Pencarian

Tokoh Besar 5

Tokoh Besar Karya Khu Lung Bagian 5


tak keruan juntrungannya, hayolah pergi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sekarang juga pergi, bukankah mereka semakin yakin
akan tuduhannya bahwa aku pembunuhnya?"
"Kau tidak pergi mereka pun tetap menuduhmu
sebagai pembunuh."
"Baik, hayolah pergi saja."
Pintu tetap terbuka, di luar sinar bintang masih
kelihatan kelap-kelip, dengan menarik tangan Cin Ko,
Dian Susi menerjang keluar.
Tahu-tahu dilihatnya seorang berdiri menghadang di
tengah pintu, tangannya menenteng golok, selebar
mukanya ditumbuhi cambang bauk lebat, bentaknya
bengis: "Kalian ingin melarikan diri, hai kawan-kawan
lekas tahan dia," sembari berteriak, goloknya terayun
membacok Cin Ko.
Cin Ko tertawa dingin, mendadak dia malah menerjang
maju memapak sambaran golok lawan yang berkilau
tajam. Agaknya apapun ditakuti, cuma tidak takut golok.
Betapapun cepatnya serangan golok tak pernah dia
gentar menghadapinya. Keruan si Brewok sendiri yang
keripuhan gugup, belum lagi goloknya sempat
membacok, golok di tangannya tahu-tahu sudah
dirampas Cin Ko.
Cepat sekali tahu-tahu sinar golok berkelebat, sinar
golok menyambar lewat menyisir muka si Brewok. Tahu-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tahu terasa oleh si Brewok mukanya menjadi silir dingin,
saking kaget dan ketakutan serasa copot nyalinya, tanpa
terasa tangan dia ulur meraba mukanya, ternyata bagian
bawah dagunya licin halus. Serta dilihatnya benang hitam
beterbangan di depan mukanya, baru dia sadar bahwa
jenggotnya sudah tercukur kelimis.
Cepat sekali gerakan golok, ilmu golok yang lihay dan
hebat. Saking ketakutan mata terbelalak, kaki pun lemas,
kontan dia meloso jatuh terduduk.
Terdengar suara cekikikan tawa Dian Susi dari luar
pintu, katanya: "Tadi kan sudah kukatakan Kim-toa-hu-
cu sudah tidak punya brewok lagi."
Cin Ko berkakakan, serunya: "Selembar jenggot pun
tiada lagi."
* * * * * Sekarang soal Jenggot atau Brewok sudah tiada
persoalan. Namun bagaimana dengan Hwesio" Siapakah
sebenarnya pembunuh Hwesio Banyak Urusan ini"
Apakah orang yang mengulurkan tangan dari atap rumah
tadi" Kenapa dia bunuh Hwesio yang satu ini" Kenapa pula
dia menolong Cin Ko" Siapa pula dia sebenarnya"
* * * * * TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Semua persoalan di atas tak gampang diselesaikan
dalam waktu dekat.
Bintang kelap-kelip di cakrawala nan membiru gelap.
Akhirnya Dian Susi berhenti berlari, nafasnya
tersengal-sengal. Di tempat itu dia takkan melihat
Hwesio lagi, takkan melihat Brewok pula. Mengawasi
muka Cin Ko tiba-tiba Dian Susi tertawa, katanya:
"Untung kau tidak memelihara jenggot, nasibmu
memang beruntung."
"Nasibku beruntung?" tanya Cin Ko tertawa kecut.
"Jikalau kau memelihara jenggot, aku pasti
mencabutnya satu demi satu," dengan mengerut kening
dia menambahkan: "Kau kenal tidak si Brewok gede itu?"
"Bukan saja tidak kenal, melihatnya pun belum
pernah," sahut Cin Ko.
"Aku pun belum pernah melihatnya, diantara sekian
banyak orang-orang yang pernah kulihat, paling punya
jenggot setengah dari apa yang dimiliki oleh si Brewok
itu." Mengawasi golok di tangannya, Cin Ko tertawa,
katanya: "Untung golok ini amat cepat bekerja, kalau
tidak bukan soal gampang untuk mencukur kelimis
seluruh brewoknya itu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi tertawa, umpaknya: "Tak nyana kecuali
mandah dihajar, ilmu golokmu ternyata lihay juga."
"Seseorang bila pernah merasakan empat ratus tujuh
puluh dua bacokan golok, bagaimanapun ilmu goloknya
takkan rendah."
"Tapi Hwesio tua itu memang teramat lihay," ujar Dian
Susi, "manusia kerdil yang tampangnya seperti kera itu,
ternyata begitu hebat dan sukar dilayani."
"Ribuan Hwesio Siau-lim-si dari yang muda sampai
yang lanjut usia, tiada satu pun yang enak dilayani,
apalagi Hwesio yang ini adalah Hwesio pilihan yang
paling sukar dilayani di antara sekian ribu Hwesio itu."
"Apakah benar dia tokoh nomor satu dari Siau-lim-
pay?" "Umpama bukan yang nomor satu, tingkatannya tentu
bukan sembarangan."
"Tak heran kau bukan tandingannya."
"Siapa bilang aku bukan tandingannya?" mata Cin Ko
mendelik. "Yang nyata bila tadi tiada orang menolong, mungkin
kau sudah..."
"Itu tak masuk hitungan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kenapa?"
"Karena dia menggunakan senjata, sedang aku
bertangan kosong, dalam permainan senjata aku sudah
dirugikan lebih dulu."
"Yang dipakai kan hanya serenteng biji tasbih saja."
"Biji tasbih itu adalah senjatanya, orang beribadah
yang keluyuran di luar, tentu tak sedap dipandang mata
bila membekal senjata, umpama golok atau pedang,
terutama Hwesio bangkotan yang punya gengsi dan
kedudukan tinggi, maka dia menggunakan senjata yang
tak menyerupai senjata."
"Bagaimana bila dia pun bertangan kosong" Kau
mampu mengalahkan dia?"
"Paling tidak aku takkan dikalahkan."
"Siau-lim-pay adalah aliran silat lurus yang paling
murni, selama ratusan tahun tiada perguruan silat
manapun yang pernah mengunggulinya, bahwa ilmu
silatmu setanding dengan tokoh nomor satu Siau-lim-
pay, bukankah kau sudah tiada tandingan di seluruh
jagat?" "Hehe, haha."
"Apa maksudnya hehe dan haha?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maksudnya aku bukan tokoh yang nomor satu tiada
tandingan di jagat ini."
"Lalu menurut pendapatmu, berapa jago silat dalam
dunia ini yang berkepandaian lebih tinggi darimu?"
"Kabarnya Bik-lwe-to di laut timur, walikota dari Pui-
cui-seng, betapa cepat dan tinggi permainan ilmu pedang
mereka, tiada bandingannya di dunia ini."
"Apakah mereka boleh dipandang nomor satu?"
"Tidak mungkin."
"Lalu siapa yang boleh dianggap nomor satu di seluruh
jagat ini?"
"Siau-li si Pisau Terbang," di saat menyebut nama
orang, rona mukanya menampilkan rasa hormat dan
segan. Memangnya jago silat siapa yang tak merasa
kagum bila menyebut atau mendengar nama si Pisau
Terbang, mereka yang tidak mengaguminya sudah
selamat tinggal seluruhnya.
Dian Susi sendiri pun tersirap kagum, katanya: "Apa
yang kau maksud adalah Li Sin-hoan Li Tam-hoa?"
"Kecuali dia siapa lagi yang setimpal?"
"Kabarnya sudah lama dia mengasingkan diri, apakah
sekarang masih hidup?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sudah tentu masih hidup, orang seperti dia
sepanjang masa akan hidup abadi."
Apa yang dikatakan Cin Ko memang tidak salah, ada
sementara orang seolah-olah memang tidak pernah mati,
karena sepanjang masa namanya terukir di sanubari
orang lain. "Kita tak usah menghitung orang-orang yang sudah
mengasingkan diri, hitung saja yang sekarang masih
bergerak di kalangan Kangouw."
"Kalau begitu tidak banyak jumlahnya," berpikir
sebentar Cin Ko lantas melanjutkan: "Siau-lim Ciang-bun
Bu-kin Taysu, lwekangnya yang tinggi, katanya tak bisa
diukur." "Kau pernah bergebrak melawan dia?"
"Belum, aku tidak berani."
"Bagus, boleh hitung dia satu di antaranya."
"Masih ada Hwi-to-jin dari Bu-tong, Kok-to-jin ahli
pedang dari Pek-san, Tay-bok-sin-liong... orang-orang itu
lebih baik kalau aku tidak kesamplok dengan mereka."
"Hanya beberapa orang ini?"
"Kecuali itu, sedikitnya masih ada satu."
"Siapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Orang yang menolongku tadi."
"Jangan kata tampangnya, bayangannya pun kau tidak
melihatnya, darimana kau berani bilang tinggi rendah
kepandaiannya?"
"Dia di atap rumah, sekali ulur tangan menembusi
genteng, dan tepat menangkap tasbih Bu-sek, dengan
pertunjukan ini, terang aku tak mampu melakukannya."
"Memang kepandaiannya itu teramat hebat."
"Masih ada yang lebih hebat."
"Timpukannya yang memadamkan lampu itu?"
"Benar, kepandaian menimpuk senjata rahasia setinggi
itu, boleh dikata jarang ada orang yang mampu
melakukannya."
"Menurut pendapatmu, apakah pembunuh Bu-bing dia
adanya?" "Aku hanya tahu Hwesio itu bukan aku yang
membunuhnya."
"Orang-orang itu tak bermusuhan dengan kita,
bertemu muka pun belum pernah, kenapa memfitnah
kita?" "Mungkin mereka hanya menggunakan akal menjatuhkan bencana kepada orang lain."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maksudmu mereka takut membunuh Bu-bing Hwesio,
lalu menggunakan cara keji ini untuk mengalihkan
perhatian pihak Siau-si kepada kita?"
"Kira-kira begitu maksudnya."
"Tapi siapa mereka itu, kenapa menginginkan
kematian Bu-bing Hwesio?"
"Tahukah kau apa arti Siau-lim-pay tiga huruf?"
"Aku tahu," sahut Dian Susi tegas. Memang dia harus
tahu, selama ratusan tahun, di dalam pandangan dan
pendengaran orang-orang Kangouw umumnya, nama
Siau-lim-pay berarti aliran silat murni yang lurus. Maka
bila kau seorang normal, siapapun takkan suka
mempersulit diri untuk mengusik mereka.
"Kau tahu tingkat kedudukan Bu-bing Hwesio dalam
Siau-lim-pay?"
"Yang terang kedudukannya tidak rendah."
"Kenapa agaknya tidak rendah?"
"Kabarnya, kecuali Ciangbun Hong-tiang yang paling
tinggi, di bawahnya adalah dua pelindung besar."
Cin Ko geleng-geleng, katanya: "Kalau dinilai serius,
bukan lagi dua tapi ada empat pelindung besar."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sebenarnya dua besar atau empat besar?" tanya Dian
Susi. "Kenyataannya ada dua besar dua kecil."
Dian Susi tertawa, ujarnya: "Tak kira jadi Hwesio juga
punya pangkat segala, harus dibagi tingkat dan kelas
segala." "Maksud dari dua besar adalah usia kedua orang ini
sudah cukup lanjut, latihan ilmu silat dan ajaran
agamanya sudah mencapai tinggkat tertinggi, maka bila
tidak terlalu terpaksa mereka tak mau mencampuri
urusan duniawi."
"Lalu bagaimana dengan dua pelindung kecil?"
"Usia kedua pelindung yang ini biasanya masih gagah
dan baru menanjak pertengahan, mereka berdualah yang
benar-benar diserahi tugas untuk mengurus segala
persoalan dalam Siau-lim-pay, oleh karena itu bukan saja
dua orang ini harus cerdik dan adil, ilmu silatnya pun
harus tinggi."
"O, jadi dua pelindung kecil bukan berarti orangnya
kecil." "Bu-bing Hwesio semula memang salah satu pelindung
Siau-lim-pay, yaitu Sute terkecil dari Bu-kin Taysu,
Ciangbun Hong-tiang yang berkuasa sekarang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sepintas lalu kelihatannya dia tidak punya wibawa
sebesar itu."
"Selama ratusan tahun, hanya semacam orang saja
yang berani membunuh pelindung Siau-lim."
"Orang macam apa?"
"Orang gila."
"Jadi kau kira orang-orang itu semua gila?"
"Orang gila harus dibagi dua macam pula."
"Dua macam bagaimana?"


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yaitu orang gila sendiri dan gila karena dipaksa dan
tertekan oleh keadaan."
Berputar biji mata Dian Susi, katanya: "Kau kira
mereka gila lantaran dipaksa oleh Bu-bing Hwesio?"
"Pasti tak salah."
"Kenapa Bu-bing Hwesio memaksa mereka?"
"Karena Hwesio yang satu ini suka mencampuri urusan
orang." "Bahwa dia salah satu pelindung Siau-lim-si, kenapa
masih suka urusan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tadi kukatakan semula dia adalah pelindung Siau-lim-
si." "Semula, jadi sekarang bukan lagi?"
"Enam tujuh tahun yang lalu dia sudah bukan
pelindung lagi."
"Apa dia diusir dari perguruan?"
"Bukan, dia sendiri yang ingin pergi."
"Betapa susahnya untuk merambat ke tingkat
kedudukannya yang tinggi itu, kenapa ditinggal pergi
begitu saja?"
"Soalnya Siau-lim-si terlalu dingin, sebaliknya hatinya
bergelora dan mendidih panas."
"Oleh karena itu dia lebih rela masuk ke neraka."
"Baru sekarang aku dapat menyelami arti dari
perkataan ini," ujar Dian Susi. "Ada kalanya orang
terjeblos ke neraka bukan lantaran dipaksa orang, tapi
dia sendiri yang ingin turun ke bawah untuk menolong
orang lain."
Cin Ko tersenyum lebar, ujarnya: "Kau bisa menyelami
arti kata yang mendalam ini, itu berarti kau sudah
menanjak dewasa."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cemberut mulut Dian Susi, omelnya: "Memangnya aku
kan sudah besar."
"Semula kau hanya gadis pingitan anak seorang
hartawan besar, sekarang baru boleh dianggap orang
dewasa." Dian Susi tertunduk diam, memang pelan-pelan dia
sudah mulai menyadari, pengalaman selama beberapa
hari terakhir ini, betul-betul sudah menambah
kedewasaan dirinya. Lama sekali dia terpekur, tiba-tiba
dia bertanya: "Tadi Hwesio tua cilik itu mengatakan
sepatah kata yang aneh, entah kau tahu tidak
maksudnya?"
"Memangnya Hwseio sering bicara serba aneh."
"Tapi kata-katanya itu istimewa."
"Kata apa yang dia ucapkan?"
"Dia mengatakan San Liu, apakah maksudnya?"
Setelah mendengar kedua huruf ini memang sikap dan
mimik muka Cin Ko rada berubah.
"Hwesio tua cilik itu bilang Bu-bing harus masuk
neraka karena sudah bergabung dalam San Liu, kau
dengar tidak" Lalu apa yang dimaksud dengan San Liu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cin Ko manggut-manggut, lama dia terpekur akhirnya
bersuara pelan-pelan: "San Liu adalah serombongan
orang." "Serombongan orang apa?"
