Pencarian

Istana Yang Suram 6

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Bagian 6


Rancangbandang berhenti sejenak, lalu "Agar anakmas
mempercayai kami, maka aku dapat membertitahukan
bahwa aku telah melihat beberapa orang yang
nampaknya meyakinkan telah naik ke Gunung Sewu,
itupun yang melalui jalur ini, mungkin dari jalur lain,
beberapa orang telah naik pula dengan kepentingan yang
sama yang tidak begitu aku ketahui"
Panon menjadi bimbang.
"Dengarlah anakmas" Kiai Rancangbandang
melanjutkan "Yang pasti aku ketahui, memilik ciri-ciri
lahiriah yang pernah aku kenal adalah mereka yang
berasal dari perguruan Guntur Geni"
Panon mengerutkan keningnya, gurunya memang
pernah menceritakan beberapa perguruan yang terakhir
dikenalnya, dan gurunya memang pernah menyebut
nama perguruan itu, Guntur Geni, tetapi Panon tidak
mempunyai gambaran yang jelas tentang perguruan itu,
karena gurunrya tidak banyak menceritakannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah kau pernah mendengar nama perguruan
itu?" bertanya Ki Ajar Respati.
Panon mengangguk kecil, jawabnya "Aku pernah
mendengar namanya, hanya mendengar saja tanpa
pengertian apapun tentang perguruan itu"
"Apakah gurumu tidak pernah mengatakan apapun
juga tentang perguruan itu?"
Panon menggelengkan kepalanya, jawabnya "Guru
hanya pernah menyebutkan nama beberapa perguruanm
hanya itu"
Ki Ajar Respati menarik nafas dalam-dalam, agaknya
Panon benar-benar seorang yag masih belum
berpengalaman, bahkan gurunyapun tidak banyak
mengetahui lingkungan yang keras pada saat-saat
terakhir dari perguruan-perguruan yang tersebar.
"Mungkin guru anak muda ini menempa diri tanpa
tuntunan siapapun juga seperti aku" berkata Ki Ajar
Respati di dalam hatinya.
Tetapi ia tidak mengatakannya kepada Panon.
Dalam pada itu, Panon telah mulai mencoba untuk
mempercayai kata-kata Kiai Rancangbandang, meskipun
betapapun kecilnya, masih juga terpercik kecurigaannya
kepada orang tua itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Karena itu anakmas" berkata Kiai Rancanbandang
"Perjalanan ke Gunung Sewu memang bukan perjalanan
tamasya" Panon mengangguk-angguk.
"Jika anakmas sudah siap menghadapi setiap
kemungkinan, maka demikian adanya bahaya yang
barangkali akan dihadapi oleh anakmas, karena aku kira
apa yang akan anakmas lakukan tentu akan banyak sisip
dari dugaanku"
"Apakah yang Kiai duga dari perjalananku ini?"
Kiai Rancangbandang memandang Ki Ajar sejenak,
lalu katanya "Angger Panon Suka, sebenarnyalah telah
tersebar berita diantara orang-orang yang disebut sakti,
seperti orang-orang dari perguruan Guntur Geni dan
mungkin dari perguruan lain, bahwa istana Pangeran
Kuda Narpada telah ditinggalkan oleh penghuninya,
maksudnya adalah Pangeran Kuda Narpada sendiri, yang
tinggal adalah isterinya saja dan anak gadisnya, ternyata
bahwa istana itu telah banyak menarik perhatian, bukan
janda pangeran itu atau puterinya, tetapi apa yang
mungkin ditinggalkan oleh Pangeran Kuda Narpada,
sekali lagi, yang mungkin ditinggalkan, tetapi mungkin
pula di istana itu tidak akan pernah diketemukan apapun
juga" Panon Suka menjadi berdebar-debar, ternyata bahwa
sesuatu memang benar terjadi di istana itu, dan itulah
agaknya maka ia memang seharusnya datang lebih
cepat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi nampaknya guru tidak tahu bahwa hal serupa itu telah terjadi" berkata Panon di dalam hatinya
"Ternyata guru tidak pernah mengatakan sesuatu yang bersangkutan dengan kedatangan orang-orang itu, apalagi guru memang tidak pernah pergi dari padepokannya yang terpencil itu"
Dalam pada itu, Kiai Rancangbandangpun berkata selanjutnya "Itulah anakmas, apa yang aku ketahui tentang Gunung Sewu, benar-benar suatu daerah yang kurang menyenangkan untuk dikunjungi oleh siapapun juga" ia berhenti sejenak, lalu "Tetapi maafkan bahwa aku ingin bertanya kepadamu, apakah kau juga termasuk orang-orang yang dipengaruhi oleh keinginan tentang sesuatu yang mungkin ditinggalkan oleh Pangeran Kuda Narpada"
Panon menunddukkan kepalanya, ia amenjadi bingung, ia memang merasa bertanggung jawan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh gurunya, tetapi apakah niat gurunya itu tidak termasuk dalam sifat tamak seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain".
"Menilik sifar dan watak guru, tentu tidak, tetapi kenapa guru juga ingin mendapatkannya seperti orang-orang lain?" pertanyaan itu telah membelit hatinya, namun tiba-tiba wajah Panon menjadi terang, hampir diluar sadarya ia bergumam "Aku ingat, Guru pernah menyebutkan bahwa jika orang lain mendahuluinya dan berhasil, maka akibatnya akan berkepanjangan, mungkin Demak harus menaruh perhatian dengan sungguh-sungguh dan bahkan mungkin akan mengguncangkan ketenangan negeri yang baru berkembang ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apa katamu ngger?" bertanya Ki Ajar sambil
bergeser mendekat.
Panon termangu-mangu, Kiai Rancangbandang
mendekatinya pula sambil bertanya "Apakah gurumu
mencemaskan akibatnya jika ada orang lain
mendahuluimu?"
"Ya, Kiai"
"Siapakah gurumu?"
"Wirit, Kiai Wirit"
Kiai Rancangbandang dan Ki Ajar mengerutkan
keningnya, nama itu agaknya memang belum pernah
didengarnya, karena itu sambil menggelengkan
kepalanya Ki Ajar berkata "Aku belum pernah
mendengarnya, tetapi jika benar niat gurumu seperti
yang kau katakan, maka kedatanganmu ke istana itu
mempunyai maksud yang berbeda dengan orang-orang
lain" "Apakah maksud orang lain datang ke tempat itu?"
"Mereka telah didorong oleh ketamakan dan nafsu
untuk berkuasa, karena yang mereka cari adalah lambing
kekuasaan, adalah tepat sekali kata gurumu, bahwa jika
orang lain berhasil lebih dahulu dari padamu, maka
mungkin sekali akan timbul malapetaka bagi Demak"
Panon Suka mengerutkan keningnya, sementara Kiai
Rancangbandang meneruskan "Karena itu angger, jika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
demikian pesan gurumu, cobalah melakukan tugasmu
sebaik-baiknya, meskipun tugas itu agaknya akan terasa
sangat berat karena kehadiran orang-orang yang telah
mendahuluimu mendaki Gunung Sewu"
Panon mengangguk-angguk, kepercayaannya kepada
kedua orang tua itu perlahan-lahan telah tumbuh
kembali, bahkan iapun kemudian merasakan bahwa
kedua orang tua itu sangat mencemaskan dirinya, jika ia
tergesa-gesa tanpa mempersiapkan diri sebaik-baiknya
mendaki Gunung Sewu yang telah berubah menjadi
wingit, bukan karena hantu, jin dan lelembut, tetapi
agaknya beberapa orang memang telah mendahuluinya
pergi ke istana yang disebutkan oleh gurunya.
Selagi ia termangu-mangu, maka terdengarlah Ki Ajar
Respati berkata "Angger Panon Suka, ternyata
kemampuan oleh kanuraganmu sudah memadai, jika
terpaksa kau harus bertempur, maka kau memiliki bekal
yang cukup, tetapi masih dengan keterangan, apabila
kau berperang tanding, tetapi mungkin lawanmu tidak
hanya seorang atau dua, apalagi orang-orang Guntur
Geni memiki senjata yang sulit untuk dilawan"
"Apakah senjata mereka Kiai?"
"Racun, mereka adalah orang-orang yang
bergelimang racun tajam yang disadapnya dari bisa ular
dan racun tumbuh-tumbuhan"
Panon termenung sejenak, kini ia menyadari
sepenuhnya bahwa perjalanannya memang berbahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ki Ajar" katanya kemudian "Guruku sudah memberi
aku bekal untuk mencegah keracunan, Guru memberi
aku obat-obatan yang dapat aku usapkan pada luka atau
tempat yang terkena racun, tetapi guru juga memberikan
obat yang dapat aku telan, obat yang sudah diramu
menjadi seperti butiran buah jarak yang sudah masak"
Ki Ajar mengangguk-angguk, katanya "Jika demikian,
bekalmu memang sudah lengkap"
Namun demikian agaknya Kiai Rancangbandang
masih meragukannya, karena itu maka tiba-tiba saja ia
berkata kepada Ki Ajar "Kakang, aku tidak sampai hati
melepaskan angger Panon Suka pergi seorang diri
menunaikan tugas yang gawat, agaknya gurunya yang
sudah lama tidak mengetahui keadaan Gunung Sewu itu
tidak menyadari, betapa bahaya sudah menunggu
muridnya" "Jadi?"
"Aku akan mengantarkannya kakang, mungkin
akupun tidak banyak berarti baginya, aku hanya akan
mengantarkan sampai ditempat yang dituju, kemudian,
jika mungkin, aku akan kembali mendahuluinya, apakah
kakang sependapat?"
Ki Ajar Respati termangu-mangu sejenak, kemudian
katanya "Baiklah adi, tetapi dengan demikian kaupun
telah melintas di daerah yang dapat membahayakan
dirimu sendiri, disaat kau berangkat, kau mempunyai
seorang kawan yang memiliki ilmu yang mumpuni, tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kelak jika kau benar-benar kembali mendahuluinya, maka
kau akan berjalan seorang diri"
"Tetapi tidak akan banyak orang yang menghiraukan
perjalananku kakang, meninggalkan Gunung Sewu tidak
akan mendapat perhatian seperti saat kita mendaki:
"Tetapi baiklah, kaupun harus mempersiapkan dirimu
melawan setiap kemungkinan, juga melawa racun"
"Aku membawa keris Kiai Tratagnaga, mudah-
mudahan akan dapat membantuku melawan racun jika
pada suatu saat aku terpaksa bersentuhan dengan
orang-orang Guntur Geni atau dari perguruan yang lain"
Ki Ajar Respati mengangguk-angguk, katanya
"Agaknya Kiai Tratagnaga sudah cukup bagimu untuk
melawan segala macam racun dan bisa" ia berhenti
sejenak, lalu katanya kepada Panon Suka "Angger Panon
Suka, agaknya kau pun perlu mempersiapkan dirimu
lebih baik daripada sekedar membawa obat-obatan untuk
melawan racun dan bisa"
"Apakah yang harus aku lakukan Ki Ajar?"
Ki Ajar termangu-mangun sejenak, agaknya ia sedang
dicengkam oleh keragu-raguan, baru sejenak kemudian
ia berkata "Anakmas Panon, aku mempunyai sesuatu
yang berguna untuk mengebalkan diri terhadap racun,
tetapi itu adalah milikku satu-satunya, jika aku sekarang
bermaksud meminjamkannya kepadamu, maka sudah
barang tentu aku berharap bahwa benda itu akan dapat
kembali kepadaku kelak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon masih termangu-mangu.
"Anakmas, apakah kau bersedia meminjamnya?"
"Ki Ajar" Jawab Panon, aku mengucapkan beribu-ribu
terima kasih, sudah barang tentu aku akan senang sekali
meminjamnya, aku berjanji untuk mengembalikannya
kelak kepada Ki Ajar, tetapi aku masih ragu-ragu, apakah
aku akan dapat turun lagi dari Gunung Sewu, menilik
keadaannya yang semakin gawat"
Ki Ajar menarik nafas dalam-dalam, katanya "Jika kau
harus tetap tinggal disalah satu puncak pegunungan itu,
maka akupun akan mengikhlaskan, tetapi sudah barang
tentu kita berharap bahwa perjalananmu akan mendapat
perlindungan dari Yang Maha Agung"
Panon menarik nafas dalam-dalam.
"Inilah anakmas" berkata Ki Ajar "Pakailah kalung
rantai berbandul tali ular bersisik seribu"
"Ular bersisik seribu?" bertanya Panon.
"Bukan sebenarnya ular bersisik seribu anakmas,
tetapu batu itu disebut taji ular bersisik seribu, batu yang
memiliki kekuatan ajaib untuk melawan racun dan bisa,
ada beberapa jenis batu serupa ini, misalnya Jumerut
Sisik Waja dan Akik Naga Keling dari perguruan Cengkir
Pitu dan yang sebagai ciri salah satu perguruan di daerah
timur adalah Cula dari Gunung Semeru yang disebut Cula
Kumbang Kuning bermata berlian"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon mengangguk-angguk, ia memperhatikan
keterangan itu dengan seksama, ia memang belum
pernah mendengarnya dari gurunya, keterangan
mengenai bebatuan yanga dapat melawan bisa.
"Selebihnya" Ki Ajar Respati meneruskan "Ada
semacam Batu Mirah Sarpa Suri dan Watu Kuning Ula
Cendani dari ujung barat, dan masih banyak lagi
ceritanya tentang batu-batu aneh yang memiliki
kemampuan untuk menawarkan bisa, diantara semuanya
itu adalah batu yang disebut taji ular bersisik seribu, atau
yang lazim disebut Akik Jalu Naga Sisik Sasra"
Panon masih mengangguk-angguk, dengan demikian
ia menjadi semakin yakin bahwa sebenarnyalah kedua
orang tua-tua itu tidak bermaksud buruk terhadapnya.
"Nah angger Panon Suka," berkata Kiai
Rancangbandang "Kau dapat meminjam Jalu Naga Sisik
Sasra, aku sudah membawa keris Kiai Tratagnaga,
mudah-mudahan jika kita bertemu dengan berbagai
macam racun dan bisa, kita dapat mengelakkan diri,
sedang obat-obatan yang kau bawa dapat juga
dipergunakan dimana perlu, dan mungkin ada orang lain
yang memerlukannya"
"Terima kasih Kiai, tetapi apakah dengan demikian
aku tidak mengganggu Kiai?"
