Pencarian

Seruling Gading 13

Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 13


20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 21 orang kekasih atau dua orang suami isteri saja
Mereka dipersilakan duduk kembali. Juga Senopati Poncosakti dipersilakan duduk. Akan tetapi Poncosakti menolak, dan berkata, "Saya masih mempunyai banyak tugas yang harus diselesaikan dan menghadiri persidangan yang akan dibuka oleh Gusti Pangeran. Silakan anakmas berdua bercakap-cakap dan tinggal di Loji Tamu ini, akan tetapi saya amat mengharapkan agar andika berdua besok pagi suka menjadi tamu keluarga kami. Kami ingin mengadakan pesta untuk andika berdua, sebagai penyambutan selamat datang dan ucapan terima kasih kami atas pertolongan andika berdua." Setelah Satyabrata menyanggupinya, dia lalu mengundurkan diri.
Setelah Poncosakti pergi, empat orang itu duduk melingkari meja dan kedua ayah dan anak itu seperti berlomba hendak menghujankan pertanyaan kepada Satyabrata. Akan tetapi sebelum mereka mulai, Satyabrata menoleh kepada Maya Dewi lalu berkata kepada ayah angkatuya.
"Ayah dan Elsye, karena di sini ada Maya Dewi dan ia bukan orang lain, melainkan segolongan sendiri, maka kuharap ayah dan Elsye bicara menggunakan bahasa daerah sehingga ia dapat mengerti dan ikut dalam percakapan."
Melihat sikap Satyabrata yang serius ketika mengucapkan kata-kata ini, Willem Van Huisen mengangguk -dan berkata, "Baiklah, akan tetapi katakan dulu mengapa engkau menganggap Maya Dewi ini sebagai orang segolongan dengan kita."
"Begini, ayah. Maya Dewi ini adalah puteri Resi Koloyitmo dari Parahyangan dan ia adalah seorang yang menerima tugas dari ayahnya untuk memusuhi Mataram dan membantu siapa saja yang menjadi musuh Mataram. Ia sakti mandraguna dan pandai, ayah, maka akan sangat menguntungkan kita kalau ia diberi kepercayaan sebagai seorang telik-sandi kumpeni."
Willem Van Huisen mengangguk-angguk ,dan tersenyum senang. "Baiklah, akan kuusulkan kepada Gubernur Jenderal agar ia diangkat menjadi seorang pimpinan telik-sandi kumpeni.
Bagaimana, Maya Dewi, maukah engkau menjadi seorang mata-mata kumpeni?"
Maya Dewi tersenyum manis. Ia mengangguk dan berkata, "Tentu saja saya mau."
"Nah, anakku Jan, sekarang ceritakanlah apa saja yang kau alami dan ke mana saja engkau pergi selama lima tahun ini," kata Willem.
"Ya, ceritakanlah, Jan. Sampai setengah mati aku menunggu dan merindukanmu. Engkau menghilang selama lima tahun, tanpa kabar sama sekali walaupun ayah telah mendengar bahwa engkau telah menghubungi beberapa orang teliksandi. Kami hanya tahu bahwa engkau masih hidup. Ceritakanlah," kata Elsye.
Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 21 Satyabrata lalu bercerita. Akan tetapi dia tidak ingin menceritakan yang sebenarnya tentang ilmu yang ditemukannya dalam sumur tua di belakang perguruan Jatikusumo di tepi laut Pacitan.
"Ketika mendengar bahwa perguruan Jatikusumo adalah pusat para jagoan yang setia kepada Mataram, aku lalu pergi ke sana untuk melakukan penyelidikan. Aku berhasil menyusup menjadi seorang murid Jatikusumo. Pada suatu hari kebetulan sekali aku menemukan kitab-kitab kuno di guha tepi lautan. Kitab-kitab itu ternyata adalah peninggalan milik Sunan Gunung Jati yang entah bagaimana dapat berada di sana. Selama bertahun-tahun, tanpa diketahui orang lain, aku mempelajari semua ilmu itu."
"Dia menjadi sakti mandraguna karena mempelajari ilmu-ilmu itu!" tambah Maya Dewi.
"Bagus sekali!" puji Willem Van Huisen.
"Kemudian dalam perantauanku menyelidiki keadaan Mataram dan memusuhi mereka yang setia kepada Mataram, aku bertemu dengan Maya Dewi ini dan kami nenjadi sahabat."
"Ya, kulihat kalian menjadi sahabat yang baik sekali, dan serasi, dan kalian dapat menjadi jodoh yang tepat sekali!" kata Elsye.
Maya Dewi terkejut pula mendenga ucapan yang blak-blakan itu, seperti juga Satyabrata.
"Elsye, jangan goda mereka!" kata Willem dan dia berkata kepada putera angkatnya. "Jan, lanjutkan ceritamu. Bagaimana engkau dan Maya Dewi dapat tiba-tiba berada di Kadipaten Surabaya ini."
"Kami berdua mengambil keputusan untuk pergi ke Madura setelah mendengar bahwa Mataram sudah siap menggempur Madura. Kami ingin membantu Madura. Akan, tetapi dalam perjalanan kami bertemu dengan Senopati Poncosakati tadi yang sedang berusaha mengadu domba antara Surabaya dan Mataram."
"Eh, menarik sekali itu! Bagairnana caranya?" tanya Willem.
Satyabrata lalu menceritakan tentang pengubahan pada surat Pangeran Pekik yang ditujukan kepada Sultan Agung dan mendengar ini, Willem van Huisen menjadi senang sekali dan tertawa bergelak "Ha-ha-ha, bagus sekali! Memang berbahaya kalau Mataram bersatu dengan Surabaya."
"Demikianlah, pertemuan dengan Poncosakti itu menimbulkan keinginan dalam hatiku untuk berkunjung kepada Pangeran Pekik dan menawarkan kerja sama. Sama sekali tidak pernah kusangka bahwa di sini aku dapat bertemu dengan ayah dan Elsye," Satyabrata Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 21 mengakhiri ceritanya.
Sehari itu mereka bercakap-cakap dan Willem Van Huisen menceritakan keadaan kumpeni kepada Satyabrata dan bahwa kunjungannya ke Surabaya juga dalam pngka memantau keadaan Surabaya dan perrgolakan sehubungan dengan niat Mataram untuk menyerbu Madura dan Surabaya.
Malam itu Satyabrata dan Maya Dewi bermalam di Loji Tamu, mereka berdua masingmasing mendapatkan sebuah kamar. Ketika hendak berpisah, Elsye berkata dalam bahasa Belanda kepada Satyabrata, "Kunanti engkau malam ini dalam taman."
Maya Dewi yang selalu curiga segera bertanya setelah mereka berpisah dari gadis Belanda itu. "Apa yang ia katakana tadi, akang Satya?"
"Ah, ia hanya mengatakan selamat malam dan sampai jumpa pula besok pagi," jawab pemuda itu.
Biarpun Maya Dewi tidak membantah lagi, namun ia tetap curiga dan setelah memasuki kamar tidurnya dan merebahkan diri, ia tidak segera dapat pulas. Pendengarannya dicurahkan untuk memperhatikan suara dari kamar di sebelah, kamar Satyabrata.
Tak lama kemudian ia mendengar suara gerakan orang. Biarpun langkah itu perlahan, namun pendengarannya yang tajam terlatih dapat menangkapnya. Suara itu datangnya dari samping kamarnya, dari arah taman. Cepat ia menghampiri jendela kamarnya dan dengan hati-hati membuka sedikit daun jendela kamar setelah meniup padam lampu dalam kamarnya. Dan di bawah sinar lampu gantung yang berada dalam taman, ia melihat bayangan orang berjalan memasuki taman. Bayangan Elsye! Maya Dewi mengerutkan alisnya. Mau apa gadis Belanda itu malam-malam memasuki taman" Ia cepat membuka daun jendela dan seperti seekor burung ia melompat keluar jendela tanpa menimbulkan sedikitpun suara. Dari luar ia menutupkan lagi jendela kamarnya kemudian ia menyelinap di dalam bayang-bayang pohon dan bergerak membayangi Elsye yang bergegas memasuki taman.
