Jaka Lola 7
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 7
Swan Bu tidak membuang banyak waktu lagi. Jalur-jalur merah pada leher itu jelas tampak, tanda korban pukulan Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah). la menghampiri, berlutut dan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kanannya untuk menotok dua kali pada pundak kanan kiri, kemudian sekali dia menekan punggung dan mengurutnya ke bawah sambil mengerahkan tenaga, kakek itu terbatuk dan muntahkan segumpal darah merah yang sudah mengental, sebesar kepala ayam!
Dua orang pengemis yang menggotong tadi kaget sekali dan mereka melompat maju, malah sudah mengepal tinju siap untuk menerjang Swan Bu, "Kau..... kau membunuh Susiok (Paman Guru).....!" bentak seorang di antara mereka sambil menubruk maju dan memukul.
Swan Bu yang maklum bahwa orang ini salah duga, tidak mempedulikannya, tubuhnya yang masih berjongkok itu bergerak sedikit dan..... penyerangnya terlempar ke depan, melalui atas pundaknya dan langsung terbanting ke alr sungai sehingga air muncrat tinggi dan orang itu gelagapan sambil berenang ke pinggir. Kawannya hendak menyerang, akan tetapi tiba-tiba kakek yang sakit tadi membentak,
"Goblok! Apa mata kalian sudah buta."
Si pengemis ke dua tidak jadi menyerang, dan pengemis pertama yang sudah berhasil Koleksi Kang Zusi227
Jaka Lola Kho Ping Hoo berenang ke pinggir, kini memandang dengan heran, juga girang. Kiranya kakek pengemis yang tadinya sudah empas-empis napasnya, sekarang sudah bangkit duduk, malah dengan perlahan lalu bangun berdiri dan menjura ke depan Swan Bu!
"Orang muda yang gagah perkasa, kau telah menolong nyawa seorang pengemis tua bangka yang tiada gunanya. Sicu, bolehkah aku mengetahui namamu?"
"Lopek, tak usah banyak sungkan. Bukankah Lopek bertiga ini orang-orang Hwa-i-kai-pang?"
Pertanyaan Swan Bu ini disambut biasa saja oleh tiga orang kakek itu karena memang Hwa-i-kai-pang bukan perkumpulan yang tidak terkerial, apalagl mudah saja diketahui dari pakaian mereka. Kakek itu mengangguk dan menjawab,
"Tidak keliru dugaanmu, Sicu. Aku adalah kakek Toan-kiam Lo-kai (Pengemis Tua Pedang Pendek), sebuah julukan yang kosong melompong, dan dua orang ini adalah murid-murid keponakanku. Sicu masih begini muda sudah luas pandangan-nya, sekali pandang tahu akan bekas pukulan Ang-see-ciang, siapakah nama Sicu yang mulia dan dari perguruan mana".
"Lopek, mari kita bicara di tempat yang enak," kata Swan Bu sambil mengerling ke arah orang-orang yang banyak berkumpul karena tertarik oleh kejadian ini. Toan-kiam Lo-kai dapat menangkap isyarat ini, dia lalu meng-gerakkan kedua lengannya ke arah orang-orang di situ sambil berkata, "Saudara-saudara harap sudi meninggalkan kami agar kami dapat bicara leluasa."
Heran, orang-orang itu segera pergi tanpa banyak membantah lagi. Hal ini membuktikan kepada Swan Bu bahwa daerah ini agaknya Hwa-i-kai-pang bukan tidak mempunyai pengaruh. Setelah semua orang pergi, Swan Bu berkata,
"Lopek, ketahuilah bahwa aku she Kwa bernama Swan Bu, dari Liong-thouw-san ...".
Serta merta kakek itu bersama dua orang murid keponakannya lalu rnenjatuhkan diri berlutut di depan Swan Bu! "Ah, kiranya Siauw-hiap (Pendekar Muda) yang telah menolong saya! Ah, sungguh suatu kebetulan yang membesarkan hati. Bagaimana kabarnya dengan Taihiap berdua di Liong-thouw-san?"
"Ayah dan ibuku baik-baik saja, terima kasih."
"Kiranya putera ketua kehormatan kita!" Kakek itu hampir bersorak kegirangan. "Kalau begitu tidak heran kalau sekali pandang saja sudah tahu akan luka pukulan Ang-see-ciang!
Wah, Siauwhiap tentu telah mewarisi ilmu kepandaian yang sakti dari Taihiap, ilmu silai dan Koleksi Kang Zusi228
Jaka Lola Kho Ping Hoo ilmu pengobatan!"
"Ah, aku yang muda dan hijau mana mampu mewarisi semua kepandaian ayah. Sudahlah, tidak ada gunanya segala puji-memuji ini. Lopek, lebih baik sekarang kauceritakan kepadaku, mengapa kau sampai terluka hebat oleh pukulan Ang-see-ciang dan siapakah pemukulmu, apa pula sebab-sebabnya?"
Toan-kiam Lo-kai menarik napas panjang. "Siauwhiap, perubahan besar telah terjadi pada Hwa-i-kai-pang semenjak suhu Hwa-i Lo-kai meninggal dunia. Apa-lagi setelah Kwa-taihiap diketahui tak pernah turun dari puncak Liong-thouw-san. Hwa-i-kai-pang tidak dipandang ma-ta lagi orang-orang kang-ouw. Tentu kau telah mendengar dari ayahmu bahwa sudah sejak dahulu, perkumpulan Hwa-i-kai-pang bukan perkumpulan pengemis biasa saja. Di samping itu para anggautanya memiliki tugas untuk menolong kaum lemah yang tertindas, bahkan ikut pula menjaga keamanan kota daripada gangguan para penjahat.
Akan tetapi, dengan datangnya pembesar dari kota raja yang bertugas mengumpulkan tenaga suka rela untuk membangun terusan dan tembok besar atas perintah kaisar, banyak anak buah Hwa-i-kai-pang ditangkapi dan dipaksa menjadi sukarelawan. Orang-orang biasa, terutama yang kaya, dibebaskan asal bisa membayar uang tebusan. Bu- a kankah ini menggemaskan?"
"Hemmm, pembesar macam itu sepatutnya diberi hajaran!" kata Swan Bu.
"Itulah! Kami sudah berusaha memberi peringatan kepada Lo-ciangkun (komandan Lo) yang memimpin pengerahan bantuan itu, akan tetapi kami malah dianggap memberontak terhadap perintah kaisar! Karena percekcokan ini, terjadilah keributan dan pertengkaran yang berekor pertempuran."
"Ah, kalau begitu keliru juga, Lopek. Tak baik melawan dengan kekerasan, hal itu bisa menimbulkan kesan Hwa-i-kai-pang memberontak."
Kakek itu mengangguk-angguk.,"Memang betul, akan tetapi kami pun harus membela anak buali kami yang sudah ditahan dan dipaksa, membebaskan pula orang-orang muda miskin yang tidak mampu membayar uang tebusan dan ditahan juga. Mereka itu, untuk memberi rnakan keluarga sudah setengah mati setelah mereka ditangkap dan dibawa pergi untuk kerja paksa yang disebut suka rela itu, keluarganya tentu akan mati kelaparan!'
"Akan tetapi kita bisa mengambil cara lain, misalnya menemui komandan itu secara langsung."
"Sudah kulakukan dan hasilnya aku terluka parah inilah, Siauwhiap. Komandan itu dibantu oleh seorang iblis wanita yang lihai sekali, seorang pendatang baru dari barat. Kabarnya karena munculnya wanita itu maka para pembesar di daerah ini amat berubah, berani Koleksi Kang Zusi229
Jaka Lola Kho Ping Hoo berlaku sewenang-wenang. Orang-orang gagah yang mencoba menantangnya, semua tewas atau roboh oleh Ang-jiu Toa-nio, iblis wanita itu. Karena ingin menyingkirkan biang keladi penyalahgunaan kekuasaan mengandalkan orang kuat itu, aku sengaja mendatangi Ang-jiu Toa-nio dan kesudahannya aku terluka....."
Sudah bergolak darah Swan Bu mendengar ini, akan tetapi dia pun terheran mengapa seorang wanita tua, seorang tokoh kang-ouw, membantu pembesar she Lo itu. "Lopek, mari antarkan aku pergi menemui Lo-ciangkun itu. Biarkai aku bicara dengannya, kalau dia masih bertindak sewenang-wenang dan hendak mengandalkan Ang-jiu Toa-nio, biar aku akan coba-coba menghadapinya."
Girang hati kakek itu. "Akan tetapi, harap kau suka berhati-hati, Siauwhiap. Ketahuilah, Ang-jiu Toa-nio benar benar luar biasa sekali. Tinggalnya di kuil ru-sak di sebelah selatan kota, keadaannya penuh rahasia, seperti iblis saja. Tidak ada orang pernah dapat memasuki kuil, semua orang gagah, termasuk aku sen-diri, roboh di halaman kuil oleh puKulan-pukulan Ang-see-ciang yang luar biasa."
"Biar aku akan mencobanya, Lopek, Mari!"
Toan-kiam Lo-kai dengan hati .besap lalu mengiringkan Swan Bu menuju ke rumah gedung tempat tinggal Lo-ciang-kun. Gedung besar itu dijaga beberapa orang pengawal yang bersenjata tombak dan golok. Begitu para penjaga itu melihat Toan-kiam Lo-kai, mereka terkejut dan panik. Baru kemarin pengemis tua itu telah membikin onar dan mereka yang tidak melihat sendiri mendengar bahwa pengemis itu sudah dirobohkan oleh Ang-jiu Toanio, bagaimana sekarang berani muncul di gedung ini lagi"
"He, berhenti! Kalian siapa dan mau apa?" bentak mereka dan berbarislah belasan orang pengawal menjaga di depan pintu, sebagian lagi lari ke dalam untuk melapor kepada Lo-ciangkun.
"Aku hendak bicara dengan Lo-ciang-kun. Kalian ini para penjaga harap ja-ngan bikin ribut, aku tidak ada urusan dengan kalian. Lebih baik lekas melaporkan kepada Lo-ciangkun bahwa aku Swan Bu minta bicara dengannya'" kata Swan Bu dengan tenang, kemudian dia melangkah terus maju melalui pintu gerbang menuju ke ruangan depan. Para pengawal itu hanya mengurung tapi tidak berani menghalangi, terutama sekali mereka takut kepada Toan-kiam Lo-kai yang diam saja, hanya melirik ke kanan kiri dengan matanya yang sipit.
"Orang muda, berhenti, tidak boleh masuk! Apakah kami harus menggunakan kekerasan?"
Komandan jaga membentak dan mengacung-acungkan tombaknya.
"Kalau Lo-ciangkun tidak mau keluar menemuiku, aku akan terus maju men-carinya ke dalam rumah sampai ketemu, soal kekerasan, terserah kalau hendak menggunakannya!"
Koleksi Kang Zusi230
Jaka Lola Kho Ping Hoo jawab Swan Bu, masih tetap tenang dan kakinya masih bergerak maju. Pengemis tua itu diam-diam rnerasa khawatir dan mengikuti dari belakang. la anggap perbuatan Swan Bu itu biarpun gagah berani, akan tetapi sembrono sekali. Bagaimana boleh memasuki mulut harimau secara begini sembrono" Tentu saja terhadap para penjaga itu, dia tidiak takut sama sekali, akan tetapi dia maklum bahwa selain Lo-ciangkun sendiri seorang pandai, juga di situ terdapat banyak jago yang tangguh. Siapa tahu kalau-kalau wanita iblis itu berada disitu pula!
Para penjaga itu sudah mengurung dan siap menerjang dengan senjata mereka yang berkilauan tajam. Tiba-Uba mata mereka silau oleh gulungan sinar putih yang panjang berkelebatan, disusul suara nyaring. Sinar itu segera lenyap dan hanya tampak tangan pemuda itu ber-gerak mengembalikan pedang ke belakang punggung dan..... belasan batang tombak di tangan para pengawal itu tinggal ga-gangnya saja! Dalam waktu yang sukar diikuti mata cepatnya, dan dengan cara yang amat luar biasa. Pemuda itu sudah mencabut pedang dan membuntungi belasan batang tombak tanpa mereka ketahui, malah cara pemuda itu mencabut pedang, menggerakkan, kemudian me-nyimpannya kembali, tak seorang pun di antara mereka dapat melihat jelas! Seperti sulapan saja. Toan-kiam Lo-kai sen-diri mengangguk-angguk dan bukan main kagum hatinya. Itulah gerakan ilmu pedang yang luar biasa, kesaktian yang hanya mungkin dimiliki putera Pendekar Buta.
"Kalian lihai, aku tidak berniat buruk, buktinya leher kalian tidak putus. Aku hanya ingin bicara dengan Lo-ciangkun!" kata pula Swan Bu, suaranya tetap tenang.
Panlklah para penjaga itu. untuk mundur mereka takut meninggalkan tugas, maju pun jerih menghadapi pemuda yang luar biasa itu. Mereka hanya berdiri mengurung di ruangan depan itu, muka pucat dan badan gemetar, Swar, Bu dan pengemis tua itu duduk di atas bangku yang banyak terdapat di ruangan itu.
"Lekas laporkan kepada Lo-ciangkun!" tiba-tiba pengemis itu membentak, suara galak.
"Sudah lapor...... sudah lapor.... " seorang penjaga menjawab ketakutan.
Tiba-tiba pintu sebelah dalam terbuka lebar dan muncullah seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian, perwira ini di dampingi oleh empat orang yang tinggi tegap, berpakaian ringkas dengan sikap seperti jagoan-jagoan.
"Ada apakah ribut-ribut di sini....." Eh, kau berani datang lagi" Benar-benar kau hendak memberontak," bentak pcrwira tinggi kurus itu sambil melotot ke arah Toan-kiam Lo-kai.
Swan Bu cepat bangun berdiri, tegak dan gagah. "Kaukah yang disebut Lo-ciangkun?"
tanyanya, suaranya nyaring.
Komandan itu memandang marah. "Betul, aku Lo-ciangkun. Orang muda, kau tampan dan Koleksi Kang Zusi231
Jaka Lola Kho Ping Hoo gagah, jangan kau ikut-ikut jembel pemberontak ini....."
"Lo-ciangkun, Lopek ini hanya mengantar aku ke sini. Aku sengaja ingin bicara denganmu tentang perbuatan sewenang-wenang yang kaulakukan di kota ini dan daerahnya. Kau memaksa orang-orang yang tidak mampu memberi uang tebusan untuk kerja paksa mengerjakan tembok besar dan terusan, dengan dalih itu perintah kaisar. Orang-orang miskin, pengemis-pengemis, kau paksa dan kau tahan akan tetapi mereka yang mampu membayar uang tebusan, yang mampu menyogok kau bebaskan. Benarkah ada perbuatan sewenang-wenang macam ini?" Swan Bu biarpun semenjak kecil tinggal di gunung-gunung, pertama di Hoa-san kemudian pindah ke Liong-thouw-san, namun dia banyak mendengar dari ayah bundanya tentang keadaan kota raja dan sejarahnya.
Wajah perwira itu menjadi meralr saking marahnya. "Keparat, kau ini mempunyai kedudukan apa berani bicara macam itu kepadaku" Anak kecil masih ingusan belum tahu apa-apa, siKapmu yang kurang ajar ini akan mencelakakan kau sendiri. Mengingat akan usiamu yang muda, biarlah kuampuni. Hayo pergi dan jangan banyak rewel lagi!"
Diam-diam Swan Bu berpikir. Melihat sikap ini, Lo-ciangkun bukanlah seorang yang amat kejam dan menggunakan kedudukannya bertindak sewenang-wenang. Buktinya masih memperlihatkan kesabaran terhadap seorang pemuda seperti dia, padahal menurut pendapat umum, sikapnya itu sudah tentu merupakan pelanggaran yang tak boleh diampuni lagi terhadap seorang pembesar pemerintah.
"Lo-ciangkun, para lopek dari Hwa-i-kai-pang sudah herusaha memberi, peringatan kepadamu bahwa sepak terjangmu ini melanggar keadilan, akan tetapi kau malah mempergunakan kedudukanmu untuk menindas mereka dengan dalih memberontak.
Insyaflah dan ubahlah peraturan yang tidak adil itu sebelum terlambat!".
"Orang muda sombong!" teriak seorang di antara empat jagoan tinggi besar itu dan tanpa komando lagi, empat orang itu sudah menerjang maju dengan golok besar di tangan. Jelas bahwa mereka ini hendak membunuh Swan Bu dan si pengemis tua.
"Lopek, jangan ikut-ikut!" kata Swan Bu. Mendengar ini, Toan-kiam Lo-kai enak-enak duduk saja menonton dan tubuh Swan Bu berkelebat cepat ke depan didahului gulungan sinar perak dan..... , empat orang itu roboh malang-melintang, golok mereka terbabat buntung dan lengan mereka tergurat pedang sampai berdarah sedangkan dada mereka masing-masing telah tercium ujung sepatu Swan Bu.
"Anjing-anjing tukang siksa orang" kata Toan-kiam Lo-kai sambil tertawa. "Tidak lekas mengempit ekor dan lari mau tunggu digebuk lagi?"
Empat orang itu belum kehilangan kagetnya, mereka terbelalak memandang ke arah Swan Bu, kemudian lari ke luar tunggang-langgang!
Koleksi Kang Zusi232
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Lo-ciangkun, kau saksikan sendiri betapa aku bertekad untuk membela pendirianku, kalau perlu dengan pertumpahan darah, karena yang kulakukan ini adalah denni nasib ribuan orang yang tak berdosa," kata Swan Bu, berdiri tegak dan gagah. Para pengawal yang berdiri di dekat dinding mengurung tempat itu, hanya terbelalak dan tidak berani berkutik, menanti komando komandan mereka.
Akan tetapi Lo-ciangkun tidak memberi komando itu, malah menarik napas panjang, lalu menggerakkan tangan berkata, "Mereka sudah pergi, sekarang boleh kita bicara. Orang muda, kau ini siapakah dan hak apakah yang kau miliki untuk mencampuri tugasku?"
"Aku Kwa Swan Bu, hanya rakyat biasa. Kau seorang pembesar yang digaji dengan uang hasil keringat rakyat, karena itu setiap orang berhak untuk menilai dan mencela tugasmu jika kau menyeleweng, ketahuilah bahwa puluhan tahun yang lalu, nenek moyang dan ayahku berjuang mati-matian membela negara dan rakyat, bahkan ayahku ikut pula membantu perjuangan kaisar sekarang, namun tidak murka akan kedudukan. Pamanku seorang pejuang yang besar jasanya, sekarang menjadi Jenderal Bun yang terkenal jujur dan berwibawa sebagai jaksa agung di Tai-goan. Kau ini, mungkin tak pernah ikut berjuang, seielah sekarang menemukan pangkat sedikit saja lalu kau pergunakan untuk memeras rakyat jelata, berlaku sewenang-wenang mengandalkan kedudukanmu. Hemmm, mana bisa aku mendiamkan saja kau membunuhi rakyat tidak berdosa?"
Pucat wajah Lo-ciangkun. Tentu saja dia mengenal siapa adanya Bun-goanswe di Tai-goan.
Kiranya pemuda perkasa ini adalah keponakan jenderal itu! Dengan tubuh lemas dia menjatuhkan diri duduk di atas bangkunya.
"Siapa membunuh " Mereka itu disuruh bekerja, dijamin....."
"Omong kosong!" Kini Toan-kiam Lo-kai yang bicara. "Mereka meninggalkan anak isteri yang harus makan setiap hari. Kalau mereka dibawa pergi, anak isterinya harus makan apa"
Pula, ditempat mereka hampir tidak diberi makan".
"Sudahlah..... sudahlah..... semua itu terjadi karena teppaksa....." akhirnya Lo-ciangkun berkata dengan muka pucat, "Bukan salahku..... bukan salahku....." la menutupi mukanya seperti orang ketakutan.
"Lo-ciangkun, tidak perlu main sandiwara lagi, apa artinya semua ini?" Swan Bu berkata, keningnya berkerut.
"Kau lihat empat orang tadi..... mereka bukanlah orangku, mereka adalah orang-orang.....
dia....." Koleksi Kang Zusi233
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Dia siapa?" Swan Bu mendesak, terheran-heran melihat pembesar itu begitu ketakutan.
"Peraturan dari kota raja sudah cukup adil. Memang yang dapat menyumbangkan harta, boleh bebas dari kerja suka rela, dan uang itu diperlukan untuk menjamin para sukarelawan dan menjamin keluarga mereka yang ditinggalkan selama tiga bulan sebelum diganti dengan rombongan lain. Semua sudah diatur yang sakit tidak akan dipaksa, hanya yang sehat dan tidak mempunyai pekerjaan penting..... tapi..... tapi..... di daerah ini..... dikuasai dia.... kami terpaksa menyerahkan uang tebusan, kalau tidak..... ahhhhh!" Pembesar itu tiba-tiba roboh terguling.
Swan Bu cepat melompat ke luar melalui sebuah jendela sambil menendang daun jendela, pedangnya merupakan gulungan sinar putih menerjang keluar dan terdengar jeritan di luar jendela. Seorang bermuka kuning yang kecil pendek roboh mandi darah.
"Siapakah kau" Mengapa menyerang Lo-ciangkun dengan jarum beracun?" Swan Bu membentak,
"Aku..... aku..... atas perintah..... Toa-nio.....!" Orang itu, berhenti bicara dan napasnya putus. Kiranya terjangan Swan Bu tadi tidak saja melukai lehernya, akan tetapi juga beberapa batang jarum beracun yang sudah meluncur masuk, kena ditangkis pedang membalik dan melukai si penyambit sendiri.
Geger di ruangan itu. Lo-Ciangkun rebah dengan muka biru dan napas putus! Toan-kiam Lo-kai berkata lirih, "Nah, agaknya Ang-jiu Toa-nio dan orang-orangnya yang tadi turun tangan. Siauw-hiap, terang bahwa para pembesar itu diperas dan dipaksa oleh Ang-jiu Toanio. Sekarang, apa yang hendak kaulakukan?"
"Lopek, agaknya wanita yang bernama Ang-jiu Toa-nio itu mempunyai banyak kaki tangan.
Yang menyambit jarum itu tentu kaki tangannya yang tidak menghendaki Lo-ciangkun membuka rahasia. Lopek, harap kau suka kumpulkan teman-temanmu Hwa-i-kai-pang dan kita menyerbu ke kuil itu. Biarkan menghadapi Ang-jiu Toa-nio dan kalau anak buahnya bergerak, kau dan teman-teman membasmi mereka."
Gembira wajah kakek itu. "Baik, Siauw-hiap. Sedikitnya ada tujuh orang temanku di sini, cukup untuk membasmi setan-setan itu."
Demikianlah, pada petang hari itu Swan Bu melakukan perjalanan ke kuil di sebelah selalan kota setelah siang tadi dia menyelidiki tempat itu. Dan secara kebetulan dia bertemu dengan Lee Si yang bermalam di kamar hotel. Swan Bu terkejut sekali dan merasa heran mengapa hatinya menjadi tidak karuan ketika sepasang matanya bentrok dengan sepasang mata yang seperti mata burung hong itu. Beberapa kali dia menengok, kemudian dia merasa malu kepada diri sendiri dan mempercepat langkahnya meninggalkan nona cantik jelita Koleksi Kang Zusi234
Jaka Lola Kho Ping Hoo yang berdiri di depan pintu rumah penginapan itu. Ia dapat menduga dari gerak-gerik si nona bahwa gadis itu tentulah bukan orang sembarangan. Mungkin seorang tamu rumah penginapan, dan melihat kebebasannya, tentu seorang wanita kang-ouw. Akan tetapi karena dia menghadapi urusan besar, Swan Bu mengusir bayangan nona itu dari ingatannya dan dia langsung menuju ke kuil tua yang berdiri sunyi di pinggir kota.
Setelah tiba di depan kuil yang sunyi itu, dia berhenti. la maklum bahwa di kanan kiri kuil, bersembunyi di balik pohon-pohon, terdapat Toan-kiam Lo-kai yang berjaga dan menyembunyikan diri. Hati Swan Bu meragu. Kuil itu sudah tua, kotor dan agaknya kosong.
Jangan-jangan Ang-jiu Tba-nio yang menjadi biang keladi daripada penindasan di kota Kong-goan, sudah melarikan diri. Tak mungkin, pikirnya. Wanita itu tentu memiliki kepandaian tinggi, sebelum bertanding melawannya mana mungkin mau lari" Tempat itu menyeramkan, sunyi seperti kuburan akan tetapi tidak gelap karena berada di tempat terbuka sehingga matahari yang sudah hampir menyelam itu masih menerangi halaman depan. Halaman kuil tadinya tertutup pagar tembok yang tinggi, akan tetapi karena pagar tembok itu banyak yang runtuh, sekarang menjadi terbuka dan di sana-sini tampak pintu yang terjadi daripada tembok runtuh berlubang. Rumah tua yang menyeramkan, kotor dan sunyi, patutnya menjadi tempat tinggal siluman-siluman.
Tiba-tiba dari pintu yang butut itu keluarlah seorang wanita tua, wanita yang tersenyum-senyum dan sanggul rambutnya dihias setangkai bunga merah. Wanita itu setibanya di halaman kuil berkata, suaranya penuh ejekan,
"Bocah she Kwa, kau berani datang ke sini" Lihatlah di sebelah kiri kuil di mana teman-temanmu sudah mendapat hukuman!"
Mendengar ini, Swan Bu terkejut, teringat akan Toan-kiam Lo-kai dan teman-temannya anggauta Hwa-i-kai oang.
Dengan gerakan cepat dia melompat dan lari ke arah kiri kuil dan..... wajahnya berubah merah sekali. Nenek itu ternyata tidak membohong. Di pelataran pinggir itu tampak tujuh mayat bergelimpangan, di antaranya adalah Toan-kiam Lo-kai dan yang enam lagi jelas anggauta Hwa-i-kai-pang karena pakaian mereka semua penuh tambalan berkembang!
Dengan kemarahan memuncak Swan Bu berlari kembali ke depan kuil, berdiri di luar tembok dan menghadap nenek yang masih berada di situ dari balik pecahan pagar tembok.
"Apakah kau yang bernama Ang-jiu Toa-nio?" tanya Swan Bu, suaranya ditekan agar tidak menggigil saking marahnya. "Dan kaukah yang membunuh tujuh orang Hwa-i-kai-pang itu?"
Nenek itu tersenyum, kembang merah di atas kepalanya bergoyang-goyang. "Dan kau Kwa Swan Bu putera Pendekar Buta Kwa Kun Hong, bukan" Hi-hik-hik, kebetulan sekali kita Koleksi Kang Zusi235
Jaka Lola Kho Ping Hoo bertemu di sini. Di sini aku disebut Ang-jiu Toa-nio, akan tetapi di tempatku aku adalah Ang-hwa Nio-nio, ketua Ang-hwa-pai, musuh besar ayahmu. Kau berani masuk ke sini dan mengadu kepandaian melawanku?"
Kalau tadi Swan Bu sudah marah sekali, sekarang serasa meledak dadanya. Kiranya inilah orangnya yang mengumpulkan teman-teman untuk menyerbu Liong-thouw-san" Kebetulan sekali!
"Siapa takut padamu" Orang macammu inikah yang hendak menantang ayah" Ha-ha-ha, nenek tua hampir mampus, tak usah dengan ayah ibu, cukup dengan aku puteranya!"
Sekali menggerakkan kaki, tubuh Swan Bu sudah melayang masuk dan menghadapi Anghwa Nio-nio yang sudah siap memasang kuda-kuda dengan sikap mengejek itu. Pembaca tentu heran mengapa Ang-hwa Nio-riio, ketua Ang-hwa-pai di Ching-coa-to itu bisa berada di Kong-goan" Bukanlah hal kebetulan karena memang sengaja Ang-hwa Nio-nio dan rombongannya datang ke Kong-goan ini untuk menyambut suhengnya, Maharsi.
Kedatangan Ang Mo-ko bekas tokoh pengawal istana dart kaisar yang lalu, juga ikut serta Ouwyang Lam dan Siu Bi! Seperti kita ketahui, gadis ini menangis ketika ditinggalkan Si Jaka Lola Yo Wan setelah ia mengaku bahwa ia adalah puteri angkat The Sun. Dalam keadaan berduka ini ia ditemukan oleh Ang-hwa Nio-nio dan rombongannya yang tentu saja segera menggunakan kesempatan baik ini untuk membujuknya, kembali menggabungkan diri dengan mereka untuk menghadapi musuh besarnya, Pendekar Buta. Tadinya Siu Bi menyandarkan harapannya pada bantuan Yo Wan, akan tetapi setelah Yo Wan ternyata adalah musuh besar ayah tirinya dan tak mungkin mau membantunya, memang paling baik baginya adalah menggabungkan diri dengan rombongan Ang-hwa Nio-nio yang kuat.
Kong-goan, Ang-hwa Nio-nio dan rombongannya mengambil tempat di kuil tua itu karena memang di situlah ia berjanji dalam pesannya kepada Maharsi untuk menyambul kedatangan suhengnya dari barat ini. Tentu saja, untuk melayani segala keperluan mereka, Ang-hwa Nio-nio diikuti pula oleh serombongan anak buahnya yang cukup kuat. Karena pada dasarnya memang penjahat, di Kong-goan Ang-hwa Nio-nio melihat kesempatan baik untuk mendapatkan uang banyak ketika datang pembesar dari kota raja untuk mengumpulkan sukarelawan yang pada masa itu dibutuhkan sekali untuk memperbaiki bangunan tembok besar dan saluran air. Kong-goan amat jauh dari kota raja, merupakan kota yang terpencil dan dengan kepandaiannya yang tinggi Ang-hwa Nio-nio dapat menguasai pembesar-pembesar itu, mengancam mereka untuk melakukan pemerasan dalam kesempatan mengumpulkan tenaga-tenaga kerja paksa. Mudah saja ia lakukan hal ini tanpa khwatir akan terganggu, dan ia menaruh beberapa orang anak buahnya untuk
"menjaga" para pembesar yang bersangkutan, di antaranya Lo-ciangkun. Tentu saja mula-mula ia mendapatkan tentangan hebat, namun setelah banyak orang roboh oleh pukulan tangannya yang berubah merah, ia mendapat julukan Ang-jiu Toa-nio (Nyonya Besar Tangan Merah) dan tak seorang pun beran mem-bantahnya lagi. Akhirnya para pengemis Koleksi Kang Zusi236
Jaka Lola Kho Ping Hoo Hwa-i-kai-pang mendengar tentang hal ini dan turun tangan, namun mereka roboh pula di tangan Ang-jiu Toa-nio atau Ang-hwa Nio-nio bersama teman-temannya yang amat lihai.