"Serombongan kawan-kawan, mereka mempunyai
hobby yang sama, maka bergabung menjadi satu, San
Liu adalah simbol dari gabungan mereka."
"Apa saja hobby mereka?"
"Masuk ke neraka."
"Masuk neraka menolong orang?"
"Benar."
"Dalam pandangan mereka, sarang judi adalah
neraka, mereka hendak menolong orang-orang yang
sudah kejeblos ke neraka, maka sarang judi mereka
robah menjadi biara."
"Yang terang biara bukan neraka, di sana takkan ada
bara beracun yang dapat membakar hati orang sampai
mati." "Tapi perbuatannya itu pasti akan menimbultan
kebencian cukong-cukong judi itu, maka mereka
menginginkan jiwanya."
"Ya, kemungkinan begitu," ujar Cin Ko.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Banyak urusan di Kangouw yang sering dan banyak
kudengar, namun belum pernah aku mendengar adanya
gabungan San Liu."
"Karena San Liu merupakan sindikat gelap yang
rahasia." "Sepak terjang mereka kan bukan melakukan
perbuatan yang memalukan, kenapa harus bekerja
sedemikian rahasia?"
"Setelah melaksanakan kerja baik, tetap tidak mau
diketahui orang, nah itulah kerja yang benar-benar boleh
dianggap baik."
"Tapi untuk melaksanakan kerja baik itu, tentunya
tidak gampang."
"Memangnya tidak gampang."
"Untuk berbuat baik, tentu harus berbuat salah
terhadap banyak orang-orang jahat. Dan orang-orang
jahat itu tentunya tidak gampang dihadapi."
Bagian 10 "Oleh karena itu perduli kerja apa saja yang mereka
lakukan, selalu harus menyerempet bahaya, sekali
terlena dan kurang hati-hati akibatnya akan seperti Bu-
bing Hwesio, mati secara konyol."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tapi mereka tetap melaksanakan tugas, meski tahu
bahayanya teramat besar mereka tidak perduli."
"Betapapun sukar dan berbahayanya, mereka tidak
perduli, mati pun tak perduli."
Dian Susi menghela nafas, namun biji matanya malah
bersinar, ujarnya: "Entah kelak apa aku bisa berkenalan
dengan mereka?"
"Kemungkinannya amat kecil."
"Kenapa?"
"Karena mereka tidak mengejar nama, juga tidak
mencari keuntungan, orang luar tiada yang tahu
siapakah mereka. Cara bagaimana kau bisa kenal
mereka?" "Kau pun tidak tahu siapa saja mereka itu?"
"Sampai detik ini, aku hanya tahu Bu-bing seorang,
jikalau dia belum mati, Bu-sek pasti takkan
membocorkan rahasianya."
"Kecuali dia, kan masih ada Siucay dan Tosu."
Cin Ko manggut-manggut, ujarnya: "Mungkin mereka
adalah orang-orang San Liu, tapi kemungkinan pula
bukan, kecuali mereka mau mengakui, siapapun takkan
ada yang berani memastikan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi terpekur sebentar, katanya kemudian: "Di
antara rombongan orang itu terdiri dari berbagai macam
lapisan orang, ada Tosu, ada Siucay, tentunya ada juga
orang-orang lain yang serba aneh."
"Tak salah, kabarnya dalam San Liu, warganya
teramat rumit dan tercampur baur, tiada sebuah sindikat
atau perguruan silat di kolong langit ini yang bisa
menandinginya."
"Cara bagaimana orang-orang itu diorganisir?"
"Karena hobby dan memeluk suatu kepercayaan yang
sama pula."
"Kecuali itu, tiada alasan lain?"
"Kecuali itu, tentu masih ada seorang tokoh yang
mampu mengendalikan dan memimpin mereka."
"Tentu orang ini luar biasa sekali."
"Masa harus diragukan."
Bersinar biji mata Dian Susi, katanya: "Kelak aku harus
berusaha untuk kenal padanya."
"Kau takkan berhasil."
"Kenapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hakikatnya tiada seorang pun yang tahu siapa dia
sebenarnya."
"Mungkin pula banyak orang yang mengenal dia."
"Ya, mungkin pula demikian."
"Dan kau mungkin adalah orang itu."
Cin Ko tertawa, ujarnya: "Jikalau aku orang yang kau
maksud, pasti kuberitahu kepadamu."
"Apa benar?"
"Jangan lupa, kita kan sudah menjadi teman baik."
"Sayangnya kau bukan tokoh yang satu itu."
"Memang aku pun bukan warga San Liu, karena aku
tidak setimpal."
"Kenapa tidak setimpal?"
"Untuk menjadi warga San Liu harus mengorbankan
diri sendiri, harus punya semangat dan gairah untuk
masuk ke neraka, umpama harus menempuh gunung
golok dan lautan api pun takkan menolak."
"Dan kau?"
"Aku tidak mungkin, aku suka foya-foya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dan lagi karena kau terlalu terkenal, ke manapun kau
berada, selalu menjadi perhatian orang banyak."
"Ya, itulah ciriku yang terbesar."
"Mereka memilih kau sebagai sasaran fitnah ini, tentu
lantaran kau terlalu tenar, bahwa di manapun orang akan
selalu mengenalmu, umpama kau ingin lari, jelas takkan
lolos." "Memangnya manusia takut tenar babi takut gemuk,
pameo ini memang tepat."
"Sekarang bukan saja pihak Siau-lim-pay hendak
mencari jejakmu, pihak San Liu pun pasti sedang
mencarimu."
"Orang-orang San Liu jauh lebih menakutkan dari
pihak Siau-lim-pay."
"Dan karena kau lari, mereka lebih yakin bahwa
kaulah pembunuhnya."
Cin Ko hanya bisa tertawa kecut.
Mengawasi mimik orang yang rawan, Dian Susi
menghela nafas, katanya dengan menunduk: "Baru
sekarang kusadari aku melakukan tindakan yang salah."
"Tindakan salah apa yang kau lakukan?" tanya Cin Ko
tak mengerti. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak seharusnya kuajak kau lari."
"Memang sebetulnya tidak perlu."
Dian Susi menggigit bibir, katanya: "Tapi kenapa kau
menurut saja?"
Cin Ko tertawa, katanya: "Mungkin aku pergi bukan
lantaran kau."
"Bukan lantaran aku, memangnya lantaran siapa?"
"Orang yang menolongku tadi."
"Kau tahu siapa dia?"
"Kecuali dia, seluruh manusia di kolong langit ini
jangan harap bisa menarikku pergi."
"Kenapa?"
"Karena hatiku benar-benar kagum kepadanya, hanya
dia seorang saja."
Dian Susi membelalakkan mata, katanya: "Tak nyana
kau pun mengagumi seseorang."
"Orang seperti dia, tidak bisa tidak kau harus
mengaguminya."
"Orang macam apakah dia?"
"Seorang yang tidak bisa tidak harus kau kagumi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Siapakah dia sebenarnya?"
Cin Ko tertawa, tawa yang mengandung arti, tawa
misterius. "Apakah Liu Hong-kut?" tanya Dian Susi dengan mata
bersinar. Cin Ko tidak bersuara.
"Apakah Gak Hoan-san?"
Cin Ko tetap diam saja.
"Kenapa kau tidak bicara?"
"Apa kau kenal kedua orang yang kau sebut tadi?"
"Sekarang belum kenal."
"Aku pun tidak kenal."
"Masa mereka pun tidak kau kenal?" tanya Dian Susi
keheranan. "Karena nasibku terlalu baik," sahut Cin Ko tersenyum.
Setelah melototi orang sekian lama, mendadak Dian
Susi monyongkan mulut, katanya tertawa dingin:
"Akhirnya aku tahu orang macam apa sebenarnya tokoh
yang kau kagumi."
"O, orang macam apa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dia pasti seorang yang tidak mengungkuli dirimu,
maka kau mengaguminya," tak memberi Cin Ko
kesempatan bicara, segera dia menambahkan: "Bila laki-
laki memuji laki-laki lain di hadapan seorang perempuan,
orang itu pasti laki-laki yang serba kurang dan seperti..."
Cin Ko segera menukas: "Seperti perempuan memuji
perempuan lain di hadapan laki-laki, perempuan itu pasti
jauh lebih jelek dari dirinya, benar tidak?"
Tak tahan Dian Susi cekikikan tawa, katanya: "Ya,
sedikit pun tidak salah."
"Nah itulah yang dinamakan dengan hati perempuan
kau menilai jiwa seorang laki-laki."
Sudah tentu Dian Susi berjingkrak tidak terima. "Cis,
memangnya laki-laki harus diagulkan?"
"Tiada sesuatu apa yang harus diagulkan pada diri
laki-laki, hanya bila dia mau memuji seorang laki-laki lain
di hadapan seorang perempuan, orang itu pasti luar
biasa dan patut diagulkan."
* * * * * Di tengah jalan Dian Susi bertanya: "Ke mana kau


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak ajak aku mencari makan?"
"Pergi ke Tujuh Setengah saja," sahut Cin Ko.
"Apa maksudnya tujuh setengah?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tujuh Setengah maksudnya adalah tujuh setengah
sen." "Jadi tempat itu dinamakan Tujuh Setengah?"
Cin Ko manggut-manggut, katanya; "Pemilik tempat
atau warung makan itu juga dinamakan Tujuh
Setengah."
"Kenapa orang ini menggunakan nama seaneh itu?"
"Karena kalau orang lain cukur rambut harus bayar
lima belas sen, tapi dia cukup membayar tujuh setengah
sen saja."
"Lho, kenapa begitu?"
"Karena dia seorang gundul."
Dian Susi cekikikan geli.
"Sebetulnya si gundul ini cukup ternama dalam kota,
belakangan dia membuka warung bakmi, makanan
apapun yang kau makan di sana tarifnya sama rata
adalah tujuh setengah sen. Belakangan setelah namanya
semakin tenar karena jual mie, maka orang-orang yang
suka keluyuran di sini tiada orang yang tidak kenal siapa
sebenarnya si gundul Tujuh Setengah."
"Apa warung mie-nya amat laris?"
"Laris sekali."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
* * * * * Malam sudah selarut ini, namun orang yang cari
makan di warung mie yang serba murah ini justru
berjubel-jubel. Sudah tentu orang-orang yang tangsel
perut di sini bukan lantaran iseng dan kesepian.
Maka Cin Ko lantas memberi sekedar penjelasan: "Di
antara mereka ada orang-orang yang malu dilihat orang
di siang hari, maka setiap malam baru keluar beroperasi,
tentunya ada pula orang yang memang merasa makanan
dan suasana di sini selalu ramai, maka sengaja dia cari
makan di sini."
"Apa benar ada orang yang menyenangi tempat ini?"
"Sudah tentu ada, aku justru senang suasana di sini."
"Dalam hal apa kau kira tempat ini menyenangkan?"
"Tempatnya sih tidak baik, daging sapi atau paha babi
yang dijualnya pun tidak enak, namun suasana di sini
mempunyai seleranya sendiri."
"Selera apa" Selera bau busuk?"
"Kalau kau sering singgah di restoran besar atau
warung arak, lama kelamaan kau akan merasa basi,
adakalanya kau datang ke tempat ini, maka kau akan
merasa sedikit segar dan serba baru, amat
menyenangkan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apa tempat ini mencocoki selera orang-orang yang
sedang kalut pikiran?"
"Kukira bukan, namun seperti..." Cin Ko tertawa-tawa,
lalu menyambung: "Umpama kau, bila tiap hari menjaga
bini, kalau kau pergi cari cewek lain, umpama perempuan
itu lebih jelek dari binimu, kau pun akan merasa segar
dan menusuk perasaan."
Sengaja Dian Susi menarik muka, katanya: "Enak
benar kau buka mulut di hadapan seorang gadis seperti
aku ini?" "Soalnya aku tahu kau tidak akan menikah dengan
aku, seorang laki-laki bila pandang seorang gadis sebagai
kawan, seringkali bisa terlupakan bahwa dia itu seorang
perempuan."
Dian Susi tertawa pula. Tertawa manis, tertawa riang.
Tapi entah karena apa, tiba-tiba terasa hatinya amat
hambar dan kosong, seolah-olah kehilangan apa dan tak
memperoleh apa yang diinginkan.
Semula Cin Ko adalah laki-laki yang amat dipuja, laki-
laki yang mengisi lubuk hatinya, tapi sekarang mereka
tidak lebih hanya teman karib biasa. Namun yang dia
perlukan bukan teman, tapi laki-laki yang akan
menemani hidupnya sepanjang masa, laki-laki yang
cocok di mana dia bisa merebahkan diri dalam
pelukannya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Selanjutnya dapatkah dia menemukan laki-laki yang
diidamkan" Laki-laki macam apa pula yang harus dia
temukan" Dia tidak tahu. Namun dalam hati dia
bertekad: "Bagaimana juga, setan kepala besar itu bukan
laki-laki yang ingin kucari. Umpama dia tak menjengukku
lagi atau sudah mati umpamanya aku pun tak perlu ambil
hati," begttulah pikirannya melayang tidak menentu.
Cin Ko sedang mengawasinya dengan tersenyum,
tanyanya: "Apa yang sedang kau pikirkan?"
Tiba-tiba Dian Susi angkat cangkir araknya lalu
ditenggak habis, tawanya dipaksakan, sahutnya: "Aku
sedang berpikir, entah orang itu datang atau tidak."
"Siapa?"
"Orang yang paling kau kagumi itu."
Cin ko tersenyum, tertawa misterius, sahutnya: "Orang
itu sekarang sudah datang."
"Dimana?"
"Coba kau toleh ke belakang."
Begitu Dian Susi menoleh ke belakang, lantas melihat
Nyo Hoan setan kepala besar.
Seperti keadaannya semula Nyo Hoan tetap berkepala
besar, muka yang bulat tambun, kelihatannya semakin
tromok dan seperti orang gila. Tapi sekarang keadaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang yang lucu ini tidak terasa jelek atau menggelikan
lagi dalam pandangan Dian Susi. Tiba-tiba terasa dalam
relung hatinya timbul segulung hawa hangat yang
menjalar ke seluruh tubuhnya, bukan saja hangat
menyegarkan, tapi juga meriangkan hatinya yang sedang
pepat. Hampir saja dia berteriak dan berjingkrak, tapi
lekas dia melengos lagi dengan muka cemberut malah.
Soalnya Nyo Hoan seperti tidak melihat kehadirannya,
malah memperhatikan pun tidak. Nyo Hoan sedang
bicara dengan seorang lain.
Mendadak Dian Susi tidak merasa hambar lagi, karena
sanubarinya diisi amarah dan kedongkolan, amarah yang
menyesakkan nafasnya.
Cin Ko malah tersenyum, katanya: "Sekarang tentunya
kau sudah tahu siapakah dia bukan?"
"Aku hanya tahu kau ketemu setan kepala besar," tak
tahan dia bertanya pula: "Apa dia laki-laki yang paling
kau kagumi?"
Cin Ko manggut-manggut.
"Orang yang menolongmu tadi juga dia?"
"Malah orang yang kuatir kau kedinginan kemarin
malam dan menutup selimut di badanmu juga dia."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Merah muka Dian Susi, tanyanya: "Jadi kau sudah
tahu dan melihatnya."
