Pendekar Aneh Dari Kanglam 4
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong Bagian 4
memang telah dibinasakan oleh Loa Sim Hoan "
Saat itu Loa Sim Hoan telah bertanya dengan suara yang
tawar: "Bo Tie Siansu, aku menghormati kalian sebagai orangorang
dari pintu perguruan besar yang selalu bekerja
berdasarkan keadilan dan kebajikan, maka dari itu jangan
kalian memaksa aku bertindak dengan jalan yang kurang
ajar..". Dan setelah berkata begitu, dia mengawasi Bo Tie siansu
dengan sorot mata yang sangat tajam, lalu katanya dengan
suara yang semakin dingin: "cepat kalian serahkan Bu Bin An
kepadaku... aku ingin cepat2 berangkat lagi...".
Bo Tie merangkapkan sepasang tangannya, dia menindih
perasaan mendongkolnya, sambil katanya: "coba Kiesu
jelaskan dulu, siapakah yang telah membinasakan Khu Sun Lie
Kiesu?" "Hemm, engkau ingin mengatakan bahwa yang
membinasakan sipengemis she Ku itu adalah aku, bukan ?"
tanya Loa Sim Hoan, "Jika memang aku, apa yang hendak
dilakukan Siauw Lim Sie "Jika memang bukan, lalu apa yang
hendak kalian katakan ?"
Ditanya begitu, muka Bo Tie Siansu jadi berobah tidak
senang, karena pendeta ini telah meluap darahnya, dia
menduga bahwa Loa Sim Hoan inilah yang membinasakan Khu
Sun Lie. "Khu Sun Lie Kiesu merupakan seorang pendekar yang
berhati mulia, diapun merupakan sahabat baik kami, maka
sekarang Khu Kiesu telah dibinasakan dengan Cara demikian
menyedihkan, walaupun bagaimana, sebagai sahabat, kami
ingin mengetahui jelas duduknya persoalan dan juga ingin
mengetahui siapa orang yang telah begitu kejam
membinasakan Khu Kiesu.-." tegas suara Bo Tie Siansu.
Loa Sim Hoan tertawa dingin, lalu katanya dengan suara
yang dingin: "Aku yang telah membinasakannya "
"Kau?"
"Ya dia terlalu kurang ajar "
"Apa yang telah dilakukannya ?"
"Dia telah berani menghina diriku, diapun terlalu keras
kepala... dan kukira pantas baginya untuk menerima
kematiannya.."
"Kau..?" tergetar tubuh Bo Tie Siansu menahan
kemarahannya, untung saja diasebagai seorang pendeta yang
telah mensucikan diri dan melatih kebatinan, sehingga dia
berhasil menindas kemarahan hatinya itu.
Loa Sim Hoan telah tertawa bergelak-gelak dengan nada
yang keras, dia seperti mentertawai sikap yang diperlihatkan
oleh Bo Tie Siansu, katanya kemudian: "Dan sekarang, apa
yang ingin kalian lakukan " ingin membalas dendam orang she
Khu itu " Aku tentu akan mengiringinya "
Bo Tie Siansu telah berkata tawar: "orang she Loa,
sesungguhnya kesalahan apakah yang telah dilakukan Khu
Kiesu kepadamu ?"
"cukup menyebalkan dia telah mabok-mabokan dan
mencaci aku, karena itu aku telah mengambil jiwanya,
menutup mulutnya agar tidak mengoceh terus" kata Loa Sim
Hoan- "Tetapi itu tentunya bukan suatu kesalahan yang terlalu
besar, sehingga engkau perlu membinasakannya dengan Cara
seperti itu.." Loa Sim Hoan tertawa dingin.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid 6 PERISTIWA yang sebenarnya adalah Khu Sun Lie yang
telah berpamitan dengan orang-orang Siauw Lim Sie, segera
melakukan perjalanan keberbagai daerah untuk melakukan
penyelidikan mengenai diri Bo Liang siansu yang ditawan oleh
orang-orang kerajaan- Namun dia tidak berhasil, sehingga
hatinya sangat jengkel sekali.
Suatu hari, untuk menghibur diri, dia telah meminum arak
disebuah kedai arak. Dia minum terlalu banyak. Dan dalam
keadaan mabok seperti itu, justru Loa Sim Hoan telah
menegurnya, mengajaknya bercakap2.
Kebetulan sekali memang Loa Sim Hoan berada ditempat
tersebut Dari ocehan yang diberikan oleh Khu Sun Lie yang
tengah dalam pengaruh arak yang diminumnya terlalu banyak
itu, Loa Sim Hoan mengetahui Khu Sun Lie adalah sahabat
Siauw Lim Sie dan juga Khu Sun Lie dalam maboknya itu telah
menceritakan perihalnya Bu Bin An anak yang malang, yang
orang tuanya sekeluarga telah dibasmi habis oleh pihak
kerajaan. Tetapi memang tengah dalam keadaan mabok, Khu Sun Lie
tiba2 saja telah memaki2 Loa Sim Hoan, Dia memaki Loa Sim
Hoan sebagai orang yang mau memperhambakan diri kepada
pihak kerajaan, sehingga Loa Sim Hoan jadi mendongkol
melihat dirinya dimaki2 seperti itu oleh Khu Sun Lie, beberapa
kali dia telah menempeleng kepala Khu Sun Lie, namun
sipengemis justru memberikan perlawanan, dan telah memaki
semakin keras padanya.
Karena mendongkol akhirnya Loa Sim Hoan telah
membunuh Khu Sun Lie, Hanya saja karena teringat orang ini
adalah sahabat dari pihak Siauw Lim Sie, dia memotong
kepala Khu Sun Lie dan membawanya ke Siauw Lim Sie.
Disamping itu, diapun tertarik untuk melihat Bu Bin An,
putera tunggal Bu Beng Hong, yang menurut cerita Khu Sun
Lie, Bin An merupakan seorang anak yang cerdas dan memiliki
tulang maupun bakat yang baik sekali untuk mempelajari ilmu
silat. Karena itu hal ini telah membuat Loa Sim Hoanjadi tertarik
untuk mengambil anak itu. Memang dalam usia lima puluhan
tahun seperti sekarang ini, Loa Sim Hoan belum pernah
menerima murid, maka kelak jika dia telah melihat Bu Bin An
memang benar-benar merupakan seorang anak yang baik, dia
tentu akan mengambilnya sebagai murid.
Apa lagi Loa Sim Hoan menyadarinya sebagai putera dari
seorang pendekar besar seperti Bu Beng Hong, tentu Bu Bin
An mewarisi bakat dan kecerdasan ayahnya.
Tetapijustru Loa Sim Hoan sama sekaii tidak mengetahui
bahwa Bo Tie siansu juga sangat menyukai anak itu, yang
ingin dididiknya agar kelak menjadi seorang pendekar yang
gagah perkasa. Mana bisa Bo Tie Siansu memenuhi
permintaannya"
Terlebih lagi Bo Tie siansu mencurigai tamu ini sebagai
orang yang bekerja untuk pihak kerajaan, jika sampai anak
she Bun itu diserahkan kepadanya, bukankah itu mencelakai
Bin An " Waktu itu Bo Tie siansu telah berkata dengan tawar:
"Baiklah,jika memang anda tidak mau mengerti, apapun yang
dikehendaki olehmu, akan kami turuti. Tetapi yang jelas, Bu
Bin An tidak bisa diserahkan kepadamu..."
Loa Sim Hoan telah tertawa dingin, dia juga berkata tawar:
"Baik, baik, jika memang engkau menginginkan aku yang
mengambil sendiri anak itu, hal itu akan kulakukan dengan
caraku " Baru saja Loa Sim Hoan berkata sampai disitu, justru waktu
itu dari dalam kuil telah ke luar Bo San Siansu, Bo Cie Siansu,
Bo In Sian su dan beberapa pendeta Siauw Lim Sie lainnya.
Bersama mereka, tampak ber-lari2 kecil seorang anak lelaki
berusia dua tahun lebih, tampaknya mungil dan lucu.
Mata Loa Sim Hoan berkilat waktu melihat anak itu.
"Diakah yang bernama Bu Bin An itu, pendeta gundul?"
tanya orang she Loa tersebut.
Bo Tie Siansu mengangguk "Benar, dia seorang anak yang
malang, maka kami mohon dengan memandang muka kami,
janganlah engkau mengganggunya ?"
"Anak yang baik anak yang baik" kata Loa Sim Hoan-
Sedangkan Bu Bin An telah menghampiri Bo Tie Siansu
sambilpanggilnya "Taisu, siapakah tamu itu ?"
Bo Tie Siansu tersenyum, dia memeluk anak itu, hatinya
tergetar, karena dia memang menyayangi anak ini, dan
sekarang justru Loa Sim Hoan datang untuk merebutnya,
mengacau di Siauw Lim Sie. Tetapi walaupun bagaimana
gagahnya Loa Sim Hoan, tokh tidak mungkin pendeta2 Siauw
Lim Sie bisa dirubuhkannya, terlebih lagi memang pihak Siauw
Lim Sie berjumlah banyak. sedangkan Loa Sim Hoan hanya
seorang diri saja.
Diserahkannya Bu Bin An oleh Bo Tie Siansu kepada Bo San
Siansu, sambil pesannya dengan suara yang perlahan : "Jaga
Bin An baik2, sute "
Kemudian Bo Tie Siansu menghadapi Loa sim Hoan, sambil
katanya: "Jika memang Kie su datang untuk maksud baik,
kami tentu akan mengundangmu untuk minum teh, tetapi jika
memang Kiesu tetap dengan keinginanmu, hemm maafkan,
kami tidak bisa mendiami saja apa yang ingin dilakukan Kiesu
dan begitu juga , mengenai diri Khu Kiesu, tentu saja hal itu
harus dipertanggung jawabkan oleh Kiesu, Kalau saja Kiesu
mengurungkan untuk mengambil Bu Bin An, kami akan
menyudahi urusan sampai disini saja "
Tetapi Loa Sim Hoan menggeleng perlahan, dia telah
mengawasi Bin An sejenak lagi, kemudian katanya dengan
tawar: "Semula aku memang masih ragu2, apakah putera
tunggalnya Bu Beng Hong merupakan seorang anak yang
baik, tetapi setelah melihatnya, niatku sudah tidak bisa
dibatalkan lagi, walaupun bagaimana aku harus bisa
membawanya ."
Bo Tie Siansu telah yakin bahwa bentrokan dengan Loa Sim
Hoan sudah tidak bisa dielakkan lagi, maka katanya dengan
suara yang tawar: "Baiklah, kami menunggu petunjuk dari Loa
Kiesu." Loa Sim Hoan telah mencabut keluar serulingnya, dia telah
menggerak2kan serulingnya sambil berkata dengan tawar:
"Kita bertaruh saja, jika kita bertempur, tentu akan merusak
persahabatan, maka kita bertaruh saja untuk memperoleh
kepaStian Siapa yang berhak mendidik anak itu "
"Bertaruh?" tanya Bo Te Siansu heran.
"Ya, kita bertaruh."
"Bertaruh apa ?"
"Kita mengadu kekuatan Iwekang, tidak perlu kita
bertempur dengan mempergunakan kekerasan, jika memang
kau dapat menerima serangan dan menindih lwekangmu,
hitunglah engkau yang menang, dan kalian yang berhak untuk
mendidik anak itu. Tetapi jika aku yang bisa menindih
lwekangmu, maka akulah yang berhak membawa anak itu,
yang akan kuambil menjadi murid ku "
Bo Tie siansu berdiam sejenak, Dia yakin bahwa
Iwekangnya telah mencapai puncak kemahiran, tetapi justru
menghadapi Loa Sim Hoan, dia ragu2. Karena Loa Sim Hoan
merupakan seorang jago yang memiliki nama besar dalam
rimba persilatanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dan juga melihat sinar matanya yang tajam seperti mata
pedang itu, tentunya diapun tidak lemah. Lwekangnya pun
tentu sangat tinggi sekali, karena dia justru berani mengajak
bertaruh untuk bertanding mengadu Iwekang, Maka dari itu
Bo Tie Siansu jadi berpikir dua kali.
"Bagaimana ?" tanya Loa Sim Hoan.
"Baiklah.." menyahuti Bo Tie Siansu, "coba kau jelaskan
Cara kita bertaruh."
"Aku akan meniup sebuah lagu, dan jika engkau bisa
menghadapi hitung2 engkau yang menang, Tetapi jika engkau
tidak sanggup untuk mendengari laguku ini, berarti engkau
kalah.... bukankah pertaruhan seperti itu adil?"
Bo Tie Siansu kembali ragu2. Dia melihat Loa Sim Hoan
seperti yakin dengan keinginannya bertaruh mempergunakan
cara seperti itu,
"Jika engkau yang bermaksud meniup sebuah lagi, akupun
tidak keberatan, aku yang akan bertahan " kata Loa Sim
Hoan- "Baiklah, engkau saja yang meniup lagu, aku yang akan
menghadapi " kata Bo Tie siansu.
Loa Sim Hoan tersenyum sinis, dia membawa seruling
kemulutnya dan mulai meniup lagunya.
Bo Tie siansu mendengarkan baik-baik lagu itu, yang
iramanya perlahan dan juga sayu sekali. Tetapi semakin lama
semakin keras. Seketika itu juga Bo Tie siansu mengetahui bahwa lagu
yang dibawakan oleh Loa Sim Hoan adalah lagu "Mo Thian
sian Hoa" atau "iblis Langit dengan Dewi Bunga", irama lagu
itu biasa saja, tetapi justru semakin lama terasa kejutankejutan
daya tariknya, bagaikan juga didalam irama dari lagu
itu memiliki daya tarik yang berhubungan dengan asmara,
Tentu saja Bo Tie Siansu jadi terkejut.
Cepat-cepat Bo Tie Siansu memberi isyarat kepada Bo San
siansu dan yang lainnya untuk membawa Bin An menyingkir
menjauh sedangkan dia telah menghadapi lagu itu dengan
mengempos semangatnya, dia berdiri tenang saja.
Tetapi hatinya berkuatir sekali, Suara seruling yang disertai
dengan sinkang itu memiliki daya tarik dan pesona yang kuat
sekali, yang semakin lama semakin kuat, Disamping itu,
iramanya yang begitu mesra dan merdu, telah
menggoncangkan hati Bo Tie Siansu.
Hanya saja disebabkan Bo Tie Siansu sejak kecil memang
telah masuk kuil mencukur rambut, dengan sendirinya dia bisa
menghadapi godaan itu dengan tabah.
Namun karena lwekang yang dimiliki Loa Sim Hoan sangat
tinggi, sehingga membuat Bo Tie siansu harus mengempos
semangatnya, disamping itu diapun telah berusaha
membendung goncangan yang terjadi pada hatinya.
Sekian lama lagu itu berkumandang, sebentar meninggi,
sebentar nadanya merendah dan perlahan, namun membawa
goncangan, bagaikan juga bujukan seorang wanita cantik
yang minta dirayu, Bo Ti siansu selama itu masih bisa tetap
bertahan, dia berdiri tenang kembali mengempos terus
semangatnya, agar dirinya tidak kena dirubuhkan oleh suara
seruling yang merayu-rayu kalbu itu.
Loa Sim Hoan juga tidak hanya bertiup seruling sampai
disitusaja, nada lagunya tiba2 berobah, jadi meninggi, seperti
juga nada lagu irama perang, bersemangat sekali, atau tibatiba
sekali telah menurun nadanya jadi merendah perlahan,
bagaikan bisikan seorang gadis yang cantik jelita.
Dipermainkan dan dlombang-ambingkan oleh getaran nada
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seruling yang sebentar keras dan sejenak lagi lunak. membuat
Bo Tie Siansu akhirnya terpengaruh juga , dia merasakan
dadanya tergoncang keras.
cepat-cepat Bo Tie Siansu berusaha menenangkan
goncangan hati dan perasaannya itu.
Tetapi Bo Tie siansu gagal dengan usahanya, dia
merasakan nada seruling itu seperti menghentak-hentak
perasaannya, dimana lagu seruling itu semakin lama jadi
semakin perlahan, semakin perlahan, tetapi kuat daya tariknya
dalam kelembutan seperti itu.
Bo Tie siansu yang menyadari jika keadaan seperti ini
berlangsung terus, tentu dirinya akan berhasil dipengaruhi
oleh tiupan seruling lavvan, maka dia berusaha mengempos
semangatnya sekuat tenaganya.
Dia telah mengerahkan tenaganya, dan berhasil mengusir
pengaruh seruling itu.
Namun waktu Bo Tie siansu telah berdiam diri lagi, suara
seruling itu kembali menguasai hati dan perasaannya lagi.
Beberapa kali Bo Tie Siansu telah melompat untuk
mengusir perasaan yang mencekam hatinya, dia memang
berhasil untuk memberikan perlawanan, namun akhirnya
pendeta itu telah mulai melangkah perlahan2, setiap tindakan
kakinya melangkah mengikuti aturan patkwa, yaitu segi
delapan. Hal itu memperlihatkan bahwa Bo Tie Siansu tengah
mengerahkan kepandaiannya untuk melawan pengaruh
seruling yang semakin kuat saja. Dan juga dalam saat seperti
itu, Bo Tie Siansu dan pendeta siauw Lim Sie yang lainnya jadi
berkuatir sekali, mereka menyadari bahwa kakak seperguruan
mereka tengah mempergunakan lwekang yang tertinggi untuk
menghadapi suara seruling lawan-
Begitu pula Bo San siansu dan pendeta siauw Lim Sie
lainnya merasakan hati mereka tergoncang keras terpengaruh
oleh suara seruling, namun mereka bisa kembali menguasai
diri dengan menjauhi diri beberapa tombak lagi, sehingga
suara seruling tidak keras menguasai mereka.
Sedangkan wajah Loa Sim Hoan sendiri memperlihatkan
perasaan tegang.
Dia meniup serulingnya sambil berjalan ke sana kemari,
dari wajahnya yang tegang itu bisa melihat bahwa diapun
tengah mengerahkan tenaga dalamnya sampai pada
puncaknya. Pertempuran mengadu ilmu tenaga dalam sebetulnya
jarang sekali terjadi jika toh terjadi, itu hanya dilakukan oleh
orang2 yang memiliki kepandaian tinggi, yang merupakan
tokoh sakti dari rimba persilatan-
Maka dari itu didalam rimba persilatan terdapat kata2,
bahwa bertanding dengan mempergunakan tenaga dalam jauh
lebih berbahaya jika dibandingkan dengan pertandingan
mempergunakan senjata tajam. sehingga bisa ditarik kesim
pulan, jika memang dua orang tokoh sakti tengah mengadu
kekuatan tenaga dalam, tentu mereka akan mempergunakan
Iwekangnya untuk menindih kekuatan lwekang dari lawannya.
Berarti jika berhasil usahanya itu, lawannya tersebut akan
tergempur pecah tenaga dalamnya, dan juga akan
menyebabkan sang lawan itu terluka didalam tubuh yang
parah, atau bisa juga binasa disaat itu juga , itulah sebabnya
mengapa mengadu kepandaian tenaga dalam jauh lebih
berbahaya jika dibandingkan dengan pertandingan
mempergunakan senjata tajam.
Semakin lama Loa Sim Hoan meniup serulingnya semakin
kuat dan meninggi, dan Bo Tie siansu saat itu merasakan
telinganya seperti di tusuk2 oleh jarum yang tajam,
menyakitkan sekali.
Tetapi karena memang latihan lwekang Bo Tie Siansu telah
sempurna, sebegitu jauh dia tetap bisa mempertahankan diri,
sedangkan Loa Sim Hoan telah mengerahkan lwekang yang
tertinggi yang dimilikinya, dan nada lagunya itu semakin
meninggi, meninggi terus, dan akhirnya membuat tubuh
kedua orang ini, Loa Sim Hoan maupun Bo Tie Siansu, terus
menerus bergerak. yang semakin lama semakin cepat, seperti
tengah berlari2 berputaran, sampai akhirnya mereka hanya
dalam bentuk bayangan belaka berkelebat-kelebat.
Dengan berlari seperti itu memang Bo Tie siansu bisa
mengurangi tekanan dari suara seruling lawannya, tetapi buat
Loa Sim Hoan, yang meniup serulingnya semakin lama
semakin kuat, jadi berlari juga untuk mengempos dan
membantu mengerahkan sinkangnya.
Begitulah kedua orang tokoh sakti tersebut telah saling
mengerahkan tenaga dalamnya, mereka bertanding terus
sampai setengah harian lamanya.
Keringat telah mengucur deras disekujur tubuh Bo Tie
Siansu, apa lagi matahari mulai naik tinggi, sedangkan Loa
Sim Hoan sendiri telah basah kuyup oleh keringatnya, Tetapi
orang she Loa ini telah melihatnya bahwa kesempatan untuk
merubuhkan lawannya semakin dekat, maka dia bermaksud
untuk menindih terus lawannya, karena dia tahu, lewat
selintasan lagi Bo Tie siansu tentu tidak akan sanggup
mempertahahkan dirinya dari tiupan seruling lawan-
Bo Tie siansu sendiri menyadari hal itu, dia merasakan
jantungnya mulai tergoncang keras.
Sebagai orang yang berpengalaman Bo Tie Siansu cepat2
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga lwekangnya, karena
dia memang tahu, jika terus menerus keadaan seperti itu
berlangsung, niscaya dirinya akan ditimpah bahaya yang tidak
keciL Disaat itu tampak Loa Sim Hoan telah mengerahkan tenaga
sinkangnga lebih kuat lagi, suara serulingnya bergelombang,
seperti juga di dalam nada suara seruling itu terdapat badai
dan topan yang tengah mengamuk.
Bo Tie siansu merasakan jantungnya berdetak keras seperti
mau copot, itulah tanda bahaya yang sulit diatasi jika terlalu
lama dia mengambil keputusan, jalan satu2nya untuk
meloloskan diri dari kepungan dan pengaruh suara seruling
tersebut adalah memecahkan tekanan suara seruling itu.
Maka tidak adapilihan lainnya buat Bo Tie siansu, dia tiba2
berhenti berlari, cepat sekali dia telah mengerahkan
tenaganya dan akhirnya dia mementang mulutnya lebar2
mengeluarkan suara teriakan.
Suara teriakan itu panjang sekali tidak berkeputusan, dan
waktu itu, tampak suara seruling Loa Sim Hoan tergoncang
karenanya, dan juga tubuh Loa Sim Hoan tergoncang sejenak,
karena tenaga dalam yang terkandung didalam nada
serulingnya itu seperti dibentur oleh tenaga teriakan Bo Tie
Siansu. Namun itu hanya saja, karena Loa Sim Hoan telah berhasil
menguasai dirinya kerabali mengempos semangatnya dan
mengendalikan suara seruling.
Bo Tie siansu masih terus juga mengeluarkan suara
teriakan tidak hentinya, maka suara teriakan dan suara
seruling seperti saling bentur tidak hentinya, Kedua jenis suara
itu bukan jenis suara biasa, maka hebat benturan2 yang
terjadipada kedua jenis suara yang mengandung tenaga
dalam yang kuat sekali.
Begitulah, kedua orang ini telah saling mengerahkan
tenaga sinkang mereka untuk berusaha menindih kekuatan
sinkang lawannya, Dalam waktu sekejap mata lagi, mereka
telah tenggelam dalam keadaan yang menguatirkan karena
keduanya kini sudah tidak berlari-lari, hanya mengerahkan
sinkang mereka dengan berdiri tegak saling memunggungi.
Mereka tidak saling berhadapan, tetapi justru yang tengah
bertempur adalah suara mereka, suara teriakan Bo Tie Siansu
dan juga suara serulingnya Loa Sim Hoan, Dari kepala mereka
masing2 juga telah mengeluarkan uap tipis putih, yang
membubung naik dari kepala mereka masing2, semakin lama
semakin tebal, itu membuktikan bahwa kedua orang ini
tengah mengeluarkan seluruh sinkang yang dimilikinya.
Inilah berbahaya, jika tokh pertempuran itu selesai tanpa
ada yang terluka namun dengan mengerahkan seluruh tenaga
sinkang mereka, keduanya bisa terluka sendirinya oleh tenaga
dalam mereka masing2. Se-tidak2nya. kalau mereka
bertempur terus sampai mengeluarkan pUncak kemahiran
tenaga dalam mereka, keduanya akan memperoleh sakit, yang
baru akan sembuh jika telah dlobati lewat satu tahun.
Bo San Siansu menghela napas, dia tidak menyangka
bahwa Siauw Lim Sie harus menerima lawan seorang tokoh
sakti seperti Loa Sim Hoan, belum lagi ancaman dari pihak
Kaisar Eng Lok.
Sehingga orang-orang siauw Lim Sie sendiri mulai
berkuatir, kalau2 akan muncul kembali tokoh2 sakti lainnya,
tentu mereka akan sibuk sekali menghadapinya.
Begitulah, Loa Sim Hoan danBo Tie Sian su masih terus
bertempur dengan hebat, bahkan yang agak luar biasa, kaki
mereka masing2 semakin masuk kedalam tanah itu
disebabkan mereka mengerahkan tenaga yang kuat sekali,
sehingga tanah yang mereka injak jadi amblas dan kaki
mereka masing-masing melesak sampai sebatas mata kaki.
Waktu keadaan tengah tegang seperti itu, tiba-tiba sesosok
bayangan telah berkelebat gesit sekali, lewat disamping Bo
San Siansu. Pendeta ini terkejut, karena tahu2 Bu Bin An yang ada
disampingnya telah lenyap. Pendeta ini sampai mengeluarkan
seruan tertahan, peristiwa tersebut terjadi hanya dalam
beberapa detik saja, sehingga pendeta2 lainnya baru
mengetahui lenyapnya Bin An setelah mendengar seruan
kaget Bo San Siansu.
Mereka telah mengangkat kepala mereka, memandang
kebelakang mereka. Tidak ada orang, Tetapi mata Bo San
siansu yang awas, telah melihat diatas genting bercokol
seorang lelaki tua, memakai topi tudung yang lebar, dan
memakai baju yang berkibaran agak kelonggaran,
disampingnya tampak Bin An-
Lelaki tua itu, yang memiliki kumis agak panjang terjuntai
turun, duduk bersila diatas genting dengan bibir tersungging
senyuman, sikapnya tenang sekali.
Bo San Siansu mengeluarkan seruan marah, dia menjejak
kedua kakinya, tubuhnya telah melompat keatas genting
sambil mengulurkan tangan kanannya kearah orang bertopi
lebar itu. Tetapi orang yang memakai topi tudung bertepi lebar itu
tersenyum kecil, dia telah mengebut lengan bajunya.
Belum lagi tubuh Bo San siansu bisa hinggap diatas
genting, dia telah merasakan sampokan angin serangan yang
kuat sekali, Tidak ampun lagi tubuhnya meluncur kebawah
kembali, Untung saja Bo San Siansu mahir ilmu meringankan
tubuhnya, sehingga dia bisa berjumpalitan dan jatuh ditanah
dengan kedua kaki terlebih dulu dan tidak sampai terbanting.
Dengan muka merah Bo San Siansu berdiri heran dan
mengawasi orang diatas genting, dilihatnya Bu Bin An tengah
dicekal tangannya oleh orang itu.
"Siapakah dia" Gerrakannya begitu gesit seperti setan, dia
bisa mengambil Bin An dan sampingku tanpa aku bisa
mengetahui sebelumnya, dan tenaga sinkangnya begitu luar
biasa.-." Bo San Siansu tentu saja penasaran, dia telah
mengeluarkan suara bentakan sambil mengapungkan dirinya
lagi, dan sebelum tubuhnya hinggap diatas genting, dia telah
merogoh saku bajunya, melontarkan tiga kuntum biji bunga
bwee, senjata rahasia berbentuk bunga bwee, yang meluncur
cepat sekali kepada orang tua yang tengah duduk tengah2
diatas genting.
Tetapi dengan mudah, orang tua yang aneh itu telah
menyentil ketiga bunga bwee itu, sehingga ketiga senjata
rahasia itu terpental jatuh keatas tanah, Dan Bo San Siansu
membarengi menyerangnya dengan melontarkan tiga butir biji
dari tasbih, dia mengincer bagian yang mematikan tubuh
orang itu. Tetapi seperti juga tadi, ketiga biji tasbih itu telah berhasil
disentil jatuh keatas tanah. sedangkan Bo San siansu
mempergunakan kesempatan itu telah hinggap diatas genting.
Pendeta ini telah merangkapkan sepasang tangan-nya, dia
memberi hormat: "siapakah orang gagah yang sempat
berkunjung kekuil kami ini...?" tanyanya dengan ramah,
menahan kemendongkolannya.
Bo Cie siansu juga telah melompat keatas genting, berdiri
disamping Bo San Siansu. Bo Ie dan Bo Kin Siansu, bersiapsiap
dibawah, Mereka juga melihat bahwa terang yang tengah
duduk diatas genting itu adalah seorang yang luar biasa sekali.
Bo Tie siansu yang tengah bertempur tergoncang hatinya
melihat Bin An telah kena direbut oleh orang itu. Tetapi
karena dia tengah mengerahkan tenaga lwekangnya.
perasaannya yang tergoncang bisa membahayakan dirinya.
Maka cepat2 dia memusatkan seluruh perhatian nya untuk
mengeluarkan suara teriakannya lagi,
Saat itu orang tua tersebut, yang memakai tudung lebar
dikepalanya, telah tertawa dengan suara yang sabar.
"Kalian turunlah kembali " katanya sambil mengebutkan
lengan jubahnya.
Bo San siansu dan Bo Cie siansu merasakan samberan
angin kebutan tangan orang tua itu, mereka bermaksud
menangkis dengan kekerasan untuk bertahan berdiri terus
diatas genting.
Tetapi untuk kaget mereka, justru tubuh mereka seperti
diterjang oleh suatu kekuatan yang tidak bisa dikuasai oleh
mereka, tidak ampun lagi mereka terjungkel kebawah.
Untung mereka sempat untuk mengatur meluncurnya
tubuh mereka, sehingga tidak perlu mereka terb anting diatas
tanah. Sedangkan orang tua yang memakai topi tudung lebar itu
telah tertawa terbahak-bahak, dia berdiri sambil mengempit
tubuh Bin An- Tubuhnya tahu-tahu meluncur turun, kemudian
melompat kegenting kuil dibagian lainnya, Dia telah berlari
seperti bayangan saja cepatnya.
"Jangan lari... tangkap " teriak Bo San Siansu terkejut. Dan
para pendeta itu telah mengejarnya.
Tetapi orang tua yang memakai topi tudung dikepalanya itu
memiliki ginkang yang tinggi sekali, dia telah berlari-lati diatas
genting dengan gesit sekali, dalam sekejap mata dia telah
berlari, jauh dan meninggalkan Bo San siansu serta pendeta
Siauw Lim Sie lainnya.
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bo San Siansu dan yang lainnya mengejar sampai diluar
kuil, namun begitu mereka molompati tembok dinding kuil,
mereka kehilangan jejak orang tua yang memakai topi bertepi
lebar itu. Mereka mencari- cari disekitar tempat itu dengan
penasaran, namun bayangan orang tua bersama Bin An sudah
tidak berhasil mereka temui.
Dengan lesu dan bercampur penasaran, mereka telah
kembali keruangan kuil, menyakslkan Bo Tie Siansu masih
mengadu kekuatan lwekang dengan Loa Sim Hoan-
Waktu itu Loa Sim Hoan telah berhenti meniup serulingnya,
tubuhnya melompat empat tombak lebih menjauhi Bo Tie
Siansu. Begitu juga Bo Tie siansu, telah berhenti berteriak, untuk
sejenak lamanya Bo Tie Siansu mengatur pernapasannya
dengan berdiam saja ditempatnya. Kemudian dia baru
bergerak dua langkah menarik kakinya dari dalam tanah.
"Kita sudahi saja pertaruhan kita, kita telah seri, tidak ada
seorangpun yang kalah dan tidak ada yang menang" kata Loa
Sim Hoan. Bo Tie Siansu mengangguk.
"Terlebih lagi memang bocah yang kita pertaruhkan itu kini
sudah dilarikan orang " kata Loa Sim Hoan lagi. "percuma saja
jika kita bertempur terus " Bo Tie Siansu mengerutkan
sepasang alisnya.
