Pencarian

Kesatria Baju Putih 6

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 6


tapi sudah tidak keburu, hanya dapat memperlambat serangannya.
Justru pada saat bersamaan, Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya ke arah Bu In sin
Liong. "Trang Trang Trang...." Pedang di tangan Bu In sin Liong patah menjadi beberapa potong,
sedangkan badan In Sin Liong terhuyung-huyung ke belakang beberapa depa.
Betapa terkejutnya Bu In Sin Liong, la segera menghimpun Iweekangnya, maka tidak terjadi
apa-apa. Itu membuatnya tidak habis berpikir, namun melegakan hatinya.
"Kenapa engkau tidak memusnahkan kepandaianku?" tanya Bu In sin Liong terheran-heran.
"Paman bukan orang jahat, kenapa aku harus memusnahkan kepandaian Paman?" sahut Tio Cie
Hiong sambil tersenyum.
"Bagaimana engkau tahu aku bukan orang jahat?" Bu In Sin Liong menatapnya.
"Ketika melihat aku berdiri diam di tempat, Paman- memperlambat serangan-. Aku tahu Paman
khawatir akan melukaiku, Itu pertanda Paman- bukan orang jahat." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Aaaahh..." Bu In Sin Liong menghela nafas.
"Engkau telah mengalahkanku, berarti tugasku membela adik seperguruanku itu telah selesai.
Anak muda, engkau memang Pek Ih sin Hlap yang bijaksana."
"Paman pun pendekar yang bijaksana," ucap Tio Cie Hiong, kemudian mendadak melesat pergi.
"Sampai jumpa, Paman"
"Ha a h..." Bu In Sin Liong terbelalak, la sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong
memiliki ginkang yang begitu tinggi. Setelah itu. Bu Insin Liong juga memandang gagang pedang
yang di tangannya, lalu menghela nafas seraya bergumam.
"Aaaahhhh.... Sin Liong Kiam (Pedang Naga Sakti) ku telah patah, pertanda sudah waktunya aku
mengundurkan diri dari rlmba persilatan."
-ooo00000ooo- Sebuah gunung menjulang tinggi di depan, puncaknya diselimuti awan putih. Bukan main
indahnya gunung itu. Tio Cie Hiong berdiri termangu- mangu sambil memandangnya. Mungkinkah
itu gunung Pek In san" Tanyanya dalam hati. Ternyata ia telah sampai di tempat yang sepi ini-
Kebetulan muncul seorang petani. Tio Cie Hiong menghampirinya dan bertanya.
"Paman Apakah itu gunung Pek In san?"
"Betul." Petani itu menatapnya-
"Anak muda, kenapa engkau menanyakah gunung itu?"
"Cuma ingin tahu saja-" Tio Cie Hiong tersenyum-
"ohya Puncak gunung itu disebut Pek In Nia?"
"ya-" Petani itu manggut-manggut.
"Pek In Nia Pek In Nia?" gumam Tio Cie Hiong. la teringat akan penuturan kakaknya tentang
kematian kedua orang tuanya di Pek In Nia. sebab itu timbullah niatnya untuk ke Pek In Nia,
kemudian bertanya kepada petani itu.
"Paman sudah lama tinggal di daerah ini?"
"Sudah puluhan tahun aku tinggal di sini. Anak muda, kenapa engkau menanyakan ini?"
"Karena.?" Tio Cie Hiong menggeleng-ge-lengkan kepala,
"ohya, Paman tahu akan kejadian belasan tahun lampau di Pek In Nia?"
"Tahu." Petani itu mengangguk-
"Belasan tahun lampau telah terjadi pertempuran dahsyat di sana-"
"Terima kasih, Paman" ucap Tio Cie Hiong yang kemudian melesat pergi menuju gunung Pek In
san. "Sungguh tak terduga-?" Petani itu menghela nafas.
"Ternyata pemuda itu kaum rimba persilatan."
sementara Tio Cie Hiong telah tiba di gunung itu, ia pun langsung menuju Pek In Nia.
sesampainya di tempat itu, ia menengok ke sana ke mari dan kemudian melihat sebuah makam di
bawah sebuah pohon.
Tio Cie Hiong mendekati makam itu, dan setelah membaca tulisan di batu nisan, ia segera
menjatuhkan diri berlutut di hadapan makam itu dengan mata basah-
"Ayah Ibu?" ujarnya terisak-isak-
"Cie Hiong sudah datang, cie Hiong bersumpah akan membuat perhitungan dengan Bu Lim sam
Mo dan Empat Dhalai LNama Tibet."
Pada waktu bersamaan, tampak sosok bayangan melayang turun di belakang Tio Cie Hiong.
Walau sangat ringan, Tio Cie Hiong telah mendengarnya. Namun ia tetap berlutut di hadapan
makam itu, yang ternyata makam kedua orang tuanya.
Berselang beberapa saat, barulah ia bangkit berdiri lalu membalikkan badannya, la terbelalak
karena melihat seorang padri tua berdiri di situ, yang tidak lain Lam Hai sin Ceng.
"sin ceng?""
"omitohud" Lam Hai sin ceng tersenyum lembut.
"cie Hiong, kini engkau telah berkepandaian tinggi."
"Terima kasih atas petunjuk sin Ceng, sehingga aku berhasil menemui Thian Thay siansu" ucap
Tio Cie Hiong memberitahukan.
"omitohud Itu memang sudah merupakan takdir-" Lam Hai sin ceng tersenyum lagi.
"Itu memang makam kedua orang tuamu."
"Sin Ceng tahu siapa yang mengubur kedua orang tuaku?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"omitohud Aku tidak tahu itu."
"ohya" Tio cie Hiong menatap Lam Hai sin ceng.
"Kek sin ceng berada di sini?"
Lam Hai sin ceng menghela nafas, dan wajahnya tampak murung. Berselang sesaat, barulah
membuka mulut. "omitohud Aku memang berada di bawah jurang itu" Lam Hai sin ceng memberitahukan,
"oh?" Tio cie Hiong tertegun.
"ciat Lun sin Ni, guru kakakmu berada di dalam sebuah goa di dasar jurang itu, aku... aku
menemaninya," ujar Lam Hai sin ceng.
"ohi?" Tio Cie Hiong terbelalak-
"Kalau beo itu, aku harus ke sana memberi hormat kepadanya."
"Tidak usah" Lam Hai sin ceng menggelengkan kepala,
"Kenapa?" Tio Cie Hiong heran.
"Karena aku hanya menemani tulang belulangnya di dalam makam," jawab Lam Hai sin Ceng
sambil menghela nafas.
"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"sin Ceng..,."
"cie Hiong Aku sudah tidak mencampuri urusan rimba persilatan, juga tidak akan muncul lagi,
sebab aku harus menemani makam Ciat Lun sinni dengan sisa hidupku."
"sin ceng...."
"Ketika Ciat Lun sinni masih hidup, aku tidak menemaninya- Kini dia telah mati, aku harus
menemaninya."
"sin Ceng... begitu cinta padanya?"
"ya, namun semua itu telah berlalu." Lam Hai sin ceng menatapnya dalam-dalam.
"Engkau harus berhati-hati, jangan sampai terjerat oleh cinta"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Kini...," lanjut Lam Hai sin ceng.
"Engkaulah yang berkewajiban menyelamatkan rimba persilatan."
"ya, sin Ceng" Tio Cie Hiong mengangguk lagi-
"Dan ingat" tambah Lam Hai sin ceng.
"janganlah engkau beritahukan kepada siapa pun tentang diriku, termasuk Bu Lim Ji Khie"
"Aku berjanji, sin ceng"
"omitohud" ucap Lam Hai sin Ceng, yang kemudian melesat pergi.
Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. Lam Hai sin ceng adalah padri sakti dalam rimba
persilatan, namun masih tidak dapat melepaskan diri dari persoalan cinta, itu membuat Tio cie
Hiong tidak habis pikir.
-ooo00000ooo- Tio Cie Hiong terbelalak ketika menyaksikan Puri Angin Halilintar yang sudah tidak karuan. Hong
Liu Po yang begitu megah telah berubah menjadi reruntuhan. Apa yang telah terjadi di Puri Angin
Halilintar" Hong Lui Kiam Khek, Ku Tek Cun, Phang Ling Hiang dan Paman Tan hilang ke mana".
Tio Cie Hiong berdiri mematung di depan Hong Lui Po. la sangat merindukan Paman Tan dan
Phang Ling Hiang yang baik hati itu, tapi mereka tidak kelihatan. Apa sebenarnya yang telah terjadi
di Hong Lui Po" Tio cie Hiong sungguh tidak habis pikir. Di saat ia berdiri termangu-mangu, tibatiba
muncul seorang tua menghampirinya.
"Anak muda, kenapa engkau berdiri di situ?"
Begitu mendengar suara itu, hati Tio Cie Hiong tersentak dan langsung membalikkan badannya-
"haaahhhh Paman Tan" seru Tio Cie Hiong ketika melihat orang tua itu.
"Engkau... engkau adalah Tio Cie Hiong?" sahut orang tua itu. la memang Paman Tan, kepala
pengurus di Hong Lui Po.
"Paman Tan...." Tio Cie Hiong merangkul orang tua itu dengan air mata bercucuran.
"Aku Cie Hiong."
"Nak" Paman Tan membelainya sambil tersenyum dengan air mata berderai.
"Kini engkau telah besar, aku... girang sekali."
"Paman Tan, Hong Lui Po...."
"Nak Mari ikut aku ke rumah" ujar Pamna Tan
"Tidak leluasa kita bicara di sini."
Tio Cie Hiong mengangguk, ia mengikuti Paman Tan ke rumahnya. Rumah Paman Tan sangat
sederhana dan kecil, setelah masuk, mereka berdua lalu duduk berhadapan.
"Nak" Paman Tan menatapnya dengan wajah berseri.
"Aku yakin kini engkau telah berkepandaian tinggi, ya, kan?"
"Semua itu berkat jasa Paman" ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.
"Kalau Paman tidak berikan aku kitab tipis itu, tentunya aku pun tidak bisa memiliki kepandaian
tinggi,." "Ha ha" Paman Tan tertawa gembira.
"Aku tahu engkau berhati bajik, maka aku berani memberikan kitab tipis itu kepadamu."
"Paman Tan Apa gerangan yang telah terjadi di Hong Lui Po?" tanya Tio Cie Hiong ingin
mengetahuinya. "Aaakh?" Paman Tan menghela nafas.
" Kira-kira tujuh delapan bulan lalu, mendadak muncul puluhan orang berpakaian hitam, dan
memakai kain hitam penutup kepala pula, menyerbu ke Hong Lui Po. Hong Lui Kiam Khek- Phang
Ling Hiang dan para pelayan terbunuh semua...."
"Bagaimana Ku Tek Cun?"
"Entahlah-" Paman Tan menggelengkan kepala-
"Tiada jejaknya sebab tidak terdapat mayatnya."
"Paman Tan...." Tio Cie Hiong memandangnya heran.
"Tentunya engkau merasa heran, kenapa aku tidak mati kan?" ujar Paman Tan.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk- la merasa heran kenapa Paman Tan tidak terbunuh-Namun ia
bersyukur dalam hati, karena orang tua yang baik hati itu masih hidup,
"Mungkin umurku masih panjang,"jawab Paman Tan memberitahukan.
"Hari sebelum kejadian itu, Hong Lui Kiam Khek mengutusku ke kota lain. Karena itu, aku
selamat." "oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Terus terang, aku pun masih merasa heran...." Paman Tan mengerutkan kening.
"Heran kenapa?"
"Sebetulnya itu merupakan suatu rahasia, namun kini aku harus memberitahukan kepadamu."
Wajah Paman Tan tampak serius.
"Rahasia apa?"
"sesungguhnya Ku Tek Cun bukan anak kandung Hong Lui Kiam Khek-Ku TiokBeng." Paman Tan
memberitahukan.
" Aku tahu jelas tentang itu, tapi Ku TiokBeng yang membesarkannya."
"Jadi" siapa orang tua Ku Tek Cun?"
"Aku tidak tahu tentang itu, aku hanya tahu Ku Tiok Beng membawanya ke dalam Hong Lui Po
ketika Ku Tek Cun masih bayi."
"Kalau begitu?"
"Sebelum kejadian itu. Ku Tek Cun tampak agak aneh" ujar Pamna Tan sambil mengerutkan
kening. "Dan juga mendadak Ku TiokBeng kelihatan lemah, sepertinya mengidap suatu penyakit.?"
"oh?" Tio Cie Hiong juga mengerutkan kening setelah mendengar itu.
"Aku curiga?" lanjut Paman Tan.
"Jangan-jangan Ku Tek Cun tersangkut dalam hal pembunuhan itu."
"Maksud Paman dia bersekongkol dengan para penjahat untuk membunuh Hong Lui Kiam Khek,
Phang Ling Hiang dan sekaligus memusnahkan Hong Lui Po?" ujar Tio Cie Hiong.
"Aku memang bercuriga begitu, tapi tiada bukti." Paman Tan menggeleng-gelengkan kepala.
"Hingga kini masih tiada kabar beritanya Ku Tek Cun?"
"sama sekali tiada kabar beritanya. Nak, dia berhati licik dan jahat. Kalau bertemu dia, engkau
harus berhati-hati"
"Ya." Tio cie Hiong mengangguk-
"Nak" Paman Tan memandangnya dengan wajah berseri.
"Dugaanku tidak meleset, engkau pasti akan menjadi pendekar yang gagah dan bijaksana. Kini
telah terbukti."
"Paman Tan, semua itu berkat jasa dan kebaikan Paman" ujar Tio Cie Hiong setulus hati.
"Nak, jadi kini engkau sudah mulai berkecimpung dalam rimba persilatan"? tanya Paman Tan.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kalau begitu, engkau harus membela kebenaran dan menegakkan keadilan dalam rimba
persilatan" pesan Paman Tan.
"Ya, "Ppyar^ Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku pasti menuruti apa yang Paman pesankan."
"Bagus." Paman Tan tertawa gembira. ,o\f\\^c?.,^rv"OjRV" lupa ke mari lagi kelak"
"Setelah urusanku usai, aku pasti datang menengok Paman" ujar Tio Cie Hiong berjanji.
"Danjuga jangan lupa"." Pesan Paman Tan sambil tertawa terbahak-bahak- "Harus
membawa calon isterimu ke mari"
"Paman...." Wajah Tio Cie Hiong kemerah-merahan.
-ooo00000ooo- Bab 21 Kejadian di luar dugaan
setelah berpamitpada Paman Tan, Tio Cie Hiong melanjutkan perjalanannya. Kali ini tujuannya
ke Ekspedisi Harimau Terbang, sebab timbul rasa rindunya pada gouw sian Eng. Namun rindunya
itu merupakan kerinduan seorang kakak terhadap adik, lagi pula ia sudah rindu pada Tui Hun Lojin
dan cit Pou Tui Hun-Gouw Han Tiong yang baik hati itu.
Maka ia melanjutkan perjalanannya menuju kota Po Teng. Dalam perjalanan ia selalu menumpas
berbagai kejahatan, oleh karena itu, julukannya makin dikenal dalam, rimba persilatan, menciutkan
nyali para penjahat maupun kaum golongan hitam, sehingga menyebabkan kaum golongan hitam
harus mencari tempat untuk bernaung.
Beberapa hari kemudian, Tio Cie Hiong memasuki sebuah rimba. Ketika ia baru mau
mengerahkan ginkangnya, sekonyong-konyong muncul belasan orang berpakaian hitam dengan
kain penutup kepala.
"Engkau adalah Pek Ih Sin Hiap?" tanya salah seorang berpakaian hitam.
"ya," sahut Tio Cie Hiong sambil memandang mereka.
"Kenapa kalian menghadangku?"
"Pek Ih Sin Hiap" ujar orang berpakaian hitam itu.
