Pencarian

Tujuh Pedang Tiga Ruyung 8

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Bagian 8


dipandangnya Ko Bun sekejap, sorot matanya menampilkan senyuman, tapi ketika ia berpaling
kearah si kakek, sikapnya berubah kereng lagi.
Si kakek tetap berbaring kaku di dipan sana dengan mantel longgar menutup tubuhnya,
tegurnya dengan suara berat, "Apakah anda orang Hoa-san" Berani kau main gila disini?"
Si tojin jubah kelabu mendengus, "Hm, kudengar diluar Giok-bun-koan (salah satu pintu
gerbang tembok besar diujung barat) ada seorang bandit suka melakukan segala macam
kejahatan, kafilah yang biasa lewat digurun pasir sana menyebutnya sebagai 'perangkap hangat
digurun'."
"Sungguh julukan yang aneh"!" pikir Ko Bun dengan kening bekernyit.
Terdengar si tojin melanjutkan lagi, "Setiap kafilah yang kepergok oleh 'perangkap gurun' itu
pasti akan terbunuh dan tak terkubur. Tak tersangka hari ini 'perangkap dari gurun' itu bisa
berada didaerah Kanglam, Hm, apakah karena kafilah digurun pasir sana sudah habis kau
bunuh semuanya, maka sekarang kau cari sasaran kesini?"
"Apa yang kau katakan" Sungguh sangat lucu." ujar si kakek dengan tertawa dingin.
Dengan suara bengis si tojin berjubah kelabu berkata pula, "Perangkap gurun itu suka
menjebak kafilah dengan kecantikan wanita dan bau daging sedap agar mau masuk kedalam
perkemahannya, habis itu baru dibunuhnya. Perbuatan ini serupa benar dengan apa yang
kalian lakukan sekarang, memangnya perlu kau berlagak pilon lagi?"
"Ah, kiranya demikian artinya perangkap hangat digurun yang dikatakannya," demikian Ko Bun
membatin. Dilihatnya sinar mata si kakek berkerudung tetap sedingin es dan diam saja.
Maka si tojin berucap pula dengan tertawa, "Cuma hari ini kau si perangkap gurun ini kebentur
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
ditangan diriku Hoa-san-gin-ho (bangau perak dari Hoa-san), mungkin selanjutnya tidak dapat
lagi kau bikin celaka sesamamu."
"Apa betul?" jengek si kakek tiba-tiba.
Belum lenyap suaranya, se-konyong2 seorang membentak pula diluar kemah, "Apakah saudara
Ko berada disini?"
"Bret", tabir kemah terobek menjadi dua, dari luar melangkah masuk seorang Thauto hitam
berambut kusut, bermata besar dan bertangan satu. Begitu melihat keadaan didalam kemah,
serentak ia bergelak tertawa. "Aha, bagus, bagus sekali, semuanya berada disini!"
Air muka si kakek berkerudung yang sejak tadi diam saja mendadak berubah pada saat itulah si
Thauto menyapu pandang kearahnya sehingga sorot mata kedua orang berbentrok.
Tergetar tubuh si tojin, teriaknya, "Hah, jadi. . . .jadi kau. . . ."
Selagi semua orang melengak, se-konyong2 si kakek berkerudung melompat dari tempat tidur
dan menyusup kebalik tabir kulit harimau secepat burung terbang.
Hati Ko Bun tergerak, tanyanya, "Apakah dia ini orang yang Taysu cari?"
Selagi si tojin tertegun bingung, mendadak si Thauto membentak sekali terus mengejar kebalik
tabir sana. Ko Bun dan si tojin alias HOa-san-gin-ho saling pandang sekejap, segera keduanya menyusul
masuk kesitu. Tertampaklah si kakek berkerudung berdiri tegak dengan muka menghadap kemah dan tangan
lurus kebawah. Si Thauto mengentak kaki dan berteriak dengan suara agak gemetar, "Coba ber. . .berpaling
kemari biar kupandang sekejap."
Thauto yang tinggi besar dan kasar ini sekarang bersuara gemetar dengan wajah menampilkan
rasa pedih dan duka, sama sekali berbeda daripada waktu datangnya tadi.
Namun si kakek bermantel yang berdiri mungkur itu tetap diam saja tanpa bersuara.
Alis Hoa-san-gin-ho bekernyit, ia memburu maju dan bermaksud menarik tubuh si kakek untuk
diputar kesebelah sini. Siapa tahu mendadak si Thauto mengangkat sebelah tangannya untuk
merintanginya sambil membentak, "Kau mau apa?"
Hoa-san-gin-ho terkejut dan juga gusar, "Sialan, katanya kau ingin melihat tampangnya, kenapa
kau rintangi aku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sambil mengomel ia terus menyurut mundur lagi.
Ko Bun juga heran, tujuan si tojin hendak membantunya, tapi si Thauto malah menghalanginya,
sebenarnya bagaimana urusan ini sungguh sukar untuk dimengerti.
Terdengar si kakek berbatuk sekali, lalu berkata dengan suara serak, "Apakah benar kalian
minta kuputar badan?"
Kembali tergetqar hati si Thauto, serunya gemetar, "Ya, le. . . lekas. . . ."
Mendadak si kakek tertawa latah dan serentak membalik tubuh, sekaligus mantelnya dibuang,
kerudung mukanya juga lantas ditarik.
Waktu Ko Bun mengawasi, tak tertahan ia berteriak kaget. Sungguh tak tersangka olehnya
kakek yang berpaling kesini ini ternyata Pat-bin-ling-long Oh Ci-hui adanya.
Seketika semua orang melenggong, hanya Oh Ci-hui saja yang tertawa latah.
Air muka Hoa-san-gin-ho pelahan berubah kelam, sorot mata Ko Bun juga memancarkan
cahaya aneh pula, Se-konyong2 si Thauto berambut kusut membentak, secepat kilat ia
mencengkeram leher baju Oh Ci-hui, seketika tubuhnya terangkat serupa paha babi yang
menyangkol diatas meja tukang jagal.
Biarpun Oh Ci-hui terkenal "Pat-bin-ling-long" atau lincah menghadapi delapan penjuru, tidak
urung sekarang menjadi ketakutan, terutama sorot mata si Thauto yang beringas itu
membuatnya tidak berani meronta.
Tubuh Oh Ci-hui juga besar, tapi si Thauto dapat mengangkatnya dengan enteng, tenaga sakti
ini membuat Hoa-san-gin-ho terkesiap juga.
Dalam pada itu Oh Ci-hui lantas berteriak, "Taysu, dalam uru. . .urusan apakah aku berbuat. . .
.berbuat salah padamu?"
Sinar mata si Thauto kelihatan buas, ia diam saja dan melotot, agaknya dia sangat gemas
terhadap orang she Oh ini.
Tambah takut Oh Ci-hui, ia pandang Ko Bun dengan sorot mata mohon belas kasihan, katanya
dengan suara gemetar, "Adik. . .adik Ko, mohon. . . mohon bantuanmu sudilah membujuk
kawanmu ini melepaskan diriku. . . .kita adalah kawan, urusan apa pun dapat dirundingkan."
Ko Bun tersenyum, "Ai, kan Oh-heng sendiri yang bercanda dengan orang, apa salahnya jika
orang lain juga bergurau denganmu?"
Oh Ci-hui menyengir dengan muka pucat, katanya pula, "Se. . .sebenarnya bukan maksudku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
untuk bercanda. . . .Apa. . . apa kehendak Taysu, harap suka bicara saja."
Mendadak si Thauto meraung terus melemparkan Oh Ci-hui, tubuh orang she Oh yang gede itu
terbanting dengan keras. Setelah melototinya lagi sekejap, segera si Thauto melangkah pergi.
Maklumlah, sesungguhnya dia memang tidak bermusuhan apa pun dengan Oh Ci-hui, soalnya
dia kecewa dan malu sehingga menimbulkan rasa gusar, sebab semula ia mengira orang
berkerudung ini adalah orang yang akan dicarinya itu.
Oh Ci-hui menghembus napas lega, tapi juga merasa bingung.
"Eh, jangan pergi dulu. Taysu." seru Ko Bun.
Si Thauto ragu sejenak, akhirnya berhenti lalu menengadah dan berucap dengan menyesal,
"Dunia seluas ini. . . .kemana akan kucari". . . ."
Dengan tersenyum Ko Bun bertanya, "Apakah engkau mengira Oh-heng ini adalah si kakek
berkerudung tadi?"
Mendadak si Thauto berpaling dan mendelik. Sementara itu Oh Ci-hui telah merangkak bangun,
cepat ia berucap dengan menyengir, "Apa yang kulakukan ini adalah karena Mao-toako kami
ingin tahu seluk-beluk adik Ko ini, makanya aku disuruh menyamar untuk menyelidikinya."
Ia merandek sejenak, lalu bertutur pula kepada Ko Bun, "Tapi tindakan Mao-toako ini
sesungguhnya juga tidak bermaksud jahat terhadap adik Ko, maksudnya cuma demi. . . demi
putri kesayangan Mao-toako sendiri."
Pelahan Hoa-san-gin-ho memasukkan pedang kesarungnya, lalu mendekati Ko Bun dan
berkata, "Sungguh tidak diketahui dibalik persoalan ini terdapat lagi liku-liku seperti ini. Kiranya
anda ini bakal menantu Mao-sicu. jika tahu sebelumnya, tentu aku tidak perlu terburu-buru
kemari." Ko Bun memang berterima kasih kepadanya, sekarang timbul lagi rasa akrabnya terhadap tojin
muda ini, ia memberi hormat dan berkata, "Cayhe tidak kenal Totiang, tapi Totiang telah
menaruh perhatian terhadap diriku, sungguh hatiku sangat berterima kasih, semoga kelak ada
kesempatan untuk berkumpul dengan Totiang untuk ber-bincang2."
Tampaknya Hoa-san-gin-ho juga terharu oleh ucapan Ko Bun, sahutnya' Seterusnya mungkin
aku akan lebih sering bergerak didunia Kangouw, bila bisa bersahabat dengan tokoh sebagai
anda, sungguh beruntung dan bahagia bagiku."
Disini kedua orang asyik bercengkerama, disebelah sana si Thauto masih terus memandangi
Oh Ci-hui sehingga membuatnya tidak berani mengangkat kepala.
Rupanya dalam benak si Thauto seolah-olah terbayang dua pasang mata secara bergantian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Salah sepasang mata itu terasa begitu dikenalnya, tapi rasanya juga berjarak sedemikian
jauhnya. Mata ini mengandung cahaya yang welas-asih dan akrab, tapi mendadak bisa berubah
menjadi bengis dan garang. Sejak kecil ia sudah kenal sepasang mata ini, kehidupannya juga
banyak berubah terpengaruh oleh sinar mata itu. . . . .
Sepasang mata yang lain adalah mata diluar kain kerudung tadi, mestinya sinar mata itu
sedemikian lembut dan mempesona, tapi sekarang kelihatan berjarak sangat jauh, kelihatan
lemah dan licin, sama sekali berbeda daripada mata diluar kain kerudung tadi.
Begitulah pikiran si Thauto terus berputar dan membayangkan berbagai kejadian buruk dan
menyedihkan pada masa lampau.
Tiba-tiba Oh Ci-hui berdehem dan berucap, "Sungguh hebat tenaga sakti Taysu, entah Taysu
ini. . " Tak terduga mendadak si Thauto berteriak, "Ah! Tidak benar!"
Dengan cepat ia menubruk maju, Keruan Oh Ci-hui terkejut, ia coba mengelak, namun si
Thauto masih membayanginya dan tetap menubruk maju.
Meski kungfu Oh Ci-hui tidak lemah, tapi menghadapi si Thauto yang aneh ini, hatinya sudah
gentar lebih dulu, ia tidak berani melawan, selagi hendak menghindar lagi, tahu-tahu leher
bajunya sudah tercengkeram lagi oleh si Thauto terus diangkat pula.
Gemerdep sinar mata Ko Bun, ucapnya dengan tersenyum, "Apakah Taysu sekarang dapat
membedakan Oh-heng ini sebenarnya bukan kakek berkerudung tadi?"
"Betul," si Thauto mengangguk dengan beringas, "Memang telah tertukar!"
Sambil mengguncang-gunvangkan tubuh Oh Ci-hui ia membentak dengan bengis, "Lekas
jawab, siapakah orang tadi" Kemana perginya sekarang" Mengapa dia tidak mau menemui
diriku?" Oh Ci-hui ketakutan sehingga muka pucat, jawabnya tergegap, "Taysu mungkin. . . . mungkin
salah paham."
"Salah paham apa?" teriak Thauto, "Jika tidak mengaku terus terang, bisa kurobek tubuhmu
menjadi dua."
Menghadapi orang semacam Oh Ci-hui sebenarnya sikap keras si Thauto cukup efektif, akan
tetapi masih ada sesuatu kekuatan lain yang lebih ditakuti Oh Ci-hui sehingga apa pun dia tidak
berani mengaku terus terang, ia cuma menjawab dengan gemetar, "Jika Taysu tidak percaya,
aku. . . ."
Mendadak si Thauto mencengkeram terlebih keras sehingga dada Oh Ci-hui hampir pecah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
tergencet, keringat dingin pun memenuhi dahinya.
Dengan tersenyum Ko Bun menyela, "Sebenarnya Taysu tidak perlu bertanya lagi padanya,
saat ini meski orang berkerudung itu sudah pergi, tapi bila dia ada hubungan dengan Mao Kau,
tentu dia akan pergi juga ke Hangciu."
Selagi Hoa-san-gin-ho hendak ikut bicara, sekonyong-konyong terdengar derap kaki kuda
berlari dari kejauhan, hanya sekejap saja kuda itu sudah sampai didepan kemah, lalu suara
seorang berteriak, "KO-heng, apakah engkau berada didalam?"
Belum lenyap suaranya, belasan orang bergolok ber-bondong2 menyingkap tabir kemah dan
menerobos masuk, yang paling depan adalah seorang berbaju pendek dan pakai ikat kepala
hijau, bersepatu tipis, sekilas pandang serupa lelaki kekar kaum petani, namun wajahnya
kelihatan cerdik tangkas, gerak-geriknya juga lincah dan gesit, seluruh tubuh se-akan2 penuh
gairah. "Aha, ini dia, Liang-toako datang." seru Oh Ci-hui tiba-tiba dengan gembira.
Tapi lelaki berbaju cekak ini tidak memandangnya sama sekali, langsung ia mendekati Ko Bun
dan menyapa, "Adakah Ko-heng mengalami sesuatu?"
"O, tidak apa-apa, terima kasih atas perhatian Liang-toako," jawab Ko Bun.
Hati Hoa-san-gi-ho tergerak, pikirnya dengan heran, "Pemuda she Ko ini masih muda belia,
tampaknya bukan orang Kangouw, tapi ternyata mempunyai kekuatan tersembunyi yang tidak
kecil, setiap kali bila dia menghadapi kesulitan, selalu tampil orang untuk membelanya."
