Pencarian

Ilmu Ulat Sutera 12

Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 12


mempunyai rencana tertentu. Dia segera memanggil Tok-ku
Hong untuk mengerahkan orang-orangnya dan menyelidiki
tujuan Hek-pai-siang-mo sampai jelas.
Tok-ku Hong segera mengiakan. Dia kembali ke ruang depan
dan menurunkan perintah kepada para bawahannya. Selain
itu, dia juga mengutus salah seorang kepercayaannya untuk
mencari jejak Wan Fei-yang. Apabila sudah ditemukan, orang
itu harus segera memberi laporan kepadanya.
931 Tampaknya sampai sekarang Tok-ku Hong masih juga tidak
dapat melupakan Wan Fei-yang.
***** Pada saat itu, Wan Fei-yang sudah bisa menggerakkan
anggota tubuhnya dan berjalan agak lancar. Hanya tenaga
dalamnya saja yang telah buyar dan ilmu silatnya punah.
Meskipun semua jurus-jurusnya dia masih ingat dengan baik,
tapi dia tidak mempunyai tenaga untuk memainkannya lagi.
Wan Fei-yang masih terus berusaha mengumpulkan hawa
murninya, namun setiap kali dia mencobanya, rasa nyeri di
dadanya hampir tidak tertahankan. Dadanya sesak dan
hampir-hampir dia tidak dapat bernapas. Kalau sudah
demikian, kadang-kadang rasa putus asa menyelinap juga
dalam hati Wan Fei-yang.
Tentu saja Lu Wang tidak mengetahui persoalannya. Orang
tua itu hanya sering menganjurkan agar dia beristirahat
dengan tenang dan jangan terlalu banyak pikiran. Terhadap
orang tua yang baik hati ini, Wan Fei-yang merasa terharu
sekali. Seandainya tidak ada Lu Wang, kemungkinan dia
memang tidak akan mati, tapi tubuhnya juga tidak akan pulih
secepat itu. Dia hanya berharap agar orang tua itu mendapat
berkah dari Thian supaya usianya panjang dan hidup dalam
ketenangan. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa
bencana sudah di depan mata.
***** Pagi hari yang dingin dan gerimis. Wan Fei-yang berjalan
mondar-mandir sejenak di taman bunga. Tak terasa
932 punggungnya telah dibasahi percikan hujan. Dia melangkah
ke dalam ruangan sebagaimana biasanya untuk
mengucapkan selamat pagi kepada Lu Wang.
Ketika dia melangkah ke dalam ruangan, Lu Wang sedang
bertegur sapa dengan seorang laki-laki berusia setengah baya
berwajah angker dan dengan jenggot panjang menjuntai di
bawah dagunya. Kalau ditilik dari pakaiannya, orang itu pasti
seorang pejabat pemerintahan.
Dari sinar matanya Wan Fei-yang segera tahu bahwa lwekang
orang itu sangat tinggi. Tapi yang paling menarik perhatian
justru senjata yang dibawanya. Senjatanya berbentuk
serenceng gelang yang mana satunya besar dan sembilan
sisanya kecil-kecil. Cahayanya berkilauan. Yang besar kurang
lebih setebal ibu jari dan ukurannya mungkin sama dengan
ukuran pinggang manusia dewasa. Sedangkan yang kecil-
kecil paling-paling sebesar telapak tangan.
Laki-laki berusia setengah baya itu tidak memerhatikan Wan
Fei-yang. Dia memang sempat melirik sekilas ke arah anak
muda itu. Tapi karena gerak langkah kaki Wan Fei-yang
demikian kaku, matanya tidak bersinar dan wajahnya pucat,
dia tidak menganggap Wan Fei-yang seperti orang yang
mengerti ilmu silat.
"Fei-yang, kebetulan sekali," tiba-tiba Lu Wang menggapaikan
tangannya ke arah Wan Fei-yang. "Mari Lohu perkenalkan. Ini
adalah Lu Ci, Lu-tayjin yang menjabat sebagai komandan
pasukan daerah utara."
Wan Fei-yang tersenyum dan menjura dalam-dalam.
933 "Lu-tayjin sudah banyak berbuat jasa bagi pemerintahan
sekarang. Tempo dulu, dengan mengandalkan senjatanya Ci-
bu-kim-hoan, dia pernah menggetarkan dua sungai besar
utara dan selatan. Ilmu silatnya sudah tergolong tokoh nomor
satu di dunia Kangouw," kata Lu Wang selanjutnya.
"Lu-heng paling bisa bergurau," sahut Lu Ci sambil tersenyum
datar. "Kongcu ini ialah ...."
"Dia adalah cucu luar seorang sahabat baikku," kata Lu Wang
menjelaskan. "Oh ...." tampaknya Lu Ci tidak begitu tertarik dengan riwayat
Wan Fei-yang. Wan Fei-yang juga tidak berminat banyak bicara. Setelah
mengucapkan selamat pagi kepada Lu Wang, dia segera
mengundurkan diri. Lu Wang menunggu sejenak sampai Wan
Fei-yang meninggalkan tempat itu lalu mengalihkan pokok
pembicaraan. "Kedatangan Lu-heng kali ini pasti menyandang tugas
mahapenting," katanya.
"Kalau tidak begitu, kita dua sahabat lama ini juga entah
kapan baru bisa bertemu."
"Hanya saja Lu-heng terpaksa bercapai diri lagi."
"Demi sesuap nasi dan tugas negara, mau tidak mau kita
harus menjalankannya juga. Kadang-kadang aku ingin belajar
seperti Lu-heng yang memilih pensiun dan hidup dalam
ketenangan."
934 "Memerlukan tekad yang kuat untuk memilih jalan seperti aku
ini," Lu Wang tersenyum sambil mengelus jenggotnya.
"Menurut apa yang kulihat, Lu-heng masih menikmati
kehidupan seperti yang terpapar di depan mata ini."
Lu Ci tertawa terbahak-bahak. Dia tidak menyahut.
"Tujuan Lu-heng kali ini ...." tanya Lu Wang sekali lagi.
"Terus terang saja, kedatanganku ini karena tugas dari Raja
Nepal sekaligus untuk menyelidiki sebuah kasus yang pelik,"
sahut Lu Ci. "Kalau sampai Lu-heng yang turun tangan tentu tugas yang
diberikan oleh Raja Nepal itu penting sekali. Tapi urusan apa
yang harus dilakukan di Tionggoan?"
"Sebetulnya Raja Nepal meminta aku mengambil bunga soat-
lian (teratai salju). Menurut cerita, soat-lian itu tumbuh di
daerah Ping-san yang dingin. Adanya di bawah permukaan
sungai yang telah membeku menjadi es dan sudah terendam
di sana selama ribuan tahun. Sejak beberapa generasi yang
lalu belum pernah ada orang yang berhasil menemukannya.
Untuk memetik soat-lian ini saja, entah telah berapa ratus
nyawa yang dikorbankan."
"Apa sebetulnya khasiat soat-lian yang terdapat di gunung es
ini?" "Menurut kabar burung, orang yang memakan soat-lian ini
akan berusia panjang dan jauh dari penyakit. Sedangkan bagi
orang yang berlatih ilmu silat dapat menambah kekuatan
935 tenaga dalamnya beberapa kali lipat. Seperti orang yang
sudah berlatih lwekang selama puluhan tahun. Oleh karena itu
dua pihak aliran putih dan hitam dari berbagai penjuru dunia
telah berkumpul di daerah Tionggoan untuk mendapat soat-
lian tersebut."
"Mengapa mereka harus menunggu sampai sekarang kalau
sudah mendengar ceritanya sejak dulu?" tanya Lu Wang
penasaran. "Pertama, karena mereka masih belum yakin cerita ini benar.
Kedua, karena soat-lian itu memang harus menunggu sampai
seribu tahun baru dapat berkhasiat penuh."
"Kalau memang demikian, tidak heran Lu-heng sampai harus
turun tangan sendiri," kata Lu Wang dengan penuh perhatian.
"Harap Lu-heng berhati-hati sepanjang perjalanan."
Lu Ci tertawa terbahak-bahak. "Bagaimana sikap aku, masa
Lu-heng masih belum paham?"
"Selama ini Lu-heng memang selalu berhati-hati dan penuh
perhitungan. Jarang sampai rahasia terbocor. Tapi orang-
orang dunia Kangouw itu, muslihat apa pun berani mereka
gunakan untuk mencapai tujuannya ...."
"Ucapan Lu-heng ini pasti akan Siaute ingat baik-baik," sahut
Lu Ci. Lu Wang merenung sejenak. "Mengenai kasus yang Lu-heng
katakan pelik itu?"
Lu Ci tertawa terbahak-bahak. "Lu-heng toh orang cerdas.
936 Tentu sudah dapat mengira kasus apa yang Siaute
maksudkan."
"Tepat seperti dugaanku," Lu Wang menarik napas perlahan.
"Benar-benar telah terjadi peristiwa di tempat Cen Lik."
"Kalau tidak ingin ada yang tahu, jangan berbuat."
"Hubungan Lu-heng dengan Cen Lik cukup dalam, kasus ini
malah jatuh ke tangan Lu-heng," Lu Wang menarik napas
sekali lagi. "Tugas raja mana mungkin ditolak," sahut Lu Ci ikut-ikutan
tarik napas. "Menurut kabar, ilmu silat yang dikuasai Cen Lik cukup tinggi
juga." "Siapa orang ini, Siaute yakin pasti lebih jelas dari pada Lu-
heng," sahut Lu Ci dengan nada sedikit pahit.
Lu Wang langsung terdiam.
***** Usia Cen Lik dan Lu Ci hampir sebaya. Wajahnya malah lebih
berwibawa dari pada Lu Ci. Terhadap tujuan kedatangan Lu
Ci, justru dia tidak tahu sama sekali. Juga tidak mengambil
tindakan pencegahan apa-apa.
Kedua orang itu duduk di atas kursi di ruang utama. Wajah
mereka penuh senyum. Setelah beramah tamah beberapa
saat, Lu Ci masih tidak memperlihatkan maksud
937 kedatangannya. Cen Lik sendiri tentu saja tidak curiga. Dia
hanya mengira Lu Ci mendapat tugas luar karena tujuannya
memang melewati daerah maka sebagai teman dia sekalian
singgah. Dia mengundurkan diri dari tugas sembilan yang lalu.
Tapi apabila mengungkit kegagahan di masa dinas, suaranya
masih terdengar bangga. Terhadap Lu Ci, dia pun sangat
kagum dan menaruh rasa hormat yang dalam. Selain itu
terselip juga sedikit rasa iri di dalam hatinya.
"Menurut kabar, selama setengah tahun ini Lu-heng telah
membuat jasa besar berupa merebut kemenangan sebanyak
tiga kali berturut-turut. Benar-benar suatu hal yang
menggembirakan dan patut diberikan ucapan selamat,"
ucapan Cen Lik ini hanya manis di bibir saja, padahal hatinya
semakin kecut karena dipenuhi rasa iri.
"Kalau bukan karena Cen-heng mengundurkan diri, pasti
Siaute tidak dapat berbuat apa-apa," jawaban Lu Ci masih
tetap merendahkan diri.
Cen Lik agak terkesan mendengar kata-katanya. Dia menarik
napas panjang. "Ucapan Lu-heng terlalu berat. Padahal Siaute masih sering
merindukan masa-masa di mana kita sering berkumpul,
bersenda gurau dan bernyanyi riang."
"Oh?" Lu Ci hanya tertawa-tawa.
"Susah sekali mendapat kesempatan kunjungan Lu-heng
seperti sekarang. Mengapa kita tidak menggunakan
kesempatan ini dan minum sampai puas?"
938 Lu Ci tersenyum simpul.
"Baik. Tapi biar Siaute menjalankan tugas dulu."
Cen Lik tertegun. Wajah Lu Ci berubah serius.
"Kaisar menurunkan surat rahasia yang harus aku bacakan di
hadapan Cen-heng," ucapannya selesai, tubuhnya langsung
berdiri tegak. Tangannya mengibas menimbulkan angin
kencang. "Cen Lik, terima firman!" katanya dengan nada
berwibawa. Cen Lik termangu-mangu sesaat. Tapi dia segera berdiri lalu
bertekuk lutut. "Hamba Cen Lik menerima firman. Kaisar
panjang umur!"
Empat orang perwira berpakaian wol segera maju ke depan.
Dua orang di antaranya mempersembahkan sebuah kotak
persegi ke hadapan Lu Ci. Firman Kaisar yang disebut-sebut
tadi bukan disimpan dalam kotak tersebut, tapi di balik pakaian Lu Ci.
Lu Ci mengeluarkan firman tersebut dan membukanya lebar-
lebar. ?"Berkat perlindungan Thian yang Mahakuasa, Kaisar
sekarang telah berhasil menggagalkan pemberontakan yang
telah direncanakan oleh bekas congkoan Cen Lik yang mana
menghasut Bu Cun serta kawan-kawan untuk menggulingkan
Kaisar. Semuanya sudah diselidiki dengan bukti yang kuat."
Mengingat jasa yang pernah dibuat oleh tertuduh maka istri,
selir maupun seluruh keturunan tidak dijatuhi hukuman mati.
Cen Lik harus membunuh diri sendiri sebelum matahari
939 terbenam. Sekian Firman dari Kaisar!" Lu Ci membacanya
dengan suara tegas dan lantang.
Sewaktu mendengarkan, wajah Cen Lik semakin berubah.
Seluruh tubuhnya menggigil tidak henti. Sikap Lu Ci serius dan
angker. Setelah selesai membaca, dia menepuk kotak persegi
yang diasongkan oleh kedua pengawal tadi dan memasukkan
firman tersebut lalu menyodorkannya kepada Cen Lik.
Wajah Cen Lik berubah semakin pucat. Dia langsung berdiri
dan mundur setengah langkah. "Tidak begitu mudah!"
sahutnya dengan suara lantang.
"Pengkhianat bernyali besar, berani membangkang terhadap
firman kaisar!" bentak kedua wisu berpakaian wol yang
menerjang maju serentak. Mereka mengulurkan tangan dan
menahan Cen Lik.
Kaki Cen Lik mundur lagi satu langkah. Sepasang lengannya
dikibaskan, cengkeraman tangan kedua wisu itu terlepas
seketika. Empat jurus serangan dikerahkan secara berturut-
turut. Kedua wisu tadi terdesak mundur. Tepat pada saat itu
juga, tubuh Lu Ci melesat maju. Sepasang tinjunya secepat
kilat menghantam dada Cen Lik.
Cen Lik mencelat mundur dengan cepat. Belakang
punggungnya sudah membentur dengan sebatang pohon.
Gerakan tubuhnya menjadi kacau. Sepasang tangannya
mengerahkan berbagai jurus dengan kalang kabut. Ternyata
Lu Ci sudah memperhitungkan dengan matang semua
gerakan yang akan dilakukan oleh Cen Lik. Tiba-tiba
sepasang tinjunya membuka. Telapak tangannya yang
sebelah menghantam dan yang sebelah lagi mencengkeram
940

Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengan kiri Cen Lik. Dada Cen Lik tergetar oleh hantaman
telapak tangan itu. Belum lagi sempat berdiri tegak, lengannya
yang sebelah lagi sudah tercengkeram pula. Tubuhnya
bergetar. Kemudian terdengar suara keretakan tulang yang
hancur. Rasa sakit hampir tidak tertahankan. Sepasang
lengan Cen Lik telah diremas hancur oleh Lu Ci.
Wajah Cen Lik pucat pasi. Mulutnya terus merintih. Sepasang
telapak tangan Lu Ci bagai ular berbisa melorot turun. Kaki Lu
Ci menendang selangkangan laki-laki itu. Tanpa dapat
dipertahankan lagi, Cen Lik jatuh bertekuk lutut di atas tanah.
"Lu Ci, kau benar-benar keji!" beberapa kata umpatan itu
selesai dikeluarkan, Lu Ci sudah menekan kedua pipinya.
Seorang wisu segera menghampiri dan menyodorkan sebutir
pil berwarna merah kepada Lu Ci.
