Pencarian

Tujuh Pedang Tiga Ruyung 2

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Bagian 2


ingin hidup lebih jauh dalam ke-luarga yang dibencinya. Dia tak ingin berjumpa lagi dengan
kakaknya . . . . Leng-coa Mao Kau.
Di tengah malam bersalju itulah Mao Ping kabur dari rumahnya, membedal kudanya
kencang-kencang melalui jalan bersalju yang becek, tapi hatinya kosong. Dia tak tahu kemana
harus pergi. Kota Hang-ciu pada musim dingin tidak seramai pada musim lain. Perlahan ia menjalankan
kudanya keluar kota lewat pintu timur.
Seorang gadis cantik melakukan perjalanan seorang diri, tentu saja hal itu memancing
perhatian orang. Ada yang menudingnya sambil memuji, ada pula yang berbisik-bisik, "Stt, coba
lihat! Gede amat perut nona itu, jangan-jangan ia bergendakan di luar . . ."
Tapi baru bicara setengah jalan, kepalanya ditabok orang dengan mata melotot dan berseru,
"Keparat, jangan sembarang bacot. Kautahu siapakah nona itu?"
Setelah mendengus, sambungnya, "Dia adik kandung Mao-toaya. Tahu diri sedikit. Berani
bicara lagi bisa kubeset kulitmu!"
Baru saja orang itu marah karena ditabok, mendengar nama Mao-toaya kontan ia ketakutan.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia putar badan dan kabur.
Pikiran Mao Ping waktu itu sangat kalut. Perkataan apapun tak didengar olehnya.
Goncangan kuda membuatnya merasa agak mual. Ia memperketat mantelnya. Memandang
awan di ufuk timur, ia membedal kudanya lebih cepat.
Salju turun amat deras, orang yang berlalu lalang di kota Hang-ciu cukup banyak. Mereka
seakan-akan tidak peduli dinginnya cuaca. Mula-mula Mao Ping keheranan, tapi setelah dipikir
lagi ia baru mengerti, ternyata orang-orang itu pulang ke rumah di bawah hujan salju agar bisa
berkumpul dengan anak istrinya untuk merayakan Tahun Baru bersama.
Mao Ping semakin merasa kesepian, dengan sorot mata yang kagum diawasinya orangorang
itu. Sementara para pejalan kakipun mengawasi si cantik itu dengan sorot mata
keheranan. Mendadak Mao Ping merasakan matanya menjadi silau. Diantara sekian banyak orang yang
berlalu lalang, tiba-tiba ia melihat suatu pemandangan yang aneh.
Dari kejauhan sana muncul dua orang dengan perawakan yang aneh. Mereka sama-sama
amat jangkung, tapi yang satu gemuk dan yang lain kurus. Yang gemuk, gemuknya luar biasa,
yang kurus pun kurusnya luar biasa. Lebih mengherankan lagi adalah pakaian mereka yang
berbunyi gemerincingan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Setelah dekat barulah diketahui bahwa 'pakaian' si gemuk itu adalah buatan dari kepingan
tembaga merah, sedang 'pakaian' yang dikenakan si kurus adalah kepingan emas.
Mao Ping keluar rumah pada tengah malam, kini sudah mendekati lohor. Meski tiada sinar
matahari, namun cahaya salju yang terpantul pada pakaian mereka membuat orang silau.
Apalagi sesudah mengawasi wajah mereka, Mao Ping bertambah ngeri. Buru-buru ida
melengos ke arah lain.
Bukan dandanan mereka saja yang aneh, sorot matanyapun sangat tajam, seolah-olah
mengandung sesuatu daya pengaruh yang luar biasa.
"Siapa gerangan mereka?" Mao Ping berpikir.
Dia dibesarkan dalam keluarga persilatan. Walaupun kungfunya terbatas oleh kesehatan
badan yang lemah, namun dalam hal ilmu silat dia memiliki pengetahuan yang cukup luas.
"Tampaknya kungfu kedua orang ini jauh di atas Toako," pikirnya. Tapi lantas teringat
kepada Siu Tok, "Mungkin setingkat dengan kungfu engkoh Tok. Tapi heran, belum pernah
kudengar tentang kedua orang macam begini di daerah Tionggoan. Jangan-jangan mereka
datang dari luar lautan?"
Mao Ping memang beralasan untuk menduga kungfu kedua orang itu sangat lihai, meski dia
baru memandang sekejap saja.
Maklumlah benda sebangsa besi dan emas bukan bahan yang dapat menahan udara dingin,
oleh karena itu bila mengenakannya di tubuh, tentu akan menambah kedinginan.
Padahal waktu musim dingin, orang yang bermantelpun kedinginan dan gemetaran, tapi
kedua orang ini memakai beberapa ratus kati kepingan logam yang dibuat sebagai baju tanpa
gemetar atau kedinginan. Ditambah lagi bekas telapak kaki mereka di atas permukaan salju
tampak rata dan rajin. Semua ini menunjukkan bahwa tenaga dalam mereka benar-benar sudah
mencapai tingkatan yang luar biasa.
Itulah sebabnya Mao Ping buru-buru berpaling karena kuatir menimbulkan perhatian kedua
orang aneh itu.
Apa mau dikata, mata kedua orang itu juga menatap wajah Mao Ping tanpa berkedip. Nona
itu bergidik, mukanya terasa merah. Buru-buru ia larikan kudanya lebih cepat dari situ.
Kedua orang aneh itu saling pandang sekejap, tiba-tiba mereka membalik badan dan
mengikuti Mao Ping. Para pejalan kaki lain segera menyingkir jauh-jauh dari situ, tapi diam-diam
lantas melirik lagi ke arah mereka.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, kedua orang itu mengikuti di belakang Mao Ping.
Gadis itu tambah tegang, keringat dingin membasahi telapak tangannya. Dia ingin kabur
secepatnya, tapi tak mungkin. Terlalu banyak orang yang berjalan kaki di sekitar situ. Hatinya
makin gelisah dan tak tahu apa yang harus dilakukan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tak lama kemudian, sampailah di sebuah persimpangan jalan. Arah yang menuju ke
jembatan lebih banyak orang yang lalu, sedangkan jalan lain lebih sepi. Mao Ping berpikir, "Bisa
susah bila mereka mengintil terus di belakangku."
Tapi setelah teringat kuda tunggangannya adalah kuda jempolan, dia yakin masih dapat
meninggalkan kedua orang itu bila melarikannya dengan kencang.
Segera ia melarikan kuda secepatnya ke jalan yang lebih sepi. Semakin cepat kudanya lari,
semakin perih lambungnya. Terpaksa ia mendekam di punggung kudanya.
Beberapa li kemudian, dia sangka kedua orang itu tentu sudah ditinggalkan jauh-jauh. Tapi
begitu ia berpaling, ia bergidik.
Ternyata kedua orang aneh itu masih mengikuti di belakangnya dengan tenang. Wajah
mereka tetap kaku dingin, muka tidak merah, napas tidak tersengal.
"Aneh, masa kedua orang ini bisa mengerutkan bumi?" pikir Mao Ping terperanjat.
Kedua orang itupun tidak bicara apa-apa, mereka hanya mengikuti terus dengan tenang.
Mao Ping semakin gugup. Tanpa terasa kembali ia berpaling. Tapi begitu beradu pandang
dengan mereka, buru-buru ia melengos lagi.
"Apa tujuan mereka sebenarnya" Jangan-jangan . . . ." berpikir sampai disini, merah
mukanya. Ia tak berani berpikir lebih jauh.
Berjalan seorang diri di tengah jalanan yang sepi dengan perut lagi bunting dan kungfu tidak
tinggi, diam-diam Mao Ping mengeluh. Ia mulai menyesal, mengapa memilih jalan yang ini,
apalagi setelah memandang jauh ke depan ternyata tiada rumah penduduk. Yang ada cuma
hutan kecil. Saking gelisah dan cemas hampir saja ia menangis.
Ia tahu mustahil bisa melepaskan diri dari intilan kedua orang itu. Perjalananpun
dikendurkan, sementara otaknya berputar mencari akal guna mengatasi persoalan ini.
Tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Kudanya seolah-olah berjalan di atas awan. Pepohonan
dilewati seperti terbang. Belum pernah dia alami keadaan seperti ini.
"Jangan-jangan aku ditolong oleh dewa untuk meloloskan diri dari cengkeraman kedua orang
itu?" demikian ia berpikir.
Tapi pikirannya masih cukup terang. Mustahil bisa terjadi hal begitu. Ia berpikir pula, "Lantas
apa gerangan yang terjadi?"
Ia makin heran. Ia ingin tahu keduar orang itu apakah masih mengikut di belakang, tapi
kecepatan terlalu luar biasa sehingga tidak jelas untuk memandang ke belakang.
Mendadak kepalanya tambah pening. Perutnya makin mual dan akhirnya ia tumpah,
menyusul iapun tak sadarkan diri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Maklumlah ia sedang berbadan dua, tentu saja tak tahan melakukan perjalanan cepat dalam
kondisi badan selemah ini.
Ketika sadar kembali, ia merasa ada dua tangan sedang meraba dada dan perutnya. Keruan
ia malu dan gelisah. Anehnya tempat yang teraba segera terasa hangat dan nyaman. Badan
terasa tak bertenaga.
Ia coba mengintip. Dilihatnya lelaki gemuk dan kurus itu sedang menundukkan kepala dan
memandangnya dengan mata terpicing. Tangan mereka bergerak terus di atas badannya.
Teringat apa akibatnya, ia tambah gelisah. Ia berusaha meronta. Tapi pandangannya kembali
jadi gelap dan tak sadarkan diri lagi.
Ketika sadar kedua kalinya, keadaanpun tidak berbeda. Ada dua tangan sedang merabaraba
dada dan perutnya. Hal ini membuatnya heran.
"Aneh, kenapa mereka cuma meraba-raba belaka, memangnya mereka tak mengerti urusan
lain?" demikian ia pikir.
Teringat hal ini, mukanya menjadi merah. Diam-diam ia mendamprat diri sendiri kenapa bisa
berpikir sejauh itu.
Tapi kenyataannya memang demikian. Tak bisa menyalahkan dia kalau berpikir kesitu. Ia tak
kenal kedua manusia aneh itu, iapun tak tahu kenapa mereka menguntit terus di belakangnya
dan mengapa melakukan hal semacam ini terhadapnya"
Tiba-tiba berkumandang suara bentakan yang dikenalnya, "Bangsat, tak tahu malu!"
Enam jalur cahaya tajam secepat kilat menyerang punggung kedua orang yang sedang
meraba tubuh Mao Ping itu.
Gembira sekali Mao Ping mendengar suara itu. Ia tahu bala bantuan telah tiba. Tapi untuk
sesaat tak teringat olehnya siapa gerangan orang itu. Ia hanya tahu orang itu pasti dikenal
olehnya, maka legalah hatinya.
Siapa tahu kedua orang aneh itu sama sekali tidak berpaling, bergerakpun tidak.
"Trang! Trang!" Mao Ping Cuma mendengar suara gemerincing nyaring, sementara tangan
mereka masih meraba di sekujur tangan badannya. Hawa yang tersalur lewat telapak tangan
mereka pun kian bertambah panas dan membuat dia merasa nyaman. Kalau bisa ia ingin
telapak tangan itu meraba terus di atas badannya.
Waktu itu mereka ternyata berada dalam hutan. Menyusul bentakan tadi beberapa titik
senjata rahasia lantas menyambar.
Sesosok bayangan mendadak menerobos masuk dari luar hutan. Sambil menerjang datang,
orang itu membentak, "Bangsat, kalian belum mau berhenti!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pedang dengan desing angin tajam lantas menusuk kedua orang itu.
Cepat sekali terjangan orang itu. Cahaya pedang yang menyilaukan mata mengancam jalan
darah Ciang-hiat-biat di belakang kepala si gemuk dan Lang-tay-hiat di bawah iga si kurus.
Bukan cuma tepat sekali jalan darah diincar, jelas dia adalah seorang jagoan kelas tinggi.
Kedua orang aneh itu belum juga berpaling. Tangan si gemuk dan tangan kanan si kurus
masih bergerak di sekitar dada dan perut Mao Ping. Sedangkan sisa dua tangan lainnya, si
gemuk menggeser tangan kanan ke samping, tahu-tahu menghajar bawah iga penyerang
tersebut menyusul kakinya berputar dan menendang jalan darah Ting-kek-hiat di bagian
selangkangan. Sedangkan si kurus dengan lima jari yang dipentangakan mencengkeram pedang si
penyerang. Penyerang itu terkejut, buru-buru dia melompat mundur, tapi segera ia menubruk maju
kembali. Diiringi cahaya pedang ia tabas punggung kedua orang aneh itu.
Kedua orang aneh itu mendengus, tangan si kurus mendadak menyampok ke belakang.
Baru saja penyerang itu mengayun pedangnya, tahu-tahu senjata tersebut bergetar keras
dan terlepas terus mencelat jauh ke sana.
Penyergap itu terkejut, pikirnya, "Ilmu silat apa yang digunakan kedua orang ini?"
Seperti diketahui, ruas tulang manusia kebanyakan cuma bisa menekuk ke satu arah, tapi
tangan si kurus ternyata bisa berputar begitu saja. Kalau tidak menyaksikan sendiri, siapapun
tak akan percaya akan kenyataan tersebut.
Kungfu penyergap itupun hebat, meski kaget bukan berarti ia menjadi keder. Kening
berkerut, tegurnya, "Siapa kalian" Apa yang kalian lakukan?"
Kedua lelaki aneh itu seperti tidak mendengar teguran itu, tapi Mao Ping dapat mendengar
suara penyerang itu dengan lebih jelas. Dengan girang pikirnya, "Ah, kiranya Sik Ling yang
datang!" Ia mencoba melirik wajah kedua orang aneh itu. Dilihatnya mereka masih meraba tubuhnya
dengan prihatin.
Baru saja teringat sesuatu olehnya, tahu-tahu kedua orang aneh itu berdiri tegak dan menarimari
dengan wajah berseri sehingga lempengan logam yang menghiasi tubuh mereka
bergemericingan tiada hentinya.
Jago pedang muda itu bernama Sik Ling, seorang pendekar pedang kenamaan, murid Lenggong-
kiam-kek, seorang tokoh Bu-tong-pai.
Walaupun baru beberapa tahun keluar perguruan, namanya sudah tersohor dalam dunia
persilatan. Pengalaman menjelajahi dunia Kangouw tidak sedikit. Tapi demi melihat tingkahlaku
kedua aneh itu, dia terbelalak heran dan tak tahu apa yang terjadi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Setelah menari sekian lama, tiba-tiba si gemuk mengeluarkan semacam benda dan
diperlihatkan kepada Mao Ping. Sambil mengoceh entah apa yang diucapkan, seperti juga
kicauan burung.
