Pencarian

Wanita Gagah Perkasa 3

Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen Bagian 3


poankoan pit-nya. ialah senjata semacam alat tulis, yang
menotok dari samping, mengarah jalan darah kwangoan hiat.
Giok Lo Sat menangkis sambil berkelit, namun ia lantas
diserang oleh tiga lawan lainnya, yang menggantikan tiga
kawannya. Dengan satu lompatan, ia berkelit dari
serangannya Tio Teng, dibarengi ujung pedangnya lewat di
atasan pundak lawan itu. Tapi ia segera diserang oleh
Kimkong Ciu Hoan
Tek yang liehay tangannya-
Tangan Baja (Kimkong Ciu). Dengan kegesitannya ia masih
sempat untuk berlompat pula, ke arah It Hang.
Untuk bela dirinya, It Hang mainkan pedangnya dengan
gerakan "Gioktay wieyauw" = "Sabuk kumala melilit
pinggang". Setelah putar pedangnya di sekitar tubuhnya,
iapun balas menyerang. Akan tetapi secepat kilat suatu sinar
berkilauan menyambar ke arah kakinya!
Dalam kagetnya It Hang lompat mencelat dengan tipu
"Kantee poatCong" atau "Mencabut bawang di tanah kering",
dengan begitu, pedang si nona lewat di bawahan kakinya.
Sebenarnya nona itu telah berbuat baik terhadap pemuda
ini. kalau tidak, pasti kakinya It Hang kena terbabat pedang, It
Hang pun insaf akan kegesitannya nona itu.
Tidak sempat Giok Lo Sat mengasokan diri. karena terus
majunya ke lima musuh lainnya, berbareng atau bergantian,
dengan si anak muda she To juga tidak berdiam diri. Akan
tetapi dengan tabah iapun terus melayaninya, di samping
menangkis atau berkelit, iapun dapat kesempatan untuk balas
menyerang. "Awas kawan-kawan!" berseru HongCiauw, yang saksikan
kegesitan nona itu.
Pengurungan dilakukan dengan rapat dan hebat, tetapi
hebat juga perlawanannya si Raksasi Kumala. hanya sampai
sebegitu jauh nampaknya nona ini sukar meloloskan diri dari
kepungan yang teratur itu. beberapa kali tikamannya yang
berbahaya sia-sia karena ke enam musuh bisa saling tolong,
yang satu terdesak, yang lain mendesak.
To It Hang berkelahi dengan sungguh-sungguh, akan tetapi
ia tidak beringatan untuk melukai atau membinasakan
lawannya, ia keluarkan kepandaiannya ilmu pedang Citcapjie
Ciu Lianhoan kiam --- Pedang Berantai Tujuh Puluh Dua Jurus
--- hanya untuk melindungkan diri, bukan untuk cari jasa.
Demikianpun si nona, walau dia benci pemuda ini, diapun
tidak mempunyai pikiran untuk mencelakainya. Adalah
kemudian sesudah saat-saat berlangsung, dan It Hang dapat
bergerak dengan leluasa, si nona mulai hilang sabar, dia
menjadi sengit sendirinya. Dia berkerot gigi.
"Kau tidak tahu diri, baiklah! Jangan kau sesalkan aku!"
begitu katanya di dalam hati.
Kali ini Giok Lo Sat benar-benar desak pemuda itu.
Di saat segenting itu, dengan sekonyong-konyong
terdengar suatu seruan dari sebelah atas mereka, dari mana
segera tertampak lompat turunnya seorang tua kurus kering.
"Giok Lo Sat! Kenapa kau tidak hormati aturannya kaum
kangouw?" demikian tegurnya orang tua itu.
Mendengar seruan itu. The Hong rjiauw memberi isyarat
dengan tangannya, mengajak lima kawannya mengundurkan
diri. keluar dari kalangan pertempuran.
Giok Lo Sat juga lompat mundur.
"Bagaimana kau tuduh aku tidak menghormati
kepercayaan?" dia berseru. "Kau sendirilah yang sudah
menyalahi waktu1"
Orang tua itu dongak, ia lihat bulan berada di atasan
kepalanya. Ia tertawa gelak-gelak.
"Sebenarnya sudah lama aku berdiam di sini menantikan
kau!" katanya dengan lagaknya memandang enteng. "Dengan
enam saudaraku saja kau tak dapat tobtoskan kurungannya.
bagaimana kalau aku turut menceburkan diri dalam
rombongan kuninganku?"
"Hm, dia licik!" berpikir It Hang. "Dia sudah datang tetapi
dia menonton sambil sembunyikan diri. dia baru muncul
sesudah lihat kita menang di atas angin!"
Giok Lo Sat pun tertawa dingin.
"Bangsat tua she Eng!" ia mendamprat, "kau telah bunuh
Thayhiap Lo Kim Hong secara pengecut, apakah kau anggap
tidak ada orang yang ketahui perbuatanmu itu" Bagaimana
dengan beberapa kawanmu ini, segala bangsat cilik" Adakah
mereka mengekor kepadamu dengan setulus hatinya atau
karena kau telah perdayakan mereka?"
Mendengar perkataannya nona ini, Siongyang KiamkekCeng
Siong Toojin agaknya terperanjat.
"Jangan percaya ocehannya bangsat perempuan ini!" orang
tua kurus kering itu berseru. "Dialah yang sudah tindas
saudara-saudara kita kaum Rimba Hijau di wilayah SuCoan
dan Siamsay! Dialah yang lukai piauwsu dari golongan
Siongyang pay dan murid-murid Butong pay! Dialah musuhnya
kaum Rimba Persilatan! Jikalau sekarang kita tidak singkirkan
padanya, di belakang hari dia akan menyebabkan datangnya
pelbagai malapetaka yang tidak terkirakan hebatnya!"
Orang tua ini tutup kata-katanya yang berbisa itu dengan
ulapan tangannya, sebagai isyarat, atas mana The Hong
Ciauvv menyambut tanda itu. maka bersama-sama lima
kawannya, ia mulai menyerang pula si nona. untuk dikurung
kembali. Sekarang ini lengkaplah jumlahnya CitCiat tin, Barisan
Tujuh itu. Si orang tua kurus kering ambil tempat di tengah, ia
menyerang dan menolong enam kawannya bilamana salah
satu kawannya ada yang terancam bahaya. Senjatanya yakni
hudtim, semacam kebutan, telah digerak-gerakkan bagaikan
pedang Ngoheng kiam yaitu "pedang panca logam", dan alat
penotok jalan darah, setiap serangannya selalu
membahayakan. Maka si nona mesti bersungguh-sungguh
dalam melayani musuh yang liehay ini.
Ceng Siong Toojin itu adalah sahabatnya Lo Kim Hong si
orang gagah yang Giok Lo Sat namakan "tayhiap" (pendekar),
maka ketika tadi ia dengar si nona mengatakan tayhiap itu
telah dicelakai oleh orang tua kurus kering yang disebut orang
she Eng itu. timbullah keragu-raguanya. Akan tetapi
menampak si nona demikian telengas. ia bimbang juga. Iapun
sudah kepalang tanggung, bagaikan orang yang menunggang
harimau, turun salah, tidak turunpun terancam bahaya... Maka
terpaksa ia berkelahi terus.
Tujuh anggauta CitCiat tin itu masing-masing mempunyai
kepandaian sendiri-sendiri. Giok Lo Sat kewalahan juga,
hingga dia bermandikan keringat harumnya. Tapi ia beradat
keras, ia tidak mau angkat kaki. Ia percaya akan
kepandaiannya bahwa dalam keadaan biasa ia tidak nanti
terkalahkan oleh ke tujuh lawan itu, apa mau sekarang
mereka telah ciptakan pengurungan yang istimewa itu.
Makin lama si nona merasakan ancaman semakin hebat,
akan tetapi ia bermata jeli dan otaknya cerdas, ia lantas bisa
lihat, di antara ke tujuh lawan itu adalah It Hang yang belum
keluarkan sepenuh tenaganya, anak muda ini nampaknya
tidak nekat seperti yang lainnya, maka ia lantas gunakan saat
ini untuk mendesak pemuda ini, di saat anak muda itu
menusuk padanya, ia mengegos sambil terus maju, hingga
tubuh mereka berada dekat satu pada lain, di waktu itulah ia
segera berkata dengan perlahan: "Tidak malukah kau menjadi
konconya orang busuk?"
It Hang terkejut. Berbareng dengan itu, pedangnya si nona
menusuk ke arahnya. Sebelum ia sempat berdaya, si orang
tua kurus kering sudah mendahului menangkis pedang itu,
akan menghindarkan ia dari bahaya.
Giok Lo Sat tidak dapat segera pastikan It Hang telah
terpengaruh atau tidak oleh kata-katanya itu, akan tetapi
selagi pemuda itu lompat mundur, Hoan Tek telah maju
gantikan menerjang padanya, maka ia tangkis penyerang ini
sambil terus membarengi menikam, hingga lawannya itu
terluka. Si tua yang kurus itu menduga si nona akan lompat mundur
keluar kalangan, ia lantas lompat maju merintangi, sedangkan
HongCiauw di lain pihak juga merangsek bersama sepasang
senjatanya yang berupa roda kereta.
Hoan Tek terluka tetapi tidak parah, ia justeru menjadi
gusar, maka sambil perdengarkan seruan bagaikan geramnya
harimau ia lompat menikam. Akan tetapi dengan
kelincahannya, si nona dapat mengelakkan diri.
Si tua kurus kering sudah perhatikan ilmu pedangnya si
nona, ia dapati nona itu tidak gampang menjadi lelah, ia
menjadi curiga hingga timbut niatnya untuk menegur. Akan
tetapi sebelum ia sempat menegur tatkala 11 Hang, sang
kawan, mendadak mencelat ke sampingnya sambil menegur
padanya: "Cianpwee Eng Siu Yang!"
Itulah bukannya serangan melainkan pertanyaan, akan
tetapi pertanyaan itu telah membuat terkejut orang tua ini,
hingga hampir tanpa berpikir lagi ia menjawab: "Ya!" Ia
menduga pemuda ini adalah kawannya The Hong Ciauw yang
sampai sebegitu jauh ia belum pernah ketemukan. Maka i apu
n lantas memikir juga untuk berikan peringatan supaya anak
muda ini waspada terhadap musuh yang liehay itu.
Tapi It Hang sambut peringatan itu dengan tikamannya
yang mendadak. Bukan main kagetnya orang she Eng itu.
"Kau angot?" ia menegur sambil kelit diri dari tikaman itu.
It Hang tidak memperdulikannya, ia ulangkan tikamannya
dengan lebih dahsyat.
"Aku hendak bunuh dahulu kau, penghianat yang
berkongkol sama bangsa Boan!" teriaknya.
Tubuhnya Eng Siu Yang bergidikan, tapi ia masih sempat
tangkis tikaman itu.
Giok Lo Sat dengar bentakannya It Hang, selagi si kurus
kering itu tercengang, iapun berseru: "Oh, jahanam, kiranya
kau berkongkol sama bangsa Boan?" Lantas ia menyerang
dengan tusukannya yang seru sekali.
Dalam ancaman bahaya itu, The Hong Ciauw dan Tio Teng
maju menolong saudara yang tertua itu, menyusul mana,
Giokbin Holie juga menerjang It Hang dari belakang, dengan
incar jalan darah Cietong hiat.
Sambil memutarkan tubuhnya It Hang tangkis bokongan
itu, demikianlah keduanya jadi bertarung.
Segera setelah berbaliknya To It Hang, jalannya
pertempuran juga turut berubah. Dari lawan. It Hang dan Giok
Lo Sat menjadi kawan melayani enam musuh.
"To It Hang!" The Hong Ciauw berseru. "Kau adalah
puteranya seorang pembesar tinggi, mengapa kau berkonco
dengan orang jahat" Bagaimana nanti kau membuat
perhitungan di hadapan putera mahkota?"
Giok Lo Sat tertawa Ia mendahului It Hang beri jawaban.
"Kau bersaudara angkat dengan
Eng Siu Yang!" katanya dengan nyaring. "Yang satu
sembunyi di gunung, yang lain mendekam di istana, tetapi
sepak terjangmu sama saja. yaitu berkongkol sama. bangsa
Boan! Kau tidak dapat loloskan diri!"
Kata-kata ini dibarengi dengan berputarnya pedangnya si
nona yang menyerang dengan dahsyat, sinar pedangnya
berkelebatan di sekitar tubuhnya.
It Hang turut menyerang dengan tak kurang hebatnya.
Dengan kurangnya satu anggauta. CitCiat tin menjadi
seperti kipa, sebaliknya musuh dapat tambah tenaga menjadi
dua orang__ Sesaat kemudian Hoan Tek yang tangannya kuat seperti
baja, karena sudah lelah, sedang tadipun dia telah terluka,
empat buah jari tangannya kena terbabat kutung oleh
pedangnya si nona. Dia menjerit kesakitan dan terus lompat
mundur untuk menjauhkan diri.
Giok Lo Sat tidak berhenti sampai di situ, bagaikan terbang
ia lompat maju, pedangnya berkelebat-kelebat di antara
HongCiauw beramai. Kali ini gerakannya itu membuat senjatasenjata
musuh disampok terpental, hingga ia dapat merangsek
terus dengan leluasa. Begitulah dengan satu kali mencelat ia
telah berada di dekat Hoan Tek, dengan ulur tangan kirinya ia
jambak musuh itu. yang hendak lari kabur.
"Ha-ha-ha-ha kimkong Ciumu tidak sekuat kepunyaanku,"
si nona mengejek sambil ia angkat tubuh orang yang dijambak
bebokongnya. Lalu ia mengayunkan tangannya, hingga
tubuhnya Hoan Tek turut terayun juga. Hanya satu kali saja,
terus ia lepaskan cekalannya. Maka tubuh si Tangan Baja
lantas terlempar melayang ke bawah gunung, dari mana
terdengarlah jeritannya yang menggiriskan.
Menampak nasib kawannya yang terbinasa di kaki gunung
itu, hatinya Hong Ciauw dan kawan-kawannya menjadi
kuncup. Giok Lo Sat masih terus melancarkan serangannya, ke
depan dan belakang, ke kiri dan kanan, agaknya ia ada sangat
merdeka. Di samping itu. It Hangpun menyerang tidak kalah
sengitnya dengan ilmu pedangnya yang mempunyai jurusjurus
berantai yakni Citcapjie Ciu Lianhoan kiam.
Eng Siu Yang bersama lima kawannya ada dari kalangan
tinggi, akan tetapi melawan sepasang pemuda-pemudi itu,
mereka sangat terdesak, selain membela diri mereka tidak
mampu melakukan serangan pembalasan.
Beberapa saat telah berselang, si nona menjadi hilang
sabar. "Terpaksa aku membuat pelanggaran pembunuhan!"
serunya. "Ceng Siong Toojin! Siongyang Kiamkek! Kalian
adalah dari golongan sejati, jikalau kalian tetap masih tidak
mau tahu harga diri. mengertilah, batu dan kumala akan
hancur lebur bersama!"
Seruan nona ini sebagai pembuka jalan hidup untuk Ceng
Siong Toojin dan Siongyang Kiamkek Tio Teng. Tanpa sangsi
lagi, mereka segera tarik pulang senjatanya masing-masing
sambil terus lompat mundur dari kalangan pertempuran.
"Terima kasih!" mereka mengucap dan terus tari pergi.
Wajahnya Eng Siu Yang menjadi pucat sekali, demikianpun
Hong Ciauw yang hatinya menjadi ciut
Dalam keadaan putus asa itu. Eng Siu Yang berbalik
menjadi nekat, ia mengayunkan tangannya melepaskan lima
buah huitoo, golok terbang, membokong musuhnya.
Giok Lo Sat lihat serangan itu, ia tertawa.
"Segala tembaga rosokan dan besi tua!" demikian ia


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejek. "Apakah gunanya semua itu?"