Sesudah Ko Bun dan lelaki kekar itu bicara sebentar dan diperkenalkan pula bahwa orang ini
adalah Kiu-ciok-sin-tu Liang Siang-jin yang termashur, seketika hati semua orang tergetar pula.
Sungguh sukar untuk dipercaya, Lelaki udik begini ternyata mempunyai kekuatan gaib yang
mampu memimpin beribu orang dari kalangan hitam.
Terdengar Liang Siang-jin berkata pula dengan tertawa, "Kebetulan aku lewat disini dan melihat
Thia Jit lagi sibuk mencari bala-bantuan, cepat kususul kesini, ternyata Ko-heng hanya
mengalami terkejut saja."
Sekilas ia pandang Hoa-san-gin-ho, lalu menyambung, "Anda ini tentunya satu diantara ketiga
pendekar pedang Hoa-san-pai yang masih ada, Gin-ho Totiang adanya, Totiang selalu
membantu kesulitan orang serupa urusannya sendiri, sungguh orang she Liang merasa sangat
kagum." Habis itu ia lantas berpaling kearah si Thauto dan berucap pula, "Tenaga raksasa Taysu
sungguh sangat mengecutkan, orang she Liang juga kagum luar biasa."
Lalu sorot matanya yang tajam menatap Oh Ci-hui, katanya, "Oh-heng bekerja bagi Mao-toaya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
kita, sungguh tekun dan giat, tapi juga telah banyak berbuat salah, hal ini sangat kusesalkan,
untuk ini Oh-heng perlu mendapat ganjaran sekedarnya."
Kemudian ia berkata pula kepada Ko Bun dengan tertawa, "Kota Hangciu sekarang sudah
ramai sekali, sebelumnya aku pun tidak menyangka tokoh Bu-lim sebanyak ini akan berkumpul
dikota ini. Jika sekarang Ko-heng mau berangkat boleh silakan saja."
Dia terus mencerocos kian kemari, sama sekali tidak memberi kesempatan bicara bagi orang
lain, hanya dalam sekejap hampir asal-usul orang telah diuraikannya semua, ucapannya cukup
sopan, tapi juga tegas dan terhormat. Diam-diam Hoan-san-gin-ho membatin, "Kiu-ciok-sin-tu
memang tidak bernama kosong."
Segera si Thauto rambut kusut juga mengendurkan tangannya dan melemparkan Oh Ci-hui
ketanah, katanya terhadap Liang Siang-jin, "Apakah hendak kau bawa dia?"
Liang Siang-jin tersenyum, "Cayhe memang ingin mengundang Oh-heng kesuatu tempat untuk
istirahat barang beberapa hari lamanya, habis itu mungkin perlu kuminta bantuan Oh-heng
pula." Bersambung 12 Jilid 12 Segera ia memberi tanda, serentak empat lelaki kekar memburu maju, Oh Ci-hui yang masih
belum tenang itu terus diringkusnya dengan tali.
Segera Liang Siang-jin berkata pula, "Karena masih ada sedikit urusan, kumohon diri untuk
berangkat lebih dulu."
Meski diluar kemah masih terdapat kawanan kuda dan unta, namun kakek berkerudung dan si
gadis Tho-koh serta Liu-ji kini sudah menghilang semua.
Bersama rombongannya Liang Siang-jin mendahului mencemplak keatas kuda terus dilarikan
kedepan, Oh Ci-hui justru diikat berjalan dibelakang kuda.
Kedua lengan Oh Ci-hui terikat, tubuh tidak dapat bergerak, namun kedua kakinya bebas dan
dapat berlari, tapi celakalah dia, begitu kuda dilarikan, terpaksa ia harus ikut berlari.
Semula dengan ginkangnya yang tidak rendah belum lagi dirasakan, ia cuma merasa terhina
dan mendongkol saja, berulang ia berteriak dibelakang kuda, "Liang-heng. . . .Liang-toako. .
.Tidak pernah kulakukan sesuatu kesalahan padamu, mengapa engkau menyiksa diriku cara
begini?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tapi lama-lama karena lari kuda semakin cepat, ia mulai tidak tahan, suaranya parau, napas
ter-engah2, biarpun kedua kakinya cukup kuat juga tidak tahan akan beban tubuhnya yang
gendut. Sambil mengangkat cambuknya Liang Siang-jin berpaling dengan tertawa, katanya,"Akhir-akhir
ini Oh-heng hidup senang dan kurang gerak badan, jika sekarang dapat berolah-raga lari, tentu
akan bermanfaat bagi kesehatanmu."
Serentak anggota rombongannya bergelak tertawa.
"Tapi. . . Liang-heng. . . .Hk, huk-huk. . . ampunilah diriku. . . ." begitulah sekuatnya ia berteriak
dengan parau sambil terbatuk-batuk, akhirnya ia tidak tahan dan jatuh terseret ditanah.
Bajunya yang masih baru sama robek tergesek oleh tanah dan kerikil, bahkan sebentar saja
tubuhnya juga babak belur. Mendadak hatinya sangat menyesal, bilamana beberapa tahun ini
dia mengurangi perbuatannya yang jahat dan lebih banyak berlatih kungfu, tentu takkan
berakibat seperti sekarang ini.
Liang Siang-jin berpaling dan melihat Oh Ci-hui sudah berada dalam keadaan payah,
mendadak ia memberi tanda dan menahan kudanya, serentak rombongannya ikut berhenti.
Segera Liang Siang-jin melompat turun dari kudanya dan membangunkan Oh Ci-hui, katanya
dengan tertawa, "Wah, hari ini tentu telah banyak membikin susah Oh-heng."
Napas Oh Ci-hui ngos-ngosan, mana dia sanggup bicara lagi, Liang Siang-jin lantas
mengempitnya keatas kuda dan dibawa kesuatu perkampungan diluar kota Hangciu, sebuah
perkampungan yang tidak terlalu besar, tapi cukup longgar dan tidak mewah.
Sementara itu hari sudah gelap, diruang tengah cahaya lampu terang benderang, sebuah meja
perjamuan sudah disiapkan. Liang Siang-jin memayang Oh Ci-hui yang masih terengah-engah
itu keruangan itu, ia bertepuk tangan, segera empat nona manis mulai menyajikan santapan
yang sangat lezat.
Melihat makanan enak, seketika semangat Oh Ci-hui terbangkit.
Maklumlah orang gemuk didunia ini pada umumnya memang rakus, bila melihat makanan
lantas lupa daratan.
"Santapan yang tersedia sekiranya cocok dengan selera Oh-heng?" ucap Liang Siang-jin
dengan tertawa.
Betapapun cerdik Oh Ci-hui, saat ini tak diketahuinya sebenarnya apa maksud Liang Siang-jin,
lebih dulu menyiksanya, kemudian menjamunya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ia melenggong sejenak, kemudian menjawab dengan gelagapan, "O, sangat baik, sangat


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cocok!" Dengan tertawa Liang Siang-jin berkata pula, "Kawanan nona yang meladeni kita ini adalah
penghibur terkenal dari Yangciu, kemarin sudah kusaksikan tari dan nyanyi mereka semuanya
memang seniwati pilihan. . . ."
Tanpa terasa Oh Ci-hui melirik kesana, tertampak beberapa anak perempuan itu berbaris
didepannya, kerlingan mata yang membetot sukma sama tertuju kepadanya.
Seketika rasa siksa derita yang dialaminya tadi dirasakan banyak berkurang, berulang ia
mengangguk dan berkata, "Wah, hebat, semuanya hebat. . . ."
"Haha, jadi Oh-heng merasa puas dan tertarik oleh mereka?"
Kembali Oh Ci-hui melengak, jawabnya dengan tergagap, "Ah, Liang-heng. . . .Tentu saja aku
puas. . . .Sebenarnya apa kehendak Liang-heng, sungguh aku tidak. . . ."
"Soalnya tadi aku telah memperlakukan Oh-heng dengan agak kasar, sungguh hatiku terasa
tidak enak, sebab itulah ingin kuberi ganti rugi padamu agar Oh-heng melupakan kejadian tadi."
Oh Ci-hui menyengir, "Ah, kutahu Liang-heng memang sahabat yang berbudi luhur, tentu
takkan memperlakukan diriku dengan berlebihan. Kita adalah orang sendiri, masakah kupikirkan
sedikit kejadian tak berarti tadi?"
"Haha, bagus, bagus!" Liang Siang-jin tergelak, "Cuma santapan ini sangat sederhana, silakan
Oh-heng menikmati seadanya, kemudian. . . .haha!"
Tanpa terasa Oh Ci-hui melirik lagi santapan dan keempat anak perempuan cantik itu, ia
tertawa dan angkat sumpit terus hendak menyikat santapan, satu porsi Ang-sio-ti-te (kaki babi
masak saus manis) didepan terus hendak dicomotnya.
Tak tersangka mendadak Liang Siang-jin berseru, "Nanti dulu!"
"Tring", sumpit Oh Ci-hui sudah menyentuh tepi mangkuk dan tidak berani diteruskan lagi, ia
pandang Lian Siang-jin dengan bingung.
Dengan serius Linag Siang-jin berucap, "Sudah lama Oh-heng berkecimpung didunia Kangouw,
mengapa engkau tidak tahu peraturan umum, sebelum tuan rumah angkat sumpit, mana boleh
tetamu makan dulu"!"
Oh Ci-hui tidak berani membantah, ia menarik kembali sumpitnya, katanya dengan menyengir,
"O, jadi. . . .jadi aku kurang adat, maaf!. . . Silakan Liang-heng mulai dulu!"
Liang Siang-jin tersenyum, sumpit diangkatnya, tapi baru terjulur setengah jalan, mendadak ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
menghela napas dan ditarik kembali lagi.
Oh Ci-hui tambah bingung oleh kelakuan tuan rumah, "Bila santapan jadi dingin tentu rasanya
tidak enak lagi. Sesungguhnya Liang-heng ada persoalan apa?"
"Agaknya Oh-heng tidak tahu bahwa saat ini hatiku sedang merisaukan dua urusan yang tidak
boleh ditunda," tutur Liang Siang-jin sambil menggeleng, "Karena itulah harap Oh-heng suka
menunggu sebentar lagi."
Sumpit lantas ditaruhnya kembali dimeja, lalu duduk termenung dan ber-ulang2 menghela
napas. Karuan Oh Ci-hui hanya menelan air liur saja, bau santapan yang sedap terus menerus
menyerang hidungnya mengakibatkan biji lehernya naik-turun.
Selang sejenak pula, akhirnya ia benar-benar tidak tahan lagi, segera ia berkata,
"Sesungguhnya ada urusan apa yang merisaukan Liang-heng, dapatkah memberitahu agar
sedikit banyak cayhe bisa ikut membagi kesulitanmu?"
Liang Siang-jin tertawa cerah, "Jika benar Oh-heng sudi membantu, tentu hatiku tidak perlu
risau lagi. Sebenarnya apa yang kurisaukan ini tidak lain hanya sesuatu pertanyaan yang sukar
kupecahkan, lantaran itulah siang dan malam selalu kupikirkan sehingga mengakibatkan tidur
tidak nyenyak dan makan tidak enak."
"O, kiranya begitu," kata Oh Ci-hui sambil tiada hentinya mengincar santapan diatas meja.
"Sebab itulah, jika berul Oh-heng mengaku bersahabat denganku dan mau membantu maka
sekarang juga ingin kuminta sesuatu keterangan padamu, yakni mengenai orang yang disebut
'perangkap hangat dari gurun', tokoh aneh berkerudung yang juga dijuluki 'Jin-beng-lak-hou'
(sipemburu nyawa manusia), sesungguhnya untuk urusan apakah dia datang kedaerah
Kanglam" Bagaimana bentuk wajah asli orang ini?"
Air muka Oh Ci-hui berubah mendadak, jawabnya dengan gelagapan, Ah, cayhe sendiri jarang.
. . . jarang berkelana keluar Kanglam, dari mana kutahu seluk-beluk mengenai Jin-beng-lak-hou
itu?" "Hm, begitu sampai di Kanglam dia lantas mengadakan kontak dengan Mao-toaya, jika dia tidak
ada hubungan lama dengan Mao-toaya masakah bisa bertindak demikian?" jengek Liang Siangjin.
"Dan jika dia sudah lama berhubungan dengan Mao-toaya kita, mustahil Oh-heng tidak tahu
seluk-beluknya" Apalagi selama dua hari ini Oh-heng selalu tinggal didalam kemah perangkap
hangat itu, agaknya khusus menunggu datangnya Ko-kongcu itu. Padahal dia bukan orang
dunia persilatan, mengapa Jin-beng-lak-hou menaruh perhatian sebesar itu terhadapnya?"
Oh Ci-hui terkesiap, pikirnya, "Kiu-ciok-sin-tu ini memang lihai, setiap gerak-gerik orang tetap
tidak terhindar dari pengawasannya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Meski hati berpikir demikian, tapi dimulut ia tertawa dan berkata, "Sebenarnya Mao-toako cuma
ingin menyelidiki asal-usulnya berhubung putrinya jatuh cinta kepada Ko-kongcu, urusan ini
sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Jin-beng-lak-hou. . . . Padahal kalau Ko-kongcu
bukan orang bU-lim, entah mengapa Liang-toako juga menaruh perhatian sebesar ini
kepadanya."
Mendadak alis Liang Siang-jin menegak, "brak", ia banting sumpit keatas meja dan menjengek,
"Hm, akhir-akhir ini Oh-heng terlalu banyak bergerak mulut dan sangat sedikit bergerak badan,
kukira kau perlu berolah raga lebih banyak seperti tadi. . . ." mendadak ia bertepuk tangan dan
berseru, "Mana orangnya!"
Keruan wajah Oh Ci-hui berubah pucat, serunya cepat, "Wah, nanti dulu, Liang-heng! Kita kan
orang sendiri, ada urusan apa boleh dibicarakan saja dengan baik-baik."
"Daripada kubicara, kukira yang mesti bicara dengan baik-baik ialah Oh-heng." dengus Liang
Siang-jin. Terpaksa Oh Ci-hui menghela napas, ucapnya, "Ai, bicara terus terang, apa yang terjadi didunia
Kangouw akhir-akhir ini semuanya disebabkan. . . . ."
"Kejadian apa" Hendaknya bicara yang jelas." jengek Liang Siang-jin.
Oh Ci-hui memandang sekitarnya, tertampak belasan lelaki kekar dengan senjata terhunus
sama melototinya dengan bengis.
Ngeri juga hati Oh Ci-hui, cepat ia menyambung, pertemuan para kesatria yang akan diadakan
Mao-toako beberapa hari lagi ini, Lalu tentang tokoh-tokoh Jit-kiam-sam-pian masa lampau
yang juga akan hadir, umpama pula kedatangan Jin-beng-lak-hou yang biasanya jarang masuk
daerah Tionggoan. . . . Semua ini hanya bertujuan menyelidiki sesuatu hal saja, yaitu. . . ."
