Pencarian

Pahlawan Dan Kaisar 17

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 17


Jieji memang sebenarnya belum berniat membunuh ketua partai bunga senja itu.
Tetapi tadinya hanya dia emosi tidak karuan. Lantas melepaskan pedang, dia
berkata kepadanya.
"1 tahun lagi kita bertanding. Yakinkanlah ilmu pemusnah ragamu sedemikian rupa. Barulah kita bertanding kembali. Tempatnya tiada lain adalah disini..."
Sambil berkata, dia berbalik.
Huo Xiang seakan tiada percaya kemudian terlihat hanya melongo berdiri diam
disana. Tidak ada sepatah katapun yang bisa diucapkannya. Sampai Thing-thing
kemudian mendekatinya.
Huo kemudian terlihat menggumam beberapa kata secara berulang-ulang.
"Kenapa dia tidak membunuhku?"
Melainkan Thing-thing dan Zhu Xiang, mereka mengajak semua pendekar Persia
dari partai bunga senja itu segera meninggalkan tempat itu sesegera mungkin.
Jieji hanya berjalan membelakangi dengan pelan ke arah mayat ayahnya yang
disana. Dia segera berlutut, dan terlihat menyembah beberapa kali kembali.
Yumei terlihat mendekatinya. Dengan mengalir air mata, dia berlutut ikut
menyembah almarhum Hikatsuka Oda.
Pemuda tua di tengah segera berjalan ke arah Jieji yang sedang berlutut. Dia
diikuti oleh Dewa Sakti, Dewi peramal dan Dewa semesta.
"Untung kamu tidak bertarung lebih lama...."
Sahutnya kepada Jieji.
Jieji hanya tidak menjawabnya. Dia tetap menunduk ke bawah saja.
Yumei yang mendengarnya cukup terkejut akan kata-kata pemuda tua itu. Dia
melihat ke arahnya. Lantas dia ingin menanyainya. Tetapi orang tua ini
memberikan tanda kepadanya untuk tidak bersuara.
Yan Jiao adalah orang yang berjalan ke arah pemuda tua itu. Segera dia
memberi hormat dengan sangat dalam kepada pemuda tua.
Pemuda tua terlihat membalas hormat pula.
"Sudah lama kita tidak bertemu, saudaraku..."
tutur pemuda tua sambil tersenyum kepadanya.
"Kakak betul sama seperti dahulu. Tidak berubah engkau. Sebagai adik tiap hari aku merindukan kakak yang nan jauh disana...." Tutur Yan Jiao sambil menghela nafas.
Pemuda tua itu terlihat mengangguk pelan saja.
Jieji telah berdiri. Dia kembali membopong ayahnya di pundak.
"Hari ini untung sekali aku tertolong berkat Ilmu pedang surga membelah.
Sebenarnya tadinya..." tuturnya sambil melihat ke arah pemuda tua.
"Aku tahu dengan betul. Kamu tidak mampu lagi menggunakan tapak
berantaimu. Jika saja tadi Huo menggunakan Ilmu pemusnah raga, mungkin kali
ini kamu gawat sekali. Tetapi bagaimanapun aku sangat salut kepada anda..."
sahut pemuda tua.
Jieji hanya mengangguk pelan saja. Dia segera berlalu bersama mayat
ayahandanya di pundaknya. Dia berjalan cukup tenang saja.
Yumei adalah orang yang mengikutinya dari belakang.
Setelah cukup jauh, Dewa Sakti segera menanyai orang tua itu.
"Kenapa dengan tapak berantainya" Apa memang benar ada masalah?"
Pemuda tua itu menggelengkan kepalanya. Sambil menghela nafas dia
menjawab. "Dia betul seorang satria sejati. Tidak memanfaatkan kesempatan meski
seharusnya dia membalas dendam."
"Jadi benar bahwa sinar emas itu bukannya menolongnya?" tanya Dewa
semesta yang sangat terkejut.
"Tadi setelah dirinya bangun, energinya mulai sirna. Jika dia tidak
menggunakannya maka akan ketahuan bahwa energinya sebenarnya sedang
membuyar. Jika saja pertarungan dilanjutkan lebih lama, maka dia tentu
mengalami rugi yang sangat besar. Tetapi menyadari keadaannya sendiri, maka
kukatakan dia adalah seorang satria sejati karena tidak membunuh Huo Xiang."
tutur pemuda tua sambil tersenyum melihat ke arah tadinya berlalu Xia Jieji.
Ketiga tetua lainnya lantas tersenyum mendapati hal ini. Mereka sangat
mengagumi Jieji. Dan janji 1 tahun untuk bertarung kembali tentu akan
memompa semangat Xia Jieji untuk melatih Ilmu baru lagi yang bisa
mengimbangi Ilmu pemusnah raga itu karena bagaimanapun energi kumpulan 4
unsur utama Jieji telah membuyar seluruhnya.
Sebelah selatan 10 Li dari panggung format 72 iblis...
Sebuah panggung dari kayu telah didirikan dengan baik. Disana terlihat seorang
pemuda paruh baya yang telah tiada bernyawa berbaring. Sedang pemuda yang
jauh lebih muda sepertinya sedang menyiapkan kayu yang berapi ujungnya.
Di belakangnya berdiri seorang nona cantik manis.
Tetapi keduanya seperti baru saja menangis. Mata keduanya cukup buram.
Keduanya melakukan hal yang sama yaitu memandang ke depan saja.
Tidak lama, pemuda terlihat melemparkan api ke tengah. Cukup cepat, api telah
berkobar besar.
Pemuda yang tiada lain adalah Jieji hanya diam saja menatap ke depan.
Matanya tertimbun banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya.
Salah satunya adalah Mengapa ayahnya meninggalkannya dengan cara
sedemikian rupa. Dialah yang tanpa sengaja "memaksa" ayahnya meninggalkan
"kampung halamannya". Terakhir mengakibatkan dia tewas dengan cara begitu.
Jieji yang berdiri melayangkan ingatannya.
Ingatannya secepat kilat seperti tertembus ke saat 2 tahun lalu.
Ayahnya memang mengejarnya sesaat dia meninggalkan kota Beiping.
Kuda yang dibawa Jieji ternyata tidaklah secepat kuda bintang biru. Meski dia
duluan pergi sesaat, tetapi karena gerakan ringan tubuh Hikatsuka telah
mencapai tingkat tinggi. Dia akhirnya sanggup mengejarnya juga.
Adalah sekitar 70 li arah utara kota Shandang. Dia berhasil di cegat oleh
Hikatsuka. Jieji masih terbaring lemah di atas kuda. Dia yang melihat ayahnya datang, maka sambil terlungkup dia melihat ke arah ayahnya dengan tersenyum.
"Kembalilah ayah.. Bersama diriku..."
Hikatsuka yang berdiri di depannya hanya diam saja.
Melihat ayahnya diam, Jieji kembali menanyainya.
"Apa betul bahwa Manabu adalah adik kandungku?"
Hikatsuka hanya terlihat menarik nafas panjang. Dia tidak menjawab pertanyaan
sang anak. Sesaat, melihat gerakan Hikatsuka yang pendek itu, dia sudah
mampu menebaknya.
Tanpa terasa dia meneteskan air matanya.
"Aku membunuh adik kandungku sendiri...."
Hikatsuka hanya memandangnya. Tidak lama dia berkata.
"Adikmu semenjak lahir, sudah di didik oleh Dewa Bumi. Kemampuannya
memang mengagumkan."
"Jadi benar....
Mereka semua membenciku karena selain pernah membuat kakak angkat
pertama ayah merenggut nyawa. Maka Manabu yang seharusnya memiliki
Bintang Iblis malah kubunuh juga"
Selain itu, masih banyak gara-gara campur tanganku maka usaha kalian semua
gagal" Bukan begitu ayah?"tanyanya dengan suara parau kepada ayahnya.
Hikatsuka tiada menjawabnya sepatah katapun.
Jieji yang melihat sikap sang ayah, segera tahu apa yang ditebaknya selama ini
memang telah benar.
"Selain itu, memang benar dulunya Yelu Xian dan Wu Shanniang masih bisa
memaafkan aku jika aku berada di pihak mereka. Tetapi karena tidak maunya
diriku mengikuti mereka, maka mereka semakin membenciku." tutur Jieji lanjut lagi.
Hikatsuka tidak menjawabnya juga. Kali ini dia tidak memandang ke arah Jieji,
melainkan ke hamparan tanah yang luas itu.
"Ayah.....
Kamu harus membunuhku. Bawalah kepalaku ke Liao. Dengan begitu, ayah
masih bisa kembali ke sana..."
tutur Jieji kembali.
Tetapi Hikatsuka segera berbalik kepadanya.
"Kamu pergilah... Aku tidak akan membunuh puteraku sendiri. Jika ibumu tahu keadaanmu, pasti dia juga tidak akan pergi dengan tenang..." tuturnya sambil mendongkakkan kepalanya ke atas. Perlahan dari bola matanya terlihat
berlinang air mata yang cukup deras.
Melihat keadaan sedemikian.
Jieji juga ikut menangis deras. Tetapi dia tetap memacu kudanya perlahan
dengan posisi terlungkup. Begitu langkah kuda telah cukup menjauh. Jieji sempat memberikan kata-kata terakhir kepada ayahnya.
"Aku tidak akan kembali ke daratan tengah lagi mengingat jika kembali maka akan menyulitkanmu sebagai orangtuaku."
BAB CX : Pendekar No. 1 Sejagad
Tiba-tiba tuturan suara seseorang membuyarkan lamunannya.
"Apa yang akan anda rencanakan?"
Api masih berkobar hebat membakar jenazah Hikatsuka Oda. Sementara itu, Jieji
yang tadinya hanya melihat ke depan segera berbalik.
Dia melihat adanya 5 orang di sana. Empat di antaranya adalah orang tua
berpakaian putih, sedangkan 1 orang lagi pemuda paruh baya.
"Aku tidak tahu..."
jawab Jieji dengan pendek.
"Apa kamu tahu bahwa dirimu sedang dalam keadaan yang cukup berbahaya?"
tanya Dewa Sakti dengan mengerutkan dahinya.
Jieji melihat dalam ke arah orang tua ini. Lantas tiada berapa lama dia
menjawabnya. "Mengenai tenaga dalamku yang sedang membuyar perlahan tentu saja
kuketahui."
Yumei yang mendengarnya, segera melihat ke arah Jieji. Dia sangat heran.
Sebab tiada pernah dia merasakan adanya "bocoran" tenaga dalam Jieji sebab dia kelihatan biasa saja.
Dewa Sakti menggelengkan kepalanya. Lalu orang tua lainnya segera
menuturkan kata-kata.
"Tapak berantai tidak bisa kau gunakan lagi selamanya. Kecuali jika semua
tenaga dalammu dilenyapkan dahulu. Baru berlatih dari awal lagi. Tetapi..."
Jieji menjawabnya sambil tersenyum.
"Mungkin memang riwayat tapak berantai sampai disini saja. Dan itupun tidak pernah kukhawatirkan. Selain itu, tapak berantai sudah hampir menyerap jiwaku
ke dalamnya."
Orang tua tadi tersenyum puas. Dia mengangguk dengan pelan.
Dewa Sakti memang cukup penasaran akan Jieji. Dia tidak pernah bisa menebak
apa yang di dalam otaknya Jieji. Ingin sekali dia menanyainya banyak hal, selain itu dia juga ingin mengetahui bagaimana caranya menepati janji bertarung
dengan Huo Xiang 1 tahun lagi jika dia yakin bahwa tapak berantainya tidak
sanggup lagi dipakai.
Bagaimana caranya bisa menang dalam pertandingan 1 tahun lagi"
Tetapi Jieji yang menatap ke arah Dewa Sakti sekilas sudah tahu apa yang
dikhawatirkannya terutama karena dari wajahnya terlihat sedang memikirkan
sesuatu. "Tapak berantai bukanlah ilmu no. 1 sejagad. Dan bukanlah tidak mungkin tiada ilmu yang sanggup mengalahkan Ilmu pemusnah raga." tutur Jieji ke arah Dewa Sakti.
Dewa Sakti kontan terkejut melihat ke arah Jieji. Sesaat, dia merasa sangat
kagum kepadanya. Sebab 1/2 dari isi hatinya sudah dijawab oleh Jieji tanpa
menanyainya apapun.
Dewa Semesta juga mengalami hal yang sama sebenarnya. Mendengar tuturan
Xia Jieji, dia menanyainya kembali.
"Ilmu pemusnah raga sebenarnya adalah belahan 4 unsur, dan mengapa kungfu
ini cepat sekali majunya karena 4 bagian saling melengkapi 1 sama lainnya.
Apakah mungkin ada kungfu lain yang bisa mengimbanginya?"
Mendengar pertanyaan Dewa Semesta, segera Jieji melihat ke arah orang tua
sambil tersenyum.
Orang tua di tengah tersebut melihat perubahan wajah Jieji, dia juga ikut
tersenyum. "Ilmu telapak Dewa Lao kabarnya adalah Ilmu yang sanggup mengalahkan Ilmu
pemusnah raga. Lalu kenapa tiada Ilmu lain lagi bisa sanggup
mengalahkannya?" tanya Jieji kepada orang tua di tengah.
Orang tua ini kontan tertawa keras mendengar tuturan Jieji. Dia terlihat bertepuk tangan berapa kali.
Dewa Sakti dan Dewa Semesta serta Dewi peramal merasa aneh juga melihat
tingkah orang tua ini. Melainkan Jieji saja yang tahu apa maksudnya.
"Anda adalah Dewa Lao yang termahsyur juga merupakan guru dari kakak
pertamaku serta Sdr. Sun Shulie.
Selain itu, anda juga adalah ketua partai Surga menari."
Orang tua itu segera berhenti tertawa. Dia melihat dalam ke arah Jieji.
Tidak berapa lama, dia menanyainya.
"Berdasarkan apa anda mengatakan aku-lah Dewa Lao itu?"
"Adik kecil, Yumei pernah menceritakan bahwa adanya seorang bertopeng aneh yang menyelamatkannya dari kejaran Ayahku. Katanya, jurus orang bertopeng
adalah tapak yang memiliki jangkauan yang sangat jauh dan bertenaga besar.
Selain itu, melihat gelagat Huo Xiang dan Tuan Yan Jiao ini. Aku sudah mampu
menebaknya." jawab Jieji.
Orang tua ini lantas tertawa lagi. Dia berkata.
"Sungguh kamu ini pintar sekali."
Dewa Sakti, semesta dan dewi peramal tersenyum melihat sikapnya.
Tetapi dengan tiba-tiba kemudian Jieji berlutut kepadanya. Orang tua ini terkejut juga melihat sikap Jieji.
"Anda pernah memberi informasi kepada adik kecilku yang ingin menolongku
saat diriku disekap di penjara bawah tanah Partai Bunga senja.
Bagaimanapun ini adalah sebuah budi yang cukup dalam bagiku..."
Dan adalah berkat pertolongan anda yang membuatku bisa hidup sampai
sekarang... tutur Jieji menyembahnya 2 kali.
Tetapi orang tua ini membimbingnya berdiri. Dia menatap mata Jieji dengan lama
sekali. Begitu pula Jieji melakukan hal yang sama.
Lalu dia menggandeng tangan Jieji seraya menjauh. Mereka berjalan sekitar
hampir 100 meter dari tempat itu.
Orang-orang di sana cukup heran melihat sikap orang tua dan Jieji yang berjalan menjauh. Tetapi karena mereka merasa ada pembicaraan yang patut dibicarakan
keduanya. Mereka hanya diam dan menunggu saja.
Di sebuah tanah yang agak luas dan cukup jauh dari tempat tadinya. Dia
bertanya dengan pelan.
"Apa yang anda rencanakan sebenarnya?"
