Pencarian

Sebilah Pedang Mustika 4

Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen Bagian 4


Ya, Pemuda she Siangkoan itu bila menyintai seseorang, ia
dapat tak memperdulikan apapun juga, Namun Hian Ki tenang,
ia dapat berpikir jauh, maka meskipun dia sangat menyintai So
So, dia masih dapat menguasai hatinya, Dia ragu, kalau So So
berpisah dari ayahnya, ia dapat hidup senang dan bahagia, Ya,
dia sangat bersangsi, bila kapan dia mengingat akan
kedukaannya Nyonya In, tanpa merasa dia menggigil
sendirinya, hatinya menjadi ciut.
"Andaikata So So menyatakan menyesal, sepatah kata saja,
pastilah sudah, aku bakal menyesal seumur hidupku?"
demikian pikirnya pula, Tapi, dia pun tidak dapat melupakan si
nona, jangan kata untuk meninggalkannya.
Maka itu Hian Ki ber-harap2 So So cepat2 keluar, Ia
menanti dengan sia2, hingga ia seperti habis kesabarannya,
Lama rasanya ia menunggu, Rupanya pembicaraan So So
dengan ayahnya itu tak ada habis2nya. . . Sebenarnya ia belum
menunggu terlalu lama, namun ia seperti merasa waktu sedetik
itu bagaikan sebulan atau setahun. . .
Oleh karena itu, per-lahan2 Hian Ki membuka pintu pojok
dan berjalan keluar, Didalam hatinya ia berkata; "Baiklah, aku
akan jadi siterdakwa, aku menantikan hukuman yang akan
dijatuhkan So So!. . ."
Pemuda ini menduga, pastinya Bu Yang bicara dengan anak
gadisnya itu perihal perjodohan, jodoh anak daranya, Ia tidak
menyangka sama sekali, Bu Yang justeru membeberkan
perbuatannya yang keliru dan berdosa.
Dikala hatinya tidak tenteram itu, Hian Ki mendengar satu
suara nyaring. "Itulah suaranya Thian Ya," ia berkata didalam hati, Ia kenal
baik suaranya sahabatnya itu, "Apakah yang telah terjadi
dengannya?"
Tanpa ragu lagi, anak muda ini lari kearah dari mana suara
itu berasal, Thian Ya telah berani berkorban untuk menolongi
dia, maka iapun harus bersedia untuk membantu sahabat itu.
Ia berlari masuk kedalam rimba yang lebat, Disana ia
mendengar suara seperti tongkat besi yang mem-bentur2
ketanah, Suara itu berada disebelah depannya, Maka ia lantas
lari kesana, Hanya aneh, ia telah ber-lari2 dengan ilmu
meringankan tubuh 'Patpouw Kansian', masih saja ia belum
dapat menyandak.
Kembali terdengar suara tajam tadi, Benar2 suaranya
Siangkoan Thian Ya, Agaknya suara itu mengandung rasa
kaget dan takut, Apakah sudah terjadi sesuatu pada pemuda
yang nyalinya besar itu.
Hian Ki menjadi terlambat sedikit karena pikirannya itu, dan
lalu suara tongkat besi itu terdengar semakin menjauh, bahkan
arah dari suara itu pun membuatnya ragu2.
Adalah diwaktu bersamaan, telinganya mendengar nyanyian
seorang wanita:
"Rembulan dilangit mengejar sang Surya,
Nona dibumi mengejar kekasihnya. . . ."
Jelas sekali itu adalahsuaranya Un Lan, Maka sekarang Hian
Ki berlari kearah suara nyanyian itu, Ia sudah berlari selintasan
namun suara itu tak terdengar pula.
Letih Hian Ki, sudah satu malam ia tak tidur pula,
pengalamannya pun hebat2, Dengan hati bersangsi, ia berhenti
mengejar lalu ia lantas menyenderkan dirinya pada sebuah
pohon, mengaso sebentar.
Belum lama ia berdiri menyender, tiba2 ia mendengar lagi
sesuatu suara, Ia heran, semangatnya pun jadi terbangun pula,
Kembali ia mendengar suara itu.
Itulah suara tertawa yang hebat, yang menggetarkan telinga,
Tertawa itu bagaikan mengaung, Begitu suara tawa itu
berhenti, lalu terdengar suara orang berkata;
"Siangkoan Thian Ya, Kau kena dibuat kaget olehku si
makhluk aneh, bukan?"
Dalam herannya, Hian Ki bertindak dengan perlahan,
Hendak ia melihat siapakah orang itu" Benarkah dia bersama
Thian Ya sahabatnya itu" Ia tidak berani lantas muncul, Ia
mengintai. Apa yang pemuda ini lihat membuatnya terkejut, hatinya
ngiris, Disana ada seorang dengan wajah yang luar biasa,
mukanya penuh dengan bekas luka2, sudah tangannya buntung
sebelah, kakinya pun pincang, Dan menunjang dirinya dengan
menancap tongkat besinya ketanah, Dialah yang bicara dengan
Siangkoan Thian Ya, yang berada dihadapannya.
Sebisanya Hian Ki menenangkan diri, ia mengawasi terus
sambil hatinya berpikir;"Pantas Thian Ya menjerit, kiranya ia
terjayuh kedalam tangannya hantu". . ."
Hampir saja Hian Ki mengeluarkan senjata rahasianya untuk
menyerang, Seandainya ia tidak mendengar suara sahabatnya.
"Loocianpwee, aku menghaturkan terima kasih atas
pertolonganmu membawa aku keluar dari kurungan," demikian
sahabat itu, "Cuma. . .cuma. . ."
Hian Ki melengak, Tepat sekali batal ia menyerang.
"Kiranya dialah yang menolongi Thian Ya," pikirnya, Ia
tarik kembali tangannya yang sudah dimasukkan kedalam
kantung senjata rahasianya itu.
Manusia aneh itu memang benar Pit Leng Hong (Si
Pendekar Pengemis) adanya, Ketika waktu ditolong, Thian Ya
tidak dapat melihat wajah orang, Goa gelap, Setibanya diluar,
dibawah sinar sang pagi, baru ia dapat melihat jelas, Tentu saja
ia menjadi kaget, Hanya, setelah mengawasi pula sekian lama,
ia mendapatkan pada wajah yang sangat jelek dan menakutkan
itu terdapat sinar dari kehalusan budi, Ia telah kematian ayah
dan ibunya semenjak masih kecil, sebagai anak yatim piatu ia
menjadi besar, maka itu, ia kehilangan cinta kasih orang
tuanya, Sesudah itu, ia dirundung malang karena cintanya tak
dibalas Siauw Un Lan, si nona yang berlaku tawar
terhadapnya, sebab nona itu sebaliknya ter-gila2 pada Hian Ki,
Ia laki2 sejati, ia tidak benci Hian Ki, bahkan ia memaksakan
Hian Ki untuk menerima cintanya si nona, karena mana mereka
jadi bentrok, Sekarang, disaat ia terkurung dan hatinya sedang
tidak karuan, ia ditolong oleh makhluk aneh ini, bahkan orang
ini agaknya menaruh belas kasihan terhadapnya.
Maka itu, walaupun heran, ia menghaturkan terima
kasihnya, Pit Leng Hong tersenyum, hingga kulit mukannya
yang rusak itu ber-gerak2, memperlihatkan wajahnya yang
jelek dan menakutkan itu, Hian Ki pun melihatnya hingga
hatinya seperti ciut, Tapi Thian Ya sekarang ia tak takut lagi, ia
malah mengawasi dengan tajam.
Kembali Leng Hong tertawa; "Cuma apa" Cuma apa?" dia
menanya. "Didalam hatiku aku telah bersumpah, kecuali dengan
kepandaian sendiri, tidak sudi aku keluar dari goa itu!" sahut
Thian Ya. "Jikalau begitu, kau jadi menyesalkan aku sudah menolong
kau?" "Untuk menyesali, itulah aku tidak berani, Yang benar
adalah aku hendak menunggu sampai telah sempurna
keyakinan ilmu silatku, waktu itu barulah aku ingin membuat
perhitungan dengan siorang she In, untuk membalas
penghinaannya yang sudah merampas kitab ilmu pedang."
"Seorang lelaki biasanya tak sudi keberhasilan dibantu oleh
orang lain, sifat dan tabiatmu ini cocok dengan sifat dan
tabiatku simakhluk aneh tua, Hanya kau tidak pernah
memikirkan sesuatu hal lainnya, Andaikata kau berhasil
mempelajari ilmu didalam goa itu, bukankah karena itu kau
telah menerima budinya In Bu Yang?"
Thian Ya mementang kedua matanya, "Bagaimana itu?" ia
menanya. "Aku mengetahui baik hatimu! Jikalau In Bu Yang
mengambil kau sebagai murid, kau tidak sudi menerimanya, Ini
diketahui In Bu Yang, maka ia kurung kau didalam goanya itu,
Bukankah ditembok-tembok goa itu ada gambar2 dan peta ilmu
silat pedang" Didalam hatimu, kau percaya semua peta dan
gambar itu adalah intisarinya ilmu silat pedang, yang kau
anggap adalah kepunyaan partaimu, maka itu, asal bukan In Bu
Yang sendiri yang mengajarkan, boleh kau mempelajarinya,
Pelajaran ini jadinya tidak bertentangan dengan hatimu, begitu
bukan?" Siangkoan Thian Ya mengangguk, Tepat orang dapat
menduga pikirannya, Sebagai orang jujur, ia tidak mau
menyangkal. "Kenapa In Bu Yang mengurung kau didalam goanya?" Pit
Leng Hong tanya, "Bukankah itu disebabkan keinginannya
supaya kau dapat tercapai niatmu mempelajari ilmu pedang
itu?" Soalnya memang sederhana sekali, tetapi Thian Ya telah
dipengaruhi oleh keinginannya untuk belajar hingga sempurna,
agar ia dapat menuntut balas, maka itu, ia tidak memusingkan
otak untuk berpikir sampai disitu, Sekarang, setelah diberikan
keterangan, ia menjadi lemas.
"Kau ingin menyempurnakan ilmu silatmu," bertanya pula
Leng Hong, "Gampangkah itu" Bukankah sedikitnya kau harus
mengambil waktu sepuluh tahun" Syukur kalau In Bu Yang
masih hidup, kalau ia celaka atau ia mati, siapa nanti
membawakan kau makanan" Apakah kau dapat tinggal tetap
didalam goa" Bukankah kau akan bakal keluar juga" Kau mirip
seorang anak kecil berkepala batu, kau turuti saja hatimu disatu
saat, lantas kau tidak memikirkan lainnya lagi, Meskipun
begitu, aku suka dengan kepala batumu itu! Untuk kau sendiri
dapat menuntut balas, itulah tidak sukar, Aku tanggung,
didalam waktu tiga tahun, kau bakal dapat merampungkan
pelajarannya!"
Walaupun apa yang ia telah dengar semua, Thian Ya tetap
sama keputusannya.
"Tidak!," sahutnya, "Aku tidak dapat mengangkat kau
sebagai guru!"
Pit Leng Hong tertawa, "Apakah kau menyangka aku
hendak memaksa kau mengangkat aku jadi gurumu?" ia
bertanya. Thian Ya tidak menjawab, ia hanya berkata; "Aku mesti
pulang dulu kegunung, untuk memberitahukan kepada ketua
dari pertaiku, setelah itu, apabila dilain hari kita masih
berjodoh untuk berjumpa lagi, waktu itu barulah aku akan
minta kau Loojinkee, memberikan petunjuk padaku,"
Thian Ya menghormati aturan Rimba persilatan, Soal
menukar guru adalah soal besar sekali, beda dengan atas
kemauan sendiri menurunkan beberapa jurus ilmu silat, hal itu
tidak ada kaitan antara guru dengan murid, itu tidak termasuk
dalam larangan, Tapi Thian Ya adalah murid ahli waris, maka
itu, sekalipun dalam hal urusan pribadi, ia harus
memberitahukan dulu pada ketuanya.
Pit Leng Hong tertawa mendengar keberatan orang itu;
"Untuk memberitahukan ketuamu itu, perlu apa kau sampai
mesti pulung kegunungmu?" ia berkata, "Sekarang ini kelima2nya
tua bangka dari pertaimu senantiasa membuntuti
dibelakangmu! Tak tahukah kau akan hal itu?"
Siangkoan Yhian Ya melengak;
"Apa kau bilang, Loojinkee" kelima paman guruku itu
semua berada disini?" Dengan 'paman- guru' itu, Thian Ya
maksudkan paman gurunya yang tua dan yang muda, yaitu
supek dan susiok.
Pit Leng Hong tersenyum, "Sebenarnya, begitu kaki
depanmu turun gunung, kaki belakang mereka sudah lantas
ikut bertindak keluar dari pintu kuilnya!" sahutnya "Sekarang
ini, aku khawatir mereka sudah berada didepan gunung dan
tengah berhadapan dengan In Bu Yang untuk memunta orang,
ialah meminta kau dikembalikan kepada mereka" Apakah kau
ingin bertemu dengan mereka itu?"
Perkataannya Pit Leng Hong benar, Dugaannya itu tepat,
Memang ketika itu Butong Ngoloo tengah menempur In Bu
Yang, mereka sampai mesti menggunakan pukulan Ngolui
Thiansim-ciang.
Siangkoan Thian Ya memasang telinganya, lapat2 ia dapat
mendengar suara angin keras seperti menggelegarnya guntur.
Siangkoan Thian Ya berdiam, Sungguh2 ia tidak mengerti,
Ia bagaikan terselimuti dalam kabut.
"Ah, mengapa mereka dapat mengetahui aku datang ke
Holan-san ini untuk mencari In Bu Yang?" ia mengoceh
seorang diri, "Kenapa dengan diam2 mereka menguntit aku"
Seharusnya mereka memberitahukan dahulu kepadaku. . ."
Siangkoan Thian Ya telah menerima pesan terakhir dari
gurunya yaitu Bouw It Siok, untuk dia pergi kepada In Bu
Yang guna meminta pulang kitab ilmu pedang kepunyaan
Bouw Tok It, Pesan itu adalah pesan yang dirahasiakan dan
Thian Ya juga belum pernah memberitahukan itu kepada
siapapun juga, cuma sebelum ia turun gunung, untuk pergi ke
Holan-san ini, ia telah meninggalkan sepucuk surat wasiat
untuk Ti Wan Tiangloo dalam mana ia memesan surat itu baru
boleh dibuka dan dibaca setelah satu tahun kemudian, Pesan
inipun ada hubungannya dengan pikirannya Bouw It
Siok,Telah dipikir oleh It Siok, Seandainya In Bu Yang mau
mengembalikan kitab itu, didalam waktu satu tahun Thian Ya
tentu telah dapat kembali ke Butong-san, dengan begitu
suratnya Thian Ya tersebut bisa diambil pulang tanpa sampai
dibaca Ti Wan Tiangloo, surat itu boleh dibakar habis dengan
tidak usah dibuka lagi, Dengan demikian, Butong Ngoloo jadi
tak usah mengetahui tentang urusan kitab itu, dan dengan
begitu juga, In Bu Yang tidak menjadi kehilangan muka dan
malu, Tapi, seandainya didalam satu tahun Thian Ya tidak
pulang, itu artinya ia berada dalam bahaya atau terjadi kejadian
yang diluar dugaan, maka dengan membaca surat Thian Ya itu,
bolehlah Butong Ngoloo pergi menuntut balas, Siapa tahu,
Butong Ngoloo sudah lantas menyusul dalam waktu yang cepat
sekali. Thian Ya menjadi heran, Pit Leng Hong mengawasi tajam
pemuda itu. "Bagaimana sikap Ti Wan Tiangloo terhadap kau?" ia
menanya. "Dia menyayangi aku sebagai keponakannya sendiri." Atas
jawaban ini, Pit Leng Hong tertawa dingin.
