Wanita Gagah Perkasa 2
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen Bagian 2
Di sini dari sakunya ia keluarkan dua buah tangCic. yaitu uang
receh. Dengan dua jarinya ia lemparkan sebuah ke atas. lalu
dengan sebuah yang lain ia timpuk uang yang pertama itu.
Selagi melayang, kedua uang receh itu bentrok satu pada lain
dan bersuara mengentring.
Itulah semacam tanda rahasia, yang dinamakan "Cenghu
toansin" yaitu "menyampaikan warta, dengan jalan uang
tembaga", tanda yang biasa digunakan orang-orang yang suka
keluar malam, untuk cari tahu suatu rumah dijaga atau tidak.
Sehabis menimpuk, Ciauw Hie mendekam untuk tunggu
kesudahannya itu.
Benar-benar ada dua pengawal kimiesu yang muncul di
dalam pekarangan. Keduanya dongak akan melihat ke atas.
lalu yang satunya berkata seorang diri: "Suara apa itu"
Satupun tak tertampak bayangan hantu!"
Sang kawan menyahuti: "Di dalam kota raja, di mana ada
orang yang nyalinya besar berani main gila" Dasar Lie Ciehui
yang terlalu berhati-hati.-"
Masih sekian lama mereka ini berdiam di luar. baru mereka
masuk. Ciauw Hie sudah siapkan piauw, kalau -kalau dua orang itu
lompat naik ke atas genteng, ia hendak sambut dengan
tangan kematian. Sekarang orang undurkan diri, ia tertawa
dalam hati. "Dasar kutu tolol! Sedikitpun mereka tidak mengerti
kebiasaan kaum kangouw!"
Lantas ia lari untuk lewati kedua pengawal itu.
Sesampainya di dalam, ia lompat naik ke atas loteng, yang ia
tahu ada menjadi tempat beristirahat bakal mertuanya.
Kamar loteng itu sepi, daun pintunya hanya dirapatkan.
Dengan berani Ciauw Hie berindap-indap masuk ke dalamnya.
Baru saja ia melewati pintu, segera dari samping pintu datang
serangan golok.
Oleh karena ia telah syak wasangka, Ciauw Hie tidak jadi
kaget atau gugup Ia mendek diri dengan segera, sebelah
tangannya menarik daun pintu yang satunya lagi.
Satu suara keras lantas terdengar, bacokan mengenai daun
pintu itu. Dengan satu gerakan "Leehie tateng" atau ikan tambra
meletik", pemuda ini memutar tubuhnya berbareng
menghunus pedangnya.
"Bangsat cilik, kau telah antarkan diri ke dalam jaring!"
begitulah terdengar ejekan dari tempat yang gelap. Ruang itu
memang tidak ada penerangannya.
Ciauw Hie niat menerjang dengan pedangnya, tapi
mendadak dari kiri kanan, pintu-pintu samping terpentang
dengan berbareng disusuli oleh serangan senjata gelap.
Syukur ia tabah dan gesit, ia mendekam pula Kemudian,
sambil berlompat ia terjang orang yang sembunyi di belakang
pintu. Malam itu penjagaan rumahnya Beng Busu dilakukan oleh
tiga anggauta pilihan dari Kimiewie. tugas mereka adalah
tangkap hidup setiap orang yang berani satroni rumah guru
silat itu, maka itu sengaja mereka bersikap tolol-tololan untuk
pancing orang, di dalam mereka lantas bersiap sedia
Tadi Ciauw Hie anggap kedua kimiesu itu tolol, tapi
sekarang justeru ia yang kena jebak memasuki kamar loteng
itu, hingga hampir saja ia kena dirobohkan.
Kimiesu yang sembunyi di belakang pintu itu rupanya
sebagai kepala di antara dua kawannya, ia bersenjatakan
golok, setelah menangkis serangan, ia terus lakukan
perlawanan. Ia bersilat dalam ilmu golok "Ngohouw Toanbun
to." Dua pengawal lainnya, yang juga terus keluar dari kedua
pintu samping, sudah lantas maju membantui kepalanya
mengepung. Dua pengawal ini masing-masing bersenjatakan
toya kuningan dan CitCiat pian, ruyung berbuku tujuh.
Ciauu Hie insyaf bahayanya kepungan itu, ia berkelahi
dengan keras sekali. Ia peroleh hasil dengan cepat ketika
ujung pedangnya mengenai musuh yang bergegaman toya.
Adalah maksudnya pemuda she Ong ini, akan beri ajaran
juga pada musuh yang memegang ruyung, tetapi ia didului
musuh yang bersenjata golok, yang membacoknya dari
samping, terpaksa ia melayani musuh ini. Orang yang
bersenjatakan ruyung itu juga merangsak. diturut oleh
kawannya yang bersenjata toya, yang telah terluka tadi tapi
tidak parah. Lagi-lagi Ciauw Hie dikepung bertiga, tetapi ia tidak jeri. Ia
mainkan pedangnya dengan sempurna. Ia pel ajarkan ilmu
silat di bawah pimpinan ayahnya, Ong Kee In, yang telah
dapat wariskan ilmu silat pedang Liapin Kiam dari Keluarga
Cio. Tidak lama ia dapat tikam orang yang bersenjata cambuk
hingga berkaok-kaok kesakitan, la terus desak musuh yang
bersenjata toya tadi.
Musuh ini terpaksa mundur hingga mendekati tembok
tanpa ia ketahui, baru ia kaget ketika ia merasa tubuhnya
menempel kepada tembok. Waktu itupun pedangnya lawan
sudah menyambar ke arahnya.
Mendadak tembok bergerak dan terbuka sebuah pintu
bagaikan pintu gua, ke dalam mana tubuhnya kimiesu itu
roboh masuk. Ciauw Hie kaget, tubuhnya hampir terjerunuk ke dalam
pintu itu, karena inilah, musuh yang memegang ruyung. yang
telah maju pula. hampir saja dapat menyabet padanya, syukur
ia masih sempat memutar tubuh dan menangkis.
Pada saat itu, dari pintu rahasia itu terdengar satu seruan
dengan lompat keluarnya satu orang, hingga
Ciauw Hie bertambah-tambah kaget. Ia tidak tahu orang itu
kawan atau lawan.
Orang itu baru lompat keluar, segera menyusul seorang
yang lain. Yang belakangan ini berpakaian putih seluruhnya,
hingga segera dia dapat dikenali sebagai seorang wanita.
Nona itu tidak lantas nyerbu ke dalam medan pertempuran,
dia hanya berdiri di ambang pintu dengan pedangnya
dilintangkan, dia berseru: "Koko Bin, kau terjang kimiesu yang
-bersenjatakan golok itu!"
Orang yang pertama lompat keluar adalah seorang anak
muda bergegaman sebatang golok, dia sudah lantas serang
kepala kimiesu. Kepala pengawal ini menangkis, hingga kedua
golok bentrok keras. Kedua pihak tidak menyerang lebih jauh.
mereka sama-sama melengak. Itulah sebab bentrokan golok
mereka yang menggetarkan masing-masing tangannya
"Mungkinkah dia tunanganku?" Ciauw Hie menduga-duga
sambil matanya mengawasi si nona, roman siapa ia masih
ingat samar-samar.
Menggunakan ketika itu, kimiesu yang ketiga lantas saja
cari jalan umuk angkat kaki.
"Ke mana kau hendak mabur?" si nona membentak sambil
mengayun sebelah tangannya, melepaskan tiga batang golok
yang terbang ketiga jurusan atas, tengah dan bawah.
"Aduh!" menjerit pahlawan itu, yang lantas roboh terguling
karena tubuhnya tertancap tiga golok terbang itu.
"Eh, anak muda, mengapa kau mengawasi aku saja?" si
nona tanya Ciauw Hie. "Kau tidak mau turun tangan?"
Pemuda ini bagaikan orang baru sadar. Iapun segera dapat
lihat, si anak muda yang si nona panggil "Koko Bin" mulai
keteter. Maka ia lantas lompat pada anak muda itu.
"Kau mundurlah!" ia kata, sikut siapa ia bentur. Pemuda itu
heran. "Kau mau apa?" tanyanya. Ciauw Hie tidak sempat
menjawab, ia sudah terus serang kepala kimiewie itu, hingga
ia bikin orang repot Kali ini ia tidak sia-siakan tempo, karena di
lain saat ia sudah lantas berhasil membabat kutung golok
orang. Kimiesu itu kaget, tapi justeru itu pula tamatlah
perlawanannya. Dengan kesehatannya yang luar biasa Ciauw
Hie telah membacok pula mengenai tubuh musuh sehingga
binasa. "Ilmu pedangmu tidak tercela, hanya sayang kau sedikit
sembrono!" kata si nona sambil tertawa.
Ciauw Hie tercengang, mukanyapun merah. Ia tidak sangka
di sini ia dapat terima celaan sembrono.
Si nona agaknya tidak perdulikan orang tercengang, ia
maju memberi hormat sambil menjura.
Giesu katanya, "untuk ayahku kau telah menempuh
bahaya, aku berterima kasih, sudikah kau memberitahukan
she dan namamu."
Sudah enam belas tahun Ciauw Hie berpisah dari
tunangannya ini. Ketika Busu Beng Can kirim surat mendesak
ia datang menyambut, si nona tidak mendapat tahu, maka si
nona bermimpi p u n tidak akan kedatangan tunangannya dari
tempat ribuan lie untuk papak padanya. Sebenarnya ia radarada
mengenali anak muda ini, akan tetapi ia tidak berani
lancang. "Aku she Ong bernama Tiauw," Ciauw Hie jawab. "Apakah
sioCia yang bernama Ciu Hee, puteri kesayangannya Beng
Busu?" Nona itu tercengang. "Eh, mengapa kau tahu
namaku?" ia balik menanya.
"Dan ini engko toh..." kata pula Ciauw Hie sambil tunjuk si
anak muda. Ia sampai tidak sempat menjawab si nona.
"Aku adalah Pek Bin," kata si anak muda sambil tertawa.
"Aku muridnya Beng Busu. Saudara Ong, hebat ilmu silatmu,
dengan sejurus saja kau telah bikin habis kuku garuda ini!
Tadi kau bentur aku, untuk itu sedikitpun aku tidak gusar..."
Ciauw Hie heran. "Orang ini rada tolol," pikirnya. "Dia
bernama Pek Bin tapi ia tidak cerdas!..." ("Bin" dapat diartikan
"cerdas").
Pemuda kita tidak mau segera perkenalkan dirinya. Kepada
si nona ia beri keterangan bahwa ia kenal Beng Busu dan
siapa ia berhutang budi, karena itulah ia berani menempuh
bahaya, untuk balas budi guru silat itu. Ia kata bahwa
kedatanganya ini melulu untuk kunjungi Beng Busu.
Si nona percaya keterangan int, sebab ia tahu ayahnya
memang mempunyai pergaulan luas dan banyak sahabat
ayahnya yang ia tidak kenal. Ia lantas menghaturkan terima
kasih untuk bantuannya pemuda ini.
"Kalian sembunyi di dalam tembok rahasia ini sudah berapa
lama?" Cauw Hie kemudian tanya. Ia agaknya heran orang
sembunyi di kamar rahasia itu.
"Sudah tiga hari." Pek Bin jawab. "Kami sembunyi sejak
hari pertama guruku ditangkap."
Tidak enak rasa hatinya Ciauw Hie, tanpa merasa wajahnya
berubah sedikit pucat.
Hidup jeli matanya Nona Beng itu, ia awasi pemuda kita.
"Saudara Ong, kau lelah tentu, mari beristirahat!" ia
mengundang. "Ya, pasti dia sudah letih!" kata Pek Bin dengan gembira.
"Nanti aku cari arak untuk dia dapatkan kembali
kesegarannya!"
Ciauw Hie merasa lucu melihat lagaknya orang she Pek ini.
tetapi di samping itu ia tidak dapat singkirkan curiga cemburu
dalam hatinya. Pek Bin lari turun dari loteng untuk ambil arak simpanan.
Ruang hanya diterangi sinar bulan yang molos dari
antarajendela Berada berdua bersama tunangannya itu, Ciauw
Hie tak dapat cegah goncangan hatinya.
Ciu Hee sudah lantas sulut dua batang lilin, hingga di
antara cahayanya lilin itu, semakin nyata tampak
kecantikannya. "Beng SioCia, harap kau maafkan kelancangan ku. kata
pemuda ini kemudian. Sebenarnya ingin sekali aku ketahui
sebabnya kenapa ayahmu ditawan dan bagaimana
keadaannya sekarang, supaya kita dapat pikirkan daya untuk
menolongnya."
Dari cahaya matanya nyata tampak si nona sangat
bersyukur. Ciauw Hie tunduk ketika si nona awasi padanya.
Kemudian dengan liamjim (merangkapkan kedua
tangannya), Nona Beng memberi hormat
"Sebetulnya kamipun gelap kepada duduknya hal," kata si
nona. "Di hari kedua terjadinya perkara Teng Kie An itu.
malam harinya ada datang dua orang ke rumah kami ini.
Mereka itu bicara kepada ayah di kamar tulis. Bersama-sama
Pek Bin aku sembunyi di kamar sebelah. Suara pembicaraan
mereka itu makin lama makin perlahan, sehingga kami tidak
dapat mendengarnya lagi. Samar-samar aku dengar dua
tetamu itu menyebut-nyebut tentang penjahat, hal pengakuan
dan akal muslihatnya penjahat itu. Akupun berulang-ulang
dengar ayahku mengatakan "Aku tidak tahu.' Ketika kemudian
kedua tetamu itu berlalu, ayah lantas desak kami supaya lekas
angkat kaki dari sini. Masih ayah pergi keluar untuk melongok
akan lantas balik pula ke dalam mendorong kami masuk ke
dalam kamar rahasia dua bungkusan besar barang makanan ia
lemparkan pada kami. Baru saja kami sembunyi, orang-orang
Kimiewie telah datang. Kami tidur bergantian. Baru tadi kami
dengar suaranya orang-orang Kimiewie yang menjaga di situ.
Kami sudah tidak betah berdiam di dalam kamar ini, kau
datang justeru kami hendak keluar."
Kembali bangkit kesangsiannya rjiauw Hie. Si nona bersama
Pek Bin telah mengumpet di dalam satu kamar berhari-hari
dan bermalam-malam, namun si nona bicara dengan air muka
tetap tidak berubah menjadi merah...
"Ya, aku masih ingat." Ciu Hee menambahkan, "merekapun
ada menyebut-nyebut namanya The Kokkiu dan Gui
Kongkong." (Kokkiu ialah ipar raja, dan Kongkong adalah
sebutan untuk orang kebiri).
Ciauw Hie pernah bantui ayahnya bekerja, pengalamannya
melebihi daripada usianya yang masih muda, setelah dengar
keterangannya Ciu Hee, ia tunduk untuk berpikir.
"Perkara Teng Kie An itu tentulah suatu rencana komplotan
busuk yang terbesar." ia menyatakan kemudian "Aku percaya
ada golongan yang sewa tenaga si penyerang itu dengan
maksud mencelakai pihak lain. Ayahmu adalah yang pertama
bentrok dengan penyerang itu, sudah pasti ayahmu termasuk
salah seorang yang di arah komplotan itu. Mungkin si
penyerang telah mengatakan sesuatu mengenai ayahmu,
maka ia sudah lantas ditahan. Dugaanku pihak pertama itu
sudah tentu orang-orang yang mempunyai pengaruh di dalam
pemerintahan, mungkin dia The Kokkiu atau Gui Kongkong.
Aku percaya ayahmu sekarang masih belum mati."
"Dengan alasan apa kau berpendapat demikian?" tanya si
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nona "Kecuali ayahmu tahu banyak, iapun telah beber semua itu,
sudah tentu ia dicurigai, maka ia ditahan terus untuk diperiksa
secara perlahan-lahan." sahut Ciauw Hie.
Ciu Hee menghela napas.
"Mungkin benar dugaanmu," kata ia. Dan dengan
sendirinya ia lantas menaruh harga pada pemuda ini. Hingga
iapun melamun: "Entah bagaimana halnya tunanganku, syukur
kalau dia sama seperti pemuda she Ong ini..."
Justeru ia ingat tunangannya dan pemuda ini sama-sama
orang she Ong. wajahnya si nona lantas berubah bersemu
dadu, maka lekas-lekas ia tunduk.
Ciauw Hie heran, tadi ia tampak si nona demikian toapan,
tapi sekarang berubah menjadi likat.
Ciu Hee pun sadar atas perubahan kelakuannya ini, ia
mencoba untuk tenangkan hatinya. Begitulah ia angkat
kepalanya. Tadinya ia hendak bicara, tetapi segera ia dengar
tindakan kaki di tangga loteng.
Itulah Pek Bin yang kembali bersama dua botol arak Tinliau
LooCiu. "Saudara Ong, mari minum dua cawan arak untuk dapat
pulih kesegaranmu!" kata si tolol itu. "Kau telah berkelahi
keras hingga menjadi lelah sekali." Tapi, ketika ia pandang
pemuda itu. ia tertawa sendirinya. Ia dapatkan orang sudah
segar kembali. "Ah. saudara Ong!" serunya. "Cepat benar kau
dapat pulih kesegaranmu! Melihat parasmu tadi, aku kuatirkau
mendapat sakit..."
Tergerak hatinya Ciauw Hie. Ia segera menjadi suka
kepada anak muda yang polos ini. Maka ia pikir: "Telah enam
belas tahun aku berpisah dari tunanganku, tak dapat
disesalkan apabila di dalam hatinya berpeta lain orang." Oleh
karena ia memikir demikian, hatinya banyak lebih lega. iapun
menjadi jengah sendirinya karena ia sudah curigai Pek Bin.
"Eh, tolol, kau pandai melayani tetamu!" kata Ciu Hee
sambil tenawa pada murid ayahnya itu.
Pek Bin pun tertawa, ia isikan tiga buah cangkir.
"Sumoay, kau pun harus turut minum meski hanya
secawan!" ia kata.
Si nona pergi ke jendela, untuk lihat cuaca.
"Jangan kita sibuki arak saja." katanya sambil kembali ke
meja, "cuaca akan mulai terang, sebentar bakal datang
Kimiesu yang akan gantikan tiga orang ini. Kita harus pikirkan
daya..." Ong Ciauw Hie tolak cawannya.
"Mari kita pergi!" ia mengajak.
Beng Ijiu Hee tahu, memang mereka tidak dapat sembunyi
terus di kamar rahasia itu. maka ia setuju untuk angkat kaki.
"Ke mana kita hendak pergi?" dia tanya.
"Kau turut saja aku." sahut Ciauw Hie.
Pemuda ini ajak kedua orang itu ke rumahnya Liu Hee
Beng. Malam itu Liu Busu tidak dapat tidur, ia terus memikiri
Ciauw Hie, hatinya baru menjadi lega setelah melihat pemuda
itu kembali dengan tidak kurang suatu apa.
"Liu siokhu, aku datang membawa tunanganku bersama
suheng-nya, mereka sedang menanti di luar." Ciauw Hie kasih
tahu. Iapun lantas tuturkan dengan singkat hal perbuatannya
barusan. Kemudian ia tambahkan: "Aku hendak minta siokhu
bantu aku untuk membohongi dulu nona Beng untuk
sementara waktu saja. Dia masih belum tahu bahwa aku
adalah tunangannya."
Orang tua itu urut-urut kumisnya sambil bersenyum.
"Kenapa begitu?" tanyanya.
"Lebih baik ia tidak segera mendapat tahu," Ciauw Hie
jawab. See Beng tertawa.
"Memang anak-anak muda, sukar dibade hatinya!" katanya.
"Baiklah."
"Terima kasih, siokhu," kata Ciauw Hie sambil bersenyum,
lalu ia keluar dari kamar rahasia si paman, untuk ajak masuk
Ciu Hee dan Pek Bin.
See Beng tidak berkeberatan ditumpangi lagi dua orang.
Lewat beberapa hari. suasana tak segenting lagi sebagai
beberapa hari yang lampau itu.
Liu Busu luas pergaulannya, maka ia lantas dengar warta
yang bersumber dari istana, bahwa Kaisar Sin Cong telah
menghukum mati dua thaykam Bang Po dari Lauw Seng,
entah apa sebabnya, sebaliknya thaykam Gui Tiong Hian
dinaikkan pangkatnya menjadi Thaykam Congkam, yaitu
kepala dari semua orang kebiri.
"Gui Tiong Hian itu tentulah Gui Kongkong." Ciauw Hie
menduga. Ciu Hee di lain pihak mulai bergelisah, karena ia masih
tidak dapat dengar sesuatu mengenai ayahnya.
"Bagaimana sekarang?" ia tanya Ciauw Hie. Sekarang ia
dapat bergaul tidak likat-likat lagi.
Ciauw Hie berpikir tetapi ia tidak dapat jalan, hingga
berulang-ulang si nona desak padanya.
Lain malamnya, tiba-tiba Ciauw Hie ajak Ciu Hee dan Pek
Bin ke kamarnya.
"SioCia, kau berani tidak menempuh bahaya besar?" ia
tanya nona itu.
"Apakah itu, saudara Ong?" balas tanya si nona. Agaknya ia
kurang puas atas pertanyaan itu. "Kenapa kau bicara begini
rupa" Aku tidak sanggup menolongi ayah. aku sudah bukan
main malunya, maka apakah untuk urusanku sendiri aku mesti
mengandal pada tenagamu?"
Ditegur begitu. Ciauw Hie tertawa
"Aku tidak pandai mengatur omongan, ya, aku bersalah!"
katanya. "Ah, sudahlah, lekas omong!" Pek Bin mendesak. "Untuk
menempuh bahaya, ajaklah aku. Aku tidak punya kelebihan
apa-apa, kecuali aku tidak takut mati! Guna menolongi suhu,
aku bersedia akan serbu lautan api!"
Ciauw Hie pandang pemuda ini.
"Sebenarnya," ia kata. "malam ini aku niat pergi memasuki
istana untuk membuat penyelidikan. Aku tahu di mana
letaknya keraton KianCeng Kiong dari The Kuihui. Atas
permintaanku. Liu Siokhu telah lukiskan lengkap peta dari
seluruh istana."
Pek Bin tepuk-tepuk tangan. "Bagus! Bagus!" dia memuji.
"Tapi," Ciauw Hie kata, "untuk satroni istana, orang mesti
sempurna ilmu lari pesat dan lompat tinggi. Tentang kau.
Beng SioCia, aku tidak sangsi lagi.."
Kali ini nyata Pek Bin tidak tolol... "Dalam hal ilmu enteng
tubuh, aku kalah daripada sumoay." demikian ia bisa pikir,
"maka kalau aku turut pergi, tidak saja aku tak dapat
membantui mereka, bahkan aku akan menyulitkan mereka
itu..." Karena ini, ia lantas berkata: "Aku tidak akan turut!"
Sama sekali ia tidak menunjukkan iri hati.
Senang hatinya Ciauw Hie begitupun Ciu Hee. karena
dengan mengalahnya si tolol ini. tidak usah mereka sibuk
meinbujukinya...
Malam itu setelah dengar kentongan tiga kali. pemudapemudi
ini telah siap sedia, sekeluarnya dari rumah, langsung
mereka menuju ke Ciekim Shia. Kota Terlarang. Malam itu
bulan masih samar-samar perlihatkan diri, bintangpun jarang.
Ciu Hee hendak lantas lompat naik ke atas tembok
pengurang istana itu, tetapi ia ditarik oleh Ciauw Hie yang
mencegahnya kemudian pemuda ini jongkok akan jemput dua
potong batu. dengan apa ia memimpuk hokshia ho. yaitu kali
yang mengurung tembok. Segera terdengar suara, yang tidak
terlalu nyaring, akan tetapi menyusul itu lantas berkelebat
empat bayangan.
Itulah pengawal-pengawal istana yang keluar dari tempat
persembunyiannya. Mereka lompat dari tembok menghampiri
kali. Justeru mereka lompat keluar. Ciauw Hie ajak si nona
membarengi lompat naik. untuk masuk ke dalam kota.
Ciauw Hie sudah kenal baik keletakan istana maka ia yang
pimpin Ciu Hee membuka jalan. Dengan lewati ketiga pendopo
Thayho. Tiongho dan Pooho. mereka menyelusup ke dalam.
Mencelatnya mereka sangat pesat, saban-saban mereka bisa
abui pengawal-pengawal yang sedang melakukan penjagaan.
Sebentar kemudian sampailah mereka di taman kecil di
samping keraton KianCeng Kiong.
Pekarangan istana sangat luas. ada telaga-telaga buatan
yang diberikan nama laut. ialah Pakhay Pekhay dan Sipsathay.
bening jernih airnya.
Sembunyi di tempat gelap. Ciauw Hie dan Ciu Hee
memasang mata Di sebuah pintu samping, mereka lihat enam
pengawal sedang temani satu orang yang tubuhnya
berselubung mantel sampai kepalanyapun ketutupan. Tujuh
orang itu menuju ke pintu keraton.
Tadinya Ciauw Hie hendak kuntit rombongan itu. di saat ia
hendak keluar dari tempat persembunyiannya, ia tampak
melesatnya satu bayangan dari atas genteng, masuk ke dalam
pendopo. Ia heran untuk kegesitannya bayangan itu, yang
melebihi kepandaiannya sendiri. Maka kalau bayangan itu ada
salah satu pengawal dan ia dipergoki, sulit untuk ia loloskan
diri. Ciu Hee bisa duga kesangsiannya pemuda ini, ia kata:
"Tanpa masuk ke sarang harimau, mana kita bisa dapatkan
anak harimau?"
"Sabarlah sebentar." Ciauw Hie kata.
Hampir berbareng dengan itu, dari dalam keraton Kian
Ceng Kiong terdengar teriakan berulang-ulang: "Ada
penyerang gelap! Lantas dari luar keraton memburu lima atau
enam pengawal. Kebetulan bagi Ciauw Hie. beberapa pengawal itu lari
beruntun di dekatnya, ia tunggu orang yang terakhir lari
melewat, tiba-tiba ia lompat menyerang sambil menotok,
setelah mana, ia seret orang itu ke belakang gununggunungan.
Ia bukakan pakaiannya orang itu untuk ia pakai.
"Kau sembunyi dahulu di sini. jangan bergerak," ia pesan
Ciu Hee. "Aku hendak masuk ke dalam keraton, akan lihat
siapa orang tadi itu."
Tanpa tunggu jawaban lagi, ia segera hunus pedangnya
dan lari keluar sambil berteriak-teriak: "Tangkap penyerang
gelap!" Secara demikian, ia dapat susul rombongan tadi.
Di dalam keraton, pertempuran sedang berlaku. Seorang
pemuda jangkung yang bersenjatakan sebilah pedang panjang
tengah melayani belasan pahlawan, senjata mereka saling
sambar dan sinarnya berkelebat.
Pemuda itu bersilat dengan ilmu Butong pay yang
dinamakan CitcapjieCiu Lianhoan kiam. Di matanya Ciauw Hie
orang itu berlipat kali lebih liehaydaripadaKeng Ciauw Lam, ia
kagum bukan main. lapun tampak orang masih sangat muda.
Akan tetapi walaupun gagah, namun pemuda itu repot juga
melayani belasan wiesu itu.
Selagi Ciauw Hie bengong tonton pertempuran itu, tiba-tiba
ia dengar teguran: "Hai, mengapa kau diam saja. tidak
membantui turun tangan?" la tahu bahwa orang itu tentu
pemimpin barisan pengawal, yang telah pula datang
menghampiri padanya. Melihat wajah Ciauw Hie yang asing
baginya, orang itu menjadi heran. Ciauw Hie pun tidak bisa
umpetkan kekagetannya.
"Ada wiesu palsu!" teriaknya pemimpin itu sambil
mengangkat thieCio-nya menyerang pengawal palsu ini.
Dengan terpaksa Ciauw Hie tempur pengawal ini.
Beberapa pengawal datang bantu mengepung Ciauw Hie. la
dapat lukai seorang pengawal tapi ia tetap terkurung.
Ciauw Hie tidak tahu bahwa pemuda jangkung yang liehay
itu adalah To It Hang, puteranya Houwpou SielongTo Kee
Hian, atau cucunya bekas Congtok To Tiong Liam. Dalam usia
tujuh tahun, selagi ikuti ayahnya di kota raja, It Hang bertemu
Cie Yang Toojin, imam pemimpin Butong pay. yang datang ke
kota raja untuk minta dejrna sekalian diam-diam mencari satu
pemuda yang berbakat untuk dijadikan muridnya, untuk di
belakang hari murid itu bisa dijadikan ahli waris. Melihat
wajahnya It Hang, tertariklah hatinya imam itu, segera timbul
keinginannya akan ambil bocah ini.
Sebelum bekerja di kota raja, Kee Hian pernah pangku
pangkat di Ouwpak. di mana ia dapat ketika berkenalan
kepada Cie Yang Toojin. Maka ketika mereka bertemu pula di
kota raja. dan si imam utarakan maksudnya mengambil It
Hang sebagai muridnya. Kee Hian lantas saja terima baik
permintaannya imam ini. Maka It Hang lantas dibawa pulang
ke Butong san untuk dididik dan dilatih, sampai selang dua
belas tahun, hingga ia paham ilmu silat pedang Lianhoan kiam
itu serta ilmu pukulan tangan kosong Kiukiong Sinhong kun.
Dengan begitu, kepandaiannya pemuda ini ada di atasan
semua murid Butong pay angkatan kedua bahkan melebihi
para paman gurunya (susiok).
Selama dua belas tahun yang lampau itu. setiap tiga tahun
sekali tentu-tentu Cie Yang Toojin datang ke Pakkhia
mengajak It Hang. untuk murid ini berkumpul dengan ayahnya
selama satu bulan, selama mana It Hang pun belajar ilmu
surat, untuk mana Kee Hian sengaja undang guru yang
pandai. Secara demikian, It Hang pun terdidik baik dalam ilmu
surat. Sekarang dalam usia sembilan belas tahun, dengan
perkenan gurunya. It Hang pulang ke kota raja memenuhi
panggilan ayahnya, yang ingin ia turut dalam ujian besar.
Ketika ia mau berangkat turun gunung, gurunya hadiahkan ia
sebatang pedang, yang diberi nama Hankong kiam.
Guru itupun memesan, katanya: "Aku ingin dan harapkan
kau tidak akan tenggelam dalam dunia kepangkatan, supaya
kelak kau dapat menggantikan aku memegang pimpinan atas
Butong pay!"
It Hang terima baik pesan gurunya itu. Ketika ia sampai di
rumah, ia disambut dengan girang oleh kedua orang tuanya.
Baru tiga tahun yang paling belakang anak dan orang tua
berpisahan, tapi sekarang It Hang sudah jangkung menyusuli
ayahnya. Mereka serumah tangga baru berkumpul belum tiga bulan,
tiba-tiba datanglah ancaman bencana hebat, yaitu To Kee
Hian terlibat dalam perkara "Teng Kie An" itu, hingga ia
menemui ajalnya secara sangat mengenaskan itu. Tentu saja
It Hang, yang dapat meloloskan diri, jadi sangat sedih
berbareng murka, hingga ia ambil putusan untuk menuntut
balas.
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari salah satu sahabat ayahnya. It Hang dapat tahu
bahwa ayahnya difitnah oleh The Kokkiu, bahwa ipar raja
inipun bertindak menuruti keinginannya The Kuihui, selir raja
It Hang tidak dapat kendalikan diri lagi, walau ia tahu istana
tidak dapat dibuat permainan, namun ia memasuki juga
keraton seorang diri, untuk cari selir musuhnya itu. guna
wujudkan pembalasannya.
Demikian ia terlibat dalam suatu pertempuran dahsyat,
sampai Ong Ciauw Hie datang membantui padanya.
