Jaka Lola 4
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
Disusul isa tangis tertahan dan tarikan napas panjang Jenderal itu,
"Hui Siang, mengapa kau masih juga belum dapat memadamkan api dendam terhadap mereka" Lupakah kau bahwa Kun Hong adalah penolong kita" Dia seorang pendekar besar yang telah terkenal kegagahan dan budi pekertinya. Dia merupakan penolong kita!"
Isak tangis itu makin keras. "Aku..... aku pun tidak bisa lupa..... bahwa kau..... kau Koleksi Kang Zusi113
Jaka Lola Kho Ping Hoo membutakan mata kananmu karena dia ...?".
Bun-goanswe tertawa. "Ha-ha-ha, itukah yang membuat dendammu tak dapat hilang" Tak usah dipusingkan, isteriku. Kebutaan sebelah mataku dapat membuka kebutaan mata hatiku, bukankah itu baik sekali?"
"Lalu. apa yang hendak kaulakukan terhadap gadis itu?" "Aku akan membujuknya agar supaya ia membatalkan niatnya mengacau tem-pat tinggal Kun Hong. Kalau ia bersikeras, apa boleh buat, aku akan memasukkannya ke dalam tahanan sampai ia bertobat."
"Jenderal busuk, kau benar-benar hendak mempergunakan hukum untuk mencari kebenaran dan kemenangan sendiri. Aku, Cui-beng Kwan Im, mana sudi kau perlakukan demikian?" Sesosok bayangan melayang turun dari jendela dan sinar pedang hitam menerjang Bun-goanswe, Jenderal ini kaget sekali, cepat dia menghunus pedangnya dan menangkis. Adapun Hui Siang, isteri jenderal itu, kaget dan khawatir, untuk sejenak hanya dapat memandang dengan kaget. Akan tetapi, beberapa menit kemudian nyonya im sudah mendapatkan pedangnya lalu menyerbu dan mengeroyok Siu Bi. Dara ini tidak menjadi gentar, malah berseru keras dan segera pedangnya berubah menjadi gulungan sinar kehitaman, diseling pukulan-pukulannya yang mengandung tenaga Hek-in-kang! Memang hebat gadis ini, ilmunya tinggi nyalinya sebesar nyali harimau, akan tetapi dia terlalu memandang rendah orang lain. Terjangnya yang dahsyat dan ganas memang , membuat suami isteri itu kaget dan terdesak mundur.
Akan tetapi, jenderal itu adalah Bun Wan putera tunggal ketua Kun-lun-pai, tentu saja ilmu kepandaiannya juga hebat. Dan isterinya adalah puteri dari Ching-toanio yang memiliki ilmu silat segolongan dengan Siu Bi, yaitu goiongan hitam. Biarpun tingkat ilmu silat kedua orang suami isteri ini tidak sedahsyat ilmu silat Siu Bi warisan dari kakek sakti Hek Lojin, namun gadis itu kalah ulet dan kalah pengalaman sehingga ter-jangan-terjangannya biarpun mendesak dan mengejutkan, namun belum mampu merobohkan mereka.
Pada saat itu, Bun Hui datang berlari-lari dengan muka pucat. Cepat pemuda yang juga lihai ini memutar pedangnya menahan pedang Cui-beng-kiam, lalu berkata, suaranya menggetarkan penuh perasaan, "Nona.....! Kenapa kau tidak memegang janji, malah melarikan diri dan menyerbu ke sini" Ah..... Nona, mengapa kau menyerang ayah bundaku"
Mengapa kaulakukan hal ini..... Kau, yang kupandang gagah perkasa....."
Getaran suara yang terkandung dalam ucapan Bun Hui ini tidak menyembunyikan perasaannya. Jelas terdengar dan terasa, baik oleh Siu Bi maupun oleh ayah bunda pemuda itu, bahwa Bun Hui menaruh hati cinta kepada gadis ini!
"Hui-ji, mundur kau!" bentak Jenderal Bun.
Koleksi Kang Zusi114
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Hui-ji, kenapa kau merengek-rengek kepada bocah ini?" seru pula ibunya penuh teguran dan suami isteri itu sudah me-nerjang Siu Bi dengan hebat. Terpaksa Siu Bi mundur tiga langkah karena ter-jangan kedua orang itu dalam serangan balasan bukanlah main-main.
Namun de-ngan Hek-in-kang, ia dapat mengusir mundur lagi kedua orang pengeroyoknya.
Ternyata Hek-in-kang amat ampuh, hawanya saja cukup membuat kedua orang suami isteri tokoh persilatan yang ber-kepandaian tinggi itu tergetar mundur dan tidak berani terlalu mendekat.
Mendengar suara ribut-ribut ini, beberapa orang pengawal menerjang masuk dan melihat betapa Jenderal Bun dan isterinya bertempur melawan gadis ta-hanan yang entah bagaimana kini telah berada di situ, mereka cepat mencabut senjata masing-masing dan siap. Semen-tara itu, dengan hati hancur saking me-nyesal dan kecewanya, Bun Hui menggunakan pedangnya membantu ayah bundanya sambil berkata lirih,
"Betapapun berat bagiku, aku harus memihak ayah bundaku, Nona'."
"Cih, cerewet amat'. Mau keroyok, keroyoklah. Hayo semua orang di sini boleh maS^
mengeroyokku. Aku Cui-beng Kwan Ini tidak gentar seujung rambutpun!"
Bukan main marahnya Bun-goanswe. "Hayo tangkap dia! Jangan bunuh, tangkap kataku.
Mana akal kalian Masa tidak mampu menangkap hidup-hidup seorang bocah nakal?"
Belasan orang pengawal yang cukup tinggi kepandaiannya datang, mereka membawa tali-tali yang besar dan kuat. Dengan senjata ini mereka mengurung Siu Bi dari segala penjuru, kemudian mereka mengayunkan tambang itu ke arah kaki untuk merobohkan Siu Bi. Gadis ini kaget sekali karena suami isteri yang kosen itu, dibantu puteranya yang tak boleh dipandang ringan, membuat ia cukup repot menjaga diri. Sekarang ada tambang-tambang yang nnenyambar dari segala jurusan melibat dan menjegal kedua kaki. la terpaksa berlonoatan untuk menyelamatkan diri, menendang sana-sini sambil tetap melayani tiga orang lawannya. Akan tetapi, mana mungkin gadis yang kurang pengalamandbertempur ini memecah perhatiannya menghadapi serangan yang sekian banyaknya. Tiga batang pedang dengan dahsyat mengurung-nya dan mengancamnya dari atas, ini saja sudah membutuhkan pemusatan perhatian karena tiga batang pedang itu digerakkan oleh tangan-tangan ahli.
Belasan jurus ia masih dapat bertahan, akan tetapi karena kebingungannya, akhirnya kakinya terlibat tambang dan tak dapat ia pertahankan lagi, kakinya kena dijegal dan ia terguling dengan pedang masih di tangan.
Pada saat itu, selagi Bun-goanswe dan para pengawalnya siap menubruk dan menangkap Siu Bi, mendadak mereka kelabakan karena lampu penerangan tiba-tiba menjadi padam.
Perubahan serentak antara keadaan terang benderang menjadi gelap hitam ini benar-benar membingung-.g kan mereka.
Koleksi Kang Zusi115
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Pasang lampu.....! Lekas pasang lampu.....!" bentak Bun-goanswe. Tak seorang pun berani menubruk ke depan untuk meringkus Siu Bi. Mereka cukup maklum akan kelihaian nona itu yang masih memegang pedang. Di dalam keadaan gelap itu, mana ada yang berani mempertaruhkan nyawa"
Setelah suasana gelap yang hiruk-pikuk ini diakhiri dengan penerangan lampu, keributan lain timbul ketika me-reka melihat bahwa gadis yang tadinya terguling miring itu sudah tiada di tem-patnya lagi. Gadis itu lenyap seperti ditelan bumi, tidak meninggalkan bekas, Bun-goanswe cepat memerintah para pengawalnya melakukan pengejaran. 'Dia sendiri menjatuhkan diri di atas kursi, penasaran, malu dan marah. Hui Siang dan Bun Hui saling pandang.
"Wah, dia dapat melarikan diri!" Kata Hui Siang, diam-diam girang karena sesungguhnya la ingin sekali mendengar gadis itu menyerbu rumah tangga Kun Hong apalagi setelah sekarang ia yakin benar akan kelihaian gadis itu.
"Siapa bilang lari?" Jawab jenderal itu marah. "Terang ada orang sakti yang menolong dan membawanya lari. Siapa yang memadamkan lampu serentak seperti itu tadi" Tentu bukan gadis itu. Dan cara ia meloloskan diri, sama sekali 'tidak terdengar olehku."
"Mudah-mudahan ia tidak membikin ribut lagi...." Bun Hui menggumam seorang diri.
"He, kau Hui-ji'. Sikapmu tadi sungguh memalukan! Apa maksudmu" Apakah kau sudah tergila-gila kepada gadis liar itu?"
Bentakan ayahnya ini membuat Bun Hui merah mukanya dan ia tergagap mencari jawaban,
"Aku..... aku..... tidak begitu, Ayah. Aku hanya..... kagum akan sepak terjangnya dan aku.....
aku kasihan "Hemmm, menilai seseorang, apalagi wanita, jangan sekali-kali dari kecantikan wajah atau kepandaiannya. Akan tetapi wataknya! Gadis itu wataknya keranjing-an, seperti iblis betina.
Hui-ji, besoK kau berangkat pagi-pagi ke Liong-thouw-san, menemui pamanmu Kwa Kun Hong dan berikan sepucuk suratku. Urusan ini terlampau penting untuk kuserahkan kepada seorang pengawal, maka harus kau sendiri yang membawanya ke Liong-thouw-san."
"Baik, Ayah." Diam-diam pemuda ini menjadi girang juga, karena memang sudah amat lama ia ingin berten u de-ngan orang yang selalu disebut-sebut ayahnya dengan penuh penghormatan, yaitu Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta.
* * * * Koleksi Kang Zusi116
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi mencoba tenaganya untuk meronta dan melepaskan diri, akan tetapi sia-sia. Orang itu memanggulnya dengan menekan tengkuk dan punggung, di mana pusat tenaganya ditekan dan menjadi hilang kekuatannya. la merasa dibawa lari cepat sekali dan angin dingin membuat ia mengantuksekali. Akhirnya, saking lelahnya bertempur tadi dan semalam tidak tidur sedikit pun juga, ia tertidur di atas pundak orang yang memanggulnya itu'.
Ketika Siu Bi sadar dari tidurnya, sedetik ia tertegun, hendak mengulet (menggeliat) tidak dapat, tubuhnya serasa kesemutan dan pipi kanannya yang ber-ada di atas panas. Kiranya matahari sudah menyorot agak tinggi juga. Segera ia teringat. la masih berada di atas pundak orang, masih dipanggul! Sejak lewat tengah malam sampai sekarang, lewat pagi! Dan ia tertidur di dalam pondongari orang! Dan selama itu ia masih belum tahu siapa orangnya yang menculiknya ini, yang membawanya lari dari dalam gedung Jenderal Bun selagi ia roboh dalam keroyokan para pengawal.
"Hemmm, perawan apa ini" Dipondong orang sejak malam, enak-enak tidur men-dengkur.
Malas dan manja, ihhh, benar-benar celaka....." Orang yang memanggulnya itu terdengar bersungut-sungut.
Kemarahan memenuhi kepala Siu Bi. "Siapa mendengkur" Aku tidak pernah mendengkur kalau tidur. Hayo lepasKan kau laki-laki kurang ajar!"
"He" Kau sudah bangun" Nah, turunlah!" Dengan gerakan tiba-tiba orang itu melepaskan pondongan sambil mendorong sedikit sehingga Siu Bi terlempar dan jatuh berdiri di depannya dalam jarak dua meter. Dapat dibayangkan betapa kaget, heran, dan marahnya ketika me-lihat bahwa orang yang memanggulnya tadi adalah laki-laki muda sederhana berpakaian putih yang semalam mengun-junginya di dalam kerangkengnya!
"Heeeiiiii! Kenapa kau memondongku" Aku bukan anak kecil!" Siu Bi membanting kaki dengan gemas.
Yo Wan, orang itu, tersenyum kecil. Matahari pagi serasa lebih gemilang cahayanya menghadapi seorang dara lincah nakal ini.
"Kau masih kanak-kanak," katanya tenang.
"Siapa bilang" Aku bukan anak Kecil, aku bukan kanak-kanak lagi!" Siu Bi bersitegang.
Disebut kanak-kanak baginya sama dengan penghinaan. Masa dia yang sudah mempunyai julukan Cui-beng Kwan Im sekarang di "cap" kanak-kanak" "Aku Cui-beng Kwan Im, aku seorang dewasa. Jangan kau main-main!"
"Bagiku kau masih kanak-kanak," kata pula Yo Wan, memalingkan muka seperti seorang yang tidak acuh. Padahal pemuda ini memalingkan muka karena merasa "silau" akan Koleksi Kang Zusi117
Jaka Lola Kho Ping Hoo kecantikan wajah Siu Bi. Kebetulan sekali cahaya matahari yang menerobos melalui celah-celah daun pohon, menyoroti muka dan rambut itu, sehingga wajah gadis itu gemilang dan rambutnya membayangkan warna indah, benar-benar seperti Dewi Kwan Im turun melalui sinar matahari pagi. Yo Wan memalingkan muka agar jangan melihat keindahan di depannya ini, yang membuat isi dadanya tergetar.
"Wah, kau ini kakek-kakek, ya" aksinya!" Siu Bi membentak gemas.
"Aku jauh lebih tua dari padamu." Suara Yo Wan perlahan, seperti berkata kepada diri sendiri. Memang ini suara hatinya yang membantah gelora di dalam dada, untuk memadamkan api aneh yang mulai menyala dengan peringatan bahwa dia jauh lebih tua daripada gadis remaja yang berdiri di depannya dengan sikap menantang itu.
"Hanya beberapa tahun lebih tua. Hemmm, lagakmu seperti kakek-kakek berusia lima puluh tahun saja. Kurasa kau belum ada tiga puluh."
"Dua puluh enam tahun umurku, dan kau ini paling banyak lima belas....."
"Siapa bilang" Ngawur! Sudah tujuh belas lebih, hampir delapan belas aku'"
"Ya itulah, masih kanak-kanak kataku."
"Setan kau. Delapan belas tahun kau-anggap kanak-kanak" Kau baru umur dua puluh enam tahun sudah berlagak tua bangka. Biarlah kusebut kau lopek (paman tua) kalau begitu. Heh, Lopek yang sudah pikun, kenapa kau tadi memondongku" Siapa yang beri ijin kepadamu?"
Yo Wan panas perutnya. Masa ia disebut lopek" Ngenyek (ngece) benar bo-cah ini! la mengebut-ngebutkan ujung lengan bajunya pada leliernya, seakan-akan kepanasan, memang ada rasa panas, tapi bukan di kulit melainkan di hati. Lalu ia memilih akar yang bersih, akar pohon besar yang menonjol keluar dari tanah. Didudukinya akar itu tanpa menjawab pertanyaan Siu Bi.
"He, Lopek' Apakah kau sudah terlalu tua sehingga telingamu sudah setengah tuli?" bentak Siu Bi dengan suara nyaring. "Kau anak kecil jangan kurang ajar terhadap orang tua.
Duduklah, anakku, duduk yang baik dan kakekmu akan mendongeng, kalau kau mendengarkan baik-baik, nanti kuberi mainan."
Siu Bi meloncat-loncat marah. "Nak-nak-nak" Aku bukan anakmu, aku bukan cucumu.
Jangan sebut nak, aku bukan anak kecil'" la menjerit-jerit, kedua pipinya merah padam, kemarahannya melewati takaran.
Yo Wan bersungut-sungut, "Kalau kau bukan anak kecil, aku pun bukan kakek-kakek yang Koleksi Kang Zusi118
Jaka Lola Kho Ping Hoo sudah tua renta, kenapa kau-sebut aku lopek?"
"Kau yang mulai dulu"
"Siapa mulai" Kau yang mulai," jawab Yo Wan mulai mendongkol hatinya.
"Kau yang mulai."
"Kau."
"Kau! Kau! Kau! Nah, aku bilang seribu kali, kau yang mulai, mau apa?", Siu Bi menantang.
Yo Wan mengeluh, lalu menarik napas panjang, menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar dara lincah nakal ini telah menyeretnya kembali ke alam kanak-kanak dan berhasil mengaduk isi dada dan isi perutnya menjadi panas. Sepuluh tahun ia bertapa di Himalaya menguasai tujuh macam perasaan, sekarangperasaan-nya diawut-awut oleh gadis remaja ini.
"Dibebaskan dari bahaya, dipondong sampai setengah malam suntuk, tahu-tahu upahnya hanya diajak bertengkar. Di dunia ini mana ada aturan bocengli tidak benar macam ini?" Ia mengomel panjang pendek.
"Siapa suruh kau mondong aku" Si-apa" Aku tidak sudi kaupondong, tahu?"
"Tidak sudi masa bodoh, pokoknya aku gudah nnemondongmu sampai setengah malam, tangan dan pundakku sampai njarem (pegel) rasanya.
Siu Bi makin marah, kedua tangannya dikepal, "Aku tidak sudi, tidak sudi, ti-dak sudi! Hayo jawab, kenapa kau memondongku" Kalau kau tidak jawab, jangan menyesal kalau aku marah dan menghajarmu. Aku Cui-beng Kwan Im, ingat?"
"Kenapa aku memondongmu" Habis kalau tidak dipondong, apa minta digendong" Atau harus kuseret" Kau dikepung, berada dalam bahaya maut, tapi masih membuka mulut besar.
Tak tahu diri benar!"
"Biar aku dikepung, biar dicengkeram maut, apa pedulimu" Aku tidak sudi pertolonganmu, mengapa kau tolongaku?"
"Aku pun tidak bermaksud menolongmu. Aku hanya tidak senang melihat seorang gadis dikeroyok oleh para pengawal jenderal itu, maka aku berusaha menggagalkan pengeroyokan tnereka dah membawamu pergi."
Koleksi Kang Zusi119
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi seakan-akan tidak mendengarkan omongan Yo Wan, ia termenung lalu berkata penuh penyesalan, "Celaka betul, karena kau membawaku pergi, pedangku hilang! Ah, Cui-beng-kiam itu tentu ketinggalan di tempat pertempuran dan....." Siu Bi menghentikan kata-katanya karena melihat sinar kehitaman ketika pedang itu dicabut oleh Yo Wan dari balik jubahnya. Tanpa berkata sesuatu Yo Wan memberikan pedang kepada Siu Bi yang eepat menyambarnya.
"Juga kebetulan aku melihat pedang ini terlepas dari tanganmu, aku tidak ingin pengawal-pengawal itu merampasnya, maka kubawa sekalian. Nah, kiranya cukup obrolan kita yang amat menyenangkan hati ini. Aku tak pernah tolong kau dan kau tak pernah ada urusan denganku. Kita sama-sama bebas, tidak ada urusan apa-apa. Selamat tinggal." Yo Wan berdiri, lalu berjalan perlahan meninggalkan Siu Bi. Seperti malam tadi, Siu Bi memandang dengan mata tak berkedip, ketika bayangan Yo Wan hampir lenyap di sebuah tikungan, ia teringat sesuatu dan cepat melompat mengejar sambil berseru,
"Heee, berhenti dulu!!"
Yo Wan berhenti dan membalikkan, tubuh perlahan. Dilihatnya gadis itu ber-loncatan sambil membawa pedang. Hemm, jangan-jangan gadis itu akan menyerangnya, siapa dapat menduga isi hati gadis liar dan buas seperti itu"
"Ada apa lagi" Hendak menghaJarku?" tanyanya.
Siu Bi menggelengkan kepala, tapi mulutnya masih cemberut. "Tergantung dari jawabanmu,"
katanya, lalu disambungnya cepat-cepat, "Aku tidak pernah mendengkur kalau tidur. Kau tadi bilang aku mendengkur, kau bohong! Aku tidak pernah mendengkur, memalukan sekali!"
Hampir Yo Wan terbahak ketawa. Benar-benar gadis yang liar dan aneh.
Masa menyusulnya hanya akan bicara tentang itu"
"Tidak mendengkur, hanya..... ngo-rok....."
"Bohong! Kau berani sumpah" Aku tak pernah ngorok, mendengkur pun tidak."
"Ngorok pun mana kau bisa tahu" Kan kau sedang tidur" Yang tahu hanya orang lain tentu."
"Tidak, tidak! Aku tidak ngorok, hayo katakan, aku tidak pernah ngorok!" Siu Bi hampir menangis ketika membanting-banting kaki di depan Yo Wan. la marah dan malu sekali, kedua matanya sudah merah, air matanya sudah hampir runtuh. la bukan seorang gadis Koleksi Kang Zusi120
Jaka Lola Kho Ping Hoo cengeng, jauh daripada itu, menangis sebetulnya merupakan pantangan baginya, hatinya keras, nyalinya besar, tak pernah ia mengenal takut. Akan tetapi dikatakan ngorok dalam tidur, benar-benar merupakan hal yang menyakitkan hati, memalukan dan menjengkelkan.
Kasihan juga hati Yo Wan melihat keadaan gadis ini. "Ya sudahlah, tidak ngorok ya sudah.
Agaknya karena terlampau lelah bertanding dan terlalu enak kau pulas, napasmu menjadi berat seperti orang mengorok. Tidurmu memang enak sekali sampai aku tidak tega untuk mem-t bangunkan dan terpaksa memondongmu terus sampai kau bangun."
Memang watak Siu Bi aneh.Mana bisa tidak aneh watak gadis ini yang semenjak kecil hidup dekat Hek Lojin, manusia aneh yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw" Kini ia memandang kepada Yo Wan dengan sinar mata berseri, melalui selapis air mata yang tidak jadi tumpah.
"Kau baik sekali....."
Yo Wan tertegun. Alangkah bedanya dengan tadi. Kini ia benar-benar melihat seorang Dewi Kwan Im di depannya, seorang dewi yang cantik jelita, bersuara lembut dan bersinar mata mesra.
"Ahhh...... sama sekali tidak baik, biasa saja," katanya. "Aku melihat kau menolong para petani miskin, tentu saja aku tidak suka melihat kau eelaka dalam tangan para pengawal."
Hening sejenak, dan agaknya Yo Wan lupa sudah bahwa baru saja dia mengucapkan selamat tinggal. Juga Siu Bi seperti orang termenung, tidak memandang Yo Wan, melainkan memandang ke tempat jauh di sebelah kiri. Tiba-tiba ia menengok, agak berdongak untuk mencari mata Yo Wan dengan pandangannya,
"Kau..... lapar.....?"
Yo Wan melongo beberapa detik. "Lapar" Tetu saja....." jawabnya otomatis, karena memang perutnya terasa perih mlnta diisi.
Wajah Siu Bi berseri gembira. "Kau tunggu di sini sebentar, kutangkap kelinci gemuk di sana itu!" Tubuhnya berkelebat cepat sekali dan di lain saat ia telah menguber-uber seekor kelinci putih yang gemuk.
Yo Wan kembali tertegun, kemudian ia tersenyum geli dan menggaruk-garuk belakang telinganya yang tidak gatal. Lalu ia mengumpulkan daun dan ranting kering dan duduk di atas sebuah batu, menunggu.
Siu Bi datang sambil berloncatan dan menari-nari kegirangan. Seekor kelinci gemuk sekali Koleksi Kang Zusi121
Jaka Lola Kho Ping Hoo meronta-ronta di bawah pegangannya. Siu Bi memegang kedua telinga itu. "Lihat, wah gemuk sekali! Masih muda lagi!" teriaknya sambil tertawa-tawa.
Wajah Yo Wan berseri dan untuk sejenak lenyaplah kemuraman wajahnya.
"Hemmmm, tentu lezat sekali dagingnya. Biar kubuatkan api." la lalu membuat api dan matanya melirik ke arah gadis itu yang dengan cekatan sekali menyembelih kelinci dengan pedangnya, lalu mengulitinya dengan cepat. Sambil bekerja, Siu Bi bersenandung dan Yo Wan beberapa kali melirik ke arah gadis ini. Seorang gadis yang benar-benar aneh, pikirnya.
Watak yang luar biasa dan sukar diselami.
"Lihat nih, gajihnya sampai tebal" Hemmm......' Makin lapar perutku," kata Siu Bi sambil mengangkat daging kelinci tinggi-tinggi.
"Lekas panggang, tak kuat lagi aku." Yo Wan berkata, menelanair ludah sendiri beberapa kali. '
Seperti seorang anak kecil, sambil tertawa-tawa gembira Siu Bi lalu me-nusuk daging kelinci dengan bambu dan memanggangnya. Bau yang sedap gurih memenuhi udara, menambah rasa lapar di perut. Selama mengerjakah itu, Siu Bi tidak bicara, hanya beberapa kali melirik ke arah Yo Wan, akan tetapi kalau pemuda itu membalas pandangnya, ia mengalihkan kerling sambil tersenyum. Biarpun mulutnya tidak berkata sesuatu, namun di dalam hatinya Siu Bi tiada hentinya berkata-kata. Pikirannya diputar terus. Pemuda ini baik, pikirnya. Tidak kurang ajar, biarpun kelihatan agak tolol. Terang bahwa dia itu lihai sekali, sudah berkali-kali dibuktikan biarpun tidak ber-terang. Dapat memasuki rumah gedung Jenderal Bun tanpa diketahui, seperti setan saja, dapat membebaskannya dari kerangkeng, kemudian ia harus mengakui bahwa ketika ia roboh terjegal kakinya oleh tambang-tambang itu, keadaannya memang amat berbahaya. Pemuda itu tiba-tiba muncul dalam gelap, dapat membawanya pergi tanpa diketahui se-mua pengeroyok, malah tidak lupa mem-bawa pula pedangnya. Kalau tidak lihai sekali mana mungkin melakukan sernua itu"
Kembali ia melirik Yo Wan duduk termenung, tapi lubang hidungnya kem-bang-kempis, kalamenjingnya naik turun, jelas bahwa dalam termenung, pemuda itu tergoda hebat oleh asap panggang kelinci yang sedap gurih. Melihat ini, Siu Bi tertawa mengikik sehingga terpaksa menutupi mulutnya dengan tangan kiri. Ibunya yang selalu marah kalau melihat ia ketawa tanpa menutupi mulutnya dan terlalu sering Siu Bi melupakan hal ini, baiknya sekarang ia tidak lupa, mungkin karena sadar bahwa ada orang lain, laki-laki pula, di dekatnya.
"Hemmm, mengapa kau tertawa?" 'Yo Wan bertanya, kaget dan ssadar daripada lamunannya.
"Tidak apa-apa, tak'bolehkah orane tertawa?" Siu Bi menjawab sambil me-link nakal, tangannya memutar-mutar daging kelinci di atas api.
Koleksi Kang Zusi122
Jaka Lola Kho Ping Hoo Jawaban ini merupakan tangkisan yang membuat Yo Wan gelagapan. "A..... a..... aku tidak melarang..... tentu saja' siapapun boleh tertawa. Kau mentertawai aku?"
Siu Bi hanya tersenyum, lidak men-jawat?, melirik pun tidak. Daging itu sudah hampir matang. Yo Wan juga tidak mendesak, tapi cukup mendongkol hatinya. Gadis remaja ini benar-benar pandai mengobrak-abrik hati orang dengan sikapnya yang aneh, sebentar marah, sebentar ramah, sebentar menggoda.
Pemuda ini terang pandai sekali, Siu Bi melanjutkan lamunannya. Kalau aku berbaik kepadanya dan mendapat bantu-annya, agaknya akan lebih besar hasil-nya di Liong-thouw-san. Menurut ucapan Bun Hui pemuda putera jenderal itu, Pendekar Buta adalah seorang yang sakti, yang amat tinggi kepandaiannya. Tentu saja ia tidak takut, akan tetapi bagai-mana kalau ia gagal" Tentu akan menge-cewakan sekali jika ia tidak berhasfl membalaskan dendam kakek Hek Lojin. Akan tetapi kalau mendapat bantuan pemuda ini, hemmm, kepandaian mereka berdua dapat disatukan untuk menghadapi dan mengalahkan Pendekar Buta. Akan tetapi apakah benar-benar pemuda jni lihai" Kembali ia melirik. Yo Wan tampak mengantuk sepasang matanya hampir meram dan kepalanya terangguk-angguk ke kanan kiri, seakan-akan lehernya tidak kuat pula menyangga kepalanya. Kasihan! Tentu dia amat mengantuk, mengantuk dan lapar karena semalam tidak tidur sama sekali, memondongnya pergi sejauh ini. Kalau sedang mengantuk dan "tidur ayam" begini sama sekali tidak patut menjadi seorang yang berkepandaian tinggi. Juga tidak nampak membawa senjata. Makin ia perhatikan, makin tidak me-muaskan kesan di hati Siu Bi. Pemuda yang tidak muda lagi, sungguhpun belum tua. Rambutnya kering tidak terpelihara baik-baik.
Wajahnya biarpun tampan, namun tampak muram seperti orang yang sedih selalu.
Pakaiannya yang serba putih itu tidak bersih lagi, juga ada beberapa bagian yang robek.
Pemuda miskin! Tiba-tiba Yo Wan yang benar-benar amat mengantuk itu terangguk ke depan, menjadi kaget dan membuka matanya, memandang bingung.
"Hi-hi-hik.....!" kembali Siu Bi terkekeh. Lucu sekali keadaan pemuda itu,
"Kenapa kau tertawa?"
"Siapa tidak tertawa melihat kau terkantuk-kantuk seperti ayam keloren (menderita penyakit kelor)" Hayo bangun, daging sudah matang!" Siu Bi mengangkat panggang daging kelinci dan menaruhnya di atas daun-daun bersih yang sudah disediakan di situ, depan Yo Wan.
"Wah, gurih baunya!" Yo Wan memuji. "Hayo, kauambil dulu."
"Kauambillah dulu."
"Kau yang tangkap dan masak kelinci, masa aku harus makan dulu?"
Koleksi Kang Zusi123
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Sudahlah, kauambil dulu, mengapa sih" Aku tidak selapar engkau!"
Yo Wan tidak berlaku sungkan lagi. Dengan penuh gairah ia merobek daging itu, mengambil bagian yang ada tulangnya, lalu langsung menggerogotinya dengan lahap. "Wah, hebat.....!
Lezat bukan main.....!" katanya sambil mengunyah. Memang gemuk kelinci itu, gajihnya ba-
,nyak sehingga begitu menggigit daging, gajih yang mencair oleh api itu menitik dari kanan kiri bibir Yo Wan.
"Sayang tidak ada arak.....Heee! Kau ke mana, Nona?"
"Tunggu dulu sebentar, aku ambil air minum!" Cepat Siu Bi berlari meninggalkan Yo Wan.
Pemuda ini mengunyah lambat-lambat dan pikirannya rnakin penuh oleh keadaan Siu Bi.