"Engkau sering memusnahkan ilmu silat kaum golongan hitam, maka hari ini ajalmu telah tiba"
"oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening,
"jadi kalian ingin membunuhku?"
"Tidak salah" sahut orang berpakaian hitam itu sekaligus berseru.
"Bunuh dia"
Seketika juga berbagai macam senjata mengarah kepadanya, belasan orang berpakaian hitam
langsung menyerangnya.
Tio Cie Hiong segera berkelit dengan Kiu Kiong San Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat), kemudian
mengibaskan lengan bajunya ke sana ke mari.
"Aaaakh..." terdengar suara jeritan di sana sini. Tampak belasan orang berpakaian hitam telah
roboh terkapar, dan kepandaian mereka pun telah dimusnahkan Tio Cie Hiong.
Pemuda itu mendekati salah seorang berpakaian hitam, lalu menyambar kain hitam penutup
kepalanya. "Kalian yang mengadakan pembunuhan di Hong Lui Po?" tanya Tio Cie Hiong. orang berpakaian
hitam itu diam saja.
"siapa kalian?" bentak Tio Cie Hiong.
orang berpakaian hitam itu tetap diam, namun mendadak matanya mendelik, dari mulutnya
mengalir ke luar darah hitam dan nyawanya pun putus.
Tio Cie Hiong tercengang, namun ia tahu mereka semua pasti menaruh pil yang sangat beracun
di bawah lidah. Apabila terdesak, mereka pasti bunuh diri dengan menelan pil itu demi menjaga
rahasia organisasi mereka.
Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, dan karena itu ia tidak mau mendesak mereka
dengan pertanyaan-pertanyaan lagi. la tahu bahwa mereka pasti tidak akan memberitahukan,
sebaliknya malah akan membuat mereka bunuh diri la memandang mereka sejenak, kemudian
melesat pergi. Tergolong organisasi apa orang-orang berpakaian hitam itu" Kenapa mereka begitu nekat bunuh
diri demi menjaga rahasia organisasi" Tio Cie Hiong betul-betul tidak habis pikir, dan ia terus
melanjutkan perjalanannya menuju kota PoTeng-
(Bersambung ke Bagian 13)
Jilid 13 Beberapa hari kemudian, Tio Cie Hiong sudah sampai di kota tersebut, dan langsung menuju
Ekspedisi Harimau Terbang.
Akan tetapi, ia sangat tercengang karena bangunan itu kelihatan begitu sepi. la mendorong
pintu halaman dan berjalan ke dalam, namun tidak tampak seorang pun di situ.
Tio Cie Hiong mengerutkan kening. Di saat bersamaan muncul seorang tua, yang tangannya
membawa sebuah sapu.
"Paman tua" Tio Cie Hiong mendekatinya.
"Apakah Cit Pou TUi Hun-Gouw Han Tiong berada di rumah?"
"Eh?" orang tua itu menatapnya heran.
"Siapa engkau, anak muda" Mau apa menanyakan majikanku?"
"namaku Tio Cie Hiong. Aku ke mari ingin bertemu Paman- Gouw." Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Maaf, anak muda" sahut orang tua itu.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Majikanku tidak mau bertemu siapa pun."
"Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong heran.
orang tua itu hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tio Cie Hiong memandangnya seraya
bertanya. "Paman tua baru bekerja di sini?"
"Sudah hampir setahun."
"Pantas Paman tua tidak mengenalku" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Aku keponakannya."
"oh?" orang tua itu terkejut.
"Maaf, Tuan muda. Aku tidak tahu Kalau begitu silakan masuk saja. Di dalam ada beberapa
piauwsu." "Terima kasih Paman tua" ucap Tio Cie Hiong dan segera memasuki rumah itu.
Tampak beberapa piauwsu sedang duduk di ruang depan. Ketika melihat Tio Cie Tiong mereka
terbelalak- "Engkau... engkau Tio Cie Hiong?" tanya salah seorang piauwsu.
"Betul." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Aku ingin bertemu Paman Gouw."
"TUnggu sebentar" Piauwsu itu segera masuk ke dalam, tapi tak seberapa lama ia sudah keluar
bersama Cit Pou TUi Hun-Gouw Han Tiong.
"Paman.. Paman..." seru Tio Cie Hiong sekaligus memberi hormat.
"Engkau...." Gouw Han Tiong tertegun ketika melihatnya, sebab kini Tio Cie Hiong telah besar
dan sangat tampan.
"Tio Cie Hiong?"
"Benar, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Nak?"" Gouw Han Tiong menatapnya lembut.
"Mari kita ke ruang dalam saja"
Tio Cie Hiong mengangguk, kemudian mengikuti Gouw Han Tiong ke ruang dalam, sesampainya
di ruang itu mereka lalu duduk berhadapan.
"Paman, kenapa begitu sepi" Apakah para piauwsu sedang pergi?"
"Aaakh?" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang.
"Akan kuceritakan nanti. sekarang aku ingin bertanya, apakah engkau sudah memiliki
kepandaian tinggi?"
"Cukup tinggi,"jawab Tio Cie Hiong merendahkan diri-
"Bagus." Gouw Han Tiong tersenyum sambil memandangnya.
"Kini engkau sudah besar dan tampan, aku gembira sekali."
"Paman, di mana kakek?"
"Setengah tahun lalu ayahku pergi, hingga kini masih belum pulang."
" Kakek ke mana?"
"Ayahku pergi...." Wajah Gouw Han Tiong tampak murung.
"Pergi mencari Sian Eng."
"Kakek pergi mencari sian Eng?" Tio Cie Hiong tertegun.
"Ya." Gouw Han Tiong mengangguk sambil menarik nafas.
"Adik Eng ke mana?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Kira-kira tujuh delapan bulan lalu, dia" dia diculik orang." Gouw Han Tiong memberitahukan
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Maka ayahku pergi mencarinya."
"Adik Eng diculik oleh siapa?" tanya Tio Cie Hiong cemas.
"Entahlah, Pagi itu dia sedang duduk melamun di halaman, salah seorang piauwsu melihat dia
bersama dua wanita muda. Piauwsu itu segera melapor kepadaku dan ayahku, maka segeralah
kami ke sana. Namun.... sian Eng sudah tidak kelihatan lagi, karena itu, ayahku langsung pergi
mengejar kedua wanita tersebut, sehingga kini ayahku belum pulang."
"siapa kedua wanita itu?"
"Entahlah-" Gouw Han Tiong menghela nafas.
"Paman tidak minta bantuan pihak Kay pang untuk mencari sian Eng?" tanya Tio Cie Hiong.
"Sudah-" Gouw Han Tiong mengangguk-
"Tapi pihak Kay Pang pun tidak berhasil mencarinya. Aaaakh--."
"Paman jangan putus asa dan cemas, aku yakin sian Eng tidak akan terjadi apa-apa."
"Tapi" sudah sekian bulan tiada kabar beritanya. Aku khawatir... kedua wanita muda itu telah
membunuh sian Eng."
"Tidak mungkin."
"Kenapa engkau katakan tidak mungkin?"
Tio Cie Hiong tersenyum, setelah itu barulah menjawab.
" Kalau kedua wanita itu mau membunuh sian Eng, tentunya Sian Eng telah terbunuh di
halaman. Aku yakin kedua wanita muda itu membawa sian Eng pergi dengan suatu tujuan
tertentu."
"Ngmm" Gouw Han Tiong manggut.
"Mudah-mudahan begitu oh ya, engkau sudah berhasil mencari Ku Tok Lojin?"
"Tidak, tapi aku malah bertemu Pek Ih Mo Li" Tio cie Hiong memberitahukan dengan wajah
murung. "Pek Ih .Mo Li?"
"ya." Tio Cie Hiong menganggukTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Ternyata dia kakak kandungku...."
"Apa?" Gouw Han Tiong terbelalak-
"Jadi engkau sudah tahu siapa kedua orang tuamu?"
"ya-" Tio Cie Hiong memberitahukan dengan wajah murung.
"Ayahku adalah Hui Kiam Bu Tek-Tio It seng, ibuku adalah sin Pian Bi jin-Lie Hui Hong dan Ku
Tok Lojin adalah kakekku...."
"Haaahhh?" Gouw Han Tiong memandangnya dengan mulut ternganga lebar-
"Tidak disangka engkau putra almarhum Hui Kiam BuTek"
"Paman kenal kedua orang tuaku?"
" Kenal." Gouw Han Tiong mengangguk.
"Ayahmu pernah menolongku ketika aku diserang Hek Pek siang Koay, maka aku berhutang budi
pada almarhum ayahmu."
"Hek Pek siang Keay sudah mati di tangan kakakku"
"Hek Pek siang Keay sangat jahat dan kejam, mereka memang pantas mati" ujar Gouw Han
Tiong. "ohya, di mana kakakmu sekarang?"
"Dia..-." Mata Tio Cie Hiong mulai basah-
"Dia telah mati."
"Apa?" Gouw Han Tiong terperanjat.
"Bagai mana kakakmu bisa mati?"
"Empat Dhalai Lhama melukainya, akhirnya dia mati dalam pelukanku." Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Aaakh?" Gouw Han Tiong menghela nafas.
"Tak disangka kakakmu mati di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet itu Bahkan mereka pun sering
membunuh para murid tujuh partai besar...."
"oh ya Paman tahu siapa orang-orang berpakaian hitam?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Tidak tahu." Gouw Han Tiong menggelengkan kepala.
"Tapi orang-orang berpakaian hitam itu telah memusnahkan Puri Angin Halilintar."
" Aku justru dari Hong Lui Po itu." Tio Cie Hiong memberitahukan.
" Ketika aku menuju ke mari, muncul belasan orang-orang berpakaian hitam ingin bunuh aku."
"oh?" Gouw Han Tiong menatapnya. Tiba-tiba mulutnya ternganga lebar karena teringat akan
sesuatu. "cie Hiong, engkau adalah". Pek Ih sin Hiap?"
"ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan lantaran merasa
malu. "Nak" Gouw Han Tiong tertawa gelak-
" Engkau memang hebat, tidak membunuh tapi memusnahkan kepandaian para penjahat dan
kaum golongan hitam, julukanmu itu telah terkenal dalam rimba persilatan."
"Paman Aku merasa malu akan julukan itu." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau memang merupakan pendekar muda yang gagah dan bijaksana, maka pantas
memperoleh julukan itu," ujar Gouw Han Tiong sung-guh-sungguhTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Paman" Tio Cie Hiong memandangnya seraya bertanya.
"Tahukah Paman, siapa yang mengubur kedua orang tuaku di Pek In hia?"
"Engkau telah ke sana?" Gouw Han Tiong balik bertanya-
"ya-" Tio Cie Hiong mengangguk-
"yang mengubur kedua orang tuamu adalah ayahku, Hui Khong Taysu ketua partai siauw Lim
dan It Hian Tejin ketua partai Butong." Gouw Han Tiong memberitahukan.
"oh?" Tio Cie Hiong menatap Gouw Han Tiong dengan penuh rasa terima kasih-
"Ternyata kakek dan kedua ketua itu yang mengubur orang tuaku"
"Nak. almarhum ayahmu pernah menyelamatkan nyawaku, namun aku masih belum membalas
budinya itu?" Gouw Han Tiong menarik nafas.
"Sesungguhnya Paman telah membalas budi itu," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Maksudmu?" Gouw Han Tiong tercengang.
" Kakek- Paman dan Sian Eng sangat baik terhadapku, itu berarti Paman telah membalas budi
tersebut," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.
"Paman, aku pasti mencari Sian Eng."
"Nak" Gouw Han Tiong tersenyum.
"Kasihan dia- sejak engkau pergi, dia terus memikirkanmu. "
"Adik Eng memang baik sekali terhadapku, maka akupun sayang kepadanya," ujar Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Aku menganggapnya sebagai adik sendiri"
"oh?" Gouw Han Tiong tersenyum lagi.
"Tapi engkau harus tahu, sian Eng sangat menyukaimu lho"
"Aku tahu itu." Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"ohya, aku ingin ke markas pusat Kay Pang, bagaimana menurut Paman" "
"Itu ada baiknya juga, sebab engkau akan bertemu Bu Lim Ji Khie, mungkin mereka berada di
sana," sahut Gouw Han Tiong.
"Kalau begitu..." Tio Cie Hiong bangkit berdiri-
"Paman, aku mohon diri"
"Kok cepat?"
"ya. sebab akupun harus mencari Sian Eng."
"Baiklah" Gouw Han Tiong manggut-manggut dan berpesan.
"Cie Hiong, apabila engkau berhasil memperoleh kabar tentang sian Eng, aku harap engkau
bersedia ke mari memberitahukan kepadaku."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Terima kasih, Cie Hiong" ucap Gouw Han Tiong sambil memandangnya lembut.
"sama-sama, Paman" Tio Cie Hiong tersenyum-
"sampaijumpa"
"sampai jumpa, aku menunggu kabar baik darimu." Gouw Han Tiong memegang bahu Tio Cie
Hiong dan memandangnya dengan penuh kasih sayang.
setelah meninggalkan Ekspedisi Harimau Terbang, Tio cie Hiong langsung berangkat ke markas
pusat Kay Pang (Partai Pengemis). Dua hari kemudian, ia telah tiba di sebuah kota kecil.
Tio cie Hiong mampir di sebuah kedai untuk mengisi perut, namun ketika ia sedang bersantap,
mendadak muncul seorang pemuda tampan berusia dua puluhan menghampirinya.
"cie Hiong Apakah engkau masih ingat kepadaku?" tanya pemuda tampan itu.
"saudara-?" Tio Cie Hiong memandangnya, lama sekali barulah ia berseru girang.
"Tek Cun"
Ternyata pemuda tampan itu Ku Tek Cun, putra almarhum Hong Lui Kiam Khek-Ku Tiok Beng.
Tio cie Hiong sama sekali tidak menduga kalau ia akan bertemu Ku Tek Cun di kedai ini.
"cie Hiong" Ku Tek Cun tersenyum.
"Boleh-kah aku duduk?"
"silakan silakan" ucap Tio Cie Hiong cepat.
"Terima kasih" Ku Tek Cun duduk dan kemudian menarik nafas panjang.
"cie Hiong, tentunya engkau sudah tahu tentang Hong Lui Po, bukan?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Itu tak terduga sama sekali."
"Ayahku...." sepasang mata Ku Tek Cun tampak basah-
"Dan Phang Ling Hiang"."
"Aku sudah tahu, mereka dibunuh oleh orang-orang berpakaian hitam, oh ya, pada malam
kejadian itu, engkau di mana?" tanya Tio cie Hiong mendadak-
"Pagi harinya, ayahku suruh aku pergi menemui seseorang," jawab Ku Tek Cun menutur.
"Aku menginap di rumah orang itu, maka aku selamat...."
"oooh" Tio Cie Hiong mengangguk-
"Kalau tidak salah, ayahmu mengidap suatu penyakit. Benarkah itu?"
"Benar." Ku Tek Cun manggut-manggut.
"Tentunya engkau dengar dari penduduk setempat, bukan?"
"Ya." Tio Cie Hiong tidak berani memberitahukan bahwa "Paman Tan yang menceritakannya,
"ohya, Tek Cun Apakah engkau anak kandung Ku Tiok Beng?"
"Cie Hiong" Air muka Ku Tek Cun tampak berubah.
"Kenapa engkau bertanya begitu?"
"Itu.... Nona Phang pernah mengatakan bahwa...." sebetulnya Tio Cie Hiong adalah pemuda
jujur yang tak bisa berbohong, namun kali ini ia terpaksa berbohong karena demi kebaikan Paman
Tan. la mengatas namakan Phang Ling Hiang, sebab gadis itu telah mati, jadi Ku Tek Cun tidak
akan mencurigai Paman Tan.
"Phang Liang Hiang yang mengatakan begitu?" Kening Ku Tek Cun berkerut.
"Ya-" Tio Cie Hiong mengangguk-
"Itu" itu bagaimana mungkin?" gumam, Ku Tek Cun tidak percaya.