"Terpaksa aku pura-pura tidak melihatnya saja."
Melotot mata Dian Susi, katanya gemas: "Apa kalian
memang sudah kenal baik?"
"Jikalau aku tidak mengenalnya, tak mungkin aku
mengaguminya," ujar Cin Ko tersenyum: "Seorang yang
benar-benar patut kau kagumi, adalah orang yang benar-
benar sudah kau kenal sejak lama, baru akan kau sadari
bahwa dia sebenarnya orang macam apa."
* * * * * Memangnya orang macam apa Nyo Hoan sebenarnya"
Sebetulnya Dian Susi tahu jelas. Dia putera keluarga
ternama, ahli waris Nyo samya yang memiliki harta
benda setinggi gunung, sebetulnya nasib dan takdir
sudah menentukan hidupnya akan senang berfoya-foya
selama hayat masih dikandung badan. Tapi orang yang
satu ini " Nyo Hoan justru tidak mau menikmati hidup
senang berkecukupan. Sejak usia masih kecil sudah biasa
kelayapan menjadi gelandangan, keluar mencari
dunianya sendiri.
Dia banyak berguru kepada guru-guru silat yang
kenamaan, semua bekas gurunya memandangnya
sebagai teman karib. Makan, minum, judi dan main
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perempuan boleh dikata merupakan keahliannya. Pernah
satu kali kabarnya di sarang pelacuran di Tay-tong
berturut-turut dia mabuk tujuh belas hari, arak yang
diminumnya cukup membuat orang mati tenggelam.
Kepalanya besar, kulit mukanyapun tebal. Kecuali
makan minum, judi dan main perempuan, sepanjang hari
tak pernah punya kerja yang genah. Itulah Nyo Hoan "
Nyo Hoan yang diketahui Dian Susi. Boleh dikata tidak
sedikit yang dia ketahui mengenai pribadi si gendut
tambun kepala besar itu. Tapi sekarang tiba-tiba terasa
dalam relung hatinya makin lama mengenalnya, semakin
sulit memahaminya. Apakah lantaran pengertiannya
belum cukup mendalam mengenai pribadinya yang
sesungguhnya"
* * * * * Dengan mata terbelalak Dian Susi mengawasi Nyo
Hoan. Dia masih berdiri di sana bicara dengan seseorang.
Entah apa yang mereka bicarakan, suaranya lirih dan
begitu asyik, seolah-olah membicarakan persoalan
rahasia yang tak boleh diketahui orang lain. Memangnya
sepak terjangnya selama ini sudah berbau misterius.
Orang yang diajak bicara semula duduk bergerombol
dengan lima enam laki-laki lain, entah kenapa dan sejak
kapan laki-laki yang lain sudah pergi semua, tinggal dia
seorang diri masih duduk di sana melalap mie baksonya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Anehnya laki-laki sekurus itu ternyata perutnya tidak
kecil, di hadapannya sudah bertumpuk enam tujuh
mangkok kosong. Waktu Nyo Hoan datang mendekati dia
masih melalap makanannya dengan lahapnya, begitu
melihat Nyo Hoan, tersipu-sipu dia berdiri, sikap dan
bicaranya kelihatan amat hormat sekali. Kecuali Dian
Susi, setiap orang yang berhadapan dengan Nyo Hoan
kelihatan menaruh hormat. Tapi persoalan apakah yang
sedang mereka bicarakan" Kenapa bisik-bisik dan begitu
asyik tak habis-habis"
Mendadak Dian Susi berteriak keras: "Nyo Hoan,
bisakah kau kemari sebentar?"
Baru sekarang Nyo Hoan berpaling kemari seperti baru
melihat kehadirannya, malah mengerutkan kening
segala. Laki-laki yang bicara dengan dia malah unjuk
tawa berseri sambil manggut-manggut, setelah
mengucap dua tiga patah kata perlahan, lalu putar badan
pergi dengan jalan beringsut.
Baru sekarang Dian Susi melihat jelas laki-laki itu
berkaki timpang " laki-laki timpang yang kurus dan
rudin. Mungkin beberapa hari sudah kelaparan, maka dia
gunakan kesempatan yang baik ini, makan mie dan
bakso untuk menangsel perutnya.
Dian Susi monyongkan mulut, katanya dingin:
"Sungguh aku tak habis mengerti, persoalan apa yang
begitu asyik kau bicarakan dengan laki-laki macam itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Belum habis dia bicara Nyo Hoan sudah mendatangi,
tanyanya tawar: "Kau kenal orang itu?"
"Siapa bilang aku kenal dia."
"Kalau kau tidak kenal, cara bagaimana kau tahu dia
orang macam apa?"
"Perduli dia orang macam apa, memangnya harus
dipuji?" "Tidak perlu dipuji, hanya jikalau dia ingin mengajakku
ngobrol, meski tiga hari tiga malam, aku pun senang hati
mengiringinya."
Semakin berkobar amarah Dian Susi, serunya:
"Apakah ucapannya amat menarik?"
"Menarik sih tidak, tapi patut didengarkan," ujar Nyo
Hoan, "uraian yang patut didengar, umumnya tak enak
didengar."
"Memangnya kenapa kau mendengar begitu asyik"
Apakah dia memberitahu di tempat mana kau bisa
menemukan cewek?"
Cin Ko tiba-tiba tertawa.
Dian Susi berpaling sambil melotot, tanyanya: "Apa
yang kau tertawakan?"
"Aku sedang tertawakan kalian."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mentertawakan kami" Siapa kami?"
"Yaitu kau dan dia," ujar Cin Ko tersenyum.
"Bila kalian tidak bertemu muka, masing-masing
kelihatannya kangen atau rindu, begitu bertemu lantas
adu mulut saja..."
Keruan Dian Susi menarik muka, katanya keras:
"Ketahuilah, aku adalah aku, dia adalah dia, digebuk
pentung pun takkan menjadi satu," meski menarik muka
tak urung merah jengah mukanya.
Mendadak Nyo Hoan tertawa, katanya: "Kalau
dipentung sekali tidak sama-sama kena, bagaimana kalau
dipentung terus-terusan?"
"Biar dipentung terus bikin mampus kau setan kepala
besar ini," kata Dian Susi dengan gemas, namun belum
habis kata-katanya, tak tertahan dia sudah cekikikan geli
sendiri, mukanya semakin merah. Untung pada saat itu,
pelayan warung mie bakso milik Tujuh Setengah ini
datang menghampiri, melihat Nyo Hoan, sikap tengiknya
berubah sama sekali, mukanya mengulum senyum yang
simpatik, dengan munduk-munduk dia menyapa dengan
seri tawa: "Hari ini ingin pesan makanan apa?"
"Terserah apa saja yang telah tersedia."
"Bagaimana kalau seperti yang dulu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Boleh."


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ditambah arak tidak?"
"Malam nanti aku masih ada urusan."
"Kalau begitu sedikit saja, sekati arak tentunya tidak
akan bikin urusan terbengkalai," ujar si pelayan, lalu
dengan membungkuk-bungkuk dia mengundurkan diri.
Tiba-tiba Dian Susi tertawa dingin pula, jengeknya: "Di
sini paling hanya menyediakan dua macam makanan,
dimakan habis juga hanya itu-itu saja, memangnya apa
yang perlu ditanyakan selalu?"
Nyo Hoan kedip-kedip mata, katanya: "Mungkin dia
hanya ingin mendengar aku bicara."
"Mendengar suaramu" Memangnya suaramu merdu?"
"Banyak orang bilang suaraku enak didengar, apakah
kau tak pernah perhatikan?"
Dian Susi segera membungkuk badan sambil memeluk
perut, berulah seakan-akan hendak tumpah-tumpah.
Tiba-tiba Cin Ko tertawa pula.
Kembali Dian Susi melotot kepadanya: "Apa pula yang
kau tertawakan?"
"Tiba-tiba aku teringat sepatah kata, bukan saja lucu
dan menarik, kata-kata ini pun cocok dan masuk akal."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kata-kata apa?"
"Seorang gadis jikalau bertingkah di hadapanmu, itu
pertanda bahwa dia mulai menyukaimu."
Seketika Dian Susi berjingkrak, teriaknya: "Kentut
anjing, siapa yang mengatakan demikian?"
"Nyo Hoan," ujar Cin Ko, "sudah tentu Nyo Hoan,
siapa yang mampu mengatakan demikian."
Dian Susi kedip-kedip mata, lalu menarik muka,
katanya: "Masih ada seorang lagi."
"Siapa?" tanya Cin Ko.
"Siluman babi."
* * * * * Hidangan yang dipesan kali ini lebih cepat diantar dari
biasanya, kecuali daging sapi dan tite, ternyata masih
ada sayur mayur lainnya yang serba komplit.
Mendelik mata Dian Susi, tanyanya kepada pelayan:
"Bukankah di sini hanya menjual daging sapi dan tite
saja?" "Masih ada mie."
"Tiada lainnya?"
"Tak ada yang lain."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hampir saja Dian Susi berjingkrak, katanya keras:
"Lalu dari mana hidangan ini?"
"Diambil dari wajan," sahut pelayan.
"Kenapa tidak sejak tadi kau suguhkan?"
"Karena kau bukan Nyo toako," tanpa menunggu
jawaban Dian Susi, putar badan dia tinggal pergi.
Kalau orang ini seorang perempuan, jikalau badannya
tidak berlepotan minyak, mungkin Dian Susi sudah
menariknya serta memberi hajaran setimpal kepadanya.
Sayang dia seorang laki-laki dekil, pakaiannya yang
berlepotan minyak berbau apek. Terpaksa Dian Susi
duduk bersungut-sungut dan melongo saking marah.
Entah dalam hal apa setan kepala besar ini begitu
diindahkan dan dikagumi orang-orang banyak"
Betapapun dia tidak habis mengerti. Setelah melenggong
setengah jam lebih, akhirnya dia bersuara pula:
"Orang tadi memanggilmu apa" Nyo toako?"
"Agaknya begitu."
"Kenapa dia panggil kau Nyo toako?"
"Kenapa dia tidak boleh memanggilku Nyo toako?"
"Memangnya dia saudaramu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Boleh tidak?"
"Sudah tentu boleh. Asal seorang manusia, dia boleh
saja menjadi sahabatmu, membahasakan saudara segala
dengan kau."
Cin Ko tertawa, selanya: "Tapi dia harus seorang
manusia, hal itu merupakan yang terpenting, karena ada
kalanya orang bukan manusia."
Dian Susi melotot kepadanya, tanyanya: "Kau pun
saudaranya?"
"Masa tidak boleh?"
"Sudah tentu boleh," ejek Dian Susi, "cara bicaramu
toh sudah persis dia, jikalau kepalamu tidak kecil,
bolehlah kau menjadi anaknya saja."
"Ada pula seorang lain yang hampir mirip tingkah laku
serta nada bicaranya seperti dia."
"Siapa?" tanya Dian Susi melenggong.
"Kau," sahut Cin Ko.
* * * * * Dalam dunia ini ada semacam manusia, setiap gerak-
gerik dan tutur katanya selalu membawa keganjilan yang
luar biasa, seperti pula penyakit flu, cepat sekali dia bisa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menular kepada orang lain. Bilamana kau sering bergaul
sama dia, tidak mungkin tidak kau pasti tertular olehnya.
Tiba-tiba Dian Susi menyadari bahwa dirinya memang
rada berubah, dulu dalam tutur kata dan tindak
tanduknya tidak seperti ini. Apakah pantas seorang gadis
remaja bicara dan bersikap seperti ini" Belum lagi dia
sempat menyimpulkan jawabannya, tiba-tiba dilihatnya
dari kegelapan sana muncul lima enam bayangan orang.
Orang yang berjalan terdepan adalah seorang pincang.
Tak tahan Dian Susi bertanya pula: "Si Pincang itu pun
saudaramu?"
"Namanya bukan Pincang, selamanya tiada orang
yang memanggilnya Pincang," sahut Nyo Hoan.
"Lalu orang memanggilnya apa?"
"Go Poan-seng."
"Jadi namanya Go Poan-seng?"
"Nama aslinya Go Put-gu, tapi orang sering
memanggilnya Go Poan-seng."
"Kenapa?"
"Karena setengah dari tanah di kota ini adalah milik
keluarganya."
"Dan sekarang juga?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sekarang tinggal sebidang tanah disini ini."
Dian Susi melengak, tanyanya: "Tanah di sini adalah
miliknya?"
"Tidak salah."
"Dia sudah rudin, kenapa tanah ini tidak dia minta
balik untuk berdagang sendiri?"
"Karena jikalau tanah ini dia minta balik, kuatir jika
malam tiba dia tidak bisa kelayapan ke mana-mana."
"Oleh karena itu dia rela rudin dan mati kelaparan,
rela membiarkan orang lain mengeduk untung di tanah
miliknya sendiri?"
"Sebetulnya dia tidak rudin seperti perkiraanmu."
"Tidak rudin" Orang macam apa baru dianggap
rudin?" Walau tanah setengah kota dia jual seluruhnya,
namun setengah penduduk kota ini menjadi sahabat
karibnya, oleh karena itu dia tetap bernama Go Poan-
seng (Go setengah kota)."
"Oleh karena itu dia tetap jauh lebih kaya dari orang
lain," demikian timbrung Cin Ko.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara orang memang berpendapat, orang yang
punya banyak teman memang jauh lebih kaya dari orang
yang punya duit, lebih senang dan hidup bahagia."
"Kalau demikian dia tentu seorang aneh," kata Dian
Susi geleng-geleng.
"Justru karena dia orang aneh, maka sering aku
mendapat berita serba aneh pula dari mulutnya."
Bersinar mata Dian Susi, katanya: "Hari ini apakah kau
pun memperoleh berita aneh pula?"
"Orang yang punya banyak teman, tentunya banyak
pula berita yang diperolehnya."
"Berita baik apa yang kau dengar?"
"Dia memberitahu kepadaku, bahwa di luar kota ada
sebuah biara."
"Kau rasa kabar ini amat aneh" Hanya orang yang
seumur hidupnya tak pernah melihat biara baru akan
merasa aneh, tapi seekor babi pun sedikitnya pernah
melihat biara."
Nyo Hoan tidak hiraukan sindirannya, katanya lebih
lanjut: "Dia memberitahu pula kepadaku, biara itu dihuni
tiga orang Hwesio tua."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi lebih kecewa, katanya: "Ternyata bukan saja
babi itu tidak pernah melihat biara, Hwesio pun belum
pernah dilihatnya."
"Dia memberitahu pula kepadaku," demikian Nyo Hoan
meneruskan. "Hari ini biara itu entah mengapa
mendadak bertambah beberapa puluh Hwesio, malah
bukan Hwesio-hwesio tua, tapi semua adalah Hwesio-
hwesio muda, Hwesio-hwesio baru."
Bercahaya mata Dian Susi, hampir dia melonjak
berdiri, katanya: "Di mana letak biara itu?"
"Bahwa kabar ini tidak aneh, kenapa kau bertanya
segala?" ejek Nyo Hoan tawar.
Dian Susi menyeringai kecut, katanya: "Siapa bilang
kabar ini tidak aneh, dia adalah babi."