Gadis itu benar-benar hebat, wataknya aneh sekali. Sekarang amat ramah dan baik kepadanya. Siapakah dia ini"
Siu Bi kembali membawa dua buah kulit labu yang penuh air jernih, dan selain air, juga ia membawa banyak buah-buah manis yang dipetiknya dari dalam hutan. Dengan hati-hati agar jangan tumpah, ia menaruh kulit labu yang dipakai menjadi tempat air itu di atas tanah, kemudian ia pun mulai makan daging kelineL Keduanya makan dengan lahap, tanpa bicara, hanya kadang-kadang pandang mata mereka bertemu sebentar. Yo Wan duduk di atas batu, Siu Bi duduk bersila di atas tanah berumput. Api bekas pemanggang daging masih bernyala sedikit.
Tak sampai sepuluh menit habislahi daging kelinci, tinggal tulang-tulangnya. Setelah minum air dan mencuci mulut dengan air, keduanya rnakan buah. Barulah Yo Wan berkata,
"Nona, kau baik sekali kepadaku. Terima kasih, daging kelinci tadi gurih dan mengenyangkan perut airnya jernih segar sekali, dan buah-buah ini pun manis. Kau memang baik".
"Terima kasih segala, untuk apa" Tidak ada kau pun aku toh harus makan dan minum. Kau berkali-kali nnenolongku, aku pun tidak bilang terima kasih padamu."
Yo Wan tersenyum. Dekat dan bicara dengan nona ini memaksanya untuk se-ring tersenyum. "Aku tidak menolongrou, tak perlu berterima kasih, Nona."
"Siapakah kau ini" Siapa namamu?"
Yo Wan menggerakkan alisnya yang tebal. Baru terasa olehnya betapa lucu dan janggal keadaan mereka berdua. "Ah, kita sudah cekcok bersama, makan minum bersama, mengobrol bersama, tapi masih belum saling mengenal. Namaku orang menyebutku Jaka Koleksi Kang Zusi124
Jaka Lola Kho Ping Hoo Lola, Nona."
"Jaka Lola" Ayah bundamu..... sudah tiada?"
Yo Wan mengangguk sunyi. Kemudian balas bertanya, "Kau sendiri" Siapakah namamu kalau aku boleh bertanya?"
"Orang-orang di dusun, para petani" itu menyebutku Cui-beng Kwan Im. Adapun namaku..... ah, kau tidak memperkenalkan namamu, masa aku harus menyebutkan namaku?"
"Kembali Yo Wan tersenyum. "Nama-ku Yo Wan, hidupku sebatangkara, tiada sanak tiada kadang, tiada tempat ting-gal tertentu, rumahku dunia ini, atapnya langit, lantainya bumi, dindingnya pohon, lampu-lampunya matahari, bulan dan bintang."
Siu Bi tertawa, lalu bangkit berdiri dan menirukan lagak dan suara Yo Wan ia berkata,
"Namaku Siu Bi, hidupku sebatangkara, tiada sanak kadang, tiada tempat tinggal tertentu,.
rumahku di mana aku berada, atap, lantai dan din-dingnya, apa pun jadi!" Dan ia tertawa lagi. Yo Wan mau tidak mau ikut pula tertawa. Kalau gadis ini sedang ber-jenaka, sukar bagi orang untuk tidak ikut gembira. Suara ketawa dan senyum gadis ini seakan-akan menambah gemilangnya sinar matahari pagi.
"Nona, namamu bagus sekali. Akan tetapi siapakah shemu (nama keturunan)"
"Cukup Siu Bi saja, tidak ada tam-bahan di depan innaupun embel-embel di belakangnya.
Nah, sekarang kita sudah tahu akan nama masing-masing. Kau siap dan keluarkan senjatamu!" kata Siu Bi sambil mencabut Cui-beng-kiam yang ia selipkan di ikat pinggangnya. Pedang itu berada di tangannya, digerakkan di depan dada dengan sikap hendak menyerang.
Yo Wan terkejut. "Eh, eh, eh, apa pula ini?"
"Artinya, aku hendak menguji kepan-daianmu. Gerak-gerikmu penuh rahasia, aku masih belum yakin benar apakah kau memang memiliki kelihaian seperti yang kusangka."
"Wah, aneh-aneh saja kau ini, nona Siu Bi. Aku orang biasa, tidak punya kepandaian apa-apa, jangan kau main-main dengan pedang itu, Nona."
"Tak usah kau pura-pura, kau mau atau tidak, harus melayani aku beberapa jurus.
Bersiaplah! Awas, pedang!" Serta merta Siu Bi menerjang dan mengirim tusukan secepat kilat.
Koleksi Kang Zusi125
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Wah, gila.....!" Yo Wan mengeluh di dalam hatinya. la cepat membuang diri mengelak, maklum akan keampuhan pedang bersinar hitam itu. Akan tetapi Siu Bi sudah menyerangnya secara bertubi-tubi, malah gadis itu mulai menggerakkan tangan kirinya sambil mengerahkan tenaga Hek-in-kang! Yo Wan yang menangkis sambaran tangan kiri ini terpen-tal dan merasa betapa lengannya yang menangkis terasa panas dan sakit. la kaget sekali dan timbul rasa gemasnya. Gadis ini benar-benar liar pikirnya. Akan tetapi pedang bersinar hitam itu sudah datang lagi mengirim tusukan bertubi-tubi diseling dengan pukulan yang mem-bawa uap berwarna kehitaman. Hebat! Gadis ini ternyata memiliki ilmu yang amat ganas dan dahsyat. Kalau aku tidak memperlihatkan kepandaian, ia akan terus berkepala batu dan tinggi hati. Cepat tangan kanan Yo Wan merogoh ke balik jubahnya dan di lain saat pedang kayu cendana sudah berada di tangannya, pedang buatannya sendiri di Himalaya. Ketika sinar hitam menyambar dia menangkis.
"Dukkk!" Siu Bi melangkah mundur tiga tindak, tangannya linu dan pegal. Heran ia mengapa pedang lawannya itu ketika bertemu dengan pedangnya terasa seperti benda lunak, seperti kayu, tidak menimbulkan suara nyaring. Ketika ia rnemandang lebih jelas, betul saja bahwa pedang itu memanglah sebatang pedang kayu! Mukanya seketika menjadi merah sekali.
Penasaran ia. Masa pedangnya, Cui-beng-kiam yang ampuh itu hanya dilawan oleh Yo Wan dengan sebatang pedang kayu" la mengeluarkan seruan keras dan menerjang lagi, mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang untuk membabat putus pedang kayu itu.
Akan tetapi ia salah duga. Pedang di tangan Yo Wan biarpun hanya terbuat daripada kayu cendana yang mengeluarkan bau harum kalau diayun, namun yang mengerahkan adalah tangan yang terisi ilmu, tangan yang mengandung nawa sinkang dan mempunyai tenaga dalam yang sudah amat tinggi tingkatnya. Bukan saja pedang kayu itu tidak rusak, malah dia sendiri beberapa kali hampir melepaskan pedangnya karena tangannya terasa panas dan sakit apabila kedua senjata itu bertemu. Ia mulai kagum bukan main. Tidak salah dugaannya. Pemuda ini lihai bukan main. Akan tetapi di samping kekagumannya, ia pun penasaran dan tnarah sekali. Masa dia, Cui-beng Kwan Im, hanya dilawan dengan pedang kayu" Bukan pedang sungguh-sungguh, melainkan pedang-pedangan yang patut dipakai mainan anak kecil.
Rasa penasaran dan marah membuat Siu Bi bergerak makin ganas dan dahsyat. Yo Wan diam-diam mengeluh. Kepandaian gadis ini kalau sudah matang, benar-benar berbahaya sekali, apalagi pukulan-pukulan tangan kiri yang melontarkan hawa beracun, benar-benar sukar dilawan kalau tidak menggunakan sinkang yang kuat. la pun mengerahkan tenaga dan mengeluarkan ilmu pedangnya dari Sin-eng-cu. Namun, ilmu pedangnya itu hanya sanggup menandingi Ilmu Pedang Cui-beng Kiam-sut dari Siu Bi dan perlahan-lahan gadis itu mendesaknya dengan pukulan-pukulan Hek-in-kang. Kini Siu Bi tidak hanya menguji ilmu atau main-main, melainkan menyerang dengan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Kalau tidak dilayani dengan sepenuhnya, tentu akan lama pertandingan itu dan akaiu berubah menjadi pertandingan mati-matian.
Koleksi Kang Zusi126
Jaka Lola Kho Ping Hoo '"Benar-benar kau aneh sekali. Nona". seru Yo Wan ketika dia terpaksa berjungkir balik untuk menghindarkan sebuah pukulan tangan kiri gadis itu. Tangan kiri itu kini mengeluarkan uap hitam dan makin lama makin dahsyat pukulannya sehingga Yo Wan tidak berani menangkis, bukan takut kalau ia terluka, melainkan khawatir kalau-kalau tangkisannya vang terlalu kuat akan mencelakai nona itu. Sambil berjungkir balik ini, la mencabut keluar cambuknya yang melmgkar di pinggang. Kini tangan kirinya memegang cambuk dan "tar-tar-tar'" cambuk itu menyambar-nyambar bagaikan petir di atas kepala Siu Bi.
"Ayaaa.....!" Siu Bi kaget bukan main. Apalagi ketika melihat betapa cambuk itu berubah menjadi lingkaran-lingkaran yang membingungkan. Seketika itu juga keadaan menjadi berubah Dia terdesak hebat, beberapa kali pedangnya hampir terlibat cambuk lawan.
Namun, bukan watak Siu Bi untuk menjadi gentar. Dia makin bersemangat.
"Wah, benar-benar keras hati dia...." pikir Yo Wan dan cepat ia mempergunakan langkah-langkah Si-Cap-it Sin-po. Seketika lenyap dari depan Siu Bi dan gadis itu dalam kebingungannya, cepat berbalik ketika mendengar desir cambuk dari belakang. Baru satu kali tangkis, pemuda itu lenyap lagi dan tahu-tahu sudah berada di belakangnya, lalu lenyap, muncul di sebelah kiri, lenyap lagi, muncul di sebelah kanannya. Bingung ia dibuatnya dan kepalanya menjadi pening!
"Sudahlah, cukup, Nona. Kau lihai sekali....." berkali-kali Yo Wan berseru, namun mana Siu Bi mau sudah dan mengalah" la menggigit bibir dan menerjang seperti seekor harimau gila, nekat dan tidak takut mati.
"Awas pedangmu!" Yo Wan berseru dan lenyap. Ketika Siu Bi membalik, terasa sesuatu membelit pundaknya. la merasa ngeri dan menggeliat seakan-akan ada ular yang melilit puncak. Kiranya cambuk lawannya yang melilitnya, membuat ia sukar bergerak dan pada saat itu, ujung pedang kayu Yo Wan menotok pergelangan tangan kanannya. Pedangnya jatuh!
Dengan marah sekali, Siu Bi berdiri di depan Yo Wan, membanting-banting kaki dan memandang penuh kebencian.
"Maaf, Nona, aku..... aku tidak sengaja. Kau telah mengalah ...."
Akan tetapi Siu Bi membanting kaki lagi, terisak lalu membalikkan tubuh dan lari cepat, tidak peduli lagi akan pedangnya yang tergeletak di atas tanah.
"He, nona Siu Bi...... tunggu..... pedangmu.....!" Yo Wan mengambil pedang itu dan cepat mengejar. Akan tetapi Siu Bi sudah lari jauh dan menghilang di balik pohon-pohon di dalam hutan.
Koleksi Kang Zusi127
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan berhenti sebentar, menggeleng-geleng kepala dan menarik napas panjang.
"Wah, benar-benar luar biasa anak itu. Wataknya seperti setan!" Akan tetapi diam-diam ia mengagumi kepandaian Siu Bi yang memang jarang dicari bandingnya. "Entah anak siapa dia itu, dan entah siapa pula yang mewariskan kepandaian dan watak segila itu." la lalu mengejar lagi, tidak bermaksud segera menyusul karena ia maklum bahwa agaknya membutuhkan beberapa lama untuk membiarkan gadis itu agak mendingin hatinya. Kalau sedang panas dan. marah seperti itu, agaknya tidak akan mudah dibujuk dan tentu sukar bukan main diajak bicara secara baik-baik. Seorang gadis yang luar biasa masih amat muda.
Mengapa sudah merantau seorang diri di dunia ini" Betulkah dia pun sebatang-kara"
Kasihan! Wataknya keras, berbahaya sekali kalau tidak ada yang mengamat-amati. Sayang kalau seorang dara masih remaja seperti itu mengalaml malapetaka atau menjadi rusak.
Hati Yo Wan mulai gelisah ketika sudah mengejar seperempat jam lebih, belum juga ia melihat bayangan Siu Bi.
"Nona Siu Bi! Tunggu.....'" serunya aambil mengerahkan khikang sehingga suaranya bergema di seluruh hutan. Namun tidak ada jawaban kecuall gema suaranya sendiri. la mengejar lebih cepat lagi.
Tiba-tiba ia tersentak kaget dan ber-henti. Di depan kakinya tergeletak sehelai saputangan sutera kuning. Bukankah ini saputangan yang dia lihat tadi mengikat rambut Siu Bi"
Dipungutnya saputangan itu dan jari-jari tangannya menggigil. Saputangan itu berlepotan darah! Sepasang matanya menjadi beringas ketika ia menoleh ke kanan kiri, lalu dia meloncat ke atas pohon, memandang ke sana ke mari.
"Nona Siu Bi! Di mana kau.....!! .....!" li berseru memanggil. Tetap sunyi tiada jawaban.
"Celaka, apa artinya ini.....?" Yo Wan meloncat turun lagi, memandangi sapu-tangan di tangannya. "Jangan-jangan....." la tidak berani melanjutkan kata-kata hatinya, melainkan mengantongi kain sutera itu dan berkelebat cepat ke depan untuk melakukan pengejaran lebih cepat lagi.
Apakah yang terjadi dengan diri Siu Bi".
Gadis itu merasa amat marah, penasaran, malu dan keeewa sekali setelah mendapat kenyataan bahwa ilmu kepandaiannya jauh kalah oleh Yo Wan. Memang Siu Bi berwatak aneh, mudah se-kali berubah. Tadinya ia hendak menguji kepandaian Yo Wan dan kalau ternyata Yo Wan benar lihai, akan dijadikan sahabatnya menghadapi musuh besarnya. Akan tetapi setelah ternyata ia kalah jauh, ia kecewa dan marah, lalu pergi sambil menangis!
Malah ia tinggalkan begitu saja pedangnya yang terlepas dari tangan.
Koleksi Kang Zusi128
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi menggunakan ilmu iari cepat. la maklum bahwa Yo Wan tentu akan mengejarnya, lari sekuat tenaga. Kemudian, sampai di pinggir hutan ia melihat bahwa daerah itu banyak terdapat batu-batu besar yang merupakan dinding lereng gunung dan tampak bahwa tempat itu terdapat banyak guanya yang gelap dan terbuka seperti mulut raksasa. Tanpa banyak pikir lagi ia lalu membelok ke daerah ini, memilih sebuah gua yang paling gelap dan besar, lalu menyelinap masuk.
Gua itu gelap sekali dan lebar. Begitu masuk, tubuhnya diselimuti kegelapan, sama sekali tidak tampak dari luar. la masuk terus dan ternyata terowongan j dalam gua itu membelok ke kiri selnngga | ia terbebas sama sekali daripada sinar matahari. Terlalu gelap di situ, melihat tangan sendiri pun hampir tidak kelihatan. Siu Bi meraba-raba dan ketika mencapatkan sebuah batu yang licin dan bersih, ia duduk di situ terengah-engah.
Disusutnyai air matanya dengan ujung lengan bajunya.
Tiba-tiba ia hampir menjerit saking kagetnya ketika terdengar suara orang tertawa, apalagi ketika disusul dengan dua buah tangan yang merangkul pundak-nya! Otomatis tangan kirinya bergerak, menghantam ke belakang. Karena kaget, maka sekaligus ia mengerahkan Hek-in-kang. Tangannya yang terbuka bertemu dengan bagian perut yang lunak. "Bukkk!"
orang yang punya perut itu merintih dan terlempar ke belakang. Siu Bi melompat bangun, akan tetapi mendadak ia mencium bau harum yang luar biasa, yang membuat kepalanya pening dan matanya melihat seribu bintang terhuyung-huyung dan roboh dalam pelukan dua buah lengan yang kuat!
Beberapa detik kemudian, dua orang laki-laki tinggi besar yang usianya ku-rang lebih empat puluh tahun, melompat keluar dari dalam gua. Seorang di antara mereka, yang berjenggot kaku, memon-dong tubuh Siu Bi yang pingsan. Setibanya di luar gua, mereka memandang wajah Siu Bi dan si pemondong tertawa, "Ha-ha-ha, luar biasa sekali, Bian-te (adik Bian). Kita menangkap seorang bidadari!"
Kawannya, yang mukanya pucat, tertawa masam. "Bidadari tapi pukulannya seperti setan!
Kalau aku tadi tidak cepat-cepat mengerahkan sinkang, kiranya isi perutku sudah hancur dan hangus. Heran, gadis cilik secantik ini kepandaiannya hebat dan pukulannya dahsyat."
"Dia tentu murid orang pandai. Jangan-jangan berkawan yang lebih lihai lagi. Mari kita cepat bawa pergi. Gong-twako bersama perahunya tentu berada di pantai. Hayo, cepat!"
" Dua orang itu berlari cepat sekali menuju ke barat. Tak lama kemudian mereka tiba di tepi Sungai Fen-ho. Si muka pucat bersuit keras sekali dan tiba-tiba dari rumpun alang-alang muncul sebuah perahu kecil cat hitam yang di-dayung oleh seorang laki-laki berambut putih, berusia lima puluh tahunan.
Koleksi Kang Zusi129
Jaka Lola Kho Ping Hoo "He, kalian membawa seorang gadis , untuk apa" Siapa dia?"
Dua orang tinggi besar itu melompat ke dalam perahu dengan gerakan yang ringan. Si jenggot kasar merebahkan tubuh Siu Bi yang masih pingsan ke dalam bilik perahu, kemudian ia keluar lagi untuk bercakap-cakap dengan dua orang temannya.
"Kami tidak tahu dia siapa. Seorang bidadari!" katanya.
"Bidadari yang pukulannya seperti setan!" sambung si muka pucat dan tiba-tiba meringis, lalu muntahkan darah yang menghitam.
Dua orang temannya kaget. Kakek rambut putih itu memandang -lengan kening berkerut.
"Bian-te, kau terluka dalam yang hebat."
"Lekas kita pergi ke Ching-coa-to. Gong-twako, gadis itu seorang yang cantik dan pandai, tentu kongcu (tuan muda) akan senang sekali mendapatkannya, dan kita akan mendapat jasa besar. Juga Bian-te perlu segera diobati. Agaknya hanya toanio (nyonya) yang mampu meng-obatinya. Pukulannya hebat dan agaknya mengandung racun yang aneh."
Si rambut putih bersuit dan muncul-lah perahu ke dua, didayung seorang laki-laki muda.
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau menjaga di sini, kami akan ke pulau," pesannya dan didayunglah perahu hitam itu dengan cepat sekali, mengikuti aliran sungai sehingga meluncur dengan lajurtya.
Beberapa jam kemudian, si muka pucat muntah-muntah lagi, keadaannya makin payah. Dua orang temannya ber-usaha untuk mengurut jalan darah dan menempelkan telapak tangan pada pung-gungnya untuk membantu pengerahan sinkang, namun hasilnya tidak banyak, hanya membuat si muka pucat itu dapat bernapas lebih leluasa. Mukanya makin pucat dan matanya beringas.
"Keparat, aku harus membalas ini." la bangkit hendak memasuki bilik perahu.
"Bian-te, sabarlah," cegah si brewok.
"Perjalanan ini masih lama, agaknya aku takkan kuat. Tak lama lagi aku mati, dan sebelum mati, aku harus melampiaskan penasaran."
"Jangan bunuh dia, Bian-te....." eegah si rambut putih. "Agaknya dia sudah ter-kena bius racun inerah kita, ia tidak berdaya lagi. Itu sudah merupakan pembalasan dan nanti kalau ia terjatuh ke tangan kongcu, ha-ha-ha, tentu tak lama lagi dihadiahkan kepadamu. Masih banyak waktu untuk membalas penasaranmu."
"Tidak bisa menunggu lagi. Sesampai-nya di sana, aku sudah menjadi mayat. Gong-twako, Koleksi Kang Zusi130
Jaka Lola Kho Ping Hoo lukaku hebat, aku merasa ini. Biarkan aku memilikinya sebelum aku mati."
"Bian-te, dia hehdak kami berikan kepada kongcu. Kalau kau mendahuluinya, tentu kau akan dihukum kongcu."
"Kongcu tidak tahu tent.ang dia, laginya, kalau sebentar lagi aku mati, kong-cu mau bisa berbuat apa kepadaku?" Si muka pucat memasuki bilik dan dua orang kawannya hanya saling pandang.
"Dia terluka hebat dan agaknya betul-betul tidak akan dapat ditolong, biarkanlah dia menebus kekalahannya dan membalas dendam," kata si rambut putih sambil mengeluarkan pipa tembakaunya dan mengisap. Si brewok juga mengangkat pundak.
Siu Bi telah terkena bubuk beracun Ang-hwa-tok (Racun Kembang Merah) yang membuatnya mabuk dan pingsan. Akan tetapi gadis ini adalah murid dari Hek Lojin, seorang tokoh dunia hitam. Ketika gadis ini mempelajari Iweekang, latihannya dengan berjungkir balik se-hingga dalam pengerahan Hek-in-kang, jalan darahnya membalik dan sinkang di tubuhnya membentuk hawa Hek-in-kang yang beracun hitam. Oleh karena itu, ketika ia terkena pengaruh raeun Ang-hwa-tok, hanya sebentar saja ia tercengkeram dan pingsan.
Pada saat itu, ia sudah mulai bergerak, biarpun masih pening dan ketika ia membuka matanya, eepat ia merarokan lagi karena segala yang tampak berputaran sedangkan darahnya di kepala berdenyut-denyut. Cepat ia mengerahkan sinkang untuk mengusir pengaruh memabukkan ini. Untung bagi-nya, ketika tadi terkena racun Ang-hwa-tok, ia baru mengerahkan Hek-in-kang sehingga tenaga mujijat inilah yang me-nolak sebagian besar daripada pengaruh racun. Kini dengan sinkang, ia berhasil mengusir hawa beracun, akan tetapi pikirannya masih belum sadar benar dan ia merasa seakan-akan melayang di angkasa, belum sadar benar dan belum ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya. la merasaseperti dalam alain mimpi.
Mendadak ada orang menubruk dan memeluknya sambil mencengkeram pundak. Siu Bi kaget bukan main, cepat membuka matanya. Hampir ia menjerit ketika melihat bahwa yang menmdihnya adalah seorang laki-laki bermuka pucat bermata beringas dan mulutnya men
'eri-ngai liar, dari ujung bibirnya bertetesan darah menghitam! la tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang mengerikar ini terhadap dirinya, ia menyangka bahwa ia akan dibunuh dan dicekik, maka cepat Siu Bi mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang yang ada pada dirinya, kemudian sambll meronta ia rnenggunakan kedua tangannya menghantam dengan pengerah-an Hek-in-kang. Lambung dan leher orang yang bermuka pucat itu dengan tepat kena dihantam, dia memekik keras, tubuhnya terpental dan roboh terguling ke bawah dipan. Ketika Siu Bi melompat bangun, ternyata orang itu sudah rebah dengan mata mendelik dan dari mulutnya bercucuran darah, napasnya sudah putus!
Siu Bi bergidik mengenangkan bahaya yang hampir menimpa dirinya. Dengan penuh Koleksi Kang Zusi131
Jaka Lola Kho Ping Hoo kebencian ia menendang mayat itu sehingga terlempar ke luar dari pintu bilik kecil.
Sementara itu, si brewok dan si ram-but putih yang sedang enak-enak duduk di atas perahu, terkejut bukan main men-dengar pekik tadi. Cepat mereka me-lempar pipa tembakau ke samping dan melompat, menyerbu ke dalam bilik. Sesosok bayangan menyambar mereka. Si brewok menyaropok dan bayangan itu adalah temannya sendiri, si muka pucat yang sekarang sudah menjadi mayat! Tentu saja di samping rasa kaget, mereka berdua marah sekali melihat seorang teman mereka tewas dalam ke-adaan seperti itu.
Bagaikan due ekor biruang, mereka berteriak keras dan menyerbu ke dalam bilik.
Siu Bi menjadi nekat. la sudah siap dan telah mengerahkan Hek-in-kang un-tuk melawan.
Akan tetapi sedikit banyak racun Ang-hwa-tok masih mempengaruhi-nya. la mencoba untuk menerjang kedua i orang yang menyerbu itu dengan pukulan Hek-in-kang. Namun dua orang lavannya bukanlah orang lemah. Mereka itu, ter-utama si rambut putih, adalah jagoan-jagoan dari 'Ching-coa-to dan riereka sudah tahu akan kelihaian ilmu pukulan Siu Bi, maka cepat mereka mengelak lalu balas menyerang.
"Gong-twako, kita tangkap hidup-hidup!" seru si brewok. Si rambut putih maklum akan kehendak kawannya ini. Memang, setelah gadis ini berhasil membunuh seorang kawan, kalau dapat menangkapnya dan menyerahkannya hidup-hidup kepada kongcu mereka di Ching-coa-to, bukanlah kecil jasanya. Pertama, dapat menangkap musuh yang membunuh seorang anggauta Ang-hwa-pai (Perkum-pulan Kembang Merah), kedua kalinya, dapat menghadiahkan seorang gadis yang cantik molek kepada kongcu!
Siu Bi melawan dengan nekat, menangkis sepenuh tenaga dan mencoba ! merobohkan mereka dengan pukulan Hek-in-kang. Namun, kedua orang musuhnya amat kuat dan gesit, sedangkan kepalanya masih terasa pening. Tiba-tiba tam-pak sinar merah dan Siu Bi cepat-cepat menahan napasnya, namun terlambat. Kembali ia mencium bau yang amat harum dan tiba-tiba ia menjadi lemas dan roboh pingsan lagi! Ternyata bahwa si rambut putih telah berhasil meroboh-kannya dengan bubuk racun merah, senjata rahasia yang menjadi andalan para tokoh Ching-coa-to.
Siapa mereka ini" Mereka bukan lain adalah tokoh-tokoh yang menjadi anggauta sebuah perkumpulan yang disebut Ang-hwa-pai. Sesuai dengan namanya, para tokoh ini mempunyai tanda setangkai bunga berwarna merah menghias sebagai sulaman pada baju yang menutup dada kiri. Ang-hwa-pai bersarang di Pulau Ching-coa-to, yaitu Pulau Ular Hijau.
Kiranya para pembaca cerita Pendekar Buta masih ingat akan nama Ching-coa-to. Pulau ini adalah tempat tinggal Ching-toanio, ibu dari Giam Hui Siang dan ibu angkat dari Hui Kauw isteri Pendekar Buta. Setelah Ching-toanio meninggal dan kedua orang puterinya itu menikah dan meninggalkan Ching-coa-to, pulau itu menjadi kosong, hanya ditinggali bekas anak buah Ching-toanio yang hidup sebagai perampok dan bajak sungai.
Koleksi Kang Zusi132
Jaka Lola Kho Ping Hoo Beberapa bulan kemudian, muncullah seorang wanita yang kulitnya agak kehitaman, pakaiannya serba merah, wanita yang galak dan genit, yang usianya sudah mendekati lima puluh tahun, akan tetapi masih kelihatan pesolek dan genit sekali. Dia ini bukanlah wanita sembarangan dan para pembaca dari cerita Pendekar Buta tentu mengenalnya. Dia merupakan seorang di antara tiga saudara Ang-hwa Sam-ci-moi yang amat lihai ilmu silatnya. Di dalam cerita Pendekar Buta, tiga orang kakak beradik ini bertanding hebat melawan Pendekar Buta. Dua di antara mereka, yaitu Kui Biauw dan Kui Siauw, tewas dan yang tertua, Kui Ciauw, berhasil melarikan diri sambil membawa mayat kedua orang saudaranya. Wanita yang datang ke Ching-coa-to adalah Kui Ciauw inilah. Tentu saja para anak buah Ching-coa-to telah mengenalnya. Di dunia hitam, siapa yang tidak mengenal Ang-hwa Sam-ci-moi yang malah lebih lihai daripada suci mereka, si wanita iblis Hek-hwa Kui-bo yang telah tewas pula" Karena percaya akan kelihaian Kui Ciauw, para anak buah Ching-coa-to mengangkat Kui Ciauw menjadi kepala dan wanita ini lalu mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama Ang-hwa-pai, sesuai dengan julukannya, yaitu Ang-hwa Nio-nio.
la sengaja mengumpulkan orang-orang dari golongan hitam, dipilih yang memiliki kepandaian tinggi, malah ia lalu melatih mereka dan menurunkan kepandaian melepas bubuk racun kembang merah kepada para pembantunya. Setelah masa peralihan kekuasaan, menggunakan keadaan yang kacau, perkumpulan hitam ini merajalela, merampok membajak dan keadaan mereka makin menjadi kuat karena banyak perampok ternama dan lihai yang melihat kemajuan dan pengaruh Ang-hwa-pai, lalu menggabungkan diri.
Ang-hwa Nio-nio atau Kui Ciauw ini tak pernah melupakan dendam hatinya terhadap Pendekar Buta yang telah membunuh dua orang adiknya. Akan tetapi maklum bahwa tidak mudah membalas dendam kepada orang sakti itu, ia tekun memperdalam ilmunya, bahkan ia nienyu-sun kekuatan partainya dengan imaksud kelak akan menyerang ke Liong-thouw san.
Ang-hwa Nio-nio, seperti lainnya para tokoh dunia gelap, biarpun sudah berusia hampir setengah abad, riamun masih merupakan seorang wanita cabul yang gila laki-laki. Oleh karena itu, bu-kan rahasia lagi bagi para anak buahnya akan kesukaan ketua ini mengunnpulkan laki-laki yang masih muda dan tampan, menjadikan mereka itu kekasih atau "se-lir", tentu saja banyak di antara mereka yang melakukan hal ini karena dipaksa dengan ancaman maut.
Baru setelah muneul seorang pemuda tampan bernama Ouwyang Lam, kerakusannya mengumpulkan pemuda-pemuda tampan berhenti. Ouwyang Lam adalah georang pemuda dari daerah Shan-tung, bertubuh tegap kuat berwajah tampan, anak seorang bajak tunggal.
Bersama ayahnya, Ouwyang Lam menggabungkan diri pada Ang-hwa-pai dan tentu saja pemuda tampan ini tidak terlepas dari incaran Ang-hwa Nio-nio. Akan tetapi, jkali ini Anghwa Nio-nio "jatuh hati" betul-betul kepada Ouwyang Lam. Agak-nya cinta tidak memilih Koleksi Kang Zusi133
Jaka Lola Kho Ping Hoo umur sehingga dalam usia hampir setengah abad, Ang-hwa Nio-nio benar-benar kali ini jatuh cinta! Segala kehendak Ouwyang Lain dituruti dan pertama-tama yang diminta oleh pemuda pintar ini adalah mengusir atau membunuhi puluhan orang "selir" laki-laki itu! la ingin memonopoli ketua Ang-hwa-pai, bukan karena cantiknya, melainkan karena kedudukannya yang mulia dan karena pemuda ini ingin mewarisi kepandaiannya.
