Kemelut Di Majapahit 8
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
kejahatan dan membela rakyat yang tertindas. Dan untuk ini, kami menerima upah yang cukup besar dari pimpinan kami.
Tentu saja kami memegang rahasia kami, bahkan ayah ibu saya pun tidak tahu bahwa saya menjadi anggota Sriti Kencana yang ditakuti orang-orang jahat itu, juga para isteri itu tidak ada yang berani membuka rahasia kepada suami mereka."
"Akan tetapi engkau telah membuka rahasia kepadaku, Nimas," Bromatmojo sengaja berkata sambil merangkul.
"Karena... karena saya telah tertawan... dan paduka... eh, biarlah, saya siap untuk menerima hukuman dari pimpinan kami."
"Hukuman" Apa hukumannya?"
"Apalagi kalau bukan hukuman mati" Akan tetapi saya rela mati untuk paduka..."
http://kangzusi.com
Ayu Kunti balas merangkul, tidak memperdulikan lagi kepada Sutejo. Melihat pemuda itu kembali menjadi merah mukanya dan sinar matanya tak senang, Bromatmojo cepat melepaskan rangkulannya.
"Tidak, Nimas. Aku akan bertemu dengan pimpinanmu dan aku akan mintakan ampun untukmu. Sekarang ceritakan tentang keris pusaka Kolonadah. Ketika kami berdua diserbu oleh para perajurit Tuban itu, ada seorang anggota Sriti 412
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kencana yang mencuri atau mengambil keris itu, bukan" Siapa dia?"
"Dia adalah Den Roro sendiri, Kakangmas!"
"Ah...!" Bromatmojo berseru, teringat betapa kuatnya tenaga pimpinan Sriti Kencana itu ketika mereka saling beradu tangan.
"Kami telah lama menerima perintah untuk menyelidiki dan membayangi gerak-gerik para perajurit Tuban yang dipimpin oleh Klabang Curing dan para perajurit dari Mojopahit yang dipimpin oleh Gagaksona. Ketika malam itu mereka
mengurung andika berdua yang sedang menggali di tepi Sungai Tambakberas di dalam hutan itu, kami cepat mengirim laporan kepada Den Roro yang kebetulan berada di dekat tempat itu. Den Roro lalu turun tangan sendiri, mengambil keris pusaka itu setelah melihat andika berdua dan para perajurit itu memperebutkan keris pusaka Kolonadah yang memang sudah lama dihebohkan orang dan dicari-cari itu.
Kemudian Den Roro memerintahkan kepada kami berempat untuk membayangi andika dan menangkap andika berdua karena pimpinan kami menganggap andika berdua adalah pencuri-pencuri yang telah berhasil menemukan tempat keris pusaka itu tersembunyi. Kami diperintahkan menangkap, bukan membunuh karena menurut Den Roro, biar pun andika berdua adalah pencuri-pencuri, akan tetapi telah berjasa http://kangzusi.com
menemukan keris pusaka itu."
"Hemm, keparat! Dia yang menjadi kepala maling yang mencuri keris itu dan dia menuduh kami pencuri-pencuri!"
Sutejo membentak marah.
"Tenanglah, Kakang. Kita hanya disangka saja, karena Den Roro itu belum mengenal siapa kita. Betapa pun juga, dia adalah kepala dari sekelompok wanita-wanita perkasa..."
"Huh! Kau selalu lemah kalau berhadapan dengan wanita!"
Sutejo berkata dengan nada suara kesal dan muak.
413 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo tersenyum dan bertanya kepada Ayu Kunti,
"Nimas, sekarang di mana adanya Den Roro itu dan apakah keris itu dibawanya?"
"Benar, Kakangmas."
"Sebenarnya, siapakah dia dan di mana dia tinggal?"
"Sudah saya katakan, kami semua tidak ada yang pernah melihat wajahnya, dan karena cara bicaranya seperti priyayi agung, maka kami menyebutnya Den Roro dan Den Bagus.
Tentu saja kami tidak tahu di mana mereka tinggal?"
"Dan di mana biasanya kalian berkumpul dan mengadakan pertemuan?"
"Ah, rahasia besar..., Kakangmas."
Bromatmojo mengerutkan alisnya dan memandang tajam, mengambil sikap seperti orang kecewa dan berduka. "Ahhh...
jadi engkau masih belum percaya benar kepadaku, Nimas?"
Ayu Kunti cepat memegang lengan "pemuda" itu. "Tidak, tidak sama sekali, Kakangmas. Aku sudah menceritakan semuanya, bahkan saya rela untuk mati demi andika, tentu saja saya sudah percaya sepenuhnya. Cuma saya... andika berdua demikian sakti, dan saya tidak ingin melihat andika berdua menghancurkan perkumpulan kami."
"Ihh, bocah ayu yang bodoh!" Bromatmojo mencubit dagu http://kangzusi.com
meruncing halus itu. "Siapa yang akan menghancurkan perkumpulanmu yang gagah itu" Kami hanya ingin ke sana untuk bertemu dan bicara dengan pimpinanmu."
"Akan tetapi, kalau saya yang mengantar andika berdua ke sana, hal itu merupakan dosa dan pelanggaran sumpah yang amat besar, Kakangmas. Pula, kedua orang teman saya tadi, bahkan juga mbakayu Cempaka, tentu kini telah memberi pelaporan tentang andika berdua dan sebentar lagi Den Roro tentu akan berada di sini."
414 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar suara suitan nyaring melengking dari luar rumah itu dan wajah Ayu Kunti seketika menjadi pucat sekali, tangannya yang tadi memegang lengan Bromatmojo menggigil.
"Omonganmu benar, Ayu!" terdengar suara halus merdu namun cukup nyaring. "Ajak mereka menemui kami ke tepi sungai di kaki pegunungan kapur di barat!"
Sutejo sudah melompat dan lari keluar dari warung itu, memandang ke kanan kiri, akan tetapi tidak melihat ada orang, kecuali beberapa orang petani yang agaknya mulai pergi ke sawah ladang mereka memanggul cangkul dan
beberapa orang wanita menggendong dan yang laki-laki memikul, agaknya mereka yang dari dusun-dusun hendak berdagang ke kota Tuban. Tidak kelihatan ada orang
berpakaian hitam, apalagi bertopeng hitam. Maka dia cepat berlari kembali ke dalam.
"Mari, Kakang Tejo. Nimas Ayu Kunti akan mengantarkan kita bertemu dengan mereka. Tadi adalah Den Roro pemimpin mereka yang mengundang kita," kata Bromatmojo yang sudah berdiri dan menggandeng tangan Ayu Kunti.
Sutejo mengerutkan alisnya. "Adi Bromo, aku tidak suka akan semua ini. Kita tentu akan terjebak lagi. Aku paling tidak percaya kepada wanita-wanita, mereka itu curang dan licik."
http://kangzusi.com
"Kakang Tejo, jangan bicara begitu bodoh!" Bromatmojo membentak, marah sehingga mengejutkan Sutejo. "Kalau Kakang merasa takut, tinggallah saja di sini dan biar aku sendirian menghadapi mereka!"
Sutejo membelalakkan mata. "Eh, eh... bagaimana kau bisa berkata demikian, Adi Bromo" Tentu saja aku tidak takut dan akan membantumu sampai berhasil. Akan tetapi, aku hanya khawatir mereka ini akan berlaku curang seperti tadi..."
Ayu Kunti segera maju membela Bromatmojo, "Raden
sebetulnya kami sama sekali tidak dan bukan orang-orang 415
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang bersikap curang dan pengecut, apalagi pimpinan kami!
Kalau kami tadi menggunakan obat bius untuk menangkap andika berdua hanyalah karena kami merasa tidak akan menang menggunakan kekerasan, sedangkan perintah
pimpinan kami adalah bahwa kami harus menawan andika berdua."
"Maaf, Kakang Tejo. Bukan maksudku menyatakan engkau penakut, akan tetapi untuk mendapatkan keris pusaka itu, kita harus berani menghadapi bahaya apa pun juga."
Sutejo menarik napas panjang. "Baiklah, sebetulnya aku tidak akan takut menghadapi musuh yang bagaimana pun juga, asal jangan perempuan-perempuan yang..."
"Sudahlah!" Bromatmojo memotong dengan nada suara tak sabar. "Mari kita berangkat!"
Mereka bertiga lalu pergi meninggalkan warung itu. Di sepanjang perjalanan Bromatmojo menggandeng tangan Ayu Kunti dan mereka kelihatan bersikap mesra dan saling mencinta. Hal ini membuat hati Sutejo menjadi semakin panas dan tidak senang. Dia tidak dapat menduga, karena pikirannya penuh dengan kemarahan, bahwa Bromatmojo melakukan hal itu untuk mencegah kalau-kalau anggota Sriti Kencana itu menggunakan akal untuk melarikan diri. Dengan adanya Ayu Kunti di tangannya, setidaknya dia dapat mencegah
kecurangan dilakukan oleh pihak musuh.
http://kangzusi.com
-o0o-d^w-o0o- Jilid 31 Tempat yang dimaksudkan itu ternyata tidak begitu jauh.
Terletak di sebelah barat kota Tuban di mana terdapat pegunugan kapur yang memanjang dari barat ke timur dan di kaki sebuah di antara gunung-gunung kapur itu memang terdapat sebatang sungai kecil yang airnya sedikit sekali, 416
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir kering. Akan tetapi kaki gunung kapur ini masih cukup mempunyai tanah sehingga berbeda dengan gunungnya
sendiri yang gundul dan keputih-putihan, di tempat ini masih ditumbuhi pohon-pohon dan rumput yang tidak begitu rimbun dan segar keadaannya. Tempat itu sunyi sekali karena kaum tani juga enggan untuk mengolah tanah yang dangkal dan bercampur kapur itu yang hasilnya tidak dapat banyak diharapkan.
Ketika tiga orang itu tiba di situ, Bromatmojo makin erat menggandeng tangan Ayu Kunti dan gadis ini memandang kepadanya dengan sinar mata mesra di balik topeng yang sudah dipakainya lagi itu, dan terdengar dia berbisik, "Terima kasih Kakangmas, dengan andika di samping saya, saya tidak takut apa-apa lagi..."
Bromatmojo hanya tersenyum dan memandang ke depan
penuh kewaspadaan, seperti juga dilakukan oleh Sutejo. Tiba-tiba, ketika mereka telah tiba di tepi sungai kecil itu, nampak bermunculan dari balik-balik batang pohon dan batu, banyak sekali orang-orang yang berpakaian serba hitam dan
bertopeng hitam, semua memakai hiasan kepala seekor burung sriti emas yang berkilauan tertimpa sinar matahari yang sudah mulai condong ke barat. Bromatmojo melepaskan tangan Ayu Kunti karena setelah dia berhadapan dengan mereka dan tidak mengkhawatirkan jebakan lagi, dia tidak http://kangzusi.com
memerlukan Ayu Kunti. Sutejo berdiri tegak dan memandang ke sekeliling dengan sinar matanya yang tajam.
Sejenak mereka semua diam dan dua puluh satu orang
bertopeng itu, termasuk Ayu Kunti, telah mengurung dua orang muda ini. Bromatmojo menghitung dan tahu bahwa jumlah mereka itu kurang satu. Karena pakaian mereka sama semua, dia tidak dapat menduga yang mana di antara mereka itu yang menjadi pemimpin, maka dia hanya menanti. Juga Sutejo hanya mencari-cari dengan pandang matanya, namun dia tidak dapat menduga pula yang mana pemimpinnya.
417 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, tiba-tiba dengan suaranya Sang Pemimpin memperkenalkan dirinya sendiri dengan kata-kata yang berwibawa namun merdu terhadap Ayu Kunti, "Ayu!
Bagaimana sikap mereka terhadap dirimu?"
Ayu Kunti kelihatan terkejut, menghadapi kepalanya yang bertubuh ramping kecil itu dan berkata, "Den Roro, mereka adalah pemuda-pemuda yang gagah dan sakti mandraguna, juga mereka tidak melakukan sesuatu yang buruk terhadap saya."
Diam-diam Sutejo harus mengakui bahwa hanya berkat
rayuan maut Bromatmojo saja maka Ayu Kunti tidak
melaporkan kepada pemimpinnya betapa gadis itu tadi dia ancam akan dipotong hidungnya dan dirobek pipi dan
bibirnya, sungguh pun hal itu hanya dipergunakannya untuk menakuti-nakutinya saja.
"Hemm, sudah kusangka demikian. Eh, Kisanak berdua.
Kami melihat bahwa kalian berdua adalah pemuda-pemuda yang perkasa dan gagah...!"
"Tidak seperti kalian yang menggunakan kecurangan untuk mencelakakan kami!" Sutejo memotong dengan suara tegas.
Orang yang bertopeng yang disebut Den Roro itu, yang tubuhnya ramping kecil, menoleh kepadanya dan memandang tajam sejenak. "Maaf, Kisanak. Anak buah kami hanya http://kangzusi.com
menjalankan tugas untuk mencoba menangkap kalian, akan tetapi ternyata gagal. Kalau boleh kami mengetahui, siapakah kalian?"
"Namaku Bromatmojo dan sahabatku ini bernama Sutejo."
"Sungguh mengherankan, orang-orang muda yang gagah
perkasa seperti kalian ini mengapa melakukan perbuatan yang demikian tak terpuji, membongkar kuburan orang dan hendak mencuri sebatang keris pusaka?"
418 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, eh, perlahan dulu engkau menuduh orang!"
Bromatmojo berseru marah. "Keris pusaka Kolonadah itu banyak diperebutkan banyak orang, dan kami yang
mengetahui tempatnya mengambil keris itu dengan baik. Akan tetapi andika malah mencurinya selagi kami menghadapi serbuan perajurit-perajurit itu, dan sekarang andika menuduh kami mencuri! Sungguh tidak pantas!"
"Memang aku telah mengambil keris itu. Inilah dia!" Den Roro yang berkedok itu mengeluarkan keris pusaka Kolonadah yang dibungkusnya dengan kain kuning. "Akan tetapi aku tidak mencuri, aku hanya mengambilnya lebih dulu untuk menentukan siapa yang berhak karena tadinya aku
menyangka bahwa andika berdua adalah pencuri-pencuri yang tidak berhak, demikian pula para perajurit itu. Tahukah kalian milik siapa keris pusaka Kolonadah ini?"
Bromatmojo menjawab cepat, "Milik mendiang Adipati
Ronggo Lawe di Tuban!"
"Hemm, ternyata andika tahu benar. Lalu bagaimana
andika tahu bahwa keris itu berada bersama kerangka itu di sana, padahal orang seluruh Tuban dan Mojopahit mencari-carinya tanpa hasil?"
"Den Roro atau siapa pun juga namamu, orang bertopeng!
Kalau andika merahasiakan keadaan andika, bahkan wajah pun dirahasiakan, maka kami pun mempunyai rahasia kami http://kangzusi.com
sendiri. Bagaimana kami mengetahui tentang di mana adanya Kolonadah merupakan rahasia kami yang tidak akan kami ceritakan kepada siapa pun."
Sepasang mata di balik topeng itu bersinar-sinar, agaknya dia kagum akan tetapi juga penasaran melihat sikap
Bromatmojo, pemuda yang amat tampan dan berani itu.
"Akan tetapi setidaknya tentu andika dapat mengatakan apakah andika berdua berhak atas pusaka ini?"
"Tentu saja!"
419 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Atas hak yang bagaimana?"
"Tahukah andika, wahai gadis bertopeng, siapa pencipta Kolonadah?"
Gadis bertopeng itu menggeleng kepala. "Aku... aku tidak tahu."
"Penciptanya adalah guru mendiang Adipati Ronggo Lawe.
Tahukah andika siapa beliau?"
Kembali wanita itu menggeleng kepala.
"Guru mendiang Adipati Ronggo Lawe adalah Empu
Supamadrangi di puncak Bromo, dan beliau adalah guruku pula! Nah, beliau yang mengutus aku untuk mengambil pusaka itu, akan tetapi ternyata ketika kami dikeroyok orang, engkau telah mencurinya!"
Sepasang mata itu berkilat-kilat. "Kami bukan pencuri!"
bentaknya, nyaring akan tetapi merdu suaranya itu.
"Kalau bukan pencuri, mengapa tidak kau kembalikan
kepadaku?" Bromatmojo berkata dengan suara lantang. "Kini kau malah mengumpulkan semua anak buahmu, dan agaknya hendak mengeroyok kami berdua, bukankah hal itu
menunjukkan bahwa engkau bukan hanya pencuri melainkan juga perampok?"
"Hemm, Bromatmojo, lancang sekali ucapanmu! Sudah
http://kangzusi.com
kukatakan bahwa aku tidak mencuri, hanya karena tidak ingin pusaka ini terjatuh ke tangan orang jahat, maka aku mengambilnya ketika terjadi pertempuran itu, karena aku belum tahu siapa adanya andika berdua. Akan tetapi
sekarang, setelah kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan pencipta keris ini, semestinya memang harus
kukembalikan kalau saja engkau tidak begitu lancang mulut."
"Hemm, bocah ayu..."
420 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ceriwis! Bagaimana kau bisa mengatakan ayu kalau kau belum melihat wajahku?"
"Orang yang suaranya seperti andika, dengan bentuk tubuh seperti andika, tidak bisa tidak tentu ayu seperti bidadari dari Kahyangan. Kalau benar aku lancang mulut, lalu kau mau apa?" Bromatmojo menantang.
"Adi Bromo! Jangan begitu...!" Sutejo mencela karena menganggap sikap sahabatnya itu keterlaluan.
Akan tetapi Den Roro yang memakai topeng itu sudah
menjadi marah. "Bromatmojo, kalau begitu, engkau harus bisa mengalahkan aku lebih dulu sebelum engkau berhak memiliki keris pusaka Kolonadah!" Setelah berkata demikian, dia menyerahkan keris yang dibungkus kain kuning itu kepada seorang anak buahnya dan ia melangkah maju, memasang kuda-kuda menghadapi Bromatmojo.
"Hemm, boleh saja, manis. Bersiaplah engkau!" kata
Bromatmojo dan dia segera menggerakkan kaki tangannya menerjang ke depan dengan hebat, melakukan tamparan-tamparan dari kanan kiri.
"Plak-plak-plak!" kepala perkumpulan yang memakai nama samaran Sriti Kencana itu mengelak mundur sambil menangkis dengan tangannya pula, kemudian balas menyerang dengan kecepatan luar biasa. Tubuhnya seperti terbang saja http://kangzusi.com
menyerang dengan kedua tangannya membentuk sayap-sayap burung yang menampar dari kanan kiri sambil meloncat tinggi.
"Hemm, engkau memang patut menjadi burung sriti!" kata Bromatmojo sambil cepat mengelak karena dia melihat betapa gerakan lawannya memang amat cepat dan tangkas.
Sebetulnya, biar pun Sriti Kencana memiliki kelebihan dalam ilmu meringankan tubuhnya, namun dalam hal pukulan dan aji kesaktian, Bromatmojo masih lebih menang, karena memang memiliki dasar yang lebih matang. Akan tetapi Bromatmojo kini telah yakin bahwa Sriti Kencana memang bukan
421 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekumpulan orang-orang jahat dan sekarang buktinya, kepalanya tidak mengerahkan anak buah yang sebanyak itu untuk mengeroyok. Semua wanita bertopeng itu hanya
mengurung tempat itu dan menjadi penonton, dengan kedua lengan bersilang di dada, sama sekali tidak ada tanda-tanda mereka hendak mengeroyok. Agak lega juga hati Sutejo melihat betapa sahabatnya itu tidak melakukan pukulan yang sungguh-sungguh, melainkan mendesak lawan dengan
tamparan-tamparannya yang mengandung hawa pukulan
ampuh dan kuat sekali.
Seru dan hebat pertandingan itu, berlangsung lama juga.
Akan tetapi lama kelamaan Sriti Kencana kelihatan lemah gerakannya dan setiap kali lengannya beradu dengan lengan Bromatmojo, dia mengeluh dan terhuyung. Akhirnya,
tamparan Bromatmojo mengenai pundak kirinya dan dia terhuyung lalu jatuh terduduk.
Napasnya terengah-engah dan dengan lengan bajunya dia menghapus peluhnya. Dengan anggukan kepala dia memberi isyarat kepada anak buahnya yang membawa keris.
-o0o-dw-o0o- Jilid 32 http://kangzusi.com
"Berikan pusaka itu kepadanya!"
Anak buahnya itu cepat menghampiri Bromatmojo yang
berdiri dengan bertolak pinggang, menyerahkan keris yang diterima dengan bangga oleh Bromatmojo.
Dibukanya kain kuning itu dan setelah melihat bahwa keris itu memang benar pusaka Kolonadah yang mengeluarkan hawa panas menyeramkan sehingga cepat-cepat dia
membungkusnya kembali dengan kain kuning, dia
memandang ke arah Sriti Kencana yang telah bangkit berdiri.
"Terima kasih, Sriti Kencana ataukah... Den Roro?"
422 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita bertopeng itu hanya berkata, "Engkau telah
menang, tidak ada perlunya lagi mengejek. Engkau memang gagah dan sakti, akan tetapi sikapmu menyakitkan hati."
Dengan isak tertahan, Sriti Kencana membalikkan tubuhnya dan cepat pergi diikuti oleh dua puluh orang anak buahnya.
Setelah mereka pergi, Sutejo berkata mengomel, "Engkau benar-benar terlalu sekali, Adi Bromo. Sikapmu memang benar menyakitkan hati seperti kata-katanya tadi."
"Eh, eh..., sejak kapan engkau membela musuh, Kakang Tejo" Apakah engkau akan lebih senang kalau aku tadi kalah dan pusaka ini tetap dibawa olehnya?"
"Engkau tahu bahwa bukan begitu maksudku. Akan tetapi, jelas bahwa dia seorang gadis yang hebat, gagah perkasa dan pemberani, menentang kejahatan dan membentuk kelompok wanita-wanita yang begitu hebat berani menentang kejahatan.
Dan engkau... engkau bersikap begitu memandang rendah, padahal dia bukan pencuri, bahkan dia menyerahkan keris itu dengan baik-baik."
"Hemm..., kalau menurut pendapatmu, bagaimana
sebaiknya menghadapi mereka?"
"Sikapmu sudah jelas, mengapa pakai tanya-tanya segala?"
"Sikapku bagaimana maksudmu?"
http://kangzusi.com
"Tadi engkau merayu Ayu Kunti, dan kini engkau menghina pemimpinnya. Aku tahu mengapa engkau melakukan hal itu."
"Memang kau pandai, Kakang tejo, kau tahu segala. Nah, katakan, apa yang kau ketahui sehingga aku melakukan hal itu?"
"Karena kau telah melihat bahwa Ayu Kunti cantik, maka kau merayunya sehingga dia jatuh hati. Sebaliknya,
pemimpinnya itu belum kau lihat wajahnya, dan karena kau takut kalau-kalau dia tidak cantik, maka kau tega menyakitkan hatinya dengan sikapmu yang merendahkan dan sombong."
423 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sombong" Aku..." Sombong?"
"Ya, kau sombong sekali menghadapi seorang wanita yang begitu gagah dan baik budi. Engkau terlalu mengandalkan kepandaian hanya untuk menghina wanita,padahal dia sudah berjasa terhadapmu."
"Eh, Kakang Tejo. Kau menuduhku sembarangan dan kau bilang dia berjasa" Jasa yang mana?"
"Kalau bukan dia yang mengambil keris pusaka itu dan menyimpannya, dalam keributan ketika kita dikeroyok itu, bukankah ada bahaya pusaka itu lenyap diambil orang lain?"
Bromatmojo mengangguk-angguk, lalu memandang tajam.
"Agaknya pembelaanmu terhadap wanita itu ada benarnya juga, Kakang Tejo. Akan tetapi mengapa sekarang kau tiba-tiba saja membela dia secara mati-matian" Kakang, engkau belum melihat wajahnya bagaimana, namun engkau sudah membelanya..."
"Aku tidak seperti engkau yang gila wanita cantik!" Tejo berkata marah.
"Eh, eh, kau memandang rendah wanita cantik?"
"Aku tidak memandang kecantikannya, melainkan budi
pekertinya. Wanita cantik biasanya berhati curang dan karena mengandalkan kecantikannya maka dia memandang rendah http://kangzusi.com
kaum pria dan suka mempermainkannya. Wanita cantik
seperti ular berbisa..."
"Eh, eh! Mengapa kau ini" Tiada hujan tiada angin memaki-maki wanita cantik"
Kakang Tejo, kalau engkau kelak memilih kekasih..."
"Aku bukan tukang merayu wanita seperti engkau, aku tidak akan memilih kekasih!"
"Hemm, kalau engkau kelak berpacaran..."
424 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku muak dengan itu!"
Bromatmojo memandang dengan mata terbelalak. "Muak"
Muak dengan pacaran, berkasih-kasihan" Ah, Kakang Tejo, apakah engkau sudah gila?"
"Hemm, berani kau bilang begitu" Mengapa kau
mengatakan aku sudah gila?"
"Karena, Kakang, manusia dijelmakan berkelamin dua jenis, untuk saling tertarik,saling mencinta, berpacaran, menikah sebagai suami isteri, mempunyai keturunan..."
"Tapi tidak untuk saling menggoda, saling merayu palsu seperti engkau! Pemuda macam apa engkau ini, setiap melihat wanita cantik lalu menjadi hijau matanya,merayu setiap wanita cantik dengan kata-kata dan sikap halus,
mengandalkan ketampanan. Adi Bromo, engkau harus sadar dari penyelewenganmu dan kembali ke jalan benar!" kata Sutejo dengan sikap sungguh-sungguh.
Bromatmojo bersedekap dan memandang pemuda itu
dengan mata bersinar-sinar. "Ehem,sahabatku yang mulia, yang alim, yang agaknya akan menjadi pertapa muda yang tahan uji, seorang pria utama yang memandang rendah kaum wanita, yang membutakan mata terhadap keindahan dan kecantikan, ceritakanlah kepadaku, wejanglah aku agar aku dapat kembali ke jalan benar!"
http://kangzusi.com
Sutejo tidak memperdulikan kata-kata dan sikap yang mengejek ini, lalu dia duduk di atas batu besar dan dengan bersungut-sungut tanpa memandang wajah Bromatmojo dia berkata, "Aku tahu bahwa engkau seorang pemuda yang baik dan memiliki kesaktian, murid seorang pertapa yang sakti, Adi Bromo. Akan tetapi engkau masih amat muda, masih seperti kanak-kanak sehingga engkau tidak tahu bahayanya seorang wanita, apalagi wanita cantik. Apakah engkau tidak pernah mendengar dongeng-dongeng tentang riwayat jaman dahulu"
Betapa banyaknya ksatria-ksatria runtuh kegagahannya, raja-425
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja berkuasa runtuh kekuasaannya, pendeta-pendeta runtuh kealimannya, bahkan dewata sekali pun runtuh kesuciannya hanya karena kecantikan wanita! Oleh karena itu aku prihatin sekali melihat sifatmu yang suka sekali merayu wanita. Adikku, percayalah kepadaku, jangan engkau menuruti nafsu,karena kalau engkau melanjutkan kesesatan itu, aku khawatir kelak engkau pun akan jatuh oleh wanita. Wanita adalah pusat keindahan dan keburukan, wanita adalah sumber kemanisan dan kepahitan, wanita adalah tempat kebaikan dan kejahatan, sumber kecintaan dan kebencian, pencipta kebahagiaan dan kesengsaraan!"
Sepasang mata Bromatmojo makin bersinar-sinar. Lalu mulutnya berjebi dan dia merubah kedudukan kedua
lengannya, kini dia bertolak pinggang.
"Kakang Tejo, agaknya engkau tentu sudah mempunyai
banyak pengalaman dengan wanita, tentu sudah sering sekali jatuh cinta kepada wanita sehingga..."
"Tidak, tidak sama sekali!" Sutejo menggoyang-goyangkan tangannya. "Aku tidak akan mudah begitu saja jatuh cinta kepada wanita!"
Kedua tangan di pinggang itu bergerak dan kini kembali bersedakap di depan dada,dan Bromatmojo menengadah, memandangi awan yang bergumpal-gumpal seperti
sekumpulan domba putih dan berarak perlahan-lahan hendak http://kangzusi.com
pulang ke kandang nan jauh di puncak bukit. Mulutnya berkemak-kemik dan terdengar dia bicara perlahan,"Wahai para dewi dan bidadari di kahyangan, dengarkanlah pemuda tinggi hati ini!
Dia selama hidupnya belum pernah mencinta wanita, belum pernah berhubungan dengan wanita, namun pengetahuannya tentang wanita demikian luas, demikian mendalam, agaknya dia telah mempelajari dan menyelidiki tentang mahluk yang dinamakan wanita itu..."
426 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sutejo tidak memperdulikan sikap Bromatmojo yang
dianggapnya mengejek. Dia membantah, "Wanita adalah seperti tulisan daun lontar yang terbuka, mudah dibaca dan dimengerti..."
"Huh...!"
"Wanita adalah seperti bunga mawar, harum akan tetapi penuh dengan duri..."
"Wahai awan di angkasa, tidakkah kalian mau berhenti sejenak mendengarkan wejangan sang bijaksana ini" Sang arif bijaksana yang tak pernah dan tak mau jatuh cinta namun pandai bicara tentang cinta...?" Bromatmojo tetap mengejek.
"Cinta adalah semacam penyakit!"
"Waduhh!"
