Pencarian

Jaka Lola 8

Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


"Heh-heh-heh, orang muda lemah tiada guna. Kau mau bilang apa" Wah, kau begini lemah, menjadi bujang ptn kurang berharga. Huh!"
Diam-diam agak lega hati Swan Bu mendengar omongan itu. Ucapan itu mem-bayangkan bahwa kakek liar atau gila tu tidak bisa disebut ahli ilmu silat karena tidak mengerti bahwa Koleksi Kang Zusi264
Jaka Lola Kho Ping Hoo kelemahannya ini adalah karena luka dalam. Hal ini men-datangkan harapan. Kalau kakek gila ini tidak pandai ilmu silat, biarpun memiliki tenaga besar, lebih mudah dilawan kaiau dia atau Siu Bi tidak selemah ini. Mungkin istirahat dua tiga hari cukup. Sekarang paling perlu harus dapat nnencari akal, agar kakek itu..... agar dia jangaii mengganggu Siu Bi.
"Lopek, harap kau jangan mengganggu ia....."
"Eeehhhhh, kau bilang apa" Dia im akan kuambil sebagai isteriku. Peduli apa kau" Kau menjadi bujang kami, dan mulai sekarang kau harus hormat dan taat kepada dia ini, dia isteriku yang muda..... heh-heh-heh, yang cantik..... heh-heh-heh. Aku laki-laki kesunyian, bertahun-tahun...., dlia perempuan..... tidak ada yang punya..... cocok sekali.....!"
"Lopek, tidak boleh begitu. Dia itu punyaku!"
Tiba-tiba kedua tangan yang tadinya sudah menyentuh pundak Siu Bi hendak merangkulnya itu, melepaskan pundak dan tubuh bongkok itu serentak membalik dengan gerakan yang cepat. "Apa kau bilang?" Perempuan ini punyamu" Bagaimana....." Apa maksudmu?"
Swan Bu menelan ludah dan meman-dang kepada Siu Bi yang melotot kepadanya. "Lopek, dia ini..... dia isteriku yang sangat kucinta, kau tidak boleh mengganggu isteri orang lain!"
"Heh....." Hoh....." Isterimu.....?"" Kakek itu nampak bimbang ragu, muka nya yang liar jelas membayangkan ke kecewaan besar.
"Bohong dia!!" Tiba-tiba Siu Bi berseru, akan tetapi suaranya tidak seketus dan sekeras biasanya. Tenaganya amat lemah sehingga untuk berseru keras saja tidak mampu dia.
Namun ucapan ini cukup membuat Swan Bu merasa kepala nya terpukul, dan pandang matanyp gelap. Celaka, pikirnya, gadis tolol! Sebalik nya kakek liar itu nampak gembira, mu lutnya yang lebar, berbibir tebal dan giginya besar-besar nyongat ke sana-sini, tertawa-tawa girang.
"Hah" Dia bohong, ya" Bukah isterinya, kan" Ha-ha-hnh, kau bukan isterinya" Kau tidak ada yang punya" Ha-ha-hah! Akulah yang akan memilikimu, kau punyaku, kau isteriku....."
Kakek itu menggerakkan tangannya, hendak meraih tubuh Siu Bi. Gadis ini menjadi pucat
"Tidak..... tidak...,.! Bukan begitu.....! Aku..... aku..... isterinya!"
Kembali tangan berbulu itu serentak kaget dan tidak jadi ke bawah.
"Apa" Kau betul isterinya" Kenapa bilang bohong?"
"Ohhh....." sejenak Siu Bi bingung dan lehernya serasa tercekik saking gemasnya melihat Koleksi Kang Zusi265
Jaka Lola Kho Ping Hoo betapa Swan Bu tersenyum-senyum!
"Dia tidak bohong bahwa aku isterinya, tapi..... dia bohong bahwa dia sangat.....
mencintaiku." Muka liar itu berkerut-kerut. "Huh..." begitukah" Kalau tidak mencinta lagi, cerai dulu, baru aku mengambilmu sebagai isteri dan bekas suamimu itu jadi bujangmu.
Senang, kan?" Kakek itu kini melangkah maju mendekati Swan Bu, berkata dengan suara membujuk,
"Orang muda, kauceraikan dia, ya" Kauceraikan dia dan berikan kepadaku, biar dia menjadi isteriku. Kau tidak cinta lagi, untuk apa" Kau baik, ya" Beri-kan saja padaku, aku akan mencmtanya melebihi diriku sendiri, hah-hah-hah!"
Swan Bu tersenyum. Jelas sekarang bahwa kakek ini adalah seorang yang berotak miring.
Agaknya terlalu lama terasing di dalam hutan, berubah seperti binatang. Akan tetapi agaknya masih belum lupa akan "kesopanan" di antara manusia, antara lain bahwa tidak boleh mengambil isteri orang lain sebelum dicerai! la melirik ke arah Siu Bi yang pucat dan matanya terbelalak ketakutan seperti mata kelinci dikejar harimau. Puas kau, pikirnya. Kau yang bertingkah, mengatakan aku bohong tadi.
"Lopek, terserah kepada dia. Terserah kepada isteriku itu, apakah dia sudah tidak suka lagi kepadaku. Kalau tidak suka dan minta cerai, apa boleh buat, akan kulepaskan dia dan boleh dia menjadi isterimu."
Kakek itu tiba-tiba meineluk Swan Bu dan..... mencium pipinya, "Ha-ha-hah, anak baik! Kau baik sekali. Terima kasih, ya" Bagus-bagus, dia sudah tidak cinta lagi padamu, boleh jadi isteriku....." Setelah berkata demikian dia meninggalkao Swan Bu yang menggosok-gosok pipinya dengan jijik karena di situ tertinggal ludah dari mulut kakek gila.
Kini Siu Bi yang kelabakan karena kakek itu sudah mendekatinya lagi. Se-belum kakek itu bieara ia telah menda-hului, suaranya penuh rasa takut, "Tidak, dia main-main saja! Aku.....
aku cinta kepadanya. Kakek baik, aku isterinya..,.. aku cinta padanya. Dan dia pun cinta padaku..... kami hanya bertengkar sedikit ..... aku tidak mau cerai, juga aku tidak rninta cerai."
Kakek itu tersentak kaget dan kecewa bukan main. "Aahhh" Kau lebih suka dia yang lemah itu" Wah..... celaka..... aku tetap kesepian....."
"Kakek yang baik. Kau sudah tua, aku patut menjadi anakmu, tidak pantas menjadi isterimu....."
"Heh, kau suka padaku?"
Koleksi Kang Zusi266
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Tentu saja, aku suka padamu seperti pada ayahku sendiri. Tapi aku..... aku... cinta padanya, pada suamiku....." Biarpun mulutnya berkata demikian, namun sepasang mata Siu Bi memandang melotot marah kepada Swan Bu yang hampir tak dapat menahan tawanya. la tersenyum lebar dan memandang Siu Bi dengan mata mengejek dan menggoda.
"Bagus! Aku memang tidak punya anak' Heh-heh-heh, bagus!" Dan kakek itu berjingkrak-jingkrak, menari-nari kegirangan! Swan Bu dan Siu Bi saling pandang, bingung akan tetapi juga lega bahwa mereka terlepas untuk sementara daripada bahaya.
Akan tetapi tiba-tiba kakek itu berhenti menari dan menoleh ke arah Swan Bu dengan sikap marah. "Kau suaminya, kau anak mantuku. Tapi kau tidak baifc kepadanya, ya" Berani kau tidak mencin-ta anakku" Dia susah dan marah, tapi kau diam saja" Keparat, hayo kausenang-kan hatinya. Awas, ya" Sekali lagi berqni kau membikin marah anakku, kupecahkan kepalamu!" Kedua tangannya yang ber-bulu itu diayun ke kanan kiri, tiba-tiba memukul dinding batu padas dan somplakan dinding itu terkena pukulan tangannya yang kuat. "Nah, kepalamu seperti ini kalau kau berani membikin marah anakku lagi. Dia cinta padamu maka kau pun harus cinta padanya, kalau dia tidak cinta padamu, dia menjadi isteriku. Huh-huh-huh! Sekarang aku ingin sekali punya cucu, ha-ha-ha, cucu laki-laki.
Sebaiknya kalian lekas punya anak laki-laki sebelum kesabaranku hilang!"
Swan Bu mengeluh dalam hatlnya. Kakek itu benar-benar gila, bicaranya kacau-balau tidak karuan. Diam-diam dia merasa kasihan kepada Siu Bi, biarpun tadinya dia merasa geli dan gembira melihat gadis itu terpojok, akan tetapi sekarang dia dapat mengerti betapa hebat ucapan si gila itu menyinggung pe-rasaan seorang gadis.
"Lopek, kami tentu akan perhatikan pesanmu. Sekarang, kuharap kau suka mengasihani.
Kami sedang terluka dan sakit, terutama sekali perlu mendapat perawatan. Kami hampir mati kelaparan....."
Kakek itu mendengus seperti lembu, lalu menoleh ke arah Siu Bi. "Kau benar laparkah, anakku" Kucarikan buah-buahan untukmu, ya?"
Siu Bi sudah tak mampu bersuara lagi. Ucapan kakek yang kacau-balau tentang anak segala macam tadi membuat wajahnya sebentar pucat seperti kertas sebentar merah seperti dicat.
la kini hanya mampu mengangguk-angguk saja.
"Ha-ha-ha, bagus. Tunggu sebentar kucarikan buah-buahan yang masak daii manis!" Kakek itu tertawa-tawa lalu berlari keluar dari dalam gua itu. Terdengar suaranya di tempat jauh, tertawa-tawa. Dari sini saja Swan Bu maklumr bahwa kakek itu dapat berlari cukup cepat sehingga dalam keadaan terluka dan lemah seperti itu, mereka berdua tidak ada harapan untuk melarikan diri, karena tentu akan tersusul. Kakek itu selain lari cepat, juga sudah hafal tentunya akan keadaan di dalam hutan.
Koleksi Kang Zusi267
Jaka Lola Kho Ping Hoo Tiba-tiba dia melihat Siu Bi dengan susah payah bangun, berdiri dengan tu-buh bergoyang-goyang menahan sakit, lalu berjalan menghampirinya. Pada wajah cantik itu terbayang sikap mengancam dan kemarahan yang ditahan-tahan. Setelah tiba di depan Swan Bu yang masih duduk bersila, Siu Bi berteriak-teriak, akan tetapi suaranya seperti orang berbisik karena sesungguhnya ia sudah kehabisan tenaga.
"Monyet kau! Keledai jahat kau! Penghinaan ini hanya dapat ditebus dengan nyawa! Kau berani bilang .aku..... aku..,.. isterimu....." Keparat!"
Swan Bu tersenyum mengejek. "Kau yang bodoh seperti keledai! Satu-satunya jalan untuk menolong kau terhina oleh kakek itu hanya dengan mengakuimu se-bagai isteri. Kau marah, ya" Hemmm, apakah kau lebih suka menjadi isteri kakek itu?"
"Keparat! Kubunuh kau.....!" Siu Bi mengepal tinju dan maju hendak me-mukul kepala Swan Bu. Akan tetapi ia mengeluh dan terguling roboh! Namun ia terengah-engah dan bangun kembali, berusaha merangkak mendekati Swan Bu.
"Hnnmm, perempuan liar! Kita sama-sama terluka hebat, tidak mampus se-karang pun masih untung. Masa kau masih banyak lagak lagi" Lebih baik kau lekas bersila, menyehatkan kembali luka di dalam tubuh dengan pernapasan baru.
Setelah kita sania-feama sehat, baru kita boleh bicara lagi dan bersama-sama mengatasi kakek gila itu!" Setelah berkata demikian, Swan Bu tidak mempedulikan lagi kepada Siu Bi, dia bersila sambil meramkan mata dan melakukan samadhi. Akan tetapi keadaan gadis itu amat mengganggunya sehingga kembali dia gagal dan terpaksa mengintai Siu Bi dari balik bulu matanya.
Siu Bi duduk terengah-engah dan ke-dua pipinya basah air mata. Agaknya ia marah sekali.
Bibir yang agak pucat itu bergerak-gerak dan Swan Bu dapat mendengar suara perlahan,..
kubunuh kau..... kubunuh kau....."
Terpaksa dia membuka matanya dan berkata tenang, "Kau tenanglah dan pikir baik-baik.
Aku tidak takut kaubunuh, tapi kalau kau membunuhku, kau tentu akan diambil isteri olel-.
kakek gila itu. Sebaliknya kalau melawan dan kau yang mampus, aku tentu akan dibunuhnya pula.....
Siu Bi memandang marah. "Kubunuh kau lalu aku melarikan diri!" katanya sambil merangkak makin dekat. Akan tetapi Swan Bu sudah meramkan mata lagi dan tidak mempedulikan Siu Bi. Ten-tu saja dia hanya berpura-pura begini karena diam-diam dia siap siaga menjaga penyerangan tiba-tiba. Betapapun juga, dia tidak sudi untuk dibunuh begitu saja.
Koleksi Kang Zusi268
Jaka Lola Kho Ping Hoo Agaknya kemarahan Siu Bi sudah bertumpuk-tumpuk kepadanya. Pertama, hendak membuntungi lengan tangannya belum berhasil, ditambah pertempuran yang juga belum dapat ditentukan kalah menangnya. Kemudian pengakuan Swan Bu bahwa gadis itu isterinya, ditambah lagi omongan kacau-balau tentang anak segala oleh kakek gila. Tentu saja Siu Bi tidak mau menerima hal ini dan meng-anggapnya penghinaan yang tiada taranya.
Setelah dekat, Siu Bi lalu mengayun tangan memukul.
Swan Bu yang tidak meram betul, mengintai dari balik bulu matanya, eepat miringkan tubuh dan menarik kepala ke belakang. Pukulan mengenai angin dan tubuh Siu Bi yang berjongkok itu hampir tertelungkup. Begitu lemah dia sekarang,
la menyeringai dan dadanya terasa makin sakit, kemudian ia terbatuk. Darah segar muncrat dari mulutnya.
"Tenanglah, bernapas yang panjang, kumpulkan sinkang....." Swan Bu berkata khawatir sekali karena maklum bahwa setiap kali memukul, gadis itu memuKul dalam dadanya sendiri yang membuat lukanya makin parah. la tidak ingat lagi bahwa gadis ini rousuhnya, dan tioak ingat bahwa sungguh janggal betapa ia mengkhawatirkan keadaan gadis ini.
Namun Siu Bi tidak mau menurut, bahkan dengan nekat lalu menerjang lagi, kini kedua tangannya bergerak menghantam, yang kiri menyodok ulu hati yang kanan mencengkeram ke arah leher. Swan Bu maklum bahwa kalau dia menangkis atau mengelak, gadis itu akan terluka makin parah. Cepat dia menggerakkan kedua tangan dan di lain saat dia telah menangkap kedua pei gelangan tangan Siu Bi.
"Lepaskan.;... lepaskan.....!" Siu Bi meronta-ronta, akan tetapi Swan Bu tentu saja tidak mau melepaskannya karena maklum bahwa sekali lepas, gadis itu akan mengirim pukulan lagi dari jarak dekat. Sekali dia kena pukul, muog-kin dia takkan kuat menahannya, sebalik-nya kalau pukulan itu tidak kena, Siu Bi yang mungkin akan tewas. Maka dia nnemegang kedua pergelangan tangan itu erat-erat, tidak mau melepaskannya.
Selagi mereka bersitegang, berkutetan seperti orang bergulat itu tiba-tiba terdengar suara,
"Heh-heh-heh, kalian berkelahi.....?""
Siu Bi dan Swan Bu kaget sekali. Kalau kakek itu tahu mereka berkelahi. hanya dua akibatnya, Swan Bu akan dibunuh dan Siu Bi akan dipaksa menjadi isterinya!
