Pencarian

Seruling Gading 10

Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


Sutejo menghentikan langkahnya dan mengajak isterinya duduk di atas batu-batu di tepi sungai. Bengawan Solo yang mulai mengalir ke utara di bagian itu cukup lebar dan banyak airnya karena telah bertemu dan bersatu dengan Kali Madiun yang mengalir dari selatan.
"Diajeng, kita tidak akan mengejar Wiku Menak Koncar."
Wanita itu memandang wajah suaminya dengan heran. "Apa" Kakek jahat itu telah membunuh bapak dan ibu, dan engkau tidak akan membalas dendam?"
"Diajeng, Wiku Menak Koncar menyerang mendiang bapak juga karena hendak membalas dendam atas kematian saudaranya, yaitu Ki Klabangkolo yang roboh oleh mendiang bapak.
Tidak, diajeng, kitia tidak akan membalas dendarn karena kalau begitu, tiada bedanya antara dia dan kita, sama-sama diracuni dendam. Ada urusan yang jauh lebih penting bagi kita, yaitu pertama, kita harus membantu usaha Mataram menundukkan Madura dan Surabaya seperti yang dipesankan mendiang bapak kepada para muridnya. Dan kedua, kita masih harus mencari anak kita. Tentang Wiku Menak Koncar, kita akan menentangnya mati-matian kalau dia melakukan kejahatan, bukan karena dendam."
Retno Susilo menghela napas panjang. Dulu, sebelum menjadi isteri Sutejo, ia adalah Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 15 seorang gadis perkasa yang berhati sekeras baja, galak dan selalu bersikap keras dan membenci orang yang dianggapnya jahat. Ia tidak mengenal ampun kepada mereka. Akan tetapi setelah ia menjadi isteri Sutejo, ia berubah banyak. Ia mulai dapat melihat bahwa menuruti kekerasan hati adalah menuruti nafs sendiri yang pada akhirnya akan merugikan diri sendiri. Ia mulai dapat meliha kebijaksanaan suaminya dan semenjak menjadi isteri Sutejo, ia selalu mentaatinya. Kini, diingatkan tentang puteranya yang hilang, Retno Susilo menjadi sedih sekali, sedih dan gelisah.
"Duh, kakangmas.... bagaimana dengan Bagus" Siapakah yang menculiknya dan kenapa"
Di mana dia sekarang, kakangmas dan bagaimana keadaannya" Aku khawatir sekali...."
Sutejo merangkul isterinya. "Tenanglah, diajeng. Yang jelas, kita yakin bahwa Bagus masih hidup. Kalau penculiknya ingin membunuhnya, tentu hal itu sudah dilakukannya dan tidak perlu dia bersusah payah membawa anak itu, pergi."
"Akan tetapi siapa yang begitu kejam menculik anak kita" Sudah setahun anak kita hilang dan belum juga kita dapat menemukan jejaknya"." suara wanita itu gemetar.
"Ingatlah bahwa aku sendiri ketika masih kecil diculik dari ayah ibu dan baru dapat berjumpa kembali dengan mereka setelah aku dewasa. Aku yakin bahwa penculikan anak kita ini dilandasi dendam kepada kita. Engkau sendiri tahu hahwa kita berdua dahulu telah menentang banyak orang jahat, apalagi sehubungan dengan pemberontakan mereka terhadap Mataram. Oleh karena itu, aku herpendapat bahwa yang menculik anak kita tentulah seorang di antara mereka yang pernah bermusuhan dengan kita seperti halnya Wiku Menak Koncar mendendam kepada mendiang bapak."
"Lalu apa yang harus kita lakukan, kakangmas" Ke mana kita harus mencarinya?"
"Tenanglah, diajeng. Menghadapi kehilangan Bagus ini, hanya ada dua hal yang dapat kita lakukan. Pertama, kita menyerahkan Bagus kepada Gusti Allah dan selalu berdoa dan percaya bahw Gusti Allah pasti akan melindunginya. Kedua, kita harus berusaha mencari terus, akan tetapi karena kita belum tahu harus mencari ke mana, maka kita harus mendahulukan urusan yang sudah jelas yaitu membantu Mataram. Kita membantu Mataram sambil memasang mata dan telinga kalau-kalau dapat menemukan jejak anak kita itu."
Retno Susilo hanya dapat menyetujui dan mengangguk. Suami isteri itu lalu melanjutkan perjalanan rnereka, menyusuri Bengawan Solo.
*** Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 15 Rombongan yang berjurnlah tiga puluh orang lebih itu, yang tadinya lari ceral berai meninggalkan perkampungan Nogodento, akhirnya berkumpul dan melakukan perjalanan yang sunyi menuju kembali ke Gunung Wilis. Mereka telah menderita kekalahan besar ketika menyerbu Nogodento. Sama sekali di luar dugaan Wiku Menak Koncar dan Wiroboyo yang memimpin lima puluh orang lebih anak buah itu bahwa setelah mendapatkan kemenangan dan hampir dapat membasmi semua murid Nogodento, tiba-tiba muncul Sutejo dan Retno Susilo yang membuat mereka semua lari cerai-berai meninggalkan dua puluh lebih kawan yang tewas dalam penyerbuan itu.
Wiku Menak Koncar berjalan di depan rombongan bersama Wiroboyo. Wajah kakek ini tampak cerah, sebaliknya wajah Wiroboyo tampak muram. Hal ini tidaklah aneh karena Wiku Menak Koncar merasa puas bahwa dia telah berhasil membunuh musuh besarnya Ki
Harjodento bersama isterinya. Sebaliknya, Wiroboyo merasa rugi karena kehilangan banyak sekali anak buah.
"Sudahlah, anakmas Wiroboyo, tidak perlu bermuram durja. Setelah kita tiba di Gunung Wilis nanti, kita dapat menyusun lagi kekuatan dan menambah anggauta Klabang Wilis agar menjadi kuat kembali."
Wiku Menak Konear menghibur.
"Akan tetapi saya merasa penasaran sekali, Bapa Wiku. Sebagian besar anak buah saya terbunuh oleh wanita itu dan saya merasa penasaran karena tidak dapat membunuhnya.
Perempuan itu begitu ganas seperti iblis!" kata Wiroboyo sambil mengepal tangan kanan dengan gemas.
"Hemm, jangan penasaran, anakmas. Andika tidak tahu siapa mereka. Yang laki-laki itu lebih sakti lagi dan setelah dia mengeluarkan Pecut Sakti Bajrakirana, baru aku ingat dan tahu siapa dia. Dia adalah seorang pendekar yang sakti mandraguna, murid mendiang Resi Limut Manik. Dialah yang dahulu membela Mataram dan mengalahkan banyak orang digdaya yang memusuhi Mataram. Untung Ki Harjodento dan isterinya sudah kurobohkan lebih dulu. Kalau kita terlambat sedikit saja, belum tentu kita berdua dapat meloloskan diri! Masih untung kita dapat selamat dan lebih untung lagi aku berhasil membunuh musuh besarku dan isterinya."
Pada saat itu, terdengar bentakan suara wanita nyaring, "Jahanam keparat Wiroboyo.
Sekarang saatnya engkau mampus di tanganku!" Dua sosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu di depan Wiroboyo dan Wiku Menak Koncar telah berdiri Muryani dan Satyabrata. Mula-mula Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 15 kelua orang itu terkejut karena mengira bahwa yang muncul itu adalah Sutejo dan Retno Susilo.
Akan tetapi ketika melihat bahwa yang muncul di depannya itu adalah Muryani dan seorang pemuda tampan yang tidak dikenalnya, Wiroboya menjadi riang. Setelah sekian lamanya, dia masih tetap tergila-gila kepada gadis itu dan kini Wiku Menak Koncar berada di depannya, maka tentu saja dia tidak merasa takut sama sekali.
"Bapa Wiku, tolong tangkapkan gadis ni untuk saya. Sudah lama saya mengnginkan ia menjadi isteri saya," kata wiroboyo.
Mendengar permintaan muridnya itu, Wiku Menak Koncar tertawa. Dia tahu bahwa
muridnya itu sebagai ketua Klabang Wilis merasa kecewa karena kehilangan lebih dari dua puluh orang anak buah, maka dia ingin menyenangkan atau menghibur hati muridnya itu dengan memenuhi permintaannya. Memang gadis yang menghadang mereka itu cukup cantik jelita sehingga tidaklah mengherankan kalau Wiroboyo tergila-gila kepadanya.
"Heh-heh-hik-hik!" Dia terkekeh seperti seorang nenek-nenek. "Cah ayu dhenok dhebleng! Mari-mari, menurutlah andika menjadi isteri anakmas Wiroboyo!"
"Tua bangka hitam elek sinting, rnampuslah!" Muryani yang sudah marah sekali melihat Wiroboyo, menjadi semakin marah melihat sikap dan mendengar ucapan Wiku Menak Koncar itu. Ia sudah menerjang ke depan dan menyerang kakek berkulit hitam arang itu dengan pukulan Gelap Sewu yang dahsyat mematikan!
"Uh-uhhh galak juga?" " seru Sang Wiku Menak Koncar kaget dan cepat dia pun menyambut pukulan sakti itu dengan mendorongkan kedua telapak tangannya sambil mengerahkan tenaga Bayu Bajra.
"Wuuuuttt ".desss?". !!" Tubuh Wiku Menak Koncar tergetar hebat, akan tetapi tubuh Muryani terdorong ke belakang sampai tiga langkah! Hal ini saja membuktikan bahwa gadis itu masih kalah kuat dibandingkan lawannya. Wiku Menak Koncar tertawa terkekeh dan sudah cepat menerjang ke depan dengan niat untuk menangkap gadis yang terhuyung itu. akan tetapi tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat dan Satyabrata sudah menjulurkan tangan menahannya. Melihat pemuda itu berani menghalanginya, Wiku Menak Koncar cepat memukul dengan telapak tangan terbuka ke arah dada pemuda itu. Satyabrata menyambut dengan telapak tangannya.
"Wuuuttt"..desss?".!!" Keduanya saia-sama terdorong ke belakang. Tentu saja Wiku Menak Koncar terkejut bukan main karena mendapat kenyataan bahwa pemuda itu ternyata Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 15 memiliki tenaga sakti yang tidak kalah kuat. Satyabrata menatap penuh perhatian. Dia pernah mendengar tentang datuk Blambangan yang berkulit hitam arang dan suaranya seperti wanita ini. Terkenal sebagai datuk yang selalu menentang Mataram. Dari logat bicaranya saja dia sudah dapat menduga bahwa kakek ini tentu orang Blambangan dan melihat kulitnya, mudah diduga bahwa dia tentu Wiku Menak Koncar. Segera otaknya yang memiliki kecerdikan luar biasa itu bekerja dan dia berkata kepada kakek itu dengan nada mengejek.
"Hemm, kakek muka hitam. Tidak tahu malu andika menyerang seorang wanita. Kalau memang andika berani dan bukan pengecut, hayo lawanlah aku!"
Wiku Menak Koncar adalah seorant datuk besar. Tentu saja tantangan itu memanaskan perutnya.
"Siapa takut padamu, bocah kemarin sore?" bentaknya dan dia sudah menerjang dan menyerang dengan pukulan Aji Nandaka Kroda yang amat dahsyat dan mematikan. Namun, dengan gerakan vang lincah sekali Satyabrata melompat ke belakang menghindar sambil mengejek.
"Luput, kek! Gerakanmu lambat seperti keong (siput) dan lunak seperti gudir! Hayo keluarkan semua aji-ajimu dan tandingi aku kalau memang andika berani dan bukan pengecut!"
Wiku Menak Koncar marah sekali. Dia mengejar dan menyerang lagi dengan lebih
dahsyat, ingin membunuh pemuda yang berani mengejek dan menghinanya itu dengan sekali pukul.
"Hyaaaatttt?".. ahhhh....!"
Satyabrata mengelak lagi dengan lompatan yang lebih jauh ke belakang. "Luput lagi, kek.
Apakah tubuhmu sudah buyutan dan andika tidak mampu bergerak lebih cepat lagi?" Dia mengejek sambi menjauh dan Wiku Menak Koncar terus mengejar, tidak tahu bahwa dia memang sengaja dipancing oleh pemuda itu.
Sementara itu, melihat kakek yang sakti itu kini sudah bertanding melawan Satyabrata, Muryani segera melompat ke depan Wiroboyo. Kemarahannya sudah berkobar lagi, teringat akan kematian ayahnya. Walaupun ia sudah berhasil membunuh, atau setidaknya merobohkan dan membuat Darsikun, pembunuh ayahnya itu membunuh diri, namun ia tahu bahwa Darsikun hanyalah suruhan dan yang menyuruh bunuh ayahnya adalah Wiroboyini ini.
"Wiroboyo jahanam busuk, aku bersumpah untuk membunuhmu!" teriaknya marah.
Akan tetapi Wiroboyo masih rnemandang rendah gadis itu. Kini setelah dia mempelajari Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 15 aji kesaktian dari Wiku Menak Koncar, tentu saja dia tidak takut kepada Muryani. "Heh-heh, manis. Sekarang engkau pasti akan tunduk dan menjadi milikku!"
Wiroboyo sama sekali tidak tahu bahwa gadis itu telah mendapat gemblengan hebat dari Nyi Rukmo Petak.
. "Haiiiiittt".!" Muryani menerjang dengan aji pukulan Gelap Sewu. Dari kedua tangannya meluncur hawa pukulan yang amat dahsyat. Wiroboyo yang masih memandang rendah, sambil tersenyum menyambut pukulan itu dengan dua tangan, siap untuk menangkap apabila gadis itu terhuyung oleh tenaganya yang tentu jauh lebih kuat.
"Wuuuttt".. bresss ?"..!" Senyum itu lenyap dari muka Wiroboyo yang berubah pucat.
