Pencarian

Golok Sakti 7

Golok Sakti Karya Chin Yung Bagian 7


lebih rapih dan gencar, sementara itu juga telah memainkan
ilmu goloknya sampai dua belas jurus, ia tidak bisa
meneruskan jurus ketiga belas dan selanjutnya.
Melihat ilmu goloknya si pemuda hanya sampai dua belas
jurus saja, maka Souw Kie Han sudah menggunakan
kesempatan si pemuda sedang kebingungan ia menyerang
dengan baju besinya dan sebentar lagi sudah dapat
menggulung goloknya Ho Tiong Jong yang terus
dilontarkannya ketengah udara.
Berbareng saat itu ular kecil yang tersimpan dalam lengan
bajunya ditenangkan Ho Tiong Jong takut dengan ular kecil
itu, maka ia sudah menjaga-jaga jangan sampai kena gigit,
justru karena itu ia jadi lengah, tiba-tiba dirasakan tubuhnya
lemas karena jalan darahnya yang penting sudah kena dibacok
oleh si kakek tua aneh.
Souw Kie Han tertawa terkekeh-kekeh setelah membuat Ho
Tiong Jong tidak berdaya, "Hei bocah, kau sekarang baru
merasakan lihaynya lohu. Bagaimana, apa masih mau
melawan lagi?"
Ho Tiong Jong tertawa dingin. "Ha ha ha... ada lihaynya
apa sih" Kau menggigit aku, Kalau aku mengerutkan alis
sedikit saja karena takut, kau jangan panggil aku Ho Tiong
Jong sebagai satu laki-laki sejati"
Souw Kie Han mengangkat ular kecilnya ditodongkan
kemukanya Ho Tiong Jong sambil berkata. "Hmm kau dengan
berkata begitu tentu tidak takut mati, bukan?"
"Selama hidupku, belum pernah mengingkari hukum
Tuhan, kenapa aku harus takut mati. Kau boleh suruh ularmu
yang beracun itu untuk menggigit aku."
Si kakek sebenarnya menghendaki Ho Tiong Jong, dengan
mudah saja ia melontarkan ularnya kemuka si pemuda dan
pasti mukanya Ho Tiong Jong akan digigitnya.
Racunnya akan masuk mengikuti peredaran darah dalam
tubuh Ho Tiong Jong dan tidak lama kemudian ia bisa mati
konyol. Tapi si kakek rupanya tidak mengingini-jiwanya itu. Ia
seperti merasa sayang atas ketabahan hatinya menghadapi
kematian, ia telah menarik pulang ular kecilnya dan dimasukan
pula kedalam lengan bajunya kemudian berkata,
"Kau karena itu nona kecil, makanya kau menjadi nekad
begini. sekarang begini saja lohu tidak mau melepaskan nona
itu, tapi kau lohu beri ampun- Nah lekas kau pergi dari sini.
Lekas, jangan sampai lohu berubah pikiran lagi"
Tapi mana Ho Tiong Jong mau mengerti ia pergi dari situ
tanpa Kim Hong Jie. Maksud kedatangannya justru hendak
menolongi Kim Hong Jie, maka ia lantas berkata pada si
kakek. " cianpwee, aku tidak bisa berlalu dari sini tanpa ikut
sertanya nona Kim. Aku berjanji setelah aku dengan nona Kim
lepas dari sini, akan bersumpah tidak berani menginjak pula
daerah ini, Cianpwe bisa meliwatkan hidupmu dengan tenang
dan tentram."
"Kau tidak dengar lohu barusan bilang " Kau boleh berlalu
dari sini, tapi si nona lohu tahan-" kata si kakek dengan muka
kurang senang. Ho Tiong Jong terus membandel. ia mengijeng macam
anak kecil, minta supaya Kim Hong Jie dibebaskan. Hal mana
membuat Souw Kie Han pusing dan menjadi marah.
"Bocah" katanya, "Kalau kau terus-terusan mengganggu
lohu, jangan menyesal kalau lohu tidak akan ijinkan pula kau
pergi dari sini."
Ho Tiong Jong ketawa getir. pikirnya, jiwanya hanya hidup
tinggal semalaman lagi, apanya yang ditakuti, maka ia lantas
berkata dengan suara mantap. " cianpwee, kau boleh tak usah
melepaskan aku, asal nona Kim kau merdekakan."
"Betul?"
"Ya."
"Kau tidak menyesal?"
"Aku Ho Tiong Jong sebagai satu laki-laki sejati, sekali
mengucapkan perkataan tidak akan menjadi menyesal?"
"Baik, kau keluarkan tanganmu."
Ho Tiong Jong tidak sampai diminta dua kali, sudah lantas
menyodorkan sepasang tangannya, Tampak si kakek telah
mengeluarkan jarum perak yang ujungnya sangat tajam dan
berwarna hitam, kemudian pegang tangan kirinya si pemuda
dan menusukkan jarum peraknya pada bagian jalan darah
yang penting. Setelah melakukan itu lalu berkata, "Ya, sekarang kau
boleh pergi. Kau sudah kena bisa dari jarum pencabut Rokh
jiwamu hanya tahan dua belas jam saja, sekarang lohu dapat
melepaskan nona itu. Tapi kau harus berjanji, kau tidak boleh
membocorkan rahasia lohu ini pada siapa juga, kau paham?"
Ho Tiong Jong dengan tabah anggukkan kepalanya. Ia
terus mengikuti Souw Kie Han ketempatnya Hong Jie.
Si nona ketika melihat pemuda pujaannya berhasil
mengudang Souw Kie Han diam-diam dalam hatinya memuji
kepandaiannya Ho Tiong Jong. Bukan main girangnya, tampak
ia berseyum-senyum hingga sujennya memain memikat hati.
"Engko Jong, kau..." hanya ini yang meluncur dari mulutnya
yang mungil, matanya mengerling menusuk hati Ho Tiong
Jong. Hatinya pemuda itu berdebaran ia mengerti si nona,
kegirangan dan ia tahu si gadis mencintai dirinya sangat
besar, tapi entah kapan ia memikirkan nasib hidupnya hanya
tinggal semalaman lagi, tiba-tiba rasa cemas dan sedih
mengaduk dalam hatinya dan ia sudah kepingin menangis
seketika itu juga.
Ketika si pemuda datang dekat, tangannya si nona yang
halus memegang tangannya dengan mesra, Buat sekian
kalinya ia mendengar si gadis berkata.
" Engko Jong, kau..."
"Adik Hong, aku beruntung dapat mengundang Souw
cianpwee untuk membebaskan kau d rantai dan kau
selanjutnya akan bebas." kata Ho Tiong Jong dengan
paksakan wajahnya ketawa gembira.
"Engko Jong, kau baik sekali." jawab si gadis kegirangan
sementara itu Souw Kie Hao sudah mendekatinya rantai
halus yang tidak mempan senjata golok oleh sikakek hanya
dijepit dengan dua jarinya saja sudah putus, seperti juga yang
kena digunting.
Hebat ilmu kepandaiannya si kakek. keduanya yang
menyaksikan itu menjadi saling pandang dan diam-diam
dalam hati masing-masing pada memuji si kakek. Tanpa
berkata apa-apa si kakek telah berdiri tidak jauh dari mereka
berdua. Kim Hong Jie kini sudah bebas, ia tidak perdulikan si kakek,
hanya ia lantas menyekal tangannya Ho Tiong Jong, sambil
menatap wajahnya sipemuda yang tampan, Kim Hong Jie
telah menanya. " Engko Jong, cara bagaimana sampai dia mau melepaskan
aku"."
Ho Tiong Jong paksa bersenyum, "Adik Hong, hal ini baik
belakangan saja aku ceritakan padamu, sekarang yang paling
perlu, lekas-lekas kau menyingkir dari sini."
"Mari kita sama sama pergi, "mengajak si gadis.
"Kau pergi lebih dahulu, aku masih ada urusan sedikit
dengan Soaw Locianpwee."
Kim Hong Jie heran, ia menatap wajahnya sipemuda yang
sedang tersenyum kepadanya tapi bagaimana juga
senyumannya itu seperti tak sewajarnya, maka Kim Hong Jie
lalu menanya. "Engko Jong, kalau kau tidak mau pergi aku juga tidak
akan meninggalkan tempat ini, Dari sebab apa, maka kau
tidak mau pergi bersama-sama?"
"Hei, bocah" menyelak Souw Kie Hong dengan keras,
"Lekas kau pergi dari sini, aku sudah bagi kau kebebasan apa
kau tidak puas?"
Nona Kim ada satu gadis yang cerdik, setelah dia menatap
wajahnya si kakek dan Ho Tiong Jong bergantian lantas ia
dapat menebak bahwa keadaan tidak sewajarnya maka
dengan gemas ia berkata pada Souw Kie Han-
"Kakek jahat, sekali nonamu bilang tidak mau pergi tetap
tidak akan pergi, aku mau lihat kau bisa berbuat apa...."
Souw Kie Han perdengarkan ketawanya yang aneh, ia tidak
meladeni Kim Hong Jie yang nyerocos bicara, ia ngeloyor dan
sebentar saja sudah tidak kelihatan mata hidungnya.
Kim Hong Jie hatinya sangat tidak enak, dengan air mata
mengembeng, ia berkata pada pemuda pujaan hatinya^
"Engko Jong, kau jangan sanggupi permintaannya, Ayo,
mari kita lekas meninggalkan tempat ini."
Tidak menunggu nona Kim meneruskan perkataannya, Ho
Tiong Jong telah menyelak, katanya, "Adik Hong, memang aku
tidak omong sejujurnya padamu, Tapi.... ah, untuk apa kau
mengambil sikap demikian terhadap si kakek" jiwaku tidak
berharga."
Kim Hong Jie kaget, "Haa... kau tentu telah mengikat janji
dengan kakek jahat itu. Baik, aku akan berhitungan
dengannya." ia tutup katanya itu dan lari memburu si kakek
keluar goa. Tapi Ho Tiong Jong dengan cepat mencegah "Adik Hong,
kaujangan begini kasar." katanya, sambil menyekal lengannya
si nona, Si nona menangis dihalangi maksudnya.
"Adik Hong, kau harus berpikir dengan tenang. Kau ada
seorang cerdik, mudah sekali kau dapat menarik kesimpulan
bahwa kekuatan sendiri bukan tandingannya si kakek. Jangan
lagi kau hanya seorang diri meskipun dikerubuti bersama
akupun, masih bukan lawannya pula. Tidak apa, biarlah aku
yang menanggungnya, asal kau dapat pulang kemerdekaanmu
dan kembali kerumah dengan selamat aku sudah merasa
puas." Si nona menangis sesenggukan-
"Engko Jong. ... gunaku kau sudah berkorban ini betul
betul hatiku tidak mengasih. Kau tidak ada, apa artinya
hidupku oh Engko Jong, kau..."
Nona Kim menangis makin sedih, hingga Ho Tiong Jong
yang melihatnya menjadi teturutan mengucurkan air mata, ia
tidak pernah mengimpi, bahwa sinona begitu tebal cintanya
terhadap dirinya.
Tapi, ya, apa hendak dikata, Hidupnya hanya sampai besok
malam saja dan sekarang ia sudah dapat menolong jiwanya
orang yang pernah melepas budi padanya, hatinya sudah
bukan main senangnya, sebelumnya ia menemukan ajalnya
dapat menolong nona Kim, kematiannya nanti tidak membuat
ia penasaran dan rela menyambut malaikat elmaut.
"Sudahlah adik Hong, kau jangan nangis terus-terusan
nanti masuk angin" menghibur si pemuda dengan suara parau
karena sangat sedih.
Dengan air mata berlinang linang Kim Hong Jie
mengatakan isi hatinya.
"Engko Jong, sejak kau meninggalkan rumahku pada lima
tahun berselang, tidak barang sesaat aku melupakan dirimu.
Aku senantiasa menantikan kedatanganmu kembali supaya
kau dapat merampungkan ilmu golok keramat yang sama
sekali ada delapan belas jurus. Kan hanya dua belas jurus
saja, masih belum cukup untuk kau pakai malang melintang
didunia Kang ouw yang penuh dengan bahaya. Tapi setelah
dinantikan setahun dua tahun, tiga dan sampai lima tahun
tidak juga kelihatan muncul. Kau bayangkan sendiri,
bagaimana cemas dan risau-nya hatiku memikirkan dirimu,
Aku sangat menguatirkan keselamatanmu..."
Sampai disini, Kim Hong Jie tidak tahan dengan rasa
sedihnya dan menangis semakin keras, hingga Ho Tiong Jong
tanpa disadari telah memeluk si nona dan mengusap-usap
dahinya serta membetulkan rambutnya yang riap- riapan
dengan penuh kasih sayang.
"Adik Hong, aku berdosa terhadapmu, kau. .... oh kalau
aku tahukan ada demikian, betapa merindukan diriku, sudah
tentu aku tidak akan membawa adat sendiri yang anginanginan-
Nah sekarang kau berhenti menangis."
"Lima tahun berselang," kata pula sigadis, "Aku dapat
membuktikan peribadimu yang luhur ketika kau tolong
mengembalikan bonekaku yang kecemplung itu. Waktu itu kau
tidak menghiraukan hawa dingin, kau telah menolongku. Kini,
kini.... aku mendapat bukti lebih nyata lagi tentang kemuliaan
hatimu terhadapku.."
"Adik Hong," menyelak Ho Tiong Jong. "Betul-betul aku
merasa bangga mendapat pujianmu dan perhatianmu yang
demikian besar, aku dapat mengerti akan isi hatimu
terhadapku. Aku juga merasa, hatiku ada begitu dekat dengan
kau, hanya.... hanya sayang ada itu perbedaan-.."
Ho Tiong Jong tak dapat meneruskan kata-katanya, ia
berkata sampai disitu juga sudah merasa keterlepasan-
Kim Hong Jie hentikan sesenggukkannya dan menatap
wajahnya si anak muda. "Engko, long, kau kata tadi
perbedaan perbedaan apa itu?" tanyanya.
"Perbedaan tingkatan kita, Kau dari tingkatan atas dan aku
dari tingkatan yang paling rendah, seorang gelandangan
seperti aku, mana orang tuamu memandang mata dan
mengijinkan kau bergaul dengan aku" Ah, adik Hong,
sebaiknya kita akhiri sampai disini saja perkenalan kita, karena
makin rapat kita bergaul makin membuat hatiku jadi lebih
sengsara saja..."
"Ah, Engko Jong... Tidak. tidak.... apa itu tingkatan tidak
ada dalam kamusku perihal tingkatan atau derajat, kau adalah
orang yang paling mulia."
"Adik Hong, Sudahlah, ucapanmu ini aku kuatir akan
membuat kau menyesal dibeakang harinya."
"Tidak mungkin" kata si gadis sambil membantingbantingkan
kakinya, ia menangis lebih keras dari semula
hingga saking sedihnya, ditambah kakinya lemas karena
kelamaan ia dirantai oleh si kakek aneh, maka seketika itu
juga Kim Hong Jie menjadi pingsan-
Ho Tiong Jong yang menyaksikan si nona pingsan dalam
pelukannya menjadi sangat gelisah, sebelumnya ia bertindak
apa-apa mendadak mincul Souw Kie Han-
Tanpa kata apa apa lagi si kakek telah menotok urat
tidurnya si nona, sehigga Kim Hong Jie jatuh pulas dengan
nyenyaknya. "Bocah." kata si kakek. "Sekarang kau boleh antar dia
keluar dari tempatku, jangan datang-datang lagi kesini. Kau


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingat, racun dari jarum Pencabut Rokh yang sudah bersarang
dalam tubuhmu itu, hanya akan mengijinkan kau hidup dalam
waktu dua belas jam saja. Selainnya sute lohu Kong Jat Sin
yang dapat menolong dirimu, sudah jangan harap lain orang
dapat menolongnya."
Ho Tiong Jong sangat mendongkol pada si kakek, tapi apa
ia bisa bikin" ia tidak ladeni Souw Kie Han mengoceh, hanya
lantas ia pondong si nona untuk dibawa turun dari gunung Sie
ban-leng, kemudian dengan melalui Liu soa kok (lembah pasir
berjalan) ia terus membawa si nona sampai dlkaki gunung Hui
cui san. Ia memilih suatu tempat dibawah satu pohon untuk
meletakkan si nona supaya gampang dilihat oleh orang yang
berlalu lintas ditempat itu, ia mengharap si nona lekas
diketahui oleh orang dari Seng Kee Po supaya lekas pulang
dan berkumpul kembali dengan ayahnya.