Demikianlah ringkasan tentang kehadiran Ang-hwa Nio-nio di Kong-goan dan kita kembali ke depan kuil di mana Swan Bu berhadapan dengan nenek itu Swan Bu maklum bahwa lawannya ini lihai, namun melihat nenek itu tidak mempergunakan senjata, dia pun tidak mengeluarkan Gin-seng-kiam yang tersimpan di balik jubahnya. Matanya yang tajam menatap ke arah kedua tangan nenek itu yang perlahan-lahan berubah merah ketika nenek itu mengerahkan Ang-see-ciang. Swan Bu tidak menjadi gentar, dia sudah mendengar banyak tentang Tangan Pasir Merah ini dari ayah bundanya dan karenanya dia maklum bagaimana harus menghadapinya. Segera dia menyalurkan sinkang di tubuhnya dan
"mengisi" kedua lengannya dengan tenaga lemas yang mengandung Im-kang sehingga kedua tangannya menjadi lunak halus dan gerakannya mengeluarkan hawa dingin seperti es.
Akan tetapi sebelum nenek itu menyerangnya, Swan Bu mendengar gerakan orang di sebelah belakangnya. Cepat dia menggeser kaki mengubah kuda-kuda miring dan matanya mengerling ke arah luar. Kiranya di situ telah berdiri belasan orang anggauta Ang-hwa-pai yang memegang senjata, berjajar menutup jalan keluar, di antara mereka terdapat empat orang yang dia robohkan di gedung Lo-ciangkun! Menigertilah dia bahwa dia kini berada di gua harimau dan harus berjuang mati-matian karena agaknya lawan berusaha benar-benar untuk menjebaknya dan tidak memberi kesempatan kepadanya untuk lolos dari tempat itu.
Pada saat itu, muncul pula tiga orang dari pintu kuil. Mereka ini bukan lain adalah Ouwyang Lam, Siu Bi, dan seorang kakek yang pakaiannya serba merah dan mukanya tersenyum-senyum, usianya sudah sangat tua, sedikitnya tujuh puluh lima atau delapan puluh tahun, memegang sebatang tongkat barnbu yang dipakai menunjang tubuhnya yang agak bongkok. Kakek ini bukan lain adalah Ang Mo-ko, seorang tokoh yang cukup terkenal selama puluhan tahun di kota raja.
Sejenak Swan Bu tertegun ketika bertemu pandang dengan gadis yang cantik jelita itu.
Teringat dia akan pertemuannya di depan rumah penginapan tadi. Hampir serupa gadis ini dengan gadis tadi, akan tetap malah lebih jelita, terutama sepasang matanya yang begitu lincah dan tajam. Siu Bi juga memandang Swan Bu penuh perhatian, pandang matanya menjadi bimbang ragu.
Inikah putera Pendekar Buta" Betulkah seperti yang ia dengar dari Ang-hwa nio-nio bahwa putera tunggal Pendekar Buta akan datang menyerbu" Dan pemuda yang luar biasa tampan dan gagahnya inikah musuh besarnya" Diam-diam Siu Bi tertegun dan terpesona. Belum pernah ia melhat seorang pemuda sehebat ini. Wajahnya berkulit halus putih kemerahan seperti wajah perempuan, akan tetapi alisnya yang tebal hitam, dagunya yang berlekuk sedikit tengahnya, pandang mata yang berwibawa, dada bidang yang membayangkan kekuatan, semua itu membayangkan sifat jantan yang mengagumkan. Akan tetapi teringat Koleksi Kang Zusi237
Jaka Lola Kho Ping Hoo lagi bahwa pemuda ini adalah putera musuh besar yang akan dibalasnya, matanya bernyala penuh kebencian.
Swan Bu dengan tenang menghadapi pengurungan ini, bahkan dia tersenyum karena memang hatinya gembira mendapat kenyataan bahwa musuh-musuh orang tuanya ternyata adalah orang-orang jahat. "Ang-hwa Nio-nio, memang betul kata-katamu tadi. Amat kebetulan kita dapat bertemu di sini karena sebenarnya aku hendak pergi ke Ching-coa-to untuk mewakili "orang tuaku' yang kabarnya hendak kaucari dan kau tantang. Sekarang, melihat sepak terjangmu dan kawan-kawanmu, hatiku lega bukan main. Kiranya macam beginilah musuh-musuh orang tuaku, atau lebih tepat lagi, orang-orang yang memusuhi orang tuaku karena aku yakin bahwa orang tuaku tidak akan mau mencari permusuhan.
Kalau orang orang yang memusuhi orang tuaku jahat-jahat belaka, jelas bahwa di waktu dahulu orang tuaku tidak berada di fihak salah."
Baru saja Swan Bu menutup mulutnya, Ang-hwa Nio-nio sudah menerjang maju sambil membentak, "Bocah sombortg rasakan tanganku!" Kedua tangannya yang sudah berubah menjadi merah itu menerjang maju mengirim pukulan beruntun, jangan dipandang rendah pukulan ini karena inilah pukulan-pukulan Ang-see-ciang yang amat hebat. Apalagi sampai tangan-tangan merah itu mengenai tubuh lawari, baru hawa pukulannya saja sudah cukup untuk merobohkan lawan yang tidak begitu tinggi ilmu kepandaiannya. Kedua tangan yang merah itu terbuka jari-jarinya, agak melengkung dan hawa pukulan yang menyambar dari telapak tangan itu amat panas seperti api membara!
Namun Swan Bu yang sudah mengerahkan Im-kang pada kedua lengannya, sengaja malah melangkah maju untuk menyambut pukulan-pukulan itu dengan tangkisan lengannya, hendak menguji kekuatan lawan sambil sekaligus memperlihatkan kepandaiannya. Nenek itu girang, juga heran melihat pemuda ini berani menerima Ang-see-ciang, ia pastikan bahwa pemuda itu tentu akan roboh dalam segebrakan saja. la menambah tekanan pada kedua lengannya.
"Duk! Dukkk!!" Dua kali lengan mereka bertemu susul-menyusul dalam waktu cepat sekali dan hasilnya..... Ang-hwa Nio-nio melompat ke belakang dua meter jauhnya sambil meringis kesakitan karena kedua lengannya sefasa akan patah, sedangkan pemuda itu masih berdiri tetap dan tenang, biarpun diam-diam dia kaget karena kedua pundaknya serasa tergetar, tanda bahwa nenek itu benar-benar hebat kepandaiannya!.
"Bibi Kui Ciauw, biarkan aku menghadapi musuh besarku ini!" tiba-tiba Siu Bi sudah melompat ke depan Swan Bu dengan pedang Cui-beng-kiam di tangannya. Sikapnya angkuh ketika ia menggerak-gerakkan pedang di depan dada sambil membentak,
"Orang she Kwa, bersiaplah kau untuk menerima hukuman dariku atas dosa ayahmu!"
Koleksi Kang Zusi238
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu mengerutkan kening. Sombongnya anak ini, pikirnya. Menyebut Ang-hwa Nio-nio bibi, tentu keponakannya dan karena itu, tentu bukan orang baik-baik. Akan tetapi ucapan Siu Bi tadi membuat dia penasaran.
"Memberi hukuman adalah urusan mudah, tapi jelaskan apa dosa ayahku dan hukuman apa yang hendak kau jatuhkan kepadaku," jawabnya tenang.
Tidak enak juga hati Siu Bi menyaksikan sikap begini tenang. Segala gerak-gerik pemuda ini membayangkan seorang gagah yang baik, tiada cacad celanya sehingga hatinya tidak senang. Andaikata putera Pendekar Buta ini seorang pemuda beradalan dan kurang ajar, hatinya akan lebih senang untuk memusuhinya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya dan membentak,
"Ayahmu si buta itu telah membuntungi lengan kakekku Hek Lojin, dan karenanya aku sudah bersumpah untuk membalas dendam, membuntungi lengan Pendekar Buta dan anak isterinya. Karena kau puteranya, sekarang aku akan membuntungi sebelah lenganmu agar roh kakekku dapat tenteram!"
Swan Bu tersenyum mengejek. "Roh orang jahat mana bisa tenteram keadaannya" Tentu dilempar ke neraka dan selamanya akan terbakar api derita! Kalau ayah membuntungi lengan kakekmu, itu berarti bahwa kakekmu adalah orang jahat.....
"Setan, lancang mulutmu!" Siu Bi menjerit sambil nnenggerakkan pedangnya disusul pukulan tangan kirinya. Hebat serangan ini, pedangnya menjadi segulung sinar hitam menuju leher dan tangan kirinya membayangkan uap hitam menerjang dada.
"Aihhh, ganas.....!" Diam-diam Swan Bu mengeluh dan cepat dia melempar diri ke belakang berjumpalitan sambil mencabut pedang Gin-seng-kiam.
"Trang! Tranggg!!" Sepasang pedang hitam dan putih bertemu, bunga api ber-pijar menyilaukan mata dan Siu Bi, seperti halnya Ang-hwa Nio-nio tadi, melompat ke belakang dengan lengan kanan serasa lunnpuh. Ternyata bahwa ia kalah kuat dalam tenaga sinkang sehingga dalam pertemuan senjata tadi hampir ia melepaskan pedangnya.
"Jangan takut, Bi-moi-moi, aku membantumu!" seru Ouwyang Lam yang sudah melompat maju, siap mengeroyok.
"Aku tidak membutuhkan bantuanmu!" bentak Siu Bi masih mendongkol dan penasaran karena sekali tangkis saja ia hampir keok tadi. Kalau baru segebrakan saja ia sudah dibantu Ouwyang Lan dan mengeroyok Swan Bu, bukankah hal ini amat memalukan dirinya"
"Kau akan kalah, dia lihai.....!" kata Ang-hwa Nio-nio yang juga melangkah maju.
Koleksi Kang Zusi239
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu menggerak-gerakkan pedang di depan dada, tersenyum mengejek, "Hayo kalian keroyoklah! Aku tidak takut dan memang aku tahu, pengecut-pengecut macam kalian kalau tidak main keroyokan mana berani maju?"
"Pemuda sombong, lihat tongkat!" Ang Mo-ko sudah menyapu dengan tong-kat bambunya.
Biarpun tongkat ini terbuat daripada bambu yang ringan, namun ketika menyambar nnengeluarkan Suara bersiutan, maka Swan Bu tidak berani memandang ringan lalu melompat ke atas nnenyelamatkan diri sambil memutar pedang menangkis pedang Ouwyang Lam yang sudah menusuknya. Ouwyang Lam seorang pemuda yang amat cerdik.
Maklum bahwa tadi gurunya dan juga Siu Bi tidak kuat melawan tenaga Swan Bu, dia ! tidak mau mengadu pedang, cepat me-narik pedangnya dan dari samping dia mengirim bacokan kilat yang juga dapat dielakkan oleh Swan Bu. Pemuda Liong-thouw-san ini sudah memutar pedang mendahului Ang-hwa Nio-nio yang sudah mengeluarkan pedang pula, namun serangannya dapat ditangkis oleh ketua Ang-hwa-pai itu. Dari luar mendatangi anak buah Ang-hwa-pai dan sebentar saja Swan Bu sudah dikurung dan dikeroyok banyak orang lawan.
"Tak sudi aku! Tak sudi! Masa satu orang dikeroyok begini banyak. Aku tidak sudi dibantu!"
berkali-kali Siu Bi berteriak-teriak penuh kemarahan, berdin di pinggir sambil memegangi pedangnya. Hatinya kecewa bukan main. Biarpun la takkan ragu-ragu untuk membalas dendam, membuntungi lengan kiri pemuda tampan putera Pendekar Buta itu namun ia merasa jijik dan rendah sekali kalau harus mengeroyok seorang musuh dengan begitu banyak teman. Sungguh perbuatan yang amat memalukan dan rendah sekali. Diam-diam ia memperhatikan Swan Bu, mengagumi gerakan ilmu pedangnya yang amat aneh dan kuat, lalu membandingkan pemuda musuh itu dengan Ouwyang Lam. Seperti burung hong dibandingkan dengan burung gagak. Seperti seekor naga dibandingkan dengan ular beracun.
Sebetulnya, biarpun dikeroyok begitu banyak lawan, Swan Bu tidak gentar sedikit pun juga, karena andaikata dia terdesak menghadapi tiga orang terlihai di antara mereka, yaitu Anghwa Nio-nio, Ang Mo-ko, dan Ouwyang Lam dengan mudah dia akan menerjang keluar menyelamatkan diri. Akan tetapi, mendengar teriakan Siu Bi tadi, dia tertegun dan merasa bingung. Terang bahwa gadis itu memiliki watak yang gagah perkasa dan sama sekali tidak patut menjadi anggauta gerombolan ini. Dan mempunyai seorang musuh yang wataknya begitu gagah perkasa, benar-benar malah mendatangkan rasa gelisah di hatinya.
Ketika Swan Bu mainkan Im-yang Sin-kiam, pedangnya bergulung seperti seekor naga perak menyambar-nyambar dan dalam waktu singkat, lima orang anak buah Ang-hwa-pai roboh terluka tak mampu melawan lagi. Ang-hwa Nio-nio kaget dan kagum, akan tetapi, juga penasaran. Kalau sekarang mereka tidak mampu mengalahkan putera Pendekar Buta, bagaimana nnereka akan mampu menyerbu Liong-thouw-san, berhadapan dengan Koleksi Kang Zusi240
Jaka Lola Kho Ping Hoo Pendekar Buta sendiri"
Di lain fihak, Swan Bu harus mengakui bahwa tiga orang lawannya itu benar-benar tangguh sekali. Ilmu pedang Ang-hwa Nio-nio hebat dan ganas, ditambah lagi tangan kirinya yang mainkan selingan pukulan Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah) yang sebetulnya adalah Ilmu Pukulan Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah). Pemuda tampan pendek itu serupa ilmu silatnya dengan nenek ini, hanya kalah setingkat. Adapun Ang Mo-ko Si Iblis Merah itu juga tak boleh dipandang ringan. Tongkat bambunya menyambar-nyambar laksana kitiran tertiup angin taufan, mengeluarkan bunyi nyaring dan mengandung tenaga besar. Andaikata tidak dikeroyok, dengan ilmu pedangnya yang hebat, kiranya Swan Bu akan dapat mengalahkan seorang di antara mereka dengan mudah. Kini, dikeroyok tiga, dia hanya dapat mengimbangi saja karena melihat kelihaian daya serangan mereka, dia harus lebih menekankan gerakannya pada penjagaan diri sehingga daya serangannya sendiri menjadi kurang kuat. Namun pertahanannya kuat sekali sehingga betapapun juga kerasnya tiiga orang itu menekannya, dia tidak terdesak.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, "Sungguh tidak tahu malu melakukan pengeroyokan!"
Tampak berkelebat sesosok bayangan yang ringan sekali, didahului menyambarnya sinar pedang kuning dan robohnya tiga orang anak buah Ang-hwa-pai lainnya. Kiranya yang datang ini adalah seorang gadis yang cantik jelita yang rambutnya dikuncir dua tergantung di belakang punggungnya. Gadis ini bukan lain adalah Lee Si. Seperti telah diceritakan di bagian depan Lee Si yang merasa curiga melihat gerak-gerik Swan Bu, juga sekaligus tertarik hatinya, diam-diam mengikuti Swan Bu menuju ke sebelah selatan kota. la mengintai dari jauh dan. ketika Swan Bu melompat masuk ke dalam halaman kuil, ia berindap-indap mendekati dan dapat mendengar semua percakapan. Bukan main kaget dan girang hatinya ketika mendengar bahwa pemuda yang menarik hatinya itu bukan lain adalah putera Liong-thouw-san, putera Pendekar Buta! Benar-benar pertemuan vang sama sekali tidak tersangka-sangka. Hal ini membuat jantungnya berdebar tidak karuan, membuat la bimbang dan bingung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. la dapat menduga bahwa putera Liong-thouw-san tentu sa]a memiliki kepandaiannya yang luar biasa, yang jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri, maka ia merasa serba salah untuk turun tangan membantu. Ila khawatir kalau itu akan merendahkan, tidak membantu bagaimana. Maka la hanya mengintai saja dan kagumlah la menyaksikan sepak terjang Swan Bu.
Memang semenjak kecil, Lee Si tidaK banyak kesempatan untuk berjumpa dengan keluarga ayah bundanya. Hal ini adalah karena keluarga itu terpencar dan amat jauh tempat tinggalnya, Hanya dengan putera pamannya di Lu-liang-san sajalah, pernah ia bertemu sampai tiga kali, ketika ia masih kecil dan yang terakhir ketika ia berusia empat belas tahun.
Putera pamannya di Lu-iiang-san, itu empat tahun lebih tua dari padanya, bernama Tan Hwat Ki. Pamannya, Tan Sin Lee ketua Lu-liang-pai itu hanya mempunyai seorang putera.
Adapun keluarga lainnya, biarpun ia sudah banyak mendengar penuturan ayah bundanya dan tahu pula akan nama-nama mereka, namun ia jarang sekali, bahkan ada yang tak Koleksi Kang Zusi241
Jaka Lola Kho Ping Hoo pernah bertemu. Di antara mereka yang belum pernah ia temui adalah Kwa Swan Bu inilah.
Tentu saja ia sudah sering kali mendengar ayah bundanya me-muji-muji Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta yang sakti. Oleh karena itu, ia dapat menduga bahwa putera Pendekar Buta tentu lihai pula dan ternyata sekarang secara kebetulan sekali ia dapat menyaksikan sendiri kepandaian putera Pendekar Buta itu!
Akan tetapi ketika menyaksikan betapa lihainya tiga orang yang mengeroyok Swan Bu, ditambah lagi banyak anak buah Ang-hwa-pai maju dari belakang mencari kesempatan untuk mengirim serangan menggelap, ia tidak dapat tinggal diam lebih lama lagi. Dengan pedang Oie-kong-kiam di tangan ia menerjang sambil membentak nyaring dan akibatnya tiga orang anak buah Ang-hwa-pai roboh oleh sinar pedangnya!
Sekilas pandang ia melihat betapa Swan Bu menoleh kepadanya dan memandang dengan sinar mata penuh keheranan dan juga kaget karena agaknya pemuda itu mengenalnya dari pertemuan di depan losmen tadi. Sedetik wajah yang cantik itu menjadi merah, jantungnya berdebar dan untuk menguasai rasa jengah ini Lee Si segera memperkenalkan diri,
"Kita masih orang sendiri, aku Tan Lee Si, ayahku ketua di Min-san!"
Kaget dan girang bukan main hati Swan Bu. Tentu saja dia sudah mendengar nama ini dari ayah bundanya. Kiranya masih saudara sendiri. Saudara" Sebetulnya bukan apa-apa. Hanya ayahnya masih terhitung paman guru ibu Lee Si, sungguhpun usia mereka sebaya.
Sebaliknya, ayahnya sebagai orang yang pernah menerima pelajaran dari Raja Pedang kakek gadis ini, masih terhitung paman guru gadis ini sendiri!
"Bagus!" Swan Bu berseru gembira, bukan karena mendapat bantuan melainkan karena mendapat kenyataan bahwa gadis yang tadi membuat hatinya berdenyut aneh ketika dia melihatnya di depan losmen itu kiranya bukanlah orang lain! "Mari kita basmi kawanan penjahat ini'"
Akan t:etapi pada saat itu Siu Bi sudah melompat dengan gerakan gesit sekali, pedangnya mendahuluinya merupakan sinar kehitaman. Dengan pedang melintang di depan dada Siu Bi menghadapi Lee Si, sejenak pandang matanya menjelajahi gadis Min-san itu dari atas sampai ke bawah, lalu terdengar dia membentak,'
"Kau tidak suka akan keroyokan, aku pun membenci keroyokan. Hayo sekarang kita sama-sama muda, sama-sama wanita, tanpa keroyokan, kita mengadu kepandaian!"
Lee Si tadi sudah melihat sikap Siu Bi dan biarpun ia dapat menduga bahwa gadis ini berbeda dengan orang-orang yang lain, namun tetap saja merupakan musuh dan tentu bukan seorang gadis baik-baik. Akan tetapi karena ia tidak mempunyai permusuhan dengan Koleksi Kang Zusi242
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi, juga bahwa ia hanya mau bertending untuk membantu Swan Bu yang dikeroyok, maka, ia merasa ragu-ragu untuk melayani gadis cantik yang pedangnya bersinar hitam itu.
"Perempuan liar, di antara kita tidak ada permusuhan, perlu apa aku melayani kau?"
Dimaki perempuan liar, tentu saja Siu Bi seketika menjadi naik darah! "Kau yang liar, kau yang buas, kau ganas! Siapa saja yang menjadi sahabat atau keluarga dia itu adalah musuhku. Sambut pedangku!" Dengan gerakan yang amat lincah dan kuat Siu Bi sudah menerjang maju, didahului gulungan sinar hitam pedangnya.
Tentu saja Lee Si juga cepat mengangkat pedangnya menangkis dan beberapa menit kemudian kedua orang gadis yang sama lincahnya ini sudah lenyap bayangannya, terbungkus oleh gulungan sinar pedang hitam dan kuning yang saling libat, saling dorong dah sallhg tekan. Selain menegangkan, juga amat indah dipandang pertandingan antara kedua orang dara remaja yang sama gesitnya ini. Akan tetapi Lee Si segera menjadi kaget sekali ketika beberapa kali tangan kiri Siu Bi melancarkan pukulan Hek-in-kang yang amat kuat sehingga Lee Si menjadi sibuk mengelak karena maklum bahwa pukulan itu adalah semacam pukulan jarak jauh yang amat berbahaya.
Tahulah ia bahwa lawannya ini memiliki kepandaian yang tinggi lagi jahat maka ia berlaku sangat hati-hati mainkan bagian-bagian Hoa-san Kiam-sut untuk mempertahankan diri serta bagian Yang-sin Kiam-sut untuk balas menyerang. Sayangnya bahwa penggabungan-penggabungan kedua ilmu pedang itu belum sempurna benar sehingga untuk melayani Cui-beng Kiam-sut dan Hek-in-kang yang memang luar biasa itu ia merasa terdesak hebat.
Memang boleh diakui bahwa ilmu silat yang dipelajari Lee Si merupakan ilmu silat golongan bersih, karena itu dasarnya lebih kuat dan sifatnya tidaklah liar seperti ilmu silat yang dimiliki Siu Bi. Akan tetapi oleh karena memang tingkat kepandaian Hek Lojin jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Tan Kong Bu dan isterinya, maka tentu saja tingkat Siu Bi juga lebih tinggi daripada tingkat Lee Si. Kalau saja Siu Bi tidak memiliki Ilmu Hek-in-kang dan hanya mengandalkan Cui-beng kiam-sut, agaknya Lee Si masih sanggup mempertahankan diri. Akan tetapi sekarang Siu Bi mendesaknya dengan Hek-in-kang yang membuat ia sibuk sekali, harus melompat ke sana ke mari mengelak daripada sambaran uap hitam itu, ditambah lagi harus menghadapi sinar pedang hitam yang mengurung dirinya dan menutup semua jalan keluar!
Sementara itu, pertempuran antara Swan Bu dan para pengeroyoknya juga berjalan amat seru. Kini tidak ada anak buah Ang-hwa-pai yang berani maju, mereka hanya berjaga-jaga saja karena setiap kali ada yang maju, baru segebrakan saja tentu roboh mandi darah disambar sinar pedang putih di tangan Swan Bu. Akan tetapi biarpun pengeroyoknya hanya tiga orang, namun ketiganya adalah ahli-ahli silat kelas tinggi yang memiliki ilmu kepandaian hebat. Swan Bu memang mewarisi kesaktian ayah bundanya, akan tetapi dia kurang pengalaman bertempur. Andaikata ayahnya berada di situ, tanpa turun tangan membantunya, hanya dengan nasihat-nasihat saja sudah pasti dia akan dapat menangkan Koleksi Kang Zusi243
Jaka Lola Kho Ping Hoo pertandingan ini. Karena kekurangan pengalaman inilah dia kekurangan taktik sehingga kurang dapat menangkap dengan cepat kelemahan-kelemahan lawan, dan terlampau hati-hati menjaga diri sehingga biarpun pertahanannya rapat sekali, namun daya serangannya kurang kuat dan kurang berhasil. Apalagi ketika dengan sudut matanya dia dapat melihat betapa Lee Si telah terdesak hebat oleh sinar hitam pedang Siu Bi, hatinya menjadi gelisah sekali.
Pada saat itu terdengar suara ketawa aneh dan muncullah dua orang kakek, yang seorang tinggi jangkung yang seorang lagi pendek. "Heh-heh-heh, sudah ada pesta keramaian di sim!" kata si jangkung dengan suaranya yarig aneh dan asing.
"Suheng!!" Ang-hwa Nio-nio berseru girang sekali ketika mengenal kakek tinggi jangkung itu, yang bukan lain orang adalah Maharsi pendeta dari barat. Adapun si pendek itu. adalah Bo Wi Sian Jin!
"Bantulah kami menangkap dua bocah setan ini!".
"Heh-heh-heh, Sianjin. Ini Sumoi (Adik Seperguruan). Kau tangkaplah yang betina, biar aku tangkap yang jantan!" Setelah berkata demikian, Maharsi melangkah panjang ke dalam pertempuran, tangannya mencengkeram dan kagetlah Swan Bu ketika tiba-tiba ada angin keras menyambar dari atas dan tahu-tahu lengan yang panjang itu mengancamnya. Cepat pedangnya dikibaskan ke atas untuk membuat buntung lengan itu.
"Wah, boleh juga!" Maharsi memuji. Perlu diketahui bahwa Ilmu Silat Pai-san-jiu dari pendeta barat yang tinggi ini, seperti juga Ilmu Katak Sakti dari Bo Wi Sianjin, merupakan ilmu pukulan sakti yang mengandung sinkang tingkat tinggi sehingga pukulan-pukulan dari kedua ilmu silat ini tidak perlu menyentuh tubuh lawan, dari Jauh saja sudah cukup kuat untuk merobohkan lawan yang biasa. Akan tetapi pemuda itu bukan saj'a tidak terpengaruh banyak oleh sambaran hawa pukulannya, malah masih dapat membabat dengan pedangnya yang cukup berbahaya. Karena inilah Maharsi memuji.
Akan tetapi sambil menarik kembali lengannya, pendeta Jangkung ini sudah mengirim serangan bertubi-tubi, susul-menyusul dan angin pukulannya menderu-deru seperti angin taufan mengamuk. Swan Bu benar-benar kaget sekali. Maklumlah dia bahwa si jangkung ini benar-benar amat berbahaya. Apalagi pada saat itu, Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam dan Ang Mo-ko masih terus menerjangnya dengan sengit, maka pemuda Liong-thouw-san ini benar-benar berada dalam keadaan yang amat berbahaya.
Adapun Lee Si yang menghadapi Siu Bi dan terdesak hebat, tiba-tiba melihat munculnya seorang kakek pendek yang serta merta menggerakkan tangan menyelonong maju dan menerjang..... Siu Bi dengan pukulan-pukulan dan dorongan-dorongan kuat, dibarengi suara ketawanya terbahak-bahak. Kakek ini adalah Bo Wi Sianjin yang memandang rendah Koleksi Kang Zusi244
Jaka Lola Kho Ping Hoo lawan karenanya dia tidak menggunakan Pukulan Katak Sakti, melainkan mendesak dengan pukulan-pukulan Jarak jauh biasa. Akan tetapi dia salah kira dan bukan menyerang Lee Si, malah menerjang Siu Bi.
"Eh-eh-eh, Locianpwe, bukan dia musuh kita. Yang seorang lagi.....!" seru Ouwyang Lam kaget sambil melompat mendekati, meninggalkan Swan Bu yang kini sudah terdesak hebat itu.
"Hah" Yang mana?" Bo Wi Sianjin menghentikan serangannya, tertegun dan bingung.
Sementara itu, Siu Bi marah sekali. la tadi sedang mendesak Lee Si, sama sekali tidak membutuhkan bantuan karena ia berada di fihak unggul, maka majunya kakek itu baginya merupakan gangguan yang menjengkelkan.
"Aku tidak butuh bantuan! Mundur!!?" serunya dan pedangnya dikerjakan lebih hebat.
Lee Si yang maklum bahwa dirinya tak dapat tertolong lagi kalau ada orang lain maju mengeroyok, menjadi gugup dan sebuah pukulan Hek-in-kang dari Siu Bi tak dapat ia hindarkan, mengenai pundaknya dan ia terhuyung-huyung. Kesempatan baik ini dipergunakan oleh Siu Bi untuk menyapu kaki Lee Si sehingga gadis ini roboh dan sebuah totokan membuatnya lemas tak dapat bergerak lagi.
Swan Bu yang sudah terdesak hebat, melihat robohnya Lee Si, menjadi marah sekali.
"Keparat, lepaskan dia!" la membentak, tubuhnya bagaikan kilat menyambar ke arah Lee Si untuk menolong gadis itu. Akan tetapi tiba-tiba dari kanan menyambar tongkat bambu Ang Mo-ko menotok lambung. la cepat menangkis dan melanjutkan gerakannya menolong Lee Si, namun angin menyambar dari kiri dan Swan Bu merasa seakan-akan tubuhnya terdorong oleh tenaga yang amat dahsyat. la terlempar dan sebelum dia sempat bergerak, dua buah lengan panjang Maharsi yang tadi memukulnya telah mencengkeram pundaknya dan menotok jalan darah di punggungnya, membuat dia tak berdaya lagi. Sepasang orang muda itu telah tertawan oleh musuh-musuh besarnya.
"Siapakah dia ini?" Maharsi bertanya kepada sunnoinya sambil menuding ke arah Swan Bu yang sudah rebah miring di atas tanah. Mau tak mau pendeta dari barat itu kagum bukan main karena semuda itu Swan Bu telah memiliki kepandaian yang hebat.
"Suheng," kata Ang-hwa Nio-nio dengan muka berseri. "Kebetulan sekali kau datang dan kebetulan memang, karena bocah ini bukan lain adalah putera Pendekar Buta. Ular menghampiri penggebuK, bukan?"
"Sudah jelas anak musuh besar, tidak dibunuh tunggu apa lagi?" Ouwyang Lam yang merasa iri melihat ketampanan dan kegagahan pemuda itu, jauh melebihi dirinya, cepat Koleksi Kang Zusi245
Jaka Lola Kho Ping Hoo mengangkat pedangnya menusuk ke arah dada Swan Bu! Pemuda ini maklum bahwa nyawanya berada di ujung pedang lawan, namun karena dia tak dapat menggerakkan kaki tangannya, Swan Bu hanya dapat memandang dengan mata tidak berkedip sedikit pun juga.
Orang-orang lain yang berada di situ hanya memandangnya sambil tertawa, karena pemuda Liong-thouw-san ini memang anak musuh besar, berarti musuh pula, apalagi sudah mengacaukan usaha mereka di Kong-goan, tidak dibunuh mau diapakan lagi"
"Cringgg.....!?" Ouwyang Lam kaget dan melompat mundur. Pedangnya yang hampir menancap di dada Swan Bu telah terbentur pedang lain yang telah menangkisnya sehingga muncrat bunga api saking kerasnya benturan itu. Ketika semua orang memandang, kiranya yang menangkis itu adalah Siu Bi!
"Eh, kau lagi" Bi-moi, terus terang saja, kau sebetulnya berfihak siapa" Ketika di Ching-coa-to kami hendak membunuh puteri Raja Pedang, kau pun menghalangi maksud kami! kata Ouwyang Lam, penasaran.