Pertemuan tenaga itu membuat ia terhuyung ke belakang, bahkan nyaris dia terjengkang kalau saja dia tidak cepat berjungkir balik ke belakang. Melihat pemimpin mereka terhuyung, empat orang anak buah Klabang Wilis menyerbu dengan golok mereka, membacok ke arah gadis itu dari empat jurusan.
(Bersambung jilid XVI)
Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 SERULING GADING
(Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana
Jilid 16 Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XVI "HYAAAAHHH !" Muryani bergerak dengan Aji
Kluwung Sakti. Tubuhnya berlelebatan sedemikian
cepatnya bagaikan berubah menjadi bayang-bayang,
kaki tangannya menyambar dan empat orang itu
berteriak kesakitan dan roboh terpelanting, tak
mampu bangkit lagi! Melihat ini, sisa anak buah
Klabang Wilis menjadi gentar dan giris hatinya.
Ternyata gadis itu tidak kalah ganasnya dibanding
Retno Susilo! Mereka. hanya memandang terbelalak dengan muka pucat, tidak berani mengeroyok lagi.
Wiroboyo juga terkejut bukan main. Sama sekali tidak disangkanya bahwa kini Muryani memiliki kesaktian yang demikian hebat, mengingatkan dia akan wanita cantik yang mengamuk bersama suaminya di perguruan Nogodento. Dia tidak tahu bahwa antara Muryani dan Retno Susilo memang ada hubungan tunggal guru, walaupun mereka tidak pernah saling jumpa. Yang menggembleng kedua orang wanita itu adalah mendiang Nyi Rukmo Petak. Melihat empat orang anak buahnya roboh dan yang lain tampak gentar, Wiroboyo cepat berteriak, "Maju semua! Serbu!
Keroyok!" Dua puluh orang lebih itu timbul kembali semangat mereka setelah mendengar perintah Wiroboyo. Dengan senjata golok mereka lalu menyerbu Muryani dari segala jurusan, menghujani gadis itu dengziri bacokan golok. Namun, Muryani sudah siap siaga. Ia bergerak dengan Aji Kluwung Sakti sehingga tubuhnya seperti lenyap berubah menjadi bayangan yang berkelebatan di antara puluhan batang golok itu. Sambil berkelebat menghindarkan diri, kaki tangannya bergerak.
Berturut-turut para anak buah itu berteriak mengaduh dan roboh. Dalam waktu beberapa detik saja lima orang sudah terjungkal.
Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 Wiroboyo terbelalak dan maklum betapa bahayanya gadis perkasa itu. Dia lalu melompat jauh dan melarikan diri, tidak memperdulikan lagi anak buahnya yang diamuk Muryani, juga tidak memperdulikan Wiku Menak Koncar yang tadi bertanding melawan Satyabrata dan kini tidak tampak lagi.
"Keparat busuk, hendak lari ke mana kau?" Tampak bayangan berkelebat di samping Wiroboyo dan angin menyambar dahsyat menyerangnya. Wiroboyo cepat mengelak dan menggerakkan kedua tangan untuk menangkis pukulan yang dahsyat dari gadis itu.
"Wuuuuttt.... desss...!" Wiroboyo kembali terdorong dan terhuyung ketika lengannya bertemu dengan tangan gadis itu. Akan tetapi ketika Muryani hendak mengejar dan rpengirim serangan susulan, anak buah Klabang Wilis sudah datang lagi dan mengeroyoknya. Wiroboyo menggunakan kesempatan itu untuk mengeroyok pula, dengan maksud untuk dapat merobohkan gadis perkasa itu dengan mengandalkan banyak orang. Muryani mengamuk, mulutnya mengeluarkan bentakan melengking-lengking dan setiap kali tangan atau kakinya menyambar, tentu ada seorang anak buah gerombolan itu yang roboh terpelanting.
Sementara itu, Satyabrata berhasil memancing Wiku Menak Koncar untuk terus mengejar dan menyerangnya. Kini mereka berdua telah berada agak jauh dari Muryani yang dikeroyok banyak orang. Wiku Menak Koncar merasa penasaran sekali karena untuk kesekian kalinya, serangannya selalu dapat dielakkan lawan.
"Hyaaaattt?".ahhh!" Dia menyerang lagi dengan aji pukulan Nandaka Kroda yang amat dahsyat. Sekali lagi, Satyabrata tidak mengelak melainkan menyambut pukulan itu dengan aji pukulan Margopati. Dia sengaja memapaki pukulan lawan dan hendak mengadu tenaga sakti mereka.
"Wuuuuttt.... plakkk!" Dua pasang telapak tangan bertemu dan akibatnya, Wiku Menak Koncar terhuyung ke belakang dan napasnya memburu karena terasa sesak.
"Tahan...!" seru kakek itu dan memandang tajam. "Orang muda, siapakah andika?"
Satyabrata tersenyum. "Andika tentulah Sang Wiku Menak Koncar, datuk besar Blambangan itu, bukan" Katakan dulu, paman Wiku, apakah engkau sekarang masih tetap menentang dan memusuhi Mataram?"
Tentu saja Wiku Menak Koncar terbelalak heran mendengar pertanyaan itu. Dia memandang penuh selidik, akan tetapi tidak merasa kenal dengan pemuda ini, seorang pemuda aneh yang sakti mandraguna, yang bola matanya berwarna aneh pula, agak kebiruan.
Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 "Sebelum aku menjawab, katakan dulu siapa andika!" katanya.
Satyabrata menoleh ke kanan kiri. Setelah merasa yakin bahwa di situ tidak ada orang lain kecuali mereka berdua, dia mengeluarkan sesuatu dari ikat pinggangnya. Benda itu adalah sebunh dinar emas, uang logam terbuat dari emus murni yang dia dapatkan dari Willem Van Huisen ayah angkatnya dan benda itu juga menjadi tanda rahasia bagi seorang wakil Kumpeni Belanda yang tinggi ke-" dudukannya. Satyabrata menunjukkan uang logam emas itu kepada Wiku Menak Koncar dan bertanya, "Andika tentu mengenal ini, bukan?"
Wiku Menak Koncar semakin heran. Tentu saja dia mengenal baik tanda itu walaupun dia belum pernah menjadi antek Kumpeni. Setidaknya dia pernah berhubungan dengan pihak Kumpeni dan mengenal tanda-tanda para wakil kumpeni yang bertugas mengadakan hubungan dengan para pejabat di pedalaman, terutama mereka yang menentang Mataram.
"Ah, andika petugas Kumpeni?" tanyanya.
"Benar, namaku Satyabrata, dari Cirebon. Andika belum menjawab pertanyaanku tadi, paman Wiku Menak Koncar."
"Tentu saja aku memusuhi Mataram. Selamanya aku akan memusuhi dan menentang Mataram!"
"Bagus! Kalau begitu kita sepaham dan segolongan. Karena itu, tidak perlu kita melibatkan diri dengan pertikaian pribadi antara Muryani dan Wiroboyo itu, paman Wiku. Tak perlu kita bertanding lagi. Kewajiban kita adalah menentang Mataram demi kepentingan Kumpeni dan juga Blambangan. Atau paman akan nekat melanjutkan perkelahian" Ingat, paman, kalau aku menghendaki, sudah sejak tadi aku dapat membunuhmu dengan ini!" Satyabrata menyingkap bajunya, memperlihatkan sebuah pistol yang terselip di ikat pinggangnya. "Peluru emas pistol ini tentu takkan dapat ditahan kekebalan paman. Juga aku memiliki banyak aji kesaktian yang cukup untuk menandingi kesaktianmu."
Wiku Menak Koncar memandang ragu. Dia maklum bahwa pemuda itu memang digdaya
sekali, belum tentu dia akan mampu mengalahkan pemuda itu, apalagi dia memiliki senjata api yang berbahaya. Selain itu, tidak perlu pula dia harus bermusuhan dengan seorang petugas Kumpeni. "Lalu apa kehendakmu sekarang, anakmas Satyabrata?"
"Begini, paman Wiku Menak Koncar. Tentu andika mengetahui bahwa sekarang Mataram sedang mengancam untuk menyerang Madura dan Surabaya. Karena itu, kita harus membantu Madura untuk, menentang Mataram. Kumpeni juga secara diam-diam akan membantu Madura.
Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 Maka, saya harap paman suka meninggalkan pertempuran ini dan pergi ke Madura, membantu Kadipaten Arisbaya dan kadipaten-kadipaten lain di Madura. Saya sendiri juga akan segera menyusul ke sana. Percayalah, Kumpeni pasti akan menghargai sekali bantuan paman, dan saya akan melaporkan ke atasan di Batavia. Atau kalau paman menolak, paman melanjutkan pertempuran ini dan akan berhadapan dengan saya!"
Wiku Menak Koncar masih ragu. "Akan tetapi bagaimana dengan Wiroboyo" Dia sudah menjadi muridku.... "
"Aahh, paman. Mengapa memusingkan urusan kecil itu kalau urusan yang jauh lebih besar menunggu bantuan paman?"
Akhirnya Wiku Menak Koncar setuju. Memang diam-diam kakek ini sudah mempunyai keinginan untuk membantu Madura melawan Mataram atas permintaan sahabatnya, yaitu Ki Harya Baka Wulung yang sudah mengirim utusan menemuinya.
"Baiklah, anakmas Satyabrata. Aku berangkat sekarang juga dan kuharap akan dapat segera bertemu dan bekerja sama denganmu di Madura."
Setelah berkata demikian, kakek itu lalu berlari cepat meninggalkan tempat itu, tidak perduli lagi akan pasib Ki Wiroboyo dan sisa anak buah Klabang Wilis.
Satyabrata mengikuti bayangan Wiku Menak Koncar sambil tersenyum. Dia merasa girang sekali dan senyumnya membuat wajahnya tampak tampan sekali. Dia merasa telah mendapatkan dua keuntungan. Pertama, dia dapat membantu Muryani, dan kedua, dia berhasil membujuk. Wiku Monak Koncar untuk segera pergi ke Madura membantu perlawanan terhadap Mataram, sesuai dengan politik Kumpeni Belanda. Dia diam-diam sudah bertemu dengan para pimpinan telik sandi Kumpeni dan mempelajari keadaan politik waktu itu karena telah terjadi perubahan-perubahan selama dia mempelajari, ilmu-ilmu di sumur tua perguruan Jatikusumo. Sambil tersenyum-senyum dia lalu berlari, kembali ke tempat pertempuran tadi dengan niat mencegah Muryani membunuh Wiroboyo. Pria itu adalah murid Wiku Menak Koncar, maka sudah sepatutnya kalau diselamatkan karena dia dapat diharapkan untuk menjadi sekutu menentang nentang Mataram.
Akan tetapi ketika tiba di tempat itu, Satyabrata melihat bahwa sudah terlambat baginya untuk menyelamatkan Wiroboyo. Dia melihat betapa Muryani mengamuk dan sudah merobohkan banyak sekali anak buah Klabang Wilis dan kini Wiroboyo sudah terdesak hebat. Tak mungkin lagi dia mencampuri perkelahian itu untuk menyelamatkan Wiroboyo tanpa menyinggung perasaan Muryani. Kalau dia menolong Wiroboyo, dia harus menggunakan kekerasan Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 melindunginya dan hal ini tentu akan membuat Muryani marah kepadarrya. Tentu saja dia tidak mau kehilangan Muryani hanya untuk menyelamatkan Wiroboyo.
Pada saat itu, memang Muryani sudah mendesak hebat kepada musuhnya. Tidak kurang dari sepuluh orang anak buah Klabang Wilis yang berani mencoba untuk membantu Wiroboyo dan mengeroyoknya telah ia robohkan dan kini sisa para anak buah itu tidak berani lagi mendekat walaupun berulang kali Wiroboyo memerintahkan mereka untuk membantunya. Terpaksa dia sendiri yang melawan, akan tetapi dia hanya dapat mengelak dan menangkis sambil terdesak mundur terus, tanpa dapat membalas sama sekali. Tiba-tiba Muryani bergerak cepat, tubuhnya berkelebat ke depan, tangan kirinya menyambar ke arah muka Wiroboyo. Wiroboyo terkejut sekali, hidungnya mencium bau harum-harum amis keluar dari kukukuku tangan gadis itu. Dia mengelak dengan menarik mukanya ke belakang.
"Heiiiittt....!" Muryani membentak, tangannya meraih dan kuku-kuku jari tangannya mencengkerarn ke leher lawan. Darah muncrat dan tubuh Wiroboyo terhuyung ke belakang. Kaki kanan Muryani menyusul dan tubuh Wiroboyo terpental oleh tendangan kaki. Dia roboh dan bergulingan, berkelojotan. Rasa nyeri menghentak-hentak ke dalam kepalanya. Dia telah terkena cengkeraman Wiso Sarpo yang amat berbisa, sebuah aji pukulan yang dahsyat dan ganas sekali yang merupakan aji pamungkas dari mendiang Nyi Rukmo Petak. Saking keji dan ganasnya pukulan ini, Muryani yang telah menguasainya hampir tidak pernah mempergunakannya. Sekarang saking sakit hati dan, bencinya kepada Wiroboyo, ia menggunakan aji itu dan memandang musuhnya yang kini berkelojotan dan mukanya berubah kehitaman mengerikan!
Anak buah Klabang Wilis yang tinggal belasan orang itu lari kocar-kacir melihat pemimpin mereka roboh. Muryani tetap berdiri memandang musuh besarnya sampai Wiroboyo tidak bergerak lagi, tewas dalam keadaan yang mengerikan. Setelah musuhnya tewas, baru Muryani mendengar langkah Satyabrata yang menghampirinya. Ia memutar tubuh, siap menghadapi lawan baru.
Akan tetapi ketika melihat bahwa yang menghampirinya ada lah Satyabrata, ia menghela napas panjang dan memandang kepada mayat Wiroboyo yang menggeletak telentang dengan seluruh muka berubah hitam.