Taman itu agaknya memang dibangun sebagai pelengkap Loji Tamu, sebuah taman yang cukup indah dan penuh dengan tanaman bunga dan pohon cemara. Di tengah taman terdapat sebuah bangku panjang dan Maya Dewi melihat dua orang duduk di bangku itu. Ia menyelinap mendekati dan mengintai dari balik semak. Alisnya berkerut, hatinya panas melihat bahwa yang duduk di situ adalah Satyabrata dan Elsye. Agaknya Elsye baru datang dan langsung mereka berangkulan, berciuman sambil duduk di atas bangku itu.
Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 21 "Marilah, Elsye, mari ke kamarku....!" Satyaabrata membujuk.
Maya Dewi semakin panas hatinya karena Satyabrata bicara dalam bahasa Belanda yang tidak dimengertinya. Ia hanya melihat Satyabrata bangkit dan mencoba untuk menyeret tangan Elsye, mengajaknya pergi. Elsye juga menjawab dalam bahasa Belanda.
"Jangan, Jan, jangan begitu... kita dak boleh melakukan itu...."
"Akan tetapi, kita saling mencinta Elsye. Aku cinta padamu."
"Akupun cinta padamu, Jan. Akan tetapi, seperti sudah kuceritakan tadi, aku sudah bertunangan dengan seorang lain sudah menjadi calon isteri Piet.... "
(Bersambung jilid XXII)
Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 SERULING GADING
Jilid 22 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XXII SATYABRATA menghentikan ucapan
gadis Belanda itu dengan sebuah ciuman yang
bernafsu. Akan tetapi, setelah membiarkan
dirinya tenggelam sejenak dalam kemesraan
itu, Elsye lalu meronta dan melepaskan
dirinya. "Jan, aku tidak mau. Kalau engkau
memaksa, aku akan lapor kepada papa!"
Satyabrata tidak berani memaksa. Elsye
bukanlah sembarang gadis yang dapat
dijadikan pemuas nafsunya seperti para gadis
yang pernah menjadi korbannya. Akan tetapi diam-diam dia lalu mengerahkan aji pengasihan, mulutnya berkemak-kemik membaca mantera yang pernah dipelajarinya dalam sumur tua.
"Elsye, kekasihku !" Dia berbisik.
"Jan.... ohh.... Jantje....!" Elsye terkulai dalam rangkulan Satyabrata, sepenuhnya terbuai aji pengasihan Mimi-mintuna yang dikerahkan Satyabrata.
Memang pada dasarnya kedua orang muda itu saling mencinta. Sejak remaja mereka sudah bergaul dekat dan cinta dalam hati mereka yang mula-mula merupakan cinta antara saudara, walaup hanya saudara angkat, namun setela menjelang dewasa mereka saling tertarik dan cinta itu menjadi cinta antara pria dan wanita. Akan tetapi Satyabrata lalu pergi mengembara sampai lima tahun 1ebih lamanya. Ketika ditinggal pergi Satyabrata, usia Elsye Van Huisen baru tujuh belas tahun. Sekarang usianya sudah dua puluh dua tahun lebih, sudah dewasa. Karena itu, perpisahannya dengan Satyabrata membuka kesempatan baginya untuk berkenalan dan saling jatuh cinta dengan seorang pemuda lain, seorang pemuda Belanda yang berpangkat letnan dan menjadi pembantu ayahnya, bernama Piet Meijer. Willem Van Huisen menyetujui pilihan puterinya dan mereka telah ditunangkan. Karena itu Elsye tadinya menolak ketika diajak Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 bercumbu oleh Satyabrata. Akan tetapi setelah pemuda itu mempergunakan Aji Pengasihan Mimi-mintuna yang ampuh, Elsye tak berdaya menolak. Mereka saling berangkulan dan berciuman, dan gadis Belanda itupun mandah saja ketika Satyabrata memondongnya dan hendak membawanya pergi dari taman.
Sepasang mata Maya Dewi mengeluarkan sinar berapi ketika ia melihat semua ini. Dapat dibayangkan betapa marah rasa hatinya melihat Satyabrata bercumbu dengan gadis Belanda itu.
Hatinya dibakar cemburu. Bukankah pemuda itu mengaku jatuh cinta kepadanya" Dan diam-diam iapun mulai tertarik dan mencintai Pemuda yang sakti mandraguna dan tampan lembut itu.
Akan tetapi sekarang ia melihat Satyabrata berangkulan dan berciuman dengan Elsye! Ia tidak dapat lagi menahan kemarahan dan cemburunya. Sekali melompat Maya Dewi sudah berdiri menghadang di depan Satyabrata yang berjalan sambil memondong Elsye yang memejamkan kedua matanya sambil 1engannya merangkul leher pemuda itu.
Melihat bayangan berkelebat dan tiba-tiba Maya Dewi berdiri di depannya dengan sepasang mata mencorong marah tu, Satyabrata menjadi terkejut bukan main. Saking kagetnya dia melepaskan pondongannya sehingga Elsye jatuh bedebuk dan gadis ini menjadi sadar, terbebas dari pengaruh aji pengasihan yang tadi menguasai dirinya. Sejenak ia menjadi bingung, lalu teringat akan apa yang ia lakukan bersama Satyabrata. Kini melihat Maya Dewi berdiri di situ, Elsye menjadi malu dan iapun bangkit berdiri dan berlari ke gedung Loji Tamu tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Maya Dewi kini tinggal berdua dengan Satyabrata di tengah taman itu. Mereka berdiri saling berhadapan dan Satyabrata sudah dengan cepat dapat menguasai hatinya. Dia tersenyum dan dengan wajah yang polos dan bersih seolah tidak pernah melakukan sesuatu yang salah, dia menegur. "Maya Dewi! Engkau belum tidur" Kebetulan sekali engkau datang, aku pun tidak dapat tidur dan kita dapat bercakap-cakap di sini. Duduklah," kata Satyabrata sambil menunjuk ke arah bangku.
"Akang Satya! Jangan berpura-pura. Apa yang kau lakukan bersama gadis Belanda itu tadi?"
"Ehh?"" Satyabrata mengembangkan kedua lengannya dan wajahnya membayangkan keheranan seorang yang tidak mempunyai kesalahan apapun. "Apa maksudmu" Apa yang kami lakukan?"
"Ehh"..! Masih bertanya lagi" Kalian saling berangkulan, berciuman, dan engkau memondongnya....!"
Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Tiba-tiba Satyabrata tertawa. "Ha-hati! Engkau cemburu, Maya" Engkau cemburu terhadap adikku sendiri" Ha-ha, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa peluk cium bagi bangsa Belanda adalah hal yang biasa dilakukan kakak beradik" Engkau tahu, aku berpisah dengan adikku itu selama lima tahun lebih. Setelah sekarang kami bertemu, kami menumpahkan kerinduan kami.
Peluk-cium itu adalah tanda cinta kami, Maya, akan tetapi cinta antara kakak dan adiknya. Bagi bangsa Belanda, hal itu adalah biasa dan tidak melanggar kesusilaan karena peluk cium itupun bersih daripada perasaan yang tidak-tidak. Percayalah, Maya, Elsye mencintaku dan aku mencintanya, akan tetapi cintaku terhadap dirinya sungguh berbeda sekali dengan cintaku terhadap dirimu!"
Ucapan penuh semangat menggebu dan terdengar penuh kesungguhan itu menyiram
padam api kemarahan dan kecemburuan di hati Maya Dewi yang biarpun sakti namun sama sekali belum berpengalaman dalam soal cinta mencinta. Tentu saja ia sama sekali tidak mengira bahwa alasan yang dikemukakan Satyabrata tadi bohong. Biarpun bangsa Belanda 1ebih terbuka dalam memperlihatkan kasih sayangnya, namun tentu saja cumbuan seorang kakak terhadap adiknya sama sekali berbeda dengan cumbuan seorang pria terhadap kekasihnya! Akan tetapi tidak mengerti akan hal itu dan ia percaya kepada Satyabrata sehingga Maya Dewi mulai tersenyum, sinar matanya tidak mencorong lagi seperti tadi, melainkan bening dan lembut.