"Kukira justru orang itu adalah kawanmu, kalian memang
telah sengaja hendak memancing kami dalam suatu
pertempuran dan kawanmu itu yang bekerja untuk menculik
Bin An" Mendengar tuduhan Bo Tie Siansu, Loa Sim Hoan tertawa
bergelak, dia telah berkata dengan suara yang dingin :
"Hemmm, aku selamanya bekerja sendiri, justru aku
menyudahi pertempuran ini, karena aku bermaksud mengejar
orang itu untuk merebut sibocah dari tangannya "
Bo Tie siansu melihat orang bicara dengan wajah yang bersungguh2,
tidak terlihat sedikitpun bahwa dia tengah
berdusta, Maka sipendeta mau mempercayai perkataan Loa
Sim Hoan. "Baiklah, kamipun akan segera melakukan pengejaran pada
orang itu untuk mengambil kembali Bin An dari tangannya "
"Hemmm, kita sekarang harus berlomba, siapa yang akan
berhasil paling dulu merebut bocah itu," kata Loa Sim Hoan.
Dantanpa mengucapkan kata-kata untuk pamit, dia telah
menjejakkan kedua kakinya, dan tubuhnya telah melambung
ketengah udara. Dalam sekejap mata saja Loa sim Hoan telah
meninggalkan kuil Siauw Lim Sie, tidak terlihat bayangannya
lagi. sedangkan Bo Tie Siansu telah menghela napas, dia
memberi is yarat kepada Bo San sian su dan yang lainnya, dia
sendiri juga telah berlari dengan pesat sekali, untuk
melakukan pengejaran kepada orang tua yang bertopi tudung
bertepi lebar itu.
Namun walaupun mereka telah mengejar dan mencarinya
sampai kekaki gunung Siongsan, tokh tetap saja mereka tidak
berhasil mengejar orang tua yang aneh dan liehay ilmunya itu.
Bo Tie Siansu dan orang2 Siauw Lim Sie mencari terus
sampai menjelang tengah malam, barulah mereka kembali
kekuil Siauw Lim Sie dengan nihil.
Wajah mereka muram, memperlihatkan kedukaan dan
kemarahan yang bercampur menjadi satu. Dengan lenyapnya
Bin An, mereka telah menerima suatu pukulan batin yang
tidak ringan untuk perasaan mereka.
ooo BIN AN yang berada dalam kempitan tangan kanan orang
tua bertopi tudung bertepi lebar itu merasakan angin
menyampok mukanya tidak hentinya, Dia juga merasakan
betapa orang yang mengempitnya itu berlari- lari dengan
cepat sekali, sehingga seperti juga terbang.
Bu Bin An sampai menutup mata nya karena dia merasa
ngeri melihat segala sesuatu yang dilalui mereka seperti juga
terbang dengan cepat sekali.
Dalam waktu yang singkat sekali, mereka telah
meninggalkan gunung siongsan, Ternyata ilmu meringankan
tubuh orang tua itu benar2 sangat hebat sekali, tidak sampai
dua kali makan nasi, dia telah berhasil meninggalkan gunung
siongsan dan menuju terus kearah timur.
Sampai akhirnya Bu Bin An tidak tahan lagi, dia merasakan
kepalanya pening, karena samberan angin yang tidak
henti2nya. Dia mencubit pinggang orang tua itu, sambil berseru agak
keras: "Paman berhenti dulu!!"
orang tua itu, yang memakai topi bertepi lebar merupakan
seorang tokoh sakti dari rimba persilatan- Seperti diketahui,
kedatangannya begitu mudah dan tidak terduga, bahkan
waktu dia mengambil Bin An dari Bo San Siansu, pendeta itu
baru mengetahui setelah orang tua ini bersama Bin An duduk
diatas genting.
Dan kemudian waktu orang tua tersebut membawa Bin
Anpergi, orang2 Siauw Lim Sie dan juga Loa sim Hoan tidak
berhasil mengejarnya, karena ginkangnya yang sempurna.
Tetapi justru kini yang dicubit oleh Bin An adalah pinggang
dekat perutnya, sehingga dia tersentak kaget karena kegelian,
dan cepat2 menahan langkah kakinya, Dia menurunkan anak
itu, sambil katanya: "Kecil-kecil engkau sangat nakal, berani
mengelitik diriku "
Bin An memandang heran kepada orang tua itu.
"Paman, engkau ingin membawaku kemana?" tanya Bin An
kemudian. "Aku ingin mengajakmu pergi kesuatu tempat, untuk
mengajari engkau ilmu silat, agar kelak. engkau bisa jadi
seorang pendekar yang memiliki kepandaian sangat tinggi "
"Siapakah paman ?" tanya Bin An lagi.
"Engkau masih terlalu kecil, walaupun aku memberitahukan
engkau tidak akan mengetahuinya " menyahuti orang tua itu,
"Kalau engkau kelak telah berusia belasan tahun, disaat itu
barulah aku akan menjelaskan siapa adanya aku ini.."
"Tetapi paman-.." Bin An tampak ragu-ragu.
"Kenapa ?"
"Aku... aku dibawa oleh paman dengan cara merampas,
akupun belum meminta ijin kepada para paman pendeta Siuw
Lim Sie yang banyak budinya padaku."
"Hemm, engkau tidak perlu bergaul dengan manusia2
seperti itu, mereka hanya terlalu mementingkan diri. Mereka
ingin mencari ketenangan diri mereka. Lihatlah, para pendeta
Siauw Lim Sie hanya hidup didalam kuilnya tanpa mau
memperdulikan perkembangannya apa yang telah terjadi
dalam rimba persilatan, mereka berpatokan, asal mereka tidak
diganggu dan tidak menerima kesulitan, mereka tidak ingin
mencampuri urusan diluar kuil. Bukankah itu merupakan suatu
kepentingan diri sendiri yang terlalu besar dan mengada-ada
saja" Hemm, sebagai seorang pendekar, justru kita harus
segera turun tangan bila menyakslkan urusan yang tidak adil
Hai, hai, justru engkau masih terlalu kecil, sehingga aku tidak
bisa menjelaskannya dengan panjang lebar, karena engkau
tidak mungkin mengerti "
Dan setelah berkata begitu, orang tua tersebut menghela
napas berulang kali, wajahnya tampak agak murung.
Sedangkan Bin An telah berkata lagi: "Paman, tetapi aku
berhutang budi kepada para paman pendeta, kalau memang
paman bermaksud mengajakku, itupun harus meminta ijin
dulu dari paman pendeta, tidak bisa kita pergi demikian saja "
Kemudian Bin An memperlihatkan wajah yang bersungguh2.
"Dan paman, akupun belum tentu bersedia ikut
bersamamu, bukankah engkau belum menanyakan kepadaku
setuju atau tidak untuk ikut bersamamu ?"
Mendengar perkataan Bin An, orang tua itu jadi tertawa
cukup keras, tampaknya dia geli.
"Anak. engkau baik sekali," katanya kemudian, "sayangnya
engkau telah ikut bersama para pendeta itu Hemmm, jika
memang engkau hidup terus di-tengah2 lingkungan pendeta2
itu, tentu kelak engkau hanya bisa mengenal sedikit sekali
bagaimana keadaan didunia yang sebenarnya, karena engkau
akan terpengaruh oleh mereka "
"Mengapa begitu paman ?" tanya Bin An-
"Karena engkau akan dicekoki oleh berbagai petuah,jika
ditempiling pipimu yang kanan, berikan pipi yang kiri untuk
dihantam lagi. Tetapi engkau pernah melihat tidak, jika
seorang pendeta yang ditempiling pipi kanannya, dia tidak
marah malah memberikan pula pipi kirinya untuk ditampar "
Dan juga engkau masih belum mengerti nak, seorang pendeta
yang tidak diberikan derma jika dia memintanya, tentu akan
menggumam tidak enak dan mengutuk2 orang yang tidak
mau memberikan derma padanya. Itu bukan sifat yang baik.
Tetapi aku yakin, engkau tentunya tidak menerima didikan
yang buruk dari Siauw Lim Sie, hanya saja, kurang begitu luas
untuk pandangan hidupmu kelak.. Itulah sebabnya aku tertarik
ingin mengambilmu untuk menjadi murid ku "
"Menjadi muridmu, si orang tua ?" tanya Bin An-
"Tetapi..."
"Kenapa" Kau tidak mau ?"
"Bukan tidak mau, tetapi murid apa yang engkau
maksudkan, paman untuk mempelajari apa ?" tanya Bin An
lagi. "Tentu saja banyak. mempelajari ilmu silat, ilmu surat dan
mempelajari mengenai watak manusia2 yang hidup didalam
dunia ini "
"Paman ?"
"Ya?"
"Dapatkah paman mengantarkan aku menemui para paman
pendeta itu dulu ?"
"Untuk apa ?"
"Aku ingin memberitahukan dulu maksud paman kepada
mereka " Mendengar perkataan Bin An yang terakhir, orang tua
bertopi lebar itu tertawa bergelak-gelak dengan suara yang
nyaring, kemudian dia berkata : "Yang jelas mereka tentu
tidak akan mengijinkan kau ikut bersamaku."
Bin An tampak bingung, Dia masih kecil, tetapi dia tidak
mau melancangi para pendeta Siauw Lim Sie yang selama ini
memperlakukan dirinya dengan baik.
Walaupun dia masih kecil, tokh pikirannya telah panjang,
sehingga membuat orang tua itu kian menyukainya.
Waktu itu, orang tua tersebut telah berkata lagi: "Kau tadi
melihat bukan, pendeta Siauw Lim Sie itu bertempur dengan
orang yang meniup seruling ?"
Bin An mengangguk.
"Nah, semua itu untuk apa " Untuk mempertahankan
dirimu, engkau diminta oleh orang yang meniup seruling itu,
tetapi pendeta siauw Lim Sie tidak mau menyerahkannya,
sehingga mereka jadi ribut dan bertengkar, lalu bertempur "
Bin An mengangguk, dia belum mengerti urusan, tetapi apa
yang dikatakan oleh orang tua ini dia mengerti sedikit.
"Siapakah orang yang meniup seruling itu, paman " Apakah
kawanmu ?"
orang tua itu telah menggelengkan kepala nya perlahan
sambil tersenyum.
Untuk sejenak dia tidak menyahuti, hanya memandang
kesekelilingnya, mereka tengah berada dimuka sebuah hutan,
disekitar tempat itu tidak terlihat sebuah rumah pendudukpun
Kemudian sambil tersenyum, orang tua itu baru
menyahutinya: "Baiklah nak. anak yang manis, apakah engkau
bersedia ikut bersamaku?"
"Sekarang aku telah dibawa oleh paman sampai ditempat
ini, jika aku tidak bersedia ikut bersama paman, bagaimana
aku bisa pulang kembali kekuil?" tanya Bin An memperlihatkan
wajah yang bingung. orang tua itu tersenyum.
"Apa engkau benar2 masih ingin kembali kekuil Siauw Lim
Sie?" tanyanya, "Apakah engkau tidak tertarik untuk menjadi
seorang pendekar yang gagah perkasa?"
Bin An menghela napas, kemudian dia menyahuti: "Aku
bingung paman, aku sangat bingung sekali "
"Mengapa harus bingung2?" tanya orang tua itu. "Engkau
ikut bersamaku, dan semua urusan menjadi beres, tidak
mungkin selanjutnya ada orang yang bisa menghina dirimu,
dan aku akan mengajar engkau ilmu silat kelas tinggi,
sehingga kelak engkau bisa menjadi seorang pendekar yang
gagah perkasa, dengan mempergunakan kepandaian yang
engkau miliki itu, engkau bisa membantu dan menolong
orang2 yang lemah dari kesulitan mereka Bagaimana, apakah
engkau tersedia untuk ikut bersamaku ?" Bin An tampak
bimbang. "Engkau akan menjadi seorang pendekar, anak yang manis
" Bin An akhirnya mengangguk.
"Baiklah paman " sahutnya.
O6rang tua itu tersenyum girang, dia sampai menepuknepuk
tangannya beberapa kali. Kemudian cepat sekali dia
telah menyambar pinggang Bin An, yang dibawa lari lagi
dengan cepat sekali.
Gerakannya beg itu gesit, dalam waktu sekejap mata saja
telah puluhan lie yang mereka lewati.
Dan Bin An dalam gendongan orang tua itu hanya
memejamkan matanya saja, karena dia tidak kuat untuk
menerima sampokan angin yang keras pada mukanya, dia
merasakan dirinya seperti terapung melayang- Ia yang
ditengah udara.
ORANG TUA yang memakai topi bertepi lebar itu adalah
seorang tokoh sakti didalam rimba persilatan- Dia merupakan
tokoh sakti yang ditakuti golongan hitam, Namun beberapa
tahun terakhir ini orang tua tersebut tidak pernah muncul
didalam rimba persilatan-
Dia bernama Sam Tiang In, dan bergelar Kung Kung Sian
(Engkongnya Dewa), Hal itu disebabkan kepandaiannya yang
memang sangat tinggi sekali dan luar biasa. Baik ilmu
pedangnya, ilmu pukulan tangan kosong maupun sinkangnya,
telah mencapai puncak kemahiran.
Maka dari itu, selama Kung Kung Sian Sam Tiang In
mengembara didalam rimba persilatan jarang sekali dia
memperoleh tandingan.
Sejauh itu, walaupun usianya telah mencapai enam puluh
tahun lebih sedikit, tokh dia masih tidak mau mengambil
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
murid. Diapun tidak pernah menikah, sehingga tidak memiliki
anak. Semula memang Kung Kung Sian Sam Tiang In
bermaksud untuk hidup menyendiri sampai diakhir hayatnya
dan membawa kepandaiannya sampai keliang kubur. Hal itu
disebabkan selama itu dia tidak pernah bertemu dengan
seorang anak yang cocok dengan seleranya.
Namun waktu dia tengah berjalan dimuka kuil siauw Lim
Sie, dia mendengar suara ribut-ribut, dia jadi tertarik, dan
sempat menyaksikan pertandingan yang aneh dari Bo Tie
Siansu melawan Loa Sim Hoan- Tetapi waktu dia melihat Bin
An, dia jadi tertarik dan segera merebutnya.
Kini anak itu telah berada didekat dirinya, malah anak kecil
yang mungil lucu itu bersedia untuk menjadi muridnya,
membuat hati jago tua yang sakti itu jadi girang sekali, Diapun
memiliki kepandaian yang tinggi maka dia percaya Bin An
tentu bisa mewarisi seluruh kepandaiannya itu, sebab dia
melihat bahwa anak itu selalu memiliki bakat yang baik, juga
tulang tubuhnya sangat baik.
Itupun merupakan suatu keberuntungan untuk Bin An,
karena dia telah diangkat menjadi murid tunggal dari jago
sakti tersebut padahal jika ada orang yang bersedia menjadi
murid dari Kung Kung sian Sam Tiang In, walaupun orang
tersebut bersembah sujud meng-angguk2-kan kepalanya
seribu kali memohon diterima menjadi muridnya, kakek sakti
itu pasti akan menolaknya.
ooo BU BIN AN diajak oleh orang tua sakti itu berlari terus
sampai menjelang fajar lagi. Berarti mereka telah melakukan
perjalanan satu malam penuh dan Bu Bin An yang sering
tertidur dalam kempitan kakek luar biasa itu, tidak mengetahui
telah beberapa jauh mereka melakukan perjalanan dan
beberapa jauh perjalanan yang telah berhasil ditempuh kakek
sakti tersebut.
Hanya ketika dia membuka matanya, justru dia melihat
sekelilingnya hanyalah tegalan padang rumput belaka, dimana
rumput bertumbuhan subur sekali, hijau kekuning-kuningan-
"Kita berada dimana, paman ?" tanya Bin An kemudian
waktu kakek sakti itu menghentikan larinya.
Sam Tiang In tersenyum, dia berkata dengan suara yang
sabar: "Apakah engkau masih memanggilku dengan sebutan
paman?" Bin An tidak mengerti dia ditanya begitu, maka dia balik
bertanya: "Lalu aku harus memanggil dengan sahutan apa
pada paman?"
"Bukankah engkau telah menjadi muridku ?" tanya orang
tua she Sam itu. "seharusnya engkau memanggilku dengan
sebutan Suhu (guru)"
Bin An mengangguk.
"Baiklah Suhu, kita berada dimana, suhu ?" tanya Bin An
lagi. "Kita menuju ke Kang Lam, mungkin memakan waktu
perjalanan selama satu bulan" menjelaskan sang guru dengan
sabar, "sekarang kita berada dimuka kampung Pu-chiang, dan
kita nanti beristirahat disana sambil mengisi perut " Bin An
mengangguk. Begitulah guru tersebut, seorang tokoh yang sakti, telah
mengajak muridnya melakukan perjalanan- Setiap hari Bin An
dikempitnya dan sang guru sama sekali tidak mempergunakan
kuda sebagai kendaraannya, dia hanya mempergunakan
ginkangnya, dimana dia bisa berlari dengan cepat sekali,
sehingga dalam setengah bulan, dia telah bisa mencapai kota
Mong-ciu, mereka beristirahat dua hari dikota tersebut.
Sepanjang perjalanan, Bin An diperlakukan dengan baik,
Tetapi selama itu Sam Tiang In tidak pernah menurunkan
kepandaiannya, karena dia memang mempertimbangkan anak
sekecil ini belum pantas menerima kepandaian silat. Hanya
yang perlu adalah pendidikan dan menggembleng dasarnya
dulu. Setelah beristirahat dua hari dikota tersebut, mereka
melanjutkan perjalanan lagi.
Bin An tidak tahu dirinya ingin diajak ketempat macam apa,
dia hanya tahu bahwa dirinya akan diajak ke Kang Lam.
sebagai seorang anak yang baru berusia dua tahun lebih,
tentu saja dia tidak mengetahui bentuk dan apa itu yang
disebut daerah Kang Lam, dia hanya tahu tentunya Kang Lam
merupakan tempat menetapnya dari tokoh sakti ini.
Setelah melakukan perjalanan selama sepuluh hari lagi,
merekapun tiba diperbatasan Kang Lam.
Saat itu menjelang musim semi, sehingga keadaan
didaerah Kang Lam sangat indah sekali, dimana pohon2
tumbuh subur dan bunga2 telah bermekaran sangat indah
menawan. Bin An telah menikmati keindahan alam yang ada
disekeliling nya, karena Sam Tiang in sudah tidak berlari
Secepat Sebelumnya, sehingga angin yang menyampok muka
anak itu tidak begitu keras, dan dia bisa menikmati keindahan
alam disekelilingnya.
Malam itu Sam Tiang in mengajak Bin An beristirahat
disebuah kuil, dan keesokan pagi-nya, setelah mengisi perut,
mereka melanjutkan perjalanan lagi. Setelah berlari hampir
menjelang sore hari, mereka tiba disebuah lembah. Lembah
itu penuh dengan Bunga2 yang indah2, tetapi sunyi dan tidak
terlihat seorang manusiapun juga .
Ternyata lembah itu, yang bernama Hong-sian-kiok
(lembah Burung Hong dewata) merupakan sebuah lembah
yang jarang sekali dikunjungi orang. Dan juga , dilembah
tersebut terdapat banyak sekali tebing yang curam.
Tempat yang indah seperti lembah ini telah dipergunakan
oleh Sam Tiang In sebagai tempat tinggalnya, Dia memang
selama beberapa tahun telah hidup menyendiri dilembah yang
panoramanya sangat indah itu.
Tetapi adalah kebetulan sekali jika dia keluar dari lembah
tersebut dan melakukan perjalanan, sehingga dia tiba di Siauw
Lim Sie dan bertemu dengan Bin An, yang akhirnya telah
diambilnya sebagai muridnya.
"Inilah jodoh kami " sering kali Sam Tiang In berkata
begitu. Dan sehari sejak tibanya mereka dilembah tersebut,
dimana Sam Tiang In mengajak Bin An kesebuah goa yang
telah diaturnya dan diperlengkapi dengan segala macam
perabotan seperti meja dan kursi maupun pembaringan,
mereka telah menjalankan ucapan pengangkatan murid dan
guru. Waktu itu Bin An memang masih terlalu kecil, tetapi dia
menurut saja mengucapkan kata-kata yang diajari oleh Sam
Tiang In- Begitulah mereka berdua, Sam Tiang ln, seorang tokoh
sakti, dengan Bin An seorang anak yang berusia belum tiga
tahun telah menetap di lembah tersebut.
Bin An sendiri senang sekali berada dilembah ini, karena
selain udaranya yang sejuk dan nyaman, juga keindahan yang
terdapat di lembah tersebut sangat memikat hati.
Tahun demi tahun telah lewat, dan selama itu Sam Tiang ln
telah menurunkan kepandaiannya untuk anak tersebut. Tanpa
terasa telah lewat sepuluh tahun... selama itu, Bin An yang
telah berusia tiga belas tahun, melatih diri dengan giat.
Disamping itu, yang menggembirakan hati Sam Tiang in
adalah kecerdasan yang dimiliki oleh anak itu. Setiap jurus
cukup hanya diajarinya satu atau dua kali saja, seterusnya Bin
An sudah mengerti
Maka dari itu, tidak terlalu mengherankan jika Sam Tiang In
juga semakin bersemangat untuk mendidik anak ini. Perlahan2
dia menurunkan kepandaian simpanannya, Bahkan
Sam Tiang In telah berpikir, jika usia Bin An mencapai lima
belas tahun, disaat itu barulah dia akan menurunkan latihan
sinkang (tenaga sakti) yang luar biasa, sekarang dia baru
menurunkan kepandaian biasa saja kepada Bin An, sebab
anak sekecil itu tidak mungkin bisa menerima gemblengan
yang terlalu berat, maka dia mendidiknya dengan bertahap.
Dalam keadaan seperti itu, walaupun menerima pelajaran
yang biasa saja dari Sam Tiang ln, tokh kepandaian Bin An
sudah luar biasa, Baru jago2 rimba persilatan yang memiliki
kepandaian biasa saja, tentu tidak akan sanggup menghadapi
dia. Dalam usia tiga belas tahun seperti ini, Bin An telah
memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi. Dia
sering bermain sendiri mengelilingi lembah, naik turun tebing
dan juga sering berlari-lari kesebuah perkampungan yang
letaknya tidak berjauhan dengan lembah, untuk bermain
kelereng atau permainan kanak-kanak lainnya lagi.
Bin An juga sering dinasehati oleh gurunya seperti pada
pagi itu Sam Tiang In telah berkata: "Muridku yang baik, kau
dengarlah ingatlah olehmu baik2, jika memang engkau kelak
telah pergi merantau dan mengembara didalam rimba
persilatan, engkau harus melakukan kebaikan tanpa pandang
bulu, siapa saja yang membutuhkan pertolonganmu, engkau
harus menolongnya Tetapi engkau juga harus ingat, engkau
harus memperlakukan para penjahat juga tanpa pandang
bulu. Mereka harus dihukum, yang melakukan perbuatan jahat
terlalu berat, engkau hukum dengan hukuman yang berat
pula, tetapi yang melakukan kejahatan karena terpaksa dan
juga perbuatan jahat yang tidak begitu berarti, engkau imbali
dengan menjatuhi hukuman yang tidak begitu berat,
engkaupun harus bijaksana dalam menentukan, manusia2
mana yang harus diganjar berat dan tidak... Mengenai urusan
harta benda atau kemuliaan duniawi, tidak bisa dipergunakan
sebagai patokan terkadang banyak manusia2 yang hidup
dalam kekayaan dan harta yang berlimpah, tetapi mereka
memiliki sifat yang buruk. sering menindas pihak yang lemah
inilah yang harus engkau ingat baik2- engkau harus
mempertimbangkan setiap persoalan dengan hati dan kepala
dingin." Disamping itu, banyak sekali nasehat yang diberikan oleh
gurunya, dan Bin An selalu menerima nasehat tersebut
dengan baik, dia mengingat dan menyimpannya didalam hati.
Memang selama menjadi murid Sam Tiang In, dia telah
menjadi seorang murid yang baik, selalu patuh terhadap
perintah gurunya.
Sam Tiang In sendiri melihat bahwa muridnya memang
merupakan seorang anak yang baik dan memiliki sifat yang
luhur, senang sekali membantu pihak yang lemah.
Sering Sam Tiang In menyaksikan muridnya ini harus
berkelahi dengan anak-anak yang berusia lebih tinggi dari dia,
untuk membela anak lainnya yang dihina, tetapi tentu saja
yang menang adalah Bin An, karena walaupun usia lawannya
lebih besar dari dia, tokh dia bisa merubuhkannya dengan
mudah. Se-waktu2 Sam Tiang In juga sering memperhatikan
tingkah laku muridnya, dia sering perintahkan Bin An untuk
membeli sesuatu diperkampungan yang dekat dengan lembah.
Dia kemudian mengikutinya, dan melihat betapa muridnya itu
selalu menjalani perintahnya itu dengan baik, tidak pernah dia
menyimpang untuk bermain-main dulu ataupun juga
mengganggu anak-anak lainnya.
Tentu saja sang guru ini jadi senang, karena walaupun
bagaimana memang dia telah melihat Bin An agak lain dari
anak-anak sebayanya.
Itulah sebabnya, Bin An juga menjadi harapan gurunya
untuk mewarisi seluruh kepandaiannya, dimana Sam Tiang In
bermaksud untuk menurunkan seluruh kepandaiannya kepada
muridnya tersebut.
Bin An sendiri mengetahui bahwa gurunya memperlakukan
dia sangat baik sskali, Dia juga memperoleh kenyataan bahwa
gurunya mewarisi seluruh kepandaiannya.
Maka, dengan sendirinya Bin An selalu melatih diri dengan
giat, dia telah mempelajari setiap jurus yang dituruni oleh
gurunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Ketika Bin An berusia enam belas tahun, perkembangan
tubuhnya telah mengalami kepastian yang menakjubkan,
dimana selain sangat sehat, tubuhnya juga tinggi dan tegap.
Dan yang terutama sekali, dia telah mewarisi seluruh
kepandaian gurunya, baik ilmu meringankan tubuh, maupun
kepandaian sinkang dari sang guru itu.
Kini Bin An telah menjadi seorang pemuda yang gagah,
tetapi masih kurang pengalaman karena selama itu dia tidak
pernah keluar lembah untuk bercampur dengan orang2 rimba
persilatan, pengalamannya yang hanya sedikit itu tidak bisa
dipergunakan untuk menghadapi masyarakat.
Disaat berusia enam belas tahun seperti itu, Sam Tiang In
telah sering2 mengajaknya untuk berkelana, karena sang guru
menghendaki Bin An tidak kikuk lagi jika kelak dia
mengembara seorang diri, karena memang yang di butuhkan
oleh Bin An sekarang ini hanya satu, yaitu pengalaman-
Jika disaat mereka tengah berkelana dan bertemu dengan
peristiwa yang tidak adli, sang guru menyerahkan urusan itu
kepada Bin An untuk menyelesaikannya, untuk membela
silemah tetapi tidak bersalah itu dari tindasan sikuat namun
jahat. Bin An selalu dapat menyelesaikan urusannya dengan baik,
bahkan gurunya sangat kagum sekali, Bin An tidak pernah
bertindak berat.
Walaupun dia sering menghajar penjahat dengan tangan
besi, tetapi serangan yang dipergunakan oleh Bin An selalu
bukan serangan yang mematikan, hal itu memperlihatkan
betapa baik dan murninya hati anak muda ini, yang mulai
meningkat dewasa.
Beg itulah, pada suatu pagi Bin An telah dipanggil gurunya,
Waktu Bin An memasuki pintu kamar gurunya, dia melihat
sang guru tengah mengawasi keluar dari dinding goa itu
memandangi bunga-bunga yang banyak bertumbuhan
disekitar tempat tersebut.
"GUru.... " panggil Bin An sambil berlutut memberi hormat.
"Murid telah datang menghadap "
Sam Tiang ln memutar tubuhnya, dia tersenyum
danperintahkan muridnya untuk bangun.
Mereka guru dan murid kemudian duduk saling
berhadapan, pagi ini wajah Sam Tiang In ramah dan lembut
sekali, melebihi dari biasanya.
"Murid ku, telah tujuh belas tahun usiamu ditahun ini,
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan?" tanya Sam Tiang In-"Dan telah empat belas tahun
lebih engkau dididik olehku maka sekarang kukira telah cukup
waktunya untukmu berkelana seorang diri, aku perintahkan
kepadamu untuk mengembara didalam rimba persilatan, untuk
mulai melakukan tugas suci dan mulai mengamalkan
kepandaianmu. Engkau harus sering melakukan perbuatan
mulia menolongi orang2 yang tengah berada dalam kesulitan-
Dan satu lagi yang kuminta, agar engkau pergi mengunjungi
Siauw Lim Sie digunung Slongsan, untuk menyampaikan
hormatmu kepada para pendeta Siauw Lim Sie itu."
Bin An mendengar perkataan gurunya jadi terkejut, dia
telah bertanya dengan suara yang tidak lancar: "Suhu, apakah
perintah suhu tidak bisa ditunda untuk beberapa tahun lagi.
Aku masih... masih hendak menemani suhu dulu untuk
beberapa saat lamanya " Sang guru telah tersenyum^
"Muridku, engkau dengarlah" katanya dengan suara yang
sabar sekali, "Engkau harus menyadarinya, akupun
sesungguhnya berat untuk berpisah denganmu, Tetapi tugas
yang menantimu sudah banyak sekali, engkau kini telah
memiliki kepandaian yang tinggi, maka kepandaian itu perlu
sekali dipergunakan untuk membantu orang yang tengah
dalam kesulitan, engkau harus berkelana, untuk melihat
keadaan di rimba persilatan sekarang ini. Baru2 ini dari
seorang sahabat, aku telah mendengar keadaan di dalam
rimba persilatan sangat kacau sekali, karena justru Kaisar Eng
Lok tengah mencari cap Kerajaan yang telah lenyap... banyak
jago2 rimba persilatan yang dipakai tenaganya oleh Kaisar Eng
Lok dengan diberikan pangkat dan kekayaan-.. dan jago2 itu
telah berlaku se-wenang2 dalam tugas mereka, sehingga
banyak orang yang lemah menjadi penasaran... Dan sekarang
menjadi tugasmu untuk pergi berkelana,jika engkau menemui
kejadian yang tidak baik dan tidak adli, engkau harus turun
tangan membantu yang lemah dari tindasan sikuat..." Bin An
menundukkan kepalanya.
Telah belasan tahun mereka guru dan murid berkumpul
dan selama itu mereka berhubungan baik sekali, mesra seperti
ayah dan anak. Maka sekarang Bin An berat sekali harus meninggaikan
sang guru ini seorang diri didalam lembah.
Tetapi tugas yang diberikan oleh gurunya itupun
merupakan tugas yang besar artinya, Di samping dia akan
memperoleh pengalaman, juga dia bisa melakukan kebaikan
terhadap orang2 yang tengah dalam kesulitan-.. maka dari itu,
sulit buat Bin An menolak perintah gurunya.
Tetapi akhirnya Bin An meminta kepada gurunya untuk
menemani gurunya sebulan lagi, namun sang guru tetap
menolaknya. Sam Tiang In tetap memerintahkan Bin An besok pagi
harus berangkat meninggalkan lembah dan mulai
mengembara untuk melakukan perbuatan mulia, Malah sang
guru itu telah berkata: "Besok jika engkau ingin berangkat,
engkau tidak perlu pamitan pula kepadaku, tidak perlu engkau
menemui aku, karena pamitan seperti itu hanya menambah
berat hati untuk berpisah..."
Dengan wajah yang murung dan hati berduka, Bin An telah
kembali kekamarnya, Dia membereskan barang-barangnya
dan malam ini tidur dengan gelisah, karena besok merupakan
waktunya dimana dia akan berpisah dengan gurunya. Dan
gurunya itu telah dianggap sebagai ayahnya, Bukankah dia
tidak memiliki orang tua atau sanak famili "
Tetapi perintah gurunya itu tidak bisa dibantahnya dan
memang besok dia harus berangkat meninggalkan lembah ini,
lembah yang telah membesarkan dirinya.
Begitu mata hari fajar mulai memperlihatkan diri, Bin An
telah berangkat meninggalkan lembah tersebut. Dia mematuhi
perintah gurunya untuk tidak berpamitan lagi, karena Bin An
sendiri menyadari jika dia menemui gurunya lagi, tentu
mereka akan bersedih hati oleh perpisahan ini.