"Aku khawatir dia justeru menyayangi kitab ilmu pedang
itu!" katanya, Ia mengeluarkan sepucuk surat, "Kau lihat ini!"
ia menambahkan;
"Ti Wan Tiangloo Tiangloo justeru tengah mencari delapan
muridnya yang paling disayang yang lagi merantau dan mereka
itu dipanggil berkumpul digunungnya!"


Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Surat itu adalah untuk salah satu murid Ti Wan Tiangloo,
bunyinya memerintahkan kepada muridnya itu untuk mencari
dua saudaranya yang lain, guna diberitahukan bahwa
Siangkoan Thian Ya telah pergi ke Holan-san untuk meminta
pulang kitab pedang, oleh karena itu murid itu diperintahkan
segera pulang ke Butong-san.
Thian Ya kenal baik tulisan tangan Ti Wan Tiangloo, Ia
menduga, ini tentulah bukan surat satu2nya, pasti ada lagi lain2
surat serupa untuk para murid2 Tiangloo yang lain, Dari sini
dapatlah diduga, surat wasiatnya itu pastilah telah dibuka Ti
Wan Tiangloo tanpa harus menunggu waktu satu tahun.
Kembali Thian Ya menjublak, "Sebenarnya apakah artinya
perbuatan Ti Wan supek?" ia bertanya sesaat kemudian.
Pemuda ini heran, Ia memang lebih rendah tingkatnya akan
tetapi dialah Ciangbunjin, ahli waris yang menjadi ketua, maka
dengan perbuatannya itu, Ti Wan telah lancang membuka surat
wasiat, menjadi sudah menghina ketuanya sendiri.
Pit Leng Hong menghela napas.
"Ini dia yang dinamakan mementingkan diri sendiri," ia
berkata, yang ia maksudkan adalah egoisme, "seorang
demikian terhormat sebagai Butong Ngoloo, mereka masih
tidak dapat menguasai diri sendiri, Tidakkah itu harus
disesalkan?"
"Apa katamu ini, loocianpwee?" Thian Ya heran.
"Apakah kau menyangka aku menghina supek dan susiokmu
itu?" balik menanya Pit Leng Hong.
"Mari, aku tanya kau, Kau tahu atau tidak kenapa gurumu,
Bouw It Siok, menutup mata" Tahukah kau bagaimana matinya
itu?" Thian Ya tercengang, "Guruku itu menutup mata dengan
baik karena takdirnya telah sampai," ia menyahut.
Pit Leng Hong menatapnya, "Tidak salah, gurumu mati
disebabkan sakit," ia berkata, "Tapi dia berumur belum lewat
lima puluh tahun, Apakah dia bukan mati terlalu siang"
Tidakkah itu harus sangat disayangkan?"
Mesti ada sebab apa2 atas kata2nya manusia aneh ini, Oleh
karena orang bicaranya demikian samar2, Thian Ya jadi habis
sabar, hingga ia menjadi dongkol.
"Loocianpwee, aku minta kau suka bicara secara terus
terang!" ia berkata nyaring, "Apakah kematiannya guruku itu,
adalah kematian tidak wajar?"
"Tidak wajar" Itulah tidak," jawab Poantian Sinkay, Tetapai
benar kedukaan dapat menyebabkan orang meninggaldunia,
Semenjak Sucouw-mu menutup mata, ia menjadi sangat
berduka, Diluar dia mempunyai musuh2 yang tangguh dan
didalam dia didesak saudara2 seperguruannya, Demikian
tidaklah heran kalau dia mati siang2!"
Thian Ya tidak mengerti, "Loocianpwee, apakah artinya
musuh tangguh diluar dan desakan dari dalam itu?" dia tanya,
"Aku minta loocianpwee suka menjelaskannya,"
"Sebenarnya musuh tangguh gurumu itu sudah mati, yang
ada tinggal cucu luarnya yang seharusnya tak perlu ia
khawatirkan lagi," Pit Leng Hong memberikan keterangannya,
"Tentang ini baiklah belakangan saja dibicarakan pula, Tentang
kematian gurumu itu, yang mati sakit karena kedukaan,
sebagian adalah disebabkan desakannya kelima supek dan
susiok-mu itu."
Thian menjadi semakin heran; "Kenapa supek dan susiok
mendesak guruku itu?" ia bertanya pula.
"Ketika Sucouw-mu mendapatkan kitab ilmu pedang itu, ia
mendapatkannya secara rahasia," Pit Leng Hong menerangkan
pula, "Setahu bagaimana caranya, Ti Wan Tiangloo telah
mendapat dengar hal itu, Menurut jalan pikirannya Ti Wan,
ilmu itu tentulah bakal diturunkan kepadanya, Kejadiannya lain
sekali, Kitab itu telah dicuri In Bu Yang dan pencurian ini tidak
diketahui Ti Wan, Setelah Sucouw-mu meninggal dunia Ti
Wan menyangka kitab itu berada ditangan gurumu, Ia menjadi
jelus, ia menyangka gurumu mengangkangi sendiri kitab
pedang itu, Karena itu sering kali Ti Wan datang pada gurumu,
untu meminta kitab tersebut, Hal ini sangat menyulitkan
gurumu itu, Kitab tak dapat ia menyerahkannya, penjelasan
juga tak bisa ia berikan, Sebabnya" Ke-satu, ia malu pada
muka adik seperguruannya, yaitu sumoynya yang menjadi
isterinya In Bu Yang, dan ke-dua, ia jeri terhadap In Bu Yang
sendiri, Demikian maka ia bersusah hati, Semua paman
gurumu itu datang dengan desakan, bukan saja mereka
meminta kitab, mereka juga ingin menguji gurumu itu, Bagus
gurumu itu, ia adalah seorang yang sabar luar biasa, Coba
kejadian itu terjadi atas dirimu, pasti kau tidak dapat menerima
itu." Thian Ya ingat, memang, semenjak ia berguru, setiap tahun
ada saja paman gurunya yang datang pada gurunya itu, datang
secara bergiliran dan setiap kali mereka pulang, gurunya
tampak sangat berduka, kadang2 sampai sepuluh hari bahkan
setengah bulan, kedukaan itu masih belum lenyap, Karena itu,
mulailah ia percaya Pit Leng Hong, walau tidak seluruhnya,
tetapi sedikitnya ada beberapa bagian.
"TiWan mendesak gurumu itu, pada masa itu masih ada soal
yang lain," berkata pula Leng Hong, "Inilah soal yang
mengenai dirinya yang perseorangan, didalam Butong-Pay
terdapat dua macam murid, yang satu ialah yang menjadi
imam, yang lainnya adalah orang biasa, yang tidak turut
mensucikan diri, Kelihatannya pada ini tidak ada perbedaannya
tapi sebenarnya keadaannya tidak demikian, Sebelum Sucouwmu
itu, orang yang menjadi Ciangbunjin biasanya murid imam,
tapi sekarang Sucouw-mu menyimpang dari jalan yang biasa
itu, Sucouw-mu pandai ilmu surat dan ilmu silat, jauh
pandangannya, maka itu, ia telah mengangkat seorang murid
bukan imam sebagai ahli warisnya, yang bakal memimpin
partainya, Di-luar, kawanan hidung kerbau itu tidak
mengatakan suatu apa, Karena kalau mereka menyatakan tidak
puas dan hal itu dapat didengar Sucouw-mu, tak baik untuk diri
mereka sendiri, Sekarang lain halnya, Sekarang gurumulah
yang menjadi pimpinan, Mereka menjadi sangat tidak puas,
Demikian juga Ti Wan Tiangloo yang berani membuka dan
membaca surat wasiatmu itu, setelah mana dengan cara kilat ia
memanggil pulang delapan muridnya yang terpandai,
Maksudnya ialah mengumpulkan murid2nya itu supaya mereka
ber-sama2 dengan kau dapat meyakinkan ilmu pedang itu, bila
akhirnya ada satu diantaranya yang dapat mengalahkan kau,
Sampai waktu itu, dengan menggunakan kekuasaannya sebagai
Tiangloo tertua dapat ia mengganti Ciangbunjin, Dalam hal itu
ia dapat memakai alasan kebijaksanaan, Maka dengan begitu,
akan runtuhlah kedudukanmu sebagai Ciangbunjin, Maka
kemudian, kekuasaan atas Butong-Pay kembali ketangannya
kaum imam itu."
Panas hatinya Thian Ya, meski ia masih ragu2, separuh
percaya, separuh tidak, Ia terus mengawasi simanusia aneh.
Pit Leng Hong tertawa terbahak;
"Apakah kau menyangka aku ber-kata2 karena
kedengkian?" ia tanya, "Apakah kau sangka aku sebagai
simanusia hina dina yang hendak memfitnah seorang budiman"
Ha ha ha ha! Buat bicara terus terang, aku sendiri juga ada
hubungannya diantara aku dengan kitab pedang itu! Aku
percaya, setelah gurumu menutup mata, dia pasti meninggalkan
pesan, karena itu secara diam2 aku menguntit kau sampai
disini. Sebenarnya aku hendak mencuri surat wasiatmu itu yang
dititipkan kepada Ti Wan, kesudahannya maksudku tidak
kesampaian, sebaliknya, aku dapat curi ini sepucuk suratnya Ti
Wan yang untuk murid2nya itu, Bahkan aku dapat mencuri
dengar juga pembicaraannya dengan keempat saudara
seperguruannya itu, Sekarang aku telah menjelaskannya semua,
maka terserahlah padamu, kau mau percaya atau tidak!"
Siangkoan Thian Ya paling membenci orang yang tidak
berlaku terus terang, ia sekarang mempercayai habis orang
aneh ini, maka dengan keras sekali ia berteriak:
"Aku tidak mengharapkan lagi kedudukan Ciangbunjin dari
Butong-Pay!" Dan dalam murkanya itu, ia robek hancur
suratnya Ti Wan.
"Bagus, kau bersemangat!" memuji Pit Leng Hong. "Nah,
bagaimana sekarang dengan itu kitab ilmu pedang?"
"Kitab itu milik Couwsu, tetapi juga layak menjadi
kepunyaan Butong-Pay," menjawab Thian Ya, "Maka itu,
setelah aku tidak menghendaki lagi kedudukan Ciangbunjin,
akupun tidak mengharapkan itu lagi!"
Tapi Pit Leng Hong tertawa dingin;
"Yang benar kitab itu bukan kepunyaan Sucouw-mu!"
katanya dengan dingin pula.
Thian Ya terperanjat, "Apa?" teriaknya, "sebelum guruku
hendak melepaskan napasnya yang terakhir, dia telah
memberitahukan aku jelas dan terang, katanya kitab pedang itu
Sucouw mendapatkannya dari dalam sebuah goa batu,
Mustahilkah keterangannya Sucouw pun dusta?"
"Separuh benar, separuh dusta!" jawab Pit Leng hong
singkat. Lagi2 Thian Ya melengak, Dimasa pemuda ini mengangkat
guru, kakek gurunya itu sudah meninggal dunia, tetapi ia telah
mendapat dengar dari orang2 yang terhitung tetuanya, bahwa
kakek gurunya itu ialah tayhiap (pendekar) dijamannya itu,
karenanya ia sangat menghargainya maka heran sekarang ia
mendengar yang begini dari Pit Leng Hong, Coba yang
mengatakan itu bukan ini manusia aneh, pasti ia tidak mau
mengerti, Sekarang ia hanya dapat menatap wajah orang.
Pit Leng Hong melirik anak muda itu.
"Aku tidak heran yang kau tidak mau mempercayai aku,"
katanya, tenang, "Jikalau bukannya aku melihat denan mataku
sendiri, aku juga tidak nanti percaya Bouw Tok It, hanya
disebabkan satu kitab ilmu pedang itu, sudah bertempur dengan
satu tayhiap lain, bahkan mereka bertempur mati2an selama
satu hari satu malam."
Thian tetap mengawasi, "Loocianpwee, tolong kau
memberikan penjelasanmu," ia memohon.
Pit Leng Hong berdiam sejenak sebelaum ia menyahuti.
"Duduk perkaranya luar biasa sekali, Aku situa bangka
mempunyai semacam tabiat, Ialah tanpa bukti, aku lebih suka
tidak membuka mulut, Hanya untuk mencari bukti, itulah
bukan pekerjaan sukar, Kitab ilmu pedang itu memang
tersimpan didalam sebuah goa batu, Karena itu aku bilang,
keterangan kakek gurumu itu separuh benar, Sekarang aku
menyebut tentang seorang lain, yang gagah luar biasa, Disaat
dia ini hendak menutup mata, dia sudah meninggalkan pesan
wanti2, pesan itu diberikan kepada itu tayhiap yang namanya
sama kesohornya dengan kakek gurumu itu, Hari itu kebetulan
sekali mereka berdua ada bersama didalam goa batu itu, Kakek
gurumu itu bertarung sama tayhiap itu, setelah satu hari satu
malam, dia berhasil merampas itu kitab ilmu pedang,
Walaupun begitu, kakek gurumu kena terluka pedang
lawannya, Ia menjadi gusar, maka sekalian ia hendak
merampas juga pedang itu, Sudah aku bilang, orang itu sama
tersohornya dengan kakekmu, benar dia kena dikalahkan tapi
pedang itu tidak kena dirampas, kecuali dua potong gelangnya,
yang terbuat dari kumala, yang kena kakekmu putuskan,
Sekarang kedua gelang kumala itu berada ditanganku, sedang
pedangnya berada ditangannya In Bu Yang, Nanti aku cari In
Bu Yang, untuk merampas pedang itu, supaya kau bisa lihat
tapak kuku diatasnya, setelah kau pasang pula gelang
kumalanya, baru kau mengetahui jelas, Nah, kau dengarlah
suara pertempuran di gunung depan itu, kelihatannya Butong
Ngoloo bakal kalah, Sebetulnya aku juga bukan tandingan dari
In Bu Yang, akan tetapi menggunakan ini kesempatan yang
baik, hendak aku mencobanya, Kau tunggulah aku disini,
sebelum matahari sirna, aku sudah akan kembali, waktu itu aku
nanti akan memberikan penjelasan yang lengkap kepadamu."
