Iblis Dari Gunung Wilis 5
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat Bagian 5
sudah berjanji akan mencintai Pertiwi Dewi dengan seluruh hati dan perasaan.
Menghadapi perobahan yang terjadi dan diderita oleh Pertiwi Dewi ini, tiba-tiba
saja ia teringat akan nasihat yang pernah diterima dari gurunya, yang antara lain
mengatakan, "Anakku, orang di dunia ini mengenal apa yang disebut tampan dan cantik
dengan selintas pandang. Akan tetapi sudah tentu apa yang tampak di depan mata
itu,adakalanya meleset dari dugaan orang. Sebab apa yang tampak belum tentu
merupakan pencerminan batin seseorang. Anakku, tetapi yang terang apa yang disebut
cantik dan tampan itu hanya terbatas pada kulit. Apabila sesuatu waktu akibat kecelakaan
atau perbuatan jahat orang, kulit itu menjadi rusak, akan hilang dan musnahlah apa yang
disebut cantik dan tampan itu. Nah anakku, kalau demikian halnya, maka engkau harus
selalu waspada berhadapan dengan apa saja yang tampak di depan mata kita. Sebab ada
kalanya sesuatu yang menarik itu dapat menimbulkan hal-hal yang amat menyedihkan.
Sebab apa yang tampak di depan mata, banyak kali terjadi bukanlah percerminan batin."
Teringat akan nasihat gurunya ini, diam-diam Fajar Legawa makin menjadi
terharu. Cantik dan tampan hanya terbatas pada kulit. Dan sekarang telah terjadi dan
diderita oleh Pertiwi Dewi. Apakah sesudah wajah gadis ini berobah menjadi buruk,
dirinya harus mungkir janji dan menyia-nyiakan gadis malang ini? Tidak! tidak! Ia
mencintai Pertiwi Dewi sepenuh hati. Maka walaupun sekarang Pertiwi Dewi berobah
menjadi seorang gadis buruk rupa,ia akan tetap memberikan cintanya seperti tidak terjadi
perobahan.
Beberapa saat kemudian terdengarlah Pertiwi Dewi merintih. Wajah Fajar Legawahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
berseri, dan pemuda ini merasa gembira gadis yang ditolongnya mendekati sadar.
"Air.....!"seru Pertiwi Dewi lirih.
Fajar Legawa cepat mengambil air minum yang ditempatkan pada daun pisang.
Akan tetapi akibat gugup, air itu malah tumpah. Dengan tergesa pemuda ini segera
melompat dan lari ke sumber air, untuk mengambil air yang dibutuhkan. Dan hati pemuda
ini kemudian menjadi lega, sesudah ia berhasil mengambil air yang diminta oleh Pertiwi
Dewi, dan lalu meminumkan ke mulut gadis ini sedikit demi sedikit.
Tak lama kemudian Pertiwi Dewi membuka mata. Bibirnya bergerak
membentuksenyum, dan kemudian terdengar katanya. "Kakang..."
Fajar Legawa tersenyum senang, sekalipun dalam dada timbul rasa sedih melihat
perobahan wajah Pertiwi Dewi yang berobah buruk. "Syukurlah engkau sudah sadar......"
"Di manakah kita sekarang?"
"Kita sudah bebas," sahut Fajar Legawa sambil tersenyum.
"Benarkah itu? Aku tidak mimpi.....?"
Fajar Legawa mengangguk. "Benar! Engkau tidak mimpi adikku....."
"Siapakah yang menolong kita?"
"Tuhanlah yang menolong kita," sahutnya. "Sebab tak mungkin kita dapat
membebaskan diri dari cengkeraman gadis itu, tanpa uluran tangan Tuhan."
Mendadak Pertiwi Dewi menubruk Fajar Legawa, kemudian memeluk amat erat,
dan sejenak kemudian disusul oleh tangis gadis ini, tangis gembira sebagai pernyataan hati
yang syukur. Fajar Legawa membiarkan gadis ini menangis sambil memeluk, namun
demikian karena melihat perobahan wajah gadis itu, sepasang mata pemuda ini sudah
penuh air mata.
Disaat kelopak mata itu masih sanggup menampung, air mata itu tidak menitik
turun. Akan tetapi ketika kelopak mata sudah penuh, setitik demi setitik air mata itu turun
dan membasahi rambut Pertiwi Dewi.
Air mata yang hangat dan membasahi rambut dan kepalanya itu membuat Pertiwi
Dewi terkejut. Wajah yang semula disembunyikan di dada yang bidang itu kemudian
gadis ini menengadah. Dan ketika ia melihat Fajar Legawa menitikkan air mata,
mendadak saja gadis ini menghentikan tangisnya.
"Kau....kau menangis....?" bisik Pertiwi Dewi ditengah isaknya.
Fajar Legawa terkejut. Dan cepat-cepat ia menyeka air mata yang memenuhi
kelopak matanya itu dengan perasaan malu, dan sesaat kemudian ia menjawab perlahan.
"Adikku....ya.. aku iba sekali....."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Hampir meluncurlah kata-kata Fajar Legawa untuk memberitahukan keadaan
Pertiwi Dewi yang sekarang, yang wajahnya sudah berobah menjadi buruk, hitam dan
berkerut-kerut. Untung juga bahwa sebelum kata-kata itu terlepas dari mulut, pemuda ini
sempat menekan perasaan.
"Kakang....mengapa nasibku seburuk ini ....?" gadis ini mengeluh sambil
menundukkan mata dan disusul oleh helaan napas.
"Apakah sebabnya?"
"Lupakah engkau bahwa sudah sepuluh tahun aku merindukan kakak-
perempuanku yang hilang? Bertahun-tahun aku bersama guru mencari dan mencari. Akan
tetapi setelah dapat bertemu ternyata apa yang sejak lama aku harapkan itu berantakan.
Ahh.. . . dia telah sesat jalan......dan alangkah sedih ayah dan bundaku apabila sempat
menyaksikan sepak terjang anaknya itu."
Teringat akan ayah-bundanya, gadis ini kembali menangis sesenggukan. Di tengah
tangisnya ini, terdengarlah gadis itu berkata. "Kakang....apakah nasibku tidak buruk kalau
mengalami peristiwa seperti ini? Dan sekarang cobalah engkau jawab pertanyaanku.
Bagaimana rasa hatimu apabila engkau yang harus menderita seperti ini?"
"Ya....aku dapat merasakan apa yang engkau rasakan sekarang ini...." sahut
Fajar Legawa. "Tentu akan masygul dan menyesal...."
"Tetapi cukupkah dengan itu?" tanya Pertiwi Dewi.
Fajar Legawa kaget dan mengamati wajah gadis itu. "Apakah maksudmu?"
"Apakah engkau akan membiarkan saudara yang sesat itu terus menodai nama
baik keluarga?"
"Tentu saja tidak, adikku."
"Lalu, apakah yang harus engkau lakukan?"
"Aku akan memberi nasihat dan contoh-contoh."
"Cukup dengan itu? Dan bagaimanakah kalau nasihat itu tidak digubris?"
"Kalau perlu memang harus digunakan kekerasan."
"Terima kasih. Dan kemudian hari tentu saja aku akan berusaha untuk
membersihkan noda yang mengotori keluargaku ini. Hemmm...."Pertiwi Dewi menghela
napas dalam. Dan sesaat kemudian terdengar katanya penuh rasa sesal. "Hanya
sayang....."
"Mengapa?"
Dan tiba-tiba saja gadis ini mengeluh. "Kakang, dia jauh lebih sakti dibanding aku.
Hingga aku memperoleh kesulitan dalam usahaku untuk membersihkan nama baikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
keluarga. Untuk mengejar kekuranganku ini, tentu saja aku harus makin tekun belajar
dibawah bimbingan guru. Tetapi dengan demikian, akan berarti cukup lama aku dan
engkau berpisahan."
Fajar Legawa menatap Pertiwi Dewi. Dan sebaliknya gadis inipun menatap
pemuda itu. Dua pasang mata bertaut, dan kuasa menimbulkan getaran yang meraba
dada. Untuk menekan perasaan Fajar Legawa menengadah, lalu berkata setengah
bernasihat. "Adikku, jerbasuki mawa beya. Setiap usaha memerlukan pengorbanan.
Maka apabila engkau benar-benar mantap berusaha, aku percaya cita-cita itu akan
terkabul juga."
"Ya, mudah-mudahan kakang....." Untuk beberapa saat lamanya mereka berdiam
diri. Matahari pagi mulai menyinarkan cahaya lebih gemilang di timur. Burung berkicau
di atas dahan, sedang embun pagi mulai berjatuhan di atas tanah untuk seterusnya lenyap
tertelan bumi.
"Sayang....." tiba-tiba terdengar suara Fajar Legawa yang mengeluh.
"Apa yang sayang.....?"Pertiwi Dewi terkejut." Apakah engkau teringat kembali
kepada wajah cantik Dyah Raseksi.....?"
Fajar Legawa ketawa perlahan, kemudian jawabnya. "Ahh, bukan itu....."
Dan Pertiwi Dewi yang ceriwis ini sekarang kumat lagi untuk menggoda Fajar
Legawa. "Apakah engkau teringat kepada Ayu Kedasih?"
"Ahh.....engkau mengada-ada saja......"
"Hi-hi-hik," dan Pertiwi Dewi tertawa. "Kakang pagi ini terasa gerah tubuhku.
Apakah engkau tidak mandi?"
"Semalam aku tidak tidur. Menurut nasihat para cerdik, apabila semalam tidak
tidur, lebih baik tidak mandi saja."
"Ahh, ternyata engkau seorang pemuda yang malas mandi, hi-hi-hik....." Sambil
berkata ini, Pertiwi Dewi sudah melompat menuju sumber air. Tidak lama kemudian
gadis ini sudah menyelinap dibalik sebuah batu besar dengan maksud segera mandi.
Tetapi sebelum memulai mandi, gadis ini memerlukan berkaca pada air. Gadis manakah
yang tidak merasa bangga apabila dapat melihat bahwa dirinya cukup cantik?
Akan tetapi gadis ini berjingkrak kaget dan hampir tidak percaya kepada apa yang tampak
di dalam air. Iatidakpernahlupabahwakulitwajahnyakuning,halusdan disebut orang
cukup cantik. Namun mengapa ketika dirinya berkaca, wajah yang dilihatnya di dalam
air itu sudah berobah menjadi hitam legam seperti pantat kuali? Bukan hanya hitam.
Ketika jari-tangannya meraba wajahnya, ternyata kulit wajah itu sudah berkerut-kerut.
Tiba-tiba saja gadis ini memekik tertahan dan tubuhnya tiba-tiba lemas seperti
hilang tenaga. Dan oleh pukulan batin yang berat, tiba-tiba saja gadis ini malah sudah
pingsan.
Laksana kilat menyambar, mendengar pekik Pertiwi Dewi, maka Fajar Legawahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
telah melompat dan menyambar tubuh Pertiwi Dewi yang hampir terguling ke sumber air.
Kemudian dengan hati yang berdebar penuh rasa iba, tubuh lemas gadis itu sudah
dipondong dan dibaringkan di atas rumput. Pemuda ini cepat menggunakan jari-jari
tangannya untuk memijit dan mengurut-urut beberapa bagian tubuh gadis ini, dalam
usahanya menyadarkan. Kegelisahan pemuda ini sekarang telah menjadi kenyataan,
Pertiwi Dewi menjadi kaget dan pingsan setelah mengetahui perobahan wajahnya.
Sesudah beberapa saat lamanya Fajar Legawa sibuk memijit dan mengurut-urut
beberapa bagian tubuh gadis itu, maka Pertiwi Dewi mulai sadar. Dan berbareng dengan
kesadarannya ini, Pertwi Dewi menangis sejadinya. Mendengar ini Fajar Legawa amat
iba dan menghibur. "Pertiwi, tenangkanlah hatimu.....dan tiada gunanya kita
sesalkan....."
"Apa?" jerit Pertiwi Dewi. "Tak perlu disesalkan katamu? Siapakah yang tidak
menjadi sedih, menghadapi perobahan seperti ini?"
"Tetapi adikku, cinta dan sayangku padamu bukan berdasarkan wajah cantik.
Maka walaupun sekarang engkau telah berobah, aku akan tetap......"
"Tidak!" potong Pertiwi Dewi. "Jangan engkau pikirkan aku lagi. Sudah,
tinggalkan aku, dan sekarang pergilah engkau untuk mencari gadis lain. Kakang....engkau
jangan berusaha menipu dan menghibur.....aku tiada harganya bersanding dengan engkau
lagi."
"Pertiwi, ahhh.....jangan sesempit itu engkau berpikir," hibur Fajar Legawa sambil
menghela napas. "Percayalah engkau adikku, bahwa aku tetap mencintai engkau dengan
segenap jiwaku. Sebab ketahuilah adikku, bahwa aku tidak mencintai engkau dalam
bentuk lahir, yang gampang terombang-ambingkan oleh sifat-sifat kepalsuan. Yang hanya
menitikberatkan kepada bentuk lahiriah dan yang kasat-mata. Aku lebih mementingkan
isi dibanding dengan wadah, adikku. Karena wadah itu dapat berobah, sebaliknya isi akan
tetap langgeng."
"Tidak!" jerit Pertiwi Dewi. "Sebaiknya engkau tidak perlu memikirkan aku lagi,
dan carilah perempuan lain. Kakang, sejak sekarang lupakanlah aku dan biarkan pula aku
menempuh jalanku sendiri."
Mendadak, ya mendadak saja di saat Fajar Legawa lengah, gadis ini sudah
melompat. Gerakan Gadis itu gesit sekali, untung bahwa gerakan Fajar Legawa lebih
gesit. Ia masih sempat menyambar ikat pinggang dan seterusnya gadis ini dipeluk erat-
erat dalam pangkuannya.
"Adikku, mau kemana engkau?" tanya Fajar Legawa, "Apakah engkau
menghendaki hidupku ini menderita? Aihh adikku ....... percayalah kepada apa yang
sudah aku ucapkan. Dan aku tak dapat membiarkan engkau pergi."
"Kakang......." jerit Pertiwi Dewi tertahan. Kemudian muka yang warnanya hitam
legam dan berkerut-kerut itu ditutup dengan dua belah telapak tangannya. Saat ini sulit
dilukiskan betapa hancur perasaan gadis ini, mengetahui wajahnya sudah berobah
menjadi amat buruk.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Sudahadikku, jangan engkau menangis," hibur Fajar Legawa sambil memeluk
Pertiwi Dewi tambah erat.
Dan oleh pelukan yang makin erat ini, menambah perasaan dan hati gadis ini
makin tak keruan. Di tengah tangisnya, gadis ini berkata tidak lancar.
"Kakang....aku....huh-huh-huh.....aku tidak menyangka....bahwa akhirnya beginilah
nasib yang harus aku alami.....dan derita. Huh-huh-huh ........ saudara yang selalu aku
rindukan ...... huh-huh-huh ternyata berhati....serigala. Dia.....sampai hati.....
mencelakakan adik kandungnya sendiri....huh-huh-huh ....Ternyata impian buruk di kala
tidur siang kemarin di dalam jurang.....menjadi kenyataan....."
"Impian buruk?"Fajar Legawa mengamati Pertiwi Dewi dengan heran.
"Ya, impian buruk...." sahut Pertiwi Dewi. "Kemarin....dalam mimpi itu....aku
merasa telah ditawan perempuan iblis itu..... Kemudian....kemudian dia ....meracuni
aku....dan mukaku berobah menjadi buruk dan hitam....Kakang huhu-huuuu... aku
berjanji dalam hati....taklah puas hatiku sebelum aku....berhasil membunuh iblis betina
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu....Kakang...aku tidak rela kalau nama keluargaku harus ternoda...."
"Ya, akupun mengerti perasaanmu Pertiwi," kata Fajar Legawa. "Dan akupun
ikut berharap agar cita-citamu ini dikabulkan oleh Tuhan."
Pertiwi Dewi kemhali menangis sesenggukan. Terbayanglah dalam benaknya
kemudian, peristiwa yan gsudah amat lama berlalu. Di kala datang perampok dan
membunuh ayah bundanya. Diluar dugaannya, bahwa perampokan dalam rumahnya itu,
berbuntut cukup panjang.
Dan Fajar Legawa mengeluh beberapa kali. Hatinya terasa nelangsa sekali
disamping iba dan terharu, memikirkan nasib Pertiwi Dewi ini. Katanya kemudian.
"Adikku, sudahlah engkau jangan menangis terus. Marilah kita sekarang pulang dan
bertemu kembali dengan gurumu.
"Tapi....tapi hu-hu-huuuu....aku malu bertemu dengan guru...."
"Apa sebabnya?"
"Wajahku sudah berobah seburuk ini....." Pertiwi Dewi mengeluh masih sambil
menangis.
"Lalu, kemana yang akan engkau tuju?"
"Entahlah...."
"Jangan! Engkau jangan berpendapat seperti itu. Karena siapa tahu bahwa paman
Gadung Melati mempunyai kepandaian dapat menyembuhkan deritamu ini? Atau....atau
engkau ikut aku menghadap guruku dan mohon pertolongannya...."
Pertiwi Dewi tidak menjawab. Banyak membicarakan perobahan wajahnya yang
menjadi buruk, hanya akan membuat hatinya semakin menjadi pedih. Kemudian
timbullah ketidakpercayaannya bahwa keburukan wajahnya ini tidak mungkin dapat
disembuhkan kembali. Menyadari akan keburukan wajahnya yang tak mungkin dapat dihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
sembuhkan lagi ini, maka timbullah perasaan yang kurang percaya akan pernyataan Fajar
Legawa. Mungkinkah pemuda setampan itu sanggup mencintai dirinya yang amat buruk?
Bukankah semua pernyataan pemuda itu hanya merupakan penghibur saja?
Menyadari wajahnya sudah berobah buruk dan tidak mungkin dapat disembuhkan
lagi ini, maka kemudian timbul pendapatnya, apakah artinya hidup ini apabila hanya akan
selalu menderita? Maka kemudian menyelinaplah satu tekat,bahwa sebaiknya dirinya
cepat mati saja. Sebab dengan kematiannya yang cepat ini deritanya akan terbebas.
Dengan membekal pendapat dan tekatnya ini, kemudian hati Pertiwi Dewi
menjadi tambah mantap. Hanya satu jalan saja yang tepat untuk dapat membebaskan diri
dari derita ini, dengan jalan membunuh diri. Akan tetapi kalau ia harus membunuh diri
dengan pedng, hal itu tidak mungkin terlaksana. Sebab Fajar Legawa akan mencegahnya
sebelum pedangnya memenggal leher. Oleh sebab itu jalan yang paling tepat tiada lain,
hanyalah membuang diri ke dalam jurang.
Kemudian Pertiwi Dewi berusaha mencari pemuda itu lengah. Katanya. "Kakang,
apakah engkau tidak mengantuk?"
"Hemm, sesungguhnya mata ini sudah sulit dipicingkan," sahut Fajar Legawa.
"Akan tetapi manakah mungkin aku dapat tidur dalam keadaan seperti ini?
"Kakang....hi-hi-hik." Kata Pertiwi Dewi dengan sikap yang manja. "Bukankah
kita sekarang telah berada di tempat aman? Maka untuk dapat memulihkan tenaga,
sebaiknya kita istirahat yang cukup di tempat ini. Kita tidur bergantian dan karena engkau
tentu letih, maka sebaiknya engkau lebih dahulu tidur, dan akulah yang menjaganya."
Melihat bahwa Pertiwi Dewi tampaknya sudah terhibur dan tidak menangis lagi,
Fajar Legawa menjadi gembira. Pemuda ini menduga bahwa Pertiwi Dewi telah
terpengaruh oleh bujukannya. Dan ia menduga pula bahwa Pertiwi Dewi sekarang sudah
melupakan perobahan wajahnya yang menjadi buruk.
"Adikku, kiranya engkau saja yang tidur dan aku sebagai penjaga," katanya
kemudian.
Pertiwi Dewi yang sedang bersandiwara itu ketawa cekikikan. Kemudian, "Hi-hi-
hik, engkau sendiri yang mengantuk, mengapa malah orang lain engkau suruh? Kakang,
engkau jangan memaksa diri. Maka aku harap sekarang engkau mengaso, dan akulah
yang berjaga. Baru sesudah engkau puas tidur dan berjagi, tibalah giliranku untuk tidur."
Ketika itu tanpa dikehendaki mulut Fajar Legawa terbuka dan menguap. Memang
sebenarnya pemuda ini sudah amat mengantuk, dan melihat itu, Pertiwi Dewi cekikikan
mentertawakan. "Hi-hi-hik, apa kataku? Buktinya engkau berkali-kali menguap, itu
tandanya engkau amat mengantuk. Hayolah jangan rewel, sekarang juga engkau harus
tidur!"
"Baiklah," kata Fajar Legawa kemudian. "Akan tetapi engkau harus berpegang
janji, tidak akan menggunakan kesempatan disaat aku tidur."
"Jangan khawatir, aku akan menunggumu dengan setia!" sahut gadis ini.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Tetapi disaat Fajar Legawa sedang membaringkan tubuh, memejamkan matan dan
belum juga dapat tidur ini, tiba-tiba Pertiwi Dewi sudah melompat, kemudian dengan
kegesitannya bergerak, gadis ini sudah lari secepat terbang.
Kaget tidak terkira Fajar Legawa ketika menyaksikan gadis itu sudah berlarian
cepat sekali, dalam jarak yang cukup jauh. Pemuda inipun cepat melompat dan berlarian
untuk mengejar sambil berteriak, "Pertiwi mau kemanakah engkau?"
Tetapi, gadis itu tidak menghentikan larinya, tidak berpaling dan tidak pula
menjawab, Ia mengerahkan kepandaiannya lari, dan tekatnya sudah bulat, bahwa
sekarang juga ia harus membunuh diri dengan jalan melempar diri ke dalam jurang.
"Pertiwi...tunggu.....!" teriak Fajar Legawa yang tambah khawatir, sambil
mempercepat larinya.
Namun gadis itu tidak mau menunggu. Kemudian gadis itu sekarang telah berdiri
di pinggir jurang. Dari tempatnya berdiri ini, kemudian Pertiwi Dewi memalingkan muka.
Teriaknya nyaring, "Kakang, engkau tidak perlu memikirkan aku lagi, dan jangan engkau
khawatir tidak dapat memperoleh gadis cantik. Kakang....aku sudah menetapkan jalan
yang harus aku pilih sendiri. Dan tekatku sudah bulat pula, bahwa hanya jalan membuang
diri ke dalam jurang saja yang akan berhasil mengakhiri hidupku ini. Kakang....selamat
tinggal..."
"Pertiwi....jangan....!" teriak Fajar Legawa khawatir sekali sambil terus berlarian.
Akan tetapi jaraknya masih cukup jauh. Disaat Fajar Legawa masih harus
berlarian secepat terbang untuk dapat mencegah perbuatan nekat gadis itu, Pertiwi Dewi
sudah bersiap diri meloncat ke da1am jurang. Dan sebelum ia melompat ke dalam jurang
ini, ia masih sempat memberi pesanan yang terakhir kepada Fajar Legawa.
"Kakang...carilah gadis lain. Sebab keputusanku....tidak dapat dirobah..."
"Pertiwi...." pekik Fajar Legawa ketika melihat tubuh gadis itu sudah melompat
ke dalam jurang yang dalam di depannya.
Hampir pingsan Fajar Legawa atas terjadinya peristiwa ini, dan mimpipun tidak
bahwa Pertiwi Dewi akan melakukan perbuatan senekat itu. Fajar Legawa melompat ke
tepi jurang dan berusaha menjenguk ke bawah jurang. Akan tetapi karena jurang itu cukup
dalam dan tertutup oleh kabut pula, maka walaupun ia berusaha dapat melihat ke bawah,
maksudnya itu tidak dapat terlaksana.
Untuk beberapa saat lamanya pemuda ini duduk ngelesot di atas tanah sambil
menangis sesenggukan, seperti anak kecil. Batin pemuda ini terpukul, dan menyesal pula
mengapa kepergiannya ke gunung ini, harus diakhiri dengan kematian Pertiwi Dewi yang
melempar diri ke dalam jurang.
Untung bahwa Fajar Legawa masih dapat menahan segala derita dan goncangan
perasaannya. Ia tidak berlarut dalam menyesali yang baru saja terjadi, dan tidak menjadi
mata gelap pula. Desisnya kemudian. "Hemm, sebaiknya aku secepatnya melapor kepada
paman Gadung Melati. Karena apabila aku terlambat memberitahukan soal ini, oranghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
bisa menuduh bahwa akulah sebagai pembunuh Pertiwi Dewi."
Ia sudah melangkah meninggalkan tempat ini, dengan berkali- kali menghela napas
dan wajah murung. Akan tetapi belum jauh ia meninggalkan jurang itu, tiba-tiba pemuda
ini ingat sesuatu. Tempat di mana Pertiwi Dewi membuang diri ini harus ia beri tanda,
agar kemudian hari ia tidak kesulitan apabila harus memberi pembuktian. Maka
diangkatlah sebuah batu yang cukup besar. Batu itu dibantingkan ke tanah dengan tenaga
yang diperhitungkan. Cap! Sekali banting batu tersebut telah menancap di tanah hampir
separo.
Legalah hati pemuda ini sesudah ia berhasil memberi tanda. Mudah-mudahan
tiada seorangpun yang jail dan memindahkan batu yang ia pasang ini. Maka sesudah
beberapa saat lamanya ia mengamati ke dalam jurang yang dalam dan tertutup oleh kabut
itu, Fajar Legawa segera melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu.
Ketika ia tiba di sebuah desa, Fajar Legawa segera membeli seekor kuda. Ia memacu kuda
yang baru dibeli itu seperti terbang, menuju ke barat. Maksudnya jelas, pemuda ini ingin
dapat bertemu dengan Gadung Melati dalam waktu singkat, untuk melapor. Fajar Legawa
tidak sadar, justeru oleh perbuatannya ini, ia malah menjauhi tempat Gadung Melati.
Sebab disaat itu, Gadung Melati maupun Wukirsari masih di puncak gunung Ungaran
dan disaat itu masih sibuk mengobrak-abrik sarang Dyah Raseksi.
Disaat Fajar Legawa masih melarikan kudanya, dan tidak lama lagi akan
menyeberangi kali Kuta, pemuda ini menjadi kaget, ia menyaksikan seorang pemuda yang
mengenakan pakaian sederhana, malah tidak mengenakan baju pula, dan mengenakan
ikat kepala seperti pemuda bali, sedang berkelahi dikeroyok oleh enam orang. Di samping
itu, berdiri di luar gelanggang, tampak seorang laki-laki mengenakan pakaian mentereng.
Laki-laki itu menyaksikan perkelahian keroyokan itu dengan bibir tersenyum-senyum.
Dan adakalanya laki-laki itu memilin-milin kumisnya yang panjang dan tebal.
Menyaksikan laki-laki yang mengenakan pakaian mentereng itu, Fajar Legawa
segera dapat menduga, bahwa dia itu tentu seorang priyayi yang mempunyai pangkat
lumayan di Mataram. Jelas bahwa priyayi yang berkumis tebal dan mengenakan pakaian
indah inilah pemimpin orang yang mengeroyok itu.
Dari tempatnya bersembunyi, Fajar Legawa mengamati perkelahian itu penuh
perhatian. Dan diam-diam timbul pula rasa kagum dalam hatinya, melihat sepak terjang
pemuda itu. Walaupun harus menghadapi keroyokan enam orang, namun pemuda ini
tidak terdesak. Gerakannya lincah dan bertenaga. Setiap serangan maupun tangkisannya
menimbulkan kesiur angin yang sangat tajam.
Akan tetapi walaupun pemuda itu tidak terdesak oleh keroyokan enam orang itu,
diam-diam Fajar Legawa menjadi marah. Sebab apapun alasannya, perbuatannya yang
mengeroyok itu mencerminkan tindak dan perbuatan yang sewenang-wenang. Lebih lagi
apabila diingat, bahwa priyayi itu salah seorang hamba raja Mataram. Sudah pantaskah
seorang ponggawa Mataram melakukan perbuatan sewenang-wenang kepada rakyat?
Walapun demikian pemuda ini tidak berani gegabah dan sembrana. Pemuda itu
tidak dalam keadaan terdesak. Ia menjadi khawatir apabila pemuda itu tersinggung dan
merasa terhina, tanpa persetujuan pemuda itu dirinya sudah membantu. Maka pemudahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
ini segera menambatkan kudanya di tempat yang agak jauh dan cukup aman. Sesudah itu,
barulah pemuda ini berjingkat-jingkat mendekati gelanggang perkelahian. Ia berjanji
kepada dirinya sendiri, tidak akan gegabah bertindak, apabila keadaan tidak memaksa.
Disaat Fajar Legawa telah menempatkan diri di tempat yang aman, kemudian
terdengrlah suara bentakan laki-laki berpakaian indah itu lantang. "Hai bangsat! Apakah
engkau masih juga keras kepala dan bermaksud melawan pemerintah? Hai bangsat,
sebaiknya engkau menyerah sebelum aku marah!"
"Ha-ha-ha," pemuda itu tertawa bekakakan. "Siapakah yang melawan
pemerintah? Sekarang ini aku sedang melawan manusia-manusia berhati busuk yang
berlindung kepada kekuasaan pemerintah. Heh-heh-heh......!"
"Keparat! Apa katamu?" bentak laki-laki berpakaian indah itu. "Hati-hatilah
engkau membuka mulut di depanku. Aku seorang ponggawa Ingkang Sinuhun Sultan
Agung. Tahu? Huh, engkau berani melawan aku, berarti pula engkau memberontak."
"Ronggo busuk!" teriak pemuda itu nyaring. "Ha-ha-ha, kau kira aku tidak
mengerti akan maksud hatimu yang sesungguhnya? Engkau berkedok dengan jabatanmu
sebagai seorang Ronggo, berkedok sebagai seorang ponggawa pemerintah Mataram. Dan
semua itu bukan lain dalam usahamu untuk menutupi perbuatan-perbuatanmu yang
terkutuk. Huh, apakah dengan pembuatanmu yang terkutuk, bertindak sewenang-
wenang, menggunakan ancaman untukmemaksa isteri orang melayani nafsu binatangmu
itu, termasuk tugas seorang ponggawa pemerintah? Huh-huh, lekas jawab. Apakah apa
yang sudah engkau lakukan itu sudah sepatutnya dilakukan oleh seorang ponggawa raja?
Dan apakah perbuatanmu yang tidak bedanya binatang itu, termasuk tugas dan
kewajibanmu?"
