Pencarian

Alap Alap Laut Kidul 14

Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 14


"Ha-ha-ha, Abang Sikun, siapa dapat percaya omongan gadis bule itu" Hayo cepat lakukan dan jangan dengarkan ocehannya!" kata si gendut Kosim.
Sikun menghampiri gadis itu yang menjadi semakin ketakutan. "Jangan ...... demi Tuhan, jangan ...... " ia mengeluh dan air matanya mulai mengalir disepanjang kedua pipinya yang menjadi pucat. Akan tetapi Sikun menyeringai. Dia seperti sudah kemasukan iblis sehingga makin ketakutan gadis calon korbannya itu, semakin senang dan bangga rasa hatinya.
Perlahan-lahan dia menghampiri dan hendak merenggut pakaian gadis itu.
Pada saat itu, Aji tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dia melompat keluar dan membentak, "Ki sanak, apa yang kau lakukan ini adalah perbuatan yang amat keji dan jahat!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Si gendut Kosim yang bertugas jaga menjadi marah melihat ada orang mengganggu kesenangan mereka. "Bang Sikun, lanjutkan bersenang-senang, biar aku yang membunuh orang jahil ini!" katanya sambil mencabut sebatang parang dari pingganganya
dan tanpa banyak cakap dia sudah melompat dan menerjang ke arah Aji, membacokkan parangnya dengan keyakinan bahwa sekali serangan dia akan dapat merobohkan pemuda yang menjadi penghalang itu.
"Wuuutttt ...... sing ...... dessss !!" Bukan tubuh Aji yang terluka sambaran parang, melainkan tubuh Kosim yang terpelanting jatuh, parangnya terlempar jauh dan si gendut itu tidak dapat segera bangkit karena merasa pinggulnya nyeri bukan main dan dadanya sesak!
Melihat ini, Sikun yan tadinya hendak merenggut lepas pakaian gadis Belanda itu, menjadi terkejut dan marah. Dia segera memutar tubuhnya dan melompat ke depan, menghadapi Aji dengan mata melotot.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Keparat! Siapa engkau berani mengganggu kami orang-orang Mataram?" bentaknya, menggunakan nama Mataram untuk menggertak. "Kami adalah pejuang-pejuang Mataram, tahukah engkau?"
Aji tersenyum. "Pejuang-pejuang Mataram tidak akan sudi melakukan perbuatan seperti yang hendak kaulakukan itu!"
Tiba-tiba gadis Belanda yang kedua tangannya masih terikat itu dan yang sejak tadi mendengarkan sambil duduk bersimpuh di atas rumput berkata, "Tepat sekali apa yang kaukatakan itu, sobat. Ibuku juga selalu bilang bahwa pejuang Mataram adalah ksatria yang gagah perkasa dan berbudi luhur!"
Sikun marah sekali dan bertolak pinggang sambil memandang kepada Aji. "Manusia lancang! Apakah engkau hendak membela seorang gadis Belanda, musuh besar bangsa kita" Kalau engkau tidak memusuhinya, bahkan hendak membelanya, maka itu hanya berarti bahwa engkau adalah seorang antek Belanda!"
"Hemm, manusia yang sudah buta oleh nafsu! Musuh kita memang Kumpeni Belanda yang hendak mencengkeram tanah air kita, dan dalam perang kita harus membunuh setiap orang serdadu Belanda. Akan tetapi semua itu kita lakukan demi mempertahankan tanah air dan membela bangsa. Kalau engkau diperintah atasanmu untuk menculik puteri perwira Belanda demi kepentingan perjuangan Mataram melawan Belanda, hal itu masih dapat dimengerti dan diterima. Akan tetapi engkau menodai tugasmu sebagai pejuang dengan perbuatan hina! Engkau hendak memperkosa gadis ini dan itu sama sekali bukan tugas seorang pejuang, melainkan perbuatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seorang manusia jahat yang kemasukan iblis! Engkau bahkan mencemarkan kesucian perjuangan membela Negara dan bangsa!"
"Jahanam keparat! Siapakah engkau yang berani lancang menghina kami para pejuang Mataram yang gagah?"
bentak Sikun yang kehabisan akal karena ucapan Aji itu tidak dapat dibantahnya sehingga membuat dia merasa malu dan marah.
Dengan tenang Aji mengeluarkan keris pusaka Nagawelang dari balik bajunya. "Lihatlah ini! Kalau engkau tidak mengenal ini, berarti bahwa engkau seorang telik sandi Mataram yang palsu!" kata Aji sambil menghunus keris dan mengangkatnya ke atas.
Melihat keris pusaka itu, sepasang mata Sikun terbelalak dan mukanya berubah pucat.
"Keris pusaka Nagawelang ...... ! Andika ut ...... utusan
...... Kanjeng Gusti Sultan Agung ...... !" Sikun tergagap dan sikapnya berubah sama sekali. Juga Kosim yang tadi tertendang roboh sudah merangkak bangun dan berdiri di samping Sikun sambil membungkuk-bungkuk ketakutan.
"Ampunkan kami, raden ...... " kata mereka hampir berbareng.
"Dalam tugas, aku disebut Alap-alap Laut Kidul, kalian tidak perlu menyebutku Raden. Sekarang, ingat baik-baik. Para pejuang kawula Mataram yang melakukan perjuangan membela nusa bangsa menghadapi kumpeni yang angkara murka, adalah ksatria utama. Perjuangan membela nusa bangsa adalah tugas yang suci dan sekali-kali jangan dicemarkan oleh perbuatan jahat yang mementingkan diri sendiri dan diperhamba oleh nafsu. Mengganggu wanita dari kalangan dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bangsa apapun juga merupakan perbuatan biadab yang pantang dilakukan para ksatria juga bertindak kejam dan merampok hak milik orang lain. Kalau pantangan ini dilanggar, maka perjuangan takkan diridhoi dan diberkahi Gusti Allah dan dapat menjadi gagal. Gusti Sultan Agung sendiri pasti tidak suka melihat pebuatan jahat seperti itu dan kalau perbuatan kalian ini diketahui, kalian pasti akan dihukum berat!"
"Ampunkan kami ...... "
"Sudah, pergilah dan laporkan kepada atasanmu bahwa aku tidak setuju dengan tindakannya menculik wanita. Hal ini hanya akan membuat kumpeni menjadi marah dan mereka akan lebih siap siaga sehingga akibatnya malah merugikan kita sendiri."
"Baik, kami menaati perintah. Akan tetapi nona ini ...."
"Akan kuantarkan ia kembali ke rumahnya." kata Aji.
Dua orang itu saling pandang dengan bingung, akan tetapi mereka tidak berani membantah. Aji merasa bahwa kalau dia dan gadis Belanda itu naik kereta, pasti akan menarik perhatian para petugas Kumpeni, maka dia memutuskan untuk berjalan kaki saja. Kepada dua orang itu dia berkata. "kalian boleh membawa kereta dan kudanya, serahkan kepada atasan kalian agar dapat dimanfaatkan."
Dua orang itu tampak kegirangan sekali. Mereka membungkuk-bungkuk dan mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Akan tetapi sebelum mereka menghampiri kereta, Aji berkata kepada mereka dengan suara membentak.
"Lihat ini." Dua orang itu terkejut dan menoleh, memandang kepada Aji yang menghampiri sebatang pohon cemara yang besarnya sama dengan pinggang orang dewasa. Dia mengayun tangan kanannya ke arah batang pohon itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Wuuuttt ...... krakkkk!" Pohon cemara itu tumbang dengan suara gaduh.
"Nah, kalau kelak aku mendengar kalian masih suka mengganggu wanita dan memperkosa, kaki kalian akan kupatahkan seperti batang pohon ini!"
Dua orang itu terbelalak dan wajah mereka pucat, tubuh mereka menggigil.
"kami tidak berani ...... tidak berani ...... " kata mereka tanpa berani melangkahkan kaki mereka.
"Nah, pergilah!" bentak Aji. Barulah mereka berani naik ke kereta kemudian membalapkan kereta meninggalkan tempat itu.
Aji mendengar suara orang bergerak di sebelah kirinya.
Dia melihat gadis Belanda itu mencoba untuk bangkit bediri, akan tetapi karena kedua tangannya ditelikung ke belakang tubuhnya, maka gerakan bangkit berdiri ini agak sukar. Melihat ini, Aji cepat menghampiri dan gadis itu terbelalak, lalu mencoba untuk bergerak menjauh, masih bersimpuh. "Tidak
...... ! Jangan ...... jangan sentuh aku ...... !"
Aji tersenyum, "Jangan takut, nona. Aku tidak ingin mengganggumu, aku hanya ingin membebaskanmu dari ikatan tangan itu." Aji mendekat dan sekali tangannya bergerak, tali yang mengikat pergelangan kedua tangan gadis itu terlepas.
Gadis itu bangkit berdiri, menggosok-gosok pergelangan kedua tangannya dan memandang kepada Aji, masih ragu dan takut.
"Nona, sekali lagi, jangan takut, aku tidak akan mengganggumu. Aku bahkan ingin mengantarmu pulang ke Jayakarta."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Melihat Aji benar-benar tidak mengganggunya dan bersikap sopan, gadis Balanda itu mulai percaya. Apalagi dia tadi melihat sendiri betapa pemuda itu mengalahkan dan mengusir dua orang penculik yang tadi akan memperkosanya.
"Sobat, kalau engkau benar hendak mengantar aku pulang, kenapa engkau memberikan kereta itu kepada mereka?" tanya gadis itu dengan hati-hati. "Mereka itu jahat sekali, kenapa malah diberi hadiah kereta?"
"Nona, ketahuilah bahwa memang perbuatan dua orang tadi sungguh jahat. Akan tetapi bagaimanapun juga, mereka adalah orang-orang yang berjuang untuk membela tanah air dan bangsa." Biarpun merasa rikuh mengingat akan perbuatan dua orang tadi, Aji tetap membela mereka terhadap gadis Belanda ini. "Aku sengaja menyerahkan kereta dan kuda agar dapat dipergunakan untuk keperluan perjuangan. Pula, aku hanya dapat mengantarmu pulang ke Jayakarta kalau kita berjalan kaki. Kalau kita naik kereta, tentu akan ditangkap oleh pasukan Belanda."
"Sobat, benarkah engkau seorang utusan Mataram"
Engkau seorang panglima Mataram?" Gadis itu kini memandang penuh perhatian, sepasang mata yang kebiruan itu memancarkan kekaguman.
"Aku hanya seorang pejuang biasa saja."
"Akan tetapi, kenapa engkau menolongku" Engkau seorang Mataram, dan aku adalah puteri seorang panglima Kumpeni Belanda. Bukankah aku musuh yang harus kaubunuh?"
Aji tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Kalau engkau seorang perwira atau perajurit Kumpeni Belanda, mungkin aku akan membantu mereka untuk menangkapmu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Akan tetapi kulihat engkau seorang gadis biasa yang tidak ada sangkut pautnya dengan perang. Apalagi aku mendengar tadi engkau mengatakan bahwa engkau dan ibumu tidak menyetujui sikap Kumpeni Belanda."
"Ah, sobat. Engkau sungguh bijaksana, lain daripada orang-orang yang pernah kukenal dan kutemui. Kalau begitu, maukah engkau menjadi sahabatku, biarpun aku puteri seorang perwira tinggi Belanda?"
Bagaimana Aji mampu menolak ajakan seorang adis untuk bersahabat" Biarpun gadis ini seorang asing, namun ia dapat bicara bahasa daerah dengan amat baiknya seperti gadis-gadis pribumi, dan ucapannya juga menunjukkan bahwa ia seorang gadis bijaksana. Karena itu, tanpa ragu-ragu lagi dia menjawab. "Tentu saja aku mau menjadi sahabatmu."
Gadis itu tersenyum lebar dan Aji melihat wajah yang manis itu tampak cerah dan begitu wajar seperti wajah kanak-kanak. "Engkau baik sekali. Nah, perkenalkan, namaku Karen, lengkapnya Karen Van De Vos. Dahulu aku tinggal di Cirebon dengan ayahku, Kapten Van De Vos. Ibuku seorang wanita pribumi dari Tegal dan ibulah yang menyadarkan aku bahwa kumpeni menjalankan politik yang jahat terhadap Nusa Jawa dan ibu selalu mengatakan bahwa para pejuang yang membela Mataram adalah ksatria-ksatria yang gagah perkasa."
Aji tersenyum mendengar gadis ini memperkenalkan diri dengan keterangan panjang seperti air dari pancuran.
Setelah gadis itu berhenti dan agaknya hnedak disambung terus, dia cepat berkata untuk memperkenalkan diri.
"Aku bernama Lindu Aji. Ibumu benar, nona ...... "
"Panggil saja aku Karen." potong Karen cepat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Baiklah, Karen. Ibumu benar. Kami para pejuang membela Mataram berarti membela bangsa dan tanah air dengan taruhan nyawa. Bagaimanapun juga, kami adalah manusia-manusia biasa yang tidak luput daripada cacat. Oleh karena itu, kalau ada satu sua orang yang menyeleweng daripada jalan yang benar seperti dua orang tadi, harap dimaklumi."
"Tentu saja, aku sudah melupakan hal itu. dengan adanya seorang ksatria seperti engkau yang telah menolongku, maka mudah saja aku memaafkan dua orang tadi. aku percaya bahwa mereka melakukan hal itu hanya karena aku seorang gadis puteri panglima Belanda. mereka menganggap bahwa berbuat keji terhadap anak musuh buka perbuatan jahat."
"Ah, engkau memang seorang gadis yang bijaksana, Karen. Engkau tadi mengatakan bahwa engkau tinggal di Cirebon bersama orang tuamu. Kenapa sekarang berada di Jayakarta?"
"Tadinya ayah bertugas di Cirebon, akan tetapi sekarang dia dipanggil oleh Gubernur Jenderal untuk bertugas di Batavia, mungkin dengan adanya berita bahwa Mataram hendak menyerang Batavia lagi. Kau tahu, ayahku adalah panglima yang mengepalai para telik sandi yang disebar kumpeni di seluruh Nusa Jawa."
"Aku sudah tahu ...... " Aji menahan kata-katanya yang sudah terlanjur keluar.
"Ah, engkau telah mengenal ayahku. Aji?" Gadis itu menatapnya tajam dengan matanya yang kebiruan.
Karena sudah terlanjur bicara, terpaksa Aji mengaku.
Gadis ini telah bersikap jujur, menceritakan keadaan yang sebenarnya. Juga sudah tahu bahwa dia seorang pembantu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sultan Agung. Mungkin dari gadis ini dia akan bisa mendapatkan keterangan penting tentang keadaan di Batavia.
"Aku memang pernah bertemu dengan Kapten De Vos, ketika aku ditawan para mata-mata Kumpeni."
"Ohh ...... ! Akan tetapi engkau masih hidup dan sehat!