Siangkoan Thian Ya kena dibuat bimban, Jadi sungguh
sukar untuk mencari seorang laki-laki sejati, yang dapat
mengorbankan diri.
Juga Tan Hian Ki tidak kurang bimbangnya, bahkan Hian
Ki merasa sangat menyesal, Pemuda ini dapat mengingat suatu
apa, Maka berpikirlah ia: "Siapa itu tayhiap, siorang gagah,
yang disebutkan orang aneh ini" Siapa lagi dia kecuali Tan
Teng Hong yang menjadi kakek luarku" Pedang ditangan So
So itu memang benar ada tapak kukunya, sedang menurut
cacatan yang ditinggalkan kakek luarku itu, ada disebut juga
halnya kedua gelang kumala itu yang menjadi perhiasan
pedang, Pedang itu. . .pedang itu. . .Mungkin itu pedangnya
kakek luarku" Kenapa sekarang pedang berada ditangannya In
Bu Yang" Selagi Hian Ki berpikir demikian, ia mendengar Siangkoan
Thian Ya menghela napas panjang dan berkata;
"Loocianpwee, aku mengerti maksudmu, Kau hendak
menempuh bahaya untuk merampas pedang itu dari tangannya
In Bu Yang dan diberikan untukku, Loocianpwee, sekarang
rela aku mengangkat kau menjadi guruku!"
Hian Ki menjadi heran sekali, hingga ia tercengang, Seorang
ahli waris Butong-Pay mengangkat siorang aneh ini menjadi
guru! Tidakkah itupun aneh sekali" Tentu sekali, ia tidak dapat
mencegah, karena ia kenal baik tabiatnya sang sahabat.
Thian Ya sudah lantas paykui (sujud menghormat) tiga kali
kepada siorang aneh, maka jadilah dia gurunya!
Pit Leng Hong tertawa lebar.
"Tahukah kau siapa aku sebenarnya?" ia menanya, Baru
sekarang ia mengajukan pertanyaan itu, "Kau telah mengangkat
aku menjadi gurumu, apakah kau tidak takut dibelakang hari
kau nanti jadi menyesal?"
"Tidak perduli siapa adanya loocianpwee, teecu akan tetap
mengikuti loocianpwee sebagai guruku!" menjawab Thian Ya,
singkat dan pasti.
Pit Leng Hong tertawa pula;
"Sekalipun she dan nama serta asal usulku kau masih belum
ketahui!" katanya pula, "Kau telah menaruh kepercayaan besar
atas diriku, kau rela menjadi muridku. . . .ha ha! kau bukan saja
muridku yang baik, bahkan kaulah orang satu2nya yang
mengenal diriku!"
"Kata2nya orang aneh ini sama anehnya dengan wajahnya
yang luar biasa," Hian Ki berpikir pula.
Setelah habis Leng Hong tertawa lalu terdengar suaranya
yang keren, Tegas sekali setiap kata2nya;
"Aku bernama Pit Leng Hong! Pada dua puluh tahun yang
lampau, orang menyebut aku Kayhiap si Pengemis Pendekar!


Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekarang ini, dijaman angin tinggi dan rembulan gelap, aku
adalah satu penjahat besar tukang mengobarkan api dan
membunuh orang! Maka siapa yang menjadi muridku, dia
mesti turut aku menjadi penjahat juga! Apakah kau tidak bakal
menyesal?"
Mendengar ini, Siangkoan Thian Ya melengak, Sedang dari
luar rimba terdengarlah samar-samar nyanyiannya Siauw Un
Lan: "Rembulan dilangit mengejar sang Surya,
Nona dibumi mengejar kekasihnya. . . ."
Berselang nyanyian itu, terdengar panggilan; "Hian Ki!
Hian Ki. . ."
Thian Ya masih berdiri menjublak, saat itu tawarlah hatinya,
Tawar untuk gurunya yang lama, untuk hari kemudiannya,
terhadap Un Lan juga, sekarang ia mirip dengan gelembung air
yang pecah musnah. . .
Pit Leng Hong mengawasi, pada wajahnya tak nampak
sesuatu perasaan. "Benar2kah kau tidak bakal menyesal?"
tanyanya tawar.
Baru sekarang Siangkoan Thian Ya menjawab, tetap
suaranya; "Dari pada menjadi orang gagah yang palsu, memang lebih
baik menjadi penjahat tukang bunuh orang dan melepas api!
Dunia begini rusuh, hitam dan putih bercampur aduk menjadi
satu, maka untuk hidup sudah cukup asal kita tidak melakukan
yang memalukan hati sendiri! Apakah halangannya menjadi
penjahat asal penjahat yang membuat gentar hati simanusia
licin dan busuk?"
"Akur! Akur!" terdengar timpalannya Pit Leng Hong.
"Kepuasannya menjadi satu penjahat pastilah lebih menang
dari pada satu Ciangbunjin yang hanya namanya saja! Baiklah,
mulai hari ini kaulah ahli warisku, Sekarang aku hendak pergi
mengambil kitab dan pedangnya In Bu Yang untuk
dihadiahkan kepadamu sebagai tanda mata pertemuan kita ini!"
Lantas Hian Ki mendengar suara beradunya tongkat dengan
tanah, nyaring dan cepat, sesaat kemudian, bayangan Pit Leng
Hong telah lenyap, lenyap juga suara tongkat besinya itu.
Sampai disitu, Hian Ki melompat keluar dari tempat
sembunyinya. . .
"Saudara Siangkoan!" ia memanggil, keras, "Kau membuat
aku sengsara memikirkanmu!"
Sebenarnya pemuda ini hendak terus menanyakan
pengalaman orang, Tapi ketika Siangkoan Thian Ya, dengan
mata mendelik , dengan membentak, menjawab padanya:
"Siapakah yang menghendaki kau memikirkannya" Ada orang
lain yang bersengsara karena memikirkan kau, kau tahu
tidak!?" Hian Ki melengak disenggapi secara demikian, Thian Ya
menuding, ia membentak pula dengan pertanyaannya;
"Enci Un Lan me-manggil2 kau, kau dengar atau tidak?"
'Saudara Siangkoan," berkata Hian Ki membandel, "Kau. .
.kau dengar aku. . ."
Thian Ya tetap tidak memperdulikan;
"Jikalau kau masih ingat aku sebagai sahabatmu, lekas kau
cari Un Lan, untuk mengajak dia bertemu sama aku!" katanya
pula, "Aku ingin kamu mengikat perjodohan didepanku, kamu
mesti saling berjanji, sesudah itu baru hatiku lega!"
"Didalam urusan lain, meski juga tubuhku hancur lebur,
tidak nanti aku menolak," berkata Hian Ki, "Melainkan
didalam hal ini, aku tidak sanggup menerimanya."
Sepasang alisnya Thian Ya terbangun, kedua tangannya pun
mencabut sepasang gaetannya itu Hokciu-siangkiau;
"Aku sudah mengambil keputusan untuk menjadi penjahat!"
dia berteriak, "Kau begini tidak berbudi terhadap enci Un Lan,
apakah kau ingin aku membunuhmu supaya habislah
pengharapannya enci itu, supaya dia tidak usah menderita lebih
lama karena selalu memikirkan kau" Apakah kau ingin aku
membunuhmu supaya akupun tak usah berduka lagi?"
Sembari berkata begitu, pemuda ini menggeraki gaetannya,
Hian Ki tidak mundur, sebaliknya, ia majukan diri.
"Kenapa kau tidak mau mencabut pedangmu?" Thian Ya
tanya. "Aku menghendaki kau dan enci Un Lan tidak bersusah
hati!" menjawab Hian Ki, "Untuk itu aku rela terbinasa diujung
gaetanmu!"
Thian Ya menjadi amat gusar, "Kau. . .kau!" serunya,
"Biarnya mati kau tetap tidak menghendaki enci Un Lan"
Kenapa kau begini sangat tidak mempunyai hati?"
"Sebab hatiku telah aku serahkan kepada lain orang,"
menyahut Hian Ki, tetap. "Kau hendak memerintahkan aku
menyerahkan apa kepada enci Un Lan?"
Thian Ya melengak. "Ha, kiranya benar kau telah ter-gila2
puterinya In Bu Yang!" katanya kemudian, "Hm! Hm! Kau
kena dipincuk anak gadisnya musuhmu!"
Sekarang Hian Ki yang menjadi gusar. "Kau pandang aku
punya So So orang macam apa?" dia membentak, "Siangkoan
Thian Ya, oh, Siangkoan Thian Ya, nyatalah aku melihat keliru
pada dirimu!"
Thian Ya heran. "Apa?"
"Aku melihat kau menyintai enci Un Lan, Kau bersengsara,"
jawab Hian Ki. "aku percaya kaulah seorang laki2 yang
romantis, tetapi sekarang terbukti, kau tidak mengenal apa
cinta itu!"
Matanya sianak muda bersinar. "Apakah cinta itu?" ia
menyambung, "Cinta itu melebihi jiwa sendiri! Cinta tidak
menghiraukan berhasil atau gagal, terhormat atau terhina!
Cinta ialah hati ditukar, dua hati menjadi satu, orang dua,
sebenarnya satu! Biarpun bunyi gempa dan langit ambruk, biar
angin dan mega berubah warna, cinta itu tetap dan abadi, tak
nanti tergeser oleh apapun juga!"
Thian Ya terdiam, tetapi otaknya bekerja. "Ya, apakah
terhadap Un Lan aku tidak memikir demikian" katanya dalam
hati. Hian Ki berkata pula: "Semenjak aku melihat So So pertama
kali, hatiku telah aku pasrahkan kepadanya, seumurku belum
pernah aku melihat seorang nona yang putih bersih, yang polos
sebagai dia! Dialah yang untuk orang lain rela melupakan
dirinya adalah seorang anak dara, maka itu aku junjung dia
seperti aku menjunjung ibuku! Satu hari aku hidup didalam
dunia, satu hari aku melarang orang berkata busuk tentang
dirinya! Mengapa kau hendak memaksa aku meninggalkan dia
untuk menyintai orang lain?"
"Mungkinkah dia lebih menang daripada Un Lan?" kata
Thian Ya seperti pada dirinya sendiri.
"Bagus!" Hian Ki berseru dan tertawa, "Akhirnya kau
mengerti juga sedikit! Kau tahu, dimatanya setiap orang,
Kekasih dialah orang yang paling cantik manis bagaikan
bidadari! Aku menyintai So So seperti kau menyintai enci Un
Lan! Mengertikah kau sekarang?"
Thian Ya tercengang, lalu dia melemparkan gaetannya,
untuk menubruk Hian Ki dan dirangkul erat2, Diapun
menangis ter-sedu2.
Hian Ki tidak menyangka orang yang mempunyai nyali
demikian besar bisa menangis seprti itu, Tapi iapun mengerti,
Maka, ia menyekal erat2 kedua tangannya Thian Ya.
"Thian Ya," katanya , perlahan, "Jikalau So So menyintai
orang yang kedua, akupun bisa jadi seperti kau sekarang ini,
tetapi So So sangat menyintai aku, maka, tidak ada apapun juga
yang dapat memisahkan kami, Thian Ya, jangan kau bersedih
untuk enci Un Lan, Didalam dunia ini tidak ada orang lain
yang menyintai dia seperti kau menyintainya, Pada satu waktu
nanti enci Un Lan bakal kau buat tergerak hatinya, Jikalau
kamu berdua menikah, kamulah orang yang paling berbahagia,
Saudaraku, kau jangan lagi memikir apa2 yang tolol. kau
dengar aku, Nah, pergilah kau cari dia!"
Thian Ya menyusuti air matanya, Tapi ia mesih berdiam
saja; "Kau tidak tahu hatinya Un Lan," katanya kemudian.
"Sebenarnya dia cuma memikirkan kau seorang, Habis
bagaimana aku harus berbuat" Aku tidak suka memisahkan
kalian, akupun tidak mau membuat enci Un Lan bersusah hati.
. ." Ketika itu mendadak terdengar suara orang tertawa dingin
sambil terus mengatakan: "Eh, anak2 tolol, kamu sedang
menangisi apa?"
Kedua pemuda itu kaget sekali, hingga keduanya
berjingkrak memisahkan diri, Thian Ya menjadi sangat gusar;
"Aku menangis sendiri, ada sangkut-paut apakah
denganmu?" ia menegur, Ia pun mengangkat kepala, untuk
mengawasi orang itu, Ia melihat seorang yang berusia lebih
kurang lima puluh tahun, tubuhnya besar dan kekar, hidungnya
bengkong, matanya celong, tetapi kedua matanya bersinar
tajam, Ia terus mengawasi, karena ia merasa pernah bertemu
orang ini, cuma entah dimana".
Selagi orang berdiam, orang itu tertawa lebar dan berkata
pula: "Kiranya kaulah Siangkoan Thian Ya Ciangbunjin yang
baru dari Butong-Pay! Dalam usia begini muda kau sudah
menjadi ketua partai, apakah itu masih tidak memuaskanmu?"
"Kau siapa?" Thian Ya menegur, "Aku tidak suka jadi
Ciangbunjin, kau tidak mencampurinya tahu!"
Kembali orang itu tertawa;
"Oh, kiranya demikian sikapmu!" katanya,"Apakah
mungkin Ti Wan Tiangloo hendak merampas kedudukan
Ciangbunjin-mu itu untuk diserahkan kepada muridnya
sendiri" Kalau benar, kau jangan bersusah hati! Aku dengan
gurumu bersahabat rapat, nanti aku tunjang padamu, asal kau
suka membantu aku melakukan sesuatu. . ."
Thian Ya menjadi sangat tidak sabaran, ia hendak
mengumbar marah tatkala kembali orang itu tertawa dan terus
ia menunjuk Hian Ki seraya berkata;
"Kau beritahu aku, siapa ini bocah! Benarkah dia adalah
Tan Hian Ki yang diperintahkan Ciu Kong Bi untuk mencari In
Bu Yang" Tahukah apa yang dia bicarakan dengan Bu Yang"
Masih ada lagi seorang lain yang bernama Cio Thian Tok,
apakah benar diapun telah datang kemari mencari Bu Yang itu"
Aku tahu kau telah datang kerumahnya In Bu Yang, untuk
meminta pulang kitab ilmu pedang, maka didalam selama dua
hari, kau mesti berada dirumahnya siorang she In, Apakah
yang kau lihat" Apakah yang kau telah dengar" Lekas kau
beritahukan padaku!"
Hian Ki sendiri berdiam saja matanya mengawasi orang itu,
maka cepat sekali ia mengenalinya,
Ia terperanjat, Orang ini bukan lain adalah orang yang
malam2 pulang bersama Bu Yang, yang minta Bu Yang untuk
menyingkirkan semua orang2 bekas pengikut Thio Su Seng,
Dialah kepala komandan dari Kimi-wi (pasukan pengawal
kaisar Beng), dialah Lo Kim Hong.