Melihat si nona masih tidur dengan nyenyaknya, hatinya Ho
Tiong Jong menjadi sangat sedih, ia mengusap-ngusap
jidatnya si nona sekian lamanya, Hatinya jadi melamun
pikirnya kalau dirinya ada sederajat dengan si nona, Kim Hong
Jie memang ada satu pasangan yang tepat bagi dirinya.
Ia menyesalkan dirinya yang bernasib sangat buruk. terus
menerus menemukan halangan saja, Besok malam racunnya
Tok kay akan bekerja disusul oleh bisa jarum pencabut Roch
dari si kakek, untuknya sudah tak dapat lolos lagi dari
kematian, Mau pergi ketempat si Dewa obat Kong Yat Sin,
dimana" ia tidak tahu tempatnya Dewa obat itu.
Kalaupun tahu tentu letak tempatnya ada sangatjauh dan
sebelumnya ia menemui Kong Yat Sin jiwanya sudah
melayang ditengah perjalananTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Mengingat akan nasibnya dan mengingat akan
kecintaannya Kim Hong Jie dan Seng Giok cin yang demikian
besar atas dirinya, diam-diam dirinya merasa sangat sedih dan
tanpa merasa saat itu ia telah mengucurkan air matanya.
Pelahan-lahan tangannya merogoh sakunya dan
dikeluarkanlah batu kumala api (Hwe-giok), ia pegang
tangannya si nona yang halus dan batu itu dikepalkan dalam
telapakan tangannya Kim Hong Jie.
"Adik Hong, baik baiklah kau menjaga diri.." ia berkata
sendirian sambil mengelus sekilas jidat dan pipinya sinona
yang sedang tidur nyenyak. Nasib telah menentukan kita
berpisahan, semoga dilain penitisan saja kita berjumpa
kembali, selamat berpi....sah adik Hong."
Ia menutup kata katanya dengan suara terputus-putus dan
menyeka air matanya yang berlinang linang, Kemudian ia
bangun berdiri, setelah sejenak mengawasi lagi si gadis,
perlahan-lahan meninggalkan sinona balik lagi ke Liu soa kok.
XXI. KAKEK ANEH DIKEPUNG
Ketika ia hampir sampai di tepi lembah pasir berjalan itu.
tiba-tiba ia melihat ada kira-kira dua puluh orang sedang
berkumpul, kuda-kuda tunggangnya mereka ditambat tidak
jauh dari mereka berdiri, Rupanya mereka sedang berunding
matanya mengawasi kearah depan, hingga tidak mengetahui
kalau Ho Tiong Jong diam diam telah sembunyikan dirinya
tidak jauh dari mereka.
Orang-orang itu kiranya ada pentolan-pentolan dari
Perserikatan Benteng perkampungan-
Diantaranya Ho Tiong Jong kenali ada Seng Eng dengan
puterinya seng Giok Cin, Kim Toa Lip ayahnya Kim Hong Jie,
Hui Siauw Beng, Hui Seng Kang, nona Lauw Hong In, Kong
soe Jin, semuanya terdiri dari dua puluh orang tua muda.
Meskipun dalam kalangan Perserikatan Benteng
perkampungan sudah ada keretakan menjadi tiga partai,
ternyata diwaktu menghadapi kesulitan mereka bisa bersatu
padu untuk mengatasinya. semuanya bersemangat untuk
menolonGi kawan-kawannya yang dalam bahaya.
Yang paling tengik lagaknya Kong Soe Jin yang cengar
cengir seperti monyet kena terasi. jikalau beromong-omong
dengan wanita, Nona Seng semua melihatnya, maka ia selalu
menjauhkan dirinya.
lain dari itu hatinya memang sedang terbenam oleh rasa
sedih, memikirkan akan nasibnya Kim Hong Jie, yang menjadi
kawan akrabnya. Air mukanya bermuram durja, ia tidak
banyak omong, seperti yang kehilangan semangatnya.
Ho Tiong Jong yang menyaksikan dari kejauhan merasa...
kasihan kepada nona Seng.
Sebentar lagi kelihatan seng Eng, Kim Toa Lip dan Hui
Siauw ceng masing-masing mengangkat sebuah batu sebesar
satu kaki persegi, yang sudah diikat tambang.
Mereka pada mengerahkan tenaga dalamnya. Batu-batu itu
kemudian dilemparkan ke seberang persis jatuh ditepi bawah
gunung Si ban leng.
Bagus sekali ketika batu-batu itu melayang miring dengan
membawa tambang, kemudian pada menancap ditempat
tujuannya dengan kokoh sekali. oleh karenanya orang jadi
bisa melewati padang pasir berjalan itu diatas tambang yang
melintang itu. Yang pertama maju, adalah cianpwee Toa-nio yang dikenal
paling mahir ilmu meng entenGi tubuhnya. Nyonya tua itu,
benar saja dapat menyebranGi pasir berjalan dengan selamat
diatasnya tambang setelah disebrang, si nenek telah membikin
kokoh pula batu-batu yang menancap tadi, maka dengan
bergiliran telah berjalan diatas tambang itu Kim-Toa Lip. Hui
Siauw ceng dan lain-lainnya.
Justeru diwaktu Ciauw Toa-nio dan Kim Toa Lip sedang
memegangi lambang membantu kawan-kawannya
menyebrang, tiba-tiba meluncur turun dari atas gunung
seorang kakek yang bukan lain ada Souw Kie Han sendiri.
Ia membentak dengan bengis. "Hei lekas hentikan
perbuatan kalian, jangan coba membikin ribut ditempat lohu,
Lekas kembali:" Mereka terkejut, tapi hanya sejenak saja.
Mereka tidak takut pada kakek aneh itu, cuma saja karena
menyerbu ketempat orang tanpa ijin, mereka menjadi raguragu
untuk memberi alasannya. Tapi Ciauw Toa nio yang
mulutnya lancang sudah berteriak keras.
"Kakek jahat!! Kau jangan sok jago-jagoan dan menang
sendiri, Lekas kembalikan itu anak muda yang kau sudah
tahan, baru nyonya mu dapat mengampuni jiwamu dan
dengan hormat akan kembali lagi dari sini."
"Hmm." menyelak Souw Kie Han sangat mendongkol "Kau
enak saja bicara, kalian jatuhkan dulu lohu, baru bicara
tentang pengembalian anak-anak nakal itu yang sudah datang
kemari tanpa ijin lohu."
ciauw Toa nio ketawa cekikikan seram, matanya mendelik
mengawasi pada si kakek aneh dari goa Pek cong-tong, tapi
sudah tentu saja tidak dibuat jerih oleh yang tersebut
belakangan. Maka ia telah berkata pula.
"Nenek tidak berguna, kau jangan banyak lagak nanti lohu
bikin kau tahu rasa untuk kelancanganmu datang disini."
"Baik." teriak si nenek "Lihat saja nanti siapa yang akan
dikasih tahu rasa aku atau kau sendiri?"
sementara itu kawan-kawannya Ciauw Toa nio sudah
menyebrang semuanya. Sambil urut-urut jenggotnya dan
tertawa bergelak gelak Souw Kie Han berkata.
"Kalian tentu dari Perserikatan Benteng Peikampungan,
bukan?" "Ya, kau mau apa, kakek jahat "jawab ciauw Toa nio
dengan suara keras.
Sebetulnya Seng Eng dan yang lain-lainnya, kepingin bicara
dengan baik-baik saja kepada si kakek. tapi apa mau Ciauw
Toa-nio sukar di rem mulutnya, Selalu mendahului yang lain
lainnya, Mungkin karena ia pikir, bahwa dalam rombongannya
itu dialah yang paling mahir dalam ilmu silat maupun dalam
hal meng entenGi tubuh.
"Bagus... bagus..." kata Souw Kie Han.
"Memang, kalau diingat ada sukar sekali kalian bersembilan
dapat berkumpul bersama-sama. Kini, kalian sudah dapat
berkumpul, lohu kepingin menjajal barisan kalian yang buat
bangga, yalah yang dinamai "Kim-long pat-hong-thian-bee tin"
(barisan delapan penjuru angin naga emas dan kuda sakti),
mari lohu kepingin menjajal sampai dimana lihay nya barisan
yang diagul-agulkan oleh kalian itu."
"Hmm...." menggeram Ciauw Toa nio, kembali ia
mendahului kawan kawannya. "Kalau yang dihadapi oleh kami
orang ada si Dewa obat Kong Yat Sin, mungkin kami orang
akan merasa jerih dan lekas-lekas berlalu dari sini, Tapi kau...
kau tua bangka yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya
bumi mau membuka mulut besar" Hi, hi, hi...."
Slouw Kie Han kewalahan menghadapi si nenek ia selainnya
tidak pandai tarik urat juga sudah banyak tahun tidak bergaul
dengan sesamanya, mulutnya sudah menjadi kaku. Tidak
heran, kalau ia merasa sangat gemas kepada si nenek yang
pintar ngomong.
"Sekarang begini saja" kata si kakek. "pertama tidak ada
satu diantara kamu orang yang kuperkenankan datang
ditempat lohu dipuncak gunung, Kedua, kalian boleh berbaris
dahulu disana, untuk menempur lohu sebentar. Kalian
keluarkan kepandaian apa saja yang dimiliki untuk
menjatuhkan lohu, akan lohu layani dengan baik, Asal kalian
tak mau memenuhkan dua syarat ini, h mm... jangan sesalkan
lohu mati berbuat telengas "
Kim Toa Lip yang paling gelisah, karena puterinya dikira
masih berada dalam kekuasaannya si kakek Maka sebelumnya
Ciauw Toa nio membuka mulut sudah lantas berkata. "Baik,
kami akan menerima dua syarat itu, tapi dengan jaminan
bahwa lima orang yang ditahan olehmu semuanya berada
dalam keadaan selamat."
"Ha ha ha, jangan kuatir, Mereka dalam keadaan segar
bugar Asal kalian dapat menjatuhkan lohu pendeknya mudah
saja mereka akan lohu bebaskan dengan tidak kurang suatu
apa." Mendengar ini hatinya Kim Toa Lip dan yang lain-lainnya
merasa lega. " Kakek bangkotan" teriak Ciauw Toa-nio libatiba ia masih
terus tak mau kalah suara dari kawan-kawannya, "Kau boleh
belajar kenal dahulu dengan nyonya mu ini kalau aku kalah,
baru menjajal kami punya barisan yang ampuh."
"Kau ini nenek lancang" kata Souw Kie Han. "Kalau belum
dikasih rasa memang juga belum kenal kelihayan lohu."
Ciauw Toa nio tertawa terkekeh-kekeh. Souw Kie Han
sudah masuk usia sembilan puluh tahun masih lebih tua dua
puluh tahun dari Ciauw Toa nio yang berumur tujuh puluh
tahun. Jarak diantara mereka kira-kira ada empat tumbak.
Untuk melayani si kakek, Ciauw Toanio tidak sungkansungkan
mengeluarkan senjatanya yang ampuh, yala h suatu
tali yang panjang sepuluh tumbak yang di namai, Tali Terbang
Menjerit. inilah senjata Ciauw Toanio yang sangat diandalkan
yang telah mengangkat namanya tersohor dalam kalangan
Kang ouw. "Kakek tua kejemur" menggoda Ciauw Toa noi. "Kau lihat
senjata nyonyamu akan membuat tidak ada jalan untuk
meloloskan diri. Hi hi hi....."
Berbareng ia telah melontarkan talinya yang panjang itu.
Tapi Souw Kie Han tidak bergerak untuk berkelit atau
mengegos hanya lengan bajunya dikibaskan yang
mengeluarkan angin dahsyat, hingga senjata tali Ciauw Toanio
balik lagi dan hampir saja menghajar pemiliknya sendiri,
kalau tidak si nenek cepat-cepat berkelit kesamping untuk
menghindarkan serangan talinya sendiri. "He he he he"
terdengar sikakek ketawa.
Matanya Ciauw Toa nio melotot, ia menyerang lagi tapi
seperti juga tadi si kakek tidak bergerak dari berdirinya dan
hanya mengebutkan lengan bajunya saja, cukup membuat si
nenek gelagapan-
Yang jailnya si kakek seperti bisa mengendalikan angin
pukulan lengan bajunya, ia membikin anginnya berkumpul
mengarah rambutnya Ciauw Toa nio, hingga dalam tempo
pendek saja rambutnya si nenek sudah menjadi riap- riapan
seperti setan- Panas hatinya Ciauw Toa nio dikocok demikian, maka ia
menyerang lebih hebat lagi, setelah pukulan simpanannya
telah dikeluarkan barulah ia bisa membuat perlawanan
terhadap si kakek.
Cuma saja tegas sekali, bahwa ia bukan tandingannya
Souw Kie Han- Meskipun ia coba mengurung dengan tali
wasiatnya, tapi si kakek dengan acuh tak acuh melayani
padanya. Kim Toa Lip nampak Ciauw Toa nio keteter jadi saling
pandang dengan kawan kawannya, ia memberi isyarat untuk
menyerbu kalau Ciauw Toa nio sebentar menghadapi bahaya
serangan si kakek.
Kembali terdengar si kakek tertawa terkekeh-kekeh, "Budak
lancang, aneh sekarang boleh rasai kelihayannya lohu, He he
he...." Sambil berkaca Souw Kie Han telah merubah tipu
serangannya. Lengan biju kanannya menggunakan tipu
serangan ok hong Pauw-ie, (angin jelek hujan ribut) dan
lengan baju yang kiri menyerang dengan gaya, "Li-hoanBe
thian (wanita celaka menutupi udara).
Dua- gerak tipu serangan dengan lengan baju yang hebat
sekali, hingga Ciauw Toa-nio merasakan gencetannya hampir
tak dapat bernapas. "Benar hebat" Demikian ia pikir dalam
hatinya. Kehabisan akal. Ciauw Toa nio berlaku nekad, ia mulai
merogoh sakunya dan diam-diam sudah mengayunkan
tangannya, segera benda yang berkeredepan hitam tampak
diudara, itulah senjata gelapnya yang biasanya tidak suka
salah alamat, kini nyeleweng karena angin pukulan lengan
bajunya si kakek. Betul juga bendanya yang ampuh itu tidak
dapat menyentuh badannya Souw Kie Han.
"He he he..." tertawa sikakek. "budak lancang, sekarang
bagaimana."
Bagaimana gemas juga, bagaimana marahnya juga, Ciauw
Toa-nio tidak bisa berdaya sama sekali menghadapi sikakek
yang ilmunya ada lebih jauh lebih tinggi dari padanya. Malah
dalam hatinya meragu- ragukan kalau sikakek sebentar dapat
dikalahkan oleh barisan yang ampuh.
"Kakek bangkotan." Ciauw Toa-nio tiba-tiba menjerit, ketika
ia terus kena didesak oleh lawannya, "Kau berhentikan dahulu
pertandingan ini, aku mengaku kalah dan pertandingan


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan barisan kini boleh lantas dimulai."
Si nenek berbareng lompat keluar dari kalangan
pertempuran dengan napas sengal-sengal. Kini Souw Kie Han
tertawa gelak-gelak,
"Bagus, bagus..." katanya, "Nah, cobalah bentuk barisanmu
yang sangat dibuat bangga itu. Lohu ingin lihat, apa bisa bikin
terhadap lohu. He he..."
Seng Eng, KimToa Lip dan lain-lainnya panas hati
mendengar perkataan sombong dari si kakek. ^api memang
juga sudah menjadi kenyataan mereka, kalau satu melawan
satu bukan tandingannya si kakek.
Buktinya, Ciauw Toa nio yang merupakan benggolan dari
mereka tidak bisa tahan meladeni duapuluh jurus saja.
Apa boleh buat, mereka telan semua rasa gusar dan
mengharap dengan barisannya yang dinamai "Kim Liong-pat.
liong thian bee tiu" atau "Barisan delapan penjuru angin naga
emas dan kuda sakti"
Ho Tiong Jong yang mengikuti mereka dan mengumpat
ditempat yang tidak jauh dari kalangan pertempuran diamdiam
merasa kagum dengan ilmu silatnya si kakek yang tinggi.
Diam-diam ia berpikir "sebab apa si kakek tidak
menggunakan ular terbangnya untuk membunuh ciauw Toanio"
Heran, kenapa dia tidak berlaku kejam?" Kim Toa Lip
maju kedepan sebagai pemimpinnya.
Sret... terdengar suara pedang dihunus keluar dari
sarungnya. itulah ada pedang Kim liong kiam, senjata pusaka
dari Kim-liong-po (benteng naga emas). KimToa Lip yang akan
mengepalai barisan (tin).