"Tetua. Memang tidak banyak hal yang kurencanakan itu. Tetapi aku akan
meninggalkan tempat ini dahulu. Kemudian mencari tempat yang tenang untuk
memikirkannya kembali masak-masak." tutur Jieji.
"Kau ingin menciptakan Ilmu baru lagi" Apa kau yakin bisa berhasil hanya dalam 1 tahun?" tanya Dewa Lao sambil mengerutkan dahinya.
Jieji menggelengkan kepalanya saja.
"Untuk tujuan-mu sebenarnya bukanlah sesuatu yang sangat gampang.
Mengingat waktu yang terlalu pendek, selain itu apa ada sesuatu yang
menurutmu bisa mengalahkan raja kera itu?"
"Aku tidak berniat menggabungkan lagi energi di dalam tubuhku. Sebab
bagaimanapun gabungan energi adalah sangat tanggung sekali. Meski dapat
kulakukan, tetapi aku sudah tertinggal jauh dari Huo Xiang yang dalam 1 tahun
pasti akan maju pesat berkat Ilmu pemusnah raga." tutur Jieji.
Sambil menghela nafas mendengarkan, Dewa Lao akhirnya menjawabnya.
"Tapak berantai sampai tingkatan empat memang bukanlah Ilmu no. 1. Tetapi
memaksanya hingga jurus terakhir akan tiada menguntungkan pemakainya.
Semakin dipakai semakin menyesatkan dan membahayakan diri sendiri. Ini
sudah kuketahui sejak dahulu..."
"Maka daripada itu tetua tidak pernah mempelajari Ilmu pemusnah raga kan?"
tanya Jieji. Dewa Lao mengangguk pelan.
"Ada sesuatu yang ingin kutukarkan dengan anda. Bagaimana menurutmu?"
Jieji tersenyum mendengar kata-kata Dewa Lao.
"Anda ingin menukarkan tapak dewa lao anda dengan 3 perubahan tingkatan
pedang surga membelah?"
Dewa Lao lantas tersenyum kaget mendengarnya. Tetapi sebelum dia
mengiyakan. Jieji memberi komentar kepadanya lagi.
"Mengenai Ilmu pedang surga membelah. Sebenarnya Ilmu ini adalah Ilmu
warisan dari Partai Surga menari kan" Kalau begitu, 3 tingkatan lainnya tentu
akan kuberikan kepada anda tanpa perlu menukarkan apapun."
Dewa Lao lantas tersenyum girang. Dia tidak menyangka Jieji juga adalah
seorang yang bersifat budiman luar biasa.
Kemudian dia mengarahkan tatapannya ke langit.
"Ilmu pedang surga membelah adalah ciptaan leluhur partai Surga menari, Yan Chuyan. Setelah berhenti sebagai menteri pertahanan, dia datang kemari untuk
menjabat sebagai tetua. Ratusan tahun telah berlalu, dan sungguh sangat
disayangkan terakhir disini malah hanya terdapat 5 tingkatannya saja."
Jieji mengangguk pelan.
"Mengenai Ilmu pedang dahsyat itu, akan kuminta adik kecil memberikannya
kepada-mu."
Dewa Lao cukup terkejut mendengarnya. Lantas dia menanyainya.
"Heran... Adik kecil-mu mempunyai salinannya" Aneh... Aneh...
Lalu kenapa tidak dipelajarinya Ilmu pedang itu?"
Jieji menggelengkan kepalanya.
"Waktu dirinya baru berumur 6 tahun. Tangan kirinya pernah cedera parah.
Sehingga untuk memakai pedang menggunakan tangan kiri sungguh
menghambat pergerakannya. Aku pernah membimbingnya untuk berlatih
setahun terakhir, tetapi selain tidak maju saja maka terakhir malah menyulitkan gerakan tangan kirinya."
Dewa Lao hanya mengangguk pelan saja. Tetapi tidak lama, dia mengeluarkan


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesuatu benda dari saku bajunya. Sepertinya benda yang dikeluarkan adalah
sebuah buku. Langsung dia angsurkan buku itu kepada Jieji.
Jieji memang tidak berani menerimanya terlebih dahulu. Dia melihat sampul buku
yang bertuliskan "Kitab 10.000 langkah Dewa".
Jieji yang melihatnya cukup terkejut.
"Ini adalah buku kitab ilmu menghindar yang terkenal dari partai Surga menari?"
Dewa Lao mengangguk pelan saja. Tetapi sambil tersenyum dia berkata.
"Meski Ilmu ini bukanlah gerakan penyerangan, tetapi untuk melatih langkah dasar bertarung adalah sungguh sangat baik."
Jieji yang melihatnya tentu girang juga. Sebab bagaimanapun Ilmu menghindari
partai surga menari sangat-lah hebat. Dia tahu bahwa bagaimanapun Ilmu
langkah ini jauh di atas Ilmu langkah ringan Tao-nya. Perlahan dia menjemput
buku itu sambil tersenyum.
"Terima kasih tetua..."
"Kamu akan pamitan?" tanya Dewa Lao kembali.
Jieji mengangguk pelan kepadanya. Lalu dia berkata.
"Tetua, tolong jagalah adik kecilku. Minta-lah kepadanya untuk pulang ke
Daratan tengah saja. Sedikitnya dia masih bisa membantu kakak pertama.
Karena selain Ilmu silat, dia juga adalah orang cerdik nan pandai. Dia sangat
dibutuhkan disana."
Dewa Lao menyatakan kesanggupannya. Dia terlihat mengangguk.
"Aku berjanji akan membawanya sampai ke Shandang dengan aman."
Jieji memberi hormat kepadanya dalam-dalam. Sesaat, dia bergerak menjauhi
ketua partai surga menari ini.
Dewa Lao menatapnya cukup lama sampai berangsur dia menghilang.
Sedangkan Yumei yang terpaut cukup jauh bisa melihat bahwa kakak kelimanya
bergerak untuk meninggalkan tempat itu. Lalu, dia segera berlari ke arah Dewa
Lao. Sesampainya dia di tempat berdiri Dewa Lao, lantas nona kecil ini menanyainya.
"Kakak kelima hendak kemana?"
"Dia berniat menyepi sendiri saja. Dia memintaku untuk mengantarkanmu pulang ke daratan tengah." jawab Dewa Lao sambil menatap nona kecil.
Tetapi Yumei segera berlinang air mata. Dia melihat ke arah tempat Jieji
beranjak meninggalkan tempat mereka. Tetapi dia tidak mengejarnya.
Lantas cukup heran orang tua ini mendapati tingkah nona kecil, dia kemudian
menanyainya. "Kenapa kamu tidak mengejarnya?"
Yumei sambil menggunakan tangan melap air mata yang jatuh di pipinya
menjawab. "Apa yang diputuskan kakak kelimaku tidak bisa kuganggu sedikitpun. Itu adalah haknya."
Dewa Lao menatapnya sambil tersenyum. Di hatinya dia terasa sangat lega dan
aman. Lalu sambil tersenyum dia menatap ke depan.
*** Chengdu, Daratan China...
Yunying yang merasa dirinya tertidur sesaat itu kemudian terkejut. Dia sepertinya sedang merasa dirinya bergoncang beberapa kali. Tempat dia membuka mata
gelap sekali. Karena mempunyai pegangan yang cukup baik, dia bisa merasa tenang. Bubuk
putih yang dilemparkan kepadanya oleh seorang pemuda adalah obat bius.
Namun untuk membuatnya benar terbius bukanlah hal yang mudah sekali.
Apalagi jelas sekarang bahwa Yunying telah memiliki tingkatan tenaga dalam
yang tinggi. Mungkin dirinya yang tertidur tidak-lah sampai beberapa menit.
Dia memasang telinganya dengan sangat peka mendengar suara di sekitarnya.
Tanpa perlu waktu yang lama, dia sudah mengetahui dirinya sekarang berada di
mana. Yunying tahu bahwa dia sendiri sedang "diangkut" dengan sebuah peti kayu. Dan terdengar olehnya suara ringkikan kuda yang kecil serta goncangan tentu akibat
peti kayu adalah di tarik kuda di jalanan yang tidak begitu bagus.
"Aku ingin melihat permainan apa yang sedang kalian mainkan itu." pikirnya.
Lantas dia kembali memakai kedua telinganya untuk mendengarkan dengan
cermat. Cukup lama juga perjalanan sepertinya. Sudah lebih dari sejam semenjak
Yunying siuman. Tetapi belum juga kereta kuda yang dibawa orang ini berhenti.
Sebenarnya Yunying juga tidak begitu sabar lagi. Namun karena dia ingin melihat apa hal yang terjadi, maka dia berusaha untuk mendiamkannya terlebih dahulu.
Selang sejam lebih kemudian...
Sepertinya kereta kuda telah berhenti. Jalanan terakhir ini sudah cukup bagus,
terbukti goncangan kereta kuda sepertinya sudah tidak separah tadinya lagi.
Samar-samar kemudian dia mendengar suara orang turun dari kereta kuda.
Tidak lama, dia mendengar ketukan kayu yang sebenarnya tidaklah dekat.
Sepertinya orang yang membawanya sedang mengetuk pintu.
Suara "kriek" terdengar cukup jelas bagi Yunying.
"Aku sudah membawa seorang wanita nan cantik. Cepat masukkan peti ke
dalam terlebih dahulu."
Sementara itu, terdengar suara seorang yang lainnya.
"Kamu sudah membawa yang ke-8 bulan ini. Tetapi semuanya bukan orang yang
digambar. Bagaimana kau itu?"
suara orang ini agak serak, mungkin dia adalah orang yang cukup tua. Dan dari
nadanya sepertinya dia kurang senang.
"Kali ini lain tuan... Kali ini lain...
Nona ini cantik luar biasa. Kecantikannya tidak kalah dengan puteri Koguryo dan Wu Yunying dari Tongyang." tuturnya sambil terkekeh-kekeh.
"Memang kau pernah lihat Puteri Chonchu dan Wu Yunying?" tutur pemuda yang bersuara serak itu dengan marah sekali.
"Tidak pernah sih... Kalau tidak percaya coba anda masukkan dahulu peti ini."
tutur pemuda itu.
Suara ini kemudian dilanjutkan dengan suara derap kaki beberapa orang.
Sepertinya disana juga telah terdapat beberapa orang yang lainnya.
Yunying yang pura-pura tidak sadarkan diri itu telah merasa bahwa dirinya yang
berada dalam kotak telah diseret.
Tidak lama kemudian, dia merasa dirinya bergoyang pelan-pelan. Dia tahu
bahwa dirinya sekarang sedang "diangkut" bersamaan dengan peti kayu itu. Lalu dengan sabar, dia menunggunya.
Sepertinya, saat dia "melayang" itu cukup lama juga. Orang yang membawanya mungkin adalah sekitar 4 orang menurutnya sebab dia bisa merasakan
keseimbangan di setiap sisi peti kayu berbentuk persegi panjang itu.
"Setelah beberapa lama aku belum diturunkan, berarti rumah orang ini pasti tidaklah kecil." Yunying menganggapnya begitu.
Tetapi baru saja dia beranggapan begituan, dia merasa dirinya seperti sedang
"jatuh" dengan cukup perlahan.
Tidak lama kemudian dia tahu benar bahwa dirinya telah berada di tanah.
Keadaan masih cukup sunyi. Yunying cukup heran mendapatinya. Tetapi dia
tetap belum mau keluar. Lantas kali ini, dia segera menutup matanya. Jika ada
orang yang membuka peti, maka dia tidak ingin ketahuan bahwa dirinya telah
sadar. Perlu waktu yang cukup lama juga, sampai terakhir dia mendengar langkah yang
mendekati peti. Dan langkah disini terasa cukup berat serta bukan hanya
sepasang langkah saja yang didapatinya. Tetapi terdapat mungkin belasan
langkah. Yunying tidak ingin ambil pusing untuk menghitungnya. Lantas dengan pura-pura
masih terbius, dia diam saja. Bahkan nafasnya sengaja diteraturkan lemah.
"Kriettt......."
Terdengar suara peti terbuka. Sesaat, suasana cahaya yang gelap luar biasa itu
telah terang sekali. Yunying memang terkejut mendapatinya, tetapi dia masih
berusaha tenang saja.
"Nona ini cantik sekali memang."
"Betul kak...
Dia sungguh sangat luar biasa."
"Kalian sudah tidak bisa memilikinya lagi. Sebab Huang Zi adalah anggotaku, dia yang menangkapnya maka adalah milikku."
Sesaat suara disana kemudian gaduh.
"Apa katamu?"
"Kalau begitu, setelah menjadi milikmu beberapa lama. Maka pinjamkanlah dia kepadaku beberapa hari. Bagaimana?"
"Pinjamkan juga kepadaku tentunya setelah kamu merasa bosan kakak kedua."
"Kau telah membunuh 15 gadis cantik setelah kau kencani. Tidak tidak...
Kali ini giliranku...." teriak suara seorang pemuda.
Begitulah kegaduhan mereka. Tiada seorangpun yang sepertinya mau kalah satu
sama lainnya dalam merebut Yunying yang pura-pura terbius itu.
Tetapi Yunying yang mendengarnya sebenarnya sangatlah marah. Dia ingin
bangun dan menyelesaikan kesemuanya. Tetapi karena tadinya dia mendengar
bahwa ada seorang potret wanita cantik. Dia tidak ingin melakukannya lagi, tetapi tetap berpura-pura tidur.
Suasana gaduh disana cukup lama. Yunying yang mendengar suara gaduh yang
kasar itu kemudian juga sama marahnya. Dia berpikir.
"Jika hari ini tidak mampu kuselesaikan kalian semua, maka jangan panggil diriku Wu Yunying. Akan kubalas semua kejahatan kalian 1 persatu."
Tetapi tidak lama kemudian, terdengar suara seseorang memecahkan
kegaduhan itu. "Diam!!!!"
Semua orang disini kontan diam tiada bersuara. Lantas mereka menyebut.
"Kakak pertama...."
Orang ini sedang berjalan mendekati ke arah Yunying. Yunying merasakannya
sangat jelas. Sesaat, dia berdiri mematung cukup lama di atas peti itu.
Yunying merasa heran sekali, mengapa orang di atasnya berdiri tetap tiada
bersuara saja. Dia tentu tahu bahwa orang yang barusan datang itu sedang
memperhatikannya.
Tetapi, lantas dia terdengar bersuara.
"Betul....
Inilah dia... Inilah wanita yang kita cari-cari itu...."
"Apa" Kakak pertama yakin tidak salah?"?""
tutur kesemuanya. Tetapi dari nada mereka memang tidak puas.
"Tidak salah lagi. Nah, kalian lihatlah ini....."
tutur orang yang bersuara cukup serak. Sepertinya dia sedang meletakkan
sesuatu di atas meja yang tidak jauh dari sana.
Kesemua orang terdengar langkah menjauh untuk mendekati meja di samping
itu. "Astaga....."
"Tetapi.... Tidak bisa... Darahku telah berdesir hebat melihat gadis itu. Tidak bisa tidak kulampiaskan."
"Betul... Apa kata kakak kedua benar...."
Mendengar apa perkataan semua saudaranya, terdengar dia marah luar biasa.
Suara gaduh kemudian muncul lagi.
Hingga suara seorang lainnya yang membuatnya menjadi sepi kembali.
"Tetapi... Mumpung dia masih tidur, bagaimana kita lampiaskan dulu. Kemudian baru kita serahkan kepada majikan. Bagaimana" Dia pasti tidak tahu...."
Semua yang di sana lantas tertawa terkekeh-kekeh mendengar usul suara
tersebut. "Benar!!! Obat bius dari Xi Zhang ini terkenal hebat. Kita berikan dia lagi, selang 3
hari kemudian dia pasti tertidur pulas. Lantas hari ini kita bisa menikmatinya
beramai ramai."