Sepasang mata yang tajam bening itu , berkilat, "Aku berfihak kepada diriku sendiri! Boeah ini adalah anak Pendekar Buta, berarti musuh besarku. Aku sudah bersumpah hendak membuntungi lengan Pendekar Buta, isterinya dan anaknya, membuntungi lengannya hidup-hidup! Kalau dia dibunuh, apa artinya membuntungi lengannya lagi?"
"Tapi..... tapi bukan kau yang merobohkan dia, kau tidak berhak. Kami yang merobohkan dan menawannya, maka kami yang berhak melakukan apa saja terhadap dirinya!"
"Siapa saja yang membunuhnya berarti hendak menghalang-halangi aku untuk balas dendam dan melaksanakan sumpahku. Tentang siapa merobohkan, memang betul kalian yang merobohkan, akan tetapi perempuan ini aku yang merobohkan. Sekarang aku ingin menukarkan dia dengan anak Pendekar Buta ini. Ouwyang-twako, kau boleh ambil dia, biarkan aku membuntungi lengan anak Pendekar Buta tanpa membunuhnya?"
Ouwyang Lam menengok ke arah Lee Si yang menggeletak telentang. Dalam keadaan tertotok dan telentang di atafii tanah itu dengan pakaian kusut, gadis cantik ini kelihatan menarik sekali, menggairahkan hati Ouwyang Lam yang memang berwatak mata keranjang.
Segera mengilar dia ketika pandang matanya menjelajahi tubuh Lee Si dan sambil menyeringai dia berkata, "Aku..... aku boleh..... memiliki dia.....?"
Pada saat itu, Bo Wi Sianjin berkata, "Eh, Maharsi, bukankah gadis ini cucu Raja Pedang yang pernah kita kejar?"
Maharsi memandang. "Aha, betul! Betul dia! Wah, Bhok-losuhu tentu akan girang sekali.
Sumoi, benar-benar kita telah mendapatkan tawanan penting. Seorang putera Pendekar Buta, yang seorang lagi cucu Raja Pedang. Baiknya kita jangan bunuh mereka, jadikan Koleksi Kang Zusi246
Jaka Lola Kho Ping Hoo tangkapan untuk memaksa musuh-musuh besar itu menyerah!"
"Bagus, itu betul sekali!" seru Bo Wi Sianjin karena baik dia maupun Maharsi sebetulnya masih merasa jerih untuk bertanding melawan Pendekar Buta dan Raja Pedang yang terkenal sakti.
"Suheng, kau tadi menyebut nama Bhok-losuhu" Siapakah yang kau maksudkan?"
Maharsi tertawa ha-ha-hah-he-heh. "Siapa lagi kalau bukan Bhok Hwesio itu tokoh besar yang sakti dari Siauw-lim-pai" Dia pun sudah siap untuk membasmi Pendekar Buta dan Raja Pedang dan dia datang bersama kami ke Kong-goan, akan tetapi tentu saja tidak mau ke sini. Kuharap kau suka rnengunjunginya di kelenteng sebelah timur kota, Sumoi."
Girang sekali hati Ang-hwa Nio-nio, apalagi setelah ia diperkenalkan dengan Bo Wi Sianjin sebagai sute dari Ka Chong Hoatsu yang menaruh dendam kepada Raja Pedang. Dengan begini banyaknya orang pandai di fihaknya, tentu akan terlaksana idam-idaman hatinya, yaitu rnenebus kematian dua orang adiknya.
Pada saat itu, dengan tergesa-gesa seorang anggauta Ang-hwa-pai berlari menghampiri Ang-hwa Nio-nio dan meIapor,"Paicu, seorang yang bernama Tan Kong Bu, kabarnya ketua Min-san-pai, mencari Tan Lee Si yang katanya adalah puterinya, sedang menuju ke sini!"
Ang-hwa Nio-nio membelalakkan kedua matanya, lalu tertawa mengikik. "Wah-wah, benar-benar malam baik sekali sekarang. Seorang demi seorang anggauta keluarga mereka berdatangan sehingga memudahkan kita untuk nnembasminya. Suheng, aku mempunyai rencana yang bagus sekali. Lam-ji (anak Lam), kau bawa dua orang tawanan kita itu ke dalam kuil, tapi jangan ganggu mereka!" perintahnya kepada Ouwyang Lam. Pemuda ini mengangguk tersenyum, lalu membungkuk, memondong tubuh Lee Si dan menyeret tubuh Swan Bu dengan menjambak rambutnya.
"Twako, serahkan anak Pendekar Buta itu kepadaku!" Siu Bi melompat maju. "Aku harus melaksanakan sumpah pembalasanku!"
"Ihhh, Siu Bi. Apakah kau sudah tergila-gila melihat pemuda yang tampan dan gagah itu"
Hi-hi-hik!"
Bukan main marahnya hati Siu Bi mendengar ejekan Ang-hwa Nio-nio ini.
Mukanya seketika menjadi merah sekali matanya berapi-api, tangannya yang memegang pedang gemetaran. "Bibi Kui Ciauw! Aku bukan seperti engkau'"
Ang-hwa Nio-nio juga marah. "Siu Bi kuperingatkan kau! Kami tidak butuh bantuanmu.
Koleksi Kang Zusi247
Jaka Lola Kho Ping Hoo
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kalau kau mau bekerja sama dengan kami untuk menghadapi Pendekar Buta silahkan tingga1 bersama kami akan tetapi harus menurut apa yang kami rencanakan. Kalau tidak mau, kami tidak akan menahanmu.
"Nio-nio... Bi-moi..... sudahlah, di antara kita sendiri mengapa mesti ribut-ribut?" Ouwyang Lam cepat melerai dengan suara halus, kemudian dia melanjutkan pekerjaannya, memondong Lee Si dan menyeret tubuh Swan Bu dibawa masuk ke dalam kuil. Siu Bi merengut hatinya mendongkol sekali. Akan tetapi apa yang dapat ia lakukan" Ia maklum bahwa untuk melawan pun ia akan kalah. Maka tanpa berkata sesuatu ia lalu berjalan pergi dari depan Ang-hwa Nio-nio, menahan isak tangis saking gemasnya.
"Siapakah dia?" Maharsi bertanya.
"Ah, dia....." Cucu Hek Lojin, jUgfi imusuh Pendekar Buta."
"Hek Lojin" Pantas dia begitu liar, kiranya cucu iblis itu!" kata Bo Wi Sian-jin, mengangguk-angguk. Mereka lalu memasuki kuil dan Ang-hwa Nio-nio memberi perintah kepada anak buahnya untuk mengatur rencananya yang dianggap amat baik.
Apakah yang direncanakan oleh ketua Ang-hwa-pai ini" Kebenciannya terhadap Pendekar Buta dan Raja Pedang membuat nyonya tua ini pandai mencari cara yang paling keji untuk melampiaskan dendamnya. Marilah kita ikuti bersama apa yang direncanakan. Seperti telah dilaporkan oleh seorang anak buah Ang-hwa-pai tadi, di kota Kong-goan malam hari itu kedatangan seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh tinggi besar dan tegap, sikapnya gagah bicaranya kasar keras dan nyaring sekali. Orang ini bukan laira adalah Tan Kong Bu yang sudah meninggalkan puncak Min-san untuk mencarl puterinya yang diam-diam meninggalkan puncak, seperti telah kita ketahui, semenjak datangnya murid kepala Raja Pedang, yaitu Su Ki Han telah terjadi Perubahan hebat di Min san. Lee Si, puteri tunggal itu telah meninggalkan puncak tanpa memberi tahu dan Su Ki Han sendiri yang merasa tidak enak, segera berparnit turun gunung untuk berusaha mengejar Lee Si. Seperginya Su Ki Han, Kong Bu merasa tidak enak dan menyatakan kepada isterinya untuk pergi mengejar puteri mereka itu.
Tentu saja ia tidak boleh dibandingkan dengan adikku Cui Sian," demikian kata pendekar itu. "Kepandaian Lee Si memang sudah cukup untuk menjaga diri, akan tetapi ia masih hijau dan tidak tahu akan bahayanya dunia kang-ouw. Sedikitnya la harus mendengarkan dulu dan kita tentang kejahatan di dunia kang-oyw sehingga ia dapat menjaga diri. Tinggal kau pilih, kau atau aku yang perci mengejar?"
Demikianlah, Tan Kong Bu lalu turun dari puncak, mencari puterinya. Sebagai seorang tokoh kang-ouw yang ulung, akhirnya Kong Bu berhasil mengikuti jejak-puterinya dan menuju ke Kong-goan, hanya selisih setengah hari saja dengan puterinya. la mendengar tentang keributan yang terjadi di rumah Lo-ciangkun, maka dia mempunyai dugaan bahwa agaknya Koleksi Kang Zusi248
Jaka Lola Kho Ping Hoo Lee Si terlibat dalam hal ini. la mencari sampai ke losmen di mana Lee Si bermalam, dengan cara kasar dan keras dia mengancam pengurus losmen yang biar mati pun tidak akan mampu memberi keterangan ke mana perginya gadis itu yang pergi melalui genteng dan tidak terlihat oleh siapapun juga. Kong Bu berputar-putar di kota Kong-goan sampai jauh malam, namun dia tidak dapat menemukan jejak Lee Si dan tidak ada yang dapat memberi keterangan ke rnana perginya gadis itu.
Dalam keadaan gelisah Kong Bu berlari-lari keluar masuk lorong gelap dan keadaan kota Kong-goan sudah sepi. Tiba-tiba dia cepat menghindar ke kiri. Hampir saja dia bertubrukan dengan seorang laki-laki kecil kurus yang juga berlari-lari seperti dia dan mereka bertemu di sebuah tikungan jalan kecil. Laki-laki itu kelihatan gugup sekali, tanpa bicara sesuatu terus melarikan diri dengan cepat. Kong Bu merasa curiga. Jelas bahwa orang itu memiliki kepandaian silat yang lumayan melebihi orang biasa, larinya cepat dan gerakannya gesit.
Dengan beberapa lompatan jauh akhirnya Kong Bu dapat menyusul dan mengejar orang itu.
Si kecil kurus yang berkumis panjang itu kaget setengah mati ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang laki-laki tinggi besar, apalagi ketika dia mengenalnya sebagai laki-laki yang hampir bertubrukan dengannya tadi. Tanpa banyak cakap lagi dia membalikkan tubuh dan lari lagi, akan tetapi dia mengeluh ketika pundaknya tiba-tiba dipegang tangan yang memiliki jari-jari tangan sekuat cepitan baja.
"Kau siapa dan ada apa malam-malam begini kau berlari-lari seperti pencuri" Hayo mengaku terus terang, kalau tidak, tulang-tulang pundakmu akan kuhancurkan!" bentak Kong Bu yang sedang gelisah sehingga menjadi pemarah itu.
"Ampun, Ho-han (Orang Gagah)..... ampunkan saya. Saya..... Ciu Ti bukan pencuri.....
saya..... saya sedang bingung dan hendak mencari pertolongan. Ada....,, ada penjahat menyeret seorang gadis cantik ke dalam kuil di mana saya biasanya bermalam..... maaf, saya tiada keluarga tiada tempat tinggal..... saya..... saya berusaha menolong nona cantik itu, tapi..... saya kalah. Penjahat muda itu terlampau kuat, agaknya dia..... dia seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)....."
Kong Bu tertarik hatinya. "Di niana dia" Betulkah dia penjahat pemetik bunga?"
"Mungkin, saya..... saya tidak jelas. Hanya ketika dia merobohkan saya tadi, dia..... dia mengaku bahwa dia she Kwa..... dan mengusir saya pergi, gadis itu pingsan, di pinggangnya tergantung pedang..... eh, pedang kuning seperti emas....."
Cengkeraman pada pundak itu mengeras dan si kecil kurus menyermgai kesakitan,
"Bagaimana kau bisa tahu pedang yang tergantung itu pedang kuning?"
Koleksi Kang Zusi249
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Aduh..... lepaskan pundak saya..... aduh, mana saya bisa tahu kalau jai-hwa-cat itu tidak mempergunakannya untuk melawan saya" Pedang ampuh sekali, golok saya patah begitu beradu....." " Kong Bu tidak sabar lagi, segera menyeret tangan orang itu. "Hayo cepat, antarkan aku ke sana Cepat.... kubai ting mampus kau, hayo cepat'" Orang itu mengeluh dan setengah diseret karena betapapun dia mengerahkan tenaga jan ilmu lari cepatnya, agaknya masih kuf ang cepat saja sehingga dia seperti diseret dan kedua kakinya tidak menginjak biJmi ' lagi karena tubuhnya seperti nienggantung kepada lengan Kong Bu yang kuat.
"Di sinikah tempatnya?" tanya Kong Bu.
"Betul..... di dalam.... di ruangan belakang, aku..... aku takut, harap kau suka masuk sendiri, Ho-han....."
Kong Bu mendorong orang itu sampai terjengkang, kemudian dia melompat naik ke atas genteng kuil tua itu. Hati jago tua ini berdebar tidak karuan. Di manapun dia berada dan siapapun gadis yang menjadi korban jai-hwa-cat, kalau dia mendengar pasti dia akan turun tangan membasmi si penjahat. Akan tetapi sekarang lain lagi halnya. la sedang mencari puterinya yang dia tahu berada di kota itu, akan tetapi yang lenyap tak meninggalkan bekas, sedangkan buntalan pakaiannya masih di kamar losmen. Dan gadis yang pingsan menjadi korban jai-hwa-cat itu berpedang kuning. Oei-kong-kiam! Mana lagi ada pedang kuning selain Oei-kong-kiam, pedang yang dibawa Lee Si" Inilah yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan, bahkan kedua kakinya agak menggigil dan hampir dia terpeleset ketika dia melompat ke atas genteng yang gelap itu.
Dari atas genteng dia melihat api penerangan di sebelah belakang kuil. Cepat dia melompat dengan hati-hati ke bagian belakang, di atas tempat yang diterangi lampu di sebelah bawah. Dengan hati-hati dia membongkar genteng lalu mengintai ke bawah. la memandang dengan mata melotot, lalu menggosok-gosok kedua matanya, memandang lagi, otot-otot pada lehernya menegang, wajahnya tiba-tiba pucat sekali, lalu terdengar giginya berkerot-kerot.
"Bedebah! Keparat biadab.....! Ku-bunuh kau..... kubunuh.....!" teriakan ini mula-mula hanya terdengar seperti gerengan harimau marah, kemudian melengking tinggi dan nyaring sekali.
Apakah yang dilihat jago Min-san ini" Pemandangan di dalam ruangan di bawah itu benar-benar membuat darahnya mendidih, matanya tiba-tiba gelap dan dadanya serasa meledak.
Mereka berbaring di atas lantai, dua orang itu, seorang pemuda tampan dan seorang gadis cantik jelita. Siapa lagi kalau bukan Lee Si, puterinya" Betapa tidak akan hancur hatinya melihat puterinya itu rebah terlentang, entah bagaimana keadaannya karena tubuhnya tertutup selimut sebatas leher, akan tetapi yang jelas puternya itu menangis terisak-isak dan kelihatan lemah sekali. Tentu dalam keadaan tertotok jalan darahnya, pikirnya dengan Koleksi Kang Zusi250
Jaka Lola Kho Ping Hoo hati hancur. Dan laki-laki tampan itu mukanya seperti perempuan, terlalu tampan. Patut menjadi muka seorang kongcu hidung belang atau seorang penjahat jai-hwa-cat yang lihai!
Dan yang lebih memanaskan hatinya, laki-laki tampan itu rebah miring menghadapi Lee Si, tubuh bagian atas telanjang
"Ayaaahhh.....!" terdengar Lee Si menjerit, suaranya lemah sekali, bercampur isak.
"Keparat..... jahanam.....!" Kubunuh engkau, kukeluarkan isi perutmu, kuminum darahmu......!" Kong Bu berteriak lagi, kini diseling suara rnelengking tinggi yang menggetarkan kuil itu, seperti bukan suara manusia lagi.
Akan tetapi selagi dia hendak membongkar genteng dan menerobos ke bawah tiba-tiba beberapa batang lilin yang menyala di ruangan itu padam, membuat keadaan menjadi gelap pekat. Betapapun marahnya hati Kong Bu, dia seorang jagoan kang-ouw yang sudah ulung, tentu saja dia tidak mau secara membuta melompat ke dalam ruangan yang gelap gulita dan tidak dikenalnya itu.
"Paman Kong Bu..... dengarlah... saya Kwa Swan Bu..... putera ayah Kwa Kun Hong di Liong-thouw-san.,.., Paman....."
Teringat Kong Bu akan penuturan si kurus tadi bahwa jai-hwa-cat itu she Kwa. Darahnya makin bergolak. "Tak peduli kau anak setan dari mana, hayo keluar! Hayo kaulawan aku mengadu nyawa. Penghinaan ini baru lunas bila ditebus dengan darah dan nyawa! Keluar!!
kurobek dadamu, kukeluarkan jantungmu!"
Tiba-tiba dari dalam gelap di sebelah bawah terdengar desir angin yang amat halus. Kong Bu cepat miringkan tubuh dan pedang yang sudah dicabutnya itu menangkis beberapa batang jarum halus yang menyambar ke arahnya dari bawah sebelah kiri. Itulah jarum rahasia dan mendengar bunyinya yang halus berdesir dapat diketahui bahwa penyambitnya tentu memiliki Iweekang yang amat kuat. Kong Bu cepat melompat ke bawah, sambil memutar pedangnya, melayang ke arah dari mana datangnya jarum-jarum tadi. Akan tetapi baru saja kedua kakinya menginjak tanah, dari arah kanannya menyambar angin pukulan yang emat kuat dan dahsyat. Kong Bu cepat menggeser kaki memasang kuda-kuda yang amat rendah sambil menyampok dengan lengan kirinya dan mengerahkan sinkang di tubuhnya. Akan tetapi hampir saja dia terguling karena ternyata bahwa sambaran angin pukulan itu kuat bukan main. Ia kaget sekali, akan tetapi tidak heran. Kalau bangsat itu betul putera Pendekar Buta Kwa Kun Hong tentu saja memiliki kepandaian yang amat tinggi.
Makin panas hatinya! Bagaimanakah putera Kun Hong bisa melakukan perbuatan yang begini biadab"
Kong Bu adalah putera Raja Pedang yang menerima gemblengan ilmu silat dari kakeknya yaitu mendiang Song-bun-kwi Kwee Lun. Tentu saja dia mewarisi kepandaian tinggi dan dia Koleksi Kang Zusi251
Jaka Lola Kho Ping Hoo tidak gentar meski menghadapi lawan yang bagain ana sakti pun. Apalagi sekarang dia sedang niarah dan nekat karena ingin membela kehormatan puterinya. Akan tetapi ketika ia memutar pedangnya sambil mengeluarkan suara melengking-lengking tinggi untuk menerjang lawannya yang mengirim pukulan dari tempat gelap, di situ tidak tampak lagi ada orang. Makin kagetlah dia. Terang bahwa lawannya tadi selain memiliki tenaga kuat, juga memiliki kegesitan yang luar biasa.
"Jai-hwa-cat biadab! Kalau memang jantan, hayo kautandingi aku secara laki-laki. Aku Tan Kong Bu ketua Min-saiw pai, sebelum dapat mengeluarkan isi perutmu, takkan berhenti berusaha. Kau atau aku yang mati untuk mencuci noda ini!" pekiknya sambil membacokkan pedangnya pada sebuah tiang kuil. Tiang! itu terbabat putus dan genteng di atasnya banyak yang rontok karena penahan genteng menjadi miring.
"Hayo keluar! Jangan sembunyi kau, pengecut, jahanam keparat, manusia biadab! Biarpun kau anak Kwa Kun Hong atau putera malaikat sekalipun, jangan harap bisa terlepas dari tanganku!"
Akan tetapi ketika dia hendak menyerbu ke dalam ruangan belakang itu, tiba-tiba ada sambaran angin pukulan jarak jauh lagi, kini dari arah belakangnya. Cepat dia menggeser kaki, memutar-mutar tubuh sehingga pukulan itu me-leset. la melihat bayangan orang berkelebat di belakangnya, cepat dia mengejar. Bayangan itu gesit sekali dan melompat-lompat ke arah pagar ternbok yang mengelilingi kuil, lalu menerobos keluar.
"Keparat, hendak lari ke mana kau?" Kong Bu mengejar, pedangnya diputar dan siap untuk melancarkan serangan maut. Di depan kuil yang agak gelap bayangan itu berhenti dan Kong Bu cepat menghujani serangan-serangan dengan pedangnya. Akan tetapi ternyata bayangan itu luar biasa cepat gerakannya, biarpun bertangan kosong, namun selalu dapat mengelak daripada sambaran pedangnya. Keadaan yang gelap membuat Kong Bu tidak dapat mengenal wajah orang ini, namun dia dapat melihat bayangan seorang pemuda yang tampan. Belum sepuluh jurus dia menyerang, pemuda itu melornpat dan menghilang di dalam gelap.
"Jai-hwa-cat, jangan lari kau!" seru Kong Bu sambil mengejar. Akan tetapi bayangan itu lenyap. Setelah mengejar agak jauh, Kong Bu teringat akan puterinya. Cepat dia membalik dan lari ke arah kuil kembali, kini dengan nekat dia menerobos masuk ke dalam kuil sambil menjaga diri dengan pedang, langsung dia menuju ke ruangan belakang. Sekali tendang, pintu ruangan belakang yang memang sudah reyot itu runtuh berantakan. la menerjang ke dalam. Gelap! Dengan kakinya dia meraba-raba, akan tetapi ternyata ruangan itu kosong melompong. Baik pemuda jai-hwa-cat tadi maupun puterinya, telah lenyap.
Kong Bu mencari ke seluruh ruangan kuil kuno, akan tetapi tidak menemukan seorang pun.
Ia memaki-maki, memanggil-manggil nama anaknya, berteriak-teriak menantang. Sia-sia Koleksi Kang Zusi252
Jaka Lola Kho Ping Hoo belaka. Bukan main kecewa dan menyesalnya. la telah ditipu oleh pemuda jai-hwa-cat tadi.
Terang bahwa tadi dia sengaja dipancing ke luar, kemudian jai-hwa-cat itu tentu telah kembali ke gedung membawa lari Lee Si yang tidak berdaya melawan.
"Keparat jahanam! Kau anak Kwa Kun Hong! Awas kau! Kwa Kun Kong, si buta, keparat, kau harus mempertanggungjawabkan kebiadaban puteramu. Awas kau! Sambil memaki-maki dan menyumpah-nyumpah, Kong Bu lalu lari seperti orang gila, keluar dari kuil itu. Tujuan hatinya hanya satu, ke Liong-thouw-san, menuntut kepada Kun Hong agar supaya puteranya diserahkan kepadanya, untuk didodet perutnya agar terbebas penghinaan yang hebat ini!.
* * * "Wah, baik sekali hasilnya. Sumoi, kau benar-benar amat cerdik dan licin sekali. Ha-ha-ha, antara keturunan Raja Pedang dan keturunan Pendekar Buta sudah terdapat bentrokan yang agaknya hanya, dapat diredakan dengan darah dan nyawa. Bagus sekali, Sumoi!" Maharsi tertawa memuji-muji sumoinya setelah pada keesokan harinya pagi-pagi mereka berkumpul di sebuah hutan tak jauh dari kuil di kota Kong-goan itu. Mereka berkumpul di situ, lengkap seperti kemarin, kecuali Siu Bi. Gadis ini tidak tampak mata hidungnya.
"Ah, Suheng. Kalau tidak sedemikian besar dendamku terhadap mereka, agaknya takkan terpikirkan akal seperti itu olehku. Ketika kau dan Ouwyang Lam memancing Tan Kong Bu menjauhi kuil, sengaja kubebaskan puterinya. Tentu saja gadis itu malu sekali dan tidak ada muka berjumpa dengan ayahnya. Hi-hi-hik, betapapun dia akan membela diri, siapa percaya bahwa dia tidak tercemar oleh putera Pendekar Buta?"
"Tapi di mana adanya Kwa Swan Bu, dan mana pula adik Siu Bi?" tanya Ouwyang Lam.
"Huh, gadis tiada guna itu! Tadinya Swan Bu kusingkirkan dalam keadaan tertotok, tapi kemudian lenyap, tentu dibawa pergi Siu Bi. Gadis tak tahu malu itu kalau tidak tergila-gila kepada pemuda tampan itu, entah mau apa dia.....!"
Diam-diam Ang-hwa Nio-nio merasa iri hati dan cemburu kepada Siu Bi karena agaknya kekasihnya, Ouwyang Lam, tergila-gila kepada gadis Go-bi-san itu, maka kesempatan ini ia pergunakan untuk memaki-maki dan memburukkan nama Siu Bi.
Adapun Ouwyang Lam diam-diam kecewa sekali karena si jelita Lee Si yang diincar-incar dan hendak dijadikan korbannya, telah dibebaskan. Ini belum apa-apa yang menjengkelkan hatinya adalah perginya Siu Bi! la mengomel, "Ah, Nio-nio terlalu curiga. Terang bahwa adik Siu Bi membawa pergi Kwa Swan Bu untuk melampiaskan dendamnya. Kita lihat saja, tak lama lagi kita akan mendengar bahwa putera Pendekar Buta kehilangan sebelah lengannya."
"Kalau tidak sudah menjadi bangkai!" "ieata pula Ang-hwa Nio-nio. "Orang gila dari Min-san Koleksi Kang Zusi253
Jaka Lola Kho Ping Hoo itu mengejar-ngejarnya. Aha, alangkah ramainya nanti di Liong-thouw-san. Tentu Raja Pedang akan terseret-seret pula. Dan selagi mereka saling cekcok memperebutkan kebenaran, kita serbu mereka. Suheng, dan Sianjin, mari kita mengunjungi Bhok Lo-suhu!"
Biarpun hatinya mendongkol, Ouwyang Lam tidak dapat bicara apa-apa lagi, hanya di dalam hatinya ia mengharapkan kembalinya Siu Bi menggabung kepada rombongan mereka yang makin kuat ini. la percaya bahwa lambat-laun dia pasti akan dapat berhasil memikat hati gadis yang mengguncangkan jantungnya itu.
Dugaan Ang-hwa Nio-nio memang tepat. Ketika terjadi tipu muslihat yang dilakukan oleh Ang-hwa Nio-nio, Siu Bi melihat dengan jelas. Akan tetap ia tidak ambil pusing, hanya mulutnya tersenyum menghina. la muak dengan cara-cara yang dikerjakan oleh Ang-hwa Nio-nio. Akan tetapi ia selalu mencari ke-sempatan untuk memuaskan nafsu hatinya sendiri, yaitu membalas kepada Kwa Swan Bu putera Pendekar Buta. Urusan orang lain ia tidak peduli, yang penting ia harus melaksanakan tugas dan sumpahnya.
Ketika orang yang dinanti-nanti, yaitu yang katanya adalah putera Raja Pedang, ketua Min-san-pai bernama Tan Kong Bu ayah Lee Si yang tertawan itu datang, ia kagum juga. Bukan main sepak terjang laki-laki tinggi besar itu. Mengingatkan ia akan kakeknya, Hek Lojin.
Akan tetapi ketika ia melihat laki-laki itu di-pancing menjauhi kuil dan melihat Ang-hwa Nio-nio menyeret Swan Bu keluar dan meninggalkannya di belakang kuil untuk membebaskan Lee Si, diam-diam ia menyelinap dan mengempit tubuh Swan Bu, terus dibawa lari cepat sekuatnya meninggalkan tempat itu. Yang lain-lain ia tidak peduli, yang penting baginya ha-nyalah Kwa Swan Bu, putera Pendekar Buta, musuh besarnya!
Siu Bi maklum bahwa Ang-hwa Nio-nio dan teman-temannya adalah orang-orang yang aniat sakti, bukan lawannya dan ia akan terpaksa menyerahkan Swan Bu kembali malah ia sendiri mungkin tak bebas daripada hukuman apabila mereka dapat menyusulnya. Oleh karena inilah maka gadis itu terus lari secepatnya, menyusup-nyusup ke dalam hutan dan tidak pernah berhenti sampai malam berganti pagi. Akhirnya ia tldak kuat lari lagi dan di dalam sebuah hutan keci ia berhenti, terengah-engah lalu melenpar tubuh Swan Bu ke atas tanah. la berdiri mengatur napas, menyusut keringat di leher dan jidatnya dengan saputangan, memandang sekilas ke arah pemuda yang terbanting ke atas tanah itu. la melihat pemuda itu bergerak perlahan, menggerak-gerakkan lengan dan kaki, agaknya sudah terbebas daripada totokan, lalu mencoba untuk bangun dan duduk.
Siu Bi kaget sekali, teringat betapa lihainya pemuda ini dan kalau sudah pulih tenaganya, tentu sukar baginya untuk mengalahkannya. Cepat ia menerjang maju, tangannya bergerak dan Swan Bu yang tahu bahwa dia diserang, tak dapat menangkis atau mengelak, karena jalan darahnya belum pulih seluruhnya. Kembali dia roboh dan tak berkutik ka-rena jalan darahnya yang membuat dia lenias telah ditotok oleh gadis galak itu. Setelah merasa yakin bahwa lawannya takkan mampu bergerak, Siu Bi yang merasa kedua kakinya berdenyut-Koleksi Kang Zusi254
Jaka Lola Kho Ping Hoo denyut linu dan lelah sekali, menjatuhkan din duduk di atas tanah berunnput, melanjutkan usahanya menghapus keringatnya.
Kemudian ia mengebut-ngebut sapu-tangan dipakai mengipasi lehernya sambil menatap wajah di depan kakinya itu. Wajah seorang pemuda yang amat tampan dan gagah, alis yang hitam tebal berbentuk golok, sepasang mata yang penuh ketabahan! Kebetulan sekali Swan Bu juga memandang kepadanya. Dua pasang mata bertemu pandang, penuh amarah, saling serang dan akhirnya Siu Bi yang menunduk lebih dulu.
"Perlu apa kau melarikan diriku ke sini tanya Swan Bu, suaranya tenang akan tetapi agak ketus.
"Perlu apa lagi" Meinbuntungi lengan kirimu untuk membalas sakit hati mendiang kakekku!"
Swan Bu terdiam, memutar otak. Namun dia tidak melihat jalan keluar untuk menolong dirinya. Gadis ini wataknya keras dan aneh, liar dan ganas. Betapapun juga, kalau gadis ini tidak menculiknya kesini mungkin jiwanya terancam bahaya. Bahaya yang mengerikan. la bukan takut mati, akan tetapi mati di tangan paman Tan Kong Bu dengan tuduh-an melakukan tindakan maksiat, berjina dengan Lee Si, sungguh merupakan kematian yang amat pahit dan penasaran. Betapapun juga, jika direnungkan benar-benar, .gadis liar ini sudah menolongnya, menolong kehormatannya, karena biarpun dia akan dibuntungi lengan kirinya, na-mun dia tidak mati dan selama dia masih hidup dia akan dapat membersihkan namanya, akan dapat membuktikan kepada pamannya, Tan Kong Bu, bahwa dia sama sekali tidaklah berbuat jina dengan puteri pamannya itu. Juga, biarpun lengannya tinggal sebuah, dia masih akan mendapat kesempatan membalas kepada Ang-hwa Nio-nio dan kawan-kawannya yang telah membuat fitnah keji terhadap dirinya dan Lee Si itu.