"Maaf" ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan agar Ku Tek Cun percaya.
"Pada waktu itu, engkau sering menggunakan diriku untuk melatih ilmu pedangmu, maka dia
mengatakan begitu"
"ooooh" Ku Tek Cun manggut-manggut, kemudian wajahnya berubah dingin, tapi Tio Cie Hiong
tidak melihatnya.
"sekarang sekali dia telah mati, kalau tidak- aku pasti akan menegurnya karena omong yang
bukan-bukan"
"Tek Cun" Tio Cie Hiong memandangnya.
"Engkau sudah tahu siapa pembunuh ayahmu?"
"sudah sekian lama aku menyelidikinya, namun...." Ku Tek Cun menghela nafas.
"Aku masih belum berhasil menyingkap siapa orang-orang berpakaian hitam itu."
"Perlahan- lahan menyelidikinya.... "
"ohya, cie Hiong" Ku Tek Cun menatapnya.
"Engkau mau ke mana?"
"Aku mau ke markas pusat Kay Pang,"jawab Tio Cie Hiong jujur.
"oh?" Ku Tek Cun mengerutkan kening,
"engkau mempunyai hubungan dengan Partai Pengemis?"
"Tidak juga." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.
"Aku ke sana hanya ingin menemui seseorang."
"oooh" Ku Tek Cun manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Cie Hiong, aku harus memberi selamat pada mu."
"Lho" Kenapa?" Tio Cie Hiong kebingungan.
"Engkau kok masih berpura-pura?" Ku Tek Cun tertawa.
"Bukankah kini engkau telah berkepandaian tinggi, bahkan memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap
pula?" "Itu cuma julukan kosong," sahut Tio Cie Hiong merendah-
"Padahal aku tidak memiliki kepandaian tinggi."
"Cie Hiong" Wajah Ku Tek Cun berseri.
"Aku sungguh gembira, tapi akupun harus minta maaf kepadamu."
"Memangnya kenapa?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Sebab dulu aku sering menghinamu. Aaakh, dulu aku memang terlampau sombong Setelah
ayahku dan Phang Ling Hiang mati terbunuh, barulah aku menyadari akan kesalahanku itu. Cie
Hiong, sudikah engkau memaafkan aku?" Ku Tek Cun tampak bersungguh-sungguh.
"Itu telah berlalu, lagi pula aku tidak pernah membencimu." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Jadi engkau tidak perlu minta maaf kepadaku."
"cie Hiong...." Ku Tek Cun menggeleng-ge-lengkan kepala, kemudian mengangkat cangkir yang
di hadapan Tio Cie Hiong. Ketika mengangkat cangkir itu. Ku Tek Cun pun menjatuhkan sesuatu ke
dalam cangkir. "Aku mengangkat cangkir ini untukmu, engkau harus terima dan meneguknya, pertanda engkau
sudi memberi maaf kepadaku"
"Baiklah-" Tio Cie Hiong tersenyum. la menerima cangkir itu dan meneguknya sampai kering.
"Terima kasih, Cie Hiong" Ku Tek Cun tertawa gembira.
"Engkau memang berjiwa besar mau memaafkan aku"
"Kita adalah teman, tentunya harus saling memaafkan" ucap Tio Cie Hiong dan tersenyum, la
tidak tahu bahwa secara diam-diam Ku Tek Cun telah menaruh semacam racun ke dalam cangkir
yang berisi air teh itu. la girang bukan main karena Tio Cie Hiong telah meneguknya.
"Cie Hiong, aku masih ada urusan lain" ujar Ku Tek Cun.
"Maaf, aku mohon diri dulu"
Tio Cie Hiong mengangguk- Ku Tek Cun meninggalkan kedai itu, kemudian bersembunyi di balik
pohon sambil mengintip ke arah Tio Cie Hiong. la tahu, dalam waktu setengah jam, racun itu pasti
bereaksi sehingga akan membuat Tio Cie Hiong mati keracunan.
Sementara Tio Cie Hiong masih bersantap. Kira-kira setengah jam kemudian, barulah ia
meninggalkan kedai itu.
Ku Tek Cun terbelalak dan tidak habis pikir, sebab Tio Cie Hiong tidak terjadi apa-apa. la mana
tahu, kalau Tio Cie Hiong lelah memakan buah Ling che, maka dirinya kebal terhadap racun apa
pun. justru sungguh mengherankan, padahal Tio Cie Hiong tiada dendam apa pun terhadap Ku Tek
Cun, namun kenapa pemuda itu ingin membunuhnya dengan cara meracuninya" Apabila Tio Cie
Hiong tahu tentang itu, tentunya ia pun tidak habis pikir- Mungkinkah Ku Tek Cun masih merasa
cemburu, karena Phang Ling Hiang pernah bersikap lembut dan baik terhadap Tio cie Hiong, ketika


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tio cie Hiong bekerja di Hong Lui Po" Tapi gadis itu telah mati, kenapa Ku Tek Cun masih merasa
cemburu pada Tio Cie Hiong" Bukankah aneh sekali" Lagi pula pada waktu itu, usia Tio Cie Hiong
masih kecil, mungkinkah ada sebab lain sehingga membuat Ku Tek Cun harus membunuh Tio Cie
Hiong" itu memang merupakan suatu teka-teki-
Sementara itu di tempat lain, yakni di- markas pusat Kay Pang, tampak Lim Ceng Im terus
menerus berjalan mondar-mandir di ruang dalam, la masih tetap berpakaian pengemis yang penuh
tambalan, dan mukanya dekil sekali.
"Ceng Im" Lim Peng Hang si Tongkat Maut, ketua Kay Pang mendekatinya sambil menggelenggelengkan
kepala. "Kenapa dari tadi engkau berjalan mondar-mandir di sini?"
"Ayah Apakah aku masih belum boleh pergi mengembara?" tanya Lim Ceng Im dengan wajah
masam. "Ceng Im" Lim Peng Hang menarik nafas.
" untuk sementara ini jangan, sebab rimba persilatan kelihatan dalam bahaya...."
"Ayah" Lim Ceng Im membanting-banting kaki-
"Kenapa engkau ingin pergi mengembara?" tanya Lim Peng Hang mendadak-
"Aku... aku-?" Lim Ceng Im tergagap.
"ooooh" Lim Peng Hang manggut-manggut sambil tertawa
" Engkau pasti sangat merindukan Tio Cie Hiong, maka ingin pergi mencarinya, bukan?"
"Ayah sudah tahu kok masih bertanya?" sahut Lim Ceng Im dengan wajah agak kemerahmerahan.
"Ceng Im, apakah engkau tidak pernah menerima informasi dari para pengemis handal dalam
Kay Pang kita?" Lim Peng Hang menatapnya.
"Aku terus menerus memikirkan cie Hiong, mana ada waktu?" Wajah Lim Ceng Im bertambah
merah, sebab telah keterlepasan omong.
"Engkau terus menerus memikirkan cie Hiong?" Lim Peng Hang tersenyum.
"Tidak heran badanmu menjadi kurus Cie Hiong mana mau gadis yang kurus kering?"
"Ayah" Lim Ceng Im cemberut, kemudian tersenyum-senyum seraya berkata dengan suara
lembut "Ayah memperbolehkan aku pergi mencarinya?"
"Wah" Lim Peng Hang tertawa gelak.
"Bisa merayu juga nih?"
"Ayah" Lim Ceng Im langsung melotot.
" Kalau ayah tidak memperbolehkan aku pergi mencarinya, aku" aku"."
"Akan kabur kan?" Lim Peng Hang tertawa lagi.
"Ya-" Lim Ceng Im mengangguk-
"Ceng Im" ujar Lim Peng Hang serius sambil memandangnya-
"Tentunya engkau belum tahu, bahwa kini Tio cie Hiong telah berkepandaian tinggi."
"oh?" Wajah Lim Ceng Im berseri.
"Kok Ayah tahu?"
"Ayah telah menerima informasi tentang Tio cie Hiong, dia telah berkecimpung dalam rimba
persilatan, selalu memberantas kejahatan." Lim Peng Hang memberitahukan,
"oh, ya?" Lim Ceng Im tertegun.
"Apakah dia telah banyak membunuh para penjahat?"
"Dia tidak pernah membunuh penjahat yang manapun, melainkan hanya memusnahkan
kepandaian mereka."
"Ayah Apakah kepandaiannya sudah tinggi sekali?"
"Tentang itu belum begitu jelas. Namun dia telah memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."
"Pendekar sakti Baju Putih?"
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk dan menambahkan, julukannya itu sudah cukup terkenal
dalam rimba persilatan."
"Ayah" Wajah Lim Ceng Im cerah ceria.
"Kalau begitu, aku ingin cepat-cepat pergi mencarinya."
"Ceng Im" Lim Peng Hang tersenyum.
"Kini kepandaianmu sudah cukup tinggi, maka ayah...."
"Ayah memperbolehkan aku pergi mencarinya?" tanya Lim Ceng Im cepat dan ia girang bukan
main. "Ng" Lim Peng Hang mengangguk-
"Terima kasih, Ayah" Lir" Ceng Im langsung merangkul ayahnya erat-erat.
"Iiih" Goda Lim Peng Hang.
"engkau berbau keringat dan mukamu begitu dekil, Cie Hiong mana menyukaimu?"
"Ayah" Lim Ceng Im cemberut.
"Bagaimana rencanamu?" tanya Lim Peng Hang.
"Aku akan berangkat esok pagi," jawab Lim Ceng Im, kemudian tersenyum sambil melanjutkan.
"Aku tetap berpakaian pengemis, muka ku pun tetap kubikin dekil."
"Eh?" Lim Peng Hang terbelalak-
"Kini engkau sudah boleh berpakaian wanita, tidak usah berpakaian pengemis lagi-"
"Ayah Aku justru ingin berpakaian pengemis dengan muka dekil," ujar Lim Ceng Im dan
tersenyum lagi-
"Kalau begitu, bukankah dia tidak akan tahu kalau engkau seorang gadis?" Lim Peng Hang
mengerutkan kening.
"Aku punya cara istimewa untuk memperlihatkan asliku" jawab Lim Ceng Im serius.
"Bah-kan akan membuat kejutan."
"oh?" Lim Peng Hang menatapnya, kemudian berkata menggoda-
"Asal jangan membuatnya kelewat terkejut sehingga langsung kabur. Akhirnya engkau yang
menggigit jari-"
"Ayah?"" Lim Ceng Im cemberut.
"Ceng Im" Lim Peng Hang menatapnya dalam-dalam.
"Ayah harap engkau jangan membuat onar dalam rimba persilatan"
"Ya, Ayah" Lim Ceng Im mengangguk-
"Aku hanya ingin mencari kakak Hiong saja.Mudah-mudahan aku bisa bertemu dia dalam waktu
singkat" "Mudah-mudahan" ucap Lim Peng Hang sambil tersenyum.
-ooo00000ooo- Bab 22 Pek sim seng Li (Wanita suci Hati Putih)
Tio Cie Hiong terus melanjutkan perjalanannya menuju markas pusat Partai Pengemis. Tiba-tiba
ia tersenyum karena teringat akan Lim Ceng Im, karena itu ia pun ingin lekas-lekas bertemu
pengemis dekil itu.
Ketika Tio cie Hiong memasuki sebuah lembah, sekonyong-konyong melayang turun dua wanita
muda di hadapannya. Begitu melihat kedua wanita itu, Tio Cie Hiong pun teringat sesuatu.
"Apakah Anda Pek Ih sin Hiap bernama Tio Cie Hiong?" tanya salah seorang wanita muda itu
sambil menjura.
"Betul." Tio cie Hiong mengangguk dan balas menjura.
" Kalau begitu. Anda harus ikut kami"
"Kenapa aku harus ikut kalian?"
"Setelah sampai di tempat tujuan. Anda pasti mengetahuinya."
"Maaf Aku mau ke markas pusat Kay Pang, maka tidak bisa ikut kalian." Tio Cie Hiong menatap
mereka, kemudian bertanya.
"Apakah kalian berdua yang mencu... maksudku membawa pergi Gouw sian Eng, putri cit Pou
Tui Hun- Gouw Han Tiong?"
"Benar." Kedua wanita muda itu mengangguk sambil tersenyum.
"Kenapa kalian membawanya pergi" sungguh keterlaluan kalian berdua" tegur Tio Cie Hiong.
"Bikin susah Tui Hun Lojin dan membuat ayahnya cemas sekali"
"oh?" salah seorang wanita muda itu tertawa.
"Tadi engkau mau bilang kami menculik gadis itu, kan?"
"Ya." Tio cie Hiong mengangguk.
"Kenapa tidak dicetuskan?" Wanita muda itu tertawa lagi.
"Kalian berdua... tidak mirip wanita jahat, jadi aku tidak mau bilang begitu,"jawab Tio Cie Hiong
menjelaskan. "O0ooo" Wanita muda itu manggut-manggut
"Kalau begitu, engkau harus ikut kami"
"Ya." Tio Cie Hiong menganggukTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Itu memang harus, sebab aku ingin bertemu sian Eng."
"Apakah gadis itu kekasihmu?" tanya wanita itu mendadak sambil tersenyum.
"Bukan. Tapi aku menganggapnya sebagai adik," jawab Tio Cie Hiong jujur.
"Dia gadis baik dan lemah lembut," ujar wanita muda itu.
"Nah, mari ikut kami"
Tio Cie Hiong mengangguk- Kemudian kedua wanita muda itu melesat pergi menggunakan
ginkang. Tio Cie Hiong sebera mengikutinya dengan menggunakan ginkang juga.
Kedua wanita muda itu saling memandang sambil memberi isyarat, kemudian mereka melesat
lebih cepat. Namun Tio Cie Hiong tetap mengikuti mereka dengan jarak yang sama. Kedua wanita
muda itu kelihatan penasaran, maka mereka melesat lebih cepat lagi.
Tio Cie Hiong tersenyum, la tahu kedua wanita muda itu sedang menguji ginkangnya. Karena
itu, ia pun mengerahkan Pak Yok Hian Thian sin Kang, sehingga badannya melesat laksana kilat
melewati kedua wanita muda itu.
Bukan main terkejutnya kedua wanita muda itu. Mereka berdua tidak menyangka kalau Tio Cie
Hiong yang masih belia itu memiliki ginkang begitu tinggi, maka timbullah rasa kagum dalam diri
hati mereka. Berselang beberapa saat kemudian, kedua wanita itu berhenti, begitu pula Tio cie Hiong.
Ternyata mereka berhenti di depan dinding tebing, maka membuat Tio Cie Hiong keheranan.
"Kenapa kalian berdua mengajakku ke mari?"
"Memang harus ke mari," sahut salah seorang wanita muda itu sambil tersenyum,
"Gin-kangmu sungguh tinggi, maka kami kagum sekali pada mu."
Tio Cie Hiong hanya tersenyum, sedangkan wanita muda yang satu lagi memutar sebuah batu
yang ada di situ.
Kreeek Dinding tebing itu terbuka dan tampak sebuah goa.
"Mari ikut kami ke dalam" ujar salah seorang wanita muda itu.
Tio Cie Hiong mengangguk- Kemudian kedua wanita muda itu melangkah masuk, dan Tio cie
Hiong mengikuti mereka dari belakang, setelah ketiga-tiganya masuk, dinding tebing itu tertutup
kembali. Akan tetapi, goa itu tetap terang sehingga membuat Tio cie Hiong terheran-heran.
"Jangan heran" ujar salah seorang wanita muda itu memberitahukan.
"Dinding goa ini terdapat semacam batu yang memancarkan cahaya, maka goa ini menjadi
terang." "ooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
Goa tersebut mirip sebuah terowongan. Kedua wanita muda itu terus berjalan ke dalam. dan Tio
Cie Hiong terus mengikuti mereka.
Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di ujung goa dan melihat sinar yang
terang benderang di luar. Begitu keluar dari goa itu, Tio cie Hiong terbelalak karena menyaksikan
pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah lembah- Di lembah itu terdapat air terjun dan taman
bunga bwee- Akan tetapi, taman bunga Bwee itu tampak agak aneh
"Setelah melewati taman bunga dan sebuah kolam besar, kita sudah sampai di tempat tujuan."
salah seorang wanita muda itu memberitahukan.
"Taman bunga bwee itu kok kelihatan agak aneh?" tanya Tio Cie Hiong sambil memandang
taman bunga bwee itu.
"Taman bunga bwee itu merupakan semacam formasi, yang orang bisa masuk tapi sulit keluar."
jawab wanita muda itu
"Maka engkau harus mengikuti langkah kami."
"Maksudmu semacam formasi Ngo Heng?" tanya Tio Cie Hiong tertarik. sebab Thian Thay siansu
pernah menjelaskan tentang berbagai macam formasi tersebut kepadanya.
"Ya." Wanita muda itu mengangguk,-
"Kalau begitu.." ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Bolehkah aku mencoba berjalan sendiri ke dalam taman bunga bwee itu?"
Kedua wanita itu saling memandang, berselang sesaat barulah, mereka mengangguk-
"Baiklah," sahut kedua wanita muda itu serentak-
Perlahan-lahan Tio Cie Hiong berjalan ke dalam taman bunga bwee itu setelah ia masuk,
mendadak pohon-pohon bwee itu bergerak, makin lama makin cepat sehingga memusingkan Tio
Cie Hiong. Pemuda itu segera duduk bersila, sedangkan pohon-pohon bwee itu masih terus bergerak dan
berputar. Tio Cie Hiong memejamkan matanya, lalu mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang.
setelah itu, ia membuka matanya, dan seketika ia terbelalak karena tempat itu telah berubah gelap,
bahkan terdengar suara hembusan angin dan suara halilintar yang memekakkan telinga.
Tio Cie Hiong memandang dengan penuh perhatian, kemudian bangkit berdiri lalu berjalan.
Entah berapa lama, barulah ia berhenti, tetapi ternyata ia masih berada di tempat itu. Diam-diam ia
mengakui akan kelihayan formasi pohon-pohon bwee itu.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, seketika juga wajahnya berseri dan langsung melesat ke atas
berjungkir balik di udara sehingga badannya melambung ke atas lagi.
Pohon-pohon bwee itu juga ikut meluncur ke atas, namun tidak secepat gerakan Tio Cie Hiong,
maka akhirnya ia berhasil menginjak ujung salah satu pohon bwee itu Kemudian ia bergerak lagi
menggunakan Kiu Kiong san Thian Pou, sehingga tubuhnya berkelebatan laksana kilat, setelah itu
ia pun berhasil melewati formasi pohon bwee tersebut.
Ketika sepasang kakinya menginjak tanah, ia melihat kedua wanita muda itu memandangnya
dengan mata terbelalak-
"Aku berhasil, kan?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum-
"Bukan main sungguh luar biasa sekali" gumam kedua wanita muda itu-
"Apakah sekarang kita harus melewati sebuah kolam?" tanya Tio Cie Hiong-
"Ya-" salah seorang wanita muda itu mengangguk-
"Mari ikut kami-"
Tio Cie Hiong mengikuti kedua wanita muda itu, dan tak seberapa lama mereka sudah tiba di
pinggir sebuah kolam besar. Air kolam itu berbuih dan mengepulkan asap. Begitu lihat, Tio Cie
Hiong sudah tahu bahwa air kolam itu mengandung racun.
"Apakah aku harus melewati kolam ini?" tanya Tio Cie Hiong sambil memandang ke seberang.
Dari tempat ia berdiri ke seberang berjarak lima puluhan depa.
"Ya." salah seorang wanita muda itu mengangguk-
"Kali ini engkau harus mengikuti langkah kami,"
"oh?" Tio Cie Hiong tersenyumsekonyong-
konyong di dalam kolam itu muncul puluhan buah batu berbentuk segi empat, lalu
secara tersusun batu itu menuju seberang.
"Kita harus menginjak batu-batu itu ke seberang, namun tidak boleh salah injak-" ujar salah
seorang wanita muda itu menjelaskan. "Apabila salah injak, maka batu itu akan tenggelam-"
"orang yang menginjak batu itu pasti tenggelam juga-" ujar Tio Cie Hiong sambil mengerutkan
kening. "Dan pasti mati keracunan, bukan?"
"Ya." Kedua wanita muda itu mengangguk,-
"Sungguh ganas racun itu" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala-
"Siapa yang menaburkan racun ke dalam kolam itu?"
"Itu kolam alam, air kolam itu memang mengandung racun." salah seorang wanita muda itu
memberitahukan.
"Jadi tidak ditaburi racun."
"ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian tersenyum.
"Aku akan menyeberang."
Mendadak Tio Cie Hiong melesat ke depan, Itu sungguh mengejutkan kedua wanita muda,
sehingga wajah mereka langsung berubah pucat pias. Tapi kemudian mereka berdua malah
terbelalak dengan mulut ternganga lebar.
Ternyata Tio Cie Hiong telah berhasil menyeberang, dengan empat kali jungkir balik saja.
Tio Cie Hiong berdiri di seberang sambil tersenyum-senyum. la melihat kedua wanita muda itu
berloncat-loncat di permukaan kolam, dan tak lama sudah sampai di seberang.
"ginkangmu...." Kedua wanita muda itu menatap Tio Cie Hiong dengan mata tak berkedip sama
sekali. "Ayoh, mari ikut kami"
Kedua wanita muda itu mengajak Tio Cie Hiong ke sebuah goa besar. Ketika sampai di dalam
Tio Cie Hiong terbeliak, karena goa besar itu bergemerlapan. Tampak puluhan butir mutiara
menempel di dinding goa memancarkan cahaya.
Makin ke dalam goa itu makin luas dan makin terang pula. Bukan main indahnya tempat itu,
membuat Tio Cie Hiong kagum dan takjub. Tampak seorang wanita duduk di sebuah kursi batu.
Wanita itu berusia lima puluhan, namun masih tampak anggun, la mengenakan jubah putih yang
terbuat dari bahan sutera.
"seng Li (Wanita suci)" ucap kedua wanita muda itu sambil memberi hormat.
"Kami telah berhasil membawa Tio Cie Hiong kemari."
"Ng" Wanita itu manggut-manggut kemudian menatap Tio Cie Hiong dengan penuh perhatian.
"Tahukah engkau kenapa aku mengutus siauw Loan dan siauw Ing pergi menjemputmu ke
mari?" "Tidak tahu." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.
"Engkau bernama Tio Cie Hiong. Tahukah engkau siapa kedua orang tuamu?" tanya wanita itu
mendadak. "Tahu." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Ayahku adalah Hui Kiam Bu Tek Tio Hiang, ibuku adalah sin Pian Bijin Lie Hui Hong."
"Aaaakh..." Wanita itu menghela nafas dan matanya tampak bersimbah air.
" Eng kau tahu masih punya seorang kakak?"
"Kakakku adalah Tio suan suan."
"Cie Hiong...." Mendadak wanita itu terisak-isak-
"Tahukah engkau siapa aku?"
"Maaf, aku tidak tahu"
"Nak" Air mata wanita itu telah meleleh-
"Aku adalah Pek sim seng Li (Wanita suci Hati Putih) Lie Mei Hong...."
"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun.
"Jadi seng Li adalah bibiku?"
"Ya" Pek sim seng Li mengangguk-
"Bibi" panggil Tio Cie Hiong dan langsung menjatuhkan diri untuk berlutut.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bangunlah, Nak" ujar Pek sim seng Li sambil tersenyum lembut.
Tio Cie Hiong bangkit berdiri, lalu memandang Pek sim seng Li dengan air mata berderai-derai,
ia sama sekali tidak menyangka, Pek sim seng Li adalah adik ibunya-
"Bibi Kakakku telah mati-" Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Apa?" Wajah Pek sim seng Li berubah murung.
"Dia" dia kok mati?"
Tio Cie Hiong menutur tentang kejadian yang menimpa kakaknya. Pek sim seng Li menghela
nafas setelah mendengar penuturan Tio Cie Hiong.
"Aku tidak tahu tentang keempat Dhalai Lhama Tibet itu, namun aku yakin mereka berempat
berkepandaian tinggi, maka engkau harus hati-hati terhadap mereka."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk,-
"Jangan terus berdiri" Pek sim seng Li tersenyum lembut.
"Duduklah"
Tio Cie Hiong duduk di hadapan Pek sim seng Li, kemudian bertanya sambil memandangnya -
"Kenapa Bibi menyuruh kedua wanita itu membawa Gouw sian Eng ke mari?"
"Nak Kedua wanita itu pelayanku, panggil saja mereka kakak siauw Loan dan kakak siauw Ing"
Pek sim seng Li memperkenalkan kedua wanita muda itu.
"Ya-" Tio Cie Hiong mengangguk.
" Kira-kira setengah tahun talu, aku mengutus kedua pelayanku itu ke gunung Wu san. Aku pun
berpesan kepada mereka, apabila bertemu anak gadis yang berbakat, harus dibawa pulang." Pek
sim seng Li memberitahukan.
"Kenapa Bibi mengutus mereka ke gunung Wu san?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Untuk mengundang Sok Beng Yok ong (Raja obat Penyambung Nyawa) ke mari, namun dia
telah meninggal." Pek sim seng Li menghela nafas.
"Kenapa Bibi ingin mengundang Sok Beng Yok ong ke mari?" Tio Cie Hiong bertambah heran.
"Setahun lalu, aku menderita semacam penyakit aneh-" Pek sim seng Li menjelaskan.
"Aku telah makan obat ini dan itu, tapi tidak bisa sembuh."
"Bibi tidak mengundang tabib lain ke mari?" tanya Tio Cie Hiong.
"sudah puluhan tabib kuundang ke mari, tapi tiada satu pun yang dapat menyembuhkan
penyakitku." Pek sim seng Li menggeleng-geleng-kan kepala,
"sebetulnya Bibi menderita sakit apa?" Tio Cie Hiong ingin mengetahuinya.
"Justru sungguh mengherankan, tujuh delapan bulan lalu, tiba-tiba sepasang tangan dan kakiku
tak bertenaga sama sekali, setelah itu akupun sering kedinginan."
"Bibi Bolehkah aku memeriksa nadi Bibi?"
"Nak" Pek sim seng Li menatapnya heran.
"Apakah engkau mengerti ilmu pengobatan?"
"sedikit." Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mulai memeriksa nadt Pek sim seng Li, setelah itu ia
manggut-manggut.
"Bagaimana?"
"Ternyata ada beberapa jalan darah yang tersumbat." Tio Cie Hiong memberitahukan,
"Itu disebabkan terjadi suatu kesalahan di saat Bibi mengerahkan Iweekang, jadi tidak bisa
disembuhkan dengan obat, harus ditembusi dengan Iweekang orang lain."
"oh?" Pek sim seng Li mengerutkan kening.
"Kalau begitu harus bagaimana?"
"Bibi, aku bisa melakukannya." Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mengerahkan Pan yok Hian Thian
sin Kang ke dalam tubuh Pek sim seng Li.
seketika juga Pek sim seng Li merasakan adanya hawa hangat mengalir ke dalam tubuhnya,
membuatnya merasa nyaman sekali. Berselang sesaat, barulah Tio Cie Hiong berhenti-
"Kini Bibi sudah sembuh" katanya.
"Nak" Pek Sim Seng Li memandangnya kagum. "Engkau memang hebat dan luar biasa sekali
Mampu melewati formasi pohon bwee dan dapat pula melewati kolam beracun itu hanya dengan
empat kali jungkir balik-"
"Bibi menyaksikan itu?" Tio Cie Hiong tertegun.
"Ya." Pek sim seng Li mengangguk-
"ohya. Bibi" tanya Tio Cie Hiong mendadak-
"Bagaimana Bibi bisa tahu tentang diriku, sehingga mengutus siauw Loan dan siauw Ing pergi
menjemputku ke mari?"
"Itu dikarenakan sian Eng pernah bergumam menyebut namamu, kemudian aku bertanya lalu
mengutus siauw Loan dan siauw Ing pergi mencarimu." Pek sim seng Li memberitahukan.
"Bibi, di mana sian Eng?"
"Dia sedang melatih seng Li sin Kang (Tenaga sakti Wanita suci) dan seng Li Kiam Hoat (Ilmu
Pedang Wanita suci), jadi untuk sekarang ini tidak boleh diganggu."
"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"ohya, tahukah Bibi Ku Tok Lojin berada di mana?"
"Tentunya engkau sudah tahu. Ku Tok Lojin itu kakekmu. Beberapa tahun lalu, kakekmu ke mari
dalam keadaan sakit, dan tak lama...." Pek sim seng Li menghela nafas.
" Kakek sudah meninggal?"
"ya." Pek sim seng Li menatapnya.
"Nak. engkau harus menuntut balas dendam kedua orang tuamu dan dendam kakakmu"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Bibi...."
"Katakankaniah, Nak" Pek sim seng Li tersenyum lembut.
"Jangan ragu"
"Ayah Sian Eng sangat mencemaskannya, maukah Bibi menyuruh Sian Eng menulis sepucuk
surat kepada ayahnya?" ujar Tio Cie Hiong.
"Tentu mau. siauw Loan, cepat ke ruang rahasia menyuruh sian Eng menulis sepucuk surat
untuk ayahnya"
"ya, seng Li." siauw Loan segera masuk ke dalam.
"Nak" ujar Pek sim seng Li memberitahukan.
"Aku tidak bisa mewariskan kepandaian kepadamu, sebab kepandaianmu jauh lebih tinggi d
ariku. Tapi aku akan menjelaskan kepadamu tentang berbagai macam alat rahasia untuk
mengontrol berbagai macam jebakan."
"Terima kasih, Bibi" ucap Tio Cie Hiong girang.
Pek sim seng Li mulai menjelaskan tentang itu, dan Tio Cie Hiong mendengarkan dengan penuh
perhatian, setelah usai menjelaskan, Pek sim seng Lipun memberitahukan.
"Nak. aku murid Kiu Thian seng Bo (Ibu suci Langit sembilan). Puluhan tahun lampau guruku
pernah memunculkan diri tiga kali dalam rimba persilatan. Karena hanya tiga kali, maka guruku
tidak begitu terkenal. Tapi guruku berkepandaian tinggi, kebetulan aku bertemu beliau, maka aku
dijadikan muridnya, seng Li sin Kang dan seng Li Kiam Hoat hanya boleh diwariskan kepada anak
gadis, maka kini kuwariskan kepada sian Eng."
"Ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Aku harus memberitahukan kabar gembira ini kepada ayahnya"
siauw Loan sudah muncul, ia menyerahkan sepucuk surat pada Tio Cie Hiong, yaitu surat dari
Gouw sian Eng untuk ayahnya. Tio Cie Hiong menerima surat tersebut lalu disimpan dalam bajunya.
"Terima kasih. Kakak Siauw Loan"
"Sama-sama" sahut Siauw Loan sambil tersenyum.
"Bibi Aku mau mohon pamit" ujar Tio Cie Hiong sambil bangkit berdiri.
"Baiklah." Pek Sim Seng Li mengangguk.
"Nak, apabila urusanmu telah selesai, jangan lupa datang ke mari"
"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.
-ooo00000ooo- Sementara itu, di dalam istana Thian mo telah berlangsung pembicaraan yang sangat serius,
yaitu antara Bu Lim Sam Mo, Empat Dhalai Lhama Tibet, Im yang Hoatsu. Ku Tek Cun dan
beberapa tokoh tua dari golongan hitam. Sungguh di luar dugaan, ternyata Empat Dhalai Lhama
dan Im yang Hoatsu telah bergabung dengan Bu Lim Sam Mo. yang lebih di luar dugaan lagi justru
Ku Tek Cun, karena ia murid Bu Lim sam Mo.
