Pencarian

Lentera Maut 8

Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Bagian 8


Cepat cepat si penyebar maut mendatangi kantor pejabat pemerintahan setempat masih dalam ujut muka sebagai seorang pemuda pucat seperti hantu kurang darah.
Waktu itu sudah lewat waktu kerja, karena hari sudah mendekati magrib, dan si pejabat pemerintah marah marah tak mau menerima tamu yang dia tidak kenal. Akan tetapi pegawai yang membawa kabar cepat cepat balik lagi dan mengatakan bahwa tamu yang tidak dikenal itu katanya membawa pengenal berupa lencana Malaikat Maut ke 8, anggota dinas rahasia dari istana kerajaan yang amat ditakuti, yang sewaktu waktu dapat mengakibatkan pangkat pejabat pemerintah itu copot bahkan anggota dinas rahasia itu bisa membikin kepala copot kalau dia memberikan laporan jelek kepada pihak istana.
Pejabat pemerintah itu lalu tergesa gesa keluar, keruang tamu tempat anggota dinas rahasia ke 8 itu menunggu, dan dia buru buru memberi hormat sambil terbongkok bongkok atau nungging nungging kemudian berdiri patuh tidak berani duduk mendengarkan kata kata berupa perintah yang harus dia kerjakan.
"...ada seorang perempuan muda yang menyamar jadi biarawati. Dia adalah seorang pemberontak yang harus ditangkap dan dibunuh, berikut semua teman temannya..." demikian kata si iblis penyebar maut yang memberitahukan tempat rombongan Cie in suthay menginap, dan dia tidak lupa menambahkan bahwa biarawati yang muda usia itu sangat mahir ilmu silatnya.
Pejabat pemerintah itu kemudian mengerahkan 500 orang tentara negeri di bawah pimpinan seorang perwira menengah yang menjadi kepala barisan keamanan setempat dan pejabat pemerintah itu bahkan ikut di dalam rombongannya buat perlihatkan lagak pengabdiannya demi kepentingan negara.
Cie in suthay sedang makan malam di ruang tamu; bersama Lie Hui Houw dan Lauw Kiam Seng sedangkan si bocah yang botak kepalanya diminta menemani Lie Hong Giok dikamarnya. Mereka kaget waktu rumah penginapan itu dikurung rapat oleh sepasukan tentara negeri, juga lain tamu tamu pada kaget dan ketakutan.
Di pihak Cie in suthay bertiga mereka justeru menjadi bertambah kaget, waktu mengetahui pihak tentara itu justeru datang hendak menangkap mereka.
"Kita lawan mereka...!" kata Lie Hui Houw yang lupa sudah mengganti ujut, sebab waktu dia masih menyamar sebagai si macan terbang yang bekas orang hukuman dia memang dimusuhi oleh alat negara, kapan saja dan dimana saja berada selalu dia hendak ditangkap sebab gambar mukanya sudah disebar meluas.
Dan Lie Hui Houw juga lupa keadaan dirinya segera melakukan perlawanan waktu pihak tentara negeri mendekati tempat mereka bertiga duduk, sedangkan Lauw Kiam Seng ikut mencontoh perbuatan rekannya sementara Cie in suthay yang semula hendak melarang, terpaksa harus ikut memberikan perlawanan sebab rombongan tentara itu justeru lebih mengarah dia, daripada kedua pemuda teman seperjalanannya.
'Hey ! apa apaan nih... ,!' teriak biarawati yang muda usia itu, sebab dia tidak mengerti, akan tetapi teriak suaranya tidak dihiraukan oleh pihak tentara, bahkan teriak suara itu sudah dikalahkan dengan suara gemuruh dari pasukan tentara yang amat banyak itu, yang menerobos bagaikan kelompok lebah yang sedang rnengamuk !
"Hey ! aku seorang bhiksuni ! seorang pendeta perempuan yang tidak punya salah ! mengapa kalian hendak menangkap aku... . ?" Cie in suthay yang berkata lagi, sambil mengibas memakai lengan baju yang putih lebar dan kibasan lengan baju itu berhasil membikin dua orang tentara terjerumus hampir jatuh.
Sekali lagi perkataan biarawati yang muda usia itu tidak dihiraukan meskipun pihak tentara ada yang mendengar perkataan itu. Mereka mendapat tugas menangkap, tidak perduli biarawati yang muda usia itu mengatakan bersalah atau tidak, urusan lain adalah menjadi urusan atasan.
Akhirnya Cie in suthay juga teringat dengan tugas militer yang sedang dilakukan oleh rombongan tentara itu. Jadi, dia harus menemui atasan mereka yang dapat memberikan penjelasan.
Segera Cie in suthay meneliti keadaan di sekitar ruangan tamu yang sudah kacau balau keadaannya sambil sering sering dia harus mengebut memakai lengan baju mengusir berbagai senjata tajam yang bisa bikin dia jadi semaput, sehingga lagak dan gaya gerak tubuh dari biarawati yang muda usia itu bagaikan seorang dewi yang sedang menari.
Si pejabat pemerintah sedang berdiri mengawasi, didekat meja pengurus rumah penginapan sambil dia memberikan perintahnya terhadap pasukan tentara yang sedang melakukan pengepungan, oleh karena itu Cie in suthay kemudian menarik sebatang tombak yang sedang menikam Ialu dengan meminjam tenaga tarikannya tadi tubuhnya melesat tinggi dan jauh, sehingga gerak yang tidak diduga duga itu membikin dia berhasil berada di dekat si pejabat pemerintah, sebelum pejabat pemerintah itu sempat lari menyingkir.
"Tay jin, apakah kau tidak salah menangkap orang...?" tanya biarawati yang muda usia itu, dihadapan pejabat pemerintah setempat, akan tetapi mendadak Cie in suthay merasakan adanya suara angin yang tidak wajar disebelah belakangnya, hingga cepat cepat dia meraih leher baju pejabat pemerintah itu memakai sebelah tangan kirinya, berbareng dia berputar hingga mengakibatkan si pejabat pemerintah itu bagaikan jadi perisai buat dirinya.
"Sekali lagi kau bergerak, atasanmu ini akan binasa !" kata Cie in suthay bernada galak terhadap si perwira menengah yang tadi menyerang memakai pedang; akan tetapi harus cepat cepat dia membatalkan serangannya karena secepat kilat yang menjadi sasaran serangannya adalah atasan sendiri.
'Apa sebab tay jin hendak menangkapku ,... "' Cie in suthay menanya lagi.
'Perintah Tay lwee sip sam ciu !" sahut pejabat pemerintah itu memaksakan diri bersikap garang menjaga wibawa; meskipun di dalam hati dia ketakutan.
"tay lwee sip sam ciu" mana dia orangnya ?" tanya Cie in suthay yang menjadi heran; sebab dia tidak melihat adanya seseorang yang berpakaian seragam yang biasa digunakan oleh setiap anggota regu dinas rahasia dari istana itu. "Dia tadi memasuki kamar kalian ,." sahut pejabat pemerintah itu.
Cie in suthay menjadi sangat terkejut, dia teringat dengan si bocah yang botak kepalanya dan Lie Hong Giok yang berada didalam kamar dari itu cepat cepat dia lepaskan pegangannya pada leher baju si pejabat pemerintah dan seperti angin cepatnya dia lari memasuki kamarnya, dengan dikejar oleh si perwira serta sejumlah tentara negeri.
Didalam kamar hanya ada si botak yang duduk gemetaran di lantai, dan hilang lenyap Lie Hong Giok yang tadi rebah diatas ranjang.
"Mana dia... " * tanya Cie in suthay singkat sebab keadaan yang sangat darurat.
Si bocah yang botak kepalanya diam gemetar dan ketakutan lalu Cie in suthay memukul muka si botak memakai telapak tangannya, memaksa si botak seperti baru tersadar dan menangis.
"Mana dia ?" ulang Cie in suthay menanya.
"Dibawa lari," sahut sibotak.
"Siapa yang bawa lari ?"
"Seseorang yang memakai selubung tutup kepala."
Cepat dan singkat mereka bicara akan tetapi secepat itu juga pintu kamar mereka digedor orang orang sebab waktu masuk tadi sempat Cie in suthay menutup pintu.
Cie in suthay lalu mengambil pedang Ceng liong kiam yang untungnya disimpan oleh dia setelah itu dia meraih sebelah tangan si botak yang hendak dia bawa kabur melalui jendela kamar yang masih terbuka; akan tetapi pintu kamar sudah kena dibobol dan si perwira menengah nongol dengan sejumlah tentara.
"Tangkap dia!" perintah si perwira yang agaknya tak mau sembarangan menyerang; sebaliknya membiarkan pihak tentara yang bergerak duluan. Cie in suthay cabut pedang ceng liong kiam sarungnya dia berikan si botak; lalu dia membabat setiap senjata yang datang mendekati membikin senjata tentara pada putus bagian ujungnya.
Pihak tentara menjadi ketakutan dan menunda penyerangan berikutnya; akan tetapi kesempatan itu telah digunakan oleh Cie in suthay buat lompat lewat jendela sambil dia meraih pinggang si botak seperti diajak terbang.
Cie in suthay tidak mengajak sibotak langsung meninggalkan rumah penginapan itu akan tetapi dia jalan memutar ketempat dua pemuda temannya yang masih dikepung lalu biarawati yang muda usia ini membabat setiap senjata tentara yang mendekati membikin para tentara jadi pada ketakutan sementara Cie in suthay lalu mengajak semua temannya kabur sambil tetap dikejar oleh pihak tentara yang makin lama makin ketinggalan jauh.
Cie in suthay mengajak teman temannya mengejar Tay lwee Sip sam Ciu yang menculik Lie Hong Giok, mengambil arah seperti yang diberitahukan oleh si botak, yang waktu itu digendong oleh pemuda Lie Hui Houw.
Akan tetapi sampai jauh diperbatasan luar kota mereka tidak berhasil menemui jejak orang yang mereka kejar, sedangkan menurut keterangan si botak Tay lwee sip sam Ciu itu memakai seragam serba hijau, dengan nomor delapan yang sempat dilihat oleh si botak.
Jelas bagi Cie in suthay bahwa yang menculik Lie Hong Giok adalah si malaikat maut yang kedelapan dan mengenai Lie Hong Giok pandai ilmu 'eng jiauw kang', apakah si malaikat maut yang kedelapan itu yang mengajarkan" kalau benar begitu pasti Lie Hong Giok sudah kenal dengan si malaikat maut yang kedelapan itu, siapakah dia sebenarnya" Apakah si malaikat maut itu adalah pemuda Cin Bian Hui" Rasanya tidak mungkin kalau pemuda itu mau bekerja menjadi alat negara. Cie in suthay kemudian mengajak teman temannya beristirahat ditepi jalan yang sunyi dan gelap. Mereka saling tukar pikiran sampai si botak pulas tertidur, tidak perduli beralas rumput, sebab dia memang sudah terbiasa.
Si iblis penyebar maut dalam ujut dan pakaian seragam Tay lwee sip sam ciu yang kedelapan membawa Lie Hong Giok ke kantor pejabat pemerintah setempat; dan dia menunggu sampai rombongan pejabat pemerintah itu datang tanpa berhasil menangkap seseorang sehingga si pejabat pemerintah itu kena dimaki dan jadi ketakutan, akan tetapi waktu Tay lwee sip sam ciu yang ke delapan itu mengatakan memerlukan sebuah kamar buat Lie Hong Giok yang dia bawa maka si pejabat pemerintah itu buru buru memberikan jasa baiknya, menyediakan sebuah kamar yang istimewa ditempat kediamannya.
Tiga hari lamanya si iblis penyebar maut dalam ujut Tay lwee sip sam ciu ke delapan menginap dirumah pejabat pemerintah itu, dan selama tiga hari tiga malam itu dia 'berbulan madu' dengan Lie Hong Giok yang selalu dia bius supaya pulas tertidur; akan tetapi selama itu si iblis tidak berdaya menghadapi ilmu menotok jalan darah yang dilakukan Cie in suthay, sehingga tidak dapat si iblis menyembuhkan Lie Hong Giok dari penyakit lumpuh dan bisu; sedangkan untuk makan dan minum harus ditolong oleh para pelayan.
Kemudian si iblis penyebar maut teringat dengan kakak seperguruannya yang pandai menotok jalan darah; dan sang suheng itu adalah Touw Liong touwsu, seorang ulama suku bangsa Biauw yang giat menyebar agama Islam di negeri Cina serta memiliki budi luhur.
Dahulu si iblis penyebar maut bertemu dengan gurunya yang sakti tanpa diduga duga. Si iblis waktu itu masih merupakan bocah berumur belasan tahun, hidup menderita penuh hina sebagai seorang pengemis, kenyang ditendang dan kenyang kena pentung orang orang yang mengusir dia seperti mengusir seekor anjing anjing geladak saja, terlebih karena pengemis cilik itu berhati gede, berani berkelahi biarpun dia bakal bonyok bahkan berani mencuri makanan kalau perutnya lagi lapar.
Diantara banyaknya kedukaan yang dia hadapi selagi menjadi pengemis cilik, ternyata dia mempunyai kegemaran berlagak menjadi orang sinting yang gemar mengejar kaum wanita; sebab saat saat orang orang perempuan itu lari ketakutan justeru merupakan saat saat dia gembira dan tertawa, sampai kemudian dia dikepung orang dan dipentung hampir semaput, akan tetapi tidak pernah dia mengenal tobat.
Jauh diperbatasan Inlam yang banyak terdapat suku bangsa Biauw, disuatu tempat yang belukar, si pengemis cilik ini menonton tiga orang laki laki yang sedang berkelahi. Mereka itu adalah seorang orang Cina yang kurus dan sudah tua, memiara jenggot putih yang panjang sebatas dada, berkelahi tanpa memakai senjata, melawan dua orang bermuka hitam yang kemudian hari diketahui berbangsa Iran, Persia. Mereka tinggi jangkung badan mereka, hidungnya mancung seperti hidung burung bango, umur mereka kira kira sudah 40 tahun lebih, dan mereka berdua bersenjata golok golok melengkung seperti bulan seperempat.
Orang orang itu berkelahi sangat lama, si pengemis cilik yang menonton dari balik sebuah pohon supaya tidak terlihat kehadirannya, jadi pegal kakinya dan jadi pusing pandangan matanya; sampai tiba tiba si pengemis kecil melihat si kakek bersandar pada sebuah potion dengan perut kena tikaman golok musuh sampai ujung golok itu menembus dan membenam pada pohon tempat si kakek bersandar.
Si pengemis cilik yang tiba tiba merasa iba, lari mendekati seperti orang sinting mengejar anak anak perawan. Kedua tangannya terentang tinggi tinggi bergerak gerak seperti orang yang sedang menari; sementara mulutnya berteriak teriak membilang:
"Jangan bunuh ! jangan bunuh... ,!"
Dua orang orang Iran itu tidak mengerti bahasa Cina yang dipergunakan oleh si pengemis cilik. Mereka menduga si pengemis cilik datang sambil mengajak kawan kawannya yang entah berapa banyaknya sehingga kedua orang Iran itu buru buru kabur meninggalkan sebatang golok yang masih membenam di perut si kakek.