Dalam perkara memainkan senjata, KimToa Lip ada lebih
unggul dari kawan-kawannya, maka juga ia telah diangkat
sebagai kepala dalam barisan-
Kim Pocu dengan suaranya yang keras saban-saban
berseru mengatur orang-orangnya yang menduduki tempattempat
penting dalam barisan, seperti Seng Eng, Co Tong
Kang, Hui Siauw Ceng dan lain-lainnya mendapat bagianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
bagiannya untuk menjaga posisinya masing-masing dengan
senjata di tangan-
Betul-betul angker kelihatannya barisan yang dibentuk oleh
Kim Pocu. Senjata yang digunakan oleh mereka ada bermacammacam
seperti yang digunakan oleh Seng Eng dengan cambuk
besar, Hui Siauw Ceng dengan pit, ada yang menggunakan
giokstay (ikat pinggang), perisai dan lain-lainnya.
Yang menarik perhatian CoTong Kang dengan senjata
bendera apinya (Liat -hwekie), ia menjaga posnya dengan
angker sekali. sebentar lagi barisan sudah mulai bergerak, mengurung
souw Kie Hong. Ho Tiong Jong yang menyaksikan kejadian itu menjadi
melongo, ia tidak tahu barisan apa yang akan mengepung si
kakek, Apakah Souw Kie Han dapat memecahkan barisan yang
angker itu" Souw Kie Han sendiri merasa sangsi, apakah ia
akan berhasil dengan perlawanannya nanti.
Melihat Souw Kie Han masih tetap bergerak. maka Kim Coa
Lip telah berkata kepadanya, "Kie Han, kami sudah siap.
kenapa kau tinggal diam saja" Boleh mulai kau membobolkan
barisan kami kalau kau ada itu kemampuan."
Nona Ciauw Soe See, anaknya Ciauw Toa-nio nyeletuk.
"Mana si kakek ada itu keberanian untuk membikin pecah
barisan" Si nenek nyengir ketika mendengar anaknya berkata
demikian- "Budak lancang, kalau aku tidak ditinggal mati oleh isteriku
yang amat cantik dan bersumpah tidak akan membinasakan
kaum perempuan, kau siang-siang sudah tidak bernyawa pula
ditangan lohu, Hmm..."
Souw Kie Han tutup ucapannya diiringi satu serangan
dengan lengan bajunya kepada Ciauw Soe See hingga si nona
merasakan sesak napasnya, ia memang tadi sudah melihat,
bagaimana si kakek membuat ibunya tidak berdaya dan
hampir hampir kena dipecundangi mentah-mentah, kalau tidak
buru-buru lompat keluar dari kalangan berkelahi minta
pertandingan dihentikan-
Ciauw Soe See menjadi ketakutan, untung Kim To Lip
datang menyelak. katanya,
"Kie Han, kaujangan bikin anak kecil ketakutan, kalau ada
mempunyai kepandaian boleh keluarkan untuk memecahkan
barisan kami."
Souw Kie Han melotot matanya, ia tidak senang dengan
perkataannya Kim Pocu yang memandang rendah rasa dirinya.
Tapi sebelum ia membuka mulut, Kim Toa Lip sudah berkata
pula. "Kie Han, kami memang sudah mendengar tentang
kematian isterimu yang elok itu, tapi sekarang kau bertempur,
jangan bercabang hatimu. Kau harus menggunakan
kepandaianmu dengan sungguh-sungguh,sebab tidak
gampang-gampang kau bisa lolos dari barisan kami ini ada
warisan dari nenek moyang kami, yang pada seribu tahun
yang lalu pernah mengepung seorang pendekar yang luar
biasa kepandaian ilmu silatnya dan membuat dia mati kutu."
"Baiklah aku akan pecahkan barisan kalian" Pikirannya,
paling dahulu ia harus menjatuhkan Kim Toa Lip yang menjadi
kepala barisan, Kalau kepalanya sudah jatuh, badan dari
buntutnya lantas kalut dengan sendirinya.
Tapi ia tidak mengira, bahwa Kim Toa Lip bukan makanan
empuk. Karena begitu ia menyerang, Kim Toa Lip sudah
gunakan Kim liong kiam untuk melayaninya.
Pedang pusakanya amat berat hingga angin yang keluar
dari pedang itu juga bukan main beratnya dirasakan oleh si
kakek. Tiga gebrakan lekas sekali telah berlalu, Ternyata Kimpocu
dapat memainkan pedangnya dengan enteng dan kokoh sekali
pertahanannya, Diam-diam si kakek menjadi kaget pikirannya,
"Ini satu Kim Toa Lip saja sudah sukar dijatuhkan cepat-cepat,
bagaimana kalau aku sebentar dikerubuti oleh yang lainlainnya"
Kalau kepandaiannya mereka ada jauh dibawahnya Kim
Toa Lip tidak apa, tapi kalau rata-rata kepandaiannya
berimbang saja, sukar buat aku keluar dari barisan ini....
Tiba tiba ia mendengarkan Khoe Cong berkata, "Kim toako,
kau jangan serakah, kasihlah aku mendapat giliran untuk
melayani si kakek. tanganku sudah gatal benar." Khoe Cong
berkata sambil tertawa, hingga Souw Kie Han menjadi
mendelu hatinya.
"Jangan kuatir Khoe hiante, segera kau juga mendapat
gilirannya, Aku juga tidak serakah mengangkangi sendiri."
sahut Kim Pocu,
"Tidak. kasih aku yang mendapat giliran dahulu." inilah
suaranya Coa Tong Kang.
Kemudian disusul oleh suaranya Seng Pocu. "Tidak bisa aku
harus mendapat giliran terlebih dahulu, sesudahnya Kim
toako." Demikian orang ramai meminta pada dulu-dulu mendapat
giliran melayani si kakek, hingga Souw Kie Han dibuat pusing
kepalanya, ia sangat mendelu hati, ia gusar sekali.
Pikirnya orang sangat memandang rendah terhadap
kepandaiannya. Bagaimana juga ia harus memecahkan
barisan ini, barulah mereka tahu Souw Kie Han punya
kelihayanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Sementara itu pedangnya Kim Toa Lip telah mendesak
dengan keras sekali, hingga mau tidak mau perhatiannya di
tumplek kepada Kim Toa Lip. Apa mau tidak diduga sama
sekali, ketika ia berkelit dari serangan pedang Kim Toa Lip ada
angin yang meny amber dari samping, itulah Ciauw Toa-nio
yang mengirim serangan dahsyat.
Matanya mendelik bahna gusar, tapi sebelumnya ia dapat
membalas serangan orang, kempa li dari lain jurusan, ia
diserang, ia dihujani serangan dari segala jurusan, boleh
dikatakan dari delapan penjuru angin hingga ia repot sekali
menangkis serangan yang dilakukan dengan senjata.
Souw Kie Han dalam marahnya sudah mainkan sepasang
lengan baju besinya yang ampuh, hingga angin menderuderu
dan pasir batu pada berterbangan karena kesemprot oleh
angin pukulannya yang hebat.
Kim Toa Lip masih terus dengan tenang mengendalikan
serangannya. Pada suatu saat ia mengirim tusukan tajam, tapi Souw Kie
Han cepat merubah posisinya, hingga Kim Toa Lip kepaksa
merubah tusukan pedangnya menjadi membabat, inilah yang
ditunggu-tunggu oleh si kakek karena ia melihat Ciauw Toanlo
merogoh sakunya hendak menerbangkan pula senjata
gelapnya. Maka diwaktu ia berkelit dari babatannya Kim Toa Lip
lengan bajunya lantas menyerang kearahnya Ciauw Toa-nio,
hingga senjata rahasia sinenek yang hendak diayun jadi urung
dan ia sendiri sempoyongan terkena angin pukulan lengan
bajunya si kakek, napasnya dirasakan menyesak dan hampir ia
rubuh pingsan- Serangan si kakek tadi ada tipu ilmu silat yang dinamai
"Pek in Cat san" atau "Awan putih keluar dari gunung" yang
hebat sekali hingga Ciauw Toa-Nio tidak tahan- Untung Ciauw
Toa Lip melihat bahaya, Menampak kawannya kena dihajar
oleh angin pukulan musuh, segera ia menerjang si kakek
dengan gaya "Iblis bermain mata" ia mengirim serentetan
tusukan pedang sehingga Souw Kie Han tidak punya
kesempatan untuk mengambil jiwanya si nenek yang sangat
menyebalkan hatinya. Dengan begitu Ciauw Toa-Nio dapat
ketolongan jiwanya.
Hebat tipu serangan iblis bermain mata dari Kim Toa Lip
tadi, sebab dua belas tusukan pedang mengarah pada dua
belas tempat jalan darah yang penting pada tubuhnya si kakek
aneh dari goa Pekscong-tong itu.
Tapi dasar ilmu silatnya lebih atas, maka serangan yang
bertubi-tubi itu dapat dielakan oleh Souw Kie Han dengan baik
sekali, malah ia sudah mengulurkan tangan dan membuka
lima jarinya untuk menyengkeram Ciauw Toa-nic.
Si nenek saat itu sudah meramkan matanya akan terima
nasib, tapi cengkereman si kakek urung setengah jalan,
karena satu benda berapi telah membentur tangannya, itulah
ada benda yang diluncurkan oleh Coa Tong Kang.
Ketika melihat kawannya dalam bahaya Coa Tong Kang
menggunakan ilmu "Thian-bee Keng gong (kuda semberani
melayang di angkasa) melesat keangkasa dari udara dengan
senjata gelapnya yang mengandung api ia telah menyambit
pada lengan si kakek hingga kebakar. Si kakek terpaksa
menarik pulang cengkeremannya karena jarinya dirasakan
panas. Souw Kie Han perdengarkan suara ketawanya yang
aneh. Matanya menyapu sekalian jago-jago itu yang jumlahnya
sembilan orang, yang keren- keren kelihatannya, Kecuali Kim
Toa Lip yang masih ngotot menyerang dengan pedangnya dan
beberapa orang lainnya, masih ada lima orang pula yang
masih belum bergerak dan tengah mengawasi kepadanya
dengan senyuman dinginTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Senjata mereka macam-macam, ada yang digunakan untuk
jarak jauh ada yang untuk jarak dekat, semuanya telah
digerakkan menyerang si kakek, akan tetapi semuanya dapat
dielakan oleh Souw Kie Han-
Ho Tiong Jong ditempat sembunyinya melihat jalannya
pertempuran demikian hatinya sangat heran, Kenapa Souw
Kie Han tidak menggunakan senjata gelapnya yang berupa
ular kecil untuk membunuh mati musuhnya" Dilain pihak.
Seng Eng dan kawan kawannya juga karena tidak mau
mengambil jiwanya sikakek aneh itu " untuk yang tersebut
belakangan Ho Tiong dapat menebak sebab sebabnya,
mungkin mereka masih menguatirkan anak keponakan mereka
yang masih disekap oleh si kakek.
Kalau anak-anak disekap ditempat yang tidak ketahuan
dimana letaknya dan si kakek sudah binasa, dimana mereka
bisa mencarinya anak-anak itu, Terdengar Kim Toa Lip berkata
nyaring. "Hei, Kie Han, apa kau masih belum mau menyerah"
Kau jangan mengimpi dapat melepaskan diri dari kepungan
kami orang."
Mendengar kata-kata ini bukan main gusarnya Souw Kie
Han- Ia sebenarnya kepingin menggunakan ularnya untuk
membunuh musuhnya akan tetapi dipikir lagi, kalau misalnya
ia sudah dapat membunuh satu musuhnya tentu senjata
rahasia itu diketahui oleh yang lain-lainnya.
Mereka tentu tidak akan mau mengerti dan mengeroyok
mati padanya, Lain urusannya kalau ia berhadapan dengan
satu dengan satu, mudah saja ia mengeluarkan senjata
ularnya untuk membinasakan musuhnya. senjata gelapnya itu,
selainnya Ho Tiong Jong tidak ada yang mengetahuinya pula.
Ia pikir, ada harapan suatu waktu ia ketemu dengan satu
pada orang-orang yang kini mengepungnya ia bisa
membinasakan dengan ular itu. Akhirnya ia bisa menjawab
ucapan Kim Toa Lip tadi.
"Kau jangan keliru mengira lohu takut mati. Dalam buku
kamus hidup lohu tidak ada takut mati."
"Kau sudah merasakan lihaynya barisan kami, bukan" Nah,
sekarang kau merdekakan anak dan keponakan kami, supaya
kami dapat melepaskan kau dengan selamat dari kepungan
kami." Kim Toa Lip sambil mengasih tanda pada orang
orangnya untuk meng gerakan barisannya.
"IHm, kalian dengan perkataanku" teriak si kakek, "Lohu
belum mau mengaku kalah dan sejak dahulu malah belum
mengaku kalah. Kalian tidak percaya, nah boleh belek, (belah)
dada lohu apa dalam hati lohu ada tertulis kata-kata kalah?"
Semua orang hentikan bergeraknya barusan, mereka saling
pandang mendengar kata-katanya si kakek barusan, Mereka
diam-diam mengagumi sikap si kakek yang kepala batu dan
kecekatannya tidak mau mengaku kalah.
"Baik," tiba-tiba Kim Toa Lip berkata. "sekarang aku mau
tanya kau mau lepaskan tidak orang-orang yang telah kau
tahan?" Souw Kie Han pada saat itu memang sudah sangat lelah,
karena sudah bertanding ratusan jurus lamanya, ia sungkan
mengaku kalah dan terus meladeni mereka mengeroyok


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirinya, ia sudah coba menerjang keluar dari barisan sampai
dua kali, akan tetapi semuanya gagal, kini ia mengerti, bahwa
sukar untuk ia keluar dari kepungan kalau tidak menyerah
kalah. Sebenarnya ia sangat mendongkol dengan kata tadi, tapi
apa daya" Kepaksa ia menjawab dengan suara dingin,
"Hmm....untuk apa aku kasih mereka tinggal hidup dalam
daerahku?" Kim Toa Lip tertawa bergelak gelak mendengar
ucapannya si kakek.
"Bagus inilah tanda dari perdamaian, Saudara-saudara,
lekas kasih jalan untuk Souw- Locianpwee panggil anak-anak
kita keluar ha ha ha..."
Souw Kie Han mendelik melihat lagaknya Kim Toa Lip. tapi
ia tidak ungkulan untuk mengajak mereka bertarung lagi,
maka ia hanya berkata.
"Hari ini urusan kita sudah berakhir sampai disini. Mulai
sekarang dan untuk selanjutnya kalian dari Perserikatan
Benteng perkampungan dan anak buah kalian dilarang
menginjak daerah kediaman lohu ini. Kalau larangan ini
dilanggar, jangan sesalkan kalau lohu tidak memberi ampun
lagi pada yang bersangkutan-"
Anak-anak muda yang mendengar ancamannya si kakek
rata-rata pada naik darah panas hatinya, akan tetapi sembilan
orang tua tidak menunjukkan perubahan apa-apa diwajahnya
dan juga tidak mengucapkan janjinya akan mentaati larangan
si kakek. Mereka membungkam terus.
Tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di otaknya si kakek,
maka ia telah tertawa bergelak-gelak. hingga membikin pihak
lawannya keheranan-
"Kau menertawakan apa?" tanya Seng Eng, yang dari
setadi tinggal diam--saja.
"Lohu menertawakan pada kalian orang-orang tua yang tak
ada gunanya."
" Dalam hal apa, maka kau berani mengatakan demikian?"
nyeletuk ciauw Toa nio
"Lohu menyaksikan ketika kalian hendak menyebrangi Liu
soa kok ada begitu bersusah payah, beda dengan seorang
muda yang pernah datang kesini, ia dengan secara mudah
saja dapat melalui lembah pasir berjalan (Liu soa- kok)."
Perkataan si kakek membuat Kim Toa Lip dengan kawankawan
jadi saling pandang.
XXII. GIOK CIN BUKA RAHASIA HATINYA.
MEKEKA tampak sedang menduga-duga siapa adanya
pemuda yang dimaksudkan oleh si kakek aneh itu.
"Aku lihat kalian bersembilan-" terdengar Souw Kie Han
berkata pula, "yang sudah dapat nama termashur dikalangan
Kangouw, tapi buktinya mengecewakan-Menyebrangi lembah
pasir berjalan saja ketakutan setengah mati, beda dengan
seorang muda yang datang kesini dia sudah sampai dipuncak
Si-ban leng dengan tidak mendapat kesukaran apapun juga,
malah dia sudah dapat menolonGi nona yang dicitiunya dan
sudah dibawa pergi olehnya."
"Siapa dia?" tanya Kim Toa Lip dengan tidak sabaran.
"Ho Tiong Jong..."
Semua orang terperanjat mendengar nama itu disebut.