"Laki-laki yang jatuh cinta adalah lemah dan bodoh sudah sepatutnya laki-laki macam itu menjadi permainan wanita sampai bertekuk lutut, menjadi kesed kaki wanita, diinjak-injak, akhirnya merana dan kelak hanya menjadi umpan api neraka..."
"Uwahhh...!!" Bromatmojo tak dapat menahan kemarahan hatinya lagi. Kini dia menghadapi Sutejo yang duduk di atas batu, telunjuk kanannya menuding sampai hampir menyentuh dahi Sutejo. "Dan kau... manusia sombong dan tinggi hati, aku http://kangzusi.com
berani mempertaruhkan nyawaku bahwa kelak, laki-laki macam engkau ini, kalau sudah jatuh cinta kepada seorang wanita, kelak engkau akan menyembah-nyembahnya,
menciumi ujung kakinya, memujanya dan wanita itu akan menghinamu, akan memaksamu menelan kembali semua
kata-katamu tadi, dan aku akan bersorak melihatmu, karena aku muak melihatmu!" Bromatmojo lalu membalikkan
tubuhnya dan lari meninggalkan Sutejo.
Tak dapat ditahan lagi kedua matanya menjadi panas dan air mata mengalir di sepanjang kedua pipinya. Bromatmojo 427
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat menghapus air matanya dan terus lari secepatnya meninggalkan Sutejo yang menimbulkan kemarahan besar di dalam hatinya itu. Pemuda sombong! Pemuda besar kepala!
Pemuda gila! Demikian hatinya memaki-maki.
Akan tetapi..., dia merasa bingung dan heran sekali mengapa kakinya menjadi berat dan hatinya seolah-olah tertinggal bersama pemuda itu di sana!
Bromatmojo akhirnya dapat menenangkan hatinya dan
tidak ada tanda air mata lagi di kedua pipinya, hanya matanya agak merah sedikit. Wajahnya muram ketika dia tiba di luar kota Tuban karena perasaannya sungguh tidak nyaman, seolah-olah kehidupan menjadi berbeda sekali setelah dia meninggalkan Sutejo. Dunia seperti sunyi, warna-warna menjadi pucat dan suara-suara menjadi sumbang!
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adi Bromo...!"
Bromatmojo hampir berteriak dan bersorak saking
girangnya mendengar suara ini.
Akan tetapi dia menahan gelora hatinya dan memasang muka merenggut dan membalikkan tubuh seenaknya seolah-olah suara itu hanya mengganggu ketenangannya!
Hari telah lewat senja dan malam hampir tiba, namun dia mengenal baik bayangan laki-laki yang melangkah lebar menghampirinya itu. Sejenak mereka berdiri berhadapan, http://kangzusi.com
Bromatmojo merengut dan Sutejo tersenyum.
"Kenapa engkau mengikuti aku?" tanya Bromatmojo setelah menekan hatinya sehingga suaranya tidak begitu gemetar.
"Karena banyak hal, Adi Bromo. Pertama, karena memang aku hendak ke Tuban. Ke dua, karena tidak tahan aku melihat engkau pergi meninggalkan aku dalam keadaan marah setelah kita menjadi sahabat baik. Ke tiga, karena aku merasa penasaran."
428 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, engkau malah yang merasa penasaran?"
Bromatmojo bertanya dengan mata terbelalak heran. Siapa yang tidak merasa heran" Kata-kata dan sikap Sutejo membuat dia penasaran setengah mampus, eh, kini pemuda itu datang menyatakan merasa penasaran!
"Setelah engkau pergi, aku merasa penasaran sekali
mengingat mengapa engkau,seorang laki-laki, seorang pemuda seperti aku pula, begitu mati-matian membela wanita dan marah-marah karena aku mencela wanita. Nah, itulah yang ingin kuketahui sebabnya, Adi Bromo."
Berdebar rasa jantung Bromatmojo. Celaka, hampir saja dia membuka rahasia pribadinya oleh sikapnya itu! Dia hampir lupa bahwa dia adalah seorang "pria", dan memang tidak semestinya kalau dia mati-matian membela wanita. Akan tetapi,dia adalah seorang yang cerdik dan sambil tersenyum mengejek dia menjawab, "Mengapa sikapku itu membuat engkau penasaran, Kakang Tejo" Kau merasa dirimu sebagai pria terlalu tinggi dan agungkah" Engkau lupa agaknya, bahwa tanpa adanya wanita di dunia ini, seorang Sutejo tidak akan dapat lahir di dunia! Engkau lupa bahwa ibu-ibu kita adalah wanita, saudara-saudara perempuan kita adalah wanita, bibi-bibi kita adalah wanita. Apakah engkau pun hendak mengutuk mereka, termasuk ibumu sendiri?"
"Ah..., ah...! Tidak begitu sama sekali! Aku tidak mengutuk http://kangzusi.com
wanita, dan tidak semua wanita jahat. Sriti Kencana itu seorang wanita yang hebat. Aku hanya ingin menasihatimu agar engkau jangan terlalu banyak main cinta dengan wanita, Adi Bromo, dan..."
"Sudahlah, Kakang Tejo. Agaknya memang tidak ada
kecocokan dalam urusan wanita ini antara engkau dan aku.
Sekarang, setelah aku menjelaskan mengapa aku membela ibu-ibu kita, tentu engkau tidak penasaran lagi. Nah, selamat tinggal!"
429 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo sudah melangkah dan berjalan cepat
memasuki pintu gerbang Kadipaten Tuban. Akan tetapi Sutejo cepat mengejarnya.
"Eh, Adi Bromo. Benar-benarkah engkau marah sekali
kepadaku" Apakah engkau tidak suka memaafkan aku?"
Sambil melangkah terus Bromatmojo hanya mendengus.
"Hemmm...!"
"Kita adalah sahabat-sahabat kontan, sahabat-sahabat karib yang sudah mengalami suka duka bersama. Maukah engkau... eh, bolehkah aku menemanimu, Adi Bromo"
Tujuan kita juga sama..."
"Asalkan engkau tidak lagi menghina kaum ibu..."
"Tidak, sungguh mati tidak!"
Maka masuklah dua orang muda itu ke kota Tuban di waktu orang-orang telah mulai menyalakan lampu penerangan.
Karena dua orang muda itu sudah sejak kecil meninggalkan dunia ramai dan hidup sebagai pertapa di pegunungan, dan baru sekarang mereka melihat kota sebesar kota Tuban yang ramai, keduanya melihat-lihat dengan hati kagum.
Setelah mereka makan di dalam warung, menikmati nasi dan goreng udang yang banyak dijual di kota pelabuhan itu, Bromatmojo lalu mengajak Sutejo untuk mencari tukang http://kangzusi.com
menjual warangka (sarung keris).
"Tidak enak membawa pusaka dibungkus begini, kakang.
Kita harus membeli sebuah warangka untuk Kolonadah."
Mereka segera mendatangi pedagang warangka dan keris, lalu memilih sebuah warangka yang cukup indah ukirannya karena Bromatmojo menghendaki agar keris pusaka itu memperoleh warangka yang indah.
"Aku ingin segera menyelidiki si keparat Progodigdoyo, Adi Bromo."
430 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang semestinya demikian, aku pun ingin mendengar apa jadinya dengan mbakayumu, akan tetapi kita akan menyelidiki sebuah gedung kadipaten di mana terdapat banyak penjaganya, Kakang. Oleh karena itu, sebaiknya kalau kita mencari rumah penginapan lebih dulu sehingga kalau sampai terjadi apa-apa, kita dapat dengan mudah
menyembunyikan diri."
Sutejo mengangguk tanda setuju dan pergilah mereka
mencari sebuah rumah penginapan kecil di ujung kota. Mereka menyewa dua buah kamar karena seperti biasa, Bromatmojo ingin tidur menyendiri. Akan tetapi baru saja mereka memasuki kamar masing-masing, Bromatmojo sudah
mengetuk pintu kamar Sutejo dan ketika pemuda ini membuka pintunya, Bromatmojo berkata dengan muka tegang. "Kakang Tejo,terjadi suatu hal yang luar biasa. Mari kau lihat di kamarku!"
Sutejo cepat mengikuti Bromatmojo memasuki kamarnya dan di situ Bromatmojo memperlihatkan warangka Kolonadah yang telah menjadi pecah berantakan sehingga keris pusaka itu kelihatan, mencorong mengeluarkan sinar yang panas!
"Eh, apa yang terjadi?" Sutejo bertanya heran.
"Aku sendiri tidak tahu. Begitu memasuki kamar, aku mengeluarkan pusaka ini dan meletakkannya di atas meja.
Tiba-tiba terdengar suara membeletak dan kulihat warangka http://kangzusi.com
itu telah pecah berantakan."
Sutejo memeriksa warangka itu dan menggelengkan
kepalanya. "Warangka itu terbuat dari kayu yang tua dan kuat, sungguh aneh sekali bagaimana bisa pecah seperti ini.
Akan tetapi bukankah engkau tadi membeli dua buah
warangka?"
"Benar, yang sebuah adalah warangka kayu galih asem yang amat indah ukirannya dan kubeli karena aku suka akan ukirannya."
431 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, kalau begitu pakai saja itu," kata Sutejo.
Bromatmojo lalu mengeluarkan warangka ke dua yang tadi dimasukkan bungkusan pakaiannya, dan mencabut Kolonadah dari warangka yang sudah pecah-pecah itu dan dimasukkan keris pusaka itu ke dalam warangka galih asem. Akan tetapi, begitu dia meletakkan keris itu di atas meja, terdengar suara membeletak dan ketika mereka memandang, ternyata
warangka galih asem yang terukir indah itu pun pecah berantakan!
"Luar biasa...!!" kata Sutejo sambil memandang Kolonadah di atas meja dengan mata terbelalak.
Bromatmojo mengambil keris itu, mengeluarkannya dari warangka yang pecah, lalu membungkusnya dengan kain kuning. Sebagai murid seorang empu yang sakti, ahli pembuat keris pusaka, Bromatmojo mengerti apa yang telah terjadi.
"Kakang Tejo, Kolonadah adalah pusaka sakti, maka tentu saja tidak mau bertempat tinggal di warangka biasa saja.
Warangka biasa itu tentu saja tidak kuat menahan hawa sakti yang keluar dari pusaka ini. Sebaiknya sekarang kita mencari seorang empu yang sakti di kota ini dan minta dibuatkan sebuah warangka yang cocok."
"Baiklah, Adi Bromo. Sungguh hebat sekali pusaka itu..."
kata Sutejo yang masih belum hilang kagum dan kagetnya akan keampuhan pusaka peninggalan Adipati Ronggo Lawe http://kangzusi.com
itu. Setelah mencari keterangan kepada pelayan rumah
penginapan, mereka mendengar bahwa di ujung barat kota Tuban terdapat seorang empu tua yang berilmu tinggi.
Menurut keterangan itu, empu ini dahulu menjadi empu di Mojopahit dan kini telah mengundurkan diri, kembali kepada tempat asalnya, yaitu di Tuban dan di Tuban hanya melayani pesanan-pesanan yang penting saja, dengan bantuan dua orang cantriknya.
432 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang muda itu lalu berangkat malam itu juga, menuju ke rumah Empu Singkir, demikian nama empu
terkenal dan sudah tua itu. Ketika mereka tiba di depan rumah sederhana itu mereka sudah mendengar berdentingnya baja digembleng, suaranya perlahan namun melenting nyaring tanda bahwa yang digemleng adalah baja murni yang baik.
Seorang cantrik menerima kedatangan mereka dan ketika Bromatmojo menyatakan bahwa dia datang untuk mohon
pertolongan Empu Singkir untuk memilihkan atau
membuatkan sebuah warangka untuk keris pusakanya, cantrik itu lalu mempersilakan mereka menanti di ruangan depan dan melaporkan kepada Empu Singkir yang sedang bekerja.
Suara baja digembleng itu terhenti dan tak lama kemudian muncullah seorang kakek yang sudah tua sekali, sedikitnya delapan puluh tahun usianya, kurus kering dan berpakaian sederhana dan jalannya sudah terbongkok-bongkok. Sutejo dan Bromatmojo cepat bangun berdiri dan memberi hormat kepada kakek ini.
"Siapakah andika berdua, Raden?" tanya kakek itu dengan suara yang sudah gemetar.
"Saya bernama Bromatmojo dan sahabatku ini bernama
Sutejo, Eyang."
"Uh-hu-huh... andika berdua adalah orang-orang muda http://kangzusi.com
yang gemblengan, dapat saya lihat dari sikap dan pandang mata kalian. Akan tetapi, menurut laporan cantrik, andika datang untuk dibuatkan warangka" Sungguh aneh sekali, biasanya orang datang untuk memesan, curigo (keris), bukan warangka! Warangka hanyalah wadah dan merupakan hiasan belaka, angger, dan yang terpenting adalah isinya, yaitu kerisnya. Mengapa andika hanya memesan warangkanya
saja?" Sebagai murid Empu Supamandrangi yang sakti,
Bromatmojo cepat dapat menangkap arti kata-kata yang tidak 433
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu dimengerti oleh Sutejo itu, dan menjawablah pemuda Bromo itu, "Maaf, Eyang. Sungguh pun apa yang Eyang katakan itu benar,akan tetapi warangka tidaklah kalah pentingnya dengan curigo, karena tanpa warangka, curigo tidaklah lengkap, bahkan tidak berwujud dan tidak kelihatan.
Karena itu, betapa pun baiknya curigo, tanpa mempunyai warangka yang indah dan kuat, berarti tidak sempurna. Tentu saja sebaliknya pun demikian, betapa pun indah dan kuatnya warangka, tanpa curigo, juga tidak ada artinya dan hanya merupakan kemewahan yang sia-sia. Bukankah demikian, Eyang?"
"Hu-hu-huh... wawasanmu memang tajam dan tepat,
Angger. Dan karena andika bernama Bromatmojo, agaknya datang dari Bromo dan..."
"Terus terang saja, saya adalah murid dari eyang guru Empu Supamandrangi."
Sepasang mata tua itu memandang terbelalak, kemudian dia membungkuk penuh hormat.
"Jagad Dewa Bathara..., sungguh mata tua ini sudah
lamur... maafkan saya, Raden. Kiranya saya berhadapan dengan murid seorang yang sakti mandraguna... ahh,sungguh merupakan kehormatan besar bagi saya kalau andika sudi minta bantuan seorang bodoh seperti saya. Andika tadi katanya memesan warangka. Untuk apakah, Raden
http://kangzusi.com
Bromatmojo?"
"Untuk sebuah pusaka, Eyang. Pusakaku itu demikian
ampuhnya sehingga sudah dua buah warangka pecah
berantakan olehnya."
"Bolehkah saya melihat pusaka yang ampuh itu, Raden?"
"Silakan, Eyang." Bromatmojo mengeluarkan bungkusan kain kuning dan menyerahkannya kepada Empu Singkir.
Dengan jari-jari tangannya yang lentik panjang dan halus, tangan seorang seniman, Empu Singkir membuka bungkusan 434
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu dan memeriksa gagang keris pusaka Kolonadah. Matanya terbelalak lebar.
"Kolonadah...?" Dia berteriak, keras sekali teriakannya dan Bromatmojo cepat merampas kembali keris pusakanya karena tiba-tiba dia mendengar suara gaduh dari balik pintu ruangan.
-o0odw0o0- Jilid 33 Empu Singkir yang tua renta itu kini tiba-tiba meloncat ke belakang dan dari balik pintu muncullah seorang kakek tinggi besar yang mukanya brewok penuh cambang bauk, sikapnya gagah bukan main dan biar pun usianya tentu sudah tujuh puluh tahunan, namun dia masih kelihatan gagah perkasa menyeramkan, dengan pakaiannya serba hitam dan ikat kepala yang hitam pula.
"Dia... dia membawa Kolonadah!" teriak pula Empu Singkir sambil menudingkan telunjuknya kepada Bromatmojo.
Mendengar ini, kakek berpakaian hitam itu menerjang ke depan dan berkata kepada Bromatmojo.
"Serahkan Kolonadah kepadaku!" bentakan ini dibarengi dengan uluran tangan hendak merampas keris pusaka yang sudah dipegang oleh Bromatmojo, namun pemuda ini dengan http://kangzusi.com
mudah mengelak dan membungkus keris pusaka itu,
menyelipkan di pinggangnya kemudian dia menghadapi
serangan kakek tinggi besar yang ternyata memiliki gerakan cepat dan pukulan ampuh yang mendatangkan angin besar itu.
Ketika Sutejo hendak membantu sahabatnya, Empu Singkir bersama dua orang cantriknya sudah menyerang dan
mengeroyoknya sehingga terjadilah pertempuran hebat di dalam ruangan depan yang cukup luas itu. Sutejo tidak tega untuk sembarangan melukai empu tua dan dua orang
435 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantriknya itu, maka dia hanya bersikap mempertahankan diri, mengelak dan menangkis. Akan tetapi tidak demikian dengan Bromatmojo. Melihat kakek raksasa itu bertekad untuk merampas Kolonadah, maka dia menyangka buruk dan dia mengerahkan tenaga pada setiap tangkisannya dan beberapa kali kakek raksasa itu terhuyung dan berseru kaget. Ketika melihat bahwa pemuda tampan itu ternyata sakti dan kuat sekali, kakek itu melolos ikat kepalanya yang hitam dan dengan seruan menggeledek dia menggerakkan ikat kepala itu melecut. Angin menyambar dan Bromatmojo terkejut bukan main karena merasa betapa ikat kepala itu menyambar dengan kekuatan dahsyat. Namun, tentu saja dia tidak takut, bahkan mengangkat tangan kirinya menangkis.
"Plakk! Brettt...!" Ikat kepala itu tertangkis tangan Bromatmojo, membalik, akan tetapi ujungnya tadi masih menyambar melalui tangan Bromatmojo dan mengenai leher baju orang muda itu sehingga leher bajunya terkoyak dan nampaklah kalung yang selalu dipakainya. Karena tidak tertutup leher baju, kalung itu terjuntai keluar.
"Eh... Kundolo Mirah...?"" Kakek berpakaian hitam itu berteriak sambil melompat mundur. "Tahan dulu...! Hentikan pertempuran...!!"
Bromatmojo memandang tajam dan Empu Singkir bersama dua orang cantriknya yang kewalahan menghadapi Sutejo, kini http://kangzusi.com
juga mundur. Napas empu itu empas-empis seperti ikan berada di darat.
"Memang ini Kundolo Mirah. Habis mengapa?" tanya
Bromatmojo sambil memandang kakek raksasa itu dengan sikap menantang. "Dan memang keris ini pusaka Kolonadah.
Apakah kalian masih hendak merampasnya?"
Kakek raksasa itu memandang dengan mata terbelalak.
"Engkau... engkau siapakah..." Dari mana engkau
memperoleh Kolonadah dan Kundolo Mirah?"
436 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo memandang tajam dan kini dia teringat bahwa dia pernah bertemu dengan kakek ini. Dia mengingat-ingat dan tiba-tiba teringatlah dia ketika sembilan tahun yang lalu dia hendak disiksa oleh Reksosuro dan Darumuko, dia ditolong oleh seorang kakek berpakaian hitam, kakek raksasa yang bernama Ki Ageng Palandongan! Inilah dia kakek itu! Akan tetapi, Bromatmojo segera teringat bahwa dia tidak mungkin mengaku kepada kakek ini, bahwa dia adalah anak perempuan sembilan tahun yang lalu itu, maka dia lalu berkata, "Harap andika ketahui bahwa saya Bromatmojo adalah murid eyang guru Empu Supamandrangi, dan bahwa atas perintah Empu Supamandrangi maka saya mengambil keris pusaka Kolonadah ini."
"Ehh..., tapi... tapi Kundolo Mirah itu...?"
"Ini?" Bromatmojo memegang mainan kalungnya dan
memasukkannya kembali ke balik bajunya. "Kundolo Mirah ini adalah hadiah yang saya terima dari...eyang guru.."
Dia terpaksa membohong.
"Serupa benar dengan milik mantuku, mendiang Adipati Ronggo Lawe!" kata Ki Ageng Palandongan.
"Tentu saja," kata Bromatmojo cerdik. "Bukankah
mendiang Adipati Ronggo Lawe adalah murid dari eyang guru Empu Supamandrangi?"
http://kangzusi.com
Sementara itu, mendengar ucapan kakek raksasa itu,
Sutejo menjadi terkejut. "Jadi paduka adalah ayah mertua mendiang Adipati Ronggo Lawe?"
"Benar. Aku bernama Ki Ageng Palandongan, dan aku
sering kali datang ke Tuban untuk menyelidiki hilangnya Kolonadah, pusaka milik mendiang Adipati Ronggo Lawe.
Memang pusaka itu adalah ciptaan gurunya, yaitu Paman Empu Supamandrangi dan setelah kini Paman Empu sendiri mengutus muridnya dan telah berhasil mendapatkan kembali pusaka itu, hatiku merasa lega. Harap andika berdua suka 437
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaafkan kelancangan seorang tua. Ketika aku mendengar teriakan sahabatku, Empu Singkir bahwa ada orang datang membawa Kolonadah, tentu saja aku menjadi terkejut dan menyangka buruk kepada andika berdua."
"Tidak mengapalah, Paman Ki Ageng Palandongan. Sudah biasa di antara orang-orang gagah bahwa setelah bertanding baru saling berkenalan. Dan memang agaknya sudah
ditakdirkan bahwa antara kita akan terjadi pertemuan dan perkenalan. Sahabatku ini bernama Sutejo."
"Bukan main, sungguh andika memiliki kesaktian yang hebat, Raden Sutejo. Aku dengan bantuan dua orang
cantrikku sama sekali tidak berdaya menghadapi
kedigdayaanmu." Empu Singkir memuji sambil memandang kepada Sutejo dengan sinar mata kagum.
"Tentu saja, Eyang Empu, sahabatku ini adalah murid dari Panembahan Ciptaning di lereng Gunung Kawi," kata
Bromatmojo yang merasa bangga akan kesaktian sahabatnya.
"Ahhh...!" seru Empu Singkir.
"Ohhh...!!" Ki Ageng Palandongan juga berseru kaget karena tentu saja dia mengenal nama Panembahan Ciptaning yang sakti mandraguna itu. "Kiranya andika berdua adalah murid orang-orang sakti dan tentu kedatangan andika berdua di Tuban mempunyai maksud tujuan yang penting."
http://kangzusi.com
Bromatmojo melirik ke arah Sutejo yang mengerutkan alis, lalu berkata, "Pertama-tama, kami merasa pusing karena sukar sekali mencarikan warangka untuk keris pusaka Kolonadah, maka kami sengaja datang minta bantuan Eyang Empu Singkir."
Empu yang tua itu tersenyum. "Tidaklah mudah mencarikan warangka yang tepat bagi sebuah keris pusaka seampuh Kolonadah. Saya tahu akan sifat keris pusaka seperti ini, yang mengandung hawa panas sekali. Pusaka ini harus sebuah warangka yang dingin, yang dibuat oleh tangan seorang 438
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perawan dan untuk membuat warangka yang baik, tentu saja gadis itu haruslah mempunyai kesaktian."
Mendengar ini, Bromatmojo menjadi bingung. Tentu saja dia sendiri memenuhi syarat untuk membuatkan warangka itu, akan tetapi hal ini akan berarti membuka rahasianya. Maka dia lalu berkata, "Kalau begitu, saya menyerahkan pembuatan warangka itu kepada Eyang. Dan urusan ke dua dari kami yang amat penting adalah urusan sahabatku, Kakang Sutejo ini."
Sutejo yang memang ingin menyelidiki keadaan
mbakayunya, tidak menghendaki urusannya itu diceritakan oleh Bromatmojo kepada orang-orang lain, maka dia lalu berkata, "Saya mempunyai urusan pribadi dengan
Progodigdoyo dan malam ini juga saya harus menyelidiki tempat tinggalnya."
Mendengar ini, baik Empu Singkir maupun Ki Ageng
Palandongan memandang tajam penuh selidik, dan kening kakek raksasa berpakaian hitam itu berkerut khawatir.
"Raden, amatlah berbahaya untuk menyelidiki keadaan kabupaten. Selain sang Bupati memiliki kepandaian tinggi, juga pembantu-pembantunya adalah orang-orang sakti. Harap saja andika berdua bersikap hati-hati sekali kalau hendak melakukan penyelidikan."
http://kangzusi.com
"Saya tahu orang macam apa adanya Progodigdoyo,
Paman. Adi Bromo, aku ingin pergi sekarang juga," katanya kemudian kepada Bromatmojo.
"Tunggu sebentar Kakang Tejo," kata Bromatmojo yang kemudian menyerahkan keris pusaka Kolonadah yang
terbungkus kain kuning itu kepada Empu Singkir sambil berkata, "Eyang Empu, saya titipkan pusaka ini agar Eyang buatkan warangkanya. Tidak enak membawa-bawa pusaka ampuh ini tanpa warangka."
439 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Raden. Akan saya usahakan mencarikan orang yang akan membantu kita membuatkan warangka itu," jawab Sang Empu sambil menerima bungkusan kuning itu dengan kedua tangan gemetar. Pusaka ampuh ini selama bertahun-tahun menimbulkan keributan karena banyak sekali orang ingin memperebutkannya, dan kini secara tidak terduga sama sekali, pusaka itu berada di tangannya.
Setelah menyerahkan pusaka dan berpamit dari Empu
Singkir dan Ki Ageng Palandongan, dua orang muda itu meninggalkan rumah kecil itu dan menyelinap di dalam kegelapan malam hendak menyelidiki istana Kabupaten Tuban. Malam itu gelap karena langit tertutup mendung, dan kalau ada yang kebetulan melihatnya, tentu orang itu akan menjadi ketakutan dan menyangka setan berkeliaran ketika dua orang muda ini mempergunakan aji kesaktian mereka untuk bergerak cepat sekali melalui jalan yang sunyi menuju ke bangunan-bangunan rumah besar berkelompok di sebelah dalam lingkungan tembok kabupaten yang tebal dan tinggi.
"Adi Bromo kenapa engkau begitu sembrono
meninnggalkan Kolonadah kepada mereka" Kita baru saja mengenal mereka dan tidak tahu apakah mereka dapat
dipercaya..."
"Jangan khawatir, Kakang Tejo," jawab Bromatmojo yang kini mengerti mengapa tadi sahabatnya itu kelihatan tidak http://kangzusi.com
senang melihat dia menyerahkan keris pusaka kepada empu itu. "Aku percaya penuh kepada Ki Ageng Palandongan."
"Akan tetapi, baru saja kita mengenalnya, dan hanya karena pengakuannya saja kita tahu bahwa dia adalah mertua dari mendiang Adipati Ronggo Lawe."
Bromatmojo menggeleng kepala. "Percayalah, Kakang Tejo.
Dia benar Ki Ageng Palandongan yang gagah perkasa dan kita boleh percaya sepenuhnya kepada orang tua itu. Dahulu aku pernah bertemu dengan dia, hanya dia yang lupa kepadaku."
440 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, begitukah?" Hati Sutejo menjadi lega karena memang tadi dia tidak senang melihat keris pusaka itu diberikan kepada Empu Singkir, hal yang dianggapnya amat sembrono. Kini mereka tidak bercakap-cakap lagi dan melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Kabupaten Tuban.
-o0o- "Maling...! Maling...!!"
"Kepung...! Tangkap...!"
Bromatmojo dan Sutejo terkejut bukan main. Mereka sudah bergerak dengan hati-hati sekali, berhasil melompati pagar tembok dan melalui tempat penjagaan para pengawal tanpa ada yang melihatnya. Mereka telah meloncat ke atas atap dan bergerak perlahan, hati-hati tidak menimbulkan suara ketika mereka mulai menyelidiki keadaan rumah-rumah gedung di kabupaten itu. Akan tetapi, ketika mereka melompat turun ke bagian samping rumah-rumah besar itu, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan itu dan dari mana-mana bermunculan pengawal-pengawal yang mengepung dan menerjang mereka!
Dari kepungan itu muncul empat orang pengawal yang
bertubuh tinggi besar dan langsung mereka itu menerjang kepada Bromatmojo dan Sutejo. Ketika dua orang muda ini mengelak dan menangkis dua orang penyerang masing-masing, mereka terkejut karena ternyata empat orang itu http://kangzusi.com
memiliki tenaga yang cukup kuat dan gerakan yang tangkas.
Benarlah cerita Ki Ageng Palandongan bahwa Kabupaten Tuban memiliki orang-orang pandai. Akan tetapi tentu saja Bromatmojo dan Sutejo tidak merasa takut. Mereka berdua mengeluarkan aji kesaktian mereka dan begitu mereka balas menyerang, biar pun empat orang itu sudah berusaha
menghindar, tetap saja mereka berempat terlempar ke kanan kiri!
"Serbu! Keroyok!"
441 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lebih dari dua puluh orang pengawal kini maju menyerbu dan makin lama makin banyak juga berdatangan perajurit-perajurit yang menjaga di luar. Sutejo dan Bromatmojo merobohkan beberapa orang dan selagi mereka hendak
mencari jalan keluar, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan ada angin pukulan itu dilakukan oleh seorang kakek yang berpakaian pendeta. Pendeta itu usianya sudah enam puluh lima tahun lebih, akan tetapi kelihatan masih gagah, dengan kumis dan jenggot terpelihara baik-baik, dengan pandang matanya yang amat tajam dan ketika tangannya yang terbuka itu menghantam, ada angin pukulan dahsyat sekali dan terasa panas oleh Bromatmojo!
"Heiiitt...!" Bromatmojo membentak dan menangkis sambil mengerahkan tenaga saktinya.