Ia menangkis dengan pedangnya dengan tubuh berputar
sana-sini, dengan begitu ia bikin runtuh ke lima buah huitoo
itu, yang terbabat patah dan meluruk jatuh ke kaki gunung!
Serangannya Eng Siu Yang itu sebenarnya hanya suatu
siasat belaka. Dengan serangannya itu ia hendak membuat
musuh repot menangkis goloknya itu, lalu dengan gunakan
ketika itu, ia lantas lompat mundur, untuk terus jatuhkan diri
bergulingan ke kaki gunung!
The Hong Ciauw pun hendak menelad kawannya itu.
Demikian ia lompat melesat sejauh satu tombak lebih untuk
menyingkirkan diri.
"Hai, ke mana kau hendak kabur?" bentaknya si nona.
Berbareng dengan aksinya Hong Ciauw itu, juga Giokbin
Holie Leng Siauw si Rase Kumala niat ambil langkah seribu.
Dan ia, lari ke lain jurusan. Dalam hal ilmu silat ia kalah dari
pada Hong Ciauw, akan tetapi dalam ilmu mengentengkan
tubuh, ia mahir. Maka itu cepat sekali gerakannya.
Giok Lo Sat dapat lihat gerak sikapnya orang itu. Ia
memang jemu terhadap si Rase Kumala yang mulutnya enteng
itu. Maka dengan menyampingkan Eng Siu Yang dan The
Hong Ciauw, ia lompat mengejar orang she Leng ini sambil
mengayun sebelah tangannya.
Giokbin Holie berkaok hebat, oleh karena tiga batang jarum
Tengheng Ciam tepat menancap di tubuhnya, dia tidak bisa
lari terus walaupun dia liehay dalam ilmunya mengentengkan
tubuhnya. Dia memaksanya lari dengan terhuyung-huyung.
Giok Lo Sat mengejar dengan cepat, begitu lekas ia sudah
datang dekat, ia segera menyerang dengan dua gerakan
saling susul. Pedangnya membabat dan kakinya menendang.
Maka tidak ampun lagi robohlah tubuhnya si Rase Kumala,
tergelincir ke kaki gunung!
Menyusul itu,To It Hang berseru: "Nona Lian! Lebih penting
kita bekuk orang she The itu!"
Giok Lo Sat sadar, segera ia memandang ke arah The Hong
Ciauw, yang sudah lari sampai di tengah gunung, tubuhnya
tertampak bagaikan titik hitam saja.
Walaupun demikian, nona ini tidak putus asa.
"Kejar!" ia berseru
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari tengah gunung:
"Jangan ibuk! Aku telah wakilkan kalian menangkap dia!"
GiokLo Sat heran dan terperanjat. Ia telah dengar nyata
suara itu akan tetapi tak tampak orangnya. Mengertilah ia,
bahwa itulah suara yang disebabkan ilmu lweekang "Coanim
jipbie" yang mahir. Ilmu menyalurkan suara yang luar biasa.
Biasanya jikalau orang berseru di tempat tinggi, suaranya
gampang terdengar dari bawah, akan tetapi tidak demikian
apabila keadaan sebaliknya, orang di atas tidak bisa
mendengar nyata suara yang datangnya dari bawah. Sekarang
suara itu datangnya dari bawah tapi dapat didengarnya
demikian tegas dan nyata.
Nona ini memasang mata. Segera ia tampak seorang
berlari-lari mendaki, akan tak lama kemudian orang itu telah
sampai di dekatnya, ialah seorang dari usia kira-kira tiga puluh
lebih kurang, mukanya persegi, kedua kupingnya lebar.
Orang itu datang sambil mengempit satu orang, yang ia
lantas letakkan di tanah di depannya Giok Lo Sat Tawanan itu
adalah The Hong Ciauw.
Selagi si nona mengawasi, orang itupun memandang
kepadanya. "Apakah kau Giok Lo Sat?" orang itu bertanya. "Dan tuan
ini siapa?" Dia maksudkan It Hang, yang sudah menghampiri
si nona. Lian Nie Siang tidak puas ditanya secara langsung
demikian. Julukannya --- Giok Lo Sat, si Raksasi Kumala --- sudah
terkenal, akan tetapi ia tidak suka orang menyebutkan
julukannya itu di hadapannya.
"Habis kau mau apa?" dia jawab dengan tertawa dingin.
It Hang sebaliknya, ia menjawab dengan sikap yang
menghormat. "Aku yang muda adalah To It Hang murid Cie Yang Toojin
dari Butongsan," demikian jawabannya. "Akupun mohon
tanya, apakah she yang wangi dan nama besarmu dan dari
golongan mana?"
"Siauwtee adalah Gak Beng Kie," sahut orang itu. Yang
segera melanjutkan. "Baiklah kita bicarakan dahulu urusan
penting, baru kemudian membicarakan kalangan kita. Apa
yang pihakmu hendak perbuat terhadap orang ini?"
"Dia tertawan olehmu, kau saja yang memutuskan," sahut
Giok Lo Sat Gak Beng Kie tertawa.
"Tidak usah kita ambil tindakan menuruti caranya Kalangan
Hitam." katanya. "Mengenai orang ini, aku tidak mengetahui
banyak. Apakah dia konconya jahanam she Eng si bangsat
tuabangka itu?"
Kembali Giok Lo Sat merasa tidak puas. Ia dikenal sebagai
"lieCat" ?" penjahat wanita --- akan tetapi tidak suka ia
menyebutkannya itu. Maka itu, ia tidak senang orang she Gak
itu menyebut aturan Kalangan Hitam (Hektoo), ia merasa
tersinggung kehormatannya...
"Benar, dia adalah konco si orang she Eng itu!" It Hang
wakilkan si nona memberikan jawaban. "Dia malah bekerja
sebagai siewie dari putera mahkota, dia adalah orang gagah
nomor satu dari SeeCiang!"
Gak Beng Kie pandang pemuda itu, tiba-tiba ia tertawa.
"Oh, saudara To, kau kiranya orang yang tadi malam
berapat bersama mereka itu?" katanya. "Pantas kau kenal dia
baik sekali..."
Mukanya It Hang menjadi merah. Tahulah ia bahwa orang
ini adalah yang malam itu telah perdengarkan ketawanya
tanpa perlihatkan diri.
"Aku menyesal sekali yang aku telah keliru bergaul dengan
orang-orangjahat," diaakui. "Eng Siu Yang sudah berkongkol
sama bangsa BoanCiu, aku menduga dia pasti akan jadi
penyambut di dalam dari bangsa di tapal batas itu."
Itu waktu The Hong Ciauw, yang rebah di tanah, geraki
tubuhnya. Giok Lo Sat yang matanya liehay dapat lihat itu,
dengan sekonyong-konyong kakinya diangkat menendang
dagunya orang she The itu hingga dia tak dapat geraki kedua
baris giginya, sedang tadinya dia berniat menggigit buntung
lidahnya karena insyaf tidak nanti dia dapat lolos dari
tangannya ketiga orang ini. Karena dupakan itu. mulutnya jadi
terus terbuka saja...
Habis mendupak. Giok Lo Sat tidak gubris korbannya itu.
Dia terus menoleh pada lt Hang, yang ia awasi dengan tajam
"Kenapa kau tahu Eng Siu Yang berkongkol sama bangsa
Boan?" tanyanya.
Anak muda itu bersangsi, dia tidak lantas berikan
jawabannya. "Aku memang telah curigai dia berkongkol sama bangsa
Boan itu." kata pula si nona, "maka itu selama dua tahun ini,
aku saban-saban ubrak-abrik sarangnya, hingga dia terdesak
dan tidak berdaya mengumpulkan kambrat. Begitulah sudah
terjadi, dia tantang aku untuk membuat perhitungan di puncak
Hoasan ini. Aku tidak sangka bahwa kau adalah salah seorang
yang dijanjikan itu!..."
Juga Gak Beng Kie. dengan mata tajam turut mengawasi
pemuda ini. It Hang berpikir, la berkuatir juga, karena salah mengerti
telah menjadi menghebat. Dalam sepintas lalu ia dapat
kenyataan si nona sangat telengas, akan tetapi di samping itu
dia masih dapat membedakan putih dan hitam, bisa
mengetahui benar dan salah, ada semangatnya sebagai
seorang gagah. Di pihak lain, Beng Kie muda dan gagah,
mestinya dia ini bukan orang sembarangan. Maka menghadapi
kedua orang itu, It Hang tidak mau berlaku sembrono.
"Agaknya mereka tahu banyak, tapi mereka curigai aku.
sudah seharusnya aku omong terus terang kepada mereka," ia
menimbang. Segera ia ambil putusan. Maka terus ia tuturkan
halnya Busu Beng Can serta pesannya, terutama yang
mengenai sepak terjangnya Eng Siu Yang. Kemudian ia juga
jelaskan mengapa ia bisa berada bersama The Hong Ciauw,
utusannya putera mahkota, yang sekarang ternyata adalah
komplotan penghianat
Agaknya Giok Lo Sat tersadar, dengan tiba-tiba ia tertawa.
"Memang aku percaya kau bukannya semacam manusia
sesat itu," katanya terus terang. "Jikalau tidak demikian
sangkaku, sudah pasti sejak siang-siang jiwamu aku telah
bikin melayang!"
Selagi It Hang tercengang dan Gak Beng Kie pun masih
berdiam saja, si nona pandang The Hong Ciauw.
"Bagaimana" Apakah kau rasakan badanmu tidak enak?"
tanyanya dengan tertawa geli. "Maukah kau jikalau aku kasih
obat kepadamu?"
Suaranya si nona lemah lembut, agaknya ia sangat
menaruh perhatian.
Hong Ciauw yang lihat sikap dan suara manis budi dari
nona itu, mendadak kedua matanya dibuka lebar dan
wajahnya memperlihatkan roman ketakutan, semangatnya
seperti telah terbang pergi... Itulah karena ia telah ketahui
baik adat tabiatnya si nona yang aneh itu.
Giok Lo Sat tidak dapat jawaban, akan tetapi ia toh angkat
kakinya menjejak bebokongny a orang she The itu.
Nampak nona ini menggerakkan kakinya dengan pelahan.
akan tetapi akibatnya hebat bagi Hong Ciauw, yang berjengit
kesakitan bagaikan ditusuk-tusuk ribuan jarum, sakitnya dari
luar sampai di dalam. Dia niat gigit putus lidahnya, tetapi dia
tidak mampu lakukan itu, oleh karena dia terus tidak bisa
merapatkan kedua bibirnya. Bisa dimengerti penderitaannya
yang hebat itu.
"Bagaimana" Apakah kau masih tetap tidak mau berikan
pengakuanmu?" si nona tanya, menegaskan. "Benar mulutmu
tidak dapat digerakkan akan tetapi kedua tanganmu masih
dapat membantu kau mengutarakan sesuatu! Lekas kau tulis
di tanah nama-namanya semua kambratmu, atau kau masih
hendak merasakan penderitaan lainnya lagi!..."
The Hong Ciauw adalah kepala dari SeeCiang, dia biasa
periksa dan mengompes orang dengan pelbagai macam alat
siksaan, dia tidak sangka bahwa roda telah berputar, sekarang
dia sendirilah yang menjadi pesakitan di mukanya si Raksasi
Kumala. malah dia mesti icipi kompesan yang hebat luar biasa
ini. Tidak ada lain jalan, ia berikan pengakuannya dengan
segera Dengan jari tangannya ia mencorat-coret di tanah,
menuliskan beberapa nama dengan tulisannya miring tak
keruan. "Apakah kedudukan mereka masing-masing?" Giok Lo Sat
tanya. Hong Ciauw mencoret pula di belakang setiap nama: Tiga
nama ditambahkan huruf-huruf "siewie" atau pahlawan istana,
dan dua nama lainnya ditambah dengan tulisan: "jago Rimba
Hijau". "Tidak ada lainnya lagi?" tanya pula si nona sambil
membentak. Kepalanya siewie itu bermandikan keringat, suatu tanda
menghebatnya penderitaannya.
"Tidak ada lagi," demikian ia menulis pula.
"Aku tidak percaya!" berkata Giok Lo Sat dengan nyaring.
"Toh masih ada itu segala tokbu setempat dan menterimenteri
dalam istana!"
"Dengan sebenarnya aku sudah tidak tahu lain-lainnya
pula." Hong Ciauw menulis pula. "Pangeran Boan itu telah
berikan tugas kepadaku untuk menghubungi saja ke lima
orang itu."
"Hm! Masih kau hendak menyembunyikannya?"
Kembali ujung kaki si nona bergerak kali ini mengenai
pinggang orang.
Sakit luar biasa Hong Ciauw merasakannya, ia sampai
bergulingan, ketika ia gunakan jari tangannya akan menulis
pula, ia tidak dapat segera menulis huruf apa-apa. tampaknya
dalam penderitaannya itu ia berpikir keras, rupanya untuk
mencari nama-nama orang...
Melihat keadaannya The Hong Ciiauw itu, It Hang merasa
kasihan. "Nona Lian, aku percaya dia tidak tahu suatu apa lagi," ia
kata kepada si nona. "Jikalau kau terus paksa padanya, aku
kuatir dia nanti menuliskan nama sembarang orang, hingga
dia bisa celakai orang-orang yang tidak bersalah dosa."
Giok Lo Sat pandang pemuda kita
"Bagaimana kau tahu dia mungkin mengaco-be!o?" dia
tanya. "Tidakkah kau lihat wajahnya itu?" sahut si anak muda.
"Dia pasti sedang berpikir keras, memikirkan siapa-siapa yang
dia bisa rembet-rembet. Betul-betul aku kuatir dia nanti
mencelakai orang baik-baik. Lebih baik kau lekas hadiahkan
dia kematian."
"Kau sungguh murah hati!" kata si nona. Tapi toh ia terus
dupak bebokongnya Hong Ciauw pada urat kematiannya.
Hong Ciauw muntahkan darah hidup, setelah tubuhnya
berkelejat. lantas diam tidak bergerak, napasnyapun berhenti
jalan untuk selama-lamanya.
It Hang mendekati Giok Lo Sat, di kuping siapa ia berkata
dengan perlahan: "Aku tidak senang untuk ketelengasanmu
ini. lebih-lebih pula dengan tabiatmu yang gusar dan gembira
tidak keruan juntrungan! Dengan tabiatmu yang demikian itu,
siapa sudi dekati padamu?"
Nona Lian tidak sangka akan dengar pengutaraan itu. Tapi
ia tidak menjadi gusar.
"Pantas orang jeri terhadap aku..." pikirnya. "Adatku
memang jelek, akan tetapi dengan tiada sebab musababnya
orang menjadi takut, itulah tidak menarik hati..."
Karena berpikir demikian, iapun dekati kuping si anak
muda. "Terima kasih untuk nasihatmu yang berharga ini."
katanya. It Hang tidak menjawabnya, akan tetapi di waktu ia awasi
mayatnya Hong Ciauw. tiba-tiba ia perdengarkan seruan
kaget. "Celaka!" dia mengeluh.
"Celaka?" tanya si nona. "Celaka apa?"


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia dan aku keluar sama-sama dari kota raja," sahut 11
Hang. "sekarang dia binasa secara demikian rupa, apakah
kemudian putera mahkota tidak akan minta dia daripadaku?"
Mendengar demikian, Gak Beng Kie tertawa.
"Inilah gampang!" katanya, dan terus ia cabut pedangnya
dengan apa ia tabas kutung batang lehernya Hong Ciauw, ia
ambil kepalanya dimasukkan ke dalam kantongnya yang
terbuat dari kulit. "Aku kenal baik Him Kengliak, dia sekarang
tengah menjalani firmannya raja untuk meninjau pengatasan.
Kengliak telah menulis surat padaku, mengajak aku bekerja
sama dalam pasukan perangnya. Sebenarnya sekarang ini aku
dalam perjalanan ke kota raja, setelah itu barulah aku hendak
turut Kengliak pergi ke perbatasan, maka itu, setibaku di kota
raja, aku nanti dayakan supaya aku dapat berikan penjelasan
kepada putera mahkota."