Mao Ping masih berbaring di tanah. Sesaat ia belum berani bangun. Meski benci kepada
kedua orang aneh itu, tapi setelah melihat benda di tangan si gemuk, tiba-tiba ia menjerit kaget
lalu melompat ke udara seperti dilemparkan dengan pegas yang kuat.
Lompatan itu paling tidak lebih dari setombak. Dengan tercengang Sik Ling berpikir, "Aneh,
sejak kapan ilmu meringankan tubuh Siau Ping sebagus ini?"
Perlu diketahui, melompat ke udara dari posisi berbaring jauh lebih sulit daripada melompat
dengan posisi berdiri.
Mao Ping tidak menaruh perhatian akan lompatan sendiri. Begitu turun ke tanah dia berteriak
lagi, "Kembalikan padaku, kembalikan padaku!"
Agaknya benda itu amat berharga baginya.
"Ai, kenapa ia tidak menyapa padaku?" diam-diam Sik Ling menghela napas menyesal.
Kedua orang aneh itu sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan Mao Ping. Mereka
masih berdiri disitu dengan tersenyum dan memegang sebuah kotak kulit kecil dengan rantai
emas yang halus. Sewaktu bergoyang menimbulkan suara gemerincing yang nyaring.
Mengikuti goyangan kotak kulit kecil yang tergantung pada rantai emas itu, mata Mao Ping
juga ikut berputar kian kemari.
Sik Ling semakin heran, "Aneh! Apa bagusnya kotak itu" Kenapa ia begitu tertarik?"
Melihat air muka Mao Ping, kedua lelaki kurus dan gemuk itu kembali bercuit-cuit beberapa
patah kata yang tidak dimengerti. Wajah mereka semakin kegirangan, sambil tertawa si gemuk
lantas mengulur tangannya seperti mau menarik tangan Mao Ping.
Sik Ling menjadi gusar, bentaknya, "Bedebah, serahkan nyawamu!"
Suatu pukulan segera dilancarkan menghajar jalan darah Ciang-keng-hiat di bahu si gemuk.
Berubah juga air muka si gemuk. Cepat tangannya ditarik dan diulur pula seperti seekor ular
hidup. Mendadak membalik hendak mencengkeram pergelangan tangan Sik Ling.
Sik Ling tidak menyangka orang itu bisa menyerang dari posisi demikian. Dalam terkejutnya
cepat ia turunkan tangan ke bawah, ujung jari menutuk ke atas.
Siapa tahu lengan orang itu seperti bisa berputar sesuka hatinya. Dengan lima jari
terpentang, tiba-tiba pergelangan tangannya berputar dan mencengkeram pergelangan tangan
Sik Ling dengan cepat luar biasa.
Serangan ini bukan cuma cepat saja, juga sangat aneh dan belum pernah dilihat
sebelumnya. Sebagai murid Leng-gong Cinjin dari Bu-tong-pai, Sik Ling punya dasar kungfu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
yang kuat. Tapi setelah bertemu dengan manusia aneh ini, semua kepandaiannya tak mampu
digunakan. Hanya satu gebrakan saja, ia sudah kena dicengkeram pergelangan tangannya. Dalam kejut
dan gusarnya, ia menjadi nekat. Tanpa menghiraukan lengan kanannya, secepat kilat jari
tangan kiri menutuk Ki-ciat-hiat di punggung orang.
Si gemuk seakan-akan tidak merasakan datangnya ancaman. Begitu jari tangan Sik Ling
mengenai tubuhnya, baru dia bergeser ke samping.
Sik Ling kaget. Baru teringat olehnya, pakaian orang itu terbuat dari logam. Dengan tenaga
dalamnya sekarang, mana mungkin menembus lapisan logam itu"
Cengkeraman orang itu pada pergelangan tangan Sik Ling tetap tanpa sepenuh tenaga.
Dengan melotot dia mengawasinya dan mengucapkan kata-kata yang tidak dimengerti pemuda
itu. Kejut dan marah Sik Ling. Pergelangan tangannya berputar ke atas, maksudnya hendak
melepaskan diri dari cengkeraman orang dengan ilmu Kim-na-jiu hoat aliran Bu-tong-pai. Siapa
tahu cengkeraman orang itu sekencang tali kulit. Bagaimanapun ia berusaha meronta selalu
gagal melepaskan diri.
Tiba-tiba satu ingatan terlintas dalam benak Sik Ling. Ia teringat pada cerita gurunya tentang
semacam ilmu pukulan sakti yang sudah lama punah di daerah Tionggoan.
Ketika ia mengawasi telapak tangan dan kulit badan si gemuk itu, benar juga warnanya putih
mulus seperti kemala, diantara putih bersemu warna hijau muda. Ia terkejut, teriaknya kepada
Mao Ping, "Adik Ping, cepat lari! Mereka mahir Hua-kut-sin-kun (pukulan sakti penghancur
tulang)!" Waktu itu benak Mao Ping terasa kosong dan tak tahu apa yang sedang dipikirkan. Namun
ucapan "Hua-kut-sin-kun" ibaratnya bunyi guntur menggelegar dan membuatnya sadar dari
lamunannya. Sekalipun kungfunya tidak terlalu tinggi, tapi "Hua-kut-sin-kun" cukup diketahuinya.
Konon pada beberapa puluh tahun yang lalu, dalam dunia persilatan muncul seorang tokoh
persilatan yang sangat lihai bernama Hay-thian-ko-yan (si walet tunggal dari Hay-thian). Jarang
ada orang yang tahu akan jejaknya. Meski hanya beberapa tahun berkelana dalam dunia
persilatan, tapi namanya sudah sangat menonjol. Ia pernah mengalahkan dua puluh tujuh orang
Ciangbunjin dari berbagai perguruan dalam dunia persilatan dengan bertangan kosong. Setiap
orang tak pernah bisa melawan lebih sepuluh gebrakannya.
Kehebatannya ketika itu sangat menggetarkan dunia. Dalam sejarah persilatan sekian ratus
tahun lamanya, tak seorang jago pun yang bisa melampaui prestasinya itu. Ilmu pukulan yang
digunakan Hay-thian-ko-yan ketika itu tak lain adalah Hua-kut-sin-kun.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sejak Hay-thian-ko-yan mengasingkan diri, tak seorangpun dalam dunia persilatan yang
mahir mempergunakan ilmu pukulan sakti itu. Tapi selama puluhan tahun ini orang tetap ngeri
bila menyinggung pukulan Hua-kut-sin-kun. Tak heran Mao Ping menjadi terperanjat setelah
mendengar Sik Ling menyebut ilmu pukulan tersebut.
Setelah melengong sejenak, ia mengawasi sekejap kedua orang aneh itu, lalu dengan


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkejut bercampur heran, pikirnya, "Benarkah ilmu pukulan yang digunakan kedua orang aneh
ini adalah Hua-kut-sin-kun?"
Tiba-tiba terdengar Sik Ling bersuara tertahan, tubuhnya segera terkulai ke tanah.
Mao Ping tak sempat berpikir banyak lagi. Sik Ling roboh demi membelanya. Tentu saja ia
tak mau pergi dengan begitu saja, apalagi kotak kecil kulit itu masih berada di tangan lawan.
Sambil menggigit bibir, pikirnya, sekalipun jiwaku akan melayang, kotak tersebut harus
kurampas kembali.
Tapi iapun cukup memaklumi tarap kungfu sendiri. Mustahil ia sanggup melawan kedua
orang aneh itu. Dahinya berkerut. Dalam keadaan begini ia merasa tak punya pilihan lagi.
Dalam pada itu, kedua orang aneh itu tidak lagi menengok Sik Ling yang tergeletak di tanah.
Perhatian mereka tertuju sepenuhnya kepada Mao Ping
Kotak kecil di tangan si kurus digerakan semakin cepat. Suara gemerincing yang ditimbulkan
kotak itupun semakin nyaring. Tampaknya si gemuk tahu lawan tak paham bahasanya. Ia
garuk-garuk kepala yang tidak gatal dan berulang berusaha memberi kode tangan.
Meski Mao Ping gadis pintar, sayang dia lagi bingung oleh suasana yang dihadapinya. Ia tak
dapat menerima makna isyarat tangan di gemuk itu.
Tiba-tiba ia tertawa kepada si kurus, cepat si kuruspun balas tertawa. Siapan sangka
tertawanya itu sengaja digunakannya untuk memencarkan perhatian orang.
Menyusul tertawanya, secepat anak panah yang terlepas dari busurnya ia menerjang maju
dan hendak merampas kotak kulit yang berada di tangan si kurus. Agaknya si kurus tidak
berjaga. Tangannya sama sekali tidak bergerak.
Ketika tangannya menyentuh kotak kulit itu, Mao Ping sangat girang. Sambil menarik dia
menyurut mundur ke belakang. Kotak kulit itu sudah berhasil dirampasnya.
Setelah membalik badan segera ia mencari peluang untuk kabur. Dalam keadaan demikian
Sik Ling pun dilupakannya.
Siapa sangka sedikit merunduk saja, pandangannya menjadi kabur. Tahu-tahu si kurus
dengan wajah yang sukar diraba perasaannya telah berdiri di hadapannya.
Sedangkan ujung rantai sebelah lain pada kotak kulit itu masih berada di tangan si kurus.
Keruan perasaan Mao Ping kaget sekali. Tak tersangka ilmu meringankan tubuh si kurus
sedemikian hebatnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sementara itu si gemuk juga menyusul datang. Tidak kelihatan kakinya bergeser, tahu-tahu
tubuhnya meluncur tiba dihadapannya. Malah kepingan logam di badannya sama sekali tidak
mengeluarkan suara apa-apa.
Setibanya di depan Mao Ping, kembali ia mengucapkan kata-kata yang sukar dimengerti.
Tentu saja nona itu cuma berdiri dengan bingung.
Terbukti sekarang ilmu meringankan tubuh orang itu berlipat kali di atasnya. Kungfunya tak
perlu dikatakan lagi. Bertarung tak bisa menang, mau kabur tak bisa lolos, apakah dia harus
pasrah nasib tanpa melawan" Dari takut ia menjadi sedih juga.
Sudah setumpuk kata diucapkan si gemuk, tapi sama sekali tidak mendatangkan hasil apaapa.
Si kurus berkerut kening sambil termenung. Mendadak ia memegang kepalanya dan
menjulurkan tangannya yang kurus seperti cakar burung tapi putih mulus itu sambil menuding
ke kotak kulit di tangan Mao Ping, lalu menuding pula ke leher si nona. Habis itu dia mengawasi
dia seperti menunggu jawaban.
Sikap ini makin membingungkan Mao Ping. Timbul perasaan ingin tahu dalam hatinya,
pikirnya, "Sebenarnya apa kehendak kedua orang ini?"
Tanpa terasa dia menunduk kepala dan memandang ke leher sendiri. Tapi begitu ia
tundukkan kepala, hampir saja dia menjerit. Ternyata pada lehernya masih terkalung sebuah
kotak kulit yang bentuknya persis seperti benda yang direbutkan tadi.
Ia membuka tangan dan memandang kotak kecil rampasan itu. Pelbagai kecurigaan muncul
dalam hatinya, pikirnya, "Ah, kiranya kotak kulit si kurus itu bukan milikku, tapi mereka
mendapatkannya dari mana"
Mungkinkah kedua orang ini mempunyai hubungan yang erat dengan dia" Aneh benar, dari
mana datangnya mereka berdua" Kenapa mereka terus menerus merecoki diriku?"
Makin dipikir semakin bingung, untuk sesaat ia termangu-mangu.
Tanpa terasa kenangan lama terlintas kembali dalam benaknya. Bayangan tubuh kedua
orang aneh itu serasa makin kabur, sedang wajah Siu Tok yang tampan terbayang kembali di
depan mata. Ia masih ingat, ketika Siu Tok hendak pergi meninggalkannya dengan sedih, ia sendiri
merasa menyesal dan malu pada diri sendiri.
Siu Tok mengira dia sedih karena hendak ditinggalkan, maka anak muda itu mengeluarkan
sebuah kotak kulit kecil dan diberikan kepadanya, bahkan berpesan bahwa benda itu
merupakan benda paling berharga baginya karena penuh dengan kenangan. Gadis itu dapat
menangkap keseriusannya waktu itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sejak itu, setiap saat kotak kulit itu tak pernah berpisah darinya. Setiap kali teringat pada Siu
Tok, teringat utangnya atas cinta Siu Tok, ia lantas mengeluarkan kotak itu, menatapnya
dengan tenang dan memainkannya, mengenangkan kejadian masa silam.
Itulah sebabnya ia menjadi gelisah ketika mengetahui kotak kulit itu berada di tangan orang
lain, tentu saja semua itu dikarenakan oleh rasa cintanya kepada Siu Tok yang mendalam.
Tapi setelah ia menemukan kotak kulit miliknya masih berada di lehernya, ia menjadi terkejut
lagi. Kenapa keuda orang aneh inipun memiliki kotak kulit serupa dengan miliknya" Apakah
antara mereka dengan Siu Tok ada hubungan yang akrab" Lantas apa pula tujuan mereka
bersikap demikian kepadanya"
Dengan perbagai kecurigaan memenuhi benaknya, sekali lagi Mao Ping mendongakkan
kepala. Waktu itu kedua manusia aneh itu sedang memandanginya dengan tertawa.
Rasa ngeri dan takutnya terhadap kedua orang aneh itu mulai hilang. Meski demikian, ia tak
tahu bagaimana caranya mengutarakan suara hatinya itu.
Perbedaan bahasa untuk pertama kalinya dirasakan menyulitkan dirinya. Ia berpikir,
"Berhadapan dengan mereka aku seperti berkumpul dengan orang-orang bisu . . ."
Mendadak satu ingatan terlintas dalam benaknya. "Sekalipun orang bisu kan juga bisa
mengutarakan isi hatinya. Meski ucapanku tidak dimengerti, masa tulisan tidak mereka
pahami?" Wajahnya lantas berseri, karena ia telah menemukan satu cara terbaik untuk mengatasi
kesulitan ini. Tentu saja kedua orang aneh itupun bisa menangkap perubahan mimik wajah si nona. Si
gemuk segera berpaling dan mengucapkan beberapa patah kata kepada si kurus. Meski Mao
Ping tidak mengerti apa yang diucapkan, tapi dari nada suara mereka bisa diketahui kedua
orang aneh itupun merasa gembira.
Ia lantas berjongkok dan menggunakan kukunya yang tidak terlalu panjang untuk menulis
huruf 'Siu Tok' di atas tanah.
Melihat kelakuannya itu, kedua orang aneh itupun ikut berjongkok. Pakaian logam mereka
ikut berbunyi gemerincing.