"Aku telah berhasil membunuhnya Berhasil membunuh jahanam ini yang menyebabkan kematian ayahku," katanya suaranya gemetar penuh keharuan, teringat akan ayahnya.
Satyabrata mengangkat tangan kanannya dan menyentuh pundak gadis itu dengan lembut dan mesra. "Syukurlah, dia jeng, aku ikut merasa gembira engkau telah dapat membalas sakit hatimu."
Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 Muryani merasa girang. Ia menganggap pemuda itu amat baik dan bersikap lembut dan sopan kepadanya. Sentuhan, tangan pemuda itu di pundaknya mendatangkan getaran dan ia membiarkan saja tangan itu hinggap di pundaknya. Ia teringat akan lawan pemuda itu, kakek bermuka hitam arang yang sakti mandraguna tadi.
"Kakangmas Satyabrata, bagaimana dengan lawanmu, kakek yang mengerikan tadi?"
Satyabrata melepaskan tangannya dan mengerutkan alis, menggelengkan kepalanya. "Dia sungguh sakti dan licik, diajeng. Dia berhasil lolos dari tanganku dan melarikan diri. Aku tidak berani mengejarnya karena khawatir engkau akan mengalami celaka kalau kutinggalkan, maka aku terpaksa membiarkan dia lari."
"Tidak mengapa, kakangmas. Aku tidak mempunyai urusan dengan kakek itu. Wiroboyo inilah yang kucari dan sekarang , aku berhasil membunuhnya. Semua ini berkat pertolonganmu, kakangmas. Kalau tidak ada engkau yang membantuku, mungkin bukan dia, melainkan aku yang menggeletak tak bernyawa di sini karena kakek muka hitam itu sakti sekali. Sekali lagi aku amat berterima kasih kepadamu, kakangmas. Berulang kali engkau telah menyelamatkan dan menolong aku. Aku berhutang budi dan nyawa kepadamu."
Satyabrata tersenyum dan merasa senang sekali. Akan tetapi dia menahan gelora hatinya yang membuat dia ingin sekali merangkul dan mencumbu gadis itu Dia ingat bahwa saat itu dia harus menjadi seorang pemuda yang baik hati, lembut dan sopan di mata Muryani.
?Aah, diajeng, kenapa engkau berkata begitu" Aku senang sekali dapat membantumu, bahkan aku akan rela mengorbankan nyawaku demi menyelamatkandan membantumu, diajeng." Suaranya mengandung getaran perasaan yang membuat Muryani terguncang hatinya dan ia memandang wajah pemuda itu yang tampan ganteng dan penuh daya tarik. Detak jantungnya membuat wajah gadis itu menjadi kemerahan karena perkataan pemuda itu jelas mengandung isyarat bahwa pemuda itu mencintanya dengan tulus dan murni sehingga rela mengorbankan nyawa untuknya!
Akan tetapi ia masih belum puas, dengan isyarat itu, ingin mengetahui mengetahui lebih jelas.
Ia berdiri menghadapi pemuda itu dalam jarak hanya satu meter dan menatap tajam wajah itu.
"Kakangmas Satyabrata?"."
"Hemmm" Ada apakah, diajeng Muryani?" kata pemuda itu dengan suara lembut sekali.
"Aku merasa heran, kakangmas. Kenapa engkau begini baik kepadaku" Tidak ada hubungan apapun antara kita, dan kitapun baru saja saling bertemu dan berkenalan, akan tetapi mengapa engkau begini baik kepadaku sehingga engkau mengatakan akan rela mengorbankan nyawamu Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 untukku" Kenapa, kakangmas?"
Satyabrata menjulurkan kedua tangannya dan menangkap kedua tangan yang mungil dan berkulit hangat dan lembut itu. Dia mengangkat kedua tangan itu dan ditempelkan pada dadanya sendiri. Suaranya mengandung penuh getaran hati yang tidak dibuat-buat ketika dia berkata lirih seperti berbisik.
"Diajeng Muryani, bolehkah aku berkata terus terang. Tidak marahkah kalau engkau mendengar pengakuan yang tulus keluar dari hati sanubariku" Engkau belar-benar tidak akan marah?"
Dua pasang mata itu saling pandang, sinar mata itu bertaut dan seolah saling nelekat. Muryani merasa betapa jantungnya berdebar penuh ketegangan dan iapun menggeleng kepala sambil berkata lirih pula, "Tidak, kakangmas, aku tidak akan marah, apapun yang akan kaukatakan."
"Kalau begitu, perkenankan aku menyatakan isi hatiku kepadamu, diajeng. Semenjak pertemuan kita pertama kali, aku" aku telah jatuh cinta kepadamu, diajeng, aku" cinta padamu dengan segenap jiwa ragaku. Nah, lega sudah hatiku setelah menyatakan perasaan ini kepadamu, mudah-mudahan engkau dapat menerima dan membalas cintaku, diajeng."
Sejenak Muryani merasa begitu nyaman dan bahagia. Jantungnya berdebar. Alangkah senangnya mendengar pemuda yang tampan gagah, dan demikian baik hati kepadanya, yang berkali-kali menolongnya itu menyatakan cinta kepadanya! Merasa betapa kedua tangannya yang ditekan pada dada pemuda itu dapat mengenal debar jantung dalam dada itu, debar jantung penuh gairah cinta! Akan tetapi tiba-tiba wajah seorang pemuda lain terbayang di depan matanya.
Seorang pemuda remaja, berusia delapan belas tahun berdekapan dengan ia yang ketika itu berusia enam belas tahun sambil bertangisan karena akan berpisah. Masih teringat betapa ia memberikan sebuah patrem (keris kecil) kepada Parmadi, pemuda itu dan pemberiannya itu selama ini ia anggap sebagai tanda cintanya, waIaupun mereka berdua belum pernah menyatakan cinta melalui kata-kata. Betapapun juga, begitu wajah Parmadi terhayang ia lalu dengan lembut menarik kedua tangannya terlepas dari pegangan Satyabrata dan ia melepaskan pula pandang matanya dengan menundukkan mukanya. Kedua pipinya merah dan ia memaksa diri tersenyum agar tidak mengecewakan hati pemuda yang sesungguhnya telah mulai membakar gairah cintanya itu.
"Kakangmas Satyabrata, terima kasih atas perasaanmu yang murni terhadap diriku. Akan tetapi maafkanlah aku, kakangmas, sesungguhnya saat ini aku sama sekali belum memikirkan tentang hal itu. Aku masih belum siap untuk sebuah pernikahan."
Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 "Diajeng, engkau pernah mengatakan bahwa usiamu kini sudah dua puluh satu tahun dan aku sendiri kini sudah berusia dua puluh enam tahun. Kita berdua sudah cukup dewasa, diajeng. Dan akupun tidak tergesa-gesa mengajakmu menikah. Aku sudah merasa cukup berbahagia kalau saja engkau dapat menerima cintaku dan membalasnya. Tentang pernikahan, kita dapat bicarakan kelak kalau saatnya sudah tiba."
"Maafkan aku, kakangmas, aku benar-benar belum siap. Sebaiknya kalau kita tidak membicarakan urusan itu lebih dulu. Aku masih bingung melihat kenyataan diriku. Aku telah kehilangan ayah dan ibu, juga nenekku telah tiada, kemudian guruku yang kedua dan yang amat menyayangku, telah meninggal dunia pula. Aku masih bingung menghadapi kenyataan ini, karena itu, harap engkau suka maafkan aku dan tidak membicarakan urusan itu yang hanya akan menambah kebingungan hatiku."
Satyabrata menghela napas panjang. '"Kasihan engkau, diajeng. Baiklah, akupun sebetulnya ingin sekali menjadi pengganti semua orang yang kaucinta dan yang telah tiada itu. Akan tetapi kalau engkau belum siap, akupun tidak berani nengganggumu lagi. Sekarang, bagaimaia, diajeng"
Ke mana engkau hendak pergi" Aku akan selalu menemanimu, tentu saja kalau engkau tidak keberatan."
"Aku hanya akan mengganggu saja, cakangmas Satyabrata. Silakan engkau melaksanakan tugas kewajibanmu sendiri, dan jangan pusingkan urusanku."
"Tidak, diajeng. Kebetulan akupun tidak mempunyai urusan penting. Bagaiman engkau dapat mengatakan bahwa aku jangan memusingkan, urusanmu" Urusanmu bagiku berarti urusanku juga, bahkan lebih penting. Karena itu, biarpun engkau belum dapat menerima cintaku, janganlah menolak kalau aku ingin menyertaimu dalam perjalananmu dan membantumu dalam segala urusan."
Muryani merasa tidak enak untuk menolak lagi. Pula, di lubuk hatinya ia memang sudah terpikat oleh semua ucapan yang merayu dan amat manis terdengarnya itu sehingga sesungguhnya iapun merasa berat untuk berpisah dari Satyabrata dan ingin terus didampingi pemuda yang tampan dan gagah perkasa itu.
"Baiklah kalau begitu, kakangmas Satyabrata. Seperti kukatakan tadi, kini aku hidup sebatangkara di dunia ini. Akan tetapi masih ada seorang yang dapat kuanggap sebagai pengganti orang tuaku yaitu guruku...."
"Eh, bukankah tadi kaukatakan bahwa gurumu juga sudah meninggal dunia?" potong Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 Satyabrata. "Oh, yang telah meninggal dunia itu adalah guruku yang kedua, yaitu Nyi Rukmo Petak.
Guruku yang pertama adalah Ki Ageng Branjang, ketua perguruan Bromo Dadali yang berada di Gunung Muria kakangmas."
"Hemm, begitukah" Jadi sekarang engkau hendak pergi ke Gunung Muria?"
"Begitulah."
"Baik, mari kita berangkat. Aku akan menemanimu pergi berkunjung ke rumah gurumu itu."
Dua orang muda itu lalu berangkat menuju ke Gunung Muria. Dalam perjalanan itu, Satyabrata selalu bersikap lembut, manis, dan sopan, bahkan sama sekali tidak menyinggung lagi tentang perasaan cintanya terhadap Muryani sehingga gadis itu merasa senang dan semakin tertarik. Biarpun ia seorang gadis yang sakti mandraguna, namun Muryani masih hijau dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga mudah ia terpesona oleh rayuan manis seorang pemuda yang memang tampan dan gagah seperti Satyabrata. Tak terhitung banyaknya wanita yang jatuh terjerumus karena rayuan ini karena memang telah menjadi kelemahan wanita pada umumnya untuk menjadi lunak dan tertarik hatinya apabila menghadapi pria yang pandai merayu. Bahkan banyak wanita yang jatuh oleh rayuan maut pria yang tidak tampan sekalipun. Apalagi rayuan seorang pemuda seperti Satyabrata, tentu saja daya tariknya amat besar dan kuat.
*** Karena mendapat keterangan dari para mata-mata bahwa Mataram sudah bersiap-siap untuk menyerbu Madura lebih dulu dalam usahanya menyerang Surabaya, maka Harya Baka Wulung tiada henti-hentinya berusaha untuk membujuk para adipati untuk membantu Madura dan memberontak kepada Mataram. Bahkan puteranya sendiri, Raden Dibyasakti, dijadikan utusan istimewa untuk menghubungi dan membujuk seluruh kadipaten di Madura dan pemuda tinggi besar dan gagah itu berhasil dengan baik sehingga, semua adipati di daerah Pulau Madura telah berjanji untuk bersama-sama melawan Mataram kalau Mataram mengadakan penyerbuan ke Madura.
Ki Harya Baka Wulung yang menjadi sesepuh dan penasihat di Kadipaten Arisbaya masih belum puas dengan bersatunya Madura. Dia bahkan mengutus Raden Dibyasakti untuk menyeberang ke Jawa Timur di sepanjang pesisir utara, menghubungi siapa saja yang memiliki Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 kecenderungan mendendam dan memusuhi Mataram dan yang mau untuk membantu Madura.
Bukan hanya para adipati yang dibujuk, melainkan juga perkumpulan-perkumpulan yang dianggap kuat.
Tentu saja tidak semua adipati atau ketua perkumpulan dapat dibujuk untuk mendukung Madura, akan tetapi setidaknya Raden Dibyasakti sudah berusaha untuk mempengaruhi mereka, menanamkan kebencian dan sikap memberontak kepada Mataram. Bahkan Kadipaten Tuban yang baru saja ditundukkan Mataram juga tidak lepas dari bujukan Raden Dibyasakti walaupun tidak berhasil. Usaha Raden Dibyasakti bahkan membuat dia pada sua:u pagi tiba di Gunung Muria karena dia nendengar bahwa di situ terdapat sebuah perguruan silat yang terkenal, yaitu perguruan Bromo Dadali yang diketuai oleh Ki Ageng Branjang. Perguruan ini mempunyai kurang lebih seratus orang murid, laki-laki dan wanita yang tinggal di situ sehingga merupakan sebuah perkumpulan yang memiliki perkampungan cukup besar. Ada pula murid-murid Bromo Dadali yang sudah berkeluarga dan mempu.yai anak-anak yang masih kecil. Baru sekitar lima tahun para murid itu menikah dan kini anak-anak mereka yang paling besar berusia sekitar empat tahun. Dengan adanya keluarga ini, maka perguruan Bromo Dadali kini berubah menjadi sebuah perkampungan.
Mereka bekerja sebagai petani, mengerjakan tanah Pegunungan Muria yang subur. Kehidupan, mereka tenteram dan damai dan perguruan ini dikenal baik oleh penduduk sekitar Gunung Muria.
Bahkan Bromo Dadali menjadi sumber pertolongan bagi para penduduk dusun-dusun itu kalau terjadi penindasan oleh orang-orang yang mempergunakan kekuasaan untuk bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan adanya Bromo Dadali, maka para gerombolan perampok dan pencuri tidak berani beraksi. Kalau mereka beraksi maka tentu orang-orang gagah yang menjadi para murid Bromo Dadali akan bertindak menumpas mereka.