"Keparat! Mulutmu terlalu busuk!" teriak laki-laki yang berpangkat Ronggo itu
dengan kemarahannya yang meluap-luap. "Bedebah, iblis, maling, kecu! Engkau berani
menuduh aku seburuk itu? Huh, kupatahkan lehermu."
Tetapi pemuda itu tidak tampak gentar sedikitpun. Masih tetap melayani terjangan
enam orang pengeroyoknya, pemuda ini terkekeh mengejek. Kemudian."Heh-heh-heh,
engkau kelabakan seperti orang kebakaran jenggot. Jika apa yang sudah aku katakan itu
tidak benar, bantahlah! Bukankah isteri orang itu telah engkau paksa melayani nafsu
kebinatanganmu?"
Agaknya Ronggo itu tidak dapat membantah tuduhan pemudi itu. Maka Ronggo
ini tidak menjawab kata-kata pemuda tersebut, dan ia kemudian memberi perintah kepada
anak buahnya. "Lekas! Cepat! Tangkap secepatnya pemuda bangsat itu. Kemudian akan
aku seret dengan kudaku agar menjadi tontonan orang. Huh, akan aku jadikan contoh
kepada setiap kawula bahwa begitulah nasib yang harus diderita oleh seorang kawula yang
berani melawan ponggawa pemerintah. Hai.....mengapa kamu tak lekas menangkap
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemuda bangsat itu? Hayo lekas. Hayo cepat, tangkap dan ringkus pemuda itu ....."
Namun pemuda itu hanya menyambut dengan ketawanya yang terkekeh dan
mengejek. Para pengeroyok itu walaupun telah berusaha keras untuk dapat menundukkan
lawan yang muda itu, usahanya belum juga memperoleh hasil. Mereka sudah mandi
peluh, sedang napas mereka mulai kembang kempis pula.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Menyaksikan usaha anak-buahnya belum juga berhasil itu, Ronggo ini amat
gelisah. Teriaknya memaki. "Hai dengar. Apakah kamu itu hanya merupakan gentong-
gentong nasi yang tak berguna? Kamu enam orang, akan tetapi mengapa hanya
menghadapi seekor tikus kecil saja, kamu tidak mampu?"
Dan pemuda itu terkekeh sambil mengejek. "Heh-heh-heh, kalau benar mereka itu
hanya gentong-gentong nasi belaka, siapa yang salah? Mengapa sebabnya engkau
memelihara orang-orang tak berguna macam itu?"
Oleh bentakan si Ronggo sebagai atasannya, dan oleh ejekan pemuda yang mereka
keroyok ini, enam orang itu menjadi amat penasaran. Sebab mereka menyadari bahwa
apabila tidak pandai menunaikan tugas yang telah diperintahkan atasannya, mereka akan
mendapat caci-maki. Mereka berusaha untuk menyerang bersama-sama agar sedikitnya
dapat melukai pemuda ini. Akan tetapi sungguh sayang, walaupun mereka telah berusaha
sekuat tenaga, usaha mereka sia-sia belaka.
"Hai, apakah kamu tuli?" bentak Ronggo, "Kamu adalah manusia-manusia tak
berguna. Hayo mundur! Aku sendiri yang akan menghajar manusia busuk itu!"
"Bagus, majulah!" ejek si pemuda. "Justeru berhadapan dengan priyayi macam
engkau itu, aku akan berkelahi lebih mantap."
Dan enam orang itupun telah berlompatan mundur. Sekarang Ronggo telah
berhadapan dengan si pemuda yang sombong ini, dalam jarak kira-kira hanya empat
langkah. Tanpa mengucapkan sepatahpun kata, Ronggo telah mencabut pedangnya dan
langsung menerjang lawan. Gerakannya sungguh cepat, ketika mencabut pedang dan
langsung menyerang. Pedangnya langsung menyerang leher dan dada, dan agaknya
Ronggo bermaksud sekali serang dapat membunuh lawan.
"Trang.....!" benturan senjata segera terdengar nyaring. Masing-masing mundur
selangkah. Akan tetapi kemudian disusul oleh perkelahian yang amat sengit. Gerak tubuh
masing-masing cepat dan kilat senjata mereka menyambar-nyambar.
Tetapi setelah berkelahi satu lawan satu, pemuda itu tidak lagi banyak tingkah dan
mengejek. Ternyata si Ronggo tidak dapat dipermainkan seperti anak-buahnya.
Terbuktilah bahwa si Ronggo bukan hanya bermulut besar. Gerakannya mantap,
sambaran senjatanya amat berbahaya disamping bertenaga. Diam-diam Fajar Legawa
kagum, hanya merasa sayang bahwa Ronggo yang berkedudukan cukup lumayan dan
sakti mandraguna itu, mendekatkan diri dengan perbuatan kurang baik, malah suka pula
merusak pagar ayu. Dan apabila tuduhan pemuda itu benar, maka Fajar Legawa telah
memutuskan, akan turun-tangan apabila pemuda itu dalam bahaya.
Namun sesudah menyaksikan perkelahian itu cukup lama, sepasang mata Fajar
Legawa terbelalak danagak merasa heran. Mengapa ilmu pedang pemuda ini mirip
dengan ilmu pedang Pertiwi Dewi? Hanya perkembangan dan pecahannya saja yang agak
berbeda, tetapi gerakan pokok dari ilmu pedang itu sama. Adakah hubungan antara
pemuda ini dengan gadis malang yang ia cintai itu?
Karena tertarik maka pemuda ini makin memperhatikan. Dan karena mendugahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pemuda ini mempunyai hubungan dekat dengan Pertiwi Dewi, makin bulatlah tekadnya
untuk turun-tangan kalamana pemuda itu dalam bahaya. Pendeknya ia takkan rela
pemuda itu celaka di tangan si Ronggo yang suka berbuat sewenang-wenang. Dalam pada
itu Fajar Legawa seorang pemuda yang tidak suka melihat ponggawa raja melakukan
tindakan sewenang-wenang kepada rakyat. Apapun alasannya, tindak perbuatan itu amat
tercela. Bukankah ponggawa raja itu pelindung rakyat? Tetapi mengapa ponggawa raja
malah berbuat sewenang-wenang dan menindas rakyat?
Makin lama perkelahian satu lawan satu ini semakin menjadi sengit. Berkali-kali
terdengar suara senjata berbenturan. Peluh mulai membanjir membasahi tubuh masing-
masing, oleh pengaruh terik matahari yang makin lama menjadi tinggi. Akan tetapi
masing-masing tampak masih sama kuat, dan usaha Ronggo untuk selekasnya
mengalahkan pemuda kurang ajar ini tak juga berhasil.
Akan tetapi bagaimanapun Ronggo sudah berusia sekitar empat puluh tahun,
sedang pemuda itu paling banter dua puluh tahun. Tenaga si pemuda masih penuh,
sebaliknya Ronggo yang suka mengumbar hawa nafsunya terhadap perempuan itu,
setelah berkelahi cukup lama, tampak kepayahan. Dadanya tampak berombak dan
napasnya kembang kempis. Makin dipikir si Ronggo tambah penasaran, mengapa hanya
menghadapi seorang pemuda ini saja, dirinya kesulitan dalam usahanya mengalahkan?
Untung juga saat sekarang ini tidak seorangpun ponggawa Mataram yang lain
menyaksikan. Maka bagaimanapun berkurang juga rasa malunya.
Enam orang prajurit yang tadi gagal mengeroyok itu, sekarang berdiri di pinggir
gelanggang. Namun senjata masing-masing masih siap di tangan dan setiap saat siap
untuk dipergunakan mengeroyok lagi. Apapun jadinya, mereka tak mungkin dapat
menghindar dari perintah atasan mereka. Nasib mereka di tangan Ronggo, dan kesalahan
sedikit saja akan berakibat mereka kehilangan mata pencahariannya sebagai prajurit,
maka salah atau benar, mereka tidak mungkin berani menentang atasan mereka.
Sementara itu Fajar Legawa yang menonton dari tempat persembunyiannya,
makin lama menjadi semakin yakin bahwa pemuda ini mempunyai hubungan dekat
dengan Pertiwi Dewi. Diam-diam timbul pertanyaan dalam hati, murid siapakah pemuda
ini? Tentu dia bukan murid Gadung Melati, sebab kakek itu hanya mempunyai murid
tunggal, Pertiwi Dewi.
Menghadapi peristiwa ini, hati pemuda ini terhibur, ia menjadi terlupa kepada
peristiwa Pertiwi Dewi yang nekat membunuh diri dengan terjun ke dalam jurang. Dan
iapun terlupa pula kepada adik perempuannya yang hilang diculik penjahat.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan Ronggo yang bernada marah. "Hai prajurit!
Mengapa kamu tolol seperti kerbau dungu? Dan mengapa pula kamu hanya menonton?
Huh, apakah sangkamu aku ini seorang badut yang sedang beraksi di atas panggung?
Lekas maju dan bantu aku menangkap tikus pemberontak yang sombong ini!"
"Terlalu!" umpat Fajar Legawa dalam hatinya. "Mengapa Ronggo ini secara
mudah menuduh orang sudah memberontak? Huh, orang macam ini jelas seorang
ponggawa raja yang tamak dan sewenang-wenng. Apabila orang berani menentang
perbuatannya, gampang saja menuduh pemberontak. Huh, orang macam ini amat
berbahaya, dan harus dihajar sampai mampus!"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Heh-heh-heh," pemuda lawan Ronggo itu ketawa terkekeh, kemudian katanya
mengejek. "Begitukah sikap seorang Ronggo dan seorang laki-laiki sejati? Huh, hanya
pandai berbuat sewenang-wenang kepada rakyat yang tak berdosa, kemudian
mengandalkan jumlah untukmengeroyok?"
"Jahanam!" teriak Ronggo sambil menyabetkan pedangnya kearah leher lawan.
Akan tetapi dengan lincah sambaran pedang itu dapat dihindari, kemudian pemuda
inipun membalas menyerang.
Untuk beberapa saat lamanya dua orang ini terlibat dalam serang menyerang yang
amat cepat dan berbahaya. Akan tetapi kemudian sambil terus berusaha menekan lawan,
Ronggo ini berteriak lagi ditujukan kepada anak-buahnya. "Hai, apakah kamu sudah
tolol semua? Lekas terjang dan maju, dan jangan dengarkan ocehan tikus ini. Dia
pemberontak, dan kamu akan berjasa apabila dapat menangkap pemberontak."
Mau tak mau enam orang prajurit itu menjadi takut kena semprot. Lalu mereka
berlompatan maju untuk mulai mengeroyok. Walaupun sesungguhnya, dalam hati
masing-masing merasa ragu mendengar tuduhan Ronggo itu. Benarkah pemuda ini
seorang pemberontak?
Akan tetapi walaupun menghadapi keroyokan, pemuda itu tidak tampak gentar
sedikitpun, dan diam-diam membuat Fajar Legawa kagum juga. Sambil berloncatan
menghindari sambaran senjata lawan, pemuda itu masih sempat menjawab. "Bagus,
Ronggo yang tamak dan keparat! Dalam usahamu menutupi perbuatanmu yang busuk,
engkau sudah berputar lidah. Huh, engkau telah memutar-balikkan kenyataan. Orang
yang berani menentang perbuatanmu yang busuk, lalu engkau tuduh sebagai
pemberontak."
"Bangsat! Jangan banyak mulut!" teriak Ronggo sambil mengaso, dalam usahanya
memulihkan tenaganya. "Orang yang berani menentangaku, seorang yang berpangkat
Ronggo, sebutan apalagi yang tepat kalau bukan pemberontak? Huh, berani menentang
ponggawa raja yang sedang melakukan tugas, sama pula menentang raja."
"Heh-heh-heh," pemuda itu terkekeh. "Kau sedang melakukan tugas? Huh, tugas
untuk mengganggu isteri orang itukah yang kau sebut sebagai tugas? Dan karena suami
perempuan itu berani menentang, berani melawan engkau, maka kemudian secara
pengecut engkau memerintahkan anak buahmu supaya menangkap. Kemudian si suami
yang malang itu, dalam keadaan terikat tak berdaya, engkau siksa setengah mati."
"Jahanam.Bangsat.Keparat.Setan alas!" caci maki Ronggo itu kalang kabut.
"Jangan membuka mulut sembarangan di depanku tahu? Apakah engkau menghendaki
pula aku siksa setengah mati seperti bangsat pemberontak itu?"
"Heh-heh-heh,karena suami itu menentang perbuatanmu, dengn mudah engkau
tuduh pula sebagai pemberontak. Huh, tidak tahu malu!"
"Kurang ajar! Kalau dia bukan pemberontak, tentu tenaga mereka yang banyak
jumlahnya itu, akan membela dia."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sambil melompat menghindari sambaran senjata seorang pengeroyok, pemuda itu
terkekeh lagi, kemudian menjawab. "Ronggo busuk. Suami yang malang itu, engkau
sampai hati pula menuduh sebagai seorang pemberontak? Memalukan sekali.
Menghadapi seorang Ronggo seperti engkau ini, takkan puas hatiku sebelum aku dapat
membunuhnu. Sebab apabila dibiarkan hidup lebih lama lagi, akan celakalah para kawula
yang tidak berdoa itu. Huh, katakan! Bukankah tuduhanmu itu bukanlah dalam usahamu
untuk bisa mendapatkan isteri orang itu, guna memenuhi hasrat binatangmu? Huh, aku
tahu semuanya. Sesudah suami yang malang dan tak berdaya engkau siksa itu, kemudian
isterinya datang sambil menangis dan mohon padamu, agar suaminya dilepaskan dan
diampuni. Dan dalam usahanya untuk membela dan melindungi keselamatan suaminya
itu, kemudian si peremouan itu terpaksa menyerah melayani nafsu binatangmu. Akan
tetapi perempuan itu memang seorang perempuan yang setia. Perempuan yang pandai
menjaga martabatnya. Maka sesudah dirinya merasa engkau kotori, kemudian
perempuan itu memilih membunuh diri...."
"Apa? Membunuh diri?" dalam kagetnya Ronggo itu sampai tidak sadar
mengucapkan kata-kata tersebut. Dan justeru oleh kata-katanya ini, maka semua rahasia
kebusukannya terbuka.
Akan tetapi kemudian setelah Ronggo ini menyadari lidahnya keseleo, dengan
mata merah telah membentak nyaring, "Keparat pemberontak busuk! Engkau jangan
membuka mulut sembarangan di depanku."
Kemudian kepada anak-buahnya sendiri Ronggo itu berteriak. "Hai prajurit!
Jangan kamu main-main, dan lekaslah tangkap pemberontak itu. Dengan hasilmu
menangkap pemberontak itu, berarti kamu berjasa besar dan aku akan mengusulkan
kenaikan pangkatmu!"
Diam-diam Fajar Legawa yang menonton dari tempat persembunyiannya ketawa
geli. Bukan main Ronggo ini. Dirinya sendiri tidak mampu menangkap orang, sekarang
ia memerintahkan para prajurit itu menangkap, dan menjanjikan sesuatu tidak tanggung-
tanggung. Mungkinkah atasannya berpikiran sempit seperti dirinya, sehingga dengan
gampang menganggap pemuda itu seorang pemberontak? Makin lama Fajar Legawa
menjadi makin muak menyaksikan tingkah laku Ronggo yang tengik ini. Dan diam-diam
pula pemuda ini mengeluh, apabila para ponggawa raja berpikiran dan suka berbuat
sewenang-wenang serta memeras seperti Ronggo ini,apa yang akan terjadi? Tentu rakyat
Mataram hidup sengsara, hidup tidak tenteram dan akibatnya, akan mempengaruhi
keadaan negara Mataram pula. Yang menjadi pertanyaan, mengapa orang-oran gmacam
Ronggo ini diterima sebagai ponggawa? Kalau di dalam, wilayah negara Mataram ini
tidak terhitung, jumlahnya manusia-manusia yang baik dan jujur, mengapa orang
semacam ini Ronggo itu tidak dipecat saja?
Sesungguhnya Fajar Legawa hampir tidak kuasa menahan hatinya lagi, untuk
menunjukkan diri dan kemudian berfihak kepada pemuda itu. Akan tetapi melihat sikap
pemuda itu ia merasa tidak enak hati. Ia bisa menduga bahwa pemuda itu seorang pemuda
yang wataknya tinggi hati. Dia tentu tersinggung dan bisa salah faham apabila dirinya
turun-tangan, disaat dia tidak memerlukan bantuannya. Lebih pula saat sekarang ini
pemuda tersebut masih mampu sekalipun dikeroyok beberapa orang.
Oleh sebab ituFajar Legawa menahan diri.Ia menunggu kesempatan baik dan menungguhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
apabila pemuda itu benar-benar memerlukan bantuannya.
Dalam pada itu si pemuda ketawa bekakakan. "Ha-ha-ha-ha, tangkaplah jika kamu
memang mampu. Dan belenggulah aku, agar kau semua mendapat hadiah kenaikan
pangkat. Tetapi sebaliknya apakah engkau lupa bahwa aku mempunyai mulut? Dengan
mulut aku bisa memberi keterangan kepada atasanmu, sambil menunjukkan bukti-bukti.
Huh, sebaliknya, manakah bukti tuduhanmu bahwa aku memberontak? Nah, dengan
demikian malah engkau bersama anak buahnya yang akan berbalik mendapat hukuman."
"Bangsat! Tak usah banyak mulut!" teriak Ronggo yang tambah penasaran sambil
melompat maju menyerang, untuk membantu anak-buahnya
Tetapi justeru ucapan pemuda itu menyadarkan Ronggo. Memang bisa jadi,
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dirinya yang menuduh pemuda itu sebagai pemberontak, malah bisa terjebak oleh
keterangan pemuda itu yang menuduh dirinya berbuat sewenang-wenang. Kemudian
betapa keadaan tambah runyam kalau orang-orang yang bersangkutan diajukan sebagai
saksi. Karena khawatir dirinya malah celaka oleh keterangan pemuda itu, maka kemudian
secara diam-diam Ronggo ini sudah mempunyai rencana sendiri. Apabila pemuda ini
berhasil ditangkap, kiranya lebih aman apabila pemuda itu dibunuh saja, habis perkara.
Dan dengan demikian, berarti mulut pemuda itu tertutup untuk selama-selamanya.
Sekarang, pemuda itu menghadapi keroyokan tujuh orang. Tadi ketika ia
melayani keroyokan enam orang prajurit ia masih dapat mengejek dan mempermainkan.
Kemudian ketika ia tadi berkelahi satu lawan satu menghadapi Ronggo itu, walaupun
cukup berat namun masih tetap dapat melayani dengan baik. Sejak mula pertama terjadi
perkelahian pemuda ini tidak menderita rugi sedikitpun. Akan tetapi sebaliknya sekarang
setelah harus menghadapi tujuh orang itu sekaligus, dalam waktu tidak lama segera
tampak terjadinya perobahan. Keadaan memang segera tampak berat sebelah. Sambaran
senjata para pengeroyok cukup berbahaya, dan walaupun pemuda itu dapat bergerak gesit
dan tangkas, namun seringkali terancam oleh bahaya. Hanya oleh ketangguhan dan
kecerdikannya saja, masih bisa tertolong.
AKAN tetapi walaupun pemuda itu cukup tangguh, setelah dikeroyok beberapa
lamanya segera terjadi perobahan. Nyatalah bahwa setelah menghadapi keroyokan tujuh
orang itu pekerjaan yang harus dihadapi terlalu berat. Dari sedikit pemuda itu menderita
kesulitan dan terdesak. Makin lama pemuda itu menjadi semakin kerepotan. Seringkali
pedangnya terpental hampir lepas tertangkis oleh pengeroyoknya.
Melihat keadaan pemuda itu, diam-diam Fajar Legawa khawatir. Namun demikian Fajar
Legawa masih tetap menahan diri untuk tidak gegabah turun-tangan.
Dan melihat pamuda itu yang menjadi kerepotan, terdengarlah Ronggo berteriak
dengan nada merendahkan. "Hai bangsat pemberontak! Aku masih cukup baik hati untuk
memberi kesempatan sekali lagi kepadamu. Hayo, menyerahlah sebelum aku marah!"
Akan tetapi walaupun menghadapi tekanan lawan yang cukup berat, pemuda itu masih
dapat berlagak, dan ia menyambut dengan ketawanya terkekeh. "Heh-heh-heh, siapa
takut engkau marah? Mau marah, silahkan. Mau bunuh, silahkan. Tetapi huh-huh,
engkau takkan mampu membunuh aku!"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Bocah sombong yang besar mulut!" bentak Ronggo. "Jika begitu, sekarang juga
engkau harus mampus!"
Sambil mengucapkan kata-katanya yang terakhir ini, Ronggo telah menerjang lagi
dengan senjatanya. Serangan itu dibantu pula oleh senjata anak-buahnya.
"Trang trang trang........." benturan senjata terdengar berturut-turut. Pemuda itu
melompat ke belakang dengan meringis menahan lengannya yang tergetar dan
kesemutan. Tetapi dia memang seorang pemuda yang tabah dan keras kepala. Walaupun
menghadapi keroyokan ini menderita kesulitan, sama sekali tidak mundur dan mengakui
kekuatan lawan.
Perkelahian yang tidak seimbang itu terus berlangsung cukup lama, di bawah terik
matahari yang menyengat kulit. Peluh sudah memdanjir membasahi tubuh. Namun
demikian masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah. Malah setelah pihaknya
merasa di atas angin, si Ronggo menjadi besar hati. Bahwa dalam waktu tidak lama lagi
pemuda itu tentu akan dapat dikalahkan dan ditangkap.
Namun justeru merasa terdesak itu, agaknya si pemuda menjadi penasaran. Sambil
membentak nyaring pemuda itu menerjang Ronggo, sesudah menghalau sambaran dua
batang golok. Agaknya pemuda ini memang bernafsu untuk segera merobohkan Ronggo
ini, justeru sesungguhnya yang menjadi sumber penyakit. Akan tetapi sebaliknya si
Ronggo yang sudah tahu bahwa lawannya menjadi semakin payah, secara sengaja ia
membenturkan pedangnya
"Trang .........!" pemuda itu terhuyung mundur dan lengannya kesemutan.
Justeru pada saat itu sebatang pedang menyerampang kakinya, dibarengi oleh
sebatang tombak yang mengancam leher. Dua macam serangan yang amat berbahaya itu
masih ditambah lagi oleh terjangan Ronggo yang mengancam pinggang. Dan oleh
serangan tidak terduga ini, bagaimanapun keselamatan pemuda itu terancam.
"Minggir!" bentak Fajar Legawa tiba-tiba sambil melompat keluar dari tempat
persembunyiannya. Ternyata Fajar Legawa tidak kuasa menahan diri lagi, setelah melihat
pemuda itu terancam oleh bahaya. Ia sudah tidak perduli lagi bagaimanakah tanggapan
pemuda itu terhadap campur tangannya itu.
Fajar Legawa bergerak tangkas dan cepat. Kaki pemuda ini telah menendang
pantat prajurit yang sedang menyerampang kaki, dan berbareng itu tangan kirinya sudah
menyambar untuk memukul tangkai tombak. Bukan hanya berhenti di situ gerak cepat
Fajar Legawa. Pemuda ini masih menggunakan tangan yang kanan untuk memukul
Ronggo.
Serangan yang dilakukan Fajar Legawa ini memang tidak terduga-duga. Maka
walaupun tanpa senjata, segara terdengar orang berteriak kesakitan. Orang yang
bersenjata pedang tanpa ampun lagi sudah terjengkang, sedang orang yang bersenjata
tombak meringis kesakitan, tombaknya runtuh. Sebaliknya si Ronggo yang dapat bergerak
tangkas, dapat menghindari pukulan Fajar Legawa dan selamat.
Untuk sejenak perkelahian berhenti. Ronggo dan enam orang prajuritnya tampakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kaget. Sebaliknya pemuda yang merasa tertolong jiwanya ini berdiri tertegun. Ia
memandang Fajar Legawa dengan pancaran mata yang berterima kasih. Sebaliknya
dengan ucapan yang ramah. Fajar Legawa sudah mendahului. "Sahabat yang baik,
kubantu kerepotanmu. Dan karena mereka ini manusia-manusia busuk yang suka main
keroyok dan berbuat sewenang wenang, maka merupakan kewajiban kita untuk
mengenyahkannya."
"Terima ksih atas pertolongan saudara. Engkau benar.. ... dan marilah kita gempur
mereka ini." jawab pemuda itu penuh semangat, sambil menyimpan pedangnya.
Agaknya pemuda ini seorang yang tak mau kalah arang dengan orang lain. Setelah
ia melihat Fajar Legawa dapat meayelamatkan dirinya hanya dengan tangan kosong,
ia menjadi malu apabila harus menggunakan senjatanya.
Pemuda itu setelah menyimpan pedangnya segera mendelik kearah Ronggo.
Kemudian dengan ucapannya yang lantang ia menantang. "Hai Ronggo busuk! Mari
sekarang kita berkelahi satu lawan satu dan tanpa senjata!"
Tetapi agaknya si Ronggo juga tidak mau kalah harga dan kegarangannya. Atas
tantangan itu ia terkekeh, kemudian sambil menyimpan senjatanya ia menjawab, "Bagus!
Siapa takut? Marilah kita coba!"
Namun diam-diam Ronggo ini menjadi amat gembira. Usianya jauh lebih banyak
dengan lawan, dan sebelum pemuda itu mengenal ilmu tata kelahi, dirinya sudah berlatih
ilmu tata kelahi bertahun-tahun. Dengan pendapatnya ini, maka Ronggo merasa pasti
bahwa dirinya lebih kuat. Dirinya terkenal sebagai seorang Ronggo yang tangannya antep
seperti besi. Telah berkali-kali, apabila dirinya menghadapi latihan berhadapan dengan
banteng jantan, sekali pukul tidak pernah gaga1 lagi memecahkan kepala banteng itu.
Apakah kepala pemuda ini lebih keras dibanding dengan kepala banteng itu?
"Bagus! Aku ingin melihat, apakah kepalamu memang keras!" sambil berkata,
pemuda itu telah menerjang maju. Dua belah tanganya bergerak cepat sekali. Jari tangan
kadang terkepal sebagai tinju, dan kadang pula terbuka setengah melengkung untuk
mencengkeram bagian tubuh lawan yang lemah. Sambaran serangannya cukup bertenaga,
tetapi Ronggo tidak menjadi gentar, Ronggo itu melayani dengan bagus sekali,
gerakannya tidak kalah cepatnya, demikian pula hal tenaga.
"Plak pak.........!" dua tangan berbenturan, disusul tubuh dua orang itu masing-
masing terpental mundur dua langkah. Akan tetapi dua-duanya cepat menerjang ke depan
lagi, dan mereka terlibat dalam perkelahian tangan kosong yang amat sengit.
Sementara itu Fajar Legawa segera menghadapi keroyokan enam orang prajurit
itu, yang tetap bersenjata. Tongkatnya masih tetap terselip di pinggang, dan ia
menghadapi keroyokan lwan itu dengan tangan kosong. Dalam menghadapi keroyokan
enam orang yang bersenjata ini, Fajar Legawa tidak berani sembrana. Ia tadi sudah
melihat sendiri bahwa pemuda yang ditolongnyi itu, belum juga kuasa mengalahkan
walaupun bersenjata pedang. Dalam pada itu, Fajar Legawa juga berpendapat bahwa
sesungguhnya enam orang prajurit ini hanyalah orang-orang yang tunduk kepada perintah
atasannya. mereka bukan orang jahat. Tetapi yang jahat hanyalah si Ronggo. Yang salah
hanya seorang, mengapa yang lain harus dilibatkan? Benar enam orang prajurit ini bisa
disebut membantu usaha kejahatan. Akan tetapi mereka itu membantu karenahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
terpaksa, karena takut kepada atasan mereka, yang menentukan nasib mereka
sekeluarga.
Sadar akan keadaan enam orang prajurit ini yang terpaksa harus memb-ntu
melakukan kejahatan, maka Fajar Legawa tidak sampai hati untuk menggunakan
kekerasan. Dan pemuda inipun mengerti, bahwa enam orang prajurit ini tentu menyerah
apabila si Ronggo sudah dpat ditundukkan pemuda itu.
Fajar Legawa menggunakan kecepatannya bergerak untuk menghindari sambaran
senjata enam orang pengeroyoknya. Kemudian ia akan membalas menyerang, apabila
memperoleh kesempatan baik dan tidak akan membahayakan jiwa mereka.
Enam orang prajurit itu agaknya dapat pula merasakan sikap Fajar Legawa ini.
Dan tiba-tiba saja, enam orang ini saling berloncatan mundur, kemudian hanya
mengurung dengan senjata yang tetap terhunus. Mereka mengamati Fajar Legawa yang
berdiri tegak dengan sikap tenang. Hingga perkeiahian mereka itu berhenti.
Dan melihat sikap mereka itu, Fajar Legawa pun bisa menduga isi hati mereka.
Pemuda itu menebarkan senyum, kemudian berkata halus "Saudara-saudara, aku tahu
bahwa kalian bukan orang jahat. Kalian prajurit-prajurit Mataram yang pandai melindung
rakyat, bukan? Nah kalau benar dugaanku, maka lebih baik kalian menyimpan senjata
masing-masing, dan jangan menurut perintah atasan kalian yang sewenang-wenang."
Enam orang prajurit itupun menyadari juga, bahwa dalam perselisihan ini, atasan
merekalah yang bersalah. Mereka juga melihat dengan mata kepala sendiri, apa yang
sudah dilakukn oleh Ronggo. Dan sebabnya mereka tidak berani berkutik dan menantang,
tidak lain karena takut. Maka sekarang mendengar ajakan pemula ini, tentu saja mereka
menyambut dengan senang. Mereka memang tidak ingin berkelahi lagi, justru
sesungguhnya mereka telah letih. Akan tetapi walaupun diam-diam mereka setuju, namun
mereka tidak berani menyimpan senjata masing-masing. Sebab mereka takut apabila
Ronggo itu marah.
Melihat keraguan mereka ini Fajar Legawa tertawa. Kemudian ia sengaja
mengucapkan kata-kata yang lantang, untuk memancing kemarahan Ronggo. "Aku tahu,
ya aku tahu bahwa kalian takut kepada atasan kalian yang berhati busuk itu, bukan?
Hemm, aku tak habis mengerti, mengapa kalian tunduk kepada atasan kalian yang jahat
itu? Apakah kalian tidak sadar, bahwa dengan perbuatan kalian yang membantu
kejahatan atasan kalian itu, berarti akan mencelakakan diri kalian sendiri? Nah,
mengingat bahwa den Ronggo itu sendiri yang berhati busuk, maka biarlah atasan kalian
itu sendiri yang menerima akibatnya. Sebab aku berani bertaruh, bahwa atasan kalian itu
tidak lama lagi akan segera roboh di tangan sahabatku."