It Hang girang. Ia percaya sahabat baru ini.
Beng Kie pun lantas pamitan.
"Eh, tunggu dulu!" Giok Lo Sat menahan "Kau sebenarnya
orang gagah dari partai mana" Ingin sekali aku belajar kenal
dengan ilmu kepandaianmu."
Beng Kie tertawa.
"Kau baru saja bertempur hebat, bukankah lebih baik sekali
kau beristirahat?" jawabnya.
Tampaknya si nona kurang puas.
"Sedikitnya aku masih sanggup layani kau tiga atau lima
jurus." katanya.
Kembali Beng Kie tertawa. lapun sentil-sentil pedangnya.
"Sebenarnya, jikalau bukan karena ingin mengetahui ilmu
silatmu, mustahil aku datang ke gunung Hoasan ini..."
katanya. Terus ia berpaling pada It Hang. "Saudara To, tadi
kau tanyakan aku tentang partaiku, sekarang baik kau tunggu
sebentar, kemudian kau tanyakan nona ini, nanti kau dapat
tahu!" Ia menambahkan.
It Hang terperanjat
"Kita adalah sahabat satu sama lain, untuk apa adu
pedang?" katanya, dengan maksud mencegah. Ia tidak setuju
dengan piebu itu karena ia kuatir salah satu akan celaka.
Orang she Gak itu bersenyum.
"Jikalau pemain catur ketemu tandingannya, tak dapat
tidak tangan mereka akan menjadi gatal!" katanya. "Saudara
To, apabila kau tidak punyakan urusan penting, marilah kau
saksikan pertandingan ini!"
Giok Lo Sat lihat sikapnya orang wajar sekali, seperti
memandang enteng kepadanya, di dalam hatinya ia mencaci:
"Bocah tak kenal mampus, bagaimana kau ketahui bahwa aku
adalah lawanmu yang setimpal?" Terus ia bertindak ke arah
bawah, untuk sengaja berikan tempat yang bagus untuk orang
she Gak itu, kemudian dengan angkat pedangnya ke depan
dada. ia tertawa dan berkata: "Silakan kau mulai!"
Beng Kie sudah lantas siap, akan tetapi ia berdiri tegak,
matanya mengawasi si nona, siapapun balik mengawasi.
Sampai sekian lama ia masih diam, tidak bergerak, barulah
kemudian dengan sekonyong-konyong ia angkat tangannya
sambil berseru: "Awas!"
Seruan peringatan itu disusul dengan pedangnya yang
menyambar cepat sekali kepada bahunya si nona.
Giok Lo Sat berkelit, pedangnya digerakkan ke kiri, akan
tetapi ia tidak meneruskannya, ia hanya balik menyabet ke
kanan. Secara begini ia balas menyerang.
Beng Kie berkelit sambil memutar tubuh. Geraknya gesit
sekali dari "Poanhong kieCoan" atau ''Naga berputar kabur!"
Serangan si nona yang mengarah embun-embunan lawan
meleset, dan baru saja pedangnya lewat, ujung pedangnya
Beng Kie tiba-tiba menyambar ke dadanya.
It Hang lihat serangan Beng Kie yang berbahaya itu, ia
terperanjat. Tapi si nona pun gesit dan tabah, dengan kasih turun
pedangnya, ia dapat membebaskan diri dan pecahkan
serangan dahsyat dari lawannya itu, lalu ia teruskan
pedangnya diangkat ke atas menusuk mata lawannya. Baru
saja It Hang berlega hati, ia sudah lantas terkejut pula. Kali ini
ia berkuatir untuk sahabat she Gak itu.
Di luar dugaan pemuda she To ini, Beng Kie juga sangat
gesit. Dia dapat menangkis akan punahkan tikaman si nona
itu, hingga kedua senjata berbentrok dengan keras, karena
Giok Lo Sat tidak keburu tarik pulang senjatanya
It Hang dengar kedua yang bertanding itu berseru "Hai!"
Itulah disebabkan masing-masing pedangnya seperti
menempel satu pada lain. Kuiena pedang yang satu agaknya
hendak menikam terus, pedang yang lain menekan menghalau
tikaman. Selagi It Hang bengong menonton dengan hati gelisah,
mendadak ia dengar seruannya Beng Kie: "Pergi!" Lantas ia
tampak tubuhnya si nona terapung tinggi seperti terpental.
Dan ketika si nona turun, Beng Kie menyerang pula dengan
gerakan "Huiniauwtouwlim" yakni "Burung terbang nyusup ke
dalam rimba".
Itulah serangan hebat dari atas ke bawah. Hebatnya
serangan itu karena dapat bantuan tenaga dari beratnya
tubuh. Untuk bebaskan diri, Gak Beng Kie menangkis dengan
gerakan "Kiehwee liauwthian" atau "Angkat obor membakar
langit" Maka lagi-lagi kedua pedang beradu dengan keras!
Selagi pedangnya bentrok, Giok Lo Sat gunakan ketika
untuk taruh kakinya di tanah dan terus pula mendahului
menyerang beberapa kali terus-menerus. Serangannya yang
pertama mengarah bebokong lawannya
Hatinya It Hang goncang menyaksikan piebu itu. Di
matanya, itulah bukannya "adu pedang" melainkan
perkelahian benar-benar, bahkan melebihi hebatnya daripada
pertempuran di dalam barisan CitCiattin tadi!
Sampai di situ. anak muda ini ambil putusan untuk datang
sama tengah, untuk menyudahi piebu itu Akan tetapi tengah
ia memikir, Beng Kie sebaliknya sudah mulai lakukan serangan
balasan, juga beruntun beberapa kali, hingga si nona kena
didesak. Beng Kie telah tempatkan diri pada apa yang dinamakan
"tiongkiong" --- "istana tengah", secara, demikian ia dapat
ketika akan menghujankan pelbagai tikamannya ke arah dada
lawan. Akan tetapi Giok Lo Sat bisa sapu semua bahaya.
Nyatalah kepandaian mereka seimbang.
Nona Lian perlihatkan kelincahannya, dari depan mendadak
ia berada di samping, lalu ke belakang, lantas ke kiri dan ke
kanan, atau di lain saat tubuhnya mencelat tinggi, lalu dari
atas ia menusuk bagaikan menyambarnya elang, akan di lain
saat ia merubah silatnya bagaikan harimau mendekam untuk
menerkam mangsanya. Atau ia bersilat bagaikan ular air
sedang berenang berputaran.
Tidak perduli si nona sangat lincah dan berbahaya, Beng
Kie dapat melayani dengan gagah, iapun tak kurang lincahnya,
tak kurang tabahnya.
Demikian di atas puncak Hoasan itu, yang anginnya
menderu, bulan dan bintang-bintang suram, kedua lawan
bertempur dengan dahsyat, sinar pedang mereka berkelebatkelebat
berkilauan. Tanpa merasa jurus-jurus telah dilalui, dari belasan sampai
puluhan jurus, akan tetapi kedua pihak tetap sama
tangguhnya. It Hang sebagai muridnya satu jago silat kenamaan,
merasa kagum menyaksikan pertandingan itu, yang
tampaknya melebihi liehaynya ilmu silat Butong pay.
Ia terus memasang mata, sampai kemudian ia berseru
keheran-heranan beberapa kali. Karena ia telah lihat suatu
apa. Dilihat sepintas lalu ilmu silat pedangnya Gak Beng Kie dan
Giok Lo Sat adalah berlainan, akan tetapi setelah diteliti
dengan seksama agak mirip satu dengan lain, atau sedikitnya
ada bagian-bagian yang mirip.
Aneh adalah ilmu pedangnya Gak Beng Kie, yang kalut
nampaknya, ada bagian-bagian ilmu silat dari Ngobie pay,
Siongyang pay dan Siauwlim pay. Juga ada jurus-jurus dari
Butong pay. Semuanya itu adalah jurus-jurus dahsyat dari
pelbagai partai itu, yang mempunyai perubahan-perubahan
istimewa. Giok Lo Sat pun serupa juga. kelihatannya ilmu silatnya
campur aduk, malah ada gerakan-gerakan yang bertentangan
dengan ilmu silat pedang seumumnya. Umpama dalam ilmu
partai Hoasan pay, yaitu ilmu silat "Kimtiauw tianCie" atau
"Garuda emas pentang sayap". Pedang seharusnya dimulai
dari kiri ke kanan, tapi si nona memulainya dari kanan lalu ke
kiri. Juga ilmu silat "Bu Siang toatbeng" atau "IbJisBu Siang
merampas jiwa" dari Butong pay, seharusnya dimulai dari atas
ke bawah, tapi si nona menyambar dari bawah ke atas, terus
menikam ke tengah!
Kelitan atau elakan Beng Kie pun tidak berketentuan.
Umpama Giok Lo Sat serang ia, dengan "Bu Siang toatbeng",
ia mengelakkannya justeru dengan "Bengto Cianlie" atau
"Onta pesat" dari Soatsan pay. Atau selagi diserang dengan
"Kimtiauw tianCie" ia menangkis dengan serupa tipu silat itu
juga, menurut gerakan yang layak, yang hanya diubah sedikit
saja. Lain keanehan dari anak muda itu adalah ia seperti sudah
bisa duga lebih dahulu si nona bakal serang ia dengan tipu
silat apa maka ia menangkisnya dengan serupa tipu itu juga,
tampaknya ia seperti mengejek-ejek nona itu.
Inilah sebabnya, walaupun mereka bertempur dengan
hebatnya, mereka tetap sama gagah dan sama pandai.
Pertandingan masih terus berlangsung. Selagi It Hang
terbenam dalam kekaguman, ia disadarkan oleh seruannya
Beng Kie pula: "Pergilah!"
Dan seruan itu disusul pula dengan terapungnya tubuh si
nona, yang mencelat sampai tingginya satu tombak!
Giok Lo Sat tidak nampak bahaya karena melesatnya itu, ia
bisa taruh kaki dengan sempurna, begitu lekas ia memutar
tubuhnya, ia hendak maju menyerang pula. akan tetapi
mendadak si anak muda berseru: "Sudah cukup, tidak ada
faedahnya kita bertempur terus! Di mana adanya gurumu
sekarang" Bukankah isinya kitab ilmu pedangnya telah
diwariskan semuanya kepadamu" Sekarang lekas kau pergi
kepada gurumu untuk beritahukan bahwa Thian Touw Kiesu
sedang menantikan dia guna membuat pertemuan!"
Giok Lo Sat segera tarik kembali pedangnya.
"Guruku, atau dapat dikatakan juga gurumu, telah menutup
mata sejak tiga tahun yang lampau!" sahutnya.
Gak Beng Kie tampak terkejut.
"Siapa yang aniaya padanya?" tanyanya seraya angkat
pedangnya. "Dia sendiri yang telah ambil jalan sesat, tidak ada
sangkutannya kepada siapa juga"
"Bagaimana dengan jenazah dan kitab ilmu pedangnya?"
"Jenazahnya berada di dalam kamar batu di ruang
belakang gua UyliongTong. Jikalau kau geser dua potong batu
besar yang menyerupai pintu angin di ruang gua itu, segera
kau akan mendapatkannya. Dengan menuruti pesannya
terakhir, pada hari ulang tahun ketiga dari menutup matanya,
aku telah sampaikan berita tentang meninggalnya itu kepada
Ceng Kian Tootiang. Sebenarnya aku hendak mohon
perantaraannya Ceng Kian Tootiang untuk menyampaikan
berita lebih jauh kepada gurumu, akan tetapi karena sekarang
kau telah berada di sini, pergilah kau sendiri saja yang
mencarinya!"
"Tolonglah kau antarkan aku." BengKie minta.
"Tidak!" sahut Giok Lo Sat dengan tertawa dingin. "Dua
orang yang sama-sama berilmu tinggi tidak dapat berada
bersama di suatu tempat! Kau tunggu lagi sepuluh tahun, kita
nanti bertemu pula untuk kembali piebu pedang!" (Piebu -adu
silat). Lalu, setelah melambai-lambaikan tangannya kepada To It
Hang, nona itu gunai ilmu enteng tubuh lari turun gunung.
Gak Beng Kie saksikan kelakuannya nona itu, ia menghela
napas. "Tabiatnya Giok Lo Sat mirip benar dengan tabiat gurunya,"
ia kata. "Ilmu silatnya sungguh mahir, hanya dia terlalu jumawa,"
kata It Hang. . Akan tetapi Beng Kie berkata seperti kepada dirinya
sendiri: "Entah di mana letaknya gua Uyliong
Tong... Gunung Hoasan ini mempunyai lima puncak, di
mana aku harus mencarinya?"
"Aku tahu gua itu," kata It Hang.
Hatinya si orang she Gak lega. "Sukakah kau mengantarkan
aku?" dia mohon.
"Baiklah," jawabnya si orang she To. "Mari!"
Mereka lantas jalan bersama.
Dari puncak Gioklie Hong mereka jalan mutar ke puncak
Intay Hong. Selama di tengah jalan, Beng Kie tuturkan It Hang
kisah gurunya suami isteri.
Gurunya Beng Kie ialah Thian Touw Kiesu, orang asal she
Hok dan namanya Thian Touw. Sebutan Kiesu ialah orang
yang hidup menyendiri. Pada tiga puluh tahun yang lalu. Thian
Touw adalah ahli pedang yang kenamaan. Isterinya. yaitu
Leng Bok Hoa. juga satu ahli silat pedang. Suami isteri ini
hidup dalam sebuah gubuk di puncak gunung Ngobie san,
hidup seperti dewa-dewi. Mereka saling menyinta. kecuali Bok
Hoa mempunyai semacam perangai aneh. ialah kadangkadang
datang angotnya, tak suka ia mengalah dari
suaminya... Hok Thian Touw terus meyakinkan ilmu silat pedang, juga
dari pelbagai partai lainnya. Setelah banyak tahun, ia merasa
bahwa ia telah peroleh kesempurnaan, maka pada suatu hari
berkatalah ia kepada isterinya: "Lagi dua puluh tahun aku
akan berhasil menggodok ilmu silatnya pelbagai partai untuk
dijadikan satu cabang tersendiri, hingga selanjutnya ilmu
pedangku itu tidak akan ada tandingannya lagi di kolong langit
ini! Maka itu hayolah kau angkat aku sebagai gurumu, supaya
kita bisa sama-sama meyakinkannya terlebih jauh, jikalau kau
tidak mau angkat aku sebagai guru. aku tak sudi buka
rahasianya ilmu pedang itu kepadamu..."
Sebenarnya Thian Touw hanya berguyon saja, akan tetapi
kali ini di luar dugaannya, ia telah membangkitkan tabiat aneh


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari isterinya itu, yang besar kepala. Sambil bertawa dingin
Leng Bok Hoa kata: "Kau bisa ciptakan suatu cabang
tersendiri, aku juga sanggup, maka tak sudi aku angkat kau
menjadi guru! Baik. dua puluh tahun kemudian kita adu
kepandaian masing-masing untuk buktikan siapa di antara kita
yang terlebih tangguh!"
Thian Touw menyangka isterinya pun main-main, ia ganda
dengan tertawa. Akan tetapi keesokannya ia menjadi sangat
terkejut dan mencelos hatinya. Di luar tahu ia isterinya sudah
pergi sambil bawa juga bukunya tentang ilmu pedang yang ia
telah kumpulkan dengan susah payah. Maka dapat dimengerti
kesedihan hatinya. Karena ini. ia turun dari gunung, ia
menjelajah pelbagai tempat atau gunung untuk mencari
isterinya itu, tetapi sia-sia belaka, ia tak berhasil menemukan
isterinya, akhirnya ia putus asa, sehingga ia tak sudi kembali
ke gunungnya. Begitulah ia menuju ke barat utara, ia tertarik
akan keindahan gunung Thiansan, maka ia terus tinggal di
Pakkho Hong. yakni puncak utama dari gunung Thiansan itu.