"Desss...!" Bromatmojo terpental ke belakang dan kakek pendeta itu berseru kaget karena sama sekali tidak
disangkanya bahwa seorang di antara "maling-maling" itu memiliki tenaga sedemikian kuatnya sehingga bukan saja mampu menangkis pukulannya, juga dia merasa betapa
lengannya tergetar!
Sementara itu, ketika Sutejo melihat betapa Bromatmojo terpental, dia terkejut.
"Kiranya ada pendeta yang begini sakti di tempat ini", pikirnya dan dia pun lalu berteriak nyaring, tubuhnya mencelat http://kangzusi.com
ke arah pendeta itu sambil menampar untuk mencegah
pendeta itu mendesak Bromatmojo.
Pendeta itu bukan lain adalah Resi Harimurti, sahabat dari mendiang Empu Tunjungpetak. Seperti kita ketahui, Resi Harimurti menjadi pembantu dari Resi Mahapati dan karena ini maka dia menjadi sahabat dari Bupati Progodigdoyo pula dan keduanya merupakan rekan-rekan yang dipengaruhi oleh Resi Mahapati. Sering sekali Resi Harimurti berkunjung ke Tuban dan menjadi tamu kehormatan, bahkan untuk memikat hati pendeta cabul yang memiliki kesaktian hebat ini, Progodigdoyo 442
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biasa memberi "hidangan" berupa wanita-wanita cantik kepada Resi Harimurti sehingga resi ini menganggap Tuban sebagai tempat pelesir dan bersenang-senang.
Ketika Resi Harimurti merasa ada hawa pukulan
menyambar dan melihat "maling" ke dua menyerangnya
dengan gerakan yang demikian tangkasnya, dia pun
menangkis sambil mengerahkan tenaga saktinya.
"Desss...!!"
"Ehhh...?"!" Resi Harimurti kini makin terkejut karena hampir saja dia terjengkang ketika bertemu tangan dengan pemuda itu, yang ternyata jauh lebih kuat daripada pemuda pertama sehingga dalam pertemuan tenaga itu dia sampai terhuyung dan hampir terjengkang!
Marahlah Resi Harimurti dan begitu tangannya bergerak, dia telah mengeluarkan kipas bambu dan pecutnya.
"Tar-tar-tarrrr...!" Pecut itu meledak-ledak di udara, akan tetapi Sutejo yang tahu bahwa keadaan di situ amat
berbahaya bagi dia dan sahabatnya, sudah menarik tangan Bromatmojo dan diajaknya ke atas wuwungan!
"Kita harus pergi, Adi Bromo!" bisik Sutejo.
"He, maling-maling hina! Kalian mau lari ke mana?" Resi Harimurti membentak sambil melompat pula ke atas
http://kangzusi.com
wuwungan, mengejar. Lebih dari dua puluh orang pengawal kini maju menyerbu dan makin lama makin banyak juga berdatangan perajurit-perajurit yang menjaga di luar.
-o0odwo0o- Jilid 34 "He, maling-maling hina! Kalian mau lari ke mana?" Resi Harimurti membentak sambil melompat pula ke atas
wuwungan, mengejar.
443 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika dua orang muda itu hinggap di atas wuwungan, tiba-tiba dari depan dan kanan kiri menyambar puluhan batang anak panah ke arah mereka. Kiranya di atas
wuwungan telah menanti pasukan anak panah. Memang
penjagaan di Kabupaten Tuban ini amat kuat. Hal ini adalah karena Progodigdoyo selalu takut akan pembalasan musuh-musuhnya, maka dia sengaja mengatur penjagaan yang kuat siang dan malam.
Maka begitu tadi diketahui bahwa di kabupaten kemasukan maling, semua penjaga telah bersiap-siap di tempat penjagaan masing-masing, termasuk pasukan panah yang bertugas jaga di atas wuwungan.
"Celaka...!" Sutejo berbisik dan dengan cepat dia mengajak Bromatmojo melompat ke belakang, kemudian mereka
melompat turun lagi. Enam orang penjaga di bawah
menyambut mereka dengan serangan tombak, namun dengan mudah Sutejo dan Bromatmojo merobohkan mereka dalam waktu singkat.
"Maling-maling hina, menyerahlah kalian!" terdengar bentakan Harimurti di belakang mereka.
"Adi Bromatmojo, padamkan lampu-lampu...!" Sutejo
berbisik dan dia bersama Bromatmojo cepat menyambar batu-batu kerikil di bawah dan dengan cekatan mereka menyambiti lentera-lentera dan lampu-lampu yang tergantung di sekitar http://kangzusi.com
tempat itu sehingga terdengar suara ledakan-ledakan dan gelap gulitalah sekeliling mereka.
"Heii... gelap sekali!"
"Nyalakan lampu! Nyalakan obor! Cepat...!"
Tentu saja Resi Harimurti dan beberapa orang perwira pengawal yang melakukan pengejaran bersama dia menjadi bingung dan marah karena mereka tidak lagi dapat melihat ke mana larinya dua orang muda yang mereka kejar-kejar itu.
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Obor-obor dinyalakan dan Resi Harimurti sendiri memimpin 444
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan pengawal untuk mencari ke mana-mana. Resi ini khawatir sekali karena dari pertemuan tenaga dengan dua orang tadi, maklumlah dia bahwa mereka itu bukan maling-maling biasa saja,melainkan dua orang muda yang memiliki kedigdayaan luar biasa, bahkan yang seorang di antara mereka memiliki kesaktian yang hebat. Orang-orang dengan kepandaian seperti itu tidak mungkin hanya maling-maling biasa saja!
Sementara itu, Bromatmojo dan Sutejo yang memadamkan lampu dengan sambitan batu-batu kerikil, terus melarikan diri ke sebelah dalam, tidak tahu bahwa mereka itu memasuki bagian Keputren (tempat kediaman para puteri/wanita) yang berada di sebelah belakang. Barulah mereka sadar bahwa mereka bukan menuju jalan keluar melainkan masuk makin dalam ke bagian keputren ketika mereka bertemu dengan para dayang dan puteri-puteri yang menjerit ketakutan dan lari ke sana-sini.
-o0odwo0o- Jilid 35 "Wah, kita salah masuk, Adi Bromo!" Sutejo berkata dan mereka berhenti sebentar di dalam sebuah ruangan.
http://kangzusi.com
"Benar, ini agaknya bagian keputren, Kakang Tejo!" kata Bromatmojo ketika mereka memandang ke sekeliling dan melihat hiasan-hiasan ruangan itu yang indah.
"Maling...!!" Terdengar suara jeritan agak jauh dan dua orang muda itu cepat meloncat dan lari melalui lorong yang menembus ruangan itu. Makin berisik suara orang berteriak-teriak dan akhirnya dua orang muda itu menerobos masuk ke dalam sebuah kamar yang gelap. Mereka mengira bahwa kamar itu tentu merupakan kamar kosong yang gelap dan mereka bersembunyi sebentar di situ, membiarkan suasana 445
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agak mereda karena mendengar suara berisik yang datang dari semua penjuru itu membingungkan mereka.
Akan tetapi, begitu mereka memasuki kamar yang gelap itu, mereka merasa ada hawa pukulan menyambar, dibarengi bentakan nyaring seorang pria. "Maling keparat,kalian mengantar nyawa ke sini!"
"Dess...!"
"Plakk...!"
Menggunakan ketajaman pendengaran mereka,
Bromatmojo dan Sutejo berhasil menangkis pukulan-pukulan yang menyambut mereka dari dalam kamar dan mereka pun membalas. Dua orang yang berada di dalam kamar itu
ternyata dapat pula menangkis dan gerakan mereka gesit sekali. Terjadilah pertempuran yang aneh di dalam kamar gelap itu. Pertempuran yang hanya mengandalkan ketajaman pendengaran karena yang mereka lihat hanya bayangan hitam remang-remang saja! Dalam pertandingan ini,ketajaman naluri dan perasaan mereka benar-benar diuji dan dua orang muda itu tidak mengecewakan menjadi murid-murid orang sakti karena biar pun mereka berada di dalam gelap, dan agaknya tentu saja kalah biasa dengan dua orang penyerang itu yang menjadi penghuni tempat itu, namun Bromatmojo dan Sutejo sama sekali tidak terdesak, bahkan dua orang penyerang mereka itulah yang kadang-kadang berseru kaget dan
http://kangzusi.com
terdesak. Dari seruan inilah, tahulah Bromatmojo bahwa lawannya adalah seorang wanita, sedangkan lawan Sutejo adalah seorang pria.
"Plak-plak-plak!" Bromatmojo menangkis pukulan bertubi-tubi itu yang dilakukan oleh lawannya dengan loncatan-loncatan seperti terbang "Heiii... bukankah engkau Sriti Kencana?" Tiba-tiba Bromatmojo berseru kaget.
Mendengar seruan ini, wanita yang menjadi lawannya itu pun terkejut.
446 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tahan..., Kakangmas Joko, hentikan serangan!" terdengar suara merdu seorang wanita berseru. Pertempuran dihentikan dan dua orang muda itu pun menghentikan gerakan mereka ketika dua orang itu tidak menyerang lagi. Laki-laki yang menyerang tadi menyalakan sebuah lentera, kamar itu menjadi terang benderang dan Bromatmojo dan Sutejo
terbelalak melihat bahwa mereka berada di dalam sebuah kamar besar yang amat indah dan di depan mereka berdiri seorang laki-laki muda yang tampan dan gagah bersama seorang dara yang amat cantik jelita seperti bidadari!
Mereka berempat berdiri saling pandang sejenak, dan sepasang mata yang indah dan bening dari dara itu menatap wajah Bromatmojo, kemudian kedua pipinya menjadi merah sekali dan dia menunduk sebentar lagi.
"Eh..., jadi... andika ini... si burung Sriti Kencana itu?"
Bromatmojo berkata setelah reda keheranannya.
Dara jelita itu mengangguk, kemudian agaknya dia telah menguasai kembali ketenangannya, mengangkat muka
memandang kepada Bromatmojo dan Sutejo bergantian,lalu berkata, "Sudah kuduga bahwa tentu kalian dua orang yang menimbulkan geger di sini, aku menduganya begitu setelah kalian dapat menangkis pukulanku dan pukulan Kakangmas Joko..."
Bromatmojo memandang kepada pemuda tampan gagah
http://kangzusi.com
di samping dara jelita, menduga-duga "Ah, tentu kalian berdua pemimpin perkumpulan Sriti Kencana yang disebut Den Roro dan Den Bagus itu?"
Akan tetapi sebelum pemuda dan pemudi itu menjawab, terdengar teriakan-teriakan dan ribut-ribut di luar kamar itu.
"Bayangan mereka tadi berkelebat memasuki keputren.
Mereka tentu bersembunyi di sini!" terdengar suara Resi Harimurti.
447 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi, kaum pria tidak diperkenankan memasuki tempat ini kecuali anggota keluarga!" terdengar bantahan pengawal wanita.
"Heh, pengawal bodoh! Apakah engkau tidak tahu siapa aku" Hayo minggir dan biarkan aku sendiri yang memeriksa dan mencari maling-maling itu!" Terdengar suara Resi Harimurti menghardik.
"Baiklah, baiklah, Sang Resi, akan tetapi para pengawal pria tidak boleh..."
Mendengar suara ribut-ribut itu, tiba-tiba dara jelita yang berada di dalam kamar itu melompat ke sudut kamar dan mengambil pakaian hitam, melemparkan pakaian-pakaian itu kepada Bromatmojo dan sambil berkata, "Lekas kalian pakai pakaian anggota Sriti Kencana ini. Cepat!" Dia lalu memadamkan lampu sehingga kamar itu menjadi gelap lagi.
Di dalam kegelapan ini, Bromatmojo dan Sutejo yang maklum akan maksud dara jelita itu, lalu mengenakan pakaian hitam itu dan menutupi kepala mereka dengan kedok hitam dengan burung sriti emas di atas kepala mereka.
Lampu dinyalakan kembali dan ternyata kini pemuda
tampan dan dara jelita itu sudah berobah menjadi dua orang berkedok hitam, demikian pula Bromatmojo dan Sutejo sudah mengenakan pakaian anggota Sriti Kencana! Dara cantik dan pemuda tampan itu memandang sebentar, kemudian
http://kangzusi.com
menghampiri Bromatmojo dan Sutejo untuk membereskan kedok mereka yang kurang benar letaknya.
"Kalian harap jangan mengeluarkan kata-kata, dan
duduklah saja di situ," Kata pemuda tampan tadi sambil menuding ke arah sebuah bangku panjang. Bromatmojo dan Sutejo mengangguk dan duduk berjajar di atas bangku panjang, menanti dengan jantung berdebar akan tetapi juga siap menjaga segala kemungkinan.
Pintu yang tadi ditutup oleh dara jelita itu diketuk dari luar.
448 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa?" Dara itu berteriak nyaring.
"Roro Kartiko ini ada aku, gurumu, Resi Harimurti!"
terdengar suara dari luar. "Bukalah pintunya sebentar!"
Pemuda yang tampan yang sudah memakai pakaian Sriti Kencana itu melangkah maju dan terdengar suaranya, "Bapa Guru, ada kepentingan apakah malam-malam datang ke sini"
Saya dan Dinda Roro sedang sibuk..."
"Ah, kiranya engkau berada di situ pula, Joko Handoko"
Kebetulan sekali!" Biar pun suara itu mengatakan kebetulan, akan tetapi suaranya terdengar sumbang seperti suara orang kecewa. "Bukalah pintunya, ada keperluan penting sekali. Ada maling mengacau di kabupaten."
Pintu itu dibuka oleh pemuda yang bernama Joko Handoko itu. Harimurti agak tercengang ketika melihat betapa dua orang muridnya itu berpakaian hitam-hitam dan berkedok hitam.
"Ah, lagi-lagi kalian main-main dengan pakaian seperti ini!"
Dia mengomel. "Bapa Guru telah berjanji tidak akan mencampuri urusan kami dan tidak akan mengganggu Sriti Kencana!" terdengar Roro Kartiko, gadis cantik itu,memperingatkan.
Resi Harimurti mengangguk-angguk. "Baiklah, baiklah!
http://kangzusi.com
Kalian seperti anak-anak kecil saja, suka main-main seperti ini.
Akan tetapi ketahuilah, tadi ada dua orang maling mengacau di kabupaten dan bayangan mereka berkelebat masuk ke keputren."
"Sungguh aneh sekali, bapa guru Resi Harimurti, kenapa hanya dua orang maling saja diributkan seperti ini?" Joko Handoko menegur.
"Mereka bukan maling biasa, melainkan orang-orang yang memiliki kesaktian." Resi Harimurti memandang ke dalam, ke 449
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arah dua orang berpakaian anggota Sriti Kencana yang duduk tanpa bergerak. "Siapa mereka itu" Tanyanya.
"Mereka adalah dua orang di antara anggota-anggota kami.
Sejak tadi kami berempat sedang memperundingkan urusan perkumpulan ketika Bapa Guru mengetuk pintu," kata Roro Kartiko.
"Hemm... yakinkah kalian bahwa mereka itu bukan palsu?"
"Tentu saja kami yakin!"
"Suruh mereka membuka kedok sebentar... biar aku
melihat wajah mereka...
"Bapa Guru!" Joko Handoko berkata dengan nada marah.
"Di antara para anggota Sriti Kencana dan kami tidak pernah ada yang membuka kedok. Apakah andika hendak
mengatakan bahwa andika tidak percaya kepada kami
berdua?" Resi Harimurti menghela napas panjang. "Sudahlah, tentu saja aku percaya. Cuma aku tidak senang dengan segala rahasia-rahasian ini, dan aku akan membicarakannya dengan ayah kalian kelak."
"Terserah akan tetapi kami sedang sibuk, harap Bapa Guru suka memaklumi," kata Roro Kartiko.
Resi Harimurti menggerakkan kedua tangan tak sabar, http://kangzusi.com
akan tetapi dia lalu mundur dan daun pintu kamar itu ditutup kembali oleh Joko Handoko. Terdengar suara Sang Resi itu marah-marah di luar dan masih lama suaranya terdengar ketika resi itu mencari-cari di seluruh keputren, mencari dua orang maling itu yang lenyap tanpa meninggalkan bekas.
Sementara itu di dalam kamar tadi, mereka telah membuka kedok masing-masing. "Jangan menanggalkan pakaian hitam itu," bisik Joko Handoko, "sebelum kalian keluar dari kabupaten."
450 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka duduk berhadapan dan terdengar Sutejo menarik napas panjang, lalu memandang kepada Joko Handoko dan Roro Kartiko penuh perhatian, kemudian berkata,"Jadi kalian berdua yang memimpin perkumpulan Sriti Kencana, adalah putera dan puteri kabupaten, jadi putera dan puteri Bupati Progodigdoyo?"
"Dan kalian malah murid dari pendeta sakti itu?" tanya Bromatmojo. "Bukankah dia itu Resi Harimurti?" Bromatmojo pernah bertemu dengan Resi Harimurti, yaitu empat tahun yang lalu ketika dia sebagai Sulastri melihat gurunya, Ki Jembros, bertanding melawan Resi Harimurti dan Empu Tunjungpetak, bahkan dia sendiri pernah ketika itu bertanding melawan Resi Harimurti yang sakti itu.
Roro Kartiko hanya menghela napas dan menundukkan
mukanya setelah beberapa kali dia bertemu pandang dengan Bromatmojo. "Kakangmas Joko, kau sajalah yang
menceritakan," bisiknya kepada pemuda tampan itu.
"Adikku yang baik, engkau sudah menceritakan kepadaku tentang dua orang pemuda sakti ini, akan tetapi bagimana kita boleh membuka rahasia kita sebelum mengenal betul siapakah sesungguhnya mereka ini" Kisanak, andika berdua telah melihat adikku sendiri, Roro Kartiko, telah menyelamatkan dan melindungi kalian. Hal ini saja sudah jelas membuktikan iktikad baik kami yang hendak bersahabat. Akan tetapi, http://kangzusi.com
sebelum kami memperkenalkan diri, hendaknya andika berdua suka memperkenalkan diri lebih dulu dan hendaknya tidak menyembunyikan sesuatu."
"Sudah kujelaskan siapa adanya aku kepada Den Roro... eh kepada... Sriti Kencana..."
"Namaku Roro Kartiko!" kata dara itu dengan muka merah.
"Nama yang indah sekali!" kata Bromatmojo yang
tersenyum melihat betapa mata Sutejo melotot kepadanya.
"Sudah kuceritakan kepada... Diajeng Roro Kartiko bahwa aku 451
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bernama Bromatmojo, murid dari Eyang Empu Supamandrangi pencipta keris pusaka Kolonadah, dan sahabatku ini bernama Sutejo, dia adalah murid dari Eyang Lereng Gunung Kawi, murid Sang Panembahan Ciptaning."
"Ahhh...!" Terdengar Joko Handoko berseru kaget dan memandang kepada Sutejo dengan kagum.
"Lalu apakah kehendak andika berdua datang seperti ini, malam-malam dan penuh rahasia, ke kabupaten ini?" Joko Handoko bertanya dengan sinar mata penuh selidik, juga sepasang mata Roro Kartiko yang indah bening itu
memandang wajah Bromatmojo penuh selidik.
Bromatmojo tersenyum. "Sebelum kami menceritakan hal itu, sebaiknya kalau andika berdua juga memperkenalkan diri lebih dulu, jadi di antara kita tidak ada rahasia bukan?"
Berkata demikian, Bromatmojo memandang langsung kepada wajah cantik Roro Kartiko sehingga kembali dara itu menunduk dengan kedua pipinya menjadi merah.
Joko Handoko menarik napas panjang. "Tentu andika
berdua sudah dapat menduga. Kami kakak beradik adalah putera dan puteri Bupati Tuban. Ayah kami adalah Bupati Progodigdoyo. Namaku Joko Handoko dan adikku ini adalah Roro Kartiko."
Pemuda tampan gagah itu mulai bercerita, kemudian
http://kangzusi.com
dengan singkat dia menceritakan keadaan dia dan adiknya.
Mereka adalah anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari ayah mereka, karena ayah mereka sibuk dengan
pengejaran kedudukan dan kesenangan. Akan tetapi ibu mereka, Sariningrum, adalah seorang wanita keturunan ksatria yang bijaksana, seorang isteri yang sering dirongrong oleh suaminya. Di bawah asuhan dan pendidikan ibu bijaksana ini, Joko Handoko dan Roro Kartiko sangat berbeda dengan ayah mereka. Kedua orang anak ini sejak kecil memperoleh pendidikan kebudayaan, kesenian dan juga ilmu membela diri yang didatangkan oleh Sariningrum dari pegunungan. Karena 452
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sejak kecil digembleng oleh pendidikan ibu yang bijaksana, mereka berdua mewarisi watak ibu mereka dan mereka makin jauh dari ayah mereka. Mereka tahu betapa ayah mereka selalu mengejar kesenangan, berhubungan dengan orang-orang jahat, akan tetapi seperti juga ibu mereka, dua orang anak ini tentu saja tidak dapat berbuat apa-apa kecuali merasa menyesal.
Ketika mereka tahu bahwa Resi Harimurti yang menjadi sahabat ayah mereka itu adalah seorang resi yang amat sakti, mereka lalu minta menjadi muridnya. Dan memang mereka memperoleh kemajuan pesat di bawah bimbingan Resi
Harimurti. Akan tetapi kemudian mereka memperoleh
kenyataan bahwa resi ini ternyata adalah seorang pertapa yang cabul, yang banyak disuguhi wanita-wanita cantik oleh ayah mereka. Bahkan setelah Roro Kartiko makin dewasa, dia melihat betapa sikap Resi Harimurti kadang-kadang melanggar batas kesopanan terhadap dirinya, di waktu melatih suka memegang-megang dan mengusapnya. Hal ini menimbulkan rasa benci di hati Roro Kartiko. Untung baginya bahwa Resi Harimurti yang tergila-gila oleh kecantikannya itu masih tidak berani bertindak lebih jauh.
Melihat kenyataan betapa ayah mereka bersahabat dengan orang jahat, bahkan di antara para pembantu ayah mereka itu banyak terdapat orang-orang kejam dan jahat,diam-diam dua http://kangzusi.com
orang muda itu merasa penasaran dan timbul reaksi mereka.
Kalau ayah mereka menindas rakyat, maka mereka akan berusaha untuk membela rakyat!
Inilah sebabnya mengapa mereka lalu mengumpulkan para wanita yang memiliki kepandaian dan membentuk
perkumpulan Sriti Kencana. Perbuatan ini sebenarnya adalah perbuatan Roro Kartiko, oleh karena itu, semua anggotanya adalah wanita.
Akhirnya ketika Joko Handoko mengetahui usaha adiknya, dia mendukung, bahkan dia pun terjun ke dalam pimpinan 453
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sriti Kencana dan para anggota mengenal dua orang pimpinan mereka sebagai Den Bagus dan Den Roro!
"Perbuatan kami itu kami tujukan untuk memprotes ayah kami," Roro Kartiko melanjutkan penuturan kakaknya. "Dan Ayah memang sudah tahu akan Sriti Kencana,dan beliau juga mulai sadar, bahkan pernah memuji kami sebagai orang-orang muda perkasa yang menjunjung tinggi kehormatan keluarga.
Akan tetapi, sayang karena lingkungannya memang tidak sehat, Ayah masih saja belum menghentikan persekutuannya dengan orang-orang jahat. Padahal, dahulu Ayah adalah seorang yang gagah, seorang ksatria yang menentang
kejahatan, demikian menurut penuturan Ibu kami. Ketika itu, nama Ayah dan nama mendiang Paman Lembu Tirta
merupakan nama-nama yang dihormati dan disegani di
Mojopahit."
Mendengar nama ayahnya disebut, Sutejo berkata "Ahh...!
Jadi paduka telah mengenal pula Ayah saya..."
Roro Kartiko dan Joko Handoko kaget mendengar ucapan pemuda tinggi tegap yang gagah dan tampan itu.
"Siapa" Ayah andika...?" tanya Roro Kartiko.
"Ayah adalah Lembu Tirta yang paduka sebut-sebut tadi.
Hamba dahulu tinggal di Kembangsri bersama ibu dan
mbakayu hamba..."
http://kangzusi.com
"Dimas Sutejo, harap kau jangan merendahkan diri
terhadap kami. Benarkah andika putera mendiang Paman Lembu Tirta?" kata Joko Handoko cepat.
Sutejo mengangguk dan Joko Handoko memegang lengan
pemuda itu. "Ahh, sungguh tak kusangka akan bertemu dengan putera Paman Lembu Tirta yang kami kagumi itu. Ibu tentu akan berbahagia mendengar itu..."
Sutejo menggeleng kepala. "Akan tetapi Bupati
Progodigdoyo agaknya tidak sebahagia itu mendengarnya."
454 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa" Ada apakah dengan ayah kami?" Roro Kartiko bertanya.
"Hemm, justru ayah kalianlah yang telah menghancurkan keluarga Kakang Tejo!" Tiba-tiba Bromatmojo berkata.
Roro Kartiko dan kakaknya memandang dengan mata
terbelalak kepada Sutejo. Pemuda ini menarik napas dan diam-diam dia merasa menyesal mengapa dia dan
Bromatmojo telah kelepasan omong dan membuka rahasia pribadinya terhadap anak-anak musuh besarnya ini. Sudah jelas baginya bahwa anak-anak Progodigdoyo ini adalah orang-orang gagah yang sama sekali berbeda dengan watak ayah mereka. Namun bagaimana pun juga, Progodigdoyo adalah ayah kandung mereka!
"Apakah yang terjadi" Apakah yang telah dilakukan oleh ayah kami?" Roro Kartiko bertanya lagi dengan suara mendesak penuh ketegangan sedangkan pandang matanya terus melekat pada wajah Sutejo.
"Sudahlah," Sutejo berkata. "Semua ini adalah urusan kami dengan ayah kalian,tidak ada sangkut-pautnya dengan kalian."
"Dimas Sutejo, biar pun di antara kita baru saja bertemu, akan tetapi saya telah merasa kagum kepada kalian berdua.
Apalagi sekarang nama ayah kami tersangkut,maka kiranya sudah sepatutnya kalau kami berdua mengetahui apa yang http://kangzusi.com
telah terjadi dan apa yang telah dilakukan oleh ayah terhadap keluarga andika. Jangan mengira bahwa kami tidak tahu akan watak ayah kami yang kadang-kadang membuat kami merasa berduka sekali. Ceritakanlah, Dimas Sutejo," kata Joko Handoko dengan sinar mata penuh duka.
Melihat Sutejo masih ragu-ragu dan kadang-kadang
memandang kepada wajah Roro Kartiko yang cantik itu dengan bingung, Bromatmojo lalu berkata, "Kakang
Tejo,biarlah aku yang menceritakan mereka." Dan sebelum Sutejo menjawab, Bromatmojo sudah mulai menceritakan.
455 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hendaknya kalian ketahui apa yang telah dilakukan oleh ayah kalian terhadap keluarga kakang Tejo. Mula-mula sekali, ayah kalian sebagai seorang sahabat baik telah bersikap khianat dan di dalam medan perang telah membunuh ayah Kakang Tejo secara curang sekali."
"Ahhhh...!" Roro Kartiko menjerit lirih.
"Paman Lembu Tirta dibunuh ayah" Mengapa?" Joko
Handoko bertanya kaget dan heran.
"Karena dia merasa suka dan ingin mendapatkan ibuku..."
kata Sutejo sambil menundukkan mukanya, merasa tidak enak sekali terhadap Roro Kartiko.
"Kemudian sembilan tahun yang lalu, ayah kalian
mendatangi rumah keluarga janda Galuhsari, ibu kandung Kakang Tejo, di dusun Kembangsri dan di rumah keluarga itu, secara keji ayah kalian memperkosa ibu Kakang Tejo di depan anak-anaknya dan..."
"Cukup, Adimas Bromo!" Sutejo berseru keras ketika
mendengar jerit tertahan disusul isak tangis Roro Kartiko.
Bromatmojo diam dan memandang kepada pemuda itu,
sebaliknya Sutejo memandang kepada Roro Kartiko yang menangis dan menutupi mukanya, dan kepada Joko Handoko yang memandang dengan wajah pucat kepadanya.
http://kangzusi.com
"Kami tahu bahwa ayah kami bukanlah orang yang boleh dibanggakan, selalu mengejar kedudukan, wanita dan
kesenangan, akan tetapi kalau bukan kalian yang
menceritakan, agaknya kami tidak akan percaya bahwa ayah melakukan hal yang demikian rendah dan terkutuk."
"Hal itu telah terjadi sembilan tahun yang lalu..." kata Sutejo dengan hati makin tidak enak melihat Roro Kartiko menangis sesenggukan yang hendak ditahan-tahannya itu.
"Dimas Sutejo, harap kau lanjutkan, lalu apa yang terjadi selanjutnya?"
456 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sukar bagi Sutejo untuk bicara sendiri. Andaikata kedua orang anak Progodigdoyo bukan orang-orang yang demikian baik dan gagah, andaikata mereka itu jahat seperti ayah mereka, tentu dia akan mudah menceritakan untuk merusak perasaan mereka, untuk membikin malu mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang baik dan dia merasa berat untuk menyusahkan hati mereka. Dan karena dia telah menceritakan semua itu kepada Bromatmojo, bahkan tadi yang memulai dengan cerita itu pun Bromatmojo, maka dia memandang kepada Bromatmojo dan berkata, "Adi Bromo, harap kau lanjutkan..."