Suara orang ini kemudian membuat kesemuanya beranjak dari meja dan
mendekati peti dimana Yunying berada.
Yunying telah merasakan kehadiran mereka semua yang sedang mendekat.
Tetapi dia tidak takut, kali ini dia telah mempunyai rencana.
Mereka semua telah berkeliling di peti mengamati Yunying. Yunying
merasakannya dengan pasti.
Melihat seorang wanita luar biasa cantiknya ketiduran tiada bangun tentu
membuat mereka semua yang adalah lelaki normal berpikiran sangat kotor.
Kesemuanya lantas mendekati dengan wajahnya.
Hanya berselang beberapa inchi kemudian...
Tiba-tiba kesemuanya terpental hebat ke belakang. Beberapa bahkan menabrak
meja dan kursi, serta tembok dan tiang.
Kesemua orang itu langsung berdiri dengan sangat heran sekali. Dilihatnya
wajah mereka masing-masing seakan tidak percaya. Mereka kembali mendekat
ke peti. Tetapi di lihatnya si nona masih tertidur sangat pulas. Tiada tanda-tanda bahwa dirinya telah bangun.
"Kakak kedua. Wajahmu ada tamparan...."
Orang yang dipanggil ini segera memegang pipinya. Lantas kesemuanya juga
merasakan hal yang sama. Wajah mereka memang terasa sama. Setelah ditilik,
kesemuanya memiliki 4 garis tebal dari jari tangan.
Lantas dengan ketakutan mereka memandang sekeliling.
Tetapi tiada orang yang tampak. Kesemuanya kontan gemetar mendapatinya.
Di saat mereka sedang kebingungan. Mereka kemudian merasakan kehadiran
seseorang. Sebenarnya pesilat disini bukanlah pesilat golongan biasa lagi. Mereka cukup
memiliki tenaga dalam yang tinggi. Mendapati sesuatu hal yang berubah, mereka
sudah tahu. Lantas kesemuanya memalingkan wajah ke arah terjadinya "perubahan" itu.
Mereka kesemuanya melihat wanita berwajah putih dan berpakaian serba putih
telah berdiri. Lalu beberapa sampai bibirnya gemetar menyahut.
"Setan... Ada setan wanita..."
"Ngaco. Mana mungkin siang bolong ada hantu wanita." jawab seorang lainnya.
"Ini sudah sore. Wajar saja hantu mulai keluar..."
Yunying memang telah berdiri dengan wajahnya yang penuh kegusaran sedang
melihat ke arah para pemuda di depannya. Dia melihat bahwa jumlah mereka
adalah 8 orang. Kesemuanya rata-rata memiliki wajah yang jelek dan bentuk
yang aneh. Ada yang pendek luar biasa, atau kurus dan tinggi sekali. Tetapi
wajah mereka rata-rata adalah runcing keluar seperti siluman.
"Kalian tidak ada satupun yang bisa hidup keluar dari sini. Sekarang kalian katakanlah siapa yang memerintah kalian untuk menangkap gadis-gadis cantik?"
tuturnya dengan amarah meluap-luap.
Tetapi kesemuanya kelihatan tidaklah takut. Melainkan mereka tertawa
terkekeh-kekeh dan dengan senyuman mesum beranjak mendekatinya.
Melihat lawan tidak tahu diri, Yunying segera beranjak sungguh cepat ke depan.
Dia mengambil lawan yang tertinggi dahulu. Dengan segera dia menyerangnya
dengan tapak. Pertarungan dahsyat pun terjadi.
Suara tadinya yang sempat gaduh akibat adu mulut, sekarang gaduh akibat
pertarungan tingkat tinggi.
Sinar emas sesekali berkelebat hebat membuat ruangan itu terang sesaat.
Hanya sesaat kemudian ruangan tersebut tiba-tiba runtuh dengan diikuti
perpendaran energi yang luar biasa sakti.
Ruangan ini tiada lain seperti ruangan tamu yang terpisah satu sama lainnya.
Seluruh tiang penglari di sana telah patah dan hancur berantakan.
Adalah melainkan hanya seorang wanita berpakaian putih saja yang berdiri
dengan benar. Sedang kesemuanya telah berbaring. Beberapa bahkan telah
kehilangan nyawanya dalam pertarungan singkat tetapi luar biasa dahsyat itu.
Wanita itu tiada lain tentunya adalah Yunying. Dia tidak terlihat mengalami sedikit cedera pun. Wajahnya masih sesegar semula. Matanya tetap tajam dan
memerah mengamati kesemua orang yang sudah dikalahkannya.
Melihat seorang yang sedang kepayahan, nyonya ini mendekatinya.
"Siapa yang menyuruh kalian" Dari mana kalian ini semua belajar tapak buddha Rulai?"
Tetapi orang yang kepayahan ini tidak menjawabnya. Sepertinya dia telah tidak
sanggup berkata-kata meski hanya sepatah katapun. Lantas tiada lama, terlihat
orang ini telah putus nafasnya.
Kembali Yunying melihat ke arah orang lain yang bertubuh tinggi kurus. Dia
kembali bertanya.
"Siapa yang menyuruh kalian?"
Si tinggi kurus ini sepertinya juga susah sekali menjawab pertanyaannya. Lantas dia menanyainya balik dengan kepayahan.
"Mustahil jurus tapak buddha Rulai tingkat ke- 8 kami dikalahkan dalam 5 jurus saja. Siapakah kau" Dan benarkah kamu menguasai Ilmu pemusnah raga?"
"Kalian adalah manusia bejat. Tidak pantas lagi kalian ini hidup lama. Semakin lama maka semakin banyak nyawa gadis tak berdosa lenyap di tangan kalian.
Tadinya ingin kukurangi tenaga tetapi melihat bagaimana cara kalian, maka
sungguh benar kelakuanku itu."
Yunying memang masih marah. Di dalam hatinya, dia berpikir kenapa kaum
wanita selalu ditindas dan dihina saja. Hal ini tentu membuat dirinya sungguh
tidak puas. "Yang menyuruh kita adalah... Adalah... Tuan HHHheeei i..."
Baru saja dia berkata, dia telah kehilangan nafas. Orang tinggi kurus kali ini juga mengalami nasib serupa dengan saudara-saudaranya.
Yunying mendengar sebuah kata "hei". Tetapi dia tidak bisa mengerti artinya.
Sebuah huruf "hei" tentu bukanlah nama marga sebab di daratan China tiada pernah ada marga begituan. Dia hanya menatap kosong ke depan, setelah
berpikir lama dia pun tidak mendapat jawabannya.
Tidak lama kemudian, Yunying menyapu seluruh kamar yang telah roboh itu. Dia
berjalan mendekati sesuatu yang dilihat oleh mereka semua tadinya di sebuah
meja. Tetapi meja sejak awal sudah rontok akibat pertarungan sesaat itu. Ditiliknya
dengan teliti ke arah meja yang telah jadi rongsokan kayu.
Ternyata ada sebuah kain panjang berwarna putih. Tetapi sekarang sepertinya
tertindih rongsokan kayu dari atap.
Ditendangnya kayu dengan kuat. Kayu kontan melayang pesat beberapa puluh
kaki jauhnya. Lantas sambil berjongkok, dia meraih kain putih. Lalu diamatinya sebentar.
Sungguh membuat dirinya terkejut mendapati bahwa di kain putih ini terdapat
lukisan dirinya.
Tetapi.... Tidak... Ini bukanlah potret dirinya. Melainkan potretnya Yuan Xufen.
Dia mengamatinya cukup lama sambil berpikir keras. Bagaimanapun dia


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memutar otaknya dia tidak sanggup untuk mendapatkan jawabannya. Lantas
dipikirkannya apakah mungkin Xia Jieji mencari dirinya dengan cara beginian.
Tetapi sungguh mustahil, sebab tidak mungkin bahwa suaminya akan
memerintahkan orang-orang bejat ini untuk mencari dirinya. Di otaknya
terselubung sungguh sangat banyak hal.
BAB CXI : Wanita Bertopeng Yang Keracunan Hebat
"Bagaimana harus kucari dia lagi" Sama sekali tiada petunjuk sama sekali yang membuatku sungguh susah sekali..."
Dia terus berpikir keras. Sampai ketika sudah terdengar langkah yang cukup
dekat. Yunying memang sedang tidak memperhatikan sisi lain selain "dirinya"
sendiri. Tetapi berkat mantapnya energi yang dimiliki olehnya, maka gerakan
yang cukup cepat mendatangi tentu terasa olehnya.
Lantas dengan mengalihkan pandangan ke samping, dia sembari menunggu saja
orang yang bakalan datang ke sana. Terasa derap langkah kaki memang cukup
banyak. Mungkin belasan orang sampai menurutnya.
Sesaat... Memang benar. Beberapa belas orang dengan golok terhunus telah sampai di
Wisma yang luas luar biasa itu. Ketika mereka melihat seorang nona cantik
dengan pakaian serba putih sedang berdiri tegak menghadap ke arah mereka.
Kesemua orang itu tentu terkejut luar biasa.
Apalagi panorama di belakang nona ini sungguh membuat orang tergoncang
hatinya. Yunying berdiri dengan sangat anggun, dengan kecantikannya yang luar biasa
tentu adalah seperti Dewi di langit tingkat ketujuh, tetapi yang mengherankan
kesemuanya tiada lain adalah rongsokan bangunan yang hancur berantakan
tepat sekitar 5 langkah di belakangnya.
"Kau!!! Kau telah membunuh ketua dan para tetua..."
Yunying menatap orang yang berbicara itu. Tetapi dia tidak membalasnya,
wajahnya tidak menampakkan adanya perubahan sesuatu. Tetapi dengan tajam,
dia diam membisu menatap ke depan.
"Bagaimana" Kita bunuh saja?"
teriak yang lainnya sambil mengancungkan goloknya ke depan.
"Maju!!!!"
kemudian terdengar orang lainnya berteriak keras.
Kesemua orang serentak yang terdiri dari 19 orang itu maju untuk mengerebut ke
depan. Yunying yang tadinya diam-diam saja, segera maju beranjak pesat ke depan. Dia
siagakan tapak kirinya untuk menghantam ke depan.
Sesaat, sinar gemerlap tampak sesaat saja seperti kilat menyambar.
Suara yang cukup gaduh tadinya tidaklah terdengar lagi. Melainkan hanya
terdengar suara derap kaki pelan yang berjalan keluar dari wisma.
Selang sesaat, tentunya wanita nan sakti inilah yang berjalan keluar dari Wisma besar.
Sesampainya di depan, dia tidak melihat pintu tertutup. Tetapi terbuka besar dan tiada penjaga lagi. Saat dia melangkah ke depan pintu, dia sempat berbalik
mendongkakkan kepalanya ke atas.
Wajah yang nan dingin miliknya segera berubah menjadi terkejut ketika dia
membaca adanya 3 huruf aksara papan besar di depannya.
"Wisma Sembilan Keanehan." ( Jiu Qi Zhuang )
Yunying yang terkejut melihat nama Wisma segera berputar otaknya.
Dia tahu dengan pasti, ketua dari Rumah Jiu Qi Zhuang adalah teman dari
ayahnya. Hari-hari di saat dirinya masih remaja belia. Sang ayah pernah mengungkit
bahwa ketua wisma adalah orang dermawan dari wilayah Chengdu. Tetapi
melihat kelakuan semua penghuni wisma, tentu dia merasa sangatlah heran. Dia
ingat-ingat dengan cermat kembali.
Ayahnya pernah mengatakan bahwa Wisma Jiu Qi adalah salah satu cabang
partai Jiu Qi di India. Partai ini memiliki 3 unggulan markas di daratan China yaitu Wisma Jiu Qi - Wei Ming (sebelah barat Chengdu), gudang persenjataan Jiu Qi -,
Yunnan dan pelatihan militer Jiu Qi - Xu Du.
(Wisma Jiu Qi adalah tempat banyaknya berkumpul sastrawan hebat. Gudang
persenjataannya adalah sebenarnya tempat pelatihan bagi para ahli senjata
untuk membuat senjata, memperdalam aura senjata silat dan lainnya. Disebut
sebagai gudang persenjataan karena semua ahli pembuat senjata disini
menyumbangkan karya no. 1 -nya untuk partai Jiu Qi. Sedangkan pelatihan
militer Jiu Qi adalah tempat para prajurit Istana yang sukarela belajar cara teknik berperang.)
Sekarang Yunying tahu bahwa partai dari teman ayahnya telah di bantainya
dalam 1 sore saja. Tentu dia merasa sungguh tiada enak hati, tetapi
bagaimanapun duduk perkara sudah jelas sekali.
Orang misterius mencarinya, tetapi kesemuanya bahkan ingin bertindak kejam
dan laknat terhadapnya. Sebagai seorang wanita baik-baik tentu tidak akan
membiarkan hal seperti itu terjadi padanya.
Tetapi menyesal pun bisa dibilang sebagai hal yang aneh. Lantas dengan
tersenyum pahit dia menuju ke arah barat kota.
*** Persia... Dengan mengambil arah barat, Jieji masih berjalan kaki.
Dia telah berjalan 3 li lebih meninggalkan tempat dimana ayahnya di kremasi
tadinya. Di benaknya telah timbul sesuatu hal semenjak tadinya dia berbicara
dengan Dewa Lao.
"Dahulu puteri Han Ming dikuburkan oleh Ying Zheng alias Qin Shih-huang di Persia. Tujuannya tiada lain karena rasa benci kehilangan cinta-nya. Puteri Han Ming amat mencintai Pangeran negeri Tan. Tetapi Ying Zheng malah sebaliknya
amat mencintai Han Ming. Maka atas perihal bertepuk sebelah tangannya cinta
Ying Zheng, dia menguburkan puteri ini jauh ke barat supaya jadi hantupun
keduanya tidak sanggup bertemu."
Begitulah hal yang sedang berada di dalam otaknya. Terlihat dia menghela nafas
panjang sambil menggelengkan kepalanya.
Pembuyaran energi di dalam dirinya masih tetap berlanjut. Tetapi karena Jieji
tidak bertarung, maka pembuyaran energi keluar hanya sedikit saja. Bagaikan
pohon besar yang sedang terkikis pelan oleh bacokan tukang kayu saja.
"Tetapi atas dasar apa dia membuat format "sinar emas" itu" Apa hubungannya dengan hutan misteri di utara" Dan yang paling aneh adalah mengapa Ying
Zheng tidak saja dikuburkan disini" Melainkan dia bermeditasi menunggu orang
untuk memecahkan format hutan misteri di gurun tua?"
Pemikiran Jieji sedang menari hebat. Dia tidak sanggup menebak keinginannya
Qin Shih-huang. Tentu dari sikap Ying Zheng yang sangat pandai itu pasti ada
sebabnya. Yang menjadi pertanyaan besar baginya adalah sinar emas di dalam tubuhnya.
Dari Tantien, Jieji merasakan sebuah hawa bergejolak sangat luar biasa
hebatnya. Tetapi yang lebih hebatnya adalah tenaga dalam miliknya dan milik
Yue Liangxu tidak sanggup "dimasukkan" ke tantien yang telah terisi sinar emas itu.
Setelah berpikir cukup lama, Jieji hanya bisa menggelengkan kepala sambil
menghela nafas. Baru kali ini dia mengalami jalan yang buntu. Sebab,
bagaimanapun susahnya sebuah teka-teki ataupun kasus yang sengaja dibuat
rumit tidak begitu menyulitkannya. Namun, hal ini sungguh betul bisa membuat
dirinya menjadi "gila".
Lalu sambil berjalan terus, dia mendapat sebuah ide. Dari sifat energi-nya yang tidak bisa menyatu dia teringat sebuah Ilmu. Ilmu yang pernah dikembalikannya
ke India. "Aku akan mencoba-coba menempuh perjalanan ke India terlebih dahulu. Dahulu guru besar Shaolin, Ta Mo berasal dari negeri ini. Dan dia-lah yang menciptakan ilmu silat tingkat tertinggi. Aku yakin pasti pemecahan hal aneh dalam diriku bisa diselesaikan."
