita pemberitahuan. Kyai Maksum menjadi gelisah

di samping heran. Apakah sebabnya para sahabat itu ingkar janji dan tidak pula memberi

kabar? Semestinya kalau hal itu tidak jadi dilaksanakan, orang harus memberi kabar.

Maka kemudian Kyai Maksum mengajak tiga orang muridnya itu pergi ke Arjuna,

untuk menemui Kebo Saruti. Akan tetapi ketika mereka tiba di gunung ini, merekahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

menerima kabar yang amat mengejutkan. Bahwa tiga hari yang lalu, Kebo Saruti bersama

dua orang muridnya telah tertangkap dan ditawan, kemudian ditahan di Gresik, oleh

disahabatnya sendiri yang berkhianat.

Kyai Maksum bertambah kagetnya ketika mendengar, bahwa sahabat yang

berkhianat dan berbalik menjadi alat Kumpeni Belanda itu, malah seorang sakti yang

selama ini dihormati dan disegani oleh Kyai Maksum, ialah Gajah Prahara. Dengan

terjadinya peristiwa ini Kyai Maksum kecewa dan penasaran. Kemudian ia bersama mu-

ridnya pergi ke Pasuruan untuk menemui Siung Laut. Namun betapa marah dan betapa

penasaran tokoh ini, ketika tiba di Pasuruan, ia mendengar kabar buruk yang menimpa

tokoh Pasuruan itu. Ternyata Siung Lautpun sekarang telah ditangkap dan ditawan di

Gresik, oleh kecurangan Gajah Prahara.

Dengan perasaan yang amat masygul, Kyai Maksum bersama muridnya

meninggalkan Pasuruan untuk pulang ke Banjarnegara. Walaupun hati amat penasaran

oleh pengkhianatan Gajah Prahara, namun ia tidak berani gegabah menyerbu ke Gresik

bersama tiga orang muridnya. Sebab ia maklum, dengan tenaganya sendiri yang terbatas

dan dibantu oleh tiga muridnya, tidak mungkin sanggup menolong Siung Laut dan Kebo

Saruti.

Akan tetapi apa yang disaksikan dan apa yanq terjadi ketika mereka pulang ke

Banjarnegara? Ternyata desa yang semula hijau dan damai itu, hanya ditinggakan dalam

waktu sepuluh hari saja, sudah berobah amat menyedihkan. Desa itu sudah hangus dan

semua rumah telah menjadi abu. Sedang di samping itu, mayat-mayat laki-laki dan

perempuan berserakan di sana sini dalam keadaan menyedihkan dan sudah membusuk.

Dan ketika Kyai Maksum tiba di rumahnya, tubuh tua ini menggigil dan wajahnya pucat

pasi bagai kertas. Ia terpaku lama sekali di halaman rumah, mengamati rumahnya yang

tinggal menjadi puing. Hanya bagian rumah samping saja, karena letaknya terpisah

dengan rumah besar, masih utuh tidak terbakar. Tiba-tiba ia teringat kepada keluarganya,

dan seperti dipagut ular ia menerobos masuk ke dalam rumah samping yang tidak terbakar

itu. Apa yang kemudian sempat dilihat orang tua ini? Ternyata baik isteri maupun dua

orang anak perempuannya ditemukan sudah menjadi mayat. Ibu dan anak itu telah tewas

dalam keadaan menyedihkan, tidak mengenakan busana apapun. Dan melihat semua ini,

hampir saja ia pingsan. Sebab mudah diduga apa yang sudah dialami oleh isteri dan dua

orang anak perempuannya yang tercinta itu.

Tergoncang hebat sekali perasaan Kyai Maksum menghadapi peristiwa

menyedihkan ini. Ia terhuyung-huyung, kemudian roboh terduduk. Tiga orang muridnya

menjadi sibuk dan khawatir sekali, maka mereka segera menghibur. Tetapi manakah

mungkin hiburan tiga orang muridnya ini mempan, apabila peristiwa yang menimpa ke-

luarganya itu sedemikian hebat? Maka akibatnya Kyai Maksum jatuh sakit dan tambah

hari berat, karena selama itu tidak mau minum dan tidak mau makan. Agaknya

malapetaka yang menimpa keluarga maupun penduduk di desanya itu merupakan

pukulan yang sangat hebat.

Kemudian semalam sebelum orang tua ini menghembuskan napasnya yang

terakhir, ia memberi pesan kepada tiga orang muridnya dengan kata-kata yang tidak

lancar. "Anakku, kiranya Tuhan telah menakdirkan aku harus menderita hebat sekali

menghadapi kepergianku menghadap Dia. Anakku . . . ahh, sama sekali tidak pernah akuhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

duga . . . bahwa ada orang . . . yang sengaja memalsu nama .... dua orang sahabatku ....

Purwowaseso dan Menak Singgih. Dengan . . . . meminjam nama dua orang sahabatku

itu .......orang tidak bertanggung-jawab telan memancing kita semua ini meninggalkan ....

Banjarnegara untuk melaksanakan niat jahatnya .... Anakku, tidak perlu aku sebut siapa

dia . . . tetapi kamu tentu tahu siapakah orang yang aku maksud. Jelas . . . bahwa peristiwa

ini . . . merupakan buntut peristiwa Ujung Karawelang. Kiranya . . . . sahabat-sahabat

penjahat itu . .. menjadi marah dan penasaran. Mereka . . . berusaha memancing harimau

keluar kandang . . . . dengan memalsu nama Purwowaseso dan Menak Singgih....."

Kyai Maksum berhenti, baru beberapa saat kemudian setelah napasnya kembali

longgar, ia meneruskan. "Anakku. .. janganhh kamu menjadi kecil hati . .. dengan

terjadinya malapetaka ini. . . Sebab apa yang sudah kamu lakukan di Ujung Karawelang

merupakan kewajiban ksatria! Kalau toh . ..semua itu harus ditebus dengan

mahal.....sudah sesuai dengan garis Tuhan....."

Napas Kyai Maksum sesak dan dada kakek itu bergerak-gerak. Tangannya

bergerak memberi isyarat minta minum. Dan Gadung Melati cepat-cepat mengambil air

minum yang dibutuhkan gurunya. Kyai Maksum terbatuk-batuk, dan sesudah napasnya

kembali agak louggar, orang tua ini berkata lagi.

"Anakku .... ada tiga macam soal.... yang ingin aku pesankan kepadamu! Aku .. .

aku minta agar pesanku ini.. . kamu camkan benar-benar. Yang pertama, lenyapkan

keinginanmu membalas dendam atas malapetaka ini.. . sekalipun benar malapetaka ini.. .

menghancurkan harapanku . . . Sebab apabila...... orang berusaha balas membalas dunia

ini akan menjadi kacau.. . dan tambah kotor .. . Apabila .. .orang sudah balas-membalas

... akan terjadi permusuhan berlarut-larut.....yang mengacaukan ketentraman dunia ini.....

Oleh sebab itu.....lenyapkan nafsumu membalas dendam .... dan anggaplah seperti tidak

terjadi apa-apa....."

Kyai Maksum berhenti dan menghela napas berat. Sesaat kemudian ia
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melanjutkan dengan kata-katanya yang tetap tidak lancar. "Yang kedua .... anakku . . .

.aku melarang kamu menggunakan aji "Bramastra" ... . .apabila tidak benar-benar

keadaan memaksa .... Karena aku menyadari, bahwa akibat dari ilmu itulah. . . .dapat

mendorong kepadamu melakukan perbuatan sewenang-wenang. . . .Membuat kamu. . .

.lupa diri .... Dan yang ketiga .... hindarkanlah pembunuhan. . . .! Karena dengan alasan

apapun . . . .membunuh sesama manusia. . . .tidaklah baik. Hidup .... dan matinya

manusia ini melulu ditangan Tuhan . . . . Maka tiap persoalan selesaikanlah .... dengan

hikmat, dan barulah apabila terpaksa. . . .dan karena mengancam keselamatanmu sendiri.

. . .dapat dibenarkan engkau membela diri. Ya .... mudah-mudahan kamu dapat

memenuhi harapanku ini. . ..dan semoga Tunan Maha Pengasih selalu melindungi. . .

.dan membimbingmu. . . ."

Ya, sama sekali tidak mereka duga bahwa semua itu merupakan pesan terakhir.

Sebab pada keesokan harinya Kyai Maksum meninggal dunia.

Terkenang oleh peristiwa yang menyedihkan itu....tiba-tiba terdengarlah suara

Gadung Melati yang terisak. Wukirsari terkejut, ia memalingkan, mukanya sambil

bertanya. "Adi . . . . mengapa engkau.... .?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

"Hu-hu-huu, . . .aku selalu menangis dan meneteskan air-mata, apabila terkenang

kepada guru dan keluarganya. Hu-hu-huu .... amat menyedihkan. . . ."

"Sudahlah. . . .peristiwa yang lalu tak usah dikenang. Marilah kita sekarang

melanjutkan penyelidikan."

Mereka kemudian meninggalkan tempat itu untuk melakukan penyelidikan. Akan

tetapi sungguh celaka, mereka tertumbuk kesulitan. Sebab gunung ini penuh jalan

bercabang yang menyesatkan, sehingga membuat mereka beberapa kali berputar-putar

pada suatu daerah yang sama.

Walaupun dua orang ini merupakan dua orang kakek yang luas pengalaman, tidak

urung mereka menjadi bingung. Ketika menyusuri jalan yang lebar dan bersih di pinggang

gunung Ungaran, ternyata jalan ini merupakan jalan yang menyesatkan. Mereka selalu

kembali di tempat semula. Dan ketika mereka menyusuri jalan lurus yang tampaknya

menuju puncak gunung, ternyata kemudian mereka tertumbuk kepada jalan buntu.

Karena berkali-kali mereka tersesat itu, maka kemudian dua orang ini berhenti dan

memutar otak, dalam usaha mereka untuk memecahkan rahasia gunung ini.

oooooo

FAJAR LEGAWA dan Pertiwi Dewi yang bersembunyi di dalam jurang itu,

dalam keadaan yang prihatin. Mereka terpaksa harus menahan perut yang melilit-lilit

minta isi, di samping kerongkongan terasa kering tanpa minum. Sebagai akibat lapar dan

haus ini, semangat mereka seperti lenyap.

Dalam keadaan seperti ini, Pertiwi Dewi menyandarkan pungung ke dinding lekuk

jurang. Dan oleh rasa lapar dan letih, kemudian gadis ini tertidur. Namun justeru tidur

ini, sesunguhnya malah mengurangi deritanya. Ia menjadi terlupa perut lapar dan

kerongkongan yang kering.