Dengan mempergunakan seperangkat pakaian yang serba
putih, dan menunggang seekor kuda, Bin An telah
meninggalkan tempat tersebut. Dia hanya membawa dua
perangkat pakaian, yang semuanya serba putih.
Dan juga dia telah membawa sedikit uang yang dibekali
oleh gurunya, kudanya telah lari tanpa tujuan, karena Bin An
tidak mengetahui ia harus menuju kearah mana, memulai
pengembaraannya ini. Maka dia hanya membiarkan kuda nya
itu berlari sekehendak hatinya saja
-oo0dw0oo- Jilid 7 DISEBUAH lorong kecil yang terletak di tengah-tengah
perkampungan chiang-wie, tampak berjalan seorang lelaki
berusia tiga puluh tahun lebih, berpakaian mewah dan
bertubuh gemuk sekali, Dia melangkah satu-satu, seperti juga
langkah kakinya itu berat.
Dibelakang orang itu mengikuti dua orang lelaki yang
memiliki wajah agak seram dengan jenggot dan berewok yang
Iebat, memakai pakaian singsat seperti seorang busu, mereka
juga memiliki tubuh yang tegap. Sikap mereka garang sekali,
dia berjalan dengan sikap angkuh dibelakang lelaki berpakaian
mewah itu. Waktu tiba dimuka sebuah rumah yang buruk dan tidak
terawat dengan baik, lelaki gemuk tersebut telah berhenti
sejenak. Dia melirik kepada kedua lelaki berpakaian busu itu,
yang merupakan dua orang kaki tangannya.
Kedua orang tukang pukul dari lelaki gemuk tersebut
nyengir, mereka menggumam dengan suara tidak jelas, tetapi
salah seorang diantara mereka telah berkata : "Kita telah
sampai... sekarang tentu sinona manis itu harus menuruti
keinginan Toaya (Tuan besar)...."
Lelaki gemuk itu telah tertawa menyeringai "Jika dia masih
bertingkah, biar kita mengambil jalan kekerasan, Kita paksa
saja.." katanya dengan suara yang serak.
Kemudian dengan tangan kanannya dia telah memberikan
isyarat kepada salah seorang lelaki berpakaian busu itu, agar
mengetuk pintu.
Tidak lama kemudian, pintu rumah dibuka, dari dalam
keluar per-lahan2 dan ketakutan seorang wanita tua berusia
empat puluh tahun, Tubuhnya kurus seperti kurang makan,
lemah dan wajahnya pucat.
"ohhh... Sie Loya... silahkan masuk silahkan masuk..."
katanya gugup dan ketakutan waktu melihat lelaki gemuk
berpakaian mewah itu.
Tetapi lelaki gemuk mewah itu telah menggelengkan
kepalanya, dia berkata: "Biarlah aku disini saja... aku hanya
ingin menanyakan keputusanmu mengenai tawaranku.."
"Tetapi Loya..." wanita tua itu tampak menjadi gugup dan
ketakutan sekali, malah tiba-tiba dia telah menangis, dan tidak
bisa meneruskan perkataaanya.
Lelaki gemuk itu mengerutkan alisnya, dia berkata dengan
suara yang tidak sedap: "Engkau cepat katakan, menerima
tawaranku atau tidak ?"
"Kami... kami orang susah, Loya... Tetapi kami akan
berusaha melunasi uang sewa rumah ini kepada Loya... tetapi
untuk sementara waktu ini, berikanlah kesempatan kepada
kami untuk mengumpulkan uang, karena bukankah baru tiga
bulan suamiku meninggal dunia. Kasihanilah kami, Loya...
kami ini manusia yang tidak berdaya, jika memang Loya
meluluskan permintaan kami, tentu kami tidak akan
melupakan budi Loya "
Tetapi muka lelaki gemuk itu telah berobah menjadi tidak
senang, dia berkata dengan suara yang tawar: "Bukankah aku
telah mengatakan beberapa hari yang lalu, bahwa kalian tidak
perlu memikirkan soal uang sewa rumah, bahkan rumah itu
akan kuberikan kepadamu, asal engkau setuju dengan usulku,
yaitu putrimu, ciu Ling diserahkan kepadaku, untuk menjadi
gundikku yang kesembilan belas..."
Muka wanita tua itu jadi pucat pias, dia ketakutan dan
kebingungan. sedangkan dari sebelah dalam rumah terdengar
suara seorang wanita yang bertanya: "Ada siapa, mama ?"
Dan disusul dengan keluarnya seorang gadis, yang
berpakaian sangat sederhana sekali, Tetapi wajahnya yang
cantik tidak pudar oleh kesederhanaan pakaiannya itu yang
terlihat bertambalan dibeberapa bagian. Dia juga tampaknya
terkejut sekali waktu melihat lelaki gemuk itu, sampai dia
mengeluarkan suara seruan tertahan yang perlahan.
Mata lelaki gemuk itu, Sie Loya, telah bersinar terang,
wajahnya yang tadi bengis telah berobah menjadi manis.
"ciu Ling... engkau ada dirumah..." Bagaimana ciu Ling,
engkau tentu senang menerima tawaranku, bukan" Apakah
aku kurang Cukup baik hati ingin menghadiahkan rumah itu
kepada ibumu" Akupun akan memberikan hadiah lima ratus
tail emas kepada ibumu, sehingga untuk selanjutnya kalian
tidak sulit lagi... engkau sendiri, jika bersedia menjadi
gundikku, tentu akan digelimangi harta kekayaan..."
Muka gadis itu jadi berobah pucat, dia gugup dan
ketakutan, sampai tubuhnya gemetaran-
"Sie Loya... maafkan kami... maafkaniah kami tidak bisa
menerima tawaran Loya." kata gadis itu kemudian dengan
suara terbata-bata.
"Apa..?" tiba2 wajah Sie Loya berobah jadi bengis lagi.
"Engkau benar2 gadis yang tidak tahu diri, tidak kasihankah
engkau melihat orang tuamu yaag hidup dalam kemelaratan
seperti itu " Bukankah jika engkau bersedia menjadi gundikku,
maka kesulitan keluargamu, terutama ibumu yang sudah tua
itu akan berakhir...?" Tetapi gadis itu telah menggelengkan
kepalanya sambil menangis.
"Namun Sie Loya... aku... aku tidak bisa menerima tawaran
Sie Loya...terima kasih atas kebaikan hati Sie Loya...terima
kasih..." "Gadis tidak tahu diri..." bentak lelaki gemuk itu, "Baiklah,
jika kalian ibu dan anak menolak kebaikan hatiku, sekarang
juga kalian harus membayar sewa rumah yang telah empat
bulan ditunggak oleh kalian-.. cepat kalian bayar."
Muka gadis itu jadi tambah pucat, tangisnya juga semakin
keras, dia tidak bisa mengatakan apa- apa.
Sang ibu yang melihat ini, sambil menangis juga dan
berlutut, telah berkata: "Sie Loya, kasihanilah kami, berilah
kami waktu dan kesempatan seminggu lagi, diwaktu itu tentu
kami bisa melunasi hutang kami atas tunggakan sewa rumah
ini " Tetapi lelaki gemuk yang dipanggil dengan sebutan Sie
Loya (Tuan besar Sie), telah mengeluarkan suara tertawa
menghina, diapun telah berkata: "Aku telah bosan dengan
janji2 yang kalian berikan. Telah beberapa kali kalian meleset
menepati janji kalian sekarang sudah habis sabarku, kalian
boleh pilih, membayar sewa rumah itu atau juga kalian akan
kuusir " "Sie Loya,..." suara perempuan tua itu serak diantara isak
tangisnya. "Tidak perlu kalian mengemis-ngemis rasa kasihan dariku,
karena aku tidak akan mengasihani manusia2 seperti kalian
cepat kalian bayar tunggakan uang sewa rumah.... atau
memang perlu aku perintahkan orang-orangku itu untuk
melemparkan kalian?"
Sedangkan kedua tukang pukulnya Sie Loya itu telah
menghentakkan kaki mereka ketanah, membawa sikap yang
sangat menghina, mereka menyeringai seperti juga bersiapsiap
akan melaksanakan perintah majikannya.
"Lebih baik kalian menerima kebaikan hati Sie Toaya kami,
bukankah jika gadismu itu menjadi gundik Sie Toaya, kalian
ibu dan anak dapat hidup dengan nyaman, dan memperoleh
uang yang cukup?" kata salah seorang diantara mereka
mencoba membujuk.
ibu dan anak itu menjadi bingung, tetapi justru sigadis
telah menggelengkan kepalanya.
"Maafkanlah Sie Loya. . walaupun bagai mana, tidak bisa
aku menerima kebaikan Sie Loya yang satu itu. . . " katanya
dengan terisak-isak diantara tangisnya. Mata Sie Loya itu jadi
mendelik lebar2, tampaknya dia jadi marah bukan main-
Namun belum lagi Sie Loya tersebut membuka suara, salah
seorang busu dari kedua pengawalnya itu berkata dengan
suara yang bengis mengandung kemarahan- "Kalian ibu dan
anak telah menimbulkan banyak kesulitan buat Sie Loya
kami... kalau memang kalian terlalu berbelit-belit, biarlah kami
yang akan bertindak karena Sie Loya kami telah habis
sabar..." Sambil berkata begitu, busu tersebut memperlihatkan sikap
garang mengandung ancaman.
ciu Ling dan ibunya jadi ketakutan, mereka ibu dan anak
saling bertangisan tanpa mengetahui apa yang harus
dilakukannya. Busu tersebut terus melangkah menghampiri mereka,
tetapi Sie Loya telah menahannya sambil katanya: Jangan,
biarkan mereka mengambil keputusan dulu " Kemudian Sie
Loya mengawasi ciu Ling dengan sorot mata yang tajam.
"Apakah engkau tidak bersedia menolong ibumu dari
kesulitan " Bukankah dengan menjadi gundikku, kalian ibu dan
anak akan dapat hidup bahagia dan memiliki harta yang
banyak " Mengapa engkau tampaknya begitu kejam tidak
bersedia menolong ibumu yang dalam kesulitan?"
Mendengar perkataan Sie Loya, ciu Ling menghela napas
panjang, katanya kemudian diantara isak tangisnya : "Sie
Loya, kami orang susah, kami miskin dan melarat, janganlah
Sie Loya terlalu memaksa kami. Soal uang tunggakan sewa
rumah tentu akan kami selesaikan dan lunaskan, jika kami
telah memiliki uang.
Kalau memang sekarang kami diusir dan kami tidak
memiliki tempat bernaung lagi, dimana kami harus tinggal "
Apakah Sie Loya tidak merasa kasihan kepada kami ibu dan
anak. yang sudah tidak memiliki suami atau ayah lagi ?"
Sie Loya tertawa, ia membawa sikap yang agak manis.
tidak bengis seperti tadi, katanya: "Jika memang kalian
menyadari tempat ini kalian tidak akan memiliki tempat
bernaung, lebih baik kalian menuruti saja keinginanku .. .
bukankah engkau bersama ibumu tidak akan sulit, dan kalian
bahkan akan hidup senang" Akupun tidak terlalu buruk,
bukan" Dan juga telah belasan wanita ternyata sudi menjadi
gundikku, mengapa justru engkau menolaknya ciu Ling yang
manis?" Bulu tengkuk ciu Ling jadi berdiri mendengar bujuk rayu Sie
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Loya, Sebagai seorang gadis yang murni dan tidak pernah
menghadapi percobaan sedemikian, ia jadi tidak mengetahui
apa yang harus dilakukannya, Sebagai seorang gadis yang
melihat ibunya diancam begitu oleh Sie Loya, ia sesungguhnya
bermaksud untuk menolonginya, namun ia tidak memiliki
kekuatan untuk menolonginya.
Sebagai seorang wanita, ciu Ling tidak memiliki daya.
Tetapi untuk menjadi gundik Sie Loya iapun tidak sudi, karena
ia tidak mau dipsrsunting oleh seorang lelaki seperti Sie Loya
yang mata keranjang.
Waktu itu ibu ciu Ling berkata dengan suara yang disertai
isak tangis: "sie Loya, kalau memang Sle Loya menaruh rasa
kasihan kepada kami, berilah kami kesempatan beberapa hari
lagi, nanti kami akan pergi meminjam kepada tetanggatetangga,
mungkin mereka bersedia meminjami kami uang,
untuk membayar sewa rumah yang telah kami tunggak itu..."
Mendengar perkataan ibu ciu Ling, Sle Loya tertawa tawar.
"Tetangga kalian juga merupakan penduduk yang miskin
dan melarat, bagaimana mereka bisa membantu kalian
dengan meminjami uang mereka ?" katanya.
ibu ciu Ling menoleh kepada putrinya, ia seperti
kebingungan dan tidak mengetahui apa yang harus
dilakukannya dan seperti juga meminta pendapat puterinya
itu. ciu Ling telah memutar otak mencari jalan guna dapat
memecahkan persoalan mereka. Namun sejauh itu, ia tetap
tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya selain
menangis. Sie Loya rupanya habis sabar, ia berkata dengan suara
yang dingin : "Apakah kalian tetap dengan pendirian kalian
yang ingin hidup melarat dan sengsara ?"
ibu ciu Ling menggelengkan kepalanya beberapa kali,
katanya : "Bukan begitu maksud kami, bukan begitu maksud
kami..." "Lalu mengapa kalian menolak tawaranku?" tanya Sie Loya,
"Justru putriku ini keberatan untuk menjadi gundik Sie
Loya" menyahuti ibu ciu Ling.
"Apakah kalian menganggap menjadi gundikku itu
merupakan kedudukan rendah?" tanya Sie Loya mulai marah.
"Sama sekali tidak.... kami mana berani memiliki pikiran
seperti itu?" kata ibu ciu Ling yang menangis terisak lagi.
Benar2 Sie Loya habis sabar, ia memberikan isyarat kepada
kedua busu yang menjadi pengawalnya.
Kedua busu itu maju mendekati ibu ciu Ling dan si gadis
dengan sikap mengancam, ibu dan anak itu jadi ketakutan-
"Kalian detik ini juga harus meninggalkan rumah ini, sie
Loya mengusir kalian dan tidak menghendaki rumahnya
ditinggali oleh kalian..."
Muka ibu ciu Ling dan gadisnya jadi berobah pucat, mereka
memandang dengan hati melas meminta kasih an kepada Sie
Loya. Namun orang kaya tersebut telah membuang
pandangannya kearah lain-
Samira, salah seorang busu telah berkata lagi: "Jika
memang kalian tidak mau angkat kaki sendiri, biarlah kami
yang akan melemparkan kalian-"
ibu ciu Ling cepat-cepat menekuk lututnya dihadapan Sle
Loya, katanya: "Kasihanilah kami... janganlah kami diusir..."
Sie Loya tersenyum. "Hemm, kalian yang mencari susah
sendiri...." katanya.
"Mengapa Sie Loya begitu tega untuk mengusir kami,
bukankah kami berjanji dalam waktu yang dekat akan
melunasi tunggakan kami"
"Aku sudah tidak mau melihat kalian, rumah ini akan
kujual, ayo angkat kaki...."
"Lalu dimana kami akan tinggal ?" tanya ibu ciu Ling sambil
menangis. "Itu urusan kalian, aku tidak mau tahu." seru Sie Loya.
"Loya...."
Tetapi belum lagi ibu ciu Ling selesai berkata, tampak Sie
Loya menggerakkan tangan kanannya, memerintahkan kedua
busunya untuk menyeret ibu dan anak itu.
Dengan kasar kedua busu tersebut melakukan perintah
yang diberikan majlkan mereka. Keduanya dengan sikap yang
keras dan bengis menyeret ibu dan anak tersebut keluar dari
pekarangan rumah.
"Sie Loya.... walaupun kami diusir, tetapi kami perlu
membereskan dulu barang2 kami..." sesambatan ibu ciu Ling.
"Barang2 kalian yang tidak ada harganya itu kusita sebagai
ganti pembayaran tunggakan selama empat bulan kalian tidak
membayar sewa rumah ini.."
HATI ibu dan anak itu jadi mencelos kaget, mereka juga
bersedih bukan main, Disamping itu ibu ciu Ling hampir jatuh
pingsan, karena ia berduka sekali.
ciu Ling yang melihat ibunya ter-huyung2 seperti itu, jadi
menubruk dan memeluknya. Tetapi ia juga tidak bisa berbuat
apa2 selain menangis.
Sie Loya tidak mau memandang kearah mereka dan
perintahkan kedua busu untuk pergi kedalam rumah, guna
membersihkan rumah tersebut.
"ciu Ling, mulai detik ini kita sudah tidak memiliki rumah
dan tidak mempunyai tempat bernaung lagi... kasihan engkau
nak, engkau masih demikian muda, tetapi engkau harus
mengalami derita hidup yang demikian berat. Kalau saja
ayahmu masih hidup, tentu kita tidak akan diperhina demikian
rupa..." Ciu Ling mengangguk mengiyakan saja dalam tangisnya,
Mereka ibu dan anak memang tidak tahu lagi apa yang harus
mereka lakukan,
Tetapi waktu itu, didekat rumah tersebut berlalu seorang
pemuda, Pemuda ini berusia belum dua puluh tahun, memiliki
potongan tubuh yang baik dan tegap. disamping wajahnya
juga yang tampan, dengan pakaiannya yang terbuat dari
bahan yang kasar, namun tidak mengurangi kegagahannya.
Dipunggungnya tampak tergemblok sebatang pedang
panjang. Waktu pemuda itu melihat ibu dan anak gadis yang tengah
ber-tangis2an seperti itu, ia merandek berhenti melangkah.
Setelah mengawasi ibu dan anak. kemudian menoleh
kepada Sie Loya dan kedua busu itu, pemuda ini menghampiri
ibu ciu Ling, tanyanya dengan suara yang sabar: "Pohpoh
(nenek), aku heran melihat kalian bertangis-tangisan seperti
itu... apakah pohpoh menghadapi kesulitan yang sukar
dipecahkan" Atau bolehkah aku mengetahui kesulitan kalian,
kalau-2 aku bisa membantu..."
Ibu ciu Ling yang sedang berada dalam keadaan putus asa,
waktu melihat pemuda ini, timbul sinar terang pada wajahnya,
dengan air mata yang tetap meleleh, ia berkata: "Kami
merupakan ibu dan anak yang memiliki keberuntungan buruk
sekali... kami tidak memiliki uang untuk membayar sewa
rumah, sehingga selama empat bulan lamanya kami
menunggak, Tetapi kami bersedia untuk membayarnya begitu
kami memiliki uang, karena kami baru saja kematian ayah dari
anakku ini... tetapi Sie Loya, pemilik rumah ini sama sekali
tidak mau bersabar, ia mengusir kami... karena kami tidak
memenuhi permintaannya, untuk mengambil ciu Ling, putriku
ini, guna dijadikan gundiknya..." Mata pemuda itu berkilat.
"ohh, orang kaya yang jahat.. . " kata pemuda tersebut
"Jika ia mengusir kalian tanpa memiliki maksud tertentu, ia
memang masih pantas melakukannya, dengan alasan kalian
tidak membayar sewa rumah. Tetapi mengusir dengan
mengandung maksud yang tidak terCapai, lalu mengambil
tindakan kekerasan seperti ini, ia merupakan seorang
hartawan yang jahat sekali"
Setelah berkata begitu, pemuda tersebut memutar
tubuhnya, ia menatap kepada Sie Loya dengan sinar mata
yang tajam: "Apakah engkau yang telah mengusir nyonya dan
anaknya itu ?"
Sie Loya balas menatap kepada pemuda itu dengan sikap
yang berang, ia berkata dengan suara yang tawar. "Tidak
perlu engkau mencampuri urusan kami..."
"Hmmm, walaupun bagaimana urusan yang tidak adil harus
dicampuri olehku..." kata pemuda tersebut.
Mata Sie Loya jadi berkilat, lalu katanya dengan suara yang
dingin: "Apakah engkau tahu tengah berhadapan dengan
siapa?" "Aku tidak mau tahu tengah berhadapan dengan siapa,
tetapi yang pasti aku tidak senang melihat seorang yang
lemah seperti nyonya itu bersama putrinya, diusir dengan Cara
tanpa perikemanusiaan "
"Lalu apa yang kau hendaki?" tanya Sie Loya sambil
mengawasi tajam.
"Aku hanya ingin meminta agar kau merobah keputusanmu
dan memberikan kesempatan pada mereka guna melunasi
tunggakan uang sewa rumah mereka..."
Muka Sie Loya tidak enak dipandang, ia melirik kepada
kedua busunya. Sedangkan kedua busu yang bertubuh tinggi besar itu
memang telah berdiri dengan sikap yang garang. Begitu
melihat lirikan majikan mereka, keduanya segera mengetahui
apa yang harus mereka lakukan.
Tanpa mengatakan suatu apapun juga , mereka berdua
melangkah, mengulurkan tangan untuk mencekal lengan
pemuda itu yang hendak dilemparkannya.
Tetapi pemuda itu tetap berdiri tenang ditempatnya tanpa
bergerak sedikitpun juga , Teta pi waktu tangan kedua busu
itu hampir mengenai dirinya, ia membentak perlahan, dan
kemudian menggerakkan kedua tangannya.
Gerakan yang dilakukannya cepat sekali, tahu2 ia telah
mencekal tangan kedua busu tersebut, Sambil menghentak.
kedua tubuh busu itu dilontarkan ketengah udara, ambruk
ditanah dengan keras, dan mengeluarkan suara jerit
kesakitan. Sie Loya yang melihat hal ini memandangi dengan wajah
yang pucat dan berkuatir sekali.
Kedua busu itu bangkit cepat sekali, sambil mencabut golok
mereka masing2 "Anak muda tidak tahu diri, kau mencari mampus heh?"
dan sambil membentak begitu, serentak golok mereka
melayang membacok kepada pemuda tersebut,
Tetapi pemuda yang gagah itu rupanya tidak merasa jeri
sedikitpun juga , ia hanya menggerakkan kedua tangannya,
dengan mempergunakan jari tangannya ia menjepit golok dari
kedua busu itu.
Dan ketika kedua busu itu mau menarik senjata mereka,
mereka tidak bisa melakuannya karena golok itu seperti
terjepit oleh jepit besi yang kuat keras, tidak bergeming
sedikitpun juga .
"Kalian manusia2 jahat.." kata pemuda tersebut, Sedikit
saja ia mengerahkan tenaga dalamnya, golok2 dari kedua
busu itu terpatahkan. Bahkan tubuh kedua busu itu kembali
terlontarkan keatas tinggi sekali, hampir tiga tombak, lalu
terbanting diatas tanah keras sekali.
Disaat itu, Sie Loya berdiri tambah pucat, ia melihatnya
bahwa pemuda tersebut memang bukan pemuda yang biasa,
tampaknya ia memiliki kepandaian yang tinggi, Maka itu,
mereka harus berlaku hati2 menghadapinya, terutama sekali
kedua busu itu yang harus berusaha sekuat tenaga mereka
guna menghadapi pemuda ini.
Jika kedua busu itu gagal menghadapi pemuda tersebut,
tentu sie Loya akan menghadapi kesulitan yang tidak keciL
Kedua busu tersebut segera bangkit kembali, tetapi pada
muka mereka telah dilumuri darah merah segar yang
mengucur dari hidung, di mana waktu tubuh mereka terb
anting, hidung mereka menghantam bumi dengan kuat.
Sie Loya memberikan semangat dengan berteriak:
"Tangkap pemuda pengacau itu..."
Karena golok mereka telah patah, kedua busu tersebut
membuang buntungan goIoknya, kemudian dengan
mempergunakan kedua tangan kosong, mereka menerjang
lagi. Seperti tadi, begitu kedua busu tersebut menerjang maju,
segera sipemuda menggerakkan tangannya, tubuh mereka
kembali terbang keudara dan terbanting kuat sekali diatas
tanah, sampai mereka mengeluarkan suara teriak kesakitan,
kali ini mereka terbanting jauh lebih keras dibanding dengan
tadi. Sie Loya jadi tambah ketakutan, ia berkata dengan suara
keras: "Ayo... ayo kalian tangkap pemuda itu.."
Kedua busu tersebut bangkit lagi, tetapi mereka ragu2
karena mereka, telah menyaksikan betapa kepandaian
pemuda ini memang tinggi sekali, karena itu mereka tidak
berani menerjang sembarangan lagi.
Sebab dua orang busu yang bekerja pada Sie Loya,
sesungguhnya mereka memiliki kepandaian silat, namun
dihadapan pemuda ini, mereka seperti dua boneka yang tidak
memiliki arti apa2, malah telah dibanting berulang kali tanpa
ia berdaya sama sekali.
Setelah mengawasi pemuda itu beberapa saat,salah
seorang diantara kedua busu itu ternyata dengan suara yang
geram: "siapakah kau, pemuda lancang yang ingin
mencampuri urusan kami?"
"Aku she Bu dan bernama Bin An..." menyahuti pemuda
tersebut "Aku minta agar kalian berlaku bijaksana dengan
memberikan kelonggaran kepada nyonya itu, untuk dapat
menyelesaikan tunggakannya dan tidak perlu diusir seperti itu.
Tanpa memiliki tempat bernaung, bagaimana nyonya tersebut
dapat mencari uang untuk membayar tunggakan itu...?"
"Kami sudah tidak mengharapkan pembayaran uang yang
ditunggaknya, karena asal mereka ibu dan anak meninggalkan
rumah ini, itu sudah lebih dari cukup,.. karena rumah ini akan
dijual olehku.." Sie Loya yang sejak tadi berdiam diri telah
menyahuti. Bu Bin An tersenyum, katanya tawar: "Eng kau merupakan
seorang hartawan yang memiliki pikiran cupat, Engkau
memiliki harta yang cukup, apa artinya rumah buruk seperti ini
?" "Tetapi mereka selalu mempermainkan diriku, dengan
janji2 mereka akan melunasi hutangnya, tetapi setiap kali
ditagih, selalu mereka mengulur2 waktu, Telah cukup lama
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami memberikan kesempatan pada mereka untuk melunasi
tunggakan uang sewa rumah ini, tetapi mereka selama ini
tidak berhasil untuk memenuhi tanggung jawab mereka.."
"Kalau memang demikian, berapa besar uang tunggakan
sewa rumah ini ?" tanya Bu Bin An kemudian.
"Tiga ratus tail.." menyahuti Sie Loya.
Muka ibu ciu Lingjadi berobah pucat, ia berkata: "Tidak...
tidak setinggi itu..." katanya dengan suara tergetar.
Tetapi Bu Bin An tersenyum dengan sikap yang tetap
tenang, katanya: "Jika memang engkau ingin menjual
rumahmu yang kecil dan buruk ini, paling tidak hanya laku dua
ratus tail lebih sedikit, Bagaimana mungkin uang sewa rumah
yang hanya ditunggak beberapa bulan saja bisa bernilai begitu
tinggi?" Sie Loya memperdengarkan suara tertawa dingin, katanya
tidak senang: "Semua itu berikut dari bunga uang tunggakan
sewa rumah ini..... karena itu, uang tersebut jika
kupergunakan untuk berdagang, tentu memperoleh hasil yang
lebih besar lagi...."
Mendengar perkataan Sie Loya, muka Bu Bin An berobah
tidak senang. Dengan melihat Cara hartawan ini melakukan tindakan
yang se-wenang2 seperti itu, ia jadi semakin tidak menyukai
sie Loya ini. "Jika dilihat dari tindakan yang dilakukan olehmu, engkau
ternyata bukan seorang yang baik. Bahkan, engkau perlu
dihajar..."
Sie Loya mendelikkan matanya.
"Engkau berani menganiaya diriku" Atau memang engkau
sudah tidak takut pada hukuman Tiekwan ?" katanya sengit
mengancam. "Hemmm, urusan Tiekwan urusan belakangan sekarang
yang penting manusia seperti engkau harus dihajar dulu..."
Dan belum lagi kata2 Bu Bin An selesai diucapkan, tiba2 ia
melompat dan mengulurkan tangannya, Sie Loya hanya
melihat tubuh Bu Bin An yang berkelebat dan tahu2 ia merasa
dadanya dicengkeram dan tubuhnya jadi ringan, melayang2
diudara Sie Loya mengeluarkan suara jeritan kesakitan waktu
tubuhnya yang gemuk besar itu terbanting diatas tanah,
hampir saja ia jatuh pingsan-
Seperti seekor anjing yang dipotong, Sie Lo ya men-jerit2
mengeluarkan perintahnya kepada kedua busunya untuk
menolonginya. Kedua busu tersebut juga kaget waktu melihat tubuh
majikan mereka yang gemuk besar dan berat itu melayang
ditengah udara dan terbanting keras seperti itu. Mereka berdiri
tertegun sejenak. Tetapi setelah saling pandang, dan
mendengar suara teriakan2 Sie Loya, kedua busu tersebut
melompat cepat sekali, gerakannya begitu gesit dan ringan
sekali, kemudian ia mengeluarkan suara bentakan sambil
menerjang maju.
Tetapi seperti tadi, mereka tidak berdaya menghadapi Bu
Bin An, dengan mudah mereka dibanting berulang kali.
Bahkan sekarang ini Bu Bin An berlaku lebih keras lagi, yaitu
membanting dengan lebih kuat, Terakhir ia juga menotok
jalan darah Mie TU Hiat ditubuh kedua busu itu, sehingga
kedua busu tersebut seketika jadi seperti ditusuki oleh beribu2
mata pedang, Seketika itu juga tubuh kedua busu tersebut menggelepar2
ditanah sambil mengeluarkan suara jeritan tidak
hentinya. Sie Loya yang melihat keadaan yang dialami oleh kedua
pengawalnya, jadi memandang dengan mata terpentang
lebar2 memancarkan perasaan takut.
Bu Bin An melangkah mendekati Sie Loya katanya dengan
suara mengancam: "Dan engkau manusia jahat juga perlu
dihukum seperti kedua pengawalmu itu..."
Sie Loya tambah ketakutan, tadi ia telah membanting keras
sekali dan telah merasa kesakitan yang bukan main- sekarang
jika tubuhnya dibanting pula oleh Bu Bin An, bukankah ia akan
menderita sakit lagi..."
Karena berpikir begitu dan juga ketakutan, Sie Loya
akhirnya menekuk kedua lutut-nya, ia memberi hormat kepada
Bu Bin An sambil katanya: "Jika memang siauwhiap... mau
mengampuniku, rumah itu tidak jadi ku-jual dan akan
kuserahkan kembali kepada nyonya itu..."
Tetapi Bu Bin An tertawa dengan suara yang tawar katanya
dingin: "Jika memang engkau bukan seorang yang kejam,
tentu aku mau mempercayai janjimu itu... tetapi sayangnya
sebelumnya engkau telah memperlihatkan bahwa engkau
bukanlah seorang yang baik, maka janjimu seperti itu tidak
bisa kupercayai... lebih baik engkau kuberi tanda mata untuk
kenang-kenangan.."
Mendengar perkataan Bu Bin An, Sie Loya menyadari apa
maksud pemuda ini, ia gemetaran dan berkata dengan
perasaan takut: "jangan Siauwhiap. ..ja. . .jangan engkau
mempersakiti aku lagi... aku akan menepati janji untuk
memberikan rumah itu kepada ibu dan anak itu dan tidak akan
mengganggunya lagi... mereka juga tak perlu membayar sewa
rumah pula, karena rumah itu akan kuberikan kepada mereka
" Mendengar janji Sie Loya, Bu Bin An tersenyum, sambil
katanya: "Baiklah, jika memang demikian engkau harus
membuat sepucuk surat yang menyatakan bahwa rumah ini
lelah diberikan kepada nyonya itu...." dan setelah berkata
begitu, Bu Bin An menoleh kepada nyonya tua tersebut,
katanya, "Tolong ambilkan secarik kertas dan alat tulisnya..."
lbu ciu Ling cepat-cepat berlari kedalam, dan tidak lama
kemudian kembali dengan perabotan alat tulis.
Dengan tangan gemetar Sie Loya menulis surat penyerahan
rumah itu kepada ibu ciu Ling,
Selesai menulis, ia menyerahkan surat itu kepada nyonya
tersebut. "Ingat," kata Bu Bin An kemudian dengan sikap yang bersungguh2.