Tetapi baru saja dia berpikir sampai disini, dia telah terkejut menyaksikan
pemandangan di depannya. Meski cukup jauh, Jieji bisa melihat sesuatu benda
sedang menunggunya.
Ketika dia arahkan konsentrasi matanya di padang rumput nan luas di depannya,
dia melihat sesuatu yang membuatnya girang luar biasa.
Lantas dengan berlari, dia mendekati "benda" itu.
Tentu tiada lain "benda" yang menunggunya adalah sebuah binatang besar, tingginya kepalanya hampir mencapai 7 kaki, punggungnya hampir mencapai
tinggi 6 kaki. Bulu-nya berwarna terang merah darah dan biru.
Ototnya sungguh terlihat kuat. Dari jauh, siapapun yang melihatnya pasti tahu
"benda" di depannya bukanlah "benda" sembarangan.
"Kuda bintang biru!!!"
Lantas Jieji sambil tertawa mendekati.
Begitu pula sang kuda yang sepertinya bisa menebak isi hati majikannya.
Dia mengikik sekali dengan keras dengan mengangkat kedua kaki depannya
seakan sungguh bergembira.
Bintang biru telah menunggu cukup lama disana, semenjak Jieji meninggalkan
tempat dimana kawan-kawannya berada tadinya.
"Sungguh menyusahkan dirimu. Sudah setahun kamu hidup disini. Bagaimana
keadaanmu?"
Mendengar kata-kata majikannya, dia lantas mengikik keras sekali. Dengan
gerakan yang memutarkan kepala, dia segera berlaju pesat ke arah timur.
Kuda bintang biru sempat di tinggalkan Yumei setelah menyelamatkan Jieji dari
penjara bawah tanahnya partai Bunga senja. Tentu tiada lain maksudnya kuda ini
sangat langka. Jika dalam saat persembunyian, kuda diketahui oleh lawan tentu
akan berbahaya bagi Jieji maupun Yumei. Oleh karena itu, dia meninggalkannya
disini. Di padang rumput nan luas.
"Bagaimana" Ini adalah daratan kelahiranmu. Apakah sudah cukup waktu 1
tahun bagimu bernostalgia disini"
Karena sepertinya aku bakal betul mengandalkanmu seterusnya...." tutur Jieji sambil tersenyum.
Kuda bintang biru adalah sebuah kuda yang menantikan Jieji saat dia berada di
daerah Xiliang. Yaitu saat dimana pertama kalinya dia merasakan kejanggalan
tindakan He Shen untuk memberontak. Sang kuda menanti Jieji dengan gagah di
daerah barat Wu Wei sekitar belasan tahun yang lalu.
Pertama-tama Jieji memang sempat duduk di atas kuda yang nan gagah ini.
Tetapi, sang kuda malah meringkik-ringkik secara dahsyat.
Tetapi saat itu, Jieji telah menguasai tenaga dalam-nya dengan mantap. Maka di
atas kuda, Jieji memasang tenaga dalamnya untuk di salurkan ke kuda. Selang 6
jam kemudian, Jieji betul bisa menaklukkan sang kuda yang akhirnya sepertinya
sang kuda telah memilih majikannya tersebut.
Tanpa terasa pula, sang kuda telah menjadi temannya selama belasan tahun.
Yang anehnya, Jieji selalu menghormati kuda ini seperti kawannya sendiri. Begitu pula sang kuda memperlakukan majikannya seperti seorang bawahan setia
menghamba kepada atasannya.
Kuda masih tetap berlari kencang ke depan. Mendengar perkataan Jieji, terlihat
dia seperti menganggukkan kepalanya ke depan beberapa kali.
Lantas sambil tertawa terbahak-bahak Jieji melarikan kudanya. Dia tahu bahwa
dengan laju demikian kencang, paling dalam 20 hari dia pasti bisa sampai ke
tujuannya. Dua bulan kemudian...
Jieji memang telah sampai ke India jauh hari dihitung dari sekarang.
Tempat yang ditujunya tiada lain adalah Vihara / Kuil Jetavana. Sebuah kuil yang pernah dikunjunginya ketika waktu sekitar 2 tahun yang lalu saat dia menuju ke
Persia. Pemandangan daerah kuil memang masih sama seperti 2 tahun yang lalu. Kuil
tetap tidak dihuni seorang pun, dan kuil besar ini sebenarnya telah tiada
berpenghuni sama seperti ketika dia datang 2 tahun yang lalu.
Saat 2 tahun yang lalu, sepertinya memang orang-orang dari partai bunga senja
tidak membunuh saat mengambil kitab Pelenturan Energi. Adalah buktinya tiada
bekas pertarungan apapun.
Dengan kepintarannya, Jieji tahu bahwa Thing-thing dan dedengkotnya
sebenarnya mengambil kitab dari bawah tanah kuil. Maka tentu Jieji yang
menghormati usaha leluhur kuil, juga mengembalikannya ke sana, ke tempat
dimana Thing-thing mencurinya.
Menurutnya saat itu, tidak mungkin lagi orang partai bunga senja akan kembali
kemari mengingat kitab telah dihilangkannya di Shaolin.
Dengan trik kecurigaan tempat kejadian, maka tempat yang sebenarnya dirasa
paling berbahaya malah terasa paling aman.
Disini, Jieji memang telah tinggal selama 1 bulan lebih lamanya. Dengan tekun,
dia tetap menghapal per-bab dari Ilmu dahsyat ini. Tetapi dia tiada menemukan
jalan apapun untuk menetralisir energi yang membuyar itu.
Hingga hari ini-lah. Yaitu 60 hari semenjak kedatangannya kemari.
Saat hari mendekati senja...
Jieji masih tekun melatih energinya serupa dengan orang-orangan yang
tergambar di buku. Pembludakan energi terasa di tantien-nya tetapi tidaklah
energi pada luar tantien (energi miliknya dan energi-nya Yue Liangxu yang
terserap olehnya).
Pembuyaran energi tetap saja terjadi, bahkan ketika berlatih malah terasa energi semakin cepat terkikis.
Saat dirinya keasyikan berlatih. Dia merasakan hawa hadirnya manusia. Kiranya
mungkin masih 1 li jauhnya dari tempat latihannya yaitu hutan kecil di samping
kuil Jetavana. Yang hebatnya, dia tahu bahwa semua orang yang datang adalah pesilat tinggi.
Kesemuanya seakan sedang datang dengan ilmu ringan tubuh yang sangat
tinggi pula. Sedang juga di rasakannya hal yang cukup janggal adalah di antara "gerombolan energi hebat" di belakang. Maka terdapat hawa kecil yang hanya secuil saja yang berada di depan sedang mendekati tempatnya.
Menurutnya, mungkin orang yang di depan tiada lain sedang dikejar hebat oleh
"gerombolan" orang di belakang.
Segera saja dia menghentikan sikap meditasi "aneh-nya" sesuai buku pelenturan energi. Lantas kemudian dengan berdiri mematung, Jieji melihat ke arah
datangnya para pesilat kelas tinggi.
Tetapi sebelum benar mereka semua sampai.
Jieji sudah tahu para pesilat tadinya di belakang mengejar sepertinya telah
berhasil. Sesaat, pertarungan di depannya telah berkobar. Tenaga menggumpal
yang hebat sedang mengeroyok secuil tenaga kecil dirasakannya dengan sangat
pasti. Oleh karena itu, dengan gaya berlari kencang Jieji segera mendekati daerah
pertarungan yang sekitar hampir 100 meter itu. Tetapi ketika dia benar sampai.
Dia melihat seorang dengan pakaian serba putih telah melayang pesat terkena
sebuah tapak dari lawannya.
Sesaat, Jieji juga terkejut. Memang dia yang melihat orang terpental itu sedang dihajar dengan sebuah Ilmu tapak yang tidaklah asing baginya sama sekali.
Itu adalah tapak buddha Rulai dari India.
Manusia yang terpental dilihatnya sekilas. Pakaiannya serba putih dengan
topeng yang bercorak cukup aneh tetap dipakai olehnya.
Dari sini, Jieji tahu bahwa orang berpakaian putih tiada lain adalah sedang
dikejar oleh mereka semua.
Pengejarnya terdiri dari 4 orang. Semuanya berwajah angker. Dengan pakaian
putih yang terbuka bahu dan sebelah dadanya. Semua pengejarnya bukanlah
orang daratan China melainkan seperti biksu dari Kuil-kuil India.
Orang berpakaian putih itu meski terkena tapak dahsyat sekali, tetapi dia masih bisa berdiri kemudiannya. Namun dengan berdirinya ia, dilihat bahwa gaya
berjalan ke depannya pun sudah sempoyongan. Ini disebabkan orang tersebut
telah terluka dalam cukup parah.
Tetapi sepertinya keempat orang pengeroyok tidak memberi saat untuk bernafas
lebih lama baginya. Di antara keempat orang, tiga orang sudah kembali
menyerangnya. Sedangkan 1 orang lainnya sedang berdiri melihat ke arah Jieji.
Tentu keempat orang ini juga sudah tahu bahwa adanya lawan mendekati saat
mereka bertarung dadakan dengan orang berpakaian serba putih.
Jieji sama sekali tidak melihat ke arah orang yang memandangnya itu. Melainkan
dia berdiri seakan cemas melihat bagaimana orang berpakaian serba putih itu
menahan serangan kali ini. Tetapi ketika ketiga orang mendekat, orang
berpakaian serba putih ini sama sekali tidak bergerak untuk melawan. Melainkan
sepertinya dia terjatuh kembali.
Tetapi ketiga penyerang walaupun melihat bahwa orang di depan telah terjatuh,
tetap siap mengayunkan tapak untuk menghajarnya.
Di saat yang sangat berbahaya itu...
Ketiga orang yang tadinya maju, tidak sempat melihat ke samping. Lantas
kesemuanya hanya tahu terpental. Seperti seseorang yang berdiri lantas ditabrak dengan hebat oleh kuda dari arah samping.
Ketiga orang itu terpental hebat ke samping. Kesemuanya mengalami muntah
darah hebat sebab mereka tahu bahwa penyerang kali ini menyerang ke arah
rusuk mereka yang terbuka akibat lengan mereka yang sudah menuju ke depan.
Ketiga orang yang terkena jurus hebat sepertinya memang terluka dalam, tetapi
kesemuanya bahkan bisa berdiri kembali. Sepertinya penyerang ini bukanlah
penyerang biasa. Jieji mengetahui bahwa setidaknya kemampuan orang-orang
ini tidaklah di bawah Huo Thing-thing yang terkena jurus yang sama sekitar 2
tahun lalu. Namun, berbeda sekali kali ini. Kesemuanya masih sanggup berdiri
dan menatap dengan melotot ke arahnya.
Sedangkan 1 orang lainnya yang tadinya tidak menyerang sebenarnya ingin
melihat bagaimana tindakan Jieji. Jika ada sesuatu yang tidak menguntungkan
pihaknya, dia berniat untuk menolong. Tetapi adalah hal yang tidak disangkanya
bahwa jurus yang dikeluarkan Jieji sangat cepat. Meski hendak menghindar pun
tidak akan sanggup sama sekali. Apalagi untuk menghalangi jurus hebat itu.
Lantas dia menatap seakan tiada percaya dengan hal yang dilihatnya saja.
Salah satu di antara ketiga orang, segera menanyainya.
"Kenapa kau campuri urusan kita?"
Jieji hanya menatap sambil tersenyum kepadanya.
Kemudian orang kedua di sampingnya menanyainya kembali.
"Kau sudah bosan hidup" Urusan Partai Jiu Qi pun berani kau usik?"
Jieji memalingkan kepala ke sebelah, ke arah orang yang berbicara itu. Dia
kemudian menjawab.
"Aku bukanlah orang yang suka melihat cara kalian. Jika berani kenapa bukan 1
lawan 1" Ilmu kalian sudah cukup hebat. Tapak buddha Rulai bisa dikatakan
Ilmu no. 1 disini. Tetapi terhadap orang yang kepayahan saja kalian berusaha


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeroyoknya."
Ditegur begitu, tentu keempat orang ini tiada senang sama sekali. Lantas
seorang menyahutinya.
"Peduli apa dengan tingkah kita" Apa urusannya dengan kau..."
Jieji tidak berniat menjawabnya. Lantas tersenyum, dia maju saja ke depan. Ke
arah orang berpakaian serba putih itu. Keempat orang sepertinya tersenyum
simpul yang kecil sambil saling memandang.
Tidak lama, Jieji telah sampai ke arah orang berpakaian putih. Lantas dengan
berjongkok, dia memegang pergelangan tangan orang itu. Dia berusaha untuk
meraba nadi-nya. Di rasakan nadi orang ini sudah sangat lemah sekali. Dia
hanya beruntung tidak tewas akibat pukulan tapak dari penyerang tadinya.
Sambil menghela nafas, Jieji lantas berdiri saja dan memandang ke arah
keempat orang itu berdiri. Tetapi...
Lantas keempatnya sangat keheranan mendapati Jieji. Kesemuanya sempat
saling memandang.
"Tidak mungkin. Tadi dia menyentuh kulit tangannya. Tetapi dia tidak apa-apa...."
Seseorang di samping segera menjawab.
"Jangan-jangan racun pemusnah raga sudah tidak ampuh lagi..."
Jieji yang mendengar percakapan mereka lantas terkejut luar biasa. Kembali dia
melihat ke arah orang serba putih ini. Lantas sekali lagi dia jongkok, sambil
meraba pergelangan tangan lainnya.
Setelah sesaat, dia terkejut luar biasa. Nadi orang ini di sebelah pergelangan
tangan kanannya berdetak sungguh sangat kencang. Sedang sebelah
pergelangan lagi tadinya malah berdenyut amat lemah.
Tiada lain inilah tanda bahwa korban benar terkena racun terdahsyat sepanjang
zaman itu. Racun pemusnah raga diketahui setiap insan persilatan sebagai racun
terampuh. Meski hanya menyentuh kulit saja, maka pori-pori terkecil pun bisa
menyerap racun sehingga menyebabkan korban terkena racun ini.
Setelah memahami tindakan keempat orang di depan, sesaat Jieji marah luar
biasa. Sambil mencabut sebatang tongkat yang sengaja di selipkan ke
pinggangnya dia berdiri.
"Kalian menggunakan cara yang licik benar. Setelah lawan kalian terkena racun, baru kalian menyerangnya."
Keempatnya tertawa besar.
"Itu tiada lain sebab orang ini sungguh sakti sekali. Bertarung 1 lawan 1 pasti kita bukan tandingannya. Selain itu, dalam semalaman dia berhasil membunuh 60
murid lebih dari partai Jiu Qi. Lantas dengan menaruh racun di makanannya kita
baru bisa mengalahkannya."
Sesaat, Jieji berpikir. Apakah betul orang berpakaian serba putih tiada lain
adalah pendekar wanita hebat yang muncul di dunia persilatan belakangan ini"
Lantas tanpa banyak bicara. Jieji langsung menerjang bagaikan harimau
kelaparan yang memangsa mangsanya. Keempat sempat terkejut melihat
gerakan yang tiba-tiba melesat ke arah mereka.
Dengan berlari sambil mengarahkan tongkat ke dada lawan, dia mengancangkan
tusukan ke arah dada orang yang belum terluka tenaga dalam itu.
"Cari mati!!!"
tutur orang dengan wajah angker melihatnya mendatangi. Dia segera merapal
tapak untuk dihantamkan ke tongkat. Karena melihat gaya berlari lawan di
depan, dia berpikir bahwa lawan bukanlah pesilat yang hebat.