Pil berwarna merah itu adalah racun ganas yang disediakan
untuk Cen Lik menghabisi nyawanya sendiri. Sebelah tangan
Lu Ci bergerak cepat. Tahu-tahu bagian belakang kepala Cen
Lik sudah ditarik oleh tangannya, dan dalam waktu yang
bersamaan dia menyusupkan pil berwarna merah tadi ke
dalam mulut Cen Lik.
Cen Lik berusaha memuntahkannya, tapi Lu Ci langsung
memijit hidungnya. Sebelah tangannya yang tadi menarik
rambut kepala segera berpindah di tenggorokannya. Tanpa
dapat berbuat apa-apa lagi, pil merah itu tertelan oleh Cen Lik seketika.
Lu Ci melepaskan sepasang tangannya. Dia mundur ke
tempatnya semula dan duduk dengan wajah tersenyum. Cen
Lik masih berusaha bangkit berdiri. Rona wajahnya sudah
941 mulai berubah gelap. Matanya mendelik ke arah Lu Ci. Baru
saja dia berniat mengeluarkan caci maki, tapi daerah sekitar
mulutnya sudah bebal dan kaku. Sepatah kata pun tidak
sanggup diucapkannya lagi. Tubuhnya bergulingan di tanah.
Pipinya membengkak, matanya berubah warna menjadi ungu.
Dalam sekejap mata Cen Lik mati dengan darah mengalir dari
ke tujuh lubang pancaindranya.
Dua orang tukang kebun yang bekerja di gedung keluarga
Cen berdiri termangu-mangu dengan wajah pucat pasi. Tubuh
mereka menggigil ketakutan. Lu Ci malah duduk tenang
seakan tidak terjadi peristiwa apa pun. Padahal hubungannya
dengan Cen Lik selama ini cukup akrab. Hal ini membuktikan
bahwa hati orang ini benar-benar telengas dan keji.
***** Perjalanan Ci-bu-kim-hoan Lu Ci beserta keempat
pengawalnya sudah berada di bawah pengawasan pihak Bu-
ti-bun dalam jangka waktu yang cukup lama. Ternyata kabar
yang diperoleh Lu Ci memang merupakan kenyataan. soat-
lian yang di nginkan oleh Raja Nepal memang telah menjadi
incaran golongan hitam maupun putih.
Raja Nepal bersahabat baik dengan Kaisar Cao yang
sekarang. Karena hubungan baik itulah, Raja Nepal meminta
bantuan dari kaisar untuk mengutus salah seorang perwira
kepercayaannya untuk mengambil soat-lian di tempat yang
dijanjikan, sedangkan tugas memetik soat-lian tersebut
ditangani oleh anak buahnya sendiri.
Dengan mengandalkan berita yang dapat diselidiki dengan
mudah oleh para anggotanya, tentu Tok-ku Bu-ti sudah tahu
942 sejak semula. Mereka juga berhasil menyelidiki bahwa Lu Ci
yang bertugas mengambil soat-lian dan mengawalnya sampai
negara Nepal. Mereka mencari tahu kapan dan di mana soat-
lian itu akan diserahkan oleh para tentara Nepal yang
ditugaskan memetik soat-lian itu. Tentu saja pihak Bu-ti-bun
tidak berani terang-terangan berhadapan dengan tentara
kerajaan Nepal. Tindak tanduk mereka sangat waspada dan
berhati-hati. Yang mendapat tugas mengumpulkan berita
adalah Tok-ku Hong, putrinya sendiri.
Baru saja Lu Ci meninggalkan gedung keluarga Cen, laporan
sudah sampai di kantor cabang Bu-ti-bun setempat.
"Tujuan Lu Ci mendatangi rumah Cen Lik bukan untuk
meminta bantuan rekannya melindungi soat-lian. Dia malah
menerima tugas dari kaisar untuk membunuh orang itu
dengan racun. Tadinya Cen Lik sendiri yang diharuskan bunuh
diri dengan meminum racun tersebut, rupanya orang itu
menolak, terpaksa Lu Ci turun tangan dan mencekoknya,"
demikian laporan yang diberikan petugas penyelidik dari Bu-ti-
bun. "Membunuh Cen Lik dengan racun?" Tok-ku Hong
membelalakkan matanya dengan wajah kebingungan.
Anggota Bu-ti-bun itu menganggukkan kepalanya.
"Sekarang keadaan dalam gedung keluarga Cen kacau-balau.
Banyak pelayan dan pengawal yang melarikan diri dengan
kocar-kacir."
"Benar-benar bodoh sekali. Seandainya Lu Ci menerima
perintah untuk menghabisi seluruh keluarga Cen, mana
943 mungkin mereka sempat melarikan diri lagi," Tok-ku Hong
mendengus dingin. Kemudian dia bertanya, "Bagaimana
dengan keadaan Lu Wang" Untuk apa Lu Ci pergi
mencarinya?"
"Menurut sumber yang dapat dipercaya, ketika Lu Ci dan Lu
Wang berbincang-bincang di dalam kamar pribadi orang tua
itu, hanya ada satu orang yang pernah masuk ke dalam.
Orang itu adalah cucu luar seorang sahabat lama Lu Wang.
Seorang anak muda she Wan."
"Siapa namanya?" tanya Tok-ku Hong tanpa sadar.
"Ini ... budak kurang jelas."
"Apakah dia mengerti ilmu silat?" desak Tok-ku Hong kembali.
"Dia adalah seorang pelajar yang lemah lembut."
Tok-ku Hong menarik napas panjang. "Kalian cepat ringkus
dia dan bawa kemari. Aku akan menanyakannya sampai
jelas!" Mendengar anak muda itu juga she Wan, dia segera teringat
akan Wan Fei-yang, tapi setelah ditanyakan, rasanya bukan.
Dari bahan yang berhasil mereka selidiki tentang riwayat Wan
Fei-yang, tidak ditemukan hubungan antara anak muda itu
dengan Lu Wang. Kedua orang itu dari kalangan berbeda.
Tampaknya tidak mungkin saling mengenal atau ada
hubungan famili.
Memangnya orang yang she Wan di kolong langit ini hanya
Wan Fei-yang. Tanpa sadar Tok-ku Hong tertawa getir. Gadis
944 itu justru tidak berpikir bahwa kadang-kadang banyak hal di
dunia ini demikian kebetulan. Dan pelajar she Wan yang
lemah lembut itu memang Wan Fei-yang yang dipikirkannya
setiap saat. ***** Meskipun Wan Fei-yang hampir tidak pernah keluar rumah,
tapi apabila anggota Bu-ti-bun ingin menyelundup ke dalam
gedung keluarga Lu, mudahnya seperti membalikkan telapak
tangan. Apabila mereka ingin meringkus seorang pelajar yang
demikian lemah seperti Wan Fei-yang, juga merupakan hal
yang sama mudahnya.
Wan Fei-yang tidak punya tenaga sama sekali untuk melawan.
Anggota Bu-ti-bun yang diutus untuk meringkusnya tidak
mengenal Wan Fei-yang sama sekali. Dan mereka juga
mengganti dandanan mereka serta menyamar menjadi orang
biasa. Tentu saja Wan Fei-yang juga tidak mengenali mereka.
Baru setelah mereka membawanya ke kantor cabang Bu-ti-
bun, dia baru sadar siapa adanya orang-orang itu.
Dia mengira Tok-ku Bu-ti mengingkari ucapannya sendiri dan
selama ini mencarinya untuk dibunuh. Akhirnya mereka
berhasil mengetahui jejaknya dan langsung menyelinap ke
dalam rumah Lu Wang. Baru saja dia ingin membuka mulut
dan memaki-maki, tubuhnya sudah didorong sehingga jatuh
bergabrukan di atas lantai.
Tok-ku Hong duduk di atas undakan tanah di mana tersedia
sebuah kursi besar. Melihat Wan Fei-yang menggelinding di
atas tanah, dia langsung merasa tidak asing.
945 "Apa yang kalian inginkan?" tanyanya sambil berusaha
merangkak bangun.
Mendengar suara itu, tubuh Tok-ku Hong langsung bergetar.
"Siau Yang!" panggilnya tanpa sadar.
Wan Fei-yang terpaku seketika. Dua pasang mata saling
bertemu. Tok-ku Hong segera memalingkan wajahnya. Wan
Fei-yang juga langsung memperdengarkan dengusan dingin.
"Rupanya Tok-ku Siocia!" dia merandek sejenak, kemudian
tertawa dingin, "Sejak mula aku sudah menduga kalau kalian
tidak akan melepaskanku begitu saja. Mau bunuh, silakan
turun tangan!"
"Wan Fei-yang, kau benar-benar tidak takut mati!" baru
beberapa patah kata yang diucapkan oleh Tok-ku Hong, para
anggota Bu-ti-bun yang hadir di dalam ruangan itu langsung
tertegun. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa pelajar
lemah yang mereka ringkus itu ternyata Wan Fei-yang murid
murtad Bu-tong-pay yang pernah menyelundup ke dalam
kantor pusat Bu-ti-bun dan akhirnya terluka parah oleh
serangan Mit-kip-sin-kang milik Tok-ku Bu-ti.
"Kalau aku mengeluh sedikit saja, anggaplah aku bukan laki-
laki sejati!" kata Wan Fei-yang sambil membusungkan
dadanya. Tok-ku Hong mengerutkan keningnya. Dia berdiri dari kursi
dan berjalan turun dengan perlahan. Kemudian dia
mengibaskan tangannya. "Kalian semua keluar!"
Para anggota Bu-ti-bun tidak ada yang berani membantah.
946 Mereka segera mengundurkan diri. Tok-ku Hong berjalan
mengitari Wan Fei-yang satu kali. Dia tertawa dingin, "Kau
adalah laki-laki sejati ....!"
Wan Fei-yang mengangkat wajahnya dan menatap gadis itu
lekat-lekat. "Kau memandang sebelah mata kepada orang-orang Bu-ti-
bun, bukan?" tanya Tok-ku Hong sekali lagi.
Wan Fei-yang hanya tertawa terkekeh-kekeh. Tok-ku Hong
berhenti di hadapannya. Matanya mendelik kepada anak
muda itu. "Jangan lupa, kau juga pernah menjadi anggota Bu-ti-bun!" dia
merandek sejenak, kemudian melanjutkan dengan suara
tajam, "Kalau kau benar-benar seorang lelaki sejati, tentu tidak akan menggunakan berbagai akal licik dan memperalat aku
supaya dapat masuk menjadi anggota Bu-ti-bun. Meskipun
kami bukan orang baik-baik, tapi tidak ada yang selicik kau
menggunakan perasaan orang lain untuk mewujudkan tujuan
sendiri!" Mendengar makian itu Wan Fei-yang sampai termangu-
mangu. "Jawab! Mengapa kau tidak menjawab?" bentak Tok-ku Hong
kembali. "Aku ...." perasaan Wan Fei-yang galau, tapi dia mengeraskan
hatinya, "Aku toh tidak pernah mencelakaimu."
"Apakah harus sampai tubuhku hancur dan nyawaku
947 melayang kau baru merasa bersalah?"
Wan Fei-yang menggelengkan kepalanya.
"Tidak salah. Aku memang pernah mendustaimu. Tapi dua kali
aku menolong nyawamu, aku benar-benar melakukannya
dengan tulus. Sama sekali tidak ...."
"Tidak usah banyak bicara! Sekarang aku ingin bertanya
kepadamu. Apa sebetulnya tujuanmu menyelinap menjadi
anggota Bu-ti-bun?" tanya Tok-ku Hong dengan suara keras.
"Aku hanya ingin mencari seseorang," sahut Wan Fei-yang.
"Siapa?" bentak Tok-ku Hong kembali.
"Sekarang ini aku masih belum bisa mengatakannya."
"Siapa sebetulnya orang itu?"
"Seandainya aku bisa memberi tahu kepadamu, hari itu juga
aku sudah mengatakannya di hadapan ayahmu!"
"Kau berdusta!" wajah Tok-ku Hong merah padam. Tangannya
menggenggam gagang golok.
"Percaya atau tidak, terserah. Apa yang aku katakan memang
kenyataan," sahut Wan Fei-yang seraya menarik napas
panjang. "Kalau kau memang merasa harus membunuh aku,
silakan turun tangan."
Tok-ku Hong tidak menghunus goloknya. Dia bahkan tidak
mengatakan apa-apa. Wan Fei-yang memandangnya dengan
948 termangu-mangu. Dia juga berdiam diri. Entah berapa lama
sudah berlalu. "Kau pernah menolong aku dua kali. Kalau aku membunuhmu
sekarang, bukankah aku menjadi manusia yang melupakan
budi?" kembali dia menghentikan kata-katanya. Dia seperti
sedang merenungkan sesuatu. Beberapa saat kemudian baru
dia melanjutkan kata-katanya, "Sekarang aku akan
melepaskan dirimu. Kelak apabila kita bertemu lagi, maka di
antara kita sudah tidak ada utang piutang lagi."
Wan Fei-yang tertawa getir.
"Oh ya ... bagaimana kau bisa berada dalam rumah Lu
Wang?" tanya Tok-ku Hong. Nada suaranya sudah berubah
lembut. "Aku terluka parah dan jatuh pingsan di depan pintu gedung
keluarga Lu. Kalau bukan berkat pertolongan Lu-loya,
mungkin aku tidak bisa hidup sampai hari ini," sahut Wan Fei-
yang terus terang.
"Mengapa ada yang mengatakan bahwa kau adalah cucu luar
sahabat lamanya?"
"Hal itu baru diketahui belakangan. Gwakongku dulu pernah
menjabat sebagai kepala pengawal di daerah Bu Ciu.
Ternyata dia memang sahabat baik Lu-loya."
"Demikian kebetulan?"
Wan Fei-yang tertawa getir.
949 "Kabar yang didapat oleh anggota Bu-ti-bun kalian juga hebat
sekali." "Kami mengutus orang menyelinap ke dalam keluarga Lu dan
meringkus pelajar she Wan adalah karena ingin menyelidiki
suatu persoalan. Kami sama sekali tidak tahu bahwa kaulah
yang dimaksudkan oleh anggota kami."
Wan Fei-yang merasa heran sekali. "Apa yang ingin kalian
selidiki?" tanyanya penasaran.
"Tujuan Ci-bu-kim-hoan ke rumah Lu Wang."
"Oh .... Dia merupakan teman lama Lu-loya. Kali ini
kedatangannya hanya sekadar singgah saja," Wan Fei-yang


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyahut lalu bertanya lagi, "Apakah kalian ada dendam
dengan Ci-bu-kim-hoan Lu Ci itu?"
"Kalau dikatakan kau juga tidak akan mengerti. Lebih baik
jangan banyak ikut campur urusan orang lain," mata Tok-ku
Hong mengerling sekilas. "Biar aku antar kau pulang."
"Kau tidak percaya dengan apa yang aku katakan dan
sekarang kan ingin menanyakannya langsung kepada Lu-loya
bukan?" "Sejak kapan otakmu menjadi demikian encer!" mata Tok-ku
Hong langsung mendelik kepada Wan Fei-yang. "Nanti kalau
aku bertanya apa-apa, lebih baik kau jangan ikut campur."
Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya dengan wajah
ketolol-tololan. Kadang-kadang dia seperti berubah bodoh di
hadapan gadis itu. Dia sama sekali tidak sanggup
950 mengemukakan pendapat apa-apa.
***** Ketika Tok-ku Hong keluar dari gedung keluarga Lu, matahari
sudah hampir terbenam. Wan Fei-yang mengantarkan sampai
di depan pintu.
"Sekarang mestinya kau sudah percaya bahwa aku tidak
mendustaimu," kata Wan Fei-yang.
"Siapa suruh sebelumnya kau selalu berdusta!" mulut Tok-ku
Hong berkata demikian, tapi nada suaranya sudah tidak
mengandung kemarahan. "Lu-loya adalah orang tua yang baik
hati. Lebih baik kau jangan mempunyai maksud yang tidak-
tidak." "Mana mungkin?" Wan Fei-yang tertawa getir.
Seorang anggota Bu-ti-bun berlari menghampiri dengan napas
tersengal-sengal. Dia berhenti di depan Tok-ku Hong,
kemudian menjura dalam-dalam.