"Isteriku keras niatnya menciptakan sendiri suatu cabang
ilmu silat pedang, aku juga harus berbuat demikian," pikirnya
kemudian. Ia mengharapkan kalau nanti tiba kepada saat janji
isterinya, ia bisa main-main melayani isteri itu.
Walaupun Thian Touw Kiesu telah kehilangan kitabnya,
karena otaknya terang dan kuat, ia dapat mengapalkan
sesuatunya di luar kepala, maka itu sambil mengingat-ingat, ia
yakinkan ilmu silat ciptaannya itu. yang ia beri nama Thiansan
kiamhoat ialah ilmu pedang Thiansan dari Thiansan pay, untuk
memperingati gunung Thiansan itu.
Gak Beng Kie adalah murid yang Thian Touw Kiesu terima
setelah tiga tahun ia berdiam di Thiansan, murid ini belajar
sambil turut ia memahamkan lebih jauh ilmu pedangnya itu,
hingga berhasilnya ilmu pedang ciptaannya itu, sedikitnya ada
mengandal juga kepada kerja sama muridnya ini.
Baru selang dua tahun yang lampau, Thian Touw Kiesu
dengar kabar dari sahabatnya kaum Rimba Persilatan (Bulim)
bahwa dalam kalangan Rimba Hijau (Loklim) di Siamsay Utara
sudah muncul satu nona cantik yang liehay ilmu silatnya. Maka
teringatlah ia akan kata-kata isterinya dahulu, yang sehingga
kini tepat dua puluh tahun sejak isterinya ngambuldan
minggat... Waktu itu Gak Beng Kie sudah turun gunung, akan tetapi
karena diterimanya warta itu, Thian Touw Kiesu panggil
datang muridnya itu untuk menerangkan perihal ia dan
isterinya yang adatnya aneh. Ia titahkan murid ini pergi ke
Siamsay, untuk cari nona gagah itu, untuk ketahui siapa
adanya nona ini.
"Itulah sebabnya kenapa tadi aku layani dia adu pedang,"
Beng Kie menjelaskan lebih jauh. "Setelah bertempur sekian
lama. aku dapat kenyataan ilmu pedangnya nona itu beda
dengan ilmu pedangnya guruku, karena itu aku percaya benar
dia adalah muridnya suboku itu." (Subo. = isteri dari guru,
atau guru perempuan)
Oleh karena mereka berdua jalan sambil pasang omong,
hampir tanpa merasa mereka telah sampai di UyhongTong,
Gua Naga Kuning. It Hang masuk lebih dahulu ke dalam gua
itu. hingga ia seperti dapat mencium sisa bau harum yang
membuat otaknya melayang kepada Giok Lo Sat, si Raksasi
Kumalayang elok dan manis...
Beng Kie ikut masuk, benar-benar mereka dapatkan dua
potong batu besar yang letak dan romannya bagaikan pintu
angin. Tidak ayal lagi pemuda she Gak itu kerahkan tenaganya
menolak kedua batu itu yang tergeser ke kiri dan kanan,
terbukalah lowong untuk mereka masuk ke ruang dalam dari
gua di mana tampak duduk di atas sebuah kotak batu gua
bagaikan sinkham, ada satu rerongkong manusia lengkap.
Beng Kie menduga itu tentu rerongkong guru
perempuannya, maka tidak sangsi-sangsi lagi segera ia
berlutut di depan rerongkong itu, untuk paykui tiga kali,
setelah mana, ia memandang ke sekitar ruang, hingga ia lihat
di tembok gua itu terdapat pelbagai ukiran dari jurus-jurus
ilmu pedang. Akan tetapi ketika ia cari kitab yang
dimaksudkan, ia tidak dapat ketemukan.
"Pastilah subo telah memusnahkannya setelah dia berhasil
memahaminya," ia menduga-duga. Lagi sekali ia paykui, di
dalam hatinya ia berkata kepada subo-nya itu: "Sunio, hari ini
tcelju hendak bawa kau pindah ke Thiansan supaya kau dapat
berkumpul pula dengan suhu. TecCu minta dengan sangat
perlindunganmu supaya sunio tidak membuat rusak tulang
rerongkongmu!"
Murid ini berbangkit, dengan perlahan-lahan ia angkat
rerongkong guru perempuan itu. Tapi justeru rerongkong itu
diangkat, ia dapatkan di bagian tempat duduk ada satu j ilid
buku yang kulitnya terbuat dari kulit kambing, buku mana
ternyata memuat pelbagai lukisan yang satu sama lain mirip
dengan ukiran-ukiran di tembok gua itu. Di dalam beberapa
lembaran kedapatan huruf-huruf yang ditulisnya dengan
darah. Setelah membaca itu, Beng Kie ketahui itulah "catatan
sehari-hari" dari sang subo.
Menarik adalah catatan yang pertama. Di situ Leng Bok Hoa
menulis, mengutarakan penyesalannya bahwa ia sudah
tinggalkan suaminya, sehingga sering di waktu malam ia
bermimpikan suami itu, maka ia gigit berdarah jari tangannya,
untuk menulis catatan itu. Ia berpengharapan kalau nanti dua
puluh tahun kemudian mereka saling bertemu pula, catatan itu
bisa dijadikan bukti tentang penyesalan dan cintanya yang
sejati. Catatan yang lainnya adalah mengenai rahasia ilmu
pedang. Subo itu menulis:
"Thian Touw telah dapat kumpulkan ilmu silat pedang
pelbagai cabang persilatan, ia hendak menciptakan satu
cabang sendiri, dan aku sebaliknya menciptakan cabang yang
berlawanan daripada peryakinannya Thian Touw itu: Caraku
adalah mendahului, mengutamakan kesehatan. Maka
biarlah ahli-ahli pedang nanti mengetahui tentang ilmu
silatku ini, supaya selanjutnya ilmu ini dipegang kekal abadi..."
Membaca itu, Beng Kie menghela napas. Membalik halaman
terlebih jauh, pemuda ini baca lagi:
"Kemarin malam telah datang rombongan srigala kelaparan
yang mencari makanan. Dengan bawa pedangku aku keluar
dari gua. Tiba-tiba aku dengar tangisnya satu anak
perempuan. Segera aku usir rombongan srigala itu dan aku
memburunya sampai di sarangnya. Di situ aku dapat
menemukan satu bocah perempuan umur tiga atau empat
tahun, yang telanjang seluruh tubuhnya. Melihat aku, bocah
itu kaget dan ketakutan, lantas dia lari pergi, larinya sangat
cepat. Diapun keluarkan suara seperti suaranya srigala.
Karena bocah itu tidak dipesta porakan oleh binatang-binatang
liar itu. mengertilah aku bahwa dia justeru dipelihara srigala
betina. Aku lantas periksa gua itu. Aku dapatkan sepotong ikat
pinggang yang sudah tua dan hampir rusak hancur, dalam
mana ada huruf-huruf yang masih bisa dibaca. Dari situ aku
dapat ketahui bahwa si nona cilik itu adalah orang she Lian
pulennya satu sasterawan sengsara, yang lari menyingkir ke
tempat sunyi itu bersama isterinya, di mana sang isteri
melahirkan bayinya itu, tapi sehabisnya bersalin, isterinya itu
menutup mata, hingga bahna sedih dan putus asa sasterawan
itu letakkan puterinya di kaki gunung Hoasan di mana
terdapat sebuah kuil serta penghuni-penghuninya golongan
pendeta. Ia harapkan bayinya diambil dan dirawat oleh orangorang
suci itu, tetapi apamau, rupanya bayi itu dibawa lari
srigala betina dan dirawatnya hingga dia tidak mati terlantar,
sampai itu malam aku menemukannya. Tidaklah itu karena
takdir" Aku ambil anak itu. aku bawa dia pulang untuk dirawat
dan dididik sebagai murid. Dia cerdas dan berbakat, dia dapat
belajar dengan cepat. Maka aku harap dikemudian hari dia
bisa menjadi ahli waris dari ilmu pedangku."
Beng Kie panggil It Hang datang dekat padanya, untuk
perlihatkan catatan itu, hingga It Hang ketahui bahwa Giok Lo
Sat adalah nona yang dirawat srigala.
Mereka lalu bersama membaca catatan lainnya sebagai
berikut: "Hari ini telah copot semua bulu oulih pada tubuhnya bocah
she Lian itu. Aku lantas turun gunung pergi ke pasar untuk
membeli cita untuk pakaiannya nona itu. Akupun telah ajarkan
dia membaca. Ia memanggil mama kepadaku. Sejak dia
diambil dari sarang srigala. sifatnya yang agak liar mulai
lenyap sendirinya, ia lakukan segala apa sebagai manusia
umumnya. Aku telah beri nama Nie Siang kepadanya, untuk
memperingati hari pertama yang aku berikan pakaian
padanya." Lagi dua halaman mencatat halnya Nie Siang belajar silat,
teristimewa ilmu pedang.
Catatan di halaman terakhir, dengan huruf-hurufnya tidak
rata lagi, berbunyi begini:
"Tadi malam aku tengah duduk bersemedhi untuk melatih
Iweekang, mendadak aku merasa seperti sedang bermimpi.
Dalam mimpi itu aku dikepung banyak sekali iblis. Dengan
susah payah aku bisa basmi mereka, sesudah mana, aku
sadar akan diriku, tapi segera juga aku rasakan tubuhku tidak
dapat bergerak, aku merasa seluruh tubuhku kaku. Segera
aku insyaf bahwa cara semedhiku tidak sempurna, bahwa aku
telah ambil ialanyang keliru, hingga aku jadi tanam bibit
bencana untuk diriku sendiri. Ah, mengertilah aku bahwa
dengan Thian Touw tak mungkin aku dapat bertemu pula..."
Beng Kie menghela napas.
"Memang suhu pernah mengatakan bahwa Iweekang (ilmu
dalam) itu tak dapat dipaksakan, tidak bisa dipercepat secara
di luar garis," berkata ia. "Aku tidak sangka, walaupun sunio
seorang ahli, dia masih tidak bisa bebaskan diri dari ancaman
malapetaka paksaan itu..."
Lantas ia masukkan kitab itu ke dalam sakunya.
"Kitab ini adalah kitab kesayangannya sunio, ingin aku kirim
ini kepada satu orang untuk disampaikan kepada suhu," ia
kata. Baru anak muda ini mengucap demikian, dari sebelah luar
ruang itu ia tampak sinar api, hingga ia terkejut bahna
herannya. It Hang juga tak kurang herannya.
Tapi mereka tidak usah berkualir lama-lama akan segera
juga mereka lihat satu orang bertindak masuk, ialah Ceng Kian
Tootiang adanya.
Beng Kie menghela napas longgar.
"Aku kenal baik Thian Touw Kiesu dan Cie Yang Tootiang,"
berkata imam ini, yang jalan dengan tindakan perlahan.
"Kemarin GiokLo Sat telah datang padaku, dia minta supaya
jenazah gurunya dapat dibawa ke Ngobie san, akan tetapi dia
terhalang dan menghambat maksudnya dengan datangnya
rombongan Eng Siu Yang. kawanan jahanam itu, yang
menjanjikan suatu pertempuran. Barulah sekarang dia dapat
wujudkan maksudnya.
Kebetulan kaupun datang kemari, inilah bagus sekali I"
"Tidak usah rerongkong subo itu dibawa ke Ngobie san."
kata Beng Kie. "Guruku sekarang berada di Thiansan."
"Aku memang ketahui itu, cuma subo-mu yang tak tahu,"
Ceng Kian terangkan.
Imam ini datang dengan membawa juga sebuah peti kayu
yang ia tunda di luar gua. maka Beng Kie bisa lantas angkat
rerongkong guru perempuannya untuk dibaringkan ke dalam
peti itu. "Tootiang," kata Beng Kie kemudian, "aku pun hendak
mohon pertolonganmu, ialah supaya kau tolong bawa sejilid
kitab untuk disampaikan kepada guruku. Aku melainkan minta
dengan sangat supaya kitab ini tidak sampai hilang!"
Mendengar itu, berubah wajahnya imam ini. Ia nampaknya
tidak senang. "Tootiang, aku yang muda tidak berani sekalipun berlaku
kurang ajar terhadapmu." Beng Kie lekas menjelaskannya.
"Aku minta pertolonganmu ini disebabkan kitab itu sangat
penting, andaikan kitab itu terjatuh ke dalam tangan orang
jahat, bahayanya di kemudian hari bukan main hebatnya."
Anak muda ini lantas serahkan kitab subo-nya itu.
Ceng Kian Tootiang menyambutinya.
"Aku nanti melindunginya sedapat mungkin," kata dia
sambil tertawa. "Apakah kau tidak kuatir aku nanti curi lihat
isinya?" "Oh, maafkan aku, tootiang!" ucapnya Beng Kie. Itulah
artinya ia percaya habis bahwa imam ini tidak nanti berlaku
sedemikian hina untuk curi baca isinya kitab itu.
Sang imam tertawa pula, ia masukkan kitab itu ke dalam
sakunya. Setelah Beng Kie memeriksa pula gua itu, dengan
pedangnya ia membacok dan menyongkel kalang kabutan
pada tembok gua, untuk hapuskan pelbagai ukiran persilatan
itu, hingga tidak meninggalkan bekas-bekas lagi.
"Subo-mu telah ciptakan ilmu pedang yang luar biasa
sekali, memang tak dapat kepandaian itu dibiarkan hidup
abadi di dalam dunia kita ini," berkata Ceng Kian Tootiang.
"Memang hebat ilmu pedang itu," It Hang turut bicara,
"akan tetapi apabila kepandaian itu digunakan dengan
seksama dan pula jalan yang benar, justeru sangat berguna
untuk menyingkirkan manusia-manusia jahat."
Imam itu pandang anak muda ini. Ia tertawa.
"Kelihatannya kau cocok benar dengan Giok Lo Sat!"
katanya. "Ah, jangan main-main, tootiang!" kata It Hang yang
menjadi gelisah hatinya.
Sampai di situ, urusan telah selesai, maka mereka lantas
berpisahan satu pada lain.
It Hang lakukan perjalanan pulang, ia sampai di rumahnya
berselang beberapa hari. Ia disambut dengan kegirangan luar
biasa oleh bujang tuanya, sampai bujang itu mengucurkan air
mata. "Siauw-siauwya, syukur kau telah pulang!" kata hamba
yang setia itu. "Kami semua sangat mengharap-harap
kembalimu, sampai lootayjin mendapat sakit. Dia sangat ingin
melihat kau."
It Hang berlari-lari masuk ke ruang dalam, di depan
engkongnya ia memberi hormat sambil berlutut, air matanya
berlinang bahna terharunya.


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

To Tiong Liam berlega hati apabila ia tampak cucunya itu
telah kembali dengan selamat.
"Buat apa menangis?" kata orang tua ini. "Kenapa ayahmu
tidak pulang bersama?"
Oleh karena engkong itu sedang sakit. It Hang tidak berani
omong terus terang bencana yang telah menimpa ayahnya.
"Ayah sedang bertugas di kota raja, ia tak dapat
sembarangan pulang." ia terpaksa mendusta.
"Dunia kepangkatan penuh dengan bahaya, sebenarnya
lebih senang tidak memangku pangkat," kata engkong ini.
Nyata ia telah menginsafi bahayanya menjadi pembesar
negeri. Berselang beberapa hari, karena pulangnya sang cucu,
Tiong Liam sembuh dari sakitnya. Pada suatu hari ketika ia
ingat hal pertemuannya dengan Giok Lo Sat, ia merasa jeri
sendirinya. Ia lantas tanya cucu itu tentang Keng Ciauw Lam.
It Hang tuturkan halnya orang she Keng itu, juga tentang
pelajaran silatnya sendiri, hingga Tiong Liam jadi bunga
hatinya mengetahui cucu ini nyata pandai ilmu surat dan silat
dengan berbareng.
