Pencarian

Bagus Sajiwo 6

Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


hal ini sengaja diatur oleh Kyai Gagak Mudra yang
me mpers iapkan ruangan terbuka itu agar para tokoh sakti itu
dapat masing-masing mende monstrasikan kesaktian mereka.
Dengan cara demikian dia akan dapat menila i siapa kiranya
yang akan menjad i lawan terberat dalam persaingan atau
perebutan Jamur Dwipa Siddhi itu.
Setelah para tamu diberi hidangan secu kupnya, Kyai Gagak
Mudra lalu bangkit berdiri dan me mberi hormat dengan
merangkap kedua tangan sebagai sembah di depan dada.
"Saya mewakili Pangeran Raden Jaka Bintara sebagai tuan
rumah mengucapkan selamat datang kepada andika sekalian.
Kami sungguh ge mbira dapat menya mbut andika sekalian dan
dapat berkumpul di sini. Sebuah pertemuan tanpa
direncanakan lebih dulu ini sungguh menyenangkan. Sayang
sekali karena keadaan, kami tidak dapat menyuguhkan
pertunjukkan apapun sebagai hiburan. Oleh karena itu, karena
kita semua adalah orang-orang yang suka akan olah
kanuragan, maka dalam kesempatan yang amat baik ini,
bagaimana kalau kita menyumbangkan sed ikit tenaga dan
me mper lihatkan
kepandaian masing-mas ing untuk me mer iahkan suasana dalam pertemuan ini?"
Golongan muda yang duduk di bagian ta mu bersorak
gembira menya mbut usul yang mengge mbirakan ini. Bagi
mereka, tidak ada pertunjukan yang lebih menarik daripada
demonstrasi olah kanuragan dan seperti sudah menjadi
penyakit mereka yang merasa me miliki kelebihan, mereka
ingin se kali me ndemonstrasikan kepandaian mereka agar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikagumi. Pendeknya, sebagian besar dari mereka ingin
me ma mer kan kehebatan masing-masing!
"Ha-ha-ha-ha!" Bhagawan Dewokaton yang bertubuh
gendut itu tiba-tiba tertawa, suara tawanya demikian bebas
dan wajar sehingga me mancing tawa orang-orang lain yang
mendengarnya. "Kakang Kyai Gagak Mudra, usul andika itu
me mang bagus se kali. Memang tidak ada kegembiraan yang
lebih me nyenangkan daripada me lihat pa meran aj i kanuragan
dari saudara sekalian yang tentu saja hebat-hebat! Akan
tetapi, sebelum ada tamu yang berani lancang me mper lihatkan
kebolehannya, sudah sepatutnya
dan seyogianya kalau piha k tuan rumah yang leb ih dulu
me mper lihatkan kehebatannya!"
Ucapan ini mendapat sambutan meriah dan semua tamu
bertepuk tangan menyatakan setuju. Kyai Gagak Mudra
berbisik kepada Raden Jaka Bintara, "Bagaimana kalau paduka
yang pertama-tama me mbuka de monstrasi kedigdayaan ini,
pangeran?"
Jaka Bintara adalah seorang pe muda yang suka
menyombongkan kepandaiannya. Memang dia digdaya,
me miliki kesaktian karena dia adalah murid tersayang dari
mendiang Kyai Sidhi Kawasa, datuk Banten yang a mat
terkenal itu. Dia tentu suka mema merkan kepandaiannya di
depan para tamunya, ma ka dia mengangguk kepada pa man
gurunya. Kyai Gagak Mudra lalu bangkit berdiri dan berkata
kepada para tamunya.
"Baiklah, saudara-saudara sekalian. Murid keponakan ku,
Pangeran Raden Jaka Bintara, akan me mbuka pertunjukan ini
dengan per mainannya. Silakan, pangeran!"
Raden Jaka Bintara bangkit lalu melangkah maju ke tengah
ruangan. Semua tamu dapat melihatnya dengan jelas.
Pangeran yang berusia tiga puluh tiga tahun itu me mang
gagah sekali. Tubuhnya tinggi besar, agak kurus, wajahnya
tampan dan kaki tangannya kokoh, dadanya bidang. Pandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
matanya tajam dan mulutnya selalu tersenyum me ngejek,
tarikan bibirnya me mbayangkan kesombongan. Namun harus
diakui bahwa dia ta mpak gagah. Dia menggerakkan tubuh,
menghadap kepada para ta mu kehormatan dan para ta mu
muda, kemudian mulailah dia bergerak, me mperlihatkan jurus
silatnya yang gerakannya cepat dan juga mengandung tenaga
dahsyat sehingga setiap kali tangannya menyambar, terdengar
angin berciutan. Tiba-tiba, setelah menggerakkan tubuh
belasan jurus dengan pukulan dan tendangan, tampak sinar
hitam berkelebat dan tahu-tahu dia telah me lolos pedangnya.
Pedang hitam yang ketika dia gerakkan berubah menjadi
gulungan sinar hitam. Dia bersilat pedang dan di antara
gulungan sinar pedang hita m itu terdengar suara berde-sing-
desing mengerikan.
Para tamu kagum menyaksikan demonstrasi yang
dimainkan Raden Jaka Bintara. Bahkan para datuk yang duduk
di tempat kehormatanpun dia m-dia m harus menga kui bahwa
pangeran dari Banten ini me mang tangguh sekali. Terutama
sekali ilmu pedangnya yang demikian hebat, amat sukar
dilawan. Setelah bersilat pedang selama dua puluh jurus lebih,
tiba-tiba Raden Jaka Bintara menghentikan per mainan
pedangnya. Mendaki dak saja sinar hitam bergulung-
gulung itu lenyap dan tahu-tahu pedang itu telah kembali ke
sarung pedang dan pemuda itu kini berd iri tegak, lalu tiba-tiba
dia menggerakkan kedua tangan yang tadi saling digosok-
gosokkan sambil berseru nyaring.
"Aji Hastanala...!" Kedua telapak tangan yang didorongkan
itu me mbara seperti terbakar merah dan hawa panas terasa
oleh semua yang hadir. Para tamu, terutama yang muda-
muda, terbelalak kagum dan merasa jerih kepada pangeran
Banten yang memiliki aji pukulan sedemikian dahsyatnya.
Juga ilmu silat pedangnya tadi mengagumkan dan
menger ikan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raden Jaka Bintara sudah merasa puas mema merkan
sebagian kepandaiannya itu. Dia berhenti bergerak, me mberi
hormat kepada para tamu lalu melangkah kembali ke tempat
duduknya, di ringi tepuk sora k para ta mu.
Kini tiba giliran para tamu yang diberi kesempatan
me mper lihatkan kepandaiannya dan dipersila kan maju satu
demi satu. Tentu saja mereka yang sero mbongan atau
seperguruan, hanya diwakili seorang saja untuk me mper lihatkan ilmu silat aliran mereka. Di antara lima belas
orang tamu yang bukan tamu kehormatan, maju seorang de mi
seorang dan semua hanya ada enam orang yang mewa kili
aliran masing-mas ing. Mereka juga berusaha keras untuk
me mper lihatkan kepandaian mereka yang paling hebat,
namun- t idak ada di antara mere ka yang dapat melampaui
tingkat kepandaian Jaka Bintara sehingga pangeran dari
Banten ini merasa bangga sekali. Tidak ada di antara mereka
yang akan menjad i saingan berat dalam me mperebutkan
Jamur Dwipa Suddhi, pikirnya.
Kyai Gagak Mudra kini bangkit berdiri dan me mberi hor mat
kepada mereka yang duduk sejajar dengan dia. "Yang muda-
muda sudah mendatangkan suasana gembira dengan bantuan
mereka me mpertunjukkan keahlian mereka. Kini kami harap
andika yang tua-tua suka menambah meriahnya pertemuan ini
dengan me mper lihatkan kesaktian andika untuk me mbuka
mata kita se mua. Kami persilakan maju satu de mi satu,
dimula i yang duduk paling pinggir, yaitu Ki Sumali, pendekar
Loano yang namanya sudah terkenal." Ucapan ini disa mbut
tepuk tangan para tamu muda.
Ki Sumali sebetulnya enggan untuk mema merkan ilmunya,
akan tetapi melihat betapa semua ta mu menyetujui, dia
merasa tidak enak kalau menolak send iri. Terpaksa dia bangkit
berdiri dan me mberi hormat kepada Kyai Gagak Mudra.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebetulnya saya tidak me mpunyai kepandaian apapun
yang berharga untuk ditonton, Kyai Gagak Mudra." kata Ki
Sumali. "Ha-ha-ha! Siapa yang tidak mengenal nama Pendekar
Loano" Kalau t idak sakti mandraguna, mana bisa menjadi
seorang pendekar?" kata Bhagawan Dewakaton yang lalu
tertawa bergelak. Di antara para tamu yang tidak senang
terhadap sebutan "pendekar", sebutan yang mereka anggap
sombong dan pula sering berlawanan dengan cara hidup
mereka, ikut tertawa mengejek.
"Maaf, bukan saya yang mema kai julukan pendekar,
me lainkan orang-orang yang menyebut de mikian karena saya
suka meno long mereka yang sedang dilanda kesusahan.
Untuk menolong orang tidak selalu harus mengandalkan
kesaktian. Bahkan banyak sekali orang yang menggunakan
kesaktian untu k me lakukan kejahatan."
Kyai Gagak Mudra yang bertubuh pendek ge muk dan suka
tertawa itu kini me mperdengarkan tawanya. "Ha-ha-ha, Ki
Sumali jangan andika terlalu merendah kan diri dan mengaku
tidak me mpunyai kepandaian apa-apa. Andika datang ke sini
tentu juga ingin me mperebutkan Ja mur Dwipa Suddhi, bukan"
Dan untuk dapat mempero leh jamur pusaka itu tentu harus
menggunakan kesaktian. Hayo lah, jangan berpura-pura!"
"Kyai Gagak Mudra, me mang tidak saya sangkal bahwa
saya ingin mendapatkan ja mur ajaib itu, akan tetapi saya
menganda lkan nas ib, bukan kepandaian." bantah Ki Sumali.
"He mm, kalau begitu, andika tidak mau me menuhi
permintaan kami se mua untuk me mperlihatkan kesaktian mu,
Ki Suma li" Andika hendak menentang apa yang telah disetujui
oleh kami se mua?" tanya Kyai Gagak Mudra dengan nada tak
senang. Ki Suma li merasa tidak enak hati mendengar ini. "Bukan
saya tidak mau, Kyai Gagak Mudra, hanya saya khawatir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertunjukanku tidak akan menarik, tidak berharga untuk
ditonton. Akan tetapi kalau andika semua menghendaki, tentu
saja saya tidak merasa keberatan."
Ucapan Ki Suma li ini disa mbut tepuk tangan para ta mu
golongan muda. Mereka tentu saja ingin se kali melihat
kehebatan ilmu kepandaian para tokoh besar yang duduk di
kursi-kursi kehormatan.
Ki Sumali melangkah ke tengah ruangan. Bagaimanapun
juga, dia harus me mper lihatkan kesaktiannya agar jangan
dipandang rendah oleh orang-orang itu, terutama oleh
Pangeran Raden Jaka Bintara dari Banten yang bersikap
sombong akan tetapi yang dia tahu merupakan lawan yang
cukup berat itu. Apalagi dia sudah dihargai oleh Kyai Gagak
Mudra, datuk Banten itu, dengan dipersilakannya dia duduk di
deretan kursi kehormatan, sejajar dengan pihak tuan rumah.
Setelah tiba di dekat ruangan, dia me mberi hor mat kepada
para tamu dan pihak tuan rumah dengan sembah di depan
dada, kemudian pende kar Loano ini mulai bers ilat. Ki Suma li
telah me mpelajari banyak maca m aj i kanuragan, dan yang
terakhir dia berguru kepada mendiang Aki Somad datuk di
Nusaka mbangan yang sakti mandraguna. Dia bersilat menurut
aliran Bagelen yang sifatnya gagah dan jantan. Gerakannya
seperti tarian kiprah yang indah dan gagah, makin la ma
semakin cepat sehingga tubuhnya bergerak sukar diikuti
pandang mata dan kadang tampak seperti bayangan
berkelebat saja. Lalu dia is i kedua tangannya dengan Aji
Tapak Geni dan ketika dia bergerak me mukul, kedua telapak
tangannya itu membara dan bernyala! Para tamu muda
bertepuk tangan me muji. Ki Suma li mencabut suling dan
kerisnya yang hitam dan mula ilah dia bersilat dengan
sepasang senjatanya yang ampuh itu. Suling di tangan kirinya
ketika digerakkan mengeluarkan buny berdengung-dengung
seperti ditiup dan kerisnya juga menya mbar-nyambar ganas,
menge luarkan bunyi bercuitan. Setelah dia berhenti bersilat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak tampa k dia berkeringat atau terengah-engah, dan para
penonton bertepuk tangan meriah. Ki Sumali me mberi hormat
kepada mereka se mua lalu dengan tenang duduk kemba li ke
tempat se mula.
Kyai Gagak Mudra tertawa dan bangkit berdiri. Dala m
hatinya dia mencatat bahwa Ki Suma li merupa kan lawan yang
tangguh, akan tetapi tidak terlalu berat baginya. Bahkan
Raden Jaka Bintara saja kiranya cukup untuk me nandingi Ki
Sumali. "Wah, andika terlalu merendahkan diri, Ki Sumali.
Kepandaian mu hebat!" Kemudian
Kyai Gagak Mudra
menghadap i tamu kehormatan yang duduk di kursi ke dua,
yaitu Resi Sapujagad, pertapa dari Merapi dan berkata,
"Sekarang kami pers ilakan Kakang Resi Sapujagad untuk
me mbantu dan mena mbah ke mer iahan pertemuan ini,"
Resi Sapujagad adalah seorang pertapa dari Gunung
Merapi. Ketika Mataram men gadakan perang, baik ketika
menundukkan daerah-daerah yang tidak mau tunduk, maupun
ketika Matara m berperang melawan Kumpeni Belanda, dia
tidak me mbantu. Akan tetapi dia juga tidak pernah me mbantu
pihak musuh Matara m. Dia tinggal dia m dalam pondok
padepokannya untuk bertapa tidak me mperdulikan itu se mua.
Kini dia keluar dari padepokannya karena dia tertarik dan ingin
mendapatkan Ja mur Dwipa Suddhi yang kabarnya juga dapat
me mperpanjang umur! Mendengar ucapan tuan rumah, dia
bangkit berdiri. Pertapa yang berusia enam puluh tahun ini
mengenakan pakaian serba kuning, tubuhnya tinggi kurus dan
mukanya pucat. Tandan kirinya me megang seuntai tasbeh
merah dan muka yang pucat dan selalu mura m itu tidak
me mper lihatkan perasaan apapun ketika dia me langkah ke
tengah ruangan.


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah berdiri di tengah ruangan, dia hanya menghadap ke
arah tuan rumah, lalu ke arah para tamu dan berkata, "Aku
tidak punya kepandaian apapun, setiap har i hanya bergaul
dengan tasbehku ini. Karena itu yang dapat kuperlihatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanyalah main-main dengan tasbehku! " Lalu dia meno leh ke
arah para tamu muda. "Para saudara muda yang merasa tidak
kuat agar menutupi kedua telinga mereka dengan jari
telunjuk. Aku sudah me mperingatkan, kalau terjadi apa-apa
yang merugikan, aku tidak bertanggung jawab."
Sesudah berkata demikian, kake k tinggi kurus itu lalu
me mutar tasbeh di tangan kirinya. Begitu diputar, tasbeh itu
menge luarkan suara berkeritikan, tidak begitu nyaring. Melihat
pertapa itu hanya memutar-mutar tasbeh dengan tangan
kirinya, sama sekali tidak melakukan gerakan silat, dan tasbeh
itu hanya mengeluarkan suara berkeritikan, para tamu muda
sudah mulai tertawa cekikikan. Akan tetapi, putaran tasbeh itu
semakin cepat dan bunyinya juga se makin nyaring. Mula ilah
terjadi hal-hal yang luar biasa. Di antara para tamu muda itu,
tiba-tiba merasa betapa telinga mereka seperti ditusuk-tusuk
dan ada tiga orang tamu yang sudah terguling jatuh dari
kursinya. Mereka cepat me masukkan kedua jari telunjuk ke
telinga mereka, barulah rasa nyeri luar biasa itu lenyap karena
mereka t idak me ndengar suara berkerit ikan yang se ma kin
nyaring itu. Yang lain-lain terkejut dan juga mulai merasakan
serangan bunyi itu ke telinga mereka, maka mere kapun cepat
menutup kedua telinga mere ka.