Mereka mengawasi sekejap huruf 'Siu Tok' di atas tanah itu. Tiba-tiba mereka melompat
bangun dan manggut-manggut. Meski kungfunya lihai, mukanya agak bengis dan seram, tapi
sikapnya sekarang tak ubahnya seperti anak kecil yang polos.
Mao Ping tersenyum, sekarang dia tahu kedua orang ini pasti mempunyai hubungan yang
erat dengan Siu Tok. Malah dia yakin mereka bukan orang Tionggoan. Kedatangan mereka
kemari pasti untuk mencari Siu Tok. Tapi bagaimana dengan Siu Tok sendiri" Rasa sedih
segera timbul dalam hatinya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kalau pada hari biasa waktu pikirannya sedang jernih, tentu dia akan segera mengetahui
bukan saja kedua orang itu tidak memahami perkataannya, bahkan huruf yang ditulispun tidak
begitu dipahami. Hal ini diketahui dari sikap mereka yang harus mengamati huruf 'Siu Tok'
sampai sekian lamanya.
Tapi sayang perasaannya ketika itu sedang gundah. Ia sama sekali tidak menaruh perhatian
sejauh itu. Maka iapun berharap agar kedua orang ini bisa menulis beberapa huruf untuk
menyingkap tabir yang membingungkannya.
Demikianlah, setelah bergembira sekian lamanya, kedua orang aneh itu kembali berjongkok
dan angguk-angguk kepala kepada Mao Ping sambil tersenyum. Mereka menunjukkan sikap
yang akrab sekali, lalu mengawasi tangan Mao Ping seakan-akan menunggu ia menulis lagi.
Tapi Mao Ping sendiri justru sedang menunggu mereka menulis.
Jadinya mereka bertiga hanya sama-sama berjongkok sambil saling pandang, tapi kedua
pihak sama-sama tak tahu apa yang diinginkan pihak lawan. Cuma mata saja yang berbelalak
lebar. Tentu saja Mao Ping tidak kenal asal-usul kedua orang aneh ini, bahkan dalam dunia
persilatan dewasa inipun, tidak banyak yang mengetahui asal-usul mereka berdua. Meski
setelah menyaksikan gaya ilmu pukulan mereka, semua orang hanya bisa menduga mereka
pasti ada hubungan yang erat dengan Hay-thian-ko-yan.
Hay-thian-ko-yan sendiri masih merupakan teka-teki. Pada hakikatnya tiada orang yang
mengetahui akan asal-usulnya dan kemana perginya. Siapapun tidak tahu dia ada hubungan
dengan kedua manusia aneh ini. Bahkan dengan tokoh paling aneh dewasa ini, 'Siu-sianseng',
juga mempunyai hubungan yang erat sekali.
Sejarah kehidupan Siu Tok yang tiga puluhan tahun yang singkat dan penuh aneka ragam itu
selain persoalan-persoalan yang telah diketahui orang, masih ada lebih banyak ld masalah
yang tak diketahui orang lain.
Ia pernah jauh mengarungi samudra dan tiba di sebuah pulau terasing dan berkenalan
dengan banyak sekali jago persilatan yang telah dianggap mati oleh orang lain. Salah seorang
diantaranya tak lain ialah naga diantar manusia, Hay-thian-ko-yan.
Para Bu-lim-cianpwe atau tokoh angkatan tua dunia persilatan itu kebanyakan karena
menghadapi kesulitan yang tak terpecahkan atau sudah bosan hidup di keramaian dunia,
akhirnya mereka diundang Hay-thian-ko-yan untuk berdiam di pulau kecil itu dan melewatkan
penghidupan tenang bagai malaikat dewata.
Ketika tanpa sengaja Siu Tok tiba di pulau terpencil itu, dia segera merasakan kungfu sendiri
yang dianggap jagoan nomor wahid dalam dunia persilatan ternyata sama sekali bukan apa-apa
bila dibandingkan dengan para tokoh silat dalam pengasingan itu.
Sebagai seorang anggota dunia persilatan, setelah menemui kesempatan sebaik ini, tentu
saja tak terlukiskan rasa gembiranya. Siu Tok minta tinggal di pulau kecil itu untuk mempelajari
sejumlah kungfu yang pernah di dengar tapi belum pernah dilihatnya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tapi Hay-thian-ko-yan yang usianya sudah mencapai seratus tahun lebih dan masih memiliki
semangat besar itu berkata kepadanya, "Setiap orang yang tinggal disini harus mengangkat
sumpah untuk tidak meninggalkan pulau ini lagi, sanggupkah kau melakukannya?"
Mendengar perkataan ini, Siu Tok menjadi bungkam dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun. Waktu itu usianya baru mencapai angka dua puluhan. Inilah masa yang terindah dalam
kehidupan manusia. Ia merasa tak ada harganya untuk mengorbankan penghidupannya demi
ilmu silat, sebab sekalipun berhasil mempelajari kungfu yang maha tinggi, apapula yang bisa
dilakukan di pulau terpencil seperti itu"
Keadaan ini serupa dengan orang yang bersedia memberikan kekayaan yang tak terhitung
banyaknya untukmu, tapi kau dilarang meninggalkan rumahnya barang selangkahpun. Sudah
barang tentu sukar bagimu menyanggupi permintaannya itu.
Suara hatinya itu tentu saja bisa dipahami oleh Hay-thian-ko-yan. Maka sambil tertawa
katanya pula, "Tak perlu rikuh, bila aku berusia seperti kau, akupun takkan melakukannya."
Persaaan yang paling berharga bagi umat manusia adalah rasa simpatik dan saling
pengertian antara sesamanya. Selama hidup Siu Tok enggan tunduk kepada orang lain, tapi
terhadap tokoh sakti di luar samudra ini, ia betul-betul takluk.
Sebaliknya Hay-thian-ko-yan sendiri pun sangat mengagumi pemuda ini, meski usia mereka
berbeda hampir enam puluh tahun. Namun mereka toh menjadi sahabat karib. Siu Tok di ijinkan
berdiam selama satu bulan lebih di pulau terpencil itu.
Dalam waktu satu bulan ini, sekalipun Hay-thian-ko-yan tak pernah membicarakan soal ilmu
silat, namun secar lamat-lamat ia membeberkan rahasia tenaga dalamnya dalam setiap
pembicaraan. Dengan kecerdasan Siu Tok, tentu saja tak sulit untuk menangkap rahasia itu.
Tak heran kalau dia berhasil menguasai intisari Ban-liu-kui-cong yang menggetarkan dunia
persilatan itu.
Setiap orang yang tinggal di pulau terpencil itu selalu menyimpan sebuah kotak kulit kecil.
Apa isinya tak seorangpun yang pernah membukanya. Sebelum Siu Tok berangkat
meninggalkan tempat itu, Hay-thian-ko-yan memberi sebuah kotak kepadanya sambil berpesan
bahwa kotak kulit itu mungkin akan banyak membantunya. Bila keadaan tidak terlalu berbahaya
jangan sekali-kali kotak itu dibukan.
Sesaat sebelum Siu Tok naik ke atas perahunya, Hay-thian-ko-yan kembali berpesa, "Bila
kau sudah bosan dengan kehidupan dunia persilatan, setiap saat kau boleh datang kemari."
Sambil menghela napas ia menambahkan, "Baik aku ada disini atau tidak, tempat ini selalu
akan menyambut kedatanganmu."
Dari ucapan tersebut ia seakan-akan memberitahu bahwa ajalnya sudah makin mendekat.
Dengan perasaan iba dan berat, Siu Tok pun mohon diri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Gunung lima jari atau Ngo-ci-san di pulau Hay-lam (Hainan) terhitung pula salah satu tempat
kelahiran jago-jago pedang ternama. Ilmu pedang aliran Hai-lam-kiam-pai mengutamakan
gerakan yang keji dan ganas. Meski berbeda dengan aliran silat di daratan Tionggoan, tapi
sejak dulu sumber ilmu pedang adalah satu meski cara mempelajarinya berbeda.
Kedua manusia aneh berbaju lapisan tembaga dan emas ini sesungguhnya adalah jago-jago
lihai Hai-lam-kiam-pai. Meski mereka tak pernah meninggalkan wilayah laut selatan, namun
ilmu pedangnya memang luar biasa. Watak mereka pun sangat aneh.
Waktu berada di Hai-lam-to dulu, cara kerja mereka sudah terkenal nyentrik. Siapa tahu
mendadak jejak mereka lenyap tak berbekas. Tentu saja semua orang merasa heran, sebab
kedua orang ini tak mungkin mengasingkan diri, sedang di daratan Tionggoan juga tak
terdengar jejak mereka.
Sudah barang tentu orang tak tahu mereka berdua telah diajak Hay-thian-ko-yan untuk
bermukim di pulau terpencil itu sambil memperdalam ilmu silatnya, karena Hay-thian-ko-yan
yang wataknya memang sangat aneh itu menaruh perhatian besar terhadap mereka berdua. . . .
Selama Siu Tok berada di pulau terpencil itu dulu, hubungannya dengan kedua orang aneh
ini sangat akrab. Jodoh orang memang sangat aneh. Padahal biasanya baik Siu Tok maupun
kedua orang ini berwatak angkuh dan suka menyendiri, tapi setelah bertemu entah mengapa
hubungan mereka menjadi akrab sekali.
Kedua orang aneh ini adalah saudara misan. Si gemuk bernama Thia Ki, sedang yang kurus
bernama Poa Cian. Setelah tinggal selama sepuluh tahun lebih di pulau terpencil itu, akhirnya
mereka tak tahan menghadapi kesepian di pulau itu. Diam-diam mereka pun ngeluyur pergi.
Pertama hal ini disebabkan watak mereka memang enggan kesepian, kedua mereka pun
belum mencapai tingkatan yang memandang kosong segala apa di dunia ini, terutama setelah
banyak mendengar cerita dari Siu Tok tentang aneka ragam persoalan di dunia persilatan dan
keindahan alam di walayah Kanglam. Semua ini membuat hati mereka tergelitik.
Segera mereka berangkat menuju ke Kanglam. Mereka tidak pernah menginjak daratan,
mereka merasa asing terhadap segala sesuatunya. Dandanan mereka yang aneh pun
menimbulkan perhatian orang, serta merta teringat oleh mereka untuk mencari sahabat. Sedang
satu-satunya sahabat mereka dalam dunia persilatan hanya Siu Tok.
Itulah sebabnya mereka menjadi girang setengah mati demi melihat kotak kulit kecil yang
dikenakan Mao Ping itu, sebab penyelidikan mereka terhadap jejak Siu Tok sama sekali belum
mendatangkan hasil. Maklumlah, dengan dandanan mereka yang serba aneh, apalagi orang
yang dicari adalah Siu Tok, sudah barang tentu orang lain enggan memberitahukan kejadian
yang sesungguhnya kepada mereka.
Dan sekarang mereka menggunakan bahasa daerah yang aneh untuk mencari keterangan,
tentu saja Mao Ping tidak paham maksud mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Bahasa yang tak lancar gampang menimbulkan salah paham, maka usaha mereka mengurut
tubuh Mao Ping dengan tenaga dalam pun menimbulkan salah sangka nona itu sebagai suatu
penghinaan. Setelah menggunakan berbagai jalan dan cara, akhirnya mereka bisa juga membuat Mao
Ping sedikit memahami hubungan mereka dengan Siu Tok.
Dengan sedih Mao Ping segera menulis huruf 'telah mati' di bawah tulisan 'Siu Tok' tadi.
Melihat itu, mencorong terang sinar mata Thia Ki dan Poa Cian. Sambil meraung mereka
memburu maju dan menangkap lengan Mao Ping dan mengajukan serentetan pertanyaan yang
tidak dimengerti.
Karena kedua lengannya dicengkeram, Mao Ping merasa kesakitan. Air matanya jatuh
bercucuran, tapi ia menangis bukan lantaran berduka melainkan merasa girang.
Maklumlah, sejak Siu Tok, tak seorangpun yang memperlihatkan rasa sedih karena kematian
Siu Tok. Sedang ia sendiripun menitikkan air mata secara bersembunyi bila terkenang pada
kematian kekasihnya. Ia terpaksa berbuat demikian sebab setiap orang yang ditemuinya adalah
musuh Siu Tok. Tapi sekarang ia telah bertemu dengan sahabat sejati Siu Tok, saking terharu dan
gembiranya ia sampai melelehkan iar mata, sebab luapan rasa gembiranya ketika mengetahui
Siu Tok masih mempunyai kawan sejati.
Thia Ki dan Poa Cian tampak cemas, mereka bertanya, "Apa yang penyebabnya kematian
Siu Tok" Apakah dibunuh orang" Siapa musuhnya?"
Sayang Mao Ping tidak paham pertanyaan mereka. Sekalipun mengerti, bagaimana caranya
memberitahukan" Padahal musuh besar Siu Tok tak lain adalah kakak kandungnya sendiri.
Walaupun Thia Ki dan Poa Cian adalah manusia aneh, namun mereka pun penuh perasaan.
Namun tetap sulit untuk mengutarakan maksudnya mereka hanya dengan memegang lengan
Mao Ping sambil menggoyangkannya berulang kali.
Tiba-tiba cahaya pedang berkelebat dan menebas jalan darah Hian-cu-hiat di sisi telinga
Thia Ki. Waktu itu mereka berdua sedang memusatkan perhatian atas musibah yang menimpa Siu
Tok, terhadap sambaran pedang itu boleh dibilang tidak peduli. Ditambah lagi sambaran
pedang itu datangnya cepat sekali, jelas sulit untuk menghindar bagi si gemuk.
Hawa pedang mendesing di udara, tampaknya telinga kanan Thia Ki akan terkelupas.
Apa maksud tujuan kedatangan Thian Ki dan Poa Cian" Apa yang akan mereka lakukan
terhadap Mao Ping"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dapatkah Mao Kau dan begundalnya hidup tenteram setelah memaksa Song Leng-kong dan
Liu Hu-beng kabur dari Tionggoan" Intrik apa pula yang sedang disiapkannya"


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- (Bacalah jilid ke 03) -
Jilid 03 Pada saat yang gawat itulah, tiba-tiba Thia Ki memutar lehernya yang gemuk itu ke kiri.
Cahaya pedang segera menyambar lewat sisi kepalanya.
"Bedebah!" maki penyergap itu. "Beraninya menganiaya orang perempuan, terhitung jago
macam apa kau" Hari ini aku orang she Sik akan beradu jiwa denganmu!"
Ujung pedangnya bergetar, cahaya pedang segera menyambar lagi ke batok kepala Thia Ki.
Terpaksa Thia Ki menyelamatkan diri sendiri lebih dulu, lengannya berputar, "cring", pedang
orang diselentiknya ke samping.