"Lekas....." bisik Swan Bu dan mendadak dia melepaskan kedua pergelangan tangan Siu Bi, dan kedua lengannya merangkul leher gadis itu, dipeluk dan di-dekapnya. Ketika matanya mengerling dan melihat kakek itu masih ragu-ragu berdiri melihat mereka, Swan Bu lalu menarik kepala Siu Bi ke atas dan..... dia menciumi muka Siu Bi.
"Auhhh..... ahhh....." Siu Bi hampir pingsan ketika merasa betapa pemuda itu menciumi Koleksi Kang Zusi269
Jaka Lola Kho Ping Hoo pipinya, bibirnya, hidungnya, matanya. Serasa kepalanya disambar pelir menjadi tujuh keliling, matanya melihat seribu bintang menari-nari dan telinganya mendengar seribu suara melengking-lengking, akhirnya ia roboh..... pulas atau setengah pingsan di atas pangkuan dan dada Swan Bu!
"Heh-heh-heh, bagus..... bagus. Nah begitulah seharusnya! Kalau begitu aku akan lekas mendapatkan cucu laki-laki, heh-heh-heh!" Kakek itu melangkah maju dan menurunkan banyak sekali buah-buah yang masak, kemerahan dan harum baunya. Swan Bu melihat betapa pedang hitam milik Siu Bi terselip di ikat pinggang kakek itu, berlepotan getah, agak-nya pedang itu oleh si kakek dipergunakan untuk menebang pohon!
"Aku memanggang daging di luar, kalian beristirahat. Akan tetapi kelak kalau sudah sembuh, kalian harus melayani aku. Wah, masa orang tua disuruh payah-payah melayani anak dan mantu.
"Aturan mana ini?" Kakek itu mengomel panjang pendek.
"Maafkanlah, Lopek. Kami berdua sedang sakit dan terluka. Tunggulah paling lama sepekan, kami tentu akan sehat kembali dan dapat melayanimu." Kakek itu masih tetap mengomel sambil berjalan keluar dari dalam gua. Langkahnya seperti langkah monyet berjalan. Swan Bu mengusap peluhnya, peluh dingin. Hampir saja, pikirnya. Mereka berdua tadi sudah berada di ambang jurang maut! la melirik ke arah Siu Bi yang masih "pulas" di atas pangkuannya. Swan Bu tersenyum pahit dan jantungnya berdetak aneh. Tanpa dia sengaja atau sadari, jari-jari tangannya membelai rambut halus. Wajah Siu Bi yang pingsan itu hanya membayangkan kecantikan yang niendatangkan gelora di dada, cantik jelita dan menimbulkan iba. Sedikit pun wajah itu tidak lagi dinodai keliaran dan kemarahan, tidak lagi galak seperti di waktu marah. Swan Bu merasa seakan-akan jantungnya ditusuk, perasaannya diremas-remas dan bagaikan dalam mimpi dia lalu menunduk dan menciumi muka itu.
"Siu Bi..... jangan marafi kepadaku, Siu Bi..... jangan memusuhi aku....." la berbisik-bisik dekat telinga gadis itu.
Siu Bi bermimpi. Dalam mimpi yang amat indahnya, ia berada dalam alam di mana tiada permusuhan antara dia dan Swan Bu, malah ia menjadi isteri Swan Bu. Mereka berada dalam taman nan indah, bersendau-gurau, bermain-main dan suami tercinta membelai, mencumbu rayu. la pun membalas dengan mesra, penuh cinta kasih.
Siu Bi sadar. Periing dan kacau plkirannya, sejenak bingung ia. la berada dalam pelukan Swan Bu, malah dia sendiri merangkul leher pemuda itu, dan ia diciumi! Hampir Siu Bi menjerit. Teringatlah sennua kini olehnya. Dengan seruan tertahan ia merenggut diri, beruseha melompat mundur akan tetapi kelemasan tubuhnya membuat ia terguling guling.
Koleksi Kang Zusi270
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Kau..... kau....." la tidak dapat melanjutkan kata-katanya, hanya memandang ke arah Swan Bu melalui linangan air mata.
"Aku cinta padamu, Siu Bi." Kata-kata ini singkat namun padat, diucapkan penuh perasaan.
"Tapi sekarang bukan waktunya kita bicara. Kau cepat pulihkan tenagamu, sembuhkan luka di dalam tubuhmu agar kita dapat menghadapi si gila itu."
Setelah berkata demikian, Swan Bu yang duduk bersila meramkan mata, na-pasnya panjang-panjang dan panta wajah-nya yang tampan itu terbayang ketenang-an dan kebahagiaan. Melihat ini, Siu Bi mengusir semua bayangan yang mengacau-kan pikirannya, duduk bersila dan meramkan rnatanya pula. Beberapa kali dadanya terisak, dan bebierapa kali matanya terbuka memandang ke arah Swan Bu. Sukar baginya untuk melakukan siulian..
Wajah Swan Bu bergantian dengan wajah kakek Hek Lojin terbayang di depan matanya, cumbu rayu pemuda itu bergantian dengan lengan buntung kakeknya, mengaduk-aduk hati dan perasaannya. Akan tetapi akhirnya ia dapat juga menindas ini semua. Mulailah ia mengumpulkan hawa sakti dalam tubuh, perlahan-lahan menyalurkan sinkang ke arah bagian dada yang terluka di sebelah dalam,
Tiga hari lamanya kakek gila itu mencarikan makan minum untuk Swan Bu dan Siu Bi. Dan selama tiga hari itu, kedua orang muda ini bertekun dalam siulian, menyembuhkan luka masing-masing. Hampir setiap hari secara terpaksa Swan Bu merangkul dan memper-Uhatkan sikap mesra terhadap Siu Bi, yaitu di kala kakek itu kumat gilanya dan menuduh mereka tidak saling mencinta. Dan Siu Bi menerima kemesraan Swan Bu ini dengan mata meram, diam tidak memperlihatkan sikap apa-apa. Sernenjak "mimpi" itu Siu Bi menjadi pendiam, bahkan jarang mengadu pandang mata secara langsung dengan Swan Bu.
Pada hari ke empat, pagi-pagi sekali kakek gila itu sedang tertawa-tawa se-orang diri menghadapi api unggun di de-pan gua, membakar daging kijang yang ditangkapnya malam tadi. Tiba-tiba dia mendengar suara ai belakangnya. Ketika menengok, dia melihat Siu Bi berdiri tegak. Sinar api unggun yang jatuh pada bayangan gadis itu membuatnya bercahaya merah di antara keredupan embun pagi, luar biasa cantiknya seakan-akan sang dewi pagi turun dari kahyangan menemuinya. Sejenak kakek itu terpesona, kemudian dia terkekeh.
"Ha-ha-ha, kau sudah dapat keluar" Hendak menemani aku" Bagus, kau tentu bosan dengan suamimu si lemah itu. Ha-ha-ha, mari mendekat, Manis....." akan tetapi kata-katanya terhenti di situ kare-na tiba-tiba Siu Bi sudah menerjangnya dengan hebat. Tiga kali pukulan Hek-in-kang biarpun hendak ditangkis juga percuma, tepat mengenai dada sedangkan tangan kiri Siu Bi sudah berhasil men-cabut pedang Cui-beng-kiam yang terselip di ikat pinggang kakek itu.
"Aduh..... auhhh....." tubuh kakek itu bergulingan dan sebelum sempat melon-cat bangun, Koleksi Kang Zusi271
Jaka Lola Kho Ping Hoo Cui-beng-kiam menyambar dan tubuh kakek itu rebah tak bergerak lagi, darah menyemprot ke luar dari lehernya yang sudah putus, kebetulan menyemprot ke arah api unggun secara perlahan-lahan menjadi padam.
Dengan pedang Cui-beng-kiam yang berlumuran darah di tangan, Siu Bi berlari memasuki gua. Di bawah cahaya remang-remang ia melihat Swan Bu masih duduk bersila. Wajah yang cantik itu menjadi beringas, sepasang matanya yang bening mengeluarkan cahaya, bibirnya yang merah digigit.
"Swan Bu, terimalah pembalasan kakekku!" Siu Bi berseru. Swan Bu kaget dan sadar, otomatis mengangkat kedua lengannya sambil membuka mata. Sinar hitam berkelebat, lengan kiri pemuda itu terbabat buntung sebatas siku, darah menyembur keluar dan Swan Bu roboh terguling pingsan.
Sejenak Siu Bi tertegun, bagaikan kena pesona darah merah yang mengalir keluar dari lengan buntung. Wajahnya pucat dan kedua kakinya menggigil. Tiba-tiba ia melempar pedang, menjerit lalu berlutut dekat tubuh Swan Bu yang bergerak dan mukanya pucat seperti mayat. Dengan gugup dan bingung Siu Bi menotok jalan darah dekat pangkal lengan yang buntung. Kemudian menangis tersedu-sedu, memangku kepala Swan Bu, menciumi muka pemuda itu yang menge-luh panjang pendek menyebut namanya. Kurang lebih satu jam Swan Bu pingsan. Tiba-tiba kepala di pangkuan Siu Bi itu bergerak dan sepasang mata memandang sayu, mulutnya tersenyum mengejek menusuk perasaan. "Siu Bi..... kau puaskini....." Ah, alangkah cantiknya engkau..... alangkah manisnya, alangkah kejam, kau iblis wanita berwajah bidadari....." Seperti orang gila, Swan Bu tersenyum-senyum.
Siu Bi menahan pekiknya dengari menutup mulut, kemudian sekali renggut ia melepaskan kepala dari pangkuan, me-lompat berdiri, menyambar pedangnya lalu lari keluar dari gua.
Isak tangisnya terdengar bergema di dalam gua ketika Swan Bu dengan gerakan lemah bangkit dan duduk; Sejenak kepalanya terasa nanar, lalu matanya terbelalak memandang lengan kirinya yang kini menggeletak di atas tanah seperti lengan tangan boneka, dan kemudian dia memegang lengannya yang tinggal separuh sebatas siku, yang ujungnya terbungkus kain putih halus dan harum, kain pengikat rembut Siu Bi. Dengan lemah dia bangkit berdiri dan terhuyung-huyung berjalan kelua. Di luar tidak tampak Siu Bi atau bayargannya, yang tampak hanya mayat Rakek gila terlentang di atas tanah, kepaianya terpisah dari badan, puing api unggun masih mengebulkan asap dan daging yang dipanggang masih menyebarkan bau sedap gurih.
* * * Lee Si melarikan diri di dalam gelap sambil menangis tersedu-sedu. Hatinya seperti ditusuk-tusuk jarum beracun kalau ia teringat akan pengalamannya. la harus lari, lari cepat meninggalkan semuanya, bahkan kalau mungkin meninggalkan dunia. Tak berani ia Koleksi Kang Zusi272
Jaka Lola Kho Ping Hoo bertemu dengan ayahnya, malu bukan main. Betapa mungkin la dapat berhadapan dengan ayahnya lagi setelah ayahnya itu melihat ia..... tidur di bawah satu selimut dengan Swan Bu"
Masih jelas teringat olehnya betapa ia sudah hampir pingsan saking malu ketika dalam keadaan tertotok ia direbahkan di samping Swan Bu yang juga tertotok, sedangkan Swan Bu tidak memakai baju!
Tadinya ia sama sekali tidak dapat menduga apa maksud dan kehendak orang-orang Anghwa-pai itu dengan perlakuan ini. Mengapa ia dan Swan Bu tidak dibunuh melainkan diperlakukan seperti ini" Akan tetapi ketika tiba-tiba ia mendengar suara makian ayahnya, dan melihat ayahnya muncul di atas genteng, kaget-nya bukan main dan sekaligus tahulah ia bahwa penjahat-penjahat itu agaknya sengaja memancing datang ayahnya agar orang tua ini dapat rnenyaksikan keadaan yang amat memalukan dan menghina ini.
la mengerti sekarang. la mengerti pula mengapa ia sengaja dibebaskan setelah ayahnya niuncul dan menyaksikan adegan itu. Penghinaan yang luar biasa melebihi maut! la sudah mengenal watak ayahnya yang keras. Tak mungkin ayahnya dapat diberi penjelasan setelah dengan kedua mata sendiri menyaksikan adegan itu. Dan ia malu bertemu Swan Bu, malu bertemu siapa saja! Lebih baik mati! Mati" Tidak, belum waktunya. la harus dapat membasmi penjahat-penjahat Ang-hwa-pai berikut teman-temannya itu sebelum ia sendiri mati. Dengan pekaian kusut dan hati penuh kegemasan dan sakit hati terhadap Ang-hwa Nio-nio dan kawan-kawannya, Lee Si beriari terus secepatnya.
Tujuan perjalanannya sekarang adalah..... Liong-thouw-san! la harus bertemu dengan Pendekar Buta, ia harus bicara dengan ayah bunda Swan Bu, harus ia ceritakan tentang semua pengalamannya dengan Swan Bu. Memang amat memalu-kan dan ia sudah dapat membayangkan betapa akan sukarnya mulutnya bercerita tentang semua itu, akan tetapi hal ini penting sekali. Penting untuk membersihkan namanya, juga nama Swan Bu, dan agar orang tua Swan Bu dapati menghadapi kemarahan ayahnya dengan tenang. Siapa lagi yang akan dapat mendinginkan hati ayahnya yang panas ber-gelora itu kalau bukan Pendekar Buta yang ainat dihormatii dan dipuji ayahnya" la dapat membayangkan bahwa kalau
'ayahnya tidak berhasil mencari dan membunuh Swan Bu, tentu ayahnya akan men-datangi orang tua pemuda itu dan mengamuk di sana. Alangkah akan hebatnya bencana yang timbul dari urusan ini! Dan mengingat itu semua makin besarlah idendam dan sakit hati Lee Si terhadap Ang-hwa-pai.
Pada suatu hari, karena hari amat panas terik dan ia sudah amat lelah, Lee Si melangkahkan kakinya ke sebuah kelenteng kosong yang sudah tua dan rusak. Akan tetapi ketika ia sampai di ruangan depan, ia kaget dan menjadi ragu-ragu melihat bahwa di situ sudah terdapat belasan orang laki-laki yang agaknya juga sedang mengaso dan berlindung dari se-ngatan sinar matahari yang luar biasa panasnya. Mereka ini sedang bercakap-cakap dan ada yang bersendau-gurau, hanya seorang laki-laki muda dan tampan duduk menyendiri di pojok, inelenggut seperti orang mengantuk. Melihat banyak laki-laki di dalam kuil itu, Lee Si Koleksi Kang Zusi273
Jaka Lola Kho Ping Hoo menahan kakinya dan membalikkan tubuh, .. hendak berteduh di luar saja.
"Eh, A-liuk, apakah kita tidak mimpi" Bidadari kahyangan turun di siang hari" Wah-wah.....
kok pergi lagi.....?"
"lya..... nona manis, kenapa tidak jadi masuk" Di sini teduh nyaman..... kita bisa mengobrol, mari ke sinilah!" kata seorang lain, disusul gelak tawa teman-temannya.
Lee Si yang baru saja mengalami malapetaka, tidak sudi mencari perkara baru sungguhpun hatinya sudah panas dan ingin sekali kaki tangannya memberi hajaran kepada orang-orang kurang ajar itu. Maklum bahwa kalau ia berada di situ tentu setidaknya telinganya akan mendengar suara-suara busuk, gadis ini lalu melangkah keluar lagi dari pekarangan kelenteng tua, lalu berjalan cepat meninggalkan tempat itu untuk mencari tempat peristirahatan lain. Akan tetapi daerah inl kering, pohon-pohon kehilangan daunnya sehingga tidak ada lagi tempat yang teduh. Terpaksa Lee Si berjalan terus menuju ke daerah yang dari jauh tampak banyak gundukan batu-batu besar dengan harapan mendapatkan tempat teduh di situ.