Aji, maukah engkau menceritakan peristiwa itu kepadaku" Aku ingin sekali mengetahui." Gadis itu lalu duduk di atas batu dan Aji duduk pula di depannya. Tidak ada salahnya menceritakan peristiwa itu kepada Karen. Siapa tahu hal itu akan memperkuat kepercayaan Karen kepadanya dan gadis itu mau menceritakan hal-hal penting tentang kumpeni kepadanya.
"Ketika itu, aku dan Sulastri bertemu dengan gerombolan kaki tangan kumpeni, yaitu Maya Dewi ...... "
"Huh, perempuan genit tak tahu malu itu" aku benci padanya! Ayahpun tidak suka, akan tetapi karena ia cerdik dan pandai, maka terpaksa ayah menjadikan ia pembantu." kata Karen.
"Ada pula Ki Harya Baka Wulung datuk dari Madura, Aki Somad tokoh Nusakambangan dan Banuseta. Kami berdua dikeroyok dan karena Sulastri tertawan, terpaksa aku menyerah karena mereka mengancam akan membunuh gadis itu. Kami berdua menjadi tawanan ...... "
"Nanti dulu, Aji. Siapa gadis yang bernama Sulastri itu?"
"Sulastri" Ia seorang pendekar wanita muda dari Dermayu. Kami berkenalan ketika saling bertemu membantu pamannya yang diserang orang-orang jahat, diantaranya Nyi Maya Dewi dan Aki Somad yang menjadi kaki tangan Kumpeni itu. Lalu kami melakukan perjalanan bersama dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti kuceritakan tadi, kami berdua ditawan oleh gerombolan kaki tangan Kumpeni."
"berapa usianya?" kembali Karen memotong dengan penuh keinginan tahu, dan agaknya sama sekali tidak memperhatikan yang lain.
"Usia Sulastri atau usia siapa?"
"Naturlijk (tentu saja) usia Sulastri itu!" kata Karen tidak sabar. Aji merasa heran mengapa gadis Belanda ini memperhatikan Sulastri"
"Usianya" Hemm, kalau tak salah kurang lebih delapan belas tahun."
"Sebaya denganku kalau begitu, hanya selisih sedikit.
Bagaimana wajahnya?"
"Wajahnya" Bagaimana, ya" Kalau tidak salah bulat
...... eh, bulat telur mungkin, ahh ...... aku tidak dapat menggambarkan wajah orang."
"Ben je zo dom, Aji" (begitu bodohkah kamu, Aji")"
saking jengkelnya, Karen sampai lupa dan berkata dalam bahasa Belanda.
"Hee, apa ...... apa yang kau katakan itu, Karen?"
"Oh, anu, Aji. Aku tidak minta engkau menggambarkan bagaimana wajah Sulastri. Aku hanya ingin tahu apakah ia cantik?"
"O, begitu" Kalau tentang cantik, ya, memang ia gadis yang cantik sekali." kata Aji terus terang karena memang dia menganggap bahwa Sulastri adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia baginya.
"O, ya" Coba engkau pandang aku, Aji dan katakan, siapa yang lebih cantik antara aku dan Sulastri?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aji memandang wajah gadis Belanda itu. Rambut gadis itu berwarna kuning emas berombak dan panjang sampai ke punggung. Alisnya agak gelap warnanya, kehitaman, sepasang matanya berwarna kebiruan dan indah sekali, hidungnya tidak semancung orang Belanda, juga bibirnya memiliki keindahan seperti bibir gadis pribumi. Kulitnya memang putih mulus, akan tetapi juga tidak bule seperti kulit orang Belanda. Gadis berayah Belanda dan beribu Jawa ini memang manis sekali.
*** JILID XXV agaimana, Aji" Jawablah terus terang saja, aku tidak akan marah kalau engkau menjawab sejujurnya. Aku B malah tidak suka kalau jawabanmu itu hanya untuk menyenangkan hatiku."
"Karen, engkau adalah seorang gadis yang menarik sekali, engkau cantik dan manis, walaupun kecantikanmu itu agak asing bagiku. Kecantikanmu berbeda dengan kecantikan Sulastri, akan tetapi engkau juga cantik sekali hingga sukar bagiku untuk membandingkan antara engkau dan Sulastri."
Karen mengangguk-angguk dan tersenyum manis.
"Aji, engkau tentu amat mencinta Sulastri, bukan?"
Mata kebiruan itu menatap wajah Aji penuh selidik. Aji terkejut. teringatlah dia kepada Sulastri dan hatinya terasa tidak enak sekali. Dia teringat akan hubungan yang mesra antara Sulastri yang kehilanan ingatan dan merasa dirinya sebagai Eulis itu dengan Jatmika.
"Karen, bagaimana engkau dapat menduga begitu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mudah saja, Aji. Engkau membelanya mati-matian.
Ketika ia ditawan, engkau lalu menyerahkan diri kepada musuh hanya untuk mencegah Sulastri dibunuh. Itu berarti engkau amat mencintainya dan siap membelanya dengan taruhan nyawa!"
Aji menghela napas panjang. "Sudah menjadi kewajiban seorang untuk membela dan menolong siapa saja, Karen. Bukankah tadi aku juga membelamu?"
"Kalau begitu, engkau ...... engkau tidak cinta padanya?" Gadis itu mendesak, matanya berbinar-binar.
"Sulastri adalah sahabat baikku, Karen, bahkan ia masih terhitung saudara seperguruanku. Aku tentu saja amat suka kepadanya, akan tetapi tentang cinta ...... aku tidak tahu."
Karen tersenyum, tampaknya girang sekali. "Sudahlah, sekarang lanjutkan ceritamu, bagaimana engkau dapat bertemu dengan Kapten De Vos, ayahku."
"Setelah aku dan Sulastri tertawan oleh gerombolan mata-mata Kumpeni itu, kami dibawa ke ruah Ki Warga yang agaknya menjadi seorang pemimpin mata-mata Kumpeni ...... "
"Warga" Si keparat itu! Ibu dan aku benci sekali kepada pengkhianat bangsanya itu! Dia memang membantu ayahku. lalu bagaimana?"
"Kami lalu dibawa ke sebuah kapal yang berlabuh di pantai tegal dan di sana kami bertemu dengan Kapten De Vos."
"Ah, aku benci melihat pekerjaan ayahku! Kalau dia menjadi soldat (serdadu) di Belanda dan membela Negeri Belanda dari ancaman musuh, aku bangga. Akan tetapi di sini dia membantu Kumpeni yang hendak menguasai tanah air bangsa lain! Bangsa ibuku. Bangsaku juga! Aku benci!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, yang bersalah adalah pemerintahnya, Karen.
Ayahmu hanya melaksanakan tugas sebagai seorang perajurit yang harus tunduk kepada perintah atasannya."
"Ya, ya! akan tetapi aku tetap benci. lalu bagaimana engkau yang sudah menjadi tawanan dapat lolos dengan selamat?"
"Karena kami terancam maut, maka terpaksa kami menggunakan akal. Dalam suatu kesempatan, aku berhasil menawan Kapten De Vos dan setelah menyandera dia, maka kami berdua dapat memaksa dia untuk melarang anak buahnya bergerak. Kami membawanya dengan perahu dan melarikan diri ke pantai. Kami paksa Kapten De Vos untuk ikut dengan kami sebagai sandera. Setelah jauh, aku lalu membebaskan Kapten De Vos dan kami berdua melarikan diri."
"Oh, Aji. Demikian luhur budimu. Demikian bijaksana.
Engkau telah ditangkap oleh ayah, sebaliknya engkau membebaskannya dan kini engkau malah menyelamatkan aku dari bencana yang mengerikan! Ah, Aji, biar aku menyatakan terima kasihku yng tak terhingga kepadamu!" Setelah berkata demikian, saking haru dan gembiranya, Karen menghampiri dan merangkul leher Aji, kemudian ia mencium pemuda itu, Dua kali di pipi kanan kiri dan sekali dikecupnya bibir pemuda yang saking kagetnya tak mampu berbuat apa-apa itu. Setelah bibir yang basah dan panas itu mencium bibirnya, baru Aji terkejut dan dengan lembut dia bangkit berdiri dan melepaskan rangkulan Karen.
"Jangan begini, Karen." katanya, wajahnya berubah merah sekali karena selama hidupnya belum pernah dia mengalami hal seperti yang dirasakannya tadi.
"Kenapa, Aji?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ini ...... ini tidak baik dan tidak wajar ...... "
"Kenapa tidak baik" Aku berterima kasih kepadamu, Aji dan aku ...... aku suka sekali kepadamu, kagum padamu, bahkan sekiranya aku diberi kesempatan, aku akan mudah jatuh cinta kepadamu."
"Sudahlah, Karen, engkau membikin aku bingung. Mari kuantar engkau pulang."
Karen memegang tangan Aji dan dengan bergandeng tangan mereka lalu berjalan menuju Batavia. Aji membiarkan saja tangan kirinya digandeng. Dia maklum bahwa gadis ini bermaksud baik, walaupun kebaikan itu diujudkan dengan cara yang terlalu mesra dan terlalu janggal baginya. Tangan gadis itu begitu lembut, begitu hangat dan disepanjang perjalanan, Aji merasa jantungnya berdebar. Dia membayangkan betapa akan bahagia rasa hatinya kalau yang menggandengnya itu Sulastri! Dan tiba-tiba saja sadarlah dia sekarang bahwa sesungguhnya dia memang mencinta Sulastri, seperti yang dikatakan Karen tadi. Mereka berjalan tanpa berkata-kata, akan tetapi Aji merasa betapa telapak tangan Karen kadang-kadang memegang tangannya dengan erat dan terasa getaran keluar dari telapak tangan itu. Tanpa kata, namun semua itu, tekanan tangan, getaran telapak tangan, lalu pandang mata yang mengerling tajam kepadanya, senyum itu, semua itu menjadi isyarat yang jelas sekali bagi Aji. Gadis Belanda ini tidak berpura-pura ketika mengatakan bahwa ia amat suka, kagum dan mungkin mencinta kepadanya. Dan agaknya Karen juga berjalan lambat, enggan bercepat-cepat seolah hendak memperpanjang waktu berdua bersama Aji.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Karen, dapatkah engkau menceritakan kepadaku tentang keadaan di benteng Kumpeni itu" Bagaimana kekuatan Kumpeni dan bagaimana pula persenjataan mereka?"
"Ohh, Aji. Ngeri aku membayangkan engkau akan ikut pula dengan pasukan Mataram menyerbu dan berperang melawan pasukan Kumpeni Belanda. Tentu saja aku tidak ingin menjadi pengkhianat bangsa ayahku sendiri ......"
Aji menghela napas panjang. Ucapan ini bahkan menambah kekagumannya terhadap Karen. "Kalau engkau engkau tidak ingin menceritakan, akupun tidak memaksamu untuk berkhianat kepada bangsamu, Karen."
"Akan tetapi, dalam hati kecilku aku berpihak kepada bangsa ibuku. Baiklah, akan kuceritakan karena ceritaku ini juga tidak akan mempengaruhi keadaan dan apa yang kuketahui sedikit sekali, Aji. Dari ayahku aku mendapat tahu bahwa pihak kumpeni telah mengetahui rencana Mataram untuk melakukan penyerbuan yang kedua kalinya terhadap benteng Belanda di Batavia. Karena itu, pasukan Kumpeni sudah membuat persiapan yang amat kuat. Meriam-meriam baru sudah didatangkan dan dibariskan di atas benteng, menghadap ke empat penjuru. Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen sendiri yang mengatur sendiri barisan. Aku melihat pasukan-pasukan tambahan berdatangan. belum lagi kapal-kapal besar dengan pasukan dan meriam-meriamnya.
Aku mendengar belum lama ini ada lima buah kapal besar lagi datang memperkuat dan sekarang sudah berjaga di lautan dekat pantai. Ah, keadaan mereka kuat sekali, Aji. Laporkanlah kepada Sultan Agung agar berhati-hati, jangan sampai mengalami kehancuran yang kedua kalinya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Terima kasih atas keteranganmu, Karen. Akan tetapi, beritahukanlah kepadaku di mana adanya gudang ransum Kumpeni. Kalau kami dapat menguasai gudang ransum itu, tentu keadaan mereka menjadi lemah kehabisan ransum."
"Setahuku, ransum untuk pasukan berada dalam tiga buah gudang ransum yang berada di benteng. Akan tetapi, aku mendengar bahwa mereka juga mempunyai persediaan ransum yang mereka simpan di dalam kapal-kapal perang."
Aji mendapatkan sebuah pikiran yang dianggapnya baik sekali. Kalau saja dia dapat membakar gudang-gudang ransum itu! Setidaknya tentu akan mengacaukan dan melemahkan pertahanan mereka, pikirnya.
"Karen, engkau sudah tahu siapa aku. Aku adalah seorang telik sandi Mataram dan aku adalah utusan Sultan Agung untuk menentang Kumpeni. Maukah engkau menunjukkan kepadaku di mana adanya tiga buah gudang ransum itu berada?"
"Aji! Mau apa engkau menanyakan gudang-gudang itu?"
"aku ingin membakarnya, untuk melemahkan
pertahanan Kumpeni." kata Aji terus terang.
"Ohhh ......!!"
"engkau tidak mau, Karen?"
"Bukan, bukan tidak mau. Akan tetapi hal itu berbahaya sekali, Aji. Kalau engkau ketahuan, biar aku sendiripun kiranya tidak akan mampu membela dan melindungimu dari hukuman mati!"
"Aku akan hati-hati dan berusaha agar jangan sampai ketahuan atau tertangkap. Asal engkau dapat membawaku masuk ke dalam benteng."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, hal itu mudah, akan tetapi berbahaya sekali.
Aku harus menjaga agar engkau tidak dapat terlihat ayah dan para penbantunya yang pernah melihatmu. Kalau mereka melihat dan mengenalmu, tentu engkau akan ditangkap."
"Kukira mereka tidak akan berada di pintu gerbang, Karen. Para serdadu yang berjaga di pintu gerbang tidak akan mengenalku. Kita tunggu sampai lewat senja, baru memasuki benteng agar dalam kegelapan tidak mudah mengenal mukaku."
"Baiklah, Aji, aku akan berdoa untuk keselamatanmu.
Kalau sampai terjadi apa-apa denganmu, kalau sampai engkau tertimpa bencana, aku akan merasa sedih sekali."
Mereka berjalan lagi dan tiba di kota setelah menjelang senja. sengaja mereka menanti sampai lewat senja dan cuaca menjadi remang-remang. Mereka berdiri di luar benteng, di tempat yang gelap.
"Bawa aku masuk ke benteng dan kita nanti berpisah setelah dapat memasuki benteng dengan selamat." bisik Aji.
"Hal itu mudah, jangan khawatir. Akan tetapi, setelah kita saling berpisah, aku ...... aku akan selalu gelisah sekali memikirkanmu."
"Aku akan berhati-hati."
Mereka lalu menuju ke pintu gerbang. Aji sudah menggunakan tanah untuk membedaki dahi, pipi, dan dagu sampai leher. Dua orang serdadu menyambut mereka dengan bedil ditodongkan. Akan tetapi begitu melihat Karen, mereka cepat berdiri tegak.