"Kau pandai surat dan silat, itulah bagus!" kata engkong
itu. "Tapi sebab kau menjadi murid Butong pay, aku harap kau
jangan hidup di kalangan kangouw, aku kuatir kau ketemu
Giok Lo Sat, itulah berbahaya. Aku lihat Giok Lo Sat seperti
juga terutama memusuhi rombongan Butong pay."
It Hang tidak berani beritahukan engkongnya bahwa ia
telah bertemu si Raksasi Kumala, maka ia hanya mengatakan,
ia ingin menantikan ketika yang baik supaya ia dapat
mewariskan usaha leluhurnya
"Ya, itulah bagus!" kata Tiong Liam. Lalu ia menambalikan:
"Sebenarnya Giok Lo Sat bukannya seorang busuk. Meski dia
telah rampas hartaku, perbuatannya itu sedikitpun aku tidak
penasaran."
Mendengar pengutaraan engkong itu, riang hatinya It
Hang. Ia girang engkongnya tidak berkesan jelek perihal si
nona gagah itu.
Setelah sekarang berdiam bersama
engkongnya, It Hang menyekap diri dalam rumah. Ia
berdiam di rumah untuk yakinkan saja ilmu surat dan ilmu
silatnya, terutama ilmu pedang.
Dua bulan telah berselang. Pada suatu hari dari kota raja
ada datang dua utusan, yang menemui To Tiong Liam, begitu
lekas juga It Hang dengar tangisnya engkong itu. Maka ia lari
memburu untuk melihat. Untuk kagetnya, ia dapatkan sang
engkong rebah di lantai dengan tak sadar akan dirinya,
mukanya pucat sekali, napasnyapun jalan dengan perlahan.
"Lekas bawa ke dalam!" ia menitah.
IV Walaupun bingung, It Hang tidak berani turut masuk ke
dalam kamar engkongnya. Kedua utusan masih berada dalam
rumahnya dan tidak ada yang menemani, maka ia mesti
mengawaninya. "Sri Baginda sangat pangeni To Lootayjin," berkata utusan
kaisar yang kesatu, "maka kami tidak sangka, baru dia
membaca firman, dia telah demikian bersusah hati..."
"Apakah bunyinya firman itu?" It Hang tanya "Sudikah tuan
beritahukan itu padaku?"
Kedua utusan itu yang menjadi sahabat kekalnya To Tiong
Liam, tidak berkeberatan akan tuturkan sebab musababnya
kaisar keluarkan firman untuk bekas Congtok itu.
Baginda Sin Cong menyesal yang dia telah keliru
menghukum mati padaTo Kee Hian, walaupun iasudah
mengkurniakan kehormatan pada arwahnya menteri itu, yang
diangkat menjadi ThayCu Siauwpo, guru putera mahkota, dia
toh masih tidak puas, maka pada suatu hari ketika ia
membicarakan hal mendiang menterinya itu kepada Tayhaksu
Phui Ciong Tiat, ia teringat kepada Tiong Liam, ayahnya
mendiang menteri itu.
"Mereka ayah dan anak, adalah hamba-hamba yang setia,"
berkata raja, "maka andaikan Tiong Liam ketahui nasib yang
menimpa puteranya itu, mungkinkah dia menyesal dan
penasaran terhadap rajanya?"
"Tiong Liam pernah terima budi negara, mustahil dia
penasaran?" berkata tayhaksu she Phui itu. "Baginda ingat
padanya, justeru sekarang jabatan Liepou Siangsie sedang
lowong, kenapa Baginda tidak mau panggil dia datang untuk
mengisi jabatan itu?"
"Kita memang membutuhkan menteri-menteri setia," kata
raja, yang lantas saja menulis firman, untuk memanggil
datang To Tiong Liam. untuk mana, dua utusan di kirim untuk
sampaikan firman itu. Hanya disayangkan, di dalam firman itu
antaranya raja menyebutkan juga hal mendiang To Kee Hian
sudah diangkat menjadi ThayCu Siauwpo.
Maksudnya raja memang baik, ia bermaksud hendak
menonjolkan perhatiannya kepada bekas Congtok itu, akan
tetapi tidak disangkanya, akibatnya hebat. Itulah karena Tiong
Liam belum ketahui puteranya sudah dihukum mati karena
fitnahan, hal itu It Hang tidak menuturkan kepada
engkongnya itu. Maka saking kagetnya Tiong Liam telah roboh
pingsan. Selagi It Hang layani kedua utusan raja, dari dalam
terdengar tangisan.
"Silakan masuk, sieheng, tidak usah kau kukuhi adat
istiadat," kata kedua utusan itu. "Tolong sampaikan saja
hormat dan doa kami."
It Hang menghaturkan terima kasih dan meminta maaf,
barulah ia tinggalkan kedua tetamu agung itu, di dalam kamar
ia tampak engkongnya sedang empas-empis, semua anggauta
keluarga gelisah.
"Mari!" kata Tiong Liam ketika ia lihat cucunya itu, yang ia
masih dapat mengenalinya.
It Hang menghampirkan.
"Engkong, maafkan cucumu," ia mohon sambil berlinang air
mata, Tiong Liam dengan suara terputus-putus, berkata: "Mulai
hari ini dan seterusnya, aku tak sudi dan melarangnya kau
ambil bagian dalam pelbagai ujian negara, kau harus tetap
berdiam di rumah meyakinkan kitab-kitab sambil bertani!..."
Baru saja dia mengucap sampai di situ, bekas Congtok itu
lantas tutup rapat kedua matanya, rapat juga mulutnya,
napasnyapun lantas berhenti jalan untuk selama-lamanya.
It Hang menangis menggerung-gerung.
"Lootayjin sudah berumur enam pulurrfeljih, sudah
selayaknya dia mengas^ untuk selamanya," anak muda iiu
dihiburkan. "Jangan siauwya terlalu berduka. Kedua kimCee
tayjin masih ada di luar, lebih baik siauwya ketemukan
mereka, untuk sekalian mohon disampaikan kepada Sri
Baginda perihal meninggalnya lootayjin, supaya setelah itu,
siauwya dapat urus jenazah dan penguburannya."
It Hang seka kering air matanya, terus ia pergi ke ruang
tetamu menemui kedua utusan raja, untuk sampaikan
pesannya menurut ajaran hambanya yang tua.
Kedua utusan itupun berduka mengetahui bekas Congtok
itu telah menutup mata sebab kaget mendengar hal kematian
puteranya, Terpaksa malam itu mereka menginap di rumah
keluarga To itu, untuk besok saksikan dirawatnya jenazah dan
turut sembahyang, untuk unjuk hormat dan persahabatannya.
It Hang berlutut untuk haturkan terima kasihnya.
"Bangun, sieheng, jangan kau terlalu berduka," kedua
utusan memberi nasihat. "Kita nanti sampaikan hal ini pada Sri
Baginda, supaya lootayjin diberi suatu anugrah."
It Hang mengucap terima kasih pula. Ia membekalkan
tanda mata kepada kedua utusan itu. Tapi di saat kedua
utusan itu hendak mulai berangkat, mendadak ia berlompat
bangun. "KimCee tayjin, tunggu dulu!" ia memanggil.
Kedua kimCee heran, juga hamba tua keluarga To. Hamba
ini anggap perbuatan majikan mudanya yang demikian rupa
itu terhadap utusan raja adalah tidak hormat, sedangkan
diketahuinya bahwa majikan ini mengerti adat istiadat.
"Siauwya," ia lekas berkata memperingatkannya,
"Lootaydiin menutup mata secara terhormat, sampaipun
kimCee tayjin turut bersembahyang, maka kenapa siauwya
tidak menghaturkan terima kasih kepada Sri Baginda?"
It Hang berdiam, agaknya ia hendak tenangkan diri.
"Tayjin, silakan duduk dulu di dalam," ia mohon kemudian.
Hamba tua itu bertambah heran, begitupun kedua utusan
raja. It Hang lantas pimpin kedua utusan ke kamar tulis, bujang
tuanya ikut masuk.
"Pergi kau keluar jagai jenazah," It Hang perintah hamba
tuanya itu, setelah mana, ia tutup sendiri pintu kamar.
Dengan hati memukul hamba itu undurkan diri, diam-diam
ia mendoakan kesadaran majikan mudanya itu supaya tidak
melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan kedua utusan
raja. Kedua kimCee diam, mereka mengawasi anak muda itu;
mereka agaknya menduga tuan rumah ini bakal memohon
sesuatu kepada mereka. Sebenarnya, di waktu demikian itu
bukanlah saatnya.
"Tayjin merasakankah kesehatanmu sedikit terganggu?" It
Hang tiba-tiba menanya sesudah ia kunci pintu dan terus
hadapi kimCee yang ia tanya itu, ialah kimCee she Lie.
KimCee itu terkkejut.
"Tidak!" sahutnya dengan heran.
"Kau baik sekali, sieheng," berkata kimCee yang kedua.
"Kami bersyukur kau sangat perhatikan kesehatan kami. Benar
usia kami telah lanjut akan tetapi kami masih sanggup
melakukan suatu perjalanan jauh untuk menjalankan tugas.
Adalah sieheng sendiri, berhubung dengan wafatnya kakekmu,
kami harap jangan terlalu berduka, agar kesehatanmu tidak
terganggu karenanya."
It Hang beranggapan bahwa suara itu berlagu mirip
sindiran. "Tayjin, maafkan aku," katanya. "Tadi aku lihat pada
telapak tangan kanannya Lie Tayjin ada tanda yang
mencurigakan."
KimCee she Lie itu angkat tangannya, dan ia segera lihat
telapaknya. Ia merasa heran ketika ia dapat lihat di tengah telapak
tangannya itu ada satu titik merah, seperti melenting kecil.
KimCee yang kedua, seorang she Ciu, juga turut lihat
telapak tangannya, untuk kekagetannya, pada telapak
tangannyapun terdapat tanda merah itu.
"Jiewie tayjin, coba dengan kukumu kau tekan tanda itu,
sakit atau tidak," It Hang minta.
Kedua utusan raja itu menekan dengan kuku mereka.
"Tidak sakit sedikit juga," kata mereka, "hanya terasa
sedikit gatal."
"Coba jiewie tayjin tekan pundakmu, tulang rangka yang ke
tujuh," It Hang meminta pula.
Kedua utusan itu menurut. Kali ini, begitu mereka
menekan, begitu juga mereka menjerit kesakitan.
"Apa artinya ini, sieheng?" tanya mereka.
It Hang awasi kedua utusan itu, ia menghela napas.
"Orang telah bokong jiewie tayjin," sahutnya. "Tanda
beruntusan merah itu adalah akibat serangan dari Imhong
Toksee Ciang. Tangan Pasir Beracun, suatu ilmu silat yang
paling busuk dalam kalangan kaum kangouw. Ketika tadi Lie
Tayjin angkat aku bangun selagi aku berlutut, kebetulan saja
aku lihat tanda merah itu. Rupanya beruntusan itu baru saja
muncul, maka itu Lie Tayjin tidak mendapat tahu. Orang yang
terserang Toksee Ciang, jikalau dalam tempo dua belas jam
tidak dapat pertolongan, keselamatan jiwanya sangat
dikuatirkan. Inilah sebabnya dengan tidak memperdulikan
melanggar adat kesopanan, aku terpaksa berlaku kurang
hormat memanggil kembali jiewie Tayjin."
Adalah biasanya di jaman dahulu, kalau satu utusan mati di
rumah menteri atau pembesar yang didatanginya --- dalam
hal ini ialah keluarga To --- keluarga yang bersangkutan bisa
dipersalahkan hingga kedosaannya dapat merembet kepada
seluruh keluarga serta kerabat keluarga, sampaipun kepada
pembesar setempat. Karena ini, walaupun ia sedang
berkabung, It Hang tidak bisa tinggal diam.
Mukanya kedua utusan raja itu menjadi pucat.
"Sieheng, kau tolonglah kami!" mereka memohon.
"Aku nanti mencobanya," jawab It Hang, yang terus
panggil hamba tuanya, si pengurus rumah, kepada siapa ia
pesan: "Jangan sampaikan warta kedukaan ini kepada
siapajuga kecuali sanak sendiri." Kemudian ia ajak kedua
utusan itu ke sebuah kamar lain, di situ ia ambil sebatang
jarum emas, dengan itu ia berikan masing-masing satu
tusukan kepada jalan darah Ceksim hiat, hongbwee hiat dan
CengCiok hiat. Kedua kimCee lantas merasa mual, terus saja mereka
muntahkan air kuning, menyusul mana, mereka rasakan tubuh
mereka panas. "Inilah tindakan pertama untuk mencegah jalannya racun,"
It Hang berikan keterangan. "Sekarang silakan jiewie
merebahkan diri untuk beristirahat. Sebentar malam aku akan
lanjutkan pengobatanku." Ia simpan jarum emasnya. Tiba-tiba
ia tanya: "Siapakah wiesu yang mengiringi tayjin itu"
Dapatkah dia, dipercaya?" (Wiesu = pahlawan)
"Ketika kami berangkat dari kota raja, Sri Baginda tugaskan
Cin Ciehui dari Kimiewie mengiringi kami," sahut Lie KimCee.
"Dia menjadi wiesu telah turun-temurun, maka Sri Baginda
sangat percaya kepadanya. Diapun memang seorang jujur,
tidak ada sebab dia hendak menganiaya kami."
It Hang manggut.
"Dengan lancang aku mohon jiewie undang dia untuk
datang kemari," ia mohon.
"Titahkan saja," jawab Lie KimCee.
It Hang segera suruh hambanya mengundang Cin Ciehui,
seorang yang tubuhnya sedang dan tampangnya jujur, hingga
sepintas lalu tak dapat dianggap dia licik.
"Sudah lama aku dengar nama Ciehui, sekarang marilah
kita belajar kenal," kata It Hang seraya ia angsurkan
tangannya. Ciehui itu sambut jabat tangannya tuan rumah, akan tetapi
begitu bertempel tangan, dia kaget hingga berjingkrak. Karena


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya dia rasakan tergetar dan beku dengan berbareng.
Dia pun kaget ketika dapat lihat kedua kimCee rebah di
pembaringan dengan kulit muka merah serta keningnya
bermandikan keringat.
"Hai! Kau berani celakai kimCee!" dia membentak sambil
tangannya menyambar, karena dengan lantas dia curigai
pemuda itu. It Hang berkelit sambil lompat mundur.
"Jangan!" kedua kimCee itupun berseru karena kagetnya.
"Maaf, maaf, aku justeru hendak singkirkan kecurigaanmu
terhadap diriku," It Hang kata. "Kedua kimCee tayjin telah
dibokong orang untuk dibikin celaka. Aku justeru hendak
bicarakan hal ini kepada Ciehui tayjin."
Ciehui itu heran hingga ia berdiri ternganga
It Hang lantas tuturkan halnya kedua utusan jadi korban
Toksee Ciang. "Oh, jadi barusan kau telah uji aku?" seru Ciehui itu yang
terperanjat. "Maaf," kata pula It Hang.
"Aku hanya ingin ketahui Ciehui mengerti Toksee Ciang
atau tidak. Kepandaian silat Ciehui liehay akan tetapi aku telah
dapat membuktikan bahwa Ciehui tidak pernah
pelajarkan ilmu pukulan Tangan Pasir Beracun yang jahat
itu, yaitu Imhong Toksee Ciang."
"Apakah Imhong Toksee Ciang itu?" tanya Cin Ciehui yang
keheran-heranan.
"Itulah ilmu tangan jahat dan jiewie tayjin sudah terserang
tangan jahat itu," sahut It Hang. Ia ajak Ciehui ini dekati
kedua kimCee, untuk ia menjelaskannya lebih jauh.
Cin Ciehui keluarkan keringat dingin. Meski benar ia
mengerti ilmu silat dengan baik, tapi belum pernah ia dengar
hal pelajaran tangan jahat itu.
"Maaf, " ia mengucap kepada It Hang.