"Hee, nona manis, berhenti dulu.....!!"
Tiba-tiba terdengar seruan keras dan ketika Lee Si menengok, dilihatnya banyak laki-laki yang tadi duduk di dalam kelenteng kini berlari-lari mengejarnya. Di depan sendiri tampak seorang laki-laki brewok yang berpakaian seperti tentara, golok besarnya tergantung di pinggang. la ingat bahwa memang tadi di dalam kelenteng ada si brewok ini yang hanya memandangnya dengan mata melotot dan mulut menyeringai.
"Hemmm, manusia-manusia keparat ini takkan kapok kalau tidak diberi hajaran!" pikir Lee Si sambil berhenti dan membalikkan tubuhnya, siap menanti mereka. Hanya ada enam orang yang mengejarnya, dan biarpun mereka itu semua adalah laki-laki yang kasar dan membawa senjata, ia tidak takut. la berdiri tenang-tenang saja, berdiri dengan sikap biasa seperti seorang gadis muda yang hendak nonton lewatnya rombongan arak-arakan!
Tiba-tiba berkelebat bayangan yang gerakannya cepat sekali dan tahu-tahu seorang pemuda sudah berdiri menghadang larinya rombongan itu. "Sahabat-sahabat harap berhenti dulu untuk bicara!" kata laki-laki ini dengan suara tenang. Dia adalah pemuda berpakaian putih yang tadi duduk melenggut di pojok. Pemuda ini sikapnya tenang namun sepasang mata-nya memancarkan ketajaman dan ketabahan.
Si brewok yang berpakaian komandan tentara itu membelalakkan matanya dan membentak.
"Heh, bukankah kau penge-mis muda yang tadi mengantuk di dalam kuil" Mau apa kau?"
Pemuda itu mengangkat sedikit mukanya dan sepasang matanya dipicingkan, pandang matanya tajam menerobos antara bulu matanya yang bergetar. Mulutnya agak tersenyum Koleksi Kang Zusi274
Jaka Lola Kho Ping Hoo sebelum ia bicara dengan suara lantang,
"Bukankah kau ini komandan she Gak yang membawa anak buahmu tukang-tukang pukul ini menjelajahi ke dusun-dusun untuk memeras rakyat dengan dalih kerja paksa membuat saluran" Orang she Gak, ketahuilah bahwa rahasiamu sudah terbuka, aku sudah tahu bahwa kau bukanlah seorang komandan nrielain-kan seorang kepala perampok yang menyamar sebagai komandan tentara untuk melakukan pemerasan. Sudah beberapa hari aku mengkuti jejak kalian, sekarang kalian akan rnenambah kejahatan perheras-an dengan, mengganggu wanita baik-baik. Hemmm, dosa kalian sudah cukup besar....."
"Setan muda, mampuslah kau. Tiba-tiba tampak sinar berkilauan menyambar ketika
"komandan" itu menggerakkan golok besarnya yang sudah dicabut cepat dan dipergunakan untuk membacok leher pemuda itu. Diam-diam pemuda itu terkejut juga. Kiranya si komandan gadungan ini pandai juga ilmu goloknya. Namun dengan gerakan mudah saja, yaitu dengan miringkan tubuh dan menekuk sebelah lutut, golok itu menyambar lewat kepalanya, hanya beberapa senti meter selisihnya. Akan tetapi golok itu tanpa ditarik kembali sudah langsung memutar ke bawah dan kini membabat ke arah pinggang, disusul jotosan tangan kiri keras sekali menuju kepala pemuda itu. Sebuah serangan yang hebat juga!
"Bagus!" Pemuda itu berseru, tubuh-nya melompat ke atas sehingga golok yang membabat pinggang itu meluncur lewat di bawah kakinya, sedangkan selagi tubuhnya berada di udara, kakinya bergerak menendang ke arah kepalan tangan kiri lawan!
"Bagus.....!" Kini seruan rnemuji ka-gum ini keluar dari mulut Lee Si. Gadis muda ini berdiri menonton dan kagumlah ia menyaksikan gerakan pemuda itu. Menendang untuk menangkis pukulan selagi tubuh berada di udara hanya dapat dilakukan oleh seorang yang ahli.
Akan tetapi orang she Gak itu pun lihai sekali. Cepat dia menarik kepalan-nya dan sebelum tubuh pemuda itu turun, golpknya sudah rnenusuk lagi, kini memapaki turunnya tubuh itu dari bawah seakan-akan goloknya hendak menyate tubuh itu dari bawah ke atas. Serangan maut ini masih dia tambahi dengan se-buah tendangan kilat yang amat keras. Agaknya di samping kemahirannya dalam gerakan golok dan pukulan, si brewok ini ahli tendang pula.
Malah bagi pemuda itu, tusukan golok hendak menyate tubuh itu malah tidak sehebat tendangan yang amat berbahaya ini karena tendangan itu dilakukan dengan gerakan kaki memutar sehingga sukar diduga bagian mana yang hendak di "makan" tendangan kaki kiri ini!
"Hebat.....!" kembali Lee Si berseru sambil menyaksikan gerakan pemuda pakaian putih itu.
Orang tentu akan me-rasa heran karena pemuda itu baru saja bergerak, belum kelihatan hasilnya, gadis ini sudah memuji setengah mati. Akan tetapi kiranya pujian itu memang tidak salah karena akibatnya memang hebat. Dengan gerakan tangan kiri yang luar biasa, pemuda itu turun dengan tubuh miring-miring seperti mau jatuh, akan tetapi berhasil mengelak dari golok lawan yang menusuknya, malah tangan kiri itu sekali berkelebat telah Koleksi Kang Zusi275
Jaka Lola Kho Ping Hoo mencengkeram tangan kanan yang memegang golok, sekali renggut gagang golok pindah tangan, sedangkan tendangan maut itu diterima dengan tangan kanan yang di-sabetkan ke bawah dengan jari-jari tangan terbuka.
"Dukkk!!" Aneh memang, akan tetapi nyata. Tangan kanan yang disabetkan miring itu bertemu dengan kaki yang besar dan terbungkus sepatu tebal yang berlapis besi. Menurut perhitungan dan logika, tentu si tangan yang akan remuk, setidaknya tentu akan patah-patah tu-langnya dan pecah-pecah kulitnya. Akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian.
Tangan itu tidak apa-apa, juga tubuh si pemuda sama sekali tidak bergeming, sebaliknya tubuh si penendang yang tinggi besar itu terpelanting jatuh, menggelin-ding dan akhirnya baru berhenti setelah sebuah batu besar menahan di tengah jalan dan kepala yang menumbuk batu itu pecah retak-retak, yang punya kepala terhenti menjadi manusia hidup!
Pemuda itu melirik ke arah Lee Si, tersenyum dan mengangguk-angguk. Di dalam hati pemuda ini kagum juga akan ketenangan gadis itu yang masih ber-diri menjadi penonton.
Lima orang tukang pukul itu tentu saja menjadi marah sekali melihat "ko-mandan" mereka tewas. Dengan teriakan-teriakan marah dan maki-makian kotor mereka menerjang pemuda itu dengan macam-macam senjata. Dua orang ber-senjata pedang panjang, seorang bersen-jata toya, seorang golok dan seorang lagi yang kepalanya botak dan tidak bertopi bersenjata sebatang pecut baja! Ketika mereka ini bergerak, kembali Lee Si ter-kejut karena lima orang ini kiranya bu-kanlah orang-orang yang berkepandaian rendah, boleh dibilang setingkat dengan si komandan gadungan tadi! Melihat ini, teganglah seluruh urat syaraf di dalam tubuh Lee Si. Tak mungkin ia berdiam diri saja, menonton pemuda itu dikeroyok oleh lima orang yanp tak boleh dipandang ringan ini. Pemuda itu tak salah lagi, berusaha menolongnya, kalau sampai pemuda itu celaka atau terluka, hal ini sungguh amat tidak baik. la sudah siap untuk segera melayang dan membantu kalau-kalau pemuda itu terancam.
Akan tetapi tiba-tiba hatinya ber-debar tegang dan ia seperti terpaku di tempatnya. Pemuda berpakaian putih itu kini bergerak-gerak seperti orang mabuk, menggunakan langkah-langkah aneh sekali yang ia kenal seperti langkah-langkah yang dipergunakan oleh Swan Bu! Sama sekali pemuda itu tidak terdesak oleh pengeroyokan lima orang, malah sambil menyelinap di antara senjata-senjata itu dia berkata,
"Tentara gadungan itu sudah sepatut-nya mampus, kalian boleh hidup, tapi harus mengakhiri kejahatan. Lain kali aku tidak dapat memberi ampun lagi!"
Tiba-tiba pemuda itu berkelebat dan tubuhnya seperti lenyap dari pandangan mata kelima orang pengeroyoknya, yang tampak hanya bayangan yang didahului sinar golok rampasan tadi. Terdengar pekik kesakitan berturut-turut dan senjata-senjata itu berturut-turut melayang runtuh dibarengi mengucurnya darah dari kedua pundak dan kedua paha. Dalam sekejap mata saja lima orang itu sudah roboh mepintih-rintih. Kiranya selain senjata Koleksi Kang Zusi276
Jaka Lola Kho Ping Hoo merekar terlepas, juga ujung kedua pundak dan atas kedua lutut mereka terluka oleh golok, luka yang tidak ber-bahaya akan tetapi cukup mengeluarkan banyak darah dan membuat mereka merasa ngeri. Kalau pemuda itu menghendaki, agaknya menewaskan mereka tidak lebih sukar daripada membalikkan telapak tangan!
"Nah, kuharap kalian kapok dan suka menghentikan praktek-praktek jahat!" seru pemuda itu sambil melempar golok rampasannya ke tanah, kemudian ia mem-bungkuk ke depan Lee Si sambil berkata,
"Silakan Nona melanjutkan perjalanan. Selamat berpisah!" Sehabis berkata demi-kian, pemuda itu membalikkan tubuhnya dan berkelebat cepat sekali. Sebentar saja dia sudah lenyap di balik batu-batu besar.
Akan tetapi, alangkah terkejutnya pemuda itu ketika dia mendengar suara orang di belakangnya yang berseru halus,
"Saudara, harap suka tunggu sebentar!"
Pemuda itu membalikkan tubuhnya, menghadapi Lee Si dan segera mengang-kat tangan memberi hormat. Lee Si cepat-cepat membalasnya dan diam-diam ia memuji kesopanan pemuda ini yang usia-nya jauh lebih tua dari padanya.
"Nona ada keperluan apakah Nona mengejar saya?"
"Saudara, kiranya tidak baik kubiarkan saja kau pergi tanpa menyatakan terima kasih atas pertolonganmu dan....."
Pemuda itu tertawa dan wajahnya yang masak dan agak muram itu tampak jauh lebih muda kalau tertawa. "Wah, harap Nona jangan memperolokku! Sama sekali aku tidak menolongmu, karena kalau tidak kebetulan aku turun tangan terhadap mereka, kiranya mereka itu akan menerima nasib yang lebih berat di tangan Nona. Dengan kepandaian yang Nona miliki, sungguh aku merasa malu kalau aku dikatakan menolongmu."
"Ah, bagaimana kau bisa bilang demikian" dengan kepandaianmu yang begitu tinggi dan sikapmu amat merendah, kau sungguh membikin aku yang bodoh men-jadi kagum, Saudara."
"Nona, sebelum aku bergerak kau sudah tahu tadi, sekarang dengan mudah kau dapat rnenyusulku, ini saja sudah membuktikan bahwa kau seoranp yang lihai. Sudahlah, tak perlu puji-memuji ini. Bolehkah aku mengetahui siapa gerangan Nona" Aku sendiri bernama Yo Wan."
Koleksi Kang Zusi277
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Yo Wan....." Serasa pernah aku mendengar nama ini....." Lee Si mengerutkan kening, mengingat-ingat, akan tetapi tidak berhasil. Memang tentu saja ia lupa karena andaikata pernah mendengar, tentulah dari percakapan atau penuturan ayah bundanya yang pernah menyebut nama ini sebagai murid Pendekar Buta.
"Nona siapakah dan murid siapa?"
"Aku murid orang tuaku sendiri, ayahku adalah Tan Kong Bu, ketua Min-san-pai, dan namaku Tan Lee Si."
"Ah.....! Tentu saja Nona pernah mendengar namaku, tentu dari Tan-loenghiong, ayahmu.
Aku sendiri sudah lupa lagi kepada beliau, akan tetapi antara ayah-mu, terutama ibumu dap suhu ada hubungan yang erat sekali. Ketahuilah, suhu adalah Pendekar Buta....."
"Ah.....!" Kini Lee Si yang ber ah-ah-ah saking herannya. Lalu ia teringat akan langkah-langkah seperti orang mabuk yang tadi dilakukan Yo Wan ini dan yang ia ingat ada persaniaannya dengan Swan Bu. Dan sekarang tidak aneh lagi baginya akan kelihaian pemuda ini. Kiranya murid Pendekar Buta, tentu saja hebat kepandaiannya. "Kalau begitu.....
dia..... dia itu sutemu....." Otomatis ingat-annya melayang kepada Swan Bu sehingga kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Yo Wan adalah seorang pemuda yang sudah matang pikirannya dan dia amat cerdik, oleh karena itu sikap dan kata-kata gadis cantik manis itu sudah cukup baginya untuk menduga bahwa tentu ada sesuatu antara gadis cucu Raja Pedang ini dengan putera suhunya. Siapa lagi kalau bukan Swan Bu yang tadi disebut "si dia" sebagai sutenya" Sutenya memang hanya seorang, yaitu putera suhunya itu.
"Nona maksudkan Kwa Swan Bu sute" Apakah dia sahabat baikmu" Di mana adanya sute sekarang?"
Hal yang aneh terjadi, yang membuat Yo Wan sendiri terheran-heran dan terkejut bukan main. Gadis manis itu tiba-tiba menangis! Air matanya bercucuran dan kedua tangannya sibuk meng-usapi air mata yang mengalir di kedua pipinya, pundaknya bergerak-gerak dalam isak tangis yang menyedihkan. Yo Wan berdebar hatinya, kekhawatiran hebat mencekam jantungnya, timbul dugaan yang bukan-bukan.
"Nona, ada apa dengan sute" Apakah yang terjadi?" tanyanya, wajahnya berkerut dalam kegelisahan.
"Malapetaka hebat..... dia dan aku..... kami celaka....." Lee Si terisak-isak. Semenjak ia mengalami bencana itu, baru kali ini ia berkesempatan bicara dengan seorang yang ia percaya, karena Itu tak dapat menahan kesedihannya.
Koleksi Kang Zusi278
Jaka Lola Kho Ping Hoo Di lain fihak, Yo Wan terkejut seperti disambar pelir. Sampai lupa dia dan kedua tangannya memegang lengan Lee Si, diguncang-guncangnya nona yang menangis itu sambil berkata,
"Ada apa-kah" Siapa mengganggu sute" Di mana dia dan apa yang terjadi?" Melihat betapa nona itu menurunkan tangan dan dengan kaget memandangnya, Yo Wan melepaskan kedua tangannya dan berkata,
"Maaf, aku sampai lupa diri. Ah, kautenangkanlah hatimu, Nona dan berceritalah yang baik.
Ketahuilah, semenjak kecil aku tidak bertemu dengan sute, hatlku penuh rindu maka mendengar dia ditimpa malapetaka, hatiku gelisah bukan main. Apakah dia terluka?"