"Selamat malam. nona!" kata seorang dari mereka dalam bahasa Belanda.
"Selamat malam. Biarkan kami masuk."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tetapi, orang ini ...... ?"
"Jangan khawatir. Dia ini yang menolong aku ketika keretaku dirampok. Aku akan membawa dia menghadap ayah.
Minggir dan jangan ganggu dia!"
"Siap, nona!" Dua orang serdadu itu memberi jalan dan berdiri tegak, memberi hormat kepada puteri kapten itu. Karen lalu mengajak Aji memasuki pintu gerbang dan Aji melihat betapa benteng itu luas sekali. Banyak bangunan terdapat dalam benteng yang dikelilingi tembok tinggi. Di atas tembok yang tinggi dan lebar itu terdapat serdadu-serdadu yang berjaga dan tampak berjajar-jajar. Dia sudah diberitahu oleh Karen bahwa tiga buah gudang ransum itu berada di ujung barat benteng. Mereka lalu berjalan dan Karen mengajak Aji ke bawah sebuah pohon rindang sehingga mereka tertelan kegelapan bayangan pohon.
"Di sana kita berpisah. Gudang itu berada di sana.
Engkau dapat mencapainya dengan jalan menyusup antara pohon-pohon itu." Karen menunjuk.
"Baik, aku dapat mencarinya. Kita berpisah di sini, Karen dan sekali lagi terima kasih." Aji hendak melangkah, akan tetapi Karen memegang tangannya.
"Aji ...... !"
"Ya ...... ?"
"Hati-hatilah, Aji. aku tidak ingin kehilangan engkau
...... " "Aku akan berhati-hati ...... "
"Aji ...... " Karen merangkul leher Aji, menariknya dan ia mencium dengan mesra, tidak perduli akan muka pemuda itu yang kotor karena dilumuri tanah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Terpengaruh keharuan dan kemesraan dalam ciuman itu, Aji membalas.
"selamat tinggal, Karen."
"Jangan selamat tinggal, selamat berpisah untuk sementara, Aji."
Aji melepaskan rangkulan mereka dan tubuhnya berkelebat cepat, menghilang dalam kegelapan malam. Karen bergegas menuju ke bangunan besar di mana orang tuanya tinggal dan ketika Karen muncul di ruangan depan, Kapten Van De Vos yang sedang bercakap-cakap dengan Banuseta dan Hasanudin, bangkit dan mengerutkan alisnya.
"Karen! Ke mana saja engkau pergi" Dari tadi kami mencarimu dan engkau tidak berada dalam kota!" Kapten De Vos yang bertubuh tinggi kurus itu memandang puterinya dan melihat pakaian Karen yang kusut dan agak kotor. "Apa yang terjadi denganmu?"
Agar tidak menimbulkan curiga dalam hati ayahnya, Karen lalu menghampiri aayahnya dan dengan manja merangkul pinggang ayahnya. "Ohh, ayah. Banyak yang terjadi denganku. Aku bahkan hampir mati. Ohh, mengerikan sekali."
Mendengar ini sang kapten terkejut, demikian pula Banuseta dan Hasanudin. Raden Banuseta memang sudah lama menjadi telik sandi Kumpeni, dan dia berhasil membujuk Hasanudin untuk membantu pula. Bagaimana mungkin Hasanudin yang sejak beberapa tahun yang lalu telah menjadi murid seorang sakti seperti mendiang Ki Tejo Langit kini dapat menjadi seorang yang dapat terbujuk menjadi antek Belanda"
Hal ini sebenarnya tidak aneh. Sejak kecil, Hasanudin adalah seorang yatim piatu yang kurang pendidikan orang tua dan terjerumus dalam pergaulan sesat. Dia bahkan kemudian
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi murid Ki Somad, datuk yang condong memusuhi Mataram itu. Memang akhirnya, empat tahun yang lalu, dia betemu Ki Tejo Langit dan menjadi muridnya sehingga selain ilmu kanuragan, diapun menerima penggemblengan batin yang membuat dia kembali ke jalan benar, meninggalkan kejahatan.
Namun pertahanan hati nuraninya masih lemah. Banuseta mengambil cara yang cerdik. Maklum akan kelemahan Hasanudin, dia sengaja memperkenalkan Hasanudin kepada Karen, gadis jelita puteri Kapten Van De Vos. Begitu diperkenalkan Hasanudin tergila-gila kepada dara itu dan tanpa banyak pikir lagi dia menerima ajakan Banuseta untuk membantu Kumpeni dan mendapat upah besar. Demikianlah, dia membantu Banuseta, bahkan dia menyaksikan betapa Banuseta dan pasukan Kumpeni membunuh Ki Sudrajat dan Ki Tejo Langit. Biarpun dalam hatinya dia tidak setuju menyaksikan pembunuhan atas diri dua orang itu, namun hal itu tidak membuat dia mundur dari pengabdiannya terhadap kumpeni. Semua ini karena dia sudah tergila-gila kepada Karen dan juga karena dia menerima upah besar dan janji-janji muluk dari Banuseta yang dianggapnya sebagai seorang sahabat baik sejak dia masih tinggal di Dermayu.
Ketika Kapten Van De Vos mendengan ucapan Karen yang manja, dia terkejut dan cepat bertanya. "Apa yang telah terjadi?"
"Ayah, ketika keretaku tiba di tepi kota yang sunyi, tiba-tiba kusir kereta terjungkal keluar kereta dan keretaku sudah dikuasai dua orang, lalu dilarikan keluar kota. Aku tidak mampu berteriak karena mulutku ditutup kain."
"God verdoome! Siapa mereka itu?" bentak kapten Van De Vos marah sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu, ayah. Mereka orang-orang kasar yang berusia sekitar empat puluh tahun. ketika mereka saling bicara, yang seorang disebut Mang Kosim dan yang lain disebut Bang Sikun. Mang Kosim bertubuh gendut pendek, dan Bang Sikun sedang, kumisnya panjang. Mereka agaknya hendak membunuhku, akan tetapi untung aku ditolong oleh seorang petani dan dia yang mengantar aku pulang, sedangkan keretanya dilarikan oleh dua orang perampok itu."
"Ah, begitukah" Siapa penolongmu itu dan di mana dia sekarang?" tanya Kapten Van de Vos.
"Dia mengantar aku sampai di luar pintu gerbang benteng, lalu pergi lagi, ayah."
"Siapa namanya?"
"Aku tidak tahu, dia tidak mengaku, ayah. Ahh, aku lelah sekali karena ketika pulang aku harus berjalan kaki cukup jauh." Gadis itu mengeluh.
"Kalau begitu, pergilah menemui ibumu yang sejak tadi menangis saja memikirkanmu, dan istirahatlah."
Setelah Karen pergi, kapten Van De Vos lalu berkata kepada dua orang pembantunya itu, terutama kepada Raden Banuseta. "Kalian sudah mendengar sendiri cerita Karen tadi.
Karena Maya Dewi dan para pembantu lain sedang pergi melaksanakan tugas lain, maka kalian berdua harus menyelidiki hal ini. Aku merasa curiga bahwa dua orang perampok yang menculik Noni Karen itu ada hubungannya dengan para mata-mata Mataram. Selidiki mereka dan tangkap atau bunuh saja mereka. Juga penolong itu harus kalian selidiki. Kalau dia bukan orang Mataram, patut diberi hadiah yang cukup."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Baik, tuan." kata Raden Banuseta dan bersama Hasanudin dia lalu keluar dari gedung itu.
"Kita berpencar."kata Banuseta setelah mereka keluar dari gedung tempat tinggal Kapten Van De Vos. "Aku akan mengunjungi para anak buah penyelidik dan menyebarluaskan keterangan tentang Kosim dan Sikun itu, dan engkau coba selidiki penolong yang mengantar Nona Karen pulang.
Mungkin ada yang melihat mereka memasuki kota tadi."
Hasanudin mengangguk dan mereka berpencar. Kalau Raden Banuseta pergi mencari para penyelidik yang disebar Kumpeni di kota Batavia untuk menjaga keamanan kota dari para telik sandi Mataram, Hasanudin langsung pergi ke pintu gerbang benteng.
Dua orang serdadu yang berjaga di situ mengenalnya sebagai pembantu Kapten Van De Vos. dengan Bahasa Belanda sepatah-sepatah bercampur bahasa daerah, Hasanudin bertanya kepada mereka.
Dua orang serdadu itu mengangkat pundak lalu menggeleng kepala. dengan bahasa campuran pula seorang di antara mereka menjawab. "Kami tidak melihatnya. Kami baru saja menggantikan tugas jaga di sini, baru beberapa menit."
"Siapakah yang bertugas jaga, sebelum kalian?" tanya Hasanudin.
"Karel dan Jansen." jawab dua orang serdadu itu.
Setelah mendapatkan jawaban ini, Udin atau Hasanudin segera pergi ke tempat penampungan para serdadu. Setelah bertemu dengan Karel, karena Jansen masi tidur, dia segera bertanya apakah Karel melihat Karen memasuki pintu gerbang benteng.
"Ya, aku melihat ia pulang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Seorang diri?"
"Tidak, dia diantar seorang laki-laki petani yang kotor."
"Dan kemana perginya petani itu?" tanya Hasanudin.
"Dia ikut memasuki benteng bersama Nona Karen dan menurut Nona Karen, orang itu akan menolongnya ketika ia dirampok dan ia hendak menghadapkan orang itu kepada Kapten Van De Vos. Apakah yang terjadi?" tanya Karel.
"Tidak apa-apa, aku hanya mengecek saja atas perintah Tuan Kapten." Hasanudin lalu pergi dari situ. Jantungnya berdebar tegang. Karen telah berbohong! Orang yang dikatakan penolongnya itu telah menyelundup memasuki benteng dengan bantuan Karen. Dia harus menyelidiki! Bukan mustahil bahwa orang itu adalah telik sandi Mataram yang menyusup masuk ke dalam benteng! Akan tetapi mau apa dia" Apa yang dapat dilakukan seorang saja dalam benteng yang dihuni ribuan serdadu itu" Tiba-tiba dia teringat. Gudang mesiu atau gudang ransum! Agaknya ke sanalah orang itu pergi. Setelah berpikir demikian Hasanudin lalu menyelinap di antara pohon-pohon menuju ke bangunan gudang mesiu yang berada di belakang, sebelah barat dalam benteng.
Dia menghampiri gedung mesiu. Dua orang serdadu yang berjaga di depan gedung itu masih duduk berjaga di situ.
Berarti keadaan aman di situ. Dia lalu pergi ke bagian belakang gedung itu di mana berdiri tiga buah gudang ransum yang besar, berjajar dan sambung menyambung. Di depan pintu besar tiga buah gudang yang menjadi satu itu biasanya terdapat dua orang serdadu penjaga. Akan tetapi, di bawah sinar lampu yang tergantung di atas pintu besar itu, kini tidak tampak adanya penjaga seorangpun. Hasanudin menjadi curiga karena hal ini aneh sekali. Dia melompat ke depan pintu dan melihat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dua batang senapan menggeletak di situ, akan tetapi dua orang serdadunya tidak ada. Dia lalu mencari ke belakang dan setelah tiba di pinggir gudang, dia melihat dua orang serdadu itu telah menggeletak di bawah pohon yang gelap. Dia terkejut sekali dan pada saat itu ada angin menyambar dari samping. Aji telah berhasil merobohkan dua orang penjaga gudang dan menyeret tubuh mereka ke samping gudang. Akan tetapi tiba-tiba dia melihat bayangan seorang laki-laki di depan gudang, bahkan laki-laki itu mencari ke samping gudang dan menemukan tubuh dua orang penjaga. Melihat ini, Aji terkejut dan kebetulan sekali laki-laki itu berdiri di bawah lampu yang tergantung di samping gedung. Dia makin kaget mengenal wajah laki-laki itu, Hasanudin! Udin kakak tirinya, orang yang dicari-carinya, yang telah membantu Banuseta ketika jahanam itu menyerbu tempat tinggal Ki Tejo Langit di pantai Dermayu! Dia tahu bahwa Hasanudin ini membenci ayah kandungnya, ayah kandung mereka dan kalau dia hanya membujuk dan mengingatkannya begitu saja, tidak mungkin kakak tirinya itu mau mendengarnya. Bahkan kalau Hasanudin tahu bahwa dia putera Harun Hambali, mungkin dia akan dimusuhinya pula.
Karena itu, jalan satu-satunya hanyalah merobohkannya lebih dulu, baru membujuknya. Setelah berpikir demikian, Aji lalu menyerang dengan cepat.
Akan tetapi, Hasanudin bukan seorang yang lemah. Dia adalah murid Aki Somad yang kemudian memperdalam ilmunya kepada Ki Tejo Langit. Begitu ada angin pukulan dahsyat menyambar dari samping, Udin atau Hasanudin melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik dan tamparan Aji itupun luput. Udin cepat melompat berdiri dan begitu melihat Aji, walaupun muka pemuda itu berlumpur, dia masih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ingat bahwa pemuda itu adalah orang yang dulu pernah bertempur dengannya di tempat tinggal Ki Tejo Langit, seorang yang amat tangguh.
"Hemm, kiranya engkau, telik sandi Mataram!"
bentaknya dan diapun balas menyerang dengan hebat karena dia sudah menggunakan Aji Margopati, pukulan yang mematikan. Aji tidak mau membuang waktu lagi, maklum bahwa kakak tirinya ini juga bekas murid Ki Tejo Langit, segera memainkan ilmu silat Wabara Sakti untuk mengelak dan secepat kilat dia sudah menggunakan jari-jari tangan yang dipenuhi tenaga Surya Candra, menotok ke arah iga kanan lawannya.
"Tukk!" Iga kanan itu terkena totokan dan seketika tubuh Udin menjadi lemas. Aji cepat menubruk dan menelikung kedua tangan kakak tirinya ke belakang sehingga Udin tidak mampu bergerak lagi!
"Hemm, aku sudah kalah, kalau hendak bunuh, lakukanlah. Aku tidak takut mati!" bentaknya, diam-diam merasa penasaran dan malu sekali bahwa dalam segebrakan saja dia telah dibuat tak berdaya oleh lawannya.
"Aku tidak akan membunuhmu, Kakang Hasanudin karena engkau adalah kakakku. ketahuilah bahwa aku adalah putera kandung ayah kita, Harun Hambali!"
"Bohong! Harun Hambali hanya mempunyai anak seorang saja, yaitu aku! Dan dia seorang pengecut jahat, aku akan membunuhnya!"


Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sabar dan tenanglah, Kakang Udin. Dan dengarkan ceritaku baik-baik. Bapa Harun telah melarikan diri ke Mataram dan di sana dia menikah lagi dengan ibuku, dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lahirlah aku. Namaku Lindu Aji dan ayah kita telah tewas terbunuh oleh orang jahat."
"Hemm, dia sendiri juga jahat, tidak bertanggung jawab, meninggalkan aku begitu saja. Pantas kalau dia terbunuh orang pula!"