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung dengan pelahan, "Yaitu ingin mencari tahu keturunan
Siu-siansing, gembong iblis dunia persilatan belasan tahun lalu, apakah betul dia muncul
didunia Kangouw dan apakah Kim-kiam-hiap yang menggemparkan akhir-akhir ini ada sangkutpautnya
dengan Siu-siansing dan keturunannya?"
"Lalu apa lagi?" tanya Liang Siang-jin dengan kening bekernyit.
"Ada lagi, diam-diam ada orang mencurigai Ko-kongcu itu. . . .hehe, jangan-jangan dia inilah
keturunan Siu-siansing. Sebenarnya aku sendiri tidak percaya, tapi berdasarkan macammacam
petunjuk mau-tak-mau orang harus bercuriga. Ai, apa yang kulakukan ini sebenarnya
juga cuma atas perintah saja."
Tiba-tiba Liang Siang-jin membentak, "Macam-macam petunjuk apa maksudmu" memangnya
kalian mendapatkan indikasi yang membuktikan Kongcu hartawan ini adalah keturunan SiuTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
siansing yang termashur masa lampau itu" Haha, sungguh lucu!"
Dia tertawa lantang sehingga mangkuk-piring sama gemerincing tergetar.
Sebenarnya Oh Ci-hui juga bukan orang bodoh, bahkan dia cukup licin, dari cara tertawa Liang
Siang-jin dapat dirasakannya ada sesuatu yang tidak wajar. Maka ia sengaja menghela napas,
lalu berkata, "Bilamana Ko-kongcu itu diketahui benar adalah keturunan Siu-siansing, maka
akibatnya sukarlah dibayangkan, bukan cuma dia saja, mungkin sahabat dan begundalnya juga
akan. . . ."
"Apa katamu?" mendadak Liang Siang-jin menggebrak meja.
Keruan Oh Ci-hui berjingkat kaget, cepat ia menyambung, "O, maksudku. . . .maksudku jika Kokongcu
itu. . . . ."
"Coba katakan," potong Liang Siang-jin dengan muka masam, "Mengapa kalian
menghubungkan Ko-kongcu itu dengan Siu-siansing" Bahwa orang she Liang telah bersahabat
dengan dia, dengan sendirinya tak boleh kalian sembarangan menduga dan menuduhnya."
Cepat Oh Ci-hui berganti haluan, ucapnya, "Kira-kira dua puluh tahun yang lalu, waktu itu Liangheng
belum muncul didunia Kangouw, aku sendiripun entah berada dimana, namun nama Jitkiam-
sam-pian sudah gilang gemilang, nama Siu-siansing bahkan termashur dan menduduki
kursi utama dunia persilatan."
Liang Siang-jin hanya mendengus saja, meski ia tidak tahu mengapa orang membicara hal ini,
tapi karena urusannya menyangkut Siu-siansing, maka ia tidak memotongnya.
Terdengar Oh Ci-hui menyambung lagi, "Tatkala mana Siu-siansing boleh dikatakan malang
melintang didunia Kangouw tanpa tandingan, setiap orang Kangouw sama takut bila
menyebutnya, namun tidak ada seorang pun yang benar-benar takluk dan menghormati dia,
sebab setiap tindak-tanduknya selalu menuruti wataknya sendiri, bila marah lantas main bunuh
tanpa kenal ampun, segala aturan dan etika tidak dihiraukannya. . . ."
"Hm, pribadi Siu-locianpwe itu masakah boleh sembarangan kau cemoohkan?" jengek Liang
Siang-jin. "Cayhe mana berani memberi penilaian terhadap perbuatan Siu-siansing dulu, jangankan diriku,
biarpun para pejabat ketua beberapa perguruan besar juga tidak berani memberikan penilaian
yang negatif." ujar Oh Ci-hui. "Cuma apa yang kukatakan ini adalah demi. . . . ."
"Demi apa?" desak Liang Siang-jin ketika orang mendadak berhenti.
Entah sengaja atau tidak, Oh Ci-hui menghela napas panjang, lalu berkata, "Bilamana
mengingat kelakuan Siu-siansing yang demikian itu, mustahil jika dia tidak mempunyai musuh
didunia Kangouw, cuma kungfunya teramat tinggi, matinya juga terlalu dini sehingga musuhTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
musuhnya tidak sempat menuntut balas pada masa hidupnya, sesudah mati apalagi yang dapat
dibalas" Namun begitu mereka senantiasa ingin tahu adakah Siu-siansing meninggalkan
keturunan?"
"Kalau ada keturunan lantas mau apa?" Liang Siang-jin menegas.
"Apakah Siu-siansing mempunyai keturunan atau tidak sudah banyak kabar yang tersiar dan
siapapun tidak tahu dengan pasti, sebab tindak-tanduk selama hidup Siu-siansing sangat
eksentrik, jejaknya juga tidak menentu, sampai soal apakah dia pernah berkeluarga dan adakah
menerima murid juga tidak ada yang tahu terkecuali Mao-toako saja seorang."
Sekali ini Liang Siang-jin diam saja dan mendengarkan dengan cermat.
Maka Oh Ci-hui bertutur pula, "Apa sebabnya, hal ini sudah merupakan rahasia umum didunia
persilatan dan Liang-heng sendiri juga sudah tahu, Semula Mao-toako tidak suka menyiarkan
hal ini, tapi kemudian karena terpaksa sehingga persoalan tersebut diumumkan secara terbuka.
Dengan sendirinya berita tentang keturunan Siu-siansing itu cukup menggemparkan, padahal
selama ini musuh-musuhnya selalu mencari dimana beradanya keturunan Siu-siansing,
semuanya ingin menuntut balas padanya."
Terkerut alis Liang Siang-jin, pikirnya, "Tak tersangka bukan cuma dia saja yang ingin menuntut
balas kepada musuh, sebaliknya orang lain juga ingin mencari dan menuntut balas padanya, Ai,
pertentangan ini entah cara bagaimana harus diselesaikan."
Oh Ci-hui memandangnya sekejap, mendadak ia tertawa dan menyambung, "Padahal bilamana
Siu-siansing mempunyai keturunan, maka keturunannya itu pun terhitung sanak famili Maotoako
sendiri. Meski dahulu Mao-toako memperlakukan Siu-siansing. . . .ai, sebenarnya itu pun
terpaksa, betapapun dia tetap sayang kepada adik perempuan sendiri, ia pun senantiasa
memikirkan anak dalam kandungannya. Asalkan anak itu tidak memikirkan lagi kejadian masa
lampau, tentu juga Mao-toako takkan berbuat apa-apa terhadapnya, bahkan bersedia
membantu dia menghadapi musuh2nya, Hal ini dikatakan Mao-toako kepadaku, mestinya tidak
boleh kuceritakan kepada orang lain."
"Setahumu, musuh mendiang Siu-siansing itu sampai sekarang kira-kira berapa banyak?" tanya
Liang Siang-jin.
"Wah, musuh mendiang Siu-siansing dahulu sukar dihitung jumlahnya, kini ditambah lagi
dengan keturunannya, mana dapat kukatakan jumlahnya, bisa jadi. . . .bisa jadi diantara kawan
Liang-toako sendiri juga ada musuh Siu-siansing."
"Jika begitu, jadi Jin-beng-lak-hou itu mungkin juga musuh Siu-siansing?" tanya Liang Siang-jin.
"Mungkin. . . .apakah dia ada sangkut-pautnya dengan Liang-toako?" tanya Oh Ci-hui dengan
ragu! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan sorot mata tajam Liang Siang-jin berkata, "Ingat, jiwa Oh-heng masih tergenggam
dalam tanganku, untuk membereskan jiwa seorang rasanya tiada sesuatu kesulitan bagiku!"
Mau-tak mau Oh Ci-hui merasa ngeri, semula ia mengira Liang Siang-jin tak berani
membunuhnya, tapi kalau dipikir sekarang, ancaman orang juga beralasan, bilamana dirinya
dibunuh disini, siapa yang tahu.
Sesudah berpikir, akhirnya Oh Ci-hui menghela napas dan berucap, "Tentu Liang-heng pernah
mendengar beberapa puluh tahun yang lalu didunia Kangouw ada seorang guru silat terkenal
dengan permainan 36 jurus tombak dan 72 jurus toya, namanya Ang Loh-peng berjuluk tombak
sakti." "Ya, kutahu." kata Liang Siang-jin.
"Meski tindak-tanduk si tombak sakti Ang Loh-peng itu sangat jujur, namun wataknya keras dan
beranggasan. Pada umur setengah baya dia kematian istri. Dia cuma mempunyai seorang anak
lelaki, konon putranya ini sukar dididik dan buruk kelakuannya, suatu hari Ang-loenghiong
menjadi murka dan membunuh anaknya sendiri, dalam pada itu justru datanglah Siu-siansing. .
. ." Pada saat itulah mendadak seorang bergelak tertawa diluar dan berteriak, "Haha, bagus kiranya
dia memang Ang Loh-peng."
Meski keras suara tertawanya, namun kedengarannya serupa juga suara orang menangis.
Selagi semua orang terkesiap, terlihat bayangan orang berkelebat, seorang Thauto berbaju
hitam dengan rambut semrawut melayang tiba, sekali lengan bajunya mengebas, seketika
belasan lelaki kekar yang berjaga dipintu tergetar mundur sempoyongan, senjata pun banyak
yang terlepas dari pegangan.
Ditengah jerit kaget orang banyak, si Thauto memburu kedepan Oh Ci-hui secepat kilat. Melihat
si Thuato, nyali Oh Ci-hui sudah pecah, seketika ia gemetar.
Segera Thauto rambut kusut mencengkeram kuduk Oh Ci-hui sambil membentak, Ayo bicara,
dimana orang itu sekarang?"
Tapi sampai sekian lama Oh Ci-hui tidak menjawab, terdengar suara "krek", tulang leher Oh Cihui
ternyata patah dicengkeram oleh si Thauto sehingga ingin menjerit saja tidak sempat.
Thauto rambut kusut melongo juga melihat korbannya sudah tidak bernyawa, ia lempar mayat
Oh Ci-hui kesamping, lalu berpaling memandang Liang Siang-jin sekejap, mendadak ia
menghela napas, diambilnya poci arak diatas meja, corong poci diarahkan kemulut dan arak
lantas dituang, isi poci ditenggaknya hingga habis.
Belasan lelaki anak buah Liang Siang-jin sama melongo terkesima, belum pernah mereka lihat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
tenaga raksasa seperti ini.
Air muka Liang Siang-jin berubah merah, ucapnya, "Biarpun tenaga sakti Taysu sangat hebat
juga tidak pantas sembarangan mencelakai nyawa orang, memangnya Taysu pandang orang
she Liang ini boleh dipermainkan sesukamu?"
Si Thauto berdiri termangu dengan memegang poci arak seperti tidak mendengar ucapan Liang
Siang-jin itu, hanya berulang-ulang ia bergumam, "Kiranya dia. . . .kiranya memang dia. . . ."
Tergerak hati Liang Siang-jin, selagi dia hendak bertanya lagi, mendadak si Thauto menggertak
sekali terus menerjang keluar sehingga sebuah meja tertumbuk berantakan.
Belasan lelaki didekat pintu sama menyingkir dan tidak berani merintanginya.
Dengan mata merah dan beringas si Thauto terus menerjang keluar, tiba-tiba bayangan kelabu
berkelebat, tahu-tahu seorang menghadang di depannya sambil mendengus, "Hm, sehabis
membunuh orang lantas mau pergi begini saja, masakah didunia ada urusan semudah ini?"
Mata si Thauto merah membara, ia tidak peduli siapa penghadang itu, kontan ia membentak,
"Minggir!" Berbareng sebelah tangannya lantas menghantam.
Semua orang sudah menyaksikan betapa dahsyat tenaganya, "blang", sungguh sangat dahsyat
dan tepat pukulan si Thauto mengenai tubuhnya.
Terkesiap juga si Thauto, sebab ketika dada orang terpukul, ia merasa tempat yang tersentuh
tangannya itu lunak dan ringan seperti mengenai tempat kosong dan tangan terhisap dan tak
bisa bergerak lagi.
Keruan Thauto rambut kusut terkejut sekali, waktu ia awasi orang, kiranya seorang hwesio
berkasa warna kelabu dan tangan memegang tasbih dan terangkat didepan dada sedang berdiri
tegak disitu. Meski dimulut menyebut nama Buddha, tapi tutur katanya tidak mirip orang beragama
umumnya, jelas ia menjadi hwesio setengah jalan sehingga belum bersih seluruhnya dari
kehidupan dunia ramai.
Waktu itu Liang Siang-jin juga telah memburu keluar, ia pun melongo demi menyaksikan
pukulan si Thauto yang maha dahsyat itu tidak dapat merobohkan si hwesio, sebaliknya tangan
si Thauto malah melengket di dadanya.
Terdengar hwesio setengah baya itu menyebut nama Buddha, lalu berucap, "Baru saja seorang
telah kau celakai, sekarang kau mau mengganas lagi, bilamana pukulanmu ini mengenai tubuh
orang lain, bukankah selembar jiwa akan melayang lagi?"
Dalam pada itu si Thauto asyik berusaha membetoto, tapi tangannya tetap melengket didada si
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
hwesio, ia tahu telah bertemu dengan tokoh yang memiliki lwekang maha tinggi.
Se-konyong2 ia menggertak lagi sekerasnya, sebelah kakinya terus menendang. Si hwesio
berkerut kening, mendadak ia membusungkan dada, telapak tangan terus memotong
pergelangan kaki si Thauto.
Mendadak si Thauto merasa tangannya terpental oleh semacam tenaga pantulan yang kuat,
kaki juga akan tersabat oleh lawan, Sekuatnya ia berputar terus melompat keatas, sebelah
tangan meraih emper rumah, tubuh lantas melayang keatas rumah.
Terdengar dia berseru, "Kutahu siapa kau. . . . kukenal siapa kau. . . . ."
Ditengah teriakannya itu terdengarlah genteng pecah dan rontok, dalam sekejap saja si Thauto
sudah menghilang di kejauhan.
Si hwesio setengah baya menghela napas dan menggeleng kepala, ucapnya, "Karma. . . karma.
. . ." segera ia berpaling dan memberi hormat serta menyapa, "Apakah sicu ini Liang Siang-jin,
Liang-tayhiap?"
Heran juga Liang Siang-jin orang kenal namanya, cepat ia mengiakan dan membalas hormat si


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hwesio. "Paderi miskin Kong-in datang dari Kun-lun untuk menemui Liang-sicu dan minta petunjuk
sesuatu urusan," ucap si hwesio pula dengan tersenyum.
Kembali Liang Siang-jin terkesiap, didunia Kangouw akhir-akhir ini sudah jarang terlihat jejak
tokoh Kun-lun-pai, sekarang mendadak muncul seorang paderi Kun-lun-pai selihai ini, rasanya
biarpun pejabat ketua Kun-lun-pai sendiri juga tidak lebih dari ini. Kedatangannya ternyata untuk
mencarinya, memangnya urusan apa"
Dengan ragu Liang Siang-jin menjawab, "Taysu datang dari jauh, maaf jika tidak ada
penyambutan yang layak. Silakan masuk dan duduk didalam."