"Jika kelak engkau memungkiri janjimu dan masih
mengganggu ibu dan anak itu, juga dengan mempergunakan
akal licik mencelakai atau menganiaya ibu dan anak itu, aku
akan datang mencarimu... walaupun engkau memiliki kaki
sepuluh atau juga lari ke ujung langit, aku akan mencarimu"
Sie Loya yang telah ketakutan segera mengiyakan berulang
kali,sedangkan kedua busu yang menjadi pengawalnya, yang
tadi telah dibanting jatuh oleh Bu Bin An berdiri mati kutu
tidak berkutik.
Diwaktu itu Bu Bin An berkata kepada nyonya tua itu:
"Pohpoh... kalian ibu dan anak sekarang telah memiliki rumah
ini, maka kalian boleh tinggal terus disini dan tidak perlu
membayar uang sewa lagi. . . . setengah tahun lagi aku akan
datang berkunjung kemari, jika memang Sie Loya ini
melakukan sedikit saja gangguan kepada kalian, hemmm,
hemmm, dengan bermacam alasan apapun juga , aku akan
menghukumnya tanpa mengenal kasihan lagi..."
Ibu ciu Ling dan puterinya segera menekuk lututnya,
mereka berlutut memberi hormat kepada Bu Bin An sambil
menyatakan terima kasih mereka yang telah ditolong oleh
pemuda ini. Sedangkan Bin An cepat-cepat menyingkir ia tidak mau
menerima hormat dari ibu dan anak itu.
Waktu itu Sie Loya telah cepat-cepat memutar tubuhnya
untuk berlalu bersama kedua pengawalnya.
Bu Bin An mengawasi saja tanpa mencegahnya, Sama
sekali ia tidak bermaksud untuk menahan hartawan kaya itu
lagi. Dalam keadaan demikian, tampaknya ibu dan anak itu jadi
girang, mereka telah menyaksikan Sie Loya begitu ketakutan
pada Bu Bin An, maka mereka yakin untuk selanjutnya tentu
mereka tidak akan memperoleh kesulitan lagi dari Sie Loya.
Setelah bercakap-cakap sejenak dengan ibu ciu Ling dan
sigadis, Bu Bin An pamitan meminta diri untuk meneruskan
perjalanannya. Selama dalam perjalanan Bu Bin An menggeleng kepala
sambil tersenyum tidak hentinya teringat pengalamannya tadi,
Memang menghadapi orang seperti Sie Loya tidak sulit, tetapi
yang ia masih kuatirkan jika ia telah pergi Sie Loya melakukan
tindakan kurang baik kepaCa ibu dan anak itu.
Tetapi ia percaya, Sie Loya tentu tidak berani melakukan
sesuatu yang nekad, karena telah diancamnya bahwa dalam
setengah tahun mendatang Bu Bin An akan mengunjungi
nyonya itu lagi.
Setelah melakukan perjalanan hampir setengah hari lagi,
Bin An tiba dika mpung Kui-cung.
Kampung ini cukup ramai dan padat penduduknya, didalam
kampung ini juga terdapat cukup banyak kedai teh.
Bin An singgah disebuah kedai teh dan memesan minuman
untuknya serta beberapa macam makanan kering, ia telah
menangsel perut, dan lalu melanjutkan perjalanannya lagi.
Waktu hari menjelang malam, Bin An tiba dikaki gunung
ciu-san, sebuah gunung yang tidak begitu besar atau tinggi,
namun keadaan di kaki gunung itu sangat sepi sekali, tidak
terlihat orang yang berlalu lalang.
Disamping itu, kesunyian yang ada membuat Bin An malah
senang sekali untuk menikmati keindahan gunung tersebut,
walaupun gunung ciu-san merupakan gunung yang tidak
begitu besar, namun memiliki pemandangan yang menarik.
Pohon-pohon tumbuh lebat dan beraneka ragam, ditumbuhi
juga oleh pohon-pohon bunga yang indah permai sekali
dengan warna-warninya.
Diwaktu itu,Bu Bin An yang menyaksikan keindahan
pemandangan yang ada ditempat tersebut, jadi bernyanyi
perlahan-lahan dengan hati yang lapang. Begitu tenang
suasana disekitar tempat tersebut.
Tetapi waktu Bu Bin An bernyanyi perlahan sambil
melangkah seenaknya, tiba2 matanya melihat sesuatu, ia jadi
merandek dan berhenti melangkah, karena ada sesuatu yang
menarik dibalik rumpun pohon bunga.
Segera Bu Bin An menghampiri, dilihatnya didekat rumpun
bunga itu terdapat genangan darah yang telah membeku, dan
tetesan darah yang menuju kedalam rumpun.
Alis Bu Bin An mengkerut, ia meduga-duga, apakah
genangan darah ini adalah darah manusia atau binatang yang
luka. Segera Bu Bin An menyingkap pohon bunga itu, tetapi apa
yang dilihatnya benar-benar mengejutkannya .
Waktu itu tampak didalam rumpun tersebut menggeletak
dua sosok tubuh, seorang pria dan seorang wanita, yang
berpakaian sudah koyak disana sini, karena justru tubuh
mereka penuh oleh luka2 yang tidak kecil, bahkan pada dada
mereka telah terobekkan oleh senjata tajam.
Bu Bin An segera melihat bahwa yang pria tampaknya
masih bernapas, sedangkan wanita telah diam kaku menjadi
mayat. Cepat-cepat Bu Bin An mendekati lelaki itu, ia berjongkok
dan memeriksa keadaanya.
Lelaki itu dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri. tetapi
Bin An cepat mengeluarkan kantong airnya, meminumkan air
tersebut sedikit dimulut orang ini, kemudian membasahi
mukanya, Dan Bin An bekerja terus mengurut lelaki ini
sehingga tidak lama kemudian lelaki itu tersadar dari
pingsannya. Begitu ia tersadar, segera ia mengerang dengan suara
mengandung kepedihan dan kesakitan suara rintihannya itu
juga perlahan sekali.
Bin An segera bertanya dengan suara mengandung
kasihan: "Siapa yang telah melukai kalian, lopeh?" tanyanya,
ia bertanya begitu dan memanggil orang tersebut dengan
sebutan lopeh, yaitu paman, karena usia orang ini telah lebih
dari empat puluh tahun.
Lelaki tersebut yang terluka parah dan keadaannya sekarat,
tampaknya berusaha menahan sakitpada tubuhnya, ia
membuka pelupuk matanya memandang Bin An dengan sorot
mata yang lemah tidak bersinar.
"Kami... dicelakai oleh lima orang... mereka dari pintu
perguruan . . perguruan. . cia Tiong Pay..."
"Siapakah nama mereka...?" tanya Bin An lagi.
"Aku... aku hanya tahu mereka merupakan murid tingkat ke
tujuh... dan mereka juga memiliki kepandaian yang tinggi...
tetapi mereka jahat sekali, karena mereka mendesak kami
sampai akhirnya kami tidak memiliki daya untuk memberikan
perlawanan-.. mereka menghendaki barang kami... yaitu...
yaitu golok pusaka kami.." suara lelaki itu semakin lama jadi
semakin perlahan dan samar.
"Siapa kah nama lo-peh..?" tanya Bin An lagi sambil
mengawasi dengan tajam.
"Aku... aku she Lok dan bernama.... bernama Kie Siong.."
dan setelah berkata begitu, suara lelaki tersebut semakin
perlahan akhirnya semakin samar dan lenyap. karena
napasnya telah terhenti.
Bin An memegang tangan orang itu, memegang nadinya,
tidak mengetuk lagi, Perfahan-lahan Bin An bangkit sambil
menghela napas panjang.
"Kasihan orang ini... ia binasa denganpe nasaran rupanya...
siapakah murid2 dari cie Tiong Pay itu ?" berpikir Bin An-
Setelah berdiri sejenak lamanya mengawasi kedua sosok
tubuh yang terluka parah itu, Bin An kemudian
mempergunakan pedangnya untuk menggali tanah. ia bekerja
Cepat, sebab dengan mempergunakan sinkangnya ia bisa
menggali lobang yang cukup besar dalam waktu yang tidak
begitu lama. Dan ia telah mengangkat kedua sosok mayat itu
yang dikuburnya menjadi satu.
Selesai mengubur kedua mayat tersebut, Bin An
melanjutkan perjalanannya.
Hanya ia belum mengetahui pintu perguruan cie Tiong Pay
itu merupakan pintu perguruan mana dan terletak dimana,
dengan demikian Bin An jadi tidak sempat untuk
menanyakannya .
Tetapi Bin An berjanji didalam hatinya, bahwa ia akan
berusaha mencari pintu perguruan cie Tiong Pay tersebut,
guna mengusut perkara ini.
Diwaktu itu, Bin An berkata didalam hatinya: "Lima orang
cie Tiong Pay dari tingkat ketujuh... mereka tampaknya
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merupakan manusia-manusia kejam yang telah turun tangan
tanpa kenal kasihan kepada kedua orang lawan mereka ini...."
Dan Bin An menghela napas lagi, ia yakin akan berhasil
menyelidikinya dimana tempat berkumpulnya dari murid2
perguruan cie Tiong Pay, kalau perlu ia akan mendatangi pintu
perguruan itu langsung dimarkasnya.
Setelah melakukan perjalanan lagi sekian lama, hari
semakin gelap dan malam, Bin An beristirahat dan tidur
disebuah Cabang pohon.
Keesokan paginya ketika terbangun dari tidurnya Bin An
mencari sungai untuk mencuci muka.
Ia pun mengeluarkan makanan kering untuk menangsel
perut. Baru kemudian melanjutkan perjaanannya.
Dalam keadaan demikian udara cukup dingin dan
menyebabkan Bin An bertambah segar, apalagi melihat
pemandangan disekiar gunung tersebut tampak pohon-pohon
bunga yang tengah bermekaran beraneka ragam indah sekali.
Menjelang tengah hari, Bin An tiba dikaki gunung sebelah
timur, dikaki gunung tersebut terdapat sebuah perkampungan
yang tidak begitu besar
Bin An melihat dimuka sebuah rumah tampak duduk
seorang lelaki tua yang tengah mengasah sebatang pisau.
Segera dihampirinya. "Maap Lopeh, aku mengganggu," kata
Bin An- Lelaki tua tersebut mengangkat kepalanya mengawasi Bin
An, kemudian katanya: "Kongcu dari mana dan apakah ada
keperluan denganku siorang tua ?"
Bin An mengangguk sambil tersenyum manis.
"Benar Lopeh, aku hendak meminta sedikit air pelenyap
dahaga, sudikah Lopeh membaginya?" tanya Bin AnTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Lelaki tua tersebut mengangguk. ia segera mengambil air
minum kedalam rumahnya, waktu ia keluar, telah dibawanya
sebuah kendi yang berukuran cukup besar.
Diberikannya sebuah cawan kepada Bin An yang kemudian
telah meminumnya empat cawan ia kemudian menyatakan
terima kasihnya.
Orang tua tersebut meletakkan kendi air tersebut
disamping tempat duduknya, lalu tanyanya, "Kongcu hendak
pergi kemana ?"
Bin An duduk didekat orang tua itu, kemudian menyahuti
dengan sikap yang manis: "Sesungguhnya aku tengah
mengembara dan belum memiliki tujuan yang tetap. boleh aku
beristirahat disini Lopeh ?"
Orang tua itu mengangguk. "Silahkan," katanya.
Begitulah, Bin An bercakap cakap dengan orang tua
tersebut ia pun telah menanyakan kepada orang tua itu,
apakah ia pernah mendengar nama perguruan Cie Tiong Pay.
Orang tua itu berpikir sejenak. lalu katanya ragu2: "Aku
siorang tua she Kang seperti pernah mendengar nama pintu
perguruan tersebut... tetapi entah di mana.... aku lupa tidak
mengingatnya..."
Bin An girang, ia bertanya dengan segera:
"Apakah pintu perguruan tersebut memiliki murid yang
cukup banyak, Lopeh?"
"Setahuku memang cukup banyak murid cie Tiong Pay,
justru aku siorang tua she Kang lupa dimana letak markas
pintu perguruan tersebut. TunggU sebentar, mungkin aku
nanti mengingatnya . . . "
Dan setelah berkata begitu, orang tua she Kang tersebut
seperti berpikir keras, Namun akhirnya ia menepuk kaki
kanannya, sambil katanya, "Akhhh, mengapa aku jadi pelupa
seperti ini" Bukankah pintu perguruan Cie Tong Pay berada
dipintu kota sebelah tenggara dari kota Liu-cie ?"
"Dimana letak kota Liu-ci itu, Lopeh?" tanya Bin An
gembira. "Tidak jauh dari kampung ini, hanya terpisah beberapa
puluh lie saja " menyahuti orang tua she Kang itu, "Kongcu
harus mengambil jalan kearah barat dari pintu kampung ini,
dan setelah berjalan belasan lie, Kongcu akan bertemu dengan
sebuah persimpangan jalan yang bercagak tiga, diwaktu itu
Kongcu mengambil cagak jalan yang tengah, berjalan lurus,
nanti Kongcu akan tiba dikota itu, kukira semua penduduk
kota tersebut mengetahui dimana letak markas cie Tiong Pay "
"Terima kasih Lopeh..." kata Bin An Cepat.
"Apa Kongcu sahabat mereka..?" tanya orang tua itu sambil
mengawasi dengan sinar menyelidik.
Bin An hanya mengangguk.
"Ya, memang begitu, aku tengah mencari seseorang murid
cie Tiong Pay, dan adalah sahabatku yang telah lama tidak
bertemu..."
"Jika memang demikian, Kongcu harus membawa bekal air
minum, sepanjang jalan tidak ada orang yang menjual air dan
juga tidak terdapat rumah penduduk... biar nanti aku
persiapkan bekal air untuk Kongcu..."
Bin An berterima kasih sekali kepada orang tua yang baik
hati ini, Waktu ia pamitan, Bin An memberikan dua tail perak
padanya sebagai pernyataan terima kasihnya. Kemudian Bin
An melanjutkan perjalanannya.
Diwaktu itu, Bin An memang melihat sepanjang jalan tidak
terdapat rumah penduduk atau tempat pangkalan orang
menjual air minum.
Dengan menuruti petunjuk orang she Kang itu, akhirnya
Bin An tiba dikota Liu-cie. Kota tersebut tidak besar dan juga
tidak kecil, cukup padat penduduknya, Namun hal ini
merupakan urusan yang cukup penting, untuk mengusut
pembunuhan Lok Kie Siong, maka tanpa mencari rumah
penginapan lagi, Bin An segera menyelidiki dimanakah letak
dari pintu perguruan Cie Tiong Pay tersebut.
Ternyata pintu perguruan itu merupakan pintu perguruan
yang cukup berpengaruh dikota tersebut. Dengan mudah Bin
An memperoleh petunjuk dari penduduk kota tersebut, yang
menunjukkan padanya dimana letak gedung markas cie Tiong
Pay. Sedangkan gedung Cie Tiong Pay merupakan sebuah
bangunan yang besar dan mewah, dan diluar gedung itu
berkumpul belasan orang pemuda yang berpakaian ringkas,
tentunya mereka murid- murid cie Tiong Pay.
Melihat Bin An menghampiri mereka, murd murid cie Tiong
Pay tersebut mengawasi Bin An dengan sorot mata
mengandung kecurigaan-
Bin An cepat-cepat merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat, katanya dengan suara yang ramah :
"Apakah disini tempat cie Tiong Pay ?"
Belasan pemuda itu tidak segera menyahuti, sampai salah
seorang diantara mereka, yang mengenakan bajU kuning yang
ringkas telah mengangguk. "Benar... ada keperluan apakah
saudara menemui kami ?" tanyanya.
Bin An tersenyum, lalu katanya: "Aku hendak bertemu
dengan Ciangbunjin cit Tiong Pay, bisakah saudara
memberitahukannya kepada Ciangbun kalian ?"
"Untuk keperluan apa saudara mencari ciangbunjin kami ?"
tanya orang itu lagi dengaa mata memandang penuh
kecurigaan pada Bin AnTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Siauwte berasal dari tempat yang jauh sengaja datang
kemari hendak menuntut ilmu dan ingin sekali menjadi murid
cie Tiong Pay, karena telah lama Siauwte mendengar nama
besar cie Tiong Pay..."
Belasan pemuda itu saling pandang, kemudian yang
berpakaian kuning itu menunjukkan sikap yang menaruh
kecurigaan lebih besar pada Bin An, ia menunjuk kepada
pedang yang tergemblok dipunggung Bin An-
"Engkau membawa-bawa pedang, tentunya engkau telah
memiliki kepandaian- Apakah kedatanganmu memang benar2
hendak berguru di pintu perguruan kami, atau hanya ingin
menimbulkan kekacauan ?"
Bin An tersenyum, katanya: "Aku sejak kecil memang telah
melakukan gerakan-gerakan silat dan bermain2 dengan
pedang, maka setelah meningkat dewasa, aku selalu
membawa-bawa pedang. Selain untuk memasang aksi agar
penjahat biasa tidak berani menggangguku, juga tampaknya
lebih gagah... sesungguhnya siauwte tidak memiliki
kepandaian apa2 dan belum pernah belajar silat yang berarti,
inilah sebabnya mengapa begitu mendengar nama besar cie
Tiong Pay, siauwte bermaksud memasuki pintu perguruan
tersebut, menjadi murid cie Tiong Pay untuk menuntut ilmu..."
Pemuda berpakaian kuning itu mengawasi Biu An sejenak
lamanya, sampai akhirnya ia mengangguk.
"Baiklah, jika memang engkau hendak berguru kepada
pintu perguruan kami, engkau tidak bisa bertemu dengan
ciangbunjin kami, karena cukup bertemu dengan Toa suko
kami, Diterima atau tidaknya engkau menjadi murid cie Tiong
Pay, hanya diputuskan oleh Toasuko kami..."
Bin An cepat2 menjura: "Maafkan, justru Siauwte tidak
mengetahui aturan yang ada... jika memang harus bertemu
dengan Toasuko dari cie Tiong Pay itupun telah cukup, yang
terpenting Siauwte bisa diterima menjadi murid cie Tiong Pay
dan memiliki kesempatan untuk mempelajari ilmu cie Tiong
Pay yang terkenal sangat liehay sekali..."
Bin An berkata begitu, karena ia memang tengah berusaha
untuk bertemu dengan ciangbunjin Cie Tiong Pay, guna
membicarakan persoalan pembunuhan Lok Kie Siong.
Pemuda berpakaian kuning itu mengangguk. katanya: "Kau
tunggulah, aku akan memanggil Toasuko dulu..."
Bin An dengan sabar menantikan, sedangkan belasan
pemuda lainnya telah ber-cakap2 sambil sekali2 tertawa.
Mereka mentertawai Bin An, yang dianggapnya seorang
pemuda dusun yang hendak mempelajari ilmu silat.
Tetapi Bin An tidak mengacuhkan ejekan dan sindiran
mereka, ia berdiam diri dengan sabar dan juga tidak
mengacuhkan sikap belasan pemuda itu.
-oo0dw0oo- Jilid 8 WAKTU itu dari dalam telah muncul pemuda berpakaian
kuning itu, dibelakangnya berjalan seorang lelaki setengah
baya yang memiliki bentuk tubuh yang tinggi tegap dan
berwajah angker.
"Dialah yang katanya ingin memasuki pintu perguruan kita
untuk menuntut ilmu..." kata pemuda berbaju kuning itu. "Nah
saudara, inilah Toasuko kami, silahkan engkau bicara langsung
dengannya..."
Bin An mendekati lelaki setengah baya yang, dipanggil
sebagai Toasuko, kakak seperguruan yang tertua tersebut,
lalu ia merangkapkan sepasang tangannya, memberi hormat
dengan membungkukkan tubuhnya.
"Siauwte she Bu dan bernama Bin An, dengan ini
bermaksud menjadi murid cie Tiong Pay..." kata Bin An
dengan suara yang sabar.
Mata Toasuko dari murid cie Tiong Pay itu mencilak tajam,
ia mengawasi Bin An dari atas kepala sampai keujung sepatu,
lalu tanyanya dengan suara yang parau : "Apakah engkau
pernah mempelajari ilmu silat?"
"Belum.... siaute hanya sering iseng-iseng melatih sendiri
menggerak2kan pedang..." menyahuti Bin An-
"Hemmm, apa sebabnya engkau ingin menjadi murid cie
Tiong Pay ?"
"Karena mendengar nama pintu perguruan Cie Tiong Pay
yang sangat terkenal, maka itu, Siauwte bermaksud untuk
memasuki pintu perguruan ini guna menuntut ilmu..."
"Apakah engkau telah mengetahui syarat2 untuk menjadi
murid cie Tiong Pay...?" tanya Toasuko itu lagi sambil tetap
mengawasi dengan sinar mata mengandung kecurigaan-
Bin An menggeleng. "Belum "
"Baiklah, kau dengarkan, aku akan menyebutkan syarat2
untuk menjadi murid cie Tiong Pay.." kata Toasuko itu, "Yang
pertama, setiap orang hendak menjadi murid cie Tiong Pay,
harus menyumbang lima ratus tail perak. dan setiap bulannya
nanti harus membayar lima puluh tail perak, Apakah engkau
sanggupi syarat pertama itu ?" Bin An tersenyum.
"Tetapi sayangnya Siaute tidak memiliki uang sebanyak
itu...." katanya.
Muka Toasuko tersebut berobah.
"Jika memang engkau tidak memiliki uang, jelas engkau
tidak bisa diterima menjadi murid cie Tiong Pay..."
"Tetapi... Siauwte justru ingin sekali menjadi murid cie
Tiong Pay, siauwte akan berusaha melatih diri dengan baik,
rajin dan menuruti aturan yang ada.."
Sebelum Toasuko itu menyahuti,justru belasan pemuda
yang menjadi murid cie liong Pay telah mentertawai Bin An,
malah beberapa orang diantara mereka ada yang berkata
dengan nada suara sinis: "Tidak memiliki uang ingin menjadi
murid cie Tiong Pay.... engkau kira pintu perguruan macam
apa cie Tiong Pay ini...?"
Tetapi Toasuko itu telah berkata dengan suara yang parau
dan tegas nadanya: "Jika memang seseorang tidak memenuhi
syarat dan peraturan yang ada dipintu perguruan kami,
sayang sekali kami tidak bisa memenuhi keinginannya "
"Mengapa begitu?" tanya Bin An pura2 bodoh.
"Karena memang itu telah menjadi peraturan pintu
perguruan kami "
"Jika demikian halnya, tentunya setiap orang yang menjadi
murid cie Tiong Pay adalah orang2 yang memang memiliki
uang dan bisa membayar, walaupun tidak memiliki bakat dan
kemauan, akan diterima menjadi murid cie Tiong Pay "
sedangkan orang yang memiliki bakat baik untuk mempelajari
ilmu silat namun tidak memiliki uang, ia ditolak mentah2 tanpa
memperoleh kesempatan ?"
Muka Toasuko itu berobah, katanya mulai sengit. "Mulutmu
keterlaluan sekali anak muda... Kata2mu itu seperti juga
mengartikan bahwa kami murid- murid cie Tiong Pay ini hanya
merupakan gentong2 nasi belaka, bukan " Dan bahwa engkau
adalah calon murid yang memiliki bakat baik sekali. Bukankah
begitu maksudmu...?"
Bin An cepat-cepat tersenyum.
"Siauwte mana berani memiliki pikiran seperti itu..."
katanya cepat. Tetapi Toasuko itu telah tertawa dingin katanya : "Baiklah,
aku akan melihat, apakah engkau benar2 seorang yang
memiliki bakat cukup baik guna diterima menjadi murid cie
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiong Pay Jika memang ternyata engkau memiliki bakat yang
baik, tanpa membayar kami akan menerimanya..."
Dengan berkata begitu sesungguhnya Toasuko tersebut
bermaksud buruk kepada Bin An, karena ia ingin menyiksa
pemuda ini. Dan baru saja kata- kata itu habis diucapkannya, ia
menggerakkan tangan kanannya kearah dada Bin An-
Bin An merasakan menyambarnya angin serangan yang
cukup kuat pada dadanya.
Dan waktu itu Bin An sengaja tidak mengerahkan
sedikitpun tenaga sinkangnya, ia hanya berdiam diri pura2
tidak mengerti ilmu silat, ia menduga bahwa Toasuko ini
tentunya hanya ingin mencoba2nya.
Tetapi tidak tahunya justru dorongan yang dilakukan oleh
Toasuko itu merupakan dorongan yang memiliki tenaga
benar2 kuat dan keras, karena itu tidak ampun lagi tubuh Bin
An jadi terjengkang kebelakang.
Untung saja Bin An memiliki tenaga sinkang yang kuat dan
terlatih, iapun sangat gesit. Secepat kilat dia bisa melompat
bangun pula. Bin An segera menyadarinya bahwa ia telah memperoleh
perlakuan yang tidak baik dari Toasuko itu, yang rupanya
tidak bermaksud baik padanya.
Sedangkan waktu itu tampak Toasuko tersebut jadi
penasaran karena dilihatnya Bin An telah dapat bangun
kembali tanpa terluka sedikitpun juga .
Gerakan yang dilakukan oleh Toasuko itu sesungguhnya
cukup kuat, ia mempergunakan lima bagian tenaga dalamnya,
jika memang orang biasa saja yang tidak mengerti silat, tentu
akan rubuh terjengkang bergulingan diatas tanah.
Dengan demikian membuat Toasuko itu tambah penasaran
dan menduga bahwa Bin An hendak mempermainkannya .
"Engkau ternyata berdusta, engkau mengatakan tidak
pernah mempelajari ilmu silat, tetapi tadi kuda-kuda kedua
kakimu kuat sekali"
Bin An berusaha tersenyum menahan kemendongkolan
hatinya, katanya dengan suara sabar: "seperti telah kujelaskan
kepada saudara-saudara itu, sejak kecil aku senang sekali
berlatih sendiri tanpa memiliki guru dan memang Siauwte
memiliki sedikit kekuatan pada kedua kaki siauwte, Maka dari
itu, karena gemar mempelajari ilmu silat, Siauwte bermaksud
hendak berguru dipintu perguruan Cie Tiong Pay...."
Toasuko yang tengah gusar itu tidak memperdulikan alasan
yang dikemukakan Bin An, ia mengulurkan tangannya lagi
mendorong. Kali ini tenaga dorong yang dilakukan oleh Toasuko
tersebut jauh lebih kuat dari semula.
Jika memang Bin An tidak menangkisnya, tentu dirinya
akan terdorong rubuh, Tetapi jika ia menangkis
mempergunakan tenaga, tentu akan menimbulkan kecurigaan
yang lebih besar, begitu juga kalau mengelakkan diri dari
serangan ini. Tetapi Bin An dalam keadaan yang seperti ini harus berpikir
keras dan cepat, Akhirnya ia mengambil keputusan untuk
berurusan langsung dengan Toasuko ini, tanpa perlu menemui
ciangbun dari pintu perguruan ini. Karena jika ia telah
mengobrak-abrik murid-2 cie Tiong Pay, jelas akhirnya
ciangbunjin dari pintu perguruan tersebut akan
memperlihatkan dirinya juga .
Waktu itu tenaga dorongan dari Toasuko tersebut telah
menyambar datang, dan Bin An mengangkat tangan
kanannya, ia menangkisnya.
Tangkisan yang dilakukannya ini bukan merupakan
tangkisan sembarangan, karena ia menangkis dengan tenaga
yang kuat sekali. "Bukkkk "
Suara benturan tangan mereka terdengar cukup nyaring,
tetapi bukannya Bin An yang terhuyung atau rubuh, justru
tubuh Toasuko itu yang telah terpental ketengah udara
sampai tiga tombak lebih, kemudian meluncur turun ke
bawah. Dalam keadaan seperti ini, tampaknya Bin An
mempergunakan tenaga tangkisan tidak tanggung-tanggung
lagi dan diapUn bekerja tidak hanya sampai disitu, cepat dan
gesit sekali tubuhnya melompat ketengah udara.
Gerakan yang dilakukan sangat cepat sekali, tangan
kanannya tahu2 diulurkan untuk menyanggapi tubuh Toasuko
itu yang tengah meluncur turun, kemudian ia mencengkeram
sambil menotok jalan darah cie Tiang Hiat pada tenggorokan
dari Toasuko tersebut. Dan juga waktu itu, tampak terlihat Bin
An telah melemparkan tubuh Toasuko tersebut, sehingga ia
terbanting keras ditanah.
Dengan mengeluarkan jerit kesakitan, tubuh Toasuko itu
telah terbanting diatas tanah, ia mengaduh2 tetapi tidak bisa
menggerakkan tubuhnya.
Murid2 cie Tiong Pay yang jumlahnya belasan orang yang
berada ditempat tersebut mengeluarkan suara seruan kaget,
mereka berdiri tertegun, dan akhirnya mencabut senjata
mereka masing-masing. Dengan gerakan yang cepat dan
gesit, mereka telah melompat dan mengurung Bin An-
Semuanya memandang kepada Bin An dengan sorot mata
yang tajam mengandung ancaman, sedangkan Bin An tetap
tenang berdiam ditempatnya, malah sambil tersenyum ia
bilang: "Kalian lebih baik jangan main2 dengan senjata tajam...
Nanti kalian juga yang akan rugi "
Namun Bin An tidak bisa melanjutkan perkataannya, karena
disaat itu tampak tiga orang murid cie Tiong Pay
mengeluarkan suara bentakan sambil menggerakkan pedang
mereka dan melancarkan tikaman bertubi2 kepada Bin Ansedangkan
Bin An hanya menggeser kedudukan kakinya, ia
berhasil mengelakkan diri, gerakannya cepat dan gesit sekali.
Melihat tikaman mereka tidak berhasli, murid dari cie Tiong
Pay yang lainnya mengeluarkan suara seruan sambil
menggerakkan pedang mereka masing2 untuk mengepung Bin
An. Dalam keadaan seperti ini, Bin An tidak berdiam diri saja, ia
bergerak gesit dan juga menggerakkan kedua tangannya
berulang kali. Dengan demikian, ia berhasil mengelakkan tikaman pedang
lawannya dan juga berhasil membuat terpental tiga batang
pedang lawannya.
Menyaksikan bahwa Bin An memang memiliki kepandaian
yang tinggi, murid2 cie Tiong Pay mulai gentar dan mereka
jadi berlaku lebih hati-hati.
Semula mereka hanya menganggap bahwa Bin An hanya
seorang pemuda yang tidak memiliki kepandaian apa- apa,
maka mereka telah melancarkan serangan yang ceroboh
sekali. Namun pengalaman pahit yang mereka terima itu
membuat mereka jadi bersikap jauh lebih hati-hati.
Tampak mereka mulai melancarkan serangan yang rapih
dan juga pedang mereka bergerak gerak menabas atau
menikam dengan gerakan yang indah, sulit diterka arah
sasarannya, maka dari itu tampak Bin An dibuat sibuk oleh
mereka. Bin An beberapa kali harus melompat ke tengah udara,
untuk mengelakan tusukan murid2 cie Tiong Pay itu.
Tetapi kepandaian murid- murid cie Tiong Pay tersebut
mana bisa menandingi kepandaian Bin An-
Waktu Bin An bergerak-gerak dengan gesit dan setiap
serangan yang dilakukannya itu dilancarkan dengan kuat dan
cepat, tampak beberapa tubuh murid cie Tiong Pay itu telah
beterbangan dan ambruk diatas tanah terbanting keras.
Sedangkan yang lainnya dalam keadaan terkejut, tubuhnya
juga ikut terlempar pula dengan demikian tampak mereka
telah terbanting semua.
Dari dalam gedung markas cie Tiong Pay muncul beberapa
orang murid cie Tiong Pay lainnya, mereka mendengar suara
ribut-ribut di luar dan terkejut melihat kawan mereka
mengalami hal seperti itu.
Tanpa mengeluarkan kata- kata mereka semuanya
mencabut pedang masing-masing dan melancarkan tikaman
dan tabasan kepada Bin An-
Namun Bin An memiliki kepandaian yang tinggi, dengan
demikian mereka tidak berdaya untuk melukai Bin An-
Bahkan dengan gerakan yang cepat sekali, Bin An berusaha
merubuh kan mereka hanya dua gebrakan- Disaat mereka
menggerakkan pedang, tubuh Bin An berkelebat dan
terdengar suara jeritan kaget dari mereka, karena semuanya
telah tertotok.