Mereka hampir tidak percaya dengan pendengarannya
karena Ho Tiong Jong itu sudah mati, bagaimana ia bisa
datang kepuncak Si ban-leng" Apakah itu setannya yang
datang kesitu"
Seng giok Cin terperanjatnya lain, Mukanya berubah
seketika jantungnya dirasakan memukul keras.
"Tiong Jong sudah mendahului kita menolong adik Hong...
oh, dia gagah sekali, di mana adanya sekarang?" si nona
diam-diam menanya pada diri sendiri.
Kim Toa Lip menjublek sekian lamanya. Ia tidak mengerti
Ho Tiong Jong bisa hidup kembali. Adakah pemeriksaannya
kurang teliti" ia bersama Coa Tong Kang memeriksa bersamasama
Ho Tiong Jong dalam penjara air dimana ia sudah
melayang jiwanya karena di hajar oleh senjata rahasia Ceng
ciauw Nikouw yang beracun, Tok kim chi (pedang emas
berbisa). Setelah memikir lebih dalam, ia jadi geli sendirinya. ia tidak
mengira Ho Tiong Jong pada mempunyai kepandaian yang
membuat dirinya itu betul betul telah tewas jiwanya dengan
menggunakan tenaga dalamnya ia sudah dapat membuat
dirinya dingin dan tidak bernapas, betul-betul macamnya
orang sudah mati.
Disamping rasa geli, hatinya bukan main girangnya, karena
Kim Hong Jie puterinya, ternyata sudah tidak ada pula pada si
kakek dan sudah ditolong oleh itu sianak muda yang gagah
dan tampan- Tiba-tiba ia kaget mendengar sikakek berkata.
"Hm hanya sayang sekali lohu sudah memberi tusukan
beracun pada Tiong Jong sebagai ganti jiwanya yang luar
biasa dalam dunia persilatan dia tidak akan muncul lagi dalam
dunia Kangouw. Sayang, sungguh sayang. Ya apa mau dikata,
kecuali suteku Kong Jat Sin dapat menolong jiwanya sudah
tidak ada pula orang lainnya lagi."
"Berapa lama ia bisa hidup?" menyelak Seng giok Cin.
"Dia dapat hidup dalam beberapa jam saja." jawab si
nenek. "Aaaaa locianpwee keliru?"
"Mana lohu bisa keliru ?"
"Tiong Jong tidak bisa mati, Aku tidak percaya ia bisa mati
." "Sebabnya ?"
"Kalau dia memang harus mati, tempo hari saja ketika kena
Ceng ciauw Ni Kouw punya Tok-Kim chi. Senjata rahasianya
itu amat berbisa, aku tidak percaya jarum maut cianpwee ada
lebih berbisa dari Ciauw Nikouwpunya Tok-Kim chi."
"Bisa jarum yang lohu tusukan di tubuhnya itu termasuk
diantara "Lima Bisa" sedang Ceng Ciauw punya Tok kim chi
termasuk juga dalam itu "Lima Bisa", Kalau Tiong Jong tidak
mati oleh Tok-kim-chi tentu dia bakalan mati oleh jarum
mautku, itulah rupanya, Tiong Jong memang sudah nasibnya
akan binasa dengan racun kesian-"
"Sudahlah," menyelak Kim Toa Lip. "sekarang lekas kau
keluarkan itu anak yang kau tahan, Dan kami akan berlalu dari
sini?" Si kakek delikin matanya akan tetapi ia tidak kata apa-apa,
ia ngeloyor pergi sekian lamanya, kemudian datang lagi
dengan Tan Kie Seng, cu Coan Liang dan Kong soe Tek.
Mereka kegirangan dapat berjumpa kembali dengan paman
dan kawan-kawan, terutama Kong soe Tek yang
kegarangannya paling besar karena telah dapat berjumpa
kembali dengan Kong Soe Jin, engkonya.
Kedua saudara itu, yang mendapat julukan im yang Siang
kiam, telah berpelukan kegirangan dengan berlinang-linang air
mata. Kim Toa Lip sendiri tenang-tenang saja, karena puterinya
telah diselamatkan oleh Ho Tiong Jong. Meskipun anak muda
itu sudah kena tusukan jarum beracun si kakek, ia percaya Ho
Tiong Jong dapat membawa putrinya ketempat yang selamat,
Mereka lantas pada meninggalkan tempat itu, karena
orang-orang yang hendak ditolong nya sudah beres dan
kembali dengan selamat. Hanya Seng Giok Cin yang tidak
turut mereka pulang.
Seng Eng yang percaya puteri-nya bisa membawa dirinya,
tidak berkata apa-apa, ketika si nona menolak untuk turut
pulang dengan alasan hendak bercakap-cakap sebentar
dengan si kakek, ia hanya memesan supaya si nona berlaku
hati-hati. Seng Giok Cin hiburkan sang ayah dengan kata-kata yang
menentram bati, maka ayahnya telah meninggalkan ia dengan
hati lega. Meskipun dimulut tidak mengucapkan apa-apa, tapi dihati
Seng Eng sudah menebak seratus persen bahwa puterinya
tidak turut pulang bersama sama tentu hendak menyelidiki Ho
Tiong Jong. Sebagai orang tua yang menyayang pada putrinya, Seng
Eng mengerti bahwa puterinya telah jatuh hati kepada
pemuda yang gagah berani itu.
souw Kie Han heran melihat si nona tidak turut pergi, maka
ia lalu menanya. "Hei nona mengapa kau tidak turut kepada
mereka?" Seng Giok Cin tersenyum manis, Pelahan-lahan ia
mendekati si kakek dan berkata pelahan "cia npwee, aku tidak
turut berlalu dari sini karena aku ada sedikit urusan dengan
cianpwee."
"Hei, urusan apa lagi ?" menentang si kakek dengan heran-
"Soal Tiong Jong." jawabnya.
Si kakek buka lebar matanya, Pikirnya, si cantik Kim Hong
Jie telah menyintai Ho Tiong Jong begitu rupa, kini kembali
satu nona elok menaruh perhatian begitu besar kepada si
pemuda, Betul-betul Tiong Jong sangat beruntung, hanya
sayang dia pendek umur, sudah kena jarum mautnya dan
tidak bisa tertolong jiwanya.
"Tiong Jong kenapa," tanya si kakek.
"Kalau Tiong Jong sudah mati, dimana kuburannya ?"
"Kau mau bersembahyang ?"
"Ya," jawab si nona telengas .Souw Kie Han mengelah
napas, ia mengawasi paras muka si nona yang cantik menarik,
yang saat itu mengandung kedukaanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Hatinya kasihan, akan tetapi apa mau di kata, ibarat beras
sudah jadi bubur ia sendiri tak dapat menolonGi Ho Tiong
Jong, Tapi ia bisa menghiburi si nona, katanya.
"Nona, Tiong Jong masih belum mati, sebentar malam kirakira
jam dua baru dia mati..."
Setelah berkata demikian, kembali si kakek mengawasi
wajah yang cantik menarik nona didepannya, pikirannya saat
itu melayang kepada istrinya yang telah meninggalkan dunia.
Maka sambil menghela napas ia pelahan lahan angkat
kakinya meninggalkan Seng giok cin berdiri sendiri.
Seng Giok Cin tak tahu, ia harus berbuat bagaimana
sekarang. Mau menyusul Ho Tiong Jong, menyusul kemana" ia tak
tahu kemana perginya si pemuda yang membawa Kim Hong
Jie. Ia jadi berdiri menjublek sekian lamanya, pelahan napas
terdengar beberapa kali, wajahnya menunjukkan rasa duka.
Ho Tiong Jong barusan mendengar Souw Kie Han memujimuji
dirinya, diam-diam ia merasa bangga, Kalau saja pujian
itu pada beberapa waktu berselang, tentu ia sudah keluar dari
tempat sembunyinya dan mengunjuk diri sambil tepuk-tepuk
dada. Tapi kini Ho Tiong Jong sudah ada pengalaman, ia tidak
mau unjukkan dirinya sewaktu dirinya diangkat tinggi-tinggi,
meskipun sang hati kepingin menonjolkan mukanya didepan
orang banyak. terutama diiepan gadis jelita seperti nona Seng.
seban saat ia tidak bisa wajahnya yang cantik dan
kebaikannya. Kini tegas ia menyaksikan bagaimana nona Seng begitu
memperhatikan dirinya. ia tidak turut pulang dengan ayah dan
pamannya karena ingin mengetahui hal kematian dirinya,
pembicaraan yang dilakukan antara nona Seng dan Souw Kie
Han tertangkap nyata dalam telinga si pemuda, hingga diamdiam
ia berkata kepada dirinya sendiri.
"Dia juga menyintai diriku, bagaimana ini jadinya" Hong Jie
dan giok Cin dua nona cantik jelita pada menyintai aku,
kenapa ?" Ia sendiri tak tahu, Apakah lantaran wajahnya cakap
cakap" Atau karena sikap dan pengawakannya gagah"
Aaaa..... mustahil, sebab tak kurang-kurang pemuda pemuda
lain yang lebih tampan dan gagah, malah mereka ada dari
tingkatan atas, sedang ia sendiri hanya seorang muda dari
kalangan gelandangan saja, IHemn, ia tidak habis mengerti.
Tiba-tiba ia teringat bahwa dirinya hanya tinggal beberapa
jam lagi saja, hatinya menjadi cemas.
Diwaktu ia mengelah napas, matanya melihat nona Seng
dengan perlahan lahan angkat kakinya menuju lembah. Cepat
cepat ia keluar dari tempat sembunyinya dan dengan tindakan
ringan yang tidak menerbitkan suara ia menghampiri si nona.
Dari belakang nya ia berkata perlahan-
"Adik Giok, kau jangan berduka, aku ada disini."
Kaget bukan main Seng giok Cin, cepat ia berbalik dari
depannya berdiri Ho Tiong Jong dengan muka berseri seri,
wajahnya yang tampan menawan yang selalu menjadi buah
matanya. Tapi herannya Seng Giok Cin bukannya mengunjuk wajah
girang melihat si pemuda saat itu, sebaliknya air mukanya
tampak dingin. "Ya, bagaimana sekarang setelah kau ada disini?" katanya
ketus. Ho Tiong Jong jadi berdiri bengong.
Sama sekali ia tidak mengira bahwa akan mendapat
jawaban begitu ketus dan air muka yang dingin, Aneh,
pikirnya. "Kau kira dirimu seorang gagah perkasa, bukan" Hm....
tidak tahu malu."
Kegirangan dan kemesraan Ho Tiong Jong seketika itu
lenyap tak berbekas. ia seolah-olah diguyur air dingin dengan
mendadak saja badannya dirasakan menggigil.
Tadinya ia menduga Seng giok Cin menyambut ia dengan
mesra, karena ia menyaksikan sendiri, bagaimana gelisah dan
benar perhatian Seng giok Cin terhadap dirinya yang
dikatakan sudah kena racun dan akan menemukan ajalnya.
Heran kenapa sikapnya demikian dingin" Ah, dasar hati wanita
sukar diduga. Ketika Seng giok Cin perlakukan Ho Tiong Jong
demikian" Soalnya adalah karena si nona merasa malu. Tadi
perbuatan dan percakapannya dengan si kakek pikirnya telah
diketahui oleh sipemuda, itulah berarti bahwa rahasia hatinya
telah diketahui semua oleh Ho Tiong Jong.
Ia merasa malu sendiri, maka juga ketika mataaya
kebentrok dengan matanya sipemuda, lantas saja selebar
mukanya menjadi merah jengah. Untuk menebus rasa
malunya ia coba unjukkan muka dingin dan ucapan perkataan
ketus, tapi ia salah hitung, karena justeru demikian sipemuda
yang beradat angkuh lantas mengambil jalannya sendiri.
Ho Tiong Jong bukannya itu pemuda yang gampang


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menekuk lutut didepannya wanita cantik, boleh diinjak injak
kepalanya, asal si nona untuk sikap manis pemuda she Ho itu
adatnya angkuh dan dapat menghargai dirinya sendiri.
Mukanya lantas berubah, ia tidak unjuk senyumannya lagi
dan menjawab ucapannya si nona.
"Ya, nona Seng harap kau suka maafkan, kalau karena
kedatanganku ini ada mengganggu ketentramanmu. Budimu
yang telah kuterima, aku tidak akan melupakannya. Nah,
selamat tinggal."
Setelah berkata demikian Ho Tiong Jong lantas berlalu dari
depan si cantik. seng Giok Cin jadi kebingungan-
Barusan kedengarannya enak sekali ketika Ho Tiong Jong
mengucapkan kata kata adik giok, sekarang sudah berubah
lantas dengan "Nona Seng," inilah ada tanda bahwa pemuda
itu menolak sikapnya yang barusan di unjuk itu. ia tidak
menduga sama sekali kalau pemuda itu berkepala batu dan
tidak tunduk oleh kecantikan-
Maka cepat-cepat ia memburu, "Eh, Engko Jong, kau
tunggu dahulu." teriaknya. Ho Tiong Jong hentikan
tindakannya. "Ada urusan apa lagi?" tanyanya.
" Kau sekarang hendak pergi kemana?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia harus angkat bahunya
dan gelengkan kepala.
Pikirnya betul-betul hati wanita sukar di tebak arahnya.
Barusan ia begitu ketus dan dingin, kini ramah tamah dan
menanyakan pula tentang dirinya hendak pergi kemana, tak
pernah mau tahu urusan orang, mau pergi ke mana itulah ada
urusannya sendiri.
Meskipun ia akan menghadapi kematian, tapi untuk di hina
seseorang wanita, nanti dahulu, Maka ia segera melangkah
lagi hendak meninggalkan si nona, yang kini sudah jinak dan
lunak. Seng Giok Cin gelisah menghadapi kepala batu, maka ia
cepat memegang tangannya dan menanya pula dengan suara
halus merdu dan tidak lupa mulutnya yang mungil
menyungging senyuman
"Engko Jong harap jangan marah, barusan aku berlaku
kurang sopan, Harap kau suka maafkan, sebenarnya
bagaimana rencanamu kau mau pergi kemana?"
"Aku sendiri tidak tahu, tapi aku harus lekas meninggalkan
tempat ini." Ho Tiong Jong menjawab sambil berjalan.
Si nona mengintil disampingnya. "Engko Jong menurut
pikiranku sebaiknya kau mengikuti aku, buat aku coba
menyembuhkan racun yang ada di tubuhmu." Ho Tiong Jong
ketawa getir. "Kau baik sekali nona Seng," jawabnya, "terima kasih kau
tak usah repot-repot karena diriku, sebab aku sendiri bisa
mengatasinya."
Perih hatinya Seng Giok cin, kembali ia mendengar si
pemuda memanggil, nona lagi padanya bukannya adik, itu
tandanya masih marah kepadanya.
Seumurnya Seng Giok cin belum pernah begitu merendah
pada orang, juga belum pernah mendengar kata-kata yang
acuh tak acuh seperti Ho Tiong Jong, maka hatinya sangat
perih dan ia kepingin menangis oleh karenanya. Ia melihat si
pemuda meninggalkan kepadanya.
Terpaksa ia memburu pula, sambil menyekal lengannya
pula ia berkata. "Engko Jong kau benci padaku ?"
" Kenapa aku harus membenci kau ?"
"Kau kelihatannya acuh tak acuh terhadapku."
"Ya, diantara kita tidak ada hubungan lain, Kita hanya
sebagai kenalan sepintas lalu saja dan itu mudah dilupakan,
Budimu yang aku terima, selama aku masih hidup tentu aku
tidak akan melupakannya."
Kembali Seng Giok Cin hatinya merasa di tusuk-tusuk.
Perih sekali hatinya ia menyintai sipemuda, tapi ternyata
pemuda itu tidak mengerti akan cintanya. Tapi itu bukan
salahnya Tiong Jong, salahnya sendiri barusan membuat sakit
hatinya sipemuda yang beradat tinggi. ia menyesal,
bagaimana akalnya supaya ia dapat baik kembali "
"mari kita bicara." mengajak si nona sambil menarik
lengannya sipemuda pergi kebawahnya pohon yang rindang.
Kedua-nya buat sejenak lamanya tinggal membisu.
Seng Giok Cin tundukan kepala, sedang Ho Tiong Jong
saban saban mendongak melihat kelangit seolah-olah ada
apa-apa disitu yang dicari.
Suatu saat ia memandang sinona ^ang menundukkan
kepala sambil bakal main ujung bajunya.
"Nona Seng ada urusan apa kau ajak aku kesini?" tiba-tiba
sipemuda membuka pembicaraan-
Seng Giok Cin tidak menjawab, hanya dari sepasang
matanya yang jelita tiba-tiba mengeluarkan air mata.
Ho Tiong Jong kaget melihat Seng Giok Cin menangis.
"Kau kenapa?" tanyanya heran.