Sebagai pengganti perasaan cemburunya, kini ia merasa iri membayangkan kemesraan yang tadi dilihatnya antara Satyabrata dan Elsye.
"Hemm, begitukah" Apa sih bedanya antara cinta saudara dan cinta kekasih itu, akang?"
tanyanya ingin tahu.
Melihat perubahan sikap gadis itu, Satyabrata mendekat lalu memegang kedua tangan Maya Dewi. "Kalau engkau ngin merasakannya, bolehkan aku membuktikan kasihku kepadamu, Maya?" Kedua tangannya menggenggam erat tangan gadis itu. Dengan muka berubah kemerahan dan senyum menantang namun malu-malu, Maya Dewi mengangguk, jantungnya berdebar kencang karena selama hidupnya belurn pernah ia merasa begini dekat dengan seorang pria. Dekat lahir batinnya yang menimbulkan perasaan mesra. Ia pun mengangguk dan menengadahkan mukanya, siap menerima perlakuan mesra seperti yang dilihatnya tadi didapatkan gadis Belanda itu dari Satyabrata.
Satyabrata tidak menyia-nyiakan ke sempatan itu. Dipeluknya Maya Dewi dengan lembut, lalu diciuminya bibir gadi itu dengan sepenuh perasaan cintanya dengan mesra namun lembut Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 karena dia tidak ingin mengejutkan gadis itu. Pada dasarnya Maya Dewi adalah seorang gadis yang sejak kecil terdidik dan berada dalam lingkungan para hamba nafsu, adalah seorang yang lemah terhadap nafsu-nafsunya sendiri. Oleh karena itu, bagaikan daun kering yang tersentuh api yang dinyalakan Satyabrata, ia segera terbakar dan berkobar diamuk api nafsu berahinya sendiri. Ia terkulai dan terlena oleh kenikmatan yang baru saja dikenalnya. Namun, gadis yang cerdik ini setelah beberapa saat membiarkan dirinya hanyut meronta dan melepaskan diri dari dekap an.
"Hemm... kenapa, Maya" Engkau baru mengenal apa artinya cinta. Marilah, kekasihku, kita pindah ke kamar di Loji, d sana kita aman, tidak khawatir terlihat orang lain...." Satyabrata yang sudah merasa menang, menggandeng tangan gadis tu.
Akan tetapi Maya Dewi melepaskan tangannya dan menggeleng kepalanya. "Tidak, belum lagi, akang! Aku masih belum yakin benar akan cintamu. Engkau harus membuktikan itu dengan nyata, baru aku akan percaya dan mau menyerahkan jiwa ragaku kepadamu."
"Membuktikan cintaku" Ah, adindaku yang tersayang, bukti apa lagi yang harus kulakukan untuk meyakinkan hatimu" Katakanlah, semua kehendakmu tentu akan kupenuhi untuk membuktikan cintaku."
Maya Dewi tersenyum dan kini ia yang memegang tangan Satyabrata. "Tenang dan sabarlah, akang. Beri aku waktu unluk memikirkan apa yang harus kaulakukan untuk membuktikan cintamu yang tulus padaku. Sekarang aku ingin tidur. Lihat, tubuhku masih gemetar karena perbuatanmu yang nakal tadi!" Gadis itu melepaskan tangannya dan membalikkan tubuh, lalu berlari pergi ke bangunan loji sambil tertawa kecil.
Satyabrata berdiri tertegun. Kecewa dan kesal memenuhi hatinya. Dia merasa seolah buah segar yang sudah menempel di bibir luput termakan olehnya. Dan itu terjadi dua kali di malam itu. Pertama Elsye yang gagal didapatkannya karena kemunculan Maya Dewi. Kemudian Maya Dewi sendiri, padahal sudah jelas terasa olehnya betapa Maya Dewi membalas belaian dan cumbuannya, yang berarti bahwa gadis itupun membalas cintanya. Kalau dia tadi mempergunakan aji pengasih annya, alangkah akan mudahnya Maya Dewi terjatuh ke dalam dekapannya. Akan tetapi berbeda dengan terhadap Elsye, dia tidak mau mempergunakan aji pengasihan terhadap Maya Dewi. Dia menginginkan cinta kasih murni gadis itu, ingin gadis itu menyerahkan diri kepadanya dengan suka rela, tanpa paksaan tanpa pengaruh luar. Dia ingin mendapatkan Maya Dewi yang diharapkan menjadi isterinya. Kalau Elsye, gadis Belanda itu Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 tidak mungkin menjadi isterinya karena pertama, Willem Van Huisen tidak mungkin menyetujui puterinya menjadi isteri seorang blasteran, seorang peranakan, seorang Indo, bukan Belanda tulen yang totok. Kedua, Elsye sudah bertunangan dengan laki-laki lain, seorang pemuda Belanda totok. Ketiga, dia sendiri hanya suka akan kecantikan gadis itu, tidak mencintanya dan tidak mengharapkannya menjadi isterinya. Dia hanya ingin menggauli Elsye sebagai kekasihnya, untuk sementara saja.
Dengan hati kecewa Satyabrata kembali ke kamarnya. Diam-diam dia merasa heran dan bertanya-tanya, bukti apa yang dikehendaki Maya Dewi nanti untuk membuktikan cintanya.
*** Pada keesokan harinya, Satyabrata dan Maya Dewi berpamit kepada Willem Van Huisen yang masih berada di Loji Tamu sebagai tamu kehormatan Pangeran Pekik, untuk memenuhi undangan Senopati Poncosakti yang mengundang mereka untuk bermalarn di rumahnya.
Ketika berpamit ini, Satyabrata berunding dengan ayah angkatnya, mengatakan bahwa dia hendak pergi ke Madura untuk membantu Madura menghadapi penyerbuan pasukan Mataram.
Willem Van Huisen juga berjanji untuk mengatur bantuan kepada Madura melalui kapal perang, juga berjanji akan mengusulkan kepada atasannya di Batavia untuk mengangkat Maya Dewi menjadi mata-mata kumpeni tingkat tinggi yang dipercaya.
Setelah berpamit, di mana Elsye hadir dengan sepasang alis berkerut dan tidak banyak cakap, Satyabrata dan Maya Dewi mengikuti Senopati Poncosakti yang sudah datang menyambut mereka. Mereka lalu mohon diri dari Pangeran Pekik.
Rumah tinggal Senopati Poncosakti cukup besar dan mewah walaupun tentu saja tidak sebesar dan semewah istana Sang Adipati. Akan tetapi Senopati Poncosakti menyambut dua orang tamunya itu dengan penuh keramahan dan penghormatan. Dia bahkan mengajak isterinya dan puterinya yang bernama Mintarsih untuk menyambut. Keramahan keluarga senopati itu membuat Satyabrata dan Maya Dewi merasa lebih senang dan leluasa tinggal di rumah gedung sang senopati. Mintarsih adalah seorang gadis yang ramah dan lincah, juga wajahnya ayu manis.
Sebentar saja ia merasa akrab dengan Maya Dewi dan mengajak Maya Dewi tinggal bersama di kamarnya. Satyabrata mendapatkan sebuah kamar di bagian bangunan samping, sebuah kamar yang cukup indah karena kamar itu memang diperuntukkan para tamu yang dihormati. Maya Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Dewi juga merasa suka kepada Mintarsih yang kenes dan ramah. Tentu saja kecantikan wajah Mintarsih dan bentuk tubuhnya yang menggairahkan bagaikan sekuntum bunga sedang mekar itu tak luput dari incaran pandang mata Satyabrata!
Melihat pandang mata Mintarsih yang menyinarkan kekaguman, senyum yang malu-malu namun ada daya tarik yang menantang itu, timbul gairah Satyabrata dan dia mengambil keputusan untuk mendekati puteri senopati itu. Dia tidak akan melewatkan kesempatan baik itu!