Bromatmojo kelihatan senang sekali dengan tugas ini. Dia memang amat membenci Progodigdoyo setelah mendengar cerita Sutejo tempo hari, dan kini dia merasa senang melihat anak-anak bupati yang jahat itu menyesali perbuatan ayah mereka yang terkutuk.
"Dalam peristiwa itu, Kakang Tejo yang hendak menyerang Progodigdoyo, dipukul pingsan. Kemudian Kakang Tejo diselamatkan oleh gurunya ketika rumah keluarganya itu terbakar. Ibunya tewas terbakar dan mbakayunya yang bernama Lestari diculik oleh Progodigdoyo! Nah, sekarang Kakang Tejo datang ke sini untuk menyelidiki tentang mbakayunya yang diculik oleh ayah kalian itu."
Hening suasana dalam kamar itu, hanya isak tertahan dari http://kangzusi.com
Roro Kartiko saja yang terdengar.
"Terkutuk perbuatan itu!" Tiba-tiba Roro Kartiko berkata di antara isaknya.
"Dimas Sutejo kalau begitu, andika tentu menyimpan rasa dendam sakit hati terhadap ayah kami dan sekarang andika mencari ayah untuk membalas dendam itu dan
membunuhnya, bukan?"
"Kau bunuhlah kami lebih dulu!" Tiba-tiba Roro Kartiko berseru dan memandang Sutejo dengan mata merah. "Kami 457
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah anak-anaknya, dan biarlah kami memikul sebagian daripada dosa-dosanya!"
Sutejo merasa terharu melihat sikap dua orang itu, dia menggeleng kepala dan menarik napas panjang, lalu berkata,
"Harap andika berdua tenang. Saya tidak menaruh dendam kepada siapa pun juga. Saya hendak mencari Mbakayu Lestari, ada pun tentang Bupati Progodigdoyo, kalau dia sekarang menjadi seorang jahat, sudah tentu saya akan menentangnya sekuat tenaga untuk membela kebenaran dan melindungi mereka yang tertindas. Akan tetapi, kalau saya menentangnya bukanlah karena rasa dendam, melainkan karena sudah menjadi kewajiban saya untuk menentang kejahatan, siapa pun juga dia yang melakukannya!"
-o0odwo0o- Jilid 36 Bromatmojo mengerutkan alis tanda tidak setuju dengan ucapan ini, akan tetapi Roro Kartiko dan Joko Handoko memandang kagum. Joko Handoko lalu melangkah maju dan memegang tangan Sutejo sambil berkata dengan suara
menggetar, "Dimas Sutejo, engkau sungguh merupakan
seorang pemuda yang bijaksana dan mulia. Kebijaksanaanmu ini lebih menusuk hati daripada seandainya engkau memaki-http://kangzusi.com
maki atau menyerang kami."
"Maaf, andika berdua adalah orang-orang yang gagah
perkasa dan baik, yang tidak ada sangkut-pautnya dengan perbuatan ayah kalian, dan kalian pun, seperti juga kami, menentang kejahatan. Bukan maksud saya untuk menyakitkan hati kalian. Hanya saya harap sukalah kalian memberi tahu kepada saya tentang nasib mbakayu saya itu."
"Saya tidak tahu tentang dia..." kata Joko Handoko.
458 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tahu!" Roro Kartiko tiba-tiba berkata dan mengusap air matanya, kini memandang kepada Sutejo dengan sinar mata yang membuat jantung pemuda ini berdebar. Dia
maklum sekali kepada dara ini dan merasa menyesal telah membuat dara itu bersusah hati. "Saya pernah mendengar tentang mbakayumu yang bernama Lestari itu. Menurut penuturan yang saya dengar, dia sekarang berada di
Mojopahit, menjadi selir dari Sang Resi Mahapati."
"Ahh...!" Sutejo berseru, perasaannya terombang-ambing antara kegembiraan mendengar mbakayunya masih hidup dan kedukaan mendengar mbakayunya menjadi selir Resi Mahapati karena dia dapat mengerti bahwa kakaknya itu tentu dipaksa menjadi selir orang. "Dan bagaimana keadaannya" Bagaimana dia bisa menjadi selir Resi Mahapati?"
Roro Kartiko menggelengkan kepalanya. "Tentang itu, saya tidak tahu. Saya hanya mendengar beberapa tahun yang lalu bahwa dulu pernah ayah pernah mendapatkan seorang selir baru, akan tetapi selir itu bertekad melawan dan tidak mau menjadi selir ayah, kemudian selir yang bernama Lestari itu dibawa ke Mojopahit. Selanjutnya, saya tidak tahu bagaimana jadinya dengan dia."
Sutejo menundukkan kepala dan termenung. "Kalau begitu, saya harus menjumpai ayah kalian, untuk menanyakan
tentang mbakayu Lestari."
http://kangzusi.com
"Ayah juga tidak berada di sini!" kata Roro Kartiko cepat-cepat, agaknya lega hatinya karena kebetulan ayahnya tidak ada. "Sudah sepekan lamanya ayah berkunjung ke Mojopahit."
"Kalau begitu, saya harus menyusul ke Mojopahit untuk mencari mbakayu saya. Adi Bromo, mari kita pergi."
"Ah, nanti dulu!" Roro Kartiko berkata. "Berbahaya sekali kalau pergi dari sini begitu saja. Bapa Guru Resi Harimurti tentu masih merasa penasaran dan melakukan penjagaan ketat."
459 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar apa yang dikatakan oleh Diajeng Roro Kartiko.
Sebaiknya andika berdua berdiam dulu di sini sampai keadaan aman, baru kalian pergi meninggalkan tempat ini," kata Joko Handoko.
"Itu yang sebaiknya," kata Bromotmojo, "Karena saya pun ingin minta tolong kepada... Sriti Kencana!"
Roro Kartiko memandang pemuda itu dan memandang
dengan sinar mata tajam penuh teguran.
"Harap andika jangan menyebut saya demikian, nama saya Roro Kartiko, Kakangmas Bromatmojo."
Bromatmojo tersenyum mendengar ini. "Terima kasih... eh, Diajeng... sesungguhnya saya membutuhkan bantuanmu, yaitu sukalah kiranya andika membuatkan sebuah warangka untuk saya..., yaitu untuk keris pusaka saya..."
"Ehhh...!" Roro Kartiko menjadi merah sekali mukanya dan dia menunduk, sedangkan Joko Handoko mengerutkan
alisnya. "Dimas Bromatmojo, apa artinya ucapanmu itu?"
Bromatmojo merasa heran mengapa dara itu kelihatan
malu-malu dan kakaknya itu kelihatan marah. Dia memandang kepada mereka berdua dengan heran, sepasang matanya yang jeli itu terbuka lebar dan dia berkata, "Eh, apa yang http://kangzusi.com
salah dengan permintaanku itu" Saya telah berhasil
mendapatkan keris pusaka Kolonadah, akan tetapi semua warangka yang saya beli tidak ada yang dapat bertahan, semua pecah berantakan kalau dimasuki Kolonadah. Dan menurut nasehat Ki Empu Singkir, katanya pusaka itu panas dan harus diberi warangka buatan seorang dara yang memiliki kesaktian. Maka melihat Sriti... eh, Diajeng Roro Kartiko, timbul ingatan saya untuk minta bantuannya membuatkan warangka. Apa salahnya hal itu?"
"Ah, begitukah...?" Roro Kartiko berkata dan tersenyum.
460 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Juga wajah Joko Handoko menjadi cerah. "Ah, kalau begitu tentu saja adikku ini akan suka sekali membantu!"
"Habis anda berdua menyangka apa?" tanya Bromatmojo yang masih tidak mengerti.
"Tidak apa-apa, hanya tadi kami belum mengerti,
Kakangmas Bromatmojo. Akan tetapi... aku tidak pernah membuat ukiran, bagaimana mungkin membuat warangka
keris?" "Tidak usah diukir, asal merupakan warangka dan dapat untuk menyimpan Kolonadah, karena tidak enak membawa-bawa pusaka tanpa warangka, hanya dibungkus saja."
"Baiklah, akan kucoba untukmu."
Karena urusan pembuatan warangka ini, pula karena Joko Handoko melihat bahwa gurunya dan para pengawal masih terus melakukan penjagaan ketat dengan penuh
kewaspadaan, maka dua orang muda itu tinggal di dalam gedung sampai tiga hari tiga malam lamanya. Mereka
menyamar sebagai dua orang anggota Sriti Kencana sehingga para pelayan tidak ada yang menaruh curiga, karena memang seringkali ada orang-orang berpakaian hitam bertopeng hitam berkeliaran bersama dua orang putera-puteri bupati itu.
Dan selama tiga hari itu, sikap dua orang putera-puteri Progodigdoyo itu amat baik, bahkan sikap Roro Kartiko amat http://kangzusi.com
manis kepada mereka, terutama sekali kepada Bromatmojo yang pandai mengambil hati dan yang memang amat tampan itu. Sutejo sendiri makin kagum dan merasa suka kepada puteri musuh besarnya itu, dan diam-diam dia menyayangkan mengapa seorang dara seperti itu menjadi puteri seorang jahat macam Progodigdoyo. Selain itu, juga dia merasa tidak senang menyaksikan sikap Bromatmojo yang begitu manis terhadap dara itu dan melihat Roro Kartiko bersikap seperti seorang dara yang amat tertarik oleh sahabatnya yang pandai merayu wanita itu.
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
461 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiga hari, selesailah sudah pembuatan sebuah warangka yang sederhana,yang dibuat oleh tangan Roro Kartiko sendiri dan tentu saja pembuatannya itu menurut petunjuk Bromatmojo yang sebagai murid seorang empu atau ahli keris, mengerti akan cara pembuatan keris dan
warangkanya. Tentu saja ketika memberi petunjuk, sikap Bromatmojo dan Roro Kartiko makin akrab dan Sutejo hanya memandang dengan alis berkerut. Pemuda ini benar-benar merasa tidak senang akan hal itu, karena dia yang mengagumi Roro Kartiko sebagai seorang gadis yang gagah dan baik, merasa tidak senang melihat gadis itu digoda oleh
Bromatmojo yang ceriwis dan mata keranjang!
Setelah warangka jadi, maka Bromatmojo dan Sutejo lalu mohon diri meninggalkan kabupaten itu. Penjagaan para pengawal sudah tidak begitu ketat lagi karena Resi Harimurti pun sudah meninggalkan Tuban, tidak ada yang tahu ke mana, mungkin ke Mojopahit menyusul Bupati Progodigdoyo.
Ketika kedua orang muda itu pamit, Roro Kartiko kelihatan merasa berat sekali untuk berpisah.
"Selamat jalan, Adimas berdua. Kami hanya dapat berdoa semoga andika berdua selalu dalam selamat dan bahagia,"
kata Joko Handoko.
"Harap Kakangmas berdua tidak melupakan kami," kata Roro Kartiko yang sejak tadi memandang kepada Bromatmojo http://kangzusi.com
dengan mata bersinar-sinar dan kadang-kadang juga sayu,
"Kami menganggap Kakangmas Sutejo sebagai putera
mendiang Paman Lembu Tirta sebagai saudara kami sendiri..."
"Wah, dan aku bagaimana" Dianggap seperti apakah?"
Bromatmojo bertanya.
Joko Handoko yang juga dapat menduga bahwa adiknya
tertarik kepada pemuda yang tampan dan jenaka itu,
tersenyum dan melirik kepada adiknya. "Sebagai apa, ya"
Andida Roro, dianggap sebagai apakah sebaiknya Adimas Bromatmojo ini?"
462 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Roro Kartiko mengangkat muka memandang kakaknya, lalu memandang kepada Bromatmojo dan kedua pipinya berubah merah sekali. "Kami selalu menganggap andika sebagai seorang sahabat yang amat baik, dan terserah bagaimana anggapan Bromatmojo terhadap kami..."
"Ahhh..." Sebagai sahabat baik" Terima kasih! Dan saya selalu menganggap Kakangmas Joko Handoko sebagai
seorang sahabat yang gagah perkasa, dan Diajeng Roro Kartiko sebagai seorang puteri yang cantik jelita dan gagah perkasa seperti... seperti..."
"Ya" Seperti apa sih?" Roro Kartiko mendesak, matanya bersinar-sinar, bibirnya yang merah seperti mawar sedang mekar itu tersenyum manja.
"Seperti Srikandi!"
"Ihh, saya tidak mau dianggap genit dan galak seperti Srikandi."
"Kalau begitu seperti Dewi Suprobo saja, seperti bidadari dari kahyangan..."
Roro Kartiko menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali. "Kakangmas Bromatmojo terlalu memuji."
"Elho! Siapa yang memuji" Memang andika cantik jelita seperti bidadari dari kahyangan, betul tidak, Kakang Tejo?"
http://kangzusi.com
Sutejo yang memandang dengan mata melotot tidak
menjawab, melainkan berpamit, "Kami harus berangkat sekarang. Mari, Adi Bromo!" Suaranya berat dan kaku.
"Nanti dulu!" Joko Handoko berkata. "Biar pun sekarang cukup gelap, akan tetapi sebaiknya kalau andika berdua pergi dengan pakaian anggota Sriti Kencana dan kami antar sampai keluar dari kabupaten."
"Benar, demi keselamatan andika dan jangan sampai
menimbulkan keributan lagi," sambung Roro Kartiko dan kakak 463
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beradik ini lalu memberi kesempatan kepada dua orang sahabatnya itu untuk mengenakan pakaian dan kedok hitam, kemudian berangkatlah Bromatmojo dan Sutejo sebagai dua orang anggota Sriti Kencana diantar oleh Joko Handoko dan Roro Kartiko. Dengan pengawalan dua orang putera-puteri bupati itu, tentu saja dengan mudah mereka dapat keluar dari kabupaten, keluar dari pintu gerbang tanpa ada gangguan dari para penjaga.
Ketika mereka hendak saling berpisah, Roro Kartiko
mendekati Bromatmojo berkata lirih, "Kakangmas, harap jangan melupakan saya..."
"Ah, mana mungkin orang dapat melupakanmu, Diajeng?"
Bromatmojo dengan beraninya lalu memegang tangan puteri itu, tangan yang berkulit halus lembut dan hangat. "Saya tidak akan melupakanmu dan sampai berjumpa kembali, Diajeng."
Akhirnya berangkatlah dua orang muda itu meninggalkan kabupaten. Joko Handoko dan Roro Kartiko memandang
sampai bayangan dua orang muda itu lenyap ditelan
kegelapan malam.
Sutejo dan Bromatmojo melakukan perjalanan tanpa bicara dan biar pun beberapa kali Bromatmojo mencoba untuk mengajak sahabatnya bicara, Sutejo hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan saja, bahkan beberapa kali sama sekali tidak menjawab. Mereka lalu pergi ke rumah Empu http://kangzusi.com
Singkir di ujung barat kota Tuban.
Seperti biasa, sunyi di sekitar rumah kecil itu, tidak kelihatan ada orang,bahkan malam itu tidak terdengar bunyi berdencingnya baja digembleng. Bromatmojo menghampiri pintu dan diketuknya pintu rumah Empu Singkir. Namun, sampai lama dia mengetuk, tidak ada jawaban dari dalam.
"Eyang! Eyang Empu...!" berkali-kali Bromatmojo
memanggil tanpa mendapat jawaban.
464 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang Cantrik!" Dia memanggil cantrik, namun juga tanpa mendapat jawaban.
"Hemm, mencurigakan sekali," terdengar Sutejo berkata dan pemuda ini lalu mendorong daun pintu terbuka. Ternyata daun pintu tidak dipalang dari dalam, hanya ditutupkan saja.
"Hati-hati, Kakang Tejo," kata Bromatmojo dan keduanya memasuki rumah yang gelap itu.
"Eyang Empu....! Kakang Cantrik...!" keduanya memanggil, namun sunyi saja yang menyambut panggilan mereka.
Dengan meraba-raba Sutejo menemukan lampu dan alat
pembuat apinya. Tak lama kemudian lentera itu telah dinyalakannya.
"Ahhh...!" Bromatmojo berteriak dengan kaget dan Sutejo melihat mereka itu rebah malang-melintang di ruangan itu, mandi darah dan tidak bernapas lagi! Empu Singkir dan dua orang cantriknya telah tewas dan melihat dada dan leher mereka yang terluka parah, mudah diduga bahwa mereka dibunuh orang.
"Lekas cari Kolonadah!" Bromatmojo berteriak.
"Percuma saja, tentu telah dibawa pergi oleh yang
membunuh mereka," kata Sutejo.
Dan memang benar, setelah mencari-cari di seluruh rumah, http://kangzusi.com
mereka tidak menemukan Kolonadah. Juga Ki Ageng
Palandongan tidak nampak.
"Hemm, kakek itu, si keparat palsu! Siapa lagi kalau bukan dia yang membunuh mereka ini dan membawa lari keris Kolonadah?" Bromatmojo berkata marah.
"Tidak baik menuduh tanpa bukti. Kematian mereka belum lama, siapa tahu kita dapat mengejar dan menyusul
pembunuhnya. Mari!" Sutejo berseru dan mereka lalu
465 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berloncatan keluar dari rumah itu, terus lari keluar dari Kabupaten Tuban menuju ke selatan.
Mereka mengejar dan mencari-cari jejak sampai pagi, namun tanpa hasil. Keris pusaka Kolonadah lenyap dan Empu Singkir bersama dua orang cantriknya tewas, Ki Ageng Polondangan tidak ada. Dengan hati penuh penasaran dan marah, Bromatmojo melanjutkan perjalanan ke selatan, diikuti oleh Sutejo yang banyak diam dan mengerutkan alisnya yang tebal itu.
"Si keparat Ki Ageng Palandongan! Kalau aku dapat
berjumpa dengan dia, akan kucekik leher kakek berhati palsu itu!" Bromatmojo berkata dengan marah sekali ketika dia dan Sutejo pagi hari itu duduk di bawah pohon besar untuk mengaso setelah semalam suntuk mereka mencari-cari jejak pencuri keris Kolonadah tanpa hasil.
"Tidak semestinya engkau menuduh sembarangan saja
kepada Ki Ageng Palandongan,"
Sutejo mencela dan dari suaranya, jelas bahwa pemuda ini merasa tidak senang.
Bromatmojo sedang marah, maka dicela demikian dia
menjadi makin mendongkol.
"Habis, aku harus menuduh siapa" Jelas bahwa yang tahu tentang Kolonadah hanyalah Empu Singkir, dua orang
http://kangzusi.com
cantriknya, dan Ki Ageng Palandongan. Sekarang, Empu Singkir dan dua orang pembantunya dibunuh orang, keris pusaka lenyap dan Ki Ageng Palandongan juga lenyap. Siapa lagi kalau bukan dia pembunuh dan pencurinya" Siapa lagi yang harus kusalahkan?"
"Hemm, orang pertama yang bersalah dalam hal ini adalah engkau sendiri!"
Bromatmojo menoleh dan memandang kepada pemuda itu
dengan sinar mata penasaran.
466 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku" Aku malah yang bersalah" Kakang Tejo, apa
maksudmu?"
"Engkau terlalu sembrono! Aku sudah merasa tidak setuju ketika engkau dengan mudah begitu saja meninggalkan keris pusaka itu kepada Empu Singkir. Akan tetapi engkau nekat meninggalkannya. Engkau masih begini muda akan tetapi engkau sudah tinggi hati, sembrono, dan mempunyai
kebisaan-kebisaan yang tidak patut."
Bromatmojo membelalakkan matanya. Baru sekarang dia tahu bahwa temannya ini sedang marah kepadanya. Pantas saja sejak malam tadi jarang mau bicara. Kiranya marah kepadanya.
"Wah-wah, ada apalagi ini" Kau marah-marah dan memaki-maki orang!"
"Aku tidak memaki, hanya mengatakan yang sebenarnya dengan maksud agar engkau dapat mengubah kebisaanmu yang buruk itu, demi kebaikanmu sendiri."
Bromatmojo mengerutkan alisnya dan memandang tajam.
"Coba katakan, perbuatan dan kebisaanku yang mana yang kau anggap tidak patut itu?"
"Banyak! Selain engkau kementus (besar kepala), kemaki (banyak lagak), terutama sekali engkau kurang susila terhadap wanita."
http://kangzusi.com
Bromatmojo terbelalak, mukanya menjadi merah dan dia sudah bangkit berdiri. "Kakang Tejo! Apa mksudmu?" Dia membentak, marah.
Sutejo juga berdiri namun sikapnya masih tenang sungguh pun dia jelas kelihatan marah pula. "Maksudku, engkau perayu wanita, engkau mata keranjang, engkau tidak sopan sehingga engkau tidak dapat membedakan wanita mana yang pantas kau rayu dan mana yang tidak."
467 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, eh, mengapa kau tiba-tiba menjadi marah-marah
begini" Siapa yang kurayu?"
"Engkau berani bersikap tidak sopan, tidak pantas dan merayu Roro Kartiko..."
"Ohhh, begitukah" Jadi engkau cemburu, ya" Engkau iri hati" Engkaulah yang tergila-gila kepada Roro Kartiko!"
"Hemm, boleh jadi aku kagum kepadanya. Dia seorang
wanita yang hebat, seorang wanita yang berbudi, gagah perkasa, cantik jelita dan halus budi pekertinya..."
"Tapi dia anak musuh besarmu!"
"Aku tidak perduli akan hal itu, tidak boleh menyamakan ayahnya dengan anaknya.
Akan tetapi, aku tidaklah tergila-gila macam engkau. Aku bukan seorang pemuda macam engkau yang mata keranjang."
"Eh, Kakang Tejo bicaramu makin lancang saja! Sikapmu ini saja jelas menunjukkan bahwa engkau jatuh cinta kepada puteri itu dan cemburu kepadaku, kau iri melihat aku dapat bersahabat akrab dengan dia!"
"Tidak! Andaikata hubunganmu dengan dia itu sewajarnya, sepatutnya, aku tidak akan merasa iri. Aku bukan cemburu, hanya aku tidak rela kalau engkau menyamakan dia dengan wanita-wanita biasa yang boleh saja kau bujuk rayu dan kau http://kangzusi.com
jatuhkan dengan ketampananmu, dengan lagak dan gayamu yang memikat, dengan kepalsuanmu..."
"Keparat!" Bromatmojo marah bukan main, kedua matanya seperti berapi-api. "Kau yang cinta dan tergila-gila kepadanya, tapi kau menuduh aku yang bukan-bukan. Hemm, Sutejo, kalau benar aku merayunya, habis, kau mau apa?"
"Bromatmojo, aku menganggap engkau sebagai seorang
sahabat. Akan tetapi kalau engkau menyeleweng, tentu akhirnya engkau akan dihajar orang dan daripada orang lain 468
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menghajarmu, biarlah aku sendiri yang menghajarmu kalau engkau tidak bisa kuberi nasehat untuk merubah kelakuanmu yang tidak patut."
"Babo-babo keparat Sutejo! Sumbarmu seperti laki-laki tanpa tanding, seolah-olah engkau dapat mengukur tingginya langit dalamnya lautan! Kau hendak menghajar aku,ya"
Keparat sombong, coba ingin aku melihat bagaimana engkau akan dapat menghajarku!"
Sutejo juga sudah marah sekali, kemarahan yang ditahan-tahannya semenjak dia melihat sikap Bromatmojo yang terlalu bermanis-manisan terhadap wanita. "Baik,kau majulah, Bromatmojo!"
"Kau terlalu memandang rendah kepadaku, setan!"
Bromatmojo berteriak dan dia lalu meloncat ke depan sambil memekik nyaring, "Haaiiiittt...!" langsung dia menyerang Sutejo dengan pukulan-pukulan Hasto Bairowo setelah dengan gemas dia membanting-banting kakinya.
"Ehhh...!!" Sutejo bergerak mengelak sambil menangkis.
"Dukkk!!" Dua lengan bertemu dengan dahsyatnya dan
keduanya terhuyung ke belakang.
"Rasakan ini...!" Bromatnojo kembali menyerang, kini dia bergerak cepat, lalu tiba-tiba tubuhnya merendah, tangan kirinya dengan aji kesaktian Hasto Nogo yang amat dahsyat http://kangzusi.com
itu menyambar ke arah lambung lawan.
"Wuuuttt... ehhh!" Sutejo cepat mengelak dari sambaran pukulan sakti yang amat berbahaya itu, akan tetapi tiba-tiba kaki kanan Bromatmojo mencuat dan menendang dari bawah ke arah perutnya.
"Plakk!" Sutejo menangkis dari samping dan berusaha menangkap pergelangan kaki lawan, akan tetapi pada saat itu, tangan kanan Bromatmojo sudah menyambar dengan jotosan 469
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari depan sehingga terpaksa dia mengelak dengan miringkan tubuh dan menangkis, tidak sempat lagi menangkap kaki.
Terjadilah pertandingan yang amat seru. Berkali-kali keduanya mengeluarkan bentakan, teriakan dan tangan kaki mereka bergerak-gerak dengan cepatnya, saling serang, saling pukul, saling tampar, saling tendang. Kemarahan Bromatmojo sudah memuncak. Sebetulnya, dara ini merasa hatinya sakit sekali. Dia yang diam-diam telah jatuh cinta kepada Sutejo kini mengira bahwa Sutejo telah jatuh hati kepada Roro Kartiko, pemuda yang kelihatannya pendiam dan yang selalu
menjauhkan diri dari wanita itu, kini jatuh cinta kepada Roro Kartiko maka diam-diam dia merasa cemburu, sakit hati dan marah sekali! Apalagi mendengar dia memaki-maki sebaliknya Roro Kartiko dipuji-puji, membuat dia lupa sedang menyamar sebagai seorang pria dan bahwa Sutejo menganggap dia seorang pria! Dia dibakar oleh api cemburu. Di lain fihak, Sutejo juga marah dan kecewa. Diam-diam dia suka sekali kepada sahabat barunya ini, suka dan kagum. Akan tetapi, melihat Bromatmojo menggoda Roro Kartiko, dia merasa tidak senang. Dia tidak ingin melihat puteri yang dikaguminya itu menjadi korban keceriwisan Bromatmojo, juga dia tidak ingin melihat sahabatnya itu melanjutkan kebisaannya yang tidak patut. Dia ingin menyadarkan Bromatmojo, kalau perlu menghajarnya seperti seorang kakak menghajar adiknya yang menyeleweng. http://kangzusi.com
Justru karena dasar yang mendorong pertempuran itulah yang membuat pertempuran itu ramai dan seru sekali, bahkan setanding. Sebetulnya tingkat kepandaian Sutejo masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Bromatmojo. Akan tetapi,kalau Bromatmojo yang diamuk cemburu itu berkelahi dengan sungguh-sungguh,mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua aji kesaktiannya, di lain fihak Sutejo banyak mengalah dan tidak mempunyai niat sedikit pun untuk melukai sahabatnya itu, apalagi membunuhnya dengan
pukulan sakti yang terlalu kuat.
470 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-o0odw-o0o- Jilid 37 Pertandingan itu berlangsung dengan hebat, dan agaknya serangan-serangan kedua fihak tidak pernah mengendur.
Sampai matahari naik tinggi, masih saja mereka saling hantam dan tubuh mereka bergerak cepat berkelebatan di bawah pohon itu.
Hawa-hawa pukulan mereka sampai merontokkan daun-
daun pohon. Peluh telah membasahi seluruh tubuh mereka, dan keduanya sudah terasa kelelahan.
"Desss...!" Untuk ke sekian kalinya, dua lengan mereka bertemu dan keduanya terhuyung ke belakang. Bromatmojo hampir roboh saking lelahnya. Kedua kakinya sudah gemetar rasanya. Dia mengusap peluh di dahinya dengan punggung tanganya yang terasa nyeri-nyeri. Lengannya sudah matang biru karena sering bertemu dengan lengan Sutejo, tangannya juga panas dan nyeri. Napasnya sudah terengah-engah dan kepalanya agak pening. Kemarahannya makin memuncak dan mengingat betapa Sutejo tidak mau mengalah kepadanya, kejengkelannya memenuhi dada dan dia mengusap lagi peluh yang menetes turun sehingga kelihatan dia agak lambat menyerang lagi.
http://kangzusi.com
"Hayo keluarkan seluruh tenaga dan kesaktianmu,
Bromatmojo! Sebelum engkau menyatakan bertobat dan tidak akan melanjutkan sikapmu yang ugal-ugalan terhadap wanita, aku akan menghajarmu!"
"Keparat...!!" Kemarahan yang bagaikan api mengamuk itu mendatangkan tenaga baru kepada Bromatmojo dan dia
sudah meloncat dan menyerang lagi dengan hebatnya.
"Bress!!" Kembali keduanya terlempar ke belakang oleh pertemuan dua telapak tangan yang sama-sama memiliki aji 471
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesaktian, akan tetapi karena kedua kaki Bromatmojo sudah gemetar kelelahan, dia jatuh terduduk sedangkan Sutejo hanya terhuyung saja. Kedua tangannya terasa panas dan sakit sekali, maka tanpa dapat dicegah lagi, Bromatmojo menangis!
Sutejo terkejut dan terheran-heran. Seorang pemuda yang memiliki kesaktian seperti Bromatmojo jarang sekali dapat ditemukan, begitu muda dan begitu halus akan tetapi benar-benar amat perkasa, jauh lebih sakti daripada Joko Handoko.
Akan tetapi kenapa menangis"
"Huh, kau pemuda cengeng! Belum patah tulangmu, belum robek kulitmu, sudah merenggek seperti perempuan saja!"