Maka berpikirlah ia; "Ketika malam itu dia turun
gunung,kebetulan Cio Thian Tok dan Cit Siu Toojin pun turun
gunung bersama, saling susul, maka mungkin sekali dia dapat
melihat Thian Tok, Rupanya dia takut menemui Thian Yok,
atau belakang mungkin dia berbalik pikir, mungkin dia
menyangka Thian Tok Mempunyai hubungan dengan Bu
Yang, maka dia batal pergi dan terus balik kembali, untuk
membuat penyelidikan, Aku sendiri seorang muda, yang baru
pertama kali ini muncul didunia kangouw, namaku tidak
terkenal, kenapa dia tahu aku?"
Hian Ki menduga benar separuhnya, separuhnya lagi tidak,
Sebetulnya dia secara diam2 telah dikuntit oleh seseorang dari
istana kaisar, Sebabnya ialah: Cu Goan Ciang sangat
memperhatikan bekas pengikut Thio Su Seng, maka itu
disamping menugaskan Lo Kim Hong, ia juga mengirim
orangnya yang lain lagi, Tugasnya sama, ialah menbuat
penyelidikan, Ciu Kong Bi itu adalah pimpinan pasukannya
Thio Su Seng dibagian Selatan, tanpa sepengetahuan Ciu-
Kong Bi, dirumahnya telah disusupi mata2 pemerintah, maka
itu, ketika Tan Hian Ki diberi tugas menyatroni In Bu Yang,
rahasia mereka lantas saja bocor, Syukur untuk Hian Ki, ia
menunggang kuda jempolan, malah ia berangkat dua hari lebih
dulu, ia menjadi tidak tersusul, Untuk menyusul dia, Cu Goan
Ciang menugaskan tiga jago lainnya dari istana.
Kebetulan sekali, Lo Kim Hong bertemu dengan tiga
rekannya itu setibanya dimulut gunung, Karena itu Lo Kim
Hong jadi mendapat tahu halnya Hian Ki, Maka ia juga naik
pula kegunung, ke-satu untuk mencari tahu halnya Cio Thian
Tok, ke-dua untuk memcoba membekuk pemuda she Tan ini
guna mengorek keterangan dari mulutnya.
"Kau mempunyai Hak apa maka kau ingin memaksa aku
bicara tentang dia?" tanya Thian Ya gusar.
"Bagus benar, ya!" Kim Hong membentak, "Apakah kau
tidak ingat siapa aku ini?"
Tapi sekarang Thian Ya pun sudah ingat dan mengenalinya;
"Kaulah Lo Kim Hong congci-hui dari Kimi-wi!" Ia
menyahuti. "Guruku mau memandang mukamu tetapi aku
tidak!" Lo Kim Hong tertawa;
"Kedudukan sebagai Ciangbunjin belum tetap, apakah kau
tidak ingin aku menunjangnya?" ia tanya, "kau telah ketahui
aku siapa, maka mustahil kau tidak tahu siapa ini sahabatmu"
Dialah turunan sisa orang2nya Thio Su Seng! Dia telah
bertemu denganku, mana dapat aku melepaskannya" jikalau
kau menceritakan segala apa kepadaku, bukan saja kau akan
berjasa terhadap pemerintah agung, juga kedudukanmu sebagai
Ciangbunjin dari Butong-Pay, tidak bakal ada orang yang
berani ganggu! Ini namanya satu kali bergerak mendapatkan
dua hasil sekalian! Bukankah ini bagus sekali untukmu?"
Thian Ya menjadi ber-tambah2 gusar, hingga tak dapat ia
mengendalikan diri lagi;
"Jahanam, tutup rapat mulutmu!" ia mendamprat. "Aku
Siangkoan Thian Ya, apa kau sangka aku sipenjual sahabat
untuk pangkat besar?"
Lo Kim Hong tidak menjadi gusar, ia bahkan tertawa lebar;
"Kau benar2 seorang yang masih hijau!" katanya, mengejek.
"Sekali saja aku memancingnya, kau kena makan umpan!
Benar saja bocah ini Tan Hian Ki adanya!"
"Memang aku Tan Hian Ki, habis kau mau apa?" Hian Ki
menantang, "Jikalau kau hendak bicara sama aku, bicaralah!
Saudara Siangkoan, urusan ini tidak ada sangkut pautnya
dengan kau, kau pergilah!"


Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sengaja Hian Ki mengatakan demikian, sebab maksudnya
ialah untukmembuat Thian Ya dapat membebaskan diri,
Mengenai diirnya sendiri, ia mau lihat keadaan, Ia tahu Lo Kim
Hong lihay, Bukankah dia salah seorang jago nomor satu dari
Cu Goan Ciang" Bukankah In Bu Yang pun menghormati dia"
Pasti dia tak kalah kosen daripada Bu Yang, Tapi ia tidak takut.
Ditantang secara begitu, Lo Kim hong tertawa mengejek;
"Aku tidak percaya kau dapat bicara dengan jujur, bocah
cilik!" katanya, "Siangkoan Thian Ya, kau pikirlah masak2!
Untuk hari depanmu yang penuh dengan pengharapan besar,
aku percaya kau bakal tidak mendustai aku!"
Selagi orang membuka mulutnya, Siangkoan Thian Ya telah
mengambil kembali gaetannya;
"Seorang lelaki tidak dapat diperhina!" ia berseru,
"Binatang, kau anggap aku sebagai satu penjual sahabat"
Sungguh kau sangat menghina aku! Aku mesti mengadu jiwa
denganmu! Saudara Hian Ki, kau mempunyai tugasmu, Kau
pergilah!" Sebaliknya daripada mengangkat kaki, pemuda ini
justeru membela.
Lo Kim Hong tertawa pula;
"Sungguh satu sahabat sejati!" ia mengejek. "Bocah2, kalian
berebut mengantarkan jiwa, bagus sekali! Sekarang kalian
tidak usah saling berebut, kamu berdua tak dapat pergi lagi!"
Perkataan jago dari istana itu diikuti gerakan tubuhnya
dengan kedua tanganya menyambar, tangan kiri kepada Hian
Ki, sedangkan tangan kanan kepada Thian Ya, Ia mau
membekuk dua anak muda ini, untuk dikompres, guna
mengorek keterangannya.
Siangkoan Thian Ya menyerang dengan gaetannya, tetapi
terbentur tangan Kim Hong, sepasang gaetan itu terpental
balik, tangan Kim Hong itu menyambar terus kedada, Thian Ya
kaget, tetapi ia tidakmundur, bahkan dia maju terus, sepasang
gartannya digeraki bersilang.
Inilah Lo Kim Hong tidak menyangka, ia menjadi bersangsi,
Biar bagaimana, Thian Ya adalah Ciangbunjin dari Butong-
Pay, kalau ia membinasakannya, ia akan menanam bibit
permusuhan hebat dengan satu partai kenamaan itu,
Maksudnya pun cuma hendak membekuk pemada ini, guna
mengorek keterangannya perihal Tan Hian Ki.
Selagi Kim Hong masih ragu2 itu, Hian Ki yang telah
berkelit dari sambaran, sudah menghunus pedangnya, dengan
itu ia membalas menyerang.
Tentu sekali, jago istana itu mesti melindungi dirinya,
Diluar tahunya, selagi ia berkelit dari ujung pedang, gaetan
sudah menyambar pula, maka kali ini, tidak ampun lagi, baju
tangan yang kiri kena dirobek pecah, Ia menjadi panas hatinya,
hingga wajahnya menjadi muram.
"Baiklah, kedua binatang, kalian mencari mampus sendiri!"
ia berseru. "Tuan besarmu akan membuat kalian, hidup tidak,
mampuspun tidak!"
Lihay jago dari istana ini, Ia menangkis pedang Hian Ki,
tiga jarinya diluncurkan terus, untuk mencengkeram nadi
orang. Siangkoan Thian Ya hendak menolongi sahabatnya, sebab
tidak ada jalan lain, ia menimpuk dengan gaetannya yang kiri,
hingga bagaikan bianglala, gaetan itu melayang kepunggung
Kim Hong. Bukan main gusarnya pahlawan kaisar itu, Ia memutar
tangannya dan menangkapi gaetan, untuk dicekal.
"Oh, bocah tidak tahu mampus!" ia membentak, Ia
mengerahkan tenaganya, membuat gaetan ditangannya itu
menjadi patah dua.
Sementara itu Tan Hian Ki telah lolos dari bahaya, Kim
Hong tidak berhenti hanya dengan bentakannya itu, dengan
hati panas, ia menyerang Thian Ya, ia menimpuk dengan
sepotong gaetan orang, Maka suatu sinar kuning emas terbang
kearah anak muda she Siangkoan itu!
Hian Ki menolong sahabatnya, sambil melompat, ia sampok
gaetan itu, Kedua senjata bentrok satu dengan lain, diantara
suara nyaring, lelatu api pun muncrat berhamburan, Gaetan itu
jatuh ketanah, tetapi pedang Hian Ki juga gompal! Bahkan
Hian Ki merasakan telapak tangannya nyeri sekali.
Siangkoan Thian Ya kaget: "Coba Hian Ki tidak menolong,
pastilah punggungku ditembusi gaetanku itu," pikirnya, Tapi
walaupun demikian, ia tidak jadi mundur, serentak bersama
kawannya, ia maju pula, Ia menggunakan gaetan kanan dibantu
dengan tangan kirinya, Hian Ki tetap menggunakan pedangnya.
Mereka ini muda tetapi mereka telah mempunyai masing2
kepandaiannya, Dalam gebrakan pertama mereka tidak
berdaya, selanjutnya mereka berlaku waspada.
Thian Ya mengeluarkan ilmu keluarga Bouw, ia
menggunakan jurus2nya Bouw Tok It yang tak pernah
diajarkan kepada orang lain, maka dari itu selama kira2
duapuluh jurus ia dapat bertahan, Hian Ki pun mengeluarkan
kemampuannya. Lo Kim Hong mendongkol sebagai jago nomor satu dari
istana ia dipermainkan oleh dua orang bocah, karena itu, ia
bertempur tidak dengan setengah hati lagi, Ia bertangan kosong
tetapi tangannya dapat digunakan sebagai senjata tajam,
Diantara pedang dan gaetan, ia mencoba merangsek,
Menghadapi Thian Ya, ia masih me-nimbang2, tetapi terhadap
Hian Ki, ia menurunkan tangan dari kematian.
Setelah beberapa jurus, Lo Kim Hong menggerakkan kedua
tangannya, Dengan tangan kiri ia menahan tubuh Thian Ya,
dengan tangan kanan ia hendak mencengkeram pundak Hian
Ki dengan maksud mencari tulang pipee yang berbahaya.
Celaka kalau pundak sianak muda itu berhasil menjadi
sasaran, selain tertawan, ilmu silatnya juga bakal musnah.
Thian Ya melihat itu, ia menjadi kalap, Ia mainkan
gaetannya untuk mendesak, guna menolong sahabatnya, Tapi
ia tidak berdaya, ia terus terhalang, Akhirnya ia putus asa, ia
menjadi nekat, Untuk kedua kalinya, ia menyerang dengan
menimpukkan gaetannya itu, yang tinggal satu2nya itu!
Jari tangannya Kim Hong baru meraba bajunya Hian Ki
ketika ia mendengar desiran angin hebat, terpaksa ia
menggeser tubuhnya untuk berkelit, berbareng dengan itu,
Hian Ki pun membungkuk, hingga dia lolos dari cengkeraman,
sedang disaat bersamaan, dia menyontek pedangnya dari
bawah keatas, Dia tidak berhenti meski bahaya baru lewat, dia
tak mengambil peduli musuh sangat lihay.
Lo Kim Hong benar2 lihay, sambil berkelit ia menangkapi
gaetan, setelah ia dapat menangkapnya, dikerahkan pula
tenaganya, untuk mematahkan gaetan itu, setelah itu, tangan
kirinya terus dipakai menyerang.
Siangkoan Thian Ya menjerit, tubuhnya roboh, bahkan ia
lantas pingsan. Hian Ki terkejut, apalagi ketika Kim Hong
dengan jari tangannya menekan pedangnya, untuk mencegah
sontekannya, sedang dengan sisa gaetan, dia menghajar kedada
orang dimana terdapat jalan darah kibunhiat.
Bersamaan dengan saat yang sangat berbahaya bagi Hian Ki
itu, terdengar suara tertawa mengejek yang dingin, suaranya
seorang wanita, yang disusul teguran:
"Siapa yang sudah berani main gila didepan rumah keluarga
In?" Kata2 itu juga diikuti terbangnya sebutir batu, yang tepat
mengenai gaetan yang digunakan Kim Hong sebagai
senjatanya, Karena itu, gagallah serangan yang mengancam
jiwa itu. Lo Kim Hong menjadi terkejut, ia lantas menoleh;
"Oh, enso In!" ia berseru. "Enso, bocah ini dialah yang
hendak membunuh In Toako!"
Hian Ki, yang lolos dari bahaya, juga berpaling kepada
penolongnya, Ia mengenali Nyonya In Bu Yang, karena mana
ia merasa bahwa ia seperti sedang bermimpi.
Sepasang alisnya Nyonya In Bu Yang bangun berdiri, kedua
matanya bersinar, benar ia tampak berduka, akan tetapi
sikapnya keren, Itulah disebabkan kemurkaannya.
"Aku tidak peduli dia siapa!" dia berkata dengan dingin.
"Aku melarang kau turun tangan dihadapanku!"
Lo Kim Hong melengak, Akhirnya ia mendongak dan
tertawa lebar; "Aku mengira dia musuh dari In Toako, aku tidak duga
bahwa enso begini melindungi dia!" ia berkata. "Dengan begini
nyatalah aku siorang she Lo terlalu usil. . ."
Belum berhenti suaranya pahlawan kaisar ini, tubuhnya
sudah mencelat menghilang kedalam rimba yang lebat. . .
Hanya sekejab, air mukanya Nyonya In berubah pula, Tak
lagi sekeren tadi, Kedukaannya pun berkurang, Bahkan
sekarang ia bisa tersenyum, Dengan mata tajam ia menatap
Hian Ki, sinar matanya memperlihatkan hati yang berbunga.
"Kaukah Tan Hian Ki?" ia menanya, sabar.
Hian Ki masih seperti sedang bermimpi, ketika ia
mendengar atas pertanyaan itu;
"Ya, benar," sahutnya gugup, "Nyonya In, kau telah
kembali?" ia balik menanya, Begitu menanya, ia menjadi
menyesal, Ia sudah kelepasan bicara, Bukankah nyonya itu
pergi karena saking berduka" Kenapa ia mesti menanyakan hal
yang dapat membangkitkan kesedihan orang" Tidakkah ia jadi
membeberkan rahasia hatinya si nyonya" Tapi ia sudah
membuka mulutnya.
Jawaban Nyonya In berada diluar dugaan pemuda ini,
Pertanyaannya itu tidak dipandang berarti.
"Memang, aku telah kembali," demikian si nyonya
menyahuti. "Aku pulang untuk So So, Melihat kau, hatiku lega
sebagian. . ."