Ketika sore hari itu keluarga senopati menjamu pesta makan, mereka berlima makan di satu meja. Kebetulan Satyabrata duduk tepat berhadapan dengan Mintarsih. Diam-diam ketika pandang mata Mintarsih bertemu dengan panidang matanya, dia mengerahkan aji
pengasihannya, diam-diam membaca mantera. Tiba-tiba kedua pipi Mintarsih menjadi kemerahan, matanya redup dan ia menjadi salah tingkah. Akan tetapi Satyabrata tidak melanjutkan ajinya karena maksudnya hanya untuk menarik perhatian gadis itu dan membuatnya tidak lagi mampu melupakannya. Bahkan diam-diam kakinya dijulurkan ke depan dan dia berhasil menyentuh kaki Mintarsih dengan ujung jari kakinya. Gadis itu tersenyum malu-malu dan menarik kakinya. Akan tetapi Satyabrata merasa yakin bahwa gadis itu tentu tidak akan melupakan semua kejadian kecil ini.
Malam itu Mintarsih bercakap-cakap dengan Maya Dewi sambil rebah di atas pembaringan dalam kamar puteri senopati itu. Mintarsih yang ramah dan lincah itu menghujani Maya Dewi dengan pertanyaan. "Benarkah engkau bukan adik dari kakangmas Satyabrata, mbakayu Maya Dewi?" tanya Mintarsih dengan suara penuh keinginan tahu.
"Bukan, sama sekali bukan. Sudah kukatakan itu tadi, untuk apa aku berbohong?" jawab Maya Dewi.
"Lalu bagaimana kalian dapat bertemu dan melakukan perjalanan bersama?"
Sebetulnya Maya Dewi merasa agak tidak senang didesak seperti itu tentang hubungannya dengan Satyabrata, akan tetapi karena sikap Mintarsih demikian ramah dan terbuka, iapun merasa tidak enak kalau tidak menjawab. Maka iapun menwab dengan singkat.
"Kami saling bertemu di jalan dan karena mempunyai tujuan sama, yaitu membantu Madura dan Surabaya menentang Mataram, maka kami melakukan perjalanan bersama dan kebetulan bertemu dengan ayahmu."
"O, begitukah" Kalian tampak serasi sekali, mbakyu. Kakangmas Satyabrata demikian ganteng dan engkau begini cantik. Kukira kalau bukan kakak dan adik kalian tentu suami isteri, Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 tunangan atau setidaknya kekasih!" Setelah berkata demikian, Mintarsih memandang wajah Maya Dewi penuh selidik. Maya Dewi mengerutkan alisnya, akan tetapi mulutnya tersenyum.
Tentu saja ia tidak mau membuka rahasia hatinya kepada setiap orang.
"Ah, kami hanya bersahabat," katanya singkat. Akan tetapi jawaban ini agaknya amat menggirangkan hati puteri senopati itu. Maya Dewi sama sekali tidak mengira bahwa Mintarsih masih terpengaruh sekali oleh aji pengasihan yang diarahkan kepadanya oleh Satyabrata ketika makan bersama sore tadi dan sentuhan kaki itu pun tak pernah lepas dari kenangannya.
Mintarsih memegang lengan Maya Dewi. "Benarkah itu, mbakayu" Ah, girang sekali hatiku.
Aku ingin mengenal dia lebih dekat lagi! Mau engkau membantu mbakayu?"
Maya Dewi merasa sebal dan kesal. Ingin ia menghardik, akan tetapi karena ingat bahwa ia seorang tamu, maka ditahannya kemarahannya. Ia tidak menjawab, melainkan membalikkan tubuhnya membelakangi Mintarsih dan menghadap ke dinding sambil berkata lirih. "Ah, aku lelah sekali, ingin tidur sekarang...."
Mintarsih tidak berani mengganggu lagi. Akan tetapi gadis ini gelisah di atas pembaringan, tidak dapat tidur. Ia merasa betapa suara Satyabrata memanggil-manggilnya. Telinganya tidak mendengar suara itu, namun ia merasa sekali tarikan panggilan itu yang membuatnya semakin gelisah. Ia tidak berani turun, takut kalau diketahui Maya Dewi. Ia menanti dengan tidak sabar dan akhirnya ia merasa yakin bahwa Maya Dewi sudah tidur pulas. Pernapasan gadis itu panjang-panjang teratur. Mintarsih memadamkan lampu, lalu memanggil-manggil nama Maya Dewi. Akan tetapi Maya Dewi benar-benar te1ah pulas. Kalau disentuh sedikit saja tubuhnya, pasti ia terbangun. Akan tetapi karena hanya dipanggil, ia tidak dapat terjaga dan terus tidur nyenyak. Sementara itu Mintarsih merasa betapa suara panggilan Satyabrata semakin kuat berdengung dalam hatinya, menariknya dan membayangkan kemesraan yang rnembuatnya seperti mabok. Akhirnya Mintarsih tidak kuat bertahan lebih lama lagi dan iapun keluar dari kamarnya. Seperti orang mimpi ia berjalan dengan mata terpejam. Sesungguhnya itulah pengaruh ilmu santet yang dilakukan Satyabrata semacam ilmu sihir memanggil semangat yang membuat gadis itu berjalan seperti dalam mimpi dan tidak sadar.
Mintarsih berjalan perlahan menuju ke sebuah kamar, di bangunan samping, kamar di mana Satyabrata tidur! Biarpun langkah gadis itu hampir tidak menimbulkan suara, namun begitu tiba di depan pintu kamar itu, daun pintu terbuka dari dalam dan Satyabrata sudah berdiri menyambut di ambang pintu sambil tersei nyum.
Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 "Kakangmas... aku... datang memenuhi panggilanmu...." Mintarsih berbisik seperti dalam mimpi, lalu melangkah masuk mengikuti Satyabrata yang melangkah mundur ke dalam kamar.
Satyabrata mengembangkan kedua lengannya, merangkulnya dan menutup daun pintu kamar itu.
Di antara nafsu-nafsu daya rendah yang amat berbahaya bagi manusia adalah nafsu kemurkaan akan harta benda dan gairah nafsu berahi. Betapa banyakya orang-orang cerdik pandai, orang-orang gagah perkasa, yang jatuh oleh pegaruh kedua macam nafsu ini. Oleh karna itu, setiap orang manusia haruslah berhati-hati sekali menghadapi godaan blis berupa nafsu materi dan nafsu berahi ini. Setiap saat iblis menggoda kita, dengan pameran kesenangan dan kenikatan yang bisa dirasakan melalui harta benda dan pemuasan berahi sehingga kita seringkali lupa bahwa kita diperbudak oleh nafsu dan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari kebenaran. Tentang Satyabrata kita tidak perlu bicara lagi. Dia adalah seorang pemuda yang sejak kecil sudah terdidik menjadi hamba nafsunya sendiri. Dia gila kedudukan, gila kekayaan dan mata keranjang, menjadi hamba dari nafsu-nafsunya sehingga tidak pantang melakukan kejahatan apapun juga untuk mencapai apa yang diinginkannya. Akan tetapi Mintarsih sebetulnya adalah seorang gadis baik-baik. Sayang ia terlalu centil dan hatinya mudah tertarik dan jatuh melihat pemuda tampan. Penampilan Satyabrata yang pantas disebut seorang ksatria muda yang halus budi, ramah, sopan, dan sakti mandraguna itu telah membuat ia tertarik sekali.
Andaikata tidak demikian, andaikata ia tidak terpikat, kiranya tidak akan mudah bagi Satyabrata untuk menyihirnya dengan ilmu pelet atau aji pengasih. Hati yang bersih selalu memiliki daya tolak yang kuat terhadap serangan tenaga sihir yang kotor.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Maya Dewi terbangun dari tidurnya. Ia merasa tubuhnya segar karena tidurnya cukup dan semua kelelahannya lenyap. Ia bangkit duduk dan menggelinjang seperti seekor kucing. Kamar itu cukup terang. Ia menengok dan melihat lampu di meja telah padam, akan tetapi ada seberkas sinar memasuki kamar lewat lubang hawa di atas jendela.
"Kakangmas... kakangmas Satya...."