"Kini kekuatan kita sudah cukup, maka tidak perlu bergerak secara sembunyi-sembunyi lagi."
ujar Tang Hai Lo Mo.
"Empat Dhalai Lhama, tugas kalian membasmi tujuh partai besar."
"Ya," sahut keempat Dhalai Lhama itu serentak.
"Setelah itu, kalian berempat pun harus membunuh Bu Lim Ji Khie" Tang Hai Lo Mo menatap
mereka seraya melanjutkan.
"Kami bertiga akan membunuh Bu Lim It Ceng."
"Tek Cun" Thian mo memandangnya.
"Tugasmu membunuh Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong, engkau telah gagal sekali, lain kali engkau
harus berhasil"
"Ya, Guru," jawab Ku Tek Cun.
"Tapi sebelumnya, engkau harus belajar ilmu hitam pada Im yang Hoatsu, itu dapat membantu
dirimu" ujar Te mo-
"ya, Guru" jawab Ku Tek Cun girang, sebab ia memang ingin belajar ilmu hitam tersebut.
"Aku masih merasa heran..." gumam Tang Hai Lo MoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya siapa guru Pek Ih sin Hiap itu" Dia masih begitu muda, tapi kepandaiannya sudah
tinggi sekali."
"Guru" Ku Tek Cun memberitahukan,
"se-betulnya dia pernah bekerja di Hong Lui Po. Pada waktu itu dia sama sekali tidak mengerti
ilmu silat."
"Oh?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening.
" Engkau tahu siapa orang tuanya?"
"Tidak tahu, Guru." Ku Tek Cun menggelengkan kepala.
"Tang Hai Lo Mo" ujar Thian mo-
"Kenapa engkau memusingkan Pek Ih sin Hiap yang tak berarti itu" Kini kita telah berhasil
mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong, maka apa lagi yang kita takuti?"
"Benar." Te mo tertawa gelak-
"Ha ha ha Bu Lim H Ceng pun sudah bukan lawan kita lagi."
"Tidak salah-" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut.
"Lagi cula kini sudah banyak golongan hitam dan sesat bergabung dengan kita, maka sudah
saatnya kita menguasai rimba persilatan."
"Benar Benar" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak-
"Karena itu, paman guru mengutus kami ke mari-"
"Sayang sekali, Paman guru kalian tidak mau mencicipi kesenangan di Tionggoan" Tang Hai Lo
Mo menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu dikarenakan paman guru masih sibuk mengatur para Dhalai Lhama," ujar Dhalai Lhama
jubah kuning memberitahukan.
"setelah guru kami meninggal, barulah paman guru bisa memegang kekuasaan di sana. Namun
masih banyak Dhalai Lhama yang tidak senang, maka paman guru harus mengatasi mereka. Karena
sam Mo mengundangnya ke mari, maka kami berempat diutus ke mari."
"Ngmm" Tang Hai Lo Mo manggut-mang-gut, kemudian tertawa gelak-
"Ha ha Begitu kalian muncul di Tionggoan, langsung pula melukai Pek Ih Mo Li, maka secara
tidak langsung kalian berempat telah berbuat jasa untuk kami-"
"Setelah itu?" sambung ThianMo-
"Kalian berempat pun membunuh para murid tujuh partai besar Ha ha ha"
"Kini sudah saatnya Bu Lim It Ceng mati," ujar Te mo dingin.
"ohya" Tang Hai Lo Mo memandang keempat Dhalai Lhama.
"sanggupkah kalian berempat membunuh Bu Lim Ji Khie?"
"sanggup," sahut mereka berempat serentak-
"Bagus Bagus" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak, talu menambahkan.
"Mulai besok, para anggota kita tidak perlu memakai kain hitam penutup kepala lagi, sebab sam
Mo Kauw (Agama Tiga iblis) akan muncul di rimba persilatan secara resmi dan terang-terangan"
"Benar." Thian mo manggut-manggut.
"Partai mana yang tidak mau tunduk pada sam Mo Kauw, harus dibasmi."
"Itu sudah merupakan keputusan Bu Lim sam Mo, maka rimba persilatan akan tergoncang
karena kemunculan sam Mo Kauw."
Bagaimana Ku Tek Cun bisa berguru pada Bu Lim sam Mo" Ternyata setelah Tio Cie Hiong
meninggalkan Hong Lui Po, sejak itu Hong Lui Kiam Khek-Ku TiokBeng mulai mendidik Ku Tek Cun
dengan keras, Itu justru membuat Ku Tek Cun merasa tidak senang. Kebetulan suatu malam salah
seorang pelayan tua mabuk saking banyak minum, sehingga tanpa sadar memberitahukan kepada
Ku Tek Cun bahwa ia bukan anak kandung Ku Tiok Beng.
oleh karena itu, timbullah rasa dendam pada Ku Tek Cun dalam hati, sebab Ku Tiok Beng
mendidiknya dengan keras, bahkan sering memarahinya pula. Kebetulan pada waktu itu. Ku Tek
Cun bergaul dengan salah seorang tokoh golongan hitam. Tokoh golongan hitam itulah yang
mengusulkannya berguru kepada Bu Lim sam Mo- usui tersebut sangat menggirangkan Ku Tek Cun,
maka atas petunjuk tokoh golongan hitam tersebut. Ku Tek Cun segera berangkat ke istana Thian
mo- semula Bu Lim sam Mo menolaknya, namun Ku Tek Cun terus berlutut, akhirnya Bu Lim sam
Mo menerimanya juga sebagai murid tak resmi-
Bu Lim sam Mo tidak mempunyai murid, lagi pula Ku Tek Cun sangat berbakat dan bersifat
seperti ketiga iblis itu, sehingga Bu Lim sam Mo mau menerimanya sebagai murid tak resmi-
Tujuh delapan bulan lalu, bu Lim sam Mo mengatakan kepada Ku Tek Cun, bahwa mereka
bertiga bersedia menerimanya sebagai murid resmi, asal Ku Tek Cun bersedia pula menunjukkan
kesetiaannya, yakni harus membunuh Hong Lui Kiam Khek sekaligus memusnahkan Hong Lui Po-
Ku Tek Cun menyanggupinya, sebab Hong Lui Kiam Khek bukan ayahnya, namun ia juga tahu
Hong Lui Kiam Khek berkepandaian tinggi, maka terlebih dahulu ia meracuninya. setelah itu, pada
suatu malam ia mengajak puluhan orang dari golongan hitam menyerbu ke Hong Lui Po.
sesungguhnya Ku Tek Cun tidak membunuh Phang Ling Hiang sumoinya itu, sebaliknya malah
mengajak gadis itu pergi. Tapi Phang Ling Hiang menolak karena telah menyaksikan kesadisannya.
Ku Tek Cun terus mendesak, Phang Ling Hiang sama sekali tidak mau, sehingga akhirnya bunuh
diri- sejak itu Bu Lim sam Mo mulai menurunkan kepandaian mereka kepada Ku Tek Cun. Belum
lama ini Bu Lim sam Mo menerima informasi tentang Pek Ih sin Hiap yang selalu memberantas
kaum golongan hitam, karena itu Bu Lim sam Mo menyuruh Ku Tek Cun pergi membunuhnya.
Akan tetapi. Ku Tek Cun gagal berhubungan Tio Cie Hiong kebal terhadap racun apa pun. Kini
Ku Tek Cun mulai belajar ilmu hitam pada Im yang Hoatsu, sesudah itu ia akan mencari Tio Cie
Hiong lagi untuk membunuhnya. Ku Tek Cun memang masih mendendam pada
sebab Phang Ling Hiang pernah berlaku lembut dan baik terhadap Tio Cie Hiong.
-ooo00000ooo- Bab 23 sam Mo Kauw (Agama Tiga iblis)
setelah berpamit pada Pek Sim seng Li, Tio cie Hiong meninggalkan seng Li Tong (Goa Wanita
suci) melanjutkan perjalanannya menuju markas pusat Partai Pengemis. Namun sebelumnya,
terlebih dahulu ia kembali ke Ekspedisi Harimau Terbang untuk menemui Cit Puw Tui Hun-Gouw
Han Tiong. Kedatangannya membuat Gouw Han Tiong tercengang, tapi diam-diam ia bergirang hati, sebab
ia yakin Tio Cie Hiong pasti membawa kabar untuknya mengenai Gouw sian Eng, putrinya itu.
"Nak?" Gouw Han Tiong menatapnya dengan tegang, kemudian berlega hati karena melihat air
muka Tio Cie Hiong begitu tenang.
"Paman" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Aku kembali lagi ke mari karena harus menyampaikan suatu kabar"
"Kabar baik atau kabar buruk?" tanya Gouw Han Tiong cepat.
"Kabar baik yang menggembirakan," sahut Tio cie Hiong dengan wajah berseri-seri.
"Nak Cepatlah beritahukan" Gouw Han Tiong tampak tidak sabaran.
"Setengah tahun lagi sian Eng akan pulang." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Oh" sebetulnya dia berada di mana?" tanya Gouw Han Tiong sambil menatapnya.
"Cepatlah beritahukan"
"Sian Eng sedang belajar ilmu tingkat tinggi. Ternyata kedua wanita itu membawanya menemui
Pek sim seng Li, kemudian Pek sim seng Li menerimanya sebagai murid."
"Pek sim seng Li?" Gouw Han Tiong tidak pernah mendengarnya, sebab Pek sim seng Li
memang tidak pernah berkecimpung dalam rimba persilatan.
"Aku tidak pernah mendengar tentang Pek sim seng Li."
"Pernahkah Paman mendengar tentang Kui Thian seng Bo?" tanya Tio Cie Hiong sambil
memandangnya. "Kiu Thian seng Bo?" Wajah Gouw Han Tiong tampak berubah-
"Aku pernah dengar dari ayahku. Puluhan tahun lalu Kiu Thian seng Bo pernah muncul di rimba
persilatan, namun setelah itu tidak pernah muncul lagi- Kiu Thian seng Bo berkepandaian tinggi
sekali-" "Pek sim seng Li adalah murid Kiu Thian seng Bo, jadi kini sian Eng adalah cucu muridnya-"
"oooh" Gouw Han Tiong manggut-manggut girang,
"sekarang sian Eng tinggal di mana?"
"Di Seng Li TOng."
"Seng Li Tong" Di mana goa itu?"
"Paman" Tio Cie Hiong menjelaskan.
"Tidak gampang ke seng Li Tong, lebih baik Paman menunggu di rumah saja. sebab setengah
tahun lagi sian Eng pasti pulang, percayalah"
"Nak" Gouw Han Tiong menatapnya dalam-dalam.
"Apakah engkau telah bertemu Pek sim seng Li?"
"ya."
"sudah bertemu sian Eng?"
"Belum."
"Kenapa?"
"Karena sementara ini dia tidak boleh diganggu, sedang belajar seng Li sin Kang dan seng Lie
Kiam Hoat"
"Engkau tidak bertemu sian Eng...."
"Paman" Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Paman tidak usah ragu dan bercuriga, sebab Pek sim seng Li adalah bibiku."
"Apa?" Gouw Han Tiong terbelalak- Jadi" Pek sim seng Li adalah Lie Mei Hong, adik
almarhumah ibumu?"
(Bersambung keBagian 14)
Jilid 14 "Ya." Tio cie Hiong mengangguk.
"Syukurlah" ucap Gouw Han Tiong.
"Engkau telah bertemu bibimu"
"ohya" Tio cie Hiong mengeluarkan surat yang dibawanya, lalu diserahkan kepada Gouw Han
Tiong.

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Agar Paman yakin, maka Sian Eng menulis surat ini untuk Paman."
Gouw Han Tiong menerima surat itu dan langsung membacanya, kemudian wajahnya tampak
makin berseri. "Terima kasihi Nak" ucapnya kemudian.
"Tak disangka engkau yang berhasil mencari Sian Eng."
"Itu cuma kebetulan saja. Sebab Pek Sim Seng Li mengutus kedua pelayannya untuk
menjemputku ke sana." Tio cie Hiong memberitahukan.
"Kok Pek Sim seng Li tahu tentang dirimu?" tanya Gouw Han Tiong heran.
"Secara tidak sengaja Sian Eng pernah menyebut namaku, maka Pek Sim seng Li tahu tentang
diriku." "Oooh"Gouw Han Tiong manggut-manggut sambil tertawa gembira.
"Ha ha Tak disangka Sian Eng akan menjadi murid Pek Sim seng Li, bibimu itu...."
Kini Tio cie Hiong melanjutkan perjalanannya menuju markas pusat Kay Pang. la gembira sekali
karena Gouw Han Tiong telah menjadi murid bibinya.
Ketika ia baru memasuki sebuah rimba, mendadak terdengar suara benturan senjata, maka
segeralah ia melesat ke tempat itu. la terbelalak karena melihat belasan orang berpakaian hitam
sedang mengeroyok seorang pengemis muda yang dikenalnya, yaitu Lim Ceng Im.
la pun merasa heran, sebab orang-orang berpakaian hitam itu tidak memakai kain penutup
kepala lagi, tapi ia tetap tidak mengenali mereka.
sementara pertempuran sengit terus berlangsung. Lim Ceng im tampak mulai berada di bawah
angin, sebab ada salah seorang berpakaian hitam yang berkepandaian sangat tinggi. Di bagian
depan dan belakang baju orang itu terdapat simbol tiga wajah iblis. Rupanya dialah pemimpin
belasan orang tersebut.
Ketika melihat Lim Ceng im berada di bawah angin, Tio cie Hiong sebera melesat sambil
membentak. "Berhenti"
Belasan orang berpakaian hitam itu langsung berhenti, karena dikejutkan oleh bentakan Tio Cie
Hiong yang sangat nyaring dan menusuk telinga.
Lim Ceng Impun terkejut bukan main, tapi setelah melihat yang melayang turun di sisinya itu
Tio Cie Hiong, ia terbelalak dengan mulut ternganga lebar.
"Adik Im" seru Tio cie Hiong girang, kemudian menggenggam tangannya erat-erat.
" Kakak Hiong" Mata Lim Ceng Im bersimbah air saking gembira.
"Apakah ini bukan mimpi?"
" Engkau merasa aku menggenggam tanganmu?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Merasa." Lim Ceng im mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan, tapi Tio Cie Hiong
sama sekali tidak memperhatikannya.
"Nan Itu pertanda engkau bukan sedang bermimpi," ujar Tio Cie Hiong dan tersenyum lagi.
"Pek Ih sin Hiap Pek Ih sin Hiap" seru orang-orang berpakaian hitam terkejut.
"Adik Im, engkau tenang saja, aku akan memberesi mereka" bisik Tio Cie Hiong, lalu
membentak orang-orang berpakaian hitam itu.
"siapa kalian?"
"Kami anggota sam Mo Kauw" sahut pemimpin itu.
"sam Mo Kauw?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Apakah Kauwcu kalian adalah Bu Lim sam Mo?"
"Tidak salah"
"Bagus Aku memang ingin membuat perhitungan dengan mereka bertiga"
"Hm Jangan omong besar Hari ini adalah hari kematianmu serang" seru pemimpin itu.
seketika tampak belasan senjata mengarah pada Tio Cie Hiong, tetapi pemuda itu malah
tersenyum dan tetap berdiri diam di tempat.
" Hati-hati, Kakak Hiong" seru Lim Ceng Im memperingatinya.
Justru di saat ia berseru, mendadak ia melihat badan Tio Cie Hiong bergerak begitu cepat
laksana kilat berkelebat ke sana ke mari sambil mengibaskan lengan bajunya.
"Aaaakh" "Aaaakhi.." Terdengar suara jeritan di sana sini. Belasan orang berpakaian hitam itu
terkapar merintih- rintih.
"Haahi.." Mulut Lim Ceng Im ternganga lebar. Berselang sesaat ia mendekati mereka sambil
mengangkat tongkat bambunya.