Bukan main marah si Ronggo mendengar ucapan Fajar Legawa ini. Dia
melancarkan pukulan berantai, dan untuk menghindari serangan itu, lawannya terpaksa
harus berlompatan dan menghindar. Mendapat kesempatan baik ini, si Ronggo segera
berteriak lantang penuh ancaman kepada enam orang prajurit itu. "Hai prajurit! Apakah
kamu sudah bersekongkol dengan pemberontak? Hemm, awas kamu! Di Mataram telah
menunggu tiang gantungan dan algojo yang akan segera menghukum mati kamu
semuanya, jika kamu berani membantah perintahku. Hayo lekas, keroyok dan bunuhlah
pemuda itu. Jangan kamu menggubris hasutan dan ucapannya yang beracun. Dan janganhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pula kamu memberi hati!"
Ternyata teriakan Ronggo ini lebih berpengaruh dalam hati enam orang prajurit
itu, bagaimanapun Ronggo itu adalah atasan mereka. Dan membantah perintah atasan
mereka, tidak dapat dibenarkan. Sadar akan kedudukan mereka itu, maka tanpa membuka
mulut lagi, mereka telah menerjang lagi dan mengeroyok Fajar Legawa. Akan tetapi
sekalipun mereka bergerak dan mengeroyok, Fajar Legawa merasakan sendiri bahwa
enam orang ini menyerang dengan setengah hati. Dengan demikian jelas, bahwa mereka
bergerak dan menyerang hanya karena terpaksa. Mereka terpaksa melakukan karena
takut. Menyadari keadaan mereka ini, tentu saja Fajar Legawa makin tidak tega. Akan
tetapi sebaliknya kalau membiarkan mereka terus bergerak dan mengeroyok berarti
dirinya tidak memperoleh kesempatan untuk mengaso.
Berpikir demikian, tiba-tiba saja timbullah niat Fajar Legawa untuk mengakhiri
perkelahian ini dengan merebut saja senjata mereka. Dan apabila sejata mereka telah
berbasil dirampas semuanya, mereka takkan punya keberanian lagi bertindak, dan kiranya
akan mempengaruhi si Ronggo yang sedang berkelahi dengan pemuda itu.
Tiba-tiba saja Fajar Legawa bersuit nyaring. Tubuhnya berkelebat cepat, dan
saking cepatnya perobahan gerak Fajar Legawa, membuat enam orang itu kaget dan
pandang mata mereka menjadi kabur.
"Plak siut wut............!" dua orang diantara mereka berteriak kaget dan pucat.
Mereka tak tahu bagaimana pemuda ita bergerak, tahu-tahu pundak mereka terasa sakit,
dan senjata dua orang itupun telah pindah ke tangan Fajar Legawa. Tetapi belum juga
hilang rasa kaget dua orang prajurit ini, tiba-tiba dua orang prajurit yang lain berteriak,
Prajurit itu terhuyung mundur, dan senjtta dua orang prajurit itupun telah pindah ke
tangan Fajar Legawa. Namun empat orang prajurit ini takut kepada Ronggo. Walaupun
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah tidak bersenjata lagi dan pundak masih dirasakan sakit, mereka menerjang maju.
"Kalian jangan membandel dan keras kenala!" teriak Fajar Legawa
memperingatkan mereka. "Aku masih bersikap sabar dan tidak mencelakakan kalian.
Akan tetapi apabila kalian tak tahu diri, huh, jangan salahkan aku, jika aku terpaksa
menghajar kalian."
Ancaman Fajar Legawa ini ternyata cukup besar pengaruhnya. Enam orang
prajurit itu melompat mundur dan wajah mereka pucat. Mereka menjadi sadar, bahwa
apabila mau, pemuda lawannya itu takkan sulit merobohkan mereka semua. Dan sadar
akan keadaan ini, sebagai manusia yang mempunyai otak dan dapat berpikir, tentu saja
tidak berani nekat.
Tetapi sebaliknya atas terjadinya peristiwa itu si Ronggo menjadi marah bukan
main. Ia melengking nyaring sambil mengirimkan serangan berantai ke arah lawan.
Pukulan itu menyambar dahsyat sekali di samping bertenaga. Namun si pemuda agaknya
juga sudah amat penasaran. Dia tidak mau menghindari, sebaliknya malah menyambut
serangan itu keras lawan keras.
"Plak des............!" dua-duanya terhuyung mundur. Namun Ronggo yang sudah
marah tidak mau memberi kesempatan lawan bernapas. Ia sudah melompat maju dan
mengirimkan tangan kiri menyerang dada. Sebaliknya lawan muda itupun tidak takut.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Ia mencondongkan tubuhnya ke belakang. Tangan kanan terkepal siap untuk
menghantam, berbareng itu kaki kiri terangkat untuk mendepak lutut lawan.
Ronggo itupun sadar akan bahaya. Ia menarik serangannya, kemudian terjadilah
perkelahian lagi yang amat sengit. Tetapi perkelahian itu tidak lama terlangsung, sebab si
pemuda melompat ke belakang sambil terkekeh.
"Heh-heh-heh, aku sudah bosan main-main dengan tangan kosong. Mari kita
sekarang berkelahi dengan senjata!"
Sambil berteriak pemuda ini telah mencabut pedangnya. Kemudian langsung
menerjang maju menyerang dan menikam dada dan pusar lawan. Serangan ini cukup
berbahaya, maka Ronggo tidak berani sembrana. Secepat kilat ia mencabut pedangnya
dan menangkis.
"Trang............!" benturan senjata itu keras sekali, dan pijar api berterbangan. Dua-
duanya terhuyung mundur sambil memeriksa senjata masing masing.
Melihat enam orang prajuritnya sekarang tidak bergerak lagi, empat orang di
aatara mereka sudah tidak bersenjata, dan hanya berdiri mengurung, Ronggo ini menjadi
amat penasaran, Akan tetapi sebelum Ronggo sempat berteriak dan membentak anak-
buahnya, lawan yang masih muda itu sudah menerjang lagi dengan dahsyat. Mau tidak
mau ia terpaksa mengurungkan maksudnya, dan perhatian seluruhnya dicurahkan untuk
segera datang mengatasi pemuda ini. Ronggo ini sadar, keadaan tidak mungkin dapat
diatasi, tanpa mengalahkan pemuda ini lebih dahulu.
Dan Fajar Legawa mengikuti perkelahian sengit itu penuh perhatian. Sebab enam
orang lawannya itu, sekarang sudah tidak berani menyerang lagi. Dan setelah ia mengikuti
perkelahian pedang ini, makin lama menjadi makin tertarik. Dua-duanya memiliki
keistimewaan dan kelebihan sendiri. Pemuda itu yang masih bertenaga penuh gerakannya
cepat sekali, dan pedangnya menyambar ke sana kemari tidak terduga, sebaliknya Ronggo
yang sudah berumur itu gerakannya kurang gesit, akan tetapi setiap gerakannya mantap
dan bertenaga berkat pengaruh latihannya yang sudah puluhan tahun.
"Sayang........." katanya dalam hati. "Ponggawa seperti Ronggo ini,
sesungguhnya banyak dibutuhkan untuk menjaga ketenteraman negara. Akan tetapi
mengapa Ronggo ini justeru malah menyalahgunakan kekuasaan?"
Tetapi kekuasaan raja atau bupati dalam wilayahnya adalah mutlak. Setiap ucapan
dan tindakannya merupakan hukum yang berlaku. Kekuasaannya tidak terbatas, dan
walaupun menghukum seseorang kawula tanpa dosapun, tidak seorangpun berani
menentang. Justeru oleh keadaan ini, maka orang-orang yang merasa mempunyai
kedudukan suka menyalah gunakan kedudukan dan kekuasaan. Malah bukan hanya para
ponggawa yang melakukau perbuatan sewenang-wenang kepada kawula. Tetapi bukan
hanya para ponggawa raja dan bupati sajalah yang sewenang-wenang, yang memeras dan
menindas rakyat. Malah orang-orang kayapun ikut-ikutan melakukan perbuatan yang
tidak benar itu, mereka menggunakan pengaruh uang untuk menyuap dan hadiah,
sehingga dengan pengaruh uang tersebut, keadilan tidak bisa ditegakkan. Sebab walaupun
seseorang tidak berdosa, apabila si kaya itu yang mengadukan, maka orang itu akan
dihukum.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Justeru orang-orang kaya merasa mempunyai pengaruh terhadap para ponggawa
dengan suap dan hadiah itu, maka para orang kaya merasa lebih kuasa daripada bupati
dan pangeran. Mereka memelihara tukang-tukang pukul, memelihara algojo. Dan orang-
orang kecil yang berani menentang kehendaknya, akan berhadapan dengan tukang pukul
dan algojo itu. Dan apabila perlu, kemudian si kaya itu minta perlindungan dan bantuan
para ponggawa yang berkuasa.
Oleh tindakan dan pjrbuatan orang-orang yang tidak bertanggung-jawab inilah,
maka para kawula cilik itu hidup dalam tekanan dan menderita. Akan tetapi
bagaimanapun mereka tidak dapat berdaya apa-apa. Soalnya orang-orang yang
berwenang akan berpihak kepada si kaya yang telah menyuap denan uang dan hadiah.
Tetapi sesungguhnya apa yang terjadi ini juga merupakan akibat dari keadaan saja.
Waktu itu Sultan Agung yang berkuasa di Mataram selalu sibuk dengan peperangan.
Bukan saja melawan para Bupati dan Adipati yang tidak mau tunduk kepada
Mataram,tetapi juga dalam menghadapi Kumpeni Belanda. Dalam keadaan seperti ini
sudah tentu Sultan Agung kurang dapat mencurahkan perhatian kepada kehidupan para
kawula. Karena yang terpikir hanyalah berusaha kemenangan. Malah sebenarnya,
Sultan Agungpun belum berhasil menguasai wilayahnya, karena Belambangan pun
belum dapat ditundukkan.
Demikianlah, maka akibatnya orang yang berpangkat Ronggo inipun melakukan
perbuatan sewenang-wenang kepada rakyat, berlindung kepada kekuasaan dan
jabatannya. Didalam melakukan tugas itu, tadi pagi Ronggo ini tertarik perhatiannya
kepada seorang perempuan desa Karangduren. Perempuan yang cantik itu kemudian
digoda dan dibujuk agar sedia menuruti kehendaknya. Sayang, perempuan desa itu setia
dan jujur kepada suaminya. Dia menolak, malah kemudian lari dan melaporkan kekurang
ajaran Ronggo itu kepada suaminya. Dan betapa marah suami itu, kemudian melabrak
sambil minta bantuan para tetangga. Akan tetapi ketika menghadapi Ronggo dan enam
orang prajuritnya, kemudian para tetangga itu tidak berani. Dan suami yang malang itu,
kemudian dapat ditangkap dan dihajar setengah mati oleh Ronggo.
Melihat suaminya tidak berdaya dan dihajar setengah mati itu, perempuan tersebut
tidak tega. Dia menangis dan meratap-ratap, mohon agar suaminya yang tak berdosa
dibebaskan. Dan Ronggo itu sedia membebaskan dengan janji, agar perempuan itu mau
menuruti kehendaknya.
Betapa hancur hati perempuan ini, menghadapi keadaan yang tidak diduga. Dalam
usahanya menolong suaminya dari bahaya maut, kemudian perempuan ini menyerah.
Dan si Ronggo itu yang sudah berobah sebagai manusia binatang memuaskan nafsunya
kepada si perempuan desa yang malang itu. Setelah puas si Ronggo dengan prajuritnya
pergi, dan si perempuan malang dibiarkan meratapi nasib buruknya. Namun perempuan
itu merasa sudah kotor. Kemudian perempuan ini nekat membunuh diri dengan
menggantung. Peristiwa itu menggemparkan penduduk Karangduren, dan justeru pada
saat itu seorang pemuda bernama Handana Warih. Pemuda ini menjadi amat marah
setelah mendengar keterangan orang-orang desa itu. Setelah menolong suami yang
malang dengan mengobati, kemudian pemuda ini mengejar Ronggo dan enam orang
prajuritnya. Akibatnya di tempat ini, berkelahilah Handana Warih yang dikeroyokhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sekarang setelah melihat pemuda yang menolongnya itu berhenti berkelahi dengan
enam prajurit, Handana Warih yang belum juga berhasil mengalahkan Ronggo menjadi
tidak telaten lagi. Teriaknya kemudian. "Sahabat yang baik, bantulah aku merobohkan
Ronggo jahat ini. Dia ini seorang ponggawa yang busuk, dan nanti akan aku terangkan
sebabnya aku berkelahi."
Sedikit banyak Fajar Legawa telah mendengar apa yang telah terjadi. Ronggo yang
jahat itu dalam usahanya menutup kejahatannya sendiri, telah memutarbalikkan
persoalan, dan malah menuduh pemuda itu sebagai pemberontak. Akan tetapi sebelum ia
bertindak, ia menebarkan pandang matanya kepada enam orang prajurit itu lebih dahulu
sambil mengancam. "Hai saudara prajurit. Jika kalian melihat gelagat, jangan kalian
nekat melawan kami. Sebab jika kalian nekat, jangan sesalkan aku apabila harus
membunuh kamu semua."
Ancaman itu menyebabkan enam orang prajurit ini gemetaran dan takut. Mereka
sadar bahwa pemuda itu, kalau mau tidak sulit membunuh mereka semua. Oleh sebab itu
mereka kemudian hanya berdiri mematung tidak menghalangi ketika Fajar Legawa
melompat kearah si Ronggo dan Handana Warih.
Teriak Fajar Legawa. "Sedikit banyak aku sudah mendengar persoalan ini. Maka
ponggawa yang suka memfitnah orang ini, kalau perlu harus kita bunuh!"
Si Ronggo ketika itu sedang menghadapi terjangan Handana Warih. Ia sudah akan
berteriak untuk mengancam kepada prajurit-prajuritnya, tetapi teriakannya itu urung
akibat sambaran pukulan Fajar Legawa yang menerbitkan angin bersuitan.
Sulit dibayangkan betapa marah Ronggo ini, melihat enam orang prajuritnya itu
tidak patuh kepada perintahnya, malah sekarang membiarkan dirinya dikeroyok. Maka
diam-diam ia sudah memutuskan, akan menghukum enam orang prajurit itu, setelah
berhasil mengalahkan dua orang pemuda yang mengeroyok dirinya ini.
"Plak.........trang.........!"
Di dalam marahnya, Ronggo tidak mau menghindari terjangan dua orang muda
itu, dan menyambut dengan kekerasan. Sebagai seorang yang merasa dirinya jauh lebih
matang dibanding lawannya, maka Ronggo ini menganggap dirinya lebih unggul di dalam
hal tenaga dalam. Maka ia menggunakan tangan kiri untuk menyambut pukulan Fajar
Legawa, dan ia menggerakkan pedang di tangan kanan untuk menyambut pedang
Handana Warih.
Akibat tangkisan itu, pedang Handana Warih terpental menyeleweng dan pemuda
inipun mundur selangkah ke belakang. Demikian pun pula pukulan Fajar Legawa yang
disambut dengan tangan kiri Ronggo, pemuda inipun mundur selangkah ke belakang.
Akan tetapi yang terjadi pada diri Ronggo itu, di luar harapan dan per-fiitunganna.
Roaggo itu terlalu memaksa diri .karena merasa malu. Beaar tubuhnya hanya
bergoyang-goyang saja, akan tetapi dorongan tenaga dua orang pemuda itu menyebabkan
dadanya terasa sesak. Berbeda dengan Handana Warih dan Fajar Legawa yang
terhuyung ke belakang tidak menderita sesuatu, justeru mundurnya itu untuk
memunahkan tenaga dorongan lawan.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Namun justeru dada terasa sesak ini, Ronggo menjadi tambah penasaran. Secepat
kilat tangan kirinya telah mencabut keris. Maksudnya jelas, bahwa dengan tambahan
senjata pda tangan kiri ini, bukan lain guna mempercepat usahanya untuk mengalahkan
lawan.
Melihat Ronggo telah menambah senjata dengan keris ini, Handana Warih
memandang ke arah Fajar Legawa. Katanya kemudian. "Gunakanlah senjatamu saudara,
kepada manusia jahat ini kita tidak perlu memberi hati. Lebih cepat manusia busuk ini
terbunuh mati, berarti kita akan dapat menghindarkan rakyat dari perbuatannya yang
jahat dan sewenang-wenang"
Tetapi Fajar Legawa yang menyadari bahwa tidak boleh sembarangan
menggunakan tongkatnya, ia menggeleng. Kemudian ia melompat dan memungut
sebatang pedang milik prajurit yang tadi berhasil dirampasnya. Katanya. "Biarlah aku
pinjam pedang salah seorang prajurit ini saja. Ha-ha-ha, bukankah ini lebih bagus. Siapa
tahu kalau dengan pedang milik anak-buahnya sendiri, aku dapat membunuh Ronggo
busuk itu?"
Handana Warih yang periang wataknya itu terkekeh-kekeh mendengar kata-
kata Fajar Legawa. "Heh-heh-heh, bagus! Ya, aku setuju saudara menggunakan pedang
itu. Aku ingin melihat bagaimanakah bangsat ini kalau mampus oleh pedang anak-
buahnya sendiri.
Meledak kemarahan si Ronggo. Ia membentak nyaring kemudian melompat dan
menerjang kearah Handana Warih sambil mengggeram keras. Keris pada tangan kiri
menyambar lebih dahulu. Akan tetapi serangan itu hanya merupakan tipu saja, dan
serangan yang sesungguhnya pada pedang di tangan kanan.
Namun Ronggo ini lupa bahwa yang dihadapi sekarang ini dua orang. Maka disaat
Ronggo menerjang maju kearah Handana Warih, pelang Fajar Legawa menyambar dari
samping. Guna mengatasi keadaan ini terpaksa si Ronggo merobah serangannya. Keris
itu bergerak ke samping, menghindari bentrokan dengan pedang, kemudian disusul oleh
pedangnya yang menyambar kearah leher.
"Trang........!" pedang Ronggo itu terbentur keras sekali oleh pedang Handana
Warih yang menyambar dari samping. Si Ronggo yang kaget terhuyung mundur, dan
justeru disaat itu pedang Fajar Legawa menyambar datang menikam dada.
"Trang.........!" dalam usahanya melindungi dada Ronggo terpaksa menangkis
dengan keris. Akan tetapi mendadak Ronggo ini berteriak nyaring sambil membanting
diri, karena pedang Fajar Legawa secara tidak terduga telah menyambar leher.
Wajah Rongo pucat, dan dadanya berkembang kempis. Dalam gebrakan ini
hampir saja dirinya celaka. Maka sambil menahan sakit pada dadanya ia memberi
perlawanan sengit.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Enam orang pnjurit itu tidak seorangpun berani berkutik, takut akan ancaman
Fajar Legawa. Wajah mereka pucat menyakikan atasan mereka dikeroyok dua orang.
Kalau berkelahi seorang lawan seorang saja atasan itu tidak sanggup mengalahkan apa
pula sekarang. Manakah mungkin bisa menang dikeroyok dua orang pemuda berilmu
tinggi itu?
Dan dugaan mereka itu tidak meleset. Beberapa saat setelah terjadi serang-https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
menyerang dengan sengit, tiba tiba terdengarlah pekik nyaring dari mulut Ronggo. Sambil
terhuyung-huyung mundur ke belakang. Keris di tangan kiri telah runtuh di tanah, dan
dari lengan kiri itu mengucur darah merah. Ternyata bahwa pedang Fajar Legawa sudah
bernoda darah merah, karena pemuda ini telah berhasil membabat lengan, dan sekarang
lengan kiri Ronggo itu buntung di bawah siku.
Akan tetapi justeru menderita luka dan lengan kiri menjadi buntung ini. Ronggo
itu tambah marah. Sambil menahan sakit Ronggo menggeram nyaring. Lalu dengan
pedangnya, ia menyerang dengan nekat, ia sudah tidak lagi memikirkan penjagaan diri,
dan yang terpikir sekarang hanya ingin melukai atau membunuh lawan.
Namun justeru kenekatan Ronggo ini malah menyebabkan Ronggo itu seperti
menggali lobang kuburnya sendiri. Sebab tentu saja baik Handana Warih dan Fajar
Legawa tidak sedia untuk menderita luka atau mati. Di saat pedang itu secara nekat
menyambar dua orang pemuda itu dengan gesitnya telah menyebar diri. Namun si
Ronggo tak mau memberi kesempatan kepada lawan bernapas. Ia mengejar Fajar
Legawa dengan serangan berantai.
"Trang trang trang.........!"
Benturan pedang terjadi tiga kali berturut-turut. Dua-duanya terhuyung mundur.
Kesempatan tidak disia-siakan oleh Handana Warih. Sambil membentak nyaring,
pemuda ini menerjang maju. "Mampuslah!"
"Trang trang ........cap.........! Aduhhh......
des.........!"
Ronggo masih sempat menggerakkan pedangnya untuk menangkis dua kali.
Namun ternyata Handana Warih lelah menggunakan ilmu pedang simpanannya.
Gerakan pemuda itu berobah sedemikian rupa, sehingga pedangnya yang terpental itu
kemudian diteruskan untuk membabat leher. Ronggo masih sempat menangkis,
tetapi tangkisannya agak meleset. Walaupun Handana Warih gagal memancung leher,
namun pedang pemuda ini berkelebat seperti tatit menukik ke bawah. Dan akibatnya,
hebat! Pedang pemuda ini telah menembus bawah dada sampai ke punggung. Ronggo
berteriak nyaring sekali, dan oleh susulan tendangan Handana Warih yang menyambar
perut, kemudian tubuh Ronggo itu terpental dua tombak jauhnya, roboh terguling.
Tetapi agaknya nyawa Ronggo itu ulet. Ketika rubuhnya roboh terguling, ia
melompat bangkit. Terhuyung-huyung, lalu roboh lagi dan berkelojotan beberapa saat.
Sesudah itu ia tidak bergerak lagi, karena nyawanya sudah melayang entah kemana.
Setelah Ronggo terbunuh mati, dengan hati puas Handana Warih membersihkan
pedangnya, kemudian disarungkan kenbali. Adapun Fajar Legawa menghela napas
panjang. Diam-diam ia menyesal juga mengapa Ronggo ini harus mati. Tetapi sesal tiada
guna, maka kemudian ia membalikkan pedang itu kepada pemiliknya. Lalu ia mengamati
kepada Handana Warih sambil bertanya. "Bagaimanakah maksud saudara sekarang,
setelah Ronggo ini mati terbunuh?"
"Hemm, karena yang bersalah hanya seorang, aku sudah puas," sahut pemuda
itu. Kemudian ia mengamati kepada enam prajurit tersebut sambil berkata. "Bawalah
atasan kalian ini pulang. Tetapi awas. Kalian harus dapat merahasiakan penstiwa ini, danhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
katakan atasan kalian itu mati berkelahi melawan penjahat. Jika kalian tidak pandai
merahasiakan peristiwa ini, huh, nyawa kalian tidak terjamin lagi!"
Enam orang prajurit itu pucat dan ketakutan, mereka sadar bahwa kalau dua orang
pemuda ini menghendaki, tidak sulit untuk membunuh mereka semua. Kalau sekarang
dua pemuda ini tidak mengganggu dan malah sedia mengampuni, bukankah, ini amat
menguntungkan? Maka tanpa rewel lagi, sesudah mengucapkan terima kaih sambil
membungkuk-bungkuk, mereka kemuuian menggotong mayat Ronggo untuk dibawa
pergi.
Fajar Legawa mengamati kepergian mereka itu dengan menghela napas sedih.
Sebaliknya Handana Warih yang merasa puas telah berhasil membunuh Rongo yang jahat
itu mengamati kepergian mereka dengan bibir tersenyum manis sekali.
"Mari kita mengaso," ajak Handana Warih sambil mendahului melangkah kearah
bawah pohon yang rindang.
Perkenalan dua orang muda ini cepat menjadi akrab sesudah Fajar Legawa tahu,
bahwa Handana Warih ini murid Wukirsari. Dan sekarang menjadi tahu pula tentang
sebabnya ilmu pedang pemuda ini mirip dengan ilmu-pedang Pertiwi Dewi.
"Aku baru pulang dari Pandeglang," kata Handana Warih. "Dan maksud
keperianku ke sana ingin bertemu dengan paman Gadung Melati. Sungguh sayang
pondok paman itu kosong, dan dari tetangga aku memperoleh keterangan beliau pergi
bersama muridnya."
"Ahh lusa aku ketemu dengan paman Gadung Melati, paman Wukirsari maupun
Pertiwi Dewi........."
"Kau bertemu? Aihh, di manakah beliau sekarang"" Handana Warih tampak
kaget, tetapi sekarang pemuda itu bersemangat, setelah mendengar tentang gurunya yang
bertemu dengan Gadung Melati.
Fajar Legawa menggeleng. "Aku tak tahu di mana beliau sekarang. Dan
sesungguhnya.......ya sesungguhnya aku sekarang ini ingin lekas dapat bertemu dan untuk
memberi laporan........"
"Memberi laporan?" Handana Warih terbelalak sambil mengamati Fajar Legawa,
"Laporan tentang apa?"
"Tentang Pertiwi Dewi........."
"Ahhh ..!" Handana Warih berjingkrak. "Mengapa Pertiwi Dewi? Lekas katakan,
apa sebabnya engkau ingin memberi laporan tentang Pertiwi Dewi?
Agaknya Handana Warih tidak sabar lagi, maka pemuda ini menggoncang pundak
Fajar Legawa.
"Sabarlah saudara, tentu aku terangkan sejelasnya ... " Tetapi walaupun menjawah
demikian, hati Fajar Legawa terasa tidak karuan di samping berdebar hebat. Sebabhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pemuda ini segera teringat kembali akan nasib malang yang diderita oleh Pertiwi Dewi,
yang kemudian berakhir dengan perbuatan nekat Pertiwi Dewi yang membuang diri ke
dalam jurang.
Setelah ia menahan perasaan sedihnya, kemudian Fajar Legwa menceritakan
tentang kepergiannya bersama Pertiwi Dewi ke gunung Ungaran. Dan ternyata di gunung
itu kemudian Pertiwi Dwi membunuh diri dengan melompat ke dalam jurang.
"Apa?" Handana Warih berteriak kaget. "Pertiwi Dewi membunuh diri dengan
melompat ke jurang?"
"Ya.........benar.....!" sahut Fajar Legawa dengan menghela napas panjang,
tampak pemuda ini sedih dan penuh rasa penyesalan.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan Handana Warih yang lantang
"Bohong! Dusta!"
Sesudah mengucapkan kata-katanya ini, Handana Warih telah meloncat berdiri
dan pedang sudah siap di tangan kanan. Mendadak saja pemuda ini sudah menerjang
maju dan menikam dada Fajar Legawa.
Apa yang terjadi sungguh tidak terduga-duga, dan Fajar Legawa amat terkejut.
Sedikit saja lengah, ujung pedang Handana Warih itu tentu berhasil melobangi dada Fajar
Legawa yang masih terbelalak heran. Masih untung juga bahwa dalam bahaya, Fajar
Legawa dapat menyelamatkan dadanya dengan berguling di atas tanah.
Akan tetapi sungguh celaka. Belum juga Fajar Legawa dapat terdiri tegak,
Handana Warih telah menyusuli serangan kedua yang lebih berbahaya. Sebab serangan
yang kedua ini merupakan serangan berantai yang saling susul, sekaligus mengincar
beberapa bagian tubuh yang mematikan.
Agak gugup pula Fajar Legawa dalam usahanya menyelamatkan diri. Sebab
serangan itu disamping cepat juga bertubi-tubi.
"Tahan! Tahan dulu!" teriak Fajar Legawa gugup. "Apa salahku?"
"Tak usah banyak mulut!" teriak Handana Warih yang tambah bernafsu setelah
beberapa kali serangannya tidak berhasil menyentuh kulit tubuh Fajar Legawa. "Hai
pemuda busuk yang curang. Hunus senjatamu dan lawanlah aku!"
"Tidak. Tidak!" teriak Fajar Legawa sambil berlompatan ke sana kemari dalam
usahanya menyelamatkan diri. "Saudara, aku dengan engkau tidak bermusuhan. Untuk
apa mesti berkelahi? Hai, tahan dahulu dan mari kita bicara. Apa sebabnya engkau
menyerang aku seperti ini?"
"Sudahlah, jangan banyak mulut! Aku tidak mau percaya kepada omonganmu.
Tahu? Kau pemuda bangsat. Kau pemuda busuk. Kau curang! Kau .......huh, Pertiwi
Dewi tentu sudah engkau bunuh secara pengecut!"
"Tidak! Jangan menuduh sembarangan." Fajar Legawa belum juga membalashttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dan selalu berusaha menghindari serangan Handana Warih yang bertubi-tubi dan amat
berbahaya. Manakah mungkin ia sedia bermusuhan dengan pemuda ini, justeru Handana
Warih murid Wukirsari, dan merupakan kakak seperguruan ayahnya pula?
Akan tetapi Handana Warih memang sudah amat marah dan kalap. Walaupun
Fajar Legawa berusaha mencegah dan menyabarkan, namun Handana Warih tetap saja
menyerang sambil mencaci maki, "Bangsat busuk! Walaupun engkau mungkir, aku akan
tetap menuduh engkau ebagai pembunuh. Huh-huh, siapa yang mau percaya bahwa
Pertiwi Dewi membunuh diri? Huh-huh. engkau tentu jatuh cinta kepada dia tetapi dia
menolak. Akibatnya engkau mata gelap, memaksa dengan kekerasan. Dan untuk
menghilangkan jejak perbuatanmu yang busuk itu, kemudian dia kau
bunuh............Bangsat! Engkau sekarang harus mampus dalam tanganku, untuk
membalaskan sakit hati Pertiwi Dewi."
Tuduhan ini amat berat. Dan tuduhan ini merupakan tuduhan yang membabi-
buta. Tuduhan yang amat menyakitkan hti. Untung bahwa bagaimanapun juga Fajar
Legawa masih dapat menyabarkan diri. Maka dalam usahanya menyadarkan orang, ia
masih berteriak dan berusaha tidak membalas. "Saudara, tahan! Tahan! Aku harap agar
saudara tidak menuduh orang membabi buta. Aku memberi keterangan sebenarnya,
bahwa Pertiwi Dewi membunuh diri dengan melemparkan diri ke dalam jurang. Saudara,
demi Tuhan aku bicara sebenarnya, dan sudilah saudara mau mengerti."