Sesudah menyerang hebat dengan ilmu silat Liapin
kiamhoat, ilmu pedang "Menyusul Mega", bisa juga Ciauw Hie
merangsek dekat kepada To It Hang, yang pun bergerak ke
arahnya apabila dia lihat ada orang yang membantui padanya.
Maka itu, selanjutnya mereka berkelahi sambil belakangmembelakangi
hingga tak usah mereka jadi repot melayani
musuh-musuh di depan dan belakang.
Pada saat itu pintu kamar tidur dari keraton KianCeng
Kiong telah terpentang, dari situ keluar The Kuihui bersama
kakaknya dan seorang laki-laki yang mengenakan mantel tadi,
serta enam pengiringnya. Mereka muncul untuk menyender di
pintu, untuk saksikan pertempuran itu.
"Siang Sun. titahkanlah pengi ringmu pertunjukkan
kepandaiannya!" berkata selir raja itu sambil tertawa.
Nampaknya sedikitpun ia tidak jeri menghadapi penyerang
gelap itu. "Lihat segala pahlawan bantong itu, dua bocah cilik
saja mereka tidak mampu bekuk! Apabila mereka tidak lekaslekas
dibereskan, kalau sebentar kejadian ini mengejutkan
keraton Ciakiong, itulah tidak bagus."
Laki-laki yang bermantel lantas gerakkan sebelah
tangannya, segera dua pahlawannya maju hampir berbareng.
Seorang yang bersenjatakan sepasang gaetan hokCiu kau w,
menghampiri To It Hang. dan yang seorang pula dengan
bertangan kosong menyerbu Ong Ciauw Hie, yang pedangnya
hendak dirampas.
Ciauw Hie sambut lawan yang baru ini dengan babatan
pedangnya. Orang itu lompat ke samping, gesit sekali, hingga
ia lolos dari bahaya. Tapi pemuda kita tidak berhenti sampai di
situ, ia maju menyambar pula membabat lengan lawan,
setelah mana, ujung pedang menusuk ke lutut!
"Ah!" seru wiesu itu yang segera lompat mundur, ia
rupanya kaget untuk serangan yang istimewa itu.
luga wiesu yang menyerang It Hang tidak peroleh-hasil.
Pikirnya dengan senjata gaetannya ia hendak gaet dan rampas
pedangnya si anak muda, maka ia maju menyerang dengan
"Thaypang liamCie," --- "Burung garuda rapatkan sayap", yaitu
sepasang gaetannya yang tadinya terpentang, ia rapatkan
dengan mendadak.
It Hang jeli matanya, begitu pedangnya hendak digencet, ia
teruskan membacok ke bawah dengan gerakan "Soanhong
sauwyap" atau "Angin puyuh menyapu daun". Maka repotlah
si wiesu, terpaksa ia lompat mundur.
Penyerangnya Ciauw Hie rupanya mengerti ilmu Engjiauw
kang. Tangan Kuku Garuda, beberapa kali ia coba mendesak
Ciauw Hie namun senantiasa ia tidak peroleh hasil.
Demikianpun kawannya yang bersenjatakan gaetan itu.
Siang Sun kecele menampak dua pahlawannya yang dibuat
andalan itu tidak segera peroleh hasil.
Tetapipun di lain pihak karena majunya dua tenaga baru
ini. It Hang dan Ciauw Hie menjadi repot juga. Hingga Ciauw
Hie merasa sangat berbahaya untuk memperpanjang waktu.
Justeru itu ia dengar seruannya Ciu Hee. yang disusul pula
dengan teriakan riuh: "Tangkap penjahat wanita!" Mengertilah
ia. rupanya nona Beng telah dipergoki. Maka ia coba
merangsak dengan niatan tengok nona itu. Tapi karena
perubahan sikapnya ini, pihak lawan berbal ik bisa desak ia,
hingga ia jadi berpencar dari It Hang.
Setelah melakukan perlawanan hebat, Ciauw Hie dapat
lukai dua pahlawan, akan tetapi sendirinyapun ia rasakan
pundaknya panas, karena sebatang golok musuh sudah
mampir ke pundaknya itu. Karena ini ia berkelahi semakin
hebat untuk membuka jalan.
Selagi pertempuran berjalan dahsyat itu. tiba-tiba pintu
taman terpentang tertolak dari luar. Pintu itu berada di
samping keraton. Segera terlihat majunya serombongan wiesu
lain. Menampak barisan itu, wajahnya The Kuihui berubah. Ia
segera tolak tubuhnya laki-laki yang bermantel itu, supaya dia
masuk ke dalam.
Rombongan wiesu itu sampai dengan segera, mereka tidak
maju untuk membantu menangkap penyerang, hanya seorang
di antaranya, yang berada di tengah, berseru: "Berhenti
bertempur! Geledah keraton!"
Semua wiesu yang sedang mengepung It Hang dan Ciauw
Hie kaget, mereka lompat mundur, untuk berhenti bertempur.
"Thianhee. apakah salahku?" The Kuihui menanya,
suaranya nyaring.
Orang itu, yang ternyata adalah thayCu, putera mahkota,
tidak berikan jawaban, sebaliknya ia berikan titahnya pula.
"Geledah keraton!" demikian dia berikan perintahnya,
sesudah mana. bersama sekalian wiesunya ia bertindak ke
arah tangga. The Kuihui gerakkan kepalanya.
"Tanpa firman Sri Baginda, siapa berani lancang masuk ke
sini?" dia membentak.
Dan bentakan itu membuat semua pahlawan merandek.
"Sudah ada lain orang yang mendahului masuk kemari!"
seru thayCu. "Tidak usah tunggu lagi firman Sri Baginda! Aku
yang tanggung jawab!"
Semua pahlawannya putera mahkota maju pula sambil
berseru. "Halau kawanan orang jahat ini!" Kuihui berteriak. "Aku
nanti ajak dia menghadap Sri Baginda untuk berurusan!
Akulah yang menanggung jawab!"
Pahlawannya selir itupun maju untuk belai majikannya,
karena mana kedua pihak wiesu (pahlawan) jadi bentrok satu
pada lain. Menampak demikian. To It Hang lompat maju.
"ThayCu, aku nanti bekuk semua pemberontak ini!" ia
berseru. Benar-benar puteranya To Kee Hian menerjang
pahlawannya selir raja.
Beberapa pahlawan selir raja memencarkan diri, untuk
merintangi pemuda ini, akan tetapi serangannya It Hang
membuat lawannya repot melayaninya.
Laki-laki yang bermantel itu angkat kaki. dia lari ke
hadapan The Kuihui. tapi di saat dia hampir nyeplos ke pintu
kamar, It Hang sudah lompat ke arahnya, dengan ulur sebelah
tangannya pemuda ini dapat jambak mantel berikut tubuhnya
orang itu. yang terus diangkat tinggi-tinggi, malah digunakan
sebagai senjata untuk menangkis setiap serangan.
Semua pahlawan kuihui tidak berani menyerang lebih jauh,
karena mereka kuatir melukai orang itu.
Ciauw Hie merangsek ke dalam, putera mahkota serta dua
pahlawannyapun ikut maju.
Justeru itu, It Hang lemparkan tawanannya, yang disambut
oleh pahlawan thayCu. Ketika mantelnya orang itu yang
menutupi mukanya disingkap, mereka kaget.
"JiehongCu!" mereka berseru.
Itulah putera yang kedua dari Kaisar Sin Cong.
ThayCu tertawa dingin.
"Ringkus padanya!" dia perintahkan. "Geledah keraton!"
Pintu keraton telah ditutup, tetapi dengan gempuran kedua
tangannya. It Hang bikin daun pintu mcnjcblak terbuka, maka
semua orang menyerbu masuk.
JiehongCu Siang Sun sangat andalkan ibunya, yakni The
Kuihui yang sangat digilai raja. karena itu ia telah kandung
niatan hendak merampas tahta kerajaan, tindakan yang
pertama adalah merebut kedudukannya thayCu. Akan tetapi
banyak menteri berada di pihaknya thayCu. maka telah
kejadian Siang Sun diangkat jadi pangeran Hok Ong dan
diperintahkan berdiam di kota Lokyang. The Kuihui tidak puas
terhadap keputusan itu, ia mencoba berdaya dengan
berserikat kepada thaykam Gui Tiong Hian serta kakaknya,
The Kok Tay, begitupun bersama beberapa menteri yang suka
berkomplot pada pihaknya. Demikian, selir raja ini sudah
gunakan akal muslihat.
Penyerang yang menjadi gara-gara dari terbitnya insiden
"Teng Kie An" itu adalah seorang kepercayaan The Kuihui,
yang berpura-pura menjadi orang yang tidak beres otaknya,
dengan bersenjatakan toya kayu dia menyerbu ke keraton
Cukeng Kiong. Setelah dia kena ditangkap, dia terus ngaco
belo sebagai orang edan dengan menyebut-nyebut beberapa
nama. di antaranya ialah menteri yang menunjang putera
mahkota, malah dua thaykam yang berpengaruh yaitu Bang
Po dan Lauw Seng binasa terfitnah, hingga Gui Tiong Hian
yang berhasil merebut kedudukannya kedua orang itu dan
berkuasa atas TongCiang, menjabat CongCu.
Di jaman Beng Tiauw ada tiga organisasi istimewa, yang
disebut TongCiang, SeeCiang dan Kimiewie. TongCiang dan
SeeCiang dikuasai oleh thaykam, dan Kimiewie oleh satu
pembesar militer. Pengurus dari TongCiang disebut CongCu.
Untuk usahanya merampas kerajaan kelak. Siang Sun beli
orang-orang gagah yang suka bela ia mati-matian, setelah
berhasil dengan usahanya menerbitkan perkara Teng Kie An,
ia terus perbesar usahanya itu.
The Kuihui percaya bahwa maksudnya akan tercapai, maka
secara rahasia dia panggil puteranya di Lokyang untuk datang
ke kota raja, demikian Siang Sun berada di istana, dalam
keraton. ThayCu Siang Lok juga cerdik, iapun ada mempunyai
sejumlah guru silat. Ia dapat kisikan bahwa jiehongCu (putera
kedua), yaitu Siang Sun, telah berada di dalam keraton, maka
untuk menggeledahnya ia datang ke keraton KianCeng Kiong,
kebetulan sekali. Siang Sun dan ibunya, The Kuihui, sedang
menganjurkan pahlawan-pahlawannya mengepung To It Hang
dan Ong Ciauw Hie, hingga terjadilah bentrokan di antara dua
saudara itu. Setelah menggempur pintu keraton, sesampainya di dalam,
It Hang lihat The Kuihui berada bersama satu thaykam putih
bersih dan gemuk. Ia maju terus untuk menerjang selir itu,
yang ia pandang sebagai musuh ayahnya.
"Kau berani berontak?" bentak si thaykam putih bersih,
yang terus ulapkan tangannya kepada orang-orangnya, maka
empat Ciangtauw segera maju menyerang si anak muda yang
dikepungnya. "Ciangtauw" adalah panggilan untuk tauwbak atau kepala
dari pahlawan-pahlawan TongCiang.
It Hang sambut Ciangtauw yang pertama, tangan siapa ia
sampok, akan tetapi, meski tubuhnya terhuyung, Ciangtauw
ini tidak mau mundur.
Menyusul itu, Ciangtauw yang kedua menyerang. Dia
gunakan pukulan tangan besi Thiepiepee, maka It Hang egos
tubuh sambil melejit. Karena ini, ia jadi bentrok dengan
Ciangtauw yang ketiga, yang terbentur pundak kirinya. Bahna
kerasnya tubrukan itu, Ciangtiauw itu roboh terguling. Juga It
Hang terhuyung-huyung. Selagi tubuhnya It Hang limbung,
Ciangtauw yang ke empat menyapu kakinya, tak sempat ia
mengelakkan diri. ia tersapu terpelanting. Syukur ia tidak
sampai roboh. Empat Ciangtauw itu semuanya orang-orang pilihan.
It Hang jadi gusar. Insyaflah ia, karena kurang
pengalaman, ia kena terserang musuh ini. Ia segera hunus
pedangnya. Pada waktu itu, thayCu telah menyusul masuk bersama
pahlawan-pahlawannya, Ciauw Hie turut bersama.
"Siang Sun tinggalkan tempatnya secara diam-diam. dia
niat berontak, orang yang lindungi padanya pasti akan
ditangkap bersama!" thayCu berseru.
Belum suara putera mahkota sirap, Gui Tiong Hian sudah
menyahuti: "Hamba terima perintah!" Lantas ia titahkan
orang-orangnya tawan The Kuihui dan kakaknya selir ini.
"The Kuihui dan kakaknya berontak, akulah saksinya!" kata
thaykam ini sambil tertawa, sesudah selir itu dan saudaranya
dibekuk. ThayCu heran hingga ia tercengang.
Ciauw Hie sebaliknya tidak perhatikan semua itu, ia hanya
mengawasi ke empat penjuru.
"Eh, Gui Kongkong, apakah artinya ini?" tanya The Kuihui
pada orang kebiri itu, yang bisa putar kemudi dalam sekejap
itu. Gui Thaykam segera perlihatkan roman bengis, kedua
matanyapun mendelik.
"Kalian ibu anak dan saudara berkongkol untuk rampas
tahta kerajaan!" katanya dengan keren. "Aku Gui Tiong Hian
adalah hamba yang setia, sudah pasti aku harus lindungi
Kerajaan. Bahwa aku telah bercampur gaul denganmu, itulah
melulu siasat untuk ketahui segala rahasiamu! Apakah kalian
sangka aku kesudian turut berkhianat?"
The Kuihui gusar hingga ia caci-maki habislah pada orang
kebiri yang curang itu, yang sudah menghianati padanya.
ThayCu Siang Lok bersangsi, tapi ia bisa berpikir: "Gui
Tiong Hian baru peroleh pengaruh, dia berkuasa atas
TongCiang, perduli apa dia benar setia atau berpura-pura
saja" Untukku sudah cukup asal dia bantu aku!"
Lantas putera mahkota ini titahkan pahlawannya belenggu
eraty-erat ketiga orang tawanan itu.
Selagi thayCu hendak undurkan diri, tiba-tiba ia dengar
Ciauw Hie berseru: "Beng Pehu, di mana kau" Aku datang!"
Seruan ini membikin ia sadar. Maka ia lantas pandang The
Kuihui. "Kamu telah tawan guruku, di mana kau sembunyikan
padanya?" ia tanya.
Belum lagi selir itu menjawab, Tiong Hian sudah
mendahului memerintahkan satu Ciangtauw geser meja
patsiantoh di dekatnya, terlihatlah di bawahnya sebuah lubang
yang gelap. Ciauw Hie lantas mengerti, dengan berani ia lompat turun
ke dalam lubang itu dengan empat Ciangtauw ikuti dia.
Pemuda she Ong ini baru jalan beberapa tindak, ia sudah
lantas dengar seruan hebat dan bentroknya senjata, ia
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkuali r. Ia rogoh kantongnya akan keluarkan batu tekesan
untuk nyalakan api.
Ke empat Ciangtauw lari terus ke depan, mereka tampak
seorang yang tangannya terbelenggu sedang tempur hebat
dua wiesu dengan gunakan rantai belengguannya.
Orang itu adalah Titthian Busu Beng Can yang dirantai kaki
dan tangannya, dari kamar rahasia ini ia dengar suara berisik
di sebelah atas, ia lantas menduga mesti telah terjadi
perubahan, maka ia kerahkan tenaga di kedua tangannya
untuk membikin putus rantai belengguannya itu.
Perbuatannya ini dilihat oleh dua pahlawan penjaga yang
segera maju untuk meringkusnya kembali, ia sambut dengan
perlawanannya. Tetapi kedua kakinya masih terantai, tak
dapat digerakkan dengan merdeka, menyebabkan ia tak dapat
memberikan perlawanan dengan sempurna.
Kedua pahlawan itu terluka berdarah kepalanya, tetapi
Beng Can pun dapat beberapa tusukan pedang hingga
bermandikan darah, ia terluka parah.
Selagi mereka berkelahi terus, muncullah ke empat
Ciangtauw itu. "Bagus!" seru kedua pahlawan, yang melihat
kedatangannya empat kawan ini. "Mari bantu kami meringkus
manusia kasar ini!"
Empat Ciangtauw itu maju menghampiri, tapi bukan untuk
membantui, mereka memecah diri untuk lantas menyerang
setiap satu pahlawan, hingga dua orang ini jadi heran, akan
tetapi sebelum mereka tahu apa-apa, mereka sudah kena
dirobohkan dan binasa.
Ciauw Hie segera tolong bakal mertuanya itu. untuk dibawa
keluar dari ruang dalam tanah itu. lapun membisikkan:
"Gakhu, inilah aku. mantumu!"
Guru silat itu manggut.
"Mana si Hee?" dia tanya. "Sekarang, dia ada di mana?"
Suaranya lemah.
"Adik Hee ada di luar." Ciauw Hie jawab.
Dengan tiba-tiba orang tua ini jadi bersemangat, dengan
tekan pundaknya Ciauw Hie, ia lompat naik di mulut lubang.
Itu waktu thayCu sedang bicara dengan To It Hang. It
Hang menerangkan bahwa ia adalah cucunya Congtok To
Tiong Liam atau anaknya Houwpou Sielong To Kee Hian.
Mendengar keterangan itu. thayCu lantas mengerti maksudnya
It Hang menyerbu keraton.
"Penasarannya ayahmu pasti aku nanti bikin terang!"
thayCu berjanji.
Beng Cioc Hee telah lolos dari kepungan, ia sudah masuk
ke dalam keraton dan dapat bertemu It Hang, di samping
siapa ia berdiri selagi pemuda ini bicara dengan thayCu. la
segera lihat Ciauw Hie memapah seorang yang bermandikan
darah, ia menjadi kaget bukan main ketika ia dapat mengenali
orang yang dipapahnya itu.
"Ayah!" ia menjerit sambil terus lompat menubruk, air
matanya lantas bercucuran deras.
"ThayCu, maaf, tak dapat hambamu melayani kau lebih
lama," berkata Beng Busu kepada putera mahkota, sesudah
mana, ia tarik puterinya dengan tangan kiri dan bakal baba
mantunya dengan tangan kanan.
Selagi guru silat ini hendak bicara kepada anak daranya itu,
mendadak dua pahlawan lari masuk sambil keluarkan seruan,
mereka lompat menyerang Ong Ciauw Hie dari kiri kanan.
Ciauw Hie sedang lengah tetapi ia masih sempat berdaya.
Dengan tangan kirinya ia tangkis serangan pahlawan yang
pertama, yang ia terus sampok hingga terguling, lalu iasusuli
menangkis pahlawan yang kedua, yang ia dapat tolak mundur.
Ciauw Hie pun lantas mengenali salah satu penyerangnya
itu. ialah pahlawan Kimiewie yang pernah kuntit ia sampai di
Siamsay, yakni CiCui Cio Ho.
Komandan Kimiewie ini biasa agulkan diri, ia tidak senang
yang ia kena ditangkis mundur, maka ia lompat maju pula.
"Cio Ho, jangan kurang ajar!" ThayCu Siang Lok
membentak. "Dia seorang pemberontak dari Siamsay!" kata Cio Ho.
"Apa" Dia pemberontak?" tanyanya thayCu dengan heran.
"Ya," sahut Cio Ho. "Di Siamsay dengan tingkahnya yang
jumawa dia akui diri sebagai piauwsu yang melindungi To
Congtok, sayang kami kurang awas, kami sudah kasih dia
lolos. Setelah itu muncul penyamun besar Giok Lo Sat yang
telah binasakan tigaanggauta Kimiewie."
Cio Ho berani menentangi thayCu karena beda
kedudukannya, ia berada langsung di bawah titahnya raja. Ia
datang dari Thay Ho Tliian begitu dengar kabar terjadinya
kerusuhan di KianCeng Kiong.
"Siapa itu Giok Lo Sat?" tanya thayCu. "Adakah dia
penyamun wanita atau pria?"
"Penyamun wanita yang paling berbahaya!" jawab Cio Ho.
"Dia muncul untuk melindungi pemberontak ini! Mereka
berdua tentu mempunyai sangkut paut satu pada lain!"
Kembali pahlawan ini tampaknya hendak menyerang Ciauw
Hie pula. Ciauw Hie tiba-tiba tertawa.
"Cucunya To Congtok itu ada di sini. kau tanyalah padanya,
benar atau tidak aku menjadi piauwsu pelindung engkongnya
itu!" katanya sambil tunjuk To It Hang.
It Hang pandang pemuda itu. lalu ia kata dengan nyaring:
"Thianhee. saudara Ong ini benar orang yang melindungi
keluargaku, maka itu sekarang kami datang bersama ke dalam
keraton ini untuk bantu thianhee membekuk kawanan
penghianat."
"Tetapi, mengapa Giok Lo Sat bantu kalian?" tanya Cio Ho.
Belum lagi Ciauw Hie atau It Hang berikan jawabannya,
Beng Busu telah mendahului buka mulut. Ia sudah lantas
menjura kepada putera mahkota.
"Thianhee, orang muda ini adalah bakal mantuku," ia kata,
"dia datang kemari bersama anak perempuanku untuk
menolongi aku." la terus tambahkan pada Cio Ho: "Aku minta
Cio Ciehui tidak memfitnah orang baik-baik."
Ciu Hee kemalu-maluan mendengar perkataan ayahnya itu,
maka wajahnya menjadi bersemu dadu dan hatinyapun
memukul. Sejak Beng Busu menjadi guru silatnya thayCu. ia bergaul
erat sekali dengan muridnya itu. kebetulan sekali ia yang
bekuk si penyerang yang menyebabkan perkara "Teng Kie
Ari", karena mana ia ditangkap orang-orangnya The Kuihui
yang niat menyiksa padanya, maka itu sekarang, melihat
penderitaannya itu, tergeraklah hatinya thayCu.
"Cio Ciehui." thayCu berkata pada kepala Kimiewie itu.
"Beng Busu dan To KongCoc tak mungkin berdusta, kau
lepaslah mereka!"
"Jikalau Giok Lo Sat itu seorang penyamun yang liehay,
pasti dia musuhnya pihak pembesar negeri, karena itu. ada
kemungkinan dia sedang beraksi mengadu dombakan kita,"
kata Beng Can. Cio Ho jadi serba salah. Walau bagaimanapun
kedudukannya, kepada thayCu ia harus memandangnya,
sedangkan Beng Can pun masih terhitung angkaian terlebih
tua yang ia harus hormati pula. Akhirnya terpaksa ia mundur
juga. "Suhu sedang terluka parah, mari ikut aku ke istana untuk
berobat," thayCu mengajak. "To KongCu dan kau juga.
saudara Ong, mari sama-sama turut aku."
"Terima kasih, thianhee." Beng Busu mengucap. "Mungkin
ajalku tak dapat kupertahankan lebih lama lagi. karenanya
harap thianhee ijinkan hambamu pulang ke rumahnya untuk
siap sedia..."
ThayCu lihat luka gurunya memang parah, pula karena
iapun masih punyakan urusan besar, ia tidak memaksa.
"Baiklah." katanya kemudian. "Pakailah kendaraanku."
ThayCu perintah orang lekas ambil obat luka untuk gurunya
itu. iapun titahkan pahlawannya mengantarkan gurunya
pulang kc rumahnya.
Di sepanjang jalan, di dalam kereta Ciu Hee pegangi
ayahnya, kadang-kadang ia lirik Ciauw Hie. yang tampaknya
sangat berduka, sepasang alisnya senantiasa dikerutkan.
Mereka sampai di rumah ketika cuaca sudah terang.
Pengantar yang menjadi pengiringnya putera mahkota itu,
lantas robek tanda sitaan pada pintu, dan setelah serahkan
obat ia lalu pamitan untuk pulang ke istana.
Ciu Hee dibantu Ciauw Hie memapah Beng Busu, sampai di
dalam kamar dan direbahkan di atas pembaringan. Merekapun
lantas membersihkan lukanya orang tua itu dan diobatinya.
Selama itu 11 Hang. yang turut bersama, membantui juga.
Setelah dapat rebah, nampaknya Beng Busu agak segaran
sedikit. Ia melihat ke sekitarnya sambil pentang kedua
matanya. "Mari kalian lebih dekat," kata ia dengan napasnya yang
memburu. "Ada rahasia yang aku mesti beri tahukan
kepadamu..."
It Hang menduga orang hendak bicarakan urusan keluarga,
ia lantas bertindak keluar. Tapi tuan rumah segera panggil dia
kembali. "Saudara To. bukankah kau murid terpandai dari Cic Yang
Tootiang?" tanyanya.
Ong Ciauw Hie manggut membenarkan pertanyaan itu.
"Sayang, saudara lo. baru kita bertemu, kita lantas bakal
berpisah untuk selama-lamanya." berkata guru silat itu. "Tadi
kau telah lindungi mantuku, aku ingat budimu ini, maka itu,
rahasia ini kaupun boleh turut sekalian mendengarnya, malah
mungkin sekali selanjutnya kami akan membutuhkan bantuan
tenagamu..."
It Hang balik pula setelah ia sampai di ambang pintu.
Ciauw Hie berikan secangkir teh panas kepada mertuanya.
"Beng Pehu, baiklah kau mengasokan diri dahulu," kata ia.
Beng Can buka pula matanya.
"Jikalau aku tidak bicara sekarang, mungkin terlambat," ia
kata. napasnya mendesak. "Hiansay, aku tahu, bahwa selama
belakangan ini ayahmu dan kau sendiri merasa tidak puas
terhadap aku!"
Ciauw Hie heran.
"Itulah tak mungkin, pehu," ia lekas menjawab.
"Aku akan segera menutup mata, mari kita omong terus
terang," kata pula guru silat itu. "Aku tahu, memang kau dan
ayahmu tidak senang aku telah menjadi anjingnya
pemerintah. Tapi, tahukah kau mengapa aku kesudian masuk
ke dalam Cukeng Kiong untuk jadi Titthian Busu?"
Romannya busu ini jadi keren, tetapi tubuhnya bergemetar.
Semua orang diam. Ciauw Hie tidak berani memberikan
jawaban. Beng Busu berhenti sedetik.
"Kau telah ketahui bahwa dengan Tayhiap Lo Kim Hong
dari Hoopak Utara, aku mempun>ai persahabatan yang
kekal," katanya. 'Tapi pada lima tahun yang lampau. Lo
Tayhiap mati dengan mendadak!"
"Aku dengar itu dari satu sahabat kangouw," jawab Ciauw
Hie. "Lo Kim Hong adalah seorang yang sadar, dia sangat
menyintai negaranya," Beng Busu kata pula. "Ketika ia pergi
ke Kwangwa untuk membuat penyelidikan, ia telah peroleh
satu rahasia penting. Nyatalah bangsa Boan telah kandung
niatan menyerbu negeri kita. untuk itu dia telah bersiap-siap
untuk menyerbunya. Sudah sekian tahun ia kirim orangorangnya
ke Kwangwa untuk mengumpulkan tenaga dan buat
menyelidiki keadaan dalam negeri kita. Dia telah berhasil
membeli sejumlah orang, yang akan menyambut dari dalam,
di antaranya ada yang berpangkat tokbu, ada menteri juga.
Dan di antara orang belian kaum Rimba Hijau. Lo Kim Hong
dapat tahu dua jago, tapi yang satunya ia masih belum
ketahui namanya..."
Mendengar itu. panas hatinya lt Hang dan Ciauw Hie.
Mereka mendongkol terhadap orang-orang Rimba Hijau yang
demikian rendah derajatnya itu.
"Siapakah kedua mereka itu?" mereka tanya hampir
berbareng. "Yang satu adalah Eng Siu Yang dari perbatasan SuCoan,"
sahut Beng Busu.
"Oh!..." Ciauw Hie berseru tertahan.
"Eng Siu Yang pandai bekerja," Beng Busu melanjutkan,
"selama belasan tahun, tidak ada orang pihak kita yang
ketahui di mana dia berada. Orang yang satunya lagi adalah
orang gagah liehay dari istana, hanya entah dari dalam
barisan Kimiewie atau dari TongCiang. Oleh karena ada turut
tokbu dan menteri dalam rombongan penghianat itu. bisa
dimengerti kalau mereka ini jauh lebih berbahaya daripada
Eng Siu Yang. Setelah ketahui rahasia itu, Lo Kim Hong
berangkat pulang dari Kwangwa, tetapi di tengah jalan ia telah
dibokong hingga luka parah. Sebelum ia tarik napas yang
penghabisan, ia masih bisa beber rahasia itu padaku.
Demikianlah aku lantas pergi melamar pekerjaan di Cukeng
Kiong. Adalah Lo Kim Hong yang anjurkan aku bekerja pada
pemerintah untuk ketahui jelas siapa adanya rombongan
penghianat itu."
Baru sekarang Ciauw Hie . mengerti duduknya hal, bahwa
bakal mertua itu bekerja pada pemerintah bukan karena
kemaruk pangkat atau batinnya sudah rusak, hanya untuk
melakukan tugas mata-mata, suatu pekerjaan berbahaya.
"Sayang, selama lima tahun dalam istana, penyelidikanku
masih belum peroleh hasil." kata Beng Busu pula kemudian.
"Di dalam istana, pertempuran gelap berlangsung secara
hebat sekali ThayCu ada terlebih sadar daripada ayahnya, dia
bercita-cita luhur untuk perbaiki pemerintahan, akan tetapi
aku kuatir dia sukar lolos dari bokongan. Sekarang aku tidak
sudi kalian masuk bekerja dalam istana, aku hanya ingin kalian
ingat baik-baik nama Eng Siu Yang itu."
Sehabis mengucapkan kata-katanya itu, napasnya guru silat
ini memburu keras.
Ciu Hee menguruti bebokong ayahnya itu, hatinya
memukul. "Mana Pek Bin?" tanya orang tua itu.
"Dia berada di rumahnya Liu Busu," sahut Ciu Hee. "Engko
Ongyang telah tolong kami dan lantas diajaknya ke sana
karena rumah kita ini disegel."
"Kiranya Pek Bin murid kesayangannya," pikir Ciauw Hie,
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"pantaslah dia bergaul erat sekali dengan Ciu Hee..."
Kembali timbul kesangsiannya pemuda ini.
"Beng Pehu," kata dia. "kalau kau pangeni Pek Bin, nanti
aku pergi panggil padanya untuk diajak kemari."
Beng Can tertawa meringis.
"Tidak usah, sudah tidak keburu," katanya. "Ai, Ciauw Hie.
kenapa kau masih memanggil pehu padaku'' Kalau nanti aku
telah menutup mata, kau dan C iu Hee harus saling sayang
menyayangi dan cinta menyintai! Hatiku girang sekali melihat
kau ada bersama, aku girang sekali, girang..."
Kata-kata yang belakangan itu diucapkan dengan saling
susul, makin lama makin perlahan, sampai akhirnya suaranya
jago tua ini habis, begitu lekas ia lonjorkan kedua kakinya,
napasnyapun lantas berhenti jalan...
Ciu Hee lantas saja menangis menjerit-jerit, sedang Ciauw
Hie segera berlutut untuk memberi hormat sambil manggut
beberapa kali. "Aku nanti minta Liu Pehu urus perkabungan," kata
pemuda ini kemudian. "Pek Bin pun perlu diberi tahu."
"Apakah kau tidak bisa bantu? aku mengurusnya?" tanya
Ciu Hee sambil terus menangis. "Buat apa kita minta
bantuannya lain orang?"
Kelihatannya Ciauw Hie ragu-ragu.
"Aku... aku..." katanya, la berhenti dengan tiba-tiba karena
di luar terdengar ada orang mengetok pintu.
"Nanti aku lihat," kata It Hang, yang lantas turun dari
loteng, untuk membukakan pintu.