Lee Si menggeleng kepala. "Tidak terluka, dan sekarang entahdi mana, akan tetapi apa yang menimpa kami berdua lebih hebat daripada luka atau maut sekalipun." Dengan muka menunduk dan suara perlahan, kadang-kadang ter-putus oleh isak tangis, Lee Si akhirnya menceritakan semua pengalamannya dengan Swan Bu, dan tipu muslihat penuh fitnah yang dilakukan oleh Ang-hwa-pai.
"Begitulah saudara yo Wan, dapat kaubayangkan betapa marahnya ayah melihat keadaan kami, mendengar suara ayah agaknya dia takkan puas kalau belum membunuh Swan Bu untuk mencuci penghinaan. Padahal..... padahal Swan Bu sama sekali tidak bersalah dalain hal, itu."
"Dan kau hendak ke manakah sekarang, Nona?"
"Ke mana lagi" Ke Liong-thouw-san hendak menemui ayah Swan Bu dan menceritakan semua hal itu kepada ayah bundanya. Harap kau suka membantuku..... berat juga mulut ini bercerita kepada paman Kwa Kun Hong dan istrinya."
"Jangan khawatir, aku pasti akan menibantumu, Nona, demi kebersihan nama sute pula.
Akan tetapi, kau dan sute yang begitu lihai bagaimana sampai dapat tertawan" Siapakah yang menjagoi Ang-hwa-pai ketika itu" Setahuku, yang paling lihai hanyalah Ang-hwa Nio-nio dan pemuda yang bernama Ouwyang Lam. Akan tetapi aku sengsi apakah mereka ini dapat mengalahke i kau dan sute."
"Kalau hanya mereka berdua, agaknya kami tidak akan dapat tertawan musuh." Lee Si menarik napas panjang penuh sesal. "Selain mereka, ada juga duaorang kakek yang pada waktu aku ditawan, kudengar namanya sebagai pendeta Maharsi dari barat dan yang seorang lagi Bo Wi Sianjin, masih ada lagi seorang iblis wanita bernama Siu Bi!"
Yo Wan menahan perihnya hati yang serasa tertusuk ketika dia mendengar disebutnya ini, nama seorang gadis yang mendatangkan rasa sayang dan simpati di hatinya akan tetapi berbareng juga men-datangkan rasa benci karena gadis itu adalah puteri The Sun pembunuh ibunya! Diam-diam dia merasa menyesal sekali mengapa gadis itu kembali menggabung-kan diri dengan fihak Ang-hwa-pai yang dia tahu adalah golongan penjahat.
Akan tetapi Yo Wan segera merenggut ingat-annya keluar danpada lamunan tentang diri Siu Koleksi Kang Zusi279
Jaka Lola Kho Ping Hoo Bi ini. "Wah, urusanmu Ini memang amat hebat, adik Lee Si." Akhirnya dia ber-kata sambil menarik napas panjang. "Mereka itu memang jahat sekali dan tipu muslihat mereka itu agaknya akan dapat nnenimbulkan bencana perpecahan yang amat besar. Marilah kita jangan mem-buang waktu lagi, berangkat ke Liong-thouw-san menemui suhu. Dapat kumengerti betapa beratnya bagimu menceritakan peristiwa itu, maka biarlat aku yang akan mewakilimu bercerita kepada suhu dan subo."
"Terima kasih, kau baik sekali....." jawab Lee Si sambil menghapus air mata terakhir dari pelupuk matanya. Hatinya menjadi besar dengan adanya penolong ini, harapannya timbul kembali sehingga kemuraman wajahnya mulai menghilang.
Akan tetapi, setelah melakukan perjalanan berpekan-pekan dan akhirnya mereka berhasil mendaki puncak Liong-thouw-san, mereka menjadi terkejut dan kecewa sekali melihat bahwa puncak gunung itu sunyi sepi, tidak ada kelihat-an seorang pun manusia di situ!
Tidak terdapat tanda sesuatu, juga tidak ada seorang pun manusia di situ yang dapat menceritakan apakah yang telah terjadi di puncak Liong-thouw-san. Menilik keadaan pondok yang masih bersih, seakan-akan masih "hangat", jelas bahwa tempat yang sunyi ini beluro lama ditinggal-kan penghuninya.
Yo Wan berdiri di depan pondok, termenung dan termangu-mangu. Melihat tempat ini, tak terasa pula dua titik air mata keluar dari pelupuk matanya, karena dia teringat akan keadaannya di waktu masih kecil dahulu. Terbayanglah semua di depan matanya, keadaan dua puluhan tahun yang lalu, ketika dia masih kecil dan tinggal seorang diri di tempat ini. la berjalan hilir-mudik seperti orang kehilapgan pikiran, meraba-raba dengan mesra batu-batu di depan pondok, membelai daun-daun di pinggir pondok, mulutnya menyeringai setengah senyum setengah tangis.'
la baru sadar setelah mendengar tangis Lee Si dan cepat dia menengok. Melihat gadis itu sudah duduk mes.angis di atas bangku bambu di depan pondok, dia segera menghampiri lalu berkata dengan suara menghibur,
"Tenanglah, adik Lee Si. Tiada per-kara di dunia ini yang tak dapat diatasi asal kita tenang dan sabar. Memang agaknya tidak kebetulan kedatangan kita, agaknya suhu dan subo sedang turun gunung, entah ke mana. Akan tetapi, sebagai wakil suhu, juga demi menjaga nama baik sute Swan Bu, aku siap uptuk membasmi penjahat-penjahat busuk itu. Marilah, adik Lee Si, kita turun lagi dan kau antarkan aku ke tempat terjadinya peristiwa itu. Aku akan mencoba untuk menangkap Ang-hwa Nio-nio dan kita seret dia ke depan ayahmu agar dia mengakui akan tipu muslihat dan fitnah yang diaturnya. Bagaimana?"
Lee Si hanya mengangguk-angguk, kemudian setelah menekan perasaan kecewanya dapat Koleksi Kang Zusi280
Jaka Lola Kho Ping Hoo juga ia berkata, "Kau baik sekali, Yo-twako. Terserah padamu saja, aku.. aku bingung tak dapat memikir sesuatu....
Mereka bermalam satu malam di puneak Liong-thouw-san. Pada keesokan harinya, barulah mereka turun dari puncak itu, menuju ke kota Kong-goan di tepi Sungai Cia-ling.
Sebetulnya apakah yang telah terjadi di puncak Liong-thouw-san" Sayang tidak ada yang dapat bercerita kepada dua orang muda itu. Akan tetapi andaikata ada yang dapat bercerita, agaknya malah akan membuat mereka menjadi makin gelisah saja karena baru tiga hari yang lalu, di puncak itu terjadi hal hebat seperti yang dikhawatirkan oleh Lee Si. Pada suatu senja, tiga hari yang lalu, selagi Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta bersama isterinya, Kwee Hui Kauw, duduk di dalam pondok bercakap-cakap setelah Hui Kauw menyalakan api penerangan dan Kun Hong sedang makan masakan sayur yang dihidangkan isterinya sambil bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar suara bentakan keras di luar pon-dok.
"Kwa Kun Hong, keluarlah dan pertanggungjawabkan kebiadaban anakmu!!"
Sepasang sumpit yang menyumpit sayur dan sudah berada di depan mulut itu terhenti. Kun Hong miringkan kepala, keningnya berkerut dan perlahan-lahan dia menurunkan kembali sumpit dan mangkoknya. Telinganya mendengar gerakan isterinya menyambar pedang di dinding, dan pada saat isterinya hendak melayang keluar pintu, dia berkata lirih,
"Tahan dulu, jangan terburu nafsu. Serasa mengenal suaranya....."
"Tak peduli dia siapa, dia telah menghina kita dan anak kita!"
"Manusia bisa keliru, murigkin salah faham....."
Dari luar kembali terdengar bentakan, "Kwa Kun Hong, lekas keluar sebelum kuhancurkan pondokmu!"
Dengan tongkat di tangan, Pendekar Buta bergerak keluar dari pintu pondok-nya, diikuti oleh Hui Kauw yang masih memegang sebatang pedang dengan muka keren. Alangkah kaget dan herannya nyonya ini ketika meliHat bahwa yang berdiri di depan pondok, dengan tegak dan kedua kaki dipentang, sikap meng-ancam, wajah bengis, adalah seorang laki-laki tinggi besar dan gagah yang bukan lain adalah Tan Kong Bu! Keadaan jago tua Min-san ini menyeramkan se-kali. Sepasang matanya yang tajam itu bersinar-sinar penuh kemarahan, rambut-nya agak awut-awutan, mukanya merah padam, tangan kiri dikepal-kepal dan tangan kanan meraba gagang pedang. Suara-nya menggeledek ketika dia melihat Kun Hong dan isterinya keluar dari pondok.
"Kwa Kun Hong, kalau kau tidak lekas mempertanggungjawabkan kebiadaban anakmu, Koleksi Kang Zusi281
Jaka Lola Kho Ping Hoo sekarang juga seorang di antara kita harus mampus di sini!"
Wajah Pendekar Buta penuh kerut-merut, akan tetapi dia tetap tenang dan sabar.
Sebaliknya, biarpun Hui Kauw adalah seorang wanita yang berperangai halus dan amat sabar, akan tetapi se-karang, sebagai seorang ibu yang men-dengar anak tunggalnya dimaki biadab, darahnya seketika menjadi naik. la me-nudingkan telunjuk tangan kirinya ke arah Kong Bu dengan tangan kanan melintangkan pedang di depan dada.
"Tan Kong Bu! Isterimu terhitung murid keponakan suamiku, jadi kau ini boleh juga dikatakan keponakan kami. Akan tetapi sikapmu ini sungguh-sungguh tidak patut. Ada urusan boleh diurus, ada soal boleh dibicarakan, segala sesuatu boleh dirunding baik-baik tidak seperti kau ini yang bersikap kasar dan menghina!"
"Siapa menghina" Ha-ha-ha, bicara tentang penghinaan, anakmu yang biadab itulah yang menghina kami! Penghinaan melampaui batas takaran, penghinaan yang hanya dapat dicuci dengan darah dan nyawa, nyawa Kun Hong atau nyawaku! Kalau kau hendak maju sekalian, boleh, aku tidak takut demi untuk mem-bela nama baik anakku, mati bukar apa-apa!"
Setelah berkata demikian, agaknya kepanasan hatinya menjadi makir berkobar oleh kata-katanya. Kong Bu fneng-gerakkan tangan dan "srattt!" la telah mencabut sebatang pedang.
Tentu saja Hui Kauw menjadi makin tnarah, merasa ditantang. "Hemmm, manusia sombong.
Kaukira aku takut kepadamu" Kaukira hanya engkau seorang di dunia ini yang gagah dan tidak takut mati, yang ingin membela anak" Tiada hujan tiada angin kau memaki-maki anak kami, memaki-maki kami, kalau kau menantang bertempur, majulah. Aku lawanmu." Hui Kauw melompat ke depan siap dengan pedangnya.
Pada dasarnya Tan Kong Bu memang seorang yang berwatak keras dan bera-ngasan, maka inendengar omongan ini dan melihat sikap Hui Kauw, kemarahan-nya terhadap Swan Bu memuncak. Wanita ini adalah ibu Swan Bu patut memper-tanggungjawabkan pula. la memekik ke-ras, mengeluarkan suara melengking tinggi dan tubuhnya bergerak maju.
"Bagus, kau atau aku yang mampus!" Pedangnya menyambar ganas, penuh dengan tenaga Yang-kang sehingga sambaran pedang itu mengandung hawa panas yang amat berbahaya.
Namun Hui Kauw adalah isteri Pendekar Buta. Sebelum menjadi isteri Pen-dekar Buta, ia telah menniliki kepandaian tinggi, dan mungkin pada waktu itu tidak akan dapat menahan serangan Tan Kong Bu putera Si Raja Pedang. Akan tetapi sekarang, ia bukanlah Hui Kauw dua puluh tahun yang lalu. Umu kesaktiannya mengalami kemajuan pesat di bawah pimpman suaminya. Melihat datangnya serangan hebat ini, dia mengelak sambil membabat dari samping, menghantam pedang lawan. "Tranggg!" Bunga api berpijar merupakan kilat-kilat kecil menerangi cuaca yang sudah mulai remang-remang itu. Keduanya terpental muncur.
Koleksi Kang Zusi282
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Bagus, terimalah ini!" Tan Kong Bu menerjang lagi, lebih ganas dan lebih kuat. Kembali Hui Kauw menangkis dari samping dan kini saking hebatnya tenaga dalam mereka, kedua pedang itu saling tempel tanpa mengeluarkan bunyi!
Pada saat itu, berkelebat bayangan merah, disusul suara keras dan dua ba-tang pedang yang saling tempel itu ter-pental ke belakang, malah Hui Kauw dan Kong Bu terhuyung-huyung tiga langkah. Kiranya Kun Hong sudah turun tangan, menggunakan tongkatnya untuk memisahkan dua pedang itu.
"Ah, apa perlunya semua ini" Hui Kauw, kau mundur. Kong Bu, marilah kita bicara baik-baik.
Apa sebetulnya j yang telah terjadi" Kau agaknya marah-marah kepada anak karni.
Kesalahan apakah yang diperbuat oleh Swan Bu" Kauceritakan kepada karni agar kami dapat mengetahui dan mempertimbangkan." Di antara kita, masa harus menggunakan kekerasan?"
Akan tetapi Kong Bu yang sudah mendidih darahnya itu, tak dapat dibikin sabar. Dengan suara tetap lantang dan penuh kemarahan dia berkata,
"Kun Hong, mana bisa kita bicara baik-baik setelah penghinaan yang dilaku-kan oleh anakmu" Akan tetapi agar kalian tidak penasaran, dengarlah apa yang telah dilakukan oleh anakmu yang biadab itu, agar terbuka mata kalian betapa kalian tidak becus mendidik anak.
Anak-mu Kwa Swan Bu itu telah menawan Lee Si anakku dan melakukan perbuatan terkutuk, dia..... dia berani mencemarkan..... dia berani menodai Lee Si, terkutuk dia! Karena dia lari, sekarang aku datang ke sini untuk minta pertanggunganjawabmu. Kun Hong, penghinaan ini terlalu besar, kau sebagai ayahnya menebus dengan nyawamu atau aku sebaga; ayah Lee Si mencuci noda dengan darahku!"


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bohong.....!" tiba-tiba Hui Kauw menjerit marah. "Di mana terjadinya" Siapa yang menjadi saksi" Apa buktinya"'
"Huh, siapa bohong" Aku sendiri yang menjadi saksi! Lee Si ditawannya, tertotok tak berdaya dan ditawan ke dalam kuil tua di kota Kong-goan....."
"Bohong! Aku tidak percaya, tidak mungkin anakku melakukan perbuatan itu. Kau yang bohong!" kembali Hui Kauw berteriak.
Mulut bisa bohong, akan tetapi mata tidak! Dan mataku melihat sendiri kejadian itu, dan mataku tidak buta seperti mata Kun Hong! Hanya mata buta yang tidak mau melihat kebiadaban putera sendiri dan melindunginya!"
"Keparat, tak sudi aku roenerima penghinaanmu ini!" Hui Kauw yang sekarang menerjang maju dengan pedangnya. Kong Bu mendengus dan menangkis, kemudian kedua orang ini kembali sudah bertanding dengan seru.