Para tokoh yang duduk di deretan tuan rumah terkejut
pula. Mereka juga mulai merasakan serangan bunyi yang
dapat menusuk telinga dan menggetarkan jantung itu, maka
mereka se mua cepat mengerahkan tenaga sakti untuk
me lindungi kedua telinga mereka. Barulah bunyi itu tidak
mene mbus pertahanan mereka dan tidak menyakitkan
pendengaran lagi. Resi Sapujagad kini me mutar tasbehnya
cepat sekali dan tiba-tiba tasbeh itu terlepas dari tangannya
dan berputar-putar di udara seperti seekor burung hidup dan
sambil "terbang" berputaran
itu mengeluarkan suara
berkeritikan nyaring! Se mua tokoh maklum bahwa tasbeh itu
ternyata merupakan senjata ampuh dan dalam terbangnya itu
dapat mengejar dan menyerang lawan! Setelah me mbiarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tasbeh itu me layang berkeliling beberapa kali, Resi Sapujagad
lalu mencabut kerisnya luk se mbilan dan begitu dia
mengacungkan kerisnya ke arah tasbeh, maka tasbeh itu
me luncur ke arah keris dan kemba li ke tangan sang resi!
Suara berkeritikan berhenti dan Resi Sapujagad, dengan
wajahnya yang pucat tidak berubah, lalu melangkah kemba li
ke kursinya dan duduk dengan a ir muka tetap dingin seolah
tidak terjadi sesuatu!
Semua ta mu bertepuk tangan dan Kyai Gagak Mudra
tersenyum lebar dan berkata kepada Resi Sapujagad. "Kakang
Resi Sapujagad sungguh sakti mandraguna dan tasbehnya
merupakan senjata yang amat dahsyat. Aku kagum sekali! Kini
kami persila kan andika, Bhagawan Dewokaton, untuk
me mer iahkan perte muan ini."
"Ha-ha-ha!"
Bhagawan Dewokaton, pertapa Gunung Bromo
yang gendut itu bangkit
dan menuju ke tengah
ruangan. "Wah, setelah
macan dan singa menge luarkan au man mereka yang nyaring menakutkan, sekarang aku bagaikan seekor kodok disuruh berbunyi.
Tentu hanya akan mengge likan saja. Akan
tetapi tidak mengapa,
untuk mengge mbirakan
andika sekalian, biarlah a ku me mper lihatkan kebodohanku."
Lalu dia menuding ke arah tiga orang cantrik yang menjadi
pengiringnya dan kini duduk dalam ruangan untuk ta mu
muda. "Ambilkan sebatang balok pendek dan s iap melempar
padaku kalau nanti kuperintahkan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang cantrik yang bertubuh tinggd besar lalu bangkit
dan melangkah keluar, diikut i pandang mata semua tamu. Di
luar pondok itu terdapat sebatang pohon waru. Cantrik itu
mengha mpiri pohon waru dan sekali tangan kanannya
me mbuat gerakan me mbacok, terdengar bunyi nyaring.
Semua orang kagum. Muridnya saja begini hebat!
"Krakk!" Pohon itu roboh dan cantrik itu lalu me matahkan
batang pohon dengan kedua tangannya dan membawa
potongan batang pohon sebesar paha manusia dan sepanjang
dua lengan itu ke dalam ruangan itu. Melihat ini, Bhagawan
Dewokaton tertawa lagi.
"Ha-ha-ha, nah, sekarang aku akan mulai me mper lihatkan
kebodohanku!" Setelah berkata demikian, tangannya meraba
punggung dan gerakannya cepat sekali.
"Srattt...!" Sebatang pedang telah dicabutnya dan dia lalu
me ma inkan pedang itu, bersilat pedang dan biarpun tubuhnya
gendut, akan tetapi gerakannya cepat sekali sehingga
sebentar saja tubuhnya hanya merupakan bayangan yang
diselimuti gulungan sinar pedang! Semua orang kagum, tidak
mengira si gendut ini dapat bergerak sede mikian cepatnya dan
mereka mula i bertepuk tangan.
"Le mparkan!' Bayangan dalam gulungan sinar pedang itu
berseru dan cantrik tinggi besar yang sudah siap dengan balok
batang pohon waru itu segera melempar kan kayu itu ke arah
Bhagawan Dewo katon.
"Hyaaattt...!" Sinar pedang menyambar dengan suara
berdesing-desing ke arah balok pendek. Balok itu terjatuh ke
atas lantai dalam keadaan utuh! Semua orang me mandang
dan pertapa Bromo itu menghent ikan gerakannya dan pedang
sudah kembali ke sarungnya. Lalu meledaklah suara tawa para
tamu muda. Mereka mulai mengejek me lihat betapa balok
kayu tadi masih utuh ketika disambar pedang pertapa gendut
itu. Mereka merasa lucu sekali dan menganggap kakek itu
me mbual seperti gentong kosong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Kyai Gagak Mudra
melangkah maju mengha mpiri Bhagawan Dewokaton dan berkata, "Hebat, ilmu
pedang andika luar biasa hebatnya!" Kemudian dia menga mbil
balok dari atas lantai dan mengangkatnya ke atas. Ketika dia
menggoyangkan balok itu, berjatuhanlah potongan-potongan
balok. Ternyata batang kayu waru itu telah terpotong menjadi
lima. Demikian tajam pedang itu dan de mikian kuat tenaga
dalam pertapa Bromo itu sehingga balok yang sudah
terpotong empat kali menjad i lima potong itu mas ih ta mpak
utuh! Kini se mua orang bertepuk tangan riuh, me muji-muji
kehebatan kakek gendut itu. Dapat dibayangkan betapa tubuh
lawan akan mudah sekali dikoyak pedang taja m yang
digerakkan tangan yang bertenaga sakti demikian kuatnya.
Bhagawan Dewokaton hanya tertawa lalu kembali ke te mpat
duduknya. Kini, sebelum Kyai Gagak Mudra minta kepadanya untuk
mende monstrasikan kepandaiannya, Ki Kebondanu sudah
bangkit dan menuju ke tengah ruangan.
"Se mua kesaktian yang dipertontonkan tadi hebat. Aku
seorang bekas penggembala kerbau hanya dapat bermain-
ma in dengan pecut (cambuk) ini!" Dia menga mbil pecut yang
digulung dan gagangnya diselipkan di pinggang. Ternyata
pecut itu panjangnya tiga meter lebih. Ki Kebondanu me mang
dahulunya seorang penggembala kerbau dan ha l ini tidak
me mbuatnya merasa rendah diri atau malu, bahkan ketika dia
me mpe lajari aji kanuragan, dia sengaja menyesuaikan
kepandaiannya me ma inkan pecut dengan gerakan s ilat tinggi.
Mulailah dia bersilat dan se mua orang berdecak kagum.
Pantas orang tinggi besar ini menjad i pelatih para perwira di
Kadipaten Surabaya. Gerakannya me mang hebat sekali.
Gulungan sinar pecut itu menyelimuti d irinya dalam jarak tiga
meter dan terdengar bunyi meledak-ledak setiap kali ujung
pecutnya menyambar dan tampak asap mengepul. Sungguh
merupakan seorang lawan yang tangguh dan berbahaya, pikir
Kyai Gagak Mudra yang dia m-dia m me nilai per mainan setiap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang tamu. Setelah puas me ma merkan ilmunya bermain
pecut, Ki Kebondanu menghentikan per mainannya dan
kembali duduk di te mpatnya semula.
Kini tinggal seorang lagi ta mu yang, duduk di kursi
kehormatan, yaitu Kyai Jagalabilawa, datuk dari daerah
Madiun, yang berpakaian serba hita m.
"Sekarang Kdkang Kyai Jagalabilawa mendapat giliran,
harap suka main-ma in sebentar untuk me meriahkan suasana."
kata Kyai Gagak Mudra kepada kake k ber muka tikus berjubah
hitam itu. Kyai Jagalabilawa juga tidak banyak cakap. Dia bangkit lalu
pergi ke tengah ruangan. Dicabutnya sebatang keris dari
pinggangnya dan semua orang me mandang kagum karena
keris itu mengeluarkan cahaya berkilat. Sungguh merupakan
sebatang keris pusaka yang bertuah! Keris itu berluk lima dan
tidak berapa panjang, akan tetapi bersinar dan mengandung
wibawa yang menyeramkan.
Kakek ini lalu bersilat dengan kerisnya. Gerakannya mantap
namun t idak berapa cepat, hanya mengandung tenaga
dahsyat karena setiap kali keris itu menusuk, terdengar suara
mengiuk dan berdesing dan cahaya keris itu seolah lebih dulu
menyerang mendahului kerisnya. Para tamu muda mengerutkan alisnya. Apa anehnya silat keris seperti itu"
Mereka juga ma mpu me ma inkannya. Sungguh mengecewakan
kalau seorang datuk yang dihormati hanya sebegitu saja
tingkat ilmu silatnya.
Akan tetapi tiba-tiba datuk daerah Madiun itu menge luarkan suara gerengan seperti harimau me ngaum dan
semua orang, terutama para tamu muda, terbelalak kaget dan
heran karena mereka me lihat betapa kini tubuh Kyai
Jagalabilawa berubah menjadi dua! Ada dua orang Kyai
Jagalabilawa yang bersilat keris! Bukan main! Datuk ini dapat
mengubah d irinya menjad i dua orang kembar yang tentu akan
me mbingungkan lawan karena dikeroyok dua. Tentu saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang ini akan meru pakan lawan yang berbahaya sekali! Akan
tetapi hanya sebentar saja Kyai Jagalabilawa me mper lihatkan
ajiannya yang mengandung ilmu s ihir itu. Tubuhnya menjadi
satu lagi dan dia menghentikan perma inan kerisnya dan duduk
kembali di kursinya, diiringi tepuk tangan riuh rendah dari
para tamu muda yang terkagum-kagum.
Kyai Gagak Mudra kini mengha mpiri W iku Menak Jelangger
yang datang paling akhir dan duduk di sudut kiri. "Kakang
Wiku Menak Jelangger, kami harap andika suka ikut pula
mera maikan pertemuan ini."
Wiku Menak Jelangger tersenyum dan tetap duduk di
kursinya lalu mengangkat kedua tangan menye mbah di depan
dada. "Sadhu-sadhu-sadhu, Adi Kyai Gagak Mudra. Aku adalah
seorang pertapa yang sudah belasan tahun tak pernah keluar
ke dunia ra mai. Kalau sekarang aku keluar juga, adalah untuk
me laksanakan perintah Adipati Bla mbangan yang menugaskan
aku mencari Jamur Dwipa Suddhi. Seorang pertapa seperti
aku ini, sudah tua dan le mah, dapat me ma merkan apakah?"
"Wah, Kakang Wiku terlalu merendah. Andika adalah ad ik
seperguruan mendiang Kakang Wiku Menak Koncar. Siapa
yang tidak mengenal kesaktian nya" Harap Kakang W iku
bermurah hati untuk me mberi sed ikit pelajaran kepada kami
semua." "Begini saja, Adi Kyai. Sebaiknya andika sendiri yang
me mper lihatkan per ma inan andika, setelah itu nanti a ku akan
mewakilkan saja kepada kedua orang cantrikku untuk
bermain-main sebentar." Kyai Gagak Mudra tidak berani
terlalu mendesak dan dia tersenyum. "Baiklah kalau begitu.
Hanya kita berdua yang belum menyumbangkan tenaga untuk
me mer iahkan pertemuan ini. Nah, aku akan bemain-main
sebentar untuk menghibur para ta mu yang terhormat."
Kyai Gagak Mudra lalu perg i ke tengah ruangan dan
menye mbah depan dada kepada se mua ta mu, kemudian dia
berkata dengan suara lantang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sesungguhnya, permainanku tadi sudah diwakili oleh
Pangeran Raden Jaka Bintara, maka kalau aku ber main silat,
tidak ada bedanya dengan apa yang tadi diperlihatkannya
karena me mang be liau adalah keponakan muridku dan aku
adalah pa man gurunya. Tadi Pangeran Raden Jaka Bintara
sudah me mperlihatkan Aji Hasta Nala. Untuk me mbuktikan


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahwa ajian itu bu kan hanya sulapan belaka dan benar-benar
tangan kami berubah menjadi ap i me mbara, baiklah aku akan
me mbuktikannya."
Kyai Gagak Mudra la lu menga mbil sepotong kayu yang tadi
dipotong-potong oleh pedang yang dahsyat dari Bhagawan
Dewokaton, me megang potongan kayu itu dengan kedua
telapak tangannya. Kemudian dia mengerah kan Aji Hasta Nala
dan berseru nyaring.
"Haiiiittt...!" Kedua tangannya tergetar, kedua telapak
tangan itu menjadi kemerahan dan me mbara seperti besi
dibakar. Tampak asap mengepul dan kayu yang dipegangnya
itu mula i terbakar! Tepuk tangan menya mbut de monstrasi ini.
Kyai Gagak Mudra me lepaskan kayu terbakar itu lalu
me mbungkuk dan mengha mpiri Wiku Menak Jelangger.
"Nah, sekarang kami persilakan Kakang Wiku Menak
Jelangger sebagai pe main terakhir."
"He mm, seperti sudah kukatakan tadi, Adi Kyai, aku akan
mewakilkan kepada dua orang cantrikku." Sang Wiku lalu
me mber i isarat kepada dua orang cantriknya yang duduk
bersama para tamu muda dan berkata, "Kalian ber latihlah
dengan keris."
Darun dan Dayun men gangguk, menyembah la lu bangkit,
lalu keduanya melangkah ke tengah ruangan. Para tamu muda
tersenyum geli. Kedua orang ini me man g ta mpak lucu. Darun
yang berusia tiga puluh dua tahun itu bertubuh pendek
gendut, sedangkan Dayun yang berusia tiga puluh satu tahun
bertubuh tinggi kurus. Bentuk tubuh yang berlawanan ini yang
me mbuat mereka ta mpak lucu. Kini keduanya saling
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhadapan dan keduanya me mberi hormat kepada para
sesepuh, lalu mencabut keris masing-mas ing dan mula ilah
mereka sa ling serang. Gerakan mereka cukup tangkas dan
permainan keris mereka juga cepat dan mengandung tenaga.
Semua ini mas ih belum me mancing rasa kagum para tamu
muda, akan tetapi ketika tiba-tiba keris di tangan Dayun
menghunjam ke arah dada Darun, semua orang menahan
napas. "Syuuuttt... tukk!" Keris itu terpental! Ternyata Darun yang
pendek gendut itu menggunakan aj i kekebalannya untuk
menahan tusu kan Dayun, Kemudian Darun me mbalas dengan
tusukan yang diarahkan leher Dayun. Dayun sengaja
menerima tusukan itu yang juga terpental ketika mengenai
lehernya. Dua orang itu saling menusuk dengan keris mereka,
akan tetapi tidak ada tusukan yang dapat menembus kulit dua
orang cantrik itu. Mereka seperti keranjingan dan tusukan-
tusukan, seperti dua orang penari Bali yang kesurupan dalam
tarian Bali. Tiba-tiba Wiku Menak Jelangger berdiri dan me langkah ke
arah dua orang cantriknya yang sedang main tusuk-tusukan
dan dia berkata, "Hentikan dan kalau hendak berkelahi,
seranglah aku!"
Ucapan itu le mbut na mun mengandung wibawa kuat dan
dua orang cantrik itu, seolah mendapat perintah yang tidak
dapat mereka bantah, menerjang ke arah sang wiku dengan
keris di tangan dan melakukan gerakan untuk menyerang.