Tetapi ketika betul tapak hampir mengenai ke ujung tongkat tumpul itu. Tiba-tiba dia merasakan sakit di pipinya. Entah bagaimana caranya, tetapi orang di tengah itu terasa terpental hebat akibat tusukan tongkat itu.
Gerakan awal tongkat memang adalah dada lawan. Tetapi dengan gerakan
tiba-tiba, arah tongkat yang menusuk telah meminta sasaran pipi lawan.
Ketiga orang di samping yang melihat temannya terpental segera datang
mengeroyoknya. Terlihat 2 orang mengambil langkah ke arah punggung Jieji yang terbuka.
Sedang 1 orang lagi terlihat menghadapi Jieji dari depan.
Kesemuanya lantas merapal tapaknya untuk segera diarahkan ke depan
masing-masing. Sesaat, sinar kuning keemasan terbit. Ini tiada lain adalah
ancang-ancang jurus tapak buddha Rulai.
Jieji melihat dengan sangat jelas. Dia segera meloncat tidak tinggi.
Tongkat segera seakan di bantaikan ke depan. Dia mengangkat tongkat-nya
sungguh tinggi ke belakang dengan tangan kiri untuk kemudian di hantamkan ke
depan. Tetapi yang hebatnya, 1 orang yang menyerang dari belakang segera terasa
sakit sekali kepalanya. Dia terkapar sebelum tapak yang seharusnya diarahkan
ke punggung lawan sampai.
Lalu dengan gerakan yang sangat indah, sambil maju melayang Jieji kembali
menghantamkan tongkat ke arah kepala penyerang dari depan.
Penyerang dari depan sungguh tahu bahwa lawan sekarang sedang
menghantamkan tongkat keras itu ke kepalanya. Lantas membentuk sebelah
tapak, dia segera ingin menahan pukulan dahsyat itu.
Tetapi sekali lagi, tapak belum sempat ditahan olehnya. Tahu-tahu tongkat telah menyamping menghantam telinganya.
Penyerang ini juga terlihat terlempar cukup jauh sekali sambil menyeret pipi ke tanah rerumputan pendek.
Hanya tinggal seorang saja yang masih menyerang cepat dari arah belakang.
Jieji memang telah turun ke tanah. Dia merasakan hawa tapak menusuk sedang
mengarah ke punggungnya.
Ketika tapak hampir sampai, dia mengelak dengan melangkah ringan saja ke
samping. Tapak terasa lewat dengan sangat pelan dan tiada menyentuhnya
sama sekali meski jarak antara tapak dan tulang rusuk sebelah kirinya itu adalah tidak sampai seinchi.
Tetapi ketika tapak telah lewat selengan. Orang di samping juga terpental hebat muntah darah ke belakang.
Sungguh sial orang ini sebab dia melewati daerah pertahanan sebelah kiri-nya
Jieji. Justru Jieji sedang memegang tongkat dengan tangan kiri. Maka muka
orang ini-lah yang sedang bergerak cepat malah menghantam ujung tongkat
yang tidak bergerak.
Tetapi ini adalah semua gerakan dari Ilmu pedang surga membelah itu. Dengan
memadukan Ilmu pedang surga membelah dan gerakan ilmu menghindar dari
Partai Surga menari. Maka semua gerakan jurus malah tambah berbahaya. Jika
saja tadinya Jieji memegang pedang, maka semua lawannya tentu sudah tiada
bernyawa. Dan yang hebatnya adalah Jieji bergerak leluasa dengan Ilmu pedang surga
membelah. Seakan Jieji tidak menyerang, melainkan bertahan. Seakan dia tidak
bertahan tetapi menyerang. Atau bisa dikatakan dia diam saja. Sungguh sebuah
Ilmu pedang yang nan rumit tetapi sangat sederhana luar biasa.
Jieji dalam 2 bulan sudah memahami 1/2 dari seluruh gerakan 10.000 langkah
dewa dari buku kitab pemberian Dewa Lao.
Keempat orang yang terlempar sudah mampu berdiri lagi. Tetapi kondisi mereka
benar tiada jauh berbeda dengan orang berpakaian serba putih itu. Lantas
mereka berniat beranjak segera pergi dari sana.
Jieji yang melihatnya sama sekali tiada berniat untuk menahan mereka. Baginya
betul tiada gunanya sama sekali lagi untuk membunuh. Akhir-akhir ini Jieji
memang mengalami hal sulit yang sungguh banyak. Dia memutuskan tidak akan
sembarangan membunuh lagi mengingat dalam diri manusia kadang terdapat
banyak hal yang susah dipecahkan dalam bentuk kata-kata.
Membunuh atau dibunuh seperti sebuah permainan sandiwara yang suatu hari
haruslah berakhir.Dan untuk memahami manusia secara seutuhnya memang
adalah hal yang sangat susah.
Jieji segera membopong orang misterius ini, sambil berjalan pelan dia menuju ke arah Kuil. Sedangkan kesemua pesilat India itu sudah kabur.
Jieji menaruhnya di atas jerami di dalam kuil yang tiada berpenghuni itu.
Kemudian, sekali lagi dia meraba nadi orang ini. Jieji tahu bahwa dia adalah
seorang wanita. Oleh karena itu, dia bertindak tetap sopan. Tetapi karena tahu
bahwa dia terkena racun paling dahsyat. Jieji juga berpikir untuk menolongnya.
Lalu tanpa banyak bicara, dia segera menuju ke arah belakang dari Kuil.
Banyak lemari serta barang-barang yang masih terlihat utuh adanya. Dia mencari
perlaci di lemari yang agak besar untuk menemukan sesuatu benda.
Setelah mencari lumayan lama, dia akhirnya menemukan sesuatu yang dicarinya
itu. Tiada lain tentunya adalah jarum perak untuk menawarkan racun pemusnah
raga. Dia segera bergerak ke arah wanita bertopeng itu di letakkan tadinya.
Dia melihatnya dengan degup jantung yang lumayan keras sewaktu
mendekatinya. Dia berharap bahwa nafas dari wanita bertopeng ini masih belum
putus. Segera saja, dia meraba nadinya.
Tetapi masih tetap tidak berubah sama sekali. Nadi sebelah lengannya adalah
detakan ringan sekali, sedang sebelahnya detakan nadi kencang.
Segera Jieji tersenyum lega mendapatinya.
Dia tahu dengan benar bahwa untuk menawarkan racun ini adalah hanya ada 1
cara. Yaitu menusuk jarum perak ke kening korban.
Jika tepat, maka korban akan memuntahkan cairan berwarna perak dari
mulutnya.Tetapi kali ini Jieji sungguh berbeda dengan saat sekitar 16 tahun lalu.
Saat dia menusuk jarum ke arah kening Xufen. Hatinya tidaklah semantap
sekarang. Apalagi dia tidak mengenal wanita bertopeng ini, maka 1/2 perasaan dilemanya
sudah terlepas. Setidaknya dihatinya betul tidak ada ganjalan yang sungguh bisa membuatnya salah langkah.
Lantas dengan tangan pelan, dia berniat menarik topeng dari wanita untuk
mencari nadi di keningnya. Tetapi kemudian dia teringat akan sesuatu hal.
Hari sebenarnya sudah sangat senja, sebentar lagi akan gelap. Oleh karena itu,
sebelum Jieji benar ingin membuka topengnya. Dia segera berjalan ke arah
samping dan menyalakan api terlebih dahulu. Melalui dua buah tongkat kayu
panjang, dia berdirikan di arah wajah nona bertopeng.
Kali ini dia merasa telah siap.
Di tangan kirinya, dia memegang jarum perak. Sedang tangan kanan dia hendak
menarik topeng untuk mencari titik kening nona.
Tetapi saat tangannya baru mengenai topeng. Tiba-tiba, tangannya ditepis
dengan keras sekali.
BAB CXII : Senja Abadi , Malam Sesaat
Mendapat tepisan tangan dari wanita bertopeng membuat Jieji segera terkejut.
Sebab yang lihainya adalah tepisan tangan dari wanita ini tetap sangat keras
meski dia sudah terluka dalam dan teracun parah.
Dan Jieji mau tidak mau salut terhadap tindakan tiba-tiba darinya. Lantas, Jieji mengatakan sesuatu padanya.
"Kamu terkena racun terdahsyat zaman ini, racun pemusnah raga. Oleh karena itu, aku akan berupaya mengeluarkan racun itu sekarang juga. Janganlah kamu
terkejut..."
Wanita bertopeng ini tidak menyahuti Jieji sama sekali. Samar-samar Jieji bisa
melihat bola matanya dari balik topeng itu. Dia mengamati Jieji dengan
pandangan yang bengong saja beberapa lama.
Jieji yang melihat tindakannya, segera tersenyum. Lantas kembali dia menutur.
"Hanya ini saja cara untuk mengeluarkan racun itu dari dalam tubuhmu."
Sembari berkata-kata, Jieji segera mengancangkan kembali jarum perak itu.
Tetapi wanita bertopeng tidaklah menyahutinya sama sekali. Dia terlihat menarik topeng ke bawah.
Jieji juga heran kenapa tidak dilepas saja topengnya. Tetapi karena saat itu
adalah saat yang cukup genting, maka dia tidak menanyainya.
Topeng memang telah melorot tetapi hanya sebatas sejari di atas alisnya.
Sehingga kening dari wanita bertopeng ini sudah bisa dilihat secara jelas.
Dengan sebelah jari kanan, Jieji mencoba meraba nadi di keningnya. Cukup
lama juga Jieji mencari nadi di kening wanita ini. Karena keadaan cukup gelap,
maka tiada cara lain. Jieji hanya berusaha merasakan detakan pelan dari nadi
keningnya. Tidak lama, dia sudah mendapatinya. Segeralah terbit senyum di wajahnya.
Meski wanita di depan ini belum dikenalnya, tetapi karena dia merasa tugasnya
kali ini cukup berat, maka tanpa terasa keringat telah membasahi wajahnya.
Terlihat Jieji cukup tegang juga karena bagaimanapun dia pernah salah
melakukannya. Sedang wanita bertopeng setelah melorotkan topengnya, sepertinya tidak
bergerak sama sekali. Namun, Jieji bisa mendengar suara nafasnya yang pelan
muncul dari balik topeng.
"Ini adalah penentuan hidup mati wanita ini. Tetapi jika aku tidak tegas, maka lebih gawat lagi sebab dia akan tewas karena keracunan."
Begitulah pemikirannya.
Tidak lama, Jieji yang berusaha mengendalikan dirinya terasa siap sepenuhnya.
Dia tidak mengingat lagi saat-saat ketika dia menusukkan jarum tersebut dan
gagal. Dengan mata yang tajam memandang ke kening wanita bertopeng, sesaat dia
melaksanakan aksinya.
Jarum yang dipakai untuk ditusuk di tangan kiri langsung saja mengarah ke nadi
kening. Dan secara tepat terasa sebab darah di nadi itu segera muncrat keluar
sekira setetes.
"Tidak disangka untuk menusuk nadipun harus kukeluarkan kemampuan ilmu
pedang..." tutur Jieji sambil tertawa keras.
Lalu dia melihat ke arah si topeng. Dia langsung menarik kembali ke atas
topengnya untuk membetulkan posisinya.
Sesaat kemudian. Si topeng merasa mual sekali. Dari dalam perutnya seperti
bergoncang hebat sebuah energi hendak keluar.
Lalu dengan cepat, dia menarik topeng sambil membelakangi Jieji. Lantas
terdengar suara muntahnya sekali.
Jieji melihat tindakannya juga merasa sangat was-was. Ingin sekali dia melihat
apa yang dimuntahkan wanita bertopeng itu. Tetapi mengetahui bahwa si topeng
tidak ingin memperlihatkan wajahnya, maka segera dia urungkan niatnya. Dia
tetap duduk di jerami sambil di belakangi oleh si topeng.
Setelah memuntahkan sesuatu dari isi perutnya, rupanya si topeng segera
berbalik kepadanya. Dari balik lubang mata, dia memandangi Jieji cukup lama
sekali. Jieji merasa kikuk dipandangi seorang wanita seperti begini. Lantas untuk
mengalihkan pandangan wanita itu, dia berpura-pura melihat ke arah belakang
tempat tadinya dimuntahkan sesuatu oleh si topeng.
Sungguh girang Jieji mendapatinya. Karena dilihatnya jelas sekali bahwa yang
termuntah olehnya adalah cairan perak. Dan ternyata cukup banyak sekali.
Mungkin hampir 1 mangkok penuh cairan itu jika tadinya dia memuntahkannya.
Tetapi pandangan wanita ini sama sekali tiada berubah. Dia tetap memandang
ke arah Jieji sambil tidak bersuara. Melainkan pandangannya malah terasa
sangat aneh bagi Jieji. Sesaat, bahkan dirinya merasa sungguh merinding
mendapatinya. "Sudah keluar racun di dalam tubuhmu. Tetapi kali ini harus di alirkan tenaga dalam lagi untuk membuatmu bisa bertahan hidup."
Tetapi kata-kata Jieji sama sekali tidak dijawabnya. Dia tetap memandang serius saja ke depan. Lantas, segera Jieji menuju ke arah belakang punggungnya. Dia
berpikir sesuatu hal saat dia sampai di belakang punggung wanita ini.
"Tenaga dalam di dalam tubuhku memang masih tinggi dan cukup untuk
mengalirkannya ke semua organnya..
Tetapi jika kusalurkan kesemuanya, maka diriku sudah kehilangan tenaga dalam
lagi." Dia berpikir sesaat. Tetapi si topeng sepertinya tidak berbalik sama sekali. Dia tetap melihat ke depan saja tanpa menjawab ataupun bergerak.
Jieji sempat berpikir lama juga. Sampai kemudian terlihat dia tersenyum puas.
"Tenaga dalam di dalam tubuhku meski tinggi, tetapi sama saja tidak mampu
kunetralisir. Dan lama kelamaan juga akan habis terkikis. Lebih baik kusalurkan kepada orang yang membutuhkannya."
Dengan gaya yang mantap, dia sudah duduk bersila.
Dan terdengar suara Jieji yang menarik nafas dalam-dalam seiring dilekatkan
tapaknya ke punggung wanita bertopeng ini.
Hawa di dalam ruangan segera terasa menggumpal hebat sekali. Desiran angin
di luar yang terasa dingin seakan tertarik masuk ke dalam ruangan.
Jieji kali ini tiada tanggung-tanggung mengobati wanita bertopeng yang tidak
dikenalnya. Dia salurkan seluruh energi dirinya dan energi hasil penyerapan dari Yue Liangxu yang sesungguhnya masih membludak.
Cukup lama kemudian...
Jieji sudah berhenti mengalirkan energinya. Dan saat itu telah tengah malam
buta. Maka bisa dikatakan dia telah mengalirkan energinya sampai 5 jam lebih.
Pemuda bermandikan keringat di seluruh tubuhnya. Begitu pula wanita
bertopeng itu. Tetapi masa kritis telah lewat seluruhnya. Hasil akhirnya adalah wanita itu tentu bertambah kuat 2 kali dari sebelumnya. Sedangkan Jieji malah
telah kehilangan semua energi dari dalam tubuhnya.
Entah pantas atau tidak bagi Jieji yang mengeluarkan semua kepandaiannya
kepada orang yang tidak dikenalnya itu. Tetapi dari dalam hatinya, dia berpikir bahwa suatu saat energi akan habis juga karena sudah lebih dari sebulan dia
tidak menemukan cara untuk menetralisirnya.
Terlihat Jieji kelelahan sekali. Sedang wanita bertopeng sudah bernafas
sangatlah teratur. Energinya sudah terkumpul dengan baik sekali.
Sesaat, wanita itu berbalik tubuh untuk melihat ke arah Jieji. Dia tetap
menatapnya seperti caranya tadi. Tanpa bergerak dan tanpa berkata apa-apa.