"Nanti dulu, kakang. Tahukah engkau mengapa ayah kita meninggalkanmu ketika engkau masih kecil dan menitipkanmu kepada Paman Ujang Karim?"
"Karena dia membunuh seorang menak dan pengecut itu melarikan diri ketakutan, tidak memperdulikan lagi padaku."
"Dan tahukah engkau mengapa ayah kita itu membunuh menak yang bernama Anom Bahrudin itu?"
"Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu!"
"Kakang Udin, engkau pasti tidak tahu mengapa ibu kandungmu meninggal dunia?"
"Apa ...... ?" Udin menengok untuk memandang wajah Aji, matanya terbelalak. "Aku ...... aku tidak tahu. Kata paman Ujang, ibu meninggal karena sakit ...... "
"Paman Ujang Karim bohong karena dia ketakutan.
Ibumu meninggal dunia karena gantung diri setelah ia diculik dan diperkosa oleh seorang menak, Yaitu Aom Bahrudin!
Karena itulah, Bapa harun hambali membunuh Aom Bahrudin itu. Karena dia khawatir akan keselamatanmu maka dia menitipkan engkau kepada Paman Ujang Karim dan dia sendiri lalu melarikan diri ke daerah Mataram."
Mata itu terbelalak dan muka itu menjadi merah, "Be
...... benarkah itu ...... ?"
Aji melepaskan ringkusannya dan memulihkan kembali tenaga Hasanudin sehingga orang itu mampu bangkit berdiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka berdiri berhadapan. "Lindu Aji, benarkah apa yang kau ceritakan itu?"
"Mengapa aku harus berbohong" Mendiang bapa sendiri yang menceritakannya."
"Mendiang ...... " Kau ...... kau maksudkan ...... ayah kita telah meninggal?"
"Telah dibunuh orang. Bapa Harun Hambali dan juga Paman Ujang Karim telah dibunuh orang dan tahukah engkau siapa yang membunuh meraka" Bukan lain adalah Raden Banuseta itu. Dia adalah putera Aom Bahrudin yang membalas kematian ayahnya dan mencari ayah kita sampai ke Mataram kemudian membunuh ayah, juga membunuh Paman Ujang Karim yang kebetulan berada di sana."
"Jahanam busuk!" Hasanudin mengepal tinjunya dan memaki.
"Dan engkau telah dapat dibujuknya untuk membantu kumpeni Belanda, kakang. Ah, kakang, tidak dapatkah engkau melihat betapa jahat dan hinanya orang yang mengabdi kepada bangsa Belanda untuk memusuhi bangsa sendiri" Dan Banuseta itu telah pula membunuh Paman Sudrajat, juga membunuh Eyang Tejo Langit gurumu sendiri! Dan engkau telah dipergunakannya untuk membantu dia mengabdi kepada Belanda. Sadarlah, kakang. Mendiang bapa kita adalah seorang ksatria, sedangkan Banuseta itu adalah seorang pengkhianat bangsa, seorang putera bangsawan jahat yang memperkosa ibu kandungmu sendiri!"
"Keparat busuk banuseta, mati engkau ditanganku!"
Hasanudin membentak dan sekali melompat diapun lenyap dalam kegelapan malam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah mendengar cerita Aji bahwa ibu kandungnya mati membunuh diri setelah diculik dan diperkosa Aom Bhrudin dan ayah kandungnya dibunuh Banuseta putera Aom Bahrudin, Hasanudin marah bukan main. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa Banuseta yang disangkanya seorang sahabat baik itu ternyata musuh besarnya. Apa lagi kalau dia ingat betapa Banuseta juga sudah membunuh Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat, kemarahannya memuncak. Bagaikan seorang yang telah dimasuki iblis, dia lari, tidak memperdulikan apa saja untuk mencari Banuseta.
Kebetulan sekali Banuseta juga sudah kembali dan sedang menghadap Kapten Van De Vos di ruangan tamu.
Banuseta mendapat kabar bahwa Karen terlihat muncul di kota bersama seorang laki-laki, maka dia segera kembali untuk melapor atasannya.
"Betulkah laporanmu ini, Banuseta?" tanya Kapten van De Vos marah.
:Benar, tuan. Sudah beberapa orang mengatakan bahwa mereka melihat Nona Karen memasuki kota bersama seorang laki-laki pribumi dan mereka berdua memasuki benteng melalui pintu gerbang ...... "
Pada saat itu Hasanudin melompat masuk ke dalam ruangan tamu itu dan segera menghampiri Banuseta. Sikapnya menyeramkan, wajahnya beringas dan tidak memperdulikan sopan santun sehingga mengejutkan dan mengherankan hati sang kapten dan Banuseta.
"Banuseta, benarkah engkau telah membunuh seorang bernama Harun Hambali?" Hasanudin bertanya dan berdiri di depan Banuseta. bangsawan muda itu merasa heran, akan tetapi dia bangkit berdiri juga dan menjawab.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Memang benar, Udin karena jahanam itu telah membunuh ayahku. Aku hanya membalas dendam kematian ayahku."
"Hemm, apakah ayahmu bernama Aom bahrudin?"
"Benar."
"Engkau tahu mengapa Harun Hambali membunuh Aom Bahrudin?"
"Aku tidak tahu, mungkin Harun itu orang jahat."
"ketahuilah, Aom Bahrudin itu telah menculik dan memperkosa isteri Harun Hambali sehingga wanita itu membunuh diri!"
"Ah, aku tidak tahu dan aku tidak percaya."
"Dan tahukah engkau siapa aku" Wanita yang diperkosa ayahmu dan mati membunuh diri itu adalah ibu kandungku dan Harun Hambali adalah ayah kandungku!
karena itu, engkau harus mati di tanganku, Banuseta!"
Hasanudin menampar dengan keras sekali. Banuseta yang terkejut cepat menggerakkan tangan menangkis.
"Wuuuttt ...... dukkk !!" Dua lengan bertemu dan akbatnya, tubuh Banuseta terdorong ke belakang, menabrak kursi sehingga dia roboh. Akan tetapi, sebagai ketua cabang perguruan silat Dadali Sakti, dia sudah melompat lagi dan mencabut goloknya yang bergagang emas. Ketika Hasanudin menyerang lagi, dia menyambut dengan babatan goloknya.
Hasanudin mengelak dan keduanya lalu berkelahi dengan seru dalam ruangan tamu itu.
Kapten Van De Vos mencabut pistolnya dan berseru nyaring.
"God verdomme! Hentikan perkelahian itu!" Dan menodongkan pistolnya. Akan tetapi Hasanudin tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memperdulikan teriakan ini, bahkan memperhebat serangannya dan gerakan kedua orang yang berkelahi itu sedemikian cepatnya, berputar-putar sehingga sulitlah bagi Kapten Van De Vos untuk menentukan sasarannya. Tentu saja dalam hatinya dia membela Raden Banuseta yang telah lama menjadi kaki tangannya, sedangkan Hasanudin adalah orang baru. Akan tetapi sukarlah untuk membidikkan pistolnya ke arah tubuh Hasanudin yang bergerak cepat itu. Jangan-jangan malah salah sasaran!
Hasanudin bernafsu sekali untuk membunuh musuh besarnya itu. dia sadar betul bahwa dirinya telah terseret ke dalam tindakan yang sesat tanpa diketahui bahwa "sahabat baik" itu justeru musuh besarnya. Dan sesungguhnya Raden Banuseta juga sama sekali tidak tahu bahwa Udin adalah putera kandung Harun, musuh besarnya, Kalau dia mengetahui, tentu dia sudah turun tangan lebih dulu untuk membunuh putera musuhnya itu.
"Aji Tapak Geni! Aarrgghhhh ...... !!" Hasanudin mengeluarkan aji yang dipelajarinya dari Aki Somad itu.
Kedua tangannya yang digosok-gosokkan itu ditiup menyala dan ketika dipukulkan ke depan, ada api menyambar ke arah Banuseta. Orang ini terkejut sekali dan mencoba menghindar, namun terlambat. Pukulan berapi itu mengenai dadanya dan diapun terjengkang roboh. Hasanudin, bagaikan seekor harimau, menerkam dan mencengkeram dan mencekik lehernya. Banuseta mengeluarkan suara mengerikan dan matanya melotot, lidahnya keluar dan batang lehernya patah!
Pada saat itu terdengan teriakan-teriakan dari luar gedung. "Kebakaran! Kebakaran!!" dan terdengar banyak orang berlari-larian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kapten Van De Vos kini medapat kesempatan. Pistol yang berisi peluru emas itu menyalak tiga kali.
"Dar-dar-darrrr ...... !" Dan tubuh Hasanudin terpelanting. Akan tetapi dia sempat menyambar golok yang terlepas dari tangan Banuseta yang telah tewas dan dalam keadaan terluka parah oleh tiga peluru emas itu, Hasanudin masih mampu mengerahkan tenaga terakhir, melontarkan golok itu ke arah Kapten Van De Vos.
"Singggg ...... capppp ......!" Van De Vos mengeluh ketika golok itu menancap diperut dan menembus di punggungnya. Dia masih dapat melepaskan dua kali tembakan yang ngawur sebelum jatuh terjerembab di atas lantai, tewas mandi darahnya sendiri.
Sementara itu, begitu terdengar teriakan kebakaran, Karen Van De Vos dapat menduga bahwa kebakaran itu tentu dilakukan oleh Aji. Maka iapun cepat berlari melalui pintu belakang sambil membawa segulung pakaian. Ia tidak tahu apa yang terjadi di ruangan tamu. Ia hanya ingat akan keselamatan Aji. Ia harus menolongnya karena kalau tidak, tidak mungkin Aji dapat menyelamatkan diri.
Dugaan Karen memang tepat. Yang membuat
kebakaran itu adalah Aji. Setelah dia berhasil menyadarkan kakak tirinya, Aji yang sudah merobohkan dua orang penjaga gudang ransum, lalu dia menggunakan tenaga saktinya untuk mematahkan gembok yang berada di pintu gudang. Dia membuka pintu dorong gudang itu dan mengambil dua buah lampu minyak gantung. Dilemparkannya dua buah lampu gantung itu dan gudang ransum itupun terbakar.
Akan tetapi dia mendengar suara tembakan beruntun tiga kali, lalu dua kali lagi. Tembakan itu membuat dia maklum
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahwa sebentar lagi tentu banyak serdadu datang ke tempat itu, apalagi sudah terdengar teriakan ada kebakaran. Dia menjadi agak bingung juga, tidak tahu ke mana harus melarikan diri.
Dia menyelinap menjauhi gudang yang terbakar, bersembunyi di tempat gelap.
"Sssttt ...... Aji ...... !" Tiba-tiba terdengar bisikan.
"Karen ...... !" Aji berbisik kembali, segera mengenal suara itu dengan gembira karena dia merasa yakin bahwa kemunculan gadis itu pasti membawa kebaikan bagi dirinya.
"Sttt ...... Aji kau dalam bahaya. cepat pakai ini, hayo cepat!" Karen muncul dan masuk ke dalam bayangan gelap di mana Aji bersembunyi. Gadis itu dengan cekatan membantu Aji memakai gaun besar di luar pakaiannya, juga mengenakan syaal (kain penutup pundak dan leher) lebar dan menutupi kepala Aji dengan kain putih yang diikatkan di bawah dagu.
Jadilah Aji seperti seorang nenek tua yang biasa memakai gaun!
"Hayo cepat, ikut aku!" bisik Karen dan ia mengait lengan Aji dan dibawanya berlari menuju ke bagian gelap benteng itu. Mereka melihat para serdadu berlarian sibuk memadamkan api. Setelah tiba di pintu gerbang benteng, lima orang serdadu memberi hormat kepada Karen dan tidak memperdulikan "nenek" itu. Dengan leluasa Karen menyeret Aji keluar benteng. di tempat gelap Karen berbisik.
"Cepat pergi keluar kota. Cepat, Aji ...... !"
Kini Aji merasa begitu gembira dan berterima kasih kepada gadis itu sehingga kini dia yang merangkul dan mencium bibir Karen untuk menyatakan terima kasihnya.
"Cepat ...... selamat jalan, Aji ...... Semoga Tuhan melindungimu, Aji ...... !" Karen mendorong tubuh Aji dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemuda itu melompat dan berlari di antara banyak orang yang berdesakan ingin menonton kebakaran dalam benteng.
Dengan mempergunakan kesempatan selagi penduduk Batavia atau Jayakarta dalam keadaan panik, Aji berhasil lolos dari kota itu.
*** Seperti biasa, pada pagi hari itu, Eulis (Sulastri) dan Neneng Salmah berada di tepi anak sungai untuk mandi dan mencuci pakaian. Akan tetapi, mereka tidak segera mencuci pakaian, melainkan bercakap-cakap sambil duduk di atas batu.
"Eulis, sudah hampir setengah tahun aku berada di sini dan aku merasa amat berbahagia dapat hidup bersama ayahku dengan engkau dan Paman Subali dan bibi yang begitu baik sekali kepada kami. Ah, sungguh aku merasa beruntung mendapatkan seorang saudara seperti engkau, Eulis."
"Aeh, sudah berapa ratus kali engkau mengatakan hal itu, hampir setiap hari. Akulah yang seharusnya berterima kasih karena kehadiranmu mengurangi banayak sekali kesedihanku yang telah kehilangan ingatan. Bahkan aku dapat belajar menari dan bertembang darimu."
"Suaramu juga indah dan merdu sekali, Eulis."
"Dan engkaupun ternyata memiliki bakat bermain pencak silat."
"Akan tetapi katamu aku bermain pencak dengan gerakan terlalu indah seperti orang menari." kata Neneng.
"Dan akupun kalau menari seperti orang bersilat, seperti pria!" kata Eulis.
"Sudahlah, mari sebelum kita mandi, coba engkau berlatih tari terbaru yang kuajarkan kepadamu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tari Srimpi" Wah, sukar benar gerakannya."
"Tidak sukar, hanya engkau kurang sabar, Eulis.
cobalah." desak Neneng Salmah.
"Boleh, aku akan berlatih berjoget dan bertembang, akan tetapi sesudah itu engkau harus berlatih silat dengan Aji Sonya Hasta seperti yang kuajarkan."
"Baik, nah, mulailah!"
Eulis lalu bertembang. tembang Kinanti dan suaranya memang benar merdu dan lantang. Kedua orang dara jelita ini sama sekali tidak tahu bahwa tak jauh dari situ, bersembunyi di balik batu besar, dua pasang mata manusia sejak tadi mengintai dan dua pasang telinga mendengarkan. Dua orang manusia itu memang telah berada di situ sebelum Eulis dan Neneng Salmah datang, maka Eulis yang peka itupun tidak tahu akan keadaan mereka. Ketika disebutnya Aji Sonya Hasta, seorang dari mereka, seorang laki-laki terbelalak heran dan semakin memperhatikan. Dia adalah seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun. Tubuhnya sedang dan wajahnya tampan dan berwibawa. Matanya lembuat namun bersinar tajam dan hidungnya mancung, wajahnya cerah karena mulutnya selalu tersenyum. Kumis tipis membuat dia tampak gagah. Adapun orang kedua adalah seorang wanita berusia kurang lebih dua puluh delapan tahun, cantik jelita dan wajahnya lembut.