Koleksi Kang Zusi283
Jaka Lola Kho Ping Hoo Adapun Kwa Kun Hong setelah men- J dengar penjelasan Kong Bu, berdiri termangu-mangu. Mana mungkin ada kejadian seperti itu" Swan Bu melakukan per-buatan terkutuk terhadap Lee Si" Apakah mungkin puteranya itu dikuasai nafsu sedemikian hebatnya yang membuatnya seperti gila" Agaknya tidak mungkin. la tahu bahwa puteranya itu memiliki dasar watak yang amat keras dan tidak mau kalah, akan tetapi cukup dia dasari gemblengan batin yang membentuk watak satria, pantang akan perbuatan-perbuatan maksiat, apalagi perbuatan terkutuk seperti itu. Tentu fitnah! la cukup menge-nal pula watak Kong Bu yang keras dan jujur, tegak seperti baja yang sukar ditekuk, sehingga tak mungkin pula seorang seperti Kong Bu ini membohong dan mengada-ada. Pemecahan satu-satunya menghadapi dua ketidakmungkinan hanyalah hasut atau fitnah. Agaknya ada fitnah terselip dalam urusan ini.
Suara beradunya pedang dan lengking tinggi dari mulut Kong Bu menyadarkannya. Kun Hong merasa khawatir sekali. Dari gerakan yang terdengar oleh telinganya, tahulah dia bahwa pertandingan itu akan dapat menjadi hebat sekali dan mati-matian karena tingkat mereka berimbang dan pertandingan dilakukan dengan penuh kemarahan oleh kedua fihak.
Kalau dia tidak segera turun tangan, tentu seorang di antara mereka akan tewas atau setidaknya akan terluka parah.
"Kalian berhentilah!" Kembali dia menengahi dan karena maklum betapa ke-duanya tak boleh dipandang ringan, begitu "masuk" Kun Hong menggunakan gerakan yang ampuh.
Tongkatnya berputar membentuk lingkaran-lingkaran membikin mati gerakan Kong Bu sedangkan tangan kirinya berhasil mendorong pundak isterinya sehingga nyonya itu terhuyung ke belakang. Biarpun hatinya penasaran, namun Hui Kauw yang sudah hafal akan watak suaminya, tahu apa yang dikehendaki suaminya ini, maka ia hanya berdiri mengepal tinju kiri dan melintangkan pedang di depan dada, tidak mau maju lagi.
Akan tetapi Kong Bu tidak mau mun-dur sama sekali, malah dalam kemarah-annya, pertimbangannya menjadi miring dan dia mengira bahwa Pendekar Buta ini takut kalau isterinya kalah maka sekarang maju sendiri. Memang sebetulnyalah, seorang yang sedang ditunggangi dan dipermainkan nafsu amarah, pandang matanya menjadi gelap, pertimbangannya bubrah (rusak) dan yang disangkanya hanya yang buruk-buruk saja. Oleh karena itu, amat tidak baiklah kalau orang dikuasai oleh hawa nafsu amarah, lebih baik lekas-lekas singkirkan musuh besar pribadi ini dari dalam hati. "Kun Hong, kau atau aku yang menggeletak tak ber-nyawa di sini!" Seruan ini disusul serangan dahsyat sekali karena dalam kemarah-annya dan kemaklrmannya bahwa yang dihadapi adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, Kong Bu sudah mener-jangnya sambil mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan Ilmu Pedang Yang-sin Kiam-sut yang dahulu dia warisi dari mendiang kakeknya, Song-bun-kwi Kwee Lun. Hebat bukan main terjangan Kong Bu ini, karena tenaga Yang-kang se-penuhnya amat kuat niemancar keluar dari gerakannya, maka sebatang pedang-nya seakan-akan menjadi sebatang besi merah, panas bernyala-nyala!
Koleksi Kang Zusi284
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Ahhh, saudaraku Kong Bu yang baik....." Hanya sampai di sini ucapan Kun Hong karena Pendekar Buta ini harus cepat-cepat mengelak sambil mainkan langkah-langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun sehingga dengan mudah dia dapat menyelamatkan diri dari pedang Kong Bu yang berubah menjadi tangan-tangan maut itu. Kong Bu penasaran bukan main. Setiap kali pedangnya menyambar, seakan-akan tubuh Kun Hong mendahului gerakannya, berubah kedudukannya, tidak berada di tempat semula, ataukah pedangnya yang selalu menyeleweng apabila mendekati tubuh Kun Hong" Tak mungkin dapat melakukan hal itu.
Rasa penasaran 1 merupakan bensin yang menyiram api yang membakar dadanya, maka sambil mengeluarkan suara melengking keras jago Min-san ini mendesak makin hebat.
Namun, dengan ketenangannya yang luar biasa, Kun Hong dapat mengatasi keadaan, langkah-langkah ajaib yang dia lakukan amat tepat dan teratur sehmgga tak pernah sinar pedang Kong Bu dapat menyentuhnya.
"Dengarlah, Kong Bu saudaralra..,..., anak-anak kita tentu kena fitnah..... percayalah, Swan Bu tidak mungkin melaku-kan kebiadaban itu, mari kita selidiki baik-baik....."
Akan tetapi tiba-tiba Kong Bu berseru keras. Selagi dia bicara tadi, Kong Bu telah menerjangnya dengan nekat, pedang di tangan ketua Min-san-pai itu melakukan tusukan maut dengan ujungnya digetarkan menjadi tujuh sinar! Biarpun Kun Hong menguasai Kim-thiauw-kun dan dapat menggerakkan tubuh secara ajaib untuk mengelak setiap serangan, namun dia maklum bahwa jurus sakti seperti ini yang menimbulkan getaran hawa pedang sedemikian dahsyatnya, tak mungkin dielakkan lagi. la tidak suka bermusuhan dengan Kong Bu dan dapat menduga bahwa orarig keras hati ini telah makan fitnah dan dia suka mengalah, akan tetapi tentu saja dia tidak mau menerima tusukan pedang yang tak boleh dipandang ringan. Oleh karena itu, ketika berseru kaget tadi, tongkatnya berkelebat menjadi sinar merah dan sekaligus tongkat itu telah diputar berbentuk payung, me-naogkis pedang lawan sedangkan tangan kirinya dengan pengerahan tenaga setengahnya didorongkan ke depan.
Kalau saja Kong Bu tidak sedang dikuasai kemarahan yang membuat dia buta dan lengah, kiranya tidak akan mudah bagi Kun Hong untuk mengalahkan-nya dalam waktu singkat, sungguhpun harus diakui bahwa tingkat kepandaian Kong Bu tidak setinggi Kun Hong. Akan tetapi pada saat itu, Kong Bu sedang marah sekali, begitu marahnya sehingga dia seperti orang nekat, hasrat hatinya hanya ingin menyerang dan merobohkan lawan tanpa mempedulikan penjagaan tubuhnya sendiri. Oleh karena inilah, maka pedangnya terkena
"libatan" tongkat Kun Hong yang lihai, terlibat dan terputar sehingga pedangnya ikut pula terputar. Sebagai seorang gagah, Kong Bu merasa pantang melepaskan pedang, malah dipegang makin erat sehingga tubuhnya yang terpelanting oleh hawa putaran yang amat kuat itu. Pada saat itulah dorongan tangan kiri Kun Hong yang kelihatan lambat itu tiba.
Seketika tubuh Kong Bu terjengkang ke belakang dan tubuh itu bergulingan sampai belasan meter jauhnya!
Koleksi Kang Zusi285
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Ahhh...... maaf, saudara Kong Bu. .... Kun Hong memburu, akan tetapi tangan kirinya segera dipegang oleh Hui Kauw yang menahannya.
Kong Bu melompat bangun dengan napas terengah-engah, dadanya serasa sesak dan kepalanya pening. la tidak terluka, nannun nanar dan maklumlah dia bahwa melanjutkan dengan nekat hanya akan menghadapi kekalahan yang memalukan.
"Kun Hong, kau lebih pandai daripada aku. Akan tetapi kalau aku tidak dapat membunuh anakmu yang biadab, aku tak akan mau berhenti berusaha. Tidak ada tempat bagi aku dan dia di kolong langit!"
"Kong Bu, tunggu.....!" teriak Kun Hong, akan tetapi jago Min-san-pai itu sudah melompat pergi dan lari cepat meninggalkan puncak itu.
"Biarkanlah dia pergi. Orang berhati kakifL dan mau menang sendiri itu," kata Hui Kauw sannbil memegang lengan suaminya.
Kun Hong menarik napas panjang. "Hui Kauw, kau lekas bebenah, bawa bekal yang kita perlukan di perjalanan. Kita berangkat sekarang juga mencari Swan Bu dan menyelidiki ke Kong-goan. Ingin sekali aku tahu apa sih yang ter-jadi di kuil tua di kota Kong-goan itu?"
Demikianlah, suami isteri pendekar sakti ini berangkat pada malam itu juga meninggalkan puncak Liong-thouw-san. Dan ini pulalah sebabnya mengapa ketika Yo Wan dan Lee Si tiba di puncak Liong-thouw-san tempat ini sunyi tidak tampak seorang pun manusia.
* * * Swan Bu terhuyung-huyung, baru beberapa puluh langkah pandang matanya gelap, dia berusaha menahan diri akan tetapi kepalanya terlalu pening dan akhirnya dia jatuh terguling dan merasa tubuhnya panas sekali, kepalanya berputaran, maka dia meramkan kedua nnatanya.
"Siu Bi..... ah, Siu Bi..... hemmm, apakah aku sudah gila" Kenapa Siu Bi saja yang teringat dan terbayang?" Swan Bu bangkit dan duduk, beberapa kali dia menampar kepalanya sendiri dan bibirnya berbisik-bisik, "Siu Bi..... gadis ibttis itu, aku harus benci padanya..... harus!" Akan tetapi rasa panas membakar kepalanya dan dia roboh lagi, kini pingsan.
Tak jauh dari tempat itu, Siu Bi ber-diri terisak-isak. Dari jauh ia melihat Swan Bu jatuh bangun ini, melihat pe-muda itu terhuyung-huyung dan roboh, melihat pemuda itu menggerak-gerakkan bibir akan tetapi tidak dapat mendengar kata-katanya, melihat Koleksi Kang Zusi286
Jaka Lola Kho Ping Hoo pemuda itu me-mukul kepalanya sendiri lalu terguling, tak bergerak-gerak.
"Swan Bu.....!" Siu Bi menjerit kecil, hatinya serasa ditusuk-tusuk dan ia lalu' lari menghampiri, menubruk dan berlutut di dekat tubuh yang tak bergerak, air matanya bercucuran membasahi muka Swan Bu yang kini menjadi merah sekali dan panas. Ketika tangan Siu Bi menyentuh leher pemuda itu, gadis ini terkejut dan menarik tangannya.
"Panas sekali! Ah, kau terserang demam....." Sebagai puteri angkat The Sun dan cucu murid Hek Lojin, dan biasa hidup di puncak gunung yang sunyi sehingga sudah biasa menghadapi penyakit, Siu Bi maklum bahwa demam panas ini adalah akibat daripada luka di lengannya.
Tanpa ragu-ragu lagi Siu Bi lalu memon-dong tubuh Swan Bu yang pingsan itu, lalu dibawa lari dengan niat mencari tempat peristirahatan yang baik agar ia dapat merawatnya. Entah bagaimana, setelah ia berhasil membuntungi lengan kiri putera Pendekar Buta ini, semua rasa benci lenyap dan timbullah rasa cinta kasih yang memang telah bersemi di dalam hatinya. Siu Bi malah merasa bersalah dan untuk menebus kesalahannya terhadap Swan Bu, ia hendak merawatnya, kalau mungkin, untuk selamanya! Malah ia bersedia menghabiskan permusuhannya dengan orang tua pemuda ini, asal Swan Bu mau memaafkannya dan mau ia
"rawat" selamanya.
Mendadak telinganya mendengar suara gerakan dan alangkah kagetnya ketika ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depannya berdiri seorang gadis cantik jelita yang ia kenal sebagai Cui Sian! Hanya satu kali Siu Bi bertemu dengan puteri Raja Pedang ini, yaitu di Ching-coa-to, akan tetapi pertemuan yang sekali itu cukup baginya untuk mengetahui bahwa puteri Raja Pedang itu amat tinggi kepandaiannya.
Di lain fihak, Cui Sian juga tercengang melihat Siu Bi. Tadinya dari belakang ia melihat seorang wanita mempergunakan ilmu lari cepat yang tinggi berlari mendukung seorang pria. la menjadi curiga dan mengejar, menyusul lalu meng-hadang untuk melihat siapa mereka dan apa yang terjadi. Maka dapat dibayangkan betapa kaget hatinya ketika ia mengenal Siu Bi, gadis liar yang bersumpah hendak membuntungi lengan Pendekar Buta dan anak isterinya, gadis liar yang menimbulkan cemburunya karena sikapnya terhadap Yo Wan, akan tetapi gadis ini pula yang telah menyelamatkan nyawanya ketika ia dikeroyok di Ching-coa-to!
"Kau.....?" Saking heran dan kagetnya Cui Sian menegur.
"Hemmm, puteri Raja Pedang. Mau apa kau menghadangku?" balas Siu Bi ketus.
Pandang mata Cui Sian menyelidiki laki-laki yang dipondong Siu Bi, terkejut melihat lengan kiri yang buntung sebatas siku, ujungnya dibungkus dan masih ter-dapat tanda darah dari luka yang baru.
Koleksi Kang Zusi287
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Eh, siapa dia?"" tanyanya, penuh kecurigaan.
"Dia siapa peduli apakah engkau" Tidak ada sangkut-pautnya denganmu....."
"Aahhh.....!" Cui Sian melangkah maju selangkah, wajahnya pucat dan matanya terbelalak lebar. "Dia..... dia..... Swan Bu.....! Bukankah dia Swan Bu.....?" Sudah kerap kali ia bertemu dengan Swan Bu, akan tetapi yang terakhir kali adalah pada waktu Swan Bu berusia empat lima belas tahun. Kalau sekarang tidak melihat pemuda itu buntung lengan kirinya dan dipondong Siu Bi, agaknya ia akan pangling juga. Karena lengannya buntung, sedangkan Siu Bi pernah menya'akan hendak membuntungi lengan Pendekar Buta sekeluarga, dan pemuda yang buntung lengannya ini wajahnya seperti Swan Bu, maka mudah baginya untuk menduga dan hal ini membuat ia kaget dan ngeri.
Kebetulan sekali pada saat itu Swan Bu sadar, mengerang dan mengeluh, membuka matanya dan tepat dia memandang Cui Sian. Agaknya dia mengenal pula, karena bibirnya berbisik perlahan, "..... Bibi Guru....."
Kini tidak ragu lagilah hati Cui Sian. Memang dahulu Swan Bu disuruh rrie-nyebut "sukouw"
(bibi guru) kepadanya karena Pendekar Buta tetap menganggap ayahnya sebagai guru.
Dengan suara lantang ia membentak, "Dia benar Swan Bu! Siapa membuntungi lengannya?"
la tidak dapat bertanya kepada Swan Bu karena pemuda itu sudah pingsan lagi.
Siu Bi mendongkol sekali. Ia seorang gadis yang berwatak aneh luar biasa. Hatinya yang keras seperti baja mentah itu agaknya hanya dapat cair oleh kehalusan. Menghadapi kekerasan, ia akan menjadi makin keras. Suara Swan Bu menyebut "bibi guru" dan perhatian Cui Sian terhadap pemuda itu, mendatangkan kemendongkolan hatinya.
"Kau mau membelanya" Nah, terimalah keponakanmu ini!" teriaknya sambil melempar tubuh Swan Bu ke arah Cui Sian. Gadis Thai-san-pai ini cepat me-nerima tubuh itu dan alangkah kagetnya ketika ia mendapat kenyataan betapa tubuh itu panas sekali. Cepat ia menurunkan tubuh Swan Bu dengan hati-hati ke bawah pohon yang teduh, kemudian memeriksa.
Keadaan Swan Bu tidak berbahaya, kecuali kalau darahnya keracunan oleh luka lengan buntung itu. Maka ia lalu menotok beberapa jalan darah sambil mengerahkan sinkang dengan tangan kiri yang ia tempelkan di1 punggungnya. Kemudian ia berdiri, meloncat ke depan Siu Bi yang masih ber-diri tegak dengan muka marah.