Sementara itu ruang tamu sudah dibersihkan, mayat Oh Ci-hui sudah digotong pergi. Pat-binling-
long yang biasanya sangat licin itu akhirnya ternyata mati juga ditangan orang yang tak
terduga sama sekali.
Sesudah menyilakan tamunya berduduk, lalu Liang Siang-jin bertanya keperluan si hwesio.
"Nama Liang-sicu sudah lama kukagumi, tapi kalau tidak ada seorang perantaar tentu juga
paderi miskin tidak berani berkunjung kemari." tutur hwesio yang bergelar Kong-in itu.
"Kesudian kunjungan Taysu ini sungguh suatu kehormatan besar bagiku," sahut Liang Siang-jin
dengan rendah hati, "Cuma mohon diberi keterangan, entah siapakah perantara yang disebut
Taysu itu, mungkinkah beliau adalah kenalan lama orang she Liang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Betul," sahut Kong-in Taysu dengan tersenyum, "Tentu Liang-sicu masih ingat kepada Lo It-to."
"Lo It-to?" Liang Siang-jin menegas, "Ahh, dimanakah dia sekarang?"
"Sejak mengalami hajaran Sicu dahulu, orang ini telah menjadi anggota Kun-lun-pai kami,
sekarang dia adalah murid ketujuh Suhengku pejabat ketua perguruan kami."
Liang Siang-jin menghela napas, "Buang golok jagalnya dan segera menjadi Buddha, Lo It-to
memang seorang gagah sejati, bila dibandingkan dia, sungguh aku harus merasa malu."
Diam-diam ia pun heran hwesio didepannya ini masih belum tua, tapi ternyata saudara
seperguruan pejabat ketua Kun-lun-pai sekarang.
Supaya maklum, pejabat ketua Kun-lun-pai sekarang diketahui sudah berusia sangat lanjut,
walaupun jarang berkelana didunia Kangouw, tapi tingkatannya sangat tinggi, dia terhitung
beberapa tokoh tertua dunia persilatan yang dapat dihitung dengan jari yang masih hidup
sekarang. Sedangkan Kun-lun-ngo-lo atau lima tertua Kun-lun-pai yang termashur didunia
Kangouw juga tidak lebih cuma murid keluarga swasta ketua Kun-lun-pai itu.
Dengan tersenyum Kong-in lantas berkata pula, "Buddha maha pengasi dan penyelamat
sesamanya. Kedatanganku sekali ini kedaerah Kanglam juga ingin mencari tahu seorang,
seringkali Kai-sat (nama agama Lo It-to) Sutit bicara padaku mengenai Liang-sicu yang berbudi
luhur dan bersahabat yang tersebar diseluruh pelosok negeri. Karena sudah puluhan tahun
tidak pernah berkunjung ke daerah Kanglam, maka usaha mencari orang sekali ini terpaksa
perlu kumohon bantuan Liang-sicu."
"Ah, kenapa Taysu bicara dengan sungkan, orang she Liang adalah orang kasar, mana berani
menerima pujian Taysu ini," kata Liang Siang-jin. "Entah siapakah gerangan orang yang hendak
dicari Taysu, jika mampu tentu akan kubantu sepenuh tenaga."
"Kedatanganku ini selain atas perantara Kai-sat Sutit, ada lagi titipan sesuatu dari seorang,
entah Liang-sicu masih ingat tidak kepada orang ini?" sambil berkata Kong-in mengeluarkan
sebelah sepatu mainan kecil terbuat dari benang perak, kelihatan sangat indah dan mungil
pembuatannya. Tergetar tubuh Liang Siang-jin melihat benda itu, serunya gemetar, "He, Ban. . .Ban-locianpwe.
. . ." pelahan ia terima sepatu itu.
"Ah, tampaknya Sicu masih ingat dengan baik kepadanya." kata Kong-in.
Wajah Liang Siang-jin keluhatan penuh diliputi emosi, dengan sangat menghormat ia junjung
sepatu nitu dan ditaruh diatas meja, lalu berlutut dan menyembah tiga kali, serunya dengan rasa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
duka, "O, mana bisa Tecu lupa kepada engkau orang tua, biarpun Tecu orang bodoh juga
bukan manusia yang lupa budi, kalau tidak ditolong oleh Locianpwe, sudah dulu-dulu tubuh
Tecu hancur-lebur, mana dapat hidup sampai sekarang."
Diam-diam Kong-in mengangguk dan membatin, "Orang ini ternyata seorang lelaki berdarah
panas, tidak sia-sia tampaknya kedatanganku ini."
Liang Siang-jin mengheningkan cipta sekian lama, habis itu baru berbangkit dan berkata
dengan menyesal, "Taysu membawa tanda pengenal ini, mengapa tidak kau katakan sejak tadi.
Setinggi langit hutang budiku kepada Ban-locianpwe, asalkan ada sekata pesan saja dari
beliau, biarpun aku disuruh terjun ke lautan api juga takkan kutolak, apalagi cuma sedikit
persoalan ini,"
"Tapi meski urusan ini dikatakan sepele, untuk dikerjakan justru tidak mudah. . . ."
"Betapa sulit, sesuatu urusan pasti dapat kuselesaikan," tukas Liang Siang-jin. "Asalkan benar
didunia ini terdapat orang begitu, apakah dia masih hidup atau sudah mati, kuyakin pasti dapat
menemukan jejaknya."
"Apakah betul?" Kong-in menegas.
"Jika Taysu tidak percaya, kuberani bersumpah didepan tanda pengenal Ban-locianpwe ini,
apabila tidak dapat kutemkan jejak orang yang hendak dicari, biarlah aku. . . . ."
"Jika tidak dapat kau temukan jejak orang ini, biar kau mau matipun tidak bisa mati." tukas
Kong-in. "Baik, boleh juga demikian," seru Liang Siang-jin.
Kong-in tertawa cerah, "Orang yang ingin kucari itu meski tidak ternama didunia Kangouw, tapi
kalau kusebutkan tentu juga akan kau ketahui."
"Siapakah?" tanya Siang-jin.
Tiba-tiba wajah Kong-in menampilkan rasa benci, sinar matanya juga memancarkan nafsu
membunuh, ucapnya pelahan, "Dia adalah putra mendiang Siu Tok, si Iblis yang maha jahat
masa dahulu itu, aku tidak tahu siapa namanya, tapi kalau dihitung tahun ini sedikitnya sudah
mencapai 18 atau 19 tahun."
Hati Liang Siang-jin tergetar, ucapnya, "Untuk apa Taysu mencarinya."
Kong-in menengadah, katanya dengan menggreget, "Dendamku pada Siu Tok sedalam lautan,
sungguh kalau bisa ingin kubeset kulit dan memakan dagingnya. Cuma sayang dia sudah
mampus lebih dulu, hutang ayah dibayar anak, terpaksa sekarang kutagih hutang kepada
anaknya." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Nada ucapannya yang penuh dendam dan benci itu membuat ngeri hati Liang Siang-jin, ia
termenung sejenak, diam-diam ia membatin, "Wahai Siu Su, yang kau pikir cuma menuntut
balas kepada orang lain, tapi tidak kau ketahui orang lain juga akan menuntut balas kepadamu,
permusuhan kalian membikin aku ikut serba susah."
Maklumlah, Seng-jiu-siansing ada hubungan guru dan murid dengan dia, mau-tak-mau dia
harus melaksanakan perintah sang guru.
Tapi pemilik sepatu perak ini juga tidak boleh diremehkan, dia hutang budi besar kepadanya,
padahal tadi dia sudah bersumpah, keruan dia serba salah.
Begitulah seketika ia menjadi bingung dan tak tahu apa yang harus dilakukannya.
Kong-in menatapnya dengan tajam, tanyanya pula dengan suara berat, "Pernah kau dengar
orang ini" Kau tahu dia berada dimana?"
Lama juga Liang Siang-jin tercengang, jawabnya kemudian dengan tergegap, "Taysu tinggal
jauh di Kun-lun-san sana, entah cara bagaimana mengikat permusuhan dengan Siu-siansing
itu?" Kong-in Taysu termenung, pikirannya bergolak, terbayang pula adegan kejadian masa lampau.
Dia berkomat-kamit, sampai sekian lama barulah berkata pula, "Coba ingin kutanya padamu,
dendam pembunuhan ayah terlebih berat atau sakit hati direbutnya istri terlebih dalam?"
"Dendam dan sakit hati memang sukar dipisah-pisahkan, dendam pembunuhan ayah dan sakit
hati direbutnya istri sukar untuk dibedakan mana yang lebih berat," jawab Liang Siang-jin
dengan tergegap.
Tersembul senyuman pedih pada ujung mulut Kong-in, ia menengadah, katanya pelahan,
"Apakah kau tahu sebab apa aku mencukur rambut menjadi hwesio" Apakah kau tahu siapa
diriku sebelum menjadi hwesio?"
Mendadak hati Liang Siang-jin tergerak, teringat seorang olehnya. . . .
. == oo OOO oo ==
Menjelang senja, sunyi senyap meliputi Leng-un-si, biara termashur yang terletak ditepi barat
Se-oh itu. Dihalaman depan biara itu berdiri seorang pemuda tampan sedang memandang cahaya senja
yang indah dilangit barat sana, pemuda itu kelihatan tenang, tapi diantara mata alisnya juga
memperlihatkan rasa gelisah seperti sedang menunggu sesuatu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Diluar pintu halaman, dipelataran berduduk tersebar disana sini beberapa puluh pengemis yang
dekil, pengemis didepan biara Leng-un-si juga merupakan suatu pemandangan khas ditepi Seoh.
Tapi para pengemis ini kelihatan adem-ayem, semuanya berbaring santai berbantalkan
tumpukan karung.
Sampai sekian lamanya pemuda tampan itu berpaling, mukanya kemerahan dibawah cahaya
senja, ia memandang kian-kemari, kemudian melangkah keluar dan bertanya pelahan, "Apakah
benar Leng-locianpwe pasti akan kemari?"
Seorang pengemis muda yang bertubuh kurus kering dan berduduk disamping kiri sana, meski
usianya masih muda, tapi karung goni yan dibawanya justru paling banyak, dengan sorot mata
tajam ia menjawab, "Tidak pasti."
Air muka si pemuda tampan rada berubah, "Tadi kau bilang dia akan datang?"
"Mungkin datang, mungkin tidak, kan tidak ada yang memastikannya." sahut pengemis muda itu
dengan tak acuh.
Terangkat alis si pemuda tampan, "Jika begitu, mengapa kau minta kutunggu sekian lamanya?"
Karena gelisah, suaranya menjadi keras dan agak aseran.
Pengemis muda itu mendengus, "Hm, siapa yang menyuruhmu menunggu?"
Dengan muka merah pemuda itu berteriak, "Kurang ajar! Biarpun Pangcu kalian juga tidak
berani bicara sekasar ini kepadaku."
Si pengemis muda hanya mendengus saja tanpa bicara.
Kembali pemuda tampan membentak, "Tampaknya kau minta dihajat tuan muda, ayo berdiri!"
Pelahan pengemis muda membuka mata dan memandangnya sekejap, jawabnya dengan tak
acuh, "Selamanya aku tidak bergebrak dengan orang perempuan."
Pemuda tampan melengak, mukanya bertambah merah, untuk sejenak ia berdiri terkesima,
akhirnya dia mengentak kaki dan mengomel, "Setelah bertemu dengan Pangcu kalian baru
akan kuhajar adat padamu!"
Berpuluh pengemis itu sama tertawa, segera pemuda tampan menyingkir kesana. Dadanya
tampak berjumbul, jelas menahan gusar. Tapi tak dapat berbuat apa-apa, dia tidak dapat
bergebrak dengan kawanan pengemis ini, sebab dia perlu menemui Pangcu kaum jembel itu
untuk mencari keterangan satu orang.
Sambil berjalan pelahan, tanpa terasa pemuda tampan ini menghela napas, hatinya lagi risau,
tapi sukar diceritakan kepada orang biarpun orang yang paling dekat dengan dia, sebab itulah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
terpaksa ia ingin minta bantuan kepada pemimpin kaum jembel yang luas pengetahuannya itu.
Tapi apa mau dikatakan lagi, Leng-pangcu yang dicari sukar ditemukan.
Tanpa terasa ia membelai rambut sendiri yang agak kusut dengan tangannya yang putih bersih,
meski dia berdandan sebagai lelaki, namun gerak-gerik sebagai orang perempuan sukar
ditutupinya. Tidak jauh ia berjalan, tiba-tiba dilihatnya dua orang kakek berambut putih datang dari depan,
kedua kakek ini sama mengenakan pakaian perlente, rambutnya yang putih panjang terurai dan
melambai tertiup angin. Yang satu gemuk dan yang lain kurus sehingga keduanya kelihatan
berbeda. Setiba beberapa meter didepan pemuda tampan ini, kedua kakek itu mendadak berhenti,
mereka memandang pemuda ini dengan heran, lalu keduanya saling pandang sekejap, kakek
sebelah kiri berucap pelahan, "Mirip benar"!"
Kakek sebelah kanan mengangguk, sahutnya dengan sama lirihnya, "Ya, jika dia perempuan. . .
." "Dia memang perempuan," sela kakek sebelah kiri, "Ai, kalau terjadi duapuluh tahun yang
lalu..." Sampai disini mendadak kedua kakek itu tutup mulut, keduanya menunduk lesu.
Alis pemuda tampan menegak, tegurnya, "Kalian mengoceh apa?"
Mata telinganya sangat tajam, biarpun kedua kakek itu bercakap dengan suara lirih, tapi dapat
didengarnya dengan jelas.
Kembali kedua kakek saling pandang sekejap dan tidak ada yang menjawab, mereka terus lalu
disamping si pemuda.
Mendongkol hati pemuda tampan ini, tapi dapatlah ditahan. Mestinya dia berwatak pemberang,
entah mengapa, akhir-akhir ini wataknya telah berubah jauh lebih sabar.
Sebuah kereta kuda menunggu di kejauhan, menunggu dibawah sebaris pohon liu yang
rindang. Pelahan pemuda tampan menuju kearah kereta.
Mendadak sesosok bayangan orang muncul dari balik pohon liu, seorang pemuda cakap
berbaju kuning emas berdiri tegak didepannya sambil menyapa, "Mengapa baru sekarang nona
datang, apakah asyik pesiar atau. . . ."
Si pemuda tampan mendelik, dengan ketus ia menjawab, "Tidak perlu kau urus!"
Sembari bicara, langsung ia menuju ke kereta kuda.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Siapa tahu pemuda berbaju kuning emas ini lantas melompat lagi kedepannya dan berkata pula
dengan tertawa, "Masa aku tidak boleh urus, Suhu menyuruhku. . . . ."
"Thi Peng," bentak si pemuda cakap, "Jangan kau kira ayah sayang padamu lantas kau lupa
akan siapa dirimu, betapapun nona tetap berhak memerintahmu."