"Huh, wajahmu pucat! Kau takut, ya" Ngeri mengingat lengan kirimu akan buntung" Ya, akan kubuntungi lengan kirimu, biar tahu rasa, biar kau merasakan bagaimana sengsaranya kakekku setelah lengan kirinya dibuntungi ayahmu. Dan setelah kau, ayah dan ibumu akan menerima gilirannya!"
"Hemmm, kau ini bocah bermulut besar, sombong dan tak tahu malu. Mem-buntungi lenganku saja kalau tidak secara pengecut, tidak akan becus kaulakukan. Macam kau hendak membuntungi lengan ayah ibuku" Hah, cacing tanah pun akan terbahak geli rnendengar kata-katamu tadi!"
Tadinya Siu Bi mengira bahwa Swan Bu merasa ngeri dan ketakutan. Hatinya sudah merasa girang karena ia mendapat kesempatan untuk mengejek. Kiranya sekarang malah ucapan pemuda itu ba-gaikan api membakar dadanya, membuat ia melompat bangun, berdiri dengan mata mendelik, muka berwarna merah padam, hidungnya kembang-kempis.
Koleksi Kang Zusi255
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Nah, marahlah! Hayo, keluarkan ke-s gagahanmu, marah sekuatmu kemudian coba kaubebaskan aku kalau berani! Ka-lau aku bebas, boleh kaucoba untuk mem-buntungi lenganku, hendak kulihat kau becus atau tidak. Hemmm, biar kau memegang pedang setan hitam itu, aku bertangan kosong saja menghadapimu bukan lenganku yang buntung, melainkan..... hemmm hidungmu yang kembang-kempis itu yang akan kucabut copot dari mukamu!"
Dapat dibayangkan betapa memuncak kemarahan Siu Bi mendengar ejekan yang dianggapnya penghinaan hebat ini. la membanting-banting kakinya dan hampir menangis ketika pedangnya berkelebatan di depan muka Swan Bu dan tangannya menuding-nuding, bibirnya komat-kaniit meneriakkan maki-makian yang tidak keluar dari mulut.
"Kau..... kau setan, kau..... kau..... manusia sombong. Hihhh, lehermu yang akan kubuntungi, bukan lenganmu. Dengar" Lehermu akan kupenggal dengan pedang ini!"
Namun Swan Bu adalah putera tung-gal Kwa Kun Hong, seorang yang biarpun masih muda namun memiliki dasar satria yang tidak takut mati. Selain ini dia pun keras hati dan tidak sudi tunduk jika merasa dirinya benar. Mendengar ancaman dan melihat pedang berkelebatan di dekat lehernya itu, dia malah tertawa, tertawa nyaring.
"He"!" Siu Bi menahari gerakan pedangnya dan memandang heran. Memang sama sekali ia tidak mengira, orang yang sudah hampir dipenggal lehernya dapat tertawa segembira itu!
"Wah, kau sudah miring otak, ya" Kau sudah menjadi gila saking takut, ya?"
"Perempuan liar, kaulah yang gila. KSM boleh mengeluarkan serifau ancaman, seperti kebiasaan setan-setan dan iblis, akan tetapi seorang gagah tidak takut mati. Aku paling ngeri kalau menjadi pengecut, lebih baik mati daripada men-jadi pengecut macam kau ini.
Berani menjual lagak hanya kepada orang yang sudah tidak mampu melawan. Huh, beri aku kesempatan untuk melawanmu, baru kau tahu rasa, baru akan terbuka matamu bahwa kau harus belajar lima puluh tahun lagi sampai menjadi nenek-nenek kempot keriput baru boleh menandingi aku! Mau bunuh, hayo bunuhlah. Sabetkan pedangmu dengan tanganmu yang curang itu ke leherku, siapa takut?"
Siu Bi tertegun. Kali ini bukan karena marahnya melainkan karena heran dan kagumnya.
Belum pernah selama hidupnya ia melihat orang begini tabah, begini tenang dan penuh keberanian menghadapi kematian. Hampir ia tidak dapat percaya. Mungkin hanya aksi belaka, pikirnya. Kalau sudah diberi rasa sakit, tentu akan menguik-nguik minta arnpun seperti anjing dipecuti.
"Kau betul tidak takut mampus" Nah, rasakan ini!" Pedangnya digerakkan, perlahan-lahan ke arah leher Swan Bu sambil menatap tajam wajah tampan itu. la melihat betapa wajah itu tetap tenang, sepasang mata tajam itu memandang pe-nuh tantangan, berkedip pun tidak, Koleksi Kang Zusi256
Jaka Lola Kho Ping Hoo sam-pai ujung pedangnya menggores kulit pundak yang telanjang itu dan kulit pecah darah merah mengucur. Namut wajah itu tetap tenang, bibir itu cetap dalam senyum mengejek dan mata menantang, berkedip pun tidak! Bukan main!
"Hayo, kenapa berhenti" Bukai aku yang takut mampus, kaulah yang takut melanjutkan perbuatanmu yang curang dan pengecut!"
Pucat wajah Siu Bi mendengar ini. "Setan kau!" Pedangnya kembali diangkat dan kini agak cepat menyambar. "Crattt!" Pedang, itu menancap pada pundak beberapa senti meter saja dalamnya karena segera ditahannya, ketika dicabut, darah mengucur banyak. Tapi tetap saja wajah Swan Bu tidak berubah, matanya tidak berkedip, senyumnya makin mengejek.
"Nah, kembali kau tidak berani. Me-laWanku dengan pedang kuganda tangan kosong pun tidak berani. Huh, kau pengecut kepalang tanggung!"
Siu Bi menggigit bibirnya. "Sombong! Kaukira aku tidak tahu akan akal bulus-mu" Kau sengaja memanas-manasi hati-ku, sengaja membakarku agar aku menjadi panas hati dan membebaskannriu. Huh, siapa yang tidak tahu bahwa kau lihai dan kalau dibanding aku takkan menang" Tapi jangan kira aku sebodoh itu, aku tidak dapat kaupancing! Padahal kalau betul-betul kau bertangan kosong melawan aku bersenjata pedang, dalam belasan jurus saja kau pasti akan roboh.
Kau sengaja membuka mulut besar, kalau sudah kubebaskan dari totokan, kau tentu melarikan diri dan aku tidak dapat mengejarmu, sampai kau mendapatkan senjata dan melawanku. Bukankah begitu akalmu, Bulus?"
Diam-diam Swan Bu mengeluh. Cerdik betul bocah ini. Tidak ada gunanya me-nipu gadis seperti ini. Akan tetapi memang ucapannya tadi bukan semata-mata hendak mengejek dan memancing agar dibebaskan, melainkan betul-betul keluar dari perasaannya yang penasaran dan marah.
"Bocah tak perlu menjual lagak. Kau pintar atau goblok bukan urusanku, yang terang kau pengecut. Aku seorang laki-laki sejati, ayahku Pendekar Buta ter-kenal di kolong jagat sebagai seorang pendekar besar. Menyelamatkan diri de-ngan jalan menipu, apalagi menipu seorang bocah masih ingusan inacam eng-kau, bukanlah perbuatan orang gagah. Kau mau melihat bukti bahwa aku dapat mengalahkan engkau yang berpedang dengan tangan kosong" Bebaskan aku, akan kubuktikan. Aku tidak akan lari, kalau sudah membuktikan omonganku, boleh kautawan aku lagi, aku takkan melawan."
"Huh, siapa percaya omonganmu?" Siu Bi mencibirkan bibirnya yang merah dan Swan Bu mengerutkan alisnya. Terlalu cantik manis dara liar ini kalau sudah menjebi seperti itu.
Koleksi Kang Zusi257
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Percaya atau tidak terserah, aku pun tidak akan memaksa kau percaya. Akan tetapi yang jelas, kau berani melawan aku bertangan kosong?"
Siu Bi duduk termenung, tanpa ia sadari jari-jari tangan kirinya bergerak-gerak dan ujungnya memukul-mukul pahanya sendiri. la penasaran sekali. la tahu bahwa ilmu pedang pemuda ini hebat sekali, tadi malam ia sudah menyaksikannya. Akan tetapi kalau bertangan kosong melawan ia berpedang" Ah, tidak mung-kin ia akan kalah! Pula, kalau membuntungi lengannya dalam keadaan tertotok seperti ini, benar-benar sukar baginya untuk melakukannya. Lebih baik bebaskan dia dan tantang berkelahi, dalam kesempatan itu ia akan membuntungi le-ngannya. Dengan begitu barulah perbuatan gagah.
"Kau tidak akan lari?"
"Kata-kata lari tidak terdapat dalam kamus hatiku."
"Berani sumpah?"
Hampir Swan Bu tertawa. Gadis ini aneh, liar, akan tetapi juga lucu.
"Ucapan yang keluar dari mulut orang gagah dengan sendirinya sudah merupakan sumpah yang lebih berhargai daripada nyawa."
"Baik, kau kubebaskan dan kaulawanlah pedangku dengan tangan kosong. Ka-lau kau melaqkan diri, tidak ape, aku akan menganggap kau seorang yang paling curang dan pengecut di seluruh per-mukaan bumi ini." Sebelum pemuda itu sempat menjawab yang menyakitkan hati, Stu Bi sudah me-.erjang maju, tangan kirinya menotok dan terbebaslah Swan Bu. Pemuda ini bergerak dan bangkit berdiri, kaki tangannya kesemutan dan masih kaku-kaku. la menggerak-gerakkan lengan dan kakinya sampai jalan darahnya pulih kembali sambil mengatur napas mengerahkan sinkang. Terasa hawa panas mengelilingi seluruh bagian tubuhnya dan beberapa detik kemudian dia sudah segar kembali. Inilah cara memulihkan jalan darah dan tenaga warisan ajaran ayah-nya. la melirik ke arah pundaknya di mana terdapat guratan dan tikaman pe-dang. Lukanya tidak berbahaya, akan tetapi terasa perih dan darahnya cukup banyak. Swan Bu menggerakkan jari tangan menekan pinggir luka, darahnya berhenti dan dia menghadapi Siu Bi de-ngan senyum mengejek tak pernah me-ninggalkan bibirnya.
"Kalau kau betul jantan, lawanlah pedangku. Awas pedang!" Siu Bi segera menerjang dengan kecepatan kilat. la sudah maklum bahwa . putera Pendekar Buta ini benar-benar lihai, maka begitu menerjang ia sudah menggunakan jurus yang berbahaya sambil membarengi dengan pukulan Hek-in-kang dari tangan kirinya.
Biarpun baru segebrakan saja Swan Bu pernah melawan Siu Bi, namun dia tahu bahwa gadis itu selain menuliki ilmu pedang yang aneh dan amat ganas, juga tangan kirinya Koleksi Kang Zusi258
Jaka Lola Kho Ping Hoo mengandung hawa pukulan yang keji, hawa pukulan beracun yang mengeluarkan uap hitam.
Oleh karena inilah maka serta merta dia mengguna? kan ilmu langkah ajaib Kim-tiauw-kun dan mainkan jurus-jurus Im-yang-sin-hoat yang sukar dicari tandingnya itu. Tubuh-nya bergerak aneh, kadang-kadang terhuyung, kadang-kadang jongkok, berdiri miring, membungkuk dan berloncatan, seperti itailkan orang main silat.
Melihat gerakan ini, hampir saja Siu Bi tak dapat menahan seruan heran dari mulutnya. la mengenal gerakan ini. Pernah ia dibikin tidak berdaya oleh gerakan-gerakan seperti ini, yang dimainkan oleh Yo Wan! Malah ia pernah, sebelum berpisah dari Yo Wan secara menyedihkhn, minta supaya Yo Wan mengajarkan ilmu langkah ajaib itu karena dengan ilmu langkah itu saja ia pernah dibikin tidak berdaya. Dan sekarang, pemuda ini menggunakan ilmu langkah itu! Saking kaget dan herannya, penyerangannya berhenti.
"He, kenapa berhenti" Kau takut?" Swan Bu mengejek.
"Takut hidungmu! Aku hanya heran..... apa engkau kenal orang yang bernama Yo Wan Si Jaka Lola?" Swan Bu tertegun. Gadis aneh, ada-ada saja pertanyaannya dan aneh-aneh tak terduga-duga pula.
"Yo Wan" Tentu saja kenal, dia itu suhengku, murid ayahku. Mau apa kau sebut-sebut dia?"
Mampus kau! Hampir saja di depan Swan Bu ia mengeluarkan ucapan ini, dan betapa herannya Swan Bu ketika melihat tiba-tiba gadis itu menampar kepalanya sendiri
"Eh,apa kau gila?"
Siu Bi tidak mendengar pertanyaan ini, piklrannya berputaran tujuh keliling. Siapa kira siapa duga, Yo Wan itu malah murid Pendekar Buta! Dan ia sudah mengajak Yo Wan bersekongkol membantu-nya melawan Pendekar Buta! Anehnya, mengapa Yo Wan mau saja" Dan pemuda yatim piatu itu baru marah dan meninggalkannya setelah mengetahui bahwa ia adalah puteri tiri The Sun yang katanya membunuh ibunya" Wah, wah, kalau Yo Wan itu murid Pendekar Buta, celaka dua belas. Sampai mati pun mana mung-kin ia menang melawan Pendekar Buta" Tapi, ia sudah menantang pemuda ini, harus dapat memenangkannya, kalau U-dak, lagi-lagi ia akan menderita malu.
"Bagainnana kau mengenal suhengku itu" Di mana dia?"
"Aku tidak kenal dia! Kau makanlah pedangku ini!" Siu Bi menerjang lagi, kini gerakannya lebih dahsyat lagi karena ia telah mengeluarkan jurus yang paling lihai setelah maklum bahwa pemuda ini adalah adik seperguruan Yo Wan dan karenanya tentu memiliki ilmu yang sakti seperti Yo Wan pula sehingga ia khawatir kalau-kalau ia akan kalah, biarpun hanya dilawan dengan tangan kosong.
Koleksi Kang Zusi259
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu cepat mengelak dan di lain saat mereka telah bertempur lagi dengan seru. Sebentar saja puluhan jurus telah lewat dan sama sekali Siu Bi belum da-pat mendesak lawannya, sungguhpun bagi Swan Bu juga tidak mudah untuk menga-lahkan gadis yang gesit dan memiliki ilmu kepandaian tinggi dan luar biasa itu. Kalau saja dia berpedang, agaknya tidak akan begitu sukar baginya untuk menundukkan Siu Bi. Dengan nmu Pedang Im-yang-sin-kiam, kiranya dia akan dapat mengalahkannya. Betapapun juga, kekerasan hatinya tidak mengijinkan Swan Bu untuk mengalah terhadap gadis liar yang hendak membuntungi lengannya ini.
Pada saat pertempuran sedang ber-jalan seru, tiba-tiba terdengar teriakan orang, "Ini dia!
Mari bantu nona The! Serang dan bunuh dia!!" Jarum-jarum halus menyambar ke arah Swan Bu ketika tiga orang yang baru muncul ini menggerakkan tangan mereka, kemudian menyusul serangan senjata halus itu mereka menerjang maju dengan golok, menyerang Swan Bu dengan hebat. Mereka ini bukan lain adalah tiga orang anggauta Ang-hwa-pai yang tentu saja tidak tahu akan tipu muslihat Ang-hwa Nio-nio ka-rena hal itu memang dirahasiakan sehingga setahu rnereka hanya bahwa pemuda putera Pendekar Buta yang tertawan itu telah berhasil lolos. Kini melihat pemuda itu bertanding melawan Siu Bi, tentu saja mereka segera membantu karena mereka maklum bahwa nona The Siu Bi adalah
"keponakan" ketua mereka.
Pada saat mereka menyerang dengan jarum-jarum halus itu, Siu Bi sedang mengurung Swan Bu dengan sinar pedang dan pukulan Hek-in-kang. Swan Bu sibuk menghadapi serangan dahsyat ini, maka alangkah kagetnya ketika dia merasa adanya sambaran angin halus dari sebelah belakang. Cepat dia menggunakan tangan kirinya menyampok sanibil mengerahkan sinkang sehingga angin pukulannya menyambar ke belakang. Namun, di antara jarum-jarum halus yang dapat dia sampok runtuh itu terdapat sebatang yang menyelinap dan menancap pada pundak kanannya. Swan Bu merasa pundaknya kaku dan gatal-gatal, maka tahulah dia bahwa dia telah menjadi korban senjata rahasia halus yang beracun! Namun dengan nekat dia lalu melawan, cepat menghindar dari sambaran tiga batang golok dan pada saat tubuhnya miring itu kakinya melayang dan seorang pengeroyok roboh dengan tulang iga patah!
Sementara itu, Siu Bi juga marah sekali melihat munculnya tiga orang Ang-hwa-pai yang tanpa diminta telah lancang turun tangan membantunya. Ia berseru keras, "Cacing busuk, siapa butuh bantuan kalian" Mundur!"
Akan tetapi dua orang Ang-hwa-pai ketika melihat seorang teman mereka roboh, mana mau mundur. Yang memerintah mereka kali ini bukanlah seorang pemimpin Ang-hwa-pai, tentu saja mereka tidak peduli dan terus menerjang Swan Bu dengan hebat.
"Trang-trang.....!!" Golok di tahgan mereka terpental dan sebelum mereka dapat mengelak, Koleksi Kang Zusi260
Jaka Lola Kho Ping Hoo mereka telah roboh dengan pangkal lengan dan paha pecah kulit dan dagingnya dimakan pedang Siu Bi! Mereka begitu kaget sehingga mudah roboh karena sama sekali tidak pernah mengira bahwa mereka akan diserang oleh gadis itu.
"Lancang!" Dia memaki lagi dan kini pedangnya bergulung-gulung menyambar ke arah Swan Bu yang cepat menjatuhkan diri ke samping, lalu berguling-an menyelamatkan diri. Ketika Siu Bi mendesak, pemuda ini sudah berhasil melompat berdiri dan kembali mereka bertanding hebat. Adapun tiga orang Ang-hwa-pai itu, setelah dapat merangkak bangun, segera pergi dari situ terpincang-pincang. Dua orang yang terluka pedang Siu Bi, dengan susah payah dan sedapat mungkin menggotong temannya yang masih pingsan karena tendangan Swan Bu mematahkan sedikitnya dua bu-ah tulang iganya. Mereka bergegas pergi untuk mencari bala bantuan.
Kini perlawanan Swan Bu tidak se-gesit tadi. Pemuda ini tentu saja tidak sudi memperlihatkan kelemahan, tidak sudi mengaku bahwa dia telah terluka oleh jarum beracun. la melakukan per-lawanan sedapat mungkin biarpun kini lengan kanannya setengah lumpuh. Diam-diam Siu Bi amat kagum. Benar-benar hebat pemuda ini dan seperti yang ia khawatirkan, sama sekali ia tidak mampu merobohkannya. Padahal pemuda ini bertangan kosong dan ia memegang Cui-beng-kiam dan malah menggunakan Hek-inkang. Bukan main! Di dalam hatinya, Siu Bi merasa sayang sekali mengapa pemuda sehebat ini ditakdirkan menjaci putera musuh besar kakeknya yang haris ia buntungi lengannya.
Kalau saja tidak demikian halnya, alangkah akan senangnya mempunyai seorang sahabat seperti dia ini, sebagai pengganti Yo Wan yang sekarang sudah memusuhinya karena perbuatan ayah tirinya.
Siu Bi diam-diam merasa menyesal bukan main. Mau rasanya ia menangis, apalagi ditambah kejengkelan hatinya bahwa begitu lama ia masih juga belum berhasil mengalahkan dan membuntungi lengan Swan Bu. Akan tetapi tiba-tiba Swan Bu mengeluh, terhuyung-huyung ke belakang lalu jatuh terduduk. Siu Bi me-nahan pedangnya, kaget dan terheran-heran.
Terang bahwa bukan dia yang merobohkan pemuda itu. Baru saja pe-muda itu menangkis pukulannya yang dilakukan dengan pengerahan tenaga Hek-in-kang di tangan kiri. Swan Bu tak da-pat mengelak dan terpaksa menangkis dengan tangan kanan. Dalam pertemuan tenaga ini, Siu Bi merasa betapa lengan kirinya tergetar hebat. Makin kagum ia karena jarang ada orang dapat menangkis tenaga Hek-in-kang sedemikian rupa sampai dia tergetar ke belakang. Dan sehabis menangkis itulah, ketika ia me-nerjang lagi dengan pedangnya, Swan Bu rnengelak lalu terhuyung-huyung ke bela-kang dan jatuh terduduk, meringis me-nahan sakit sambil menekan pundak kanannya.
Siu Bi melangkah maju, mernandang ^penuh perhatian. Dilihatnya kulit pundak kanan yang putih itu ternoda bintik me-rah membengkak. "Kau terluka Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah)!" serunya di luar kesadarannya.
Koleksi Kang Zusi261
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu mengangguk lesu. "Tiga orang tadi....."
"Kalau tidak segera dikeluarkan, kau akan mati....."
"Lebih baik begitu, 'jadi kau tidak usah bersusah-Davah lagi....."
Siu Bi maju lagi dan berlutut. "Tidak boleh mati! Kalau mati aku takkan dapat melaksanakan sumpahku. Jangan bergerak, biar kukeluarkan Jarum itu! Siu Bi memegang pedangnya dekat ujung, lalu dengan hati-hati ia merobek kulit di pundak itu, Swan Bu menggigit bibir menahan sakit, jantungnya berdebar ketika dia melihat wajah Siu Bi hanya beberapa senti saja jauhnya dari pipi kanannya. Jelas dia melihat kulit muka yang putih halus, dengan rambut hitam dari sinom rambut kacau terurai di jidat dan melingkar indah di depan telinga.
Melihat bibir yang basah itu bergerak dan saling himpit dalam ketekunan usaha membelek dan mengeluarkan jarum dari pundaknya, hidung yang kecil mancung itu menyedot dan mengeluarkan napas panas halus yang membelai leher dan pipinya, mata seperti bintang itu tanpa berkedip menuntun jari-jari tangan halus bekerja. Ahhh, wajah seperti ini pantasnya dimiliki dewi kahyangan, bukan iblis betina yang kejam.
Akhirnya Siu Bi berhasil menjepit keluar jarum halus itu dari dalain pundak Swan Bu.
Dibuangnya jarum itu sambil berkata, "Nah, sudah keluar sekarang. Akan tetapi racunnya tentu telah mengotori darah, sebaiknya kau mendorong-nya keluar dengan sinkang.
Tentu saja sebagai putera Pendekar Buta, Swan Bu maklum akan hal ini, malah andaikata tadi Siu Bi tidak me-ngeluarkan jarum itu dengan jalan mem-bedah kulit dan daging pundak, dia sendiri pun sanggup nielakukannya. Kini dia duduk bersila dan meramkan mata, mengerahkan sinkang, tidak saja untuk mem-bersihkan darah dan roendorong racun merah keluar melalui luka, akan tetapi sebagian besar lagi untuk menenteramkan jantungnya yang bergolak tidak karuan tadi. Gangguan ini membuat usahanya kacau karena sukar baginya untuk mengerahkan panca indera. Yang terbayang adalah wajah Siu Bi, sinom rambut, bibir, hidung mancung, mata bintang, dan na-pas hangat halus yang membelai leher dan pipinya!
Siu Bi mengerutkan kening. Celaka, pikirnya. Kenapa belum juga keluar darah yang teracun dari luka" Apakah pemuda yang memiliki ilmu silat sehebat ini sudah begini lemah sinkangnya oleh racun jarum merah itu" la menjadi tidak sabar lagi dan tanpa berkata sesuatu Siu Bi mengulurkan tangan kirinya, menempelkan telapak tangannya yang halus itu kepada dada kanan Swan Bu dan me-nyalurkan sinkang untuk membantu pe-muda itu mendorong keluar racun jarum merah!
Merasa betapa telapak tangan itu mengeluarkan hawa panas di dadanya, Swan Bu membuka mata memandang heran, akan tetapi segera ditutupnya kembali kedua matanya. Jantungnya ma-kin berdebar, usahanya mengumpulkan panca indera makin kacau-balau. Gadis itu Koleksi Kang Zusi262
Jaka Lola Kho Ping Hoo duduk begitu dekat di depannya! Tangan yang halus itu serasa membakar kulit dadanya!
Kemudian dia merasa betapa hawa panas yang keluar dari telapak tangan halus itu menyusup ke dalam tubuhnya, makin lama makin panas dan seakan-akan hendak membakar jantung. Swan Bu kaget dan bergidik. Kira-nya gadis yang berwajah dewi kahyangan ini benar-benar seorang iblis betina dan agaknya malah hendak membunuhnya dengan penyaluran sinkang. Cepat dia mengumpulkan tenaganya dan mengerah-kan sinkang ke arah dada dan pundak kanan untuk menjaga diri. Tiba-tiba Siu Bi membuka kedua matanya yang tadi dipejamkan, memandang heran dan kaget. Mereka berdua merasa betapa tenaga sinkang mereka berhantaman hebat. Dua pasang mata beradu, mengeluarkan sinar berapi. Tiba-tiba Siu Bi menjerit perlahan, badannya terasa terbakar. Swan Bu bergoyang-goyang badannya lalu keduanya roboh terguling. Pingsan!
Apa yang terjadi" Kiranya tanpa me-reka sadari, kedua orang muda ini telah mencelakakan diri sendiri. Dalain usaha-nya membantu Swan Bu mengusir racun merah, Siu Bi telah mengerahkan sin-kangnya, disalurkan ke dalam dada dan pundak Swan Bu karena mengira bahwa pemuda itu kurang kuat untuk mengusir racun. Sama sekali ia tidak tahu bahwa dasar pelajaran yang ia dapat dari ka-keknya dahulu sama sekali berlawanan dengan dasar pelajaran yang dimiliki Swan Bu. Oleh karena ini, hasil kekuatan di dalam tubuhnya, yaitu hawa sakti yang dimilikinya, juga berlawanan dengan sinkang dari Swan Bu. Maka ketika ia menyalurkan sinkang ke dalam tubuh Swah Bu, ia sama sekali bukan membantu, malah merusak dan mengacau pe-nyaluran sinkang pemuda itu, sehingga tanpa ia sadari kekuatan mujijat dari Hek-in-kang malah menyerang pemuda itu secara hebat. Inilah yang menyebabkan Swan Bu terkejut dan bahaya maut yang mengancamnya ini membuat kekacauan perasaannya yang terganggu oleh kecantikan gadis itu segera lenyap dan cepat dia mengerahkan tenaga dalam untuk menolak bahaya itu. Akibatnya? dua macam hawa sakti yang berlawanan sifatnya, bertemu dan beradu dengan he-batnya. Siu Bi kalah kuat, pada dasarnya memang ia kalah setingkat. Pertemuan tenaga sinkang itu membuat tenaganya membalik dan menghantam diri sendiri.
Sebaliknya Swan Bu yarig lebih dulu menerinria serangan, tidak terluput daripada luka dalam, sehingga keduanya roboh berbareng dalam keadaan pingsan dan terluka hebat di sebelah dalam tubuh!
Ketika Swan Bu tersadar karena kaget mendengar jerit halus, dia membuka matanya.
Tadinya dia serasa mimpi, mimpi sedang tenggelam di antara ombak besar yang hendak menelan dirinya ber-sama Siu Bi. la berhasil memeluk gadis itu dan dalam menghadapi maut ditelan ombak, dia merasai kenikmatan yang luar biasa, merasai kebahagian karena gadis itu berada dalam pelukannya. Kemudian Siu Bi meronta, mengambil pedang dan membacok lengannya! Swan Bu marah dan memukulkan tangannya yang tidak buntung ke dada Siu Bi sehingga gadis itu menjerit dan lenyap ditelan ombak.
Agaknya jeritan inilah yang menyadarkannya. Dengan napas terengah-engah Swan Bu membuka matanya. Tubuhnya serasa lemas tak bertenaga. Sejenak dia bingung, akan tetapi Koleksi Kang Zusi263
Jaka Lola Kho Ping Hoo segera dia teringat akan segala yang terjadi. la roboh berbareng dengan Siu Bi, di tengah hutan. Akan tetapi sekarang dia tidak berada di hutan lagi, melainkan di dalam sebuah ruangan yang amat kasar, ruangan sebuah gua yang kotor dan lembab. Dan di sudut sana, dekat dinding batu gua, dia melihat Siu Bi rebah telentang, mata gadis itu membelalak ketakutan, bajunya bagian atas robek dekat pundak kiri. Yang membuat Swan Bu terkejut adalah mahluk yang berdiri dekat Siu Bi. Mahluk mengerikan, bentuknya setengah manusia setengah monyet. Atau mungkin juga manusia hutan atau manusia gila. la seorang laki-laki, sukar menaksir usianya, akan tetapi jelas tidak muda lagi. Bertelanjang, kecuali sehelai cawat dari kulit harimau. Tubuhnya yang tinggi tam-pak pendek karena agak bongkok, kedua tangan dan kakinya berbulu. Rambutnya riap-riapan, matanya merah.
"Heh-heh-heh..... hah-hah-hah..;.. cantik..... muda....." terdengar dia bicara, suaranya parau dan kata-katanya kurang jelas. Tangan yang lengannya berbulu itu meraih ke bawah, mencengkeram baju Siu Bi yang sudah robek, sekali tarik terdengar kain robek dan tampaklah baju dalam berwarna merah muda.
Siu Bi menjerit. Heran, pikir Swan Bu. Suara gadis itu sekarang menjadi lirih dan gerakannya begitu lemah. Ter-ingatlah dia. Tentu Siu Bi juga terluka parah, seperti dia. Siu Bi berusaha untuk melompat bangun, namun ia roboh lagi dan mengeluh, "Jangan..... bunuh saja.....
bunuh aku....."
"He-he-he, Sayang! Kau jadi isteriku, cocok, heh-heh-heh!"
"Bedebah! Binatang! Aku tidak sudi..... kaubunuh saja aku.....!" Dalam kelemahannya, Siu Bi masih galak dan meinaki kalang-kabut.'
"Ha-hah-hah, kau perempuan, tidak ada yang punya. Aku laki-laki, aku pun belum punya isteri..... apa salahnya" Kau jadi isteriku..... hah-hah-hah, dan dia itu Jadi bujang kita....."
"He, tunggu dulu!" Swan Bu melompat, akan tetapi seperti juga Siu Bi tadi, dia jatuh terduduk dan mengeluh. Dadanya terasa sakit dan maklumlah dia bahwa pertemuan tenaga dalam tadi telah melukai isi dadanya, luka yang cukup parah. la tahu bahwa hal itu akan membuat dia kehilangan tenaga dalamnya untuk sementara. Mungkin beberapa hari lamanya, sebelum pulih kenibali kesehatannya. Agaknya juga demikian halnya dengan biu Bi. Dalam beberapa hari lamanya, mereka berdua akan menjadi orang-orang lemah, tak mungkin dapat menolong diri sendiri, dan orang liar itu kelihatannya kuat sekali.