"Buncu ada perintah, harap Toasiocia segera kembali ke
kantor pusat. Ada urusan penting yang akan dirundingkan,"
lapor anggota Bu-ti-bun itu.
"Kau berangkat dulu, aku akan menyusul sebentar lagi," kata
Tok-ku Hong kemudian merenung.
Sampai anggota Bu-ti-bun itu pergi dari hadapan mata, Tok-ku
Hong baru menolehkan wajahnya ke arah Wan Fei-yang. Ada
tersirat rasa bersalah di mata gadis itu.
951 "Baik-baiklah kau beristirahat di rumah Lu-loya. Kalau urusan
di sana sudah selesai, aku akan datang menjengukmu lagi,"
katanya tersipu-sipu.
Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya tanpa bersuara. Dia
juga tidak bertanya urusan apa sampai Tok-ku Bu-ti
memanggilnya pulang, karena dia sama sekali tidak
melupakan bahwa ilmu silatnya sudah punah. Dan dalam
dunia Kangouw sudah tidak ada tempat baginya untuk
memijakkan kaki.
***** Senja hari. Saat itu merupakan senja hari pada hari kelima.
Seratus tiga puluh enam ekor kuda bersama penunggangnya
mengiringi dua buah kereta besar. Rombongan itu melintasi
jalan pegunungan.
Ci-bu-kim-hoan beserta keempat pengawalnya sudah berdiri
menanti di ujung sana. Di dalam kereta yang pertama duduk
utusan dari Raja Nepal. Sedangkan di antara seratus tiga
puluh enam penunggang kuda itu, dua puluh empat di
antaranya memakai pakaian kaum persilatan. Dandanan
mereka merupakan kaum persilatan yang biasa dikenakan di
daerah Nepal. Sedangkan sisanya sudah pasti tentara
kerajaan setempat yang bertugas mengawal mereka. Kepala
pengawal yang mendapat tugas tersebut bernama Su Cong.
Melihat Ci-bu-kim-hoan sudah menunggu di sana, Su Cong
cepat-cepat turun dari kudanya dan menghampiri. "Lu-tayjin
pasti sudah menunggu cukup lama."
952 "Baru saja sampai ...." sahut Lu Ci yang juga menyongsong ke
depan menyambut kepala pasukan tersebut.
Sambil bercakap-cakap kedua orang itu menghampiri kereta
kuda. Pintu kereta segera terbuka. Dari kedua kereta itu keluar dua orang utusan Raja Nepal. Yang belakang tentu yang
menjadi wakil. Dandanan mereka sangat istimewa, jauh
berbeda dengan dandanan orang Tionggoan. Wajah mereka
juga tidak sama dengan orang Tionggoan umumnya. Yang
keluar dari kereta depan dan usianya lebih lanjut memeluk
sebuah kotak persegi yang indah. Demikian hati-hatinya
seakan takut kotak itu terjatuh dan isinya akan hancur.
Lu Ci segera menjura dalam-dalam. "Jenderal Pasukan
Pakaian Perak dari wilayah utara, Lu Ci menyambut
kedatangan utusan Raja Nepal."
"Terima kasih atas kerja sama Lu-tayjin," sahut orang yang
lebih tua. "Dengar-dengar Lu-tayjin adalah tokoh kelas satu
dalam pemerintahan sekarang. Setelah bertemu, ternyata
kabar ini memang benar."
Bahasa yang digunakannya adalah bahasa Han. Meskipun
tidak lancar sekali, tapi tidak sulit ditangkap artinya.
Perkataannya merupakan basa-basi belaka, tapi sangat
bermanfaat. Hati Lu Ci merasa bangga mendapat pujian itu.
"Kuisu terlalu sungkan," sahutnya sambil menjura sekali lagi.
"Tugas Punsu sangat berat. Aku berharap dapat kembali
secepatnya ke Nepal. Sekarang tugas sudah dapat
diselesaikan dengan baik. Tentu aku tidak perlu khawatir lagi.
Perjalanan kembali ke Nepal juga tidak perlu berputar-putar
953 lagi." "Tentu saja," sahut Lu Ci dengan wajah penuh senyum.
Suaranya juga yakin sekali. "Setelah melintasi jalan ini, anak
buah Komandan Su Cong juga sudah boleh kembali ke
markasnya."
"Apakah jalanan ini tidak mudah dilalui?"
"Tidak begitu mudah."
"Berapa lama waktu yang kita perlukan untuk keluar dari
wilayah ini?"
"Lima hari ...." wajah Lu Ci tetap tersenyum. Sedangkan kedua
orang utusan Raja Nepal tersebut sama sekali tidak bisa
mengembangkan seulas pun senyuman.
"Tapi Kuisu berdua tidak usah khawatir. Sepanjang perjalanan
kami sudah menyiapkan semuanya dengan baik," kata Lu Ci
selanjutnya. "Semoga demikian."
"Untuk memudahkan pelayanan, aku yang rendah
memberanikan diri meminta kedua Kuisu duduk dalam satu
kereta saja."
"Boleh juga. Dengan demikian sepanjang perjalanan kita bisa
mengobrol panjang lebar sehingga tidak terasa
membosankan," utusan dari Nepal itu juga bukan jenis
manusia yang banyak tuntutannya. Dia mengikuti saja apa
yang dianggap baik oleh Lu Ci.
954 "Kalau begitu malam ini kita berkemah sini saja."
"Di tempat ini?"
"Tidak ada tempat lain yang lebih sesuai dari sini," kata-kata
Lu Ci seakan mengandung maksud tertentu. Dia langsung
memerintahkan menyalakan api unggun dan menanak nasi.
"Bukankah Lu-tayjin tadi mengatakan bahwa kita akan
berkemah di sini" Apakah Siaute perlu mendirikan kemahnya
sekarang?" tanya Su Cong.
"Maksudku berkemah di langit terbuka," sahut Lu Ci
tersenyum simpul. "Toh kedua Kuisu bisa beristirahat di dalam
kereta." Su Cong mempersiapkan segalanya. Kemudian dia
menghampiri Lu Ci. Tanpa dapat menahan rasa ingin tahunya,
dia bertanya dengan suara berbisik, "Apakah Lu-tayjin
menemukan sesuatu yang mencurigakan sepanjang
perjalanan tadi?"
Lu Ci tersenyum simpul. "Tidak perlu khawatir. Untuk
sementara mereka tidak berani mengambil tindakan apa-apa,"
katanya. "Mereka?"
"Orang-orang yang mengincar soat-lian."
"Apa yang mereka tunggu?"
955 "Mereka menunggu kesempatan dan tempat yang tepat."
***** Ini memang bukan tempat yang tepat untuk melakukan
gerakan apa-apa. Oleh karena itu, para anggota Bu-ti-bun
hanya mengawasi dari kejauhan. Mereka berada di atas
gunung. Jumlah mereka juga banyak. Tok-ku Hong, Kongsun
Hong, Cian-bin-hud, Kiu-bwe-hu, dan tongcu bagian luar dan
dalam. Hanya Tok-ku Bu-ti yang tidak terlihat.
Meskipun Tok-ku Bu-ti tidak muncul, tapi dia selalu
berhubungan dengan mereka. Oleh karena itu juga, Kongsun
Hong yang biasanya paling tidak sabaran juga hanya duduk
termenung menanti perintah.
"Menurut pendapatku, kita menggunakan kesempatan ketika
kuda dan orang-orang mereka sedang keletihan. Pada malam
hari nanti kita serang mereka, siapa tahu ...." ini merupakan
ketiga kalinya Kongsun Hong memberi saran yang serupa.
Tok-ku Hong merasa tidak sabar mendengar ocehannya.
"Buat apa diulangi terus kata-kata itu?"
Kongsun Hong menatap Tok-ku Hong sekilas. Mulutnya
terdiam seketika. Cian-bin-hud yang berada di samping
tertawa lebar. "Buncu tidak mengizinkan kita mengambil tindakan di sini,
pasti ada sesuatu yang diragukannya."
Kongsun Hong meraba dagunya sendiri. Dia tertawa dingin.
"Hanya seorang Ci-bu-kim-hoan, apanya yang harus ditakuti?"
956 "Dia bisa menjabat kedudukan Jenderal Pasukan Pakaian
Perak, tentu ilmunya tidak dapat dibandingkan dengan orang
biasa. Tetapi, kalau hanya orang itu saja, tentu tidak sulit
dihadapi. Pokok persoalannya justru selain kita masih Hek-
pai-siang-mo dan pihak lain yang mengincar soat-lian
tersebut. Seandainya kita sampai bergebrak dengan Lu Ci,
tentu mereka akan memancing di air keruh dan meraih
keuntungan besar."
Mata Kiu-bwe-hu mengerling tajam. "Kedatangan Hek-pai-
siang-mo kali ini ke Tionggoan pasti untuk mendapatkan soat-
lian tersebut," katanya.
Menurut sumber yang dapat dipercaya, arah mereka juga
menuju ke tempat ini. Kalau bukan untuk mengincar soat-lian,
apa lagi?" sahut Cian-bin-hud.
"Entah mereka sudah sampai atau belum?"
***** Sejak tadi Hek-pai-siang-mo sudah tiba. Mereka malah
bersembunyi di tempat yang tidak seberapa jauh dari
kerumunan anggota Bu-ti-bun. Gerak-gerik para anggota Bu-
ti-bun selama ini selalu di bawah pengawasan mereka.
Jangkrik mengirik di depan, burung kenari menunggu di
belakang. Hati mereka semakin lama semakin senang. Asal
para anggota Bu-ti-bun itu bergerak, mereka tinggal
menunggu kesempatan baik lalu menculik kedua utusan Raja
Nepal tersebut.
957 Tentu saja Kuan Tiong-liu dan Yi Pei-sa juga ikut bersama
mereka. Sepanjang perjalanan, meskipun mereka
membutuhkan Kuan Tiong-liu sebagai penunjuk jalan, tapi
mulut mereka sama sekali tidak sungkan-sungkan
mengeluarkan kata-kata yang pedas.
Kuan Tiong-liu tidak menyimpan dalam hati. Dia sudah
mengalami berbagai cobaan pahit. Sikapnya jauh lebih sabar
dan wataknya berubah menjadi pendiam. Biar bagaimana
menyakitkannya pun kata-kata yang dilontarkan Hek-pai-
siang-mo, dia tidak pernah menunjukkan kemarahan di
hadapan mereka. Sepanjang perjalanan justru dia yang
bertugas melayani kebutuhan kedua iblis dari Tibet itu.
Yi Pei-sa sebetulnya tidak sampai hati melihat keadaan Kuan
Tiong-liu. Berkali-kali dia membela anak muda itu di hadapan
kedua suhunya. Perasaan hati mereka pun semakin lama
semakin dalam. ***** Jangkrik mengirik di depan. Burung kenari menunggu di
belakang. Ternyata di belakang burung kenari juga sudah
menanti seorang pemburu. Hal itu sama sekali di luar dugaan
Hek-pai-siang-mo.
Di atas gunung yang berliku-liku tidak seberapa jauh dari
mereka, telah berkumpul segerombolan manusia. Yang
mengepalai rombongan ini ialah Thian-ti. Selain itu, Hujan,
Angin, Geledek, Kilat, Manusia Tanpa Wajah juga sudah
berkumpul. Bahkan Fu Hiong-kun juga tidak ketinggalan.
Mereka mendapat kabar dari tabib Cai Hua-to yang sudah
958 diancam akan dibongkar rahasianya berzina dengan selir
Cian-bin-hud, lalu dipaksa menjadi mata-mata Siau-yau-kok.
Thian-ti bertekad mendapatkan soat-lian dengan cara apa
pun. Hujan pernah mengatakan bahwa soat-lian dapat
membuat orang awet muda bahkan bisa menambah tenaga
dalam seperti hasil latihan selama berpuluh tahun. Hal
belakangan itulah yang menarik perhatian Geledek, Kilat
maupun Angin. Tentu saja Fu Hiong-kun paling paham khasiat
soat-lian bila dibandingkan yang lainnya. Minatnya juga besar
sekali untuk mendapat benda langka tersebut. Meskipun
tujuannya bukan untuk diri sendiri, namun dia ingin
mencampurnya menjadi racikan obat untuk menolong sesama
umat manusia. Dia juga tidak menutupi rahasia hatinya.
Tekadnya mendapatkan soat-lian malah menjadi bahan
tertawaan anggota Siau-yau-kok lainnya.
Mereka memang terdiri dari dua jenis manusia yang berbeda.
Sekarang para jago Siau-yau-kok sudah berkumpul semua.
Tentu saja mereka sudah bertekad untuk mendapat soat-lian
dari Ping-san itu.
***** Meskipun Lu Ci tahu ada beberapa orang yang mengawasi
mereka di sekitar tempat itu, tapi dia sama sekali tidak
menduga bahwa kekuatan orang-orang yang datang jauh lebih
besar daripadanya, bahkan mereka termasuk jago-jago dunia
Kangouw yang paling sulit dihadapi.
Rombongan mana pun yang bergerak duluan, seandainya
mereka dapat mempertahankan soat-lian, tetap tidak dapat
menghindarkan diri dari luka parah atau kematian, dan tentu


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja tidak sanggup lagi menghadapi gelombang kedua yang
959 akan menggunakan kesempatan meraih keuntungan.
Memang dia juga termasuk orang dunia Kangouw, tapi dia
sudah lama bertugas di dalam istana. Mengenai seluk-beluk
dunia Kangouw pengetahuannya tidak seluas dulu lagi. Lagi
pula dia selalu membanggakan ilmu silatnya yang tinggi dan
selalu memandang sebelah mata terhadap orang lain. Inilah
penyebab utama kekalahannya kelak.
Sudah pasti Siau-yau-kok tidak akan turun tangan terlebih
dahulu. Sedangkan Hek-pai-siang-mo juga menanti
kesempatan untuk mengail di air keruh. Rombongan pertama
yang akan turun tangan duluan, kemungkinan besar anggota
Bu-ti-bun. Wi-tian-wei-toa, Ju-jit-pang-tiong. Kalau ditilik dari kekuatan Bu-ti-bun sekarang semestinya tidak ada lagi hal yang perlu
mereka ragukan.
***** Pagi hari kedua, kereta dan kuda mulai bergerak. Keempat
pengawal Lu Ci mengajak dua puluh tentara berkuda
membuka jalan di depan, sisanya mengawal di belakang
kereta. Lu Ci sendiri sudah duduk di dalam kereta yang
satunya. Bentuk kedua kereta itu tidak ada perbedaannya sama sekali.
Para jago negara Nepal yang datang bersama kedua utusan
itu mengiringi dari dua sisi. Kalau dilihat dari luarnya saja tentu sulit memastikan kereta mana yang membawa kedua utusan
itu. Lu Ci yang cerdik sudah memikirkan kemungkinan itu.
960 Tujuan orang-orang yang mengincar soat-lian pasti kedua
utusan tersebut. Apabila mereka masih duduk masing-masing
dalam sebuah kereta, salah satunya pasti akan menjadi
korban. Sekarang mereka tentu harus mempertimbangkan
baik-baik kereta mana yang akan diserangnya.
***** Lewat tengah hari, rombongan itu sudah memasuki jalan
setapak sebuah hutan yang rimbun. Jalan setapak itu kecil. Di
kedua sisi terdapat pohon-pohon yang tinggi. Begitu rapatnya
sehingga hampir tidak bercelah.
Situasi keadaan seperti ini, paling sesuai untuk melakukan
penyerangan. Tanpa perlu diperingatkan oleh Lu Ci, seluruh
rombongan itu sudah waspada dan meningkatkan
pengawalan. Jalanan itu hanya pas-pasan dilewati kereta kuda. Para jago
Nepal yang tadi mengiringi di kedua sisi terpaksa mengambil
jalan memutar dan mengikuti dari belakang tentara berkuda
untuk sementara. Rombongan itu berjalan perlahan. Tiba-tiba
terdengar suara gemeresik dari hutan sebelah kiri. Seorang
manusia berpakaian hitam melesat keluar dari rimbunan
pepohonan bagai sebatang anak panah. Orang itu meluncur
ke arah kereta yang ada di depan.