Bukan saja dia menyebut nona pada diri sendiri, bahkan nadanya juga lagak seorang putri
keluarga terhormat yang selalu disanjung puji, Tidak perlu dijelaskan lagi, dia inilah Mao Bun-ki,
putri tunggal kesayangan Leng-coa Mao Kau.
Aneh juga, bukankah dia sudah pulang ketempat gurunya" Mengapa sekarang berada kembali
di daerah Kanglam"
Pemuda berbaju emas sengaja menghela napas dan berkata, "Wah, jika demikian kata nona,
terpaksa aku tidak bisa bilang apa-apa lagi."
Ia berhenti sejenak sambil melirik Bun-ki sekejap, lalu menyambung dengan pelahan,
"Sebenarnya dengan maksud baik ingin kusampaikan sesuatu berita kepada nona."
Pemuda berbaju kuning emas ini adalah murid Mao Kau, anggota Giok-kut-sucia, Thi Peng.
Akhir-akhir ini banya diantara kesepuluh anggota Ciok-kut-sucia mengalami cedera, dengan
sendirinya Mao Kau jadi lebih sayang terhadap beberapa murid andalannya yang tersisa itu,
sebab itulah sikap Thi Peng juga tidak terlalu takut terhadap Mao Bun-ki.
Mestinya Bun-ki sudah melangkah kesana lagi, mendadak ia menoleh dan bartanya dengan
dingin, "Berita apa?"
"Jika nona tidak sudi mendengar, anggaplah tidak ada," ujar Thi Peng dengan menyengir.
Alis Bun-ki menegak lagi, dengan mendongkol langsung ia naik kereta dan memerintahkan
kusir untuk segera berangkat.
Segera cambuk kusir bergeletar, Thi Peng tetap berdiri di tempatnya dengan tersenyum simpul,
senyum yang agak misterius.
Baru saja kereta hendak berangkat, mendadak pintu kereta terbuka lagi dan Bun-ki melompat
turun kedepan Thi Peng, bentaknya dengan mata mendelik, "Berita apa" Sesungguhnya berita
apa?" Thi Peng sengaja berlagak adem ayem sambil meraba janggutnya yang masih pendek,
ucapnya kalem, "Tentang berita ini, hehe. . . ."
Bun-ki menjadi murka, "plak", kontan ia gampar muka orang sambil membentak, "Sialan! kau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
mau bicara tidak?"
Thi Peng tetap tersenyum, ia meraba-raba tempat yang terpukul itu sambil berucap pelahan,
"Berita. . . .berita ini menyangkut seorang yang sangat menarik perhatian nona. . . .Aduh. . . ah. .
. ." Sedapatnya Bun-ki menahan rasa gusarnya, ucapnya dengan tertawa manis, "Wah, apakah
mukamu sakit karena gamparanku?"
Berbareng ia raba muka orang walaupun tidak kepalang rasa dongkolnya.
Thi Peng menyengir dengan mata setengah terpejam, "Ah, sudah. . . .sudah tidak sakit lagi. . ."
Apakah berita yang kau maksudkan menyangkut diri Ko Bun?" tanya Bun-ki dengan suara yang
dibuat halus. Thi Peng mengangguk sambil mengeluh. "Oo, sakit. . . . ."
"Kutahu, tidak nanti kau bekerja percuma." ujar Bun-ki dengan tertawa, "Sebenarnya bukan
maksudku memperhatikan dia, cuma kalau tidak kau katakan, hatiku terasa kesal. Tapi setelah
kau katakan, tentu aku. . . ." sampai disini ia tertawa manis dan tidak meneruskan.
"Betul." Thi Peng menegas dengan tertawa sambil memandang kian-kemari.
Bun-ki mengangguk.
"Tentang bocah she Ko itu, saat ini mungkin dia. . . sudah mati," kata Thi Peng pelahan.
Hati Bun-ki tergetar, tapi sesaat itu pikirannya serasa hampa. Ia tidak duka, tidak menderita,
juga tidak percaya bahwa Ko Bun sudah mati. Ia cuma merasa hampa, bingung dan kusut.
Didengarnya Thi Peng berkata pula dengan tertawa, "Suhu selalu merasakan bocah itu serupa
keturunan seorang musuhnya, tapi tidak dapat memastikannya, juga dirasakan oleh Suhu
kemungkinan bocah itu akan berbuat sesuatu yang tidak menguntungkan Suhu, sebab itulah
akhir-akhir ini hati Suhu selalu tidak tenteram, akhirnya. . . . ."
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung dengan tertawa. "Pada suatu hari mendadak Suhu
berkata kepadaku, 'Biarlah aku mengingkari orang segajat ini daripada seorang mengingkari
diriku', Dan esoknya, yaitu kemarin, Suhu lantas mengumpulkan belasan jago terkemuka untuk
menghabisi nyawa bocah she Ko itu. Bahkan mereka diberi pesan boleh bertindak sesuka
mereka, dengan cara apa pun boleh, pokoknya bocah she Ko itu harus mati."
Ia menengadah dan bergelak tertawa, lalu berkata pula, "Dan setelah selang sekian lamanya,
hehe, mustahil jiwa bocah she Ko itu takkan amblas?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Bun-ki berdiri seperti patung ditempatnya, cahaya senja menyinari wajahnya yang pucat.
Dengan menyengir Thi Peng berkata, "Nona, apa yang kuketahui sudah keberitahukan semua
padamu, engkau. . . . ."
Mendadak Bun-ki membalik tubuh, "plak", sekuatnya ia gampar lagi muka Thi Peng, lalu
melompat naik keatas kereta, dirampasnya tali kendali dan cemeti dari tangan si kusir, "tarrr",
secepat terbang ia larikan kereta itu.
Pukulan Bun-ki sungguh keras sehingga membikin mata Thi Peng ber-kunang2, "bluk", ia jatuh
terduduk dengan muka merah bengap. Ia tertegun sejenak, dirabanya pipi sendiri, gigi pun
terasa gompal.

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu ia mendongak, kembali ia terkesiap, terlihat dua kakek berbaju perlente dengan badan
gemuk dan kurus berdiri didepannya.
Meski dandanan kedua kakek ini tidak luar biasa, tapi wajah dan sorot mata mereka membawa
semacam perbawa aneh yang sukar dilukiskan, mereka menatap Thi Peng dengan tajam.
Betapapun tabah hati Thi Peng, tidak urung merasa ngeri juga, ia lupa akan rasa sakit mukanya
yang tergampar itu, rasanya serba salah apakah harus berbangkit atau tetap berduduk disitu.
"Siapa anak perempuan tadi?" terdengar kakek sebelah kiri bertanya.
Dia bicara dengan pelahan dan jelas, tapi menimbulkan semacam perasaan tidak enak bagi
pendengarnya. Setelah terkesima sejenak, mendadak Thi Peng melompat bangun, tanpa bicara ia melangkah
pergi. Siapa tahu, tidak kelihatan bergerak, tahu-tahu kedua kakek itu sudah menghadang
didepannya. "Siapa anak perempuan tadi?" yang bertanya sekarang adalah kakek sebelah kanan, dengan
nada yang sama serupa diucapkan oleh satu orang saja.
Mendadak Thi Peng membusungkan dada dan berteriak, "Tak perlu kau urus!"
Kakek sebelah kiri tertawa, "Hah, engkau tak mau menjawab, akan kupukul mati kau!"
Suara tertawanya juga sangat aneh sehingga membuat Thi Peng mengkirik, ia coba
memandang sekelilingnya dengan harapan akan melihat bala bantuan, tapi sekitarnya tidak ada
seorang pun, cahaya senja sudah lenyap, hari tambah kelam.
Si kakek sebelah kanan juga tertawa dan berkata, "Beritahukan padaku, tentu untung bagimu."
Tapi Thi Peng lantas membentak, "Menyingkir!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Berbareng kedua kepalan lantas menghantam sekaligus. Sudah diduga serangannya pasti
takkan merobohkan lawan, maka selain menyerang dengan sepenuh tenaga juga telah
disiapkan langkah berikutnya, asalkan kedua kakek itu mengelak, segera dia akan menrejang
lewat dan kabur secepatnya. Maklumlah, ia merasa tidak tahan oleh sorot mata kedua kakek
yang aneh dan bertenaga gaib itu.
Siapa tahu baru saja kedua kepalan menghantam, entah mengapa tahu-tahu kedua kepalan
terpegang oleh kedua kakek itu, "plak", pukulannya seperti mengenai tanah liat dan tidak
menimbulkan sesuatu cedera.
Kembali Thi Peng terkesiap, ia membentak lagi sambil menarik tangan sekuatnya. Tak terduga
seluruh tenaganya juga dirasakan lenyap sama sekali, waktu ia pandang orang, kedua pasang
mata orang tetap menatapnya dengan cahaya yang berkuatan gaib.
Si kakek sebelah kiri berkata pula dengan tertawa, "Tak dapat kau lawan diriku."
"Maka lebih baik kau bicara saja terus terang." sambung kakek sebelah kanan.
Kedua orang sama tertawa, seketika Thi Peng merasa hilang keberaniannya, tanpa terasa ia
menjawab, "Dia putri kesayangan Leng-coa Mao Kau!"
Kedua kakek saling pandang sekejab, dibalik sorot mata mereka itu se-akan2 hendak bilang,
"Aha, ternyata betul."
Segera kakek sebelah kiri berkata, "Jika demikian, jadi kau ini murid Mao Kao?"
Dengan kaku Thi Peng mengangguk.
"Bawa kami menemui Mao Kau," kata kakek sebelah kanan.
Belum lagi Thi Peng sempat menjawab, entah bagaimana caranya, tahu-tahu Thi Peng sudah
terhimpit ditengah mereka terus digiring kesana.
Pada saat itulah dibawah pohon liu sana seperti ada berkelebatnya bayangan orang, hanya
sekejap saja lantas menghilang dalam kegelapan.
. == oo OOO oo ==
Kota Hangciu yang indah permai itu selama beberapa hari terakhir ini telah bertambah ramai.
Di tepi Se-oh atau Danau Barat yang indah itu tampak Ko Bun berdiri tertegun memandangi
seorang tojin disampingnya, yaitu Hoa-san-gin-ho.
Jago pedang kelas satu Hoa-san-pai itu memegang pedangnya dengan telapak tangannya yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
putih pucat, waktu ujung pedangnya berputar, tahu-tahu ia menusuk sekali pada lengannya
sendiri. Setetes darah segar lantas menitik kedalam air danau yang hijau kebiruan.
Ko Bun melenggong, tanyanya dengan heran, "He, apa yang kau lakukan, Totiang?"
Gin-ho Tojin menengadah, sampai sekian lama barulah ia menghela napas dan berucap,
"Dendam!"
"Dendam?" Ko Bun menegas dengan kening bekernyit.
Pelahan Gin-ho Tojin menunduk, dengan sorot mata tajam ia pandang Ko Bun dan berucap,
"Ya, dendam!"
Mendadak ia menggulung lengan jubahnya sehingga kelihatan lengannya penuh bekas luka
tusukan pedang, membuat ngeri orang yang melihatnya.
"Kau lihat ini, Ko-heng," sambung Gin-ho Tojin dengan suara berat, "Semua ini adalah dendam,
selama dua puluh tahun selain dendam tiada sesuatu yang terpikir olehku, tapi rasa dendam ini
justru sukar terlampias, maka. . . maka terpaksa kusiksa tubuhku sendiri agar rasa dendamku
terlampias berikut darah yang mengucur. Kalau tidak, entah cara bagaimana aku dapat hidup
sampai sekarang."
Ko Bun termenung sekian lama sambil bergumam, "Dendam. . . .dendam. . . ."
Gin-ho Tojin tersenyum pedih, "Dendam pembunuhan ayah, sakit hati yang sukar disembuhkan,
kukira tidak setiap orang sanggup menahan rasa dendam demikian. . . ."
Mendadak ia menatap Ko Bun dan berkata pula, "Ko-heng, apakah kau tahu rasanya dendam"
Dia selain membawa sengsara bagi orang yang bersangkutan, tapi juga dapat membangkitkan
semangat juang orang. Tapi. . . .tentunya aku tidak tahu. . . .Dendam pembunuhan ayah, sakit
hati termusnahnya keluarga. . . . ."
Pelahan dia memejamkan mata lagi, seperti ingin menutupi air matanya yang mulai
mengembang pada kelopak matanya.
Ko Bun memandang jauh kedepan dengan bimbang, tanyanya tiba-tiba, "Siapa musuhmu itu"
Dapatkah kau beritahu padaku?"
"Untuk apa?" tanya Gin-ho Tojin.
"Supaya, bisa jadi dapat kubantu sekuat tenagaku," sahut Ko Bun.
Gin-ho Tojin memandangnya tanpa berkedip, entah berapa lama barulah ia menghela napas
dan berkata, "Musuhku ialah. . . . ."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Belum lanjut ucapannya, mendadak terdengar seorang berteriak, "Itu dia disini!"
Dengan terkejut mereka berpaling, terlihatlah dari kanan-kiri tepi danau muncul belasan orang
berbaju panjang dan menyandang pedang.
Langkah belasan orang itu enteng dan gesit, semuanya tersenyum simpul, enam orang yang
berada disebelah kiri sama berseru dengan gembira, "Nah, disini!"
Bersambung ke-13.
Jilid 13 Langsung mereka mendekati Hoa-san-gin-ho, seorang yang mengepalai mereka berbaju
panjang warna merah, perawakannya gagah perkasa, dia inilah salah seorang pendekar
pedang termashur, Jing-hong-kiam Cu Pek-ih.
Setelah mengamat-amati Hoa-san-gin-ho sejenak, dengan suara lantang ia menyapa dengan
tertawa, "Selama belasan tahun ini tidak pernah melihat pendekar pedang berbaju perak dari
Hoa-san, tak tersangka sekarang dapat bertemu lagi disini. Mohon tanya, mungkin To-heng
inilah Gin-ho Totiang yang baru turun dari Hoa-san?"
Kedua orang saling pandang dengan kagum, sesudah bercengkerama sebentar, Cu Pek-ih
lantas memperkenalkan pendekar pedang yang datang bersamanya kepada Gin-ho Tojin.
Hanya bercakap sebentar saja mereka lantas merasa cocok satu dengan yang lain.
Dalam pada itu lima orang yang datang dari tepi kiri danau itu juga sedang berseru, "Aha, itu dia
disitu!" Langsung mereka mendekati Ko Bun, yang kepala rombongan adalah seorang berbahu lebar
dan berbaju mewah, dia inilah Thia Hong dari Wan-yang-siang-kiam.
Ko Bun tersenyum dan menyapa, "Ah, kiranya Thia-heng juga berada disini."
Sekilas pandang dapatlah dilihat keempat orang yang datang bersama Thia Hong itu rata-rata
masih muda, paling tua berumur tiga puluhan, semuanya berjubah biru dan bersepatu hitam,
meski pada wajah masing-masing tersembul senyuman, namun sorot mata mereka tidak
menunjuk setitik senyuman apa pun.
