Pencarian

Kesatria Baju Putih 5

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 5


malah sangat mengaguminya.
"paman-Paman" ujar Tio Cie Hiong.
"Aku mahir ilmu pengobatan, maka kujelaskan tentang ilmu tusuk jarum dan penyakit dalam
manusia. Karena itu, aku pun harus memberitahukan mengenai obatnya"
Para tabib itu mendengarkan dengan penuh perhatian, ketika Tio Cie Hiong memberitahukan
tentang obat-obat tersebut.
"Paman-paman sudah ingat?" tanya Tio Cie Hiong.
"sudah," sahut para tabib itu serentak-
"Maaf" ucap Tio Cie Hiong dan melanjutkan.
"Aku harap Paman-paman jangan membedakan pasien, orang miskin pun harus diperiksa
sebagaimana mestinya.Jangan cuma memandang uang, sebab seorang tabib harus memiliki hati
luhur." Ucapan Tio Cie Hiong itu membuat wajah para tabib memerah seketika. Hartawan Lie dan
isterinya manggut-manggut, sebab apa yang diucapkan Tio Cie Hiong memang mengenai sasaran.
"selama ini..." ujar Tabib Lim.
"Kami memang hanya memandang uang, tapi mulai sekarang kami pasti berubah seperti apa
yang dikatakan Tio siauw hiap- Dan juga akupun mohon maaf pada Tio siauw hiap karena tadi telah
berlaku kurang ajar...."
"Bisa menyadarai suatu kesalahan, itu memang baik sekali." Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian
bertanya. "Di antara Paman-paman ada yang mahir dalam hal racun?"
"Cuma mengerti racun yang biasa saja," sahut Tabib Lim tidak malu-malu lagi.
"Kalau begitu, aku akan menjelaskan berbagai macam racun dan apa obatnya." ujar Tio Cie
Hiong, lalu mulai menjelaskah tentang berbagai macam racun, dan obat pemunahnya.
Bukan main kagumnya para tabib itu, begitu pula hartawan Lie dan isterinya. Mereka suami
isteri sama sekali tidak tahu bahwa Tio Cie Hiong juga mahir dalam hal racun.
"Paman-Paman sudah ingat tentang racun-racun itu dan obatpemunahnya?" tanya Tio Cie
Hiong. Para tabib itu mengangguk- Tio Cie Hiong tersenyum sambil memandang mereka.
"Paman-paman pergunakanlah ilmu pengobatan untuk menolong orang Terhadap orang yang
mampu boleh menerima pembayaran mahal, namun jangan menerima pembayaran dari orang tak
mampu Apabila perlu, bantulah mereka dengan sedikit uang agar mereka bisa membeli obat"
"Ya." Para tabib itu mengangguk,-
"Maaf" ucap Tio Cie Hiong.
"Hari ini aku telah mengganggu waktu Paman-paman"
"Terima kasih, Tio siauw hiap" ucap para tabib itu serentak, kemudian memohon pamit. Tabib
Lim mendekati Tio Cie Hiong, dan memandangnya dengan mata terbelalak-
"Tio siauw hiap" ujarnya kagum-
"Engkau masih sangat muda, namun ilmu pengobatanmu sungguh luar biasa-"
"Biasa-biasa saja" Tio Cie Hiong tersenyum-
"sampaijumpa, Tio siauw hiap" ucap Tabib Lim, sekaligus berpamit kepada hartawan Lie dan
isterinya. "Waaah" seru siauw cing setelah para tabib itu pergi.
"siauw Cing" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kenapa engkau berseru "Waah?""
"Kini para tabib itu baru tahu harus bagaimana jadi tabib yang baik," ujar siauw Cing sambil
tertawa kecil. "Biasanya mereka hanya memandang uang. Kalau orang kaya yang memanggil, langsung
datang. Tapi kalau orang miskin yang memanggil pasti ada alasan ini itu lantaran tidak mau
mengobati orang miskin- Mudah-mudahan mulai sekarang mereka akan menyadari kesalahan itu."
"Mereka telah menyadari itu," sahut Tio cie Hiong sambil tersenyum.
-ooo00000ooo- Walau sudah malam, hartawan Lie dan isterinya masih belum tidur. Mereka duduk berhadapan
di dalam kamar sambil merundingkan sesuatu. Wajah mereka tampak serius sekali.
"isteriku Bagaimana menurutmu?" tanya hartawan Lie dengan suara rendah-
"setuju." Nyonya Lie mengangguk-
"Memang baik sekali putri kita dijodohkan dengan Cie Hiong"
"Tapi-?" Hartawan Lie mengerutkan kening.
"Ada apa, suamiku?" tanya Nyonya Lie heran.
"Aku khawatir.... cie Hiong akan menolak,"jawab hartawan Lie sambil menghela nafas.
"Itu bagaimana mungkin?" Nyonya Lie tersenyum.
"Putri kita begitu cantik jelita, cocok dan serasi dijodohkan dengannya."
"Aku tahu...." Hartawan Lie tersenyum.
"Putri kita telah jatuh cinta kepadanya, dia pasti senang sekali kalau kita menjodohkannya
dengan cie Hiong"
"Jadi kapan kita akan membicarakan ini kepada cie Hiong?" tanya Nyonya LieTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Besok pagi," jawab hartawan Lie-
Justru sungguh di luar dugaan mereka, karena keesokan harinya Tio Cie Hiong mohon pamtt.
"Apa?" Hartawan Lie terbelalak- "Engkau" engkau mau pergi?"
"Ya, paman" Tio Cie Hiong mengangguk.
"Sudah belasan hari aku tinggal di sini, maka sekarang aku mohon pamit."
"Tapi"." Hartawan Lie mengerutkan kening, sebetulnya ia ingin membicarakan tentang
perjodohan itu, namun sulit mencetuskannya.
"Nak" ujar Nyonya Lie sambil tersenyum lembut.
"Sebetulnya kami ingin menjodohkan puteri kami denganmu, tapi... engkau malah mau pergi."
"Terima kasih. Bibi" ucap Tio Cie Hiong.
"Itu berarti Paman dan Bibi sangat memandang tinggi diriku. Namun... aku terpaksa menolak-"
"Kenapa?" tanya hartawan Lie kecewa-
"sebab masih banyak urusan yang harus kuselesaikan."
"Apakah itu hanya merupakan suatu alasan?" tanya hartawan Lie sambil memandangnya.
"Bukan" jawab Tio Cie Hiong.
"sebelum Bibi menyatakan itu, aku sudah mohon pamit duluan, bukan?"
"Nak" Nyonya Lie menghela nafas.
"Siu sien kelihatan sangat suka kepadamu."
"Aku tahu." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Maka aku harus menemuinya- paman danBibi tidak berkeberatan kan?"
"Tentu-" Nyonya Lie mengangguk-
"Aku akan ke dalam memanggilnya-"
"Bibi" ujar Tio Cie Hiong.
"Aku akan menunggu di halaman depan."
Kemudian Tio Cie Hiong berjalan keluar, sedangkan Nyonya Lie masuk ke dalam untuk
memanggil putrinya. Hartawan Lie menghela nafas ia tahu tidak bisa menahan kepergian Tio Cie
Hiong, maka ia ke kamar menyiapkan bekal untuk pemuda itu.
Tio Cie Hiong berdiri di dekat taman bunga. Tak lama kemudian, ia mendengar suara langkah-
Ternyata Lie siu sien sedang mendekatinya dengan wajah murung bahkan sepasang matanya yang
indah tampak basah-
"Kakak Hiong..." panggilnya agak terisak.
"Adik Sien" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Engkau mau pergi kan?" tanya Lie Siu Sien dengan suara rendah.
"Ya." Tio Cie T tiong mengangguk.
"Sudah belasan hari aku tinggal di sini, jadi hari ini aku mau pamit."
"Kakak Hiong...." Lie Siu Sien menatapnya dengan mata bersimbah air.
"Bukankah kedua orang tuaku ingin...."
"Menjodohkan kita," sambung Tio Cie Hiong.
"Aku. sangat berterima kasih kepada kedua orang tuamu yang memandang tinggi diriku.
Tapi___" "Kakak Hiong, apakah engkau sudah mempunyai tunangan?"" tanya Lie Siu Sien.
"Tidak." jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Aku tidak bertunangan dengan gadis yang mana pun."
"Kalau begitu, kenapa engkau menolak itu?" Wajah Lie Siu Sien tampak sedih.
"Apakah engkau merasa diriku tidak serasi dengan dirimu?"
"Adik Sien Engkau cantik jelita, mahir seni lukis dan musik, siapa yang dapat mempersuntingmu,
pasti hidup bahagia," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.
"Namun aku masih mempunyai banyak urusan yang harus kuselesaikan, maka...."
"Kakak Hiong Bukankah kita boleh... boleh...." Lie siu Sien menundukkan kepala.
"Bertunangan dulu?"
"Adik Sien Itu akan membuat dirimu terikat. Engkau harus tahu, bahwa hidupku boleh dikatakan
btfaeia di ujung senjata taiam." Tio Cie Hiong memberitahukan,
"Itu hanya alasan saja."
"Itu bukan alasan." Tio Cie Hiong menghela nafas.
"engkau harus tahu, bahwa kedua orang tuaku dibunuh oleh Bu Lim sam Mo, kakakku mati di
tangan empat Dhalai Lhama Tibet. Karena itu aku harus mencari mereka, sedangkan kepandaian
mereka sangat tinggi. Bagaimana perjalanan hidupku kelak, aku sendiri tidak mengetahuinya.
Apabila kita bertunangan, akan membuatmu hidup menderita."
" Kakak Hiong Itu tidak jadi masalah," tegas Lie siu sien.
"Tapi merupakan suatu masalah bagiku," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh-
"Aku tahu engkau suka padaku, selama belasan hari ini, akupun tahu engkau adalah gadis yang
baik. oleh karena itu, aku tidak mau membuatmu menderita, sehingga hatiku tercekam rasa dosa."
" Kakak Hiong...." Lie siu Sien mulai terisak-isak-
"Adik sien" Tio cie Hiong tersenyum.
"Apabila kita berjodoh, kelak kita pasti akan berjumpa kembali."
" Kakak Hiong...." Air mata Lie siu sien sudah meleleh.
"Adik sien, percayalah Kita akan berjumpa kelak" ujar Tio Cie Hiong seakan berjanji-
" Kakak Hiong tidak bohong?" tanya Lie siu Sien.
"Au tidak bohong. Hanya saja...." Tlo Cie Hiong mengerutkan kening.
"Aku tidak berani berjanji kapan akan datang menjumpaimu."
"Aaakh..." keluh Lie siu Sien.
"Itu berarti engkau tidak akan ke mari, sebab engkau tidak berani berjanji waktunya, siapa tahu
engkau ke mari aku sudah mati"
"Adik sien jangan berkata begitu" Men-dadak Tio Cie Hiong menggenggam tangannya
"Aku yakin engkau pasti panjang umur."
"Kakak Hiong...." Lie Siu Sien menatapnya, kemudian tersenyum seraya berkata.
"Terima kasih, karena engkau mau menggenggam tanganku...."
"Adik sien, aku selalu ingat padamu. Engkau gadis baik, tentunya engkau akan hidup bahagia."
"Aaakh?" Lie siu sien menarik nafas panjang.
"engkau sudah mau meninggalkan aku, bagaimana mungkin aku akan hidup bahagia?"
"Adik sien siapa tahu kelak engkau akan bertemu pemuda lain yang jauh lebih baik dariku,"
hibur Tio cie Hiong.
"Itu tidak mungkin...." Lie siu sien meng- geleng- gelengkan kepala.
" Kakak Hiong, aku pasti menunggu kedatanganmu."
"Adik sien" Diam-diam Tio Cie Hiong berkeluh dalam hati.
"Engkau tidak boleh mengambil keputusan ini, ingat Masih ada pemuda lain...."
"Kakak Hiong...." Lie siu Sien terisak-isak lagi.
"Adik sien, aku sudah harus pergi." ujar Tio Cie Hiong sambil melepaskan genggamannya di
tangan gadis itu.
"Cie Hiong, tunggu" Hartawan Lie dan isterinya berlari lari menghampirinya. Tangan hartawan
Lie membawa sebuah buntalan.
"Aku telah menyediakan bekal ini untukmu, terimalah"
"Paman...."
"Cie Hiong, biar bagaimanapun engkau harus menerima. Kalau tidak, aku pasti marah," ujar
hartawan Lie sungguh-sungguh.
"Nak, terimalah bekal ini" desak Nyonya Lie.
"Terima kasih, Paman dan Bibi" ucap Tio Cie Hiong setelah menerima buntalan tersebut.
"Kok berat sekali?"
"cie Hiong" Hartawan Lie tersenyum.
"Aku hanya menyediakan beberapa stel pakaian putih untukmu. Aku tahu engkau suka pakaian
putih." "Tapi..-" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Itu hanya ratusan tael perak saja," ujar Nyonya Lie-
"Paman, Bibi Aku mohon diri" ucap Tio Cie Hiong, kemudian memandang Lie siu sien.
"Adik sien, jaga dirimu baik-baik sampai jumpa"
Mendadak badan Tio cie Hiong bergerak, seketika itu juga telah lenyap dari hadapan mereka.
" Kakak Hiong...." Lie siu sien menangis terisak-isak-
"Nak" Nyonya Lie memeluknya-
" Kalau engkau berjodoh dengannya, kelak kalian pasti berjumpa kembali- Percayalah"
"Ibu" Air mata Lie siu sien berderai-derai-
"Dia pun mengatakan demikian Tapi" bagaimana mungkin kami akan berjumpa lagi?"
"Aaaakh?" Hartawan Lie menghela nafas.
"Sayang sekali...."
"Ibu...." Lie siu sien terisak-isak-
"Rasanya aku sudah tiada gairah hidup-?"
"Nak" Nyonya Lie membelainya-
"Jangan berkata demikian Kalau dia mencintaimu, dia pasti datang lagi setelah menyelesaikan
urusannya-"
"Ibu?" Lie siu sien masuk ke rumah dengan kepala tertunduk, kelihatan telah patah hati.
setelah melanjutkan perjalanan beberapa hari, Tio Cie Hiong memasuki sebuah desa-Desa itu
cukup besar, dan banyak terdapat rumah penduduk- Namun sungguh mengherankan, desa itu
tampak agak sepi, padahal hari baru mulai senja-
Itulah Peng An Cung (Desa Aman). Tetapi kini desa tersebut tidak aman lagi, sebab telah terjadi
sesuatu, itulah sebabnya desa itu sepi.
Tio Cie Hiong terus berjalan sambil menengok ke sana ke mari- Kebetulan ia melihat laki-laki
berusia lima puluhan sedang mengangkati jemuran. Tio Cie Hiong menjadi heran, sebab
sebenarnya pekerjaan itu adalah pekerjaan kaum wanitaoleh
karena itu, Tio cie Hiong segera menghampiri orang tua itu. Ketika melihat ada seorang
pemuda asing berpakaian putih berjalan menghampirinya, orang tua itu langsung berlari ke dalam
rumah, bahkan sekaligus menutup pintu. Bukan main herannya Tio Cie Hiong, kenapa orang tua itu
tampak ketakutan ketika melihatnya"
Tio Cie Hiong penasaran, lalu mendekati rumah itu. Ketika ia baru mau mengetuk pintu,
terdengarlah suara di dalam rumah-
"Ayah Ada apa?"
"Jangan bersuara"
"Lho" Kenapa?"
"Di luar ada seorang pemuda asing berpakaian putih, jangan-jangan dia adalah"-"
"Itu tidak mungkin, sekarang baru senja, tidak mungkin begitu cepat muncul, ayah?"
Mendengar ucapan itu, Tio Cie Hiong semakin merasa heran, dan yakin, di desa itu telah terjadi
sesuatu. Kemudian ia mengetuk pintu seraya berkata.
"Paman" Tolong buka pintu Aku adalah orang yang kebetulan lewat di sini."