Sedang Jieji yang kepayahan segera bersandar di sebelah tembok itu. Sambil
terasa nafasnya yang terengah-engah, dia memberikan komentar.
"Sekarang semua sudah beres."
Wanita itu tidak menyahuti Jieji karena dia tidak berani mengeluarkan suaranya.
Sesungguhnya ingin sekali dia bertanya banyak hal kepadanya. Dan disini juga
dia merasakan banyak hal yang sangat janggal baginya.
Kontan dengan cepat, wanita bertopeng itu meraih pergelangan tangannya Jieji.
Sesaat, dia seakan terkejut mendapatinya.
Sedang Jieji tetap tersenyum saja melihat ke arahnya.
"Aku telah kehilangan semua tenaga dalamku. Tetapi lebih bagus jika seorang bisa hidup karena energiku itu."
Wanita itu yang menatap ke arah Jieji hanya menggelengkan kepalanya.
Dia mendapat ide dadakan kemudian. Sambil menunjuk ke arah mulutnya, dia
kemudian melambaikan tangannya perlahan.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari sini Jieji bisa mengetahui maksudnya.
Tidak disangka bahwa wanita bertopeng ini adalah seorang yang bisu dan tidak
bisa berbicara. Jieji hanya menggangguk perlahan saja sambil menghela nafas.
Kemudian dia berkata kepadanya lagi.
"Aku pernah mendengar bahwa di daratan tengah telah muncul pesilat wanita
yang hebat sekali. Tidak disangka memang benar. Meski teracun, kamu masih
bisa melawan lawan-lawanmu. Jika digantikan ke diriku, kurasa tidak akan
mampu." Wanita itu tetap menatap ke Jieji saja tanpa berkata ataupun menunjuk sesuatu.
"Kau telah membunuh banyak orang dari partai Jiu Qi, sepertinya mereka bakal datang lagi." kemudian Jieji berkata-kata.
Tetapi wanita itu segera berdiri. Dia memandang ke arah sekitarnya cukup lama.
Lantas tanpa berbalik lagi, dia melangkah keluar meninggalkannya sendirian.
Jieji cukup heran mendapati tingkahnya itu. Tetapi dasar dia merasa dirinya juga adalah orang yang cukup aneh. Maka tindakan dari wanita itu tidaklah digubris
kembali olehnya sama sekali.
Dengan tersenyum saja, Jieji melihat ke arah perginya wanita itu.
Wanita itu sebenarnya bukanlah pergi karena apa-apa hal. Tetapi dia sudah tidak tahan lagi. Sebenarnya semenjak tadi, air mata telah mengalir dari matanya. Dia tidak ingin suara isak tangisnya terdengar oleh Jieji. Maka kemudian dia
melangkah keluar.
Sekilas memang tindakannya sangat tidak sopan. Bukan saja Jieji menolongnya,
tetapi karena menolongnya dia bahkan kehilangan pegangannya sendiri. Bukan
saja tidak berterima kasih, menyahut apapun tidak. Maka tentu tindakannya
adalah bukan tindakan yang benar.
Tetapi Jieji sama sekali tidak merasa menyesal ataupun tidak enak hati apapun.
Dia yang kelelahan, lantas saja tertidur di jerami itu.
Wanita bertopeng tidaklah meninggalkan Kuil. Melainkan dari tempat yang tiada
jauh, dia terus mengamati ke arah ruangan tadinya. Topeng memang sudah tidak
lagi dikenakan.
Air mata masih tetap mengalir hebat, bibirnya terlihat gemetaran bukan karena
dinginnya cuaca di luaran.
Cukup lama dia telah berdiri di sana tanpa berucap sepatah katapun.
Beberapa jam kemudian...
Hari telah memasuki dini hari sekitar jam 3-an. Jieji yang keasyikan tertidur
merasa terbangun oleh sesuatu hal. Adanya suara binatang yang cukup keras di
daerah telinganya. Suara itu tiada lain adalah cicitan tikus.
Lantas dengan mata yang kelelahan, dia melihat ke tikus yang bentuknya cukup
kecil itu sedang mencari sesuatu di jerami dekat kepalanya. Suara cicitan tikus sepertinya tidaklah sekali saja. Melainkan terdengar beberapa kali secara
simpang siur membuat ruangan itu terasa berisik sekali.
Dia segera berdiri...
Memang api di tongkat belumlah terbakar habis sepenuhnya. Oleh karena itu, dia
sempat mengangkat sebatang tongkat untuk meneliti kenapa disini banyak sekali
tikus. Ditelurusurinya suara itu kemudian.
Ternyata di bawah jeraminya dia merasakan sesuatu hal. Oleh karena itu,
sembari memindahkan semua jerami. Dia melihat sesuatu batu yang sepertinya
sudah bobol. Sepertinya para tikus itu keluar dari lubang sekecil bata itu. Lalu dengan batang tongkat berapi, dia melihat dengan cermat. Di sana bahkan dirasakannya angin
yang berhembus pelan.
Jieji cukup heran mendapatinya. Segera dengan cepat dia berjalan keluar dari
ruangan. Dengan masih tongkat berapi di tangan, kemudian dia mencari asal
lubang itu. Kuil Jetavana bukanlah kuil yang kecil. Kabarnya dahulu sang buddha gautama
pernah tinggal beberapa lama disini. Muridnya telah mencapai seribu lebih.
Di dinding sebelah tempat tidurnya Jieji tadi. Dia melihat dan meneliti tembok itu.
Ternyata disini tidaklah terdapat sesuatu lubang yang seharusnya berada disini.
Sebab dia telah merasakan angin masuk dari luar.
Sesaat, Jieji juga heran...
Kemudian dia berjalan pelan ke ruangannya kembali. Dia merasa adanya hal
yang janggal. Jika tembok itu tidak tembus ke sebelah, maka tentu aliran angin
pelan tiada lain berasal dari dalam tanah. Apakah di kuil ini juga ada ruangan
bawah tanah lainnya"
Jieji yang penasaran tentu tidak membuatnya berhenti sampai disini.
Kemudian sambil berjongkok, dia mengamatinya sekali lagi.
Tembok bata itu sepertinya cukup tebal. Tetapi di bawahnya telah terdapat
sebuah lubang. Bagi Jieji lebih bagus dari sini saja mencari jalan keluar angin itu daripada
mengelilingi Kuil. Maka dari pada itu, dia mengambil sebuah tongkat lagi. Dia
ketuk perlahan. Tetapi dinding masih kokoh.
Sepertinya hanya 1 bata yang menghasilkan lubang kecil ini yang telah termakan
waktu. Segera, dia mengetukkannya dengan cukup keras. Lantas sebuah bata
sepertinya telah terlepas.
Jieji kegirangan mendapati hal ini. Lalu dengan tongkat berapi di tangan, dia
berusaha melihat ke arah lubang tadinya dengan mendekatkan api.Sepertinya
masih sangatlah gelap terlihat dari luar.
Kemudian dengan jalan yang sama dia kembali mencobanya. Dengan mengetuk
bata lainnya dengan cukup keras.
Sebenarnya bata disini bukanlah bata yang lunak. Hanya karena tadinya telah
berlubang, maka dengan mudah Jieji sanggup mengetoknya hingga jebol.
Usahanya dilakukan hingga 8 kali. Kali ini telah terbentuk sebuah lubang yang
cukup untuk dimuati oleh seorang manusia meski haruslah menelungkup. Tetapi
Jieji tidak ingin menghancurkan kesemuanya. Baginya tentu ruangan bawah
tanah ini adalah karya usaha leluhur kuil. Maka setelah mendapati bahwa dirinya bisa lewat saja, dia telah senang sekali.
Jieji tidak pernah tahu bahwa ada seseorang yang mengamati semua
tingkahnya. Seseorang yang tadinya berada di dalam ruangan ini ternyata
tidaklah meninggalkannya.
Setelah menelungkup, Jieji mengambil sebuah tongkat di samping kakinya.
Dengan gaya seperti seekor cecak, Jieji cukup hati hati merangkak ke depan.
Satu... Dua... Tiga... Begitulah usahanya untuk merangkak melewati celah batu itu.
Sepertinya terdapat sebuah lorong di sana.
Tetapi begitu hitungan keempat...
Dia sangatlah terkejut... Sebab pegangannya pada lorong telah habis.
Dia berniat menuruni lorong yang gelap luar biasa itu. Tetapi karena di depannya adalah sungguh gelap. Dia tidak berani mengambil resiko.
Lalu dengan tongkat berapi dia menyinari ke depan untuk mencari turunan. Tidak
lah sulit baginya untuk menemukannya. Sepertinya di bawahnya telah terlihat
sebuah tanah yang cukup baginya untuk pijakan.
Dengan loncatan ringan, Jieji berhasil mendarat dengan baik.
Sebab pula tidaklah tinggi jaraknya. Palingan adalah hanya 5 kaki (1,5 meter)
saja. Setelah dirinya terasa cukup baik mendarat, dia segera memakai tongkat berapi
untuk menyinari sekelilingnya. Tetapi masih cukup gelap.
Jieji jongkok sebentar untuk meneliti kembali. Dia kembali mendapatkan tangga
turunan dari arah sampingnya. Tetapi tangga turunan ini cukup heran baginya.
Tiada lain karena tangga disini tidaklah mirip dengan tangga biasa. Sepertinya
tangga terbuat dari kayu. Lantas susunan tiap tingkatnya cukup berantakan.
Jieji merasa dia telah sampai pada tahap ini, maka sungguh hal yang aneh jika
dia kembali. Oleh karena itu, dengan taruhan dia menuruninya dengan langkah
yang pasti. Di sini Jieji sangatlah berhati-hati. Ada 2 hal yang membuatnya sungguh
haruslah hati-hati.
Pertama, dia telah kehilangan semua energinya sehingga jika terjatuh saja maka
riwayatnya akan terkubur disini.
Dan yang kedua adalah tempat ini sungguh gelap sekali dan baginya tentu tiada
penghuninya sama sekali. 1 langkah yang salah saja bisa mengambil jiwanya.
Tidak lama kemudian, dia memang telah berhasil.
Sehingga dia telah menginjak tanah yang cukup luas sekali. Segera dia
mengarahkan api untuk mencari disekitarnya.
Menurutnya karena gelap, maka lebih bagus adalah mencari dinding dahulu. Dari
dinding menelurusuri semua tempat adalah ide yang terbagus.
Dia telah mendapati dengan mudah sebab dinding itu adalah persis di tempat
dimana tadinya dia masuk. Setelah berjalan sekira 10 langkah, dia segera girang sekali. Sebab dilihatnya di dinding ada sebuah bentuk obor.
Langsung saja tentunya dia menyalakannya. 1 Obor ternyata telah berapi.
Kontan dia berjalan menelurusuri dinding lagi. Setelah berbelas langkah
kemudian, dia mendapati sebuah obor lagi. Bagaimanapun Jieji disini cukup
heran. Sebab ruangan ini adalah sebuah ruangan berbentuk bulat. Dia memandang ke
sekelilingnya. Meski obor telah hidup, tetapi hanya jalan setapak yang
dilaluinyalah yang tertampak jelas. Oleh karena itu, kemudian dia berjalan
mengelilingi lagi.
Setiap dirinya menjumpai obor, dia berusaha menghidupkannya. Sampai tanpa
terasa dia telah menghidupkan belasan buah. Di depannya sekarang telah
tertampak obor pertama yang tadinya dihidupkan. Dia segera girang.
Karena jarak sudah terpaut sekitar 1 obor lagi. Maka dengan gerakan agak
cepat, segera dia nyalakan kembali obor yang "terakhir" itu.
Dan Bersamaan hidupnya obor terakhir...
Sesuatu hal yang aneh telah terjadi kemudiannya...
Sebab dia melihat sebuah cahaya di tengah juga ikut hidup. Di kuti puluhan obor kecil di tengah juga mengalami hal yang serupa. Selain itu, di empat arah juga
telah terbit sebuah sinar yang terang akibat terbitnya api obor.
Empat sinar terang itu bukanlah obor biasa. Melainkan adalah obor ukuran yang
besar sekali. Total obor besar adalah jumlahnya 5 buah, yaitu 4 buah sesuai arah mata angin dan sebuah adalah di tengahnya. Obor inilah yang membuat ruangan
tadinya gelap gulita menjadi "siang" hari.
Melihat pemandangan di depannya, Jieji sangat terkejut sekali. Sebab di arah 4
mata angin telah terlihat 4 buah patung besar yang sangatlah angker wajahnya.
Jieji mengenal patung 4 raksasa tersebut. Tiada lain 4 patung adalah 4 raja
langit. Keempatnya adalah manusia yang sesungguhnya pernah hidup di India di
zaman kuno. Keempatnya bahkan adalah raja dari India yang telah di dewa-kan.
(Mengenai 4 patung ini adalah patung dari 4 raja langit yang dipuja-puja di kuil maupun vihara. Keempatnya adalah Virupaksa, Virudakka, Dhratarata, dan
Vessavala) Tetapi yang membuatnya sungguh tertarik selain 4 patung raksasa adalah
patung di tengah yang juga tersinar obor secara cemerlang.
Jarak memang masih cukup jauh sekali ke tengah. Tetapi karena sudah
terangnya tempat ini, Jieji segera mengambil langkah lari ringan ke arah patung di tengah.
Hebatnya patung di tengah sepertinya di kelilingi puluhan patung dalam 4 lapis.
Dia segera tercenggang ketika hampir mencapai patung yang mengelilingi ini.
Karena patung disini bukanlah patung manusia biasa.
Melainkan seperti patung siluman.
Jieji yang sesungguhnya sangat pintar setelah melihat hal ini, segera berputar
otak. Dia melihat beberapa patung itu dengan alis berkerut. Sesaat saja, dia
sudah mengerti maksudnya.
4 Lapis dari patung yang mengelilingi adalah terdiri dari 18 patung. Sehingga
total disini adalah menjadi 72 patung kecil setinggi orang biasa. Sedang patung di tengah adalah seperti seorang tua yang memegang tongkat di tangan
kanannya. Sedang tangan kirinya menjepit sambil memegang sesuatu benda
yang mirip dengan buku.
Jieji tahu bahwa dia sedang berada di antara patung-patung iblis / siluman.
Format seperti demikian juga sama seperti format 72 iblis.
"Orang di tengah tiada lain adalah Su Le Man. Sebuah tokoh dari dunia barat zaman kuno. Di buku kuno menyebut bahwa dia bisa mengendalikan iblis dan
siluman." (Su Le Man tiada lain adalah nama Raja Solomon, atau disebut sebagai Nabi
Sulaiman dari Israel kuno)
Jieji berjalan dengan tenang dan perlahan mengamati sekitarnya. Akhirnya dia
telah sampai tepat di depan patung Raja Solomon itu. Dia mengamati dengan
mata tanpa berkedip.
Ukiran patung memperlihatkan seorang tua dengan jenggot dan kumis yang
panjang. Dengan tangan kanan memegang sebuah tongkat panjang dan terlihat
ukiran batu-batu permata dengan jelas.
Di tangan kiri terlihat dia memegang sebuah buku. Buku yang bukanlah diukir
melainkan adalah buku asli.
Jieji cukup tertarik, oleh karena itu. Sambil memberi hormat dalam ke arah orang tua ukiran beberapa lama. Dia segera mengambil buku itu.
Buku yang ukurannya tidaklah tebal segera sudah berada di tangannya.
Dia melihat sampul buku yang bertuliskan "Kerajaan Iblis".
Jieji cukup tercenggang juga melihat judul sampul. Judul sampul seperti demikian pernah dilihatnya tatkala dia berada di daratan tengah. Buku ini tiada lain adalah buku yang menceritakan 72 iblis dan tuannya. Maka dengan tertarik, Jieji
membuka buku itu. Dan membacanya perlahan.
Jieji tidak perlu waktu yang lama untuk membaca kesemuanya. Dia mengingat
dengan cukup jelas kata-perkatanya. Dia lantas berpikir sebentar.