Akan tetapi Wiku Menak Jelangger menggerakkan kedua
tangannya mendorong. Dua orang cantrik itu mas ih berada
dalam jarak tiga meter di depannya, akan tetapi tenaga sakti
yang keluar dari kedua tangan sang wiku mendatangkan
angin yang kuat, menya mbut dua orang cantrik itu dan
mereka terlempar ke belakang sa mpai dua meter dan
terbanting jatuh. Kedua orang cantrik itu segera menyembah
kepada guru mereka. Wiku Menak Jelangger me mberi isyarat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agar mereka bangkit. Mereka lalu menga mbil keris yang tadi
terlepas dari tangan mereka dan kembali ke te mpat duduk
mereka. Sang wiku juga kembali duduk, diiringkan tepuk sorak
para tamu yang merasa kagum me lihat kesaktiannya.
Memukul dengan menggunakan tenaga sakti sehingga
sebelum tangan mengenai tubuh yang dipukul, lawan sudah
terlempar jauh merupa kan aji kesaktian yang dimiliki banyak
tokoh pandai. Akan tetapi memukul dengan tenaga yang tepat
sehingga dua orang murid yang terdorong pu kulan jarak jauh
itu roboh tanpa terluka sedikitpun me mbutuhkan keahlian
tersendiri. Pada saat itu, tiba-tiba dari luar masuk seorang wanita
dengan langkah ringan dan tenang. Semua orang menengok
dan me mandang, dengan kagum. Wanita yang cantik jelita.
Rambutnya panjang hitam bero mbak, wajahnya bulat dan
kulitnya putih mulus, agak kemerahan karena sehat, sepasang
matanya lebar, bening jeli dengan kedua ujungnya meruncing
ke atas, hidung mancung, mulutnya indah man is dengan bibir
merah basah mengga irahkan, bentuk tubuhnya padat ramping
agak denok. Benar-benar seorang wanita yang amat cantik
dan melihat wajah dan bentuk tubuhnya, orang akan menaksir
bahwa ia berusia kurang lebih dua puluh tahun. Wanita ini
bukan lain adalah Nyi Maya Dewi yang sebenarnya sudah
berusia tiga puluh t iga tahun. Seperti kita ketahui, Nyi Maya
Dewi melakukan perjalanan bersama Bagus Sajiwo, men inggalkan pegunungan Wilis yang dulunya menjadi tempat
tinggal wanita itu, yakni di Bukit Keluwung. Selama kurang
lebih satu tahun itu sa mbil me lakukan perjalanan, Nyi Maya
Dewi yang sudah pulih kesehatannya dan telah mendapatkan
kembali tenaga saktinya, me mperdalam ilmu silatnya, yaitu
silat Singorodra. Bagus Sajiwo me mberi petunjuk dan
menghilangkan s ifat-sifat kejam dari ilmu s ilat itu, mena mbah
dengan jurus-jurus a mpuh. Biarpun kini Nyi Maya Dewi sudah
kehilangan Aj i Naka Sarpa dengan pukulan me ngandung W isa
Sarpa, dan Aji Tapak Rudira, kedua maca m aji kesaktian yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sifatnya sesat, jahat dan keji, namun kini ia telah menguasai
aji pukulan lain yang cukup ampuh karena ia menerima latihan
ilmu s ilat Lintang Kemukus dari Bagus Sajiwo. Juga ia masih
dapat me mainkan Sabuk Cinde Kencana dengan baik. Bahkan
kini tenaga saktinya menjadi murni dan tidak kalah kuatnya
dibandingkan dahulu sebe lum ia berte mu Bagus Sajiwo.
Nyi Maya Dewi termasuk seorang, tokoh yang terkenal.
Oleh karena itu, begitu ia me masuki ruangan, banyak mulut
berseru, "Ah, ia Nyi Maya Dewi...!"
Yang paling terkejut dan merasa tidak enak hati adalah
pihak tuan rumah, yaitu Pangeran Jaka Bintara dan paman
gurunya, Kyai Gagak Mudra. Raden Jaka Bintara pernah
me minang Nyi Maya Dewi dan ketika wanita itu menolak, dia
hendak me maksanya, dibantu oleh Kyai Gagak Mudra. Akan
tetapi mereka berdua merasa tidak dapat menand ingi wanita
yang sakti mandraguna itu, maka keduanya me larikan diri
men inggalkan tempat tinggal Nyi Maya Dewi di Bukit
Keluwung. Mereka tentu saja sama sekali tidak tahu bahwa
"ke menangan" Nyi Maya Dewi itu karena dia m-dia m dibantu
Bagus Sajiwo. Juga sama sekali tidak tahu bahwa
pertandingan me lawan mereka mengakibatkan Nyi Maya Dewi
terluka parah sekali yang me mbahayakan keselamatan
badannya. Biarpun merasa terkejut dan juga gentar, Raden Jaka
Bintara dan Kyai Gagak Mudra merasa malu untuk
me mper lihatkan rasa takutnya. Di situ banyak tokoh dan para
datuk, me malukan kalau mere ka takut terhadap datuk wan ita
itu. Apalagi di s itu terdapat Panca Warak, anak buah Raden
Jaka Bintara, lima jagoan Banten yang siap membe la mereka
dan yang kini duduk di pinggiran, di belakang te mpat duduk
para tamu kehormatan. Juga para tamu tentu akan membantu
mereka sebagai tuan rumah kalau Nyi Maya Dewi me mbuat
ulah dan hendak men gacau. Maka, mereka berdua lalu bangkit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan menyambut Nyi Maya Dewi yang sudah melangkah
sampai ke tengah ruangan.
Jaka Bintara yang masih merasa kagum akan kecantikan
Nyi Maya Dewi dan masih mengharapkan untuk menundukkan
hati wanita jelita yang me mbuat dia tergila-g ila itu, segera
menya mbut dengan wajah tersenyum ge mbira. "Ah, kiranya
Nyi Maya Dewi yang me mberi kehormatan kepada kami untuk
datang berkunjung. Selamat datang, Nyi Maya Dewi dan
silakan duduk!" Dia me mberi isarat dan dua orang dari Panca
Warak segera mengantarkan dua buah kursi yang diletakkan
di bagian ta mu kehor matan.
Nyi Maya Dewi tersenyum manis sekali. Semenjak
pertemuannya dengan Raden Jaka Bintara dan Kyai Gagak
Mudra setahun lebih yang lalu, yang mengakibatkan
pertandingan antara mereka, wanita ini sudah berubah banyak
sekali. Ia kini bukan lag i Nyi Maya Dewi yang berwatak jahat
dan kejam. la telah mendapat bimbingan Bagus Sajiwo yang
menuntunnya ke arah jalan kebenaran, yang me mbuka mata
hatinya sehingga ia menyadari a kan se mua dosa dan
kesalahannya di masa yang lalu. Memang ia masih cerd ik dan
lincah, akan tetapi kekerasan dan kekeja man hatinya kini
terganti watak riang dan jenaka. Ia memandang kepada Jaka
Bintara dengan senyum yang tulus, dan tidak ada denda m
kebencian dalam hatinya. Namun ia menyadari bahwa ia
berhadapan dengan orang yang sesat dan berwatak tidak
baik, juga sakti man draguna dan a mat berbahaya. Apalagi
di s itu terdapat pula Kyai Gagak Mudra dan s iapa tahu di
antara banyak orang yang kesemuanya merupakan tokoh-
tokoh besar itu ada yang siap mendukung Jaka Bintara,
pangeran dari Banten itu.
"Terima kasih, Pangeran Jaka Bintara. Aku sudah merasa
heran di tempat seperti ini ada yang membangun pondok
besar dan mengadakan pesta, dihadiri oleh para datuk dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tokoh persilatan. Tidak tahunya Pangeran Raden Jaka Bintara
dan Kyai Gagak Mudra dari Banten yang menjad i tuan rumah."
"Ha-ha-ha, Nyi Maya Dewi, memang benar kami yang
menjad i tuan rumah. Karena andika sudah datang, maka
andika adalah tamu kami. Karena itu silakan duduk dan
terimalah hidangan kami seadanya!" kata Kyai Gagak Mudra
sambil tertawa dan me mberi isarat kepada pelayan untuk
mena mbah hidangan bagi tamu yang baru datang ini.
"Terima kasih, Kyai Gagak Mudra, engkau ramah dan baik
sekali. Akan tetapi aku datang ini hanya karena tertarik
me lihat banyaknya orang berkumpul di sini, dan kebetulan aku
sudah makan dan masih kenyang. Juga aku khawatir, pihak
tuan rumah menca mpurkan racun atau pembius dalam
hidangan yang kuma kan. Bagaimanapun juga a ku tidak dapat
me mpercayai orang-orang seperti kalian. Wah, ramai benar di
sini dan kalau a ku. tidak salah mengira, kedatangan kalian
semua ini tentu untuk mencari dan me mperebutkan Jamur
Dwipa Suddhi yang kabarnya tersembunyi di daerah ini."
Setelah berkata demikian, Nyi Maya Dewi masih berd iri sa mbil
bertolak pinggang, me mandang ke arah para tamu, terutama
yang duduk di tempat kehormatan. Dia m-dia m Nyi Maya Dewi
yang dulu banyak berkecimpung di dunia hitam, terkejut
mengenal para pertapa yang merupakan datuk-datuk yang
tinggi ilmu kepandaiannya, la mengenal pula Ki Sumali yang
menjad i pendekar di daerah Loano dan Bagelen. Pendekar
seperti Ki Sumali ini dahulu tentu saja ia anggap musuh besar,
akan tetapi sekarang sikapnya sudah berubah sama sekali
karena pandangannya juga berubah. Ia dapat membedakan
mana yang benar dan salah, mana yang baik dan jahat.
Bahkan kini, melihat kehadiran Ki Suma li, ia seolah merasa
mendapatkan seorang sego longan.
Akan tetapi sebaliknya, tentu saja Ki Sumali tidak tahu akan
perubahan pada diri Nyi Maya Dewi ini. Sepanjang
pengetahuannya, Nyi Maya Dewi adalah seorang datuk wanita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berbahaya, dan ia sudah mendengar pula bahwa wanita
cantik jelita ini pernah menjad i mata-mata Kumpeni Belanda.
Karena itu, dia me mandang wanita itu dengan alis berkerut.
Bertambah lagi seorang calon lawan yang amat tangguh,
pikirnya. Sementara itu, Kyai Jagalabilwa sejak tadi me mandang
kepada Ki Suma li dengan sinar mata tak senang. Datuk
Madiun ini sejak dahulu me mpunyai perasaan memusuhi
Mataram, bahkan dahulu ketika Kadipaten Madiun berperang
me lawan Mataram, dia mat i-matian me mbe la Madiun. Akan
tetapi Madiun kalah dan ditundukkan Mataram dan diapun
me larikan diri dan berse mbunyi. Namun dia sema kin
me mbenci Mataram. Ketika Ki Sumali muncul, dia segera
mengenal pendekar Loano ini sebagai seorang yang berpihak
kepada Mataram, walaupun tidak pernah menjad i punggawa
Mataram. Pendekar Loano inilah satu-satunya orang di antara
mereka se mua yang berpihak kepada Mataram. Bahkan Wiku
Menak Jelangger sekalipun yang pertapa tulen dan tidak
pernah mau menca mpuri urusan dunia, tetap saja setia
kepada Kadipaten Bla mbangan dan dengan send irinya juga
tidak berpihak kepada Mataram. Kini, melihat munculnya Nyi
Maya Dewi yang dia tahu seorang yang pernah dengan gigih
menentang Mataram dan me mbantu Kumpeni Belanda, dia
merasa mendapat sekutu dan hatinya semakin berani untuk
menya mpaikan niatnya yang sejak tadi ditahan-tahannya,
yaitu menantang dan me mbikin Malu Pendekar Loano itu.
Lebih-lebih kalau dia ingat akan kematian Ki Singobarong yang
pernah menjadi sahabatnya. Dia mendengar dari anak buah
Singobarong yang berhasil me larikan diri bahwa sahabatnya
itu tewas ketika bentrok dengan Ki Suma li Pendekar Loano.
Hatinya semakin panas.
Kini. mendengar Nyi Maya Dewi dengan terus terang bicara
tentang Jamur Dwipa Suddhi, Kyai Jagalabilawa bangkit berdiri
dari kursinya. Kebetulan dia duduk di ujung kanan sedangkan
Ki Sumali duduk di ujung kiri sehingga mereka berdua terpisah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cukup jauh. Suaranya yang kecil terdengar lantang dan
terdengar oleh semua orang yang hadir di situ.
"Adi Kyai Gagak Mudra, Pangeran Raden Jaka Bintara dan
semua saudara yang berada di sini termasuk Nyi Maya Dewi,
dengarlah pendapatku ini demi kebaikan kita semua! Baru saja
Nyi Maya Dewi bicara tentang Jamur Dwipa Suddhi yang kita


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua sedang cari. Akan tetapi jangan harap siapapun di
antara kita akan dapat menemukannya karena tentang jamur
ajaib itu tentu akan terdengar oleh Sultan Agung dan dia akan
mengirim pasukannya untuk mencar i dan merebutnya dari
kita." "Sadhu-sadhu-sadhu!" Wiku Menak Jelangger berkata
le mbut. "Kakang Kyai Jagalabilawa, kita semua kini sedang
mencari, bagaimana mungkin Sultan Agung Mataram akan
dapat mengetahui dan mengirim pasukan?"
"He mm, apakah andika sekalian t idak tahu ataukah lupa"
Di antara kita terdapat seorang yang setia kapada Mataram
dan bukan mustahil kalau kehadirannya ini sebagai telik-sandi
(mata- mata) yang dikirim Sultan Agung untuk menyelidiki
tentang Jamur Dwipa'" kata Kyai Jagalabilawa dan dengan
sengaja dan jelas dia mengarahkan pandang matanya kepada
Ki Sumali. Ucapan itu men imbulkan suara ribut karena semua
orang saling pandang dan bertanya-tanya siapa yang
dimaksudkan sebagai mata-mata Mataram oleh datuk Madiun
itu. Kemudian, mereka mengikuti pandang mata Kyai
Jagalabilawa dan se mua mata kini me mandang ke arah Ki
Sumali. Ki Sumali merasa betapa semua orang me mandang ke
arahnya Sebagai seorang pendekar yang gagah, dia bangkit
berdiri, mengerutkan alisnya dan balas menatap wajah datuk
Madiun dengan garang, lalu berkata, "Kyai Jagalabilawa!
Andika me man dang kepadaku dengan sinar mata men uduh,
apakah aku yang andika maksudkan sebagai telik-sandi
Mataram?" Dua orang tokoh besar itu masing-mas ing berd iri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil me ma ndang dengan mata terbelala k marah. Suasana
menjad i tegang sekali karena mereka se mua dapat merasakan
bahwa suasana panas ini akan dapat menimbulkan kebakaran.
Mereka adalah orang-orang yang paling suka menonton
perkelahian dan di antara mereka terdapat beberapa orang
yang ikut menjadi marah mendengar bahwa Ki Suma li
pendekar Loano itu hadir sebagai telik-sandi Mataram. Tentu
saja semua orang merasa khawatir karena kalau Sultan Agung
turun tangan mengirim pasukan, harapan untuk bisa
mendapatkan Ja mur Dwipa Suddhi me njadi sema kin tipis.
"Ki Suma li, jawablah pertanyaanku ini. Apakah tidak benar
kata-kataku bahwa andika adalah seorang yang setia kepada
Mataram?" tanya Kyai Jagalabilawa.
Pertanyaan ini tentu saja menyudutkan dia, akan tetapi
dengan lantang Ki Suma li menjawab, suaranya tegas dan
jelas. "Kyai Jagalabilawa! Sebagai kawula Mataram, tentu saja
aku setia kepada Mataram!
Apakah andika hendak
mengatakan bahwa andika tidak setia kepada Mataram"
Kadipaten Madiun juga merupakan bagian dari Mataram dan
Sang Adipati Madiun send iri tunduk kepada Gusti Sultan
Agung di Matara m. Kalau andika tidak setia, berarti andika
adalah seorang pe mberontak terhadap Mataram. Begitukah?"