Tiada sahutan. Tio Cie Hiong tahu, orang tua itu tidak berani membukakan pintu
"Paman", aku bukan orang jahat, aku seorang pelancong," ujar Tio Cie Hiong lagi.
Kreeeek Pintu itu terbuka, orang tua tersebut memandang Tio Cie Hiong dengan ketakutan.
"Paman Tio Cie Hiong tersenyum.
"Percayalah, aku bukan orang jahat"
"Anak muda, masuklah" ujar orang tua itu.
Tio Cie Hiong masuk ke dalam, orang tua itu cepat-cepat menutup kembali pintu rumahnya.
Ketika Tio Cie Hiong berjalan ke dalam, melihat seorang gadis berusia dua puluhan berdiri di sudut
ruangan. "Duduklah, Anak muda" ucap orang tua itu.
"Terima kasih" Tio Cie Hiong duduk-
"Ling Ling Cepat suguhkan teh untuk tamu" seru orang tua itu.
"ya. Ayah," sahut gadis yang berdiri di sudut, lalu menyuguhkan secangkir teh untuk Tio Cie
Hiong. "Terima kasih. Kakak" Tio Cie Hiong tersenyum.
Wajah gadis itu langsung kemerah-merahan, gadis itu cukup cantik tapi kelihatan tercekam rasa
takut. "Anak muda, dia putriku satu-satunya." orang tua itu memberitahukan.
"Namanya Cui Ling."
Tio Cie Hiong manggut-manggut dan tersenyum lagi, lalu memandang orang tua itu seraya
bertanya. "Kenapa tadi Paman yang mengangkat jemuran padahal Paman punya anak perempuan?"
"Aaakh?" orang tua itu menarik nafas panjang.
"Anak muda, apakah engkau tidak melihat desa ini begitu sepi?"
"paman, aku memang merasa heran," sahut Tio Cie Hiong.
"Apakah di desa ini telah terjadi sesuatu?"
"Ya." orang tua itu mengangguk-
"Beberapa bulan ini telah terjadi sesuatu yang sangat menyeramkan.?"
"Kejadian apa?"
"Muncul arwah gentayangan menculik para anak gadis-" orang tua itu memberitahukan.
"Dalam waktu beberapa bulan ini, sudah banyak anak gadis yang diculik oleh arwah
gentayangan itu."
" Arwah gentayangan?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Paman, bagaimana mungkin ada arwah gentayangan?"
"justru telah muncul di desa ini." orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Karena itu, para anak gadis tidak berani keluar rumah. Maka aku yang mengangkati jemuran."
"paman, bagaimana kejadian itu?" tanya Tio Cie Hiong ingin mengetahuinya.
"Beberapa bulan lalu di suatu malam, mendadak desa ini diselimuti kabut tebal,"jawab orang tua
itu menutur. "setelah itu, terdengar pula suara lolong anjing yang menyeramkan. Ketika tengah malam,
muncullah cahaya kehijau-hijauan, dan samar-samar tampak beberapa sosok bayangan putih


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjalan tak menyentuh tanah, kemudian berhenti di salah sebuah rumah di desa ini. Keesokan
harinya, anak gadis keluarga itu telah hilang."
"oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Sejak itu kejadian tersebut terus berlanjut, sehingga membuat penduduk di desa ini ketakutan
sekali," ujar orang tua itu melanjutkan.
"Maka para anak gadis desa ini sama sekali tidak berani keluar rumah, sebab telah puluhan anak
gadis hilang lenyap begitu saja. Cui Ling adalah putriku satu-satunya, ini sungguh membuat hatiku
cemas sekali"
"Paman tidak usah cemas" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"ohya, paman memperbolehkan aku menginap di sini?"
"Baiklah-" orang tua itu mengangguk-
"Sejak kejadian itu, kepala desa pun mengumpulkan para pemuda desa untuk menjaga malam,
tapi" beberapa malam kemudian, putri kepala desa malah hilang pula-"
"oh" Bukankah ada para pemuda menjaga malam" Kok putri kepala desa itu masih bisa hilang?"
"Memang mengherankan." orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Ternyata para pemuda itu terkapar tak sadarkan diri- setelah hari mulai terang, barulah mereka
siuman, tapi tidak tahu apa-apa."
"Ngmmm" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Paman. kebetulan aku berada di desa ini, maka aku akan mencoba menangkap arwah-arwah
gentayangan itu"
"Apa?" orang tua itu terbelalak, begitu pula Cui Ling. Gadis itu memandang Tio Cie Hiong
dengan mulut ternganga lebar.
"Paman, Kakak" Tio cie Hiong tersenyum.
"Percayalah, aku pasti bisa menangkap arwah-arwah gentayangan itu"
"Anak muda" orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya.
"Engkau jangan bergurau?.."
"Ayah" sela Cut Ling.
"Kelihatannya dia tidak bergurau."
"oh?" orang tua itu menatap putrinya.
"Benar, Paman" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Aku sama sekali tidak bergurau, oh ya, apakah arwah-arwah gentayangan itu akan muncul
setiap tengah malam?"
"Tidak tentu." orang tua itu memberitahukan.
"Beberapa malam muncul sekali."
"Paman" ujar Tio cie Hiong sungguh-sungguh-
"Mudah-mudahan arwah-arwah gentayangan itu akan muncul malam ini"
orang tua itu dan putrinya saling berpandangan, kelihatannya orang tua itu masih tidak percaya,
namun gadis itu malah percaya sekali, sebab Tio Cie Hiong tidak bertampang pembohong.
-ooo00000ooosetelah
larut malam, Tio cie Hiong duduk bersemadi di dalam rumah orang tua itu menghadap
pintu. Tampak orang tua tersebut dan putri-nya duduk di belakang Tio cie Hiong. Ternyata Tio Cie
Hiong yang menyuruh mereka.
"Paman, Kakak Ling" ujar Tio Cie Hiong menjelaskan.
" Lebih aman kalian duduk di belakangku, karena aku bisa melindungi kalian berdua."
"Terima kasih, Anak muda" ucap orang tua itu. Wajahnya masih tampak cemas sekali, tapi
sebaliknya Cui Ling malah kelihatan tenang.
"Sekarang sudah tengah malam. Aku mendengar suara langkah para pemuda desa yang
meronda, berarti arwah-arwah gentayangan itu tidak akan muncul malam ini," ujar Tio Cie Hiong
dan menambahkan.
"Maka Paman dan Kakak Ling boleh pergi tidur-"
"Anak muda, bagaimana mungkin aku bisa tidur?" orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak bisa tidur," sambung cui Ling.
"Lebih baik aku duduk di belakangmu, rasanya aman sekali."
Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian memejamkan matanya untuk bersemadi lagi.
sementara sang waktu terus berjalan, tak terasa hari sudah mulai terang. Tio cie Hiong
membuka matanya, sedangkan orang tua itu menarik nafas lega.
"Syukurlah hari sudah pagi" ujar orang tua itu.
"Ling Ling, cepatlah masak"
"ya. Ayah-" Cui Ling bangkit berdiri, lalu berjalan ke dalam dengan hati lega-
"Anak muda, mari kita duduk di kursi saja" ajak orang tua itu.
Tio cie Hiong mengangguk- Mereka berdua lalu duduk di kursi- Berselang beberapa saat
kemudian, cui Ling sudah datang dengan membawa dua mangkuk nasi dan sepiring telor goreng.
"Anak muda, mari kita makan" ujar orang tua itu.
"Maaf, tidak ada lauk pauknya. sebab banyak pedagang yang tidak jualan."
"Ada telor goreng sudah cukup-" Tio Cie Hiong tersenyum, dan memandang cui Ling yang
berdiri- " Kakak Ling, mari kita makan bersama"
"Ling Ling, makan bersamalah" sambung orang tua itu.
Cui Ling mengangguk lalu masuk ke dalam, la mengambil semangkuk nasi, lalu duduk makan
bersama ayahnya dan Tio Cie Hiong.
Tak seberapa lama, mereka telah usai makan. Kemudian orang tua itu memandang Tio Cie
Hiong seraya berkata.
"Anak muda, benarkah engkau mampu menangkap arwah-arwah gentayangan itu?"
"Paman, aku tidak bohong" sahut Tio cie Hiong.
" Kalau begitu, aku akan pergi memberitahukan pada Cungcu (Kepala Desa)" ujar orang tua itu.
"Tidak perlu" Tio cie Hiong menggelengkan kepala-
"setelah aku berhasil menangkap arwah-arwah gentayangan itu, barulah Paman pergi melapor
kepada kepala desa-"
"Baiklah>" orang tua itu mengangguk-
"ohya. Anak muda Aku sudah mengantuk sekali, mau pergi tidur sebentar."
"silakan Paman?"
"Ling Ling" pesan orang tua itu.
"Engkau harus mencuci pakaian"
"ya. Ayah-" cut Ling mengangguk, lalu memandang Tio Cie Hiong.
"Maaf, aku harus ke depan untuk mencuci pakaian"
Tidak apa-apa," sahut Tio Cie Hiong.
"Kakak tidak usah menemani aku, pergilah mencuci pakaian"
Cui Ling tersenyum dengan wajah agak kemerah-merahan, kemudian berjalan ke depan. Tio Cie
Hiong tetap duduk di situ. la telah mengambil keputusan untuk menangkap para penjahat yang
menyamar sebagai arwah gentayangan untuk menculik anak gadis di desa itu.
Berselang sesaat, Tio Cie Hiong berjalan ke luar. la melihat Cui Ling sedang memeras pakaian
sekuat tenaga. Pemuda itu tersenyum sambil mendekatinya.
"Kakak Ling" ujar Tio Cie Hiong.
" Cukup capek engkau memeras pakaian itu."
"Ya-" Cui Ling mengangguk dengan nafas agak memburu.
" Kakak Ling, biar aku membantumu."
"Apa?" Cui Ling terbelalak.
"Itu... mana boleh?"
"Tidak apa-apa." Tio Cie Hiong segera mengambil pakaian dari dalam tempat cucian, lalu
mendadak tangannya bergerak sehingga pakaian itu terus melingkar, setelah itu, Tio Cie Hiong
melempar pakaian itu ke arah tali jemuran. Pakaian itu melebar dan jatuh tepat pada tali jemuran.
"Haaah?"" Mulut Cui Ling ternganga lebar.
"engkau-?"
Tio Cie Hiong hanya tersenyum, lalu masuk ke rumah. Cui Ling memandangnya dengan mata
terbelalakTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
setelah hari mulai malam, wajah orang tua itu kembali tampak cemas- Tio Cie Hiong
memandangnya seraya berkata-
"Paman, tidak usah cemas, tidak akan terjadi apa-apa atas diri Kakak Ling Percayalah"
"Anak muda, bukan cuma aku yang cemas," ujar orang tua itu.
"seluruh penduduk desa ini pasti cemas disaat hari mulai malam."
"Ayah, aku yakin adik Hiong dapat melindungiku-" sela Cui Ling mendadak-
"oh?" orang tua itu menatap putrinya-
"Mudah-mudahan"
Ketika malam mulai larut, Tio Cie Hiong menyuruh orang tua itu dan putrinya duduk di lantai,
sedangkan ia sendiri duduk bersila di depan mereka menghadap pintu-
Tio cie Hiong mulai bersemadi dengan mata terpejam- Berselang beberapa saat kemudian, ia
membuka matanya seraya memberitahukan.
"Paman, Kakak Ling sebentar lagi arwah-arwah gentayangan itu akan muncul. Aku harap Pryarn
dan Kakak Ling tenang saja, dan harus tetap duduk di belakangku"
" Haaah?" Wajah orang tua itu langsung memucat, namun cui Ling tetap tampak tenang.
Tak seberapa lama terdengarlah suara desiran angin, tampak pula kabut tebal mulai
menyelimuti desa itu, dan diiringi lolongan anjing yang menyeramkan.
"Anak muda...." orang tua itu menggigil ketakutan.
"Ba... bagaimana nih?"
"Tenang saja, Paman" sahut Tio Cie Hiong.
"Pokoknya Paman dan Kakak Ling harus tetap duduk di belakangku"
"Adik Hiong" tanya Cui Ling.
"Apakah arwah-arwah gentangan itu akan muncul di sini?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Aku sudah mendengar suara langkah ringan menuju ke mari-"
"oh, Thian" ucap orang tua itu.
"Lindungilah putri hamba"
Walau Cui Ling kelihatan tenang, tapi tidak terlepas dari rasa takut juga. la memegang bahu Tio
cie Hiong erat-erat.
"Kakak Ling, jangan takut" ujar Tio Cie Hiong.
Wajah Cui Ling langsung memerah, karena tanpa sadar ia memegang bahu pemuda itu,
kemudian cepat-cepat ia melepaskan tangannya.
Berselang sesaat, terdengarlah suara hembusan angin yang kencang sekali, dan seketika pintu
rumah itu tergoncang. Braaak Pintu rumah itu terbuka.
seketika juga Cui Ling menjerit ketakutan, sedangkan orang tua itu berkomat-kamit saking
cemasnya, kemudian merangkul putrinya erat-erat.
Tampak empat orang berpakaian kematian berjalan ringan memasuki rumah itu. Akan tetapi
mereka tertegun ketika melihat Tio cie Hiong duduk bersila di lantai menghadang mereka.
"Anak muda Cepat minggir" bentak salah seorang di antara mereka.
"Arwah gentayangan bisa berbicara seperti manusia, ini sungguh luar biasa sekali" sahut Tio Cie
Hiong. "Anak muda Kami harap engkau jangan turut campur urusan ini" ujar orang yang berbadan agak
tinggi. "Cepatlah minggir"
" Aku justru harus turut campur, karena kalian sering menculik anak gadis didesa ini" Tio cie
Hiong masih duduk bersila di lantai.
"He he he" orang berbadan tinggi itu tertawa seram.
"Anak muda, lihatlah aku"
Tio cie Hiong memandangnya. Mendadak sepasang mata orang itu memancarkan cahaya
kehijau-hijauan. Menyaksikan itu, Tio Cie Hiong malah tertawa seraya berkata.
"Percuma engkau mengerahkan ilmu sesat itu, aku tidak akan terpengaruh"
"Hah?" orang itu tampak terkejut, kemudian berseru.
"serang dia"
Pada saat bersamaan, Tio cie Hiong yang duduk bersila itu bergerak mendadak, dan seketika
terdengarlah suara jeritan. "Aaakh Aaaak.^"
Keempat orang itu telah roboh dengan wajah meringis-ringis. Ternyata Tio cie Hiong bergerak
dengan ilmu langkah kilat, bahkan sekaligus memusnahkan kepandaian mereka, sehingga keempat
orang itu sudah tidak bertenaga sama sekali.
"Beritahukan siapa yang menyuruh kalian menculik para anakgadis didesa ini?" bentak Tio cie
Hiong. "Siauw hiap Ampunilah kami" ujar orang berbadan tinggi.
"Aku telah mengampuni nyawa kalian, tapi kepandaian kalian telah musnah- Mulai sekarang
kalian harus menjadi orang baik-baik," sahut Tio Cie Hiong.
"Nah Beritahukan kepadaku, siapa yang menyuruh kalian menculik para anak gadis?"
"Dia" dia adalah Im Yang Hoatsu." orang berbadan tinggi memberitahukan.
"Im yang Hoatsu (Pendeta Banci)?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"ya." orang berbadan tinggi itu mengangguk-
"Kami anak buahnya, dia yang menyuruh kami menculik para anak gadis?"
"Im yang Hoatsu berada di- mana?"
"Di biara tua Ang Lian si (Biara Teratai Merah)"
"Di mana biara itu?"
" Kira-kira dua mil di sebelah barat desa ini."
Tio Cie Hiong manggut-manggut, lalu memandang orang tua itu.