"Di buku tertulis bahwa kerajaan iblis juga terdapat tingkatan seperti biasanya dalam kerajaan manusia. Ada 8 tingkatan disini yaitu; Raja, perdana menteri,
jenderal, Guru negara, penasehat, pangeran, puteri, dan putera mahkota.
Sepertinya buku hebat ini memang bukanlah khayalan biasa saja. Sebab semua
ilmu pengetahuan sampai sekarang semuanya ada hubungannya dengan
kerajaan Iblis disini."
Sambil berpikir keasyikan terlihat Jieji tersenyum dan menghela nafasnya
beberapa kali. "Sebab kebenaran dan kejahatan di dunia ini seperti dewa di sekeliling dan iblis di tengah. Bahkan sampai sekarang tiada yang tahu bagaimana cara
membedakan keduanya. Bagaimanapun keduanya benar adalah eksis di dunia
dan berjalan bersamaan..."
Setelah berpikir sejenak, Jieji kembali meletakkan buku itu. Dia segera melihat ke arah lain untuk meneliti sejenak.
Sebenarnya Jieji cukup merasa heran juga. Kuil Jetavana ini memiliki 2 buah
ruangan bawah tanah. Yang pertama adalah di belakang dan yang kedua justru
ada di depan. Format disini tidak tahu baginya di buat untuk apa. Sebab sungguh aneh baginya, bagaimanapun semua hal yang berhubungan dengan iblis tentu
seharusnya tidak ada di kuil suci ini.
Lantas dengan tidak perlu dirinya berargumen lanjut, dia melangkahkan kakinya
untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi ketika dia berusaha untuk mencari tempat
masuknya tadi, dia kembali kebingungan. Sebab tadinya ruangan ini memang
gelap luar biasa. Sehingga hal ini membuatnya menelurusuri kembali dinding
tembok itu. Sampai dia berjalan ke arah patung raksasanya salah satu 4 Raja
langit. Dia mendongkakkan kepalanya dan sangat terkejut mendapatinya. Sebab di
dada patung itu terbit sebuah sinar kecil yang tertulis aksara China. Sebuah huruf
"Sesaat" segera dilihatnya sangat jelas.
Jieji yang mendapatinya entah merasa senang ataupun heran. Dia mengamati
patung itu cukup lama. Sampai dia mendapat sebuah ide.
Dia segera berlari kembali ke arah patung lainnya.
Terdapat pula hal yang sama ketika dia mendongkakkan kepalanya. Di sana
tertulis sebuah huruf aksara China juga yaitu "Malam".
Dengan bergerak kembali memutar searah. Dia bermaksud berhenti juga di
patung raksasa lainnya. Setelah dirinya merasa pas di depan patung lainnya. Dia mendongkakkan kepalanya kembali.
Kali ini dilihatnya adalah huruf "Abadi".
Dengan senang dan girang, dia kembali berlari searah lagi. Kali ini di patung
terakhir dia mendapat sebuah aksara lagi kemudiannya. Yaitu "Senja".
Jieji tercengang membaca kesemuanya, apalagi saat dia menggabungkan
semua kata-katanya. Yang tentu maksud kesemuanya adalah seperti begini.
"Sesaat malam, abadi senja."
Atau bisa dibalikkan menjadi "Senja, Abadi, Malam , Sesaat"
Jieji berpikir keras kemudian.
Dia berpikir bahwa adalah hal yang tiada mungkin. Sebab justru adalah hal yang
ada tiada lain bukannya "Senja abadi dan malam sesaat. Melainkan adalah
"Senja sesaat dan malam abadi" -lah yang betul.
Ketika Jieji menghapal kembali semua tulisan itu. Dia tidak merasakan hal yang
janggal. Tetapi dari dirinya telah muncul sebuah sinar terang berwarna emas.
Sesaat, ini hal membuatnya terkejut. Dia segera melihat ke arah bawah.
Ternyata dari arah tantiennya telah terbit sinar emas yang sangat terang
menyilaukan matanya.
Tetapi selang sesaat, dia segera terkejut kembali. Sebab sinar itu kembali
merosot ke asal. Dia tidak habis pikir bagaimana mungkin hal seperti demikian
bisalah terjadi pada dirinya.
Sesaat, dia mulai mengingat lafalan 4 huruf sederhana itu kembali. Dan sekali
lagi dia terkejut.
Sebab sinar emas dari dalam dirinya seperti ingin bergolak hebat. Saat inilah Jieji telah mengerti seluruhnya.
"Bunga senja adalah sinar emas. Senja sesaat, malam abadi itu lafalan yang betul. Tetapi justru disini didapati Senja abadi dan malam sesaat. Ini adalah
maksud sinar emas dalam diriku itu. Energi pelenturan yang kupelajari baru-baru ini juga mengungkit cara menyerap sinar surya dan rembulan. Jadi tambahan
kata-kata Senja abadi malam sesaat, ataupun senja sesaat malam abadi
sungguh masuk akal.
Jika tidak kubalikkan (Senja abadi, malam sesaat) maka rapalan Pelenturan
energi adalah metode tingkat tinggi dalam menyerap energi matahari. Sedang
jika kubalikkan, maka artinya adalah cara menyerap energi rembulan. Sungguh
tidak heran... Melainkan adalah cara dan metodeku telah salah seluruhnya."
Tutur Jieji dalam hati sambil tersenyum kecewa sekali mendapatinya.
"Sekarang aku harus memilih...
Senja abadi malam sesaat ataupun sebaliknya. Dengan begitu latihan tenaga
dalamku tidak akan terhambat."
Jieji yang melatih pelenturan energi tidak pernah tahu bahwa metodenya telah


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salah benar. Sehingga tenaga dalam dalam dirinya tidaklah pernah berkembang.
Sebab dia mencoba keduanya secara sekaligus baik itu ketika matahari sedang
eksis ataupun rembulan sedang santai di langit. Maka daripada itu bisa dikatakan hasil latihan selama puluhan hari telah sia-sia sekali.
Tetapi bagaimanapun Jieji tidak pernah putus asa. Dia segera membentuk sikap
meditasi aneh itu. Kali ini dia mencoba 1 metode saja. Dia menyerap unsur
matahari yang sebenarnya adalah dalam khayalannya. Matahari tidaklah perlu
untuk muncul ketika melatih ilmu tersebut. Jieji tidak pernah memilih metoda
penyerapan energi rembulan karena di dalam dirinya telah terdapat "sinar emas".
Maka Sinar emas baginya tidak akan mampu di seimbangkan dengan rembulan
yang muncul di saat gelap.
Sepertinya kali ini latihan Jieji baru betul. Sebab baru saja dia berpikir matahari yang panas membara itu. Energi di tantiennya segera mengumpul hebat. Sinar
terang luar biasa telah muncul. Sebuah sinar yang jauh lebih terang dari sinar
obor di sana segera memancarkan kelap kelip yang luar biasanya.
Sekitar 1 jam lebih Jieji membentuk format tubuhnya sesuai rapalan tingkat 1
ilmu pelentur energi. Setelah dirasanya selesai, kemudian dia berbalik dan
mendaratkan dirinya kembali.
Dia sangatlah senang mendapati perkembangan dirinya kali ini. Jieji juga terkejut merasakan bahwa sesungguhnya "sinar emas" di dalam dirinya tiada lain adalah gumpalan tenaga dalam tertinggi. Tinggal bagaimana cara membangunkannya
saja tentu adalah menjadi tugasnya supaya pertarungan 1 tahun lagi dengan Huo
Xiang bisa dilakukannya dengan baik.
BAB CXIII : Naga, Phoenix, Harimau Dan Kuda
Kali ini, wajah Jieji telah memancarkan sinar terangnya kembali. Sinar emas dari tantiennya belumlah buyar sepenuhnya. Dia merasakan gumpalan energi yang
terbit bergetar sesaat sesuai dengan nafasnya sendiri.
"Tingkat I sudah kulalui dengan sangat baik, tetapi jalan masih cukup panjang mengingat masih harus kuselesaikan 8 tingkatan lagi. Setelah latihan
kesemuanya selesai, baru kupikir bagaimana cara untuk menandingi Huo Xiang."
Di dalam hatinya, Jieji menyadari sebuah hal. Meski dia sanggup mengendalikan
"sinar emas" di dalam dirinya. Tetapi jika dia tidak punya pegangan jurus yang baik, maka sama saja dia bakal gagal dalam pertarungan beberapa bulan lagi.
Maka daripada itu, setelah latihan tenaga dalam tingkat tingginya telah selesai.
Dia berniat untuk mencari jurus baru lagi yang kira-kira bisa menandingi Ilmu
pemusnah raganya.
Merasakan jalan yang masih sangat panjang baginya. Jieji malah terasa
tertantang olehnya. Maka daripada itu, dengan tetap tersenyum Jieji melangkah
untuk mencari jalan keluar.
Dia berjalan mengamati sekeliling lagi. Karena tadinya adalah sangat gelap,
maka dia sudah tidak tahu secara pasti dari mana dia masuk tadinya. Tetapi dia
tiba-tiba mendapat sebuah akal yang dikiranya cukup baik.
Lantas dia merapatkan kedua tapaknya sekaligus dan menarik nafas dalam serta
menahannya. Setelah hitungan ketiga, dia melepaskan seluruh hawa murni dari tarikan nafas
melalui tubuhnya ke sekeliling. Hawa membuyar bagaikan angin berhembus
hebat di sekeliling dan memecah dengan gulungan pelan.
Lalu dengan secepatnya, dia menutup matanya untuk merasakan angin yang
dihasilkan dari tenaga dalam itu akan menuju kemana.
Sesaat kemudian, dia sudah tahu dari sudut bagian atas mana dia datang
tadinya. Sebabnya adalah hawa panas tubuh Jieji yang dihasilkan dari tenaga
dalam tentu akan menguap. Dan uapan hawa panas yang berjumpa dengan
hawa dingin di luar kuil yang masuk ke dalam tentu akan membuatnya berdesir
pelan sekali. Dari sinilah Jieji mendapati bahwa daerah masuknya angin luar tentunya adalah
tepat dimana saat dia datang. Sebenarnya daerah ini bukanlah daerah yang
mutlak tertutup dengan luar. Hanya karena "lubang" yang dibuat oleh Jieji cukup besar. Tentu saja angin di sana yang masuk adalah yang paling kuat. Maka
daripada itu, tentu desiran yang timbul akibat gelombang panas dan dingin itu
bisa terjadi lebih hebat.
Sambil mengamat ke atas, Jieji sudah sadar bahwa tadinya dia masuk dari
sebuah patung raksasa salah satu 4 raja langit. Lalu, dia berjalan sekiranya 20
langkah sambil mengamati patung itu.
"Patung tempat aku masuk adalah patung raksasa yang berlambangkan "Senja".
Tiada lain patung ini adalah patung Raja Virudakkha atau Raja langit bagian
selatan..."
Begitu mengingat kata "selatan", Jieji segera menghela nafas panjang. Nama julukan Jieji tiada lain adalah "Pahlawan Selatan". Jadi dia masuk dari patung raksasa Virudhaka, raja selatan tentunya cukup kebetulan. Atau benarkah langit
memang telah mengaturnya sedemikian rupa"
Jieji bukanlah seorang yang bersifat terpaku akan takdir langit. Baginya keadaan langit dan takdir setiap orang bisa berubah. Bukankah dia yang dulunya tidak
berniat mempelajari silat, tetapi sekarang seperti seorang yang memohon-mohon
untuk belajar silat luar biasa tinggi. Entah itu karena terpaksa ataupun keharusan serta kewajibannya. Dia tidak berniat untuk memikirkannya lebih lanjut. Baginya memang realistis juga tidak selamanya adalah pilihan terbaik dalam hidup, sebab beberapa kali dia menjumpai bahwa kadang "realistis" itu hanya terpaut kain setipis benang saja dengan "kebohongan".
Melakukan sesuatu kejahatan lebih bagus daripada orang yang tiap hari
mengatakan kebenaran. Sebab jika kebenaran benar dilihat dari 1 sudut saja,
maka kebenaran itu bahkan lebih kejam dari kejahatan terjahat. Banyak yang
melakukan kebenaran atas dasar rasa keadilan. Tetapi keadilan tentu tidaklah
dipahami sebetulnya sehingga ada yang menganggapnya sebagai kebenaran
sejati. Sungguh sebuah hal yang sulit dipahami oleh Jieji sampai saat ini.
Lalu dia mendongkakkan kepalanya kembali ke atas, ke patung Virudakka yang
tangan kirinya memegang pedang. Sedang tangan kanannya memegang tombak
panjang. "Apakah bisa tangan kiri menebas bersamaan tombak menusuk?"
Dia berpikir sambil melihat dengan cermat ke patung ini. Beberapa saat, dia
tersenyum saja. Tetapi dari senyumnya terlihat sikap kekecewaan.
"Kebenaran dan Kejahatan berjalan bersamaan. Atau Kejahatan mendahului
Kebenaran. Begitu pula sebaliknya. Hal seperti ini bukanlah cocok dipikirkan
olehku." Kembali dia berpaling ke format 72 iblis di tengah itu. Lantas dia tersenyum saja mendapatinya.
Setelah mengamati patung di depannya, Jieji tahu bahwa dia tadinya turun
dengan "tangga" yang berasal dari rumbai baju kebesaran sang dewa selatan itu.
Lantas, dengan loncatan memijak kembali dia "terbang" pesat ke arah bahu raja selatan. Dia berhasil mendarat dengan cukup baik di patung itu. Lantas dia
berpaling mencari lubang masuknya sendiri. Sesaat, dia cukup terkejut.
Karena lubang masuk tadinya adalah Mulut dari patung raksasa ini. Tidak
disangkanya bahwa lorong yang tadinya berasal dari depan kuil pasti ada
koneksi-nya ke lantai 2 Kuil. Jieji menyadari dari tikus yang masuk itu.
Tidak mungkin bahwa tikus bisa dengan mudah memanjat daerah yang telah
sangat tinggi itu. Lantas dengan rasa yang masih tentu cukup penasaran, Jieji
berniat memeriksanya.
Tetapi kembali dilihat ke atas olehnya. Daerah itu tetap gelap saja. Maka
daripada itu, Jieji mengurungkan niatnya untuk sementara. Dia berniat untuk
memeriksanya ketika pagi datang sebab dia sudah mengira bahwa tembok kuil
pasti ada hubungannya ke lantai 2 kuil. Dan yang menjadi penghubungnya malah
tiada lain adalah patung dewa Virudakkha ini.
Lantas dengan gaya merangkak kembali seperti saat dia masuk, dengan pelan
dia melakukannya kembali. Hanya sekitar 4 kali dia menarik dengan tangan
sambil menelungkup. Jieji telah kembali ke depan kuil.
Setelah dia sampai kembali ke kuil. Sempat dia membersihkan diri dengan
menepuk pakaiannya yang kotor oleh debu.
Tetapi.. Ketika dia melihat ke arah samping, dia terkejut sekali.
Sebabnya adalah adanya seorang yang sedang dalam posisi tidur menyamping
terlihat. Orang ini berpakaian serba putih, dan dari arah membelakangi Jieji bisa melihat dia menggantungkan topeng di wajahnya.
Tentu orang ini tiada lain adalah wanita bertopeng yang misterius baginya itu.
Sesaat, melihat gaya tidurnya Jieji cukup heran juga. Terlebih lagi, dia mengira wanita ini telah pergi, tetapi malah balik kembali.
Sesaat, dia merasa apakah terjadi sesuatu pada dirinya sehingga dia balik"
Dengan pikiran penuh pertanyaan, Jieji melangkah maju dengan perlahan ke
arahnya. Tetapi ketika dirinya telah sampai dan dekat, dia tidak melihat adanya reaksi dari wanita tersebut. Maka daripada itu, segera Jieji memegang
pergelangan tangannya. Rasa heran bercampur terkejutnya tadi telah hilang
sepenuhnya ketika dia mendapati bahwa ternyata si topeng masih sehat saja.