Wajah yang meruncing seperti tikus itu berubah
kemerahan. "Aku bukan pe mberontak dan aku hanya setia
kepada Madiun, akan tetapi aku tidak akan menjadi telik-sandi
Mataram yang akan mengkhianati kami se mua dan
mengha langi kami mencar i Ja mur Dwipa Suddhi!"
"Aku bukan telik-sandi Mataram dan aku mencari ja mur
ajaib untuk diriku sendiri!" Ki Suma li me mbentak lalu
menudingkan telunjuknya ke arah muka Kyai Jagalabilawa dan
berkata lagi dengan suara tegas. "Kyai Jagalabilawa, kalau
andika tidak suka padaku, katakan saja. Tidak perlu melempar
fitnah yang bukan-bukan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heh! Fitnah" Kalau and ika bu kan telik-sandi Mataram, apa
buktinya?" Ejek Kyai Jagalabilawa.
"Andika yang sepantasnya me mbuktikan! Coba bukt ikan
bahwa fitnahmu itu benar, buktikan bahwa aku benar-benar
telik-sandi Mataram! "
"Buktinya sudah jelas! Andika se lalu me musuhi orang-orang
yang menentang Mataram, bahkan andika telah me mbunuh
sahabatku Singobarong yang terkenal sebagai seorang yang
selalu menentang Mataram!" kata Kyai Jagalabilawa.
Ki Suma li adalah seorang pendekar yang keras hati.
Mendengar tuduhan datuk Madiun itu, dia marah sekali, apa
lagi mendengar ucapan Kyai Jagalabilawa tentang terbunuhnya Ki Singobarong. Dia mengepal tinjunya dan
menjawab lantang.
"Kyai Jagalabilawa, andika
menyebut mendiang Ki
Singobarong sebagai seorang sahabatmu, ini saja sudah
menunjukkan orang macam apa adanya andika! Tahukah
andika mengapa Ki Singobarong mati di tanganku" Karena dia
telah menculik isteriku!" Ki Surrali tidak mau menceritakan
bahwa Ki Singobarong roboh oleh Lindu Aji kemudian dibunuh
Winarsih ketika penjahat itu pingsan. "Kalau andika hendak
me mbe la kematiannya, majulah! Aku tidak pernah takut
menentang orang-orang yang me mbela kejahatan!"
Suasana menjadi sema kin menegangkan. Baik Ki Sumali
maupun Kyai Jagalahlawa keduanya sudah "naik darah" dan
sudah saling pandang dengan sinar mata marah penuh
tantangan. Pada saat yang hening menegang kan itu, tiba-tiba
terdengar suara yang datang dari jauh, akan tetapi dapat
terdengar jelas oleh semua orang dan para datuk terkejut
karena maklum bahwa suara itu diteriakkan orang dar i jauh
dengan dorongan tenaga sakti yang amat kuat.
"Dewii ...!! Di mana engkau...?""
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua orang, termasuk Ki Suma li dan Kyai Jagalabilawa
yang sedang marah dan siap berkelahi, menengok ke arah
luar. Nyi Maya Dewi yang sejak tadi berdiri di situ sambil
tersenyum mendengarkan dua orang bertengkar, lalu
me mutar tubuh menghadap ke luar dan terdengar ia berseru
dengan suara melengking, diarahkan keluar.
"Baguuuuss.. .!! Aku berada di sini nonton keramaian!
Engkau ke sinilah...!!"
Kiranya Nyi Maya Dewi sedang melakukan perjalanan
bersama Bagus Sajiwo. Sejak mereka meninggalkan Bukit
KeluJ wung di Pegunungan Wilis, mereka melakukan
perjalanan bersama, tidak pernah berpisah. Sudah kurang
lebih satu tahun lewat sejak mereka saling berte mu d i puncak
Bukit Keluwung. Tadipun mereka bersama, akan tetapi ketika
Bagus Sajiwo mengaso di sebuah puncak bukit di Pegunungan
Seribu, duduk bersa madhi Nyi Maya Dewi men inggalkannya
dan berjalan-jalan sampai ia tiba di pondok itu dan tertarik
me lihat kerama ian di te mpat sepi itu.
Semua orang menanti dengan hati tegang dan ingin sekali
mereka me lihat siapa orangnya yang datang bersama Nyi
Maya Dewi dan disebut Bagus Sajiwo oleh datuk wanita itu.
Tak la ma kemudian mere ka melihat seorang pe muda
me langkah santai me nuju ke pondok itu dan mereka se mua
terheran-heran karena yang datang itu hanya seorang
pemuda re maja yang tampak masih hijau, berpakaian
sederhana dan sikapnya sama sekali tidak menunjukkan
sikap seorang yang me miliki kepandaian tinggi.
Bagus Sajiwo me masuki pondok itu, menoleh ke kanan kiri
dengan keheranan melihat banyak orang berkumpul di situ.
Kemudian ia melihat Nyi Maya Dewi dan wajahnya yang
ganteng itu berseri dan dia me langkah lebar mengha mpiri Nyi
Maya Dewi yang berada di tengah ruangan. Pandang matanya
hanya tertuju kepada Maja Dewi dan dia tidak memperdulikan
orang lain yang berada di situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dewi, kenapa engkau berada di sini" Mau apa engkau di
sini?" tanya Bagus Sajiwo setelah berada dekat Maya Dewi.
Wanita itu la lu menggandeng tangan pe muda itu, tanpa
sungkan atau malu dia me megang tangan Bagus Sajiwo dan
merapatkan tubuhnya, lalu berkata dengan wajah ge mbira.
"Aku nonton keramaian di sini, Bagus. Ternyata semua
datuk dan tokoh persilatan berkumpul di sini. Mereka semua
tentu hendak mencar i Jamur Dwipa Suddhi juga. Wah, akan
ramai ini! Dan kau tahu siapa yang menjadi tuan rumah"
Tentu engkau mengenal mere ka. Itu lihat, mereka adalah
Pangeran Raden Jaka Bintara dan paman gurunya Kyai Gagak
Mudra, keduanya dari Banten. Dan lihat, yang duduk di sana
itu, dia adalah Wiku Menak Jelangger, seorang datuk dari
Bla mbangan. Yang pakaiannya kuning dan mukanya pucat
seperti mayat itu ada lah Resi Sapujagad dari Gunung Merapi.
Di sebelahnya itu, yang gendut dan tersenyum-senyum, dia
adalah Bhagawan Dewokaton dari Gunung Bromo dan yang
tinggi besar itu adalah Ki Kebondanu tokoh dari Surabaya."
Bagus Sajiwo tentu saja segera mengenal Jaka Bintara dan
Kyai Gagak Mudra sebagai dua orang yang setahun lebih yang
lalu mengeroyok Maya Dewi di puncak Bukit Keluwung, akan
tetapi yang lain-lain d ia sa ma sekali tidak mengenalnya. "Dan
yang berdiri di ujung kanan dan kiri, saling pandang dengan
sikap marah itu siapa, Dewi?" tanyanya.
"O, itu" Yang berdiri di ujung kiri itu adalah Ki Sumali,
pendekar Loano. Adapun yang berdiri di ujung kanan adalah
Kyai Jagalabilawa, tokoh dari Madiun. Mereka sedang
bertengkar karena Kyai Jagalabilawa menuduh Ki Suma li
menjad i telik-sandi Mataram. Wah, kita dapat suguhan
menarik, Bagus. Melihat mereka bertanding, sungguh
menarik!" "Dewi, bukan urusan kita. Mari kita pergi." kata Bagus
Sajiwo sa mbil menarik tangan Maya Dewi. Akan tetapi Maya
Dewi ingin nonton perkelah ian, maka ia tidak mau dan terjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tarik menarik. Semua orang me lihat dengan geli. Kiranya
teman Maya Dewi hanya seorang pemuda remaja dan sikap
mereka berdua yang mesra itu me mbuat se mua orang
menyangka bahwa pe muda re maja itu tentu kekasih Nyi Maya
Dewi! Akan tetapi karena nama besar Nyi Maya Dewi yang
terkenal sebagai seorang datuk wanita yang kejam dan mudah
ma in bunuh, para tamu muda hanya melihat dan tidak ada
yang berani menca mpuri.
Sementara itu, Kyai Jagalabilawa me langkah ke tengah
ruangan dan dia berkata dengan sikap hormat kepada Maya
Dewi. "Nyi Maya Dewi, kuharap andika suka minggir dan
me mber i te mpat kepadaku untuk menantang Ki Suma li si
sombong itu! Aku yakin bahwa dia adalah telik sand i Mataram
yang hendak menyelidiki tentang Ja mur Dwipa Suddhi."
Bagus Sajiwo menarik tangan Nyi Maya Dewi. "Hayolah,
Dewi. Jangan ganggu urusan orang lain!" Sekarang Nyi Maya
Dewi me nurut, akan tetapi ia tidak mau keluar, melainkan
mengajak Bagus Sajiwo ke pinggir dan duduk di atas bangku
yang masih kosong. Mereka duduk bersanding dan Nyi Maya
Dewi tidak pernah me lepaskan tangan pe muda itu yang terus
digandengnya dengan mesra.
Kyai Jagalabilawa yang sudah berada di tengah ruangan
itu, me mandang kepada Ki Sumali dan berkata, "Ki Sumali,
andika tadi menantangku. Hayo, majulah dan kita lihat siapa
di antara kita yang lebih unggul!"
Ki Sumali juga melangkah lebar mengha mpiri jagoan dari
Madiun itu. Mereka kini saling berhadapan dalam jarak tiga
meter. Ki Sumali ber kata dengan suara tegas. "Kyai
Jagalabilawa, aku tidak menantangmu. Aku hanya mengatakan bahwa kalau andika hendak me mbe la mendiang
Ki Singobarong yang jahat, aku siap me layanimu!"
"Bagus, aku me mang hendak me mbelanya dan aku ingin
me mbas mi telik sandi Mataram yang hanya akan mengkhianati
kami semua. Majulah, Ki Suma li! "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, Kyai Jagalabilawa, andika yang mencar i gara-gara,
andika yang hendak me mbe la Ki Singobarong yang jahat,
andika yang menantang. Karena Itu, hayo keluarkanlah semua
kesaktian- mu, hendak kulihat
sa mpa i di mana sih kehebatanmu!" kata Ki Suma li. Biarpun tadi dia sudah
menyaksikan jagoan ini me ndemonstrasikan ilmunya dan
me mper lihatkan bagaimana dia dapat me mbuat tubuhnya
menjad i dua na mun dia tidak merasa gentar.
"Babo-babo, Ki Sumali! Sumbar mu seperti ge luduk di siang
hari! Hai Adi Gagak Mudra, kalau dalam pertandingan ini aku
meroboh kan dan me mbunuh Ki Sumali yang sombong ini,
jangan salahkan aku!" kata Kyai Jagalabilawa dan kalimat
terakhir itu dia tujukan kepada tuan rumah.
Kyai Gagak Mudra yang diam-dia m berpiha k kepada Kyai
Jagalabilawa karena diapun merasa tidak suka kepada Ki
Sumali yang terkenal sebagai pendekal Loano yang setia
kepada Mataram, tertawa dan berkata lantang agar terdengar
semua orang. "Kakang Jagalabilawa, mengapa harus andika tanyakan lagi
hal itu" Dala m dunia kita, semua ketidaksesuaian dan
pertentangan me mang harus diselesaikan dengan pertandingan dan terluka parah atau mati dalam setiap
pertandingan adalah hal biasa. Mengapa harus diributkan"
Silakan saja kalau kalian berdua sudah sepakat untuk
bertanding dan saling bunuh, kami tidak akan menca mpuri
dan hanya menjad i saks i!"
"Kyai Jagalabilawa, kita ini hendak bertanding ataukah
hendak mengobrol Kalau me mang andika merasa jagoan dan
hendak me mbunuhku, nah, maju dan seranglah, jangan


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyak cakap lagi!" katai Ki Sumali. Pendekar Loano ini
maklumi bahwa dia berada di kandang singa, tahu bahwa
sebagian besar dari para tamu itu adalah orang-orang
golongan hita m atau golongan sesat yang tentu akan condong
berpihak kepada Kyai Jagalabilawa. Akan tetapi sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang pendekar yang selalu me mpertahankan kebenaran
dan keadilan, dia tidak dapat mundur dan harus berani
menghadap i ancaman bahaya.
Kyai Jagalabilawa juga maklu m akan ketangguhan
lawannya. Maka dia langsung mencabut kerisnya dan
me mbentak nyaring. "Ki Suma li, sambutlah seranganku ini.
Hyaaaaattt...!" Kakek dari Madiun itu menerjang dengan cepat
dan kuat, menusukkan kerisnya ke arah la mbung lawan dan
tangan kirinya me mbentuk cakar mencengkeram ke arah leher
Ki Sumali. "Cringgg... plakk!" Ki Sumali dengan cepat sudah mencabut
keris Sarpo Langking (Ular Hita m) dar i pinggangnya dan
menang kis keris lawan dan ketika cengkera man tangan kiri
lawan me luncur dekat, dia miringkan tubuh ke kanan dan
tangan kirinya menangkis. Pertemuan keris di tangan kanan
dan tangan kiri itu me mbuat Kyai Jagalabilawa terjengkang
dan terpaksa dia melompat ke belakang agar jangan sa mpai
terjatuh. Maklumlah dia bahwa da la m hal tenaga dalam,
agaknya dia masih kalah kuat. Maka dia tidak me mbuang
waktu lagi, segera mel ngeluarkan bentakan lantang dan tiba-
tiba dia bergerak cepat dan tubuhnya menjad i dua, keduanya
kini menyeranj Ki Sumali dengan keris!
Ki Sumali sudah siap men ghadapi ilmu yang aneh ini. Tadi
ketika Kyai Jagalabilawa berde monstrasi dan mengubah
dirinya menjadi dua, dia telah mencoba untuk mengerahkan
kekuatan batinnya dan berusaha agar pandang matanya tidak
terpengaruh. Akan tetapi dia gagal dan tetap saja tubuh tokoh
Madiun itu tampa k dua olehnya. Maka dia mengerti bahwa
ilmu yang mengandung s ihir ini a mat kuat dan dia tidak
ma mpu me mecahkannya. Karena itu, tangan kirinya cepat
mencabut sulingnya dan dia lalu menghadapi "pengeroyokan" dua orang
Kyai Jagalabilawa itu dengan keris dan sulingnya. Ki Sumali
me mang tangkas sekali. Dengan suling dan kerisnya, bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja dia mampu me lindungi dirinya dari serangan Kyai
Jagalabilawa yang mengubah d irinya menjadi dua itu, bahkan
dia ma mpu pula me mbalas dengan serangan-serangan
dahsyat yang membuat "dua" orang lawan itu terdesak
mundur. Sulingnya yang digerakkan dengan tangan kiri
menge luarkan bunyi berdengung seperti dit iup.
Kalau semua orang menonton pertandingan itu dengan hati
tegang dan gembira karena mereka semua me mang suka
sekali menonton pertandingan adu kesaktian sehingga
suasana menjadi hening, semua orang tidak ada yang
menge luarkan suara, sebaliknya Nyi Maya Dewi menonton
sambil mengajak Bagus Sajiwo bercakap-cakap me mberi
komentar terhadap pertandingan itu.
"Lihat, Bagus. Ilmu Kyai Jagalabilawa boleh jadi aneh dan
juga hebat, akan tetapi agaknya dirinya yang menjadi dua itu
tetap tidak akan ma mpu menang melawan Ki Sumali. Kalau
saja dia ma mpui mengubah dirinya menjadi e mpat, atau
sedikitnya tiga orang, mungkin baru dia akan ma mpu
mengimbangi Ki Sumali pende kar Loano itu."
Bagus Sajiwo menghela napas panjang "Dewi, aku sungguh
tidak mengerti. Mereka itu me miliki kesaktian, setelah
mengadakan perte muan dan berpesta di sini, mengapa kini
mereka ma lah bertanding dan berusaha keras untuk saling
me mbunuh?" Pe muda ini melihat jelas betapa baik Ki Suma li
maupun. Kyai Jagalabilawa me mang ber kelahi dengan
sungguh-sungguh, menge luarkan aji kesaktian dan menyerang
dengan jurus-jurus maut untuk me mbunuh.