Rahasia Peti Wasiat 4 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pendekar Panji Sakti 10
kejahatan dan membela rakyat yang tertindas. Dan untuk ini, kami menerima upah yang cukup besar dari pimpinan kami.
Tentu saja kami memegang rahasia kami, bahkan ayah ibu saya pun tidak tahu bahwa saya menjadi anggota Sriti Kencana yang ditakuti orang-orang jahat itu, juga para isteri itu tidak ada yang berani membuka rahasia kepada suami mereka."
"Akan tetapi engkau telah membuka rahasia kepadaku, Nimas," Bromatmojo sengaja berkata sambil merangkul.
"Karena... karena saya telah tertawan... dan paduka... eh, biarlah, saya siap untuk menerima hukuman dari pimpinan kami."
"Hukuman" Apa hukumannya?"
"Apalagi kalau bukan hukuman mati" Akan tetapi saya rela mati untuk paduka..."
http://kangzusi.com
Ayu Kunti balas merangkul, tidak memperdulikan lagi kepada Sutejo. Melihat pemuda itu kembali menjadi merah mukanya dan sinar matanya tak senang, Bromatmojo cepat melepaskan rangkulannya.
"Tidak, Nimas. Aku akan bertemu dengan pimpinanmu dan aku akan mintakan ampun untukmu. Sekarang ceritakan tentang keris pusaka Kolonadah. Ketika kami berdua diserbu oleh para perajurit Tuban itu, ada seorang anggota Sriti 412
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kencana yang mencuri atau mengambil keris itu, bukan" Siapa dia?"
"Dia adalah Den Roro sendiri, Kakangmas!"
"Ah...!" Bromatmojo berseru, teringat betapa kuatnya tenaga pimpinan Sriti Kencana itu ketika mereka saling beradu tangan.
"Kami telah lama menerima perintah untuk menyelidiki dan membayangi gerak-gerik para perajurit Tuban yang dipimpin oleh Klabang Curing dan para perajurit dari Mojopahit yang dipimpin oleh Gagaksona. Ketika malam itu mereka
mengurung andika berdua yang sedang menggali di tepi Sungai Tambakberas di dalam hutan itu, kami cepat mengirim laporan kepada Den Roro yang kebetulan berada di dekat tempat itu. Den Roro lalu turun tangan sendiri, mengambil keris pusaka itu setelah melihat andika berdua dan para perajurit itu memperebutkan keris pusaka Kolonadah yang memang sudah lama dihebohkan orang dan dicari-cari itu.
Kemudian Den Roro memerintahkan kepada kami berempat untuk membayangi andika dan menangkap andika berdua karena pimpinan kami menganggap andika berdua adalah pencuri-pencuri yang telah berhasil menemukan tempat keris pusaka itu tersembunyi. Kami diperintahkan menangkap, bukan membunuh karena menurut Den Roro, biar pun andika berdua adalah pencuri-pencuri, akan tetapi telah berjasa http://kangzusi.com
menemukan keris pusaka itu."
"Hemm, keparat! Dia yang menjadi kepala maling yang mencuri keris itu dan dia menuduh kami pencuri-pencuri!"
Sutejo membentak marah.
"Tenanglah, Kakang. Kita hanya disangka saja, karena Den Roro itu belum mengenal siapa kita. Betapa pun juga, dia adalah kepala dari sekelompok wanita-wanita perkasa..."
"Huh! Kau selalu lemah kalau berhadapan dengan wanita!"
Sutejo berkata dengan nada suara kesal dan muak.
413 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo tersenyum dan bertanya kepada Ayu Kunti,
"Nimas, sekarang di mana adanya Den Roro itu dan apakah keris itu dibawanya?"
"Benar, Kakangmas."
"Sebenarnya, siapakah dia dan di mana dia tinggal?"
"Sudah saya katakan, kami semua tidak ada yang pernah melihat wajahnya, dan karena cara bicaranya seperti priyayi agung, maka kami menyebutnya Den Roro dan Den Bagus.
Tentu saja kami tidak tahu di mana mereka tinggal?"
"Dan di mana biasanya kalian berkumpul dan mengadakan pertemuan?"
"Ah, rahasia besar..., Kakangmas."
Bromatmojo mengerutkan alisnya dan memandang tajam, mengambil sikap seperti orang kecewa dan berduka. "Ahhh...
jadi engkau masih belum percaya benar kepadaku, Nimas?"
Ayu Kunti cepat memegang lengan "pemuda" itu. "Tidak, tidak sama sekali, Kakangmas. Aku sudah menceritakan semuanya, bahkan saya rela untuk mati demi andika, tentu saja saya sudah percaya sepenuhnya. Cuma saya... andika berdua demikian sakti, dan saya tidak ingin melihat andika berdua menghancurkan perkumpulan kami."
"Ihh, bocah ayu yang bodoh!" Bromatmojo mencubit dagu http://kangzusi.com
meruncing halus itu. "Siapa yang akan menghancurkan perkumpulanmu yang gagah itu" Kami hanya ingin ke sana untuk bertemu dan bicara dengan pimpinanmu."
"Akan tetapi, kalau saya yang mengantar andika berdua ke sana, hal itu merupakan dosa dan pelanggaran sumpah yang amat besar, Kakangmas. Pula, kedua orang teman saya tadi, bahkan juga mbakayu Cempaka, tentu kini telah memberi pelaporan tentang andika berdua dan sebentar lagi Den Roro tentu akan berada di sini."
414 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar suara suitan nyaring melengking dari luar rumah itu dan wajah Ayu Kunti seketika menjadi pucat sekali, tangannya yang tadi memegang lengan Bromatmojo menggigil.
"Omonganmu benar, Ayu!" terdengar suara halus merdu namun cukup nyaring. "Ajak mereka menemui kami ke tepi sungai di kaki pegunungan kapur di barat!"
Sutejo sudah melompat dan lari keluar dari warung itu, memandang ke kanan kiri, akan tetapi tidak melihat ada orang, kecuali beberapa orang petani yang agaknya mulai pergi ke sawah ladang mereka memanggul cangkul dan
beberapa orang wanita menggendong dan yang laki-laki memikul, agaknya mereka yang dari dusun-dusun hendak berdagang ke kota Tuban. Tidak kelihatan ada orang
berpakaian hitam, apalagi bertopeng hitam. Maka dia cepat berlari kembali ke dalam.
"Mari, Kakang Tejo. Nimas Ayu Kunti akan mengantarkan kita bertemu dengan mereka. Tadi adalah Den Roro pemimpin mereka yang mengundang kita," kata Bromatmojo yang sudah berdiri dan menggandeng tangan Ayu Kunti.
Sutejo mengerutkan alisnya. "Adi Bromo, aku tidak suka akan semua ini. Kita tentu akan terjebak lagi. Aku paling tidak percaya kepada wanita-wanita, mereka itu curang dan licik."
http://kangzusi.com
"Kakang Tejo, jangan bicara begitu bodoh!" Bromatmojo membentak, marah sehingga mengejutkan Sutejo. "Kalau Kakang merasa takut, tinggallah saja di sini dan biar aku sendirian menghadapi mereka!"
Sutejo membelalakkan mata. "Eh, eh... bagaimana kau bisa berkata demikian, Adi Bromo" Tentu saja aku tidak takut dan akan membantumu sampai berhasil. Akan tetapi, aku hanya khawatir mereka ini akan berlaku curang seperti tadi..."
Ayu Kunti segera maju membela Bromatmojo, "Raden
sebetulnya kami sama sekali tidak dan bukan orang-orang 415
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang bersikap curang dan pengecut, apalagi pimpinan kami!
Kalau kami tadi menggunakan obat bius untuk menangkap andika berdua hanyalah karena kami merasa tidak akan menang menggunakan kekerasan, sedangkan perintah
pimpinan kami adalah bahwa kami harus menawan andika berdua."
"Maaf, Kakang Tejo. Bukan maksudku menyatakan engkau penakut, akan tetapi untuk mendapatkan keris pusaka itu, kita harus berani menghadapi bahaya apa pun juga."
Sutejo menarik napas panjang. "Baiklah, sebetulnya aku tidak akan takut menghadapi musuh yang bagaimana pun juga, asal jangan perempuan-perempuan yang..."
"Sudahlah!" Bromatmojo memotong dengan nada suara tak sabar. "Mari kita berangkat!"
Mereka bertiga lalu pergi meninggalkan warung itu. Di sepanjang perjalanan Bromatmojo menggandeng tangan Ayu Kunti dan mereka kelihatan bersikap mesra dan saling mencinta. Hal ini membuat hati Sutejo menjadi semakin panas dan tidak senang. Dia tidak dapat menduga, karena pikirannya penuh dengan kemarahan, bahwa Bromatmojo melakukan hal itu untuk mencegah kalau-kalau anggota Sriti Kencana itu menggunakan akal untuk melarikan diri. Dengan adanya Ayu Kunti di tangannya, setidaknya dia dapat mencegah
kecurangan dilakukan oleh pihak musuh.
http://kangzusi.com
-o0o-d^w-o0o- Jilid 31 Tempat yang dimaksudkan itu ternyata tidak begitu jauh.
Terletak di sebelah barat kota Tuban di mana terdapat pegunugan kapur yang memanjang dari barat ke timur dan di kaki sebuah di antara gunung-gunung kapur itu memang terdapat sebatang sungai kecil yang airnya sedikit sekali, 416
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir kering. Akan tetapi kaki gunung kapur ini masih cukup mempunyai tanah sehingga berbeda dengan gunungnya
sendiri yang gundul dan keputih-putihan, di tempat ini masih ditumbuhi pohon-pohon dan rumput yang tidak begitu rimbun dan segar keadaannya. Tempat itu sunyi sekali karena kaum tani juga enggan untuk mengolah tanah yang dangkal dan bercampur kapur itu yang hasilnya tidak dapat banyak diharapkan.
Ketika tiga orang itu tiba di situ, Bromatmojo makin erat menggandeng tangan Ayu Kunti dan gadis ini memandang kepadanya dengan sinar mata mesra di balik topeng yang sudah dipakainya lagi itu, dan terdengar dia berbisik, "Terima kasih Kakangmas, dengan andika di samping saya, saya tidak takut apa-apa lagi..."
Bromatmojo hanya tersenyum dan memandang ke depan
penuh kewaspadaan, seperti juga dilakukan oleh Sutejo. Tiba-tiba, ketika mereka telah tiba di tepi sungai kecil itu, nampak bermunculan dari balik-balik batang pohon dan batu, banyak sekali orang-orang yang berpakaian serba hitam dan
bertopeng hitam, semua memakai hiasan kepala seekor burung sriti emas yang berkilauan tertimpa sinar matahari yang sudah mulai condong ke barat. Bromatmojo melepaskan tangan Ayu Kunti karena setelah dia berhadapan dengan mereka dan tidak mengkhawatirkan jebakan lagi, dia tidak http://kangzusi.com
memerlukan Ayu Kunti. Sutejo berdiri tegak dan memandang ke sekeliling dengan sinar matanya yang tajam.
Sejenak mereka semua diam dan dua puluh satu orang
bertopeng itu, termasuk Ayu Kunti, telah mengurung dua orang muda ini. Bromatmojo menghitung dan tahu bahwa jumlah mereka itu kurang satu. Karena pakaian mereka sama semua, dia tidak dapat menduga yang mana di antara mereka itu yang menjadi pemimpin, maka dia hanya menanti. Juga Sutejo hanya mencari-cari dengan pandang matanya, namun dia tidak dapat menduga pula yang mana pemimpinnya.
417 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, tiba-tiba dengan suaranya Sang Pemimpin memperkenalkan dirinya sendiri dengan kata-kata yang berwibawa namun merdu terhadap Ayu Kunti, "Ayu!
Bagaimana sikap mereka terhadap dirimu?"
Ayu Kunti kelihatan terkejut, menghadapi kepalanya yang bertubuh ramping kecil itu dan berkata, "Den Roro, mereka adalah pemuda-pemuda yang gagah dan sakti mandraguna, juga mereka tidak melakukan sesuatu yang buruk terhadap saya."
Diam-diam Sutejo harus mengakui bahwa hanya berkat
rayuan maut Bromatmojo saja maka Ayu Kunti tidak
melaporkan kepada pemimpinnya betapa gadis itu tadi dia ancam akan dipotong hidungnya dan dirobek pipi dan
bibirnya, sungguh pun hal itu hanya dipergunakannya untuk menakuti-nakutinya saja.
"Hemm, sudah kusangka demikian. Eh, Kisanak berdua.
Kami melihat bahwa kalian berdua adalah pemuda-pemuda yang perkasa dan gagah...!"
"Tidak seperti kalian yang menggunakan kecurangan untuk mencelakakan kami!" Sutejo memotong dengan suara tegas.
Orang yang bertopeng yang disebut Den Roro itu, yang tubuhnya ramping kecil, menoleh kepadanya dan memandang tajam sejenak. "Maaf, Kisanak. Anak buah kami hanya http://kangzusi.com
menjalankan tugas untuk mencoba menangkap kalian, akan tetapi ternyata gagal. Kalau boleh kami mengetahui, siapakah kalian?"
"Namaku Bromatmojo dan sahabatku ini bernama Sutejo."
"Sungguh mengherankan, orang-orang muda yang gagah
perkasa seperti kalian ini mengapa melakukan perbuatan yang demikian tak terpuji, membongkar kuburan orang dan hendak mencuri sebatang keris pusaka?"
418 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, eh, perlahan dulu engkau menuduh orang!"
Bromatmojo berseru marah. "Keris pusaka Kolonadah itu banyak diperebutkan banyak orang, dan kami yang
mengetahui tempatnya mengambil keris itu dengan baik. Akan tetapi andika malah mencurinya selagi kami menghadapi serbuan perajurit-perajurit itu, dan sekarang andika menuduh kami mencuri! Sungguh tidak pantas!"
"Memang aku telah mengambil keris itu. Inilah dia!" Den Roro yang berkedok itu mengeluarkan keris pusaka Kolonadah yang dibungkusnya dengan kain kuning. "Akan tetapi aku tidak mencuri, aku hanya mengambilnya lebih dulu untuk menentukan siapa yang berhak karena tadinya aku
menyangka bahwa andika berdua adalah pencuri-pencuri yang tidak berhak, demikian pula para perajurit itu. Tahukah kalian milik siapa keris pusaka Kolonadah ini?"
Bromatmojo menjawab cepat, "Milik mendiang Adipati
Ronggo Lawe di Tuban!"
"Hemm, ternyata andika tahu benar. Lalu bagaimana
andika tahu bahwa keris itu berada bersama kerangka itu di sana, padahal orang seluruh Tuban dan Mojopahit mencari-carinya tanpa hasil?"
"Den Roro atau siapa pun juga namamu, orang bertopeng!
Kalau andika merahasiakan keadaan andika, bahkan wajah pun dirahasiakan, maka kami pun mempunyai rahasia kami http://kangzusi.com
sendiri. Bagaimana kami mengetahui tentang di mana adanya Kolonadah merupakan rahasia kami yang tidak akan kami ceritakan kepada siapa pun."
Sepasang mata di balik topeng itu bersinar-sinar, agaknya dia kagum akan tetapi juga penasaran melihat sikap
Bromatmojo, pemuda yang amat tampan dan berani itu.
"Akan tetapi setidaknya tentu andika dapat mengatakan apakah andika berdua berhak atas pusaka ini?"
"Tentu saja!"
419 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Atas hak yang bagaimana?"
"Tahukah andika, wahai gadis bertopeng, siapa pencipta Kolonadah?"
Gadis bertopeng itu menggeleng kepala. "Aku... aku tidak tahu."
"Penciptanya adalah guru mendiang Adipati Ronggo Lawe.
Tahukah andika siapa beliau?"
Kembali wanita itu menggeleng kepala.
"Guru mendiang Adipati Ronggo Lawe adalah Empu
Supamadrangi di puncak Bromo, dan beliau adalah guruku pula! Nah, beliau yang mengutus aku untuk mengambil pusaka itu, akan tetapi ternyata ketika kami dikeroyok orang, engkau telah mencurinya!"
Sepasang mata itu berkilat-kilat. "Kami bukan pencuri!"
bentaknya, nyaring akan tetapi merdu suaranya itu.
"Kalau bukan pencuri, mengapa tidak kau kembalikan
kepadaku?" Bromatmojo berkata dengan suara lantang. "Kini kau malah mengumpulkan semua anak buahmu, dan agaknya hendak mengeroyok kami berdua, bukankah hal itu
menunjukkan bahwa engkau bukan hanya pencuri melainkan juga perampok?"
"Hemm, Bromatmojo, lancang sekali ucapanmu! Sudah
http://kangzusi.com
kukatakan bahwa aku tidak mencuri, hanya karena tidak ingin pusaka ini terjatuh ke tangan orang jahat, maka aku mengambilnya ketika terjadi pertempuran itu, karena aku belum tahu siapa adanya andika berdua. Akan tetapi
sekarang, setelah kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan pencipta keris ini, semestinya memang harus
kukembalikan kalau saja engkau tidak begitu lancang mulut."
"Hemm, bocah ayu..."
420 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ceriwis! Bagaimana kau bisa mengatakan ayu kalau kau belum melihat wajahku?"
"Orang yang suaranya seperti andika, dengan bentuk tubuh seperti andika, tidak bisa tidak tentu ayu seperti bidadari dari Kahyangan. Kalau benar aku lancang mulut, lalu kau mau apa?" Bromatmojo menantang.
"Adi Bromo! Jangan begitu...!" Sutejo mencela karena menganggap sikap sahabatnya itu keterlaluan.
Akan tetapi Den Roro yang memakai topeng itu sudah
menjadi marah. "Bromatmojo, kalau begitu, engkau harus bisa mengalahkan aku lebih dulu sebelum engkau berhak memiliki keris pusaka Kolonadah!" Setelah berkata demikian, dia menyerahkan keris yang dibungkus kain kuning itu kepada seorang anak buahnya dan ia melangkah maju, memasang kuda-kuda menghadapi Bromatmojo.
"Hemm, boleh saja, manis. Bersiaplah engkau!" kata
Bromatmojo dan dia segera menggerakkan kaki tangannya menerjang ke depan dengan hebat, melakukan tamparan-tamparan dari kanan kiri.
"Plak-plak-plak!" kepala perkumpulan yang memakai nama samaran Sriti Kencana itu mengelak mundur sambil menangkis dengan tangannya pula, kemudian balas menyerang dengan kecepatan luar biasa. Tubuhnya seperti terbang saja http://kangzusi.com
menyerang dengan kedua tangannya membentuk sayap-sayap burung yang menampar dari kanan kiri sambil meloncat tinggi.
"Hemm, engkau memang patut menjadi burung sriti!" kata Bromatmojo sambil cepat mengelak karena dia melihat betapa gerakan lawannya memang amat cepat dan tangkas.
Sebetulnya, biar pun Sriti Kencana memiliki kelebihan dalam ilmu meringankan tubuhnya, namun dalam hal pukulan dan aji kesaktian, Bromatmojo masih lebih menang, karena memang memiliki dasar yang lebih matang. Akan tetapi Bromatmojo kini telah yakin bahwa Sriti Kencana memang bukan
421 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekumpulan orang-orang jahat dan sekarang buktinya, kepalanya tidak mengerahkan anak buah yang sebanyak itu untuk mengeroyok. Semua wanita bertopeng itu hanya
mengurung tempat itu dan menjadi penonton, dengan kedua lengan bersilang di dada, sama sekali tidak ada tanda-tanda mereka hendak mengeroyok. Agak lega juga hati Sutejo melihat betapa sahabatnya itu tidak melakukan pukulan yang sungguh-sungguh, melainkan mendesak lawan dengan
tamparan-tamparannya yang mengandung hawa pukulan
ampuh dan kuat sekali.
Seru dan hebat pertandingan itu, berlangsung lama juga.
Akan tetapi lama kelamaan Sriti Kencana kelihatan lemah gerakannya dan setiap kali lengannya beradu dengan lengan Bromatmojo, dia mengeluh dan terhuyung. Akhirnya,
tamparan Bromatmojo mengenai pundak kirinya dan dia terhuyung lalu jatuh terduduk.
Napasnya terengah-engah dan dengan lengan bajunya dia menghapus peluhnya. Dengan anggukan kepala dia memberi isyarat kepada anak buahnya yang membawa keris.
-o0o-dw-o0o- Jilid 32 http://kangzusi.com
"Berikan pusaka itu kepadanya!"
Anak buahnya itu cepat menghampiri Bromatmojo yang
berdiri dengan bertolak pinggang, menyerahkan keris yang diterima dengan bangga oleh Bromatmojo.
Dibukanya kain kuning itu dan setelah melihat bahwa keris itu memang benar pusaka Kolonadah yang mengeluarkan hawa panas menyeramkan sehingga cepat-cepat dia
membungkusnya kembali dengan kain kuning, dia
memandang ke arah Sriti Kencana yang telah bangkit berdiri.
"Terima kasih, Sriti Kencana ataukah... Den Roro?"
422 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita bertopeng itu hanya berkata, "Engkau telah
menang, tidak ada perlunya lagi mengejek. Engkau memang gagah dan sakti, akan tetapi sikapmu menyakitkan hati."
Dengan isak tertahan, Sriti Kencana membalikkan tubuhnya dan cepat pergi diikuti oleh dua puluh orang anak buahnya.
Setelah mereka pergi, Sutejo berkata mengomel, "Engkau benar-benar terlalu sekali, Adi Bromo. Sikapmu memang benar menyakitkan hati seperti kata-katanya tadi."
"Eh, eh..., sejak kapan engkau membela musuh, Kakang Tejo" Apakah engkau akan lebih senang kalau aku tadi kalah dan pusaka ini tetap dibawa olehnya?"
"Engkau tahu bahwa bukan begitu maksudku. Akan tetapi, jelas bahwa dia seorang gadis yang hebat, gagah perkasa dan pemberani, menentang kejahatan dan membentuk kelompok wanita-wanita yang begitu hebat berani menentang kejahatan.
Dan engkau... engkau bersikap begitu memandang rendah, padahal dia bukan pencuri, bahkan dia menyerahkan keris itu dengan baik-baik."
"Hemm..., kalau menurut pendapatmu, bagaimana
sebaiknya menghadapi mereka?"
"Sikapmu sudah jelas, mengapa pakai tanya-tanya segala?"
"Sikapku bagaimana maksudmu?"
http://kangzusi.com
"Tadi engkau merayu Ayu Kunti, dan kini engkau menghina pemimpinnya. Aku tahu mengapa engkau melakukan hal itu."
"Memang kau pandai, Kakang tejo, kau tahu segala. Nah, katakan, apa yang kau ketahui sehingga aku melakukan hal itu?"
"Karena kau telah melihat bahwa Ayu Kunti cantik, maka kau merayunya sehingga dia jatuh hati. Sebaliknya,
pemimpinnya itu belum kau lihat wajahnya, dan karena kau takut kalau-kalau dia tidak cantik, maka kau tega menyakitkan hatinya dengan sikapmu yang merendahkan dan sombong."
423 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sombong" Aku..." Sombong?"
"Ya, kau sombong sekali menghadapi seorang wanita yang begitu gagah dan baik budi. Engkau terlalu mengandalkan kepandaian hanya untuk menghina wanita,padahal dia sudah berjasa terhadapmu."
"Eh, Kakang Tejo. Kau menuduhku sembarangan dan kau bilang dia berjasa" Jasa yang mana?"
"Kalau bukan dia yang mengambil keris pusaka itu dan menyimpannya, dalam keributan ketika kita dikeroyok itu, bukankah ada bahaya pusaka itu lenyap diambil orang lain?"
Bromatmojo mengangguk-angguk, lalu memandang tajam.
"Agaknya pembelaanmu terhadap wanita itu ada benarnya juga, Kakang Tejo. Akan tetapi mengapa sekarang kau tiba-tiba saja membela dia secara mati-matian" Kakang, engkau belum melihat wajahnya bagaimana, namun engkau sudah membelanya..."
"Aku tidak seperti engkau yang gila wanita cantik!" Tejo berkata marah.
"Eh, eh, kau memandang rendah wanita cantik?"
"Aku tidak memandang kecantikannya, melainkan budi
pekertinya. Wanita cantik biasanya berhati curang dan karena mengandalkan kecantikannya maka dia memandang rendah http://kangzusi.com
kaum pria dan suka mempermainkannya. Wanita cantik
seperti ular berbisa..."
"Eh, eh! Mengapa kau ini" Tiada hujan tiada angin memaki-maki wanita cantik"
Kakang Tejo, kalau engkau kelak memilih kekasih..."
"Aku bukan tukang merayu wanita seperti engkau, aku tidak akan memilih kekasih!"
"Hemm, kalau engkau kelak berpacaran..."
424 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku muak dengan itu!"
Bromatmojo memandang dengan mata terbelalak. "Muak"
Muak dengan pacaran, berkasih-kasihan" Ah, Kakang Tejo, apakah engkau sudah gila?"
"Hemm, berani kau bilang begitu" Mengapa kau
mengatakan aku sudah gila?"
"Karena, Kakang, manusia dijelmakan berkelamin dua jenis, untuk saling tertarik,saling mencinta, berpacaran, menikah sebagai suami isteri, mempunyai keturunan..."
"Tapi tidak untuk saling menggoda, saling merayu palsu seperti engkau! Pemuda macam apa engkau ini, setiap melihat wanita cantik lalu menjadi hijau matanya,merayu setiap wanita cantik dengan kata-kata dan sikap halus,
mengandalkan ketampanan. Adi Bromo, engkau harus sadar dari penyelewenganmu dan kembali ke jalan benar!" kata Sutejo dengan sikap sungguh-sungguh.
Bromatmojo bersedekap dan memandang pemuda itu
dengan mata bersinar-sinar. "Ehem,sahabatku yang mulia, yang alim, yang agaknya akan menjadi pertapa muda yang tahan uji, seorang pria utama yang memandang rendah kaum wanita, yang membutakan mata terhadap keindahan dan kecantikan, ceritakanlah kepadaku, wejanglah aku agar aku dapat kembali ke jalan benar!"
http://kangzusi.com
Sutejo tidak memperdulikan kata-kata dan sikap yang mengejek ini, lalu dia duduk di atas batu besar dan dengan bersungut-sungut tanpa memandang wajah Bromatmojo dia berkata, "Aku tahu bahwa engkau seorang pemuda yang baik dan memiliki kesaktian, murid seorang pertapa yang sakti, Adi Bromo. Akan tetapi engkau masih amat muda, masih seperti kanak-kanak sehingga engkau tidak tahu bahayanya seorang wanita, apalagi wanita cantik. Apakah engkau tidak pernah mendengar dongeng-dongeng tentang riwayat jaman dahulu"
Betapa banyaknya ksatria-ksatria runtuh kegagahannya, raja-425
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja berkuasa runtuh kekuasaannya, pendeta-pendeta runtuh kealimannya, bahkan dewata sekali pun runtuh kesuciannya hanya karena kecantikan wanita! Oleh karena itu aku prihatin sekali melihat sifatmu yang suka sekali merayu wanita. Adikku, percayalah kepadaku, jangan engkau menuruti nafsu,karena kalau engkau melanjutkan kesesatan itu, aku khawatir kelak engkau pun akan jatuh oleh wanita. Wanita adalah pusat keindahan dan keburukan, wanita adalah sumber kemanisan dan kepahitan, wanita adalah tempat kebaikan dan kejahatan, sumber kecintaan dan kebencian, pencipta kebahagiaan dan kesengsaraan!"
Sepasang mata Bromatmojo makin bersinar-sinar. Lalu mulutnya berjebi dan dia merubah kedudukan kedua
lengannya, kini dia bertolak pinggang.
"Kakang Tejo, agaknya engkau tentu sudah mempunyai
banyak pengalaman dengan wanita, tentu sudah sering sekali jatuh cinta kepada wanita sehingga..."
"Tidak, tidak sama sekali!" Sutejo menggoyang-goyangkan tangannya. "Aku tidak akan mudah begitu saja jatuh cinta kepada wanita!"
Kedua tangan di pinggang itu bergerak dan kini kembali bersedakap di depan dada,dan Bromatmojo menengadah, memandangi awan yang bergumpal-gumpal seperti
sekumpulan domba putih dan berarak perlahan-lahan hendak http://kangzusi.com
pulang ke kandang nan jauh di puncak bukit. Mulutnya berkemak-kemik dan terdengar dia bicara perlahan,"Wahai para dewi dan bidadari di kahyangan, dengarkanlah pemuda tinggi hati ini!
Dia selama hidupnya belum pernah mencinta wanita, belum pernah berhubungan dengan wanita, namun pengetahuannya tentang wanita demikian luas, demikian mendalam, agaknya dia telah mempelajari dan menyelidiki tentang mahluk yang dinamakan wanita itu..."
426 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sutejo tidak memperdulikan sikap Bromatmojo yang
dianggapnya mengejek. Dia membantah, "Wanita adalah seperti tulisan daun lontar yang terbuka, mudah dibaca dan dimengerti..."
"Huh...!"
"Wanita adalah seperti bunga mawar, harum akan tetapi penuh dengan duri..."
"Wahai awan di angkasa, tidakkah kalian mau berhenti sejenak mendengarkan wejangan sang bijaksana ini" Sang arif bijaksana yang tak pernah dan tak mau jatuh cinta namun pandai bicara tentang cinta...?" Bromatmojo tetap mengejek.
"Cinta adalah semacam penyakit!"
"Waduhh!"