"Liehaynya Imhong Toksee Ciang adalah, bahwa orang
yang dilukai tidak segera mati, bekerjanya ayal sekali," It
Hang menjelaskan pula. "Melihat tanda luka ini, mestinya
didapatkannya pada tiga hari yang lalu. Coba Ciehui tayjin
mengingat-ingat pada tiga hari yang lalu, siapa yang tayjin
ketemukan dan yang mencurigakan?"
Cin Ciehui tunduk berpikir dengan hatinyajengah.
Tiba-tiba Lie KimCee campur bicara: "Mungkinkah ini ada
hubungannya dengan si orang tua yang menyuguhkan air
teh?" "Ya, mungkin," Cin Ciehui kata. "Tadinya aku juga curigai
dia tetapi melihat usianya yang lanjut dan romannya seperti
tidak mengerti ilmu silat, aku telah berlaku alpa, aku tidak
bercuriga lebih jauh."
It Hang minta diberi penjelasan lebih jauh.
"Pada tiga hari yang lalu, kami singgah sebentar di tepi
jalan, di bawah sebuah pohon yang rindang," Lie KimCee
menceritakan. "Ketika itu kami merasa sangat dahaga, maka
kebetulan sekali di situpun ada seorang tua yang bawa air teh
dingin yang sedang mengaso. Atas pertanyaan kami orang tua
itu kata hendak antarkan air teh untuk pekerja-pekerja di
sawah. Kamipun beritahukan bahwa kami hendak pergi ke
rumah keluarga To, orang tua itu kata justeru mereka adalah
pekerja-pekerja sawahmu, malah dia terus tunjukkan jalanan.
Diapun begitu baik hati menawarkan kami minum teh. Cin
Ciehui sendiri tidak turut minum. Pada waktu menyuguhkan
teh, tangannya orang tua itu membentur sedikit telapak
tanganku tetapi aku tidak curiga apa-apa."
"Dia juga bentur telapak tanganku," Ciu KimCee turut
berkata. "Nah, itu dia!" It Hang kata. "Dia ketahui atau tidak jiewie
tayjin sedang menjalankan tugas sebagai kimCee?"
"Kami tahu di wilayah SuCoan dan Siamsay ini banyak
orang jahat, maka selama dalam perjalanan kami tidak berani
perkenalkan diri sebagai orang-orang berpangkat," sahut Cin
Ciehui. It Hang berdiam untuk berpikir. Tiba-tiba ia kaget. Sudah
terang orang tua tidak dikenal itu sudah main gila
terhadapnya. Kedua kimCee dibokong supaya kimCee itu mati
di rumahnya, dengan demikian ia dapat difitnah. Liehay adalah
serangan gelap itu, yang sangat perlahan bekerjanya.
Andaikan rahasia ini tidak segera dapat diketahui, pasti ia
tidak dapat menghindarkan diri dari fitnahan.
Pemuda ini masih asyik berpikir, ketika seorang bujangnya
lari masuk sambil berulang-ulang memanggil: "Siauwya!"
It Hang buka pintu.
"Ada apa?" tegurnya.
"Di depan ada datang satu anak muda," sahut bujang itu,
"dia bengkak dan matang biru mukanya, seperti habis
berkelahi. Dia menerobos masuk hendak cari siauwya,
katanya. Aku sudah terangkan, bahwa siauwya sedang
berkabung dan tidak dapat menemui dia, tapi dia tidak
memperdulikannya, dia memaksanya masuk juga. Kami coba
menghalau padanya tetapi dia kuat sekali, kami telah ditolak
roboh. Dia lantas minta maaf, katanya dia sangat perlu
menemui siauwya. bahwa dia datang bukan untuk mengacau."
"Begitu?" kata It Hang, yang menjadi heran sekali. Ia
permisi dari kedua kimCee, setelah tutup pintu kamar, ia pergi
keluar. Di ruang tengah ia dapati seorang muda berdiri di
tangga lorak. "Saudara To, kau bikin aku mati gelisah!" tiba-tiba pemuda
itu berseru. It Hang heran tak kepalang. Ia kenali pemuda itu adalah
Pek Bin, muridnya Beng Can. Selama di kota raja ya pernah
lihat pemuda itu. tapi satu pada lain belum pernah bicara, jadi
di antara mereka tidak ada persabahatan. Maka ia heran, dari
tempat ribuan lie pemuda itu datang mencari padanya.
"Saudara To, tolonglah aku!" kata pula Pek Bin, sekali ini
sambil menjura.
"Kau kenapa, saudara Pek?" akhirnya It Hang tanya.
"Dengan aku tidak tahu sebab musababnya, orang telah
serang aku." sahut pemuda itu, "orangpun serang aku dengan
ImhongToksee Ciang..."
It Hang menjadi kaget. Kembali tangan jahat itu.
"Mari masuk!" akhirnya ia mengundang mengajak orang ke
dalam, untuk dapat menanyakan lebih jelas, hingga ia dapat
tahu duduknya hal.
Pek Bin dapat kabar Beng Can terluka parah dan menutup
mata karenanya, dia berangkat pulang dengan segera, hingga
dia bertemu-Ong Ciauw Hie. Dia berduka sangat untuk
kebinasaan gurunya, akan tetapi mengetahui orang she Ong
ini tunangan puteri dari gurunya, hingga
puteri itu yang pun menjadi sumoay-nyajuga, telah
mempunyai pelindung, ia bersyukur. Tapi di luar dugaannya,
di hari kedua Ong Ciauw Hie berlalu tanpa pamitan lagi,
hingga Beng Ciu Hee menangis sangat sedihnya. Ia telah
membujuk dan menghiburkannya, namun Ciu Hee tetap
menangis saja. "Saudara To." kata Pek Bin kemudian, sikapnya tampaknya
sungguh-sungguh. "Kau dan Ong Ciauw Hie mempunyai
persahabatan, coba pikir, kenapa kelakuannya Ciauw Hie
demikian aneh" Dia datang dari tempat ribuan lie untuk
menjemput bakal isterinya, sayang sekali bakal mertuanya
ketimpa malapetaka. Diapun telah dianggap seperti anak,
maka kenapa bukannya dia bantu mengurus perkabungan,
diajusteru pergi dengan begitu saja, agaknya sampai dia tak
inginkan lagi bakal isterinya" Sumoay juga aneh! Apa
hubungannya aku dengan kaburnya Ong Ciauw Hie" Sumoay
sekarang tidak perdulikan aku lagi. Agaknya dia menyangka
akulah yang menyebabkan kaburnya Ciauw Hie itu..."
It Hang berdiam untuk berpikir, la segera mengerti halnya
Ciauw Hie dan Ciu Hee itu. Maka di dalam hatinya, ia berkata:
"Memang kaulah yang paksa Ciauw Hie angkat kaki!" Tapi ia
menghibur. "Itulah perkara kecil, jangan dibuat pikiran," ia membujuk.
"Nanti aku bicara kepada saudara Ong, urusan pasti akan
lantas menjadi beres."
Pek Bin agaknya heran.
"Apa yang kau hendak bicarakan kepadanya?" tanyanya.
"Aku tidak berbuat salah terhadapnya, dan diapun tidak
berbuat salah terhadapku. Kalau kau jelaskan keadaan ini
kepadanya, mungkin dia mentertawainya dan menyangka aku
dan Ciu Hee telah berselisih, sedang sebenarnya kami tidak
bertengkar. Sumoay pun telah mengatakan bahwa hal itu
tidak mengenai aku, akan tetapi pada keesokannya, di luar
dugaanku, sumoay pun angkat kaki..."
It Hang kerutkan alis.
"Apa" Diapun pergi?" ia menegaskan.
"Benar! Jenazah suhu baru dikubur, bukannya dia diam di
rumah untuk berkabung, diajusteru minggat mencari bakal
suaminya!" Pek Bin jawab.
"Apa sebab kau tahu dia pergi cari Ciauw Hie?"
"Dia tinggalkan surat untuk aku. Dalam suratnya dia
menyuruh aku diam di rumah saja untuk mengurus abu
ayahnya." Karena sedang berkabung It Hang hanya tertawa di dalam
hati mendengar kata-kata orang dan melihat tingkah lakunya
pemuda yang demikian tolol ini, sampai tak tahu bahwa
justeru dirinyalah yang sudah menyebabkan timbulnya salah
mengerti itu. "Sumoay pergi seorang diri, aku kuatirkan
keselamatannya," berkata pula Pek Bin kemudian. "Dia
melarang aku pergi, aku justeru hendak pergi juga!..."
Tiba-tiba ia angkat kedua tangannya hingga kelihatan nyata
di telapak tangannya ada tanda merah.
"Kau juga kena dibokong orang pada tiga hari yang lalu," It
Hang kata. "Memang!" sahut Pek Bin. "Ketika aku sampai di Siamsay,
tidak tahu di mana aku harus cari Ciauw Hie, karena aku tidak
ketahui tempat tinggalnya. Tapi alamatmu, saudara To,
gampang sekali dicarinya. Begitu aku sebut seorang she To
bekas Congtok, orang segera tunjukkan aku kemari. Kau
tentunya ketahui alamatnya orang she Ong itu."
It Hang menggeleng kepala.
"Aku juga tidak tahu," jawabnya.
Pek Bin menjadi hilang harapan dan lesu.
"Kalau tahu begini, tidak nanti aku datang cari kau."
katanya terus terang. "Dalam perjalananku ini, setibaku di
Yanan. aku dapat tahu ada orang yang kuntit aku."
"Kau sungguh cerdik," It Hang Puji.
"Sedikit tentang kaum kangouw aku tahu juga," Pek Bin
jawab. "Kemarin dulu di gunung Poatliong san, di sana aku
disusul dua penunggang kuda, yang tanya aku apakah hendak
pergi ke rumah keluarga To di Khokiotin. Ketika aku
membenarkan pertanyaannya, mendadak mereka itu lompat
turun dari kudanya dan menyerang aku, mereka tidak beri aku
kesempatan bertanya apa-apa..."
"Ah... Dan kau kena dikalahkan?"
"Dua orang itu memang tangguh," jawab Pek Bin, "akan
tetapi pada mulanya aku masih sanggup layani mereka Adalah
kemudian aku telah keteter. Di belakang dua orang itu ada
lagi seorang tua yang tidak turut mengepung aku tetapi dia
ngoceh tak hentinya, katanya aku mesti dihajar hidup-hidup,
jangan dikemplang mati, hingga aku mendongkol sangat,
sampai permainan silatku jadi ngawur..."
"Dan bagaimana caranya kau dapat meloloskan diri?"
"Di permulaan tahun ini. aku telah pergi ke Thiankio
meramalkan diri," berkata Pek Bin. "Menurut sinshe khoamia,
meski benar tahun ini ada kurang baik bagi diriku, tapi bahaya
yang aku hadapi itu bisa berubah menjadi keselamatan..."
It Hang merasa lucu dapat jawaban yang melantur itu.
"Aku tanya kau bagaimana kau dapat lolos, bukan tentang
ramalan dirimu!" ia kata. "Apa ramalan itu ada hubungannya
dengan kejadian atas dirimu sekarang ini?"
"Tukang tenung itu tepat sekali ramalannya," Pek Bin masih
mengatakan. "Di dalam pertempuran itu, aku menghadapi
ancaman bencana hebat sekali. Di saat aku hampir dibikin
roboh, tiba-tiba ada terdengar suara orang tertawa mengejek
di atas gunung Poatliong san, suaranya sangat menusuk
kuping. Mendengar suara ketawa itu, si orang tua telah
menyerukan kawan-kawannya: 'Lekas mundur!' Suara tertawa
itu belum sirap, dari atas gunung sudah meluncur turun satu
orang, cepatnya bagaikan melesatnya anak panah. Begitu
sampai di bawah, orang itu lantas menyerang dua pengepung
aku, yang dalam sekejap sudah kena dibikin terpental roboh.
Si orang tua lompat maju menyerang orang tidak dikenal itu.
Baru aku saksikan kedua tangan mereka bentrok, orang tua
itu sudah lantas berseru: "Menyingkir!' Segera tubuhnya
mencelat mundur, dia sambar tubuh kedua kawannya untuk
dibawa lari. Barulah setelah itu, aku lihat tegas penolongku
itu, ialah satu nona yang elok sekali!"
Tanpa merasa, It Hang menyebut: "Giok Lo Sat!"
"Giok Lo Sat?" tanya Pek Bin. Dia cuma tahu, Giok Lo Sat
adalah Raksasi Kumala.
"Nona itu bernama Giok Lo Sat, seorang bandit wanita dari
Siamsay Selatan," sahut It Hang. "Apakah kau tidak tahu
tentang dia?"
"Oh, kiranya kau kenal dia!" Pek Bin berkata. "Pantas dia
lantas suruh aku pergi cari kau! Dia tidak mengejar orang tua
itu, dia hanya berkata: Tmhong Toksee Ciangmu tidak jelek!
Bilakah kita dapat bertemu lagi untuk bertempur pula"' Si
orang tua lari terus, setelah dia pergi jauh, nona itu dekati aku
dan sambar tangganku untuk diperiksa telapaknya. 'Eh, kau
hendak meramalkan aku"' aku tanya. Tapi dia jawab aku:
'Anak tolol! Siapa hendak meramalkan kau" Kau telah terkena
serangan Imhong Toksee Ciang dari tua bangka itu!' Lantas
dia keluarkan sebutir pil, dia suruh aku lantas menelannya. Dia
kata bahwa dia cuma bisa lindungi aku untuk sementara, guna
mencegah ilmu silatku menjadi runtuh, dia tidak bisa
menyembuhkan luka yang disebabkan Toksee Ciang itu. Dia
suruh aku lekas pergi cari kau yang menjadi ahli waris Cie
Yang Tootiang dari Butong san ahli penyembuh luka semacam
itu." "Pantas lukamu tidak hebat, kiranya kau telah ditolong oleh
Giok Lo Sat," kata It Hang.
Memang benar katanya Giok Lo Sat, Cie Yang Toojin dari
Butong pay adalah ahli untuk pelbagai luka berbahaya, dan It


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hang, setelah belajar dua belas tahun, sudah dapat mewarisi
kepandaian itu, ia lantas ambil jarum emasnya, terus ia tusuk
tanda merah di telapak tangannya Pek Bin, kemudian,
sesudah menguruti sekian lama. Pek Bin tidur sendirinya.
Kemudian, It Hang pergi tengok kedua kimCee. Ia dapat
kenyataan mereka juga sedang tidur nyenyak. Ia tidak mau
ganggu mereka itu, ia hanya ajak Cin Ciehui ke taman bunga,
yang berada di belakang gedungnya.
"Jikalau di sini terjadi sesuatu, kau mesti ajak kimCee
menyingkir dari pintu barat di pojok sana." pemuda ini beri
pengunjukan. "Dari situ ada jalan yang menuju langsung ke
atas gunung."
Pemuda ini bicara sambil terus jalan, ia ajak Ciehui itu ke
kedua samping, untuk tunjukkan keadaan sekitar gedungnya
itu supaya diingatkan baik-baik.
"Mari kita kembali," ia mengajak kemudian, untuk masuk ke
dalam, terus ke kamar dapur di mana ia suruh orangnya
masak sepuluh kuali air panas, setelah air itu mendidih, ia
suruh orang-orangnya gotong kedua kimCee dan Pek Bin
untuk dikasih hawa hangat. Lebih dulu Cin C iehui serta si
hamba tua diperintah kasih minum obat yang sifatnya dingin
kepada tiga orang itu. Untuk berikan pengobatan hawa
hangat, ketiga orang yang luka itu dibukakan pakaiannya,
dengan pintu ditutup rapat-rapat.
Setelah berselang dua jam, baru pintu kamar dipentang. Si
hamba tua tidak tahan hawa panas, hampir ia roboh pingsan.
Maka ia dibantui Cin Ciehui dan It Hang memakaikan kembali
bajunya Pek Bin bertiga, yang kemudian dibawa balik ke
kamar mereka untuk diberi obat kuat yang berupa air jinsom.