Akan tetapi kata-kata Fajar Legawa ini tidak digubris Handana Warih. Kata-kata
itu masuk lewat telinga kanan dan keluar lagi lewat telinga kiri. Pemuda ini tetap
menyerang secara ganas, dan setiap sambaran pedangnya selalu dikuasai oleh nafsu
membunuh. Tetapi walaupun serangan itu cepat dan amat nekat, ujung pedang Handana
Warih belum juga kuasa menyentuh ujung baju Fajar Legawa.
Memang tidak dapat disalahkan apabila Handana Warih menjadi marah dan
kalap. Wajarlah apabila Handana Warin menuduh membabi buta. Dan wajar pula apabila
ia kemudian menyerang Fajar Legawa dan berusaha membunuh. Persoalannya bukan
lain, karena pemuda ini sudah terlanjur mencintai Pertiwi Dewi. Justeru oleh pengaruh
cinta kasihnya kepada gadis itu, Handana Warih tidak segan melakukan perjalanan jauh.
Tetapi betapa kecewa pemuda ini, ketika tiba di Pandeglang baik Pertiwi Dewi maupun
Gadung Melati tidak ada di rumah. Ia masygul dan ia diamuk oleh rasa rindu kepada
gadis jelita itu. Sungguh tidak terduga sama sekali, orang telah mengabarkan bahwa
Pertiwi Dewi yang amat dirindukan itu sudah mati akibat membunuh diri.
Berita itu disamping amat mengejutkan juga merangsang kemarahannya.
Mengapa? Sebab orang yang mengabarkan itu masih amat muda, maka timbullah
prasangka buruk kepada Fajar Legawa. Dan terdorong oleh rasa hati yang kecewa, segera
timbul tuduhan bahwa keterangan Fajar Legawa palsu, sebagai dalih dalam usahanya
menutupi perbuatannya yang terkutuk, yang sudah membunuh Pertiwi Dewi. Kemudian
timbul pula tuduhan Handana Warih, bahwa pemuda ini telah membunuh Pertiwi Dewi,
sebagai akibat cinta kasihnya kepada gadis itu tidak terbalas. Dan sebagai akibat tidak
terbalas, maka menurut pikiran Handana Warih, pemuda itu telah menggunakan
kekerasan dan melakukan perbuatan terkutuk.
Saking marah, penasaran dan kalapnya mendengar Pertiwi Dewi sudah mati itu,
Handana Warih tadi menghendaki sekali serang dapat membunuh Fajar Legawa. Akanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
tetapi diluar dugaannya, bahwa Fajar Legawa dapat bergerak sedemikian cepat, sehingga
semua serangannya tanpa memberi hasil. Tetapi justeru serangannya tak membawa
hasil ini, Handana Warih tambah kalap.
Sebaliknya, sungguhpun sikap dan perbuatannya Handana Warih ini amat
menusuk perasaan dan menyakitkan hati, namun Fajar Legawa masih berusaha
menyabarkan diri. Hal itu bukan lain mengingat bahwa Handana Warih murid Wukirsari,
seorang tua yang dihormati.
Ia memang tiada maksud bermusuhan dengan Handana Warih. Dan itulah
sebabnya ia tidak mau membalas, malah selalu berusaha menyabarkan hati dan memberi
penjelasan. Akan tetapi sungguh sayang bahwa Handana Warih tidak mau mengerti.
Pemuda itu terus saja menyerang secara kalap dan membabi buta. Padahal kesabaran
manusia ada batasnya. Dan membiarkan diri diancam bahaya, merupakan perbuatan
yang amat bodoh. Sebab hanya akan merugikan diri sendiri saja.
Lagi pula ia merasa berdiri pada pihak yang benar, mengapa harus ragu dan takut?
Berani karena benar dan takut karena salah. Mati membela kebenaran lebih berharga
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daripada hidup bertumpuk kesalahan dosa.
Sesudah untuk beberapa lama Fajar Legawa mempertimbangkan baik dan
buruknya serta untung dan ruginya, kemudian didapatlah ketetapan hati yang
meyakinkan. Adalah amat keliru apabila dirinya mengalah terus menerus.
"Handana Warih!" teriak Fajar Legawa tiba-tiba. "Aku sudah berusaha
menyabarkan diri, tetapi ternyata engkau tidak juga insyaf. Hemmm, baiklah. Sekarang
aku akan melayani kehendakmu, dalam usaha membela kebenaran."
Handana Warih ketawa terkekeh. "Heh-heh, bagus! Kau kira aku takut? Ingin aku
saksikan sampai di manakah ketinggian ilmu ajaran Suria Kencana!"
Kalau melulu dirinya sendiri yang dihina. Fajar Legawa masih maklum. Akan
tetapi setelah orang mulai menyinggung nama gurunya, tiba-tiba saja menggelegaklah rasa
marah yang memukul dinding dada. Siapapun yang berani menghina gurunya, tak
mungkin dimaafkan lagi. Maka dengan menggeram marah, Fajar Legawa sudah mulai
membalas dan menyerang, ia masih tetap bertangan kosong, akan tetapi setiap pukulan
dan tendangannya cukup berbahaya.
Setelah Fajar Legawa terangsang kemarahannya, perkelahian di antara dua orang
muda itu menjadi sengit. Pedang Handana Warih yang tajam menyambar-nyambar
seperti hujan angin, seakan tidak memberi kesempatan kepada lawan untuk bernapas.
Namun demikian, dengan menggunakan kegesitannya bergerak, Fajar Legawa masih
tetap berhasil menyelamatkan diri, dan setiap memperoleh kesempatan dengan tangan
dan kakinya mulai membalas.
Tetapi sesungguhnya perkelahian itu berat sebeah. Fajar Legawa tidak bersenjata,
sebaliknya Handana Warih yang bersenjata pedang telah terbakar oleh nafsu membunuh.
Hal ini bagaimanapun tentu merugikan Fajar Legawa. Akan tetapi apa harus dikata
justeru Fajar Legawa tak ingin menggunakan senjata tongkatnya itu, apabila tidak dalam
keadaan memaksa dan terancam oleh maut? Maka walaupun sulit pemuda ini masih tetaphttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
bertangan kosong.
Tetapi pada suatu saat yang tidak terduga, serangan berantai yang dilancarkan
Handana Warih membuat Fajar Legawa berkeringat dingin. Ia membuang diri ke
belakang, tetapi sayang dan terlambat. Kain panjangnya sudah robek tertikam pedang.
Sungguhpun benar ujung pedang itu tak juga melukai kulit tubuhnya, namun
robeknya kain ini membuat Fajar Legawa tak kuasa menahan diri. Kalau lawannya ini
berusaha membunuh dirinya, apakah salahnya apabila dirinyapun sekarang membunuh
musuhnya?
Dalam penasaran dan marahnya ini, kemudian Fajar Legawa meloncat ke
belakang sambil bersiap diri menggunakan ilmu pamungkasnya, ilmu pukulan sakti
"Lebur Jagat". Dalam penasarannya Fajar Legawa sudah lupa, bahwa pemuda yang
dihadapi sekarang ini murid Wukirsari yang ia hormati.
Sayang sekali Handana Warih tidak menginsyafi bahaya yang mengancam
setiap saat. Ia tidak adar bahwa lawan yang berdiri tak bergerak itu, sesungguhnya siap
melancarkan pukulan yang amat berbahaya. Justeru tidak menyadari bahaya ini, maka
Handana Warih menerjang maju dan menikamkan pedangnya kearah dada.
Hampir bersamaan waktunya dengan terjangan Handana Warih yang menikam
dada itu. Fajar Legawa sudah pula meloncat untuk melancarkan aji "Panglebur Jagad".
Akan tetapi yang terjadi kemudian, Handana Warih memekik terkejut, sedang
Fajar Legawa sendiri terhuyung mundur tak kurang kagetnya. Secara tiba-tiba ia merasa
bahwa tenaga sakti dari aji pukulannya itu seperti terserap oleh sesuatu tenaga sakti yang
tidak terlawan. Dan seakan tenaga saktinya itu punah. Baru kemudian pemuda ini
menjadi sadar, setelah ia mendengar suara orang ketawa terkekeh-kekeh.
"Heh-heh-heh, mengapa kamu berkelahi? Heh-heh-heh, apa sajakah yang kamu
perebutkan?"
Handara Warih dan Fajar Legawa cepat-cepat memberi hormat, dan untuk sejenak
mereka melupakan apa yang baru saja terjadi. Di depan mereka sekarang telah hadir dua
orang kakek, bukan lain Wukirsari dan Gadung Melati. Dan kedatangan dua kakek disaat
yang amat tepat ini, kuasa menghindarkan Handana Warih dari bahaya maut.
Berhadapan dengan gurunya, Handana Warih tampak takut disamping amat
hormat sikapnya, ia terdiri tidak bergerak, kepalanya agak menunduk, tidak berani
bertatap pandang dengan gurunya.
"Paman, maafkanlah kelancangan saya," kata Fajar Legawa. "Tetapi sejak mula
saya telah berbusaha mencegah terjadinya perkelahian ini, sayang hasilnya sia-sia,
karena saudara Handana Warih tidak sudi menggubris keterangan saya."
Belum juga Wukirsari sempat membuka mulut, telah didahului pertanyaan
Gadung Melati. "Fajar! Mengapa engkau seorang diri, dan di manakah Pertiwi?"
Tak heran kalau begitu berhadapan, Gadung Melati menanyakan muridnya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Karena kepergian. muridnya itu bersama Fajar Legawa ini.
Walaupun semula Fajar Legawa sudah bermaksud melaporkan tentang kecelakaan
yang menimpa Pertiwi Dewi, tetapi sekarang sesudah benar-benar berhadapan dengan
Gadung Melati, serasa bibir pemuda ini terkunci dan tidak mau dibuka untuk
menerangkan.
Celakanya, disaat bibir Fajar Legawa seperti terkunci ini, tiba-tiba Handana
Warih sudah memfitnah. "Paman! Pertiwi Dewi telah dibunuh dia. Itulah sebabnya saya
tadi marah dan akan membunuh dia."
Bukan saja Gadung Melati yang kaget mendengar jawaban Handana Warih itu,
tetapi juga Wukirsari dan Fajar Legawa sendiri.
"Bohong!" teriak Fajar Legawa tiba-tiba, "Aku tidak melakukan perbuatan itu,
Pertiwi Dewi sendiri yang membunuh diri."
"Apa?" pekik Gadung Melati saking kaget, "Pertiwi mati?"
Handana Warih cepat berteriak, "Dia yang membunuh!"
"Tidak!" bantah Fajar Legawa cepat, "Saya berani bersumpah demi Tuhan, saya
tidak melakukan perbuatan itu. Paman, saya sudah berusaha mencegah, akan tetapi tidak
berhasil."
Wajah Gadung Melati yang sudah buruk itu, tiba-tiba saja berobah makin buruk,
oleh rasa marah yang menguasai dadanya. Sepasang mata tua itu tampak menyala, dan
jenggot kambing itu tampak berobah kaku. Tak heran apabila kakek ini menjadi amat
marah, justeru kakek ini amat kasih dan sayang kepada Pertiwi Dewi, tidak bedanya
dengan anak kandung sendiri.
Gadung Melati seorang laki-laki berwajah buruk. Dan menyadari akan keburukan
wajahnya itu, maka selama hidup tidak pernah kawin. Karena ia merasa, bahwa tentu
tidak seorangpun perempuan sedia menjadi isterinya. Mengingat akan keburukan
wajahnya, dan menyadari akan keadaan hidupnya yang tanpa anak dan tanpa isteri itu,
maka kasih sayangnya kepada Pertiwi Dewi tidak dapat ditawar-lawar lagi. Untuk
kebahagiaan Pertiwi Dewi, kakek ini sedia mengorbankan kepentingannya sendiri.
Sekarang secara tiba-tiba ia mendengar Pertiwi Dewi telah meninggal. Otak dan
perasaannya tidak mau bekerja sebagaimana mestinya. Otak dan perasaannya tidak lagi
dapat membedakan mana benar dan mana salah. Batin kakek ini terpukul hebat sekali,
sehingga orang tua ini lupa diri.Yang terbayang dalam benaknya sekarang ini hanya
melulu Pertiwi Dewi yang ia kasihi seperti anak kandung sendiri.
Mendadak Gadung Melati meloncat dan langsung melancarkan pukulan kearah
Fajar Legawa. Sebabnya, bukan lain karena dalam dada kakek ini timbul amarah yang
meluap-luap dan ingin menghukum kepada siapapun yang menyebabkan murid
tunggalnya itu mati. Kalau murid yang amat disayang itu sudah dibunuh Fajar Legawa,
maka sekarang inipun Gadung Melati ingin membalas kematian itu dengan membunuh
si pembunuh.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Serangan yang tidak terduga ini tentu saja mengejutkan Fajar Legawa. Dan kalau
mau, sesungguhnya Fajar Legawa masih dapat menghindari serangan itu dengan
melompat ke samping atau pula menangkis dengan tongkatnya. Akan tetapi apabila hal
itu dilakukan, timbullah rasa khawatir dalam dada pemuda ini, kalau dituduh berani
melawan orang tua, namun sebaliknya apabila tidak melawan, tentu dirinya akan
menderita akibatnya pula. Padahal ia sama sekali tidak bersalah. Dan tuduhan Handana
Warih itu hanya merupakan fitnah yang amat keji.
Untung juga bahwa disaat Fajar Legawa tidak mau melawan ini, Wukirsari dapat
bertindak cepat. Ketika menyaksikan gerakan adik seperguruannya yang kalap itu, iapun
telah bersiap diri. Maka di saat Gadung Melati melompat dan menyerang Fajar Legawa,
kakek ini telah pula meloncat dan menangkis. "Aya! Mengapa engkau terburu nafsu?"
Gadung Malati terlempar dua langkah ke belakang sedang Wukirsari pun
melangkah selangkah ke belakang, sebagai akibat benturan tenaga itu. Akan tetapi justeru
tangkisan ini membuat Gadung Melati marah dan tidak senang. Ia menatap kakak
seperguruannya sambil mendelik. Kemudian bentaknya. "Kakang............apakah
maksudmu?"
Wukirsari tersenyum, jawabnya. "Adi, apakah engkau sudah yakin akan tuduhan
Handana Warih terhadap Fajar Legawa ini? Hemm, sabarkan dahulu hatimu karena
sesuatu persoalan harus diteliti dahulu dan diuji kebenarannya. Alangkah memalukan kita
apabila kau bertindak secara gegabah, dan bagaimana pula nanti kata orang? Adik, aku
tidak pernah merasa berat orang yang bersalah mendapatkan hukuman yang setimpal.
Tetapi sebaliknya aku tidak pernah setuju seseorang yang tidak bersalah mendapat
hukuman. Karena dengan perbuatan itu sama halnya bertindak sewenane-wenang. Oleh
karena itu adi, apabila ternyata bahwa tuduhan Handana Warih terhadap Fajar Legawa
itu hanya fitnah belaka, maka sekalipun dia itu muridku, akupun akan memberikan
hukuman yang setimpal."
Gadung Melati terdiam. Kata-kata Wukirsari itu mengenakan hati dan
kesadarnnya. Ia sadar bahwa apa yang sudah ia lakukan tadi merupakan tindakan yang
gegabah. Ia menjadi malu kepada dirinya sendiri, mengapa gampang terbakar oleh rasa
kemarahan sehingga hampir melakukan perbuatan yang tidak pantas. Tiba-tiba ia
memalingkan mukanya kepada Handana Warih tanyanya. "Handana Warih! Apakah
engkau tahu Bagaimanakah cara Fajar Legawa membunuh Pertiwi Dewi? Dan apakah
engkau dapat mengajukan bukti-bukti?"
Handana Warih yang tidak pernah menduga akan mendapat pertanyaan seperti ini
menjadi gelagapan. Apa yang dituduhkan kepada Fajar Legawa tadi sesungguhnya baru
merupakan dugaan. Tuduhan yang didorong oleh rasa kecewa yang tidak terobati lagi.
Sebab dengan meninggalnya Pertiwi Dewi, berarti harapannya selama ini, tidak mungkin
terwujud. Akan tetapi sekalipun demikian, ia seorang pemuda yang cukup cerdik. Ia
tidak cepat mau menyerah. Untuk mengatasi keadaan ini, ia masih kuasa memperoleh
akal.
"Paman!" jawab pemuda ini. "Saya menuduh dia berdasar dua alasan. Yang
pertama Pertiwi Dewi pergi bersama-sama dengan Fajar Legawa. Akan tetapi tiba-tiba dia
menyatakan bahwa Pertiwi Dewi sudah tewas karena membunuh diri melempar dirihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kedalam jurang. Dan yang kedua, dia tidak mempunyai saksi sebagai penguat alasannya
bahwa apa yang sudah terjadi dan dilakukan itu berdasar kebenaran. Apakah tidak
mungkin seorang jahat berusaha menghilangkan jejak perbuatannya itu. dengan
memberikan dalih dan alasan yang dicari-cari
Fajar Legawa terkejut mendengar alasan Handana Warih ini. Dalam hatinya juga
tidak dapat menyalahkan orang yang sudah menuduh dirinya. Karena terbukti bahwa
kepergiannya memang hanya berdua saja dengan Pertiwi Dewi.
Gadung Melati memandang tajam dengan sinar mata yang masih memancarkan
kemarahan kepada Fajar Legawa. Orang tua yang wajahnya jelek ini makin tampak buruk
dan menakutkan, karena sepasang mata itu sekarang tidak berkedip.
Akan tetapi sebaliknya Wukirsari yang wataknya sabar dan mempunyai
pandangan lebih luas, segera tersenyum. Sesaat kemudian barulah orang tua ini membuka
mulut. "Fajar! Tenangkan hatimu. Jika engkau memang tak bersalah, jangan engkau
merasa takut. Tetapi sebaliknya apabila engkau benar-benar melakukan perbuatan
terkutuk itu, janganlah engkau berusaha mungkir. Karena sekalipun engkau mungkir,
tiada gunanya sama sekali, justeru aku akan sanggup menunjukkan kehohonganmu.
Hemm, oleh karena itu Fajar, berilah keterangan sejujurnya. Jangan engkau berusaha
menambah dan mengurangi apa saja yang sudah terjadi. Katakanlah apa adanya, dan apa
saja yang sudah engkau lakukan terhadap Pertiwi Dewi."
Dengan hati yang tergoncang hebat karena terpengaruh oleh keadaan dan
pandangan mata Gadung Melati yang penuh rasa curiga, Fajar Legawa menjawab.
"Paman, demi Allah, saya akan memberikan keterangan sejujurnya. Dan apabila saya
berusaha memberikan keterangan palsu, semoga Allah menurunkan siksa dan
kutukanNya kepada saya."
"Bagus!" puji Wukirsari. "Begitulah seharusnya yang kau lakukan. Engkau sudah
mengucapkan sumpah, dan kau jangan berusaha mengurangi peristiwa yang sudah
terjadi. Allah Maha Mendengar dan iniha Mengetahui. Bagaimanapun usahamu untuk
berdusta, Allah tidak akan dapat engkau tipu."
Fajar Legwa kemudian duduk. Sambil menebarkan pandangan matanya kepada
tiga orang itu, Kemudian ia mulai. "Paman! Saya sudah berusaha menurut kemampuan
yang ada pada saya, untuk mencegah perbuatan Pertiwi Dewi. Namun ...... hmmm, usaha
saya itu sia-sia belaka, karena Pertiwi Dewi tidak dapat saya bujuk lagi."
Kemudian diceritakan oleh Fajar Legawa tentang peristiwa yang telah terjadi
di gunung Ungaran itu. Sejak terjadinya pertemuan antara Pertiwi Dewi dengan kakak
perempuannya.........
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa?" Gadung Melati kaget dan memotong.
"Jadi ........ Pertiwi Dewi dapat bertemu dengan kakak perempuannya? Jadi
.......ratu gunung Ungaran itu........."
"Memang saudara Pertiwi Dewi sendiri," sahut Fajar Legawa. Seterusnya
diceritakan oleh pemuda ini bahwa dalam perselisihan faham yang terjadi antara kakakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
beradik itu menyebabkan, Dyah Raseksi sampai hati merusak wajah adiknya sendiri yang
menjadi hitam dan buruk. Justeru oleh perobahan ini, menyebabkan Pertiwi Dewi amat
malu dan memilih mengakhiri hidup dengan membunuh diri.
Kemudian diceritakan pula oleh Fajar Legawa, dalam hubungan ini mempunyai
tiga saksi hidup. Ialah Pradapa, Kunjono dan Untoro, tiga orang laki-laki yang berhasil ia
tolong dari penjara Raseksi.
Gadung Melati dan Wukirsari berpandangan mendengar penuturan Fajar Legawa
ini. Agaknya dua orang tua ini sedang menguji benar dan tidaknya keterangan Fajar
Legawa itu.
"Bohong ........!" tiba-tiba terdengar Handana Warih berteriak. "Bohong! Dan aku
tidak percaya akan keterangannya ........."
"Diam!" bentak Wukirsari tiba-tiba. Orang tua ini memandang tajam kepada
muridnya tampak amat marah. "Apakah alasanmu engkau mengatakan Fajar Legawa
membohong? Hayo, dapatkah engkau memberi alasan yang kuat?"
Teguran gurunya ini menyebabkan Handana Warih gelagapan. Ia tidak pernah
mengiranya sama sekali bahwa gurunya akan berpihak kepada orang lain dan tidak mau
membela kepada dirinya. Padahal dalam hatinya ia selalu berharap agar gurunya ini
berpihak dan membela ke pentingannya.
Dan tanpa diduga oleh Handana Warih, gurunya sudah kembali membentak. "Hai
Handana Warih! Katakanlah apa kerjamu, di tempat ini? Dan mengapa engkau sudah
meninggalkan rumah, melanggar pesan yang diberikan oleh guru?"
Handana Warih tambah takut dan gelagapan, atas teguran ini. Ia mau
menyatakan sesuatu, tetapi ditelannya kembali karena takut mengucapkan. Akibatnya ia
hanya dapat berdiam diri dan tidak dapat menjawab kata-kata gurunya.
"Pergi!" bentak Wukirsari dengan pandang mata tajam. "Lekas engkau pulang,
dan aku melarang engkau pergi lagi, sebelum aku tiba di rumah."
Atas perintah gurunya ini, Handana Warih tidak berani membantah lagi
sekalipun hati marah, kecewa dan penasaran. Jawabnya kemudian. "Perintah bapa saya
laksanakan dengan patuh."
Sesudah itu ia memberi hormat kepada gurunya dan kepada Gadung Melati. Akan
tetapi kepada Fajar Legawa, pemuda ini menunjukkan perasaan yang tidak senang dan
memusuhi. Fajar Legawa melihat pula pandang-mata pemuda itu namun pemula ini tidak
mengimbangi dan malah menyungging senyum.
Sesudah Handana Warih pergi, berkatalah Wukirsari dengan nada yang sabar.
"Adi, aku dapat pula menyelami perasaanmu saat sekarang ini. Namun demikian, segala
sesuatu harus engkau hadapi dengan hati dan kepala yang dingin. Untuk percaya
keterangan Fajar Legawa memang tidak tepat. Tetapi sebaliknya cepat menuduh orang,
juga tidak pada tempatnya. Adi, menurut pendapatku sebaiknya kita sekarang ini
membuktikan kebenaran keterangan bocah ini."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa berdebar hatinya. Ia tidak berani mengangkat kepalanya dan
menunggu perobahan dan perkembangan selanjutnya. Dalam hatinya penuh rasa
khawatir apabila Gadung Melati masih penasaran atas meninggalnya Pertiwi, dan tidak
mempercayai keterangannya. Apabila sampai terjadi demiKian, mungkin bisa timbul hal-
hal yang tidak pernah diharapkan.
Gadung Melati menghela napas dalam-dalam. Timbul keraguan dalam hati dan
sebagai seorang tua yang sudah dibekali oleh banyak pengalaman dan beberapa macam
peristiwa yang banyak dihadapi, sebenarnya ia tidak mempunyai alasan sedikitpun untuk
mencurigai Fajar Legawa. Karena dengan menyaksikan sikap dan tutur kata Fajar
Legawa, ia segera dapat menduga banwa pemuda ini memberi keterangan sebenarnya.
Akan tetapi walaupun demikian, sebagai seorang yang kehilangan murid kesayangan,
sudah tentu sulit pula untuk cepat mempercayai sebelum memperoleh pembuktian akan
kebenaran keterangan Fajar Legawa .
Maka sesudah berpikir beberapa saat lamanya, berkatalah Gadung Melati. "Fajar,
sebagai seorang ksatrya sejati dan sebagai seorang hamba Allah yang selalu taat dan patuh
kepada perintah-perintah-Nya, aku percaya bahwa engkau tidak berusaha untuk
membohong. Sebab sumpah yang sudah engkau ucapkan tadi, sudah didengar dan
diketahui Allah. Maka apabila engkau berdusta, tentu Allah akan mengutuk engkau habis-
habisan."
Gadung Melati berhenti sejenak. Kemudian "Aku memang belum bisa percaya
sebelum dapat membuktikan apa yang sudah terjadi, disamping harus pula mendengar
keterangan tiga orang saksi yang telah engkau sebut tadi. Nah, untuk mencari kebenaran
itu marilah kita sekarang pergi."
Meskipun sesungguhnya Wukirsari tidak mempunyai kepentingan, namun ia
merasa tidak tega meninggalkan Fajar Legawa. Ia khawatir apabila adik seperguruannya
itu terbakar lagi oleh kemarahan, sehingga melakukan sesuatu di luar dugaannya.
Bagaimanapun, Fajar Legawa harus mendapatkan perlindungan apabila tidak bersalah.
Malah sebaliknya kakek ini menyesal akan sikap Handana Warih yang amat lancang itu,
menuduh Fajar Legawa melakukan pembunuhan terhadap Pertiwi Dewi. Sebab sedikit
atau banyak, kata-kata dan tuduhan Handana Warih itu tentu berpengaruh pula terhadap
hati dan pikiran Gadung Melati.
Tiga orang itu kemudian meninggalkan tempat ini menuju ke gunung Ungaran.
Akan tetapi karena Fajar Legawa berkuda, sedang dua orang kakek itu tidak berkuda,
maka dua orang kakek ini mempersilahkan Fajar Legawa pergi mendahului, tetapi
sesungguhnya kalau mau, apakah sulitnya dua orang kakek ini mengimbangi lari kuda
itu? Mereka tidak mau melakukan itu, dan mereka hanya melangkah seenaknya,
membiarkan Fajar Legawa pergi mendahului.
Tanpa disadari oleh Fajar Legawa sendiri, bahwa dua orang kakek ini tengah
menguji kejujuran pemuda itu. Apabila Fajar Legawa berdusta dan apabila memang
melakukan perbuatan terkutuk seperti tuduhan Handana Warih, tentu ia berusaha lari dari
tanggung jawab, dan menggunakan kesempatan sebaik itu.
Sungguh beruntung bahwa Fajar Legawa merasa tidak bersalah. Ia merasa bersih,
maka pemuda inipun memacu kudanya tanpa perasaan ragu sedikitpun. Yang terpikirhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dalam benaknya sekarang ini tiada lain untuk bisa membuktikan kebenaran
keterangannya, bahwa dirinya tidak membunuh Pertiwi Dewi.
Tetapi justeru saat ini dirinya sedang berusaha membersihkan diri, maka
terbayanglah kembali tingkah laku yang lincah dan kejelitaan Pertiwi Dewi yang dicintai.
Sulit dilukiskan betapa masygul perasaan pemuda ini, kehilangan gadis yang dicintai dan
telah mengisi hatinya.
Namun justeru teringat kepada gadis yang dicinta dan sekarang teah tiada itu,
maka tanpa sesadarnya ia memukul-mukulkan tangannya ke leher kuda. Hingga kuda itu
makin lama makin mempercepat larinya, seakan seekor kuda yang sedang berlomba.
Akan tetapi secara tiba-tiba Fajar Legawa harus mengekang kendali kudanya,
sehingga kuda yang sedang lari kencang itu meringkik dan kaki depannya terangkat tinggi.
Secepat kilat Fajar Legawa telah melompat turun dari kuda, sehingga terhindarlah baik
kuda maupun pemuda itu, dari hantaman pohon di pinggir jalan yang tiba-tiba tumbang.
Diam-diam pemuda ini heran dan berdebar. Sungguh aneh tanpa angin yang kuat,
sebatang pohon yang cukup besar mendadak tumbang.
Justeru disaat Fajar Legawa masih keheranan menghadapi peristiwa ini, tiba-tiba
didengarnya suara ketawa orang yang terkekeh-kekeh. Suara itu menggema memenuhi
udara hutan, dan suara itu kemudian menyadarkan pemuda ini, bahwa tumbangnya
pohon itu bukan oleh kemauan alam, tetapi sengaja ditumbangkan orang. Jantungnya
berdebar tegang sambil menunggu, siapakah yang sengaja mengganggu dirinya sekarang
ini?
Tetapi tidak perlu menunggu lama, kemudian Fajar Legawa mendengar suara
orang bicara dari balik rumpun semak.
"Guru, tidak salah lagi. Pemuda itulah yang sudah membunuh kakang Singawarih
dan kakang Singawana."
"Heh-heh-heh, jangan khawatir! Akulah yang akan membalaskan kematian dua
orang kakakmu!"
Belum juga lenyap suara itu, kemudian muncullah seorang laki-laki kurus di
depannya. Kehadiran orang itu tanpa suara, bagai selembar daun kering tertiup angin.
"Klenting Mungil............" desisnya lirih.
Laki-laki tua yang sekarang berdiri tegak di depan Fajar Legawa itu, keadaannya
memang cukup mengerikan, ia bertubuh kurus kering, seakan tubuhnya hanya terbungkus
oleh kulit. Dua belah tangannya tergantung dengan jari-jari panjang dan kuku panjang
pula. Kepalanya besar dan hampir gundul karena rambut itu tumbuh jarang. Dada kakek
itu terbuka dan lengan bajunya longgar. Dan justeru keadaan kakek ini yang lain dari yang
lain, menyebabkan orang gampang mengenal, dan apa pula tokoh ini memang
mempunyai nama cukup harum.
Klenting Mungil, seorang tokoh sakti mandra-guna yang kejam dan ganas. Berkali-
kali gurunya telah memperingatkan, agar dirinya berusaha menghindar saja dan tidakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
usah berselisih dengan tokoh itu.
Akan tetapi apa harus dikata sekarang, justeru diluar kehendaknya sekarang
dirinya berhadapan dengan tokoh sakti ini? Ia sadar tidak mungkin dapat menghindar lagi.