Yang datang itu adalah pesuruhnya thayCu. untuk
menanyakan keselamatannya Beng Busu. Maka pesuruh itu
menyesal sekali mendengar kabar, guru silat itu baru saja
putus jiwa. Tetapi ia datang bukan untuk itu saja. ia sekalian
membawa karcis undangan putera mahkota supaya It Hang
suka datang ke istana Cukeng Kiong.
"Tunggu sebentar," kata It Hang, yang terima karcis
undangan itu. Ia mempersilakan telamu itu duduk di thia, ia
sendiri masuk untuk salin pakaian. Kemudian ia pamitan dari
Ciauw Hie dan nona rumah.
Ciauw Hie sudah lantas siapkan meja abu untuk bakal
mertuanya, maka It Hang pasang hio lebih dulu, sehabis itu.
barulah pemuda sheOng itu tarik It Hang ke dalam kamar.
"Saudara To," katanya dengan perlahan, "thayCu undang
kau, pasti kau akan diberi jabatan. Menurut aku, paling baik
kau jangan mau memangku pangkat."
"Aku sedang berkabung, sudah tentu aku tidak boleh
memangku pangkat," kata It Hang.
Memang, sebagai orang-orang yang taat kepada adat
istiadat, It Hang mesti berkabung tiga tahun penuh, selama
itu, tidak hanya ia tidak dapat memangku pangkat, bahkan
menikahpun tidak diperbolehkan.
"Apakah saudara pikir hendak bawa jenazah ayahmu
pulang ke Siamsay?" Ciauw Hie tanya.
"Aku memang memikir demikian," sahut It Hang. "Aku
hanya sangsi bisa atau tidak aku mengantarkannya pulang
untuk dikubur di kampung halaman sendiri."
"Dengan andalkan kepandaianmu, saudara, ke manapun
kau dapat melaluinya," kata Ciauw Hie. "Cuma satu orang
yang kau harus mengingat?-ingat dalam hatimu."
"Siapakah dia itu?" It Hang tegaskan.
"Giok Lo Sat!" sahut sahabat ini "Mengapa begitu?" It Hang
tanya pula "Dia telah berselisih dengan pihakmu Butong pay." Ciauw
Hie kasih tahu.
"Mengapa tentang hal itu aku belum pernah mendengarnya
dari saudara-saudara seperguruanku?"
"Itulah disebabkan kejadian baru saja terjadi."
Ciauw Hie lantas tuturkan pengalamannya, bagaimana
engkongnya sahabat ini "diculik" ke atas gunung, bagaimana
Keng Ciauw Lam diperhina.
"Sungguh satu penyamun wanita yang busuk!" kata It
Hang. Ciauw Hie kerutkan alisnya. Ia tidak sangka It Hang bisa
gusar demikian macam, malah dapat mencaci Giok Lo Sat
sebagai "penyamun wanita busuk"! Karena ini, --- sebab iapun
seorang Rimba Hijau --- ia jadi merasa kurang puas. Maka
dengan dingin ia berkata: "Giok Lo Sat memang telengas,
akan tetapi dia adalah seorang yang ganjil dan aneh. maka
aku mau anggap dia seorang wanita jantan. Dalam kalangan
Rimba Hijau, dia satu nona gagah yang sukar dicari
keduanya!"
"Begitu?" kata It Hang dengan tawar. "Jikalau ada
kesempatan, ingin sekali aku bertemu dengan dia..."
Mendengar ini. Ciauw Hie terkejut. Ia pernah terima
budinya pemuda ini, maka ia tidak ingin melihat sahabat ini
antarkan jiwa...
"Saudara To, menurut pendapatku lebih baik kau jangan
temui padanya!" ia membujuk. "Kau seorang yang berharga,
apabila terjadi sesuatu atas dirimu, sungguh itulah dosaku!"
Sebenarnya It Hang masih tidak puas, tetapi melihat sikap
kawannya itu, ia bisa mengatasi dirinya.
"Baiklah kalau begitu, tak usah aku temui padanya"
katanya. "Itulah bagus, saudara To," kata pula Ciauw Hie. "Saudara
memang gagah tetapi aku anggap tiada perlunya kau bentrok
padanya. Lagipun, kalau nanti saudara pulang ke kampung
halamanmu, kau akan ambil jalan di Taytong, melewati
Shoasay akan sampai di Siamsay Utara. Kalau saudara tidak
pergi ke Siamsay Selatan, sudah pasti kau tidak akan bertemu
dengan dia."
To It Hang mengucap terima kasih, lalu ia memberi hormat
untuk pamitan. Masih Ciauw Hie membisiki pemuda itu: "Kalau nanti kau
telah pulang ke kampung halamanmu, diumpamakan kau
hadapi suatu kesulitan, aku minta kau suka datang ke
Yananhu cari aku. Asal saudara sebut namaku yang rendah,
mesti ada saudara atau saudara-saudara kangouw yang
menunjukkannya."
"Baiklah." sahut It Hang yang tidak menyangka bahwa
pemuda ini adalah puteranya satu jago Rimba Hijau di
Siamsay Utara, sedang tadinya ia menduga kepada seorang
kangouw yang licin. Iapun tidak menegasi di mana letaknya
kota Yananhu itu.
Dengan naik kendaraannya putera mahkota, It Hang
diantar ke Tangkiong, Istana Timur, ke sebuah kamar yang
telah disediakan untuknya. Ia sampai belum lama. lantas
muncul satu pengawal yang diperintahkan putera mahkota
mengundang padanya. Ia ikut pengawal ini jalan di lorong
yang berliku-liku. sampai di sebuah paseban yang terkurung
lankan putih. Di tempat terbuka di paseban itu, beberapa busu
sedang asyik mempertunjukkan ilmu silat. Menghadapi
lapangan itu ada sebuah loteng yang terpajang indah di mana
tampak putera mahkota sedang duduk menyaksikan
pertunjukan sambil minum arak.
It Hang diantar naik ke loteng itu, maka ia segera memberi
hormat pada pemuda agung itu.
ThayCu suruh pemuda ini berbangkit. kemudian ia perintah
pengiringnya sediakan sebuah kursi di sisinya untuk It Hang
duduk "Kekacauan semalam telah memberi kesudahan baik."
berkata thayCu sambil bersenyum. "Aku percaya dengan
adanya menteri-menteri setia dan undang-undang ujar leluhur
kami, tidak nanti huhong tidak hukum kawanan penghianat
itu. Tadi malam kau bercapai lelah, sekarang mari kita
minum." (Huhong = ayahanda raja).
"Terima kasih," kata It Hang. yang berbareng dapat suatu
pandangan baru terhadap putera mahkota ini.
Sejak membangun kerajaannya. Beng ThayCouw Cu Goan
Ciang sudah adakan aturan penganugerahan, ialah putera,
atau cucunya diangkat menjadi Hoanong, pangeran atau raja
muda dengan kedudukan di luar kota raja. di perbatasan atau
propinsi, dan untuk cegah raja-raja muda itu berkhianat, telah
diadakan aturan yang keras, yaitu setiap hoanong tanpa
perkenan dilarang pulang ke kota raja. Sekalipun di daerah
kekuasaannya, umpama satu hoanong hendak menyambangi
makam leluhurnya, untuk itu ia diharuskan memberitahukan
dan minta perkenan terlebih dahulu. Di antara pelbagai
hoanong dilarang mengadakan perhubungan satu dengan lain.
Lebih-lebih setiap hoanong dilarang mencampuri urusan
pemerintahan. Kalau ada hoanong satu kali saja yang
melanggar aturan itu. dia akan dihukum, dipecat dari
kebesarannya, diturunkan derajatnya menjadi rakyat jelata,
dibuang ke "tembok besar" (penjara) di Hongyanghu seumur
hidup. Inilah aturan yang thayCu namakan undang-undang
leluhurnya. Baginda Sin Cong boleh menyayangi The Kuihui dan Siang
Sun, selir dan puteranya itu, akan tetapi Siang Sun telah
datang ke kota raja secara diam-diam, dia sudah melakukan
pelanggaran leluhur itu, maka andaikata tak dapat dibuktikan
penghianatannya pun namun kesalahannya sudah jelas, tak
dapat dia luputkan diri dari hukuman.
Di antara menteri-menteri penunjang thayCu, seperti Kouw
Hian Seng, Sin Sie Heng, Ong Sek Ciak dan Ong Kee Pin, raja
malui terutama Kouw Kian Seng. Menteri ini telah meletakkan
jabatan di tahun Banlek ke-20. sebabnya ialah perselisihan
pengangkatan putcra mahkota, dia pulang ke kampung
halamannya di Busek, di mana dia dirikan Tonglim Siewan,
yaitu semacam sekolah untuk meyakinkan kebudayaan,
sastera dan lainnya. Banyak sekali orang cerdik pandai dari
seluruh negeri yang datang berkumpul dalam sekolah itu,
maka di akhirnya mereka dirikan perkumpulan sasteravvan
yang diberi nama Tonglim Tong (Partai Hutan Timur). Mereka
berada di luar pemerintahan tetapi pengaruh mereka besar,
sebab KouwHian Seng itu adalah penunjang thayCu. maka
raja masih tetap memandang padanya.
Gui Tiong Hian lihat The Kuihui dan puteranya
berpengaruh, ia tempel mereka itu, pengaruh siapa ia
gunakan untuk merampas kekuasaan atas TongCiang, lalu
selanjutnya ia bekerja sama mereka, tapi itu malam, setelah
saksikan The Kuihui terancam bahaya, dengan mendadak
sontak ia ubah haluan, ia terbaliki selir raja itu, dalam sekejap
ia balik berhamba kepada putera mahkota. Inilah sebabnya
kenapa thayCu, yang merasa puas atas kedudukannya, sudah
keluarkan kata-katanya itu kepada To It Hang. Tapi, karena
dengar pengutaraan putera mahkota ini, It Hang lantas dapat
kesan lain terhadap pemuda agung ini.
"JiehongCu memang keliru, tetapi mereka tetap saudara
sedaging, tidak seharusnya thayCu berlaku kejam kepada
adiknya itu," pikir pemuda ini. "JiehongCu berniat khianat,
pantas kalau thayCu bekuk dia. tetapi ini belum cukup
beralasan akan celakai padanya."
Lantas It Hang ingat, meskipun Beng Busu telah berkorban
untuk thayCu. tapi thayCu itu tidak menunjukkan
kesedihannya. Karena ini, hilanglah separuh keinginannya
untuk coba memperoleh bantuannya putera mahkota ini.
ThayCu lihat si anak muda agaknya sedang berpikir, ia
tertawa sambil angkat cawannya.
"Kau lihatlah itu orang-orangku mempunyai ilmu enteng
tubuh!" katanya.
It Hang memandang ke bawah. Ia lihat empat orang
dengan masing-masing pundaknya "memikul" sebatang galah
panjang, yang berdiri menjulang ke udara, di atas setiap ujung
galah ada menangkel masing-masing satu anak muda, yang
tangan kirinya memegang galah dan tangan kanannya
menyekal pedang. Empat pemikul itu jalan memutari
lapangan, dari langkah cepat sampai berlari-lari, selama mana,
empat anak muda di atas galah itu berbareng
mempertunjukkan kepandaiannya sebagai tukang dangsu,
umpama menggelantung diri, mendatarkan tubuh dan lainnya
It Hang pernah nonton tukang-tukang dangsu di Thiankio.
ia sudah lihat banyak macam permainan, akan tetapi
pertunjukan macam ini ia belum pernah menyaksikannya. Ia
lihat empat pemuda ini sangat gesit dan tangkas, mahir
permainannya di ujung galah itu. Dalam keadaan seperti itu,
mereka masih dapat tertawa-tawa.
"Bagus!" berseru cucunya bekas Congtok To Tiong Liam.
"Ini masih belum seberapa!" kata thayCu sambil tertawa. Ia
terus tepuk tangan.
Empat pemikul galah itu berhenti berlari, mereka datang
dekat satu pada lain. untuk nyeplos sana dan nyeplos sini di
antara mereka sendiri, atau mereka membalik tubuh atau
berputaran, selama mana, empat anak muda di atas galah
juga turut bergerak-gerak, yaitu mereka saling tikam atau
saling babat, saling berkelit.
"Bagus!" It Hang kembali memuji. Ia dapat kenyataan,
empat pemuda itu bersilat secara sempurna sekali. Itupun
suatu tanda mereka mahir dalam ilmu mengentengkan tubuh.
Menampak pemuda gagah ini memuji, thayCu kembali
tepuk tangannya.
Dari antara rombongan wiesu yang berkumpul di pinggiran,
muncul seorang umur lima puluh lebih, yang wajahnya merah
dan kumis jenggotnya bagaikan jenggot kambing gunung,
tangannya memegang sebatang galah. Sesampai di tengah
lapangan, orang tua ini patahkan galahnya itu. terus ia tancap
dua-duanya di tanah, setelah mana, ia lompat naik akan taruh
kaki di masing-masing sebatang galah. Ia cuma bergoyanggoyang
beberapa kali, lantas ia bisa berdiri dengan tetap dan
tenang di atas galah itu. Orang yang tidak mahir ilmu
mengentengkan tubuh, tidak nanti dia dapat melakukan yang
demikian itu. "Mari!" memanggil orang tua itu begitu lekas ia sudah
berdiri tetap. Empat orang yang memikul galah bergerak, akan jalan
memutari si orang tua. di atas galah mereka masih ada ke
empat anak muda Setelah mereka sudah memutar rapi.
mendadak anak-anak muda itu berseru, sesuatunya lantas
lompat menyerang dengan pedangnya kepada orang tua itu.
Benar liehay orang tua yang berdiri di atas pelatok galah
itu. Ia tetap berdiri tegak, tetapi kedua tangannya bergerakgerak
mengelak dan menyambut empat penyerang yang
datang saling susul. Ia mengelak dari tusukan pedang, lalu ia
sambar lengannya penyerang yang terus ditariknya, dibuang
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke samping. Dua orang diperlakukan demikian silih berganti,
lalu menyusul dua yang lain. yang diperlakukan sama. Setiap
pemuda tampaknya seperti terlempar, tapi kesudahannya
nyata mereka injak galah pula dengan bertukaran tempat atau
kedudukan. Pertunjukan ini dilakukan berulang kali. hingga mereka
seperti orang-orang yang beterbangan di tengah udara,
sangat menarik ditontonnya.
Kemudian thayCu menepuk tangannya pula. segera semua
orang itu berhenti bergerak, empat orang itu turunkan galah
dari pundaknya, dan empat anak muda juga lompat turun "ke
tanah. Orang tua yang berjenggot seperti kambing gunung itu
bersenyum, iapun lompat turun, akan tetapi kedua batang
bambunya tetap menancap di tengah lapangan itu.
It Hang dengan matanya yang jeli. dapat lihat bahwa kedua
batang galah itu telah melesak masuk ke dalam tanah.
Orang tua itu tertawa, ia cabut kedua batang galahnya itu
yang meninggalkan dua lubang bekas menancapnya.
ThayCu panggil orang tua itu, untuk diperkenalkan pada It
Hang. "Dia adalah guru silat nomor satu dari SeeCiang, yang
huhong telah berikan padaku," kata putera mahkota. "Dia
bernama The Hong Ciauw. Kau pun liehay. Tuan To, maka kau
berdua baiklah ikat tali persahabatan."
Hong Ciauw angsurkan tangannya untuk berjabatan.
It Hangsambuti tangan itu, segera ia merasakan, orang
telah kerahkan tenaga pada lima buah jarinya yang menjadi
keras bagaikan besi, ia menduga ia hendak diuji. Maka ia
segera lemaskan tangannya.
The Hong Ciauw terkejut sendirinya ketika ia merasakan
seperti sedang menggenggam kapas, apapula setelah It Hang
tarik tangannya secara licin.
"Bagus, inilah Iweekang sempurna!" ia memuji. "Tuan,
jikalau kau bukan dari Butong pay, tentu dari Siongyang Pay."
Kaget juga It Hang untuk terkaan orang yang jitu itu. Jadi
nyatalah busu ini bukan busu sembarangan.
"Guruku adalah Cie Yang Toojin dari Butong pay," ia
beritahukan. "Aha!" seru The Hong Ciauw. "Kiranya murid pandai dari
ahli silat nomor satu di kolong langit ini, pantas kau liehay
sekali!" Karena ini. orang she The itu jadi hargai si anak muda.
ThayCu ajak It Hang minum, sampai pelesiran itu ditutup,
kemudian ia bawa orang ke kamar tulisnya.
Kaisar Sin Cong sudah berusia lanjut, sembarang waktu
thayCu bisa menggantikan dia naik atas tahta kerajaan,
karena itu. putera mahkota hendak kumpulkan banyak orang
kosen. Pasti ia ketarik pada It Hang yang muda, gagah dan
pintar, bahkan keturunan orang berpangkat besar. Maka
lantas saja ia menawarkan jabatan kepala pengurus istananya
pada pemuda ini.
"Terima kasih." It Hang menampik. Ia unjuk bahwa ia
sedang berkabung.
"Itulah bukannya soal," berkata thaytiu. "Kau bukannya
pangku pangkat dalam pemerintahan, kau hanya menjadi
tetamu terhormat di dalam istanaku ini. Kedudukan ini tidak
merusak kebaktianmu."
"Jenazah ayahku masih harus diangkut pulang ke kampung
halaman kami." It Hang berikan alasan pula. "Engkong pun
sudah berusia lanjut dan tak ada orang yang merawatinya.
Aku belum menjabat pangkat, mustahil aku tidak inginkan
itu?" ThayCu kewalahan, tapi iapun kagum. Maka ia menghela
napas. "Sianseng. kebaktianmu harus dipuji!" katanya. "Sejak
jaman purba ada kata-kata: menteri setia berasal dari
keluarga berbakti, maka itu baiklah, aku tak ingin
memaksanya. Tapi aku harap dengan sangat, setelah beres
mengurus penguburan jenazah ayahmu, segera kau kembali
ke kota raja, supaya aku dapat ketika akan tetap
berdampingan denganmu. Tentang perkara penasaran
ayahmu, segera aku akan adili. Baik kau menanti beberapa
hari di dalam istana."
Begitu sangat permintaan putera mahkota, It Hang tidak
dapat jalan untuk menampik lebih jauh.
Lewat beberapa hari, suasana di dalam istana menjadi
berubah. Kaisar Sin Cong boleh menyayangi selirnya, akan tetapi
menghadapi ajaran leluhur dan desakan dari pelbagai menteri,
tak dapat tidak ia mesti perintahkan jebloskan The Kuihui ke
dalam Lengkiong, penjara istana. Siang Sun juga dipecat dan
dikurung. Dan The Kokkiu mesti dipenggal batang lehernya. Di
samping itu, semua menteri yang terfitnah telah dapat pulang
nama baik dan kebersihannya.
Houwpou Sielong To Kee Hian yang telah meninggal dunia,
juga diperbaiki namanya dan dianugerahkan sebagai ThayCu
Siauwpoo, pelindung muda bagi putera mahkota.
To lt Hang menghaturkan terima kasih kepada thayCu.
hatinya sedikit terhibur juga.
Sampai di sini selesailah insiden "Teng Kie An" itu.
The ToahunCu penyerang istana itu. entah apa sebabnya
telah mati di dalam penjara, tentang dia raja tidak ambil
tindakan apa-apa. ThayCupun turut membungkam, karena ia
anggap tidak baik ia korek-korek itu.
Sejak itu, Gui Tiong Hian tempel putera mahkota, tetapi di
samping itu diam-diam ia terus kumpul pengaruh, ia gunai
pengaruhnya di mana bisa untuk berkuasa. Ia jeri terhadap
kecerdasan thayCu, ia senantiasa bertindak secara diam-diam.
Maka di belakang hari, dia bisa timbulkan perkara hebat yang
kedua, yaitu "Ang Wan An" atau insidan "Pil Merah".
"Sesudah perkara beres, It Hang utarakan niatnya kepada
thayCu untuk berangkat pulang, kemudian ia pergi ke PoCu
Hotong untuk sambangi Ong Ciauw Hie. akan tetapi untuk
kemasgulannya, ia tidak dapat temui pemuda shc Ong itu.
tidak juga nona Beng Ciu Hee. entah ke mana perginya
mereka itu. Maka ia balik ke istana dengan lesu.
"Sayang." kala thayCu ketika ia diberitahukan hal
kepergiannya pemuda dan pemudi itu. Karena ini jasanya
Beng Busu cuma dicatat tapi gambarnya Ciu Hee dilukiskan
untuk nanti dicari guna balas budinya.
"Nampaknya kesayangan thayCu hanya palsu belaka," pikir
It Hang mengenai sikap putera mahkota itu.
Lagi beberapa hari telah berselang. Sesudah masukkan
tulang-tulang ayahnya ke dalam guci emas. It Hang ambil
selamat berpisah dari thayCu.
"To Sianseng"' berkata Siang Lok dengan tiba-tiba. "ada
satu orang yang ingin turut jalan bersama kau!"
"Apakah orang sebavvahan thianhee yang hendak pulang
ke Siamsay?" It Hang tanya.
"Benar. Kau hendak lakukan perjalanan ribuan lie
mengangkut jenazah ayahmu, bagus ada orang temani kau di
sepanjang jalan!" berkata thayCu. "Tunggu sebentar."
ThayCu beri perintah pada satu pengiringnya, yang tidak
lama kembali pula bersama satu orang, ialah The Hong Ciauw.
si tukang dangsu kemarin ini.
"Dengan kita berdua jalan bersama." orang she The itu
kata sambil tertawa, "walau ada penjahat yang banyak lebih
liehay. mungkin dapat kita melayaninya..."
It Hang berpikir.
"Bagaimana kalau kita ketemu Giok Lo Sat?" ia tanya
kemudi.!n Hong Ciauw kaget hingga wajahnya berubah. Tapi cepat
juga ia dapat tenangkan diri kembal i.
"Kita dengan Giok Lo Sat bagaikan air kali tidak ganggu air
sumur, tidak usah saudara To buat kuatir." Ia bilang.
Demikian dua orang ini meninggalkan kota raja. Di
sepanjang jalan, mereka omong banyak tentang ilmu silat
hingga mereka tidak kesepian. Selang dua puluh hari lebih,
mereka sudah lewati propinsi Shoasay dan sudah memasuki
wilayah Siamsay. Di sini saban-saban ada orang-orang yang
menegur The Hong Ciauw, suatu tanda dia banyak
kenalannya. Suatu hari sampailah mereka di Hoaim, maka gunung
Seegak Hoasan segera tertampak di hadapan mereka.
It Hang ingat di puncak Lokgan Hong dari gunung itu ada
bertinggal Ceng Kian Toojin. satu imam yang menjadi sahabat
gurunya, dan gurunya dahulu pernah pesan untuk dia
kunjungi imam tersebut, maka ia lantas utarakan niatnya'pada
kawan seperjalanannya itu.
"Bagus!" Hong Ciauw menyatakan akur." Kita boleh singgah
di sini sampai tiga hari, akupun boleh sekalian tengok
beberapa sahabatku."
Keesokannya pagi, lt Hang ajak Hong Ciauw mendaki
gunung. "Hari ini aku ada urusan." sahabat itu menampik Tapi ia
pesan It Hang supaya kembali siang-siang.
Seorang diri lt Hang mendaki gunung Hoasan. Ia menuju
ke Lokgan Hong yang kedua, satu di antara lima puncak.
Empat puncak yang lainnya adalah Tiauwyang Hong. Lianhoa
Hong. lntay Hong dan Gioklie Hong.
Gembira lt Hang menyaksikan panorama puncak itu. Hanya
setelah tengah hari dan langit mendung, ia kuatir tertimpa
hujan, buru-buru ia hampiri kuil yang ditujunya. Di situ sudah
ada beberapa tetamu lain
Selagi menindak di undakan tangga pendopo, It Hang lihat
satu nona keluar dari kuil dengan langkahnya yang cepat.
Perhatiannya It Hang tertarik oleh kecantikan nona itu " "
kecantikan yang mentereng.
"Kasihan kalau ia kehujanan di tengah gunung," pikirnya.
Di pendopo, It Hang jumpai satu imam muda. setelah
perkenalkan diri, ia minta imam itu antar ia kepada Ceng Kian
Toojin. Girang Ceng Kian mendapat kunjungan anak muda ini.
"Mari masuk!" ia mengajak ke kamarnya sendiri. Ia suruh
kacungnya menyuguhkan teh.
It Hang paling dulu sampaikan pesan gurunya untuk
menanyakan kewarasannya imam ini.
"Sudah sepuluh tahun aku tidak bertemu gurumu, tak
kusangka sekarang ia telah didik kau seorang murid yang
cakap!" pujinya.
It Hang merendahkan diri.
"Paman gurumu yang ketiga. Ang I n Toojin, telah datang
kemari sebulan yang lalu." kata Ceng Kian kemudian.
"Ada urusan apa samsusiok datang kemari?" tanya It Hang.
"Dia datang untuk cari Giok Lo Sat, guna menuntut balas
bagi lima murid Butong pay." Ceng Kian berikan keterangan.
"Menurut dia, lima murid angkatan kedua telah dibabat kutung
jari tangannya oleh Giok Lo Sat, yang pun mencaci dan
menghina mereka itu. Aku telah membujukinya supaya dia
jangan ladeni segala anak muda. kemudian dengan tidak
diketahui dia telah pergi entah ke mana.
It Hang bercekat. Kembali ia dengar hal Giok Lo Sat. Maka
ia membayangkan bagaimana galaknya nona itu yang terjuluk
Raksasi Kumala. Selama mereka bercakap-cakap, hujan belum
turun, melainkan beberapa kali terdengar bunyi guntur.
"Mungkin akan turun hujan besar," kata Ceng Kian. "Baik
kau bermalam di sini."
It Hang kualiri tulang ayahnya, juga kuaur Hong Ciauw
mengharap-harap padanya, maka ia tampik tawaran itu.
"Ada satu sahabatku menantikan aku. aku harus kembali,"
ia kata. Ceng Kian tidak menahan lebih jauh, setelah pesan untuk
sampaikan hormatnya pada Cic Yang Toojin. ia antar pemuda
ini sampai di pintu depan.
Baru It Hang sampai di tengah gunung, guntur telah
berbunyi semakin gencar dan hebat.
"Mungkin hujan akan turun hebat," pikirnya sambil ia
memandang ke empat penjuru. Ia lihat sebuah gua, di mana
ada terukir tiga huruf "Uyin Tong" yang berarti gua "Awan
Merah", ia lantas menuju ke situ.
Di depan gua ada tumbuh pohon bambu serta beberapa
pohon cemara, juga ada meja dan kursi-kursinya yang terbuat
dari batu. Ia duga itulah tentu perlengkapan yang disediakan
oleh imam-imam di situ.
"Inilah tempat yang cocok untuk menghindarkan diri dari
hujan," pikirnya.
Baru pemuda ini sampai di dalam gua. guruh dan guntur
bertambah-tambah gencar dan menghebat, hujanpun turun
dengan lebatnya.
It Hang masuk terus ke dalam gua. ia tampak suatu ruang
yang terang, di atas sebuah dipan batu ada rebah seorang
perempuan, yang ia kenali adalah si nona yang tadi keluar dari
kuil. Si nona tampaknya tidur nyenyak, air mukanya manis
sekali. It Hang tidak berani mengawasi terus-terusan pada nona
yang ia tidak kenal itu, juga ia tidak pikir untuk membangun i.
ia kuatir si nona nanti menyangka jelek padanya. Celakalah
kalau ia dianggap ceriwis. Maka dengan berindap-indap ia
kembali ke mulut gua. Ia cari sebuah batu di atas mana ia
duduk bercokol, untuk sekalian bersemedhi.
Hujan turun terus, makin lama makin lebat.
It Hang terus bersemedhi, ia tidak berani menoleh kepada
si nona meski satu kalipun, hanya selang sekian lama, waktu
ia rasakan hawa sangat dingin, ia kuatirkan kesehatannya
nona itu. Ia merasa kasihan kalau si nona dapat sakit.
"Aku berada hanya berdua, aku mesti indahkan adat
kesopanan. Tapi dia terancam bahaya sakit, aku tidak bisa
mengantapkannya. Aku harus tolong padanya. Tidak apa
kalau ia mendusin dan katai aku tidak tahu adat.."
Tidak sangsi lagi It Hang berbangkit dengan tindakan
perlahan ia masuk pula ke dalam gua menghampiri si nona. Ia
buka baju luarnya yang gerombongan, dengan bajunya itu ia
keredongi tubuhnya si nona, yang tetap tidur dengan nyenyak,
iapun lantas berlalu pula sambil berindap-indap.
Oleh karena ia bertindak perlahan sekali, ia dapat dengar
suara membaliknya tubuh dari nona itu. la masih tidak berani
menoleh, tapi ia seqera dengar bentaknya nona itu:
"Hai manusia ceriwis! Kau berani perhina aku?"
Karena dicaci, terpaksa It Hang tunda tindakan kakinya.
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maaf, nona. Harap kau tidak keliru mengerti." katanya
dengan sabar sekali. "Hawa di dalam gua ini sangat dingin,
aku kuatir kau dapat sakit, maka aku telah berlaku lancang
menutupi tubuhmu dengan jubahku."
"Begitu?" kata si nona. Ia lantas menghela napas. "Coba
kemari!" Pemuda kita heran, ia berpaling. Ia tidak berani awasi
langsung nona itu, siapa sudah angkat jubah yang menutupi
tubuhnya dan diangsurkan kepadanya.
"Tuan. perbuatanmu tadi sebenarnya aku telah ketahui."
kata nona itu. "Nyata kau ada satu kunCu. Seumurku belum
pernah aku ketemui orang sopan seperti kau. Kalau orang lain
mungkin dia berlaku kurang ajar."
"Ah, dia seorang yang polos," pikir It Hang, tapi mukanya
berubah merah juga karena likat.
"Barusan aku damprat kau, itulah perbuatan sengaja dari
aku," kata pula si nona. "Harap kau tidak buat kecil hati."
Mau atau tidak It Hang kerutkan alisnya.
"Diapun seorang yang aneh pula," pikirnya. "Kenapa dia
gampang marah dan gampang baik" Kenapadia anggap cacian
seperti barang mainan..."
Nona itu mengawasi, ia tertawa.
"Begini memang tabiatku," ia mengaku. "Karena adatku
inilah yang membikin banyak orang jeri kepadaku. Lain kali
pasti aku akan merubahnya."
"Heran!" It Hang pikir pula. "Jikalau demikian tabiatmu,
buat apa kau merubahnya" Lagipun apa sangkutannya kau
merubahnya atau tidak?"
Nona itu masih mengawasi, melihat orang diam saja, ia
agaknya kurang puas.
"Kau gusar terhadapku, tuan?" tanyanya.
"Ah,..." It Hang gugup. "Mustahil aku gusar..."
"Memang aku tahu kau tidak akan gusar!" kata si nona,
romannya jadi gembira. "Kau baik sekali. Sejak aku dilahirkan,
belum pernah aku ketemu orang semacam kau yang demikian
perhatikan aku."
"Ayah dan ibumu bagaimana?" It Hang tanya
"Selagi aku masih belum tahu apa-apa, ayah dan ibu sudah
tinggalkan aku dari dunia, yang fana ini," sahut si nona.
It Hang menyesal.
"Maafkan pertanyaanku ini," ia mohon. "Tidak disengaja
atau disangkanya, aku telah bangkitkan kedukaanmu."
Tiba-tiba si nona ayun tangannya ke pundak pemuda ini.
Mereka memang berdiri dekat sekali satu dengan lain.
It Hang berkelit diri. maka tangan si nona lewat di atasan
pundaknya itu. tapi karena sampokannya meleset, tubuhnya
nona ini jadi terhuyung dan limbung hendak jatuh.