Maya Dewi cepat memandang ke arah tubuh yang rebah telentang di sampingnya. Tubuh Mintarsih. Maya Dewi mengerutkan alisnya melihat keadaan gadis puteri senopati itu. Pakaian gadis itu awut-awutan, kembennya terlepas dan hanya dilibatkan dan diselipkan sembarangan di pinggangnya. Gelung rambutnya terlepas dan rambut itu terurai di atas bantal. Muka gadis itu Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 pucat, akan tetapi bibirnya tersenyum dalam tidurnya.
Bagaimana mungkin ini, pikir Maya Dewi. M.alam tadi ia melihat sendiri betapa pakaian gadis itu rapi, rambutnya juga digelung rapi, wajahnya dibedaki, bibirnya juga memakai gincu.
Akan tetapi kini mukanya pucat tidak ada lagi bekas bedak dan gincu, rambutnya acak-acakan dan pakaiannya awut-awutan! Apa yang terjadi" Kalau gadis itu banyak bergerak di waktu tidur, sungguh tidak mungkin, karena tentu ia akan tersentuh dan hal ini akan membuat ia terbangun dari tidurnya. Dan gadis ini tadi menyebut nama Satyabrata, dengan suara yang berdesah manja!
Api cemburu membakar hati Maya Dewi. Sekali ini benar-benar marah. Apalagi yang terjadi kepada puteri senopati ini kalau bukan seperti yang ia gambarkan" Malam tadi, ketika ia sedang tidur, pasti gadis ini keluar kamar dan mengadakan pertemuan dengam Satyabrata! Keadaan diri dan pakaiannya menunjukkan hal itu. Dan gadis ini sebelum tidur semalam telah jelas menyatakan kekagumannya kepada Satyabrata, ingin mengenal pemuda itu lebih dekat!
"Mintarsih ! Mintarsih".. !" Dengan gemas Maya Dewi mengguncang pundak gadis yang sedang tidur nyenyak itu. Mintarsih terbangun dan membuka matanya. Ketika dalam kagetnya ia melihat bahwa yang menggugahnya adalah Maya Dewi, ia berkata setengah sadar, masih digelut rasa kantuk yang berat.
"Aih.... saya mimpi.., wah, kakangmas Satyabrata amat mencintaku, mbakayu Maya Dewi....
amat mencintaku.... aah . ." gadis itu rebah miring dan segera pulas lagi.
Maya Dewi mengepal tinju. Kini tidak ragu lagi. Satyabrata mengkhianati cintanya! Pemuda itu pasti mengadakan hubungan dengan Mintarsih malam tadi. Entah dengan jalan bagaimana dia dapat membujuk Mintarsih yang agaknya memang sudah jatuh cinta. Tiba-tiba Maya Dewi ingat bahwa Satyabrata adalah seorang pemuda yang sakti mandraguna. Bukan tidak mungkin pemuda itu mempergunakan aji pameletan atau aji pengasihan yang amat kuat sehingga membuat wanita yang dipeletnya menjadi tergila-gila! Makin dipikir, makin panas hatinya dan akhirnya ia tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia melompat turun dari atas pembaringan lalu keluar dari kamar itu. Ternyata sinar yang masuk ke kamar melalui lubang di atas jendela itu adalah sinar lampu penerangan yang digantung di luar kamar. Keadaan dalam gedung masih sunyi sekali. Waktu masih terlalu pagi, fajar belum menyingsing dan orang-orang belum bangun dari tidurnya. Ia langsung menuju ke bangunan samping, kamar Satyabrata. Diketuknyna daun pintu itu, cukup kuat sehingga mengejutkan Satyabrata.
Pemuda itu bangkit duduk dan memandang ke arah daun pintu. Baru saja dia menyuruh Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Mintarsih kembali ke kamarnya karena ayam jantan pertama sudah berkeruyuk, tanda bahwa fajar akan segera menyingsing. Dan dia baru saj tertidur melepaskan lelah ketika pintu itu diketuk orang. Mintarsih datang kembali" Gila! Ini berbahaya, bisa ketahuan orang.
"Siapa?" tanyanya ketika ketukan itu berhenti.
"Aku! Bukalah pintunya!" terdengar suara Maya Dewi. Satyabrata bernapas lega. Kiranya Maya Dewi yang dating. Mau apa gadis itu datang mengetuk daun pintu kamarnya sepagi itu"
Satyabrata menggosok kedua matanya mengusir rasa kantuk yang masih menekan matanya, lalu turun dari pembaringan dan menghampiri daun pintu dan dibukanya. Maya Dewi berdiri di luar pintu dan memandang kepadanya dengan sinar mata mencorong marah. Berdebar jantung Satyabrata, merasa tidak enak, teringat akan apa yang terjadi dalam kamarnya semalam. Jangan-jangan gadis ini mengetlahuinya! Akan tetapi tidak mungkin. Kalau ia mengetahuinya, tentu sudah didobraknya pintu kamarnya semalam!
"Aeh, Maya, engkau mengejutkan aku! Sepagi ini mengetuk pintu. Ada apakah, nimas?"
tanya Satyabrata sambil tersenyum manis.
"Apa yang kaulakukan dengan Mintarrih?" Maya Dewi bertanya dengan sikap menuduh, suaranya ketus.
Diam-diam Satyabrata terkejut. Akan tetapi dia segera dapat menduga bahwa Maya Dewi belum mengetahui akan peristiwa itu, hanya baru curiga saja. Untung tadi dia bersikap hati-hati dan setelah Mintarsih meninggalkan kamarnya, dia membereskan pembaringannya sehingga tidak tampak tanda-tanda hadirnya orang lain di situ. Dia mengerutkan alisnya dan mundur lagi, memasuki kamarnya.
"Sstt.... Maya, jangan ribut-ribut. Engkau dapat membuat semua orang terbangun.
Sebetulnya ada apakah" Mari kita bicarakan di dalam dan jangan rebut-ribut."
Diperingatkan begitu, Maya Dewi teringat bahwa mereka berada di rumah senopati Poncosakti sebagai tamu, maka ia pun memasuki kamar Satyabrata. Pemuda itu lalu menutupkan daun pintu dan berkata, "Maya, duduklah dan ceritakan apa yang terjadi."
"Tidak perlu duduk!" jawab Maya Dewi sengit. "Dan bukan aku yang harus bercerita, melainkan engkau! Katakan apa yang kaulakukan dengan Mintarsih malam tadi! Hayo mengaku saja bahwa engkau telah mengadakan hubungan gelap dengan Mintarsih. Engkau telah mengkhianati pengakuanmu sendiri bahwa engkau cinta padaku!"
Satyabrata mengembangkan kedua tangannya, membelalakkan kedua mata seperti orang Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 terheran-heran dan kaget. Dia lalu berkata, "Aeh, Maya. Apa, engkau mimpi" Apa artinya semua tuduhan gila ini" Semalam aku tidur, tidak pergi ke mana-mana." Dia menoleh ke arah pembaringan dan Maya Dewi juga memandang ke sana. Beres saja pembaringan itu, tidak acak-acakan. "Bagaimana engkau tega menuduh aku melakukan hubungan dengan puteri paman senopati yang baru saja kita kenal" Ah, Maya Dewi, engkau tahu bahwa hanya engkaulah satu-satunya wanita yang kucinta. Bagaimana aku dapat mengadakan hubungan dengan wanita lain"
Aku bersumpah bahwa semalam aku tidak meninggalkan kamar ini dan aku tidur pulas karena merasa lelah."
Maya Dewi menjadi ragu. Pembaringan pemuda itu beres, tidak ada tanda tanda kusut atau tanda-tanda ditiduri berdua. Akan tetapi ia belum percaya sepenuhnya. Tiba-tiba ia mendapatkan sebuah pikiran yang amat baik menurut penilaiannya. Mintarsih jelas jatuh cinta kepada Satyabrata sehingga hal itu menimbulkan kebencian di dalam hatinya. Ia harus mendapatkan bukti nyata agar yakin akan cinta Satyabrata kepadanya, dan inilah cara yang amat baik untuk membuktikannya!
"Mengapa engkau diam saja, Maya" Apakah engkau masih tidak percaya kepadaku" Aku sanggup membuktikan bahwa hanya engkau satu-satunya wanita yang kucinta. Apa saja permintaanmu akan kulaksanakan untuk membuktikan cintaku seperti yang pernah kukatakan padamu."