"Engko Jong." kata si nona sambil terisak-isak "Apa kau
masih marah padaku ?"
"Kenapa aku mesti marah padamu ?"
"Engko Jong, kau tak tahu isi hatiku terhadapmu." Ho Tiong
Jong melengak. Sebelum ia membuka suara menanya, si nona sudah mulai
melanjutkan kata-katanya secara blak blakan ia bukan seorang
nona pemaluan atau pingitan, ia tidak tedeng aling-aling untuk
mengatakan isi hatinya didepan pemuda pujaanya.
"Engko Jong, seumur hidupku selain ayah yang aku amat
pikiri, tidak ada lain orang lagi. Tapi sejak hari itu, waktu kau
menolong diriku tanpa menghiraukan diri sendiri telah
menempur "Sepasang Orang Ganas" hatiku terus memikir
padamu." Ho Tiong Jong berdebaran hatinya mendengar pengakuan
si nona, ia tidak menyangka bahwa si nona berani secara
terang terangan membuka rahasia hatinya, ia terus
mendengarkan lanjutannya si nona bicara.
"Malah, aku lebih berat memikiri dirimu dari pada ayahku
sendiri, Pikirku. setelah kau mati, aku akan mencukur rambut
masuk menjadi nikouw untuk melayani suhu di Ta san- Setiap
hari aku akan tetap mengenangkan dirimu, mendoakan
supaya arwah mu dialam baka mendapat tempat yang lapang
..." Seng Giok Cin sampai disini sudah tidak dapat menahan
rasa sedihnya lagi, maka ia telah menangis makin sedih
danjatuhkan dirinya dalam pelukannya Ho Tiong Jong. Ia
menangis terisak-isak didadanya sipemuda yang lebar dan
kuat. Ho Tiong Jong sementara itu sudah tak dapat berkata-kata
saking kagetnya. Kaget, Karena ia tidak menyangka si nona
ada demikian besar cintanya terhadap dirinya, ia menyesal
akan perlakuannya tadi, yang membuat si nona merasa tidak
enak hatinya, Perlahan-lahan ia memenangkan hatinya.
Sambil mengusap-ngusap rambutnya si nona yang hitam
mengkilap dan tumbuh subur ia menghibur.
"Adik Giok. kau jangan berkata demikian- Aku hanya
seorang pemuda gelandangan, tidak punya rumah tangga
yang tentu, malah orang tua sendiri belum tahu dimana
adanya. Masih terlalu banyak pemuda-pemuda pantaranku,
yang lebih tampan, gagah dan tinggi kedudukannya maupun
ilmu silatnya, maka bagimu masih mudah saja untuk
memilihnya bukan" Kau..."
"Engko Jong." memotong si nona dengan air mata masih
berlinang-linang, "memang tidak salah ucapanmu barusan,
banyak yang lebih cakap dan cerdik dari pada kau. Tapi kau
adalah kau, mereka adalah mereka, Mereka bukannya kau.
Engko Jong, kau tidak tahu, meski sekarang badanku belum
menjadi milikmu, tapi hatiku telah lama menjadi milikmu.
Maka kalau kau mati, hatiku juga berarti mati, mengikuti kau
dikubur, Selanjutnya aku akan hidup dengan semangat
melayang-layang dan mungkin, setelah suhu menutup mata
aku juga akan menyusul rokhmu ketempat baka."
"Adik Giok..." suara merdu menyelusup ditelinga si nona,
sedang mulutnya ditekap oleh sipemuda pujaannya, "Kau
jangan berkata demikian, aku seram mendengarnya, Nah,
sekarang coba dongakkan wajahmu yang cantik."
Seng Giok Cin menurut, dengan air mata masih berlinanglinang,
ia dongakkan mukanya menatap wajahnya Ho Tiong
Jong yang bersenyum kepadanya. Sejenak lamanya keduanya
saling memandang dengan tidak merasa puas.
Tangannya Ho Tiong Jong yang kiri dipakai menunjang
dagunya si nona, sedang yang kanan dipakai mengusap-usap
jidat, rambut, pipi dan mulutnya sinona yang mungil, Matanya
terus menatap seolah olah tidak mau berkedip.
Si nona diperlakukan demikian, tinggal mandah saja malah
merasa sangat bahagia.
"Adik Giok." kata sipemuda dengan suara pelahan, "Aku
cinta padamu, aku ingin memandang wajahmu sepuas
puasnya, supaya kalau aku nanti mati dapatlah aku
mengenangkan wajah yang elok jelita dari kekasihku daiamdunia..."
Suara Ho Tiong Jong parau kedengaran-nya, karena
menahan rasa sedih yang mencengkeram hatinya. Tampak
pada kedua belah matanya ada meneteskan butiian air mata,
sedang sepasang matanya Seng Giok Cin yang barusan baru
berhenti menangis, kini mendengar kata kata itu. kembali
mengeluarkan air mata dengan derasnya.
Keduanya jadi saling peluk dengan sangat mesra seakan
akan tidak ingin berpisahan pula, keduanya saat itu merasa
sangat bahagia, melupakan untuk sesaat itu atas kematiannya
sipemuda yang sebentar lagi akan terjadi.
Suaranya Ho Tiong Jong yang memanggil "adik Giok" terus
berkumandang dalam telinganya si nona, jasanya seperti
suara musik yang merdu, ia bersenyum, diam-diam dan balas
memeluk erat-erat pada sipemuda yang memeluk kencang
tubuhnya seakan- akan sudah tak mau melepaskannya lagi.
Tiba-tiba Ho Tiong Jong mendorong dengan perlahan tubuh
sinona yang harum semerbak, pikirannya kalut perasaannya
cemas meluap-luap dan ia menyesal bahwa umurnya akan
demikian pendek. Kalau saja ia diberi panjang umur, alangkah
bahagianya ia hidup di dampingi seorang wanita elok seperti
nona Seng Eng yang mencintai setulus hati.
"Adik Giok,sudah waktunya kita berpisahan-.." terdengar
sipemuda pelahan sambil mendorong tubuhnya si pemudi
pelahanseng Giok Cin berkeras tidak mau dipisahkan dari tubuhnya.
" Engko Jong...." ia berbisik, "Biarkan aku ikut kemana kau
pergi temponya ada sangat singkat untuk kita akan berpisahan
selama-lamanya, dengan begitu dapatlah nanti aku
mengenangkan wajahmu dibawah sinarnya lampu sang
Buddha." Ho Tiong Jong kaget, ia tidak tega untuk mendorong sinona
yang memeluk erat-erat tubuhnya.
"Adik Giok. semestinya aku tidak boleh berbuat begini, aku
harus bersikap dingin padamu, memancing kebencianmu,
supaya kau dapat melupakan aku. Tapi, ya, barusan kau kata
hendak mengikuti aku sampai aku..."
"IHussstt..." kata Seng Giok Cin, sambil menekap mulutnya
sipemuda dengan jari-jari tangannya yang halus mulus,
"jangan teruskan bicaramu, aku seram mendengarnya,
sebaiknya kita bicarakan hal hal yang membahagiakan hati
saja." Ho Tiong Jong menatap wajah cantik dari Seng Giok Cin,
kerlingkan matanya yang menjalin hati, membuat Ho Tiong
Jong lemas karenanya, maka ia bersenyum dan berkata
dengan pikiran lega. "Baiklah, aku menurut saja padamu."
Seng Giok Cin berseri-seri, air matanya yang barusan
berlinang linang telah menghilang entah kemana.
Perlahan-lahan ia keluar setangannya, hendak menyeka
bekas menangis tadi.
Ho Tiong Jong cepat merebutnya setangan yang harum
semerbak ini, ia sendiri yang menyeka pelahan-lahan air yang
masih mengeram ditelakupan dan bulu matanya yang halus
lentik, oh bagaimana bahagia Seng Giok Cin pada saat itu.
Keduanya saling menatap dengan bersenyum-senyum.
Tangannya nona Seng yang halus memegang tangannya
sipemuda, diajaknya untuk berduduk pada sebuah batu besar
yang tidak jauh dari situ.
"Engko Jong." kata sinona, setelah mereka duduk
berendeng, "semula aku tidak memperdulikan segala kejadian-
Kini aku merasakan akan kedatangannya malaikat elmaut.
Setelah aku menyaksikan perbuatanmu menolong si lemah
memberantas si jahat, hatiku jadi tergerak. Aku berjanji akan
membuang perangaiku yang sudah-sudah dan selanjutnya
akan menjalankan kebenaran seperti kau?"
"Bagus itu, bagus adik Giok, Setelah aku..." dia tidak dapat
melanjutkan bicaranya karena mulutnya kembali dibekap oleh
tangan yang mungil Seng Giok Cin matanya melotot
kepadanya seolah-olah menegur kenapa ia hendak berkata
pula yang menyeramkan itu. Ho Tiong Jong merasa bersalah,
maka ia berseri-seri kemudian berkata. "Adik Giok, maafkan
aku barusan aku kelupaan-"
"Aku harap kan jangan timbulkan soal demikian pula, yang
membikin hatiku sangat pilu dan kepingin menangis. apakah
kau senang melihat aku menangis terus-terusan?" demikian si
nona menyesalkan-
"Iyah dah. aku tidak berani lagi." jawab sipemuda
bergurau. Seng Giok Cin ketawa, Suasana menjadi gembira lagi,
keduanya meneruskan percakapannya. Seng Giok Cin
menyatakan pikirannya.
" Engko Jong meski betul katanya kau tak iapal ditolong
lagi, tapi apa salahnya sebelumnya waktunya sampai, kita
berdaya untuk mencari pemunah racun yang ada ditubuhmu.
Siapa tahu Tuhan memberkahkan kita dapat hidup bahagia
nanti?" Ho Tiong Jong diam saja.
Tapi otaknya bekerja, ia pikir, tubuhnya sudah tiga kali
kena racun. Pertama karena goresan kukunya Tok-kay,
kemudian Toat-kim chi dari ceng ciauw Nikow yang ia gigit
dengan giginya, lantas belakangan diinjeksi oleh jarum
mautnya si kakek aneh dari Lembah Pasir Berjalan-
Tiga macam racun sudah mengaduk dalam tubuhnya, mana
mungkin dirinya ketolongan dari bahaya kematian.
Melihat sipemuda diam saja. Seng Giok Cin meneruskan
bicaranya.

Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"oo, ya.... sekarang aku baru ingat, Locianpwee Kong Yat
Sin sering-sering datang ke gunung Po kay san menyambangi
seorang sahabatnya untuk bercakap-cakap. Dari sini gunung
itu jaraknya hanya seratus lie saja. Aku kira, dalam waktu dua
jam kita sudah bisa sampai, Siapa tahu peruntunganmu
panjang umur, dengan Tuhan Yang Maha Esa kau dapat di
tolong. Dia ada mempunyai hubungan baik dengan ayahku,
maka aku akan minta supaya bagaimana juga ia dapat
menolong dirmu. Eh bagaimana kau pikir?"
Ho Tiong Jong terbuka sedikit harapannya, ia menyetujui
usulnya si nona untuk pergi kesana.
Disaat mereka pada bangun berdiri dari duduknya, tiba tiba
muncul Souw Kie Han dihadapan mereka.
"Hei, kalian lagi merundingkan apa lagi bukan lekas pergi?"
tegurnya kasar.
Ho Tiong Jong beringas, Agaknya ia sangat marah pada si
kakek yang menginjeksi dirinya dengan jarum mautnya. Tapi
sebelum pemuda membuka suara, Seng Giok Cin menalangi
padanya menjawab. "Hii, kau ini orang tua bawel benar,
sekarang juga kira memang hendak meninggalkan tempatmu"
Souw Kie Han melihat sepasang matanya si nona merah
seperti habis menangis, hatinya menjadi lemas. Tidak tega
berlaku keterlaluan, ia hanya menyuruh supaya mereka buru
buru meninggalkan tempat itu.
Matanya Ho Tiong Jong mendelik, "IHm...." ia menggeram,
"kalau kepandaianku diatasmu, aku akan membereskan kau
kakek serakah ini mengangkangi seluruh gunung."
Souw Kie Han berubah wajahnya, ia tidak senang
mendengar perkataan Ho Tiong Jong. "Bccah, kau jangan
banyak omong. Sekali lagi kau berani berkata begitu awas"
demikian ia mengancam.
Ho Tiong Jong meluap amarahnya.
Ia nekad dan hendak menempur lagi si kakek, meskipun ia
sudah dipecundangi dan tahu bahwa kepandaiannya belum
nempil untuk melayani si kakek. Pikirnya, sudah kepalang,
tokh dirinya bakalan mati, Takut apa sama si kakek yang
kejam itu. Tapi Seng Giok cia lebih sabar, ia tahu meski ia berdua
bersatu juga mengerubuti si kakek masih bukan tandingannya,
apa lagi Ho Tiong Jong seorang diri menghadapinya, maka ia
sudah kasih isyarat kepada sipemuda dengan kerlingan
matanya. "Sabar Locianpwee, jangan berbuat sekasar itu kepada
kami, Tokh kami hanya menginjak Liu soa-kok hanya untuk
sekali ini saja, untuk apa kau jadi marah?"
Si kakek mendengar tata bahasanya demikian halus dan
merendah, hatinya lemas, Terdengar ia menghela napas,
kemudian berkata.
"Ya, kalian tidak tahu kesusahan hati lohu. Sebenarnya,
lohU tidak punya maksud memberlakukan kalian kasar. "
Ho Tiong Jong mendengar perkataannya si kakek, lantas
terlintas dalam ingatannya suatu penemuannya tempo hari.
"Aku tahu kau punya kesusahan hati ," katanya Souw Kie Han
berubah wajahnya, ia mengawasi si pemuda sejenak.
"Bagaimana kau tahu kesusahan lohu ?"
"Kau tentu sedang memikirkan benda wasiat yang kau cari
tak ketemu, bukan ?"
Si kakek tergetar hatinya, ia heran kepada pemuda ini
dapat menebak dengan tepat kesusahan hatinya "
"Apa artinya perkataanmu itu," tanya sikakek.
"Sekarang kau terangkan dahulu kesusahan hatimu, nanti
aku akan kasih tahu apa apa yang membuat terhibur
kesusahanmu?"
si kakek terheran heran mendengar bicaranya Ho Tiong
Jong. "Ya. lohu sudah puluhan tahun lamanya-tapi selama itu
belum juga dapatkan benda yang lohu maksudkan-"
Ho Tiong Jong ketawa, "Aku tahu kesusahan ini, kau lentu
mencari itu patung yang melukiskan tubuhnya satu wanita
elok. benar tidak?"
"Hei bocah" teiiak si kakek, "Kau bohong mana bisa jadi
kau dapat menemukan benda itu digunung Sie ban-leng ini,
tentu kau menemukannya diluar gunung."
"Aku sudah memegangnya, aku sudah melihatnya, bahkan
sudah membaca apa bunyinya tulisan yang diukir pada patung
sicantik itu." jawab Ho Tiong Jong. souw Kie Han terbelalak
matanya, ia mengawasi si pemuda tanpa berkesiap.
"Bocah, kau lekas beritahukan pada lohu, dimana letaknya
dan apa patung itu sudah di ambil olehmu. Bicara lekas, kalau
sedikit, membohong lohu tidak perkenankan meninggalkan
tempat ini. Mungkin lohu akan membuka pantangan
membunuh dan hilangkan jiwa kalian."
Seng Giok Cin terkesiap hatinya, ia jerih juga menghadapi
si kakek yang sedang kalap mendengar berita tadi dari Tiong
Jong. Tapi sebaliknya Ho Tiong Jong tidak takut, ia tertawa
bergelak-gelak. " Kakek kejam, aku Ho Tiong Jong tidak nanti
takut dengan ancamanmu sekarang mati dan nanti mati,
untukku sama juga bukan?"
Souw Kie Hanjadi melongo. Memang benar juga katakatanya
sipemuda, ia sudah kena jarum injeksi mautnya lagi
beberapa jam menemui kematiannya, kalau sekarang ia
membunuhnya sama juga, tidak banyak bedanya ada terlebih
cepat ia menemui kematiannya.
Ia menyesal sendiri tidak dapat memunahkan racun jarum
mautnya, kalau tidak boleh ia memunahkan dahulu racun yang
pada ditubuhnya si pemuda untuk mengorek rahasia yang
diketahui oleh sipemuda itu dengan jalan menyiksa dirinya.
Kini gertakannya tidak mempan- Maka dengan mendongkol
ia sudah tinggalkan pergi sepasang muda mudi itu.