Fajar Legawa mengamati gadis kecil mungil itu dengan pandang mata kagum dan

terpesona. Karena baru sekarang ini sajalah ia dapat menikmati wajah yang lembut itu

tanpa rasa khawatir sedikitpun.

Dan entah mengapa sebabnya, mendadak saja timbullah rasa bahagia, bersama

Pertiwi Dewi tersesat di dalam jurang ini. Karena sekarang pemuda ini menjadi jelas,

bahwa gadis kecil mungil ini mencintai dirinya seperti yang dirasakan Fajar Legawa

sendiri sejak pertemuannya yang pertama.

"Namun di samping itu, ia merasa heran kepada hatinya sendiri. Msngipi terhadap

dara kecil mungil dan lincah ini, ia cepat menjadi tertarik dan menjadi sayang? Akan tetapi

kemudian ia cepat-cepat berusaha mengusir perasaannya ini, dengan mengalihkan

pandang matanya kelain jurusan. Akan tetapi sungguh sayang, pandang matanya itu

hanya tertumbuk kepada dinding jurang lain yang kasar tanpa sesuatu yang menarik dan

indah. Sehingga kemudian timbullah keinginan hatinya untuk kembali menikmati wajah

lembut dan ayu yang dimiliki oleh Pertiwi Dewi. Namun demikian ia menekan hati dan

malah kemudian ia menyandarkan punggung ke dinding jurang. Dua belah kaki

diluruskan, mata mulai dipejamkan. Dan tidak lama kemudian, pemuda inipun tertidur

pulas dan lupa segalanya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Tadi malam mereka tidak tidur, dan kemudian nereka harus menghadapi

perkelahian cukup berat. Maka disaat mereka mendapatkan kesempatan ini, mereka dapat

tidur dengan pulas dan nikmat sekali. Mereka lupa kepada apa saja, lupa kepada hal-hal

yang baru saja terjadi maupun yang akan dihadapi.

Ya, katakanlah bahwa nikmat dan kebahagiaan hidup manusia ini, terletak kepada

jabatan dan pangkat tinggi atau harta yang bertumpuk. Tidak! Bukan pada jabatan daa

pangkat tinggi maupun harta yang bertumpuk. Akan tetapi nikmat dan kebahagiaan

manusia hidup kalamana orang itu sedang tidur. Sebab tidur ibarat mati karena sudah

tidak dapat mendengar dan melihat apa-apa lagi. Terlebih lagi apabila orang sedang dibuai

mimpi indah, seakan orang merasakan keadaan sebenarnya.

Manusia yang tidur akan lupa segalanya. Baik si jembel, baik si kaya maupun yang

berkedudukan tinggi. Ya, semua adalah sama! Tidak perduli apakah tidur di kolong

jembatan apakah tidur di pematang sawah, apakah tidur di dalam kamar berbau semerbak

harum. Segalanya akan sama sesudah manusia tidur, dan tidak dibawa disaat tidur.

Katakanlah bahwa manusia "tidak dihidupi" oleh Allah Yan Maha Kuasa.

Katakanlah bahwa Allah tidak menguasai akan segalanya. Kalau itu benar, lalu siapakah

yang memberi hidup disaat tidur, kalau bukan Tuhan Seru Sekalian Alam?

Maka amat tepat dan benarlah kata-kata para cendikia, bahwa merenungi

kalamana sedang tidur, merupakan pelajaran yang berharga dan amat tinggi nilainya.

Baru dalam keadaan tidur saja manusia ini sudah tidak dapat membawa serta harta benda

dan kemewahan hidupnya. Apa pula sesudah orang-orang dipanggil Allah. Apakah yang

dapat dibawa serta? Tidak. Tidak ada! Semuanya tidak ada yang ikut. Meski isteri muda

yang cantik jelita dan disayang sekalipun, tidak mungkin dapat dibawa serta. Kecuali satu

yang bisa dibawa mati, ialah amal!

Maka merupakan pelajaran yang amat berharga bagi manusia yang mau

menyadari hidup ini, dan menyadari bahwa manusia sekadar wayang. Dan dengan

demikian semua ketentuan hanya di tangan Tuhan Yang Maha Agung. Kalau demikian

halnya, mengapa hidup ini kita kotori dengan perbuatan yang kurang baik? Memfitnah,

tamak, serakah, mencari kesalahan orang lain dan banyak lagi? Alangkah mulianya

apabila hidup ini dikembangi dengan peri perbuatan mulia, jujur, bijaksana dan memhawa

kesejahteraan manusia, bangsa dan negara.

Demikianlah baik Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi sekarang ini ibarat mati.

Mereka sekarang berlomba mendengkur, serta lupa segalanya. Lupa bahwa setiap saat

mereka diincar oleh bahaya yang mengancam keselamatan mereka.

Udara pegunungan makin berobah dingin terbawa hembusan angin pegunungan

yang terus bertiup, sesudah sinar matahari makin lemah di bagian barat. Dan udara yang

sejak itu kemudian memberi rasa kesegaran yang sulit dilukiskan. Namun demikian

sepasang merpati ini masih terus terlena dan dibuai inimpi indah. Masih lupa segalanya

dan seakan tidak berada didalam sarang iblis perempuan Dyah Raseksi.

Akan tetapi secara tiba-tiba Pertiwi Dewi meloncat bangun. Wajah gadis ini

nampak tegang, matanya liar mencari-cari, kemudian gadis ini meraba mukanya sendiri.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Namun kemudian gadis ini tampak lega setelah pada wajahnya tidak terjadi perobahan.

Sesaat kemudian gadis ini tersenyum sendiri, ketika pandang matanya tertumbuk kepada

Fajar Legawa yang masih tidur pulas tak jauh terpisah dengan dirinya.

Sekarangmengertilah ia bahwa peristiwa yang amat mengerikan itu, hanya terjadi

dalam mimpi. Di dalam tidurnya tadi ia bermimpi bahwa terjadilah perkelahian kembali

yang amat hebat dengan iblis betina Dyah Raseksi. Dan di dalam perkelahian ini

kemudian, ia mengalami kekalahan lagi, sehingga dirinya tertawan oleh kakak pe-

rempuannya sendiri. Ia kemudian diseret olei Dyah Raseksi, lalu disekap dalam sebuah

kamar.

Ia berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri dari ikatan tambang yang

membelenggu dirinya. Akan tetapi ternyata bahwa usahanya sia-sia belaka dan malah

menyebabkan kulit tubuhnya lecet-lecet dan amat sakit.

Dalam mimpinya itu kemudian ia bertemu dengan kakak perempuannya yang

menyeringai bagai iblis. Dan kakak kandungnya ini kemudian mencaci-maki dirinya

dengan kata-kata amat kotor dan menjijikkan orang-orang sopan.

Serasa hancur perasaan dan hati Pertiwi Dewi berhadapan dengan Dyah Raseksi

ini. Mimpipun tidak bahwa apa yang selalu ia harapkan itu akhirnya kandas. Saudara

yang dirindukan sejak sepuluh tahun dan selalu dicarinya itu, ternyata sekarang sudah

berobah benar-benar. Dia sudah menjadi seorang perempuan liar dan tidak berpribudi

lagi, dan lebih jalang dari perempuan jalang. Akan tetapi di samping kehancuran hatinya

itu, juga meledaklah kemarahannya, dan iapun kemudian membalas mencaci maki kalang

kabut.

"Bunuh saja aku! Habis perkara!" tantang Pertiwi Dewi.

Tetapi tantangan Pertiwi itu disambut oleh ketawa Dyah Raseksi, dan disusul

ejekannya. "Hi-hi-hik, kalau aku tidak ingin membunuhmu, kemudian aku ingin

menyiksa engkau, engkau dapat brbuat apa?"

"Menyiksa? Huh, manusia seliar engkau ini, mudah-mudahan Tuhan mengutuk

engkau. Lupakah engkau bahwa aku ini adik kandungmu sendiri?"

"Hi-hi-hik, engkau berusaha membawa kembali masa lalu? Aku tidak mempunyai

seorang saudarapun sesudah aku berayah Jalu Gigis dan bermukim di gunung Ungaran

ini. Huh, tak tahu malu, mengaku-aku adik orang. Huh, tunggulah saatmu hai budak liar,

kau akan mengutuk dirimu sendiri sesudah aku turun tangan. Apabila kau sekarang masih

dapat membanggakan kecantikanmu, maka esok pagi engkau akan berobah menjadi

perempuan yang paling jelek di dunia ini. Ya, mukamu akan berobah menjadi hitam

legam dan berkeriput."

Mendengar ancaman orang itu, diam-diam Pertiwi Dewi bergidik. Bagi seorang

perempun, secara umum, kecantikan wajahnya merupakan harta benda yang tidak ternilai

harganya. Apibila kemudian wajahnyaharus berobah menjadi buruk, apakah tidak amat

menyedihkan? Dan kemudian Pertiwi Dewi teringat akan sembilan perempuan yang

disebut "lintang sanga". Perempuan itu semuanya berwajah jelek dan hitam berkerut-

kerut. Mungkinkah semua itu oleh perbuatan Dyah Raseksi?https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Teringat akan sembilan perempuan itu, tiba-tiba saja Pertiwi Dewi ngeri. Dan

tubuhnya gemetaran. Dan menyaksikan itu Dyah Raseksi ketawa mengejek. Katanya.

"Hi-hi-hik, engkau ngeri?"

"Iblis jahat!" teriak Pertiwi Dewi. "Huh, siapa takut padamu? Engkau manusia

berhati binatang. Hayo, cepat lepaskanlah ikatanku ini, dan mari kita berkelahi sampai

salah seorang terbunuh mati!"

"Hi-hi-hik, lepaskan sendiri kalau memang bisa!"

Rasa marah dalam dada Pertiwi Dewi menggelegak. Ia meronta dan berusaha

memutuskan tali yang mengikat tubuhnya, namun lagi-lagi usahanya sia-sia. Dan

sungguh celakanya lagi, ia malah hanya menjadi buah tertawaan Dyah Raseksi, seakan

menyaksikan aksi badut yang lucu.

Pada saat ia masih berusaha memberontak itu, tangan Dyah Raseksi membuka

tutup sebuah kotak kayu. Apa yang tampak di dalamnya? Ular . . . .! Dari kotak itu

menjulurlah tiga ekor ular sebesar lengan, sedang lidah yang merah menjulur keluar

mendesis-desis. Melihat ular ini Pertiwi menjadi ngeri, dan berusaha tidak melihat dengan

memejamkan mata. Akan tetapi kemudian ia merasakan sesuatu yang menyentuh kaki,

dan karena menduga itu sentuhan ular, tubuh gadis ini tambah menggigil.