Susah payah si pengemis cilik mencabut golok yang membenam diperutnya si kakek, sebab ujung golok membenam tembus dipohon yang ada dibagian belakang si kakek.
"Anak, kau sudah menyelamatkan nyawaku," kata si kakek dengan suara lemah, sebab si kakek tidak mati dan si kakek tetap tidak mati mendapat rawatan si pengemis cilik sampai sembuh luka dibagian perutnya akan tetapi luka kena gempur tenaga dalamnya telah mengakibatkan si kakek seterusnya menjadi orang yang lumpuh.
Si kakek memberi pelajaran ilmu silat pada si pengemis cilik yang terus merawat dia, akan tetapi si kakek tidak sempat melatih sebab keadaannya yang sudah lumpuh, sampai kemudian datang muridnya si kakek, yakni Touw liong touwsu yang waktu itu umurnya sudah tigapuluh tahun lebih; jadi belasan tahun lebih tua dari si pengemis cilik.
Dengan adanya sang suheng atau kakak seperguruan, maka si pengemis cilik itu sempat dilatih ilmu silatnya dan kalau sang suheng sudah pergi lagi, maka si pengemis cilik mendapat tambahan pelajaran ilmu silat dari si kakek, sampai kemudian si kakek wafat.
Sekarang si pengemis cilik adalah si iblis penyebar maut, dan si iblis ini teringat dengan suheng yang mengerti ilmu silat menotok jalan darah, sedangkan dia sendiri belum sempat belajar, sebab gurunya sudah keburu marhum.
Saat Itu Touw liong touwsu menetap jauh di lembah See bun kok atau lembah pasir hidup yang dapat menelan orang hidup hidup. Dan kepada sang suheng ini, si iblis ini sudah menitipkan tiga anaknya, dua anak laki dan seorang anak perempuan, masing masing dari ibu yang berlainan. Sifat Touw liong touwsu berbeda dengan si iblis penyebar maut. Ulama itu adalah orang yang taat dengan agamanya tak mau memupuk dosa dan sudah hidup mengasingkan diri.
Si iblis penyebar maut sangat pandai membawa diri jika dia berhadapan dengan sang suheng yang ilmunya lebih tinggi. Dan sang suheng ternyata dapat dikelabui karena sang suheng tak mengetahui bahwa si iblis penyebar maut yang terkenal ganas adalah adik seperguruannya. Hal ini adalah berkat pandainya si iblis menyamar dan merahasiakan nama serta ujut mukanya yang asli. Sekiranya Touw liong touwsu mengetahui bahwa si iblis yang laknat itu adalah adik seperguruannya maka dengan sekali menggunakan ilmu menotok jalan darah dapat hilang sepala kemampuan sang sutee !
Mungkin oleh karena si iblis penyebar maut tergila gila dengan Lie Hong Giok yang umurnya jauh berbeda sehingga dia ingin menjadikan Lie Hong Giok sebagai ganti bininya yang sudah binasa. Dia memutuskan hendak membawa Lie Hong Giok kepada suheng supaya dibebaskan dari pengaruh ilmu menotok jalan darah yang dilakukan oleh Cie in suthay.
Malam itu si iblis mengulang lagi berpesta ranjang; dengan lebih dahulu membius Lie Hong Giok memakai larutan obat "lian hoan lo hap sie (semacam ganja), yang dapat membikin orang lupa daratan akan tetapi merasa terangsang; lalu esok paginya dia meminjam kereta kuda milik si pejabat pemerintah, buat dia mengangkut Lie Hong Giok sambil dia janjikan suatu kenaikan pangkat buat si pejabat pemerintah itu yang katanya sudah dia laporkan jasanya ke istana di kota raja.
(Hmm, mudah mudahan aku tidak rugi, menyogok dia dengan sebuah kereta, serta makan dan mondok cuma cuma....') pikir pejabat pemerintah itu dalam hati selagi dia mengantar si malaikat maut yang ke 8 atau anggota regu dinas penyelidik dari istana itu.
Dan selama beberapa hari itu, Cie in suthay dengan tiga temannya terus ubek-ubekan tak keruan, mencari jejak si malaikat maut yang ke delapan dan yang menculik Lie Hong Giok.
'Aku merasa ilmu 'eng jiauw kang" yang dimiliki oleh Lie kouwnio, adalah hasil didikan si malaikat maut yang ke delapan itu...,. " kata Lie Hui Houw selagi mereka melakukan penyelidikan tak menentu itu.
"Hal itu sudah terpikir olehku.... " sahut Cie-in suthay membanggakan diri.
'Kalau dia masih hidup, kita tentu bisa menanyakan; siapa gerangan nama si malaikat maut yang ke delapan itu... ., " kata lagi Lie Hui Houw yang hanyut pikirannya, seperti melamun.
"Dia siapa; maksud kau... .?" tanya Cie-in suthay:
'Cong pangcu, eh, jendral Cong...,.."
"Ayahnya si burung hong... . ?"
Lie Hui Houw manggut dan menambahkan perkataannya:
'Ke 13 malaikat maut dilatih secara khusus oleh Cong goanswe, dari itu dia pasti mengetahui wajah muka dan nama ke 13 malaikat maut."
'Apakah kau pikir hanya dia yang mengetahui... .?" kata biarawati yang muda usia itu sehingga sejenak Lie Hui Houw merasa heran sampai dia mengawasi muka cantik yang berselubung sebagai biarawati itu.
'Suthay tahu, ada orang lain yang mengetahui ?" Lie Hui Houw balik menanya.
'Sampai sekarang aku belum mengetahui akan tetapi disatu saat pasti kita akan bertemu dengan orang itu... ."
Lie Hui Houw kelihatan kecewa waktu dia mendengar perkataan itu dan pemuda Lauw Kiam Seng lalu ikut bicara:
'Waktu Lie kouwnio melakukan perjalanan berdua dengan si botak, mereka selalu menghindar dari orang banyak dan selalu mondok di suatu kuil tua: apakah tidak mungkin sekarang mereka lakukan perbuatan yang sama?"
"Eh, kenapa tidak dari kemarin kau berkata begitu ,..." kita selalu mencari mereka di tempat yang ramai; kita lupa pada tempat tempat yang sunyi yang enak dipakai atau dijadikan tempat sembunyi" Cie in suthay berkata seperti menggerutu dan sejak saat itu, dimana saja mereka berada dan selagi mereka meneruskan perjalanan mencari jejak si malaikat maut yang ke 8, mereka selalu meneliti tempat tempat yang sunyi baik berupa kuil tua maupun rumah rumah kosong yang tidak ada penghuninya, sebaliknya mulai saat itu pula si botak tidak mau diajak bicara oleh Lauw Kiam Seng.
'Eh, siao tee, kena apa kau marah kepadaku...?" tanya Lauw Kiam Seng, selagi sempat bicara berdua dengan si botak.
'Kau bicara seenaknya saja dengan nikouw sinting itu, kau sebut aku sebagai si botak." sahut si botak yang jadi merengut.
"Lha, habis aku tidak tahu siapa nama kau,"
'Kenapa bukan dari dulu kau tanyakan ?" sebut si botak masih membangkang.
"Baik sekarang aku menanya; siapa nama siao tee ?" dan Lauw Kiam Seng perlihatkan sikap ingin mengajak berbaik.
"Aku tak punya nama, aku bahkan tak tahu siapa ibuku dan siapa ayahku."
"Apa dia bilang ?" tanya seorang nyonya muda pada suaminya; karena waktu itu mereka saling berpapasan sehingga perkataan sibotak tadi didengar lain orang.
"Dia tidak tahu siapa ibunya dan tidak tahu siapa ayahnya," sahut sang suami yang Ialu jadi tertawa.
*Akh ! dia orang sinting," kata lagi nyonya muda itu; sambil mereka meneruskan langkah kaki mereka dan Lauw Kiam Seng ikut jadi tertawa juga Cie in suthay dan Lie Hui Houw sebaliknya sibotak jadi tambah mendongkol, sampai sepasang matanya melotot seperti mau keluar.
Sampai setengah bulan lamanya mereka keluar masuk kerumah rumah kosong namun mereka tetap tidak menemukan orang orang yang mereka cari. Akan tetapi, ada suatu hal yang menambah semangat mereka mencari jejak si malaikat maut yang ke delapan berikut orang yang diculiknya, sebab mereka berhasil menemukan bekas bekas jejak orang orang yang mereka kejar berupa bekas bekas sisa makanan dan sisa api unggun, yang mereka temukan dibeberapa bangunan tua yang sudah kosong, pada kota kota ataupun desa desa yang mereka lalui.
"Kita pasti akan berhasil menemukan mereka, kalau kita pergiat usaha kita... " kata Cie in suthay kepada teman teman seperjalanannya; dan mereka benar benar lalu pergiat usaha mereka, sebab mereka yakin tidak akan sia sia.
Malam itu bulan sedang bersinar buram, seperti sedang bersedih hati, dan air matanya yang berupa hujan, siap hendak turun membasahi bumi.
Ada sebuah kuil tua yang sedang didatangi oleh Cie In Suthay berikut ketiga temannya. Mereka berpencar memasuki ruangan demi ruangan, hanya si botak yang selalu membuntuti di belakang Lauw Kiam Seng, sebab katanya dia takut mendadak diserang oleh hantu hantu yang gentayangan.
Lie Hui Houw yang waktu itu keadaannya sangat ngantuk sebab belakangan ini dia tak bisa tidur pada tiap kesempatan beristirahat berkenaan tanpa sesuatu sebab dia menjadi sering teringat si dara manja Cin Siao Yan yang ditinggalkan dikota Hong yang.
"... lao ko, kau cepat pulang kalau kau sudah berhasil membalas dendam?" demikian dara manja Cin Siao Yan berkata waktu mereka mau berpisah.
Pada saat itu Lie Hui Houw sedang menyamar sebagai si 'macan terbang" yang kira kira sudah berumur empat puluh tahun atau lebih sedangkan usia dara manja itu baru enam belas tahun. Akan tetapi dara manja itu merasa terpikat dengan laki laki perkasa yang pernah menyelamatkan dia, sehingga dara manja itu bagaikan kena serangan penyakit yang dapat dikatakan "cinta monyet", membiasakan diri menyebut lao ko atau kakak yang tua.
('bagaimana sikapnya sekarang, kalau dia bertemu lagi dengan aku " ) tanya Lie Hui Houw didalam hati; dan sebagai jawaban dari pertanyaan itu tiba tiba dia mendengar ada suara tawa mengikik seperti tawa kuntilanak yang bertemu kekasih.
Suara tawa itu sebenarnya sudah pernah didengar oleh Lie Hui Houw. Akan tetapi, saat itu benar benar dia menjadi sangar terkejut sampai dia lompat mundur tiga langkah kebelakang sambil dia siaga mempersiapkan kuntao macan terbang, siap lari kalau dia diterkam oleh si kuntilanak yang sinting. Bukan sebab takut mati, akan tetapi 'ogah' terulang megang gituan !
Dengan menggunakan sepasang matanya yang sudah terlatih buat digunakan ditempat yang gelap maka meskipun secara samar samar, dapat Lie Hui Houw melihat adanya si kuntianak sinting, yang sedang rebah akan tetapi sudah bisa tertawa.
"Suthay! lekas kesini ,. " teriak Lie Hui Houw; mengalahkan suara tawa kuntilanak sinting itu; yang tak lepas dari pengawasan Lie Hui Houw.
Kemudian Lie Hui Houw mendengar suara langkah kaki yang halus disebelah belakangnya, yang pemuda ini anggap sebagai kedatangannya Cie in suthay akan tetapi tiba tiba punggungnya dihajar orang, sampai dia terjerumus hampir jatuh.
Secepat kilat Lie Hui Houw memutar tubuh; sambil dia mengerahkan tenaga dalam, dan dia menyeringai waktu dia melihat yang berdiri dihadapannya adalah seseorang yang memakai pakaian seragam warna hijau, lengkap dengan kain selubung penutup kepala.
"Tay lwee sip sam ciu,. !" kata Lie Hui Houw cukup keras, sambil dia siapkan ilmu "cakar elang' buat dia menyerang.
Malaikat maut ke delapan itu perdengarkan suara tawa, meskipun didalam hati dia terkejut melihat sikap pemuda Lie Hui Houw, yang dia duga memiliki ilmu cakar elang.
'Bagus ! ternyata kau juga pandai eng jiauw kang!" kata si malaikat maut ke 8; akan tetapi cepat cepat dia lompat menyisi waktu Cie in suthay ikut memasuki ruangan itu, disusul oleh Lauw Kiam Seng.
Tiga lawan yang sekaligus dihadapi oleh si malaikat maut yang ke 8, akan tetapi yang dia anggap paling sakti adalah Cie in suthay.
Sangat cepat gerak tangan si malaikat maut yang ke 8 waktu dia melontarkan dua batang pisau terbang kearah Cie in suthay: dan di luar dugaan orang orang yang siap tempur menghadapi dia, secara mendadak si malaikat maut yang ke 8 itu lari menghilang ditempat yang gelap.
'Kejar dia !" teriak Cie in suthay yang berhasil menghindar dari kedua pisau terbang yang menyerang dia tadi, dan biarawati yang muda usia ini tidak ikut mengejar sebab dia merasa perlu untuk menemani Gie Hong Giok yang sudah dia bikin diam dan membungkam mulutnya, dengan ilmu menotok jalan darah sehingga hilang lenyap suara ngikik si kuntilanak sinting !
"oo)dwkzXhend(o?~
SEPANJANG dia lari menjauhkan diri dari kuil tua itu tak habisnya si iblis penyebar maut memikirkan tentang pemuda yang sudah kena dia pukul tadi; akan tetapi pemuda itu ternyata memiliki ilmu tenaga dalam yang sudah mencapai batas kemampuannya dan pemuda tersebut adalah Lie Hui Houw, orang yang pernah membongkar rahasia penyamarannya sebagai si kakek Ouw yang jualan nasi didekat kaki gunung Kauw it san.
Teringat dengan pengalaman yang sudah lalu itu, sepasang mata si iblis penyebar maut menjadi kian menyala menyimpan dendam.
Dahulu si iblis penyebar maut tidak sempat bertempur melawan Lie Hui Houw yang menyamar sebagai si kakek Lie, sebab selagi si kakek Lie membuka rahasia penyamaran si iblis sudah jauh meninggalkan kedainya hendak menemui Lie Kim Nio dan anak perempuannya sedangkan seorang pembantunya yang bernama A heng, menggantikan ujut penyamarannya sebagai si kakek Ouw sehingga si A heng itu yang bertempur melawan Lie Hui Houw sampai akhirnya A heng dibinasakan oleh Lie Hui Houw berdua Ong Tiong kun.