Dalam keadaan demikian, tampaknya murid- murid cie
Sepasang Pedang Iblis 27 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Pendekar Super Sakti 5
memang telah dibinasakan oleh Loa Sim Hoan "
Saat itu Loa Sim Hoan telah bertanya dengan suara yang
tawar: "Bo Tie Siansu, aku menghormati kalian sebagai orangorang
dari pintu perguruan besar yang selalu bekerja
berdasarkan keadilan dan kebajikan, maka dari itu jangan
kalian memaksa aku bertindak dengan jalan yang kurang
ajar..". Dan setelah berkata begitu, dia mengawasi Bo Tie siansu
dengan sorot mata yang sangat tajam, lalu katanya dengan
suara yang semakin dingin: "cepat kalian serahkan Bu Bin An
kepadaku... aku ingin cepat2 berangkat lagi...".
Bo Tie merangkapkan sepasang tangannya, dia menindih
perasaan mendongkolnya, sambil katanya: "coba Kiesu
jelaskan dulu, siapakah yang telah membinasakan Khu Sun Lie
Kiesu?" "Hemm, engkau ingin mengatakan bahwa yang
membinasakan sipengemis she Ku itu adalah aku, bukan ?"
tanya Loa Sim Hoan, "Jika memang aku, apa yang hendak
dilakukan Siauw Lim Sie "Jika memang bukan, lalu apa yang
hendak kalian katakan ?"
Ditanya begitu, muka Bo Tie Siansu jadi berobah tidak
senang, karena pendeta ini telah meluap darahnya, dia
menduga bahwa Loa Sim Hoan inilah yang membinasakan Khu
Sun Lie. "Khu Sun Lie Kiesu merupakan seorang pendekar yang
berhati mulia, diapun merupakan sahabat baik kami, maka
sekarang Khu Kiesu telah dibinasakan dengan Cara demikian
menyedihkan, walaupun bagaimana, sebagai sahabat, kami
ingin mengetahui jelas duduknya persoalan dan juga ingin
mengetahui siapa orang yang telah begitu kejam
membinasakan Khu Kiesu.-." tegas suara Bo Tie Siansu.
Loa Sim Hoan tertawa dingin, lalu katanya dengan suara
yang dingin: "Aku yang telah membinasakannya "
"Kau?"
"Ya dia terlalu kurang ajar "
"Apa yang telah dilakukannya ?"
"Dia telah berani menghina diriku, diapun terlalu keras
kepala... dan kukira pantas baginya untuk menerima
kematiannya.."
"Kau..?" tergetar tubuh Bo Tie Siansu menahan
kemarahannya, untung saja diasebagai seorang pendeta yang
telah mensucikan diri dan melatih kebatinan, sehingga dia
berhasil menindas kemarahan hatinya itu.
Loa Sim Hoan telah tertawa bergelak-gelak dengan nada
yang keras, dia seperti mentertawai sikap yang diperlihatkan
oleh Bo Tie Siansu, katanya kemudian: "Dan sekarang, apa
yang ingin kalian lakukan " ingin membalas dendam orang she
Khu itu " Aku tentu akan mengiringinya "
Bo Tie Siansu telah berkata tawar: "orang she Loa,
sesungguhnya kesalahan apakah yang telah dilakukan Khu
Kiesu kepadamu ?"
"cukup menyebalkan dia telah mabok-mabokan dan
mencaci aku, karena itu aku telah mengambil jiwanya,
menutup mulutnya agar tidak mengoceh terus" kata Loa Sim
Hoan- "Tetapi itu tentunya bukan suatu kesalahan yang terlalu
besar, sehingga engkau perlu membinasakannya dengan Cara
seperti itu.." Loa Sim Hoan tertawa dingin.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid 6 PERISTIWA yang sebenarnya adalah Khu Sun Lie yang
telah berpamitan dengan orang-orang Siauw Lim Sie, segera
melakukan perjalanan keberbagai daerah untuk melakukan
penyelidikan mengenai diri Bo Liang siansu yang ditawan oleh
orang-orang kerajaan- Namun dia tidak berhasil, sehingga
hatinya sangat jengkel sekali.
Suatu hari, untuk menghibur diri, dia telah meminum arak
disebuah kedai arak. Dia minum terlalu banyak. Dan dalam
keadaan mabok seperti itu, justru Loa Sim Hoan telah
menegurnya, mengajaknya bercakap2.
Kebetulan sekali memang Loa Sim Hoan berada ditempat
tersebut Dari ocehan yang diberikan oleh Khu Sun Lie yang
tengah dalam pengaruh arak yang diminumnya terlalu banyak
itu, Loa Sim Hoan mengetahui Khu Sun Lie adalah sahabat
Siauw Lim Sie dan juga Khu Sun Lie dalam maboknya itu telah
menceritakan perihalnya Bu Bin An anak yang malang, yang
orang tuanya sekeluarga telah dibasmi habis oleh pihak
kerajaan. Tetapi memang tengah dalam keadaan mabok, Khu Sun Lie
tiba2 saja telah memaki2 Loa Sim Hoan, Dia memaki Loa Sim
Hoan sebagai orang yang mau memperhambakan diri kepada
pihak kerajaan, sehingga Loa Sim Hoan jadi mendongkol
melihat dirinya dimaki2 seperti itu oleh Khu Sun Lie, beberapa
kali dia telah menempeleng kepala Khu Sun Lie, namun
sipengemis justru memberikan perlawanan, dan telah memaki
semakin keras padanya.
Karena mendongkol akhirnya Loa Sim Hoan telah
membunuh Khu Sun Lie, Hanya saja karena teringat orang ini
adalah sahabat dari pihak Siauw Lim Sie, dia memotong
kepala Khu Sun Lie dan membawanya ke Siauw Lim Sie.
Disamping itu, diapun tertarik untuk melihat Bu Bin An,
putera tunggal Bu Beng Hong, yang menurut cerita Khu Sun
Lie, Bin An merupakan seorang anak yang cerdas dan memiliki
tulang maupun bakat yang baik sekali untuk mempelajari ilmu
silat. Karena itu hal ini telah membuat Loa Sim Hoanjadi tertarik
untuk mengambil anak itu. Memang dalam usia lima puluhan
tahun seperti sekarang ini, Loa Sim Hoan belum pernah
menerima murid, maka kelak jika dia telah melihat Bu Bin An
memang benar-benar merupakan seorang anak yang baik, dia
tentu akan mengambilnya sebagai murid.
Apa lagi Loa Sim Hoan menyadarinya sebagai putera dari
seorang pendekar besar seperti Bu Beng Hong, tentu Bu Bin
An mewarisi bakat dan kecerdasan ayahnya.
Tetapijustru Loa Sim Hoan sama sekaii tidak mengetahui
bahwa Bo Tie siansu juga sangat menyukai anak itu, yang
ingin dididiknya agar kelak menjadi seorang pendekar yang
gagah perkasa. Mana bisa Bo Tie Siansu memenuhi
permintaannya"
Terlebih lagi Bo Tie siansu mencurigai tamu ini sebagai
orang yang bekerja untuk pihak kerajaan, jika sampai anak
she Bun itu diserahkan kepadanya, bukankah itu mencelakai
Bin An " Waktu itu Bo Tie siansu telah berkata dengan tawar:
"Baiklah,jika memang anda tidak mau mengerti, apapun yang
dikehendaki olehmu, akan kami turuti. Tetapi yang jelas, Bu
Bin An tidak bisa diserahkan kepadamu..."
Loa Sim Hoan telah tertawa dingin, dia juga berkata tawar:
"Baik, baik, jika memang engkau menginginkan aku yang
mengambil sendiri anak itu, hal itu akan kulakukan dengan
caraku " Baru saja Loa Sim Hoan berkata sampai disitu, justru waktu
itu dari dalam kuil telah ke luar Bo San Siansu, Bo Cie Siansu,
Bo In Sian su dan beberapa pendeta Siauw Lim Sie lainnya.
Bersama mereka, tampak ber-lari2 kecil seorang anak lelaki
berusia dua tahun lebih, tampaknya mungil dan lucu.
Mata Loa Sim Hoan berkilat waktu melihat anak itu.
"Diakah yang bernama Bu Bin An itu, pendeta gundul?"
tanya orang she Loa tersebut.
Bo Tie Siansu mengangguk "Benar, dia seorang anak yang
malang, maka kami mohon dengan memandang muka kami,
janganlah engkau mengganggunya ?"
"Anak yang baik anak yang baik" kata Loa Sim Hoan-
Sedangkan Bu Bin An telah menghampiri Bo Tie Siansu
sambilpanggilnya "Taisu, siapakah tamu itu ?"
Bo Tie Siansu tersenyum, dia memeluk anak itu, hatinya
tergetar, karena dia memang menyayangi anak ini, dan
sekarang justru Loa Sim Hoan datang untuk merebutnya,
mengacau di Siauw Lim Sie. Tetapi walaupun bagaimana
gagahnya Loa Sim Hoan, tokh tidak mungkin pendeta2 Siauw
Lim Sie bisa dirubuhkannya, terlebih lagi memang pihak Siauw
Lim Sie berjumlah banyak. sedangkan Loa Sim Hoan hanya
seorang diri saja.
Diserahkannya Bu Bin An oleh Bo Tie Siansu kepada Bo San
Siansu, sambil pesannya dengan suara yang perlahan : "Jaga
Bin An baik2, sute "
Kemudian Bo Tie Siansu menghadapi Loa sim Hoan, sambil
katanya: "Jika memang Kie su datang untuk maksud baik,
kami tentu akan mengundangmu untuk minum teh, tetapi jika
memang Kiesu tetap dengan keinginanmu, hemm maafkan,
kami tidak bisa mendiami saja apa yang ingin dilakukan Kiesu
dan begitu juga , mengenai diri Khu Kiesu, tentu saja hal itu
harus dipertanggung jawabkan oleh Kiesu, Kalau saja Kiesu
mengurungkan untuk mengambil Bu Bin An, kami akan
menyudahi urusan sampai disini saja "
Tetapi Loa Sim Hoan menggeleng perlahan, dia telah
mengawasi Bin An sejenak lagi, kemudian katanya dengan
tawar: "Semula aku memang masih ragu2, apakah putera
tunggalnya Bu Beng Hong merupakan seorang anak yang
baik, tetapi setelah melihatnya, niatku sudah tidak bisa
dibatalkan lagi, walaupun bagaimana aku harus bisa
membawanya ."
Bo Tie Siansu telah yakin bahwa bentrokan dengan Loa Sim
Hoan sudah tidak bisa dielakkan lagi, maka katanya dengan
suara yang tawar: "Baiklah, kami menunggu petunjuk dari Loa
Kiesu." Loa Sim Hoan telah mencabut keluar serulingnya, dia telah
menggerak2kan serulingnya sambil berkata dengan tawar:
"Kita bertaruh saja, jika kita bertempur, tentu akan merusak
persahabatan, maka kita bertaruh saja untuk memperoleh
kepaStian Siapa yang berhak mendidik anak itu "
"Bertaruh?" tanya Bo Te Siansu heran.
"Ya, kita bertaruh."
"Bertaruh apa ?"
"Kita mengadu kekuatan Iwekang, tidak perlu kita
bertempur dengan mempergunakan kekerasan, jika memang
kau dapat menerima serangan dan menindih lwekangmu,
hitunglah engkau yang menang, dan kalian yang berhak untuk
mendidik anak itu. Tetapi jika aku yang bisa menindih
lwekangmu, maka akulah yang berhak membawa anak itu,
yang akan kuambil menjadi murid ku "
Bo Tie siansu berdiam sejenak, Dia yakin bahwa
Iwekangnya telah mencapai puncak kemahiran, tetapi justru
menghadapi Loa Sim Hoan, dia ragu2. Karena Loa Sim Hoan
merupakan seorang jago yang memiliki nama besar dalam
rimba persilatanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dan juga melihat sinar matanya yang tajam seperti mata
pedang itu, tentunya diapun tidak lemah. Lwekangnya pun
tentu sangat tinggi sekali, karena dia justru berani mengajak
bertaruh untuk bertanding mengadu Iwekang, Maka dari itu
Bo Tie Siansu jadi berpikir dua kali.
"Bagaimana ?" tanya Loa Sim Hoan.
"Baiklah.." menyahuti Bo Tie Siansu, "coba kau jelaskan
Cara kita bertaruh."
"Aku akan meniup sebuah lagu, dan jika engkau bisa
menghadapi hitung2 engkau yang menang, Tetapi jika engkau
tidak sanggup untuk mendengari laguku ini, berarti engkau
kalah.... bukankah pertaruhan seperti itu adil?"
Bo Tie Siansu kembali ragu2. Dia melihat Loa Sim Hoan
seperti yakin dengan keinginannya bertaruh mempergunakan
cara seperti itu,
"Jika engkau yang bermaksud meniup sebuah lagi, akupun
tidak keberatan, aku yang akan bertahan " kata Loa Sim
Hoan- "Baiklah, engkau saja yang meniup lagu, aku yang akan
menghadapi " kata Bo Tie siansu.
Loa Sim Hoan tersenyum sinis, dia membawa seruling
kemulutnya dan mulai meniup lagunya.
Bo Tie siansu mendengarkan baik-baik lagu itu, yang
iramanya perlahan dan juga sayu sekali. Tetapi semakin lama
semakin keras. Seketika itu juga Bo Tie siansu mengetahui bahwa lagu
yang dibawakan oleh Loa Sim Hoan adalah lagu "Mo Thian
sian Hoa" atau "iblis Langit dengan Dewi Bunga", irama lagu
itu biasa saja, tetapi justru semakin lama terasa kejutankejutan
daya tariknya, bagaikan juga didalam irama dari lagu
itu memiliki daya tarik yang berhubungan dengan asmara,
Tentu saja Bo Tie Siansu jadi terkejut.
Cepat-cepat Bo Tie Siansu memberi isyarat kepada Bo San
siansu dan yang lainnya untuk membawa Bin An menyingkir
menjauh sedangkan dia telah menghadapi lagu itu dengan
mengempos semangatnya, dia berdiri tenang saja.
Tetapi hatinya berkuatir sekali, Suara seruling yang disertai
dengan sinkang itu memiliki daya tarik dan pesona yang kuat
sekali, yang semakin lama semakin kuat, Disamping itu,
iramanya yang begitu mesra dan merdu, telah
menggoncangkan hati Bo Tie Siansu.
Hanya saja disebabkan Bo Tie Siansu sejak kecil memang
telah masuk kuil mencukur rambut, dengan sendirinya dia bisa
menghadapi godaan itu dengan tabah.
Namun karena lwekang yang dimiliki Loa Sim Hoan sangat
tinggi, sehingga membuat Bo Tie siansu harus mengempos
semangatnya, disamping itu diapun telah berusaha
membendung goncangan yang terjadi pada hatinya.
Sekian lama lagu itu berkumandang, sebentar meninggi,
sebentar nadanya merendah dan perlahan, namun membawa
goncangan, bagaikan juga bujukan seorang wanita cantik
yang minta dirayu, Bo Ti siansu selama itu masih bisa tetap
bertahan, dia berdiri tenang kembali mengempos terus
semangatnya, agar dirinya tidak kena dirubuhkan oleh suara
seruling yang merayu-rayu kalbu itu.
Loa Sim Hoan juga tidak hanya bertiup seruling sampai
disitusaja, nada lagunya tiba2 berobah, jadi meninggi, seperti
juga nada lagu irama perang, bersemangat sekali, atau tibatiba
sekali telah menurun nadanya jadi merendah perlahan,
bagaikan bisikan seorang gadis yang cantik jelita.
Dipermainkan dan dlombang-ambingkan oleh getaran nada
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seruling yang sebentar keras dan sejenak lagi lunak. membuat
Bo Tie Siansu akhirnya terpengaruh juga , dia merasakan
dadanya tergoncang keras.
cepat-cepat Bo Tie Siansu berusaha menenangkan
goncangan hati dan perasaannya itu.
Tetapi Bo Tie siansu gagal dengan usahanya, dia
merasakan nada seruling itu seperti menghentak-hentak
perasaannya, dimana lagu seruling itu semakin lama jadi
semakin perlahan, semakin perlahan, tetapi kuat daya tariknya
dalam kelembutan seperti itu.
Bo Tie siansu yang menyadari jika keadaan seperti ini
berlangsung terus, tentu dirinya akan berhasil dipengaruhi
oleh tiupan seruling lavvan, maka dia berusaha mengempos
semangatnya sekuat tenaganya.
Dia telah mengerahkan tenaganya, dan berhasil mengusir
pengaruh seruling itu.
Namun waktu Bo Tie siansu telah berdiam diri lagi, suara
seruling itu kembali menguasai hati dan perasaannya lagi.
Beberapa kali Bo Tie Siansu telah melompat untuk
mengusir perasaan yang mencekam hatinya, dia memang
berhasil untuk memberikan perlawanan, namun akhirnya
pendeta itu telah mulai melangkah perlahan2, setiap tindakan
kakinya melangkah mengikuti aturan patkwa, yaitu segi
delapan. Hal itu memperlihatkan bahwa Bo Tie Siansu tengah
mengerahkan kepandaiannya untuk melawan pengaruh
seruling yang semakin kuat saja. Dan juga dalam saat seperti
itu, Bo Tie Siansu dan pendeta siauw Lim Sie yang lainnya jadi
berkuatir sekali, mereka menyadari bahwa kakak seperguruan
mereka tengah mempergunakan lwekang yang tertinggi untuk
menghadapi suara seruling lawan-
Begitu pula Bo San siansu dan pendeta siauw Lim Sie
lainnya merasakan hati mereka tergoncang keras terpengaruh
oleh suara seruling, namun mereka bisa kembali menguasai
diri dengan menjauhi diri beberapa tombak lagi, sehingga
suara seruling tidak keras menguasai mereka.
Sedangkan wajah Loa Sim Hoan sendiri memperlihatkan
perasaan tegang.
Dia meniup serulingnya sambil berjalan ke sana kemari,
dari wajahnya yang tegang itu bisa melihat bahwa diapun
tengah mengerahkan tenaga dalamnya sampai pada
puncaknya. Pertempuran mengadu ilmu tenaga dalam sebetulnya
jarang sekali terjadi jika toh terjadi, itu hanya dilakukan oleh
orang2 yang memiliki kepandaian tinggi, yang merupakan
tokoh sakti dari rimba persilatan-
Maka dari itu didalam rimba persilatan terdapat kata2,
bahwa bertanding dengan mempergunakan tenaga dalam jauh
lebih berbahaya jika dibandingkan dengan pertandingan
mempergunakan senjata tajam. sehingga bisa ditarik kesim
pulan, jika memang dua orang tokoh sakti tengah mengadu
kekuatan tenaga dalam, tentu mereka akan mempergunakan
Iwekangnya untuk menindih kekuatan lwekang dari lawannya.
Berarti jika berhasil usahanya itu, lawannya tersebut akan
tergempur pecah tenaga dalamnya, dan juga akan
menyebabkan sang lawan itu terluka didalam tubuh yang
parah, atau bisa juga binasa disaat itu juga , itulah sebabnya
mengapa mengadu kepandaian tenaga dalam jauh lebih
berbahaya jika dibandingkan dengan pertandingan
mempergunakan senjata tajam.
Semakin lama Loa Sim Hoan meniup serulingnya semakin
kuat dan meninggi, dan Bo Tie siansu saat itu merasakan
telinganya seperti di tusuk2 oleh jarum yang tajam,
menyakitkan sekali.
Tetapi karena memang latihan lwekang Bo Tie Siansu telah
sempurna, sebegitu jauh dia tetap bisa mempertahankan diri,
sedangkan Loa Sim Hoan telah mengerahkan lwekang yang
tertinggi yang dimilikinya, dan nada lagunya itu semakin
meninggi, meninggi terus, dan akhirnya membuat tubuh
kedua orang ini, Loa Sim Hoan maupun Bo Tie Siansu, terus
menerus bergerak. yang semakin lama semakin cepat, seperti
tengah berlari2 berputaran, sampai akhirnya mereka hanya
dalam bentuk bayangan belaka berkelebat-kelebat.
Dengan berlari seperti itu memang Bo Tie siansu bisa
mengurangi tekanan dari suara seruling lawannya, tetapi buat
Loa Sim Hoan, yang meniup serulingnya semakin lama
semakin kuat, jadi berlari juga untuk mengempos dan
membantu mengerahkan sinkangnya.
Begitulah kedua orang tokoh sakti tersebut telah saling
mengerahkan tenaga dalamnya, mereka bertanding terus
sampai setengah harian lamanya.
Keringat telah mengucur deras disekujur tubuh Bo Tie
Siansu, apa lagi matahari mulai naik tinggi, sedangkan Loa
Sim Hoan sendiri telah basah kuyup oleh keringatnya, Tetapi
orang she Loa ini telah melihatnya bahwa kesempatan untuk
merubuhkan lawannya semakin dekat, maka dia bermaksud
untuk menindih terus lawannya, karena dia tahu, lewat
selintasan lagi Bo Tie siansu tentu tidak akan sanggup
mempertahahkan dirinya dari tiupan seruling lawan-
Bo Tie siansu sendiri menyadari hal itu, dia merasakan
jantungnya mulai tergoncang keras.
Sebagai orang yang berpengalaman Bo Tie Siansu cepat2
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga lwekangnya, karena
dia memang tahu, jika terus menerus keadaan seperti itu
berlangsung, niscaya dirinya akan ditimpah bahaya yang tidak
keciL Disaat itu tampak Loa Sim Hoan telah mengerahkan tenaga
sinkangnga lebih kuat lagi, suara serulingnya bergelombang,
seperti juga di dalam nada suara seruling itu terdapat badai
dan topan yang tengah mengamuk.
Bo Tie siansu merasakan jantungnya berdetak keras seperti
mau copot, itulah tanda bahaya yang sulit diatasi jika terlalu
lama dia mengambil keputusan, jalan satu2nya untuk
meloloskan diri dari kepungan dan pengaruh suara seruling
tersebut adalah memecahkan tekanan suara seruling itu.
Maka tidak adapilihan lainnya buat Bo Tie siansu, dia tiba2
berhenti berlari, cepat sekali dia telah mengerahkan
tenaganya dan akhirnya dia mementang mulutnya lebar2
mengeluarkan suara teriakan.
Suara teriakan itu panjang sekali tidak berkeputusan, dan
waktu itu, tampak suara seruling Loa Sim Hoan tergoncang
karenanya, dan juga tubuh Loa Sim Hoan tergoncang sejenak,
karena tenaga dalam yang terkandung didalam nada
serulingnya itu seperti dibentur oleh tenaga teriakan Bo Tie
Siansu. Namun itu hanya saja, karena Loa Sim Hoan telah berhasil
menguasai dirinya kerabali mengempos semangatnya dan
mengendalikan suara seruling.
Bo Tie siansu masih terus juga mengeluarkan suara
teriakan tidak hentinya, maka suara teriakan dan suara
seruling seperti saling bentur tidak hentinya, Kedua jenis suara
itu bukan jenis suara biasa, maka hebat benturan2 yang
terjadipada kedua jenis suara yang mengandung tenaga
dalam yang kuat sekali.
Begitulah, kedua orang ini telah saling mengerahkan
tenaga sinkang mereka untuk berusaha menindih kekuatan
sinkang lawannya, Dalam waktu sekejap mata lagi, mereka
telah tenggelam dalam keadaan yang menguatirkan karena
keduanya kini sudah tidak berlari-lari, hanya mengerahkan
sinkang mereka dengan berdiri tegak saling memunggungi.
Mereka tidak saling berhadapan, tetapi justru yang tengah
bertempur adalah suara mereka, suara teriakan Bo Tie Siansu
dan juga suara serulingnya Loa Sim Hoan, Dari kepala mereka
masing2 juga telah mengeluarkan uap tipis putih, yang
membubung naik dari kepala mereka masing2, semakin lama
semakin tebal, itu membuktikan bahwa kedua orang ini
tengah mengeluarkan seluruh sinkang yang dimilikinya.
Inilah berbahaya, jika tokh pertempuran itu selesai tanpa
ada yang terluka namun dengan mengerahkan seluruh tenaga
sinkang mereka, keduanya bisa terluka sendirinya oleh tenaga
dalam mereka masing2. Se-tidak2nya. kalau mereka
bertempur terus sampai mengeluarkan pUncak kemahiran
tenaga dalam mereka, keduanya akan memperoleh sakit, yang
baru akan sembuh jika telah dlobati lewat satu tahun.
Bo San Siansu menghela napas, dia tidak menyangka
bahwa Siauw Lim Sie harus menerima lawan seorang tokoh
sakti seperti Loa Sim Hoan, belum lagi ancaman dari pihak
Kaisar Eng Lok.
Sehingga orang-orang siauw Lim Sie sendiri mulai
berkuatir, kalau2 akan muncul kembali tokoh2 sakti lainnya,
tentu mereka akan sibuk sekali menghadapinya.
Begitulah, Loa Sim Hoan danBo Tie Sian su masih terus
bertempur dengan hebat, bahkan yang agak luar biasa, kaki
mereka masing2 semakin masuk kedalam tanah itu
disebabkan mereka mengerahkan tenaga yang kuat sekali,
sehingga tanah yang mereka injak jadi amblas dan kaki
mereka masing-masing melesak sampai sebatas mata kaki.
Waktu keadaan tengah tegang seperti itu, tiba-tiba sesosok
bayangan telah berkelebat gesit sekali, lewat disamping Bo
San Siansu. Pendeta ini terkejut, karena tahu2 Bu Bin An yang ada
disampingnya telah lenyap. Pendeta ini sampai mengeluarkan
seruan tertahan, peristiwa tersebut terjadi hanya dalam
beberapa detik saja, sehingga pendeta2 lainnya baru
mengetahui lenyapnya Bin An setelah mendengar seruan
kaget Bo San Siansu.
Mereka telah mengangkat kepala mereka, memandang
kebelakang mereka. Tidak ada orang, Tetapi mata Bo San
siansu yang awas, telah melihat diatas genting bercokol
seorang lelaki tua, memakai topi tudung yang lebar, dan
memakai baju yang berkibaran agak kelonggaran,
disampingnya tampak Bin An-
Lelaki tua itu, yang memiliki kumis agak panjang terjuntai
turun, duduk bersila diatas genting dengan bibir tersungging
senyuman, sikapnya tenang sekali.
Bo San Siansu mengeluarkan seruan marah, dia menjejak
kedua kakinya, tubuhnya telah melompat keatas genting
sambil mengulurkan tangan kanannya kearah orang bertopi
lebar itu. Tetapi orang yang memakai topi tudung bertepi lebar itu
tersenyum kecil, dia telah mengebut lengan bajunya.
Belum lagi tubuh Bo San siansu bisa hinggap diatas
genting, dia telah merasakan sampokan angin serangan yang
kuat sekali, Tidak ampun lagi tubuhnya meluncur kebawah
kembali, Untung saja Bo San Siansu mahir ilmu meringankan
tubuhnya, sehingga dia bisa berjumpalitan dan jatuh ditanah
dengan kedua kaki terlebih dulu dan tidak sampai terbanting.
Dengan muka merah Bo San Siansu berdiri heran dan
mengawasi orang diatas genting, dilihatnya Bu Bin An tengah
dicekal tangannya oleh orang itu.
"Siapakah dia" Gerrakannya begitu gesit seperti setan, dia
bisa mengambil Bin An dan sampingku tanpa aku bisa
mengetahui sebelumnya, dan tenaga sinkangnya begitu luar
biasa.-." Bo San Siansu tentu saja penasaran, dia telah
mengeluarkan suara bentakan sambil mengapungkan dirinya
lagi, dan sebelum tubuhnya hinggap diatas genting, dia telah
merogoh saku bajunya, melontarkan tiga kuntum biji bunga
bwee, senjata rahasia berbentuk bunga bwee, yang meluncur
cepat sekali kepada orang tua yang tengah duduk tengah2
diatas genting.
Tetapi dengan mudah, orang tua yang aneh itu telah
menyentil ketiga bunga bwee itu, sehingga ketiga senjata
rahasia itu terpental jatuh keatas tanah, Dan Bo San Siansu
membarengi menyerangnya dengan melontarkan tiga butir biji
dari tasbih, dia mengincer bagian yang mematikan tubuh
orang itu. Tetapi seperti juga tadi, ketiga biji tasbih itu telah berhasil
disentil jatuh keatas tanah. sedangkan Bo San siansu
mempergunakan kesempatan itu telah hinggap diatas genting.
Pendeta ini telah merangkapkan sepasang tangan-nya, dia
memberi hormat: "siapakah orang gagah yang sempat
berkunjung kekuil kami ini...?" tanyanya dengan ramah,
menahan kemendongkolannya.
Bo Cie siansu juga telah melompat keatas genting, berdiri
disamping Bo San Siansu. Bo Ie dan Bo Kin Siansu, bersiapsiap
dibawah, Mereka juga melihat bahwa terang yang tengah
duduk diatas genting itu adalah seorang yang luar biasa sekali.
Bo Tie siansu yang tengah bertempur tergoncang hatinya
melihat Bin An telah kena direbut oleh orang itu. Tetapi
karena dia tengah mengerahkan tenaga lwekangnya.
perasaannya yang tergoncang bisa membahayakan dirinya.
Maka cepat2 dia memusatkan seluruh perhatian nya untuk
mengeluarkan suara teriakannya lagi,
Saat itu orang tua tersebut, yang memakai tudung lebar
dikepalanya, telah tertawa dengan suara yang sabar.
"Kalian turunlah kembali " katanya sambil mengebutkan
lengan jubahnya.
Bo San siansu dan Bo Cie siansu merasakan samberan
angin kebutan tangan orang tua itu, mereka bermaksud
menangkis dengan kekerasan untuk bertahan berdiri terus
diatas genting.
Tetapi untuk kaget mereka, justru tubuh mereka seperti
diterjang oleh suatu kekuatan yang tidak bisa dikuasai oleh
mereka, tidak ampun lagi mereka terjungkel kebawah.
Untung mereka sempat untuk mengatur meluncurnya
tubuh mereka, sehingga tidak perlu mereka terb anting diatas
tanah. Sedangkan orang tua yang memakai topi tudung lebar itu
telah tertawa terbahak-bahak, dia berdiri sambil mengempit
tubuh Bin An- Tubuhnya tahu-tahu meluncur turun, kemudian
melompat kegenting kuil dibagian lainnya, Dia telah berlari
seperti bayangan saja cepatnya.
"Jangan lari... tangkap " teriak Bo San Siansu terkejut. Dan
para pendeta itu telah mengejarnya.
Tetapi orang tua yang memakai topi tudung dikepalanya itu
memiliki ginkang yang tinggi sekali, dia telah berlari-lati diatas
genting dengan gesit sekali, dalam sekejap mata dia telah
berlari, jauh dan meninggalkan Bo San siansu serta pendeta
Siauw Lim Sie lainnya.
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bo San Siansu dan yang lainnya mengejar sampai diluar
kuil, namun begitu mereka molompati tembok dinding kuil,
mereka kehilangan jejak orang tua yang memakai topi bertepi
lebar itu. Mereka mencari- cari disekitar tempat itu dengan
penasaran, namun bayangan orang tua bersama Bin An sudah
tidak berhasil mereka temui.
Dengan lesu dan bercampur penasaran, mereka telah
kembali keruangan kuil, menyakslkan Bo Tie Siansu masih
mengadu kekuatan lwekang dengan Loa Sim Hoan-
Waktu itu Loa Sim Hoan telah berhenti meniup serulingnya,
tubuhnya melompat empat tombak lebih menjauhi Bo Tie
Siansu. Begitu juga Bo Tie siansu, telah berhenti berteriak, untuk
sejenak lamanya Bo Tie Siansu mengatur pernapasannya
dengan berdiam saja ditempatnya. Kemudian dia baru
bergerak dua langkah menarik kakinya dari dalam tanah.
"Kita sudahi saja pertaruhan kita, kita telah seri, tidak ada
seorangpun yang kalah dan tidak ada yang menang" kata Loa
Sim Hoan. Bo Tie Siansu mengangguk.
"Terlebih lagi memang bocah yang kita pertaruhkan itu kini
sudah dilarikan orang " kata Loa Sim Hoan lagi. "percuma saja
jika kita bertempur terus " Bo Tie Siansu mengerutkan
sepasang alisnya.