Goosebumps Darah Monster 4 Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Wiro Sableng 145 Lentera Iblis
sudah berjanji akan mencintai Pertiwi Dewi dengan seluruh hati dan perasaan.
Menghadapi perobahan yang terjadi dan diderita oleh Pertiwi Dewi ini, tiba-tiba
saja ia teringat akan nasihat yang pernah diterima dari gurunya, yang antara lain
mengatakan, "Anakku, orang di dunia ini mengenal apa yang disebut tampan dan cantik
dengan selintas pandang. Akan tetapi sudah tentu apa yang tampak di depan mata
itu,adakalanya meleset dari dugaan orang. Sebab apa yang tampak belum tentu
merupakan pencerminan batin seseorang. Anakku, tetapi yang terang apa yang disebut
cantik dan tampan itu hanya terbatas pada kulit. Apabila sesuatu waktu akibat kecelakaan
atau perbuatan jahat orang, kulit itu menjadi rusak, akan hilang dan musnahlah apa yang
disebut cantik dan tampan itu. Nah anakku, kalau demikian halnya, maka engkau harus
selalu waspada berhadapan dengan apa saja yang tampak di depan mata kita. Sebab ada
kalanya sesuatu yang menarik itu dapat menimbulkan hal-hal yang amat menyedihkan.
Sebab apa yang tampak di depan mata, banyak kali terjadi bukanlah percerminan batin."
Teringat akan nasihat gurunya ini, diam-diam Fajar Legawa makin menjadi
terharu. Cantik dan tampan hanya terbatas pada kulit. Dan sekarang telah terjadi dan
diderita oleh Pertiwi Dewi. Apakah sesudah wajah gadis ini berobah menjadi buruk,
dirinya harus mungkir janji dan menyia-nyiakan gadis malang ini? Tidak! tidak! Ia
mencintai Pertiwi Dewi sepenuh hati. Maka walaupun sekarang Pertiwi Dewi berobah
menjadi seorang gadis buruk rupa,ia akan tetap memberikan cintanya seperti tidak terjadi
perobahan.
Beberapa saat kemudian terdengarlah Pertiwi Dewi merintih. Wajah Fajar Legawahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
berseri, dan pemuda ini merasa gembira gadis yang ditolongnya mendekati sadar.
"Air.....!"seru Pertiwi Dewi lirih.
Fajar Legawa cepat mengambil air minum yang ditempatkan pada daun pisang.
Akan tetapi akibat gugup, air itu malah tumpah. Dengan tergesa pemuda ini segera
melompat dan lari ke sumber air, untuk mengambil air yang dibutuhkan. Dan hati pemuda
ini kemudian menjadi lega, sesudah ia berhasil mengambil air yang diminta oleh Pertiwi
Dewi, dan lalu meminumkan ke mulut gadis ini sedikit demi sedikit.
Tak lama kemudian Pertiwi Dewi membuka mata. Bibirnya bergerak
membentuksenyum, dan kemudian terdengar katanya. "Kakang..."
Fajar Legawa tersenyum senang, sekalipun dalam dada timbul rasa sedih melihat
perobahan wajah Pertiwi Dewi yang berobah buruk. "Syukurlah engkau sudah sadar......"
"Di manakah kita sekarang?"
"Kita sudah bebas," sahut Fajar Legawa sambil tersenyum.
"Benarkah itu? Aku tidak mimpi.....?"
Fajar Legawa mengangguk. "Benar! Engkau tidak mimpi adikku....."
"Siapakah yang menolong kita?"
"Tuhanlah yang menolong kita," sahutnya. "Sebab tak mungkin kita dapat
membebaskan diri dari cengkeraman gadis itu, tanpa uluran tangan Tuhan."
Mendadak Pertiwi Dewi menubruk Fajar Legawa, kemudian memeluk amat erat,
dan sejenak kemudian disusul oleh tangis gadis ini, tangis gembira sebagai pernyataan hati
yang syukur. Fajar Legawa membiarkan gadis ini menangis sambil memeluk, namun
demikian karena melihat perobahan wajah gadis itu, sepasang mata pemuda ini sudah
penuh air mata.
Disaat kelopak mata itu masih sanggup menampung, air mata itu tidak menitik
turun. Akan tetapi ketika kelopak mata sudah penuh, setitik demi setitik air mata itu turun
dan membasahi rambut Pertiwi Dewi.
Air mata yang hangat dan membasahi rambut dan kepalanya itu membuat Pertiwi
Dewi terkejut. Wajah yang semula disembunyikan di dada yang bidang itu kemudian
gadis ini menengadah. Dan ketika ia melihat Fajar Legawa menitikkan air mata,
mendadak saja gadis ini menghentikan tangisnya.
"Kau....kau menangis....?" bisik Pertiwi Dewi ditengah isaknya.
Fajar Legawa terkejut. Dan cepat-cepat ia menyeka air mata yang memenuhi
kelopak matanya itu dengan perasaan malu, dan sesaat kemudian ia menjawab perlahan.
"Adikku....ya.. aku iba sekali....."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Hampir meluncurlah kata-kata Fajar Legawa untuk memberitahukan keadaan
Pertiwi Dewi yang sekarang, yang wajahnya sudah berobah menjadi buruk, hitam dan
berkerut-kerut. Untung juga bahwa sebelum kata-kata itu terlepas dari mulut, pemuda ini
sempat menekan perasaan.
"Kakang....mengapa nasibku seburuk ini ....?" gadis ini mengeluh sambil
menundukkan mata dan disusul oleh helaan napas.
"Apakah sebabnya?"
"Lupakah engkau bahwa sudah sepuluh tahun aku merindukan kakak-
perempuanku yang hilang? Bertahun-tahun aku bersama guru mencari dan mencari. Akan
tetapi setelah dapat bertemu ternyata apa yang sejak lama aku harapkan itu berantakan.
Ahh.. . . dia telah sesat jalan......dan alangkah sedih ayah dan bundaku apabila sempat
menyaksikan sepak terjang anaknya itu."
Teringat akan ayah-bundanya, gadis ini kembali menangis sesenggukan. Di tengah
tangisnya ini, terdengarlah gadis itu berkata. "Kakang....apakah nasibku tidak buruk kalau
mengalami peristiwa seperti ini? Dan sekarang cobalah engkau jawab pertanyaanku.
Bagaimana rasa hatimu apabila engkau yang harus menderita seperti ini?"
"Ya....aku dapat merasakan apa yang engkau rasakan sekarang ini...." sahut
Fajar Legawa. "Tentu akan masygul dan menyesal...."
"Tetapi cukupkah dengan itu?" tanya Pertiwi Dewi.
Fajar Legawa kaget dan mengamati wajah gadis itu. "Apakah maksudmu?"
"Apakah engkau akan membiarkan saudara yang sesat itu terus menodai nama
baik keluarga?"
"Tentu saja tidak, adikku."
"Lalu, apakah yang harus engkau lakukan?"
"Aku akan memberi nasihat dan contoh-contoh."
"Cukup dengan itu? Dan bagaimanakah kalau nasihat itu tidak digubris?"
"Kalau perlu memang harus digunakan kekerasan."
"Terima kasih. Dan kemudian hari tentu saja aku akan berusaha untuk
membersihkan noda yang mengotori keluargaku ini. Hemmm...."Pertiwi Dewi menghela
napas dalam. Dan sesaat kemudian terdengar katanya penuh rasa sesal. "Hanya
sayang....."
"Mengapa?"
Dan tiba-tiba saja gadis ini mengeluh. "Kakang, dia jauh lebih sakti dibanding aku.
Hingga aku memperoleh kesulitan dalam usahaku untuk membersihkan nama baikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
keluarga. Untuk mengejar kekuranganku ini, tentu saja aku harus makin tekun belajar
dibawah bimbingan guru. Tetapi dengan demikian, akan berarti cukup lama aku dan
engkau berpisahan."
Fajar Legawa menatap Pertiwi Dewi. Dan sebaliknya gadis inipun menatap
pemuda itu. Dua pasang mata bertaut, dan kuasa menimbulkan getaran yang meraba
dada. Untuk menekan perasaan Fajar Legawa menengadah, lalu berkata setengah
bernasihat. "Adikku, jerbasuki mawa beya. Setiap usaha memerlukan pengorbanan.
Maka apabila engkau benar-benar mantap berusaha, aku percaya cita-cita itu akan
terkabul juga."
"Ya, mudah-mudahan kakang....." Untuk beberapa saat lamanya mereka berdiam
diri. Matahari pagi mulai menyinarkan cahaya lebih gemilang di timur. Burung berkicau
di atas dahan, sedang embun pagi mulai berjatuhan di atas tanah untuk seterusnya lenyap
tertelan bumi.
"Sayang....." tiba-tiba terdengar suara Fajar Legawa yang mengeluh.
"Apa yang sayang.....?"Pertiwi Dewi terkejut." Apakah engkau teringat kembali
kepada wajah cantik Dyah Raseksi.....?"
Fajar Legawa ketawa perlahan, kemudian jawabnya. "Ahh, bukan itu....."
Dan Pertiwi Dewi yang ceriwis ini sekarang kumat lagi untuk menggoda Fajar
Legawa. "Apakah engkau teringat kepada Ayu Kedasih?"
"Ahh.....engkau mengada-ada saja......"
"Hi-hi-hik," dan Pertiwi Dewi tertawa. "Kakang pagi ini terasa gerah tubuhku.
Apakah engkau tidak mandi?"
"Semalam aku tidak tidur. Menurut nasihat para cerdik, apabila semalam tidak
tidur, lebih baik tidak mandi saja."
"Ahh, ternyata engkau seorang pemuda yang malas mandi, hi-hi-hik....." Sambil
berkata ini, Pertiwi Dewi sudah melompat menuju sumber air. Tidak lama kemudian
gadis ini sudah menyelinap dibalik sebuah batu besar dengan maksud segera mandi.
Tetapi sebelum memulai mandi, gadis ini memerlukan berkaca pada air. Gadis manakah
yang tidak merasa bangga apabila dapat melihat bahwa dirinya cukup cantik?
Akan tetapi gadis ini berjingkrak kaget dan hampir tidak percaya kepada apa yang tampak
di dalam air. Iatidakpernahlupabahwakulitwajahnyakuning,halusdan disebut orang
cukup cantik. Namun mengapa ketika dirinya berkaca, wajah yang dilihatnya di dalam
air itu sudah berobah menjadi hitam legam seperti pantat kuali? Bukan hanya hitam.
Ketika jari-tangannya meraba wajahnya, ternyata kulit wajah itu sudah berkerut-kerut.
Tiba-tiba saja gadis ini memekik tertahan dan tubuhnya tiba-tiba lemas seperti
hilang tenaga. Dan oleh pukulan batin yang berat, tiba-tiba saja gadis ini malah sudah
pingsan.
Laksana kilat menyambar, mendengar pekik Pertiwi Dewi, maka Fajar Legawahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
telah melompat dan menyambar tubuh Pertiwi Dewi yang hampir terguling ke sumber air.
Kemudian dengan hati yang berdebar penuh rasa iba, tubuh lemas gadis itu sudah
dipondong dan dibaringkan di atas rumput. Pemuda ini cepat menggunakan jari-jari
tangannya untuk memijit dan mengurut-urut beberapa bagian tubuh gadis ini, dalam
usahanya menyadarkan. Kegelisahan pemuda ini sekarang telah menjadi kenyataan,
Pertiwi Dewi menjadi kaget dan pingsan setelah mengetahui perobahan wajahnya.
Sesudah beberapa saat lamanya Fajar Legawa sibuk memijit dan mengurut-urut
beberapa bagian tubuh gadis itu, maka Pertiwi Dewi mulai sadar. Dan berbareng dengan
kesadarannya ini, Pertwi Dewi menangis sejadinya. Mendengar ini Fajar Legawa amat
iba dan menghibur. "Pertiwi, tenangkanlah hatimu.....dan tiada gunanya kita
sesalkan....."
"Apa?" jerit Pertiwi Dewi. "Tak perlu disesalkan katamu? Siapakah yang tidak
menjadi sedih, menghadapi perobahan seperti ini?"
"Tetapi adikku, cinta dan sayangku padamu bukan berdasarkan wajah cantik.
Maka walaupun sekarang engkau telah berobah, aku akan tetap......"
"Tidak!" potong Pertiwi Dewi. "Jangan engkau pikirkan aku lagi. Sudah,
tinggalkan aku, dan sekarang pergilah engkau untuk mencari gadis lain. Kakang....engkau
jangan berusaha menipu dan menghibur.....aku tiada harganya bersanding dengan engkau
lagi."
"Pertiwi, ahhh.....jangan sesempit itu engkau berpikir," hibur Fajar Legawa sambil
menghela napas. "Percayalah engkau adikku, bahwa aku tetap mencintai engkau dengan
segenap jiwaku. Sebab ketahuilah adikku, bahwa aku tidak mencintai engkau dalam
bentuk lahir, yang gampang terombang-ambingkan oleh sifat-sifat kepalsuan. Yang hanya
menitikberatkan kepada bentuk lahiriah dan yang kasat-mata. Aku lebih mementingkan
isi dibanding dengan wadah, adikku. Karena wadah itu dapat berobah, sebaliknya isi akan
tetap langgeng."
"Tidak!" jerit Pertiwi Dewi. "Sebaiknya engkau tidak perlu memikirkan aku lagi,
dan carilah perempuan lain. Kakang, sejak sekarang lupakanlah aku dan biarkan pula aku
menempuh jalanku sendiri."
Mendadak, ya mendadak saja di saat Fajar Legawa lengah, gadis ini sudah
melompat. Gerakan Gadis itu gesit sekali, untung bahwa gerakan Fajar Legawa lebih
gesit. Ia masih sempat menyambar ikat pinggang dan seterusnya gadis ini dipeluk erat-
erat dalam pangkuannya.
"Adikku, mau kemana engkau?" tanya Fajar Legawa, "Apakah engkau
menghendaki hidupku ini menderita? Aihh adikku ....... percayalah kepada apa yang
sudah aku ucapkan. Dan aku tak dapat membiarkan engkau pergi."
"Kakang......." jerit Pertiwi Dewi tertahan. Kemudian muka yang warnanya hitam
legam dan berkerut-kerut itu ditutup dengan dua belah telapak tangannya. Saat ini sulit
dilukiskan betapa hancur perasaan gadis ini, mengetahui wajahnya sudah berobah
menjadi amat buruk.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Sudahadikku, jangan engkau menangis," hibur Fajar Legawa sambil memeluk
Pertiwi Dewi tambah erat.
Dan oleh pelukan yang makin erat ini, menambah perasaan dan hati gadis ini
makin tak keruan. Di tengah tangisnya, gadis ini berkata tidak lancar.
"Kakang....aku....huh-huh-huh.....aku tidak menyangka....bahwa akhirnya beginilah
nasib yang harus aku alami.....dan derita. Huh-huh-huh ........ saudara yang selalu aku
rindukan ...... huh-huh-huh ternyata berhati....serigala. Dia.....sampai hati.....
mencelakakan adik kandungnya sendiri....huh-huh-huh ....Ternyata impian buruk di kala
tidur siang kemarin di dalam jurang.....menjadi kenyataan....."
"Impian buruk?"Fajar Legawa mengamati Pertiwi Dewi dengan heran.
"Ya, impian buruk...." sahut Pertiwi Dewi. "Kemarin....dalam mimpi itu....aku
merasa telah ditawan perempuan iblis itu..... Kemudian....kemudian dia ....meracuni
aku....dan mukaku berobah menjadi buruk dan hitam....Kakang huhu-huuuu... aku
berjanji dalam hati....taklah puas hatiku sebelum aku....berhasil membunuh iblis betina
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu....Kakang...aku tidak rela kalau nama keluargaku harus ternoda...."
"Ya, akupun mengerti perasaanmu Pertiwi," kata Fajar Legawa. "Dan akupun
ikut berharap agar cita-citamu ini dikabulkan oleh Tuhan."
Pertiwi Dewi kemhali menangis sesenggukan. Terbayanglah dalam benaknya
kemudian, peristiwa yan gsudah amat lama berlalu. Di kala datang perampok dan
membunuh ayah bundanya. Diluar dugaannya, bahwa perampokan dalam rumahnya itu,
berbuntut cukup panjang.
Dan Fajar Legawa mengeluh beberapa kali. Hatinya terasa nelangsa sekali
disamping iba dan terharu, memikirkan nasib Pertiwi Dewi ini. Katanya kemudian.
"Adikku, sudahlah engkau jangan menangis terus. Marilah kita sekarang pulang dan
bertemu kembali dengan gurumu.
"Tapi....tapi hu-hu-huuuu....aku malu bertemu dengan guru...."
"Apa sebabnya?"
"Wajahku sudah berobah seburuk ini....." Pertiwi Dewi mengeluh masih sambil
menangis.
"Lalu, kemana yang akan engkau tuju?"
"Entahlah...."
"Jangan! Engkau jangan berpendapat seperti itu. Karena siapa tahu bahwa paman
Gadung Melati mempunyai kepandaian dapat menyembuhkan deritamu ini? Atau....atau
engkau ikut aku menghadap guruku dan mohon pertolongannya...."
Pertiwi Dewi tidak menjawab. Banyak membicarakan perobahan wajahnya yang
menjadi buruk, hanya akan membuat hatinya semakin menjadi pedih. Kemudian
timbullah ketidakpercayaannya bahwa keburukan wajahnya ini tidak mungkin dapat
disembuhkan kembali. Menyadari akan keburukan wajahnya yang tak mungkin dapat dihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
sembuhkan lagi ini, maka timbullah perasaan yang kurang percaya akan pernyataan Fajar
Legawa. Mungkinkah pemuda setampan itu sanggup mencintai dirinya yang amat buruk?
Bukankah semua pernyataan pemuda itu hanya merupakan penghibur saja?
Menyadari wajahnya sudah berobah buruk dan tidak mungkin dapat disembuhkan
lagi ini, maka kemudian timbul pendapatnya, apakah artinya hidup ini apabila hanya akan
selalu menderita? Maka kemudian menyelinaplah satu tekat,bahwa sebaiknya dirinya
cepat mati saja. Sebab dengan kematiannya yang cepat ini deritanya akan terbebas.
Dengan membekal pendapat dan tekatnya ini, kemudian hati Pertiwi Dewi
menjadi tambah mantap. Hanya satu jalan saja yang tepat untuk dapat membebaskan diri
dari derita ini, dengan jalan membunuh diri. Akan tetapi kalau ia harus membunuh diri
dengan pedng, hal itu tidak mungkin terlaksana. Sebab Fajar Legawa akan mencegahnya
sebelum pedangnya memenggal leher. Oleh sebab itu jalan yang paling tepat tiada lain,
hanyalah membuang diri ke dalam jurang.
Kemudian Pertiwi Dewi berusaha mencari pemuda itu lengah. Katanya. "Kakang,
apakah engkau tidak mengantuk?"
"Hemm, sesungguhnya mata ini sudah sulit dipicingkan," sahut Fajar Legawa.
"Akan tetapi manakah mungkin aku dapat tidur dalam keadaan seperti ini?
"Kakang....hi-hi-hik." Kata Pertiwi Dewi dengan sikap yang manja. "Bukankah
kita sekarang telah berada di tempat aman? Maka untuk dapat memulihkan tenaga,
sebaiknya kita istirahat yang cukup di tempat ini. Kita tidur bergantian dan karena engkau
tentu letih, maka sebaiknya engkau lebih dahulu tidur, dan akulah yang menjaganya."
Melihat bahwa Pertiwi Dewi tampaknya sudah terhibur dan tidak menangis lagi,
Fajar Legawa menjadi gembira. Pemuda ini menduga bahwa Pertiwi Dewi telah
terpengaruh oleh bujukannya. Dan ia menduga pula bahwa Pertiwi Dewi sekarang sudah
melupakan perobahan wajahnya yang menjadi buruk.
"Adikku, kiranya engkau saja yang tidur dan aku sebagai penjaga," katanya
kemudian.
Pertiwi Dewi yang sedang bersandiwara itu ketawa cekikikan. Kemudian, "Hi-hi-
hik, engkau sendiri yang mengantuk, mengapa malah orang lain engkau suruh? Kakang,
engkau jangan memaksa diri. Maka aku harap sekarang engkau mengaso, dan akulah
yang berjaga. Baru sesudah engkau puas tidur dan berjagi, tibalah giliranku untuk tidur."
Ketika itu tanpa dikehendaki mulut Fajar Legawa terbuka dan menguap. Memang
sebenarnya pemuda ini sudah amat mengantuk, dan melihat itu, Pertiwi Dewi cekikikan
mentertawakan. "Hi-hi-hik, apa kataku? Buktinya engkau berkali-kali menguap, itu
tandanya engkau amat mengantuk. Hayolah jangan rewel, sekarang juga engkau harus
tidur!"
"Baiklah," kata Fajar Legawa kemudian. "Akan tetapi engkau harus berpegang
janji, tidak akan menggunakan kesempatan disaat aku tidur."
"Jangan khawatir, aku akan menunggumu dengan setia!" sahut gadis ini.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Tetapi disaat Fajar Legawa sedang membaringkan tubuh, memejamkan matan dan
belum juga dapat tidur ini, tiba-tiba Pertiwi Dewi sudah melompat, kemudian dengan
kegesitannya bergerak, gadis ini sudah lari secepat terbang.
Kaget tidak terkira Fajar Legawa ketika menyaksikan gadis itu sudah berlarian
cepat sekali, dalam jarak yang cukup jauh. Pemuda inipun cepat melompat dan berlarian
untuk mengejar sambil berteriak, "Pertiwi mau kemanakah engkau?"
Tetapi, gadis itu tidak menghentikan larinya, tidak berpaling dan tidak pula
menjawab, Ia mengerahkan kepandaiannya lari, dan tekatnya sudah bulat, bahwa
sekarang juga ia harus membunuh diri dengan jalan melempar diri ke dalam jurang.
"Pertiwi...tunggu.....!" teriak Fajar Legawa yang tambah khawatir, sambil
mempercepat larinya.
Namun gadis itu tidak mau menunggu. Kemudian gadis itu sekarang telah berdiri
di pinggir jurang. Dari tempatnya berdiri ini, kemudian Pertiwi Dewi memalingkan muka.
Teriaknya nyaring, "Kakang, engkau tidak perlu memikirkan aku lagi, dan jangan engkau
khawatir tidak dapat memperoleh gadis cantik. Kakang....aku sudah menetapkan jalan
yang harus aku pilih sendiri. Dan tekatku sudah bulat pula, bahwa hanya jalan membuang
diri ke dalam jurang saja yang akan berhasil mengakhiri hidupku ini. Kakang....selamat
tinggal..."
"Pertiwi....jangan....!" teriak Fajar Legawa khawatir sekali sambil terus berlarian.
Akan tetapi jaraknya masih cukup jauh. Disaat Fajar Legawa masih harus
berlarian secepat terbang untuk dapat mencegah perbuatan nekat gadis itu, Pertiwi Dewi
sudah bersiap diri meloncat ke da1am jurang. Dan sebelum ia melompat ke dalam jurang
ini, ia masih sempat memberi pesanan yang terakhir kepada Fajar Legawa.
"Kakang...carilah gadis lain. Sebab keputusanku....tidak dapat dirobah..."
"Pertiwi...." pekik Fajar Legawa ketika melihat tubuh gadis itu sudah melompat
ke dalam jurang yang dalam di depannya.
Hampir pingsan Fajar Legawa atas terjadinya peristiwa ini, dan mimpipun tidak
bahwa Pertiwi Dewi akan melakukan perbuatan senekat itu. Fajar Legawa melompat ke
tepi jurang dan berusaha menjenguk ke bawah jurang. Akan tetapi karena jurang itu cukup
dalam dan tertutup oleh kabut pula, maka walaupun ia berusaha dapat melihat ke bawah,
maksudnya itu tidak dapat terlaksana.
Untuk beberapa saat lamanya pemuda ini duduk ngelesot di atas tanah sambil
menangis sesenggukan, seperti anak kecil. Batin pemuda ini terpukul, dan menyesal pula
mengapa kepergiannya ke gunung ini, harus diakhiri dengan kematian Pertiwi Dewi yang
melempar diri ke dalam jurang.
Untung bahwa Fajar Legawa masih dapat menahan segala derita dan goncangan
perasaannya. Ia tidak berlarut dalam menyesali yang baru saja terjadi, dan tidak menjadi
mata gelap pula. Desisnya kemudian. "Hemm, sebaiknya aku secepatnya melapor kepada
paman Gadung Melati. Karena apabila aku terlambat memberitahukan soal ini, oranghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
bisa menuduh bahwa akulah sebagai pembunuh Pertiwi Dewi."
Ia sudah melangkah meninggalkan tempat ini, dengan berkali- kali menghela napas
dan wajah murung. Akan tetapi belum jauh ia meninggalkan jurang itu, tiba-tiba pemuda
ini ingat sesuatu. Tempat di mana Pertiwi Dewi membuang diri ini harus ia beri tanda,
agar kemudian hari ia tidak kesulitan apabila harus memberi pembuktian. Maka
diangkatlah sebuah batu yang cukup besar. Batu itu dibantingkan ke tanah dengan tenaga
yang diperhitungkan. Cap! Sekali banting batu tersebut telah menancap di tanah hampir
separo.
Legalah hati pemuda ini sesudah ia berhasil memberi tanda. Mudah-mudahan
tiada seorangpun yang jail dan memindahkan batu yang ia pasang ini. Maka sesudah
beberapa saat lamanya ia mengamati ke dalam jurang yang dalam dan tertutup oleh kabut
itu, Fajar Legawa segera melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu.
Ketika ia tiba di sebuah desa, Fajar Legawa segera membeli seekor kuda. Ia memacu kuda
yang baru dibeli itu seperti terbang, menuju ke barat. Maksudnya jelas, pemuda ini ingin
dapat bertemu dengan Gadung Melati dalam waktu singkat, untuk melapor. Fajar Legawa
tidak sadar, justeru oleh perbuatannya ini, ia malah menjauhi tempat Gadung Melati.
Sebab disaat itu, Gadung Melati maupun Wukirsari masih di puncak gunung Ungaran
dan disaat itu masih sibuk mengobrak-abrik sarang Dyah Raseksi.
Disaat Fajar Legawa masih melarikan kudanya, dan tidak lama lagi akan
menyeberangi kali Kuta, pemuda ini menjadi kaget, ia menyaksikan seorang pemuda yang
mengenakan pakaian sederhana, malah tidak mengenakan baju pula, dan mengenakan
ikat kepala seperti pemuda bali, sedang berkelahi dikeroyok oleh enam orang. Di samping
itu, berdiri di luar gelanggang, tampak seorang laki-laki mengenakan pakaian mentereng.
Laki-laki itu menyaksikan perkelahian keroyokan itu dengan bibir tersenyum-senyum.
Dan adakalanya laki-laki itu memilin-milin kumisnya yang panjang dan tebal.
Menyaksikan laki-laki yang mengenakan pakaian mentereng itu, Fajar Legawa
segera dapat menduga, bahwa dia itu tentu seorang priyayi yang mempunyai pangkat
lumayan di Mataram. Jelas bahwa priyayi yang berkumis tebal dan mengenakan pakaian
indah inilah pemimpin orang yang mengeroyok itu.
Dari tempatnya bersembunyi, Fajar Legawa mengamati perkelahian itu penuh
perhatian. Dan diam-diam timbul pula rasa kagum dalam hatinya, melihat sepak terjang
pemuda itu. Walaupun harus menghadapi keroyokan enam orang, namun pemuda ini
tidak terdesak. Gerakannya lincah dan bertenaga. Setiap serangan maupun tangkisannya
menimbulkan kesiur angin yang sangat tajam.
Akan tetapi walaupun pemuda itu tidak terdesak oleh keroyokan enam orang itu,
diam-diam Fajar Legawa menjadi marah. Sebab apapun alasannya, perbuatannya yang
mengeroyok itu mencerminkan tindak dan perbuatan yang sewenang-wenang. Lebih lagi
apabila diingat, bahwa priyayi itu salah seorang hamba raja Mataram. Sudah pantaskah
seorang ponggawa Mataram melakukan perbuatan sewenang-wenang kepada rakyat?
Walapun demikian pemuda ini tidak berani gegabah dan sembrana. Pemuda itu
tidak dalam keadaan terdesak. Ia menjadi khawatir apabila pemuda itu tersinggung dan
merasa terhina, tanpa persetujuan pemuda itu dirinya sudah membantu. Maka pemudahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
ini segera menambatkan kudanya di tempat yang agak jauh dan cukup aman. Sesudah itu,
barulah pemuda ini berjingkat-jingkat mendekati gelanggang perkelahian. Ia berjanji
kepada dirinya sendiri, tidak akan gegabah bertindak, apabila keadaan tidak memaksa.
Disaat Fajar Legawa telah menempatkan diri di tempat yang aman, kemudian
terdengrlah suara bentakan laki-laki berpakaian indah itu lantang. "Hai bangsat! Apakah
engkau masih juga keras kepala dan bermaksud melawan pemerintah? Hai bangsat,
sebaiknya engkau menyerah sebelum aku marah!"
"Ha-ha-ha," pemuda itu tertawa bekakakan. "Siapakah yang melawan
pemerintah? Sekarang ini aku sedang melawan manusia-manusia berhati busuk yang
berlindung kepada kekuasaan pemerintah. Heh-heh-heh......!"
"Keparat! Apa katamu?" bentak laki-laki berpakaian indah itu. "Hati-hatilah
engkau membuka mulut di depanku. Aku seorang ponggawa Ingkang Sinuhun Sultan
Agung. Tahu? Huh, engkau berani melawan aku, berarti pula engkau memberontak."
"Ronggo busuk!" teriak pemuda itu nyaring. "Ha-ha-ha, kau kira aku tidak
mengerti akan maksud hatimu yang sesungguhnya? Engkau berkedok dengan jabatanmu
sebagai seorang Ronggo, berkedok sebagai seorang ponggawa pemerintah Mataram. Dan
semua itu bukan lain dalam usahamu untuk menutupi perbuatan-perbuatanmu yang
terkutuk. Huh, apakah dengan pembuatanmu yang terkutuk, bertindak sewenang-
wenang, menggunakan ancaman untukmemaksa isteri orang melayani nafsu binatangmu
itu, termasuk tugas seorang ponggawa pemerintah? Huh-huh, lekas jawab. Apakah apa
yang sudah engkau lakukan itu sudah sepatutnya dilakukan oleh seorang ponggawa raja?
Dan apakah perbuatanmu yang tidak bedanya binatang itu, termasuk tugas dan
kewajibanmu?"