Inilah saatnya, pikir Maya Dewi. "Hemm, benarkah itu" Nah, aku mempunyai satu permintaan, kalau engkau tidak sanggup dan tidak mau melaksanakan jangan lagi bicara tentang cinta dengan aku. Sebaliknya kalau engkau mau melasanakannya sampai berhasil, barulah aku yakin akan cintamu dan aku"." Maya Dewi tersipu.
"Dan, engkau dengan rela mau menyerahkan diri kepadaku, menyerahkan jiwa ragamu kepadaku, Maya?"
Dengan kedua pipi berubah kemerahan Maya Dewi mengangguk.
"Kalau begitu katakan sekarang, apa yang harus kulakukan" Biar harus menyeberangi lautan api, akan kulaksanakan." kata Satyabrata penuh semangat.
"Tidak demikian sulitnya, akang. Permintaanku hanya sederhana saja, yaitu kalau benar engkau tidak berhubungan dan tidak mencinta Mintarsih, kalau benar engkau hanya mencinta aku seorang. Nah, kau bunuhlah Mintarsih!"
Mendengar ini, Satyabrata terbelalak dan merasa seolah disambar petir. Sama sekali tidak Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 disangkanya bahwa Maya Dewi akan mempunyai permintaan segila itu!
"Hemm, engkau terkejut dan tidak sanggup melakukan, bukan" Hal itu karena engkau mencintanya dan pernyataan cntamu kepadaku hanya gombal belaka!"
"Eh, tidak, Maya! Sama sekali bukan begitu. Hanya.... bagaimana aku dapat mernbunuhnya"
Ia adalah puteri Paman Senopati Poncosakti yang merupakan sekutu kita!"
"Huh, katakan saja engkau sayang kepada Mintarsih. Nah, kalau begitu, kawini Mintarsih dan jangan sekali-kali berani bicara tentang cinta lagi dengan aku!" Maya Dewi marah sekali.
"Ah, baiklah, Maya Dewi. Demi cintaku kepadamu, aku akan melaksanakan permintaanmu itu. Kita tunggu saat terbaik dan untuk itu, terpaksa kita harus tinggal di sini lebih lama. Dan engkau harus membantuku. Kita rencanakan siasat agar paman senopati tidak tahu bahwa aku yang melakukan itu."
Maya Dewi tersenyum dan wajahnya berubah cerah gembira. Nafsu telah melenyapkan semua pertimbangan tentang baik buruk, benar salah, sehingga apa yang dilakukannya, dianggapnya benar dan tepat, bahkan adil dan baik! Maya Dewi membenci Mintarsih karena gadis itu berani mencinta Satyabrata, maka dalam anggapannya, puteri senopati itu harus dibunuh dan ini sudah adil dan benar menurut pendapatnya. Juga Satyabrata menganggap rencana pembunuhan itu sudah benar karena hal itu dilakukan untuk meyakinkan Maya Dewi akan cintanya dan selain itu, sebagai akibat dari apa yang telah terjadi semalam antara dia dan Mintarsih,, maka tentu akan menimbulkan akibat. Setidaknya Mintarsih tentu akan terus mengejarnya dan menuntut pertangungan jawabnya. Maka sudah tepat dan baik sekali kalau gadis itu dibunuh!
Setelah mengatur siasat, Satyabrata menghampiri Maya Dewi dan hendak memeluknya.
Akan tetapi Maya Dewi menghindar dan berkata, "Jangan tergesa-gesa, akang Satya. Laksanakan dulu permintaku sebagai bukti cintamu!" Setelah berkata demikian, ia lalu keluar dari dalam kamar pemuda itu.
*** Mintarsih baru bangun setelah matahari naik tinggi. Setelah bangun, ia bangkit duduk dan termenung. Timbul perasaan gelisah dan sesal dalam hatinya. Ia teringat akan semua yang terjadi malam tadi. Biarpun hal itu terjadi seperti dalam mimpi yang indah, namun ia tahu dan merasa Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 bahwa semua itu bukan mimpi! Ia telah pergi ke kamar Satyabrata malam tadi, ia telah membiarkan dirinya digauli pemuda itu. Ia telah ternoda! Ia menagis, menutupi muka dengan kedua tangannya. Mengapa ia melakukan hal sehina itu" Belum menikah telah menyerahkan diri kepada seorang laki-laki yang baru saja dikenalnya" Akan tetapi semua itu telah terjadi! Dan ia mencinta Satyabrata. Juga pemuda itu tentu rnencintanya. Kalau tidak, tentu tidak terjadi hal semalam. Ia harus menghubungi pemuda itu. Ia harus menuntut agar Satyabrata menikahinya!
Akan tetapi hal itu harus dilakukan secara diam-diam agar tidak ada seorangpun tahu bahwa ia telah digauli pemuda itu.


Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mintarsih lalu mandi dan berdandan. Ia tidak melihat Maya Dewi dalam kamar. Timbul rasa khawatirnya. Jangan-jangan mereka, Maya Dewi dan Satyabrata, telah pergi meninggalkan gedung keluarganya! Celaka kalau begitu. Ia bergegas, berdandan rapi lalu keluar.
Hatinya lega. Dilihatnya Satyabra dan Maya Dewi sedang duduk bercaka-cakap dengan ayah dan ibunya di ruangan tengah.
"Wah, engkau baru bangun, Tarsih!" tegur Senopati Poncosakti kepada puterinya.
"Hemm, sungguh tidak semestinya seorang gadis bangun begini siang!" Isteri senopati itu menegur. Ia adalah seorang wanita yang jauh lebih muda dari suamia, baru berusia kurang lebih tiga puluh tahun. Ia memang isteri baru sang senopati, atau ibu tiri Mintarsih. Senopati Poncosakti datang ke Surabaya hanya bersama anaknya, Mintarsih, karena isterinya telah meninggal dunia ketika terjadi perang antara Pasuruan dan Mataram. Setelah menjadi senopati di Kadipaten Surabaya, baru dia menikah lagi dengan Kartinah. Wanita ini cantik dan biarpun lahirnya ia tidak berani bersikap kasar kepada Mintarsih, anak tirinya, namun dalam batinnya tentu saja ia merasa tidak begitu suka, apalagi Mintarsih yang kenes dan lincah itu memang tidak begitu taat kepadanya.
Maya Dewi tertawa dan berkata, "Aku lihat tidurmu nyenyak sekali, maka aku tidak menggugahmu, adik Mintarsih. Mari, duduklah."
Mintarsih duduk dan sejenak ia menatap wajah Satyabrata. Pemuda itupun memandangnya sekilas, lalu mengalihkan pandang matanya. Maya Dewi yang diam-diam memperhatikan Mintarsih, menjadi semakin panas dan benci melihat betapa Mintarsih memandang Satyabrata dengan sinar mata penuh kagum dan mesra.
Senopati Poncosakti merasa gembira sekali ketika mendengar kesanggupan Satyabrata dan Maya Dewi untuk menginap satu malam lagi di gedungnya. Malam tu kembali dia menjamu Serial Silat Tanah Jawa
13 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 kedua orang muda itu dengan pesta makan minum. Akhirnya Mintarsih berhasil memperoleh kesempatan untuk bicara berdua dengan , Satyabrata: Sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, Satyabrata sudah berbisik, "Malam nanti kutunggu engkau di kamarku. Kita dapat bicara dengan panjang lebar dan leluasa."
Mintarsih merasa girang dan ia mengangguk sambil tersenyum. Memang agak sukar membicarakan rahasia mereka berdua di tempat terbuka, di mana besar bahayanya percakapan mereka didengar orang lain. Kalau di kamar pemuda itu tentu ia dapat bicara secara terbuka mengajukan tuntutan agar pemuda itu meminang dan menikahinya, di samping itu mereka dapat mengulang kemesraan yang mereka nikmati malam tadi.