Wajahnya bulat dengan dagu meruncing. Sepasang alisnya hitam dan sepasang matanya berbinar-binar seperti bintang kejora, bulu matanya lentik, hidung kecil mancung dan mulutnya menggairahkan. Sungguh merupakan sepasang manusia yang serasi, yang pria tampan gagah dan yang wanita cantik anggun.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah selesai bertembang, Eulis lalu mulai menari.
Memang indah tariannya, namun gerakannya kurang luwes bagi taru srimpi, karena gerakannya mengandung kegagahan.
"Sekarang ganti engkau coba berlatih Aji Sonya Hasta!" kata Eulis setelah rampung berjoget.
Neneng Salmah juga tidak malu-malu lagi. Ia mulai bersilat dengan Aji Sonya Hasta yang diajarkan Eulis.
Gerakannya indah dan luwes, sungguh seperti orang menari, namun gadis ini telah dapat memperoleh inti aji itu, yang tampaknya kosong namun berisi kekuatan yang dahsyat.
Kosong namun berisi, yang berisi penuh malah kosong, itulah inti dari gerakan silat Sonya Hasta itu. Pria yang mengintai menjadi semakin heran.
Setelah Neneng Salmah selesai berlatih, Eulis merangkulnya. "Bagus! Hebat, sekarang engkau tidak perlu khawatir akan gangguan laki-laki brengsek lagi, Neneng. Biar ada tiga empat orang laki-laki kasar, kalau mengganggumu pasti akan roboh semua ditanganmu."
"Tapi mana bisa aku memukul orang, Eulis?"
"Tidak perlu memukul. jentikan jari tanganmu dan tamparan tanganmu sudah cukup membuat orang jahat terjungkal! Penyerangmu dapat mampus tanpa mengeluarkan darah!"
"Membunuh orang" Hiiihhh ...... !!" Neneng Salmah bergidik ngeri. "Jangankan membunuh orang, membunuh seekor coro (kecoak) saja aku ngeri dan tidak tega!"
Pria dan wanita yang mengintai itu saling pandang dan tersenyum geli. Mendengar percakapan antara dua orang gadis jelita itu, mendengar Eulis bertembang, dan melihat Neneng Salmah bermain pencak silat, meraka merasa kagum akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tetapi juga geli. Sikap dan kata-kata kedua orang gadis itu lucu dan juga menyenangkan. Dari ucapan mereka berdua, dua orang pengintai itu maklum bahwa dua orang gadis itu adalah orang-orang yang berwatak periang dan baik.
"Tentu saja! Coro itu binatang yang tidak ada dosanya, akan tetapi banyak manusia di dunia ini yang amat keji dan jauh lebih jahat dibandingkan coro atau binatang apapun juga!"
kata Eulis. Neneng Salmah menghela napas panjang. "Engkau benar, Eulis. Kalau aku teringat akan pengalamanku yang lalu, sebagian besar laki-laki yang ikut berjoget itu tidak sopan, pandang mata, senyuman dan kata-kata mereka kurang ajar.
apa lagi kalau ingat pangeran dari Banten itu, iihh, dia jahat sekali melebihi seekor harimau yang buas!"
Eulis tertawa. "Heh-heh, apa kaukira harimau itu buas?"
"Tentu saja. Harimau merobek-robek tubuh korbannya dengan kejam dan makan dagingnya, minum darahnya!" kata Neneng Salmah.
"Habis, bagaimana" Apa engkau menyuruh harimau itu makan rumput dan daun-daunan" Atau menyuruh harimau itu menyembelih dulu korbannya lalu memasaknya dan makan masakan daging korbannya seperti kita" Sudah kodratnya begitu, harimau tidak doyan sayur, tidak pandai memasak daging, maka tentu saja dia makan binatang yang lebih lemah.
Kalau tidak, dia akan mati kelaparan. Sama sekali dia tidak dapat dikatakan buas!"
Setelah mengeluarkan kata-kata itu, Eulis teringat dan melamun. Dari mana ia mengerti semua itu" Siapa yang mengajarnya" Ia dapat merasakan betul bahwa ia pernah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendengar ada orang yang mengajarkan semua itu kepadanya, pengertian tentang kasunyatan dalam kehidupan ini. Akan tetapi ia tidak ingat lagi siapa yang mengajarinya!
Tiba-tiba tanpa disengaja Eulis menoleh ke arah batu di balik mana dua orang itu mengintai. Hanya sekelebatan saja bayangan itu tampak, namun cukup bagi Eulis untuk bereru nyaring. "Heii! Siapa mengintai di sana" Hayo keluar!"
Dua orang yang sejak tadi mengintai itu keluar dari balik batu-batu. Pria tampan yang wajahnya lembut dan cerah itu adalah seorang gagah perkasa yang berjasa besar membantu Mataram ketika terjadi perang antara Mataram dan Madura.
Dia juga ikut dalam pertempuran ketika pasukan Mataram menundukkan Surabaya dan Giri. Akan tetapi dia tidak mau menerimanya ketika hendak dianugerahi pangkat senopati oleh Sultan Agung. Dia hanya memilih sebidang tanah di Pasuruhan dan tinggal di sana seperti rakyat biasa. Nama pria itu adalah Parmadi. Adapun wanita itu adalah istrinya bernama Muryani, juga seorang wanita yang sakti mandraguna. Ketika Parmadi membantu Mataram, sepak terjangnya yang gagah dan kesaktiannya yang kadang dibantu sebuah seruling yang dapat dipergunakan sebagai alat senjata ampuh, maka diapun mendapat julukan "Seruling Gading".
Mendengar seruan Eulis yang agaknya telah
mengetahui akan tempat mereka mengintai, suami isteri ini keluar dan makin yakinlah mereka bahwa Eulis tentu seorang gadis yang sakti mandraguna sehingga dapat mengetahui bahwa mereka mengintai di balik batu-batu itu. Mereka lalu menghampiri dua orang gadis itu yang sudah bangkit berdiri memandang kepada mereka dengan alis berkerut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Parmadi dengan tersenyum merangkap kedua tangan memberi salam penghormatan lalu berkata, "maafkanlah kami, adik-adik yang manis. sesungguhnya kami berdua tidak berniat mengintai. Kami telah lama berada di sini sebelum andika berdua tiba. ketika melihat andika berua bertembang, menari lalu bermain pencak silat, kami merasa tertarik sekali sehingga kami berdiam diri untuk menyaksikan. Saya bernama Parmadi dan ini isteriku, Muryani."
Wanita cantik itupun berkata, menyambung ucapan Parmadi. "Suamiku berkata benar, adik-adik yang baik. Kami tidak bermaksud buruk, hanya teramat heran dan tertarik melihat adik ini tadi bermain silat yang katanya belajar darimu."
Eulis mengerutkan alisnya, "Apapun alasannya, perbuatan kalian berdua mengintai kami patut dicurigai! Hayo katakan apa maumu?" Pada dasarnya Eulis memang memiliki watak keras. Apalagi telah beberapa kali ia bertemu dengan orang-orang yang jahat, seperti Mahesa Sura, Kolo Srenggi dan kelima Mahesa yang menjadi murid mereka, yang telah dibasminya bersama Jatmika dan Lindu Aji. Tentu saja ia merasa curiga.
Parmadi bertukar pandang dengan isterinya dan dia memberi isyarat dengan kedipan matanya, lalu dia menghadapi Eulis yang tampak galak menantang, sedangkan Neneng Salmah hanya menonton saja dengan hati tegang.
"Kalau andika curiga kepada kami, akupun curiga kepadamu. dari mana engkau mempelajari Aji Sonya Hasta?"
Ditanya demikian, Eulis menjadi marah. Ia sendiri memang tidak ingat lagi dari siapa ia mempelajari ilmu itu, walaupun ia masih ingat akan nama dan cara menggunakannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Menurut keterangan Ki Subali yang kini menjadi ayahnya walaupun ia masih belum ingat benar bahwa dia adalah ayah kandungnya, gurunya adalah Ki Ageng Pasisiran yang kini sudah meninggal.Akan tetapi ia tidak perduli lagi dan menganggap pertanyaan Parmadi itu lancing dan hendak mencampuri urusan pribadinya.
"Perduli apa engkau dengan itu" Bukan urusanmu!"
bentaknya. Muryani mengerutkan alisnya. Ia sendiri di waktu mudanya juga lincah dan keras, akan tetapi setelah menjadi isteri Parmadi selama beberapa tahun, perangainya sudah berubah lembut.
"Adik yang baik, kami hanya ingin mengetahui, siapakah guru andika" Ketahuilah bahwa suamiku ini juga menguasai Aji Sonya Hasta."
"Hemm, kalau begitu tentu dia yang telah mencuri aji itu! lebih baik kalian yang mengaku dari mana mendapatkan aji iu! Siapa gurumu?" Eulis bertanya.
Parmadi tersenyum. Mungkin kalau dia memberi tahu siapa gurunya, gadis itu akan mengenalnya dan tidak bersikap begitu keras padanya. "Guruku adalah Eyang Ki Tejo Wening."
Eulis mengerutkan alisnya. "Aku tidak mengenal nama itu! Tentu gurumu itu yang menjiplak atau mencuri ilmuku!"
"Hemm, kalau begitu ingin aku melihat apakah Aji sonya Hasta yang kaumiliki itu tulen ataukah palsu!" kata Parmadi yang telah memberi isyarat kepada isterinya. Dia ingin menguji gadis galak ini karena kini dia curiga bahwa gadis ini entah bagaimana caranya telah mempelajari aji kesaktian itu dari orang yang mencurinya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nah, tampak sekarang belangnya!" bentak Eulis.
"Engkau pasti berniat buruk. Mari kita sama lihat, siapa yang mencuri dan mempunyai aji yang palsu!"
"Eulis, jangan berkelahi!" bujuk Neneng Salmah.
"Mundurlah, Neneng. Biar aku menghajar orang kurang ajar ini." kata Eulis sambil mendorong mundur Neneng Salmah yang terpaksa mundur dan menonton dengan hati gelisah.
Muryani juga mundur sambil tersenyum. Ia maklum bahwa suaminya hanya ingin melihat apakah gadis bernama Eulis itu benar-benar menguasai Aji Sonya Hasta yang aseli.
Maka ia menonton dengan tenang saja.
Eulis lalu membuat gerakan pembukaan. Kedua tangannya melakukan sembah di atas kepalanya, kemudian kedua lutut ditekuk dan kedua tangan diturunkan dan menjadi sembah di depan dada, kemudian kedua lengan dikembangkan ke kanan kiri, terbuka dengan kedua telapak tangan menghadap ke depan. Pembukaan itu benar-benar menandakan kekosongan, bahkan keadaan dirinya tebuka sama sekali.
"Mulailah!" bentak Eulis, matanya mencorong dan biarpun pembukaan itu tampak lemah sekali dan mudah dimasuki serangan lawan, namun sesungguhnya semua urat syarafnya sudah siap siaga dan menjadi peka sekali.
Parmadi tertegun. gerakan pembukaan itu nyaris sempurna! Diapun membuat gerakan yang sama sehingga diam-diam Eulis juga kaget, akan tetapi ia bersikap tida acuh.
"Andika yang mulai, adik manis." kata Parmadi ramah.
Eulis menganggap sebutan itu seperti ejekan yang kurang ajar, maka iapun tidak sungkan lagi.
"Sambut ini ...... !" Tangannya dari samping bergerak, kedua tangan membuat gerak yang arahnya berlawanan dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tampaknya sebagai tamparan lembut hampir mengusap atau mengelus, Namun di dalamnya tekandung hawa yang amat kuat sehingga terdengar bunyi bersiut.
"Bagus!" Parmadi memuji karena memang gerakan gadis itu ketika menyerang tepat dan benar, Diapun lalu mengelak dan balas menyerang. Namun Eulis dapat menangkis tamparan itu dari samping lalu cepat membalas. Dua orang itu sudah bertanding seru, serang menyerang dan karena mereka memainkan ilmu silat yang sama, maka tampaknya seperti dua orang yang sedang latihan saja.
Melihat ini, Muryani juga merasa heran dan ia tidak ragu lagi bahwa antara suaminya dan gadis itu pasti ada hubungan persaudaraan seperguruan. Juga karena kdua orang itu melakukan gerakan yang sama, Neneng Salmah juga menduga demikian. Bagaimanapun juga, ia sendiri sudah mempelajari ilmu silat itu, maka ia berseru kepada Eulis.
"Eulis, hentikanlah! Dia benar, gerakanmu sama benar dengan gerakannya!"
Akan tetapi dasar Eulis seorang gadis yang keras hati, ia masih belum mau mengalah. Ia melompat ke belakang, lalu menggosok kedua telapak tangannya dan mendorongkan kedua tangannya itu ke arah Parmadi sambil mengerahkan tenaga saktinya.
Parmadi terbelalak dan cepat menghindarkan diri dengan melempar tubuh ke kiri sehingga serangan itu luput.
Angin pukulan yang amat dahsyat menyambar lewat samping tubuh Parmadi.
"Itu Aji Margopati ...... !" seru Parmadi.
Eulis menjadi penasaran karena serangannya dapat dielakkan dengan mudah oleh lawannya. Maka iapun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengerahkan tenaga sakti lebih besar lagi lalu kembali ia menyerang dengan aji pukulan Margopati yang amat dahsyat itu.
Parmadi terpaksa memperlihatkan kesaktiannya. Kedua tangannya didorong kedepan menyambut pukulan dahsyat itu, namun dia membatasi tenaganya karena tidak ingin melukai gadis yang pandai mempergunakan Aji Sonya Hasta dan Aji Margopati itu.
"Wuuuttt ...... wessss!" Eulis terkejut bukan main karena tenaga pukulannya itu seolah bertemu dengan air.
Tenaganya seperti tenggelam dan kehilangan daya serangnya.
Ia seorang gadis yang keras hati namun cerdik. Ia kini mengetahui benar bahwa ia berhadapan dengan seorang yang sakti mandraguna, yang jauh melampaui tingkat kepandaiannya sendiri, akan tetapi orang itu sama sekali tidak mempunyai niat jahat sehingga tidak mempergunakan kesaktiannya untuk mencelakai dirinya. Hal ini terasa sekali dalam tangkisan orang itu yang sama sekali tidak melawan, melainkan membuat tenaga aji pukulan Margopati seperti punah dan lumpuh!"
Ia melompat mundur sampai dekat Neneng Salmah dan dengan mata terbelalak ia memandang kepada Parmadi sambil berkata gagap. "Andika ...... andika sebetulnya siapakah ......?"