Tapi penyerang itu tidak keder oleh kungfu orang yang lihai itu. Pedangnya berputar lagi
"sret-sret", kembali dua kali tabasan kilat dilancarkan.
Itulah jurus serangan berantai 72 kali yang maha lihai.
Dari serangan gencar dan makian Sik Ling itu, Mao Ping tahu anak muda itu salah paham
terhadap kedua orang aneh dari laut selatan ini, segera bentaknya, "Sik Ling, berhenti!"
Sementara Sik Ling tertegun, pedangnya kembali terjentik orang hingga miring ke samping.
Tapi ilmu pedang aliran Bu-tong memang lihai. Gerakannya sama sekali tidak teralang akibat
selentikan tersebut. Namun setelah mendengar seruan Mao Ping, mau tak mau ia batalkan
serangan berikutnya.
Dengan rasa heran, ia pandang wajah Mao Ping dengan penuh tanda tanya, cepat Mao Ping
menambahkan , "Kita adalah orang sendiri . . . "
Tiba-tiba wajahnya merah, cepat ia membetulkan kata-katanya, "Mereka tidak bermaksud
jahat terhadap kita!"
"Huh, sikap mereka sekasar ini, masa tiada maksud jahat?" Sik Ling makin keheranan.
Walaupun jalan darah Sik Ling tadi tertutuk, akan tetapi orang tidak bermaksud jahat
padanya, maka tutukan itu tidak berat. Dengan mengerahkan tenaga dalam aliran Bu-tongpainya,
jalan darah itu segera dapat dibebaskan.
Dia dan Mao Ping adalah sahabat karib sejak kecil, tentu saja ia sangat menguatirkan
keselamatan gadis itu. Setelah jalan darahnya lancar kembali, cepat ia jemput pedangnya dan
menyusul ke sana. Waktu itulah dilihatnya Mao Ping sedang dipegang kedua orang aneh itu
dengan air mata bercucuran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Menyaksikan kejadian ini, Sik Ling tidak mempedulikan lagi kehebatan Hua-kut-sin-kun
lawan, secara nekat ia menerjang maju. Sayang kungfunya masih ketinggalan jauh, sekalipun ia
berniat mengadu jiwa juga tak ada gunanya.
Ketika Mao Ping mencegahnya menyerang, ia heran. Waktu ia menunduk, tiba-tiba dilihatnya
tulisan Siu Tok di atas tanah. Seketika pedih hatinya, kontan pedangnya terkulai lemas ke
bawah. Sudah lama ia menaruh hati kepada Mao Ping. Kemudian Mao Ping rela mengorbankan
tubuhnya demi membantu kakaknya, kebetulan waktu itu ia tak berada di Kanglam. Ketika ia
pulang, meski wajah Mao Ping tidak kurang apapun, namun hatinya telah berubah.
Sik Ling tahu hubungan Siu Tok dengan Mao Ping, apalagi setelah membaca tulisan "Siu
Tok" di atas tanah, pahamlah dia, pikirnya, "Pantas ia bilang orang sendiri!"
Semakin dipikir makin kecut hatinya, "Salahku sendiri banyak urusan, "pikirnya.
Agaknya Mao Ping merasa menyesal terhadap pemuda itu.
Sedangkan Thia Ki dan Poa Cian melotot beberapa kejap pada Sik Ling dengan gemas.
Meski sedikit teman mereka, tapi mereka sangat simpati terhadap sahabat. Mereka tahu Mao
Ping pasti mempunyai hubungan yang akrab dengan Siu Tok, bisa jadi anak dalam kandungan
Mao Ping adalah anak Siu Tok. Maka ketika melihat Sik Ling saling bertatapan dengan gadis
itu, timbul perasaan yang tak senang. Mereka lantas mengucapkan beberapa patah kata yang
tidak dimengerti Sik Ling dan Mao Ping.
Habis berkata, tiba-tiba mereka bergerak tanpa menimbulkan suara, tahu-tahu mereka
melesat pergi. Baru saja Mao Ping keheranan dan berpaling ke arah Sik Ling, mendadak
pandangan terasa kabur. Kedua orang aneh itu melayang balik dengan tangan masing-masing
memegang dua kaki kudanya.
Satu ingatan lantas terlintas dalam benaknya, sekarang dia baru tahu mengapa tadi ia
merasa seperti terbang di awang-awang meski kudanya tak bergerak.
Sik Ling juga tercengang oleh kehebatan kungfu dan keanehan tingkah laku kedua orang itu.
Belum lama dia berkecimpung dalam dunia persilatan, tapi sejak kecil ia digembleng guru
ternama. Banyak kejadian aneh dalam dunia persilatan yang didengarnya, tapi sekarang ia
benar-benar tak mengerti dari manakah datangnya kedua manusia aneh ini.
Sementara itu Thia Ki dan Poa Cian telah membawa kuda itu ke depan Mao Ping. Mereka
tertawa, tangan bergerak cepat, mereka menyambar tubuh gadis itu dan mendudukannya di
atas kuda. Sik Ling terkejut, bentaknya, "Hei, mau apa?"
Belum lenyap suaranya, kedua orang itu lantas mengangkat kuda berikut Mao Ping di
atasnya dan berlalu dari situ. Dalam sekejap saja bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari
pandangan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Lama sekali Sik Ling termangu-mangu, ia tahu betapapun dirinya tak mampu menyusul
orang itu. Iapun tahu meski gerak-gerik kedua orang itu sangat aneh, namun tidak ada niat
jahat. Tapi kemana mereka hendak membawa Mao Ping" Kenapa mereka melarikan gadis itu"
Kondisi badan Mao Ping memang lemah, apalagi sedang berbadan dua, mungkinkah dia akan
mengalami cedera"
Diam-diam ia menggertak gigi, pikirnya, "Bagaimanapun aku harus menyelidiki jejaknya
sampai jelas. Mungkin tindakanku ini sok mencampuri urusan orang, tapi bila aku tidak berbuat
demikian hatiku takkan tenang selamanya."
Meskipun sedari kecil ia masuk perguruan Bu-tong dan sepanjang tahun bergaul dengan
kaum tosu yang alim, namun dasar wataknya memang suka bebas, terutama urusan yang
menyangkut cinta, betapapun sukar dielakannya.
Begitulah dengan penuh semangat ia menyarungkan kembali pedangnya dan segera
mengejar ke depan . . .
--- ooo0ooo ---
Siang waktu berlalu dengan cepat, tahu-tahu 17 tahun sudah lampau.
Setiap orang yang sering melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, baik di jalan raya, di
atas jembatan daerah Kanglam, atau di warung kecil pada saat fajar baru menyingsing, atau di
tengah kota yang ramai menjelang malam tiba, tentu akan menjumpai seorang lelaki setengah
umur yang bertubuh tegap tapi berwajah murung berjalan mondar-mandir sambil bergendong
tangan. Dilihat dari sikapnya itu, dia seolah-olah sedang mencari sesuatu, tapi oleh karena
menanggung kecewa yang terlalu lama, ia tidak menaruh harapan terlalu besar lagi terhadap
apa yang sedang dicarinya.
Itulah sebabnya dalam sekilas pandang ia tampak kemalas-malasan dan ogah-ogahan
sehingga pedang yang tergantung di pinggangnyapun ikut terkulai malas, malahan sarung
pedangnya terseret pada permukaan tanah, bergesek bila berjalan hingga menimbulkan suara
yang menusuk telinga.
Bagi orang yang berpengalaman dunia Kangouw tentu tahu lelaki setengah umur yang
ganteng tapi malas ini tak lain tak bukan adalah seorang jago termashur pada 17 tahun yang
lalu, dia adalah murid Leng-gong-kiam-kek, seorang tokoh Bu-tong-pai yang termashur pada
masa lalu, Sik Ling adanya.
Padanya memang terlekat suatu kisah cinta yang menarik dan mengharukan. Kini, sekalipun
ada orang mengetahui kisah cinta ini, paling-paling mereka juga cuma menyembunyikan kisah
itu di dalam hati dan tak berani dibicarakan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sebab kisah tersebut selain menyangkut Sik Ling, juga menyangkut tokoh nomor wahid
dunia persilatan dewasa ini - Leng-coa Mao Kau.
Sekarang, bilamana ada orang persilatan berani mencari perkara pada Mao-toaya, maka itu
berarti mencari penyakit untuk diri sendiri, sedang Leng-coa Mao Kau justru paling pantang ada
orang membicarakan kisah cinta tersebut.
Waktu berlalu dengan cepatnya, tanpa terasa 17 tahun sudah lewat sejak kematian Siu Tok.
Selama 17 tahun ini tentu saja dalam dunia persilatan sudah banyak terjadi peristiwa, tapi
semua itu sudah banyak yang dilupakan orang, seperti buih dalam air, sekali meletup lantas
lenyap tanpa menimbulkan pergolakan apapun.
Namun peristiwa Siu Tok masih terpendam di dalam hati semua orang, sebab walaupun
orangnya sudah mati, tapi sisa tulang jenazahnya telah menempati posisi yang sangat penting
dalam dunia persilatan. Peristiwa ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah dunia persilatan
yang beratus-ratus tahun lamanya itu.
Leng-coa Mao Kau telah memperalat sisa tulang Siu Tok untuk merebut posisi yang amat
penting dalam dunia persilatan, meski ia tidak mendirikan perguruan, tapi Jian-kut-leng (lencana
sisa tulang) dianggap sebagai mestika bagi umat persilatan. Sebab barangsiapa bila ingin
berkecimpung dalam dunia persilatan, maka dia harus tunduk pada perintah Jian-kut-leng.
Lencana Jian-kut-leng terbuat dari sisa tulang jenazah Siu Tok. Tokoh "tujuh pedang tiga
ruyung" yang terlibat dalam peristiwa berdarah dahulu itu sekarang sudah hilang dua orang.
Sedang Ong It-peng sejak cacat lengannya jadi sudah merosot sekali pamornya. Tapi berkat
Jian-kut-leng yang dibuat dari sisa tulang Siu Tok itu mereka masih menduduki posisi tertinggi
dalam dunia persilatan.
Masalah ini tak pernah dipikirkan Sik Ling. Dia berkelana menjelajah dunia tak lain hanya
ingin mencari Mao Ping. Tapi sepanjang 17 tahun ini ia sudah menjelajahi ujung timur-barat
kedua sungai besar dan lintasan utara-selatan sungai besar, bahkan keluar perbatasan sampai
gurun pasir, namun jejak Mao Ping ibaratnya sebatang jarum tenggelam di dasar samudar,
sukar ditemukan.
Maka watak Sik Ling pun berubah. Ia berubah menjadi pemurung dan tak teratur hidupnya.
Sifat ini berbeda seklai dengan wataknya masa lalu. Sampai-sampai gurunya, Leng-gong-kiamkek,
ikut sedih menyaksikan keadaan muridnya ini.
Banyak teman dan sahabat dunia persilatan yang kenal dia ikut pula merasa sedih dan
sayang atas nasib yang menimpanya.
Kini musim semi telah tiba. Suasana di jalan raya menuju wilayah Kanglam sangat ramai. Sik
Ling juga sudah pulang kembali ke Kanglam meski pakaiannya tidak perlente lagi, namun cukup
rajin dan bersih bagi seorang yang kerjanya hanya berkelana. Hal ini sudah merupakan sesuatu
yang langka. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan kesepian ia duduk di atas punggung kudanya yang kurus. Ia ikat tali kendali kudanya
pada pelana, ia biarkan binatang itu berjalan semaunya, sementara sinar matanya mengawasi
orang yang berlalu lalang dan pepohonan hijau di sepanjang jalan.
Tanpa terasa ia bersenandung pelahan.
Tiba-tiba dari kejauhan sana tampak debu mengepul tinggi . . . .
Dengan tak acuh, Sik Ling memandang kesana. Dilihatnya muncul serombongan
penunggang kuda sedang melarikan kudanya dengan cepat.
Yang berani membedal kuda secepat ini di jalan raya biasanya kalau bukan kawanan opas
atau hamba negara yang sedang bertugas, hanya para anak buah Leng-coa Mao Kau saja yang
berani melakukan hal semacam ini. Satu ingatan lantas terlintas dalam benak Sik Ling, "Entah
apa yang terjadi?"
Dalam waktu singkat rombongan penunggang kuda itu sudah mendekat, sayang tak sempat
terlihat wajah mereka karena debu mengepul terlampau tebal. Dalam waktu singkat mereka
sudah menjauh dan meninggalkan tabir debu di udara.
Dengan jemu dan dongkol Sik Ling mengusap debu pada wajahnya, lalu melanjutkan
perjalanannya ke depan. Lamat-lamat ia merasakan ada dua penunggang kuda lainnya berada
di belakangnya. Tapi iapun tidak berpaling, sebab selama sekian tahun ia tak pernah
berhubungan lagi dengan orang persilatan, karena itu iapun tak perlu kuatir disergap orang
seperti dulu. Tapi suara percakapan yang dilakukan kedua orang itu mau tak mau menarik juga
perhatiannya. "Kali ini Leng-coa pasti menemukan sasaran besar. Coba lihatlah, kesepuluh muridnya telah
turun tangan sendiri. Dapat diketahui betapa cemasnya dia, ketika datang dari utara kali ini.
Sudah kudengar berita ini waktu berada di Po-teng."
"Konon Mao-lotoa telah menurunkan perintah Jian-kut-leng. Rupanya dia telah
menggunakan separuh kekuatannya untuk menghadapi pemuda itu."
"Oleh soal itu aku kurang tahu, "kedengaran suara lain menanggapi, "Cuma, bila orang itu
berani mencari perkara pada Mao-lotoa, agaknya kurang melek matanya?"
"Ya, pada mulanya akupun mengira matanya kurang terbuka, "kata orang pertama dengan
logat utaranya, "tapi seterusnya kudengar meski orang itu baru muncul dari perguruan, tapi
kungfunya hebat sekali. Semua barang kawalan Mao-lotoa, baik barang gelap atau terang, dia
selalu mampu membegalnya."
Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan, "Yang lebih aneh lagi, setiap kali berhasil
membegal barang kawalannya, tak pernah ia membawa kabur hasil begalannya, tapi
memporak-porandakannya di tengah jalan dan membiarkan orang lalu mengambil sesukanya.
Sedang ia sendiri sepeserpun tidak mengambil."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tampaknya orang itu gemar berbicara, dengan logat utaranya yang serak basah ia bicara
seenaknya seperti di rumah sendiri.
Sik Ling dapat menangkap semua pembicaraan itu dengan jelas, tiba-tiba terpikir olehnya,
"Jangan-jangan ada orang hendak membalas dendam bagi kematian Siu Tok?"
Serta merta ia menghubungkan pula peristiwa itu dengan Mao Ping, maka ia coba
memperhatikan pembicaraan itu lebih jauh lagi . . . .