"Sudahlah, aku memang ingin melihat Gunung Sewu,
biarlah Kakang Ajar Respati menunggu rumah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya, dan aku masih akan mencari kuburan anakku
didaerah ini, mudah-mudahan aku dapat
menemukannya"
Panon masih termangu-mangu, dan agaknya Ki Ajar
Respati mengerti apa yang dipikirkannya, sehingga iapun
berkata "Lupakanlah anakmas, Sisik Sana telah memetik
buah dari tanamannya sendiri, kau adalah sekedar
lantaran"

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mohon maaf atas semua kelancanganku Ki Ajar"
Ki Ajar tersenyum, dilepaskannya rantai yang terbuat
dari baja putih, dengan bandul sebuah batu yang
disebutnya Akik Jalu Naga sisik Sasra, batu yang
berwarna putih kebiru-biruan yang dipusatnya seolah-
olah terlukis sisik yang berlapis-lapis.
"Terimalah, kau dapat mempergunakan sampai
tugasmu selesai, sudah tentu aku berharap kau dapat
kembali dan mengembalikan batu itu kepadaku" Ia
berhenti sejenak, lalu katanya kepada Kiai
Rancangbandang "Jika kau akan mengikutinya, pergilah.
Kau dapat mendahuluinya, tetapi jika perlu kau akan
menjadi kawan yang dapat mengisi kejemuan di malam-
malam yang sepi di atas Gunung Sewu yang wingit itu"
"Aku mohon diri kakang, aku akan pergi bersama
angger Panon Suka yang agaknya ingin segera sampai ke
atas Gunung Sewu"
Panon tidak dapat menolak, ada sesuatu kegembiraan
bahwa ia mendapatkan seorang kawan, tetapi ada juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kecemasan bahwa tugasnya akan diketahui oleh orang
lain. Selain tugas itu sendiri, maka ia harus melakukan
beberapa pesan gurunya, ia harus berhenti di Lembah
Payung, menitipkan kudanya dan kemudian hadir di
padukuhan Karangmaja sebagai sesorang yang miksin
yang sedang merantau, bahkan seorang peminta-minta.
Namun Panon Suka tidak segera mengemukakan
keberatan-keberatan itu, mungkin di perjalanan ia
menemukan cara yang yang sebaik-baiknya untuk
menyampaikan niat itu kepada Kiai Rancangbandang.
Demikianlah maka Panon Suka dan Kiai
Rancangbandangpun segera meninggalkan hutan itu
pergi ke pegunungan berpuncak seribu, pegunungan
yang membujur ke barat dipinggir selatan pergunungan
yang belum banyak disentuh kaki manusia, selain
daerah-daerah tertentu yang lebih subur dari dataran-
dataran tinggi yang lain.
Memang ada terbersit sedikit kecurigaan Panon Suka,
bahwa kepergian Kiai Rancangbandang adalah karena
ketamakannya pula untuk ikut serta memasuki istana
terpencil itu, namun ada semacam tangkapan dihati
nuradi Panon, bahwa Kiai Rancangbandang bukanlah
seorang yang dikuasai oleh nafsu semata-mata, bahkan
tingkah lakunya menunjukkan sifatnya yang jujur dan
rendah hati. Sepeninggal Panon Suka dan Kiai Rancangbandang, Ki
Ajar Respati duduk termenung, barulah kemudian terasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
betapa pahitnya melepaskan seorang anak laki-laki,
meskipun nalarnya dapat mengikhlaskannya, tetapi amat
sulitlah baginya untuk mengatur perasaannya.
"Tetapi Panon Suka tidak bersalah" ia berkata kepada
diri sendiri "Mudah-mudahan ia selamat di perjalanan,
agaknya benar kata gurunya, jika orang lain yang
mendahuluinya, maka akibatnya akan sangat buruk bagi
Demak" Tetapi dalam kesepian dan kepahitan itu, Ki Ajar
masih tetap berusaha menguasai dirinya, meskipun
demikian diluar sadarnya terasa pelupuk matanya
menjadi basah. "Ah".!" Ia meloncat berdiri "Aku adalah seorang laki-
laki Namun penyesalan yang tiada taranya telah
membentur dinding hatinya, ia adalah seorang ajar yang
oleh orang-orang di sekitarnya dianggap mempunyai
kelebihan, baik kemampuan wadagnya maupun dalam
olah kajiwan, tetapi ia tidak berhasil menguasai anaknya
sendiri yang justru sudah bertindak melampaui batas,
kematian anaknya sudah tentu sebagian adalah karena
kesalahannya ketidak mampuannya membentuk anaknya
menjadi seorang yang berbuat baik.
"Mudah-mudahan Allah Yang Maha Pengampun
memaafkan kedunguanku, anak yang dipercayakan
kepadaku, ternyata telah tersia-sia dan bahkan telah
diambil-Nya kembali"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Ajar Respati terduduk sambil menutup wajahnya
dengan kedua tangannya, "Apakah yang dapat aku
katakana kepada orang lain" Gumamnya.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja Ki Ajar
tersentak, ia mendengar langkah orang mendekatinya
dengan hati-hati, karena itu maka iapun segera
mempersiapkan diri menghadap segala kemungkinan.
Meskipun demikian ia masih tetap duduk pada
tempatnya. Ki Ajar Respatipun kemudian terkejut ketika ia melihat
dua orang datang mendekatinya perlahan-lahan, dengan
wajah yang pucat dan ketakutan.
Belum lagi Ki Ajar Respati bertanya sesuatu, kedua
orang itu telah berjongkok dihadapannya da menunduk
dalam-dalam, sehingga dahinya menyentuh tanah.
Ki Ajar Respati menarik nafas dalam-dalam, kedua
orang itu adalah muridnya yang telah pergi
meninggalkannya bersama anaknya , Watu Sampar dan
Bandung Limpat.
"Guru" terdengan suara Bandung Limpat terputus-
putus "Kami telah menghadap guru lagi setelah kami
meninggalkan perguruan beberapa lamanya, kami telah
melakukan kesalahan yang tidak terhingga, seandainya
demgam demikian kami harus dihukum, maka kami tidak
akan ingkar, bahkan hukuman mati sekalipun"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Ajar Respati menarik nafas dalam-dalam, sejenak ia
justru terbungkam, rasa-rasanya sesuatu telah
menyumbat tenggorokannya.
Namun ia berkata dengan nada yang datar "Anak-
anakku, aku sudah mengetahui segala-galanya, anak
muda yang bernama Panon Suka, yang telah membunuh
anakku, telah datang kepadaku dan mengatakannya
segala-galanya"
"Ya guru, kesalahan kamilah, bahwa kami tidak tidak
dapat mencegah peristiwa itu terjadi"
"Apa yang dapat kau lakukan terhadap anak muda
yang bernama Panon Suka itu" Dalam olah kanuragan,
kalian sama sekali bukan tandingannya, akupun masih
harus belajar kepadanya dalam beberapa hal"
"Setidak-tidaknya kami dapat memperingatkan Sisik
Sana untuk tidak melakukannya, tetapi justru kami
terlibat pula kedalamnya"
"Kalian memang telah tersesat, ilmu yang tidak kalian
pelajari dengan baik itu, kalian anggap sudah dapat
kalian pergunakan, apalagi dipergunakan di jalan yang
sesat" berkata Ki Ajar Respati kemudian "Namun
agaknya, kalian telah mendapat pelajaran yang sangat
berharga dengan korban yang sangat mahal"
"Kami tidak akan menghindar dari hukuman apapun
guru" berkata Watu Sampar pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Hukuman yang paling tepat adalah hukuman yang
tumbuh dari hatimu sendiri, penyesalan dan kemudian
bertaubat, bukan sekedar penyesalan untuk sesaat, dan
kemudian perbuatan itu akan terulang lagi"
"Kami menyesal semua tingkah laku kami, dam kami
mengatakan dihadapan guru, bahwa kami telah
bertaubat sampai akhir hayat kami, jika guru meragukan,
maka kematian yang dekat akan menjadi pertanda
pertaubatan kami yang abadi"
"Jika aku membunuh kalian agar kalian tidak dapat
berbuat salah lagi, maka itu bukanlah penyelesaian yang
paling baik buat kalian, dengan demikian maka akhir dari
segala kesalahan tidak berlandaskan pada tingkah delam
ketetapan hati, tetapi justru dalam keragu-raguan dan
tanpa kepastian"
Kedua muridnya itupun tidak menjawab, rasa-rasanya
dadanya memang telah tersumbat oleh penyesalan yang
tiada taranya, kesesatan mereka telah merampas
taruhan yang paling mahal, justru anak laki-laki gurunya
sendiri. "Sudahlah" berkata Ki Ajar Respati kemudian "Apakah
kau telah menguburkan mayat Sisik Sana?"
"Ya guru"
"Nah tunjukanlah kepadaku, aku akan mengambilnya
dan membawanya kepadukuhan adikku Kiai
Rancangbandang, aku akan menyembahyangkan dan
menguburkannya di padukuhan itu, agar makamnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
terpelihara, setidak-tidaknya merupakan kenangan
bahwa aku pernah mempunyai anak yang bernama Sisik
Sana, yang pada hidupnya telah memilih jalan yang
sesat, dengan demikian akan menjadi petunjuk bagi
setiap orang yang mengenalnya dan mengenalku, bahwa
aku adalah orang tua yang gagal manjadi seorang ayah
yang baik, mungkin aku berhasil dibidang yang lain,
dalam olah kanuragan dan kajiwan, pendekatan kepada
Yang Maha Kuasa, pergaulan antara sesama, tetapi
justru yang satu itu, mengasuh anak-anakku, aku telah
gagal" Kedua muridnya yang telah bertaubat itu sama sekali
tidak menyahut, sehingga Ki Ajar Respati meneruskan
"Marilah, jangan terlampau lama terombang-ambing oleh
perasaan yang tidak menentu, marilah kita berbuat
sesuatu" Ketika Ki Ajar Respati berdiri, maka kedua muridnya
itupun berdiri pula, Bandung Limpatpun kemudian
menunjukkan tempat yang telah dintandainya sebagai
kubur kawan seperguruannya dan anak laki-laji dari
gurunya itu. Bab 15 Sementara itu Panon Suka dan Kiai Rancangbandang
memacu kudanya menyelusuri jalan sempit dipinggir
hutan yang tidak begitu lebat, namun kudanya tidak
dapat berlari terlampau cepat karena jalan yang agak
sulit dan sempit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ketika mereka kemudian sampati ke jalan yang agak lebar, maka merekapun tidak beriringan lagi, tetapi mereka berkuda bersama-sama.
Dalam pada itu maka Kiai Rancangbandang bertanya
"Angger Panon Suka, keteranganmu yang hanya selintas mengenai rencanamu pergi ke Gunung Sewu telah menarik perhatianku, jika angger telah mendapat perintah dari guru angger, maka perintah itu benar-benar sangat menarik perhatian"
"Ya Kiai" jawab Panon.
"Tetapi sayang, bahwa aku belum mengenal gurumu yang bernama Ki Wirit itu, sehingga aku tidak dapat mengambil kesimpulan yang pasti"
"Jadi Kiai curiga juga bahwa yang dikatakan guru itu hanya sekedar lamis belaka"
"Bukan maksudku berkata demikian anakmas, tetapi aku hanya ingin meyakinkan diriku sendiri"
Panon Suka menarik nafas dalam-dalam, katanya
"Kiai, jika Kiai percaya kepadaku, Kiai tidak perlu ragu-ragu lagi tentang guruku, mungin aku adalah orang yang terlibat langsung di dalamnya, sehingga aku tidak akan dapat melihat kebenaran dari kata-kataku sendiri, namun demikian aku telah berketetapan hati untuk melakukan perintah guruku sebaik-baiknya"
"Tetapi angger, Angger harus melakukan perintah itu sebaik-baiknya, sebenarnya akupun mempercayaimu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
bahkan aku berpendapat, jika sekiranya gurumu sekedar
didorong oleh ketamakan dan nafsu, maka, ia tentu
dengan tergesa-gesa pergi ke Gunung Sewu dan
mengambilnya sendiri di istana kecil yang terpencil itu,
mendahului orang lain" Kiai Rancangbandang berhenti
sejenak, lalu "Aku tidak dapat membayangkan, betapa
tinggi ilmu gurumu, jika muridnya yang masih sangat
muda itu telah mampu berbuat seperti yang anakmas
lakukan" "Ah, Kiai terlalu memuji"
Kiai Rancangbandang menyahut "Bukan sekedar
memuji anakmas, aku sudah melihat kenyataan yang
hampir diluar kesanggupan nalarku, aku pernah melihat
anak-anak muda yang memiliki ilmu yang mumpuni,
tetapi anakmas mempunyai kelebihan"
"Kiai mamandang kemampuanku berlebih-lebihan,
jangan-jangan Kiai akan kecewa jika mengetahui tentang
diriku yang sebenarnya, yang tidak lebih dari anak
padesan yang belajar sekedar ilmu untuk membela diri
pada seorang tua yang tinggal di gubug kecil di sebelah
padukuhanku"
Kiai Rancangbandang menjadi semakin heran.
"Jadi gurumu tidak tinggal di sebuah padepokan atau
padukuhan kecil?"
"Tidak Kiai, guruku tinggal di sebuah gubug kecil, di
lereng gunung, tidak jauh dari padukuhan, ia hidup
menyendiri, tetapi tidak terpisah dari pergaulan hidup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
yang sewajarnya, ia mengenal setiap orang di
padukuhanku dengan baik, bahkan seperti kadang
sendiri" Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk, katanya
"Memang aneh, gurumu mempunyai kebiasaan yang
lain" ia berhenti sejenak, lalu "Jadi dengan demikian
angger Panon Suka melakukan latihan secara terbuka"
Maksudku, kadang-kadang juga dilihat oleh orang banyak
padukuan itu?"
"Tidak Kiai, aku berlatih seorang diri di halaman
belakang gubug guru, jarang orang yang datang ke
gubug guruku di lereng kaki Gunung Merbabu itu, hidup
guruku benar-benar tidak menarik perhatian, ia tiba-tiba
saja tinggal di tempat itu, hanya ayahku sajalah yang
banyak mengetahui tentang dirinya. Tetapi ayah tidak
banyak bercerita kepadaku tentang guruku itu"
Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk, ia melihat
rahasia yang tersembunyi di dalam perguruan anak muda
ini, meskipun ia yakin bukan rahasia yang buruk.
Demikianlah mereka berpacu terus meskipun tidak
begitu cepat menuju Lembah Payung di ujung Gunung
Sewu. Namun dalam pada itu di sepanjang jalan, Kiai
Rancangbandang masih tetap dipengaruhi oleh
gambaran-gambaran yang buram mengenai guru Panon
Suka, seseorang yang digambarkannya, hidup


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyendiri tetapi tidak terpisah dari pergaulan yang
sewajarnya, menenal setiap orang di padukuhannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dengan baik, bahkan seperti kadang sendiri, tetapi
orang-orang itu tidak banyak yang mengetahui tentang
dirinya, dan jarang sekali yang berkunjung kepadanya
karena hidupnya tidak menarik perhatian sama sekali"
Kiai Rancangbandang menarik nafas dalam-dalam,
terbayang seseorang yang hidup sederhana seperti
kebanyakan orang-orang miskin, tetapi yang memiliki
ilmu tiada taranya"
Apalagi kemudian ia mengetahui bahwa guru Panon
Suka itu adalah seorang yang cacat kaki dan geraknya
sangat dibatasi oleh cacatnya itu.