Si iblis penyebar maut yang sekarang dalam ujut penyamaran sebagai malaikat maut ke 8 pada mulanya memang merencanakan hendak menemui sang suheng dilembah See bun kok, akan tetapi ditengah perjalanan itu Lie Hong Giok dapat berteriak teriak, menandakan pengaruh ilmu menotok jalan darah yang dilakukan oleh Cie in suthay secara berangsur angsur akan sembuh tanpa perlu ditolong lain orang, sehingga si iblis membatalkan maksudnya yang hendak menemui sang suheng dan dia balik lagi hendak menuju lembah Kui ong kok. Akan tetapi di luar dugaan dia bertemu dengan si pengacau Cie in suthay serta ketiga temannya yang tidak bosan bosan mengejar.
Menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan lawan yang bukan sembarang lawan sebab mereka memiliki ilmu yang sakti maka si iblis penyebar maut tak mau bertempur sebab dia lebih mementingkan hendak membawa lari Lie Hong Giok.
Si iblis penyebar maut lari dengan maksud supaya dia dikejar oleh semua musuh akan tetapi yang mengejar ternyata cuma Lie Hui Houw berdua Lauw Kiam Seng; sehingga si iblis penyebar maut menjadi kecewa karena mengetahui Cie in suthay tidak kena ditipu sebab biarawati yang perkasa menemani Lie Hong Giok.
(dia pasti bakal dibikin jadi bisu lagi) si iblis ngomel didalam hati teringat bini mudanya bakal dibikin bisu oleh bhiksuni yang muda usia itu; selagi dia lari dengan dikejar oleh Lie Hui Houw berdua Lauw Kiam Seng lalu secara tiba tiba dia lompat memasuki rumah seorang penduduk setempat yang dia tidak kenal. Lie Hui Houw melihat adanya si malaikat maut yang ke 8 menghilang memasuki rumah seseorang. Dia ikut lompat masuk sementara Lauw Kiam Seng agak tertinggal di sebelah belakangnya.
Untuk sesaat lamanya lie Hui Houw berdua Lauw Kiam Seng kehilangan orang yang mereka kejar, akan tetapi Lie Hui Houw merasa yakin benar bahwa si malaikat maut ke 8 belum meninggalkan rumah itu sehingga mereka berdua terus mencari sampai disaat berikutnya Lie Hui Houw melihat orang yang berpakaian serba hijau berikut selubung penutup kepala itu, dan dengan sekali melesat Lie Hui Houw berhasil menghadang disebelah depan si malaikat maut ke 8 yang sedang berusaha hendak melarikan diri.
Segera Lie Hui Houw siapkan ilmu pukulan 'cakar elang', membikin si malaikat maut ke 8 itu menjadi ketakutan, dan buru buru memutar tubuh hendak lari kearah lain akan tetapi hanya dengan sekali terkam dan sekali cakar maka kontan si malaikat maut yang ke delapan itu rubuh tewas, dengan leher mengeluarkan darah segar, tanpa si malaikat maut yang ke delapan itu mampu berteriak.
Lauw Kiam Seng cepat tiba dan cepat mendekati bahkan sempat menendang tubuh yang sudah rebah itu buat memastikan apakah si malaikat maut yang kedelapan itu sudah benar benar mampus.
"Buka tutup kepalanya :...!' kata Lie Hui Houw yang penasaran, ingin melihat tampang Tay lwee sip sam ciu yang ke delapan, sedangkan di dalam hati dia sedang kegirangan, sebab sudah dua orang anggota dinas rahasia yang ganas itu yang dia binasakan.
Dahulu selagi Lie Hui Houw menyamar sebagai laki laki bekas orang hukuman, dan didampingi oleh Ang ie liehiap Lee Su Nio, dia pernah bertempur dan membinasakan si Malaikat maut yang ke tujuh, akan tetapi saat itu dia tak sempat melihat muka si malaikat maut yang dia binasakan itu.
Sementara itu, dengan hati dak dik duk, maka Lauw Kiam Seng mulai membuka tutup kepala si malaikat maut yang ke delapan, yang sudab rebah binasa.
'Cuma seorang tua belaka... ,' kata Lauw Kiam Seng sambil dia mengawasi dan meneliti muka si malaikat maut yang ke delapan itu, yang sudah semaput.
Lie Hui Houw ikut melihat. Memang cuma seorang tua kerempeng, umurnya kira kira sudah empat puluh tahun lebih. Ada sedikit kumis garang dibawah hidungnya yang pesek.
'Orang kayak gini kok punya ilmu yang sakti... !" Lie Hui Houw menggerutu, lalu dia mengajak Lauw Kiam Seng meninggalkan halaman rumah seseorang yang mereka tidak kenal itu dan ditengah perjalanan itu sempat Lie Hui Houw mengajak Lauw Kiam Seng makan mie bakso, sebab dia merasa tidak perlu tergesa gesa menemui si kuntilanak yang sudah berhasil mereka temukan kembali, dan yang saat itu sedang ditemani oleh Cie in suthay yang cantik jelita dan perkasa.
Dan biarawati yang muda usia serta cantik jelita dan gagah perkasa itu, memang sedang duduk termenung didekat Lie Hong Giok yang rebah diatas tumpukan jerami.
Banyak yang sedang dipikirkan oleh Cie in suthay yang menghadapi masalah Lie Hong Giok yang bernasib malang. Sedikit demi sedikit bhiksuni yang muda usia dan yang cerdas itu membahas lalu membuat rumusan seorang diri sedangkan sibotak sudah membikin api unggun yang lumayan menjadi alat penerang didalam tempat yang gelap dan banyak nyamuknya.
Menghadapi nasib malang dari sahabat itu maka Cie in suthay menjadi terkenang lagi dengan kejadian lama ketika pada saat yang pertama kali dia bertemu dan berkenalan dengan Lie Hong Giok; lalu mereka bersama sama ikut melindungi kereta harta yang sedang diangkut ke markas perjuangan Ciu Kong Bie.
Waktu itu Cie in suthay atau Liong Cie In sedang mengalami patah hati akibat dia ditinggal pergi oleh kekasihnya sipendekar tanpa bayangan Tan Sun Hian.
Melulu karena mengingat untuk kepentingan gerakan pejuang bangsa; Liong Cie in memaksa diri untuk terus ikut serta melindungi kereta harta, sementara hatinya terasa sangat pedih dan jiwanya sangat terpukul dengan sikap Tan Sun Hian yang telah meninggalkan dia tanpa pamit dan tanpa diketahui apakah yang menjadi kesalahannya.
Sejak pertemuannya dengan Cit siu tojin dan dia diminta oleh petapa yang sakti itu buat membantu usaha Tan Sun Hian yang sedang mendukung gerakan Ciu Kong Bie maka didalam hatinya Liong Cie In sudah membayangkan wajah muka Tan Sun Hian yang namanya memang sudah sejak lama berkesan didalam hatinya sampai kemudian dia bertemu dan bergaul dengan laki laki idaman hatinya itu akan tetapi yang berkesudahan dengan menyakitkan hatinya.
Demikian dan dengan hati yang luka Liong Cie in terus mengikuti rombongan kereta harta yang dipimpin oleh Poen lui cie Lie Thian Pa, ayahnya Lie Hong Giok dan ditengah perjalanan itu rombongan mereka kena dihadang oleh pihak tentara penjajah.
Seorang diri Liong Cie In mengamuk dalam kepungan tujuh orang Thian tok bun yang menjadi penghianat bangsa, dan dia sendiri berkelahi tanpa dia menghiraukan jiwanya, bagaikan dia sengaja hendak membunuh diri; sampai pihak musuh menjadi sangat ketakutan, akan tetapi tak sempat melarikan diri, sebab pedangnya Liong Cie In dengan ganas telah menghabiskan nyawa mereka.
Setelah berhasil mengalahkan musuh musuh yang mengepung, maka Liong Cie In mengejar rombongan tentara yaug sudah berhasil melarikan kereta harta.
Sementara itu sebagai sesama kaum wanita, Lie Hong Giok dapat memahami luka hatinya Liong Cie In dari itu Lie Hong Giok selalu memberikan perhatian yang istimewa kepada Liong Cie In sampai kemudian sempat dilihatnya seorang diri Liong Cie In sedang mengejar pihak rombongan musuh, sehingga cepat cepat Lie Hong Giok memisah diri dari pertempuran yang sedang berlangsung dan dia menyusul sahabatnya. Dengan susah payah Lie Hong Giok menerobos pihak musuh yang mengepung, lalu berusaha mengejar sambil dia berteriak teriak memanggil manggil nama Liong Cie In akan tetapi yang dikejar ternyata telah menggunakan ilmu ringan tubuh leng pou hui pu sehingga meskipun Lie Hong Giok telah berusaha sekuat tenaga, namun tak dapat dia menyusul.
Dengan ilmu ringan tubuh yang sudah mencapai batas kemampuannya, Liong Cie In berhasil mengejar rombongan tentara penjajah yang sedang membawa lari kereta harta, dan sekali lagi Liong Cie In mengamuk lupa diri; dan lupa keselamatan nyawanya.
Pemimpin rombongan tentara penjajah yang bernama In Cie Peng, melihat bahwa yang datang menyusul adalah Liong Cie In sendirian; maka dengan tetap berada diatas kudanya dia telah mendekati dan menyapa;
'Eh; mana kau punya teman, pemuda yang ganteng itu... . ?" demikian tanya In Cie Peng dengan suara mengejek; sedang dengan Liong Cie In maupun dengan Tan Sun Hian, memang sudah dia kenal dan sudah berulang kali mereka pernah bertempur.
Liong Cie ln yang memang sedang risau karena luka hatinya dan sekarang dia diejek oleh musuh ini maka kian bertambah sakit hatinya. Lalu dengan geraknya yang ringan dia lompat menerkam In Cie Peng yang masih berada diatas kuda sementara pedangnya bergerak menabas perwira pengejek itu.
Dalam kagetnya In Cie Peng lompat dari kudanya memakai gerak tipu "burung belibis pindah tempat" dan lompatannya itu justeru untuk menghadapi Liong Cie In yang sedang menerkam sehingga mereka saling berpapasan di tengah udara; dan In Cie Peng menghajar memakai pecut dengan gerak tipu "memukul rumput mengusir ular".
Liong Cie In tidak menduga bahwa musuh dapat bergerak demikian gesitnya, sehingga dia tidak sempat berkelit ataupun menangkis dan punggungnya terasa pedih kena pecutnya In Cie Peng, akan tetapi pada saat itu dia merasakan lebih pedih hatinya yang terkena cambuk asmara ! Kuda yang bekas digunakan oleh In Ci Peng hampir putus lehernya terkena tabasan pedangnya Liong Cie In yang mengerahkan segenap tenaganya, sementara Liong Cie In yang kena dipecut, ikut rubuh terguling didekat kuda yang naas itu.
Sejenak In Cie Peng menjadi terpesona melihat keadaan kudanya yang tewas terkena tebasan pedang musuh. Dia membayangkan betapa akan jadinya, sekiranya dia terlambat bergerak tadi.
Disamping itu In Cie Peng menyesal bahwa tadi dia hanya menggunakan pecut waktu dia menghajar Liong Cie In, sekiranya dia memakai pedangnya maka diapun pasti berhasil menabas tubuh musuhnya yang perkasa itu.
Kemudian waktu dilihatnya Liong Cie In rubuh terguling maka cepat cepat In Cie Peng membuang pecutnya dan mengeluarkan pedangnya, akan tetapi seorang pembantunya sudah mendahulukan dia menyerang Liong Cie ln yang dianggap sudah tak berdaya.
Pembantunya In Cie Peng itu menyerang dengan suatu bacokan memakai golok bergerak bagaikan gunung tay san menindih; akan tetapi dengan gerak menyembah dewi kwan-im secara tiba tiba tubuh Liong Cie In bergerak dan pedangnya langsung mengarah jantung.
Pedangnya Liong Cie In hampir saja berhasil memperoleh mangsa sekiranya In Cie Peng tidak lekas lekas memungut lagi pecutnya lalu dengan pecut itu dia menyerang dari jarak yang cukup jauh terpisah kena membelit lengan Liong Cie In yang lalu ditarik membikin tubuh Liong Cie In bagaikan terbang melayang mendekati ln Cie Peng dan In Cie Peng lalu menabas memakai pedang yang dia pegang ditangan kanan ! Bagaikan orang yang meremehkan maut Liong Cie In hanya menunduk sedikit sampai dara ini menjadi terkejut ketika tiba tiba dia merasakan sanggulnya putus kena tabasan pedang musuh!
Dalam marahnya Liong Cie In menendang, selagi In Cie Peng terpesona melihat hasil serangannya, sehingga tubuh In Cie Peng terpental dan libatan pecutnya lepas dari lengannya Liong Cie In.
Setelah lepas dari pecut yang membelit Iengannya, maka Liong Cie In hendak menyusul In Cie Peng yang terpental kena tendangan tadi, akan tetapi dia dihadang oleh pembantunya In Cie Peng yang membacok lagi memakai goloknya.
Liong Cie In batal mendekati In Cie Peng, sebab dia dihadang dan harus berkelit dari serangan golok, dan waktu dia diserang untuk yang kedua kalinya, maka dia angkat tangan kirinya buat menangkis akan tetapi dia cepat menyadari bahwa tangan kirinya tidak bersenjata, sebab sarung pedangnya sudah lepas dari tangan kirinya, sehingga buru buru Liong Cie In batal menangkis supaya lengannya tidak putus akan tetapi lengan bajunya kena dibikin robek oleh golok musuh itu.
Kemarahan Liong Cie In jadi meluap, dan dilimpahkan kepada musuh yang bersenjata golok itu, yang dia serang bagaikan gelombang laut kena badai sampai berhasil dia membenamkan pedangnya dibagian dada musuh; dan darah musuh itu menghambur membasahi pakaian Liong Cie In !
Atas perintahnya In Cie Peng maka lebih dari dua ratus orang tentara penjajah segera meluruk mengepung Liong Cie In, yang mengamuk bagaikan seekor lembu betina yang terluka.
Rambutnya yang merupakan mahkota bagi seorang wanita, telah dibabat putus oleh In Cie Peng, sementara lengan bajunya yang sebelah kiri sudah robek kena tabasan golok.
Lagi beberapa saat tubuhnya Liong Cie In banyak terkena luka senjata penjajah yang mengepung dia, sehingga pakaiannya pun sudah tak sedap dipandang, banyak noda darah dan banyak yang robek.
Lie Hong Giok yang juga telah tiba ditempat pertempuran itu, hatinya menjadi pedih dan sangat cemas; waktu dia melihat keadaannya Liong Cie In: akan tetapi dia tak berdaya memberikan bantuan sebab diapun sedang dikepung oleh tidak kurang dari dua puluh orang tentara penjajah yang digabung dengan orang orang Thian tok bun !
Adalah pada saat yang sangat berbahaya bagi keselamatan nyawa Liong Cie In berdua Lie Hong Giok maka mendadak datang Tan Sun Hian yang telah mengamuk sambil dia berteriak :
"Moaymoay aku datang !"
Mendengar teriak suara kekasihnya itu mendadak air matanya Liong Cie In mengalir dengan derasnya.