"Laki-laki yang jatuh cinta adalah lemah dan bodoh sudah sepatutnya laki-laki macam itu menjadi permainan wanita sampai bertekuk lutut, menjadi kesed kaki wanita, diinjak-injak, akhirnya merana dan kelak hanya menjadi umpan api neraka..."
"Uwahhh...!!" Bromatmojo tak dapat menahan kemarahan hatinya lagi. Kini dia menghadapi Sutejo yang duduk di atas batu, telunjuk kanannya menuding sampai hampir menyentuh dahi Sutejo. "Dan kau... manusia sombong dan tinggi hati, aku http://kangzusi.com
berani mempertaruhkan nyawaku bahwa kelak, laki-laki macam engkau ini, kalau sudah jatuh cinta kepada seorang wanita, kelak engkau akan menyembah-nyembahnya,
menciumi ujung kakinya, memujanya dan wanita itu akan menghinamu, akan memaksamu menelan kembali semua
kata-katamu tadi, dan aku akan bersorak melihatmu, karena aku muak melihatmu!" Bromatmojo lalu membalikkan
tubuhnya dan lari meninggalkan Sutejo.
Tak dapat ditahan lagi kedua matanya menjadi panas dan air mata mengalir di sepanjang kedua pipinya. Bromatmojo 427
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat menghapus air matanya dan terus lari secepatnya meninggalkan Sutejo yang menimbulkan kemarahan besar di dalam hatinya itu. Pemuda sombong! Pemuda besar kepala!
Pemuda gila! Demikian hatinya memaki-maki.
Akan tetapi..., dia merasa bingung dan heran sekali mengapa kakinya menjadi berat dan hatinya seolah-olah tertinggal bersama pemuda itu di sana!
Bromatmojo akhirnya dapat menenangkan hatinya dan
tidak ada tanda air mata lagi di kedua pipinya, hanya matanya agak merah sedikit. Wajahnya muram ketika dia tiba di luar kota Tuban karena perasaannya sungguh tidak nyaman, seolah-olah kehidupan menjadi berbeda sekali setelah dia meninggalkan Sutejo. Dunia seperti sunyi, warna-warna menjadi pucat dan suara-suara menjadi sumbang!
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adi Bromo...!"
Bromatmojo hampir berteriak dan bersorak saking
girangnya mendengar suara ini.
Akan tetapi dia menahan gelora hatinya dan memasang muka merenggut dan membalikkan tubuh seenaknya seolah-olah suara itu hanya mengganggu ketenangannya!
Hari telah lewat senja dan malam hampir tiba, namun dia mengenal baik bayangan laki-laki yang melangkah lebar menghampirinya itu. Sejenak mereka berdiri berhadapan, http://kangzusi.com
Bromatmojo merengut dan Sutejo tersenyum.
"Kenapa engkau mengikuti aku?" tanya Bromatmojo setelah menekan hatinya sehingga suaranya tidak begitu gemetar.
"Karena banyak hal, Adi Bromo. Pertama, karena memang aku hendak ke Tuban. Ke dua, karena tidak tahan aku melihat engkau pergi meninggalkan aku dalam keadaan marah setelah kita menjadi sahabat baik. Ke tiga, karena aku merasa penasaran."
428 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, engkau malah yang merasa penasaran?"
Bromatmojo bertanya dengan mata terbelalak heran. Siapa yang tidak merasa heran" Kata-kata dan sikap Sutejo membuat dia penasaran setengah mampus, eh, kini pemuda itu datang menyatakan merasa penasaran!
"Setelah engkau pergi, aku merasa penasaran sekali
mengingat mengapa engkau,seorang laki-laki, seorang pemuda seperti aku pula, begitu mati-matian membela wanita dan marah-marah karena aku mencela wanita. Nah, itulah yang ingin kuketahui sebabnya, Adi Bromo."
Berdebar rasa jantung Bromatmojo. Celaka, hampir saja dia membuka rahasia pribadinya oleh sikapnya itu! Dia hampir lupa bahwa dia adalah seorang "pria", dan memang tidak semestinya kalau dia mati-matian membela wanita. Akan tetapi,dia adalah seorang yang cerdik dan sambil tersenyum mengejek dia menjawab, "Mengapa sikapku itu membuat engkau penasaran, Kakang Tejo" Kau merasa dirimu sebagai pria terlalu tinggi dan agungkah" Engkau lupa agaknya, bahwa tanpa adanya wanita di dunia ini, seorang Sutejo tidak akan dapat lahir di dunia! Engkau lupa bahwa ibu-ibu kita adalah wanita, saudara-saudara perempuan kita adalah wanita, bibi-bibi kita adalah wanita. Apakah engkau pun hendak mengutuk mereka, termasuk ibumu sendiri?"
"Ah..., ah...! Tidak begitu sama sekali! Aku tidak mengutuk http://kangzusi.com
wanita, dan tidak semua wanita jahat. Sriti Kencana itu seorang wanita yang hebat. Aku hanya ingin menasihatimu agar engkau jangan terlalu banyak main cinta dengan wanita, Adi Bromo, dan..."
"Sudahlah, Kakang Tejo. Agaknya memang tidak ada
kecocokan dalam urusan wanita ini antara engkau dan aku.
Sekarang, setelah aku menjelaskan mengapa aku membela ibu-ibu kita, tentu engkau tidak penasaran lagi. Nah, selamat tinggal!"
429 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo sudah melangkah dan berjalan cepat
memasuki pintu gerbang Kadipaten Tuban. Akan tetapi Sutejo cepat mengejarnya.
"Eh, Adi Bromo. Benar-benarkah engkau marah sekali
kepadaku" Apakah engkau tidak suka memaafkan aku?"
Sambil melangkah terus Bromatmojo hanya mendengus.
"Hemmm...!"
"Kita adalah sahabat-sahabat kontan, sahabat-sahabat karib yang sudah mengalami suka duka bersama. Maukah engkau... eh, bolehkah aku menemanimu, Adi Bromo"
Tujuan kita juga sama..."
"Asalkan engkau tidak lagi menghina kaum ibu..."
"Tidak, sungguh mati tidak!"
Maka masuklah dua orang muda itu ke kota Tuban di waktu orang-orang telah mulai menyalakan lampu penerangan.
Karena dua orang muda itu sudah sejak kecil meninggalkan dunia ramai dan hidup sebagai pertapa di pegunungan, dan baru sekarang mereka melihat kota sebesar kota Tuban yang ramai, keduanya melihat-lihat dengan hati kagum.
Setelah mereka makan di dalam warung, menikmati nasi dan goreng udang yang banyak dijual di kota pelabuhan itu, Bromatmojo lalu mengajak Sutejo untuk mencari tukang http://kangzusi.com
menjual warangka (sarung keris).
"Tidak enak membawa pusaka dibungkus begini, kakang.
Kita harus membeli sebuah warangka untuk Kolonadah."
Mereka segera mendatangi pedagang warangka dan keris, lalu memilih sebuah warangka yang cukup indah ukirannya karena Bromatmojo menghendaki agar keris pusaka itu memperoleh warangka yang indah.
"Aku ingin segera menyelidiki si keparat Progodigdoyo, Adi Bromo."
430 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang semestinya demikian, aku pun ingin mendengar apa jadinya dengan mbakayumu, akan tetapi kita akan menyelidiki sebuah gedung kadipaten di mana terdapat banyak penjaganya, Kakang. Oleh karena itu, sebaiknya kalau kita mencari rumah penginapan lebih dulu sehingga kalau sampai terjadi apa-apa, kita dapat dengan mudah
menyembunyikan diri."
Sutejo mengangguk tanda setuju dan pergilah mereka
mencari sebuah rumah penginapan kecil di ujung kota. Mereka menyewa dua buah kamar karena seperti biasa, Bromatmojo ingin tidur menyendiri. Akan tetapi baru saja mereka memasuki kamar masing-masing, Bromatmojo sudah
mengetuk pintu kamar Sutejo dan ketika pemuda ini membuka pintunya, Bromatmojo berkata dengan muka tegang. "Kakang Tejo,terjadi suatu hal yang luar biasa. Mari kau lihat di kamarku!"
Sutejo cepat mengikuti Bromatmojo memasuki kamarnya dan di situ Bromatmojo memperlihatkan warangka Kolonadah yang telah menjadi pecah berantakan sehingga keris pusaka itu kelihatan, mencorong mengeluarkan sinar yang panas!
"Eh, apa yang terjadi?" Sutejo bertanya heran.
"Aku sendiri tidak tahu. Begitu memasuki kamar, aku mengeluarkan pusaka ini dan meletakkannya di atas meja.
Tiba-tiba terdengar suara membeletak dan kulihat warangka http://kangzusi.com
itu telah pecah berantakan."
Sutejo memeriksa warangka itu dan menggelengkan
kepalanya. "Warangka itu terbuat dari kayu yang tua dan kuat, sungguh aneh sekali bagaimana bisa pecah seperti ini.
Akan tetapi bukankah engkau tadi membeli dua buah
warangka?"
"Benar, yang sebuah adalah warangka kayu galih asem yang amat indah ukirannya dan kubeli karena aku suka akan ukirannya."
431 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, kalau begitu pakai saja itu," kata Sutejo.
Bromatmojo lalu mengeluarkan warangka ke dua yang tadi dimasukkan bungkusan pakaiannya, dan mencabut Kolonadah dari warangka yang sudah pecah-pecah itu dan dimasukkan keris pusaka itu ke dalam warangka galih asem. Akan tetapi, begitu dia meletakkan keris itu di atas meja, terdengar suara membeletak dan ketika mereka memandang, ternyata
warangka galih asem yang terukir indah itu pun pecah berantakan!
"Luar biasa...!!" kata Sutejo sambil memandang Kolonadah di atas meja dengan mata terbelalak.
Bromatmojo mengambil keris itu, mengeluarkannya dari warangka yang pecah, lalu membungkusnya dengan kain kuning. Sebagai murid seorang empu yang sakti, ahli pembuat keris pusaka, Bromatmojo mengerti apa yang telah terjadi.
"Kakang Tejo, Kolonadah adalah pusaka sakti, maka tentu saja tidak mau bertempat tinggal di warangka biasa saja.
Warangka biasa itu tentu saja tidak kuat menahan hawa sakti yang keluar dari pusaka ini. Sebaiknya sekarang kita mencari seorang empu yang sakti di kota ini dan minta dibuatkan sebuah warangka yang cocok."
"Baiklah, Adi Bromo. Sungguh hebat sekali pusaka itu..."
kata Sutejo yang masih belum hilang kagum dan kagetnya akan keampuhan pusaka peninggalan Adipati Ronggo Lawe http://kangzusi.com
itu. Setelah mencari keterangan kepada pelayan rumah
penginapan, mereka mendengar bahwa di ujung barat kota Tuban terdapat seorang empu tua yang berilmu tinggi.
Menurut keterangan itu, empu ini dahulu menjadi empu di Mojopahit dan kini telah mengundurkan diri, kembali kepada tempat asalnya, yaitu di Tuban dan di Tuban hanya melayani pesanan-pesanan yang penting saja, dengan bantuan dua orang cantriknya.
432 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang muda itu lalu berangkat malam itu juga, menuju ke rumah Empu Singkir, demikian nama empu
terkenal dan sudah tua itu. Ketika mereka tiba di depan rumah sederhana itu mereka sudah mendengar berdentingnya baja digembleng, suaranya perlahan namun melenting nyaring tanda bahwa yang digemleng adalah baja murni yang baik.
Seorang cantrik menerima kedatangan mereka dan ketika Bromatmojo menyatakan bahwa dia datang untuk mohon
pertolongan Empu Singkir untuk memilihkan atau
membuatkan sebuah warangka untuk keris pusakanya, cantrik itu lalu mempersilakan mereka menanti di ruangan depan dan melaporkan kepada Empu Singkir yang sedang bekerja.
Suara baja digembleng itu terhenti dan tak lama kemudian muncullah seorang kakek yang sudah tua sekali, sedikitnya delapan puluh tahun usianya, kurus kering dan berpakaian sederhana dan jalannya sudah terbongkok-bongkok. Sutejo dan Bromatmojo cepat bangun berdiri dan memberi hormat kepada kakek ini.
"Siapakah andika berdua, Raden?" tanya kakek itu dengan suara yang sudah gemetar.
"Saya bernama Bromatmojo dan sahabatku ini bernama
Sutejo, Eyang."
"Uh-hu-huh... andika berdua adalah orang-orang muda http://kangzusi.com
yang gemblengan, dapat saya lihat dari sikap dan pandang mata kalian. Akan tetapi, menurut laporan cantrik, andika datang untuk dibuatkan warangka" Sungguh aneh sekali, biasanya orang datang untuk memesan, curigo (keris), bukan warangka! Warangka hanyalah wadah dan merupakan hiasan belaka, angger, dan yang terpenting adalah isinya, yaitu kerisnya. Mengapa andika hanya memesan warangkanya
saja?" Sebagai murid Empu Supamandrangi yang sakti,
Bromatmojo cepat dapat menangkap arti kata-kata yang tidak 433
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu dimengerti oleh Sutejo itu, dan menjawablah pemuda Bromo itu, "Maaf, Eyang. Sungguh pun apa yang Eyang katakan itu benar,akan tetapi warangka tidaklah kalah pentingnya dengan curigo, karena tanpa warangka, curigo tidaklah lengkap, bahkan tidak berwujud dan tidak kelihatan.
Karena itu, betapa pun baiknya curigo, tanpa mempunyai warangka yang indah dan kuat, berarti tidak sempurna. Tentu saja sebaliknya pun demikian, betapa pun indah dan kuatnya warangka, tanpa curigo, juga tidak ada artinya dan hanya merupakan kemewahan yang sia-sia. Bukankah demikian, Eyang?"
"Hu-hu-huh... wawasanmu memang tajam dan tepat,
Angger. Dan karena andika bernama Bromatmojo, agaknya datang dari Bromo dan..."
"Terus terang saja, saya adalah murid dari eyang guru Empu Supamandrangi."
Sepasang mata tua itu memandang terbelalak, kemudian dia membungkuk penuh hormat.
"Jagad Dewa Bathara..., sungguh mata tua ini sudah
lamur... maafkan saya, Raden. Kiranya saya berhadapan dengan murid seorang yang sakti mandraguna... ahh,sungguh merupakan kehormatan besar bagi saya kalau andika sudi minta bantuan seorang bodoh seperti saya. Andika tadi katanya memesan warangka. Untuk apakah, Raden
http://kangzusi.com
Bromatmojo?"
"Untuk sebuah pusaka, Eyang. Pusakaku itu demikian
ampuhnya sehingga sudah dua buah warangka pecah
berantakan olehnya."
"Bolehkah saya melihat pusaka yang ampuh itu, Raden?"
"Silakan, Eyang." Bromatmojo mengeluarkan bungkusan kain kuning dan menyerahkannya kepada Empu Singkir.
Dengan jari-jari tangannya yang lentik panjang dan halus, tangan seorang seniman, Empu Singkir membuka bungkusan 434
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu dan memeriksa gagang keris pusaka Kolonadah. Matanya terbelalak lebar.
"Kolonadah...?" Dia berteriak, keras sekali teriakannya dan Bromatmojo cepat merampas kembali keris pusakanya karena tiba-tiba dia mendengar suara gaduh dari balik pintu ruangan.
-o0odw0o0- Jilid 33 Empu Singkir yang tua renta itu kini tiba-tiba meloncat ke belakang dan dari balik pintu muncullah seorang kakek tinggi besar yang mukanya brewok penuh cambang bauk, sikapnya gagah bukan main dan biar pun usianya tentu sudah tujuh puluh tahunan, namun dia masih kelihatan gagah perkasa menyeramkan, dengan pakaiannya serba hitam dan ikat kepala yang hitam pula.
"Dia... dia membawa Kolonadah!" teriak pula Empu Singkir sambil menudingkan telunjuknya kepada Bromatmojo.
Mendengar ini, kakek berpakaian hitam itu menerjang ke depan dan berkata kepada Bromatmojo.
"Serahkan Kolonadah kepadaku!" bentakan ini dibarengi dengan uluran tangan hendak merampas keris pusaka yang sudah dipegang oleh Bromatmojo, namun pemuda ini dengan http://kangzusi.com
mudah mengelak dan membungkus keris pusaka itu,
menyelipkan di pinggangnya kemudian dia menghadapi
serangan kakek tinggi besar yang ternyata memiliki gerakan cepat dan pukulan ampuh yang mendatangkan angin besar itu.
Ketika Sutejo hendak membantu sahabatnya, Empu Singkir bersama dua orang cantriknya sudah menyerang dan
mengeroyoknya sehingga terjadilah pertempuran hebat di dalam ruangan depan yang cukup luas itu. Sutejo tidak tega untuk sembarangan melukai empu tua dan dua orang
435 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantriknya itu, maka dia hanya bersikap mempertahankan diri, mengelak dan menangkis. Akan tetapi tidak demikian dengan Bromatmojo. Melihat kakek raksasa itu bertekad untuk merampas Kolonadah, maka dia menyangka buruk dan dia mengerahkan tenaga pada setiap tangkisannya dan beberapa kali kakek raksasa itu terhuyung dan berseru kaget. Ketika melihat bahwa pemuda tampan itu ternyata sakti dan kuat sekali, kakek itu melolos ikat kepalanya yang hitam dan dengan seruan menggeledek dia menggerakkan ikat kepala itu melecut. Angin menyambar dan Bromatmojo terkejut bukan main karena merasa betapa ikat kepala itu menyambar dengan kekuatan dahsyat. Namun, tentu saja dia tidak takut, bahkan mengangkat tangan kirinya menangkis.
"Plakk! Brettt...!" Ikat kepala itu tertangkis tangan Bromatmojo, membalik, akan tetapi ujungnya tadi masih menyambar melalui tangan Bromatmojo dan mengenai leher baju orang muda itu sehingga leher bajunya terkoyak dan nampaklah kalung yang selalu dipakainya. Karena tidak tertutup leher baju, kalung itu terjuntai keluar.
"Eh... Kundolo Mirah...?"" Kakek berpakaian hitam itu berteriak sambil melompat mundur. "Tahan dulu...! Hentikan pertempuran...!!"
Bromatmojo memandang tajam dan Empu Singkir bersama dua orang cantriknya yang kewalahan menghadapi Sutejo, kini http://kangzusi.com
juga mundur. Napas empu itu empas-empis seperti ikan berada di darat.
"Memang ini Kundolo Mirah. Habis mengapa?" tanya
Bromatmojo sambil memandang kakek raksasa itu dengan sikap menantang. "Dan memang keris ini pusaka Kolonadah.
Apakah kalian masih hendak merampasnya?"
Kakek raksasa itu memandang dengan mata terbelalak.
"Engkau... engkau siapakah..." Dari mana engkau
memperoleh Kolonadah dan Kundolo Mirah?"
436 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo memandang tajam dan kini dia teringat bahwa dia pernah bertemu dengan kakek ini. Dia mengingat-ingat dan tiba-tiba teringatlah dia ketika sembilan tahun yang lalu dia hendak disiksa oleh Reksosuro dan Darumuko, dia ditolong oleh seorang kakek berpakaian hitam, kakek raksasa yang bernama Ki Ageng Palandongan! Inilah dia kakek itu! Akan tetapi, Bromatmojo segera teringat bahwa dia tidak mungkin mengaku kepada kakek ini, bahwa dia adalah anak perempuan sembilan tahun yang lalu itu, maka dia lalu berkata, "Harap andika ketahui bahwa saya Bromatmojo adalah murid eyang guru Empu Supamandrangi, dan bahwa atas perintah Empu Supamandrangi maka saya mengambil keris pusaka Kolonadah ini."
"Ehh..., tapi... tapi Kundolo Mirah itu...?"
"Ini?" Bromatmojo memegang mainan kalungnya dan
memasukkannya kembali ke balik bajunya. "Kundolo Mirah ini adalah hadiah yang saya terima dari...eyang guru.."
Dia terpaksa membohong.
"Serupa benar dengan milik mantuku, mendiang Adipati Ronggo Lawe!" kata Ki Ageng Palandongan.
"Tentu saja," kata Bromatmojo cerdik. "Bukankah
mendiang Adipati Ronggo Lawe adalah murid dari eyang guru Empu Supamandrangi?"
http://kangzusi.com
Sementara itu, mendengar ucapan kakek raksasa itu,
Sutejo menjadi terkejut. "Jadi paduka adalah ayah mertua mendiang Adipati Ronggo Lawe?"
"Benar. Aku bernama Ki Ageng Palandongan, dan aku
sering kali datang ke Tuban untuk menyelidiki hilangnya Kolonadah, pusaka milik mendiang Adipati Ronggo Lawe.
Memang pusaka itu adalah ciptaan gurunya, yaitu Paman Empu Supamandrangi dan setelah kini Paman Empu sendiri mengutus muridnya dan telah berhasil mendapatkan kembali pusaka itu, hatiku merasa lega. Harap andika berdua suka 437
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaafkan kelancangan seorang tua. Ketika aku mendengar teriakan sahabatku, Empu Singkir bahwa ada orang datang membawa Kolonadah, tentu saja aku menjadi terkejut dan menyangka buruk kepada andika berdua."
"Tidak mengapalah, Paman Ki Ageng Palandongan. Sudah biasa di antara orang-orang gagah bahwa setelah bertanding baru saling berkenalan. Dan memang agaknya sudah
ditakdirkan bahwa antara kita akan terjadi pertemuan dan perkenalan. Sahabatku ini bernama Sutejo."
"Bukan main, sungguh andika memiliki kesaktian yang hebat, Raden Sutejo. Aku dengan bantuan dua orang
cantrikku sama sekali tidak berdaya menghadapi
kedigdayaanmu." Empu Singkir memuji sambil memandang kepada Sutejo dengan sinar mata kagum.
"Tentu saja, Eyang Empu, sahabatku ini adalah murid dari Panembahan Ciptaning di lereng Gunung Kawi," kata
Bromatmojo yang merasa bangga akan kesaktian sahabatnya.
"Ahhh...!" seru Empu Singkir.
"Ohhh...!!" Ki Ageng Palandongan juga berseru kaget karena tentu saja dia mengenal nama Panembahan Ciptaning yang sakti mandraguna itu. "Kiranya andika berdua adalah murid orang-orang sakti dan tentu kedatangan andika berdua di Tuban mempunyai maksud tujuan yang penting."
http://kangzusi.com
Bromatmojo melirik ke arah Sutejo yang mengerutkan alis, lalu berkata, "Pertama-tama, kami merasa pusing karena sukar sekali mencarikan warangka untuk keris pusaka Kolonadah, maka kami sengaja datang minta bantuan Eyang Empu Singkir."
Empu yang tua itu tersenyum. "Tidaklah mudah mencarikan warangka yang tepat bagi sebuah keris pusaka seampuh Kolonadah. Saya tahu akan sifat keris pusaka seperti ini, yang mengandung hawa panas sekali. Pusaka ini harus sebuah warangka yang dingin, yang dibuat oleh tangan seorang 438
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perawan dan untuk membuat warangka yang baik, tentu saja gadis itu haruslah mempunyai kesaktian."
Mendengar ini, Bromatmojo menjadi bingung. Tentu saja dia sendiri memenuhi syarat untuk membuatkan warangka itu, akan tetapi hal ini akan berarti membuka rahasianya. Maka dia lalu berkata, "Kalau begitu, saya menyerahkan pembuatan warangka itu kepada Eyang. Dan urusan ke dua dari kami yang amat penting adalah urusan sahabatku, Kakang Sutejo ini."
Sutejo yang memang ingin menyelidiki keadaan
mbakayunya, tidak menghendaki urusannya itu diceritakan oleh Bromatmojo kepada orang-orang lain, maka dia lalu berkata, "Saya mempunyai urusan pribadi dengan
Progodigdoyo dan malam ini juga saya harus menyelidiki tempat tinggalnya."
Mendengar ini, baik Empu Singkir maupun Ki Ageng
Palandongan memandang tajam penuh selidik, dan kening kakek raksasa berpakaian hitam itu berkerut khawatir.
"Raden, amatlah berbahaya untuk menyelidiki keadaan kabupaten. Selain sang Bupati memiliki kepandaian tinggi, juga pembantu-pembantunya adalah orang-orang sakti. Harap saja andika berdua bersikap hati-hati sekali kalau hendak melakukan penyelidikan."
http://kangzusi.com
"Saya tahu orang macam apa adanya Progodigdoyo,
Paman. Adi Bromo, aku ingin pergi sekarang juga," katanya kemudian kepada Bromatmojo.
"Tunggu sebentar Kakang Tejo," kata Bromatmojo yang kemudian menyerahkan keris pusaka Kolonadah yang
terbungkus kain kuning itu kepada Empu Singkir sambil berkata, "Eyang Empu, saya titipkan pusaka ini agar Eyang buatkan warangkanya. Tidak enak membawa-bawa pusaka ampuh ini tanpa warangka."
439 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Raden. Akan saya usahakan mencarikan orang yang akan membantu kita membuatkan warangka itu," jawab Sang Empu sambil menerima bungkusan kuning itu dengan kedua tangan gemetar. Pusaka ampuh ini selama bertahun-tahun menimbulkan keributan karena banyak sekali orang ingin memperebutkannya, dan kini secara tidak terduga sama sekali, pusaka itu berada di tangannya.
Setelah menyerahkan pusaka dan berpamit dari Empu
Singkir dan Ki Ageng Palandongan, dua orang muda itu meninggalkan rumah kecil itu dan menyelinap di dalam kegelapan malam hendak menyelidiki istana Kabupaten Tuban. Malam itu gelap karena langit tertutup mendung, dan kalau ada yang kebetulan melihatnya, tentu orang itu akan menjadi ketakutan dan menyangka setan berkeliaran ketika dua orang muda ini mempergunakan aji kesaktian mereka untuk bergerak cepat sekali melalui jalan yang sunyi menuju ke bangunan-bangunan rumah besar berkelompok di sebelah dalam lingkungan tembok kabupaten yang tebal dan tinggi.
"Adi Bromo kenapa engkau begitu sembrono
meninnggalkan Kolonadah kepada mereka" Kita baru saja mengenal mereka dan tidak tahu apakah mereka dapat
dipercaya..."
"Jangan khawatir, Kakang Tejo," jawab Bromatmojo yang kini mengerti mengapa tadi sahabatnya itu kelihatan tidak http://kangzusi.com
senang melihat dia menyerahkan keris pusaka kepada empu itu. "Aku percaya penuh kepada Ki Ageng Palandongan."
"Akan tetapi, baru saja kita mengenalnya, dan hanya karena pengakuannya saja kita tahu bahwa dia adalah mertua dari mendiang Adipati Ronggo Lawe."
Bromatmojo menggeleng kepala. "Percayalah, Kakang Tejo.
Dia benar Ki Ageng Palandongan yang gagah perkasa dan kita boleh percaya sepenuhnya kepada orang tua itu. Dahulu aku pernah bertemu dengan dia, hanya dia yang lupa kepadaku."
440 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, begitukah?" Hati Sutejo menjadi lega karena memang tadi dia tidak senang melihat keris pusaka itu diberikan kepada Empu Singkir, hal yang dianggapnya amat sembrono. Kini mereka tidak bercakap-cakap lagi dan melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Kabupaten Tuban.
-o0o- "Maling...! Maling...!!"
"Kepung...! Tangkap...!"
Bromatmojo dan Sutejo terkejut bukan main. Mereka sudah bergerak dengan hati-hati sekali, berhasil melompati pagar tembok dan melalui tempat penjagaan para pengawal tanpa ada yang melihatnya. Mereka telah meloncat ke atas atap dan bergerak perlahan, hati-hati tidak menimbulkan suara ketika mereka mulai menyelidiki keadaan rumah-rumah gedung di kabupaten itu. Akan tetapi, ketika mereka melompat turun ke bagian samping rumah-rumah besar itu, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan itu dan dari mana-mana bermunculan pengawal-pengawal yang mengepung dan menerjang mereka!
Dari kepungan itu muncul empat orang pengawal yang
bertubuh tinggi besar dan langsung mereka itu menerjang kepada Bromatmojo dan Sutejo. Ketika dua orang muda ini mengelak dan menangkis dua orang penyerang masing-masing, mereka terkejut karena ternyata empat orang itu http://kangzusi.com
memiliki tenaga yang cukup kuat dan gerakan yang tangkas.
Benarlah cerita Ki Ageng Palandongan bahwa Kabupaten Tuban memiliki orang-orang pandai. Akan tetapi tentu saja Bromatmojo dan Sutejo tidak merasa takut. Mereka berdua mengeluarkan aji kesaktian mereka dan begitu mereka balas menyerang, biar pun empat orang itu sudah berusaha
menghindar, tetap saja mereka berempat terlempar ke kanan kiri!
"Serbu! Keroyok!"
441 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lebih dari dua puluh orang pengawal kini maju menyerbu dan makin lama makin banyak juga berdatangan perajurit-perajurit yang menjaga di luar. Sutejo dan Bromatmojo merobohkan beberapa orang dan selagi mereka hendak
mencari jalan keluar, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan ada angin pukulan itu dilakukan oleh seorang kakek yang berpakaian pendeta. Pendeta itu usianya sudah enam puluh lima tahun lebih, akan tetapi kelihatan masih gagah, dengan kumis dan jenggot terpelihara baik-baik, dengan pandang matanya yang amat tajam dan ketika tangannya yang terbuka itu menghantam, ada angin pukulan dahsyat sekali dan terasa panas oleh Bromatmojo!
"Heiiitt...!" Bromatmojo membentak dan menangkis sambil mengerahkan tenaga saktinya.