"Dalam keadaanya, bagaimana mungkin ia dapat
memebentuk seorang anak muda menjadi seorang yang
perkasa seperti angger Panon Suka ini?" pertanyaan itu
selalu membelit di hatinya, "Tentu orang itu benar-benar
bukan orang kebanyakan, meskipun ujudnya tidak lebih
sebagai seorang miskin yang hidup dalam gubug yang
didirikannya di lereng Gunung Merbabu"
Sementara itu, ketika mereka menjadi semakin dekat
dengan lembah Payung, Panonpun menjadi semakin
berdebar-debar, ia harus meninggalkan kudanya kepada
seseorang dan gurunya nanti akan mencari kuda itu dan
mempergunakannya.
"Apakah aku akan berterus terang kepada Kiai
Rancangbandang tanpa curiga?" ia bertanya kepada diri
sendiri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun akhirnya Panon tidak dapat berbuat lain, ketika mereka mendekati padukuhan kecil di lembah Payung, maka Panonpun berkata seperti yang dipesankan gurunya kepadanya.
"Ooo" berkata Kiai Rancangbandang "Senang sekali jika aku dapat bertemu dengan gurumu nanti"
Panon Suka menarik nafas dalam-dalam.
"Jika demikian, maka biarlah kita menitipkan kuda kita" berkata Kiai Rancangbandang selanjutnya.
"Kiai" berkata Panon Suka yang masih sangat muda dan belum banyak mengenyam hidup "Jika guruku mengetahui ada dua ekor kuda, maka mungkin guruku akan memutuskan untuk berbuat lain dari rencana semula, guruku sudah berpesan agar tidak ada orang lain yang mengetahui tugasku dan barangkali juga tentang istana kecil itu"
"Angger" berkata Kiai Rancangbandang "Gurumu adalah orang yang luar biasa, tetapi ia sudah terlalu lama terpisah dari pergaulan hidup orang-orang yang menganggap dirinya mempunyai kelebihan dari orang lain, ternyata bahwa rahasia istana kecil itu seolah-olah telah terbuka, sehingga justru karena itu telah mengundang banyak pihak yang mendatanginya, semula akupun tertarik pula untuk naik ke Gunung Sewu, tetapi kakang Ajar Respati memberi nasehat yang panjang kepadaku agar aku tidak terseret oleh ketamakan yang bodoh itu, karena itulah aku mengurungkan niatku untuk mendaki sekedar didorong oleh ketamakan dan nafsu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
jika sekarang aku pergi, agaknya telah didorong oleh
kepentingan yang lain, keteranganmu bahwa kau ingin
mencegah guncangan yang dapat timbul, sangat menarik
perhatianku, dan aku akan senang sekali jika aku dapat
membantumu"
"Aku berterima kasih Kiai, tetapi guru belum
mengetahui semua itu"
"Anakmas" berkata Kiai Rancangbandang "Bahwa
Gurumu akan menyusulmu tentu iapun mempunyai
perhitungan tertentu, tetapi sekali lagi, aku kagum
karenanya, semuanya itu tentu sekedar didorong oleh
firasatnya bahwa sesuatu telah terjadi, bukan karena
pendengarannya dari mulut orang lain, hanya orang yang
memiliki ketajaman batin yang mempunyai firasat yang
sejauh itu"
"Kiai terlampau memuji"
"Aku tidak memuji, tetapi aku benar-benar kagum" ia
berhenti senejak, lalu "Dengan demikian sudah
sepantasnya angger menunaikan tugas itu, sentuhan
dengan perguruan-perguruan yang lebih dahulu naik ke
puncak Gunung Sewu tidak akan banyak menghambat
perjalananmu, seandainya kau pergi sendiri"
Panon menarik nafas dalam-dalam, karena itulah
maka iapun tidak berniat untuk menunda keterangannya,
sebagaimana pesan gurunya tentang perjalanan yang
harus ditempuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk, katanya
"Benar-benar seorang yang rendah hati, aku akan ikut dengan caramu, agaknya memang menyenangkan sekali untuk memperlakukan diri kita sebagai orang yang tidak perlu mendapat perhatian orang-orang disekitarnya" Ia berhenti sejenak, lalu "Tetapi sekali lagi aku peringatkan, mungkin gurumu belum membayangkan apa yang sebenarnya ada di sekitar istana kecil itu, meskipun aku belum melihat sendiri, tetapi aku membayangkan bahwa setiap orang yang mendekatinya tentu akan dicurigai oleh setiap orang yang sudah ada di daerah itu terlebih dahulu, mungkin mereka yang berterus terang tentang diri mereka dan perguruan mereka, tetapi juga mereka yang menyamar seperti yang akan angger lakukan"
"Tetapi aku harus berhasil masuk istana itu dan bertemu dengan penghuninya jika masih ada" berkata Panon Suka.
"Kenapa?" bertanya Kiai Rancangbandang.
Panon termangu-mangu, tetapi kepercayaannya kepada Kiai Rancangbandang menjadi bertambah tebal, karena itu katanya "Aku membawa pertanda bahwa aku datang dengan maksud baik, tetapi guruku berpesan bahwa hanya penghuni yang sebenarnya dari istana itu sajalah yang dapat melihat pertanda itu"
Kiai Rancangbandang bergetar mendengar jawaban itu, tetapi ia tidak menampakkan perubahan wajahnya, bahkan dengan senyum ia berkata "Menarik sekali, tetapi apakah angger dapat mengatakan kepadaku, apakah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
penghuni itu akan dapat mengenal tanda yang angger
bawa?" "Menurut guru, mereka tentu akan mengenalnya Kiai"
Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk, betapa
hatinya bergejolak, tetapi wajahnya sama sekali tidak
menunjukkan tanda apapun juga, sehingga Panon sama
sekali tidak menduga, bahwa Kiai Rancangbandang
sedang mencoba menghubungkan peristiwa-peristiwa
yang pernah didengarnya.
Tetapi akhirnya Kiai Rancangbandang berkata di
dalam hatinya "Bagaimanapun juga, aku wajib
membantu anak ini untuk mencegah kekisruhan yang
semakin merata di daerah Demak yang baru tumbuh,
dengan demikian meskipun hanya seleret hitamnya kuku,
aku sudah ikut menegakkan kewibawaan pemerintahan
yang sedang berusaha untuk mewujudkan ketenangan
dan kedamaian di hati rakyatnya ini"
Demikianlah, dengan hati yang tulus, Kiai
Rancangbandang meneruskan perjalanannya di sisi
Panon, meskipun kadang-kadang tumbuh juga keragu-
raguan atas kebersihan tugas anak muda itu, namun ia
melihat kejujuran yang bening memancar dari tatapan
mata Panon. "Jika ada kecurangan yang terjadi atas anak muda ini,
tentu bukan karena hatinya yang licik, tetapi mudah-
mudahan gurunya benar-benar tidak sekedar
memanfaatkan kejujuran anak muda ini" berkata Kiai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Rancangbandang pada dirinya sendiri, namun ia tidak
henti-hentinya mencari hubungan antara peristiwa-
peristiwa yang pernah terjadi pada istana kecil itu
menurut pendengarannya.
Ketika mereka kemudian memasuki padukuhan kecil
itu, Kiai Rancangbandang berkata "Jika demikian
anakmas, baiklah kudamu sajalah yang kau titipkan di
padukuhan ini agar gurumu tidak menjadi curiga, aku
akan membawa kudaku mendaki terus dan
menitipkannya di padukuhan yang kita jumpai di
perjalanan nanti"
"Tetapi untuk sementara kita berpisah Kiai, agar
orang-orang yang menerima titipan kudaku tidak
menyebutkan kepada guru, bahwa aku datang berdua"
Kiai Rancangbandang tersenyum, katanya "Kau teliti
sekali angger, mudah-mudahan bukan sekedar
melepeskan diri dari padaku, karena angger segan
menolak aku ikut dalam perjalananmu"
"Ah, tentu tidak Kiai, tentu tidak"
"Baiklah, aku akan menunggumu diluar padukuhan
ini" Demikianlah maka merekapun segera berpisah, Kiai
Rancangbandang berkuda terus sampai keluar dari
padukuhan kecil di lembah Payung, sedangkan Panon
Suka, sesuai dengan pesan gurunya, iapun menitipkan
kudanya kepada seseorang dengan upah sekedarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Jangan lupa, berilah kuda itu makan, beberapa hari mendatang, seseorang yang cacat kaki akan mengambilnya" berkata Panon Suka kepada orang itu.
"Bagaimana ia tahu bahwa kau menitipkan kuda kepadaku?"
"Kami sudah berjanji sebelumnya"
"Ya, tetapi kau dan orang yang cacat kaki itu belum berjanji untuk menitipkan kepadaku, karena baik kau maupun orang yang cacat kaki itu belum aku kenal"
"Ia akan mencari dan bertanya kepada siapapun di padukuhan ini"
Orang itu mengangguk-angguk, padukuhan ini adalah padukuhan kecil, sehingga tidak akan banyak kesulitan untuk mencari seekor kuda diantara rumah-rumah yang tidak begitu banyak.
Dengan senang hati orang itu menerima uang dari Panon Suka sebagai upah pemeliharaan kudanya sebelum diambil gurunya.
Panon tidak berhenti di rumah itu meskipun penghuninya mempersilahkan.
"Aku tergesa-gesa" berkata Panon.
"Setiap orang tergesa-gesa naik ke atas Gunung Sewu" desis orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon mengerutkan keningnya, dengan ragu-ragu ia bertanya "Apakah banyak orang yang naik ke Gunung Sewu?"
"Tidak, aku hanya melihat dua orang, tetapi nampaknya, merekapun tergesa-gesa"
"Ia singgah ke rumah ini juga?"
Orang itu menggeleng "Tidak, mereka hanya lewat"
Panon mengangguk-angguk, tetapi dengan demikian ia menjadi semakin yakin, bahwa yang dikatakan oleh Kiai Rancangbandang adalah benar, sehingga terbayang olehnya, bahwa di sekita istana kecil itu, telah berkumpul orang dari perguruan yang berbeda-beda.
"Terima kasih, aku minta diri" kata Panon kemudian Seperti yang sudah dijanjikan, maka Kiai Rancangbandang telah menunggunya di luar padukuhan, merekapun kemudian bersama-sama melanjutkan perjalanan yang mulai mendaki naik pegunungan Sewu.
Seperti yang mereka rencanakan, agar kedatangan mereka di Karangmaja tidak menarik perhatian, maka Kiai Rancangbandangpun menitipkan kudanya pula, mereka meneruskan perjalanan seperti dua orang pengembara yang miskin.
"Aku tidak berfikir untuk melakukan perjalanan seperti ini" gumam Kiai Rancangbandang sambil tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Akupun tidak Kiai" Sahut Panon "Tetapi guru menhendaki.
"Aku dapat mengerti maksudnya, agaknya cara ini adalah cara yang paling baik, meskipun tidak akan banyak gunanya, agaknya telah banyak orang yang mendahului kita dengan cara yang aneh-aneh"
Panon Suka mengangguk-angguk, agaknya benar kata Kiai Rancangbandang bahwa gurunya kurang mengenal keadaan Karangmaja pada saat terakhir, saat-saat orang yang menyebut dirinya orang-orang sakti mulai mengenal rahasia yang tersembunyi di istana itu.
"Siapakah yang telah membuka rahasia itu?" bertanya Panon Suka kepada dirinya sendiri "Dan apakah guru telah mendengarnya pula?"
Tetapi Panon menggelengkan kepalanya untuk mengusir pertanyaan-pertanyaan itu, ia sadar bahwa teka-teki itu tidak akan dapat segera terjawab.
"Yang penting aku menjalankan saja perintah guru"
katanya di dalam hatinya "Itu adalah kewajibanku"
Disepanjang perjalanan naik ke atas Bukit Seribu tidak banyak lagi yang mereka perbincangkan, sekali-sekali Kiai Rancangbandang memberikan beberapa petunjuk tentang daerah yang pernah mereka lalui, memeberitahukan beberapa nama padukuhan kecil yang terselip diantara hutan-hutan perdu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah penghuni padukuhan itu tidak pernah berpikir untuk untuk mencari daerah baru yang lebih baik Kiai" bertanya Panon.
"Mereka justru sedang mulai membuka daerah baru"
jawab Kiai Rancangbandang.
"Kenapa didaerah pegunungan seperti ini", kenapa mereka tidak saja turun ke daerah ngarai?"
"Keluarga mereka, orang tua mereka dan kakek serta nenek mereka adalah cikal bakal daerah sekitar jalur jalan ini, dengan demikian, maka merekapun telah membuka daerah baru yang tidak begitu jauh dari sanak kadang mereka"
Panon Suka mengangguk-angguk, ia mulai
membayangkan daerah dan padukuhannya sendiri, juga di lereng seperti yang sedang ditempuhnya itu, tetapi di lereng Gunung Merbabu.
"Daerah lereng Gunung Merbabu nampaknya lebih subur" desisnya di luar sadarnya.
Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk, katanya
"Tanah di lereng Gunung berapi, meskipun sudah jauh susut dan bahkan padam, memang manjadi jauh lebih subur dari pegunungan batu dan tanah liat seperti daerah ini, tetapi dimusim hujan itupun menjadi hijau karena air hujan.
Panon mengangguk-angguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi ada daerah yang hampir tidak ditumbuhi pepohnan sama sekali, di sekitar bukit Paran dan Bukit Seruni nampaknya seperti sebuah padang kering, tetapi ada beberapa puncak bukit gundul yang sudah menjadi hijau, disekitar daerah Karangmaja bukit gundul itu menjadi hutan yang nampak indah sekali"
"Kenapa harus dibuat hutan buatan, bukankah daerah itu merupakan daerah yang dipenuhi oleh hutan yang sebenarnya?"
"Di lembah dan dataran berair, tetapi tidak di puncak-puncak bukit, beberapa tahun yang lampau, seroang pangeran yang terdesak dari Majapahit telah tinggal di daerah Karangmaja, ia membuat istana kecil yang sekarang menjadi pusat perhatian banyak orang itu, ialah yang mencoba menghijaukan puncak-puncak bukit gundul itu, dan agaknya ia berhasil, selain daerah itu menjadi hijau, ia sudah mengurangi arus air hujan yang membanjir ke lembah-lembah di bawahnya, yang kadang-kadang merusakkan hutan yang ada di lembah itu",
Panon mengangguk-angguk, tetapi ia tidak begitu memahami keterangan Kiai Rancangbandang, di padukuhannya pepohonan tumbuh di lereng gunung dengan subur dan lebatnya, tidak usah dengan menghijaukannya seperti bukit-bukit gundul di daerah Gunung Sewu ini, sehingga padukuhannya terletak di lingkungan hutan yang lebat di lereng Gunung Merbabu.