"Aha, memang sudah kuduga Ko-heng pasti tidak mau menyiakan keramaian ini dan tentu akan
datang juga ke Hangciu sini," seru Thia Hong dengan tertawa.
Tiba-tiba Cu Pek-ih mendekati Thia Hong dan berkata, "Hari ini biar aku menjadi tuan rumah,
akan kujamu Gin-ho Totiang ini untuk makan minum sepuasnya."
Thia Hong melenggong, tapi segera menjawab dengan tertawa, "Ah, tepat! Kalian berdua
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
adalah pendekar pedang jaman kini, adalah pantas bila kalian berkumpul untuk
bercengkerama."
"Kongcu ini berada bersama Gin-ho Totiang, tentu akan kuundang sekalian, maaf jika kuganggu
pembicaraan kalian dengan Kongcu ini," kata Cu Pek-ih pula dengan tertawa terhadap Ko Bun.
Gin-ho Tojin lantas menyambung. "Undangan Cu-tayhiap ini sungguh tidak enak ditolak,
bagaimana kalau Ko-heng ikut hadir minum beberapa cawan?"
Belum lagi Thia Hong menanggapi, keempat kawannya yang berjubah biru itu tampak kurang
senang. Alis Thia Hong juga bekernyit, katanya, "Tapi kami baru saja bertemu kembali dengan
Ko-heng, kami pun ingin berkumpul untuk makan minum sepuasnya. . . ."
"Wah, jika demikian, tampaknya terpaksa aku harus berpisah sementara dengan Gin-ho
Totiang." tukas Ko Bun.
Selagi Gin-ho Tojin berpikir, segera Cu Pek-ih mendahului berseru, "Baik juga, biarlah kita
berpisah untuk sementara!"
Tanpa menunggu persetujuan orang, segera ia menarik Gin-ho Tojin menuju kearahnya sendiri.
Sesudah sekian jauhnya, ia menghela napas dan berkata, "Asal-usul bocah she Ko itu tidak
jelas, cara bicaranya juga tidak beres, tentu ada sesuatu rahasianya yang tidak ingin diketahui
orang. Kita adalah kawan karib dan ingin minum sepuasnya, kalau bisa tanpa kehadiran bocah
itu akan lebih baik."
Baru saja Hoa-san-gin-ho mengernyitkan kening, segera ia digiring pergi oleh kawanan
pendekar pedang gagah itu.
Sebaliknya Ko Bun dan Thia Hong tetap bicara dan bergurau, tapi sejauh itu dia tidak
memperkenalkan keempat jago pedang berjubah biru kepada Ko Bun.
Langkah keempat orang itu tampak gesit dan tangkas, sorot mata tajam, tampaknya kungfu
mereka pasti tidak rendah. Tapi sikap Jing-hong-kiam Cu Pek-ih terhadap mereka tampaknya
juga biasa2 saja, agaknya mereka bukan jago ternama dunia persilatan.
Sekarang cara berjalan keempat orang ini juga ganjil, yang dua orang berjalan didepan dan dua
yang lain berjalan dibelakang Ko Bun, cara berjalan mereka teratur seperti barisan pengawal
yang ketat. Tergerak hati Ko Bun, diam-diam ia mulai curiga, tapi dia juga tidak merasa kuatir, sebab ia
yakin salah seorang Wan-yang-siang-kiam yaitu Thia Hong sudah terpikat oleh tipunya.
Setelah menyusuri pepohonan liu yang rindang dan melintas tanjakan, tibalah dia dilereng bukit,
ketikamendekati makam Gak Hui, dengan suara lantang Ko Bun berseru, "Thia-heng, tanpa
terasa kita sudah berjalan sampai di makam Gak-ong, disini memang banyak arak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sembahyang, kemana kita akan mencari rumah makan untuk minum sepuasnya."
"Ada, ada, jangan kuatir!" sahut Thia Hong dengan tertawa.
Belum lenyap suaranya, serentak keempat jago pedang berjubah biru sama melolos
pedangnya. Air muka Ko Bun berubah, ucapnya dengan suara tertahan, "Thia-heng, ada apa ini?"
Diam-diam ia pun merasa gegetun, diakuinya Leng-coa Mao Kau benar-benar seorang
pimpinan sejati, baru dua-tiga hari yang singkat saja Thia Hong sudah dapat ditarik lagi ke
pihaknya. Ia tidak tahu bahwa watak Thia Hong memang serupa ujung rambut, kearah mana
angin metiup, kearah itu pula dia mendoyong.
Dilihatnya Thia hOng lagi menarik muka dan mendengus, "Ya, beginilah!"
Sekali ia memberi tanda, segera pedang keempat orang berbaju biru menyerang Ko Bun.
Sampai sekarang Ko Bun belum pernah memperlihatkan kungfunya didepan umum, tapi
serangan empat pedang secara serentak ini tidak ada peluang baginya untuk memilih.
Di tengah sambaran sinar pedang, cepat Ko Bun meloncat keatas.
Terdengar Thia Hong tertawa mengejek, "Haha, hebat amat pemuda pelajar lemah yang tak
mahir ilmu silat, tampaknya Mao-toako memang jauh lebih tajam pandangannya daripada orang
lain." Dalam sekejap itulah keempat jago pedang berbaju biru telah melancarkan serangan tujuh kali
sehingga ke-28 serangan mereka serupa dihamburkan pada saat yang sama.
Ko Bun mengebaskan lengan bajunya dan mengelak pelahan, setiap serangan lawan nyaris
mengenai tubuhnya, namun semuanya terhindar tanpa menyentuh baju pun.
Diam-diam keempat jago pedang baju biru merasa terkejut, sungguh mereka tidak menyangka
anak muda ini dapat bergerak segesit ini.
Padahal Ko Bun sendiri jauh lebih terkejut daripada mereka, serangan keempat lawan
sedemikian gencarnya, semuanya serangan lihai.
Thia Hong menyaksikan pertarungan itu disamping, setelah keempat kawannya tidak mampu
mengenai sasarannya dengan serangan berantai tadi, diam-diam ia pun tercengang. Ia juga
heran mengapa Ko Bun belum lagi terpaksa melancarkan serangan balasan"
Belum lenyap pikirannya, se-konyong2 terdengar suara "trang-tring" yang ramai, tahu-tahu
keempat pedang kawannya sudah berada ditangan Ko Bun. Ujung pedang yang tajam itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
digenggam begitu saja oleh telapak tangan anak muda itu.
Karuan Thia Hong terkesiap, keempat jago pedang berbaju biru juga melenggong. Padahal
keempat orang ini adalah jago andalan Mao Kau yang dipupuk sejak beberapa tahun terakhir,
mereka hampir senantiasa berada disekeliling Mao Kau, biarpun namanya tidak terkenal
didunia Kangouw, tapi sering kali Mao Kau menguji mereka dengan tokoh Bu-lim yang terkenal
dan terbukti kungfu mereka ternyata tidak kalah dibandingkan tokoh-tokoh tersebut.
Hendaknya maklum, selama beberapa tahun terakhir ini nama Mao Kau membubung tinggi dan
keuntungan pun berlimpah sehingga jauh lebih sayang terhadap jiwa raganya sendiri, dalam
benaknya senantiasa terbayang wajah Siu Tok sebelum ajalnya di pegunungan sunyi delapan
belas tahun yang lalu, maka dia sengaja memupuk serombongan jago pedang pengawal pribadi
untuk digunakan bilamana perlu.
Sebab itulah dia sangat sayang kepada rombongan jago pedang seragam biru, sebaliknya
kawanan jago pedang itu juga cukup tahu akan harga dirinya, siapa tahu sekarang setelah
berhadapan sasaran yang dituju, sekaligus mereka lantas kecundang.
Begitulah sekilas pandang melihat sekelilingnya tidak terdapat orang lain, seketika sorot mata
Ko Bun memancarkan cahaya buas, nafsu membunuhnya berkobar. Sekali tangannya berputar,
konan keempat pedang musuh terpuntir patah, ujung pedang patah yang terpegang secepat
kilat menyambar kedepan, selagi keempat jago pedang berseragam biru terkejut dan belum
sempat timbul pikiran untuk berkelit, tahu-tahu ujung pedang patah sudah bersarang didada
mereka. Terdengar jeritan empat orang berbareng. Muka Thia Hong juga pucat seketika, serunya
dengan gelagapan, "Kau. . . .kau. . . ."
Melihat ketangkasan Ko Bun ini, tiba-tiba teringat olehnya bayangan seorang. Selama belasan
tahun ini dia tidak berani mengenangkan bayangan orang ini, sebab itulah bayangan ini
mestinya sudah mulai dilupakannya.
Tapi sekarang bayangan yang sudah mulai samar dalam benaknya itu mendadak timbul
sedemikian jelasnya.
Pelahan Ko Bun melangkah maju, wajahnya yang tampan se-akan2 menampilkan senyuman
mengejek. . . Dalam sekejap itu Wan-yang-siang-kiam yang termashur seolah-olah kehilangan semangat
tempur, dengan suara gemetar ia berucap. "Kau. . . .jadi kau. . . . ."
Dengan senyum menghina Ko Bun berucap, "Ya, aku! Utang darah bayar darah?"
Darahnya bergolak, hatinya penuh dendam, sungguh ia ingin mencuci tangannya dengan darah
segar musuh. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Thia Hong masih gemetar, sedangkan Ko Bun tambah mendekat.
Sekonyong-konyong sinar pedang berkelebat, pada detik terakhir Thia Hong yang gemetar itu
telah melolos pedang dan menabas keleher Ko Bun.
Jago pedang yang sudah berpuluh tahun berkecimpung didunia Kangouw ini pada detik terakhir
yang menentukan mati-hidupnya telah sekali lagi memperlihatkan kelicikannya, dengan rasa
takut dan gemetar untuk menutupi gerakannya, pada saat lawan sama sekali tidak berjaga-jaga
barulah dia melolos pedang dan melancarkan serangan.
Dengan pengalaman yang luas ditambah ilmu pedangnya yang hebat, serangan kilat ini
sungguh lihai sekali, dimana sinar pedang berkelebat, tahu-tahu ujung pedang sudah
menyambar keleher Ko Bun.
Mendadak tubuh Ko Bun mendoyong kebelakang, lengan bajunya yang longgar terus
menggulung keatas.
Cepat Thia Hong memutar pedangnya, dari samping ia tabas sikut lawan. Serangan ini juga
berbahaya, bagian sikut biasanya sukar berputar, Thia Hong yakin serangannya pasti akan
membikin buntung tangan musuh.
Siapa tahu tangan Ko Bun yang terselubung oleh lengan baju yang longgar itu justru dapat
mematahkan serangannya, waktu Thia Hong merasakan apa yang terjadi, tahu-tahu ujung
pedangnya sudah terpegang lawan.
"Tring", kembali ujung pedang dipatahkan, sorot mata Ko Bun berubah beringas. Pada saat
Thia Hong terkejut itulah, ujung pedang patah juga sudah bersarang didadanya.
Ko Bun mendengar jeritan ngeri disertai muncratnya darah segar musuh mengucur
ketangannya, Ia angkat tangannya yang berlepotan darah segar, ia lalu memejamkan mata dan
berdoa pelahan, "Ayah, inilah yang pertama. . . . ."
Tiba-tiba air matanya menitik diatas tangan yang berlumuran darah itu, kiranya beginilah
rasanya orang menuntut balas, pedih dan ngeri.
Namun mayat musuh sudah roboh, rasa tegangnya juga terasa longgar, "Tring", tanpa merasa
pedang patah jatuh ketanah.
Pada saat itulah mendadak seorang tertawa dan menegur dibelakangnya, "Setelah orang ini
kau bunuh, bolehkah pengemis tua ikut bantu menanam mayatnya, Siu-kongcu?"
Suara orang yang sudah dikenalnya, tanpa berpaling juga Ko Bun tahu siapa dia.
Pelahan ia membalik tubuh, ditengah remang malam kelihatan Kiong-sin Leng Liong berdiri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
tegak disitu sambil memegang seutas tali panjang dan sedang memandangnya dengan
senyum-tak-senyum.
"Setelah orang ini kau bunuh, biarpun tidak disaksikan siapa pun, memangnya kau kira orang


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain tak dapat menerka siapa pembunuhnya?" kata si pengemis tua.
Saat ini mendadak Ko Bun merasakan kelelahan dan kebosanan yang mendalam, kebosanan
orang hidup. Dia seperti tidak ingin banyak pikir lagi, sahutnya dengan menghela napas,
"Urusan apa pun, pada suatu hari pasti akan terbeber dengan jelas. Soal siapa diriku atau diriku
siapa, apa alangannya jika nanti diketahui orang?"
"Haha, bagus, bagus!" Leng Liong bergelak tertawa, "Jika begitu, segala perencanaan yang
sudah diatur itu bukankah akan percuma saja" Mungkin engkau tidak merasa sayang, tapi
pengemis tua justru merasa sayang."
Pelahan Ko Bun menunduk, mendadak ia mengangkat kepala pula dan berteriak,
"Sesungguhnya siapa kau" Ada sangkut-paut apa dengan diriku" Mengapa selalu kau ikut
campur urusanku?"
Dalam kegelapan kedua mata Leng Liong tampak mencorong terang. Pengemis tua, ketua Kaipang
yang selama berpuluh tahun ini berkelana di dunia Kangouw mendadak air mukanya
berubah prihatin, dia tidak bersuara, tangannya bergerak pelahan, tali panjang yang
dipegangnya mendadak melejit keatas dan menari diudara. Sekali sendal tali itu melingkar turun
dan jatuh diatas keempat mayat jago pedang berseragam biru tadi.
Berulang-ulang tangan Leng Liong bergetar dan menggeser, tali panjang itu juga ikut melingkar
dan berputar, mendadak ia menarik, lalu berputar dan melangkah kesana, tali panjang itu
mengencang, ternyata beberapa sosok mayat itu telah diseretnya kesana.
Gerak tali untuk mengikat beberapa sosok mayat itu sungguh hebat sekali, sampai Ko Bun juga
melongo. Untuk pertama kalinya ia saksikan kepandaian orang Kangouw yang sukar dijajaki
dan tidak dipamerkan didepan umum ini.
Dilihatnya Kiong-sin Leng Liong masih terus melangkah kesana sambil menyeret seikat mayat.
Dengan enteng Ko Bun melompat kesampingnya dan bertanya, "Telah kuperlakukan dirimu
dengan kasar, mengapa engkau masih juga membantuku?"
Leng Liong tidak memandangnya sekejap pun, ia terus melangkah kedalam hutan yang jarangjarang
pohonnya, disitu sudah menunggu dua pengemis dan sedang menggali liang kubur.
Ko Bun membentak, "Kau tahu, sama sekali aku tidak memerlukan bantuanmu, aku. . . ."