Dara yang sudah luka hatinya ini mengamuk dan melakukan beberapa serangan dahsyat sehingga dalam sekejap dia berhasil memecah pihak musuh yang mengepung setelah itu dengan beberapa kali lompatan dia lari tanpa dia menghiraukan banyaknya anak panah yang dilepaskan kearahnya !
Itulah saat terakhir Liong Cie In melihat muka orang yang pernah dia cintai.
Dara yang patah hati Itu batal membunuh diri karena dia bertemu dengan Tok sin nie Bok lan siancu, yang lalu membawa dia ke kuil Cui gwat am; sebaliknya dengan dara Lie Hong Giok, pernah Cie in suthay bertemu dan berkumpul lagi yakni disaat mereka mengganyang markas kegiatan si iblis penyebar maut, dan waktu itu Cie in suthay sudah memakai pakaian seorang biarawati, meskipun dia belum sampai memasuki kuil Cui-gwat am; dan pada kesempatan pertemuan itu, betapa Lie Hong Giok menangis seperti orang sinting karena melihat nasib sahabatnya yang gagal dalam bercinta, sehingga memilih kehidupan sebagai seorang biarawati !
Sekarang ganti Cie in suthay yang mengeluarkan air mata melihat nasib sahabatnya; sampai kemudian terdengar ada suara seseorang yang memasuki kuil tua itu.
Bukan Lie Hui Houw dan bukan juga Lauw Kiam Seng yang datang dan memasuki kuil tua itu sebab seseorang itu bersuara seperti orang yang merasa heran, karena melihat adanya sinar api unggun yang menyala ditempat yang seharusnya tidak dihuni oleh manusia.
"Ada api, tentu ada orang... " gerutu seseorang itu, sambil dia melangkah mendekati ruangan yang cukup terang itu.
Cie in suthay cepat berdiri dan si botak merangkak ketakutan mencari sudut yang gelap.
Orang yang mendekati itu adalah seorang tua berusia limapuluh tahun lebih, berpakaian seperti seorang petani, dan Cie in suthay cepat mengenali bahwa orang tua itu adalah Ciu Tong, seorang tokoh dari Bu tong golongan utara !
"Hey, Ciu lo heng angin apa yang membawa kau kesini... ." Cie in suthay mendahului menyapa, tak lupa menyertai senyumnya, yang sudah tidak asing lagi bagi jago tua dari golongan Bu tong itu.
'Ah ! Kau...aku kira siapa..." sahut Ciu Tong, sambil matanya melirik ketempat Lie Hong Giok yang masih rebah tidak berdaya, meskipun dengan sepasang mata melotot dan Ciu Tong menambahkan perkataannya, dengan perlihatkan muka kaget : " ,..., hey, dia... .?" Cie in suthay manggut dan berkata: "Ya. Dia adalah anaknya si tangan geledek Lie Thian Pa; Dia sedang menderita."
Ciu Tong bergerak hendak mendekati Lie Hong Giok; untuk mencapai maksud ini, dia harus melewati Cie in suthay.
"Tunggu !" seru Cie in suthay secara tiba tiba, dan dengan nada berwibawa, bukan bersahabat, sedangkan wajah mukanya ikut berobah tidak seramah tadi.
Ciu Tong berdiri diam, batal melangkah sebaliknya Cie in suthay yang mendekati dan meneliti, setelah itu bhiksuni yang muda usia ini yang berkata lagi;
"Hmm ! iblis penyebar maut, lain orang boleh kau tipu mentah mentah... ."
Ciu Tong mengawasi biarawati yang muda usia itu, dengan sepasang mata menyala merah akan tetapi dia berkata ; "Eh! suthay, kau kenapa...,?" Cie-ln suthay tidak segera menjawab. Dia melangkah kedekat tempat Lie Hong Giok rebah, dan dia membelakangi Ciu Tong, akan tetapi dia bersikap waspada memasang mata dibagian punggungnya dan waktu dia memutar tubuhnya; maka dikedua tangannya dia sudah memegang dua batang pisau belati yang tadi nyaris kena dia !
"Kau sudah berhasil menyamar sebagai si malaikat maut yang ke delapan akan tetapi kau lupa dengan kebiasaan kau; menggunakan pisau 'coan yo shin jie" (dan Cie in suthay mengacungkan sepasang pisau belati yang dipegangnya), dan kau lupa kalau pisau pisau ini dapat membuka rahasia penyamaran kau !"
"Akan tetapi, suthay ... "
"Tunggu! aku belum selesai bicara...!" bentak biarawati yang cerdas itu, yang tidak memberikan kesempatan buat Ciu Tong bicara.
".. sekarang kau menyamar menjadi Ciu Tong, akan tetapi kau lupa melepas cincin yang tadi kau pakai selagi kau menyamar sebagai si malaikat maut yang ke delapan,..."
'Suthay, cincin ini aku boleh nemu..." kata Ciu Tong membela diri, sebab cincin yang dia pakai sebenarnya bukan sembarang cincin, akan tetapi merupakan cap atau lencana sebagai pengenal dalam tugasnya sebagai si malaikat maut yang ke delapan.
"Diam! aku masih mempunyai bukti lain.," kata Cie in suthay, yang lagi lagi telah melarang Ciu Tong palsu itu bicara:
"Pengalamanku sudah cukup menghadapi cara penyamaran kau. Boleh saja kau berlagak ketawa; boleh saja kau berlagak menangis, akan tetapi harus kau ketahui, kulit muka yang kau pakai buat menutup ujut mukamu yang aseli tidak dapat dan tidak mau kau kendalikan, kau boleh menangis dan kau boleh tertawa; akan tetapi wajah mukamu tetap tidak berobah, bagaikan muka seorang mati...!"
"Perempuan sinting... . !" maki si iblis penyebar maut dalam ujut penyamaran sebagai Ciu Tong, sedangkan didalam hati dia merasa sangat penasaran dengan kecerdasan bhiksuni yang muda usia itu yang tidak dapat dia tipu, padahal beberapa orang rekannya biarawati itu pernah dia tipu pada waktu dia menyamar sebagai Ciu Tong.
Waktu itu dan setelah ikut menyelesaikan tugas mengganyang markas kegiatan si iblis penyebar maut, maka pemuda Lee Kuo Cen bermaksud mengajak beberapa orang temannya singgah dirumahnya, di kota Lu Liang thang (peristiwa itu terjadi sebelum rumahnya Lee Kuo Cen itu dibakar oleh Tay lwee sip sam ciu).
Jilid 15 UNTUK maksudnya itu, maka mereka melakukan perjalanan sekaligus dalam satu rombongan yang terdiri dari pemuda Lee Kuo Cen, Ang ie liehiap Lee Su Nio (adik kandung Lee Kuo Cen), Soan siucay Cie Poan Ciang (kekasihnya Lee Su Nio), si Lutung sakti Tek Kun Eng, It hong Khouw Cie Ya dan pemuda Bun Siu Gie.
Disepanjang perjalanan mereka itu asyik membicarakan kisah pengalaman mereka, terutama pengalaman waktu mereka berhadapan dan mengepung Gan Hong Bie alias Thian tok cuncu alias si iblis penyebar maut, sampai mereka berhasil membinasakan si iblis yang hancur lebur terkena berbagai macam senjata tajam karena sangat meluapnya kemarahan para pendekar penegak keadilan waktu itu.
Dan diluar tahu mereka, perjalanan mereka itu diikuti oleh si iblis penyebar maut yang berujut seorang kakek bongkok. Pihak rombongan Lee Kuo Cen bahkan tidak menghiraukan waktu berapa kali mereka menoleh dan melihat adanya si kakek bongkok yang jalan seenaknya cukup jauh terpisah dari rombongan Lee Kuo Cen, sampai kemudian sikakek bongkok menghilang tak tahu kapan dan tak tahu dimana dia memisah diri.
Kemudian ketika rombongan Lee Kuo Cen ini sedang menyusuri suatu jalan daerah pegunungan, tiba tiba jauh di hadapan mereka, dilihat oleh mereka adanya seseorang seperti Ciu Tong yang sedang berjalan seorang diri mendahului mereka.
Ciu Tong adalah salah satu dari 5 tokoh golongan Bu tong; Umurnya sudah mencapai 50 tahun lebih, bertubuh sehat dan mahir ilmu silatnya. Kebiasaan Ciu Tong adalah memakai pakaian seperti seorang petani yang hidup di dusun.
Rombongan Lee Kuo Cen merasa heran, oleh karena mereka mengetahui bahwa Ciu Tong saat itu seharusnya melakukan perjalanan bersama sama teman akrabnya, yakni Hui beng siansu atau yang dahulu dikenal dengan nama Tan Hui Beng dan mereka berdua seharusnya sedang menuju kebagian utara; akan tetapi waktu itu mereka melihat Ciu Tong berjalan seorang diri.
"Ciu susiok; tunggu!" teriak Soan siucay Cie Poan Ciang dan pemuda ini mendahului rombongannya buat berusaha menyusul Ciu Tong. Akan tetapi mereka jadi bertambah heran, karena tiba tiba mereka melihat Ciu Tong justeru lompat melesat memasuki daerah belukar disisi jalan sebelah kanan dan menghilang dari pandangan mereka.
"Agaknya kambuh lagi penyakit Ciu susiok, yang gemar berlaku jenaka ..." kata Soan siucay Cie Poan Ciang membikin yang lain jadi tertawa dan mereka langsung mengikuti Soan siucay Cie Poan Ciang karena pemuda itu sudah langsung mendahului memasuki daerah belukar bekas tempat Ciu Tong tadi menghilang.
It tin hong Khouw Cie Ya berjalan paling belakang. Sebagai seorang yang usianya sudah lewat empatpuluh tahun, dia merasa tidak perlu tergesa gesa dan biasa bertindak dengan perhitungan:
Disuatu saat It tin hong Khouw Cie Ya mendengar bunyi suatu suara bagaikan langkah kaki seseorang. Dia hentikan langkahnya untuk mendapatkan kepastian, membiarkan rekan rekan seperjalanannya yang sudah jauh meninggalkan dia seorang diri.
Mau tak mau, It tin hong Khouw Cie Ya menjadi tertawa didalam hati. Lain orang sengaja mengejar tokoh Bu-tong pay yang gemar bergurau itu, tahu tahu Cie Tong malah duduk seenaknya.
It tin hong Khouw Cie Ya sengaja melangkah perlahan dan ringan, supaya tidak perdengarkan bunyi suara. Agaknya ingin juga dia bergurau dengan jago dari Bu tong pay itu !
Akan tetapi, ketika It tin hong Khong Cie Ya sudah kian mendekati, maka secara tiba-tiba Ciu Tong bangun berdiri, memutar tubuh dan mengawasi It-tin hong Khouw Cie Ya.
It-tin hong Khouw Cie Ya menjadi sangat terkejut bagaikan dia melihat hantu disiang hari, oleh karena ujut muka Ciu Tong yang berdiri dihadapannya, ternyata berujut muka Gan Hong Bie atau si iblis penyebar maut yang dianggap sudah mati.
'Ha ha ha .... !' tawa si manusia muka seribu bagaikan tawa iblis yang siap menyebar maut, sementara itu It tin hong Khouw Cie Ya masih berdiri terpesona dengan muka pucat karena kaget.
"Kau... !" kata It tin hong Khouw Cie Ya seperti memaksakan diri; akan tetapi hanya itu saja yang dapat dia ucapkan karena selagi dia masih gugup, sempat dilihatnya tangan kanan si manusia muka seribu bergerak dan sebatang belati terbang melesat dan membenam dibagian dada Khouw Cie Ya.
Segera pandangan mata It tin hong Khouw Cie Ya menjadi hambar. Sekali lagi didengarnya suara tawa yang khas dari Si iblis penyebar maut, setelah itu si iblis penyebar maut melangkahkan kakinya mendekati Khouw Cie Ya dengan sebelah tangan membawa pisau 'coan yo shin jie', siap hendak membedah !
It tin-hong Khouw Cie Ya berteriak sekeras yang dia mampu lakukan, maksudnya untuk memanggil kawan kawan yang lain sementara belati maut itu kemudian merobek perutnya, sampai ususnya ikut tertarik keluar.
Pemuda Lee Kuo Cen mendengar teriak suara It tin hong Khouw Cie Ya, juga rekan rekan yang lain ikut mendengar.
Mereka serentak menghentikan langkah kaki mereka yang sedang mencari Ciu Tong. Mereka memang sedang merasa heran, oleh karena sejak tadi mereka tidak melihat It tin hong Khouw Cie Ya yang memisah diri dari kelompok mereka: Tiba tiba mereka serentak merasa cemas.
Si Lutung sakti Tek Kun Eng bergerak cepat hendak mengejar kearah terdengarnya teriak suara Khouw Cie Ya tadi, akan tetapi dia disusul oleh Ang ie liehiap Lee Su Nio yang melesat dalam bentuk suatu bayangan merah.
Dara yang perkasa dan yang berbaju merah itu berhenti tepat dekat tubuh It tin hong Khouw Cie Ya, yang sudah rebah tewas secara sangat mengerikan.
Ang ie liehiap Lee Su Nio kemudian memungut sesuatu benda dekat mayat Khouw Cie Ya, lalu secepat kilat tangan kirinya bergerak dan sebatang kim Cie piao dia lepaskan mengarah semak semak belukar disamping kirinya. Seseorang berteriak mengaduh, dan seseorang lompat keluar dari semak semak belukar, sementara Ang ie liehiap Lee Su Nio sudah siap dengan pedang ditangannya, akan tetapi dia tidak segera menyerang, sebab dilihatnya seseorang itu adalah seorang kakek bongkok yang bertubuh kurus dan yang tidak dia kenal; sementara dimulut si kakek bongkok kelihatan masih menggigit sebatang kim cie piao milik Lee Su Nio !
Sementara itu, Lee Kuo Cen dengan teman temannya juga sudah tiba ditempat itu, dan sempat menyaksikan kejadian itu.
Si kakek bongkok mengambil kim cie piao dari mulutnya, lalu dengan menyertai senyum licik dia berkata :
'Liehiap, kau hampir melukai aku si orang tua... "
'Kui mo ong ..." Ang ie liehiap Lee Su Nio bersuara menggerutu.
Si kakek bongkok atau si iblis penyebar maut menjadi sangat terkejut. Dia tidak menyangka bahwa secepat itu Ang ie liehiap Lee Su Nio mengetahui penyamarannya. Secara tiba tiba dia melontarkan kim cie piao yang sedang dia pegang kearah dara perkasa berbaju merah itu.
Lee Kuo Cen beramai menjadi sangat terkejut melihat gerak yang sangat cepat dan sangat lincah dari si kakek bongkok. Suatu kejadian yang benar benar diluar dugaan mereka dan mereka tidak sempat mencegah.
Mereka perdengarkan teriak suara mereka akan tetapi dengan sangat lincah Lee Su Nio lompat berkelit, sehingga kim cie piao yang mengarah dia nyaris mendapat mangsa dan membenam disuatu pohon, yang cepat diambil oleh Soan siucay Cie Poan Ciang.