Pendekar Pengejar Nyawa 12 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Sarang Perjudian 2
Swan Bu tidak membuang banyak waktu lagi. Jalur-jalur merah pada leher itu jelas tampak, tanda korban pukulan Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah). la menghampiri, berlutut dan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah kanannya untuk menotok dua kali pada pundak kanan kiri, kemudian sekali dia menekan punggung dan mengurutnya ke bawah sambil mengerahkan tenaga, kakek itu terbatuk dan muntahkan segumpal darah merah yang sudah mengental, sebesar kepala ayam!
Dua orang pengemis yang menggotong tadi kaget sekali dan mereka melompat maju, malah sudah mengepal tinju siap untuk menerjang Swan Bu, "Kau..... kau membunuh Susiok (Paman Guru).....!" bentak seorang di antara mereka sambil menubruk maju dan memukul.
Swan Bu yang maklum bahwa orang ini salah duga, tidak mempedulikannya, tubuhnya yang masih berjongkok itu bergerak sedikit dan..... penyerangnya terlempar ke depan, melalui atas pundaknya dan langsung terbanting ke alr sungai sehingga air muncrat tinggi dan orang itu gelagapan sambil berenang ke pinggir. Kawannya hendak menyerang, akan tetapi tiba-tiba kakek yang sakit tadi membentak,
"Goblok! Apa mata kalian sudah buta."
Si pengemis ke dua tidak jadi menyerang, dan pengemis pertama yang sudah berhasil Koleksi Kang Zusi227
Jaka Lola Kho Ping Hoo berenang ke pinggir, kini memandang dengan heran, juga girang. Kiranya kakek pengemis yang tadinya sudah empas-empis napasnya, sekarang sudah bangkit duduk, malah dengan perlahan lalu bangun berdiri dan menjura ke depan Swan Bu!
"Orang muda yang gagah perkasa, kau telah menolong nyawa seorang pengemis tua bangka yang tiada gunanya. Sicu, bolehkah aku mengetahui namamu?"
"Lopek, tak usah banyak sungkan. Bukankah Lopek bertiga ini orang-orang Hwa-i-kai-pang?"
Pertanyaan Swan Bu ini disambut biasa saja oleh tiga orang kakek itu karena memang Hwa-i-kai-pang bukan perkumpulan yang tidak terkerial, apalagl mudah saja diketahui dari pakaian mereka. Kakek itu mengangguk dan menjawab,
"Tidak keliru dugaanmu, Sicu. Aku adalah kakek Toan-kiam Lo-kai (Pengemis Tua Pedang Pendek), sebuah julukan yang kosong melompong, dan dua orang ini adalah murid-murid keponakanku. Sicu masih begini muda sudah luas pandangan-nya, sekali pandang tahu akan bekas pukulan Ang-see-ciang, siapakah nama Sicu yang mulia dan dari perguruan mana".
"Lopek, mari kita bicara di tempat yang enak," kata Swan Bu sambil mengerling ke arah orang-orang yang banyak berkumpul karena tertarik oleh kejadian ini. Toan-kiam Lo-kai dapat menangkap isyarat ini, dia lalu meng-gerakkan kedua lengannya ke arah orang-orang di situ sambil berkata, "Saudara-saudara harap sudi meninggalkan kami agar kami dapat bicara leluasa."
Heran, orang-orang itu segera pergi tanpa banyak membantah lagi. Hal ini membuktikan kepada Swan Bu bahwa daerah ini agaknya Hwa-i-kai-pang bukan tidak mempunyai pengaruh. Setelah semua orang pergi, Swan Bu berkata,
"Lopek, ketahuilah bahwa aku she Kwa bernama Swan Bu, dari Liong-thouw-san ...".
Serta merta kakek itu bersama dua orang murid keponakannya lalu rnenjatuhkan diri berlutut di depan Swan Bu! "Ah, kiranya Siauw-hiap (Pendekar Muda) yang telah menolong saya! Ah, sungguh suatu kebetulan yang membesarkan hati. Bagaimana kabarnya dengan Taihiap berdua di Liong-thouw-san?"
"Ayah dan ibuku baik-baik saja, terima kasih."
"Kiranya putera ketua kehormatan kita!" Kakek itu hampir bersorak kegirangan. "Kalau begitu tidak heran kalau sekali pandang saja sudah tahu akan luka pukulan Ang-see-ciang!
Wah, Siauwhiap tentu telah mewarisi ilmu kepandaian yang sakti dari Taihiap, ilmu silai dan Koleksi Kang Zusi228
Jaka Lola Kho Ping Hoo ilmu pengobatan!"
"Ah, aku yang muda dan hijau mana mampu mewarisi semua kepandaian ayah. Sudahlah, tidak ada gunanya segala puji-memuji ini. Lopek, lebih baik sekarang kauceritakan kepadaku, mengapa kau sampai terluka hebat oleh pukulan Ang-see-ciang dan siapakah pemukulmu, apa pula sebab-sebabnya?"
Toan-kiam Lo-kai menarik napas panjang. "Siauwhiap, perubahan besar telah terjadi pada Hwa-i-kai-pang semenjak suhu Hwa-i Lo-kai meninggal dunia. Apa-lagi setelah Kwa-taihiap diketahui tak pernah turun dari puncak Liong-thouw-san. Hwa-i-kai-pang tidak dipandang ma-ta lagi orang-orang kang-ouw. Tentu kau telah mendengar dari ayahmu bahwa sudah sejak dahulu, perkumpulan Hwa-i-kai-pang bukan perkumpulan pengemis biasa saja. Di samping itu para anggautanya memiliki tugas untuk menolong kaum lemah yang tertindas, bahkan ikut pula menjaga keamanan kota daripada gangguan para penjahat.
Akan tetapi, dengan datangnya pembesar dari kota raja yang bertugas mengumpulkan tenaga suka rela untuk membangun terusan dan tembok besar atas perintah kaisar, banyak anak buah Hwa-i-kai-pang ditangkapi dan dipaksa menjadi sukarelawan. Orang-orang biasa, terutama yang kaya, dibebaskan asal bisa membayar uang tebusan. Bu- a kankah ini menggemaskan?"
"Hemmm, pembesar macam itu sepatutnya diberi hajaran!" kata Swan Bu.
"Itulah! Kami sudah berusaha memberi peringatan kepada Lo-ciangkun (komandan Lo) yang memimpin pengerahan bantuan itu, akan tetapi kami malah dianggap memberontak terhadap perintah kaisar! Karena percekcokan ini, terjadilah keributan dan pertengkaran yang berekor pertempuran."
"Ah, kalau begitu keliru juga, Lopek. Tak baik melawan dengan kekerasan, hal itu bisa menimbulkan kesan Hwa-i-kai-pang memberontak."
Kakek itu mengangguk-angguk.,"Memang betul, akan tetapi kami pun harus membela anak buali kami yang sudah ditahan dan dipaksa, membebaskan pula orang-orang muda miskin yang tidak mampu membayar uang tebusan dan ditahan juga. Mereka itu, untuk memberi rnakan keluarga sudah setengah mati setelah mereka ditangkap dan dibawa pergi untuk kerja paksa yang disebut suka rela itu, keluarganya tentu akan mati kelaparan!'
"Akan tetapi kita bisa mengambil cara lain, misalnya menemui komandan itu secara langsung."
"Sudah kulakukan dan hasilnya aku terluka parah inilah, Siauwhiap. Komandan itu dibantu oleh seorang iblis wanita yang lihai sekali, seorang pendatang baru dari barat. Kabarnya karena munculnya wanita itu maka para pembesar di daerah ini amat berubah, berani Koleksi Kang Zusi229
Jaka Lola Kho Ping Hoo berlaku sewenang-wenang. Orang-orang gagah yang mencoba menantangnya, semua tewas atau roboh oleh Ang-jiu Toa-nio, iblis wanita itu. Karena ingin menyingkirkan biang keladi penyalahgunaan kekuasaan mengandalkan orang kuat itu, aku sengaja mendatangi Ang-jiu Toa-nio dan kesudahannya aku terluka....."
Sudah bergolak darah Swan Bu mendengar ini, akan tetapi dia pun terheran mengapa seorang wanita tua, seorang tokoh kang-ouw, membantu pembesar she Lo itu. "Lopek, mari antarkan aku pergi menemui Lo-ciangkun itu. Biarkai aku bicara dengannya, kalau dia masih bertindak sewenang-wenang dan hendak mengandalkan Ang-jiu Toa-nio, biar aku akan coba-coba menghadapinya."
Girang hati kakek itu. "Akan tetapi, harap kau suka berhati-hati, Siauwhiap. Ketahuilah, Ang-jiu Toa-nio benar benar luar biasa sekali. Tinggalnya di kuil ru-sak di sebelah selatan kota, keadaannya penuh rahasia, seperti iblis saja. Tidak ada orang pernah dapat memasuki kuil, semua orang gagah, termasuk aku sen-diri, roboh di halaman kuil oleh puKulan-pukulan Ang-see-ciang yang luar biasa."
"Biar aku akan mencobanya, Lopek, Mari!"
Toan-kiam Lo-kai dengan hati .besap lalu mengiringkan Swan Bu menuju ke rumah gedung tempat tinggal Lo-ciang-kun. Gedung besar itu dijaga beberapa orang pengawal yang bersenjata tombak dan golok. Begitu para penjaga itu melihat Toan-kiam Lo-kai, mereka terkejut dan panik. Baru kemarin pengemis tua itu telah membikin onar dan mereka yang tidak melihat sendiri mendengar bahwa pengemis itu sudah dirobohkan oleh Ang-jiu Toanio, bagaimana sekarang berani muncul di gedung ini lagi"
"He, berhenti! Kalian siapa dan mau apa?" bentak mereka dan berbarislah belasan orang pengawal menjaga di depan pintu, sebagian lagi lari ke dalam untuk melapor kepada Lo-ciangkun.
"Aku hendak bicara dengan Lo-ciang-kun. Kalian ini para penjaga harap ja-ngan bikin ribut, aku tidak ada urusan dengan kalian. Lebih baik lekas melaporkan kepada Lo-ciangkun bahwa aku Swan Bu minta bicara dengannya'" kata Swan Bu dengan tenang, kemudian dia melangkah terus maju melalui pintu gerbang menuju ke ruangan depan. Para pengawal itu hanya mengurung tapi tidak berani menghalangi, terutama sekali mereka takut kepada Toan-kiam Lo-kai yang diam saja, hanya melirik ke kanan kiri dengan matanya yang sipit.
"Orang muda, berhenti, tidak boleh masuk! Apakah kami harus menggunakan kekerasan?"
Komandan jaga membentak dan mengacung-acungkan tombaknya.
"Kalau Lo-ciangkun tidak mau keluar menemuiku, aku akan terus maju men-carinya ke dalam rumah sampai ketemu, soal kekerasan, terserah kalau hendak menggunakannya!"
Koleksi Kang Zusi230
Jaka Lola Kho Ping Hoo jawab Swan Bu, masih tetap tenang dan kakinya masih bergerak maju. Pengemis tua itu diam-diam rnerasa khawatir dan mengikuti dari belakang. la anggap perbuatan Swan Bu itu biarpun gagah berani, akan tetapi sembrono sekali. Bagaimana boleh memasuki mulut harimau secara begini sembrono" Tentu saja terhadap para penjaga itu, dia tidiak takut sama sekali, akan tetapi dia maklum bahwa selain Lo-ciangkun sendiri seorang pandai, juga di situ terdapat banyak jago yang tangguh. Siapa tahu kalau-kalau wanita iblis itu berada disitu pula!
Para penjaga itu sudah mengurung dan siap menerjang dengan senjata mereka yang berkilauan tajam. Tiba-Uba mata mereka silau oleh gulungan sinar putih yang panjang berkelebatan, disusul suara nyaring. Sinar itu segera lenyap dan hanya tampak tangan pemuda itu ber-gerak mengembalikan pedang ke belakang punggung dan..... belasan batang tombak di tangan para pengawal itu tinggal ga-gangnya saja! Dalam waktu yang sukar diikuti mata cepatnya, dan dengan cara yang amat luar biasa. Pemuda itu sudah mencabut pedang dan membuntungi belasan batang tombak tanpa mereka ketahui, malah cara pemuda itu mencabut pedang, menggerakkan, kemudian me-nyimpannya kembali, tak seorang pun di antara mereka dapat melihat jelas! Seperti sulapan saja. Toan-kiam Lo-kai sen-diri mengangguk-angguk dan bukan main kagum hatinya. Itulah gerakan ilmu pedang yang luar biasa, kesaktian yang hanya mungkin dimiliki putera Pendekar Buta.
"Kalian lihai, aku tidak berniat buruk, buktinya leher kalian tidak putus. Aku hanya ingin bicara dengan Lo-ciangkun!" kata pula Swan Bu, suaranya tetap tenang.
Panlklah para penjaga itu. untuk mundur mereka takut meninggalkan tugas, maju pun jerih menghadapi pemuda yang luar biasa itu. Mereka hanya berdiri mengurung di ruangan depan itu, muka pucat dan badan gemetar, Swar, Bu dan pengemis tua itu duduk di atas bangku yang banyak terdapat di ruangan itu.
"Lekas laporkan kepada Lo-ciangkun!" tiba-tiba pengemis itu membentak, suara galak.
"Sudah lapor...... sudah lapor.... " seorang penjaga menjawab ketakutan.
Tiba-tiba pintu sebelah dalam terbuka lebar dan muncullah seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian, perwira ini di dampingi oleh empat orang yang tinggi tegap, berpakaian ringkas dengan sikap seperti jagoan-jagoan.
"Ada apakah ribut-ribut di sini....." Eh, kau berani datang lagi" Benar-benar kau hendak memberontak," bentak pcrwira tinggi kurus itu sambil melotot ke arah Toan-kiam Lo-kai.
Swan Bu cepat bangun berdiri, tegak dan gagah. "Kaukah yang disebut Lo-ciangkun?"
tanyanya, suaranya nyaring.
Komandan itu memandang marah. "Betul, aku Lo-ciangkun. Orang muda, kau tampan dan Koleksi Kang Zusi231
Jaka Lola Kho Ping Hoo gagah, jangan kau ikut-ikut jembel pemberontak ini....."
"Lo-ciangkun, Lopek ini hanya mengantar aku ke sini. Aku sengaja ingin bicara denganmu tentang perbuatan sewenang-wenang yang kaulakukan di kota ini dan daerahnya. Kau memaksa orang-orang yang tidak mampu memberi uang tebusan untuk kerja paksa mengerjakan tembok besar dan terusan, dengan dalih itu perintah kaisar. Orang-orang miskin, pengemis-pengemis, kau paksa dan kau tahan akan tetapi mereka yang mampu membayar uang tebusan, yang mampu menyogok kau bebaskan. Benarkah ada perbuatan sewenang-wenang macam ini?" Swan Bu biarpun semenjak kecil tinggal di gunung-gunung, pertama di Hoa-san kemudian pindah ke Liong-thouw-san, namun dia banyak mendengar dari ayah bundanya tentang keadaan kota raja dan sejarahnya.
Wajah perwira itu menjadi meralr saking marahnya. "Keparat, kau ini mempunyai kedudukan apa berani bicara macam itu kepadaku" Anak kecil masih ingusan belum tahu apa-apa, siKapmu yang kurang ajar ini akan mencelakakan kau sendiri. Mengingat akan usiamu yang muda, biarlah kuampuni. Hayo pergi dan jangan banyak rewel lagi!"
Diam-diam Swan Bu berpikir. Melihat sikap ini, Lo-ciangkun bukanlah seorang yang amat kejam dan menggunakan kedudukannya bertindak sewenang-wenang. Buktinya masih memperlihatkan kesabaran terhadap seorang pemuda seperti dia, padahal menurut pendapat umum, sikapnya itu sudah tentu merupakan pelanggaran yang tak boleh diampuni lagi terhadap seorang pembesar pemerintah.
"Lo-ciangkun, para lopek dari Hwa-i-kai-pang sudah herusaha memberi, peringatan kepadamu bahwa sepak terjangmu ini melanggar keadilan, akan tetapi kau malah mempergunakan kedudukanmu untuk menindas mereka dengan dalih memberontak.
Insyaflah dan ubahlah peraturan yang tidak adil itu sebelum terlambat!".
"Orang muda sombong!" teriak seorang di antara empat jagoan tinggi besar itu dan tanpa komando lagi, empat orang itu sudah menerjang maju dengan golok besar di tangan. Jelas bahwa mereka ini hendak membunuh Swan Bu dan si pengemis tua.
"Lopek, jangan ikut-ikut!" kata Swan Bu. Mendengar ini, Toan-kiam Lo-kai enak-enak duduk saja menonton dan tubuh Swan Bu berkelebat cepat ke depan didahului gulungan sinar perak dan..... , empat orang itu roboh malang-melintang, golok mereka terbabat buntung dan lengan mereka tergurat pedang sampai berdarah sedangkan dada mereka masing-masing telah tercium ujung sepatu Swan Bu.
"Anjing-anjing tukang siksa orang" kata Toan-kiam Lo-kai sambil tertawa. "Tidak lekas mengempit ekor dan lari mau tunggu digebuk lagi?"
Empat orang itu belum kehilangan kagetnya, mereka terbelalak memandang ke arah Swan Bu, kemudian lari ke luar tunggang-langgang!
Koleksi Kang Zusi232
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Lo-ciangkun, kau saksikan sendiri betapa aku bertekad untuk membela pendirianku, kalau perlu dengan pertumpahan darah, karena yang kulakukan ini adalah denni nasib ribuan orang yang tak berdosa," kata Swan Bu, berdiri tegak dan gagah. Para pengawal yang berdiri di dekat dinding mengurung tempat itu, hanya terbelalak dan tidak berani berkutik, menanti komando komandan mereka.
Akan tetapi Lo-ciangkun tidak memberi komando itu, malah menarik napas panjang, lalu menggerakkan tangan berkata, "Mereka sudah pergi, sekarang boleh kita bicara. Orang muda, kau ini siapakah dan hak apakah yang kau miliki untuk mencampuri tugasku?"
"Aku Kwa Swan Bu, hanya rakyat biasa. Kau seorang pembesar yang digaji dengan uang hasil keringat rakyat, karena itu setiap orang berhak untuk menilai dan mencela tugasmu jika kau menyeleweng, ketahuilah bahwa puluhan tahun yang lalu, nenek moyang dan ayahku berjuang mati-matian membela negara dan rakyat, bahkan ayahku ikut pula membantu perjuangan kaisar sekarang, namun tidak murka akan kedudukan. Pamanku seorang pejuang yang besar jasanya, sekarang menjadi Jenderal Bun yang terkenal jujur dan berwibawa sebagai jaksa agung di Tai-goan. Kau ini, mungkin tak pernah ikut berjuang, seielah sekarang menemukan pangkat sedikit saja lalu kau pergunakan untuk memeras rakyat jelata, berlaku sewenang-wenang mengandalkan kedudukanmu. Hemmm, mana bisa aku mendiamkan saja kau membunuhi rakyat tidak berdosa?"
Pucat wajah Lo-ciangkun. Tentu saja dia mengenal siapa adanya Bun-goanswe di Tai-goan.
Kiranya pemuda perkasa ini adalah keponakan jenderal itu! Dengan tubuh lemas dia menjatuhkan diri duduk di atas bangkunya.
"Siapa membunuh " Mereka itu disuruh bekerja, dijamin....."
"Omong kosong!" Kini Toan-kiam Lo-kai yang bicara. "Mereka meninggalkan anak isteri yang harus makan setiap hari. Kalau mereka dibawa pergi, anak isterinya harus makan apa"
Pula, ditempat mereka hampir tidak diberi makan".
"Sudahlah..... sudahlah..... semua itu terjadi karena teppaksa....." akhirnya Lo-ciangkun berkata dengan muka pucat, "Bukan salahku..... bukan salahku....." la menutupi mukanya seperti orang ketakutan.
"Lo-ciangkun, tidak perlu main sandiwara lagi, apa artinya semua ini?" Swan Bu berkata, keningnya berkerut.
"Kau lihat empat orang tadi..... mereka bukanlah orangku, mereka adalah orang-orang.....
dia....." Koleksi Kang Zusi233
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Dia siapa?" Swan Bu mendesak, terheran-heran melihat pembesar itu begitu ketakutan.
"Peraturan dari kota raja sudah cukup adil. Memang yang dapat menyumbangkan harta, boleh bebas dari kerja suka rela, dan uang itu diperlukan untuk menjamin para sukarelawan dan menjamin keluarga mereka yang ditinggalkan selama tiga bulan sebelum diganti dengan rombongan lain. Semua sudah diatur yang sakit tidak akan dipaksa, hanya yang sehat dan tidak mempunyai pekerjaan penting..... tapi..... tapi..... di daerah ini..... dikuasai dia.... kami terpaksa menyerahkan uang tebusan, kalau tidak..... ahhhhh!" Pembesar itu tiba-tiba roboh terguling.
Swan Bu cepat melompat ke luar melalui sebuah jendela sambil menendang daun jendela, pedangnya merupakan gulungan sinar putih menerjang keluar dan terdengar jeritan di luar jendela. Seorang bermuka kuning yang kecil pendek roboh mandi darah.
"Siapakah kau" Mengapa menyerang Lo-ciangkun dengan jarum beracun?" Swan Bu membentak,
"Aku..... aku..... atas perintah..... Toa-nio.....!" Orang itu, berhenti bicara dan napasnya putus. Kiranya terjangan Swan Bu tadi tidak saja melukai lehernya, akan tetapi juga beberapa batang jarum beracun yang sudah meluncur masuk, kena ditangkis pedang membalik dan melukai si penyambit sendiri.
Geger di ruangan itu. Lo-Ciangkun rebah dengan muka biru dan napas putus! Toan-kiam Lo-kai berkata lirih, "Nah, agaknya Ang-jiu Toa-nio dan orang-orangnya yang tadi turun tangan. Siauw-hiap, terang bahwa para pembesar itu diperas dan dipaksa oleh Ang-jiu Toanio. Sekarang, apa yang hendak kaulakukan?"
"Lopek, agaknya wanita yang bernama Ang-jiu Toa-nio itu mempunyai banyak kaki tangan.
Yang menyambit jarum itu tentu kaki tangannya yang tidak menghendaki Lo-ciangkun membuka rahasia. Lopek, harap kau suka kumpulkan teman-temanmu Hwa-i-kai-pang dan kita menyerbu ke kuil itu. Biarkan menghadapi Ang-jiu Toa-nio dan kalau anak buahnya bergerak, kau dan teman-teman membasmi mereka."
Gembira wajah kakek itu. "Baik, Siauw-hiap. Sedikitnya ada tujuh orang temanku di sini, cukup untuk membasmi setan-setan itu."
Demikianlah, pada petang hari itu Swan Bu melakukan perjalanan ke kuil di sebelah selalan kota setelah siang tadi dia menyelidiki tempat itu. Dan secara kebetulan dia bertemu dengan Lee Si yang bermalam di kamar hotel. Swan Bu terkejut sekali dan merasa heran mengapa hatinya menjadi tidak karuan ketika sepasang matanya bentrok dengan sepasang mata yang seperti mata burung hong itu. Beberapa kali dia menengok, kemudian dia merasa malu kepada diri sendiri dan mempercepat langkahnya meninggalkan nona cantik jelita Koleksi Kang Zusi234
Jaka Lola Kho Ping Hoo yang berdiri di depan pintu rumah penginapan itu. Ia dapat menduga dari gerak-gerik si nona bahwa gadis itu tentulah bukan orang sembarangan. Mungkin seorang tamu rumah penginapan, dan melihat kebebasannya, tentu seorang wanita kang-ouw. Akan tetapi karena dia menghadapi urusan besar, Swan Bu mengusir bayangan nona itu dari ingatannya dan dia langsung menuju ke kuil tua yang berdiri sunyi di pinggir kota.
Setelah tiba di depan kuil yang sunyi itu, dia berhenti. la maklum bahwa di kanan kiri kuil, bersembunyi di balik pohon-pohon, terdapat Toan-kiam Lo-kai yang berjaga dan menyembunyikan diri. Hati Swan Bu meragu. Kuil itu sudah tua, kotor dan agaknya kosong.
Jangan-jangan Ang-jiu Tba-nio yang menjadi biang keladi daripada penindasan di kota Kong-goan, sudah melarikan diri. Tak mungkin, pikirnya. Wanita itu tentu memiliki kepandaian tinggi, sebelum bertanding melawannya mana mungkin mau lari" Tempat itu menyeramkan, sunyi seperti kuburan akan tetapi tidak gelap karena berada di tempat terbuka sehingga matahari yang sudah hampir menyelam itu masih menerangi halaman depan. Halaman kuil tadinya tertutup pagar tembok yang tinggi, akan tetapi karena pagar tembok itu banyak yang runtuh, sekarang menjadi terbuka dan di sana-sini tampak pintu yang terjadi daripada tembok runtuh berlubang. Rumah tua yang menyeramkan, kotor dan sunyi, patutnya menjadi tempat tinggal siluman-siluman.
Tiba-tiba dari pintu yang butut itu keluarlah seorang wanita tua, wanita yang tersenyum-senyum dan sanggul rambutnya dihias setangkai bunga merah. Wanita itu setibanya di halaman kuil berkata, suaranya penuh ejekan,
"Bocah she Kwa, kau berani datang ke sini" Lihatlah di sebelah kiri kuil di mana teman-temanmu sudah mendapat hukuman!"
Mendengar ini, Swan Bu terkejut, teringat akan Toan-kiam Lo-kai dan teman-temannya anggauta Hwa-i-kai oang.
Dengan gerakan cepat dia melompat dan lari ke arah kiri kuil dan..... wajahnya berubah merah sekali. Nenek itu ternyata tidak membohong. Di pelataran pinggir itu tampak tujuh mayat bergelimpangan, di antaranya adalah Toan-kiam Lo-kai dan yang enam lagi jelas anggauta Hwa-i-kai-pang karena pakaian mereka semua penuh tambalan berkembang!
Dengan kemarahan memuncak Swan Bu berlari kembali ke depan kuil, berdiri di luar tembok dan menghadap nenek yang masih berada di situ dari balik pecahan pagar tembok.
"Apakah kau yang bernama Ang-jiu Toa-nio?" tanya Swan Bu, suaranya ditekan agar tidak menggigil saking marahnya. "Dan kaukah yang membunuh tujuh orang Hwa-i-kai-pang itu?"
Nenek itu tersenyum, kembang merah di atas kepalanya bergoyang-goyang. "Dan kau Kwa Swan Bu putera Pendekar Buta Kwa Kun Hong, bukan" Hi-hik-hik, kebetulan sekali kita Koleksi Kang Zusi235
Jaka Lola Kho Ping Hoo bertemu di sini. Di sini aku disebut Ang-jiu Toa-nio, akan tetapi di tempatku aku adalah Ang-hwa Nio-nio, ketua Ang-hwa-pai, musuh besar ayahmu. Kau berani masuk ke sini dan mengadu kepandaian melawanku?"
Kalau tadi Swan Bu sudah marah sekali, sekarang serasa meledak dadanya. Kiranya inilah orangnya yang mengumpulkan teman-teman untuk menyerbu Liong-thouw-san" Kebetulan sekali!
"Siapa takut padamu" Orang macammu inikah yang hendak menantang ayah" Ha-ha-ha, nenek tua hampir mampus, tak usah dengan ayah ibu, cukup dengan aku puteranya!"
Sekali menggerakkan kaki, tubuh Swan Bu sudah melayang masuk dan menghadapi Anghwa Nio-nio yang sudah siap memasang kuda-kuda dengan sikap mengejek itu. Pembaca tentu heran mengapa Ang-hwa Nio-riio, ketua Ang-hwa-pai di Ching-coa-to itu bisa berada di Kong-goan" Bukanlah hal kebetulan karena memang sengaja Ang-hwa Nio-nio dan rombongannya datang ke Kong-goan ini untuk menyambut suhengnya, Maharsi.
Kedatangan Ang Mo-ko bekas tokoh pengawal istana dart kaisar yang lalu, juga ikut serta Ouwyang Lam dan Siu Bi! Seperti kita ketahui, gadis ini menangis ketika ditinggalkan Si Jaka Lola Yo Wan setelah ia mengaku bahwa ia adalah puteri angkat The Sun. Dalam keadaan berduka ini ia ditemukan oleh Ang-hwa Nio-nio dan rombongannya yang tentu saja segera menggunakan kesempatan baik ini untuk membujuknya, kembali menggabungkan diri dengan mereka untuk menghadapi musuh besarnya, Pendekar Buta. Tadinya Siu Bi menyandarkan harapannya pada bantuan Yo Wan, akan tetapi setelah Yo Wan ternyata adalah musuh besar ayah tirinya dan tak mungkin mau membantunya, memang paling baik baginya adalah menggabungkan diri dengan rombongan Ang-hwa Nio-nio yang kuat.
Kong-goan, Ang-hwa Nio-nio dan rombongannya mengambil tempat di kuil tua itu karena memang di situlah ia berjanji dalam pesannya kepada Maharsi untuk menyambul kedatangan suhengnya dari barat ini. Tentu saja, untuk melayani segala keperluan mereka, Ang-hwa Nio-nio diikuti pula oleh serombongan anak buahnya yang cukup kuat. Karena pada dasarnya memang penjahat, di Kong-goan Ang-hwa Nio-nio melihat kesempatan baik untuk mendapatkan uang banyak ketika datang pembesar dari kota raja untuk mengumpulkan sukarelawan yang pada masa itu dibutuhkan sekali untuk memperbaiki bangunan tembok besar dan saluran air. Kong-goan amat jauh dari kota raja, merupakan kota yang terpencil dan dengan kepandaiannya yang tinggi Ang-hwa Nio-nio dapat menguasai pembesar-pembesar itu, mengancam mereka untuk melakukan pemerasan dalam kesempatan mengumpulkan tenaga-tenaga kerja paksa. Mudah saja ia lakukan hal ini tanpa khwatir akan terganggu, dan ia menaruh beberapa orang anak buahnya untuk
"menjaga" para pembesar yang bersangkutan, di antaranya Lo-ciangkun. Tentu saja mula-mula ia mendapatkan tentangan hebat, namun setelah banyak orang roboh oleh pukulan tangannya yang berubah merah, ia mendapat julukan Ang-jiu Toa-nio (Nyonya Besar Tangan Merah) dan tak seorang pun beran mem-bantahnya lagi. Akhirnya para pengemis Koleksi Kang Zusi236
Jaka Lola Kho Ping Hoo Hwa-i-kai-pang mendengar tentang hal ini dan turun tangan, namun mereka roboh pula di tangan Ang-jiu Toa-nio atau Ang-hwa Nio-nio bersama teman-temannya yang amat lihai.
Demikianlah ringkasan tentang kehadiran Ang-hwa Nio-nio di Kong-goan dan kita kembali ke depan kuil di mana Swan Bu berhadapan dengan nenek itu Swan Bu maklum bahwa lawannya ini lihai, namun melihat nenek itu tidak mempergunakan senjata, dia pun tidak mengeluarkan Gin-seng-kiam yang tersimpan di balik jubahnya. Matanya yang tajam menatap ke arah kedua tangan nenek itu yang perlahan-lahan berubah merah ketika nenek itu mengerahkan Ang-see-ciang. Swan Bu tidak menjadi gentar, dia sudah mendengar banyak tentang Tangan Pasir Merah ini dari ayah bundanya dan karenanya dia maklum bagaimana harus menghadapinya. Segera dia menyalurkan sinkang di tubuhnya dan
"mengisi" kedua lengannya dengan tenaga lemas yang mengandung Im-kang sehingga kedua tangannya menjadi lunak halus dan gerakannya mengeluarkan hawa dingin seperti es.