"Hm," Leng Liong mendengus, "saat ini musuhmu sudah berada dimana-mana, asalkan kau
muncul, entah berapa banyak orang yang akan membinasakanmu. Kalau aku tidak
membantumu, siapa yang akan membantu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ko Bun tertegun, gumamnya, "Kalau tidak kau bantu, siapa yang membantuku. . . ."
"Hm, perubahan cuaca sukar diduga, kemalangan manusia sukar diramal, dalam sehari saja
mungkin bisa terjadi macam-macam perubahan, orang yang menjadi sahabatmu hari ini bisa
jadi besok akan berubah menjadi musuhmu, sekalipun kau punya kungfu maha tinggi dengan
kepintaran yang tak ada taranya, namun urusan dunia Kangouw terlalu ruwet dan banyak likulikunya,
siapa pula yang dapat menerka apa yang bakal terjadi nanti?"
Ko Bun terkesima, ia coba mencerna arti ucapan orang.
Pada saat itulah mendadak dari tengah hutan sana berkumandang suara kereta kuda yang
dilarikan dengan cepat, tapi mendadak pula berhenti. Menyusul lantas terdengar suara
bentakan nyaring memecah keheningan malam.
Hati Ko Bun tergetar, ia merasa suara nyaring orang sudah dikenalnya benar.
Air muka Kiong-sin Leng Liong juga agak berubah, ucapnya dengan suara tertahan, "Lekas
pergi, lekas! Urusan disini, biar kuselesaikan bagimu!"
Hanya sekilas senyuman Ko Bun, ia menuruti keangkuhan orang tua, sebab itulah seringkali
anak muda ini suka melakukan hal-hal yang emosional, dan kebanyakan perbuatan emosional
adalah perbuatan yang bodoh.
Begitulah tanpa berucap ia terus putar tubuh dan melompat keluar hutan.
Memandangi bayangan punggung anak muda itu, Leng Liong menggeleng, entah senang entah
sedih, gumamnya, "Kembali begini perangainya, serupa benar. . . ."
. == ooo OOOO ooo ==
Di luar hutan sana sebuah kereta kuda berhenti didepan mayat Thia Hong, seorang pemuda
tampan dan berpakaian perlente berdiri disamping kereta dan sedang mengamati mayat Thia
Hong. Waktu ia angkat kepalanya, tiba-tiba diketahuinya sepasang mata sedang menatapnya lekatlekat,
seketika kedua pasang mata beradu pandang.
Jantung si dia berdebar, segera tersembul senyuman kejut dan girangnya, tergurnya dengan
suara gemetar, "Hai, engkau tidak. . . .tidak mati."
Segera ia bergerak seperti mau menubruk kerangkulan Ko Bun, tapi urung. Dengan tertawa
hambar Ko Bun menyapa,
"Bun-ki, kau tampak kurus."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Suara tertawa dan ucapan ini bagaikan gelombang besar yang mendampar jantung Mao Bun-ki,
tubuhnya gemetar, matanya pun merah.
"Kau. . . kaupun kurus. . . ." ucapnya lirih, sampai disini, mendadak ia menyurut mundur, lalu
berteriak, "Kau. . . .sesungguhnya siapa kau" Apakah engkau musuh ayahku" Apakah engkau
yang membunuh Thia Hong?"
Gemerdep sinar mata Ko Bun, jawabnya, "Orang ini. . . . ."
"Orang ini terbunuh olehku!" mendadak dari muka dan belakangnya dua orang menukas
ucapannya, "Orang ini dibunuh olehku!"
Dengan terkejut Ko Bun berpaling, dilihatnya dari belakang hutan melangkah keluar Kiong-sin
Leng Liong. Mao Bun-ki juga terkejut dan menoleh, ditengah remang malam terlihat muncul seorang dengan
wajah kaku dan tubuh tegak, sorot matanya buram, seorang aneh berjubah hijau, bekas luka
pada mukanya yang panjang menambah seram dan misteriusnya.
"Siapa kau!" bentak Bun-ki. Biji matanya berputar, segera ia menambahkan lagi, "Siapa yang
membunuh Thia Hong?"
Tak tahunya orang aneh ini seperti tidak mendengar bentaknya, dengan kaku ia tetap
melangkah maju lewat disampingnya, lalu berjongkok untuk mengangkat mayat Thia Hong.
Mungkin karena terpengaruh oleh kekuatan gaib orang yang seram, seketika Bun-ki hanya
menyaksikan orang berbuat tanpa mencegahnya.
Setelah mengangkat mayat Thia Hong, dengan kaku orang aneh itu berdiri dan mulai
melangkah pergi, sorot matanya yang buram mendadak berubah setajam sinar kilat dan
memandang Ko Bun sekilas, lalu dengan kaku lewat disisi Leng Liong terus menghilang dalam
kegelapan sana.
Biarpun Leng Liong adalah tokoh yang lihai, tidak urung ia pun mengunjuk rasa heran, seperti
ingin tanya ia pandang Ko Bun sekejap, tapi dilihatnya anak muda itu juga berdiri melongo
dengan bingung. Mendadak Bun-ki berseru, "Leng-pangcu, kebetulan memang ingin kucari
dirimu." Agaknya karena bingung dan juga kikuk, sebab dia tidak berani mencegah perbuatan si jubah
hijau yang aneh tadi, maka dia berucap demikian untuk menghilangkan rasa canggungnya.
Leng Liong juga melengak, segera ia menjawab dengan tertawa, "Ada keperluan apa nona
mencari diriku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Aku. . . .aku. . . ." Bun-ki menjadi gelagapan, dia mencari Leng Liong adalah untuk minta
keterangan tentang Ko Bun, sekarang anak muda itu sudah berada disitu, seketika ia tidak
dapat menyambung lagi ucapannya.
Ia yakin Ko Bun pasti bukan orang yang pantas dicurigai ayahnya, sebab itulah ia menjadi agak
menyesal dan juga bingung, sebab ia tidak tahu cara bagaimana harus memberi penjelasan
kepada ayahnya tentang Ko Bun.
Melihat kecanggungan si nona, Leng Liong bergelak tertawa, "Haha, urusan anak muda seperti
kalian rasanya sukar dipahami orang tua semacam kami ini."
Muka Bun-ki menjadi merah, dilihatnya Ko Bun masih berdiri termangu ditempatnya, entah apa
yang sedang dipikirkannya.
Pelahan ia mendekati anak muda itu dan berkata, "Tadi aku. . . salah tuduh padamu, tapi. . . tapi
lebih baik sukalah engkau menghindar untuk sementara, sebab ayahku. . . ."
Yang sedang dipikir Ko Bun adalah pandangan "mayat hidup" yang berjubah hijau tadi sehingga
perkataan si nona tidak diperhatikannya.
Malahan lantas terlihat mata Ko Bun terbelalak lebar, lalu mengetuk jidat sendiri sambil berseru,
"Ah, tidak betul. . . .tidak betul. . . ."
Habis itu, mendadak ia membalik tubuh terus berlari pergi.
Keruan Bun-ki melongo bingung, "Hai, kau. . . ."
Mestinya dia hendak mengejar, tapi sekilas ia pandang Leng Liong sekejap, ia menjadi malu
dan tidak jadi menyusulnya.
Leng Liong terbahak, "Haha, tidak apa, pengemis tua tidak melihat apa pun!"
Muka Bun-ki menjadi merah pula, akhirnya dia melompat keatas keretanya dan dilarikan
dengan cepat. Debu mengepul, hanya sekejap saja lantas menghilang dalam kegelapan.
. == oo OOO oo ==
Sudah jauh malam. . . .
Kerlip bintang menyinari sebuah pintu besar bercat merah dengan sepasang singa batu yang
kelihatan ada disamping pintu.
Gedung keluarga Mao di Hangciu tidak pernah sepi, siang maupun malam.
Saat itu tujuh atau delapan lelaki berbaju ringkas tampak mondar-mandir didepan pintu, tugas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
mereka adalah menyambut tamu, melaporkan, meronda dan menyelidik. Tapi ditengah malam
musim semi yang indah ini, kedua tugas yang terakhir tadi sudah diremehkan mereka, mereka
sudah lena oleh suasana yang aman tenteram.
Mereka cuma mondar-mandir dengan kemalas-malasan di pekarangan, ada yang mulai
berduduk bersandar singa batu, terkadang juga satu-dua orang diantaranya membanyol tentang
hal-hal yang konyol sehingga menimbulkan gelak tertawa temannya.
Se-konyong2 suara tertawa mereka berhenti serentak, sorot mata mereka yang semula tak
acuh seketika berubah menjadi prihatin, yang berdiri tambah tegak berdirinya, yang berduduk
cepat berbangkit.
Dalam kegelapan seorang berjubah hijau dengan kaku muncul dari kegelapan dan mendekati
pintu, dibawah cahaya pelita kelihatan wajahnya yang kaku serupa mayat hidup itu cukup
mengerikan orang, padanya terpanggul sesosok mayat yang masih berlumuran darah.
Semua orang terkejut, ada yang menyurut mundur untuk memberi jalan kepadanya, biarpun
orang2 ini tergolong lelaki kasar, tapi sekarang tiada seorang pun berani bersuara menegur.
Si jubah hijau sama sekali tidak memandang mereka, langsung ia naik undak2an batu pintu
gerbang. Ketika kedelapan penjaga itu bersuara kaget, tahu-yahu orang aneh itu sudah masuk
kedalam. Gedung keluarga Mao di Hangciu yang terjaga dengan ketat ini dianggapnya seperti tempat
umum yang boleh masuk keluar dengan bebas.
Selangkah demi selangkah ia melintasi halaman, menuju keserambi sana, seketika gemparlah
seluruh rumah. Suara ribut berkumandang kedalam ruangan tengah, saat itu cahaya lampu diruangan besar itu
masih terang benderang, Leng-coa Mao Kau asyik makan minum dengan gembira, ketika
mendengar suara ribut-ribut itu ia berkerut kening dan bertanya, "Ada kejadian apa?"
Dua jago pedang berseragam biru segera berlari keluar.
Yang hadir diruang tamu itu kecuali tuan rumah Mao Kau, ada lagi Ho-siok-siang-kiam, Gu-bosiang-
hui, Pek-poh-hui-hoa dan lain-lain, meski merekapun terkejut, tapi juga tidak terlalu
menghiraukan. Orang yang berduduk pada tempat tamu utama memakai mantel dan kerudung kepala, agaknya
dia inilah Jin-beng-to-hou, si jagal manusia dari Kwan-gwa itu, Dia duduk tidak bergerak,
biarpun berada ditengah orang banyak serupa juga berduduk sendirian, sikapnya yang keras
se-akan2 tidak pernah terpengaruh oleh apa pun yang terjadi.
Pada saat itu terdengar keributan diluar bertambah ramai, ada orang membentak, "Siapa itu"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Berani sembarangan terobosan disini?"
Di tengah teguran dan bentakan tetap tidak ada seorang pun berani merintangi. Orang berjubah
hijau itu pun tidak menghiraukan orang lain, langsung ia menuju keruangan besar.
Dalam pada itu kedua jago pedang berseragam biru sudah memburu tiba, melihat si jubah hijau
yang aneh itu, tanpa terasa mereka pun ngeri. Kedua orang saling pandang sekejap, serentak
mereka melolos pedang dan membentak, "Berhenti! Jika ada keperluan, hendaknya
memberitahukan dulu!"
Akan tetapi si jubah hijau hanya memandang dingin terhadap mereka, lalu dengan langkah
yang kaku ia tetap menuju kedepan.
Kedua jago seragam biru serentak membentak, "sret-sret", kedua pedang mereka menusuk dari
kiri dan kanan.
Tapi lantas terdengar suara "cring" yang nyaring, kedua pedang itu saling bentur, entah dengan
cara bagaimana si jubah hijau telah menyusup, dibawah sambaran pedang dan tahu-tahu
sudah berada dibelakang kedua lawan.
Kedua orang itu terkesiap, dengan melongo mereka menyaksikan orang tetap melangkah
kedepan tanpa berani menyerang lagi.
Akhirnya Mao Kau juga dikejutkan oleh peristiwa ini, dia muncul didepan ruangan tamu, Si
jubah hijau langsung mendekati Mao Kau, tapi segera ia dihadang lagi oleh sebarisan lelaki
bergolok. "Berhenti!" seorang lantas membentak.
Akan tetapi Mao Kau juga berseru, "Menyingkir, biarkan dia kemari!"
Dengan langkah dan wajah kaku orang itu tidak menghiraukan barisan golok, dia menuju
keruangan tamu. Disitu semua orang sudah sama berbangkit kecuali Jin-beng-to-hou yang
angkuh itu. Sesudah berhadapan, dengan sorot mata kaku si jubah hijau menatap Mao Kau, mendadak
mayat yang dipanggulnya dilemparkan ke lantai.
Waktu semua orang mengawasi dan mengetahui mayat itu adalah Thia Hong, tanpa terasa
mereka sama bersuara kaget.
Betapa tenangnya Mao Kau, tidak urung berubah juga air mukanya, dengan suara bengis ia
lantas menegur, "Siapa kau" Untuk apa kau datang kemari dengan memanggul mayat?"
Dia belum lagi tahu jelas maksud kedatangan orang, sebagai tuan rumah, dengan sendirinya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
tidak boleh turun tangan begitu saja.
Dilihatnya wajah si jubah hijau yang kaku itu tiba-tiba menampilkan secercah senyuman, karena
tersenyum sehingga mukanya berkerut, maka bekas luka pada mukanya juga ikut tertarik
sehingga kelihatan lebih jelek dan menakutkan.
Dengan pelahan ia berkata, "Siapa aku". . . ." kembali ia menatap Mao Kau dan menyambung
dengan sekata demi sekata, "Masa tidak kau kenal lagi padaku?"
Alis Mao Kau bekernyit dengan erat, dengan sorot mata tajam ia pandang orang aneh ini.
Tiba-tiba Pek-po-hui-hoa Lim Ki-cing tertawa dan menyela, "Jika engkau sahabat Mao-toako,
hendaknya lekas kau katakan saja terus terang, untuk apa main teka-teki segala?"
Tapi Co-jiu-sin-kiam Ting Ih lantas menegur dengan kurang senang, "Apakah engkau yang
membunuh Thia Hong". . . ."
"Betul." jawab si jubah hijau tegas dan singkat.
Semua orang terkejut, tanpa terasa sama menyurut mundur, "creng", serentak mereka melolos
senjata. "Setelah kau bunuh dia, kau bawa lagi mayatnya kesini, memangnya kau pun ingin mencari
mampus," jengek Lim Ki-cing.
Namun si jubah hijau seperti tidak menghiraukan ucapannya, ia menatap Mao Kau dengan
tajam dan berkata lagi, "Benarkah engkau sudah pangling padaku?"
"Jika benar kau sahabatku, mengapa kau bunuh Thia Hong?" jawab Mao Kau dengan beringas.