Setelah mereka diuruti pula, mereka tidur dengan sangat
nyenyaknya. Baru sesudah itu, mereka ditinggal keluar.
Siang hari itu, It Hang repot terus-terusan, maka malamnya
baru hambanya yang tua memberitahukan: "Tiehu dari Yanan
pernah kirim orang kesini tetapi karena siauwya sedang repot,
tadi siang aku tidak melaporkannya."
"Kalau begitu, besok kau kirimkan karcis namaku untuk
menghaturkan terima kasih," kata majikan muda itu. Ia tidak
pikirkan lebih jauh urusan itu, ia terus tidur.
Keesokan paginya kedua kimCee dan Pek Bin merasakan
tubuh mereka segar, dari itu mereka diberikan bubur. Sampai
magrib, Pek Bin anggap dirinya telah sembuh kecuali
tenaganya belum pulih semua.
It Hang ajak si tolol ini bercakap-cakap di dalam kamar
tulisnya, ia dapat kenyataan sitolol itu seorang yang jujur dan
polos, suka ia bergaul dengan sababat baru ini.
Dua orang muda ini sedang bicara lebih jauh ketika si
hamba tua datang melaporkan: "Ong Pengpie dari kantor
tiehu datang bersama barisan serdadunya untuk menemui
siauwya." It Hang lantas saja kerutkan alisnya. Ia tidak dapat terka,
apa perlunya pembesar militer itu hendak temui padanya,
sedang engkongnya sudah tidak lagi memangku pangkat. Tapi
ia terus rapikan pakaiannya, sesudah mana baru ia bertindak
keluar. Dari luar toathia, ruang besar, kelihatan Ong Pengpie
mendatangi dengan tindakan lebar. Ia ada pimpin dua atau
tiga puluh serdadu.
Kembali It Hang heran. Ia tampak sikapnya punggawa itu
tidak memakai aturan yang sopan lagi. Masih ia menyangka
orang datang untuk melakukan tugas, menjaga tata tertib di
gedungnya itu. Segera mereka sudah datang dekat satu pada lain.
"To It Hang, kau tahu salahmu atau tidak?" mendadak
punggawa she Ong itu menegur.
It Hang heran bukan main.
"Apakah salahku?" tanyanya.
"Kedosaanmu yang besar adalah kau telah sembunyikan
satu penjahat besar di dalam rumahmu!" berkata punggawa
itu dengan ketus.
It Hang menjadi murka.
"Keluargaku menjadi pembesar turun temurun, bagaimana
kau berani bicara ngaco-belo!" tegurnya.
Pengpietoo itu tertawa dingin.
"Kau masih berani andalkan pengaruhmu?" dia membentak.
"Geledah!"
Kawanan serdadu lantas saja bergerak untuk nerobos ke
dalam. "Jangan kalian bikin kaget kimCee!" It Hang pun balas
membentak. "Aku dapat titah dari pemerintah agung, aku justeru
hendak menemui kimCee!" kata Pengpietoo itu.
Di saat itu dari kamar tulis segera terdengar suara
pertempuran. "Pek Hiantee, jangan turun tangan!" ItHang menyerukan.
"Mari kita pergi ke kantor tiehu dari Yanan untuk berurusan!"
"Ikat padanya!" Pengpietoo itu beri perintah tanpa
perdulikan sikapnya tuan rumah.
Bukan main gusarnya It Hang, ia tertawa dingin. Di
depannya ada meja yang terbuat dari kayu wangi, waktu ia
raba meja itu segera terbalik.
"Lekas bicara secara baik-baik!" It Hang serukan punggawa
itu. "Jikalau kau berlaku kasar, terpaksa aku mesti hajar
padamu, baru nanti aku mohon maaf di Ngomui."
Punggawa itu mengawasi. Bersama dia ada turut juga dua
punggawa sebawahannya.
"Baik," kata dia kemudian. "Dengan memandang kau ada
turunan satu menteri, aku suka berikan sedikit muka
padamu!" It Hang segera mendahului opsir itu masuk ke dalam,
kamarnya kedua kimCee. Begitu lekas pintu tertolak terbuka,
ia kaget tak terkira. Di situ sudah tidak tampak kedua utusan
raja. "Mungkinkah mereka sangka penjahat datang dan mereka
sudah lantas sembunyikan diri?" pikirnya.
Akan tetapi Ong Pengpie, yang turut masuk, lantas tertawa
dingin. "Mana utusan Sri Baginda?" tanyanya secara mengejek.
"Kau berikan aku ketika untuk cari mereka," It Hang minta.
"Kau telah binasakan kedua kedua kimCee, ke mana kau
hendak cari lagi?"
It Hang segera dapat menduga sesuatu. Tiba-tiba ia
berpaling dan sebelah tangannya menyambar.
"Tentulah kau yang telah mencelakainya!" dia membentak.
Satu opsir di belakangnya Pengpietoo itu ulur tangannya
menghalau tangannya It Hang, hingga kedua tangan itu
bentrok. Bentrokan itu membuat It Hang sadar akan
ketangguhannya opsir itu.
"Kau telah aniaya kimCee tapi kau berani melawan?"
bentaknya opsir itu.
It Hang berlaku sabar.
"Mengenai perkara ini, baik kita menyelesaikannya di
Pakkhia," kata ia.
Opsir itu tidak memperdulikannya, dia keluarkan borgolan.
"Tadi belum ada bukti, dapat kau menyangkal," dia kata,
"sekarang sudah ternyata kimCee telah hilang, apa lagi yang
kau hendak katakan" Negara mempunyai undang-undang, tak
dapat kami membiarkan kau banyak tingkah! Lekas pakai
borgolan ini!"
Wajahnya pemuda kita berubah pucat karena gusarnya. Ia
hendak melakukan perlawanan, akan tetapi dia lalu ingat
bahwa engkong dan ayahnya adalah orang-orang berpangkat
besar, jikalau melawan, dia bisa dianggap memberontak.
Tidakkah itu akan mencemarkan nama baik keluarganya"
Maka akhirnya terpaksa dia angsurkan kedua tangannya untuk
dirantai. Orang-orang keluarga To itu menjadi ketakutan, malah si
hamba tua lantas saja menangis.
"Jangan takut." It Hang menghiburkan bujang-bujangnya
itu. "Sri Baginda yang bijaksana pasti dapat membikin terang
perkara penasaranku ini."
Meski ia mengucap demikian, It Hang toh ingat bagaimana
ayahnya binasa terfitnah, maka mau tidak mau ia berkuatir
juga. "Sekarang kau jaga baik-baik jenazahnya lootayjin," ia
pesan hamba tuanya.
"Hayo, lekas jalan!"
Ong Pengpie menitah.
It Hang lantas saja ditolak keluar, di mana ia lihat Pek Bin
juga sudah dibelenggu.
Dua tawanan ini digiring ke kantor tiehu dari Yanan di
mana mereka sampai setelah terang tanah. Mereka mesti
menunggu satu jam, baru mereka dibawa menghadap. Tapi
mereka bukan dihadapkan kepada tiehu hanya pada seorang
lain yang pangkatnya kelas dua.
"Kau seorang turunan berpangkat yang telah terima budi
negara, mengapa kau berkhianat dan berontak?" demikian
tanya pembesar Itu. "Kenapa kau mencelakai kimCee?"
"Memang ada orang yang telah aniaya kimCee tayjin tetapi
bukanlah aku yang perbuatnya." It Hangjawab.
"Siapakah orang itu?"
"Jikalau tayjin beri tempo satu bulan padaku, aku pasti
akan bekuk orang yang menganiaya kimCee itu," It Hang
berkata. Tapi si pembesar menggebrak meja.
"Kau ngaco!" demikian dia membentak. "Aku bukannya
satu bocah cilik umur tiga tahun yang dapat kau pedayai,
supaya aku lepaskan kau kabur!..."
"Jikalau aku memikir untuk buron, tentunya sekarang aku
tidak datang ke sini," kata It Hang yang mendeluh hatinya.
Kembali pembesar itu gebrak meja. Ia tidak perdulikan
alasan itu. "Lekas kau berikan pengakuanmu yang sebenar-benarnya!"
ia mendesak. "Aku tidak punya pengakuan," It Hangjawab.
"Kau kata kau tidak aniaya kimCee, mengapa kau telah
tahu ada orang yang menganiaya kimCee itu?" si pembesar
mendesak dengan pertanyaannya.
"Tentang ini baru aku suka menerangkannya sesudah nanti
aku menghadap Sri Baginda!"
Pembesar itu jadi sangat gusar.
"Apakah aku tidak berhak untuk periksa padamu?"
It Hang tidak berikan jawabannya.
Pembesar itu meraba bumbung titah, ia hendak kompes
pemuda itu tapi entah kenapa, ia batalkan itu.
"Bawa menghadap pemberontak yang satunya itu!" ia
menitah. Pek Bin segera digusur maju.
"Apa she dan namamu?" si pembesar tanya. "Dan asal
mana?" "Namaku Pek Bin, asal dari Pakkhia," sahut anak muda itu.
"Kau adalah muridnya Titthian Busu Beng Can dari putera
mahkota, bukankah?"
"Benar! Oh, kau tahu juga aku?" Pek Bin mengejek.
Pembesar itu menggebrak meja.
"Kau telah lakukan perjalanan ribuan lie sampai di kota
Yanan ini, apakah maksudmu" Lekas berikan pengakuanmu,
jangan ada sesuatu yang disembunyikan!"
Pek Bin berdiri tegak.
"Satu laki-laki kenapa mesti sembunyikan apa-apa?"
sahutnya. "Aku datang ke Yanan untuk sambangi sahabat!
Apakah itu dilarang?"
"Siapa yang kau cari?"
"Ong Ciauw Hie!" sahut Pek Bin dengan nyaring.
Pembesar itu menggebrak-gebrak meja berulang-ulang,
hingga suaranya sangat berisik, mejapun sampai bergetar.
Bentakan lain-lain hamba-hamba wet di dalam ruangan itu
menambah keberisikan itu.
Tiehu, atau residen dari Yanan, juga turut hadir, tetapt
duduk menemani saja. Dia berubah juga parasnya.
"Kasih dia lihat!" kata si pembesar pada opas pelayannya.
Dia maksudkan berita acara yang dia telah sediakan, supaya
diperlihatkan kepada Pek Bin. "Suruh dia bubuhkan tanda
tangannya!"
Pek Bin periksa berita acara itu, yang memuat namanya
terang-terang, tanpa pikir lagi berita itu kapan dibuatnya ia
lantas membubuhi tanda tangannya.
Si pembesar perlihatkan berita acara itu pada tiehu, dia
tertawa. "Selesailah sudah!" katanya. Tapi segera ia menepuk meja
pula, kali ini untuk It Hang.
"Koncomu sudah mengaku, apa kau tetap hendak
menyangkal?" tanyanya.
"Apa yang aku harus katakan?" It Hang tanya, ia memang
tidak tahu bunyinya tuduhan atau berita acara itu.
Sekarang adalah tiehu yang bicara.
"Ong Ciauw Hie serta ayahnya itu, adalah penjahatpenjahat
besar! Siapakah yang tak ketahui itu?" katanya.
It Hang heran hingga ia melengak.
"Kau berkongkol kepada penjahat besar, itulah
kesalahanmu!" berkata si pembesar tukang periksa.
"Sekarang kau boleh menyatakan apa yang kau suka," kata
It Hang. "Marilah kita pergi ke Pakkhia, untuk bicara di muka
mahkamah agung!"
Pembesar itu tertawa dingin.
"Kau masih memikir untuk pergi ke kota raja " Hm! ---
Bawa dia ke penjara!"
It Hang jadi kaget, hatinya panas bukan main.
Pek Bin berada di dampingnya pemuda ini.
"Apakah benar Ong Ciauw Hie itu satu penjahat besar?" dia
tanya. Dia sudah taruh tanda tangannya dalam berita acara,
tetapi dia masih menanya...
It Hang tidak menyahut, akan tetapi wajahnya menjadi
pucat bahna gusar dan mendeluh.
Pek Bin rupanya mengerti orang tidak senang terhadapnya,
ia jadi masgul.
"Apakah aku kena rembet padamu?" dia tanya,
"Inilah bukan urusanmu!" sahutnya It Hang, yang tahu
akan ketololannya orang.
"Sesama orang hukuman tidak boleh omong!" sipir


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membentaknya, terus saja dia masukkan kedua orang
tawanan itu ke masing-masing sebuah kamar yang berlainan.
It Hang mendapat sebuah kamar sendirian yang bersih,
tidak seperti kamar tahanan biasa. Di sini ia
ditahan sampai tiga hari, tidak ada datang seorangpun
yang periksa padanya. Ia mengharap-harap kedatangan
hambanya yang setia. Ia ingin menyampaikan kabar pada
murid atau sahabat engkongnya, supaya mereka berdaya
untuk menolong padanya. Akan tetapi dalam tiga hari itu
seorangpun tidak ada yang datang kunjungi padanya. Ia
menduga-duga kepada kemungkinan pembesar negeri yang
melarang orang menengoki padanya.
Adalah pada malam ke empat, mendadak pintu kamar
dibuka oleh seorang, yang ternyata opsir kawan Ong Pengpie.
Dia bawa keluar pemuda kita dengan jalan memutari kamar,
selang sekian lama sampailah mereka di sebuah kamar yang
kecil. Semasuknya mereka itu, pintu kamar segera ditutup
pula. Di dalam kamar itu, tampak berduduk seorang tua yang
mukanya merah, sinar matanya galak dan bengis, bisa
membuat hati ciut bila orang melihat kepadanya. Tapi ketika
dia lihat anak muda ini, dia mengundang duduk. Dia pun
tertawa. "Nyata kau sangat disayang putera mahkota!" katanya tibatiba.
It Hang tidak mengerti, ia diam saja.
"Sri Baginda sudah berusia lanjut sekali dan
berpenyakitan," berkata pula si orang tua, "maka tidak lama
lagi, putera mahkota pasti akan menggantikan dia naik di atas
singgasana. Akan tetapi meski demikian, masih banyak sekali
urusan yang bersangkut-paut, yang mesti mengandal kepada
Gui Kongkong." (Kongkong = panggilan menghormat untuk
thaykam --- orang kebiri.)
It Hang terkejut, wajahnyapun berubah.
"Aku adalah seorang terdakwa," ia kata. "Jikalau kau
hendak periksa aku, lekaslah periksa! Buat apa kau omongkan
segala hal lainnya?"
"Gui Kongkong juga sangat sayang kau," kata si orang tua,
yang tidak perdulikan ucapan orang.
"Siapa yang sudi disayang dia?" kata pemuda kita dengan
suara nyaring. "Kau benar satu laki-laki sejati," kata orang tua muka
merah itu. "Tapi kau harus ketahui, jiwamu berada di tangan
siankee!" (Siankee = "aku" untuk orang beragama)
It Hang tertawa tawar.
"Habis kau mau apa?" dia tanya.
"The Hong Ciauw itu toh sahabat kekalmu?" Si muka merah
itu sebaliknya bertanya pula.
Tanpa merasa, hatinya It Hang goncang.
"Habis?" tanya dia
"Ketika The Hong Ciauw hendak tarik napasnya yang
penghabisan, dia mengatakan apa kepadamu?" tanya si orang
tua. "Apa katamu" Aku tidak mengerti!"
Orang tua muka merah itu tertawa pula
"Janganlah mendusta di hadapan orang suci!" katanya
"Pernahkah kau dengar nama In Yan Peng! Itulah aku
adanya!" It Hang insyaf kepada bahaya yang sedang ia hadapi, ia
segera kerahkan tenaga di kedua lengannya, dengan satu
gerakan ia dapat putuskan borgolan yang membelenggu
tangannya, setelah mana, ia menyampok sambil
menendangjuga. "Bagus! Kau nyatalah satu di antara manusia jahat itu!" It
Hang berseru. Orang tua itu buang tubuhnya ke belakang, dengan
demikian, kakinya dapat mendupak meja di depannya, hingga
meja itu terbang ke arah si anak muda.