Sesaat kemudian ia merasakan sesuatu yang dingin merayapi tubuhnya. Dan

saking ngeri, gadis ini pingsan. Entah sudah berapa lama ia pingsan, dan ketika siuman

kembali ia merasakan kulit mukanya panas di samping sakit, seakan terkelupas dan me-

lepuh.

Itulah inimpi buruk yang mengembangi tidurnya, sehingga gadis ini bangun

ketakutan, ia masin ngeri juga sekalipun sadar bahwa apa yang terjadi dan dialami itu

hanya terjadi dalam mimpi.

Ingin sekali ia membangunkan Fajar Legawa dan menceritakan impian buruknya.

Akan tetapi menyaksikan bahwa Fajar Legawa masih enak tidur, maka maksud itu

diurungkan, ia maklum bahwa Fajar Legawa letih disamping payah melebihi keadaannya

sendiri. Maka ia tidak sampai hati untuk mengganggu, lalu ia kembali auuuk dan

menyandarkan tubuh pada dinding lekuk jurang.

Namun kemudian perut yang kosong itu sekarang kembali keruyukan minta isi.

Sedang kerongkongannya dirasakan semakin kering, amat menyiksa. Maka apabila ia

tidak takut kepada bahaya yang sewaktu-waktu bisa terjadi, tentu gadis im tidak lagi tahan

menderita lapar.

Amat gelisah Pertiwi Dewi dalam menunggu Fajar Legawa terjaga. Dalam

kegelisahannya ini kemudian ia teringat akan apa yang sudah dilakukan terhadap pemuda

itu. Ketika ia memeluk dan menangis, pemuda itu menunjukkan rasa kasih dan

sayangnya.

Disaat itu tiba-tiba Fajar Legawa bergerak kemudian bangun. Ketika melihat

Pertiwi Dewi, ia bertanya. "Ahh, kau sudah lama bangun?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

"Ahhh, baru saja ........" sahut gadis ini sambil tersenyum.

"Engkau sudah segar kembali?"

Pertiwi mengangguk. Namun kemudian gadis ini mengeluh, tidak kuasa lagi
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menahan perut yang melilit-lilit. "Tetapi sayang .... perutku makin melilit . . . .."

Fajar Legawa iba mendengar keluhan Pertiwi Dewi. Sesungguhnya perutnya

sendiri melilit-lilit dan minta diisi. Akan tetapi ia berusaha menyembunyikan, kemudian

ia menengadah ke langit.

"Tidak lama lagi kita akan bisa keluar dari tempat ini," kata Fajar Legawa yang

berusaha menghibur. "Hari sudah mendekati senja dan aihh .... cobalah lihat, langit itu

sekarang sudah diwarnai oleh sinar merah!"

Pertiwi Dewi ikut pula menengadah ke langit, dan benar saja warna merah

membayang langit. Ia sedikit terhibur, karena tiada lama lagi ia akan dapat keluar

dengan aman dan dapat mencari apa saja yang dapat ia makan.

Gejolak kalbunya sekarang ini justeru terpusat kepada keinginan dapat segera

keluar dari persembunyiannya dengan aman. Agar kemudian dapat meninggalkan sarang

penjahat ini dan menuju pulang. Ia membayangkan alangkah bahagia hatinya apabila

dirinya dapat bersua kembali dengan gurunya.

Akan tetapi kemudian ia teringat akan impiannya yang buruk. Namun ketika ia

sudah akan membuka mulut dan menceritakan semua impian itu kepada Fajar Legawa,

bibirnya seakan terkunci. Terdapat perasaan yang mencegahnya untuk menceritakan

semua itu,

"Mudah-mudahan guru dan uwa Wukirsari tahu tujuan kita pergi kakang, dan

kemudian dapat menolong kita," kata gadis ini kemudian.

"Ya, akupun berharap demikian," sahut Fajar Legawa. "Dan aku percaya bahwa

paman Gadung Melati maupun paman Wukirsari dapat mencari jejak kita."

"Tetapi, dari manakah mereka tahu?"

Fajar Legawa tersenyum, kemudian menjawab terus-terang. "Sebelum kita pergi,

aku meninggalkan pemberitahuan kepada mereka."

"Aihh, betulkah?" wajah Pertiwi Dewi tiba-tiba menjadi cerah, berseri bagai bulan

penuh musim kemarau. Kemudian gadis ini tersenyum, lalu katanya. "Terima kasih aku

ucapkan padamu kakang, untunglah engkau sempat memberitahu mereka. Aduhh, aku

sekarang penuh harapan bahwa baik guru maupun paman Wukirsari sudah menyusul

kemari."

"Mudah-mudahan, Pertiwi," sahut Fajar Legawa.

Waktu berjalan lambat namun tetap. Langit yang diwarnai merah telah berobah

menjadi gelap. Dan akibatnya, jurang itupun kemudian berobah gelap.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Dengan langkah yang hati-hati, kemudian Fajar Legawa dan Pertiwi melangkah

menyusuri jurang ini untuk mendaki tebing. Tetapi mereka tidak segera bergerak dan lebih

dahulu meninjau keadaan. Sesudah dirasakan tiada sesuatu yang mencurigakan, barulah

kemudian dua orang muda ini meloncat ke atas jurang.

"Alhamdullillah.........." ujar Fajar Legawa. Mereka cepat berusaha mencari

sesuatu untuk dapat dijadikan pengisi perut. Namun kemudian dua orang muda ini

kecewa bukan main, ketika melihat bahwa di sekitarnya tidak terdapat sebatangpun pohon

buah.

"Dimanakah kita dapat mencari pengisi perut?" Pertiwi Dewi mengeluh, karena

perut dirasakan semakin melilit.

"Mudah-mudahan Tuhan menolong kita!" hibur Fajar Legawa, tetapi

sesungguhnya pemuda ini merasa bingung juga.

Mereka melangkah perlahan dan penuh kewaspadaan meninggalkan tempat itu,

sambil menyelidik pohon buah. Dan sesudah mereka melangkah beberapa lama, hidung

Pertiwi Dewi yang tajam mencium bau pisang masak.

"Pisang.......!" seru Pertiwi Dewi perlahan.

Dan Fajar Legawa mengangguk, juseru hidungnya sendiri juga mencium bau

pisang masak itu. Mereka menyelidik ke sana kemari, dan akhirnya dapat menemukan

pasang yang dimaksud itu. Agak sayang juga bahwa tandan pasang itu tinggal sedikit sisa

kampret. Namun demikian lumayan pula, justeru dengan pisang tersebut rasa melilit pada

perut berkurang dan rasa dahagapun tidak merangsang lagi.

Dengan perut yang hanya diisi oleh beberapa biji pisang ini, mereka kemudian

meneruskan perjalanan dengan maksud meninggalkan sarang Dyah Raseksi ini secepat-

cepatnya, nafsu untuk menolong Pradapa terpaksa disisihkan dahulu, dan terpikir oleh

dua orang muda ini untuk rengundang bantuan Wukirsai dan Gadung Melati,

Sama sekali tidak disadari oleh dua orang muda ini, bahwa sarang Dyah Raseksi

penuh oleh jalan rahasia yang menyesatkan. Maka kemudian mereka mengalami tersesat

seperti yang dialami oleh Wukirsari dan Gadung Melati. Mereka berputar-putar terus dan

makin lama mereka menjadi bingung, sehingga mereka kehilangan arah.

"Mengapa sebabnya kita beberapa kali kembali ke tempat yang semula?" keluh

Pertiwi Dewi penuh rasa khawatir.

"Iblis itu ternyata pintar sekali mengatur sarangnya. Ahh, ternyata sarang ini

banyak jebakan yang menyesatkan," Fajar Legawa juga mengeluh, dan dadanya tegang

berdebaran.

"Lalu . .. . . apa yang harus kita lakukan? Apakah .... kita tak mungkin keluar dari

tempat iblis ini?" dalam mengucapkan kata-katanya, ini, suara Pertiwi Dewi menggeletar,

seperli seorang yang sedang menahan tangis.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Betapa iba rasa hati Fajar Legawa ini, sulit dilukiskan. Namun apa harus dikata

justeru dirinya sendiri juga bingung dan tidak tahu arah?. Maka yang dapt dilakukan

hanya menghela napas unluk mengurangi rasa tegang dalam dada.

Disaat mereka berusaha menemukan jalan ke.luar dari sarang penjahat ini, tiba-

tiba mereka mendengar suara suitan yang amat nyaring. Dan suitan itu kemudian malah

sambung-menyambung memenuhi daerah hutan yang luas.

Dua orang muda ini terkejut dan berdebar. Mereka sadar akan ancaman bahaya

sewaktu-waktu. Dan untuk ini, tiada lain harus bersiap diri dan hati-hati menghadapi

ancaman bahaya maut.

Ternyata tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu.Dari segala arah telah

bermunculan orang-orang bersenjata yang kemudian mengurung mereka secara ketat.

Fajar Legawa dan Pertiwi Dewi telah mempersiapkan senjata masing-masing.Akan tetapi

ternyata mereka tidak berani mendekat, dan mereka hanya mengurung dari jarak agak

jauh. Melihat tiap mereka ini, sadarlah Fajar Legawa, bahwa kiranya orang-orang ini

hanya bertugas untuk mengawasi gerak-geriknya saja.

"Pertiwi," bisiknya kepada gadis itu. "Mari kita serbu dan hancurkan mereka.

Sedikit terlambat, kita akan celaka."

"Marilah," sahut Pertiwi Dewi dengan nada mantap. Agaknya gadis inipun

menyadari keadaan dan kekhawatiran Fajar Legawa.

Demikianlah, kemudian dua orang muda ini dengan gerak cepat telah menyerbu

kearah mereka. Tetapi dengan cekatan pula orang-orang di bagian selatan sudah lenyap,

bersembunyi di tempat gelap. Dan ketika dua orang muda ini menyerbu ke bagian tidak

terjaga, mereka menjadi terkejut.

Mereka berhadapan dengan jurang yang dalam. Maka secepat kilat dua orang ini

membalikkan tubuh, dan menyerbu bagian lain. Mereka menyerang bagian barat. Akan

tetapi peristiwa aneh kembali terjadi, orang-orang itu lenyap di tempat gelap.

Melihat cara perlawanan orang-orang ini, Fajar Legawa sadar bahwa orang-orang

ini hanya berusaha mengurung dan membuntu jalan saja. Untuk menghindarkan hal-hal

yang merugikan, memaksa kepada Fajar Legawa untuk berpikir. Oleh karena itu

kemudian terpikir oleh pemuda ini untuk menyerbu bagian yang dapat membawa dirinya

kearah bawah. Sebab bagi dirinya dan Pertiwi Dewi saat sekarang ini yang paling penting,

hanya bermaksud melarikan diri.