"Ah, kenapa engkau merasa heran, Bagus" Begitulah watak
semua orang yang menguasai aji kanuragan. Mereka selalu
ingin menang sendiri, ingin dianggap paling jagoan sendiri.
Aku dulu juga berpendirian sa ma seperti mereka, yaitu apa
gunanya bertahun-tahun dengan susah payah me mpelajari
ilmu kanuragan kalau tidak dipergunakan untuk mencari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemenangan agar mendapatkan ketenaran dan nama besar
sebagai jagoan tak terkalah kan?"
"He mm, mengerikan! Dan sekarang, bagaimana pendapatmu, Dewi" Apakah engkau masih berpendapat
seperti mereka?" tanya Bagus. Karena semua orang berdiam
diri dan suasana menjadi hening, maka percakapan antara
Bagus Sajiwo dan Nyi Maya Dewi dapat terdengar jelas oleh
semua orang. "Tida k, Bagus. Aku melihat dengan jelas betapa pendapat
itu salah sa ma sekali. Kalau ilmu kanuragan hanya
dipergunakan untuk me mukul orang, melukai atau me mbunuh, untuk me ma ksakan kehendak send iri, maka lebih
baik tidak pernah me mpelajarinya sama sekali."
"Me mang begitu, Dewi. Bukan ilmu kanuragan yang
bersalah, atau yang sifatnya keras dan buruk, me lainkan cara
kita menggunakannya. Ilmu kanuragan sa ma saja dengan
alat-alat yang kita pergunakan dalam kehidupan ini. Misalnya
sebatang pisau. Kalau kita menggunakannya untuk menebang
pohon, me motong kayu me mbuat segala maca m prabot yang
kita butuhkan, atau untuk me motong sayur-mayur yang akan
dimasak dan untuk segala maca m keperluan hidup lainnya,
maka pisau itu akan men jadi alat yang a mat berguna. Akan
tetapi sebaliknya kalau kita pergunakan untuk me la mpiaskan
dendam kebencian dan kemarahan untuk me lukai atau
me mbunuh orang, maka pisau itu akan menjad i alat yang
teramat jahat pula. Demikian juga misalnya api. Kalau kita
me mpergunakan untuk menyalakan la mpu, untuk me masak
makanan, untuk mengusir hawa dingin dan sebagainya lagi
demi me menuhi keperluan hidup, maka api itu menjadi alat
yang amat berguna dan baik. Akan tetapi sebaliknya kalau kita
pergunakan untuk me mbakar rumah orang misa lnya atau hal
lain sebagai pelampiasan kemarahan dan dendam kebencian,
maka aplpun berubah men jadi a lat yang merusak dan a mat
jahat. Aji kanuragan tidak ada bedanya. Kalau dipergunakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk olah raga menjaga kesehatan, diambil keindahannya
sebagai seni tari, untuk menjaga dan me mbe la diri dari
ancaman bahaya kekerasan, kemudian dipergunakan untuk
me mbe la kebenaran dan keadilan, untuk meno long orang lain
yang me mbutuhkan kekuatan, untuk me mbela nusa bangsa
dan negara dari anca man musuh, ma ka aji kanuragan tentu
saja menjadi alat yang amat berguna dan baik. Akan tetapi
kalau dipergunakan untuk me ma ksakan keinginan send iri
berlandaskan kekerasan, untuk mengumbar kesenangan,
untuk mencari kemenangan guna ketenaran dan kesombongan, untuk menyiksa orang, untuk berkelahi melukai
atau me mbunuh orang yang dianggap mengha langi niat
buruknya, untuk menjadi tukang pukul atau pembunuh
bayaran dengan aji kanuragan itu, untuk mencuri atau
mera mpok, maka tentu saja aji kanuragan menjadi alat yang
amat tidak baik."
Orang-orang yang berada di situ, sambil menonton
pertandingan, mau tidak mau ikut pula mendengarkan dan
semua orang merasa heran dan juga geli. Bagaimana
seorang pemuda remaja, seorang bocah hijau, mengeluarkan
omongan seolah me mberi wejangan kepada seorang datuk
wanita seperti Nyi Maya Dewi" Mereka menduga bahwa datuk
wanita itu temu a kan mentertawakan bocah itu atau bahkan
mungkin sekali marah karena datuk wanita itu terkenal
sebagai seorang wanita yang galak, kejam dan sedikit-sedikit
mudah me mbunuh orang! Akan tetapi apa yang mereka lihat
dan dengar sungguh membuat mereka terheran-heran. Nyi
Maya Dewi sa ma sekali tidak mentertawakan, apalagi marah
kepada pemuda itu. Bahkan sebaliknya, ia me mandang kagum
dan berkata. -ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagus Sajiwo Karya : Asmara man S Kho Ping Hoo
DJVU oleh : OrangStress Dimhader
Convert by : Lavender & Dewi KZ
Editor : Lavender & Dewi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 11 " AH Bagus. kenapa tidak sejak dulu aku bertemu
denganmu" Setiap ucapanmu bagaikan ratusan lampu yang
menerangi kegelapan dalam batinku!" Dan wanita itu sa mbil
me megang kedua tangan pemuda itu me mandang dengan
sinar mata penuh kagum, sinar mata yang jelas sekali
me mbayangkan rasa kasih sayang yang amat besar!
Bagus Sajiwo me mandang ke arah pertandingan dan
berkata, "Dewi, kurasa pertandingan itu tidak akan
berlangsung la ma lagi. Kuharap saja Ki Sumali itu benar-benar
seorang pendekar dan tida k akan me mbunuh lawannya."
Ki Suma li me mang sedang mendesak Kyai Jagalabilawa
yang berubah menjadi dua orang itu. Suling dan kerisnya
bergerak cepat dan setiap kali senjatanya berbenturan dengan
senjata lawan, maka lawan yang menjad i dua badan itu
terhuyung ke belakang.
Kini pertandingan sudah meningkat dan Ki Sumali
mendesak lawannya dengan hebat. Dia mendengar pula
ucapan terakhir Bagus Sajiwo tadi yang me mang men ujukan
suaranya sambil mengerahkan tenaga saktinya sehingga suara
itu seolah me masu ki telinga Ki Suma li.
Pendekar ini seketika sadar bahwa sesungguhnya dia t idak
me mpunyai per musuhan apapun dengan Kyai Jagalabilawa
maka sungguh tidak perlu dan tidak baik kalau sa mpa i dia
me mbunuhnya dalam pertandingan ini. Seorang pendekar
me mang pantang me mbunuh lawan tanpa alasan yang kuat.
Seolah menaati ucapan dan harapan pemuda teman Nyi Maya
Dewi itu, Ki Suma li mengendurkan desakannya.
Akan tetapi pada saat itu, dua orang tamu yang duduk di
bagian orang muda berlompatan ke tengah ruangan. Mereka
berusia sekitar tiga puluh tahun dan keduanya memegang
sebatang pedang. Seorang diantara mereka berteriak lantang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bunuh telik-sand i Mataram! " Dua orang itu lalu menerjang
ke depan dan me nyerang Ki Sumali dengan pedang mereka!
"Wah, ini tidak adil! Sa ma sekali tidak adil!" Tiba-tiba Nyi
Maya Dewi sudah melompat ke depan dan tampak sinar
keemasan berkelebat ketika ia menggerakkan Sabuk Cinde
Kencana. Gulungan s inar keemasan itu menyambar dan menyerang
ke arah dua orang muda yang mengeroyok Ki Suma li! Dua
orang muda itu cepat menangkis dengan pedang mereka.
"Wuuutt... prat-pratt!!" Biarpun ditangkis, namun sabuk
panjang itu ujungnya masih se mpat melecut pundak kedua
orang itu dan dua orang muda itu terhuyung ke belakang
sambil me nangkis dan me me gangi pundaknya.
Akan tetapi melihat Nyi Maya Dewi me mbantu Ki Sumali,
hal yang sungguh tidak pernah disangkanya karena keadaan
datuk wanita itu sesungguhnya berlawanan dengan keadaan
pendekar Loano,
Jaka Bintara segera me mberi isyarat kepada paman
gurunya. Kyai Gagak Mudra lalu bangkit berdiri dan berseru
lantang. "Para saudara yang menentang telik-sand i Mataram, mari
maju dan binasakan telik-sand i itu agar tidak mengkhianati
kita!" Setelah berkata demikian, dia dan Jaka Bintara sudah
menyerbu ke tengah ruangan, bermaksud menyerang Ki
Sumali. Akan tetapi Nyi Maya Dewi me njadi marah.
"Curang! Curang sekali. Kalian berdua sebagai tuan rumah
berat sebelah, tidak adil melakukan pengeroyokan!" Wanita itu
cepat memutar Sabuk Cinde Kencana dan menyambut kedua
orang dari Banten itu dengan serangan senjatanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, pada saat itu dari tempat duduk para tamu
muda berlompatan tujuh orang yang ikut mengeroyok Ki
Sumali! Ki Kebondanu yang sejak dulu menentang Mataram dan
terpaksa menyimpan perasaan penasaran itu hanya karena
Pangeran Pekik sudah menyerah kepada Mataram, bahkan
menjad i mantu Mataram, kini bangkit rasa tak senangnya
mendengar bahwa Ki Suma li ada lah telik sandi Mataram yang
dapat menghalang-halangi mereka se mua mendapatkan
Jamur Dwipa Suddhi. Maka dia la lu melolos pecutnya dan
me lompat ke tengah ruangan. Pecutnya meledak-ledak ketika
dia menyerang Ki Suma li!
Tentu saja Ki Sumali menjad i repot dan terdesak mundur
ketika Ki Kebondanu me mbantu Kyai Jagalabilawa yang sudah
didesaknya. Melawan pengeroyokan dua orang sakti itu dia
merasa kewa lahan juga.


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia me mang masih leb ih kuat dibandingkan Kyai
Jagalabilawa, akan tetapi tingkat kepandaian Ki Kebondanu
hampir sa ma dengan tingkat datuk Madiun itu, maka
dikeroyok dua, Ki Sumali menghadapi lawan-lawan yang a mat
berat. Terpaksa dia hanya menggerakkan keris hita m dan
sulingnya dengan cepat untuk melindungi tubuhnya dari
serangan tiga orang, yaitu Kyai Jagal-abilawa yang berubah
menjad i dua dita mbah Ki Kebondanu!
Nyi Maya Dewi send iri juga repot menghadapi terjangan
Jaka Bintara dan Kyai Cagak Mudra yang mengeroyoknya.
Dulupun, setahun lebih yang lalu, ketika ia masih
menguasai d ua aji pa mungkasnya yang ampuh, yaitu Aji Wisa
Sarpa dan Aji Tapak Rudira, ia sampai terluka dan hampir saja
tewas melawan pengeroyokan dua orang ini. Apalagi
sekarang. Biarpun tenaganya sudah pulih, na mun ia tidak lagi
me miliki aji pa mungkas atau pukulan yang me matikan.
Untung baginya bahwa selama ini ia telah me mperda la m ilmu
silatnya, yaitu ilmu silat Singorodra. Bahkan Bagus Sajiwo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah me mbantunya menyempurnakan ilmu silat itu. Maka kini
ia segera mempergunakan ilmu silat itu untuk me mbe la diri
terhadap pengeroyokan Jaka Bintara dan Kyai Gagak Mudra.
Kedua orang itu agaknya ingin me mbalas kekalahan mereka
dahulu di puncak Bukit Keluwung, mengandalkan pengeroyokan. Ketika Kyai Gagak Mudra me mberi isarat, Panca Warak
yang sejak tadi sudah siap siaga, lalu berlompatan menyerbu
dan mengeroyok Nyi Maya Dewi.
Nyi Maya Dewi terdesak dan gawat sekali. Apalagi ketika
tujuh orang tamu golongan muda yang tadinya mengeroyok Ki
Sumali itu dita mbah lima orang lagi!
Dia m-dia m Ki Suma li juga merasa heran bukan main
me lihat Nyi Maya Dewi me mbelanya mati-matian dan kini,
seperti juga dirinya, wanita itu menghadapi pengeroyokan
banyak orang dan keadaannya terancam.
"Hei, Tolol, apakah engkau akan me mbiarkan saja aku
ma mpus?" Nyi Maya Dewi berteriak dan karena ia merasa
mendongkol melihat Bagus Sajiwo belum juga bergerak
meno longnya, ia menyebut pemuda itu Tolol.
Bagus Sajiwo sejak tadi me mang menonton perkelahian
keroyokan itu dengan penuh perhatian. Terutama dia
me mperhatikan sepak terjang Nyi Maya Dewi dan hatinya
girang melihat betapa dengan ilmu silat Singorodra yang
sudah dise mpurnakan, kini Maya Dewi ma mpu me mbela diri
dari pengeroyokan begitu banyak orang dengan baik
walaupun tentu saja ia terdesak hebat.
"Bagus, Dewi. Ilmu silat mu sudah maju pesat. Jangan
khawatir, sekarang aku akan me mbantu mu!" Setelah berkata
demikian, tubuhnya bergerak ke depan.
Dengan ilmu langkah ajaib Lintang Kemukus, dia
menyelinap diantara para pengeroyok Maya Dewi dan terjadi
kekacauan ketika dengan cepat sekali, satu demi satu lima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang Panca Warak itu terkulai roboh tidak dapat bergerak
lagi, seperti mati! Kyai Gagak Mudra dan Jaka Bintara terkejut
bukan main melihat lima orang pe mbantunya yang cukup
tangguh itu roboh se mua dan tampa knya seperti mati karena
sama sekali tidak bergerak lagi. Mereka berdua terkejut dan
juga marah. Kyai Gagak Mudra yang tadinya tertawa-tawa melihat Maya
Dewi terdesak hebat, kini hilang tawanya dan dia berteriak
nyaring dengan suara parau saking marah dan dia
mendorongkan kedua tangannya yang mengandung hawa
panas dan kedua telapak tangan itu me mbara dan menyala,
ke arah Bagus Sajiwo.
"Aarrrghhhhh!"
Akan tetapi Bagus Sajiwo
bersikap tenang. Dia
mengebutkan tangan kanannya ke arah Kyai Gagak Mudra
untuk menya mbut serangan dahsyat itu.
"Dessss...!"
Kyai Gagak Mudra
terpelanting dan terbanting jatuh. Tubuh
yang pendek gemuk itu
bergulingan sa mpai menabrak kurs i dan dia
merangkak bangkit, duduk sa mbil me megang i dadanya yang terasa sesak karena tenaga pukulannya sendiri me mbalik.
Setelah kini Maya Dewi hanya menghadapi Jaka Bintara
seorang, Bagus Sajiwo lalu menerjang ke arah para
pengeroyok Ki Sumali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pendekar Loano itu sudah terluka pundak dan paha kirinya,
namun dengan gagah dia masih menga muk. Begitu Bagus
Sajiwo menerjang masuk, beberapa orang pengeroyok terkulai
dan tidak dapat bergerak lagi. Mereka yang roboh di tangan
Bagus Sajiwo dan seperti mati itu sesungguhnya sama sekali
tidak tewas, bahkan terluka parah pun tidak. Akan tetapi jalan
darah mereka tertotok, me mbuat mereka untuk beberapa
la manya tidak ma mpu bergerak seperti mati.
Jaka Bintara menjadi gentar sekali ketika dia harus
me lawan Maya Dewi seorang diri saja. Padahal, kalau dibuat
perbandingan, saat itu tingkat kepandaiannya masih lebih kuat
daripada Maya Dewi yang telah kehilangan ajian-ajiannya
yang ampuh dan ganas. Akan tetapi, melihat betapa paman
gurunya dan lima orang pe mbantunya sudah roboh semua,
nyalinya menjad i kecil dan dia berteriak kepada para tamu
kehormatan. "Paman Res i Sapujagad dan Pa man Bhagawan Dewokaton,
mohon bantuan paman berdua!"
Dua orang pertapa dari Merapi dan Bromo itu saling
pandang. Mereka merasa sungkan juga kepada Pangeran Jaka
Bintara dari Banten kalau dia m saja. Maka mereka berdua lalu
bangkit berdiri dan siap melangkah ke arena pertempuran
untuk me mbantu tuan rumah. Akan tetapi, tiba-tiba dari
tempat duduknya Wiku Menak Jelangger berkata, lembut akan
tetapi penuh wibawa.