("sayang ...") bisik si kakek bongkok didalam hati. Sekiranya piao tadi berhasil melukai Lee Su Nio, maka besar kemungkinan dara perkasa berbaju merah itu akan binasa, sebab adalah suatu muslihat belaka apabila piao itu berada dimulutnya karena sebenarnya piao itu dia tangkap memakai tangannya, dan cepat cepat dia telah berikan larutan bisa racun maut.
Sementara itu si kakek bongkok alias si iblis penyebar maut telah menyerang lagi; memakai kipas baja sedemikian lekas dilihatnya Ang ie liehiap Lee Su Nio berhasil menghindar dari serangan piao tadi.
di pihak Ang ie liehiap Lee Su Nio, dara perkasa berbaju merah ini tidak menjadi gentar menghadapi lawan yang datangnya secara bertubi tubi. Dara perkasa ini sebaliknya merasa heran, karena dia tidak kenal dengan si kakek bongkok yang ternyata dapat bergerak gerak gesit .dan lincah, disamping berbagai serangannya merupakan serangan maut yang tidak boleh dianggap remeh!
Sementara itu, Soan siucay Cio Poan Ciang yang sempat mendengar suara kekasihnya yang menggerutu tadi, atau yang menyebut perkataan "kui mo ong" atau biang hantu jejadian sejenak kelihatan ragu ragu. Akan tetapi tak sempat dia berpikir lama, sebab pada saat berikutnya dia lompat memasuki arena pertempuran buat dia membantu kekasihnya.
Dalam sengitnya Koay lo jinkee atau sikakek bongkok yang aneh kelakuannya melakukan berbagai serangan yang hebat terhadap sepasang lawannya. Dia sedang bergerak memakai jurus jurus dari burung elang mencari mangsa ketika dia sempat melihat gerak pemuda Bun Siu Gie yang hendak membokong dia memakai sesuatu senjata rahasia.
Dengan suatu gerak tipu burung elang menembus angkasa maka Koay lo jinkee atau si kakek bongkok yang aneh melakukan suatu lompatan tinggi buat dia berkelit dari serangan sepasang lawannya dan selagi tubuhnya berada di udara si kakek bongkok itu sempat menangkis sebatang panah kecil yang terpental kena benturan kipasnya yang istimewa !
Menyusul berbagai gerakannya itu Koay lo jinkee menekan suatu alat rahasia pada kipasnya lalu meluncur beberapa batang jarum maut hek tok ciam yang berhasil melukai Bun Siu Gie akan tetapi sebelum pemuda itu rubuh pingsan masih sempat pemuda itu melepaskan sebatang panah lagi dan panah kecil itu berhasil membenam dibagian pundak sebelah kiri dari Koay loo jinkee.
Si kakek bongkok yang aneh alias si iblis penyebar maut menjadi terkejut. Darah telah keluar dari lukanya yang terkena panah itu. Dia khawatir kalau kalau senjata musuh itu menggunakan bisa racun seperti jarum maut hek tok ciam yang menjadi senjatanya. Oleh karena itu selagi tubuhnya baru saja bebas dari kepungan sepasang musuhnya; maka cepat cepat dia lari menyingkir dari arena pertempuran.
Untung bagi si iblis penyebar maut bahwa pihak lawannya tidak ada yang mengejar; sebab Soan siucay Cie Poan Ciang beramai lebih mementingkan berusaha hendak menolong Bun Siu Gie akan tetapi luka yang diderita oleh pemuda itu justru adalah pada bagian sepasang matanya yang terkena jarum maut hek tok ciam disamping ada beperapa batang lagi yang membenam didalam tubuhnya.
Andaikata Bun Siu Gie dapat ditolong nyawanya namun pemuda itu pasti akan menjadi seorang tunanetra. Lagipula pada saat itu tidak ada diantara mereka yang membekal obat anti bisa racun yang khas dari si iblis penyebar maut, sehingga dalam waktu yang singkat pemuda itu tewas dengan mulut mengeluarkan busa berwarna hitam agak kebiru biruan juga kulit mukanya berobah menjadi biru.
Dengan demikian It tin hong Khouw Cie Ya sudah tewas dibedah memakai belati 'yoan yo shin-jie dan pemuda Bun Siu Gie tewas terkena jarum hek-tok ciam. Dua macam senjata yang tidak asing lagi menjadi milik si iblis penyebar maut. Akan tetapi siapakah sebenarnya si kakek bongkok yang tangkas itu " Sukar rasanya untuk diduga oleh rombongannya Lee Kuo Cen.
Tidak seorang pun diantara rombongan Lee Kuo Cen yang dapat memastikan bahwa si kakek bongkok adalah ujut penyamaran Gan Hong Bie alias si iblis penyebar maut, sebab setahu mereka Gan Hong Bie itu sudah mereka binasakan; dan siapakah kui mo ong seperti yang pernah disebut oleh Ang ie liehiap Lee Su Nio"
Dara perkasa berbaju merah itu menjawab pertanyaan semua rekannya dengan mengatakan bahwa tadi sebenarnya dia sedang membaca sebuah lencana yang dia temukan didekat mayatnya Khouw Cie Ya dan lencana itu lalu dia perlihatkan kepada semua temannya.
" oodwkz)X(hendoo"
SEBAGAI akibat dari pertemuan dan pertempuran rombongan Lee Kuo Cen dengan si kakek bongkok yang aneh itu maka dikemudian hari menjadi gempar lagi orang orang di kalangan rimba persilatan, terlebih setelah mereka mengetahui tentang tewasnya Cin Bian Hui, bekas piauwsu tua Ma Heng Kong dan banyak lagi rekan rekan mereka yang menamakan diri sebagai kelompok para pendekar penegak keadilan sehingga terjadi pertentangan pendapat diantara meraka; sebab ada yang mengatakan bahwa si kakek bongkok yang aneh maupun seseorang yang menamakan diri sebagai kui mo ong adalah ujut penyamaran murid murid si iblis penyebar maut. Dan yang membikin orang orang menjadi pusing kepala adalah pendapat kelompok lain yang menduga bahwa si iblis penyebar maut masih belum mati atau mungkin hidup lagi.
Betapapun halnya orang orang gagah yang menamakan diri sebagai pendekar penegak keadilan semuanya berpendapat bahwa si kakek bongkok ataupun kui mo ong atau siapa saja yang menjadi sisa sisa orang Thian tok bun harus dibasmi atau dibinasakan sebelum mereka sendiri yang bakal dibinasakan !
Dilain pihak Koay lo jinkee atau sikakek bongkok yang aneh berhasil menyelamatkan diri dari kepungan rombongannya Lee Kou Cen.
Si iblis penyebar maut dalam ujut penyamaran sebagai sikakek bongkok yang aneh itu, dia merasa yakin bahwa pihak musuh akan melakukan pengejaran sebab Lie Su Nio, oleh karena dia terus lari menjauhi tempat itu dan disepanjang pelariannya itu tak sudahnya dia memikirkan betapa rahasia penyamarannya sebagai kui mo ong cepat diketahui oleh Ang ie liehiap Lee Su Nio. Si iblis tidak menduga bahwa saat itu Lee Su Nio sebenarnya sedang membaca lencana kui mo ong yang ditemukan didekat mayat It tin hong Khouw Cie Ya; jadi bukan sebab Lee Su Nio mengetahui bahwa si kakek bongkok itu adalah 'Kui mo ong'.
Sekarang selagi dia menyamar untuk yang kedua kalinya sebagai Ciu Tong, ternyata lagi lagi seorang perempuan telah mengetahui tentang penyamarannya itu dan perempuan itu justeru adalah Cie in suthay, salah seorang musuhnya yang paling dia benci dan yang paling dia ketahui mempunyai ilmu tinggi.
Kemarahan si iblis penyebar maut jadi meluap kemudian seraup paku paku "tok liong teng" atau paku paku naga beracun dilontarkan kearah biarawati yang cerdas dan perkasa itu, akan tetapi dengan tangkas Cie in suthay menangkis memakai sepasang pisau belati yang dia pegang pada kedua tangannya, dan dia benar benar sangat tangkas serta gesit; sebab semua paku paku naga beracun itu kena ditangkis terpental tidak ada yang kena dia dan tidak ada juga yang berhasil menerobos melukai Lie Hong Giok yang sengaja dia lindungi.
Si iblis penyebar maut dalam ujut muka Ciu Tong lalu bersiap siap hendak menyerang memakai ilmu eng jiauw kang.
"Tunggu ....!" teriak Cie in suthay yang melarang dan memberikan tanda memakai sepasang tangannya lalu dia menambahkan perkataannya :
"... kalau aku berkelit dari seranganmu, maka harus kau pikirkan yang bakal menjadi korban adalah Lie kouwnio padahal susah susah kau culik dia buat kau jadikan sebagai pengganti binimu, dan untuk itu kau bahkan telah membunuh suhengnya yang sekaligus menjadi kekasihnya ,.," Cie in suthay menunda perkataannya buat dia membaca isi hati si iblis penyebar maut melalui sinar matanya, setelah itu dia menyambung lagi.
".... sebaliknya, kalau aku menangkis buat menentang serangan kau memakai ilmu pek kong ciang (pukulan udara kosong): maka kau tentu tahu akibatnya, seumur hidup kau bakal tidak bisa kawin, meskipun kau berhasil membikin aku mampus!"
Si iblis penyebar maut dalam ujut penyamaran sebagai Ciu Tong membanting sebelah kakinya tanda dia tobat menghadapi biarawati yang muda usia dan yang cantik jelita itu.
"Akh !" dia bersuara seperti merasa putus asa lalu cepat cepat dia memutar tubuh hendak meninggalkan ruangan itu.
"Eeh ! enak saja kau mau pergi tanpa pamit !" tegur Cie in suthay sambil kedua tangannya bergerak melepas sepasang pisau belati yang dipegangnya mengarah si iblis penyebar maut.
Si iblis mengetahui datangnya serangan itu. Dia lompat tinggi akan tetapi sepasang pisau belati itu berhasil membenam dibagian pundaknya yang sebelah kiri sehingga dia rubuh terguling akan tetapi secepat itu juga seraup paku paku tok liong teng telah berhamburan kearah Cie in suthay dan bhiksuni yang muda usia itu sampai harus membuka kain penutup kepalanya untuk dijadikan semacam selendang putih yang bergerak seperti ular yang melibat semua paku paku naga beracun yang dilepaskan oleh si iblis penyebar maut yang waktu itu sudah cepat cepat lompat kabur, selagi Cie in suthay sibuk perlihatkan tari selendang putih yang bergerak indah.
Lie Hui Houw masuk mendahulukan Lauw Kiam Seng selagi Cie in suthay sedang meneliti paku paku tok liong teng yang sudah dia kumpulkan:
Sejak awal perkenalannya dengan biarawati yang muda usia itu baru sekali ini Lie Hui Houw sempat melihat rambut indah dan panjang lepas terurai; sampai dia berdiri terpesona dan menjadi terkejut waktu Lauw Kiam Seng menyentuh sebelah pundaknya.
"Hmm ! enak kalian berpesta ya ..." Cie-in suthay mendahulukan menyapa.
"Eh ! bagaimana suthay mengetahui ?" tanya Lauw Kiam Seng yang merasa heran; sedangkan diam diam dia ikut mengagumi kecantikan muka yang ayu dari sang dewi itu.
"Bau arak yang memenuhi ruangan ini " sahut Cie in suthay kemudian dia menceritakan tentang kedatangan si iblis penyebar maut tadi yang menyamar sebagai Ciu Tong dan menyamar sebagai si malaikat maut yang ke delapan.
"Iblis penyebar maut yang menyamar jadi malaikat maut kedelapan dan menyamar jadi...." Lauw Kiam Seng menggerutu akan tetapi tidak sempat meneruskan perkataannya itu; sebab sudah diputus oleh Lie Hui Houw :
"Akan tetapi aku sudah bunuh dia !"
"Bunuh siapa?" tanya Cie in suthay dan mengawasi.
'Si malaikat maut ke 8. Jadi tidak mungkin si iblis yang menyamar."
"Kau sudah pernah melihat muka si iblis penyebar maut dan muka si malaikat maut?" tanya lagi Cie in suthay.
'Dia seorang tua kerempeng yang .."
'Yang apa?" tanya Cie in suthay sebab Lie Hui Houw tidak melengkapi perkataannya,
'Yang tidak pandai ilmu silat.." sahut Lie Hui Houw yang baru teringat bahwa waktu dia menyerang tadi, si malaikat maut ke 8 kelihatan ketakutan; dan tidak bersiap siap buat melakukan perlawanan berlainan dengan lagak seorang yang pandai ilmu silat.
"O mi to hud! kau sudah salah membunuh orang," kata Cie in suthay yang melihat keragu raguan Lie Hui Houw, sesudah itu Cie in suthay menceritakan tentang pengalaman beberapa orang rekannya yang sudah beberapa kali kena ditipu oleh si iblis penyebar maut bahkan Lie Hui Houw berdua Kanglam hiap Ong tiong Kun sudah pernah kena ditipu oleh si iblis penyebar maut itu.
Waktu tadi dikejar dan menghilang dirumah seseorang penduduk setempat, si iblis penyebar maut dalam ujut sebagai si malaikat maut yang ke delapan, berhasil menemukan seseorang yang dia tidak kenal yang cepat cepat dia ganti pakaiannya, memakai seragam si malaikat maut yang ke delapan; lengkap dengan selubung penutup kepala lalu disaat dia mengetahui Lie Hui Houw datang menyusul, maka si iblis mendorong seseorang itu, yang lalu diserang dan dibinasakan oleh Lie Hui Houw sedangkan si iblis kemudian menghilang dan muncul di kuil tua dalam ujut penyamaran sebagai Ciu Tong!
Sementara itu Lie Hui Houw yang menjadi sangat penasaran, malam itu dia jadi bergadang lagi memikirkan kebodohannya yang sudah dua kali kena ditipu oleh si iblis penyebar maut, sebaliknya Cie in suthay ternyata tidak kena ditipu oleh si iblis itu.
Suatu hal yang tidak diketahui oleh Lie Hui Houw adalah mengenai Kanglam hiap Ong Tiong Kun yang untuk kesekian kalinya kena ditipu oleh si iblis penyebar maut dan yang terakhir Ong Tiong Kun bahkan sampai menemui ajalnya ditangan si iblis penyebar maut itu !
Peristiwa itu terjadi setelah si iblis penyebar maut bertempur melawan rombongannya Lee Kuo Cen. Waktu itu dan sesudah merasa cukup jauh terpisah dari tempat bekas terjadinya pertempuran maka si iblis penyebar maut dalam ujut si kakek bongkok telah memasuki sebuah kuil tua untuk dia beristirahat sambil mengobati lukanya yang bekas kena anak panah kecil yang dilepaskan oleh Bun Siu Gie.


Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keadaan si kakek bongkok kelihatan amat letih habis melarikan diri sedemikian jauhnya, bahkan dia melupakan lukanya yang sudah mengeluarkan banyak darah, sehingga sesudah dia membalut lukanya, maka dia tertidur pulas. Ketika dia mendusin pada malam harinya, maka tubuhnya menggigil kedinginan, sebab diluar kehendaknya, dia terkena serangan penyakit demam yang hebat.
Koay lo jinkee sangat menderita, sampai dia tidak dapat mengetahui entah sudah beberapa malam dia berada didalam kuil tua itu, tanpa makan, tanpa minum, akibat peiyakit demamnya yang memaksa dia tidak dapat meneruskan perjalanannya; bahkan sampai beberapa kali dia harus pingsan lupa diri.
Selama hidupnya, barangkali baru sekali itu dia mengenal rasa takut. Takut maut menyudahi hidup dan petualangannya, padahal dia merasa perlu untuk dapat hidup terus buat dia melakukan balas dendam terhadap semua musuh musuhnya.
Teringat dengan semua musuh musuhnya atau orang orang yang memusuhi dia, maka si iblis penyebar maut jadi mengeluh, membayangkan sedemikian banyaknya musuh yang harus dia hadapi.
Dengan caranya dia menyamar sebagai si kakek bongkok yang aneh dan membinasakan musuh musuhnya seorang demi seorang si iblis penyebar maut menganggap pekerjaan itu terlalu memakan banyak waktu bahkan terlalu mempertaruhkan keselamatan nvawanya sendiri. Dari itu meskipun dia sedang menderita penyakit demam yang parah akan tetapi si iblis penyebar maut memikirkan daya yang lebih sempurna buat dia menghadapi dan menghabiskan semua orang orang yang memusuhi dia.
Kemudian terpikir oleh si iblis penyebar maut, bahwa alangkah baiknya kalau dia bisa memakai siasat 'melepas seribu iblis dalam ujut dan muka seribu'; sehingga pihak musuh akan benar benar menjadi tobat menghadapi sedemikian banyaknya iblis iblis yang menyebar maut.
Dan malam itu, disaat si iblis penyebar maut sedang memikirkan daya hendak melepas seribu iblis dalam ujut dan muka seribu; maka tiba tiba dia mendengar ada suara langkah kaki seseorang yang sedang memasuki kuil tua itu.
Langkah kaki seseorang itu kemudian kian mendekati tempat koay lo jinkee yang sedang rebah meringkuk mengigil kedinginan dalam keadaan gelap gulita tanpa ada sedikit sinar yang menerangi ruangan tempat dia meringkuk.
Meskipun sedang menderita penyakit demam yang hebat akan tetapi si kakek bongkok alias si iblis penyebar maut menyadari bahwa dia dalam keadaan berbahaya, sekiranya yang sedang mendekati itu adalah pihak musuhnya. Oleh karena itu meskipun dengan gerak yang lemah dia berusaha mempersiapkan senjata kipasnya yang istimewa, yang siap buat dia meluncurkan jarum jarum maut hek tok ciam; andaikata seseorang itu tambah mendekati.
Akan tetapi suara menggigil koay lo jinkee yang sedang menderita demam agaknya telah menghentikan langkah kaki seseorang itu. Dia berhenti bagaikan sedang memusatkan pendengarannya.
Di luar dugaan koay lo jinkee, seseorang itu kemudian memutar tubuh dan melangkah keluar lagi dari dalam sebuah kuil tua itu dan koay lo jinkee menarik napas lega. Akan tetapi lewat sesaat langkah kaki seseorang itu terdengar lagi dan mendekati lagi membikin koay-lo jinkee merasa tegang dan mempersiapkan lagi senjatanya yang istimewa.
Seseorang itu agaknya keluar untuk mencari ranting atau dahan dahan kayu kering, karena kemudian dia membikin suatu api unggun di dekat tubuh koay lo jinkee yang sedang meringkuk kedinginan.
Api yang menyala itu benar benar merupakan suatu api kehidupan bagi koay lo jinkee yang sudah hampir padam.
Dengan bantuan sinar api unggun itu sekarang koay lo jinkee sempat melihat wajah muka seseorang itu yang ternyata adalah berupa seorang pemuda berumur kira kira sudah duapuluh tahun. Bertubuh tegap dan tampan serta berwatak keras, pandai ilmu silat karena dia membekal sebatang pedang didalam sarung yang dia pegang ditangan kiri:
Sekilas pemuda itu mengawasi koay lo jinkee dan sekilas pandangan mata mereka saling bertemu. Akan tetapi pemuda itu tidak bersuara menyapa dan tidak juga dia bersenyum, hanya sejenak dia mengawasi koay lo jinkee yang sedang meringkuk kedinginan setelah itu dia memasak air dengan bantuan api unggun yang sedang menyala.
Pemuda itu yang kemudian tidak perduli apakah air yang dimasaknya itu sudah masak atau baru setengah matang, yang penting dia tahu bahwa air itu sudah cukup panas. Lalu dia menuang kedalam satu kaleng kecil yang entah bekas apa dan air itu dia berikan buat koay lo jinkee minum.
Koay lo jinkee mengangkat sebelah tangannya hendak menyambuti air itu akan tetapi rasa demam membikin dia tak kuasa memegang kaleng itu; dan si pemuda lalu menolong sedikit mengangkat kepala koay jinkee dan meminum air panas itu.
Pemuda itu kemudian mengeluarkan bungkusan penganan kering yang dia beli. Diberikannya beberapa potong buat koay lo jinkee dan koay lo jinkee sudah sanggup menerima karena pengaruh air panas yang diminumnya. Akan tetapi si kakek tak langsung memakan penganan kering itu. Dia menunggu sampai si pemuda mendahulukan setelah itu baru dia ikut makan.
Agaknya pemuda itu mengetahui bahwa si kakek merasa curiga takut diracuni; akan tetapi pemuda itu bersikap acuh dan dia bahkan tidak bersenyum.
Lewat beberapa saat Koay lo jinkee sudah sanggup duduk dan makan dengan lahapnya.
"Terima kasih," Kata Koay lo jinkee; perlahan suaranya sementara mulutnya masih mengunyah penganan kering pemberian pemuda itu.
"Hmm !" pemuda itu bersuara seperti menggerutu :
Sejenak koay lo jinkee mengawasi pemuda itu akan tetapi kemudian dia mengunyah lagi dan bicara lagi :
'Siapa namamu"' demikian tanyanya sikakek yang bongkok itu, suaranya terdengar ramah.
Pemuda itu tiba tiba menunda tangan kanannya yang hendak menambah air minumnya. Dia mengawasi si kakek bongkok dengan sinar mata menyala; sementara tangan kirinya meraih pedangnya yang dia pegang erat erat. Akan tetapi akhirnya pemuda itu menunduk dan menggerutu, 'Sayang ... . "
"Kenapa sayang .....?" tanya koay lo jinkee, mulai merasa heran akan tetapi mulutnya masih mengunyah terus.
"Sayang kau sudah tua dan sedang sakit ,"
"Kalau aku masih muda dan sedang sehat.?" kakek bongkok menanya lagi.
"Akan kutempur kau dan akan kubunuh kau....!"
"Sebabnya ... ?" masih si kakek menanya, bertambah heran akan tetapi mulutnya mengunyah terus.
"Sebab kau menanyakan namaku . !"
Sepasang mata koay lo jinkee jadi membelalak. Penganan kering dalam mulutnya hampir menerobos keluar tanpa dia kehendaki.
"Heran, ." akhirnya koay lo jinkee bersuara menggerutu.
"Kenapa heran .. ?" tanya pemuda itu akan tetapi dia meraih dan meminum airnya.
"Orang menamakan koay lo jinkee, atau orang tua yang aneh, tetapi ternyata kau juga merupakan seorang pemuda yang aneh. Kalau tidak ..."
"KaIau tidak kenapa ?" pemuda itu menanya lagi.
"Kalau tidak akan kutempur kau sebab kau telah menghina aku, dan akan kubuntungkan lenganmu seperti ... ."
Koay lo jinkee menyudahi perkataanya dengan melontarkan penganan dari dalam mulutnya kesuatu sudut dimana terdapat suatu patung keramik yang sudah rusak dan penganan itu tepat menghantam bagian lengan dari patung itu, yang lalu putus dan jatuh hancur dilantai.
"Hmm ... . !" pemuda itu bersuara seperti mengejek dan tidak menghiraukan perbuatan koay lo jinkee yang sudah perlihatkan kemahiran ilmu tenaga dalam, dia bahkan rebahkan dirinya dilantai, memakai bungkusannya yang dijadikan bantal, dan dia cepat pulas tertidur.
Esok paginya pemuda itu bangun dari tidurnya karena dia mendengar bunyi suara yang ribut dibagian belakang kuil. Dia tak melihat si kakek yang semalam meringkuk kedinginan lalu dengan langkah kaki yang tenang dia menuju kebagian belakang, karena bunyi suara yang ribut masih dia dengar.
Dihalaman belakang kuil yang cukup luas dilihatnya si kakek bongkok sedang asyik melatih ilmu silatnya dalam berbagai gerak memukul dan melontarkan pisau pisau terbang; dan pisau pisau terbang itu berhasil memapas putus dahan pohon atau ranting pohon, dan akibat dari itu membikin dihalaman kuil tua itu jadi bertebaran dengan dahan dahan berikut daun daun pohon, sampai kemudian sikakek bongkok memasang kuda kuda membentangkan sepasang lengan dan mengerahkan tenaga dalam, lalu dia mengibas dan sebatang dahan pohon yang cukup besar menjadi patah dan jatuh terkena angin pukulan itu.
"He he he ! bagaimana kau lihat tenaga eng jiauw kang yang aku kerahkan tadi hebat bukan?" kata si kakek bongkok yang menyudahi latihannya dan mendekati si pemuda.
"Hmm ! cukup bagus" kata si pemuda dengan nada suara yang seperti mengejek; sehingga telah mengecewakan hati koay lo jinkee.
"Hmm! kau jangan sombong." kata sikakek bongkok alias si iblis penyebar maut yang lalu menambahkan perkataannya "... coba aku lihat kau berlatih." Suatu hal yang cukup mengherankan telah terjadi, sebab si pemuda yang beradat aneh itu mau menurut dengan perintah koay lo jinkee dan dia segera mulai melatih diri dengan suatu ilmu silat pedang yang tambah lama tambah hebat dan cepat gerakannya.
Dimata koay lo jinkee alias si iblis penyebar maut yang cukup berpengalaman, maka dia melihat bahwa pemuda itu sedang memainkan jurus jurus dari ilmu silat pedang Tiang pek kiam hoat, yang khas dari golongan Tiang pek pay. Akan tetapi pada jurus jurus berikutnya dilihatnya menjadi kacau balau bercampur dengan jurus jurus ilmu pedang golongan lain, sehingga didalam hati koay lo jinkee jadi heran, entah siapa gurunya pemuda itu.
Betapapun halnya si kakek bongkok alias si iblis penyebar maut itu merasa yakin, bahwa akan sia sia belaka kalau ia menanya kepada si pemuda, tentang siapa dan dari golongan mana gurunya; oleh karena waktu ditanyakan namanya sendiri, pemuda itu sudah menjadi tersinggung.
Akan tetapi bagaikan nasib sudah mempertemukan mereka, maka ternyata kedua manusia aneh itu sudah dapat saling menyelami adat dan kebiasaan masing masing, sehingga keduanya menjadi akrab dan si kakek bongkok tidak segan segan memberikan beberapa macam ilmu kepada si pemuda, antara lain ilmu tenaga dalam 'eng jiauw kang", ilmu melepas pisau terbang "coan yo shin-jie", serta cara mengolah larutan bisa racun buat pisau maut itu, berikut cara mengobatinya.
Dengan demikian ada kira kira sebulan lamanya kedua manusia aneh itu menjadi penghuni kuil tua yang mereka tidak perlu apa namanya dan dimana letaknya, sampai kemudian si kakek bongkok menghilang tanpa pamit dan tanpa meninggalkan pesan, dan si pemuda masih berdiam beberapa hari buat dia melatih diri dengan rajin, setelah itu juga dia berkemas dan meninggalkan kuil tua itu.
Setelah berpisah dari si pemuda aneh yang dia tidak tahu siapa namanya, maka koay lo jinkee atau si kakek bongkok yang aneh alias si iblis penyebar maut meneruskan langkah kakinya menuju ke kota Tung nam sebab dia hendak menemui seorang taki laki yang bernama Lo Peng Bun.
Akan tetapi ketika kakinya baru saja memasuki kota Tung nam; secara kebenaran dia melihat rombongannya Hek kok tay hiap Tan Su yang baru saja tiba di kota itu.
Saat itu rombongan Hek kok tayhiap Tan Su disertai oleh Intay kiamkek Suma Eng dan Kanglam hiap Ong Tiong Kun. Jadi ketiga orang orang itu merupakan musuh musuh bebuyutan si iblis penyebar maut, terlebih Kanglam hiap Ong Tiong Kun.
Oleh karena menyadari bahwa dia menghadapi musuh musuh yang tinggi ilmunya, maka si iblis penyebar maut dalam ujut si kakek bongkok terus mengikuti rombongan si tukang tahu Tan Su sambil dia memikirkan suatu siasat supaya jangan gagal dia melakukan balas dendam.
Selama mengikuti langkah kaki ketiga orang musuh musuhnya itu si kakek bongkok sempat melihat bahwa sebelah kaki Ong Tiong Kun sedang menderita luka akibat pertempuran diwaktu mengganyang markas si iblis penyebar maut, sehingga pada waktu itu Ong Tiong Kun berjalan dengan memakai sebatang tongkat kayu.
Dengan kesabarannya yang luar biasa si iblis penyebar maut dalam ujut sikakek bongkok terus mengikuti musuh musuhnya bahkan sampai mereka memasuki kota Boe ouw; dan di kota itu dilihatnya rombongan Hie kok tayhiap Tan Su memasuki sebuah rumah penginapan.
Si iblis penyebar maut masih memikirkan suatu muslihat buat dia menghadapi musuh musuhnya; ketika disaat berikutnya dilihatnya Hiekok tayhiap Tan Su berdua Intay kiamkek Suma Eng keluar dan meninggalkan rumah penginapan tanpa membawa bungkusan pakaian mereka menandakan mereka akan pergi mengurus sesuatu keperluan di kota itu.
Oleh karena yakin bahwa Kanglam hiap Ong Tiong Kun berada seorang diri didalam kamar maka si kakek bongkok lalu memasuki rumah penginapan dan dengan bantuan sipengurus rumah penginapan maka dia mengetahui letak kamar yang disewa oleh musuhnya.
Waktu itu Kanglam hiap Ong Tiong Kun sedang beristirahat ketika tiba tiba pintu kamar yang memang tak dikunci kelihatan dibuka orang tanpa lebih dahulu menyapa. Akan tetapi waktu diketahuinya yang datang adalah seorang kakek bongkok yang berlaku ramah tamah maka Ong Tiong Kun mempersilahkan si kakek itu duduk.