Atas serbuan dua orang muda ini, pada bagian itu tidak melawan, mereka hanya

saling menghilang di tempat gelap untuk kemudian muncul lagi di tempat agak jauh. Dua

orang muda ini nenjadi penasaran di samping gelisah. Maka kemudian mereka menyerbu

terus, tidak memberi kesempatan orang-orang itu menyelamatkan diri.

Akan tetapi ahhh......dua orang muda ini berseru tertahan hampir berbareng.

Ternyata mereka berhadapan lagi dengan jurang lebar dan dalam, sehingga tidak mungkin

dapat dilalui dengan melompat. Dan disaat dua orang muda ini baru membalikkan tubuh

untuk menyerbu bagian lain, tiba-tiba jantung mereka tergoncang keras. Sebab disaat itu,

mereka menangkap suara orang ketawa terkekeh yang parau.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

"Celaka.......!" Pertiwi mengeluh. Sedang Fajar Legawa tidak berkata apa-apa.

Hanya sejenak, muncullah kemudian Jalu Gigis dan Dyah Raseksi. Begitu muncul

perempuan ini sudah ketawa cekikikan sambil menyindir.

"Hi-hi-hik, apa sebabnya kamu tidak cepat berusaha melarikan diri?"

"Huh, engkau manusia pengecut dan curang!" teriak Pertiwi Dewi penasaran.

"Hi-hi-hik, siapa curang?"

"Kau.....! Kau membuat jalan-jalan yang menyesatkan orang. Huh, coba aku tahu

jalan keluar, apakah kau dapat menemukan kami lagi? Cis, tidak tahu malu!" damprat

Pertiwi Dewi tambah penasaran.

"Hi-hi-hik, gampang saja menuduh orang curang," ejek Dyah Raseksi. "Lupakah

kamu akan peristiwa siang tadi? Dengan akal busuk kamu telah memperdayakan aku."

Tiba-tiba saja Fajar Legawa mendapatkan pikiran yang ia anggap bagus, ia

mengerti bahwa Dyah Raseksi amat gandrung kepada dirinya. Mengapa dalam keadaan

memaksa seperti ini, tidak menggunakan kelemahan orang untuk mencari jalan selamat?

Terpikir demikian, ia segera mengajukan suntu jalan penyelesaian. Katanya. "Dyah

Raseksi? Aku tidak mungkir lagi bahwa siang tadi aku sudah curang dan menipu engkau.

Akan tetapi.... aih, agaknya engkau kurang dapat memahami maksudku yang

sebenarnya."

"Hi-hi-hik, engkau menipu dan berbuat curang, masih juga mengemukakan dalih

macam pokrol bambu!" ejek Dyah Raseksi.

"Ha, ternyata benar dugaanku bahwa engkau tidak dapt menangkap maksudku

yang sebenarnya. Sebab. . . . sesungguhnya aku sedang menguji kebenaran dan

kesetiaanmu kepadaku. Namun ternyata, engkau sudah salah faham."

Sukar dilukiskan betapa Pertiwi Dewi terkejut mendengar ucapan Fajar Legawa

ini, dan sekaligus timbul pula rasa kecurigaannya, disamping pula rasa cemburu yang

memenuhi dada. Karena menurut pendapat gadis ini, dengan pernyataan Fajar Legawa

itu berarti, apa yang telah diucapkan oleh Fajar Legawa di dalam tempat persem-

bunyiannya tadi hanya palsu belaka. Dan jika demikian keadaannya, maka hanya ada

satu saja penyelesaian yang tepat bagi dirinya sekarang, untuk menyerang dan membunuh

pemuda berhati palsu itu.

Melihat gelagat itu, Fajar Legawa menjadi khawatir juga. Maka pemuda ini

menghampiri Pertiwi Dewi, lalu berbisik. "Pertiwi, engkau jangan salah duga, sebab saat

ini aku sedang berusaha menyelamatkan diri dengan caraku sendiri. Pertiwi saat ini aku

ingin menggunakan kelemahannya yang mencintai aku. Maka biarlah aku pura-pura

mengimbangi hasrat cintanya, dan kemudian aku akan menuntut supaya membebaskan

engkau. Tentang keselamatanku, tidak usah engkau khawatir. Percayalah bahwa dengan

caraku sendiri, aku akan dapat membebaskan diri dan sore hari engkau dan aku akan

sudah dapat bertemu lagi."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Pertiwi tidak membuka mulut. Bagaimanapun, dalam hatinya timbul harapan

meskipun tidak sepenuhnya. Namun sebaliknya timbul pula perasaan yang khawatir

apabila Fajar Legawa tidak dapat mempertahankan diri, menghadapi bujuk dan rayu

Dyah Raseksi, yang telah banyak pengalaman menghadapi laki-laki.

Akan tetapi lain Pertiwi Dewi dan lain Dyah Raseksi. Maka ketika mendengar

pernyataan Fajar Legawa itu, selera kasmarannya (cinta-kasihnya) kepada Fajar Legawa

makin bertambah.

"Benarkah katamu itu, kangmas?" tanya Dyah Raseksi sambil tertawa riang,

"Benarkah engkau mencintai aku?"

Fajar Legawa memaksa diri untuk berpura-pura,lalu ia menjawab ramah.

"Diajeng, tadi siang aku mengujimu sampai dimanakah perasaan cinta kasihmu padaku.

Aku ingin melihat, apakah dengan perbuatanku, engkau marah ataukah tidak. Sebab

apabila dengan perbuatanku itu engkau marah, itu merupakan pertanda bahwa engkau

hanya berpura-pura. Tetapi sebaliknya apabila tidak marah, berarti engkau sungguh-

sungguh dan percaya padaku."

"Hi-hi-hik, laki-laki selalu kurang percaya kepada perempuan," kata Dyah

Raseksi. "Kangmas, entah sudah berapa kali aku menyatakan akan menurutkan

kehendakmu. Karena itu sekarang, katakanlah. Apakah yang engkau kehendaki dan

engkau minta?"

"Masudku demikian," sahut Fajar Legawa, "Aku minta lupakanlah peristiwa

siang tadi, duan sekarang kabulkanlah apa yang aku minta, bebaskanlah gadis ini, Tetapi

disaat engkau membebaskan dia, aku harus mengantarkan keluar dari tempat ini.

Sebaliknya engkau bersama ayahmu menyertai pula. Dan disamping itu agar engkau tidak

khawatir aku melarikan diri, ikatlah dua tanganku."

Sesungguhnya, Fajar Legawa berat juga mengemukakan tipu-muslihatnya ini,

justeru hal itu bertentangan dengan suara hatinya sendiri, ia seorang pemuda sejati,

pemuda yang tidak suka berpura-pura. Tetapi ia terpaksa melakukan, bukan lain untuk

keselamatan Pertiwi Dewi.

Mendengar ucapan Fajar Legawa itu, Pertiwi Dewipun sekarang mengerti. Jelas

sekali bahwa semua usaha pemuda itu, bukan lain dalam usahanya untuk menyelamatkan

dirinya rdari keganasan Dyah Raseksi. Namun ternyata dugaan Fajar Legawa itu keliru.

Ia bukan seorang gadis yang hanya mementingkan diri sendiri. Pertiwi Dewi tidak dapat
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membiarkan Fajar Legawa celaka di tangan Dyah Raseksi dalam usaha membebaskan

dirinya. Dan bagi Pertiwi Dewi, merasa lebih puas dapat mati bersama-sama dengan

pemuda yang menarik hatinya dan dicinta itu.

"Tidak! Tidak bisa!" teriak gadis ini tiba-tiba,

Fajar Legawa terkejut dan memandang Pertiwi Dewi penuh rasa heran. Katanya

cepat dalam usahanya membujuk. "Pertiwi, mengapa tidak?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Akan tetapi Pertiwi Dewi seperti tidak mendengar. Dan tiba-tiba gadis itu sudah

menerjang, ke arah Dyah Raseksi sambil berteriak nyaring. "Perempuan busuk! Kau harus

mampus di tanganku!"

SERANGAN Pertiwi Dewi itu diluar perhitungan Dyah Raseksi. Hatinya yang

sedang dirundung rasa gandrung kepada Fajar Legawa menyebabkan ia seperti lupa diri.

Ia kaget ketika ujung pedang "adik-kandungnya" itu sudah menyambar dada.

"Breet.....!" hanya oleh perlindungan aji kesaktian "Welut Putih" saja, kulit

dadanya tidak mempan oleh tusukan pedang itu. Akan tetapi sebaliknya baju dan kain

penutup dadanya menjadi robek oleh tikaman pedang itu. Namun demikian Dyah Raseksi

menjadi marah bukan main. Ia merasa terhina, maka sambil menggeram marah Dyah

Raseksi sudah menggerakkan tangan untuk membalas dan memukul.

Fajar Legawa menjadi pucat wajahnya. Sebab dengan langkah Pertiwi Dewi ini berarti

rencana tipu muslihatnya berantakan. Dan melihat ancaman bahaya itu, secepat kilat

Fajar Legawa sudah melompat maju sambil menggerakkan tongkatnya. Bentaknya.

"Lepaskan dia!"

Ujung tongkat Fajar Legawa menyambar lambung. Akan tetapi sungguh sayang

bahwa saat itu Jalu Gigis hadir. Melihat anaknya terancam oleh bahayaT ia tidak dapat

tinggal diam. Ia sudah mengangkat tangannya untuk menangkis, Fajar Legawa cepat

menarik tongkatnya, kemudian menyambar leher dan kepala. Di saat Jalu Gigi

merendahkan tubuh sambil berusaha merebut tongkatnya, secepat kilat Fajar Legawa

telah merobah serangannya dan menyerampang kaki.

Jalu Gigis sadar bahwa tongkat pemuda ini berbahaya. Kalau hanya

mengandalkan kepada aji "welut putih" kemungkinan kulit tubuhnya tak sanggup

bertahan. Maka secepat kilat kakek ini sudah melenting tinggi ke udara, sambil

mengirimkan pukulannya.