"Paman Aku akan ke Biara Teratai Merah untuk menolong para gadis yang telah diculik itu," ujar
Tio Cie Hiong. "Akupun akan menyadarkan para pemuda yang mungkin masih dalam keadaan pingsan,
sekaligus menyuruh mereka ke mari untuk membawa keempat penjahat ini ke rumah kepala desa-"
"Tapi..." orang tua itu terbelalak-
"Jangan takut, Paman" Tio Cie Hiong tersenyum-
"Aku telah memusnahkan kepandaian mereka, dan kini mereka sama sekali tidak bertenaga-
Kalau Paman menampar mereka, mereka pun tidak akan mampu melawan"
"oh?" orang tua itu mengerutkan kening. Kemudian ia mendekati salah seorang penjahat itu dan
dengan takut-takut menamparnya. Plaak
" Ampun" jerit orang itu kesakitan.
Plak Plak Plak orang tua itu pun menampar yang lain dengan sengit.
"Aduuuh" jerit mereka kesakitan, dan sama sekali tidak bertenaga untuk melawan.
"Paman, Nanti Paman ikut ke rumah kepala desa juga. Keempat penjahat ini boleh dihukum,
tapi jangan dibunuh" pesan Tio Cie Hiong dan segera pergi.
Berselang beberapa saat kemudian, tampak puluhan pemuda desa berlari-lari menuju rumah
orang tua itu. "Mana penjahat itu" Mana penjahat itu?" tanya mereka.
"Di sini" sahut orang tua itu, yang kini tampak gagah sekali.
"Cepat kalian bawa keempat penjahat ini ke rumah kepala desa"
"Kalian kok tahu ada penjahat di sini?" tanya Cui Ling mendadak-
"Nona Ling" sahut salah seorang pemuda-
"Tadi kami sedang meronda, ketika tengah malam, mendadak muncul kabut tebal dan desiran
angin, terdengar pula suara lolong anjing yang menyeramkan. Kami terkejut bukan main.
Mendadak kami mencium bau aneh, sehingga membuat kami pingsan seketika. Di saat kami
siuman, kami melihat seorang pemuda berbaju putih berdiri di hadapan kami sambil tersenyum. Dia
menyuruh kami ke mari, katanya dia telah menangkap empat penjahat."
(Bersambung keBagian 11)
Bagian 11 "Oooh" Cui Ling manggut-manggut.
Para pemuda desa itu menyeret keempat penjahat ke rumah kepala desa. orang tua tersebut
dan putrinya juga ikut ke sana.
Kepala desa menyambut kedatangan mereka dengan ramah, tapi wajahnya tetap murung.
"Terima kasih, kalian telah berhasil menangkap keempat penjahat yang menyamar arwah
gentayangan" ujar kepala desa sambil manggut-manggut.
"Cungcu" sahut salah seorang pemuda.
"Bu-kan kami yang menangkap keempat penjahat itu."
"oh?" Kepala desa bingung.
"Kalau begitu, siapa yang menangkap mereka?"
Cui Ling dan ayahnya segera tampil ke depan. Bukan main gagahnya ketika orang tua itu
menampilkan diri, sehingga membuat Cui Ling nyaris tertawa geli.
"Cungcu (Kepala Desa), yang menangkap keempat penjahat itu adalah seorang pemuda tampan
berbaju putih." orang tua itu memberitahukan dengan suara lantang.
"Kemarin pemuda tampan itu datang ke rumahku. Ketika mendengar ada arwah gentayangan,
maka dia menginap di rumahku untuk menangkap arwah gentayangan itu. Tengah malam ini dia
berhasil, ternyata bukan arwah gentayangan, melainkan keempat penjahat itu yang menyamar
arwah gentayangan."
"oh?" Kepala desa terbelalak.
"Siapa pemuda itu?"
"Wuah" orang tua itu menggelengkan kepala.
"Aku sudah lupa."
" Cungcu Aku memanggilnya adik Hiong." Cui Ling memberitahukan dan sekaligus menutur
tentang kejadian tengah malam itu.
"Haah?" Kepala desa mendengar dengan mulut ternganga, begitu pula para pemuda desa yang
berkumpul di situ.
"Dia bilang mau pergi menolong para gadis yang diculik itu." Cui Ling menambahkan.
"Mungkin tidak lama lagi dia akan ke mari."
"Syukurlah" ucap kepala desa, kemudian berseru lantang.
"Mari kita bunuh keempat penjahat itu"
"Jangan" cegah Cui Ling.
"Kenapa?" Kepala desa tercengang.
" Cungcu, pemuda itu telah berpesan, kita boleh menghukum keempat penjahat itu, tapi tidak
boleh membunuh mereka."
" Kalau begitu, gantung keempat penjahat itu di pohon Tunggu pemuda itu kemari menghukum
mereka" ujar kepala desa.
para pemuda desa segera mengikat keempat penjahat tersebut, kemudian menggantung
mereka di pohon.
"Kalian harus segera memanggil para orang tua yang kehilangan anak gadisnya untuk
berkumpul di sini, sebab menurut Nona Ling, tidak lama lagi pemuda itu akan ke mari bersama para
gadis yang di culik itu."
"ya, Cungcu" sahut para pemuda desa. Mereka segera pergi memanggil para orang tua yang


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehilangan anak gadisnya.
Biasanya kepala desa sangat memandang rendah ayah Cui Ling yang miskin itu. Tapi kini
sikapnya telah berubah sama sekali, bahkan menyuguhkan air teh pula kepadanya, sehingga
membuat orang tua itu gembira.
-ooo00000ooo- Tio cie Hiong mengerahkan ginkang menuju Biara Teratai Merah- Tak segerapa lama kemudian,
ia sudah sampai di biara itu.
Biara tersebut sudah tua, bahkan sudah rusak, dan pintu halamannya tinggal sebelah. Tio Cie
Hiong mengerutkan kening, lalu perlahan-lahan berjalan memasuki halaman biara itu.
Tiada seorang pun berada di situ. Tio Cie Hiong berdiri sambil memandang biara yang tak diurus
itu. sekonyong-konyong berkelebat belasan bayangan putih ke arahnya. Belasan orang itu
semuanya berpakaian kematian.
Pada waktu bersamaan, terdengar suara tawa menyeramkan yang melengking-lengking,
kemudian muncul seorang berpakaian pendeta. orang itu tampak aneh sekali, sebab mukanya dirias
dengan bedak dan bibirnya dimerahkan.
"eeh?" orang itu kelihatan tertegun ketika melihat Tio cie Hiong.
"siapa engkau adik manis?"
Tio Cie Hiong melongo ketika mendengar ucapannya orang itu, sebab mirip suara wanita yang
mengalun lembut.
"Engkau siapa?" Tio Cie Hiong balik bertanya.
"Adik manis, aku Im yang Hoatsu (Pendeta Banci)." orang itu tersenyum genit sambil menatap
Tio cie Hiong dengan mata tak berkedip-
"Ternyata engkau Im yang Hoatsu" Tio Cie Hiong manggut-manggut-
"Adik manis, engkau kenal aku?" Im yang Hoatsu mengerlingkan matanya.
"Jadi engkau ke mari mencariku?"
"ya" Tio Cie Hiong menganggukTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Bagus Bagus" Im yang Hoatsu tersenyum-
"Mari kita bersenang-senang, aku jamin engkau pasti merasa puas"
"Im yang Hoatsu" bentak Tio Cie Hiong mendadak
"Kenapa engkau menyuruh anak buahmu menculik para gadis desa itu?"
"Wuah" Im yang Hoatsu tertawa kecil-
"Adik manis, kok engkau begitu galak sih Tapi aku senang deh padamu-"
"Im yang Hoatsu" bentak Tio Cie Hiong lagi.
"Cepatlah melepaskan para gadis itu"
"Itu mana boleh?" sahut Im yang Hoatsu.
"Mereka sudah kujadikan pelayan-pelayanku-Tapi" aku bersedia melepaskan gadis-gadis itu,
asal engkau mau menemaniku selamanya-"
" omong kosong" Tio Cie Hiong menatapnya.
"Hari ini aku harus menumpas kalian semua"
"oh ya?" Im yang Hoatsu tertawa geli, kemudian berseru dengan suara parau.
"Kalian cepat tangkap adik manis itu"
Tio Cie Hiong tertegun karena mendadak suara Im yang Hoatsu berubah parau, padahal semuLa
mengalun begitu lembut-
Belasan orang itu langsung menerjang ke arah Tio Cie Hiong. Dengan cepat-cepat pemuda itu
bergerak menggunakan ilmu langkah kilat. Tam-pak bayangan berkelebat laksana kilat, kemudian
terdengarlah suara jeritan di sana sini. "Aaaakh.-"
Belasan orang telah roboh sambil merintih-rintih- Terbelalak Im yang Hoatsu menyaksikanny a -
"siapa kau?" bentaknya parau.
"Tidak usah tahu siapa aku yang jelas aku harus menumpasmu hari ini, karena engkau telah
melakukan kejahatan" sahut Tio Cie Hiong.
"oh, ya?" suara Im yang Hoatsu mengalun lembut lagi, kemudian tersenyum genit seraya
berkata- "Lihatlah Bukankah aku gadis yang sangat cantik sekali" Kau pasti jatuh cinta kepadaku Ayolah,
mari kita bersenang-senang di dalam biara"
Tio Cie Hiong memandangnya, seketika itu Im yang Hoatsu berubah menjadi seorang gadis
yang amat cantik, bahkan badannya meliuk-liuk merangsang. Menyaksikan itu, Tio Cie Hiong tahu
Im yang Hoatsu memiliki ilmu hitam. Karena itu, ia pun mengerahkan "Ilmu Penakluk iblis".
"Im yang Hoatsu" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Lihatlah Aku ayahmu, cepatlah engkau berlutut"
"Haaah-.?" Im yang Hoatsu terkejut bukan main, sebab mendadak ia melihat almarhum ayahnya
berada di hadapannya, sehingga membuatnya nyaris berlutut.
"Ha ha" Tio Cie Hiong tertawa geli.
"Engkau...." Im yang Hoatsu terbelalak.
"Eng-kau mahir ilmu hitam juga?"
"Tidak" Tio cie Hiong menggeleng kepala.
"Itu yang disebut senjata makan tuan."
"Lihat" bentak Im yang Hoatsu dengan suara berwibawa.
"Aku iblis dari neraka yang akan membunuhmu"
Mendadak Im yang Hoatsu berubah menjadi sosok makhluk yang sangat menyeramkan,
langsung menerjang ke arah Tio Cie Hiong.
"Aku si Penakluk Iblis" ujar Tio Cie Hiong halus.
"Iblis, cepatlah menyerah"
"Aaaakh?" jerit Im yang Hoatsu. Ternyata dirinya telah terserang, Ilmu Penakluk Iblis, sehingga
membuat sekujur badannya mengucurkan keringat, Ia mundur beberapa langkah, dan cepat
mengeluarkan sebatang tongkat pendek berkepala ular.
" Lihat serangan"
Im yang Hoatsu menyerang Tio Cie Hiong dengan tongkat berkepala ular itu. Tio Cie Hiong
menghindar dengan ilmu langkah kilat, Im yang Hoatsu tertegun karena mendadak pemuda itu
telah hilang dari hadapannya. Kini barulah ia tahu telah menghadapi pemuda yang berilmu tinggi,
bahkan dapat membuyarkan itmu hitamnya pula. Maka diam-diam ia mengambil keputusan untuk
kabur. Tio Cie Hiong yang masih belum berpengalaman tidak mengetahui itu.
sekonyong-konyong Im yang Hoatsu melemparkan sesuatu ke bawah- Terdengarlah letusan
yang menimbulkan asap tebal. Asap beracun namun Tio Cie Hiong tidak mengalami apa pun, sebab
dirinya kebal terhadap racun.
Begitu asap itu sirna, Tio Cie Hiong terkejut mendapati Im yang Hoatsu ternyata telah kabur.
Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, menyesali keteledorannya. Lalu melangkah
menghampiri salah seorang yang masih menggeletak di situ.
"Di mana gadis-gadis itu?" tanyanya.
"Mereka... mereka disekap di sebuah kamar," jawab orang itu memberitahukan,
"siauw hiap, ampunilah kami"
"Aku sudah mengampuni kalian. Kini kepandaian kalian telah musnah, selanjutnya jadilah orang
baik-baik"
orang itu mengangguk dengan wajah murung.
Tio Cie Hiong masuk ke dalam biara tua itu. Didengarnya ada suara tangisan di sebuah kamar,
segeralah ia membuka pintu kamar itu, maka tampak belasan gadis berada di dalam.
"Kakak, kakak" seru Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Kalian jangan takut, aku kemari untuk menolong kalian"
"Terima kasih" sahut gadis-aadis itu serentak dan ikut Tio Cie Hiong keluar. Begitu sampai di
luar biara, barulah Tio Cie Hiong ingat akan satu masalah, dari tempat ini menuju ke desa
cukupjauh, berarti gadis-gadis itu harus berjalan kaki, sebab tidak ada kuda.
"Tidak ada kuda, jadi kalian, terpaksa harus berjalan kaki pulang" ujar Tio Cie Hiong.
"Tidak apa-apa," ujar gadis-gadis itu-
"Tapi kami harap siauw hiap-.."
"Tentu" Tio Cie Hiong tersenyum.
" Aku pasti menjaga kalian sampai di desa"
"Terima kasih, Siauw hiap" ucap gadis-gadis.
Setelah hari agak siang, barulah mereka sampai di rumah kepala desa. Betapa gembiranya para
orang tua bertemu anak gadis mereka. Tak henti-hentinya mereka menjura sambil menghaturkan
terima kasih kepada Tio Cie Hiong.
"Siauw hiap" Kepala desa mendekati Tio Cie Hiong.
"Terima kasih atas pertolonganmu, sehingga putriku bisa selamat."
"sama-sama-" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Cungcu, kepala penjahat itu ternyata Im yang Hoatsu, jadi" dia tidak bisa mengganggu anak
gadis- Harap Cungcu tenang."
Kepala desa itu manggut-manggut mengerti akan maksud Tio Cie Hiong.
"siauw hiap, karena engkau telah menolong putriku dan lain-lainnya, maka aku akan
memberimu hadiah-"
Tidak usah-" Tio cie Hiong menggeleng kepala-
"yang penting Cungcu jangan bertindak semena-mena terhadap penduduk-" Kepala desa
mengangguk- "Dan...," tambah Tio Cie Hiong.
"Ayah Cui Ling sangat baik terhadapku, aku harap Cungcu bersedia membantunya."
"Tentu, tentu" Kepala desa mengangguk-
"Aku akan memberikannya sawah yang luas." ujarnya kemudian.
Tio Cie Hiong menghampiri ayah Cui Ling, sementara orang tua itu terus tertawa gembira.
"Paman, Kepala desa sudah berjanji akan memberikan sawah yang luas. selanjutnya Paman
tidak perlu merasa bersusah lagi." Tio Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum.
"oh..-Be" benarkah itu?" tanya orang tua itu tak percaya.
"Benar," sahut kepala desa sambil manggut-manggut.
"Aku telah berjanjipada Siauw hiap ini, tentunya aku tidak akan mengingkarinya."
"Terima kasih, Cungcu" ucap orang tua itu. Tio Cie Hiong menjura pada semua orang.
"Maaf. Aku mau mohon diri," ujarnya kemudian.
"Adik Hiong...," seru Cui Ling dengan mata mulai basah-
"Begitu cepat... engkau mau pergi?"
"ya" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Kakak Ling, ayahmu sudah tua, jagalah dia baik-baik"
"Adik Hiong...." Air mata Cui Ling mulai meleleh.
Tio Cie Hiong tersenyum lagi. Namun mendadak dia bergerak, seketika badannya berkelebat
laksana kilat meninggalkan tempat itu.
"Hrrp.." Kepala desa terkejut melihatnya.
"Dia" dia benar-benar sin Hiap (Kesatria)"
"Pek Ih sin Hiap Pek Ih sin Hiap (Kesatria Baju Putih)" seru semua orang yang berada di situ.
"Adik Hiong?" Cui Ling yang terisak-isak kembali meneriakkan nama pemuda sakti itu.
sejak itu, dikenallah Pek Ih sin Hiap dalam rimba persilatan. Kesatria Baju Putih yang selalu
menolong orang dan menumpas para penjahat dengan cara memusnahkan kepandaian mereka....