"Resi Sapujagad dan Bhagawan Dewokaton, kalau aku
boleh menasehati, lebih baik andika berdua tidak menca mpuri
urusan ini. Apalagi me lakukan pengeroyokan sungguh
merupakan perbuatan a mat me ma lukan dan t idak pantas
dilakukan orang-orang yang melakukan tapa-brata."
Dua orang pendeta atau pertapa itu menjad i sungkan,
wajah mereka berubah merah dan mereka pun melangkah,
akan tetapi tidak menuju ke arena pertempuran, melainkan ke
pintu samping dan keluar meninggalkan pondok itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wiku Menak Jelangger tersenyum dan mengangguk-
angguk, me mberi isarat kepada Darun dan Dayun, dua orang
cantriknya dan mereka bertiga juga meninggalkan pondok
me lalui pintu samping.
Setelah melihat betapa dua orang pertapa itu tidak mau
me mbantunya malah pergi men inggalkan pondok, Jaka
Bintara menjadi ketakutan dan dia melompat jauh kebelakang
men inggalkan Maya Dewi. Kebetulan Kyai Gagak Mudra juga
sudah bangkit berdiri maka kedua orang ini la lu melarikan d iri
keluar pondok, takut kalau-kalau Maya Dewi dan temannya,
pemuda re maja yang ternyata sakti mandraguna itu, akan
mengejar mere ka.
Setelah ditinggal lawannya, Maya Dewi lalu menga muk dan
me mbantu Bagus Sajiwo yang meno long Ki Sumali. Masuknya
Maya Dewi dengan Sabuk Cinde Kencananya me mbuat para
pengeroyok kocar-kacir.
Bahkan Ki Kebondanu dan Kyai Jagalabilawa yang tadi
sudah mendesak Ki Suma li dan berhasil melukainya, menjadi
gentar dan merekapun me larikan diri cerai berai.
Para tamu yang melakukan pengeroyokan dan belum
roboh, melihat betapa para tokoh besar yang mereka bantu
me larikan diri, tentu saja menjadi gentar dan mereka pun
me larikan diri tunggang langgang tanpa diperintah lag i!
Mereka yang tadi roboh terluka, juga mereka yang tadi
roboh tertotok dan kini sudah dapat bergerak lagi, merangkak
bangkit, saling bantu dan merekapun terpincang-pincang
men inggalkan pondok itu.
Tanpa ada yang mengetahui, dua orang laki-laki berusia
kurang lebih tiga puluh tahun yang tadi juga duduk diantara
para tamu muda, tidak ikut berkelah i, dia m-dia m men inggalkan pula tempat itu dan dua orang ini la lu menuju
ke tebing sebe lah barat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiba disitu mereka mengeluarkan suara bersuit! lalu
bermunculan ena m orang laki-laki yang sebaya dengan
mereka. Mereka se mua berpakaian seperti penduduk biasa,
padahal sebetulnya delapan orang ini adalah orang-orang
yang menjadi antek bayaran Kumpeni Belanda dan dikirim
kesitu untuk menjadi mata-mata dan menga mati gerakan para
tokoh du ma persilatan, para orang-orang sakti itu. Dua orang
yang tadi bertugas me mata- matai pertemuan itu bernama
Tatang dan Wirya. Kedua orang ini menjadi pimpinan diantara
delapan orang itu.
"Ada orang-orang yang membe la Mataram dis ini. Mereka
harus dibinasakan. Kita bersiap!" kata Tatang yang bertubuh
jangkung. "Dan kita tidak boleh melepas kan Maya Dewi, kalau kita
dapat me mbunuh pengkhianat itu, Mayor Yakuwes tentu akan
me mber i hadiah besar kepada kita." kata Wirya yang matanya
juling sa mbil meraba pistol yang disembunyikan di balik
bajunya. Demikianlah, delapan orang itu la lu melakukan peng intaian
dari jauh, memandang ke arah pondok dimana Maya Dewi dan
Bagus Sajiwo, juga Ki Suma li masih berada, setelah
ditinggalkan se mua orang.
Maya Dewi berdiri dengan kedua kaki terpentang, tangan
kanan me megang Sabuk Cinde Kencana dan tangan kiri
bertolak pinggang, me mandang kesekeliling.
Ruangan itu telah ditinggalkan se mua ta mu, yang berada
disitu hanya Maya Dewi, Bagus Sajiwo, dan Ki Sumali. Semua
orang yang tadi melakukan pengeroyokan telah pergi,
men inggalkan ruangan yang dipenuhi meja kursi yang porak
poranda, berserakan.
"Hi-hi-hi-hi...!" Maya Dewi tertawa cekikikan, sa mbil
menggunakan tangan kiri untuk menutupi mulutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemandangan ini bagi yang sudah mengena l Maya Dewi
sungguh aneh dan mengherankan. Dulu, Maya Dewi terkenal
sebagai seorang wanita yang berwatak liar, kalau tertawa
terkekeh dan terbahak dengan bebas, kini ia t idak berani
tertawa keras, hanya cekikikan dan mas ih men utupi mulutnya
dengan tangan pula, gaya tawa seorang wanita yang
bersusila! Betapa banyak perubahan terjadi pada diri Maya
Dewi da la m wa ktu setahun leb ih ini!
Ki Suma li send iri merasa terheran-heran melihat sikap Nyi
Maya Dewi. Dia tahu betul siapa Nyi Maya Dewi, puteri
mendiang Resi Koloyit mo ini. Dia tahu bahwa Nyi Maya Dewi
adalah seorang datuk wanita yang sesat, liar dan kejam,
bahkan menjad i mata- mata Kumpeni Belanda, bergabung
dengan para datuk sesat dan namanya tersohor sebagai
seorang jahat sekali.
Akan tetapi kenapa sekarang muncul sebagai seorang yang
meno long dan me mbe lanya mati-matian, menentang para
datuk sesat yang menentang Mataram" Bukankah dahulu
Maya Dewi ini seorang yang me mbenci Mataram" Kenapa
sekarang ma lah me mbelanya" Dan perhatiannya tertuju
kepada pe muda remaja itu.
Dia tadi me lihat betapa dengan amat mudahnya pemuda
yang Usianya paling banyak tuj uh belas tahun itu telah
meroboh kan tokoh-tokoh yang digdaya. Siapakah pemuda
remaja yang agaknya akrab sekali dengan Maya Dewi ini"
Apakah pemuda ini yang me mbuat Maya Dewi kini berubah
seperti itu" Betapapun heran hatinya, Ki Suma li teringat
bahwa dua orang inilah yang telah menyelamatkannya. Kalau
tidak dibantu dua orang ini, tentu dia telah tewas dikeroyok
mereka yang me musuhi Mataram itu. Maka dia cepat
menghadap i Maya Dewi dan Bagus Sajiwo, me mbungkuk dan
menye mbah dengan kedua tangan depan dada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya mengucapkan terima kasih atas pertolongan andika
berdua." katanya dengan singkat dan agak gagap karena dia
masih terheran-heran melihat sikap Nyi Maya Dewi.
Tentu saja dia merasa salah tingkah karena dulu dia
bahkan pernah bentrok dengan Nyi Maya Dewi dan kawan-
kawannya ketika wanita itu masih menjad i mata-mata
Kumpeni, walaupun bukan dia yang melawan Maya Dewi,
me lainkan Lindu Aji.
Nyi Maya Dewi tersenyum manis. "Ki Sumali, berterima


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kasihlah kepada Gusti Allah yang masih melindungi kita. Kami
berdua hanya melaksanakan tugas menentang mereka yang
jahat!" Ki Suma li terbelala k mendengar ucapan wanita itu.
Benarkah ini Maya Dewi yang dulu itu" Perasaan hatinya yang
penuh keharuan itu tanpa disadarinya terucapkan dalam kata-
kata pertanyaan. "Benarkah andika ini Maya Dewi?"
Maya Dewi kembali tersenyum dan me mandang wajah
pendekar Loano itu dengan sinar mata penuh keterbukaan.
"Tentu saja aku Maya Dewi! Badanku ada lah Nyi Maya Dewi
yang dulu, akan tetapi batinku telah diperbaharui, Ki Sumali,
berkat bimbingan Bagus Sajiwo ini." Maya Dewi menuding
kepada Bagus Sajiwo.
Ki Sumali sema kin heran. Bocah ini yang dapat mengubah
watak yang liar jahat itu me njadi ba ik" Dia tertarik sekali dan
kini dia me mandang kepada Bagus Sajiwo dengan penuh
perhatian. Seorang pemuda remaja, masih a mat muda dan tampa knya
seperti masih hijau. Akan tetapi sepasang mata itu! Sinarnya
demikian taja m, penuh wibawa, penuh pengertian. Dan
pemuda ini tadi dengan kata-katanya yang berdengung
ditelinganya telah menyadarkannya bahwa dia tidak boleh
me mbunuh lawannya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Andika orang muda yang sakti mandraguna, Bolehkah
saya mengetahui siapa nama andika?" tanya Ki Sumali dengan
sikap hormat. Melihat sikap dan mendengarkan pertanyaan itu, Bagus
Sajiwo tersenyum dan mukanya berubah ke merahan.
"Ah, paman, harap jangan terlalu me muji..." katanya
tersipu. "Hi-hi, Ki Sumali, dia menjad i bingung dan ma lu kalau
dipuji-puji. Bagus, ini adalah Ki Sumali, seorang pendekar
yang terkenal dengan sebutan Pendekar Loano, tinggal di
Loano dan dialah seorang yang setia kepada Mataram. Ki
Sumali, ini adalah... sahabatku, juga pembimbingku, namanya
Bagus Sajiwo." Nyi Maya Dewi me mperkenalkan dengan nada
suara bangga. Untung ia masih dapat segera menyadari dan menahan diri,
hampir saja tadi ia me mperkenalkan Bagus Sajiwo sebagai
suaminya! Kata-kata suamiku yang sudah berada di ujung
lidah, masih sempat diubahnya menjad i sahabatku.
"Anakmas Bagus Sajiwo, sungguh aku merasa kagum
sekali. Masih begini muda na mun andika sudah me miliki
kepandaian yang amat tinggi. Bolehkah aku mengetahui, siapa
guru andika?"
"Guru saya adalah mendiang Ki Ageng Mahendra, paman."
jawab Bagus Sajiwo s ingkat.
Ki Suma li mengerutkan alisnya. Banyak tokoh sakti, para
datuk yang dikenalnya, baik mengena l wajahnya atau
setidaknya mengenal na manya. Namun nama Ki Ageng
Mahendra belum pernah didengarnya. Namun d ia tahu bahwa
dunia ini a mat luas dan banyak orang pandai yang tidak
dikenal orang. Bahkan kabarnya orang-orang yang amat sakti
mandraguna leb ih suka mengasingkan diri dan tidak dikenal di
dunia ramai. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki Suma li, apakah engkau datang ke muara Sungai Lorog
ini juga untuk mencari dan me mperebutkan Ja mur Dwipa
Suddhi seperti orang-orang tadi?" tanya Nyi Maya Dewi.
Wanita ini masih tetap lincah, walaupun kini kelincahannya
itu penuh keterbukaan dan kewajaran, tidak palsu dan
menye mbunyikan pa mrih pribadi seperti dulu sebelum
bertemu Bagus Sajiwo.
Ki Suma li menghela napas dan menjawab sejujurnya.
"Tida k kusang kal lag i. Memang tadinya aku tertarik
mendengar tentang Ja mur Dwipa Suddhi. Akan tetapi melihat
betapa banyaknya orang yang datang di tempat ini untuk
me mperebutkannya, hatiku menjadi tawar dan aku tidak ingin
lagi mencarinya, Nyi Maya Dewi. Aku hendak pulang saja ke
Loano." "Me mang lebih ba ik beg itu," kata Bagus Sajiwo lirih seperti
bicara kepada diri send iri. "Memperebutkan sesuatu hanya
mendatangkan per musuhan, padahal yang diperebutkan itu
belum diketahui berada dimana."
Ki Sumali menghela napas. "Benar sekali. Tadinya aku
hanya tertarik dan ingin melihat-lihat, tidak tahunya sampai
disini malah terlibat dalam pertempuran yang ha mpir saja
merenggut nyawaku. Sekali lagi terima kasih atas pertolongan
andika berdua, aku hendak pulang sekarang."
"Selamat jalan, Ki Sumali." kata Maya Dewi.
"Se moga Gusti Allah selalu melindungimu, Paman Suma li."
kata Bagus Sajiwo.
Ki Suma li me mandang kagum, kemudian meninggalkan
pondok itu. Setelah kini tinggal mereka berdua dalam pondok itu, Maya
Dewi mengha mpiri Bagus Sajiwo dan me megang tangannya.
"Sekarang kita mulai me ncari Ja mur Dwipa Suddhi itu, Bagus."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ke mana kita harus mencar inya, Dewi" Kita t idak tahu
dimana adanya pusaka itu."
"Tida k ada yang tahu tepatnya dimana benda itu berada,
Bagus. Akan tetapi, menurut dongeng, peristiwa pene muan
Jamur Dwipa Suddhi sampa i hilangnya karena disembunyikan
oleh pertapa yang mene mukannya sebelum dia men inggal
dunia, terjadi di muara Sungai Lorog, yaitu disini. Maka untuk
mencarinya, kemana lagi kalau bukan sekitar daerah ini"
Hayolah, kalau kita berd ia m saja di da la m pondok ini,
bagaimana kita dapat menemukannya" Dan orang-orang tadi
tentu juga sedang mencarinya. Hayolah, jangan sampai kita
ketinggalan dan Jamur Dwipa Suddhi itu dite mukan orang
lain!" Bagus Sajiwo tersenyum dan mereka berdua la lu keluar
dari dalam pondok sambil bergandeng tangan. Dari situ
mereka langsung menuju ke muara Sungai Lorog yang tak
jauh dari pondok itu. Muara ini cukup lebar dan air sunga i itu
bergerak perlahan-lahan menuju ke laut selatan. Terkadang,
kalau omba k laut besar, air laut dari Laut Kidul me masu ki
muara, bertemu dengan air sungai.
Di sebelah kanan muara terdapat tebing batu karang yang
cukup tinggi, merupakan bukit kapur atau karang yang
tandus. Setelah tiba ditepi muara, mereka me mandangi air dari
lautan yang datang menyerbu ke muara, seolah air lautan
menya mbut datangnya air sungai, seperti saudara yang
menya mbut kerabatnya yang sudah la ma berp isah dan baru
sekarang ke mbali ke kampung ha la mannya.
Bertemunya air laut dengan air sungai dan dengan batu
karang men imbulkan suara
berdebur dan bergerisik,
terkadang amat dahsyat, terkadang lembut seperti bis ikan
para bidadari. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagus Sajiwo dan Maya Dewi terpesona oleh keagungan,
kebesaran dan keindahan alam itu. Mereka berdua merasa
betapa kecil tak berarti adanya mereka, dan betapa mereka
hanyut dan merupakan sebagian dari alam yang a mat besar
itu. "Daerah muara Kali Lorog ini begini luas, dan disana ada
bukit karang beg itu besar. Kemana kita harus mencari pusaka
itu, Dewi?"
Maya Dewi me mandang ke sekelilingnya. "Rasanya tidak
mungkin kalau dise mbunyikan di te mpat yang tidak terlindung,
karena baik ja mur yang dikeringkan maupun kitab tentu akan
rusak kalau setiap hari terkena panas dan hujan. Juga kalau
dekat muara, terancam air kalau air laut sedang pasang, atau
kalau sungai sedang banjir. Andaikata engkau yang hendak
menye mbunyikan pusaka itu, tempat mana yang akan kau
pilih dan kau anggap paling aman?"
Mendengar pertanyaan ini, Bagus Saj iwo lalu mengerutkan
alisnya, me mandang ke sekeliling dan berpikir.
Mula- mula dia me mandang ke arah depan, diseberang
muara dimana terdapat pantai berpasir yang amat luas dan
jajaran bukit berdiri agak jauh di sebelah utara. Lalu dia
menengo k ke belakang dimana terdapat tebing-tebing curam
dari bukit karang. Setelah itu dia termenung me mandang ke
arah air muara di depan kakinya.