Ketika itu Pertiwi Dewi dengan kemarahan yang meluap, terus menghujani

serangan kepada kakak-kandungnya sendiri. Gadis ini nekat, walaupun sadar pedangnya

takkan sanggup melukai Dyah Raseksi. Sebaliknya, pada mulanya Dyah Raseksi masih

dapat bersikap sabar. Akan tetapi, setelah Pertiwi Dewi menyerang dengan nekat, iapun

menjadi marah. Maka ketika pedang Pertiwi Dewi menyambar, cap, pedang itu telah

terjepit di antara jari tangannya. Dan kemudian dengan gerakan yang memutar, lepaslah

pedang itu dari pegangan tangan Pertiwi Dewi.

Tetapi walaupun sekarang sudah tidak bersenjata lagi, Pertiwi Dewi masih tetap

nekat, ia memekik nyaring sambil mengirimkan pukulan dan tendangan. Sungguh

merupakan usaha sia-sia dan nekat, membuktikan keputusannya. Kalau dengan senjata

saja tidak dapatmengimbangi Dyah Raseksi, manakah mungkin dengan tangan kosong

dapat mengatasi?

Justeru oleh kenekatan Pertiwi Dewi ini, Dyah Raseksi tambah marah. Secepat

kilat ia memungut pedang adiknya yang tadi berhasil direbut, kemudian dengan pedang

ini mulai membalas serangan Pertiwi Dewi.

Akibatnya Pertiwi Dewi menjadi sibuk. Ketika gerakannya sedikit lambat,

pedangnya sendiri sudah berhasil melukai pundaknya, darah merah segera mengucurhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

keluar dari luka, sehingga baju gadis itu bernoda darah. Sebelum Pertiwi Dewi sempat

berbuat apa-apa, tendangan Dyah Raseksi yang tidak terduga mengenai lambung dan

akibatnya tubuh Pertiwi Dewi terpental beberapa meter jauhnya, kemudian roboh tidak

berkutik lagi akibat pingsan.

Ketika itu Fajar Legawa kaget. Akibatnya ia terlambat ketika berusaha

menghindari sampiran kaki Jalu Gigis, sehingga kakinya terkait. Dan disaat tubuhnya

masih limbung tendangan Jalu Gigis yang menyusul berhasil mementalkan tubuh

pemuda itu beberapa meter jauhnya.

"Jangan ayah!" teriak Dyah Raseksi sambil melompat maju dan menghalangi

maksud Jalu Gigis yang berusaha membunuh Fajar Legawa, sambil memeluk tubuh

pemuda itu.

Jalu Gigis memandang anaknya dengan pandang mata tidak senang. "Huh,

engkau ini anak apa? Engkau sudah ditipu orang, mengapa engkau sekarang masih pula

berusaha melindungi?"

"Hi-hi-hik, aku sayang ayah......" jawab Dyah Raseksi dengan sikapnya yang

manja.

"Huh.....jadi engkau masih tetap mencintai orang yang sudah menipu engkau?"

Dyah Raseksi tidak menjawab, akan tetapi ia ketawa cekikikan.

Jalu Gigis membalikkan tubuh, kemudian ia pergi meninggalkan anaknya tanpa

membuka mulut.

Sesungguhnya tendangan Jalu Gigis tadi tidak begitu berat. Akan tetapi oleh

goncangan perasaan, tendangan Jalu Gigis tadi sudah kuasa membuat Fajar Legawa

pingsan.

Ketika Fajar Legawa membuka matanya pertama kali, pemuda ini kaget berbareng

heran. Ia mendapatkan dirinya telah berbaring di atas pembaringan yang empuk, dengan

alas kain sutera warna jingga, dalam sebuah kamar yang bersih, indah dan harum. Dan

ketika ia bertatap pandang dengan Dyah Raseksi, tersiraplah darah Fajar Legawa dan

sadar pulalah ia sekarang, sudah ditawan oleh perempuan iblis itu.

"Hi-hi-hik, engkau kaget kangmas?" tegur Dyah Raseksi sambil cekikikan.

Fajar Legawa berdebar tegang. Jantungnya tergoncang keras ketika melihat Dyah

Raseksi mengenakan kain yang tipis pada malam ini. Potongannya terlalu pas, sehingga

tubuh indah itu tercetak sedemikian nyata.

Akan tetapi Fajar Legawa berusaha menekan perasaan. Kemudian diam-diam ia

berusaha menyalulkan tenaga dalamnya, untuk dapat mematahkan ikatan kaki dan

tangannya. Sayang sekali ikatan itu kuat sekali, sehingga usahanya sia-sia belaka.

Ketika itu Dyah Raseksi sudah duduk di pinggir pembaringan. Cara duduknya perempuan

ini amat sembrono, sehingga keadaan itu membuat Fajar Legawa harus menahan napas.

"Kangmas, apakah engkau masih tetap berkeras hati? Kangmas, degarlah jeritanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

hatiku," katanya setengah berbisik dan amat merdu.

"Hemm....." Fajar Legawa menghela napas. "Apakah sudah layak dengan

sikapmu terhadap aku sekarang ini, engkau mengucapkan kata-kata seperti itu? Dan

pantaskah kita bicara, aku harus terlentang tidak dapat bergerak, sedang engkau dapat

duduk dengan bebas?" Halus ucapannya, akan tetapi sesungguhnya cukup tajam. Namun

demikian Dyah Raseksi malah tersenyum manis sekali, kemudian jawabnya.

"Engkau masih merasa belum puas dengan sikapku sebaik ini? Adakah seorang

tawanan ditempatkan dalam kamar sebagus ini dan di atas pembaringan seperti ini?"

"Tetapi......akuengkau ikat tidak dapat bergerak sedikitpun."

"Tentang ikatan, apakah sulitnya melepaskan? Yang jelas aku khawatir kau tipu

lagi. Apalagi engkau tunduk akan kemauanku, sekarang juga engkau aku lepaskan.

Namun sebaliknya engkau tetap keras kepala, hemm....aku bisa berbuat lain."

Dyah Raseksi berhenti sambil mengamati wajah Fajar Legawa tidak berkedip.

Beberapa saat kemudian, ia baru meneruskan. "Tapi kangmas... hemm, apabila engku

keras kepala, akupun dapat berbuat lain. Aku dapat menundukkan engkau dengan

ramuan racun."

Tergetar perasaan Fajar Legawa mendengar ancaman ini. Dirinya akan diracun?

Kemudian dirinya harus mati? Ia tidak takut mati. Akan tetapi dalam saat sekarang ini, ia

belum bersedia. Persoalannya dirinya masih mengemban tugas harus mencari adiknya

yang diculik penjahat, dan di samping itu pula dirinya pengemban amanat untuk

menyelamatkan keris pusaka "Tilam Upih".

Apakah jadinya kalau keris pusaka Adipati Ukur itu, kemudian jatuh di tangan

seorang perempuan jahat seperti Dyah Raseksi ini? Tidak! Ia tidak boleh mati sekarang,

sebelum dapat menyelesaikan tugas dan tanggung-jawabnya. Selama otaknya masih dapat

dipergunakan berpikir, ia harus mencari daya untuk menyelamatkan diri. Maka katanya

kemudian."Diajeng,sesungguhnya aku tidak berpura-pura. Karena itu aku mengharap

kelapangan hatimu, agar engkau tidak memperlakukan aku sekasar ini."

"Tidak kangmas,aku takkan sekasar ini memperlakukan engkau." Sahut Dyah

Raseksi dengan bibir menyungging senyum. "Namun sebaliknya akupun memerlukan

jaminan akan janjimu."

"Aku harus janji apalagi?"

"Berjanjilah,bahwa engkau takkan menyalah gunakan kebebasan yang aku

berikan. Bahwa engkau akan pandai memegang janji. Engkau takkan lari atau menyerang

aku, sesudah engkau bebas."

"Ya,aku berjanji manis. Aku berjanji tidak akan menyalah-gunakan kebebasanku

aku takkan mencelakakan engkau.Aihh, manakah mungkin hal itu bisa terjadi? Dengan

tulus ikhlas engkau mencintaiaku, dan akupun mencintai engkau."

"Aihh....benarkah itu? Engkau mencintai aku, kangmas?" sepasang mata Dyahhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Raseksi menyala penuh gairah sambil mengamati wajah tampan Fajar Legawa.

"Mengapa tidak?" sahut Fajar Legawa dengan ucapan yang mantap. Akan tetapi

sebenarnya, dada pemuda ini dipenuhi perasaan tegang, sebab ia sadar bahwa dengan

jawabannya ini, berarti dirinya bermain di atas api. Salah-salah dirinya dapat terbakar

oleh permainannya sendiri itu.

Dan atas jawaban Fajar Legawa ini, Dyah Raseksi yang amat gandrung kepada

sang pemuda, tersenyum lebih manis bagai gula. Kemudian perempuan ini

membungkukkan tubuhnya, dua tangannya memeluk leher Fajar Legawa, dan dengan

amat beraninya telah mencium dan mengecup bibir Fajar Legawa.

Ciuman, pelukan dan kecupan yang dilakukan oleh Dyah Raseksi ini, cukup

menimbulkan perasaan yang beraneka macam dalam dada Fajar Legawa. Betapa tidak?

Ia seorang pemuda dewasa, dan seorang pemuda yang selama ini tidak pernah bergaul

dengan perempuan. Maka baik ciuman maupun kecupan pada bibirnya ini merupakan

suatu yang baru. Getaran aneh menebar memenuhi dadanya, menimbulkan perasaan

yang nikmat dan memabukkan, akan tetapi disamping itu juga menimbulkan perasaan

muak dan jijik.

Sengaja Fajar Legawa tidak menghindari ciuman maupun kecupan Dyah Raseksi,

dalam usahanya untuk membuat perempuan ini lengah.

"Diajeng, jangan kau siksa terlalu lama seperti ini." Katanya halus."Lepaskan

semua ikatan ini, agar malam ini juga aku dan engkau dapat menikmati hidup sewajarnya,

seperti pengantin baru."

Dyah Raseksi melebarkan sepasang matanya. Akan tetapi bibir yang indah itu

segera membentuk senyum manis. Tanpa mengucapkan sesuatu, Dyah Raseksi sudah

menggunakan pisau belati kecil untuk memutuskan semua ikatan pada kaki maupun

tangan Fajar Legawa.

Bersorak gembira Fajar Legawa menyambut kebebasannya ini. Dan hatinya ingin

pula segera menyerang perempuan ini, kemudian melarikan diri. Namun demikian ia

seorang pemuda yang cukup hati-hati dalam segala tindakannya, ia memperhitungkan

apabila tergesa dan gegabah, tidak urung usahanya membebaskan diri gagal dan malah,

dirinya akan menghadapi ancaman bahaya yang lebih hebat.Oleh sebab itu dengan

menahan segala perasaan yang muak dan jijik kepada perempuan ini, ia terpaksa

membalas memeluk ketika Dyah Raseksi memeluk leher. Kemudian iapun mengimbangi

ketika Dyah Raseksi mulai menyerbu dengan ciuman dan kecupan. Peristiwa ini cukup

menimbulkan gairah dalam hati mudanya. Namun demikian Fajar Legawa sempat

menyadari bahwa dirinya berhadapan dengan seorang perempuan iblis.