"Desss...!" Bromatmojo terpental ke belakang dan kakek pendeta itu berseru kaget karena sama sekali tidak
disangkanya bahwa seorang di antara "maling-maling" itu memiliki tenaga sedemikian kuatnya sehingga bukan saja mampu menangkis pukulannya, juga dia merasa betapa
lengannya tergetar!
Sementara itu, ketika Sutejo melihat betapa Bromatmojo terpental, dia terkejut.
"Kiranya ada pendeta yang begini sakti di tempat ini", pikirnya dan dia pun lalu berteriak nyaring, tubuhnya mencelat http://kangzusi.com
ke arah pendeta itu sambil menampar untuk mencegah
pendeta itu mendesak Bromatmojo.
Pendeta itu bukan lain adalah Resi Harimurti, sahabat dari mendiang Empu Tunjungpetak. Seperti kita ketahui, Resi Harimurti menjadi pembantu dari Resi Mahapati dan karena ini maka dia menjadi sahabat dari Bupati Progodigdoyo pula dan keduanya merupakan rekan-rekan yang dipengaruhi oleh Resi Mahapati. Sering sekali Resi Harimurti berkunjung ke Tuban dan menjadi tamu kehormatan, bahkan untuk memikat hati pendeta cabul yang memiliki kesaktian hebat ini, Progodigdoyo 442
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biasa memberi "hidangan" berupa wanita-wanita cantik kepada Resi Harimurti sehingga resi ini menganggap Tuban sebagai tempat pelesir dan bersenang-senang.
Ketika Resi Harimurti merasa ada hawa pukulan
menyambar dan melihat "maling" ke dua menyerangnya
dengan gerakan yang demikian tangkasnya, dia pun
menangkis sambil mengerahkan tenaga saktinya.
"Desss...!!"
"Ehhh...?"!" Resi Harimurti kini makin terkejut karena hampir saja dia terjengkang ketika bertemu tangan dengan pemuda itu, yang ternyata jauh lebih kuat daripada pemuda pertama sehingga dalam pertemuan tenaga itu dia sampai terhuyung dan hampir terjengkang!
Marahlah Resi Harimurti dan begitu tangannya bergerak, dia telah mengeluarkan kipas bambu dan pecutnya.
"Tar-tar-tarrrr...!" Pecut itu meledak-ledak di udara, akan tetapi Sutejo yang tahu bahwa keadaan di situ amat
berbahaya bagi dia dan sahabatnya, sudah menarik tangan Bromatmojo dan diajaknya ke atas wuwungan!
"Kita harus pergi, Adi Bromo!" bisik Sutejo.
"He, maling-maling hina! Kalian mau lari ke mana?" Resi Harimurti membentak sambil melompat pula ke atas
http://kangzusi.com
wuwungan, mengejar. Lebih dari dua puluh orang pengawal kini maju menyerbu dan makin lama makin banyak juga berdatangan perajurit-perajurit yang menjaga di luar.
-o0odwo0o- Jilid 34 "He, maling-maling hina! Kalian mau lari ke mana?" Resi Harimurti membentak sambil melompat pula ke atas
wuwungan, mengejar.
443 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika dua orang muda itu hinggap di atas wuwungan, tiba-tiba dari depan dan kanan kiri menyambar puluhan batang anak panah ke arah mereka. Kiranya di atas
wuwungan telah menanti pasukan anak panah. Memang
penjagaan di Kabupaten Tuban ini amat kuat. Hal ini adalah karena Progodigdoyo selalu takut akan pembalasan musuh-musuhnya, maka dia sengaja mengatur penjagaan yang kuat siang dan malam.
Maka begitu tadi diketahui bahwa di kabupaten kemasukan maling, semua penjaga telah bersiap-siap di tempat penjagaan masing-masing, termasuk pasukan panah yang bertugas jaga di atas wuwungan.
"Celaka...!" Sutejo berbisik dan dengan cepat dia mengajak Bromatmojo melompat ke belakang, kemudian mereka
melompat turun lagi. Enam orang penjaga di bawah
menyambut mereka dengan serangan tombak, namun dengan mudah Sutejo dan Bromatmojo merobohkan mereka dalam waktu singkat.
"Maling-maling hina, menyerahlah kalian!" terdengar bentakan Harimurti di belakang mereka.
"Adi Bromatmojo, padamkan lampu-lampu...!" Sutejo
berbisik dan dia bersama Bromatmojo cepat menyambar batu-batu kerikil di bawah dan dengan cekatan mereka menyambiti lentera-lentera dan lampu-lampu yang tergantung di sekitar http://kangzusi.com
tempat itu sehingga terdengar suara ledakan-ledakan dan gelap gulitalah sekeliling mereka.
"Heii... gelap sekali!"
"Nyalakan lampu! Nyalakan obor! Cepat...!"
Tentu saja Resi Harimurti dan beberapa orang perwira pengawal yang melakukan pengejaran bersama dia menjadi bingung dan marah karena mereka tidak lagi dapat melihat ke mana larinya dua orang muda yang mereka kejar-kejar itu.
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Obor-obor dinyalakan dan Resi Harimurti sendiri memimpin 444
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan pengawal untuk mencari ke mana-mana. Resi ini khawatir sekali karena dari pertemuan tenaga dengan dua orang tadi, maklumlah dia bahwa mereka itu bukan maling-maling biasa saja,melainkan dua orang muda yang memiliki kedigdayaan luar biasa, bahkan yang seorang di antara mereka memiliki kesaktian yang hebat. Orang-orang dengan kepandaian seperti itu tidak mungkin hanya maling-maling biasa saja!
Sementara itu, Bromatmojo dan Sutejo yang memadamkan lampu dengan sambitan batu-batu kerikil, terus melarikan diri ke sebelah dalam, tidak tahu bahwa mereka itu memasuki bagian Keputren (tempat kediaman para puteri/wanita) yang berada di sebelah belakang. Barulah mereka sadar bahwa mereka bukan menuju jalan keluar melainkan masuk makin dalam ke bagian keputren ketika mereka bertemu dengan para dayang dan puteri-puteri yang menjerit ketakutan dan lari ke sana-sini.
-o0odwo0o- Jilid 35 "Wah, kita salah masuk, Adi Bromo!" Sutejo berkata dan mereka berhenti sebentar di dalam sebuah ruangan.
http://kangzusi.com
"Benar, ini agaknya bagian keputren, Kakang Tejo!" kata Bromatmojo ketika mereka memandang ke sekeliling dan melihat hiasan-hiasan ruangan itu yang indah.
"Maling...!!" Terdengar suara jeritan agak jauh dan dua orang muda itu cepat meloncat dan lari melalui lorong yang menembus ruangan itu. Makin berisik suara orang berteriak-teriak dan akhirnya dua orang muda itu menerobos masuk ke dalam sebuah kamar yang gelap. Mereka mengira bahwa kamar itu tentu merupakan kamar kosong yang gelap dan mereka bersembunyi sebentar di situ, membiarkan suasana 445
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agak mereda karena mendengar suara berisik yang datang dari semua penjuru itu membingungkan mereka.
Akan tetapi, begitu mereka memasuki kamar yang gelap itu, mereka merasa ada hawa pukulan menyambar, dibarengi bentakan nyaring seorang pria. "Maling keparat,kalian mengantar nyawa ke sini!"
"Dess...!"
"Plakk...!"
Menggunakan ketajaman pendengaran mereka,
Bromatmojo dan Sutejo berhasil menangkis pukulan-pukulan yang menyambut mereka dari dalam kamar dan mereka pun membalas. Dua orang yang berada di dalam kamar itu
ternyata dapat pula menangkis dan gerakan mereka gesit sekali. Terjadilah pertempuran yang aneh di dalam kamar gelap itu. Pertempuran yang hanya mengandalkan ketajaman pendengaran karena yang mereka lihat hanya bayangan hitam remang-remang saja! Dalam pertandingan ini,ketajaman naluri dan perasaan mereka benar-benar diuji dan dua orang muda itu tidak mengecewakan menjadi murid-murid orang sakti karena biar pun mereka berada di dalam gelap, dan agaknya tentu saja kalah biasa dengan dua orang penyerang itu yang menjadi penghuni tempat itu, namun Bromatmojo dan Sutejo sama sekali tidak terdesak, bahkan dua orang penyerang mereka itulah yang kadang-kadang berseru kaget dan
http://kangzusi.com
terdesak. Dari seruan inilah, tahulah Bromatmojo bahwa lawannya adalah seorang wanita, sedangkan lawan Sutejo adalah seorang pria.
"Plak-plak-plak!" Bromatmojo menangkis pukulan bertubi-tubi itu yang dilakukan oleh lawannya dengan loncatan-loncatan seperti terbang "Heiii... bukankah engkau Sriti Kencana?" Tiba-tiba Bromatmojo berseru kaget.
Mendengar seruan ini, wanita yang menjadi lawannya itu pun terkejut.
446 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tahan..., Kakangmas Joko, hentikan serangan!" terdengar suara merdu seorang wanita berseru. Pertempuran dihentikan dan dua orang muda itu pun menghentikan gerakan mereka ketika dua orang itu tidak menyerang lagi. Laki-laki yang menyerang tadi menyalakan sebuah lentera, kamar itu menjadi terang benderang dan Bromatmojo dan Sutejo
terbelalak melihat bahwa mereka berada di dalam sebuah kamar besar yang amat indah dan di depan mereka berdiri seorang laki-laki muda yang tampan dan gagah bersama seorang dara yang amat cantik jelita seperti bidadari!
Mereka berempat berdiri saling pandang sejenak, dan sepasang mata yang indah dan bening dari dara itu menatap wajah Bromatmojo, kemudian kedua pipinya menjadi merah sekali dan dia menunduk sebentar lagi.
"Eh..., jadi... andika ini... si burung Sriti Kencana itu?"
Bromatmojo berkata setelah reda keheranannya.
Dara jelita itu mengangguk, kemudian agaknya dia telah menguasai kembali ketenangannya, mengangkat muka
memandang kepada Bromatmojo dan Sutejo bergantian,lalu berkata, "Sudah kuduga bahwa tentu kalian dua orang yang menimbulkan geger di sini, aku menduganya begitu setelah kalian dapat menangkis pukulanku dan pukulan Kakangmas Joko..."
Bromatmojo memandang kepada pemuda tampan gagah
http://kangzusi.com
di samping dara jelita, menduga-duga "Ah, tentu kalian berdua pemimpin perkumpulan Sriti Kencana yang disebut Den Roro dan Den Bagus itu?"
Akan tetapi sebelum pemuda dan pemudi itu menjawab, terdengar teriakan-teriakan dan ribut-ribut di luar kamar itu.
"Bayangan mereka tadi berkelebat memasuki keputren.
Mereka tentu bersembunyi di sini!" terdengar suara Resi Harimurti.
447 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi, kaum pria tidak diperkenankan memasuki tempat ini kecuali anggota keluarga!" terdengar bantahan pengawal wanita.
"Heh, pengawal bodoh! Apakah engkau tidak tahu siapa aku" Hayo minggir dan biarkan aku sendiri yang memeriksa dan mencari maling-maling itu!" Terdengar suara Resi Harimurti menghardik.
"Baiklah, baiklah, Sang Resi, akan tetapi para pengawal pria tidak boleh..."
Mendengar suara ribut-ribut itu, tiba-tiba dara jelita yang berada di dalam kamar itu melompat ke sudut kamar dan mengambil pakaian hitam, melemparkan pakaian-pakaian itu kepada Bromatmojo dan sambil berkata, "Lekas kalian pakai pakaian anggota Sriti Kencana ini. Cepat!" Dia lalu memadamkan lampu sehingga kamar itu menjadi gelap lagi.
Di dalam kegelapan ini, Bromatmojo dan Sutejo yang maklum akan maksud dara jelita itu, lalu mengenakan pakaian hitam itu dan menutupi kepala mereka dengan kedok hitam dengan burung sriti emas di atas kepala mereka.
Lampu dinyalakan kembali dan ternyata kini pemuda
tampan dan dara jelita itu sudah berobah menjadi dua orang berkedok hitam, demikian pula Bromatmojo dan Sutejo sudah mengenakan pakaian anggota Sriti Kencana! Dara cantik dan pemuda tampan itu memandang sebentar, kemudian
http://kangzusi.com
menghampiri Bromatmojo dan Sutejo untuk membereskan kedok mereka yang kurang benar letaknya.
"Kalian harap jangan mengeluarkan kata-kata, dan
duduklah saja di situ," Kata pemuda tampan tadi sambil menuding ke arah sebuah bangku panjang. Bromatmojo dan Sutejo mengangguk dan duduk berjajar di atas bangku panjang, menanti dengan jantung berdebar akan tetapi juga siap menjaga segala kemungkinan.
Pintu yang tadi ditutup oleh dara jelita itu diketuk dari luar.
448 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa?" Dara itu berteriak nyaring.
"Roro Kartiko ini ada aku, gurumu, Resi Harimurti!"
terdengar suara dari luar. "Bukalah pintunya sebentar!"
Pemuda yang tampan yang sudah memakai pakaian Sriti Kencana itu melangkah maju dan terdengar suaranya, "Bapa Guru, ada kepentingan apakah malam-malam datang ke sini"
Saya dan Dinda Roro sedang sibuk..."
"Ah, kiranya engkau berada di situ pula, Joko Handoko"
Kebetulan sekali!" Biar pun suara itu mengatakan kebetulan, akan tetapi suaranya terdengar sumbang seperti suara orang kecewa. "Bukalah pintunya, ada keperluan penting sekali. Ada maling mengacau di kabupaten."
Pintu itu dibuka oleh pemuda yang bernama Joko Handoko itu. Harimurti agak tercengang ketika melihat betapa dua orang muridnya itu berpakaian hitam-hitam dan berkedok hitam.
"Ah, lagi-lagi kalian main-main dengan pakaian seperti ini!"
Dia mengomel. "Bapa Guru telah berjanji tidak akan mencampuri urusan kami dan tidak akan mengganggu Sriti Kencana!" terdengar Roro Kartiko, gadis cantik itu,memperingatkan.
Resi Harimurti mengangguk-angguk. "Baiklah, baiklah!
http://kangzusi.com
Kalian seperti anak-anak kecil saja, suka main-main seperti ini.
Akan tetapi ketahuilah, tadi ada dua orang maling mengacau di kabupaten dan bayangan mereka berkelebat masuk ke keputren."
"Sungguh aneh sekali, bapa guru Resi Harimurti, kenapa hanya dua orang maling saja diributkan seperti ini?" Joko Handoko menegur.
"Mereka bukan maling biasa, melainkan orang-orang yang memiliki kesaktian." Resi Harimurti memandang ke dalam, ke 449
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arah dua orang berpakaian anggota Sriti Kencana yang duduk tanpa bergerak. "Siapa mereka itu" Tanyanya.
"Mereka adalah dua orang di antara anggota-anggota kami.
Sejak tadi kami berempat sedang memperundingkan urusan perkumpulan ketika Bapa Guru mengetuk pintu," kata Roro Kartiko.
"Hemm... yakinkah kalian bahwa mereka itu bukan palsu?"
"Tentu saja kami yakin!"
"Suruh mereka membuka kedok sebentar... biar aku
melihat wajah mereka...
"Bapa Guru!" Joko Handoko berkata dengan nada marah.
"Di antara para anggota Sriti Kencana dan kami tidak pernah ada yang membuka kedok. Apakah andika hendak
mengatakan bahwa andika tidak percaya kepada kami
berdua?" Resi Harimurti menghela napas panjang. "Sudahlah, tentu saja aku percaya. Cuma aku tidak senang dengan segala rahasia-rahasian ini, dan aku akan membicarakannya dengan ayah kalian kelak."
"Terserah akan tetapi kami sedang sibuk, harap Bapa Guru suka memaklumi," kata Roro Kartiko.
Resi Harimurti menggerakkan kedua tangan tak sabar, http://kangzusi.com
akan tetapi dia lalu mundur dan daun pintu kamar itu ditutup kembali oleh Joko Handoko. Terdengar suara Sang Resi itu marah-marah di luar dan masih lama suaranya terdengar ketika resi itu mencari-cari di seluruh keputren, mencari dua orang maling itu yang lenyap tanpa meninggalkan bekas.
Sementara itu di dalam kamar tadi, mereka telah membuka kedok masing-masing. "Jangan menanggalkan pakaian hitam itu," bisik Joko Handoko, "sebelum kalian keluar dari kabupaten."
450 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka duduk berhadapan dan terdengar Sutejo menarik napas panjang, lalu memandang kepada Joko Handoko dan Roro Kartiko penuh perhatian, kemudian berkata,"Jadi kalian berdua yang memimpin perkumpulan Sriti Kencana, adalah putera dan puteri kabupaten, jadi putera dan puteri Bupati Progodigdoyo?"
"Dan kalian malah murid dari pendeta sakti itu?" tanya Bromatmojo. "Bukankah dia itu Resi Harimurti?" Bromatmojo pernah bertemu dengan Resi Harimurti, yaitu empat tahun yang lalu ketika dia sebagai Sulastri melihat gurunya, Ki Jembros, bertanding melawan Resi Harimurti dan Empu Tunjungpetak, bahkan dia sendiri pernah ketika itu bertanding melawan Resi Harimurti yang sakti itu.
Roro Kartiko hanya menghela napas dan menundukkan
mukanya setelah beberapa kali dia bertemu pandang dengan Bromatmojo. "Kakangmas Joko, kau sajalah yang
menceritakan," bisiknya kepada pemuda tampan itu.
"Adikku yang baik, engkau sudah menceritakan kepadaku tentang dua orang pemuda sakti ini, akan tetapi bagimana kita boleh membuka rahasia kita sebelum mengenal betul siapakah sesungguhnya mereka ini" Kisanak, andika berdua telah melihat adikku sendiri, Roro Kartiko, telah menyelamatkan dan melindungi kalian. Hal ini saja sudah jelas membuktikan iktikad baik kami yang hendak bersahabat. Akan tetapi, http://kangzusi.com
sebelum kami memperkenalkan diri, hendaknya andika berdua suka memperkenalkan diri lebih dulu dan hendaknya tidak menyembunyikan sesuatu."
"Sudah kujelaskan siapa adanya aku kepada Den Roro... eh kepada... Sriti Kencana..."
"Namaku Roro Kartiko!" kata dara itu dengan muka merah.
"Nama yang indah sekali!" kata Bromatmojo yang
tersenyum melihat betapa mata Sutejo melotot kepadanya.
"Sudah kuceritakan kepada... Diajeng Roro Kartiko bahwa aku 451
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bernama Bromatmojo, murid dari Eyang Empu Supamandrangi pencipta keris pusaka Kolonadah, dan sahabatku ini bernama Sutejo, dia adalah murid dari Eyang Lereng Gunung Kawi, murid Sang Panembahan Ciptaning."
"Ahhh...!" Terdengar Joko Handoko berseru kaget dan memandang kepada Sutejo dengan kagum.
"Lalu apakah kehendak andika berdua datang seperti ini, malam-malam dan penuh rahasia, ke kabupaten ini?" Joko Handoko bertanya dengan sinar mata penuh selidik, juga sepasang mata Roro Kartiko yang indah bening itu
memandang wajah Bromatmojo penuh selidik.
Bromatmojo tersenyum. "Sebelum kami menceritakan hal itu, sebaiknya kalau andika berdua juga memperkenalkan diri lebih dulu, jadi di antara kita tidak ada rahasia bukan?"
Berkata demikian, Bromatmojo memandang langsung kepada wajah cantik Roro Kartiko sehingga kembali dara itu menunduk dengan kedua pipinya menjadi merah.
Joko Handoko menarik napas panjang. "Tentu andika
berdua sudah dapat menduga. Kami kakak beradik adalah putera dan puteri Bupati Tuban. Ayah kami adalah Bupati Progodigdoyo. Namaku Joko Handoko dan adikku ini adalah Roro Kartiko."
Pemuda tampan gagah itu mulai bercerita, kemudian
http://kangzusi.com
dengan singkat dia menceritakan keadaan dia dan adiknya.
Mereka adalah anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari ayah mereka, karena ayah mereka sibuk dengan
pengejaran kedudukan dan kesenangan. Akan tetapi ibu mereka, Sariningrum, adalah seorang wanita keturunan ksatria yang bijaksana, seorang isteri yang sering dirongrong oleh suaminya. Di bawah asuhan dan pendidikan ibu bijaksana ini, Joko Handoko dan Roro Kartiko sangat berbeda dengan ayah mereka. Kedua orang anak ini sejak kecil memperoleh pendidikan kebudayaan, kesenian dan juga ilmu membela diri yang didatangkan oleh Sariningrum dari pegunungan. Karena 452
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sejak kecil digembleng oleh pendidikan ibu yang bijaksana, mereka berdua mewarisi watak ibu mereka dan mereka makin jauh dari ayah mereka. Mereka tahu betapa ayah mereka selalu mengejar kesenangan, berhubungan dengan orang-orang jahat, akan tetapi seperti juga ibu mereka, dua orang anak ini tentu saja tidak dapat berbuat apa-apa kecuali merasa menyesal.
Ketika mereka tahu bahwa Resi Harimurti yang menjadi sahabat ayah mereka itu adalah seorang resi yang amat sakti, mereka lalu minta menjadi muridnya. Dan memang mereka memperoleh kemajuan pesat di bawah bimbingan Resi
Harimurti. Akan tetapi kemudian mereka memperoleh
kenyataan bahwa resi ini ternyata adalah seorang pertapa yang cabul, yang banyak disuguhi wanita-wanita cantik oleh ayah mereka. Bahkan setelah Roro Kartiko makin dewasa, dia melihat betapa sikap Resi Harimurti kadang-kadang melanggar batas kesopanan terhadap dirinya, di waktu melatih suka memegang-megang dan mengusapnya. Hal ini menimbulkan rasa benci di hati Roro Kartiko. Untung baginya bahwa Resi Harimurti yang tergila-gila oleh kecantikannya itu masih tidak berani bertindak lebih jauh.
Melihat kenyataan betapa ayah mereka bersahabat dengan orang jahat, bahkan di antara para pembantu ayah mereka itu banyak terdapat orang-orang kejam dan jahat,diam-diam dua http://kangzusi.com
orang muda itu merasa penasaran dan timbul reaksi mereka.
Kalau ayah mereka menindas rakyat, maka mereka akan berusaha untuk membela rakyat!
Inilah sebabnya mengapa mereka lalu mengumpulkan para wanita yang memiliki kepandaian dan membentuk
perkumpulan Sriti Kencana. Perbuatan ini sebenarnya adalah perbuatan Roro Kartiko, oleh karena itu, semua anggotanya adalah wanita.
Akhirnya ketika Joko Handoko mengetahui usaha adiknya, dia mendukung, bahkan dia pun terjun ke dalam pimpinan 453
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sriti Kencana dan para anggota mengenal dua orang pimpinan mereka sebagai Den Bagus dan Den Roro!
"Perbuatan kami itu kami tujukan untuk memprotes ayah kami," Roro Kartiko melanjutkan penuturan kakaknya. "Dan Ayah memang sudah tahu akan Sriti Kencana,dan beliau juga mulai sadar, bahkan pernah memuji kami sebagai orang-orang muda perkasa yang menjunjung tinggi kehormatan keluarga.
Akan tetapi, sayang karena lingkungannya memang tidak sehat, Ayah masih saja belum menghentikan persekutuannya dengan orang-orang jahat. Padahal, dahulu Ayah adalah seorang yang gagah, seorang ksatria yang menentang
kejahatan, demikian menurut penuturan Ibu kami. Ketika itu, nama Ayah dan nama mendiang Paman Lembu Tirta
merupakan nama-nama yang dihormati dan disegani di
Mojopahit."
Mendengar nama ayahnya disebut, Sutejo berkata "Ahh...!
Jadi paduka telah mengenal pula Ayah saya..."
Roro Kartiko dan Joko Handoko kaget mendengar ucapan pemuda tinggi tegap yang gagah dan tampan itu.
"Siapa" Ayah andika...?" tanya Roro Kartiko.
"Ayah adalah Lembu Tirta yang paduka sebut-sebut tadi.
Hamba dahulu tinggal di Kembangsri bersama ibu dan
mbakayu hamba..."
http://kangzusi.com
"Dimas Sutejo, harap kau jangan merendahkan diri
terhadap kami. Benarkah andika putera mendiang Paman Lembu Tirta?" kata Joko Handoko cepat.
Sutejo mengangguk dan Joko Handoko memegang lengan
pemuda itu. "Ahh, sungguh tak kusangka akan bertemu dengan putera Paman Lembu Tirta yang kami kagumi itu. Ibu tentu akan berbahagia mendengar itu..."
Sutejo menggeleng kepala. "Akan tetapi Bupati
Progodigdoyo agaknya tidak sebahagia itu mendengarnya."
454 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa" Ada apakah dengan ayah kami?" Roro Kartiko bertanya.
"Hemm, justru ayah kalianlah yang telah menghancurkan keluarga Kakang Tejo!" Tiba-tiba Bromatmojo berkata.
Roro Kartiko dan kakaknya memandang dengan mata
terbelalak kepada Sutejo. Pemuda ini menarik napas dan diam-diam dia merasa menyesal mengapa dia dan
Bromatmojo telah kelepasan omong dan membuka rahasia pribadinya terhadap anak-anak musuh besarnya ini. Sudah jelas baginya bahwa anak-anak Progodigdoyo ini adalah orang-orang gagah yang sama sekali berbeda dengan watak ayah mereka. Namun bagaimana pun juga, Progodigdoyo adalah ayah kandung mereka!
"Apakah yang terjadi" Apakah yang telah dilakukan oleh ayah kami?" Roro Kartiko bertanya lagi dengan suara mendesak penuh ketegangan sedangkan pandang matanya terus melekat pada wajah Sutejo.
"Sudahlah," Sutejo berkata. "Semua ini adalah urusan kami dengan ayah kalian,tidak ada sangkut-pautnya dengan kalian."
"Dimas Sutejo, biar pun di antara kita baru saja bertemu, akan tetapi saya telah merasa kagum kepada kalian berdua.
Apalagi sekarang nama ayah kami tersangkut,maka kiranya sudah sepatutnya kalau kami berdua mengetahui apa yang http://kangzusi.com
telah terjadi dan apa yang telah dilakukan oleh ayah terhadap keluarga andika. Jangan mengira bahwa kami tidak tahu akan watak ayah kami yang kadang-kadang membuat kami merasa berduka sekali. Ceritakanlah, Dimas Sutejo," kata Joko Handoko dengan sinar mata penuh duka.
Melihat Sutejo masih ragu-ragu dan kadang-kadang
memandang kepada wajah Roro Kartiko yang cantik itu dengan bingung, Bromatmojo lalu berkata, "Kakang
Tejo,biarlah aku yang menceritakan mereka." Dan sebelum Sutejo menjawab, Bromatmojo sudah mulai menceritakan.
455 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hendaknya kalian ketahui apa yang telah dilakukan oleh ayah kalian terhadap keluarga kakang Tejo. Mula-mula sekali, ayah kalian sebagai seorang sahabat baik telah bersikap khianat dan di dalam medan perang telah membunuh ayah Kakang Tejo secara curang sekali."
"Ahhhh...!" Roro Kartiko menjerit lirih.
"Paman Lembu Tirta dibunuh ayah" Mengapa?" Joko
Handoko bertanya kaget dan heran.
"Karena dia merasa suka dan ingin mendapatkan ibuku..."
kata Sutejo sambil menundukkan mukanya, merasa tidak enak sekali terhadap Roro Kartiko.
"Kemudian sembilan tahun yang lalu, ayah kalian
mendatangi rumah keluarga janda Galuhsari, ibu kandung Kakang Tejo, di dusun Kembangsri dan di rumah keluarga itu, secara keji ayah kalian memperkosa ibu Kakang Tejo di depan anak-anaknya dan..."
"Cukup, Adimas Bromo!" Sutejo berseru keras ketika
mendengar jerit tertahan disusul isak tangis Roro Kartiko.
Bromatmojo diam dan memandang kepada pemuda itu,
sebaliknya Sutejo memandang kepada Roro Kartiko yang menangis dan menutupi mukanya, dan kepada Joko Handoko yang memandang dengan wajah pucat kepadanya.
http://kangzusi.com
"Kami tahu bahwa ayah kami bukanlah orang yang boleh dibanggakan, selalu mengejar kedudukan, wanita dan
kesenangan, akan tetapi kalau bukan kalian yang
menceritakan, agaknya kami tidak akan percaya bahwa ayah melakukan hal yang demikian rendah dan terkutuk."
"Hal itu telah terjadi sembilan tahun yang lalu..." kata Sutejo dengan hati makin tidak enak melihat Roro Kartiko menangis sesenggukan yang hendak ditahan-tahannya itu.
"Dimas Sutejo, harap kau lanjutkan, lalu apa yang terjadi selanjutnya?"
456 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sukar bagi Sutejo untuk bicara sendiri. Andaikata kedua orang anak Progodigdoyo bukan orang-orang yang demikian baik dan gagah, andaikata mereka itu jahat seperti ayah mereka, tentu dia akan mudah menceritakan untuk merusak perasaan mereka, untuk membikin malu mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang baik dan dia merasa berat untuk menyusahkan hati mereka. Dan karena dia telah menceritakan semua itu kepada Bromatmojo, bahkan tadi yang memulai dengan cerita itu pun Bromatmojo, maka dia memandang kepada Bromatmojo dan berkata, "Adi Bromo, harap kau lanjutkan..."