Tubuhnya menukik tegak lurus, seperti anak panah yang
dibidikkan oleh seseorang. Dia menerobos lewat jendela
sebelah kanan langsung menembus keluar lewat jendela
sebelah kiri kemudian melesat ke dalam hutan yang terletak di
sebelah kanan. Suara gemerencing tirai yang terbuat dari kulit
kerang yang mana menghiasi jendela kereta masih terdengar.
961 Sekelebat terlihat tangan manusia berpakaian hitam itu
menggenggam sebuah kotak yang indah. Kotak itu justru
berisi soat-lian yang langka. Kedua utusan Nepal itu
menyembulkan kepalanya lewat jendela dengan gaya panik.
Wajah mereka menyiratkan rasa ketakutan yang dalam. Para
tentara kerajaan langsung menyerbu mengikuti arah manusia
berpakaian hitam.
Ginkang manusia berpakaian hitam itu memang tinggi sekali.
Tanpa ginkang setinggi itu, tentu dia tidak akan mendapatkan
kotak berisi soat-lian dengan cara demikian mudah. Dia
meluncur ke dalam hutan. Tubuhnya melesat ke udara. Pada
saat itu juga Lu Ci sudah menyusul tiba. Dia langsung
menghantamkan sepasang telapak tangannya.
Manusia berpakaian hitam itu sama sekali tidak menduga.
Wajahnya sudah hancur terhantam telapak tangan Lu Ci
sebelum rasa terkejutnya sirna. Tubuhnya terkulai dan jatuh di
atas tanah. Lu Ci tidak menunggu sampai tubuhnya jatuh ke
bawah, dia segera mengulurkan tangannya menyambut kotak
berisi soat-lian yang melayang turun.
Lu Ci melirik pun tidak pada mayat orang itu. Dia berjalan
dengan langkah lebar keluar dari hutan. Pada waktu itu, para
tentara kerajaan baru menyerbu datang. Melihat keberhasilan
Lu Ci, mereka bersorak gembira. Lu Ci sendiri hanya tertawa
datar. Dia menghampiri kereta kuda dan menyodorkan kotak
berisi soat-lian kepada kedua utusan Nepal itu.
962 Jilid 21 "Ternyata ilmu silat Lu-tayjin memang tinggi sekali," kata
kedua utusan Nepal itu memuji tiada hentinya. Sejenak
kemudian yang usianya lebih tua bertanya. "Entah orang dari
golongan mana yang mempunyai nyali sebesar itu?"
"Dia adalah seorang kepala perampok yang menguasai
wilayah Kang-pak, namanya Cong Siau-yan."
"Sampai-sampai perampok dari Kang-pak juga ikut mengincar
soat-lian?"
"Seharusnya dia tidak perlu datang!" Lu Ci tertawa dingin. "Ini bukan benda yang dapat diperolehnya dengan mudah. Bisa
datang pasti tidak bisa kembali lagi!"
"Tidak mengukur kekuatan sendiri, patut menerima kematian!"
"Benar-benar patut mati!" Tiba-tiba tangan kiri Lu Ci bergerak.
Sembilan rencengan gelang sebesar telapak tangan melesat
keluar dan meluncur ke arah atas sebatang pohon.
Cahaya berkilauan. Terdengar dengusan dingin dari atas
pohon. Seorang gadis berpakaian hijau melesat keluar dari
rimbunan pohon. Gayanya aneh sekali. Ternyata dia meluncur
turun dalam keadaan tidak bernyawa. Sembilan gelang
sebesar telapak tangan itu menancap di tenggorokan gadis
itu. Semua orang menatap dengan mata terbelalak. Lu Ci malah
tenang-tenang saja seakan tidak terjadi apa-apa. "Tiga tahun
yang lalu Cong Siau-yan menikahi Ce Yin-cu. Mereka berdua
963 suami istri selalu menghadapi musuh bersama-sama!" katanya
dengan bibir menyunggingkan seulas senyuman.
Bukan saja dia mengetahui asal-usul orang-orang ini. Telinga
dan matanya juga luar biasa waspada. Lebih-lebih cara turun
tangannya. Dia selalu keji dan kekejaman hatinya tidak usah
diragukan lagi. Menghadapi manusia seperti ini, tidak heran
sampai-sampai Bu-ti-bun dan Hek-pai-siang-mo memilih jalan
yang aman dan menguntungkan.
Rombongan itu meneruskan perjalanannya. Senja pada hari
yang sama, mereka sudah memasuki provinsi Yang-cuan.
Pejabat setempat Li Sou sejak dini sudah menerima perintah.
Siang-malam dia menyuruh orang bekerja secepat mungkin
membuat sebuah ruangan rahasia untuk menyimpan soat-lian
yang langka. Pada dasarnya dia bermaksud baik. Bukan saja dia akan
mendapat penghargaan, malah dia dapat membuktikan bahwa
pejabat wilayah ini juga merupakan orang yang berbakat serta
cerdas. Sayangnya tukang yang dipanggil justru orang yang
licik. Dia juga termasuk anggota sebuah organisasi yang
selalu melakukan kejahatan. Kepalanya bernama Kuo Ming.
Tukang itu melaporkan kepada ketuanya tentang soat-lian
yang akan disimpan dalam ruangan rahasia. Kuo Ming tentu
saja tidak ingin kehilangan kesempatan baik. Dia menyuruh
tukang itu membuat papan dasar yang dapat terbalik secara
otomatis apabila diletakkan suatu benda di atasnya.
Begitu sampai, Lu Ci segera memasukkan kotak tersebut ke
dalam ruang rahasia. Tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang
tidak beres dan cepat-cepat membuka kembali ruang rahasia
964 tersebut. Papan kayu sudah berbalik dan menjatuhkan kotak
ke dalam ruang lain di bawahnya. Meskipun dia berhasil
membunuh seorang anggota organisasi itu yang sedang
membalikkan kembali papan otomatis tersebut, tapi kotak itu
sendiri sudah dilarikan oleh anggotanya yang lain.
Lu Ci tidak mengejar. Dia sama sekali tidak bisa mengejar.
Lantai di mana dia berdiri berguncang-guncang. Ruangan
rahasia itu sudah tertutup kembali. Rupanya masih ada
anggota lain dari organisasi itu yang memijit tombol rahasia di dalam sana. Tempat itu pasti dikerjakan dengan tergesa-gesa
sehingga kurang sempurna. Pintu batu ruangan itu anjlok ke
bawah dengan keras sampai-sampai tanah pun ikut bergerak
hebat. Perlu waktu yang cukup lama untuk membetulkannya.
Setelah selesai, Lu Ci segera membalikkan mayat tadi dan
memeriksa seluruh pakaiannya. Dari lencana yang dibawanya
dalam saku, Lu Ci dapat menduga siapa orang itu. Perintah
segera diturunkan. Para tentara berkuda disebar untuk
mencari markas organisasi tersebut.
Dalam sekejap saja mereka sudah berhasil menemukannya.
Dua ratus lebih anggota organisasi tersebut dibantai habis-
habisan. Bahkan gedungnya sendiri dibakar sampai rata
dengan tanah. Sementara itu kaucu organisasi itu, Kuo Ming, sudah jauh
menyeberangi sungai. Dia langsung buron setelah mendapat
kotak yang dipersembahkan anggotanya. Setelah merasa
aman, dia langsung membuka kotak itu dan "bum!" tubuh Kuo
Ming hancur lebur terkena ledakan. Itulah sebabnya Lu Ci
yang cerdas tidak mengejar orang yang membawa kotak itu.
Karena isinya bukan soat-lian melainkan obat peledak.
965 Selama ini Kuo Ming tidak terlalu memandang tinggi Lu Ci.
Sampai dia menyadari bahwa dirinya telah membuat
kesalahan yang mahabesar, tubuhnya sudah terledak menjadi
keping-kepingan kecil.
Benda yang dimasukkan Lu Ci ke dalam kotak adalah obat
peledak istimewa dari luar perbatasan. Apabila kotak itu
dibuka, maka obat di dalamnya akan meledak sendiri.
Sebelum kejadian ini, dia sama sekali tidak pernah
mengatakan rencana ini kepada siapa pun. Orang ini bukan
saja memiliki ilmu silat yang tinggi, tangan yang telengas, hati yang keji tapi juga banyak akal licik.
***** Menjelang tengah hari keesokannya, kereta kuda baru
melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan tidak ada
gangguan. Dua keuntungan berikutnya mereka memasuki
wilayah lembah Tiang-sing-sia.
Di kedua sisi terdapat gunung yang tinggi. Jalanan berada di
tengah-tengah. Semakin jauh semakin sempit dan curam.
Kalau ditilik dari keadaannya, cocok untuk melakukan
penyerangan. Rombongan pertama dari pihak tentara
kerajaan yang berjumlah dua belas orang menerjang ke
depan. Sepanjang perjalanan tidak terlihat jejak manusia. Kedua
gunung yang terdapat di sisi kiri dan kanan juga tidak tampak
ada yang mencurigakan. Enam pengendara kuda masuk lagi
ke dalam lembah. Tidak lama kemudian mereka masuk
kembali dan melaporkan bahwa kedua belas orang dari
966 rombongan pertama sudah melintasi lembah dengan selamat.
Melihat semuanya lancar dan tidak ada gangguan, kereta
kuda itu baru melanjutkan perjalanannya. Tentu saja mereka
tidak tahu bahwa dua belas orang yang pertama masuk ke
dalam dan dikatakan selamat sekarang sudah menjadi mayat
semua. Yang membunuh mereka adalah dua belas pembunuh
andalan Bu-ti-bun. Mereka menerjang keluar secara
mendadak dari gua di belakang gunung. Dengan cara yang
penuh perhitungan dan cepat mereka membunuh tentara
kerajaan itu. Kedua belas orang itu bahkan tidak sempat
menjerit sekali pun. Pada dasarnya ilmu silat mereka memang
tidak seberapa tinggi. Yang mereka kuasai adalah perang di
tempat terbuka. Apalagi yang mereka hadapi saat itu adalah
pembunuh yang sudah banyak pengalaman, bagaimana
mungkin nyawa mereka masih dapat dipertahankan"
Pada saat itu, rombongan sudah berada di tengah-tengah
lembah yang sempit. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan
batu-batu besar kecil menggelinding dari atas gunung.
Sebagian besar rombongan itu menjadi kalang kabut. Batu-
batu masih terus bergelindingan dari atas sehingga menutup
jalan kedua sisi depan dan belakang. Dalam waktu yang
bersamaan, ratusan anak buah Bu-ti-bun memunculkan diri
mereka dari tempat persembunyian dan membidikkan anak
panah secara serabutan.
Anak panah bagai hujan deras. Di tengah lembah itu tidak ada
lagi tempat persembunyian. Dalam sekejap mata, sebagian
besar pengawal mati tertembus hujan anak panah. Suara
ringkikan kuda, jeritan manusia bagai irama yang tinggi-
967 rendah. Melihat keadaan itu, para anggota Bu-ti-bun segera
mengeluarkan senjata masing-masing dan menyerbu ke kaki
gunung. Cian-bin-hud dan Kiu-bwe-hu mendahului di depan. Ruyung
berkelebat, pecut menyambar. Siapa yang menghalangi di
depan pasti dapat bagian. Gerakan Kongsun Hong dan Tok-ku
Hong juga tidak lambat. Mereka mengajak empat orang
anggota Bu-ti-bun dan menerjang ke arah kereta kuda di
mana Ci-bu-kim-hoan Lu Ci duduk. Keempat orang itu adalah
tancu dari berbagai cabang. Tangan mereka masing-masing
membawa sebuah kotak besi dan langsung memencarkan diri
mengepung kereta kuda tersebut.
Kuda-kuda yang menarik kereta itu sudah roboh mati
tertancap anak panah. Keretanya sendiri masih tegak di sana.
Tiba-tiba atap kereta pecah berhamburan. Ci-bu-kiam-hoan Lu
Ci melesat keluar dari dalam kereta.
"Serang!" teriak Kongsun Hong segera memberi perintah.
Keempat orang tancu itu langsung menekan tombol di kotak
besi. Penutup kotak segera terbuka dan beratus-ratus jarum
beracun yang berwarna kebiru-biruan meluncur keluar dalam
waktu yang bersamaan. Tubuh Lu Ci bagai terkurung dalam
sinar biru tersebut. Belum lagi rasa terkejutnya sirna, tubuhnya sudah melorot turun dan jatuh di atas tanah dengan ratusan
batang jarum beracun memenuhi seluruh tubuhnya. Dia
menjerit histeris. Tubuhnya masih sempat bergulingan di atas
berbatuan. Akhirnya berhenti. Seluruh tubuhnya sudah
membengkak dan berubah warna menjadi keungu-unguan.
Melihat keadaan itu, Kongsun Hong tertawa dingin. "Lihat,
968

Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apakah kau yang lebih hebat atau Jarum Pembetot Sukma
dari Tujuh Bocah Ajaib lebih hebat?" katanya sinis.
Tujuh Bocah Ajaib berasal dari pedalaman Wi-san. Seumur
hidup mereka dihabiskan untuk meneliti berbagai jenis senjata
rahasia beracun. Menurut kabar yang tersebar, untuk
membuat tujuh kotak besi berisi jarum beracun ini mereka
telah menghabiskan waktu selama sepuluh tahun. Dalam
waktu semalaman saja rambut mereka langsung berubah
putih semua karena terlalu memeras otak. Akhirnya mereka
berhasil. Mereka hanya menggunakan satu kotak untuk
menghadapi musuh bebuyutan mereka. Tapi karena musuh
terlalu lihai, mereka sendiri juga terluka parah. Sekembalinya
ke tempat persembunyian mereka itu, satu per satu dari
mereka mati tanpa tertolong. Banyak tokoh hitam maupun
putih kangouw yang berusaha mencari keenam kotak besi
berisi paku beracun itu. Namun mereka tidak berhasil
menemukannya. Malah lama-kelamaan cerita tentang kotak
besi berisi jarum beracun itu hanya tinggal legenda. Siapa pun
tidak menyangka bahwa senjata rahasia yang mematikan itu
ternyata jatuh ke tangan Tok-ku Bu-ti.
Jarum beracun itu meluncur keluar apabila tombol otomatis di
luar kotak ditekan. Jumlah per kotak empat puluh sembilan
batang. Sedangkan saat itu yang digunakan seluruhnya,
empat kotak. Jarum-jarum itu keluar dalam waktu yang
bersamaan, walaupun ilmu silat Ci-bu-kim-hoan lebih tinggi
lagi juga tidak sanggup menghindarkan diri. Itulah sebabnya
dikatakan bahwa dia terlalu membanggakan kepandaiannya
sendiri dan selalu tidak memandang sebelah mata pun kepada
orang lain. Sementara itu, Cian-bin-hud menghantamkan ruyungnya
969 menghancurkan atap kereta kuda yang satunya lagi. Salah
satu dari utusan raja Nepal itu menyurutkan dirinya ke sudut
kereta dengan tangan memeluk kotak erat-erat. Wajahnya
pucat pasi. Pecut Kiu-bwe-hu segera menyambar membelit
kotak itu. Dengan sekali entak, kotak tersebut pun langsung
tertarik ke tengah udara.
Utusan raja Nepal tersebut panik sekali. Tangan dan kakinya
membuat gerakan-gerakan kalang kabut. Mulutnya terkunci
dan bibirnya gemetar. Sepatah kata pun tidak bisa diucapkan.
Sementara itu ruyung Cian-bin-hud sudah sampai di depan
mata dan menghancurkan batok kepalanya dengan sekali
gerakan. Pecut Kiu-bwe-hu ditarik dan kotak itu pun langsung melayang
ke arahnya. Belum sempat Kiu-bwe-hu mengulurkan tangan
menyambutnya, bayangan putih melintas cepat dan kotak itu
sudah hilang entah ke mana.
"Siapa?" teriak Kiu-bwe-hu sambil membalikkan tubuhnya
secara otomatis. Dia segera melihat dua orang manusia yang
satu hitam dan yang lainnya putih.
Hek-pai-siang-mo! Kotak yang indah dan berisi soat-lian ada
dalam genggaman Pek-mo-cian. Wajah kedua orang itu
berseri-seri. Cian-bin-hud, Kongsun Hong, dan Tok-ku Hong
segera menghambur menghampiri. Mereka mengurung Hek-
pai-siang-mo dari segala penjuru. Tangan Tok-ku Hong
langsung menuding ke depan.