Malam itu, tidak seperti biasa, hawanya dingin menusuk tulang. Sejak sore Mintarsih sudah menanti datangnya malam dengan jantung berdebar. Ketika makan malam tadi, ia menangkap isyarat pandang mata Satyabrata seolah mengingatkan janji mereka dan tanpa diketahui orang lain ia mengangguk. Mintarsih menanti sampai Maya Dewi tertidur. Setelah memanggil-manggilnya namun Maya Dewi tidak bangun, yang berarti Maya Dewi telah tidur pulas, Mintarsih turun dari pembaringan, mematikan lampu dan membuka daun pintu kamar, lalu berindap-indap ia menuju ke bangunan samping, ke kamar Satyabrata! Jantungnya berdebar tegang, seperti jantung setiap orang yang akan melakukan perbuatan yung tidak benar.
"Tok-tok-tok...!" Ia mengetuk perlahan daun pintu kamar Satyabrata tiga kali.
Pintu terbuka dan Satyabrata menarik tangan gadis itu ke dalam kamar dan Mintarsih menurut saja, tersipu malu ketika Satyabrata menutupkan kembali daun pintu kamar itu. Akan tetapi, seperti telah direncanakan sebelumnya, sekali ini kedua lengan Satyabrata bergerak untuk melakukan pelukan maut itu. Kedua lengan merangkul, akan tetapi jari-jari tangannya mengetuk tengkuk Mintarsih dengan kuatnya sehingga seketika itu juga gadis puteri senopati itu terkulai dalam rangkulan Satyabrata dan pingsan.
Satyabrata memondong tubuh gadis itu keluar dari kamar, menengok ke kanan kiri. Malam itu sunyi dan dingin. Tak tampak sesuatu yang mencurigakan dan Satyabrata membawa tubuh Mintarsih ke dalam taman. Tidak seperti orang yang baru saja melakukan kejahatan, sikap Satyabrata tenang saja. Bulan sepotong yang berada di langit menjadi saksi bisu ketika dia merebahkan tubuh Mintarsih ke atas sebuah bangku di dekat kolam ikan di tengah taman itu.
Satyabrata lalu menanti sebentar. Seperti yang sudah diatur dan dijanjikan sebelumnya, pada saat itu terdengar suara orang dan muncullah Maya Dewi dan seorang penjaga keamanan yang biasa Serial Silat Tanah Jawa
14 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 menjadi perajurit pengawal dan bertugas jaga di depan gedung sang senopati. Perajurit ini bertubuh tinggi besar, usianya sekitar tiga puluh tahun. Dia tadi sedang bertugas jaga seorang diri ketika tiba-tiba Maya Dewi menghampirinya dan mengatakan bahwa akan terjadi sesuatu yang amat penting untuk diketahui dia sebagai penjaga keamanan. Sebagai seorang petugas yang bertanggung jawab, perajurit itu tentu saja tertarik dan dia mengikuti tamu yang dihomati itu memasuki taman di belakan gedung. _
Setelah tiba di dalam taman, perajurit itu bertanya, "Ada terjadi apakah den-ajeng?"
"Mari kita lihat di sana, dekat kola ikan itu!" jawab Maya Dewi.
Ketika mereka tiba dekat kolam, perajurit itu melihat tubuh Mintarsih yang rebah telentang di atas bangku, seperti orang tidur atau mati.
"Den-ajeng Mintarsih".. kenapa ?" Penjaga itu menghampiri dan membungkuk untuk melihat keadaan Mintarsih. Pada saat itu Maya Dewi menggerakkan tangannya menghantam kepala perajurit itu.
"Prakk!" Perajurit itu terjungkal dan roboh, tewas seketika karena kepalanya retak oleh pukulan tangan miring Maya Dewi yang ampuh itu.
"Akang Satya, sekarang lakukanlah!" kata Maya Dewi. Satyabrata tidak meragu lagi. Dia menghampiri mayat perajurit itu, mencabut kerisnya, lalu menghampiri tubuh Mintarsih yang masih rebah pingsan di atas bangku. Sekali dia mengayun, keris itupun menancap dada Mintarsih, menembus jantungnya. Gadis yang dalam keadaan pingsan itu tidak bergerak lagi dan darah muncrat dari dadanya ketika keris dicabut. Satyabrata lalu menaruh gagang keris ke dalam genggaman tangan kanan perajurit yang sudah mati.
"Sekarang, cepat bangunkan mereka!" kata lagi Maya Dewi yang merasa girang bahwa Satyabrata benar-benar tega membunuh Mintarsih untuk membuktan cintanya kepadanya!
Satyabrata berlari ke arah gedung dan dia memukul kentungan yang tergantung di sudut bangunan. Bunyi kentungan dipukul bertalu itu tentu saja mengejutkan semua orang. Beberapa orang perajurit pengawal yang bertugas jaga di depan gedung datang berlarian dan bertanya ke pada Satyabrata apa yang terjadi.
"Pembunuhan, nimas Mintarsih dibunuh orang! Cepat laporkan kepada Paman Senopati Poncosakti! Dan seorang dari kalian lanjutkan pukul kentungan ini!" Par perajurit pengawal lalu mengikuti Satyabrata berlari memasuki taman.
Di dekat kolam mereka melihat Jalu, seorang perajurit rekan mereka telah menggeletak Serial Silat Tanah Jawa
15 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 tewas dengan darah mengalir dari telinga, hidung dan mulutnya dan mayatnya masih memegang sebatang keris. Sedangkan di atas bangku menggeletak mayat Mintarsih yang letak pakaiannya tidak karuan; kembennya hampir lepas, kainnya tersingkap sehingga pahanya yang putih mulus tampak, dan bajunya berlepotan darah yang mengalir keluar dari dadanya. Melihat ini, Satyabrata melirik ke arah Maya Dewi, maklum bahwa gadis itu yang sengaja membuat pakaian Mintarsih seperti itu sehingga siapa saja yang melihatnya akan mudah menduga bahwa gadis itu akan diperkosa orang!
Tak lama kemudian muncul Senopati Poncosakti dan isterinya. Kartinah, isteri Poncosakti, menjerit dan menangisi anak tirinya. Maya Dewi maklum bahwa tangis itu terlalu dibuat-buat.
Senopati Poncosakti sendiri berdiri dengan muka merah karena marah sehingga beberapa saat lamanya dia tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Kemudian dia memandang kepada Satyabrata dan suaranya menggetar penuh kesedihan dan kemarahan ketika dia bertanya.
"Anak-mas Satyabrata, andika yang memukul kentungan, andika yang mengetahui apa yang terjadi. Ceritakanlah, apa yang terjadi dengan anakku?"
"Maaf, paman. Terpaksa saya mengabarkan peristiwa buruk yang menyedihkan. Tadi ketika tidur, saya dikejutkan suara jeritan. Saya lalu membereskan pakaian dan berlari keluar, memasuki taman dari mana suara jeritan itu terdengar. Setelah tiba di sini, saya melihat Maya Dewi sedang berkelahi melawan laki-laki ini dan masih sempat melihat Maya Dewi merobohkannya dengan sebuah pukulan pada kepalanya dan saya melihat nimas Mintarsih sudah rebah mand darah dan tewas di atas bangku itu."
Senopati Poncosakti lalu menoleh ke pada Maya Dewi. "Nini Maya Dewi, kalau begitu andika yang datang lebih dulu Apa yang terjadi di sini?"
"Sayapun terkejut mendengar jeritan dan saya segera berlari ke sini. Mungkin karena letak kamar adik Mintarsih di mana saya tinggal lebih dekat, maka saya lebih cepat tiba di sini. Juga karena ketika terbangun saya tidak melihat adi Mintarsih, saya merasa khawatir dan berlari secepatnya memasuki taman. Dan disini dengan kaget sekali saya meliha orang ini.... " ia menuding ke arah mayat perajurit pengawal itu, ?"" ia seda bergulat dengan adik Mintarsih.
Tib tiba adik Mintarsih terkulai dan darah muncrat dari dadanya. Agaknya dalam pergumulan di atas bangku itu, jahanam itu menggunakan kerisnya untuk mengancam dan keris itu digunakan untuk menusuk dada. Saya marah sekali, akan tetapi jahanam ini melawan dengan keris di tangan, maka saya menggunakan pukulan maut untuk menghantam kepalanya. Pada saat itu, Serial Silat Tanah Jawa
16 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 akang Satya datang dan saya minta agar dia melapor dan membangunkan semua orang.