Pagi itu udara cerah sekali. Matahari telah agak lama muncul di balik puncak gunung sebelah timur dan kini sinarnya yang tadi kemerahan sudah berubah terang, putih kekuningan menghiduprkan segala yang tampak di permukaan bumi. Embun-embun yang bergantungan di ujung-ujung daun bagaikan mutiara mulai berjatuhan. Tanah dan daun-daun pohon yang semalam disiram hujan, kini tertimpa sinar matahari, menguapkan hawa yang membawa bau sedap, bau sehat dari tanah dan tumbuh-tumbuhan. Burung-burung yang berloncatan dari ranting ke ranting, meruntuhkan sisa air embun yang agaknya enggan meninggalkan pucuk daun-daun. Beberapa ekor bajing berloncatan di antara buah-buah kelapa, berkejaran dengan riang gembira. Beberapa orang murid Bromo Dadali yang bertubuh sehat kokoh, laki-laki berusia antara dua puluh lima sampai Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 tiga puluh tahun, bertelanjang dada, hanya mengenakan celana hitam sebatas bawah lutut, memanggul pacul dan memakai caping lebar, berjalan beriringan seperti baris di atas tanggul sawah. Di belakang mereka tampak tiga orang laki-laki lain menggiring sembilan ekor kerbau dan dua ekor sapi, berjalan di tepi sawah ladang, agaknya sedang digiring ke lereng di mana tumbuh rumput hijau yang lebat. Sebelas ekor hewan peliharaan itu tampak gemuk dan sehat.
Dari jauh tampak beberapa orang murid lain sedang mencangkul tanah dan seorang di antara mereka bertembang. Lagu yang ditembangkan Sekar Pangkur dan beberapa orang lain menyelinginya dengan senggaan, ada pula yang menirukan suara kendang dan kenong. Para murid Bromo Dadali itu bekerja dengan hati gembira sehingga tubuh yang sehat dan yang sudah bersimbah peluh itu tidak terasa lelah. Pada saat seperti itu, kita memandang kesemuanya itu tanpa adanya pikiran yang melayang-layang dan kita melihat kenyataan betapa semua itu, awan putih, sinar mentari, daun-daun pohon yang masih bawah, burung-burung, binatang peliharaan, tupai-tupai, dan orang-orang itu, mereka semua merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, seperti dilindungi oleh puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi menghadang awan.
Selagi para murid Bromo Dadali itu memusatkan seluruh perhatian mereka pada kaki tangan mereka yang sibuk bekerja, dengan pikiran terpusat, hening dan tenggelam ke dalam kebahagiaan tanpa keinginan apapun, pada saat orang yang bertembang itu berhenti, tiba-tiba terdengar suara wanita bertembang, menyelingi penembang tadi, dengan tembang Sekar Pangkur yang menghanyutkan.
"Hardaninq kang pancadria
Pan kuwasa amagreh kanang diri
Angrubeda mrih tan tulus
Saged rumesep ing tyas
Amiluta ing dria amrih kepencut
Anilepken kawaspadan
Lir tiyang ningali ringgit."


Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semua murid Bromo Dadali yang berada di sawah ladang itu, juga yang sedang menggiring kerbau dan sapi, hanyut oleh suara tembang ini. Ketika suara itu berhenti dan wanita yang menembang muncul dekat, mereka semua menghentikan pekerjaan mereka dan memandang Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 dengan heran dan kagum. Ternyata yang muncul itu seorang pemuda tampan dan seorang gadis cantik jelita. Karena suara tembang tadi jelas suara wanita, maka semua orang maklum bahwa gadis cantik, itulah tentu yang tadi bertembang. Dan semua murid Bromo Dadali mengenal betul tembang itu. Tembang Pangkur yang seringkali ditembangkan Ki Ageng Branjang. Guru mereka, ketua perguruan Bromo Dadali adalah seorang yang mengagumi kisah Arjuna Wiwaha yang diceritakan dalam tembang itu. Bahkan Ki Ageng Branjang mengajarkan filsafat dari tembang-tembang itu kepada para muridnya. Karena itu, mereka terkejut dan heran melihat ada seorang gadis kini menyanyikannya dengan suara yang teramat merdu. Tembang itu mempunyai kandungan filsafat yang tinggi, yang sudah pernah mereka dengar uraiannya dari Ki Ageng Branjang seperti berikut.
Rangsangan panca-indera
berkuasa memerintah diri pribadi
menghalangi agar cita luhur gagal
dapat meresap ke dalam hati sanubari
mempengaruhi indera agar terpikat
menqhilanqkan kewaspadaan
seperti orang nonton wayang.
Tiba-tiba seorang murid Bromo Dadali, seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun yang hitam manis sedang memetik daun semanggi yang tumbuh di sekitar sawah, berseru girang, "Adi Muryani....!!"
Mendengar seruan ini, para murid lain segera mengenal gadis cantik jelita yang meninggalkan perguruan selama lima tahun lebih yang lalu. Mereka segera berlari-lari menghampiri dan berseru memanggil nama gadis itu.
"Muryani".! Muryani....!" Mereka berteriak-teriak sambil melambaikan caping atau tangan dan berlari menghampiri. Muryani berdiri melambaikan tangan dan tersenyum lebar penuh kegembiraan. Setelah mereka dekat, baru ia mengenal mereka satu demi satu walaupun sudah lima tahun ia berpisah dari mereka.
Gadis hitam manis yang pertama kali memanggilnya tiba lebih dulu dan dua orang gadis ini segera berangkulan.
Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 "Adi Muryani, bertahun-tahun kita tidak berjumpa! Sekarang engkau bertambah cantik saja!
Ini.... dia ini... suami?"
Muryani tersenyum, mukanya beruba merah dan ia mencubit lengan gadis hitam mania itu.
"Ih, mbakayu Markonah, jangan ngaco kau! Ini adalah kakangmas Satyabrata, seorang sahabat."
"Ooo, sahabat?" ulang Markonah yang centil itu sambil tertawa dan menata wajah Satyabrata dengan sikap lucu dan lugu. Satyabrata membungkuk member hormat dan berkata lembut.
"Perkenalkan, saya bernama Satyabrata, dari Cirebon."
Markonah balas membungkuk dan berkata riang, "Saya senang berkenalan dengan andika, karena andika sahabat adi Muryani. Nama saya Markonah, seorang murid perguruan Bromo Dadali."
Para murid lain berdatangan dan mereka merubung Muryani yang menjad gembira sekali.
Satyabrata juga berkenalan dengan para murid Bromo Dadali. Karena saling merasa kangen, maka para murid itu menghujani Muryani dengan pertanyaan dan memaksanya untuk bercakap-cakap di tepi sawah itu. Mereka duduk di bawah sebatang pohon yang rinang dan saling bertanya-jawab tiada hentinya. Satyabrata yang tahu diri membiarkan Muryani melepas rasa kangennya dan hanya mendengarkan saja sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, semua kepala menengok ke arah selatan. Mereka semua mendengar derap kaki banyak kuda dan segera tampak debu mengebul dan serombongan orang menunggang kuda lewat di jalan dekat tepi sawah di mana mereka uduk bercakap-cakap. Dua puluh orang lebih murid Bromo Dadali itu dengan heran melihat seorang pemuda tinggi besar dan gagah perkasa memimpin sekitar dua lusin orang laki-laki yang kesemuanya bertubuh kokoh kuat melarikan kuda menuju ke atas melalui jalan tanjakan itu.
Muryani mengerutkan alisnya. "Siapakah dia itu?"
Akan tetapi tak seorangpun di antara para murid Bromo Dadali mengenalnya.
"Kami tidak mengenalnya," kata seorang murid pria. "Agaknya dia dan rombongannya itu hendak berkunjung ke perguruan kita. Mungkin dia kenalan bapa guru."
"Hemm, andaikata dia itu kenalan bapa guru, kukira dia bukan kenalan baik," kata Muryani.
"Sikapnya begitu angkuh. Dia tahu berada di daerah orang, akan tetapi sama sekali tidak memperdulikan kita!"
"Mungkin dia tidak tahu kita ini murid perguruan Bromo Dadali dan mengira kita petani-petani pegunungan ini, adi Muryani," kata Markonah. "Mengapa merasa penasaran?"
Serial Silat Tanah Jawa
13 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 "He, itu siapa yang datang berlari-lari?" tanya seseorang.
Semua memandang ke utara. Benar saja, terlihat seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun datang berlari-lari.
"Kakang Sanuri!" Muryani menyambut dengan gembira mengenal kakak seperguruan yang menjadi satu di antara murid-murid kepala yang kepandaiannya setingkat lebih tinggi dari padanya dalam perguruan itu. Sanuri ini dulu sering mewakili bapa guru mereka untuk melatihnya.
"Eh, kiranya engkau, Muryani" Ke mana saja engkau selama ini?" tanya Sanuri dengan napas agak terengah karena dia berlari-lari tadi.
"Nanti dulu, kakang. Engkau tampaknya tegang, berlari-larian. Ada apakah?" tanya Muryani.
Yang lain juga bertanya demikian sehingga perhatian Sanuri kepada Muryani segera beralih ke hal yang dianggapnya lebih penting.
"Apakah kalian tadi tidak melihat rombongan penunggang kuda yang tentu lewat di sini?"
tanya Sanuri sambil memandangi adik-adik seperguruannya yang berkumpul di situ.
"Kami melihat mereka!" Serentak para murid Bromo Dadali menjawab seperti sekumpulan burung.
"Siapakah mereka itu, kakang Sanuri" Tampaknya mereka itu sombong sekali!" tanya Muryani.
"Ya, siapakah mereka, kakang Sanuri?" hanyak murid bertanya.
"Agaknya kalian belum mengenal pemimpin rombongan tadi. Dia adalah seorang senopati muda dari Kadipaten Arisbaya dan dia adalah seorang yang berwatak keras dan memiliki kesaktian yang hebat. Pada kunjungannya pertama kali, tidak banyak yang mengetahui dan ketika itu, lima hari yang lalu, kebetulan bapa guru tidak berada di rumah. Kunjungan senopati muda bernama Raden Dibyasakti itu tanpa membawa pengikut dan kebetulan yang menemuinya aku sendiri bersama empat saudara yang lain. Ketika dia diberi tahu bahwa bapa guru tidak ada, dia dengan sikapnya yang keras menuntut kami agar mencari dan memanggil bapa guru agar pulang. Tentu saja kami tidak mau dan terjadi keributan antara kami berlima dan dia sehingga terjadi perkelahian.
Akan tetapi, biarpun kami maju berlima, kami tidak mampu menandinginya dan kami berlima kalah. Lalu dia pergi meninggalkan pesan bahwa lima hari lagi dia akan datang. Kami sudah melapor kepada bapa guru yang memesan agar kami tidak memberitakan peristiwa itu kepada para murid lain. Akan tetapi hari ini Raden Dibyasakti itu datang membawa pengikut yang besar jumlahnya."
Serial Silat Tanah Jawa
14 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 "Kami melihat ada dua losin orang pengikut!" kata beberapa orang murid.
"Hemm, kedengarannya buruk! Siapa tahu senopati itu mempunyai niat buruk terhadap bapa guru. Mari kita ke sana untuk melindungi keselamatan bapa guru!" kata Muryani penuh semangat.
Akan tetapi dua puluh orang lebih murid Bromo Dadali yang berkumpul di situ tampaknya enggan berdiri. Melihat ini, Muryani mengerutkan alisnya. "Mengapa kalian ini" Mungkin bapa guru dalam bahaya! Hayo cepat kita ke sana!"
"Ah, adi Muryani. Apa yang akan dapat kita lakukan" Kalau kakang Sanuri dan empat orang murid lain maju mengeroyok senopati Madura itu dan mereka kalah, apa yang dapat kita lakukan"
Kalau kita melawan senopati itu, sama saja dengan bunuh diri!" kata Markonah dan para murid lain mengangguk membenarkan. Mereka semua tampak ketakutan.
Melihat sikap mereka, Muryani menjadi marah dan kecewa sekali.
"Kalian tidak patut menjadi murid Bromo Dadali! Melihat bapa guru terancam kalian tidak berani menolong. Kalau kalian tidak berani, biar aku yang akan membela bapa guru! Kalian yang pengecut ini memang lebih pantas berlumur lumpur di sawah ini! Mari, kakangmas Satyabrata, kita pergi!" Setelah berkata demikian, Muryani mengajak Satyabrata berlari menuju ke perkampungan Bromo Dadali mengejar rombongan berkuda tadi.
Setelah Muryani dan Satyabrata pergi, Sanuri bangkit memandang semua adik seperguruannya. "Kalian memang memalukan sekali. Betapa saktipun musuh, kalau bapa guru terancam bahaya apakah kita pantas tinggal diam saja" Mereka yang tidak mau menjadi pengecut, marilah ikut aku mengejar!" Setelah berkata demikian, Sanuri berlari mengejar dan satu demi satu para murid Bromo Dadall juga bangkit dan lari mengejar, menuju pulang ke perkampungan mereka.
Mereka terutama mengkhawatirkan keselamatan keluarga mereka yang berada di perkampungan.
Sementara itu, rombongan berkuda tadi adalah pasukan pengawal dari Kadipaten Arisbaya di Madura yang diajak Raden Dibyasakti untuk berkunjung ke Bromo Dadali. Seperti yang tadi diceritakan Sanuri kepada para murid Bromo Dadali yang lain, lima hari yang lalu dia datang seorang diri ke perkampungan perguruan itu dengan niat bertemu ketuanya, yaitu Ki Ageng Branjang. Akan tetapi dia tidak dapat bertemu dengan ketua itu yang sedang pergi dan sebaliknya bertemu dengan Sanuri dan empat orang murid lain. Karena sikap Dibyasakti yang kasar dan memandang rendah, terjadi percekcokan yang berlanjut menjadi perkelahian. Akan tetapi biarpun dikeroyok lima, akhirnya Dibyasakti dapat merobohkan mereka semua. Karena 'maksudnya adalah untuk mengajak perguruan itu bekerja sama memusuhi Mataram, maka dia tidak membunuh lima Serial Silat Tanah Jawa
15 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 orang itu, hanya merobohkan mereka karena maksudnya hanya untuk meninggalkan kesan bahwa dia seorang yang sakti mandraguna. Dia lalu meninggalkan pesan bahwa lima hari kemudian dia akan datang lagi menemui Ki Ageng Branjang. Pada hari itu, datanglah dia bersama dua losin anak buahnya untuk menambah wibawa dan membuat gentar ketua perguruan itu sehingga tidak akan menolak rayuan dan ajakannya untuk memusuhi Mataram.