Hian Ki hatinya berdebaran, ia pun bingung, Nyonya In
melanjutkan bicaranya tanpa memperhatikan kelakuan orang;
"Apa yang kau bicarakan dengan Thian Ya, semua aku telah
dengar nyata, Apakah benar2 kau menyintai So So?" demikian
nyonya itu. "Dengan So So aku berkenalan baru beberapa hari,"
menyahut Hian Ki, hatinya pun lega, "Meski begitu aku telah
merasa bahwa dialah orang yang paling terdekat dengan aku,
yang paling aku sayangi, Sebenarnya, aku menyinta dia
melebihi aku menyayangi diriku sendiri.
"Ya, jodoh itu memang aneh sekali!" berkata si nyonya, Ia
tidak menjadi gusar mendengar itu jawaban jujur, Ia malah
menjadi sabar sekali. "So So tidak mengatakan apa juga
kepadaku akan tetapi sebagai ibu, aku dapat merasakan hatinya
itu, Aku tahu dia pun sangat menyintai kau, Aku telah
mendengarnya ia memanggil namamu dalam tidurnya."
Justeru disaat itu diudara terdengar alunannya nyanyian,
suara yang turun dari atas bukit, Itulah nyanyian yang So So
pernah perdengarkan kepada Hian Ki, ialah dua bait dari kitab
syair: "Kuda putih yang bagus,
makan rumput di ladangku,
Mengikat dia, menambat dia,
Untuk melewati sang hari ini,
Dan itu orang, itu orang
Dia pernah bersiar bersama...
Kuda putih yang bagus,
Kembalikan dia kedalam lembah,
Dia menggeyam rumput hijau,
Dan itu orang, cantik bagai kumala,
Jangan lupa membagi aku warta,
Janganlah kau menjauhkan hatiku!"
Mendengar nyanyian itu, Hian Ki menjadi tidak karuan
rasanya, hingga air matanya meleleh turun, Ia tidak tahu mesti
bergirang atau berduka, Ia memasang telinga tetapi tak tahu
pasti ia dari arah mana datangnya suara itu.
Nyonya In juga berdiri menjublak, Baru selang sesaat, ia
menghela napas;
"Demikian sangat So So memikirkan kau," katanya,
perlahan. "Dia sedang mencari kau, sayang salah arahnya. .
.Menurut nyanyiannya itu, ia berada ditempat yang berlawanan
dengan kita, Tetapi, tidak apa, apabila ia tidak dapat mencari
kau, dia bakal pulang juga."
Setelah berhenti sesaat, Nyonya In melanjuti: "Sebenarnya
aku tidak ingin lagi bertemu pula dengan Bu Yang, akan tetapi
untuk So So, untukmu, untuk kalian berdua, biar aku
menemuinya untuk sekali lagi, Ya, mari kau turut aku!"
Hian Ki sudah melangkah dengan sebelah kakinya, ketika ia
menariknya pulang, Ia menggeleng- geleng kepala;
"Aku tidak dapat pergi,"
Nyonya In memandang anak muda itu, mata siapa diarahkan
kepada tubuh Siangkoan Thian Ya, yang masih rebah ditanah
dalam keadaan pingsan, Ia, mengerti pikiran orang.
"Kau tidak tega meninggalkan dia, bukan?" ia bertanya.
"Bagus, aku memang paling senang dengan orang yang bersifat
seperti kau ini, Baiklah, aku serahkan So So padamu, Sekarang
aku hendak menemui Bu Yang seorang diri, Sahabatmu inipun
orang baik, kalau sebentar dia sadar, kau boleh berangkat bersama2
dengannya."
Heran Hian Ki mendengar perkataan bakal mertuanya itu,
Agaknya si nyonya menganggap lukanya Thian Ya enteng
sekali, Ia mengawasi ketika nyonya itu bertindak pergi, setelah
itu lekas2 ia menghampiri sahabatnya.
Thian Ya menutup rapat kedua matanya, napasnya jalan
perlahan sekali, Ketika nadinya dipegang, nadi itu juga lemah
denyutannya, bahkan tak beraturan, Bukankah itu tanda dari
terluka hebat"
Tak kuat Hian Ki menahan kesedihannya, ia lantas
menangis; "Saudara Siangkoan, aku menyebabkan kau celaka. . ."
keluhnya, Ia memeluki tubuh orang, lalu di-goyang2, terus ia
mem-banting2 kakinya, Ia mengeluh pula;
"Thian (Tuhan), oh Thian seperti tak ada matanya. . .Banyak
orang jahat tidak mati, kenapa justeru saudara Siangkoan-ku ini
yang dibawa pergi?" Ia menangis pula dengan terlebih sedih, Ia
ingat kebaikan diri Thian Ya, seorang laki-laki sejati.
Se-konyong2 Thian Ya membuka kedua matanya, Ia
berjingkrak bangun melihat sahabatnya menangis, Ia telah
mendengar keluhan orang.
"Bagus, ya, Hian Ki, kau bocah celaka!" ia berteriak.
"kenapa kau menyumpahi aku?"
Hian Ki kaget, hingga ia mencelat dan tercengang, Hanya
sejenak, ia lantas menjadi girang bukan kepalang.
"Kau tidak mati " Kau tidak mati ?" serunya.
"Memang aku tidak mati" Kenapa kau tangisi aku?" balik
Thian Ya bertanya.


Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan tiba2 Hian Ki tertawa, ia lantas menjura kearah
langit; "Terima kasih Thian, terima kasih! Maafkan hambaMu yang
telah menyesaliMu!" katanya.
Pemuda ini tidak tahu, serangannya Lo Kim Hong ialah
serangan yang tidak menggunakan segenap tenaga, Biar dia
sangat gusar, pahlawan kaisar itu tidak berani membunuh
Ciangbunjin dari Butong-Pay, maka serangannya merupakan
totokan yang membuat Thian Ya pingsan sesaat, setelah
beberapa waktu dan ketika tubuh Thian Ya di-goyang2 oleh
Hian Ki, jalan darahnya menjadi pulih, seketika itu juga ia
menjadi sadar. "Eh, bocah, kau sedang apakah?" tanya Thian Ya heran,
"Kau menangis, kau mengeluh, kau tertawa juga! Mana Lo
Kim Hong sibangsat tua itu?"
"Dia telah dihajar kabur!" menjawab Hian Ki.
"Kau yang menghajarnya?" Thian Ya menegaskan.
"Bukan aku, tapi Nyonya In."
"Nyonya In yang mana?"
"Kecuali Nyonya In Bu Yang, mana ada lain Nyonya In
disini?" Thian Ya heran, "Benarkah dia yang menolongi aku?" ia
menegas pula. "Ah, sudahlah, tak usah kau banyak tanya2." Hian Ki
memotong. "Mari lekas kita pergi kerumah keluarga In!"
Thian Ya mementang matanya. "Untuk apa?" ia menanya, Ia
tetap tidak mengerti.
"Aku mau minta anak gadisnya dan kau minta kitab
pedang!" "Sudikah dia menyerahkan anak gadisnya padamu?" Thian
Ya heran bukan main.
"Dia mendapat pukulan bathin didalam hati, dia malu
terhadap isterinya, tidak dapat dia tidak meluluskannya."
"Apa" Jadi Nyonya In yang memintanya untukmu" Oh,
bocah, kau sungguh lihay! Pandai sekali kau mengambil hati
mertuamu!"
Wajahnya Hian Ki menjadi merah;
"Jangan bergurau" saudara Siangkoan," ia kata, jengah.
"Siapa bergurau" Lekas kau ceritakan duduknya kejadian,
jangan ada yang kau sembunyikan!"
Hian Ki kenal tabiat kawan itu, maka itu ia lantas
menceritakan perihal datangnya Nyonya In sampai kaburnya
Lo Kim Hong. Thian Ya melengak, ia bingung sekali, Ia bergirang untuk
Hian Ki, ia pun berduka untuk Un Lan.
"Baik," katanya kemudian. "Nah, kau pergilah!"
"Kau ?"
"Sekarang aku tidak mengharapkan lagi kitab ilmu pedang
itu! Aku juga tidak sudi menerima budi orang! Tidak mau aku
pergi kesana!"
Hian Ki terdiam, tidak mau ia membujuk atau memaksa,
Selagi berdiam itu, ia teringat kepada So So, Ia masih tetap
berdiam saja, sebab ia tak dapat meninggalkan sahabatnya ini.
Thian Ya juga menjublak mengawasi kawannya, Ia seperti
hendak mengatakan banyak hal, tetapi mulutnya tak dapat
dibuka. Ketika itu hari sudah mulai magrib, angin gunung mulai
bertiup, Thian Ya baru sadar, ia merasakan dinginnya angin.
"Apakah kau merasa dingin?" ia menanya dengan tiba2
mencekal tangan Hian Ki.
"Tidak! Kau merasa dingin?"
"Tidak seberapa, Ah, angin mulai besar, Lihat, kembang
salju pun turun! Didalam hutan hawanya begini dingin, apalagi
diluar, Enci Un Lan berada seorang diri, Dia luntang lantung,
apakah kau tidak khawatir dia kedinginan?"
Tergetar hatinya Hian Ki;
"Saudara Siangkoan, aku hendak memohon kepadamu. . ."
katanya. "Bicaralah!"
"Kau dengar aku, pergikau cari enci Un Lan!"
Thian Ya diam, kepalanya digelengkan, Cuma sesaat, lalu ia
berkata dengan perlahan:
"Hian Ki, jangan kau perdulikan aku, Aku telah mengambil
putusan tetap akan mengikuti Pit Leng Hong, untuk menjadi
sipenjahat besar! Mulai hari ini, kau lakukan tugasmu sebagai
hiapsu (seorang ksatria), aku bekerja sebagai penjahat, kita
tidak saling menghalangi! Nah, kau pergilah!"
Hian Ki tahu orang dalam keadaan sangat berduka, "Lain
orang bila putus asa, orang itu akan pergi sucikan diri, Akan
tetapi Thian Ya sebaliknya menjadi penjahat! Kalau hatinya
tidak kuat, ada kemungkinan dia tersesat. . ."
Karena memikir demikian, Hian Ki berseru:
"Jikalau kau tidak pergi cari enci Un Lan, aku juga tidak
mau pergi cari So So!"
Baru Hian Ki menutup mulutnya, mereka telah mendengar
suara tertawa dingin, disusul dengan kata2 ini;
"Tidak usah dicari lagi, aku ada disini!"
"Enci Un Lan!" Thian Ya berseru.
Disana berdiri Nona Siauw, mata merah dan bendul, air
matanya berlinang, Dia mengangkat kepalanya, memandang
langit, sembari tertawa nyaring.
"Siangkoan Thian Ya, kemari!" ia memanggil, tangannya
menggapai. "Eh, mengapa kau berdiam saja" Kalau kau tidak
datang, aku bilang, kau merusak keluarga dewa-dewi.
Coba di-hari2 biasa, dipanggil si nona, pasti Thian Ya lari
menghampiri, Tapi sekarang, keadaan mereka lain, Ia berdiam
terus, Ia mengetahui hatinya si nona sudah sangat terluka,
Kiranya ia telah mendengar semua isi hatinya Hian Ki barusan.
Hian Ki juga berdiri bengong, Sakit hatinya pemuda she
Siangkoan itu. "Enci Un Lan," katanya, "Kau. . .kau. . ."
Ia tidak dapat meneruskan, sedang si nona kembali tertawa
nyaring, Itulah tertawa yang lebih hebat dari tangisan sedusedan.
Sembari menangis, Un Lan menggapai pula;
"Mari! Kenapa kau masih berdiam saja?" katanya. "Kaupun
tak sudi melihat aku lagi?"
Mendadak, dari tertawa, si nona menangis, sambil
mendekap wajahnya, dia memutar tubuh dan lari. . .
Thian Ya kaget. "Enci Un Lan, kau tunggu aku, kau
tunggu!" ia berteriak seraya terus lari mengejar.
Maka disitu tinggallah Hian Ki seorang berdiri bagaikan
patung. Lama juga, baru pemuda she Tan ini menghela napas,
Dengan sinar matanya, ia mengantarkan Thian Ya dan enci Un
Lan-nya itu. "Hatiku telah kuserahkan kepada So So, enci Un Lan,
karena itu seumur hidupku, aku tidak mengharap maaf dari
kau. . ." katanya didalam hati, Ia terus mengambil tanah untuk
dijadikan hio, diam2 ia memuji kepada Thian agar Thian Ya
dan Un Lan dilindungi, agar mereka terangkap dalam
pernikahan. Biar bagaimana, Hian Ki merasa, belum tentu hati Un Lan
dapat terhibur benar2. Beberapa saat kemudian, barulah
pemuda ini keluar dari dalam rimba, selangkah demi
selangkah, ia menuju kerumah keluarga In, Tak hentinya ia
memikirkan So So, Entah si nona lagi berbuat apa" Apa dia
masih mencari aku, atau sudah pulang kerumah" Dan Nyonya
In, apa katanya si nyonya kepada suaminya" Apa ibu itu dapat
menemui puterinya"
********** In Bu Yang tengah berdiam seorang diri dikamar tulisnya, Ia
menyender dijendela, mengawasi bunga bwee, setelah
pertempuran yang dahsyat itu, Dipohon bwee hanya
ketinggalan beberapa tangkai bunganya, Rumahnya itu kini
sunyi, lebih sunyi lagi kamar tulisnya ini, Diujung tembok pun
terlihat ada tanah munjul, Kesunyian itu seperti mendatangkan
keseraman. . . "So So!. . ." ia memanggil perlahan.
Dalam kesunyian itu, angin malam bertiup masuk dari
jendela, angin itu membawa suara nyanyiannya So So, Si nona
yang lagi mencari Hian Ki, dan dia belum pulang. . .
Dipikiran Bu Yang telah terlintas apa yang telah terjadi,
khasiat dari pil Siauwhoan-tan dan arak Hweeyang-ciu
membuat dia dapat bertahan, Begitulah didalam rumah batu, ia
membeber rahasianya kepada puterinya, Ia telah membuat
puterinya itu sangat berduka, Sekarang ia menyesal sudah
membeber rahasianya itu, Ia ingat anaknya yang manis itu
meminta ia pulang untuk beristirahat, Ia menyesali kenapa
puterinya justeru tidak menegur dirinya.
"Kau sangat menyayangi aku, anak, Tahukah kau berapa
sakit hatiku" Kau melayani aku, kau menanti sampai aku tidur
pulas. . .lantas kau pergi seorang diri, Ah, anak, apakah kau
kira aku tidak tahu kau pergi untuk mencari siapa" Aku hanya
ber-pura2 pulas, untuk membiarkan kau pergi. . .
Kembali angin bertiup masuk, Bu Yang merasakan dingin
hingga ia menggigil.