Akan tetapi sebelum nenek itu menyerangnya, Swan Bu mendengar gerakan orang di sebelah belakangnya. Cepat dia menggeser kaki mengubah kuda-kuda miring dan matanya mengerling ke arah luar. Kiranya di situ telah berdiri belasan orang anggauta Ang-hwa-pai yang memegang senjata, berjajar menutup jalan keluar, di antara mereka terdapat empat orang yang dia robohkan di gedung Lo-ciangkun! Menigertilah dia bahwa dia kini berada di gua harimau dan harus berjuang mati-matian karena agaknya lawan berusaha benar-benar untuk menjebaknya dan tidak memberi kesempatan kepadanya untuk lolos dari tempat itu.
Pada saat itu, muncul pula tiga orang dari pintu kuil. Mereka ini bukan lain adalah Ouwyang Lam, Siu Bi, dan seorang kakek yang pakaiannya serba merah dan mukanya tersenyum-senyum, usianya sudah sangat tua, sedikitnya tujuh puluh lima atau delapan puluh tahun, memegang sebatang tongkat barnbu yang dipakai menunjang tubuhnya yang agak bongkok. Kakek ini bukan lain adalah Ang Mo-ko, seorang tokoh yang cukup terkenal selama puluhan tahun di kota raja.
Sejenak Swan Bu tertegun ketika bertemu pandang dengan gadis yang cantik jelita itu.
Teringat dia akan pertemuannya di depan rumah penginapan tadi. Hampir serupa gadis ini dengan gadis tadi, akan tetap malah lebih jelita, terutama sepasang matanya yang begitu lincah dan tajam. Siu Bi juga memandang Swan Bu penuh perhatian, pandang matanya menjadi bimbang ragu.
Inikah putera Pendekar Buta" Betulkah seperti yang ia dengar dari Ang-hwa nio-nio bahwa putera tunggal Pendekar Buta akan datang menyerbu" Dan pemuda yang luar biasa tampan dan gagahnya inikah musuh besarnya" Diam-diam Siu Bi tertegun dan terpesona. Belum pernah ia melhat seorang pemuda sehebat ini. Wajahnya berkulit halus putih kemerahan seperti wajah perempuan, akan tetapi alisnya yang tebal hitam, dagunya yang berlekuk sedikit tengahnya, pandang mata yang berwibawa, dada bidang yang membayangkan kekuatan, semua itu membayangkan sifat jantan yang mengagumkan. Akan tetapi teringat Koleksi Kang Zusi237
Jaka Lola Kho Ping Hoo lagi bahwa pemuda ini adalah putera musuh besar yang akan dibalasnya, matanya bernyala penuh kebencian.
Swan Bu dengan tenang menghadapi pengurungan ini, bahkan dia tersenyum karena memang hatinya gembira mendapat kenyataan bahwa musuh-musuh orang tuanya ternyata adalah orang-orang jahat. "Ang-hwa Nio-nio, memang betul kata-katamu tadi. Amat kebetulan kita dapat bertemu di sini karena sebenarnya aku hendak pergi ke Ching-coa-to untuk mewakili "orang tuaku' yang kabarnya hendak kaucari dan kau tantang. Sekarang, melihat sepak terjangmu dan kawan-kawanmu, hatiku lega bukan main. Kiranya macam beginilah musuh-musuh orang tuaku, atau lebih tepat lagi, orang-orang yang memusuhi orang tuaku karena aku yakin bahwa orang tuaku tidak akan mau mencari permusuhan.
Kalau orang orang yang memusuhi orang tuaku jahat-jahat belaka, jelas bahwa di waktu dahulu orang tuaku tidak berada di fihak salah."
Baru saja Swan Bu menutup mulutnya, Ang-hwa Nio-nio sudah menerjang maju sambil membentak, "Bocah sombortg rasakan tanganku!" Kedua tangannya yang sudah berubah menjadi merah itu menerjang maju mengirim pukulan beruntun, jangan dipandang rendah pukulan ini karena inilah pukulan-pukulan Ang-see-ciang yang amat hebat. Apalagi sampai tangan-tangan merah itu mengenai tubuh lawari, baru hawa pukulannya saja sudah cukup untuk merobohkan lawan yang tidak begitu tinggi ilmu kepandaiannya. Kedua tangan yang merah itu terbuka jari-jarinya, agak melengkung dan hawa pukulan yang menyambar dari telapak tangan itu amat panas seperti api membara!
Namun Swan Bu yang sudah mengerahkan Im-kang pada kedua lengannya, sengaja malah melangkah maju untuk menyambut pukulan-pukulan itu dengan tangkisan lengannya, hendak menguji kekuatan lawan sambil sekaligus memperlihatkan kepandaiannya. Nenek itu girang, juga heran melihat pemuda ini berani menerima Ang-see-ciang, ia pastikan bahwa pemuda itu tentu akan roboh dalam segebrakan saja. la menambah tekanan pada kedua lengannya.
"Duk! Dukkk!!" Dua kali lengan mereka bertemu susul-menyusul dalam waktu cepat sekali dan hasilnya..... Ang-hwa Nio-nio melompat ke belakang dua meter jauhnya sambil meringis kesakitan karena kedua lengannya sefasa akan patah, sedangkan pemuda itu masih berdiri tetap dan tenang, biarpun diam-diam dia kaget karena kedua pundaknya serasa tergetar, tanda bahwa nenek itu benar-benar hebat kepandaiannya!.
"Bibi Kui Ciauw, biarkan aku menghadapi musuh besarku ini!" tiba-tiba Siu Bi sudah melompat ke depan Swan Bu dengan pedang Cui-beng-kiam di tangannya. Sikapnya angkuh ketika ia menggerak-gerakkan pedang di depan dada sambil membentak,
"Orang she Kwa, bersiaplah kau untuk menerima hukuman dariku atas dosa ayahmu!"
Koleksi Kang Zusi238
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu mengerutkan kening. Sombongnya anak ini, pikirnya. Menyebut Ang-hwa Nio-nio bibi, tentu keponakannya dan karena itu, tentu bukan orang baik-baik. Akan tetapi ucapan Siu Bi tadi membuat dia penasaran.
"Memberi hukuman adalah urusan mudah, tapi jelaskan apa dosa ayahku dan hukuman apa yang hendak kau jatuhkan kepadaku," jawabnya tenang.
Tidak enak juga hati Siu Bi menyaksikan sikap begini tenang. Segala gerak-gerik pemuda ini membayangkan seorang gagah yang baik, tiada cacad celanya sehingga hatinya tidak senang. Andaikata putera Pendekar Buta ini seorang pemuda beradalan dan kurang ajar, hatinya akan lebih senang untuk memusuhinya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya dan membentak,
"Ayahmu si buta itu telah membuntungi lengan kakekku Hek Lojin, dan karenanya aku sudah bersumpah untuk membalas dendam, membuntungi lengan Pendekar Buta dan anak isterinya. Karena kau puteranya, sekarang aku akan membuntungi sebelah lenganmu agar roh kakekku dapat tenteram!"
Swan Bu tersenyum mengejek. "Roh orang jahat mana bisa tenteram keadaannya" Tentu dilempar ke neraka dan selamanya akan terbakar api derita! Kalau ayah membuntungi lengan kakekmu, itu berarti bahwa kakekmu adalah orang jahat.....
"Setan, lancang mulutmu!" Siu Bi menjerit sambil nnenggerakkan pedangnya disusul pukulan tangan kirinya. Hebat serangan ini, pedangnya menjadi segulung sinar hitam menuju leher dan tangan kirinya membayangkan uap hitam menerjang dada.
"Aihhh, ganas.....!" Diam-diam Swan Bu mengeluh dan cepat dia melempar diri ke belakang berjumpalitan sambil mencabut pedang Gin-seng-kiam.
"Trang! Tranggg!!" Sepasang pedang hitam dan putih bertemu, bunga api ber-pijar menyilaukan mata dan Siu Bi, seperti halnya Ang-hwa Nio-nio tadi, melompat ke belakang dengan lengan kanan serasa lunnpuh. Ternyata bahwa ia kalah kuat dalam tenaga sinkang sehingga dalam pertemuan senjata tadi hampir ia melepaskan pedangnya.
"Jangan takut, Bi-moi-moi, aku membantumu!" seru Ouwyang Lam yang sudah melompat maju, siap mengeroyok.
"Aku tidak membutuhkan bantuanmu!" bentak Siu Bi masih mendongkol dan penasaran karena sekali tangkis saja ia hampir keok tadi. Kalau baru segebrakan saja ia sudah dibantu Ouwyang Lan dan mengeroyok Swan Bu, bukankah hal ini amat memalukan dirinya"
"Kau akan kalah, dia lihai.....!" kata Ang-hwa Nio-nio yang juga melangkah maju.
Koleksi Kang Zusi239
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu menggerak-gerakkan pedang di depan dada, tersenyum mengejek, "Hayo kalian keroyoklah! Aku tidak takut dan memang aku tahu, pengecut-pengecut macam kalian kalau tidak main keroyokan mana berani maju?"
"Pemuda sombong, lihat tongkat!" Ang Mo-ko sudah menyapu dengan tong-kat bambunya.
Biarpun tongkat ini terbuat daripada bambu yang ringan, namun ketika menyambar nnengeluarkan Suara bersiutan, maka Swan Bu tidak berani memandang ringan lalu melompat ke atas nnenyelamatkan diri sambil memutar pedang menangkis pedang Ouwyang Lam yang sudah menusuknya. Ouwyang Lam seorang pemuda yang amat cerdik.
Maklum bahwa tadi gurunya dan juga Siu Bi tidak kuat melawan tenaga Swan Bu, dia ! tidak mau mengadu pedang, cepat me-narik pedangnya dan dari samping dia mengirim bacokan kilat yang juga dapat dielakkan oleh Swan Bu. Pemuda Liong-thouw-san ini sudah memutar pedang mendahului Ang-hwa Nio-nio yang sudah mengeluarkan pedang pula, namun serangannya dapat ditangkis oleh ketua Ang-hwa-pai itu. Dari luar mendatangi anak buah Ang-hwa-pai dan sebentar saja Swan Bu sudah dikurung dan dikeroyok banyak orang lawan.
"Tak sudi aku! Tak sudi! Masa satu orang dikeroyok begini banyak. Aku tidak sudi dibantu!"
berkali-kali Siu Bi berteriak-teriak penuh kemarahan, berdin di pinggir sambil memegangi pedangnya. Hatinya kecewa bukan main. Biarpun la takkan ragu-ragu untuk membalas dendam, membuntungi lengan kiri pemuda tampan putera Pendekar Buta itu namun ia merasa jijik dan rendah sekali kalau harus mengeroyok seorang musuh dengan begitu banyak teman. Sungguh perbuatan yang amat memalukan dan rendah sekali. Diam-diam ia memperhatikan Swan Bu, mengagumi gerakan ilmu pedangnya yang amat aneh dan kuat, lalu membandingkan pemuda musuh itu dengan Ouwyang Lam. Seperti burung hong dibandingkan dengan burung gagak. Seperti seekor naga dibandingkan dengan ular beracun.
Sebetulnya, biarpun dikeroyok begitu banyak lawan, Swan Bu tidak gentar sedikit pun juga, karena andaikata dia terdesak menghadapi tiga orang terlihai di antara mereka, yaitu Anghwa Nio-nio, Ang Mo-ko, dan Ouwyang Lam dengan mudah dia akan menerjang keluar menyelamatkan diri. Akan tetapi, mendengar teriakan Siu Bi tadi, dia tertegun dan merasa bingung. Terang bahwa gadis itu memiliki watak yang gagah perkasa dan sama sekali tidak patut menjadi anggauta gerombolan ini. Dan mempunyai seorang musuh yang wataknya begitu gagah perkasa, benar-benar malah mendatangkan rasa gelisah di hatinya.
Ketika Swan Bu mainkan Im-yang Sin-kiam, pedangnya bergulung seperti seekor naga perak menyambar-nyambar dan dalam waktu singkat, lima orang anak buah Ang-hwa-pai roboh terluka tak mampu melawan lagi. Ang-hwa Nio-nio kaget dan kagum, akan tetapi, juga penasaran. Kalau sekarang mereka tidak mampu mengalahkan putera Pendekar Buta, bagaimana nnereka akan mampu menyerbu Liong-thouw-san, berhadapan dengan Koleksi Kang Zusi240
Jaka Lola Kho Ping Hoo Pendekar Buta sendiri"
Di lain fihak, Swan Bu harus mengakui bahwa tiga orang lawannya itu benar-benar tangguh sekali. Ilmu pedang Ang-hwa Nio-nio hebat dan ganas, ditambah lagi tangan kirinya yang mainkan selingan pukulan Ang-tok-ciang (Tangan Racun Merah) yang sebetulnya adalah Ilmu Pukulan Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah). Pemuda tampan pendek itu serupa ilmu silatnya dengan nenek ini, hanya kalah setingkat. Adapun Ang Mo-ko Si Iblis Merah itu juga tak boleh dipandang ringan. Tongkat bambunya menyambar-nyambar laksana kitiran tertiup angin taufan, mengeluarkan bunyi nyaring dan mengandung tenaga besar. Andaikata tidak dikeroyok, dengan ilmu pedangnya yang hebat, kiranya Swan Bu akan dapat mengalahkan seorang di antara mereka dengan mudah. Kini, dikeroyok tiga, dia hanya dapat mengimbangi saja karena melihat kelihaian daya serangan mereka, dia harus lebih menekankan gerakannya pada penjagaan diri sehingga daya serangannya sendiri menjadi kurang kuat. Namun pertahanannya kuat sekali sehingga betapapun juga kerasnya tiiga orang itu menekannya, dia tidak terdesak.
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, "Sungguh tidak tahu malu melakukan pengeroyokan!"
Tampak berkelebat sesosok bayangan yang ringan sekali, didahului menyambarnya sinar pedang kuning dan robohnya tiga orang anak buah Ang-hwa-pai lainnya. Kiranya yang datang ini adalah seorang gadis yang cantik jelita yang rambutnya dikuncir dua tergantung di belakang punggungnya. Gadis ini bukan lain adalah Lee Si. Seperti telah diceritakan di bagian depan Lee Si yang merasa curiga melihat gerak-gerik Swan Bu, juga sekaligus tertarik hatinya, diam-diam mengikuti Swan Bu menuju ke sebelah selatan kota. la mengintai dari jauh dan. ketika Swan Bu melompat masuk ke dalam halaman kuil, ia berindap-indap mendekati dan dapat mendengar semua percakapan. Bukan main kaget dan girang hatinya ketika mendengar bahwa pemuda yang menarik hatinya itu bukan lain adalah putera Liong-thouw-san, putera Pendekar Buta! Benar-benar pertemuan vang sama sekali tidak tersangka-sangka. Hal ini membuat jantungnya berdebar tidak karuan, membuat la bimbang dan bingung, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. la dapat menduga bahwa putera Liong-thouw-san tentu sa]a memiliki kepandaiannya yang luar biasa, yang jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri, maka ia merasa serba salah untuk turun tangan membantu. Ila khawatir kalau itu akan merendahkan, tidak membantu bagaimana. Maka la hanya mengintai saja dan kagumlah la menyaksikan sepak terjang Swan Bu.
Memang semenjak kecil, Lee Si tidaK banyak kesempatan untuk berjumpa dengan keluarga ayah bundanya. Hal ini adalah karena keluarga itu terpencar dan amat jauh tempat tinggalnya, Hanya dengan putera pamannya di Lu-liang-san sajalah, pernah ia bertemu sampai tiga kali, ketika ia masih kecil dan yang terakhir ketika ia berusia empat belas tahun.
Putera pamannya di Lu-iiang-san, itu empat tahun lebih tua dari padanya, bernama Tan Hwat Ki. Pamannya, Tan Sin Lee ketua Lu-liang-pai itu hanya mempunyai seorang putera.
Adapun keluarga lainnya, biarpun ia sudah banyak mendengar penuturan ayah bundanya dan tahu pula akan nama-nama mereka, namun ia jarang sekali, bahkan ada yang tak Koleksi Kang Zusi241
Jaka Lola Kho Ping Hoo pernah bertemu. Di antara mereka yang belum pernah ia temui adalah Kwa Swan Bu inilah.
Tentu saja ia sudah sering kali mendengar ayah bundanya me-muji-muji Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta yang sakti. Oleh karena itu, ia dapat menduga bahwa putera Pendekar Buta tentu lihai pula dan ternyata sekarang secara kebetulan sekali ia dapat menyaksikan sendiri kepandaian putera Pendekar Buta itu!
Akan tetapi ketika menyaksikan betapa lihainya tiga orang yang mengeroyok Swan Bu, ditambah lagi banyak anak buah Ang-hwa-pai maju dari belakang mencari kesempatan untuk mengirim serangan menggelap, ia tidak dapat tinggal diam lebih lama lagi. Dengan pedang Oie-kong-kiam di tangan ia menerjang sambil membentak nyaring dan akibatnya tiga orang anak buah Ang-hwa-pai roboh oleh sinar pedangnya!
Sekilas pandang ia melihat betapa Swan Bu menoleh kepadanya dan memandang dengan sinar mata penuh keheranan dan juga kaget karena agaknya pemuda itu mengenalnya dari pertemuan di depan losmen tadi. Sedetik wajah yang cantik itu menjadi merah, jantungnya berdebar dan untuk menguasai rasa jengah ini Lee Si segera memperkenalkan diri,
"Kita masih orang sendiri, aku Tan Lee Si, ayahku ketua di Min-san!"
Kaget dan girang bukan main hati Swan Bu. Tentu saja dia sudah mendengar nama ini dari ayah bundanya. Kiranya masih saudara sendiri. Saudara" Sebetulnya bukan apa-apa. Hanya ayahnya masih terhitung paman guru ibu Lee Si, sungguhpun usia mereka sebaya.
Sebaliknya, ayahnya sebagai orang yang pernah menerima pelajaran dari Raja Pedang kakek gadis ini, masih terhitung paman guru gadis ini sendiri!
"Bagus!" Swan Bu berseru gembira, bukan karena mendapat bantuan melainkan karena mendapat kenyataan bahwa gadis yang tadi membuat hatinya berdenyut aneh ketika dia melihatnya di depan losmen itu kiranya bukanlah orang lain! "Mari kita basmi kawanan penjahat ini'"
Akan t:etapi pada saat itu Siu Bi sudah melompat dengan gerakan gesit sekali, pedangnya mendahuluinya merupakan sinar kehitaman. Dengan pedang melintang di depan dada Siu Bi menghadapi Lee Si, sejenak pandang matanya menjelajahi gadis Min-san itu dari atas sampai ke bawah, lalu terdengar dia membentak,'
"Kau tidak suka akan keroyokan, aku pun membenci keroyokan. Hayo sekarang kita sama-sama muda, sama-sama wanita, tanpa keroyokan, kita mengadu kepandaian!"
Lee Si tadi sudah melihat sikap Siu Bi dan biarpun ia dapat menduga bahwa gadis ini berbeda dengan orang-orang yang lain, namun tetap saja merupakan musuh dan tentu bukan seorang gadis baik-baik. Akan tetapi karena ia tidak mempunyai permusuhan dengan Koleksi Kang Zusi242
Jaka Lola Kho Ping Hoo Siu Bi, juga bahwa ia hanya mau bertending untuk membantu Swan Bu yang dikeroyok, maka, ia merasa ragu-ragu untuk melayani gadis cantik yang pedangnya bersinar hitam itu.
"Perempuan liar, di antara kita tidak ada permusuhan, perlu apa aku melayani kau?"
Dimaki perempuan liar, tentu saja Siu Bi seketika menjadi naik darah! "Kau yang liar, kau yang buas, kau ganas! Siapa saja yang menjadi sahabat atau keluarga dia itu adalah musuhku. Sambut pedangku!" Dengan gerakan yang amat lincah dan kuat Siu Bi sudah menerjang maju, didahului gulungan sinar hitam pedangnya.
Tentu saja Lee Si juga cepat mengangkat pedangnya menangkis dan beberapa menit kemudian kedua orang gadis yang sama lincahnya ini sudah lenyap bayangannya, terbungkus oleh gulungan sinar pedang hitam dan kuning yang saling libat, saling dorong dah sallhg tekan. Selain menegangkan, juga amat indah dipandang pertandingan antara kedua orang dara remaja yang sama gesitnya ini. Akan tetapi Lee Si segera menjadi kaget sekali ketika beberapa kali tangan kiri Siu Bi melancarkan pukulan Hek-in-kang yang amat kuat sehingga Lee Si menjadi sibuk mengelak karena maklum bahwa pukulan itu adalah semacam pukulan jarak jauh yang amat berbahaya.
Tahulah ia bahwa lawannya ini memiliki kepandaian yang tinggi lagi jahat maka ia berlaku sangat hati-hati mainkan bagian-bagian Hoa-san Kiam-sut untuk mempertahankan diri serta bagian Yang-sin Kiam-sut untuk balas menyerang. Sayangnya bahwa penggabungan-penggabungan kedua ilmu pedang itu belum sempurna benar sehingga untuk melayani Cui-beng Kiam-sut dan Hek-in-kang yang memang luar biasa itu ia merasa terdesak hebat.
Memang boleh diakui bahwa ilmu silat yang dipelajari Lee Si merupakan ilmu silat golongan bersih, karena itu dasarnya lebih kuat dan sifatnya tidaklah liar seperti ilmu silat yang dimiliki Siu Bi. Akan tetapi oleh karena memang tingkat kepandaian Hek Lojin jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Tan Kong Bu dan isterinya, maka tentu saja tingkat Siu Bi juga lebih tinggi daripada tingkat Lee Si. Kalau saja Siu Bi tidak memiliki Ilmu Hek-in-kang dan hanya mengandalkan Cui-beng kiam-sut, agaknya Lee Si masih sanggup mempertahankan diri. Akan tetapi sekarang Siu Bi mendesaknya dengan Hek-in-kang yang membuat ia sibuk sekali, harus melompat ke sana ke mari mengelak daripada sambaran uap hitam itu, ditambah lagi harus menghadapi sinar pedang hitam yang mengurung dirinya dan menutup semua jalan keluar!
Sementara itu, pertempuran antara Swan Bu dan para pengeroyoknya juga berjalan amat seru. Kini tidak ada anak buah Ang-hwa-pai yang berani maju, mereka hanya berjaga-jaga saja karena setiap kali ada yang maju, baru segebrakan saja tentu roboh mandi darah disambar sinar pedang putih di tangan Swan Bu. Akan tetapi biarpun pengeroyoknya hanya tiga orang, namun ketiganya adalah ahli-ahli silat kelas tinggi yang memiliki ilmu kepandaian hebat. Swan Bu memang mewarisi kesaktian ayah bundanya, akan tetapi dia kurang pengalaman bertempur. Andaikata ayahnya berada di situ, tanpa turun tangan membantunya, hanya dengan nasihat-nasihat saja sudah pasti dia akan dapat menangkan Koleksi Kang Zusi243
Jaka Lola Kho Ping Hoo pertandingan ini. Karena kekurangan pengalaman inilah dia kekurangan taktik sehingga kurang dapat menangkap dengan cepat kelemahan-kelemahan lawan, dan terlampau hati-hati menjaga diri sehingga biarpun pertahanannya rapat sekali, namun daya serangannya kurang kuat dan kurang berhasil. Apalagi ketika dengan sudut matanya dia dapat melihat betapa Lee Si telah terdesak hebat oleh sinar hitam pedang Siu Bi, hatinya menjadi gelisah sekali.
Pada saat itu terdengar suara ketawa aneh dan muncullah dua orang kakek, yang seorang tinggi jangkung yang seorang lagi pendek. "Heh-heh-heh, sudah ada pesta keramaian di sim!" kata si jangkung dengan suaranya yarig aneh dan asing.
"Suheng!!" Ang-hwa Nio-nio berseru girang sekali ketika mengenal kakek tinggi jangkung itu, yang bukan lain orang adalah Maharsi pendeta dari barat. Adapun si pendek itu. adalah Bo Wi Sian Jin!
"Bantulah kami menangkap dua bocah setan ini!".
"Heh-heh-heh, Sianjin. Ini Sumoi (Adik Seperguruan). Kau tangkaplah yang betina, biar aku tangkap yang jantan!" Setelah berkata demikian, Maharsi melangkah panjang ke dalam pertempuran, tangannya mencengkeram dan kagetlah Swan Bu ketika tiba-tiba ada angin keras menyambar dari atas dan tahu-tahu lengan yang panjang itu mengancamnya. Cepat pedangnya dikibaskan ke atas untuk membuat buntung lengan itu.
"Wah, boleh juga!" Maharsi memuji. Perlu diketahui bahwa Ilmu Silat Pai-san-jiu dari pendeta barat yang tinggi ini, seperti juga Ilmu Katak Sakti dari Bo Wi Sianjin, merupakan ilmu pukulan sakti yang mengandung sinkang tingkat tinggi sehingga pukulan-pukulan dari kedua ilmu silat ini tidak perlu menyentuh tubuh lawan, dari Jauh saja sudah cukup kuat untuk merobohkan lawan yang biasa. Akan tetapi pemuda itu bukan saj'a tidak terpengaruh banyak oleh sambaran hawa pukulannya, malah masih dapat membabat dengan pedangnya yang cukup berbahaya. Karena inilah Maharsi memuji.
Akan tetapi sambil menarik kembali lengannya, pendeta Jangkung ini sudah mengirim serangan bertubi-tubi, susul-menyusul dan angin pukulannya menderu-deru seperti angin taufan mengamuk. Swan Bu benar-benar kaget sekali. Maklumlah dia bahwa si jangkung ini benar-benar amat berbahaya. Apalagi pada saat itu, Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam dan Ang Mo-ko masih terus menerjangnya dengan sengit, maka pemuda Liong-thouw-san ini benar-benar berada dalam keadaan yang amat berbahaya.
Adapun Lee Si yang menghadapi Siu Bi dan terdesak hebat, tiba-tiba melihat munculnya seorang kakek pendek yang serta merta menggerakkan tangan menyelonong maju dan menerjang..... Siu Bi dengan pukulan-pukulan dan dorongan-dorongan kuat, dibarengi suara ketawanya terbahak-bahak. Kakek ini adalah Bo Wi Sianjin yang memandang rendah Koleksi Kang Zusi244
Jaka Lola Kho Ping Hoo lawan karenanya dia tidak menggunakan Pukulan Katak Sakti, melainkan mendesak dengan pukulan-pukulan Jarak jauh biasa. Akan tetapi dia salah kira dan bukan menyerang Lee Si, malah menerjang Siu Bi.
"Eh-eh-eh, Locianpwe, bukan dia musuh kita. Yang seorang lagi.....!" seru Ouwyang Lam kaget sambil melompat mendekati, meninggalkan Swan Bu yang kini sudah terdesak hebat itu.
"Hah" Yang mana?" Bo Wi Sianjin menghentikan serangannya, tertegun dan bingung.
Sementara itu, Siu Bi marah sekali. la tadi sedang mendesak Lee Si, sama sekali tidak membutuhkan bantuan karena ia berada di fihak unggul, maka majunya kakek itu baginya merupakan gangguan yang menjengkelkan.
"Aku tidak butuh bantuan! Mundur!!?" serunya dan pedangnya dikerjakan lebih hebat.
Lee Si yang maklum bahwa dirinya tak dapat tertolong lagi kalau ada orang lain maju mengeroyok, menjadi gugup dan sebuah pukulan Hek-in-kang dari Siu Bi tak dapat ia hindarkan, mengenai pundaknya dan ia terhuyung-huyung. Kesempatan baik ini dipergunakan oleh Siu Bi untuk menyapu kaki Lee Si sehingga gadis ini roboh dan sebuah totokan membuatnya lemas tak dapat bergerak lagi.
Swan Bu yang sudah terdesak hebat, melihat robohnya Lee Si, menjadi marah sekali.
"Keparat, lepaskan dia!" la membentak, tubuhnya bagaikan kilat menyambar ke arah Lee Si untuk menolong gadis itu. Akan tetapi tiba-tiba dari kanan menyambar tongkat bambu Ang Mo-ko menotok lambung. la cepat menangkis dan melanjutkan gerakannya menolong Lee Si, namun angin menyambar dari kiri dan Swan Bu merasa seakan-akan tubuhnya terdorong oleh tenaga yang amat dahsyat. la terlempar dan sebelum dia sempat bergerak, dua buah lengan panjang Maharsi yang tadi memukulnya telah mencengkeram pundaknya dan menotok jalan darah di punggungnya, membuat dia tak berdaya lagi. Sepasang orang muda itu telah tertawan oleh musuh-musuh besarnya.
"Siapakah dia ini?" Maharsi bertanya kepada sunnoinya sambil menuding ke arah Swan Bu yang sudah rebah miring di atas tanah. Mau tak mau pendeta dari barat itu kagum bukan main karena semuda itu Swan Bu telah memiliki kepandaian yang hebat.
"Suheng," kata Ang-hwa Nio-nio dengan muka berseri. "Kebetulan sekali kau datang dan kebetulan memang, karena bocah ini bukan lain adalah putera Pendekar Buta. Ular menghampiri penggebuK, bukan?"
"Sudah jelas anak musuh besar, tidak dibunuh tunggu apa lagi?" Ouwyang Lam yang merasa iri melihat ketampanan dan kegagahan pemuda itu, jauh melebihi dirinya, cepat Koleksi Kang Zusi245
Jaka Lola Kho Ping Hoo mengangkat pedangnya menusuk ke arah dada Swan Bu! Pemuda ini maklum bahwa nyawanya berada di ujung pedang lawan, namun karena dia tak dapat menggerakkan kaki tangannya, Swan Bu hanya dapat memandang dengan mata tidak berkedip sedikit pun juga.
Orang-orang lain yang berada di situ hanya memandangnya sambil tertawa, karena pemuda Liong-thouw-san ini memang anak musuh besar, berarti musuh pula, apalagi sudah mengacaukan usaha mereka di Kong-goan, tidak dibunuh mau diapakan lagi"
"Cringgg.....!?" Ouwyang Lam kaget dan melompat mundur. Pedangnya yang hampir menancap di dada Swan Bu telah terbentur pedang lain yang telah menangkisnya sehingga muncrat bunga api saking kerasnya benturan itu. Ketika semua orang memandang, kiranya yang menangkis itu adalah Siu Bi!
"Eh, kau lagi" Bi-moi, terus terang saja, kau sebetulnya berfihak siapa" Ketika di Ching-coa-to kami hendak membunuh puteri Raja Pedang, kau pun menghalangi maksud kami! kata Ouwyang Lam, penasaran.