Para murid Bromo Dadali dan keluarga mereka yang tidak bertugas keluar perkampungan, menjadi gempar ketika dua puluh lima orang penunggang kuda yang rata-rata gagah dan menyeramkan itu memasuki perkampungan mereka. Di antara mereka yang sudah mendengar; dari para murid yang pernah dikalahkan Dibyasakti, menjadi gentar. Akan tetapi mereka yang belum mendengar, menjadi terkejut, penasaran dan marah. Segera mereka mengambil senjata dan dua puluh orang itu dikepung oleh puluhan orang murid Bromo Dadali.
"Heiii! Orang-orang Bromo Dadali!" Dibyasakti berteriak dengan suara yang lantang dan berwibawa. "Kami dari Kadipaten Arisbaya datang bukan sebagai musuh, melainkan hendak menjalin persahabatan dengan Bromo Dadali. Aku, Raden Dibyasakti, senopati muda Arisbaya, mempersilakan Ki Ageng Branjang, ketua kalian, untuk keluar dan bicara denganku!"
Tiba-tiba terdengar suara orang, lantang kuat namun halus, "Para murid Bromo Dadali, mundurlah! Raden Dibyasakti dari Arisbaya, akulah Ki Ageng Branjang ketua Bromo Dadali!"
Semua murid membuka jalan dan mundur sehingga guru mereka kini berhadapan dengan Dibyasakti yang sudah melompat turun dari atas kudanya yang kini dituntun kendalinya oleh seorang di antara para pengikutnya. Pemuda yang gagah perkasa ini memandang ke depan dan dia melihat seorang laki-laki lima puluh lima tahun, bertubuh tinggi kurus, berwajah tampan dengan sepasang mata mencorong, berdiri tegak dengan sikap tenang namun gagah sekali. Tangan kanan laki-laki ini memegang sebatang tombak yang gagangnya ditekan di atas tanah dan mata tombak itu berkilauan mendatangkan wibawa yang ampuh. Itulah tombak pusaka Kyai Jamus yang terkenal ampuh sekali. Melihat keadaan orang itu, Dibyasakti terpengaruh juga dan dia melangkah maju, kecongkakannya agak berkurang. Dia tersenyum lebar dan menghampiri, lalu berdiri di depan ketua Bromo Dadali itu dalam jarak tiga meter. Dia memberi hormat dengan membungkuk dan suaranya terdengar ramah ketika dia berkata.
"Ah, kiranya paman Ki Ageng Branjang telah berkenan menemui saya. Saya gembira sekali dapat bertemu dengan paman."
Namun hati Ki Ageng Branjang yang panas tidak dapat didinginkan begitu mudah oleh sikap Serial Silat Tanah Jawa
16 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 ramah Dibyasakti. "Raden Dibyasakti, entah keperluan apa yang membawa andika datang berkunjung. Akan tetapi, mendengar laporan para murid bahwa lima hari yang lalu andika memamerkan kepandaian merobohkan murid-murid kami, kami kira maksud kunjungan andika ini tidak membawa niat baik."
"Ah, sama sekali tidak, paman. Kedatangan saya ini sebagai utusan Gusti Adipati di Arisbaya dan juga mewakili ayah saya Ki Harya Baka Wulung, selain itu sebagai senopati muda Arisbaya untuk membicarakan sesuatu yang amat penting dengan paman. Marilah, paman, kita bicara di dalam saja, tidak baik membicarakan urusan penting di luar seperti ini."
"Kalau hendak membicarakan urusan penting, mengapa harus memamerkan kesaktian dan merobohkan murid-murid Bromo Dadali?"
. "Itu hanya merupakan kesalahpahaman belaka, paman. Percayalah, kunjungan saya ini sebagai sahabat."
Mendengar bahwa pemuda ini adalah putera Ki Harya Baka Wulung, di dalam hatinya Ki Ageng Branjang terkejut sekali dan dia tidak merasa senang karena dia sudah mendengar betapa tokoh Madura ini menghasut banyak orang untuk memberontak terhadap Mataram.
"Hemm, Raden Dibyasakti, katakanlah saja dulu apa keperluan penting itu untuk kuper-timbangkan apakah hal ini perlu dirundingkan di dalam atau cukup di sini saja," kata Ki Ageng Branjang yang masih merasa penasaran mendengar betapa lima hari yang lalu lima orang muridnya dirobohkan oleh pemuda tinggi besar yang berwajah bengis ini.
Mendengar ucapan ketua Bromo Dadali yang tegas dan tidak ramah itu, Raden Dibyasakti tersenyum rnengejek, lalu tangan kirinya memuntir kedua ujung kumisnya.
"Heh-heh, baiklah, paman kalau itu yang andika kehendaki. Dengar baik-baik, paman. Gusti Adipati Arisbaya dan Bapa Ki Harya Baka Wulung mengirim salam dan mengulurkan tangan persahabatan untuk paman di sini."
"Kami menerima salam dan uluran tangan persahabatan itu, anakmas," jawab Ki Ageng Branjang singkat.
"Adapun kepentingan kedua, paman. Demi persahabatan itu, kami dari Kadipaten Arisbaya mengajak perguruan Bromo Dadali untuk bekerja sama menentang Mataram yang angkara murka, yang telah menaklukkan banyak daerah namun masih belum puas dan ingin merampas daerah kita semua. Marilah kita menggalang persatuan untuk menentang Sultan Agung yang angkara murka itu, paman!"
Serial Silat Tanah Jawa
17 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 Ki Ageng Branjang tersenyum, hatinya semakin panas. Jawaban seperti itu memang sudah diduganya lebih dahulu. "Anakmas Dibyasakti, andika tadi mengulurkan tangan persahabatan dan sudah kami terima. Satu di antara syarat persahabatan yang baik adalah saling tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing. Kalau Kadipaten Arisbaya atau seluruh Madura memusuhi Mataram, urusan itu sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan perguruan Bromo Dadali.
Perlu kami mengakui bahwa kami adalah kawula yang sudah mengakui kedaulatan dan kekuasaan Kerajaan Mataram dan kami tidak ingin memberontak. Oleh karena itu, terpaksa kami menolak ajakanmu untuk menentang Mataram itu."
Mendengar jawaban ini, sepasang mata . Raden Dibyasakti melotot, mukanya merah sekali, alisnya yang hitam tebal berkerut dan kedua tangannya dikepal.
. "Ki Ageng Branjang!" bentaknya dengan nada tidak menghormati lagi. "Orang yang tidak mau bekerja sama dengan kami untuk menentang Mataram berarti menjadi musuh kami karena orang itu tentu menjadi antek Mataram!"
"Babo-babo, Dibyasakti! Omonganmu kementus dan mau menang sendiri! Kami bukan antek Mataram, akan tetapi sebagai kawula kami setia kepada Kerajaan Mataram! Jangan harap untuk menarik kami menjadi pemberontak. Kalau memang berani lawanlah sendiri Mataram, jangan membujuk orang lain untuk ikut-ikutan!"
"Keparat! Kalau begitu perguruan Bromo Dadali bukan menjadi sahabat kami, melainkan musuh kami!" kata Dibyasakti.
"Terserah kepadamu, Dibyasakti. Kami mau menjadi sahabat untuk urusan yang baik. Akan tetapi kalau untuk memberontak terhadap Mataram, kami tidak sudi dan kalau karena itu andika hendak memusuhi kami, silakan. Kami tidak takut!" kata Ki Ageng Branjang yang juga sudah marah.
"Ha-ha-ha! Bagus, mari kita buktikan siapa yang lebih digdaya dengan mengadu kesaktian!"
kata Dibyasakti sambil melayangkan pandang matanya menyapu banyak murid perguruan Bromo Dadali yang sudah berkumpul di pekarangan yang luas itu. "Ki Ageng Branjang, andika hendak bertanding satu lawan satu seperti seorang gagah atau hendak mengandalkan banyak murid untuk mengeroyok seperti watak pengecut?"
"Dibyasakti, manusia sombong! Kami bukan pengecut dan takkan mundur selangkahpun untuk melawanmu!"
"Bagus, Ki Ageng Branjang. Andika berani menantangku?"
Serial Silat Tanah Jawa
18 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 "Andika yang datang ke sini mencari permusuhan, bukan kami!"
"Kalau begitu, hayo majulah dan siapa pun boleh melawan aku! Ha-ha, Ki Ageng Branjang, hendak kulihat sampai di mana kemampuanmu maka andika berani membuka perguruan silat di sini. Majulah, dan kalau engkau takut, boleh juga maju mengeroyokku!" tantang Dibyasakti.
"Kita bertanding satu lawan satu. Bersiaplah!" bentak Ki Ageng Branjang dan dia sudah melintangkan tombak pusaka Kyai Jamus.
"Nanti dulu! Harus memakai perjanjian lebih dulu. Kalau aku kalah dalam pertandingan ini, aku akan pergi tanpa banyak cakap lagi. Akan tetapi kalau andika yang kalah, Ki Ageng Branjang, andika harus berjanji akan membantu kami melawan Mataram bersama semua muridmu."
"Tidak sudi! Kalau aku kalah olehmu, andika boleh melakukan apa saja kepadaku, boleh membunuhku, akan tetapi kami tetap tidak sudi membantumu memberontak kepada Mataram!"
kata Ki Ageng Branjang.
"Baiklah, kalau begitu, bersiaplah untuk mampus!" bentak Dibyasakti sambil mencabut keris pusakanya yang bernama Keris Pusaka Margoleno. Sinar yang menyeramkan tampak ketika keris itu dicabut.
Pada saat kedua orang itu sudah siap untuk saling menyerang dengan senjata pusaka masingmasing, tiba-tiba terdengar seruan suara wanita yang nyaring, "Tahan dulu!"
Semua orang terkejut dan menoleh. Ki Ageng Branjang juga mundur dan mengangkat muka memandang. Seorang gadis berlari cepat ke arah tempat itu, diikuti seorang pemuda. Setelah mereka datang dekat, Ki Ageng Branjang berseru, girang dan juga heran,
"Muryani...!"
"Bapa guru...!" Muryani menghampiri lalu menyembah. Kemudian ia berbalik menghadapi Dibyasakti dan berkata, "Bapa guru, apakah kadal ini mengganggu bapa guru" Biarkan saya yang akan menghajarnya!"
Semua orang terkejut mendengar gadis itu memaki kadal kepada senopati muda dari Arisbaya yang digdaya itu.
"Muryani, aku girang engkau datang. Aku sudah merasa kangen kepadamu, nak. Akan tetapi minggirlah dulu, biar kuhadapi dulu orang Arisbaya yang datang mencari keributan ini. Dia bukan lawanmu, Muryani."
"Tidak, bapa guru. Membunuh seekor cacing tanah, mengapa harus menggunakan pedang"
Cukup diinjak saja akan mampus! Menghadapi kadal macam ini tidak perlu bapa guru sendiri yang Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 maju. Untuk apa bapa mempunyai murid-murid" Biar saya mewakili bapa menghajarnya!" kata pula Muryani dengan sikap gagah.
Sejak tadi Dibyasakti memandang dan terpesona. Dia memang seorang yang mata keranjang.
Matanya berminyak dan haus kalau melihat wanita cantik. Kemunculan Muryani membuat jantungnya berdebar dan berahinya naik ke ubun-ubun. Mendengar mulut yang manis itu mengeluarkan ucapan-ucapan yang memaki, memandang rendah dan menghinanya, dia tidak marah malah tertawa bergelak, memuntir kumisnya dan menyimpan kembali keris pusakanya.
"Ha-ha-ha, kiranya perguruan Bromo Dadali mempunyai murid yang begini denok ayu, begini manis merak ati! Engkau hendak mewakili gurumu melawanku, juwita" Bagus, majulah agar dapat kutangkap, kurangkul dan kudekap. Aku sudah rindu untuk menciumi niukamu yang jelita itu!"
Mendengar ucapan ini, beberapa orang murid pria Bromo Dadali menjadi marah sekali.
Mereka ini merasa malu kalau membiarkan Muryani sebagai murid perempuan mewakili guru mereka. Bagaimanapun juga mereka adalah murid laki laki dan tentu saja lebih tangguh dibandingkan Muryani. Kalau Muryani saja begitu gagah berani membela guru dan perguruannya, mengapa mereka tidak" Seorang di antara mereka, yang bertubuh tinggi besar dan tampak kuat, bertenaga besar segera melompat ke depan Muryani, membelakangi gadis itu dan menghadapi Dibyasakti.
"Dibyasakti, laki-laki macam apa engkau ini, bisanya hanya menghina seorang wanita! Adik Muryani bukan lawanmu, akulah lawanmu. Sambut ini, hyaaaaattt"..!" Dia sudah menerjang dengan pukulan tangan kanan, cepat dan kuat sekali serangannya itu. Melihat seorang kakak seperguruan mendahuluinya, terpaksa Muryani melangkah mundur di samping gurunya dan menonton pertandingan antara murid Bromo Dadali melawan Dibyasakti itu.
Senopati muda putera Ki Harya Baka Wulung itu menyeringai dan menggerakkan tangan kirinya menangkis dari dalam.