Tetapi Panon Suka tidak mengatakannya, ia berdiam diri sambil mengamati keadaan di sekelilingnya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
nampak semakin pudar sejalan dengan surutnya
matahari diujung barat.
"Kita tidak akan sampai ke padukuhan itu hari ini
juga" berkata Kiai Rancangbandang "Kita harus
bermalam di perjalanan".
Panon Suka mengangguk-angguk, diamatinya daerah
yang luas dan berbukit-bukit, lereng yang curam dan
lembah yang dalam, dikejauhan nampak puncak-puncak
yang gundul penuh dengan batu-batu yang berwarna
keputih-putihan.
Tetapi semuanya sudah menjadi buram.
"Dimana kita harus bermalam Kiai, di dalam goa-goa
yang dangkal atau di pepohonan?"
Kiai Rancangbandang mengerutkan dahinya, lalu "Kita
akan bermalam di pinggir saluran air di lembah itu"
Panon mengerutkan keninngya, lembah itu cukup
dalam, dasarnya nampak seolah-olah kehitaman.
"Kita memerlukan air, sekarang dan juga besok pagi"
Keduanya kemudian menuruni tebing yang curam,
meskipun cukup sulit, keduanya mempunyai ketrampilan
yang memungkinkan mereka dapat turun dengan
selamat. Di lembah iu mengalir sebatang sungai yang
meskipun kecil, tetapi memberikan arti yang banyak bagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
keduanya yang baru saja menempuh perjalanan, betapa
segarnya tubuh mereka, ketika mereka kemudian mandi
di air yang bening, bahkan mereka dapat meneguk untuk
menghilangkan rasa haus yang serasa membakar
tenggorokan. "Kita dapat tidur nyenyak disini" berkata Kiai
Rancangbandang "Tidak ada orang yang akan mengusik
kita kecuali harimua yang kebetulan saja hendak minum
di tempat ini, tetapi sungai ini cukup panjang, sehingga
kemungkinan harimau itu datang kemaripun kecil sekali,
karena mereke dapat minum di daerah udik atau
sebaliknya?"
"Ya Kiai" jawab Panon Suka, tetapi iapun kemudian
mengerutkan keningnya, ketika Kiai Rancangbandang
meneruskan "Meskipun demikian kita harus tetap
berhati-hati, kita akan tidur bergantian agar kita benar-
benar dapat tidur dengan tenang"
Panon mengangguk-angguk, ia sadar bahwa orang-
orang tua biasanya lebih berhati-hati, apalagi di tempat
yang kurang dikenal seperti lembah yang curam itu.
Setelah mereka mendapatkan tempat yang baik diatas
batu-batu yang besar, maka mulailah mereka
beristirahat, Panon Suka harus berjaga-jaga pada
separuh malam yang terdahulu, baru setelah tengah
malam, ia akan tidur dan membangunkan Kiai
Rancangbandang.
Sejenak kemudian, ketika lembah itu menjadi hitam
kelam oleh malam yang turun di lereng itu, Kiai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Rancangbandang sudah mendengkur, seolah-olah tidak
ada persoalan apapun yang dipikirkannya, demikian ia
berbaring, demikian ia tertidur.
Panon Suka hanya dapat menarik nafas dalam-dalam,
ia sendiri digelisahkan oleh tugasnya dan kenyataan
bahwa di atas pegunungan Sewu telah berkumpul
beberapa orang yang mempunyai maksud yang sama,
datang ke istana kecil itu.
Namun agaknya udara yang dingin dan angin yang
basah membuat perasaannya menjadi ngelangut.
Tetapi Panon Suka bertahan sempai tengah malam,
ketika bintang gubuk Penceng tegak diatas diujung
selatan bumi, barulah ia mendekati Kiai
Rancangbandang.
Ternyata Panon tidak usah membangunkannya,
kerena Kiai Rancangbandang sudah bangkit sambil
menguap. "Aku tidur nenyak sekali, mudah-mudahan kaupun
dapat tidur nyenyak ngger"
Panon mengangguk, dan iapun kemudian
merebahkan tubuhnya diatas sebuah batu, betapapun
perasaannya diganggu oleh kegelisahan dan kadang-
kadang kecurigaan, namun iapun akhirnya jatuh tertidur


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula. Panon tidak tahu, betapa nyenyaknya ia tertidur,
ketika ia bangun, maka ia melihat sebuah perapian kecil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dipinggir sungai, Kiai Rancangbandang duduk sambil
memeluk lututnya, kain panjangnya diselubungkannya
pada pundaknya.
Panon mengerutkan keningnya ketika ia melihat
sesuatu di tangan Kiai Rancangbandang, sesuatu yang
dipanggangnya diatas perapian kecil itu.
Perlahan-lahan Panon bangkit dan mencoba
mengamat-amatinya, namun agaknya Kiai
Rancangbandang sudah melihatnya terbangun berkata
"Aku mendapat seekor pelus yang naik ke pasir, cukup
untuk makan pagi kita berdua"
Panon menarik nafas dalam-dalam, ternyata Kiai
Rancangbandang sedang memanggang sepotong daging
pelus yang besar, yang tentu agak sulit untuk
menangkapnya, karena kulit pelus yang sangat licin.
Perlahan-lahan Panon mendekatinya, sambil
tersenyum ia berkata "Kiai pandai menangkap pelus"
"Sejak kanak-kanak aku hidup di pinggir sungai,
padepokankupun terletak tidak jauh dari kali opak, aku
memang seorang yang ahli mencari ikan sungai"
Panon mengangguk-angguk.
"Cucilah mukamu, dan marilah kita makan pagi
sebelum kita meneruskan perjalanan mendaki bukit"
Panonpun pergi ke sungai untuk mencuci mukanya,
nampaknya di sungai itu memang banyak terdapat ikan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
karena nampaknya jarang orang yang menangkap
sampai ke tempat yang membelah lembah yang curam
itu. Sejenak kemudian, setelah makan pagi, maka
merekapun segera brsiap-siap, langir masih nampak
gelap, tetapi semburat merah sudah mulai membayang.
"Sebentar lagi fafar akan menyingsing, dan kita akan
meneruskan perjalanan ssebagai dua orang pengembara"
kata Panon perlahan.
"Apakah pakaian kita terlampau baik bagi seorang
pengembara?" bertanya Kiai Rancangbandang.
Panon mengamati-amati bajunya, namun kemudian ia
menggeleng "Mungkin tidak, tetapi bagaimana dengan
keris yang Kiai bawa itu?"
Kiai Rancangbandang mengerutkan keningnya,
namun kemudian iapun berkata "Aku akan
menyimpannya di bawah bajuku, diatas Gunung Sewu
dalam keadaan ini, kita masing-masing memang harus
bersenjata"
Panon mengangguk-angguk.
"Agaknya senjatamu agak lain dengan senjata pada
umumnya" berkata Kiai Rancangbandang.
Panon meraba ikat pinggangnya, terasa tangannya
menyentuh tangkai pisau belatinya yang berderet di ikat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
pingganngya, meskipun pisau itu hanyalah pisau kecil
yang dibuat oleh pandai besi di padesannya.
Sejenak kemudian, ketika langit menjadi semakin
cerah, mereka segera memanjat tebing, menerobos
pepohonan perdu yang tumbuh di lereng yang curam itu.
Ketika Panon Suka sampai keatas, maka iapun
menggeliat sambil menghirup udara pagi yang segar,
seolah-olah ia baru saja keluar dari sebuah ruangan yang
gelap dan pengap.
Maka sejenak kemudian keduanyapun melanjutkan
perjalanan mereka menuju padukuhan Karangmaja,
namun perjalanan mereka kemudian adalah perjalanan
yang sudah mulai menyentuh daerah yang berbahaya
bagi mereka. "Sudah dekat" berkata Kiai Rancangbandang "Nah,
apakah kau akan memanggilku dengan namaku",
mungkin satu atau dua orang yang ada di daerah ini,
pernah mendengar namaku, jika diantara mereka ada
yang pernah turun ke daerah tepian Kali Opak di ujung
Gunung Baka"
Panon Suka mengerutkan keningnya, gumamnya
"Bagaimanakah sebaiknya Kiai?"
Kiai Rancangbandang termenung sejenak, kemudian
katanya "Panggil aku Mina, Ki Mina"
Panon mengangguk-angguk, katanya "Kiai
menginggatkan aku akan keahlian Kiai menangkap ikan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Menangkap Mina" kata Kiai Rancangbandang "Nah,
mulailah panggil aku Ki Mina"
Dengan demikian maka di sepanjang jalan, Panon
memanggil kawan seiringnya dengan nama samarannya,
Ki Mina. Dan dalam hubungan mereka, Panon
menyebutnya sebagai pamannya.
Matahari yang telah sampai ke puncak langitpun
segera miring ke barat, sementara dua orang
pengembara itu masih tetap berjalan di atas pegunungan
berbatuan padas.
Semakin dekat mereka dengan padukuhan
Karangmaja, merekapun menjadi semakin berhati-hati,
meskipun mereka masih belum melihat sesuatu yang
dapat menghambat perjalanan mereka.
Dalam pada itu, padukuhan Karangmaja nampaknya
masih di selubungi oleh kehidupan sewajarnya, dua
orang yang berada di banjar, masih tetap mendapat
rangsum makan dan minum. Kidang Alit masih juga
selalu pergi ke sungai dan mengganggu gadis-gadis
mandi, tetapi bahwa gadis-gadis itu kadang-kadang
justru menunggunya.
Beberapa orang yang berada di daerah Karangmaja,
nampaknya masih belum menumbuhkan gangguan yang
dapat menyulitkan kehidupan penghuninya, selain
kegelisahan perasaan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun ternyata bahwa Karangmaja sebenarnya sedang dibayangi oleh sekelompok orang-orang dari perguruan Guntur Geni yang dipimpin langsung oleh orang yang terpercaya, Kiai Paran Sanggit.
Tetapi agaknya Kiai Paran Sanggit tidak langsuing mendekati istana kecil itu, ia masih mempunyai banyak pertimbangan bahwa ternyata Karangmaja terdapat banyak orang yang mempunyai kepentingan yang sama dam memiliki ilmu yang harus dipertimbangkan.
Meskipun demikian, sekali-kali Kiai Paran Sanggit berusaha untuk dapat mendengar berita tentang Karangmaja, karena itulah maka, kadang-kadang ia mengirimkan orangnya untuk pergi ke tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang.
"Orang-orang Karangmaja sering menukarkan barangnya ke padukuhan lain" berkata Kiai Parang Sanggit "Dan kadang-kadang mereka menjual ternaknya di pasar yang meskipun agak jauh tetapi memberikan banyak kesempatan untuk mendapatkan barang-barang yang mereka butuhkan. Tidak banyak orang Karangmaja yang menenun pakaian, tetapi orang-orang Karangmaja banyak membuat barang-barang dari besi untuk alat-alat pertanian, bahkan agak lebih baik dari padukuhan yang lain. Karena orang-orang Karangmaja mendapat beberapa petunjuk dari Pangeran Kuda Narpada, karena itu, usahakan untuk dapat mendengar tentang Karangmaja, tetapi di Karangmaja agar tidak dicurigai dan langsung berbenturan dengan orang-orang dari Cengkir Pitu dan Kumbang Kuning"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dua orang dari Guntur Geni itu dengan
mempergunakan pakaian petani biasa, agar tidak menimbulkan kecurigaan, pergi ke pasar di padukuan yang sering dikunjungi bukan saja oleh orang-orang Karangmaja, tetapi oleh padukuhan lain di sekitarnya, sehingga dengan demikian maka kehadiran orang baru tidak banyak menarik perhatian.
Bab 16 Namun pesan Kiai Paran Sanggit kepada anak buahnya adalah, bahwa mereka tidak boleh sama sekali mengganggu orang-orang Karangmaja agar tidak menmbulkan persooalan-persoalan yang dapat mengganggu usaha mereka yang lebih besar dan yang terpenting di istana yang terpencil itu.
Di tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang, bahkan dari beberapa padukuhan, Karangmaja memang menarik perhatian dan banyak dibicarakan justru karena perkembangan keadaannya yang terakhir, beberapa orang menjadi saling bertanya-tanya, apalagi jika mereka bertemu langsung dengan orang-orang Karangmaja di pasar atau di tempat lain, mereka selalu bertanya, apa yang telah terjadi di padukuhan itu.
"Nampaknya kami dapat hidup seolah-olah seperti biasa" berkata salah seorang dari Karangmaja yang berada di pasar yang ramai, pusat pertemuan orang-orang dari beberapa padukuhan "Tetapi sebenarnyalah bahwa kami selalu dibayangi oleh perasaan cemas tentang hari depan padukuhan kami"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah orang-orang yang datang ke padukuhanmu
tidak saling mengganggu, atau menganggu penghuni
padukuhan?"
"Sampai sekarang mereka tidak berbuat begitu, selain
dua orang yang mereka lukai karena sebab yang tidak
begitu jelas, tetapi keduanya telah disembuhkan oleh
seorang pendatang yang masih muda yang bernama
Kidang Alit"
"Untunglah ada seorang anak muda yang bernama
Kidang Alit itu"
"Uh, tetapi iapun mencemaskan kami orang-orang
tua, terutama yang mempunyai anak gadis"
"Kenapa?"
"Ia adalah seorang anak muda yang sering memburu
gadis-gadis cantik di padukuhan kami, celakanya, gadis-
gadis kami juga senang sekali bergaul dengan anak
muda yang tampan dan ramah itu"
"Kalian masih terlampau kaku menghadapi pergaulan
anak muda"
"Mula-mula tidak, tetapi ketika sudah ada dua orang
gadis yang mengandung, karenanya kami menjadi
gelisah" "O".." orang-orang yang mendengar percakapan itu
mengangguk-angguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Padukuhan kami memang sedang suram"
Kawan-kawannya dari padukuhan lain hanya dapat
berkata "Kasihan, istana itu pada suatu saat
mendatangkan kegembiraan, bagi Karangmaja, tetapi
disaat yang lain mendatangkan kegelisahan dan bahkan
mungkin bencana".
Demikianlah pembicaraan mereka berkepanjangan,
sampai suatu saat orang-orang Karangmaja bercerita
tentang tiga orang yang kasar, yang berada di Banjar,
dua diantara mereka terbunuh di istana kecil itu, tetapi
kemudian datang lagi kawan-kawan mereka dan tinggal
di banjar pula. Meskipun hanya dua orang tetapi
akibatnya hampir sama. Makan, minum dan bahkan
permintaan-permintaan yang memberatkan kami.