Tiba-tiba dia merasa senang dan bergairah
semangatnya. Bahwa sebuah biara tiba-tiba ketambahan puluhan
Hwesio muda dan baru, tentu mereka adalah Hwesio-
hwesio yang tadi siang muncul di sarang judi itu. Satu di
antara mereka tentu adalah si Brewok. Asal bisa
menemukan Hwesio-hwesio ini, mereka akan dapat
membuktikan bahwa peristiwa yang dialaminya tadi siang
bukan impian, bukan kejadian khayal. Asal dapat
membuktikan kenyataan ini, sekaligus dapat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuktikan bahwa kematian Hwesio Banyak Urusan
bukan perbuatan Cin Ko. Kunci untuk membongkar
muslihat yang rahasia ini, terletak pada biara itu.
Cin Ko pun tak tahan mengajukan pertanyaan: "Di
mana letak biara itu?"
"Di luar pintu sebelah utara."
"Bukankah tempat ini tak jauh dari pintu utara?"
"Dekat sekali."
Dian Susi melompat berdiri lebih dulu, selanya: "Kalau
begitu, kenapa tidak kita lekas ke sana" Masih tunggu
apalagi?" "Menunggu seseorang lagi," sahut Nyo Hoan.
"Seorang yang patut kau tunggu."
"Jika kita tidak segera ke sana, bagaimana kalau
Hwesio-hwesio itu melarikan diri?"
"Kalau mereka ingin lari, aku pun takkan bisa
mencegahnya."
"Kenapa kita tidak lekas ke sana, kenapa harus
menunggu orang pula?"
"Karena aku harus menunggunya."
"Memangnya dia cukup penting dalam persoalan ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau tidak penting kenapa harus ditunggu."
Terpaksa Dian Susi duduk kembali ke tempatnya,
setengah harian bersungut-sungut, akhirnya tak tahan
dia bertanya pula:" Apakah dia akan membawa kabar
penting yang hendak dilaporkan kepadamu?"
Nyo Hoan mengiakan dalam mulut.
"Kabar apa sebetulnya?"
Kali ini Nyo Hoan sudah malas menjawab
pertanyaannya, pelan-pelan dia habiskan sisa arak di
cangkirnya, diraihnya sekerat paha bebek terus
dimakannya dengan lahap.
Tiba-tiba Cin Ko tertawa, katanya:" Agaknya takaran
minummu belakangan ini sudah mulai susut."
"Memang jauh berkurang," sahut Nyo Hoan tertawa,
"tapi tetap dapat membikin kau tenggelam, merayap-
rayap sambil mengoceh kalang kabut."
"Ah, jangan mengagulkan diri, kapan kalau ada
kesempatan, ingin aku mengadu minum dengan kau."
"Apa kau masih ingat, tempo hari kita di Mang-siu-
khan, mengundang seorang untuk menghabiskan
segentong arak Cu-yap-ceng..." dalam waktu segenting
ini kedua orang masih enak-enak ngobrol.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gugup dan dongkol Dian Susi dibuatnya, saking tak
tahan akhirnya dia menggebrak meja, katanya lantang:
"Jelas kalian sudah lama saling kenal, kenapa selama ini
mengelabui aku?"
"Kenapa aku harus memberitahu kepadamu?" balas
tanya Nyo Hoan.
Cin Ko tertawa, sahutnya: "Terlalu banyak orang yang
kami kenal, jikalau satu persatu harus memberitahu
kepadamu, tiga hari tiga malam pun takkan habis."
Laki-laki memang petingkah dan kurang ajar, kemarin
mereka masih pura-pura tidak kenal satu sama lain, kini
bergabung dalam satu garis menghadapi dirinya. Lebih
menjengkelkan lagi setiap patah perkataannya, selalu
sukar dijawab dan tak bisa didebat olehnya.
Tiba-tiba teringat oleh Dian Susi akan Dian Sim
pelayan pribadinya itu. Budak cilik ini cerdik dan pandai
bicara, jikalau ada dia yang bantu bicara, mungkin
dirinya takkan dipermainkan sedemikian rupa. Tapi
budak cilik ini entah berada di mana. Mendadak Dian
Susi gebrak meja pula, serunya: "Mana orangku" Lekas
kembalikan kepadaku."
"Kau sedang mengoceh apa?" tanya Nyo Hoan.


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau membawa lari budakku, kenapa kau pura-pura
pikun di hadapanku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berkerut alis Nyo Hoan, katanya: "Kapan aku
melarikan dia?"
"Kemarin, waktu kau keluar dari sarang judi itu,
bukankah dia ikut kau?"
"Kau sendiri yang sembarangan membiarkan dia
kelayapan?"
"Memangnya aku tidak mampu mengurus dia."
Nyo Hoan tidak bersuara lagi, namun rona mukanya
kelihatan berubah jelek. Dian Susi sadar bahwa sikapnya
ini bukan lagi berkelakar, segera dia tanya lagi: "Apa
benar kau tidak melihat dia?"
Nyo Hoan geleng-geleng kepala.
"Kau... kau pun tidak tahu di mana dia?"
Kembali Nyo Hoan menggeleng-geleng.
Mendadak dingin kaki tangan Dian Susi, katanya
gemetan "Apakah mungkin dia dibawa... dibawa lari
orang itu?" begitu teringat Kek siansing, kaki tangannya
seketika jadi dingin. Bila terbayang Dian Sim terjatuh ke
tangan gembong iblis itu, jantungnya terasa dingin dan
berdegup keras. Lama sekali baru dia meronta bangun.
"Kau hendak pergi?" tanya Nyo Hoan.
Dian Susi manggut-manggut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Pergi ke mana?"
"Mencari budak mampus itu."
"Kemana kau hendak mencarinya?"
"Aku... aku akan menemui Thio Hou-ji, lalu mencari
Ong toanio."
"Umpama benar dia berada di sana, lalu apa yang
dapat kau laku-kan?"
Dian Susi tertegun dan melenggong di tempatnya.
Jikalau Dian Sim benar di sana, bukan mustahil Kek
siansing pun berada di sana. Setiap kali berhadapan
dengan Kek siansing, kakinya lantas lemas, memangnya
apa yang dapat dia lakukan"
"Menurut pendapatku, lebih baik kau duduk saja
menunggu sebentar lagi," ujar Nyo Hoan.
"Sampai kapan kau hendak menunggu kedatangannya?"
"Sampai orang yang kutunggu tiba."
"Jikalau dia tidak datang?"
"Aku akan menunggunya terus."
"Memangnya orang itu adalah bapakmu, kenapa kau
begitu patuh kepadanya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
* * * * * Tiba-tiba didengarnya seorang bersuara rawan "Aku
bukan bapaknya, paling hanya bisa menjadi istri tuanya
saja," suara ini serak rendah, namun mengandung daya
tarik yang kuat, perempuan yang mendengar suara ini
pun merasa amat merdu.
Begitu Dian Susi berpaling, dilihatnya seorang
perempuan. Belum pernah dia melihat perempuan ini.
* * * * * Sinar lampu hanya samar-samar saja menyoroti
badannya, lebih tepat kalau dikatakan dia berdiri di
bawah pancaran sinar bintang-bintang. Raut mukanya
tidak menunjukkan suatu mimik perasaan, setelah
mengucapkan kata-katanya tadi, dia berdiri mematung
diam, ujung jarinya pun tak bergerak. Tapi entah
mengapa sekilas pandang Dian Susi rasakan setiap
jengkal setiap senti badan orang ini tengah bergerak-
gerak, seperti sedang bicara mengundang orang yang
melihatnya. Terutama sepasang matanya yang merem melek
seperti mengantuk, seolah-olah seorang jelita yang
belum sadar benar dari tidurnya. Tapi bilamana sepasang
mata ini mengawasimu, kau akan merasa bahwa dia
seolah-olah sedang mengeluh akan kehidupan manusia
yang sengsara dan kesunyian di dunia ini, menyampaikan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rasa cinta dan kasih mesra meresap ke tulang. Perduli
kau siapa, tidak bisa tidak pasti akan merasa simpatik
kepadanya. Tapi bila kau maju mendekati hendak
menjamahnya, mendadak dia seperti berubah di tempat
nan jauh, jauh sekali... sejauh di ujung langit.
Dian Susi belum pernah berhadapan dengan
perempuan seperti ini. Tapi dia cukup tahu, perempuan
seperti ini justru adalah idaman setiap laki-laki yang suka
iseng dan suka berfoya-feya.
Kalau dikatakan gaya Thio Hou-ji amat elok. Tapi
dibanding perempuan yang satu ini, Thio Hou-ji menjadi
nona cilik dari kampung yang masih hijau dan kasar.
Ternyata Nyo Hoan sedang menunggu dia.
Gemeratak gigi Dian Susi, namun dia harus mengakui,
perempuan ini memang patut ditunggu, patut ditonton.
Mata Nyo Hoan dan Cin Ko justru tidak berkedip
menatapnya. Pelan-pelan dengan gemulai orang maju
mendekat lalu duduk, cangkir arak di depan Nyo Hoan
disambarnya. Tersipu-sipu Cin Ko bantu mengisi arak ke
dalam cangkir. Sekali tenggak dia habiskan secangkir
penuh, cara minumnya lebih cepat dari Cin Ko.
Perempuan biasanya tidak minum cara begitu. Tapi
tiada yang merasa tingkah dan cara minumnya terlalu
kasar, orang malah merasa tertarik akan gayanya yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lain dan genit, orang-orang yang melihatnya akan ikut
mabuk meski tidak minum arak.
Beruntun dia habiskan lima enam cangkir arak, baru
angkat kepala memandang Dian Susi dengan berseri
tawa. Senyumannya kelihatan malas-malasan, hanya
seorang yang sudah bosan mengecap kehidupan baru
akan tertawa seperti ini, begitu dingin dan molek lagi.
Dian Susi angkat kepalanya mengawasi bintang di
langit. Setelah melihat kedua biji matanya lalu melihat
bintang yang kelap-kelip, sinar bintang rasanya menjadi
pudar. Orang tengah menghabiskan secangkir arak lagi,
cangkir yang ke tujuh.
Dengan menggigit bibir, akhirnya Dian Susi bersuara:
"Di sini ada orang sedang menunggumu."
Jawabannya tetap senyum yang malas dan ogah-
ogahan. Dian Susi sengaja tidak mengawasinya, katanya
dingin: "Kalian ada urusan penting apa, lekas katakan,
kita pun punya urusan penting yang perlu segera
diselesaikan."
Nyo Hoan tiba-tiba tertawa, katanya: "Sebelum Ong
Sam-nio kenyang dan puas minum arak, selamanya
malas berbicara," agaknya Nyo Hoan cukup mengerti
akan watak dan segala keperluannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sakit sekali bibir Dian Susi yang tergigit, namun dia
menarik muka, katanya: "Sampai kapan baru cukup dan
puas minum?"
Tiba-tiba Ong Sam-nio tertawa tawar, katanya:
"Setelah mabuk baru cukup."
"Setelah mabuk masakah bisa bicara?"
Tangan memegang cangkir, sorot mata Ong Sam-nio
tertuju ke tempat jauh, katanya pelan-pelan: "Apa yang
hendak kukatakan memang igauan di saat orang
mabuk." "Tak kira ada orang suka mendengar orang
mengigau," jengek Dian Susi.
Nyo Hoan tertawa pula, katanya: "Memangnya siapa
yang tak pernah mengigau di dalam kehidupan
bermasyarakat ini!"
Kembali Ong Sam-nio tertawa pula, pelan-pelan dia
tepuk pundak Nyo Hoan, katanya tesenyum: "Kau baik
sekali, belakangan jarang aku temukan laki-laki seperti
kau, tak heran ada orang merasa jelus karena kau."
Sedapat mungkin Dian Susi berusaha menahan diri
namun tak tertahan lagi, serunya: "Siapa yang jelus?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ong Sam-nio tidak
menjawab, namun
dia songsongkan raut mukanya ke arah lampu katanya: "Kau
sudah melihat keriput di atas mukaku belum?"
Sinar lampu remang-remang. Dian Susi tidak jelas
akan keriput di kulit mukanya, namun tiba-tiba dia
merasa sikap orang yang kelihatan kurus, kuyu dan
keletihan. "Wanita cantik muncul di bawah lampu, di bawah
lampu perempuan kelihatan selalu lebih muda lebih
cantik," demikan ujar Ong Sam-nio tawar. "Perempuan
seusiaku, ada kalanya harus merasa iri hati, apa lagi
nona manis sekecil kau ini."
Dian Susi menarik muka, semprotnya: "Kau sedang
mengigau?"
Pelan-pelan Ong Sam-nio menghela nafas, katanya:
"Orang mengigau sering menyatakan kemurnian hatinya,
sayang sekali manusia hidup justru tidak suka
mendengarkannya."
"Aku suka mendengar," ujar Nyo Hoan.
Mengerling mata Ong Sam-nio menyapu pandang ke
mukanya, ujarnya: "Apa yang kau dengar memangnya
tidak salah."
Agaknya berubah muka Nyo Hoan, tanyanya
menegas: "sudah tahu benar?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pelan-pelan Ong Sam-nio manggut, mulutnya
terkancing tak bersuara lagi.
Nyo Hoan pun tak bersuara pula, matanya mendelong,
lama sekali dia melamun baru menghela nafas, katanya:
"Banyak terima kasih."
"Kelak kau akan berterima kasih kepadaku,
sekarang..." tiba-tiba Ong Sam-nio angkat kepala
mengawasi Dian Susi, katanya tertawa: "Lekas kalian
berangkat, jangan bikin adik cilik ini gugup menunggu...
laki-laki kalau bikin nona cantik menunggu terlalu lama,
dia bukan laki-laki baik."
"Jikalau perempuan ingin laki-laki yang menunggu?"
"Itu tidak jadi soal, hanya..."
"Hanya apa?"
Sorot mata Ong Sam-nio menatap ke ujung langit,
katanya lembut: "Hanya kau harus selalu ingat, laki-laki
yang tiada punya kesabaran, meski kau patut dia tunggu,
dia tidak akan menunggumu terlalu lama."
Terkatup mulut Dian Susi, agaknya dia sudah
merasakan kegetiran dari makna ucapan Ong Sam-nio
ini. "Baiklah kita berangkat, dan kau?" tanya Nyo Hoan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tinggal di sini, aku masih ingin minum beberapa
cangkir lagi."
"Biar aku temani kau," sela Cin Ko.
"Kenapa kau temani aku?" tanya Ong Sam-nio.
Cin Ko menghela nafas, katanya: "Karena aku tahu
bagaimana perasaan seseorang kalau minum sendirian."
Ong Sam-nio tertawa, katanya tawar: "Perduli
bagaimana rasanya, kalau sudah biasa tidak akan
menjadi soal, kau tak usah temani aku, kau boleh pergi
sekalian," lalu diangkatnya cangkir dan ditenggak habis.
* * * * * Nyo Hoan tidak bersuara lagi, pelan-pelan dia berdiri,
lalu pelan-pelan melambaikan tangan ke kegelapan di
depan sana. Di tempat gelap sana seketika berkelebat
sesosok bayangan hitam. Tiada orang yang melihat jelas
dari mana datangnya bayangan hitam ini, karena
bayangannya seakan-akan ditelan kegelapan.
Tampak dia sedikit menggerakkan badan memberi
hormat dari kejauhan di tempat gelap kepada Nyo Hoan,
lalu menunggu di sana.