Dan demikianlah kenyataannya. Ouw-yang Lam diambil sebagai "putera angkat" oleh Anghwa Nio-nio, mendapat sebutan kongcu (tuan muda), dihormat oleh seluruh anggauta Anghwa-pai dan selain kedudukan yang tinggi ini, juga pemuda yang cerdik ini setiap hari memeras ilmu-ilmu kesaktian dari "ibu angkat" alias kekasihnya ini untuk dimilikinya.
Terdorong cinta kasih yang membuatnya tergila-gila, Ang-hwa Nio-nio tidak segan-segan menurunkan ilmu-ilmu simpanannya sehingga dalam waktu be-berapa tahun saja ilmu kepandaian Ouw-yang Lam amat hebat. Bahkan Ilmu Pedang Hui-seng Kiam-sut (Ilmu Pedang Bintang Terbang) yang menjadi kebangga-an Ang-hwa Sam-ci-moi dahulu, telah diajarkan kepada Ouwyang Lam.
Dasar Ouwyang Lam memang pandai Tnengambil hati, maka dia bersumpah kepada kekasihnya bahwa kelak dia sen-diri yang akan membalaskan dendam kekasihnya itu kepada Pendekar Buta. Tentu saja untuk ini dia niemerlukan ilmu kepandaian yang tinggi agar dapat berhasil" Tidak ini saja, malah pemuda tampan ini begitu dimanja sehingga segala pernuntaannya dituruti, termasuk kegemarannya akan wanita cantik. Ang-hwa Nio-nio yang sudah setengah tua itu tidak mempunyai hati cemburu, bahkan rela membagi cinta kasih Ouwyang Lam.
Demikianlah sekelumit keadaan Ang-hwa-pai di Ching-coa-to. Kalau kepalanya bergerak ke utara, tak mungkin ekornya menuju ke selatan demikian kata orang-orang tua. Dengan pimpinan macam Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam, dapat ditwyangkan betapa bobroknya moral para anak buah dan anggauta Ang-hwa-pai. Mereka ini seperti mendapat contoh dan demikianlah, seluruh wilayah di sebelah barat dan selatan kota raja, penuh oleh orang-orang Ang-hwa pai yang bergerak dan merajalela menjadi perampok atau bajak yang malang-melintang tanpa ada yang berani melawan mereka. Asal ada penjahat yang mennakai tanda bunga merah di dada yang melakukan gerakan, tidak ada yang berani berkutik! Ouwyang Lam amat pandai sehingga untuk memperkuat kedudukannya, dia tidak segan-segan mempergunakan uang untuk me-nyuap sana-sini, menghubungi para pembesar dan menghamburkan uang secara royal kepada para pembesar korup yang memenuhi negara pada masa itu. Para pembesar korup amat berterima kasih dan menganggap orang-orang Ang-hwa-pai amat baik, tidak peduli mereka ini bahwa uang yang dipakai menyogok dan menyuap mereka itu adalah uang hasil rampokan!
Siu Bi sungguh malang nasibnya, terjatuh ke tangan tiga orang tokoh Ang-hwa-pai. Akan tetapi baiknya ia memiliki wajah yang amat jelita sehingga hal ini menggerakkan hati dua orang penawan-nya untuk mencari jasa hendak memper-sembahkan dia kepada Ouwyang Koleksi Kang Zusi134
Jaka Lola Kho Ping Hoo Lam! Tentu saja hal ini baik baginya, karena dalam keadaan pingsan di perahu itu, nasibnya sudah berada di tangan si ram-but putih dan si brew&k. Namun, meng-ingat akan hadiah dan kedudukan yang mungkin dinaikkan, dua orang itu tidak berani mengganggu Siu Bi, ingin mem-persembahkan gadis ini pada kongcu me-reka dalam keadaan utuh! Mereka hanya mengikat kaki tangan Siu Bi dan cepat-cepat mereka mendayung perahu, lang-sung menuju ke Ching-eoa-to.
Dan inilah sebabnya mengapa Yo Wan sia-sia saja mengejar. la tidak mengira bahwa Siu Bi ditangkap orang di dalam gua kemudian dilarikan dengan perahu. Terlalu lama dia mencari-cari di dalam hutan, berputar-putar tanpa hasil. Baru setelah menjelang senja, ia sampai di pinggir Sungai Fen-ho, berdiri termangu-mangu di tepi sungai.
Ketika sadar daripada pingsannya dan mendapatkan dirinya dalam keadaan ter-ikat kaki tangannya dan rebah di atas pembaringan dalam perahu, Siu Bi menjadi marah dan mendongkol sekali. Ia merasa lega bahwa tubuhnya tidak terasa sesuatu, tidak menderita luka. Akan te-tapi ketika ia mencoba untuk mengerahkan tenaga melepaskan diri daripada belenggu, ia mendapat kenyataan bahwa tali-tali yang mengikat kaki tangannya amatlah kuat, tak mungkin diputus mem-pergunakan tenaga. la mengeluh dan mulailah ia menyesal.
Mengapa ia me-larikan diri, meninggalkan Yo Wan" Kalau ada Yo Wan di dekatnya, tak mungkin ia sampai mengalami bencana seperti ini. Lebih menyesal lagi ia nnengapa pedangnya, Cui-beng-kiam, ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan. Kalau perginya membawa senjatanya yang ampuh itu, lebih baik lagi kalau ia tidak bertanding melawan Yo Wan, kalau..... kalau..... ah, tidak akan ada habisnya hal-hal yang sudah terlanjur dan sudah lalu disesalkan. Sesal kemudian tiada guna.
Perahu itu dengan cepatnya meluncur sepanjang Sungai Fen-ho, sampai masuk Sungai Kuning di selatan kennudian membelok ke timur melalui Sungai Kuning yang lebar dan diam. Selama beberapa hari melakukan perjalanan melalui air ini, Siu Bi tetap dalam belenggu. Akan tetapi gadis ini tidak digariggu dan karena mengharapkan sewaktu-waktu mendapat kesempatan membebaskan diri, Siu Bi tidak menolak suguhan makan minum yang setiap hari diberi oleh dua orang penawannya. la harus menjaga kesehatannya dan memelihara tenaga agar dapat dipergunakan sewaktu ada kesempatan.
Perjalanan dilangsungkan melalui darat. Dua orang itu dengan mudah mendapatkan tiga ekor kuda dari kawan-kawan mereka yang memang banyak terdapat di sekitar daerah itu, meraja-lela dan boleh dibilang menguasai keada-an di sebelah selatan dan barat dan kota raja.
Akhirnya mereka menyeberang telaga dan mendarat di Pulau Ching-coa-to di tengah telaga.
Pulau ini sekarang berubah keadaannya jika dibandingkan belasan tahun yang lalu. Setelah Ang-hwa-pai berdiri dan pulau ini dijadikan pusat, pulau ini dibangun dan darii jauh saja sudah tampak bangunan-bangunar yang besar dan megah. Taman bunga yang da-hulu Koleksi Kang Zusi135
Jaka Lola Kho Ping Hoo menjadi kebanggaan Ching-toanio dan puteri-puterinya, terpelihare baik-baik, malah dilengkapi pondok-pondok mungil karena tempat ini terkenal se-bagai tempat Ang-hwa Nio-nio dan Ouw-yang Lam bersenang-senang.
Siu Bi merasa heran dan kagum Juga setelah ia dibawa mendarat dari perahu yang menyebepangi telaga. Pulau itu benar indah, juga megah. Apalagi ketika mereka mendarat di pulau, mereka" disambut oleh sepasukan penjaga yang ber-pakaian lengkap, seragam dan bersikap gagah. Di dada kiri mereka tampak se-buah lencana, yaitu sulaman berbentuk bunga merah.
Si rambut putih yang agaknya memiliki kedudukan lumayan di pulau ini, segera menyuruh seorang penjaga lari melapor kepada pai-cu (ketua) dan kong-cu (tuan muda). Penjaga itu beriari cepat. Siu Bi digiring berjalan memasuki pulau dengan perlahan, diiringkan sepasukan penjaga dan diapit oleh kedua orang penawannya.
Tak lama kemudian rombongan ini berhenti dan dari depan tampak serom-bongan orang berjalan datang dengan eepat. Siu Bi membelalakkan mata, memandang penuh perhatian. la melihat barisan wanita-wanita muda cantik yang gagah sikapnya, memegang pedang telanjang di tangan, berjalan dengan teratur di kanan kiri. Di tengah-tengah tampak berjalan dua orang. Yang seorang adalah wanita tua yang berkulit hitam dan pakaiannya biarpun terdiri dari sutera ma-hal dan amat mewah, akan tetapi sungguh tidak serasi karena warnanya merah darah dan berkembang-kembang. Amat tidak cocok dengan kulit hitam itu, apalagi karena muka itu biarpun dibedaki dan ditutupi gincu, tetap saja memperlihatkan keriput-keriput usia tua. Seorang nenek yang amat pesolek dan sinar matanya tajam dan liar. Akan tetapi langkah kakinya demikian ringan seakan-akan tidak menginjak bumi, menandakan bahwa ginkang dari nenek ini luar biasa
hebatnya. Orang kedua adalah seorang laki-laki muda, kurang lebih dua puluh tahun, tubuhnya tegap, agak pendek tapi wajahnya tampan sekalidengan kulit yang putih kuning, alis hitam panjang dan matanya bersinar-sinar. Mereka ini bukan lain adalah Ang-hwa Nio-nio atau paicu, ketua dari Ang-hwa-pai, bersama Ouw-yang Lam atau kongcu yang sesungguh-nya memiliki kekuasaan tertinggi di situ karena si ketua itu berada di telapak tangan si pemuda ganteng!
Tempat itu kini penuh dengan para anggauta Ang-hwa-pai dan semua orang memandang Siu Bi penuh perhatian. Mereka bersikap hormat ketika ketua mereka muncul. Si rambut putih dan si brewok juga segera berlututniemberi hormat, lalu berdiri lagi.
Pandang mata Ouwyang Lam unfuk sejenak menjelajahi Siu Bi dari rambut sampai ke kaki, kemudian menoleh ke-pada si rambut putih. Adapun Ang-hwa Nio-nio segera menegur.
"Betulkah seperti yang kudengar bah-wa bocah ini telah membunuh A Bian" Mengapa kalian tidak segera membunuhnya dan perlu apa dibawa-bawa ke sini?"
Koleksi Kang Zusi136
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Maaf, kami sengaja menangkap dan tnembawanya ke sini agar mendapat pu-tusan sendiri tentang hukumannya dari Paicu dan Kongcu," kata si rambut putih dengan nada suara menjilat. "Pula, bagai-mana kami dapat membuktikan tentang kematian A Bian kalau pembunuhnya Udak kami seret ke sini?"
"Hemmm, bocah yang berani mem-bunuh seorang pembantuku, apalagi hu-kumannya selain mampus" Biar aku sen-diri membunuhnya!" Tangan nenek ini bergerak, terdengar angin bercuitan ketika angin pukulan meluncur ke arah dada Siu Bi. Gadis ini kaget bukan main. Hebat pukulan ini dan karena kedua tangannya masih dibelenggu, hanya kedua kakinya saja yang bebas, ia terpaksa melonipat cepat ke kiri.
"Srrrttt!" pinggir bajunya tersambar angin pukulan, pecah dan hancur beran-takan. Wajah Siu Bi berubah. la maklum bahwa nenek ini merupakan lawan yang berat, seorang yang amat lihai ilmunya.
"Ihhh, kau berani mengelak?" Nenek itu memekik, suaranya melengking tinggi dan kembali tangannya bergerak, sekarang angin yang berciutan itu menyambar ke arah leher Siu Bi.
Gadis ini kembali mengelak, akan tetapi kurang cepat sehingga pundaknya terhajar. Baiknya ia telah siap dan mengerahkan Hek-in-kang di tubuhnya, maka ia tidak mengalami luka, hanya terhuyung dan roboh miring di atas tanah.
Muka nenek itu berubah. Baru kali ini ia mengalami hal seaneh ini. Biasanya, kalau pukulannya dilakukan, tentu se-orang lawan akan roboh binasa. Apalagi kalau pukulannya yang mengandung hawa racun merah ini mengenai sasaran, tentu yang terkena akan terluka dalam. Akan tetapi gadis ini hanya terhuyung dan roboh tapi tidak terluka. Ini membuktikan bahwa gadis ini "ada isinya". Saking penasaran, ia mengerahkan tenaga dan hendak memukul lagi. Akan tetapi Ouw-yang Lam mencegah, menyentuh lengan nenek itu sambil berkata,
"Nio-nio, harap sabar dulu....."
"Apa". Kau masih belum puas dengan mereka itu dan hendak mengambil dia" Hati-hati, perempuan seperti ia bukan untuk hiburan, sekali ia lolos akan men-datangkan bencana!"
kata Ang-hwa Nio-nio sambil menuding ke arah Siu Bi yang sudah melompat bangun lagi dan me-mandang mereka dengan mata terbelalak penuh kemarahan dan kebencian. Sedikit pun gadis ini tidak memperlihatkan rasa takut.
"Bukan begitu, Nio-nio. Ingat Nona ini memiliki kepandaian, akan tetapi meng-hadapi seorang nona nnuda, dua orang kita menawannya dan membelenggunya seperti itu, sudah merupakan hal yang meremehkan nama besar kita. Apalagi sekarang kau hendak membunuhnya dalam keadaan terbelenggu, aku khawatir nama besarmu akan ternoda. Nio-nio, biarkan aku menghadapinya setelah belenggunya dilepas, agaknya ia lihai, patut aku Koleksi Kang Zusi137
Jaka Lola Kho Ping Hoo ber-latih dengannya. Eh, Nona, setelah kau lancang tangan membunuh seorang pem-bantu kami dan kau telah ditangkap ke sini, kau hendak berkata apa lagi?"
Siu Bi mengerutkan alisnya, matanya seolah-olah mengeluarkan api ketika memandang kepada wajah tampan itu. "Mengapa banyak cerewet" Mau bunuh boleh bunuh, siapa takut mampus" Pura-pura akan membebaskan, hemmm, kalau benar-benar kedua kakiku bebas, BKU akan membunuhi kalian ini semua, tak seekor pun akan kuberi ampun!"
Inilah makian dan hinaan hebat. Seaimi orang sampai melongo. Alangkah berialt-nya bocah ini. Sudah tertawan, berada di tangan musuh dan tidak berdaya, nyawa-nya tergantung di ujung rambut, masih begitu besar nyalinya. Benar-benar hal yang amat mengherankan bagi seorang gadis remaja seperti ini.
Akan tetapi Ouwyang Lam tertawa girang. Hatinya amat tertarik kepada gadis ini. Cantik jelita dan gagah perkasa. Biarpun baginya tidaklah sukar untuk mencari gadis cantik, malah boleh jadi lebih cantik daripada Siu Bi, na-mun takkan mudah mendapatkan seorang gadis yang begini gagah perkasa dan bernyali harimau. Kalar dia bisa mendapat-kan seorang seperti im di sampingnya, selain dia mendapatkan pasangan yang setimpal, juga gadis ini dapat merupakan penambahan tenaga yang amat penting dan memperkuat kedudukan mereka. Memang Ouwyang Lam orangnya cerdik, penuh tipu muslihat dan akal yang halus sehingga biarpun dia mempunyai niat di hatinya yang tidak baik, namun pada lahirnya dia bisa kelihatan amat baik dan peramah.
"Nona, kau seorang gagah, maka kuberi kesempatan untuk membela diri. Kami dari Anghwa-pai juga orang-orang gagah dan menghargai kegagahan. Nah, kau kubebaskan daripada belenggu dan boleh mennbela diri dengan kepandaianmu!" Tampak sinar berkelebat dan tahu-tahu belenggu pada kedua tangan Siu Bi sudah putus. Kiranya itu tadi adalah sinar pedang di tangan Ouwyang Lam!
Siu Bi kagum. Maklum ia bahwa juga " pemuda ini merupakan lawan yang berat. Namun, mana ia menjadi gentar karena-nya" la tersenyum mengejek, menggerak-gerakkan kedua lengannya untuk mengusir rasa pegal. Berhari-hari, ia dibelenggu dan hal ini membuat kedua lengannya terasa pegal. la mengerahkan tenaga sin-kang untuk mendorong peredaran darahnya, terutama di bagian kedua lengan sehingga ia dapat mengusir semua rasa kaku dan dapat bergerak lincah kembali. Setelah merasa dirinya sehat kembali, ia menghadapi Ouwyang Lam dan berkata,
"Nah, aku siap. Siapa akan maju menghadapi aku" Ataukah barangkali kalian mengandalkan kegagahan dengan cara pengeroyokan?" Ucapan ini merupakan tantangan yang mengandung ejekan. Muka Ang-hwa Nio-nio yang hitam sampai berubah menjadi makin hitam saking marahnya. Gadis ini benar-benar memandang rendah Ang-hwa-pai. Akan tetapi Ouwyang Lam tersenyum dan melangkah maju. Pedangnya masih berada di tangan, Koleksi Kang Zusi138
Jaka Lola Kho Ping Hoo akan tetapi dia tidak segera menyerang, melainkan berkata halus,
"Nona, aku sudah siap dengan pedang-ku. Harap kau suka mengeluarkan senjatamu."
Diam-diam Siu Bi menghargai sikap pemuda tampan ini, setidaknya pemuda ini nnempunyai watak yang gagah, tidak seperti nenek yang tak tahu malu menyerangnya ketika masih terbelenggu kedua tangannya tadi. Akan tetapi pedang Cui-beng-kiam ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan.
"Aku mengandalkan kedua kepalan tangan dan kakiku. Kalau pedangku Cui-beng-kiam berada di sini, mana orang-orangmu mampu menghinaku?"
Ouwyang Lam makin besar rasa ka-gumnya dan dia yakin bahwa gadis ini tentulah seorang pendekar wanita yang gagah. la segera menyimpan kembali pedangnya dan berkata, "Kalau begitu, marilah kita main-main dengan tangan kosong. Majulah, Nona."
Siu Bi tidak mau sungkan-sungkan lagi. Setelah sekarang ia ditantang dan tidak dikeroyok, ini merupakan keuntung-annya dan ia harus membela diri sekuat tenaga. Sambil berseru panjang ia lalu menerjang maju. Akan tetapi betapapun juga, ia ingat akan budi pemuda ini.
Biarpun merupakan seorang musuh, pemuda ini harus ia akui telah menolong nyawanya tadi ketika ia hendak dibunuh dalam keadaan terbelenggu oleh nenek yang lihai itu. Maka ia pun hanya ingin merobohkan pemuda ini saja, kalau mungkin tanpa melukainya, apalagi membunuh-nya. Oleh karena inilah maka ia lalu mainkan ilnMi silat biasa yang ia pelajari dari ayahnya dan dari Hek Lojin. Gerakannya gesit, serangannya ganas dan dahsyat, juga tenaga dalamnya amat kuat.
"Bagus!" Ouwyang Lam berseru ketika menyaksikan ketangkasan lawannyp la juga menggerakkan kaki tangannya, oer-silat dengan gaya yang indah. Dalam sekejap mata saja, keduanya sudah saling terjang, saling serang dengan hebat, gerakan mereka begitu cepatnya sehingga sukar diikuti pandangan mata karena bayangan itu sudah menjadi satu.
Angin pukulan dan gerakan tubuh rnenyambar-nyambar ke kanan kiri dan empat puluh jurus lewat dengan amat cepatnya.
Diam-diam Ang-hwa Nio-nio mendongkol melihat murid dan kekasihnya itu tidak segera menggunakan jurus-jurus Ilmu Silat Hui-seng-kun-hoat, yaitu Ilmu Silat Bintang Terbang yang merupakan ilmu silat tertinggi yang dimilikinya. Sementara itu, diam-diam Siu Bi mengeluh. Kiranya pemuda ini benar-benar lihai sekali sehingga jangan bicara tentang merobohkan tanpa melukai, mengalahkan pemuda ini saja masih merupakan hal yang belum tentu kecuali kalau ia mainkan Hek-in-kang. Akan tetapi kalau ia keluarkan ilmu ini, tak mungkin lagi mengalahkan tanpa membahayakan jiwa lawannya.
"Kenapa tidak keluarkan Hui-seng (Bintang Terbang)?"" tiba-tiba nenek itu berseru menegur Koleksi Kang Zusi139
Jaka Lola Kho Ping Hoo murid dan kekasihnya. Melihat Ouwyang Lam sampai puluhan jurus belum mampu mengalahkan lawan, Ang-hwa Nio-nio menjadi marah dan penasaran. Hal ini akan menibikin malu padanya, merendahkan nama Ang-hwa Nio-nio sekaligus Ang-hwa-pai!
Memang hal ini amat luar biasa bagi para anggauta Ang-hwa-pai. Biasanya, Ouwyang-kongcu merupakan orang yang amat lihai, hanya kalah oleh Ang-hwa Nio-nio dan begitu ia turun tangan semua tentu beres. Belum pernah para anggauta ini me-lihat ada lawan yang mampu melawan Ouwyang-kongcu lebih daripada sepuluh jurus. Akan tetapi sekarang, dara remaja yang menjadi tawanan dua orang pem-bantu itu ternyata mampu menahan terjangan Ouwyang-kongcu sampai begitu lama tidak tampak terdesak! Tentu saja hal ini tidak mengherankan bagi Ouwyang-kongcu dan bagi Ang-hwa Nio-nio karena kedua orang ini cukup mahlum bahwa dua orang pembantu mereka sama sekali bukanlah lawan gadts ini.
Mereka capat melawannya tentu karena hasil daripada Ang-tok-san yaitu bubuk racun merah yang dapat membius lawan.
Mendengar seruan Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam ragu-ragu. Betapapun juga, dia belum kalah dan biarpun dia tidak dapat mendesak gadis itu, namun sebalik-nya dia pun tidak terdesak. Mereka sama kuat dan hal ini membuat hatinya gembira dan kagum bukan main.
Belum pernah selamanya ia bertemu dengan seorang gadis yang begini hebat. Tadinya dia sama sekali tidak mengira bahwa Siu Bi akan begini kosen sehingga dapat mengimbangi permainan silatnya. Tentu saja hal ini membuat rasa sayangnya terhadap Siu Bi makin menebal. la tidak tega untuk mempergunakan ilmu silat yang lebih dahsyat, khawatir kalau-kalau melukai Siu Bi dan membikin gadis itu menjadi sakit hati. la hendak membaiki gadis ini, hendak memikat hatinya karena dia betul-betul jatuh hati yang baru pertama kali ini dia alami.
Akan tetapi, di fihak Siu Bi, seruan itu merupakan tanda bahaya. Kalau la-wannya mempunyai "simpanan" yang belum dikeluarkan, inilah berbahaya. la tidak mau didahului, maka tiba-tiba Siu Bi mengeluarkan seruan nyaring seperti pekik burung elang dan kedua lengannya bergerak aneh, diputar-putar secara luar biasa. Akan tetapi segera tampak sinar menghitann menyambar-nyambar, dari kedua lengan itu tampak uap hitam dan Ouwyang Lam merasai sambaran hawa pukulan yang amat dahsyat. Ketika dia menangkis, lengannya terasa panas sekali dan nyensanipai menembus ke ulu hati Kagetlah dia dan terhuyung-huyung dia ke belakang dengan muka pucat. Akan tetapi karena dia maklum bahwa lawannya ini benar-benar hebat, memiliki sim-panan ilmu dahsyat yang baru sekarang dikeluarkan, cepat dia mengerahkan te-naga mengusir rasa nyeri, berbareng dia membentak keras dan tubuhnya mumbul ke atas, lalu menukik ke bawah melakukan penyerangan balasan. Inilah sebuah jurus dari Ilmu Silat Hui-seng-kun-hoat, Ilmu Sllat Bintang Terbang yang SfelBin hebat sekali gerak-geriknya, juga me-ngandung hawa pukulan beracun, racun ang-tok (racun merah)! Ketika Siu Bi menangkis dengan tenaga Hek-in-king, keduanya terhuyung mundur dengan muka berubah. Tahulah mereka bahwa masing-masing kini telah mengeluarkan kepandaian dan tenaga simpanan. Ilniu Pukulan Hek-in-kang yang mengandung racun hitam kini bertemu tanding dengan hawa pukulan Koleksi Kang Zusi140
Jaka Lola Kho Ping Hoo racun merah. Akan tetapi keduanya menyesal bukan main karena kalau dilanjutkan, mereka berdua terpaksa akan mempergunakan dua macam ilmu dahsyat ini dan akibatnya, yang kalah tentu akan celaka, kalau tidak tewas sedikitnya tentu akan terluka parah di sebelah dalam tubuh!
"Tahan dulu.....!" Tiba-tiba Ang-hwa Nio-nio berseru dan melayanglah tubuhnya menengahi kedua orang muda. yang sedang bertanding itu. Karena nenek ini menggunakan kedua tangan mendorong, kedua orang muda itu terpaksa meloncat ke belakang.
"Kau mau mengeroyok?" Siu Bi mendahului membentak. Bentakan yang merupakan gertak belaka karena sesungguhnya di dalam hati ia merasa khawatir kalau-kalau nenek ini benar-benar mengeroyoknya. Kalau benar demikian, biarpun ia tidak akan mundur, namun boleh dipastikan bahwa ia akan kalah dan roboh. Dalam pertemuan tenaga dengan pemuda ku tadi saja sudah dapat ia bayangkan bahwa takkan mudah baginya mengalahkan Ouwyang Lam. Apalagi kalau nenek ini yang agaknya malah lebih lihai lagi daripada si pemuda, turun tangan mengeroyoknya.
Akan tetapi Ang-hwa Nio-nio tidak bergerak menyerang. Wajahnya keren dan suaranya berwibawa, "Bocah, jangan som-bong terhadap Ang-hwa Nio-nio! Kau tadi mainkan Hek-in-kang, orang tua Hek Lojin masih terhitung apamukah?"
Siu Bi kaget. Baru kali ini semenjak ia turun gunung, ada orang yang mengenal Hek-inkang. Banyak orang lihai ia temui, termasuk Jenderal Bun, isterinya, puteranya dan Si Jaka Lola. Akan tetapi mereka itu tidak mengenal ilmunya. Bagaimana nenek genit ini dapat mengenal Hek-in-kang" Malah tahu pula bahwa Hek-in-kang adalah ilmu mendiang kakeknya, Hek Lojin yang dikenalnya pula" Setelah nenek ini mengetahui semuanya, agaknya tidak perlu lagi berbohong, malah ia hendak menyombongkan kakeknya yang ia tahu amat lihai dan amat terkenal di dunia kang-ouw. "
"Hek Lojin adalah kakekku. Mau apa kau tanya-tanya?" jawabnya dengan nada suara sombong dan tidak nnau kalah.
"Kakekmu?" Keriput-keriput pada wajah nenek itu mendalam. "Bagaimana bisa jadi"
Maksudmu kakek guru" Kau mengenal The Sun?"
Berdebar jantung Siu Bi. Terang bah-wa nenek ini bukan orang yang asing bagi ayah dan kakeknya. Biarpun di da-lam hati ia tidak mau lagi mengakui The Sun sebagai ayahnya karena ia maklum sekarang bahwa The Sun memang bukan ayahnya, akan tetapi agaknya nama The Sun dan Hek Lojin akan dapat menolong-nya pada saat itu, Siu Bi biarpun seorang yang amat tabah dan tidak takut mati, namun ia bukan gadis bodoh. la amat cerdik dan ia maklum bahwa saat ini ia berada di sarang harimau. la berada di pulau orang, musuh-musuhnya lihai dan berjumlah banyak. Nekat memusuhi me-peka berarti mati. Maka ia lalu Koleksi Kang Zusi141
Jaka Lola Kho Ping Hoo menekan perasaannya dan menjawab,
"Dia adalah ayahku." Segan hatinya menyebut nama The Sun, maka ia hanya menyebut "dia"
saja. Tiba-tiba terjadi perubahan hebat pada muka nenek itu. Sejenak ia memandang Siu Bi dengan mata terbelalak, mulut ternganga, kemydian perlahan-lahan kedua mata itu menitikkan air mata dan ia lalu lari merangkul Siu Bi sambil menangis! Tentu saja Siu Bi jadi tercengang keheranan.
"Aihhh, siapa kira..... kita adalah orang-orang sendiri, anakku.....!"
Meremang bulu tengkuk Siu Bi dan tiba-tiba perutnya menjadi mulas mendengar ini karena timbul dugaan yang mengerikan di dalam hatinya. Jangan jangan..... jangan-jangan..... la tidak saja bukan anak The Sun, akan tetapi ]uga bukan anak ibunya dan..... dan..... perempuan mengerikan ini adalah ibu kandungnya! Dengan muka pucat diam-diam berdoa semoga dugaan ini tidak benar adanya. Akan tetapi hatinya demikian risau, membuat tenggorokannya serasa tercekik dan ia tidak mampu bertanya apa yang dimaksudkan oleh nenek mi dengan kata-kata "orang-orang sendiri tadi. Adalah Ouwyang Lam yang luga terheran-heran itu yang mengajukan pertanyaan, "Nio-nio, apakah artinya ini" Siapakah Nona ini?"
Ang-hwa Nio-nio tersenyum dibalik air matanya, melepaskan pelukan dan menggandeng tangan Siu Bi. "Mari kita pulang, mari..... kita adalah orang sendiri. Mari dengarkan keteranganku di rumah...... ah, untung tadi kau keluarkan Hek-in-kang itu, anakku....."
Mual rasa perut Siu Bi mendengar nenek ini menyebutnya "anakku". Akan tetapi karena bekas lawan bersikap begini ramah, tak mungkin ia memper-tahankan sikap bermusuhan lagi. Betapa-pun juga, ia masih ragu-ragu. Siapa tahu ada apa-apanya di balik sikap aneh ini. Siapa tahu ada kepiting di balik batu!
"Aneh sekali sikapmu, Paicu. Kalau benar aku ini orang sendiri, masa orang-orangmu memperlakukan aku sedemikian rupa" Penghinaan besar yang tiada taranya, menjadikan aku tawanan berhari-hari dan membelenggu kaki tangan.
"Ohhh, mereka tidak tahu...,."
"Kalau puh tidak tahu, sudah melakukan penghinaan kepada orang sendiri, apa yang akan kaulakukan kepada mereka?"
Ang-hwa Nio-nio sadar dan mengedikkan kepalanya, memutar tubuh memandang ke saha ke mari mencari-cari. Akhirnya ia menemukan mereka dengan pandang matanya, si rambut Koleksi Kang Zusi142
Jaka Lola Kho Ping Hoo putih dan sl brewok. Seakan-akan dari pandang matanya itu keluar perintah, karena tanpa kata-kata lagi kedua orang ini sudah maju dan menjatuhkan diri berlutut!
"Kami..... karti betul-betul tidak ta-hu....." kata si rambut putih, suaranya sudah gemetar tidak karuan.
"Kalian menghina puteri sahabat baikku The Sun, kalian sudah menjadikai? cucu murid orang tua Hek Lojin sebagai tawanan" Ahhh, kalau di Ang-hwa-pai masih ada orang-orang macam kalian, perkumpulan kita takkan dapat lama berdiri tegak." Tiba-tiba, tanpa peringatan lagi, kedua tangan Ang-hwa Nio-mo bergerak. Terdengar jerit dua kali den tubuh dua orang pembantu itu terjengkang ke belakang, mata mereka mendelik, muka mereka berubah rnerah seperti darah dan napas mereka sudah putus! Mereka terkena pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga beracun ang-tok sepenuhnya!