Orang-orang Karangmaja itu sama sekali tidak
menyadari, bahwa pembicaraan mereka didengar oleh
dua orang yang berdiri saja di dekat mereka, nampaknya
kedua orang itu sama sekali tidak memperhatkan
pembicaraan itu, tetapi hampir setiap kata selalu
diingatnya, terutama, ceritera tentang dua orang baru
yang ada di banjar.
"Gila" desis salah satu seorang dari kedua orang
Guntur Geni yang dengan seksama mendengarkan
ceritera itu, "Siapakah yang telah berani mengaku orang-
orang dari Guntur Geni?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Mereka sama sekali tidak menyebutkan perguruan Guntur Geni, tetapi dua orang yang kasar, yang mirip sifat dan sikapnya dengan tiga orang yang terdahulu"
"Apakah orang-orang Guntur Geni kasar dan rakus?"
Kawannya mengerutkan keningnya, ternyata ia mencoba untuk menilai kawan-kawannya, kemudian berkata "Agaknya memang demikian, sebutkan seorang diantara kita yang tidak bersikap kasar, Kiai Paran Sanggit barangkali" "
"Ia adakah orang yang paling kasar diantara kita"
"Nah, jika demikian, benarlah bahwa orang-orang Guntur Geni adalah orang-orang yang kasar"
"Tetapi tidak semua orang kasar dan liar adalah orang-orang Guntur Geni"
"Kau benar, tetapi hal ini merupakan persoalan bagi kami, kebencian dan dendam orang-orang Karangmaja kepada kedua orang itu akan ditumpahkan kepada orang-orang Guntur Geni, Kiai Paran Sanggit sudah berpesan agar kita tidak berbuat apa-apa, dan melukai hati orang-orang Karangmaja, bahwa diantara kami telah mengorbankan seorang anak muda Karangmaja untuk menunjukkan kemampuan dan kekasarannya, itu sudah cukup, tetapi salah seorang dari kedua orang yang sekarang berada di banjar itu telah melakukan perbuatan serupa"
"Kita harus melaporkannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kedua orang itu masih berusaha mendengarkan
beberapa keterangan tentang Karangmaja, tetapi tidak
banyak yang mereka dengar lagi, karena hari menjadi
siang, dan pasar itupun menjadi semakin sepi.
"Kita akan kembali" desis salah seorang dari
keduanya. Kawannya mengangguk-angguk, tetapi matanya
tersangkut pada seorang perempuan yang sedang
menjual daun pisang di dalam bakulnya.
"Ingat, jangan membuat persoalan disini" desis
kawannya. Yang lain tersenyum, katanya "Baiklah, akupun tidak
berbuat apa-apa, aku hanya sekedar memandang
kecantikannya yang lugu itu saja"
"Setan alas, kau benar-benar hantu bagi perempuan"
"Kau sendiri bagaimana?"
"Tentu tidak"
"Tetapi isterimu berjumlah tiga orang, sementara kau
masih saja bertualang seperti sekarang"
"Mereka hanya memerlukan aku, bukan nafkah,
kerena mereka sudah dapat mencari makan sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Keduanya tidak berbicara lagi, yang seorang menarik tangan yang lain sambil bergumam "Kita menghadap Kiai Paran Sanggit"
Demikianlah keduanyapun kemudian meninggalkan pasar yang sudah mulai sepi itu, dengan gelisah mereka mencoba menebak siapakah yang berada di banjar padukuhan Karangmaja itu, yang dianggap oleh sebagian dari orang-orang Karangmaja sebagai kawan tiga orang yang terdahulu.
Dalam pada saat itu, bukan orang-orang Guntur Geni itu sajalah yang mendengarkan ceritera tentang Karangmaja, di dalam pasar itu, selain orang-orang Guntur Geni itu, dua orang lainnya telah mendengarkan ceritera-ceritera semacam itu dengan seksama.
"Nah, kau dengar" desis yang tua kepada yang muda.
Yang muda mengangguk-angguk, katanya "Ya, Ki Mina, aku mendengar"
"Masih banyak yang dapat kita dengar di dalam hubungan semacam ini, ada baiknya kita langsung berhubungan dengan orang-orang Karangmaja" jawab Ki Mina.
Panon Suka ragu-ragu sejenak, lalu "Apakah hal itu tidak akan dapat menimbulkan kecurigaan mereka?"
"Mungkin, tetapi kita harus berusaha dengan sangat berhati-hati"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi pasar itu telah menjadi sepi"
"Mungkin di warung-warung kita masih dapat bertemu dengan mereka"
Tetapi memang sulit untuk membedakan, yang manakah orang Karangmaja dan dan manakah yang datang dari padukuhan lain, namun dengan menunggu dan mendengarkan pembicaraan mereka beberapa saat, maka Kiai Rancangbandang yang disebut Ki Mina itupun segera mengetahuim bahwa salah seorang dari mereka yang sedang berada di sebuah warung itu adalah orang Karangmaja.
"Kau dengan percakapan itu" bisik Kiai
Rancangbandang yang masih berdiri di muka sebuah warung.
Panon mengangguk-angguk.
"Marilah kita masuk, mumpung tidak ada terlalu banyak orang yang ada di dalamnya"
Keduanyapun segera memasuki warung itu dan duduk di dekat orang Karangmaja yang sedang makan dengan lahapnya setelah ia menghabiskan dagangannya.
"Maaf Ki Sanak" kata Ki Mina.
"Silahkan" sahut orang Karangmaja itu.
Sejenak Ki Mina dan Panon Sukapun minta disediakan dua mangkuk minuman panas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Untuk beberapa saat mereka masih dapat mendengar,
seseorang yang berbicara dengan orang Karangmaja itu.
Sekali-sekali diselingi gelak tertawa jika orang
Karangmaja itu disela-sela kesibukannya mengunyah
makanannya berceriera tentang padukuhannya dengan
cara yang lucu.
Ternyata Kiai Rancangbandang dan Panon Suka tidak
perlu bertanya lagi kepadanya, karena orang itu telah
berceritera pula tentang istana kecil itu.
"Jadi ada seorang Pangeran yang lain yang tinggal
disana?" "Aku tidak tahu apakah ia Pangeran atau bukan,
tetapi ia adalah keluarga dari Pangeran Kuda Narpada"
Orang yang bertanya itu mengangguk-angguk, tetapi
keinginan yang mendesak agaknya tidak tertahan lagi,
sehingga Kiai Rancangbandang menyela "Siapakah nama
bangsawan itu Ki Sanak?"
Orang Karangmaja itu berpaling, ditatapnya Kiai
Rancangbandang yang kemudian menunduk sambil
menghirup minuman panasnya.
"Kuda Rupaka" jawab orang Karangmaja itu
kemudian, "Ialah yang sudah membunuh dua orang
penjahat yang barangkali akan merampok rumah
Pangeran Kuda Narpada yang sebenarnya sudah kosong
itu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kosong?" Panon Suka bertanya.


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, yang tinggal hanyalah perabot-perabot rumah tangga yang besar-besar, namun tidak cukup berharga.
Selama ini isi istana itu harus makan, karena itu kadang-kadang mereka terpaksa menjual sesuatu meskipun orang-orang Karangmaja sering juga datang membantu dengan bahan-bahan mentah. Tetapi Raden Ayu Kuda Narpada tidak mau terlalu banyak merepotkan orang-orang Karangmaja yang kekurangan"
"Jadi siapakah yang sudah dibunuh oleh bangasawan itu?"
"Tidak banyak yang kami ketahui" jawab orang itu
"menurut Ki Buyut, orang-orang itu disebutnya berasal dari perguruan Guntur Geni"
Kiai Rancangbandang menarik nafas dalam-dalam, benar-benar perguruan Guntur Geni telah berada di bukit itu. Dan bahkan seperti yang didengarnya, ada beberapa pihak telah saling berbenturan, apa lagi di dalam istana kecil itu telah tinggal seorang bangsawan yang bernama Kuda Rupaka.
"Apakah bangsawan itu bermaksud baik atau sebaliknya?" bertanya Kiai Rancangbandang di dalam hatinya.
Tetapi ia tidak bertanya apapun lagi, dihirupnya minumannya dan dikunyahnya beberapa potong makanan, agaknya Panonpun telah merasa cukup, bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
saja perutnya terlah terisi, tetapi keterangan yang
didengarnya telah cukup banyak.
Demikianlah ketika orang Karangmaja itu
meninggalkan warung itu, maka Kiai Rancangbandang
dan panon Sukapun membayar harga mekanan mereka
dan keluar pula dari warung. Diluar Ki Rancangbandang
masih sempat bertanya, dagangan apakah yang dibawa
oleh orang Karangmaja itu.
"Kau tahu bahwa aku berjualan disini dan kalian tidak
berbelanja" bertanya orang Karangmaja itu.
"Kau tidak membawa apa-apa Ki Sanak"
Orang itu tertawa, agaknya ia memang senang
berkelakar, jawabnya kemudian "Aku menjual barang-
barang dan alat-alat dari besi, aku adalah pandai besi,
bukan saja pandai besi, tetapi aku juga dapat membuat
senjata yang baik, ayahku seorang mpu keris yang
ternama di Karangmaja, dan akupun sedang mempelajari
dengan tekun"
"Bagus sekali" jawab Kiai Rancangbandang
"Barangkali keris yang kau pakai itu juga buatan
ayahmu?" "Ya, lihat" katanya sambil menghunus kerisnya.
"O" desis Kiai Rancangbandang "Bagus sekali"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dengan bangga orang itupun kemudian pergi meninggalkan Kiai Rancangbandang yang tersenyum
"Tidak lebih baik dari sebuah pisau dapur"
Panon mengerutkan keningnya, diluar sadarnya iapun bergumam "Tidak banyak bedanya dengan pisau-pisau belatiku, Paman"
Kiai Rancangbandang tersenyum, katanya "Memang tidak banyak bedanya, pisau-pisau yang dibuat oleh pandai besi yang tidak banyak mengetahui tentang wesi aji, tetapi baik pisau-pisau belatimu yang berjumlah cukup banyak itu maupun keris yang tidak lebih baik dari pisau dapur itum ditanganmu akan menjadi senjata yang barangkali lebih baik dari pusaka yang manapun juga"
"Ah, Paman selalu memuji seperti Ki Ajar Respati"
Kiai Rancangbandang tertawa, dipandanginya orang Karangmaja yang sudah menjadi semakin jauh.
"Nah, kita sekarang sudah mendapat gambaran yang agak jelas tentang Karangmaja, sebuah padukuhan yang nampaknya masih tetap tenang, tetapi yang sebenarnya diliputi oleh kemelutnya api yang membara didalam sekam, setiap saat akan dapat menjilat keudara dan membakar padukuhan itu menjadi hangus"
"Untunglah aku datang ke padukuhan ini dengan Kiai"
berkata Panon "Jika aku pergi sendiri, mungkin aku akan menjumpai banyak kesulitan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kau akan mengatasinya meskipun mungkin
memerlukan waktu yang agak lama"
"Guru tidak banyak memberikan petunjuk tentang kemungkinan-kemungkinan yang ternyata telah terjadi di atas Gunung Sewu"
"Bukan salah gurumu, karena gurumu tidak dapat bergerak dengan bebas karena keadaan jasmaniahnya, maka ia tidak banyak mengetahui dan mendengar tentang padukuhan di atas Gunung Sewu ini"
Panon Suka mengangguk-angguk, kemudian katanya
"Jadi bagaimana sebaiknya paman, apakah kita langsung masuk ke istana itu atau kita menunggu kesempatan yang paling baik?"
"Angger" berkata Kiai Rancangbandang "Kita tidak tahu, apakah benar para bangsawan yang ada di istana itu dapat dipercaya, dalam keadaan seperti sekarang ini, kita memang wajib bercuriga terhadap siapapun juga, juga kepada keluarga sendiri, karena ia hadir justru setelah Pangeran Kuda Narpapda tidak ada di istana itu"
"Tetapi bagaimana mungkin kita dapat masuk ke dalam istana itu tanpa diketahui oleh kedua bangsawan yang ada di dalamnya?"
"Kita akan mencari jalan, tentu kedua bangsawan itu tidak akan berada di istana itu siang dan malam, pada suatu saat mereka sekali-sekali akan keluar, entah untuk keperluan apa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi jika demikian, seandainya mereka benar-benar mempunyai pamrih, apakah selama itu tidak akan terjadi sesuatu?"
Kiai Rancangbandang menarik nafas dalam-dalam, ia mengetahui dari pembicaraan-pembicaraan yang didengar di pasar tentang kemampuan bangsawan itu, yang dapat mengetahui keadaan seseorang yang sedang terluka dengan rabaan jarinya, dan bahwa ia telah membunuh orang yang memasuki istana itu dengan maksud jahat.
Maka itu maka dengan ragu-ragu Kiai
Rancangbandangpun berkata "Kita harus berhati-hati sekali, meskipun kita datang dengan wajah pengemis sekalipun, kita akan tetap dicurigai"
"Jadi?"
"Kita harus benar-benar menyiapkan diri menghadap segala kemungkinan, agaknya kita tidak akan terlepas sama sekali dari suatu tindakan kekerasan menghadapi keadaan di sekitar istana kecil itu"
"Panon mengangguk-angguk, katanya "Agaknya gurupun mempertimbangkan pula, jika tidak, maka guru tentu tidak perlu memberikan bekal ilmu kanuragan kepadaku"
Kiai Rancangbandang mengangguk-angguk, lalu
"Karena itu, jangan terlampau mengalah menghadapi setiap persoalan sebelum kita terlambat mengambil sikap, kau agaknya terlampau sabar menghadapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
keadaan, agaknya sikap itu baik sekali kau trapkan pada
saat-saat lain, kecuali menghadapi keadaan seperti di
atas Gunung Sewu itu"
Panon mengangguk-angguk pula, ia menyadari
keadaan yang sedang dihadapinya, agaknya memang
bukan sekedar memelihara perasaan dan sikap yang
lemah lembut. "Angger, jika kau sudah bersiap, marilah kita
mendekat, apapun yang akan kita hadapi, kita sudah
mempertimbangkan kemungkinannya"
"Paman" berkata Panon Suka "Agaknya keadaan
diatas Gunung Sewu itu benar-benar gawat, aku tidak
berpikir tentang Paman, aku berterima kasih sekali atas
semua kebaikan hati paman, tetapi jika kebaikan hati itu
harus dilengkapi dengan kemungkinan yang pahit bagi
keselamatan paman, maka agaknya itu sudah terlampau
banyak, apakah aku dapat menerima kebaikan hati yang
berlebih-lebihan itu?"