"Siu Bi, siapa yang membuntungi lengannya?"
Siu Bi mengedikkan kepala, membusungkan dada. "Aku! Dia anak Pende-kar Buta musuh besarku!" Biarpun mulut-nya hanya berkata demikian, akan tetapi pandang matanya menantang, "Kau mau apa?"
Koleksi Kang Zusi288
Jaka Lola Kho Ping Hoo Cui San menenangkan hatinya yang menggelora, lalu bertanya, "Kau sudah membuntungi lengannya, mengapa dia kaudukung" Hendak kaubawa kemanakah dia?"
Tiba-tiba Siu Bi menjadi merah sekali, "..... dia..... dia demam, aku harus merawatnya..... eh, kau cerewet amat, mau apa sih?"
Kemarahan Cui Sian tak dapat di-tahannya lagi. Sekali tangannya bergerak ia telah mencabut Liong-cu-kiam. Pedang itu berkeredepan saking tajamnya dan diam-diam Siu Bi bergidik. la cukup maklum akan kelihaian puteri Raja Pedang ini dan tahu pula bahwa ia takkan mampu menang melawannya, akan tetapi untuk menjadi takut, nanti dulu! Dengan hati penuh kemarahan ia juga siap bertempur mati-matian.
"Siu Bi, kau bocah iblis! Aku tahu bahwa pada dasarnya kau bukanlah orang jahat, akan tetapi karena kau hidup di lingkungan iblis-iblis kejam, hatimu menjadi kejam dan ganas.
Manusia macam engkau ini perlu diberi hajaran!"
"Cerewet kau!" bentak Siu Bi dan pedangnya menyambar-nyambar, merupakan sinar hitam, disusul pukulan tangan kirinya yang ampuh, yaitu pukulan Hek-in-kang.
Cui Sian cepat mengelak dari pukulan dan menangkis pedang lawan, kemudian dengan sama hebatnya ia balas menye-rang yang juga dapat ditangkis oleh Siu Bi. Sebentar saja kedua orang dara per-kasa ini .sudah bertanding dengan seru. Siu Bi bertempur dengan nekat, me-ngerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya sehingga mau tak mau membuat Cui Sian menjadi kewalahan. Kalau puteri Raja Pedang ini menghendaki, dengan jurus-jurus mematikan dari ilmu pedangnya yang hebat, agaknya ia akan dapat merobbhkan lawanuya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Akan tetapi Cui Sian adalah seorang gadis yang ingat budi. la pernah ditolong oleh Siu Bi ke-tika terjadi pengeroyokan di Ching-coa-to, maka tiada niat di hatinya untuk membunuh gadis liar itu. la hanya marah melihat Swan Bu dibuntungi lengannya dan berusaha hendak menangkap gadis ini kemudian menyerahkan keputusan hukum-annya kepada Swan Bu sendiri. Inilah yang membuat agak sukar ia menar.gkan Siu Bi, sarna sukarnya dengan menangkap seekor harimau hidup-hidup, tentu lebih mudah membunuhnya.
Betapapun juga, Ilmu Pedang Im-yang sin-kiam masih tetap merupakan raja di antara sekalian ilmu pedang, sedangkan pedang di tangan Cui Sian juga merupakan pedang pusaka yang amat ampuh karena Liong-cu-kiam adalah pedang kuno yang hebat. Liong-cu-kiam ada sepasang maka disebut Lionr-cu-kiam (Sepasang Pedang Mustika Naga) dan menjadi senjata suami isteri ketua Thai-san-pai yang panjang dipegang Raja Pedang, yang pendek dipegang isterinya. Akan tetapi sekarang yang pendek berada di tangan puteri mereka, Cui Sian. Dengan pedang ampuh ini di tangan sambil memainkan Ilmu Pedang Im-yang-sin-kiam, lewat lima puluh jurus, Siu Bi menjadi pening dan kabur pandang matanya.
Apalagi, sebetulnya ia masih belum sembuh benar daripada luka di dalam dadanya. Yang Koleksi Kang Zusi289
Jaka Lola Kho Ping Hoo membuat ia amat penasaran adalah cara Cui Sian bertempur. Puteri Raja Pedang itu seakan-akan mempermainkannya, buk-tinya setiap kali pedang berkeredepan itu sudah hampir mengenai tubuhnya, ditarik atau diselewengkan sehingga tidak me-ngenai dirinya. la sama sekali tidak men" duga bahwa Cui Sian melakukan itu de-ngan sengaja karena tidak hendak mem-bunuhnya, nnalah mengira bahwa gadis Thai-san-pai itu memandang rendah dan mempermainkannya. Hal ini membuatnya mendongkol dan marah sekali. la sampai lupa akan luka di dalam dadanya dan mengerahkan Hek-in-kang sekuatnya untuk menyerang.
Sambil berteriak nyaring, tangan kirinya memukul dan uap hitam menyambar.
Cui Sian kaget. Hebat sekali pukulan ini. Akan tetapi ia tidak mau kalah. Cepat ia menggeser kaki ke kanan dan pukulan Hek-in-kang dengan tangan kiri Siu Bi itu ia gempur dengan tangan kiri terbuka sarnbil mengerahkan sinkangnya.
"Dukkk!!" Siu Bi mengeluarkan pekik dan tubuhnya terlempar ke belakang, rbboh, pedangnya juga terlepas dari tangan kanan. la tnerintih-rintih. Adapun Cui Sian berseru kaget karena ia merasa seakan-akan tangannya dimasuki hawa yang mengandung api dan ia sendiri ter-huyung-huyung ke belakang. la terlampau memandang rendah Hek-in-kang dan ka-lau saja sinkang di tubuhnya belum kuat benar, tentu ia pun akan terluka hebat.
Cepat gadis kosen ini menahan napas dan menyalurkan sinkang untuk memulihkan tenaga dan melindungi isi dadanya. Kemudian ia menghampiri Siu Bi dan menotok jalan darah yang membuat Siu Bi lemas.
"Wanita sial!" Siu Bi yang sudah tak dapat menggerakkan kaki tangan itu memaki, matanya memandang dengan melotot. "Kaubunuh aku, aku tidak takut mampus. Hayo, kalau kau gagah, bunuh aku!"
"Cih, perempuan iblis. Sudah sepatutnya kau dibunuh atas perbuatan kejimu terhadap Swan Bu. Akan tetapi, aku berhutang nyawa kepadamu, terpaksa sekarang kuampuni kau....."
"Keparat, siapa memberi hutang padamu" Siapa sudi menerinna ampunmu" Hayo, gunakan pedangmu itu membunuhku, jangan banyak cerewet'"
"Kau yang cerewet!"
"Kau cerewet, kau bawel, kau nenek-nenek bawel!" Siu Bi memaki-maki.
Akan tetapi Cui Sian tidak mau pe-dulikan gadis galak itu lagi karena ia sudah sibuk menghampiri dan memeriksa keadaan Swan Bu. Lega hatinya bahwa pemuda itu tidak menderita luka-luka lain yang berbahaya kecuali lengannya yang buntung. Hatinya ngeri juga ketika ia membuka lengan buntung yang dibalut itu dan melihat lengan buntung sebatas siku. Darahnya sudah mulai kering, akan tetapi ujung yang buntung itu agak membengkak. Ini berbahaya, pikirnya dan cepat ia mengeluarkan sebungkus obat dari saku baju sebelah dalam. la meng-gunakan obat itu pada luka dan membalut luka dengan sehelai Koleksi Kang Zusi290
Jaka Lola Kho Ping Hoo saputangan bersih.
"..... jangan bunuh dia...... Sukouw....."
Hati Cui Sian tertegun. Apa maksud Swan Bu" Tidak boleh bunuh Siu Bi" Gadis itu sudah membuntungi lengannya dan pemuda ini masih minta supaya dia jangan dibunuh" Atau mungkin bukan Siu Bi yang dimaksudkan" Swan Bu sedang terserang demam panas dan biasanya dalam keadaan begini, orang suka mengingau.
"Swan Bu, siapa yang kaumaksudkan" Jangan bunuh siapa?"
"Siu Bi..... di mana kau..., ah, Siu Bi, sudah puaskah hatimu sekarang" Alangkah cantik engkau..... cantik, liar dan ganas....."
Cui Sian merasa jantungnya tertusuk.
Ah, tidak salah lagi, ada terselip sesuatu antara dua orang muda ini, pikirnya. Celaka, Siu Bi gadis liar dari Go-bi-san itu tidak hanya menimbulkan bencana karena kekejiannya, akan tetapi juga karena kecantikannya. Teringat ia akan Yo Wan, dan hatinya menjadi panas. la tahu bahwa Swan Bu dalam keadaan setengah sadar, akan tetapi saking panasnya hati, ia menjawab,
"Jangan pedulikan dia lagi, Swan Bu."
Akan tetapi Swan Bu tentu saja tidak mendengar karena ia kembali mengigau perlahan, tubuhnya panas sekali.
"Sian-moi.....!"
Panggilan ini mengagetkan Cui Sian dan cepat ia melompat sambil membalikkan tubuhnya.
Seketika wajahnya menjadi merah dan J'antung di dadanya berdebar tidak karuan ketika matanya mendapat kenyataan bahwa ia tadi tidak keliru mengenal suara itu, suara Yo Wan!
Akan tetapi kegembiraan hatinya itu ternoda kekecewaan ketika dilihatnya kedatangan pemuda itu bersama seorang dara remaja yang cantik jelita.
"Yo-twako, kebetulan kau datang...." katanya halus.
Akan tetapi Yo Wan sudah melompat ke dekat Swan Bu, memandang dengan mata terbelalak. "Dia ini..... bukankah dia sute Kwa Swan Bu?"
Cui Sian mengangguk dan Yo Wan sudah berlutut di dekat tubuh Swan Bu, memandang lengannya yang buntung. Adapun Lee Si begitu melihat lengan Swan Bu yang kiri buntung, Koleksi Kang Zusi291
Jaka Lola Kho Ping Hoo hampir saja ia terguling pingsan. Matanya serasa kabur, kepalanya nanar, bumi yang di-pijaknya serasa berputaran. Cepat ia menahan pekik yang hendak meluneur dari mulutnya sehingga hanya terdengar seperti orang mengeluh dan ia pun ber-lutut di dekat Yo Wan.
"Oh...... ahhh....." hanya inilah yang keluar dari mulutnya, sedangkan Yo Wan cepat memeriksa tubuh Swan Bu. Seperti juga Cui Sian tadi, dia merasa lega bahwa Swan Bu tidak menderita luka lain yang bcrbahaya.
"Sian-moi, siapa yang membuntungi ?" Ia menahan kata-katanya dan jantungnya serasa berhenti berdetak ketika Yo Wan teringat akan Siu Bi. Siapa lagi kalau bukan Siu Bi"
"Itulah orangnya!" kata Cui Sian me-nuding ke arah Siu Bi yang rebah miring tak jauh dari situ. Dua orang muda yang baru datang ini tadi tidak melihat Siu Bi dan sekarang mereka menoleh. Lee Si sudah meloncat sannbil mengeluarkan seruan marah. Sedangkan Yo Wan hanya memandang dengan muka berubah agak pucat.
Dengan kemarahan meluap-luap Lee Si menyambar tubuh Siu Bi, dijambak rambutnya dan ditariknya berdiri. "Plak-plak!" Dua kali tangan kirinya menampar, dan tanda jari-jari merah menghias kedua pipi Siu Bi yang tersenyum-senyum mengejek.
"Hi-hi-hik, perempuan tak tahu malu. Berani kalau aku sudah tak berdaya. Hayo bebaskan totokan dan lawan aku secara orang gagah!"
Akan tetapi Lee Si tidak mempeduli-kan omongannya, malah ia menarik lepas rambut kepala Siu Bi dan menggantungkan Siu Bi pada cabang pohon, mengikat-kan rambutnya yang panjang pada cabang pohon itu. Cabang itu rendah saja sehingga kedua kaki Siu Bi tergantung ha-nya belasan senti meter dari tanah.
"Siapakah gadis itu?" Cui Sian bertanya kepada Yo Wan yang masih memandang dengan mata terbelalak dan muka agak pucat.
"Dia Lee Si, puteri kakakmu Tan Kong Bu....." jawab Yo Wan, suaranya rtienggetar dan lemah. Karena keadaan tegang, Cui Sian tidak memperhatikan hal ini dan ia pun memandang. Kiranya gadis remaja itu adalah keponakannya sendiri!
"Iblis betina jahat! Hayo kauceritakan tentang fitnah keji yang kalian rencana-kan, tipu muslihat rendah yang kalian jalankan untuk merusak nama baik Swan Bu dan aku!"
"Tipu muslihat apa" Berlaku galak terhadap aku setelah aku berada dalam keadaan tertotok, barulah disebut tipu muslihat! Aku tidak biasa melakukan fitnah dan tipu musiihat!" jawab Siu Bi seenaknya, sepasang matanya yang bening itu memandang penuh ejekap kepada Lee Si.
Koleksi Kang Zusi292
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Plak! Plak!"-kembali tangan Lee Si menampar kedua pipi Siu Bi.
"Kalau kau tidak mengaku, akan ku-siksa sampai mampus!" Lee Si melompat dan mematahkan sebatang ranting pohon. "Hayo mengakulah bahwa Ang-hwa-pai telah mengatur siasat untuk mengelabui mata ayahku agar ayahku mengira Swan Bu dan aku melakukan perbuatan hina!"
"Hi-hi-hik, kaulah yang ingin melaku-kan perbuatan hina. Swan Bu mana mau" Hi-hi-hik, tak tahu malu!" kembali Siu Bi mengejek, diam-diam hatinya panas dan penuh cemburu. la mencinta Swan Bu, mencinta dengan seluruh jiwa raganya, hal ini amat terasa olehnya setelah ia membuntungi lengan pemuda itu, maka teringat bahwa gadis ini pernah berdekatan dengan Swan Bu, hatinya penuh cemburu dan benar Lee Si makin marah.
Ranting pohon di tangannya menyambar dan mencambuki muka, leher dan tubuh Siu Bi yang tetap
tersenyum-senyum dan memaki-maki. Biarpun dalam keadaan marah, Lee Si masih teringat untuk menahan diri sehingga pukulan-pukulannya dengan ranting pohon itu tidak akan menewaskan Siu Bi.
"Apakah yang dia maksudkan?" kembali terdengar Cui Sian bertanya kepada Yo Wan. Yo Wan menarik napas panjang. Hatinya tidak karuan rasanya melihat keadaan Siu Bi demikian itu.
Akan tetapi kalau teringat betapa lengan Swan Bu dibuntungi, dia sendiri pun menjadi sakit hati dan marah maka biarpun di lubuk hatinya dia merasa tidak tega melihat Siu Bi dicambuki seperti itu, namun dia tidak mau mencegah Lee Si. la pun maklum akan keadaan perasaan hati Lee Si yang penuh dendam karena merasa pernah dihina dan dipermainkan oleh Ang-hwa-pai di mana Siu Bi juga menjadi anak buah atau kawan.
"Lee Si dan Swan Bu pernah tertawan oleh Ang-hwa-pai yang menotok mereka dan menggunakan mereka untuk mengadu domba." Dengan singkat dia menuturkan apa yang dia dengar dari Lee Si dan muka Cui Sian menjadi merah sekali.
"Hemmm, keji sekali. Gadis liar ini memang patut dihajar. Kalau saja aku tidak ingat dia dahulu pernah menoiongku, tadi pun aku sudah membunuhnya. Sekarang Lee Si yang memuaskan dendamnya, biarlah."