-ooo00000ooo- Bab 19 Panggung cari jodoh
Tio Cie Hiong terus melanjutkan perjalanannya menuju Puri Angin Halilintar. Dalam perjalanan
itu dia sambil acapkali menolong orang sakit, juga menumpas para penjahat. Hanya saja ia tidak
pernah membunuh, melainkan memusnahkan kepandaian mereka. Karena itu, lambat
launjulukannya mulai dikenal dalam rimba persilatan.
Pagi ini ia memasuki sebuah kota yang cukup besar. Kota An wie termasuk kota perdagangan,
tidak mengherankan kalau keadaannya begitu ramai.
ini suasana kota tersebut tampak lebih ramai, di sana sini terlihat orang berkumpul
membicarakan sesuatu sambil tertawa.
Tio Cie Hiong yang baru tiba di kota An wie itu terheran-heran menyaksikannya, sama sekali
tidak tahu apa yang dibicarakan warga kota. Kemudian ia memasuki sebuah kedai yang sangat
ramai. Tidak ada tempat kosong sehingga terpaksa dia berdiri sambil menengok ke sana ke mari.
Ia melihat dua orang lelaki yang sedang bersantap sambil mengobrol tak henti-hentinya. Karena
di situ masih ada tempat kosong, maka Tio cie Hiong mendekati mereka.
"Maaf" ucapnya sambil menjura pada kedua orang itu.
"Bolehkah aku duduk di sini?"
"silakan" sahut salah seorang sambil memandangnya.
"Terima kasih" Tio Cie Hiong tersenyum dan duduk- segera seorang pelayan menghampirinya.
"Tuan mau makan apa?"
"semangkok nasi dan sop sapi," jawab Tio Cie Hiong.
Tak lama kemudian, pelayan sudah menyediakan pesanan Tio Cie Hiong. Ketika ia mulai
bersantap, kedua orang di dekatnya terdengar mengobrol lagi.
"Nanti sore, pertandingan itu pasti menarik sekali."
"Ha ha Pasti merupakan pertandingan yang sangat menarik-"
"Tapi"." orang yang berbadan gemuk meng-geleng-gelengkan kepala.
"Mungkin juga ada yang akan mati dalam pertandingan itu-"
"Benar." Temannya manggut-manggut.
"Sebab pemuda jahat itu pasti muncul, jadi"-"
"Aaakh" orang berbadan gemuk menghela nafas panjang.
"Siapa yang mampu mengalahkannya" Nona Tan pasti"
"yaah" Temannya menggeleng-geleng kepala,
"Guru silat Tan berharap ada orang yang mampu mengalahkan pemuda jahat itu- Tapi di dalam
kota ini mana ada orang yang mampu mengalahkan pemuda itu?"
Mendengar percakapan itu Tio Cie Hiong merasa tertarik- Ia memandangi orang yang berbadan
gemuk seraya bertanya-
"Maaf sebetulnya ada pertandingan apa di kota ini. Tuan?"
Kedua orang itu langsung memandang Tio cie Hiong, mereka berdua tampak tercengang.
"Eh" saudara bukan warga kota ini?" orang berbadan gemuk balik bertanya.
"Bukan." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Aku cuma mampir di kota ini."
"oooh" orang berbadan gemuk itu manggut-manggut.
"Pantas saudara tidak tahu."
"Bolehkah saya tahu pertandingan apa yang Tuan perbincangkan tadi?"
"Tentu boleh," sahut orang berbadan gemuk itu.
"Di kota ini terdapat seorang guru silat, Tan Kiat sih namanya. Beliau punya seorang putri yang
cantik jelita bernama Tan Li Cu...."
"Gadis itu berkepandaian tinggi," sambung temannya.
"Sebab gadis itu mendapat bimbingan dari seorang biarawati pengembara."
"oh?" Tio Cie Hiong makin tertarik-
"Lalu kenapa ada suatu pertandingan?"
"Itu merupakan sayembara," sahut orang berbadan gemuk memberitahukan,
"Ternyata Nona Tan telah saling mencinta dengan seorang pemuda bernama Lim Hay Beng.
Guru Tan sangat suka pada Lim Hay Beng, karena Lim Hay Beng merupakan pemuda baik, Karena
itu, guru Tan berniat menjodohkan mereka Namun...."
"Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong.
"Mendadak muncul Liu siauw Kun ke rumah guru Tan untuk melamar putrinya. Hal itu membuat
Guru silat Tan jadi serba salah," tutur orang berbadan gemuk sambil menggeleng-geleng kepala.
"Kenapa Guru Tan harus serba salah" Bu-kankah dia boleh menolak pinangan Liu siauw Kun
itu?" selidik Tio cie Hiong.
"Kalau Guru Tan menolak langsung, berarti guru Tan dan putrinya bakal celaka." orang
berbadan gemuk menarik nafas.
"Lho?" Tio cie Hiong tercengang.
"Kenapa begitu?"
"Liu siauw Kun berkepandaian sangat tinggi dan berhati kejam pula." orang berbadan gemuk
memberitahukan,
"Liu siauw Kun selalu berlaku sewenang-wenang di kota ini, bahkan sering puLa mengganggu
para anak gadis- siapa berani melawannya, pasti mati di ujung pedangnya"
"oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Kenapa orang tuanya membiarkannya berbuat sewenang-wenang begitu?"
"orang tuanya cuma tahu bersenang-senang, mana bisa mendidik putranya" Sedangkan ibunya
sudah lama meninggal. Lagi pula... guru Liu siauw Kun malah lebih kejam, sering membunuh orang
hanya karena urusan kecil."
"Siapa guru Liu siauw Kun?"
"Gurunya adalah Tok Gan sin coa (ular sakti Mata satu)"
"ohya, apakah Lim Hay Beng itu mengerti ilmu silat?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Mengerti- Tapi-?"
"Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong cepat.
" Kepandaiannya masih di bawah Nona Tan, tidak mampu melawan Liu siauw Kun. Aku yakin dia
akan mati di tangan Liu siauw Kun yang berhati kejam itu."
"Dikarenakan itu..." sambung temannya-
"Guru silat Tan mendirikan sebuah panggung sayembara. Pemuda dari mana pun diperbolehkan
bertanding di atas panggung itu. siapa yang mampu mengalahkan Nona Tan, maka akan
dijodohkan kepadanya"
"oh?" Tio cie Hiong tersenyum.
"Kalau begitu, bagaimana dengan Lim Hay Beng yang mencintai Nona Tan?"
"Tentu harus ikut bertanding Namun pasti muncul Liu siauw Kun, maka Lim Hay Beng akan
celaka di tangan pemuda kejam itu."
"Di kota ini tidak ada pemuda yang berkepandaian tinggi untuk mengalahkan Liu siauw Kun?"
tanya Tio Cie Hiong.
" Kalau ada, Liu siauw Kun tentu tidak akan berani berbuat sewenang-wenang. Aaakh Entah apa
yang akan terjadi dalam pertandingan itu?"
"Tuan, di mana panggung itu?"
"Di depan rumah Guru Tan."
"Di mana rumah Guru silat Tan itu?"
"Di sebelah barat kota ini. siapa pun tahu rumah Guru silat Tan." jawab orang berbadan gemuk
sambil menatapnya.
"Apakah saudara mengerti ilmu silat?"
"Mengerti sedikit" ujar Tio cie Hiong dan tersenyum.
"Siapa yang melakukan kejahatan, harus mendapat ganjarannya" lanjutnya menandaskan.
"Memang" orang berbadan gemuk manggut-manggut.
"Tapi..., siapa yang mampu mengalahkan Liu siauw Kun itu?"
"Di mana ada kejahatan, di situ akan muncul kebenaran dan keadilan" ujar Tio Cie Hiong serius,
lalu bangkit berdiri Ketika ia mau membayar, orang berbadan gemuk itu mencegah-


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"saudara, biar aku saja yang membayar."
"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong, ia meninggalkan kedai itu.
Tio cie Hiong berteduh di bawah pohon rindang di depan sebuah biara. Beberapa saat
kemudian, pintu halaman biara itu terbuka, tampak dua hweeshio berjalan keluar. Begitu melihat
Tio cie Hiong duduk di bawah pohon, kening kedua hweeshio itu tampak berkerut.
"Hei Kenapa engkau duduk di situ?" bentak salah seorang hweeshio itu.
Tio cie Hiong memandang kedua hweeshio muda itu dengan penuh keheranan. Biasanya para
hweeshio selalu bersikap ramah terhadap orang, namun kedua hweeshio muda itu bersikap begitu
kasar. "Maaf" ucap Tio Cie Hiong sambil bangkit berdiri
"Aku numpang beristirahat sejenak di sini"
"Engkau tidak boleh duduk di situ" bentak kedua hweeshio muda itu.
"Akan mengotori biara"
"Apa?" Terkejut Tio Cie Hiong mendengarnya.
"Aku berdiri di sini, mana mungkin mengotori biara yang di dalam?"
"ya." Kedua hweeshio itu mengangguk,-
"Apakah ini termasuk ajaran Budha?" tanya Tio cie Hiong mendadak-
"Jangan banyak omong, cepatlah pergi" bentak salah seorang hweeshio itu dengan wajah tak
senang. "Anak muda" seorang wanita berusia empat puluh lebih mendekatinya.
"Lebih baik berteduh di rumahku saja"
"Bibi..." Tio cie Hiong tidak menyangka akan muncul seorang wanita baik hati itu.
"Anak muda, percuma berdebat dengan hweeshio-hweeshio itu," ujar wanita itu dengan suara
pelan. "Mereka hweeshio-hweeshio mata duitan Kalau orang kaya bersembahyang di biara itu akan
disambut dengan ramah, tapi orang miskin yang bersembahyang, mereka sama sekali tidak
menghiraukannya. "
"oh?" Tio Cie Hiong melongo mendengar penuturan wanita setengah baya itu.
"omitohud" ucap kedua hweeshio itu.
"Kalian berdua masih menyebut 'omitohud'?" Tio Cie Hiong tersenyum dan menambahkan.
"Apakah kalian tidak takut tertimpa oleh "omitohud" itu?"
Wanita itu tersenyum, kemudian mengajak Tio Cie Hiong ke rumahnya. Rumah itu cukup besar,
memiliki halaman depan dan belakang, namun keadaannya tampak sudah tua.
"Anak muda, silakan duduk" ucap wanita itu setelah masuk ke rumahnya.
"Terima kasih. Bibi"
"In Hio" seru wanita itu.
" Cepat suguhkan air telip"
"ya." suara sahutan dari dalam terdengar.
"Tidak usah repot-repot. Bibi" ujar Tio Cie Hiong.
Tak lama kemudian, muncul seorang gadis cantik berusia sekitar enam belas membawakan
secangkir teh- Begitu melihat Tio cie Hiong, gadis itu nampak terpana sebentar,
"silakan minum" ucap gadis itu sambil menaruh cangkir di hadapan Tio Cie Hiong.
"Terima kasih. Nona" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum, senyuman itu membuat hati gadis
tersebut berdebar-debar tidak karuan.
"Anak muda." Wanita itu tersenyum.
"Dia putriku, Yap In Nio namanya, ohya, namamu?"
"Namaku Tio Cie Hiong," jawabnya memperkenalkan diri
"Kelihatannya engkau bukan orang kota ini. ya, kan?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Pagi tadi aku baru tiba di kota ini."
"ooooh" Wanita itu manggut-manggut.
"Nona In Hio" ujar Tio Cie Hiong sambil memandangnya.
"engkau pernah belajar silat, kan?"
"Eh?" Yap In Nio tercengang.
"Kok engkau tahu?"
"Aku melihat gerak langkahmu tadi."
"Kalau begitu...," yap In Nio menatapnya dalam-dalam.
"Engkau pasti pernah belajar silat juga, bukan?"
Tio Cie Hiong mengangguk.-
"Engkau memiliki ilmu silat tinggi?" tanya yap In Hio mendadak-
"Tidak begitu tinggi," sahut Tio cie Hiong sambil tersenyum.
Gadis itu tampak kecewa-
"Kalau engkau memiliki ilmu silat tinggi, aku mau minta petunjuk-"
"In Hio" ibunya menegur.
"Kenapa kau jadi cerewet hari ini" cie Hiong adalah tamu, tidak boleh kurang ajar-"
"Ibu" yap In Hio tertawa geli-
"Kapan sih aku kurang ajar padanya" Kok ibu kelihatan membelanya" oh ya, ibu ketemu dia di
mana?" "Di depan biara-" Wanita itu menggeleng-geleng kepalaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Ibu lihat dia duduk di bawah pohon depan biara, kemudlan muncul dua orang hweeshio muda
mengusirnya, maka ibu mengajaknya ke mari-"
"oooh" yap In Hio manggut-manggut, kemudian mendengus.
"Para hweeshio di biara itu memang keterlaluan, dasar mata duitan pula Lebih baik jangan jadi
hweeshio, itu akan menambah dosa mereka"
"Mereka cuma mengenakan jubah hweeshio dan kepala digundul. Namun mereka sama sekali
tidak mengerti ajaran Budha," Ujar Tio cie Hiong sambil menggeleng-geleng kepala-
"Kalau aku sebagai Kwan Im Pousat, kupukul kepaLa mereka yang gundul itu agar sadar" ujar
yap In Nio. "Eh" In Nio, tidak boleh berkata begitu" tegur ibunya.
"Nona In Hio, walau bukan Kwan Im Pousat, engkau pun boleh mengetuk kepaLa mereka" ujar
Tio Cie Hiong tersenyum.
"Nanti kalau ada kesempatan, aku ketuk kepaLa mereka satu persatu" ujar yap In Hio sambil
tertawa kecil. "Anak muda...." Wanita itu menggeleng-geleng kepala.
"Putriku memang nakal, aku terlampau memanjakannya"
"ohya, di mana ayahnya?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"Ketika dia berumur tiga tahun, ayahnya meninggal karena sakit." Wanita itu memberitahukan
dengan wajah murung,
"sejak itu aku menjanda."
"Maaf, aku telah menimbulkan kedukaan Bibi" ucap Tio Cie Hiong merasa tidak enak-
"Anak muda, itu telah berlalu." Wanita itu tersenyum getir.
"Ei" ujar yap In Hio pada Tio Cie Hiong.
"Apakah engkau tahu guru silat Tan menyelenggarakan sebuah sayembara?"
"Tahu." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Aku sudah dengar itu"
"Ei Engkau pernah belajar ilmu silat, apakah engkau mau ikut bertanding memperebutkan Nona
Tan yang cantik jelita itu?""
"In Hio" tegur ibunya dengan menatap In Nio-
"Engkau kok sangat kurang ajar" Kenapa engkau memanggil dia "Ei" begitu?"
"Maaf" ucap yap In Hio-
"Aku tidak tahu harus panggil dia apa?"
"Engkau harus panggil dia kakak Hiong" ujar ibunya memberitahukan
Yap In Hio mengangguk, kemudian ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala,
"Ilmu silatku masih rendah, kalau aku memiliki ilmu silat tinggi, aku pasti...."
"Nona In Hio, engkau mau ikut bertanding?" tanya Tio cie Hiong merasa kaget.
"Aku seorang gadis, nona Tan juga gadis Bagaimana mungkin aku akan ikut bertanding?" sahut
Yap In Hio sambil tertawa kecil.
"Kalau begitu, kenapa engkau barusan bilang?"
"Maksudku apabila aku memiliki ilmu silat tinggi, maka aku akan menghajar Liu siauw Kun itu."
Yap In Hio menjelaskan.
"Oooo" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Namun..." Yap In Hio menggeleng-geleng kepala.
"Aku saja masih kalah bertanding dengan nona Tan, bagaimana mungkin mampu menghajar Liu
siauw Kun yang jahat itu?"
"Engkau pernah bertanding dengan nona Tan itu?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Ya- Tapi sekedar pertandingan persahabatan saja." Yap In Hio memberitahukan.