"He mm, dimana- mana serba terbuka dan pasti akan dapat
ditemukan orang. Agaknya tak mungkin kalau selama ratusan
tahun dapat tersimpan a man kalau benda itu disembunyikan
di atas daratan." demikian dia berkata sungguh-sungguh.
"Wah, engkau ini aneh, Bagus. Tentu saja disimpan di darat
apa kaupikir benda itu disimpan da la m air?" Maya Dewi
tertawa. "Kalau dapat disimpan dalam muara ini, tentu aman." kata
Bagus Sajiwo sambil termenung, suaranya lirih dan kata-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katanya keluar seperti tanpa disadarinya atau seperti dalam
mimpi. "Engkau me mang tolol, Bagus!" seru Maya Dewi, setengah
geli setengah dongkol. "Mana mungkin dis impan dalam
muara" Baru sehari saja tentu jamur dan kitab itu akan
hancur!" "Dar-dar-dar-
darrr...!!"
Tiba-tiba terdengar letusan bertubi-tubi. Tiga butir peluru mengenai punggung Bagus Sajiwo, akan tetapi hanya baju pemuda itu yang hangus
dan robek, akan tetapi
kulitnya tidak terluka dan peluru-peluru itu
jatuh ke atas tanah.
Akan tetapi Maya Dewi
menge luh dan ia roboh
dengan pundak kiri me ngucurkan darah!
Bagus Sajiwo cepat me mutar tubuhnya dan dia melihat
delapan orang berlomba lari dari balik tebing dan mereka
semua me mbawa senapan.
Bagus Sajiwo sudah banyak mendengar tentang senjata api
yang berbahaya itu. Tadipun dia sudah merasakan serangan
senjata itu yang mengenai punggungnya. Akan tetapi dia tidak
terluka dan hal ini hanya karena dirinya telah mendapat
perlindungan Gusti A l ah saja ma ka kekuasaanNya yang
menjad i perisai sehingga peluru-peluru itu tidak mene mbus
kulitnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Maya Dewi terkena temba kan dan terluka.
Kalau dia me lawan delapan orang itu, tentu keselamatan Maya
Dewi teranca m maut. Ma ka, setelah sekilas pikirannya bekerja,
dia lalu menyambar tubuh Maya Dewi dan melompat ke air
muara. "Byuurrr...!" Air muncrat dan Bagus Sajtwo menyelam
sambil merang kul tubuh Maya Dewi yang pingsan.
Delapan orang itu adalah Tatang dan Wirya bersama ena m
orang anak buahnya yang menyerang Bagus Sajiwo dan Nyi
Maya Dewi dengan senapan mereka.
Melihat Maya Dewi roboh dan pemuda itu me mbawa wanita
itu melompat ke da la m muara, mereka cepat berlari
mengha mpiri. Akan tetapi, mereka tidak dapat melihat mereka
berdua lagi. Dengan harapan bahwa kalau masih hidup tentu
dua orang itu akan muncul di per mukaan air, mereka lalu
berjaga-jaga di tepi muara dengan senjata api siap
ditemba kkan. Bagus Sajiwo merasa bersyukur bahwa dulu dia pernah
belajar renang di sebuah telaga tak jauh dari padepokan Ki
Ageng Mahendra dipegunungan Ijen sehingga dia pandai
renang dan dapat menyelam.
Akan tetapi tentu saja dia tidak akan kuat berd ia m di air
terlalu la ma, juga Maya Dewi tidak a kan kuat. Kalau dia
muncul ke per mukaan air, tentu delapan orang itu sudah
berada disana dan siap mene mba knya. Maka dia segera
berenang dala m air hendak menjauh.
Dia mendekati tepi dimana terdapat tebing tinggi dan
ketika meraba-raba, dia mene mukan terowongan varig besar,
tidak kurang dari dua meter garis tengahnya. Dengan nekat
dia berenang me masu ki terowongan itu, terus masuk ke
dalam. Dia merasa betapa tubuh Mava Dewi meronta-ronta,
tanda wanita itu telah siuman dan kini meronta hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me lepaskan diri atau tentu ia mendapat kesukaran dengan
pernapasannya. Dia sendiri pun merasa betapa dadanya terasa sesak
seperti akan meledak! Akan tetapi tiba-tiba dia melihat di atas
kepalanya tidak hitam lagi. Ada sinar terang di atas kepalanya!
Dia lalu menggerakkan kakinya dan tubuh mereka me luncur
ke atas dan... kepalanya tersembul ke per mukaan air!
Maya Dewi terbatuk-batuk dan terengah-engah menghirup
udara dan mulutnya. Dia sendiri cepat menga mbil napas.
Udara segar me masuki dadanya melalui hidung, terasa
nyaman bukan ma in. Setelah dia me mperhatikan, ternyata
terowongan di bawah per mukaan a ir itu me mbawanya ke
sebuah ruangan bawah tanah dan sinar matahari masuk
me lalui lubang dan celah-celah antara batu-batu bukit karang
yang dari situ ta mpak tinggi seka li!
Ruangan itu luas sekali, merupa kan ruangan di perut bukit


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karang. Kalau dilihat dari atas tentu tidak akan ada yang
menyangka bahwa di bawah ce lah-celah bukit karang,
diantara batu-batu itu, tersembunyi ruangan yang de mikian
luasnya. Air hujan yang turun tentu akan masuk ke air muara
yang sampai dan berhenti dis itu.
Bagus Sajiwo tidak me mer iksa lebih lanjut. Yang terpenting
adalah meno long Maya Dewi yang masih dirangkulnya.
Setelah terbatuk-batuk dan pernapasannya pulih dan biasa
lagi, wanita itu mengeluh.
"Aduh... pundakku terluka, Bagus."
Bagus Sajiwo me meriksanya dan menjadi lega. Ternyata
peluru itu hanya menyerempet saja dan menggores pangkal
lengan. Hanya kulit dan sedikit daging yag terluka dan tidak
berbahaya. "Tahankan rasa nyeri sedikit, Dewi. Aku harus menjaga
agar sedikit luka ini t idak sa mpai terce mar dan menjad ikan
bengkak. Karena disini tidak ada daun obat, satu-satunya jalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya mengisap dan menjilat." Setelah me mbuka baju bagian
dalam Maya Dewi, tanpa ragu-ragu dan tanpa rasa jijik
sedikitpun, Bagus Sajiwo lalu... mengisap dan menjilati luka di
pangkal lengan Maya Dewi!
Melihat ini, Maya Dewi terbelalak. Ia me lihat betapa Bagus
Sajiwo mengisap dan menjilati luka di pangka l lengannya yang
kini mas ih menge luarkan sed ikit darah.
"Tolol, apa yang kau lakukan ini?" serunya sambil berusaha
menarik lengannya.
Akan tetapi Bagus Sajiwo me megangi lengan itu dengan
kuat. Dia melanjutkan menjilati luka itu sa mpai merasa bahwa
luka itu bersih betul, barulah d ia menghentikan perbuatannya
dan me mandang kepada Maya Dewi sambil tersenyum.
"Dewi jangan heran dan kaget. Mendiang guruku yang
mengajarkan cara me mbers ihkan luka agar jangan sa mpai
menjad i parah, dengan cara begini."
"Tapi... tapi..." Maya Dewi tak dapat menahan rasa harunya
dan kedua matanya sudah menjadi basah dan air matanya
turun me mbasahi kedua pipinya.
"Tapi... itu... tidakkah engkau merasa jijik?"
"Kenapa jijik, Dewi" Luka itu baru saja terjadi. Kalau luka
itu mengandung racun, harus di sap keluar racunnya. Akan
tetapi kalau tidak, dengan cara mengisap dan menjilati, maka
luka itu akan bersih dan tanpa diobatipun akan cepat sembuh.
Percayalah, Dewi. Tahukah engkau baga imana se mua mah luk
hidup, seperti semua binatang, menjilati luka dan luka itu akan
sembuh tanpa di-obati seperti yang dilakukan manusia" Kalau
disini ada daun-daun obat, tentu engkau akan kuobati. Akan
tetapi disini tidak ada apa-apa, ma ka aku me mpergunakan
pengobatan cara alami seperti yang dilakukan semua mah luk
hidup. Bukankah engkau juga akan melakukan ha l yang sama
kepadaku, kalau aku yang terluka" Ataukah engkau akan
merasa jijik?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil terisak Maya Dewi merangkul Bagus Sajiwo dan
menang is di dada pe muda re maja itu. "Tentu saja t idak,
Bagus. Aku... aku akan melakukan apapun juga untukmu...
aku siap me mpertaruhkan nyawaku untukmu..."
Bagus Sajiwo me mbiar kan Maya Dewi menangis sejenak,
kemudian dengan le mbut dia melepaskan rangkulan wanita itu
dan berkata. "Dewi, kita perlu mengeringkan pakaian kita
yang basah kuyup ini terlebih du lu agar jangan menjadi sakit.
Kita dapat men je mur pakaian kita selagi sinar matahari masih
me masu ki tempat ini. Nanti kita pikirkan apa yang dapat kita
lakukan lebih lanjut. Nah, engkau disini dan je mur pa kaian mu
aku akan ke bagian sana untuk menje mur pakaian ku."
"Bagus, mengapa engkau harus pergi kesana" Apakah
diantara kita masih harus saling merasa malu?" tanya Maya
Dewi. Bagus tersenyum. "Dewi, lupakah engkau akan kesusilaan
seperti yang sering kujelaskan kepadamu" Kesusilaan
merupakan bagian dan kebudayaan, dan kebudayaanlah yang
me mbedakan kita se mua dan mah luk hidup yang lain. Kalau
manusia kehilangan kesusilaannya, maka dia lebih mendekati
binatang. Kita tidak mau disa makan dengan binatang, bukan?"
"Sudahlah, pergi Sana!" kata Maya Dewi agak dongkol.
Bagus Sajiwo lalu pergi kesebelah depan dan menghilang di
balik batu besar yang banyak terdapat di ruangan dalam bukit
batu karang itu. Di bagian itu juga masih terdapat sinar
matahari. Mereka lalu menangga lkan pakaian yang basah
kuyup, me meras pakaian itu lalu men je murnya di tempat yang
terdapat sinar matahari.
Karena mereka me meras dengan pengerahan tenaga
sehingga pakaian itu hanya tinggal basah sedikit, maka
setelah dije mur, tak lama ke mudian pakaian itu menjad i kering
dan mereka me makainya ke mbali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus! Aku sudah selesai!" teriak Maya Dewi ke arah batu
besar. Bagus Sajiwo muncul dan diapun sudah menger iskan
pakaiannya yang men jadi kering.
Keduanya lalu duduk di atas batu. saling berhadapan.
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Bagus?"
"Mari kita pertimbangkan keadaan kita, Dewi. Atas
kemurahan Gusti Allah kita dilindungi dan selamat dari
ancaman maut walaupun engkau menga la mi luka yang tidak
berbahaya di pangkal lengan mu. Kita sekarang berada di
ruangan ini dan se mentara kita a man dari orang-orang yang
bersenjata senapan itu."
"He mm, mereka itu tentu anak buah Mayor Jakuwes, bekas
atasanku yang menyuruh orang-orangnya mencari dan
me mbunuh aku karena aku meninggalkan Kumpeni." kata
Maya Dewi ge mas.
"Kukira ruangan ini merupakan sebuah terowongan guha,
di dalam bukit karang. Biarpun kita a man disini, akan tetapi
kita keh ilangan bekal pakaian..."
"Sabuk C inde Kencana ku mas ih ada!" potong Maya Dewi.
"Kita tidak mungkin bisa mendapatkan makanan di tempat
ini. Karena itu, kita harus mencari jalan keluar." sambung
Bagus Sajiwo. "Wah, berenang dan menyelam seperti tadi" Aku dapat
juga berenang, akan tetapi kalau harus me lalui jalan seperti
kita masuk kes ini tadi, rasanya ngeri!"
"Kita tidak dapat menga mbil ja lan itu, Dewi. Orang-orang
itu mungkin masih berada disana dan begitu kita muncul,
mereka a kan menyerang kita dengan te mbakan senapan
mereka. Kita harus mencar i jalan keluar. Mungkin kita dapat
me manjat ke atas sana. " Bagus Sajiwo menunjuk ke atas
dimana ta mpak ce lah-celah besar diantara batu-batu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hehehe, mungkin engkau benar, Bagus. Rasanya tidak
akan begitu sukar me manjat ke atas melalui batu dan dinding
karang yang kasar itu."
"Kalau begitu, mar i kita mencari jalan yang paling ba ik
untuk me manjat ke atas. Engkau mencar i tebing sebelah sini,
aku akan mencari yang di sebelah sana. Kita harus dapat
keluar dari sini sebelu m ge lap, Dewi."
Mereka lalu berpencar dan mulai mencari bagian yang
paling mudah untuk me manjat sampa i ke atas. Bagus Sajiwo
mencari di tebing sebelah sana. Bagian itu harus dipilih dan
diperhitungkan agar jalan panjatan ke atas tidak putus di
tengah jalan. "Bagus...!!!" Teriakan Maya Dewi ini mengejutkan Bagus
Sajiwo. Akan tetapi ketika dia menengok dan me mandang, dia
me lihat tidak terjadi sesuatu pada Maya Dewi. Wanita itu
sedang me mbungkuk dan agaknya me meriksa sesuatu pada
dinding karang.
"Ada apakah, Dewi?" Bagus bertannya, tanpa beranjak dari
tempatnya karena dia sedang me mperhitungkan te mpat
tanjakan yang sekiranya mudah me mbawanya terus ke atas.
"Bagus ke sinilah! Cepat...!!" kembali Maya Dewi berteriak
dan sekali ini Bagus Sajiwo menjadi heran. Apakah yang
terjadi" Dia melompat dan berlari mengha mpiri wanita itu.
"Ada apa, Dewi?"
"Lihat ini...!" kata Maya Dewi sa mbil menudingkan
telunjuknya ke arah sebongkah batu yang bersandar pada
dinding karang.
Bagus Sajiwo menga mati dan ternyata di atas batu itu
terdapat coretan-coretan huruf seperti diukir di atas
permukaan batu. Bagus Sajiwo membacanya. Itu adalah
tulisan kuno, akan tetapi dia pernah belajar me mbaca dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengartikan tulisan kuno ja man Mojopahit itu dari mendiang
Ki Ageng Mahendra.
"Siapa yang berjodoh mendapatkan pusaka ini, harus
bersumpah kepada Sang Hyang Widhi Wasa untuk
me mpergunakannya demi me mbela kebenaran dan keadilan
dan menentang yang jahat."
"Bagus cepat singkirkan batu itu, kurasa di balik batu ini
terdapat pusaka yang ampuh... ah, siapa tahu Jamur Dwipa
Suddhi yang dicari-cari itu berada disini! Cepat singkirkan batu
itu, Bagus!"
"He mm, nanti dulu, Dewi. Engkau tadi sudah mendengar
bunyi dan arti tulisan itu. Kita harus bersu mpah lebih dulu
seperti yang dituntut dia yang meninggalkan pusaka disini.
Lupakah engkau bahwa kita harus selalu bersusila dalam
setiap tindakan kita. Engkau tidak boleh melupa kan hal itu,
Dewi!" Suara Bagus Sajiwo mengandung teguran.
Maya Dewi yang tadi lupa akan pelajaran itu saking tegang
dan gembiranya mene mukan te mpat rahasia itu, segera
menyadari dan ia berkata, "Maafkan aku, Bagus."
"Baiklah, asalkan engkau tida k melupa kan hal itu lagi. Nah,
marilah kita berlutut sebagai penghormatan dan mengucapkan
sumpah kita."
Bagus Sajiwo berlutut di depan batu itu. Maya Dewi
berlutut di sampingnya. Kemudian Bagus Sajiwo mengucapkan
sumpahnya. "Ha mba Bagus Sajiwo dan Maya Dewi bersu mpah kepada
Gusti Allah untuk me mpergunakan pusaka yang diberikan
kepada hamba de mi me mbe la kebenaran dan keadilan dan
menentang yang jahat."