Mereka juga tidak ambil perduli si kakek dan lantas angkat
kaki dari situ. Tapi tidak dinyana si kakek kemudian balik lagi
dan menegasi, katanya. "Hei bocah, apa patung itu kau sudah
ambil?" "Tidak" jawab Ho Tiong Jong sambil terus berjalan, hingga
si kakek menjadi tidak senang pertanyaan dianggap sepi.
Dalam gemasnya, ia sudah keluarkan kepandaiannya menotok
dari jarak jauh, sebentar lagi Ho Tiong Jong dan sinona pada
jatuh rubuh. "He he he," si kakek tertawa aneh, ketika melihat
korbannya rubuh, ia datang menghampiri lalu keluarkan rantai
wasiatnya, dan merantai muda mudi itu diikatnya pada pohon
masing-masing sejarak kira kira satu tumbak.
Mereka diikat berhadap hadapan, Setelah mana ia lalu
membuka pula semua totokannya, sehingga saling susul Seng
Giok Cin dan Ho Tiong Jong mendusin,
Si nona merasa girang, ketika siuman melihat Ho Tiong
Jong tak kurang suatu apa hatinya lega, sebaliknya sipemuda,
ketika membuka matanya bukan main gusarnya pada Souw
Kie Han, ia mencaci maki si kakek.
"Kau ini tua bangka tidak tahu diri, kejam dan tidak punya
peri kemanusiaan-Bagaimana tidak hujan tidak angin mau
berlaku sewenang-wenang lagi pada kami" Apa belum puas
dengan jarum mautmu yang ditusukkan kepadaku."
Tapi Souw Kie Han tidak jadi marah, malah ia ketawa
terkekeh kekeh.
"Kau sayang pada dia?" tanyanya kemudian sambil
menunjuk pada nona Seng.
"Tentu, kan mau berbuat apa?" sahut Ho Tiong Jong
beringas. "He he he, kalau kau sayang padanya, lekas cerita terus
terang, lohu tidak akan mau mengganggu seujung
rambutnya?"
"Tidak. kau jangan kena digertak olehnya, Engko Jong,
kalau kau menuruti kemauannya aku akan membenturkan
kepalaku mati disini" demikian si nona berkata dengan suara
gemas dan pasti.
"He he, dia cerita juga boleh kenapa?"
"Tidak. aku tidak suka menyenangkan hatimu, Kau kakek
kejam." "Bocah, kau jangan bikin lohu jadi marah" bentak Souw Kie
Han pada nona Seng.
"Tidak. aku tidak takut kau marah, Eh, Engko Jong kalau
kau memberitahukan kepadanya aku akan menggigit lidahku
untuk mati disini."
Souw Kie Han benar benar marah, ia angkat tangannya
menampar pipinya si nona hingga bersuara nyaring, Sinona
sangat malu di hina demikian rupa seumur hidupnya ia baru
mengalamkan kejadian itu. Dengan air mata bercucuran ia
memaki si kakek kalang kabut, tapi tidak diladeni oleh Souw
Kie Han. Di lain pihak Ho Tiong Jong perih hatinya melihat
kekasihnya diperhina demikian rupa oleh si kakek. tapi apa
daya" ia tidak mempunyai tenaga untuk melawannya, ia
hanya menyesalkan dirinya yang tidak punya guna.
Tapi Souw Kie Han juga sesudah menampar si gadis
harinya merasa sangat menyesal ia terburu napsu bukannya ia
punya maksud untuk menghina seorang wanita, ia berbuat
demikian karena tidak tahan oleh perasaan gusarnya. Ia lalu
menghadapi Ho Tiong Jong dan berkata.
"Bocah lohu sudah mengambil ketetapan untuk melepaskan
kau dan dia. Tapi dengan syarat, yalah ke satu kalau kalian
sudah merdeka kau menjamin dia tidak akan membikin pusing
lohu, kedua kau harus bersumpah bahwa benda itu masih
dipuncak gunung ini tidak dibawa olehmu. Bagaimana kau
sanggup?" Si kakek rupanya merasa kuatir juga si nona kalau sudah
dimerdekakan akan ngamuk dan merangsak dirinya, Meskipun
ia sendiri tidak takuti Seng Giok Cin tapi biar bagaimana juga
ia merasa sungkan melayani seorang anak perempuan yang
pantas menjadi buyut-nya.
Ho Tiong Jong pikir-pikir syarat-syaratnya itu dapat
diterima sebab kalau ia terus membandel, dikuatirkan si nona
akan mendapat tambah penghinaan yang tak ada perlunya
dari si kakek. Maka ia lalu mengawasi pada Seng Giok Cin,
seakan-akan yang meminta persetujuaanya .
Seng Giok Cin mengerti, ia pikir memang tidak ada gunanya
membandel. Paling perlu lekas-lekas mereka dapat
kemerdekaannya, supaya Ho Tiong Jong cepat-cepat
mendapat pertolongan dari Kong Jat Sin. Maka ia lantas
mengasih isyarat dengan matanya, bahwa ia mupakat
sipemuda menerima baik syaratnya slkakek.
"Bagaimana" "si kakek mendesak.
"Ya, aku terima syaratmu itu. Kalau aku membawa patung
itu, biarlah langit dan bumi menghukum diriku?"
Souw Kie Han tertawa gelak-gelak.
Ia percaya perkataan sipemuda, maka seketika itu ia telah
melepaskan mereka lagi. Seng Giok Cin cepat-cepat mengajak
Ho Tiong Jong meninggalkan tempat itu.
Mereka menuju ke gunung Po-kay san- Di sepanjang jalan,
mereka bercakap-cakap meskipun di wajah mereka kelihatan
gembira, tadi dalam hati masing-masing cuma Tuhan yang
tahu, Mereka kuatir akan gagal racun pada tubuh sipemuda
tak dapat ditolong karena tidak dapat menemui Dewa obat
Kong Yat Sin-Mereka beli seekor kuda naiki berdua,
Gunung Pokaysan itu tidak seberapa jauh mereka hanya
memerlukan setengah jam saja berkuda sudah sampai
ditempat yang dituju. Ketika mendaki gunung tersebut sampai
ditengah-tengahnya Seng Giok Cin telah menangis, karena
hatinya sangat sedih memikirkan nasib sendiri dan Ho Tiong
Jong, pemuda pujaannya, ia berkata pada sipemuda.
"Ya, Engko Jong hatiku merasa takut sekali."
"Kau takuti apa?" tanya sipemuda heran-
"Kalau-kalau kita tak dapat menjumpai orang yang akan
diminta pertolongannya, bagai mana baiknya, ya" Kau jangan
meninggalkan aku..." Ho Tiong Jong mendengar kata-kata si
nona, hatinya sangat pilu.
"Kau jangan takut, jiwa manusia di tangan Tuhan-"
menghibur Ho Tiong Jong, tapi berbareng ia sudah menotok
jalan darah si nona hingga ia ini jatuh lemas.
Ho Tiong Jong cepat menahan tubuhnya si nona yang
hendak rubuh, perlahan-lahan si jelita diturunkan dan kuda
dan diletakkan diatas rumput dibawah satu pohon siong yang
rindang. Matanya si nona mengawasi sipemuda dengan sayu,
seolah-olah mau menanya, kenapa menotok dirinya"
Kemudian memeramkan matanya tidur pulas.
"Adik Giok. jangan kecil hati. Aku terpaksa menotokmu,
supaya kau jangan turut aku kesana, Sebab kalau benar tidak
menemui orang yang dicari, repotlah nanti aku karena kau
putus asa. Kau beristirahatlah sebentar disitu, aku segera akan
kembali^" la boleh dikata telah berkata-kata sendirian, karena Seng
Giok Cin saat itu sudah tidak sadarkan dirinya, ia sudah pulas
karena totokannya tadi. Ia menghampiri kudanya dan
ditambat pada sebuah pohon-Cepat Ho Tiong Jong gerakan
kakinya naik keatas gunung. Sesampainya dipuncak. benar
saja ia dapatkan rumah yang dimaksud.
Ia tampak mencil sendirian, hingga tidak sukar untuk Ho
Tiong Jong mencarinya. setelah berada didepan rumah, ia lalu
mengetuk pintunya.
XXIII. ANTARA SUKA DAN DUKA.
Ketika ketukannya tidak mendapat jawaban, ia lalu
membentak. "Numpang tanya, apa Kong Jat Sin lo cianpwee
ada didalam rumah ?"
"Siapa di luar ?" terdengar jawaban dari sebelah dalam.
"Aku Ho Tiong Jong bersama nona Seng Giok Cin ingin
berjumpa."
"Sayang sekali terlambat sedikit, Kong Jat Sin sudah pergi
dari sini."
Mencelos rasa hatinya mendengar ia terlambat datang tak
dapat menjumpai Kong Jat sin. pikirnya jiwanya sudah tak
dapat tertolong lagi, habislah pengharapannya.
Tiba-tiba ia mendengar dari sebelah dalam dari suara tadi,
yang menanyakan apa nona Seng itu ada putrinya Seng Eng"
Muridnya dari Kok Lo-lo dari Rumah Es Tay-pek-san"
Pertanyaan mana dijawab oleh Ho Tiong Jong "Ya"
"Hei, untuk apa sebenarnya kamu berdua datang kemari"
Apakah sekiranya dapat diwakili olehku?" demikian kata-kata
orang dari sebelah dalam.


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"TERIMA kasih, tapi urusan rasanya sulit untuk diwakili."
jawab Ho Tiong Jong.
"Mari masuk. kita bicara didalam ada lebih leluasa."
mengundang orang tadi.
Ho Tiong Jong terus masuk kedalam rumah, Ternyata
didalamnya ada lebar dan resik, di tengah-tengah ada kursi
dari batu diatas mana ada duduk seorang tua yang sedang
bakal main biji-biji catur, sikapnya gagah dan bersemangat.
Ho Tiong Jong lantas menjura sambil berkata.
"Boanpwe Ho Tiong Jong menghadap didepan Lo cianpwe."
orang tua ini memandang pada sipemuda sejenak lamanya,
lantas angguk-anggukan kepalanya, "Anak muda mukamu
tampan dan gagah, tentu kepandaian silatmu ada tinggi, Mari
datang dekat sini." mengundang si orang tua.
Ho Tiong Jong menurut, Kiranya si orang tua mengundang
sipemuda datang lebih dekat hendak menatap lebih leluasa
lagi, Dalam hatinya memuji tulang tulang bakat yang
sempurna dari Ho Tiong Jong untuk menjadi jago silat
ternama. Melihat sikapnya si orang tua, yang memperkenalkan
namanya Kie Hia San, penghuni dari rumah itu, diam-diam si
anak muda berpikir bahwa orang tua itu tentu bukan orang
sembarangan- ia tentu ada salah satu jago tua yang telah
mengasingkan diri, makanya juga ia menjadi sahabat baiknya
Kong Jat Sin, si Dewa obat yang suka keluyuran menyambangi
sahabat-sahabat karibnya.
Memikir kesitu lantas Ho Tiong Jong menjatuhkan diri
berlutut dan berkata.
"Li-cianpwee, kedatangan boanpwe adalah hendak minta
pertolongan dari Kong Lo cianpwee, hanya sayang sekali tak
dapat menjumpainya, kini boanpwee beruntung dapat
berhadapan dengan Lo-cianpwee, mohon pertolongan
cianpwee supaya dapat menolong boan pwee yang ditimpa
kesulitan-"
Orang tua itu kaget menyaksikan kelakuannya Ho Tiong
Jong. "Anak muda kau jangan pakai banyak peradatan, Lekas
bangun dan ambil tempat duduk." katanya, sambil mengunjuk
pada sebuah kursi dari batu.
Ho Tiong Jong menurut, ketika diminta menuturkan hal
pertolongan yang hendak di mintanya, telah dituturkan jelas
oleh sipemuda tentang dirinya menghadapi bahaya kematian
karena kena racun Tok kay, Tok-kim chi Ceng cianw Nikow
dan paling belakang jarum mautnya Souw Kie Han-Orang tua
itu geleng-geleng kepala.
"Ya, memang hanya Kong Iaote saja yang dapat menolong
kau. Nona Seng baik kepadamu, tapi kau jangan lupa pada
nona yang kau sudah tolongi." Ho Tiong Jong baru ingat lagi
tentang Kim Hong Jie. Ia lalu minta supaya orang tua itu
sebisanya dapat menolong dirinya.
Kie Hia sianjin geleng-geleng kepala, "Aku bukannya tidak
mau menolongi, tapi memang aku tidak punya kemampuan
untuk menawarkan racun dari dalam tubuhmu itu."
Habislah pengharapan Ho Tiong Jong.
Maka, setelah minta diri dari tuan rumah, ia lalu keluar lagi
dari rumah itu berjalan dengan pikiran kalut menuju
ketempatnya Seng Giok Cin yang barusan ia tinggalkan-
Ketika ia sampai dan hendak membuka totokan si gadis,
tiba tiba ada seorang dibelakangnya berkata. "Nanti dahulu."
Ho Tiong Jong kaget, cepat ia membalik. Kiranya orang itu
ada Khi Hia Sianjin, yang telah menguntit dirinya, ia memuji
kepandaiannya orang tua itu, yang ia tidak dapat dengar sama
sekali kedatangannya kesitu.
"Dia tokh harus dibuka totokannya, supaya siuman
kembali," kata Ho Tiong Jong.
"Aku tahu, tapi sebelumnya kau telan dahulu ini pil
buatanku, Aku membuatnya dalam tempo sepuluh tahun dari
embun pohon siong tua. orang biasa kalau memakan bisa
tambah umur seratus tahun, sedang untuk orang yang berilmu
silat dapat membuat badan segar dan tambah semangat
dalam tempo satu jam saja. Meskipun pil ini tak bisa
menghilangkan racun, tapi ada sangat berfaedah untukmu."
setelah berkata Kie Hia Sanjin serahkan pil itu kepada Ho
Tiong Jong. Bermula sipemuda tidak mau menerimanya karena merasa
sayang Pil yang sangat berharga itu ditelan olehnya yang tidak
lama lagi akan mati, Tapi Kie Hia Sanji mende-sak. katanya,
"Memang sayang akan pil yang mujarab ini kau telan karena
tokh kau bakal mati, akan tetapi kau harus ingat, kalau
sebentar nona Seng sudah siuman dan melihat mukamu
begitu lesu guram, apa nanti jadinya?"
Ho Tiong Jong terperanjat, ia baru ingat akan
kepentingannya nona yang dicintainya maka ia lantas
menyambuti pil tadi dan segera ditelannya.
"Nah, sekarang kau sudah menelan pilku, sama saja kau
menelan pilnya Kong Laote."
Ho Tiong Jong merasa bekerjanya pil itu, lebih dulu masuk
dalam tenggorokannya sangat harum kemudian dirasakan
sekujur badannya segar betul, semangatnya berbareng
terbangun, ia sangat heran, diam-diam sangat memuji
kemujaraban obat itu. Ia memandang Kie Hia Sianjin dengan
penuh terima kasih. " Cianpwee, kau sangat baik, aku sangat
berterima kasih kepadamu." katanya.
"Anak kau jangan kata begitu, Aku memberikan pil itu
karena terdorong oleh perasaan simpati kepadamu. Orang
muda yang seperti kau, hormat dan memandang tinggi pada
orang tua, sungguh jarang sekali, Lain dari itu, aku kuatir
kedukaannya nona Seng kalau sebentar dia siuman melihat
kau dalam keadaan lesu tidak bersemangat karena putus asa,
dia tentu akan sangat berduka dan perih hatinya. Maka itu,
sekarang kau sudah menelannya, aku lihat obat itu mulai
bekerja karena air mukamu sekarang sudah berubah
bersemangat."
Ho Tiong Jong hanya menjawab. "Cianpwee... terima....
kasih..." Kemudian ia duduk bersemedi disisinya nona Seng.
Ia merasakan bekerjanya obat Kie Hia Sianjin lebih jauh
dalam tubuhnya. perutnya dirasakan panas, kemudian hawa
panas itu beredar keseluruh tubuhnya membuka jalan darah
yang kurang baik bekerjanya. tulang tulangnya pun mendapat
pengaruh kemujarabannya itu obat tadi.
Dalam sekejapan saja Ho Tiong Jong merasakan sekujur
badannya menjadi sangat segar dan tenaganya bertambah
kuat, semangatnya juga terbangun.
Bukau kepalang girangnya sipemuda, sayang ketika ia buka
matanya yang barusan di pejamkan sekian lama merasakan
menyelusupnya hawa panas disekujur badannya, ternyata Kie
Hia Sianjin sudah tidak ada dihadapannya pula. Orang tua itu
entah sejak kapan telah meninggalkan padanya. Matanya lalu
memandang pada nona Seng yang masih rebah seperti orang
pulas Mukanya elok dan putih seperti salju, bibirnya kecil mungil
seolah-olah menantang di cium, Ho Tiong Jong menyaksikan
keelokannya si gadis, terpesona sekian lamanya. Dadanya
dirasakan berontak. pelahan-lahan tangannya di ulur untuk
mengusap-usap itu pipi yang halus, jari telunjuknya
mengkutik- kutik bibirnya yang merah menantang. Hatinya
semakin bergoyang karena kelakuannya itu.