Mereka berhenti bicara dan kembali memperhatikan Lee Si yang rnasih memaksa Siu Bi mengakui tipu muslihat keji dari Ang-hwa-pai. Muka dan leher Siu Bi sudah penuh jalur-jalur. merah bekas sabetan, bajunya sudah robek sana-sini dan kulit tubuhnya matang biru.
"Kau masih tidak mau mengaku" keparat, apakah kau ingin mampus?" Lee Si membanting ranting pohon yang sudah setengah hancur, lalu menginjak-injak ranting ini. Sebagai puteri ayah bunda yang keras hati, tentu saja Lee Si memiki dasar watak berangasan dan keras pula, sungguhpun gemblengan ayah bundanya membuat ia jarang sekali melepaskan Koleksi Kang Zusi293
Jaka Lola Kho Ping Hoo icekerasannya dan menutupinya dengan sikap tenang, sabar dan halus budi.
Tiba-tiba Siu Bi tertawa, suara ketawanya nyaring dan bening, mengejutkan dan mengherankan hati Cui Sian dan Yo Wan. Dua orang ini diam-diam harus mengagumi ketabahan gadis liar itu, yang dalam keadaan tertawan dan tersiksa masih tertawa seperti itu, tanda dari hati yang benar-benar tabah dan tidak kenal takut.
"Hi-hi-hik, Lee Si, kau sungguh lucu! Kau tahu bukan aku orangnya yang melakukan segala tipu myslihat curang, akan tetapi kau memaksa-maksa aku mengaku. Apa kaukira aku tidak me-ngerti isi hatimu yang tak tahu malu" Hi-hi-hik, kau marah-marah dan benci kepadaku karena aku membuntungi lengan Swan Bu, betul tidak" Ihhh, tak usah kau pura-pura membelanya, kau bisa dekat dengannya hanya karena diusahakan orang. Tetapi dia canta padaku, dengarkah kau" Dia cinta padaku, ahhh..... dan aku cinta padanya....." Suara ketawa tadi kini terganti isak tertahan!
Wajah Lee Si sebentar pucat sebentar merah. Tiba-tiba ia mencabut pedangnya dan inembentak, "Perempuan rendah, perempuan hina, kau memang harus mampus" Pedangnya diangkat dan dibacokkan ke arah leher Siu Bi.
"Tranggg.....!" Lee Si menjerit dan cepat meloncat ke kiri karena pedangnya telah tertangkis dan hampir saja terlepas dari tangannya. la memandang heran kepada Yo Wan dan sempat melihat pemuda itu menyimpan pedang dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, hampir tidak tampak.
"Yo-twako..... kenapa kau...."
"Adik Lee Si, sabarlah. Tidak baik membunuh lawan dengan darah dingin secara begitu, apalagi dia sudah tertawan dan sudah kaulepaskan amarahmu kepadanya tadi. Siu Bi, kau tutuplah lulutmu, jangan menghina orang."
"Hi-hi-hik, kau Jaka Lola, Yo Wan yang berhati lemah. Alangkah lucunya! Setiap bertemu gadis cantik kau menjadi pelindung, laki-laki macam apa kau" Hayo kau bunuh aku kalau memang jantan!"
Yo Wan menggeleng-geleng kepalanya. "Sayang kau terjerumus begini dalam, Siu Bi, sungguh sayang.....! Aku tidak akan membunuhmu, kau boleh pergi dan jangan mengganggu kami lagi....." la melangkah maju, tangannya meraih hendak mernbebaskan Siu Bi daripada cabang pohon.
"Yo-twako, tahan dulu.....!" Tiba-tiba Cui Sian melangkah mendekat. "Apakah kau hendak membebaskannya begitu saja" Itu tidak adil namanya!"
Koleksi Kang Zusi294
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan menoleh dan alangkah herannya melihat sinar mata gadis cantik ini luar biasa tajam menentangnya, seakan-akan sinar mata itu mengandung hawa amarah kepadanya! la benar-benar tidak mengerti, dengan pandang matanya dia berusaha menyelidik isi hati Cui Sian dan tiba-tiba wajah Yo Wan berseri. Mungkinkah ini" Mungkinkah Cui Sian merasa cemburu kepada Siu Bi" Ah, sukar dipercaya. Tak mungkin matahari terbit dari barat, tak mungkin puteri Raja Pedang..... cemburu dan marah melihat dia membebaskan Siu Bi yang dapat dijadikan tanda cinta kasih.
Sepasang pipi halus itu tiba menjadi merah dan Cui Slan nampak gugup ketika melanjutkan kata-katanya setelah beradu pandang tadi. "Dia..... dia telah membuntungi lengan tangan Swan Bu! Sebaiknya kita serahkan kepada Swan Bu sendiri bagaimana keputusannya terhadap gadis liar itu. Bukankah kaupikir begitu seadilnya, Twako?"
Yo Wan mengangguk-angguk, mengerutkan alisnya yang hitam. "Betapapun juga, kalau Sute kehilahgan lengannya dalam sebuah pertempuran, aku akan menasehatinya agar jangan dia membalas secara begini. Bukan perbuatan gagah."
Terdengar Swan Bu mengerang dan mereka bertiga cepat menghampiri pemuda itu. Girang hati mereka karena kini tubuh Swan Bu tidak begitu panas lagi dan pemuda itu sudah siuman, menyeringai kesakitan ketika menggunakan lengan kiri untuk menunjang tubuh.
"Auhhh..... hemmm; bibi Cui Sian, dan....." wajahnya menjadi merah sekali. "..... dan kau, Lee Si Moi-moi....." la tertegun menatap wajah Yo Wan yang berdiri dan tersenyum kepadanya.
Sampai lama mereka berpandangan, kemudian Swan Bu melompat berdiri.
"Kau..... kau.....?"
Yo Wan mengangguk-angguk dan tersenyum, hatinya terharu. "Sute....."
"Kau Yo Wan..... eh, Yo suheng" Dan keduanya berangkulan.
Pada saat mereka berangkulan itu, Swan Bu langsung melihat ke arah Siu Bi yang tergantung di cabang pohon, yang kebetulan berada di sebelah belakang Yo Wan.
"Eh..... dia..... dia kenapa.....?" berkata gagap sambil merenggut diri dari rangkulan Yo Wan.
"Aku telah menangkapnya, Swan Bu, dan kami menanti keputusanmu. Setelah ia membuntungi lenganmu dan dia sekarang sudah tertawan, apa yang akan kita lakukan kepadanya?" kata Cui Sian.
Swan Bu melangkah maju tiga tindak seperti gerakan orang linglung, matanya menatap tajam kepada Siu Bi. Tanpa bertanya dia maklum apa yang telah terjadi, melihat muka dan leher gadis itu penuh jalur-jalur merah, rambutnya terlepas dan diikatkan pada cabang pohon, pakaiannya robek-robek bekas cambukan. Hatinya trenyuh, ingin dia lari Koleksi Kang Zusi295
Jaka Lola Kho Ping Hoo memeluknya, cinta kasihnya tercurah penuh kepada gadis itu. Akan tetapi dia teringat akan kehadiran Lee Si, Cui Sian, dan juga Yo Wan. Suatu ketidakmungkinan besar kalau dia memperlihatkan cinta kasih kepada gadis musuh besar yang baru saja membuntungi lengannya! Tak mungkin!
"Swan Bu," kata Cui Sian melihat sikap pemuda itu seperti orang linglung yang ia kira tentu karena demam, "katakan, apa yang harus kita lakukan terhadapnya" Lenganmu ia bikin buntung secara bagaimana" Kalau dia berlaku curang, sepatutnya ia dihukum dan....."
"Tidak, Bibi, bebaskan dia! Aku ter-buntung dalam pertempuran. Bebaskan dia, aku tidak ingin melihatnya lebih lama lagi!"
Yo Wan yang memang mengharapkan Siu Bi dibebaskan, segera bergerak dan dalam waktu beberapa detik saja, rambut itu sudah terlepas dari cabang, dan jalan darah Siu Bi sudah normal kembali. Siu
Bi membiarkan rambutnya terurai, dan berdiri seperti patung, menatap wajah Swan Bu. Air matanya menitik turun berbutir-butir, tapi bibirnya tersenyum,
"Swan Bu, selamanya aku akan menantimu....." Setelah berkata demikian, gadis ttu lalu membalikkan tubuhnya dan berlari cepat meninggalkan tempat itu, tidak lupa menyambar pedang Cui-beng-kiam yang menggeletak di situ.
"Ahhh.....!" Swan Bu mengeluh dan dia tentu akan terguling kalau saja Cui Sian tidak cepat menangkapnya. Ternyata Swan Bu sudah pingsan kembali! Cui Sian dan Lee Si mengira bahwa keadaan pemuda ini karena demam dan lukanya. Akan tetapi diam-diam Yo Wan mengeluh dalam hatinya. la dapat menduga sedalam-dalamnya. Tak mungkin seorang gadis seperti Siu Bi dapat mengalahkan Swan Bu dalam pertempuran, apalagi membuntungi lengannya. Akan tetapi, Swan Bu sengaja mengaku bahwa lengannya buntung dalam pertempuran! Ini saja sudah membuka rahasia bahwa Swan Bu jatuh cinta kepada Siu Bi.
"Hemmm, seyogyanya gadis liar seperti itu tidak boleh dibebaskan....." kata Cui Sian sambil menidurkan Swan Bu ke atas tanah.
"Sian-moi, kau dengar sendiri Swan Bu menghendaki demikian dan kurasa sekarang yang terpenting bukan hal itu. Aku dan adik Lee Si sudah naik ke Liong-thouw-san, akan tetapi suhu dan subo ternyata tidak berada di sana, agaknya baru beberapa hari pergi meninggalkan puncak, tidak tahu ke mana mereka itu pergi. Urusan yang menyangkut nama baik adik Lee Si dan sute bukan main-main, kurasa kemarahan Tan Kong Bu Lo-enghiong takkan mudah dipadamkan kalau tidak ada bukti yang membuka rahasia fitnah dan tipu muslihat kaum Ang-hwa-pai. Oleh karena itu, harap Sian-moi suka merawat Swan Bu dan sekarang juga aku akan mengantar adik Lee Si ke Kong-goan, hendak kucoba mencari Anghwa Nio-nio dan menundukkannya, memaksanya membuka rahasia itu kalau mungkin di Koleksi Kang Zusi296
Jaka Lola Kho Ping Hoo depan Tan-loenghiong sendiri, atau setidaknya di depan orang-orang tua kita."
Cui Sian mengangguk-angguk dan mengerutkan alisnya yang hitam kecil dan panjang melengkung indah, "Aku tahu watak Kong Bu koko amatlah keras. Seperti baja kata ayah.
Akan tetapi dia tidak dapat disalahkan kalau sekarang marah-marah karena apa yang dilihatnya memang merupakan penghinaan yang tiada taranya bagi seorang gagah."
"Itulah, Bibi, yang amat menggelisahkan hatiku." kata Lee Si. "Pada waktu itu aku berada dalam keadaan tertotok, tak dapat bergerak, sudah kucoba niemanggil ayah, akan tetapi dia terlalu marah dan musuh yang menjalankan tipu muslihat terlalu pandai. Memang nasibku yang buruk....." Lee Si menangis dan tak seorang pun tahu bahwa tangisnya ini sebagian besar karena menyaksikan sikap Siu Bi tadi dan terutama karena Swan Bu membebaskan dan seakan-akan mengampuni gadis yang telah membntungi lengannya!
"Sudah, tenanglah, Lee Si. Dengan twako di sampingmu, yang akan mengurus penjernihan persoalan ini, kurasa segalanya akan berhasil baik."
"Sian-moi, kau lebih mengerti tentang pengobatan daripada aku, kalau tidak demikian agaknya akulah yang seharusnya merawat sute dan kau menemani adik Lee Si. Akan tetapi sungguh aku tidak mengerti bagaimana harus merawatnya sampai sembuh, kalau salah perawatan bisa berbahaya....."
"Tidak apa, Yo-twako. Sudah sepatutnya aku merawat Swan Bu. Kau berangkatlah."
Yo Wan sebetulnya merasa berat untuk segera berpisah setelah pertemuan vang tak terduga-duga ini, akan tetapi tugas lebih penting daripada perasaan pribadi, maka dia pun lalu berangkatlah bersama Lee Si. Dengan gadis ini di sampingnya, tentu saja perjalanan tidak dapat dilakukan secepat kalau dia pergi seorang diri. Baiknya Lee Si bukan gadis lemah, dan ilmu lari cepatnya boleh ]uga sehingga tidaklah akan terialu lambat.
Tidak demikian dengan Cui Sian. Setelah Swan Bu siuman kembali, ia mengajak pemuda ini melakukan perjalanan perlahan dan lambat, mencari sebuah dusun atau kota di mana mereka akan dapat beristirahat dan ia dapat mencari-kan rarouan obat untuk pemuda itu.
Swan Bu jarang bicara, kecuali menjawab per-tanyaan-pertanyaan Cui Sian. Pemuda ini kelihatan termenung, akan tetapi sama sekali tidak memikirkan lengannya yang buntung.
Untuk kedua kalinya, Cui Sian mendengar cerita seperti yang ia dengar dari penuturan Yo Wan, yaitu tentang tipu muslihat dan fitnah yang dilakukan oleh Ang-hwa-pai di Kong-goan.
"Kong Bu koko tentu marah sekali. Dia terlalu jujur untuk dapat menduga bahwa semua itu hanya fitnah yang diatur dan direncanakan oleh musuh." Cui Sian menarik napas panjang.
Mereka bercakap-cakap sambil berjalan perlahan keluar dari dalam hutan setelah melaku-Koleksi Kang Zusi297
Jaka Lola Kho Ping Hoo kan perjalanan sepekan lamanya. Selama itu, hanya hutan dan gunung yang me-reka lalui, tidak pernah melihat dusun. Atas kehendak Swan Bu, biarpun lambat, mereka melakukan perjalanan menuju ke Kong-goan menyusul Yo Wan dan Lee Si.
"Itulah yang menggelisahkan hatlku, Sukouw. Paman Kong Bu pasti akan marah sekali, dan mendengar suaranya ketika itu, aku yakin bahwa dia tidak ragu-ragu untuk melaksanakan ancamannya, yaitu membunuhku. Kalau sampai aku bertemu dengan dia dan paman Kong Bu bersikeras hendak membunuhku, bagaimana aku berani melawannya" Aku cukup inaklum betapa pedihnya urusan ini baginya..... dan aku tidak tahu bagaimana harus nnengatasinya."
"Jangan khawatir. Kurasa betul Yo-twako, bahwa jalan satu-satunya hanya memaksa mereka yang melakukan fitnah untuk mengaku di depan Kong Bu koko, dan aku percaya betul Yo-twako akan dapat membereskan hal ini."
Biarpun keadaannya seperti itu, diam-diam Swan Bu tersenyum dan mengerling ke arah wajah gadis itu di sampingnya. "Sukouw, hebat betulkah kepandaian Yo-suheng" Dulu ketika aku masih kecil, dia sudah amat hebat akan tetapi kalau aku ingat betapa dulu aku pernah memanah-nya, ahhh..... dan sekarang dia mati-mati-an hendak membela namaku, sungguh aku merasa malu!"
"Kau..... memanahnya?"
Swan Bu tersenyum masam. "Aku masih kanak-kanak dan manja, kurasa i tidak ada orang yang dapat melawanku ketika itu." la lalu menceritakan kejadian di waktu dia masih anak-anak dan dengan orang tuanya berada di puncak Hoa-san. Kemudian datang ketua Sin-tung-kai-pang yang hendak mencari perkara, dan muncullah Yo Wan yang biarpun sudah terpanah pundaknya oleh Swan Bu, namun masih berhasil mengusir semua musuh.