"Siapa kau?"
"Hek-pai-siang-mo," sahut Kiu-bwe-hu sambil mundur satu
970 langkah. Tok-ku Hong tertawa dingin.
"Tidak peduli Hek-pai-siang-mo atau Pai-hek-siang-mo.
Pokoknya kalau hari ini tidak menyerahkan kembali Ping-san
Soat-lian, jangan harap tinggalkan tempat ini!"
Cian-bin-hud yang melihat jumlah mereka jauh lebih banyak,
menjadi besar nyalinya. "Tidak salah!" bentaknya lantang.
Sementara itu, para anggota Bu-ti-bun yang lain langsung
berhamburan menghampiri. Pada saat itu, tidak ada satu pun
pengawal utusan raja Nepal yang masih bernyawa. Sinar mata
Hek-mo-cian mengedar sekilas.
"Apakah orang-orang Bu-ti-bun hanya bisa mengeroyok
mengandalkan jumlah banyak?"
"Jangan banyak bicara!" teriak Kongsun Hong sambil
menggetarkan sepasang Jit-goat-lunnya. Dia berniat
menerjang ke depan. Sedangkan para anggota Bu-ti-bun
lainnya juga sudah bersiap-siap.
"Tahan!" sebuah suara yang memekakkan telinga
berkumandang dari atas. Sesosok bayangan berkelebat. Tok-
ku Bu-ti melayang turun bagai seekor burung rajawali. Tongkat
kepala naganya mengentak di tanah. Dia tersenyum ke arah
Hek-pai-siang-mo.
"Kalian berdua sudah menggetarkan dunia kangouw sekian
lama. Dengan cara begini menghadapi angkatan yang lebih
muda, juga bukan sesuatu hal yang patut dibanggakan!"
971 katanya tenang.
Pek-mo-cian mendongakkan kepalanya. "Oh ... ternyata Tok-
ku Buncu juga sudah datang."
"Kedatangan Siaute terhitung cukup tepat." Tok-ku Bu-ti
mengentakkan tongkat kepala naganya sekali lagi ke atas
tanah. "Kalau Siaute meminta kalian berdua menyerahkan
kotak tersebut begitu saja, aku yakin kalian pasti tidak
bersedia."
"Kami justru ingin meminta pelajaran dari ilmu silat Tok-ku
Buncu yang konon tinggi sekali," kata Pek-mo-cian dengan
nada dingin dan angkuh.
Tok-ku Bu-ti tertawa lebar. "Menurut kabar, kalian selalu
menghadapi semua musuh dengan menggabungkan diri!"
"Ini memang kenyataan. Boleh dibilang Tok-ku Buncu
menghadapi dua lawan sekaligus!"
"Bagaimana kalau kalian berdua kalah di tanganku?"
"Tentu saja soat-lian harus diserahkan kepada Buncu, kalau
tidak ...."
"Kalau aku yang kalah, tentu soat-lian menjadi milik kalian dan aku juga akan mengantar sampai perbatasan."
"Tanpa memberi kepercayaan, diri sendiri tidak akan dihargai.
Ucapan Tok-ku Bu-ti bagai uang emas. Kita tetapkan demikian
saja!" Pek-mo-cian meletakkan kotak berisi soat-lian di atas
tanah. Tubuhnya berkelebat menerjang ke depan.
972 Gerakan tubuh Hek-mo-cian tidak kalah cepat dengan Pek-
mo-cian. Tapi gerakan tubuh Tok-ku Bu-ti lebih cepat lagi.
Belum lagi kedua orang itu berdiri mantap. Tok-ku Bu-ti sudah
tegak di hadapan mereka.
"Ilmu ginkang Tok-ku Buncu ternyata baik sekali!" Hek-mo-
cian memuji setulusnya.
"Entah bagaimana dengan permainan tongkat kepala
naganya?" tanya Pek-mo-cian. Ucapannya baru selesai,
tangan kedua iblis itu sudah menggenggam sebatang golok
yang tipis dan melengkung. Golok tersebut memantulkan
cahaya berkilauan dan menyerang Tok-ku Bu-ti dari dua arah.
Tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti sudah digerakkan. Dia
menyambut tujuh puluh dua serangan kedua iblis itu.
Dalam sekejap mata kedua pihak telah bertarung dengan
seru. Para hadirin yang menyaksikan jalannya pertarungan
lebih tegang lagi. Ilmu mereka rata-rata jauh lebih rendah dari Cian-bin-hud, Kiu-bwe-hu, Kongsun Hong bahkan Tok-ku
Hong. Mereka hanya melihat cahaya-cahaya saling berkelebat
dan suara benturan senjata. Mana yang menang dan mana
yang kalah sama sekali tidak dapat mereka duga.
Tiba-tiba gerakan Tok-ku Bu-ti menjadi lambat. Bayangan
tubuhnya mulai terlihat, kemudian terdengar dia tertawa
terbahak-bahak. Tongkat kepala naganya berkelebat
mengunci sepasang golok Hek-pai-siang-mo. Sekali sentak
kedua batang golok segera terlepas dari tangan. Namun
gerakan kedua orang itu memang cukup cepat. Golok
terlepas, sepasang telapak tangan masing-masing
dikembangkan dan meluncur menghantam ke arah Tok-ku Bu-
973 ti. Sepasang telapak tangan Hek-pai-siang-mo sangat aneh.
Makin mendekat makin pucat. Tok-ku Bu-ti sadar mereka
sudah mengeluarkan jurus andalannya. Tongkat kepala
naganya segera dilempar ke samping dan sepasang telapak
tangannya juga direntangkan ke depan. Telapak tangan Tok-
ku Bu-ti lain lagi. Semakin lama semakin merah. Seperti api
yang membara. Itulah Mit-kip-sin-kang tingkat kesembilan.
Tubuh mereka saling bergerak suara deruan angin dari ketiga
pasang telapak itu membuat hati para hadirin semakin tegang.
Debu beterbangan. Sepasang telapak kaki Tok-ku Bu-ti
ambles ke dalam tanah. Sambil meraung keras Tok-ku Bu-ti
menghantamkan telapak tangannya ke depan. Hek-pai-siang-
mo terkejut sekali. Hanya deruan angin dari telapak tangan
lawan saja sudah sanggup membuat tubuh mereka terpental
sejauh beberapa depa. Untung saja gerakan mereka cukup
gesit. Belum sampai membentur gunung, keduanya berjungkir
balik dua kali lalu melayang turun di tanah dengan wajah
pucat pasi. Untung saja telapak tangan Tok-ku Bu-ti bukan
dihantamkan ke tubuh mereka. Kalau tidak, mereka pasti
sudah cacat seperti Wan Fei-yang.
Para anggota Bu-ti-bun segera bersorak riang. Tok-ku Hong
dan Kongsun Hong menghampiri dari arah yang berlawanan.
Kongsun Hong memungut tongkat kepala naga dan
menyodorkannya kepada suhunya. Sedangkan Tok-ku Hong
cepat-cepat mengambil kotak berisi soat-lian dan
dipersembahkan juga kepada ayahnya.
Tok-ku Bu-ti tersenyum lebar. Tangan kanannya menerima
kotak tersebut. Tangan kiri menerima tongkat kepala naga dari
Kongsun Hong. Tiba-tiba wajahnya berubah kelam. Dia tidak
membuka kotak itu.
974 "Untuk kalian saja!" katanya sambil melemparkan kotak
tersebut ke arah Hek-pai-siang-mo.
Pada saat itu, dengan hati penasaran Hek-pai-siang-mo sudah
berniat meninggalkan tempat itu. Mendengar teriakan Tok-ku
Bu-ti keduanya terpana. Pek-mo-cian segera mengulurkan
tangan menyambut kotak yang dilemparkan Tok-ku Bu-ti. Dia
langsung membukanya.
Di dalam kotak berisi dua buah gelang emas. Yang satu kecil
seukuran dengan pergelangan tangan bayi, sedangkan yang
besar seukuran dengan telapak tangan.
Tok-ku Bu-ti mengulurkan tangannya ke hadapan Tok-ku
Hong. "Kemarikan golokmu," katanya.
Meskipun merasa heran tapi Tok-ku Hong tetap menyodorkan
goloknya. Mata setiap orang terpusat pada diri Tok-ku Bu-ti.
Dengan langkah perlahan, Tok-ku Bu-ti menghampiri mayat
Lu Ci. Kulit tubuh orang itu berwarna keungu-unguan
sedangkan tubuh dan wajahnya membengkak. Yang
mengherankan justru wajah itu tidak berubah warna. Tok-ku
Bu-ti tertawa dingin. Dia mengayunkan golok di tangannya ke
arah wajah mayat itu. Tidak terlihat darah mengalir. Rupanya
di balik wajah itu masih ada wajah lainnya. Wajah yang terlihat belakangan sudah berubah keungu-unguan, tapi orang-orang
yang ada di sana segera mengenali sebagai wajah salah satu
dari keempat pengawal Lu Ci.
Mata setiap orang yang hadir terbelalak. Tidak ada satu pun
yang tidak terkejut. Tok-ku Bu-ti mengembalikan golok kepada
Tok-ku Hong. Kembali dia tertawa dingin.
975 "Kotak itu palsu, orangnya juga pasti palsu. Yang asli pasti
sudah mengambil jalan lain dan sekarang tentu sudah jauh."
Mata Tok-ku Bu-ti beralih kepada Hek-pai-siang-mo. "Kalian
berdua merupakan orang yang sudah berpengalaman di dunia
kangouw. Soat-lian tumbuh di dalam air sungai yang sudah
membeku di sekitar gunung es. Begitu kotak itu tersentuh oleh
tangan, rasa dingin tidak terasa sama sekali. Hal ini sudah
patut dicurigai. Kalian malah mempertaruhkan nyawa
bertarung denganku. Apalagi kejadian ini sampai tersebar di
luaran, tentu kita akan ditertawakan dan diejek sampai gigi
mereka rontok."
Wajah tua Hek-pai-siang-mo merah padam. Mereka berdua
mendengus sekali, kemudian membalikkan tubuh dan
melangkah pergi. Baru seberapa langkah, Pek-mo-cian
melempar kotak yang dipegangnya ke atas tanah. Para
anggota Bu-ti-bun berniat mengejar, tapi mereka dicegah oleh
Tok-ku Bu-ti. "Sudahlah ...." Sinar matanya memerhatikan sepasang gelang
yang terjatuh dari dalam kotak dan masih berputaran di atas
tanah. Sekali lagi dia tertawa dingin. "Bagus! Lu Ci ternyata
tidak mengecewakan aku!"
***** Pada saat itu, Ci-bu-kiam-hoan Lu Ci dan kedua pengawalnya
yang mengiringi dua orang utusan raja Nepal berjalan di
tengah pegunungan. Salah seorang utusan raja Nepal itu tidak
dapat menahan diri menarik napas panjang dan memuji,
"Selain cerdas, Lu-tayjin juga gagah berani. Benar-benar tidak
salah kalau dikatakan jago nomor satu dalam istana."
976 "Kalau para penjahat itu sudah berhasil mengetahui apa yang
telah terjadi, aku yakin mereka pun merasa kagum," tukas
utusan yang satunya.
Lu Ci tertawa datar.
"Apa pun yang mereka katakan, kita toh tidak dapat
mendengar lagi."
"Bukankah kita sudah berjanji dengan para pengawal itu untuk
bertemu di depan sana?"
"Janjinya sih memang begitu, tapi kalau masih ada yang
hidup. Orang yang menyerang kita bukan orang yang tidak
punya nama. Ilmu mereka rata-rata tinggi sekali. Namun biar
bagaimana mereka tidak berani secara terang-terangan
melawan tentara kerajaan. Apalagi pihak mereka mudah
dikenali. Coba kau bayangkan, mungkin tidak mereka
membiarkan satu pun dari pengawal itu meloloskan diri dan
melaporkan siapa adanya mereka itu?"
Wajah kedua orang utusan raja Nepal itu langsung pucat
seketika. Tiba-tiba enam ekor kuda beserta pengendaranya
melesat keluar dari dalam hutan yang rimbun. Sekali lagi
kedua utusan raja Nepal itu terkejut. Lu Ci sama sekali tidak
mengambil tindakan apa-apa. Dia berdiri tersenyum-senyum.
"Mereka adalah orang yang telah mengadakan perjanjian
dengan kita untuk datang menyambut."
Keenam ekor kuda dengan cepat berlari semakin dekat. Yang
pertama membuka jalan adalah seorang laki-laki berusia tiga
puluh lima tahunan dan berpakaian merah mencolok. Di


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

977 belakangnya mengikuti dua orang laki-laki setengah baya
mengenakan pakaian berwarna kuning. Paling akhir
merupakan enam orang pengawal yang berpakaian sama
dengan pengawal Lu Ci.
"Kepala komandan departemen kerahasiaan negara, Tian-
liong-siang-jin. Wakil kedua dan ketiga komandan pasukan
perang, Jit Sang serta Tai Cu-pei," kata Lu Ci
memperkenalkan laki-laki berbaju merah dan dua laki-laki
berbaju kuning, kemudian dia menoleh ke arah mereka,
"Bagus! Kedatangan kalian memang tepat saatnya!"
***** Lu Ci berkata bagus, di atas gunung terdapat beberapa orang
yang mengintai, mereka malah mengeluh celaka! Orang itu
adalah Angin. Dengan kepesatan seperti angin pula dia
kembali dari tempat pengintaiannya. Thian-ti, Fu Hiong-kun,
Kilat, Geledek, dan Hujan sudah menyusul dari depan. Melihat
tampang Angin, Thian-ti segera dapat menduga beberapa
bagian. "Apakah sudah ada orang yang menyambut kedatangan
mereka?" Thian-ti langsung mengajukan pertanyaan ini.
Angin menganggukkan kepalanya. Thian-ti tertawa lebar.
"Manusia bernama Lu Ci ini benar-benar tidak dapat
dipandang remeh. Sepanjang perjalanan dia sudah
mempersiapkan semuanya dengan matang," kata ketua Siau-
yau-kok itu selanjutnya.
"Toaya menduga bahwa Lu Ci akan mengambil jalan yang
satu ini. Tentu sejak semula juga sudah terpikir bahwa ada
978 orang yang akan datang menyambut."
"Memang sudah ada dalam dugaanku," Thian-ti tetap
tersenyum. "Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Kejar terus ...!" Thian-ti mengelus-elus jenggotnya. "Pasti
akan datang kesempatan yang baik."
***** Pengejaran kali ini malah memburu sampai ke tempat tinggal
Lu Wang. Lu Ci tidak berniat untuk menginap. Tapi salah satu
utusan raja Nepal tidak sanggup mempertahankan diri lagi dan
jatuh sakit. Kebetulan di sekitar daerah itu, orang yang dapat dipercayai
oleh Lu Ci hanya Lu Wang seorang. Mendengar bahwa orang
yang sakit itu adalah utusan raja Nepal, Lu Wang tidak
menunda waktu lagi. Bersama-sama Wan Fei-yang, dia sibuk
mencari tabib. Di sekitar daerah itu, yang paling terkenal adalah tabib Ong
dari Hue-cun-tong. Bagaimanapun Lu Wang tidak menyangka
bahwa Hue-cun-tong merupakan markas rahasia pihak Siau-
yau-kok. Manusia Tanpa Wajah dan Suma Hong yang
bersembunyi di luar gedung keluarga Lu melihat Wan Fei-
yang berjalan keluar. Mereka terkejut sekali.
Manusia Tanpa Wajah menyuruh Suma Hong segera kembali
ke markas untuk melaporkan perkembangan ini, dia berdiri
mengikuti Wan Fei-yang. Sampai di depan Hue-cun-tong, dia
979 melihat Wan Fei-yang melangkah masuk, dia semakin
terkejut. ***** Pada saat itu Suma Hong sudah menyelinap dari pintu
belakang tempat pertemuan mereka. Thian-ti, Hujan, Angin,
Kilat, dan Geledek yang menunggu berita sudah berkumpul di
taman belakang. Mendengar keterangan Suma Hong, tidak
ada satu pun yang tidak merasa heran. Belum lagi mereka
mengambil tindakan apa-apa, Manusia Tanpa Wajah sudah
meloncat turun dari tembok tinggi. Dia mengatakan bahwa
Wan Fei-yang masuk ke dalam Hue-cun-tong.
Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek terkejut setengah mati.
Geledek yang berangasan sudah berniat mencari anak muda
itu dan membunuhnya di tempat. Tapi Thian-ti malah
mencegah dan meminta mereka tidak usah khawatir.
Dia yakin kedatangan Wan Fei-yang ke Hue-cun-tong bukan
karena mengetahui rahasia tempat itu yang merupakan
markas Siau-yau-kok. Dia juga lupa dengan berita yang
disampaikan salah seorang anak buah kepercayaannya
bahwa ilmu silat Wan Fei-yang sudah punah karena terjungkal
di tangan Tok-ku Bu-ti. Tapi dia juga tidak menolak ketika
yang lain menyatakan ingin keluar melihat-lihat keadaan.
Pada saat itu Wan Fei-yang sudah bersiap-siap untuk pergi.
Tabib Ong sedang tidak ada di tempat. Dalam waktu satu atau
dua kentungan juga belum tentu bisa kembali, kata seorang
pegawai tabib tersebut. Akhirnya dia mengambil keputusan
untuk meninggalkan pesan saja. Dia berkata pada pegawai itu
agar meminta tabib Ong segera datang ke rumah Lu-tayjin
980 sekembalinya nanti.
Dia membalikkan tubuh untuk meninggalkan tempat itu. Tiba-
tiba dia bertemu dengan Fu Hiong-kun yang kebetulan sedang
melangkah masuk. Dua pasang mata saling pandang. Mereka
sama-sama terpaut.
***** "Kau?" Fu Hiong-kun yang pertama-tama membuka suara.
Tidak tahunya jawaban Wan Fei-yang juga merupakan kata-
kata yang sama.
Tentu saja mereka sama sekali tidak menduga akan bertemu
lagi di tempat seperti ini. "Mengapa kau bisa ada di sini?"
tanya Fu Hiong-kun keheranan.
"Aku datang untuk mengundang tabib Ong memeriksa
penyakit seorang tamu di rumah Lu-loya. Kau?"
Fu Hiong-kun merenung sejenak, "Aku memang sering belajar
pengobatan dengan tabib Ong," sahutnya kemudian.
Hal ini memang benar, hanya saja bukan sekarang dia belajar
dengan tabib Ong tapi beberapa tahun yang lalu.
Fu Hiong-kun memerhatikan Wan Fei-yang dengan saksama.
"Rona wajahmu terlihat pucat. Apakah kau sedang sakit?"
tanya gadis itu selanjutnya.
Wan Fei-yang menggelengkan kepalanya.
"Tadi kau mengatakan ingin mengundang tabib Ong ke rumah
981 keluarga Lu. Apakah itu nama keluargamu" Bukankah kau
pernah mengatakan bahwa kau tidak mempunyai rumah?"
tanya Fu Hiong-kun penasaran.
"Sekarang aku menumpang di rumah seorang cianpwe."
"Tabib Ong kebetulan sedang memenuhi panggilan
pasiennya. Mungkin aku bisa membantu?"
Wan Fei-yang langsung tertawa lebar. "Kau masih merantau
ke mana-mana untuk mempelajari ilmu pengobatan?"
Fu Hiong-kun mengangguk kecil.
"Kalau begitu, ilmu pengobatanmu pasti sudah dalam sekali,"
kata Wan Fei-yang selanjutnya.
Fu Hiong-kun tersipu-sipu. "Bagaimana dengan silatmu"
Banyak kemajuan?" tanyanya.
Wan Fei-yang menarik napas panjang. "Ilmu silatku sudah
punah," katanya lirih.
"Punah?" Fu Hiong-kun terkejut sekali. "Bagaimana bisa
begitu?" "Kalau mau diceritakan bisa sepanjang malam. Singkat kata
aku dikalahkan oleh musuh. Dia menghantamku dengan
telapak tangannya sehingga urat penting di tubuhku tergetar
dan ada beberapa yang putus. Meski tidak sampai mati, tapi
aku sudah menjadi orang cacat seumur hidup," kata Wan Fei-
yang sambil tersenyum getir.
982 "Orang itu pasti jahat sekali," Fu Hiong-kun menarik napas
panjang. "Sekarang ini, hendak jadi orang baik memang susah
sekali. Lebih banyak ruginya daripada untungnya."
Dia merandek sejenak. Matanya mengerling. "Mari kita pergi
ke kedai arak itu dan berbincang-bincang," ajaknya.
Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya. Pertemuan mereka
yang tidak terduga-duga baginya bukan suatu hal yang tidak
menggembirakan. Kilat, Angin, dan Geledek justru yang
merasa tidak senang. Mata Thian-ti mengantar kepergian Fu
Hiong-kun dan Wan Fei-yang yang meninggalkan Hue-cun-
tong. Wajahnya juga tidak sedap dipandang.
Hanya Hujan seorang yang tertawa terkekeh-kekeh. "Ternyata
budak Fu Hiong-kun itu saling kenal dengan Wan Fei-yang.
Kita bisa menggunakan hubungan ini menyelinap ke dalam
gedung keluarga Lu dan mencari kesempatan untuk
bertindak."
Thian-ti mempertimbangkan sejenak. Akhirnya dia setuju juga.
***** Pada saat itu para pengunjung di kedai arak tidak begitu
banyak. Kesempatan yang baik untuk bercakap-cakap. Tapi
Fu Hiong-kun dan Wan Fei-yang justru gagap-gugup karena
tidak tahu bagaimana harus membuka bahan pembicaraan.
Perkenalan antara mereka tempo dulu hanya kebetulan. Kali
ini mereka bertemu lagi Wan Fei-yang malah berubah seperti
orang yang berbeda. Perbedaan seseorang yang demikian
drastis memang membuat keduanya bingung untuk memulai
983 percakapan. Wan Fei-yang tidak banyak menceritakan tentang luka yang
dideritanya. Dia bahkan tidak mengatakan siapa yang
melukainya sampai sedemikian rupa. Hari-hari yang dilaluinya
setelah ilmu silatnya punah sudah direnunginya baik-baik. Di
dunia ini entah berapa banyak manusia yang tidak bisa ilmu
silat, toh mereka dapat melewati hari dengan baik. Lalu,
mengapa dia tidak"
Meskipun mulutnya berkata demikian, tapi Fu Hiong-kun dapat
melihat penderitaan hatinya. Dia benar-benar berharap bahwa
dia bisa mengembalikan ilmu silat Wan Fei-yang yang punah
dengan ilmu pengobatannya. Terhadap maksud baik gadis itu,
Wan Fei-yang merasa terharu sekali. Tapi dia menolak secara
halus. Karena dia tahu penyakit yang dideritanya hampir tidak
ada obatnya di dunia ini. Setelah berbincang-bincang panjang
lebar, Fu Hiong-kun baru ingat bahwa sampai saat ini dia
masih belum tahu nama Wang Fei-yang.
"Sebetulnya aku she Gi ...." sahut Wan Fei-yang dengan
pandangan berterima kasih atas keramahan gadis itu
terhadapnya. "Kalau begitu, kelak aku akan memanggilmu Gi-toako saja."
***** Setelah menyelidiki beberapa saat, Thian-ti dan bawahannya
mendapat kenyataan bahwa Fu Hiong-kun sama sekali tidak
tahu asal usul Wan Fei-yang. Hal ini benar-benar di luar
dugaan mereka. Dan Tentu saja mereka tidak akan
memberitahukan apa-apa.
984 Hujan adalah seorang wanita yang sudah banyak
pengalaman. Dapat dipastikan bahwa dia paham sekali hati
seorang wanita. Setelah berputar balik beberapa kali, akhirnya
dia berhasil membujuk Fu Hiong-kun menyelinap ke dalam
gedung keluarga Lu dan menyelidiki di mana adanya bunga
soat-lian dari Ping-san itu. Dia berjanji apabila berhasil
mendapatkan soat-lian tersebut, dia akan memohon kepada
Thian-ti untuk membagi Fu Hiong-kun setengahnya agar dapat
memulihkan ilmu silat Wan Fei-yang. Karena dia juga tahu
bahwa itu hanya satu-satunya kemungkinan yang ada untuk
menyembuhkan luka Wan Fei-yang. Mereka yang akan
membantu melancarkan kembali urat nadi anak muda itu agar
ilmu silatnya bisa pulih kembali walau tidak secara
keseluruhan. Fu Hiong-kun hanya bertekad menyembuhkan luka Wan Fei-
yang dan memulihkan ilmu silatnya. Hal yang lainnya tidak
dipikirkan terlalu mendalam. Sedangkan di pihak Thian-ti,
tentunya mereka sudah mempunyai rencana tersendiri.
***** Wan Fei-yang baru kembali ke gedung keluarga Lu. Fu Hiong-
kun sampai tidak lama kemudian. Mendapat laporan dari para
pelayan, Wan Fei-yang segera keluar menyambutnya. Lu
Wang diberi tahu bahwa Fu Hiong-kun adalah ahli waris tabib
Ong. Hatinya merasa sedikit penasaran. Pada zaman itu,
perempuan yang mempelajari ilmu pengobatan memang
masih segelintir.
Tapi dia tidak curiga apa-apa. Kelihatannya Fu Hiong-kun
adalah seorang gadis yang lembut dan baik hati. Lagi pula
985 Wan Fei-yang mengatakan bahwa Fu Hiong-kun adalah
kenalan lamanya.
Lu Ci dan Tai Cu-pei memang rada curiga. Tian-liong-siang-jin
malah menatap gadis itu dengan wajah cengar-cengir. Kepala
komandan yang satu ini memang terkenal hidung belang. Fu
Hiong-kun sama sekali tidak menyadari, tapi Wan Fei-yang
memerhatikan secara diam-diam.
Ternyata utusan raja Nepal itu hanya tidak cocok dengan
hawa dan makanan setempat. Penyakit sepele seperti ini
sama sekali tidak dianggap oleh Fu Hiong-kun. Dia langsung
membuka resep untuk orang itu dan berpesan agar untuk
sementara tidak boleh sembarang makan.
Lu Ci memerhatikan cara kerja Fu Hiong-kun dengan
saksama. Akhirnya dia melihat bahwa ilmu pengobatan gadis
itu cukup tinggi. Kecurigaannya mulai berkurang. Tian-liong-
siang-jin langsung mengajukan permintaan untuk menginap
selama beberapa malam di rumah Lu Wang. Alasannya agar
tidak repot di perjalanan apabila utusan raja Nepal itu jatuh
sakit lagi. Dia juga meminta Fu Hiong-kun menetap agar
mempermudah pemeriksaannya terhadap sang pasien.
Meskipun orang-orang lainnya tidak tahu apa yang terkandung
dalam isi hatinya, Wan Fei-yang agak merasa heran juga
ketika Fu Hiong-kun menyatakan kesediaannya. Terpaksa dia
memamerkan wajah gembira menyambut keputusan gadis itu.
Pada saat itu juga Lu Wang menyuruh Wan Fei-yang
mengantarkan Fu Hiong-kun ke kamar tamu untuk beristirahat.
Setelah sampai di halaman depan, Wan Fei-yang tidak dapat
menahan rasa herannya lagi. "Aku sudah menyiapkan kata-
986 kata untuk menolak permintaan orang itu, kau kok malah
menyetujuinya. Apakah kau tidak tahu bahwa laki-laki
berpakaian merah itu mengandung niat yang tidak baik?"
tanyanya penasaran.
"Jangan khawatir. Sejak kecil aku sudah berkelana di dalam


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia persilatan. Aku tahu bagaimana caranya menjaga diriku
sendiri," sahut Fu Hiong-kun seakan-akan tidak ada masalah
yang harus diributkan.
Melihat gaya gadis itu yang penuh dengan keyakinan dan
kepercayaan diri, Wan Fei-yang merasa apa boleh buat. Tapi
hatinya masih terselip rasa khawatir. Dia berpesan berulang
kali agar Fu Hiong-kun lebih waspada dan berhati-hati.
Akhirnya Fu Hiong-kun terpaksa memberitahukan tujuannya
menetap di rumah keluarga Lu ini. Dia juga mengatakan
bahwa ada orang yang menunggunya di luar dan mereka akan
segera bertindak bila terjadi apa-apa terhadapnya.
Wan Fei-yang tahu Fu Hiong-kun bersedia melakukan semua
ini dengan tujuan tertentu. Apalagi kalau bukan
menyembuhkan lukanya dengan soat-lian yang mujarab itu"
Hatinya semakin terharu. Akhirnya dia sendiri menyetujui usul
Fu Hiong-kun. Pada dasarnya dia memang tidak ingin
kehilangan harapan begitu saja, apalagi masih banyak urusan
yang harus diselesaikannya, terutama dendam ayah sekaligus
suhunya. "Setelah berhasil, ke mana kau akan membawa aku?"
sebetulnya Wan Fei-yang ingin bertanya lebih jelas tentang
orang-orang yang akan membantunya melancarkan kembali
urat nadinya yang tergetar dan putus.
987 Tapi tampaknya Fu Hiong-kun tidak ingin bercerita banyak.
"Pokoknya aku akan mengatur segalanya dengan baik.
Sekarang lebih baik kau mencari kesempatan untuk
meninggalkan tempat ini. Besok pagi-pagi sekali kau tunggu
aku dekat jembatan kecil di sebelah barat kota. Seandainya
aku tidak keburu datang, aku pasti akan menyuruh orang lain
menyambutmu."
Kemudian dia melepaskan sepasang gelang yang di ujungnya
tergantung sebuah keleningan. "Pada saat itu, apabila kau
tidak melihat aku, kau harus menggoyangkan keleningan ini.
Dengan demikian, pasti ada orang yang akan menghampiri
dan menyambutmu."
Wan Fei-yang menerima sepasang gelang tersebut. Sekali
lagi dia berpesan. "Hati-hati terhadap Tian-liong-siang-jin."
***** Pada kentungan kedua, ternyata Tian-liong-siang-jin benar-
benar datang. Bentuk tubuhnya terlihat rada gemuk dan kekar,
tapi gerak-geriknya gesit sekali. Langkah kakinya tidak
memperdengarkan suara sama sekali.
Pintu kamar itu hanya dirapatkan. Dengan mendorong
perlahan saja, pintu tersebut sudah terbuka. Di dalam kamar
masih ada penerangan. Dari balik kelambu, samar-samar
terlihat Fu Hiong-kun tidur menghadapkan wajahnya ke arah
tembok. Tampaknya dia telah tertidur pulas.
Tian-liong-siang-jin segera merapatkan sekaligus
memalangnya. Kemudian dia berjalan ke arah tempat tidur,
menyingkap kelambu dan tanpa sungkan duduk di atas
988 ranjang. "Gadisku yang cantik, Hudya sudah datang menemuimu dan
akan mengajakmu bersenang-senang," sambil berkata, tangan
Tian-liong-siang-jin meraba bahu Fu Hiong-kun yang mulus.
Dia membalikkan tubuh gadis itu perlahan.
Di luar dugaan, bukan saja Fu Hiong-kun tidak memberontak
malah seakan membiarkan. Sejinak merpati dia menyusup ke
bawah jenggot Tian-liong-siang-jin yang lebat. Hati laki-laki itu tambah senang. Bibirnya yang tebal segera mencium gadis
itu. Tepat pada saat itulah, dia merasa gadis yang ada di
depannya bukan Fu Hiong-kun. Meskipun belum terlalu tua,
tapi tetap saja sudah tidak pantas disebut anak gadis. Pada
dasarnya usia Hujan memang sudah cukup tinggi, tapi
tampangnya sama sekali belum tua. Dia malah seperti wanita
berusia tiga puluhan yang sudah matang. Penampilannya
selalu menawan dan memesona hati para laki-laki.
Dua pasang mata bertemu pandang. Tian-liong-siang-jin
berseru terkejut. Baru sepatah kata "Kau ...." kesadarannya
mulai hilang. Sinar mata Hujan seakan mengandung magnet
yang tidak bisa dihindari. Juga seperti jurang yang dalam.