Sepasang mata yang tajam bening itu , berkilat, "Aku berfihak kepada diriku sendiri! Boeah ini adalah anak Pendekar Buta, berarti musuh besarku. Aku sudah bersumpah hendak membuntungi lengan Pendekar Buta, isterinya dan anaknya, membuntungi lengannya hidup-hidup! Kalau dia dibunuh, apa artinya membuntungi lengannya lagi?"
"Tapi..... tapi bukan kau yang merobohkan dia, kau tidak berhak. Kami yang merobohkan dan menawannya, maka kami yang berhak melakukan apa saja terhadap dirinya!"
"Siapa saja yang membunuhnya berarti hendak menghalang-halangi aku untuk balas dendam dan melaksanakan sumpahku. Tentang siapa merobohkan, memang betul kalian yang merobohkan, akan tetapi perempuan ini aku yang merobohkan. Sekarang aku ingin menukarkan dia dengan anak Pendekar Buta ini. Ouwyang-twako, kau boleh ambil dia, biarkan aku membuntungi lengan anak Pendekar Buta tanpa membunuhnya?"
Ouwyang Lam menengok ke arah Lee Si yang menggeletak telentang. Dalam keadaan tertotok dan telentang di atafii tanah itu dengan pakaian kusut, gadis cantik ini kelihatan menarik sekali, menggairahkan hati Ouwyang Lam yang memang berwatak mata keranjang.
Segera mengilar dia ketika pandang matanya menjelajahi tubuh Lee Si dan sambil menyeringai dia berkata, "Aku..... aku boleh..... memiliki dia.....?"
Pada saat itu, Bo Wi Sianjin berkata, "Eh, Maharsi, bukankah gadis ini cucu Raja Pedang yang pernah kita kejar?"
Maharsi memandang. "Aha, betul! Betul dia! Wah, Bhok-losuhu tentu akan girang sekali.
Sumoi, benar-benar kita telah mendapatkan tawanan penting. Seorang putera Pendekar Buta, yang seorang lagi cucu Raja Pedang. Baiknya kita jangan bunuh mereka, jadikan Koleksi Kang Zusi246
Jaka Lola Kho Ping Hoo tangkapan untuk memaksa musuh-musuh besar itu menyerah!"
"Bagus, itu betul sekali!" seru Bo Wi Sianjin karena baik dia maupun Maharsi sebetulnya masih merasa jerih untuk bertanding melawan Pendekar Buta dan Raja Pedang yang terkenal sakti.
"Suheng, kau tadi menyebut nama Bhok-losuhu" Siapakah yang kau maksudkan?"
Maharsi tertawa ha-ha-hah-he-heh. "Siapa lagi kalau bukan Bhok Hwesio itu tokoh besar yang sakti dari Siauw-lim-pai" Dia pun sudah siap untuk membasmi Pendekar Buta dan Raja Pedang dan dia datang bersama kami ke Kong-goan, akan tetapi tentu saja tidak mau ke sini. Kuharap kau suka rnengunjunginya di kelenteng sebelah timur kota, Sumoi."
Girang sekali hati Ang-hwa Nio-nio, apalagi setelah ia diperkenalkan dengan Bo Wi Sianjin sebagai sute dari Ka Chong Hoatsu yang menaruh dendam kepada Raja Pedang. Dengan begini banyaknya orang pandai di fihaknya, tentu akan terlaksana idam-idaman hatinya, yaitu rnenebus kematian dua orang adiknya.
Pada saat itu, dengan tergesa-gesa seorang anggauta Ang-hwa-pai berlari menghampiri Ang-hwa Nio-nio dan meIapor,"Paicu, seorang yang bernama Tan Kong Bu, kabarnya ketua Min-san-pai, mencari Tan Lee Si yang katanya adalah puterinya, sedang menuju ke sini!"
Ang-hwa Nio-nio membelalakkan kedua matanya, lalu tertawa mengikik. "Wah-wah, benar-benar malam baik sekali sekarang. Seorang demi seorang anggauta keluarga mereka berdatangan sehingga memudahkan kita untuk nnembasminya. Suheng, aku mempunyai rencana yang bagus sekali. Lam-ji (anak Lam), kau bawa dua orang tawanan kita itu ke dalam kuil, tapi jangan ganggu mereka!" perintahnya kepada Ouwyang Lam. Pemuda ini mengangguk tersenyum, lalu membungkuk, memondong tubuh Lee Si dan menyeret tubuh Swan Bu dengan menjambak rambutnya.
"Twako, serahkan anak Pendekar Buta itu kepadaku!" Siu Bi melompat maju. "Aku harus melaksanakan sumpah pembalasanku!"
"Ihhh, Siu Bi. Apakah kau sudah tergila-gila melihat pemuda yang tampan dan gagah itu"
Hi-hi-hik!"
Bukan main marahnya hati Siu Bi mendengar ejekan Ang-hwa Nio-nio ini.
Mukanya seketika menjadi merah sekali matanya berapi-api, tangannya yang memegang pedang gemetaran. "Bibi Kui Ciauw! Aku bukan seperti engkau'"
Ang-hwa Nio-nio juga marah. "Siu Bi kuperingatkan kau! Kami tidak butuh bantuanmu.
Koleksi Kang Zusi247
Jaka Lola Kho Ping Hoo
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kalau kau mau bekerja sama dengan kami untuk menghadapi Pendekar Buta silahkan tingga1 bersama kami akan tetapi harus menurut apa yang kami rencanakan. Kalau tidak mau, kami tidak akan menahanmu.
"Nio-nio... Bi-moi..... sudahlah, di antara kita sendiri mengapa mesti ribut-ribut?" Ouwyang Lam cepat melerai dengan suara halus, kemudian dia melanjutkan pekerjaannya, memondong Lee Si dan menyeret tubuh Swan Bu dibawa masuk ke dalam kuil. Siu Bi merengut hatinya mendongkol sekali. Akan tetapi apa yang dapat ia lakukan" Ia maklum bahwa untuk melawan pun ia akan kalah. Maka tanpa berkata sesuatu ia lalu berjalan pergi dari depan Ang-hwa Nio-nio, menahan isak tangis saking gemasnya.
"Siapakah dia?" Maharsi bertanya.
"Ah, dia....." Cucu Hek Lojin, jUgfi imusuh Pendekar Buta."
"Hek Lojin" Pantas dia begitu liar, kiranya cucu iblis itu!" kata Bo Wi Sian-jin, mengangguk-angguk. Mereka lalu memasuki kuil dan Ang-hwa Nio-nio memberi perintah kepada anak buahnya untuk mengatur rencananya yang dianggap amat baik.
Apakah yang direncanakan oleh ketua Ang-hwa-pai ini" Kebenciannya terhadap Pendekar Buta dan Raja Pedang membuat nyonya tua ini pandai mencari cara yang paling keji untuk melampiaskan dendamnya. Marilah kita ikuti bersama apa yang direncanakan. Seperti telah dilaporkan oleh seorang anak buah Ang-hwa-pai tadi, di kota Kong-goan malam hari itu kedatangan seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh tinggi besar dan tegap, sikapnya gagah bicaranya kasar keras dan nyaring sekali. Orang ini bukan laira adalah Tan Kong Bu yang sudah meninggalkan puncak Min-san untuk mencarl puterinya yang diam-diam meninggalkan puncak, seperti telah kita ketahui, semenjak datangnya murid kepala Raja Pedang, yaitu Su Ki Han telah terjadi Perubahan hebat di Min san. Lee Si, puteri tunggal itu telah meninggalkan puncak tanpa memberi tahu dan Su Ki Han sendiri yang merasa tidak enak, segera berparnit turun gunung untuk berusaha mengejar Lee Si. Seperginya Su Ki Han, Kong Bu merasa tidak enak dan menyatakan kepada isterinya untuk pergi mengejar puteri mereka itu.
Tentu saja ia tidak boleh dibandingkan dengan adikku Cui Sian," demikian kata pendekar itu. "Kepandaian Lee Si memang sudah cukup untuk menjaga diri, akan tetapi ia masih hijau dan tidak tahu akan bahayanya dunia kang-ouw. Sedikitnya la harus mendengarkan dulu dan kita tentang kejahatan di dunia kang-oyw sehingga ia dapat menjaga diri. Tinggal kau pilih, kau atau aku yang perci mengejar?"
Demikianlah, Tan Kong Bu lalu turun dari puncak, mencari puterinya. Sebagai seorang tokoh kang-ouw yang ulung, akhirnya Kong Bu berhasil mengikuti jejak-puterinya dan menuju ke Kong-goan, hanya selisih setengah hari saja dengan puterinya. la mendengar tentang keributan yang terjadi di rumah Lo-ciangkun, maka dia mempunyai dugaan bahwa agaknya Koleksi Kang Zusi248
Jaka Lola Kho Ping Hoo Lee Si terlibat dalam hal ini. la mencari sampai ke losmen di mana Lee Si bermalam, dengan cara kasar dan keras dia mengancam pengurus losmen yang biar mati pun tidak akan mampu memberi keterangan ke mana perginya gadis itu yang pergi melalui genteng dan tidak terlihat oleh siapapun juga. Kong Bu berputar-putar di kota Kong-goan sampai jauh malam, namun dia tidak dapat menemukan jejak Lee Si dan tidak ada yang dapat memberi keterangan ke rnana perginya gadis itu.
Dalam keadaan gelisah Kong Bu berlari-lari keluar masuk lorong gelap dan keadaan kota Kong-goan sudah sepi. Tiba-tiba dia cepat menghindar ke kiri. Hampir saja dia bertubrukan dengan seorang laki-laki kecil kurus yang juga berlari-lari seperti dia dan mereka bertemu di sebuah tikungan jalan kecil. Laki-laki itu kelihatan gugup sekali, tanpa bicara sesuatu terus melarikan diri dengan cepat. Kong Bu merasa curiga. Jelas bahwa orang itu memiliki kepandaian silat yang lumayan melebihi orang biasa, larinya cepat dan gerakannya gesit.
Dengan beberapa lompatan jauh akhirnya Kong Bu dapat menyusul dan mengejar orang itu.
Si kecil kurus yang berkumis panjang itu kaget setengah mati ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depannya telah berdiri seorang laki-laki tinggi besar, apalagi ketika dia mengenalnya sebagai laki-laki yang hampir bertubrukan dengannya tadi. Tanpa banyak cakap lagi dia membalikkan tubuh dan lari lagi, akan tetapi dia mengeluh ketika pundaknya tiba-tiba dipegang tangan yang memiliki jari-jari tangan sekuat cepitan baja.
"Kau siapa dan ada apa malam-malam begini kau berlari-lari seperti pencuri" Hayo mengaku terus terang, kalau tidak, tulang-tulang pundakmu akan kuhancurkan!" bentak Kong Bu yang sedang gelisah sehingga menjadi pemarah itu.
"Ampun, Ho-han (Orang Gagah)..... ampunkan saya. Saya..... Ciu Ti bukan pencuri.....
saya..... saya sedang bingung dan hendak mencari pertolongan. Ada....,, ada penjahat menyeret seorang gadis cantik ke dalam kuil di mana saya biasanya bermalam..... maaf, saya tiada keluarga tiada tempat tinggal..... saya..... saya berusaha menolong nona cantik itu, tapi..... saya kalah. Penjahat muda itu terlampau kuat, agaknya dia..... dia seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga)....."
Kong Bu tertarik hatinya. "Di niana dia" Betulkah dia penjahat pemetik bunga?"
"Mungkin, saya..... saya tidak jelas. Hanya ketika dia merobohkan saya tadi, dia..... dia mengaku bahwa dia she Kwa..... dan mengusir saya pergi, gadis itu pingsan, di pinggangnya tergantung pedang..... eh, pedang kuning seperti emas....."
Cengkeraman pada pundak itu mengeras dan si kecil kurus menyermgai kesakitan,
"Bagaimana kau bisa tahu pedang yang tergantung itu pedang kuning?"
Koleksi Kang Zusi249
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Aduh..... lepaskan pundak saya..... aduh, mana saya bisa tahu kalau jai-hwa-cat itu tidak mempergunakannya untuk melawan saya" Pedang ampuh sekali, golok saya patah begitu beradu....." " Kong Bu tidak sabar lagi, segera menyeret tangan orang itu. "Hayo cepat, antarkan aku ke sana Cepat.... kubai ting mampus kau, hayo cepat'" Orang itu mengeluh dan setengah diseret karena betapapun dia mengerahkan tenaga jan ilmu lari cepatnya, agaknya masih kuf ang cepat saja sehingga dia seperti diseret dan kedua kakinya tidak menginjak biJmi ' lagi karena tubuhnya seperti nienggantung kepada lengan Kong Bu yang kuat.
"Di sinikah tempatnya?" tanya Kong Bu.
"Betul..... di dalam.... di ruangan belakang, aku..... aku takut, harap kau suka masuk sendiri, Ho-han....."
Kong Bu mendorong orang itu sampai terjengkang, kemudian dia melompat naik ke atas genteng kuil tua itu. Hati jago tua ini berdebar tidak karuan. Di manapun dia berada dan siapapun gadis yang menjadi korban jai-hwa-cat, kalau dia mendengar pasti dia akan turun tangan membasmi si penjahat. Akan tetapi sekarang lain lagi halnya. la sedang mencari puterinya yang dia tahu berada di kota itu, akan tetapi yang lenyap tak meninggalkan bekas, sedangkan buntalan pakaiannya masih di kamar losmen. Dan gadis yang pingsan menjadi korban jai-hwa-cat itu berpedang kuning. Oei-kong-kiam! Mana lagi ada pedang kuning selain Oei-kong-kiam, pedang yang dibawa Lee Si" Inilah yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan, bahkan kedua kakinya agak menggigil dan hampir dia terpeleset ketika dia melompat ke atas genteng yang gelap itu.
Dari atas genteng dia melihat api penerangan di sebelah belakang kuil. Cepat dia melompat dengan hati-hati ke bagian belakang, di atas tempat yang diterangi lampu di sebelah bawah. Dengan hati-hati dia membongkar genteng lalu mengintai ke bawah. la memandang dengan mata melotot, lalu menggosok-gosok kedua matanya, memandang lagi, otot-otot pada lehernya menegang, wajahnya tiba-tiba pucat sekali, lalu terdengar giginya berkerot-kerot.
"Bedebah! Keparat biadab.....! Ku-bunuh kau..... kubunuh.....!" teriakan ini mula-mula hanya terdengar seperti gerengan harimau marah, kemudian melengking tinggi dan nyaring sekali.
Apakah yang dilihat jago Min-san ini" Pemandangan di dalam ruangan di bawah itu benar-benar membuat darahnya mendidih, matanya tiba-tiba gelap dan dadanya serasa meledak.
Mereka berbaring di atas lantai, dua orang itu, seorang pemuda tampan dan seorang gadis cantik jelita. Siapa lagi kalau bukan Lee Si, puterinya" Betapa tidak akan hancur hatinya melihat puterinya itu rebah terlentang, entah bagaimana keadaannya karena tubuhnya tertutup selimut sebatas leher, akan tetapi yang jelas puternya itu menangis terisak-isak dan kelihatan lemah sekali. Tentu dalam keadaan tertotok jalan darahnya, pikirnya dengan Koleksi Kang Zusi250
Jaka Lola Kho Ping Hoo hati hancur. Dan laki-laki tampan itu mukanya seperti perempuan, terlalu tampan. Patut menjadi muka seorang kongcu hidung belang atau seorang penjahat jai-hwa-cat yang lihai!
Dan yang lebih memanaskan hatinya, laki-laki tampan itu rebah miring menghadapi Lee Si, tubuh bagian atas telanjang
"Ayaaahhh.....!" terdengar Lee Si menjerit, suaranya lemah sekali, bercampur isak.
"Keparat..... jahanam.....!" Kubunuh engkau, kukeluarkan isi perutmu, kuminum darahmu......!" Kong Bu berteriak lagi, kini diseling suara rnelengking tinggi yang menggetarkan kuil itu, seperti bukan suara manusia lagi.
Akan tetapi selagi dia hendak membongkar genteng dan menerobos ke bawah tiba-tiba beberapa batang lilin yang menyala di ruangan itu padam, membuat keadaan menjadi gelap pekat. Betapapun marahnya hati Kong Bu, dia seorang jagoan kang-ouw yang sudah ulung, tentu saja dia tidak mau secara membuta melompat ke dalam ruangan yang gelap gulita dan tidak dikenalnya itu.
"Paman Kong Bu..... dengarlah... saya Kwa Swan Bu..... putera ayah Kwa Kun Hong di Liong-thouw-san.,.., Paman....."
Teringat Kong Bu akan penuturan si kurus tadi bahwa jai-hwa-cat itu she Kwa. Darahnya makin bergolak. "Tak peduli kau anak setan dari mana, hayo keluar! Hayo kaulawan aku mengadu nyawa. Penghinaan ini baru lunas bila ditebus dengan darah dan nyawa! Keluar!!
kurobek dadamu, kukeluarkan jantungmu!"
Tiba-tiba dari dalam gelap di sebelah bawah terdengar desir angin yang amat halus. Kong Bu cepat miringkan tubuh dan pedang yang sudah dicabutnya itu menangkis beberapa batang jarum halus yang menyambar ke arahnya dari bawah sebelah kiri. Itulah jarum rahasia dan mendengar bunyinya yang halus berdesir dapat diketahui bahwa penyambitnya tentu memiliki Iweekang yang amat kuat. Kong Bu cepat melompat ke bawah, sambil memutar pedangnya, melayang ke arah dari mana datangnya jarum-jarum tadi. Akan tetapi baru saja kedua kakinya menginjak tanah, dari arah kanannya menyambar angin pukulan yang emat kuat dan dahsyat. Kong Bu cepat menggeser kaki memasang kuda-kuda yang amat rendah sambil menyampok dengan lengan kirinya dan mengerahkan sinkang di tubuhnya. Akan tetapi hampir saja dia terguling karena ternyata bahwa sambaran angin pukulan itu kuat bukan main. Ia kaget sekali, akan tetapi tidak heran. Kalau bangsat itu betul putera Pendekar Buta Kwa Kun Hong tentu saja memiliki kepandaian yang amat tinggi.
Makin panas hatinya! Bagaimanakah putera Kun Hong bisa melakukan perbuatan yang begini biadab"
Kong Bu adalah putera Raja Pedang yang menerima gemblengan ilmu silat dari kakeknya yaitu mendiang Song-bun-kwi Kwee Lun. Tentu saja dia mewarisi kepandaian tinggi dan dia Koleksi Kang Zusi251
Jaka Lola Kho Ping Hoo tidak gentar meski menghadapi lawan yang bagain ana sakti pun. Apalagi sekarang dia sedang niarah dan nekat karena ingin membela kehormatan puterinya. Akan tetapi ketika ia memutar pedangnya sambil mengeluarkan suara melengking-lengking tinggi untuk menerjang lawannya yang mengirim pukulan dari tempat gelap, di situ tidak tampak lagi ada orang. Makin kagetlah dia. Terang bahwa lawannya tadi selain memiliki tenaga kuat, juga memiliki kegesitan yang luar biasa.
"Jai-hwa-cat biadab! Kalau memang jantan, hayo kautandingi aku secara laki-laki. Aku Tan Kong Bu ketua Min-saiw pai, sebelum dapat mengeluarkan isi perutmu, takkan berhenti berusaha. Kau atau aku yang mati untuk mencuci noda ini!" pekiknya sambil membacokkan pedangnya pada sebuah tiang kuil. Tiang! itu terbabat putus dan genteng di atasnya banyak yang rontok karena penahan genteng menjadi miring.
"Hayo keluar! Jangan sembunyi kau, pengecut, jahanam keparat, manusia biadab! Biarpun kau anak Kwa Kun Hong atau putera malaikat sekalipun, jangan harap bisa terlepas dari tanganku!"
Akan tetapi ketika dia hendak menyerbu ke dalam ruangan belakang itu, tiba-tiba ada sambaran angin pukulan jarak jauh lagi, kini dari arah belakangnya. Cepat dia menggeser kaki, memutar-mutar tubuh sehingga pukulan itu me-leset. la melihat bayangan orang berkelebat di belakangnya, cepat dia mengejar. Bayangan itu gesit sekali dan melompat-lompat ke arah pagar ternbok yang mengelilingi kuil, lalu menerobos keluar.
"Keparat, hendak lari ke mana kau?" Kong Bu mengejar, pedangnya diputar dan siap untuk melancarkan serangan maut. Di depan kuil yang agak gelap bayangan itu berhenti dan Kong Bu cepat menghujani serangan-serangan dengan pedangnya. Akan tetapi ternyata bayangan itu luar biasa cepat gerakannya, biarpun bertangan kosong, namun selalu dapat mengelak daripada sambaran pedangnya. Keadaan yang gelap membuat Kong Bu tidak dapat mengenal wajah orang ini, namun dia dapat melihat bayangan seorang pemuda yang tampan. Belum sepuluh jurus dia menyerang, pemuda itu melornpat dan menghilang di dalam gelap.
"Jai-hwa-cat, jangan lari kau!" seru Kong Bu sambil mengejar. Akan tetapi bayangan itu lenyap. Setelah mengejar agak jauh, Kong Bu teringat akan puterinya. Cepat dia membalik dan lari ke arah kuil kembali, kini dengan nekat dia menerobos masuk ke dalam kuil sambil menjaga diri dengan pedang, langsung dia menuju ke ruangan belakang. Sekali tendang, pintu ruangan belakang yang memang sudah reyot itu runtuh berantakan. la menerjang ke dalam. Gelap! Dengan kakinya dia meraba-raba, akan tetapi ternyata ruangan itu kosong melompong. Baik pemuda jai-hwa-cat tadi maupun puterinya, telah lenyap.
Kong Bu mencari ke seluruh ruangan kuil kuno, akan tetapi tidak menemukan seorang pun.
Ia memaki-maki, memanggil-manggil nama anaknya, berteriak-teriak menantang. Sia-sia Koleksi Kang Zusi252
Jaka Lola Kho Ping Hoo belaka. Bukan main kecewa dan menyesalnya. la telah ditipu oleh pemuda jai-hwa-cat tadi.
Terang bahwa tadi dia sengaja dipancing ke luar, kemudian jai-hwa-cat itu tentu telah kembali ke gedung membawa lari Lee Si yang tidak berdaya melawan.
"Keparat jahanam! Kau anak Kwa Kun Hong! Awas kau! Kwa Kun Kong, si buta, keparat, kau harus mempertanggungjawabkan kebiadaban puteramu. Awas kau! Sambil memaki-maki dan menyumpah-nyumpah, Kong Bu lalu lari seperti orang gila, keluar dari kuil itu. Tujuan hatinya hanya satu, ke Liong-thouw-san, menuntut kepada Kun Hong agar supaya puteranya diserahkan kepadanya, untuk didodet perutnya agar terbebas penghinaan yang hebat ini!.
* * * "Wah, baik sekali hasilnya. Sumoi, kau benar-benar amat cerdik dan licin sekali. Ha-ha-ha, antara keturunan Raja Pedang dan keturunan Pendekar Buta sudah terdapat bentrokan yang agaknya hanya, dapat diredakan dengan darah dan nyawa. Bagus sekali, Sumoi!" Maharsi tertawa memuji-muji sumoinya setelah pada keesokan harinya pagi-pagi mereka berkumpul di sebuah hutan tak jauh dari kuil di kota Kong-goan itu. Mereka berkumpul di situ, lengkap seperti kemarin, kecuali Siu Bi. Gadis ini tidak tampak mata hidungnya.
"Ah, Suheng. Kalau tidak sedemikian besar dendamku terhadap mereka, agaknya takkan terpikirkan akal seperti itu olehku. Ketika kau dan Ouwyang Lam memancing Tan Kong Bu menjauhi kuil, sengaja kubebaskan puterinya. Tentu saja gadis itu malu sekali dan tidak ada muka berjumpa dengan ayahnya. Hi-hi-hik, betapapun dia akan membela diri, siapa percaya bahwa dia tidak tercemar oleh putera Pendekar Buta?"
"Tapi di mana adanya Kwa Swan Bu, dan mana pula adik Siu Bi?" tanya Ouwyang Lam.
"Huh, gadis tiada guna itu! Tadinya Swan Bu kusingkirkan dalam keadaan tertotok, tapi kemudian lenyap, tentu dibawa pergi Siu Bi. Gadis tak tahu malu itu kalau tidak tergila-gila kepada pemuda tampan itu, entah mau apa dia.....!"
Diam-diam Ang-hwa Nio-nio merasa iri hati dan cemburu kepada Siu Bi karena agaknya kekasihnya, Ouwyang Lam, tergila-gila kepada gadis Go-bi-san itu, maka kesempatan ini ia pergunakan untuk memaki-maki dan memburukkan nama Siu Bi.
Adapun Ouwyang Lam diam-diam kecewa sekali karena si jelita Lee Si yang diincar-incar dan hendak dijadikan korbannya, telah dibebaskan. Ini belum apa-apa yang menjengkelkan hatinya adalah perginya Siu Bi! la mengomel, "Ah, Nio-nio terlalu curiga. Terang bahwa adik Siu Bi membawa pergi Kwa Swan Bu untuk melampiaskan dendamnya. Kita lihat saja, tak lama lagi kita akan mendengar bahwa putera Pendekar Buta kehilangan sebelah lengannya."
"Kalau tidak sudah menjadi bangkai!" "ieata pula Ang-hwa Nio-nio. "Orang gila dari Min-san Koleksi Kang Zusi253
Jaka Lola Kho Ping Hoo itu mengejar-ngejarnya. Aha, alangkah ramainya nanti di Liong-thouw-san. Tentu Raja Pedang akan terseret-seret pula. Dan selagi mereka saling cekcok memperebutkan kebenaran, kita serbu mereka. Suheng, dan Sianjin, mari kita mengunjungi Bhok Lo-suhu!"
Biarpun hatinya mendongkol, Ouwyang Lam tidak dapat bicara apa-apa lagi, hanya di dalam hatinya ia mengharapkan kembalinya Siu Bi menggabung kepada rombongan mereka yang makin kuat ini. la percaya bahwa lambat-laun dia pasti akan dapat berhasil memikat hati gadis yang mengguncangkan jantungnya itu.
Dugaan Ang-hwa Nio-nio memang tepat. Ketika terjadi tipu muslihat yang dilakukan oleh Ang-hwa Nio-nio, Siu Bi melihat dengan jelas. Akan tetap ia tidak ambil pusing, hanya mulutnya tersenyum menghina. la muak dengan cara-cara yang dikerjakan oleh Ang-hwa Nio-nio. Akan tetapi ia selalu mencari ke-sempatan untuk memuaskan nafsu hatinya sendiri, yaitu membalas kepada Kwa Swan Bu putera Pendekar Buta. Urusan orang lain ia tidak peduli, yang penting ia harus melaksanakan tugas dan sumpahnya.
Ketika orang yang dinanti-nanti, yaitu yang katanya adalah putera Raja Pedang, ketua Min-san-pai bernama Tan Kong Bu ayah Lee Si yang tertawan itu datang, ia kagum juga. Bukan main sepak terjang laki-laki tinggi besar itu. Mengingatkan ia akan kakeknya, Hek Lojin.
Akan tetapi ketika ia melihat laki-laki itu di-pancing menjauhi kuil dan melihat Ang-hwa Nio-nio menyeret Swan Bu keluar dan meninggalkannya di belakang kuil untuk membebaskan Lee Si, diam-diam ia menyelinap dan mengempit tubuh Swan Bu, terus dibawa lari cepat sekuatnya meninggalkan tempat itu. Yang lain-lain ia tidak peduli, yang penting baginya ha-nyalah Kwa Swan Bu, putera Pendekar Buta, musuh besarnya!
Siu Bi maklum bahwa Ang-hwa Nio-nio dan teman-temannya adalah orang-orang yang aniat sakti, bukan lawannya dan ia akan terpaksa menyerahkan Swan Bu kembali malah ia sendiri mungkin tak bebas daripada hukuman apabila mereka dapat menyusulnya. Oleh karena inilah maka gadis itu terus lari secepatnya, menyusup-nyusup ke dalam hutan dan tidak pernah berhenti sampai malam berganti pagi. Akhirnya ia tldak kuat lari lagi dan di dalam sebuah hutan keci ia berhenti, terengah-engah lalu melenpar tubuh Swan Bu ke atas tanah. la berdiri mengatur napas, menyusut keringat di leher dan jidatnya dengan saputangan, memandang sekilas ke arah pemuda yang terbanting ke atas tanah itu. la melihat pemuda itu bergerak perlahan, menggerak-gerakkan lengan dan kaki, agaknya sudah terbebas daripada totokan, lalu mencoba untuk bangun dan duduk.
Siu Bi kaget sekali, teringat betapa lihainya pemuda ini dan kalau sudah pulih tenaganya, tentu sukar baginya untuk mengalahkannya. Cepat ia menerjang maju, tangannya bergerak dan Swan Bu yang tahu bahwa dia diserang, tak dapat menangkis atau mengelak, karena jalan darahnya belum pulih seluruhnya. Kembali dia roboh dan tak berkutik ka-rena jalan darahnya yang membuat dia lenias telah ditotok oleh gadis galak itu. Setelah merasa yakin bahwa lawannya takkan mampu bergerak, Siu Bi yang merasa kedua kakinya berdenyut-Koleksi Kang Zusi254
Jaka Lola Kho Ping Hoo denyut linu dan lelah sekali, menjatuhkan din duduk di atas tanah berunnput, melanjutkan usahanya menghapus keringatnya.
Kemudian ia mengebut-ngebut sapu-tangan dipakai mengipasi lehernya sambil menatap wajah di depan kakinya itu. Wajah seorang pemuda yang amat tampan dan gagah, alis yang hitam tebal berbentuk golok, sepasang mata yang penuh ketabahan! Kebetulan sekali Swan Bu juga memandang kepadanya. Dua pasang mata bertemu pandang, penuh amarah, saling serang dan akhirnya Siu Bi yang menunduk lebih dulu.
"Perlu apa kau melarikan diriku ke sini tanya Swan Bu, suaranya tenang akan tetapi agak ketus.
"Perlu apa lagi" Meinbuntungi lengan kirimu untuk membalas sakit hati mendiang kakekku!"
Swan Bu terdiam, memutar otak. Namun dia tidak melihat jalan keluar untuk menolong dirinya. Gadis ini wataknya keras dan aneh, liar dan ganas. Betapapun juga, kalau gadis ini tidak menculiknya kesini mungkin jiwanya terancam bahaya. Bahaya yang mengerikan. la bukan takut mati, akan tetapi mati di tangan paman Tan Kong Bu dengan tuduh-an melakukan tindakan maksiat, berjina dengan Lee Si, sungguh merupakan kematian yang amat pahit dan penasaran. Betapapun juga, jika direnungkan benar-benar, .gadis liar ini sudah menolongnya, menolong kehormatannya, karena biarpun dia akan dibuntungi lengan kirinya, na-mun dia tidak mati dan selama dia masih hidup dia akan dapat membersihkan namanya, akan dapat membuktikan kepada pamannya, Tan Kong Bu, bahwa dia sama sekali tidaklah berbuat jina dengan puteri pamannya itu. Juga, biarpun lengannya tinggal sebuah, dia masih akan mendapat kesempatan membalas kepada Ang-hwa Nio-nio dan kawan-kawannya yang telah membuat fitnah keji terhadap dirinya dan Lee Si itu.