Cui Sian kagum bukan main dan makin besarlah perasaan mesra terhadap Yo Wan bersemi di hatinya. "Hebat dia," katanya tanpa menyembunyikan perasaannya, "dan dia sama sekali tidak marah ketika itu! Dan sekarang pun dia sama sekali tidak menaruh dendam, malah berusaha untuk membersihkan namamu. Swan Bu, aku percaya, seorang gagah seperti dia pasti akan marnpu mernbereskan urusanmu ini."
"Mudah-mudahan, Sukouw. Akan te-tapi, apakah paman Kong Bu mau me-nerimanya begitu saja, entahlah. Keadaan adik Lee Si ketika itu memang..... me-mang..... ah, kasihan dia, tentu saja sebagai seorang gadis terhormat ia merasa amat terhina."
Cui Sian termenung, lalu tiba-tiba la berkata, "Memang sukar menghapus luka itu, baik dari hati Lee Si maupun dan hati Kong Bu koko, kehormatan mereka tersinggung hebat dan kiranya hanya ada satu jalan untuk menebusnya Swan Bu."
Koleksi Kang Zusi298
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Jalan apakah itu, Sukouw?"
"Tiada lain, kau menikah dengan Lee Si!"
Wajah pemuda itu seketika menjadi merah sekali, dan dia kaget bukan main.
"Tidak..... tidak mungkin....."
Cui Sian sudah berhenti melangkah dan kini mereka berdiri berhadapan, Swan Bu menundukkan mukanya.
"Swan Bu, aku tahu bahwa kau mencinta Siu Bi, bukan?" Suaranya tajam seperti pandang matanya.
Swan Bu mengangkat muka, tak tahan melihat pandang mata tajam penuh selidik itu dan dia menunduk kembali, hatinya risau dan ingin mulutnya mernbantah, akan tetapi tak dapat dia mengeluarkan kata-kata karena tahu bahwa kalau dia memaksa bicara, suaranya akan sumbang dan gemetar, juga akan bohong, tidak sesuai dengan suara hatinya.
"Swan Bu, aku tidak akan menyalahkan orang mencinta, sungguhpun harts diakui bahwa cintamu tidak mendapatkfan sasaran yang benar kalau kau memilit Siu Bi. Dia seorang gadis liar yang rusak oleh pendidikan keliru, dan dia sudah membuntungi lenganmu!"
Dengan suara rata dan lirih Swan Bu berkata, "Dia memenuhi sumpahnya un-tuk membalas dendam kakeknya."
Cui San menarik napas panjang. "Betapapun juga, dunia kang-ouw akan mentertawakanmu kalau kau memilih Siu Bi, dan hal ini akan berarti merendahkan derajat orang tuamu.
Dengan mengawini Lee Si, tidak saja kekeluargaan akan menjadi makin erat, juga kau membersih-kan nama Kong Bu koko, orang tuamu tentu bangga, orang tua Lee Si bangga, dan segalanya berjalan baik serta semua orang menjadi puas. Swan Bu, seorang satria sanggup mengorbankan apa saja demi untuk kehormatan keluarga dan demi membahagiakan semua orang. Lee Si adalah seorang dara yang cantik jelita, kiraku tidak kalah oleh Siu Bi, juga da-lam ilmu kepandaian, kurasa tidak kalah jauh. Aku bersedia menjadi perantara karena aku adalah bibi dari Lee Si." Swan Bu terdesak hebat oleh kata-kata Cui Sian yang memang tepat. "Baiklah hal itu kita bicarakan lagi kelak, Sukouw. Kalau memang tiada jalan lain, aku tidak merasa terlalu tinggi untuk menjadi suaminya, apalagi.....
apalagi melihat lenganku yang buntung. Apakah adik Lee Si tidak jijik melihat seorang yang cacad seperti aku?"
Sebelum Cui Sian sempat menjawab, tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi. Suara itu Koleksi Kang Zusi299
Jaka Lola Kho Ping Hoo derdengar lapat-lapat dari tempat jauh.
"Ada pertempuran di sana!" Kata Cui Sian. "Biar kulihat!" la segera melesat dengan cepat sekali, berlari ke arah suara tadi. Swan Bu yang sudah agak mendingan, berlari mengejar.
Akan tetapi karena dia belum berani mengerahkan ginkang, dia berlari biasa dan tertinggal jauh. Suara melengking tadi sudah tidak terdengar lagi, maka Swan Bu hanya berlari ke arah menghilangnya bayangan Cui Sian yang memasuki sebuah hutan kecil.
Beberapa menit kemudian, dia tiba di sebuah lapangan rumput dan alangkah kagetnya ketika dia melihat Cui Sian berlutut sambil menangisi tubuh seorang laki-laki yang rebah tak bergerak, sebatang pedang terhujam di dadanya sampai tiga perempat bagian. Terang bahwa laki-laki itu sudah tewas, terlentang dan mukanya tertutup tubuh Cui Sian yang berguncang-guncang menangis. Hati Swan Bu berdebar tidak karuan, dia mempercepat larinya mendekati.
"Paman Kong Bu ....!!" Swan Bu berseru keras dan cepat menjatuhkan diri berlutut di dekat Cui Sian. "Sukouw, apa yang terjadi.....?""
Dengan suara mengandung isak, Cui Sian menjawab, "Aku tidak tahu..... aku datang terlambat, dia sudah menggeletak seperti ini..... tidak tampak orang lain..... ah, koko.....
tidak dinyana begini nasibmu....."
Tiba-tiba Swan Bu menjerit dan melompat bangun. Cui Sian kaget dan cepat memandang. la melihat pemuda itu ber-diri dengan muka pucat, mata terbelalak lebar dan tangan kanan menutupi depan mulut, akan tetapi tetap saja mulutnya mengeluarkan kata-kata terputus-putus, "..... tak mungkin ini..... tak mungkin..... pedang..... Kim-seng-kiam....."
Cui Sian mengerutkan kening dan memandang ke arah pedang yang menancap di dada kakaknya. Pada gagang pedang itu tampak ukiran sebuah bintang emas, agaknya itulah maka namanya Kim-seng-kiam (Pedang Bintang Emas).
"Swan Bu, kau mengenal pedang itu, pedang siapakah?" tanyanya, suaranya keren dan sekarang tangisnya sudah terusir pergi, yang ada hanya kepahitan dan penasaran terbungkus kemarahan.
"Kim-seng-kiam..... pedang ibuku..., tapi tak mungkin ibu....."
Dagu yang manis runcing itu mengeras, sepasang mata bintang itu mengeluarkan sinar berapi. "Hem, hemm, apanya tidak mungkin" Kakakku menemui ayah bundamu, minta pertanggungan jawab, salah faham dan bercekcok terus bertanding, kakakku mana bisa menangkan ayah bundamu" Hemmm, hemmm betapapun juga, aku adiknya hendak mencoba-coba, mereka tentu belum jauh!'' Setelah berkata demikian, Cui Sian lalu berkelebat pergi sambil menghunus pedangnya.
Koleksi Kang Zusi300
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Sukouw.....'" Akan tetapi Cui Sian tidak menjawab.
"Sukouw, tunggu dulu" Tak mungkin ibu....." Akan tetapi kini Cui Sian sudah lenyap dari pandang nnatanya dan Swan Bu sendiri dengan hati berdebar-debar terpaksa harus mengaku bahwa Jia sendiri merasa ragu-ragu apakah benar ibunya tidak mungkin melakukan pembunuhan ini" Ibunya penyabar, akan tetapi kalau paman Kong Bu memaki-maki sesuai dengan wataknya yang keras dan kasar, tentu ibunya marah pula, mereka bertempur memperebutkan kebenaran anak masing-masing dan..... ah, mungkin berakibat begini.
"Ah, paman Kong Bu, mengapa begini.....?" la memeluk tubuh yang sudah menjadi mayat itu dan menangis saking bingungnya. Kemudian, sambil menekan kedukaan hatinya, Swan Bu mengerahkan seluruh tenaganya, sedapatnya dia menggali lubang mempergunakan pedang Kim-seng-kiam yang ia cabut dari dada, kemudian setelah bekerja setengah hari dengan susah payah, dia berhasil mengubur jenazah itu yang dia beri tanda tiga buah batu besar di depannya. Kemudian, dengan tubuh lelah dan hati hancur, pemuda ini menyeret kedua kakinya berjalan terhuyung-huyung, pedang Kim-seng-kiam masih di tangannya.
* * * Kwa Kun Hong dan isterinya, Kwee Hui Kauw, menuruni Liong-thouw-san dengan hati gelisah. Mereka melakukan perjalanan cepat, akan tetapi karena perjalanan itu amat jauh dan mereka di sepanjang jalan meneari keterangan ten-tang putera mereka, maka lama juga baru mereka sampai di luar kota Kong-goan. Kota itu kira-kira berada dalam jarak lima puluh li lagi saja, dan karena hari amat panas, keduanya beristirahat di dalam hutan pohon liu yang indah dan sejuk hawanya.
Kun Hong bersandar pada sebatang pohon dan hatinya yang risau oleh urusan puteranya itu dia tekan dengan duduk bersiulian menghilangkan segala macam pikiran keruh. Hui Kauw tak pernah pat (melupakan puteranya semenjak mereka turun gunung, dan pada saat itu ia pun duduk termenung dalam bayangan pohon. Tiba-tiba ia bangkit berdiri dan memandang ke depan. Dari depan ada orang datang, seorang wanita rnuda yang jalannya terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Hui Kauw tertarik sekali dan ia menahan seruannya ketika melihat gadis itu terguling! Cepat Hui Kauw melompat-lompat ke arah gadis itu dan kembali ia menahan seruannya.
Gadis ini masih muda, lagi cantik jelita. Akan tetapi muka dan lehernya penuh jalur-jalur bekas cambukan, pakaiannya banyak yang robek, juga bekas terkena cambuk. Agaknya gadis ini baru saja mengalami siksaan.
"Kasihan....." Hui Kauw berkata, tanpa ragu-ragu ia lalu memondong tubuh itu dan Koleksi Kang Zusi301
Jaka Lola Kho Ping Hoo membawanya kembali ke tempat semula. la dapat menduga bahwa gadis ini bukan orang lemah, terbukti dari sebatang pedang yang tergantung di bela-kang punggungnya.
"Siapakah dia?" Kun Hong bertanya. "Entah, seorang wanita muda, tubuh-nya penuh luka bekas cambukan, dia pingsan," jawab Hui Kauw.
Tanpa diminta Kun Hong menjulurkan tangan meraba dahi, pundak, dan pergelangan tangan.
"Luka-lukanya tidak ada artinya, hanya luka kulit, tapi ia terserang hawa nafsu kemarahan dan kedukaan sehingga mempengaruhi limpa dan hati, membuat hawa Im dan Yang di dalam tubuh tidak berimbang, hawa Im membanjir. Karena itu, kaubantulah dengan Yang-kang pada punggung."
Hui Kauw sebagai isteri Pendekar Buta tentu saja sedikit banyak sudah tahu akan ilmu pengobatan dan sudah biasa ia membantu suaminya. Mendengar ini, tanpa ragu-ragu lagi ia lalu nenempelkan telapak tangan kanan di punggung gadis itu dan mengerahkan Yang-kang disalurkan ke dalam tubuh si sakit melalui punggungnya.


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tepat cara pengbbatan ini. Tak sam-pai seperempat jam, gadis itu sudah siuman kembali dan jalan pernapasannya tidak memburu seperti tadi, malah akhirnya ia membuka kedua rnatanya, menggerakkan kepala memandang ke kanan kiri.
"Tenang dan kau berbaring saja, Nak. Biar kuobati luka-lukamu," kata Hui Kauw sambil mengeluarkan sebungkus obat bubuk. Gadis itu meringis kesakitan, akan tetapi membiarkan Hui Kauw mengobatinya.
"Mula-mula memang perih rasanya, akan tetapi sebentar pun akan sembuh," kata Hui Kauw dan memang ucapannya ini betul karena hanya sebentar gadis itu merintih, kemudian kelihatan tenang.
"Terima kasih, cukuplah. Kau baik sekali, Bibi....." Gadis itu bangkit duduk dan ketika ia menoleh ke kiri memandang Kun Hong, wajahnya berubah dan ia nampak kaget.
"Siapa dia.....?""
Hui Kauw tersenyum. "Jangan khawatir, dia itu hanya suamiku. Kau kenapakah, tubuhmu bekas dicambuki dan kau kelihatan berduka, marah, dan mudah kaget. Siapakah kau?"
Gadis itu menengok ke kanan kiri seakan-akan ada yang dicari dan ditakuti, kemudian ia berkata, "Aku belum tahu siapakah kalian ini, bagaimana aku berani bicara tentang diriku?"
Koleksi Kang Zusi302
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kembali Hui Kauw tersenyum, sama sekali tidak marah melihat kecurigaan orang. Agaknya gadis ini telah banyak menderita dan menjadi korban kejahatan sehingga mudah menaruh curiga terhadap orang lain.
"Jangan khawatir, anak manis. Kami bukanlah orang jahat, dia itu suamiku bernama Kwa Kun Hong dan aku isterinya..... he, kenapa kau.....?" Hui Kauw terheran-heran melihat gadis itu melompat dan mukanya pucat.
"Aku..... aku takut kalau..... kalau, mereka mengejar....'"
"Jangan takut, kalau ada orang jahat mengganggumu, kami akan membantumu," Kun Hong berkata, suaranya halus, akan tetapi diam-diam hatinya menduga-duga. "Kau siapakah dan siapa pula mereka yang mengancam keselamatanmu?"
Gadis itu duduk kembali, memandang bergantian kepada Kun Hong daii isteri-nya. "Aku Ciu Kim Hoa, dan mereka itu musuh-musuhku."
"Siapa mereka dan apakah yang terjadi" Mengapa kau bermusuhan dengan mereka?" tanya Hui Kauw.
Gadis itu kelihatan tenang sekarang. la duduk dan menarik napas beberapa kali, kemudian ia bercerita, suaranya perlahan dan agaknya keraguannya le-nyap. "Aku seorang yang yntim piatu, hidup sebatangkara. Keluargaku habis dengan meninggalkan musuh besar, musuh keturunan yang harus kubalas. Aku mencarinya dan bertemu, tapi..... tapi..... aku tidak dapat benci kepadanya, betapapun juga..... aku harus melaksanakan balas dendam. Baru berhasil sebagian, aku lalu dikeroyok..... dan ditawan, dicambuki dan disiksa. Akhirnya aku berhasil meinbebaskan diri dan lari sampai di sini." la menengok lagi ke sana ke mari, tampak ketakutan. "Aku tahu mereka tentu akan mengejarku, dan aku tidak berani pergi seorang diri....."
Hui Kauw mengerutkan kening. Di dunia ini banyak sekali terjadi permusuhan, banyak terjadi pertandingan dan da-rah mengalir, semua hanya karena den-dam-mendendam yang tiada habisnya.
"Kau perlu menenangkan hati dan memulihkan tenaga, Kim Hoa. Biarlah semalam ini kau bersama kami agar kami dapat mencegah musuh-musuhmu mencelakaimu. Kalau sampai besok tidak ada yang mengejarmu, baru kau melanjutkan perjalanan."
"Terima kasih, Bibi. Kau baik sekali." Gadis itu masih kelihatan gelisah, akan tetapi ia tidak banyak bicara. Hanya menjawab kalau ditanya, itu pun singkat saja. la tidak menolak ketika Kun Hong dan Hui Kauw mennberi roti kering dan minum kepadanya, dan juga tidak membantah ketika matahari sudah agak menurun, suami isteri itu mengajaknya Koleksi Kang Zusi303
Tusuk Kondai Pusaka 20 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Harimau Mendekam Naga Sembunyi 18
^