Menampak demikian, dengan sebat It Hang sambar ujung
baju orang, dengan begitu, si nona batal roboh.
Nona itu berdiri menyeringai, agaknya ia jengah.
"Tanah demak dan licin, andaikan tuan tidak sambar aku.
tentu jatuhlah sudah aku." katanya. Ia tertawa dengan tibatiba,
lalu ia menambahkan: "Bukannya tuan sambar aku.
hanya dengan tarik bajuku kau telah pertahankan robohnya
tubuhku..."
Merah muka dan kupingnya It Hang. Ia diam saja
"Eh, apakah kau juga jeri terhadapku?" sekonyong-konyong
si nona tanya It Hang heran bukan main. Aneh sekali nona ini. Kenapa
dia selalu bicara tidak keruan juntrungan"
"Mungkinkah disebabkan dia bersusah hati karena tidak
beribu-ayah lagi?" ia menduga-duga Lantas ia menjawab:
"Aku hanya merasa kasihan terhadapmu, nona.."
"Apa kasihan?" si nona tegaskan, suaranya gemetar.
"Berbareng aku pun kagum." berkata pula It Hang. "Kau
hidup sebatang kara dan sekarang seorang diri kau mendaki
gunung Hoasan untuk bersujut. Kalau nyalimu tidak besar, tak
mungkin kau dapat melakukannya?"
Nona itu tunduk.
"Benarlah apa yang kau katakan itu," katanya. "Kenapa kau
mirip seperti sahabat kekalku" Eh ya, apakah she dan
namamu" Aku sampai lupa untuk menanyakannya..."
It Hang perkenalkan dirinya
"Dan kau, nona?" ia balik menanyakan.
"Aku she Nie, aku belum punya nama" si nona menyahut.
"Dapatkah kau berikan nama padaku?"
Waktu itu hujan sudah mulai berhenti akan tetapi angin
masih menghembus-hembus masuk, satu kali bajunya si nona
kena tertiup bergoyang-goyang, bagus dilihatnya Melihat itu,
tiba-tiba It Hang ingat akan kata-kata "Nie siang ie ie" -- "Baju
bulu, kun kembang".
"Jikalau nona pakai nama Nie Siang, tidakkah itu bagus?"
katanya. Tapi si nona kaget, hingga wajahnya berubah.
"Siapa kau?" tiba-tiba dia membentak. "Hayo bicara!"
It Hang pun kaget.
"Aku toh To It Hang!" jawabnya "Apakah nona anggap
nama itu jelek" Kalau nona tidak suka nama itu, akupun tidak
memaksanya. Kenapa kau gusar?"
Kedua matanya si nona dibuka lebar-lebar, bijinya memain,
sinarnya tajam berpengaruh selagi ia awasi pemuda kita Tapi
sebentar kemudian ia menjadi tenang pula.
"Ah, kembali aku bawa adatku..." katanya. "Nama yang kau
berikan itu bagus. Baiklah, selanjutnya aku memakai nama
Lian Nie Siang."
It Hang seka keringat dingin di dahinya.
"Nona ini sungguh mengejutkan orang..." pikirnya.
Nona itu lantas tertawa geli.
"Penglihatanku tentu kau pandai ilmu silat. Ada urusan apa
kau datang ke Hoasan ini?" dia tanya.
"Di kalangan Butong pay aku belajar beberapa jurus saja,
tak dapat dikatakan aku pandai..." sahutnya It Hang.
"Sekarang aku sedang dalam perjalanan pulang ke kampung
halamanku dengan antar tulang-tulang ayahku almarhum
untuk dikubur, kebetulan aku lewat di gunung ini, maka
sekalian aku mendaki untuk bersujut."
Nona itu adalah Giok Lo Sat sendiri, tidak heran kalau nama
yang diberikan It Hang itu membuat ia kaget. Nie Siang
memang namanya sejati dan sekarang orang
menyebutkannya, tentu ia telah menduga yang tidak-tidak.
Memang ia beradat aneh. pasti kelakuannya itu membuat si
anak muda bingung. Tadi pun ia uji anak muda itu yang ia
tekan pundaknya dan ia sengaja berlagak terhuyung-huyung,
katan>a tanah licin. Kesehatannya It Hang menimbulkan
dugaannya bahwa pemuda ini mungkin pandai ilmu silat.
Tadinya ia curigai It Hang sebagai satu musuh gelap, ia tidak
sangka bahwa orang berlaku terus terang. Maka ia mau
percaya It Hang benar-benar tidak mengandung maksud
busuk terhadap dirinya. Lagi-lagi ia tertawa
Giok Lo Sat telengas, kalau seandainya It Hang ceriwis dan
tidak jujur, mungkin terjadi onar di antara mereka berdua.
"Aku dengar orang mengatakan ilmu silat Butong pay tidak
ada tandingannya di kolong langit ini, mengapa kau hanya
menyebutnya beberapa jurus?" ia tanya.
"Ilmu silat itu tidak ada batasnya," It Hang jawab. "Ilmu
silat setiap partai ada bagian-bagiannya masing-masing yang
istimewa, maka tidak benar untuk mengatakan suatu partai
tidak ada tandingannya. Kenyataan yang tak dapat disangkal
ialah Butong pay dan Siauwlim pay memang telah mempunyai
riwayat yang sudah lama sekali, setiap jaman muncul jagojagonya,
karenanya kaum Rimba Persilatan telah berikan
pujiannya. Aku sendiri berbakat tumpul, meskipun belajar
kepada guru yang kenamaan, tentang ilmu surat dan ilmu
silatku, kedua-duanya aku gagal, tidak berharga untuk
disebut-sebut."
Pemuda ini menduga si nona pandai silat, maka ia
merendahkan diri.
Nona itu manggut-manggut. Mendadak ia maju, sebelah
tangannya menyambar tangannya pemuda kita.
It Hang kaget tidak terkira. Tidak sempat ia berkelit dan
mukanya menjadi merah sendirinya. Terpaksa ia menggentak
tangannya itu. Si nona melepaskan cekalannya dengan sengaja. Jusieru itu
terdengar suaranya guruh walaupun hujan mulai berhenti.
"Aku takut, aku takut..." katanya,
"Kalau aku sedang takut, tentu aku ingin jambret orang
untuk dibuat teman... Mengapa kau menolak?"
It Hang terbenam dalam keragu-raguan. Adakah nona ini
berkata benar-benar atau hanya main-main saja" la sangsikan
nona ini mempunyai kepandaian ilmu silat Mengawasi si nona,
ia agaknya merasa kasihan.
"Jikalau kau takut, nona. mari aku antar kau pulang," ia
kata. Giok Lo Sat pergi ke mulut gua, ia melongok.
"Hujan bakal lekas berhenti," katanya. "Ada orang
menantikan aku, tidak usah kau mengantarkannya."
Secara demikian ia tampik tawaran.
Masih mereka berdiam di situ, sampai hujan benar-benar
sudah berhenti dan mega telah buyar.
"Bagus! Sekarang aku hendak pulang!" kata si nona.
Hampir It Hang tanya si nona apakah masih mempunyai
anggauta keluarga di dalam rumahnya itu, tetapi kapan ia
ingat tabiat aneh dari nona itu, ia batal menanyakannya, ia jeri
sendirinya. "Baiklah, aku juga hendak turun gunung," ia kata.
"Silakan kau berangkat lebih dahulu," kata si nona.
It Hang lantas bertindak. Baru ia injak mulut gua,
mendadak ia dengar nona itu memanggil:
"Tunggu sebentar!" demikian suara si nona yang nyaring
itu. Pemuda kita berpaling dengan melengak.
"Aku ingin kau janji satu hal," nona itu berkata.
"Kau sebutkanlah, asal yang aku sanggup, pasti aku terima
janjimu itu." jawabnya It Hang.
"Tentang sekarang kau bertemu dengan aku, aku larang
kau beritahukan pada siapa juga!" demikian permintaannya si
nona. Mendengar itu, It Hang tertawa.
"Itulah mudah sekali, dapat aku mengabulkannya," ia
jawab. "Kita baru saja berkenalan, apa perlunya aku omong
kepada lain orang?"
Dengan tiba-tiba matanya si nona menjadi merah.
"Oh, kiranya benar-benar kau tidak perhatikan aku!"
katanya. Lagi-lagi It Hang menjadi bingung.
"Aku hendak pulang ke rumahku di Siamsay Utara,
mungkin di belakang hari kita tidak akan bertemu pula satu
sama lain," katanya, yang tak tahu kata-kata bagaimana yang
harus diucapkannya. "Akan tetapi, apabila kemudian kita toh
dapat bertemu lagi, pasti aku akan pandang kau sebagai
sahahat baik."
Nona itu ulapkan tangannya.
"Baik! Kau pergilah sekarang," kata dia.
Tanpa berkata-kata lagi It Hang turun gunung dengan
berlari-lari. Satu kali ia menoleh ke belakang, samar-samar ia
masih tampak si nona asyik berdiri menyender di sebuah batu.
Sesampainya di hotel, pemuda ini ketemukan Hong Ciauw.
"Kau telah pergi mendaki gunung Hoasan, apakah kau
dapat ketemu Ceng Kian Tootiang?" tanya sahabat
seperjalanan she The ini.
"Ya. aku telah bertemu," sahut It Hang.
"Ah, sayang Ceng Kian sudah tidak gemar mengurus segala
urusan orang luar..." sekonyong-konyong Hong Ciauw
berkata. It Hang heran. Kata-kata itu mesti ada artinya
"Ada apa. The Cianpwee?" ia tanya orang tua itu.
Hong Ciauw niat membuka mulutnya tapi saban-saban ia
batal. "Kau mendaki gunung Hoasan, kecuali Ceng Kian Tootiang,
siapa lagi orang gagah yang kau ketemukan?" akhirnya dia
tanya. "Tidak," sahut pemuda ini. Tapi dalam hatinya mendadak ia
ingat pesan Nie Siang, ia terpaksa dustakan hambanya
ThayCu Siang Lok.
Sampai di situ, Hong Ciauw tidak menanyakan apa-apa lagi,
maka mereka lalu bicara lain urusan yang mengenai kalangan
kangouw. Malamnya sehabis bersantap, mereka masing-masing
masuk tidur. Tengah malam It Hang mendustn. Segera ia dengar suara
suling di kejauhan. Ia heran. Tiba-tiba iapun terkejut, karena
ia dengar ketokan perlahan-lahan pada pintu kamarnya.
"Saudara To. coba buka pintu..."
Itulah suaranya The HongCiauw.
Pemuda kita turun dari pembaringan, ia angkat palangan
pintu dan pentang daunnya.
Hong Ciauw masuk menerobos, langsung iabikin api lilin
nyala terang. "Saudara To, kau jeri atau tidak terhadap Giok Lo Sat?"
tanya dia tiba-tiba tampangnyapun berubah. Ia mendelong
mengawasi pemuda kita.
It Hang heran. "Aku ingin kau menjawab dengan sebenar-benarnya kau
jeri atau tidak terhadap Giok Lo Sat?" mengulangkan sahabat
seperjalanan itu, yang sikapnya aneh.
"Belum pernah aku bertemu muka kepadanya tak dapat
aku bicarakan soal jeri atau tidak!" akhirnya It Hang jawab.
"Kalau kau tidak takut, itulah terlebih baik." kata Hong
Ciauw. Mendadakan saja ia jadi girang. "Dia telah culik
engkongmu, dia telah perhina saudara-saudara
seperguruanmu, untuk itu kau memikir untuk menuntut balas
atau tidak?"
It Hang anggap pertanyaan itu agak aneh
"Mengenai urusan itu kecuali mendapat titah dari guruku,
aku tidak memikirnya untuk ambil tindakan." jawabnya.
"Bagaimana seandainya kau bcrsomplokan dengan dia?"
tanya pula orang she The itu.
It Hang jadi semakin heran.
"Mungkinkah Giok Lo Sat ada di sini?" dia tegaskan.
Hong Ciauw perlihatkan satu jari tangannya
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Justeru dia ada di sini!" sahutnya.
It Hang terperanjat Berkelebat bagaikan kilat, dalam
otaknya timbul ingatan, bukankah Lian Nie Siang yang ia
ketcmukan tadi siang itu Giok Lo Sat adanya"
"Ah, tak mungkin'" pikirnya pula. "Giok Lo Sat katanya
jahat, romannya tentulah sangat jelek dan seram tampaknya!
Tapi Lian Nie Siang tadi adalah seorang nona yang elok luar
biasa, manis dan menggiurkan sekali. Mustahil dia ada di sini?"
la tunduk dengan pikirannya bekerja
Menampak sikap orang yang sangsi itu. HongCiauw berkata
pula: "Mengapa baru mendengar saja Giok Lo Sat ada di sini.
kau sudah ketakutan?"
"Siapa yang takut?" kata It Hang. "Urusan dia dengan
kaumku adalah urusan kecil, kenapa mesti diperbesar" Tidak
ada perlunya untuk aku memusuhi dia."
"Dengan demikian, urusan engkongmu diculik itu jadinya
kau tidak hendak perdu likan lagi?" kata Hong Ciauw dengan
maksud membikin panas hatinya pemuda ini.
"Engkong telah pulang dengan tidak kurang suatu apa,
kerugian uangnya tidak ada artinya."
"Dan bagaimana urusan dia perhina suheng-mu" Hal itu
mempunyai sangkut-paut dengan nama baiknya Butong pay!
Apakah kau masih hendak tinggal diam juga?"
"Mengenai urusan partai, aku akan turut titah suhu." It
Hang pastikan. "Kalau begitu, umpama nanti Giok Lo Sat satroni kau, kau
tidak akan memperdulikannya, bukan" Tidakkah itu berarti
nama baik Butong pay runtuh di tanganmu?"
Hong Ciauw masih saja mainkan lidahnya yang tajam.
"Dia toh tidak satroni aku."
Hong Ciauw perdengarkan suara dingin.
"Baik aku omong terus terang padamu!" katanya. "Besok
malam dia bakal bertempur dengan aku. Kau ada bersamasama
aku. mustahil kau dapat berdiam diri tidak
mencampurinya?"
It Hang kerutkan alisnya. Memang, walaupun ia tidak
bersahabat kekal dengan Hong Ciauw, mereka toh berjalan
sama-sama. Pun benar juga Giok Lo Sat adalah satru
partainya. Sudah sepantasnya Hong Ciauw tegur padanya. Di
samping itu. mungkin kaum Rimba Persilatan akan katai ia
bernyali kecil, tak berani terhadap Giok Lo Sat.
"Samsusiok mau cari Giok Lo Sat, andaikata sekarang aku
bantui orang she The ini, tidak bisa jadi suhu nanti tegur
aku..." pikirnya pemuda itu terlebih jauh. Maka kemudian ia
kata pada Hong Ciauw: "The LooCianpwee, kalau benar Giok
Lo Sat hendak ganggu kau, baiklah, aku nanti lihat dia
punyakan kepandaian apa. Hanya sayang aku masih muda
dan kebisaanku tidak berarti, dikuatirkan aku nanti tidak
sanggup membantu padamu."
Tapi, mendengar itu, sudah bukan main girangnya Hong
Ciauw. Ia tertawa dengan sepasang alisnya terangkat naik.
"Bagus, bagus! Ini baru kata-katanya satu laki-laki sejati!"
pujinya. "Aku nanti ajak kau temui beberapa sahabat, untuk
kita bersama-sama melayani hantu wanita itu!"
Ia tarik tangannya pemuda kita, buat diajak lompat keluar
jendela akan terus lari ke tegalan.
Rembulan tampak suram, bintang-bintang pun jarang. Di
kejauhan terlihat titik-titik api kecil.
HongCiauw ajak It Hang berlari-lari sampai keduanya
dengar beberapa suara yang aneh kedengarannya. Mendengar
itu Hong Ciauw berhenti lari untuk terus tepuk-tepuk tangan.
Di samping mereka ada kuburan, dari belakang kuburan itu
muncul beberapa orang, apabila It Hang sudah melihat nyata
ia dapati empat orang dengan tubuh kate dan jangkung tidak
berketentuan. begitupun usia mereka itu.
"Hoan Jieko punya urusan penting dia tidak bisa datang,
inilah aku tahu," berkata Hong Ciauw kepada mereka itu,
"tetapi apakah Eng Toako juga tidak turut datang" Tanpa dia,
pertahanan kita akan menjadi lemah!"
Satu antara ke empat orang itu menyahut: "Dia bakal
datang pada saatnya yang tepat. Dia hendak membuat kaget
pada iblis wanita itu!"
Hong Ciauw tidak kata apa-apa lagi, hanya ia perkenalkan
It Hang kepada empat orang itu, ialah Tio Teng dari
SiongyangPay, Hoan Tek Giokbin Yauwho Leng Siauw yang
baru berumur kira-kira dua puluh tujuh tahun,
danCengSiongToojin.
It Hang heran setelah ia ketahui nama empat orang itu. Tio
Teng dan Hoan Tek adalah orang-orang kangouw, tentang
Ceng Siong Toojin ia belum pernah dengar, tetapi hal Leng
Siauw, yang punyakan julukan si Rase Kumala, ia ketahui
bukannya orang kangouw sejati
"Saudara To," kata Hong Ciauw kemudian, "besok malam
dengan mengambil tempat di puncak Hoasan, kami bakal
tempur iblis wanita itu, sekarang perlu kami berlatih dulu.
Kami punyakan semacam cara berkelahi berbareng."
"Cara apakah itu?" It Hang tanya.
"Sebenarnya kami janjikan tujuh orang," Hong Ciauw
jawab. "Kesemuanya itu terdiri dari partai-partai yang
berlainan, karenanya berlainan juga kepandaian masingmasing,
tetapi untuk layani Giok Lo Sat, kami harus
persatukan diri untuk dapat bekerja sama saling membantu.
Maka itu, perlulah kami berlatih dulu. Jumlah kami tujuh orang
tapi yang satu berhalangan datang, dari itu haruslah saudara
To turut kami untuk melengkapkan jumlah itu."
"Walaupun ditambah aku seorang, jumlah kita toh baru
enam?" kata It Hang.
"Toako kami pasti datang besok malam." jawab Hong
Ciauw. "Cara berkelahi semacam barisan pengurung ini dialah
yang ciptakan."
It Hang pikir: "Baiklah, aku ingin saksikan barisannya ini..."
Maka ia tidak berkata apa-apa lagi.
Hong Ciauw lantas mulai. Ia tunjuk kedudukan yang harus
diambil oleh mereka berenam, yang merupakan sebuah
kurungan. Diumpamakan musuh ada di tengah kalangan.
"Kita harus bekerja saling sambut," kata orang she The ini.
tidak boleh ada yang terlambat agar musuh tidak dapat
kesempatan akan serang kita. Kita semua adalah orang-orang
kelas satu tapi Giok Lo Sat sangat gesit. Memang, dengan
bertujuh kita tidak sukar untuk mengalahkan padanya, tapi
masih sulit untuk dapat membinasakannya, dari itu toako kami
ciptakan barisan pengurung ini yang ia namakan CitCiat Tiemo
tin --- Tujuh Jalan Buntu Untuk Membinasakan Iblis. Barisan
ini tiga orang jadi penggempur, tiga penjaga di belakang, dan
yang ke tujuh sebagai kepala perang. Kita mesti kurung
musuh hingga dia tak dapat meloloskan diri. Sekarang kita
cuma ada berenam, mari kita coba latihan pengurungan saja."
Tio Teng berlima bersiap, maka lt Hang pun lantas
menuruti. Tiga orang segera maju menyerang, lalu disusul
oleh tiga yang lain. Ketika rombongan yang kedua ini mundur,
yang pertama sudah lantas menyerang pula. Secara demikian,
mereka menyerang saling susul dengan teratur. Gerakan
mereka mirip dengan TiangCoa Tin"Barisan Ular Panjang,
atau "Jieliong Yauwhay" --- Dua Naga Mengaduk Lautan.
Mereka bisa maju mundur dan menyamping ke kiri kanan
secara rapi. It Hang cerdas, segera ia mengerti. Ia percaya barisan
pengurung ini cukup sempurna. Apalagi kalau orang yang
menjadi toako itu pun sudah datang, pasti barisan ini jadi I
iehay sekali. "Fntah ada ganjalan apa di antara mereka dan Giok Lo Sat
maka mereka hendak binasakan si Raksasi Wanita itu?" ia
menduga-duga. Lama juga mereka berlatih, lalu Hong Ciauw beri tanda
untuk berhenti, la puas dengan kesudahan latihan itu.
"Saudara To," kata dia, "kau mainkan ilmu pedang
Lianhoan kiam dari Butong pay. dibantu ilmu pedang Hongpo
kjam dari Siongyang Pay dari saudara Tio, sungguh bertambah
hebat barisan pengurung kita ini."
It Hang diam saja.
Setelah itu, Hong Ciauw beber kejahatannya Giok Lo Sat,
yang juga dikatakan sebagai pembunuhnya jago-jago Rimba
Persilatan. "Jikalau demikian kejahatannya Giok Lo Sat, sepantasnya
saja dia disingkirkan,?" akhirnya It Hang pikir
Selama itu. Dewi Purnama mulai doyong ke arah barat.
"Mari kita pulang!" Hong Ciauw kemudian mengajak.
"Besok tengah malam kita harus berkumpul di puncak Gioklie
Hong..." Kata-kata ini belum habis diucapkan, tiba-tiba mereka
dengar satu suara ketawa ejekan tak jauh di samping mereka,
Hong Ciauw segera lompat maju sambil berseru dengan
bentakannya. Perbuatannya itu ditelad oleh Tio Teng berlima.
III Hong Ciauw lompat dengan percuma Di tempat dari mana
tadi suara datang tidak kedapatan siapa juga. Tempat itu tidak
terlalu lebat dengan pohon-pohon.
"Mungkinkah Giok Lo Sat mempermainkan kita?" tanya
Kimkong Ciu Hoan Tek.
"Suara ketawa itu tidak mirip dengan suara wanita,"
membantah Ceng Siong Toojin.
"Toh bukannya hantu!" kata Leng Siauw.
"Mungkin sekali kita yang keliru dengar." Tio Teng turut
berkata. Hong Ciauw berdiam, ia bercekat hatinya
It Hangpun berdiam, akan tetapi ia berpikir. Ia anggap
merugikan pihaknya andaikata suara ketawa itu benar keluar
dari mulutnya orangnya Giok Lo Sat, sebab itu berarti rahasia
mereka telah terbuka.
"Sudahlah," kata Hong Ciauw akhirnya, yang tampak
kawan-kawannya masgul.
"Tidak perduli dia kawan atau lawan, siapa berani terjang
barisan CitCiat tin kita, dia mesti terbinasa atau sedikitnya
terluka! Buat apa kita mesti takut?"
Oi mulut orang she The ini mengatakan demikian, namun
hatinya sebenarnya ciut.
Sampai di situ enam orang itu berpisahan. Hanya Hong
Ciauw dan It Hang yang pulang bersama.
"Apabila kita juga dapat bantuan gurumu, itu barulah
bagus!" kata orang she The ini sesampainya mereka di hotel.
Ia menghela napas.
"Guruku tidak usilan," It Hang kata.
"Aku telah saksikan ilmu pedangmu tadi, yang sempurna
sekali," kata Hong Ciauw, yang cari lain bahan, "maka kalau
besok kau dan Siongyang Kiamkek merangsek musuh, kami
harapkan benar kepadamu!"
It Hang dapat perasaan tahwa orang sangsikan dia tidak
akan membantunya dengan sungguh-sungguh.
"Aku telah berikan janjiku," katanya, "maka itu walaupun
Giok Lo Sat liehay luar biasa, tidak nanti aku mundur!"
"Jangan kecil hati, saudara," Hong Ciauw minta. "Kita akan
hadapi musuh tangguh maka sudah sewajarnya aku
berkuatir..."
Mereka lantas masuk tidur.
Keesokannya, sehari itu mereka tidak kerjakan apa-apa.
Barulah setelah sore tiba, sehabisnya bersantap, mereka
lantas dandan untuk terus mendaki gunung Hoasan.
Malam itu sunyi, bulanpun suram. Bisa dimengerti kalau
mendaki gunung di waktu demikian ada lebih sukar daripada
di waktu siang. Namun Hong Ciauw bisa ajak It Hang naik
sampai di puncak Gioklie Hong. Ketika itu bulan belum naik
sampai di tengah-tengah langit. Tetapi, Ceng Siong Toojin
berempat sudah sampai lebih dahulu di puncak itu.
Semua orang itu perlihatkan romam muka muram,
menandakan gentingnya suasana. Mereka duduk di atas
rumput dengan tidak ada yang bicara satu sama lain.
"Lihat bulan!" tiba-tiba Hong Ciauw berkata.
Di empat penjuru, semua tetap sunyi.
"Belum tampak bayangannya Giok Lo Sat," kata Ceng Siong
si imam. "Giok Lo Sat biasanya dapat dipercaya," kata Tio Teng.
"Apa yang aku kuatirkan adalah Eng Toako tak dapat datang
pada saat yang tepat..."
"Eng Toako tidak akan salah janji!" The Hong Ciauw
berikan kepastian.
Hatinya It Hang bercekat akan saban-saban dengar orang
menyebut-nyebut "Eng Toako", hingga timbul keinginannya
untuk menanyakan, siapa namanya toako itu. Akan tetapi di
saat itu segera ia dengar suara ketawa dingin, yang seperti
terbawa datang oleh angin, akan segera munculnya pula satu
nona yang pakaiannya serba putih.
Bagaikan terbang melayang demikian datangnya nona itu,
yang lompat turun dari tempat di atasan mereka. Dia berdiri di
tanah datar dari puncak Gioklie Hong, tampaknya bagaikan
bidadari. Hong Ciauw semua bangkit berdiri, tetapi It Hang
berbangkit dengan tercengang. Ia mimpipun tidak akan
sangka si nona justeru adai ah si nona yang kemarin ini
iaketemukan di dalam gua Uyliong Tong itu.
"Mungkinkah dia Giok Lo Sat yang dikatakan sangat kejam
itu. yang biasa membuat gentar hatinya orang-orang
kangouw?" berpikir ia. Ia jadi bingung. Kemarin ia telah
berjanji akan menjadi sahabatnya nona itu, siapa sangka
sekarang mereka bertemu pula di sini dalam keadaan sebagai
musuh! Mula-mula kelihatan Giok Lo Sat itu tenang sekali, ia telah
perlihatkan senyuman manis, tetapi dalam sekejap saja, air
mukanya telah berubah menjadi pucat, lalu air matanya
mengembeng dan berlinang-linang. Mungkin itu disebabkan ia
telah lihat pemuda kita dan hatinya jadi hancur...
Hong Ciauw heran bukan main. Ia telah lihat tegas air
matanya si nona. Itulah aneh! Apakah yang menyebabkan
keluarnya air mata itu" Kalau tidak lihat dengan mata kepala
sendiri, tidak nanti ia dapat mempercayainya.
Giokbin Holie Leng Siauw si Rase Kumala adalah seorang
ceriwis, iapun belum belajar kenal dengan keliehayannya Giok
Lo Sat si Raksasi Kumala, maka ia tertawa akan saksikan
kelakuannya si nona itu.
"Siapa belum sampai di sungai Honghoo, hatinya belum
puas! Siapa belum lihat peti mati, air matanya belum
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meleleh!" katanya sambil tertawa. "Maka itu, Giok Lo Sat,
hayolah kau baik-baik menyerah kepada kami, mungkin kami
dapat memberi ampun padamu."
Giokbin Holie menyangka si nona jeri.
Tiba-tiba wajahnya si nona berubah. Dari berlinangkan air
mata, dia bersenyum.
"Terima kasih untuk kebaikanmu..." katanya.
Hong Ciauw sebaliknya beda daripada Leng Siauw. Ia
ketakutan. "Giok Lo Sat," katanya, "kau harus hormati kepercayaan
kaum kangouw! Sekarang belum sampai saatnya, orang kami
belum datang lengkap, kau tidak boleh lantas turun tangan..."
Kata-kata orang she The ini belum berhenti diucapkan atau
Giokbin Holie Leng Siauw menjerit sambil memegangi
perutnya dan tubuhnyapun mencelat tinggi satu kaki. Itulah
karena senjata rahasianya Giok Lo Sat yang disebut jarum
Tengheng Ciam, sudah melesat menyambar si Rase Kumala
itu, mengarah jalan darah saintay hiat.
Leng Siauw pandai ilmu enteng tubuh, ia lihat berayunnya
tangannya si nona, ia lantas berseru, sambil lindungkan
perutnya ia lompat tinggi. Akan tetapi si nona liehay, setelah
serangan yang pertama sebagai ancaman, segera iasusuli
serangannya yang kedua dan ketiga, maka senjata jarum yang
ketiga itu segera menancap di kaki, kepada jalan darah
yongCoan hiat! Leng Siauw merasakan sakit yang sangat hingga air
matanya keluar, akan kemudian jatuh meringkuk di tanah.
Syukur baginya, Ceng SiongToojin segera datang
menolong, hingga ia luput dari siksaan penderitaan lebih jauh.
Giok Lo Sat mengawasi sambil tertawa.
"Aku kira dia satu laki-laki yang tidak bisa keluarkan air
mata, tapi sekarang nyatalah dia hanya satu bantong!" GiokLo
Sat mengejek. Merah mukanya Leng Siauw, dia bungkam bahna malunya.
"Tahukah kalian mengapa aku datang kemari?" kata Giok
Lo Sat pula. "Sebenarnya aku datang untuk sangsheng kalian
semua, tapi tidak kusangka di antara kalian terdapat
sahabatku yang baru, kasihan dia hari ini telah cari
kematiannya sendiri!..." (Sangsheng = mengantar ke
kuburan). It Hangtahu si nona bicara tentang dirinya. Di dalam
hatinya ia kata: "Aku juga berkasihan terhadapmu... Kau
demikian cantik, mengapa kau sudi menjadi orang jahat"
CitCiat tin sangat berbahaya, walau kau gagah, kau juga
seperti sedang menuju ke jalan kematianmu..."
Ia awasi si nona dengan alis mengkerut.
Giok Lo Sat yang lihat wajahnya It Hang itu berkata:
"Kau... kau..." katanya dengan sengit, tetapi ia berhenti di
tengah jalan, terganggu oleh sesegukannya yang tertahan...
Hong Ciauw dan kawan-kawan tidak mengerti sikapnya
nona ini, walau mereka tahu si nona memang mempunyai
adat luar biasa, gampang tertawa dan gampang murka...
Siongyang Kiamkek Tio Teng segera tolak tubuhnya Hong
Ciauw, maksudnya supaya kawan ini mulai bergerak
mengurung nona itu, agat mereka tidak didahului. Ketika itu
justeru Hong Ciauw sedang memikir untuk minta si nona tidak
menyerang dahulu.
Giok Lo Sat di lain pihak menjadi panas hatinya. Ia
penasaran terhadap It Hang. Ia sekarang beranggapan bahwa
It Hang adalah musuh, bahwa kemarin It Hang telah
mendustai padanya. Maka ketika ia lihat sikap musuh yang
hendak mulai mengurung padanya, tiba-tiba ia berseru
dengan suaranya yang panjang, berbareng pedangnyapun
berkelebat. "Sekarang sudah larut malam, tak dapat aku menunggu
lebih lama!" begitu ia perdengarkan suaranya.
Dengan gerakan bagaikan kilat, nona ini menikam Hong
Ciauw. Orang she The ini bersenjatakan sepasang Jitgoat lun.
semacam gegaman mirip roda. dengan roda yang kiri ia
menangkis, dan balas menyerang dengan roda yang kanan.