Tian-liong-siang-jin sama sekali tidak berjaga-jaga.
Kesadarannya mulai terhanyut dalam sinar mata itu. Dia juga
merasakan sesuatu yang rada tidak beres. Tapi dalam waktu
yang bersamaan, di pelupuk matanya terlihat bayangan
puluhan gadis yang menari-nari dengan tubuh telanjang bulat.
Mereka menggapaikan tangan memanggilnya. Pada dasarnya
memang hidung belang. Sebagai seorang manusia yang
sudah terbiasa menjadi budak nafsu, mana mungkin dia bisa
989 menghindarkan diri dari jerat ini"
Untuk menyelinap ke dalam gedung keluarga Lu, bukan hal
yang sulit bagi Hujan. Setelah mendengarkan keterangan
yang disampaikan Fu Hiong-kun, Hujan sudah mempunyai
rencana tersendiri. Dia mengganti pakaiannya dengan pakaian
Fu Hiong-kun. Lalu dia naik ke atas tempat tidur gadis itu dan
menunggu kedatangan Tian-liong-siang-jin. Begitu laki-laki itu
mulai lupa diri, dia langsung menyirapnya dengan ilmu wanita
cantik membetot sukma.
Yang penting laki-laki itu akan masuk ke kamar tersebut. Dia
sudah tahu Tian-liong-siang-jin paling lemah menghadapi
wanita cantik. Dia yakin dia dapat memengaruhi laki-laki itu
dengan ilmunya. Ternyata sekarang dia benar-benar berhasil.
***** Sepanjang malam bercumbu mesra. Sampai pagi hari
menjelang, Tian-liong-siang-jin sudah terpengaruh penuh oleh
Hujan. Pikirannya hampir kosong. Yang di ngatnya hanya
Hujan. Hujan mengeluarkan sebuah keleningan. Dia menggoyang-
goyangkannya di depan mata Tian-liong-siang-jin. Biji mata
laki-laki itu berputar mengikuti gerakan keleningan tersebut.
Persis seperti sebuah boneka orang-orangan.
"Lihat aku, lihat keleningan ini ...." suara Hujan berulang-ulang seperti sedang menghafalkan ayat-ayat doa. "Jawab
pertanyaanku .... Apakah kau bertugas mengawal soat-lian
dari Ping-san?"
990 Tian-liong-siang-jin tidak bersuara, dia hanya menganggukkan
kepalanya. "Kalau begitu, aku memerintahkan engkau segera ambil soat-
lian tersebut. Apabila ada yang menghalangi, ulurkan telapak
tanganmu dan hantam sampai mati."
Kembali Tian-liong-siang-jin menganggukkan kepalanya.
Tampaknya dia memerhatikan sekali apa yang dikatakan oleh
Hujan. "Kemudian kau segera berangkat menuju jembatan kecil yang
ada di sebelah barat kota. Dengar suara keleningan ini," Hujan
menggoyang-goyangkan keleningan di tangannya. "Berikan
soat-lian tersebut kepada orang yang membawa keleningan
seperti ini. Ingat baik-baik apa yang kukatakan!"
Wajah Tian-liong-siang-jin tidak menunjukkan perasaan apa-
apa. Kepalanya manggut-manggut terus.
***** Ilmu pengobatan Fu Hiong-kun ternyata memang cukup hebat.
Dia memberi obat yang sangat mujarab. Pada hari kedua saja
penyakit utusan raja Nepal sudah sembuh sama sekali. Lu Ci
senang sekali. Dia memerintahkan setiap orang untuk
membereskan bekal masing-masing dan siap melanjutkan
perjalanan. Pada saat itu semua orang sudah berkumpul, kecuali Tian-
liong-siang-jin.
"Mungkin hwesio itu terlalu banyak minum arak sehingga
991 masih pulas dalam mimpi." Justru karena tahu rekannya yang
satu ini selain hidung belang juga gemar minum arak, maka Jit
Sang baru mengeluarkan kata-kata seperti ini.
"Semestinya dia tahu kalau sekarang bukan waktunya untuk
bermabuk-mabukan!" nada suara Lu Ci terdengar kurang
senang. "Cepat panggil dia bangun!"
Baru saja ucapannya selesai, Tian-liong-siang-jin sudah
masuk ke dalam ruangan dengan langkah terhuyung-huyung.
Sepasang matanya kosong, mulutnya mengoceh sendiri. Tai
Cu-pei yang melihat keadaan orang itu langsung menghampiri
dan bertanya dengan penuh perhatian. "Siang-jin, bagaimana
keadaanmu"
Tian-liong-siang-jin tidak memedulikannya. Tiba-tiba dia
melesat ke depan dan mengambil kotak soat-lian yang terletak
di atas meja kemudian membalikkan tubuhnya dan melangkah
pergi. Lu Ci mengerutkan keningnya. Belum lagi dia membentak, Tai
Cu-pei yang berdiri di sebelah sana sudah menghalangi di
depannya. "Kotak ini ...."
Belum lagi ucapannya selesai, Tian-liong-siang-jin sudah
menghantamnya dengan telapak tangan kanan. Tai Cu-pei
tidak menyangka Tian-liong-siang-jin akan turun tangan
terhadapnya, tubuhnya langsung terpental sejauh setengah
depa. Tian-liong-siang-jin justru terkenal karena ilmu telapak
tangannya. Sekali hantam, dia bisa menghancurkan batu
karang yang besar. Dalam keadaan seperti sekarang ini,
992 memang dia tidak bisa mengerahkan tenaga sepenuhnya, tapi
hantaman telapak tangannya itu memang tak dapat diterima
oleh sembarangan orang.
Lu Ci yang melihat keadaan itu, langsung menyadari bahwa
telah terjadi sesuatu pada diri Tian-liong-siang-jin. Dia tidak ayal lagi. "Tahan dia!" perintahnya dengan suara lantang.
Para pengawal itu segera menghunus golok masing-masing.
Tapi mereka tetap terlambat sedikit. Tian-liong-siang-jin sudah menghambur keluar.
"Kejar!" teriak Lu Ci sekali lagi. Tubuhnya meluncur bagai
sebatang anak panah. Dia menerobos lewat jendela dan
mengejar keluar.
Para pengawal berhamburan mengejar. Tai Cu-pei dan Jit
Sang juga tidak ketinggalan. Tian-liong-siang-jin yang berhasil meloloskan diri dari gedung keluarga Lu, berlari terus ke
depan sambil memeluk kotak soat-lian itu erat-erat. Ilmu
meringankan tubuhnya tidak di bawah Ci-bu-kim-hoan Lu Ci.
Ilmu silat mereka pun hampir berimbang. Kecuali Ci-bu-kim-
hoan, orang lainnya terpaksa mengejar dengan napas
tersengal-sengal.
Sambil berlari, Tian-liong-siang-jin tidak memilih-milih.
Kadang-kadang dia melesat ke atas genting rumah orang dan
menginjak-injak seenaknya. Otomatis genting-genting itu pada
hancur berantakan. Apalagi kalau dia melayang turun kembali.
Siapa pun yang ada di depannya diterjang sampai jatuh
terpontang-panting. Lu Ci sendiri tentu saja tidak bisa
melakukan tindakan seperti itu. Pada dasarnya Tian-liong-
siang-jin sudah mirip orang yang tidak waras. Lu Ci harus
993 menggeser sedikit demi sedikit di antara keramaian orang
yang berlalu-lalang baru bisa meneruskan niatnya mengejar.
Dengan demikian lama-kelamaan dia semakin ketinggalan.
Tidak seberapa jauh di depan sana ada sebuah hutan kecil.
Tian-liong-siang-jin menghambur ke dalam hutan tersebut. Ci-
bu-kim-hoan Lu Ci tertawa dingin. Sepuluh gelang emasnya
telah tergenggam di tangan.
"Singg!" sebuah gelang berukuran kecil meluncur ke dalam
hutan dan melukai punggung Tian-liong-siang-jin. Ternyata
orang itu masih bisa merasakan kenyerian yang menggigit di
belakang punggungnya. Secara otomatis dia membalikkan
tubuhnya. Lu Ci mencelat secepat kilat dalam waktu yang
bersamaan dan melayang turun di hadapan Tian-liong-siang-
jin. "Tian-liong! Siapa yang memerintahkan engkau melakukan hal
ini" Jawab!" bentaknya marah.
Tian-liong-siang-jin tidak menyahut. Matanya tetap
memandang kosong ke depan.
"Kembalikan kotak itu kepadaku. Mengingat hubungan kita
yang cukup akrab, mungkin aku akan mengampuni selembar
nyawamu!" Tian-liong-siang-jin semakin erat memeluk kotak tersebut.
Kakinya mundur satu langkah. Tubuh Lu Ci melesat ke depan
dan mengulurkan tangannya namun serangannya sanggup
dihindari oleh Lu Ci.
Tangan Lu Ci yang sebelah lagi langsung merebut kotak di
994 tangan Tian-liong-siang-jin. Orang itu mana mau memberikan
dengan begitu saja, dia memutar tubuhnya lalu menggeser ke
samping. Tapi dia justru membiarkan punggungnya
menghadap Lu Ci.
Lu Ci memanfaatkan kesempatan itu baik-baik. Dengan keras
telapak tangannya menghantam belakang punggung Tian-
liong-siang-jin. Orang itu hanya mendengus satu kali
kemudian melesat menerjang ke depan. Lu Ci segera
menutulkan kakinya melesat ke udara dan melayang di
hadapan Tian-liong-siang-jin. Sekali lagi tangannya terulur
untuk mencengkeram kotak tersebut.
Sepasang telapak tangan Tian-liong-siang-jin dikembangkan
di udara. Rupanya dia sedang melempar kotak tersebut. Lu Ci
sempat melihatnya. Dia kembali mengentakkan kakinya ke
tanah dan melesat ke atas untuk merebut kotak tersebut.
Sekilas cahaya berkilauan seperti kilat menyambar dari
samping. Pedang itu sepanjang enam cun. Tajamnya tidak terkira. Lu Ci
yang sedang melayang di udara terpaksa melekukkan
pinggangnya ke samping untuk menghindari serangan itu.
Kotak berisi soat-lian pun luput diraihnya.
Kotak itu melayang kembali ke tangan Tian-liong-siang-jin.
Dengan erat dipeluknya kotak tersebut dan dibawanya berlari
kembali. Lu Ci tidak mengejar, bukan dia tidak mau. Tapi
Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek sudah mulai menyerangnya.
Pedang Kilat tidak berhasil menebasnya, golok Geledek sudah
menyusul tiba. Jarum Hujan mengikuti ketat gerakan golok
Geledek, tapi satu demi satu serangan itu berhasil dihindarkan
oleh Lu Ci. 995 Tubuhnya tidak berhenti berkelebat, sekali lagi dia berhasil
menghindar dari kibasan lengan baju Angin. Dia langsung
berniat mengejar Tian-liong-siang-jin. Tapi di depannya sudah
mengadang Thian-ti. Tinju dan kakinya bergerak cepat
menghalangi Lu Ci maju ke depan.
Sementara itu, Tai Cu-pei, Jit Sang, dan para pengawal


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lainnya sudah berdatangan. Terjadilah pertempuran yang
seru. Fu Hiong-kun baru bersiap membantu, Thian-ti sudah
menghardiknya, "Hiong-kun, cepat pergi ambil kotak itu!"
Lu Ci melihat gadis itu melesat pergi. Dia marah sekali.
Gelang di tangannya segera dilemparkan tapi sanggup
ditangkis oleh Thian-ti.
"Bunuh! Jangan biarkan seorang pun lolos!" teriak Thian-ti
kalap. ***** Akhirnya iseng-iseng Wan Fei-yang menggoyang-goyangkan
keleningan di tangannya. Dia sudah menunggu cukup lama di
bawah jembatan sebelah barat kota. Kebetulan Tian-liong-
siang-jin sedang menghambur ke arahnya. Begitu mendengar
suara keleningan, dia tertegun sebentar. Sejenak kemudian
dia berlari lagi ke arah sumber suara.
Dari jauh Wan Fei-yang sudah melihat Tian-liong-siang-jin
yang sedang berlari ke arahnya. Dia malah berdiri termangu-
mangu. Apakah orang yang datang menyambutku justru di
hidung belang Tian-liong-siang-jin ini" Apakah Tian-liong-
siang-jin sebetulnya satu komplotan dengan orang-orang Fu
996 Hiong-kun"
Dia masih berdiri terheran-heran. Tian-liong-siang-jin sudah
berada di depannya. Dalam pandangan Tian-liong-siang-jin,
orang yang berdiri di depannya bukan Wan Fei-yang, tapi
Hujan. Matanya tetap kosong, namun bibirnya
menyunggingkan senyuman. Tiba-tiba dia memeluk Wan Fei-
yang erat-erat dan bibirnya yang tebal menciumi sekujur wajah
anak muda itu. "Sayangku, aku sudah membawakan soat-lian untukmu!"
sambil tersenyum cengar-cengir Tian-liong-siang-jin berkata
dengan suara kenes. Dia membuka kotak itu dan
mengeluarkan isinya.
Ternyata soat-lian itu besarnya seperti kepalan tangan.
Warnanya putih berkilauan. Sekali lihat saja, orang sudah
yakin bahwa tumbuhan ini benar-benar pusaka yang langka.
Di dalam pandangan Tian-liong-siang-jin hanya ada Hujan.
Tanpa banyak kata lagi, dia langsung menyusupkan soat-lian
tersebut ke dalam mulut Hujan yang mungil.
Wan Fei-yang sudah kehilangan ilmu silatnya. Dia sama sekali
tidak dapat mengadakan perlawanan. Bahkan memberontak
saja tidak bisa, mau tidak mau, dia terpaksa menelan soat-lian
tersebut. Serangkum hawa yang sejuk dan segar segera
menyelusupi jantungnya. Kemudian mengalir ke seluruh
tubuh. Sementara itu, Tian-liong-siang-jin sudah
menggendong Wan Fei-yang dan menciuminya dengan rakus.
Fu Hiong-kun menyusul tiba. Dari jauh dia sudah dapat
melihat kejadian antara Tian-liong-siang-jin dengan Wan Fei-
yang. Wajahnya menyiratkan perasaannya yang bingung. Tapi
997 dia terus berlari menghampiri dan menepukkan telapak
tangannya ke arah batok kepala Tian-liong-siang-jin.
Orang itu tidak menghindar. Dia jatuh pingsan seketika.
Sementara itu, tubuh Wan Fei-yang berguncang-guncang dan
gemetaran. Melihat keadaannya, Fu Hiong-kun cemas sekali.
Dia segera menghampiri dan memapah tubuh Wan Fei-yang.
Kemudian dia mengulurkan tangan meraba kening anak muda
itu. Dia terkejut sekali sebab kening anak muda itu dingin
bagai balok es.
"Gi-toako, apa yang terjadi?" tanya Fu Hiong-kun sambil
menarik tangannya dari kening Wan Fei-yang.
Anak muda itu berusaha membuka mulutnya. Serangkum uap
putih yang dingin memancar keluar. Seluruh wajahnya
mengalir keringat sedingin es. Tubuh Fu Hiong-kun bergetar.
Tiba-tiba pikirannya tergerak. Apalagi setelah dia melihat
kotak kosong yang tergeletak di atas tanah. Dia ingat Tian-
liong-siang-jin pernah dihipnotis dengan ilmu pembetot sukma
oleh Hujan, maka dia segera dapat menduga apa yang telah
terjadi. Cepat-cepat dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Dia tidak berani berdiam lama-lama di tempat itu. Dengan
gugup dia memapah Wan Fei-yang berjalan ke depan. Tubuh
anak muda itu masih menggigil terus. Wajahnya sudah
semakin pucat. ***** Meskipun ilmu silat Lu Ci tinggi sekali, tapi di bawah
keroyokan lima pentolan dari Siau-yau-kok, dia hanya dapat
998 menangkis dan menghindarkan diri. Jit Sang dan Tai Cu-pei
sudah roboh di tangan Geledek dan Kilat sejak tadi. Para
pengawal itu sungguh-sungguh tak dapat diharapkan lagi.