Sebaliknya Dyah Raseksi yang merasa mendapat kemenangan dalam usaha

menundukkan hati pemuda tampan ini, hampir saja menjadi lupa akan bahaya. Sebagai

seorang perempuan iblis, apa yang telah terjadi cukup membangkitkan selera dan gairah.

Seakan dirinya sekarang sedang melayang-layang terbang di angkasa.

Akan tetapi ternyata bahwa perkembangan yang terjadi menyusul, adalah diluar

perhitungan Fajar Legawa dan Dyah Raseksi sendiri.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Disaat Dyah Raseksi sudah hampir tidak kuasa menahan gelora asmaranya, mendadak

terdengarlah suara suitan nyaring susul menyusul.

Namun agaknya suitan yang riuh ini, merupakan bentuk uluran tangan Tuhan

dalam usaha menolong Fajar Legawa yang tak bersalah. Mendadak sepasang mata Dyah

Raseksi terbelalak, wajahnya pucat sambil melepaskan pelukannya.

Menyaksikan perobahan ini Fajar Legawa cepat dapat menduga apa yang

terjadi.Tetapi dalam usaha menutupi rencana dan akalnya, ia pura-pura heran dan kaget.

Tanya pemuda ini. "Diajeng.....apa yang terjadi?"

Untuk sejenak Dyah Raseksi tidak menjawab. Tetapi kemudian dia mengamati

Fajar Legawa dengan pandang mata sayu. Sahutnya. "Kangmas engkau takkan

berkhianat padaku, bukan?"

"Ahhh, engkau selalu mencurigai aku saja diajeng. Tidakkah engkau merasakan

betapa tanggapan dan sikapku terhada pengkau? Aihh, jika engkau memang kurang

percaya, silahkan engkau mengikat tangan dan kakiku ini, agar aku tidak dapat pergi dari

kamar ini." Fajar Legawa yang berusaha menyembunyikan rahasianya ini, secara berani

telah menantang. Dan tantangan ini merupakan langkah yang untung-untungan, justeru
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tantangan inilah yang akan menentukan nasib selanjutnya.

"Aku.....aku percaya kangmas....." sahut Dyah Raseksi dengan ucapan yang agak

gugup dan menggeletar. Kemudian perempuan ini kembali mengecup bibir Fajar Legawa

penuh gairah. "Kangmas.....sekarang istirahatlah engkau dengan tenang di kamar ini.

Aih.... ada sesuatu yang memerlukan untuk sementara aku meninggalkan

engkau.....Aihh, sesungguhnya aku amat masygul....."

Ketika itu suitan makin riuh terdengar dan memenuhi udara dalam sarang penjahat

ini. Dyah Raseksi tampak gugup disamping masygul, dan kemudian tanpa mengucapkan

sesuatu, perempuan ini telah melompat keluar kamar dan menghilang di tempat gelap.

Kesempatan ini tidak disia-siakan pula oleh Fajar Legawa. Setelah menyelidik

dengan pandang-matanya beberapa saat keluar kamar, secepat kilat Fajar Legawa telah

menyambar tongkatnya yang menggeletak diatas meja, di samping pembaringan. Diam-

diam hati pemuda ini bersyukur, bahwa Dyah Raseksi tidak mengetahui rahasia

tongkatnya, sehingga benda pusaka yang harus dia lindungi dan selamatkan itu tidak jatuh

ke tangan orang yang tidak berhak.

Dengan langkah yang hati-hati dan penuh kewaspadaan, Fajar Legawa sudah

meninggalkan kamar ini. Tetapi diam-diam pemuda ini menjadi heran dan berdebar,

apakah sebabnya tidak tampak seorangpun? Dan apa yang telah terjadi dengan sarang

penjahat malam ini?

Disaat dadanya penuh pertanyaan sambilmelangkah hati-hati ini, tiba-tiba ia

mendengar suara langkah orang yang tergesa-gesa. Ia cepat berlindung di tempat gelap,

dan tak lama kemudian muncullah seorang perempuan berwajah buruk, yang melangkah

setengah berlari, merupakan pertanda gugup.

Sungguh kebetulan, katanya dalam hati. Saat sekarang ini dirinya memerlukanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

seseorang yang dapat dimintai keterangan. Oleh sebab itu secepat kilat tangan Fajar

Legawa telah bekerja. Dengan cekatan ia sudah mencengkeram tengkuk dan menangkap

dua tangan, hingga perempuan ini kaget setengah mati dan memekik tertahan.

"Jangan berteriak jika sayang nyawamu!" hardik Fajar Legawa. "Lekas katakan di

manakah sekarang Dyah Raseksi?"

Dengan tubuh menggigil dan ketakutan, perempuan ini menjawab tidak lancar.

"Dia...dia menuju ke bagian bawah gunung."

"Apa yang telah terjadi di sana?"

"Kebakaran besar yang mengancam keselamatan gunung ini ........"

Keterangan ini walaupun singkat kuasa membuat Fajar Legawa amat gembira.

Dengan terjadinya kebakaran itu berarti semua penghuni gunung ini dihadapkan kepada

kesibukan sangat. Dan disaat semua orang sibuk memadamkan api kebakaran itu, berarti

dirinya sekarang memperoleh kesempatan cukup luas, dalam usahanya menyelamatkan

diri sendiri, dan dalam usahanya menyelamatkan Pertiwi Dewi.

"Lekas terangkan, di mana tawanan perempuan itu disimpan?"

Perempuan itu tidak cepat menjawab. Ia malah memandang Fajar Legawa dengan

pandang mata tajam.

"Lekas katakan! Jika tidak, engkau akan mampus!" ancam Fajar Legawa sambil

mencengkeram tengkuk itu lebih kuat, sehingga perempuan ini menderita sakit dan

ketakutan.

"Ampuunn...."ratap perempuan ini.

Dan atas petunjukperempuan ini kemudian Fajar Legawa berhasil menuju ke

tempat Pertiwi Dewi disekap. Untuk menjaga agar perempuan ini tidak membuka rahasia,

dengan terpaksa dan hati tidak tega, ia terpaksa mengikat perempuan ini pada sebatang

pohon dan mulutnya disumbat pula.

Ternyata tempat menawan Pertiwi Dewi itu, merupakan penjara di bawah tanah

yang cukup luas. Penjara itu terdiri dari beberapa kamar yang berderet, dan dengan

pengawalan bersenjata yang cukup kuat. Akan tetapi sama sekali pemuda ini tidak gentar,

dan oleh kecepatannya bergerak, ia tidak kesulitan merobohkan para pengawal itu.

Sesaat sesudah ia masuk ke dalam kamar dimana Pertiwi Dewi disekap, hampir

memekik Fajar Legawa saking iba. Ternyata gadis itukeadaannyamenyedihkan. Pertiwi

Dewi terlentang di atas lantai dengan kaki dan tangan terikat rantai.

"Pertiwi....!"seru pemuda ini tertahan.

Akan tetapi gadis itu tidak bergerak dan tidak pula menjawab. Fajar Legawa

melangkah maju menghampiri, dan mendadak denyut jantung pemuda ini serasa

berhenti. Apa yang terjadi dengan gadis itu? Pertiwi Dewi terlentang tanpa bergerakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

mirip seseorang tanpa nyawa.

Dengan jantung memukul keras, tangan pemuda ini cepat bekerja memutuskan

semua rantai yang mengikat tangan dan kaki Pertiwi Dewi. Dan secepat kilat pula tubuh

gadis yang pingsan ini, dipondong meninggalkan kamar itu untuk pergi secepatnya,

dengan perasaan tak keruan. Ia mengamati wajah gadis ini penuh perhatian. Akan tetapi

ternyata wajah yang semula cantik jelita itu, keadaannya sekarang sudah berubah.

Pada saat ia akan keluar dan meninggalkan sarang Dyah Raseksi ini, kemudian

teringatlah ia akan Pradapa. Ia tiba di tempat ini, tujuannya yang semula tiada lain untuk

menolong orang itu. Mengapa sekarang orang itu harus dibiarkan sengsara dalam sarang

Dyah Raseksi? Itulah sebabnya, sambil memondong Pertiwi Dewi yang masih pingsan

itu, Fajar Legawa segera menjelajah kamar-kamar penjara ini. Ia meneliti ke seluruh

kamar, akan tetapi kamar-kamar itu kosong tanpa penghuni, ia menjadi heran, apakah

sebabnya?

Namun demikian ia tidak putus asa dan terus melakukan penyelidikan. Ketika ia

tiba di dalam kamar terakhir, ternyata kamar itu merupakan kamar yang luas. Di

dalamnya Fajar Legawa menemukan tiga orang laki-laki yang terlentang di atas

pembaringan batu, dengan kaki dan tangan terbelenggu oleh besi. Pemuda ini menjadi

ragu, sebab ia belum pernah mengenal laki-laki yang dicarinya. Namun kemudian timbul

pendapatnya, kalau sekarang di kamar ini terdapat tiga orang yang tertawan, siapapun

orangnya, mereka ini perlu ditolong.

Fajar Legawamengamatimerekapenuhteliti. Ia kemudian melihat bahwa tiga

orang laki-laki itu semua wajahnya pucat, sedang pada beberapa bagian tubuh terdapat

luka-luka, akibat siksaan orang. Akan tetapi walaupun mereka menderita siksaan dalam

tawanan ini, mereka tampak bisa tidur dengan pulas dan mendengkur. Agaknya karena

mereka sudah putus asa dan tidak mungkin orang dapat menolong, maka mereka

kemudian masa bodoh dan menerima nasib.

Dibangunkan mereka kemudian, dan tiga orang itu membuka mata dengan

kaget. Agaknya salah seorang dari mereka ini amat benci kepada penghuni gunung

Ungaran ini. Terbukti berbareng dengan terbukanya dua mata, orang itu sudah

membentak. "Malam begini, orang lagi tidur, masih kau ganggu. Apakah di siang hari

tidak cukup waktu untuk kau pergunakan menyiksa aku lagi?"

"Sttt!" Fajar Legawa menyilangkan telunjuknya di depan mulut. "Perlahan saja

sahabat, aku datang untuk menolong kalian."