Setelah mengucapkan sumpahnya, Bagus Sajiwo menye mbah dan menundukkan mukanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, Dewi, lihat ini!" katanya dan Bagus Sajiwo
me mbers ihkan per mukaan batu yang berada di bawah batu
besar bertulis itu dengan tangannya. Setelah tanah yang
menutupi batu kecil itu d isingkirkan, baru tampak je las tulisan
dengan huruf-huruf kecil di atas batu itu. Dia lalu
me mbacanya. "Dorong batu dari sa mping, jangan berdiri didepannya."
Bagus Sajiwo me megang tangan Maya Dewi dan
menariknya sehingga wanita itu bangkit berdiri. Mereka lalu
berdiri disa mping batu bertulis dan Bagus Sajiwo mendorong
batu itu sehingga tergulir ke samping. Ternyata di balik batu
itu terdapat sebuah lubang dengan gar is tengah sekitar dua
jengkal. Tiba-tiba, begitu tergulir ke samping, terdengar bunyi
menjepret dan dar i dalam lubang itu menyambar keluar
sebatang benda hitam. Sa mbaran itu cepat bukan ma in dan
benda itu me luncur lewat.
Maya Dewi me mbe lalakkan matanya. "Wah, aku yakin
benda runcing hita m tadi mengandung racun yang amat kuat!
Dari baunya saja aku dapat mengenalnya. Racun ular-ular
berbisa!" Bagus Sajiwo mengangguk-angguk.
"Nah, sekarang engkau tahu betapa pentingnya bersikap
hormat dan bersusila" Kalau kita tadi langsung menggulingkan
batu, bagaimana kita dapat menge lak dari sa mbaran senjata
rahasia yang me luncur dari jarak sedekat itu?"
Maya Dewi bergidik. "Ah, hebat sekali dia yang
menye mbunyikan pusaka ini. Dia menghendaki agar pusaka
terjatuh ke tangan orang yang bersusila dan berbudi luhur.
Kalau penjahat yang mene mukan, tentu dia a kan tewas
terpanah."
Mereka lalu menyingkirkan rumput-rumput kering dan
daun-daun kering yang dijejalkan di mulut lubang itu. Maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tampaklah dua buah benda yang me mbuat mereka berdua
tercengang. "Jamur Dwipa Suddhi dan sebuah kitab!" Maya Dewi
berseru. Mereka menga mbil dua buah benda itu dengan hati-hati.
Maya Dewi menga mbil ja murnya dan Bagus Sajiwo menga mbil
kitabnya. Selain dua buah benda itu, tidak ada apa-apa lagi di
dalam lubang itu.
Maya Dewi menga mati benda yang ia kira pasti Jamur
Dwipa Suddhi yang dicari banyak orang itu. Benda itu masih
berbentuk jamur, seperti payung kecil, sebesar telapak
tangan. Warnanya kehitaman dan ketika ia me nciumnya,
baunya harum akan tetapi aneh karena belum pernah ia
mencium keharuman seperti itu.
Sebagai seorang yang ahli dalam soal racun, dan bau
benda itu Maya Dewi mengerti bahwa benda itu tidak
mengandung racun, akan tetapi mengandung unsur panas
yang dapat ia rasakan dari me lalui penciumannya.
Sementara itu Bagus Sajiwo me ngamati kitab daun lontar
itu. Masih baik dan utuh, tulisannya dalam bahasa Jawa Kuno
juga jelas. Ternyata kitab itu berna ma Kitab Aji Sar i Bantala.
Di dalamnya terdapat gambar-ga mbar, pria dan wanita
dalam berbagai kedudukan pasangan kuda-kuda dan gerakan
silat yang aneh. Semua itu disertai keterangan tulisan yang
jelas sekali. Bagus Sajiwo menjad i girang bukan main karena
me mandang secara sekilas saja tahulah dia bahwa kitab itu
mengandung pelajaran ilmu silat yang amat tinggi.
"Bagus, apakah isi kitab itu?" tanya Maya Dewi kepada
Bagus Sajiwo. Bagus Sajiwo menyerahkan kitab itu kepada Maya Dewi,


Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Maya Dewi sebaliknya menyerahkan ja mur kering kepada
Bagus Sajiwo. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika me lihat isi kitab itu, Maya Dewi me njadi girang
bukan main. Melihat ga mbar-ga mbar yang terdapat dalam
kitab itu saja tahulah ia bahwa kitab itu mengandung
pelajaran ilmu kanuragan. Akan tetapi ia tidak begitu mengerti
akan maksud tulisannya.
Bagus Sajiwo yang menga mati ja mur d i tangannya itu juga
dapat merasakan bahwa yang dipegangnya adalah benda
yang me miliki khasiat yang a mat hebat.
"Bagus bagaimana bunyi tulisan dalam kitab ini" Ini
merupakan pelajaran ilmu silat, bukan" Dan ga mbarnya ada
dua orang, seorang pria dan seorang wanita. Bagaimana
bunyinya" Tolong jelaskan, aku merasa sulit me mbaca tulisan
kuno ini."
Bagus Sajiwo tertawa gembira. "Ha-ha, Dewi. Sungguh kita
beruntung sekali. Kitab itu adalah kitab yang mengandung
pelajaran Aji Sari Bantala dan aji kesaktian itu hebat bukan
ma in. Memang aj ian itu digubah oleh pe mbuatnya untuk
seorang pria dan pasangannya, seorang wanita."
"Ah, aku beruntung sekali kalau begitu, Bagus. Kita dapat
me latih ilmu dari kitab itu disini agar tidak sa mpai ketahuan
orang lain! Dan Ja mur itu, aku yakin benar-benar Ja mur Dwipa
Suddhi yang dicari se mua orang. Kita makan saja ja mur itu,
Bagus! Aku yakin khasiatnya untuk kita tentu luar biasa."
"Akan tetapi kita tidak boleh se mbrono, Dewi. Bagaimana
kalau jamur yang ratusan tahun umurnya itu mengandung
racun?" "Tida k, Bagus. Aku yakin tidak mengandung racun,
me lainkan mengandung khas iat yang luar biasa. Engkau tahu
bahwa aku adalah seorang yang ahli tentang racun, bukan"
Jamur ini tidak beracun, akan tetapi berkhasiat luar biasa.
Mari, mari kita ma kan."
"Akan tetapi jamur ini kering dan keras seperti batu karang.
Bagaimana dapat enak dima kan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tahu, bagus. Untuk mengemba likannya menjadi luna k,
jamur ini harus direndam air sela ma satu ma la m." Maya Dewi
lalu sibuk me mbers ihkan bagian lantai batu karang yang
cekung dan menga mbil air dari air muara yang masuk ke
ruangan itu, mengisi cekungan yang cukup lebar itu dengan
air lalu me masukkan ja mur kering itu ke dalamnya. "Kita
tunggu sampai se malam, Bagus. Aku yakin jamur ini akan
menjad i lunak dan dapat kita makan."
"Ah, Dewi, hari agaknya mulai menje lang sore. Cuaca disini
mulai gelap dan kita belum mene mukan jalan untuk me manjat
ke atas!" seru Bagus Sajiwo.
"Kita tidak akan naik dulu, Bagus. Biar kita lewatkan malam
ini dis ini dan mungkin a kan tinggal disini untuk se mentara
waktu." "Eh" Apa ma ksudmu?"
"Tenanglah, Bagus. Mana ketenangan mu yang biasa itu"
Dengar, malam ini kita tinggal dis ini dan mengaso sa mbil
me mbiarkan ja mur ini terendam air sa mpai lunak. Besok pagi
kita makan ja mur ini. Kemudian, engkau boleh mencari jalan
keluar dengan me manjat dinding tebing untuk me mbe li
pakaian pengganti dan bahan makanan, kemudian engkau
kembali lag i kesini. Kita t inggal d s ini me mpelajari ilmu dari
kitab Sari Bantala (Inti Bumi) sa mpai dapat menguasainya,
baru kita berdua akan keluar dari te mpat ini."
"Wah, untuk apa kita bersusah payah dan tinggal di perut
bukit seperti ini ber la ma-lama?" Bagus Sajiwo berusaha
menatap dengan tajam penuh se lidik wajah Maya Dewi dalam
cuaca yang mulai re mang-re mang itu. "Dewi, apakah engkau
me miliki pamrih menguasai ilmu yang hebat agar dapat
menjago i lagi di dunia ra ma i?"
Maya Dewi menghela napas. "Bagus, kenapa engkau masih
juga meragu kan aku" Aku hanya ingin agar engkau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjad i seorang laki-laki yang menjilat kembali ludah yang
sudah kau keluarkan."
"Eh, Apa maksudmu dengan kata-kata itu?"
"Lupakah engkau akan janjimu, akan sumpahmu ketika
engkau akan menga mbil ja mur dan kitab ini" Engkau
bersumpah kepada Gusti Allah bahwa engkau akan
me mpergunakan pusaka ini de mi me mbela kebenaran dan
keadilan, menentang kejahatan. Benarkah itu atau engkau
sudah lupa?"
"Tentu saja aku tidak lupa."
"Nah, lalu bagaimana engkau akan dapat me mpergunakan
pusaka ini, yaitu jamur dan kitab ini, kalau engkau tidak
makan ja murnya dan tidak me mpelajari kitab ini, sampai
engkau menguasai betul ilmu yang dikandungnya" Nah,
jawablah! Apakah tidak berarti engkau mengingkari janji atau
sumpahmu sendiri kalau engkau t idak ma kan ja mur dan
me mpe lajari kitab ini?"
Bagus Sajiwo men ghela napas panjang. "Tentu saja aku
akan me menuhi sumpahku, akan tetapi tidak harus tinggal di
tempat ini berlama-lama, Dewi. Kita dapat melaksanakan
sumpah itu di atas bumi sana, bukan dis ini."
"Akan tetapi aku ma u me mpe lajarinya disini, Bagus. Ingat,
ketika bersu mpah engkau menyebut nama kita berdua, berarti
akupun ikut bersu mpah. Aku tidak ingin terganggu orang-
orang jahat itu pada saat mempelajari kitab Sari Bantala ini.
Sudahlah, Bagus. Engkau yang pernah mene mani aku tinggal
di perut Bukit Keluwung yang panas sampai lama, kemudiap di
puncak Gunung W ilis yang a mat dingin, apakah kini engkau
tidak mau me ne mani a ku ber latih ilmu Sari Bantala d i te mpat
ini?" Bagus Sajiwo tersenyum dan iapun menga lah. "Yah, baiklah
kalau kehendakmu begitu. Aku tidak dapat berbantahan
denganmu, Dewi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maya Dewi me megang tangan kanan Bagus Sajiwo dan
mengikut i dorongan hatinya yang penuh kasih dan merasa
bahagia, ia menciumi tangan pe muda itu. "Terima kasih,
Bagus. Aku tahu engkau me mang a mat baik, terlalu ba ik
kepadaku. Aku rela mat i untukmu, Bagus..."
"Hussh, siapa mau bicara tentang mati di tempat seperti
ini" Nah, cuaca semakin gelap. Lebih baik kita mencar i dan
me mpers iapkan te mpat untuk mengaso dan tidur. Kalau sudah
gelap kita tidak akan ma mpu me lakukan apa-apa."
Maya Dewi la lu me milih dan me mbersihkan lantai batu
yang agak halus dan datar. Mala mpun tiba dan dengan perut
kosong mereka la lu duduk tepekur, kemudian setelah
mengantuk, mereka tidur di atas lantai yang cukup dingin.
0odwo0 Pada keesokan harinya, pagi-pagi setelah membersihkan
tubuh dan muka dengan air muara yang masuk ke ruangan
itu, Maya Dewi dan Bagus Sajiwo sudah duduk berhadapan.
Jamur yang telah direnda m se malam ternyata telah lunak dan
berada di depan mereka, Dipegang oleh Maya Dewi dengan
kedua tangannya.
Sinar matahari pagi hanya mendatangkan penerangan yang
le mah di te mpat itu, namun cukup jelas bag i mere ka.
"Kita harus makan ja mur ini sekarang," kata Maya Dewi
sambil menarik ja mur itu men jadi dua potong. Melihat sinar
mata Bagus Sajiwo ta mpak meragu, Maya Dewi berkata,
"Bagus, kau lihat, aku akan makan lebih dulu sehingga kalau
terjadi sesuatu yang tidak baik, biar lah aku yang
menga la minya."
"Maya, jangan! Biar aku dulu!" Bagus Sajiwo mencegah
akan tetapi Maya Dewi sudah dengan cepat mulai
me masu kkan ja mur itu ke da la m mulut dan menggigitnya lalu
mengunyahnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, sedap sekali, Bagus!" katanya dan benar-benar ia
kelihatan menikmati makanan itu. Sebentar saja, separuh
jamur itu telah lenyap ke dalam perutnya. Bagus Sajiwo
hendak makan bagiannya, akan tetapi Maya Dewi cepat
me megang lengannya. "Jangan dima kan dulu, Bagus!"
"Kenapa" Engkau tidak merasakan sesuatu yang buruk,
Dewi?" tanya Bagus khawatir.
Maya Dewi mengge lengkan kepalanya. "Tidak, atau lebih
tepat lagi, belum! Karena itu, tunggulah sebentar, kita lihat
dulu apa a kibatnya dengan aku yang telah me makannya."
Bagus Sajiwo merasa terharu. Wanita ini benar-benar
mengorbankan dirinya sendiri untuk mencoba terlebih dulu
agar kalau akibatnya mencelakakan, ialah yang akan
menga la mi, bukan Bagus Sajiwo!
Tiba-tiba terasa hawa udara disitu menjad i panas dan
Bagus Sajiwo melihat dengan mata terbelalak betapa uap
mengepul dari tubuh Maya Dewi dan seluruh tubuh wanita itu
berkeringat! Akan tetapi anehnya, Maya Dewi tersenyum dan
tidak ta mpak kepanasan.
"Dewi! Apakah engkau merasa panas?"
Maya Dewi menggeleng kepalanya. "Hanya terasa hangat
dan nyaman, Bagus!"
Tiba-tiba terdengar suara berkerotokan di seluruh tubuh
wanita itu, seolah-olah semua buku dan sambungan tulangnya
bergerak. Maya Dewi bangkit dari duduknya dan tubuhnya
terhuyung. Bagus Sajiwo cepat me megang lengannya, akan tetapi
Maya Dewi mengibas kan dan akibatnya, tubuh Bagus Sajiwo
terlempar! Dari kibasan lengan itu timbul tenaga yang a mat
dahsyat! Bagus Sajiwo cepat berjungkir balik dan me mbuat salto
sampai lima kali, baru dia dapat turun dan berdiri tegak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepotong jamur tadi masih berada dalam genggaman
tangannya. Dia me mandang ke arah Maya Dewi yang
terhuyung kedinding. Seperti orang mabo k, Maya Dewi
menggunakan tangan kiri untuk menahan tubuhnya pada
dinding karang.
"Brakkkk!" Batu dinding karang yang menonjol itu hancur
terkena sentuhan jari-jari tangannya!
"Dewi cepat duduk bersila dan atur pemapasan!" teriak
Bagus Sajiwo. Suara pemuda itu agaknya dapat mene mbus kepeningan
yang menyerang kepala Maya Dewi. Mendengar suara pemuda
itu, dalam keadaan seperti mabok itupun Maya Dewi menaati
dengan patuh. Ia lalu duduk dan bersila, berdiam diri
menghentikan semua ulah hati akal pikiran, mengheningkan
cipta sehingga dirinya kosong sama sekali tidak mengandung
kehendak apapun dan pikiran apapun.
Hawa yang tadi meliar dalam tubuhnya dan men imbulkan
tenaga dahsyat itu seperti mengendap dan menetap di
pusarnya yang terasa hangat nyaman.
Bagus Sajiwo mengha mpiri dan me mer iksa keadaan tubuh
Maya Dewi. Tida k ada kelainan, tidak ada tanda-tanda bahwa
Maya Dewi keracunan. Setelah merasa tenang, Maya Dewi
me mbuka mata me mandang Bagus Sajiwo dan tersenyum.
Wanita Gagah Perkasa 5 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Sebilah Pedang Mustika 6
^