Parmadi dan Muryani melangkah maju menghampiri dua orang gadis itu. Parmadi tersenyum dan berkata lembut,
"Sudah kami katakan tadi bahwa kami bukanlah musuh, kami tidak mempunyai niat buruk hanya kami tertarik melihat Aji Sonya Hasta tadi. Sekarang aku melihat bahwa Aji Sonya Hasta yang andika mainkan itu benar-benar aseli sehingga aku yakin bahwa di antara kita masih terdapat tali persaudaraan seperguruan! Seperti sudah kuperkenalkan diri tadi, namaku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Parmadi dan ini istriku Muryani. Kami berasal dari jauh di timur, dari kadipaten Pasuruan. Andika berdua siapakah?"
Karena Eulis tidak juga menjawab disebabkan perasaan malu atas kekerasan sikapnya dan juga kekalahan yang diam-diam harua diakuinya itu, Neneng Salmah yang menjawab.
"Maafkan sikap saudaraku tadi. Ia bernama Eulis dan saya sendiri bernama Neneng Salmah. Eulis tidak dapat menjawab pertanyaan andika karena ia telah kehilangan ingatan tentang masa lalunya, bahkan tidak ingat lagi akan ayah ibunya sendiri."
"Neneng, kenapa hal itu kauceritakan?" tegur Eulis.
"Eulis, mereka ini bukan musuh, melainkan orang-orang yang baik hati dan sakti mandraguna. Apa lagi melihat aji kesaktiannya yang sama dengan yang kaumiliki, aku merasa yakin bahwa dia masih ada hubungan persaudaraan seperguruan denganmu."
"Engkau benar sekali, Neneng Salmah. Suamiku tentu masih ada pertalian persaudaraan seperguruan dengan Eulis ini, dan siapa tahu kalau Gusti Allah mengijinkan, suamiku dapat menyembuhkan Eulis dari penyakitnya kehilangan ingatan itu."
Neneng Salmah terbelalak dan wajahnya berseri. "Ah, benarkah" Kalau begitu, Kakangmas Parmadi dan Mbakayu Muryani, kami persilakan andika berdua suka singgah di rumah kami dan bertemu ayah Eulis, yaitu Paman Subali yang akan dapat menceritakan segala tentang guru Eulis. Mari, Eulis, kita antar mereka ini singgah ke rumah." Neneng Salmah mengajak Eulis. Akan tetapi Eulis menggeleng kepalanya.
"Engkau sajalah yang mengantar, Neneng. Aku hendak mencuci pakaian dan mandi." Bagaimanapun juga, hati Eulis
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masih agak penasaran karena ia tidak mampu menandingi Parmadi.
Parmadi dan Muryani saling pandang, kemudian Parmadi berkata kepada Neneng Salmah. "Baiklah, Nimas Neneng Salmah, kami akan menemui Paman Subali. Aku kasihan kepada Nimas Eulis yang tidak salah lagi tentu masih saudara seperguruanku sendiri. Mari kita pergi."
Suami isteri itu lalu mengikuti Neneng Salmah menuju ke rumah Ki Subali yang berada tidak begitu jauh dari situ.
Setelah ditinggal pergi. Eulis termenung seorang diri.
Bagaimanapun juga, jantungnya berdebar tegang. Benarkah orang yang bernama Parmadi itu mampu menyembuhkannya dan mengembalikan ingatannya tentang masa lalu yang hilang"
Ia duduk melamun dan mencoba untuk mengerahkan ingatannya. Namun selalu terbentur dan berhenti. Yang diingatnya hanyalah saat ia bertemu dengan Jatmika, dari saat itu sampai sekarang. Bahkan ia tidak ingat akan masa lalunya bersama ibunya yang dianggap orang-orang yang baru dijumpainya dan dikenalnya sekarang. Ia termangu-mangu dan jantungnya berdebar tegang. Apa saja yang akan dapat diingatnya kalau ia benar dapat disembuhkan"
*** Ki Subali dan isterinya merasa heran melihat Neneng Salmah pulang bersama seorang pria dan seorang wanita yang tidak mereka kenal. Ki Salmun yang baru muncul dari samping rumah sambil memanggul pacul juga merasa heran dan dia menegur anaknya.
"Neneng, kenapa engkau pulang sendiri" Di mana Eulis?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ia masih berada di sungai. Saya pulang mengantarkan dua orang tamu ini. Paman Subali dan Bibi, ini adalah Kakangmas Parmadi dan Mbakyu Muryani. Kakangmas Parmadi adalah saudara seperguruan Eulis dan dia bersama isterinya ingin bicara dengan paman tentang Eulis, bahkan dia akan berusaha mengobati Eulis agar pulih kembali ingatannya."
Mendengar ini, Ki Subali dan isterinya menjadi girang sekali. "Ah, marilah anakmas berdua, silakan duduk!" Ki Subali memersilakan kedua orang tamunya duduk di serambi.
Parmadi duduk dihadapi Ki Subali dan isterinya. Ki Salmun yang mendengar bahwa kedua orang itu adalah tamu Ki Subali, dengan sikap sopan mengangguk lalu melanjutkan perjalanannya ke ladang untuk bekerja seperti biasa. Di sana, Ki Subali memiliki sebidang tanah ladang di mana dipekerjakan beberapa orang buruh tani. Biasanya Ki Subali dan Ki Salmun juga membantu setiap kali mereka tidak mempunyai kesibukan lain.
Neneng Salmah duduk di atas bangku di sudut serambi, ingin mendengarkan apa yang dibicarakan para tamu itu. Ia ingin sekali melihat Eulis disembuhkan dari penyakit "lupa"
itu. "Benarkah Anakmas Parmadi masih sudara
seperguruan anak kami Eulis?" Tanya Ki Subali sambil memandang wajah Parmadi dengan kagum. Sekali pandang saja Ki Subali dapat menilai bahwa pria di depannya ini adalah seorang yang "berisi" dan berwatak baik.
"Saya menilai demikian karena aji kesaktiannya sama benar dengan yang pernah saya pelajari, paman. Saya ingin mengetahui, siapakah sebenarnya guru dari puteri paman itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki Subali menghela napas panjang. "Anak kami itu sebetulnya bernama Sulastri. Di waktu remaja ia berguru kepada seorang pertapa yang bernama Ki Ageng Pasisiran yang tinggal dalam sebuah pondok di pantai laut utara daerah Dermayu ini."
"Ki Ageng Pasisiran ...... ?" Parmadi dan Muryani mengulang nama itu sambil mengerutkan alis karena mereka tidak mengenal nama ini. "Tadinya saya mengira ia murid Ki Tejo Budi, atau Ki Tejo Langit, atau bahkan Eyang Ki Tejo Wening!" kata Parmadi heran.
"Sesungguhnyalah! akhirnya kami mendengar bahwa Ki Ageng Pasisiran itu datang dari Banten dan dahulu bernama Ki Tejo Langit, anakmas."
"Nah, benar, dan tepat dugaanku! Kiranya ia murid Paman Guru Ki Tejo Langit! Ketahuilah, paman, saya adalah murid Eyang Resi Tejo Wening yaitu kakak seperguruan Paman guru Tejo Langit. Jadi, puteri paman itu adalah adik seperguruan saya sendiri seperti yang kuduga! Akan tetapi, bagaimana ceritanya sampai Nimas Eulis kehilangan ingatannya tentang masa lalunya" Dan mengapa pula namanya dari Sulastri berganti menjadi Eulis?"
Ki Subali menghela napas panjang. "Kami juga belum lama mendengar tentang anak kami itu. mula-mula datang Anakmas Lindu Aji yang menceritakan bahwa ketika dia dan Sulastri menghadapi gerombolan penjahat, Sulastri terguling jatuh ke dalam tebing yang curam. Akan tetapi Anakmas Lindu Aji tidak menemukan jenazahnya maka menduga bahwa ia masih hidup. Lama kami menunggu Anakmas Aji yang katanya hendak mencari Sulastri. Tiba-tiba pada suatu hari, Sulastri muncul bersama Anakmas jatmika dalam keadaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sehat dan selamat, hanya ...... ia lupa segalanya di masa lalu, bahkan tidak mengenal kami ayah ibunya sendiri."
"Nanti dulu, paman. Siapakah itu Lindu Aji, dan siapa pula itu Jatmika?"
"Menurut keterangan mereka, anakmas lindu Aji adalah murid Ki Tejo Budi, sedangkan Anakmas Jatmika adalah cucu Ki Tejo Langit karena dia adalah putera Ki Sudrajat. Jadi mereka semua masih saudara seperguruan dari anak kami Sulastri.
Parmadi mengangguk-angguk. "Ah, kiranya aku bertemu dengan para murid keturunan Paman Tejo Budi dan Paman Tejo Langit. Tahukah paman, di mana Paman Tejo Budi dan Paman Tejo Langit itu?"
Ki Subali menghela napas panjang, "Menurut keterangan Anakmas Lindu Aji, Ki Tejo Budi sudah meninggal dunia. Adapun menurut keterangan Anakmas Jatmika, Ki Tejo Langit atau Ki Ageng Pasisiran, juga Ki Sudrajat, tewas ditembak telik sandi Kumpeni Belanda,"
"Duh Gusti ...... kumpeni keparat!" kata Muryani penasaran.
Parmadi menghela napas panjang. "Semoga mereka mendapatkan tempat yang bahagia di alam baka. Lalu bagaimana ceritanya tentang Nimas Eulis ...... eh, Sulastri, paman?"
Pada saat itu Neneng Salmah bangkit berdiri, wajahnya berseri-seri dan ia berkata. "Harap maafkan saya, saya harus pergi menemui Eulis dan mengajaknya pulang!" Tanpa menanti jawaban, Neneng Salmah sudah berlari keluar. Ia begitu gembira mendengar keterangan Parmadi tadi. Jelas sekarang bahwa Parmadi adalah kakak seperguruan Eulis
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sendiri, Kalau saja orang yang sakti mandraguna itu benar-benar dapat menyembuhkan Eulis, betapa akan bahagianya mereka semua!
*** JILID XXVI etelah Neneng Salmah pergi, Ki Subali melanjutkan ceritanya tentang anaknya. "Menurut keterangan S Anakmas Jatmika, dia bertemu dengan Sulastri yang sedang dikeroyok orang-orang jahat. Anakmas Jatmika membantunya dan berhasil mengalahkan para pengeroyok.
Ketika berkenalan, Sulastri sudah tidak ingat lagi akan nama dan masa lalunya. Agar tidak membingungkannya, Anakmas Jatmika lalu memberi nama Listyani dengan panggilan Eulis kepadanya. Ajkan tetapi kemudian, mereka berdua bertemu dengan Anakmas Aji yang memberitahu Anakmas Jatmika agar mengantarkan Sulastri pulang ke sini. Nah, demikianlah, Anakmas, sampai sekarang Sulastri berada di sini, akan tetapi belum juga ia dapat mengingat masa lalunya."
"Dan siapa Neneng Salmah itu, Paman?" Tanya Muryani.
"Ah, ia bersama ayahnya datang dari Sumedang dan sekarang tinggal bersama kami di sini. Ia akrab dengan Sulastri. Mereka seperti kakak beradik saja. Neneng Salmah itu dahulu menjadi waranggana yang amat terkenal di Sumedang."
Suami isteri itu mengangguk-angguk. "Paman, sebagai kakak seperguruan Sulastri saya merasa prihatin sekali melihat keadaannya. Oleh karena itu, kalau paman mengijinkan, saya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
akan mencoba untuk mengobati dan menyembuhkannya dari keadaan hilang ingatan masa lalunya."
Ki Subali dan isterinya gembira sekali mendengar itu.
"Ah, sebelumnya kami mengucapkan banyak terima kasih.
anakmas! Tentu saja kami setuju sekali!"
Sementara itu, Neneng Salmah berlari-lari ke tepi sungai di mana Eulis sedang mandi. Ia telah selesai mencuci pakaian, juga cucian Neneng Salmah telah ia lakukan.
"Wah, cucianku sudah kau kerjakan, Eulis?"
"Sudah, hayo mandilah!" kata Eulis sambil
menyiramlan air ke arah Neneng Salmah.
Sambil tertawa Neneng Salmah lalu menanggalkan pakaian, hanya bertapih pinjung lalu turun ke dalam air. Sambil mandi ia lalu berkata gembira. "Eulis, Kakangmas Parmadi itu benar-benar kakak seperguruanmu!"
"Hemm, bagaimana engkau bisa begitu yakin?"
"Mereka tadi bercakap-cakap dan aku mendengarkan.
Ketahuilah Eulis, Kakangmas Parmadi, Kakangmas Lindu Aji, Kakangmas Jatmika yang kauceritakan itu, dan engkau sendiri masih saudara-saudara sepeguruan. Guru-guru kalian ada tiga bersaudara. Yang pertama adalah Resi Tejo Wening yang menjadi guru Kakangmas Parmadi, lalu Ki Tejo Langit yang menjadi gurumu dan juga menjadi kakek dari Kakangmas Jatmika, dan yang ketiga adalah Ki Tejo Budi yang menjadi guru Kakangmas Lindu Aji. Mari kita cepat mandi, Eulis, engkau harus cepat pulang menemui Kakangmas Parmadi dan isterinya."
"Akan tetapi aku tidak ingat sama sekali tentang guruku. Wajahnyapun sudah tidak kuingat lagi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Eulis, Kakangmas Parmadi sanggup untuk
mengobatimu. Mari kita cepat pulang! Siapa tahu dia benar-benar dapat mengembalikan ingatanmu masa lalu itu. Alangkah akan senangnya!"
"Jangan tergesa-gesa! Nanti dhangkalmu (debu yang menempel di kulit) tidak bersih!" Eulis menggoda.
"Ihh! Memangnya dhangkalku berapa tebalnya sih?"
mereka tertawa-tawa sambil menyiramkan air. Dua orang gadis itu memang akrab dan rukun sekali, saling menyayang. Setelah mandi, mereka lalu berganti pakaian kering dan pulang.
Setibanya di serambi rumah, Ki Subali segera menyambut anaknya dengan berkata. "Eulis, cepat memberi hormat kepada kakak seperguruanmu Anakmas Parmadi dan isterinya!"
Biarpun tidak ingat siapa gurunya, namun dari keterangan Lindu Aji, Jatmika, dan kini Parmadi yang sudah ia ketahui kesaktiannya yang jelas menguasai Aji Sonya Hasta dan Margopati, Eulis percaya bahwa kenyataan kalau Parmadi adalah kakak seperguruannya agaknya tidak dapat dibantah lagi. Maka dengan senyum malu-malu mengingat akan sikapnya yang keras tadi, iapun menghampiri Parmadi dan Muryani, menyembah dengan merangkap kedua tangan di depan dada, agak membungkuk dan berkata dengan suara lirih.
"Kakangmas Parmadi, Mbakayu Muryani, maafkan sikapku tadi."
Muryani segera menghampiri dan merangkulnya. "Aih, tidak perlu minta maaf. kesalah pahaman tadi sudah wajar karena kita tidak saling mengenal."
Melihat keramahan Muryani, Eulis merasakan ini dan ia menjadi gembira sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adi Sulastri, maaf kalau aku memanggilmu Sulastri, diantara kita memang tidak perlu minta maaf. Engkau adalah adik seperguruanku sendiri, karena itu maukah engkau kalau aku berusaha mengobatimu agar engkau sembuh dan dapat mengingat kembali masa lalumu?" Tanya Parmadi sambil tersenyum.