Nyo Hoan berpaling, katanya: "Sam-nio, kuhaturkan
secangkir kepadamu, segera aku berangkat."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kuharap ini bukan cangkir yang terakhir," kata Ong
Sam-nio. "Tentu bukan," tegas jawaban Nyo Hoan.
Tanpa ragu-ragu Ong Sam-nio habiskan lagi secangkir
arak. "Sekarang juga kita berangkat?" tak tertahan Dian
Susi bertanya. Nyo Hoan manggut-manggut.
"Tidak menunggu kalian bicara habis?"
"Sudah habis pembicaraan kami."
"Hanya beberapa patah kata saja?"
Agaknya Nyo Hoan tengah menerawang, lama sekali
dia bersuara kalem: "Ada kalanya sepatah kata sudah
lebih dari cukup," pelan-pelan dia melangkah ke
kegelapan. Bayangan di tempat gelap itu tiba-tiba melambung
tinggi ke angkasa, laksana setan gentayangan saja tiba-
tiba lenyap ditelan tabir malam. Cepat sekali Nyo Hoan
memburu ke arah sana. Terpaksa Cin Ko dan Dian Susi
ikut mengejar dengan kencang. Lama dan jauh sekali
mereka berlari saling kejar, tak teitahan Dian Susi
berpaling ke belakang. Tampak bayangan Ong Sam-nio
masih duduk terpekur menghadap meja menyanding
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
arak, punggungnya seakan-akan semakin bungkuk,
seperti ditindih benda ribuan kati beratnya di pundaknya.
Itulah beban kehidupan manusia. Walau dari bayangan


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punggungnya, namun kelihatan dia begitu sebatang kara,
begitu letih dan kesunyian.
* * * * * Nyo Hoan menunggu di depan, di sebelah depannya
lagi, lapat-lapat bayangan hitam itu pun sedang
menunggu. Akhirnya Dian Susi menyusul tiba, nafasnya
sedikit memburu, katanya: "Untuk apa kau kejar orang
itu seperti kesetanan?"
"Karena dia yang menunjukan jalan," sahut Nyo Hoan.
"Apakah si Pincang itu yang suruh dia membawa kita
ke biara itu?"
"Bukan si Pincang, tapi Go Poan-seng."
"Agaknya pergaulanmu memang luas, ternyata kau
pun kenal orang seperti itu."
"Kau tahu dia orang macam apa?"
Dian Susi menggeleng-geleng, ujarnya: "Yang jelas
Ginkangnya memang hebat."
"Ada yang lain?"
"Masih ada yang lain" Tiada."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nyo Hoan tertawa, mendadak dia melambaikan tangan
ke arah bayangan di depan itu. Bayangan hitam itu
seringan asap secepat kilat menyambar lewat
melambung datang lewat di atas kepala mereka, saat
mana Nyo Hoan jejakkan kakinya badannya yang tromok
itu ikut mencelat tinggi keduanya saling silang di tengah
udara, seakan-akan Nyo Hoan membisiki sesuatu kepada
bayangan hitam itu. Apa yang dibisikkan Dian Susi tidak
tahu. Cepat sekali bayangan hitam itu sudah melesat
lewat di samping badannya, cepat dan ringan laksana
angin lalu. Kejap lain Nyo Hoan pun sudah meluncur
balik ke tempatnya semula dan sedang tersenyum
mengawasi dirinya.
Dian Susi mengerutkan kening, tanyanya: "Apa sih
yang kalian lakukan" Main akrobatik segala?"
"Aku hanya ingin supaya kau membuka mata, lihatlah
biar tegas orang macam apa dia sebenarnya."
"Kalau begitu kenapa tidak kau panggil dia kemari
berdiri di depanku, supaya aku bisa mengawasinya
dengan seksama, mukanya putih atau hitam toh aku
belum sempat melihatnya."
"Tiada sesuatu yang perlu kau lihat pada mukanya,
kau harus mengawasi anggota badannya yang lain."
"Memangnya tempat mana yang harus kulihat?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Umpamanya, kedua tangannya."
"Memangnya ada keistimewaan apa pada tangannya"
Memangnya jari-jari tangannya tumbuh lebih banyak dari
orang biasa?"
"Jari-jarinya sih tidak banyak, hanya tumbuh beberapa
jari saja," Nyo Hoan mengawasi Dian Susi dengan
tertawa, katanya pula: "Barang yang kau bawa ada yang
hilang tidak?"
"Tidak?" sahut Dian Susi setelah memeriksa keadaan
sendiri. "Apa benar tidak?" Nyo Hoan menegas.
Dian Susi menghela nafas, katanya kecut:
"Bahwasanya tiada sesuatu benda yang kumiliki yang
patut dia ambil."
"Bagaimana yang berada di atas kepala?"
"Kepalaku malah..." belum habis kata-katanya seketika
dia menjublek, karena mendadak dia merasa rambut
kepalanya yang semula disanggul tahu-tahu sudah
terurai awut-awutan. Memangnya ke mana larinya tali
sutra yang tadi mengikat rambutnya" Memangnya
bayangan hitam tadi hanya sekali berkelebat mampu
mencopot ikatan tali rambut di atas kepalanya tanpa dia
sadari" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tentunya sekarang kau sudah mengerti orang macam
apa dia sebenarnya?"
Dian Susi memonyongkan mulut, katanya uring-
uringan: "Sungguh tak pernah kusangka, di antara
teman-temanmu ternyata ada yang memiliki tiga buah
tangan." "Masa hanya tiga buah tangan, dia punya tiga belas
tangan." Dian Susi mengejek: "Umpama benar punya tiga belas
tangan, paling dia hanya maling kecil belaka."
"Berapa banyak kau pernah melihat maling kecil
seperti ini?"
"Seorang pun belum pernah kulihat. Memang
untungku belum pernah kebentur."
Tahu-tahu bayangan hitam itu sedang menunggu
mereka di sebelah depan, dia tetap berdiri diam
mematung tanpa banyak usil, seolah-olah selamanya dia
tidak bergerak dari tempatnya itu.
Dian Susi kedip-kedip mata, tanyanya: "Bolehkah kau
memanggilnya kemari, aku ingin melihatnya supaya
jelas." "Katamu dia hanya maling kecil, apanya yang enak
dipandang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku... aku ingin melihat berapa buah tangan yang dia
miliki." "Kau takkan bisa melihat sebuah tangannya pun."
"Kalau begitu, biarlah aku melihat wajahnya."
"Tidak usahlah."
"Kenapa tidak usah?"
"Tiada orang yang pernah melihat mukanya."
"Kau sendiri?"
"Aku sih pernah melihatnya."
"Kenapa kau boleh melihat orang lain tidak boleh?"
"Karena aku adalah temannya."
Melotot mata Dian Susi, katanya gemas: "Kecuali
maling kecil dan si Timpang, tidak kau punya teman yang
genah dan normal?"
"Tiada lagi."
Tak tahan Dian Susi cekikikan lagi, katanya: "Naga
campur naga, burung hong campur burung hong,
temannya tikus pandai membuat lubang, pernah
kudengar pameo ini, tapi bahwa kau tidak punya teman
yang genah, sungguh tak pernah kuduga sebelumnya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku malah punya seorang teman yang ajaib, kalau
orang tahu akan temanku ini, giginya pasti protol karena
geli." "Di mana letak keajaiban orang itu?"
"Segala apa tentang dirinya serba ajaib, lebih ajaib lagi
kecuali membuat onar bikin ribut, urusan lain dia justru
tidak bisa melakukan."
Tak tahan Dian Susi cekikikan, tanyanya: "Siapa pula
temanmu ini?"
"Kau," sahut Nyo Hoan.
* * * * * Hampir meledak perut Dian Susi saking marah,
sebelum berkenalan dengan Nyo Hoan belum pernah
tersimpul dalam benaknya, kenapa seseorang kadang-
kadang bisa mati karena dibuat marah. Baru sekarang
dia benar-benar mengerti.
Setan kepala besar ini seolah-olah khusus dilahirkan
untuk membuat marah saja, lebih menjengkelkan lagi,
kecuali terhadap dirinya, kepada orang lain sikapnya
bersahabat dan intim, sopan dan sungkan. Lebih
membuatnya penasaran karena olok-olok kasar apapun
yang dia lontarkan, setan kepala besar ini mandah
tertawa saja tidak pernah marah. Coba katakan apa pula
yang bisa dia lakukan"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hutan amat lebat di lereng gunung sana. Biara atau
kelenteng yang dimaksud justru terletak di dalam hutan
lebat itu. Hoan-in-si. Begitulah nama kelenteng itu. Lapat-lapat di
keremangan malam masih bisa terbaca ketiga huruf
emas yang terpampang di atas pintu.
Bayangan hitam dengan tiga belas tangan itu setiba di
sini lantas berkelebat dan menghilang entah ke mana,
malam sudah larut, namun lampu di depan patung
sembahyangan masih menyala kelap-kelip, sinar lampu
seguram itu tidak menerangi tempat yang jauh, dilihat
dari kejauhan, kelihatannya seperti kabut tebal yang
kekuningan laksana asap atau mega.
Dian Susi menghela nafas, setiap kali mendatangi
kelenteng, hatinya selalu merasa sebal dan tak enak,
selalu terasa di dalam sanu-barinya bahwa kelenteng tak
ubahnya seperti orang mati, peti mati dan tempat
keramat yang mengerikan, daerah setan...
Di dalam kelenteng jelas kau takkan mendengar gelak
tawa riang, yang terdengar hanyalah ketukan suara
bokhi yang mengiringi nyanyian mantram para Hwesio
atau Nikoh, suaranya kadang kala kedengarannya begitu
sedih memilukan, serasa sunyi dan kesepian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Untung di tengah malam sehening ini apapun tidak dia
dengar, sayangnya suatu keheningan kadang justru
mencekam perasaan hati yang paling menakutkan.
Sikap dan air muka Nyo Hoan kelihatan amat prihatin
dan serius, semula Dian Susi mengira orang pasti
menyuruh dirinya bersama Cin Ko menunggu di luar,
supaya dia sendiri masuk lebih dulu memeriksa keadaan
di dalam. Untuk ini dia tidak akan menolak. Sekarang
apapun yang dikatakan Nyo Hoan, di dalam hati dia
sudah berkeputusan untuk tidak menolak atau
menentangnya. Tak kira sepatah kata pun Nyo Hoan tidak bicara,
dengan langkah lebar langsung beranjak masuk ke
dalam. Sudah tentu Dian Susi hilang sabar, katanya:
"Kelenteng ini kan bukan tempat yang amat rahasia."
Nyo Hoan menoleh melihat dirinya, seperti menunggu
kelanjutan omongannya.
"Sangkut-paut orang-orang itu justru teramat
penting," demikian Dian Susi melanjutkan.
"Orang-orang siapa maksudmu?"
Dian Susi melotot sekali, katanya: "Tentunya si
Brewok dan lain-lain, orang-orang yang sudah jadi
Hwesio itu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"O," Nyo Hoan bersuara pendek sambil mengangguk-
angguk. "Bahwa mereka berani membawa orang-orang itu
kemari, tentunya sudah siaga bahwa kita suatu akan
mencarinya ke sini."
Nyo Hoan bersuara dalam mulut seraya manggut-
manggut lagi. "Sudah tentu mereka tidak akan membiarkan kita
menemukan orang-orang itu, maka..."
"Lalu bagaimana kita harus bertindak?"
"Oleh karena itu aku berpendapat bahwa kelenteng ini
pasti mengandung banyak misteri, bukan mustahil di
dalam banyak perangkap."
"Memangnya kenapa kalau ada perangkap?"
"Kalau ada perangkap, sudah tentu kita tak boleh
menerjang masuk secara serampangan begini."
"Kalau begitu lebih baik kita pulang saja."
"Sudah terlanjur tiba di sini, kenapa pulang?"
"Tidak boleh masuk dan tidak mau pulang,
memangnya apa yang harus kami lakukan?"
Bagian 11 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Salah satu di antara kita biar masuk dulu memeriksa
keadaan di dalam, dua yang lain biar menunggu saja di
luar menjaga segala kemungkinan," sebetulnya Dian Susi
sudah berkeputusan untuk menentang cara ini, namun
sekarang justru dia sendiri yang mengutarakan.
Naga-naganya Nyo Hoan tiada maksud menentang,
tanyanya tawar: "Menurut maksudmu siapa yang harus
masuk lebih dulu?" Sungguh tak nyana bahwa sampai
hati dia mengajukan pertanyaan ini. Umumnya laki-laki
suka menonjolkan diri di hadapan gadis ayu.
Keruan Dian Susi kebingungan sambil menggigit bibir,
terpaksa dia menoleh kepada Cin Ko. Ternyata Cin Ko
tidak memberi reaksi sedikit pun. Semula pemuda gagah
ini tidak begini pendiam, sejak berkumpul dengan setan
kepala besar, sikap dan tindak-tanduknya berubah sama
sekali. "Coba kau katakan," kata Dian Susi jengkel,
"menurutmu siapa yang harus masuk lebih dulu?"
"Kau sendiri yang mengajukan cara ini, sudah tentu
kau sendiri yang harus tampil," siluman babi ini ternyata
sampai hati menyuruh seorang gadis rupawan menjadi
pelopor untuk menerjang bahaya.
Hampir gila rasanya saking marah, akhirnya Dian Susi
menjadi sengit, katanya membanting kaki: "Baik, biar
aku yang masuk lebih dulu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Setelah kau masuk, umpama kau mengalami apa-
apa, kita tetap akan berusaha menolongmu, sebaliknya
jikalau kita yang menghadapi bahaya, kau takkan mampu
menolong kita."
Malas dan sebal Dian Susi mendengar ocehannya,
segera dia melengos dan berlari ke depan menyusuri
jalan batu naik undakan di depan pintu kelenteng.
Sampai di sini mendadak dia berhenti. Soalnya pintu
besar tertutup rapat, namun asap atau kabut tipis
berwarna kekuningan sedang mengepul dari sela-sela
daun pintu menandakan di dalam kelenteng masih ada
asap dupa, itu menandakan ada orang di dalam, namun
kenapa sedikit suara pun tak terdengar" Apakah mereka
sudah merasa akan kedatangan dirinya maka semuanya


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lantas berdiam diri" Atau mereka sudah terbunuh dan
terbungkam mulutnya"
Semula Dian Susi emosi untuk bekerja, namun rasa
marahnya tadi kini sudah lenyap, kaki tangan terasa
dingin malah, ingin rasanya dia menggenggam tangan
seorang laki-laki. Terutama tangan Nyo Hoan yang
gemuk penuh daging empuk itu.
Tangan orang gendut yang satu ini rasanya selalu
hangat, tenang dan mantap, bersih lagi, tangan yang
selalu menjadi idam-idaman setiap gadis yang suka
menggandengnya. Sayang waktu dia menoleh setan
kepala besar itu sudah lenyap tak kelihatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bayangannya, Cin Ko ternyata juga menghilang. Keruan
kaki tangannya semakin dingjn berkeringat, hampir tak
tahan dia ingin berteriak sekeras-kerasnya. Namun dia
pantang melakukan perbuatan yang merendahkan
derajat dan memalukan ini, apalagi malu terhadap setan
kepala besar. Setelah setengah harian mematung di
undakan batu, akhirnya Dian Susi membesarkan nyali
beranjak maju seraya mendorong pintu.