"Aku lihat Ong heng datang bertiga kemanakah kawan kawan Ong heng yang dua orang ?" tanya sikakek bongkok ramah akan tetapi cukup mengherankan bagi Ong Tiong Kun karena dia tak menduga sikakek mengetahui namanya.
"Mereka sedang keluar menyambangi seorang sahabat akan tetapi bolehkah aku mengetahui nama lo jinkee "' sahut Ong Tiong Kun yang balik menanya.
"Hmm ! aku yang sudah tua sebenarnya sudah lupa dengan namaku," sahut si kakek bongkok yang sekarang nada suaranya berobah seperti mengejek sedangkan sepasang matanya liar mengawasi kesekitar ruangan kamar lalu dia berkata lagi.
"... akan tetapi banyak orang orang yang menyebut aku sebagai koay lo jinkee ,"
Diam-diam Ong Tiong Kun jadi terkejut. Dia teringat bahwa dulu dia pernah bertemu dengan seorang orang kakek tua (Ouw lopek) yang kemudian diketahui adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut. Akan tetapi si kakek tua yang sekarang dia hadapi adalah seorang kakek bongkok yang bahkan usianya lebih tua sedangkan si iblis penyebar maut sekali ini sudah benar benar dibinasakan, bahkan sampai hancur lebur tubuhnya sehingga tidak mungkin si kakek bongkok ini adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut!
Sementara itu sikakek bongkok telah mendekati pintu kamar yang kemudian dia tutup, bahkan dia palang dari bagian dalam. Setelah itu dia mendekati dinding tempat pedang Ong Tiong Kun digantung.
"Pedang yang bagus," kata si kakek bongkok memberikan pujian secara wajar sambil dia mengeluarkan pedang itu dari dalam sarungnya dan dia melangkah mendekati Kang lam hiap Ong Tiong Kun yang masih tetap duduk ditempatnya.
"Memang pedang yang bagus, akan tetapi sudah tiada gunanya lagi," sahut Ong Tiong Kun yang perlihatkan muka muram, karena teringat dengan luka pada kakinya yang harus dibuntungkan untuk mencegah bisa racun menjalar didalam tubuhnya. "Mengapa Ong heng berkata begitu?" si kakek bongkok menanya sambil dia mengawasi Ong Tiong Kun.
Kanglam hiap Ong Tiong Kun kelihatan bertambah muram akan tetapi dia berkata:
"Lo jinkee lihat, sebelah kakiku sudah buntung, bagaimana mungkin aku dapat menggunakan pedang itu lagi.. . ?" dan Ong Tiong Kun menarik sebelah kaki celananya, dan ternyata sebelah kakinya memang sudah dibuntungkan.
Si kakek bongkok perlihatkan senyumnya. Suatu senyum yang tidak sedap dipandang.
"Aku kenal dengan seseorang yang kedua kakinya sudah putus akan tetapi dia tetap mahir menggunakan pedang..."
Dan si kakek bongkok menyudahi perkataannya itu sambil tangannya yang memegang pedang ikut bergerak menabas putus sebelah lengan Ong Tiong Kun!
Kanglam hiap Ong Tiong Kun berteriak. Tidak pernah dia bermimpi akan terjadi peristiwa yang semacam itu. Dia lompat berdiri dengan sebelah kaki dan sebelah tangan. Darah segar pun mengucur keluar dengan derasnya dari sebelah lengannya yang sudah ikut menjadi putus. i
"Kau ....!" kata Kanglam hiap Ong Tiong Kun sambil dia menuding si kakek bongkok dengan sisa sebelah tangannya, akan tetapi dilihatnya si kakek bongkok tertawa dan berkata.
"Dan aku mempunyai seorang sahabat yang sebelah kaki dan sebelah lengannya sudah buntung; namanya Pit Leng Hong !"
Kanglam hiap Ong Tiong Kun tak menghiraukan perkataan si kakek bongkok. Rasa sakit pada lengannya mulai terasa. Dia hendak lompat menerkam, akan tetapi tiba tiba dia menjadi terpesona, karena saat itu dilihatnya si kakek bongkok sedang melepaskan kulit mukanya, untuk dilain saat si kakek bongkok berobah menjadi Gan Hong Bie yang dia anggap sudah binasa!
"Kau ....?"
"Ya; aku Gan Hong Bie yang kau anggap sudah binasa.. . !" kata simanusia muka seribu yang lalu perdengarkan suara tawa yang bagaikan hantu; sementara dengan pedang yang masih berlumuran darah secara tiba tiba ia menikam Ong Tiong Kun.
Dengan sisa sebelah kaki dan sebelah tangan yang masih ada, sudah tentu sangat sukar bagi Ong Tiong Kun menghadapi musuhnya yang buas dan ganas. Dia berhasil lompat menyingkir dari tikaman pedang tersebut; akan tetapi tubuhnya terperosok dan dia terjatuh di lantai tidak berdaya.
"Dahulu aku pernah bersumpah. Bersumpah akan membuntungkan sepasang lengan dan sepasang kakimu. Ha ha ha ... !"
Dan tawa si iblis penyebar maut itu benar benar iblis yang siap menyebar maut; sebab pedang ditangannya telah bergerak lagi, menabas putus sisa lengan Ong Tiong Kun tanpa musuhnya itu dapat menghindar atau melakukan perlawanannya !
Ruang didalam kamar yang tidak terlalu besar menyebabkan meja dan kursi pada terbalik dilanda tubuh Ong Tiong Kun yang lalu bergulingan hendak berusaha keluar dari dalam kamar. Akan tetapi sekali lagi si iblis penyebar maut menebas kaki kanan Ong Tiong Kun sehingga Ong Tiong Kun benar benar tidak lagi memiliki tangan sebatas pundak dan tidak lagi memiliki kaki sebatas lutut !
Sungguh sangat menyedihkan keadaan Kang lam hiap Ong Tiong Kun waktu itu. Dia adalah seorang jago pedang utama untuk daerah Kanglam. Akan tetapi pada saat itu dia tidak berdaya dan dia rebah lupa diri tidak lagi mengetahui bahwa musuhnya menertawakan dia. Dan gema tawa itu benar benar tawa iblis yang sedang merasa gembira karena telah berhasil melepas dendam terhadap salah seorang musuh bebuyutannya !
Dan si iblis penyebar maut kemudian mengganti ujut muka lagi kembali menjadi si kakek bongkok lalu dia mendekati dan meneliti tubuh Ong Tiong Kun sebab dia merasa belum semua sumpahnya dia tunaikan yakni untuk memotong lidah jago dari Kanglam itu. Setelah itu dia tinggalkan kamar Ong Tiong Kun dengan tidak lupa meninggalkan sebuah lencana kui mo ong. Sebelum meninggalkan kamar itu si iblis penyebar maut masih memerlukan memberikan bubuk racun Cian lian lo hap sie pada tempat air teh dengan harapan Hie kok tayhiap Tan Su dan Intay kiamkek Suma Eng menjadi tewas kalau diminumnya air teh itu.
Tidak jauh terpisah dari rumah penginapan itu terdapat suatu kedai arak yang kelihatan sudah banyak tamunya dan si iblis penyebar maut dalam ujut muka sebagai si kakek bongkok hendak memasuki kedai arak itu, sebab dia bermaksud supaya dapat mengawasi kembalinya Hie kok tayhiap Tan Su berdua Intay kiamkek Suma Eng, akan tetapi mendadak dia membatalkan niatnya, sebab diantara tamu tamu yang sedang duduk minum, dilihatnya ada kelompok anggota pasukan gerak cepat yang dipimpin oleh Ang Peng Sim.
Si kakek bongkok alias si iblis penyebar maut mengetahui bahwa Ang Peng Sim merupakan salah seorang kepercayaannya ciangkun Lie Kim Liang, yang waktu itu menjabat sebagai kepala pasukan gerak cepat. Dia ingin mendengar kabar perihal Liang ciangkun, dari itu dia merasa perlu menemui Ang Peng Sim. Akan tetapi kalau saat itu dia mendatangi tempat Ang Peng Sim sebagai si kakek bongkok, sudah tentu Ang Peng Sim tidak mengenali dia, sebab yang dikenal Ang Peng Sim adalah ujut dia sebagai Gan Hong Bie. Sebaliknya kalau saat itu dia perlihatkan ujut muka Gan Hong Bie, maka kemungkinan akan terlihat oleh pihak Hie kok tayhiap Tan Su berdua Intay kiamkek Suma Eng, sehingga memungkinkan rahasianya ketahuan bahwa Gan Hong Bie belum binasa.
Oleh karena memikir begitu; maka si kakek bongkok alias Gan Hong Bie memikir suatu daya, setelah itu dia masuk kedalam kedai arak, langsung mendekati tempat pemilik buat dia menulis secarik surat singkat dan surat itu dia perintahkan seorang pelayan untuk diberikan kepada Ang Peng Sim.
Pelayan itu sempat membaca nama Gan Hong Bie yang tertera pada surat yang singkat itu, akan tetapi dia tidak mengetahui apa apa dan dia serahkan surat kepada Ang Peng Sim.
Ang Peng Sim kelihatan terkejut waktu dia menerima surat itu. Dia terkejut oleh karena dia sudah menerima berita bahwa Gan Hong Bie sudah binasa, sekarang dia menerima surat dari seseorang yang mengaku bernama Gan Hong Bie. Namun demikian dia memenuhi permintaan yang tertera pada surat yang singkat itu yang menghendaki dia memasuki bagian belakang dari kedai arak itu.
"Eh; kau benar benar masih hidup...?" Ang Peng Sim menyapa waktu didalam dia benar benar menemukan Gan Hong Bie yang sedang bersenyum.
"Ang hiantee, sebaiknya kau rahasiakan tentang keadaanku, dan biarkan orang orang menganggap dan mengatakan bahwa Gan Hong Bie sudah binasa. Aku bertekad akan membalas dendam terhadap setiap musuhku..." demikian sahut Gan Hong Bie yang kemudian menambahkan perkataannya :
" ... aku ingin mendengar kabar perihal Lie ciangkun ..."
Wajah muka Ang Peng Sim kelihatan girang setelah itu dia baru berkata :
"Sekiranya Lie ciangkun mengetahui bahwa kau masih hidup ... ." dia berhenti sejenak dan Gan Hong Bie meneruskan dia bicara :
", . Lie Ciangkun sebenarnya mendapat perintah dari sri baginda raja untuk mencari seseorang yang katanya menyimpan suatu daftar nama dari para pendukung gerakan Thio Su Seng dulu, akan tetapi Lie ciangkun yang baru menerima berita tentang kekalahan dan tewasnya kau, maka dia merasa kekurangan tenaga, sehingga tugas itu kabarnya diambil alih oleh pangeran Po Heng. Sekiranya perintah itu diterima oleh Lie ciangkun dan kemudian berhasil diperoleh daftar nama itu tentunya juga merupakan musuh dari pihak Thian-tok bun meskipun benar diantara mereka ada yang tidak ikut serta pada waktu dilakukan penyerangan ke markas kegiatan kau.."
"Hiantee, kau benar juga ..." kata Gan Hong Bie yang mengerti dengan maksud perkataan sahabatnya itu dan dia lalu menambahkan perkataannya :
"... sekarang dimanakah Lie ciangkun berada ..."
"Dia sekarang berada di kota raja, ditempai biasa dia beristirahat sambil menunggu tugas . "
"Baik, aku akan segera menemui dia." Dan Gan Hong Bie atau si iblis penyebar maut batal menunggu dan mengawasi Hie kok tayhiap Tan Su berdua Intay kiamkek Suma Eng; sebab dia segera meninggalkan kota Boe ouw, hendak langsung ke kota raja.
Itulah merupakan saat terjadinya peristiwa Ong Tiong Kun dibinasakan oleh si iblis penyebar maut yang diketahui oleh Ong Tiong Kun.
Sementara itu esok paginya Cie in suthay mencari dan menemui Lie Hui Houw yang ternyata sedang duduk melamun dibawah pohon jambu.
Biarawati yang muda usia itu dan yang cerdas itu kemudian mengatakan niatnya yang tetap hendak membawa Lie Hong Giok ke kuil Cui gwat am serta tentang gagasan yang dia susun dalam menghadapi peristiwa yang dialami oleh anaknya si tangan geledek Lie Thian Pa yang bernasib malang itu.
"sehabis ikut dalam aksi mengganyang markas si iblis penyebar maut, maka Lie Hong Giok berdua suhengnya, Cin Bian Hui melakukan perjalanan pulang kerumah orang tuanya ..." demikian Cie in suthay mulai menguraikan sambil dia membikin suatu coretan diatas tanah, mengikuti perjalanan Lie Hong Giok berdua suhengnya yang sekaligus menjadi pacarnya.
"..disuatu tempat antara letak markas si iblis penyebar maut dan kampung halamannya, perjalanan mereka dilihat oleh si iblis penyebar maut yang waktu itu mungkin sedang menyamar sebagai seorang kakek bongkok yang aneh kelakuannya sesuai seperti berita yang tersiar. Entah dengan akal atau cara bagaimana si iblis penyebar maut berhasil membinasakan Cin Bian Hui lalu si iblis menyamar sebagai pemuda yang bernasib malang itu dan dia memperkosa Lie Hong Giok selagi dia dalam penyamaran sebagai Cin Bian Hui," Cie in suthay berhenti sebentar, menelan ludah dan mukanya kelihatan agak merah waktu pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata Lie Hui Houw yang sedang mengawasi sebab pemuda itu benar benar sedang merasa kagum dengan kecerdasan biarawati yang muda usia itu yang sekarang sudah memakai lagi kerudung putih penutup kepalanya.
Sementara itu Cie in suthay lalu meneruskan perkataannya:
' ... si iblis penyebar maut yang menyamar sebagai Cin Bian Hui kemudian menghilang, sedangkan Lie Hong Giok yang dinodai menganggap sebagai perbuatan suhengnya; sehingga dia dendam dan mencari sang suheng, sampai jiwanya terganggu dan dia lupa diri, akan tetapi dia tidak pernah melupakan ujut muka sang suheng yang dia terus cari sebab hendak dia bunuh sesuai dengan ocehannya dan lagaknya yang selalu meneliti setiap pemuda yang dia temui ... "
Lauw Kiam Seng yang waktu itu sudah mendekati dan ikut mendengarkan lalu membenarkan dugaan yang diuraikan oleh Cie in Suthay, sambil dia menceritakan tentang lagak Lie Hong Giok selama mereka melakukan perjalanan sebelum mereka bertemu dengan Cie in suthay berdua Lie Hui Houw.