"Prak!" demikian suara terdengar.
Dengan satu sampokan, It Hang sambut meja itu, yang ia
hajar pecah dan jatuh terbanting.
Orang tua muka merah itu, yang perkenalkan diri sebagai
In Yan Peng, meraba pinggangnya untuk meloloskan ikat
pinggangnya. Ia bertindak maju sambil menyabetkan ikat
pinggangnya itu, ia tertawa.
"Nyatalah aku dapat buktinya!" kata dia. "To It Hang,
apakah sampai sekarang kau tetap masih hendak mendusta?"
Anak muda itu tetap masih gusar. Inilah disebabkan, The
Hong Ciauw dalam pengakuannya, telah menulis nama lima
konconya, yang semua berkongkol sama bangsa Boan, yakni
tiga wiesu atau pahlawan dari istana, dan dua bandit dari
Rimba Hijau, satu antara tiga pahlawan itu, ialah In Yan Peng.
Dengan mulut membungkam, It Hang serang penghianat
itu. In Yan Peng pandai memainkan ikat pinggangnya itu,
yang menyambar-nyambar sampai menerbitkan suara angin.
Tubuhnya juga sangat enteng dan gesit, dengan gampang ia
dapat berkelit diri dari desakan si anak muda. Ia seperti
memutari kamar kecil itu, untuk layani lawannya. Ikat
pinggang itu merupakan semacam senjata sebagai joanpian,
cambuk lemas. It Hang melayani berkelahi sampai kira-kira tiga puluh jurus
ia tidak dapat ketika untuk robohkan atau mendesak si muka
merah yang tangguh itu, maka segera ia sadar, apabila ia
tidak angkat kaki, ia bisa dapat celaka. Ia juga sudah lantas
memikir untuk pergi mengadu kepada putera mahkota. Karena
ini, dengan sekonyong-konyong. Ia perhebat serangannya,
sampai ia dapat kesempatan untuk mendekati pintu, yang ia
terus dupak hingga menjeblak.
In Yan Peng tertawa gelak-gelak.
"Kau berniat angkat kaki?" ia mengejek. "Hanya dalam
impian kau dapat lakukan itu!"
It Hang tidak memperdulikannya, terus saja ia lompat
keluar. Tiba-tiba ia rasakan sambaran angin, ia segera
mengelakkan tubuhnya ke samping. Ia berniat tangkis
serangan yang mestinya dahsyat itu. Tapi ia terkejut ketika ia
melihat tangan yang menyerang padanya itu bersinar merah
api. Penyerang itu menyerang dengan seru, dua kali beruntun,
tapi tiap kali It Hang dapat mengelakkan diri dari ancaman.
Akhirnya anak muda ini menjadi sangat murka.
"Apakah kau anggap aku jeri terhadap Imhong Toksee
Ciangmu?" serunya.
Anak muda ini lantas bersilat dengan ilmu Ngoteng Kaysan
Ciang, ialah semacam ilmu untuk adu jiwa dengan Tangan
Pasir Beracun itu. Kesudahannya dari pertempuran semacam
itu kedua pihak mesti celaka.
Orang itu jeri juga menghadapi kenekatan lawannya, dia
tidak berani keras melawan keras, terpaksa dia berkelahi
dengan serangan-serangannya yang merupakan totokan.
Sekarang It Hang tidak berani terlalu mendesak pula,
karenanya, tetap ia tidak dapat loloskan diri, malah ia telah
terdesak mundur sampai di pintu tadi. Sedangnya ia repot
melayani musuh di depan itu, di belakangnya In Yang Peng
telah sambar ia dengan ikat pinggangnya, hingga tidak ampun
lagi ia dilibat dan tertarik roboh ke dalam kamar.
Si orang tua yang bertangan liehay Imhong Toksee Ciang
itu lompat ke pintu yang segera menutupnya dan ia berdiri
tegak di muka pintu itu.
"Saudara In sudahkah kau berhasil?" dia tanya Yan Peng.
"Bocah ini tidak mau bicara terus terang," sahut orang yang
ditanya. "Saudara Kim, baik kau hadiahkan dia satu
tanganmu!"
Orang yang dipanggil "saudara Kim" itu, yang usianya telah
lanjut, angkat sebelah tangannya ditujukan ke batok kepala It
Hang. Tapi It Hang yang lihat aksinya orang itu tidak takut.
"Tiada faedahnya kau hajar mati padaku!" katanya dengan
dingin. "Jikalau aku binasa, sahabatku bisa pergi ke kota raja
untuk mengajukan dakwaannya, supaya kalian semua
dibekuk!" In Yan Peng kaget hingga ia bergidik sendirinya.
"Kau maksudkan Giok Lo Sat?" dia tanya.
It Hang mengawasi dengan bengis, tidak mau ia
menjawab. "Baik," kata si orang tua she Kim. "Aku tidak sangka kau
bersahabat kekal dengan Giok Lo sat."
Yan Peng pun mendadak tertawa.
"Binatang ini bisa menggertak juga," katanya.
Sekonyong-konyong si orang she Kim mendupak kepada
jalan darah witiong hiat di belakang dengkulnya It Hang, maka
tidak ampun lagi anak muda ini tak sadar akan dirinya.
Setelah itu, si orang tua muka merah memerintahkan
gotong pemuda itu kembali ke kamar tahanannya.
Yan Peng dan orang tua she Kim itu saling pandang dan
tertawa, mereka tidak kuatirkan ancamannya It Hang. Sebab
bukan hanya mereka berdua yang berkongkol sama bangsa
Boan, juga Gui Kongkong yaitu thaykam Gui Tiong Hian.
Ketika Gak Beng Kie sampai di kota raja, dia telah beri
kisikan kepada Kengliak Him Yan Pek tentang rahasia yang
dibuka The Hong Ciauw perihal komplotan penjual negara itu.
Him Kengliak lantas masuk ke istana menghadap raja untuk
buka rahasia itu. Akan tetapi Baginda Sin Cong tertawa saja,
dia angap kabar itu sebagai guyon...
Tiga pahlawan dalam istana liehay kupingnya, mereka
dapat tahu hal rahasia mereka dibuka di hadapan kaisar, tidak
mensia-siakan tempo lagi mereka pergi buron. Adalah setelah
dengar hal kaburnya ketiga pahlawan itu. baru Kaisar Sin
Cong menyesal, tetapi sudah kasip.
Minggatnya ketiga pahlawan dari istana itu bukannya
berarti mereka menyingkir dari kota raja. Mereka tetap
berhubungan dengan Gui Tiong Hian.
The Hong Ciauw dan Gui Tiong Hian kenal satu pada lain,
tetapi persahabatan mereka tidak rapat. Hong
Ciauwberkongkol sama utusan bangsa Boan, ia ketahui hanya
ketiga pahlawan itu sebagai kambrat sehaluan, ia tidak tahu
bahwa Gui Tiong Hian pun konconya juga. Tetapi Gui Tiong
Hian di lain pihak ketahui Hong Ciauvv sebagai kawan
sekomplot. tapi mengenai aksinya itu ia tidak mau beritahukan
kepada orang she The itu, yang ia masih sangsikan.
Dalam tindakannya, Gui Tiong Hian kirim ketiga pahlawan
ke Siamsay untuk bekerja secara diam-diam. Ia juga dengan
berani pakai tenaganya satu giesu yang menjadi orang
kepercayaannya, untuk menyamar sebagai kimCee, utusan
raja. pergi ke kota Yanan. Adalah keinginannya untuk korek
rahasia dari mulutnya To It Hang.
Kebetulan sekali, waktu itupun raja kirim utusan kepada To
Tiong Liam, untuk panggil bekas Congtok itu menjabat
pangkat pula. Maka Gui Tiong Hian lantas mengatur akal,
memerintahkan dua pahlawannya untuk mencelakai kedua
utusan raja itu. supaya keluarga To dapat difitnah, dan It
Hang ditangkap untuk dihukum.
Di antara kedua pahlawan itu, yang pandai ilmu silat
BitCong kun asal SeeCong (Tibet), bagian Jiukang, yakni ilmu
halus (lemas). Dialah pahlawan yang bersenjatakan ikat
pinggang itu, yaitu In Yan Peng orang tua muka merah itu.
Hanya dalam peryakinan ilmu itu orang she In ini baru
mencapai tujuh puluh bagian.
Pahlawan yang kedua adalah si orang tua yang pandai
Imhong Toksee Ciang, ilmu kepandaian tangan kuat. Dia
adalah orang she Kim bernama Cian Giam. Orang yang kena
pukulan tangan liehay itu, selewatnya tujuh hari, tidak akan
dapat ditolong pula. Maka dengan tangan jahat itu, dia bisa
bunuh orang di tempat ramai tanpa diketahui perbuatannya.
Demikian sudah terjadi, untuk menjalankan titahnya Gui
Tiong Hian. mereka sudah bokong kedua utusan raja guna
memfitnah keluarga To, tetapi di luar dugaan mereka, It Hang
telah menggagalkan usahanya itu. kedua kimCee tertolong
jiwanya. Inilah sebab-sebab yang kemudian menjadikan
"pertempuran gelap" di dalam istana,
It Hang rebah dalam kamar tahanan dengan hati
mendongkol bukan main. Sebagai akibat totokannya si orang
she Kim, dia rasakan tenaganya lenyap. Tentu saja dia jadi
sangat berkuatir. Diapun kualirkan negaranya, karena sudah
terang berbukti bahwa bangsa Boan telah beli segala
penghianat. Dia baru tahu lima nama, tapi dia percaya
jumlahnya penghianat tentu ada lebih besar lagi.
"Putera mahkota mesti diberitahukan tentang rahasia ini,
tetapi bagaimana?" dia berpikir. "Aku sekarang terkurung di
sini, aku mesti berdaya sendiri. Bagaimana aku dapat
bebaskan diri dari totokan lawan ini" Kalau aku gusar, darahku
jadi semakin tak dapat mengalir."
Karena ingat ini, bisa juga It Hang menenangkan diri,
malah dia dapat bergerak untuk duduk bersemedhi
mengumpulkan semangatnya. Ia memang telah mempunyai
dasar lweekang yang baik, ketenangan ada baiknya untuk
keadaannya seperti itu. Baru berselang satu jam, ia mulai
merasakan darahnya mengalir pula seperti biasa. Karena ini ia
lantas memikir untuk bikin putus rantai yang membelenggu
kedua tangannya, supaya ia bisa terjang pintu untuk nerobos
keluar. Di saat ia sedang memikir demikian, kupingnya
mendengar suara pertempuran yang samar-samar, yang
datangnya seperti dari tempat jauh. Lekas-lekas ia mendekam
untuk pasang kupingnya di lantai, hingga ia dengar suara
pertempuran itu datang semakin dekat.
"Heran! Siapa mereka?" ia menduga-duga.
Ketika itu tiba-tiba pintu kamar tahanan terbuka.
It Hang terperanjat, ia bangkit berdiri.
Itulah In Yan Peng yang muncul, wajahnya yang licik
tersungging senyuman. Dia bertindak perlahan menghampiri
pemuda kita. "Apa kau mau?" It Hang menegur.
"Sahabat baikmu telah datang, mari aku ajak kau pergi
padanya," sahutnya musuh ini.
Belum lagi Yan Peng tutup mulutnya, mereka segera
dengar suara ambruk yang hebat. Karena kantor tiehu telah
digempur tembakan meriam dan terbakar.
Yan Peng kaget sehingga wajahnya berubah. Namun ia
masih ingat untuk menggerakkan tangannya menyambar It
Hang yang ia hendak bekuk, untuk dibawa menyingkir dari
situ. Yan Peng tahu bahwa orang yang ditotok jalan darahnya


Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wietiong hiat membutuhkan waktu enam jam untuk dapat
pulih kembali kesehatannya. Maka pikirnya dengan mudah ia
dapat cekuk pemuda itu.
Tetapi di luar dugaannya tiba-tiba It Hang buka mulutnya
memperdengarkan seruan hebat, berbareng iapun pentang
kedua lengannya menyabetkan rantai borgolan, sedang kedua
kakinyapun diangkat dengan berbareng dalam satu dupakan.
Semua itu In Yan Peng tidak menyangkanya, tidak heran
kalau ia kena diserang. Dupakan pada lututnya membuat ia
roboh seketika. Akan tetapi ia benar-benar seorang liehay,
jatuhnya itu, ia teruskan dengan gulingkan tubuhnya untuk
menyingkir dari serangan lebih jauh, hingga ia dapat
kesempatan untuk lompat bangun. Ia juga dapat segera
meloloskan ikat pinggangnya, dengan itu ia serang
pinggangnya si anak muda!
It Hang tahu bahwa bala bantuan sudah sampai, ia jadi
bertambah semangat. Begitu lekas ia egos tubuh dari
serangan musuh, ia segera mendesak dengan gerakan
"Ciutam piepee" atau "Merogoh piepee".
Yan Peng tidak sudi ditotok musuh, ia menyambar pula
dengan senjata ikat pinggangnya untuk melibat kedua
bahunya pemuda kita. Tetapi It Hang mengerti bahaya, Ia
berkelit sambil melenggak diri, sesudah mana. lagi-lagi ia
mendesak, menyerang saling susul.
Orang tua muka merah itu mundur dua tindak, ia
menangkis dengan tangan kiri, berbareng tangan kanannya
menyabet dengan ikat pinggangnya.
Satu suara keras terdengar, ikat pinggang musuh mampir
di iganya It Hang. Ia kalah gesit karena ia baru saja pulih jalan
darahnya. Tapi ia mengempit lengannya menjepit untuk jepit
ikat pinggang itu, lantas ia pasang kuda-kuda untuk
membetotnya. In Yan Peng tertawa dingin, berbareng dengan mana,
tangan kirinya menyambar. Atas serangan ini, tidak dapat
tidak It Hang harus menangkis. Justeru di saat itu tangan
kanan si muka merah bergerak akan tarik ikat pinggangnya
untuk dipakai menyambar pula. dan dia berhasil melibat
lengan kanan musuhnya.
It Hang gunakan tangan kirinya, untuk meloloskan libatan
pada tangan kanannya itu. Tetapi Yan Peng tidak diam saja,
dia pun membetot keras. Percuma It Hang mencoba
menancap kakinya, Ia kena ditarik hingga kuda-kudanya
gempur, tubuhnya terbetot roboh.
Dalam saat yang sangat berbahaya bagi anak muda ini, di
luar kamar terdengar tindakan kaki berlari-lari, lalu terdengar
seruan: "In Toako, angin keras! Pecah!"
Itulah tanda rahasia!
Yan Peng kaget tidak kepalang sehingga mukanya pucat,
akan tetapi ia masih memegangi keras ikat pinggangnya,
karena ia berniat meringkus si anak muda untuk dijadikan
manusia tanggungan.
Hampir berbareng pada saat itu, di luar kamar terdengar
suara ketavva nyaring tapi halus.
It Hang dengar suara ketawa itu, ia menjadi kaget
berbareng girang.
"Giok Lo Sat!" serunya
In Yan Peng kaget, segera ia tarik ikat pinggangnya, untuk
lompat keluar kamar, menyingkirkan diri.
Dugaannya It Hang tidak salah. Yang datang itu benar Giok
Lo Sat, bersama barisannya, menggempur kota Yanan. Sejak
dia berserikat dengan Ong Kee In, ayahnya Ciauw Hie, dia
memang sudah berniat pergi ke Siamsay Utara untuk
membuat pertemuan, akan tetapi karena ada janji dengan Eng
Siu Yang di puncak Hoasan, keberangkatannya itu telah
tertunda. Kali ini dia datang bersama beberapa puluh serdadu
wanitanya. Dalam perjalanan ke Wayauwpo untuk temui Ong
Kee In, di tengah jalan kebetulan ia ketemu Pek Bin. yang
diatolongi. Kejadian dengan Pek Bin ini menimbulkan
Dendam Iblis Seribu Wajah 5 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Perguruan Sejati 6
^