Menyusul itu Ceng Siong Toojin, dengan goloknya. Kaytoo
membacok dari sebelah kiri, disusul oleh Giokbin Holie dengan
Pendekar Kelana 4 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 20
Di sini dari sakunya ia keluarkan dua buah tangCic. yaitu uang
receh. Dengan dua jarinya ia lemparkan sebuah ke atas. lalu
dengan sebuah yang lain ia timpuk uang yang pertama itu.
Selagi melayang, kedua uang receh itu bentrok satu pada lain
dan bersuara mengentring.
Itulah semacam tanda rahasia, yang dinamakan "Cenghu
toansin" yaitu "menyampaikan warta, dengan jalan uang
tembaga", tanda yang biasa digunakan orang-orang yang suka
keluar malam, untuk cari tahu suatu rumah dijaga atau tidak.
Sehabis menimpuk, Ciauw Hie mendekam untuk tunggu
kesudahannya itu.
Benar-benar ada dua pengawal kimiesu yang muncul di
dalam pekarangan. Keduanya dongak akan melihat ke atas.
lalu yang satunya berkata seorang diri: "Suara apa itu"
Satupun tak tertampak bayangan hantu!"
Sang kawan menyahuti: "Di dalam kota raja, di mana ada
orang yang nyalinya besar berani main gila" Dasar Lie Ciehui
yang terlalu berhati-hati.-"
Masih sekian lama mereka ini berdiam di luar. baru mereka
masuk. Ciauw Hie sudah siapkan piauw, kalau -kalau dua orang itu
lompat naik ke atas genteng, ia hendak sambut dengan
tangan kematian. Sekarang orang undurkan diri, ia tertawa
dalam hati. "Dasar kutu tolol! Sedikitpun mereka tidak mengerti
kebiasaan kaum kangouw!"
Lantas ia lari untuk lewati kedua pengawal itu.
Sesampainya di dalam, ia lompat naik ke atas loteng, yang ia
tahu ada menjadi tempat beristirahat bakal mertuanya.
Kamar loteng itu sepi, daun pintunya hanya dirapatkan.
Dengan berani Ciauw Hie berindap-indap masuk ke dalamnya.
Baru saja ia melewati pintu, segera dari samping pintu datang
serangan golok.
Oleh karena ia telah syak wasangka, Ciauw Hie tidak jadi
kaget atau gugup Ia mendek diri dengan segera, sebelah
tangannya menarik daun pintu yang satunya lagi.
Satu suara keras lantas terdengar, bacokan mengenai daun
pintu itu. Dengan satu gerakan "Leehie tateng" atau ikan tambra
meletik", pemuda ini memutar tubuhnya berbareng
menghunus pedangnya.
"Bangsat cilik, kau telah antarkan diri ke dalam jaring!"
begitulah terdengar ejekan dari tempat yang gelap. Ruang itu
memang tidak ada penerangannya.
Ciauw Hie niat menerjang dengan pedangnya, tapi
mendadak dari kiri kanan, pintu-pintu samping terpentang
dengan berbareng disusuli oleh serangan senjata gelap.
Syukur ia tabah dan gesit, ia mendekam pula Kemudian,
sambil berlompat ia terjang orang yang sembunyi di belakang
pintu. Malam itu penjagaan rumahnya Beng Busu dilakukan oleh
tiga anggauta pilihan dari Kimiewie. tugas mereka adalah
tangkap hidup setiap orang yang berani satroni rumah guru
silat itu, maka itu sengaja mereka bersikap tolol-tololan untuk
pancing orang, di dalam mereka lantas bersiap sedia
Tadi Ciauw Hie anggap kedua kimiesu itu tolol, tapi
sekarang justeru ia yang kena jebak memasuki kamar loteng
itu, hingga hampir saja ia kena dirobohkan.
Kimiesu yang sembunyi di belakang pintu itu rupanya
sebagai kepala di antara dua kawannya, ia bersenjatakan
golok, setelah menangkis serangan, ia terus lakukan
perlawanan. Ia bersilat dalam ilmu golok "Ngohouw Toanbun
to." Dua pengawal lainnya, yang juga terus keluar dari kedua
pintu samping, sudah lantas maju membantui kepalanya
mengepung. Dua pengawal ini masing-masing bersenjatakan
toya kuningan dan CitCiat pian, ruyung berbuku tujuh.
Ciauu Hie insyaf bahayanya kepungan itu, ia berkelahi
dengan keras sekali. Ia peroleh hasil dengan cepat ketika
ujung pedangnya mengenai musuh yang bergegaman toya.
Adalah maksudnya pemuda she Ong ini, akan beri ajaran
juga pada musuh yang memegang ruyung, tetapi ia didului
musuh yang bersenjata golok, yang membacoknya dari
samping, terpaksa ia melayani musuh ini. Orang yang
bersenjatakan ruyung itu juga merangsak. diturut oleh
kawannya yang bersenjata toya, yang telah terluka tadi tapi
tidak parah. Lagi-lagi Ciauw Hie dikepung bertiga, tetapi ia tidak jeri. Ia
mainkan pedangnya dengan sempurna. Ia pel ajarkan ilmu
silat di bawah pimpinan ayahnya, Ong Kee In, yang telah
dapat wariskan ilmu silat pedang Liapin Kiam dari Keluarga
Cio. Tidak lama ia dapat tikam orang yang bersenjata cambuk
hingga berkaok-kaok kesakitan, la terus desak musuh yang
bersenjata toya tadi.
Musuh ini terpaksa mundur hingga mendekati tembok
tanpa ia ketahui, baru ia kaget ketika ia merasa tubuhnya
menempel kepada tembok. Waktu itupun pedangnya lawan
sudah menyambar ke arahnya.
Mendadak tembok bergerak dan terbuka sebuah pintu
bagaikan pintu gua, ke dalam mana tubuhnya kimiesu itu
roboh masuk. Ciauw Hie kaget, tubuhnya hampir terjerunuk ke dalam
pintu itu, karena inilah, musuh yang memegang ruyung. yang
telah maju pula. hampir saja dapat menyabet padanya, syukur
ia masih sempat memutar tubuh dan menangkis.
Pada saat itu, dari pintu rahasia itu terdengar satu seruan
dengan lompat keluarnya satu orang, hingga
Ciauw Hie bertambah-tambah kaget. Ia tidak tahu orang itu
kawan atau lawan.
Orang itu baru lompat keluar, segera menyusul seorang
yang lain. Yang belakangan ini berpakaian putih seluruhnya,
hingga segera dia dapat dikenali sebagai seorang wanita.
Nona itu tidak lantas nyerbu ke dalam medan pertempuran,
dia hanya berdiri di ambang pintu dengan pedangnya
dilintangkan, dia berseru: "Koko Bin, kau terjang kimiesu yang
-bersenjatakan golok itu!"
Orang yang pertama lompat keluar adalah seorang anak
muda bergegaman sebatang golok, dia sudah lantas serang
kepala kimiesu. Kepala pengawal ini menangkis, hingga kedua
golok bentrok keras. Kedua pihak tidak menyerang lebih jauh.
mereka sama-sama melengak. Itulah sebab bentrokan golok
mereka yang menggetarkan masing-masing tangannya
"Mungkinkah dia tunanganku?" Ciauw Hie menduga-duga
sambil matanya mengawasi si nona, roman siapa ia masih
ingat samar-samar.
Menggunakan ketika itu, kimiesu yang ketiga lantas saja
cari jalan umuk angkat kaki.
"Ke mana kau hendak mabur?" si nona membentak sambil
mengayun sebelah tangannya, melepaskan tiga batang golok
yang terbang ketiga jurusan atas, tengah dan bawah.
"Aduh!" menjerit pahlawan itu, yang lantas roboh terguling
karena tubuhnya tertancap tiga golok terbang itu.
"Eh, anak muda, mengapa kau mengawasi aku saja?" si
nona tanya Ciauw Hie. "Kau tidak mau turun tangan?"
Pemuda ini bagaikan orang baru sadar. Iapun segera dapat
lihat, si anak muda yang si nona panggil "Koko Bin" mulai
keteter. Maka ia lantas lompat pada anak muda itu.
"Kau mundurlah!" ia kata, sikut siapa ia bentur. Pemuda itu
heran. "Kau mau apa?" tanyanya. Ciauw Hie tidak sempat
menjawab, ia sudah terus serang kepala kimiewie itu, hingga
ia bikin orang repot Kali ini ia tidak sia-siakan tempo, karena di
lain saat ia sudah lantas berhasil membabat kutung golok
orang. Kimiesu itu kaget, tapi justeru itu pula tamatlah
perlawanannya. Dengan kesehatannya yang luar biasa Ciauw
Hie telah membacok pula mengenai tubuh musuh sehingga
binasa. "Ilmu pedangmu tidak tercela, hanya sayang kau sedikit
sembrono!" kata si nona sambil tertawa.
Ciauw Hie tercengang, mukanyapun merah. Ia tidak sangka
di sini ia dapat terima celaan sembrono.
Si nona agaknya tidak perdulikan orang tercengang, ia
maju memberi hormat sambil menjura.
Giesu katanya, "untuk ayahku kau telah menempuh
bahaya, aku berterima kasih, sudikah kau memberitahukan
she dan namamu."
Sudah enam belas tahun Ciauw Hie berpisah dari
tunangannya ini. Ketika Busu Beng Can kirim surat mendesak
ia datang menyambut, si nona tidak mendapat tahu, maka si
nona bermimpi p u n tidak akan kedatangan tunangannya dari
tempat ribuan lie untuk papak padanya. Sebenarnya ia radarada
mengenali anak muda ini, akan tetapi ia tidak berani
lancang. "Aku she Ong bernama Tiauw," Ciauw Hie jawab. "Apakah
sioCia yang bernama Ciu Hee, puteri kesayangannya Beng
Busu?" Nona itu tercengang. "Eh, mengapa kau tahu
namaku?" ia balik menanya.
"Dan ini engko toh..." kata pula Ciauw Hie sambil tunjuk si
anak muda. Ia sampai tidak sempat menjawab si nona.
"Aku adalah Pek Bin," kata si anak muda sambil tertawa.
"Aku muridnya Beng Busu. Saudara Ong, hebat ilmu silatmu,
dengan sejurus saja kau telah bikin habis kuku garuda ini!
Tadi kau bentur aku, untuk itu sedikitpun aku tidak gusar..."
Ciauw Hie heran. "Orang ini rada tolol," pikirnya. "Dia
bernama Pek Bin tapi ia tidak cerdas!..." ("Bin" dapat diartikan
"cerdas").
Pemuda kita tidak mau segera perkenalkan dirinya. Kepada
si nona ia beri keterangan bahwa ia kenal Beng Busu dan
siapa ia berhutang budi, karena itulah ia berani menempuh
bahaya, untuk balas budi guru silat itu. Ia kata bahwa
kedatanganya ini melulu untuk kunjungi Beng Busu.
Si nona percaya keterangan int, sebab ia tahu ayahnya
memang mempunyai pergaulan luas dan banyak sahabat
ayahnya yang ia tidak kenal. Ia lantas menghaturkan terima
kasih untuk bantuannya pemuda ini.
"Kalian sembunyi di dalam tembok rahasia ini sudah berapa
lama?" Cauw Hie kemudian tanya. Ia agaknya heran orang
sembunyi di kamar rahasia itu.
"Sudah tiga hari." Pek Bin jawab. "Kami sembunyi sejak
hari pertama guruku ditangkap."
Tidak enak rasa hatinya Ciauw Hie, tanpa merasa wajahnya
berubah sedikit pucat.
Hidup jeli matanya Nona Beng itu, ia awasi pemuda kita.
"Saudara Ong, kau lelah tentu, mari beristirahat!" ia
mengundang. "Ya, pasti dia sudah letih!" kata Pek Bin dengan gembira.
"Nanti aku cari arak untuk dia dapatkan kembali
kesegarannya!"
Ciauw Hie merasa lucu melihat lagaknya orang she Pek ini.
tetapi di samping itu ia tidak dapat singkirkan curiga cemburu
dalam hatinya. Pek Bin lari turun dari loteng untuk ambil arak simpanan.
Ruang hanya diterangi sinar bulan yang molos dari
antarajendela Berada berdua bersama tunangannya itu, Ciauw
Hie tak dapat cegah goncangan hatinya.
Ciu Hee sudah lantas sulut dua batang lilin, hingga di
antara cahayanya lilin itu, semakin nyata tampak
kecantikannya. "Beng SioCia, harap kau maafkan kelancangan ku. kata
pemuda ini kemudian. Sebenarnya ingin sekali aku ketahui
sebabnya kenapa ayahmu ditawan dan bagaimana
keadaannya sekarang, supaya kita dapat pikirkan daya untuk
menolongnya."
Dari cahaya matanya nyata tampak si nona sangat
bersyukur. Ciauw Hie tunduk ketika si nona awasi padanya.
Kemudian dengan liamjim (merangkapkan kedua
tangannya), Nona Beng memberi hormat
"Sebetulnya kamipun gelap kepada duduknya hal," kata si
nona. "Di hari kedua terjadinya perkara Teng Kie An itu.
malam harinya ada datang dua orang ke rumah kami ini.
Mereka itu bicara kepada ayah di kamar tulis. Bersama-sama
Pek Bin aku sembunyi di kamar sebelah. Suara pembicaraan
mereka itu makin lama makin perlahan, sehingga kami tidak
dapat mendengarnya lagi. Samar-samar aku dengar dua
tetamu itu menyebut-nyebut tentang penjahat, hal pengakuan
dan akal muslihatnya penjahat itu. Akupun berulang-ulang
dengar ayahku mengatakan "Aku tidak tahu.' Ketika kemudian
kedua tetamu itu berlalu, ayah lantas desak kami supaya lekas
angkat kaki dari sini. Masih ayah pergi keluar untuk melongok
akan lantas balik pula ke dalam mendorong kami masuk ke
dalam kamar rahasia dua bungkusan besar barang makanan ia
lemparkan pada kami. Baru saja kami sembunyi, orang-orang
Kimiewie telah datang. Kami tidur bergantian. Baru tadi kami
dengar suaranya orang-orang Kimiewie yang menjaga di situ.
Kami sudah tidak betah berdiam di dalam kamar ini, kau
datang justeru kami hendak keluar."
Kembali bangkit kesangsiannya rjiauw Hie. Si nona bersama
Pek Bin telah mengumpet di dalam satu kamar berhari-hari
dan bermalam-malam, namun si nona bicara dengan air muka
tetap tidak berubah menjadi merah...
"Ya, aku masih ingat." Ciu Hee menambahkan, "merekapun
ada menyebut-nyebut namanya The Kokkiu dan Gui
Kongkong." (Kokkiu ialah ipar raja, dan Kongkong adalah
sebutan untuk orang kebiri).
Ciauw Hie pernah bantui ayahnya bekerja, pengalamannya
melebihi daripada usianya yang masih muda, setelah dengar
keterangannya Ciu Hee, ia tunduk untuk berpikir.
"Perkara Teng Kie An itu tentulah suatu rencana komplotan
busuk yang terbesar." ia menyatakan kemudian "Aku percaya
ada golongan yang sewa tenaga si penyerang itu dengan
maksud mencelakai pihak lain. Ayahmu adalah yang pertama
bentrok dengan penyerang itu, sudah pasti ayahmu termasuk
salah seorang yang di arah komplotan itu. Mungkin si
penyerang telah mengatakan sesuatu mengenai ayahmu,
maka ia sudah lantas ditahan. Dugaanku pihak pertama itu
sudah tentu orang-orang yang mempunyai pengaruh di dalam
pemerintahan, mungkin dia The Kokkiu atau Gui Kongkong.
Aku percaya ayahmu sekarang masih belum mati."
"Dengan alasan apa kau berpendapat demikian?" tanya si
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nona "Kecuali ayahmu tahu banyak, iapun telah beber semua itu,
sudah tentu ia dicurigai, maka ia ditahan terus untuk diperiksa
secara perlahan-lahan." sahut Ciauw Hie.
Ciu Hee menghela napas.
"Mungkin benar dugaanmu," kata ia. Dan dengan
sendirinya ia lantas menaruh harga pada pemuda ini. Hingga
iapun melamun: "Entah bagaimana halnya tunanganku, syukur
kalau dia sama seperti pemuda she Ong ini..."
Justeru ia ingat tunangannya dan pemuda ini sama-sama
orang she Ong. wajahnya si nona lantas berubah bersemu
dadu, maka lekas-lekas ia tunduk.
Ciauw Hie heran, tadi ia tampak si nona demikian toapan,
tapi sekarang berubah menjadi likat.
Ciu Hee pun sadar atas perubahan kelakuannya ini, ia
mencoba untuk tenangkan hatinya. Begitulah ia angkat
kepalanya. Tadinya ia hendak bicara, tetapi segera ia dengar
tindakan kaki di tangga loteng.
Itulah Pek Bin yang kembali bersama dua botol arak Tinliau
LooCiu. "Saudara Ong, mari minum dua cawan arak untuk dapat
pulih kesegaranmu!" kata si tolol itu. "Kau telah berkelahi
keras hingga menjadi lelah sekali." Tapi, ketika ia pandang
pemuda itu. ia tertawa sendirinya. Ia dapatkan orang sudah
segar kembali. "Ah. saudara Ong!" serunya. "Cepat benar kau
dapat pulih kesegaranmu! Melihat parasmu tadi, aku kuatirkau
mendapat sakit..."
Tergerak hatinya Ciauw Hie. Ia segera menjadi suka
kepada anak muda yang polos ini. Maka ia pikir: "Telah enam
belas tahun aku berpisah dari tunanganku, tak dapat
disesalkan apabila di dalam hatinya berpeta lain orang." Oleh
karena ia memikir demikian, hatinya banyak lebih lega. iapun
menjadi jengah sendirinya karena ia sudah curigai Pek Bin.
"Eh, tolol, kau pandai melayani tetamu!" kata Ciu Hee
sambil tenawa pada murid ayahnya itu.
Pek Bin pun tertawa, ia isikan tiga buah cangkir.
"Sumoay, kau pun harus turut minum meski hanya
secawan!" ia kata.
Si nona pergi ke jendela, untuk lihat cuaca.
"Jangan kita sibuki arak saja." katanya sambil kembali ke
meja, "cuaca akan mulai terang, sebentar bakal datang
Kimiesu yang akan gantikan tiga orang ini. Kita harus pikirkan
daya..." Ong Ciauw Hie tolak cawannya.
"Mari kita pergi!" ia mengajak.
Beng Ijiu Hee tahu, memang mereka tidak dapat sembunyi
terus di kamar rahasia itu. maka ia setuju untuk angkat kaki.
"Ke mana kita hendak pergi?" dia tanya.
"Kau turut saja aku." sahut Ciauw Hie.
Pemuda ini ajak kedua orang itu ke rumahnya Liu Hee
Beng. Malam itu Liu Busu tidak dapat tidur, ia terus memikiri
Ciauw Hie, hatinya baru menjadi lega setelah melihat pemuda
itu kembali dengan tidak kurang suatu apa.
"Liu siokhu, aku datang membawa tunanganku bersama
suheng-nya, mereka sedang menanti di luar." Ciauw Hie kasih
tahu. Iapun lantas tuturkan dengan singkat hal perbuatannya
barusan. Kemudian ia tambahkan: "Aku hendak minta siokhu
bantu aku untuk membohongi dulu nona Beng untuk
sementara waktu saja. Dia masih belum tahu bahwa aku
adalah tunangannya."
Orang tua itu urut-urut kumisnya sambil bersenyum.
"Kenapa begitu?" tanyanya.
"Lebih baik ia tidak segera mendapat tahu," Ciauw Hie
jawab. See Beng tertawa.
"Memang anak-anak muda, sukar dibade hatinya!" katanya.
"Baiklah."
"Terima kasih, siokhu," kata Ciauw Hie sambil bersenyum,
lalu ia keluar dari kamar rahasia si paman, untuk ajak masuk
Ciu Hee dan Pek Bin.
See Beng tidak berkeberatan ditumpangi lagi dua orang.
Lewat beberapa hari. suasana tak segenting lagi sebagai
beberapa hari yang lampau itu.
Liu Busu luas pergaulannya, maka ia lantas dengar warta
yang bersumber dari istana, bahwa Kaisar Sin Cong telah
menghukum mati dua thaykam Bang Po dari Lauw Seng,
entah apa sebabnya, sebaliknya thaykam Gui Tiong Hian
dinaikkan pangkatnya menjadi Thaykam Congkam, yaitu
kepala dari semua orang kebiri.
"Gui Tiong Hian itu tentulah Gui Kongkong." Ciauw Hie
menduga. Ciu Hee di lain pihak mulai bergelisah, karena ia masih
tidak dapat dengar sesuatu mengenai ayahnya.
"Bagaimana sekarang?" ia tanya Ciauw Hie. Sekarang ia
dapat bergaul tidak likat-likat lagi.
Ciauw Hie berpikir tetapi ia tidak dapat jalan, hingga
berulang-ulang si nona desak padanya.
Lain malamnya, tiba-tiba Ciauw Hie ajak Ciu Hee dan Pek
Bin ke kamarnya.
"SioCia, kau berani tidak menempuh bahaya besar?" ia
tanya nona itu.
"Apakah itu, saudara Ong?" balas tanya si nona. Agaknya ia
kurang puas atas pertanyaan itu. "Kenapa kau bicara begini
rupa" Aku tidak sanggup menolongi ayah. aku sudah bukan
main malunya, maka apakah untuk urusanku sendiri aku mesti
mengandal pada tenagamu?"
Ditegur begitu. Ciauw Hie tertawa
"Aku tidak pandai mengatur omongan, ya, aku bersalah!"
katanya. "Ah, sudahlah, lekas omong!" Pek Bin mendesak. "Untuk
menempuh bahaya, ajaklah aku. Aku tidak punya kelebihan
apa-apa, kecuali aku tidak takut mati! Guna menolongi suhu,
aku bersedia akan serbu lautan api!"
Ciauw Hie pandang pemuda ini.
"Sebenarnya," ia kata. "malam ini aku niat pergi memasuki
istana untuk membuat penyelidikan. Aku tahu di mana
letaknya keraton KianCeng Kiong dari The Kuihui. Atas
permintaanku. Liu Siokhu telah lukiskan lengkap peta dari
seluruh istana."
Pek Bin tepuk-tepuk tangan. "Bagus! Bagus!" dia memuji.
"Tapi," Ciauw Hie kata, "untuk satroni istana, orang mesti
sempurna ilmu lari pesat dan lompat tinggi. Tentang kau.
Beng SioCia, aku tidak sangsi lagi.."
Kali ini nyata Pek Bin tidak tolol... "Dalam hal ilmu enteng
tubuh, aku kalah daripada sumoay." demikian ia bisa pikir,
"maka kalau aku turut pergi, tidak saja aku tak dapat
membantui mereka, bahkan aku akan menyulitkan mereka
itu..." Karena ini, ia lantas berkata: "Aku tidak akan turut!"
Sama sekali ia tidak menunjukkan iri hati.
Senang hatinya Ciauw Hie begitupun Ciu Hee. karena
dengan mengalahnya si tolol ini. tidak usah mereka sibuk
meinbujukinya...
Malam itu setelah dengar kentongan tiga kali. pemudapemudi
ini telah siap sedia, sekeluarnya dari rumah, langsung
mereka menuju ke Ciekim Shia. Kota Terlarang. Malam itu
bulan masih samar-samar perlihatkan diri, bintangpun jarang.
Ciu Hee hendak lantas lompat naik ke atas tembok
pengurang istana itu, tetapi ia ditarik oleh Ciauw Hie yang
mencegahnya kemudian pemuda ini jongkok akan jemput dua
potong batu. dengan apa ia memimpuk hokshia ho. yaitu kali
yang mengurung tembok. Segera terdengar suara, yang tidak
terlalu nyaring, akan tetapi menyusul itu lantas berkelebat
empat bayangan.
Itulah pengawal-pengawal istana yang keluar dari tempat
persembunyiannya. Mereka lompat dari tembok menghampiri
kali. Justeru mereka lompat keluar. Ciauw Hie ajak si nona
membarengi lompat naik. untuk masuk ke dalam kota.
Ciauw Hie sudah kenal baik keletakan istana maka ia yang
pimpin Ciu Hee membuka jalan. Dengan lewati ketiga pendopo
Thayho. Tiongho dan Pooho. mereka menyelusup ke dalam.
Mencelatnya mereka sangat pesat, saban-saban mereka bisa
abui pengawal-pengawal yang sedang melakukan penjagaan.
Sebentar kemudian sampailah mereka di taman kecil di
samping keraton KianCeng Kiong.
Pekarangan istana sangat luas. ada telaga-telaga buatan
yang diberikan nama laut. ialah Pakhay Pekhay dan Sipsathay.
bening jernih airnya.
Sembunyi di tempat gelap. Ciauw Hie dan Ciu Hee
memasang mata Di sebuah pintu samping, mereka lihat enam
pengawal sedang temani satu orang yang tubuhnya
berselubung mantel sampai kepalanyapun ketutupan. Tujuh
orang itu menuju ke pintu keraton.
Tadinya Ciauw Hie hendak kuntit rombongan itu. di saat ia
hendak keluar dari tempat persembunyiannya, ia tampak
melesatnya satu bayangan dari atas genteng, masuk ke dalam
pendopo. Ia heran untuk kegesitannya bayangan itu, yang
melebihi kepandaiannya sendiri. Maka kalau bayangan itu ada
salah satu pengawal dan ia dipergoki, sulit untuk ia loloskan
diri. Ciu Hee bisa duga kesangsiannya pemuda ini, ia kata:
"Tanpa masuk ke sarang harimau, mana kita bisa dapatkan
anak harimau?"
"Sabarlah sebentar." Ciauw Hie kata.
Hampir berbareng dengan itu, dari dalam keraton Kian
Ceng Kiong terdengar teriakan berulang-ulang: "Ada
penyerang gelap! Lantas dari luar keraton memburu lima atau
enam pengawal. Kebetulan bagi Ciauw Hie. beberapa pengawal itu lari
beruntun di dekatnya, ia tunggu orang yang terakhir lari
melewat, tiba-tiba ia lompat menyerang sambil menotok,
setelah mana, ia seret orang itu ke belakang gununggunungan.
Ia bukakan pakaiannya orang itu untuk ia pakai.
"Kau sembunyi dahulu di sini. jangan bergerak," ia pesan
Ciu Hee. "Aku hendak masuk ke dalam keraton, akan lihat
siapa orang tadi itu."
Tanpa tunggu jawaban lagi, ia segera hunus pedangnya
dan lari keluar sambil berteriak-teriak: "Tangkap penyerang
gelap!" Secara demikian, ia dapat susul rombongan tadi.
Di dalam keraton, pertempuran sedang berlaku. Seorang
pemuda jangkung yang bersenjatakan sebilah pedang panjang
tengah melayani belasan pahlawan, senjata mereka saling
sambar dan sinarnya berkelebat.
Pemuda itu bersilat dengan ilmu Butong pay yang
dinamakan CitcapjieCiu Lianhoan kiam. Di matanya Ciauw Hie
orang itu berlipat kali lebih liehaydaripadaKeng Ciauw Lam, ia
kagum bukan main. lapun tampak orang masih sangat muda.
Akan tetapi walaupun gagah, namun pemuda itu repot juga
melayani belasan wiesu itu.
Selagi Ciauw Hie bengong tonton pertempuran itu, tiba-tiba
ia dengar teguran: "Hai, mengapa kau diam saja. tidak
membantui turun tangan?" la tahu bahwa orang itu tentu
pemimpin barisan pengawal, yang telah pula datang
menghampiri padanya. Melihat wajah Ciauw Hie yang asing
baginya, orang itu menjadi heran. Ciauw Hie pun tidak bisa
umpetkan kekagetannya.
"Ada wiesu palsu!" teriaknya pemimpin itu sambil
mengangkat thieCio-nya menyerang pengawal palsu ini.
Dengan terpaksa Ciauw Hie tempur pengawal ini.
Beberapa pengawal datang bantu mengepung Ciauw Hie. la
dapat lukai seorang pengawal tapi ia tetap terkurung.
Ciauw Hie tidak tahu bahwa pemuda jangkung yang liehay
itu adalah To It Hang, puteranya Houwpou SielongTo Kee
Hian, atau cucunya bekas Congtok To Tiong Liam. Dalam usia
tujuh tahun, selagi ikuti ayahnya di kota raja, It Hang bertemu
Cie Yang Toojin, imam pemimpin Butong pay. yang datang ke
kota raja untuk minta dejrna sekalian diam-diam mencari satu
pemuda yang berbakat untuk dijadikan muridnya, untuk di
belakang hari murid itu bisa dijadikan ahli waris. Melihat
wajahnya It Hang, tertariklah hatinya imam itu, segera timbul
keinginannya akan ambil bocah ini.
Sebelum bekerja di kota raja, Kee Hian pernah pangku
pangkat di Ouwpak. di mana ia dapat ketika berkenalan
kepada Cie Yang Toojin. Maka ketika mereka bertemu pula di
kota raja. dan si imam utarakan maksudnya mengambil It
Hang sebagai muridnya. Kee Hian lantas saja terima baik
permintaannya imam ini. Maka It Hang lantas dibawa pulang
ke Butong san untuk dididik dan dilatih, sampai selang dua
belas tahun, hingga ia paham ilmu silat pedang Lianhoan kiam
itu serta ilmu pukulan tangan kosong Kiukiong Sinhong kun.
Dengan begitu, kepandaiannya pemuda ini ada di atasan
semua murid Butong pay angkatan kedua bahkan melebihi
para paman gurunya (susiok).
Selama dua belas tahun yang lampau itu. setiap tiga tahun
sekali tentu-tentu Cie Yang Toojin datang ke Pakkhia
mengajak It Hang. untuk murid ini berkumpul dengan ayahnya
selama satu bulan, selama mana It Hang pun belajar ilmu
surat, untuk mana Kee Hian sengaja undang guru yang
pandai. Secara demikian, It Hang pun terdidik baik dalam ilmu
surat. Sekarang dalam usia sembilan belas tahun, dengan
perkenan gurunya. It Hang pulang ke kota raja memenuhi
panggilan ayahnya, yang ingin ia turut dalam ujian besar.
Ketika ia mau berangkat turun gunung, gurunya hadiahkan ia
sebatang pedang, yang diberi nama Hankong kiam.
Guru itupun memesan, katanya: "Aku ingin dan harapkan
kau tidak akan tenggelam dalam dunia kepangkatan, supaya
kelak kau dapat menggantikan aku memegang pimpinan atas
Butong pay!"
It Hang terima baik pesan gurunya itu. Ketika ia sampai di
rumah, ia disambut dengan girang oleh kedua orang tuanya.
Baru tiga tahun yang paling belakang anak dan orang tua
berpisahan, tapi sekarang It Hang sudah jangkung menyusuli
ayahnya. Mereka serumah tangga baru berkumpul belum tiga bulan,
tiba-tiba datanglah ancaman bencana hebat, yaitu To Kee
Hian terlibat dalam perkara "Teng Kie An" itu, hingga ia
menemui ajalnya secara sangat mengenaskan itu. Tentu saja
It Hang, yang dapat meloloskan diri, jadi sangat sedih
berbareng murka, hingga ia ambil putusan untuk menuntut
balas.
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari salah satu sahabat ayahnya. It Hang dapat tahu
bahwa ayahnya difitnah oleh The Kokkiu, bahwa ipar raja
inipun bertindak menuruti keinginannya The Kuihui, selir raja
It Hang tidak dapat kendalikan diri lagi, walau ia tahu istana
tidak dapat dibuat permainan, namun ia memasuki juga
keraton seorang diri, untuk cari selir musuhnya itu. guna
wujudkan pembalasannya.
Demikian ia terlibat dalam suatu pertempuran dahsyat,
sampai Ong Ciauw Hie datang membantui padanya.