"Dapatkah So So kembali?" pikirnya pula. "Tak pantas aku
menjadi ayahnya! Aku rela ia yang meninggalkan aku, Cuma,
kalau ia tidak kembali, aku akan sendirian saja, apakah artinya
hidup bagiku". . ."
Bu Yang merasakan dirinya seperti baru sembuh dari
penyakit berat, tenaganya seperti habis, Kesunyian
membuatnya merasa jeri, Justeru itu, ia mendengar suara
tindakan kaki perlahan, Cepat ia mengangkat kepalanya.
"Oh, Poo Cu!" ia berseru. "Benarkah kau" kau kembali!"
Disana berdiri Nyonya In, tangannya menyingkap cabang
pohon bwee, Ia berdiri diam dekat tanah yang munjul, ia
bagaikan memuji didalam hati, sejenak kemudian, ia berjalan
ke-kamar tulis.
Bu Yang sudah menyalakan lentera didalam kamarnya itu,
Dibawah sinarnya api ia melihat paras isterinya yang pucat
pasi. Nyonya In menyingkir dari tatapan mata suaminya, Ia
seperti menghadapi seorang asing.
"Mana So So?" tanyanya, suaranya tawar.
"Dia sudah pergi, dia belum kembali," sahut suaminya. "Oh,
Poo Cu. . .Aku tahu kesukaranmu, Tidak selayaknya aku
membunuh Thian Tok. . .Ya, seumurku, banyak kesalahan
telah kubuat. . .Tidak, aku tidak berani meminta lagi
keampunanmu. . ."
"Sudah terlambat untukmu menyebut pula semua itu," kata
Nyonya In. "Bu Yang, seumurku belum pernah aku minta apa
juga dari kau, dan malam ini ialah yang pertama kali, juga yang
satu2nya dan terakhir, Aku minta kau suka meluluskannya. . ."
Paras In Bu Yang pucat.
"Aku tahu apa yang kau kehendaki," sahutnya, suaranya
tergetar, Bukankah kau hendak membawa So So pergi?"
"Memang benar aku telah memikir untuk membawa So So
pergi," menyahut sang isteri, "akan tetapi sekarang aku telah
berbalik berpikir, Andaikata So So sudi mengikut aku, aku pun
tidak sanggup membuatnya senang."
"Jadi kau berpikir untuk membiarkan dia berdiam disini?"
tanya suami itu, "Oh, Poo Cu, kau juga berdiamlah bersama. .
." "Aku telah berpikir, seandainya So So tinggal bersamamu,
kau juga tidak dapat membuatnya senang," kata pula sang
isteri. "Itu pun aku ketahui."
"Aku tahu kau menyayangi So So tak kalah dari aku
menyayanginya, Maka itu, kenapa kita tidak mau memikirkan
jalan untuk membuat dia senang?"
Bu Yang terdiam.
"Kau tidak tega meninggalkan dia , aku juga!" berkata lagi
isteri ini, "Tapi setelah berpikir pulang pergi, aku rasa paling
benar dia meninggalkan kita. . ."
Bu Yang terkejut, "Ah!" keluhnya sedih, "Aku mengerti
maksudmu."
"Kau mengerti, itulah bagus, Didalam dunia ini cuma ada
satu orang yang dapat membuat So So bahagia dan hidupnya
riang genbira!" kata isteri itu.
"Tan Hian Ki!" seru Bu Yang.
"Benar! Dialah sipemuda yang berniat membunuhmu!"
Kembali Bu Yang menjublak.
"Aku telah mencari tahu tentang pemuda itu," berkata
Nyonya In, "Untuk sahabatnya saja ia suka mengorbankan diri,
maka terhadap orang yang ia cintai, pasti ia tidak bakal
mengecewakan, Dengan menyerahkan So So kepadanya,
hatiku lega."
Bu Yang menghela napas. "Semua bekas rekanku telah
bersatu pada mendidik dia, maksudnya ialah supaya dia dapat
membunuh aku," berkata Bu Yang. "Ya, permusuhan ini tak
ada jalannya untuk dinikin habis. . ."
"Pada dua puluh tahun berselang," barkata pula Nyonya In,
suaranya sedih, "Kau telah minta aku mencuri kitab pedang
ayah untukmu, aku telah malakukannya, Ketika itu, apakah
yang kau katakan?"
"Aku mengatakan aku bersedia meluluskan ribuan bahkan
sampai laksaan permintaanmu. . .apa juga yang kau kehendaki,
semua aku akan melakukannya, Ya, selama dua puluh tahun,
aku telah berbuat salah besar kepadamu."
"Selama itu dua puluh tahun, belum pernah aku minta apa
juga dari kau," kata pula sang isteri, "Itulah sebabnya aku
ketahui, bahwa didalam hatimi sudah tidak ada aku. . ."
Sakit Bu Yang merasakan hatinya, Ia mau bicara, tetapi
isterinya sudah mendahului: "Hal yang sudah2 jangan kita
timbulkan lagi, Sekarang aku cuma minta satu hal dari kau,
yaitu biarkan So So ikut Hian Ki pergi terbang jauh! Paling
benar kalau untuk se-lama2nya diatidak bertemu pula dengan
kita. . ."
"Benar, supaya dia jangan ingat lagi kepada ayahnya yang
membuat ia terluka hatinya, Poo Cu, aku meluluskan
permintaanmu ini, Sebenarnya, aku pun ingin sekali dia dan
Hian Ki terangkap jodohnya."
Mendengar jawaban itu, Nyonya In memutar tubuhnya
untuk berjalan pergi.
"Poo Cu, apa kau tidak hendak berdiam sebentar lagi?"
tanya Bu Yang, "So So bakal lekas pulang!"
"Maksud hatiku sudah kesampaian," menyahut sang isteri.
"Oleh karena kita bakal berpisah, perlu apa aku membuat dia
bertambah berduka lagi?"
"Dan kau hendak pergi kemana?"


Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau telah membunuh orang, aku hendak menebus dosamu.
. ." "Thian Tok, Thian Tok, Oh, di akhirnya kau jugalah yang
menang. . ." Bu Yang mengeluh.
Mendengar keluhan itu, Nyonya In berpaling;
"Thian Tok itu aku pandang sebagai sahabat kekal,
terhadapnya tidak sedikit juga aku menaruh cinta," ia berkata.
"Tahukah kau bahwa dirumahnya ia mempunyai janda serta
anak piatu" Gambar ini juga hendak aku membawa pergi
padanya, supaya janganlah dia mati dengan mata tidak meram.
. .Ya, kalau bukan karena So So, malam ini aku pun tidak bakal
kembali!" "Baiklah, Poo Cu, kau pergilah. . ."
Bu Yang seperti kehabisan tenaga untuk mengucapkan
kata2nya ini, Segera juga kamar tulis itu menjadi sunyi
kembali. "Hidup dan mati dan alam baka, semua itu samar-samar,"
Bu Yang ber-kata2 seorang diri, suaranya bersenandung,
"Didalam dunia, orang hidup pun lebih bersusah hati, Reruntuh
bunga bwee, rembulan yang kesepian, semuanya itu mendekati
kuburan baru. . .Air mata bercucuran terbawa angin Barat, dan
itu membuat jantung rasanya putus. . ."
Baru habis Bu Yang menutup mulutnya, ia telah mendengar
suara tertawa seram yang diikuti kata2 ini: "Saudara Bu Yang,
sungguh kau bergembira!. . ."
X. CINTA SEJATI
Bu Yang tidak berpaling ia hanya menyahuti dengan tawar
sekali, "Lo Tayjin, tempo satu bulan yang dijanjikan masih
belum tiba!" katanya.
Tertawa yang tidak menyedapkan serta kata2 yang
mengejek itu dikeluarkan oleh Lo Kim Hong, mendapat
jawaban yang setimpal itu, ia lalu berkata pula;
"Siauwtee mendengar khabar Cio Thian Tok telah mendaki
gunung ini sertqa Cit Siu si imam tua dan Pouw Kian juga turut
datang, oleh karena siauwtee berkhawatir, maka itu siauwtee
telah lantas kembali."
Sebagai gantinya aku, ia menyebutnya siauwtee (adik yang
kecil), Dengan begitu Lo Kim Hong telah merendahkan
dirinya. "Terima kasih untuk perhatianmu," kata Bu Yang, tetap
tawar, Ia mengucap terima kasih akan tetapi sikapnya tetap
dingin, bahkan terus ia memandang keluar jendela, sama sekali
ia tidak berpaling kebelakang.
Lo Kim Hong tidak mau kalah berperang dingin, ia tertawa
bergelak, Ia mendekati jendela, dengan tanganya ia menunjuk
pada gundukan tanah kuning, katanya;
"Aku tidak menyangka sama sekali Cio Thian Tok, yang
membanggakan dirinya seorang gagah tanpa tandingan,
sekarang ini dia telah dikubur tulang belulangnya ditempat ini!
Saudara Bu Yang, mulai saat ini hingga seterusnya, tidak nanti
ada seorang lain pula yang berani berebutan nama denganmu,
sebagai jago satu2nya dikolong langit ini, Maka itu sungguh
kau harus diberi selamat!"
Mendadak Bu Yang menoleh,
"LoTayjin, janganlah kau menggoda aku!" katanya dingin,
"Dapatkah?"
Kim Hong tercengang,
"Saudara Bu Yang!" katanya sesaat kemudian, "apakah yang
kau mau sampaikan" Ha, mengertilah aku, saudara, kau tidak
menaruh perhatian atas nama besarmu, Tapi, tahukah kau apa
akibatnya perbuatanmu ini" Tanpa kau merasa, tanpa kau turun
gunung, kau sudah menolong Sri Baginda mendirikan suatu
jasa besar sekali! Bukankah hal ini kau harus diberi selamat!"
Bu Yang menunjukkan sikapnya keren, "Aku, membunuh
Cio Thian Tok bukannya untuk kamu!" katanya, suaranya
dalam. Kembali Lo Kim Hong tercengang, kemudian wajahnya
memperlihatkan senyuman licik, Ia mengangkat kedua
pundaknya; "Ya, aku baru saja bertemu dengan enso, yang turun gunung
dengan ter-gesa2!" katanya pula, kembali ia tertawa tawar,
"Saudara Bu Yang, kalian suami isteri sekian lama,
mungkinkah diantara kalian muncul pula tabiat bocah2 hingga
kalian menjadi cekcok?"
Wajahnya Bu Yang berubah, agaknya tak dapat dia
menguasai dirinya lagi, akan tetapi disaat genting itu, sedapat
mungkin ia berusaha untuk dapat mengendalikan dirinya;
"Lo Tayjin, kau mempunyai kata2 apa lagi?" tanyanya
dingin, Itulah kata2 dari tuan rumah yang bernada mengusir
tamunya. Lo Kim Hong mundur satu tindak; "Seorang gagah hatinya
lapang, tetapi rumah tangga apakah artinya?" katanya seorang
diri. Wajah Bu Yang kembali menjadi suram; "Kau bicara apa?"
tanyanya, membentak!
Lo Kim Hong memperdengarkan pula tertawanya yang
menyeramkan; "Tidak apa2," sahutnya tawar. "Ah, tidak perduli apa
alasannya kau membunuh Cio Thian Tok, siauwtee tetap
banyak berterima kasih kepadamu, Saudara In, siauwtee
mengatakan terus terang, siauwtee mau menasihati kau,
didalam segala urusan, baiknya saudara berlaku lapang dada
sedikit, saudara harus ingat, luka dalam-mu belum lagi
sembuh, kemarahan akan merusak kesehatanmu, Saudara,
siauwtee ada membawa obat pil Kouwgoan-tan buatan istana,
aku percaya, obat ini mungkin ada faedahnya untukmu."
Didalam hati, Bu Yang terkesiap;
"Jahanam ini bermata sangat tajam," pikirnya, "Cuma
jikalau dia mengira aku ini terluka ditangan Cio Thian Tok, dia
salah mata!"
Hal sebenarnya adalah Bu Yang terluka oleh pukulan tangan
Pit leng Hong yang lihay, biarpun dia telah makan obat
Siauwhoan-tan serta arak Kenghoa Thianhiang Hweeciu,
tenaga dalamnya masih belum pulih kembali, Ini pula
sebabnya, walau ia sangat gusar terhadap Lo Kim Hong, ia
masih menahan sabar se-bisa2nya, Ia menyadari, kemarahan
kelewat batas bisa mengganggu kembali kesehatannya.
Lo Kim Hong telah mengeluarkan tiga butir obat pilnya itu,
yang ia taruh ditelapak tangannya.
"Tak usah!" berkata In Bu Yang setelah melihat obat itu.
Lo Kim Hong tidak menjadi gusar atas penolakan itu,
bahkan dia tertawa;
"Saudara mempunyai tenaga dalam yang hebat, tanpa obat
ini memang kau dapat memulihkan kembali tenagamu,"
katanya, "Hanya, biar bagaimana, kau membutuhkan waktu
lebih lama untuk kepulihannya, Tidakkah itu bakal
menelantarkan usaha besarmu, saudara Bu Yang?"
"Usaha besar apakah itu?"
"Saudara sendiri yang telah menjanjikan siautee, untuk
dalam satu bulan. . ."
Bu Yang memperlihatkan pula sikapnya yang tawar;
"Biar pun urusan sebesar langit, semenjak saat ini tak sudi
aku mencampurinya lagi, maka itu silahkan saudara pulang
saja!" "Tetapi, saudara, kata2nya seorang ksatria seperti seekor
kuda jempolan dicambuk hanya sekali," Kim Hing berkata,
"Saudara telah berjanji hendak bekerja untuk Sri Baginda dan
untuk itu kau akan turun gunung, kenapa sekarang saudara
menyesal dan menarik pulang janjiitu?"
"Sebenarnya aku bukanlah seorang ksatia. . ."
Lo Kim Hong menghela napas yang di-buat2;
"Memang benar, dalam kehidupan manusia, dari sepuluh
pengharapannya, delapan atau sembilan bagian tidak tercapai,
oleh karena itu, mengapa saudara jadi begini berduka?" ia
bertanya, Tapi kata2 ini tegas mengutarakan bahwa ia telah
mendengar kata2 Nyonya In tadi dengan suaminya itu, bahwa
dengan itu ia menyatakan kecurigaannya yang diantara Nyonya
In dan Cio Thian Tok itu ada hubungan soal asmara, Dengan
kata2nya ini ia telah mengundang kemarahannya Bu Yang.
Benar saja, Bu Yang segera merasakan maksud orang,
hingga ia menjadi sangat gusar, Tajam sinar matanya ketika ia
memandang pahlawannya raja itu;
"Lo Tayjin, kau benar2 telah menghina aku karena luka-ku
belum sembuh?" ia menegaskan, suaranya dalam.
Lo Kim Hong tertawa lebar. "Mana siauwtee berani, mana
siauwtee berani!" sahutnya, akan tetapi nadanya mengejek.