Kiai Rancangbandang tertawa katanya "Kau benar-
benar seorang anak muda yang dewasa, kau memiliki
daya pikir yang kuat dan mendasar" ia berhenti sejenak,
lalu "Anakmas, aku mengerti perasaanmu, tetapi baiklah
kau singkirkan saja sejauh-jauhnya, aku sudah dengan
sengaja mengikutimu sampai ke daerah Karangmaja,
,aku pergi dengan penuh kesadaran atas segala
akibatnya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon menarik nafas dalam-dalam, katanya "Terima kasih Paman, agaknya tidak ada jalan yang dapat aku tempuh untuk membalas kebaikan hati Paman ini"
"Jangan kau pikirkan, dengan demikian kau akan menambah beban perasaanmu saja, marilah kita mulai dengan kerja yang bagimu sangat penting, juga buat masa depan Demak yang baru tumbuh"
Panon tidak menjawab, terasa sesuatu menyesak dadanya, namun kemudian iapun menggerakkan giginya, seolah-olah memantapkan tekadnya untuk melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya, bahkan sampai kemungkinan yang paling buruk sekalipun bagi hidupnya.
Karena itulah, maka mereka berduapun dengan hati-hati berusaha mendekati padukuhan Karangmaja yang meskipun nampaknya masih tetap tenang, tetapi agaknya bagaikan bisul yang sudah masak untuk pecah Berbagai pihak yang ada di sekitar Karangmaja telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, semua mata seolah-olah setiap saat tertuju kepada istana kecil yang terpencil itu. Istana yang sudah suram setelah ditinggalkan oleh Raden Kuda Narpada.
*** Sementara itu, Raden Kuda Rupaka yang berada di istana kecil itupun menjadi gelisah pula, ia mengetahui dengan pasti, bahwa di sekitar istana itu tentu telah bersiap beberapa pihak yang dapat membahayakan
istana kecil itu bersama penghuninya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Karena itulah, maka iapun selalu memperingatkan
Inten Prawesti agar ia tidak keluar dari istana tanpa
pengawasannya, karena ternyata anak muda yang
bernama Kidang Alit itu memiliki berbagai macam cara
untuk menjeratnya, mungkin karena sentuhan
perasaannya sebagai seorang laki-laki terhadap seorang
gadis, tetapi mungkin pula karena maksud-maksud
tertentu yang tersembunyi.
"Angger Kuda Rupaka" bertanya Raden Ayu Kuda
Narpada ketika kegelisahan yang sangat telah
menyentuh hatinya "Rasa-rasanya rumah ini telah dikitari
oleh bayangan yang buram, bahkan telah terjadi
malapetaka yang untung masih dapat diatasi olehmu,
apakah panasnya api yang mengelilingi dinding halaman
ini?" Kuda Rupaka termangu-mangu sejenak, sekilas
ditatapnya wajah Panji Sura Wilaga, namun kemudian
iapun menggelengkan kepalanya sambil menjawab "Aku
tidak tahu bibi, justru sebenarnya akulah yang harus
bertanya kepada bibi, apakah ada sesuatu yang
merupakan daya tarik dari orang-orang yang tidak
dikenal itu untuk datang ke istana ini"
"O?" Raden Ayu Kuda Narpada menjadi heran "Aku
tidak mengerti, menurut hematku, isi istana ini justru
sudah hampir habis, maksudku, barang-barang yang
berharga , yang ada hanyalah perabot-perabot yang aku
kira tidak ada harganya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kuda Rupaka mengangguk-angguk, katanya
kemudian "Tentu mereka menduga bahwa ada sesuatu yang berharga di istana ini, sehingga beberapa orang dari lingkungan yang berbeda telah datang "
Raden Ayu Kuda Narpada menjadi semakin prihatin, ia tidak tahu pasti apa yang terjadi di luar istananya, tetapi firasatnya yang telah menggelisahkannya. Apalagi setelah dua terbunuh di halaman rumahnya, suara seruling yang seakan-akan telah membius anak gadisnya, dan perasaan yang kadang-kadang tidak menentu dan menggelisahkan.
Ketika Raden Ayu Kuda Narpada meninggalkan Raden Kuda Rupaka, maka anak muda itu berbisik di telinga Panji Sura Wilaga "Bibi tidak mengetahui apapun tentang kemungkinan adanya barang-barang berharga di istana ini"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, namun kemudian katanya "Raden, apakah tidak sebaiknya Raden berterus terang kepada Raden Ayu Kuda Narpada bahwa sebenarnyalah orang-orang yang kini berdatangan ke Karangmaja adalah justru karena istana kecil ini, dengan demikian Raden Ayu mendapat gambaran, betapa rumitnya kedudukannya sekarang, justru setelah Pangeran Kuda Narpada tidak ada lagi"
Kuda Rupaka mengerutkan alisnya, lalu "Apakah yang harus aku katakan kepada bibi?"
"Istana ini dengan dengan segala isinya harus diselamatkan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya" wajah Kuda Rupaka tiba-tiba saja telah menyala
"Harus diselamatkan" namun suaranyapun kemudian
menurun "Tetapi sulit untuk keluar dari istana ini
sekarang" "Kita harus bertempur jika ada yang mencoba
menghalangi, mudah-mudahan saudara seperguruan
Raden dapat melihat kehadiran orang-orang asing di
istana ini dan ikut bertanggung jawab atas keselamatan
isi istana ini"
"Aku kira bahwa Kamas Bramarasa telah mengetahui
kehadiran orang-orang dari Guntur Geni, Kumbang
Kuning dan barangkali dari perguruan-perguruan yang
lain" "Tetapi apakah Raden Bramarasa juga akan hadir
ditempat ini?"
"Aku yakin, guru tidak akan membiarkan kita berdua
terjebak tanpa dapat keluar lagi dari daerah ini,
meskipun barangkali kita berdua dapat mengatasi
rintangan yang menghalangi jalan keluar dengan
kekerasan, tetapi agaknya terlampau berbahaya untuk
melakukannya tanpa orang lain. Kita tidak tahu jumlah
yang sebenarnya dari orang-orang Guntur Geni,
Kumbang Kuning dan perguruan lainnya"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, namun
kemudian "Tetapi semakin lama daerah ini nampaknya
menjadi semakin ramai"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Yang penting, kita selamatkan istana ini, baru kemudian kita akan menentukan sikap untuk mengamankannya lebih lanjut, jika Kamas Bramarasa tidak berbuat sesuatu, maka segalanya memang terserah kepada kita"
"Semula semuanya sudah diserahkan kepada tanggung jawab kita berdua Raden"
"Tetapi kehadiran orang-orang Guntur Geni dan Kumbang Kuning kurang mendapat perhatian guru dan kamas Bramarasa"
"Sekarang mereka telah hadir disini"
"Nah, barangkali hal itu akan mendesak kamas Bramarasa untuk hadir pula di daerah ini, namun kita tidak menggantungkannya kepada pertolongan itu, kita harus membuat perhitungan tersendiri untuk keselamatan isi istana ini"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, lalu "Tetapi kita belum mengetahui keadaan sebenarnya dari halaman yang tidak begitu luas ini Raden"
"Kita akan melihatnya malam nanti, aku tidak ingin menggelisahkan bibi dan diajeng Inten Prawesti"
Panji Sura Wilaga masih mengangguk-angguk, ia sependapat dengan Kuda Rupaka, setiap langkah yang nampaknya aneh, tentu akan dapat menggelisahkan Raden Ayu Kuda Narpada, sehingga karena itu maka semuanya dilakukannya dengan hati-hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Seperti yang mereka rencanakan, maka ketika malam
manjadi gelap, Kuda Rupaka berbisik kepada Panji Sura
Wilaga "Paman, apakah semuanya sudah tidur?"
"Nampaknya sudah sepi Raden, barangkali kita dapat
mulai melihat-lihat halaman ini lebih seksama, jika kita
pernah melakukannya, hanyalah sepintas lalu saja tanpa
dapat mengamati setiap keadaan yang pantas mendapat
perhatian"
Raden Kuda Rupaka mengangguk-angguk, katanya
"Marilah, jangan membangunkan siapapun juga"
Keduanyapun kemudian dengan hati-hati keluar dari
biliknya, dengan hati-hati pula mereka membuka pintu
pringgitan. "Tutup pintu itu kembali paman" bisik Kuda Rupaka.
Keduanyapun kemudian melintasi pendapa dan turun
ke halaman, namun sejenak kemudian, mereka telah
menyelusuri halaman samping sampai ke halaman
belakang. Dengan ketajaman pandangan mata mereka,
keduanya mencoba mencari sesuatu yang menimbulkan
dugaan bahwa di dalamnya tersimpan sesuatu yang telah
merangsang perguruan-perguruan bahkan dari tempat
yang jauh untuk datang ke Karangmaja.
"Tentu ada sesuatu di istana kecil ini" desis Raden
Kuda Rupaka, "Diketahui atau tidak diketahui oleh bibi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, katanya
"Tetapi kita tidak melihat tanda-tanda apapun yang
dapat mengatakan, bahwa memang ada sesuatu itu"
Raden Kuda Rupakapun mengangguk-angguk,
katanya "Jika memang ada dan kita tidak melihat tanda-
tanda apapun, maka agaknya paman Kuda Narpada telah
menyembunyikan sebaik-baiknya, di dalam atau di luar
rumah, bahkan bibi sama sekali tidak mengetahuinya"
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam,
dengan nada datar ia menyahut "Dengan cara ini
memang sulit untuk mengetahui Raden, apakah tidak
sebaiknya, Raden mencoba bertanya langsung kepada
bibi Raden"
Raden Kuda Rupaka termenung sejenak, lalu katanya
"Jika tidak ada jalan lain, aku akan bertanya kepada bibi"
"Atau kepada Puteri Inten Prawesti?"
"Ia tidak tahu apa-apa, sedangkan bibi, masih ada
kemungkinan mengetahuinya"
Panji Sura Wilaga masih akan menjawab, namun tiba-
tiba ia bergeser menepi sambil menggamit Raden Kuda
Rupaka yang agaknya telah mengetahui pula, kehadiran
orang lain yang tidak mereka kehendaki.
"Kita bersembunyi saja paman" desis Kuda Rupaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Keduanyapun kemudian meloncat ke balik sebatang pohon perdu yang rimbun, sehingga keduanya terlindung dalam kegelapan.
Namun Raden Kuda Rupakapun kemudian menarik nafas dalam-dalam. Dalam kegelapan ia berbisik "Aku sangka orang Kumbang Kuning atau orang Guntur Geni yang akan melihat-lihat kebun istana ini pula"
Panji Sura Wilaga mengumpat perlahan "Anak-anak gila"
Dalam pada itu di dalam kegelapan, dua orang anak-anak muda sedang berjalan dengan ragu-ragu, bahkan keduanya saling mendorong.
"Kau kan laki-laki kakang"
"Kau jangan ribut saja Pinten" terdengar jawaban Sangkan "Aku sudah mengantarkan sampai disini, tidak pantas aku ikut masuk ke pakiwan, cepatlah, aku juga ketakutan"
"Aku takut" desis Pinten.
":Masuklah, aku tunggu kau disini, tetapi jangan terlampau lama"
Sejenak keduanya berdiri termangu-mangu, namun Sangkan kemudian mendorong adiknya sambil berkata
"Jika kau terlalu lama, aku tinggal kau lari"
"Aku akan berteriak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Yang datang menolongmu kawan-kawan dari orang
yang terbunuh di halaman, kemudian kau dibawanya ke
banjar" "Tidak mau, tidak mau" Pinten justru berpegangan
kakanya semakin erat.
Kuda Rupaka menjadi geli melihat tingkah laku kedua
anak-anaknya Nyi Upih itu. Karena itu maka ia
menggamit Panji Sura Wilaga sambil berbisik "Anak-anak
gila itu tidak akan segera pergi justru karena keduanya
ketakutan"
"Aku ingin mencekiknya saja" geram Panji Sura
Wilaga. "Mereka akan tetap saling mendorong sampai pagi"
desis Kuda Rupaka "Biarlah aku mengawaninya, dengan
demikian mereka akan cepat pergi.
"Mereka akan menjadi manja sekali"
Tetapi Kuda Rupaka tersenyum katanya "Pada suatu
saat mereka akan mati ketakutan melihat peristiwa-


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peristiwa yang dapat terjadi di istana kecil ini"
"Sebaiknya mereka pergi agar mereka tidak menjadi
beban saja disini"
"Mereka tidak lebih dari badut-badut yang pantas
untuk lelucon, sekali-kali kita perlu mengendorkan urat
syaraf kita yang selalu tegang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilaga tidak menjawab, dibiarkannya Kuda
Rupaka berdiri dan perlahan-lahan mendekati kedua
anak-anak muda yang masih saja saling berpegangan.
Bab 17 "Cepat antarkan aku ke sumur" desak Pinten.
"Aku tunggu kau disini, cepatlah sebelum aku lari"
Tetapi Pinten menarik tangan kakaknya "Aku akan
menangis kseras-keras, biar Puteri terbangun dan marah-
marah kepadamu"
"Pasti kita akan diusir"
"Itukan salahmu"
"Kau memang manja sekali Pinten, kita bukan orang-
orang besar yang pantas bermanja-manja, kau harus
menjadi lebih berani sedikit"
"Majulah sedikit, berdirilah di depab pintu pakiwan"
Hampir saja Pinten menjerit, ketika tiba-tiba saja
mereka melihat sesosok tubuh disamping mereka,
untunglah sebelah tangan yang kuat telah menyumbat
mulutnya, sehingga suaranya yang hampir terlontar itu
telah tertelan kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Perlahan-lahan tangan itupun kemudian
melepaskannya, yang terdengar kemudian adalah tertawa perlahan-lahan "Kalian anak-anak dungu, penakut dan apalagi, kenapa kalian saling mendorong disini?"
Sangkan yang terkejut bukan buatan, seolah-olah tidak dapat mengucapkan sepatah katapun, nafasnya terengah-engah, dan tubuhnya menjadi gemetar.
"He,,!, ngapain kalian disini..!!"
"O?" nafas Sangkan masih tersengal, "Raden mengejutkan kami, hampir saja kami pingsan karenanya"
"Raden hampir saja membunuhku" suara Pinten terputus-putus,
"Jika aku tidak menyumbat mulutmu, kau tentu sudah berteriak, dan seisi rumah ini akan terbangun dan menjadi ribut" berkata Raden Kuda rupaka yang sengaja mengejutkan mereka.
"Tetapi, jantungku hampir terlepas Raden" berkata Sangkan.
Kuda Rupaka masih tertawa, katanya "He, kenapa kalian berada disini" "
"Pinten ingin pergi ke pakiwan Raden" jawab Sangkan
"Ia penakut sekali, ia tidak berani pergi sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakau kau bukan penakut", kau tidak berani mengantarkan adikmu mendekati pakiwan itu"
"Bukan tidak berani Raden, tetapi tidak pantas sekali, kecuali jika Pinten seorang anak kecil yang baru pandai berjalan, aku dapat mengantarkannya masuk ke pakiwan"
Kuda Rupaka tertawa berkepanjangan meskipun ia masih mencoba menahan tertawanya agar tidak didengar oleh orang-orang lain di dalam istana itu.