Sesudah menyerang hebat dengan ilmu silat Liapin
kiamhoat, ilmu pedang "Menyusul Mega", bisa juga Ciauw Hie
merangsek dekat kepada To It Hang, yang pun bergerak ke
arahnya apabila dia lihat ada orang yang membantui padanya.
Maka itu, selanjutnya mereka berkelahi sambil belakangmembelakangi
hingga tak usah mereka jadi repot melayani
musuh-musuh di depan dan belakang.
Pada saat itu pintu kamar tidur dari keraton KianCeng
Kiong telah terpentang, dari situ keluar The Kuihui bersama
kakaknya dan seorang laki-laki yang mengenakan mantel tadi,
serta enam pengiringnya. Mereka muncul untuk menyender di
pintu, untuk saksikan pertempuran itu.
"Siang Sun. titahkanlah pengi ringmu pertunjukkan
kepandaiannya!" berkata selir raja itu sambil tertawa.
Nampaknya sedikitpun ia tidak jeri menghadapi penyerang
gelap itu. "Lihat segala pahlawan bantong itu, dua bocah cilik
saja mereka tidak mampu bekuk! Apabila mereka tidak lekaslekas
dibereskan, kalau sebentar kejadian ini mengejutkan
keraton Ciakiong, itulah tidak bagus."
Laki-laki yang bermantel lantas gerakkan sebelah
tangannya, segera dua pahlawannya maju hampir berbareng.
Seorang yang bersenjatakan sepasang gaetan hokCiu kau w,
menghampiri To It Hang. dan yang seorang pula dengan
bertangan kosong menyerbu Ong Ciauw Hie, yang pedangnya
hendak dirampas.
Ciauw Hie sambut lawan yang baru ini dengan babatan
pedangnya. Orang itu lompat ke samping, gesit sekali, hingga
ia lolos dari bahaya. Tapi pemuda kita tidak berhenti sampai di
situ, ia maju menyambar pula membabat lengan lawan,
setelah mana, ujung pedang menusuk ke lutut!
"Ah!" seru wiesu itu yang segera lompat mundur, ia
rupanya kaget untuk serangan yang istimewa itu.
luga wiesu yang menyerang It Hang tidak peroleh-hasil.
Pikirnya dengan senjata gaetannya ia hendak gaet dan rampas
pedangnya si anak muda, maka ia maju menyerang dengan
"Thaypang liamCie," --- "Burung garuda rapatkan sayap", yaitu
sepasang gaetannya yang tadinya terpentang, ia rapatkan
dengan mendadak.
It Hang jeli matanya, begitu pedangnya hendak digencet, ia
teruskan membacok ke bawah dengan gerakan "Soanhong
sauwyap" atau "Angin puyuh menyapu daun". Maka repotlah
si wiesu, terpaksa ia lompat mundur.
Penyerangnya Ciauw Hie rupanya mengerti ilmu Engjiauw
kang. Tangan Kuku Garuda, beberapa kali ia coba mendesak
Ciauw Hie namun senantiasa ia tidak peroleh hasil.
Demikianpun kawannya yang bersenjatakan gaetan itu.
Siang Sun kecele menampak dua pahlawannya yang dibuat
andalan itu tidak segera peroleh hasil.
Tetapipun di lain pihak karena majunya dua tenaga baru
ini. It Hang dan Ciauw Hie menjadi repot juga. Hingga Ciauw
Hie merasa sangat berbahaya untuk memperpanjang waktu.
Justeru itu ia dengar seruannya Ciu Hee. yang disusul pula
dengan teriakan riuh: "Tangkap penjahat wanita!" Mengertilah
ia. rupanya nona Beng telah dipergoki. Maka ia coba
merangsak dengan niatan tengok nona itu. Tapi karena
perubahan sikapnya ini, pihak lawan berbal ik bisa desak ia,
hingga ia jadi berpencar dari It Hang.
Setelah melakukan perlawanan hebat, Ciauw Hie dapat
lukai dua pahlawan, akan tetapi sendirinyapun ia rasakan
pundaknya panas, karena sebatang golok musuh sudah
mampir ke pundaknya itu. Karena ini ia berkelahi semakin
hebat untuk membuka jalan.
Selagi pertempuran berjalan dahsyat itu. tiba-tiba pintu
taman terpentang tertolak dari luar. Pintu itu berada di
samping keraton. Segera terlihat majunya serombongan wiesu
lain. Menampak barisan itu, wajahnya The Kuihui berubah. Ia
segera tolak tubuhnya laki-laki yang bermantel itu, supaya dia
masuk ke dalam.
Rombongan wiesu itu sampai dengan segera, mereka tidak
maju untuk membantu menangkap penyerang, hanya seorang
di antaranya, yang berada di tengah, berseru: "Berhenti
bertempur! Geledah keraton!"
Semua wiesu yang sedang mengepung It Hang dan Ciauw
Hie kaget, mereka lompat mundur, untuk berhenti bertempur.
"Thianhee. apakah salahku?" The Kuihui menanya,
suaranya nyaring.
Orang itu, yang ternyata adalah thayCu, putera mahkota,
tidak berikan jawaban, sebaliknya ia berikan titahnya pula.
"Geledah keraton!" demikian dia berikan perintahnya,
sesudah mana. bersama sekalian wiesunya ia bertindak ke
arah tangga. The Kuihui gerakkan kepalanya.
"Tanpa firman Sri Baginda, siapa berani lancang masuk ke
sini?" dia membentak.
Dan bentakan itu membuat semua pahlawan merandek.
"Sudah ada lain orang yang mendahului masuk kemari!"
seru thayCu. "Tidak usah tunggu lagi firman Sri Baginda! Aku
yang tanggung jawab!"
Semua pahlawannya putera mahkota maju pula sambil
berseru. "Halau kawanan orang jahat ini!" Kuihui berteriak. "Aku
nanti ajak dia menghadap Sri Baginda untuk berurusan!
Akulah yang menanggung jawab!"
Pahlawannya selir itupun maju untuk belai majikannya,
karena mana kedua pihak wiesu (pahlawan) jadi bentrok satu
pada lain. Menampak demikian. To It Hang lompat maju.
"ThayCu, aku nanti bekuk semua pemberontak ini!" ia
berseru. Benar-benar puteranya To Kee Hian menerjang
pahlawannya selir raja.
Beberapa pahlawan selir raja memencarkan diri, untuk
merintangi pemuda ini, akan tetapi serangannya It Hang
membuat lawannya repot melayaninya.
Laki-laki yang bermantel itu angkat kaki. dia lari ke
hadapan The Kuihui. tapi di saat dia hampir nyeplos ke pintu
kamar, It Hang sudah lompat ke arahnya, dengan ulur sebelah
tangannya pemuda ini dapat jambak mantel berikut tubuhnya
orang itu. yang terus diangkat tinggi-tinggi, malah digunakan
sebagai senjata untuk menangkis setiap serangan.
Semua pahlawan kuihui tidak berani menyerang lebih jauh,
karena mereka kuatir melukai orang itu.
Ciauw Hie merangsek ke dalam, putera mahkota serta dua
pahlawannyapun ikut maju.
Justeru itu, It Hang lemparkan tawanannya, yang disambut
oleh pahlawan thayCu. Ketika mantelnya orang itu yang
menutupi mukanya disingkap, mereka kaget.
"JiehongCu!" mereka berseru.
Itulah putera yang kedua dari Kaisar Sin Cong.
ThayCu tertawa dingin.
"Ringkus padanya!" dia perintahkan. "Geledah keraton!"
Pintu keraton telah ditutup, tetapi dengan gempuran kedua
tangannya. It Hang bikin daun pintu mcnjcblak terbuka, maka
semua orang menyerbu masuk.
JiehongCu Siang Sun sangat andalkan ibunya, yakni The
Kuihui yang sangat digilai raja. karena itu ia telah kandung
niatan hendak merampas tahta kerajaan, tindakan yang
pertama adalah merebut kedudukannya thayCu. Akan tetapi
banyak menteri berada di pihaknya thayCu. maka telah
kejadian Siang Sun diangkat jadi pangeran Hok Ong dan
diperintahkan berdiam di kota Lokyang. The Kuihui tidak puas
terhadap keputusan itu, ia mencoba berdaya dengan
berserikat kepada thaykam Gui Tiong Hian serta kakaknya,
The Kok Tay, begitupun bersama beberapa menteri yang suka
berkomplot pada pihaknya. Demikian, selir raja ini sudah
gunakan akal muslihat.
Penyerang yang menjadi gara-gara dari terbitnya insiden
"Teng Kie An" itu adalah seorang kepercayaan The Kuihui,
yang berpura-pura menjadi orang yang tidak beres otaknya,
dengan bersenjatakan toya kayu dia menyerbu ke keraton
Cukeng Kiong. Setelah dia kena ditangkap, dia terus ngaco
belo sebagai orang edan dengan menyebut-nyebut beberapa
nama. di antaranya ialah menteri yang menunjang putera
mahkota, malah dua thaykam yang berpengaruh yaitu Bang
Po dan Lauw Seng binasa terfitnah, hingga Gui Tiong Hian
yang berhasil merebut kedudukannya kedua orang itu dan
berkuasa atas TongCiang, menjabat CongCu.
Di jaman Beng Tiauw ada tiga organisasi istimewa, yang
disebut TongCiang, SeeCiang dan Kimiewie. TongCiang dan
SeeCiang dikuasai oleh thaykam, dan Kimiewie oleh satu
pembesar militer. Pengurus dari TongCiang disebut CongCu.
Untuk usahanya merampas kerajaan kelak. Siang Sun beli
orang-orang gagah yang suka bela ia mati-matian, setelah
berhasil dengan usahanya menerbitkan perkara Teng Kie An,
ia terus perbesar usahanya itu.
The Kuihui percaya bahwa maksudnya akan tercapai, maka
secara rahasia dia panggil puteranya di Lokyang untuk datang
ke kota raja, demikian Siang Sun berada di istana, dalam
keraton. ThayCu Siang Lok juga cerdik, iapun ada mempunyai
sejumlah guru silat. Ia dapat kisikan bahwa jiehongCu (putera
kedua), yaitu Siang Sun, telah berada di dalam keraton, maka
untuk menggeledahnya ia datang ke keraton KianCeng Kiong,
kebetulan sekali. Siang Sun dan ibunya, The Kuihui, sedang
menganjurkan pahlawan-pahlawannya mengepung To It Hang
dan Ong Ciauw Hie, hingga terjadilah bentrokan di antara dua
saudara itu. Setelah menggempur pintu keraton, sesampainya di dalam,
It Hang lihat The Kuihui berada bersama satu thaykam putih
bersih dan gemuk. Ia maju terus untuk menerjang selir itu,
yang ia pandang sebagai musuh ayahnya.
"Kau berani berontak?" bentak si thaykam putih bersih,
yang terus ulapkan tangannya kepada orang-orangnya, maka
empat Ciangtauw segera maju menyerang si anak muda yang
dikepungnya. "Ciangtauw" adalah panggilan untuk tauwbak atau kepala
dari pahlawan-pahlawan TongCiang.
It Hang sambut Ciangtauw yang pertama, tangan siapa ia
sampok, akan tetapi, meski tubuhnya terhuyung, Ciangtauw
ini tidak mau mundur.
Menyusul itu, Ciangtauw yang kedua menyerang. Dia
gunakan pukulan tangan besi Thiepiepee, maka It Hang egos
tubuh sambil melejit. Karena ini, ia jadi bentrok dengan
Ciangtauw yang ketiga, yang terbentur pundak kirinya. Bahna
kerasnya tubrukan itu, Ciangtiauw itu roboh terguling. Juga It
Hang terhuyung-huyung. Selagi tubuhnya It Hang limbung,
Ciangtauw yang ke empat menyapu kakinya, tak sempat ia
mengelakkan diri. ia tersapu terpelanting. Syukur ia tidak
sampai roboh. Empat Ciangtauw itu semuanya orang-orang pilihan.
It Hang jadi gusar. Insyaflah ia, karena kurang
pengalaman, ia kena terserang musuh ini. Ia segera hunus
pedangnya. Pada waktu itu, thayCu telah menyusul masuk bersama
pahlawan-pahlawannya, Ciauw Hie turut bersama.
"Siang Sun tinggalkan tempatnya secara diam-diam. dia
niat berontak, orang yang lindungi padanya pasti akan
ditangkap bersama!" thayCu berseru.
Belum suara putera mahkota sirap, Gui Tiong Hian sudah
menyahuti: "Hamba terima perintah!" Lantas ia titahkan
orang-orangnya tawan The Kuihui dan kakaknya selir ini.
"The Kuihui dan kakaknya berontak, akulah saksinya!" kata
thaykam ini sambil tertawa, sesudah selir itu dan saudaranya
dibekuk. ThayCu heran hingga ia tercengang.
Ciauw Hie sebaliknya tidak perhatikan semua itu, ia hanya
mengawasi ke empat penjuru.
"Eh, Gui Kongkong, apakah artinya ini?" tanya The Kuihui
pada orang kebiri itu, yang bisa putar kemudi dalam sekejap
itu. Gui Thaykam segera perlihatkan roman bengis, kedua
matanyapun mendelik.
"Kalian ibu anak dan saudara berkongkol untuk rampas
tahta kerajaan!" katanya dengan keren. "Aku Gui Tiong Hian
adalah hamba yang setia, sudah pasti aku harus lindungi
Kerajaan. Bahwa aku telah bercampur gaul denganmu, itulah
melulu siasat untuk ketahui segala rahasiamu! Apakah kalian
sangka aku kesudian turut berkhianat?"
The Kuihui gusar hingga ia caci-maki habislah pada orang
kebiri yang curang itu, yang sudah menghianati padanya.
ThayCu Siang Lok bersangsi, tapi ia bisa berpikir: "Gui
Tiong Hian baru peroleh pengaruh, dia berkuasa atas
TongCiang, perduli apa dia benar setia atau berpura-pura
saja" Untukku sudah cukup asal dia bantu aku!"
Lantas putera mahkota ini titahkan pahlawannya belenggu
eraty-erat ketiga orang tawanan itu.
Selagi thayCu hendak undurkan diri, tiba-tiba ia dengar
Ciauw Hie berseru: "Beng Pehu, di mana kau" Aku datang!"
Seruan ini membikin ia sadar. Maka ia lantas pandang The
Kuihui. "Kamu telah tawan guruku, di mana kau sembunyikan
padanya?" ia tanya.
Belum lagi selir itu menjawab, Tiong Hian sudah
mendahului memerintahkan satu Ciangtauw geser meja
patsiantoh di dekatnya, terlihatlah di bawahnya sebuah lubang
yang gelap. Ciauw Hie lantas mengerti, dengan berani ia lompat turun
ke dalam lubang itu dengan empat Ciangtauw ikuti dia.
Pemuda she Ong ini baru jalan beberapa tindak, ia sudah
lantas dengar seruan hebat dan bentroknya senjata, ia
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkuali r. Ia rogoh kantongnya akan keluarkan batu tekesan
untuk nyalakan api.
Ke empat Ciangtauw lari terus ke depan, mereka tampak
seorang yang tangannya terbelenggu sedang tempur hebat
dua wiesu dengan gunakan rantai belengguannya.
Orang itu adalah Titthian Busu Beng Can yang dirantai kaki
dan tangannya, dari kamar rahasia ini ia dengar suara berisik
di sebelah atas, ia lantas menduga mesti telah terjadi
perubahan, maka ia kerahkan tenaga di kedua tangannya
untuk membikin putus rantai belengguannya itu.
Perbuatannya ini dilihat oleh dua pahlawan penjaga yang
segera maju untuk meringkusnya kembali, ia sambut dengan
perlawanannya. Tetapi kedua kakinya masih terantai, tak
dapat digerakkan dengan merdeka, menyebabkan ia tak dapat
memberikan perlawanan dengan sempurna.
Kedua pahlawan itu terluka berdarah kepalanya, tetapi
Beng Can pun dapat beberapa tusukan pedang hingga
bermandikan darah, ia terluka parah.
Selagi mereka berkelahi terus, muncullah ke empat
Ciangtauw itu. "Bagus!" seru kedua pahlawan, yang melihat
kedatangannya empat kawan ini. "Mari bantu kami meringkus
manusia kasar ini!"
Empat Ciangtauw itu maju menghampiri, tapi bukan untuk
membantui, mereka memecah diri untuk lantas menyerang
setiap satu pahlawan, hingga dua orang ini jadi heran, akan
tetapi sebelum mereka tahu apa-apa, mereka sudah kena
dirobohkan dan binasa.
Ciauw Hie segera tolong bakal mertuanya itu. untuk dibawa
keluar dari ruang dalam tanah itu. lapun membisikkan:
"Gakhu, inilah aku. mantumu!"
Guru silat itu manggut.
"Mana si Hee?" dia tanya. "Sekarang, dia ada di mana?"
Suaranya lemah.
"Adik Hee ada di luar." Ciauw Hie jawab.
Dengan tiba-tiba orang tua ini jadi bersemangat, dengan
tekan pundaknya Ciauw Hie, ia lompat naik di mulut lubang.
Itu waktu thayCu sedang bicara dengan To It Hang. It
Hang menerangkan bahwa ia adalah cucunya Congtok To
Tiong Liam atau anaknya Houwpou Sielong To Kee Hian.
Mendengar keterangan itu. thayCu lantas mengerti maksudnya
It Hang menyerbu keraton.
"Penasarannya ayahmu pasti aku nanti bikin terang!"
thayCu berjanji.
Beng Cioc Hee telah lolos dari kepungan, ia sudah masuk
ke dalam keraton dan dapat bertemu It Hang, di samping
siapa ia berdiri selagi pemuda ini bicara dengan thayCu. la
segera lihat Ciauw Hie memapah seorang yang bermandikan
darah, ia menjadi kaget bukan main ketika ia dapat mengenali
orang yang dipapahnya itu.
"Ayah!" ia menjerit sambil terus lompat menubruk, air
matanya lantas bercucuran deras.
"ThayCu, maaf, tak dapat hambamu melayani kau lebih
lama," berkata Beng Busu kepada putera mahkota, sesudah
mana, ia tarik puterinya dengan tangan kiri dan bakal baba
mantunya dengan tangan kanan.
Selagi guru silat ini hendak bicara kepada anak daranya itu,
mendadak dua pahlawan lari masuk sambil keluarkan seruan,
mereka lompat menyerang Ong Ciauw Hie dari kiri kanan.
Ciauw Hie sedang lengah tetapi ia masih sempat berdaya.
Dengan tangan kirinya ia tangkis serangan pahlawan yang
pertama, yang ia terus sampok hingga terguling, lalu iasusuli
menangkis pahlawan yang kedua, yang ia dapat tolak mundur.
Ciauw Hie pun lantas mengenali salah satu penyerangnya
itu. ialah pahlawan Kimiewie yang pernah kuntit ia sampai di
Siamsay, yakni CiCui Cio Ho.
Komandan Kimiewie ini biasa agulkan diri, ia tidak senang
yang ia kena ditangkis mundur, maka ia lompat maju pula.
"Cio Ho, jangan kurang ajar!" ThayCu Siang Lok
membentak. "Dia seorang pemberontak dari Siamsay!" kata Cio Ho.
"Apa" Dia pemberontak?" tanyanya thayCu dengan heran.
"Ya," sahut Cio Ho. "Di Siamsay dengan tingkahnya yang
jumawa dia akui diri sebagai piauwsu yang melindungi To
Congtok, sayang kami kurang awas, kami sudah kasih dia
lolos. Setelah itu muncul penyamun besar Giok Lo Sat yang
telah binasakan tigaanggauta Kimiewie."
Cio Ho berani menentangi thayCu karena beda
kedudukannya, ia berada langsung di bawah titahnya raja. Ia
datang dari Thay Ho Tliian begitu dengar kabar terjadinya
kerusuhan di KianCeng Kiong.
"Siapa itu Giok Lo Sat?" tanya thayCu. "Adakah dia
penyamun wanita atau pria?"
"Penyamun wanita yang paling berbahaya!" jawab Cio Ho.
"Dia muncul untuk melindungi pemberontak ini! Mereka
berdua tentu mempunyai sangkut paut satu pada lain!"
Kembali pahlawan ini tampaknya hendak menyerang Ciauw
Hie pula. Ciauw Hie tiba-tiba tertawa.
"Cucunya To Congtok itu ada di sini. kau tanyalah padanya,
benar atau tidak aku menjadi piauwsu pelindung engkongnya
itu!" katanya sambil tunjuk To It Hang.
It Hang pandang pemuda itu. lalu ia kata dengan nyaring:
"Thianhee. saudara Ong ini benar orang yang melindungi
keluargaku, maka itu sekarang kami datang bersama ke dalam
keraton ini untuk bantu thianhee membekuk kawanan
penghianat."
"Tetapi, mengapa Giok Lo Sat bantu kalian?" tanya Cio Ho.
Belum lagi Ciauw Hie atau It Hang berikan jawabannya,
Beng Busu telah mendahului buka mulut. Ia sudah lantas
menjura kepada putera mahkota.
"Thianhee, orang muda ini adalah bakal mantuku," ia kata,
"dia datang kemari bersama anak perempuanku untuk
menolongi aku." la terus tambahkan pada Cio Ho: "Aku minta
Cio Ciehui tidak memfitnah orang baik-baik."
Ciu Hee kemalu-maluan mendengar perkataan ayahnya itu,
maka wajahnya menjadi bersemu dadu dan hatinyapun
memukul. Sejak Beng Busu menjadi guru silatnya thayCu. ia bergaul
erat sekali dengan muridnya itu. kebetulan sekali ia yang
bekuk si penyerang yang menyebabkan perkara "Teng Kie
Ari", karena mana ia ditangkap orang-orangnya The Kuihui
yang niat menyiksa padanya, maka itu sekarang, melihat
penderitaannya itu, tergeraklah hatinya thayCu.
"Cio Ciehui." thayCu berkata pada kepala Kimiewie itu.
"Beng Busu dan To KongCoc tak mungkin berdusta, kau
lepaslah mereka!"
"Jikalau Giok Lo Sat itu seorang penyamun yang liehay,
pasti dia musuhnya pihak pembesar negeri, karena itu. ada
kemungkinan dia sedang beraksi mengadu dombakan kita,"
kata Beng Can. Cio Ho jadi serba salah. Walau bagaimanapun
kedudukannya, kepada thayCu ia harus memandangnya,
sedangkan Beng Can pun masih terhitung angkaian terlebih
tua yang ia harus hormati pula. Akhirnya terpaksa ia mundur
juga. "Suhu sedang terluka parah, mari ikut aku ke istana untuk
berobat," thayCu mengajak. "To KongCu dan kau juga.
saudara Ong, mari sama-sama turut aku."
"Terima kasih, thianhee." Beng Busu mengucap. "Mungkin
ajalku tak dapat kupertahankan lebih lama lagi. karenanya
harap thianhee ijinkan hambamu pulang ke rumahnya untuk
siap sedia..."
ThayCu lihat luka gurunya memang parah, pula karena
iapun masih punyakan urusan besar, ia tidak memaksa.
"Baiklah." katanya kemudian. "Pakailah kendaraanku."
ThayCu perintah orang lekas ambil obat luka untuk gurunya
itu. iapun titahkan pahlawannya mengantarkan gurunya
pulang kc rumahnya.
Di sepanjang jalan, di dalam kereta Ciu Hee pegangi
ayahnya, kadang-kadang ia lirik Ciauw Hie. yang tampaknya
sangat berduka, sepasang alisnya senantiasa dikerutkan.
Mereka sampai di rumah ketika cuaca sudah terang.
Pengantar yang menjadi pengiringnya putera mahkota itu,
lantas robek tanda sitaan pada pintu, dan setelah serahkan
obat ia lalu pamitan untuk pulang ke istana.
Ciu Hee dibantu Ciauw Hie memapah Beng Busu, sampai di
dalam kamar dan direbahkan di atas pembaringan. Merekapun
lantas membersihkan lukanya orang tua itu dan diobatinya.
Selama itu 11 Hang. yang turut bersama, membantui juga.
Setelah dapat rebah, nampaknya Beng Busu agak segaran
sedikit. Ia melihat ke sekitarnya sambil pentang kedua
matanya. "Mari kalian lebih dekat," kata ia dengan napasnya yang
memburu. "Ada rahasia yang aku mesti beri tahukan
kepadamu..."
It Hang menduga orang hendak bicarakan urusan keluarga,
ia lantas bertindak keluar. Tapi tuan rumah segera panggil dia
kembali. "Saudara To. bukankah kau murid terpandai dari Cic Yang
Tootiang?" tanyanya.
Ong Ciauw Hie manggut membenarkan pertanyaan itu.
"Sayang, saudara lo. baru kita bertemu, kita lantas bakal
berpisah untuk selama-lamanya." berkata guru silat itu. "Tadi
kau telah lindungi mantuku, aku ingat budimu ini, maka itu,
rahasia ini kaupun boleh turut sekalian mendengarnya, malah
mungkin sekali selanjutnya kami akan membutuhkan bantuan
tenagamu..."
It Hang balik pula setelah ia sampai di ambang pintu.
Ciauw Hie berikan secangkir teh panas kepada mertuanya.
"Beng Pehu, baiklah kau mengasokan diri dahulu," kata ia.
Beng Can buka pula matanya.
"Jikalau aku tidak bicara sekarang, mungkin terlambat," ia
kata. napasnya mendesak. "Hiansay, aku tahu, bahwa selama
belakangan ini ayahmu dan kau sendiri merasa tidak puas
terhadap aku!"
Ciauw Hie heran.
"Itulah tak mungkin, pehu," ia lekas menjawab.
"Aku akan segera menutup mata, mari kita omong terus
terang," kata pula guru silat itu. "Aku tahu, memang kau dan
ayahmu tidak senang aku telah menjadi anjingnya
pemerintah. Tapi, tahukah kau mengapa aku kesudian masuk
ke dalam Cukeng Kiong untuk jadi Titthian Busu?"
Romannya busu ini jadi keren, tetapi tubuhnya bergemetar.
Semua orang diam. Ciauw Hie tidak berani memberikan
jawaban. Beng Busu berhenti sedetik.
"Kau telah ketahui bahwa dengan Tayhiap Lo Kim Hong
dari Hoopak Utara, aku mempun>ai persahabatan yang
kekal," katanya. 'Tapi pada lima tahun yang lampau. Lo
Tayhiap mati dengan mendadak!"
"Aku dengar itu dari satu sahabat kangouw," jawab Ciauw
Hie. "Lo Kim Hong adalah seorang yang sadar, dia sangat
menyintai negaranya," Beng Busu kata pula. "Ketika ia pergi
ke Kwangwa untuk membuat penyelidikan, ia telah peroleh
satu rahasia penting. Nyatalah bangsa Boan telah kandung
niatan menyerbu negeri kita. untuk itu dia telah bersiap-siap
untuk menyerbunya. Sudah sekian tahun ia kirim orangorangnya
ke Kwangwa untuk mengumpulkan tenaga dan buat
menyelidiki keadaan dalam negeri kita. Dia telah berhasil
membeli sejumlah orang, yang akan menyambut dari dalam,
di antaranya ada yang berpangkat tokbu, ada menteri juga.
Dan di antara orang belian kaum Rimba Hijau. Lo Kim Hong
dapat tahu dua jago, tapi yang satunya ia masih belum
ketahui namanya..."
Mendengar itu. panas hatinya lt Hang dan Ciauw Hie.
Mereka mendongkol terhadap orang-orang Rimba Hijau yang
demikian rendah derajatnya itu.
"Siapakah kedua mereka itu?" mereka tanya hampir
berbareng. "Yang satu adalah Eng Siu Yang dari perbatasan SuCoan,"
sahut Beng Busu.
"Oh!..." Ciauw Hie berseru tertahan.
"Eng Siu Yang pandai bekerja," Beng Busu melanjutkan,
"selama belasan tahun, tidak ada orang pihak kita yang
ketahui di mana dia berada. Orang yang satunya lagi adalah
orang gagah liehay dari istana, hanya entah dari dalam
barisan Kimiewie atau dari TongCiang. Oleh karena ada turut
tokbu dan menteri dalam rombongan penghianat itu. bisa
dimengerti kalau mereka ini jauh lebih berbahaya daripada
Eng Siu Yang. Setelah ketahui rahasia itu, Lo Kim Hong
berangkat pulang dari Kwangwa, tetapi di tengah jalan ia telah
dibokong hingga luka parah. Sebelum ia tarik napas yang
penghabisan, ia masih bisa beber rahasia itu padaku.
Demikianlah aku lantas pergi melamar pekerjaan di Cukeng
Kiong. Adalah Lo Kim Hong yang anjurkan aku bekerja pada
pemerintah untuk ketahui jelas siapa adanya rombongan
penghianat itu."
Baru sekarang Ciauw Hie . mengerti duduknya hal, bahwa
bakal mertua itu bekerja pada pemerintah bukan karena
kemaruk pangkat atau batinnya sudah rusak, hanya untuk
melakukan tugas mata-mata, suatu pekerjaan berbahaya.
"Sayang, selama lima tahun dalam istana, penyelidikanku
masih belum peroleh hasil." kata Beng Busu pula kemudian.
"Di dalam istana, pertempuran gelap berlangsung secara
hebat sekali ThayCu ada terlebih sadar daripada ayahnya, dia
bercita-cita luhur untuk perbaiki pemerintahan, akan tetapi
aku kuatir dia sukar lolos dari bokongan. Sekarang aku tidak
sudi kalian masuk bekerja dalam istana, aku hanya ingin kalian
ingat baik-baik nama Eng Siu Yang itu."
Sehabis mengucapkan kata-katanya itu, napasnya guru silat
ini memburu keras.
Ciu Hee menguruti bebokong ayahnya itu, hatinya
memukul. "Mana Pek Bin?" tanya orang tua itu.
"Dia berada di rumahnya Liu Busu," sahut Ciu Hee. "Engko
Ongyang telah tolong kami dan lantas diajaknya ke sana
karena rumah kita ini disegel."
"Kiranya Pek Bin murid kesayangannya," pikir Ciauw Hie,
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"pantaslah dia bergaul erat sekali dengan Ciu Hee..."
Kembali timbul kesangsiannya pemuda ini.
"Beng Pehu," kata dia. "kalau kau pangeni Pek Bin, nanti
aku pergi panggil padanya untuk diajak kemari."
Beng Can tertawa meringis.
"Tidak usah, sudah tidak keburu," katanya. "Ai, Ciauw Hie.
kenapa kau masih memanggil pehu padaku'' Kalau nanti aku
telah menutup mata, kau dan C iu Hee harus saling sayang
menyayangi dan cinta menyintai! Hatiku girang sekali melihat
kau ada bersama, aku girang sekali, girang..."
Kata-kata yang belakangan itu diucapkan dengan saling
susul, makin lama makin perlahan, sampai akhirnya suaranya
jago tua ini habis, begitu lekas ia lonjorkan kedua kakinya,
napasnyapun lantas berhenti jalan...
Ciu Hee lantas saja menangis menjerit-jerit, sedang Ciauw
Hie segera berlutut untuk memberi hormat sambil manggut
beberapa kali. "Aku nanti minta Liu Pehu urus perkabungan," kata
pemuda ini kemudian. "Pek Bin pun perlu diberi tahu."
"Apakah kau tidak bisa bantu? aku mengurusnya?" tanya
Ciu Hee sambil terus menangis. "Buat apa kita minta
bantuannya lain orang?"
Kelihatannya Ciauw Hie ragu-ragu.
"Aku... aku..." katanya, la berhenti dengan tiba-tiba karena
di luar terdengar ada orang mengetok pintu.
"Nanti aku lihat," kata It Hang, yang lantas turun dari
loteng, untuk membukakan pintu.