* * * * * Pintu memang tertutup rapat, tapi tidak terkunci atau
terpalang dari dalam, hanya sedikit mendorong pelan-
pelan daun pintu lantas terpentang lebar dengan
mengeluarkan suara keriat-keriut. Suara yang mengerikan di malam gelap ini.
Dengan kertak gigi Dian Susi melangkah maju
setindak serta melongokkan kepalanya lebih dulu ke
dalam. Tiada sesuatu yang terlihat karena pekarangan
dalam penuh diliputi kabut atau asap yang cukup tebal.
Untung di bawah pemujaan sana masih ada sinar lampu,
walau sinarnya guram, sedikitnya memberi petunjuk
jalan kepadanya.
Terlebih dulu Dian Susi menghirup nafas panjang lalu
selangkah demi selangkah beranjak masuk. Dia
mengharap jangan nanti kakinya menginjak mayat orang
mati. Di sini bukan saja tiada orang mati, orang hidup
pun tak kelihatan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
* * * * * Setelah melewati pekarangan, sinar lampu di depan
patung pemujaan sudah kelihatan dan semakin terang.
Di sini pun tak kelihatan bayangan orang, cuma asap
dupa mengepul dari hiolo yang terletak di bagian depan
meja pemujaan. Ke manakah si Brewok dan lain-lain" Memang mereka
sudah melarikan diri atau sembunyi karena tahu bahwa
dirinya akan kemari" Dengan kencang dia gigit bibirnya,
kakinya terus melangkah ke depan, langkahnya amat
lambat dan hati-hati, entah takut menginjak mayat atau
badan orang yang tidur di lantai" Dia sendiri tak kuasa
menjelaskan. Di dalam suasana serba seram ini, setelah
melihat patung pemujaan yang kaku dingin bertengger di
atas sana, tiba-tiba terbayang pula oleh Dian Susi akan
Kek siansing. Bukankah keadaan Kek siansing mirip sekali
dengan patung ini" Terasa lemas kedua kaki Dian Susi
bila terbayang manusia aneh itu, untung di sebelahnya
kebetulan ada sebuah kursi, lekas dia duduk istirahat.
Betapapun sebetulnya dia tak sudi duduk di tempat ini
dalam suasana seperti ini pula, namun kedua kakinya
benar-benar lemas lunglai, maka dia dipaksa untuk
melepas lelahnya, tanpa terasa keringat dingin berketes-
ketes di atas kepalanya. "Kepala besar itu, benar-benar
tega membiarkan aku masuk kemari seorang diri, malah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia menghilang entah ke mana," demikian batin Dian
Susi, semakin dipikir semakin jengkel.
Sekonyong-konyong dia merasakan sesuatu yang
menakutkan. Kursi yang dia duduki pelan-pelan bergerak
naik, seperti ada orang pelan-pelan mengangkat kursinya
ke atas. Tak tahan dia menunduk dan melihat ke bawah.
Seketika berdiri bulu kuduk dan bulu romanya, ternyata
tempat yang dia duduki sebagai kursi adalah sebuah peti
mati. Lebih menyeramkan lagi tutup peti sedang
terangkat dan pelan-pelan terbuka.
Tiba-tiba sebuah tangan terulur keluar dari dalam peti
mati terus menangkap pergelangan tangannya.
Tangan yang dingin menyerupai es. Sekujur badan
Dian Susi menjadi lunglai. Sebetulnya dia hendak
menerjang keluar, namun begitu badan bergerak doyong
ke depan, tahu-tahu dia terjungkal roboh, hampir saja
jatuh semaput. Namun pikirannya masih sadar, bukan
saja bisa melihat jelas, kupingnya pun mendengar
terang. Bukan tangan saja yang terulur keluar dari dalam
peti mati, malah terdengar juga suara tawa orang, tawa
yang dingin seram, kedengarannya mirip setan
menangis. Dengan mengerahkan seluruh tenaganya Dian Susi
berseru keras: "Siapa sembunyi di dalam peti mati" Aku
tahu kau adalah manusia, tiada guna kau pura-pura jadi
setan menakut-nakuti aku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apa benar tangan yang menyentuh tangannya tadi
adalah tangan manusia hidup" Tangan manusia masa
begitu dingin"
Suara tawa tadipun sirap, tinggal suara lantangnya
saja yang bergema di dalam kelenteng. Dian Susi
mengerahkan seluruh kekuatannya meronta-ronta untuk
melepaskan pegangan tangan dingin itu, namun tangan
orang seolah-olah lengket dengan tangannya, betapapun
dia tak kuasa melepas pegangan ini. Lama kelamaan
nafasnya sudah ngos-ngosan, keringat dingin sudah
gemerobyos. Tangan siapa sebetulnya" Kenapa tidak mau unjuk
diri" Memangnya tidak berkepala dan tak punya raga"
Hanya sebuah tangan dingin saja" Baru Dian Susi hendak
mencoba apakah dia bisa menarik tangan ini keluar dari
peti mati, tak nyana belum sempat kerahkan tenaga,
tahu-tahu tangan dingin itu malah yang sudah bertindak
lebih dulu. Suatu tenaga besar yang menakutkan tahu-
tahu menyeret dirinya, bahwasanya karena tarikan ini
Dian Susi mati kutu dan tak mampu meronta dan
melawan lagi. Tiba-tiba seluruh badannya tertarik masuk
ke dalam peti mati itu.
Dalam keadaan seperti ini, jangan kata seorang gadis
yang bernyali kecil, laki-laki yang bernyali besarpun bisa
jatuh semaput karena ketakutan. Sungguh kasihan,
pikiran Dian Susi justru tetap sadar danjernih.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
* * * * * Ternyata di dalam peti mati bukan saja ada sebelah
tangan, masih ada pula kepala dan raga kasarnya,
badannya lurus kaku, kecuali mayat tiada sosok badan
manusia yang kaku dan dingin seperti ini. Begitu tertarik
masuk, badan Dian Susi lantas rebah di atas badan yang
kaku ini. Disusul suara "Brak" tutup peti mati tertutup
rapat. Sinar api lenyap, kabutpun tak kelihatan lagi, keadaan
menjadi gelap gulita, walau kesadaran Dian Susi masih
jernih, namun sekujur badannya sudah tak mampu
bergerak lagi, sekujur badannya ikut menjadi kaku
dingin, mungkin lebih kaku dan dingin dari mayat.
Mayat kaku itu tiba-tiba memeluknya kencang-
kencang sampai dia susah bernafas. Ingin berteriak,
namun kerongkongannya seperti tersumbat. Hampir gila
rasanya saking ketakutan, ingin rasanya dia mampus
saja. Sayang dalam keadaan seperti ini ingin mampuspun
tak mungkin terlaksana.
Butir-butir air mata bertetesan dari ujung matanya.
Siapakah yang pernah mengalami kejadian menyedihkan
seperti ini, pengalaman yang begini menakutkan, hari ini
justru dia harus mengalami nasib yang jelek ini. Seolah-
olah sebuah mimpi yang paling buruk selama hidupnya.
Umpama bisa menangis menggerung-gerung sepuasnya,
mungkin perasaan takutnya bisa terlampias, namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekarang dia hanya bisa mencucurkan air mata tanpa
bersuara. Tiba-tiba didengarnya mayat kaku itu mengeluarkan
tawa malah, dengus nafas yang panas seiring dengan
tawanya meniup di pinggir telinga Dian Susi, ternyata
mayat hidup dingin ini masih menguapkan hawa panas
dari badannya. Otot daging leher Dian Susi yang semula
mengejang pelan-pelan mulai mengendor, dengan
kerahkan seluruh kekuatannya tiba-tiba dia berteriak.
Berteriak sampai suaranya serak dan capai, baru
mayat dingin ini berkata dengan tertawa: "Berteriak
sampai kerongkongannmu pecah juga tak berguna,
takkan ada orang mendengar teriakanmu, jangan kata
orang, setanpun tak mendengar," suaranya rendah berat
dan sumbang, jarang ada orang yang mendengar suara
yang begini menakutkan.
Sekarang Dian Susi mendengarnya, nafasnya serasa
berhenti seketika. Jadi mayat dingin yang dia tindih di
bawah badannya ini kiranya bukan mayat, namun
manusia, tiada mayat hidup atau setan gentayangan di
dunia ini yang lebih menakutkan dibanding manusia yang
satu ini, karena dia bukan lain adalah Kek siansing.
Sebetulnya mulutnya sudah hampir berteriak
menyebut namanya, namun tenggorokannya seperti
disumbat dan hanya mengeluarkan suara krok-krok saja.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kek siansing tergelak-gelak, katanya: "Tentu kau
sudah tahu siapa aku sebetulnya, apa pula yang kau
takutkan?"
Bukan Dian Susi takut. Perasaan hatinya sekarang
jelas tak mungkin dilukiskan hanya dengan sepatah kata
"takut" saja.
Jari-jari tangan Kek siansing menggelitik di atas
badannya, katanya pelan-pelan: "Jangan lupa kau pernah
berjanji akan menikah dengan aku, berarti aku adalah
calon suamimu, tidur bersama bakal suamimu, apa pula
yang kau takuti?" Jari-jarinya laksana ular, bergerak-
gerak pergi datang atau naik turun. Badannya yang
semula dingin kaku lambat laun mulai bergerak-gerak.
Mendadak Dian Susi berteriak keras: "Lepaskan aku...
lepaskan aku..."
"Lepaskan kau" Coba kau pikir apakah aku mungkin
melepasmu?"
"Apa keinginaamu?" kata-katanya kini menjadi jelas
kembali, seseorang bila mengalami ketakutan yang
keluar batas, seluruh badannya malah mengendor secara
aneh. Lantaran apa tiada yang tahu, karena pengalaman
seperti ini memang jarang dialami manusia.
Berkata Kek siansing lebih lanjut: "Aku ingin apa" Aku
hanya ingin tidur bersamamu, di kala hidup tak bisa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seranjang, biar di kala mati terkubur di dalam satu peti
mati." "Kalau begitu kenapa tidak segera kau bunuh aku
saja?" "Apa benar kau ingin mati?"
"Asal aku mati, terserah dengan cara apapun kau
hendak perlakukan diriku tak menjadi soal."
"Sayang sekali sekarang aku belum ingin kau mati."
"Kau... sampai kapan kau hendak menunggu?"
"Coba kau terka?" tahu-tahu jari-jari tangannya
merambat masuk ke dalam pakaian Dian Susi.
Mereka rebah berhimpitan di dalam sebuah peti mati,
umpama Dian Susi bebas bergerak dan ingin
menghindarpun tak mungkin ada peluang. Saking gemas
dan dongkol bibirnya pecah berdarah tergigit kencang,
rasa sakit membuat pikirannya semakin jernih, katanya
setelah menghela nafas: "Apa benar kau menginginkan
aku?" "Berapa jerih payahku telah kukorbankan demi kau,
tentunya kau sudah mengerti."
"Kalau kau memang menghendaki diriku, tidak pantas
kau menggunakan cara sehina ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lalu cara apa yang harus kugunakan?"
"Ada perintah orang tua, pakai comblang dan
meminang secara resmi. Masakah kau tidak tahu akan
adat ini."
"Maksudmu supaya aku meminangmu kepada Dian
jiya ayahmu?"
"Begitulah sepantasnya."
"Kalau dia menerima pinanganku" Apa kau segera
mau menikah dengan aku?"
"Sudah tentu."
Kek siansing tiba-tiba tertawa, katanya: "Itu mudah
sekali." "Mudah sekali?"
"Sudah tentu mudah, sekarang juga aku pergi
meminangmu."
Bahwa orang menerima persyaratannya begitu cepat
dan tegas, keruan Dian Susi melongo. Sungguh tidak
habis pikir olehnya kenapa orang merasa hal itu
gampang dilaksanakan" Dengan alasan apa dia begitu
yakin" Tiba-tiba terasa olehnya bahwa peti mati itu
sedang bergerak turun ke bawah. Tak tahan dia
bertanya: "Ke mana kau hendak membawaku" Ke neraka
tingkat ke delapan belas?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kek siansing terloroh-loroh, ujarnya: "Apa sih jeleknya


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat itu" Yang terang di sana jauh lebih hangat
daripada di langit, malah di sana tidak tertiup angin tidak
tertimpa hujan."
"Tapi ayahku terang takkan berada di sana, perduli
mati atau hidup, dia pasti takkan berada di sana."
"Kau belum pernah turun ke sana, darimana kau tahu
Dian jiya ada di sana atau tidak?" peti mati terus
bergerak turun, hati Dian Susi mengikuti gerakan peti
serasa tenggelam semakin dalam. "Apa ayahpun terjatuh
ke tangan gembong iblis ini, sehingga dia begitu yakin?"
Terang tidak mungkin. Terpaksa dia cari akal untuk
menghibur hati sendiri: "Ayahku bukan orang yang
gampang dilayani, terang tak mungkin," mengingat
kehidupan Dian jiya nan jaya dan makmur, legalah hati
Dian Susi. Kebetulan peti mati sudah berhenti. Tiba-tiba tutup
peti mati terbuka sendiri, selarik sinar guram tiba-tiba
menyorot masuk ke dalam peti mati. Maka tampak
dengan jelas air muka Kek siansing terpampang di depan
mata Dian Susi. Air mukanya tak berubah, mirip muka
mayat hidup, setiap kali melihat muka ini tanpa terasa
Dian Susi memejamkan mata.
"Kenapa tidak kau pentang matamu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku... lihat apa?"
"Coba kau lihat bukankah Dian jiya berada di sini?"
ujar Kek siansing sambil mengendorkan pelukannya.
Dengan segala kekuatannya Dian Susi segera
mencelat berdiri, namun seketika dia berdiri menjublek,
seolah-olah mendadak dia kecemplung ke dalam air es
yang dingin sekali. Ternyata begitu dia mencelat keluar
dari peti mati, matanya seketika melihat Dian jiya, jikalau
tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri, matipun
takkan mau percaya bahwa Dian jiya benar-benar berada
di sini. * * * * * Itulah sebuah kamar batu persegi, tiada pintu tak
berjendela, tak ubahnya sebuah peti mati raksasa. Entah
dari mana datangnya cahaya lampu, sinar yang redup
dingin, mirip benar dengan pelita setan di dalam neraka.
Dalam peti mati raksasa ini ternyata terdapat sebuah
meja dan beberapa kursi. Seorang tua bermuka bersih
dan welas asih tengah duduk di kursi tengah, tangannya
sedang memegang pipa cangklong warna hijau pupus
sambil mengepulkan asap dari mulutnya. Di belakang
orang tua ini berdiri seorang perempuan yang sedang
memijat punggungnya. Seorang perempuan lain tengah
duduk di atas kedua pahanya, tangannya memegangi
upet bantu menyulut api di pipa cangklongnya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dingin mengejang sekujur badan Dian Susi. Sudah
tentu dia kenal betul bahwa orang setengah umur yang
duduk di kursi itu adalah Dian jiya, diapun kenal baik
pipa cangklong hijau pupus yang terbuat dari batu akik,
waktu kecil dulu diapun sering duduk di paha Dian jiya
serta bantu menyulut pipanya. Siapapun dalam situasi
seperti yang dialami Dian Susi pasti menubruk maju dan
merebahkan dirinya ke haribaan ayahnya. Tapi Dian Susi
hanya menjublek di pinggir peti mati dengan badan
gemetar. Dua perempuan itu ternyata dia kenal baik. Yang
berdiri di belakang memijat punggung Dian jiya adalah
Ong toanio, yang duduk di pahanya adalah Thio Hou-ji.