"sebab kami saling bersahabat."
"Engkau kalah bertanding melawannya?"
Yap In Hio mengangguk-
"Lima puluh jurus kemudian, ranting kayunya berhasil menyentuh punggungku"
"ohya" Tio cie Hiong menatapnya.
"Engkau belajar ilmu silat pada siapa?"
"Beberapa tahun lalu, ibuku melihat seorang pengemis kedinginan di luar, maka ibuku
menyuruhnya masuk dan memberi makan. Ternyata pengemis itu bisa ilmu silat, beliau mengajar
aku ilmu pukulan dan ilmu pedang. Tapi tidak lama, tiga bulan kemudian, pengemis itu pergi, sejak
itu aku terus menerus melatih ilmu pukulan dan ilmu pedang yang diajarkannya." Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
" Kakak Hiong, nanti sore engkau mau nonton pertandingan itu?" tanya Yap In Hio.
"Mau." Tio Cie Hiong mengangguk.-
"Kita ke sana bersama saja," usul Yap In Nio-
"Aku juga ingin menyaksikan pertandingan itu"
"Dasar anak nakal" dengus ibunya, meng-geleng-geleng kepala.
"Pemuda mana yang mau sama dirimu kalau engkau begitu binal?"
"Ibu" Yap In Nio tersenyum,
"usiaku baru enam betas, kenapa ibu kalut sih?"
"Tentu kalut" sahut ibunya.
"Engkau begitu binal, Ibu kuatir engkau akan menjadi perawan tua."
"Tidak apa-apa. Aku ingin menjadi seorang pendekar wanita kok" sahut YaP In Nio, kemudian
menoleh ke arah Tio Cie Hiong seraya bertanya,
" Kakak Hiong, engkau sudah punya kekasih belum?"
"Usiaku baru menjelang delapan belas, belum memungkinkan punya kekasih, bukan?" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Masih kecil kok"
"Engkau begitu tampan, sopan dan ramah-" Yap In Nio menatapnya.
"Aku yakin pasti banyak anak gadis yang menyukaimu."
"Entahlah-" Tio cie Hiong menggeleng kepala.
"Sayang sekali" Yap In Nio menghela nafas.
"Nona Tan sudah punya kekasih, Kalau belum, dia pasti akan jatuh cinta padamu."
"Eeeh?" tegur ibunya lagi.
"Masih kecil kok sudah membicarakan cinta"
"Lho" Ibu bagaimana sih?" sahut Yap In Nio.
"Tadi kalut karena tidak ada pemuda yang mau denganku, sekarang malah bilang aku masih
kecil sudah membicarakan cinta Jangan-jangan ibu sudah pikun"
"In Hio..." Wanita itu melotot.
"Hi hi" Yap In Nio tertawa geli-
"Nah, makanya lain kalijangan suka menegur sembarangan"
"sudahlah jangan banyak omong cie Hiong mungkin sudah lapar, kita makan dulur ajak ibunya,
mengalihkan pembicaraan.
"Bibi, aku...."
"Kakak Hiong, jangan sungkan-sungkan" ujar Yap In Nio sambil tersenyum.
"Anggaplah rumah sendiri"
"Betul." Wanita itu manggut-manggut sambil tersenyum juga.
"Nak Cie Hiong, anggaplah rumah sendiri"
"Terima kasih, Bibi," ucap Tio Cie Hiong.
"Ayoh, Kakak Hiong" yap In Hio menariknya.
".Mari, kita ke dalam"
-ooo0000ooosebelum
sore, Yap In Hio sudah mengajak Tio Cie Hiong ke panggung tempat akan diadakan
pertandingan silat itu. Tempat tersebut telah ramai sekali. Para penonton membludak sehingga Tio
Cie Hiong dan yap In Hio terpaksa berdiri agak jauh dari panggung.
Panggung tersebut berukuran cukup besar dan tinggi. Tampak beberapa buah kursi di sisi
panggung, namun masih kosong.
"Kursi itu untuk guru silat Tan dan beberapa tamu terhormat." yap In Hio memberitahukan.
"Rumah yang besar itu rumah Guru silat Tan, muridnya sudah mencapai ratusan."
"Ooooo" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Engkau melihat Liu siauw Kun itu?"
"Tidak- Mungkin belum hadir," sahut yap In Hio sambil menyebarkan pandangannya.
"Tuh Pemuda itu kekasih nona Tan"
Tio Cie Hiong menoleh ke sana, melihat seorang pemuda tampan berdiri agak depan, wajahnya
kelihatan muram.
"Dia bernama Lim Hay Beng, kan?" tanya Tio Cie Hiong.
"Engkau tahu?" tanya yap In Hio, heran.
"Aku dengar dari orang." Tio Cie Hiong tersenyum,
"Kakak Hiong." Wajah yap In Hio agak ke-merah-merahan.
"Tolong engkau jangan sering tersenyum."
"Lho" Kenapa?" Tio Cie Hiong bingung.
"Tahukah engkau" senyumanmu membuat hatiku berdebar-debar tidak karuan," ujar Yap In Nio
blak-blakan. "Engkau...," Tio Cie Hiong kaget mendengar kata-kata gadis itu yang blak-blakan.
"Kakak Hiong" Yap In Hio tersenyum.
"Lebih baik aku blak-blakan daripada aku diam saja. Ya, kan?"
Tio Cie Hiong mengangguk dan tersenyum lagi.
"TUh" Yap In Hio cemberut.
" Engkau senyum lagi"
"Itu disebabkan engkau senyum dulu barusan, jadi aku ikut tersenyum. Aku tidak bersalah,
kan?" sahut Tio Cie Hiong sambil menoleh ke tempat lain, sebab ia tersenyum lagi.
"Pura-pura." kata Yap In Hio merungut.
"Pura-pura apa?" tanya Tio Cie Hiong sambil memandangnya-
"Barusan engkau senyum lagi, tapi mengarah ke tempat lain engkau kira aku tidak tahu, ya?"
Yap In Hio cemberut.
"nona In Hio, aku... aku...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakak Hiong, kau panggil saja aku Adik In jangan memanggil nona Tahu?" Yap In Hio melotot.
"Baik," Tio cie Hiong mengangguk-
"Kalau sudah menjawab baik, haruslah memanggilku Adik In" tandas gadis itu tagi.
"Adik In" Panggil Tio Cie Hiong dan nyaris tertawa geli karena gadis itu memang nakal dan
lincah- "Nan Aku senang sekali" yap In Nio tersenyum.
"Adik In, engkau boleh senyum, kenapa aku tidak?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.
"senyumanku membuat hatimu berdebar-debar tidak?" Gadis itu balik bertanya sambil
menatapnya. "Tidak" jawab Tio cie Hiong polos, yap In Hio tampak kecewa.
"Tapi...," tambah Tio Cie Hiong.
"senyuman-mu sangat manis."
"oh?" Wajah gadis itu langsung berubah-
"Kalau begitu, aku harus terus senyum."
"Jangan" Tio Cie Hiong menggeleng kepala.
"Nanti orang lain akan mengira dirimu gadis sinting."
"Masa bodoh" yap In Hio tertawa. Mendadak terdengar tepuk sorak yang riuh gemuruh, ternyata
seorang pria berusia lima puluhan bersama seorang gadis cantik jelita berjalan menuju ke
panggung. "Tuh Guru silat Tan dan putrinya Beberapa pemuda yang mengikuti dari belakang adalah muridmurid
kesayangannya"
"oooh" Tio cie Hiong manggut-manggut sambil melihat ke panggung.
"nona Tan memang cantik jelita"
"Engkau tertarik ya?" tanya yap In Hio.
"Tertarik?" Tio cie Hiong tersenyum.
"Dia sudah punya kekasih, lagipula usianya lebih tua dari aku."
"jadi engkau tidak tertarik padanya?" yap In Nio menatapnya.
"Tentu tidak-" sahut Tio cie Hiong sungguh-sungguh.
"Kakak Hiong" bisik gadis itu
"Engkau tertarik padaku?"
"Eh?" Tio Cie Hiong tertegun.
"Adik In, engkau...."
"Kakak Hiong, kau harus tahu Aku seorang gadis yang suka berterus terang, jadi" aku harap
jangan kau mengira aku gadis yang tak tahu malu"
"Memang ada baiknya berterus terang." ujar Tio Cie Hiong sambil manggut-manggut.
Ketika yap In Nio ingin mengatakan sesuatu, mendadak Guru silat Tan meloncat ke atas
panggung, lalu berkata dengan lantang. Karena itu, yap In Nio batal mencetuskan apa yang ingin
dikatakannya itu.
"Aku mendirikan panggung ini, untuk memberi kesempatan pada kaum pemuda yang memiliki
ilmu silat, siapa yang dapat mengalahkan putriku, maka dia adalah jodohnya."
Terdengarlah tepuk sorak gegap gempita. Pemuda mana yang tidak ingin mempersunting Tan Li
cu yang cantik jelita itu"
"Apabila ada pemuda yang dapat mengalahkan putriku tapi...," lanjut guru silat itu.
"Kalau masih ada penantang lain, maka harus bertanding lagi melawan si penantang itu
Peraturan dalam pertandingan ini, baik tangan kosong maupun bersenjata, dilarang saling melukai
pertandingan tangan kosong cukup saling menjatuhkan, pertandingan dengan senjata cukup saling
menyentuh saja Bagi siapa yang melanggar peraturan ini, walau menang tetap dianggap tidak sah
Harap para peserta mentaati peraturan tersebut"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah mengumumkan itu, guru silat Tan meloncat turun. Tak lama tampak Tan Li Cu meloncat
ke atas, lalu menjura pada para penonton seraya berkata sambil tersenyum lembut.
"Pemuda mana yang ingin memberi pelajaran padaku, aku persilakan naik"
seketika meloncat ke atas seorang pemuda bertubuh kurus. Begitu sampai di atas panggung, ia
pun menjura pada Tan Li cu.
"Aku ingin bertanding dengan Nona" ujarnya-
"Baik," Tan Li Cu mengangguk
"Bertanding dengan tangan kosong atau dengan senjata?"
"Tangan kosong saja," sahut pemuda kurus itu.
"Silakan menyerang" ujar Tan Li cu.
"Maaf" Pemuda kurus itu mulai menyerang, namun tidak sampai dua puluh jurus, pemuda kurus
itu telah roboh, lalu meloncat turun dengan wajah merah padam. "Uuuuh" Para penonton berteriakteriak
gemuruh. setelah pemuda kurus itu turun, tampak seorang pemuda meloncat ke atas lagi, namun pemuda
itu juga roboh dalam dua puluh jurus. "Uuuh" teriak para penonton lagi.
"yaah" Yap In Nio yang menonton itu meng-geleng-geleng kepala.
"Tidak ada pemuda berkepandaian tinggi naik ke panggung"
"sabar bisik Tio Cie Hiong.
"Makin lama pasti makin seru."
"Ei Kakak Hiong" yap In Nlo menatapnya.
"Lebih baik engkau coba bertanding dengan Nona Tan itu"
"Adik In" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kalau aku roboh di tangannya, bukankah aku akan mempermalukanmu?"
"Benar juga." yap In Hio manggut-manggut.
"Nanti Nona Tan akan menganggap aku membawa gentong nasi ke mari."
"Engkaulah yang telah menganggap diriku gentong nasi" sahut Tio Cie Hiong sambil tertawa
kecil. "Eh" Maaf, maaf Kakak Hiong" ucap yap In Nio.
sementara di atas panggung, berturut-turut Tan Li Cu telah mengalahkan beberapa pemuda.
Mendadak meloncat ke atas seorang pemuda tampan.
"Nah" seru yap In Nio.
"Itu dia, kekasih Nona Tan"
"Adik In" bisik Tio Cie Hiong.
"Percayalah, Nona Tan pasti kalah"
"Bagaimana mungkin?" sahut yap ia Nio.
"Kepandaian Nona Tan lebih tinggi, tak mungwn pemuda itu dapat merobohkannya"
"Tapi Nona Tan akan pura-pura kalah," ujar Tio Cie Hiong dan melanjutkan,
"Pemuda ttopan dapat mempersuntingnya."
"Ah?" yap In Hia kurang percaya.
Di atas pmgguug itu telah terjadi pertandingan yang cukup seru, setelah puluhan jurus
kemudian, Tan Li Cu tampak terhuyung-huyung.
"TUh ya, kan?" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Bukankah Nona Tan telah kalah?"
"Dari mana kau tahu?" tanya yap In Hio heran.
"Mereka berdua telah saling mencinta, tentu saja nona Tan harus mengalah agar pemuda itu
dapat memenangkannya...."
Mendadak Yap In Hio menunjuk ke arah kiri-
"Liu Siauw Kun itu telah datang bersama anak buahnya"
Tio Cie Hiong segera memandang ke arah itu- Tampak seorang pemuda berpakaian mentereng
berjalan mendekati panggung dengan kepala terangkat-angkat. Para penonton begitu melihat
kemunculan pemuda itu, langsung menyingkirsetelah
dekat panggung, Liu siauw Kun tertawa panjang, lalu meloncat ke atas. Ia menjura pada
Tan Li cu, tapi memandang sinis pada Lim Hay Beng.
"saudara Lim, engkau telah mengalahkan Nona Tan Maka kini aku menantang engkau"
"Baik-" Lim Hay Beng mengangguk
"Kita bertanding dengan tangan kosong atau dengan senjata?"
"Aku cukup menggunakan sepasang tanganku, kau boleh menggunakan senjata apa pun" sahut
Liu siauw Kun jumawa.
"Mari kita bertanding dengan tangan kosong saja" ujar Lim Hay Beng.
"Ngmm" Liu siauw Kun manggut-manggut.
"Engkau boleh mulai menyerang"
"Maaf" ucap Lim Hay Beng, lalu menyerang Liu siauw Kun.
Liu siauw Kun tertawa gelak sambil bergerak mengelak, kemudian balas menyerang, sementara
Tan Li cu masih tetap berdiri di pinggir panggung, Gadis itu terus memperhatikan pertarungan.
"Tidak sampai tiga puluh jurus, Lim Hay Beng pasti roboh," ujar Tio Cie Hiong pada Yap In Nio
yang sedang memperhatikan pertandingan seru itu.
"Kok engkau tahu?" yap In Nio heran.
"Lihat saja" sahut Tio Cie Hiong.
Pada jurus kedua puluh, Lim Hay Beng sudah tampak kewalahan menghadapi serangan Liu
siauw Kun. Tan Li Cu yang berdiri di pinggir panggung terus mengerutkan kening. Diam-diam ia telah
meraba gagang pedang di punggungnya.
Itu tidak terlepas dari mata Tio Cie Hiong. la tahu apabila Liu siauw Kun berlaku jahat terhadap
Lim Hay Beng, gadis itu pasti menolongnya.
"Hiyaaf teriak Liu siauw Kun sambil menyerang Lim Hay Beng, mengerahkan jurus ganas yang
paling diandalkannya.
Duuk Dada Lim Hay Beng terpukul sehingga badannya terhuyung-huyung ke belakang,
kemudian mulutnya menyembur darah segar.
Liu siauw Kun tertawa gelak, mendadak ia mengayunkan kakinya menendang Lim Hay Beng,
dengan sebuah tendangan yang mematikan.
Di saat bersamaan, Tan Li Cu bergerak menyerang Liu siauw Kun dengan pedangnya. Karena
diserang secara mendadak, Liu siauw Kun terpaksa meloncat mundur, sehingga nyawa Lim Hay
Beng tertolong. Tampak dua murid Guru silat Tan meloncat ke atas, mereka berdua segera
memapah Lim Hay Beng ke bawah.
"Ha ha ha" Liu siauw Kun tertawa terbahak-bahak.
"Bagus Bagus Aku memang ingin bertanding denganmu, Nona Tan yang cantik manis"
"Diam" bentak Tan Li cu, lalu menyerangnya lagi dengan pedang.
Liu siauw Kun berkelit sambil tertawa. De-ngan tangan kosong ia melayani Tan Li Cu.