Yang datang itu adalah pesuruhnya thayCu. untuk
menanyakan keselamatannya Beng Busu. Maka pesuruh itu
menyesal sekali mendengar kabar, guru silat itu baru saja
putus jiwa. Tetapi ia datang bukan untuk itu saja. ia sekalian
membawa karcis undangan putera mahkota supaya It Hang
suka datang ke istana Cukeng Kiong.
"Tunggu sebentar," kata It Hang, yang terima karcis
undangan itu. Ia mempersilakan telamu itu duduk di thia, ia
sendiri masuk untuk salin pakaian. Kemudian ia pamitan dari
Ciauw Hie dan nona rumah.
Ciauw Hie sudah lantas siapkan meja abu untuk bakal
mertuanya, maka It Hang pasang hio lebih dulu, sehabis itu.
barulah pemuda sheOng itu tarik It Hang ke dalam kamar.
"Saudara To," katanya dengan perlahan, "thayCu undang
kau, pasti kau akan diberi jabatan. Menurut aku, paling baik
kau jangan mau memangku pangkat."
"Aku sedang berkabung, sudah tentu aku tidak boleh
memangku pangkat," kata It Hang.
Memang, sebagai orang-orang yang taat kepada adat
istiadat, It Hang mesti berkabung tiga tahun penuh, selama
itu, tidak hanya ia tidak dapat memangku pangkat, bahkan
menikahpun tidak diperbolehkan.
"Apakah saudara pikir hendak bawa jenazah ayahmu
pulang ke Siamsay?" Ciauw Hie tanya.
"Aku memang memikir demikian," sahut It Hang. "Aku
hanya sangsi bisa atau tidak aku mengantarkannya pulang
untuk dikubur di kampung halaman sendiri."
"Dengan andalkan kepandaianmu, saudara, ke manapun
kau dapat melaluinya," kata Ciauw Hie. "Cuma satu orang
yang kau harus mengingat?-ingat dalam hatimu."
"Siapakah dia itu?" It Hang tegaskan.
"Giok Lo Sat!" sahut sahabat ini "Mengapa begitu?" It Hang
tanya pula "Dia telah berselisih dengan pihakmu Butong pay." Ciauw
Hie kasih tahu.
"Mengapa tentang hal itu aku belum pernah mendengarnya
dari saudara-saudara seperguruanku?"
"Itulah disebabkan kejadian baru saja terjadi."
Ciauw Hie lantas tuturkan pengalamannya, bagaimana
engkongnya sahabat ini "diculik" ke atas gunung, bagaimana
Keng Ciauw Lam diperhina.
"Sungguh satu penyamun wanita yang busuk!" kata It
Hang. Ciauw Hie kerutkan alisnya. Ia tidak sangka It Hang bisa
gusar demikian macam, malah dapat mencaci Giok Lo Sat
sebagai "penyamun wanita busuk"! Karena ini, --- sebab iapun
seorang Rimba Hijau --- ia jadi merasa kurang puas. Maka
dengan dingin ia berkata: "Giok Lo Sat memang telengas,
akan tetapi dia adalah seorang yang ganjil dan aneh. maka
aku mau anggap dia seorang wanita jantan. Dalam kalangan
Rimba Hijau, dia satu nona gagah yang sukar dicari
keduanya!"
"Begitu?" kata It Hang dengan tawar. "Jikalau ada
kesempatan, ingin sekali aku bertemu dengan dia..."
Mendengar ini. Ciauw Hie terkejut. Ia pernah terima
budinya pemuda ini, maka ia tidak ingin melihat sahabat ini
antarkan jiwa...
"Saudara To, menurut pendapatku lebih baik kau jangan
temui padanya!" ia membujuk. "Kau seorang yang berharga,
apabila terjadi sesuatu atas dirimu, sungguh itulah dosaku!"
Sebenarnya It Hang masih tidak puas, tetapi melihat sikap
kawannya itu, ia bisa mengatasi dirinya.
"Baiklah kalau begitu, tak usah aku temui padanya"
katanya. "Itulah bagus, saudara To," kata pula Ciauw Hie. "Saudara
memang gagah tetapi aku anggap tiada perlunya kau bentrok
padanya. Lagipun, kalau nanti saudara pulang ke kampung
halamanmu, kau akan ambil jalan di Taytong, melewati
Shoasay akan sampai di Siamsay Utara. Kalau saudara tidak
pergi ke Siamsay Selatan, sudah pasti kau tidak akan bertemu
dengan dia."
To It Hang mengucap terima kasih, lalu ia memberi hormat
untuk pamitan. Masih Ciauw Hie membisiki pemuda itu: "Kalau nanti kau
telah pulang ke kampung halamanmu, diumpamakan kau
hadapi suatu kesulitan, aku minta kau suka datang ke
Yananhu cari aku. Asal saudara sebut namaku yang rendah,
mesti ada saudara atau saudara-saudara kangouw yang
menunjukkannya."
"Baiklah." sahut It Hang yang tidak menyangka bahwa
pemuda ini adalah puteranya satu jago Rimba Hijau di
Siamsay Utara, sedang tadinya ia menduga kepada seorang
kangouw yang licin. Iapun tidak menegasi di mana letaknya
kota Yananhu itu.
Dengan naik kendaraannya putera mahkota, It Hang
diantar ke Tangkiong, Istana Timur, ke sebuah kamar yang
telah disediakan untuknya. Ia sampai belum lama. lantas
muncul satu pengawal yang diperintahkan putera mahkota
mengundang padanya. Ia ikut pengawal ini jalan di lorong
yang berliku-liku. sampai di sebuah paseban yang terkurung
lankan putih. Di tempat terbuka di paseban itu, beberapa busu
sedang asyik mempertunjukkan ilmu silat. Menghadapi
lapangan itu ada sebuah loteng yang terpajang indah di mana
tampak putera mahkota sedang duduk menyaksikan
pertunjukan sambil minum arak.
It Hang diantar naik ke loteng itu, maka ia segera memberi
hormat pada pemuda agung itu.
ThayCu suruh pemuda ini berbangkit. kemudian ia perintah
pengiringnya sediakan sebuah kursi di sisinya untuk It Hang
duduk "Kekacauan semalam telah memberi kesudahan baik."
berkata thayCu sambil bersenyum. "Aku percaya dengan
adanya menteri-menteri setia dan undang-undang ujar leluhur
kami, tidak nanti huhong tidak hukum kawanan penghianat
itu. Tadi malam kau bercapai lelah, sekarang mari kita
minum." (Huhong = ayahanda raja).
"Terima kasih," kata It Hang. yang berbareng dapat suatu
pandangan baru terhadap putera mahkota ini.
Sejak membangun kerajaannya. Beng ThayCouw Cu Goan
Ciang sudah adakan aturan penganugerahan, ialah putera,
atau cucunya diangkat menjadi Hoanong, pangeran atau raja
muda dengan kedudukan di luar kota raja. di perbatasan atau
propinsi, dan untuk cegah raja-raja muda itu berkhianat, telah
diadakan aturan yang keras, yaitu setiap hoanong tanpa
perkenan dilarang pulang ke kota raja. Sekalipun di daerah
kekuasaannya, umpama satu hoanong hendak menyambangi
makam leluhurnya, untuk itu ia diharuskan memberitahukan
dan minta perkenan terlebih dahulu. Di antara pelbagai
hoanong dilarang mengadakan perhubungan satu dengan lain.
Lebih-lebih setiap hoanong dilarang mencampuri urusan
pemerintahan. Kalau ada hoanong satu kali saja yang
melanggar aturan itu. dia akan dihukum, dipecat dari
kebesarannya, diturunkan derajatnya menjadi rakyat jelata,
dibuang ke "tembok besar" (penjara) di Hongyanghu seumur
hidup. Inilah aturan yang thayCu namakan undang-undang
leluhurnya. Baginda Sin Cong boleh menyayangi The Kuihui dan Siang
Sun, selir dan puteranya itu, akan tetapi Siang Sun telah
datang ke kota raja secara diam-diam, dia sudah melakukan
pelanggaran leluhur itu, maka andaikata tak dapat dibuktikan
penghianatannya pun namun kesalahannya sudah jelas, tak
dapat dia luputkan diri dari hukuman.
Di antara menteri-menteri penunjang thayCu, seperti Kouw
Hian Seng, Sin Sie Heng, Ong Sek Ciak dan Ong Kee Pin, raja
malui terutama Kouw Kian Seng. Menteri ini telah meletakkan
jabatan di tahun Banlek ke-20. sebabnya ialah perselisihan
pengangkatan putcra mahkota, dia pulang ke kampung
halamannya di Busek, di mana dia dirikan Tonglim Siewan,
yaitu semacam sekolah untuk meyakinkan kebudayaan,
sastera dan lainnya. Banyak sekali orang cerdik pandai dari
seluruh negeri yang datang berkumpul dalam sekolah itu,
maka di akhirnya mereka dirikan perkumpulan sasteravvan
yang diberi nama Tonglim Tong (Partai Hutan Timur). Mereka
berada di luar pemerintahan tetapi pengaruh mereka besar,
sebab KouwHian Seng itu adalah penunjang thayCu. maka
raja masih tetap memandang padanya.
Gui Tiong Hian lihat The Kuihui dan puteranya
berpengaruh, ia tempel mereka itu, pengaruh siapa ia
gunakan untuk merampas kekuasaan atas TongCiang, lalu
selanjutnya ia bekerja sama mereka, tapi itu malam, setelah
saksikan The Kuihui terancam bahaya, dengan mendadak
sontak ia ubah haluan, ia terbaliki selir raja itu, dalam sekejap
ia balik berhamba kepada putera mahkota. Inilah sebabnya
kenapa thayCu, yang merasa puas atas kedudukannya, sudah
keluarkan kata-katanya itu kepada To It Hang. Tapi, karena
dengar pengutaraan putera mahkota ini, It Hang lantas dapat
kesan lain terhadap pemuda agung ini.
"JiehongCu memang keliru, tetapi mereka tetap saudara
sedaging, tidak seharusnya thayCu berlaku kejam kepada
adiknya itu," pikir pemuda ini. "JiehongCu berniat khianat,
pantas kalau thayCu bekuk dia. tetapi ini belum cukup
beralasan akan celakai padanya."
Lantas It Hang ingat, meskipun Beng Busu telah berkorban
untuk thayCu. tapi thayCu itu tidak menunjukkan
kesedihannya. Karena ini, hilanglah separuh keinginannya
untuk coba memperoleh bantuannya putera mahkota ini.
ThayCu lihat si anak muda agaknya sedang berpikir, ia
tertawa sambil angkat cawannya.
"Kau lihatlah itu orang-orangku mempunyai ilmu enteng
tubuh!" katanya.
It Hang memandang ke bawah. Ia lihat empat orang
dengan masing-masing pundaknya "memikul" sebatang galah
panjang, yang berdiri menjulang ke udara, di atas setiap ujung
galah ada menangkel masing-masing satu anak muda, yang
tangan kirinya memegang galah dan tangan kanannya
menyekal pedang. Empat pemikul itu jalan memutari
lapangan, dari langkah cepat sampai berlari-lari, selama mana,
empat anak muda di atas galah itu berbareng
mempertunjukkan kepandaiannya sebagai tukang dangsu,
umpama menggelantung diri, mendatarkan tubuh dan lainnya
It Hang pernah nonton tukang-tukang dangsu di Thiankio.
ia sudah lihat banyak macam permainan, akan tetapi
pertunjukan macam ini ia belum pernah menyaksikannya. Ia
lihat empat pemuda ini sangat gesit dan tangkas, mahir
permainannya di ujung galah itu. Dalam keadaan seperti itu,
mereka masih dapat tertawa-tawa.
"Bagus!" berseru cucunya bekas Congtok To Tiong Liam.
"Ini masih belum seberapa!" kata thayCu sambil tertawa. Ia
terus tepuk tangan.
Empat pemikul galah itu berhenti berlari, mereka datang
dekat satu pada lain. untuk nyeplos sana dan nyeplos sini di
antara mereka sendiri, atau mereka membalik tubuh atau
berputaran, selama mana, empat anak muda di atas galah
juga turut bergerak-gerak, yaitu mereka saling tikam atau
saling babat, saling berkelit.
"Bagus!" It Hang kembali memuji. Ia dapat kenyataan,
empat pemuda itu bersilat secara sempurna sekali. Itupun
suatu tanda mereka mahir dalam ilmu mengentengkan tubuh.
Menampak pemuda gagah ini memuji, thayCu kembali
tepuk tangannya.
Dari antara rombongan wiesu yang berkumpul di pinggiran,
muncul seorang umur lima puluh lebih, yang wajahnya merah
dan kumis jenggotnya bagaikan jenggot kambing gunung,
tangannya memegang sebatang galah. Sesampai di tengah
lapangan, orang tua ini patahkan galahnya itu. terus ia tancap
dua-duanya di tanah, setelah mana, ia lompat naik akan taruh
kaki di masing-masing sebatang galah. Ia cuma bergoyanggoyang
beberapa kali, lantas ia bisa berdiri dengan tetap dan
tenang di atas galah itu. Orang yang tidak mahir ilmu
mengentengkan tubuh, tidak nanti dia dapat melakukan yang
demikian itu. "Mari!" memanggil orang tua itu begitu lekas ia sudah
berdiri tetap. Empat orang yang memikul galah bergerak, akan jalan
memutari si orang tua. di atas galah mereka masih ada ke
empat anak muda Setelah mereka sudah memutar rapi.
mendadak anak-anak muda itu berseru, sesuatunya lantas
lompat menyerang dengan pedangnya kepada orang tua itu.
Benar liehay orang tua yang berdiri di atas pelatok galah
itu. Ia tetap berdiri tegak, tetapi kedua tangannya bergerakgerak
mengelak dan menyambut empat penyerang yang
datang saling susul. Ia mengelak dari tusukan pedang, lalu ia
sambar lengannya penyerang yang terus ditariknya, dibuang
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke samping. Dua orang diperlakukan demikian silih berganti,
lalu menyusul dua yang lain. yang diperlakukan sama. Setiap
pemuda tampaknya seperti terlempar, tapi kesudahannya
nyata mereka injak galah pula dengan bertukaran tempat atau
kedudukan. Pertunjukan ini dilakukan berulang kali. hingga mereka
seperti orang-orang yang beterbangan di tengah udara,
sangat menarik ditontonnya.
Kemudian thayCu menepuk tangannya pula. segera semua
orang itu berhenti bergerak, empat orang itu turunkan galah
dari pundaknya, dan empat anak muda juga lompat turun "ke
tanah. Orang tua yang berjenggot seperti kambing gunung itu
bersenyum, iapun lompat turun, akan tetapi kedua batang
bambunya tetap menancap di tengah lapangan itu.
It Hang dengan matanya yang jeli. dapat lihat bahwa kedua
batang galah itu telah melesak masuk ke dalam tanah.
Orang tua itu tertawa, ia cabut kedua batang galahnya itu
yang meninggalkan dua lubang bekas menancapnya.
ThayCu panggil orang tua itu, untuk diperkenalkan pada It
Hang. "Dia adalah guru silat nomor satu dari SeeCiang, yang
huhong telah berikan padaku," kata putera mahkota. "Dia
bernama The Hong Ciauw. Kau pun liehay. Tuan To, maka kau
berdua baiklah ikat tali persahabatan."
Hong Ciauw angsurkan tangannya untuk berjabatan.
It Hangsambuti tangan itu, segera ia merasakan, orang
telah kerahkan tenaga pada lima buah jarinya yang menjadi
keras bagaikan besi, ia menduga ia hendak diuji. Maka ia
segera lemaskan tangannya.
The Hong Ciauw terkejut sendirinya ketika ia merasakan
seperti sedang menggenggam kapas, apapula setelah It Hang
tarik tangannya secara licin.
"Bagus, inilah Iweekang sempurna!" ia memuji. "Tuan,
jikalau kau bukan dari Butong pay, tentu dari Siongyang Pay."
Kaget juga It Hang untuk terkaan orang yang jitu itu. Jadi
nyatalah busu ini bukan busu sembarangan.
"Guruku adalah Cie Yang Toojin dari Butong pay," ia
beritahukan. "Aha!" seru The Hong Ciauw. "Kiranya murid pandai dari
ahli silat nomor satu di kolong langit ini, pantas kau liehay
sekali!" Karena ini. orang she The itu jadi hargai si anak muda.
ThayCu ajak It Hang minum, sampai pelesiran itu ditutup,
kemudian ia bawa orang ke kamar tulisnya.
Kaisar Sin Cong sudah berusia lanjut, sembarang waktu
thayCu bisa menggantikan dia naik atas tahta kerajaan,
karena itu. putera mahkota hendak kumpulkan banyak orang
kosen. Pasti ia ketarik pada It Hang yang muda, gagah dan
pintar, bahkan keturunan orang berpangkat besar. Maka
lantas saja ia menawarkan jabatan kepala pengurus istananya
pada pemuda ini.
"Terima kasih." It Hang menampik. Ia unjuk bahwa ia
sedang berkabung.
"Itulah bukannya soal," berkata thaytiu. "Kau bukannya
pangku pangkat dalam pemerintahan, kau hanya menjadi
tetamu terhormat di dalam istanaku ini. Kedudukan ini tidak
merusak kebaktianmu."
"Jenazah ayahku masih harus diangkut pulang ke kampung
halaman kami." It Hang berikan alasan pula. "Engkong pun
sudah berusia lanjut dan tak ada orang yang merawatinya.
Aku belum menjabat pangkat, mustahil aku tidak inginkan
itu?" ThayCu kewalahan, tapi iapun kagum. Maka ia menghela
napas. "Sianseng. kebaktianmu harus dipuji!" katanya. "Sejak
jaman purba ada kata-kata: menteri setia berasal dari
keluarga berbakti, maka itu baiklah, aku tak ingin
memaksanya. Tapi aku harap dengan sangat, setelah beres
mengurus penguburan jenazah ayahmu, segera kau kembali
ke kota raja, supaya aku dapat ketika akan tetap
berdampingan denganmu. Tentang perkara penasaran
ayahmu, segera aku akan adili. Baik kau menanti beberapa
hari di dalam istana."
Begitu sangat permintaan putera mahkota, It Hang tidak
dapat jalan untuk menampik lebih jauh.
Lewat beberapa hari, suasana di dalam istana menjadi
berubah. Kaisar Sin Cong boleh menyayangi selirnya, akan tetapi
menghadapi ajaran leluhur dan desakan dari pelbagai menteri,
tak dapat tidak ia mesti perintahkan jebloskan The Kuihui ke
dalam Lengkiong, penjara istana. Siang Sun juga dipecat dan
dikurung. Dan The Kokkiu mesti dipenggal batang lehernya. Di
samping itu, semua menteri yang terfitnah telah dapat pulang
nama baik dan kebersihannya.
Houwpou Sielong To Kee Hian yang telah meninggal dunia,
juga diperbaiki namanya dan dianugerahkan sebagai ThayCu
Siauwpoo, pelindung muda bagi putera mahkota.
To lt Hang menghaturkan terima kasih kepada thayCu.
hatinya sedikit terhibur juga.
Sampai di sini selesailah insiden "Teng Kie An" itu.
The ToahunCu penyerang istana itu. entah apa sebabnya
telah mati di dalam penjara, tentang dia raja tidak ambil
tindakan apa-apa. ThayCupun turut membungkam, karena ia
anggap tidak baik ia korek-korek itu.
Sejak itu, Gui Tiong Hian tempel putera mahkota, tetapi di
samping itu diam-diam ia terus kumpul pengaruh, ia gunai
pengaruhnya di mana bisa untuk berkuasa. Ia jeri terhadap
kecerdasan thayCu, ia senantiasa bertindak secara diam-diam.
Maka di belakang hari, dia bisa timbulkan perkara hebat yang
kedua, yaitu "Ang Wan An" atau insidan "Pil Merah".
"Sesudah perkara beres, It Hang utarakan niatnya kepada
thayCu untuk berangkat pulang, kemudian ia pergi ke PoCu
Hotong untuk sambangi Ong Ciauw Hie. akan tetapi untuk
kemasgulannya, ia tidak dapat temui pemuda shc Ong itu.
tidak juga nona Beng Ciu Hee. entah ke mana perginya
mereka itu. Maka ia balik ke istana dengan lesu.
"Sayang." kala thayCu ketika ia diberitahukan hal
kepergiannya pemuda dan pemudi itu. Karena ini jasanya
Beng Busu cuma dicatat tapi gambarnya Ciu Hee dilukiskan
untuk nanti dicari guna balas budinya.
"Nampaknya kesayangan thayCu hanya palsu belaka," pikir
It Hang mengenai sikap putera mahkota itu.
Lagi beberapa hari telah berselang. Sesudah masukkan
tulang-tulang ayahnya ke dalam guci emas. It Hang ambil
selamat berpisah dari thayCu.
"To Sianseng"' berkata Siang Lok dengan tiba-tiba. "ada
satu orang yang ingin turut jalan bersama kau!"
"Apakah orang sebavvahan thianhee yang hendak pulang
ke Siamsay?" It Hang tanya.
"Benar. Kau hendak lakukan perjalanan ribuan lie
mengangkut jenazah ayahmu, bagus ada orang temani kau di
sepanjang jalan!" berkata thayCu. "Tunggu sebentar."
ThayCu beri perintah pada satu pengiringnya, yang tidak
lama kembali pula bersama satu orang, ialah The Hong Ciauw.
si tukang dangsu kemarin ini.
"Dengan kita berdua jalan bersama." orang she The itu
kata sambil tertawa, "walau ada penjahat yang banyak lebih
liehay. mungkin dapat kita melayaninya..."
It Hang berpikir.
"Bagaimana kalau kita ketemu Giok Lo Sat?" ia tanya
kemudi.!n Hong Ciauw kaget hingga wajahnya berubah. Tapi cepat
juga ia dapat tenangkan diri kembal i.
"Kita dengan Giok Lo Sat bagaikan air kali tidak ganggu air
sumur, tidak usah saudara To buat kuatir." Ia bilang.
Demikian dua orang ini meninggalkan kota raja. Di
sepanjang jalan, mereka omong banyak tentang ilmu silat
hingga mereka tidak kesepian. Selang dua puluh hari lebih,
mereka sudah lewati propinsi Shoasay dan sudah memasuki
wilayah Siamsay. Di sini saban-saban ada orang-orang yang
menegur The Hong Ciauw, suatu tanda dia banyak
kenalannya. Suatu hari sampailah mereka di Hoaim, maka gunung
Seegak Hoasan segera tertampak di hadapan mereka.
It Hang ingat di puncak Lokgan Hong dari gunung itu ada
bertinggal Ceng Kian Toojin. satu imam yang menjadi sahabat
gurunya, dan gurunya dahulu pernah pesan untuk dia
kunjungi imam tersebut, maka ia lantas utarakan niatnya'pada
kawan seperjalanannya itu.
"Bagus!" Hong Ciauw menyatakan akur." Kita boleh singgah
di sini sampai tiga hari, akupun boleh sekalian tengok
beberapa sahabatku."
Keesokannya pagi, lt Hang ajak Hong Ciauw mendaki
gunung. "Hari ini aku ada urusan." sahabat itu menampik Tapi ia
pesan It Hang supaya kembali siang-siang.
Seorang diri lt Hang mendaki gunung Hoasan. Ia menuju
ke Lokgan Hong yang kedua, satu di antara lima puncak.
Empat puncak yang lainnya adalah Tiauwyang Hong. Lianhoa
Hong. lntay Hong dan Gioklie Hong.
Gembira lt Hang menyaksikan panorama puncak itu. Hanya
setelah tengah hari dan langit mendung, ia kuatir tertimpa
hujan, buru-buru ia hampiri kuil yang ditujunya. Di situ sudah
ada beberapa tetamu lain
Selagi menindak di undakan tangga pendopo, It Hang lihat
satu nona keluar dari kuil dengan langkahnya yang cepat.
Perhatiannya It Hang tertarik oleh kecantikan nona itu " "
kecantikan yang mentereng.
"Kasihan kalau ia kehujanan di tengah gunung," pikirnya.
Di pendopo, It Hang jumpai satu imam muda. setelah
perkenalkan diri, ia minta imam itu antar ia kepada Ceng Kian
Toojin. Girang Ceng Kian mendapat kunjungan anak muda ini.
"Mari masuk!" ia mengajak ke kamarnya sendiri. Ia suruh
kacungnya menyuguhkan teh.
It Hang paling dulu sampaikan pesan gurunya untuk
menanyakan kewarasannya imam ini.
"Sudah sepuluh tahun aku tidak bertemu gurumu, tak
kusangka sekarang ia telah didik kau seorang murid yang
cakap!" pujinya.
It Hang merendahkan diri.
"Paman gurumu yang ketiga. Ang I n Toojin, telah datang
kemari sebulan yang lalu." kata Ceng Kian kemudian.
"Ada urusan apa samsusiok datang kemari?" tanya It Hang.
"Dia datang untuk cari Giok Lo Sat, guna menuntut balas
bagi lima murid Butong pay." Ceng Kian berikan keterangan.
"Menurut dia, lima murid angkatan kedua telah dibabat kutung
jari tangannya oleh Giok Lo Sat, yang pun mencaci dan
menghina mereka itu. Aku telah membujukinya supaya dia
jangan ladeni segala anak muda. kemudian dengan tidak
diketahui dia telah pergi entah ke mana.
It Hang bercekat. Kembali ia dengar hal Giok Lo Sat. Maka
ia membayangkan bagaimana galaknya nona itu yang terjuluk
Raksasi Kumala. Selama mereka bercakap-cakap, hujan belum
turun, melainkan beberapa kali terdengar bunyi guntur.
"Mungkin akan turun hujan besar," kata Ceng Kian. "Baik
kau bermalam di sini."
It Hang kualiri tulang ayahnya, juga kuaur Hong Ciauw
mengharap-harap padanya, maka ia tampik tawaran itu.
"Ada satu sahabatku menantikan aku. aku harus kembali,"
ia kata. Ceng Kian tidak menahan lebih jauh, setelah pesan untuk
sampaikan hormatnya pada Cic Yang Toojin. ia antar pemuda
ini sampai di pintu depan.
Baru It Hang sampai di tengah gunung, guntur telah
berbunyi semakin gencar dan hebat.
"Mungkin hujan akan turun hebat," pikirnya sambil ia
memandang ke empat penjuru. Ia lihat sebuah gua, di mana
ada terukir tiga huruf "Uyin Tong" yang berarti gua "Awan
Merah", ia lantas menuju ke situ.
Di depan gua ada tumbuh pohon bambu serta beberapa
pohon cemara, juga ada meja dan kursi-kursinya yang terbuat
dari batu. Ia duga itulah tentu perlengkapan yang disediakan
oleh imam-imam di situ.
"Inilah tempat yang cocok untuk menghindarkan diri dari
hujan," pikirnya.
Baru pemuda ini sampai di dalam gua. guruh dan guntur
bertambah-tambah gencar dan menghebat, hujanpun turun
dengan lebatnya.
It Hang masuk terus ke dalam gua. ia tampak suatu ruang
yang terang, di atas sebuah dipan batu ada rebah seorang
perempuan, yang ia kenali adalah si nona yang tadi keluar dari
kuil. Si nona tampaknya tidur nyenyak, air mukanya manis
sekali. It Hang tidak berani mengawasi terus-terusan pada nona
yang ia tidak kenal itu, juga ia tidak pikir untuk membangun i.
ia kuatir si nona nanti menyangka jelek padanya. Celakalah
kalau ia dianggap ceriwis. Maka dengan berindap-indap ia
kembali ke mulut gua. Ia cari sebuah batu di atas mana ia
duduk bercokol, untuk sekalian bersemedhi.
Hujan turun terus, makin lama makin lebat.
It Hang terus bersemedhi, ia tidak berani menoleh kepada
si nona meski satu kalipun, hanya selang sekian lama, waktu
ia rasakan hawa sangat dingin, ia kuatirkan kesehatannya
nona itu. Ia merasa kasihan kalau si nona dapat sakit.
"Aku berada hanya berdua, aku mesti indahkan adat
kesopanan. Tapi dia terancam bahaya sakit, aku tidak bisa
mengantapkannya. Aku harus tolong padanya. Tidak apa
kalau ia mendusin dan katai aku tidak tahu adat.."
Tidak sangsi lagi It Hang berbangkit dengan tindakan
perlahan ia masuk pula ke dalam gua menghampiri si nona. Ia
buka baju luarnya yang gerombongan, dengan bajunya itu ia
keredongi tubuhnya si nona, yang tetap tidur dengan nyenyak,
iapun lantas berlalu pula sambil berindap-indap.
Oleh karena ia bertindak perlahan sekali, ia dapat dengar
suara membaliknya tubuh dari nona itu. la masih tidak berani
menoleh, tapi ia seqera dengar bentaknya nona itu:
"Hai manusia ceriwis! Kau berani perhina aku?"
Karena dicaci, terpaksa It Hang tunda tindakan kakinya.
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maaf, nona. Harap kau tidak keliru mengerti." katanya
dengan sabar sekali. "Hawa di dalam gua ini sangat dingin,
aku kuatir kau dapat sakit, maka aku telah berlaku lancang
menutupi tubuhmu dengan jubahku."
"Begitu?" kata si nona. Ia lantas menghela napas. "Coba
kemari!" Pemuda kita heran, ia berpaling. Ia tidak berani awasi
langsung nona itu, siapa sudah angkat jubah yang menutupi
tubuhnya dan diangsurkan kepadanya.
"Tuan. perbuatanmu tadi sebenarnya aku telah ketahui."
kata nona itu. "Nyata kau ada satu kunCu. Seumurku belum
pernah aku ketemui orang sopan seperti kau. Kalau orang lain
mungkin dia berlaku kurang ajar."
"Ah, dia seorang yang polos," pikir It Hang, tapi mukanya
berubah merah juga karena likat.
"Barusan aku damprat kau, itulah perbuatan sengaja dari
aku," kata pula si nona. "Harap kau tidak buat kecil hati."
Mau atau tidak It Hang kerutkan alisnya.
"Diapun seorang yang aneh pula," pikirnya. "Kenapa dia
gampang marah dan gampang baik" Kenapadia anggap cacian
seperti barang mainan..."
Nona itu mengawasi, ia tertawa.
"Begini memang tabiatku," ia mengaku. "Karena adatku
inilah yang membikin banyak orang jeri kepadaku. Lain kali
pasti aku akan merubahnya."
"Heran!" It Hang pikir pula. "Jikalau demikian tabiatmu,
buat apa kau merubahnya" Lagipun apa sangkutannya kau
merubahnya atau tidak?"
Nona itu masih mengawasi, melihat orang diam saja, ia
agaknya kurang puas.
"Kau gusar terhadapku, tuan?" tanyanya.
"Ah,..." It Hang gugup. "Mustahil aku gusar..."
"Memang aku tahu kau tidak akan gusar!" kata si nona,
romannya jadi gembira. "Kau baik sekali. Sejak aku dilahirkan,
belum pernah aku ketemu orang semacam kau yang demikian
perhatikan aku."
"Ayah dan ibumu bagaimana?" It Hang tanya
"Selagi aku masih belum tahu apa-apa, ayah dan ibu sudah
tinggalkan aku dari dunia, yang fana ini," sahut si nona.
It Hang menyesal.
"Maafkan pertanyaanku ini," ia mohon. "Tidak disengaja
atau disangkanya, aku telah bangkitkan kedukaanmu."
Tiba-tiba si nona ayun tangannya ke pundak pemuda ini.
Mereka memang berdiri dekat sekali satu dengan lain.
It Hang berkelit diri. maka tangan si nona lewat di atasan
pundaknya itu. tapi karena sampokannya meleset, tubuhnya
nona ini jadi terhuyung dan limbung hendak jatuh.