Ang-hwa Nio-nio tersenyum ketika menoleh kepada Siu Bi, "Nah, itulah hukuman mereka yang berani menghinamu, anakku. Mari, niari...... mari ikut bibi Kui Ciauw, sahabat baik ayahmu....."
Siu Bi merasa begitu lega seakan-akan batu sebesar gunung yang menindih hatinya diangkat orang ketika mendengar ucapan terakhir itu. Kiranya nenek ini yang bernama Kui Ciauw, berjuluk Ang-hwa Nio-nio, adalah sahabat baik "ayah-nya", jadi bukanlah ibu kandung seperti yang ia khawatirkan. Karena hati yang lega dan puas ini, tidak membantah lagi ketika digandeng pergi, malah ia ter-senyum kepada "bibi Kui Ciauw" dan membalas senyum Ouwyang Lam yang berjalan di sebelahnya!
Sikap Kui Ciauw atau Ang-hwa Nio-nio terhadap Siu Bi itu sebetulnya bukan dibuat-buat, juga tidaklah aneh. Belasan tahun yang lalu wanita ini bersama dua orang saudaranya disebut Ang-hwa Sam-ci-moi (Tiga Kakak Beradik Bunga Merah), dan mereka bertiga bekerja sama dengan The Sun dan Hek Lojin, melakukan perang terhadap Pendekar Buta dan kawan-kawannya. Kemudian mereka ini semua dikalahkan oleh Pendekar Buta, malah dua orang adiknya tewas, The Sun terluka hebat dan Hek Lojin buntung sebelah lengannya.
Oleh karena itulah, maka begitu mendengar bahwa gadis ini adalah puteri The Sun dan cucu murid Hek Lojin, sikap Ang-hwa Nio-nio seketika berubah. la menganggap Siu Bi sebagai orang segolongan yang menaruh dendam kepada Pendekar Buta. la tadi telah menyaksikan betapa kepandaian Hek Lojin telah diwariskan kepada gadi0 ini, maka sebagai orang segolongan, ten-tu saja ia menganggap gadis ini amat penting untuk bersama-sama menghadapi iriusuh besar mereka, Pendekar Buta. Tentu saja mendapatkan tenaga bantuan seperti gadis ini jauh lebih berharg? daripada orang-orang seperti si rambu putih dan si brewok, maka sebagai pengganti mereka, ia rela menerima Siu Bi dan menewaskan dua orang pembantu itu untuk menyenangkan hati Siu Bi.
Siu Bi kagum bukan main ketika melihat bangunan-bangunan indah di atas pulau dan memasuki gedung besar tempat tinggal Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam. Perabot Koleksi Kang Zusi143
Jaka Lola Kho Ping Hoo rumah serba indah dan mahal, gambar-gambar indah, tulisan-tulisan dengan sajak-sajak kuno menghias dinding membuat gedung itu kelihatan seperti sebuah istana.
Setelah mereka bertiga duduk di ru-angan tengah dan para pelayan cantik menghidangkan minuman, Ang-hwa Nio-nio lalu bercerita, "Anak baik, ketahuilah, aku adalah Ang-hwa Nio-nio atau ketua dari Ang-hwa-pai, tapi kau boleh menyebutku bibi Kui Ciauw saja, karena aku adalah sahabat baik dan teman seperjuangan dengan ayahmu. Dia ini ada-lah muridku, Ouwyang-kongcu atau Ouw-yang Lam, muridku yang tersayang, dan karenanya dia ini masih terhitung saudara segolongan denganmu. Anak baik, siapakah namamu tadi"''
"Namaku Siu Bi."
"The Siu Bi, hemmm, bagus sekali. Tak kunyana bahwa The Sun bisa mempunyai seorang anak secantik engkau, dan ilmu kepandaianmu juga hebat, agaknya malah lebih hebat daripada ayahmu sendiri. Siu Bi, apakah ayah dan kakekmu tidak pernah bercerita tentang aku?"
Dengan jujur Siu Bi menggeleng kepalanya, dan Ang-hwa Nio-nio mengerutkan alisnya. "Ah, bagaimana mereka bisa begitu cepat melupakan aku" Tidak ingat akan perjuangan bersama dan penderitaan senasib" Siu Bi, anakku yang baik, apakah mereka juga tak pernah bicara tentang Pendekar Buta?"
Bangkit semangat Siu Bi mendengar disebutnya musuh besarnya ini. "Aku memang sengaja turun gunung untuk mencari Pendekar Buta, membalaskan dendam mendiang kakek dan membuntungi lengan tangan Pendekar Buta sekeluarga."
Berubah wajah Ang-hwa Nio-nio, "Kau bilang..... mendiang kakek" Apakah Hek Lojin si orang tua sudah meninggal?"
Siu Bi mengangguk dan wanita lu meramkan kedua matanya. "Ah, sungguh sayang sekali.
Akan tetapi, kau penggantinya, anakku. Biarlah, mari kita sama-sama menggempur Pendekar Buta, kita hancurkan kepalanya, cabut keluar jantungnya untuk kita pakai sembahyang kepada roh-roh yang penasaran!"
Siu Bi boleh jadi seorang gadis yang tabah, akan tetapi mendengar ancaman menyeramkan ini ia bergidik juga. "Bibi, aku sudah bersumpah hendak mencarinya dan dengan tanganku sendiri aku akan membuntungi lengannya, lengan isterinya dan anak-anaknya."
"Aku akan membantumu....."
"Aku tidak perlu bantuan, Bibi. Aku sendiri cukup untuk menghadapinya."
Koleksi Kang Zusi144
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Dia lihai sekali."
"Tidak peduli. Aku tidak takut!" Ang-hwa Nio-nio membelalakkan kedua matanya. la tak berdaya menghadapi gadis ini yang begini sukar diajak berunding. la mulai tidak sabar dan hal ini dapat dilihat oleh Ouwyang Lam yang segera berka-ta sambil tersenyum.
"Tentu saja adik Siu Bi tidak takut. Masa terhadap seorang musuh yang buta kedua matanya saja takut" Kalau takut kan bukan orang gagah namanya! Akan tetapi kami yang lemah memerlukan bantuan dan kami mohon bantuan adik Siu Bi yang gagah perkasa untuk Bersama-sama menghadapi Pendekar Buta. Kita mempunyai kepentingan bersama dan kita sama-sama bersakit hati terhadap dia."
Enak didengar ucapan Ouwyang Lam ini dan seketika hati Siu Bi dapat dikalahkan. Gadis ini menjadi tidak enak sendiri mendengar ia diangkat-angkat dan mereka berdua yang ia tahu tidak kalah lihai itu merendahkan diri. Untuk menghilangkan rasa tidak enak ini ia bert'anya.
"Mengapakah kalian juga bermusuh de-ngan Pendekar Buta" Kalau kakek sudah terang dibuntungi lengannya."
Ang-hwa Nio-nio girang melihat hasil bujuk dan kata-kata halus muridnya, maka kini ia yang rnemberi penjelasan, "Siu Bi, agaknya kakek dan ayahmu tidak memberi penuturan yang lengkap kepada-mu. Ketahuilah bahwa belasan tahun yang lalu sebelum kau teriahir, ayahmu merupakan musuh besar Pendekar Buta, dan karena ayahmu tidak dapat menangkan musuhnya maka kakekmu Hek Lojin datang membantu. Akan tetapi ter-nyata kakekmu juga kalah, malah di-buntungi lengannya. Adapun aku sendiri, bersama dua orang adik perempuanku, juga memusuhi Pendekar Buta untuk membalas dendam suci (kakak seperguruan) kami, akan tetapi dalam pertempur-an itu, kedua orang adikku tewas, hanya aku seorang yang berhasil meriyelamat-kan diri. Karena itulah, aku bersumpah untuk membalas dendam atas kematian saudara-saudaraku dan juga atas kekalah-an para kawan segolonganku, termasuk ayahmu dan kakekmu. Dengan demikian, bukankah kita ini orang sendiri dan se-golongan?"
Siu Bi diam-diani terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa Pendekar Buta sedemikian lihainya sehingga dikeroyok begitu banyak orang sakti masih dapat menang! Makin ragu-ragu ia apakah ia akan dapat menangkap musuh besar itu, dan mulailah ia melihat kenyataan akan pentingnya bekerja sama dengan orang-orang pandai seperti Ang-hwa Nio-nio dan muridnya yajng tampan ini. Apalagi dengan adanya Ang-hwa Nio-nio, akan lebih mudah mengenal kelemahan-kelemahan lawan karena Ang-hwa Nio-nio pernah bertempur menghadapi Pendekar Buta.
"Kau betul, Bibi. Maafkan keraguanku tadi. Kalau begitu, marilah kita berangkat ke Liong-thouw-san mencari musuh besar kita."
Koleksi Kang Zusi145
Jaka Lola Kho Ping Hoo Ang-hwa Nio-nio tertawa. "lii-hi-Hik, kau benar-benar seorang gadis yang keiras hati dan penuh semangat Siu Bi, tidak mudah menyerbu ke Liong-thouw-san. Kita harus menghubungi teman-teme.i segolongan. Banyak yang akan suka ikut menyerbu ke sana untuk menyelesaikan perhitungan lama. Di antaranya ada pamanku Ang Moko yang sudah menyang-gupi. Di samping itu, kau harus mem-bantu kami lebih dulu, karena kami pada saat ini sedang menanti kedatangan mu-suh-musuh kami yang datang dari Kun-lun.
Sebagai orang segolongan, tentu kau tidak suka melihat kami dihina orang dan tentu kau mau membantu kami, bukan?"
"Tentu saja, Bibi. Akan tetapi tidak enaklah membantu sesuatu tanpa mengetahui persoalannya. Mengapa kau ber-musuhan dengan orang-orang Kun-lun" Aku pernah mendengar dari kakek bahwa Kun-lun-pai adalah sebuah partai persilatan yang besar."
Ang-hwa Nio-nio menarik napas pan-jang dan mengangguk-angguk, "Sebetul-nya, dengan Kun-lun-pai langsung kami tidak mempunyai urusan. Yang menjadi biang keladinya adalah Bun-goanswe sehingga menyeret Kun-lun-pai berhadapan dengan kami."
"Jenderal Bun di Tai-goan?" tanya Siu Bi, kaget.
Tercenganglah Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam mendengar ini. "Kau kenal dia?"
"Tidak kenal, tapi aku tahu. Pernah aku dijadikan tahanan di sana karena aku membantu para petani yang ditindas."
"Dia memang sombong!" kata Ouw-yang Lam. "Puteranya juga sombong sekali. Dumeh (mentang-mentang) jenderal itu sahabat baik Pendekar Buta dan putera dari ketua Kun-lun-pai, sama sekali tidak memandang mata kepada orang-orang seperti kita!"
Mendengar bahwa Jenderal Bun 'itu adalah sahabat baik musuh besarnya, tentu saja Siu Bi menjadi makin tak senang kepada keluarga Bun. "Apakah yang terjadi?" tanyanya.
"Ketahuilah, adik Siu Bi. Karni dari Ang-hwa-pai selalu melakukan hubungan baik dengan para pembesar, malah kami tidak pernah berlaku pelit. Semua pem-besar dari yang rendah sampai yang ting-gi dt wilayah ini, apabila mengalami ke-sukaran, tentu minta bantuan kami dan tidak pernah kami menolak mereka. Akan tetapi, Jenderal Bun dan puteranye itu malah menghina kami, dan ada empat orang anak buah Ang-hwa-pai mereka tangkap dan mereka jatuhi hukuman. Tiga orang anak buah kami yang me-lawan mereka bunuh. Coba kaupikir, bu-kankah mereka itu bertindak sewenang-wenang mengandalkan kedudukan dan ke-pandaian?"
"Hemmm, lalu apa yang terjadi?"
Koleksi Kang Zusi146
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Agaknya uruser' ini terdengar oleh ketua Kun-lun-pai yang menjadi ayah dari Jenderal Bun.
Kun-luri-paitnengirim utusan memberi teguran kepada partai kami, dinyatakan oleh partai Kun-lun bahwa setelah negara menjadi aman, kami tidak semestinya mengacau. Tentu saja aku tidak dapat menahan kemarahan mendengar pernyataan yang amat memandang rendah ini, kumaki utusan itu dan terjadi pertandingan yang mengakibatkan utusan Kun-lun-pai itu tewas. Dan dalam beberapa hari ini, kurasa .akan datang pula utusan Kun-lun-pai ke sini.
Kalau terjadi keributan dengan fihak Kun-lun-pai yang sombong, kuharap saja kau suka membantu kami, adik Siu Bi."
Siu Bi kembali mengangguk-angguk. Dia sendiri memang tidak suka kepada Jenderal Bun, apalagi karena jenderal itu adalah sahabat musuh besarnya. Dengan Kun-lun-pai ia tidak mempunyai hubung-an apa-apa, sedangkan orang-orang Ching-coa-to ini adalah orang segolongan de-ngannya, sama-sama musuh besar Pendekar Buta.
"Baiklah, tentu aku membantu. Setelah melihat lurah Bhong yang jahat itu dan sikap Jendepal Bun, aku pun tidak suka kepada para pembesar itu. Kalau mereka keterlaluan harus kita lawan."
Hidangan yang mewah dikeluarkan oleh para pelayan cantik dan tiga orang ini berpesta-pora. Siu Bi diam-diam merasa girang juga karena nenek dan pemuda itu benar-benar amat ramah kepadanya, malah pesta itu diadakan untuk menghormatinya! la merasa beruntung dapat bertemu dengan Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam, karena jelas bahwa pertemuan ini akan mendekatkan ia ke-pada hasil gemilang tujuan perjalanannya. Juga di samping ini, ia tertarik dan suka kepada Ouwyang Lam yang tampan, gagah perkasa dan amat manis budi ter-hadapnya. Tidak mengecewakan menipunyai seorang sahabat seperti dia, pikirnya.
Baru saja mereka seleisai makan mi-num, seorang penjaga berlari masuk, memberi laporan bahwa ada dua orang tosu menyeberangi telaga dan datang berkunjung ke pulau.
"Mereka mengaku datang dari Kun-lun-pai dan minta bertemu dengan Paicu," penjaga itu mengakhiri laporannya.
Ouwyang Lam meloncat berdiri. "Bi-'' arkan aku yang pergi menemui mereka," katanya kepada Ang-hwa Nio-nio, kemudian menoleh kepada Siu Bi. "Adik Siu Bi, adakah hasrat main-main dengan orang-orang Kun-lun-pai?"
Dasar Siu' Bi berwatak nakal dan pemberani. Mendengar bahwa dua orang Kun-lun-pai datang ke pulau ini, tentu dengan maksud mencari perkara, ia men-jadi ingin tahu dan gembira sekali kalau ia dipercaya mewakili tuan rumah. la menoleh ke arah Ang-hwa Nio-nio yang tersenyum kepadanya dan berkata,
"Pergilah, Siu Bi, dan bergembiralah bersama kakakmu Ouwyang Lam."
Koleksi Kang Zusi147
Jaka Lola Kho Ping Hoo Pemuda itu sudah meloncat ke luar, diikuti Siu Bi dan dua orang muda ini berlari-lari menuju ke pantai. Benar saja seperti yang dilaporkan oleh penjaga tadi, di pantai berdiri dua orang tosu setengah tua yang bersikap keren dan angker. Perahu mereka yang kecil berada di darat dan tak jauh dari tempat itu tampak orang-orang Ang-hwa-pai berjaga-jaga sambil memasang mata penuh perhatian. Semenjak terjadi peristiwa utusan Kun-lun-pai, mereka telah menerima perintah dari ketua mereka supaya jangan bertindak sembrono kalau bertemu dengan orang-orang Kun-lun-pai, akan tetapi langsung melaporkan kepada ketua, Inilah sebabnya mengapa para anggauta Ang-hwa-pai tidak mengganggu dua orang tosu itu.
Dua orang tosu itu ketika melihat munculnya dua orang muda-mudi yang tampan dan cantik jelita, menjadi tercengang dan saling pandang. Apalagi ketika melihat dua orang muda itu langsung menghampiri mereka dan menatap mereka sambil tersenyum-senyum mengejek. Ouwyang Lam segera bertanya,
"Apakah Ji-wi (Kalian) tosu dari Kun-lun-pai?"
Tosu yang mempunyai tahi lalat besar di bawah mulutnya menjawab, "Betul, Orang muda.
Pinto (Aku) adalah Kung Thi Tosu dan ini sute Kung Lo Tosu. Kami berdua mentaati perintah ketue kami mengantar seorang suheng (kakak seperguruan) kami menyampaikan pesan ketua kami kepada Ang-hwa-pai. Oleh karena itu, harap kau orang muda suka memberi tahu kepada Ang-hwa-pai bahwa kami datang berkunjung."
Ouwyang Lam tertawa. "Totiang berdua tak perlu sungkan-sungkan. Kalau ada perkara, beritahukan saja kepadaku. Aku Ouwyang Lam mewakili ketua kami, p. dan segala urusan cukup kalian bicarakan dengan aku."
"Hemmm, begitukah?" Kung Thi Tosu berkata sambil menatap wajah Ouwyang . Lam tajam-tajam. "Sudah lama pinto mendengar nama Ouwyang-kongcu. Kedatangan kami ini tidak lain akan menanyakan tentang suheng kami yang be-berapa hari yang lalu datang ke sini.
Di manakah suheng kami itu?"
Wajah yang tampan itu menjadi muram. "Totiang, apa kaukira aku ini seorang pengembala keledai maka kau tanya-tanya kepadaku tentang keledai yang hilang" Sudahlah, lebih baik kalian pergi, cari di tempat lain. Pulau kami bukan tempat bagi para tosu."
Jawaban ini biarpun terdengar hems namun amat menghina dan menyakitkan hati karena menyamakan suheng mereka dengan keledai! Kung Lo Tosu yang bermuka kuning menjadi makin pucat muka-nya ketika dia melangkah maju dan her-kata dengan suara keras.'
"Orang muda she Ouwyang bermulut lancang! Kami dari Kun-lun-pai tidak biasa menelan Koleksi Kang Zusi148
Jaka Lola Kho Ping Hoo hinaan-hinaan tanpa sebab. Ketua kami mendengar tentang sepak terjang Ang-hwa-pai yang mengancau ketenteraman, lalu ketua kami mengutus suheng dan kami berdua untuk datang mengunjungi kalian guna memberi per-ingatan secara halus, mengingat sama- 1
sama partai persilatan. Akan tetapi suheng yang amat hati-hati dan tidak ingin kalian salah faham, menyuruh kami rne-nanti di seberang dan suheng seorang diri yang datang ke sini empat hari yang lalu. Suheng tidak kelihatan kembali, maka kami datang menyusul. Kirarya datang-datang kami hanya kau sambut dengan ucapan menghina. Orang muda lekas katakan dimana adanya Kun Be Suheng".
Berubah wajah 0uwyang Lam, agak merah karena dia menahan kemarahannya.
"Aku tidak tahu yang mana itu suhengmu, akan tetapi beberapa hari yang lalu memang ada seseorang kurang ajar mengacau disini. Karena dia tidak mau disuruh pergi, terpaksa aku turun tangan dan dia sudah tewas.
"Keparat, Jadi kau..... kau membunuh suheng.....?" Kun Thi Tosu kini pun menjadi marah sekali. "Kalau begitu Ang-hwa-pai benar-benar jahat sekali, membunuh seorang utusan....."
Ouwyang Lam tertawa mengejek "Tosu bau, dengar baik-baik. Kalau terjadi sesuatu pertengkaran dan pertempuran, jelas bahwa yang salah adalah orang yang datang menyerbu. Aku membela tempatku sendiri yang dikacau orang, mana bisa dianggap jahat"
Adalah kalian ini yang bukan orang sini, datang-datang mengeluarkan omongan besar, kalianlah yang jahat!"
"Ang-hwa-pai partai gurem yang baru muncul berani memandang rendah Kun-lun-pai!
Benar-benar keterlaluan. Bocah sombong, kau harus mengganti nyawa suheng!
Ouwyang Lam menoleh ke arah Siu Bi. "Kau lihat, betapa menjemukan. Mau membantuku melempar mereka ke dalam telaga?"
Siu Bi slidah biasa dengan watak aneh kasar dan liar. Watak kakeknya, Hek Lojin, jauh lebih kasar, liar dan aneh lagi. la pun tadi jemu menyaksikan lagak orang-orang Kun-lun-pai ini dan dalam pertimbangannya, Ouwyang Lam berada di fihak benar. Orang dihargai karena sikapnya, karena kebenarannya, sama sekali bukan karena kedudukannya, atau karena partainya yang besar. Dalam hal ini, Kun-lun-pai terlalu memandang rendah Ang-hwa-pai, tidak semestinya mencampuri urusan partai orang lain, apalagi menegur. Orang-orang Kun-lun-pai men-cari penyakit sendiri dengan sikap tinggi hati dan tekebur.
"Mari.....!" kata Siu,Bi, juga dengan senyum mengejek.
Dua orang tosu ifu siidah marah sekali mendengar betapa suheng mereka yang datang di pulau ini sebagai utusan, telah ditewaskan. Serentak mereka menerjang maju, dengan maksud untuk menangkap pemuda sombong ini untuk ditawan dan dipaksa ikut mereka ke Koleksi Kang Zusi149
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kun lun, dihadapkan kepada ketua mereka agar diadili.
Akan tetapi mereka keliru kalau mengira bahwa mereka akan dapat me-robohkan dan menangkap Ouwyang Lam dengan mudah. Begitu pemuda itu meng-gerakkan kaki tangan, dia telah irenyam-but terjangan kedua orang ini dengan pukulan dan tendangan yang dahsyat, memaksa dua orang tosu itu mengelak sambil menyusul dengan serangan dari samping. Akan tetapi pada saat itu, Siu Bi sudah membentak nyaring dan inener-jang Kung Lo Tosu sehingga lerpaksa tosu ini bertanding melawan Siu Bi. Hal ini tidak mengecilkan hati kedua orang tosu Kun-lun-pai. Siu Bi hanya seorang gadis remaja, juga Ouwyang Lam yang mereka pernah dengar sebagai Ouwyang-kongcu yang terkenal kiranya hanya seorang pemuda biasa saja. Dengan cepat iTiereka memainkan kaki tangan, menge-luarkan Ilmu Sitat Kun-lun-pai. Mereka adalah tosu-tosu tingkat ke empat di Kun-lun-pai, ilmu kepandaian mereka tinggi. Biarpun mereka percaya bahwa suheng mereka tewas, akan tetapi me-reka mengira bahwa tewasnya sang suheng itu adalah karena pengeroyokan, sama sekali tidak pernah menyangka bahwa tewasnya Kung Be Tosu adalah karena bertanding satu lawan satu de-ngan pemuda ini!
Setelah bergebrak beberapa jurus, barulah kedua orang tosu itu kaget dan mendapat kenyataan bahwa kedua orang lawannya ternyata lihai bukan main. Ja-ngankan menangkap, menyerang saja mereka tidak mampu lagi, hanya dapat mempertahankan diri, menangkis dan mengelak ke sana ke mari karena kedua orang muda itu mendesak mereka dengan pukulan-pukulan yang cepat dan luar biasa. Kung Lo Tosu menjadi kabur ma-tanya melihat sinar hitam bergulung-gulung dari kedua lengan lawannya, dan pukulan-pukulan gadis remaja ini me-ngandung hawa yang panas bukan main. Adapun Kung Thi Tosu juga bingung menghadapi sinar merah dari pukulan Ouwyang Lam, kepalanya pening mencium bau harum yang aneh.
"Adik Siu Bi, kalau kita bunuh mereka, mereka tidak akan dapat mengingat-ingat akan kelihaian kita. Hayo berlomba lempar mereka ke telaga!" kata Ouwyang Lam sambil tertawa.
Siu Bi memang tidak mempunyai maksud untuk membunuh lawannya karena ia sendiri tidak mempunyai permusuhan apa-apa dengan tosu Kun-lun-pai. Mendengar ajakan ini, ia berseru keras dan tahu-tahu ia telah berhasil mencengkeram pundak lawannya dan dengan gentakan cepat ia melemparkan tubuh Kung Lo Tosu ke air telaga di depannya. Tepat pada saat itu juga, Ouwyang Lam ber-hasil pula melemparkan lawannya sehing-ga tubuh kedua orang tosu Kun-lun-pai ini melayang dan terbanting ke dalam alr yang muncrat tinggi-tinggi. Mereka ge-lagapan, tenggelam dan beberapa saat kemudian timbul kembali megap-megap, berusaha berenang akan tetapi tak berani ke pinggir karena para anggauta Anghwa-pai "sudah berdiri di situ sambil tertawa bergelak.
"Mereka sudah diberi hajaran, biarkan mereka pergi," kata Siu Bi, kakinya ber-gerak dan.....
perahu, kecil itu sudah di-tendangnya sampai terbang melayang ke air, dekat kedua orang Koleksi Kang Zusi150
Jaka Lola Kho Ping Hoo tosu yang gela-gapan itu. Cepat mereka berenang men-dekati, meraih perahu terus mendayung perahu dengan kedua tangan mereka di kanan kiri perahu. Perahu bergerak per-lahan ke tengah telaga, diikuti sorak-sorai dan ejekan para anggauta Ang-hwa-pai.
Dapat dibayangkan betapa malunya Kung Thi Tosu dan Kung Lo Tosu, mereka terus berusaha sedapat mungkin meng-gerakkan perahu tanpa dayung, menjauhi pulau dengan niuka sebentar pucat sebentar merah.
Baru setelah perahu mereka bergerak sampai ke tengah telaga, jauh dari pulau, mereka menyuinpah-nyumpah dan meng-ancam akan melaporkan hal;im kepada ketua mereka.
"Pemuda jahanam, gadis liar'" Kung Thi Tosu memaki gemas. "Awas kalian orang-orang Ang-hwa-pai, Kun-lun-pai takkan mendiamkan saja penghinaan ini!"
"Sudahlah, Suheng. Mari kita gerakkan perahu mendarat dan cepat-cepat kita kembali ke Kun-lun untuk lapor kepada sucouw (kakek guru)." Kung Lo Tosu menghibur. Mereka terus mendayung perahu mempergunakan kedua lengan. Karena mereka berkepandaian tinggi dan tenaga mereka besar, biarpun perahu hanya didayung dengan tangan, perahu dapat meluncur cepat menuju ke darat.
Tiba-tiba dari sebelah kanan meluncur sebuah perahu kecil. Penumpangnya ha-nya seorang wanita muda yang berdiri di tengah perahu dan menggerakkan dayung ke kanan kiri sambil berdiri saja. Namun perahunya dapat meluncur laksana di-gerakkan tenaga raksasa! Melihat ini saja, dua orang tosu itu dapat menduga bahwa gadis yang cantik dan gagah ini tentulah seorang berilmu. Sebaliknya gadis itu pun dapat mengerti bahwa dua orang tosu yang mendayung perahu hanya ; dengan tangan itu tentulah orang-orang berkepandaian tinggi.
Kung Thi Tosu dan Kung Lo Tosu tidak mempedulikan gadis itu, malah mereka segera membuang muka. Mereka mengira bahwa gadis yang lihai ini ten-tulah orang Ang-hwa-pai, sebangsa de-ngan gadis remaja yang tadi merobohkan Kung Lo Tosu. Mereka tidak mau men-cari penyakit, tidak mau mencari gara-gara, maka lebih aman membungkam dan.
pura-pura tidak melihat. Akan tetapi, tidak demikian dengan gadis itu. la se-ngaja memotong jalan, menghadang pe-rahu mereka. Karena tidak ingin perahu mereka bertumbukan, terpaksa mereka menahan lajunya perahu dan memandang.
Yang berdiri di tengah perahu kecil itu adalah seorang gadis yang masih muda, seorang gadis yang cantik manis, senyumnya selalu menghias bibir, sepasang matanya tajam berpengaruh, dan di balik kecantikan itu tersembunyi kegagahan Tubuhnya ramping padat, pakaiannya sederhana dan rambutnya yang hita n itu,. dikuneir ke belakang, melambai-lambai tertiup angin telaga.
Gadis itu menggunakan dayung menahan perahunya, memberihormat'sarri-bil membungkuk dalam dan mengangkat kedua tangan yang memegang dayung ke depan Koleksi Kang Zusi151
Jaka Lola Kho Ping Hoo dada, lalu berkata, suaranya halus merdu membayangkan watak yang halus pula'
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maaf, Ji-wi Totiang. Bukan makslidku mengganggu Ji-wi, melainkan saya mo-hon bertanya, telaga ini telaga apakah namanya dan pulau di depan itu pulau apa, siapa yang tinggal di sana?"
Kung Thi Tosu dan sutenya saling pandang, kemudian Kung Thi Tosu ber-tanya, "Nona bukan orang sana" Bukan anggauta Ang-hwa-pai?"
Kini gadis itu yang memandang heran, "Bukan, Totiang. Kalau saya orang pulau itu, masa masih bertanya-tanya. Saya seorang pelancong yang tertarik akan keindahan telaga ini, dan ingin sekali tahu nama telaga dan pulau itu."
"Wah, kalau begitu, lebih baik Nona lekas-lekas pergi dari tempat ini. Amat 'berbahaya, Nona. Pulau di depan itu adalah Ching-coa-to, pusat perkumpulan Ang-hwa-pai. Kami berdua tosu dari Kun-lun-pai baru saja terlepas daripada bahaya maut."
"Akan tetapi tidak terlepas daripada" penghinaan hebat!" sambung KungLoTosu.
Gadis itu tampak mengerutkan alisnya yang hitam dan bagus bentuknya. "Di sepanjang perjalanan sudah banyak ku-dengar sepak terjang yang sewenang-wenang dari Ang-hwa-pai. Siapa duga sampai-sampai berani melakukan penghinaan terhadap Kun-lun-pai.
Kiranya Ji-wi Totiang ini anak murid Kun-lun-pai" Harap Totiang sudi menceritakan kepada saya apakah yang telah terjadi antara Ji-wi dan Ang-hwa-pai?"
"Nona siapakah" Pinto tidak dapat menceritakan hal ini kepada orang luar yang tidak pinto kenal, maaf," kata Kung Thi Tosu.
Nona itu mengangguk. "Memang seharusnya begitulah. Akan tetapi biarpun Ji-wi Totiang tidak mengenal saya, tentu Bun Lo-sianjin ketua Kun-lun-pai takkan asing nnendengar nama saya dan itakkan marah kepada Ji-wi kalau menaengar bahwa Ji-wi menceritakan urusan ini kepada seorang gadis bernama Tan Cui Sian dari Thai-san."
Dua orang tosu itu belum pernah mendengar nama Tan Cui Sian, akan tetapi tentu saja mereka tahu apa arti-nya Thai-san-pai bagi Kun-lun-pai. Ketua Thai-san-pai yang berjuluk Bu-tek-kiam-ong (Raja Pedang Tiada Lawan) adalah sahabat baik ketua mereka dan kalau nona ini datang dari Thai-san, berarti seorang sahabat pula. KungThi Tosu lalu menjura dan memberi hormat.