"Saudara Bu Yang, kalian suami isteri saling menyintai satu
dengan lainnya, kamu hidup mengasingkan diri digunung yang
indah, hidup kamu melebihi kebahagiaannya dewa dewi,
karena itu, jikalau saudara sudah tetapkan tidak ingin
mencampuri lagi urusan dunia, baiklah, siauwtee tidak berani
memaksa pula." Nada suara itu tetap ada mengandung ejekan,
cuma sudah sedikit lebih lunak.
"Hm!" bersuara Bu Yang, sambil mengangkat kedua
tangannya, "Maaf, aku tidak dapat mengantar lagi pada Lo
Tayjin." Lo Kim Hong tidak berani mengambil sikap keras,
walaupun dia tahu Bu Yang terluka berat dibagian dalam, Ia
jeri pada ilmu pedang dan totokan Itci-sian yang lihay dari
orang In ini. Habis berkata, Bu Yang mengeluarkan napas lega, lalu ia
menyenderkan tubuhnya dijendela, dan memandang jauh
keluar, Ia membawa sikapnya dengan tenang sekali.
Lo Kim Hong telah berjalan kepintu, ketika tiba diambang
pintu, mendadak ia menoleh kebelakang;
"Apakah saudara benar2 sejak saat ini tak akan mencampuri
lagi segala urusan dunia?" ia menegasi, suaranya mengejek,
dan iapun tertawa tak sedap.
"Jikalau orang tak ganggu aku, tidak nanti aku mengganggu
orang lain," jawab Bu Yang, tenang meskipun hatinya masih
panas. "Baiklah!" kata Kim Hong. "Sekarang aku hendak bicara
tentang satu bocah she Tan bernama Hian Ki, khabarnya dia itu
mau membunuh kau secara menggelap, Tentang sikapnya
orang itu, aku tidak akan mencampurinya, aku hanya mau
bertanya, jikalau aku turun tangan membekuk dia, saudara juga
tidak akan turut campur, bukan?"
Terperanjat Bu Yang mendengar kata2 itu, ia jadi berpikir
karenanya; "Kalau dia tak ada hubungannya dengan aku, perlu apa aku
mencampurinya?" jawabnya sesaat kemudian.
Mendengar jawaban itu, Lo Kim Hong menjadi sangat
gembira, Ia mengangkat kedua tangannya, dirangkapi. "Terima
kasih untuk janjimu ini, saudaraku," katanya. "Nah, sekarang
siauwtee meminta diri."
Sementara itu Tan Hian Ki telah mendengar samar2 suara
dua orang bicara, Ia bukannya mendengar suara suara Nyonya
In, tetapi suara dua orang lelaki, Mendengar itu, ia tercengang
sejenak, Ia datang dengan penuh harapan, tapi sekarang. . .Ia
jadi ragu sebentar, terus ia berjalan kearah dalam, maka tepat
sekali, diluar kamar ia berpapasan dengan Lo Kim Hong.
"Hahaha!" tertawa pahlawan kaisar itu. "Bocah cilik, kau
beruntung telah mendapat kembali jiwamu, bukannya kau
kabur, tapi kau kembali kesini, kau seperti mengantarkan diri
kedalam jaring, Haha! Benar2 Thian ada matanya!"
Kata2 itu dibarengi dengan uluran tangannya, untuk
membekuk dengan tangkapannya menurut tipu silat Siauwkimnaciu.
Lo Kim Hong terlalu memandang ringan kepada anak muda
itu, maka itu ia telah tertawa dan mengeluarkan kata2nya yang
nyaring, jika tidak demikian, pastilah ia sudah berhasil dengan
sergapannya, apabila itu terjadi, tentu sianak muda tak dapat
berdaya lagi, Tapi ia telah memperdengarkan suaranya, Hian
Ki yang mendengar suaranya segera berwaspada.
Begitu orang mengulur tangan, Hian Ki bertindak kekiri,
tangan kanannya digerakkan, berkelit sambil terus menangkis,
menyusul dengan tangan kirinya bergerak pula, untuk
membalas balik tangan lawan, Inilah pembelaan diri sambil
menyerang, dan usaha ini memberikan hasil bagus.
"Hm!" Kim Hong memperdengarkan suaranya, karena gagal
serangannya yang berbahaya itu, "Nyalimu tidak kecil bocah,
kau berani menyerang aku!"
Kata2 ini diteruskan dengan serangannya yang cepat sekali,
dengan jurus 'Sepasang tangan- Im-Yang', yang mirip dengan
jambakan, tetapi hanya dorongan dari tenaga 'Siauwthian-chee'
atau 'Bintang kecil'.
Dihajar secara demikian, tak sempat Hian Ki mengundurkan
diri untuk berkelit, maka ia membela diri dengan gerakannya
'Tongcu Pay-koan-im' (kacung dewa memberi hormat kepada
dewi Koan Im), kedua tangannya diajukan dengan berbareng,
dan begitu kedua tangan bentrok, ia kaget, sebab nyata sekali,
ia kalah tenaga dari lawannya itu, bahkan ia merasakan kedua
tangannya tertarik dan tubuhnya kena diputar, hingga ia tak
dapat menguasai tubuhnya itu!
Sembari membuat tubuh orang berputar terus, Lo Kim Hong
tertawa ter-bahak2, Ia tidak mau menghajar orang dengan satu
pukulan yang mematikan, ia hendak membuat pemuda itu
pusing kepalanya dan kabur matanya, supaya dia roboh dengan
sendirinya, Tapi mendadak, "Prang!" dari kaca jendela yang
hancur, melesat keluar tubuh In Bu Yang!
Lo Kim Hong terkejut bukan kepalang. "In Bu Yang, kau
tidak pegang kata2mu?" ia menegur, menagih janji.
"Aku mengatakan tidak mencampuri urusan biasa, tetapi ini
adalah bukan urusan biasa!" menjawab orang yang ditegur,
yang tertawa dingin, Belum suaranya berhenti, terlihat
tangannya sudah melayang, dengan pukulan 'Pekhongciang'(
Menghajar udara kosong).
Kalau sudah dua jago bertempur, hebat pertempuran itu,
Demikian Lo Kim Hong dan In Bu Yang, yang sama2 jago
kelas satu. Lo Kim Hong melihat orang muncul, ia tertawa dingin, ia
memperdengarkan ejekan, "Hm!" Belum lagi serangan tiba, ia
mendahului menjambak Tan Hian Ki, yang sudah tidak
berdaya, maka dengan satu sentakan, dilemparnya sianak
muda, Lalu iapun berkata, menantang:
"Nah, Kau hajarlah!"
Tubuh Hian Ki berat seratus kati, tapi Lo Kim Hong
menggunakan tenaga dalamnya, tubuh itu terlempar kearah In
Bu Yang, yang justeru datang menyerang, dengan serangan
seribu kati, Maka celakalah Hian Ki kalau ia sampai kena
terhajar.

Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

In Bu Yang lihay, menyaksikan caranya Lo Kim Hong, ia
terkejut, terpaksa ia cepat merobah serangan menjadi
dorongan, ia menolak tubuh sianak muda hingga terpental
balik, begitu juga dengan Lo Kim Hong, melihat demikian, ia
bertindak bersamaan, Maka kejadiannya Hian Ki dijadikan
bagaikan bola, dilempar ditolak pulang pergi, Kalau tidak, dia
pasti jatuh terbanting dan mungkin akan terluka parah.
In Bu Yang lantas berpikir, Hian Ki mesti diselamatkan, Ia
mesti menolong anak muda itu atau dirinya sendiri, selagi
berpikir, muncul bayangan isterinya yang wajahnya diselimuti
duka, dan wajah puterinya yang cantik manis, Segera setelah
itu, ia mengertak gigi, Disaat tubuh Hian Ki ditolak balik
kearahnya, ia memasang kuda2, ia mengerahkan tenaganya
untuk menyambut tubuh pemuda itu, dan tidak dia tolak
kembali, Ini berarti ia mesti menahan pukulan Taosut Payciu
dari Lo Kim Hong, Maka hebatlah ia merasakan tenaga tolakan
pada dadanya, Biarpun ia lihay, tapi kini ia dalam keadaan
terluka dalam, tubuhnya terhuyung mundur beberapa tindak,
mulutnya pun memuntahkan darah segar, Ketika ia melihat
Hian Ki, pemuda itu tertutup matanya, tak sadarkan diri.
Diam2 Lo Kim Hong terkejut, dengan caranya itu
mempermainkan tubuh Hian Ki, ia hendak menguji tenaga
dalam dari Bu Yang, sekarang ia dapat membuktikan lihaynya
orang she In itu, Kalau Bu Yang melayani terus seperti biasa,
dia bakal menghamburkan tenaganya, dari itu berarti dia bakal
roboh ditangan lawannya, Sekarang ia pun sudah merasakan
penderitaan yang hebat sekali, Dalam keadaan terluka, dia
kalah kuat, kalah tenaga.
Lo Kim Hong bangsat licik, ia mempergunakan kesempatan
yang baik, Tanpa menanti Bu Yang berganti napas, ia
menyerang lagi dengan pukulannya yang lihay itu.
Bu Yang yang melihat datangnya serangan, ia lalu berkelit,
sambil berkelit ia buru2 meletakkan tubuh Hian Ki ditanah,
kemudian dengan cepat ia balas menyerang, Karena ia sudah
kalah tenaga, dengan sendirinya ia mundur setindak.
Lo Kim Hong girang bukan kepalang, Yakinlah dia
sekarang Bu Yang benar2 telah terluka parah, Ia tidak memberi
ampun, sekali lagi ia mengulangi serangannya yang dahsyat
itu, Dasar licik, ia menggunakan siasat, Serangannya itu
ditunda ditengah jalan, untuk diteruskan diarahkan kepada
tubuh Hian Ki yang rebah tak berdaya, selagi sianak muda itu
masih pingsan. Bu Yang benar2 lihay, Didalam keadaan terdesak itu, ia
masih dapat membedakan tipu daya keji lawannya itu, Ia
melompat maju, maka sekali lagi, ia menangkis serangan
siorang she Lo.
Tadi In Bu Yang melawan dengan sebelah tangan, karena
tangannya yang lain masih dipakai memondong Hian Ki,
sekarang ia menggunakan ke-dua2 tangannya, ia dapat
mengerahkan tenaga sepenuhnya, walau tenaga dalam sakit
sebagai akibatnya, keempat tangan bentrok keras sekali,
sampai terdengar suaranya, sesudah mana keduanya sama2
terpental mundur hingga kira2 satu tombak, yang mana
membuktikan bahwa tenaga mereka adalah masih seimbang.
Lo Kim Hong heran berbareng girang, Ia heran karena orang
masih tetap tangguh, Ia girang karena ia percaya, orang tak
akan bertahan lama, Katanya dalam hati: "Benar2 Bu Yang
gagah bukan nama belaka, jikalau bukan dia tengah terluka,
tidak nanti aku sanggup melayani dia, Sekarang dia sama
kuatnya dengan aku tetapi sebentar, lihatlah! Aku merasakan,
kekuatannya kali ini tanpa susulannya, Biarlah aku bertahan,
terus melawan keras dengan keras, mustahil dia dapat bertahan
terus-menerus! Haha! Dia membunuh Thian Tok, aku akan
membunuh dia, maka selanjutnya tidak ada lagi orang yang
dapat menandingi aku!" Girang pahlawan ini.
In Bu Yang mundur untuk segera maju lagi;
"Lo Kim Hong, kecewa aku menamakan dirimu seorang
gagah kaum Rimba Persilatan!" katanya dingin, "Apakah kau
tidak malu melayani seorang anak muda dengan caramu ini"
Kalau kejadian ini tersiar umum, apakah kau tidak bakal
ditertawakan orang2 gagah dikolong langit?"
Lo Kim Hong tidak merasa malu, dia malah tertawa dingin;
"In Bu Yang juga bicara tentang kaum kangouw, inilah
keanehan dunia!" katanya mengejek. "Aku hendak menawan
satu bocah, lebih dulu aku telah bicara jelas denganmu, Kau
telah mengatakan tidak akan campur tangan, habis sekarang
mengapa kau turut turun tangan?"
"Apakah yang aku katakan?" Bu Yang menanya, "Aku lupa
lagi! Coba kau mengulanginya."
Dilawan sabar itu, Lo Kim Hong mendongkol.
"Awalnya kau mengatakan tidak akan campur tangan urusan
biasa," ia menjawab, setelah itu kau menjelaskan, "Kalau dia
tidak ada hubungannya dengan kau, maka kau tidak akan
mencampurinya" Kata2mu itu masih belum hilang dari
telingaku, Mustahil aku sudah melupakannya?"
In Bu yang mendengar jawaban itu dengan tertawa bergelak;
"Jikalau kau dilain tempat membunuh orang dan membakar
rumah, memang aku malas untuk mencampurinya," ia berkata,
"Sekarang kau turun tangan dirumahku, apakah dengan begitu
dimatamu masih ada aku In Bu Yang" Andaikata benar bocah
ini mesti dibuhuh, dimana sekarang dia ada dirumahku,
bukanlah tugasmu yang harus membunuhnya, Jadi karena
urusan ini ada menyangkut denganku, mana dapat aku berdiam
saja tidak mengurusnya?"
Bu Yang bicara beralasan, tetapi Kim Hong tertawa dingin;
"Jadi maksudmu kau hendak melindungi bocah ini?" ia
menegaskan. Kedua mata Bu Yang membelalak; "Dirumahku, akulah
yang berkuasa!" jawabnya tegas, "Dan kau tidak berhak
mencampurnya tahu!"
Lo Kim Hong tertawa dingin pula.
"Bocah ini turunan Thio Su Seng si Pemberontak!" ia
berkata nyaring, "Aku adalah Congci-hui dari Kimi-wi, maka
itu urusan dia pastilah aku yang mesti mengurusnya!"
"Kalau begitu, tidak ada jalan lain lagi," kata Bu Yang
tenang. "Terpaksa aku In Bu Yang mesti menerima
pengajaranmu lagi, Lo Tayjin yang mulia!"
Bagaikan telah berjanji, keduanya lantas ber-sama2 maju,
Bu Yang telah bicara cukup dan Kim Hong tidak mau
membuka mulut lagi, Kim Hong segera menyerang dan
menimbulkan angin yang mendesir, hingga mematahkan
sebatang cabang pohon bwee, lalu ia menyadari telah
menyerang tempat kosong, hingga ia menjadi kaget, Sebab Bu
Yang, yang tadi berkelit cepat sekali, telah menyerang dia dari
samping! Lo Kim Hong berseru nyaring, sambil berseru ia memutar
tubuh untuk terus menyerang, jadi serangan dibalas serangan,
bukannya tangkisan, melihat itu Bu Yang batal menyerang,
tubuhnya berkelebat, Congci-hui dari Kimi-wi itu tidak
berhenti sampai disitu walaupun seranganya itu gagal, ia
melanjutkan dengan serangan susulan, Ia percaya lawan tak
bakal bertahan lama, ia mendesak, tidak ingin ia memberi
kesempatan pada lawan itu untuk berganti napas.