Tiga orang laki-laki itu membelalakkan mata dan tampak ragu. Tetapi ketika

pandangan mata mereka tertumbuk kepada tubuh Pertiwi Dewi dalam pondongan Fajar

Legawa, maka mereka menjadi sadar bahwa orang yang datang ini memang bukan

penghuni sarang Dyah Raseksi ini.

"Apakah di antara kalian terdapat yang bernama Pradapa?"

Tiba-tiba laki-laki yang terlentang pada pembaringan paling timur menyahut."

Akulah Pradapa."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Fajar Legawa menjadi gembira. Kemudian tangannya mulai bekerja sambil

berkata."Aku datang kemari sengaja menolong kalian."

Akan tetapi ketika melihat luka yang cukup berat yang harus diderita oleh salah

seorang dari mereka, Fajar Legawa menghela napas. Tanyanya. "Apakah saudara masih

bisa berjalan?"

"Bisa, sekalipun sulit," sahut orang itu, sekalipun keadaannya sudah payah.

Agaknya pertolongan Fajar Legawa ini, kuasa membangkitkan semangat orang itu.

Tak lama kemudian tiga orang itu telah berhasil dibebaskan. Namun kemudian Fajar

Legawa mengeluh, teringat jalan di gunung ini yang penuh rahasia. Katanya setengah

mengeluh. "Tetapi ahh, mengapa aku menjadi lupa? Jalan di gunung ini diliputi rahasia.

Bagaimanakah mungkin kita dapat keluar dari tempat ini?"

"Aku tahu!" tiba-tiba seorang diantara mereka menyahut dengan mantap.

"Bagus, hendaknya saudara menjadi penunjuk jalan." Fajar Legawa menjadi

gembira. "Dan tentang keselamatan kalian, aku yang akan melindungi di belakang."

Demikianlah, akhirnya mereka melangkah pergi dengan cepat meninggalkan

penjara itu. Dalam perjalanan ini Fajar Legawa mendapatkan keterangan cukup banyak.

Bahwa tiga laki-laki yang tertawan ini, semuanya merupakan korban kejalangan Dyah

Raseksi. Mereka terpaksa melayani kehendak Dyah Raseksidan bertindak sebagai suami,

dan pada mulanya mereka hidup cukup baik di sarang penjahat ini. Akan tetapi pada

empat hari yang lalu mereka bersepakat untuk melarikan diri. Sayang usaha mereka gagal,

akibat kepergok salah seorang anak buah Dyah Raseksi, sehingga mereka tertangkap,

kemudian ditawan dan disiksa.

Fajar Legawa menghela napas dalam mendengar penuturan mereka itu. Dan diam-

diam dia bersyukur, sebelum menjadi korban Dyah Raseksi telah berhasil menyelamatkan

diri. Apabila tidak, tentu dirinya akan mengalami nasib celaka pula, seperti yang dialami

tiga orang laki-laki ini.

Kemudian ketika Fajar Legawa menanyakan tentang mengapa sebabnya

perempuan yang menghuni sarang ini wajahnya buruk dan hitam, diterangkan bahwa

rusaknya wajahnya dan kemudian menjadi hitam itu, adalah akibat ramuan racun yang

sengaja dibuat untuk merusakkan wajah itu. Mengapa? Sebab Dyah Raseksi tidak ingin

perempuan ini menyaingi kecantikannya. Maka setiap perempuan cantik yang berhasil

ditangkap dan kemudian dijadikan budaknya, semua perempuan itu dirusakkan

wajahnya, sehingga perempuan-perempuan malang itu merasa malu untuk pulang ke

rumah asal mereka.

Geram sekali Fajar Legawa mendengar keganasan tangan Dyah Raseksi terhadap

semua perempuan itu. Dan kalau tidak ingat akan keselamatan Pertiwi Dewi, mungkin

pemuda ini membatalkan niatnya untuk melarikan diri, agar dapat membunuh mati Dyah

Raseksi yang kejam itu.

Demikianlah, mereka menerobos masuk ke dalam jalan gunung ini, yang dipenuhi

rahasia. Diam-diam Fajar Legawa kagum juga akan kepandaian Jalu Gigis maupun Dyah

Raseksi dalam usahanya melindungi keselamatan sarang ini. Sebab ternyata jalan yanghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

harus ditempuh itu menggunakan tanda-tanda tertentu. Apabila orang tiba di jalan

persimpangan, orang harus memilih jalanan yang paling sempit. Tetapi kira-kira dua

puluh tombak, orang akan berhadapan dengan jalan buntu yang dibatasi oleh jurang

dalam. Di atas jurang ini kemudian tampak jembatan kayu yang melintang, akan tetapi

apabila orang berani lewat jembatan kayu itu, tentu akan tersesat. Untuk mencari jalan

yang selamat, orang harus menyusuri jurang ke kanan kira-kira lima belas langkah.

Kemudian orang akan menemukan kayu melintang di atas jurang untuk meniti. Dan

dengan lewat di atas kayu ini, sesudah berhasil, orang harus menyusuri lagi tepi jurang

kira-kira lima puluh langkah. Dan kemudian, orang akan menemukan jalan kecil yang

masuk belantara.

Apabila sudah masuk dalam belantara, orang harus waspda kepada setiap pohon

yang tumbuh di tempat itu. Beberapa di antaranya akan tampak bahwa pohon itu tumbuh

dengan teratur berjajar tiga. Dan agar tidak sesat jalan, setiap orang harus lewat di sisi

jajaran pohon-pohon tersebut. Baru sesudah berbelok-belok beberapa saat lamanya, orang

akan masuk ke dalam jalan rahasia di bawah tanah.

Demikianlah mereka sekarang harus menggunakan kaki untuk meraba-raba,

karena jalan di bawah tanah itu amat gelap. Dan setelah beberapa lama mereka menyusuri

jalan di bawah tanah ini, kemudian tibalah mereka pada ujung lorong, dan tiba pulalah

mereka di luar daerah berbahaya.

"Api.....!" seru Fajar Legawa tertahan, sesaat berhasil keluar dari daerah

berbahaya.

"Ahh....kebakaran yang besar...!" sambut Pradapa.

Melihat kobaran api yang sedemikian hebat, sadarlah Fajar Legawa sekarang,

bahwa api yang besar itu, yang membakar hutan adalah bentuk uluran tangan Tuhan

menolong dirinya dari bahaya. Sebab oleh suitan-suitan tanda bahaya tadi, Dyah Raseksi

menjadi gugup, kemudian meninggalkan dirinya dan lupa pula akan maksud yang semula.

Kalau saja Fajar Legawa tahu bahwa kebakaran itu timbul oleh perbuatan Gadung

Melati dan Wukirsari, tentu ia segera datang dan menuju ke tempat kebakaran itu. Akan

tetapi karena tidak sempat mencari keterangan sebabnya terbit kebakaran, maka pemuda

ini kemudian meneruskan perjalanan dalam usahanya mencari selamat.

Kebakaran itu timbul akibat kemarahan Gadung Melati dan Wukirsari yang tidak

dapat ditahan lagi, sesudah usaha mereka menuju puncak selalu gagal akibat sesat jalan.

Maka timbul kehendak dua orang kakek ini untuk membakar saja hutan di gunung ini,

guna memecahkan rahasia jalan yang menyesatkan itu.

Kebakaran yang besar itu kuasa membuat Jalu Gigis amat khawatir. Maka dengan

suitan nyaring ia memberitahu kepada Dyah Raseksi, dan sementara itu semua anak buah

gunung ini segera berusaha memadamkan kebakaran sambil pula melawan.

Dalam marahnya yang tak terkendali lagi, Jalu Gigis dan Dyah Raseksi segera

menerjang ke arah Gadung Melati dan Wukirsari. Akibatnya dalam waktu singkat, di

tempat yang tak jauh dari tempat kebakaran itu, terjadilah perkelahian sengit antara
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gadung Melati melawan Jalu Gigis, dan Wukirsari berhadapan dengan Dyah Raseksi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

AnakbuahDyah Raseksi tidak berani mendekati gelanggang perkelahian. Mereka

hanya mempersiapkan senjata masing-masing sambil mengurung secara ketat, dalam

usaha mereka menjaga agar orang tidak dapat lari.

Di dalam menghadapi lawan-lawan berat ini, semua anak buah Dyah Raseksi

menggunakan senjata yang berbahaya. Sebab semua senjata mereka merupakan senjata

yang telah dilumuri oleh racun jahat. Hingga jangan lagi orang terluka, baru tersinggung

oleh senjata itu saja, orang sudah bisa menderita keracunan.

Setelah beberapa saat lamanya berkelahi tak juga memperoleh hasil yang

memuaskan, tiba-tiba Gadung Melati berteriak. "Kakang! Apakah belum waktunya kita

menggunakan aji Bramastra?"

Wukirsari mengeluh, dan agaknya kakek ini menjadi ragu-ragu untuk menyetujui

permintaan adik seperguruannya ini. Akibat dari aji Bramastra itu amat hebat, dan dahulu

pernah menimbulkan korban yang tidak tanggung-tanggung. Maka Wukirsari menjadi

ragu, apakah keadaan ini sudah terlalu memaksa hingga sudah perlu menggunakan aji

kesaktian itu?

Melihat keraguan kakak-seperguruannya itu Gadung Melati mengerutkan kening

dan nampak tidak senang. Akan tetapi ia seorang kakek yang jujur,s eorang kakek yang

berhati polos. Walaupun hati sudah amat dingin, namun kakek gundul ini belum juga

menggunakan aji "Bramastra." itu, sebelum memperoleh persetujuan dari kakaknya

Akan tetapi sekalipun demikian, terdengar pula kata Gadung Melati yang

bersungut. "Kakang, engkau harus memutuskan secepatnya. Ataukah engkau memang

menghendaki kita mengakhiri hidup sampai malam ini saja?"

Tersirap juga Wukirsari mendengar ucapan Gadung Melati yang terakhir ini. Ia

sadar juga bahwa lawan yang dihadapi sekarang ini bukan lawan empuk, dan malah

memiliki aji "Welut Putih". Namun demikian sejak tadi Wukirsari masih terus berusaha

agar dapat mengalahkan, lawan tanpa menggunakan aji kesaktian yang dapat

mengobarkan api itu.

Tetapi ketika ia melirik ke arah Gadung Melati, ia melihat bahwa adik-

seperguruannya itu terdesak hebat oleh pukulan-pukulan yang dilancarkan Jalu Gigis.

Gerakannya memang masih tetap lincah, akan tetapi setiap kali Gadung Melati harus

melompat atau menghindar, dalam usahanya menyelamatkan diri. Dengan kata lain adik-

seperguruannya itu sekarang mengalami kesulitan. Dan keadaan ini apabila terus

berlangsung akan berarti merugikan pihak sendiri.