"Adik Im, jangan bunuh mereka"
" Kenapa" Mereka mau membunuh kita, kenapa kita tidak boleh membunuh mereka?"
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kini kepandaian mereka sudah musnah, biar mereka hidup seperti orang biasa Kita tidak perlu
membunuh mereka."
"Baiklah." Lim Ceng Im mengangguk.
"Kalian cepat enyah dari sini" bentak Tio Cie Hiong.
Para anggota sam Mo Kauw itu langsung tari terhuyung-huyung dan tertatih-tatih. Lim Ceng Im
tertawa geli menyaksikannya.
"Kakak Hiong" la menatap kagum pada Tio Cie Hiong.
" Engkau sungguh hebat sekali" Tio Cie Hiong hanya tersenyum.
"Tidak heran engkau memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap" ujar Lim Ceng Im dan menatapnya
lagi. "Adik Im" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"sesungguhnya aku merasa malu akan julukan itu."
" Kenapa harus merasa malu?" Lim Ceng Im tertawa kecil.
"Engkau memang sakti, apalagi mengenakan pakaian putih, jadi pantas engkau memperoleh
julukan itu."
"Pendekar sakti Baiu Putih " gumam Tio Cie Hiong sambil menghela nafas.
"Aku tidak sesakti julukan itu."
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum.
"Aku tahu engkau suka merendahkan diri, aku... aku kagum sekali padamu."
"Terimakasih" ucap Tio cie Hiong.
" Kakak Hiong, mari kita pergi" ajak Lim Ceng Im.
Tio Cie Hiong mengangguki lalu bersama Lim Ceng Im meninggalkan tempat itu. Berselang
sesaat, mereka duduk berteduh di bawah sebuah pohon rindang. Begitu duduki Lim Ceng Im terusmenerus
menatapnya dengan mata tak berkedip.
"Eeh?" Tio cie Hiong tercengang, lalu tersenyum.
" Kenapa engkau menatapku sampai begitu" Apakah di kepalaku tumbuh tanduk?"
"Kakak Hiong, hampir tiga tahun kita tidak bertemu. Kini engkau sudah besar dan makin...."
"Makin tampan kan?" sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa.
"Ciss Dasar tak tahu malu Memuji diri sendiri" tegur Lim Ceng Im.
"Eeeeh?" Tio Cie Hiong terbelalak. Kini gilirannya menatap Lim Ceng Im dengan mata tak
berkedip. " Kenapa engkau menatapku dengan cara begitu?" tanya Lim Ceng im dan menundukkan
wajahnya dalam-dalam.
" Engkau anak lelaki, tapi...." Tio cie Hiong menggaruk-garuk kepala yang tak gatal.
"Kenapa bisa mengeluarkan suara "Ciss?""
"Memang tidak boleh?" Lim Ceng Im cemberut.
"Lho" Kini malah cemberut?" Tio Cie Hiong tertawa.
"Adik Im, alangkah baiknya engkau menjadi anak gadis saja."
"Huh" dengus Lim Ceng Im.
"ohya Bukankah tadi engkau ingin mengatakan aku bertambah tampan?" Tio Cie Hiong
tersenyum. "Benar. Aku boleh mengatakan begitu, tapi engkau tidak boleh." sahut Lim Ceng Im dan
melanjutkan. "Memuji diri sendiri berarti tidak tahu diri"
"Benar. Benar." Tio cie Hiong tertawa.
"Kalau begitu, biar engkau saja yang memuji ketampananku. "
"Dasar...." Lim Ceng im cemberut lagi.
"ohya, setelah berpisah sekian lama, bagaimana menurutmu tentang diriku?"
"Masih seperti pengemis dan sangat dekil, bahkan badanmu menyusut...." sahut Tio Cie Hiong.
"Memangnya badanku karet, bisa menyusut dan melar?"
"Ha ha" Tio Cie Hiong tertawa. la memang gembira sekali setelah bertemu Lim Ceng im.
"Kira-kira begitulah."
"ohya, Kakak Hiong" tanya Lim Ceng im mendadak.
"Apakah engkau sudah bertemu Ku Tok Lojin?"
"Belum."
"Jadi... engkau masih belum tahu siapa kedua orang tuamu?"
"Aku sudah tahu." Wajah Tio Cie Hiong tampak murung.
"Bahkan aku bertemu kakak kandungku."
"oh?" Lim Ceng im terbelalak.
"siapa kakak kandungmu?"
"Dia adalah Pek Ih Mo Li."
"Pek Ih Mo Li?" Lim Ceng im tertegun.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan memberitahukan.
"Ayahku adalah Hui KiamBu Tek-Tio It seng, ibuku adalah sin Pian Bijin-Lie Hui Hong dan
kakakku adalah Tio suan suan."
"Haah" Apa?" Mulut Lim Ceng im ternganga lebar.
"Mereka adalah kedua orang tuamu dan kakakmu?"
"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk dan menghela nafas.
"Namun sudah almarhum dan almarhumah...."
"Di mana kakakmu?"
"sudah mati." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"sudah mati" Di bunuh orang?" tanya Lim Ceng im sambil memandang iba pada Tio Cie Hiong.
"Ya." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Kakakku mati di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet."
"Empat Dhalai Lhama Tibet?" Lim Ceng Im terkejut bukan main.
"Engkau sudah tahu siapa yang membunuh kedua orang tuamu?"
"Bu Lim sam Mo."
"Tidak salah." Lim Ceng Im menatapnya.
" Kakak Hiong, sungguh tak disangka engkau putra mereka"
"Memang kenapa?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Engkau tidak tahu, sebetulnya almarhum ayahmu teman akrab ayahku." Lim Ceng im
memberitahukan.
" Karena itu, kakekku pernah pergi menemui Tui Hun LoJin."
" Kenapa kakekmu pergi menemui Tui Hun Lojin?"
"Sebab belasan tahun lalu, Tui Hui Lojin juga ikut dalam pertempuran di Pek In Tia. Maka
kakekku pergi menanyakan tentang peristiwa itu."
"oh?"
"Ternyata Tui Hun Lojin ingin menolong ayahmu, namun mendadak muncul Bu Lim sam Mo."
Lim Ceng Im menjelaskan.
"Kakekku bilang, ayahmu pernah menyelamatkan nyawa putranya."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Belum lama ini aku sudah bertemu Paman Gouw, dan beliau telah memberitahukan tentang
itu." "oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut.
"Kakak Hiong, tuturkanlah pengalamanmu selama ini"
Tio cie Hiong mengangguki lalu menutur dirinya terkena pukulan Nao Tok ciang, Pek Ih Mo Li
yang membawanya ke Lembah Persik menemui sok Beng Yok ong dan lain sebagainya.
Lim Ceng Im mendengarkan dengan penuh perhatian, tapi kemudian wajahnya berubah ketika
Tio cie Hiong menutur tentang putri hartawan Lie dan Yap In Nio. seusai Tio cie Hiong menutur, ia
berkata dengan wajah masam.
"Pantas engkau tidak senang"
"Aku memang senang bertemu denganmu."
"Hm" dengus Lim Ceng Im.
"Jangan pura-pura Bukankah engkau senang sekali ada gadis yang begitu baik terhadapmu"
Bahkan mengajar Yap In Nio ilmu pedang pula, akrab sekali
ya kalian"
"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum.
"semua gadis itu kuanggap sebagai adik sendiri"
"Yang itu lagi...," ujar Lim Ceng Im dengan mata melotot.
"Dia adalah murid bibimu, engkau pasti akan dijodohkan dengannya"
"Adik Im" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"sudah kujelaskan barusan, bahwa aku menganggap mereka sebagai adik sendiri, begitu pula
terhadap sian Eng."
" Engkau tidak tertarik pada mereka?" tanya Lim Ceng im mendadak.
"Tentu tidaki" Tio Cie Hiong tersenyum dan menambahkan.
" Hartawan Lie dan isterinya ingin menjodohkan putri mereka denganku, tapi aku menolak
langsung."
"sayang sekali"
"Lho Kenapa?"
"Kalau engkau tidak menolaki bukankah sekarang engkau sudah mempunyai isteri?"
"Adik Im Engkau harus tahu...."
"Aku tahu, kini engkau harus mencari Bu Lim sam Mo dan Empat Dhalai Lhama Tibet untuk
membuat perhitungan dengan mereka, bukan?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Setelah itu...." Lim Ceng Im menatapnya tajam sambil melanjutkan.
"Engkau akan pergi menemui putri hartawan Lie untuk menikah dengannya, kan?"
"Ha ha" Tio Cie Hiong tertawa.
"Senang tuh mau menikah dengan gadis itu" Lim Ceng im tampak tidak senang sehingga
wajahnya berubah.
"Adik Im, engkau bagaimana sih" Aku sudah bilang dari tadi bahwa aku tidak tertarik pada
gadis-gadis itu Kok engkau malah terus mendesakku agar aku tertarik pada mereka" Benarkah
engkau menghendaki aku menikah dengan salah satu gadis itu?"
"Tidaki" sahut Lim Ceng im cepat, tapi kemudian menundukkan kepala karena telah ketelepasan
menjawab. Maka ia menambahkan.
"itu terserah engkau."
"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Walau kini usiaku sudah hampir delapan belas tahun, namun aku masih belum tertarik pada
gadis yang mana pun."
"oh, ya?"
"Memang ya."
"gadis bagaimana yang engkau idamkan?"
"Entahlah." Tio Cie Hiong menggelengkan kemala.
"Aku sama sekali tidak memikirkan itu."
"Kenapa tidak memikirkan itu?"
"Aku bukan pemuda romantis, jadi tidak memikirkan anak gadis. oh ya, pernahkah engkau
memikirkan anak gadis?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Engkau sudah gila ya" Bagaimana mungkin aku...." Lim Ceng im langsung diam, sebab ia ingat
dirinya menyamar sebagai anak lelaki.
"Aku sudah gila?" Tio Cie Hiong kebingungan.
"Aku yang sudah gila ataukah engkau yang tidak waras?"
"sama-sama," sahut Lim Ceng im sambil tertawa kecil.
"Adik Im" Wajah Tio Cie Hiong berubah serius.
"Kini sam Mo Kauw sudah muncul dalam rimba persilatan, kita harus memberitahukan kepada
ayahmu." " Kalau begitu, kita ke markas pusat Kay Pang."
"Tujuanku memang ingin ke sana."
"oh" Kenapa engkau ingin ke sana?"
"Aku sangat rindu padamu."
"Yang benar?" Mata Lim Ceng Im berbinar-binar.
"Bagaimana mungkin engkau rindu padaku yang sedemikian dekil?"
"Adik Im" Tio cie Hiong menggenggam tangannya erat-erat.
"Aku memang rindu -adamu, dan entah apa sebabnya aku merasa begitu gembira bertemu
denganmu."
"Oh?" Wajah Lim Ceng im berseri-seri.
"Kita memang berjodoh," ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Dua kali engkau melihat aku telanjang mandi di sungai, perlukah aku sekarang telanjang mandi
di sungai lagi?"
"Ciss Dasar tak tahu malu" Wajah Lim Ceng Im langsung memerah.
"Kok Ciss lagi?" Tio Cie Hiong terperangah.
"Engkau memang pantas menjadi anak gadis."
"Kakak Hiong Nanti kita harus melewati sebuah kota kecil, kita mampir di rumah hartawan Tan."
Lim Ceng Im memberitahukan.
"Baik," Tio Cie Hiong mengangguk.
" Engkau ingin makan gratis di rumah hartawan Tan?"
"Kira-kira begitulah," sahut Lim Ceng im.
"Kakak Hiong, mari kita berangkat"
Tio Cie Hiong manggut-manggut. Mereka berdua lalu meninggalkan tempat itu menuju kota
tersebut. Begitu sampai di kota kecil itu, Lim Ceng Im langsung mengajak Tio Cie Hiong ke rumah
hartawan Tan. Hartawan Tan menyambut kedatangan mereka dengan penuh keramahan, bahkan kelihatannya
sangat menghormati Lim Ceng Im.
"Aku sungguh tidak menyangka engkau sudah mampir di rumahku," ujar hartawan Tan sambil
tertawa gembira.
"Tentunya akan merepotkan Paman," sahut Lim Ceng Im.
"Tidak apa-apa." Hartawan Tan memandang Tio Cie Hiong. segeralah Lim Ceng Im
memperkenalkan.
"Paman Dia Tio Cie Hiong, julukannya Pek Ih sin Hiap."
"oooh" Hartawan Tan tampak kagum sekali pada Tio cie Hiong.
"Itu hanya merupakan julukan kosong, Paman," ujar Tio Cie Hiong.
"Paman...." Lim Ceng Im memberi isyarat agar hartawan Tan ke dalam.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hartawan Tan manggut-manggut, lalu berjalan ke dalam, dan Lim Ceng im mengikutinya.
Tio Cie Hiong duduk seorang diri di ruang depan rumah itu. Berselang beberapa saat kemudian,
tampak seorang gadis yang cantik jelita berjalan lemah gemulai menuju ruang depan itu.
Begitu melihat gadis itu, mata Tio Cie Hiong langsung terbelalaki bahkan hatinya berdebardebar.
gadis itu menghampirinya, lalu memberi hormat.
"Maaf" ucap gadis itu
" Engkau pasti Tio cie Hiong."
"Betul." Tio cie Hiong tertegun karena gadis itu tahu namanya. Namun yang membuatnya heran,
yakni wajah gadis itu agak mirip Lim Ceng Im.
"Maaf, Nona siapa" Kok tahu namaku?"
"Aku dengar dari Ceng Im," sahut gadis itu sambil duduk.
"oh Wajah Nona mirip dia, apakah...."
"Aku kakaknya, dia adikku. Kami berdua kakak beradik," gadis itu memberitahukan dengan
penjelasan yang begitu panjang.
"Pantas kalian agak mirip" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Hanya saja adikmu begitu dekil."
"Dia memang dekil dan bau. Tapi engkau masih mau mendekatinya," ujar gadis itu sambil
tersenyum. Mulut Tio Cie Hiong ternganga lebar ketika menyaksikan senyuman yang begitu pesona,
sehingga membuatnya terpukau.
"Mulutmu jangan ternganga begitu lebar, nanti bisa kemasukan lalat" gadis itu memberitahukan
sambil tersenyum.
"Eh oh Aku...." Tio Cie Hiong tergagap.
"Ohya, bolehkah aku tahu nama Nona?"
"Namaku Im Ceng, panggil saja namaku" gadis itu memberitahukan.
"Im Ceng... Ceng Im... Im Ceng... Eng im..." gumam Tlo Cie Hiong berulang kati dan kemudian
berkata. "Nama kalian cuma diputar balik kok?"
"Almarhumah yang memberi nama tersebut kepada kami." Im Ceng tersenyum.
"Maka kami tidak berani mengubahnya."
"Jangan diubah" ujar Tio Cie Hiong cepat.
"Im Ceng merupakan nama yang amat indah."
"oh, ya?" Im Ceng tersenyum, siapa sebenarnya gadis itu, ternyata Lim Ceng im.
"Ya Ya" Tio Cie Hiong manggut-manggut
"Namamu sungguh indah"
" Aku tidak menyangka...," Im Ceng tersenyum lagi.
" Engkau pun pandai merayu."
"Aku tidak merayu, melainkan berkata sesungguhnya," sahut Tio Cie Hiong dan bertanya.
"ohya, di mana adikmu?"
"Dia... dia sedang bercakap-cakap dengan hartawan Tan"
"ooh" Tio Cie Hiong bergirang dalam hati, karena ia mempunyai kesempatan untuk mengobrol
dengan gadis yang telah mencuri hatinya.
"Im Ceng, engkau pernah belajar ilmu silat?"
"Pernah." Im Ceng mengangguk.
"Tadi adikku bilang, engkau berkepandaian tinggi sekali. Benarkah itu?"