In Bu Yang benar2 lihay, Selanjutnya, tubuhnya seperti
berkelebatan ke-empat penjuru, didelapan penjuru angin,
tubuhnya bergentayangan seperti juga berbagai serangannya,
yang ia lakukan secepatnya ketika ada kesempatan, Cara
bergeraknya ini dapat membuat pandangan orang menjadi
kabur dan kepala pusing.
Lo Kim Hong terkesiap hatinya, Ia heran juga kagum dan
mendongkol karena penasaran:
"In Bu Yang, sungguh kau licik!" mencaci ia dalam hatinya.
"Kau tidak berani mengadu tenaga denganku, kau
menggunakan siasamut ini!. . ."
Memang, dalam ilmu meringankan tubuh, ilmu pedang,
tangan kosong, In Bu Yang telah mencapai tingkat
kesempurnaan, maka dengan menggunakan ilmu silatnya ini
yang dinamakan Patkwa-Yusin ciang (Memainkan tubuh
didalam garis diagram), ia dapat menyingkir dari sergapan
lawan, ia dapat menyerang ditempat dan disaat yang tepat,
Tegasnya, ia mencari kelemahan lawannya, Dengan siasatnya
ini ia membuat Lo Kim Hong ber-putar2 tidak berhentinya,
hingga per-lahan2 komandan Kimi-wi itu menjadi mulai
merasakan kepalanya pusing dan matanya ber-kunang2.
"Inilah hebat," Kim Hong berpikir, Ia menginsafi akan
bahaya yang mengancam dirinya, "Dengan cara ini, belum
sempat aku membuat dia letih dan mampus, akulah yang bakal
kelelahan dan mati lebih dulu. . ."
Lalu dengan diam2 ia memasang mata, Ia lihay, dalam
keadaan begitu, ia masih dapat berpikir tenang dan dapat juga
memasang mata, Demikian cepat juga ia memperoleh
kenyataan, In Bu Yang senantiasa melirik kearah Tan Hian Ki,
yang rebah tak berkutik ditanah didekat tempat mereka
bertarung, Ia segera mendapat pikiran, hingga iapun menjadi
girang, Ia lantas mencari akal untuk menyingkir dari serangan
lawan, untuk menggunakan kelemahannya itu.
Lalu Congci-hui ini mengimbangi dengan mengeluarkan
ilmu silatnya 'Pathong hongie' (hujan- angin didelapan
penjuru), Secara demikian ia dapat menandingi ilmu silat
Patkwa Yusin-ciang dari lawannya itu, cepat lawan cepat,
bahkan dia berhasil mendesak In Bu Yang mundur beberapa
tindak, Inilah kesempatan yang dia cari, begitu orang mundur,
ia lantas tertawa terbahak, terus ia menjatuhkan diri, dan duduk
numprak ditanah.
"Saudara Bu Yang, siauwtee tidak terluka, cuma letih saja,"
katanya. "Nah, kaupun duduklah!"
Dengan kata2nya ini, Lo Kim Hong bukan mengalah, ia
hanya mengejek lawannya itu, Ia mau mengatakan lawannya
itu sudah letih, hendak ia menggoda dengan mengajak istirahat
dulu. Tentu saja Bu Yang mengerti maksud orang, ia menjadi
sangat murka, tanpa memberikan jawaban, dia melompat
menerjang. Lo Kim Hong melakukan perlawanan terus sampai tujuh
belasan jurus, sebentar2 ia menggunakan tipu Hunkin Cokuthoat,
untuk menangkap tangan orang guna dibuat patah atau
sedikitnya salah urat, Ia menyerang begitu cepat ketika
lawannya datang dekat padanya, Waktu itu ia kombinasikan
dengan pukulan2 Kimkong-ciang (Telapak Pelindung Buddha),
Tidak perduli bagaimana hebatnya penyerangan, ia tidak
memberi kesempatan untuk dirinya dipancing.
Disatu pihak, cara bertempur Kim Hong ini sedikit luar
biasa, Dengan caranya ini, biasanya tidak ada orang yang
sanggup merebut kemenangan, Tapi kali ini ia mengandung
maksud lain, ia bertahan untuk maksud menguras tenaga
lawannya, sebab ia tahu Bu Yang telah terluka didalam,
terhadap lawan yang sehat, tidak nanti berani dia menggunakan
cara begini. Sebentar saja puluhan jurus telah berlalu, Dengan cepat
mereka sudah bertempur lagi tiga puluh jurus, Dan Bu Yang
telah menyerang terus menerus sebanyak tiga puluh kali.
"Saudara Bu Yang," berkata Lo Kim Hong sambil tertawa,
Ia masih sempat mengambil kesempatan untuk berkelakar,
"Sudah duapuluh tahun kita tidak pernah main2, maka sungguh
aku beruntung hari ini kau sudi memberi muka padaku, kau
suka memberikan pelajaran, Turut pantas, aku mesti melayani
terus padamu sampai tiga hari tiga malam, tetapi kau kurang
sehat, kekuatanmu itu belum pulih, sebaiknya saudara menjaga
diri, jikalau kau terlalu lelah, kau nanti bisa merusak
kesehatanmu itu, Ah! saudara, tidak suka aku menjadi
seperti;"aku tidak ingin- membunuh Pek Jin akan tetapi Pek Jin
toh mati karena gara2 aku!" Kalau itu sampai terjadi, mana bisa
hatiku tenteram?"
Bu Yang dapat menangkap maksud orang, Ia diejek, ia mau
dibuat panas hatinya, Maka cepat ia mengendalikan diri,
menahan sabar, ia bahkan perhebat serangannya, Ia juga
menggunakan siasat, serangan2nya yang hebat dikombinasikan
dengan berbagai gerak tipu silat, Dengan begitu telah lewat lagi
belasan jurus. "Saudara Bu Yang," berkata lagi si Congci-hui sembari
tertawa, "Kau sendiri mungkin dapat bertahan lebih jauh
hingga beberapa jam lagi, tetapi bagaimana dengan itu engko
kecil yang lagi rebah pingsan" Dia telah terkena serangan
Toasut Payciu dari aku, dia terluka didalam.. Saudara,
Andaikata akhirnya kau dapat mengalahkan aku, kau juga tidak
nanti dapat melindungi jiwanya bocah itu. . ."
Kali ini Bu Yang dapat dibuat tergerak hatinya, hingga
hatinya itu tercekat, Memang benak apa yang dikatakan Kim
Hong, Hian Ki terluka, dan ia pingsan, tanpa mendapat
pertolongan cepat, bagaimana nanti akhirnya" Ia berpikir juga,
Kalau sampai ia terbinasa, bagaimana dengan So So nanti"
Tidakkah dia bakal akan sangat bersusah hati?"
Oleh karena itu, tiba2 saja ia menghentikan serangannya,
ketika ia mau memutar tubuh untuk memngundurkan diri,
Tepat disaat ia berbalik badan, se-konyong2 Lo Kim Hong
melompat bangun, maju menyerang punggung lawannya itu,
Sebagai seorang jago, bisa dibayangkan kecepatannya itu,
sedangkan bokongannya mempergunakan segenap tenaganya,
Dan tenaga yang dikerahkan adalah tenaga yang diibaratkan
dapat meruntuhkan gunung dan menggelorakan lautan.
Bu Yang mengetahui datangnya bokongan, segera ia
menegrahkan tenaganya untuk menangkis, dengan begitu
keduanya menjadi bentrok, dan ternyata, tenaga mereka masih
tetap berimbang.
Lo Kim Hong tertawa ter-bahak2;
"Saudara Bu Yang!" katanya, "Kau sebenarnya perlu sekali
beristirahat, untuk menyembuhkan luka dalam-mu, maka aku
pikir, baiknya kau serahkan saja bocah itu padaku, hendak aku
serahkan dia kepada Sri Baginda, aku tidak tega untuk segera
membinasakan dirinya. . ."
In Bu Yang tahu bahwa kemarahannya lagi dipancing, ia
tidak mau ambil peduli, Seperti tidak mendengar apa2, ia
lompat kedepan untuk menyerang, Kali ini ia menggunakan
jari tangannya, kala ia menyerang, Lo Kim Hong juga ikut
menerjang, maka itu, mereka maju berbareng, dan mereka
saling melukai lawannya!
Tangan Kim Hong mampir ketubuh lawannya, dan jari
tangan Bu Yang berhasil menotok pundak Kim Hong, hingga
membuat pundak Kim Hong merasakan hawa sangat panas,
serta berhasil melenyapkan lima bagian tenaga lawannya.


Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebenarnya Kim Hong sudah menutup jalan darahnya, tetapi
setelah kena ditotok, ia merasakan napasnya jadi sesak, Oleh
karena itu, keduanya sama2 terkejut, Bu Yang merasakan
tubuhnya disusupi oleh hawa yang dingin, maka seperti Kim
Hong, ia pun berpikir: "Kalau tadi aku hanya mengarah jiwa
lawan, mungkin sekarang dua2nya sudah akan binasa. . ."
"Itci-sian benar2 hebat!" Kim Hong memuji, walaupun
suaranya tak wajar, "Saudara In, ingin aku memberi nasihat
padamu supaya kau jangan terlalu menghamburkan tenagamu,
akan lebih baik bila kau dapat menjaga kesehatanmu!"
Memang Itci-sian membutuhkan tenaga yang istimewa, dan
Bu Yang sendiri merasakan tubuhnya dingin tak karuan,
setelah menggunakan totokan sebuah jari tangannya itu, Ia
cukup memahami, rasa sakitnya itu lebih banyak disebabkan
oleh tangan beracunnya Pit Leng Hong, Cuma karena ia
memberati anaknya, ia tidak mau meninggalkan Hian Ki,
Kalau saja ia membiarkan Lo Kim Hong, dan hanya membela
diri, ia tidak perlu mengeluarkan banyak tenaganya, Tetapi
sekarang tidak, dan ia pun terbenam dalam keraguan.
Selagi keadaan diliputi suasana tegang, diluar terdengar
suara nyaring halus dari seorang wanita, yang terus saja
berjalan masuk, Ketika In Bu Yang menoleh , dengan segera ia
mendapatkan isterinya telah kembali, Tak dapat ia menahan
goncangan hatinya. . .
"Poo Cu, kau, kembali!" serunya.
Isteri itu tidak menyahut, Poo Cu memang telah kembali
lagi, setelah ia melihat datangnya Lo Kim Hong, Ia jadi curiga,
Mendengar seruan suaminya yang ia tahu keluar dari hati yang
tulus, hatinya juga ikut terguncang, Ia merasa sangat berduka,
dan perih didalam hatinya, lalu ia berkata sendiri; "Ah, kiranya
dia masih memikirkan aku, tetapi dia tidak tahu aku datang
bukan untuknya. . ."
Suami isteri itu lantas memandang satu dengan lainnya,
sang isteri tidak mengatakan apa2, ia hanya mematahkan
sebatang cabang pohon bwee, lalu ia menghadapi Lo Kim
Hong seraya menegur;
"Kau berani melukai orang didalam rumah keluarga In"
Lekas kau angkat kakimu!" ia tidak cuma menegur, tetapi
segera disusul dengan tikaman dari cabang pohon bwee itu,
yang digunakan sebagai pengganti pedang.
Lo Kim Hong berkelit, tetapi karena berkelit itu, ia ditikam
pula, secara beruntun sebanyak tiga kali tusukan, dimana
tusukan Nyonya In mengarah ke-jalan darah soanki, giokheng
dan thiankwat. Dengan menekan tanah, Lo Kim Hong mencelat mundur
beberapa tindak, Ia terus tertawa dan berkata dengan dingin;
"Aku telah menyangka kau telah sampai dirumah keluarga
Cio, kiranya kau masih berada dirumah keluarga In ini! Ha ha!
Dasar kalian sepasang suami isteri yang saling menyinta satu
dengan lainnya! Sekarang kalian maju berdua, membuat aku
mau tidak mau mesti mengangkat kaki juga..."
Itu adalah kata2 yang mengandung ejekan, Nyonya In
menuding dengan cabang pohonnya;
"Sekarang ini biarpun kau ingin pergi, sudah tidak dapat!"
katanya keren, Ia menoleh kepada suaminya, lalu berkata; "Bu
Yang, kau lihatlah jagalah Hian Ki! Seumur hidupku, belum
pernah aku membunuh orang, akan tetapi hari ini, hendak aku
melanggar pantangan itu!"
Nyonya In murka bukan kepalang karena ejekan itu, Ia
mendapat didikan baik semenjak kecil, ia biasanya sangat
sabar, dan dapat menguasai diri sekalipun dibuat gusar, tetapi
kali ini nada suaranya lain, Bu Yang belum pernah melihat
isterinya gusar begini, ia jadi kaget karenanya!
Begitu habis kata2nya itu, Nyo nya In langsung menyerang
Lo Kim Hong, bahkan ia menyerang secara ber-tubi2.
Adalah maksud Kim Hong mengejek si nyonya, adalah
untuk membangkitkan kemarahannya nyonya itu, supaya
dalam gusarnya, si nyonya tidak dapat memusatkan
perhatiannya pada ilmu silatnya, maka itu, adalah diluar
dugaan Kim Hong, bahwa nyonya itu masih dapat
mengendalikan diri, gerakan pedang kayunya tidak kacau, dari
itu dia menjadi kaget sekali.
"Bouw Tok It adalah ahli pedang nomor satu pada tigapuluh
tahun yang lampau," ia berpikir, "aku tidak menyangka
anaknya ini tak kalah kosennya daripada dia. . . ."
Karena itu, ia bertempur dengan sangat hati2 sekali, sampai
ia tidak berani mengejek lagi, Ia melawan ilmu silat Tat Mo
Kiamhoat dari Nyonya itu dengan Taylek Kimkong-ciang.
Di-dalam hal tenaga dalam, Nyonya In kalah dari suaminya,
tetapi didalam ilmu pedang, walaupun ia hanya memegang
sebatang cabang pohon bwee, ia lihay luar biasa, maka itu,
senjatanya yang istimewa itu bergerak mirip pedang,
Bagaimana juga Kim Hong mencoba, tidak dapat ia menghajar
cabang pohon itu menjadi patah.
In Bu Yang ingin melihat Hian Ki, tetapi tidak segera ia
menghampiri sianak muda itu, ia hanya berdiri mengawasi
isterinya, setelah beberapa jurus, baru ia mengeluarkan napas
lega, dalam hatinya berkata;
"Selama duapuluh tahun tidak pernah aku memperhatikan
ilmu silat isteriku, siapa tahu ia mendapatkan kemajuan baik
sekali, Kim Homng boleh unggul tenaga dalamnya, tetapi
dengan bertempur lama, dia akhirnya bukan lagi tandingan
isteriku ini."
Maka ia lantas menghampiri Hian Ki, yang per-tama2 ia
lakukan adalah memegang nadinya sianak muda itu, terasa
kacau jalan nadinya itu, sebentar keras denyutannya, sebentar
Memanah Burung Rajawali 30 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Pendekar Pengejar Nyawa 13
^