Liu siauw Kun memang berkepandaian tinggi, walau cuma bertangan kosong, ia masih berada di
atas angin. Bahkan sekali-kali ia masih dapat meraba sepasang payudara gadis itu
Karena gusarnya Tan Li cu menyerang Liu siauw Kun bertubi-tubi. Akan tetapi, pemuda itu
masih dapat berkelit sambil menowel pipi Tan Li Cu. Puluhan jurus kemudian, Liu siauw Kun
berhasil membuat pedang di tangan gadis itu terpental, sekaligus membuatnya jatuh pula.
Liu siauw Kun telah menang dengan gemilang, tapi tiada seorang penonton yang bertepuk
tangan, kecuali para anak buahnya saja yang bersorak-sorak gembira-
"sialan Kalau aku berkepandaian tinggi, aku pasti naik ke panggung menghajar pemuda itu" ujar
yap In Hio dengan wajah merah padam karena gusar.
"Tenang" bisik Tio Cie Hiong.
"sebentar lagi pasti muncul seseorang menghajarnya."
"Tidak mungkin" Yap In Nio menggeleng-geleng kepala.
"Ah Celaka Kakak Li Cu, bagaimana mungkin dia akan kawin dengan pemuda jahat itu?"
"Engkau menyebut Nona Tan Kakak Li Cu?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Aku memang selalu memanggilnya Kakak Li Cu. Engkau sih..-, " Yap In Nio menarik nafas
panjang. "Kenapa aku?"
"Kalau dirimu berkepandaian tinggi, bukankah kau bisa ke panggung itu menghajar pemuda
jahat itu"
"Tenang" Tio Cie Hiong tersenyum.
setelah mengalahkan Tan Li Cu, Liu siauw Kun tampak bertolak pinggang di atas panggung
seraya berseru menantang.
"Siapa berani melawan aku" Ayoh, naik ke mari"
"Huh, sombong benar pemuda itu Kakak Hiong, tadi kau bilang ada seseorang akan
menghajarnya, siapa orang itu?"
"Aku" sahut Tio cie Hiong, mendadak tubuhnya bergerak, tahu-tahu sudah melesat kearah
panggung, "Kakak Hiong..." yap In Hio terbelalak kaget. Mulutnya ternganga lebar karena sangat
terperangah- Perlu diketahui, dari tempat di mana ia berdiri itu berjarak puluhan depa, namun Tio
Cie Hiong mampu melesat sampai di panggung itu"
Tio Cie Hiong mampu melakukannya sebab mengerahkan ginkangnya. Berjungkir balik di udara
beberapa kali sambil berseru keras.
"Pemuda jahat, aku yang menerima tantangan-mu"
Betapa terkejutnya para penonton, melihat sesosok bayangan di udara dan berjungkir balik pula.
Kemudian melayang ringan dan turun di atas panggung terbuka itu.
Tan Li cu menyaksikan itu dengan mata terbelalak, la lebih terbelalak lagi ketika melihat seorang
pemuda yang begitu tampan melayang di atas panggung itu. Liu siauw Kun juga terkejut bukan
main, bahkan wajahnya sudah mulai pucat.
sementara guru silat Tan tak henti-hentinya mengucek mata. Dia kelihatan tidak percaya dengan
apa yang dilihatnya barusan.
yang paling girang adalah yap In Hio, ia bertepuk-tepuk tangan sambil tertawa gembira- Karena
itu, para penonton pun ikut bertepuk tangan dan bersorak-sorak. sementara itu yap In Hio sudah
mendesak ke depan.
Guru silat Tan juga bergirang dalam hati, ia yakin pemuda yang baru muncul itu pasti dapat
merobohkan Liu siauw Kun.
"Siapa engkau?" tanya Liu siauw Kun sambil menatap Tio Cie Hiong.
"Mau apa engkau naik ke mari?"
"Tidak usah tahu siapa diriku, mau apa aku naik ke mari, tentu kau sudah tahu" sahut Tio Cie
Hiong. "Engkau ingin ikut bertanding memperebutkan nona Tan?" tanya Liu siauw Kun sambil
mengerutkan kening.
Tio cie Hiong tidak langsung menyahut, melainkan memandang Tan Li Cu yang berdiri sambil
tersenyum, setelah itu, barulah ia berkata.
"Aku tidak berniat itu, lagipula Nona Tan sudah punya kekasih, tidak lama lagi mereka akan
melangsungkan pernikahan."
"Kalau begitu, untuk apa engkau naik ke mari?" tanya Liu siauw Kun heran.
"Engkau pemuda jahat, bahkan sering mengganggu anak gadis orang dan sering membunuh
orang puLa maka...," Tio Cie Hiong menatapnya tajam.
"Aku naik ke mah untuk menghajar dirimu"
"Engkau berani menghajar aku?"
"Kenapa tidak?"
"Tahukah engkau siapa guruku?"
"Kalau tidak salah, gurumu adalah Tok Gan sin Coa (ular sakti Mata satu) ya, kan?"
"Engkau kenal guruku?"
"Tidak."
"Hm" dengus Liu siauw Kun.
"Kalau guruku berada di sini, engkau pasti takkan berani omong besar"
"Kalau gurumu berada di sini, aku juga akan menghajarnya." ujar Tio Cie Hiong tanpa ragu dan
takut. "Bahkan kalau ayahmu berada di sini, aku akan menghajarnya pula. sebab ayahmu cuma tahu
bersenang-senang, sama sekali tidak bisa mendidik anak-"
"Engkau berani menghina guru dan ayahku?" bentak Liu siauw Kun gusar sekali.
"Tentu." Tio Cie Hiong manggut-manggut.
Ketika Tio cie Hiong mengatakan itu, Tan Li Cu dan ayahnya nyaris tertawa geli-Begitu pula para
penonton dan yap In Hio yang telah berdiri dekat panggung itu.
"Engkau..." saking gusar Liu siauw Kun me-nundingnya.
"Pemuda jahat" bentak Tio Cie Hiong cepat.
"Engkau membawa pedang, cepatlah hunus pedangmu Aku akan melayanimu dengan tangan
kosong" "Baik-" Liu siauw Kun menghunus pedangnya, kemudian mendadak menyerang Tio Cie Hiong
dengan sin coa Kiam Hoat (Ilmu Pedang ular sakti). Lalu mengeluarkan jurus Tok Coa Cut Tong
(ular Berbisa Keluar Goa), merupakan jurus yang berbahaya dan terganas dari Ilmu Pedang ular
sakti. Akan tetapi, tiba-tiba badan Tio Cie Hiong bergerak, tahu-tahu sudah hilang dari hadapan Liu
siauw Kun. Pemuda itu tersentak kaget, lalu menengok ke sana ke mari. Kejadian itu membuat para
penonton tertawa geli, salah seorang berseru.
"Dia berada di belakang"
Liu siauw Kun segera membalikkan badannya. Ternyata Tio Cie Hiong berdiri di belakang sambil
tersenyum-senyum.
"Hm" dengus Liu siauw Kun.
"Kalau engkau berani, sambutlah seranganku cuma bersembunyi di belakangku"
"Memang sudah waktunya aku menghajarmu" sahut Tio Cie Hiong.
"Hiyaaat" teriak Liu siauw Kun keras sambit menyerangnya.
Tio Cie Hiong berdiri diam di tempat. Hal itu sungguh mengejutkan Tan Li Cu, guru silat Tan dan
yap In Nio. Begitu pula para penonton, mereka terlongong bengong.
Liu siauw Kun tertawa girang, ia yakin pedangnya pasti dapat menembus dada Tio Cie Hiong.
Akan tetapi, mendadak Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya. Maka....
Teang Teang Teang... Pedang di tangan Liu siauw Kun telah patah menjadi beberapa potong.
"Aaakh.." Menyusul suara jeritan Liu siauw Kun. Badannya terpental beberapa depa danjatuh di
bawah panggung. Terdengarlah suara tepuk sorak yang riuh gemuruh.
"Rasakan Itu ganjaranmu, pemuda jahat" seru salah seorang penonton.
"Biar dia mampus Dia pernah mengganggu adik perempuanku" sambung yang lain.
sementara para anak buah Liu siauw Kun langsung menggotongnya pergi. Tio Cie Hiong
menjura pada para penonton, lalu meloncat turun ke hadapan guru silat Tan, ia menjura memberi
hormat pada lelaki setengah baya itu.
"Maaf, Guru Tan Aku telah mengganggu pertandingan itu."
"Siauw hiap Te... terima kasih" ucap Guru silat Tan.
"Siauw hiap" Tan Li Cu menghampirinya.
" Aku pun mengucapkan terima kasih padamu."
"Tidak perlu mengucapkan terima kasih" Tio cie Hiong tersenyum.
"Paman, Kakak Li cu" yap In Nio berlari mendekati mereka dengan wajah berseri-seri.
"Eh" In Nio" Tan Li cu menatapnya heran.
"engkau ikut menonton juga?"
"ya." yap In Nio mengangguk, kemudian melotot ke arah Tio Cie Hiong seraya menegurnya.
" Kakak Hiong Engkau sungguh keterlaluan"
(Bersambung ke Bagian 12)
Bagian 12 "Adik In Nio..." Tertegun Tio Cie Hiong karena ditegur demikian.
"Kenapa aku?"
"Eh?" Tan Li Cu pun kaget memandangnya.
"In Nio, engkau kenal siauw hiap ini?"
"Aku yang mengajaknya ke mari" jawab yap In Nio sambil tertawa-tawa.
"Dia memang keterlaluan, berkepandaian tinggi tapi mengaku berkepandaian rendah"
"In Nio" tanya Guru Silat Tan.
"Sejak kapan engkau kenal siauw hiap ini?"
"Baru hari ini- iawab yap In Nio jujur.
"Apa?" Tan Li Cu tercengang.
"Baru hari ini engkau kenal dia?"
"Ya." yap In Nio mengangguk.
"Bagaimana kalian bisa saling berkenalan?" tanya Guru Silat Tan.
"Ibuku yang mengajaknya ke rumah, maka kami berkenalan di rumah," jawab yap In Nio.
"Kok ibumu mengajaknya ke rumah?" tanya Tan Li Cu.
"Karena...," yap In Nio memberitahukan.
"Oooohh" Tan Li Cu manggut-manggut dan tersenyum geli pula.
"Siauw hiap, mari ke rumahku" ajak Guru Silat Tan, kemudian berpesan pada salah seorang
muridnya. "Beritahukan pada para penonton, bahwa pertandingan telah usai"
Murid itu mengangguk.
Guru Silat Tan bejalan ke dalam halaman rumahnya, sedangkan Tan Li Cu dan yap In Nio
berjalan berdampingan.
"In Nio" bisik Tan Li Cu.
"Engkau sungguh beruntung bisa kenal pemuda itu Dia sangat tampan dan berkepandaian
tinggi." "Memang beruntung, tapi juga membuat hatiku kacau balau," sahut Yap In Nio jujur.
"Lho" Kenapa?" tanya Tan Li cu, heran.
"Begitu melihat dia, aku sudah merasa senang padanya," jawab yap In Nio berterus terang-
"Tapi" aku yakin dia tidak akan suka padaku."
"Kenapa?"
"Sebab aku termasuk gadis binal, lagipula tidak begitu cantik. Bagaimana mungkin dia suka
padaku?" yap In Nio menggeleng-geleng kepala.
"In Nio" Tan Li cu tersenyum.
"Menurut aku, engkau seorang gadis yang amat cantik-"
" Kakak Li Cu, yang penting dia tidak akan melupakan aku. Itu... aku sudah merasa puas- Aku
yakin dia akan meninggalkanku, karena dia seorang pendekar yang berkelana."
"Aaakh?" Tan Li cu berkeluh.
"Eh" Kakak Li Cu, kenapa engkau berkeluh?" tanya yap In Nio heran.
"Alangkah baiknya kalau kalian bisa saling mencinta," sahut Tan Li Cu.
Rumah Guru silat Tan sungguh besar, halaman nya luas sekali. Terdapat pula berbagai macam
alat olahraga di situ. Tio Cie Hiong yakin, halaman itu merupakan tempat latihan para murid.
"Silakan duduk- siauw hiap" ucap Guru silat Tan setelah masuk ke dalam rumah.
"Terima kasih, Guru Tan," ucap Tio Cie Hiong sambil duduk,
Tan Li cu dan yap In Nio duduk berdampingan. Tak lama kemudian pelayan pun menyuguhkan


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

air minum dan lain sebagainya.
"Siauw hiap, bolehkah aku tahu namamu?" tanya Guru silat Tan.
"Paman, dia bernama Tio Cie Hiong" sela yap In Nio, memberitahukan.
"Tio siauw hiap" Guru silat Tan memandangnya kagum.
"Engkau masih belia, tapu kepandaianmu sudah begitu tinggi, benar-benar mengagumkan"
"Guru Tan, kepandaianku biasa-biasa saja," ujar Tio Cie Hiong merendah.
"Kakak Hiong" tegur yap In Nio.
"Jangan bohong"
"Aku bohong apa?" sahut Tio Cie Hiong merasa kebingungan.
"Engkau berkepandaian begitu tinggi, tapi bilang berkepandaian biasa-biasa saja. Bukankah
engkau telah berdusta?"
"Aku harus bilang apa?" Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Haruskah aku bilang bahwa kepandaianku setinggi langit?"
"Aku yakin itu" yap In Nio tersenyum.
Guru silat Tan dan putrinya saling memandang, kemudian mereka pun tersenyum-senyum
"ohya Di mana saudara Lim Hay Beng?" tanya Tio Cie Hiong mendadak-
"Dia?" Guru silat Tan menarik nafas panjang.
"Dia terluka dalam yang cukup parah, kini sedang beristirahat di dalam. Aku kuatir... dia tidak
akan cepat sembuh."
"Guru Tan, bolehkah aku melihatnya sebentar?" tanya Tio Cie Hiong.
"Tentu boleh-" Guru silat Tan mengangguk.
"Mari ikut aku ke dalam"
Tio Cie Hiong mengikuti Guru silat Tan ke dalam- Tan Li Cu dan yap In Nio juga mengikuti
mereka- Lim Hay Beng duduk di sebuah kursi dengan wajah pucat pias, tampak noda darah di
bibirnya. "Kakak Hay Beng, bagaimana keadaanmu?" tanya Tan Li Cu cemas.
"Aku... aku...." Lim Hay Beng tersenyum getir.
"saudara Lim" Tio Cie Hiong mendekatinya.
"Perbolehkanlah aku memeriksa lukamu"
Lim Hay Beng mengangguk. Tio Cie Hiong segera memeriksanya dengan teliti sekali, kemudian
manggut-manggut.
"Lukamu memang cukup parah, tapi kalau Nona Tan tidak keburu menolongmu, mungkin
engkau telah mati tertendang Liu siauw Kun itu"
"Aaakh..." Lim Hay Beng menarik nafas panjang-
" Kakak Hiong, engkau tahu Liu siauw Kun akan menendang Kakak Hay Beng, kenapa diam saja
pada waktu itu?" tanya yap In Nio mendadak-
"Ketika Lim Hay Beng sedang bertanding dengan Liu siauw Kun, nona Tan sudah meraba
gagang pedang siap menolongnya, maka aku diam saja," ujar Tio Cie Hiong.
"Engkau melihat itu?" tanya yap In Nio merasa heran.
"ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Puluhan depa jauhnya engkau bisa melihat begitu jelas?"
"Itu pertanda Tio siauw hiap berkepandaian amat tinggi," ujar Guru silat Tan memberitahukan.
"Setinggi langit" sahut yap In Nio sambil tertawa.
Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian memandang Lim Hay Beng.
"Lukamu memang parah, tapi tidak apa-apa." Tio Cie Hiong mengambil sebutir obat,
diberikannya pada Lim Hay Beng.
"setelah makan obat ini, dalam waktu tiga hari, engkau pasti sembuh."