Dengan mengandalkan ilmu silat mereka, tentu saja bukan
tandingan Hujan, Angin, Kilat, maupun Geledek. Lu Ci yang
melihat rekan dan para pengawalnya roboh satu per satu
merasa sangat marah sekaligus panik. Sekali perhatiannya
terpencar, telapak tangan Thian-ti langsung menghantamnya
dan waktu yang bersamaan pedang Kilat juga berhasil
melukainya. Dia sadar kalau bertarung terus, dia pasti akan mati di sini.
Dan dia juga sadar Tian-liong-siang-jin pasti sudah diperalat
oleh mereka. Kalau hanya berdasarkan tenaganya sendiri,
apalagi dalam keadaan seperti ini, tentu sulit merebut kembali
soat-lian dari tangan mereka. Padahal dia sendiri terluka,
perhatiannya tidak dapat terpusat lagi. Dia menarik napas
dalam-dalam, berturut-turut dia melemparkan empat buah
gelang emasnya untuk membuka jalan dan melarikan diri
secepat kilat. Jarum Hujan langsung disebarkan, namun tidak sanggup
mengejar bayangan tubuh Lu Ci. Baru saja orang yang lainnya
bermaksud mengejar, tapi mereka kembali dicegah oleh
Thian-ti. Lu Ci berlari ke arah pusat kota di mana dia datang
tadi. Hal ini membuktikan bahwa untuk sementara dia sudah
tidak berminat merebut kembali soat-lian tersebut. Sedangkan
tujuan Thian-ti hanya soat-lian itu.
Fu Hiong-kun seorang diri pergi menemui Tian-liong-siang-jin.
Mereka masih belum dapat memastikan apakah tidak akan
terjadi sesuatu pada diri gadis itu. Thian-ti memberi perintah
999 dengan bentakan lantang. Dalam sekejap Angin, Hujan, Kilat,
dan Geledek segera menerjang ke arah Fu Hiong-kun pergi.
Thian-ti menyusul di belakang.
Belum lama kelima orang itu pergi, Tok-ku Hong dan
beberapa pentolan Bu-ti-bun menyusul tiba. Melihat keadaan
di tempat itu, mereka sadar telah terlambat setindak. Apalagi
setelah memerhatikan bekas luka para pengawal yang sudah
menjadi mayat, mereka segera dapat diketahui bahwa semua
ini adalah hasil perbuatan orang-orang Siau-yau-kok. Mereka
hanya berdiri terpaku sambil menarik napas panjang.
Bagaimanapun tidak terpikir oleh mereka bahwa hasil kerja
orang-orang Siau-yau-kok juga sia-sia belaka. Soat-lian yang
diperebutkan itu sekarang sudah berada dalam perut Wan Fei-
yang. ***** Empat puluh tujuh hari kemudian, Fu Hiong-kun sudah kurus
banyak, tapi wajahnya malah selalu ramai oleh senyuman.
Wan Fei-yang masih terendam dalam segentong air yang
permukaannya terus menggelegak dan mengepulkan uap
putih. Air itu air panas. Saat itu Wan Fei-yang sedang
berendam di dalamnya untuk mempertahankan nyawa.
Soat-lian dari Ping-san itu mengandung daya im yang tinggi
sekali. Juga merupakan pusaka tak ternilai satu-satunya di
dunia. Tentu saja kelak akan tumbuh soat-lian semacam itu
lagi. Tapi hal itu baru akan terjadi lagi seribu tahun kemudian.
Siapa yang dapat menduga apa yang akan terjadi seribu
tahun kemudian. Bagi orang yang penyakitnya tidak parah
atau hanya ingin menambah kekuatan tenaga dalam, hanya
dengan menggunakan sedikit saja dari soat-lian tersebut atau
1000 dengan kata lain sehelai bunganya saja sudah dapat
memperlihatkan khasiat yang tidak terkira. Sedangkan Wan
Fei-yang menelannya bulat-bulat dan sudah pasti tidak
memakai peraturan yang diharuskan. Itulah sebabnya hawa
dingin dari soat-lian itu langsung menjalar di seluruh
peredaran darah tubuhnya. Seandainya tidak ditemukan oleh
Fu Hiong-kun, pasti saat ini dia sudah mati beku.
Fu Hiong-kun sudah cukup lama melakukan berbagai
penelitian dalam ilmu pengobatan. Dia paham sekali khasiat
soat-lian tersebut, juga tahu bagaimana cara memakannya.
Tapi ketika hal ini diketahuinya, Wan Fei-yang sudah keburu
menelan soat-lian itu bulat-bulat. Sekarang satu-satunya jalan
adalah mencari akal untuk membangkitkan hawa yang ada
dalam tubuh Wan Fei-yang sendiri untuk membantunya. Dia
sendiri belum berani memastikan apakah dengan cara
merendam Wan Fei-yang dalam air panas ini ada manfaatnya
atau tidak. Namun ini hanya jalan satu-satunya untuk mempertahankan
nyawa Wan Fei-yang. Dia harus memberanikan diri untuk
mencoba. Setelah berjalan tujuh hari, dia baru membawa Wan
Fei-yang ke tempat ini. Pada waktu itu, seluruh tubuh Wan
Fei-yang sudah kaku, kulitnya sudah membeku seperti es.
Setelah berendam satu hari satu malam di dalam gentong
berisi air panas, kesadaran Wan Fei-yang baru pulih kembali.
Sekarang dia sudah bisa membangkitkan hawa murninya.
Bahkan peredaran hawa murni dalam tubuhnya jauh lebih
deras daripada sebelum dia terluka. Tapi dia tetap tidak keluar dari dalam gentong berisi air panas tersebut. Dia tidak lupa
apa yang dikatakan Fu Hiong-kun, bahwa dia harus
menembus seluruh urat nadinya yang tersumbat dan bahkan
1001 yang sudah tergetar. Kalau tidak, tenaganya tetap tidak dapat
pulih meskipun hawa murninya sudah mengalir. Malah ada
kemungkinan semakin parah.
Fu Hiong-kun tetap menjaga dan merawatnya tanpa mengenal
lelah. Melihat jerih payah usaha gadis itu untuk
menyembuhkannya, Wan Fei-yang merasa terharu dan sangat
berterima kasih. Setiap hari apabila dia membuka matanya,
pasti dia mengucapkan beberapa kata untuk menyatakan
penghargaannya dan rasa terima kasihnya. Demikian juga hari
ini. "Fu-kouwnio, kau sampai mencapaikan diri merawatku
sedemikian rupa ...." ucapan Wan Fei-yang baru setengahnya
saja sudah ditukas oleh Fu Hiong-kun.
"Kau merasa tidak enak hati, merasa sangat terharu, bukan?"
Fu Hiong-kun menggelengkan kepalanya. "Entah sudah
berapa kali kau mengucapkan kata-kata seperti ini."
Dia mengambil sebutir telur dari permukaan air yang
menggelegak itu dan mengupasnya. Dengan penuh
kesabaran serta perhatian dia menyuapkannya ke mulut Wan
Fei-yang. Telur itu sudah matang sekali. Pada dasarnya, air
tempat Wan Fei-yang merendamkan diri memang seperti
sepanci air yang baru mendidih.
Wan Fei-yang menelan telur itu sedikit demi sedikit. Dia
menarik napas panjang.
"Ada suatu persoalan yang membuat hatiku resah dan terasa
sangat bersalah," katanya.
1002 "Persoalan apa lagi?"
"Demi aku, kau sudah tinggal di sini beberapa hari. Orang-
orang rumahmu pasti khawatir sekali."
"Mereka hanya bisa memaksa aku melakukan hal-hal yang
tidak ingin aku lakukan," sahut Fu Hiong-kun dengan nada
sedih. Wan Fei-yang semakin terharu. "Kadang-kadang aku malah
merindukan sebuah keluarga yang tidak bosan-bosannya
memarahi aku."
Fu Hiong-kun tertegun. "Apakah kau sudah yatim piatu?"
"Semestinya aku masih mempunyai seorang kakek luar.
Akhirnya dia dibunuh juga." Wan Fei-yang menggertakkan
giginya erat-erat. "Aku tidak akan pernah melupakan pedang
yang panjang kurang lebih lima enam cun dan bercahaya
bagai kilat itu!"
Sekali lagi Fu Hiong-kun tertegun. "Siapa kau sebetulnya"
Mengapa begitu banyak orang yang tidak senang
terhadapmu?"
"Sebetulnya aku sendiri juga kurang mengerti," Wan Fei-yang
tertawa getir. "Sejak kecil aku sudah dibawa ke Bu-tong-san."
"Rupanya kau adalah murid Bu-tong-pay!"
"Hanya pantas disebut seorang bawahan," sahut Wan Fei-
yang sambil mengenang masa lalunya yang pahit. "Di atas
gunung, setiap orang selalu menghina aku. Belum pernah ada
1003 satu pun orang yang menghargaiku. Terakhir aku malah
difitnah sebagai murid murtad yang membunuh ciangbunjin
Bu-tong-pay!"
Tubuh Fu Hiong-kun tergetar mendengar kata-katanya. "Gi-
toako, sebetulnya apa marga keluargamu?"
"Sebetulnya aku memang she Gi, tapi karena ayahku
menyucikan diri dan menjadi ciangbunjin Bu-tong-pay, maka
aku mengikuti she ibu ...."
"She Wan?" Bahkan suara Fu Hiong-kun pun ikut bergetar
sekarang. "Kau adalah Wan Fei-yang?"
Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya tanpa rasa curiga
sedikit pun. "Tentunya kau juga sudah mendengar selentingan di dunia
kangouw. Semua itu hanya fitnahan dan siasat agar aku
terjebak. Fu-kouwnio, coba kau bayangkan, bagaimana
mungkin aku akan membunuh ayahku sendiri!" Wan Fei-yang
menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Tapi mereka semua
tetap tidak percaya ...."
"Aku percaya," sahut Fu Hiong-kun menundukkan kepalanya
juga. Wan Fei-yang langsung tersenyum mendengar ucapannya.
"Kalian orang-orang dari marga Fu semuanya baik-baik.
Setidaknya yang pernah aku temui semuanya terdiri dari
orang baik. Di Bu-tong-san saat ini, aku yakin juga hanya Fu-
toako seorang yang masih memercayaiku."
1004 "Fu-toako?"
"Namanya Fu Giok-su!"
Hati Fu Hiong-kun tertekan seketika.
"Seharusnya aku mendatangi Bu-tong-san dan mencari Fu-


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

toako untuk menjelaskan semuanya," kata Wan Fei-yang
selanjutnya. "Jangan sekali-kali kau pergi lagi ke Bu-tong-san!" kata Fu
Hiong-kun tanpa sadar.
"Kenapa?" tanya Wan Fei-yang bingung.
Fu Hiong-kun termangu-mangu sesaat.
"Aku takut lukamu belum sembuh sama sekali. Kalau kau
pergi ke Bu-tong-san, mungkin kau justru akan menemui
bahaya." Wan Fei-yang sama sekali tidak mendengar nada suara Fu
Hiong-kun yang mengandung kesedihan. Hati Hiong-kun
semakin tertekan. Dia berpesan kepada Wan Fei-yang agar
jangan banyak pikiran dulu. Yang paling penting sekarang
adalah menyembuhkan lukanya. Dia tidak berkata apa-apa
lagi. Gentong tempat Wan Fei-yang dicurahi air panas alami yang
memancar dari sebuah lubang di atas kepalanya. Mereka
berada di dalam sebuah gua yang dalam dan terpencil. Tidak
ada orang yang datang mengganggu. Hari ini berlalu dengan
1005 sunyi dan tenang. Namun hati Fu Hiong-kun semakin resah
dan serbasalah. Dari keterangan Wan Fei-yang, sedikit-
banyaknya dia sudah tahu apa yang terjadi pada diri anak
muda itu. Justru hal inilah yang membuat hatinya tidak tenang.
Dia ingin mengaku terus terang di depan Wan Fei-yang, tapi
dia tidak mempunyai keberanian itu. Dia sungguh menyesali
dirinya sendiri yang terlahir dalam keluarga pentolan manusia-
manusia terlicik di dunia.
Pagi-pagi buta pada hari kedua. Dia keluar dari tempat
persembunyian mereka dan menuju sebuah dusun terdekat.
Dibelikannya Wan Fei-yang satu setel pakaian. Dia juga
meminjam kertas serta mopit untuk menulis sepucuk surat
yang ringkas, kemudian bergegas kembali ke gua itu.
Tidak diragukan lagi bahwa dia sebenarnya adalah seorang
gadis yang berjiwa luhur dan berhati besar. Tapi dia tetap
memerlukan keberanian besar untuk mengungkapkan kata-
katanya dalam surat. Dia harus mengatakan bahwa dia adalah
adik kandung Fu Giok-su. Sedangkan Fu Giok-su itulah
pembunuh yang sebenarnya.
Sekembalinya ke gua tersebut, tengah hari sudah menjelang.
Wan Fei-yang masih berendam di dalam gentong berisi air
panas dengan mata terpejam rapat. Keringat menetes dari
keningnya. Fu Hiong-kun menatap anak muda itu sekian lama.
Kemudian dia meletakkan pakaian serta surat tadi di atas
sebuah batu di sisi gentong. Dengan hati tertekan dia
menyeret langkah kakinya meninggalkan tempat itu. Perlahan
dia berjalan keluar.
Baru sampai di luar gua, dia langsung melihat seseorang.
Orang itu mengenakan pakaian abu-abu dan memakai sebuah
1006 topi pandan di atas kepalanya. Seperti sebuah patung, dia
berdiri tegak di depan gua. Tidak terdengar sedikit pun suara
dan juga tidak mendongakkan kepala.
"Siapa?" tanya Fu Hiong-kun sambil menghentikan langkah
kakinya. Orang itu mendongakkan kepalanya terbahak-bahak. Dia
melepaskan topi pandan yang dipakainya. Tampaklah seraut
wajah yang dipenuhi cambang yang lebat. Kemudian dia
mengeluarkan sebuah gelang berukuran besar dari keranjang
pandan yang disandangnya di bahu.
Jilid 22 Tanpa mengeluarkan gelang besar itu saja, Fu Hiong-kun
sudah mengenalinya sebagai Ci-bu-kim-hoan Ci. Hatinya
tergetar. Tanpa disadari kakinya mundur satu langkah.
Lu Ci tertawa dingin. "Kau tentu masih kenal siapa diriku.
Mana soat tian dari Ping san itu?" bentaknya lantang.
Fu Hiong-kun menggelengkan kepalanya dengan perasaan
panik. "A ... aku ... aku tidak tahu."
"Tempo hari kau yang pergi mengejar Tian-liong-siang-jin.
Kalau kau tidak tahu, siapa lagi yang bisa mengetahuinya.
Jawab!" Mata Lu Ci bersinar tajam. "Apakah kau
menyimpannya di dalam gua ini?"
Tanpa sadar Fu Hiong-kun melirik ke dalam gua. Dia
menggoyangkan tangannya dengan gugup, "Bukan ... bukan!"
1007 "Iya atau bukan, masuk saja ke dalam kita akan
mengetahuinya!" kata Lu Ci sambil melangkah ke dalam.
Fu Hiong-kun menghalanginya dengan kalang kabut.
Sepasang telapak tangannya menghantam ke depan. Gelang
sebesar Lu Ci bergerak. Keduanya saling menyerang dan
menghindar. Tidak sampai tiga belas jurus, Lu Ci sudah
berhasil memuntir pergelangan tangan Fu Hiong-kun.
"Budak cilik, aku sudah mengikuti sejak dari dusun tadi. Aku
sama sekali tidak menyadarinya. Dengan mengandalkan ilmu
silatmu yang demikian rendah, kau berani melawan aku?"
sindirnya tajam.
Begitu ucapannya selesai, telapak tangan Lu Ci langsung
menghantam punggung Fu Hiong-kun sehingga gadis itu
terpental sejauh dua depa. Tubuhnya segera berkelebat dan
menyelinap ke dalam gua.
Wan Fei-yang masih berendam di dalam gentong air panas.
Matanya terpejam rapat dan napasnya kadang-kadang
Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 3 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Anak Berandalan 1
^