Menampak demikian, dengan sebat It Hang sambar ujung
baju orang, dengan begitu, si nona batal roboh.
Nona itu berdiri menyeringai, agaknya ia jengah.
"Tanah demak dan licin, andaikan tuan tidak sambar aku.
tentu jatuhlah sudah aku." katanya. Ia tertawa dengan tibatiba,
lalu ia menambahkan: "Bukannya tuan sambar aku.
hanya dengan tarik bajuku kau telah pertahankan robohnya
tubuhku..."
Merah muka dan kupingnya It Hang. Ia diam saja
"Eh, apakah kau juga jeri terhadapku?" sekonyong-konyong
si nona tanya It Hang heran bukan main. Aneh sekali nona ini. Kenapa
dia selalu bicara tidak keruan juntrungan"
"Mungkinkah disebabkan dia bersusah hati karena tidak
beribu-ayah lagi?" ia menduga-duga Lantas ia menjawab:
"Aku hanya merasa kasihan terhadapmu, nona.."
"Apa kasihan?" si nona tegaskan, suaranya gemetar.
"Berbareng aku pun kagum." berkata pula It Hang. "Kau
hidup sebatang kara dan sekarang seorang diri kau mendaki
gunung Hoasan untuk bersujut. Kalau nyalimu tidak besar, tak
mungkin kau dapat melakukannya?"
Nona itu tunduk.
"Benarlah apa yang kau katakan itu," katanya. "Kenapa kau
mirip seperti sahabat kekalku" Eh ya, apakah she dan
namamu" Aku sampai lupa untuk menanyakannya..."
It Hang perkenalkan dirinya
"Dan kau, nona?" ia balik menanyakan.
"Aku she Nie, aku belum punya nama" si nona menyahut.
"Dapatkah kau berikan nama padaku?"
Waktu itu hujan sudah mulai berhenti akan tetapi angin
masih menghembus-hembus masuk, satu kali bajunya si nona
kena tertiup bergoyang-goyang, bagus dilihatnya Melihat itu,
tiba-tiba It Hang ingat akan kata-kata "Nie siang ie ie" -- "Baju
bulu, kun kembang".
"Jikalau nona pakai nama Nie Siang, tidakkah itu bagus?"
katanya. Tapi si nona kaget, hingga wajahnya berubah.
"Siapa kau?" tiba-tiba dia membentak. "Hayo bicara!"
It Hang pun kaget.
"Aku toh To It Hang!" jawabnya "Apakah nona anggap
nama itu jelek" Kalau nona tidak suka nama itu, akupun tidak
memaksanya. Kenapa kau gusar?"
Kedua matanya si nona dibuka lebar-lebar, bijinya memain,
sinarnya tajam berpengaruh selagi ia awasi pemuda kita Tapi
sebentar kemudian ia menjadi tenang pula.
"Ah, kembali aku bawa adatku..." katanya. "Nama yang kau
berikan itu bagus. Baiklah, selanjutnya aku memakai nama
Lian Nie Siang."
It Hang seka keringat dingin di dahinya.
"Nona ini sungguh mengejutkan orang..." pikirnya.
Nona itu lantas tertawa geli.
"Penglihatanku tentu kau pandai ilmu silat. Ada urusan apa
kau datang ke Hoasan ini?" dia tanya.
"Di kalangan Butong pay aku belajar beberapa jurus saja,
tak dapat dikatakan aku pandai..." sahutnya It Hang.
"Sekarang aku sedang dalam perjalanan pulang ke kampung
halamanku dengan antar tulang-tulang ayahku almarhum
untuk dikubur, kebetulan aku lewat di gunung ini, maka
sekalian aku mendaki untuk bersujut."
Nona itu adalah Giok Lo Sat sendiri, tidak heran kalau nama
yang diberikan It Hang itu membuat ia kaget. Nie Siang
memang namanya sejati dan sekarang orang
menyebutkannya, tentu ia telah menduga yang tidak-tidak.
Memang ia beradat aneh. pasti kelakuannya itu membuat si
anak muda bingung. Tadi pun ia uji anak muda itu yang ia
tekan pundaknya dan ia sengaja berlagak terhuyung-huyung,
katan>a tanah licin. Kesehatannya It Hang menimbulkan
dugaannya bahwa pemuda ini mungkin pandai ilmu silat.
Tadinya ia curigai It Hang sebagai satu musuh gelap, ia tidak
sangka bahwa orang berlaku terus terang. Maka ia mau
percaya It Hang benar-benar tidak mengandung maksud
busuk terhadap dirinya. Lagi-lagi ia tertawa
Giok Lo Sat telengas, kalau seandainya It Hang ceriwis dan
tidak jujur, mungkin terjadi onar di antara mereka berdua.
"Aku dengar orang mengatakan ilmu silat Butong pay tidak
ada tandingannya di kolong langit ini, mengapa kau hanya
menyebutnya beberapa jurus?" ia tanya.
"Ilmu silat itu tidak ada batasnya," It Hang jawab. "Ilmu
silat setiap partai ada bagian-bagiannya masing-masing yang
istimewa, maka tidak benar untuk mengatakan suatu partai
tidak ada tandingannya. Kenyataan yang tak dapat disangkal
ialah Butong pay dan Siauwlim pay memang telah mempunyai
riwayat yang sudah lama sekali, setiap jaman muncul jagojagonya,
karenanya kaum Rimba Persilatan telah berikan
pujiannya. Aku sendiri berbakat tumpul, meskipun belajar
kepada guru yang kenamaan, tentang ilmu surat dan ilmu
silatku, kedua-duanya aku gagal, tidak berharga untuk
disebut-sebut."
Pemuda ini menduga si nona pandai silat, maka ia
merendahkan diri.
Nona itu manggut-manggut. Mendadak ia maju, sebelah
tangannya menyambar tangannya pemuda kita.
It Hang kaget tidak terkira. Tidak sempat ia berkelit dan
mukanya menjadi merah sendirinya. Terpaksa ia menggentak
tangannya itu. Si nona melepaskan cekalannya dengan sengaja. Jusieru itu
terdengar suaranya guruh walaupun hujan mulai berhenti.
"Aku takut, aku takut..." katanya,
"Kalau aku sedang takut, tentu aku ingin jambret orang
untuk dibuat teman... Mengapa kau menolak?"
It Hang terbenam dalam keragu-raguan. Adakah nona ini
berkata benar-benar atau hanya main-main saja" la sangsikan
nona ini mempunyai kepandaian ilmu silat Mengawasi si nona,
ia agaknya merasa kasihan.
"Jikalau kau takut, nona. mari aku antar kau pulang," ia
kata. Giok Lo Sat pergi ke mulut gua, ia melongok.
"Hujan bakal lekas berhenti," katanya. "Ada orang
menantikan aku, tidak usah kau mengantarkannya."
Secara demikian ia tampik tawaran.
Masih mereka berdiam di situ, sampai hujan benar-benar
sudah berhenti dan mega telah buyar.
"Bagus! Sekarang aku hendak pulang!" kata si nona.
Hampir It Hang tanya si nona apakah masih mempunyai
anggauta keluarga di dalam rumahnya itu, tetapi kapan ia
ingat tabiat aneh dari nona itu, ia batal menanyakannya, ia jeri
sendirinya. "Baiklah, aku juga hendak turun gunung," ia kata.
"Silakan kau berangkat lebih dahulu," kata si nona.
It Hang lantas bertindak. Baru ia injak mulut gua,
mendadak ia dengar nona itu memanggil:
"Tunggu sebentar!" demikian suara si nona yang nyaring
itu. Pemuda kita berpaling dengan melengak.
"Aku ingin kau janji satu hal," nona itu berkata.
"Kau sebutkanlah, asal yang aku sanggup, pasti aku terima
janjimu itu." jawabnya It Hang.
"Tentang sekarang kau bertemu dengan aku, aku larang
kau beritahukan pada siapa juga!" demikian permintaannya si
nona. Mendengar itu, It Hang tertawa.
"Itulah mudah sekali, dapat aku mengabulkannya," ia
jawab. "Kita baru saja berkenalan, apa perlunya aku omong
kepada lain orang?"
Dengan tiba-tiba matanya si nona menjadi merah.
"Oh, kiranya benar-benar kau tidak perhatikan aku!"
katanya. Lagi-lagi It Hang menjadi bingung.
"Aku hendak pulang ke rumahku di Siamsay Utara,
mungkin di belakang hari kita tidak akan bertemu pula satu
sama lain," katanya, yang tak tahu kata-kata bagaimana yang
harus diucapkannya. "Akan tetapi, apabila kemudian kita toh
dapat bertemu lagi, pasti aku akan pandang kau sebagai
sahahat baik."
Nona itu ulapkan tangannya.
"Baik! Kau pergilah sekarang," kata dia.
Tanpa berkata-kata lagi It Hang turun gunung dengan
berlari-lari. Satu kali ia menoleh ke belakang, samar-samar ia
masih tampak si nona asyik berdiri menyender di sebuah batu.
Sesampainya di hotel, pemuda ini ketemukan Hong Ciauw.
"Kau telah pergi mendaki gunung Hoasan, apakah kau
dapat ketemu Ceng Kian Tootiang?" tanya sahabat
seperjalanan she The ini.
"Ya. aku telah bertemu," sahut It Hang.
"Ah, sayang Ceng Kian sudah tidak gemar mengurus segala
urusan orang luar..." sekonyong-konyong Hong Ciauw
berkata. It Hang heran. Kata-kata itu mesti ada artinya
"Ada apa. The Cianpwee?" ia tanya orang tua itu.
Hong Ciauw niat membuka mulutnya tapi saban-saban ia
batal. "Kau mendaki gunung Hoasan, kecuali Ceng Kian Tootiang,
siapa lagi orang gagah yang kau ketemukan?" akhirnya dia
tanya. "Tidak," sahut pemuda ini. Tapi dalam hatinya mendadak ia
ingat pesan Nie Siang, ia terpaksa dustakan hambanya
ThayCu Siang Lok.
Sampai di situ, Hong Ciauw tidak menanyakan apa-apa lagi,
maka mereka lalu bicara lain urusan yang mengenai kalangan
kangouw. Malamnya sehabis bersantap, mereka masing-masing
masuk tidur. Tengah malam It Hang mendustn. Segera ia dengar suara
suling di kejauhan. Ia heran. Tiba-tiba iapun terkejut, karena
ia dengar ketokan perlahan-lahan pada pintu kamarnya.
"Saudara To. coba buka pintu..."
Itulah suaranya The HongCiauw.
Pemuda kita turun dari pembaringan, ia angkat palangan
pintu dan pentang daunnya.
Hong Ciauw masuk menerobos, langsung iabikin api lilin
nyala terang. "Saudara To, kau jeri atau tidak terhadap Giok Lo Sat?"
tanya dia tiba-tiba tampangnyapun berubah. Ia mendelong
mengawasi pemuda kita.
It Hang heran. "Aku ingin kau menjawab dengan sebenar-benarnya kau
jeri atau tidak terhadap Giok Lo Sat?" mengulangkan sahabat
seperjalanan itu, yang sikapnya aneh.
"Belum pernah aku bertemu muka kepadanya tak dapat
aku bicarakan soal jeri atau tidak!" akhirnya It Hang jawab.
"Kalau kau tidak takut, itulah terlebih baik." kata Hong
Ciauw. Mendadakan saja ia jadi girang. "Dia telah culik
engkongmu, dia telah perhina saudara-saudara
seperguruanmu, untuk itu kau memikir untuk menuntut balas
atau tidak?"
It Hang anggap pertanyaan itu agak aneh
"Mengenai urusan itu kecuali mendapat titah dari guruku,
aku tidak memikirnya untuk ambil tindakan." jawabnya.
"Bagaimana seandainya kau bcrsomplokan dengan dia?"
tanya pula orang she The itu.
It Hang jadi semakin heran.
"Mungkinkah Giok Lo Sat ada di sini?" dia tegaskan.
Hong Ciauw perlihatkan satu jari tangannya
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Justeru dia ada di sini!" sahutnya.
It Hang terperanjat Berkelebat bagaikan kilat, dalam
otaknya timbul ingatan, bukankah Lian Nie Siang yang ia
ketcmukan tadi siang itu Giok Lo Sat adanya"
"Ah, tak mungkin'" pikirnya pula. "Giok Lo Sat katanya
jahat, romannya tentulah sangat jelek dan seram tampaknya!
Tapi Lian Nie Siang tadi adalah seorang nona yang elok luar
biasa, manis dan menggiurkan sekali. Mustahil dia ada di sini?"
la tunduk dengan pikirannya bekerja
Menampak sikap orang yang sangsi itu. HongCiauw berkata
pula: "Mengapa baru mendengar saja Giok Lo Sat ada di sini.
kau sudah ketakutan?"
"Siapa yang takut?" kata It Hang. "Urusan dia dengan
kaumku adalah urusan kecil, kenapa mesti diperbesar" Tidak
ada perlunya untuk aku memusuhi dia."
"Dengan demikian, urusan engkongmu diculik itu jadinya
kau tidak hendak perdu likan lagi?" kata Hong Ciauw dengan
maksud membikin panas hatinya pemuda ini.
"Engkong telah pulang dengan tidak kurang suatu apa,
kerugian uangnya tidak ada artinya."
"Dan bagaimana urusan dia perhina suheng-mu" Hal itu
mempunyai sangkut-paut dengan nama baiknya Butong pay!
Apakah kau masih hendak tinggal diam juga?"
"Mengenai urusan partai, aku akan turut titah suhu." It
Hang pastikan. "Kalau begitu, umpama nanti Giok Lo Sat satroni kau, kau
tidak akan memperdulikannya, bukan" Tidakkah itu berarti
nama baik Butong pay runtuh di tanganmu?"
Hong Ciauw masih saja mainkan lidahnya yang tajam.
"Dia toh tidak satroni aku."
Hong Ciauw perdengarkan suara dingin.
"Baik aku omong terus terang padamu!" katanya. "Besok
malam dia bakal bertempur dengan aku. Kau ada bersamasama
aku. mustahil kau dapat berdiam diri tidak
mencampurinya?"
It Hang kerutkan alisnya. Memang, walaupun ia tidak
bersahabat kekal dengan Hong Ciauw, mereka toh berjalan
sama-sama. Pun benar juga Giok Lo Sat adalah satru
partainya. Sudah sepantasnya Hong Ciauw tegur padanya. Di
samping itu. mungkin kaum Rimba Persilatan akan katai ia
bernyali kecil, tak berani terhadap Giok Lo Sat.
"Samsusiok mau cari Giok Lo Sat, andaikata sekarang aku
bantui orang she The ini, tidak bisa jadi suhu nanti tegur
aku..." pikirnya pemuda itu terlebih jauh. Maka kemudian ia
kata pada Hong Ciauw: "The LooCianpwee, kalau benar Giok
Lo Sat hendak ganggu kau, baiklah, aku nanti lihat dia
punyakan kepandaian apa. Hanya sayang aku masih muda
dan kebisaanku tidak berarti, dikuatirkan aku nanti tidak
sanggup membantu padamu."
Tapi, mendengar itu, sudah bukan main girangnya Hong
Ciauw. Ia tertawa dengan sepasang alisnya terangkat naik.
"Bagus, bagus! Ini baru kata-katanya satu laki-laki sejati!"
pujinya. "Aku nanti ajak kau temui beberapa sahabat, untuk
kita bersama-sama melayani hantu wanita itu!"
Ia tarik tangannya pemuda kita, buat diajak lompat keluar
jendela akan terus lari ke tegalan.
Rembulan tampak suram, bintang-bintang pun jarang. Di
kejauhan terlihat titik-titik api kecil.
HongCiauw ajak It Hang berlari-lari sampai keduanya
dengar beberapa suara yang aneh kedengarannya. Mendengar
itu Hong Ciauw berhenti lari untuk terus tepuk-tepuk tangan.
Di samping mereka ada kuburan, dari belakang kuburan itu
muncul beberapa orang, apabila It Hang sudah melihat nyata
ia dapati empat orang dengan tubuh kate dan jangkung tidak
berketentuan. begitupun usia mereka itu.
"Hoan Jieko punya urusan penting dia tidak bisa datang,
inilah aku tahu," berkata Hong Ciauw kepada mereka itu,
"tetapi apakah Eng Toako juga tidak turut datang" Tanpa dia,
pertahanan kita akan menjadi lemah!"
Satu antara ke empat orang itu menyahut: "Dia bakal
datang pada saatnya yang tepat. Dia hendak membuat kaget
pada iblis wanita itu!"
Hong Ciauw tidak kata apa-apa lagi, hanya ia perkenalkan
It Hang kepada empat orang itu, ialah Tio Teng dari
SiongyangPay, Hoan Tek Giokbin Yauwho Leng Siauw yang
baru berumur kira-kira dua puluh tujuh tahun,
danCengSiongToojin.
It Hang heran setelah ia ketahui nama empat orang itu. Tio
Teng dan Hoan Tek adalah orang-orang kangouw, tentang
Ceng Siong Toojin ia belum pernah dengar, tetapi hal Leng
Siauw, yang punyakan julukan si Rase Kumala, ia ketahui
bukannya orang kangouw sejati
"Saudara To," kata Hong Ciauw kemudian, "besok malam
dengan mengambil tempat di puncak Hoasan, kami bakal
tempur iblis wanita itu, sekarang perlu kami berlatih dulu.
Kami punyakan semacam cara berkelahi berbareng."
"Cara apakah itu?" It Hang tanya.
"Sebenarnya kami janjikan tujuh orang," Hong Ciauw
jawab. "Kesemuanya itu terdiri dari partai-partai yang
berlainan, karenanya berlainan juga kepandaian masingmasing,
tetapi untuk layani Giok Lo Sat, kami harus
persatukan diri untuk dapat bekerja sama saling membantu.
Maka itu, perlulah kami berlatih dulu. Jumlah kami tujuh orang
tapi yang satu berhalangan datang, dari itu haruslah saudara
To turut kami untuk melengkapkan jumlah itu."
"Walaupun ditambah aku seorang, jumlah kita toh baru
enam?" kata It Hang.
"Toako kami pasti datang besok malam." jawab Hong
Ciauw. "Cara berkelahi semacam barisan pengurung ini dialah
yang ciptakan."
It Hang pikir: "Baiklah, aku ingin saksikan barisannya ini..."
Maka ia tidak berkata apa-apa lagi.
Hong Ciauw lantas mulai. Ia tunjuk kedudukan yang harus
diambil oleh mereka berenam, yang merupakan sebuah
kurungan. Diumpamakan musuh ada di tengah kalangan.
"Kita harus bekerja saling sambut," kata orang she The ini.
tidak boleh ada yang terlambat agar musuh tidak dapat
kesempatan akan serang kita. Kita semua adalah orang-orang
kelas satu tapi Giok Lo Sat sangat gesit. Memang, dengan
bertujuh kita tidak sukar untuk mengalahkan padanya, tapi
masih sulit untuk dapat membinasakannya, dari itu toako kami
ciptakan barisan pengurung ini yang ia namakan CitCiat Tiemo
tin --- Tujuh Jalan Buntu Untuk Membinasakan Iblis. Barisan
ini tiga orang jadi penggempur, tiga penjaga di belakang, dan
yang ke tujuh sebagai kepala perang. Kita mesti kurung
musuh hingga dia tak dapat meloloskan diri. Sekarang kita
cuma ada berenam, mari kita coba latihan pengurungan saja."
Tio Teng berlima bersiap, maka lt Hang pun lantas
menuruti. Tiga orang segera maju menyerang, lalu disusul
oleh tiga yang lain. Ketika rombongan yang kedua ini mundur,
yang pertama sudah lantas menyerang pula. Secara demikian,
mereka menyerang saling susul dengan teratur. Gerakan
mereka mirip dengan TiangCoa Tin"Barisan Ular Panjang,
atau "Jieliong Yauwhay" --- Dua Naga Mengaduk Lautan.
Mereka bisa maju mundur dan menyamping ke kiri kanan
secara rapi. It Hang cerdas, segera ia mengerti. Ia percaya barisan
pengurung ini cukup sempurna. Apalagi kalau orang yang
menjadi toako itu pun sudah datang, pasti barisan ini jadi I
iehay sekali. "Fntah ada ganjalan apa di antara mereka dan Giok Lo Sat
maka mereka hendak binasakan si Raksasi Wanita itu?" ia
menduga-duga. Lama juga mereka berlatih, lalu Hong Ciauw beri tanda
untuk berhenti, la puas dengan kesudahan latihan itu.
"Saudara To," kata dia, "kau mainkan ilmu pedang
Lianhoan kiam dari Butong pay. dibantu ilmu pedang Hongpo
kjam dari Siongyang Pay dari saudara Tio, sungguh bertambah
hebat barisan pengurung kita ini."
It Hang diam saja.
Setelah itu, Hong Ciauw beber kejahatannya Giok Lo Sat,
yang juga dikatakan sebagai pembunuhnya jago-jago Rimba
Persilatan. "Jikalau demikian kejahatannya Giok Lo Sat, sepantasnya
saja dia disingkirkan,?" akhirnya It Hang pikir
Selama itu. Dewi Purnama mulai doyong ke arah barat.
"Mari kita pulang!" Hong Ciauw kemudian mengajak.
"Besok tengah malam kita harus berkumpul di puncak Gioklie
Hong..." Kata-kata ini belum habis diucapkan, tiba-tiba mereka
dengar satu suara ketawa ejekan tak jauh di samping mereka,
Hong Ciauw segera lompat maju sambil berseru dengan
bentakannya. Perbuatannya itu ditelad oleh Tio Teng berlima.
III Hong Ciauw lompat dengan percuma Di tempat dari mana
tadi suara datang tidak kedapatan siapa juga. Tempat itu tidak
terlalu lebat dengan pohon-pohon.
"Mungkinkah Giok Lo Sat mempermainkan kita?" tanya
Kimkong Ciu Hoan Tek.
"Suara ketawa itu tidak mirip dengan suara wanita,"
membantah Ceng Siong Toojin.
"Toh bukannya hantu!" kata Leng Siauw.
"Mungkin sekali kita yang keliru dengar." Tio Teng turut
berkata. Hong Ciauw berdiam, ia bercekat hatinya
It Hangpun berdiam, akan tetapi ia berpikir. Ia anggap
merugikan pihaknya andaikata suara ketawa itu benar keluar
dari mulutnya orangnya Giok Lo Sat, sebab itu berarti rahasia
mereka telah terbuka.
"Sudahlah," kata Hong Ciauw akhirnya, yang tampak
kawan-kawannya masgul.
"Tidak perduli dia kawan atau lawan, siapa berani terjang
barisan CitCiat tin kita, dia mesti terbinasa atau sedikitnya
terluka! Buat apa kita mesti takut?"
Oi mulut orang she The ini mengatakan demikian, namun
hatinya sebenarnya ciut.
Sampai di situ enam orang itu berpisahan. Hanya Hong
Ciauw dan It Hang yang pulang bersama.
"Apabila kita juga dapat bantuan gurumu, itu barulah
bagus!" kata orang she The ini sesampainya mereka di hotel.
Ia menghela napas.
"Guruku tidak usilan," It Hang kata.
"Aku telah saksikan ilmu pedangmu tadi, yang sempurna
sekali," kata Hong Ciauw, yang cari lain bahan, "maka kalau
besok kau dan Siongyang Kiamkek merangsek musuh, kami
harapkan benar kepadamu!"
It Hang dapat perasaan tahwa orang sangsikan dia tidak
akan membantunya dengan sungguh-sungguh.
"Aku telah berikan janjiku," katanya, "maka itu walaupun
Giok Lo Sat liehay luar biasa, tidak nanti aku mundur!"
"Jangan kecil hati, saudara," Hong Ciauw minta. "Kita akan
hadapi musuh tangguh maka sudah sewajarnya aku
berkuatir..."
Mereka lantas masuk tidur.
Keesokannya, sehari itu mereka tidak kerjakan apa-apa.
Barulah setelah sore tiba, sehabisnya bersantap, mereka
lantas dandan untuk terus mendaki gunung Hoasan.
Malam itu sunyi, bulanpun suram. Bisa dimengerti kalau
mendaki gunung di waktu demikian ada lebih sukar daripada
di waktu siang. Namun Hong Ciauw bisa ajak It Hang naik
sampai di puncak Gioklie Hong. Ketika itu bulan belum naik
sampai di tengah-tengah langit. Tetapi, Ceng Siong Toojin
berempat sudah sampai lebih dahulu di puncak itu.
Semua orang itu perlihatkan romam muka muram,
menandakan gentingnya suasana. Mereka duduk di atas
rumput dengan tidak ada yang bicara satu sama lain.
"Lihat bulan!" tiba-tiba Hong Ciauw berkata.
Di empat penjuru, semua tetap sunyi.
"Belum tampak bayangannya Giok Lo Sat," kata Ceng Siong
si imam. "Giok Lo Sat biasanya dapat dipercaya," kata Tio Teng.
"Apa yang aku kuatirkan adalah Eng Toako tak dapat datang
pada saat yang tepat..."
"Eng Toako tidak akan salah janji!" The Hong Ciauw
berikan kepastian.
Hatinya It Hang bercekat akan saban-saban dengar orang
menyebut-nyebut "Eng Toako", hingga timbul keinginannya
untuk menanyakan, siapa namanya toako itu. Akan tetapi di
saat itu segera ia dengar suara ketawa dingin, yang seperti
terbawa datang oleh angin, akan segera munculnya pula satu
nona yang pakaiannya serba putih.
Bagaikan terbang melayang demikian datangnya nona itu,
yang lompat turun dari tempat di atasan mereka. Dia berdiri di
tanah datar dari puncak Gioklie Hong, tampaknya bagaikan
bidadari. Hong Ciauw semua bangkit berdiri, tetapi It Hang
berbangkit dengan tercengang. Ia mimpipun tidak akan
sangka si nona justeru adai ah si nona yang kemarin ini
iaketemukan di dalam gua Uyliong Tong itu.
"Mungkinkah dia Giok Lo Sat yang dikatakan sangat kejam
itu. yang biasa membuat gentar hatinya orang-orang
kangouw?" berpikir ia. Ia jadi bingung. Kemarin ia telah
berjanji akan menjadi sahabatnya nona itu, siapa sangka
sekarang mereka bertemu pula di sini dalam keadaan sebagai
musuh! Mula-mula kelihatan Giok Lo Sat itu tenang sekali, ia telah
perlihatkan senyuman manis, tetapi dalam sekejap saja, air
mukanya telah berubah menjadi pucat, lalu air matanya
mengembeng dan berlinang-linang. Mungkin itu disebabkan ia
telah lihat pemuda kita dan hatinya jadi hancur...
Hong Ciauw heran bukan main. Ia telah lihat tegas air
matanya si nona. Itulah aneh! Apakah yang menyebabkan
keluarnya air mata itu" Kalau tidak lihat dengan mata kepala
sendiri, tidak nanti ia dapat mempercayainya.
Giokbin Holie Leng Siauw si Rase Kumala adalah seorang
ceriwis, iapun belum belajar kenal dengan keliehayannya Giok
Lo Sat si Raksasi Kumala, maka ia tertawa akan saksikan
kelakuannya si nona itu.
"Siapa belum sampai di sungai Honghoo, hatinya belum
puas! Siapa belum lihat peti mati, air matanya belum
Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meleleh!" katanya sambil tertawa. "Maka itu, Giok Lo Sat,
hayolah kau baik-baik menyerah kepada kami, mungkin kami
dapat memberi ampun padamu."
Giokbin Holie menyangka si nona jeri.
Tiba-tiba wajahnya si nona berubah. Dari berlinangkan air
mata, dia bersenyum.
"Terima kasih untuk kebaikanmu..." katanya.
Hong Ciauw sebaliknya beda daripada Leng Siauw. Ia
ketakutan. "Giok Lo Sat," katanya, "kau harus hormati kepercayaan
kaum kangouw! Sekarang belum sampai saatnya, orang kami
belum datang lengkap, kau tidak boleh lantas turun tangan..."
Kata-kata orang she The ini belum berhenti diucapkan atau
Giokbin Holie Leng Siauw menjerit sambil memegangi
perutnya dan tubuhnyapun mencelat tinggi satu kaki. Itulah
karena senjata rahasianya Giok Lo Sat yang disebut jarum
Tengheng Ciam, sudah melesat menyambar si Rase Kumala
itu, mengarah jalan darah saintay hiat.
Leng Siauw pandai ilmu enteng tubuh, ia lihat berayunnya
tangannya si nona, ia lantas berseru, sambil lindungkan
perutnya ia lompat tinggi. Akan tetapi si nona liehay, setelah
serangan yang pertama sebagai ancaman, segera iasusuli
serangannya yang kedua dan ketiga, maka senjata jarum yang
ketiga itu segera menancap di kaki, kepada jalan darah
yongCoan hiat! Leng Siauw merasakan sakit yang sangat hingga air
matanya keluar, akan kemudian jatuh meringkuk di tanah.
Syukur baginya, Ceng SiongToojin segera datang
menolong, hingga ia luput dari siksaan penderitaan lebih jauh.
Giok Lo Sat mengawasi sambil tertawa.
"Aku kira dia satu laki-laki yang tidak bisa keluarkan air
mata, tapi sekarang nyatalah dia hanya satu bantong!" GiokLo
Sat mengejek. Merah mukanya Leng Siauw, dia bungkam bahna malunya.
"Tahukah kalian mengapa aku datang kemari?" kata Giok
Lo Sat pula. "Sebenarnya aku datang untuk sangsheng kalian
semua, tapi tidak kusangka di antara kalian terdapat
sahabatku yang baru, kasihan dia hari ini telah cari
kematiannya sendiri!..." (Sangsheng = mengantar ke
kuburan). It Hangtahu si nona bicara tentang dirinya. Di dalam
hatinya ia kata: "Aku juga berkasihan terhadapmu... Kau
demikian cantik, mengapa kau sudi menjadi orang jahat"
CitCiat tin sangat berbahaya, walau kau gagah, kau juga
seperti sedang menuju ke jalan kematianmu..."
Ia awasi si nona dengan alis mengkerut.
Giok Lo Sat yang lihat wajahnya It Hang itu berkata:
"Kau... kau..." katanya dengan sengit, tetapi ia berhenti di
tengah jalan, terganggu oleh sesegukannya yang tertahan...
Hong Ciauw dan kawan-kawan tidak mengerti sikapnya
nona ini, walau mereka tahu si nona memang mempunyai
adat luar biasa, gampang tertawa dan gampang murka...
Siongyang Kiamkek Tio Teng segera tolak tubuhnya Hong
Ciauw, maksudnya supaya kawan ini mulai bergerak
mengurung nona itu, agat mereka tidak didahului. Ketika itu
justeru Hong Ciauw sedang memikir untuk minta si nona tidak
menyerang dahulu.
Giok Lo Sat di lain pihak menjadi panas hatinya. Ia
penasaran terhadap It Hang. Ia sekarang beranggapan bahwa
It Hang adalah musuh, bahwa kemarin It Hang telah
mendustai padanya. Maka ketika ia lihat sikap musuh yang
hendak mulai mengurung padanya, tiba-tiba ia berseru
dengan suaranya yang panjang, berbareng pedangnyapun
berkelebat. "Sekarang sudah larut malam, tak dapat aku menunggu
lebih lama!" begitu ia perdengarkan suaranya.
Dengan gerakan bagaikan kilat, nona ini menikam Hong
Ciauw. Orang she The ini bersenjatakan sepasang Jitgoat lun.
semacam gegaman mirip roda. dengan roda yang kiri ia
menangkis, dan balas menyerang dengan roda yang kanan.
Menyusul itu Ceng Siong Toojin, dengan goloknya. Kaytoo
membacok dari sebelah kiri, disusul oleh Giokbin Holie dengan
Pendekar Kelana 4 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 20