"Orang itu benar-benar manusia aneh, eh, menurut pendapatmu, mungkinkah orang ini ada
sangkut pautnya dengan peristiwa belasan tahun yang lalu?"
Setelah mendengus, sambungnya lagi, "Ketika aku melakukan pengawalan barang ke
Siamsay tempo hari, sempat kujalin persahabatan dengan seorang murid Wan-yang-siangkiam.
Dia beritahu padaku, katanya peran utama itu takkan selesai begitu saja terutama pesan
'sepuluh tahun kemudian, dengan darah membayar darah', kabarnya segera akan berwujud,
maka kukira . . . ."
Mendadak ia berhenti bicara.
Rekannya lantas bergelak tertawa, "Hahaha, kau ini benar-benar penakut, orang she Siu itu
sudah mampus, kalau tidak selesai begitu saja lantas mau apa" Lagipula ia tak beranak dan tak
bermurid, juga tak punya sobat karib, setelah mampus badanpun tak utuh. Siapa yang akan
membalaskan sakit hatinya?"
Orang yang pertama itu segera mendengus dan merasa tak setuju.
Lalu orang kedua berkata lagi, "Sepuluh tahun kemudian, dengan darah membayar darah.
Sekarang 20 tahun pun hampir tiba, terus terang kuberitahu padamu, si pencari gara-gara pada
Mao-lotoa itu konon adalah seorang lelaki berusia tiga puluhan tahun, selamanya berkelana
sendirian. Bila melihat hal-hal yang tak adil selalu ditinggalkannya sebilah pedang emas kecil
sebagai lambang. Karena semua orang tak tahu siapa namanya, ia lantas disebut Kim-kiamhiap
(pendekar pedang emas). Eh, sobat, belakangan ini kau jarang keluar dari sarangmu,
mungkin tak pernah kaudengar nama ini, bukan?"
Rekannya menjawab dengan tertawa, "Siapa yang mau meniru caramu, macam orang gila
sepanjang tahun luntang-lantung di luar. Hei, kukira sepantasnya kau mencari bini untuk
menjaga rumah?"
Begitulah kedua orang itu bergelak tertawa, pembicaraan selanjutnya hanya mengenai hal
umum, maka Sik Ling memperlambat kudanya membiarkan kedua orang penunggang kuda
lewat lebih dulu.
Sementara ia sendiri jadi termenung, "Siapakah Kim-kiam-hiap tersebut" Pada mulanya aku
mengira dia adalah si jabang bayi di dalam perut adik Ping, tapi katanya sudah berumur tiga
puluh tahun, jelas bukan dia."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Bila pada usia tiga puluhan baru mulai berkecimpung dalam dunia Kangouw, biasanya cuma
ada dua kemungkinan. Pertama, ia belajar silat terlalu lambat sehingga masa tamat belajarnya
turut terlambat, kedua, karena sebelum ini ia pernah berkelana dalam dunia persilatan dan
sekarang muncul sekali lagi dengan wajah baru. Lantas Kim-kiam-hiap termasuk jenis yang
mana?" Setelah berdehem, ia berpikir lebih jauh, "Apa gunanya aku memikirkan persoalan ini" Toh
semuanya tiada sangkut pautnya denganku?"
Ia lihat senja sudah hampir tiba, sang surya sudah hampir terbenam, akhirnya ia percepat lari
kudanya. Setiba di pintu kota Tin-kang, dia turun dari kudanya dan perlahan menuntunnya masuk ke
kota. Tiba di sebuah rumah penginapan, ia serahkan kuda kepada pelayan. Waktu
mendongakkan kepala, dilihatnya sehelai panji pengawal barang tertancap di pintu. Keningnya
berkerut. Diam-diam ia menyesal telah salah pilih tempat, tapi sudah telanjur masuk, ia rikuh
untuk keluar lagi, terpaksa ia menginap disitu.
Ketika lampu sudah dipasang, benar juga dugaannya. Suasana hiruk-pikuk memenuhi
seluruh rumah penginapan. Para anggota perusahaan pengawal barang berjudi sambil minum
arak. Suasana amat ramai.
Hampir meledak kepala Sik Ling mendengar suara hiruk-pikuk. Ia keluar dari kamar dan
menuju ke halaman, meski disitu pun tak kurang berisiknya. Sedikitnya lebih mending daripada
di dalam. Sesudah menempuh perjalanan jauh, apalagi hari ini baru mendapat gaji, para anggota
piaukiok itu berkumpul mencari kesenangan. Mereka tidak kuatir barang kawalannya akan
dirampok orang lantaran berada di kota besar. Maka semua orang hanya memburu kesenangan
tanpa mempedulikan apakah mengganggu ketenangan orang lain atau tidak.
Mereka berani berbuat demikian karena pertama, Congpiautau perusahaan Peng-anpiaukiok
mereka, Pat-bin-ling-long (delapan wajah serba cerdik) Oh Ci-hui adalah saudara
angkat Mao-toaya. Kedua, pada pengawalan kali ini, Oh Ci-hui turun tangan sendiri, maka
semua orang pun merasa lega.
Sik Ling tidak tahan dengan suara ribut, mau melarang tak bisa, iapun enggan ribut dengan
orang. Dalam keadaan begini terpaksa dia keluar dari ruangan dan berdiri di depan pintu sambil
mengawasi jalan beralas batu hijau di muka sana, dengan demikian hatinya terasa agak tenang.
Dari kejauhan sana tiba-tiba muncul sebuah tandu dan berhenti di depan rumah penginapan.
Tanpa terasa ia memperhatikannya dengan seksama, sebab sangat sedikit orang yang naik
tandu dalam dunia persilatan. Pertama menumpang tandu tidak leluasa seperti naik kereta atau
kuda, kecepatannya juga terbatas, kedua, ongkos tandu jauh lebih besar. Siapapun enggan
membuang uang dengan percuma.


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan perlahan tandu itu diturunkan, lalu keluar seorang pemuda. Sik Ling segera
mengerutkan kening. Tadinya ia mengira orang yang naik tandu itu kalau bukan orang yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sedang sakit, tentulah orang tua atau perempuan. Tak tahunya adalah seorang pemuda yang
lemah lembut. "Begini manja orangnya, mau apa keluar rumah" Kan lebih enak bersembunyi di rumah dan
minta dilayani?" dengan pandangan menghina ia melirik sekejap ke arah pemuda itu.
Tapi pandangannya lantas terbeliak, ternyata pemuda ini memiliki wajah yang tampan dan
menarik. Matanya besar, hidungnya mancung. Walaupun sangat cakap, sama sekali tidak
berbahu banci. Ditambah lagi pakaiannya yang amat serasi, membuat orang merasa nyaman
memandangnya. Pada masa mudanya dulu Sik Ling termashur sebagai "lelaki tampan", setelah bertemu
dengan pemuda tampan ini, timbul rasa kasih sayang dalam hatinya. Otomatis rasa jemunya
tadi hilang separuh lebih.
Begitu pemuda itu turun dari tandu, para pelayan segera menyambut kedatangannya dengan
munduk-munduk. Biasanya mata pelayan paling lihai, kaya miskin seseorang bisa mereka ketahui dalam
sekilas pandang. Sedang pemuda ini berbaju perlente. Kalau tidak menyanjung manusia
semacam ini, memangnya harus menjilat siapa"
Setelah mengantar bayangan punggung pemuda itu masuk ke dalam, Sik Ling melihat pula
seorang pengemis muda yang sedang mencari kutu di bawah cahaya lampu di tepi jalan. Diamdiam
ia menghela napas. Ia merasa banyak memang ketidak adilan di dunia ini. Apakah
pengemis muda ini waktu dilahirkan sudah ditakdirkan bernasib buruk begini"
Setelah berputar kayun mengelilingi kota, di sebuah warung dia membeli ayam dan daging
panggang lalu membeli pula arak untuk minum sampai mabuk malam nanti. Tidak suka
bersantap dan minum arak di rumah makan, sebab tempat itu tidak sebebas makan minum di
kamar sendiri, padahal minum arak paling membutuhkan kebebasan.
Sambil masuk ke rumah penginapan, diam-diam ia mentertawakan diri sendiri yang sekarang
telah menjadi setan arak. Kesepian dan kemurungan yang mendorongnya minum arak, sebab
bagaimanapun bilamana seorang sedang mabuk, perasaannya tentu jauh lebih gembira.
Dilihatnya di halaman banyak orang berkerumun, entah apa yang terjadi. Setelah didekati
baru kelihatan orang-orang itu sedang mengitari sebuah meja bundar untuk bermain dadu.
Mungkin karena ruang kamar terlalu sempit, maka perjudian diterukan di tengah halaman.
Sik Ling segera kembali ke kamarnya, menutup pintu dan minum beberapa cawan arak.
Perasaannya mulai terombang-ambing. Selama beberapa tahun belakangan ini ia sudah belajar
bagaimana cara melupakan sesuatu yang dipikirnya dengan menenggak arak.
Suasana ramai di halaman depan makin lama semakin keras. Akhirnya Sik Ling tak tahan,
dia keluar lagi dari kamarnya, ditemuinya orang yang mengerumuni meja bundar itu kian lama
kian bertambah banyak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Timbul rasa ingin tahunya, ia ikut mendesak maju ke depan. Dilihatnya di atas meja sudah
bertumpuk segunung uang perak. Di belakang tumpukan uang itu duduk pemuda perlente tadi
sedang menggoyangkan mangkuk dadu.
Heran Sik Ling melihat kehadiran pemuda tampan itu, diawasinya orang itu lebih seksama.
Terdengar seorang yang berada di sampingnya lagi berkata, "Kali ini dia pasti kalah. Aku
tidak percaya angka yang diraihnya bisa lebih besar daripada Ong-lotoa."
Seorang lelaki lain berdahi sempit bermata tikus, dengan mendelik mengawasi tangan
pemuda itu sambil berteriak keras, "Satu, dua, tiga!"
Ia berharap angak yang diraih pemuda itu adalah satu, dua, tiga, jmlh ini berarti kecil.
Diam-diam Sik Ling tertawa geli, pikirnya, "Pasti orang inilah yang disebut sebagai Onglotoa."
Dengan tenang pemuda itu melemparkan ke enam biji dadunya ke dalam mangkuk. Enam
biji dadupun berputar dan mangkuk. Biji mata semua orang ikut berputar, termasuk pula Sik
Ling. Setelah berputar sekian lama, ke enam biji dadu itu satu persatu mulai berhenti, ternyata
angka empat dadu yang keluar adalah empat titik.
Waktu itu masih ada dua biji dadu masih berputar, ketika salah satu di antaranya hendak
berhenti dan menunjukkan titik hitam, entah bagaimana jadinya, tiba-tiba ditumbuk oleh dadu
yang lain sehingga keuda-duanya terhenti sama sekali.
Ternyata kedua biji dadu itupun menunjukkan empat titik berarti semuanya berangka empat,
angka seragam yang tak terkalahkan.
Semua orang menjerit kaget, air muka Ong-lotoa berubah pucat, sedang pemuda itu sambil
tertawa menarik tumpukan uang di tengah meja untuk digabungkan dengan tumpukan uang
perak yang telah membukit itu.
Selama hidup Sik Ling baru pertama kali ini menyaksikan ada orang meraih angka seragam
empat dalam sekali putaran. Dia sendiri ikut melengak.
Rupanya Ong-lotoa sudah ludes uangnya, tiba-tiba ia mencabut sebilah belati yang tajam
dan "craat", belati ditancapkan di atas meja. Kemudian dengan suara keras teriaknya, "Uangku
sudah ludes semua. Sekarang aku hendak mempertaruhkan sekati daging badanku. Jika aku
kalah, akan kupotong sekati dagingku sebagai gantinya, kalau menang harus kauserahkan
semua uang itu kepadaku."
Mungkin karena hartanya ludes, ia menjadi nekat dan ingin bermain curang. Kebetulan orang
berkerumun di sekitar meja judi semua adalah sahabat Ong. Mereka segera mendukung usul
rekannya itu dengan teriakan yang ramai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kiranya sejak kemunculan pemuda itu, ia selalu menang dalam setiap taruhan. Hampir
semua uang milik para pengawal barang berpindah ke tangannya. Tak heran kalau semua
orang merasa mendongkol padanya.
Pemuda itu melirik pisau belati tersebut sekejap. Dengan wajah tidak berubah katanya
dengan dingin, "Sekati daging kauhargai uang sebanyak ini" Sobat, kukira dagingmu belum
laku seharga ini!"
Mendengar perkataan itu, Sik Ling terkejut, pikirnya, "Besar amat nyali orang ini!"
Betul juga, perkataan itu segera memancing kemarahan orang banyak. Segera ada yang
mendamprat, "Sialan orang ini, berani membacot seenaknya!"
Sementara itu Ong-lotoa telah mencabut pisau belatinya sambil melompat ke atas meja,
teriaknya, "Mau bertaruh atau tidak?"
Gelagatnya seakan-akan jika pemuda itu menolak ajakannya, maka dia akan membunuh
pemuda tersebut.
Diam-diam Sik Ling menyelinap ke belakang pemuda itu. Ia menaruh kesan baik kepadanya,
maka diapun bersiap-siap andaikata terjadi hal-hal yang tak diinginkan, dia akan menolongnya.
Tapi pemuda itu masih tetap tenang seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun,
katanya, "Masa berjudi pun pakai paksaan" Kalau aku menolak, mau apa kau" Ingin adu jiwa?"
Dalam pada itu Sik Ling telah memperhatikan pemuda itu dengan saksama, ia sama sekali
tidak menemukan pertanda pemuda itu pernah belajar silat. Kedua tangannya putih dan halus,
persis tangan orang perempuan. Tapi kegagahan dan keberaniannya mengagumkan.
Disamping menguatirkan keselamatannya, Sik Ling merasa orang inipun sangat menarik hati.
Mata Ong-lotoa mendelik. Sinar buas terpancar dari balik matanya. Dengan suara keras dia
membentak, "Kalau aku hendak beradu jiwa, kau berani?"
Walaupun ia mengetahui pemuda itu lain daripada yang lain, seperti anak keluarga mampu,
tapi menghadapi manusia yang sepanjang tahun bergelimangan di ujung golok, perbuatan
apapun sanggup dilakukan orang begini.
Sambil putar belatinya, kembali dia berlagak hendak menerjang.
Mencorong tajam sinar mata pemuda itu. Ia seperti merasa takut, sambil mundur dua
langkah serunya, "Kau hendak merampok?"
Seraya berkata matanya mengerling kesana kemari seperti ingin mencari jalan guna
melarikan diri.
Diam-diam Sik Ling tertawa geli, pikirnya, "Dasar pelajar lemah, tidak tahu digertak."