Pikirnya. "Aku tokh bakal mati dalam beberapa jam lagi,
apa halangannya kalau aku akan mencium dia."
Karena pikiran ini ia merebahkan dirinya disisinya si gadis,
muka didekati pada mukanya nona Seng dengan sangsisangsi,
tapi... tapi... akhirnya perasaan sangsi itu lenyap dan si
nona dalam keadaan tidak sadar mendapat ciuman mesra dari
pemuda pujaan-nya.
oh...kalau saja itu dilakukan dalam keadaan nona Seng
sadar, entah bagaimana besar rasa girang dan bahagianya.
Diiain saat Ho Tiong Jong sudah membuka totokannya
nona Seng. Pelahan-lahan Seng Giok Cin siuman, ia nembuka matanya
dan mengawasi pada HoTiong Jong yang sedang duduk
disisinya sambil bersenyum-senyum.
"Eh, Engko Jong, kenapa kau tadi menotok aku ?"
tanyanya. Ho Tiong Jong tertawa, "Nah, coba kau tebak- dari sebab
apa aku barusan menotok padamu ?"
Seng Giok Cin membuka lebar-lebar matanya. ia dapatkan
Ho Tiong Jong begitu bersemangat dan segar sekali. Hatinya
menjadi sangat girang, Pikirnya, apakah Tiong Jong sudah
ditolong oleh Kong Yat Sin"
"Aku tahu." kata si nona bersenyum, "Kau tentu sudah
ditolong oleh Kong locianpwee betul tidak ?"
Sipemuda geleng-geleng kepala.
"Hei, kau jangan menggoda aku. Keadaan mu begini seger
dan bersemangat terang kau tentu sudah dapat ditolong oleh
si Dewa obat itu, kenapa kau masih geleng-geleng kepala "
"Adikku, kau keliru menebak."
"Habis bagaimana?"
"Sabar dahulu, jangan tergesa-gesa, nanti engkomu
menuturkan duduknya perkara, adikku... au... kenapa kau
nyubit?" Ho Tiong Jong mengusap-usap lengannya sambil
bersenyum. Seng Giok Cin sebenarnya seorang gadis yang bersifat
serius dan bertindak tegas, tapi belakangan ini ia galang
gulung dengan sipemuda yang selalu gembira. Jenaka hatinya
menjadi lembek dan banyak berubah adanya.
Mendengar kata-katanya sipemuda yang berkelakar,
hatinya sangat geli, tidak tahan kalau ia tidak memberikan
cubitan mesra. "Rasakan" terdengan si gadis berkata, "Kalau kau masih
mau berbelit-belit lagi bicara, nanti adikmu akan mencubit
lebih sakit lagi" mengerti?"
Si nona berkata sambil kerlingkan matanya diiring oleh
senyuman memikat, hingga Ho Tiong Jong berdebar keras
hatinya. Dia betul-betul cantik... katanya dalam hati sendiri.
"Baiklah, akan kuceritakan-" lantas ia berkata pula pada si
nona, "supaya jangan kena dicubit, kenapa adik Giok jadi kaya
kepiting bisa..."
Nona Seng tidak sabaran karena Ho Tiong Jong kembali
berkelakar bicaranya, maka ia sudah mencubit lagi, hingga
sipemuda berjengit pura-pura.
"Ini baru seperti kepiting, nanti cubitan berikutnya seperti
kalajengking, kau boleh rasakan-.. hihihi..." Ho Tiong Jong
tertawa gembira sekali.
Dua orang muda itu berkelakar penuh bahagia untuk
sementara melupakan saat "genting" yang tengah menanti.
"Adik Giok. kau masih belum menebak dari sebab apa aku
menotok padamu," kata Ho Tiong Jong.
si nona berpikir, "Aku tahu, kau menotok aku supaya aku
tidak turut naik gunung, karena disana kalau tidak menjumpai
Kong lo-cianpwee pikiranmu tentu aku akan bersusah hati,
Kau terlebih dulu melihatnya kesana, begitu bukan?"
Setelah berkata sinona tundukkan kepalanya, mukanya
kemerah-merahan-
"Adik Giok. tebakanmu tepat sekali. Betul-betul kau pintar
tidak percuma menjadi anak masnya pocu dari Seng kee-po."
"Awas, ya" sinona mengancing tangannya diulur hendak
mencubit lagi, tapi Ho Tiong Jong pegang tangan yang halus
dan ketawa gembira. Tapi kemudian ia lepaskan cekalannya
dan sodorkan tangannya untuk di cubit seraya berkata.
"Biarlah, lebih banyak mendapat cubitanmu, lebih banyak
aku mengenangkan wajahmu yang elok ditempat baka...."
"Engko Jong," si gadis berseru, sambil menekap mulutnya
sipemuda, "Kau jangan cerita yang begituan, seram aku..." Ho
Tiong Jong ketawa nyengir.
" Habis bagaimana selanjutnya" Kau mendapat pertolongan
siapa jadinya?" tanya nona seng.
Ho Tiong Jong lantas menceritakan pertemuannya dengan
Kie Hia Sianjin, oleh ia di beri pil yang mujijat, hingga
tubuhnya dirasakan segar bugar dan semangatnya menyala.
"Aku seumur hidupku, belum pernah berlutut d ihalapan
orang." sipemuda menutup ceritanya, "Akan tetapi ketika
ketemu dengan Kie Hia Sianjin entah bagaimana pikiranku
lantas aku menekuk lutut meminta pertolongan-"
Setelah mendengar penuturannya sipemuda, Seng Giok Cin
kerutkan alisnya yang lentik, seakan-akan yang berpikir la
bengong sejenak.
"Aku mau menemui Kie Hia Sanjin..." katanya berbareng ia
lompat bangun dan lari mendaki gunung menuju kearah
rumahnya si orang pandai. Ho Tiong Jong mengejar dan
menghalang halangi perjalanannya si gadis.
"Hei, kenapa kau mencegah aku kesana?" teriak Seng Giok
Cin. Ho Tiong Jong, Kiranya ia hanya main-main saja,
menggoda nona Seng, sebab setelah itu ia lepas lagi sinona
untuk meneruskan perjalanannya.
"Awas kau tunggu ya sebentar kau akan mendapat cubitan
kalajengking" terus si nona sambil lari naik gunung.
Ho Tiong Jong hanya tertawa dan mengawasi bayangan si
nona yang semakin lama semakin jauh dan lenyap dari
pemandangan-nya.
Kembali kedukaan mengaduk dalam hati-nya setelah nona
Seng tidak ada didampingnya.
Dengan lesu ia menghampiri kebawahnya pohon, dimana ia
sambil melamun menantikan baliknya Seng Giok Cin.
Tidak lama ia menanti, dari atas gunung meluncur turun
Seng Giok Cin laksana bidadari saja. Dengan berseri Ho Tiong
Jong datang menghampirinya. Tapi heran, wajahnya si nona
tidak segembira seperti tadi ketika ia naik gunung.
"Bagaimana?" tanya Ho Tiong Jong. Seng Giok Cin hanya
gelengkan kepala.
"Mari kita turun gunung saja." kata Ho Tiong Jong.
"Kita pergi kemana?"
"Hidupku tinggal beberapa jam lagi saja, pikirku hendak
mengadakan perjamuan berduaan dengan kau pikir?"
Seng Giok Cin tertawa tidak wajar.
"Ya sesuka hatimu saja, kau mau ajak kemana aku juga
menurut saja."
Ho Tiong Jong bercekat hatinya, ia melihat perubahan sikap
Seng Giok Cin, maka lalu ia menanya, "Hei kenapa kau ini"
Apa ada hal-hal yang tidak menyenangkan hati- mu?"


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mung kin." jawab sinona singkat, sambil terus putar
tubuhnya jalan pelahan-lahan turun gunung.
Ho Tiong Jong menyusul. "Mari aku antar kau pulang."
katanya. Tangannya diulur hendak menyekal tangannya Seng Giok
Cin, tapi sinona berkelit kemudian berkata dengan suara,
"Bahwa kau akan datang kerumahku, memang aku sudah
menduganya. Aku tidak ingin melihat kau membuang-buang
tempomu yang berharga..." Ho Tiong Jong heran mendengar
kata katanya Seng Giok Cin yang membingungkan. Kenapa si
nona mendadakan saja jadi berubah sikapnya.
Pikirnya, perempuan itu memang sukar diraba
kemauannya, ia seperti menyesal sudah mengikuti padanya,
Giok Cin memang anak manja dan dari kalangan atas, tentu
saja tidak betah melayani dirinnya yang sudah dekat mati, ia
bukan satu tingkatan dengan-nya, bagaimana juga susah
diciptakan pergaulan yang akrab.
Selagi Ho Tiong Jong terbenam dalam lamunannya, tidak
terasa sudah mendekati kudanya yang dicancang pada sebuah
pohon- Mereka datang kesitu dengan naik seekor kuda, tatkala
mana disepanjang jalan mereka bercakap-cakap dengan
gembira. Tapi sekarang ketika hendak meninggalkan tempat
itu mendadak si nona sikapnya berubah dingin.
Betul betul Ho Tiong Jong tidak habis mengerti.
Si nona loloskan tali kuda yang melihat dipohon kemudian
berkata pada Ho Tiong Jong. "Nah, sekarang begini saja,
kalau kau datang kerumahku. tentu tidak begini enak hati,
Lebih baik aku sampaikan padanya supaya dia datang
menjumpai kau, dengan begitu kau berdua bisa leluasa."
Sampai disini ia tidak bisa melampiaskan bicaranya,
disambung oleh mengucurnya air mata, ia menangis
sesenggukan, entah karena apa ia sampai demikian sedih dan
semua kata-katanya masih belum dapat mengerti oleh Ho
Tiong Jong. "Adik Giok..." Ho Tiong Jong berkata pelahan, "apa artinya
perkataanmu itu?"
Sambil berkata sipemuda datang lebih dekat dan hendak
menyekal lengannya si gadis, tapi Seng Giok Cin mengelakan
tangannya, kemudian dengan kegesitannya ia sudah lompat
keatas pelana kuda, Dengan satu kali cambukan saja sang
kuda sudah lari terbang.. Ho Tiong Jong mengejar, ia tidak
puas dengan sikapnya si nona yang aneh.
Kuda dilarikan dengan kencangnya, akan tetapi Ho Tiong
Jong dengan menggunakan ilmu lari cepatnya yang istimewa,
dengan mudah sudah dapat menyandak. Kemudian dengan
sekali enjot tubuhnya melayang dan sebentar lagi tampak ia
sudah duduk nangkring dibelakangnya Seng Giok Cin.
Sambil peluki tubuhnya sijelita, ia berbisik "Adikku, kau
kenapa ngambek" Kau anggap aku ini orang macam apa" Ada
apa-apa urusan sebaiknya kau bicarakan blak-blakan, jangan
bikin aku menebak-nebak..."
"Kau... kau..." si nona meronta-ronta dari pelukannya si
pemuda, akan tetapi berontaknya itu hanya separuh hati saja,
sebab biar bagaimana juga ia merasa bahagia di peluk rapatrapat
oleh pemuda pujaannya itu.
"Aku kenapa, adik yang baik...." Ho Tiong Jong berbisik
pula dikupingnya.
"Kau senantiasa tidak melupakan dirinya, sehingga kau
berani menaruhkan jiwamu untuk dia..." si gadis menjawab
sambil terisak-isak.
"Demi kau adikku. aku berani mengorbankan jiwaku
dengan ikhlas..." jawab si pemuda yang masih belum mengerti
kemana juntrungannya perkataannya si gadis.
Seng Giok Cin menjadi sengit karena Ho Tiong Jong masih
belum mengerti akan bicaranya, "IHm..." ia menggeram.
"mungkin aku tidak demikian baik nasibnya. Dengan alasan
apa kau dapat berkorban untukku" jiwamu sudah ditukar
dengan jiwanya, mana ada jiwamu lagi dan bersedia
berkorban untukku."
Kini baru Ho Tiong Jong dapat merabah-rabah kemana
arahnya perkataan si nona. Ia sekarang sudah tidak bingung
terhadap perubahan sikapnya si gadis.
Seng Giok cin cemburuan karena Kim Hong Jie, rupanya
ketika ia naik ke Po kay-san, menemui Kie Hia Sanjin,disana ia
sudah mendapat keterangan tentang Ho Tiong Jong sudah
mempertaruhkan jiwanya kepada Souw Kie Han guna
menolong nona Kim.
Kie Hia Sanjin tentu menasehati pada Seng Giok cin, untuk
ini mempertimbangkan matang-matang sikapnya terhadap si
pemuda, karena Ho Tiong Jong sudah punya Kim Hong Jie,
yang telah ditolongnya dari tangan si kakek aneh
denganpertaruhkan jiwanya ditusuk dengan jarum mautnya si
kakek. Tidak heran, barusan ketika turun gunung Pok-kay-san
ketemu lagi dengan Ho Tiong Jong parasnya si nona tampan
lesu dan tidak gembira lagi. "ooh, urusan adik Hong yang bikin
kau ngambek?" kata sipemuda.
Seng Giok Cin tidak menjawab. "Adik Giok, kau jangan
keliru membedakan urusan- Kalau aku berani pertaruhkan jiwa
ku untuk menolong adik Hong dari tangan si kakek, itulah
karena terdorong oleh perasaan membalas budi, Adik Hong
banyak menolong aku bagaimana baik ia ketika pada lima
tahun berselang aku berada dirumahnya belajar silat.
Pengorbanan untuknya karena disebabkan membalas budi,
Tapi, misalnya aku rela mengorbankan diriku untukmu, adik
Giok, ini lain lagi sifatnya."
" Lainnya?" tanya si nona pelahan.
"Lain, bukan karena budi, tapi karena cintaku besar
terhadap dirimu...."
"Engko Jong, kau..." hanya ini perkataan yang meluncur
dari mulutnya, sementara air matanya berlinang-linang bahna
sangat girang dan bangga hatinya.
Seng Giok Cin tidak sempat menyeka air matanya karena
kedua tangannya repot memegangi tali kendali kuda^ Pelahan
lahan dengan sapu tangannya, Ho Tiong Jong menyeka air
mata kegirangan itu dari mata dan pipinya si jelita.
Begitu telaten perlakuan Ho Tiong Jong, hingga si nona
merasa sangat berterima kasih dan memuji Tuhan, bahwa
pilihannya tidak keliru. Awan kedukaan dan perasaan cemburu
yang meluap-luap tadi telah lenyap entah kemana.
Kini kembali tampak wajahnya yang ramai dengan
senyuman Kerlingan matanya yang memikat, senyumannya
yang menawan, semua itu tak dapat dilupakan oleh si
pemuda, Tidak heran kalau ia, setelah menyeka kering air
mata yang berlinang-linang tadi, lantas pererat pelukannya.
"Adik Giok, kau marah aku memeluk tubuhmu?" bisiknya
pelahan- "Ah, Engko Jong, aku bahagia." jawabnya hampir tak
kedengaran-Keduanya bersenyum, Dengan begitu perjalanan
diteruskan dengan sangat gembira.
Untuk sementara mereka melupakan bayangan malaikat
elmaut yang akan mengambil jiwanya Ho Tiong Jong dalam
tempo beberapa jam saja saja.
Tahu-tahu mereka sudah sampai di Po-hong, sebuah distrik
yang hanya Seng Giok cin yang mengenalnya. sementara itu
perutnya Ho Tiong Jong sudah keroncongan-
"Adik Giok. omong-omong perutku kini sudah minta diisi,
bagaimana kalau kita mampir disebuah rumah makan dalam
kota?" "Bagus, akupun lapar." jawab si jelita ketawa. "Tapi..."
"Tapi apa ?"
"Bagaimana, tempomu sangat singkat sekali."
"Ah.... adik Giok, kau jangan mengingatkan itu, biarlah
sang tempo lewat, kita anggap saja seperti tak akan ada
kejadian apa-apa."
Sesuatu detik yang lewat sebaiknya disia-siakan untuk kita
beromong-omong dengan gembira, Aku ingin tempoku yang
singkat ini di gunakan untuk hidup berkumpul bersama-sama
kau disuatu tempat. Tapi oh, adik Giok maafkan ucapanku ini
ada melanggar batas kesopanan-"
Hati Seng Giok cicperih mendengar perkataan pemuda
pujaannya. "Engko Jong, seumurku aku belum pernah tunduk kepada
siapapun juga, Belum pernah aku melayani dengan penuh
kesabaran, tapi terhadap kau... entahlah, aku sendiri tidak
mengerti, kenapa aku bisa jinak..."