"Keparat! Mulutmu terlalu busuk!" teriak laki-laki yang berpangkat Ronggo itu
dengan kemarahannya yang meluap-luap. "Bedebah, iblis, maling, kecu! Engkau berani
menuduh aku seburuk itu? Huh, kupatahkan lehermu."
Tetapi pemuda itu tidak tampak gentar sedikitpun. Masih tetap melayani terjangan
enam orang pengeroyoknya, pemuda ini terkekeh mengejek. Kemudian."Heh-heh-heh,
engkau kelabakan seperti orang kebakaran jenggot. Jika apa yang sudah aku katakan itu
tidak benar, bantahlah! Bukankah isteri orang itu telah engkau paksa melayani nafsu
kebinatanganmu?"
Agaknya Ronggo itu tidak dapat membantah tuduhan pemudi itu. Maka Ronggo
ini tidak menjawab kata-kata pemuda tersebut, dan ia kemudian memberi perintah kepada
anak buahnya. "Lekas! Cepat! Tangkap secepatnya pemuda bangsat itu. Kemudian akan
aku seret dengan kudaku agar menjadi tontonan orang. Huh, akan aku jadikan contoh
kepada setiap kawula bahwa begitulah nasib yang harus diderita oleh seorang kawula yang
berani melawan ponggawa pemerintah. Hai.....mengapa kamu tak lekas menangkap
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemuda bangsat itu? Hayo lekas. Hayo cepat, tangkap dan ringkus pemuda itu ....."
Namun pemuda itu hanya menyambut dengan ketawanya yang terkekeh dan
mengejek. Para pengeroyok itu walaupun telah berusaha keras untuk dapat menundukkan
lawan yang muda itu, usahanya belum juga memperoleh hasil. Mereka sudah mandi
peluh, sedang napas mereka mulai kembang kempis pula.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Menyaksikan usaha anak-buahnya belum juga berhasil itu, Ronggo ini amat
gelisah. Teriaknya memaki. "Hai dengar. Apakah kamu itu hanya merupakan gentong-
gentong nasi yang tak berguna? Kamu enam orang, akan tetapi mengapa hanya
menghadapi seekor tikus kecil saja, kamu tidak mampu?"
Dan pemuda itu terkekeh sambil mengejek. "Heh-heh-heh, kalau benar mereka itu
hanya gentong-gentong nasi belaka, siapa yang salah? Mengapa sebabnya engkau
memelihara orang-orang tak berguna macam itu?"
Oleh bentakan si Ronggo sebagai atasannya, dan oleh ejekan pemuda yang mereka
keroyok ini, enam orang itu menjadi amat penasaran. Sebab mereka menyadari bahwa
apabila tidak pandai menunaikan tugas yang telah diperintahkan atasannya, mereka akan
mendapat caci-maki. Mereka berusaha untuk menyerang bersama-sama agar sedikitnya
dapat melukai pemuda ini. Akan tetapi sungguh sayang, walaupun mereka telah berusaha
sekuat tenaga, usaha mereka sia-sia belaka.
"Hai, apakah kamu tuli?" bentak Ronggo, "Kamu adalah manusia-manusia tak
berguna. Hayo mundur! Aku sendiri yang akan menghajar manusia busuk itu!"
"Bagus, majulah!" ejek si pemuda. "Justeru berhadapan dengan priyayi macam
engkau itu, aku akan berkelahi lebih mantap."
Dan enam orang itupun telah berlompatan mundur. Sekarang Ronggo telah
berhadapan dengan si pemuda yang sombong ini, dalam jarak kira-kira hanya empat
langkah. Tanpa mengucapkan sepatahpun kata, Ronggo telah mencabut pedangnya dan
langsung menerjang lawan. Gerakannya sungguh cepat, ketika mencabut pedang dan
langsung menyerang. Pedangnya langsung menyerang leher dan dada, dan agaknya
Ronggo bermaksud sekali serang dapat membunuh lawan.
"Trang.....!" benturan senjata segera terdengar nyaring. Masing-masing mundur
selangkah. Akan tetapi kemudian disusul oleh perkelahian yang amat sengit. Gerak tubuh
masing-masing cepat dan kilat senjata mereka menyambar-nyambar.
Tetapi setelah berkelahi satu lawan satu, pemuda itu tidak lagi banyak tingkah dan
mengejek. Ternyata si Ronggo tidak dapat dipermainkan seperti anak-buahnya.
Terbuktilah bahwa si Ronggo bukan hanya bermulut besar. Gerakannya mantap,
sambaran senjatanya amat berbahaya disamping bertenaga. Diam-diam Fajar Legawa
kagum, hanya merasa sayang bahwa Ronggo yang berkedudukan cukup lumayan dan
sakti mandraguna itu, mendekatkan diri dengan perbuatan kurang baik, malah suka pula
merusak pagar ayu. Dan apabila tuduhan pemuda itu benar, maka Fajar Legawa telah
memutuskan, akan turun-tangan apabila pemuda itu dalam bahaya.
Namun sesudah menyaksikan perkelahian itu cukup lama, sepasang mata Fajar
Legawa terbelalak danagak merasa heran. Mengapa ilmu pedang pemuda ini mirip
dengan ilmu pedang Pertiwi Dewi? Hanya perkembangan dan pecahannya saja yang agak
berbeda, tetapi gerakan pokok dari ilmu pedang itu sama. Adakah hubungan antara
pemuda ini dengan gadis malang yang ia cintai itu?
Karena tertarik maka pemuda ini makin memperhatikan. Dan karena mendugahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pemuda ini mempunyai hubungan dekat dengan Pertiwi Dewi, makin bulatlah tekadnya
untuk turun-tangan kalamana pemuda itu dalam bahaya. Pendeknya ia takkan rela
pemuda itu celaka di tangan si Ronggo yang suka berbuat sewenang-wenang. Dalam pada
itu Fajar Legawa seorang pemuda yang tidak suka melihat ponggawa raja melakukan
tindakan sewenang-wenang kepada rakyat. Apapun alasannya, tindak perbuatan itu amat
tercela. Bukankah ponggawa raja itu pelindung rakyat? Tetapi mengapa ponggawa raja
malah berbuat sewenang-wenang dan menindas rakyat?
Makin lama perkelahian satu lawan satu ini semakin menjadi sengit. Berkali-kali
terdengar suara senjata berbenturan. Peluh mulai membanjir membasahi tubuh masing-
masing, oleh pengaruh terik matahari yang makin lama menjadi tinggi. Akan tetapi
masing-masing tampak masih sama kuat, dan usaha Ronggo untuk selekasnya
mengalahkan pemuda kurang ajar ini tak juga berhasil.
Akan tetapi bagaimanapun Ronggo sudah berusia sekitar empat puluh tahun,
sedang pemuda itu paling banter dua puluh tahun. Tenaga si pemuda masih penuh,
sebaliknya Ronggo yang suka mengumbar hawa nafsunya terhadap perempuan itu,
setelah berkelahi cukup lama, tampak kepayahan. Dadanya tampak berombak dan
napasnya kembang kempis. Makin dipikir si Ronggo tambah penasaran, mengapa hanya
menghadapi seorang pemuda ini saja, dirinya kesulitan dalam usahanya mengalahkan?
Untung juga saat sekarang ini tidak seorangpun ponggawa Mataram yang lain
menyaksikan. Maka bagaimanapun berkurang juga rasa malunya.
Enam orang prajurit yang tadi gagal mengeroyok itu, sekarang berdiri di pinggir
gelanggang. Namun senjata masing-masing masih siap di tangan dan setiap saat siap
untuk dipergunakan mengeroyok lagi. Apapun jadinya, mereka tak mungkin dapat
menghindar dari perintah atasan mereka. Nasib mereka di tangan Ronggo, dan kesalahan
sedikit saja akan berakibat mereka kehilangan mata pencahariannya sebagai prajurit,
maka salah atau benar, mereka tidak mungkin berani menentang atasan mereka.
Sementara itu Fajar Legawa yang menonton dari tempat persembunyiannya,
makin lama menjadi semakin yakin bahwa pemuda ini mempunyai hubungan dekat
dengan Pertiwi Dewi. Diam-diam timbul pertanyaan dalam hati, murid siapakah pemuda
ini? Tentu dia bukan murid Gadung Melati, sebab kakek itu hanya mempunyai murid
tunggal, Pertiwi Dewi.
Menghadapi peristiwa ini, hati pemuda ini terhibur, ia menjadi terlupa kepada
peristiwa Pertiwi Dewi yang nekat membunuh diri dengan terjun ke dalam jurang. Dan
iapun terlupa pula kepada adik perempuannya yang hilang diculik penjahat.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan Ronggo yang bernada marah. "Hai prajurit!
Mengapa kamu tolol seperti kerbau dungu? Dan mengapa pula kamu hanya menonton?
Huh, apakah sangkamu aku ini seorang badut yang sedang beraksi di atas panggung?
Lekas maju dan bantu aku menangkap tikus pemberontak yang sombong ini!"
"Terlalu!" umpat Fajar Legawa dalam hatinya. "Mengapa Ronggo ini secara
mudah menuduh orang sudah memberontak? Huh, orang macam ini jelas seorang
ponggawa raja yang tamak dan sewenang-wenng. Apabila orang berani menentang
perbuatannya, gampang saja menuduh pemberontak. Huh, orang macam ini amat
berbahaya, dan harus dihajar sampai mampus!"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Heh-heh-heh," pemuda lawan Ronggo itu ketawa terkekeh, kemudian katanya
mengejek. "Begitukah sikap seorang Ronggo dan seorang laki-laiki sejati? Huh, hanya
pandai berbuat sewenang-wenang kepada rakyat yang tak berdosa, kemudian
mengandalkan jumlah untukmengeroyok?"
"Jahanam!" teriak Ronggo sambil menyabetkan pedangnya kearah leher lawan.
Akan tetapi dengan lincah sambaran pedang itu dapat dihindari, kemudian pemuda
inipun membalas menyerang.
Untuk beberapa saat lamanya dua orang ini terlibat dalam serang menyerang yang
amat cepat dan berbahaya. Akan tetapi kemudian sambil terus berusaha menekan lawan,
Ronggo ini berteriak lagi ditujukan kepada anak-buahnya. "Hai, apakah kamu sudah
tolol semua? Lekas terjang dan maju, dan jangan dengarkan ocehan tikus ini. Dia
pemberontak, dan kamu akan berjasa apabila dapat menangkap pemberontak."
Mau tak mau enam orang prajurit itu menjadi takut kena semprot. Lalu mereka
berlompatan maju untuk mulai mengeroyok. Walaupun sesungguhnya, dalam hati
masing-masing merasa ragu mendengar tuduhan Ronggo itu. Benarkah pemuda ini
seorang pemberontak?
Akan tetapi walaupun menghadapi keroyokan, pemuda itu tidak tampak gentar
sedikitpun, dan diam-diam membuat Fajar Legawa kagum juga. Sambil berloncatan
menghindari sambaran senjata lawan, pemuda itu masih sempat menjawab. "Bagus,
Ronggo yang tamak dan keparat! Dalam usahamu menutupi perbuatanmu yang busuk,
engkau sudah berputar lidah. Huh, engkau telah memutar-balikkan kenyataan. Orang
yang berani menentang perbuatanmu yang busuk, lalu engkau tuduh sebagai
pemberontak."
"Bangsat! Jangan banyak mulut!" teriak Ronggo sambil mengaso, dalam usahanya
memulihkan tenaganya. "Orang yang berani menentangaku, seorang yang berpangkat
Ronggo, sebutan apalagi yang tepat kalau bukan pemberontak? Huh, berani menentang
ponggawa raja yang sedang melakukan tugas, sama pula menentang raja."
"Heh-heh-heh," pemuda itu terkekeh. "Kau sedang melakukan tugas? Huh, tugas
untuk mengganggu isteri orang itukah yang kau sebut sebagai tugas? Dan karena suami
perempuan itu berani menentang, berani melawan engkau, maka kemudian secara
pengecut engkau memerintahkan anak buahmu supaya menangkap. Kemudian si suami
yang malang itu, dalam keadaan terikat tak berdaya, engkau siksa setengah mati."
"Jahanam.Bangsat.Keparat.Setan alas!" caci maki Ronggo itu kalang kabut.
"Jangan membuka mulut sembarangan di depanku tahu? Apakah engkau menghendaki
pula aku siksa setengah mati seperti bangsat pemberontak itu?"
"Heh-heh-heh,karena suami itu menentang perbuatanmu, dengn mudah engkau
tuduh pula sebagai pemberontak. Huh, tidak tahu malu!"
"Kurang ajar! Kalau dia bukan pemberontak, tentu tenaga mereka yang banyak
jumlahnya itu, akan membela dia."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sambil melompat menghindari sambaran senjata seorang pengeroyok, pemuda itu
terkekeh lagi, kemudian menjawab. "Ronggo busuk. Suami yang malang itu, engkau
sampai hati pula menuduh sebagai seorang pemberontak? Memalukan sekali.
Menghadapi seorang Ronggo seperti engkau ini, takkan puas hatiku sebelum aku dapat
membunuhnu. Sebab apabila dibiarkan hidup lebih lama lagi, akan celakalah para kawula
yang tidak berdoa itu. Huh, katakan! Bukankah tuduhanmu itu bukanlah dalam usahamu
untuk bisa mendapatkan isteri orang itu, guna memenuhi hasrat binatangmu? Huh, aku
tahu semuanya. Sesudah suami yang malang dan tak berdaya engkau siksa itu, kemudian
isterinya datang sambil menangis dan mohon padamu, agar suaminya dilepaskan dan
diampuni. Dan dalam usahanya untuk membela dan melindungi keselamatan suaminya
itu, kemudian si peremouan itu terpaksa menyerah melayani nafsu binatangmu. Akan
tetapi perempuan itu memang seorang perempuan yang setia. Perempuan yang pandai
menjaga martabatnya. Maka sesudah dirinya merasa engkau kotori, kemudian
perempuan itu memilih membunuh diri...."
"Apa? Membunuh diri?" dalam kagetnya Ronggo itu sampai tidak sadar
mengucapkan kata-kata tersebut. Dan justeru oleh kata-katanya ini, maka semua rahasia
kebusukannya terbuka.
Akan tetapi kemudian setelah Ronggo ini menyadari lidahnya keseleo, dengan
mata merah telah membentak nyaring, "Keparat pemberontak busuk! Engkau jangan
membuka mulut sembarangan di depanku."
Kemudian kepada anak-buahnya sendiri Ronggo itu berteriak. "Hai prajurit!
Jangan kamu main-main, dan lekaslah tangkap pemberontak itu. Dengan hasilmu
menangkap pemberontak itu, berarti kamu berjasa besar dan aku akan mengusulkan
kenaikan pangkatmu!"
Diam-diam Fajar Legawa yang menonton dari tempat persembunyiannya ketawa
geli. Bukan main Ronggo ini. Dirinya sendiri tidak mampu menangkap orang, sekarang
ia memerintahkan para prajurit itu menangkap, dan menjanjikan sesuatu tidak tanggung-
tanggung. Mungkinkah atasannya berpikiran sempit seperti dirinya, sehingga dengan
gampang menganggap pemuda itu seorang pemberontak? Makin lama Fajar Legawa
menjadi makin muak menyaksikan tingkah laku Ronggo yang tengik ini. Dan diam-diam
pula pemuda ini mengeluh, apabila para ponggawa raja berpikiran dan suka berbuat
sewenang-wenang serta memeras seperti Ronggo ini,apa yang akan terjadi? Tentu rakyat
Mataram hidup sengsara, hidup tidak tenteram dan akibatnya, akan mempengaruhi
keadaan negara Mataram pula. Yang menjadi pertanyaan, mengapa orang-oran gmacam
Ronggo ini diterima sebagai ponggawa? Kalau di dalam, wilayah negara Mataram ini
tidak terhitung, jumlahnya manusia-manusia yang baik dan jujur, mengapa orang
semacam ini Ronggo itu tidak dipecat saja?
Sesungguhnya Fajar Legawa hampir tidak kuasa menahan hatinya lagi, untuk
menunjukkan diri dan kemudian berfihak kepada pemuda itu. Akan tetapi melihat sikap
pemuda itu ia merasa tidak enak hati. Ia bisa menduga bahwa pemuda itu seorang pemuda
yang wataknya tinggi hati. Dia tentu tersinggung dan bisa salah faham apabila dirinya
turun-tangan, disaat dia tidak memerlukan bantuannya. Lebih pula saat sekarang ini
pemuda tersebut masih mampu sekalipun dikeroyok beberapa orang.
Oleh sebab ituFajar Legawa menahan diri.Ia menunggu kesempatan baik dan menungguhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
apabila pemuda itu benar-benar memerlukan bantuannya.
Dalam pada itu si pemuda ketawa bekakakan. "Ha-ha-ha-ha, tangkaplah jika kamu
memang mampu. Dan belenggulah aku, agar kau semua mendapat hadiah kenaikan
pangkat. Tetapi sebaliknya apakah engkau lupa bahwa aku mempunyai mulut? Dengan
mulut aku bisa memberi keterangan kepada atasanmu, sambil menunjukkan bukti-bukti.
Huh, sebaliknya, manakah bukti tuduhanmu bahwa aku memberontak? Nah, dengan
demikian malah engkau bersama anak buahnya yang akan berbalik mendapat hukuman."
"Bangsat! Tak usah banyak mulut!" teriak Ronggo yang tambah penasaran sambil
melompat maju menyerang, untuk membantu anak-buahnya
Tetapi justeru ucapan pemuda itu menyadarkan Ronggo. Memang bisa jadi,
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dirinya yang menuduh pemuda itu sebagai pemberontak, malah bisa terjebak oleh
keterangan pemuda itu yang menuduh dirinya berbuat sewenang-wenang. Kemudian
betapa keadaan tambah runyam kalau orang-orang yang bersangkutan diajukan sebagai
saksi. Karena khawatir dirinya malah celaka oleh keterangan pemuda itu, maka kemudian
secara diam-diam Ronggo ini sudah mempunyai rencana sendiri. Apabila pemuda ini
berhasil ditangkap, kiranya lebih aman apabila pemuda itu dibunuh saja, habis perkara.
Dan dengan demikian, berarti mulut pemuda itu tertutup untuk selama-selamanya.
Sekarang, pemuda itu menghadapi keroyokan tujuh orang. Tadi ketika ia
melayani keroyokan enam orang prajurit ia masih dapat mengejek dan mempermainkan.
Kemudian ketika ia tadi berkelahi satu lawan satu menghadapi Ronggo itu, walaupun
cukup berat namun masih tetap dapat melayani dengan baik. Sejak mula pertama terjadi
perkelahian pemuda ini tidak menderita rugi sedikitpun. Akan tetapi sebaliknya sekarang
setelah harus menghadapi tujuh orang itu sekaligus, dalam waktu tidak lama segera
tampak terjadinya perobahan. Keadaan memang segera tampak berat sebelah. Sambaran
senjata para pengeroyok cukup berbahaya, dan walaupun pemuda itu dapat bergerak gesit
dan tangkas, namun seringkali terancam oleh bahaya. Hanya oleh ketangguhan dan
kecerdikannya saja, masih bisa tertolong.
AKAN tetapi walaupun pemuda itu cukup tangguh, setelah dikeroyok beberapa
lamanya segera terjadi perobahan. Nyatalah bahwa setelah menghadapi keroyokan tujuh
orang itu pekerjaan yang harus dihadapi terlalu berat. Dari sedikit pemuda itu menderita
kesulitan dan terdesak. Makin lama pemuda itu menjadi semakin kerepotan. Seringkali
pedangnya terpental hampir lepas tertangkis oleh pengeroyoknya.
Melihat keadaan pemuda itu, diam-diam Fajar Legawa khawatir. Namun demikian Fajar
Legawa masih tetap menahan diri untuk tidak gegabah turun-tangan.
Dan melihat pamuda itu yang menjadi kerepotan, terdengarlah Ronggo berteriak
dengan nada merendahkan. "Hai bangsat pemberontak! Aku masih cukup baik hati untuk
memberi kesempatan sekali lagi kepadamu. Hayo, menyerahlah sebelum aku marah!"
Akan tetapi walaupun menghadapi tekanan lawan yang cukup berat, pemuda itu masih
dapat berlagak, dan ia menyambut dengan ketawanya terkekeh. "Heh-heh-heh, siapa
takut engkau marah? Mau marah, silahkan. Mau bunuh, silahkan. Tetapi huh-huh,
engkau takkan mampu membunuh aku!"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Bocah sombong yang besar mulut!" bentak Ronggo. "Jika begitu, sekarang juga
engkau harus mampus!"
Sambil mengucapkan kata-katanya yang terakhir ini, Ronggo telah menerjang lagi
dengan senjatanya. Serangan itu dibantu pula oleh senjata anak-buahnya.
"Trang trang trang........." benturan senjata terdengar berturut-turut. Pemuda itu
melompat ke belakang dengan meringis menahan lengannya yang tergetar dan
kesemutan. Tetapi dia memang seorang pemuda yang tabah dan keras kepala. Walaupun
menghadapi keroyokan ini menderita kesulitan, sama sekali tidak mundur dan mengakui
kekuatan lawan.
Perkelahian yang tidak seimbang itu terus berlangsung cukup lama, di bawah terik
matahari yang menyengat kulit. Peluh sudah memdanjir membasahi tubuh. Namun
demikian masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah. Malah setelah pihaknya
merasa di atas angin, si Ronggo menjadi besar hati. Bahwa dalam waktu tidak lama lagi
pemuda itu tentu akan dapat dikalahkan dan ditangkap.
Namun justeru merasa terdesak itu, agaknya si pemuda menjadi penasaran. Sambil
membentak nyaring pemuda itu menerjang Ronggo, sesudah menghalau sambaran dua
batang golok. Agaknya pemuda ini memang bernafsu untuk segera merobohkan Ronggo
ini, justeru sesungguhnya yang menjadi sumber penyakit. Akan tetapi sebaliknya si
Ronggo yang sudah tahu bahwa lawannya menjadi semakin payah, secara sengaja ia
membenturkan pedangnya
"Trang .........!" pemuda itu terhuyung mundur dan lengannya kesemutan.
Justeru pada saat itu sebatang pedang menyerampang kakinya, dibarengi oleh
sebatang tombak yang mengancam leher. Dua macam serangan yang amat berbahaya itu
masih ditambah lagi oleh terjangan Ronggo yang mengancam pinggang. Dan oleh
serangan tidak terduga ini, bagaimanapun keselamatan pemuda itu terancam.
"Minggir!" bentak Fajar Legawa tiba-tiba sambil melompat keluar dari tempat
persembunyiannya. Ternyata Fajar Legawa tidak kuasa menahan diri lagi, setelah melihat
pemuda itu terancam oleh bahaya. Ia sudah tidak perduli lagi bagaimanakah tanggapan
pemuda itu terhadap campur tangannya itu.
Fajar Legawa bergerak tangkas dan cepat. Kaki pemuda ini telah menendang
pantat prajurit yang sedang menyerampang kaki, dan berbareng itu tangan kirinya sudah
menyambar untuk memukul tangkai tombak. Bukan hanya berhenti di situ gerak cepat
Fajar Legawa. Pemuda ini masih menggunakan tangan yang kanan untuk memukul
Ronggo.
Serangan yang dilakukan Fajar Legawa ini memang tidak terduga-duga. Maka
walaupun tanpa senjata, segara terdengar orang berteriak kesakitan. Orang yang
bersenjata pedang tanpa ampun lagi sudah terjengkang, sedang orang yang bersenjata
tombak meringis kesakitan, tombaknya runtuh. Sebaliknya si Ronggo yang dapat bergerak
tangkas, dapat menghindari pukulan Fajar Legawa dan selamat.
Untuk sejenak perkelahian berhenti. Ronggo dan enam orang prajuritnya tampakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kaget. Sebaliknya pemuda yang merasa tertolong jiwanya ini berdiri tertegun. Ia
memandang Fajar Legawa dengan pancaran mata yang berterima kasih. Sebaliknya
dengan ucapan yang ramah. Fajar Legawa sudah mendahului. "Sahabat yang baik,
kubantu kerepotanmu. Dan karena mereka ini manusia-manusia busuk yang suka main
keroyok dan berbuat sewenang wenang, maka merupakan kewajiban kita untuk
mengenyahkannya."
"Terima ksih atas pertolongan saudara. Engkau benar.. ... dan marilah kita gempur
mereka ini." jawab pemuda itu penuh semangat, sambil menyimpan pedangnya.
Agaknya pemuda ini seorang yang tak mau kalah arang dengan orang lain. Setelah
ia melihat Fajar Legawa dapat meayelamatkan dirinya hanya dengan tangan kosong,
ia menjadi malu apabila harus menggunakan senjatanya.
Pemuda itu setelah menyimpan pedangnya segera mendelik kearah Ronggo.
Kemudian dengan ucapannya yang lantang ia menantang. "Hai Ronggo busuk! Mari
sekarang kita berkelahi satu lawan satu dan tanpa senjata!"
Tetapi agaknya si Ronggo juga tidak mau kalah harga dan kegarangannya. Atas
tantangan itu ia terkekeh, kemudian sambil menyimpan senjatanya ia menjawab, "Bagus!
Siapa takut? Marilah kita coba!"
Namun diam-diam Ronggo ini menjadi amat gembira. Usianya jauh lebih banyak
dengan lawan, dan sebelum pemuda itu mengenal ilmu tata kelahi, dirinya sudah berlatih
ilmu tata kelahi bertahun-tahun. Dengan pendapatnya ini, maka Ronggo merasa pasti
bahwa dirinya lebih kuat. Dirinya terkenal sebagai seorang Ronggo yang tangannya antep
seperti besi. Telah berkali-kali, apabila dirinya menghadapi latihan berhadapan dengan
banteng jantan, sekali pukul tidak pernah gaga1 lagi memecahkan kepala banteng itu.
Apakah kepala pemuda ini lebih keras dibanding dengan kepala banteng itu?
"Bagus! Aku ingin melihat, apakah kepalamu memang keras!" sambil berkata,
pemuda itu telah menerjang maju. Dua belah tanganya bergerak cepat sekali. Jari tangan
kadang terkepal sebagai tinju, dan kadang pula terbuka setengah melengkung untuk
mencengkeram bagian tubuh lawan yang lemah. Sambaran serangannya cukup bertenaga,
tetapi Ronggo tidak menjadi gentar, Ronggo itu melayani dengan bagus sekali,
gerakannya tidak kalah cepatnya, demikian pula hal tenaga.
"Plak pak.........!" dua tangan berbenturan, disusul tubuh dua orang itu masing-
masing terpental mundur dua langkah. Akan tetapi dua-duanya cepat menerjang ke depan
lagi, dan mereka terlibat dalam perkelahian tangan kosong yang amat sengit.
Sementara itu Fajar Legawa segera menghadapi keroyokan enam orang prajurit
itu, yang tetap bersenjata. Tongkatnya masih tetap terselip di pinggang, dan ia
menghadapi keroyokan lwan itu dengan tangan kosong. Dalam menghadapi keroyokan
enam orang yang bersenjata ini, Fajar Legawa tidak berani sembrana. Ia tadi sudah
melihat sendiri bahwa pemuda yang ditolongnyi itu, belum juga kuasa mengalahkan
walaupun bersenjata pedang. Dalam pada itu, Fajar Legawa juga berpendapat bahwa
sesungguhnya enam orang prajurit ini hanyalah orang-orang yang tunduk kepada perintah
atasannya. mereka bukan orang jahat. Tetapi yang jahat hanyalah si Ronggo. Yang salah
hanya seorang, mengapa yang lain harus dilibatkan? Benar enam orang prajurit ini bisa
disebut membantu usaha kejahatan. Akan tetapi mereka itu membantu karenahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
terpaksa, karena takut kepada atasan mereka, yang menentukan nasib mereka
sekeluarga.
Sadar akan keadaan enam orang prajurit ini yang terpaksa harus memb-ntu
melakukan kejahatan, maka Fajar Legawa tidak sampai hati untuk menggunakan
kekerasan. Dan pemuda inipun mengerti, bahwa enam orang prajurit ini tentu menyerah
apabila si Ronggo sudah dpat ditundukkan pemuda itu.
Fajar Legawa menggunakan kecepatannya bergerak untuk menghindari sambaran
senjata enam orang pengeroyoknya. Kemudian ia akan membalas menyerang, apabila
memperoleh kesempatan baik dan tidak akan membahayakan jiwa mereka.
Enam orang prajurit itu agaknya dapat pula merasakan sikap Fajar Legawa ini.
Dan tiba-tiba saja, enam orang ini saling berloncatan mundur, kemudian hanya
mengurung dengan senjata yang tetap terhunus. Mereka mengamati Fajar Legawa yang
berdiri tegak dengan sikap tenang. Hingga perkeiahian mereka itu berhenti.
Dan melihat sikap mereka itu, Fajar Legawa pun bisa menduga isi hati mereka.
Pemuda itu menebarkan senyum, kemudian berkata halus "Saudara-saudara, aku tahu
bahwa kalian bukan orang jahat. Kalian prajurit-prajurit Mataram yang pandai melindung
rakyat, bukan? Nah kalau benar dugaanku, maka lebih baik kalian menyimpan senjata
masing-masing, dan jangan menurut perintah atasan kalian yang sewenang-wenang."
Enam orang prajurit itupun menyadari juga, bahwa dalam perselisihan ini, atasan
merekalah yang bersalah. Mereka juga melihat dengan mata kepala sendiri, apa yang
sudah dilakukn oleh Ronggo. Dan sebabnya mereka tidak berani berkutik dan menantang,
tidak lain karena takut. Maka sekarang mendengar ajakan pemula ini, tentu saja mereka
menyambut dengan senang. Mereka memang tidak ingin berkelahi lagi, justru
sesungguhnya mereka telah letih. Akan tetapi walaupun diam-diam mereka setuju, namun
mereka tidak berani menyimpan senjata masing-masing. Sebab mereka takut apabila
Ronggo itu marah.
Melihat keraguan mereka ini Fajar Legawa tertawa. Kemudian ia sengaja
mengucapkan kata-kata yang lantang, untuk memancing kemarahan Ronggo. "Aku tahu,
ya aku tahu bahwa kalian takut kepada atasan kalian yang berhati busuk itu, bukan?
Hemm, aku tak habis mengerti, mengapa kalian tunduk kepada atasan kalian yang jahat
itu? Apakah kalian tidak sadar, bahwa dengan perbuatan kalian yang membantu
kejahatan atasan kalian itu, berarti akan mencelakakan diri kalian sendiri? Nah,
mengingat bahwa den Ronggo itu sendiri yang berhati busuk, maka biarlah atasan kalian
itu sendiri yang menerima akibatnya. Sebab aku berani bertaruh, bahwa atasan kalian itu
tidak lama lagi akan segera roboh di tangan sahabatku."