Setelah mempertimbangkan beberapa saat lamanya akan untung dan ruginya, tiba-

tiba terdengarlah Wukirsari berteriak. "Adi! Sebenarnya aku amat berat untuk

menggunakan Bramastra itu lagi. Akan tetapi karena keadaan memang memaksa, maka

marilah kita mulai sekarang juga!"

Mendengar jawaban Wukirsari ini, Gadung Melati amat gembira. Kejenakaannya

timbul kembali, dan ia ketawa terkekeh-kekeh sambil menggerakkan pantatnya yang besar

dan megal-megol seperti seorang penari pantat. Sejenak kemudian gerakan kakak-beradikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

ini berobah. Apabila semula mereka tadi bergerak secara lincah, sekarang mereka bergerak

agak lambat seperti orang menari. Pergeseran kaki dari satu tempat ke tempat lain pendek-

pendek, dan disamping itu tenaga yang keluar dari setiap pukulannya menjadi semakin

dahsyat.

Tidak lama kemudian terjadilah perobahan hawa di sekitar gelanggang ini. Kalau

semula udara di tempat ini cukup dingin, sekarang hawa dingin sedikit demi sedikit

menghilang, dan berganti dengan hawa yang panas. Makin lama dua orang kakek ini

bergerak secara teratur, perobahan hawa itu menjadi semakin terasa.

Jalu Gigis amat terkejut merasakan perobahan ini. Sebagai seorang yang sudah

luas pengalaman, ia pernah mendengar tentang suatu ilmu yang kuasa membuat lawan

hangus seperti terbakar. Semula ia tidak percaya akan kabar itu. Akan tetapi malam ini

benar-benar ia berhadapan dengan orang yang mahir dalam ilmu ini. Aji "WelutPutih"

justeru lemah apabila berhadapan dengan hawa panas. Oleh sebab itu pengaruh dari aji

kesaktian yang ia miliki, makin lama menjadi semakin berkurang dan berkurang. Peluh

sebesar jagung segera menitik membasahi tubuh, dan dalam waktu tidak lama ayah dan

anak ini sudah mandi peluh, di samping merasa tidak tahan akan pengaruh hawa yang

disebarkan lawan.

Sadarlah Jalu Gigis sekarang, apabila perkelahian ini terus berlangsung, dirinya

maupun anak angkatnya akan celaka. Sadar akan keadaan ini cepat-cepat ia bersuit

memberi isyarat kepada anaknya. Dari tangan ayah dan anak ini kemudian berkelebatlah

sinar putih menyambar ke arah Gadung Melati dan Wukirsari, disusul pula oleh anak-

buah yang tidak mau ketinggalan, ikut pula menyambitkan senjata rahasia beracun yang

sudah dipersiapkan.

Sekali bergerak, maka di arena itu sudah berterbangan beberapa jenis senjata

rahasia yang beracun jahat. Akan tetapi kemudian mereka terbelalak keheranan, karena

semua senjata itu tidak sanggup mencapai sasaran, malah kemudian senjata rahasia itu

seperti tertumbuk oleh benteng pertahanan yang tidak nampak, dan semua senjata itu

sudah berserakan di atas tanah dalam keadaan membara.

Jalu Gigis dan Dyah Raseksi menjadi ngeri melihat peristiwa itu. Tanpa ingat akan

kedudukannya lagi, ayah dan anak ini kemudian melarikan diri dan tak lama kemudian

sudah lenyap di tempat gelap.

Anak buah Dyah Raseksi menjadi geger ketika melihat Jalu Gigis dan Dyah

Raseksi lari menyelamatkan diri. Maka ratusan orang ini kemudian bubar, lari

berserabutan dalam usaha mereka untuk menyelamatkan diri.

Dengan aji "Bramastra" ini ternyata mereka kuasa menghalau lawan dalam

jumlah banyak. Setelah mereka menarik kembali pengaruh dari aji kesaktian tersebut, dua

orang kakek ini sudah berlompatan pergi ke puncak, dalam usaha mereka menolong dan

menyelamatkan Fajar Legawa maupun Pertiwi Dewi.

Sungguh beruntung bahwa salah seorang anak-buah Dyah Raseksi bergerak

lambat, sehingga dengan mudah berhasil ditangkap oleh Gadung Melati. Dibawah

tekanan dan ancaman, kemudian orang ini terpaksa menuruti perintah dua orang kakek

itu, dijadikan penunjuk jalan menuju puncak.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Dalam waktu singkat Wukirsari dan Gadung Melati telah berhasil mencapai

sarang itu.Mereka mengobrak-abrik sarang yang cukup luas itu, akan tetapi sungguh

sayang bahwa usaha mereka tak berhasil. Baik Pertiwi Dewi maupun Fajar Legawa tidak

berhasil diketemukan, sehingga dua orang kakek ini gelisah dan khawatir.

ooo

MENJELANG pagi rombongan Fajar Legawa telah berhasil menginjakkan kaki

di tempat bebas. Mereka sudah di dalam wilayah aman, lalu mereka beristirahat sambil

duduk di atas batu. Setelah beberapa saat lamanya mereka istirahat, maka kemudian Fajar

Legawa minta kepada tiga orang itu agar secepatnya pulang ke rumah masing-masing,

sebelum para penjaga di gunung ini menemukan jejak pelariannya. Sedang untuk

meringankan derita mereka itu, kemudian Fajar Legawa membagikan kepada mereka,

masing-masing sebutir obat kering yang amat mustajab.

Setelah mereka pergi, Fajar Legawa mencari tempat yang lebih terlindung. Ia

meletakkan Pertiwi Dewi di atas rumput perlahan-lahan. Dan sesudah itu Fajar Legawa

pergi mencari air minum dengan daun pisang.

Fajar Legawa tahu bahwa sebabnya gadis ini pingsan panjang, akibat siksaan

kakak-kandungnya sendiri, yang sudah berobah menjadi iblis betina itu. Untuk

meringankan derita Pertiwi Dewi, maka ia harus bekerja cepat. Gadis ini secepatnya harus

memperoleh pengobatan.

Dengan cekatan Fajar Legawa telah meremukkan sebutir obat kering yang diseduh

dengan air. Akan tetapi tiba-tiba pemuda ini menjadi gelisah, ketika air obat itu tidak dapat

masuk ke dalam perut. Dan walaupun ia sudah berusaha mengurut bagian-bagian yang

dapat membuka kerongkongan, namun ternyata usahanya gagal juga, sehingga semua

obat itu tumpah tak berguna.

Gelisah bukan main Fajar Legawa menghadapi peristiwa ini. Lalu apakah daya

yang harus dilakukan, agar obat itu dapat masuk ke dalam perut Pertiwi Dewi? Akhirnya

pemuda ini menjadi nekat. Kiranya sudah tiada jalan lain lagi kecuali ia harus

memberikan obat itu dari mulut ke mulut. Apa boleh buat, walaupun sesungguhnya ia

tidak menghendaki, justeru apa yang dilakukan sekarang ini dalam usahanya

menyelamatkan nyawa Pertiwi Dewi yang terancam oleh bahaya.

Demikianlah, karena berhadapan dengan jalan buntu, maka akhirnya Fajar

Legawa nekat. Ia mengunyah butiran obat itu, dan kemudian didorong oleh air,

memasukkan langsung ke dalam mulut dengan semburan hawa dari mulutnya. Lewat

usahanya ini sedikit demi sedikit obat itu dapat masuk ke dalam perut. Hingga pemuda

ini gembira dan lega, sebab ia percaya penuh bahwa oleh pengaruh obat pemberian

gurunya itu, Pertiwi Dewi akan tertolong.

Akhirnya berhasil juga usaha Fajar Legawa memasukkan obat itu, walaupun

disaat beradu mulut itu, jantung pemuda ini bergetar hebat sekali dan tubuhnya menggigil

seperti orang kedinginan, ia kemudian duduk berdiam diri sambil mengamati wajah

Pertiwi Dewi. Dan diam-diam timbullah rasa iba memenuhi dada pemuda ini, melihat

keadaan wajah Pertiwi Dewi pada pagi ini. Ternyata wajah lembut dan mempesona yang

kemarin masih dimiliki Pertiwi Dewi itu sekarang sudah lenyap. Dan baru setengah

malam Pertiwi Dewi tertawan oleh iblis betina itu, sudah terjadi perobahan yang amathttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

mengibakan hati. Sekarang wajah Pertiwi Dewi telah berobah menjadi buruk dan hitam

berkerut-kerut. Jelas bahwa walaupun kepada adik kandung sendiri, Dyah Raseksi sampai

hati pula untuk merobah wajah yang semula cantik jelita itu menjadi seorang perempuan

buruk rupa.

Hampir Fajar Legawa menangis menghadapi perobahan yang terjadi pada Pertiwi

Dewi ini. Ia tak dapat membayangkan bagaimana rasa terkejut gadis ini apabila tahu

terjadinya perobahan wajah atas dirinya. Dan iapun tidak dapat membayangkan,

bagaimanakah sikap gadis itu apabila sudahmengetahui keadaannya.

Pemuda ini menghela napas berkali-kali. Ia marah dan penasaran kepada Dyah

Raseksi yang amat kejam.Akan tetapi apa daya juteru seorang diri. Dirinya tidak mungkin

sanggup mengalahkan Jalu Gigis?

Fajar Legawa merenungi wajah buruk dan hitam Pertiwi Dewi itu beberapa lama.

Dada gadis ini bergerak naik turun, dan jelas napas itu sesak. Namun demikian terbersit

semacam harapan, ketika jari tangannya meraba dahi Pertiwi Dewi, panas itu sudah

banyak berkurang. Tadi ketika ia memondong Pertiwi Dewi pergi meninggalkan

penjara di bawah tanah itu, tubuh Pertiwi Dewi panas seperti bara api. Akan tetapi

sekarang panas itu sudah banyak berkurang.

Perobahan yang terjadi dan dialami Pertiwi Dewi ini, menimbulkan rasa iba yang

dalam bagi Fajar Legawa. Dan oleh perasaan iba ini, kemudian kuasa membangkitkan

rasa kasih dan sayang kepada gadis itu, kasih sayangnya kepada Pertiwi Dewi justeru

timbul dari hati yang suci. Dan dijauhkan dari pengaruh nafsu kotor. Maka walaupun

wajah yang semula cantik jelita itu sekarang sudah berubah amat buruk, dalam hatinya


Bidadari Dari Sungai Es Peng Tjoan Vertical Run Karya Joseph R Garber Shugyosa Samurai Pengembara 6
^