"Kukira justru orang itu adalah kawanmu, kalian memang
telah sengaja hendak memancing kami dalam suatu
pertempuran dan kawanmu itu yang bekerja untuk menculik
Bin An" Mendengar tuduhan Bo Tie Siansu, Loa Sim Hoan tertawa
bergelak, dia telah berkata dengan suara yang dingin :
"Hemmm, aku selamanya bekerja sendiri, justru aku
menyudahi pertempuran ini, karena aku bermaksud mengejar
orang itu untuk merebut sibocah dari tangannya "
Bo Tie siansu melihat orang bicara dengan wajah yang bersungguh2,
tidak terlihat sedikitpun bahwa dia tengah
berdusta, Maka sipendeta mau mempercayai perkataan Loa
Sim Hoan. "Baiklah, kamipun akan segera melakukan pengejaran pada
orang itu untuk mengambil kembali Bin An dari tangannya "
"Hemmm, kita sekarang harus berlomba, siapa yang akan
berhasil paling dulu merebut bocah itu," kata Loa Sim Hoan.
Dantanpa mengucapkan kata-kata untuk pamit, dia telah
menjejakkan kedua kakinya, dan tubuhnya telah melambung
ketengah udara. Dalam sekejap mata saja Loa sim Hoan telah
meninggalkan kuil Siauw Lim Sie, tidak terlihat bayangannya
lagi. sedangkan Bo Tie Siansu telah menghela napas, dia
memberi is yarat kepada Bo San sian su dan yang lainnya, dia
sendiri juga telah berlari dengan pesat sekali, untuk
melakukan pengejaran kepada orang tua yang bertopi tudung
bertepi lebar itu.
Namun walaupun mereka telah mengejar dan mencarinya
sampai kekaki gunung Siongsan, tokh tetap saja mereka tidak
berhasil mengejar orang tua yang aneh dan liehay ilmunya itu.
Bo Tie Siansu dan orang2 Siauw Lim Sie mencari terus
sampai menjelang tengah malam, barulah mereka kembali
kekuil Siauw Lim Sie dengan nihil.
Wajah mereka muram, memperlihatkan kedukaan dan
kemarahan yang bercampur menjadi satu. Dengan lenyapnya
Bin An, mereka telah menerima suatu pukulan batin yang
tidak ringan untuk perasaan mereka.
ooo BIN AN yang berada dalam kempitan tangan kanan orang
tua bertopi tudung bertepi lebar itu merasakan angin
menyampok mukanya tidak hentinya, Dia juga merasakan
betapa orang yang mengempitnya itu berlari- lari dengan
cepat sekali, sehingga seperti juga terbang.
Bu Bin An sampai menutup mata nya karena dia merasa
ngeri melihat segala sesuatu yang dilalui mereka seperti juga
terbang dengan cepat sekali.
Dalam waktu yang singkat sekali, mereka telah
meninggalkan gunung siongsan, Ternyata ilmu meringankan
tubuh orang tua itu benar2 sangat hebat sekali, tidak sampai
dua kali makan nasi, dia telah berhasil meninggalkan gunung
siongsan dan menuju terus kearah timur.
Sampai akhirnya Bu Bin An tidak tahan lagi, dia merasakan
kepalanya pening, karena samberan angin yang tidak
henti2nya. Dia mencubit pinggang orang tua itu, sambil berseru agak
keras: "Paman berhenti dulu!!"
orang tua itu, yang memakai topi bertepi lebar merupakan
seorang tokoh sakti dari rimba persilatan- Seperti diketahui,
kedatangannya begitu mudah dan tidak terduga, bahkan
waktu dia mengambil Bin An dari Bo San Siansu, pendeta itu
baru mengetahui setelah orang tua ini bersama Bin An duduk
diatas genting.
Dan kemudian waktu orang tua tersebut membawa Bin
Anpergi, orang2 Siauw Lim Sie dan juga Loa sim Hoan tidak
berhasil mengejarnya, karena ginkangnya yang sempurna.
Tetapi justru kini yang dicubit oleh Bin An adalah pinggang
dekat perutnya, sehingga dia tersentak kaget karena kegelian,
dan cepat2 menahan langkah kakinya, Dia menurunkan anak
itu, sambil katanya: "Kecil-kecil engkau sangat nakal, berani
mengelitik diriku "
Bin An memandang heran kepada orang tua itu.
"Paman, engkau ingin membawaku kemana?" tanya Bin An
kemudian. "Aku ingin mengajakmu pergi kesuatu tempat, untuk
mengajari engkau ilmu silat, agar kelak. engkau bisa jadi
seorang pendekar yang memiliki kepandaian sangat tinggi "
"Siapakah paman ?" tanya Bin An lagi.
"Engkau masih terlalu kecil, walaupun aku memberitahukan
engkau tidak akan mengetahuinya " menyahuti orang tua itu,
"Kalau engkau kelak telah berusia belasan tahun, disaat itu
barulah aku akan menjelaskan siapa adanya aku ini.."
"Tetapi paman-.." Bin An tampak ragu-ragu.
"Kenapa ?"
"Aku... aku dibawa oleh paman dengan cara merampas,
akupun belum meminta ijin kepada para paman pendeta Siuw
Lim Sie yang banyak budinya padaku."
"Hemm, engkau tidak perlu bergaul dengan manusia2
seperti itu, mereka hanya terlalu mementingkan diri. Mereka
ingin mencari ketenangan diri mereka. Lihatlah, para pendeta
Siauw Lim Sie hanya hidup didalam kuilnya tanpa mau
memperdulikan perkembangannya apa yang telah terjadi
dalam rimba persilatan, mereka berpatokan, asal mereka tidak
diganggu dan tidak menerima kesulitan, mereka tidak ingin
mencampuri urusan diluar kuil. Bukankah itu merupakan suatu
kepentingan diri sendiri yang terlalu besar dan mengada-ada
saja" Hemm, sebagai seorang pendekar, justru kita harus
segera turun tangan bila menyakslkan urusan yang tidak adil
Hai, hai, justru engkau masih terlalu kecil, sehingga aku tidak
bisa menjelaskannya dengan panjang lebar, karena engkau
tidak mungkin mengerti "
Dan setelah berkata begitu, orang tua tersebut menghela
napas berulang kali, wajahnya tampak agak murung.
Sedangkan Bin An telah berkata lagi: "Paman, tetapi aku
berhutang budi kepada para paman pendeta, kalau memang
paman bermaksud mengajakku, itupun harus meminta ijin
dulu dari paman pendeta, tidak bisa kita pergi demikian saja "
Kemudian Bin An memperlihatkan wajah yang bersungguh2.
"Dan paman, akupun belum tentu bersedia ikut
bersamamu, bukankah engkau belum menanyakan kepadaku
setuju atau tidak untuk ikut bersamamu ?"
Mendengar perkataan Bin An, orang tua itu jadi tertawa
cukup keras, tampaknya dia geli.
"Anak. engkau baik sekali," katanya kemudian, "sayangnya
engkau telah ikut bersama para pendeta itu Hemmm, jika
memang engkau hidup terus di-tengah2 lingkungan pendeta2
itu, tentu kelak engkau hanya bisa mengenal sedikit sekali
bagaimana keadaan didunia yang sebenarnya, karena engkau
akan terpengaruh oleh mereka "
"Mengapa begitu paman ?" tanya Bin An-
"Karena engkau akan dicekoki oleh berbagai petuah,jika
ditempiling pipimu yang kanan, berikan pipi yang kiri untuk
dihantam lagi. Tetapi engkau pernah melihat tidak, jika
seorang pendeta yang ditempiling pipi kanannya, dia tidak
marah malah memberikan pula pipi kirinya untuk ditampar "
Dan juga engkau masih belum mengerti nak, seorang pendeta
yang tidak diberikan derma jika dia memintanya, tentu akan
menggumam tidak enak dan mengutuk2 orang yang tidak
mau memberikan derma padanya. Itu bukan sifat yang baik.
Tetapi aku yakin, engkau tentunya tidak menerima didikan
yang buruk dari Siauw Lim Sie, hanya saja, kurang begitu luas
untuk pandangan hidupmu kelak.. Itulah sebabnya aku tertarik
ingin mengambilmu untuk menjadi murid ku "
"Menjadi muridmu, si orang tua ?" tanya Bin An-
"Tetapi..."
"Kenapa" Kau tidak mau ?"
"Bukan tidak mau, tetapi murid apa yang engkau
maksudkan, paman untuk mempelajari apa ?" tanya Bin An
lagi. "Tentu saja banyak. mempelajari ilmu silat, ilmu surat dan
mempelajari mengenai watak manusia2 yang hidup didalam
dunia ini "
"Paman ?"
"Ya?"
"Dapatkah paman mengantarkan aku menemui para paman
pendeta itu dulu ?"
"Untuk apa ?"
"Aku ingin memberitahukan dulu maksud paman kepada
mereka " Mendengar perkataan Bin An yang terakhir, orang tua
bertopi lebar itu tertawa bergelak-gelak dengan suara yang
nyaring, kemudian dia berkata : "Yang jelas mereka tentu
tidak akan mengijinkan kau ikut bersamaku."
Bin An tampak bingung, Dia masih kecil, tetapi dia tidak
mau melancangi para pendeta Siauw Lim Sie yang selama ini
memperlakukan dirinya dengan baik.
Walaupun dia masih kecil, tokh pikirannya telah panjang,
sehingga membuat orang tua itu kian menyukainya.
Waktu itu, orang tua tersebut telah berkata lagi: "Kau tadi
melihat bukan, pendeta Siauw Lim Sie itu bertempur dengan
orang yang meniup seruling ?"
Bin An mengangguk.
"Nah, semua itu untuk apa " Untuk mempertahankan
dirimu, engkau diminta oleh orang yang meniup seruling itu,
tetapi pendeta siauw Lim Sie tidak mau menyerahkannya,
sehingga mereka jadi ribut dan bertengkar, lalu bertempur "
Bin An mengangguk, dia belum mengerti urusan, tetapi apa
yang dikatakan oleh orang tua ini dia mengerti sedikit.
"Siapakah orang yang meniup seruling itu, paman " Apakah
kawanmu ?"
orang tua itu telah menggelengkan kepala nya perlahan
sambil tersenyum.
Untuk sejenak dia tidak menyahuti, hanya memandang
kesekelilingnya, mereka tengah berada dimuka sebuah hutan,
disekitar tempat itu tidak terlihat sebuah rumah pendudukpun
Kemudian sambil tersenyum, orang tua itu baru
menyahutinya: "Baiklah nak. anak yang manis, apakah engkau
bersedia ikut bersamaku?"
"Sekarang aku telah dibawa oleh paman sampai ditempat
ini, jika aku tidak bersedia ikut bersama paman, bagaimana
aku bisa pulang kembali kekuil?" tanya Bin An memperlihatkan
wajah yang bingung. orang tua itu tersenyum.
"Apa engkau benar2 masih ingin kembali kekuil Siauw Lim
Sie?" tanyanya, "Apakah engkau tidak tertarik untuk menjadi
seorang pendekar yang gagah perkasa?"
Bin An menghela napas, kemudian dia menyahuti: "Aku
bingung paman, aku sangat bingung sekali "
"Mengapa harus bingung2?" tanya orang tua itu. "Engkau
ikut bersamaku, dan semua urusan menjadi beres, tidak
mungkin selanjutnya ada orang yang bisa menghina dirimu,
dan aku akan mengajar engkau ilmu silat kelas tinggi,
sehingga kelak engkau bisa menjadi seorang pendekar yang
gagah perkasa, dengan mempergunakan kepandaian yang
engkau miliki itu, engkau bisa membantu dan menolong
orang2 yang lemah dari kesulitan mereka Bagaimana, apakah
engkau tersedia untuk ikut bersamaku ?" Bin An tampak
bimbang. "Engkau akan menjadi seorang pendekar, anak yang manis
" Bin An akhirnya mengangguk.
"Baiklah paman " sahutnya.
O6rang tua itu tersenyum girang, dia sampai menepuknepuk
tangannya beberapa kali. Kemudian cepat sekali dia
telah menyambar pinggang Bin An, yang dibawa lari lagi
dengan cepat sekali.
Gerakannya beg itu gesit, dalam waktu sekejap mata saja
telah puluhan lie yang mereka lewati.
Dan Bin An dalam gendongan orang tua itu hanya
memejamkan matanya saja, karena dia tidak kuat untuk
menerima sampokan angin yang keras pada mukanya, dia
merasakan dirinya seperti terapung melayang- Ia yang
ditengah udara.
ORANG TUA yang memakai topi bertepi lebar itu adalah
seorang tokoh sakti didalam rimba persilatan- Dia merupakan
tokoh sakti yang ditakuti golongan hitam, Namun beberapa
tahun terakhir ini orang tua tersebut tidak pernah muncul
didalam rimba persilatan-
Dia bernama Sam Tiang In, dan bergelar Kung Kung Sian
(Engkongnya Dewa), Hal itu disebabkan kepandaiannya yang
memang sangat tinggi sekali dan luar biasa. Baik ilmu
pedangnya, ilmu pukulan tangan kosong maupun sinkangnya,
telah mencapai puncak kemahiran.
Maka dari itu, selama Kung Kung Sian Sam Tiang In
mengembara didalam rimba persilatan jarang sekali dia
memperoleh tandingan.
Sejauh itu, walaupun usianya telah mencapai enam puluh
tahun lebih sedikit, tokh dia masih tidak mau mengambil
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
murid. Diapun tidak pernah menikah, sehingga tidak memiliki
anak. Semula memang Kung Kung Sian Sam Tiang In
bermaksud untuk hidup menyendiri sampai diakhir hayatnya
dan membawa kepandaiannya sampai keliang kubur. Hal itu
disebabkan selama itu dia tidak pernah bertemu dengan
seorang anak yang cocok dengan seleranya.
Namun waktu dia tengah berjalan dimuka kuil siauw Lim
Sie, dia mendengar suara ribut-ribut, dia jadi tertarik, dan
sempat menyaksikan pertandingan yang aneh dari Bo Tie
Siansu melawan Loa Sim Hoan- Tetapi waktu dia melihat Bin
An, dia jadi tertarik dan segera merebutnya.
Kini anak itu telah berada didekat dirinya, malah anak kecil
yang mungil lucu itu bersedia untuk menjadi muridnya,
membuat hati jago tua yang sakti itu jadi girang sekali, Diapun
memiliki kepandaian yang tinggi maka dia percaya Bin An
tentu bisa mewarisi seluruh kepandaiannya itu, sebab dia
melihat bahwa anak itu selalu memiliki bakat yang baik, juga
tulang tubuhnya sangat baik.
Itupun merupakan suatu keberuntungan untuk Bin An,
karena dia telah diangkat menjadi murid tunggal dari jago
sakti tersebut padahal jika ada orang yang bersedia menjadi
murid dari Kung Kung sian Sam Tiang In, walaupun orang
tersebut bersembah sujud meng-angguk2-kan kepalanya
seribu kali memohon diterima menjadi muridnya, kakek sakti
itu pasti akan menolaknya.
ooo BU BIN AN diajak oleh orang tua sakti itu berlari terus
sampai menjelang fajar lagi. Berarti mereka telah melakukan
perjalanan satu malam penuh dan Bu Bin An yang sering
tertidur dalam kempitan kakek luar biasa itu, tidak mengetahui
telah beberapa jauh mereka melakukan perjalanan dan
beberapa jauh perjalanan yang telah berhasil ditempuh kakek
sakti tersebut.
Hanya ketika dia membuka matanya, justru dia melihat
sekelilingnya hanyalah tegalan padang rumput belaka, dimana
rumput bertumbuhan subur sekali, hijau kekuning-kuningan-
"Kita berada dimana, paman ?" tanya Bin An kemudian
waktu kakek sakti itu menghentikan larinya.
Sam Tiang In tersenyum, dia berkata dengan suara yang
sabar: "Apakah engkau masih memanggilku dengan sebutan
paman?" Bin An tidak mengerti dia ditanya begitu, maka dia balik
bertanya: "Lalu aku harus memanggil dengan sahutan apa
pada paman?"
"Bukankah engkau telah menjadi muridku ?" tanya orang
tua she Sam itu. "seharusnya engkau memanggilku dengan
sebutan Suhu (guru)"
Bin An mengangguk.
"Baiklah Suhu, kita berada dimana, suhu ?" tanya Bin An
lagi. "Kita menuju ke Kang Lam, mungkin memakan waktu
perjalanan selama satu bulan" menjelaskan sang guru dengan
sabar, "sekarang kita berada dimuka kampung Pu-chiang, dan
kita nanti beristirahat disana sambil mengisi perut " Bin An
mengangguk. Begitulah guru tersebut, seorang tokoh yang sakti, telah
mengajak muridnya melakukan perjalanan- Setiap hari Bin An
dikempitnya dan sang guru sama sekali tidak mempergunakan
kuda sebagai kendaraannya, dia hanya mempergunakan
ginkangnya, dimana dia bisa berlari dengan cepat sekali,
sehingga dalam setengah bulan, dia telah bisa mencapai kota
Mong-ciu, mereka beristirahat dua hari dikota tersebut.
Sepanjang perjalanan, Bin An diperlakukan dengan baik,
Tetapi selama itu Sam Tiang In tidak pernah menurunkan
kepandaiannya, karena dia memang mempertimbangkan anak
sekecil ini belum pantas menerima kepandaian silat. Hanya
yang perlu adalah pendidikan dan menggembleng dasarnya
dulu. Setelah beristirahat dua hari dikota tersebut, mereka
melanjutkan perjalanan lagi.
Bin An tidak tahu dirinya ingin diajak ketempat macam apa,
dia hanya tahu bahwa dirinya akan diajak ke Kang Lam.
sebagai seorang anak yang baru berusia dua tahun lebih,
tentu saja dia tidak mengetahui bentuk dan apa itu yang
disebut daerah Kang Lam, dia hanya tahu tentunya Kang Lam
merupakan tempat menetapnya dari tokoh sakti ini.
Setelah melakukan perjalanan selama sepuluh hari lagi,
merekapun tiba diperbatasan Kang Lam.
Saat itu menjelang musim semi, sehingga keadaan
didaerah Kang Lam sangat indah sekali, dimana pohon2
tumbuh subur dan bunga2 telah bermekaran sangat indah
menawan. Bin An telah menikmati keindahan alam yang ada
disekeliling nya, karena Sam Tiang in sudah tidak berlari
Secepat Sebelumnya, sehingga angin yang menyampok muka
anak itu tidak begitu keras, dan dia bisa menikmati keindahan
alam disekelilingnya.
Malam itu Sam Tiang in mengajak Bin An beristirahat
disebuah kuil, dan keesokan pagi-nya, setelah mengisi perut,
mereka melanjutkan perjalanan lagi. Setelah berlari hampir
menjelang sore hari, mereka tiba disebuah lembah. Lembah
itu penuh dengan Bunga2 yang indah2, tetapi sunyi dan tidak
terlihat seorang manusiapun juga .
Ternyata lembah itu, yang bernama Hong-sian-kiok
(lembah Burung Hong dewata) merupakan sebuah lembah
yang jarang sekali dikunjungi orang. Dan juga , dilembah
tersebut terdapat banyak sekali tebing yang curam.
Tempat yang indah seperti lembah ini telah dipergunakan
oleh Sam Tiang In sebagai tempat tinggalnya, Dia memang
selama beberapa tahun telah hidup menyendiri dilembah yang
panoramanya sangat indah itu.
Tetapi adalah kebetulan sekali jika dia keluar dari lembah
tersebut dan melakukan perjalanan, sehingga dia tiba di Siauw
Lim Sie dan bertemu dengan Bin An, yang akhirnya telah
diambilnya sebagai muridnya.
"Inilah jodoh kami " sering kali Sam Tiang In berkata
begitu. Dan sehari sejak tibanya mereka dilembah tersebut,
dimana Sam Tiang In mengajak Bin An kesebuah goa yang
telah diaturnya dan diperlengkapi dengan segala macam
perabotan seperti meja dan kursi maupun pembaringan,
mereka telah menjalankan ucapan pengangkatan murid dan
guru. Waktu itu Bin An memang masih terlalu kecil, tetapi dia
menurut saja mengucapkan kata-kata yang diajari oleh Sam
Tiang In- Begitulah mereka berdua, Sam Tiang ln, seorang tokoh
sakti, dengan Bin An seorang anak yang berusia belum tiga
tahun telah menetap di lembah tersebut.
Bin An sendiri senang sekali berada dilembah ini, karena
selain udaranya yang sejuk dan nyaman, juga keindahan yang
terdapat di lembah tersebut sangat memikat hati.
Tahun demi tahun telah lewat, dan selama itu Sam Tiang ln
telah menurunkan kepandaiannya untuk anak tersebut. Tanpa
terasa telah lewat sepuluh tahun... selama itu, Bin An yang
telah berusia tiga belas tahun, melatih diri dengan giat.
Disamping itu, yang menggembirakan hati Sam Tiang in
adalah kecerdasan yang dimiliki oleh anak itu. Setiap jurus
cukup hanya diajarinya satu atau dua kali saja, seterusnya Bin
An sudah mengerti
Maka dari itu, tidak terlalu mengherankan jika Sam Tiang In
juga semakin bersemangat untuk mendidik anak ini. Perlahan2
dia menurunkan kepandaian simpanannya, Bahkan
Sam Tiang In telah berpikir, jika usia Bin An mencapai lima
belas tahun, disaat itu barulah dia akan menurunkan latihan
sinkang (tenaga sakti) yang luar biasa, sekarang dia baru
menurunkan kepandaian biasa saja kepada Bin An, sebab
anak sekecil itu tidak mungkin bisa menerima gemblengan
yang terlalu berat, maka dia mendidiknya dengan bertahap.
Dalam keadaan seperti itu, walaupun menerima pelajaran
yang biasa saja dari Sam Tiang ln, tokh kepandaian Bin An
sudah luar biasa, Baru jago2 rimba persilatan yang memiliki
kepandaian biasa saja, tentu tidak akan sanggup menghadapi
dia. Dalam usia tiga belas tahun seperti ini, Bin An telah
memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi. Dia
sering bermain sendiri mengelilingi lembah, naik turun tebing
dan juga sering berlari-lari kesebuah perkampungan yang
letaknya tidak berjauhan dengan lembah, untuk bermain
kelereng atau permainan kanak-kanak lainnya lagi.
Bin An juga sering dinasehati oleh gurunya seperti pada
pagi itu Sam Tiang In telah berkata: "Muridku yang baik, kau
dengarlah ingatlah olehmu baik2, jika memang engkau kelak
telah pergi merantau dan mengembara didalam rimba
persilatan, engkau harus melakukan kebaikan tanpa pandang
bulu, siapa saja yang membutuhkan pertolonganmu, engkau
harus menolongnya Tetapi engkau juga harus ingat, engkau
harus memperlakukan para penjahat juga tanpa pandang
bulu. Mereka harus dihukum, yang melakukan perbuatan jahat
terlalu berat, engkau hukum dengan hukuman yang berat
pula, tetapi yang melakukan kejahatan karena terpaksa dan
juga perbuatan jahat yang tidak begitu berarti, engkau imbali
dengan menjatuhi hukuman yang tidak begitu berat,
engkaupun harus bijaksana dalam menentukan, manusia2
mana yang harus diganjar berat dan tidak... Mengenai urusan
harta benda atau kemuliaan duniawi, tidak bisa dipergunakan
sebagai patokan terkadang banyak manusia2 yang hidup
dalam kekayaan dan harta yang berlimpah, tetapi mereka
memiliki sifat yang buruk. sering menindas pihak yang lemah
inilah yang harus engkau ingat baik2- engkau harus
mempertimbangkan setiap persoalan dengan hati dan kepala
dingin." Disamping itu, banyak sekali nasehat yang diberikan oleh
gurunya, dan Bin An selalu menerima nasehat tersebut
dengan baik, dia mengingat dan menyimpannya didalam hati.
Memang selama menjadi murid Sam Tiang In, dia telah
menjadi seorang murid yang baik, selalu patuh terhadap
perintah gurunya.
Sam Tiang In sendiri melihat bahwa muridnya memang
merupakan seorang anak yang baik dan memiliki sifat yang
luhur, senang sekali membantu pihak yang lemah.
Sering Sam Tiang In menyaksikan muridnya ini harus
berkelahi dengan anak-anak yang berusia lebih tinggi dari dia,
untuk membela anak lainnya yang dihina, tetapi tentu saja
yang menang adalah Bin An, karena walaupun usia lawannya
lebih besar dari dia, tokh dia bisa merubuhkannya dengan
mudah. Se-waktu2 Sam Tiang In juga sering memperhatikan
tingkah laku muridnya, dia sering perintahkan Bin An untuk
membeli sesuatu diperkampungan yang dekat dengan lembah.
Dia kemudian mengikutinya, dan melihat betapa muridnya itu
selalu menjalani perintahnya itu dengan baik, tidak pernah dia
menyimpang untuk bermain-main dulu ataupun juga
mengganggu anak-anak lainnya.
Tentu saja sang guru ini jadi senang, karena walaupun
bagaimana memang dia telah melihat Bin An agak lain dari
anak-anak sebayanya.
Itulah sebabnya, Bin An juga menjadi harapan gurunya
untuk mewarisi seluruh kepandaiannya, dimana Sam Tiang In
bermaksud untuk menurunkan seluruh kepandaiannya kepada
muridnya tersebut.
Bin An sendiri mengetahui bahwa gurunya memperlakukan
dia sangat baik sskali, Dia juga memperoleh kenyataan bahwa
gurunya mewarisi seluruh kepandaiannya.
Maka, dengan sendirinya Bin An selalu melatih diri dengan
giat, dia telah mempelajari setiap jurus yang dituruni oleh
gurunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Ketika Bin An berusia enam belas tahun, perkembangan
tubuhnya telah mengalami kepastian yang menakjubkan,
dimana selain sangat sehat, tubuhnya juga tinggi dan tegap.
Dan yang terutama sekali, dia telah mewarisi seluruh
kepandaian gurunya, baik ilmu meringankan tubuh, maupun
kepandaian sinkang dari sang guru itu.
Kini Bin An telah menjadi seorang pemuda yang gagah,
tetapi masih kurang pengalaman karena selama itu dia tidak
pernah keluar lembah untuk bercampur dengan orang2 rimba
persilatan, pengalamannya yang hanya sedikit itu tidak bisa
dipergunakan untuk menghadapi masyarakat.
Disaat berusia enam belas tahun seperti itu, Sam Tiang In
telah sering2 mengajaknya untuk berkelana, karena sang guru
menghendaki Bin An tidak kikuk lagi jika kelak dia
mengembara seorang diri, karena memang yang di butuhkan
oleh Bin An sekarang ini hanya satu, yaitu pengalaman-
Jika disaat mereka tengah berkelana dan bertemu dengan
peristiwa yang tidak adli, sang guru menyerahkan urusan itu
kepada Bin An untuk menyelesaikannya, untuk membela
silemah tetapi tidak bersalah itu dari tindasan sikuat namun
jahat. Bin An selalu dapat menyelesaikan urusannya dengan baik,
bahkan gurunya sangat kagum sekali, Bin An tidak pernah
bertindak berat.
Walaupun dia sering menghajar penjahat dengan tangan
besi, tetapi serangan yang dipergunakan oleh Bin An selalu
bukan serangan yang mematikan, hal itu memperlihatkan
betapa baik dan murninya hati anak muda ini, yang mulai
meningkat dewasa.
Beg itulah, pada suatu pagi Bin An telah dipanggil gurunya,
Waktu Bin An memasuki pintu kamar gurunya, dia melihat
sang guru tengah mengawasi keluar dari dinding goa itu
memandangi bunga-bunga yang banyak bertumbuhan
disekitar tempat tersebut.
"GUru.... " panggil Bin An sambil berlutut memberi hormat.
"Murid telah datang menghadap "
Sam Tiang ln memutar tubuhnya, dia tersenyum
danperintahkan muridnya untuk bangun.
Mereka guru dan murid kemudian duduk saling
berhadapan, pagi ini wajah Sam Tiang In ramah dan lembut
sekali, melebihi dari biasanya.
"Murid ku, telah tujuh belas tahun usiamu ditahun ini,
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan?" tanya Sam Tiang In-"Dan telah empat belas tahun
lebih engkau dididik olehku maka sekarang kukira telah cukup
waktunya untukmu berkelana seorang diri, aku perintahkan
kepadamu untuk mengembara didalam rimba persilatan, untuk
mulai melakukan tugas suci dan mulai mengamalkan
kepandaianmu. Engkau harus sering melakukan perbuatan
mulia menolongi orang2 yang tengah berada dalam kesulitan-
Dan satu lagi yang kuminta, agar engkau pergi mengunjungi
Siauw Lim Sie digunung Slongsan, untuk menyampaikan
hormatmu kepada para pendeta Siauw Lim Sie itu."
Bin An mendengar perkataan gurunya jadi terkejut, dia
telah bertanya dengan suara yang tidak lancar: "Suhu, apakah
perintah suhu tidak bisa ditunda untuk beberapa tahun lagi.
Aku masih... masih hendak menemani suhu dulu untuk
beberapa saat lamanya " Sang guru telah tersenyum^
"Muridku, engkau dengarlah" katanya dengan suara yang
sabar sekali, "Engkau harus menyadarinya, akupun
sesungguhnya berat untuk berpisah denganmu, Tetapi tugas
yang menantimu sudah banyak sekali, engkau kini telah
memiliki kepandaian yang tinggi, maka kepandaian itu perlu
sekali dipergunakan untuk membantu orang yang tengah
dalam kesulitan, engkau harus berkelana, untuk melihat
keadaan di rimba persilatan sekarang ini. Baru2 ini dari
seorang sahabat, aku telah mendengar keadaan di dalam
rimba persilatan sangat kacau sekali, karena justru Kaisar Eng
Lok tengah mencari cap Kerajaan yang telah lenyap... banyak
jago2 rimba persilatan yang dipakai tenaganya oleh Kaisar Eng
Lok dengan diberikan pangkat dan kekayaan-.. dan jago2 itu
telah berlaku se-wenang2 dalam tugas mereka, sehingga
banyak orang yang lemah menjadi penasaran... Dan sekarang
menjadi tugasmu untuk pergi berkelana,jika engkau menemui
kejadian yang tidak baik dan tidak adli, engkau harus turun
tangan membantu yang lemah dari tindasan sikuat..." Bin An
menundukkan kepalanya.
Telah belasan tahun mereka guru dan murid berkumpul
dan selama itu mereka berhubungan baik sekali, mesra seperti
ayah dan anak. Maka sekarang Bin An berat sekali harus meninggaikan
sang guru ini seorang diri didalam lembah.
Tetapi tugas yang diberikan oleh gurunya itupun
merupakan tugas yang besar artinya, Di samping dia akan
memperoleh pengalaman, juga dia bisa melakukan kebaikan
terhadap orang2 yang tengah dalam kesulitan-.. maka dari itu,
sulit buat Bin An menolak perintah gurunya.
Tetapi akhirnya Bin An meminta kepada gurunya untuk
menemani gurunya sebulan lagi, namun sang guru tetap
menolaknya. Sam Tiang In tetap memerintahkan Bin An besok pagi
harus berangkat meninggalkan lembah dan mulai
mengembara untuk melakukan perbuatan mulia, Malah sang
guru itu telah berkata: "Besok jika engkau ingin berangkat,
engkau tidak perlu pamitan pula kepadaku, tidak perlu engkau
menemui aku, karena pamitan seperti itu hanya menambah
berat hati untuk berpisah..."
Dengan wajah yang murung dan hati berduka, Bin An telah
kembali kekamarnya, Dia membereskan barang-barangnya
dan malam ini tidur dengan gelisah, karena besok merupakan
waktunya dimana dia akan berpisah dengan gurunya. Dan
gurunya itu telah dianggap sebagai ayahnya, Bukankah dia
tidak memiliki orang tua atau sanak famili "
Tetapi perintah gurunya itu tidak bisa dibantahnya dan
memang besok dia harus berangkat meninggalkan lembah ini,
lembah yang telah membesarkan dirinya.
Begitu mata hari fajar mulai memperlihatkan diri, Bin An
telah berangkat meninggalkan lembah tersebut. Dia mematuhi
perintah gurunya untuk tidak berpamitan lagi, karena Bin An
sendiri menyadari jika dia menemui gurunya lagi, tentu
mereka akan bersedih hati oleh perpisahan ini.