"Tidak juga," sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"sebab ilmu apa pun, makin digali pasti makin dalam."
"oooh" Im Ceng manggut-manggut.
"Tadi adikku bilang, dia kenal seorang pemuda bernama Tio Cie Hiong, maka dia memperkena
Ikanku kepadamu"
"Terima kasih Terimakasih..." ucap Tio Cie Hiong.
"Engkau berterima kasih kepada siapa?" tanya Im Ceng sambil tersenyum geli.
"Aku berterima kasih kepada adikmu yang telah memperkenalkanmu kepadaku," jawab Tio cie
Hiong dan menambahkan.
"Aku... aku gembira sekali."
" gembira berkenalan denganku?"
"Ya."
"seandainya aku tidak gembira?"
"Haaah?" Wajah Tio Cie Hiong langsung berubah merah.
"Itu... itu...."
"Kita baru berkenalan, jadi belum bisa mengatakan gembira atau tidaki kalau sudah lama,
bolehlah berkata begitu"
"Benar Benar Apa yang engkau katakan memang tidak salah. Kalau begitu...." Tio Cie Hiong
memandangnya. "Itu berarti kita masih mempunyai kesempatan untuk bertemu lagi, kan?"
"Tergantung jodoh."
"Aku berjodoh dengan adikmu, tentunya kita pun mempunyai jodoh"
"Ciss Dasar tak tahu malu"
"Eeeeh?" Tio cie Hiong terperangah.
"Adik,mu juga sering mencetuskan demikian...."
"Kami kakak beradik, tentunya sama." Wajah Im Ceng kemerah-merahan.
"Benar-benar sama" Tio Cie Hiong memandangnya lagi.
"Wajahnya juga sering kemerah- merahan. "
"oh?" Im Ceng nyaris tertawa geli.
"Tahukah engkau, cara bagaimana aku berkenalan dengan adikmu?" tanya Tio Cie Hiong
mendadak. "Dia tidak memberitahukan kepadaku."
"Beberapa tahun lalu, ketika aku mandi telanjang di sungai, tiba-tiba dia muncul. sejak itulah
kami berkenalan."
"Idiih"
"Bertemu kedua kalinya juga begitu, di saat aku mandi telanjang di sungai, dia muncul lagi."
"iiih"
"Lho" Kenapa engkau terus ih-ihan?"
" Engkau tidak merasa malu?"
"pada waktu ita, aku masih kecil." Tio Cie Hiong memberitahukan.
" Kenapa harus merasa malu" Lagi pula kami sama-sama anak lelaki."
"ooh" Im Ceng manggut-manggut, kemudian bangkit berdiri
"Maaf, aku mau ke dalam"
"Kok begitu cepat sudah mau ke dalam?" tanya Tio cie Hiong bernada kecewa.
"sudan cukup lama aku duduk di sini, sedangkan aku seorang gadis, bagaimana mungkin duduk
lama-lama menemanimu" Ya, kan?"
"Benar Benar" Tio Cie Hiong mengangguki
Im Ceng berjalan ke dalam, dan Tio Cie Hiong terus memandangnya, seakan sukmanya juga
ikut ke dalam. Berselang beberapa saat, muncullah Lim Ceng im dengan wajah berseri-seri dan memandang
Tio Cie Hiong yang tampak seperti kehilangan sukma itu. "Hei" seru Lim Ceng im.
" Kenapa engkau jadi melamun?"
"Adik Im, kakakmu...."
"Bagaimana kakakku?" Lim Ceng Im duduki
"Apakah dia cantik?"
" Cantik sekali. cantik sekali. sungguh cantik,..."
"Hi hi" Lim Ceng Im tertawa geli.
"Aku sudah tahu namanya"
"Im Ceng kan?"
"Sungguh indah namanya" sahut Tio Cie Hiong.
"Aku... aku...."
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im menatapnya dalam-dalam.
" Engkau tertarik pada kakakku?"
"Adik Im, selama ini aku tidak pernah tertarik pada gadis yang manapun. Namun kini aku justru
tertarik pada kakakmu."
"oh?" Lim Ceng Im tersenyum.
"Tapi...."
" Kenapa?"
" Kakak Hiong Belum tentu dia akan tertarik padamu lho"
" Haaah..." Tio cie Hiong tampak kecewa sekali.
"Jangan khawatir kakak Hiong" Lim Ceng im tersenyum.
" Aku pasti membantumu."
"Terima kasih, Adik Im" ucap Tio Cie Hiong lalu mendadak menggenggam tangan erat-erat.
" Kakak Hiong...." Wajah Lim Ceng Im langsung memerah.
"Adik Im" Tio cie Hiong menatapnya.
" Engkau sungguh seperti dia, dia seperti engkau karena wajahnya yang juga sering kemerahmerahan."
"Kami berdua kakak beradik, tentunya sama." Lim Ceng im tertawa kecil, lalu tanyanya berbisik,
"Kakak Hiong, apakah engkau sudah jatuh hati padanya?"
"Adik Im" jawab Tio Cie Hiong terus terang.
"Bukan hanya jatuh hati, bahkan sudah jatuh cinta."
"Apa?" Lim Ceng Im terbelalaki namun hatinya berbunga-bunga.
"Begitu cepat engkau jatuh cinta pada kakakku?"
"Adik Im Engkau tidak boleh memberitahukan kepadanya lho" pesan Tio cie Hiong.
" Kenapa?"
" Kalau dia... dia tidak jatuh hati padaku, tentunya dia akan mentertawakan diriku."
" Kakak Hiong, aku pun harus berterus-terang kepadamu."
"Mengenai apa?"
"Mengenai kakakku." Lim Ceng im kelihatan serius.
"selama ini dia tidak pernah berkenalan dengan kaum pemuda, tapi tadi dia mau duduk begitu
lama bersamamu, itu pertanda...."
"Dia... dia juga jatuh hati padaku?" tanya Tio Cie Hiong tegang.
"Tapi begitu dia masuki dia bilang apa padamu?"
"Dia bilang...." Lim Ceng Im sengaja tidak melanjutkan.
"Adik Im, beritahukaniah" Mohon Tio Cie Hiong.
"Aku akan beritahukan, tapi engkau harus memanggilku adik yang manis" ujar Lim Ceng Im.
"Adik yang manis, adik yang baiki adik yang dekil...."
"Apa?" Lim Ceng im melotot.
" Engkau berani memanggilku adik yang dekil?"
"Maaf Maaf Aku terlepas omong Adik yang manis...."
"Kakakku bilang, engkau...."
"Kenapa aku?" tanya Tio cie Hiong dengan hati berdebar-debar.
"Dia bilang engkau... agak bloon," sahut Lim Ceng Im sambil tertawa.
"sebab ketika engkau melihatnya, mulutmu ternganga lebar sekali."
"Adik Im, aku... aku saking kagum akan kecantikannya. Itu membuat mulutku jadi ternganga
lebar." "oooh" Lim ceng Im tertawa geli.
"Adik Im" Tio cie Hiong menatapnya penuh harap.
" engkau tahu kan" selama ini aku tidak pernah tertarik pada gadis yang manapun, tapi kini
telah tertarik pada kakakmu. Aku mohon... engkau sudi membantuku dalam hal ini"
"Hal apa?" Lim Ceng Im pura-pura tidak mengerti.
"Hal... hal...." Tio Cie Hiong tergagap.
"Hal cinta kan?" sambung Lim Ceng Im.
"Betul Betul Betul...." Tio Cie Hiong terus mengangguk.
"Adik Im, biar bagaimanapun engkau harus membantuku dalam hal ini"
"Aku bukan dia, dia bukan aku. Bagaimana cara aku membantu?" Lim Ceng Im menggelenggelengkan
kepala. "Aaakh..." menarik nafas panjang, dan wajahnya tampak murung sekali.
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum lembut.
" Engkau tidak usah khawatir, aku pasti membantumu"
"Terimakasih, Adik Im" ucap Tio Cie Hiong.
"ohya Bolehkah aku menjumpai kakakmu lagi?"
"Dia sudah pergi," sahut Lim Ceng Im.
"Aaakh..." keluh Tio Cie Hiong dan wajahnya langsung berubah muram.
"Dia pergi ke mana?"
"Mungkin... pulang ke markas pusat Kay pang."
"Kenapa dia tidak mau bersama kita?"
"Kakak Hiong, engkau harus tahu. Dia anak gadis, tentunya merasa malu berjalan bersamamu."
"Tapi bukankah ada engkau juga, jadi dia tidak perlu malu."
"sifatnya memang begitu. Pokoknya engkau tenang saja, kelak pasti bertemu dia lagi"
"Kelak" Itu kapan?" Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Kakak Hiong Aku adalah adiknya, maka akupun ingin bertanya kepadamu. Tapi engkau harus
menjawab jujur" ujar Lim Ceng im serius.
"Adik Im, aku pasti menjawab dengan jujur," sahut Tio Cie Hlong sungguh-sungguh.
"Benarkah kakak Hiong telah jatuh cinta padanya"jawablah yang jujur" Lim Ceng im
menatapnya dalam-dalam.
"Benar." Tio cie Hiong mengangguki
" Engkau pasti mencintainya dengan segenap hati?" tanya Lim Ceng im dengan hati berbungabunga.
"Ya. Aku pasti mencintainya dengan segenap hati dan selama-lamanya," jawab Tio Cie Hiong.
"Bagus." Lim Ceng im nyaris langsung memeluknya.
"Aku akan memberitahukan kepadanya, sekaligus membantumu."
"Terima kasih, Adik Im" Tio Cie Hiong menggenggam tangannya lagi.
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Mari kita makan, kita harus cepat-cepat sampai di markas pusat Kay Pang"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
Bab 24 Bu Lim Ji Kie terluka
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im melanjutkan perjalanan ke markas pusat Kay Pang. Dalam
perjalanan, Tio Cie Hiong sering melamun karena bayangan gadis itu terus muncul di pelupuk
matanya. " Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum.
" Kenapa engkau menjadi sering melamun?"
"Adik Im" jawab Tio Cie Hiong jujur.
"Bayangan kakakmu terus muncul di pelupuk mataku."
"Hati-hati Kakak Hiong" Lim Ceng Im tertawa geli.
"Jangan sampai sakit rindu lho"
"Aaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Aku...."
Tio Cie Hiong tidak melanjutkan ucapannya. Ternyata ia mendengar suara pertempuran di
depan, tapi Lim Ceng Im tidak mendengarnya.
"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im heran karena mendadak wajah Tio Cie Hiong berubah serius.
"Ada apa?"
"Di depan ada orang bertempur," sahut Tio cie Hiong memberitahukan.
"oh" Kok aku tidak mendengar suara pertempuran itu?" Lim Ceng Im tercengang.
"sebab Iweekangmu belum setinggi lwee kang ku." Tio Cie Hiong menjelaskan dengan kening
berkerut. "Ada enam orang sedang bertempur, mari kita ke sana"
Tio cie Hiong menarik tangan Lim Ceng im, lalu melesat ke depan, barulah Lim Ceng im
mendengar suara pertempuran ^tu.
setelah mendekati tempat itu, terbelalaklah mereka karena melihat Bu Lim Ji Khie sedang
bertempur dengan empat orang berdandan seperti rahib.
" Kakak Hiong. Bisik Lim Ceng Im.
" Ke empat orang itu pasti Empat Dhalai Lhama Tibet. Mereka Dhalai Lhama jubah merahi
Dhalai Lhama jubah kuning, Dhalai Lhama jubah hijau dan Dhalai Lhama jubah putih."
"Ngmm" Tio Cie Hiong terus memperhatikan mereka.
sementara Bu Lim Ji Khie tampak di bawah angin, rupanya mereka berdua telah terluka.
sam Gan sin Kay menggunakan tongkat bambu, dan Kim siauw suseng menggunakan senjata
yang sangat anehi yakni semacam roda bergerigi, dan setiap Dhalai Lhama itu memegang sepasang
roda bergerigi.
Ternyata Tio cie Hiong memperhatikan senjata tersebut, sebab roda bergerigi itu bisa melayang
ke sana ke mari menyerang Bu Lim Ji Khie.
" Kakak Hiong, bagaimana nih?" tanya Lim Ceng Im cemas.
"Tenang" sahut Tio Cie Hiong dan berpesan.
"engkau tetap di sini, aku akan pergi membantu Kakek pengemis dan Paman sastrawan"
" Hati-hati, Kakak Hiong"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguki lalu melesat ke arah mereka seraya membentak dengan lweekang.
"Berhenti"
suara bentakan Tio Cie Hiong yang mengandung lweekang itu bagaikan suara halilintar
membelah bumi. Empat Dhalai Lhama Tibet terkejut bukan main, sehingga segera berhenti
menyerang Bu Lim Ji Khie. Barulah Bu Lim Ji Khie bisa bernafas lega.
setelah Tio Cie Hiong melayang turun, Bu Lim Ji Khie terbelalak. Mereka berdua tidak
menyangka orang yang memiliki lweekang tinggi itu adalah Tio cie Hiong.
"Pek Ih sin Hiap" seru keempat Dhalai Lhama Tibet. Mereka juga tampak terkejut.
"cie Hiong" panggil Bu Lim Ji Khie serentaki lalu mereka jatuh duduk. Tio Cie Hiong tersenyum,
kemudian menatap tajam pada Empat Dhalai Lhama Tibet.
" Kenapa kalian melukai Pek Ih Mo Li?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Kami senang melukainya, engkau mau apa?" sahut Dhalai Lhama jubah merah.
Bu Lim Ji Khie terkejut ketika mendengar pertanyaan Tio Cie Hiong. Ternyata mereka belum
tahu tentang Pek Ih Mo Li terluka di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet itu.
"Dia telah mati dalam pelukanku, maka hari ini aku harus membuat perhitungan dengan kalian"
ujar Tio Cie Hiong dingin.
"Bagus dia telah mati" Dhalai Lhama jubah kuning tertawa gelak.
"Ada hubungan apa engkau dengannya?"
"Dia adalah kakakku"Jawab Tio cie Hiong sambil menatap dingin pada keempat Dhalai Lhama
Tibet. Jawaban Tio Cie Hiong membuat sam Gan sin Kay tertegun, bagaimana mungkin Pek Ih Mo Li
adalah kakak Tio cie Hiong" Kalau benar itu berarti.... Pengemis sakti itu tersentak teringat akan


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuatu. "oh?" Dhalai Lhama jubah merah menatap Tio Cie Hiong.
"Kalau begitu, hari ini ajalmu telah tiba"
"Hari ini aku justru ingin membuat perhitungan dengan kalian berempat" sahut Tio Cie Hiong
dingin. "Ha ha ha"Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelaki kemudian berseru.
"serang"
Keempat Dhalai Lhama Tibet mulai menyerang Tio cie Hiong dengan roda bergerigi, tampak
senjata aneh itu berkelebat ke sana kemari dan ke atas ke bawah mengarah ke Tio Cie Hiong.
Tadi Tio cie Hiong telah memperhatikan roda bergerigi itu, ternyata keempat Dhalai Lhama Tibet
dapat mengendalikan senjata aneh itu dengan lweekang, selain itu, mereka pun bergerak
berdasarkan semacam formasi yang mengandung unsur Nao Heng dan Pat Kwa.
Delapan buah roda bergerigi berkelebat-ke-lebat dan berputar-putar, sedangkan keempat Dhalai
Lhama Tibet juga ikut berputar, sekaligus saling menyambut senjata masing-masing dan meluncurkannya
lagi. Tio Cie Hiong berkelit dengan Kiu Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat), yang mengandung
unsur-unsur Nao Heng, Pat Kwa, dan Kiu Kiong, sudah barang tentu dapat mengatasi formasi
keempat Dhalai Lhama Tibet.
Akan tetapi, delapan buah roda bergerigi itu tetap mengikutinya, membuat Tio cie Hiong harus
mengibaskan lengan bajunya.