Eulis atau Sulastri merasa heran mengapa hatinya tidak merasa tidak enak atau tidak senang dengan sebutan nama yang asing baginya itu. Pada hal, dulu ia tidak suka kalau Jatmika menyebutnya Sulastri. Ada sesuatu dalam suara Parmadi yang menandung wibawa amat kuatnya. Ia tersenyum dan mengangguk.
"Tentu saja aku akan senang sekali kalau dapat mengingat kembali masa laluku, Kakang Parmadi." Ia tidak ragu-ragu menyebut pria itu kakang saja, sebutan akrab seorang adik terhadap kakaknya.
Setelah menikmati sarapan pagi yang dihidangkan oleh Eulis dan Neneng Salmah, Parmadi berkata kepada Eulis.
"Adik Sulastri, sudahkah engkau siap untuk membiarkan aku berusaha untuk mengobatimu?"
Eulis tersenyum. "Tentu saja aku siap, kakang. Aku sudah siap sejak tadi karena akupun ingin sekali dapat segera mengingat semua masa laluku itu."
"Justeru itulah pantangannya, adikku. Engkau sudah menguasai Aji Sonya Hasta, tentu sudah tahu bagaimana harus mengosongkan dirimu, bukan" Jangan ada keinginan apapun, harapan apapun kecuali hanya menyerah sepenuhnya lahir batin kepada kekuasaan Gusti Allah karena hanya Gusti Allah yang akan mampu memperbaiki segala macam kerusakan.
Engkau bersama aku, disaksikan oleh diajeng Muryani dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Neneng Salmah yang juga pernah mempelajari cara mengosongkan diri dengan penyerahan mutlak, harus berada di dalam ruangan tertutup." Lalu Parmadi menoleh kepada Ki Subali. "Paman, apakah dapat disediakan sebuah kamar di mana kami berempat dapat berdiam tanpa gangguan dari luar?"
"Oh, ada. anak mas. Eulis, pergunakan kamarmu sendiri. Bukankah kamar kalian berdua cukup luas?" kata Ki Subali.
"Baik, ayah. Mari, Kakang Parmadi, Mbakayu Muryani, dan neneng. Kita ke kamar!"
Mereka berempat lalu memasuki kamar di mana biasanya Eulis dan Neneng Salmah tidur. Sebuah kamar yang cukup luas. Sebelum menutup daun pintu kamar, Parmadi memesan kepada Ki Subali agar jangan ada yang mengganggu mereka yang berada dalam kamar itu dan jangan heran dan kaget kalau Ki Subali dan isterinya mendengar suara alunan seruling dari dalam kamar.
Setelah menutup daun pintu, Parmadi dan Muryani duduk bersila di atas sebuah amben (dipan) kayu yang biasa ditiduri Eulis. Parmadi minta kepada mereka untuk menenangkan diri, melepaskan semua ketegangan, membuat diri lahir batin menjadi kosong dan menanti apa yang akan terjadi tanpa penolakan.
"Adi Sulastri, apa saja yang kauterima, rasakan dan terima saja sebagai kekuasaan Gusti Allah dan apapun yang terjadi para dirimu, serahkan sepenuhnya kepadaNya.
"Baik, Kakangmas Parmadi."
Mereka berempat duduk dengan tenang dan santai.
Setelah merasakan getaran memenuhi dirinya, dengan gerakan perlahan, matanya terpejam, Parmadi lalu mengambil seruling
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gading dari ikat pinggangnya, lalu meniup suling itu. Itulah yang oleh Resi Tejo Wening disebut Sunyatmaka (Berjiwa Bebas). Terdengar suara suling yang lembut sekali, lembut mendayu-dayu penuh getaran yang aneh. Biarpun suara suling tidak melagukan tembang tertentu, namun bagi telinga Neneng Salmah terdengar demikian merdu dan indah dan tanpa dikehendakinya lagi, kedua lengannya bergerak-gerak lembut, menari-nari! Muryani yang sudah terbiasa dengan suara suling yang aneh ini, tanpa disengaja lagi merangkap kedua tangan ke depan dahi dalam sembah dan seluruh dirinya terasa dibawa melayang-layang oleh suara itu.
Eulis atau Sulastri juga merasakan getaran hebat. Suara seruling itu seperti menyusup ke dalam dirinya, menjalari seluruh tubuhnya, terasa ada denyutan-denyutan aneh yang mula-mula terasa di kedua telinganya yang mula-mula menangkap suara itu, kemudian perlahan-lahan ke seluruh tubuh, berdenyut-denyut, terutama dikepalanya. Dirinya benar-benar kosong, tidak ada sama sekali ulah hati akal pikiran, yang ada hanya rasa menerima yang membuat dirinya sepeti pintu terbuka yang dapat menerima dengan pekanya. Tiba-tiba ia merasa seperti ada ledakan-ledakan kecil dikepalanya dan perasaannya menangkap bayangan-bayangan aneh. Ia seolah melihat dirinya disambar anak panah yang menancap dipundak kirinya, terasa nyeri dan perih. Akan tetapi yang membuat ia merasa ngeri adalah ketika ia melihat dirinya terjungkal dan jatuh ke dalam tebing yang amat curam, lalu kepalanya terbentur sesuatu yang keras dan segalanya lalu menjadi gelap!
Eulis atau Sulastri terkulai di atas pembaringan dan pingsan!
Pada saat itu, beberapa detik sebelum gadis tu roboh pingsan, suara suling itu tiba-tiba terhenti karena daun pintu kamar itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terbuka keras oleh tenaga dari luar, berbareng dengan terdengarnya jerit Nyi Subali.
Karena itu, maka Parmadi terpaksa menghentikan tiupan sulingnya sebelum dapat menyembuhkan Sulastri dengan tuntas. Dia dan Muryani maklum bahwa terjadi sesuatu yang tidak baik. Karena mengira ada bahaya mengancam Ki Subali dan isterinya, apalagi daun pintu terbuka secara kasar dari luar, mereka berdua segera berkelebat cepat sekali keluar dari kamar itu. Mereka melihat Ki Subali dan isterinya berlari masuk ke dalam rumah dan Ki Subali berkata gugup. "Di luar
...... ada tiga orang ...... " Parmadi dan Muryani tidak menunggu keterangan lebih lanjut dan mereka berdua cepat melompat ke luar rumah.
Sementara itu, Ki Subali dan Nyi Subali memasuki kamar anaknya. Mereka melihat Sulastri terkulai dan dirangkul oleh Neneng Salmah yang mengguncang-guncang pundak Sulastri dan mencoba menyadarkannya dengan memanggil-manggil namanya.
"Eulis ......! Eulis ...... ! Sadarlah, bangunlah ...... !"
Nyi Subali merangkul puterinya dan menangis.
"Anakku ...... ! Eulis ...... engkau kenapa, nak?"
Neneng Salmah bertanya kepada Ki Subali setelah menyerahkan Eulis dalam rangkulan Nyi Subali. "Paman. apa yang telah terjadi?"
"Di luar, ada tiga orang yang dengan kasar minta agar aku menyerahkan engkau kepada mereka, Neneng." kata Ki Subali. "Mereka tadi yang menyebabkan pintu-pintu dalam rumah ini terbuka semua, mungkin dengan ilmu sihir mereka!"
Mendengar ini, Neneng Salmah terkejut. "Dan di mana Kakangmas Parmadi dan Mbakayu Muryani?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mereka berdua keluar untuk menghadapi tiga orang itu."
Mendengar ini Neneng Salmah cepat berlari keluar untuk melihat siapa tiga orang yang minta agar Ki Subali menyerahkan dirinya kepada mereka.
Sementara itu, Parmadi dan Muryani sudah tiba di luar rumah. Mereka melihat ada tiga orang berdiri di pekarangan, di depan serambi rumah. Mereka cepat keluar dari serambi dan menghampiri tiga orang itu. Mereka itu adalah seorang pemuda berusia kurang lebih tiga puluh tahun, berpakaian seperti seorang bangsawan, pesolek dan mewah, tubuhnya tinggi kurus dan wajahnya tampan, namun sikapnya congkak sekali. Dia berdiri bertolak pinggang dengan kedua kaki terpentang. Di samping kanannya berdiri dua orang kakek. Yang seorang berusia sekitar enam puluh tujuh tahun, kepalanya kecil botak, sedikit rambut di sisi keriting dan berwarna dua. Mukanya licin tanpa kumis atau jenggot, hidungnya pesek mulutnya kecil.
Kedua lengannya mengenakan gelang akar bahar hitam dan tangan kanan memegang sebatang tongkat ular kobra. Adapun kakek yang ke dua berusia kurang lebih enam puluh tahun, tubuh yang juga tinggi kurus itu agak bungkuk dan punggungnya berpunuk, mukanya seperti muka kuda, matanya sipit. Pakaiannya serba hitam dan berkalung sarung.
Lengannya juga mengenakan akar bahar dan jari-jari tangannya penuh cincin-cincin bermata akik yang besar-besar. Kakek inipun memegang sebatang tongkat dari seekor ular kering.
Dua orang kakek aneh ini memiliki sinar mata yang tajam dan berpengaruh sekali.
Melihat dua orang kakek ini, Parmadi dan Muryani terkejut dan segera mengenal mereka. Kakek pertama yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berkepala botak itu adalah Kyai Sidhi Kawasa, datuk dari Banten. Adapun kakek kedua yang bermuka kuda itu adalah Aki Somad, pertapa dari Nusakambangan. Kedua orang ini dikenal suami isteri itu sebagai tokoh-tokoh yang beberapa tahun lalu membantu Madura dan Surabaya. Setelah Madura, Surabaya dan Giri ditundukkan Mataram, mereka berhasil lolos. Parmadi tahu benar bahwa dua orang datuk ini adalah orang-orang yang membenci Mataram. Akan tetapi suami isteri itu tidak mengenal orang muda berpakaian bangsawan itu.
"Hemm. kiranya Kyai Sidhi Kawasa dan Aki Somad yang datang! Apakah yang andika berdua kehendaki datang berkunjung ke rumah orang tanpa sopan santun?" Parmadi menegur, walaupun suaranya lembut.
Dua orang datuk itu juga merasa terkejut bukan main ketika mereka mengenal Parmadi dan Muryani, dua orang yang beberapa tahun yang lalu membantu Mataram dalam perang melawan Madura, Surabaya dan Giri. mereka juga maklum bahwa Parmadi merupakan seorang yang sakti mandraguna dan Muryani, walaupun tidak setinggi suaminya kepandaiannya, namun merupakan lawan yang cukup berbahaya.
Akan tetapi karena mereka datang berdua, bahkan masih ditemani pemuda itu yang bukan lain adalah Pangeran Banten, Raden Jaka Bintara yang juga murid Kyai Sidhi Kawasa, maka berbesar hati dan tidak menjadi gentar.
"Oho!" kata Kyai Sidhi Kawasa dan berkata dengan suaranya yang lembut. "Adi Somad, tentu andika masih mengenal orang-orang Mataram ini, bukan?"
"Heh-heh, tentu saja, Kakang Sidhi Kawasa. mereka adalah musuh kita. Kalau tidak salah ingat, namanya Parmadi dan yang perempuan ini ...... eh ...... siapa lagi namanya ...... "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Muryani, namanya Muryani." kata Kyai Sidhi Kawasa. Kemudian dia berkata kepada suami isteri itu. "Kalian disini" Kebetulan sekali, ada kesempatan bagi kami untuk membalas dendam. Akan tetapi karena sekarang tidak ada perang lagi, dan kami tidak mempunyai permusuhan pribadi denganmu, kami dapat memaafkan dan melepaskan kalian kalau kalian cepat menyuruh Neneng Salmah keluar dan menemui kami!"
"Tidak semudah itu, Kyai Sidhi Kawasa! Apa urusannya maka andika menghendaki agar Neneng Salmah keluar menemuimu?"
Tiba-tiba Jaka Bintara membentaknya, "Tidak perlu andika mencampuri urusan pribadi kami!" Jaka Bintara ini memang berwatak sombong. Mungkin karena dia merasa sebagai seorang pangeran yang biasanya ditaati semua orang.
Selain itu, dia sama sekali tidak mengenal nama Parmadi dan Muryani sehingga tentu saja memandang rendah seperti yang biasa dia lakukan. Apalagi saat itu dia ditemani dua orang datuk sakti mandraguna, maka ketinggian hatinya meningkat.
Tiba-tiba Neneng Salmah muncul dari pintu dan melihat Pangeran Jaka Bintara, ia keluar dari serambi dan langsung menudingkan telunjuknya kepada pangeran dari Banten itu.
"Kakangmas Parmadi dan Mbakayu Muryani, inilah Pangeran Jaka Bintara dari Banten yang jahat dan dulu pernah menculikku di Sumedang!"
Kiranya ketika dulu Neneng Salmah berhasil lolos dari Sumedang bersama ayahnya dan dikawal Lindu Aji, Jaka Bintara tidak terima dan bersama Kyai Sidhi Kawasa lalu melakukan penyelidikan. Akhirnya mereka dapat mendengar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahwa gadis itu telah melarikan diri dengan kereta dikawal oleh Lindu Aji. Mereka mencari kusir kereta dan memaksa dia mengaku ke mana gadis ledek yang membuat pangeran dari Sumedang itu tergila-gila pergi. Si kusir takut akan ancaman dan mengaku bahwa Neneng Salmah bersama ayahnya kini tinggal di rumah Ki Subali di Dermayu. Jaka Bintara yang sudah tergila-gila dan merasa penasaran kalau belum mendapatkan diri Neneng Salmah, membujuk gurunya untuk menyusul ke Dermayu. Namun Kyai Sidhi Kawasa agak gentar menghadapi Lindu Aji yang diperkirakan melindungi gadis itu, maka dia lalu mencari Aki Somad untuk diajak menemani mereka. Demikianlah, tiga orang itu akhirnya tiba di rumah Ki Subali, sama sekali tidak mengira bahwa mereka akan bertemu dengan Parmadi dan Muryani, musuh lama mereka.
Mendengar teriakan Neneng, Raden Jaka Bintara memandang. Begitu melihat gadis yang denok ayu itu, dia girang sekali dan segera dia menghampiri dengan langkah lebar sambil tersenyum.
"Aduh, jantung hatiku, betapa rinduku kepadamu!
Marilah ikut denganku, kuboyong engkau ke Banten dan hidup bahagia denganku di sana, cah ayu!" Setelah berkata demikian, dia menubruk hendak merangkul.
"Ehh?"" Jaka Bintara terkejut karena dengan lincahnya Neneng Salmah mengelak dan sudah terhindar dari tubrukannya. Dia cepat menubruk lagi ke kanan, kini bergerak cepat agar gadis itu tidak dapat meloloskan diri. Akan tetapi kembali dia kecelik karena gadis itu sekali lagi dapat mengelak dengan gerakan lincah dan ringan. Gerakannya indah seperti kalau sedang menari, namun lincah sekali, bahkan ketika Jaka Bintara menubruk untuk ketiga kalinya, Neneng Salmah tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hanya mampu mengelak, bahkan tangan kirinya menampar dan mengenai pipi laki-laki itu.