"Dukkk...!" Pukulan yang tertangkis itu terpental dan Dibyasakti menggerakkan tangan kanan menampar ke arah muka lawan. Akan tetapi murid Bromo Dadali itupun dapat mengelak dengan cepat walaupun tubuhnya agak goyah oleh tangkisan yang terasa amat kuat itu. Segera terjadi perkelahian tangan kosong yang hebat.
"Hmmm, dia tangguh sekali. Bukan lawanmu, Muryani. Jangan maju agar tidak sampai terhina olehnya," kata Ki Ageng Branjang dan guru ini merasa prihatin karena dari pertandingan itu saja dia dapat melihat betapa tingkat muridnya jauh kalah tinggi, juga muridnya kalah jauh Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 dalam hal kekuatan tenaga dalam. Dugaannya benar karena setelah lima enam gebrakan, tiba-tiba Dibyasakti membentak keras, kakinya yang besar panjang mencuat dan tubuh murid Bromo Dadali itu terlempar dan terbanting ke atas tanah.
"Ha-ha-ha, sebegini sajakah kepandaian murid Bromo Dadali?" Dia lalu memandang kepad?Muryani dan menggerakkan tangan menggapai. "Marilah, manis. Mari kita main-main, aku ingin merasakan kelembutan dan kehangatan tanganmu!"
Muryani sudah hendak maju, akan tetapi seorang murid laki-laki Bromo Dadali yang lain tak dapat menahan kemarahannya. Dia sudah mendahului maju dan langsung menyerang Dibyasakti.
Terjangannya juga hebat karena dia melompat dan langsung mengirim tendangan kilat ke arah dada lawan. Serangan itu merupakan sebuah tendangan terbang yang dalam ilmu silat perguruan mereka disebut jurus Dadali (Walet) Mencengkeram Ranting. Kedua tangan dikembangkan ketika melompat dan kedua kaki menghantam ke arah dada lawan.
Akan tetapi Dibyasakti tidak menjadi gugup menghadapi serangan dahsyat ini. Kakinya bergeser ke kiri, tubuhnya diputar dan kedua tangannya membuat gerakan memotong dari samping dengan pengerahan tenaga saktinya.
"Wuuuttt... krekkk...!" Kedua tulang kering kaki itu dihantam kedua tangan miring Dibyasakti dan murid Bromo Dadali itu terpelanting roboh, tidak mampu bangkit lagi karena kedua tulang kakinya patah! Para rekannya lalu menolongnya dan menggotongnya keluar dari arena pertandingan.
Murid ketiga hendak maju, akan tetapi Ki Ageng Branjang yang maklum bahwa para muridnya tidak akan ada yang mampu menandingi Dibyasakti dan dia tidak ingin melihat murid-muridnya berjatuhan dan cidera, membentak, "Semua diam di tempat! Tidak boleh ada yang maju!"
Para murid, betapa marah dan penasaranpun, tidak berani bergerak. Akan tetapi Muryani memegang lengan gurunya dan berkata, "Bapa guru, perkenankan saya mewakili bapa guru. Tidak sepatutnya bapa turun tangan sendiri menghadapi kadal buduk maca m ini!"
Ketika memegang pergelangan tangan kanan gurunya, Muryani sengaja mengerahkan tenaga saktinya. Ki Ageng Branjang terkejut bukan main ketika merasa betapa telapak tangan yang lembut dan hangat itu tiba-tiba mengeluarkan hawa yang luar biasa kuatnya. Sebentar ada hawa .
panas membara kemudian tiba-tib berubah menjadi dingin membeku, lalu panas lagi. Dia mencoba untuk mengerahkan tenaga saktinya melawan tenaga aneh itu, akan tetapi merasa betapa Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 tenaga saktinya tertolak balik. Jelas bahwa Muryani memiliki tenaga sakti yang amat aneh dan jauh lebih kuat daripada tenaga saktinya sendiri. Dia memandang heran kepada muridnya yang cantik itu dan Muryani memberi isyarat dengan kedipan mata penuh arti. Ki Ageng Branjang mengangguk, mengerti bahwa muridnya ini sekarang telah menjadi seorang yang sakti mandraguna!
"Baiklah, Muryani, engkau boleh maju mewakili aku untuk menandingi Dibyasakti, akan tetapi berhati-hatilah dan jangan membikin malu perguruan Bromo Dadali!" kata Ki Ageng Branjang dengan suara lantang karena merasa gembira. Tadinya dia sudah merasa prihatin bahkan putus asa karena dia dapat menilai bahwa tingkat kepandaiannya sendiri besar kemungkinannya tidak akan mampu menandingi kedigdayaan Dibyasakti. Kini kemunculan muridnya yang terkasih itu, yang kini datang membawa kepandaian yang luar biasa, agaknya akan mampu
mempertahankan kehormatan perguruan Bromo Dadali!
"Jangan khawatir, bapa."
Beberapa orang murid utama Bromo Dadali maju dan menyatakan keberatan mereka, "Akan tetapi, bapa guru! Bagaimana adi Muryani diharuskan melawan dia" Biarlah kami yang menjadi korban, bukan murid perempuan!"
"Para kadang sepuh (saudara tua) seperguruan!" kata Muryani. "Kuharap andika sekalian tidak khawatir. Aku merasa yakin akan dapat menghajar kadal busuk ini. Kalau dia tidak dihajar, maka dia akan menganggap Bromo Dadali perguruan yang lemah. Minggir dan silakan nonton saja."
Kemudian ia maju mendekati Dibyasakti dan menudirigkan telunjuk tangan kirinya ke arah hidung senopati muda itu.
"Heh, kamu kadal monyet anjing celeng buruk! Hayo maju kalau memang kamu berani, jangan hanya menggonggong seperti anjing budukan! Eh, kakangmas Satya, harap jangan ikut campur. Engkau nonton saja, nanti kuperkenalkan kepada bapa guru dan saudara-saudara seperguruanku!"
Satyabrata tersenyum, mengangguk dan berdiri di tepi lingkaran yang menjadi arena pertandingan itu. Betapapun juga, diam-diam dia siap melindungi gadis yang dicintanya. Akan tetapi juga hatinya merasa gelisah. Tadi dia mendengar bahwa orang muda gagah itu adalah Raden Dibyasakti, selain menjadi senopati muda Arisbaya juga putera Ki Harya Baka Wulung! Padahal saat ini Arisbaya dan seluruh Pulau Madura sedang bersiap-siap perang melawan Mataram. Tentu saja pihak Kumpeni Belanda diam-diam mendukung siapa saja yang bermusuhan dengan Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 Mataram. Dengan sendirinya sebagai orang Kumpeni dia condong berpihak Dibyasakti. Kalau saja di situ tidak ada Muryani, sudah pasti dia akan membantu Dibyasakti menghadapi perguruan Bromo Dadali yang tidak mau diajak bekerja sama menentang Mataram. Akan tetapi saat itu, Dibyasakti berhadapan dengan Muryani sebagai lawan. Tentu saja dia tidak mau menentang gadis yang membuatnya tergila-gila dan yang benar-benar telah merebut hatinya itu. Maka diapun hanya berdiri menonton dengan hati bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Sementara itu, betapapun cantik jelitanya gadis itu, namun kata-kata yang keluar dari mulutnya terlampau menghina, maki-makiannya terlalu merendahkan dirinya, padahal maki-makian itu diucapkan di depan banyak orang, maka tentu saja wajah Dibyasakti menjadi merah padam dan bulu kumisnya seolah bangkit berdiri. Hatinya menjadi panas sekali.
"Perawan liar! Akan kutelanjangi kau, akan kupermalukan kau, akan kuhina kau sampai menyembah-nyembah di depan kakiku!" bentaknya.
"Hi-hik, apa katamu" Kau berani" Kau bisa" Rupamu macam begitu, seperti anjing banyak menggonggong tidak akan menggigit. Coba berani menggigit, tumit kakiku tentu akan rnerontokkan gigimu yang besar-besar itu!" Muryani sengaja mengejek untuk membuat lawan lebih marah lagi. Dari gurunya yang kedua, Nyi Rukmo Petak, ia pernah diberi tahu bahwa kemarahan yang besar amat mengurangi kewaspadaan. Maka, kalau ia dapat membuat lawan marah, maka dapat dikatakan bahwa kekuatan lawan sudah berkurang dan kewaspadaannyapun menjadi lengah. Ia tadi juga melihat bahwa lawan ini sesungguhnya seorang yang sakti dan ia sama sekali tidak berani memandang remeh. Kalau ia bersikap seolah meremehkan dan memandang rendah, itu hanya siasat gadis cerdik ini untuk membuat Dibyasakti diguncang kemarahannya sendiri. Dan hasilnya memang baik. Senopati muda yang belum pernah ada yang berani menghinanya itu, sekali ini merasa dihina dan direndahkan sehingga dia marah sekali. Matanya mendelik, napasnya mendesis dan ketika dia mengepal kedua tangan sambil mengerahkan tenaga, terdengar bunyi berkerotokan dari buku-buku jari tangannya. Semua murid perguruan Bromo Dadali memandang dengan hati tegang bercampur gelisah. Mereka merasa gentar dan khawatir akan nasib Muryani yang harus melawan raksasa muda sedahsyat itu. Bahkan Ki Ageng Branjang juga mulai menyesal mengapa dia membolehkan murid perempuannya itu menandingi Dibyasakti.
Kalau dia yang maju dengan tombak pusakanya, biarpun belum tentu menang, setidaknya ilmu tombaknya tentu akan mampu mengadakan perlawanan yang cukup gigih. Pula, dia tidak akan menyesal seandainya dia tewas mempertahankan kehormatan Bromo Dadali. Akan tetapi Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 16 Muryani" Kasihan kalau sampai gadis itu menjadi korban, apalagi ancaman Dibyasakti tadi sungguh mengerikan. Gadis itu akan dipermalukan dan diperhina yang bagi seorang gadis tentu saja lebih hebat daripada kematian! Akan tetapi dia tidak dapat melakukan apapun untuk mencegah pertandingan yang sudah akan dimulai itu.
"Perawan liar don sombong, bersiaplah engkau!" Dibyasakti membentak marah, kedua kakinya dipentang lebar dan kedua tangannya dikepal di kedua sisi tubuhnya.
(Bersambung jilid XVII.)
Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 SERULING GADING
Jilid 17 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XVII "BOCAH kementus! Aku sudah siap dari
tadi! Majulah!" kata Muryani dan iapun memasang
kuda-kuda kembangan. Kedua kakinya berjingkat,
tubuh agak bungkuk dan kedua lengan dikembang-
kan, sikapnya seperti seekor burung hendak
terbang. Inilah pernbukaan ilmu silat perguruan
Bromo Dadali yang dikenal semua murid yang
berada di situ, yaitu yang disebut jurus Dadali Anglayang (Walet Melayang)! Gerakannya dernikian luwes dan manis, namun gagah juga. Apalagi Muryani seperti mengejek, mulutnya tersenyum manis, matanya mengerling ke arah lawan karena kepalanya dimiringkan seperti kepala burung walet yang memandang dari angkasa!
Melihat gerakan pembukaan yang dianggapnya lemah itu, Dibyasakti lalu membuat gerakan dengan kedua tangannya.
"Sambut ini! Hyaaaaahhhh!!" Kedua tangan itu seperti dua ekor kepala ular, dibuka dan mencengkeram ke arah dada Muryani. Semua orang terkejut dan juga marah karena serangan pertama ini saja sudah menunjukkan betapa kurang ajar dan tidak sopannya pemuda raksasa itu, karena kedua tangan itu jelas dipergunakan untuk mencengkeram ke arah sepasang buah dada gadis itu!
"Hmmm, gerakan lambat seperti kura-kura!" Muryani mengejek dan dengan mudah saja ia mengelak ke samping. Gerakannya amat tangkas dan cepat sehingga tahu-tahu tubuhnya sudah berada di sebelah kiri Dibyasakti dan sebelum raksasa muda itu memutar tubuhnya, Muryani sudah membuat gerakan cepat sehingga kini ia berada di belakang tubuh lawan. Tangan kanannya dengan jari terbuka kini menghantam ke arah punggung yang lebar dan tebal itu.
Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 Dibyasakti tertawa mengejek. Tubuhnya memiliki kekebalan, apalagi di bagian dada dan punggung. Apalagi hanya tamparan tangan lembut seorang gadis rupawan, bahkan bacokan senjata tajam pun tidak akan dapat melukai kulitnya. Andaikata Muryani menyerangnya dengan senjata tajam, tentu dia akan menangkis atau mengelak karena walaupun punggungnya yang diserang tidak akan terluka, namun bajunya tentu robek. Akan tetapi kalau hanya dipukul tangan kosong, biar pemukulnya seorang laki-laki bertenaga gajah sekalipun, dia akan sanggup menerimanya. Pula, di samping hendak mengejek, diapun hendak memamerkan kekebalannya kepada gadis itu dan para murid Bromo Dadali.
"Terima kasih sebelumnya atas pijatan tanganmu yang lembut dan lunak seperti gudir (agar-agar)! Heh-heh!" Dia mengejek lalu mengerahkan aji kekebalannya menerima pukulan telapak tangan kanan Muryani.
"Wuuuttt". plakk!" Telapak tangan kanan Muryani bertemu dengan punggung yang dilindungi baju dari kain tebal itu.
"Ha-ha-ha" heh-heh-heh". aduuhhh" adduhhh".!" semua orang terbelalak keheranan.
Pemuda raksasa yang tadinya tertawa itu tiba-tiba berjingkrak-jingkrak dan menepuk-nepuk ke arah punggung. Di punggungnya, tampak baju itu terdapat tanda hangus dan berlubang dengan cap lima jari tangan!