".. itulah cinta, adik Giok.^ bisik sipemuda dengan mesra.
Hati Seng Giok cin tertegun, perasaan bahagia yang belum
pernah dialamkan sebelumnya telah meliputi dirinya, ketika
mendengar kata-katanya sipemuda diiring dengan pelukan
yang erat dan ciuman pada pipinya.
Seketika itu wajahnya sinona menjadi merah jengah,
tangannya bergemetar dan hampir tali kendali kuda terlepas
dari cekalannya.
Pipinya dirasakan panas dengan tiba-tiba, tangannya
kepingin merabah pipi bekas ciuman tadi, tapi tak berani
karena malu. Kuda terus berjalan-
"Adik Giok. hidupku mungkin hanya tinggal dua jam lagi,
Aku ingin serahkan padamu tempo ini untuk kau memilih saatsaat
kita bergembira, bagaimana ?"
Kembali Seng Giok cin merasa hatinya seperti disayat pisau,
perih rasanya mendengar ucapan sipemuda, "Engko Jong...."
suaranya hampir tidak kedengaran karena menahan sedihnya,
"aku tak dapat menetapkannya. aku serahkan padamu dan
aku hanya menuruti saja." Ho Tiong Jong mengelah napas.
Segera mereka sudah masuk kedalam kota pik-hong yang
ramah Didepannya satu rumah makan si gadis hentikan
kudanya, mereka pada turun dan masuk kedalam rumah
makan tersebut.
Waktu itu keadaan sudah melatih Seng Giok Cin memesan
makanan yang lezat-lezat guna menjamu pemuda pujaannya
untuk penghabisan kali.
Wajahnya dipaksa bergembira, tapi tak dapat mengelabui
matanya Ho Tiong Jong, yang mengawasi padanya dengan
penuh kasih, bahwa diwajah yang cantik itu ada tersembunyi
kesedihan luar biasa.
Meskipun hidangan yang dihadapi semua ada terdiri dan
hidangan pilihan dan arak yang paling bagus, ternyata Ho
Tiong Jong tidak bernapsu makannya ia hanya terus-terusan
menenggak araknya.
Pikirannya sangat kalut, Dan nona yang dikasihi akan ia
tinggalkan dalam tempo singkat ini, karena malaikat elmaut
rupanya sudah tak mengasih kelonggaran lagi.
Tanpa terasa arak itu sudah banyak setali ditenggaknya,
hingga mukanya menjadi merah. Seng Giok Cin tidak berani
mencegahnya ia tahu karena saat itu adalah untuk
penghabisan kalinya Ho Tiong Jong menenggak ajak.
Ia terus melayani sipemuda dengan telaten, beberapa kali
ia minta Ho Tiong Jong makan, tapi sipemuda hanya ganda
ketawa saja. Sinona sendiri paksakan makan, tapi hidangan yang
demikian lezat itu tak mau masuk ke perutnya, seolah-olah
mandek ditenggorokannya. Hatinya sangat pilu, mana dapat
makanan masuk dengan mudah.
"Adik Giok...." terdengar sipemuda berkata, "sebaiknya kita
mencari rumah penginapan supaya kita bisa bercakap-cakap
dengan leluasa, bagaimana apa kau..."
"Baik, mari kita pergi " memotong sigadis.
Berbareng ia bangun dari duduknya, lantas panggil pelayan
untuk perhitungkan makanan yang masih utuh restannya itu.
Kemudian ia mengajak Ho Tiong Jong, ke satu rumah
penginapan yang tidak banyak tetamu-nya.
Ketika mereka sudah berada dalam kamar Ho Tiong Jong
lantas rebahan diranjang karena kepalanya dirasakan agak
pusing. Ia minta teh panas pada sinona, Kebetulan teh masih
panas betul ketika dituang dicangkir, Sambil meniup teh
supaya agak dingin, si nona duduk ditepi pembaringan-
Seumurnya Seng Giok Cin baru kali ini melayani lelaki, ia lebih
banyak dilayani dari pada melayani orang.
Betul-betul cintanya sinona sangat murni, ia mengasih
pelayanan yang menyenangkan sekali hatinya Ho Tiong Jong,
selagi sinona meniupi teh yang masih mengebul sipemuda
mengawasi mukanya yang cantik tapi dirundung duka. Hatinya
sangat pilu, sebab tidak lama lagi akan meninggalkan nona
yang dikasihinya ini.
"Nah, teh ini sudah agak dingin, mari bangun-.." terdengar
sinona berkata. Ho Tiong Jong bangun, berduduk menghadapi
si nona. Sambil menyodorkan cawan teh ke bibirnya untuk diminum,
air matanya Seng Giok cin tampak bercucuran deras sekali.
Tangannya bergemetaran dan hampir tak kuat memegang
cawan yang sedang diirup oleh Ho Tiong Jong. Teh itu sangat
harum ketika masuk dicenggorokannya dirasakan enak sekali
dan segar. Rasa pusingnya pelahan-lahan hilang, kini ia
mengawasi si nona yang sedang menangis sesenggukanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ho Tiong Jong dekati duduknya pada si nona, lalu ular
tangannya memegang pundaknya si gadis, katanya "Adik Giok,
buat apa kau menangis. Aku seorang yang bernasib celaka,
tidak ada harganya ditangisi, Kau sangat cantik, banyak
pemuda yang ingin mendekatimu, maka tidak susah untuk kau
dapati satu pemuda yang unggul segala-galanya dari..."
Ho Tiong Jong, karena mulutnya di tekap tangannya si
gadis yang mungil, Dengan air mata berlinang-linang, si nona
berkata "Engko Jong, hatiku sudah menjadi kepunyaanmu...
Meski ada pemuda yang seratus kali lebih unggul darimu juga
tidak akan menggerakan hatiku yang sudah dingin, mana kala
kau sudah tidak ada lagi didalam... ah, engko Jong... kau..."
Seng Giok cin tidak tahan dengan kesedihannya, maka ia
sudah menangis keras.
Ho Tiong Jong datang memeluk dan membisikannya, "Adik
Giok kau sadar, Di sini tempat apa, jikalau kau nangis keraskeras
nanti orang punya dugaan ada keliru tentang kita
berdua." "Tapi Engko Jong, aku tidak ingin berpisah dengan kau,"
jawabnya terisak-isak. ia menurut juga pelahan nangisnya.
Ho Tiong Jong dongakan mukanya sigadis yang tengah
mendongakan kepalanya menangis, hingga dua pasang mata


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saling pandang, Air mata berlinang dikedua belah pipinya,
membuat Ho Tiong Jong perih hatinya.
Demikian besar kecintaan hati sinona terhadap dirinya yang
bernasib celaka.
Setelah sejenak saling pandang, tiba-tiba sipemuda
memeluk lebih erat dan mencium bibirnya si cantik, "Adik
Giok.... maafkan aku..."
Berbareng si gadis tubuhnya menjadi lemas, karena kena
totokan urat tidurnya. Si nona jatuh pulas, dengan pelahanlahan
direbahkan di atas pembaringan-Ho Tiong Jong
memandang wajah nona Seng dengan hari seperti diiris-iris
pisau. Air matanya bercucuran tak tertahan, seumurnya Ho Tiong
Jong belum pernah mengalami kesedihan demikian hebat.
Ia sangat kasihan pada si nona, tak mau nona Seng
menyaksikan dalam kematian, maka sengaja ia menotok urat
tidurnya supaya si nona pulas dan ia sendiri dapat
meninggalkannya .
Kalau totokannya nanti terbuka sendirinya si nona
mendusin, ia sudah tidak ada pula disitu dan mayatnya berada
dilain tempat, Demikian maksudnya sipemuda menotok si
gadis. Setelah sekali lagi ia memandang parasnya si nona yang
cantik, ia sudah berjalan keluar dari kamar itu pelahan-lahan
dengan saban-saban menyeka air matanya yang lantas
mengalir dengan lengan bajunya. kemudian mengunci pintu
dan padamkan penerangan
Belum lama ia berjalan keluar, tampak ada satu bayangan
berkelebat dan dengan berindap-indap masuk kedalam kamar.
Pintu lantas dirapatkan dan sebentar kemudian
peneranganpun telah padam.
Aaaa....siapa dia" Berani nyelonong masuk kedalam kamar
justru si jelita Seng Giok Cin tengah rebah dipembaringan
dalam keadaan tertotok"
Kejadian ini akan dituturkan kemudian sekarang marilah
kita ikuti jago kita, Ho Tiong Jong yang jalan dengan pikiran
kalut. Kemana ia menuju ia juga tidak tahu, ia hanya menuruti
kakinya saja berjalan pikirnya lebih jauh jaraknya dengan
rumah penginapan ada lebih baik ia menemui kematian-nya.
Dengan begitu, Nona Seng yang ia kasihi tak usah
menyaksikan dimana mayatnya berada. jalan punya jalan
akhirnya sang kaki membawa ia keluar kota dengan masuk kedaerah
pegunungan XXIV. PERTOLONGAN GAIB.
TIBA-tiba ia hentikan kakinya dan berdiri sekian lamanya
dan memandang kesekitarnya tempat, keadaan sangat sunyi
hanya terdengar suaranya burung hantu dan binatang
binatang liar yang menyeramkan-
Ia jalan lagi beberapa lamanya, lantas ia menghadapi
sebuah gunung, entah gunung apa ini namanya. Tidak jauh ia
nampak ada satu pohon siong tua yang tinggi cepat ia
menghampiri dan memanjat pohon itu, ia melihat dari
terangnya suasana malam dan berbintang, dijalan untuk
mendaki gunung itu ada sangat licin-
Dari pohon siong itu, pikirnya ia dapat melompat kejalanan
gunung itu, akan kemudian mendaki lebih jauh, jaraknya
mungkin tidak seberapa jauh untuk sampai ke puncaknya.
Pikirnya tempat dipuncak gunung itu ada sangat cocok untuk
tempat mayatnya, tidak mudah diketahui orang.
Mungkin ada orang yang nanti menemukannya, akan tetapi
tentu pada saat itu ia sudah berubah menjadi tulang belulang
dan tidak dapat dikenali dirinya siapa.
Ia tidak menghiraukan licinnya jalanan, yang membuat ia
terpeleset dan jatuh mati,
karena ia pikir, sebentar mati sekarang mati sama saja.
Memikir ini maka ia menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya
melompat dari pohon siong tadi dan sebentar saja ia sudah
berjalan mendaki gunung.
Benar hebat ilmu mengentengi tubuhnya karena jalanan
yang demikian licinnya dapat dilalui oleh Ho Tiong Jong
dengan selamat sampai dipuncaknya.
Tiba-tiba matanya Ho Tiong Jong dibikin heran, karena ia
melihat dipuncak gunung itu ada sebuah rumah kecil mungil
bertingkat. Gentengnya berwarna biru, sedang dindingnya
merah, sekitarnya dipagar oleh batu batu putih, didepan
rumah ada satu pekarangan yang cukup lebar, jalanan yang
menuju kepintu meriah ditanami pohon pohon bambu dikedua
sisinya, tampaknya indah sekali dan senang untuk yang
mengasingkan diri tinggal disini.
Di pekarangan rumah kelihatan ada dua orang sedang tarik
urat, yang satu hweshio dan yang lain ada orang biasa
berbaju kuning. si hweshio pengawakannya kurus kering dan
orang tua berbaju kuning sebaliknya ada tinggi besar dan
keren sekali kelihatannya.
Dengan menggunakan ilmunya jalan tanpa bersuara, Ho
Tiong Jong diam-diam menghampiri dua orang yang sedang
tarik urat itu, ia sembunyi dibalik sebuah pohon yang rindang
yang cukup aman untuk dirinya tidak sampai diketahui oleh
mereka. Tiba-tiba ia mendengar si baju kuning berkata.
"Hm... dengan tegas kukatakan, aku tak kenal hal
kebencian Bagaimana, apa masih belum mau menyerah kalah
?" Berbareng ia menyerang hingga si hweshio jatuh meloso.
Keduanya kira-kira berumur enam puluh tahun, Entah apa
sebabnya mereka bertengkar dan sibaju kuning menyerang
hingga si hweshio jatuh meloso " Ho Tiong Jong jadi
terbengong. Ternyata si hweshio tidak mau bangun lagi, ia tetap
berbaring ditanah.
Tiba-tiba si orang tua baju kuning lompat menghampiri
pohon bambu, ia poteskan sebatang pohon bambu panjang,
kemudian ia menghampiri lagi si hweshio yang sedang rebah
di tanah dan memukuli dengan bambu tadi, hingga si kepala
gundul bergulingan menahan sakit, akan tetapi sekalipun ia
tak mengeluarkan suara merintih.
Ho Tiong Jong tidak senang menyaksikan keganjilan ini
pikirnya orang tua baju kuning benar-benar kejam. hweshio
yang berbadan kurus kering itu dipukuli demikian hebatnya,
Mana ada itu aturan orang tidak melawan dihajar pergi
datang, Maka dalam tidak teganya, ia sudah hendak melompat
dari tempat sembunyinya guna menolong si hweshio tapi
mendadak ia mendengar si orang baju kuning berkata pula.
"Hnm... kau bisa berbuat apa sekarang padaku" Lima kali
aku berpindah tempat, meskipun sebenarnya hendak
menyingkir dari gangguanmu adalah yang penting karena aku
tidak merasa cocok ditempat ini. Kini aku sudah berdiam
dipuncak Pit seng hong ini merasa betah, tapi mendadak kau
datang mengadu biru lagi, Kau selamanya mengganggu aku
saja, apakah kau kira aku tidak berani membunuh kau."
Mendengar bicara si orang tua baju kuning membuat Ho
Tiong Jong heran, ia tidak jadi lompat keluar untuk bantu
menolongi si hweshio karena ia ingin mendengarkan lebih jauh
duduknya perkara.
Ia tidak menunggu lama, karena si hweshio terdengar
berkata. "Ya, aku sudah duapuluh tahun menderita siksaannya, apa
itu belum cukup untuk menggerakkan hatimu jadi sadar."
Si baju kuning ketawa terbahak-bahak. "Urusanku adalah
urusanku sendiri, untuk apa kau hendak turut campur?"
katanya. "Kita ada saudara sekandung, apalagi kita ada saudara
kembar, maka tahu kau berbuat kejahatan mana aku bisa
tinggal peluk tangan melihatinya?"
Si baju kuning marah besar, Secepat kilat ia menendang
tubuhnya si hweshio, sehingga terbang setengah tumbak
tingginya dan kemudian jatuh ditanah pula dengan mendapat
luka parah. Napasnya tampak sudah empas- empis.
Melihat keadaannya si hweshio, orang tua batu kuning itu
tampak yang sangat menyesal atas perbuatannya tadi, Tatkala
ia menghampiri, matanya si hweshio kelihatan dipentang
lebar-lebar mengawasi kepadanya, Dengan suara perlahan ia
berkata. "Sebetulnya aku semestinya sudah matj, tapi sukur masih
diberi tenaga oleh Tuhan untuk berbicara pula dengan kau.
Aku lihat kau agaknya sudah insyaf melihat kedudukanku
membuat aku teringat pada 20 tahun berselang, Kau dengan
aku ada begitu akur dan bersatu hati, Tapi sejak kau
meyakinkan itu ilmu celaka, Diluar kemauan hati sejati dari in
Kie Lojin, pikiranmu lantas berubah dan hubungan kita seperti
sudah terputus. Mengingat kita ada bersaudara sedarah
sedaging, maka atas kelakuanmu yang jahat saban malam aku
berdoa didepan sang Budha supaya kau sadar dari
perbuatanmu itu dan kembali menjadi orang baik-baik."
"Persetan sama kau punya doa-doa" menyelak si orang tua
baju kuning. "Ya, aku hampir saban malam mendoakan supaya kau insaf
dan kembali menjadi orang baik-baik."
"Tutup mulutmu" memotong si orang tua baju kuning. "Aku
sebal mendengarnya bukan ratusan kali tapi sudah ribuan kali
kau mengatakan demikian- Siang-siang sebenarnya aku
hendak membunuhmu"
hweshio itu ketawa getir. Napasnya sudah sengal-sengal
tampaknya seperti yang kecapaian- Melihat dari bajunya yang
tambalan disana sini, orang mengira ia ada satu hweshio
pengemis yang harus dikasihani.
Pendekar Pengejar Nyawa 4 Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Pendekar Panji Sakti 15
^