Segera ia hendak memberi pertolongan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Baru saja Ong-lotoa siap menerkam, tiba-tiba leher baju belakang dicengkeram orang terus
dilemparkan, "Bluk", ia terbaring di lantai.
Cepat ia merangkak bangun. Waktu mendongakkan kepala, makian yang nyaris meluncur
keluar ditelan kembali.
Sik Ling ikut berpaling. Semua orang memperlihatkan wajah ketakutan. Setelah melihat
siapa orang itu, cepat ia melengos lagi.
Orang itu berbadan gemuk, perawakannya tidak terlalu tinggi, meski begitu wibawanya
cukup besar karena dia bukan lain adalah Pat-bin-ling-long Oh Ci-hui, Congpiautau perusahaan
pengawalan Peng-an-piaukiok.
Sik Ling adalah sahabat lamanya dulu, tapi ia tak begitu senang pada orang ini, sebab dari
julukannya "Pat-bin-ling-long" sudah diketahui orang ini pandai meraih sini dan merangkul sana.
Padahal Sik Ling paling benci pada orang yang berwatak demikian. Oleh sebab itu dia lantas
melengos dan tak ingin menyapanya.
"Keparat tak tahu malu, "terdengar Oh Ci-hui membentak, "Sudah kalah bertaruh ingin
mungkir?" Lalu ia menghampiri Sik Ling, sapanya, "Saudara Sik, sudah lama berpisah, bertemu dengan
sobat lama kenapa tidak bertegur sapa?"
Apa boleh buat Sik Ling berpaling, sahutnya dengan tertawa, "Aha, kukira siapa" Rupanya
Oh-toako."
Oh Ci-hui terbahak-bahak, "Haha, tak nyana Saudara Sik masih ingat padaku. Sudah lama
tak bersua, engkau masih seperti dulu juga, malah suka minum arak lagi. Bagus sekali, hari ini
kita harus minum beberapa cawan."
Sambil tertawa iapun berpaling ke arah pemuda tadi dan menambahkan, "Saudara, jika tidak
keberatan, mari minum pula dua cawan arak. Anggaplah sebagai permintaan maafku."
Sekalipun ia sedang memohon persetujuan orang, tapi lagaknya seakan-akan orang sudah
mau. Ia lantas berseru, "Cepat kumpulkan uang milik Siangkong itu. Awas jika lain kali kalian
berani membuat kegaduhan lagi!"
Dalam waktu singkat ia bisa berubah-ubah sikap dan tindakan, pantas ia disebut Pat-bin-linglong
atau delapan penjuru serba beres.
Diam-diam Sik Ling menggelengkan kepala, pikirnya, "Orang ini betul-betul model seorang
siau-jin (orang rendah)."
Sementara itu si pemuda telah tersenyum seraya berkata, "Uang ini apa gunanya bagiku"
Bagikan saja untuk anak buah anda!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Oh Ci-hui tertegun. Ia melirik sekejap tumpukan uang di meja, jelas jumlahnya tak sedikit. Oh
Ci-hui sendiri sampai tergerak juga hatinya melihat jumlah sebanyak itu.
Katanya kemudian, "Ah, Kurasa kurang baik ....."
"Cuma sejumlah kecil ini, apalagi artinya" Harap Saudara jangan sungkan-sungkan, "kata
pemuda itu. Oh Ci-hui tertawa, katanya, "Hahaha, kalau begitu baiklah, kuturuti saja. Tapi Saudara pun
harus memberi muka kepadaku untuk minum barang dua cawan arak."
"O, tentu!" pemuda itu menjawab.
Jawaban cepat dan lugas, seakan-akan menerima tawaran itu dengan segala senang hati.
Diam-diam Sik Ling mengamati pemuda itu. Ia merasa orang mempunyai banyak
keistimewaan. Usianya masih muda, tidak seharusnya cara bicaranya bisa begitu tenang
seakan-akan sudah berpengalaman banyak.
Maka dalam hati Sik Ling mulai tertarik, iapun tidak menampik undangan Oh Ci-hui untuk
minum bersama. Dalam pembicaraan yang kemudian berlangsung, pemuda itu memperkenalkan diri bernama
Ko Bun, anak saudagar dari Kwitang. Adapun perjalanannya ini adalah untuk mencari
pengalaman di wilayah Kanglam.
Tapi Sik Ling merasa curiga, sebab orang sedikitpun tidak mirip anak saudagar. Ketika
diperhatikan lebih saksama, dalam pembicaraan Ko Bun tampak berusaha membaiki Oh Ci-hui.
Hal ini tentu saja mengherankan Sik Ling, sebab anak muda itu tidak mempunyai kepentingan
untuk berbuat demikian, juga tidak mungkin cocok berteman dengan si gemuk yang serba
menjemukan itu.
Sewaktu Oh Ci-hui menawarkan untuk melakukan perjalanan bersama, Ko Bun segera
menyetujui, malah wajahnya kelihatan senang.
Semuanya itu tak terlepas dari pengawasan Sik Ling. Dia menduga Ko Bun tentu mempunyai
rencana tertentu, cuma dia belum tahu apa rencana pemuda itu dan apa pula tujuannya.
Sik Ling makin tertarik oleh kjd ini, apalagi dia memang berkelana tanpa tujuan, maka
keesokkan harinya bertiga merekapun berangkat di belakang iringan kereta barang.
Sepanjang jalan mereka bertiga selalu bercakap dan bergurau, rupanya Ko Bun menaruh
perhatian terhadap kejadian dalam dunia persilatan. Sepanjang jalan tiada hentinya ia minta
petunjuk dari Sik Ling maupun Oh Ci-hui.
Ketika bicara soal jago persilatan, Oh Ci-hui mengacungkan jempolnya dan berkata,
"Berbicara tokoh persilatan, kecuali toakoku Leng-coa Mao Kau, sulit rasanya mencari orang
kedua yang sama hebatnya seperti dia."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Senyuman aneh tersungging di ujung bibir Ko Bun, katanya, "Orang kedua tentunya Ohtoako
sendiri, bukan?"
Oh Ci-hui tertawa terbahak-bahak, "Hahahah, kalau aku sih belum masuk hitungan."
Meski begitu, ia tampak sangat bangga.
Sik Ling mengawasinya dari samping, makin lama makin banyak keanehan pada pemuda itu.
Keroyalannya menggunakan uang seakan-akan harta kekayaan keluarganya membukit, sedang
Oh Ci-hui masih belum juga merasakan apa-apa. Ia terus memuji Mao Kau, tentu juga memuji
diri sendiri. Sementara Ko Bun dengan senyum dikulum cuma mendengarkan. Meski
senyumannya agak aneh, Sik Ling dapat melihatnya dengan jelas.
Kereta keluar dari kota Tin-kang, melewati Tan-yang, Bu-cin langsung menuju ke Bu-sik.
Pemandangan alam di wilayah Kanglam memang sangat indah. Ko Bun tampak gembira
sekali, tampaknya memang baru pertama kali ini berkunjung ke Kanglam.
Oh Ci-hui sendiri seperti tidak terburu-buru melakukan perjalanan. Hari belum lagi gelap
mereka lantas mencari penginapan. Dengan perjalanan yang begitu santai, meski sudah
berjalan tiga hari, lbm seberapa jauh jarak yang mereka tempuh.
Sik Ling menjadi heran, pikirnya," Kalau bagian caranya melakukan perjalanan, mana mirip
suatu rombongan pengawal barang?"
Setelah lewat sehari lagi, Sik Ling kembali menemukan suatu kejadian aneh. Sepanjang
jalan ternyata di samping kereta barang selalu muncul orang yang berdandan sebagai
saudagar, namun sekilas pandang saja dapat diketahui mereka adalah jago silat.
Pada mulanya dia mengira orang-orang itu adalah mata-mata kaum perampok. Tapi setelah
diamati sekian lama, ia lihat orang-orang itu meski berlagak tidak kenal dengan Oh Ci-hui, tapi
secara sengaja tak sengaja mereka selalu bertukar kedipan mata atau kode tangan dengan Oh
Ci-hui. Sik Ling sudah cukup lama berkelana dalam dunia persilatan, macam-macam kejadian
pernah dialaminya. Tapi kejadian yang dihadapinya sekarang cukup membuatnya keheranan,
sebab mengawal barang adalah pekerjaan yang bersifat terbuka, lantas mengapa mereka main
sembunyi-sembunyi dan penuh rahasia"
Ketika kereta meninggalkan Tan-yang, di depan terbentang jalan yang sepi. Sik Ling mengira
Oh Ci-hui tentu akan memerintahkan untuk beristirahat lebih dulu. Siapa tahu Oh Ci-hui
bersikap di luar kebiasaan. Ia menitahkan anak buahnya melakukan perjalanan malam. Sik Ling
tahu kejadian ini agak mencurigakan, namun perasaan tersebut tak diperlihatkannya.
Perlu diketahui, biasanya para pengawal barang baru mau melakukan perjalanan malam bila
jalan raya yang dilalui adalah jalan perdagangan yang ramai. Tapi begitu memasuki daerah
yang rawan dan sepi, mereka selalu mencari tempat pemondokan sebelum hari gelap, hal ini
tentu juga untuk mencegah kemungkinan dirampok.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Padahal Pat-bin-ling-long adalah seorang yang sangat berhati-hati. Setiap tindak bila
dirasakan cukup aman dan meyakinkan baru berani melakukannya. Sudah barang tentu
tindakannya sekarang amat janggal.
Ko Bun sama sekali tidak paham hal-hal begitu. Duduk di atas pelana, sambil memandang
bintang yang bertaburan di angkasa, katanya dengan gembira, "Saudara Oh, memang lebih
enak melakukan perjalanan malam, selain udaranya sejuk, bisa pula menikmati keindahan
malam. Bukankah hal ini menarik sekali?"
Diam-diam Sik Ling menghela napas, pikirnya, "Ai, kau benar-benar seorang Kongcu yang
tak tahu apa-apa!"
Kembali perjalanan dilakukan sekian lama, dari depan sana muncul selapis tabir hitam gelap,
tampaknya sebuah hutan. Si pelopor jalan datang memberi laporan kepada Oh Ci-hui, "Tenda
hijau di depan amat lebat. Apakah perlu mencari keterangan dulu?"
"Tidak perlu!" jawab Oh Ci-hui sambil mengayun cambuk.
Lalu ia berpaling ke arah Ko Bun, katanya dengan tertawa, "Cara kerjaku selalu demikian,
tidak suka banyak sangsi segala."
"Memang begitulah sifat seorang kesatria!" puji Ko Bun sambil mengacungkan jempolnya.
Baru selesai ia berkata, mendadak dari arah belakang berkumandang suara derap kaki kuda
yang sangat ramai. Waktu Sik Ling berpaling, ternyata rombongan kuda itu tidak menuju ke
arah mereka melainkan berputar satu lingkaran.
Ia mengangkat bahu dan mentertawakan dirinya sendiri yang sok curiga. Tapi ketika
rombongan kereta memasuki hutan yang gelap itu, ia merasa agak kuatir, karena tempat
semacam ini adalah tempat yang paling baik bagi kaum Lok-lim (bandit) untuk bekerja. Ingin
mencari tempat lain di wilayah Kanglam seperti ini pasti akan sulit.
Ia coba memandang Oh Ci-hui, di bawah remang malam sulit melihat perubahan air
mukanya. Tapi tangan yang memegang tali kendali kuda kelihatan agak gemetar.
"Betapapun dia merasa takut juga, "demikian Sik Ling berpikir, "kalau takut, mengapa dia
bertindak demikian?"
Ia berusaha memeras otak, namun tak menemukan jawabannya.
Diam-diam mereka berkeringat dingin dengan hati kebat-kebit, tapi anehnya kereta barang
itu berhasil menyusur hutan dengan selamat, sedikitpun tidak terjadi apa-apa.
Begitu keluar dari hutan, Oh Ci-hui mengembuskan napas lega, tapi dibalik helaan napas
tersebut lamat-lamat seakan-akan merasa kecewa pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Hutan ini betul-betul mengesalkan, "kata Ko Bun sambil tertawa. Tiba-tiba ia menuding
kemuka dengan cambuknya dan bertanya lagi, "Eh, kenapa di depan sana masih ada hutan
kecil?"

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sik Ling memandang ke arah yang ditunjuk, betul juga di depan sana muncul lagi selapis
tabir berwarna hitam gelap, bentuknya mirip sebuah hutan.
Siapa tahu, belum habis ingatan tersebut terlintas, "hutan" itu sudah bergerak mendekat.
Kiranya yang mereka sangka sebagai hutan itu tak lain adalah serombongan manusia berkuda.
"Ah, rupanya aku salah lihat, "kata Ko Bun dengan tertawa.
Diam-diam Sik Ling merasa kuatir, biasanya gerombolan yang berkumpul di tempat
kegelapan, selain kaum pembegal tiada rombongan macam lain lagi.
Ia menjadi serba salah. Bila benar menghadapi peristiwa demikian, dia tak tahu bagaimana
harus bertindak. Jika membantu Oh Ci-hui ia merasa tiada harganya, kalau tidak membantu
bagaimanapun mereka melakukan perjalanan bersama. Bila orang menemui kesulitan dan ia
cuma berpeluk tangan saja, hal ini jelas tidak pantas.
Sementara itu rombongan manusia berkuda itu sudah berhenti bergerak. Anehnya mereka
tidak menggubris kereta barang yang berjalan di depan, sebaliknya malah menghampiri Pat-binling-
long Oh Ci-hui.
"Saudara semua tentu sudah lelah, "kata Oh Ci-hui sambil tertawa nyaring.
"Oh-samko, kenapa kau berkata demikian?" sahut orang-orang itu beramai-ramai.
"Keparat yang bernama Kim-kiam-hiap ternyata tidak muncul kali ini, anggap saja dia lagi
mujur, "kata Oh Ci-hui kemudian. Setelah tertawa panjang ia melanjutkan, "tempo hari, apakah
Lau-siu-piaukiok dari Kang-beng tertimpa musibah disini?"
"Benar!" jawab seseorang, "tepat dalam hutan tadi."
Dari tanya jawab yang berlangsung segera Sik Ling paham duduk perkara, pikirnya, "Kiranya
mereka menyiapkan jebakan untuk memancing Kim-kiam-hiap masuk perangkap. Kalau begitu,
agaknya aku sendiri yang sok kuatir tak perlu."
Sementara itu, Oh Ci-hui berkata lagi, "Kupikir di depan sana tak mungkin akan terjadi
sesuatu, besok malam kita akan sampai di tempat tujuan. Bila kalian tak ada urusan, apa
salahnya ikut ke Bu-sik" Setelah menyerahkan barang kawalan, kita berpesta pora bersama."
Rombongan penunggang kuda itu terdiri dari sembilan orang. Mereka adalah lelaki kekar
yang berpinggang kasar dan berdada lebar, mata bersinar tajam dalam kegelapan, jelas kungfu
mereka tidak lemah.