"Aduuhhh.... panas...!" Dibyasakti maklum bahwa lawan menggunakan tenaga sakti yang amat panas dan ampuh. Dia cepat mengerahkan tenaga saktinya untuk melawan sehingga rasa panas itu berangsur hilang. Akan tetapi baju di punggungnya sudah berlubang dengan cap tangan. Dibyasakti menyesali diri sendiri. Dia terlalu memandang rendah lawannya. Sama sekali tidak pernah dia mengira bahwa gadis itu memiliki tenaga sakti panas yang demikian ampuhnya.
Dia tahu bahwa perguruan itu memang memiliki aji pukulan yang disebut Aji Bromo Latu dan berhawa panas, akan tetapi pukulan macam itu yang dilakukan para murid perguruan itu sebelumnya tidaklah seberapa kuat. Akan tetapi pukulan gadis ini benar-benar dahsyat dan dia menjadi lengah, termakan kesombongannya sendiri. Kini dia tahu bahwa dia harus menghadapi gadis ini dengan sungguh-sungguh karena ternyata lawannya sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Sementara itu, para murid Bromo Dadali juga terkejut dan heran. Mereka tahu bahwa raksasa muda itu kebal dan sakti, akan tetapi mengapa pukulan yang tidak keras dari Muryani tadi membuat bajunya berlubang dan raksasa muda itu mengaduh kepanasan" Ki Ageng Branjang sendiri juga heran. Jelas bahwa Muryani menggunakan Aji Bromo Latu, akan tetapi tak Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 disangkanya sedemikian hebat kekuatan aji tersebut.
"Keparat, engkau tidak bisa dikasih hati!" bentak Dibyasakti marah dan melotot memandang kepada gadis itu.
"Huh, siapa sudi mendapatkan hatimu yang kotor dan busuk itu" Diberi cuma-cuma pun aku tidak sudi!" Muryani berkata sambil mengernyitkan hidung seolah-olah mencium bau busuk.
Mendengar ini dan melihat sikap Muryani yang begitu tabah mempermainkan lawan, para murid Bromo Dadali mulai berkurang kekhawatiran mereka, bahkan sudah ada beberapa orang yang mengeluarkan suara tawa lirih karena geli hatinya. Mendengar ucapan gadis itu yang disusul ketawa cekikikan di sana-sini, hati Dibyasakti menjadi semakin panas.
"Perempuan sombong, bersiaplah menghadapi kematianmu!" bentaknya dan kini tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang dan sekali ini dia menyerang cepat disertai tenaga dalam dan dia tidak menyerang seperti tadi untuk mempermainkan, melainkan menyerang dengan maksud membunuh!
Tahu bahwa musuhnya mulai menyerang sungguh-sungguh dan sedang dilanda kemarahan besar, Muryani tidak berani main-main lagi. Ia pun cepat mengerahkan Aji Kluwung Sakti, yaitu ilmu meringankan tubuh untuk dapat bergerak cepat sekali dan dengan amat mudahnya ia mengelak dari serangan Dibyasakti yang bertubi-tubi. Raksasa muda itu merasa penasaran dan marah sekali. Dia tidak ingin memberi kesempatan kepada lawan untuk membalas, serangannya susul-menyusul, bertubi-tubi dan yang menjadi sasaran adalah bagian-bagian tubuh yang berbahaya dan kalau terkena pukulan dapat mematikan. Namun, gerakan Muryani amat lincahnya, tubuhnya tidak tampak jelas, bagaikan telah berubah menjadi bayang-bayang dan semua pukulan dan tendangan yang dilontarkan Dibyasakti bagaikan mengenai bayang-bayang saja, tidak ada bekasnya!
Tentu saja Dibyasakti terkejut bukan main. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa di tempat ini dia akan bertemu tanding sedemikian hebatnya, apalagi lawannya itu hanya seorang gadis muda! Ki Ageng Branjang juga tertegun dan dia mengangguk-angguk. Pantas saja Muryani berani bersikap demikian meremehkan lawan. Kiranya gadis itu memang telah menjadi seorang yang sakti mandraguna! Memang gadis itu masih mempergunakan gerakan ilmu silat perguruan Bromo Dadali, akan tetapi kecepatan gerakannya itu jelas merupakar aji kesaktian yang lain, yang aneh dan hebat sekali. Dan pukulannya yang mengakibatkan baju di punggung lawan tadi hangus, biarpun itu merupakan Aji Bromo Latu, namun memiliki kekuatan yang luar biasa, jauh Serial Silat Tanah Jawa
3

Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 melampaui tingkat kekuatannya sendiri. Gadis itu sudah pasti telah mempelajari aji kesaktian dari orang lain selama lima tahun ini."
Kini para murid Bromo Dadali mulai percaya bahwa Muryani mampu menandingi
Dibyasakti. Merekapun melihat betapa tubuh gadis itu berubah menjadi bayang-bayang yang berkelebatan di seputar lawannya dan mulailah mereka bertepuk dan bersorak. Sebaliknya, dua losin anak buah Dibyasakti mulai gelisah. Mereka juga bukan orang bodoh dan melihat betapa pemimpin mereka bertemu tanding yang sakti. Mereka tidak berani bergerak, pertama karena tidak ada perintah Dibyasakti, kedua karena kini semua anak buah Bromo Dadali sudah berkumpul dan jumlahnya dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah mereka. Mereka semua sudah turun dari atas kuda, hanya menonton sambil memegang kendali kuda masing-masing.
Dibyasakti menjadi semakin penasaran dan marah. Dia sudah mengerahkan seluruh kemampuannya, menyerang dengan ganas, dahsyat dan setiap pukulannya mematikan, namun gadis itu selalu dapat menghindarkan diri, bahkan kadang menangkis dari samping dan dia mendapat kenyataan mengejutkan betapa berat dan kuat lengan putih halus mulus kecil yang menangkisnya itu. Beberapa kali tamparan tangan Muryani mengenai pundaknya, bahkan satu kali mengenai dadanya, namun Dibyasakti kini sudah siap siaga dan mengerahkan seluruh tenaga sakti melindungi tubuhnya dengan aji kekebalan sehingga tamparan itu tidak merobohkannya, hanya membuatnya terhuyung sedikit. Kemarahannya kini memuncak.
"Haiiiiiittt.... pecah kepalamu!" Dia membentak nyaring dan kepalan tangannya sudah menyambar bagaikan kilat ke arah kepala gadis itu. Bayang-bayang lincah itu berkelebat dan tahu-tahu lenyap dari depan Dibyasakti. Raksasa muda itu, terkejut bukan main, namun dia cukup cerdik untuk dapat menduga bahwa gadis itu tentu telah menyelinap ke belakangnya, maka cepat tubuhnya membalik, kakinya mencuat mengirim tendangan yang dahsyat sekali.
Akan tetapi Muryani telah siap siaga. Dengan miringkan tubuh, kaki yang menendang itu lewat di samping tubuhnya dan selagi kaki itu menyambar ke atas, ia cepat menggunakan tangan kanan menyambar tumit kaki yang besar itu dan mengerahkan tenaganya mendorong ke atas.
"Heiiiiitt....!" bentak Muryani dan tak dapat dipertahankan lagi, tubuh Dibyasakti yang terdorong oleh kekuatan tendangannya sendiri ditambah dorongan tangan Muryani, melayang ke atas dan ke belakang! Masih untung pemuda raksasa ini memang tangkas dan digdaya.
Biarpun tubuhnya terlempar ke atas, ketika turun dia dapat membuat salto jungkir balik sehingga dia tidak sampai terbanting jatuh, walaupun kedua kakinya hinggap di atas tanah Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang. Melihat ini, semua orang bersorak dan bertepuk tangan. Ki Ageng Branjang juga tersenyum penuh kagum dan gembira melihat kemenangan muridnya.
Bukan Raden Dibyasakti putera tunggal Ki Harya Baka Wulung kalau dia menerima kalah begitu saja. Tidak, dia sama sekali tidak merasa kalah. Dia tadi hanya mempergunakan ilmu silat biasa saja usahanya membunuh gadis yang telah menghinanya itu. Dia masih belum mempergunakan aji pamungkasnya yang paling hebat dan ampuh karena aji-aji ini biasanya hanya dia keluarkan kalau dia menghadapi lawan yang sakti mandraguna. Sekarang ternyata gadis itu benar-benar tangguh maka terpaksa dia harus mengeluarkan aji-aji pamungkasnya.
Tiba-tiba mulut Dibyasakti berkemak-kemik membaca mantera, kemudian dia menekuk kedua lututnya sehingga tubuhnya merendah hampir berjongkok, sikapnya seperti seekor katak raksasa, dari dalam perutnya terdengar bunyi kok-kok-kok dan tiba-tiba dia menyalurkan semua tenaga dari bawah pusar melalui kedua lengannya lalu mendorong ke arah Muryani dengan kedua telapak tangan terbuka. Hawa yang amat dahsyat keluar dari kedua telapak tangan itu menyambar ke arah lawan. Inilah Aji Cantuka Sakti (Katak Sakti) yang merupakan satu di antara pukulan jarak jauh yang diandalkan oleh Ki Harya Baka Wulung dan yang hanya diajarkan kepada puteranya.
Muryani sudah waspada. Gadis perkasa ini sudah mendapat banyak pelajaran dari mendiang Nyi Rukmo Petak. Ia mengenal aji dahsyat yang dipergunakan lawan untuk menyerangnya dari jarak jauh. Maka cepat tubuhnya sudah melesat ke atas dan sebaliknya kini gadis itu menyerangnya dengan aji pukulan jarak jauh yang tidak kalah dahsyatnya, menyambar dari atas bagaikan halilintar! Cepat diapun mendorongkan kedua tangannya menyambut serangan itu.
"Wuuuuttt". blaaarrrr ....!" Dua tenaga sakti yang dahsyat bertemu di udara dan semua orang merasakan guncangan hebat! Akibat bertemunya dua tenaga dahsyat itu, tubuh Muryani terlontar kembali ke atas. Bagaikan seekor burung walet yang gesit, tubuh itu membuat salto, berjungkir balik sampai lima kali baru turun ke atas tanah dengan tegak. Hanya mukanya saja menjadi agak pucat namun mulutnya tersenyum. Sebaliknya, Dibyasakti tidak terdorong mundur karena tenaga lawan tadi menyerangnya dari atas. Dia dapat menyambut dan mendorong lawan terlontar ke atas, akan tetapi dia sendiri terhimpit dan untuk mempertahankan diri, kedua kakinya sampai tertekan masuk ke dalam tanah sebatas lutut! Mukanya juga menjadi pucat, akan tetapi dia cepat mencabut kedua kakinya dan sudah berdiri lagi berhadapan dengan Muryani Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 yang menatapnya dengan senyum mengcjek.
"Heh, kodok buduk, apalagi ilmumu selain ilmu kodok budukan tadi" Keluarkan, semua kebisaanmu kalau engkau masih berani!" ejek Muryani dan semua murid Bromo Dadali tertawa lega dan gembira bahkan tetapi diam-diam mereka keheranan dan kagum bukan main.
Bagaimana murid muda guru mereka itu kini dapat menjadi seorang yang demikian sakti mandraguna"
Diejek demikian, Dibyasakti menjadi nekat. Kini dia tahu bahwa gadis itu benar-benar sakti mandraguna, mampu menandingi Aji Cantuka Sakti yang selama ini jarang menemukan tandingan. Dia menjadi nekat. Dia menggosok-gosok ketika telapak tangannya dan membaca mantra. Dia hendak menggunakan aji pamungkas yang terakhir dan yang paling hebat, aji pukulan yang bukan hanya mengandalkan tenaga sakti, akan tetapi juga didukung kekuatan sihir yang ampuh, yaitu Aji Kukus Langking (Ilmu Asap Hitam). Perlahan-lahan, ketika dia menggosok-gosok kedua telapak tangannya, tampak asap hitam mulai mengepul dari kedua telapak tangannya itu.
Pada saat itu, tiba-tiba saja tampak sinar terang dan ketika semua murid menengok, mereka melihat betapa bagian belakang rumah induk perguruan mereka telah berkobar dimakan api!
"Kebakaran! Kebakaran....!!" Semua orang berteriak dan para murid Bromo Dadali berlari-lari menuju ke tempat kebakaran untuk memadamkan api sebelum menjalar lebih luas.
Pada saat itu, Dibyasakti yang sudah mengerahkan tenaga Kukus Langking, sudah menyerang dan mendorongkan kedua, telapak tangan yang mengeluarkan asap hitam tebal ke arah Muryani. Gadis inipun maklum akan hebatnya aji lawannya. Dengan mengandalkan kecepatan gerakannya, tubuhnya berkelebat lenyap dan ia sudah mendahului serangan asap hitam tebal itu dan menyusup sampai ke sebelah kanan lawan, kemudian ia sudah menyerang dengan cengkeraman kedua tangannya yang membentuk cakar menyambar ke arah leher dan perut!
Bukan main kagetnya Dibyasakti. Sebelum serangannya mengenai lawan tahu-tahu
lawannya telah berada di samping kanannya dan menyerang dengan cengkeraman yang amat ganas itu. Dia mencium bau amis dan wangi yang aneh keluar dari kedua tangan gadis itu.
Dengan hati panik dia tahu bahwa cengkeraman itu mengandung hawa beracun yang amat berbahaya, maka dia cepat membuang diri ke kiri untuk mengelak.
"Brettt".. breeettt !" Sarung dan baju Dibyasakti tiba-tiba terobek dan tertepas dari tubuh-Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 nya sehingga tubuhnya kini hanya memakai sebuah celana hitam setinggi lutut saja. Bukan hanya itu, juga pundaknya tergores kuku. Hanya lecet sedikit, akan tetapi rasa panas dan gatal membakar bagian yang tergores itu, tanda bahwa luka kecil itu keracunan. Hal ini tidak aneh karena tadi Muryani telah mempergunakan Aji Wiso Sarpo (Racun Ular), sebuah aji pukulan yang amat ganas yang ia pelajari dari mendiang Ny Rukmo Petak!
"Huh, kamu telanjang" Manusia tak tahu malu, menjijikkan!" ejek Muryani.