"oh?" Lim Hay Beng kurang percaya, ia menerima obat itu dan mengucapkan terima kasih-Tan Li
Cu segera mengambil air minum. Lim Hay Beng lalu makan obat itu.
"Tio siauw hiap-" Guru silat Tan menatapnya.
"Benarkah dia akan sembuh dalam waktu tiga hari?"
"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Aku tidak bohong"
"Aku percaya," ujar yap In Nio sambil tersenyum-
"Kakak Hiong adalah orang yang tidak mau menyombongkan diri, tentunya dia pun tidak akan
omong besar."
"oh, ya?" ujar Tan Li cu menggodanya-
"Kakak Li Cu"-" Wajah yap In Nio kemerah-merahan.
"Ayoh" Guru silat Tan tersenyum
"Mari kita kembali ke ruang depan"
Mereka kembali ke ruang depan, setelah duduk Guru silat Tan pun berkata sambil memandang
Tio Cie Hiong. "Tio siauw hiap, bagaimana kalau malam ini engkau menginap di sini?"
"Itu tidak boleh-" sahut yap In Nio cepat-
"sebab ibuku telah berpesan, aku dan Kakak Hiong harus pulang malam ini."
"In Nio...." Guru silat Tan tertegun, kemudian tertawa terbahak-bahak-
"Aku tahu Aku tahu--"
"Paman...." Wajah yap In Nio memerah lagi.
"ohya" Guru Silat Tan teringat sesuatu.
"Liu Siauw Kun telah dihajar oleh Tio siauw hiap, mungkin mulai sekarang dia tidak berani
berlaku sewenang-wenang lagi-"
"ya-" Tio Cie Hiong mengangguk-
"selanjut-nya dia tidak bisa melakukan kejahatan lagi."
"Memangnya kenapa?" tanya yap In Nio.
"Sebab tadi aku telah memusnahkan kepandaiannya, dia tidak bisa melakukan kejahatan lagi"
Tio Cie Hiong memberitahukan.
"oooh" Guru silat Tan menarik nafas lega, namun kemudian mengerutkan kening seraya
berkata. "Tapi gurunya berkepandaian tinggi sekali."
"Bukankah tadi kakak Hiong sudah bilang, dan gurunya muncul, kakak Hiong pasti
menghajarnya," sahut yap In Nio.
Mendadak salah seorang murid berlari-lari ke dalam dengan wajah pucat pias, sehingga
membuat Guru silat Tan terkejut.
" Guru Celaka..."
"Apa yang celaka?" tanya Guru silat Tan.
" Guru Liu siauw Kun datang" Murid itu memberitahukan.
"Haah?" Guru silat Tan terkejut bukan main, begitu pula Tan Li cu. Hanya yap In Nio yang
tersenyum-senyum.
"Kakak Hiong, hajar dia" ujar gadis itu
"Tentu" Tio Cie Hiong mengangguk-
"Tok cian sin coa (ular sakti Mata satu) itu juga sering melakukan kejahatan, maka aku harus
memusnahkan kepandaiannya-"
"Tio siauw hiap-?"
"Guru silat Tan" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Tenang saja"
"Pemuda bangsat Cepat keluar untuk menerima kematian" Terdengar seruan di luar-
Tio Cie Hiong bangkit berdiri, lalu berjalan keluar. Guru silat Tan, putrinya dan Yap In Nio
mengikuti Tio Cie Hiong menuju ke depan.
seorang lelaki berusia lima puluhan berdiri di halaman, wajahnya cukup seram dan memelihara
kumis fu Manchu, sedangkan matanya picak sebelah.
"Engkau yang melukai muridku sampai kepandaiannya musnah?" tanya lelaki itu sambil
menuding Tio Cie Hiong yang baru keluar.
"Benar" Tio Cie Hiong mengangguk-
"Kalau tidak salah, engkau adalah Tok Gan sin coa"
"Hm" dengus Tok Gan sin coa.
"Engkau memusnahkan kepandaian muridku, maka aku harus membunuh mu"
"Tok Gan sin Coa" sahut Tio Cie Hiong sambil menatapnya tajam.
"Engkau pun sering membunuh orang, karena itu aku harus memusnahkan kepandaianmu"
"oh" Ha ha ha" Tok Gan sin coa tertawa gelak-
"Kematianmu telah berada di depan mata, masih berani omong besar?"
"Tok Gan sin Coa, tidak perlu banyak omong kosong" tandas Tio Cie Hiong.
"Cepatlah menghunus pedang, aku akan melayanimu dengan tangan kosong"
"Sebelum engkau mati, beritahukanlah namamu" bentak Tok Gan sin Coa..
"Namaku Tio Cie Hiong"
"Tio Cie Hiong...?" Gumam Tok Gan sin coa sambil berpikir- Tiba-tiba wajahnya berubah hebat.
"Apakah engkau Pek Ih sin Hiap (Kesatria Baju Putin)?"
Tio Cie Hiong tertegun, la sama sekali tidak mengetahui julukannya, padahal belum lama ia
memperoleh julukan tersebut. Guru silat Tan pun terperanjat, sebab dua minggu yang lalu, salah
seorang temannya pernah memberitahukannya, bahwa dalam rimba persilatan telah muncul
seorang pendekar muda belia dengan julukan Pek Ih sin Hiap. la justru tidak menyangka Tio Cie
Hiong adalah Kesatria Baju Putin itu.
"Tidak salah-" Tio Cie Hiong manggut-mang-gut.
"Aku adalah Pek Ih sin Hiap"
"Hm" dengus Tok Gan sin coa.
"Aku kira siapa Pek Ih sin Hiap itu, tidak tahunya cuma seorang bocah yang masih bau kencur"
" Cepat hunus pedang" bentak Tio cie Hiong mendadak- Bentakan itu disertai dengan Iweekang,
sehingga nyaringnya sangat menusuk telinga, membuat Tok Gan sin coa terkejut bukan
kepalang- " Hati-hati" ujarnya sambil menghunus pedang, lalu berteriak keras sekaligus menyerang Tio Cie
Hiong dengan jurus sin Coa yu sui (ular sakti Berenang Di Air) - Tampak pedangnya berkelebat
meliuk-liuk mengarah pada pemuda itu jurus tersebut merupakan jurus simpanannya, belum
pernah diajarkan pada Liu siauw Kun, muridnya itu.
Tio Cie Hiong tetap berdiri di tempat sambil tersenyum-senyum, tapi kemudian mendadak ia
mengibaskan lengan bajunya-
Teang Pedang itu patah menjadi dua potong, sedangkan badan Tok Gan sin coa terpental
beberapa depa, lalu jatuh dengan keras di tanah -
Mulut Tok Gan sin Coa mengalir darah dan wajahnya meringis-ringis- Dia menuding Tio Cie
Hiong dengan tangan bergemetar.
"Engkau... engkau memusnahkan kepandaianku?"
"Aku masih mengampuni nyawamu. Mulai sekarang, aku harap engkau jadi orang baik-baik" ujar
Tio cie Hiong. "TUnggu Tunggu pembalasan dari kakak seperguruanku" Tok Gan sin coa menatapnya dengan
penuh dendam, kemudian berjalan pergi terhuyung-huyung.
"Kakak Hiong" yap In Nio memandangnya dengan kagum.
"Engkau sungguh hebat sekali Hanya mengibaskan lengan baju saja sudah merobohkan Tok Gan
sin coa yang berkepandaian tinggi itu."
"Adik In, kepandaianku...."
"Biasa-biasa saja, kan?" sambung yap In Nio cepat.
Tio Cie Hiong tersenyum. Guru silat Tan menghampirinya dengan penuh kekaguman.
"Tio siauw hiap, ternyata engkau Pek Ih sin Hiap," ujar Guru silat Tan.
"Sebetulnya aku malu dengan julukan ini." Tio cie Hiong menggeleng-geleng kepala,
"penduduk desa Peng An yang memberikan julukan tersebut."
"Engkau memang hebat" Guru silat Tan menepuk bahunya.
"Mampu mengalahkan Im ya Hoatsu yang berilmu sihir tinggi."
"Guru Tan" Tio Cie Hiong memberitahukan secara jujur.
"Kebetulan aku memiliki Ilmu Pe-nakluk iblis, maka aku mampu melawan ilmu sihirnya."
"oh?" Guru silat Tan terbelalak,
"ilmu Penakluk iblis merupakan ilmu yang sangat tinggi dan sulit dipelajari, engkau masih belia
tapi sudah memiliki ilmu itu?"
"ya." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Pantas engkau memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap" Guru silat Tan manggut-manggut.
" Aku pun mendengar, engkau memiliki ilmu pengobatan tinggi juga."
"Aku memang mahir ilmu pengobatan, tapi tidak begitu tinggi," sahut Tio Cie Hiong.
"Kakak Hiong...," yap In Nio menatapnya dengan mata berbinar-binar.
"Engkau kok begitu luar biasa?"
"Tidak begitu luar biasa, cuma biasa-biasa saja." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kakak Hiong, sudah malam nih. Kita harus pulang" ajak yap In Nio sambil menarik tangannya.
"Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk, la berpamit kepada Gut^^latTan dan putrinya, lalu pergi
bersama yap In Nio.
-ooo00000ooo- Bab 20 Puri Angin Halilintar telah musnah
Begitu sampai di rumah, yap In Nio langsung menceritakan tentang semua itu pada ibunya,
ibunya mendengar dengan mata terbelalak- setelah ttu, ia menatap Tio Cie Hiong dengan kagum
sekali- "Nak" Wanita itu tersenyum lembut.
"sungguh tidak disangka, engkau berkepandaian begitu tinggi."
Tio cie Hiong cuma tersenyum, justru mendadak yap In Nio berseru sambil berjingkrak
ksjingkrak- "Eh" In Nio Kenapa engkau?" tanya ibunya heran.
"Ibu" ujar yap In Nio sambil tersenyum.
"Mulai esok pagi. Kakak Hiong akan mengajar aku ilmu pedang"
"Befum tentu" Ibunya tertawa.
" Kakak Hiong Engkau mau mengajariku, kan?" yap In Nio menatapnya penuh harap.
"Baiklah" Tio Cie Hiong mengangguk-
"Terima kasih. Kakak Hiong" ucap yap In Nio sambil menari-nari saking girang, ibunya
menggeleng-geleng kepala menyaksikannya -
Keesokan harinya, Tio Cie Hiong mulai memberi petunjuk mengenai ilmu pedang pada yap In
Nio- Gadis itu memang cerdas, semua petunjuk dari Tio Cie Hiong dapat ditanggapnya dengan
cepat, tentunya sangat menggirangkan hati Tio Cie Hiong.
Tak terasa sudah tiga hari Tio Cie Hiong tinggat di rumah itu. Dalam waktu tiga hari, kepandaian
yap In Nio sudah maju pesat. Pagi ini gadis tersebut berlatih di halaman rumah, Tio Cie Hiong
memperhatikannya sambil memberi petunjuk-Berselang beberapa saat kemudian, yap In Nio
berhenti berlatih, ia memandang Tio cie Hiong dengan wajah berseri-
"Kakak Hiong, apakah aku bisa jadi seorang pendekar dengan kepandaian yang kumiliki ini?"
"Belum-" Tio cie Hiong menggelengkan kepalaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Kenapa?" Mimik yap In Nio tampak kecewa-
"Adik In, selama ini engkau cuma bisa ilmu pukulan dan ilmu pedang, namun engkau belum
memiliki Iweekang." Tio Cie Hiong menjelaskan,
"oleh karena itu, engkau masih belum bisa menjadi seorang pendekar wanita."
"Kalau begitu?" yap In Nio menatapnya-
"Kakak Hiong ajari aku ilmu Iweekang"
Tio cie Hiong diam. Ternyata ia sedang berpikir Iweekang apa yang cocok bagi yap In Nio.
Ketika ia berada di gunung Thian Thay san, Thian Thay siansu telah menjelaskan tentang berbagai
macam ilmu Iweekang kepadanya.
"Kakak Hiong...."
"Adik In" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Aku akan ajarkan padamu semacam ilmu Iweekang."
"oh?" yap In Nio girang bukan main.
"Terima kasih, Kakak Hiong"
Tio Cie Hiong segera mengajarkannya semacam ilmu Iweekang, yap In Nio mendengar dengan
penuh perhatian.
"setiap pagi dan malam engkau harus terus menerus melatih ilmu Iweekang yang kuajarkan ini"
pesan Tio Cie Hiong dan menambahkan.
"Tiga tahun kemudian engkau pasti bisa menjadi pendekar wanita -"
"Terima kasih, Kakak Hiong" ucap yap In Nio dengan wajah berseri-
"Adik In" Tio Cie Hiong menatapnya.
"Karena aku telah mengajarimu ilmu Iweekang, maka aku pun harus mengajarmu semacam
ilmu pedang."
"oh?" Karena girangnya yap In Nio langsung menggenggam tangan Tio cie Hiong erat-erat.
"Terima kasih, Kakak Hiong"
Tio Cie Hiong mengajar yap In Nio ToatBeng Kiam Hoat (Ilmu Pedang pencabut Nyawa).
Ternyata ia telah menghafal ilmu pedang tersebut ketika menyaksikan tiouw sian Eng berlatih, dan
kini diajarkannya kepada yap In Nio.
"Adik In, kalau tidak dalam keadaan bahaya, janganlah engkau mengeluarkan ilmu pedang ini"
pesan Tio Cie Hiong sungguh-sungguh-
"sebab setiap j urus dalam ilmu pedang tersebut akan mencabut nyawa orang."
"ya." yap In Nio mengangguk, lalu mulai berlatih ilmu pedang itu.
Tio Cie Hiong terus memperhatikan, setiap Yap In Nio melakukan gerakan yang salah, ia segera
memberi petunjuk- YaP In Nio memang merupakan gadis yang cerdas, maka berselang beberapa
saat kemudian, ia sudah menguasai ilmu pedang tersebut walau gerakannya masih agak lamban.
Karena girangnya, gadis itu terus menerus berlatih.
Ketika hari sudah siang, mendadak muncul Tan Li cu bersama Lim Hay Beng. Pemuda itu telah
sembuh, "In Nio" seru Tan Li cu.
Yap In Nio langsung berhenti berlatih- Betapa gembiranya ketika melihat kedatangan Tan Li cu
bersama Lim Hay Beng.
"Kakak Li Cu" sahutnya berseri-
"sedang berlatih ilmu pedang ya?" tanya Tan Li Cu sambil tersenyumTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Ya?" Yap In Nio mengangguk..
sementara Lim Hay Beng menghampiri Tio Cie Hiong, dan memandangnya dengan kagum
sekali. "saudara Tio, engkau memang hebat sekali," ujarnya.
" Hanya satu kali mengibaskan lengan baju, Tok Gan sin coa langsung terpental."
Tio Cie Hiong cuma tersenyum, sedangkan Lim Hay Beng berkata lagi.
"Selain berkepandaian tinggi, engkau pun mahir ilmu pengobatan. Aku betul-betul salut padamu,
oh y a, kini aku telah sembuh. Terima kasih, saudara Tio"
"sama..sama.." Tio Cie Hiong tetap merendahkan diri
"Kakak Li cu" ujar yap In Nio.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku pernah kalah bertanding dengan engkau kan?"
"Benar- Ken apa?" Tan Li cu menatapnya heran.
"Hari ini aku menantangmu bertanding lagi," sahut Yap In Nio.
"Baik," Tan Li cu tersenyum. Kemudian ia mengambil dua batang ranting, lalu diberikan
sebatang kepada yap In Nio.
"Ayolah Engkau boleh mulai menyerangku dulu"
"Hati-hati, Kakak Li cu" ujar yap In Nio sambil tertawa kecil.
"Hari ini engkau pasti kalah-"
"oh?" Tan Li cujuga tertawa.
Lim Hay Beng dan Tio Cie Hiong saling memandang, setelah itu mereka berdua pun tersenyum.
" Kakak Li Cu, inilah jurus pertama" yap In Nio memberitahukan sambil menyerangnya dengan
jurus KiamTeng Kan Kun (Pedang Menggetarkan jagat).