Sebagai pemimpin rombongan adalah seorang lelaki yang bertubuh ceking, tapi bermata
tajam. Sambil menjura katanya dengan gelak tertawa, "Maksud baik Oh-samko biar kami terima
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
di dalam hati saja. Cuma kami harus segera pulang untuk memberi laporan, mungkin Mao-toako
masih ada perintah lain."
"O, kalau Mao-toako masih ada urusan, memang lebih baik saudara sekalian segera pulang,
jangan lupa titip salam kepada Toako."
Penunggang kuda itu mengiakan, tiba-tiba seorang berkata lagi, "Perlukah kami antar Ohsamko
sampai ke tempat tujuan lebih dahulu?"
Oh Ci-hui tertawa, "Ah, saudara sekalian benar-benar menganggap aku barang yang tak
berharga, masa jalan pendek ini tak mampu kuselesaikan sendiri?"
Maka rombongan penunggang kuda itupun berpamitan dan berangkat menuju ke arah lain.
Memandangi bayangan itu lenyap, dengan bangga Oh Ci-hui mempermainkan cambuk
kudanya, kemudian berkata sambil tertawa, "Bila ada orang ingin mengusik barang kawalanku
di wilayah Kanglam, mungkin mata orang itu sudah lamur."
Sik Ling ikut tertawa, tanyanya kemudian, "Siapakah rombongan penunggang kuda tadi?"
"Mereka adalah kawan kami Thi-khi-sin-pian-tui (barisan ruyung sakti pengunggang baja)
yang malang melintang dalam dunia persilatan, "tutur Oh Ci-hui dengan bangga sekali.
Tapi ketika berpaling, ia berseru dengan tercengang, "He, kemana perginya Ko Bun.
Saudara Ko?"
Sik Ling juga berpaling, benarlah Ko Bun yang selalu duduk di atas kudanya kini sudah
lenyap tak berbekas. Ia menjadi terkejut, sebab Ko Bun seorang pemuda yang lemah, kalau
sampai tersesat di tengah hutan yang gelap, bisa berabe.
"Aduh, aku juga tidak memperhatikannya?" demikian ia berpikir dengan kening berkerut.
Apalagi bila terbayang cara Ko Bun yang duduk di kudanya dengan sempoyongan, makin
kencang keningnya berkerut.
"Saudara Ko tak pandai menunggang kuda, badannya lemah tak bertenaga, kalau sampai
tertimpa musibah, kitalah yang salah, "dia mulai menyesal mengapa perhatiannya hanya tertuju
pada rombongan penunggang kuda tadi sudah tidak memperhatikan diri Ko Bun.
Oh Ci-hui sendiri pun agak gelisah, serunya kemudian, "Saudara Sik, mari kita mencarinya."
Tanpa bicara Sik Ling melompat turun dari kudanya dan berlari balik ke dalam hutan sana.
Baru saja mereka berdua mengitari hutan itu setengah lingkaran, tiba-tiba terdengar jeritan
ngeri berkumandang susul menyusul.
Air muka Sik Ling berubah hebat, bentaknya tertahan, "Saudara Oh, cepat kita tengok
kesana!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Bagaikan burung dia menerjang ke arah suara jeritan ngeri itu.
Oh Ci-hui segera menyusul dari belakang. Dari sini dapat terlihat betapa lihainya kungfu Sik
Ling. Hanya beberapa kali lompatan saja ia telah meninggalkan Pat-bin-ling-long beberapa
tombak jauhnya.
"Saudara Sik, jangan cepat-cepat!" Oh Ci-hui berteriak.
Karena gelisah, Sik Ling mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang tinggi. Dia menerobos
ke tempat kejadian secepat terbang. Oh Ci-hui yang gemuk tidak lemah pula ilmu meringankan
tubuh, apalagi namanya cukup tersohor dalam dunia persilatan, ia dapat mengikuti dengan
ketat. Tiba-tiba berkumandang jeritan kaget Sik Ling.
Oh Ci-hui ingin merangkul pemuda kaya raya Ko Bun, mendengar jerit kaget Sik Ling,
disangkanya Ko Bun tertimpa bencana. Cepat dia menyusul kesana.
Dilihatnya Sik Ling berdiri membelakanginya dengan tercengang. Ketika ia menyusul tiba di
tempat tujuan, tanpa terasa jeritan kaget pun tercetus dari mulutnya. Hawa murni dalam
tubuhnya buyar dan jatuh lemas ke tanah.
Ternyata sembilan mayat tergeletak di atas tanah. Mereka bukan lain adalah rombongan
penunggang kuda yang disebut sebagai Thi-khi-sin-pian-tui tadi.
Pucat pias wajah Oh Ci-hui, desisnya gemetar, "Ini . . . ini . . . "kata-kata selanjutnya tak
sanggup diucapkan lagi.
Tiba-tiba terdengar suara rintihan lirih agaknya salah satu dari ke sembilan orang itu belum
putus nyawanya. Cepat Oh Ci-hui melompat ke sampingnya. Ia berjongkok dan berseru, "Apa
yang terjadi . . . "
Mata orang itu melotot, wajahnya diliputi rasa takut dan ngeri. Mulutnya terpentang seperti
hendak mengucapkan sesuatu, tapi belum sempat bicara nyawanya keburu melayang.
Dengan pedih Oh Ci-hui melengos ke arah lain. Sembilan jago Thi-khi-sin-pian-tui yang
merupakan pasukan andalan Leng Coa Mao Kau ternyata dibantai orang dalam waktu sekejap
tanpa seorangpun lolos dengan selamat. Peristiwa ini sungguh mengerikan sekali.
Perlahan Pat-bin-ling-long bangkit berdiri, mendongakkan kepala dan menghela napas
panjang, desisnya dengan sedih, "Siapa yang melakukan perbuatan ini" Mungkinkah Kim-kiamhiap?"
Dia tahu kungfu Thi-khi-sin-pian-tui sangat lihai tapi kenyataannya sekarang mereka mati
terbunuh sekaligus dalam waktu singkat. Peristiwa ini betul-betul di luar dugaan dan luar biasa.
Sik Ling coba memeriksa salah satu mayat, ternyata tidak ditemui luka pada tubuhnya.
Ketika periksa mayat yang lain, keadaannyapun sama. Ternyata sembilan orang itu tewas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
akibat tutukan jalan darah pada tempat yang mematikan, malah ada yang sedang meraba
ruyung di pinggangnya tapi sebelum senjata keburu dilolos, jiwanya sudah melayang duluan.
Tanpa terasa Sik Ling menarik napas dingin, pikirnya, "Siapakah jago dalam dunia persilatan
dewasa ini yang memiliki kepandaian sehebat ini?"
Maka diapun memberi penjelasan untuk dirinya sendiri, "Mungkin pekerjaan ini tidak
dilakukan satu orang. Bila ada sembilan orang turun tangan bersama untuk menghadapi ke
sembilan orang ini maka persoalannya
pasti lebih gampang dijelaskan."
Hilang senyum Oh Ci-hui yang biasa menghiasi bibirnya. Setelah terkesiam sekian lama,
tiba-tiba terlintas satu pikiran dalam benaknya, cepat dia membentak, "Saudara Sik, lekas
pergi!" Secepat terbang dia meluncur ke depan. Rupanya dia kuatir termakan siasat "memancing
harimau meninggalkan gunung", sementara dia berada disini, tahu-tahu barang kawalannya
dibegal orang. Maka ia buru-buru kembali ke tempat tadi. Dia tak menyangka, seandainya orang itu hendak
membegal barang kawalannya, sekalipun dia ada disitu juga tiada gunanya" Bicara soal
kepandaian ia masih terpaut jauh dibandingkan orang.
Begitulah Oh Ci-hui melompat ke depan dengan cepat disusul Sik Ling dari belakang. Tiba di
luar hutan mereka lihat kereta barang masih menanti di tempat kegelapan dengan aman.
"Saudara berdua pergi kemana?" seseorang menegur tiba-tiba.
Sik Ling berpaling, ternyata dia tak lain adalah Ko Bun yang sedang mereka cari itu.
Buru-buru Sik Ling menghampirinya seraya menegur, "Saudara Ko, kemana tadi" Bikin kami
kuatir." Meskipun nadanya setengah mengomel, tapi penuh rasa persahabatan.
Air muka Ko Bun berubah tak tenang, agaknya hatinya tergerak oleh rasa persahabatan ini.
Cepat senyuman menghiasi pula bibirnya, agaknya pemuda ini berusaha menyembunyikan
perasaannya itu.
"Maaf saudara, "katanya kemudian, "sesungguhnya aku tak pandai menunggang kuda.
Beberapa hari belakangan ini kakiku terasa pegal, apalagi hari ini harus melakukan perjalanan
terlalu jauh, aku hampir tak tahan. Maka mumpung ada kesempatan tadi aku pergi jalan-jalan
sejenak. Sekarang sudah rada enakan keadaanku."
Sik Ling tertawa. Dia jadi teringat kembali pada tandu yang ditumpangi pemuda ini kemarin,
katanya kemudian, "Jika Saudara Ko ingin berpesiar, mana mungkin berpesiar dengan
menumpang tandu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Benar! Benar!" sahut Ko Bun.
Apapun yang dikatakan orang ia selalu menyatakan akur, padahal apa sesungguhnya yang
dipikirnya, hanya dia sendiri yang tahu.
Dalam pada itu Oh Ci-hui telah mendekati mereka, katanya, "Sungguh beruntung kereta
barangnya tidak apa-apa. Lebih baik cepat tinggalkan tempat ini."
Terhadap ke sembilan sosok mayat itu, ternyata dia tidak ambil pusing lagi.
Sik Ling bergidik sendiri, pikirnya, "Pat-bin-ling-long benar-benar hanya mementingkan diri
sendiri tanpa rasa setia kawan sedikitpun."
Tapi ia tidak berkata apa-apa. Selama belasan tahun ini wataknya sudah banyak berubah.
Bila ia merasa ada perkataan yang tidak patut dikatakan, maka tidak akan dikatakannya. Bila
ada persoalan yang dianggap tak pantas dilakukan, iapun takkan melakukannya. Darah panas
waktu mudanya kini sudah terhapus tak membekas.
Begitulah rombongan keretapun melanjutkan perjalanan, tak sampai satu jam mereka telah
tiba di kota kecil yang terdekat. Seperti burung yang sudah ketakutan tersambar panah,
setibanya di penginapan, Oh Ci-hui lantas menitahkan anak buahnya agar waspada dan
dilarang minum arak.
Geli juga Sik Ling menyaksikan itu, pikirnya, "Mungkin sepanjang karirnya baru pertama kali
ini dia mengeluarkan perintah semacam ini."
Walaupun Oh Ci-hui melarang orang minum arak, dia sendiri tetap minum seperti biasa.
Diajaknya Sik Ling dan Ko Bun untuk bersantap seadanya sambil bicara.
Ko Bun memandang sekejap makanan yang berada di meja. Lalu tertawa dan berdiri. Tak
lama kemudian ia muncul kembali sambil membawa arak Tik-yap-cing yang wangi. Selang
sesaat kemudian muncul pelayan membawakan dua piring. Oh Ci-hui melihat isi piring adalah
dua ekor ayam panggang.
"Ko Bun benar-benar pandai menghamburkan uang, "pikir Sik Ling.
Oh Ci-hui pun memuji sambil tertawa, "Saudara Ko memang selalu punya akal."
Tanpa sungkan dia lantas bersantap dengan lahapnya. Ke sembilan sosok mayat yang
mengerikan itu seakan-akan telah dilupakannya.
Ia melupakannya, tidak demikian dengan Sik Ling. Tanyanya kemudian, "Nama besar Thikhi-
sin-pian-tui sering kudengar belakangan ini. Konon ilmu silat mereka sangat lihai dan lagi
merupakan pasukan pembela kebenaran yang khusus melerai pertikaian dalam dunia
persilatan, kenapa hari ini . . . "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Bicara sampai disini dia lantas bungkam, sebab jika ucapan tersebut dilanjutkan, ia tahu
kata-katanya pasti akan menyinggung perasaan orang.
"Apa sih yang dinamakan Thi-khi-sin-pian-tui itu?" tanya Ko Bun dengan heran.
"Thi-khi-sin-pian-tui adalah sepasukan jago ternama yang jumlah anggotanya mencapai
seratus dua puluh orang. Komandan pasukan tersebut tak lain tak bukan adalah kesatria nomor
satu dalam dunia persilatan dewasa ini . . . Mao-toakoku."
Dengan bangga ia tertawa terbahak-bahak, tapi ketika teringat pasukan "yang tersohor" itu
tiba-tiba kedapatan mati sembilan orang tanpa diketahui sebab musababnya, kata selanjutnya
tak sanggup dilanjutkan lagi.
Waktu berlalu dengan cepatnya. Ketika malam mendekati kentongan kedua, air muka Ko
Bun agak berubah sedikit, tapi segera tenang kembali seperti semula. Sebaliknya Oh Ci-hui
sudah mabuk hebat. Sik Ling sendiri mabuk delapan bagian, kata-kata nya mulai ngawur dan
tak beraturan. Esok paginya kota kecil itu terjadi suatu peristiwa aneh, peristiwa yang membuat rakyat kota
yang sudah lama menderita ini mengulum senyum. Tapi Oh Ci-hui yang mendengar berita itu
seketika sadar dari pengaruh arak, air matapun hampir saja bercucuran.
Ternyata pada setiap jalan, baik jalan besar maupun jalan kecil dalam jarak setiap beberapa
kaki tentu terdapat onggokan uang perak yang beratnya mencapi lima puluh tahil. Bila dijumlah
seluruhnya mungkin mencapai sepuluh laksa tahil lebih. Seluruh kota menjadi gempar karena
banyak penduduk yang menemukan harta karun.
Oh Ci-hui yang mendapat laporan dengan terkejut melompat bangun dari ranjang dan buruburu
menuju ke kamar yang tersimpan uang. Kotak uang masih utuh disana, tapi sekeping
perakpun tak ditemukan.
Seperti tersambar geledek, kontan sekujur badannya menjadi lemas. Dengan marah
ditamparnya para penjaga yang masih molor dengan nyenyak itu, tapi dengan cepat ia tahu
para penjaga itu tertutup semua jalan darahnya.
Ketika ruangan itu diperiksa, di suatu sudut dinding ditemukan sebuah benda emas yang
bersinar tajam. Waktu diambil ternyata adalah sebilah pedang kecil terbuat dari emas.
Sepuluh laksa tahil perak telah lenyap tak berbekas dalam semalam, bahkan uang itu sudah
tercerai berai di setiap sudut kota. Mau dicaripun jangan harap bisa ditemukan kembali.