"Oleh karena itu pinnie hendak minta bantuan siecu .. " kata Cie in suthay sehabis dia mendengarkan perkataan yang diucapkan Lauw Kiam Seng dan Cie in suthay meneruskan perkataannya :
"...pinnie menghendaki Lauw sie cu mendatangi bekas tempat markas si iblis penyebar maut yang sudah diganyang, lalu sie cu membuat perjalanan seperti yang pin nie gambarkan," Cie in suthay menunjukkan coretan yang dia bikin diatas tanah. ?"dan pada rumah penginapan yang sie cu temui, tanyakanlah pada mereka kalau kalau mereka pernah kedatangan Lie Hong Giok berdua Cin Bian Hui atau kalau perlu sie cu memeriksa buku tamu. Dengan cara ini pin nie yakin sie cu akan berhasil menemukan orang orang yang akan memberitahukan pada sie cu tentang peristiwa tewasnya pemuda Cin Bian Hui, bahkan mungkin sie cu bakal memperoleh bukti bukti yang nyata buat kita memecahkan rahasia peristiwa malang yang sudah dialami oleh Lie Hong Giok berdua Cin Bian Hui dan setelah itu sie cu tolong mampir di rumah Poen lui ciu Lie Thian Pa buat mengabarkan kejadian ini dan bersama si tangan geledek itu pin nie nantikan kedatangan kalian di kuil Cui gwat am."
Lauw Kiam Seng yang ikut merasa iba dengan peristiwa yang dialami oleh Lie Hong Giok yang semula dia hanya kenal sebagai seorang perempuan sinting; segera menyanggupi tugas yang telah diserahkan kepadanya itu; sedangkan si botak yang menyatakan kesediaannya mengikuti dia sehingga mereka kemudian berpisah, sebab Cie in suthay dan Lie Hui Houw akan membawa Lie Hong Giok ke kuil Ciu gwat am, memakai kereta kuda yang ditinggalkan oleh si iblis penyebar maut.
Debu jalan raya mengepul tinggi berhamburan waktu Lie Hui Houw yang menjadi sais kereta memacu kudanya, akan tetapi belum jauh mereka keluar kota, dibagian belakang sudah mengejar serombongan tentara yang memakai kuda.
"Kita dikejar tentara ... . !" Lie Hui Houw berteriak kepada Cie in suthay yang berada didalam kereta bertutup tenda, menemani Lie Hong Giok yang masih kena pengaruh ilmu menotok jalan darah.
Biarawati yang muda usia itu nongol kepalanya dibagian belakang kereta yang memakai tenda itu dan melihat adanya serombongan tentara yang mengejar memakai kuda, sehingga biarawati ini segera menduga dengan perbuatannya si iblis penyebar maut.
"Kita lari terus ..!" Cie in suthay ikut berteriak sambil dia menengadah kearah Lie Hui Houw yang menjadi sais,
" oo)dwkzXhend(oo~
WAKTU itu menjelang subuh dengan seenaknya saja seorang laki laki muda lompat memasuki rumah seseorang yang tidak dia kenal.
Diantara cela cela sinar yang redup, kelihatan muka laki laki muda itu yang pucat seperti hantu kurang darah, dan dia memasuki rumah itu untuk mengambil mayat si malaikat maut ke delapan, yang dia tutup lagi bagian kepalanya memakai kain selubung penutup kepala yang memang menjadi milik si malaikat maut ke delapan.
Laki laki muda itu kemudian meraih bagian punggung mayat yang sudah beku kaku itu dan seenaknya juga dia ajak lompat lewat tembok halaman, tanpa ada seseorang lain yang melihat atau mengetahui perbuatannya. Setelah tiba di jalan raya maka dia seret- seret mayat itu sampai menarik perhatian orang orang yang kebenaran berpapasan dengan dia.
"Eh, mayat siapa itu ?" tanya seorang orang lain yang juga ikut mengawal secara tidak disengaja.
"Mayat tay lwee sip sam ciu," sahut lelaki muda itu dengan suara mengejek.
"Mau dibawa kemana ?" tanya seorang-orang lain lagi yang juga ikut mengawal secara tidak disengaja.
''Mau dibawa kekantor pejabat pemerintah " sahut lelaki muda itu sambil terus dia menyeret nyeret bawaannya; sedangkan yang mengawal sekarang menjadi semakin banyak semuanya ikut menuju ke kantor pejabat pemerintah setempat bahkan sudah ada yang sengaja mendahulukan sambil ramai ramai membicarakan tentang adanya mayat Tay lwee sip sam ciu yang sedang diseret seret!
Kantor pejabat pemerintah setempat tentunya belum dibuka, belum mau kerja kalau belum lewat jam kantor, meskipun untuk urusan apapun juga; akan tetapi waktu disebut sebut tentang Tay lwee sip sam ciu; maka pejabat pemerintah itu buru buru memberikan perintah membuka pintu lebar lebar, sebab dari kota raja memang sudah ada instruksi buat selalu siap siaga membantu anggota kegiatan anggota dinas rahasia itu.
Laki laki muda bermuka pucat seperti hantu kurang darah itu lalu membikin laporan mengatakan dia melihat Tay lwee sip sam-ciu berkelahi dan dikepung oleh dua orang pemuda dan seorang biarawati gadungan, sebab mereka bertiga sebenarnya adalah tokoh tokoh pemberontak yang hendak ditangkap oleh Tay lwee sip sam ciu, akan tetapi karena dikepung bertiga, akhirnya Tay lwee sip sam ciu kena dibinasakan.
"Lhaaa, kenapa kau tidak bantu menangkap para pemberontak itu ... ...?" tegur si pejabat pemerintah dengan nada suara penuh wibawa.
"Tayjin, aku orang lemah, penyakitan; kurang darah, bagaimana mungkin aku disuruh berkelahi ... ?" sahut laki laki muda yang pucat mukanya itu.
Pejabat pemerintah itu mengawasi dengan teliti, dilihatnya muka laki laki itu memang pucat seperti hantu kurang darah.
"Hmm ! dimana sekarang para pemberontak yang sudah melakuan pembunuhan itu...?"
"Disebuah kuil tua . ;" sahut laki laki muda itu yang kemudian menambahkan dengan memberikan tentang ciri ciri Cie in suthay bertiga, sehingga pejabat pemerintah itu lalu mengerahkan pasukan tentara buat menangkap sedangkan laki laki muda itu diam-diam menghilang tanpa ada orang yang melihat dan mengetahui, bila laki laki muda itu sebenarnya ujut penyamaran si iblis penyebar maut.
Si iblis penyebar maut sengaja menghendaki pihak alat negara yang mengejar Cie-in suthay dan semua teman temannya. Syukur kalau musuh musuh itu dapat ditangkap dan dibinasakan dan si iblis sengaja membawa mayat Tay lwee sip sam ciu yang palsu, supaya dilaporkan ke istana, mengenai si malaikat maut yang ke delapan sudah binasa, sehingga dengan demikian dia menjadi bebas tugas, sebab dia mau bertapa dilembah biang hantu membawa luka hati menanggung rindu, akan tetapi belum mengaku kalah sebab itu akan mempersiapkan barisan tiga belas hantu jejadian buat kelak merajalela membalas dendam kepada semua musuhnya, bagaikan hantu hantu jejadian yang mengamuk dibanyak tempat secara terpisah. Jadi seribu kali orang orang boleh tertawa menganggap si iblis sudah kalah atau sudah binasa, akan tetapi di suatu saat nanti akan ada seribu iblis penyebar maut dengan ujut muka yang berlainan !
Dan si pejabat pemerintah setempat ternyata memerlukan waktu cukup lama buat dia mempersiapkan tentaranya, yang kebanyakan sedang tertidur dibuai mimpi bertemu si iblis atau mimpi bertemu orang orang sinting, bahkan ada yang menginap disarang kuntilanak yang pandai merayu. Jadi mereka datang kesiangan, akan tetapi masih sempat melihat adanya kereta bertenda yang dikendalikan oleh Lie Hui Houw, sehingga buru buru menyiapkan kuda dan buru buru melakukan pengejaran ke arah kereta itu menghilang.
Kereta bertenda yang dikendalikan oleh lie Hui Houw ternyata bukan kereta yang dapat dipakai buat berlomba; roda roda kereta bisa lepas kalau dipaksa lari cepat, lagi pula 2 ekor kuda yang menarik kereta itu juga merupakan kuda kuda yang membandel tidak mau menurut, bahkan waktu dipecut oleh Lie Hui Houw, kuda kuda itu ngambek tidak mau lari dan waktu dipecut sekali lagi maka dari bagian belakang keluar "gituan' sampai dua kali banyaknya.
"Suthay, kau lindungi kereta; aku hadang mereka." akhirnya kata Lie Hui Houw yang lompat turun dari tempatnya sebagai sais kereta.
"Tidak bisa! kalau kau yang bertempur, kau akan menyebar maut dikalangan orang-orang yang tidak berdosa; lebih baik aku yang megat, kau yang melindungi kereta dan isinya ... .!" sahut Cie in suthay yang juga sudah lompat keluar, bahkan dengan tangan siap memegang pedang 'ceng liong kiam" yang sudah dikeluarkan dari sarungnya, memperlihatkan sinar hijau kena sinar matahari yang memantul.
Lie Hui Houw manggut tersenyum; sedangkan didalam hati dia membayangkan betapa enaknya Cie in suthay membabat rumput memakai pedang yang sakti itu.
Cie in suthay sengaja menghadang ditempat yang cukup jauh terpisah dari letak kereta, dan dia mulai membabat waktu pihak tentara sudah mendekati sehingga banyak senjata tajam yang putus menjadi dua juga topi topi baja, juga perisai perisai dari besi, juga buntut buntut kuda sampai pasukan tentara itu lari kocar kacir saling menjauhi diri akan tetapi ada seorang perwira yang berani melawan Cie in suthay bertempur, diatas kuda maupun diatas tanah, dan ada lagi 4 orang sie wie dari istana kerajaan yang kebenaran sedang jalan jalan menjadi tamu kehormatan pejabat pemerintah setempat dan yang ikut mengejar para pemberontak sebab ingin memberikan jasa.
Keempat orang sie wie dari istana kerajaan itu merupakan orang orang yang menjadi pembantu ciangkun Lie Kim Liang, bekas kepala pasukan gerak cepat yang sekarang sudah jadi jenderal penuh menggantikan almarhum jenderal Cong menjadi menteri hankam.
Jilid 16 NAMA ke empat orang sie wie itu adalah Lo Tek Bun, yang bertubuh tinggi dengan jidat ada belang putih, kemudian Sie Kong yang berkepala botak licin disengaja, sebab dia pandai ilmu kepala besi, sehingga kalau ada rambutnya bisa kena dijambak oleh musuh. Lalu Ang Sie Cwan yang mukanya merah seperti Kwan kong, dan Kim Su Kie yang paling muda usianya, yang punya senjata kipas istimewa bertulang baja.
Empat orang sie wie itu kemudian bergerak serentak membantu si perwira, yang tidak mampu mengalahkan sang biarawati muda usia dan yang cantik jelita itu. Mereka bergerak lincah dan gesit, sebab mengetahui keampuhan pedang ceng liong kiam yang sudah tidak asing lagi bagi mereka.
Kim Su Kzie adalah seorang laki laki muda tukang perkosa anak perawan atau bini orang. Dia jatuh cinta selekas dia melihat kecantikan biarawati yang muda usia itu yang dia sangka seorang bhiksuni gadungan, seperti laporan yang dia dengar. Oleh karena itu, sambil bertempur dia cengar cengir seperti monyet kena terasi; sedangkan mulutnya ngoceh tidak karuan, seperti burung beo yang baru belajar ngomong membikin Cie in suthay jadi keki, perutnya panas terasa mendidih; akan tetapi biarawati yang muda usia itu tidak mampu menikam pemuda itu, sebab dia ingat tidak boleh membunuh orang, lagi pula Lim Su Kie pintar ngeledek, dia mundur kalau diancam, dan dia mendekati seperti mau nyenggol kalau Cie in suthay sedang mengancam musuh yang lain.
Biarawati yang muda usia itu mulai repot dikepung lima lawan yang bukan sembarang lawan, sedangkan pihak tentara ikut bersuara gemuruh, tanpa ada yang menghiraukan Lie Hui Houw sebab dikira cuma seorang sais yang tidak bisa diajak berhantam !
Lo Tek Bun yang bertubuh tinggi dan jidatnya ada belang putih, segera mengganti senjatanya dengan pecut panjang, lalu dengan pecutnya itu dia mencari sasaran lengan Cie in suthay yang memegang pedang, atau sepasang kaki dari biarawati yang muda usia itu, yang hendak dia bikin jatuh.
Lie Hui Houw habis sabar melihat cara berkelahi Cie in suthay yang dapat merugikan diri sendiri dan menghambur waktu. Pemuda ini berteriak nyaring seperti aum seekor harimau jantan yang kelaparan lalu tubuhnya terbang tinggi, hinggap diatas kepala seorang tentara yang sedang berdiri menonton orang orang berkelahi, lalu dia lompat lagi dan menendang Lo Tek Bun yang waktu itu dia masih tetap dengan senjatanya pecut panjang sampai Lo Tek Bun rubuh terguling sebab perhatiannya sedang dia curahkan kepada Cie-in suthay.
Sie Kong marah melihat rekannya kena ditendang rubuh oleh sedang sais kereta yang masih muda usianya. Dia mengaum seperti seekor banteng gila, lalu dia menyeruduk dengan kepala yang botak dan gayanya benar-benar seperti seekor banteng; sehingga pantatnya Lie Hui Houw kera diseruduk sebab pemuda ini lagi bersiap siap hendak menyerang Lim Su Kie dan tubuh Lie Hui Houw terpental justeru jadi tambah mendekati Lim Su Kie yang langsung menghajar memakai senjatanya yang istimewa, berupa sebuah kipas dengan tulang tulang baja.
Tulang tulang baja kipas itu kecil dan runcing, sudah direndam didalam larutan bisa racun yang dapat membinasakan orang, akan tetapi untung ditangan kanan Lie Hui Houw ada sarung pedang Ceng liong kiam yang seperti tongkat besi, dan dengan adanya benda itu langsung dia pakai untuk menangkis sedangkan telapak tangan kirinya menghantam iga Lim Su Kie, akan tetapi Lim Su Kie sempat lompat mundur dengan gerak yang luar biasa pesat dan lincah.
"Bagus." Lie Hui Houw bersuara memuji karena ikut merasa kagum dengan kelincahan lawannya yang masih muda usianya itu lalu sekali lagi dia menerkam memakai gerak macan galak menerkam kambing, akan tetapi dia menjadi sangat terkejut waktu ada jarum jarum halus yang keluar dari kipas istimewa milik lawannya, sehingga cepat cepat Lie Hui Houw membuang dirinya bergulingan ditanah sambil sebelah kakinya meraih sepasang kaki Lim Su Kie, mengakibatkan lawan itu ikut jatuh terguling.
Lie Hui Houw merasa yakin bahwa jarum jarum halus yang digunakan oleh lawannya mengandung bisa racun maut dan dia paling benci menghadapi orang orang yang mengganas menggunakan senjata yang mengandung bisa racun seperti si iblis penyebar maut, dari itu dengan cepat dia segera mempersiapkan diri hendak menyerang musuh ini dengan menggunakan ilnu houw jiauw kang atau tenaga cakar harimau !
Pedang Golok Yang Menggetarkan 12 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Sepak Terjang Hui Sing 8
^