Bukan main marah si Ronggo mendengar ucapan Fajar Legawa ini. Dia
melancarkan pukulan berantai, dan untuk menghindari serangan itu, lawannya terpaksa
harus berlompatan dan menghindar. Mendapat kesempatan baik ini, si Ronggo segera
berteriak lantang penuh ancaman kepada enam orang prajurit itu. "Hai prajurit! Apakah
kamu sudah bersekongkol dengan pemberontak? Hemm, awas kamu! Di Mataram telah
menunggu tiang gantungan dan algojo yang akan segera menghukum mati kamu
semuanya, jika kamu berani membantah perintahku. Hayo lekas, keroyok dan bunuhlah
pemuda itu. Jangan kamu menggubris hasutan dan ucapannya yang beracun. Dan janganhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pula kamu memberi hati!"
Ternyata teriakan Ronggo ini lebih berpengaruh dalam hati enam orang prajurit
itu, bagaimanapun Ronggo itu adalah atasan mereka. Dan membantah perintah atasan
mereka, tidak dapat dibenarkan. Sadar akan kedudukan mereka itu, maka tanpa membuka
mulut lagi, mereka telah menerjang lagi dan mengeroyok Fajar Legawa. Akan tetapi
sekalipun mereka bergerak dan mengeroyok, Fajar Legawa merasakan sendiri bahwa
enam orang ini menyerang dengan setengah hati. Dengan demikian jelas, bahwa mereka
bergerak dan menyerang hanya karena terpaksa. Mereka terpaksa melakukan karena
takut. Menyadari keadaan mereka ini, tentu saja Fajar Legawa makin tidak tega. Akan
tetapi sebaliknya kalau membiarkan mereka terus bergerak dan mengeroyok berarti
dirinya tidak memperoleh kesempatan untuk mengaso.
Berpikir demikian, tiba-tiba saja timbullah niat Fajar Legawa untuk mengakhiri
perkelahian ini dengan merebut saja senjata mereka. Dan apabila sejata mereka telah
berbasil dirampas semuanya, mereka takkan punya keberanian lagi bertindak, dan kiranya
akan mempengaruhi si Ronggo yang sedang berkelahi dengan pemuda itu.
Tiba-tiba saja Fajar Legawa bersuit nyaring. Tubuhnya berkelebat cepat, dan
saking cepatnya perobahan gerak Fajar Legawa, membuat enam orang itu kaget dan
pandang mata mereka menjadi kabur.
"Plak siut wut............!" dua orang diantara mereka berteriak kaget dan pucat.
Mereka tak tahu bagaimana pemuda ita bergerak, tahu-tahu pundak mereka terasa sakit,
dan senjata dua orang itupun telah pindah ke tangan Fajar Legawa. Tetapi belum juga
hilang rasa kaget dua orang prajurit ini, tiba-tiba dua orang prajurit yang lain berteriak,
Prajurit itu terhuyung mundur, dan senjtta dua orang prajurit itupun telah pindah ke
tangan Fajar Legawa. Namun empat orang prajurit ini takut kepada Ronggo. Walaupun
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah tidak bersenjata lagi dan pundak masih dirasakan sakit, mereka menerjang maju.
"Kalian jangan membandel dan keras kenala!" teriak Fajar Legawa
memperingatkan mereka. "Aku masih bersikap sabar dan tidak mencelakakan kalian.
Akan tetapi apabila kalian tak tahu diri, huh, jangan salahkan aku, jika aku terpaksa
menghajar kalian."
Ancaman Fajar Legawa ini ternyata cukup besar pengaruhnya. Enam orang
prajurit itu melompat mundur dan wajah mereka pucat. Mereka menjadi sadar, bahwa
apabila mau, pemuda lawannya itu takkan sulit merobohkan mereka semua. Dan sadar
akan keadaan ini, sebagai manusia yang mempunyai otak dan dapat berpikir, tentu saja
tidak berani nekat.
Tetapi sebaliknya atas terjadinya peristiwa itu si Ronggo menjadi marah bukan
main. Ia melengking nyaring sambil mengirimkan serangan berantai ke arah lawan.
Pukulan itu menyambar dahsyat sekali di samping bertenaga. Namun si pemuda agaknya
juga sudah amat penasaran. Dia tidak mau menghindari, sebaliknya malah menyambut
serangan itu keras lawan keras.
"Plak des............!" dua-duanya terhuyung mundur. Namun Ronggo yang sudah
marah tidak mau memberi kesempatan lawan bernapas. Ia sudah melompat maju dan
mengirimkan tangan kiri menyerang dada. Sebaliknya lawan muda itupun tidak takut.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Ia mencondongkan tubuhnya ke belakang. Tangan kanan terkepal siap untuk
menghantam, berbareng itu kaki kiri terangkat untuk mendepak lutut lawan.
Ronggo itupun sadar akan bahaya. Ia menarik serangannya, kemudian terjadilah
perkelahian lagi yang amat sengit. Tetapi perkelahian itu tidak lama terlangsung, sebab si
pemuda melompat ke belakang sambil terkekeh.
"Heh-heh-heh, aku sudah bosan main-main dengan tangan kosong. Mari kita
sekarang berkelahi dengan senjata!"
Sambil berteriak pemuda ini telah mencabut pedangnya. Kemudian langsung
menerjang maju menyerang dan menikam dada dan pusar lawan. Serangan ini cukup
berbahaya, maka Ronggo tidak berani sembrana. Secepat kilat ia mencabut pedangnya
dan menangkis.
"Trang............!" benturan senjata itu keras sekali, dan pijar api berterbangan. Dua-
duanya terhuyung mundur sambil memeriksa senjata masing masing.
Melihat enam orang prajuritnya sekarang tidak bergerak lagi, empat orang di
aatara mereka sudah tidak bersenjata, dan hanya berdiri mengurung, Ronggo ini menjadi
amat penasaran, Akan tetapi sebelum Ronggo sempat berteriak dan membentak anak-
buahnya, lawan yang masih muda itu sudah menerjang lagi dengan dahsyat. Mau tidak
mau ia terpaksa mengurungkan maksudnya, dan perhatian seluruhnya dicurahkan untuk
segera datang mengatasi pemuda ini. Ronggo ini sadar, keadaan tidak mungkin dapat
diatasi, tanpa mengalahkan pemuda ini lebih dahulu.
Dan Fajar Legawa mengikuti perkelahian sengit itu penuh perhatian. Sebab enam
orang lawannya itu, sekarang sudah tidak berani menyerang lagi. Dan setelah ia mengikuti
perkelahian pedang ini, makin lama menjadi makin tertarik. Dua-duanya memiliki
keistimewaan dan kelebihan sendiri. Pemuda itu yang masih bertenaga penuh gerakannya
cepat sekali, dan pedangnya menyambar ke sana kemari tidak terduga, sebaliknya Ronggo
yang sudah berumur itu gerakannya kurang gesit, akan tetapi setiap gerakannya mantap
dan bertenaga berkat pengaruh latihannya yang sudah puluhan tahun.
"Sayang........." katanya dalam hati. "Ponggawa seperti Ronggo ini,
sesungguhnya banyak dibutuhkan untuk menjaga ketenteraman negara. Akan tetapi
mengapa Ronggo ini justeru malah menyalahgunakan kekuasaan?"
Tetapi kekuasaan raja atau bupati dalam wilayahnya adalah mutlak. Setiap ucapan
dan tindakannya merupakan hukum yang berlaku. Kekuasaannya tidak terbatas, dan
walaupun menghukum seseorang kawula tanpa dosapun, tidak seorangpun berani
menentang. Justeru oleh keadaan ini, maka orang-orang yang merasa mempunyai
kedudukan suka menyalah gunakan kedudukan dan kekuasaan. Malah bukan hanya para
ponggawa yang melakukau perbuatan sewenang-wenang kepada kawula. Tetapi bukan
hanya para ponggawa raja dan bupati sajalah yang sewenang-wenang, yang memeras dan
menindas rakyat. Malah orang-orang kayapun ikut-ikutan melakukan perbuatan yang
tidak benar itu, mereka menggunakan pengaruh uang untuk menyuap dan hadiah,
sehingga dengan pengaruh uang tersebut, keadilan tidak bisa ditegakkan. Sebab walaupun
seseorang tidak berdosa, apabila si kaya itu yang mengadukan, maka orang itu akan
dihukum.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Justeru orang-orang kaya merasa mempunyai pengaruh terhadap para ponggawa
dengan suap dan hadiah itu, maka para orang kaya merasa lebih kuasa daripada bupati
dan pangeran. Mereka memelihara tukang-tukang pukul, memelihara algojo. Dan orang-
orang kecil yang berani menentang kehendaknya, akan berhadapan dengan tukang pukul
dan algojo itu. Dan apabila perlu, kemudian si kaya itu minta perlindungan dan bantuan
para ponggawa yang berkuasa.
Oleh tindakan dan pjrbuatan orang-orang yang tidak bertanggung-jawab inilah,
maka para kawula cilik itu hidup dalam tekanan dan menderita. Akan tetapi
bagaimanapun mereka tidak dapat berdaya apa-apa. Soalnya orang-orang yang
berwenang akan berpihak kepada si kaya yang telah menyuap denan uang dan hadiah.
Tetapi sesungguhnya apa yang terjadi ini juga merupakan akibat dari keadaan saja.
Waktu itu Sultan Agung yang berkuasa di Mataram selalu sibuk dengan peperangan.
Bukan saja melawan para Bupati dan Adipati yang tidak mau tunduk kepada
Mataram,tetapi juga dalam menghadapi Kumpeni Belanda. Dalam keadaan seperti ini
sudah tentu Sultan Agung kurang dapat mencurahkan perhatian kepada kehidupan para
kawula. Karena yang terpikir hanyalah berusaha kemenangan. Malah sebenarnya,
Sultan Agungpun belum berhasil menguasai wilayahnya, karena Belambangan pun
belum dapat ditundukkan.
Demikianlah, maka akibatnya orang yang berpangkat Ronggo inipun melakukan
perbuatan sewenang-wenang kepada rakyat, berlindung kepada kekuasaan dan
jabatannya. Didalam melakukan tugas itu, tadi pagi Ronggo ini tertarik perhatiannya
kepada seorang perempuan desa Karangduren. Perempuan yang cantik itu kemudian
digoda dan dibujuk agar sedia menuruti kehendaknya. Sayang, perempuan desa itu setia
dan jujur kepada suaminya. Dia menolak, malah kemudian lari dan melaporkan kekurang
ajaran Ronggo itu kepada suaminya. Dan betapa marah suami itu, kemudian melabrak
sambil minta bantuan para tetangga. Akan tetapi ketika menghadapi Ronggo dan enam
orang prajuritnya, kemudian para tetangga itu tidak berani. Dan suami yang malang itu,
kemudian dapat ditangkap dan dihajar setengah mati oleh Ronggo.
Melihat suaminya tidak berdaya dan dihajar setengah mati itu, perempuan tersebut
tidak tega. Dia menangis dan meratap-ratap, mohon agar suaminya yang tak berdosa
dibebaskan. Dan Ronggo itu sedia membebaskan dengan janji, agar perempuan itu mau
menuruti kehendaknya.
Betapa hancur hati perempuan ini, menghadapi keadaan yang tidak diduga. Dalam
usahanya menolong suaminya dari bahaya maut, kemudian perempuan ini menyerah.
Dan si Ronggo itu yang sudah berobah sebagai manusia binatang memuaskan nafsunya
kepada si perempuan desa yang malang itu. Setelah puas si Ronggo dengan prajuritnya
pergi, dan si perempuan malang dibiarkan meratapi nasib buruknya. Namun perempuan
itu merasa sudah kotor. Kemudian perempuan ini nekat membunuh diri dengan
menggantung. Peristiwa itu menggemparkan penduduk Karangduren, dan justeru pada
saat itu seorang pemuda bernama Handana Warih. Pemuda ini menjadi amat marah
setelah mendengar keterangan orang-orang desa itu. Setelah menolong suami yang
malang dengan mengobati, kemudian pemuda ini mengejar Ronggo dan enam orang
prajuritnya. Akibatnya di tempat ini, berkelahilah Handana Warih yang dikeroyokhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sekarang setelah melihat pemuda yang menolongnya itu berhenti berkelahi dengan
enam prajurit, Handana Warih yang belum juga berhasil mengalahkan Ronggo menjadi
tidak telaten lagi. Teriaknya kemudian. "Sahabat yang baik, bantulah aku merobohkan
Ronggo jahat ini. Dia ini seorang ponggawa yang busuk, dan nanti akan aku terangkan
sebabnya aku berkelahi."
Sedikit banyak Fajar Legawa telah mendengar apa yang telah terjadi. Ronggo yang
jahat itu dalam usahanya menutup kejahatannya sendiri, telah memutarbalikkan
persoalan, dan malah menuduh pemuda itu sebagai pemberontak. Akan tetapi sebelum ia
bertindak, ia menebarkan pandang matanya kepada enam orang prajurit itu lebih dahulu
sambil mengancam. "Hai saudara prajurit. Jika kalian melihat gelagat, jangan kalian
nekat melawan kami. Sebab jika kalian nekat, jangan sesalkan aku apabila harus
membunuh kamu semua."
Ancaman itu menyebabkan enam orang prajurit ini gemetaran dan takut. Mereka
sadar bahwa pemuda itu, kalau mau tidak sulit membunuh mereka semua. Oleh sebab itu
mereka kemudian hanya berdiri mematung tidak menghalangi ketika Fajar Legawa
melompat kearah si Ronggo dan Handana Warih.
Teriak Fajar Legawa. "Sedikit banyak aku sudah mendengar persoalan ini. Maka
ponggawa yang suka memfitnah orang ini, kalau perlu harus kita bunuh!"
Si Ronggo ketika itu sedang menghadapi terjangan Handana Warih. Ia sudah akan
berteriak untuk mengancam kepada prajurit-prajuritnya, tetapi teriakannya itu urung
akibat sambaran pukulan Fajar Legawa yang menerbitkan angin bersuitan.
Sulit dibayangkan betapa marah Ronggo ini, melihat enam orang prajuritnya itu
tidak patuh kepada perintahnya, malah sekarang membiarkan dirinya dikeroyok. Maka
diam-diam ia sudah memutuskan, akan menghukum enam orang prajurit itu, setelah
berhasil mengalahkan dua orang pemuda yang mengeroyok dirinya ini.
"Plak.........trang.........!"
Di dalam marahnya, Ronggo tidak mau menghindari terjangan dua orang muda
itu, dan menyambut dengan kekerasan. Sebagai seorang yang merasa dirinya jauh lebih
matang dibanding lawannya, maka Ronggo ini menganggap dirinya lebih unggul di dalam
hal tenaga dalam. Maka ia menggunakan tangan kiri untuk menyambut pukulan Fajar
Legawa, dan ia menggerakkan pedang di tangan kanan untuk menyambut pedang
Handana Warih.
Akibat tangkisan itu, pedang Handana Warih terpental menyeleweng dan pemuda
inipun mundur selangkah ke belakang. Demikian pun pula pukulan Fajar Legawa yang
disambut dengan tangan kiri Ronggo, pemuda inipun mundur selangkah ke belakang.
Akan tetapi yang terjadi pada diri Ronggo itu, di luar harapan dan per-fiitunganna.
Roaggo itu terlalu memaksa diri .karena merasa malu. Beaar tubuhnya hanya
bergoyang-goyang saja, akan tetapi dorongan tenaga dua orang pemuda itu menyebabkan
dadanya terasa sesak. Berbeda dengan Handana Warih dan Fajar Legawa yang
terhuyung ke belakang tidak menderita sesuatu, justeru mundurnya itu untuk
memunahkan tenaga dorongan lawan.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Namun justeru dada terasa sesak ini, Ronggo menjadi tambah penasaran. Secepat
kilat tangan kirinya telah mencabut keris. Maksudnya jelas, bahwa dengan tambahan
senjata pda tangan kiri ini, bukan lain guna mempercepat usahanya untuk mengalahkan
lawan.
Melihat Ronggo telah menambah senjata dengan keris ini, Handana Warih
memandang ke arah Fajar Legawa. Katanya kemudian. "Gunakanlah senjatamu saudara,
kepada manusia jahat ini kita tidak perlu memberi hati. Lebih cepat manusia busuk ini
terbunuh mati, berarti kita akan dapat menghindarkan rakyat dari perbuatannya yang
jahat dan sewenang-wenang"
Tetapi Fajar Legawa yang menyadari bahwa tidak boleh sembarangan
menggunakan tongkatnya, ia menggeleng. Kemudian ia melompat dan memungut
sebatang pedang milik prajurit yang tadi berhasil dirampasnya. Katanya. "Biarlah aku
pinjam pedang salah seorang prajurit ini saja. Ha-ha-ha, bukankah ini lebih bagus. Siapa
tahu kalau dengan pedang milik anak-buahnya sendiri, aku dapat membunuh Ronggo
busuk itu?"
Handana Warih yang periang wataknya itu terkekeh-kekeh mendengar kata-
kata Fajar Legawa. "Heh-heh-heh, bagus! Ya, aku setuju saudara menggunakan pedang
itu. Aku ingin melihat bagaimanakah bangsat ini kalau mampus oleh pedang anak-
buahnya sendiri.
Meledak kemarahan si Ronggo. Ia membentak nyaring kemudian melompat dan
menerjang kearah Handana Warih sambil mengggeram keras. Keris pada tangan kiri
menyambar lebih dahulu. Akan tetapi serangan itu hanya merupakan tipu saja, dan
serangan yang sesungguhnya pada pedang di tangan kanan.
Namun Ronggo ini lupa bahwa yang dihadapi sekarang ini dua orang. Maka disaat
Ronggo menerjang maju kearah Handana Warih, pelang Fajar Legawa menyambar dari
samping. Guna mengatasi keadaan ini terpaksa si Ronggo merobah serangannya. Keris
itu bergerak ke samping, menghindari bentrokan dengan pedang, kemudian disusul oleh
pedangnya yang menyambar kearah leher.
"Trang........!" pedang Ronggo itu terbentur keras sekali oleh pedang Handana
Warih yang menyambar dari samping. Si Ronggo yang kaget terhuyung mundur, dan
justeru disaat itu pedang Fajar Legawa menyambar datang menikam dada.
"Trang.........!" dalam usahanya melindungi dada Ronggo terpaksa menangkis
dengan keris. Akan tetapi mendadak Ronggo ini berteriak nyaring sambil membanting
diri, karena pedang Fajar Legawa secara tidak terduga telah menyambar leher.
Wajah Rongo pucat, dan dadanya berkembang kempis. Dalam gebrakan ini
hampir saja dirinya celaka. Maka sambil menahan sakit pada dadanya ia memberi
perlawanan sengit.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Enam orang pnjurit itu tidak seorangpun berani berkutik, takut akan ancaman
Fajar Legawa. Wajah mereka pucat menyakikan atasan mereka dikeroyok dua orang.
Kalau berkelahi seorang lawan seorang saja atasan itu tidak sanggup mengalahkan apa
pula sekarang. Manakah mungkin bisa menang dikeroyok dua orang pemuda berilmu
tinggi itu?
Dan dugaan mereka itu tidak meleset. Beberapa saat setelah terjadi serang-https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
menyerang dengan sengit, tiba tiba terdengarlah pekik nyaring dari mulut Ronggo. Sambil
terhuyung-huyung mundur ke belakang. Keris di tangan kiri telah runtuh di tanah, dan
dari lengan kiri itu mengucur darah merah. Ternyata bahwa pedang Fajar Legawa sudah
bernoda darah merah, karena pemuda ini telah berhasil membabat lengan, dan sekarang
lengan kiri Ronggo itu buntung di bawah siku.
Akan tetapi justeru menderita luka dan lengan kiri menjadi buntung ini. Ronggo
itu tambah marah. Sambil menahan sakit Ronggo menggeram nyaring. Lalu dengan
pedangnya, ia menyerang dengan nekat, ia sudah tidak lagi memikirkan penjagaan diri,
dan yang terpikir sekarang hanya ingin melukai atau membunuh lawan.
Namun justeru kenekatan Ronggo ini malah menyebabkan Ronggo itu seperti
menggali lobang kuburnya sendiri. Sebab tentu saja baik Handana Warih dan Fajar
Legawa tidak sedia untuk menderita luka atau mati. Di saat pedang itu secara nekat
menyambar dua orang pemuda itu dengan gesitnya telah menyebar diri. Namun si
Ronggo tak mau memberi kesempatan kepada lawan bernapas. Ia mengejar Fajar
Legawa dengan serangan berantai.
"Trang trang trang.........!"
Benturan pedang terjadi tiga kali berturut-turut. Dua-duanya terhuyung mundur.
Kesempatan tidak disia-siakan oleh Handana Warih. Sambil membentak nyaring,
pemuda ini menerjang maju. "Mampuslah!"
"Trang trang ........cap.........! Aduhhh......
des.........!"
Ronggo masih sempat menggerakkan pedangnya untuk menangkis dua kali.
Namun ternyata Handana Warih lelah menggunakan ilmu pedang simpanannya.
Gerakan pemuda itu berobah sedemikian rupa, sehingga pedangnya yang terpental itu
kemudian diteruskan untuk membabat leher. Ronggo masih sempat menangkis,
tetapi tangkisannya agak meleset. Walaupun Handana Warih gagal memancung leher,
namun pedang pemuda ini berkelebat seperti tatit menukik ke bawah. Dan akibatnya,
hebat! Pedang pemuda ini telah menembus bawah dada sampai ke punggung. Ronggo
berteriak nyaring sekali, dan oleh susulan tendangan Handana Warih yang menyambar
perut, kemudian tubuh Ronggo itu terpental dua tombak jauhnya, roboh terguling.
Tetapi agaknya nyawa Ronggo itu ulet. Ketika rubuhnya roboh terguling, ia
melompat bangkit. Terhuyung-huyung, lalu roboh lagi dan berkelojotan beberapa saat.
Sesudah itu ia tidak bergerak lagi, karena nyawanya sudah melayang entah kemana.
Setelah Ronggo terbunuh mati, dengan hati puas Handana Warih membersihkan
pedangnya, kemudian disarungkan kenbali. Adapun Fajar Legawa menghela napas
panjang. Diam-diam ia menyesal juga mengapa Ronggo ini harus mati. Tetapi sesal tiada
guna, maka kemudian ia membalikkan pedang itu kepada pemiliknya. Lalu ia mengamati
kepada Handana Warih sambil bertanya. "Bagaimanakah maksud saudara sekarang,
setelah Ronggo ini mati terbunuh?"
"Hemm, karena yang bersalah hanya seorang, aku sudah puas," sahut pemuda
itu. Kemudian ia mengamati kepada enam prajurit tersebut sambil berkata. "Bawalah
atasan kalian ini pulang. Tetapi awas. Kalian harus dapat merahasiakan penstiwa ini, danhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
katakan atasan kalian itu mati berkelahi melawan penjahat. Jika kalian tidak pandai
merahasiakan peristiwa ini, huh, nyawa kalian tidak terjamin lagi!"
Enam orang prajurit itu pucat dan ketakutan, mereka sadar bahwa kalau dua orang
pemuda ini menghendaki, tidak sulit untuk membunuh mereka semua. Kalau sekarang
dua pemuda ini tidak mengganggu dan malah sedia mengampuni, bukankah, ini amat
menguntungkan? Maka tanpa rewel lagi, sesudah mengucapkan terima kaih sambil
membungkuk-bungkuk, mereka kemuuian menggotong mayat Ronggo untuk dibawa
pergi.
Fajar Legawa mengamati kepergian mereka itu dengan menghela napas sedih.
Sebaliknya Handana Warih yang merasa puas telah berhasil membunuh Rongo yang jahat
itu mengamati kepergian mereka dengan bibir tersenyum manis sekali.
"Mari kita mengaso," ajak Handana Warih sambil mendahului melangkah kearah
bawah pohon yang rindang.
Perkenalan dua orang muda ini cepat menjadi akrab sesudah Fajar Legawa tahu,
bahwa Handana Warih ini murid Wukirsari. Dan sekarang menjadi tahu pula tentang
sebabnya ilmu pedang pemuda ini mirip dengan ilmu-pedang Pertiwi Dewi.
"Aku baru pulang dari Pandeglang," kata Handana Warih. "Dan maksud
keperianku ke sana ingin bertemu dengan paman Gadung Melati. Sungguh sayang
pondok paman itu kosong, dan dari tetangga aku memperoleh keterangan beliau pergi
bersama muridnya."
"Ahh lusa aku ketemu dengan paman Gadung Melati, paman Wukirsari maupun
Pertiwi Dewi........."
"Kau bertemu? Aihh, di manakah beliau sekarang"" Handana Warih tampak
kaget, tetapi sekarang pemuda itu bersemangat, setelah mendengar tentang gurunya yang
bertemu dengan Gadung Melati.
Fajar Legawa menggeleng. "Aku tak tahu di mana beliau sekarang. Dan
sesungguhnya.......ya sesungguhnya aku sekarang ini ingin lekas dapat bertemu dan untuk
memberi laporan........"
"Memberi laporan?" Handana Warih terbelalak sambil mengamati Fajar Legawa,
"Laporan tentang apa?"
"Tentang Pertiwi Dewi........."
"Ahhh ..!" Handana Warih berjingkrak. "Mengapa Pertiwi Dewi? Lekas katakan,
apa sebabnya engkau ingin memberi laporan tentang Pertiwi Dewi?
Agaknya Handana Warih tidak sabar lagi, maka pemuda ini menggoncang pundak
Fajar Legawa.
"Sabarlah saudara, tentu aku terangkan sejelasnya ... " Tetapi walaupun menjawah
demikian, hati Fajar Legawa terasa tidak karuan di samping berdebar hebat. Sebabhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
pemuda ini segera teringat kembali akan nasib malang yang diderita oleh Pertiwi Dewi,
yang kemudian berakhir dengan perbuatan nekat Pertiwi Dewi yang membuang diri ke
dalam jurang.
Setelah ia menahan perasaan sedihnya, kemudian Fajar Legwa menceritakan
tentang kepergiannya bersama Pertiwi Dewi ke gunung Ungaran. Dan ternyata di gunung
itu kemudian Pertiwi Dwi membunuh diri dengan melompat ke dalam jurang.
"Apa?" Handana Warih berteriak kaget. "Pertiwi Dewi membunuh diri dengan
melompat ke jurang?"
"Ya.........benar.....!" sahut Fajar Legawa dengan menghela napas panjang,
tampak pemuda ini sedih dan penuh rasa penyesalan.
Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan Handana Warih yang lantang
"Bohong! Dusta!"
Sesudah mengucapkan kata-katanya ini, Handana Warih telah meloncat berdiri
dan pedang sudah siap di tangan kanan. Mendadak saja pemuda ini sudah menerjang
maju dan menikam dada Fajar Legawa.
Apa yang terjadi sungguh tidak terduga-duga, dan Fajar Legawa amat terkejut.
Sedikit saja lengah, ujung pedang Handana Warih itu tentu berhasil melobangi dada Fajar
Legawa yang masih terbelalak heran. Masih untung juga bahwa dalam bahaya, Fajar
Legawa dapat menyelamatkan dadanya dengan berguling di atas tanah.
Akan tetapi sungguh celaka. Belum juga Fajar Legawa dapat terdiri tegak,
Handana Warih telah menyusuli serangan kedua yang lebih berbahaya. Sebab serangan
yang kedua ini merupakan serangan berantai yang saling susul, sekaligus mengincar
beberapa bagian tubuh yang mematikan.
Agak gugup pula Fajar Legawa dalam usahanya menyelamatkan diri. Sebab
serangan itu disamping cepat juga bertubi-tubi.
"Tahan! Tahan dulu!" teriak Fajar Legawa gugup. "Apa salahku?"
"Tak usah banyak mulut!" teriak Handana Warih yang tambah bernafsu setelah
beberapa kali serangannya tidak berhasil menyentuh kulit tubuh Fajar Legawa. "Hai
pemuda busuk yang curang. Hunus senjatamu dan lawanlah aku!"
"Tidak. Tidak!" teriak Fajar Legawa sambil berlompatan ke sana kemari dalam
usahanya menyelamatkan diri. "Saudara, aku dengan engkau tidak bermusuhan. Untuk
apa mesti berkelahi? Hai, tahan dahulu dan mari kita bicara. Apa sebabnya engkau
menyerang aku seperti ini?"
"Sudahlah, jangan banyak mulut! Aku tidak mau percaya kepada omonganmu.
Tahu? Kau pemuda bangsat. Kau pemuda busuk. Kau curang! Kau .......huh, Pertiwi
Dewi tentu sudah engkau bunuh secara pengecut!"
"Tidak! Jangan menuduh sembarangan." Fajar Legawa belum juga membalashttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dan selalu berusaha menghindari serangan Handana Warih yang bertubi-tubi dan amat
berbahaya. Manakah mungkin ia sedia bermusuhan dengan pemuda ini, justeru Handana
Warih murid Wukirsari, dan merupakan kakak seperguruan ayahnya pula?
Akan tetapi Handana Warih memang sudah amat marah dan kalap. Walaupun
Fajar Legawa berusaha mencegah dan menyabarkan, namun Handana Warih tetap saja
menyerang sambil mencaci maki, "Bangsat busuk! Walaupun engkau mungkir, aku akan
tetap menuduh engkau ebagai pembunuh. Huh-huh, siapa yang mau percaya bahwa
Pertiwi Dewi membunuh diri? Huh-huh. engkau tentu jatuh cinta kepada dia tetapi dia
menolak. Akibatnya engkau mata gelap, memaksa dengan kekerasan. Dan untuk
menghilangkan jejak perbuatanmu yang busuk itu, kemudian dia kau
bunuh............Bangsat! Engkau sekarang harus mampus dalam tanganku, untuk
membalaskan sakit hati Pertiwi Dewi."
Tuduhan ini amat berat. Dan tuduhan ini merupakan tuduhan yang membabi-
buta. Tuduhan yang amat menyakitkan hti. Untung bahwa bagaimanapun juga Fajar
Legawa masih dapat menyabarkan diri. Maka dalam usahanya menyadarkan orang, ia
masih berteriak dan berusaha tidak membalas. "Saudara, tahan! Tahan! Aku harap agar
saudara tidak menuduh orang membabi buta. Aku memberi keterangan sebenarnya,
bahwa Pertiwi Dewi membunuh diri dengan melemparkan diri ke dalam jurang. Saudara,
demi Tuhan aku bicara sebenarnya, dan sudilah saudara mau mengerti."