Pedang kecil tersebut terbuat dari emas murni, panjangnya lima senti dengan bentuk yang
antik, serupa model sebuah pedang pusaka, pada tangkai pedang terikat seutas tali merah.
Sekali pandang bentuknya seperti mainan anak orang kaya, tapi siapapun tahu bahwa benda itu
adalah lambang maut yang menggetarkan seluruh dunai persilatan.
Dengan termangu-mangu Pat-bin-ling-long Oh Ci-hui membawa pedang emas murni itu ke
kamarnya. Dengan hilangnya sepuluh laksa tahil perak uang pemerintah, nama baik Peng-an
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
piaukiok yang sudah dibangun hampir sepuluh tahun lamanya ikut runtuh. Perasaan Oh Ci-hui
waktu itu bagaikan tercebut ke kolam es, kedinginan dan basah kuyup.
Waktu ia kembali ke kamar, Sik Ling dan Ko Bun sudah bangun. Dia menghela napas dan
bergumam, "Habis, habis sudah . . . "
Seraya berkata dia melemparkan pedang emas itu ke meja.
Ko Bun menghampirinya dan mengambil pedang mini itu, setelah dilihatnya serunya,
"Bukankah benda ini lambang Kim-kiam-hiap?"
Melihat wajah Oh Ci-hui yang lesu dan kuyuh, Sik Ling segera tahu apa gerangan yang
terjadi, tapi ia tidak percaya begitu saja, ia tanya, "Apa terjadi sesuatu semalam?"
Dengan kepala tertunduk lantaran sedih Oh Ci-hui menceritakan apa yang terjadi.
Mendengar itu Sik Ling terkejut bercampur menyesal. Padahal mereka semua berada di
kamar sebelah, tapi mereka tidak merasa pengawal di kamar sebelah telah dirobohkan dan
uang sebesar sepuluh laksa tahil perak telah dibawa kabur orang.
Dengan kepala tertunduk malu Sik Ling berjalan mondar-mandir dalam kamar tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
Kereta barang melanjutkan perjalanan pula, tapi mereka berangkat pulang ke rumah. Para
peneriak jalan tidak bersuara lagi melainkan sembunyi di dalam kereta, panji perusahaan juga
tidak dikibarkan lagi, tapi digulung dan tersimpan di dalam kereta.
Dengan tak bersemangat Oh Ci-hui duduk di atas kudanya, dia tak sanggup mengibul lagi.
Sik Ling juga merasa kikuk, jelek-jelek dia terhitung seorang jago kenamaan dunia persilatan,
tapi peristiwa itu terjadi pada saat ia hadir di tempat. Sudah barang tentu kejadian itu
membuatnya kehilangan muka juga.
Hanya Ko Bun yang tetap tersenyum. Pantasnya ia harus mohon diri, tapi pemuda itu tidak
bicara apa-apa melainkan mengikut terus bersama mereka.
Karena ia tidak pergi, Sik Ling juga tidak enak untuk pergi sendiri, dalam keadaan demikian
ia benar-benar serba susah.
Dua hari kemudian mereka tiba kembali di jalan raya menuju kota Tin-kang. Oh Ci-hui
memang tak malu disebut Pat-bin-ling-long. Ia mulai bicara dan bergurau lagi seperti sediakala,
malah menempel Ko Bun lebih rapat. Kiranya dia sudah punya rencana akan mendapatkan
kembali sepuluh laksa tahil perak yang hilang tersebut dari saku si pemuda yang "royal" ini.
Ketika tiba di Tin-kang, mereka tetap mondok di rumah penginapan yang sama. Oh Ci-hui
menitahkan anak buahnya pulang dulu sambil membawa kereta barang yang kosong, sedang ia
sendiri dengan lengketnya menempel Ko Bung yang dianggapnya masih ingusan itu.
Sik Ling hanya mengawasi semua itu dengan dingin dan tsk senang hati.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kecuali membicarakan kejadian dunia persilatan, kata-katanya mulai dihiasi dengan
umpakan setinggi langit. Dengan tersenyum Ko Bun mendengarkan obrolannya, tapi Sik Ling
habis kesabarannya. Dia mohon diri berjalan-jalan sendirian di luar. Waktu itulah dia menjumpai
suatu peristiwa yang aneh.
Baru sampai di pintu rumah penginapan, empat ekor kuda mendadak berhenti di depan pintu
dan penunggangnya melompat turun dengan gesit.
Melihat itu Sik Ling berpikir, "Jago daerah Kanglam betul-betul lihai dan sangat banyak."
Penunggang kuda itu berbaju seragam warna kuning emas ringkas. Setelah turun dari kuda,
mereka tidak langsung masuk ke dalam penginapan, tapi membenahi pakaian dan berdiri tegap
di sisi pintu. "Apa yang terjadi?" pikir Sik Ling dengan keheranan. Diam-diam ia menyelinap ke belakang


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meja kasir dan mengikuti semua kejadian ini.
Tak lama kemudian, dari jalan raya muncul lagi empat penunggang kuda yang melarikan
kudanya dengan cepat. Walaupun harus melalui pejalan kaki yang ramai ternyata semua
perintang bisa dilalui dengan mais. Ini menunjukkan kepandaiannya menunggang kuda sangat
cekatan. Mereka juga berhenti di depan pintu penginapan, setelah turun dari kuda lantas menghampiri
ke empat penunggang kuda pertama. Delapan orang saling kasak-kuruk dengan lirih, entah apa
yang dibicarakan. Tapi mereka tidak masuk ke dalam hotel, hanya berdiri saja di depan pintu.
Sik Ling mengundurkan badannya lebih ke dalam, sebab dia tahu orang-orang itu pasti
berasal dari suatu organisasi rahasia yang hendak melakukan pertemuan, biasanya
perkumpulan rahasia semacam itu pantang diintip orang.
Sesaat kemudian dari ujung jalan kembali muncul seekor kuda. Sekilas pandang Sik Ling
tahu orang ini mempunyai hubungan yang erat dengan kedelapan orang yang pertama, sebab
pakaiannya juga berwarna kuning emas, cuma anehnya di tidak memegang tali kendali kuda.
Tangannya menyunggih sebuah bungkusan hitam, sementar kakinya yang mengendalikan arah
larinya kuda. Orang inipun berhenti di depan penginapan. Dengan suatu gerakan enteng ia melayang
turun dari atas kuda.
Melihat kegesitan orang, diam-diam Sik Ling memuji.
Baju panjangnya berwarna kuning emas, usianya tidak banyak, wajahnya tampan, matanya
memandang ke atas, sikapnya jumawa.
Dengan penuh rasa hormat, kedelapan lelaki berbaju emas itu menyongsong kedatangannya
dan menyambut kudanya. Sedang ia sendiri dengan membawa bungkusan hitam langsung
masuk ke dalam penginapan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Para pelayan buru-buru keluar menyambut kedatangannya dengan sikat yang sangat
menghormat. Sekali lagi Sik Ling berpikir, "Entah dari mana datangnya orang ini?"
Sebenarnya disekitar sana masih ada beberapa orang jago silat yang sedang bercakapcakap.
Tapi ketika menyaksikan kedatangan pemuda berbaju emas ini, serentak mereka
menyingkir jauh, bahkan membungkukkan badan memberi hormat dengan wajah takut
bercampur ngeri.
Pemuda berjubah emas itu sama sekali tidak memandang mereka, dia langsung masuk ke
dalam penginapan.
Sik Ling mengawasi bayangan punggungnya dengan seksama. Dilihatnya langkah pemuda
itu gesit dan mantap, tubuh bagian atas tidak bergerak, tentu kungfunya lihai sekali.
Tanpa terasa ia menghela napas, "Kalau pemuda yang masih belia berkepandaian tinggi,
biasanya dia akan angkuh dan jumawa. Pemuda yang berkepandaian tinggi memang bukan hal
yang baik."
Sementara itu kedelapan orang lelaki berbaju emas tadipun ikut masuk ke dalam, mereka
melototi Sik Ling beberapa kejap.
Sik Ling tak ingin mencari gara-gara, cepat dia kembali ke kamarnya. Di halaman dilihatnya
pemuda berbaju emas yang angkuh itu sedang bercakap-cakap dengan Oh Ci-hui. Tangan
yang membawa buntalan hitam itu terangkat lurus ke depan.
Ko Bun juga berdiri di samping dengan tersenyum seperti biasa, agaknya Oh Ci-hui telah
memperkenalkan mereka.
Sik Ling tak ingin banyak urusan. Baru saja dia akan pergi, terdengar Oh Ci-hui berseru,
"Saudara Sik, cepat kemari! Kuperkenalkan seorang enghiong muda kepadamu."
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sik Ling menghampirinya.
Sambil tertawa, Oh Ci-hui kembali berkata, "Dia inilah jago pedang kenamaan dari Bu-tongpai,
Sik Ling, Sik-tayhiap."
Sik Ling mengangguk kepala sebagai tanda hormat, sedang pemuda berbaju emas itu cuma
tersenyum, senyuman angkuh.
Seraya menuding pemuda itu, kembali Oh Ci-hui berkata, "Sedangkan yang ini adalah murid
Mao-toako. Orang persilatan menyebutnya sebagai orang kedua dari Giok-kut-sucia (duta
tulang kemala). Dia bernama Giok-bin-sucia (duta berwajah pualam) Kion Si-cang."
Sik Ling mendongkol dalam hati tapi tersenyumdi luar. Iapun sengaja memperlihatkan sikap
angkuh. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Melihat itu, air muka Kion Si-cang rada berubah. Untung Pat-bin-ling-long cepat bicara pula,
"Kebetulan sekali hiantit datang dengan membawa lencana Jian-kut-leng, sungguh mujur bagi
paman dan dapat mempergunakannya."
Baru saja Kiong Si-cang hendak menjawab, Ko Bun menimbrung, "Beginikah yang disebut
lencana Jian-kut-leng?"
Ketika Sik Ling berpaling, dilihatnya kulit muka Ko Bun seperti lagi berkerut-kerut tak wajar,
tanganpun dikepal. Semua ini membuat hatinya tergetar.
Giok-bin-sucia memandangnya sekejap, ia seperti tidak menaruh prasangka jelek
kepadanya. Sambil tertawa hambar lalu jawabnya, "Benar, inilah yang dinamakan Jian-kutleng!"
Sesudah berhenti sejenak, dia menyambung perkataan Oh Ci-hui tadi, "Oh-samsiok, buat
apa kau perlukan lencana Jian-kut-leng" Apakah telah terjadi sesuatu?"
Setelah Oh Ci-hui menceritakan musibahnya, dengan kening berkerut Kion Si-cang berkata,
"Kali ini siautit diperintahkan suhu datang kemari dengan membawa lencana Jian-kut-leng tak
lain tujuannya hendak menghadapi manusia yang bernama Kim-kiam-hiap. Tahukah Ohsamsiok,
untuk menghadapi Kim-kiam-hiap, empat dari Jit-pian-sam-kiam yang tersohor dulu
kini sudah tiba di kota Hang-ciu?"
"Empat orang mana?" tanya Ko Bun cepat, tapi segera ia membetulkan kata-katanya, "siapa
pula yang dinamakan Jit-pian-sam-kiam itu?"
Hampir pada saat yang sama Oh Ci-hui juga bertanya, "Empat orang yang sudah tiba di
Hang-ciu?"
Sik Ling sendiri turut memperhatikannya dengan seksama, sebab kebanyakkan dari Jit-piansam-
kiam telah hidup jaya dan jarang berkelana lagi di dunia persilatan. Dengan kehadiran
orang-orang tersebut, suatu tanda betapa seriusnya mereka menghadapi manusia yang
bernama Kim-kiam-hiap itu.
Waktu ia melirik wajah Ko Bun, dilihatnya pemuda itu sedang menanti dengan gelisah,
seolah-olah sangat ingin mengetahui seluk beluk urusan ini. Sik Ling berpikir, "Jika dia benarbenar
anak saudagar kaya, mengapa sedemikian besar minatnya terhadap urusan dunia
persilatan?"
Terdengar Kiong Si-cang berkata, "Wan-yang-siang-kiam suami-istri, Co-jiu-sin-kiam dan
Pek-poh-hui-hoa telah datang semua, lantaran perbuatan Kim-kiam-hiap. Agaknya guruku
memandang serius atas persoalan ini. Beliau bertekad hendak membereskannya sampai
tuntas." Setelah tertawa angkuh, sambungnya, "Siautit pernah berkata kepada suhu, untuk
menghadapi seorang saja kenapa mesti mengganggu ketenangan para Cianpwe lainnya" Tapi
air muka suhu amat serius. Mungkin masalah ini menyangkut suatu peristiwa pada belasan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
tahun yang lalu, maka persoalannya harus diselidiki sampai terang. Menurut pendapatku,
sebenarnya masalah ini tak perlu dianggap sedemikian serius, asal kami beberapa orang turun
tangan tentu sudah lebih dari cukup."
"Tapi kukira beginipun ada baiknya, "ujar Oh Ci-hui sambil tertawa, "dengan munculnya
kembali tokoh Jit-pian-sam-kiam, tentu angkatan mudapun dapat kesempatan untuk
menyaksikan kegagahan para Cianpwe."
Setelah berhenti sejenak, lalu katanya pula, "Cuma kukira Toako sendiri terlalu banyak
curiga, mana mungkin Kim-kiam-hiap bisa ada hubungannya dengan orang she Siu?"
"Benar!" Giok-bin-sucia manggut-manggut tanda setuju, "kali ini suhu telah mengutus kami
bersembilan suhengte turun tangan bersama, hanya Toasuheng yang tinggal di rumah. Selama
belasan tahun ini baru sekali terjadi peristiwa semacam ini."
Sik Ling melirik sekejap ke arah Ko Bun. Pemuda itu tampak sedang menundukkan kepala
seperti lagi memikirkan sesuatu, seperti juga tidak memperhatikan pembicaraan mereka,
pikirnya, "Aneh benar orang ini!"
Oh Ci-hui termenung sejenak, tiba-tiba membisikkan sesuatu kepada Kiong Si-cang. Air
muka anak muda itu kontan berubah, serunya, "Sungguhkah terjadi peristiwa begini?"
Ketika kakinya mengentak lantai, batu hijau alas halaman itu segera remuk septong. Ini
menunjukkan betapa sempurnanya tenaga dalamnya.
"Aku tidak percaya sembilan orang Sin-pian-ki-su sekaligus terbunuh dalam sekejap. Bagus!
Bagus! Aku jadi ingin mencoba sampai dimanakah kehebatannya," demikian serunya dengan
gemas. Dari ucapannya dapat ditarik kesimpulan bahwa dia hendak menghadapi musuh sendirian,
Pukulan Naga Sakti 23 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Harpa Iblis Jari Sakti 6
^