"Marilah aku antarkan sampai ke dalam pakiwan"
berkata Kuda Rupaka.
"Ah" desis Pinten, "Tidak mau ah, malu"
"Nah, jika kemudian, pergilah. Biarlah kakakmu menunggu disini, akupun berada disini, kenapa", kau takut?"
Pinten menjadi ragu-ragu, tetapi iapun kemudian terpaksa melangkah ke pakiwan sendiri yang tinggal beberapa langkah saja dihadapannya, namun setiap kali ia masih saja berhenti dan menoleh.
Tetapi tiba-tiba saja Kuda Rupaka melangkah maju, disambarnya tangan Pinten dan ditariknya mundur.
"Raden" Pinten berteriak pelan, tetapi Kuda Rupaka tidak menjawab, tetapi ia sendirilah yang kemudian meloncat maju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Raden, kenapa" " Tanya pinten.
Kuda Rupaka tidak menjawab, tetapi ia telah berdiri tegak menghadap kegelapan, tangannya tiba-tiba saja telah meraba hulu kerisnya yang tidak terpisah dari tubuhnya, dan digesernya ke lambung kanan.
Pinten dan Sangkan termangu-mangu, mereka memandangi saja Kuda Rupaka yang membelakangi mereka dengan sikap aneh.
"Jadi kau mencoba memasuki istana ini di malam hari?" tiba-tiba saja Kuda Rupaka bersuara.
Ternyata dari dalam kegelapan terdengar jawaban,
"Suara gadis itulah yang menarik perhatianku, sebenarnya aku tidak mau memanjat dinding, tetapi karena suara gadis itulah aku ingin melihat, siapakah yang bergurau di malam buta seperti ini"
"Kami tidak bergurau" jawab Kuda Rupaka, lalu
"Tetapi seandainya kami bergurau sekalipun, apakah hakmu", gadis itu sama sekali tidak berkepentingan dengan kau"
"Semula aku mengira bahwa suara perempuan itu adalah suara puteri Inten Prawesti, ternyata adalah suara gadis anak pelayan istana ini"
"Kau tidak berkepentingan dengan kedua-duanya"
sahut Kuda Rupaka, lalu iapun bertanya "Nah, apakah yang kau kehendaki anak Kumbang Kuning?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kau salah paham" jajwab orang di dalam kegelapan itu "Mungkin aku memang murid perguruan Kumbang Kuning, tetapi jika pengenalanmu adalah karena kau melihat seseoarang yang hadir dalam pertempuran di halaman istana ini antara kau dan anak-anak Guntur Geni, maka kau salah, orang itu bukan aku, dan dengan demikian kau keliru memperhitungkan keadaan"
Kuda Rupaka tertawa, katanya "Aku tahu kau menyebut dirimu bernama Kidang Alit, mungkin nama itu bukan namamu yang sebenarnya, tetapi ciri Kumbang Kuning itu justru kau katakan sendiri malam itu"
"Kita sama-sama dihadapkan pada suatu teka-teki, siapakah orang yang hadir pada malam itu dan mengaku anak dari perguruan Kumbang Kuning, kau salah tebak, dan akupun sama sekali tidak tahu siapakah orang itu"
"Apakah gunanya kau ingkar?"
Orang itu menarik nafas dalam-dalam, katanya
"Sudahlah, kita tidak usah berbantah, aku hanya mohon, agar kalian tidak bergurau di malam yang gelap dan sepi ini. Suara seorang gadis yang renyah, membuat hatiku berdebar-debar"
Tiba-tiba saja diluar dugaan, Pinten bertanya dengan lugunya "Apakah kau menginginkan diriku?"
"Hush..!!" Sangkan menutup mulut adiknya, sementara Raden Kuda Rupaka menarik nafas dalam-dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Terdengar Kidang Alit tertawa, lalu "Jangan bertanya apakah aku menginginkan dirimu, tetapi jika kau sempat, keluarlah dari halaman istana ini sekarang"
Tetapi yang menjawab adalah Kuda Rupaka "Kidang Alit, setiap orang mengetahui sikapmu terhadap gadis-gadis, agaknya kau telah menaruh perhatian atas dua orang gadis yang ada di istana, meskipun mereka dalam kedudukan yang jauh berbeda, seorang Puteri dan seorang anak pelayan, tetapi bagimu kedua-duanya adalah gadis-gadis cantik yang telah membakar nafsumu"
Kidang Alit tertawa, katanya "Itu adalah kelebihanku dari anak-anak muda yang lain Raden, tetapi baiklah, aku tidak berkepanjangan, tetapi jika gadis anak pelayan itu ingin keluar dari halaman istana ini, jangan kau halangi, aku akan menjaga keselamatannya"
"Apa yang harus aku lakukan jika aku keluar halaman?" tiba-tiba Pinten bertanya.
"O, anak gila" geram Sangkan sambil sekali lagi membungkan mulut adiknya.
Kidang Alit tertawa semakin panjang, meskipun tidak terlalu keras, katanya "Sikapmu membuatku semakin gila, kau menjadi semakin dewasa, cobalah kau sadari, bahwa ada perubahan pada dirimu, pada tubuhmu dan pada perasaanmu. Kau tentu mempunyai persoalan yang tidak terpecahkan didalam dirimu saat-saat kau tumbuh dan mekar seperti sekarang ini, persoalan mengenai dirimu dan seleramu terhadap pergaulan, kau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menyadari bahwa kau menjadi semakin cantik seperti
bunga Arum Dalu disaat-saat menjelang malam, baunya
sangat semerbak menggelepar di dalam kegelapan
mengusik malam yang sepi, He", apakah kau mengerti
anak manis?"
Pinten tidak menjawab, karena tangan kakaknya
masih melekat dimulutnya.
"Jangan terlalu banyak bicara disini anak Kumbang
Kuning" Geram Kuda Rupaka.
"Maaf Raden, gadis itu memang sangat cantik, aku
mengaguminya seperti aku mengagumi Puteri Inten,
tetapi kedua-duanya mempunyai kelebihan sendiri-
sendiri, Puteri adalah seorang gadis yang cantik, agung
dan berwibawa, serasa diri ini akan berlutut mencium
ujung kakinya dan pasrah apa saja yang harus
diperbuatnya, tetapi gadis ini mempunyai ciri yang lain,
cantik, jujur dan bening, seperti air gemercik mengalir
didasar sungai berpasir, rasa-rasanya setiap orang ingin
turun mandi untuk mendapatkan kesegaran baru, apalagi
dalam kegersangan seperti sekarang ini"
"Gila" potong Kuda Ruapaka "Benanr-benar kata-kata
orang gila, tetapi kata-katamu memang dapat membuat
orang lain menjadi gila pula, seperti suara seruling, tetapi
ingat, suara serulingmu itu tidak akan berpengaruh
apapun bagi istana ini, selama aku masih ada disini"
"Aku tidak membawa seruling sekarang, aku hanya
ingin memuji gadis anak pelayan itu, ia mekar pada saat-
saat dedaunan ditaman sedang layu dan menguning,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
justru karena itu nampak betapa segar dan cantiknya,
seperti tetesan embun diterik matahari, memetik
membasahi lidah pengembara yang kehausan"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, terasa sesuatu
getaran dihatinya, ketika ia berpaling, dilihatnya Pinten
masih berdiam diri kerana kakaknya masih tetap
membungkam mulutnya.
Namun dalam pada itu, Raden Kuda Rupaka sadar,
bahwa Kidang Alit tidak lagi melontarkan kata-katanya
dengan wajar, rasa-rasanya ia telah mempergunakan
ilmunya, sehingga kata-kata itu tentu telah menusuk
langsung membelah hati gadis yang sedang tumbuh dan
masih terlalu hijau itu.
Karena itu, maka Kuda Rupaka segera mencoba
melepaskan pengaruh ilmu Kidang Alit, yang tidak
sedang mempergunakan kekuatan nada serulingnya,
tetapi dengan kekuatan bunyi dan kata-katanya, ia
melontarkan ilmunya yang dahsyat dan berbahaya bagi
gadis-gadis. "Tetapi Kidang Alit" berkata Kuda Rupaka "Betapapun
indahnya bunga ditaman, namun kelembutan tangan juru
taman adalah kebahagiaan yang paling didambakannya,
jauh lebih jernih dari sentuhan tangan yang kasar dari
jejaka yang lidahnya bercabang"
"Auman serigala dimalam kelam, tidak akan berarti
apa-apa bagi kelembutan suara burung pungguk yang
melanggut melepaskan perasaan rindu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi angin prahara yang berdegup disetiap hari
akan membangunkan seseorang dari mimpinya yang
paling mengerikan, dan ini adalah akhir dari lamunan
yang dapat menyeretnya kedalam jurang kenistaan,
karena itu berhentilah, dan pergilah, karena kekuatan
bunyi pada kata-katamu sudah tidak berarti sama sekali"
Kidang Alit tiba-tiba saja menggeram, terasa dadanya
bagaikan sesak. Ternyata sekali lagi Kuda Rupaka telah
membentur kekuatan ilmu gendamnya dan telah
memecahkan penguasaannya atas Pinten yang sudah
berhasil dicengkamnya, menurut perhitungannya.
"Kau memang mempunyai kekuatan untuk melawan
ilmu gendamku Raden" berkata Kidang Alit kemudian
"Tetapi bahwa jika kita pada suatu saat berbenturan
sebagai laki-laki di arena perebutan kekuasaan atas
sumber wahyu itu, maka kau tidak akan dapat
mengalahkan ilmu kanuraganku"
"Cengkir Pitu bukan nama perguruan yang tidak
terkalahkan, karena itu, sebaiknya kau menyadari
kedudukanmu Raden, kau bukan orang yang paling
berkuasa disini, juga diseluruh daerah Demak.
"Aku mengerti Kidang Alit, dan aku siap setiap saat,
aku juga mengerti bahwa disini ada orang-orang dari
Guntur Geni yang tidak mengakui kegagalannya, jika kau
jantan, kau tidak usah menunggu orang-orang Guntur
Geni, karena aku tahu, dengan licik kau ingin melihat
benturan yang terjadi. Dan diatas mayat kedua belah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
pihak itulah kau akan menarikan tari kemenangan, tetapi
kau tidak akan dapat berhasil"
Kidang Alit tidak menjawab, yang terdengar adalah
giginya yang gemeretak menahan marah, namun sejenak
kemudian maka Kuda Rupaka itupun menarik nanfas
dalam-dalam sambil berkata "Ia akan kembali pada suatu
saat" Sangkan yang gemetar berjalan mendekati Kuda
Rupaka sambil mengandeng Pinten "Kidang Alit, jadi
Kidang Alit telah dengan diam-diam memasuki halaman
ini", dan apakah ia ini sudah pergi?"
"Anak itu memang berbahaya, lebih berbahaya dari
orang-orang Guntur Geni" Jawab Kuda Rupaka.
"Ia sudah pergi?" ulang Sangkan.
"Ya, ia sudah pergi"
Sangkan menarik nafas dalam-dalam, kemudian ia
berpaling kepada adiknya yang masih saja dibimbingnya
"O, anak dungu. Apakah kau ingin masuk ke dalam mulut
buaya itu", Eh maksudku, kau jangan mendekat" Ia
berhenti sejenak, selangkah ia mendekati Kuda Rupaka
"Tetapi bukankah ia sudah benar-benar pergi dan tidak
mendengar kata-kataku"
Kuda Rupaka tersenyum, jawabnya "Ia sudah benar
pergi, ia tidak mendengar kata-katamu, kecuali ia
mempergunakan Aji Sapta Pangrungu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi apakah anak muda itu memiliki ilmu itu?"
"Aku tidak tahu, ia memiliki bermacam-macam ilmu"
Wajah Sangkan menjadi semakin pucat, lalu "Tetapi apakah ia marah jika ia mendengar kata-kataku?"
"Tentu ia akan marah"
"Tetapi, tetapi aku tidak bermaksud jahat, aku hanya memperingatkan adikku agar tidak merasa dirinya penting dan diperlukan orang lain"
Kuda Rupaka tertawa, katanya "Jangan takut, selama aku masih ada disini, ia tidak akan berani berbuat apapun juga atas keluarga istana ini"
"Terima kasih Raden" kata Sangkan.
Tetapi baru saja mulutnya terkatub, ia sudah melonjak ketakutan ketika ia melihat sesuatu yang bergerak-gerak, apalagi Pinten yang tiba-tiba saja sudah bersembunyi dibelakang kakaknya.
"Jangan takut, itu adalah paman Panji Sura Wilaga"
"O".." Sangkan mengusap dadanya "Tuan membuat kami ketakutan"
Panji Sura Wilaga mengumpat, katanya "Pengecut macam kalian ini sama sekali tidak ada harganya, sebelum kalian mati membeku disini, sebaiknya kalian kembali ke padukuhanmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O?" Aku tidak mempunyai tempat tinggal lagi tuan,
biyungku ada disini, dan aku senang tinggal disini"
"Tetapi disini kalian akan selalu ketakutan, jika kalian
memiliki sedikit saja keberanian, setidak-tidaknya untuk
tidak berteriak, maka kalian masih ada juga gunanya
disini, membantu membersihkan halaman, mengambil air
dan semacam itu, tetapi sifat pengecut kalian yang
berlebih-lebihan, pada suatu saat akan tidak
menguntungkan, baik bagi isi istana ini seluruhnya,
maupun bagi dirimu sendiri"
Sangkan tidak menyahut, tetapi kepalanya sajalah
yang munduk dalam-dalam, seolah-olah ia sedang
merenungi dirinya sendiri dan adik perempuannya yang
akan selalu menjadi beban orang-orang lain.
"Sudahlah paman" berkata Kuda Rupaka "Biarlah
mereka kembali ke biliknya, memang harus ada
pemecahan bagi mereka disini"
Sangkan dan Pinten tidak menyahut.
"Masuklah" berkata Kuda Rupaka.
"Baik Raden" jawab Sangkan.
Tetapi ketika ia mulai melangkah sambil membimbing
adiknya, maka Pintenpun berkata "Aku akan ke pakiwan
dahulu, bukankah aku belum sempat?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O"., anak gila" desis Panji Sura Wilaga sambil melangkah pergi.
Kuda Rupaka tertawa, tetapi ketika iapun akan melangkah pergi, Sangkan berkata "Maaf Raden, apakah Raden mau menunggu sebentar?"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, sementara Panji Sura Wilaga menggeram sambil melangkah menjauh "Lebih baik kalian dimakan hantu sekarang juga, atau diterkam Kidang Alit itu sama sekali"
Tetapi Kuda Rupaka tertawa sambil berkata "Cepat"
Pintenpun kemudian berlari-lari kecil ke pakiwan, sedangkan Sangkan melangkah beberapa langkah maju agar adiknya tidak selalu berteriak ketakutan.