Akan tetapi kata-kata Fajar Legawa ini tidak digubris Handana Warih. Kata-kata
itu masuk lewat telinga kanan dan keluar lagi lewat telinga kiri. Pemuda ini tetap
menyerang secara ganas, dan setiap sambaran pedangnya selalu dikuasai oleh nafsu
membunuh. Tetapi walaupun serangan itu cepat dan amat nekat, ujung pedang Handana
Warih belum juga kuasa menyentuh ujung baju Fajar Legawa.
Memang tidak dapat disalahkan apabila Handana Warih menjadi marah dan
kalap. Wajarlah apabila Handana Warin menuduh membabi buta. Dan wajar pula apabila
ia kemudian menyerang Fajar Legawa dan berusaha membunuh. Persoalannya bukan
lain, karena pemuda ini sudah terlanjur mencintai Pertiwi Dewi. Justeru oleh pengaruh
cinta kasihnya kepada gadis itu, Handana Warih tidak segan melakukan perjalanan jauh.
Tetapi betapa kecewa pemuda ini, ketika tiba di Pandeglang baik Pertiwi Dewi maupun
Gadung Melati tidak ada di rumah. Ia masygul dan ia diamuk oleh rasa rindu kepada
gadis jelita itu. Sungguh tidak terduga sama sekali, orang telah mengabarkan bahwa
Pertiwi Dewi yang amat dirindukan itu sudah mati akibat membunuh diri.
Berita itu disamping amat mengejutkan juga merangsang kemarahannya.
Mengapa? Sebab orang yang mengabarkan itu masih amat muda, maka timbullah
prasangka buruk kepada Fajar Legawa. Dan terdorong oleh rasa hati yang kecewa, segera
timbul tuduhan bahwa keterangan Fajar Legawa palsu, sebagai dalih dalam usahanya
menutupi perbuatannya yang terkutuk, yang sudah membunuh Pertiwi Dewi. Kemudian
timbul pula tuduhan Handana Warih, bahwa pemuda ini telah membunuh Pertiwi Dewi,
sebagai akibat cinta kasihnya kepada gadis itu tidak terbalas. Dan sebagai akibat tidak
terbalas, maka menurut pikiran Handana Warih, pemuda itu telah menggunakan
kekerasan dan melakukan perbuatan terkutuk.
Saking marah, penasaran dan kalapnya mendengar Pertiwi Dewi sudah mati itu,
Handana Warih tadi menghendaki sekali serang dapat membunuh Fajar Legawa. Akanhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
tetapi diluar dugaannya, bahwa Fajar Legawa dapat bergerak sedemikian cepat, sehingga
semua serangannya tanpa memberi hasil. Tetapi justeru serangannya tak membawa
hasil ini, Handana Warih tambah kalap.
Sebaliknya, sungguhpun sikap dan perbuatannya Handana Warih ini amat
menusuk perasaan dan menyakitkan hati, namun Fajar Legawa masih berusaha
menyabarkan diri. Hal itu bukan lain mengingat bahwa Handana Warih murid Wukirsari,
seorang tua yang dihormati.
Ia memang tiada maksud bermusuhan dengan Handana Warih. Dan itulah
sebabnya ia tidak mau membalas, malah selalu berusaha menyabarkan hati dan memberi
penjelasan. Akan tetapi sungguh sayang bahwa Handana Warih tidak mau mengerti.
Pemuda itu terus saja menyerang secara kalap dan membabi buta. Padahal kesabaran
manusia ada batasnya. Dan membiarkan diri diancam bahaya, merupakan perbuatan
yang amat bodoh. Sebab hanya akan merugikan diri sendiri saja.
Lagi pula ia merasa berdiri pada pihak yang benar, mengapa harus ragu dan takut?
Berani karena benar dan takut karena salah. Mati membela kebenaran lebih berharga
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daripada hidup bertumpuk kesalahan dosa.
Sesudah untuk beberapa lama Fajar Legawa mempertimbangkan baik dan
buruknya serta untung dan ruginya, kemudian didapatlah ketetapan hati yang
meyakinkan. Adalah amat keliru apabila dirinya mengalah terus menerus.
"Handana Warih!" teriak Fajar Legawa tiba-tiba. "Aku sudah berusaha
menyabarkan diri, tetapi ternyata engkau tidak juga insyaf. Hemmm, baiklah. Sekarang
aku akan melayani kehendakmu, dalam usaha membela kebenaran."
Handana Warih ketawa terkekeh. "Heh-heh, bagus! Kau kira aku takut? Ingin aku
saksikan sampai di manakah ketinggian ilmu ajaran Suria Kencana!"
Kalau melulu dirinya sendiri yang dihina. Fajar Legawa masih maklum. Akan
tetapi setelah orang mulai menyinggung nama gurunya, tiba-tiba saja menggelegaklah rasa
marah yang memukul dinding dada. Siapapun yang berani menghina gurunya, tak
mungkin dimaafkan lagi. Maka dengan menggeram marah, Fajar Legawa sudah mulai
membalas dan menyerang, ia masih tetap bertangan kosong, akan tetapi setiap pukulan
dan tendangannya cukup berbahaya.
Setelah Fajar Legawa terangsang kemarahannya, perkelahian di antara dua orang
muda itu menjadi sengit. Pedang Handana Warih yang tajam menyambar-nyambar
seperti hujan angin, seakan tidak memberi kesempatan kepada lawan untuk bernapas.
Namun demikian, dengan menggunakan kegesitannya bergerak, Fajar Legawa masih
tetap berhasil menyelamatkan diri, dan setiap memperoleh kesempatan dengan tangan
dan kakinya mulai membalas.
Tetapi sesungguhnya perkelahian itu berat sebeah. Fajar Legawa tidak bersenjata,
sebaliknya Handana Warih yang bersenjata pedang telah terbakar oleh nafsu membunuh.
Hal ini bagaimanapun tentu merugikan Fajar Legawa. Akan tetapi apa harus dikata
justeru Fajar Legawa tak ingin menggunakan senjata tongkatnya itu, apabila tidak dalam
keadaan memaksa dan terancam oleh maut? Maka walaupun sulit pemuda ini masih tetaphttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
bertangan kosong.
Tetapi pada suatu saat yang tidak terduga, serangan berantai yang dilancarkan
Handana Warih membuat Fajar Legawa berkeringat dingin. Ia membuang diri ke
belakang, tetapi sayang dan terlambat. Kain panjangnya sudah robek tertikam pedang.
Sungguhpun benar ujung pedang itu tak juga melukai kulit tubuhnya, namun
robeknya kain ini membuat Fajar Legawa tak kuasa menahan diri. Kalau lawannya ini
berusaha membunuh dirinya, apakah salahnya apabila dirinyapun sekarang membunuh
musuhnya?
Dalam penasaran dan marahnya ini, kemudian Fajar Legawa meloncat ke
belakang sambil bersiap diri menggunakan ilmu pamungkasnya, ilmu pukulan sakti
"Lebur Jagat". Dalam penasarannya Fajar Legawa sudah lupa, bahwa pemuda yang
dihadapi sekarang ini murid Wukirsari yang ia hormati.
Sayang sekali Handana Warih tidak menginsyafi bahaya yang mengancam
setiap saat. Ia tidak adar bahwa lawan yang berdiri tak bergerak itu, sesungguhnya siap
melancarkan pukulan yang amat berbahaya. Justeru tidak menyadari bahaya ini, maka
Handana Warih menerjang maju dan menikamkan pedangnya kearah dada.
Hampir bersamaan waktunya dengan terjangan Handana Warih yang menikam
dada itu. Fajar Legawa sudah pula meloncat untuk melancarkan aji "Panglebur Jagad".
Akan tetapi yang terjadi kemudian, Handana Warih memekik terkejut, sedang
Fajar Legawa sendiri terhuyung mundur tak kurang kagetnya. Secara tiba-tiba ia merasa
bahwa tenaga sakti dari aji pukulannya itu seperti terserap oleh sesuatu tenaga sakti yang
tidak terlawan. Dan seakan tenaga saktinya itu punah. Baru kemudian pemuda ini
menjadi sadar, setelah ia mendengar suara orang ketawa terkekeh-kekeh.
"Heh-heh-heh, mengapa kamu berkelahi? Heh-heh-heh, apa sajakah yang kamu
perebutkan?"
Handara Warih dan Fajar Legawa cepat-cepat memberi hormat, dan untuk sejenak
mereka melupakan apa yang baru saja terjadi. Di depan mereka sekarang telah hadir dua
orang kakek, bukan lain Wukirsari dan Gadung Melati. Dan kedatangan dua kakek disaat
yang amat tepat ini, kuasa menghindarkan Handana Warih dari bahaya maut.
Berhadapan dengan gurunya, Handana Warih tampak takut disamping amat
hormat sikapnya, ia terdiri tidak bergerak, kepalanya agak menunduk, tidak berani
bertatap pandang dengan gurunya.
"Paman, maafkanlah kelancangan saya," kata Fajar Legawa. "Tetapi sejak mula
saya telah berbusaha mencegah terjadinya perkelahian ini, sayang hasilnya sia-sia,
karena saudara Handana Warih tidak sudi menggubris keterangan saya."
Belum juga Wukirsari sempat membuka mulut, telah didahului pertanyaan
Gadung Melati. "Fajar! Mengapa engkau seorang diri, dan di manakah Pertiwi?"
Tak heran kalau begitu berhadapan, Gadung Melati menanyakan muridnya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Karena kepergian. muridnya itu bersama Fajar Legawa ini.
Walaupun semula Fajar Legawa sudah bermaksud melaporkan tentang kecelakaan
yang menimpa Pertiwi Dewi, tetapi sekarang sesudah benar-benar berhadapan dengan
Gadung Melati, serasa bibir pemuda ini terkunci dan tidak mau dibuka untuk
menerangkan.
Celakanya, disaat bibir Fajar Legawa seperti terkunci ini, tiba-tiba Handana
Warih sudah memfitnah. "Paman! Pertiwi Dewi telah dibunuh dia. Itulah sebabnya saya
tadi marah dan akan membunuh dia."
Bukan saja Gadung Melati yang kaget mendengar jawaban Handana Warih itu,
tetapi juga Wukirsari dan Fajar Legawa sendiri.
"Bohong!" teriak Fajar Legawa tiba-tiba, "Aku tidak melakukan perbuatan itu,
Pertiwi Dewi sendiri yang membunuh diri."
"Apa?" pekik Gadung Melati saking kaget, "Pertiwi mati?"
Handana Warih cepat berteriak, "Dia yang membunuh!"
"Tidak!" bantah Fajar Legawa cepat, "Saya berani bersumpah demi Tuhan, saya
tidak melakukan perbuatan itu. Paman, saya sudah berusaha mencegah, akan tetapi tidak
berhasil."
Wajah Gadung Melati yang sudah buruk itu, tiba-tiba saja berobah makin buruk,
oleh rasa marah yang menguasai dadanya. Sepasang mata tua itu tampak menyala, dan
jenggot kambing itu tampak berobah kaku. Tak heran apabila kakek ini menjadi amat
marah, justeru kakek ini amat kasih dan sayang kepada Pertiwi Dewi, tidak bedanya
dengan anak kandung sendiri.
Gadung Melati seorang laki-laki berwajah buruk. Dan menyadari akan keburukan
wajahnya itu, maka selama hidup tidak pernah kawin. Karena ia merasa, bahwa tentu
tidak seorangpun perempuan sedia menjadi isterinya. Mengingat akan keburukan
wajahnya, dan menyadari akan keadaan hidupnya yang tanpa anak dan tanpa isteri itu,
maka kasih sayangnya kepada Pertiwi Dewi tidak dapat ditawar-lawar lagi. Untuk
kebahagiaan Pertiwi Dewi, kakek ini sedia mengorbankan kepentingannya sendiri.
Sekarang secara tiba-tiba ia mendengar Pertiwi Dewi telah meninggal. Otak dan
perasaannya tidak mau bekerja sebagaimana mestinya. Otak dan perasaannya tidak lagi
dapat membedakan mana benar dan mana salah. Batin kakek ini terpukul hebat sekali,
sehingga orang tua ini lupa diri.Yang terbayang dalam benaknya sekarang ini hanya
melulu Pertiwi Dewi yang ia kasihi seperti anak kandung sendiri.
Mendadak Gadung Melati meloncat dan langsung melancarkan pukulan kearah
Fajar Legawa. Sebabnya, bukan lain karena dalam dada kakek ini timbul amarah yang
meluap-luap dan ingin menghukum kepada siapapun yang menyebabkan murid
tunggalnya itu mati. Kalau murid yang amat disayang itu sudah dibunuh Fajar Legawa,
maka sekarang inipun Gadung Melati ingin membalas kematian itu dengan membunuh
si pembunuh.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Serangan yang tidak terduga ini tentu saja mengejutkan Fajar Legawa. Dan kalau
mau, sesungguhnya Fajar Legawa masih dapat menghindari serangan itu dengan
melompat ke samping atau pula menangkis dengan tongkatnya. Akan tetapi apabila hal
itu dilakukan, timbullah rasa khawatir dalam dada pemuda ini, kalau dituduh berani
melawan orang tua, namun sebaliknya apabila tidak melawan, tentu dirinya akan
menderita akibatnya pula. Padahal ia sama sekali tidak bersalah. Dan tuduhan Handana
Warih itu hanya merupakan fitnah yang amat keji.
Untung juga bahwa disaat Fajar Legawa tidak mau melawan ini, Wukirsari dapat
bertindak cepat. Ketika menyaksikan gerakan adik seperguruannya yang kalap itu, iapun
telah bersiap diri. Maka di saat Gadung Melati melompat dan menyerang Fajar Legawa,
kakek ini telah pula meloncat dan menangkis. "Aya! Mengapa engkau terburu nafsu?"
Gadung Malati terlempar dua langkah ke belakang sedang Wukirsari pun
melangkah selangkah ke belakang, sebagai akibat benturan tenaga itu. Akan tetapi justeru
tangkisan ini membuat Gadung Melati marah dan tidak senang. Ia menatap kakak
seperguruannya sambil mendelik. Kemudian bentaknya. "Kakang............apakah
maksudmu?"
Wukirsari tersenyum, jawabnya. "Adi, apakah engkau sudah yakin akan tuduhan
Handana Warih terhadap Fajar Legawa ini? Hemm, sabarkan dahulu hatimu karena
sesuatu persoalan harus diteliti dahulu dan diuji kebenarannya. Alangkah memalukan kita
apabila kau bertindak secara gegabah, dan bagaimana pula nanti kata orang? Adik, aku
tidak pernah merasa berat orang yang bersalah mendapatkan hukuman yang setimpal.
Tetapi sebaliknya aku tidak pernah setuju seseorang yang tidak bersalah mendapat
hukuman. Karena dengan perbuatan itu sama halnya bertindak sewenane-wenang. Oleh
karena itu adi, apabila ternyata bahwa tuduhan Handana Warih terhadap Fajar Legawa
itu hanya fitnah belaka, maka sekalipun dia itu muridku, akupun akan memberikan
hukuman yang setimpal."
Gadung Melati terdiam. Kata-kata Wukirsari itu mengenakan hati dan
kesadarnnya. Ia sadar bahwa apa yang sudah ia lakukan tadi merupakan tindakan yang
gegabah. Ia menjadi malu kepada dirinya sendiri, mengapa gampang terbakar oleh rasa
kemarahan sehingga hampir melakukan perbuatan yang tidak pantas. Tiba-tiba ia
memalingkan mukanya kepada Handana Warih tanyanya. "Handana Warih! Apakah
engkau tahu Bagaimanakah cara Fajar Legawa membunuh Pertiwi Dewi? Dan apakah
engkau dapat mengajukan bukti-bukti?"
Handana Warih yang tidak pernah menduga akan mendapat pertanyaan seperti ini
menjadi gelagapan. Apa yang dituduhkan kepada Fajar Legawa tadi sesungguhnya baru
merupakan dugaan. Tuduhan yang didorong oleh rasa kecewa yang tidak terobati lagi.
Sebab dengan meninggalnya Pertiwi Dewi, berarti harapannya selama ini, tidak mungkin
terwujud. Akan tetapi sekalipun demikian, ia seorang pemuda yang cukup cerdik. Ia
tidak cepat mau menyerah. Untuk mengatasi keadaan ini, ia masih kuasa memperoleh
akal.
"Paman!" jawab pemuda ini. "Saya menuduh dia berdasar dua alasan. Yang
pertama Pertiwi Dewi pergi bersama-sama dengan Fajar Legawa. Akan tetapi tiba-tiba dia
menyatakan bahwa Pertiwi Dewi sudah tewas karena membunuh diri melempar dirihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kedalam jurang. Dan yang kedua, dia tidak mempunyai saksi sebagai penguat alasannya
bahwa apa yang sudah terjadi dan dilakukan itu berdasar kebenaran. Apakah tidak
mungkin seorang jahat berusaha menghilangkan jejak perbuatannya itu. dengan
memberikan dalih dan alasan yang dicari-cari
Fajar Legawa terkejut mendengar alasan Handana Warih ini. Dalam hatinya juga
tidak dapat menyalahkan orang yang sudah menuduh dirinya. Karena terbukti bahwa
kepergiannya memang hanya berdua saja dengan Pertiwi Dewi.
Gadung Melati memandang tajam dengan sinar mata yang masih memancarkan
kemarahan kepada Fajar Legawa. Orang tua yang wajahnya jelek ini makin tampak buruk
dan menakutkan, karena sepasang mata itu sekarang tidak berkedip.
Akan tetapi sebaliknya Wukirsari yang wataknya sabar dan mempunyai
pandangan lebih luas, segera tersenyum. Sesaat kemudian barulah orang tua ini membuka
mulut. "Fajar! Tenangkan hatimu. Jika engkau memang tak bersalah, jangan engkau
merasa takut. Tetapi sebaliknya apabila engkau benar-benar melakukan perbuatan
terkutuk itu, janganlah engkau berusaha mungkir. Karena sekalipun engkau mungkir,
tiada gunanya sama sekali, justeru aku akan sanggup menunjukkan kehohonganmu.
Hemm, oleh karena itu Fajar, berilah keterangan sejujurnya. Jangan engkau berusaha
menambah dan mengurangi apa saja yang sudah terjadi. Katakanlah apa adanya, dan apa
saja yang sudah engkau lakukan terhadap Pertiwi Dewi."
Dengan hati yang tergoncang hebat karena terpengaruh oleh keadaan dan
pandangan mata Gadung Melati yang penuh rasa curiga, Fajar Legawa menjawab.
"Paman, demi Allah, saya akan memberikan keterangan sejujurnya. Dan apabila saya
berusaha memberikan keterangan palsu, semoga Allah menurunkan siksa dan
kutukanNya kepada saya."
"Bagus!" puji Wukirsari. "Begitulah seharusnya yang kau lakukan. Engkau sudah
mengucapkan sumpah, dan kau jangan berusaha mengurangi peristiwa yang sudah
terjadi. Allah Maha Mendengar dan iniha Mengetahui. Bagaimanapun usahamu untuk
berdusta, Allah tidak akan dapat engkau tipu."
Fajar Legwa kemudian duduk. Sambil menebarkan pandangan matanya kepada
tiga orang itu, Kemudian ia mulai. "Paman! Saya sudah berusaha menurut kemampuan
yang ada pada saya, untuk mencegah perbuatan Pertiwi Dewi. Namun ...... hmmm, usaha
saya itu sia-sia belaka, karena Pertiwi Dewi tidak dapat saya bujuk lagi."
Kemudian diceritakan oleh Fajar Legawa tentang peristiwa yang telah terjadi
di gunung Ungaran itu. Sejak terjadinya pertemuan antara Pertiwi Dewi dengan kakak
perempuannya.........
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa?" Gadung Melati kaget dan memotong.
"Jadi ........ Pertiwi Dewi dapat bertemu dengan kakak perempuannya? Jadi
.......ratu gunung Ungaran itu........."
"Memang saudara Pertiwi Dewi sendiri," sahut Fajar Legawa. Seterusnya
diceritakan oleh pemuda ini bahwa dalam perselisihan faham yang terjadi antara kakakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
beradik itu menyebabkan, Dyah Raseksi sampai hati merusak wajah adiknya sendiri yang
menjadi hitam dan buruk. Justeru oleh perobahan ini, menyebabkan Pertiwi Dewi amat
malu dan memilih mengakhiri hidup dengan membunuh diri.
Kemudian diceritakan pula oleh Fajar Legawa, dalam hubungan ini mempunyai
tiga saksi hidup. Ialah Pradapa, Kunjono dan Untoro, tiga orang laki-laki yang berhasil ia
tolong dari penjara Raseksi.
Gadung Melati dan Wukirsari berpandangan mendengar penuturan Fajar Legawa
ini. Agaknya dua orang tua ini sedang menguji benar dan tidaknya keterangan Fajar
Legawa itu.
"Bohong ........!" tiba-tiba terdengar Handana Warih berteriak. "Bohong! Dan aku
tidak percaya akan keterangannya ........."
"Diam!" bentak Wukirsari tiba-tiba. Orang tua ini memandang tajam kepada
muridnya tampak amat marah. "Apakah alasanmu engkau mengatakan Fajar Legawa
membohong? Hayo, dapatkah engkau memberi alasan yang kuat?"
Teguran gurunya ini menyebabkan Handana Warih gelagapan. Ia tidak pernah
mengiranya sama sekali bahwa gurunya akan berpihak kepada orang lain dan tidak mau
membela kepada dirinya. Padahal dalam hatinya ia selalu berharap agar gurunya ini
berpihak dan membela ke pentingannya.
Dan tanpa diduga oleh Handana Warih, gurunya sudah kembali membentak. "Hai
Handana Warih! Katakanlah apa kerjamu, di tempat ini? Dan mengapa engkau sudah
meninggalkan rumah, melanggar pesan yang diberikan oleh guru?"
Handana Warih tambah takut dan gelagapan, atas teguran ini. Ia mau
menyatakan sesuatu, tetapi ditelannya kembali karena takut mengucapkan. Akibatnya ia
hanya dapat berdiam diri dan tidak dapat menjawab kata-kata gurunya.
"Pergi!" bentak Wukirsari dengan pandang mata tajam. "Lekas engkau pulang,
dan aku melarang engkau pergi lagi, sebelum aku tiba di rumah."
Atas perintah gurunya ini, Handana Warih tidak berani membantah lagi
sekalipun hati marah, kecewa dan penasaran. Jawabnya kemudian. "Perintah bapa saya
laksanakan dengan patuh."
Sesudah itu ia memberi hormat kepada gurunya dan kepada Gadung Melati. Akan
tetapi kepada Fajar Legawa, pemuda ini menunjukkan perasaan yang tidak senang dan
memusuhi. Fajar Legawa melihat pula pandang-mata pemuda itu namun pemula ini tidak
mengimbangi dan malah menyungging senyum.
Sesudah Handana Warih pergi, berkatalah Wukirsari dengan nada yang sabar.
"Adi, aku dapat pula menyelami perasaanmu saat sekarang ini. Namun demikian, segala
sesuatu harus engkau hadapi dengan hati dan kepala yang dingin. Untuk percaya
keterangan Fajar Legawa memang tidak tepat. Tetapi sebaliknya cepat menuduh orang,
juga tidak pada tempatnya. Adi, menurut pendapatku sebaiknya kita sekarang ini
membuktikan kebenaran keterangan bocah ini."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Fajar Legawa berdebar hatinya. Ia tidak berani mengangkat kepalanya dan
menunggu perobahan dan perkembangan selanjutnya. Dalam hatinya penuh rasa
khawatir apabila Gadung Melati masih penasaran atas meninggalnya Pertiwi, dan tidak
mempercayai keterangannya. Apabila sampai terjadi demiKian, mungkin bisa timbul hal-
hal yang tidak pernah diharapkan.
Gadung Melati menghela napas dalam-dalam. Timbul keraguan dalam hati dan
sebagai seorang tua yang sudah dibekali oleh banyak pengalaman dan beberapa macam
peristiwa yang banyak dihadapi, sebenarnya ia tidak mempunyai alasan sedikitpun untuk
mencurigai Fajar Legawa. Karena dengan menyaksikan sikap dan tutur kata Fajar
Legawa, ia segera dapat menduga banwa pemuda ini memberi keterangan sebenarnya.
Akan tetapi walaupun demikian, sebagai seorang yang kehilangan murid kesayangan,
sudah tentu sulit pula untuk cepat mempercayai sebelum memperoleh pembuktian akan
kebenaran keterangan Fajar Legawa .
Maka sesudah berpikir beberapa saat lamanya, berkatalah Gadung Melati. "Fajar,
sebagai seorang ksatrya sejati dan sebagai seorang hamba Allah yang selalu taat dan patuh
kepada perintah-perintah-Nya, aku percaya bahwa engkau tidak berusaha untuk
membohong. Sebab sumpah yang sudah engkau ucapkan tadi, sudah didengar dan
diketahui Allah. Maka apabila engkau berdusta, tentu Allah akan mengutuk engkau habis-
habisan."
Gadung Melati berhenti sejenak. Kemudian "Aku memang belum bisa percaya
sebelum dapat membuktikan apa yang sudah terjadi, disamping harus pula mendengar
keterangan tiga orang saksi yang telah engkau sebut tadi. Nah, untuk mencari kebenaran
itu marilah kita sekarang pergi."
Meskipun sesungguhnya Wukirsari tidak mempunyai kepentingan, namun ia
merasa tidak tega meninggalkan Fajar Legawa. Ia khawatir apabila adik seperguruannya
itu terbakar lagi oleh kemarahan, sehingga melakukan sesuatu di luar dugaannya.
Bagaimanapun, Fajar Legawa harus mendapatkan perlindungan apabila tidak bersalah.
Malah sebaliknya kakek ini menyesal akan sikap Handana Warih yang amat lancang itu,
menuduh Fajar Legawa melakukan pembunuhan terhadap Pertiwi Dewi. Sebab sedikit
atau banyak, kata-kata dan tuduhan Handana Warih itu tentu berpengaruh pula terhadap
hati dan pikiran Gadung Melati.
Tiga orang itu kemudian meninggalkan tempat ini menuju ke gunung Ungaran.
Akan tetapi karena Fajar Legawa berkuda, sedang dua orang kakek itu tidak berkuda,
maka dua orang kakek ini mempersilahkan Fajar Legawa pergi mendahului, tetapi
sesungguhnya kalau mau, apakah sulitnya dua orang kakek ini mengimbangi lari kuda
itu? Mereka tidak mau melakukan itu, dan mereka hanya melangkah seenaknya,
membiarkan Fajar Legawa pergi mendahului.
Tanpa disadari oleh Fajar Legawa sendiri, bahwa dua orang kakek ini tengah
menguji kejujuran pemuda itu. Apabila Fajar Legawa berdusta dan apabila memang
melakukan perbuatan terkutuk seperti tuduhan Handana Warih, tentu ia berusaha lari dari
tanggung jawab, dan menggunakan kesempatan sebaik itu.
Sungguh beruntung bahwa Fajar Legawa merasa tidak bersalah. Ia merasa bersih,
maka pemuda inipun memacu kudanya tanpa perasaan ragu sedikitpun. Yang terpikirhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dalam benaknya sekarang ini tiada lain untuk bisa membuktikan kebenaran
keterangannya, bahwa dirinya tidak membunuh Pertiwi Dewi.
Tetapi justeru saat ini dirinya sedang berusaha membersihkan diri, maka
terbayanglah kembali tingkah laku yang lincah dan kejelitaan Pertiwi Dewi yang dicintai.
Sulit dilukiskan betapa masygul perasaan pemuda ini, kehilangan gadis yang dicintai dan
telah mengisi hatinya.
Namun justeru teringat kepada gadis yang dicinta dan sekarang teah tiada itu,
maka tanpa sesadarnya ia memukul-mukulkan tangannya ke leher kuda. Hingga kuda itu
makin lama makin mempercepat larinya, seakan seekor kuda yang sedang berlomba.
Akan tetapi secara tiba-tiba Fajar Legawa harus mengekang kendali kudanya,
sehingga kuda yang sedang lari kencang itu meringkik dan kaki depannya terangkat tinggi.
Secepat kilat Fajar Legawa telah melompat turun dari kuda, sehingga terhindarlah baik
kuda maupun pemuda itu, dari hantaman pohon di pinggir jalan yang tiba-tiba tumbang.
Diam-diam pemuda ini heran dan berdebar. Sungguh aneh tanpa angin yang kuat,
sebatang pohon yang cukup besar mendadak tumbang.
Justeru disaat Fajar Legawa masih keheranan menghadapi peristiwa ini, tiba-tiba
didengarnya suara ketawa orang yang terkekeh-kekeh. Suara itu menggema memenuhi
udara hutan, dan suara itu kemudian menyadarkan pemuda ini, bahwa tumbangnya
pohon itu bukan oleh kemauan alam, tetapi sengaja ditumbangkan orang. Jantungnya
berdebar tegang sambil menunggu, siapakah yang sengaja mengganggu dirinya sekarang
ini?
Tetapi tidak perlu menunggu lama, kemudian Fajar Legawa mendengar suara
orang bicara dari balik rumpun semak.
"Guru, tidak salah lagi. Pemuda itulah yang sudah membunuh kakang Singawarih
dan kakang Singawana."
"Heh-heh-heh, jangan khawatir! Akulah yang akan membalaskan kematian dua
orang kakakmu!"
Belum juga lenyap suara itu, kemudian muncullah seorang laki-laki kurus di
depannya. Kehadiran orang itu tanpa suara, bagai selembar daun kering tertiup angin.
"Klenting Mungil............" desisnya lirih.
Laki-laki tua yang sekarang berdiri tegak di depan Fajar Legawa itu, keadaannya
memang cukup mengerikan, ia bertubuh kurus kering, seakan tubuhnya hanya terbungkus
oleh kulit. Dua belah tangannya tergantung dengan jari-jari panjang dan kuku panjang
pula. Kepalanya besar dan hampir gundul karena rambut itu tumbuh jarang. Dada kakek
itu terbuka dan lengan bajunya longgar. Dan justeru keadaan kakek ini yang lain dari yang
lain, menyebabkan orang gampang mengenal, dan apa pula tokoh ini memang
mempunyai nama cukup harum.
Klenting Mungil, seorang tokoh sakti mandra-guna yang kejam dan ganas. Berkali-
kali gurunya telah memperingatkan, agar dirinya berusaha menghindar saja dan tidakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
usah berselisih dengan tokoh itu.
Akan tetapi apa harus dikata sekarang, justeru diluar kehendaknya sekarang
dirinya berhadapan dengan tokoh sakti ini? Ia sadar tidak mungkin dapat menghindar lagi.
Goosebumps Darah Monster 4 Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Wiro Sableng 145 Lentera Iblis