Dengan mempergunakan seperangkat pakaian yang serba
putih, dan menunggang seekor kuda, Bin An telah
meninggalkan tempat tersebut. Dia hanya membawa dua
perangkat pakaian, yang semuanya serba putih.
Dan juga dia telah membawa sedikit uang yang dibekali
oleh gurunya, kudanya telah lari tanpa tujuan, karena Bin An
tidak mengetahui ia harus menuju kearah mana, memulai
pengembaraannya ini. Maka dia hanya membiarkan kuda nya
itu berlari sekehendak hatinya saja
-oo0dw0oo- Jilid 7 DISEBUAH lorong kecil yang terletak di tengah-tengah
perkampungan chiang-wie, tampak berjalan seorang lelaki
berusia tiga puluh tahun lebih, berpakaian mewah dan
bertubuh gemuk sekali, Dia melangkah satu-satu, seperti juga
langkah kakinya itu berat.
Dibelakang orang itu mengikuti dua orang lelaki yang
memiliki wajah agak seram dengan jenggot dan berewok yang
Iebat, memakai pakaian singsat seperti seorang busu, mereka
juga memiliki tubuh yang tegap. Sikap mereka garang sekali,
dia berjalan dengan sikap angkuh dibelakang lelaki berpakaian
mewah itu. Waktu tiba dimuka sebuah rumah yang buruk dan tidak
terawat dengan baik, lelaki gemuk tersebut telah berhenti
sejenak. Dia melirik kepada kedua lelaki berpakaian busu itu,
yang merupakan dua orang kaki tangannya.
Kedua orang tukang pukul dari lelaki gemuk tersebut
nyengir, mereka menggumam dengan suara tidak jelas, tetapi
salah seorang diantara mereka telah berkata : "Kita telah
sampai... sekarang tentu sinona manis itu harus menuruti
keinginan Toaya (Tuan besar)...."
Lelaki gemuk itu telah tertawa menyeringai "Jika dia masih
bertingkah, biar kita mengambil jalan kekerasan, Kita paksa
saja.." katanya dengan suara yang serak.
Kemudian dengan tangan kanannya dia telah memberikan
isyarat kepada salah seorang lelaki berpakaian busu itu, agar
mengetuk pintu.
Tidak lama kemudian, pintu rumah dibuka, dari dalam
keluar per-lahan2 dan ketakutan seorang wanita tua berusia
empat puluh tahun, Tubuhnya kurus seperti kurang makan,
lemah dan wajahnya pucat.
"ohhh... Sie Loya... silahkan masuk silahkan masuk..."
katanya gugup dan ketakutan waktu melihat lelaki gemuk
berpakaian mewah itu.
Tetapi lelaki gemuk mewah itu telah menggelengkan
kepalanya, dia berkata: "Biarlah aku disini saja... aku hanya
ingin menanyakan keputusanmu mengenai tawaranku.."
"Tetapi Loya..." wanita tua itu tampak menjadi gugup dan
ketakutan sekali, malah tiba-tiba dia telah menangis, dan tidak
bisa meneruskan perkataaanya.
Lelaki gemuk itu mengerutkan alisnya, dia berkata dengan
suara yang tidak sedap: "Engkau cepat katakan, menerima
tawaranku atau tidak ?"
"Kami... kami orang susah, Loya... Tetapi kami akan
berusaha melunasi uang sewa rumah ini kepada Loya... tetapi
untuk sementara waktu ini, berikanlah kesempatan kepada
kami untuk mengumpulkan uang, karena bukankah baru tiga
bulan suamiku meninggal dunia. Kasihanilah kami, Loya...
kami ini manusia yang tidak berdaya, jika memang Loya
meluluskan permintaan kami, tentu kami tidak akan
melupakan budi Loya "
Tetapi muka lelaki gemuk itu telah berobah menjadi tidak
senang, dia berkata dengan suara yang tawar: "Bukankah aku
telah mengatakan beberapa hari yang lalu, bahwa kalian tidak
perlu memikirkan soal uang sewa rumah, bahkan rumah itu
akan kuberikan kepadamu, asal engkau setuju dengan usulku,
yaitu putrimu, ciu Ling diserahkan kepadaku, untuk menjadi
gundikku yang kesembilan belas..."
Muka wanita tua itu jadi pucat pias, dia ketakutan dan
kebingungan. sedangkan dari sebelah dalam rumah terdengar
suara seorang wanita yang bertanya: "Ada siapa, mama ?"
Dan disusul dengan keluarnya seorang gadis, yang
berpakaian sangat sederhana sekali, Tetapi wajahnya yang
cantik tidak pudar oleh kesederhanaan pakaiannya itu yang
terlihat bertambalan dibeberapa bagian. Dia juga tampaknya
terkejut sekali waktu melihat lelaki gemuk itu, sampai dia
mengeluarkan suara seruan tertahan yang perlahan.
Mata lelaki gemuk itu, Sie Loya, telah bersinar terang,
wajahnya yang tadi bengis telah berobah menjadi manis.
"ciu Ling... engkau ada dirumah..." Bagaimana ciu Ling,
engkau tentu senang menerima tawaranku, bukan" Apakah
aku kurang Cukup baik hati ingin menghadiahkan rumah itu
kepada ibumu" Akupun akan memberikan hadiah lima ratus
tail emas kepada ibumu, sehingga untuk selanjutnya kalian
tidak sulit lagi... engkau sendiri, jika bersedia menjadi
gundikku, tentu akan digelimangi harta kekayaan..."
Muka gadis itu jadi berobah pucat, dia gugup dan
ketakutan, sampai tubuhnya gemetaran-
"Sie Loya... maafkan kami... maafkaniah kami tidak bisa
menerima tawaran Loya." kata gadis itu kemudian dengan
suara terbata-bata.
"Apa..?" tiba2 wajah Sie Loya berobah jadi bengis lagi.
"Engkau benar2 gadis yang tidak tahu diri, tidak kasihankah
engkau melihat orang tuamu yaag hidup dalam kemelaratan
seperti itu " Bukankah jika engkau bersedia menjadi gundikku,
maka kesulitan keluargamu, terutama ibumu yang sudah tua
itu akan berakhir...?" Tetapi gadis itu telah menggelengkan
kepalanya sambil menangis.
"Namun Sie Loya... aku... aku tidak bisa menerima tawaran
Sie Loya...terima kasih atas kebaikan hati Sie Loya...terima
kasih..." "Gadis tidak tahu diri..." bentak lelaki gemuk itu, "Baiklah,
jika kalian ibu dan anak menolak kebaikan hatiku, sekarang
juga kalian harus membayar sewa rumah yang telah empat
bulan ditunggak oleh kalian-.. cepat kalian bayar."
Muka gadis itu jadi tambah pucat, tangisnya juga semakin
keras, dia tidak bisa mengatakan apa- apa.
Sang ibu yang melihat ini, sambil menangis juga dan
berlutut, telah berkata: "Sie Loya, kasihanilah kami, berilah
kami waktu dan kesempatan seminggu lagi, diwaktu itu tentu
kami bisa melunasi hutang kami atas tunggakan sewa rumah
ini " Tetapi lelaki gemuk yang dipanggil dengan sebutan Sie
Loya (Tuan besar Sie), telah mengeluarkan suara tertawa
menghina, diapun telah berkata: "Aku telah bosan dengan
janji2 yang kalian berikan. Telah beberapa kali kalian meleset
menepati janji kalian sekarang sudah habis sabarku, kalian
boleh pilih, membayar sewa rumah itu atau juga kalian akan
kuusir " "Sie Loya,..." suara perempuan tua itu serak diantara isak
tangisnya. "Tidak perlu kalian mengemis-ngemis rasa kasihan dariku,
karena aku tidak akan mengasihani manusia2 seperti kalian
cepat kalian bayar tunggakan uang sewa rumah.... atau
memang perlu aku perintahkan orang-orangku itu untuk
melemparkan kalian?"
Sedangkan kedua tukang pukulnya Sie Loya itu telah
menghentakkan kaki mereka ketanah, membawa sikap yang
sangat menghina, mereka menyeringai seperti juga bersiapsiap
akan melaksanakan perintah majikannya.
"Lebih baik kalian menerima kebaikan hati Sie Toaya kami,
bukankah jika gadismu itu menjadi gundik Sie Toaya, kalian
ibu dan anak dapat hidup dengan nyaman, dan memperoleh
uang yang cukup?" kata salah seorang diantara mereka
mencoba membujuk.
ibu dan anak itu menjadi bingung, tetapi justru sigadis
telah menggelengkan kepalanya.
"Maafkanlah Sie Loya. . walaupun bagai mana, tidak bisa
aku menerima kebaikan Sie Loya yang satu itu. . . " katanya
dengan terisak-isak diantara tangisnya. Mata Sie Loya itu jadi
mendelik lebar2, tampaknya dia jadi marah bukan main-
Namun belum lagi Sie Loya tersebut membuka suara, salah
seorang busu dari kedua pengawalnya itu berkata dengan
suara yang bengis mengandung kemarahan- "Kalian ibu dan
anak telah menimbulkan banyak kesulitan buat Sie Loya
kami... kalau memang kalian terlalu berbelit-belit, biarlah kami
yang akan bertindak karena Sie Loya kami telah habis
sabar..." Sambil berkata begitu, busu tersebut memperlihatkan sikap
garang mengandung ancaman.
ciu Ling dan ibunya jadi ketakutan, mereka ibu dan anak
saling bertangisan tanpa mengetahui apa yang harus
dilakukannya. Busu tersebut terus melangkah menghampiri mereka,
tetapi Sie Loya telah menahannya sambil katanya: Jangan,
biarkan mereka mengambil keputusan dulu " Kemudian Sie
Loya mengawasi ciu Ling dengan sorot mata yang tajam.
"Apakah engkau tidak bersedia menolong ibumu dari
kesulitan " Bukankah dengan menjadi gundikku, kalian ibu dan
anak akan dapat hidup bahagia dan memiliki harta yang
banyak " Mengapa engkau tampaknya begitu kejam tidak
bersedia menolong ibumu yang dalam kesulitan?"
Mendengar perkataan Sie Loya, ciu Ling menghela napas
panjang, katanya kemudian diantara isak tangisnya : "Sie
Loya, kami orang susah, kami miskin dan melarat, janganlah
Sie Loya terlalu memaksa kami. Soal uang tunggakan sewa
rumah tentu akan kami selesaikan dan lunaskan, jika kami
telah memiliki uang.
Kalau memang sekarang kami diusir dan kami tidak
memiliki tempat bernaung lagi, dimana kami harus tinggal "
Apakah Sie Loya tidak merasa kasihan kepada kami ibu dan
anak. yang sudah tidak memiliki suami atau ayah lagi ?"
Sie Loya tertawa, ia membawa sikap yang agak manis.
tidak bengis seperti tadi, katanya: "Jika memang kalian
menyadari tempat ini kalian tidak akan memiliki tempat
bernaung, lebih baik kalian menuruti saja keinginanku .. .
bukankah engkau bersama ibumu tidak akan sulit, dan kalian
bahkan akan hidup senang" Akupun tidak terlalu buruk,
bukan" Dan juga telah belasan wanita ternyata sudi menjadi
gundikku, mengapa justru engkau menolaknya ciu Ling yang
manis?" Bulu tengkuk ciu Ling jadi berdiri mendengar bujuk rayu Sie
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Loya, Sebagai seorang gadis yang murni dan tidak pernah
menghadapi percobaan sedemikian, ia jadi tidak mengetahui
apa yang harus dilakukannya, Sebagai seorang gadis yang
melihat ibunya diancam begitu oleh Sie Loya, ia sesungguhnya
bermaksud untuk menolonginya, namun ia tidak memiliki
kekuatan untuk menolonginya.
Sebagai seorang wanita, ciu Ling tidak memiliki daya.
Tetapi untuk menjadi gundik Sie Loya iapun tidak sudi, karena
ia tidak mau dipsrsunting oleh seorang lelaki seperti Sie Loya
yang mata keranjang.
Waktu itu ibu ciu Ling berkata dengan suara yang disertai
isak tangis: "sie Loya, kalau memang Sle Loya menaruh rasa
kasihan kepada kami, berilah kami kesempatan beberapa hari
lagi, nanti kami akan pergi meminjam kepada tetanggatetangga,
mungkin mereka bersedia meminjami kami uang,
untuk membayar sewa rumah yang telah kami tunggak itu..."
Mendengar perkataan ibu ciu Ling, Sle Loya tertawa tawar.
"Tetangga kalian juga merupakan penduduk yang miskin
dan melarat, bagaimana mereka bisa membantu kalian
dengan meminjami uang mereka ?" katanya.
ibu ciu Ling menoleh kepada putrinya, ia seperti
kebingungan dan tidak mengetahui apa yang harus
dilakukannya dan seperti juga meminta pendapat puterinya
itu. ciu Ling telah memutar otak mencari jalan guna dapat
memecahkan persoalan mereka. Namun sejauh itu, ia tetap
tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya selain
menangis. Sie Loya rupanya habis sabar, ia berkata dengan suara
yang dingin : "Apakah kalian tetap dengan pendirian kalian
yang ingin hidup melarat dan sengsara ?"
ibu ciu Ling menggelengkan kepalanya beberapa kali,
katanya : "Bukan begitu maksud kami, bukan begitu maksud
kami..." "Lalu mengapa kalian menolak tawaranku?" tanya Sie Loya,
"Justru putriku ini keberatan untuk menjadi gundik Sie
Loya" menyahuti ibu ciu Ling.
"Apakah kalian menganggap menjadi gundikku itu
merupakan kedudukan rendah?" tanya Sie Loya mulai marah.
"Sama sekali tidak.... kami mana berani memiliki pikiran
seperti itu?" kata ibu ciu Ling yang menangis terisak lagi.
Benar2 Sie Loya habis sabar, ia memberikan isyarat kepada
kedua busu yang menjadi pengawalnya.
Kedua busu itu maju mendekati ibu ciu Ling dan si gadis
dengan sikap mengancam, ibu dan anak itu jadi ketakutan-
"Kalian detik ini juga harus meninggalkan rumah ini, sie
Loya mengusir kalian dan tidak menghendaki rumahnya
ditinggali oleh kalian..."
Muka ibu ciu Ling dan gadisnya jadi berobah pucat, mereka
memandang dengan hati melas meminta kasih an kepada Sie
Loya. Namun orang kaya tersebut telah membuang
pandangannya kearah lain-
Samira, salah seorang busu telah berkata lagi: "Jika
memang kalian tidak mau angkat kaki sendiri, biarlah kami
yang akan melemparkan kalian-"
ibu ciu Ling cepat-cepat menekuk lututnya dihadapan Sle
Loya, katanya: "Kasihanilah kami... janganlah kami diusir..."
Sie Loya tersenyum. "Hemm, kalian yang mencari susah
sendiri...." katanya.
"Mengapa Sie Loya begitu tega untuk mengusir kami,
bukankah kami berjanji dalam waktu yang dekat akan
melunasi tunggakan kami"
"Aku sudah tidak mau melihat kalian, rumah ini akan
kujual, ayo angkat kaki...."
"Lalu dimana kami akan tinggal ?" tanya ibu ciu Ling sambil
menangis. "Itu urusan kalian, aku tidak mau tahu." seru Sie Loya.
"Loya...."
Tetapi belum lagi ibu ciu Ling selesai berkata, tampak Sie
Loya menggerakkan tangan kanannya, memerintahkan kedua
busunya untuk menyeret ibu dan anak itu.
Dengan kasar kedua busu tersebut melakukan perintah
yang diberikan majlkan mereka. Keduanya dengan sikap yang
keras dan bengis menyeret ibu dan anak tersebut keluar dari
pekarangan rumah.
"Sie Loya.... walaupun kami diusir, tetapi kami perlu
membereskan dulu barang2 kami..." sesambatan ibu ciu Ling.
"Barang2 kalian yang tidak ada harganya itu kusita sebagai
ganti pembayaran tunggakan selama empat bulan kalian tidak
membayar sewa rumah ini.."
HATI ibu dan anak itu jadi mencelos kaget, mereka juga
bersedih bukan main, Disamping itu ibu ciu Ling hampir jatuh
pingsan, karena ia berduka sekali.
ciu Ling yang melihat ibunya ter-huyung2 seperti itu, jadi
menubruk dan memeluknya. Tetapi ia juga tidak bisa berbuat
apa2 selain menangis.
Sie Loya tidak mau memandang kearah mereka dan
perintahkan kedua busu untuk pergi kedalam rumah, guna
membersihkan rumah tersebut.
"ciu Ling, mulai detik ini kita sudah tidak memiliki rumah
dan tidak mempunyai tempat bernaung lagi... kasihan engkau
nak, engkau masih demikian muda, tetapi engkau harus
mengalami derita hidup yang demikian berat. Kalau saja
ayahmu masih hidup, tentu kita tidak akan diperhina demikian
rupa..." Ciu Ling mengangguk mengiyakan saja dalam tangisnya,
Mereka ibu dan anak memang tidak tahu lagi apa yang harus
mereka lakukan,
Tetapi waktu itu, didekat rumah tersebut berlalu seorang
pemuda, Pemuda ini berusia belum dua puluh tahun, memiliki
potongan tubuh yang baik dan tegap. disamping wajahnya
juga yang tampan, dengan pakaiannya yang terbuat dari
bahan yang kasar, namun tidak mengurangi kegagahannya.
Dipunggungnya tampak tergemblok sebatang pedang
panjang. Waktu pemuda itu melihat ibu dan anak gadis yang tengah
ber-tangis2an seperti itu, ia merandek berhenti melangkah.
Setelah mengawasi ibu dan anak. kemudian menoleh
kepada Sie Loya dan kedua busu itu, pemuda ini menghampiri
ibu ciu Ling, tanyanya dengan suara yang sabar: "Pohpoh
(nenek), aku heran melihat kalian bertangis-tangisan seperti
itu... apakah pohpoh menghadapi kesulitan yang sukar
dipecahkan" Atau bolehkah aku mengetahui kesulitan kalian,
kalau-2 aku bisa membantu..."
Ibu ciu Ling yang sedang berada dalam keadaan putus asa,
waktu melihat pemuda ini, timbul sinar terang pada wajahnya,
dengan air mata yang tetap meleleh, ia berkata: "Kami
merupakan ibu dan anak yang memiliki keberuntungan buruk
sekali... kami tidak memiliki uang untuk membayar sewa
rumah, sehingga selama empat bulan lamanya kami
menunggak, Tetapi kami bersedia untuk membayarnya begitu
kami memiliki uang, karena kami baru saja kematian ayah dari
anakku ini... tetapi Sie Loya, pemilik rumah ini sama sekali
tidak mau bersabar, ia mengusir kami... karena kami tidak
memenuhi permintaannya, untuk mengambil ciu Ling, putriku
ini, guna dijadikan gundiknya..." Mata pemuda itu berkilat.
"ohh, orang kaya yang jahat.. . " kata pemuda tersebut
"Jika ia mengusir kalian tanpa memiliki maksud tertentu, ia
memang masih pantas melakukannya, dengan alasan kalian
tidak membayar sewa rumah. Tetapi mengusir dengan
mengandung maksud yang tidak terCapai, lalu mengambil
tindakan kekerasan seperti ini, ia merupakan seorang
hartawan yang jahat sekali"
Setelah berkata begitu, pemuda tersebut memutar
tubuhnya, ia menatap kepada Sie Loya dengan sinar mata
yang tajam: "Apakah engkau yang telah mengusir nyonya dan
anaknya itu ?"
Sie Loya balas menatap kepada pemuda itu dengan sikap
yang berang, ia berkata dengan suara yang tawar. "Tidak
perlu engkau mencampuri urusan kami..."
"Hmmm, walaupun bagaimana urusan yang tidak adil harus
dicampuri olehku..." kata pemuda tersebut.
Mata Sie Loya jadi berkilat, lalu katanya dengan suara yang
dingin: "Apakah engkau tahu tengah berhadapan dengan
siapa?" "Aku tidak mau tahu tengah berhadapan dengan siapa,
tetapi yang pasti aku tidak senang melihat seorang yang
lemah seperti nyonya itu bersama putrinya, diusir dengan Cara
tanpa perikemanusiaan "
"Lalu apa yang kau hendaki?" tanya Sie Loya sambil
mengawasi tajam.
"Aku hanya ingin meminta agar kau merobah keputusanmu
dan memberikan kesempatan pada mereka guna melunasi
tunggakan uang sewa rumah mereka..."
Muka Sie Loya tidak enak dipandang, ia melirik kepada
kedua busunya. Sedangkan kedua busu yang bertubuh tinggi besar itu
memang telah berdiri dengan sikap yang garang. Begitu
melihat lirikan majikan mereka, keduanya segera mengetahui
apa yang harus mereka lakukan.
Tanpa mengatakan suatu apapun juga , mereka berdua
melangkah, mengulurkan tangan untuk mencekal lengan
pemuda itu yang hendak dilemparkannya.
Tetapi pemuda itu tetap berdiri tenang ditempatnya tanpa
bergerak sedikitpun juga , Teta pi waktu tangan kedua busu
itu hampir mengenai dirinya, ia membentak perlahan, dan
kemudian menggerakkan kedua tangannya.
Gerakan yang dilakukannya cepat sekali, tahu2 ia telah
mencekal tangan kedua busu tersebut, Sambil menghentak.
kedua tubuh busu itu dilontarkan ketengah udara, ambruk
ditanah dengan keras, dan mengeluarkan suara jerit
kesakitan. Sie Loya yang melihat hal ini memandangi dengan wajah
yang pucat dan berkuatir sekali.
Kedua busu itu bangkit cepat sekali, sambil mencabut golok
mereka masing2 "Anak muda tidak tahu diri, kau mencari mampus heh?"
dan sambil membentak begitu, serentak golok mereka
melayang membacok kepada pemuda tersebut,
Tetapi pemuda yang gagah itu rupanya tidak merasa jeri
sedikitpun juga , ia hanya menggerakkan kedua tangannya,
dengan mempergunakan jari tangannya ia menjepit golok dari
kedua busu itu.
Dan ketika kedua busu itu mau menarik senjata mereka,
mereka tidak bisa melakuannya karena golok itu seperti
terjepit oleh jepit besi yang kuat keras, tidak bergeming
sedikitpun juga .
"Kalian manusia2 jahat.." kata pemuda tersebut, Sedikit
saja ia mengerahkan tenaga dalamnya, golok2 dari kedua
busu itu terpatahkan. Bahkan tubuh kedua busu itu kembali
terlontarkan keatas tinggi sekali, hampir tiga tombak, lalu
terbanting diatas tanah keras sekali.
Disaat itu, Sie Loya berdiri tambah pucat, ia melihatnya
bahwa pemuda tersebut memang bukan pemuda yang biasa,
tampaknya ia memiliki kepandaian yang tinggi, Maka itu,
mereka harus berlaku hati2 menghadapinya, terutama sekali
kedua busu itu yang harus berusaha sekuat tenaga mereka
guna menghadapi pemuda ini.
Jika kedua busu itu gagal menghadapi pemuda tersebut,
tentu sie Loya akan menghadapi kesulitan yang tidak keciL
Kedua busu tersebut segera bangkit kembali, tetapi pada
muka mereka telah dilumuri darah merah segar yang
mengucur dari hidung, di mana waktu tubuh mereka terb
anting, hidung mereka menghantam bumi dengan kuat.
Sie Loya memberikan semangat dengan berteriak:
"Tangkap pemuda pengacau itu..."
Karena golok mereka telah patah, kedua busu tersebut
membuang buntungan goIoknya, kemudian dengan
mempergunakan kedua tangan kosong, mereka menerjang
lagi. Seperti tadi, begitu kedua busu tersebut menerjang maju,
segera sipemuda menggerakkan tangannya, tubuh mereka
kembali terbang keudara dan terbanting kuat sekali diatas
tanah, sampai mereka mengeluarkan suara teriak kesakitan,
kali ini mereka terbanting jauh lebih keras dibanding dengan
tadi. Sie Loya jadi tambah ketakutan, ia berkata dengan suara
keras: "Ayo... ayo kalian tangkap pemuda itu.."
Kedua busu tersebut bangkit lagi, tetapi mereka ragu2
karena mereka, telah menyaksikan betapa kepandaian
pemuda ini memang tinggi sekali, karena itu mereka tidak
berani menerjang sembarangan lagi.
Sebab dua orang busu yang bekerja pada Sie Loya,
sesungguhnya mereka memiliki kepandaian silat, namun
dihadapan pemuda ini, mereka seperti dua boneka yang tidak
memiliki arti apa2, malah telah dibanting berulang kali tanpa
ia berdaya sama sekali.
Setelah mengawasi pemuda itu beberapa saat,salah
seorang diantara kedua busu itu ternyata dengan suara yang
geram: "siapakah kau, pemuda lancang yang ingin
mencampuri urusan kami?"
"Aku she Bu dan bernama Bin An..." menyahuti pemuda
tersebut "Aku minta agar kalian berlaku bijaksana dengan
memberikan kelonggaran kepada nyonya itu, untuk dapat
menyelesaikan tunggakannya dan tidak perlu diusir seperti itu.
Tanpa memiliki tempat bernaung, bagaimana nyonya tersebut
dapat mencari uang untuk membayar tunggakan itu...?"
"Kami sudah tidak mengharapkan pembayaran uang yang
ditunggaknya, karena asal mereka ibu dan anak meninggalkan
rumah ini, itu sudah lebih dari cukup,.. karena rumah ini akan
dijual olehku.." Sie Loya yang sejak tadi berdiam diri telah
menyahuti. Bu Bin An tersenyum, katanya tawar: "Eng kau merupakan
seorang hartawan yang memiliki pikiran cupat, Engkau
memiliki harta yang cukup, apa artinya rumah buruk seperti ini
?" "Tetapi mereka selalu mempermainkan diriku, dengan
janji2 mereka akan melunasi hutangnya, tetapi setiap kali
ditagih, selalu mereka mengulur2 waktu, Telah cukup lama
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami memberikan kesempatan pada mereka untuk melunasi
tunggakan uang sewa rumah ini, tetapi mereka selama ini
tidak berhasil untuk memenuhi tanggung jawab mereka.."
"Kalau memang demikian, berapa besar uang tunggakan
sewa rumah ini ?" tanya Bu Bin An kemudian.
"Tiga ratus tail.." menyahuti Sie Loya.
Muka ibu ciu Lingjadi berobah pucat, ia berkata: "Tidak...
tidak setinggi itu..." katanya dengan suara tergetar.
Tetapi Bu Bin An tersenyum dengan sikap yang tetap
tenang, katanya: "Jika memang engkau ingin menjual
rumahmu yang kecil dan buruk ini, paling tidak hanya laku dua
ratus tail lebih sedikit, Bagaimana mungkin uang sewa rumah
yang hanya ditunggak beberapa bulan saja bisa bernilai begitu
tinggi?" Sie Loya memperdengarkan suara tertawa dingin, katanya
tidak senang: "Semua itu berikut dari bunga uang tunggakan
sewa rumah ini..... karena itu, uang tersebut jika
kupergunakan untuk berdagang, tentu memperoleh hasil yang
lebih besar lagi...."
Mendengar perkataan Sie Loya, muka Bu Bin An berobah
tidak senang. Dengan melihat Cara hartawan ini melakukan tindakan
yang se-wenang2 seperti itu, ia jadi semakin tidak menyukai
sie Loya ini. "Jika dilihat dari tindakan yang dilakukan olehmu, engkau
ternyata bukan seorang yang baik. Bahkan, engkau perlu
dihajar..."
Sie Loya mendelikkan matanya.
"Engkau berani menganiaya diriku" Atau memang engkau
sudah tidak takut pada hukuman Tiekwan ?" katanya sengit
mengancam. "Hemmm, urusan Tiekwan urusan belakangan sekarang
yang penting manusia seperti engkau harus dihajar dulu..."
Dan belum lagi kata2 Bu Bin An selesai diucapkan, tiba2 ia
melompat dan mengulurkan tangannya, Sie Loya hanya
melihat tubuh Bu Bin An yang berkelebat dan tahu2 ia merasa
dadanya dicengkeram dan tubuhnya jadi ringan, melayang2
diudara Sie Loya mengeluarkan suara jeritan kesakitan waktu
tubuhnya yang gemuk besar itu terbanting diatas tanah,
hampir saja ia jatuh pingsan-
Seperti seekor anjing yang dipotong, Sie Lo ya men-jerit2
mengeluarkan perintahnya kepada kedua busunya untuk
menolonginya. Kedua busu tersebut juga kaget waktu melihat tubuh
majikan mereka yang gemuk besar dan berat itu melayang
ditengah udara dan terbanting keras seperti itu. Mereka berdiri
tertegun sejenak. Tetapi setelah saling pandang, dan
mendengar suara teriakan2 Sie Loya, kedua busu tersebut
melompat cepat sekali, gerakannya begitu gesit dan ringan
sekali, kemudian ia mengeluarkan suara bentakan sambil
menerjang maju.
Tetapi seperti tadi, mereka tidak berdaya menghadapi Bu
Bin An, dengan mudah mereka dibanting berulang kali.
Bahkan sekarang ini Bu Bin An berlaku lebih keras lagi, yaitu
membanting dengan lebih kuat, Terakhir ia juga menotok
jalan darah Mie TU Hiat ditubuh kedua busu itu, sehingga
kedua busu tersebut seketika jadi seperti ditusuki oleh beribu2
mata pedang, Seketika itu juga tubuh kedua busu tersebut menggelepar2
ditanah sambil mengeluarkan suara jeritan tidak
hentinya. Sie Loya yang melihat keadaan yang dialami oleh kedua
pengawalnya, jadi memandang dengan mata terpentang
lebar2 memancarkan perasaan takut.
Bu Bin An melangkah mendekati Sie Loya katanya dengan
suara mengancam: "Dan engkau manusia jahat juga perlu
dihukum seperti kedua pengawalmu itu..."
Sie Loya tambah ketakutan, tadi ia telah membanting keras
sekali dan telah merasa kesakitan yang bukan main- sekarang
jika tubuhnya dibanting pula oleh Bu Bin An, bukankah ia akan
menderita sakit lagi..."
Karena berpikir begitu dan juga ketakutan, Sie Loya
akhirnya menekuk kedua lutut-nya, ia memberi hormat kepada
Bu Bin An sambil katanya: "Jika memang siauwhiap... mau
mengampuniku, rumah itu tidak jadi ku-jual dan akan
kuserahkan kembali kepada nyonya itu..."
Tetapi Bu Bin An tertawa dengan suara yang tawar katanya
dingin: "Jika memang engkau bukan seorang yang kejam,
tentu aku mau mempercayai janjimu itu... tetapi sayangnya
sebelumnya engkau telah memperlihatkan bahwa engkau
bukanlah seorang yang baik, maka janjimu seperti itu tidak
bisa kupercayai... lebih baik engkau kuberi tanda mata untuk
kenang-kenangan.."
Mendengar perkataan Bu Bin An, Sie Loya menyadari apa
maksud pemuda ini, ia gemetaran dan berkata dengan
perasaan takut: "jangan Siauwhiap. ..ja. . .jangan engkau
mempersakiti aku lagi... aku akan menepati janji untuk
memberikan rumah itu kepada ibu dan anak itu dan tidak akan
mengganggunya lagi... mereka juga tak perlu membayar sewa
rumah pula, karena rumah itu akan kuberikan kepada mereka
" Mendengar janji Sie Loya, Bu Bin An tersenyum, sambil
katanya: "Baiklah, jika memang demikian engkau harus
membuat sepucuk surat yang menyatakan bahwa rumah ini
lelah diberikan kepada nyonya itu...." dan setelah berkata
begitu, Bu Bin An menoleh kepada nyonya tua tersebut,
katanya, "Tolong ambilkan secarik kertas dan alat tulisnya..."
lbu ciu Ling cepat-cepat berlari kedalam, dan tidak lama
kemudian kembali dengan perabotan alat tulis.
Dengan tangan gemetar Sie Loya menulis surat penyerahan
rumah itu kepada ibu ciu Ling,
Selesai menulis, ia menyerahkan surat itu kepada nyonya
tersebut. "Ingat," kata Bu Bin An kemudian dengan sikap yang bersungguh2.