Perempuan centil yang tidak tahu malu lagaknya
memang aleman dan genit duduk di paha lagi.
Bukan saja sekujur badan gemetar, air matapun
bercucuran membasahi muka Dian Susi, hatinya murka.
Melihat dirinya, agaknya Dian jiya amat prihatin,
katanya riang: "Bagus sekali, kau akhirnya kutemukan di
sini," itulah tutur sapa seorang ayah waktu melihat
putrinya yang minggat ini.
"Kau tahu aku akan kemari?" tanya Dian Susi.
Dian jiya manggut-manggut. Ong toanio malah
terkikik, sapanya: "Kebetulan kau kemari, baru saja kami
memperbincangkan dirimu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bicara tentang apaku?" ejek Dian Susi ketus.
"Barusan aku sedang wakili Kek siansing meminang
kau kepada Dian jiya."
"Dia... apa jawabnya?"
"Laki-laki perempuan kalau sudah menanjak dewasa
adalah pantas kawin, kalian memangnya pasangan
setimpal karunia Thian, coba kau pikir apa pula yang
dikatakan?"
Thio Hou-ji tertawa sambil mengerling: "Sudah tentu
Dian jiya menerima dengan senang hati, hayo kalian
pasangan pengantin ini lekas menghaturkan terima kasih
kepada aku mak comblang ini."
Melotot mata Dian Susi mengawasi ayahnya, bukan
saja tak bicara, bergemingpun tidak. Sekujur badannya
seolah-olah menjadi kaku mendadak.
Entah kapan tahu-tahu Kek siansing sudah berdiri di
sampingnya, sebelah tangannya memeluk pinggangnya
malah. Muka Dian Susi mendadak kaku dingin tak
berperasaan, katanya sinis: "Lekas lepaskan tanganmu
yang kotor!"
Kek siansing tersenyum, katanya: "Sekarang perintah
orang tua sudah ada, mak comblang juga sudah hadir,
apa pula yang kau takutkan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi tidak hiraukan ocehannya, dengan melotot
dia awasi Dian jiya, mendadak dia berseru: "Siapa kau
sebenarnya?"
"Lho, lucu benar," teriak Ong toanio, "masakah
ayahmu sendiri tidak kau kenal?"
Mendadak Dian Susi memburu maju, teriaknya serak:
"Siapa kau sebenarnya" Kenapa menyaru jadi ayahku"
Mana ayahku?" baru saja dia melangkah maju, tahu-tahu
pinggangnya dipeluk Kek siansing.
Tegak alis Ong toanio, katanya: "Kau tahu bahwa dia
bukan Dian jiya" Cara bagaimana kau tahu?"
Dian Susi meronta sekuatnya sembari berteriak: "Di
mana ayahku berada, bawa aku menemuinya."
Tiba-tiba Ong toanio menarik muka, katanya dingin:
"Ketahuilah, sejak kini, orang ini adalah Dian jiya, yaitu
ayah kandungmu, di dunia ini hanya ada satu Dian jiya,
takkan ada orang yang kedua."
Tiba-tiba lemas lunglai sekujur badan Dian Susi,
akhirnya tak tertahan lagi dia menangis menggerung-
gerung. Semula Ong toanio sedang sibuk memijat punggung
Dian jiya, tiba-tiba dia menampar mukanya, katanya
dingin: "Sudah beberapa kali aku mengajar kepadamu,
kenapa masih ketahuan juga olehnya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang itu meringis kesakitan, katanya tergagap:
"Aku... akupun tak tahu."
Ong toanio kembali menamparnya pula, katanya:
"Kusuruh kau jangan banyak mulut, kenapa kau justru
cerewet?" Orang itu mendekapi kedua pipinya, katanya: "Tadi
aku hanya mengatakan sepatah kata, aku... darimana
aku bisa tahu... " tiba-tiba dia merosot turun dari atas
kursi terus berlutut di hadapannya.
Ong toanio menjengek dingin serta melangkah ke
depan, sorot matanya diliputi napsu membunuh.
Kek siansing tiba-tiba berseru: "Tahan dia saja, kelak
orang ini masih berguna."
Ong toanio tertawa dingin, sekali angkat kaki dia
tendang orang itu terguling-guling jauh, bentaknya
bengis: "Keparat yang tak berguna, hayo menggelindinglah ke belakang... lekas!"
Thio Hou-ji menghela nafas pelan-pelan, katanya:
"Memangnya aku sudah bilang samarannya kurang mirip,
umpama kata raut mukanya sedikit mirip dengan Dian
jiya, namun sikap kereng gagah dan wibawa Dian jiya,
mana bisa dia tiru?"
Dengan ujung matanya Ong toanio meliriknya,
katanya seperti tertawa tidak tertawa: "Sudah tentu dia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tak bisa kelabui kau, tapi orang lain bukan kau, yang
pernah main patgulipat dengan Dian jiya."
Seperti tertawa tidak tertawa Thio Hou-ji balas
mengerling kepadanya, katanya: "Apakah kau merasa
iri?" "Alasan apa aku harus iri?" ujar Ong toanio tertawa,
"memangnya sekarang kau masih berani menemani dia
tidur?" Dian Susi tiba-tiba berjingkrak bangun, katanya kertak
gigi: "Di mana ayahku sekarang" Umpama kalian tidak
berani bawa aku menemui dia, sedikitnya berani
memberitahu di mana dia berada."
Ong toanio menghela nafas, ujarnya: "Memang kami
benar-benar tidak berani membawamu untuk menemuinya."
"Kenapa?" semakin pucat muka Dian Susi.
"Pertanyaanku tadi belum kau jawab, dengan alasan
apa aku harus memberitahu?"
"Kau tanya apa kepadaku?"
"Cara bagaimana kau bisa tahu bahwa orang tadi
menyamar Dian jiya?"
Dian Susi mengejek dingin: "Masa kau tidak tahu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Memang dia tak punya wibawa sekereng Dian jiya,
demikian pula gerak-geriknya takkan mampu meniru
gaya Dian jiya, tapi dia duduk di sana tanpa bergerak,
sinar lampu di sini pun gelap, cara bagaimana selintas
pandang kau dapat membongkar kedoknya?"
Sesaat Dian Susi bimbang, akhirnya berkata lantang:
"Ketahuilah, sudah beberapa bulan ayahku tidak
mengisap rokok lagi, belakangan kesehatannya rada
terganggu, tak mungkin mengisap pipa cangklong itu."
Ong toanio beradu pandang dengan Kek siansing,
keduanya sama manggut-manggut.
"Nah, bagaimana dengan pertanyaanku?" balas Dian
Susi mendesak. "Apa yang kau tanyakan?" jawab Kek siansing.
"Ayahku..."
Kek siansing tiba-tiba menukas ucapannya: "Jika kau
ingin melihat ayahmu, gampang sekali, asal kau menjadi
biniku, sudah tentu aku harus bawa kau pulang
menghadap bapakmu."
Gemeratak gigi Dian Susi, katanya: "Kuharap kau
padamkan saja keinginan edanmu ini."
"Aku justeru tidak akan mundur sebelum keinginanku
tercapai."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Persetan dengan keinginanmu, yang terang mati pun
aku tak sudi menikah dengan orang macam tampangmu,
umpama benar ayahku menerima pinanganmu, aku lebih
suka mati."
"Kenapa?" tanya Kek siansing.
"Memangnya, kenapa kau berbuat senekad ini?"
timbrung Ong toanio ikut membujuk. "Usianya belum
tua, belum pernah kawin, martabatnya juga tidak jelek,
terutama ilmu silatnya luar biasa, dalam hal apa dia tidak
setimpal jadi suamimu?"
"Tentang kebaikan apa dia setimpal menjadi suamiku,
hakikatnya dia bukan manusia."
Thio Hou-ji tiba-tiba kedip-kedip mata, katanya: "O,
aku tahulah, dia anggap tampangmu terlalu jelek."
"Hmm," Dian Susi mendengus hidung.
Ong toanio maju mendekat, katanya sambil menepuk
pundak Kek siansing: "Jikalau kau berwajah sedikit
tampan, mungkin dia mau menikah dengan kau."
"Benar, gadis remaja secantik ini, siapa yang tidak
suka dan bangga akan kecantikannya."
"Jadi kalian ingin supaya aku berubah lebih tampan?"
"Semakin tampan semakin baik."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kek siansing tiba-tiba tertawa, ujarnya: "Itu pun tidak
sulit," tiba-tiba dia membalik badan menghadap ke
dinding, sekian lamanya entah apa yang dia lakukan, lalu
pelan-pelan dia membalik badan pula.
Thio Hou-ji seketika bertepuk tangan, serunya:
"Ternyata benar berubah sedikit tampan, laki-laki
segagah ini, aku pun ikut terpincut."
Ong toanio terkikik geli, katanya: "Agaknya kalau nona
Dian masih tidak sudi menikah sama dia, orang akan
merebut calon suamimu yang tampan ini lho."
Sebetulnya sampai mati pun Dian Susi tak sudi melihat
tampangnya itu, namun sekarang tak tahan dia angkat
kepala, hanya sekilas saja, seketika dia menjublek. Kek
siansing memang sudah berubah jadi seorang lain.
Seorang laki-laki pertengahan umur yang sudah matang
kehidupan, tampan dan romantis, laki-laki gagah yang
membawa daya tarik bagi setiap gadis yang
memandangnya. Hampir Dian Susi tidak percaya akan
pandangan matanya sendiri.
Kata Ong toanio sambil mengawasinya: "Apakah
selamanya kau belum pernah dengar soal ilmu tata rias?"


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudah tentu Dian Susi pernah mendengarnya. Tapi air
muka Kek siansing walau tidak menunjukkan mimik apa-
apa, kelihatannya tidak mirip dirias dengan ilmu make up
segala. Mungkin karena selama ini Dian Susi tidak pernah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mau melihat muka orang dengan jelas, bahwasanya dia
takut melihat orang sedikit lebih lama lagi. Kalau dia
benar bermuka asli setampan dan setegap ini, kenapa
harus menyaru jadi orang cacat jelek rupa" Apa pula
asal-usul sebenarnya" Bertambah rasa curiga Dian Susi,
namun rasa takutnya tidak seperti dulu. Karena tampang
Kek siansing yang dihadapi ini bukan saja gagah
romantis, senyumnya pun kalem dan ramah tamah.
Katanya sambil mengawasi Dian Susi: "Sekarang tentu
aku setimpal mengawini kau."
"Dengan keadaanmu sekarang, umpama bidadari dari
kahyangan pun akan berebutan minta kawin dengan
kau," seru Thio Hou-ji cekikikan genit.
Tergerak hati Dian Susi, namun dengan keras dia
menggeleng-geleng, serunya: "Tidak mungkin."
"Kenapa tidak mungkin?" tanya Thio Hou-ji melengak
heran. "Dia ini siapa aku toh tidak mengenalnya, mana boleh
aku menikah dengan dia?"
"Benar, masuk akal, putri seorang hartawan besar
seperti Dian Siocia, sudah tentu harus kawin dengan laki-
laki yang punya kedudukan dan terpandang."
Ong toanio tertawa, timbrungnya: "Untung Kek
siansing bukan laki-laki yang tidak punya asal-usul, kalian
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bukan saja pasangan setimpal, latar belakang keluarga
masing-masing pun cocok satu sama lain. Jikalau kau
sudah tahu siapa nama aslinya, tanggung kau akan
terkejut."
Dian Susi hanya melongo saja mendengarkan ocehan
Ong toanio. "Liu Hong-kut, pernahkah kau dengar namanya?"
Liu Hong-kut! Apakah orang ini benar-benar Liu Hong-kut pendekar
besar nomor satu dari Kanglam" Dian Susi benar-benar
terkejut dibuatnya. Liu Hong-kut dulu merupakan salah
satu tokoh besar yang selalu menjadi idam-idaman
pujaannya, sungguh mimpi pun tak pernah diduganya
bahwa laki-laki rendah hina dina dan tak tahu malu
bergajul lagi, ternyata adalah tokoh besar yang pernah
dia puja-puja. Kalau hal ini terjadi lebih dulu, mungkin Dian siocia
sudah berjingkrak senang, tapi sekarang wataknya sudah
jauh berubah, kali ini dia cukup tabah katanya sambil
menatap orang itu: "Apa benar kau Liu Hong-kut?"
"Sedikit pun tidak salah," sahut Liu Hong-kut
tersenyum simpul.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Apa benar kau ini Liu Hong-kut yang berkepandaian
silat nomor satu di Kanglam, laki-laki yang memiliki
kepintaran tiada bandingannya di kolong langit?"
"Liu Hong-kut hanya satu, takkan ada orang kedua,"
ujar Liu Hong-kut tersenyum. Bukan saja bentuknya
berubah, suara bicaranya pun berubah, kedengarannya
lembut, sopan dan jenaka lagi, paling tidak Dian Susi
merasa ucapannya jenaka.
"Katamu kau ini Liu Hong-kut, tapi cara bagaimana
aku tahu kau ini tulen atau palsu?"
Liu Hong-kut tertawa tawar, tidak kelihatan dia
bergerak, tiba-tiba badannya melambung ke atas, jelas
badannya sudah hampir menumbuk atap rumah,
mendadak ia kembangkan kedua lengannya, laksana
burung walet tubuhnya tiba-tiba melesat miring ke
samping seperti terbang menempel atap.
Thio Hou-ji bersorak gembira sambil bertepuk tangan.
Ong toanio berkata: "Itulah Hwi-yan-chit-sek, ginkang
yang paling sulit dilatih, merupakan ilmu tunggal dari Liu
Hong-kut."
Thio Hou-ji tertawa, katanya: "Tak usah kau jelaskan,
Dian siocia toh cukup pengalaman untuk menilai sesuatu
yang tulen."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Memang Dian Susi cukup tahu, bahwa gerakan
merubah gaya dan arah di tengah udara dari ginkang
seperti itu merupakan ilmu yang paling sulit diyakinkan.
Tak tahan dia menghela nafas, agaknya orang yang hina
dan rendah martabatnya ini, memang tokoh besar yang
pernah dipuji-pujinya dulu.
Seenteng asap Liu Hong-kut meluncur turun di
hadapannya, senyum yang menghias mukanya begitu
lembut dan simpatik, katanya: "Sekarang kau sudah mau
percaya?" Sekian lama Dian Susi melenggong, mendadak dia
menghela nafas, katanya: "Aku sudah percaya, tapi aku
semakin tidak mengerti."
"Tidak mengerti" Persoalan apa yang tidak kau
mengerti?"
"Orang macammu ini, jikalau mengajukan pinangan
secara terus terang dan gamblang, bukan mustahil sejak
lama aku sudah menikah dengan kau, kenapa kau justru
menggunakan akal berliku-liku?"
Liu Hong-kut tertawa, katanya: "Belum terlambat kau
menikah dengan aku sekarang."
"Sekarang justeru sudah terlambat."
"Kenapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Karena... karena sekarang aku sudah punya pujaan
hati." Liu Hong-kut menarik muka, katanya dingin: "Sayang
sekali pujaan hatimu itu adalah pembunuh yang malu
dilihat sinar matahari."
Berkedip mata Dian Susi, katanya: "Kau kira Cin Ko
yang kumaksud?"
"Masa bukan dia?"
Seperti bersinar sorot mata Dian Susi, mendadak dia
tertawa, katanya: "Jikalau kau kira pujaan hatiku adalah
Cin Ko, maka kau sengaja memfitnah dan menjatuhkan
dosa atas dirinya sebagai pembunuh Hwesio Banyak
Urusan itu, maka tindakanmu ini meleset jauh sekali."
Liu Hong-kut menarik muka, katanya: "Lalu siapa
kalau bukan Cin Ko?"
"Tampangnya tidak setampan kau, tapi dia seorang
yang pintar, seorang yang patut dicintai."
"Siapa sebenarnya yang kau maksud?" Liu Hong-kut
menegas tidak sabar.
"Dia she Nyo bernama Nyo Hoan," sembari bicara
sengaja dia melirik memperhatikan mimik muka Liu
Hong-kut, tak nyana Liu Hong-kut tidak menunjuk sedikit
pun perubahan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Terpaksa Dian Susi berkata lebih lanjut: "Nyo Hoan
adalah calon suami yang kusukai sendiri, malah dia pula
pilihan orang tuaku, mau tidak mau aku harus menikah
dengan dia, kecuali..."
"Kecuali apa?"
"Kecuali dia suka rela menyerahkan aku kepadamu."
Sebentar Liu Hong-kut terpekur, katanya kemudian:
"Asal dia suka menyerahkan kau, maka kau rela menikah
dengan aku?"
"Tidak salah."
"Kali ini kau tidak akan mungkir lagi?"
"Takkan mungkir," waktu menjawab tak tertahan
hatinya amat geli. Walau setan kepala besar itu amat
menyebalkan, tentu tidak akan sudi menjual kawan
sendiri. Apalagi lahirnya saja kelihatan galak, yang terang
bukan mustahil secara diam-diam dia sudah menaruh
hati kepadaku. "Jika tahu aku berada di sini, tanpa
perdulikan segala akibatnya dia pasti kemari menolong
aku," bukankah sudah berulang kali orang sudah
menolong jiwanya" Tak terasa tiba-tiba timbul perasaan
syuur dan hangat dalam sanubari Dian Susi.
Ternyata Liu Hong-kut terpekur seperti memeras otak,
agaknya orang tahu bahwa hal itu jelas tidak mungkin
terjadi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan ujung matanya Dian Susi mengerling, katanya
penuh ejekan: "Sudah kukatakan kali ini aku tidak akan
mungkir, kenapa tidak kau mengundangnya untuk
membicarakan hal ini, bukan mustahil dia bisa menerima
permintaanmu."
Setelah terpekur sekian lamanya, tiba-tiba Liu Hong-
kut tertawa, katanya: "Aku tak perlu mengundangnya."
"Kenapa" Memangnya kau sudah batalkan niatmu?"
"Tidak, aku masih tetap ingin mempersunting dikau,
tapi tidak perlu susah-susah pergi mencarinya, karena..."
"Karena apa?"
Aneh sekali mimik tawa Liu Hong-kut, katanya tandas:
"Karena dia sudah akan segera tiba di sini."
Sekilas melengak Dian Susi, tanyanya: "Kau...
darimana kau tahu?"
Lebih misterius tawa Liu Hong-kut.
"Apakah setan kepala besar itu terjebak dalam
muslihat mereka?" demikian Dian Susi bertanya-tanya
dengan was-was. Kepalanya begitu besar, mana mungkin
begitu mudah terperangkap orang, apalagi masih ada Cin
Ko yang mendampinginya. Sekian lama Dian Susi
termenung-menung, akhirnya dia tertawa geli sendiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekarang dia hanya mengharap Liu Hong-kut tidak
menipu dirinya, dia harap Nyo Hoan benar-benar datang
secepatnya. Waktu ia menoleh benar juga dilihatnya
seorang tengah mendatangi, langkahnya terserot-serot
melangkah masuk. Nyo Hoan.
Ternyata Nyo Hoan benar-benar datang.
Jikalau kau mau sedikit menaruh perhatian, maka kau
akan mendapatkan banyak manusia di dalam dunia ini
sembarang waktu selalu berubah bentuknya. Sekarang
mungkin dia seorang Kuncu, namun detik lain bukan
mustahil sudah berubah jadi seorang buaya darat. Dalam
detik itu mungkin dia masih menyuguh arak kepadamu,
malah mungkin berlutut menjilat kakimu, namun sekejap
kemudian, mungkin dia lantas berpaling muka mencari
perkara, sekali tendang mengusirmu. Orang seperti ini
jelas tidak banyak, tapi juga tidak sedikit.
Untunglah masih ada semacam orang lagi di dalam
dunia ini, di kala nasibmu baik kau melihatnya, bentuk
rupanya demikian saja, tapi jikalau kau melihatnya di
kala kau sebal dan tertimpa malang, dia tetap dalam
keadaan semula. Nyo Hoan justeru adalah orang seperti
ini. Perduli kapan saja, di mana saja kau melihatnya, dia
tetap cengar-cengir dengan sikap acuh tak acuh. Selintas
pandang kepalanya selalu jauh lebih besar dari manusia
umumnya, setiap langkahnya tetap kalem tak pernah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tergesa-gesa, seakan-akan dunia kiamat pun dia tidak
akan gugup. Keadaan malas-malasan dan serba klemak-klemik
yang membosankan ini tak terhitung gagah dan
menyenangkan. Tapi dalam pandangan Dian Susi
sekarang, tiada manusia lain yang lebih mungil dan
menyenangkan daripada laki-laki gemuk gendut yang
satu ini. "Dia pasti akan menolongku dengan mempertaruhkan
jiwanya." Asal Nyo Hoan sudah datang, urusan sulit apa
yang takkan dapat diselesaikan" Saking senang hampir
Dian Susi berjingkrak menari-nari.
Anehnya melihat Nyo Hoan datang, Liu Hong-kut
sedikit pun tidak merasa heran atau kaget, sikapnya
malah kelihatan senang dan lega. Katanya sambil
melambaikan tangan kepada Nyo Hoan: "Kemarilah kau."
Nyo Hoan lantas menghampiri.
Dian Susi mengira begitu Nyo Hoan muncul, Cin Ko
pasti akan ikut muncul. Tak nyana Nyo Hoan hanya
berdiri di sana tanpa bersuara, air mukanya tetap
mengulum senyum.
Dalam hati Dian Susi sudah mulai menggerutu:
"Mungkin dia sedang menunggu kesempatan, setan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepala besar ini biasanya bertindak amat tabah dan
berani." Dian Susi mengawasi kedua tangannya, dia hanya
mengharap kedua jari tangan orang tahu-tahu sudah
mencekik leher Liu Hong-kut. Sayang begitu beranjak
masuk ke ruang ini, jangan kata berpaling melirik pun
Nyo Hoan tidak melihat dirinya, seolah-olah tiada
kehadiran dirinya di dalam ruang besar ini.
Liu Hong-kut tersenyum, katanya: "Kau datang
terlambat."
Nyo Hoan tersenyum, katanya: "Maaf."
"Tak perlu kau minta maaf kepadaku, sejak tadi nona
Dian sedang menunggu kedatanganmu, dia sudah tidak
sabar lagi."
"Lho, menunggu aku?" lagaknya baru sekarang
melihat bahwa Dian Susi berada di sini, katanya tawar
sambil berpaling ke arahnya: "Maaf, aku tidak tahu kau
menunggu aku di sini."
"Kau tidak tahu?" terbelalak mata Dian Susi. Nyo Hoan
menggeleng-geleng.
Hampir saja Dian Susi berjingkrak gusar dan berteriak,
namun sedapat mungkin dia kendalikan emosinya,
katanya: "Kau kira aku berada di mana?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Perduli kau di mana, agaknya tiada sangkut pautnya
dengan aku."


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau... kau sudah lupa siapa yang suruh aku kemari?"
"Kaki tumbuh di badanmu sendiri, sudah tentu kau
sendiri yang datang kemari."
Dian Susi menjublek di tempatnya, mulutnya
terkancing rapat. Tiba-tiba dia merasa Nyo Hoan seperti
berubah jadi manusia lain. Seorang asing yang belum
pernah dia jumpai. "Apakah Nyo Hoan yang ini juga
samaran orang lain?"
Tidak mungkin, kepala orang lain tidak akan begitu
besar, senyum tawanya pun takkan begitu menyebalkan.
Liu Hong-kut menggendong kedua tangannya, dari
samping dia celingukan, kelihatannya amat senang dan
puas. Baru sekarang dia tersenyum katanya: "Nona Dian
suruh aku mengundangmu untuk berbicara."
"Membicarakan apa?"
"Soal dirinya."
"Apakah dirinya ada persoalan yang perlu
dibicarakan?"
"Aku ingin mengawini dia, tapi dia bilang harus minta
persetujuanmu dulu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Minta persetujuanku?" seru Nyo Hoan. Agaknya dia
amat geli, mendadak terbahak-bahak, katanya: "Aku
bukan bapaknya, kenapa harus minta persetujuanku
dulu?" "Karena dia sebetulnya ingin kawin dengan kau."
"Sejak dulu aku sudah bilang, umpama perempuan di
dunia ini mampus seluruhnya, aku tak berani minta dia
kawin dengan aku."
"Lalu apa pula yang dia katakan?"
"Dia bilang andaikata laki-laki di kolong langit ini mati
semua, dia tidak sudi kawin dengan aku," tiba-tiba dia
berpaling kepada Dian Susi pula seraya tertawa, serta
menegas: "Bukankah kau pernah bilang demikian?"
Gemeratak gigi Dian Susi, sekujur badannya gemetar
dan gemerobyos keringat dinginnya. Saking murka,
sampai sepatah kata pun tak kuasa keluar dari
tenggorokannya. Ingin rasanya sekali cengkram dia bikin
batok kepala setan kepala besar ini hancur lebur seperti
semangka. Terdengar Liu Hong-kut berkata dengan tertawa:
"Kalau kau sudah berkata demikian, agaknya perkawinan
kita tidak menjadi soal lagi."
"Memangnya tiada persoalan apa-apa," ujar Nyo
Hoan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus, bagus sekali," seru Liu Hong-kut tertawa
besar. "Tiba waktunya pasti kuundang kau untuk makan
minum sepuasnya."
"Tidak bisa tidak kau harus mengundang aku," kata
Nyo Hoan. Liu Hong-kut tergelak-gelak gembira sambil memegangi pundaknya, sampai sekarang, umpama Dian
Susi seorang pikun, jelas sudah apa hubungan kedua
orang ini. Tapi tak tahan dia bertanya juga: "Memangnya kalian
sudah jadi kawan sejak lama?"
"Bukan, kita bukan kawan," sahut Nyo Hoan.
Liu Hong-kut tersenyum, katanya menyambung: "Kita
hanya bersaudara, saudara yang paling baik."
"Sejak mula semua peristiwa ini memang sudah kalian
rencanakan lebih dulu?" tanya Dian Susi.
"Tadi dia sudah bilang, kita adalah kawan baik," ujar
Nyo Hoan. Melotot besar mata Dian Susi, mendadak dia berteriak
dengan seluruh tenaganya: "Orang she Nyo, Nyo Hoan,
kau ini manusia bukan" Barang apa kau sebenarnya?"
Nyo Hoan menyengir tawa, ujarnya: "Memangnya Nyo
Hoan bukan barang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Liu Hong-kut tertawa, katanya: "Kau kira dia benar-
benar she Nyo" Benar-benar Nyo Hoan?"
Seperti dilecut dengan cambuk Dian Susi tersentak
mundur, berdiri pun tak tegak lagi sampai menyurut
beberapa langkah "Bluk" jatuh terduduk di atas peti mati.
Seperti orang yang tercebur ke sungai yang berarus
deras, sedapat mungkin tangannya menggapai-gapai dan
beruntung berhasil menangkap sesuatu yang dikiranya
kayu, tapi kenyataan adalah buaya, buaya pemakan
manusia. Kini dirinya seolah-olah sudah tenggelam ke
dasar air. Berselang lama baru dia kuasa bersuara pula dengan
serak: "Kau bukan Nyo Hoan?"
"Untung aku bukan," sahut Nyo Hoan.
"Lalu di mana Nyo Hoan yang tulen?"
"Berada di Siau-lim-si."
"Untuk apa dia berada di Siau-lim-si?"
"Membaca mantram mengetuk bokhi."
"Dia... sudah menjadi Hwesio?"
"Sekarang dia sudah menjadi Hwesio tua."
Pelan-pelan Dian Susi manggut-manggut, mulutnya
menggumam: "Aku sudah mengerti, akhirnya aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengerti..." Apa benar dia mengerti" Mungkin dia
memang sudah mengerti banyak persoalan, namun
masih ada sesuatu yang masih tidak terduga olehnya
meski di alam mimpi.
Duduk di atas peti mati sungguh rasa gegetun Dian
Susi bukan kepalang, ingin rasanya rebah saja di dalam
peti mati ini, agar dirinya bisa menangis menggerung-
gerung, namun setetes air mata pun tak kuasa dia
cucurkan. Apakah air matanya sudah kering"
Tiada harapan pasti tiada air mata, hanya seorang
yang mutlak putus asa, baru dia tahu tiada air mata yang
harus dicucurkan merupakan suatu derita yang luar
biasa, betapa pula menakutkan hal ini. Tapi lahiriahnya
kelihatan lebih tenang, tenang sekali.
Liu Hong-kut sedang mengamatinya, katanya
tersenyum: "Kau sudah bilang kali ini pasti tidak
mungkir." Seperti orang linglung Dian Susi manggut-manggut,
katanya: "Ya, aku pernah bilang."
"Jadi kau sudah rela menikah dengan aku?"
"Boleh aku menikah dengan kau, hanya aku harus
bertanya sepatah kata dulu kepadamu."
"Asal kau senang, seribu patah pertanyaan pun
boleh." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku hanya ingin tanya, kenapa kau harus kawin
dengan aku" Bukan aku saja perempuan dalam dunia
ini." "Perempuan memang banyak, tapi Dian Susi hanya
satu." "Aku ingin mendengar kejujuran. Masih ada hal apa
yang kau kuatirkan" Kenapa tidak kau bicara terus terang
saja?" "Soalnya perkataan yang jujur biasanya tidak enak
didengar."
"Aku justru ingin mendengarnya."
Sesaat Liu Hong-kut terpekur, akhirnya tertawa,
katanya: "Tahukah kau siapa orang yang paling punya
duit di dunia ini?"
"Coba kau katakan siapa dia?" balas tanya Dian Susi.
"Kau. Orang yang terkaya di seluruh dunia ini adalah
kau." Lama Dian Susi menjublek tak mengerti, katanya
pelan-pelan: "Jadi kau mengawini aku bukan lantaran
pribadiku, tapi karena aku punya uang."
"Tadi sudah kukatakan, perkataan jujur tidak semerdu
Romantika Sebilah Pedang 2 Duel 2 Jago Pedang Pendekar 4 Alis Buku 3 Karya Khulung Petualang Asmara 19
^