Misteri Bayangan Setan 13 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Pendekar Panji Sakti 3
Disusul isa tangis tertahan dan tarikan napas panjang Jenderal itu,
"Hui Siang, mengapa kau masih juga belum dapat memadamkan api dendam terhadap mereka" Lupakah kau bahwa Kun Hong adalah penolong kita" Dia seorang pendekar besar yang telah terkenal kegagahan dan budi pekertinya. Dia merupakan penolong kita!"
Isak tangis itu makin keras. "Aku..... aku pun tidak bisa lupa..... bahwa kau..... kau Koleksi Kang Zusi113
Jaka Lola Kho Ping Hoo membutakan mata kananmu karena dia ...?".
Bun-goanswe tertawa. "Ha-ha-ha, itukah yang membuat dendammu tak dapat hilang" Tak usah dipusingkan, isteriku. Kebutaan sebelah mataku dapat membuka kebutaan mata hatiku, bukankah itu baik sekali?"
"Lalu. apa yang hendak kaulakukan terhadap gadis itu?" "Aku akan membujuknya agar supaya ia membatalkan niatnya mengacau tem-pat tinggal Kun Hong. Kalau ia bersikeras, apa boleh buat, aku akan memasukkannya ke dalam tahanan sampai ia bertobat."
"Jenderal busuk, kau benar-benar hendak mempergunakan hukum untuk mencari kebenaran dan kemenangan sendiri. Aku, Cui-beng Kwan Im, mana sudi kau perlakukan demikian?" Sesosok bayangan melayang turun dari jendela dan sinar pedang hitam menerjang Bun-goanswe, Jenderal ini kaget sekali, cepat dia menghunus pedangnya dan menangkis. Adapun Hui Siang, isteri jenderal itu, kaget dan khawatir, untuk sejenak hanya dapat memandang dengan kaget. Akan tetapi, beberapa menit kemudian nyonya im sudah mendapatkan pedangnya lalu menyerbu dan mengeroyok Siu Bi. Dara ini tidak menjadi gentar, malah berseru keras dan segera pedangnya berubah menjadi gulungan sinar kehitaman, diseling pukulan-pukulannya yang mengandung tenaga Hek-in-kang! Memang hebat gadis ini, ilmunya tinggi nyalinya sebesar nyali harimau, akan tetapi dia terlalu memandang rendah orang lain. Terjangnya yang dahsyat dan ganas memang , membuat suami isteri itu kaget dan terdesak mundur.
Akan tetapi, jenderal itu adalah Bun Wan putera tunggal ketua Kun-lun-pai, tentu saja ilmu kepandaiannya juga hebat. Dan isterinya adalah puteri dari Ching-toanio yang memiliki ilmu silat segolongan dengan Siu Bi, yaitu goiongan hitam. Biarpun tingkat ilmu silat kedua orang suami isteri ini tidak sedahsyat ilmu silat Siu Bi warisan dari kakek sakti Hek Lojin, namun gadis itu kalah ulet dan kalah pengalaman sehingga ter-jangan-terjangannya biarpun mendesak dan mengejutkan, namun belum mampu merobohkan mereka.
Pada saat itu, Bun Hui datang berlari-lari dengan muka pucat. Cepat pemuda yang juga lihai ini memutar pedangnya menahan pedang Cui-beng-kiam, lalu berkata, suaranya menggetarkan penuh perasaan, "Nona.....! Kenapa kau tidak memegang janji, malah melarikan diri dan menyerbu ke sini" Ah..... Nona, mengapa kau menyerang ayah bundaku"
Mengapa kaulakukan hal ini..... Kau, yang kupandang gagah perkasa....."
Getaran suara yang terkandung dalam ucapan Bun Hui ini tidak menyembunyikan perasaannya. Jelas terdengar dan terasa, baik oleh Siu Bi maupun oleh ayah bunda pemuda itu, bahwa Bun Hui menaruh hati cinta kepada gadis ini!
"Hui-ji, mundur kau!" bentak Jenderal Bun.
Koleksi Kang Zusi114
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Hui-ji, kenapa kau merengek-rengek kepada bocah ini?" seru pula ibunya penuh teguran dan suami isteri itu sudah me-nerjang Siu Bi dengan hebat. Terpaksa Siu Bi mundur tiga langkah karena ter-jangan kedua orang itu dalam serangan balasan bukanlah main-main.
Namun de-ngan Hek-in-kang, ia dapat mengusir mundur lagi kedua orang pengeroyoknya.
Ternyata Hek-in-kang amat ampuh, hawanya saja cukup membuat kedua orang suami isteri tokoh persilatan yang ber-kepandaian tinggi itu tergetar mundur dan tidak berani terlalu mendekat.
Mendengar suara ribut-ribut ini, beberapa orang pengawal menerjang masuk dan melihat betapa Jenderal Bun dan isterinya bertempur melawan gadis ta-hanan yang entah bagaimana kini telah berada di situ, mereka cepat mencabut senjata masing-masing dan siap. Semen-tara itu, dengan hati hancur saking me-nyesal dan kecewanya, Bun Hui menggunakan pedangnya membantu ayah bundanya sambil berkata lirih,
"Betapapun berat bagiku, aku harus memihak ayah bundaku, Nona'."
"Cih, cerewet amat'. Mau keroyok, keroyoklah. Hayo semua orang di sini boleh maS^
mengeroyokku. Aku Cui-beng Kwan Ini tidak gentar seujung rambutpun!"
Bukan main marahnya Bun-goanswe. "Hayo tangkap dia! Jangan bunuh, tangkap kataku.
Mana akal kalian Masa tidak mampu menangkap hidup-hidup seorang bocah nakal?"
Belasan orang pengawal yang cukup tinggi kepandaiannya datang, mereka membawa tali-tali yang besar dan kuat. Dengan senjata ini mereka mengurung Siu Bi dari segala penjuru, kemudian mereka mengayunkan tambang itu ke arah kaki untuk merobohkan Siu Bi. Gadis ini kaget sekali karena suami isteri yang kosen itu, dibantu puteranya yang tak boleh dipandang ringan, membuat ia cukup repot menjaga diri. Sekarang ada tambang-tambang yang nnenyambar dari segala jurusan melibat dan menjegal kedua kaki. la terpaksa berlonoatan untuk menyelamatkan diri, menendang sana-sini sambil tetap melayani tiga orang lawannya. Akan tetapi, mana mungkin gadis yang kurang pengalamandbertempur ini memecah perhatiannya menghadapi serangan yang sekian banyaknya. Tiga batang pedang dengan dahsyat mengurung-nya dan mengancamnya dari atas, ini saja sudah membutuhkan pemusatan perhatian karena tiga batang pedang itu digerakkan oleh tangan-tangan ahli.
Belasan jurus ia masih dapat bertahan, akan tetapi karena kebingungannya, akhirnya kakinya terlibat tambang dan tak dapat ia pertahankan lagi, kakinya kena dijegal dan ia terguling dengan pedang masih di tangan.
Pada saat itu, selagi Bun-goanswe dan para pengawalnya siap menubruk dan menangkap Siu Bi, mendadak mereka kelabakan karena lampu penerangan tiba-tiba menjadi padam.
Perubahan serentak antara keadaan terang benderang menjadi gelap hitam ini benar-benar membingung-.g kan mereka.
Koleksi Kang Zusi115
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Pasang lampu.....! Lekas pasang lampu.....!" bentak Bun-goanswe. Tak seorang pun berani menubruk ke depan untuk meringkus Siu Bi. Mereka cukup maklum akan kelihaian nona itu yang masih memegang pedang. Di dalam keadaan gelap itu, mana ada yang berani mempertaruhkan nyawa"
Setelah suasana gelap yang hiruk-pikuk ini diakhiri dengan penerangan lampu, keributan lain timbul ketika me-reka melihat bahwa gadis yang tadinya terguling miring itu sudah tiada di tem-patnya lagi. Gadis itu lenyap seperti ditelan bumi, tidak meninggalkan bekas, Bun-goanswe cepat memerintah para pengawalnya melakukan pengejaran. 'Dia sendiri menjatuhkan diri di atas kursi, penasaran, malu dan marah. Hui Siang dan Bun Hui saling pandang.
"Wah, dia dapat melarikan diri!" Kata Hui Siang, diam-diam girang karena sesungguhnya la ingin sekali mendengar gadis itu menyerbu rumah tangga Kun Hong apalagi setelah sekarang ia yakin benar akan kelihaian gadis itu.
"Siapa bilang lari?" Jawab jenderal itu marah. "Terang ada orang sakti yang menolong dan membawanya lari. Siapa yang memadamkan lampu serentak seperti itu tadi" Tentu bukan gadis itu. Dan cara ia meloloskan diri, sama sekali 'tidak terdengar olehku."
"Mudah-mudahan ia tidak membikin ribut lagi...." Bun Hui menggumam seorang diri.
"He, kau Hui-ji'. Sikapmu tadi sungguh memalukan! Apa maksudmu" Apakah kau sudah tergila-gila kepada gadis liar itu?"
Bentakan ayahnya ini membuat Bun Hui merah mukanya dan ia tergagap mencari jawaban,
"Aku..... aku..... tidak begitu, Ayah. Aku hanya..... kagum akan sepak terjangnya dan aku.....
aku kasihan "Hemmm, menilai seseorang, apalagi wanita, jangan sekali-kali dari kecantikan wajah atau kepandaiannya. Akan tetapi wataknya! Gadis itu wataknya keranjing-an, seperti iblis betina.
Hui-ji, besoK kau berangkat pagi-pagi ke Liong-thouw-san, menemui pamanmu Kwa Kun Hong dan berikan sepucuk suratku. Urusan ini terlampau penting untuk kuserahkan kepada seorang pengawal, maka harus kau sendiri yang membawanya ke Liong-thouw-san."
"Baik, Ayah." Diam-diam pemuda ini menjadi girang juga, karena memang sudah amat lama ia ingin berten u de-ngan orang yang selalu disebut-sebut ayahnya dengan penuh penghormatan, yaitu Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta.
* * * * Koleksi Kang Zusi116
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi mencoba tenaganya untuk meronta dan melepaskan diri, akan tetapi sia-sia. Orang itu memanggulnya dengan menekan tengkuk dan punggung, di mana pusat tenaganya ditekan dan menjadi hilang kekuatannya. la merasa dibawa lari cepat sekali dan angin dingin membuat ia mengantuksekali. Akhirnya, saking lelahnya bertempur tadi dan semalam tidak tidur sedikit pun juga, ia tertidur di atas pundak orang yang memanggulnya itu'.
Ketika Siu Bi sadar dari tidurnya, sedetik ia tertegun, hendak mengulet (menggeliat) tidak dapat, tubuhnya serasa kesemutan dan pipi kanannya yang ber-ada di atas panas. Kiranya matahari sudah menyorot agak tinggi juga. Segera ia teringat. la masih berada di atas pundak orang, masih dipanggul! Sejak lewat tengah malam sampai sekarang, lewat pagi! Dan ia tertidur di dalam pondongari orang! Dan selama itu ia masih belum tahu siapa orangnya yang menculiknya ini, yang membawanya lari dari dalam gedung Jenderal Bun selagi ia roboh dalam keroyokan para pengawal.
"Hemmm, perawan apa ini" Dipondong orang sejak malam, enak-enak tidur men-dengkur.
Malas dan manja, ihhh, benar-benar celaka....." Orang yang memanggulnya itu terdengar bersungut-sungut.
Kemarahan memenuhi kepala Siu Bi. "Siapa mendengkur" Aku tidak pernah mendengkur kalau tidur. Hayo lepasKan kau laki-laki kurang ajar!"
"He" Kau sudah bangun" Nah, turunlah!" Dengan gerakan tiba-tiba orang itu melepaskan pondongan sambil mendorong sedikit sehingga Siu Bi terlempar dan jatuh berdiri di depannya dalam jarak dua meter. Dapat dibayangkan betapa kaget, heran, dan marahnya ketika me-lihat bahwa orang yang memanggulnya tadi adalah laki-laki muda sederhana berpakaian putih yang semalam mengun-junginya di dalam kerangkengnya!
"Heeeiiiii! Kenapa kau memondongku" Aku bukan anak kecil!" Siu Bi membanting kaki dengan gemas.
Yo Wan, orang itu, tersenyum kecil. Matahari pagi serasa lebih gemilang cahayanya menghadapi seorang dara lincah nakal ini.
"Kau masih kanak-kanak," katanya tenang.
"Siapa bilang" Aku bukan anak Kecil, aku bukan kanak-kanak lagi!" Siu Bi bersitegang.
Disebut kanak-kanak baginya sama dengan penghinaan. Masa dia yang sudah mempunyai julukan Cui-beng Kwan Im sekarang di "cap" kanak-kanak" "Aku Cui-beng Kwan Im, aku seorang dewasa. Jangan kau main-main!"
"Bagiku kau masih kanak-kanak," kata pula Yo Wan, memalingkan muka seperti seorang yang tidak acuh. Padahal pemuda ini memalingkan muka karena merasa "silau" akan Koleksi Kang Zusi117
Jaka Lola Kho Ping Hoo kecantikan wajah Siu Bi. Kebetulan sekali cahaya matahari yang menerobos melalui celah-celah daun pohon, menyoroti muka dan rambut itu, sehingga wajah gadis itu gemilang dan rambutnya membayangkan warna indah, benar-benar seperti Dewi Kwan Im turun melalui sinar matahari pagi. Yo Wan memalingkan muka agar jangan melihat keindahan di depannya ini, yang membuat isi dadanya tergetar.
"Wah, kau ini kakek-kakek, ya" aksinya!" Siu Bi membentak gemas.
"Aku jauh lebih tua dari padamu." Suara Yo Wan perlahan, seperti berkata kepada diri sendiri. Memang ini suara hatinya yang membantah gelora di dalam dada, untuk memadamkan api aneh yang mulai menyala dengan peringatan bahwa dia jauh lebih tua daripada gadis remaja yang berdiri di depannya dengan sikap menantang itu.
"Hanya beberapa tahun lebih tua. Hemmm, lagakmu seperti kakek-kakek berusia lima puluh tahun saja. Kurasa kau belum ada tiga puluh."
"Dua puluh enam tahun umurku, dan kau ini paling banyak lima belas....."
"Siapa bilang" Ngawur! Sudah tujuh belas lebih, hampir delapan belas aku'"
"Ya itulah, masih kanak-kanak kataku."
"Setan kau. Delapan belas tahun kau-anggap kanak-kanak" Kau baru umur dua puluh enam tahun sudah berlagak tua bangka. Biarlah kusebut kau lopek (paman tua) kalau begitu. Heh, Lopek yang sudah pikun, kenapa kau tadi memondongku" Siapa yang beri ijin kepadamu?"
Yo Wan panas perutnya. Masa ia disebut lopek" Ngenyek (ngece) benar bo-cah ini! la mengebut-ngebutkan ujung lengan bajunya pada leliernya, seakan-akan kepanasan, memang ada rasa panas, tapi bukan di kulit melainkan di hati. Lalu ia memilih akar yang bersih, akar pohon besar yang menonjol keluar dari tanah. Didudukinya akar itu tanpa menjawab pertanyaan Siu Bi.
"He, Lopek' Apakah kau sudah terlalu tua sehingga telingamu sudah setengah tuli?" bentak Siu Bi dengan suara nyaring. "Kau anak kecil jangan kurang ajar terhadap orang tua.
Duduklah, anakku, duduk yang baik dan kakekmu akan mendongeng, kalau kau mendengarkan baik-baik, nanti kuberi mainan."
Siu Bi meloncat-loncat marah. "Nak-nak-nak" Aku bukan anakmu, aku bukan cucumu.
Jangan sebut nak, aku bukan anak kecil'" la menjerit-jerit, kedua pipinya merah padam, kemarahannya melewati takaran.
Yo Wan bersungut-sungut, "Kalau kau bukan anak kecil, aku pun bukan kakek-kakek yang Koleksi Kang Zusi118
Jaka Lola Kho Ping Hoo sudah tua renta, kenapa kau-sebut aku lopek?"
"Kau yang mulai dulu"
"Siapa mulai" Kau yang mulai," jawab Yo Wan mulai mendongkol hatinya.
"Kau yang mulai."
"Kau."
"Kau! Kau! Kau! Nah, aku bilang seribu kali, kau yang mulai, mau apa?", Siu Bi menantang.
Yo Wan mengeluh, lalu menarik napas panjang, menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar dara lincah nakal ini telah menyeretnya kembali ke alam kanak-kanak dan berhasil mengaduk isi dada dan isi perutnya menjadi panas. Sepuluh tahun ia bertapa di Himalaya menguasai tujuh macam perasaan, sekarangperasaan-nya diawut-awut oleh gadis remaja ini.
"Dibebaskan dari bahaya, dipondong sampai setengah malam suntuk, tahu-tahu upahnya hanya diajak bertengkar. Di dunia ini mana ada aturan bocengli tidak benar macam ini?" Ia mengomel panjang pendek.
"Siapa suruh kau mondong aku" Si-apa" Aku tidak sudi kaupondong, tahu?"
"Tidak sudi masa bodoh, pokoknya aku gudah nnemondongmu sampai setengah malam, tangan dan pundakku sampai njarem (pegel) rasanya.
Siu Bi makin marah, kedua tangannya dikepal, "Aku tidak sudi, tidak sudi, ti-dak sudi! Hayo jawab, kenapa kau memondongku" Kalau kau tidak jawab, jangan menyesal kalau aku marah dan menghajarmu. Aku Cui-beng Kwan Im, ingat?"
"Kenapa aku memondongmu" Habis kalau tidak dipondong, apa minta digendong" Atau harus kuseret" Kau dikepung, berada dalam bahaya maut, tapi masih membuka mulut besar.
Tak tahu diri benar!"
"Biar aku dikepung, biar dicengkeram maut, apa pedulimu" Aku tidak sudi pertolonganmu, mengapa kau tolongaku?"
"Aku pun tidak bermaksud menolongmu. Aku hanya tidak senang melihat seorang gadis dikeroyok oleh para pengawal jenderal itu, maka aku berusaha menggagalkan pengeroyokan tnereka dah membawamu pergi."
Koleksi Kang Zusi119
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi seakan-akan tidak mendengarkan omongan Yo Wan, ia termenung lalu berkata penuh penyesalan, "Celaka betul, karena kau membawaku pergi, pedangku hilang! Ah, Cui-beng-kiam itu tentu ketinggalan di tempat pertempuran dan....." Siu Bi menghentikan kata-katanya karena melihat sinar kehitaman ketika pedang itu dicabut oleh Yo Wan dari balik jubahnya. Tanpa berkata sesuatu Yo Wan memberikan pedang kepada Siu Bi yang eepat menyambarnya.
"Juga kebetulan aku melihat pedang ini terlepas dari tanganmu, aku tidak ingin pengawal-pengawal itu merampasnya, maka kubawa sekalian. Nah, kiranya cukup obrolan kita yang amat menyenangkan hati ini. Aku tak pernah tolong kau dan kau tak pernah ada urusan denganku. Kita sama-sama bebas, tidak ada urusan apa-apa. Selamat tinggal." Yo Wan berdiri, lalu berjalan perlahan meninggalkan Siu Bi. Seperti malam tadi, Siu Bi memandang dengan mata tak berkedip, ketika bayangan Yo Wan hampir lenyap di sebuah tikungan, ia teringat sesuatu dan cepat melompat mengejar sambil berseru,
"Heee, berhenti dulu!!"
Yo Wan berhenti dan membalikkan, tubuh perlahan. Dilihatnya gadis itu ber-loncatan sambil membawa pedang. Hemm, jangan-jangan gadis itu akan menyerangnya, siapa dapat menduga isi hati gadis liar dan buas seperti itu"
"Ada apa lagi" Hendak menghaJarku?" tanyanya.
Siu Bi menggelengkan kepala, tapi mulutnya masih cemberut. "Tergantung dari jawabanmu,"
katanya, lalu disambungnya cepat-cepat, "Aku tidak pernah mendengkur kalau tidur. Kau tadi bilang aku mendengkur, kau bohong! Aku tidak pernah mendengkur, memalukan sekali!"
Hampir Yo Wan terbahak ketawa. Benar-benar gadis yang liar dan aneh.
Masa menyusulnya hanya akan bicara tentang itu"
"Tidak mendengkur, hanya..... ngo-rok....."
"Bohong! Kau berani sumpah" Aku tak pernah ngorok, mendengkur pun tidak."
"Ngorok pun mana kau bisa tahu" Kan kau sedang tidur" Yang tahu hanya orang lain tentu."
"Tidak, tidak! Aku tidak ngorok, hayo katakan, aku tidak pernah ngorok!" Siu Bi hampir menangis ketika membanting-banting kaki di depan Yo Wan. la marah dan malu sekali, kedua matanya sudah merah, air matanya sudah hampir runtuh. la bukan seorang gadis Koleksi Kang Zusi120
Jaka Lola Kho Ping Hoo cengeng, jauh daripada itu, menangis sebetulnya merupakan pantangan baginya, hatinya keras, nyalinya besar, tak pernah ia mengenal takut. Akan tetapi dikatakan ngorok dalam tidur, benar-benar merupakan hal yang menyakitkan hati, memalukan dan menjengkelkan.
Kasihan juga hati Yo Wan melihat keadaan gadis ini. "Ya sudahlah, tidak ngorok ya sudah.
Agaknya karena terlampau lelah bertanding dan terlalu enak kau pulas, napasmu menjadi berat seperti orang mengorok. Tidurmu memang enak sekali sampai aku tidak tega untuk mem-t bangunkan dan terpaksa memondongmu terus sampai kau bangun."
Memang watak Siu Bi aneh.Mana bisa tidak aneh watak gadis ini yang semenjak kecil hidup dekat Hek Lojin, manusia aneh yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw" Kini ia memandang kepada Yo Wan dengan sinar mata berseri, melalui selapis air mata yang tidak jadi tumpah.
"Kau baik sekali....."
Yo Wan tertegun. Alangkah bedanya dengan tadi. Kini ia benar-benar melihat seorang Dewi Kwan Im di depannya, seorang dewi yang cantik jelita, bersuara lembut dan bersinar mata mesra.
"Ahhh...... sama sekali tidak baik, biasa saja," katanya. "Aku melihat kau menolong para petani miskin, tentu saja aku tidak suka melihat kau eelaka dalam tangan para pengawal."
Hening sejenak, dan agaknya Yo Wan lupa sudah bahwa baru saja dia mengucapkan selamat tinggal. Juga Siu Bi seperti orang termenung, tidak memandang Yo Wan, melainkan memandang ke tempat jauh di sebelah kiri. Tiba-tiba ia menengok, agak berdongak untuk mencari mata Yo Wan dengan pandangannya,
"Kau..... lapar.....?"
Yo Wan melongo beberapa detik. "Lapar" Tetu saja....." jawabnya otomatis, karena memang perutnya terasa perih mlnta diisi.
Wajah Siu Bi berseri gembira. "Kau tunggu di sini sebentar, kutangkap kelinci gemuk di sana itu!" Tubuhnya berkelebat cepat sekali dan di lain saat ia telah menguber-uber seekor kelinci putih yang gemuk.
Yo Wan kembali tertegun, kemudian ia tersenyum geli dan menggaruk-garuk belakang telinganya yang tidak gatal. Lalu ia mengumpulkan daun dan ranting kering dan duduk di atas sebuah batu, menunggu.
Siu Bi datang sambil berloncatan dan menari-nari kegirangan. Seekor kelinci gemuk sekali Koleksi Kang Zusi121
Jaka Lola Kho Ping Hoo meronta-ronta di bawah pegangannya. Siu Bi memegang kedua telinga itu. "Lihat, wah gemuk sekali! Masih muda lagi!" teriaknya sambil tertawa-tawa.
Wajah Yo Wan berseri dan untuk sejenak lenyaplah kemuraman wajahnya.
"Hemmmm, tentu lezat sekali dagingnya. Biar kubuatkan api." la lalu membuat api dan matanya melirik ke arah gadis itu yang dengan cekatan sekali menyembelih kelinci dengan pedangnya, lalu mengulitinya dengan cepat. Sambil bekerja, Siu Bi bersenandung dan Yo Wan beberapa kali melirik ke arah gadis ini. Seorang gadis yang benar-benar aneh, pikirnya.
Watak yang luar biasa dan sukar diselami.
"Lihat nih, gajihnya sampai tebal" Hemmm......' Makin lapar perutku," kata Siu Bi sambil mengangkat daging kelinci tinggi-tinggi.
"Lekas panggang, tak kuat lagi aku." Yo Wan berkata, menelanair ludah sendiri beberapa kali. '
Seperti seorang anak kecil, sambil tertawa-tawa gembira Siu Bi lalu me-nusuk daging kelinci dengan bambu dan memanggangnya. Bau yang sedap gurih memenuhi udara, menambah rasa lapar di perut. Selama mengerjakah itu, Siu Bi tidak bicara, hanya beberapa kali melirik ke arah Yo Wan, akan tetapi kalau pemuda itu membalas pandangnya, ia mengalihkan kerling sambil tersenyum. Biarpun mulutnya tidak berkata sesuatu, namun di dalam hatinya Siu Bi tiada hentinya berkata-kata. Pikirannya diputar terus. Pemuda ini baik, pikirnya. Tidak kurang ajar, biarpun kelihatan agak tolol. Terang bahwa dia itu lihai sekali, sudah berkali-kali dibuktikan biarpun tidak ber-terang. Dapat memasuki rumah gedung Jenderal Bun tanpa diketahui, seperti setan saja, dapat membebaskannya dari kerangkeng, kemudian ia harus mengakui bahwa ketika ia roboh terjegal kakinya oleh tambang-tambang itu, keadaannya memang amat berbahaya. Pemuda itu tiba-tiba muncul dalam gelap, dapat membawanya pergi tanpa diketahui se-mua pengeroyok, malah tidak lupa mem-bawa pula pedangnya. Kalau tidak lihai sekali mana mungkin melakukan sernua itu"
Kembali ia melirik Yo Wan duduk termenung, tapi lubang hidungnya kem-bang-kempis, kalamenjingnya naik turun, jelas bahwa dalam termenung, pemuda itu tergoda hebat oleh asap panggang kelinci yang sedap gurih. Melihat ini, Siu Bi tertawa mengikik sehingga terpaksa menutupi mulutnya dengan tangan kiri. Ibunya yang selalu marah kalau melihat ia ketawa tanpa menutupi mulutnya dan terlalu sering Siu Bi melupakan hal ini, baiknya sekarang ia tidak lupa, mungkin karena sadar bahwa ada orang lain, laki-laki pula, di dekatnya.
"Hemmm, mengapa kau tertawa?" 'Yo Wan bertanya, kaget dan ssadar daripada lamunannya.
"Tidak apa-apa, tak'bolehkah orane tertawa?" Siu Bi menjawab sambil me-link nakal, tangannya memutar-mutar daging kelinci di atas api.
Koleksi Kang Zusi122
Jaka Lola Kho Ping Hoo Jawaban ini merupakan tangkisan yang membuat Yo Wan gelagapan. "A..... a..... aku tidak melarang..... tentu saja' siapapun boleh tertawa. Kau mentertawai aku?"
Siu Bi hanya tersenyum, lidak men-jawat?, melirik pun tidak. Daging itu sudah hampir matang. Yo Wan juga tidak mendesak, tapi cukup mendongkol hatinya. Gadis remaja ini benar-benar pandai mengobrak-abrik hati orang dengan sikapnya yang aneh, sebentar marah, sebentar ramah, sebentar menggoda.
Pemuda ini terang pandai sekali, Siu Bi melanjutkan lamunannya. Kalau aku berbaik kepadanya dan mendapat bantu-annya, agaknya akan lebih besar hasil-nya di Liong-thouw-san. Menurut ucapan Bun Hui pemuda putera jenderal itu, Pendekar Buta adalah seorang yang sakti, yang amat tinggi kepandaiannya. Tentu saja ia tidak takut, akan tetapi bagai-mana kalau ia gagal" Tentu akan menge-cewakan sekali jika ia tidak berhasfl membalaskan dendam kakek Hek Lojin. Akan tetapi kalau mendapat bantuan pemuda ini, hemmm, kepandaian mereka berdua dapat disatukan untuk menghadapi dan mengalahkan Pendekar Buta. Akan tetapi apakah benar-benar pemuda jni lihai" Kembali ia melirik. Yo Wan tampak mengantuk sepasang matanya hampir meram dan kepalanya terangguk-angguk ke kanan kiri, seakan-akan lehernya tidak kuat pula menyangga kepalanya. Kasihan! Tentu dia amat mengantuk, mengantuk dan lapar karena semalam tidak tidur sama sekali, memondongnya pergi sejauh ini. Kalau sedang mengantuk dan "tidur ayam" begini sama sekali tidak patut menjadi seorang yang berkepandaian tinggi. Juga tidak nampak membawa senjata. Makin ia perhatikan, makin tidak me-muaskan kesan di hati Siu Bi. Pemuda yang tidak muda lagi, sungguhpun belum tua. Rambutnya kering tidak terpelihara baik-baik.
Wajahnya biarpun tampan, namun tampak muram seperti orang yang sedih selalu.
Pakaiannya yang serba putih itu tidak bersih lagi, juga ada beberapa bagian yang robek.
Pemuda miskin! Tiba-tiba Yo Wan yang benar-benar amat mengantuk itu terangguk ke depan, menjadi kaget dan membuka matanya, memandang bingung.
"Hi-hi-hik.....!" kembali Siu Bi terkekeh. Lucu sekali keadaan pemuda itu,
"Kenapa kau tertawa?"
"Siapa tidak tertawa melihat kau terkantuk-kantuk seperti ayam keloren (menderita penyakit kelor)" Hayo bangun, daging sudah matang!" Siu Bi mengangkat panggang daging kelinci dan menaruhnya di atas daun-daun bersih yang sudah disediakan di situ, depan Yo Wan.
"Wah, gurih baunya!" Yo Wan memuji. "Hayo, kauambil dulu."
"Kauambillah dulu."
"Kau yang tangkap dan masak kelinci, masa aku harus makan dulu?"
Koleksi Kang Zusi123
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Sudahlah, kauambil dulu, mengapa sih" Aku tidak selapar engkau!"
Yo Wan tidak berlaku sungkan lagi. Dengan penuh gairah ia merobek daging itu, mengambil bagian yang ada tulangnya, lalu langsung menggerogotinya dengan lahap. "Wah, hebat.....!
Lezat bukan main.....!" katanya sambil mengunyah. Memang gemuk kelinci itu, gajihnya ba-
,nyak sehingga begitu menggigit daging, gajih yang mencair oleh api itu menitik dari kanan kiri bibir Yo Wan.
"Sayang tidak ada arak.....Heee! Kau ke mana, Nona?"
"Tunggu dulu sebentar, aku ambil air minum!" Cepat Siu Bi berlari meninggalkan Yo Wan.
Pemuda ini mengunyah lambat-lambat dan pikirannya rnakin penuh oleh keadaan Siu Bi.
Gadis itu benar-benar hebat, wataknya aneh sekali. Sekarang amat ramah dan baik kepadanya. Siapakah dia ini"
Siu Bi kembali membawa dua buah kulit labu yang penuh air jernih, dan selain air, juga ia membawa banyak buah-buah manis yang dipetiknya dari dalam hutan. Dengan hati-hati agar jangan tumpah, ia menaruh kulit labu yang dipakai menjadi tempat air itu di atas tanah, kemudian ia pun mulai makan daging kelineL Keduanya makan dengan lahap, tanpa bicara, hanya kadang-kadang pandang mata mereka bertemu sebentar. Yo Wan duduk di atas batu, Siu Bi duduk bersila di atas tanah berumput. Api bekas pemanggang daging masih bernyala sedikit.