Baru kemudian setelah mengucapkan terima kasih, keduanyapun kembali kedalam biliknya, mereka berdesakkan dahulu mendahului masuk meloncat pintu, sehingga pintu itu berderak.
"Siapa?" bertanya Nyi Upih.
Kedua anak itu tidak menjawab, bahkan kemudian merekapun berjingkat masuk, dengan hati-hati Sangkan menutup pintu itu agar tidak mengejutkan Nyi Upih yang agaknya juga terbangun.
Karena tidak ada jawaban, maka Nyi Upih hanya sekedar membetulkan selimutnya, meskipun ia melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kedua anaknya merangkak ke pembaringan masing-
masing. Sementara itu Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilagapun
tidak melanjutkan usahanya mencari ciri-ciri yang dapat
manjadi pertanda bahwa di halaman atau di kebun
belakang istana itu tersimpan sesuatu yang berharga
yang telah mengundang beberapa pihak untuk datang ke
istana kecil itu, bahkan mereka menganggapnya sebagai
isyarat untuk mendapatkan wahyu, sehingga akan dapat
mengangkakt derajat mereka, dan bahkan memberikan
kesempatan untuk merayap keatas tahta.
"Anak-anak itu memang gila" berkata Panji Sura
Wilaga setelah mereka berada di dalam biliknya.
"Tetapi memberikan kesegaran tersendiri paman"


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam,
katanya kemudian "Tetapi agaknya perebutan wahyu itu
menjadi semakin jelas"
Kuda Rupaka mengangguk-angguk sambil berjalan
mondar-mandir didalam biliknya, ia berkata "Aku tidak
mengerti, berita itu nampaknya tersebar cepat sekali,
sekarang yang ada di padukuhan ini baru anak-anak
Guntur Geni dan Kumbang Kuning, tetapi beberapa
pekan lagi, ada kemungkinan orang-orang baru dari
perguruan-perguruan lain saling berdatangan"
"Ternyata siapa yang kuat, ialah yang akan
membawanya" desis Panji Sura Wilaga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Itu jika yang mereka cari ternyata ada disini"
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam, namun kemudian iapaun mengangguk sambil menjawab "Sudah tentu Raden, jika yang mereka cari ada disini, dan kita yang bebrada di dalam istana ini harus
mempertahankannya"
Raden Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, namun kemudian iapun tersenyum "Tentu yang dicari oleh beberapa pihak itu tidak akan berguna lagi disini, Pamanda Kuda Narpada sudah tidak ada lagi, siapakah yang akan membutuhkannya", karena itu, kitalah yang wajib mempertahankannya"
Panji Sura Wilaga akan mengatakan sesuatu, tetapi suaranya seolah-olah tertelan kembali bersama ludahnya.
Sambil menggeleng ia kemudian berkata "Ya, ya, begitulah"
Kuda Rupaka justru tertawa, katanya "Yang ada disini hanyalah diajeng Inten Prawesti, jika wahyu itu ada padanya, maka sudah barang tentu harus ada orang yang menjadi pelaksananya"
"Ya, ya, begitulah"
Kuda Rupaka masih saja tertawa, bahkan kemudian ia menepuk bahu Panji Sura Wilaga sambil berkata "Apakah kau keberatan?"
"Tidak, tidak, Raden"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kuda Rupaka mengangguk-angguk, sambil duduk
disisi Panji Sura Wilaga ia berkata "Ah, sudahlah, aku
ingin tidur nyenyak malam ini, Kidang Alit tentu tidak
akan mengangguku lagi"
Perlahan-lahan Kuda Rupakapun segera meletakkan
tubuhnya di pembaringan, namun ternyata bahwa
matanya sama sekali tidak terpejam,
"Raden tidak akan dapat tidur malam ini" desis Panji
Sura Wilaga. "Ya, demikianlah agaknya"
Panji Sura Wilaga tidak menyahut, iapun kemudian
berbaring pula di pembaringannya, tetapi ternyata iapun
sama sekali tidak dapat memejamkan matanya,
meskipun ia sebenarnya ingin dapat tertidur meskipun
hanya sejenak. Mereka berdua saling berpandangan dari
pembaraingan masing-masing, ketika sorot matahari pagi
sudah membayang di dinding, bahkan sambil tersenyum
Kuda Rupaka bangkit dari pembaringannya dan berkata
"Paman juga tidak dapat tidur semalam suntuk"
"Ya, aku menjadi gelisah sekali" jawab Panji Sura
Wilaga "Aku menjadi cemas jika iblis itu kembali lagi"
"Kidang Alit maksud paman?"
"Ya" Tiraikasih Website http://kangzusi. com
"Iapun tidak akan menemukan apa-apa di halaman dan kebun istana ini"
"Masih belum pasti Raden, jika dengan tidak sengaja ia berbuat sesuatu sehingga ia mendapatkan suatu petunjuk"
Raden Kuda Rupaka tersenyum, katanya "Aku yakin, dengan cara itu, ia tidak akan mendapat apa-apa, dan mungkin ia sama sekali tidak akan melakukannya, karena ia menyangka bahwa bibi tentu mengetahuinya, ia akan datang dan memaksa bibi untuk menunjukkannya"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, lalu "Jika demikian, sebaiknya Raden jangan terlambat, jika orang lain mendahuluinya, akibatnya akan buruk sekali"
"Aku akan mencoba bertanya kepada diajeng Inten Prawesti meskipun dengan cara yang tidak langsung, aku akan dapat mengetahui, apakah ia menjawab sebenarnya apa tidak"
"Apakah tidak lebih baik langsung kepada bibi, Raden?"
"Aku tidak ingin tergesa-gesa dan membuat bibi salah paham, karena itu, aku harus berhati-hati"
Panji Sura Wilaga tidak menyahut lagi, perlahan-lahan iapun kemudian keluar dari biliknya dan pergi ke pakiwan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Seperti biasanya, air di pakiwan sudah penuhm sejak Sangkan dan adiknya Pinten ada di istana itu, maka air di jambangan tidak pernah kering dan halaman dimuka istana dan kebun di belakangpun selalu nampak bersih.
Sejenak kemudian maka Raden Kuda Rupakapun segera menyusul pula, di sudut istana ia berhenti dengan Sangkan yang sedang menyaingi sepotong pohon soka putih.
Tetapi Kuda Rupaka tidak bertanya sesuatu, ia hanya menyentuh Sangkan yang sedang berjongkok.
Ketika Sangkan berpaling, Kuda Rupaka hanya tersunyum saja tanpa berhenti.
Sangkan menarik nafas, ada sesuatu yang agaknya terlintas di kepalanya, tetapi ia tidak mengatakan apapun juga, ia kembali sibuk dengan sebatang pohon soka putih yang dicangkoknya dari sebatang yang tumbuh disudut kebun belakang istana itu.
Setelah makan pagi, maka Kuda Rupaka benar-benar ingin bertanya sesuatu kepada Inten Prawesti. Karena itu, maka iapun kemudian mengajaknya pergi ke halaman seperti yang sering dilakukannya untuk melihat-lihat pohon-pohon bunga yang nampak semakin segar setelah terpelihara oleh Sangkan dan Pinten.
"Sangkan menanam sebatang soka putih disudut istana" berkata Raden Kuda Rupaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O"." desis Inten Prawesti "Akulah yang minta kepadanya, apakah ia sudah melakukannya?"
"Marilah, aku akan menunjukkannya"
Dengan senang hati Inten Prawesti mengikuti Kuda Rupaka ke sudut istana untuk melihat sebatang pohon soka putih yang baru saja disaingi oleh Sangkan.
"O", aku tidak melihat, kapan ia menanam pohon itu disini?" bertanya Inten Prawesti.
"Baru beberapa hari, tetapi ternyata rerumputan liar tumbuh lebih dahulu dari pohon soka itu" sahut Kuda Rupaka.
Inten tersenyum, katanya "Pohon soka putih ini akan segera berbunga. Menyenangkan sekali, aku akan menyuruhnya menanam soka merah dihalaman depan"
"Bukankah sudah ada dua batang soka merah di depan?"
"Dua batang lagi" jawab Inten.
Kuda Rupaka tidak menyahut, dibiarkannya Inten mengamati pohon soka putih yang sudah mulai bersemi itu.
Baru setelah ia puas, maka keduanyapun berjalan menyusuri kebun belakang sambil melihat-lihat tanaman yang semakin rapi dipelihara oleh Sangkan dan Pinten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ketika mereka berdiri dibawah bayangan daun kemuning, maka seolah-olah diluar sadarnya, Raden Kuda Rupaka bertanya "Diajeng, ketika kalian meninggalkan Majapahit, apakah diajeng pergi bersama ayahanda?"
"Ya, kamas, Ayah yang terdesak di peperangan, telah mengirimkan beberapa orang pengawal untuk menyingkirkan aku dan ibuku, waktu itu, kami tidak tahu, kemanakah kami akan pergi, tetapi pergi dari Kota Raja adalah lebih baik dari pada menjadi puteri boyongan"
Kuda Rupaka mengangguk-angguk.
"Ternyata kami dapat bertemu dengan ayah dan pasukannya yang parah, maka mulailah perjalanan kami yang panjang"
"Apakah pasukan pamanda Kuda Narpada pasukan yang terakhir meninggalkan Kota Raja?"
"Ayahanda masih bertahan pada saat Perabu Brawijaya meninggalkan istananya dan menyusuri daerah selatan menuju ke barat. Ayah masih berusaha menahan arus pasukan lawan dan memberikan kesempatan kepada Perabu Brawijaya untuk berjalan semakin jauh, namun ternyata pasukan ayahanda tidak dapat berjalan lagi, ayahanda tidak mau mengorbankan setiap orang di dalam pasukannya. Karena itu, setelah ayahanda yakin bahwa Perabu Brawijaya selamat meninggalkan Kota Raja, maka ayahandapun menarik pasukannya yang tidak lagi dapat menunggu keajaiban untuk memenangkan perang, kenyataan itulah yang memaksa ayahanda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sampai ke tempat ini dan tinggal terpencil bersama
penghuni padukuhan Karangmaja"
Kuda Rupaka mengangguk-angguk, katanya
kemudian "Benar-benar seorang pahlawan yang tiada
taranya, pamanda Pangeran Kuda Narpada adalah
senapati yang terakhir sekali meninggalkan Kota Raja
yang hancur akibat perang itu, tentu setiap orang
mengaguminya"
"Ah, sudahlah kamas Kuda Rupaka, sebaiknya kita
tidak usah mengenangnya lagi, ayahanda kini sudah
tidak ada, justru setelah perang selesai"
"Tetapi itu tidak mengurangi kebesaran nama
pamanda Kuda Narpada" Kuda Rupaka menjadi ragu-
ragu, namun sejenak kemudian ia berkata "Tentu saja
sifat kandel pada pamanda Kuda Narpada sehingga ia
mampu menahan arus yang menurut pendengaranku
bagaikan banjir bandang melanda Kota Raja, sedangkan
para senapati dan panglima Majapahit sudah tidak lagi
memiliki kebesaran jiwa dan dan kesetiaan kecuali
beberapa orang saja, termasuk pamanda Kuda Narpada"
Inten Prawesti menggelengkan kepalanya "Aku tidak
tahu kamas"
"Tentu, tentu kau tidak mengetahui, tetapi pamanda
tentu memiliki sebuah atau sebilah pusaka bagi dirinya
sendiri dan pasukannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dengan tegang Kuda Rupaka menunggu jawaban Inten Prawesti, namun ternyata gadis itu menggelengkan kepalanya "Aku tidak mengetahui kamas"
Kuda Rupaka menarik nafas dalam-dalam, namun ia masih bertanya "Apakah senjata terakhir yang dibawa oleh pamanda dari Majapahit?"
"Ayahanda tidak membawa senjata apapun"
"Tombak?"
Inten Menggeleng.
"Keris?"
Inten mengingat-ingat, namun kemudian ia mengangguk "Ya, ayahanda membawa sebilah keris, hanya keris itulah senjata ayahanda yang dibawanya sampai ke tempat ini"
Kuda Rupaka menjadi semakin berdebar-debar, dengan mata yang dalam ia bertanya "Apakah diajeng mengetahui serba sedikit tentang keris itu?"
Inten Prawesti menggelengkan kepalanya "Aku tidak tahu sama sekali"
"Tetapi setelah pamanda pergi, dimanakah keris itu disimpan?"
"Tentu dibawa oleh ayahanda" Jawab Inten "Keris itu
tidak pernah berpisah sama xekali dengan ayahanda"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ah, apakah benar bahwa keris itu telah dibawa oleh
pamanda pada saat pamanda meninggalkan istana ini,
bersama pamanda Cemara Kuning dan pamanda
Sendang Prapat?"
Inten mengingat-ingat tetapi jawabnya kemudian
"Aku tidak ingat lagi, apakah keris itu telah dibawa oleh
ayahanda, tetapi saat itu ayahanda memang tergesa-
gesa sekali"
Raden Kuda Rupaka menjadi tegang, namun
kemudian ditenangkannya dirinya sambil berkata
"Mungkin bibi Kuda Narpada dapat mengingatkan,
apakah keris itu dibawa oleh pamanda Kuda Narpada,
apakah ditinggalkannya pada bibi dan disimpannya
dengan baik"
Inten Prawesti merenung sejenak, tetapi ia sama
sekali tidak ingat lagi saat ayahandanya meninggalkan
istana itu, apalagi pada saat itu mereka sama sekali tidak
memikirkan lagi tentang keris atau jenis-jenis pusaka
yang lain, terdorong oleh kegelishan karena kepergian
Pangeran Kuda Narpada, meskipun pangeran itu pergi
bersama dua orang saudara dekatnya, namun rasa-
rasanya seluruh keluarga saat itu telah mengetahui,
bahwa pangeran Kuda Narpada akan pergi untuk waktu
yang tidak ditentukan.
Karena itulah, maka Inten Prawestipun berkata
"Baiklah kamas, aku akan mencoba bertanya kepada
ibunda. Apakah ibunda masih ingat, dimanakah pusaka
ayahanda yang berupa keris itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun Kuda Rupaka kemudian tersenyum sambil
berkata dengan nada datar "Tetapi jangan menimbulkan
kegelisahan pada ibunda diajeng. Anggaplah pertanyaan
itu tidak ada artinya sama sekali, selain kecemasan
bahwa pusaka yang barangkali sangat berharga bagi
Demak itu hilang tanpa bekas, atau jatuh ketangan
orang-orang yang tidak berhak"
Inten mengangguk katanya "Aku akan mencobanya"
Hikmah Pedang Hijau 17 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Misteri Lukisan Tengkorak 3
^