"Kebakaran...! Hayo semua membantu, padamkan api". !" terdengar suara Ki Ageng Branjang. Mendengar ini, Muryani menengok dan ia melihat betapa api berkobar memakan bagian belakang rumah gurunya. Melihat ini, Muryani khawati kalau-kalau ada musuh yang melakukan pembakaran di sana dan mengancam keselamatan para warga, maka iapun segera melompat, meninggalkan Dibyasakti menuju ke belakang rumah yang terbakar.
Sementara itu, Dibyasakti berdiri dengan muka pucat. Dia kebingungan, masih terkejut karena pakaiannya terobek dan terlepas dari tubuhnya dan pundaknya tergores kuku beracun.
Pada saat itu, dia melihat gadis itu dan semua murid Bromo Dadali sudah lari rneninggalkan dia untuk memadamkan kebakaran. Tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan. Pemuda itu menyergapnya. Dibyasakti hendak melawan, akan tetapi tiba-tiba pemuda itu telah menangkap kedua lengannya dan sekali dorong, tubuhnya sudah terlempar dan tepat jatuh terduduk di atas punggung kudanya yang kendalinya dipegang seorang anak buahnya.
"Andika tidak menggunakan kesempatan ini pergi secepatnya dari sini, mau tunggu kapan lagi?" kata pemuda tampan itu dan ketika Dibyasakti bertemu pandang dengannya, senopati muda itu, terkejut dan merasa ngeri karena sinar mata pemuda itu bagaikan mengandung api yang membakarnya! Dia lalu memberi aba-aba pendek kepada anak buahnya.
"Kita pergi!" Lalu dia mengeprak kudanya dan melarikan kudanya cepat-cepat meninggalkan tempat itu, diikuti oleh dua losin anak buahnya!
Muryani membantu gurunya dan para murid Bromo Dadali yang berusaha memadamkan api yang membakar bagian belakang bangunan itu. Semua orang bertanya-tanya apa yang menyebabkan kebakaran itu sambil berusaha memadamkan api dengan menggunakan air yang disiramkan ke arah kobaran api yang mengancam ke arah bangunan tengah. Tiba-tiba Muryani teringat akan Satyabrata dan selagi ia hendak bertanya-tanya ke mana perginya temannya itu, tiba-tiba semua orang terkejut melihat sesosok bayangan orang melompat naik ke atas wuwungan rumah bagian tengah, dekat tempat yang sedang terbakar.
Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 "Kakangmas Satyabrata".!" Muryani berseru ketika mengenal orang itu. Satyabrata melambaikan tangan kepadanya, lalu pemuda itu mulai menggunakan kaki dan tangannya untuk membongkar bagian bangunan yang terdekat dengan tempat kebakaran. Tembok-tembok dia runtuhkan dengan tendangan kakinya. Semua orang memandang dengan mata terbelalak kagum.
Betapa kuatnya kaki tangan pemuda itu, meruntuhkan tembok dan melemparlemparkan balok kayu yang besar dijauhkannya dari api. Reruntuhan tembok itu menimpa kobaran api dan ini banyak menolong. Kobaran api yang ditimbuni reruntuhan tembok itu makin mengecil sehingga ketika para murid Bromo Dadali menyiramkan air, kebakaran itu tak lama kemudian dapat dipadamkan. Semua orang bersorak gembira dan juga kagum ketika Satyabrata dengan gerakan indah melompat turun dari atas atap rumah.
Ki Ageng Branjang dan Muryani cepat menghampiri Satyabrata dan Muryani memperkenalkan pemuda itu kepada gurunya, "Bapa guru, ini adalah sahabat saya bernama Satyabrata yang sudah berkali-kali menolong saya."
Ki Ageng Branjang memandang kepada pemuda itu dan Satyabrata cepat memberi hormat dengan sembah di depan dada. "Maafkan kalau kedatangan saya ini mengganggu, paman."
Ki Ageng Branjang memandang tajam. Dia terkejut melihat sinar mata yang mencorong itu dan dia yang berpengalaman luas melihat ketidakwajaran, seolah sikap hormat dan merendah pemuda itu berlebihan. Akan tetapi pemuda itu sahabat Muryani dan tadi telah membantu secara luar biasa sehingga kebakaran itu dapat mudah dipadamkan, maka diapun berkata dengan ramah. "Anakmas Satyabrata, andika sama sekali tidak mengganggu, bahkan menolong kami memadamkan kebakaran tadi. Terima kasih, anakmas. Marilah kita ajak anakmas Satyabrata masuk dan bicara di dalam, Muryani. Banyak sekali yang harus kauceritakan kepadaku semenjak kita saling berpisah. Mari, silakan, anakmas Satyabrata."
Ki Ageng Branjang lalu mengajak Muryani dan Satyabrata untuk masuk keruangan dalam dan setelah Muryani menjumpai keluarga Ki Ageng Branjang dan Satyabrata diperkenalkan kepada mereka. Ketua Perguruan Bromo Dadali itu lalu mengajak dua orang muda itu bercakap-cakap.
"Nah, sekarang engkau harus menceritakan semua pengalaman sejak engkau meninggalkan Gunung Muria setelah nenekmu meninggal dunia dan engkau diajak pergi oleh ayahmu, Muryani. Kini, lima tahun lebih kemudian, engkau muncul sebagai seorang wanita yang sakti mandraguna! Apa saja yang terjadi denganmu?"
Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 "Cerita saya panjang, bapa. Akan tetapi harap bapa lebih dulu menjelaskan siapakah sebenarnya Dibyasakti yang datang membuat keributan tadi dan mengapa dia memusuhi Bromo Dadali?"
Ki Ageng Branjang menghela napas panjang. "Dia itu senopati muda Kadipaen Arisbaya di Madura dan dia juga putera Ki Harya Baka Wulung, datuk dari Madura yang amat terkenal itu.
Sebetulnya Bromo Dadali tidak mempunyai urusan dengan dia atau dengan Kadipaten Arisbaya, akan tetapi orang kasar itu hendak memaksa agar Bromo Dadali membantu Kadipaten Arisbaya untuk memberontak dan melawan Mataram. Tentu saja kami tidak sudi dan dia lalu menantang."
Muryani tidak begitu tertarik hatinya mendengar tentang urusan pemberontakan terhadap Mataram. Ia tidak mengerti akan hal-hal yang menyangkut kerajaan Mataram dan para kadipaten di daerah-daerah. Mendiang ayahnya tidak pernah bicara tentang hal itu, bahkan gurunya yang kedua, yaitu mendiang Nyi Rukmo Petak, juga tidak meninggalkan pesan tentang hal itu. Nenek itu sebelum meninggal dunia hanya meninggalkan empat pesan atau syarat yang harus dilakukan Muryani sebagai muridnya, yaitu pertama, ia harus merahasiakan keadaan Nyi Rukmo Petak sebagai guru selagi nenek itu masih hidup. Kedua, ia tidak boleh mempergunakan ilmu-ilmunya untuk melakukan kejahatan. Ketiga, ia tidak boleh jatuh cinta kepada laki-laki yang tidak mencintainya dengan tulus, dan keempat, ia harus membantu murid Nyi Rukmo Petak yang lain, yaitu wanita yang bernama Retno Susilo dan suami wanita itu yang bernama Sutejo, membantu suami isteri itu dalam segala hal seperti ia membantu gurunya sendiri. Karena itu, yang menjadi sebab permusuhan antara gurunya dan Dibyasakti tadi tidak menarik hatinya.
"Manusia itu sombong sekali. Sayang tadi aku belum sempat membunuhnya!" katanya dan mendengar ini, Ki Ageng Branjang agak terkejut dan heran. Dahulu, dia mengenal muridnya ini sebagai seorang gadis yang memang lincah dan galak, namun berhati lembut. Akan tetapi, sekarang, ia mengatakan ingin membunuh orang dengan nada suara yang begitu dingin"
Benarkah muridnya itu kini menjadi ganas dan dingin, mudah membunuh orang" "Ini disebabkan kebakaran itu, bapa. Saya menjadi terkejut dan cepat meninggalkan dia untuk membantu memadamkan kebakaran. Akan tetapi siapakah yang melakukan pembakaran itu?"
"Mungkin teman Dibyasakti itu, diajeng Muryani. Tadi aku melihat berkelebatnya bayangan orang. Aku mengejarnya dan dia melarikan diri melalui belakang bangunan ini. Larinya cepat bukan main dan dia menghilang di balik puncak, dalam hutan lebat itu. Karena melihat api Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 berkobar aku lalu kembali dan membantu memadamkan kebakaran. Orang itu mempunyai banyak kawan yang pandai, diajeng."
Ki Ageng Branjang mengangguk-angguk dan memandang kepada dua orang muda itu
dengan kagum. "Sudahlah, aku kira Raden Dibyasakti itu tidak akan berani muncul kembali.
Niatnya hanya hendak mencari kawan untuk membantu Arisbaya menghadapi Mataram, bukan untuk menambah musuh. Bagaimanapun juga, andika berdualah yang telah menyelamatkan Perguruan Bromo Dadali. Sekarang ceritakanlah, Muryani, apa saja yang kaualami sehingga engkau dapat memiliki aji kedigdayaan yang begitu hebat."
Muryani lalu menceritakan semua pengalamannya dengan singkat. Tentang, permusuhan-nya dengan Ki Demang Wiroboyo yang berlarut-larut sehingga akhirnya Wiroboyo dan Darsikun berhasil membunuh ayahnya, yaitu Ki Ronggo Bangak dan melukainya.
"Ah, jadi ayahmu, sasterawan dan seniman yang baik hati itu terbunuh?" sela Ki Ageng Branjang kaget.
Muryani mengangguk. "Benar, bapa. Saya yang hidup sebatang kara lalu mencari Wiroboyo untuk membalas kematian, ayah. Akhirnya saya dapat menemukannya, akan tetapi karena dia dibantu Darsikun, saya malah tertawan oleh mereka dan dalam keadaan yang gawat dan berbahaya itu muncul guru saya yang kedua yang kemudian mengajarkan semua aji kedigdayaannya kepada saya."
"Siapakah nama besar gurumu itu?" tanya Ki Ageng Branjang.
"Mendiang guru saya itu berjuluk Nyi Rukmo Petak. Ia menyelamatkan saya dan memaksa kedua orang itu melarikan diri dan sejak itu saya ikut dengannya, menjadi muridnya selama empat tahun lebih. Pada suatu hari, guru saya meninggal dunia karena usia tua. Saya hidup seorang diri lagi dan merantau. Pertama-tama yang saya usahakan adalah mencari musuh besar saya, yaitu Wiroboyo dan Darsikun. Akhirnya, saya berhasil membunuh Darsikun dan juga si jahanam Wiroboyo, berkat bantuan Kakangmas Satyabrata ini, bapa."
"Wah, bukan main. Kiranya engkau telah bertemu dengan seorang yang sakti mandraguna dan dapat menimba ilmu yang tinggi darinya. Aku ikut merasa gembira, Muryani. Dan andika, anakmas Satyabrata, kalau boleh kami mengetahui, andika dari manakah, siapa orang tua andika dan siapa pula guru andika yang mulia?"
Ditanya demikian, tiba-tiba wajah yang tampan itu menjadi muram, menunduk dan tampak sedih sekali. Ki Ageng Bran jang terkejut dan cepat berkata, "Ah maafkan aku kalau pertanyaan-Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 17 ku tadi membuat andika berduka, anakmas. Bukan maksudku untuk menyinggung perasaanmu..."
"Bapa guru, Kakangmas Satyabrata adalah seorang yang hidup sebatang kara seperti saya, tidak mempunyai keluarga lagi," kata Muryani menerangkan.
"Ahh, maafkan aku kalau begitu, anakmas," kata Ketua Perguruan Bromo Dadali itu.
"Tidak mengapa, paman. Sungguh, pertanyaan paman itu wajar saja, hanya saya yang lemah setiap kali teringat akan diri saya yang sebatang kara ini. Saya berasal dari Cirebon, paman.
Orang tua saya... sudah tidak ada. Adapun guru saya" ah, tadinya saya hanya belajar dengan teman-teman, kemudian"..alhamdullilah... terima kasih kepada Gusti Allah yang memberi berkah kepada saya.... ketika saya bertapa di Pegunungan Careme dalam keadaan hampir mati kelaparan tiba-tiba saya melihat sinar terang keluar dari sebuah guha kecil. Sambil merangkak saya mendatangi guha itu dan di sana saya menemukan kitab-kitab tua yang ternyata mengandung pelajaran aji-aji kanuragan. Saya lalu mempelajarinya dan berlatih dengan tekun selama bertahun-tahun. Setelah selesai baru saya turun gunung, lewat beberapa tahun."
"Wah, Kakangmas Satyabrata, baru sekarang aku mendengar ceritamu yang amat menarik itu!" kata Muryani. "Dan di mana sekarang kitab-kitab itu?"
"Sebelum turun gunung, kitab-kitab yang sudah lapuk dan rusak itu kubakar agar jangan sampai terjatuh ke dalam tangan orang-orang jahat, diajeng," jawab pemuda itu.
"Andika benar, anakmas. Memang sungguh berbahaya sekali kalau kitab-kitab pelajaran aji kesaktian terjatuh ke tangan orang jahat. Akan tetapi, kalau boleh aku bertanya; kitab-kitab itu merupakan peninggalan orang sakti mandraguna yang manakah?"
"Saya tidak tahu jelas, paman. Aka tetapi kalau saya tidak salah duga, mungkin sekali kitab-kitab itu peninggalan mendiang Eyang Sunan Gunung Jati."
"Wah, kalau begitu andika seoran pemuda yang beruntung sekali, anakmas Satyabrata dan aku percaya bahwa andika pasti memiliki kedigdayaan seoran sakti mandraguna."
Pendekar Cacad 8 Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Kuda Binal Kasmaran 1
^