"Ya, peretanyaan tepat!" sambung Ting Ih, "crit", mendadak pedangnya menusuk bahu si jubah
hijau. Namun cuma sedikit bergerak, berbareng jari si jubah hijau menyelentik dari balik lengan
bajunya "cring", Kontan serangan Ting Ih dipatahkan, malahan ia berucap dengan pelahan,
"Delapan belas tahun yang lalu, dibawah hujan lebat ditengah malam. . . ."
Karena serangannya gagal, dengan gusar Ting Ih bermaksud menyerang lagi, tapi Mao Kau
lantas mencegahnya, "Berhenti dulu, Ting-heng, dengar ceritanya."
Suasana ruangan tamu menjadi sunyi, semua orang sama pasang telinga.
Dengan pandangan lekat si jubah hijau melanjutkan ucapannya, "Waktu itu kulakukan
pengawalan satu partai barang bagimu, ditengah jalan telah dibegal dan jiwaku hampir
melayang, masakah kejadian itu sudah kau lupakan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tergetar hati Mao Kau, mendadak teringat olehnya akan seorang, serunya dengan terkejut,
"Hei, kau Cu Cu-bing! Jadi. . . .jadi kau ini adik Cu-bing!"
"Cu Cu-bing. . . .Ya, betul, aku inilah Cu Cu-bing!" ucap si jubah hijau dengan kaku.
"O, Cu-bing," seru Mao Kau sambil memburu maju dan merangkul bahu orang, "Mengapa baru.
. . baru sekarang kau datang menemuiku?"
Dengan muka kelam Ting Ih menukas, "Tidak peduli siapa dia, kalau Thia-toako sudah
dibunuhnya, tetap tidak dapat kutinggal diam."
Mao Kau tampak kurang senang, tapi si jubah hijau alias Cu Cu-bing lantas mendengus, "Hm,
memangnya tidak boleh kubunuh dia?"
Pelahan ia menengadah, ia tuding codet pada mukanya, lalu berkata pula, "Coba lihat, dia
manusia rendah, demi keuntungan pribadi dia khianati kawan sendiri, dia telah melukaiku,
meski serangan ini tidak sampai menewaskan diriku, tapi tusukan maut ini telah membuatku
kehilangan ingatan selama delapan belas tahun, selama itu kuhidup tersiksa dan sengsara,
inilah. . . ."
Dia berpaling kearah Mao Kau dan melanjutkan, "Inilah sebabnya baru sekarang dapat
kudatang menemuimu, sebab sejauh itu aku tidak ingat pada apa yang terjadi pada masa
lampau, bahkan tidak ingat kepada nama sendiri. Kalau tidak tentu sudah sejak dulu-dulu
kupulang untuk melaporkan padamu bahwa barang kawalan pada delapan belas tahun yang
lalu. . . . ."
"Apakah orang yang membegal barang kawalanmu itu ialah Thia Hong." potong Mao Kau
dengan melotot.
"Betul," jawab Cu Cu-bing. "Telah kuhilangkan barang kawalanku, kalau tidak kubunuh dia,
mana dapat kupulang untuk menemuimu?"
Sampai disini, suasana diruangan sudah mencapai klimaksnya. Siapapun tidak berani bicara
lagi, bahkan Ting Ih yang penasaran karena serangannya dipatahkan orang tadi diam-diam juga
sudah memasukkan kembali pedang kesarungnya.
Sejenak Mao Kau termenung, mendadak ia bergelak tertawa, "Hahaha, bagus, bagus! Hari ini
sungguh hari bahagia, bukan cuma perkara yang ter-katung2 selama delapan belas tahun tak


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diketahui sebab musebabnya kini telah menjadi jelas, bahkan saudaraku yang menghilang
selama delapan belas tahun kini telah pulang lagi kesisiku. . . .Haha, sungguh aku sangat
bahagia dan harus dirayakan."
Mendadak ia bertepuk tangan dan berteriak, "Ayo, ulangi kembali perjamuan ini untuk
menghormati Ci-hiante!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Lalu ia pun memberi perintah agar mayat Thia Hong dibawa pergi untuk dikubur, diberi pesan
pula agar istri Thia Hong yang sedang hamil itu untuk sementara jangan diberitahu.
Anak buah Mao Kau lantas sibuk melaksanakan perintah itu.
Dengan tertawa genit Lim Ki-cing berkata, "Mao-toako, orang telah berbuat khianat padamu,
tapi engkau masih memperlakukannya dengan baik, sungguh aku takluk lahir batin atas
kebijaksanaanmu."
Biji matanya berputar, ia melirik Cu Cu-bing sekejap, lalu ia berkata, "Makanya menurut
pendapatku, saudara Cu, sakit hatimu sudah terbalas, dendammu sudah terlampias, kini telah
berkumpul kembali dengan sahabat lama, peristiwa bahagia ini pantas dirayakan dengan
gembira dan engkau mestinya dapat tertawa, Ai, terus terang, sikapmu yang kaku ini membuat
orang merasa tidak enak."
"Jika merasa tidak enak, jangan kau pandang diriku," jengek Cu Cu-bing.
Lim Ki-cing melengak dan tida mampu tertawa lagi.
Dengan terbahak Mao Kau menyela, "Haha, sesama saudara sendiri, untuk apa. . . . ."
Belum lanjut ucapannya, mendadak terlihat Thi Peng berlari datang dengan napas terengahengah,
dari jauh dia sudah berteriak, "Suhu. . . Suhu. . . ada orang ingin menemui engkau!"
Dengan kening bekernyit Mao Kau bertanya, "Siapa" Mengapa kau jadi gugup begini?"
Napas Thi Peng masih tersengal, jawabnya, "Kedua orang ini. . . ." mendadak ia berhenti sambil
memandang Cu Cu-bing dengan melenggong.
"Dia ini Cu-susiok!" kata Mao Kau.
Thi Peng menyambung, "Kungfu kedua orang ini sungguh sangat mengejutkan, entah apa
maksud tujuan mereka mencari Suhu, tidak diketahui kawan atau lawan."
Meski dalam hati merasa sangsi, sedapatnya Mao Kau berlagak tenang, ucapnya dengan
tertawa, "Haha, peduli apa maksud kedatangan mereka, masakah mereka dapat berbuat
sesukanya disini?"
Maklumlah, yang hadir di tempatnya sekarang tergolong tokoh kelas terkemuka seluruhnya,
dengan ucapannya itu berarti pula dia menjunjung martabat para tamunya itu.
Dengan tertawa genit Lim Ki-cing berkata pula, "Kungfu mereka sangat hebat. . . Wah, siapakah
mereka" Justru ingin kulihat mereka. . . ."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sampai disini tiba-tiba dilihatnya pandangan semua orang sama terarah keluar pintu, tanpa
terasa ia berhenti bicara dan ikut memandang kesana. Tertampaklah dua orang kakek berbaju
perlente, perawakan keduanya sangat tinggi, yang seorang gemuk dan yang lain kurus,
keduanya berdiri berjajar didepan ruangan tamu. Sorot mata mereka membawa semacam
tenaga gaib yang aneh dan membuat jantung orang berdebar.
Mao Kau terkesiap, segera ia menyapa dengan tertawa, "Entah ada keperluan apa Anda berdua
mencari orang she Mao. . . . ."
Kakek sebelah kiri yang gemuk dan berwajah bundar mengelus jenggotnya dan memotong
ucapan tuan rumah, "Aku Thia Ki!"
"Dan aku Poa Kiam!" sambung kakek kurus sebelah kiri dengan tertawa.
Keduanya terus melangkah kedepan Mao Kau, kakek gemuk yang bernama Thia Ki berucap,
"Jadi kau ini Mao Kau" Ehm, memang rada mirip. . . ."
"Delapan belas tahun yang lalu pernah kulihat adik perempuanmu. . . ." sambung si kakek kurus
alias Poa Kiam, dia bicara dengan hambar, akan tetapi segera menimbulkan kegemparan orang
banyak. Semua orang yang hadir sama terkesiap, sampai si jubah hijau yang mengaku bernama Cu Cubing
juga menampilkan rasa terkejut.
Setelah menenangkan diri, Mao Kau coba bertanya, "Oo, jadi. . . jadi Anda pernah melihat adik
perempuanku, entah. . . entah berada dimanakah dia sekarang?"
Meski sedapatnya ia menahan gejolak perasaannya, tidak urung suaranya rada gemetar. Sudah
tentu yang membuatnya tergetar bukan karena adik perempuannya, melainkan anak dalam
kandungan adiknya pada delapan belas tahn yang lampau itu.
Jin-beng-to-hou, si jagal manusia yang memakai kerudung muka itu sejak tadi berduduk diam
saja, kini ia pun berbangkit dengan sorot mata tajam.
Terdengar Thia Ki berkata pula dengan singkat, "Hai-thian-ko-to!"
Nama tempat ini kembali membuat semua orang terperanjat.
Cepat Mao Kau bertanya, "Dan bagai. . . .bagaimana dengan anak yang dlahirkannya". . . ."
"Dengan sendirinya berguru kepada Hai-thian-ko-yan" jawab Poa Kiam dengan tertawa.
Tergetar hati Mao Kau, ia menyurut mundur beberapa tindak dan jatuh terduduk dikursi. Jinbeng-
to-hou juga duduk kembali, "tring", sebuah sumpit gading terjatuh kelantai.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Seketika wajah Mao Kau kelihatan sebentar hijau sebentar pucat, jelas hatinya sangat
terguncang. Juga tidak terkecuali Ho-siok-siang-kiam, Pek-poh-hui-hoa, Co-jiu-sin-kiam dan lain-lain yang
bersangkutan dengan kematian Siu Tok dahulu, semuanya juga kebat-kebit. Bahwa putra Siu
Tok bila benar murid Hai-thian-ko-yan, maka tidak perlu disangsikan lagi akan kungfunya, jika
demikian, dendam delapan belas tahun yang lalu itu bukankah benar akan terjadi hutang darah
harus dibayar dengan darah.
Mendadak Thia Ki mendekati Mao Kau, katanya dengan tertawa, "Biarpun putra Siu Tok adalah
murid Hai-thia-ko-yan, tapi kalau kami berdua berada disini, apa yang perlu kau takuti?"
Serentak Mao Kau berdiri, "Maksudmu. . . ."
"Hahaha, kedatangan kami justru hendak membela kau," seru Poa Kiam dengan tertawa.
Gemerdep sinar mata Mao Kau, ia mau percaya, tapi juga tidak berani percaya. Diam-diam ia
membatin cara bagaimana dapat menyelami kebenaran maksud kedatangan kedua kakek aneh
in serta menguji betapa tinggi kungfu mereka"
Sementara itu malam bertambah larut, angin meniup dingin membuat suasana tegang sedikit
mengendur. Pada saat itulah se-konyong2 terdengar suara orang tertawa latah, meski suara tertawa itu
kedengaran sangat jauh, namun terasa memekak telinga.
Seorang jago pedang berseragam biru tampak berlari masuk dan melapor, "Diluar ada tamu
lagi. . " "Siapa" Tengah malam buta begini berkunjung kemari. . . ." bentak Mao Kau dengan melotot.
Dengan hormat si baju biru melapor, "Mereka mengaku sebagai Cu Pek-ih dari Bu-tong, Gin-ho
Tojin dari Hoa-san dan lagi. . . ."
Hanya nama kedua orang ini saja sudah cukup membuat gempar orang banyak.
Mao Kau menyengir dan memotong, "Wah, tak tersangka malam ini ramai benar akan
kedatangan tetamu, Adakah mereka menyatakan maksud kunjungannya?"
Dengan tergegap si baju biru menjawab, "Orang-orang itu seperti mabuk, mereka bilang esok
adalah hari pertemuan besar para ksatria, maka malam ini juga mereka ingin menemui dulu
tuan rumah, katanya ingin minta minum beberapa cawan arak segala. . . ."
Alis Mao Kau berkerut, ia termenung sejenak, sudah cukup kesulitan yang dihadapinya
sekarang, sungguh ia tidak mau menambah kesukaran lain. Tapi cara bagaimana pula dia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dapat menolak kedatangan tokoh terkemuka dunia persilatan itu.
Begitulah ia mulai menerka apa maksud kedatangan jago-jago pedang itu.
Karena sudah sekian lama tidak ada keputusan, si baju biru yang masih menunggu itu akhirnya
bertanya, "Apakah mereka disilakan masuk atau. . . . ."
"Undang masuk kemari!" ucap Mao Kau kemudian.
Baru saja ia berkata demikian, terdengarlah gelak tertawa diluar disusul dengan dendang orang
disertai irama ketukan pedang, menyusul masuklah dua orang, yaitu Cu Pek-ih bergandeng
tangan dengan Hoa-san-gin-ho, keduanya kini tampak memakai caping dan baju ijuk, agaknya
dalam keadaan mabuk. Dibelakang mereka ikut pula tiga orang dengan gelak tertawa.
Mao Kau berkerut kening, ia berdehem lalu berseru dengan lantang, Maaf, Mao Kau tidak tahu
kedatangan tamu agung sehingga tidak melakukan sambutan yang layak. . . ."
Cu Pek-ih berhenti berdendang, katanya, "Sambutan layak Mao-tayhiap sudah cukup kuterima
seperti ini, yang penting, sediakan saja minuman sedap."
Hoa-san-gin-ho juga berseru dengan tertawa,"Haha, asalkan tersedia arak sedap. apa pula
yang kuharapkan lagi!" Habis berkata, kedua orang lantas berdendang pula.
Mao Kau tidak menanggapi, dengan tersenyum ia menyilakan tetamu masuk kedalam.
Setiba ditengah ruangan, Cu Pek-ih menyapu pandang sekejap hadirin disitu, tiba-tiba ia
bergumam, "Satu, dua. . . lima, aha, bagus, bagus sekali. Tak tersangka Jit-kiam-sam-pian yang
termashur hari ini telah berkumpul lima orang disini,sungguh sangat menggembirakan. Selamat
bertemu!" Pek-poh-hui-hoa Lim Ki-cing menjawab dengan tertawa, "Aha, janganlah Cu-tayhiap memuji,
kami ini terhitung apa, masakah dapat dibandingkan pedang sakti pendekar Bu-tong?"
Cu Pek-ih menggoyang kedua tangannya dan berkata, "Ai, didepan Jit-kiam-sam-pian mana
berani kubicara tentang pedang segala!"
Sampai disini, mendadak ia mengertak, "Haiit!"
Pedang yang dipegangnya tahu-tahu menyambar keatas dan "crat", dengan tepat menancap
ditengah belandar.
Hoa-san-gin-ho sengaja berlagak serius, ia tepuk pundak Cu Pek-ih dan berkata, "Cu-heng,
janganlah engkau rendah hati. Bicara tentang ilmu pedang, memang banyak juga jago pedang
dari berbagai aliran lain, namun ilmu pedang Bu-tong-pai tetap paling menonjol. Delapan puluh
satu jurus Kiu-kiong-lian-goan-kiam sekali dimainkan bagaikan air bah yang tak terbendungkan.
Kesatria Berandalan 2 Ksatria Negeri Salju Karya Sujoko Golok Yanci Pedang Pelangi 7
^