"Huh, wajahmu pucat! Kau takut, ya" Ngeri mengingat lengan kirimu akan buntung" Ya, akan kubuntungi lengan kirimu, biar tahu rasa, biar kau merasakan bagaimana sengsaranya kakekku setelah lengan kirinya dibuntungi ayahmu. Dan setelah kau, ayah dan ibumu akan menerima gilirannya!"
"Hemmm, kau ini bocah bermulut besar, sombong dan tak tahu malu. Mem-buntungi lenganku saja kalau tidak secara pengecut, tidak akan becus kaulakukan. Macam kau hendak membuntungi lengan ayah ibuku" Hah, cacing tanah pun akan terbahak geli rnendengar kata-katamu tadi!"
Tadinya Siu Bi mengira bahwa Swan Bu merasa ngeri dan ketakutan. Hatinya sudah merasa girang karena ia mendapat kesempatan untuk mengejek. Kiranya sekarang malah ucapan pemuda itu ba-gaikan api membakar dadanya, membuat ia melompat bangun, berdiri dengan mata mendelik, muka berwarna merah padam, hidungnya kembang-kempis.
Koleksi Kang Zusi255
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Nah, marahlah! Hayo, keluarkan ke-s gagahanmu, marah sekuatmu kemudian coba kaubebaskan aku kalau berani! Ka-lau aku bebas, boleh kaucoba untuk mem-buntungi lenganku, hendak kulihat kau becus atau tidak. Hemmm, biar kau memegang pedang setan hitam itu, aku bertangan kosong saja menghadapimu bukan lenganku yang buntung, melainkan..... hemmm hidungmu yang kembang-kempis itu yang akan kucabut copot dari mukamu!"
Dapat dibayangkan betapa memuncak kemarahan Siu Bi mendengar ejekan yang dianggapnya penghinaan hebat ini. la membanting-banting kakinya dan hampir menangis ketika pedangnya berkelebatan di depan muka Swan Bu dan tangannya menuding-nuding, bibirnya komat-kaniit meneriakkan maki-makian yang tidak keluar dari mulut.
"Kau..... kau setan, kau..... kau..... manusia sombong. Hihhh, lehermu yang akan kubuntungi, bukan lenganmu. Dengar" Lehermu akan kupenggal dengan pedang ini!"
Namun Swan Bu adalah putera tung-gal Kwa Kun Hong, seorang yang biarpun masih muda namun memiliki dasar satria yang tidak takut mati. Selain ini dia pun keras hati dan tidak sudi tunduk jika merasa dirinya benar. Mendengar ancaman dan melihat pedang berkelebatan di dekat lehernya itu, dia malah tertawa, tertawa nyaring.
"He"!" Siu Bi menahari gerakan pedangnya dan memandang heran. Memang sama sekali ia tidak mengira, orang yang sudah hampir dipenggal lehernya dapat tertawa segembira itu!
"Wah, kau sudah miring otak, ya" Kau sudah menjadi gila saking takut, ya?"
"Perempuan liar, kaulah yang gila. KSM boleh mengeluarkan serifau ancaman, seperti kebiasaan setan-setan dan iblis, akan tetapi seorang gagah tidak takut mati. Aku paling ngeri kalau menjadi pengecut, lebih baik mati daripada men-jadi pengecut macam kau ini.
Berani menjual lagak hanya kepada orang yang sudah tidak mampu melawan. Huh, beri aku kesempatan untuk melawanmu, baru kau tahu rasa, baru akan terbuka matamu bahwa kau harus belajar lima puluh tahun lagi sampai menjadi nenek-nenek kempot keriput baru boleh menandingi aku! Mau bunuh, hayo bunuhlah. Sabetkan pedangmu dengan tanganmu yang curang itu ke leherku, siapa takut?"
Siu Bi tertegun. Kali ini bukan karena marahnya melainkan karena heran dan kagumnya.
Belum pernah selama hidupnya ia melihat orang begini tabah, begini tenang dan penuh keberanian menghadapi kematian. Hampir ia tidak dapat percaya. Mungkin hanya aksi belaka, pikirnya. Kalau sudah diberi rasa sakit, tentu akan menguik-nguik minta arnpun seperti anjing dipecuti.
"Kau betul tidak takut mampus" Nah, rasakan ini!" Pedangnya digerakkan, perlahan-lahan ke arah leher Swan Bu sambil menatap tajam wajah tampan itu. la melihat betapa wajah itu tetap tenang, sepasang mata tajam itu memandang pe-nuh tantangan, berkedip pun tidak, Koleksi Kang Zusi256
Jaka Lola Kho Ping Hoo sam-pai ujung pedangnya menggores kulit pundak yang telanjang itu dan kulit pecah darah merah mengucur. Namut wajah itu tetap tenang, bibir itu cetap dalam senyum mengejek dan mata menantang, berkedip pun tidak! Bukan main!
"Hayo, kenapa berhenti" Bukai aku yang takut mampus, kaulah yang takut melanjutkan perbuatanmu yang curang dan pengecut!"
Pucat wajah Siu Bi mendengar ini. "Setan kau!" Pedangnya kembali diangkat dan kini agak cepat menyambar. "Crattt!" Pedang, itu menancap pada pundak beberapa senti meter saja dalamnya karena segera ditahannya, ketika dicabut, darah mengucur banyak. Tapi tetap saja wajah Swan Bu tidak berubah, matanya tidak berkedip, senyumnya makin mengejek.
"Nah, kembali kau tidak berani. Me-laWanku dengan pedang kuganda tangan kosong pun tidak berani. Huh, kau pengecut kepalang tanggung!"
Siu Bi menggigit bibirnya. "Sombong! Kaukira aku tidak tahu akan akal bulus-mu" Kau sengaja memanas-manasi hati-ku, sengaja membakarku agar aku menjadi panas hati dan membebaskannriu. Huh, siapa yang tidak tahu bahwa kau lihai dan kalau dibanding aku takkan menang" Tapi jangan kira aku sebodoh itu, aku tidak dapat kaupancing! Padahal kalau betul-betul kau bertangan kosong melawan aku bersenjata pedang, dalam belasan jurus saja kau pasti akan roboh.
Kau sengaja membuka mulut besar, kalau sudah kubebaskan dari totokan, kau tentu melarikan diri dan aku tidak dapat mengejarmu, sampai kau mendapatkan senjata dan melawanku. Bukankah begitu akalmu, Bulus?"
Diam-diam Swan Bu mengeluh. Cerdik betul bocah ini. Tidak ada gunanya me-nipu gadis seperti ini. Akan tetapi memang ucapannya tadi bukan semata-mata hendak mengejek dan memancing agar dibebaskan, melainkan betul-betul keluar dari perasaannya yang penasaran dan marah.
"Bocah tak perlu menjual lagak. Kau pintar atau goblok bukan urusanku, yang terang kau pengecut. Aku seorang laki-laki sejati, ayahku Pendekar Buta ter-kenal di kolong jagat sebagai seorang pendekar besar. Menyelamatkan diri de-ngan jalan menipu, apalagi menipu seorang bocah masih ingusan inacam eng-kau, bukanlah perbuatan orang gagah. Kau mau melihat bukti bahwa aku dapat mengalahkan engkau yang berpedang dengan tangan kosong" Bebaskan aku, akan kubuktikan. Aku tidak akan lari, kalau sudah membuktikan omonganku, boleh kautawan aku lagi, aku takkan melawan."
"Huh, siapa percaya omonganmu?" Siu Bi mencibirkan bibirnya yang merah dan Swan Bu mengerutkan alisnya. Terlalu cantik manis dara liar ini kalau sudah menjebi seperti itu.
Koleksi Kang Zusi257
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Percaya atau tidak terserah, aku pun tidak akan memaksa kau percaya. Akan tetapi yang jelas, kau berani melawan aku bertangan kosong?"
Siu Bi duduk termenung, tanpa ia sadari jari-jari tangan kirinya bergerak-gerak dan ujungnya memukul-mukul pahanya sendiri. la penasaran sekali. la tahu bahwa ilmu pedang pemuda ini hebat sekali, tadi malam ia sudah menyaksikannya. Akan tetapi kalau bertangan kosong melawan ia berpedang" Ah, tidak mung-kin ia akan kalah! Pula, kalau membuntungi lengannya dalam keadaan tertotok seperti ini, benar-benar sukar baginya untuk melakukannya. Lebih baik bebaskan dia dan tantang berkelahi, dalam kesempatan itu ia akan membuntungi le-ngannya. Dengan begitu barulah perbuatan gagah.
"Kau tidak akan lari?"
"Kata-kata lari tidak terdapat dalam kamus hatiku."
"Berani sumpah?"
Hampir Swan Bu tertawa. Gadis ini aneh, liar, akan tetapi juga lucu.
"Ucapan yang keluar dari mulut orang gagah dengan sendirinya sudah merupakan sumpah yang lebih berhargai daripada nyawa."
"Baik, kau kubebaskan dan kaulawanlah pedangku dengan tangan kosong. Ka-lau kau melaqkan diri, tidak ape, aku akan menganggap kau seorang yang paling curang dan pengecut di seluruh per-mukaan bumi ini." Sebelum pemuda itu sempat menjawab yang menyakitkan hati, Stu Bi sudah me-.erjang maju, tangan kirinya menotok dan terbebaslah Swan Bu. Pemuda ini bergerak dan bangkit berdiri, kaki tangannya kesemutan dan masih kaku-kaku. la menggerak-gerakkan lengan dan kakinya sampai jalan darahnya pulih kembali sambil mengatur napas mengerahkan sinkang. Terasa hawa panas mengelilingi seluruh bagian tubuhnya dan beberapa detik kemudian dia sudah segar kembali. Inilah cara memulihkan jalan darah dan tenaga warisan ajaran ayah-nya. la melirik ke arah pundaknya di mana terdapat guratan dan tikaman pe-dang. Lukanya tidak berbahaya, akan tetapi terasa perih dan darahnya cukup banyak. Swan Bu menggerakkan jari tangan menekan pinggir luka, darahnya berhenti dan dia menghadapi Siu Bi de-ngan senyum mengejek tak pernah me-ninggalkan bibirnya.
"Kalau kau betul jantan, lawanlah pedangku. Awas pedang!" Siu Bi segera menerjang dengan kecepatan kilat. la sudah maklum bahwa . putera Pendekar Buta ini benar-benar lihai, maka begitu menerjang ia sudah menggunakan jurus yang berbahaya sambil membarengi dengan pukulan Hek-in-kang dari tangan kirinya.
Biarpun baru segebrakan saja Swan Bu pernah melawan Siu Bi, namun dia tahu bahwa gadis itu selain menuliki ilmu pedang yang aneh dan amat ganas, juga tangan kirinya Koleksi Kang Zusi258
Jaka Lola Kho Ping Hoo mengandung hawa pukulan yang keji, hawa pukulan beracun yang mengeluarkan uap hitam.
Oleh karena inilah maka serta merta dia mengguna? kan ilmu langkah ajaib Kim-tiauw-kun dan mainkan jurus-jurus Im-yang-sin-hoat yang sukar dicari tandingnya itu. Tubuh-nya bergerak aneh, kadang-kadang terhuyung, kadang-kadang jongkok, berdiri miring, membungkuk dan berloncatan, seperti itailkan orang main silat.
Melihat gerakan ini, hampir saja Siu Bi tak dapat menahan seruan heran dari mulutnya. la mengenal gerakan ini. Pernah ia dibikin tidak berdaya oleh gerakan-gerakan seperti ini, yang dimainkan oleh Yo Wan! Malah ia pernah, sebelum berpisah dari Yo Wan secara menyedihkhn, minta supaya Yo Wan mengajarkan ilmu langkah ajaib itu karena dengan ilmu langkah itu saja ia pernah dibikin tidak berdaya. Dan sekarang, pemuda ini menggunakan ilmu langkah itu! Saking kaget dan herannya, penyerangannya berhenti.
"He, kenapa berhenti" Kau takut?" Swan Bu mengejek.
"Takut hidungmu! Aku hanya heran..... apa engkau kenal orang yang bernama Yo Wan Si Jaka Lola?" Swan Bu tertegun. Gadis aneh, ada-ada saja pertanyaannya dan aneh-aneh tak terduga-duga pula.
"Yo Wan" Tentu saja kenal, dia itu suhengku, murid ayahku. Mau apa kau sebut-sebut dia?"
Mampus kau! Hampir saja di depan Swan Bu ia mengeluarkan ucapan ini, dan betapa herannya Swan Bu ketika melihat tiba-tiba gadis itu menampar kepalanya sendiri
"Eh,apa kau gila?"
Siu Bi tidak mendengar pertanyaan ini, piklrannya berputaran tujuh keliling. Siapa kira siapa duga, Yo Wan itu malah murid Pendekar Buta! Dan ia sudah mengajak Yo Wan bersekongkol membantu-nya melawan Pendekar Buta! Anehnya, mengapa Yo Wan mau saja" Dan pemuda yatim piatu itu baru marah dan meninggalkannya setelah mengetahui bahwa ia adalah puteri tiri The Sun yang katanya membunuh ibunya" Wah, wah, kalau Yo Wan itu murid Pendekar Buta, celaka dua belas. Sampai mati pun mana mung-kin ia menang melawan Pendekar Buta" Tapi, ia sudah menantang pemuda ini, harus dapat memenangkannya, kalau U-dak, lagi-lagi ia akan menderita malu.
"Bagainnana kau mengenal suhengku itu" Di mana dia?"
"Aku tidak kenal dia! Kau makanlah pedangku ini!" Siu Bi menerjang lagi, kini gerakannya lebih dahsyat lagi karena ia telah mengeluarkan jurus yang paling lihai setelah maklum bahwa pemuda ini adalah adik seperguruan Yo Wan dan karenanya tentu memiliki ilmu yang sakti seperti Yo Wan pula sehingga ia khawatir kalau-kalau ia akan kalah, biarpun hanya dilawan dengan tangan kosong.
Koleksi Kang Zusi259
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu cepat mengelak dan di lain saat mereka telah bertempur lagi dengan seru. Sebentar saja puluhan jurus telah lewat dan sama sekali Siu Bi belum da-pat mendesak lawannya, sungguhpun bagi Swan Bu juga tidak mudah untuk menga-lahkan gadis yang gesit dan memiliki ilmu kepandaian tinggi dan luar biasa itu. Kalau saja dia berpedang, agaknya tidak akan begitu sukar baginya untuk menundukkan Siu Bi. Dengan nmu Pedang Im-yang-sin-kiam, kiranya dia akan dapat mengalahkannya. Betapapun juga, kekerasan hatinya tidak mengijinkan Swan Bu untuk mengalah terhadap gadis liar yang hendak membuntungi lengannya ini.
Pada saat pertempuran sedang ber-jalan seru, tiba-tiba terdengar teriakan orang, "Ini dia!
Mari bantu nona The! Serang dan bunuh dia!!" Jarum-jarum halus menyambar ke arah Swan Bu ketika tiga orang yang baru muncul ini menggerakkan tangan mereka, kemudian menyusul serangan senjata halus itu mereka menerjang maju dengan golok, menyerang Swan Bu dengan hebat. Mereka ini bukan lain adalah tiga orang anggauta Ang-hwa-pai yang tentu saja tidak tahu akan tipu muslihat Ang-hwa Nio-nio ka-rena hal itu memang dirahasiakan sehingga setahu rnereka hanya bahwa pemuda putera Pendekar Buta yang tertawan itu telah berhasil lolos. Kini melihat pemuda itu bertanding melawan Siu Bi, tentu saja mereka segera membantu karena mereka maklum bahwa nona The Siu Bi adalah
"keponakan" ketua mereka.
Pada saat mereka menyerang dengan jarum-jarum halus itu, Siu Bi sedang mengurung Swan Bu dengan sinar pedang dan pukulan Hek-in-kang. Swan Bu sibuk menghadapi serangan dahsyat ini, maka alangkah kagetnya ketika dia merasa adanya sambaran angin halus dari sebelah belakang. Cepat dia menggunakan tangan kirinya menyampok sanibil mengerahkan sinkang sehingga angin pukulannya menyambar ke belakang. Namun, di antara jarum-jarum halus yang dapat dia sampok runtuh itu terdapat sebatang yang menyelinap dan menancap pada pundak kanannya. Swan Bu merasa pundaknya kaku dan gatal-gatal, maka tahulah dia bahwa dia telah menjadi korban senjata rahasia halus yang beracun! Namun dengan nekat dia lalu melawan, cepat menghindar dari sambaran tiga batang golok dan pada saat tubuhnya miring itu kakinya melayang dan seorang pengeroyok roboh dengan tulang iga patah!
Sementara itu, Siu Bi juga marah sekali melihat munculnya tiga orang Ang-hwa-pai yang tanpa diminta telah lancang turun tangan membantunya. Ia berseru keras, "Cacing busuk, siapa butuh bantuan kalian" Mundur!"
Akan tetapi dua orang Ang-hwa-pai ketika melihat seorang teman mereka roboh, mana mau mundur. Yang memerintah mereka kali ini bukanlah seorang pemimpin Ang-hwa-pai, tentu saja mereka tidak peduli dan terus menerjang Swan Bu dengan hebat.
"Trang-trang.....!!" Golok di tahgan mereka terpental dan sebelum mereka dapat mengelak, Koleksi Kang Zusi260
Jaka Lola Kho Ping Hoo mereka telah roboh dengan pangkal lengan dan paha pecah kulit dan dagingnya dimakan pedang Siu Bi! Mereka begitu kaget sehingga mudah roboh karena sama sekali tidak pernah mengira bahwa mereka akan diserang oleh gadis itu.
"Lancang!" Dia memaki lagi dan kini pedangnya bergulung-gulung menyambar ke arah Swan Bu yang cepat menjatuhkan diri ke samping, lalu berguling-an menyelamatkan diri. Ketika Siu Bi mendesak, pemuda ini sudah berhasil melompat berdiri dan kembali mereka bertanding hebat. Adapun tiga orang Ang-hwa-pai itu, setelah dapat merangkak bangun, segera pergi dari situ terpincang-pincang. Dua orang yang terluka pedang Siu Bi, dengan susah payah dan sedapat mungkin menggotong temannya yang masih pingsan karena tendangan Swan Bu mematahkan sedikitnya dua bu-ah tulang iganya. Mereka bergegas pergi untuk mencari bala bantuan.
Kini perlawanan Swan Bu tidak se-gesit tadi. Pemuda ini tentu saja tidak sudi memperlihatkan kelemahan, tidak sudi mengaku bahwa dia telah terluka oleh jarum beracun. la melakukan per-lawanan sedapat mungkin biarpun kini lengan kanannya setengah lumpuh. Diam-diam Siu Bi amat kagum. Benar-benar hebat pemuda ini dan seperti yang ia khawatirkan, sama sekali ia tidak mampu merobohkannya. Padahal pemuda ini bertangan kosong dan ia memegang Cui-beng-kiam dan malah menggunakan Hek-inkang. Bukan main! Di dalam hatinya, Siu Bi merasa sayang sekali mengapa pemuda sehebat ini ditakdirkan menjaci putera musuh besar kakeknya yang haris ia buntungi lengannya.
Kalau saja tidak demikian halnya, alangkah akan senangnya mempunyai seorang sahabat seperti dia ini, sebagai pengganti Yo Wan yang sekarang sudah memusuhinya karena perbuatan ayah tirinya.
Siu Bi diam-diam merasa menyesal bukan main. Mau rasanya ia menangis, apalagi ditambah kejengkelan hatinya bahwa begitu lama ia masih juga belum berhasil mengalahkan dan membuntungi lengan Swan Bu. Akan tetapi tiba-tiba Swan Bu mengeluh, terhuyung-huyung ke belakang lalu jatuh terduduk. Siu Bi me-nahan pedangnya, kaget dan terheran-heran.
Terang bahwa bukan dia yang merobohkan pemuda itu. Baru saja pe-muda itu menangkis pukulannya yang dilakukan dengan pengerahan tenaga Hek-in-kang di tangan kiri. Swan Bu tak da-pat mengelak dan terpaksa menangkis dengan tangan kanan. Dalam pertemuan tenaga ini, Siu Bi merasa betapa lengan kirinya tergetar hebat. Makin kagum ia karena jarang ada orang dapat menangkis tenaga Hek-in-kang sedemikian rupa sampai dia tergetar ke belakang. Dan sehabis menangkis itulah, ketika ia me-nerjang lagi dengan pedangnya, Swan Bu rnengelak lalu terhuyung-huyung ke bela-kang dan jatuh terduduk, meringis me-nahan sakit sambil menekan pundak kanannya.
Siu Bi melangkah maju, mernandang ^penuh perhatian. Dilihatnya kulit pundak kanan yang putih itu ternoda bintik me-rah membengkak. "Kau terluka Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah)!" serunya di luar kesadarannya.
Koleksi Kang Zusi261
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swan Bu mengangguk lesu. "Tiga orang tadi....."
"Kalau tidak segera dikeluarkan, kau akan mati....."
"Lebih baik begitu, 'jadi kau tidak usah bersusah-Davah lagi....."
Siu Bi maju lagi dan berlutut. "Tidak boleh mati! Kalau mati aku takkan dapat melaksanakan sumpahku. Jangan bergerak, biar kukeluarkan Jarum itu! Siu Bi memegang pedangnya dekat ujung, lalu dengan hati-hati ia merobek kulit di pundak itu, Swan Bu menggigit bibir menahan sakit, jantungnya berdebar ketika dia melihat wajah Siu Bi hanya beberapa senti saja jauhnya dari pipi kanannya. Jelas dia melihat kulit muka yang putih halus, dengan rambut hitam dari sinom rambut kacau terurai di jidat dan melingkar indah di depan telinga.
Melihat bibir yang basah itu bergerak dan saling himpit dalam ketekunan usaha membelek dan mengeluarkan jarum dari pundaknya, hidung yang kecil mancung itu menyedot dan mengeluarkan napas panas halus yang membelai leher dan pipinya, mata seperti bintang itu tanpa berkedip menuntun jari-jari tangan halus bekerja. Ahhh, wajah seperti ini pantasnya dimiliki dewi kahyangan, bukan iblis betina yang kejam.
Akhirnya Siu Bi berhasil menjepit keluar jarum halus itu dari dalain pundak Swan Bu.
Dibuangnya jarum itu sambil berkata, "Nah, sudah keluar sekarang. Akan tetapi racunnya tentu telah mengotori darah, sebaiknya kau mendorong-nya keluar dengan sinkang.
Tentu saja sebagai putera Pendekar Buta, Swan Bu maklum akan hal ini, malah andaikata tadi Siu Bi tidak me-ngeluarkan jarum itu dengan jalan mem-bedah kulit dan daging pundak, dia sendiri pun sanggup nielakukannya. Kini dia duduk bersila dan meramkan mata, mengerahkan sinkang, tidak saja untuk mem-bersihkan darah dan roendorong racun merah keluar melalui luka, akan tetapi sebagian besar lagi untuk menenteramkan jantungnya yang bergolak tidak karuan tadi. Gangguan ini membuat usahanya kacau karena sukar baginya untuk mengerahkan panca indera. Yang terbayang adalah wajah Siu Bi, sinom rambut, bibir, hidung mancung, mata bintang, dan na-pas hangat halus yang membelai leher dan pipinya!
Siu Bi mengerutkan kening. Celaka, pikirnya. Kenapa belum juga keluar darah yang teracun dari luka" Apakah pemuda yang memiliki ilmu silat sehebat ini sudah begini lemah sinkangnya oleh racun jarum merah itu" la menjadi tidak sabar lagi dan tanpa berkata sesuatu Siu Bi mengulurkan tangan kirinya, menempelkan telapak tangannya yang halus itu kepada dada kanan Swan Bu dan me-nyalurkan sinkang untuk membantu pe-muda itu mendorong keluar racun jarum merah!
Merasa betapa telapak tangan itu mengeluarkan hawa panas di dadanya, Swan Bu membuka mata memandang heran, akan tetapi segera ditutupnya kembali kedua matanya. Jantungnya ma-kin berdebar, usahanya mengumpulkan panca indera makin kacau-balau. Gadis itu Koleksi Kang Zusi262
Jaka Lola Kho Ping Hoo duduk begitu dekat di depannya! Tangan yang halus itu serasa membakar kulit dadanya!
Kemudian dia merasa betapa hawa panas yang keluar dari telapak tangan halus itu menyusup ke dalam tubuhnya, makin lama makin panas dan seakan-akan hendak membakar jantung. Swan Bu kaget dan bergidik. Kira-nya gadis yang berwajah dewi kahyangan ini benar-benar seorang iblis betina dan agaknya malah hendak membunuhnya dengan penyaluran sinkang. Cepat dia mengumpulkan tenaganya dan mengerah-kan sinkang ke arah dada dan pundak kanan untuk menjaga diri. Tiba-tiba Siu Bi membuka kedua matanya yang tadi dipejamkan, memandang heran dan kaget. Mereka berdua merasa betapa tenaga sinkang mereka berhantaman hebat. Dua pasang mata beradu, mengeluarkan sinar berapi. Tiba-tiba Siu Bi menjerit perlahan, badannya terasa terbakar. Swan Bu bergoyang-goyang badannya lalu keduanya roboh terguling. Pingsan!
Apa yang terjadi" Kiranya tanpa me-reka sadari, kedua orang muda ini telah mencelakakan diri sendiri. Dalain usaha-nya membantu Swan Bu mengusir racun merah, Siu Bi telah mengerahkan sin-kangnya, disalurkan ke dalam dada dan pundak Swan Bu karena mengira bahwa pemuda itu kurang kuat untuk mengusir racun. Sama sekali ia tidak tahu bahwa dasar pelajaran yang ia dapat dari ka-keknya dahulu sama sekali berlawanan dengan dasar pelajaran yang dimiliki Swan Bu. Oleh karena ini, hasil kekuatan di dalam tubuhnya, yaitu hawa sakti yang dimilikinya, juga berlawanan dengan sinkang dari Swan Bu. Maka ketika ia menyalurkan sinkang ke dalam tubuh Swah Bu, ia sama sekali bukan membantu, malah merusak dan mengacau pe-nyaluran sinkang pemuda itu, sehingga tanpa ia sadari kekuatan mujijat dari Hek-in-kang malah menyerang pemuda itu secara hebat. Inilah yang menyebabkan Swan Bu terkejut dan bahaya maut yang mengancamnya ini membuat kekacauan perasaannya yang terganggu oleh kecantikan gadis itu segera lenyap dan cepat dia mengerahkan tenaga dalam untuk menolak bahaya itu. Akibatnya? dua macam hawa sakti yang berlawanan sifatnya, bertemu dan beradu dengan he-batnya. Siu Bi kalah kuat, pada dasarnya memang ia kalah setingkat. Pertemuan tenaga sinkang itu membuat tenaganya membalik dan menghantam diri sendiri.
Sebaliknya Swan Bu yarig lebih dulu menerinria serangan, tidak terluput daripada luka dalam, sehingga keduanya roboh berbareng dalam keadaan pingsan dan terluka hebat di sebelah dalam tubuh!
Ketika Swan Bu tersadar karena kaget mendengar jerit halus, dia membuka matanya.
Tadinya dia serasa mimpi, mimpi sedang tenggelam di antara ombak besar yang hendak menelan dirinya ber-sama Siu Bi. la berhasil memeluk gadis itu dan dalam menghadapi maut ditelan ombak, dia merasai kenikmatan yang luar biasa, merasai kebahagian karena gadis itu berada dalam pelukannya. Kemudian Siu Bi meronta, mengambil pedang dan membacok lengannya! Swan Bu marah dan memukulkan tangannya yang tidak buntung ke dada Siu Bi sehingga gadis itu menjerit dan lenyap ditelan ombak.
Agaknya jeritan inilah yang menyadarkannya. Dengan napas terengah-engah Swan Bu membuka matanya. Tubuhnya serasa lemas tak bertenaga. Sejenak dia bingung, akan tetapi Koleksi Kang Zusi263
Jaka Lola Kho Ping Hoo segera dia teringat akan segala yang terjadi. la roboh berbareng dengan Siu Bi, di tengah hutan. Akan tetapi sekarang dia tidak berada di hutan lagi, melainkan di dalam sebuah ruangan yang amat kasar, ruangan sebuah gua yang kotor dan lembab. Dan di sudut sana, dekat dinding batu gua, dia melihat Siu Bi rebah telentang, mata gadis itu membelalak ketakutan, bajunya bagian atas robek dekat pundak kiri. Yang membuat Swan Bu terkejut adalah mahluk yang berdiri dekat Siu Bi. Mahluk mengerikan, bentuknya setengah manusia setengah monyet. Atau mungkin juga manusia hutan atau manusia gila. la seorang laki-laki, sukar menaksir usianya, akan tetapi jelas tidak muda lagi. Bertelanjang, kecuali sehelai cawat dari kulit harimau. Tubuhnya yang tinggi tam-pak pendek karena agak bongkok, kedua tangan dan kakinya berbulu. Rambutnya riap-riapan, matanya merah.
"Heh-heh-heh..... hah-hah-hah..;.. cantik..... muda....." terdengar dia bicara, suaranya parau dan kata-katanya kurang jelas. Tangan yang lengannya berbulu itu meraih ke bawah, mencengkeram baju Siu Bi yang sudah robek, sekali tarik terdengar kain robek dan tampaklah baju dalam berwarna merah muda.
Siu Bi menjerit. Heran, pikir Swan Bu. Suara gadis itu sekarang menjadi lirih dan gerakannya begitu lemah. Ter-ingatlah dia. Tentu Siu Bi juga terluka parah, seperti dia. Siu Bi berusaha untuk melompat bangun, namun ia roboh lagi dan mengeluh, "Jangan..... bunuh saja.....
bunuh aku....."
"He-he-he, Sayang! Kau jadi isteriku, cocok, heh-heh-heh!"
"Bedebah! Binatang! Aku tidak sudi..... kaubunuh saja aku.....!" Dalam kelemahannya, Siu Bi masih galak dan meinaki kalang-kabut.'
"Ha-hah-hah, kau perempuan, tidak ada yang punya. Aku laki-laki, aku pun belum punya isteri..... apa salahnya" Kau jadi isteriku..... hah-hah-hah, dan dia itu Jadi bujang kita....."
"He, tunggu dulu!" Swan Bu melompat, akan tetapi seperti juga Siu Bi tadi, dia jatuh terduduk dan mengeluh. Dadanya terasa sakit dan maklumlah dia bahwa pertemuan tenaga dalam tadi telah melukai isi dadanya, luka yang cukup parah. la tahu bahwa hal itu akan membuat dia kehilangan tenaga dalamnya untuk sementara. Mungkin beberapa hari lamanya, sebelum pulih kenibali kesehatannya. Agaknya juga demikian halnya dengan biu Bi. Dalam beberapa hari lamanya, mereka berdua akan menjadi orang-orang lemah, tak mungkin dapat menolong diri sendiri, dan orang liar itu kelihatannya kuat sekali.
Pendekar Pengejar Nyawa 12 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Sarang Perjudian 2