"Plakkk !" Sayang bahwa Neneng Salmah hanya baru menguasai kelincahan gerak silat Sonya Hasta, belum menguasai pengerahan tenaga saktinya sehingga tamparannya tidak terasa terlalu keras bagi Jaka Bintara yang memiliki tubuh yang kuat. Namun hal ini cukup mengejutkan Jaka Bintara disamping rasa penasaran. Maka dia lalu berusaha sekuatnya untuk menangkap dan meringkus gadis itu. Tentu saja menghadapi serangan Jaka Bintara yang digdaya itu Neneng Salmah mulai terdesak hebat. Ilmu silat yang dipelajarinya dari Eulis belum terlatih baik sehingga ia hanya mampu bergerak cepat kesana-sini untuk menghindarkan diri dari jangkauan kedua tangan pangeran dari Banten itu.
Sementara itu, tanpa banyak cakap lagi Kyai Sidhi Kawasa sudah menggerakkan tongkat ular kobranya untuk menyerang Parmadi dan Aki Somad juga sudah menggerakkan tomgkat ular keringnya untuk menyerang Muryani. Parmadi sudah mencabut seruling gadingnya dan menyambut serangan.
Muryani sudah mengerahkan Aji Kluwung Sakti yang membuat tubuhnya dapat bergerak seperti seekor burung walet dan dengan tangan kosong ia menyambut serangan Aki Somad.
Terjadilah pertandingan yang amat seru antara suami isteri melawan dua orang datuk itu.
Nyi Subali masih merangkul puterinya dan menangis sambil mengguncang-guncang pundak gadis itu. "Eulis ......
Eulis ...... sadarlah, anakku ...... !" Ibu itu menangis dan air matanya menetes, membasahi muka Eulis. Sebetulnya, kalu saja tiupan seruling gading tadi tidak terganggu, tentu ia kini telah sembuh dan sadar sepenuhnya. Akan tetapi gangguan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
munculnya tiga orang yang menyerang ke dalam membuka pintu-pintu membuat tiupan seruling gading terhenti dan gadis itu jatuh pingsan. Kini, agaknya tetesan air mata ibunya ditambah seruan suara ibunya memanggil-manggilnya, agaknya menyadarkan Eulis dari pingsannya. Ia membuka kedua matanya dan seperti orang terkejut ia bangkit duduk.
Nyi Subali dan Ki Subali menjadi girang.
"Eulis ...... !" Nyi Subali merangkul.
"Eulis, bagaimana perasaanmu" baik-baik saja, bukan?"
Tanya si ayah. "Eulis ...... ?" Gadis itu berkata heran. "Oh ...... ya benar, belakangan ini aku diberi nama Eulis ..... oleh kakangmas Jatmika ...... ahh ...... aku ingat semua sekarang ......
bapa ...... ibu ...... aku ingat semua sekarang!" ia memandang ke kanan kiri. "Eh, di mana Kakangmas Parmadi, Mbakayu muryani dan Neneng?" Tiba-tiba ia mendengar berdencingnya senjata beradu di luar rumah. "Apa itu" Siapa yang berkelahi?"
Nyi Subali merasa girang bukan main. "Sulastri ...... !
Akhirnya engkau mendapatkan kembali ingatanmu!"
"Lastri, Anakmas Parmadi bersama isterinya dan Neneng Salmah berada di luar menghadapi tiga orang yang aneh dan kelihatannya tidak berniat baik terhadap Neneng ....."
"Apa?" Sulastri yang sudah mendapatkan kembali ingatannya itu melompat turun dari atas pembaringan dan cepat ia mengambil pedang pusakanya, yaitu Pedang Naga Wilis yang dulu oleh Lindu Aji dikembalikan kepada Ki Subali dan ketika Sulastri pulang, Ki Subali menyerahkan pedang pusaka itu kepada anaknya. Sulastri senang memilikinya dan merasa cocok walaupun ia tidak ingat lagi akan pedang pusakanya itu.
Dengan pedang pusaka Naga Wilis terhunus di tangan, Sulastri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melompat dan tubuhnya berkelebat cepat keluar dari rumah. Ki Subali dan Nyi Subali dengan khawatir mengikuti keluar rumah.
Setelah tiba di pekarangan ia melihat Parmadi sedang bertanding melawan seorang kakek kurus botak yang tidak dikenalnya. Akan tetapi ketika ia melihat kakek yang dilawan Muryani, ia segera mengenal kakek bungkuk berpunuk itu yang bukan lain adalah Aki Somad yang dulu pernah memusuhi pamannya, yaitu Ki Sumali yang tinggal di Loano.
Ketika itu Aki Somad kewalahan melawan Lindu Aji dan sekarang kakek itu melawan Muryani yang memiliki ilmu silat yang amat ganas. Melihat ini, ia hendak membantu Muryani, akan tetapi ketika menoleh ia melihat Neneng Salmah sedang kewalahan didesak oleh seorang laki-laki berpakaian bangsawan yang gagah. Jaka Bintara semakin penasaran karena belum juga mampu meringkus gadis yang membuatnya tergila-gila itu, akan tetapi setelah tahu bahwa Neneng Salmah hanya pandai mengelak saja akan tetapi tenaganya lemah, dia merasa yakin bahwa sebentar lagi dia akan mampu mendekap dan memondong tubuh yang denok itu.
"Neneng Salmah, manisku, mari biarkan dirimu kupondong. Aku rindu sekali padamu, sayang." katanya sambil menubruk lagi. Neneng Salmah mengelak, akan tetapi ujung bajunya dapat tertangkap.
"Bretttt ...... !" Baju itu robek dan Neneng Salmah menjerit, Jaka Bintara tertawa bergelak.
"Wuuutttt ...... dessss ...... !" Jaka Bintara cepat menangkis datangnya tamparan itu, akan tetapi dia terpaksa membuang diri ke belakang dan bergulingan karena tamparan yang ditangkisnya itu ternyata mengandung tenaga yang kuat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekali. Ketika dia melompat bangun dia sudah berhadapan dengan seorang gadis yang cantik jelita, akan tetapi sepasang matanya mencorong marah dan tangan kanannya memegang sebatang pedang yang bersinar kehijauan!
Melihat bahwa penyerangnya hanya seorang gadis cantik, watak Jaka Bintara yang congkak itu muncul lagi. Dia tersenyum dan memandang dengan mata nakal.
"Aih, manis, apakah engkau hendak menemani Neneng Salmah ikut bersenang-senang dengan aku ke Banten" Mari-mari ...... !"
"Eulis, inilah jahanam pangeran dari Banten itu!"
Neneng Salmah berseru.
"Neneng, aku sekarang bernama Sulastri, aku sudah ingat semuanya. Jangan khawatir, aku yang akan membasmi jahanam busuk ini!" Setelah berkata demikian, Sulastri sudah menerjang dengan cepat sekali. Tampak gulungan sinar hijau mnyambar-nyambar ke arah tubuh Raden Jaka Bintara, pangeran dari Banten itu. Jaka Bintara terkejut bukan main.
Akan tetapi dia masih memandang ringan. Sambil mengelak ke sana-sini diam-diam dia mengerahkan Aji Hastanala dan sambil melompat ke samping untuk mengelak sambaran sinar hijau, dia mendorong dengan tangan kanan, menggunakan Aji Hastanala (Tangan Api) yang ampuh dan mengeluarkan hawa panas itu. Akan tetapi Sulastri menyambut serangan itu dengan dorongan tangan kirinya menggunakan Aji Margopati (Jalan Maut).
"Wuuuutttt ...... dessss ...... !!" Jaka Bintara terdorong ke belakang. Keduanya maklum akan ketangguhan lawan. Jaka Bintara kini tidak berani memandang ringan lagi dan dia sudah mencabut pedangnya. Begitu dia memutar pedang itu, tampak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sinar kehitaman bergulung-gulung. sulastri juga tidak mau membuang waktu lagi.
"Haaiiitttt ...... singgggg ...... !" Sinar hijau berkelebat dan ia sudah menggerakkan pedangnya menyerang.
Jaka Bintara juga menggerakkan pedangnya menangkis.
sinar hitam berkelebat menyambut sambaran sinar hijau.
"Singggg ...... trangggg !!" Tampak bunga api berpijar. Dua orang itu cepat melompat ke belakang untuk melihat pedang masing-masing. ternyata pedang mereka tidak rusak. Mereka mejadi hati-hati karena maklum bahwa pedang lawan juga merupakan pedang yang ampuh. Sulastri sudah menyerang lagi dengan dahsyatnya sehingga kedua orang itu sudah saling serang. Bayangan mereka lenyap terselubung dua gulungan sinar pedang hijau dan hitam. Hanya tampak kaki mereka saja yang berloncatan ke sana-sini.
Sementara itu, pertandingan antara Parmadi dan Kyai Sidhi kawasa juga terjadi seru, Beberapa kali Kyai Sidhi Kawasa mengeluarkan aji-aji kesaktiannya yang hebat seperti Aji Analabanu (Sinar Api), Aji Hastanala (Tangan Api) dan bentakan-bentakan yang mengandung kekuatan sihir. Namun semua itu dapat ditandingi Parmadi. Bahkan permainan tongkat ular kobra yang amat dahsyat itu setelah bertemu dengan gerakan seruling gading yang lembut, menjadi hilang daya serangnya. Mulailah Kyai Sidhi Kawasa terdesak mundur.
Juga Aki Somad mengalami kesukaran untuk mendesak Muryani. Ketika pertapa dari Nusakambangan ini menggunakan Aji Tapak Geni, kedua telapak tangan mengeluarkan uap panas dan ia menyerang dengan kedua telapak tangan itu sambil berseru. "Aji Tapak Geni ...... "
telapak tangannya bernyala!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun Muryani tidak menjadi gentar. Ia memiliki aji yang serupa ia menyambut serangan lawan itu dengan teriakan nyaring. "Aji Brama Latu!"
"Wuuuutttt ...... blaaaarrrrr ...... !" Dua tenaga yang sama-sama mengandung hawa panas itu bertemu di udara dan akibatnya, baik Aki Somad maupun Muryani terdorong ke belakang dan menahan pernapasan untuk mengerahkan tenaga menguasai tubuhnya yang terasa panas seperti dibakar. Namun keduanya tidak terluka.
Aki Somad menjadi penasaran dan marah, lalu menggerakkan ular kering yang menjadi senjata tongkat untuk menyerang. Muryani memang tidak suka mempergunakan senjata, namun dari mendiang Nyi Rukma Petak ia memperoleh ilmu-ilmu yang hebat. Aji Wiso Sarpo membuat dua telapak tangannya mengandung bisa ular yang amat berbahaya, dan pukulan jarak jauh dengan Aji Gelap Sewu juga dahsyat sekali. Ilmu-ilmu pukulan ini bahkan lebih berbahaya dari senjata apapun, dan kedua tangannya juga tidak takut menangkis tongkat ular kering yang beracun itu.
Dua orang datuk itu mulai khawatir, apalagi melihat betapa Pangeran Jaka Bintara agaknya juga kewalahan menghadapi sepak terjang Sulastri yang mengamuk dengan pedang pusaka Naga Wilis.
"Kyai Sidhi Kawasa, bantu aku ...... !" Aki Somad berkata kepada kawannya sambil melompat ke belakang.
Kemudian, dibantu oleh Kyai Sidhi Kawasa yang juga mengerahkan ilmu sihirnya, Aki Somad mengerahkan Aji Gineng Soka Weda. Tiba-tiba udara menjadi gelap diliputi halimun tebal. Jaka Bintara yang sudah terdesak menggunakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kesempatan ini untuk mundur dan berdiri di dekat dua orang datuk itu.
Dari kegelapan itu terdengar bermacam suara yang menyeramkan, ada suara menggereng, merintih, tertawa dan sebagainya. Menyeramkan, seperti suara setan-setan gentayangan dan muncullah berbagai macam bentuk mengerikan. tengkorak-tengkorak, ada pula kepala banaspati yang mulutnya menyemburkan api. Bahkan Muryani dan Sulastri, dua orang wanita sakti itu merasa seram dan cepat mereka mendekati Parmadi.
Parmadi lalu meniup seruling gading. Suara seruling melengking dan mendayu-dayu. Pemandangan yang menyeramkan itu, tengkorak, kepala setan dan lain-lain itu seperti terpental dan terserang oleh suara seruling yang melengking. Gerengan-gerengan, tawa dan suara-suara mengerikan itupun berubah menjadi suara tangis dan ketakutan, makin lama semakin perlahan dan semua pemandangan aneh itupun menjadi kabur. Juga perlahan-lahan kabut yang menggelapkan sekitar pekarangan itu menipis dan akhirnya hilang. Akan tetapi ketika Muryani, Sulastri, Neneng Salmah, juga Ki Subali dan isterinya yang muncul di ambang pintu dengan ketakutan memandang, ternyata ketiga orang tadi sudah hilang. Agaknya mereka merasa kewalahan dan menggunakan kesempatan dalam kegelapan itu untuk melarikan diri meninggalkan pekarangan rumah Ki Subali.
Parmadi menghentikan tiupan serulingnya, menghela napas dan berkata, "Sungguh jahat dan berbahaya mereka itu.
sekarang sudah aman, mereka sudah pergi ....... "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nyi Subali menghampiri Sulastri dan merangkul anaknya. "Sulastri, engkau sudah waras, ingatanmu sudah pulih sekarang! Terima kasih kepada Gusti Allah!"
Sulastri balas merangkul ibunya dan merasa berbahagia sekali, lalu menoleh kepada Parmadi dan berkata. "Ibu, kita harus berterima kasih kepada Kakangmas Parmadi dan Mbakayu Muryati, Kakangmas Parmadi yang telah memulihkan ingatanku dengan seruling gadingnya!"
"Engkau keliru, Adi Sulastri dan ibumulah yang benar.
Kita harus berterima kasih kepada Gusti Allah karena sesungguhnya, sang Maha Penyembuh itu hanya Gusti Allah!
Gusti Allah yang menyembuhkanmu, dengan peantaraan aku dan serulingku." kata Parmadi.
"Akan tetapi kalau aku harus berterima kasih kepadamu, Kakangmas Parmadi, Mbakayu muryani dan eulis
...... eh, Sulastri. Karena kalau tidak ada andika bertiga yang mengusir tiga orang jahat tadi, entah bagaimana dengan nasibku. Aku pasti telah mereka tawan dan bawa pergi." kata Neneng Salmah dengan terharu.
"Sama saja, Neneng." kata Muryani. "Engkaupun wajib bersyukur dan berterima kasih kepada Gusti Allah yang sudah mengatur sedemikian rupa sehingga ketika hal itu terjadi, kebetulan sekali kami berdua berada di sini dan Sulastri sudah sembuh."
Memanah Burung Rajawali 38 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Ilmu Ulat Sutera 2
^