Tak sampai sepuluh menit habislahi daging kelinci, tinggal tulang-tulangnya. Setelah minum air dan mencuci mulut dengan air, keduanya rnakan buah. Barulah Yo Wan berkata,
"Nona, kau baik sekali kepadaku. Terima kasih, daging kelinci tadi gurih dan mengenyangkan perut airnya jernih segar sekali, dan buah-buah ini pun manis. Kau memang baik".
"Terima kasih segala, untuk apa" Tidak ada kau pun aku toh harus makan dan minum. Kau berkali-kali nnenolongku, aku pun tidak bilang terima kasih padamu."
Yo Wan tersenyum. Dekat dan bicara dengan nona ini memaksanya untuk se-ring tersenyum. "Aku tidak menolongrou, tak perlu berterima kasih, Nona."
"Siapakah kau ini" Siapa namamu?"
Yo Wan menggerakkan alisnya yang tebal. Baru terasa olehnya betapa lucu dan janggal keadaan mereka berdua. "Ah, kita sudah cekcok bersama, makan minum bersama, mengobrol bersama, tapi masih belum saling mengenal. Namaku orang menyebutku Jaka Koleksi Kang Zusi124
Jaka Lola Kho Ping Hoo Lola, Nona."
"Jaka Lola" Ayah bundamu..... sudah tiada?"
Yo Wan mengangguk sunyi. Kemudian balas bertanya, "Kau sendiri" Siapakah namamu kalau aku boleh bertanya?"
"Orang-orang di dusun, para petani" itu menyebutku Cui-beng Kwan Im. Adapun namaku..... ah, kau tidak memperkenalkan namamu, masa aku harus menyebutkan namaku?"
"Kembali Yo Wan tersenyum. "Nama-ku Yo Wan, hidupku sebatangkara, tiada sanak tiada kadang, tiada tempat ting-gal tertentu, rumahku dunia ini, atapnya langit, lantainya bumi, dindingnya pohon, lampu-lampunya matahari, bulan dan bintang."
Siu Bi tertawa, lalu bangkit berdiri dan menirukan lagak dan suara Yo Wan ia berkata,
"Namaku Siu Bi, hidupku sebatangkara, tiada sanak kadang, tiada tempat tinggal tertentu,.
rumahku di mana aku berada, atap, lantai dan din-dingnya, apa pun jadi!" Dan ia tertawa lagi. Yo Wan mau tidak mau ikut pula tertawa. Kalau gadis ini sedang ber-jenaka, sukar bagi orang untuk tidak ikut gembira. Suara ketawa dan senyum gadis ini seakan-akan menambah gemilangnya sinar matahari pagi.
"Nona, namamu bagus sekali. Akan tetapi siapakah shemu (nama keturunan)"
"Cukup Siu Bi saja, tidak ada tam-bahan di depan innaupun embel-embel di belakangnya.
Nah, sekarang kita sudah tahu akan nama masing-masing. Kau siap dan keluarkan senjatamu!" kata Siu Bi sambil mencabut Cui-beng-kiam yang ia selipkan di ikat pinggangnya. Pedang itu berada di tangannya, digerakkan di depan dada dengan sikap hendak menyerang.
Yo Wan terkejut. "Eh, eh, eh, apa pula ini?"
"Artinya, aku hendak menguji kepan-daianmu. Gerak-gerikmu penuh rahasia, aku masih belum yakin benar apakah kau memang memiliki kelihaian seperti yang kusangka."
"Wah, aneh-aneh saja kau ini, nona Siu Bi. Aku orang biasa, tidak punya kepandaian apa-apa, jangan kau main-main dengan pedang itu, Nona."
"Tak usah kau pura-pura, kau mau atau tidak, harus melayani aku beberapa jurus.
Bersiaplah! Awas, pedang!" Serta merta Siu Bi menerjang dan mengirim tusukan secepat kilat.
Koleksi Kang Zusi125
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Wah, gila.....!" Yo Wan mengeluh di dalam hatinya. la cepat membuang diri mengelak, maklum akan keampuhan pedang bersinar hitam itu. Akan tetapi Siu Bi sudah menyerangnya secara bertubi-tubi, malah gadis itu mulai menggerakkan tangan kirinya sambil mengerahkan tenaga Hek-in-kang! Yo Wan yang menangkis sambaran tangan kiri ini terpen-tal dan merasa betapa lengannya yang menangkis terasa panas dan sakit. la kaget sekali dan timbul rasa gemasnya. Gadis ini benar-benar liar pikirnya. Akan tetapi pedang bersinar hitam itu sudah datang lagi mengirim tusukan bertubi-tubi diseling dengan pukulan yang mem-bawa uap berwarna kehitaman. Hebat! Gadis ini ternyata memiliki ilmu yang amat ganas dan dahsyat. Kalau aku tidak memperlihatkan kepandaian, ia akan terus berkepala batu dan tinggi hati. Cepat tangan kanan Yo Wan merogoh ke balik jubahnya dan di lain saat pedang kayu cendana sudah berada di tangannya, pedang buatannya sendiri di Himalaya. Ketika sinar hitam menyambar dia menangkis.
"Dukkk!" Siu Bi melangkah mundur tiga tindak, tangannya linu dan pegal. Heran ia mengapa pedang lawannya itu ketika bertemu dengan pedangnya terasa seperti benda lunak, seperti kayu, tidak menimbulkan suara nyaring. Ketika ia rnemandang lebih jelas, betul saja bahwa pedang itu memanglah sebatang pedang kayu! Mukanya seketika menjadi merah sekali.
Penasaran ia. Masa pedangnya, Cui-beng-kiam yang ampuh itu hanya dilawan oleh Yo Wan dengan sebatang pedang kayu" la mengeluarkan seruan keras dan menerjang lagi, mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang untuk membabat putus pedang kayu itu.
Akan tetapi ia salah duga. Pedang di tangan Yo Wan biarpun hanya terbuat daripada kayu cendana yang mengeluarkan bau harum kalau diayun, namun yang mengerahkan adalah tangan yang terisi ilmu, tangan yang mengandung nawa sinkang dan mempunyai tenaga dalam yang sudah amat tinggi tingkatnya. Bukan saja pedang kayu itu tidak rusak, malah dia sendiri beberapa kali hampir melepaskan pedangnya karena tangannya terasa panas dan sakit apabila kedua senjata itu bertemu. Ia mulai kagum bukan main. Tidak salah dugaannya. Pemuda ini lihai bukan main. Akan tetapi di samping kekagumannya, ia pun penasaran dan tnarah sekali. Masa dia, Cui-beng Kwan Im, hanya dilawan dengan pedang kayu" Bukan pedang sungguh-sungguh, melainkan pedang-pedangan yang patut dipakai mainan anak kecil.
Rasa penasaran dan marah membuat Siu Bi bergerak makin ganas dan dahsyat. Yo Wan diam-diam mengeluh. Kepandaian gadis ini kalau sudah matang, benar-benar berbahaya sekali, apalagi pukulan-pukulan tangan kiri yang melontarkan hawa beracun, benar-benar sukar dilawan kalau tidak menggunakan sinkang yang kuat. la pun mengerahkan tenaga dan mengeluarkan ilmu pedangnya dari Sin-eng-cu. Namun, ilmu pedangnya itu hanya sanggup menandingi Ilmu Pedang Cui-beng Kiam-sut dari Siu Bi dan perlahan-lahan gadis itu mendesaknya dengan pukulan-pukulan Hek-in-kang. Kini Siu Bi tidak hanya menguji ilmu atau main-main, melainkan menyerang dengan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Kalau tidak dilayani dengan sepenuhnya, tentu akan lama pertandingan itu dan akaiu berubah menjadi pertandingan mati-matian.
Koleksi Kang Zusi126
Jaka Lola Kho Ping Hoo '"Benar-benar kau aneh sekali. Nona". seru Yo Wan ketika dia terpaksa berjungkir balik untuk menghindarkan sebuah pukulan tangan kiri gadis itu. Tangan kiri itu kini mengeluarkan uap hitam dan makin lama makin dahsyat pukulannya sehingga Yo Wan tidak berani menangkis, bukan takut kalau ia terluka, melainkan khawatir kalau-kalau tangkisannya vang terlalu kuat akan mencelakai nona itu. Sambil berjungkir balik ini, la mencabut keluar cambuknya yang melmgkar di pinggang. Kini tangan kirinya memegang cambuk dan "tar-tar-tar'" cambuk itu menyambar-nyambar bagaikan petir di atas kepala Siu Bi.
"Ayaaa.....!" Siu Bi kaget bukan main. Apalagi ketika melihat betapa cambuk itu berubah menjadi lingkaran-lingkaran yang membingungkan. Seketika itu juga keadaan menjadi berubah Dia terdesak hebat, beberapa kali pedangnya hampir terlibat cambuk lawan.
Namun, bukan watak Siu Bi untuk menjadi gentar. Dia makin bersemangat.
"Wah, benar-benar keras hati dia...." pikir Yo Wan dan cepat ia mempergunakan langkah-langkah Si-Cap-it Sin-po. Seketika lenyap dari depan Siu Bi dan gadis itu dalam kebingungannya, cepat berbalik ketika mendengar desir cambuk dari belakang. Baru satu kali tangkis, pemuda itu lenyap lagi dan tahu-tahu sudah berada di belakangnya, lalu lenyap, muncul di sebelah kiri, lenyap lagi, muncul di sebelah kanannya. Bingung ia dibuatnya dan kepalanya menjadi pening!
"Sudahlah, cukup, Nona. Kau lihai sekali....." berkali-kali Yo Wan berseru, namun mana Siu Bi mau sudah dan mengalah" la menggigit bibir dan menerjang seperti seekor harimau gila, nekat dan tidak takut mati.
"Awas pedangmu!" Yo Wan berseru dan lenyap. Ketika Siu Bi membalik, terasa sesuatu membelit pundaknya. la merasa ngeri dan menggeliat seakan-akan ada ular yang melilit puncak. Kiranya cambuk lawannya yang melilitnya, membuat ia sukar bergerak dan pada saat itu, ujung pedang kayu Yo Wan menotok pergelangan tangan kanannya. Pedangnya jatuh!
Dengan marah sekali, Siu Bi berdiri di depan Yo Wan, membanting-banting kaki dan memandang penuh kebencian.
"Maaf, Nona, aku..... aku tidak sengaja. Kau telah mengalah ...."
Akan tetapi Siu Bi membanting kaki lagi, terisak lalu membalikkan tubuh dan lari cepat, tidak peduli lagi akan pedangnya yang tergeletak di atas tanah.
"He, nona Siu Bi...... tunggu..... pedangmu.....!" Yo Wan mengambil pedang itu dan cepat mengejar. Akan tetapi Siu Bi sudah lari jauh dan menghilang di balik pohon-pohon di dalam hutan.
Koleksi Kang Zusi127
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan berhenti sebentar, menggeleng-geleng kepala dan menarik napas panjang.
"Wah, benar-benar luar biasa anak itu. Wataknya seperti setan!" Akan tetapi diam-diam ia mengagumi kepandaian Siu Bi yang memang jarang dicari bandingnya. "Entah anak siapa dia itu, dan entah siapa pula yang mewariskan kepandaian dan watak segila itu." la lalu mengejar lagi, tidak bermaksud segera menyusul karena ia maklum bahwa agaknya membutuhkan beberapa lama untuk membiarkan gadis itu agak mendingin hatinya. Kalau sedang panas dan. marah seperti itu, agaknya tidak akan mudah dibujuk dan tentu sukar bukan main diajak bicara secara baik-baik. Seorang gadis yang luar biasa masih amat muda.
Mengapa sudah merantau seorang diri di dunia ini" Betulkah dia pun sebatang-kara"
Kasihan! Wataknya keras, berbahaya sekali kalau tidak ada yang mengamat-amati. Sayang kalau seorang dara masih remaja seperti itu mengalaml malapetaka atau menjadi rusak.
Hati Yo Wan mulai gelisah ketika sudah mengejar seperempat jam lebih, belum juga ia melihat bayangan Siu Bi.
"Nona Siu Bi! Tunggu.....'" serunya aambil mengerahkan khikang sehingga suaranya bergema di seluruh hutan. Namun tidak ada jawaban kecuall gema suaranya sendiri. la mengejar lebih cepat lagi.
Tiba-tiba ia tersentak kaget dan ber-henti. Di depan kakinya tergeletak sehelai saputangan sutera kuning. Bukankah ini saputangan yang dia lihat tadi mengikat rambut Siu Bi"
Dipungutnya saputangan itu dan jari-jari tangannya menggigil. Saputangan itu berlepotan darah! Sepasang matanya menjadi beringas ketika ia menoleh ke kanan kiri, lalu dia meloncat ke atas pohon, memandang ke sana ke mari.
"Nona Siu Bi! Di mana kau.....!! .....!" li berseru memanggil. Tetap sunyi tiada jawaban.
"Celaka, apa artinya ini.....?" Yo Wan meloncat turun lagi, memandangi sapu-tangan di tangannya. "Jangan-jangan....." la tidak berani melanjutkan kata-kata hatinya, melainkan mengantongi kain sutera itu dan berkelebat cepat ke depan untuk melakukan pengejaran lebih cepat lagi.
Apakah yang terjadi dengan diri Siu Bi".
Gadis itu merasa amat marah, penasaran, malu dan keeewa sekali setelah mendapat kenyataan bahwa ilmu kepandaiannya jauh kalah oleh Yo Wan. Memang Siu Bi berwatak aneh, mudah se-kali berubah. Tadinya ia hendak menguji kepandaian Yo Wan dan kalau ternyata Yo Wan benar lihai, akan dijadikan sahabatnya menghadapi musuh besarnya. Akan tetapi setelah ternyata ia kalah jauh, ia kecewa dan marah, lalu pergi sambil menangis!
Malah ia tinggalkan begitu saja pedangnya yang terlepas dari tangan.
Koleksi Kang Zusi128
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi menggunakan ilmu iari cepat. la maklum bahwa Yo Wan tentu akan mengejarnya, lari sekuat tenaga. Kemudian, sampai di pinggir hutan ia melihat bahwa daerah itu banyak terdapat batu-batu besar yang merupakan dinding lereng gunung dan tampak bahwa tempat itu terdapat banyak guanya yang gelap dan terbuka seperti mulut raksasa. Tanpa banyak pikir lagi ia lalu membelok ke daerah ini, memilih sebuah gua yang paling gelap dan besar, lalu menyelinap masuk.
Gua itu gelap sekali dan lebar. Begitu masuk, tubuhnya diselimuti kegelapan, sama sekali tidak tampak dari luar. la masuk terus dan ternyata terowongan j dalam gua itu membelok ke kiri selnngga | ia terbebas sama sekali daripada sinar matahari. Terlalu gelap di situ, melihat tangan sendiri pun hampir tidak kelihatan. Siu Bi meraba-raba dan ketika mencapatkan sebuah batu yang licin dan bersih, ia duduk di situ terengah-engah.
Disusutnyai air matanya dengan ujung lengan bajunya.
Tiba-tiba ia hampir menjerit saking kagetnya ketika terdengar suara orang tertawa, apalagi ketika disusul dengan dua buah tangan yang merangkul pundak-nya! Otomatis tangan kirinya bergerak, menghantam ke belakang. Karena kaget, maka sekaligus ia mengerahkan Hek-in-kang. Tangannya yang terbuka bertemu dengan bagian perut yang lunak. "Bukkk!"
orang yang punya perut itu merintih dan terlempar ke belakang. Siu Bi melompat bangun, akan tetapi mendadak ia mencium bau harum yang luar biasa, yang membuat kepalanya pening dan matanya melihat seribu bintang terhuyung-huyung dan roboh dalam pelukan dua buah lengan yang kuat!
Beberapa detik kemudian, dua orang laki-laki tinggi besar yang usianya ku-rang lebih empat puluh tahun, melompat keluar dari dalam gua. Seorang di antara mereka, yang berjenggot kaku, memon-dong tubuh Siu Bi yang pingsan. Setibanya di luar gua, mereka memandang wajah Siu Bi dan si pemondong tertawa, "Ha-ha-ha, luar biasa sekali, Bian-te (adik Bian). Kita menangkap seorang bidadari!"
Kawannya, yang mukanya pucat, tertawa masam. "Bidadari tapi pukulannya seperti setan!
Kalau aku tadi tidak cepat-cepat mengerahkan sinkang, kiranya isi perutku sudah hancur dan hangus. Heran, gadis cilik secantik ini kepandaiannya hebat dan pukulannya dahsyat."
"Dia tentu murid orang pandai. Jangan-jangan berkawan yang lebih lihai lagi. Mari kita cepat bawa pergi. Gong-twako bersama perahunya tentu berada di pantai. Hayo, cepat!"
" Dua orang itu berlari cepat sekali menuju ke barat. Tak lama kemudian mereka tiba di tepi Sungai Fen-ho. Si muka pucat bersuit keras sekali dan tiba-tiba dari rumpun alang-alang muncul sebuah perahu kecil cat hitam yang di-dayung oleh seorang laki-laki berambut putih, berusia lima puluh tahunan.
Koleksi Kang Zusi129
Jaka Lola Kho Ping Hoo "He, kalian membawa seorang gadis , untuk apa" Siapa dia?"
Dua orang tinggi besar itu melompat ke dalam perahu dengan gerakan yang ringan. Si jenggot kasar merebahkan tubuh Siu Bi yang masih pingsan ke dalam bilik perahu, kemudian ia keluar lagi untuk bercakap-cakap dengan dua orang temannya.
"Kami tidak tahu dia siapa. Seorang bidadari!" katanya.
"Bidadari yang pukulannya seperti setan!" sambung si muka pucat dan tiba-tiba meringis, lalu muntahkan darah yang menghitam.
Dua orang temannya kaget. Kakek rambut putih itu memandang -lengan kening berkerut.
"Bian-te, kau terluka dalam yang hebat."
"Lekas kita pergi ke Ching-coa-to. Gong-twako, gadis itu seorang yang cantik dan pandai, tentu kongcu (tuan muda) akan senang sekali mendapatkannya, dan kita akan mendapat jasa besar. Juga Bian-te perlu segera diobati. Agaknya hanya toanio (nyonya) yang mampu meng-obatinya. Pukulannya hebat dan agaknya mengandung racun yang aneh."
Si rambut putih bersuit dan muncul-lah perahu ke dua, didayung seorang laki-laki muda.
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau menjaga di sini, kami akan ke pulau," pesannya dan didayunglah perahu hitam itu dengan cepat sekali, mengikuti aliran sungai sehingga meluncur dengan lajurtya.
Beberapa jam kemudian, si muka pucat muntah-muntah lagi, keadaannya makin payah. Dua orang temannya ber-usaha untuk mengurut jalan darah dan menempelkan telapak tangan pada pung-gungnya untuk membantu pengerahan sinkang, namun hasilnya tidak banyak, hanya membuat si muka pucat itu dapat bernapas lebih leluasa. Mukanya makin pucat dan matanya beringas.
"Keparat, aku harus membalas ini." la bangkit hendak memasuki bilik perahu.
"Bian-te, sabarlah," cegah si brewok.
"Perjalanan ini masih lama, agaknya aku takkan kuat. Tak lama lagi aku mati, dan sebelum mati, aku harus melampiaskan penasaran."
"Jangan bunuh dia, Bian-te....." eegah si rambut putih. "Agaknya dia sudah ter-kena bius racun inerah kita, ia tidak berdaya lagi. Itu sudah merupakan pembalasan dan nanti kalau ia terjatuh ke tangan kongcu, ha-ha-ha, tentu tak lama lagi dihadiahkan kepadamu. Masih banyak waktu untuk membalas penasaranmu."
"Tidak bisa menunggu lagi. Sesampai-nya di sana, aku sudah menjadi mayat. Gong-twako, Koleksi Kang Zusi130
Jaka Lola Kho Ping Hoo lukaku hebat, aku merasa ini. Biarkan aku memilikinya sebelum aku mati."
"Bian-te, dia hehdak kami berikan kepada kongcu. Kalau kau mendahuluinya, tentu kau akan dihukum kongcu."
"Kongcu tidak tahu tent.ang dia, laginya, kalau sebentar lagi aku mati, kong-cu mau bisa berbuat apa kepadaku?" Si muka pucat memasuki bilik dan dua orang kawannya hanya saling pandang.
"Dia terluka hebat dan agaknya betul-betul tidak akan dapat ditolong, biarkanlah dia menebus kekalahannya dan membalas dendam," kata si rambut putih sambil mengeluarkan pipa tembakaunya dan mengisap. Si brewok juga mengangkat pundak.
Siu Bi telah terkena bubuk beracun Ang-hwa-tok (Racun Kembang Merah) yang membuatnya mabuk dan pingsan. Akan tetapi gadis ini adalah murid dari Hek Lojin, seorang tokoh dunia hitam. Ketika gadis ini mempelajari Iweekang, latihannya dengan berjungkir balik se-hingga dalam pengerahan Hek-in-kang, jalan darahnya membalik dan sinkang di tubuhnya membentuk hawa Hek-in-kang yang beracun hitam. Oleh karena itu, ketika ia terkena pengaruh raeun Ang-hwa-tok, hanya sebentar saja ia tercengkeram dan pingsan.
Pada saat itu, ia sudah mulai bergerak, biarpun masih pening dan ketika ia membuka matanya, eepat ia merarokan lagi karena segala yang tampak berputaran sedangkan darahnya di kepala berdenyut-denyut. Cepat ia mengerahkan sinkang untuk mengusir pengaruh memabukkan ini. Untung bagi-nya, ketika tadi terkena racun Ang-hwa-tok, ia baru mengerahkan Hek-in-kang sehingga tenaga mujijat inilah yang me-nolak sebagian besar daripada pengaruh racun. Kini dengan sinkang, ia berhasil mengusir hawa beracun, akan tetapi pikirannya masih belum sadar benar dan ia merasa seakan-akan melayang di angkasa, belum sadar benar dan belum ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya. la merasaseperti dalam alain mimpi.
Mendadak ada orang menubruk dan memeluknya sambil mencengkeram pundak. Siu Bi kaget bukan main, cepat membuka matanya. Hampir ia menjerit ketika melihat bahwa yang menmdihnya adalah seorang laki-laki bermuka pucat bermata beringas dan mulutnya men
'eri-ngai liar, dari ujung bibirnya bertetesan darah menghitam! la tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang mengerikar ini terhadap dirinya, ia menyangka bahwa ia akan dibunuh dan dicekik, maka cepat Siu Bi mengerahkan seluruh tenaga Hek-in-kang yang ada pada dirinya, kemudian sambll meronta ia rnenggunakan kedua tangannya menghantam dengan pengerah-an Hek-in-kang. Lambung dan leher orang yang bermuka pucat itu dengan tepat kena dihantam, dia memekik keras, tubuhnya terpental dan roboh terguling ke bawah dipan. Ketika Siu Bi melompat bangun, ternyata orang itu sudah rebah dengan mata mendelik dan dari mulutnya bercucuran darah, napasnya sudah putus!
Siu Bi bergidik mengenangkan bahaya yang hampir menimpa dirinya. Dengan penuh Koleksi Kang Zusi131
Jaka Lola Kho Ping Hoo kebencian ia menendang mayat itu sehingga terlempar ke luar dari pintu bilik kecil.
Sementara itu, si brewok dan si ram-but putih yang sedang enak-enak duduk di atas perahu, terkejut bukan main men-dengar pekik tadi. Cepat mereka me-lempar pipa tembakau ke samping dan melompat, menyerbu ke dalam bilik. Sesosok bayangan menyambar mereka. Si brewok menyaropok dan bayangan itu adalah temannya sendiri, si muka pucat yang sekarang sudah menjadi mayat! Tentu saja di samping rasa kaget, mereka berdua marah sekali melihat seorang teman mereka tewas dalam ke-adaan seperti itu.
Bagaikan due ekor biruang, mereka berteriak keras dan menyerbu ke dalam bilik.
Siu Bi menjadi nekat. la sudah siap dan telah mengerahkan Hek-in-kang un-tuk melawan.
Akan tetapi sedikit banyak racun Ang-hwa-tok masih mempengaruhi-nya. la mencoba untuk menerjang kedua i orang yang menyerbu itu dengan pukulan Hek-in-kang. Namun dua orang lavannya bukanlah orang lemah. Mereka itu, ter-utama si rambut putih, adalah jagoan-jagoan dari 'Ching-coa-to dan riereka sudah tahu akan kelihaian ilmu pukulan Siu Bi, maka cepat mereka mengelak lalu balas menyerang.
"Gong-twako, kita tangkap hidup-hidup!" seru si brewok. Si rambut putih maklum akan kehendak kawannya ini. Memang, setelah gadis ini berhasil membunuh seorang kawan, kalau dapat menangkapnya dan menyerahkannya hidup-hidup kepada kongcu mereka di Ching-coa-to, bukanlah kecil jasanya. Pertama, dapat menangkap musuh yang membunuh seorang anggauta Ang-hwa-pai (Perkum-pulan Kembang Merah), kedua kalinya, dapat menghadiahkan seorang gadis yang cantik molek kepada kongcu!
Siu Bi melawan dengan nekat, menangkis sepenuh tenaga dan mencoba ! merobohkan mereka dengan pukulan Hek-in-kang. Namun, kedua orang musuhnya amat kuat dan gesit, sedangkan kepalanya masih terasa pening. Tiba-tiba tam-pak sinar merah dan Siu Bi cepat-cepat menahan napasnya, namun terlambat. Kembali ia mencium bau yang amat harum dan tiba-tiba ia menjadi lemas dan roboh pingsan lagi! Ternyata bahwa si rambut putih telah berhasil meroboh-kannya dengan bubuk racun merah, senjata rahasia yang menjadi andalan para tokoh Ching-coa-to.
Siapa mereka ini" Mereka bukan lain adalah tokoh-tokoh yang menjadi anggauta sebuah perkumpulan yang disebut Ang-hwa-pai. Sesuai dengan namanya, para tokoh ini mempunyai tanda setangkai bunga berwarna merah menghias sebagai sulaman pada baju yang menutup dada kiri. Ang-hwa-pai bersarang di Pulau Ching-coa-to, yaitu Pulau Ular Hijau.
Kiranya para pembaca cerita Pendekar Buta masih ingat akan nama Ching-coa-to. Pulau ini adalah tempat tinggal Ching-toanio, ibu dari Giam Hui Siang dan ibu angkat dari Hui Kauw isteri Pendekar Buta. Setelah Ching-toanio meninggal dan kedua orang puterinya itu menikah dan meninggalkan Ching-coa-to, pulau itu menjadi kosong, hanya ditinggali bekas anak buah Ching-toanio yang hidup sebagai perampok dan bajak sungai.
Koleksi Kang Zusi132
Jaka Lola Kho Ping Hoo Beberapa bulan kemudian, muncullah seorang wanita yang kulitnya agak kehitaman, pakaiannya serba merah, wanita yang galak dan genit, yang usianya sudah mendekati lima puluh tahun, akan tetapi masih kelihatan pesolek dan genit sekali. Dia ini bukanlah wanita sembarangan dan para pembaca dari cerita Pendekar Buta tentu mengenalnya. Dia merupakan seorang di antara tiga saudara Ang-hwa Sam-ci-moi yang amat lihai ilmu silatnya. Di dalam cerita Pendekar Buta, tiga orang kakak beradik ini bertanding hebat melawan Pendekar Buta. Dua di antara mereka, yaitu Kui Biauw dan Kui Siauw, tewas dan yang tertua, Kui Ciauw, berhasil melarikan diri sambil membawa mayat kedua orang saudaranya. Wanita yang datang ke Ching-coa-to adalah Kui Ciauw inilah. Tentu saja para anak buah Ching-coa-to telah mengenalnya. Di dunia hitam, siapa yang tidak mengenal Ang-hwa Sam-ci-moi yang malah lebih lihai daripada suci mereka, si wanita iblis Hek-hwa Kui-bo yang telah tewas pula" Karena percaya akan kelihaian Kui Ciauw, para anak buah Ching-coa-to mengangkat Kui Ciauw menjadi kepala dan wanita ini lalu mendirikan sebuah perkumpulan yang diberi nama Ang-hwa-pai, sesuai dengan julukannya, yaitu Ang-hwa Nio-nio.
la sengaja mengumpulkan orang-orang dari golongan hitam, dipilih yang memiliki kepandaian tinggi, malah ia lalu melatih mereka dan menurunkan kepandaian melepas bubuk racun kembang merah kepada para pembantunya. Setelah masa peralihan kekuasaan, menggunakan keadaan yang kacau, perkumpulan hitam ini merajalela, merampok membajak dan keadaan mereka makin menjadi kuat karena banyak perampok ternama dan lihai yang melihat kemajuan dan pengaruh Ang-hwa-pai, lalu menggabungkan diri.
Ang-hwa Nio-nio atau Kui Ciauw ini tak pernah melupakan dendam hatinya terhadap Pendekar Buta yang telah membunuh dua orang adiknya. Akan tetapi maklum bahwa tidak mudah membalas dendam kepada orang sakti itu, ia tekun memperdalam ilmunya, bahkan ia nienyu-sun kekuatan partainya dengan imaksud kelak akan menyerang ke Liong-thouw san.
Ang-hwa Nio-nio, seperti lainnya para tokoh dunia gelap, biarpun sudah berusia hampir setengah abad, riamun masih merupakan seorang wanita cabul yang gila laki-laki. Oleh karena itu, bu-kan rahasia lagi bagi para anak buahnya akan kesukaan ketua ini mengunnpulkan laki-laki yang masih muda dan tampan, menjadikan mereka itu kekasih atau "se-lir", tentu saja banyak di antara mereka yang melakukan hal ini karena dipaksa dengan ancaman maut.
Baru setelah muneul seorang pemuda tampan bernama Ouwyang Lam, kerakusannya mengumpulkan pemuda-pemuda tampan berhenti. Ouwyang Lam adalah georang pemuda dari daerah Shan-tung, bertubuh tegap kuat berwajah tampan, anak seorang bajak tunggal.
Bersama ayahnya, Ouwyang Lam menggabungkan diri pada Ang-hwa-pai dan tentu saja pemuda tampan ini tidak terlepas dari incaran Ang-hwa Nio-nio. Akan tetapi, jkali ini Anghwa Nio-nio "jatuh hati" betul-betul kepada Ouwyang Lam. Agak-nya cinta tidak memilih Koleksi Kang Zusi133
Jaka Lola Kho Ping Hoo umur sehingga dalam usia hampir setengah abad, Ang-hwa Nio-nio benar-benar kali ini jatuh cinta! Segala kehendak Ouwyang Lain dituruti dan pertama-tama yang diminta oleh pemuda pintar ini adalah mengusir atau membunuhi puluhan orang "selir" laki-laki itu! la ingin memonopoli ketua Ang-hwa-pai, bukan karena cantiknya, melainkan karena kedudukannya yang mulia dan karena pemuda ini ingin mewarisi kepandaiannya.