"Haaaah,..?" Tan Li cu terkejut bukan main ketika menyaksikan serangan, bahkan nyaris
membuatnya tak mampu berkelit.
Lim Hay Beng terbelalak, sedangkan Tio Cie Hiong cuma tersenyum-senyum sambil
memperhatikan gerakan yap In Nio.
"Kakak Li Cu, hati-hati" ujar yap In Nio memberitahukan,
"inilah jurus kedua"
Gadis itu menyerang Tan Li cu denganjurus Cian Kiam soh Lang (Ribuan Pedang Menyapu
ombak). Tampak ranting yang di tangan yap In Nio berkelebatan mengarah ke Tan Li cu, sehingga
membuat gadis itu sibuk mengelak, lalu meloncat mundur dengan mata terbelalak.
"Kakak Li cu" seru yap In Nio.
"inilah jurus ketiga, hati-hatilah"-"
yap In Nio langsung menyerang Tan Li Cu dengan jurus Kiam In Liat Te (Bayangan Pedang
meretakkan Bumi).
"Auuuh" jerit Tan Li cu. Ternyata bahunya telah terpukul oleh ujung ranting itu, sehingga
badannya terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang.
"Maaf, Kakak Li Cu" ucap yap In Nio.
"Engkau...." Mulut Tan Li cu ternganga lebar, sebab yap In Nio telah mengalahkannya pada
jurus ketiga. "In Nio, ilmu pedang apa yang kau keluarkan itu?"
"ToatBeng Kiam Hoat." yap In Nio memberitahukan.
"In Nio, bukan main lihaynya ilmu pedang itu Aku" aku mengaku kalah-" ujar Tan Li Cu-
"ohya, apakah dia yang mengajarkan kepadamu?"
"Benar." yap In Nio tersenyum-
" Kakak Hiong yang mengajarkan ilmu pedang itu kepadaku-"
"ooooh" Tan Li Cu manggut-manggut.
"Pantas begitu lihay"
"Memang lihay sekali ilmu pedang itu," ujar Lim Hay Beng kagum.
"In Nio, engkau pasti menjadi seorang pendekar wanita kelak-"
"Itu masih harus menunggu tiga tahun lagi-" yap In Nio memberitahukan.
"Kok masih harus menunggu tiga tahun lagi?" Tan Li cu terbelalak-
"Padahal ilmu pedang itu begitu lihay"
"sebab aku masih harus melatih ilmu Iwee-kang," sahut Yap In Nio.
"Dia" dia juga mengajarmu ilmu Iweekang?" tanya Tan Li Cu sambil memandang Tio Cie Hiong
dengan mimik seakan minta diajari juga.
"Hi hi" yap In Nio tertawa geli. Gadis itu telah melihat mimik Tan Li cu.
"Aku tahu. Kakak Li Cu juga ingin minta diajari ilmu pedang"
"Bagaimana mungkin dia akan mengajarku ilmu pedang?" Tan Li Cu menggeleng-gelengkan
kepala. "Kakak Hiong, agar Kakak Li Cu tidak merasa iri kepadaku, ajari lah dia semacam ilmu pedang"
ujar Yap In Nio.
"Ngmm" Tio Cie Hiong mengangguk.
"Baik-lah-"
"Terima kasih, Pek Ih sin Hiap" ucap Tan Li cu.
"Eeeh?" Yap In Nio tertawa.
"Kakak Li Cu menyebut dia Pek Ih sin Hiap" Lebih baik menyebutnya adik Hiong saja Kakak Li
Cu lebih besar, kan?"
"Tapi?" Tan Li Cu tampak ragu.
"Kakak Li cu" Tio cie Hiong tersenyum.
"Memang lebih baik panggil aku adik saja."
"Adik Hiong...."Tan Li cu langsung memanggilnya dengan wajah berseri, Itu merupakan suatu
kebanggaan bagi gadis itu.
"Terima kasih"
"Kakak Li Cu, aku akan mengajarkan kepadamu semacam ilmu pedang, Ilmu pedang itu
tergolong ilmu pedang yang lihay dan hebat. Aku harap Kakak Li cu terus melatih ilmu pedang
tersebut" ujar Tio Cie Hiong memberitahukan. Ternyata ia teringat akan Hong Lul Kiam Hoat (Ilmu
Pedang Angin Halilintar) yang dilihatnya dari Puri Angin Halilintar.
"Terima kasih. Adik Hiong" ucap Tan Li cu girang.
Tio cie Hiong segera mengajarkan ilmu pedang tersebut kepada Tan Li cu, setelah itu, gadis
tersebut mulai berlatih.
sementara Lim Hay Beng hanya berdiri ter-mangu-mangu. sesungguhnya pemuda itu juga ingin
minta diajari ilmu pedang, tapi merasa tidak enak membuka mulut.
"saudara Lim" Tio Cie Hiong tersenyum.
" Engkau pernah belajar ilmu pedang?"
"Pernah." Lim Hay Beng mengangguk-
" Kalau begitu, perlihatkaniah kepadaku" ujar Tio Cie Hiong.
"ya." Lim Hay Beng menurut, dan langsung memperlihatkan ilmu pedang yang dimilikinya.
Tio Cie Hiong memperhatikannya sambil manggut-manggut. setelah Lim Hay Beng berhenti, ia
berkata. " Ilmu pedangmu cukup lihay, hanya saja kurang sempurna." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Aku akan memberi petunjuk dan sekaligus menambah beberapa gerakan dalam ilmu
pedangmu, agar ilmu pedangmu bertambah lihay. Kalaupun Liu siauw Kun belum kumusnahkan
kepandaiannya, engkau pun sudah dapat mengalahkannya."
"oh?" Lim Hay Beng kelihatan kurang percaya.
Tio Cie Hiong tersenyum, lalu memberi petunjuk dan menambah beberapa gerakan dalam ilmu
pedang Lim Hay Beng. Bukan main girangnya pemuda itu, dan ia segera berlatih dengan sungguhsungguh.
"saudara Lim" ujar Tio Cie Hiong setelah Lim Hay Beng berhenti.
"Aku harap engkau terus menerus berlatih, agar dapat menghadapi penjahat tangguh-"
"Bagaimana dibandingkan dengan ilmu pedang yang engkau ajarkan kepada yap In Nio dan Tan
Li cu?" tanya Lim Hay Beng mendadak-
"Ilmu tiada dasarnya, makin digali makin dalam," sahut Tio Cie Hiong memberitahukan-
"Kita harus ingat, di atas gunung masih ada langit, di luar langit pun masih ada langit. Terus
terang, ilmu pedangmu itu masih di bawah tingkat ilmu pedang yang kuajarkan kepada Yap In sian
dan Tan Li cu, tapi engkau boleh berlatih bersama mereka."
"Terima kasih, saudara. Tio" ucap Lim Hay Beng setulus hati.
"Nah Kalian bertiga boleh berlatih sekarang, aku masih akan memberi petunjuk kepada kalian,"
ujar Tio Cie Hiong.
Lim Hay Beng, Tan Li cu dan Yap In Nio mulai berlatih- Tio Cie Hiong menyaksikan latihan
mereka dengan penuh perhatian, dan apabila mereka melakukan gerakan yang salah, ia pasti
memberi petunjuk lagi kepada mereka-
-ooo00000oooseusai
makan pagi, Yap In Nio langsung menarik Tio Cie Hiong, namun pemuda itu
menggelengkan kepala-
"Kakak Hiong?"" Gadis itu tercengang.
"Adik In, hari ini aku tidak akan menemanimu berlatih- Aku harus menemui ibumu," ujar Tio Cie
Hiong- "Aku tahu-?" Yap In Nio menatapnya dengan wajah muram-
"Engkau mau berpamit kan?"
"Ya.." Tio Cie Hiong mengangguk-
"Nak" Muncul ibu Yap In Nio sambil menghampirinya-
"Engkau mau berpamitan hari ini?"
"Ya, Bibi-" Tio cie Hiong mengangguk,-
"Kok begitu cepat sudah maupamit?" Ibu yap In Nio menghela nafas.
"Bagaimana kalau engkau tinggal di sini beberapa hari lagi?"
"Bibi, masih banyak urusan yang harus ku-setesaikan, jadi aku harus pamit hari ini," jawab Tio
Cie Hiong. "Nak?" Ibu yap In Nio menggeleng-geleng-kan kepala- Diam-diam ia merasa iba terhadap
putrinya yang kelihatan begitu suka pada Tio cie Hiong,
"Kakak Hiong-?" yap In Nio tersenyum, tapi sepasang matanya telah basah-
"Kita akan bertemu lagi kan?"
"Tentu-" Tio cie Hiong mengangguk sambil tersenyum-
"Kelak aku pasti datang menengokmu-"
"Kakak Hiong" ujar yap In Nio sungguh-sungguh.
"Apabila kelak engkau tidak datang, aku akan pergi mencarimu, setelah berhasil melatih ilmu
Iweekang yang engkau ajarkan itu, aku akan mengembara di rimba persilatan...."
"Adik In" Tio Cie Hiong menggeleng-geleng-kan kepala.
"Lebih baik engkau jangan mengembara di rimba persilatan, sebab dalam rimba persilatan
penuh kelicikan, kejahatan dan kaum Bu Lim sering saling membunuh pula. Maka kuanjurkan,
sebaiknya engkau jangan mengembara di rimba persilatan."
"Kalau engkau tidak datang menengokku, maka aku akan mengembara dalam rimba persilatan
untuk mencarimu," sahut yap In Nio sambil tersenyum.
sementara ibunya hanya diam saja, sedangkan Tio Cie Hiong menghela nafas sambil menggeleng-
gelengkan kepala-
"Adik In...."
"Aku tahu-" yap In Nio menatapnya dalam-dalam
"Engkau ingin mengucapkan selamat berpisah padaku, kan?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.-
"Baik-" Yap In Nio manggut-manggut.
" Kelak kita pasti akan berjumpa kembali. Walau engkau tidak datang menjumpaiku, aku pasti
pergi mencarimu."
"Adik In...." Tio Cie Hiong memandangnya sambil tersenyum.
"Sampai jumpa Bibi, sampai jumpa"
"Hati-hati, Nak" pesan ibu Yap In Nio.
Tio Cie Hiong mengangguk, lalu ia berjalan keluar. Yap In Nio mengikutinya dengan kepala
tertunduk- "Kakak Hiong" ujar gadis itu ketika sampai di pintu halaman.
"Terus terang, aku... aku sangat suka padamu."
"selama ini...," sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Aku menganggapmu sebagai adikku sendiri, ohya, tolong sampaikan salamku kepada guru silat
Tan dan lainnya"
"Ya-" Yap In Nio manggut-manggut. Wajah-nya tampak murung sekali, namun masih berusaha
tersenyum. "Kakak Hiong, engkau jangan melupakan aku"
"Adik In, aku selalu ingat kepadamu."
"Terima kasih. Kakak Hiong" ucap Yap In Nio sambil senyum.
"Adik In" Tio Cie Hiong membelainya bagaikan seorang kakakTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Hati-hatilah engkau menjaga diri dan menjaga ibumu"
"ya."
"Adik In, sampai jumpa"
"sampaijumpa. Kakak Hiong"
selangkah demi selangkah Tio Cie Hiong berjalan pergi, yap In Nio terus memandang
punggungnya. Tio Cie Hiong tahu itu, maka ia tidak berani menoleh.
Usia Tio Cie Hiong sudah hampir mencapai delapan belas, akan tetapi, sungguh mengherankan,
sebab ia tidak pernah tertarik pada gadis yang menyukainya Padahal ada beberapa gadis sangat
menyukainya, namun ia selalu menganggap gadis-gadis itu sebagai adik atau teman baik saja.
Tio Cie Hiong terus berjalan. Berselang beberapa saat kemudian ia sudah sampai di luar kota.
Ketika ia berada dijalan yang sepi, mendadak muncul seorang telaki tua berusia enam puluhan,
tetapi masih tampak gagah.
"Apakah Pek Ih sin Hiap Tio Cie Hiong?" tanya orang tua itu sambil menatapnya.
"Benar-" Tio Cie Hiong mengangguk.
"Boleh-kah aku tahu siapa tanyanya.
"Aku adalah Bu In sin Liong (Naga sakti Tanpa Bayangan), kakak seperguruan Tok Gan sin coa
(ular sakti Mata satu)
"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"jadi apakah Paman akan menuntut balas kepadaku?"
"Dia adik seperguruanku, aku kakak seperguruannya. Sudah tentu aku harus membuat
perhitungan denganmu," sahut Bu In sin Liong.
"Paman" Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Tok Gan sin coa dan muridnya itu sering membunuh orang, maka aku memusnahkan
kepandaian mereka, agar mereka tidak melakukan kejahatan lagi. Apakah Paman juga seperti Tok
Gan Sin Coa?"
"Anak muda" Bu In Sin Liong tampak tidak senang.
"Selama ini aku selalu menolong orang, tidak pernah melakukan kejahatan."
"Kalau begitu...." Tio Cie Hiong menatapnya.
"Kenapa Paman membiarkan Tek Gan sin Coa melakukan kejahatan?"
"Aku sering menasehatinya, namun dia tidak mau dengar." Bu In Sin Liong menarik nafas.
"Kini kepandaiannya telah musnah, maka aku harus membuat perhitungan denganmu. Kalau
tidak, aku merasa berdosa terhadap almarhum guruku."
"Paman" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Tok Gan Sin coa harus bersyukur, sebab dia hanya kehilangan kepandaiannya, tapi masih tetap
hidup." "Engkau harus tahu, bagi seorang yang berkepandaian, dia lebih baik dibunuh daripada dia
kepandaiannya dimusnahkan." Bu In Sin Liong memberitahukan.
"Paman" Tio Cie Hiong tersenyum lagi.
"Me-nurut aku, nyawa lebih berharga dari pada kepandaian, oleh karena itu, lebih baik
kehilangan kepandaian daripada kehilangan nyawa."
"Anak muda, aku mencarimu bukan untuk berdebat. Cepatlah keluarkan senjatamu" bentak Bu
In Sin Liong. "Aku tidak pernah bersenjata," sahut Tio Cie Hiong jujur.
"Baik" Bu In Sin Liong manggut-manggut, orang tua itu menghunus pedangnya perlahan-lahan.
"Mari kita bertarung-"
Usai berkata begitu. Bu In Sin Liong menyerang Tio Cie Hiong denganjurus Sin Liong yu Hai
(Naga sakti Main Di Laut).
Tio Cie Hiong segera meloncat ke belakang, namun Bu In sin Liong menyerangnya bertubi-tubi
denganjurus Hai Liong seng Thian (Naga Laut Naik Ke Langit), sin Liong Pah Bwe (Naga sakti
Mengibaskan Ekor) dan sin Liong jip Hai (Naga sakti Ma"uk. Ke Laut). Jurus-jurus itu merupakan
jurus-jurus andalan Bu In sin Liong. Karena dahsyatnya jurus-jurus tersebut, maka ia memperoleh
julukan naga sakti Tanpa bayangan.
Akan tetapi, setelah menyerang dengan tiga jurus beruntun itu. Bu In sin Liong tertegun karena
tidak melihat Tio cie Hiong. orang itu itu menengok ke sana ke mari, ternyata pemuda itu berdiri di
belakangnya sambil tersenyum.
"Ginkangmu cukup tinggi" ujar Bu In sin Liong.
"Engkau mampu berkelit, tapi coba sambutlah seranganku ini"
Bu In sin Liong langsung menyerang Tio Cie Hiong dengan jurus yang paling lihay, yakni jurus
Thian Liong soh Te (Naga Langit Menyapu Bumi) Jarang sekali ia mengeluarkan jurus tersebut,
kecuali dalam keadaan terpaksa.
Pedangnya tampak berkelebatan mengarah ke Tio Cie Hiong, namun pemuda itu tetap berdiri
diam di tempat, membuat Bu In sin Liong ter-heran-heran. la ingin menarik kembali serangannya,
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 16 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Golok Yanci Pedang Pelangi 6
^