"Jika kelak engkau memungkiri janjimu dan masih
mengganggu ibu dan anak itu, juga dengan mempergunakan
akal licik mencelakai atau menganiaya ibu dan anak itu, aku
akan datang mencarimu... walaupun engkau memiliki kaki
sepuluh atau juga lari ke ujung langit, aku akan mencarimu"
Sie Loya yang telah ketakutan segera mengiyakan berulang
kali,sedangkan kedua busu yang menjadi pengawalnya, yang
tadi telah dibanting jatuh oleh Bu Bin An berdiri mati kutu
tidak berkutik.
Diwaktu itu Bu Bin An berkata kepada nyonya tua itu:
"Pohpoh... kalian ibu dan anak sekarang telah memiliki rumah
ini, maka kalian boleh tinggal terus disini dan tidak perlu
membayar uang sewa lagi. . . . setengah tahun lagi aku akan
datang berkunjung kemari, jika memang Sie Loya ini
melakukan sedikit saja gangguan kepada kalian, hemmm,
hemmm, dengan bermacam alasan apapun juga , aku akan
menghukumnya tanpa mengenal kasihan lagi..."
Ibu ciu Ling dan puterinya segera menekuk lututnya,
mereka berlutut memberi hormat kepada Bu Bin An sambil
menyatakan terima kasih mereka yang telah ditolong oleh
pemuda ini. Sedangkan Bin An cepat-cepat menyingkir ia tidak mau
menerima hormat dari ibu dan anak itu.
Waktu itu Sie Loya telah cepat-cepat memutar tubuhnya
untuk berlalu bersama kedua pengawalnya.
Bu Bin An mengawasi saja tanpa mencegahnya, Sama
sekali ia tidak bermaksud untuk menahan hartawan kaya itu
lagi. Dalam keadaan demikian, tampaknya ibu dan anak itu jadi
girang, mereka telah menyaksikan Sie Loya begitu ketakutan
pada Bu Bin An, maka mereka yakin untuk selanjutnya tentu
mereka tidak akan memperoleh kesulitan lagi dari Sie Loya.
Setelah bercakap-cakap sejenak dengan ibu ciu Ling dan
sigadis, Bu Bin An pamitan meminta diri untuk meneruskan
perjalanannya. Selama dalam perjalanan Bu Bin An menggeleng kepala
sambil tersenyum tidak hentinya teringat pengalamannya tadi,
Memang menghadapi orang seperti Sie Loya tidak sulit, tetapi
yang ia masih kuatirkan jika ia telah pergi Sie Loya melakukan
tindakan kurang baik kepaCa ibu dan anak itu.
Tetapi ia percaya, Sie Loya tentu tidak berani melakukan
sesuatu yang nekad, karena telah diancamnya bahwa dalam
setengah tahun mendatang Bu Bin An akan mengunjungi
nyonya itu lagi.
Setelah melakukan perjalanan hampir setengah hari lagi,
Bin An tiba dika mpung Kui-cung.
Kampung ini cukup ramai dan padat penduduknya, didalam
kampung ini juga terdapat cukup banyak kedai teh.
Bin An singgah disebuah kedai teh dan memesan minuman
untuknya serta beberapa macam makanan kering, ia telah
menangsel perut, dan lalu melanjutkan perjalanannya lagi.
Waktu hari menjelang malam, Bin An tiba dikaki gunung
ciu-san, sebuah gunung yang tidak begitu besar atau tinggi,
namun keadaan di kaki gunung itu sangat sepi sekali, tidak
terlihat orang yang berlalu lalang.
Disamping itu, kesunyian yang ada membuat Bin An malah
senang sekali untuk menikmati keindahan gunung tersebut,
walaupun gunung ciu-san merupakan gunung yang tidak
begitu besar, namun memiliki pemandangan yang menarik.
Pohon-pohon tumbuh lebat dan beraneka ragam, ditumbuhi
juga oleh pohon-pohon bunga yang indah permai sekali
dengan warna-warninya.
Diwaktu itu,Bu Bin An yang menyaksikan keindahan
pemandangan yang ada ditempat tersebut, jadi bernyanyi
perlahan-lahan dengan hati yang lapang. Begitu tenang
suasana disekitar tempat tersebut.
Tetapi waktu Bu Bin An bernyanyi perlahan sambil
melangkah seenaknya, tiba2 matanya melihat sesuatu, ia jadi
merandek dan berhenti melangkah, karena ada sesuatu yang
menarik dibalik rumpun pohon bunga.
Segera Bu Bin An menghampiri, dilihatnya didekat rumpun
bunga itu terdapat genangan darah yang telah membeku, dan
tetesan darah yang menuju kedalam rumpun.
Alis Bu Bin An mengkerut, ia meduga-duga, apakah
genangan darah ini adalah darah manusia atau binatang yang
luka. Segera Bu Bin An menyingkap pohon bunga itu, tetapi apa
yang dilihatnya benar-benar mengejutkannya .
Waktu itu tampak didalam rumpun tersebut menggeletak
dua sosok tubuh, seorang pria dan seorang wanita, yang
berpakaian sudah koyak disana sini, karena justru tubuh
mereka penuh oleh luka2 yang tidak kecil, bahkan pada dada
mereka telah terobekkan oleh senjata tajam.
Bu Bin An segera melihat bahwa yang pria tampaknya
masih bernapas, sedangkan wanita telah diam kaku menjadi
mayat. Cepat-cepat Bu Bin An mendekati lelaki itu, ia berjongkok
dan memeriksa keadaanya.
Lelaki itu dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri. tetapi
Bin An cepat mengeluarkan kantong airnya, meminumkan air
tersebut sedikit dimulut orang ini, kemudian membasahi
mukanya, Dan Bin An bekerja terus mengurut lelaki ini
sehingga tidak lama kemudian lelaki itu tersadar dari
pingsannya. Begitu ia tersadar, segera ia mengerang dengan suara
mengandung kepedihan dan kesakitan suara rintihannya itu
juga perlahan sekali.
Bin An segera bertanya dengan suara mengandung
kasihan: "Siapa yang telah melukai kalian, lopeh?" tanyanya,
ia bertanya begitu dan memanggil orang tersebut dengan
sebutan lopeh, yaitu paman, karena usia orang ini telah lebih
dari empat puluh tahun.
Lelaki tersebut yang terluka parah dan keadaannya sekarat,
tampaknya berusaha menahan sakitpada tubuhnya, ia
membuka pelupuk matanya memandang Bin An dengan sorot
mata yang lemah tidak bersinar.
"Kami... dicelakai oleh lima orang... mereka dari pintu
perguruan . . perguruan. . cia Tiong Pay..."
"Siapakah nama mereka...?" tanya Bin An lagi.
"Aku... aku hanya tahu mereka merupakan murid tingkat ke
tujuh... dan mereka juga memiliki kepandaian yang tinggi...
tetapi mereka jahat sekali, karena mereka mendesak kami
sampai akhirnya kami tidak memiliki daya untuk memberikan
perlawanan-.. mereka menghendaki barang kami... yaitu...
yaitu golok pusaka kami.." suara lelaki itu semakin lama jadi
semakin perlahan dan samar.
"Siapa kah nama lo-peh..?" tanya Bin An lagi sambil
mengawasi dengan tajam.
"Aku... aku she Lok dan bernama.... bernama Kie Siong.."
dan setelah berkata begitu, suara lelaki tersebut semakin
perlahan akhirnya semakin samar dan lenyap. karena
napasnya telah terhenti.
Bin An memegang tangan orang itu, memegang nadinya,
tidak mengetuk lagi, Perfahan-lahan Bin An bangkit sambil
menghela napas panjang.
"Kasihan orang ini... ia binasa denganpe nasaran rupanya...
siapakah murid2 dari cie Tiong Pay itu ?" berpikir Bin An-
Setelah berdiri sejenak lamanya mengawasi kedua sosok
tubuh yang terluka parah itu, Bin An kemudian
mempergunakan pedangnya untuk menggali tanah. ia bekerja
Cepat, sebab dengan mempergunakan sinkangnya ia bisa
menggali lobang yang cukup besar dalam waktu yang tidak
begitu lama. Dan ia telah mengangkat kedua sosok mayat itu
yang dikuburnya menjadi satu.
Selesai mengubur kedua mayat tersebut, Bin An
melanjutkan perjalanannya.
Hanya ia belum mengetahui pintu perguruan cie Tiong Pay
itu merupakan pintu perguruan mana dan terletak dimana,
dengan demikian Bin An jadi tidak sempat untuk
menanyakannya .
Tetapi Bin An berjanji didalam hatinya, bahwa ia akan
berusaha mencari pintu perguruan cie Tiong Pay tersebut,
guna mengusut perkara ini.
Diwaktu itu, Bin An berkata didalam hatinya: "Lima orang
cie Tiong Pay dari tingkat ketujuh... mereka tampaknya
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merupakan manusia-manusia kejam yang telah turun tangan
tanpa kenal kasihan kepada kedua orang lawan mereka ini...."
Dan Bin An menghela napas lagi, ia yakin akan berhasil
menyelidikinya dimana tempat berkumpulnya dari murid2
perguruan cie Tiong Pay, kalau perlu ia akan mendatangi pintu
perguruan itu langsung dimarkasnya.
Setelah melakukan perjalanan lagi sekian lama, hari
semakin gelap dan malam, Bin An beristirahat dan tidur
disebuah Cabang pohon.
Keesokan paginya ketika terbangun dari tidurnya Bin An
mencari sungai untuk mencuci muka.
Ia pun mengeluarkan makanan kering untuk menangsel
perut. Baru kemudian melanjutkan perjaanannya.
Dalam keadaan demikian udara cukup dingin dan
menyebabkan Bin An bertambah segar, apalagi melihat
pemandangan disekiar gunung tersebut tampak pohon-pohon
bunga yang tengah bermekaran beraneka ragam indah sekali.
Menjelang tengah hari, Bin An tiba dikaki gunung sebelah
timur, dikaki gunung tersebut terdapat sebuah perkampungan
yang tidak begitu besar
Bin An melihat dimuka sebuah rumah tampak duduk
seorang lelaki tua yang tengah mengasah sebatang pisau.
Segera dihampirinya. "Maap Lopeh, aku mengganggu," kata
Bin An- Lelaki tua tersebut mengangkat kepalanya mengawasi Bin
An, kemudian katanya: "Kongcu dari mana dan apakah ada
keperluan denganku siorang tua ?"
Bin An mengangguk sambil tersenyum manis.
"Benar Lopeh, aku hendak meminta sedikit air pelenyap
dahaga, sudikah Lopeh membaginya?" tanya Bin AnTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Lelaki tua tersebut mengangguk. ia segera mengambil air
minum kedalam rumahnya, waktu ia keluar, telah dibawanya
sebuah kendi yang berukuran cukup besar.
Diberikannya sebuah cawan kepada Bin An yang kemudian
telah meminumnya empat cawan ia kemudian menyatakan
terima kasihnya.
Orang tua tersebut meletakkan kendi air tersebut
disamping tempat duduknya, lalu tanyanya, "Kongcu hendak
pergi kemana ?"
Bin An duduk didekat orang tua itu, kemudian menyahuti
dengan sikap yang manis: "Sesungguhnya aku tengah
mengembara dan belum memiliki tujuan yang tetap. boleh aku
beristirahat disini Lopeh ?"
Orang tua itu mengangguk. "Silahkan," katanya.
Begitulah, Bin An bercakap cakap dengan orang tua
tersebut ia pun telah menanyakan kepada orang tua itu,
apakah ia pernah mendengar nama perguruan Cie Tiong Pay.
Orang tua itu berpikir sejenak. lalu katanya ragu2: "Aku
siorang tua she Kang seperti pernah mendengar nama pintu
perguruan tersebut... tetapi entah di mana.... aku lupa tidak
mengingatnya..."
Bin An girang, ia bertanya dengan segera:
"Apakah pintu perguruan tersebut memiliki murid yang
cukup banyak, Lopeh?"
"Setahuku memang cukup banyak murid cie Tiong Pay,
justru aku siorang tua she Kang lupa dimana letak markas
pintu perguruan tersebut. TunggU sebentar, mungkin aku
nanti mengingatnya . . . "
Dan setelah berkata begitu, orang tua she Kang tersebut
seperti berpikir keras, Namun akhirnya ia menepuk kaki
kanannya, sambil katanya, "Akhhh, mengapa aku jadi pelupa
seperti ini" Bukankah pintu perguruan Cie Tong Pay berada
dipintu kota sebelah tenggara dari kota Liu-cie ?"
"Dimana letak kota Liu-ci itu, Lopeh?" tanya Bin An
gembira. "Tidak jauh dari kampung ini, hanya terpisah beberapa
puluh lie saja " menyahuti orang tua she Kang itu, "Kongcu
harus mengambil jalan kearah barat dari pintu kampung ini,
dan setelah berjalan belasan lie, Kongcu akan bertemu dengan
sebuah persimpangan jalan yang bercagak tiga, diwaktu itu
Kongcu mengambil cagak jalan yang tengah, berjalan lurus,
nanti Kongcu akan tiba dikota itu, kukira semua penduduk
kota tersebut mengetahui dimana letak markas cie Tiong Pay "
"Terima kasih Lopeh..." kata Bin An Cepat.
"Apa Kongcu sahabat mereka..?" tanya orang tua itu sambil
mengawasi dengan sinar menyelidik.
Bin An hanya mengangguk.
"Ya, memang begitu, aku tengah mencari seseorang murid
cie Tiong Pay, dan adalah sahabatku yang telah lama tidak
bertemu..."
"Jika memang demikian, Kongcu harus membawa bekal air
minum, sepanjang jalan tidak ada orang yang menjual air dan
juga tidak terdapat rumah penduduk... biar nanti aku
persiapkan bekal air untuk Kongcu..."
Bin An berterima kasih sekali kepada orang tua yang baik
hati ini, Waktu ia pamitan, Bin An memberikan dua tail perak
padanya sebagai pernyataan terima kasihnya. Kemudian Bin
An melanjutkan perjalanannya.
Diwaktu itu, Bin An memang melihat sepanjang jalan tidak
terdapat rumah penduduk atau tempat pangkalan orang
menjual air minum.
Dengan menuruti petunjuk orang she Kang itu, akhirnya
Bin An tiba dikota Liu-cie. Kota tersebut tidak besar dan juga
tidak kecil, cukup padat penduduknya, Namun hal ini
merupakan urusan yang cukup penting, untuk mengusut
pembunuhan Lok Kie Siong, maka tanpa mencari rumah
penginapan lagi, Bin An segera menyelidiki dimanakah letak
dari pintu perguruan Cie Tiong Pay tersebut.
Ternyata pintu perguruan itu merupakan pintu perguruan
yang cukup berpengaruh dikota tersebut. Dengan mudah Bin
An memperoleh petunjuk dari penduduk kota tersebut, yang
menunjukkan padanya dimana letak gedung markas cie Tiong
Pay. Sedangkan gedung Cie Tiong Pay merupakan sebuah
bangunan yang besar dan mewah, dan diluar gedung itu
berkumpul belasan orang pemuda yang berpakaian ringkas,
tentunya mereka murid- murid cie Tiong Pay.
Melihat Bin An menghampiri mereka, murd murid cie Tiong
Pay tersebut mengawasi Bin An dengan sorot mata
mengandung kecurigaan-
Bin An cepat-cepat merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat, katanya dengan suara yang ramah :
"Apakah disini tempat cie Tiong Pay ?"
Belasan pemuda itu tidak segera menyahuti, sampai salah
seorang diantara mereka, yang mengenakan bajU kuning yang
ringkas telah mengangguk. "Benar... ada keperluan apakah
saudara menemui kami ?" tanyanya.
Bin An tersenyum, lalu katanya: "Aku hendak bertemu
dengan Ciangbunjin cit Tiong Pay, bisakah saudara
memberitahukannya kepada Ciangbun kalian ?"
"Untuk keperluan apa saudara mencari ciangbunjin kami ?"
tanya orang itu lagi dengaa mata memandang penuh
kecurigaan pada Bin AnTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Siauwte berasal dari tempat yang jauh sengaja datang
kemari hendak menuntut ilmu dan ingin sekali menjadi murid
cie Tiong Pay, karena telah lama Siauwte mendengar nama
besar cie Tiong Pay..."
Belasan pemuda itu saling pandang, kemudian yang
berpakaian kuning itu menunjukkan sikap yang menaruh
kecurigaan lebih besar pada Bin An, ia menunjuk kepada
pedang yang tergemblok dipunggung Bin An-
"Engkau membawa-bawa pedang, tentunya engkau telah
memiliki kepandaian- Apakah kedatanganmu memang benar2
hendak berguru di pintu perguruan kami, atau hanya ingin
menimbulkan kekacauan ?"
Bin An tersenyum, katanya: "Aku sejak kecil memang telah
melakukan gerakan-gerakan silat dan bermain2 dengan
pedang, maka setelah meningkat dewasa, aku selalu
membawa-bawa pedang. Selain untuk memasang aksi agar
penjahat biasa tidak berani menggangguku, juga tampaknya
lebih gagah... sesungguhnya siauwte tidak memiliki
kepandaian apa2 dan belum pernah belajar silat yang berarti,
inilah sebabnya mengapa begitu mendengar nama besar cie
Tiong Pay, siauwte bermaksud memasuki pintu perguruan
tersebut, menjadi murid cie Tiong Pay untuk menuntut ilmu..."
Pemuda berpakaian kuning itu mengawasi Biu An sejenak
lamanya, sampai akhirnya ia mengangguk.
"Baiklah, jika memang engkau hendak berguru kepada
pintu perguruan kami, engkau tidak bisa bertemu dengan
ciangbunjin kami, karena cukup bertemu dengan Toa suko
kami, Diterima atau tidaknya engkau menjadi murid cie Tiong
Pay, hanya diputuskan oleh Toasuko kami..."
Bin An cepat2 menjura: "Maafkan, justru Siauwte tidak
mengetahui aturan yang ada... jika memang harus bertemu
dengan Toasuko dari cie Tiong Pay itupun telah cukup, yang
terpenting Siauwte bisa diterima menjadi murid cie Tiong Pay
dan memiliki kesempatan untuk mempelajari ilmu cie Tiong
Pay yang terkenal sangat liehay sekali..."
Bin An berkata begitu, karena ia memang tengah berusaha
untuk bertemu dengan ciangbunjin Cie Tiong Pay, guna
membicarakan persoalan pembunuhan Lok Kie Siong.
Pemuda berpakaian kuning itu mengangguk. katanya: "Kau
tunggulah, aku akan memanggil Toasuko dulu..."
Bin An dengan sabar menantikan, sedangkan belasan
pemuda lainnya telah ber-cakap2 sambil sekali2 tertawa.
Mereka mentertawai Bin An, yang dianggapnya seorang
pemuda dusun yang hendak mempelajari ilmu silat.
Tetapi Bin An tidak mengacuhkan ejekan dan sindiran
mereka, ia berdiam diri dengan sabar dan juga tidak
mengacuhkan sikap belasan pemuda itu.
-oo0dw0oo- Jilid 8 WAKTU itu dari dalam telah muncul pemuda berpakaian
kuning itu, dibelakangnya berjalan seorang lelaki setengah
baya yang memiliki bentuk tubuh yang tinggi tegap dan
berwajah angker.
"Dialah yang katanya ingin memasuki pintu perguruan kita
untuk menuntut ilmu..." kata pemuda berbaju kuning itu. "Nah
saudara, inilah Toasuko kami, silahkan engkau bicara langsung
dengannya..."
Bin An mendekati lelaki setengah baya yang, dipanggil
sebagai Toasuko, kakak seperguruan yang tertua tersebut,
lalu ia merangkapkan sepasang tangannya, memberi hormat
dengan membungkukkan tubuhnya.
"Siauwte she Bu dan bernama Bin An, dengan ini
bermaksud menjadi murid cie Tiong Pay..." kata Bin An
dengan suara yang sabar.
Mata Toasuko dari murid cie Tiong Pay itu mencilak tajam,
ia mengawasi Bin An dari atas kepala sampai keujung sepatu,
lalu tanyanya dengan suara yang parau : "Apakah engkau
pernah mempelajari ilmu silat?"
"Belum.... siaute hanya sering iseng-iseng melatih sendiri
menggerak2kan pedang..." menyahuti Bin An-
"Hemmm, apa sebabnya engkau ingin menjadi murid cie
Tiong Pay ?"
"Karena mendengar nama pintu perguruan Cie Tiong Pay
yang sangat terkenal, maka itu, Siauwte bermaksud untuk
memasuki pintu perguruan ini guna menuntut ilmu..."
"Apakah engkau telah mengetahui syarat2 untuk menjadi
murid cie Tiong Pay...?" tanya Toasuko itu lagi sambil tetap
mengawasi dengan sinar mata mengandung kecurigaan-
Bin An menggeleng. "Belum "
"Baiklah, kau dengarkan, aku akan menyebutkan syarat2
untuk menjadi murid cie Tiong Pay.." kata Toasuko itu, "Yang
pertama, setiap orang hendak menjadi murid cie Tiong Pay,
harus menyumbang lima ratus tail perak. dan setiap bulannya
nanti harus membayar lima puluh tail perak, Apakah engkau
sanggupi syarat pertama itu ?" Bin An tersenyum.
"Tetapi sayangnya Siaute tidak memiliki uang sebanyak
itu...." katanya.
Muka Toasuko tersebut berobah.
"Jika memang engkau tidak memiliki uang, jelas engkau
tidak bisa diterima menjadi murid cie Tiong Pay..."
"Tetapi... Siauwte justru ingin sekali menjadi murid cie
Tiong Pay, siauwte akan berusaha melatih diri dengan baik,
rajin dan menuruti aturan yang ada.."
Sebelum Toasuko itu menyahuti,justru belasan pemuda
yang menjadi murid cie liong Pay telah mentertawai Bin An,
malah beberapa orang diantara mereka ada yang berkata
dengan nada suara sinis: "Tidak memiliki uang ingin menjadi
murid cie Tiong Pay.... engkau kira pintu perguruan macam
apa cie Tiong Pay ini...?"
Tetapi Toasuko itu telah berkata dengan suara yang parau
dan tegas nadanya: "Jika memang seseorang tidak memenuhi
syarat dan peraturan yang ada dipintu perguruan kami,
sayang sekali kami tidak bisa memenuhi keinginannya "
"Mengapa begitu?" tanya Bin An pura2 bodoh.
"Karena memang itu telah menjadi peraturan pintu
perguruan kami "
"Jika demikian halnya, tentunya setiap orang yang menjadi
murid cie Tiong Pay adalah orang2 yang memang memiliki
uang dan bisa membayar, walaupun tidak memiliki bakat dan
kemauan, akan diterima menjadi murid cie Tiong Pay "
sedangkan orang yang memiliki bakat baik untuk mempelajari
ilmu silat namun tidak memiliki uang, ia ditolak mentah2 tanpa
memperoleh kesempatan ?"
Muka Toasuko itu berobah, katanya mulai sengit. "Mulutmu
keterlaluan sekali anak muda... Kata2mu itu seperti juga
mengartikan bahwa kami murid- murid cie Tiong Pay ini hanya
merupakan gentong2 nasi belaka, bukan " Dan bahwa engkau
adalah calon murid yang memiliki bakat baik sekali. Bukankah
begitu maksudmu...?"
Bin An cepat-cepat tersenyum.
"Siauwte mana berani memiliki pikiran seperti itu..."
katanya cepat. Tetapi Toasuko itu telah tertawa dingin katanya : "Baiklah,
aku akan melihat, apakah engkau benar2 seorang yang
memiliki bakat cukup baik guna diterima menjadi murid cie
Pendekar Aneh Dari Kanglam Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiong Pay Jika memang ternyata engkau memiliki bakat yang
baik, tanpa membayar kami akan menerimanya..."
Dengan berkata begitu sesungguhnya Toasuko tersebut
bermaksud buruk kepada Bin An, karena ia ingin menyiksa
pemuda ini. Dan baru saja kata- kata itu habis diucapkannya, ia
menggerakkan tangan kanannya kearah dada Bin An-
Bin An merasakan menyambarnya angin serangan yang
cukup kuat pada dadanya.
Dan waktu itu Bin An sengaja tidak mengerahkan
sedikitpun tenaga sinkangnya, ia hanya berdiam diri pura2
tidak mengerti ilmu silat, ia menduga bahwa Toasuko ini
tentunya hanya ingin mencoba2nya.
Tetapi tidak tahunya justru dorongan yang dilakukan oleh
Toasuko itu merupakan dorongan yang memiliki tenaga
benar2 kuat dan keras, karena itu tidak ampun lagi tubuh Bin
An jadi terjengkang kebelakang.
Untung saja Bin An memiliki tenaga sinkang yang kuat dan
terlatih, iapun sangat gesit. Secepat kilat dia bisa melompat
bangun pula. Bin An segera menyadarinya bahwa ia telah memperoleh
perlakuan yang tidak baik dari Toasuko itu, yang rupanya
tidak bermaksud baik padanya.
Sedangkan waktu itu tampak Toasuko tersebut jadi
penasaran karena dilihatnya Bin An telah dapat bangun
kembali tanpa terluka sedikitpun juga .
Gerakan yang dilakukan oleh Toasuko itu sesungguhnya
cukup kuat, ia mempergunakan lima bagian tenaga dalamnya,
jika memang orang biasa saja yang tidak mengerti silat, tentu
akan rubuh terjengkang bergulingan diatas tanah.
Dengan demikian membuat Toasuko itu tambah penasaran
dan menduga bahwa Bin An hendak mempermainkannya .
"Engkau ternyata berdusta, engkau mengatakan tidak
pernah mempelajari ilmu silat, tetapi tadi kuda-kuda kedua
kakimu kuat sekali"
Bin An berusaha tersenyum menahan kemendongkolan
hatinya, katanya dengan suara sabar: "seperti telah kujelaskan
kepada saudara-saudara itu, sejak kecil aku senang sekali
berlatih sendiri tanpa memiliki guru dan memang Siauwte
memiliki sedikit kekuatan pada kedua kaki siauwte, Maka dari
itu, karena gemar mempelajari ilmu silat, Siauwte bermaksud
hendak berguru dipintu perguruan Cie Tiong Pay...."
Toasuko yang tengah gusar itu tidak memperdulikan alasan
yang dikemukakan Bin An, ia mengulurkan tangannya lagi
mendorong. Kali ini tenaga dorong yang dilakukan oleh Toasuko
tersebut jauh lebih kuat dari semula.
Jika memang Bin An tidak menangkisnya, tentu dirinya
akan terdorong rubuh, Tetapi jika ia menangkis
mempergunakan tenaga, tentu akan menimbulkan kecurigaan
yang lebih besar, begitu juga kalau mengelakkan diri dari
serangan ini. Tetapi Bin An dalam keadaan yang seperti ini harus berpikir
keras dan cepat, Akhirnya ia mengambil keputusan untuk
berurusan langsung dengan Toasuko ini, tanpa perlu menemui
ciangbun dari pintu perguruan ini. Karena jika ia telah
mengobrak-abrik murid-2 cie Tiong Pay, jelas akhirnya
ciangbunjin dari pintu perguruan tersebut akan
memperlihatkan dirinya juga .
Waktu itu tenaga dorongan dari Toasuko tersebut telah
menyambar datang, dan Bin An mengangkat tangan
kanannya, ia menangkisnya.
Tangkisan yang dilakukannya ini bukan merupakan
tangkisan sembarangan, karena ia menangkis dengan tenaga
yang kuat sekali. "Bukkkk "
Suara benturan tangan mereka terdengar cukup nyaring,
tetapi bukannya Bin An yang terhuyung atau rubuh, justru
tubuh Toasuko itu yang telah terpental ketengah udara
sampai tiga tombak lebih, kemudian meluncur turun ke
bawah. Dalam keadaan seperti ini, tampaknya Bin An
mempergunakan tenaga tangkisan tidak tanggung-tanggung
lagi dan diapUn bekerja tidak hanya sampai disitu, cepat dan
gesit sekali tubuhnya melompat ketengah udara.
Gerakan yang dilakukan sangat cepat sekali, tangan
kanannya tahu2 diulurkan untuk menyanggapi tubuh Toasuko
itu yang tengah meluncur turun, kemudian ia mencengkeram
sambil menotok jalan darah cie Tiang Hiat pada tenggorokan
dari Toasuko tersebut. Dan juga waktu itu, tampak terlihat Bin
An telah melemparkan tubuh Toasuko tersebut, sehingga ia
terbanting keras ditanah.
Dengan mengeluarkan jerit kesakitan, tubuh Toasuko itu
telah terbanting diatas tanah, ia mengaduh2 tetapi tidak bisa
menggerakkan tubuhnya.
Murid2 cie Tiong Pay yang jumlahnya belasan orang yang
berada ditempat tersebut mengeluarkan suara seruan kaget,
mereka berdiri tertegun, dan akhirnya mencabut senjata
mereka masing-masing. Dengan gerakan yang cepat dan
gesit, mereka telah melompat dan mengurung Bin An-
Semuanya memandang kepada Bin An dengan sorot mata
yang tajam mengandung ancaman, sedangkan Bin An tetap
tenang berdiam ditempatnya, malah sambil tersenyum ia
bilang: "Kalian lebih baik jangan main2 dengan senjata tajam...
Nanti kalian juga yang akan rugi "
Namun Bin An tidak bisa melanjutkan perkataannya, karena
disaat itu tampak tiga orang murid cie Tiong Pay
mengeluarkan suara bentakan sambil menggerakkan pedang
mereka dan melancarkan tikaman bertubi2 kepada Bin Ansedangkan
Bin An hanya menggeser kedudukan kakinya, ia
berhasil mengelakkan diri, gerakannya cepat dan gesit sekali.
Melihat tikaman mereka tidak berhasli, murid dari cie Tiong
Pay yang lainnya mengeluarkan suara seruan sambil
menggerakkan pedang mereka masing2 untuk mengepung Bin
An. Dalam keadaan seperti ini, Bin An tidak berdiam diri saja, ia
bergerak gesit dan juga menggerakkan kedua tangannya
berulang kali. Dengan demikian, ia berhasil mengelakkan tikaman pedang
lawannya dan juga berhasil membuat terpental tiga batang
pedang lawannya.
Menyaksikan bahwa Bin An memang memiliki kepandaian
yang tinggi, murid2 cie Tiong Pay mulai gentar dan mereka
jadi berlaku lebih hati-hati.
Semula mereka hanya menganggap bahwa Bin An hanya
seorang pemuda yang tidak memiliki kepandaian apa- apa,
maka mereka telah melancarkan serangan yang ceroboh
sekali. Namun pengalaman pahit yang mereka terima itu
membuat mereka jadi bersikap jauh lebih hati-hati.
Tampak mereka mulai melancarkan serangan yang rapih
dan juga pedang mereka bergerak gerak menabas atau
menikam dengan gerakan yang indah, sulit diterka arah
sasarannya, maka dari itu tampak Bin An dibuat sibuk oleh
mereka. Bin An beberapa kali harus melompat ke tengah udara,
untuk mengelakan tusukan murid2 cie Tiong Pay itu.
Tetapi kepandaian murid- murid cie Tiong Pay tersebut
mana bisa menandingi kepandaian Bin An-
Waktu Bin An bergerak-gerak dengan gesit dan setiap
serangan yang dilakukannya itu dilancarkan dengan kuat dan
cepat, tampak beberapa tubuh murid cie Tiong Pay itu telah
beterbangan dan ambruk diatas tanah terbanting keras.
Sedangkan yang lainnya dalam keadaan terkejut, tubuhnya
juga ikut terlempar pula dengan demikian tampak mereka
telah terbanting semua.
Dari dalam gedung markas cie Tiong Pay muncul beberapa
orang murid cie Tiong Pay lainnya, mereka mendengar suara
ribut-ribut di luar dan terkejut melihat kawan mereka
mengalami hal seperti itu.
Tanpa mengeluarkan kata- kata mereka semuanya
mencabut pedang masing-masing dan melancarkan tikaman
dan tabasan kepada Bin An-
Namun Bin An memiliki kepandaian yang tinggi, dengan
demikian mereka tidak berdaya untuk melukai Bin An-
Bahkan dengan gerakan yang cepat sekali, Bin An berusaha
merubuh kan mereka hanya dua gebrakan- Disaat mereka
menggerakkan pedang, tubuh Bin An berkelebat dan
terdengar suara jeritan kaget dari mereka, karena semuanya
telah tertotok.
Dalam keadaan demikian, tampaknya murid- murid cie
Sepasang Pedang Iblis 27 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Pendekar Super Sakti 5