Dan demikianlah kenyataannya. Ouw-yang Lam diambil sebagai "putera angkat" oleh Anghwa Nio-nio, mendapat sebutan kongcu (tuan muda), dihormat oleh seluruh anggauta Anghwa-pai dan selain kedudukan yang tinggi ini, juga pemuda yang cerdik ini setiap hari memeras ilmu-ilmu kesaktian dari "ibu angkat" alias kekasihnya ini untuk dimilikinya.
Terdorong cinta kasih yang membuatnya tergila-gila, Ang-hwa Nio-nio tidak segan-segan menurunkan ilmu-ilmu simpanannya sehingga dalam waktu be-berapa tahun saja ilmu kepandaian Ouw-yang Lam amat hebat. Bahkan Ilmu Pedang Hui-seng Kiam-sut (Ilmu Pedang Bintang Terbang) yang menjadi kebangga-an Ang-hwa Sam-ci-moi dahulu, telah diajarkan kepada Ouwyang Lam.
Dasar Ouwyang Lam memang pandai Tnengambil hati, maka dia bersumpah kepada kekasihnya bahwa kelak dia sen-diri yang akan membalaskan dendam kekasihnya itu kepada Pendekar Buta. Tentu saja untuk ini dia niemerlukan ilmu kepandaian yang tinggi agar dapat berhasil" Tidak ini saja, malah pemuda tampan ini begitu dimanja sehingga segala pernuntaannya dituruti, termasuk kegemarannya akan wanita cantik. Ang-hwa Nio-nio yang sudah setengah tua itu tidak mempunyai hati cemburu, bahkan rela membagi cinta kasih Ouwyang Lam.
Demikianlah sekelumit keadaan Ang-hwa-pai di Ching-coa-to. Kalau kepalanya bergerak ke utara, tak mungkin ekornya menuju ke selatan demikian kata orang-orang tua. Dengan pimpinan macam Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam, dapat ditwyangkan betapa bobroknya moral para anak buah dan anggauta Ang-hwa-pai. Mereka ini seperti mendapat contoh dan demikianlah, seluruh wilayah di sebelah barat dan selatan kota raja, penuh oleh orang-orang Ang-hwa pai yang bergerak dan merajalela menjadi perampok atau bajak yang malang-melintang tanpa ada yang berani melawan mereka. Asal ada penjahat yang mennakai tanda bunga merah di dada yang melakukan gerakan, tidak ada yang berani berkutik! Ouwyang Lam amat pandai sehingga untuk memperkuat kedudukannya, dia tidak segan-segan mempergunakan uang untuk me-nyuap sana-sini, menghubungi para pembesar dan menghamburkan uang secara royal kepada para pembesar korup yang memenuhi negara pada masa itu. Para pembesar korup amat berterima kasih dan menganggap orang-orang Ang-hwa-pai amat baik, tidak peduli mereka ini bahwa uang yang dipakai menyogok dan menyuap mereka itu adalah uang hasil rampokan!
Siu Bi sungguh malang nasibnya, terjatuh ke tangan tiga orang tokoh Ang-hwa-pai. Akan tetapi baiknya ia memiliki wajah yang amat jelita sehingga hal ini menggerakkan hati dua orang penawan-nya untuk mencari jasa hendak memper-sembahkan dia kepada Ouwyang Koleksi Kang Zusi134
Jaka Lola Kho Ping Hoo Lam! Tentu saja hal ini baik baginya, karena dalam keadaan pingsan di perahu itu, nasibnya sudah berada di tangan si ram-but putih dan si brew&k. Namun, meng-ingat akan hadiah dan kedudukan yang mungkin dinaikkan, dua orang itu tidak berani mengganggu Siu Bi, ingin mem-persembahkan gadis ini pada kongcu me-reka dalam keadaan utuh! Mereka hanya mengikat kaki tangan Siu Bi dan cepat-cepat mereka mendayung perahu, lang-sung menuju ke Ching-eoa-to.
Dan inilah sebabnya mengapa Yo Wan sia-sia saja mengejar. la tidak mengira bahwa Siu Bi ditangkap orang di dalam gua kemudian dilarikan dengan perahu. Terlalu lama dia mencari-cari di dalam hutan, berputar-putar tanpa hasil. Baru setelah menjelang senja, ia sampai di pinggir Sungai Fen-ho, berdiri termangu-mangu di tepi sungai.
Ketika sadar daripada pingsannya dan mendapatkan dirinya dalam keadaan ter-ikat kaki tangannya dan rebah di atas pembaringan dalam perahu, Siu Bi menjadi marah dan mendongkol sekali. Ia merasa lega bahwa tubuhnya tidak terasa sesuatu, tidak menderita luka. Akan te-tapi ketika ia mencoba untuk mengerahkan tenaga melepaskan diri daripada belenggu, ia mendapat kenyataan bahwa tali-tali yang mengikat kaki tangannya amatlah kuat, tak mungkin diputus mem-pergunakan tenaga. la mengeluh dan mulailah ia menyesal.
Mengapa ia me-larikan diri, meninggalkan Yo Wan" Kalau ada Yo Wan di dekatnya, tak mungkin ia sampai mengalami bencana seperti ini. Lebih menyesal lagi ia nnengapa pedangnya, Cui-beng-kiam, ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan. Kalau perginya membawa senjatanya yang ampuh itu, lebih baik lagi kalau ia tidak bertanding melawan Yo Wan, kalau..... kalau..... ah, tidak akan ada habisnya hal-hal yang sudah terlanjur dan sudah lalu disesalkan. Sesal kemudian tiada guna.
Perahu itu dengan cepatnya meluncur sepanjang Sungai Fen-ho, sampai masuk Sungai Kuning di selatan kennudian membelok ke timur melalui Sungai Kuning yang lebar dan diam. Selama beberapa hari melakukan perjalanan melalui air ini, Siu Bi tetap dalam belenggu. Akan tetapi gadis ini tidak digariggu dan karena mengharapkan sewaktu-waktu mendapat kesempatan membebaskan diri, Siu Bi tidak menolak suguhan makan minum yang setiap hari diberi oleh dua orang penawannya. la harus menjaga kesehatannya dan memelihara tenaga agar dapat dipergunakan sewaktu ada kesempatan.
Perjalanan dilangsungkan melalui darat. Dua orang itu dengan mudah mendapatkan tiga ekor kuda dari kawan-kawan mereka yang memang banyak terdapat di sekitar daerah itu, meraja-lela dan boleh dibilang menguasai keada-an di sebelah selatan dan barat dan kota raja.
Akhirnya mereka menyeberang telaga dan mendarat di Pulau Ching-coa-to di tengah telaga.
Pulau ini sekarang berubah keadaannya jika dibandingkan belasan tahun yang lalu. Setelah Ang-hwa-pai berdiri dan pulau ini dijadikan pusat, pulau ini dibangun dan darii jauh saja sudah tampak bangunan-bangunar yang besar dan megah. Taman bunga yang da-hulu Koleksi Kang Zusi135
Jaka Lola Kho Ping Hoo menjadi kebanggaan Ching-toanio dan puteri-puterinya, terpelihare baik-baik, malah dilengkapi pondok-pondok mungil karena tempat ini terkenal se-bagai tempat Ang-hwa Nio-nio dan Ouw-yang Lam bersenang-senang.
Siu Bi merasa heran dan kagum Juga setelah ia dibawa mendarat dari perahu yang menyebepangi telaga. Pulau itu benar indah, juga megah. Apalagi ketika mereka mendarat di pulau, mereka" disambut oleh sepasukan penjaga yang ber-pakaian lengkap, seragam dan bersikap gagah. Di dada kiri mereka tampak se-buah lencana, yaitu sulaman berbentuk bunga merah.
Si rambut putih yang agaknya memiliki kedudukan lumayan di pulau ini, segera menyuruh seorang penjaga lari melapor kepada pai-cu (ketua) dan kong-cu (tuan muda). Penjaga itu beriari cepat. Siu Bi digiring berjalan memasuki pulau dengan perlahan, diiringkan sepasukan penjaga dan diapit oleh kedua orang penawannya.
Tak lama kemudian rombongan ini berhenti dan dari depan tampak serom-bongan orang berjalan datang dengan eepat. Siu Bi membelalakkan mata, memandang penuh perhatian. la melihat barisan wanita-wanita muda cantik yang gagah sikapnya, memegang pedang telanjang di tangan, berjalan dengan teratur di kanan kiri. Di tengah-tengah tampak berjalan dua orang. Yang seorang adalah wanita tua yang berkulit hitam dan pakaiannya biarpun terdiri dari sutera ma-hal dan amat mewah, akan tetapi sungguh tidak serasi karena warnanya merah darah dan berkembang-kembang. Amat tidak cocok dengan kulit hitam itu, apalagi karena muka itu biarpun dibedaki dan ditutupi gincu, tetap saja memperlihatkan keriput-keriput usia tua. Seorang nenek yang amat pesolek dan sinar matanya tajam dan liar. Akan tetapi langkah kakinya demikian ringan seakan-akan tidak menginjak bumi, menandakan bahwa ginkang dari nenek ini luar biasa
hebatnya. Orang kedua adalah seorang laki-laki muda, kurang lebih dua puluh tahun, tubuhnya tegap, agak pendek tapi wajahnya tampan sekalidengan kulit yang putih kuning, alis hitam panjang dan matanya bersinar-sinar. Mereka ini bukan lain adalah Ang-hwa Nio-nio atau paicu, ketua dari Ang-hwa-pai, bersama Ouw-yang Lam atau kongcu yang sesungguh-nya memiliki kekuasaan tertinggi di situ karena si ketua itu berada di telapak tangan si pemuda ganteng!
Tempat itu kini penuh dengan para anggauta Ang-hwa-pai dan semua orang memandang Siu Bi penuh perhatian. Mereka bersikap hormat ketika ketua mereka muncul. Si rambut putih dan si brewok juga segera berlututniemberi hormat, lalu berdiri lagi.
Pandang mata Ouwyang Lam unfuk sejenak menjelajahi Siu Bi dari rambut sampai ke kaki, kemudian menoleh ke-pada si rambut putih. Adapun Ang-hwa Nio-nio segera menegur.
"Betulkah seperti yang kudengar bah-wa bocah ini telah membunuh A Bian" Mengapa kalian tidak segera membunuhnya dan perlu apa dibawa-bawa ke sini?"
Koleksi Kang Zusi136
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Maaf, kami sengaja menangkap dan tnembawanya ke sini agar mendapat pu-tusan sendiri tentang hukumannya dari Paicu dan Kongcu," kata si rambut putih dengan nada suara menjilat. "Pula, bagai-mana kami dapat membuktikan tentang kematian A Bian kalau pembunuhnya Udak kami seret ke sini?"
"Hemmm, bocah yang berani mem-bunuh seorang pembantuku, apalagi hu-kumannya selain mampus" Biar aku sen-diri membunuhnya!" Tangan nenek ini bergerak, terdengar angin bercuitan ketika angin pukulan meluncur ke arah dada Siu Bi. Gadis ini kaget bukan main. Hebat pukulan ini dan karena kedua tangannya masih dibelenggu, hanya kedua kakinya saja yang bebas, ia terpaksa melonipat cepat ke kiri.
"Srrrttt!" pinggir bajunya tersambar angin pukulan, pecah dan hancur beran-takan. Wajah Siu Bi berubah. la maklum bahwa nenek ini merupakan lawan yang berat, seorang yang amat lihai ilmunya.
"Ihhh, kau berani mengelak?" Nenek itu memekik, suaranya melengking tinggi dan kembali tangannya bergerak, sekarang angin yang berciutan itu menyambar ke arah leher Siu Bi.
Gadis ini kembali mengelak, akan tetapi kurang cepat sehingga pundaknya terhajar. Baiknya ia telah siap dan mengerahkan Hek-in-kang di tubuhnya, maka ia tidak mengalami luka, hanya terhuyung dan roboh miring di atas tanah.
Muka nenek itu berubah. Baru kali ini ia mengalami hal seaneh ini. Biasanya, kalau pukulannya dilakukan, tentu se-orang lawan akan roboh binasa. Apalagi kalau pukulannya yang mengandung hawa racun merah ini mengenai sasaran, tentu yang terkena akan terluka dalam. Akan tetapi gadis ini hanya terhuyung dan roboh tapi tidak terluka. Ini membuktikan bahwa gadis ini "ada isinya". Saking penasaran, ia mengerahkan tenaga dan hendak memukul lagi. Akan tetapi Ouw-yang Lam mencegah, menyentuh lengan nenek itu sambil berkata,
"Nio-nio, harap sabar dulu....."
"Apa". Kau masih belum puas dengan mereka itu dan hendak mengambil dia" Hati-hati, perempuan seperti ia bukan untuk hiburan, sekali ia lolos akan men-datangkan bencana!"
kata Ang-hwa Nio-nio sambil menuding ke arah Siu Bi yang sudah melompat bangun lagi dan me-mandang mereka dengan mata terbelalak penuh kemarahan dan kebencian. Sedikit pun gadis ini tidak memperlihatkan rasa takut.
"Bukan begitu, Nio-nio. Ingat Nona ini memiliki kepandaian, akan tetapi meng-hadapi seorang nona nnuda, dua orang kita menawannya dan membelenggunya seperti itu, sudah merupakan hal yang meremehkan nama besar kita. Apalagi sekarang kau hendak membunuhnya dalam keadaan terbelenggu, aku khawatir nama besarmu akan ternoda. Nio-nio, biarkan aku menghadapinya setelah belenggunya dilepas, agaknya ia lihai, patut aku Koleksi Kang Zusi137
Jaka Lola Kho Ping Hoo ber-latih dengannya. Eh, Nona, setelah kau lancang tangan membunuh seorang pem-bantu kami dan kau telah ditangkap ke sini, kau hendak berkata apa lagi?"
Siu Bi mengerutkan alisnya, matanya seolah-olah mengeluarkan api ketika memandang kepada wajah tampan itu. "Mengapa banyak cerewet" Mau bunuh boleh bunuh, siapa takut mampus" Pura-pura akan membebaskan, hemmm, kalau benar-benar kedua kakiku bebas, BKU akan membunuhi kalian ini semua, tak seekor pun akan kuberi ampun!"
Inilah makian dan hinaan hebat. Seaimi orang sampai melongo. Alangkah berialt-nya bocah ini. Sudah tertawan, berada di tangan musuh dan tidak berdaya, nyawa-nya tergantung di ujung rambut, masih begitu besar nyalinya. Benar-benar hal yang amat mengherankan bagi seorang gadis remaja seperti ini.
Akan tetapi Ouwyang Lam tertawa girang. Hatinya amat tertarik kepada gadis ini. Cantik jelita dan gagah perkasa. Biarpun baginya tidaklah sukar untuk mencari gadis cantik, malah boleh jadi lebih cantik daripada Siu Bi, na-mun takkan mudah mendapatkan seorang gadis yang begini gagah perkasa dan bernyali harimau. Kalar dia bisa mendapat-kan seorang seperti im di sampingnya, selain dia mendapatkan pasangan yang setimpal, juga gadis ini dapat merupakan penambahan tenaga yang amat penting dan memperkuat kedudukan mereka. Memang Ouwyang Lam orangnya cerdik, penuh tipu muslihat dan akal yang halus sehingga biarpun dia mempunyai niat di hatinya yang tidak baik, namun pada lahirnya dia bisa kelihatan amat baik dan peramah.
"Nona, kau seorang gagah, maka kuberi kesempatan untuk membela diri. Kami dari Anghwa-pai juga orang-orang gagah dan menghargai kegagahan. Nah, kau kubebaskan daripada belenggu dan boleh mennbela diri dengan kepandaianmu!" Tampak sinar berkelebat dan tahu-tahu belenggu pada kedua tangan Siu Bi sudah putus. Kiranya itu tadi adalah sinar pedang di tangan Ouwyang Lam!
Siu Bi kagum. Maklum ia bahwa juga " pemuda ini merupakan lawan yang berat. Namun, mana ia menjadi gentar karena-nya" la tersenyum mengejek, menggerak-gerakkan kedua lengannya untuk mengusir rasa pegal. Berhari-hari, ia dibelenggu dan hal ini membuat kedua lengannya terasa pegal. la mengerahkan tenaga sin-kang untuk mendorong peredaran darahnya, terutama di bagian kedua lengan sehingga ia dapat mengusir semua rasa kaku dan dapat bergerak lincah kembali. Setelah merasa dirinya sehat kembali, ia menghadapi Ouwyang Lam dan berkata,
"Nah, aku siap. Siapa akan maju menghadapi aku" Ataukah barangkali kalian mengandalkan kegagahan dengan cara pengeroyokan?" Ucapan ini merupakan tantangan yang mengandung ejekan. Muka Ang-hwa Nio-nio yang hitam sampai berubah menjadi makin hitam saking marahnya. Gadis ini benar-benar memandang rendah Ang-hwa-pai. Akan tetapi Ouwyang Lam tersenyum dan melangkah maju. Pedangnya masih berada di tangan, Koleksi Kang Zusi138
Jaka Lola Kho Ping Hoo akan tetapi dia tidak segera menyerang, melainkan berkata halus,
"Nona, aku sudah siap dengan pedang-ku. Harap kau suka mengeluarkan senjatamu."
Diam-diam Siu Bi menghargai sikap pemuda tampan ini, setidaknya pemuda ini nnempunyai watak yang gagah, tidak seperti nenek yang tak tahu malu menyerangnya ketika masih terbelenggu kedua tangannya tadi. Akan tetapi pedang Cui-beng-kiam ia tinggalkan di depan kaki Yo Wan.
"Aku mengandalkan kedua kepalan tangan dan kakiku. Kalau pedangku Cui-beng-kiam berada di sini, mana orang-orangmu mampu menghinaku?"
Ouwyang Lam makin besar rasa ka-gumnya dan dia yakin bahwa gadis ini tentulah seorang pendekar wanita yang gagah. la segera menyimpan kembali pedangnya dan berkata, "Kalau begitu, marilah kita main-main dengan tangan kosong. Majulah, Nona."
Siu Bi tidak mau sungkan-sungkan lagi. Setelah sekarang ia ditantang dan tidak dikeroyok, ini merupakan keuntung-annya dan ia harus membela diri sekuat tenaga. Sambil berseru panjang ia lalu menerjang maju. Akan tetapi betapapun juga, ia ingat akan budi pemuda ini.
Biarpun merupakan seorang musuh, pemuda ini harus ia akui telah menolong nyawanya tadi ketika ia hendak dibunuh dalam keadaan terbelenggu oleh nenek yang lihai itu. Maka ia pun hanya ingin merobohkan pemuda ini saja, kalau mungkin tanpa melukainya, apalagi membunuh-nya. Oleh karena inilah maka ia lalu mainkan ilnMi silat biasa yang ia pelajari dari ayahnya dan dari Hek Lojin. Gerakannya gesit, serangannya ganas dan dahsyat, juga tenaga dalamnya amat kuat.
"Bagus!" Ouwyang Lam berseru ketika menyaksikan ketangkasan lawannyp la juga menggerakkan kaki tangannya, oer-silat dengan gaya yang indah. Dalam sekejap mata saja, keduanya sudah saling terjang, saling serang dengan hebat, gerakan mereka begitu cepatnya sehingga sukar diikuti pandangan mata karena bayangan itu sudah menjadi satu.
Angin pukulan dan gerakan tubuh rnenyambar-nyambar ke kanan kiri dan empat puluh jurus lewat dengan amat cepatnya.
Diam-diam Ang-hwa Nio-nio mendongkol melihat murid dan kekasihnya itu tidak segera menggunakan jurus-jurus Ilmu Silat Hui-seng-kun-hoat, yaitu Ilmu Silat Bintang Terbang yang merupakan ilmu silat tertinggi yang dimilikinya. Sementara itu, diam-diam Siu Bi mengeluh. Kiranya pemuda ini benar-benar lihai sekali sehingga jangan bicara tentang merobohkan tanpa melukai, mengalahkan pemuda ini saja masih merupakan hal yang belum tentu kecuali kalau ia mainkan Hek-in-kang. Akan tetapi kalau ia keluarkan ilmu ini, tak mungkin lagi mengalahkan tanpa membahayakan jiwa lawannya.
"Kenapa tidak keluarkan Hui-seng (Bintang Terbang)?"" tiba-tiba nenek itu berseru menegur Koleksi Kang Zusi139
Jaka Lola Kho Ping Hoo murid dan kekasihnya. Melihat Ouwyang Lam sampai puluhan jurus belum mampu mengalahkan lawan, Ang-hwa Nio-nio menjadi marah dan penasaran. Hal ini akan menibikin malu padanya, merendahkan nama Ang-hwa Nio-nio sekaligus Ang-hwa-pai!
Memang hal ini amat luar biasa bagi para anggauta Ang-hwa-pai. Biasanya, Ouwyang-kongcu merupakan orang yang amat lihai, hanya kalah oleh Ang-hwa Nio-nio dan begitu ia turun tangan semua tentu beres. Belum pernah para anggauta ini me-lihat ada lawan yang mampu melawan Ouwyang-kongcu lebih daripada sepuluh jurus. Akan tetapi sekarang, dara remaja yang menjadi tawanan dua orang pem-bantu itu ternyata mampu menahan terjangan Ouwyang-kongcu sampai begitu lama tidak tampak terdesak! Tentu saja hal ini tidak mengherankan bagi Ouwyang-kongcu dan bagi Ang-hwa Nio-nio karena kedua orang ini cukup mahlum bahwa dua orang pembantu mereka sama sekali bukanlah lawan gadts ini.
Mereka capat melawannya tentu karena hasil daripada Ang-tok-san yaitu bubuk racun merah yang dapat membius lawan.
Mendengar seruan Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam ragu-ragu. Betapapun juga, dia belum kalah dan biarpun dia tidak dapat mendesak gadis itu, namun sebalik-nya dia pun tidak terdesak. Mereka sama kuat dan hal ini membuat hatinya gembira dan kagum bukan main.
Belum pernah selamanya ia bertemu dengan seorang gadis yang begini hebat. Tadinya dia sama sekali tidak mengira bahwa Siu Bi akan begini kosen sehingga dapat mengimbangi permainan silatnya. Tentu saja hal ini membuat rasa sayangnya terhadap Siu Bi makin menebal. la tidak tega untuk mempergunakan ilmu silat yang lebih dahsyat, khawatir kalau-kalau melukai Siu Bi dan membikin gadis itu menjadi sakit hati. la hendak membaiki gadis ini, hendak memikat hatinya karena dia betul-betul jatuh hati yang baru pertama kali ini dia alami.
Akan tetapi, di fihak Siu Bi, seruan itu merupakan tanda bahaya. Kalau la-wannya mempunyai "simpanan" yang belum dikeluarkan, inilah berbahaya. la tidak mau didahului, maka tiba-tiba Siu Bi mengeluarkan seruan nyaring seperti pekik burung elang dan kedua lengannya bergerak aneh, diputar-putar secara luar biasa. Akan tetapi segera tampak sinar menghitann menyambar-nyambar, dari kedua lengan itu tampak uap hitam dan Ouwyang Lam merasai sambaran hawa pukulan yang amat dahsyat. Ketika dia menangkis, lengannya terasa panas sekali dan nyensanipai menembus ke ulu hati Kagetlah dia dan terhuyung-huyung dia ke belakang dengan muka pucat. Akan tetapi karena dia maklum bahwa lawannya ini benar-benar hebat, memiliki sim-panan ilmu dahsyat yang baru sekarang dikeluarkan, cepat dia mengerahkan te-naga mengusir rasa nyeri, berbareng dia membentak keras dan tubuhnya mumbul ke atas, lalu menukik ke bawah melakukan penyerangan balasan. Inilah sebuah jurus dari Ilmu Silat Hui-seng-kun-hoat, Ilmu Sllat Bintang Terbang yang SfelBin hebat sekali gerak-geriknya, juga me-ngandung hawa pukulan beracun, racun ang-tok (racun merah)! Ketika Siu Bi menangkis dengan tenaga Hek-in-king, keduanya terhuyung mundur dengan muka berubah. Tahulah mereka bahwa masing-masing kini telah mengeluarkan kepandaian dan tenaga simpanan. Ilniu Pukulan Hek-in-kang yang mengandung racun hitam kini bertemu tanding dengan hawa pukulan Koleksi Kang Zusi140
Jaka Lola Kho Ping Hoo racun merah. Akan tetapi keduanya menyesal bukan main karena kalau dilanjutkan, mereka berdua terpaksa akan mempergunakan dua macam ilmu dahsyat ini dan akibatnya, yang kalah tentu akan celaka, kalau tidak tewas sedikitnya tentu akan terluka parah di sebelah dalam tubuh!
"Tahan dulu.....!" Tiba-tiba Ang-hwa Nio-nio berseru dan melayanglah tubuhnya menengahi kedua orang muda. yang sedang bertanding itu. Karena nenek ini menggunakan kedua tangan mendorong, kedua orang muda itu terpaksa meloncat ke belakang.
"Kau mau mengeroyok?" Siu Bi mendahului membentak. Bentakan yang merupakan gertak belaka karena sesungguhnya di dalam hati ia merasa khawatir kalau-kalau nenek ini benar-benar mengeroyoknya. Kalau benar demikian, biarpun ia tidak akan mundur, namun boleh dipastikan bahwa ia akan kalah dan roboh. Dalam pertemuan tenaga dengan pemuda ku tadi saja sudah dapat ia bayangkan bahwa takkan mudah baginya mengalahkan Ouwyang Lam. Apalagi kalau nenek ini yang agaknya malah lebih lihai lagi daripada si pemuda, turun tangan mengeroyoknya.
Akan tetapi Ang-hwa Nio-nio tidak bergerak menyerang. Wajahnya keren dan suaranya berwibawa, "Bocah, jangan som-bong terhadap Ang-hwa Nio-nio! Kau tadi mainkan Hek-in-kang, orang tua Hek Lojin masih terhitung apamukah?"
Siu Bi kaget. Baru kali ini semenjak ia turun gunung, ada orang yang mengenal Hek-inkang. Banyak orang lihai ia temui, termasuk Jenderal Bun, isterinya, puteranya dan Si Jaka Lola. Akan tetapi mereka itu tidak mengenal ilmunya. Bagaimana nenek genit ini dapat mengenal Hek-in-kang" Malah tahu pula bahwa Hek-in-kang adalah ilmu mendiang kakeknya, Hek Lojin yang dikenalnya pula" Setelah nenek ini mengetahui semuanya, agaknya tidak perlu lagi berbohong, malah ia hendak menyombongkan kakeknya yang ia tahu amat lihai dan amat terkenal di dunia kang-ouw. "
"Hek Lojin adalah kakekku. Mau apa kau tanya-tanya?" jawabnya dengan nada suara sombong dan tidak nnau kalah.
"Kakekmu?" Keriput-keriput pada wajah nenek itu mendalam. "Bagaimana bisa jadi"
Maksudmu kakek guru" Kau mengenal The Sun?"
Berdebar jantung Siu Bi. Terang bah-wa nenek ini bukan orang yang asing bagi ayah dan kakeknya. Biarpun di da-lam hati ia tidak mau lagi mengakui The Sun sebagai ayahnya karena ia maklum sekarang bahwa The Sun memang bukan ayahnya, akan tetapi agaknya nama The Sun dan Hek Lojin akan dapat menolong-nya pada saat itu, Siu Bi biarpun seorang yang amat tabah dan tidak takut mati, namun ia bukan gadis bodoh. la amat cerdik dan ia maklum bahwa saat ini ia berada di sarang harimau. la berada di pulau orang, musuh-musuhnya lihai dan berjumlah banyak. Nekat memusuhi me-peka berarti mati. Maka ia lalu Koleksi Kang Zusi141
Jaka Lola Kho Ping Hoo menekan perasaannya dan menjawab,
"Dia adalah ayahku." Segan hatinya menyebut nama The Sun, maka ia hanya menyebut "dia"
saja. Tiba-tiba terjadi perubahan hebat pada muka nenek itu. Sejenak ia memandang Siu Bi dengan mata terbelalak, mulut ternganga, kemydian perlahan-lahan kedua mata itu menitikkan air mata dan ia lalu lari merangkul Siu Bi sambil menangis! Tentu saja Siu Bi jadi tercengang keheranan.
"Aihhh, siapa kira..... kita adalah orang-orang sendiri, anakku.....!"
Meremang bulu tengkuk Siu Bi dan tiba-tiba perutnya menjadi mulas mendengar ini karena timbul dugaan yang mengerikan di dalam hatinya. Jangan jangan..... jangan-jangan..... la tidak saja bukan anak The Sun, akan tetapi ]uga bukan anak ibunya dan..... dan..... perempuan mengerikan ini adalah ibu kandungnya! Dengan muka pucat diam-diam berdoa semoga dugaan ini tidak benar adanya. Akan tetapi hatinya demikian risau, membuat tenggorokannya serasa tercekik dan ia tidak mampu bertanya apa yang dimaksudkan oleh nenek mi dengan kata-kata "orang-orang sendiri tadi. Adalah Ouwyang Lam yang luga terheran-heran itu yang mengajukan pertanyaan, "Nio-nio, apakah artinya ini" Siapakah Nona ini?"
Ang-hwa Nio-nio tersenyum dibalik air matanya, melepaskan pelukan dan menggandeng tangan Siu Bi. "Mari kita pulang, mari..... kita adalah orang sendiri. Mari dengarkan keteranganku di rumah...... ah, untung tadi kau keluarkan Hek-in-kang itu, anakku....."
Mual rasa perut Siu Bi mendengar nenek ini menyebutnya "anakku". Akan tetapi karena bekas lawan bersikap begini ramah, tak mungkin ia memper-tahankan sikap bermusuhan lagi. Betapa-pun juga, ia masih ragu-ragu. Siapa tahu ada apa-apanya di balik sikap aneh ini. Siapa tahu ada kepiting di balik batu!
"Aneh sekali sikapmu, Paicu. Kalau benar aku ini orang sendiri, masa orang-orangmu memperlakukan aku sedemikian rupa" Penghinaan besar yang tiada taranya, menjadikan aku tawanan berhari-hari dan membelenggu kaki tangan.
"Ohhh, mereka tidak tahu...,."
"Kalau puh tidak tahu, sudah melakukan penghinaan kepada orang sendiri, apa yang akan kaulakukan kepada mereka?"
Ang-hwa Nio-nio sadar dan mengedikkan kepalanya, memutar tubuh memandang ke saha ke mari mencari-cari. Akhirnya ia menemukan mereka dengan pandang matanya, si rambut Koleksi Kang Zusi142
Jaka Lola Kho Ping Hoo putih dan sl brewok. Seakan-akan dari pandang matanya itu keluar perintah, karena tanpa kata-kata lagi kedua orang ini sudah maju dan menjatuhkan diri berlutut!
"Kami..... karti betul-betul tidak ta-hu....." kata si rambut putih, suaranya sudah gemetar tidak karuan.
"Kalian menghina puteri sahabat baikku The Sun, kalian sudah menjadikai? cucu murid orang tua Hek Lojin sebagai tawanan" Ahhh, kalau di Ang-hwa-pai masih ada orang-orang macam kalian, perkumpulan kita takkan dapat lama berdiri tegak." Tiba-tiba, tanpa peringatan lagi, kedua tangan Ang-hwa Nio-mo bergerak. Terdengar jerit dua kali den tubuh dua orang pembantu itu terjengkang ke belakang, mata mereka mendelik, muka mereka berubah rnerah seperti darah dan napas mereka sudah putus! Mereka terkena pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga beracun ang-tok sepenuhnya!