Bromatmojo kelihatan senang sekali dengan tugas ini. Dia memang amat membenci Progodigdoyo setelah mendengar cerita Sutejo tempo hari, dan kini dia merasa senang melihat anak-anak bupati yang jahat itu menyesali perbuatan ayah mereka yang terkutuk.
"Dalam peristiwa itu, Kakang Tejo yang hendak menyerang Progodigdoyo, dipukul pingsan. Kemudian Kakang Tejo diselamatkan oleh gurunya ketika rumah keluarganya itu terbakar. Ibunya tewas terbakar dan mbakayunya yang bernama Lestari diculik oleh Progodigdoyo! Nah, sekarang Kakang Tejo datang ke sini untuk menyelidiki tentang mbakayunya yang diculik oleh ayah kalian itu."
Hening suasana dalam kamar itu, hanya isak tertahan dari http://kangzusi.com
Roro Kartiko saja yang terdengar.
"Terkutuk perbuatan itu!" Tiba-tiba Roro Kartiko berkata di antara isaknya.
"Dimas Sutejo kalau begitu, andika tentu menyimpan rasa dendam sakit hati terhadap ayah kami dan sekarang andika mencari ayah untuk membalas dendam itu dan
membunuhnya, bukan?"
"Kau bunuhlah kami lebih dulu!" Tiba-tiba Roro Kartiko berseru dan memandang Sutejo dengan mata merah. "Kami 457
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah anak-anaknya, dan biarlah kami memikul sebagian daripada dosa-dosanya!"
Sutejo merasa terharu melihat sikap dua orang itu, dia menggeleng kepala dan menarik napas panjang, lalu berkata,
"Harap andika berdua tenang. Saya tidak menaruh dendam kepada siapa pun juga. Saya hendak mencari Mbakayu Lestari, ada pun tentang Bupati Progodigdoyo, kalau dia sekarang menjadi seorang jahat, sudah tentu saya akan menentangnya sekuat tenaga untuk membela kebenaran dan melindungi mereka yang tertindas. Akan tetapi, kalau saya menentangnya bukanlah karena rasa dendam, melainkan karena sudah menjadi kewajiban saya untuk menentang kejahatan, siapa pun juga dia yang melakukannya!"
-o0odwo0o- Jilid 36 Bromatmojo mengerutkan alis tanda tidak setuju dengan ucapan ini, akan tetapi Roro Kartiko dan Joko Handoko memandang kagum. Joko Handoko lalu melangkah maju dan memegang tangan Sutejo sambil berkata dengan suara
menggetar, "Dimas Sutejo, engkau sungguh merupakan
seorang pemuda yang bijaksana dan mulia. Kebijaksanaanmu ini lebih menusuk hati daripada seandainya engkau memaki-http://kangzusi.com
maki atau menyerang kami."
"Maaf, andika berdua adalah orang-orang yang gagah
perkasa dan baik, yang tidak ada sangkut-pautnya dengan perbuatan ayah kalian, dan kalian pun, seperti juga kami, menentang kejahatan. Bukan maksud saya untuk menyakitkan hati kalian. Hanya saya harap sukalah kalian memberi tahu kepada saya tentang nasib mbakayu saya itu."
"Saya tidak tahu tentang dia..." kata Joko Handoko.
458 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tahu!" Roro Kartiko tiba-tiba berkata dan mengusap air matanya, kini memandang kepada Sutejo dengan sinar mata yang membuat jantung pemuda ini berdebar. Dia
maklum sekali kepada dara ini dan merasa menyesal telah membuat dara itu bersusah hati. "Saya pernah mendengar tentang mbakayumu yang bernama Lestari itu. Menurut penuturan yang saya dengar, dia sekarang berada di
Mojopahit, menjadi selir dari Sang Resi Mahapati."
"Ahh...!" Sutejo berseru, perasaannya terombang-ambing antara kegembiraan mendengar mbakayunya masih hidup dan kedukaan mendengar mbakayunya menjadi selir Resi Mahapati karena dia dapat mengerti bahwa kakaknya itu tentu dipaksa menjadi selir orang. "Dan bagaimana keadaannya" Bagaimana dia bisa menjadi selir Resi Mahapati?"
Roro Kartiko menggelengkan kepalanya. "Tentang itu, saya tidak tahu. Saya hanya mendengar beberapa tahun yang lalu bahwa dulu pernah ayah pernah mendapatkan seorang selir baru, akan tetapi selir itu bertekad melawan dan tidak mau menjadi selir ayah, kemudian selir yang bernama Lestari itu dibawa ke Mojopahit. Selanjutnya, saya tidak tahu bagaimana jadinya dengan dia."
Sutejo menundukkan kepala dan termenung. "Kalau begitu, saya harus menjumpai ayah kalian, untuk menanyakan
tentang mbakayu Lestari."
http://kangzusi.com
"Ayah juga tidak berada di sini!" kata Roro Kartiko cepat-cepat, agaknya lega hatinya karena kebetulan ayahnya tidak ada. "Sudah sepekan lamanya ayah berkunjung ke Mojopahit."
"Kalau begitu, saya harus menyusul ke Mojopahit untuk mencari mbakayu saya. Adi Bromo, mari kita pergi."
"Ah, nanti dulu!" Roro Kartiko berkata. "Berbahaya sekali kalau pergi dari sini begitu saja. Bapa Guru Resi Harimurti tentu masih merasa penasaran dan melakukan penjagaan ketat."
459 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar apa yang dikatakan oleh Diajeng Roro Kartiko.
Sebaiknya andika berdua berdiam dulu di sini sampai keadaan aman, baru kalian pergi meninggalkan tempat ini," kata Joko Handoko.
"Itu yang sebaiknya," kata Bromotmojo, "Karena saya pun ingin minta tolong kepada... Sriti Kencana!"
Roro Kartiko memandang pemuda itu dan memandang
dengan sinar mata tajam penuh teguran.
"Harap andika jangan menyebut saya demikian, nama saya Roro Kartiko, Kakangmas Bromatmojo."
Bromatmojo tersenyum mendengar ini. "Terima kasih... eh, Diajeng... sesungguhnya saya membutuhkan bantuanmu, yaitu sukalah kiranya andika membuatkan sebuah warangka untuk saya..., yaitu untuk keris pusaka saya..."
"Ehhh...!" Roro Kartiko menjadi merah sekali mukanya dan dia menunduk, sedangkan Joko Handoko mengerutkan
alisnya. "Dimas Bromatmojo, apa artinya ucapanmu itu?"
Bromatmojo merasa heran mengapa dara itu kelihatan
malu-malu dan kakaknya itu kelihatan marah. Dia memandang kepada mereka berdua dengan heran, sepasang matanya yang jeli itu terbuka lebar dan dia berkata, "Eh, apa yang http://kangzusi.com
salah dengan permintaanku itu" Saya telah berhasil
mendapatkan keris pusaka Kolonadah, akan tetapi semua warangka yang saya beli tidak ada yang dapat bertahan, semua pecah berantakan kalau dimasuki Kolonadah. Dan menurut nasehat Ki Empu Singkir, katanya pusaka itu panas dan harus diberi warangka buatan seorang dara yang memiliki kesaktian. Maka melihat Sriti... eh, Diajeng Roro Kartiko, timbul ingatan saya untuk minta bantuannya membuatkan warangka. Apa salahnya hal itu?"
"Ah, begitukah...?" Roro Kartiko berkata dan tersenyum.
460 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Juga wajah Joko Handoko menjadi cerah. "Ah, kalau begitu tentu saja adikku ini akan suka sekali membantu!"
"Habis anda berdua menyangka apa?" tanya Bromatmojo yang masih tidak mengerti.
"Tidak apa-apa, hanya tadi kami belum mengerti,
Kakangmas Bromatmojo. Akan tetapi... aku tidak pernah membuat ukiran, bagaimana mungkin membuat warangka
keris?" "Tidak usah diukir, asal merupakan warangka dan dapat untuk menyimpan Kolonadah, karena tidak enak membawa-bawa pusaka tanpa warangka, hanya dibungkus saja."
"Baiklah, akan kucoba untukmu."
Karena urusan pembuatan warangka ini, pula karena Joko Handoko melihat bahwa gurunya dan para pengawal masih terus melakukan penjagaan ketat dengan penuh
kewaspadaan, maka dua orang muda itu tinggal di dalam gedung sampai tiga hari tiga malam lamanya. Mereka
menyamar sebagai dua orang anggota Sriti Kencana sehingga para pelayan tidak ada yang menaruh curiga, karena memang seringkali ada orang-orang berpakaian hitam bertopeng hitam berkeliaran bersama dua orang putera-puteri bupati itu.
Dan selama tiga hari itu, sikap dua orang putera-puteri Progodigdoyo itu amat baik, bahkan sikap Roro Kartiko amat http://kangzusi.com
manis kepada mereka, terutama sekali kepada Bromatmojo yang pandai mengambil hati dan yang memang amat tampan itu. Sutejo sendiri makin kagum dan merasa suka kepada puteri musuh besarnya itu, dan diam-diam dia menyayangkan mengapa seorang dara seperti itu menjadi puteri seorang jahat macam Progodigdoyo. Selain itu, juga dia merasa tidak senang menyaksikan sikap Bromatmojo yang begitu manis terhadap dara itu dan melihat Roro Kartiko bersikap seperti seorang dara yang amat tertarik oleh sahabatnya yang pandai merayu wanita itu.
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
461 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah tiga hari, selesailah sudah pembuatan sebuah warangka yang sederhana,yang dibuat oleh tangan Roro Kartiko sendiri dan tentu saja pembuatannya itu menurut petunjuk Bromatmojo yang sebagai murid seorang empu atau ahli keris, mengerti akan cara pembuatan keris dan
warangkanya. Tentu saja ketika memberi petunjuk, sikap Bromatmojo dan Roro Kartiko makin akrab dan Sutejo hanya memandang dengan alis berkerut. Pemuda ini benar-benar merasa tidak senang akan hal itu, karena dia yang mengagumi Roro Kartiko sebagai seorang gadis yang gagah dan baik, merasa tidak senang melihat gadis itu digoda oleh
Bromatmojo yang ceriwis dan mata keranjang!
Setelah warangka jadi, maka Bromatmojo dan Sutejo lalu mohon diri meninggalkan kabupaten itu. Penjagaan para pengawal sudah tidak begitu ketat lagi karena Resi Harimurti pun sudah meninggalkan Tuban, tidak ada yang tahu ke mana, mungkin ke Mojopahit menyusul Bupati Progodigdoyo.
Ketika kedua orang muda itu pamit, Roro Kartiko kelihatan merasa berat sekali untuk berpisah.
"Selamat jalan, Adimas berdua. Kami hanya dapat berdoa semoga andika berdua selalu dalam selamat dan bahagia,"
kata Joko Handoko.
"Harap Kakangmas berdua tidak melupakan kami," kata Roro Kartiko yang sejak tadi memandang kepada Bromatmojo http://kangzusi.com
dengan mata bersinar-sinar dan kadang-kadang juga sayu,
"Kami menganggap Kakangmas Sutejo sebagai putera
mendiang Paman Lembu Tirta sebagai saudara kami sendiri..."
"Wah, dan aku bagaimana" Dianggap seperti apakah?"
Bromatmojo bertanya.
Joko Handoko yang juga dapat menduga bahwa adiknya
tertarik kepada pemuda yang tampan dan jenaka itu,
tersenyum dan melirik kepada adiknya. "Sebagai apa, ya"
Andida Roro, dianggap sebagai apakah sebaiknya Adimas Bromatmojo ini?"
462 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Roro Kartiko mengangkat muka memandang kakaknya, lalu memandang kepada Bromatmojo dan kedua pipinya berubah merah sekali. "Kami selalu menganggap andika sebagai seorang sahabat yang amat baik, dan terserah bagaimana anggapan Bromatmojo terhadap kami..."
"Ahhh..." Sebagai sahabat baik" Terima kasih! Dan saya selalu menganggap Kakangmas Joko Handoko sebagai
seorang sahabat yang gagah perkasa, dan Diajeng Roro Kartiko sebagai seorang puteri yang cantik jelita dan gagah perkasa seperti... seperti..."
"Ya" Seperti apa sih?" Roro Kartiko mendesak, matanya bersinar-sinar, bibirnya yang merah seperti mawar sedang mekar itu tersenyum manja.
"Seperti Srikandi!"
"Ihh, saya tidak mau dianggap genit dan galak seperti Srikandi."
"Kalau begitu seperti Dewi Suprobo saja, seperti bidadari dari kahyangan..."
Roro Kartiko menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali. "Kakangmas Bromatmojo terlalu memuji."
"Elho! Siapa yang memuji" Memang andika cantik jelita seperti bidadari dari kahyangan, betul tidak, Kakang Tejo?"
http://kangzusi.com
Sutejo yang memandang dengan mata melotot tidak
menjawab, melainkan berpamit, "Kami harus berangkat sekarang. Mari, Adi Bromo!" Suaranya berat dan kaku.
"Nanti dulu!" Joko Handoko berkata. "Biar pun sekarang cukup gelap, akan tetapi sebaiknya kalau andika berdua pergi dengan pakaian anggota Sriti Kencana dan kami antar sampai keluar dari kabupaten."
"Benar, demi keselamatan andika dan jangan sampai
menimbulkan keributan lagi," sambung Roro Kartiko dan kakak 463
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beradik ini lalu memberi kesempatan kepada dua orang sahabatnya itu untuk mengenakan pakaian dan kedok hitam, kemudian berangkatlah Bromatmojo dan Sutejo sebagai dua orang anggota Sriti Kencana diantar oleh Joko Handoko dan Roro Kartiko. Dengan pengawalan dua orang putera-puteri bupati itu, tentu saja dengan mudah mereka dapat keluar dari kabupaten, keluar dari pintu gerbang tanpa ada gangguan dari para penjaga.
Ketika mereka hendak saling berpisah, Roro Kartiko
mendekati Bromatmojo berkata lirih, "Kakangmas, harap jangan melupakan saya..."
"Ah, mana mungkin orang dapat melupakanmu, Diajeng?"
Bromatmojo dengan beraninya lalu memegang tangan puteri itu, tangan yang berkulit halus lembut dan hangat. "Saya tidak akan melupakanmu dan sampai berjumpa kembali, Diajeng."
Akhirnya berangkatlah dua orang muda itu meninggalkan kabupaten. Joko Handoko dan Roro Kartiko memandang
sampai bayangan dua orang muda itu lenyap ditelan
kegelapan malam.
Sutejo dan Bromatmojo melakukan perjalanan tanpa bicara dan biar pun beberapa kali Bromatmojo mencoba untuk mengajak sahabatnya bicara, Sutejo hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan saja, bahkan beberapa kali sama sekali tidak menjawab. Mereka lalu pergi ke rumah Empu http://kangzusi.com
Singkir di ujung barat kota Tuban.
Seperti biasa, sunyi di sekitar rumah kecil itu, tidak kelihatan ada orang,bahkan malam itu tidak terdengar bunyi berdencingnya baja digembleng. Bromatmojo menghampiri pintu dan diketuknya pintu rumah Empu Singkir. Namun, sampai lama dia mengetuk, tidak ada jawaban dari dalam.
"Eyang! Eyang Empu...!" berkali-kali Bromatmojo
memanggil tanpa mendapat jawaban.
464 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang Cantrik!" Dia memanggil cantrik, namun juga tanpa mendapat jawaban.
"Hemm, mencurigakan sekali," terdengar Sutejo berkata dan pemuda ini lalu mendorong daun pintu terbuka. Ternyata daun pintu tidak dipalang dari dalam, hanya ditutupkan saja.
"Hati-hati, Kakang Tejo," kata Bromatmojo dan keduanya memasuki rumah yang gelap itu.
"Eyang Empu....! Kakang Cantrik...!" keduanya memanggil, namun sunyi saja yang menyambut panggilan mereka.
Dengan meraba-raba Sutejo menemukan lampu dan alat
pembuat apinya. Tak lama kemudian lentera itu telah dinyalakannya.
"Ahhh...!" Bromatmojo berteriak dengan kaget dan Sutejo melihat mereka itu rebah malang-melintang di ruangan itu, mandi darah dan tidak bernapas lagi! Empu Singkir dan dua orang cantriknya telah tewas dan melihat dada dan leher mereka yang terluka parah, mudah diduga bahwa mereka dibunuh orang.
"Lekas cari Kolonadah!" Bromatmojo berteriak.
"Percuma saja, tentu telah dibawa pergi oleh yang
membunuh mereka," kata Sutejo.
Dan memang benar, setelah mencari-cari di seluruh rumah, http://kangzusi.com
mereka tidak menemukan Kolonadah. Juga Ki Ageng
Palandongan tidak nampak.
"Hemm, kakek itu, si keparat palsu! Siapa lagi kalau bukan dia yang membunuh mereka ini dan membawa lari keris Kolonadah?" Bromatmojo berkata marah.
"Tidak baik menuduh tanpa bukti. Kematian mereka belum lama, siapa tahu kita dapat mengejar dan menyusul
pembunuhnya. Mari!" Sutejo berseru dan mereka lalu
465 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berloncatan keluar dari rumah itu, terus lari keluar dari Kabupaten Tuban menuju ke selatan.
Mereka mengejar dan mencari-cari jejak sampai pagi, namun tanpa hasil. Keris pusaka Kolonadah lenyap dan Empu Singkir bersama dua orang cantriknya tewas, Ki Ageng Polondangan tidak ada. Dengan hati penuh penasaran dan marah, Bromatmojo melanjutkan perjalanan ke selatan, diikuti oleh Sutejo yang banyak diam dan mengerutkan alisnya yang tebal itu.
"Si keparat Ki Ageng Palandongan! Kalau aku dapat
berjumpa dengan dia, akan kucekik leher kakek berhati palsu itu!" Bromatmojo berkata dengan marah sekali ketika dia dan Sutejo pagi hari itu duduk di bawah pohon besar untuk mengaso setelah semalam suntuk mereka mencari-cari jejak pencuri keris Kolonadah tanpa hasil.
"Tidak semestinya engkau menuduh sembarangan saja
kepada Ki Ageng Palandongan,"
Sutejo mencela dan dari suaranya, jelas bahwa pemuda ini merasa tidak senang.
Bromatmojo sedang marah, maka dicela demikian dia
menjadi makin mendongkol.
"Habis, aku harus menuduh siapa" Jelas bahwa yang tahu tentang Kolonadah hanyalah Empu Singkir, dua orang
http://kangzusi.com
cantriknya, dan Ki Ageng Palandongan. Sekarang, Empu Singkir dan dua orang pembantunya dibunuh orang, keris pusaka lenyap dan Ki Ageng Palandongan juga lenyap. Siapa lagi kalau bukan dia pembunuh dan pencurinya" Siapa lagi yang harus kusalahkan?"
"Hemm, orang pertama yang bersalah dalam hal ini adalah engkau sendiri!"
Bromatmojo menoleh dan memandang kepada pemuda itu
dengan sinar mata penasaran.
466 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku" Aku malah yang bersalah" Kakang Tejo, apa
maksudmu?"
"Engkau terlalu sembrono! Aku sudah merasa tidak setuju ketika engkau dengan mudah begitu saja meninggalkan keris pusaka itu kepada Empu Singkir. Akan tetapi engkau nekat meninggalkannya. Engkau masih begini muda akan tetapi engkau sudah tinggi hati, sembrono, dan mempunyai
kebisaan-kebisaan yang tidak patut."
Bromatmojo membelalakkan matanya. Baru sekarang dia tahu bahwa temannya ini sedang marah kepadanya. Pantas saja sejak malam tadi jarang mau bicara. Kiranya marah kepadanya.
"Wah-wah, ada apalagi ini" Kau marah-marah dan memaki-maki orang!"
"Aku tidak memaki, hanya mengatakan yang sebenarnya dengan maksud agar engkau dapat mengubah kebisaanmu yang buruk itu, demi kebaikanmu sendiri."
Bromatmojo mengerutkan alisnya dan memandang tajam.
"Coba katakan, perbuatan dan kebisaanku yang mana yang kau anggap tidak patut itu?"
"Banyak! Selain engkau kementus (besar kepala), kemaki (banyak lagak), terutama sekali engkau kurang susila terhadap wanita."
http://kangzusi.com
Bromatmojo terbelalak, mukanya menjadi merah dan dia sudah bangkit berdiri. "Kakang Tejo! Apa mksudmu?" Dia membentak, marah.
Sutejo juga berdiri namun sikapnya masih tenang sungguh pun dia jelas kelihatan marah pula. "Maksudku, engkau perayu wanita, engkau mata keranjang, engkau tidak sopan sehingga engkau tidak dapat membedakan wanita mana yang pantas kau rayu dan mana yang tidak."
467 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, eh, mengapa kau tiba-tiba menjadi marah-marah
begini" Siapa yang kurayu?"
"Engkau berani bersikap tidak sopan, tidak pantas dan merayu Roro Kartiko..."
"Ohhh, begitukah" Jadi engkau cemburu, ya" Engkau iri hati" Engkaulah yang tergila-gila kepada Roro Kartiko!"
"Hemm, boleh jadi aku kagum kepadanya. Dia seorang
wanita yang hebat, seorang wanita yang berbudi, gagah perkasa, cantik jelita dan halus budi pekertinya..."
"Tapi dia anak musuh besarmu!"
"Aku tidak perduli akan hal itu, tidak boleh menyamakan ayahnya dengan anaknya.
Akan tetapi, aku tidaklah tergila-gila macam engkau. Aku bukan seorang pemuda macam engkau yang mata keranjang."
"Eh, Kakang Tejo bicaramu makin lancang saja! Sikapmu ini saja jelas menunjukkan bahwa engkau jatuh cinta kepada puteri itu dan cemburu kepadaku, kau iri melihat aku dapat bersahabat akrab dengan dia!"
"Tidak! Andaikata hubunganmu dengan dia itu sewajarnya, sepatutnya, aku tidak akan merasa iri. Aku bukan cemburu, hanya aku tidak rela kalau engkau menyamakan dia dengan wanita-wanita biasa yang boleh saja kau bujuk rayu dan kau http://kangzusi.com
jatuhkan dengan ketampananmu, dengan lagak dan gayamu yang memikat, dengan kepalsuanmu..."
"Keparat!" Bromatmojo marah bukan main, kedua matanya seperti berapi-api. "Kau yang cinta dan tergila-gila kepadanya, tapi kau menuduh aku yang bukan-bukan. Hemm, Sutejo, kalau benar aku merayunya, habis, kau mau apa?"
"Bromatmojo, aku menganggap engkau sebagai seorang
sahabat. Akan tetapi kalau engkau menyeleweng, tentu akhirnya engkau akan dihajar orang dan daripada orang lain 468
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menghajarmu, biarlah aku sendiri yang menghajarmu kalau engkau tidak bisa kuberi nasehat untuk merubah kelakuanmu yang tidak patut."
"Babo-babo keparat Sutejo! Sumbarmu seperti laki-laki tanpa tanding, seolah-olah engkau dapat mengukur tingginya langit dalamnya lautan! Kau hendak menghajar aku,ya"
Keparat sombong, coba ingin aku melihat bagaimana engkau akan dapat menghajarku!"
Sutejo juga sudah marah sekali, kemarahan yang ditahan-tahannya semenjak dia melihat sikap Bromatmojo yang terlalu bermanis-manisan terhadap wanita. "Baik,kau majulah, Bromatmojo!"
"Kau terlalu memandang rendah kepadaku, setan!"
Bromatmojo berteriak dan dia lalu meloncat ke depan sambil memekik nyaring, "Haaiiiittt...!" langsung dia menyerang Sutejo dengan pukulan-pukulan Hasto Bairowo setelah dengan gemas dia membanting-banting kakinya.
"Ehhh...!!" Sutejo bergerak mengelak sambil menangkis.
"Dukkk!!" Dua lengan bertemu dengan dahsyatnya dan
keduanya terhuyung ke belakang.
"Rasakan ini...!" Bromatnojo kembali menyerang, kini dia bergerak cepat, lalu tiba-tiba tubuhnya merendah, tangan kirinya dengan aji kesaktian Hasto Nogo yang amat dahsyat http://kangzusi.com
itu menyambar ke arah lambung lawan.
"Wuuuttt... ehhh!" Sutejo cepat mengelak dari sambaran pukulan sakti yang amat berbahaya itu, akan tetapi tiba-tiba kaki kanan Bromatmojo mencuat dan menendang dari bawah ke arah perutnya.
"Plakk!" Sutejo menangkis dari samping dan berusaha menangkap pergelangan kaki lawan, akan tetapi pada saat itu, tangan kanan Bromatmojo sudah menyambar dengan jotosan 469
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari depan sehingga terpaksa dia mengelak dengan miringkan tubuh dan menangkis, tidak sempat lagi menangkap kaki.
Terjadilah pertandingan yang amat seru. Berkali-kali keduanya mengeluarkan bentakan, teriakan dan tangan kaki mereka bergerak-gerak dengan cepatnya, saling serang, saling pukul, saling tampar, saling tendang. Kemarahan Bromatmojo sudah memuncak. Sebetulnya, dara ini merasa hatinya sakit sekali. Dia yang diam-diam telah jatuh cinta kepada Sutejo kini mengira bahwa Sutejo telah jatuh hati kepada Roro Kartiko, pemuda yang kelihatannya pendiam dan yang selalu
menjauhkan diri dari wanita itu, kini jatuh cinta kepada Roro Kartiko maka diam-diam dia merasa cemburu, sakit hati dan marah sekali! Apalagi mendengar dia memaki-maki sebaliknya Roro Kartiko dipuji-puji, membuat dia lupa sedang menyamar sebagai seorang pria dan bahwa Sutejo menganggap dia seorang pria! Dia dibakar oleh api cemburu. Di lain fihak, Sutejo juga marah dan kecewa. Diam-diam dia suka sekali kepada sahabat barunya ini, suka dan kagum. Akan tetapi, melihat Bromatmojo menggoda Roro Kartiko, dia merasa tidak senang. Dia tidak ingin melihat puteri yang dikaguminya itu menjadi korban keceriwisan Bromatmojo, juga dia tidak ingin melihat sahabatnya itu melanjutkan kebisaannya yang tidak patut. Dia ingin menyadarkan Bromatmojo, kalau perlu menghajarnya seperti seorang kakak menghajar adiknya yang menyeleweng. http://kangzusi.com
Justru karena dasar yang mendorong pertempuran itulah yang membuat pertempuran itu ramai dan seru sekali, bahkan setanding. Sebetulnya tingkat kepandaian Sutejo masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Bromatmojo. Akan tetapi,kalau Bromatmojo yang diamuk cemburu itu berkelahi dengan sungguh-sungguh,mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua aji kesaktiannya, di lain fihak Sutejo banyak mengalah dan tidak mempunyai niat sedikit pun untuk melukai sahabatnya itu, apalagi membunuhnya dengan
pukulan sakti yang terlalu kuat.
470 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-o0odw-o0o- Jilid 37 Pertandingan itu berlangsung dengan hebat, dan agaknya serangan-serangan kedua fihak tidak pernah mengendur.
Sampai matahari naik tinggi, masih saja mereka saling hantam dan tubuh mereka bergerak cepat berkelebatan di bawah pohon itu.
Hawa-hawa pukulan mereka sampai merontokkan daun-
daun pohon. Peluh telah membasahi seluruh tubuh mereka, dan keduanya sudah terasa kelelahan.
"Desss...!" Untuk ke sekian kalinya, dua lengan mereka bertemu dan keduanya terhuyung ke belakang. Bromatmojo hampir roboh saking lelahnya. Kedua kakinya sudah gemetar rasanya. Dia mengusap peluh di dahinya dengan punggung tanganya yang terasa nyeri-nyeri. Lengannya sudah matang biru karena sering bertemu dengan lengan Sutejo, tangannya juga panas dan nyeri. Napasnya sudah terengah-engah dan kepalanya agak pening. Kemarahannya makin memuncak dan mengingat betapa Sutejo tidak mau mengalah kepadanya, kejengkelannya memenuhi dada dan dia mengusap lagi peluh yang menetes turun sehingga kelihatan dia agak lambat menyerang lagi.
http://kangzusi.com
"Hayo keluarkan seluruh tenaga dan kesaktianmu,
Bromatmojo! Sebelum engkau menyatakan bertobat dan tidak akan melanjutkan sikapmu yang ugal-ugalan terhadap wanita, aku akan menghajarmu!"
"Keparat...!!" Kemarahan yang bagaikan api mengamuk itu mendatangkan tenaga baru kepada Bromatmojo dan dia
sudah meloncat dan menyerang lagi dengan hebatnya.
"Bress!!" Kembali keduanya terlempar ke belakang oleh pertemuan dua telapak tangan yang sama-sama memiliki aji 471
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesaktian, akan tetapi karena kedua kaki Bromatmojo sudah gemetar kelelahan, dia jatuh terduduk sedangkan Sutejo hanya terhuyung saja. Kedua tangannya terasa panas dan sakit sekali, maka tanpa dapat dicegah lagi, Bromatmojo menangis!
Sutejo terkejut dan terheran-heran. Seorang pemuda yang memiliki kesaktian seperti Bromatmojo jarang sekali dapat ditemukan, begitu muda dan begitu halus akan tetapi benar-benar amat perkasa, jauh lebih sakti daripada Joko Handoko.
Akan tetapi kenapa menangis"
"Huh, kau pemuda cengeng! Belum patah tulangmu, belum robek kulitmu, sudah merenggek seperti perempuan saja!"
Rahasia Peti Wasiat 4 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pendekar Panji Sakti 10