Beberapa buah roda bergerigi itu terpental, namun tidak hancur karena senjata itu dibuat dari
baja murni. Ketika roda-roda bergerigi itu terpental, dua Dhalai Lhama segera melesat menyambut
senjata-senjata tersebut, dan sekaligus disambitkan lagi ke arah Tio Cie Hiong.
Itu cukup merepotkan pemuda tersebut, sehingga ia harus berkelit ke sana ke mari dengan ilmu
Langkah Kilat, bahkanjuga harus mengibaskan lengan bajunya, agar senjata-senjata itu terpental.
sementara keempat Dhalai Lhama bergerak makin cepat. Delapan buah roda bergerigi itu pun
berkelebat- kelebat dan berputar-putar lebih cepat, sedangkan badan Tio cie Hiong juga
berkelebatan laksana kilat.
Bu Lim Ji Khie menyaksikan itu dengan mata terbelalaki dan mereka berdua pun saling
memandang. "sastrawan sialan" sam Gan sin Kay meng- geleng- geleng kan kepala.
"Kalau tadi keempat Dhalai Lhama itu menyerang kita dengan cara demikian, mungkin kita
berdua sudah berpisah dengan dunia."
"Ng" Kim siauw suseng mengangguk.
"Sung-guh hebat keempat Dhalai Lhama itu Entah Cie Hiong...."
"Aku tidak sangka...." sam Gan sin Kay tertawa gembira.
"Dia telah memiliki kepandaian begitu tinggi."
"Tapi...." Wajah Kim siauw suseng tampak cemas.
"Jangan khawatir sastrawan sialan" sam Gan sin Kay tertawa.
"Kepandaian cie Hiong masih di atas mereka."
Mendadak Tio cie Hiong bersiul panjang, Bu Lim Ji Khie langsung memandang kepadanya.
Mereka melihat badan Tio Cie Hiong melesat ke atas sambil berputar-putar cepat, kemudian
mengibaskan lengan baju kanannya ke arah delapan buah roda bergerigi yang menyerangnya dari
kiri kanan, depan belakang dan atas bawah.
Tampak senjata-senjata itu terpental. Di saat bersamaan Tio Cie Hiong mengibaskan lengan
kirinya ke arah keempat Dhalai Lhama. seketika juga keempat Dhalai Lhama terhuyung-huyung ke
belakang beberapa depa, dan darah segar pun mengalir ke luar dari mulut mereka.
Namun kepandaian mereka tidak musnah, sebab Iweekang Tio cie Hiong tidak dipusatkan pada
lengan kirinya, lantaran sebagian lweekangnya telah disalurkan agar badannya berputar-putar di
udara dan disalurkan ke lengan kanannya.
Walau kepandaian keempat Dhalai Lhama itu tidak musnah, namun mereka berempat telah
menderita luka dalam yang cukup parah.
Tio Cie Hiong melayang turun, sedangkan keempat Dhalai Lhama segera memungut senjata
masing-masing. Di saat itulah mereka saling memberi isyarat, lalu mendadak melesat pergi.
Tio Cie Hiong tidak mengejar mereka, karena masih harus memeriksa luka Bu Lim Ji Khie.
setelah memeriksanya, Tio cie Hiong memberi mereka seorang sebutir obat.
"Kakek pengemis, Paman sastrawan" ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Setelah makan obat ini, dalam waktu tiga hari luka dalam itu pasti sembuh."
"HA haha "Sam Gan Sin Kay tertawa gembira setelah makan obat tersebut.
"Cie Hiong, engkau sungguh hebat Pantas memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap"
"Kakek pengemis, kepandaianku masih belum begitu tinggi," jawab Tio Cie Hiong merendah.
"Sudah begitu engkau masih bilang kepandaianmu belum tinggi?" Kim Siauw Suseng menggeleng-
geleng kan kepala.
"Kakek" Lim Ceng Im muncul sambil menghampiri mereka.
"Kakek sastrawan"
"Eh?" terbelalak sam Gan sin Kay ketika melihat Lim Ceng Im.
"Cucuku yang manis, kok engkau masih berdandan...."
"Kakek" Lim Ceng Im segera memberi isyarat sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Eeeh?" sam Gan sin Kay tercengang.
"Kenapa matamu" Kemasukan debu ya?"
" Kakek...." Lim Ceng Im membanting-banting kaki.
"Lho?" sam Gan sin Kay terheran- heran akan tingkah laku Lim Ceng Im.
"Pengemis bau" Kim siauw suseng tersenyum, kemudian berbisik-bisik di telingannya.
"oooh"sam Gan sin Kay manggut-manggut.
" Kakek pengemis" Tio cie Hiong tertegun.
"Adik Ceng im adalah cucu?"
" Ayahnya adalah anakku, tentunya dia adalah cucuku," sahut sam Gan sin Kay tertawa.
" Kakek pengemis" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum, namun wajahnya tampak agak
kemerah-merahan.
" Aku sudah bertemu cucu perempuan Kakek pengemis yang bernama Im Ceng"
"Apa?" sam Gansin Kay terbelalak.
"Cucu perempuan cuma...."
" Kakek" Lim Ceng Im mengedipkan sebelah matanya lagi.
"Im Ceng tuh Kakakku...."
" Kakakmu?" Mata sam Gan sin Kay terbelalak makin lebar.
"Pengemis bau" sela Kim siauw suseng.
"Dasar sudah pikun, cucu perempuanmu itu adalah Im Ceng, kakaknya Ceng im"
"Im Ceng... Ceng Im..." gumam Sam Gan Sin Kay.
"ohi dia Cie Hiong, cucu perempuanku itu sangat brengsek, nakal dan liar. Dia juga sangat
kurang ajar padaku dan pada ayahnya."
Tio Cie Hiong terperangah, karena sam Gan sin Kay terus mencaci Im Ceng. Berselang sesaat
barulah ia membuka mulut.
" Kakek pengemis Im Ceng adalah gadis yang lemah lembut." Tio cie Hiong memberitahukan.
"Aku sudah bercakap-cakap dengan dia di rumah hartawan Tan."
"oh?" sam Gan sin Kay menatap Lim Ceng Im.
Lim Ceng Im cuma tertawa menyengir, membuat sam Gan sin Kay melotot. Tio Cie Hiong
terheran- heran ketika menyaksikan tingkah laku mereka yang ganjil itu. Tapi ia sama sekali tidak
bercuriga dan memikirkan keganjilan itu.
" Kakek pengemis" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Yang nakal adik Im ini, sedangkan kakaknya sangat ramah dan lemah lembut."
"cie Hiong...." sam Gan sin Kay tertawa terpingkal-pingkal lalu bertanya.
"Benarkah Pek Ih Mo Li adalah kakakmu?"
"Benar." Tio cie Hiong mengangguki
"Dia memang kakak kandungku."
"Kalau begitu, kedua orang tuamu adalah...." sam Gan sin Kay menatapnya dengan mata tak
berkedip. "Ayahku adalah Hui Kiam Bu Tek-Tio It seng, ibuku adalah sin Pian Bi jin-Lie Hui Hong, dan Pek
Ih Mo Li adalah Tio suan suan, kakakku."
"Yah Ampun" ucap sam Gan sin Kay.
"Ternyata engkau putra teman baik Peng Hang Nak..."
"Tapi...." Wajah Tio Cie Hiong berubah murung.
" Kenapa?" sam Gan sin Kay menatapnya heran.
" Kakakku telah mati di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet itu" Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Aaakh..." sam Gan sin Kay menghela nafas panjang.
"Kalau begitu, kenapa tadi engkau tidak pergi mengejar mereka?"
"Aku harus memeriksa luka kakek pengemis dan paman sastrawan," jawab Tio Cie Hiong.
"ooh" sam Gansin Kay manggut- manggut girang.
" Kakek" sela Lim Ceng Im memberitahukan.
"Kini dalam rimba persilatan telah muncul sam Mo Kauw. Aku telah bertempur dengan para
anggota Sam Mo Kauw tersebut, Kakak Hiong muncul menolongku."
"Benar." sam Gan sin Kay menggeleng-ge-lengkan kepala.
"Kauwcu sam Mo Kauw adalah Bu Lim sam Mo, kini rimba persilatan telah dibanjiri darah."
"cie Hiong" Kim siauw suseng menatapnya kagum.
" Hanya engkau yang mampu menyelamatkan rimba persilatan."
"Betul Betul" sambung sam Gan sin Kay sambil tertawa.
"Dulu aku sudah bilang, engkau pasti akan menjadi seorang pendekar yang gagah dan berhati
bajik, Nah, kini sudah terbukti."
"cie Hiong" ujar Kim siauw suseng memberitahukan.
"Empat Dhalai Lhama itu telah bergabung dengan Bu Lim sam Mo. Mereka berempat sering
membunuh kaum pesilat dari golongan putih . "
"ohya" sambung sam Gan sin Kay teringat sesuatu.
"Partai Siauw Lim dan Butong telah diserang...."
"oh?" Tio Cie Hiong terkejut.
"Bagaimana keadaan kedua partai itu?"
"Ratusan hweeshto siauw Lim mati terbunuh, sedangkan Hui Khong TaysU, ketua siauw Lim
terluka parah. Kalau tidak muncul siauw Lim sam Tiang lo (Tiga Tetua siauw Lim), mungkin partai
siauw Lim telah musnah," jawab sam Gan sin Kay, sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kami berdua menerima informasi bahwa sam Mo Kauw pergi menyerang partai Butong, maka
kami segera ke sana. Namun di sana telah terjadi pertempuran dahsyat. Puluhan murid Butong
telah mati, It Hian Tejin pun terluka. Kami berdua segera turun tangan membantu, kami bertarung
dengan ke-empat Dhalai Lhama itu dari gunung Butong san sampai di sini. Kepandaian mereka
berempat sungguh hebat. Untung Bu Lim sam Mo belum muncul."
"Aku yakin...." sela Kim siauw suseng.
"Bu Lim sam Mo telah berhasil mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong,
kepandaian mereka kini...."
"Kita berdua sudah kewalahan menghadapi Empat Dhalai Lhama Tibet, bagaimana mungkin
menghadapi Bu Lim sam Mo?" sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.
"sialan tuh padri keparat, rimba persilatan telah kacau begini, namun dia malah bersembunyi
entah di mana?"
Tio Cie Hiong tahu jelas tentang Lam Hai sin Ceng, namun tidak memberitahukan, karena ia
telah berjanji pada padri sakti.
"Cie Hiong" ujar sam Gan sin Kay.
"Tuturkanlah pengalamanmu selama ini"
Tio Cie Hiong mengangguki kemudian menutur semua pengalamannya, Bu Lim Ji Khie
mendengarkannya dengan mata terbelalak.
"jadi... dua tahun engkau belajar ilmu pengobatan pada sokBeng Yok ong?" tanya sam Gan sin
Kay. "Ya." Tio Cie Hiong mengangguki
"Tapi... dia telah mati di tangan penjahat."
" Engkau pun telah makan buah Kiu Yap Ling che?" tanya Kim siauw Suseng dengan mata
terbelalak lebar.
"Ya."
"Pantas lweekangmu begitu tinggi" Kim siauw suseng manggut-manggut.
"ohya" Tio cie Hiong memberitahukan.
"Aku juga bertemu Thian Thay siansu, bahkan setengah tahun aku tinggal bersamanya."
"Haaah" Apa" Mulut Bu Lim Ji Khie ternganga lebar.
"engkau tinggal bersama Thian Thay siansu yang dianggap Budha hidup itu?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguki
"sungguh beruntung engkau" sam Gan sin Kay menghela nafas.
"Puluhan tahun lampau, aku ingin bertemu siansu itu, namun aku tidak berjodoh maka tidak
berhasil menemuinya."
"ohya" Mendadak Tio Cie Hiong mengeluarkan suling kumala dan diperlihatkan pada Kim siauw
suseng. "Paman sastrawan kenal suling kumala ini?"
"Haah?" Kim siauw suseng terperangah ketika melihat suling kumala tersebut.
"Itu... itu suling kumala pusaka, tidak mempan dibacok. sudah puluhan tahun aku mencari
suling itu, tapi tidak berhasil menemukannya. sungguh tak disangka, kini malah berada di
tanganmu. Engkau memperoleh suling kumala pusaka itu dari mana?"
"Hadiah dari TOk Pie sin wan." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Aku berhasil mengobati penyakit anehnya, maka dia menghadiahkan suling kumala ini
kepadaku,"
"ooh" Kim siauw suseng manggut-manggut.
"Dan mana dia memperoleh suling kumala itu?"
"Belasan tahun lalu, dia menemukan suling kumala ini di dalam Goa Angin puyuh, kemudian dia
tinggal di Goa itu."
" Engkau memang berjodoh dengan suling kumala itu."
"Paman sastrawan" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kalau Paman sastrawan menyukai suling kumala ini, akan kuhadiahkan kepada Paman
sastrawan saja."
"Terima kasih" ucap Kim siauw suseng, lalu menggelengkan kepala.
"Nak, aku tidak berjodoh dengan suling kumala itu Lagi pula aku sudah memiliki suling emas,
jadi tidak membutuhkan suling kumala itu. simpanlah baik-baik suling kumala itu, jangan sampai
hilang" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguki
"ohya" sam Gan sin Kay teringat sesuatu.
"Cie Hiong, engkau harus segera ke siauw Lim dan Butong untuk menolong Hui Khong Taysu
dan it Hian Tejin, sebab ketua itu menderita luka parah."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan bertanya.
"Kakek pengemis, bagaimana dengan partai lain?"
"Hm" dengus sam Gan sin Kay dingin.
"Partai-partai lain langsung menyerah tanpa mengadakan perlawanan. "
"Kakek" ujar Lim Ceng Im memberitahukan.
"Aku ikut Kakak Hiong."
" Tapi.... "sam Gan sin Kay mengerutkan kening.
"Ayahku telah memperbolehkan aku berkelana." Lim Ceng im tersenyum.
"Kakek tidak perlu khawatir"
"Kalau begitu, kami berdua akan ke markas pusat saja." sam Gan sin Kay memberitahukan.
" Kakek pengemis Kalau tidak salahi Im Ceng telah ke markas pusat Kay Pang. Kalau Kakek
pengemis bertemu dia, tolong sampaikan salamku padanya" pesan Tio Cie Hiong dengan wajah
agak kemerah-merahan.
"oh?" sepasang bola mata sam Gan sin Kay berputar-putar, kemudian bertanya sambit
tersenyum. "Bukankah engkau boleh titip langsung salammu pada Ceng im?"
"Ceng im tidak kembali ke markas pusat Kay Pang...."
"sama saja," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa.
"Kakek pengemis tidak sudi menyampaikan salamku kepada Im Ceng?" Tio Cie Hiong tampak
kecewa. "Baik Baik" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
" Aku pasti menyampaikan salammu kepadanya."
"Terimakasih, Kakek pengemis" ucap Tio cie Hiong dengan wajah berseri.
"Ceng Im" sam Gan sin Kay melototinya.
" Engkau sungguh keterlaluan"
"Pengemis bau" Kim siauw suseng tersenyum.
"Itu pasti ada sebabnya."
"Benar." sam Gan Sin Kay manggut-manggut.
"Pasti ada sebabnya, namun tetap keterlaluan."
Tio Cie Hiong terbengong- bengong, sama sekali tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Ketika
itu ia mendadak teringat sesuatu.
"Kakek pengemis" tanyanya.
"Tahukan Kakek pengemis siapa yang mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia?"
"Mereka adalah Hui Khong Taysu, It Hian TOjin dan Tai Hun Lojin." sam Gan sin Kay
memberitahukan.
"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Baiklahi" ujar sam Gan sin Kay.
"Aku dan sastrawan sialan harus segera ke markas pusat Kay Pang."
"Kakek pengemis, jangan lupa sampaikan salamku kepada Im Ceng" pesan Tio Cie Hiong.
Kasih Diantara Remaja 6 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Pendekar Bodoh 15
^