Ang-hwa Nio-nio tersenyum ketika menoleh kepada Siu Bi, "Nah, itulah hukuman mereka yang berani menghinamu, anakku. Mari, niari...... mari ikut bibi Kui Ciauw, sahabat baik ayahmu....."
Siu Bi merasa begitu lega seakan-akan batu sebesar gunung yang menindih hatinya diangkat orang ketika mendengar ucapan terakhir itu. Kiranya nenek ini yang bernama Kui Ciauw, berjuluk Ang-hwa Nio-nio, adalah sahabat baik "ayah-nya", jadi bukanlah ibu kandung seperti yang ia khawatirkan. Karena hati yang lega dan puas ini, tidak membantah lagi ketika digandeng pergi, malah ia ter-senyum kepada "bibi Kui Ciauw" dan membalas senyum Ouwyang Lam yang berjalan di sebelahnya!
Sikap Kui Ciauw atau Ang-hwa Nio-nio terhadap Siu Bi itu sebetulnya bukan dibuat-buat, juga tidaklah aneh. Belasan tahun yang lalu wanita ini bersama dua orang saudaranya disebut Ang-hwa Sam-ci-moi (Tiga Kakak Beradik Bunga Merah), dan mereka bertiga bekerja sama dengan The Sun dan Hek Lojin, melakukan perang terhadap Pendekar Buta dan kawan-kawannya. Kemudian mereka ini semua dikalahkan oleh Pendekar Buta, malah dua orang adiknya tewas, The Sun terluka hebat dan Hek Lojin buntung sebelah lengannya.
Oleh karena itulah, maka begitu mendengar bahwa gadis ini adalah puteri The Sun dan cucu murid Hek Lojin, sikap Ang-hwa Nio-nio seketika berubah. la menganggap Siu Bi sebagai orang segolongan yang menaruh dendam kepada Pendekar Buta. la tadi telah menyaksikan betapa kepandaian Hek Lojin telah diwariskan kepada gadi0 ini, maka sebagai orang segolongan, ten-tu saja ia menganggap gadis ini amat penting untuk bersama-sama menghadapi iriusuh besar mereka, Pendekar Buta. Tentu saja mendapatkan tenaga bantuan seperti gadis ini jauh lebih berharg? daripada orang-orang seperti si rambu putih dan si brewok, maka sebagai pengganti mereka, ia rela menerima Siu Bi dan menewaskan dua orang pembantu itu untuk menyenangkan hati Siu Bi.
Siu Bi kagum bukan main ketika melihat bangunan-bangunan indah di atas pulau dan memasuki gedung besar tempat tinggal Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam. Perabot Koleksi Kang Zusi143
Jaka Lola Kho Ping Hoo rumah serba indah dan mahal, gambar-gambar indah, tulisan-tulisan dengan sajak-sajak kuno menghias dinding membuat gedung itu kelihatan seperti sebuah istana.
Setelah mereka bertiga duduk di ru-angan tengah dan para pelayan cantik menghidangkan minuman, Ang-hwa Nio-nio lalu bercerita, "Anak baik, ketahuilah, aku adalah Ang-hwa Nio-nio atau ketua dari Ang-hwa-pai, tapi kau boleh menyebutku bibi Kui Ciauw saja, karena aku adalah sahabat baik dan teman seperjuangan dengan ayahmu. Dia ini ada-lah muridku, Ouwyang-kongcu atau Ouw-yang Lam, muridku yang tersayang, dan karenanya dia ini masih terhitung saudara segolongan denganmu. Anak baik, siapakah namamu tadi"''
"Namaku Siu Bi."
"The Siu Bi, hemmm, bagus sekali. Tak kunyana bahwa The Sun bisa mempunyai seorang anak secantik engkau, dan ilmu kepandaianmu juga hebat, agaknya malah lebih hebat daripada ayahmu sendiri. Siu Bi, apakah ayah dan kakekmu tidak pernah bercerita tentang aku?"
Dengan jujur Siu Bi menggeleng kepalanya, dan Ang-hwa Nio-nio mengerutkan alisnya. "Ah, bagaimana mereka bisa begitu cepat melupakan aku" Tidak ingat akan perjuangan bersama dan penderitaan senasib" Siu Bi, anakku yang baik, apakah mereka juga tak pernah bicara tentang Pendekar Buta?"
Bangkit semangat Siu Bi mendengar disebutnya musuh besarnya ini. "Aku memang sengaja turun gunung untuk mencari Pendekar Buta, membalaskan dendam mendiang kakek dan membuntungi lengan tangan Pendekar Buta sekeluarga."
Berubah wajah Ang-hwa Nio-nio, "Kau bilang..... mendiang kakek" Apakah Hek Lojin si orang tua sudah meninggal?"
Siu Bi mengangguk dan wanita lu meramkan kedua matanya. "Ah, sungguh sayang sekali.
Akan tetapi, kau penggantinya, anakku. Biarlah, mari kita sama-sama menggempur Pendekar Buta, kita hancurkan kepalanya, cabut keluar jantungnya untuk kita pakai sembahyang kepada roh-roh yang penasaran!"
Siu Bi boleh jadi seorang gadis yang tabah, akan tetapi mendengar ancaman menyeramkan ini ia bergidik juga. "Bibi, aku sudah bersumpah hendak mencarinya dan dengan tanganku sendiri aku akan membuntungi lengannya, lengan isterinya dan anak-anaknya."
"Aku akan membantumu....."
"Aku tidak perlu bantuan, Bibi. Aku sendiri cukup untuk menghadapinya."
Koleksi Kang Zusi144
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Dia lihai sekali."
"Tidak peduli. Aku tidak takut!" Ang-hwa Nio-nio membelalakkan kedua matanya. la tak berdaya menghadapi gadis ini yang begini sukar diajak berunding. la mulai tidak sabar dan hal ini dapat dilihat oleh Ouwyang Lam yang segera berka-ta sambil tersenyum.
"Tentu saja adik Siu Bi tidak takut. Masa terhadap seorang musuh yang buta kedua matanya saja takut" Kalau takut kan bukan orang gagah namanya! Akan tetapi kami yang lemah memerlukan bantuan dan kami mohon bantuan adik Siu Bi yang gagah perkasa untuk Bersama-sama menghadapi Pendekar Buta. Kita mempunyai kepentingan bersama dan kita sama-sama bersakit hati terhadap dia."
Enak didengar ucapan Ouwyang Lam ini dan seketika hati Siu Bi dapat dikalahkan. Gadis ini menjadi tidak enak sendiri mendengar ia diangkat-angkat dan mereka berdua yang ia tahu tidak kalah lihai itu merendahkan diri. Untuk menghilangkan rasa tidak enak ini ia bert'anya.
"Mengapakah kalian juga bermusuh de-ngan Pendekar Buta" Kalau kakek sudah terang dibuntungi lengannya."
Ang-hwa Nio-nio girang melihat hasil bujuk dan kata-kata halus muridnya, maka kini ia yang rnemberi penjelasan, "Siu Bi, agaknya kakek dan ayahmu tidak memberi penuturan yang lengkap kepada-mu. Ketahuilah bahwa belasan tahun yang lalu sebelum kau teriahir, ayahmu merupakan musuh besar Pendekar Buta, dan karena ayahmu tidak dapat menangkan musuhnya maka kakekmu Hek Lojin datang membantu. Akan tetapi ter-nyata kakekmu juga kalah, malah di-buntungi lengannya. Adapun aku sendiri, bersama dua orang adik perempuanku, juga memusuhi Pendekar Buta untuk membalas dendam suci (kakak seperguruan) kami, akan tetapi dalam pertempur-an itu, kedua orang adikku tewas, hanya aku seorang yang berhasil meriyelamat-kan diri. Karena itulah, aku bersumpah untuk membalas dendam atas kematian saudara-saudaraku dan juga atas kekalah-an para kawan segolonganku, termasuk ayahmu dan kakekmu. Dengan demikian, bukankah kita ini orang sendiri dan se-golongan?"
Siu Bi diam-diani terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa Pendekar Buta sedemikian lihainya sehingga dikeroyok begitu banyak orang sakti masih dapat menang! Makin ragu-ragu ia apakah ia akan dapat menangkap musuh besar itu, dan mulailah ia melihat kenyataan akan pentingnya bekerja sama dengan orang-orang pandai seperti Ang-hwa Nio-nio dan muridnya yajng tampan ini. Apalagi dengan adanya Ang-hwa Nio-nio, akan lebih mudah mengenal kelemahan-kelemahan lawan karena Ang-hwa Nio-nio pernah bertempur menghadapi Pendekar Buta.
"Kau betul, Bibi. Maafkan keraguanku tadi. Kalau begitu, marilah kita berangkat ke Liong-thouw-san mencari musuh besar kita."
Koleksi Kang Zusi145
Jaka Lola Kho Ping Hoo Ang-hwa Nio-nio tertawa. "lii-hi-Hik, kau benar-benar seorang gadis yang keiras hati dan penuh semangat Siu Bi, tidak mudah menyerbu ke Liong-thouw-san. Kita harus menghubungi teman-teme.i segolongan. Banyak yang akan suka ikut menyerbu ke sana untuk menyelesaikan perhitungan lama. Di antaranya ada pamanku Ang Moko yang sudah menyang-gupi. Di samping itu, kau harus mem-bantu kami lebih dulu, karena kami pada saat ini sedang menanti kedatangan mu-suh-musuh kami yang datang dari Kun-lun.
Sebagai orang segolongan, tentu kau tidak suka melihat kami dihina orang dan tentu kau mau membantu kami, bukan?"
"Tentu saja, Bibi. Akan tetapi tidak enaklah membantu sesuatu tanpa mengetahui persoalannya. Mengapa kau ber-musuhan dengan orang-orang Kun-lun" Aku pernah mendengar dari kakek bahwa Kun-lun-pai adalah sebuah partai persilatan yang besar."
Ang-hwa Nio-nio menarik napas pan-jang dan mengangguk-angguk, "Sebetul-nya, dengan Kun-lun-pai langsung kami tidak mempunyai urusan. Yang menjadi biang keladinya adalah Bun-goanswe sehingga menyeret Kun-lun-pai berhadapan dengan kami."
"Jenderal Bun di Tai-goan?" tanya Siu Bi, kaget.
Tercenganglah Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam mendengar ini. "Kau kenal dia?"
"Tidak kenal, tapi aku tahu. Pernah aku dijadikan tahanan di sana karena aku membantu para petani yang ditindas."
"Dia memang sombong!" kata Ouw-yang Lam. "Puteranya juga sombong sekali. Dumeh (mentang-mentang) jenderal itu sahabat baik Pendekar Buta dan putera dari ketua Kun-lun-pai, sama sekali tidak memandang mata kepada orang-orang seperti kita!"
Mendengar bahwa Jenderal Bun 'itu adalah sahabat baik musuh besarnya, tentu saja Siu Bi menjadi makin tak senang kepada keluarga Bun. "Apakah yang terjadi?" tanyanya.
"Ketahuilah, adik Siu Bi. Karni dari Ang-hwa-pai selalu melakukan hubungan baik dengan para pembesar, malah kami tidak pernah berlaku pelit. Semua pem-besar dari yang rendah sampai yang ting-gi dt wilayah ini, apabila mengalami ke-sukaran, tentu minta bantuan kami dan tidak pernah kami menolak mereka. Akan tetapi, Jenderal Bun dan puteranye itu malah menghina kami, dan ada empat orang anak buah Ang-hwa-pai mereka tangkap dan mereka jatuhi hukuman. Tiga orang anak buah kami yang me-lawan mereka bunuh. Coba kaupikir, bu-kankah mereka itu bertindak sewenang-wenang mengandalkan kedudukan dan ke-pandaian?"
"Hemmm, lalu apa yang terjadi?"
Koleksi Kang Zusi146
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Agaknya uruser' ini terdengar oleh ketua Kun-lun-pai yang menjadi ayah dari Jenderal Bun.
Kun-luri-paitnengirim utusan memberi teguran kepada partai kami, dinyatakan oleh partai Kun-lun bahwa setelah negara menjadi aman, kami tidak semestinya mengacau. Tentu saja aku tidak dapat menahan kemarahan mendengar pernyataan yang amat memandang rendah ini, kumaki utusan itu dan terjadi pertandingan yang mengakibatkan utusan Kun-lun-pai itu tewas. Dan dalam beberapa hari ini, kurasa .akan datang pula utusan Kun-lun-pai ke sini.
Kalau terjadi keributan dengan fihak Kun-lun-pai yang sombong, kuharap saja kau suka membantu kami, adik Siu Bi."
Siu Bi kembali mengangguk-angguk. Dia sendiri memang tidak suka kepada Jenderal Bun, apalagi karena jenderal itu adalah sahabat musuh besarnya. Dengan Kun-lun-pai ia tidak mempunyai hubung-an apa-apa, sedangkan orang-orang Ching-coa-to ini adalah orang segolongan de-ngannya, sama-sama musuh besar Pendekar Buta.
"Baiklah, tentu aku membantu. Setelah melihat lurah Bhong yang jahat itu dan sikap Jendepal Bun, aku pun tidak suka kepada para pembesar itu. Kalau mereka keterlaluan harus kita lawan."
Hidangan yang mewah dikeluarkan oleh para pelayan cantik dan tiga orang ini berpesta-pora. Siu Bi diam-diam merasa girang juga karena nenek dan pemuda itu benar-benar amat ramah kepadanya, malah pesta itu diadakan untuk menghormatinya! la merasa beruntung dapat bertemu dengan Ang-hwa Nio-nio dan Ouwyang Lam, karena jelas bahwa pertemuan ini akan mendekatkan ia ke-pada hasil gemilang tujuan perjalanannya. Juga di samping ini, ia tertarik dan suka kepada Ouwyang Lam yang tampan, gagah perkasa dan amat manis budi ter-hadapnya. Tidak mengecewakan menipunyai seorang sahabat seperti dia, pikirnya.
Baru saja mereka seleisai makan mi-num, seorang penjaga berlari masuk, memberi laporan bahwa ada dua orang tosu menyeberangi telaga dan datang berkunjung ke pulau.
"Mereka mengaku datang dari Kun-lun-pai dan minta bertemu dengan Paicu," penjaga itu mengakhiri laporannya.
Ouwyang Lam meloncat berdiri. "Bi-'' arkan aku yang pergi menemui mereka," katanya kepada Ang-hwa Nio-nio, kemudian menoleh kepada Siu Bi. "Adik Siu Bi, adakah hasrat main-main dengan orang-orang Kun-lun-pai?"
Dasar Siu' Bi berwatak nakal dan pemberani. Mendengar bahwa dua orang Kun-lun-pai datang ke pulau ini, tentu dengan maksud mencari perkara, ia men-jadi ingin tahu dan gembira sekali kalau ia dipercaya mewakili tuan rumah. la menoleh ke arah Ang-hwa Nio-nio yang tersenyum kepadanya dan berkata,
"Pergilah, Siu Bi, dan bergembiralah bersama kakakmu Ouwyang Lam."
Koleksi Kang Zusi147
Jaka Lola Kho Ping Hoo Pemuda itu sudah meloncat ke luar, diikuti Siu Bi dan dua orang muda ini berlari-lari menuju ke pantai. Benar saja seperti yang dilaporkan oleh penjaga tadi, di pantai berdiri dua orang tosu setengah tua yang bersikap keren dan angker. Perahu mereka yang kecil berada di darat dan tak jauh dari tempat itu tampak orang-orang Ang-hwa-pai berjaga-jaga sambil memasang mata penuh perhatian. Semenjak terjadi peristiwa utusan Kun-lun-pai, mereka telah menerima perintah dari ketua mereka supaya jangan bertindak sembrono kalau bertemu dengan orang-orang Kun-lun-pai, akan tetapi langsung melaporkan kepada ketua, Inilah sebabnya mengapa para anggauta Ang-hwa-pai tidak mengganggu dua orang tosu itu.
Dua orang tosu itu ketika melihat munculnya dua orang muda-mudi yang tampan dan cantik jelita, menjadi tercengang dan saling pandang. Apalagi ketika melihat dua orang muda itu langsung menghampiri mereka dan menatap mereka sambil tersenyum-senyum mengejek. Ouwyang Lam segera bertanya,
"Apakah Ji-wi (Kalian) tosu dari Kun-lun-pai?"
Tosu yang mempunyai tahi lalat besar di bawah mulutnya menjawab, "Betul, Orang muda.
Pinto (Aku) adalah Kung Thi Tosu dan ini sute Kung Lo Tosu. Kami berdua mentaati perintah ketue kami mengantar seorang suheng (kakak seperguruan) kami menyampaikan pesan ketua kami kepada Ang-hwa-pai. Oleh karena itu, harap kau orang muda suka memberi tahu kepada Ang-hwa-pai bahwa kami datang berkunjung."
Ouwyang Lam tertawa. "Totiang berdua tak perlu sungkan-sungkan. Kalau ada perkara, beritahukan saja kepadaku. Aku Ouwyang Lam mewakili ketua kami, p. dan segala urusan cukup kalian bicarakan dengan aku."
"Hemmm, begitukah?" Kung Thi Tosu berkata sambil menatap wajah Ouwyang . Lam tajam-tajam. "Sudah lama pinto mendengar nama Ouwyang-kongcu. Kedatangan kami ini tidak lain akan menanyakan tentang suheng kami yang be-berapa hari yang lalu datang ke sini.
Di manakah suheng kami itu?"
Wajah yang tampan itu menjadi muram. "Totiang, apa kaukira aku ini seorang pengembala keledai maka kau tanya-tanya kepadaku tentang keledai yang hilang" Sudahlah, lebih baik kalian pergi, cari di tempat lain. Pulau kami bukan tempat bagi para tosu."
Jawaban ini biarpun terdengar hems namun amat menghina dan menyakitkan hati karena menyamakan suheng mereka dengan keledai! Kung Lo Tosu yang bermuka kuning menjadi makin pucat muka-nya ketika dia melangkah maju dan her-kata dengan suara keras.'
"Orang muda she Ouwyang bermulut lancang! Kami dari Kun-lun-pai tidak biasa menelan Koleksi Kang Zusi148
Jaka Lola Kho Ping Hoo hinaan-hinaan tanpa sebab. Ketua kami mendengar tentang sepak terjang Ang-hwa-pai yang mengancau ketenteraman, lalu ketua kami mengutus suheng dan kami berdua untuk datang mengunjungi kalian guna memberi per-ingatan secara halus, mengingat sama- 1
sama partai persilatan. Akan tetapi suheng yang amat hati-hati dan tidak ingin kalian salah faham, menyuruh kami rne-nanti di seberang dan suheng seorang diri yang datang ke sini empat hari yang lalu. Suheng tidak kelihatan kembali, maka kami datang menyusul. Kirarya datang-datang kami hanya kau sambut dengan ucapan menghina. Orang muda lekas katakan dimana adanya Kun Be Suheng".
Berubah wajah 0uwyang Lam, agak merah karena dia menahan kemarahannya.
"Aku tidak tahu yang mana itu suhengmu, akan tetapi beberapa hari yang lalu memang ada seseorang kurang ajar mengacau disini. Karena dia tidak mau disuruh pergi, terpaksa aku turun tangan dan dia sudah tewas.
"Keparat, Jadi kau..... kau membunuh suheng.....?" Kun Thi Tosu kini pun menjadi marah sekali. "Kalau begitu Ang-hwa-pai benar-benar jahat sekali, membunuh seorang utusan....."
Ouwyang Lam tertawa mengejek "Tosu bau, dengar baik-baik. Kalau terjadi sesuatu pertengkaran dan pertempuran, jelas bahwa yang salah adalah orang yang datang menyerbu. Aku membela tempatku sendiri yang dikacau orang, mana bisa dianggap jahat"
Adalah kalian ini yang bukan orang sini, datang-datang mengeluarkan omongan besar, kalianlah yang jahat!"
"Ang-hwa-pai partai gurem yang baru muncul berani memandang rendah Kun-lun-pai!
Benar-benar keterlaluan. Bocah sombong, kau harus mengganti nyawa suheng!
Ouwyang Lam menoleh ke arah Siu Bi. "Kau lihat, betapa menjemukan. Mau membantuku melempar mereka ke dalam telaga?"
Siu Bi slidah biasa dengan watak aneh kasar dan liar. Watak kakeknya, Hek Lojin, jauh lebih kasar, liar dan aneh lagi. la pun tadi jemu menyaksikan lagak orang-orang Kun-lun-pai ini dan dalam pertimbangannya, Ouwyang Lam berada di fihak benar. Orang dihargai karena sikapnya, karena kebenarannya, sama sekali bukan karena kedudukannya, atau karena partainya yang besar. Dalam hal ini, Kun-lun-pai terlalu memandang rendah Ang-hwa-pai, tidak semestinya mencampuri urusan partai orang lain, apalagi menegur. Orang-orang Kun-lun-pai men-cari penyakit sendiri dengan sikap tinggi hati dan tekebur.
"Mari.....!" kata Siu,Bi, juga dengan senyum mengejek.
Dua orang tosu ifu siidah marah sekali mendengar betapa suheng mereka yang datang di pulau ini sebagai utusan, telah ditewaskan. Serentak mereka menerjang maju, dengan maksud untuk menangkap pemuda sombong ini untuk ditawan dan dipaksa ikut mereka ke Koleksi Kang Zusi149
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kun lun, dihadapkan kepada ketua mereka agar diadili.
Akan tetapi mereka keliru kalau mengira bahwa mereka akan dapat me-robohkan dan menangkap Ouwyang Lam dengan mudah. Begitu pemuda itu meng-gerakkan kaki tangan, dia telah irenyam-but terjangan kedua orang ini dengan pukulan dan tendangan yang dahsyat, memaksa dua orang tosu itu mengelak sambil menyusul dengan serangan dari samping. Akan tetapi pada saat itu, Siu Bi sudah membentak nyaring dan inener-jang Kung Lo Tosu sehingga lerpaksa tosu ini bertanding melawan Siu Bi. Hal ini tidak mengecilkan hati kedua orang tosu Kun-lun-pai. Siu Bi hanya seorang gadis remaja, juga Ouwyang Lam yang mereka pernah dengar sebagai Ouwyang-kongcu yang terkenal kiranya hanya seorang pemuda biasa saja. Dengan cepat iTiereka memainkan kaki tangan, menge-luarkan Ilmu Sitat Kun-lun-pai. Mereka adalah tosu-tosu tingkat ke empat di Kun-lun-pai, ilmu kepandaian mereka tinggi. Biarpun mereka percaya bahwa suheng mereka tewas, akan tetapi me-reka mengira bahwa tewasnya sang suheng itu adalah karena pengeroyokan, sama sekali tidak pernah menyangka bahwa tewasnya Kung Be Tosu adalah karena bertanding satu lawan satu de-ngan pemuda ini!
Setelah bergebrak beberapa jurus, barulah kedua orang tosu itu kaget dan mendapat kenyataan bahwa kedua orang lawannya ternyata lihai bukan main. Ja-ngankan menangkap, menyerang saja mereka tidak mampu lagi, hanya dapat mempertahankan diri, menangkis dan mengelak ke sana ke mari karena kedua orang muda itu mendesak mereka dengan pukulan-pukulan yang cepat dan luar biasa. Kung Lo Tosu menjadi kabur ma-tanya melihat sinar hitam bergulung-gulung dari kedua lengan lawannya, dan pukulan-pukulan gadis remaja ini me-ngandung hawa yang panas bukan main. Adapun Kung Thi Tosu juga bingung menghadapi sinar merah dari pukulan Ouwyang Lam, kepalanya pening mencium bau harum yang aneh.
"Adik Siu Bi, kalau kita bunuh mereka, mereka tidak akan dapat mengingat-ingat akan kelihaian kita. Hayo berlomba lempar mereka ke telaga!" kata Ouwyang Lam sambil tertawa.
Siu Bi memang tidak mempunyai maksud untuk membunuh lawannya karena ia sendiri tidak mempunyai permusuhan apa-apa dengan tosu Kun-lun-pai. Mendengar ajakan ini, ia berseru keras dan tahu-tahu ia telah berhasil mencengkeram pundak lawannya dan dengan gentakan cepat ia melemparkan tubuh Kung Lo Tosu ke air telaga di depannya. Tepat pada saat itu juga, Ouwyang Lam ber-hasil pula melemparkan lawannya sehing-ga tubuh kedua orang tosu Kun-lun-pai ini melayang dan terbanting ke dalam alr yang muncrat tinggi-tinggi. Mereka ge-lagapan, tenggelam dan beberapa saat kemudian timbul kembali megap-megap, berusaha berenang akan tetapi tak berani ke pinggir karena para anggauta Anghwa-pai "sudah berdiri di situ sambil tertawa bergelak.
"Mereka sudah diberi hajaran, biarkan mereka pergi," kata Siu Bi, kakinya ber-gerak dan.....
perahu, kecil itu sudah di-tendangnya sampai terbang melayang ke air, dekat kedua orang Koleksi Kang Zusi150
Jaka Lola Kho Ping Hoo tosu yang gela-gapan itu. Cepat mereka berenang men-dekati, meraih perahu terus mendayung perahu dengan kedua tangan mereka di kanan kiri perahu. Perahu bergerak per-lahan ke tengah telaga, diikuti sorak-sorai dan ejekan para anggauta Ang-hwa-pai.
Dapat dibayangkan betapa malunya Kung Thi Tosu dan Kung Lo Tosu, mereka terus berusaha sedapat mungkin meng-gerakkan perahu tanpa dayung, menjauhi pulau dengan niuka sebentar pucat sebentar merah.
Baru setelah perahu mereka bergerak sampai ke tengah telaga, jauh dari pulau, mereka menyuinpah-nyumpah dan meng-ancam akan melaporkan hal;im kepada ketua mereka.
"Pemuda jahanam, gadis liar'" Kung Thi Tosu memaki gemas. "Awas kalian orang-orang Ang-hwa-pai, Kun-lun-pai takkan mendiamkan saja penghinaan ini!"
"Sudahlah, Suheng. Mari kita gerakkan perahu mendarat dan cepat-cepat kita kembali ke Kun-lun untuk lapor kepada sucouw (kakek guru)." Kung Lo Tosu menghibur. Mereka terus mendayung perahu mempergunakan kedua lengan. Karena mereka berkepandaian tinggi dan tenaga mereka besar, biarpun perahu hanya didayung dengan tangan, perahu dapat meluncur cepat menuju ke darat.
Tiba-tiba dari sebelah kanan meluncur sebuah perahu kecil. Penumpangnya ha-nya seorang wanita muda yang berdiri di tengah perahu dan menggerakkan dayung ke kanan kiri sambil berdiri saja. Namun perahunya dapat meluncur laksana di-gerakkan tenaga raksasa! Melihat ini saja, dua orang tosu itu dapat menduga bahwa gadis yang cantik dan gagah ini tentulah seorang berilmu. Sebaliknya gadis itu pun dapat mengerti bahwa dua orang tosu yang mendayung perahu hanya ; dengan tangan itu tentulah orang-orang berkepandaian tinggi.
Kung Thi Tosu dan Kung Lo Tosu tidak mempedulikan gadis itu, malah mereka segera membuang muka. Mereka mengira bahwa gadis yang lihai ini ten-tulah orang Ang-hwa-pai, sebangsa de-ngan gadis remaja yang tadi merobohkan Kung Lo Tosu. Mereka tidak mau men-cari penyakit, tidak mau mencari gara-gara, maka lebih aman membungkam dan.
pura-pura tidak melihat. Akan tetapi, tidak demikian dengan gadis itu. la se-ngaja memotong jalan, menghadang pe-rahu mereka. Karena tidak ingin perahu mereka bertumbukan, terpaksa mereka menahan lajunya perahu dan memandang.
Yang berdiri di tengah perahu kecil itu adalah seorang gadis yang masih muda, seorang gadis yang cantik manis, senyumnya selalu menghias bibir, sepasang matanya tajam berpengaruh, dan di balik kecantikan itu tersembunyi kegagahan Tubuhnya ramping padat, pakaiannya sederhana dan rambutnya yang hita n itu,. dikuneir ke belakang, melambai-lambai tertiup angin telaga.
Gadis itu menggunakan dayung menahan perahunya, memberihormat'sarri-bil membungkuk dalam dan mengangkat kedua tangan yang memegang dayung ke depan Koleksi Kang Zusi151
Jaka Lola Kho Ping Hoo dada, lalu berkata, suaranya halus merdu membayangkan watak yang halus pula'
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maaf, Ji-wi Totiang. Bukan makslidku mengganggu Ji-wi, melainkan saya mo-hon bertanya, telaga ini telaga apakah namanya dan pulau di depan itu pulau apa, siapa yang tinggal di sana?"
Kung Thi Tosu dan sutenya saling pandang, kemudian Kung Thi Tosu ber-tanya, "Nona bukan orang sana" Bukan anggauta Ang-hwa-pai?"
Kini gadis itu yang memandang heran, "Bukan, Totiang. Kalau saya orang pulau itu, masa masih bertanya-tanya. Saya seorang pelancong yang tertarik akan keindahan telaga ini, dan ingin sekali tahu nama telaga dan pulau itu."
"Wah, kalau begitu, lebih baik Nona lekas-lekas pergi dari tempat ini. Amat 'berbahaya, Nona. Pulau di depan itu adalah Ching-coa-to, pusat perkumpulan Ang-hwa-pai. Kami berdua tosu dari Kun-lun-pai baru saja terlepas daripada bahaya maut."
"Akan tetapi tidak terlepas daripada" penghinaan hebat!" sambung KungLoTosu.
Gadis itu tampak mengerutkan alisnya yang hitam dan bagus bentuknya. "Di sepanjang perjalanan sudah banyak ku-dengar sepak terjang yang sewenang-wenang dari Ang-hwa-pai. Siapa duga sampai-sampai berani melakukan penghinaan terhadap Kun-lun-pai.
Kiranya Ji-wi Totiang ini anak murid Kun-lun-pai" Harap Totiang sudi menceritakan kepada saya apakah yang telah terjadi antara Ji-wi dan Ang-hwa-pai?"
"Nona siapakah" Pinto tidak dapat menceritakan hal ini kepada orang luar yang tidak pinto kenal, maaf," kata Kung Thi Tosu.
Nona itu mengangguk. "Memang seharusnya begitulah. Akan tetapi biarpun Ji-wi Totiang tidak mengenal saya, tentu Bun Lo-sianjin ketua Kun-lun-pai takkan asing nnendengar nama saya dan itakkan marah kepada Ji-wi kalau menaengar bahwa Ji-wi menceritakan urusan ini kepada seorang gadis bernama Tan Cui Sian dari Thai-san."
Dua orang tosu itu belum pernah mendengar nama Tan Cui Sian, akan tetapi tentu saja mereka tahu apa arti-nya Thai-san-pai bagi Kun-lun-pai. Ketua Thai-san-pai yang berjuluk Bu-tek-kiam-ong (Raja Pedang Tiada Lawan) adalah sahabat baik ketua mereka dan kalau nona ini datang dari Thai-san, berarti seorang sahabat pula. KungThi Tosu lalu menjura dan memberi hormat.
Misteri Bayangan Setan 13 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Pendekar Panji Sakti 3