Denyut nadinya teratur dan bahkan sangat kuat untuk ukuran pesilat.
Lantas sambil tersenyum, dia kembali mengambil daerah jeraminya sendiri. Dan
tidak lama, dia telah tertidur cukup pulas.
Wanita bertopeng itu sebenarnya tidaklah tidur ketika dia telah sampai karena
melihat Jieji merangkak dengan samar di daerah yang tidak jauh dari sana.
Bahkan sebenarnya dia mengikuti Jieji dengan perlahan. Dia melihat bagaimana
Jieji menyalakan 1 per satu obor di bawah tanah. Dan melihat semua gerakannya
dari atas dengan seksama tanpa diketahuinya.
Adalah ketika Jieji telah berlatih Ilmu pelenturan energi, maka wanita itu juga dengan perlahan meninggalkan tempat itu dan kembali kemari untuk beristirahat.
Keesokan Harinya...
Cukup pagi Jieji telah terbangun. Dia segera melihat ke tempat tidurnya wanita
bertopeng itu. Tetapi dia cukup terkejut, sebab wanita itu telah "hilang". Lantas dia sempat menyapu ruangan itu beberapa saat. Dilihatnya di daerah tempat
tidurnya si topeng, sepertinya dia melihat sesuatu benda.
Lantas dengan langkah yang biasa, dia menuju ke sana. Dilihatnya dengan teliti
sebuah benda yang tergolong aneh. Lantas, dia memungutnya untuk dilihat.
Adalah sebuah tongkat pendek yang bertaburkan 7 mustika. Sebuah benda aneh
yang belum pernah dilihatnya serta berharga sungguh tinggi.
"Kenapa wanita itu meninggalkannya" Aneh sekali... Untuk dirinya sendiri yang tergolong pesilat yang luar biasa hebat seperti sekarang mana mungkin begitu
ceroboh meninggalkannya?"
Begitulah pemikiran Jieji. Tetapi sebelum dia ingin berpikir lebih lanjut, dia telah melihat melalui pintu kuil yang tidak tertutup itu. Di arahkan pandangannya ke
sana dan terlihat seseorang berpakaian serba putih telah mendekat.
Lantas sambil tersenyum, Jieji berdiri.
"Rupanya dia bukannya meninggalkan benda ini. Berarti dia tidak membawanya."
Dengan berjalan pelan ke depan sambil memegang tongkat aneh itu, dia
menyambut wanita itu. Wanita bertopeng di tangan kirinya seperti memegang
sesuatu benda. Benda putih yang membungkus tersebut tiada diketahui oleh Jieji
adalah barang apa. Lantas ketika dia telah mendekat, Jieji mengangsurkan
tongkat itu kepadanya.
Tetapi wanita bertopeng terlihat menggelengkan kepalanya saja.
"Ini adalah barangmu. Kuletakkan dahulu disini, nanti baru kamu ambil.."
Si topeng terlihat mengangguk perlahan saja. Sesaat, sambil berjalan ke arah
altar kecil di tengah dia meletakkan bungkusan putih itu kesana. Jieji yang
mengikutinya cukup heran. Lantas ketika dia membuka kain putih, Jieji telah
tersenyum. Rupanya di kain putih yang membungkus itu terdapat 2 buah mangkok putih.
Tidak usah melihatnya Jieji sudah tahu apa benda di mangkok itu. Lantas terlihat si topeng mengangsurkan mangkok yang terasa berbau wangi makanan.
Jieji mengambil mangkok yang masih cukup panas itu sambil tersenyum.
"Kamu pergi membeli makanan?"
Si topeng terlihat menganggukkan kepalanya. Lantas dia memungut sebuah
tongkat, kemudian menuliskan di tanah.
"Aku tadi pagi-pagi sempat ke desa untuk membeli mie daging."
Jieji yang melihatnya menulis, lantas menjawab.
"Bagaimana kamu bisa pergi sebegitu cepat dan kembali begitu cepat?"
Jieji tahu bahwa desa terdekat ke timur adalah sekitar 20 li. Bahwa dia bisa pergi dan pulang secepat itu tentu sangat mengherankannya. Apalagi terlihat bahwa
mangkok masih demikian panas, tentu pasti mie adalah baru dibelinya.
Lantas si topeng menulis kembali.
"Kuda..."
Jieji yang melihat tulisannya lantas teringat. Bahwa kuda bintang biru memang
berada tidak jauh dari sana. Mengenai bagaimana wanita ini bisa menaiki kuda
itu dengan begitu mudah tentu tidaklah diketahuinya. Sebab wanita bertopeng
memang tiada lain adalah Yunying. Kuda bintang biru tentu mengenal nyonya
majikannya itu. Hanya seorang Jieji yang tidak pernah berpikir kesana.
Jieji memang sudah kelaparan pagi ini. Tiada lain karena semalaman dia
berlatih, selain itu juga sudah lama sekali dia tidak menikmati makanan seperti yang di sediakan si topeng, melainkan dia hanya memakan buah-buahan yang
tumbuh tidak jauh dari kuil setiap harinya semenjak 2 bulan kedatangannya
kemari. Lantas dengan lahap, Jieji memakan mie yang dirasakannya sangat enak.
Sambil tersenyum, Jieji sesekali melihatnya.
"Bagaimana dengan dirimu" Apakah kamu sudah makan?"
tanya Jieji kemudian yang sadar akan si topeng. Dia membeli 2 mangkok, tentu 1
adalah untuk dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa makan dengan
bertopeng seperti demikian" Oleh karena itu, Jieji lantas terkejut. Dia merasa
tidak enak, dia juga ingin menyingkir dari tempat itu jika wanita itu ingin makan mie sambil membuka topengnya.
Si topeng mengangguk saja beberapa kali mendengar apa kata-kata Jieji.
Kemudian dia menulis kembali.
"Di kedai tadinya aku sudah makan..."
"Lantas kenapa kamu memberiku 2 mangkok" Apakah kamu yakin aku sangat
kelaparan?" tanya Jieji dengan heran kepadanya.
Sebenarnya Yunying yang hidup selama 3 tahun dengan Jieji pada saat
damai-damai di Tongyang tentu mengenal sedikit banyak sifat Jieji. Dia tahu
bahwa jika suaminya malam telah berlatih silat, maka paginya dia selalu makan
dengan lahap. Dan selalu makan dengan porsi 2 kali.
Yunying juga selalu memasak mie kepadanya jika malamnya dia belajar silat
dengan tekun. Mie adalah salah teman hidup Jieji cukup lama, dia memang
sangat mendoyankan mie daging.
Adalah Jieji cukup terkejut juga mendapati tindakan wanita bertopeng. Lantas
Yunying yang dibalik topeng tentu terkejut. Dia tidak menyangka kali ini dia-lah yang terjebak dengan sendirinya sebab sifatnya sendiri kemudian akan
membongkar jati dirinya.
Tetapi Jieji sama sekali tidak berpikiran seperti wanita ini. Dia tidak pernah tahu, bahkan tidak pernah yakin bahwa Yunying telah berubah menjadi seorang pesilat
nan tangguh. Sebenarnya, ketika lewat 2 tahun yang lalu. Dia memang
mewariskan tapak berantai melalui bungkusan terakhir wasiatnya. Di wasiat
tertulis bahwa dia mewariskan semua jurus tapak dan semua buku silat itu telah
disimpan di suatu tempat.
Tetapi orang yang seharusnya dia wariskan ilmu itu adalah kepada Wei Jindu,
adik angkatnya sendiri. Mengenai masalah Yunying yang mempelajari jurus
hebat ini, tentu tidak pernah disangkanya dan bahkan mimpi pun tidak pernah
diketahuinya. Yunying kali ini serba salah. Dia yang mengerti sifat suaminya tentu akan
melakukan hal yang sama, tetapi disini dia tidak boleh ketahuan bahwa dirinya
semalaman mengamati Jieji di ruang bawah tanah itu dan tahu sedang berlatih
silat. Dalam hatinya, dia sangatlah gelisah. Entah bagaimana caranya untuk menjawab
Jieji. Lalu diambilkannya tongkat untuk menulis lagi. Kali ini dengan
sembarangan saja dan berani-beranian, dia menggores huruf lagi di tanah.
"Adik kandungku selalu makan yang banyak setiap paginya. Aku menyiapkan
sarapannya beberapa ratus kali dalam 4 tahun terakhir..."
Jieji hanya mengangguk pelan saja mendengarkan jawabannya.
Lalu sambil tersenyum, dia kemudian menanyai wanita ini.
"Siapa nama anda" Darimana anda berasal?"
Yunying yang mendengarnya segera menulis.
"Aku berasal dari Koguryo. Namaku adalah sebuah nama yang jelek sekali jika di katakan..."
Yunying menulis demikian karena tempat yang diimpikannya adalah Koguryo.
Dia sangat menyenangi tempat ini. Lantas tanpa pernah terlintas di pikirannya,
dia menulis "Koguryo" itu.
Lalu di samping tulisan Koguryo. Kembali wanita bertopeng ini menulis.
"Siapa nama anda?"
Jieji lantas tersenyum saja. Dia menjawabnya.
"Namaku Xia Jieji dari daratan tengah."
Yunying yang mendengar kata-katanya, lantas pura-pura kegirangan. Dia dengan
gerakan cepat, menulis beberapa kata-kata lagi.
"Di Koguryo, aku pernah mendengar nama besar anda. Anda adalah detektif
terhebat. Dari dulu aku sangat mengagumi anda..."
Setelah menulis selesai, Yunying menganggukkan kepalanya beberapa kali
tanda bahwa dia kegirangan.
Sedang Jieji hanya menggelengkan kepalanya saja.
Setelah itu, sambil menghela nafas Jieji menanyainya kembali.
"Apakah anda berasal dari daerah Kui Yau?"
Yunying segera menganggukkan kepalanya. Dia pernah mendengar cerita dari
Jieji bahwa banyaknya pendekar hebat di daerah ini. Kui Yau adalah sebuah
tempat yang pernah dikunjungi Jieji belasan tahun yang lalu. Disini dia
memantapkan tapak berantai yang baru dikuasainya, dan juga disinilah dia
belajar bahasa Koguryo.
Tetapi menggangguk seperti demikian kemudian menimbulkan keresahannya
kembali. Bagaimana jika dia mengajakku bercakap bahasa koguryo nantinya"
Entah bagaimana caranya supaya diriku bisa menjawabnya. Keringat dingin
kemudian membasahi mukanya.
Tetapi Jieji tidak menanyai pertanyaan di dalam hati Yunying, karena
bagaimanapun pertanyaan semacam demikian tidak pernah terlintas di benaknya
sekalipun. "Kalau boleh tahu apa tujuan anda ke Persia?" tanya Jieji dengan wajah agak heran.
Yunying mengamati Jieji beberapa lama ketika dia menulis kalimat ini. Lantas
dengan menggoreskan kembali tongkat di tangan. Dia menulis.
"Aku ingin mencari pencuri ulung di sana..."
Jieji membaca perkata yang ditulisnya. Lantas dia berpikir dengan serius.
Semakin Jieji berpikir serius, Yunying malah semakin tidak tenang. Jantungnya
berdetak keras sekali.
Bukan karena jawaban itu adalah jawaban sembarangan. Yunying ke Persia
tiada lain tentu mencari dirinya. Lantas dia mengubahnya menjadi "pencuri ulung"
karena meski seharusnya dia sangat marah dan ingin menanyainya kenapa dia
bertindak sangat keras 2 tahun yang lalu ketika dia bertemu dengan Jieji kali ini.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Malah terakhir dia bukan saja tidak marah, melainkan cinta di dalam hatinya
malah berkobar hebat. Mendapat perlakuan Jieji yang sangat menyenangkannya
tentu membuat amarah-nya seakan terbang ke langit dan hilang tak berbekas.
Maka daripada itu sengaja Yunying menuliskan "pencuri ulung" tentu maksudnya adalah pencuri hati terbaik. Sebabnya tentu saja dengan mudah dan tanpa
disadarinya, Jieji telah mencuri hatinya kembali.
"Aku pernah mendengar bahwa di Persia tengah, telah muncul seorang pencuri hebat sekali. Dia selalu mengirim berita akan mencuri sesuatu dan selalu
meninggalkan sebuah surat ketika benda itu telah berhasil dicurinya.
Jangan-jangan yang kamu cari adalah dia?"
tutur Jieji sambil berkata-kata.
Yunying yang mendengar kata-kata Jieji, lantas girang luar biasa. Dia terlihat
menganggukkan kepalanya beberapa kali. Meski rasa girang itu tidak
ditunjukkan, tetapi di balik topengnya dia segera lega. Tadinya dia mengira
bahwa Jieji sudah bisa menebak sebahagian besar isi hatinya, tetapi karena
kata-kata seperti demikian malah yang muncul dari bibirnya. Tentu rasa
curiganya kepada Jieji yang mengetahui siapa dirinya telah terhapus seluruhnya.
"Kak Jieji... Kak Jieji.. Dari dulu sampai sekarang kamu belum bisa mengerti hati wanita. Ternyata kau tidak berubah sedikitpun..."
Tetapi dengan tidak mengertinya ia, maka Yunying adalah orang yang paling
senang. Sesaat, sepertinya dia ingin sekali tertawa keluar. Sebab dia merasa
sudah mampu membohongi manusia tercerdas yang pernah dikenalnya. Bahkan
manusia tercerdas kali ini menjadi "bulan-bulanan" olehnya.
Kemudian, Yunying kembali menuliskan sesuatu di tanah.
"Masih ada 1 mangkok mie lagi. Habiskan saja..."
Setelah selesai menulis, Yunying segera menganggukkan kepala kepadanya.
Lantas dia hendak berlalu ke depan.
Jieji tersenyum saja. Tetapi dia segera menggapai mangkok mie yang lainnya.
Lantas kemudian dia terlihat memakan 1 mangkok mie yang lainnya.
Yunying berjalan ke depan. Sebenarnya dia ingin sekali tertawa keras dan
berkata. "Tertipu... Tertipu.."
Tetapi dia belum ingin menunjukkan identitasnya terlebih dahulu. Semenjak dia
telah menemukan Jieji, maka dia tidak ingin meninggalkannya sendirian. Yunying
memutuskan untuk mengikutinya kemanapun meski dia harus bersandiwara
"membisu".
Yunying telah pergi pagi-pagi tadinya. Dia melakukan hal yang pertama adalah
mandi dan mengganti pakaiannya terlebih dahulu ke desa kecil terdekat.
Sebabnya adalah pakaian putihnya benar cukup kotor karena tadi malam dia
juga ikut merangkak ke lorong gelap itu. Jika paginya Jieji menyadari bahwa
pakaian wanita itu kotor, maka Jieji bisa mencurigainya ikut masuk ke lorong.
Dan tentunya setelah itu, memang niat Yunying adalah membeli makan untuk
suaminya itu. Setelah selesai memakan mie, Jieji sempat beristirahat sebentar dahulu. Tetapi
dalam istirahatnya, dia sudah merasa cukup penasaran terhadap lorong yang
menuju ke tangga atas yang ditemukannya semalam. Lalu dengan perut yang
masih penuh, dia segera bangun.
Mengenai adanya lantai 2 di kuil ini, Jieji memang sudah tahu semenjak
kedatangannya kemari. Tetapi mendapati adanya patung raksasa bagian mulut
masih ada tangga menuju ke atas, Jieji tentu penasaran bukan main.
Karena sekarang langit sudah terang, maka menurutnya pasti lebih gampang
Bara Naga 6 Pedang Pusaka Buntung Karya T. Nilkas Neraka Hitam 4
^