Demikianlah, paman senopati, apa yang saya lihat tadi."
Senopati Poncosakti menjadi marah, mengepal tinju dan tiba-tiba dia menghampiri mayat perajurit itu dengan langkah lebar.
"Jahanam busuk, keparat tak mengenal budi! Berani kamu hendak memperkosa anakku?"
Dan senopati itu lalu mengamuk, menendangi kepala dan tubuh mayat itu berulang-ulang sampai kepala itu menjadi pecah dan remuk!
Untuk menghormati keluarga sang senopati, Satyabrata dan Maya Dewi menginap satu malam lagi di gedung itu. Dan malam itu, Satyabrata menagih janjinya dan Maya Dewi yang kini sudah yakin sepenuhnya akan cinta. pemuda itu, dengan senang hati dan suka rela menyerahkan diri kepada Satyabrata! Kalau keluarga Senopati Poncosakti berkabung dan berduka, malam itu Satyabrata dan Maya Dewi berpesta-pora, bersenang-senang dan berenang-renang dalam lautan nafsu berahi mereka, seolah mereka menjadi sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu!
Dan semenjak malam itu, nafsu berahi dalam diri Maya Dewi bagaikan seekor kuda liar yang dilepas dari kendalinya! Nafsunya mengamuk, merajalela dan menguasai diri Maya Dewi sepenuhnya, sehingga sejak saat itu, Maya Dewi telah menjadi budak dari nafsu berahinya sendiri.
Pada keesokan harinya kedua orang itu melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Madura dengan berperahu. Mereka langsung pergi menghadap Sang Adipa Pangeran Mas di Arisbaya yang pada saat itu sedang mengadakan perundingan dengan para menteri dan para senopatinya.
Tentu saja di sana hadir pula dua orang pembantu terpenting dari Arisbaya, yaitu Ki Harya Baka Wulung yang menjadi penasihat, dan puteranya, Raden Dibyasakti yang menjadi senopati muda.
Di situ hadir pula para pembantu yang di datangkan Ki Harya Baka Wulung, di antara mereka terdapat Sang Wiku Menak Koncar datuk Blambangan dan juga Kyai Sidhi Kawasa datuk dari Banten. Mereka sedang merundingkan tentang ancaman balatentara Mataram yang hendak menyerbu Madura. Ketika pengawal melapor bahwa ada seorang pemuda dan seorang gadis mohon menghadap, Adipati Pangeun Mas mengerutkan alisnya dan membentak.
"Apakah engkau tidak tahu bahwa kami sedang mengadakan perundingan yang amat penting" Jangan ganggu kami, hai pengawal bodoh dan katakan kepada mereka untuk menghadap lain kali saja."
Serial Silat Tanah Jawa
17 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 "Ampunkan hamba, gusti. Hamba sudah mengatakan hal itu akan tetapi pemuda yang mengaku utusan kumpeni..."
"Cukup! Usir mereka atau engkau yang akan dijatuhi hukuman!" Adipati Arisbaya membentak marah. Hatinya sedang risau oleh ancaman pasukan Mataram yang kabarnya sudah bergerak untuk menyerbu Madura, maka gangguan itu membuatnya marah.
Akan tetapi mendengar laporan itu, Dibyasakti teringat dan dia cepat menyembah dan berkata, "Kanjeng adipati hamba mengenal pemuda itu!"
"Hamba juga mengenalnya!" kata pula Wiku Menak Koncar, lalu bertanya ke pada pengawal. ?"Bukankah dia pemuda tampan yang matanya agak kebiruan?"
Dengan takut-takut pengawal itu berkata, "Benar, dia juga mengatakan bahwa dia mengenal Raden Dibyasakti dan Sang Wiku Menak Koncar."
"Tidak salah lagi. Dialah yang pernah hamba ceritakan kepada paduka, kanjeng. Pemuda utusan kumpeni yang sakti mandraguna. Tentu kedatangannya ada hubungannya dengan ancaman penyerbuan pasukan Mataram. Karena itu, hamba kira sebaiknya kalau paduka mengijinkan mereka masuk," kata Dibyasakti.
"Hemm, begitukah" Hai, pengawal, siapakah nama dua orang yang hendak menghadap itu?"
"Menurut pengakuan mereka, pemuda itu bernama Satyabrata dan gadis itu bernama Maya Dewi, gusti."
"Maya Dewi?" seru Ki Harya Baka Wulung. "Kanjeng adipati, gadis itu adalah puteri Adi Resi Koloyitmo yang hamba undang dan dia sudah sanggup untuk membantu kita!"
Adipati Pangeran Mas mengangguk-angguk senang. "Kalau begitu, persilakan mereka masuk, pengawal!"
Pengawal itupun merasa lega karena tidak jadi mendapat marah. Dia menyembah lalu mengundurkan diri untuk mengantar Satyabrata dan Maya Dewi datang menghadap.
Dua orang muda itu diterima dengan ramah oleh Adipati Pangeran Mas setelah tahu bahwa kedatangan mereka berdua adalah untuk membantu Madura. Satyabrata memberi tahu bahwa Willern Van Huisen sudah siap membantu dengan kapal perangnya, juga dia siap membantu untuk menghadapi para ksatria gagah dan sakti yang akan membantu pasukan Mataram. Maya Dewi juga menceritaka bahwa ia memang diutus ayahnya untuk membantu Madura dan ayahnya akan menyusul segera ke Madura.
Serial Silat Tanah Jawa
18 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Persidangan dilanjutkan dan tak lama kemudian, para adipati lain yang diundang untuk bermusyawarah berdatangan. Mereka adalah para bupati di seluruh Madura yang datang bersama pasukan mereka sehingga tergabunglah pasukan mereka menjgdi pasukan besar yang siap menghadapi penyerbuan balatentara Mataram.
Mereka yang berdatangan itu adalah para bupati dari Aribanggi, Bali, Sumenep, Pamekasan, Pekacangan, dan Raden Prasena, keponakan Sang Adipati Pangeran Mas dari Arisbaya yang berusia sembilan belas tahun itu datang memenuhi undangan. Akan tetapi karena Raden Prasena ini memang disingkirkan pamannya dan di Sarnpang hanya diberi kekuasaan kecil dan hanya mempunyai pasukan kecil, maka pasukan yang dibawanya tidak ada artinya. Dalam pertemuan itu diadakan perundingan untuk merencanakan cara pertahanan untuk menyambut penyerbuan pasukan Mataram. Mereka semua bertekad untuk mempertahankan Madura. Akan tetapi Raden Prasena yang masih muda itu diam-diam tidak setuju dengan mereka semua. Hal ini adalah karena dia menaruh dendam kepada Adipati Arisbaya yang menyerobot kedudukan adipati di Arisbaya. Sebetulnya, dialah yang berhak menggantikan kedudukan adipati setelah ayahnya, Adipati Teguh Arisbaya wafat. Akan tetapi karena ketika itu dia dianggap terlampau kecil, baru berusia sekitar empat belas tahun, maka kedudukannya diambil alih pamannya yang kini menjadi Adipati Arisbaya dan dia sendiri disingkirkan ke Sampang. Diam-diam dia mengambil keputusan untuk tidak membantu pamannya melawan Matararn!
Para senopati yang gagah perkasa dari daerah-daerah itu dikumpulkan untuk memimpin pasukan gabungan. Di antara mereka terdapat Dibyasakti, Jayengbadra, Jagapati, Rangga Gobag-gabig Mangundaka, Tumenggung Surobayu, Demang Rujak-beling dan para pembantu mereka yang merupakan perwira-perwira yang gagah. Selain itu, masih ada para datuk yang membantu mereka, yaitu Ki Harya Baka Wulung, Wiku Menak Koncar, Kyai Sidhi Kawasa, Satyabrata dan Maya Dewi yang menggantikan ayahnya karena Resi Koloyitmo belum datang.
Mereka semua telah siap siaga menanti datangnya pasukan musuh.
*** Sementara itu Muryani yang ditinggalkan Satyabrata di rumah perguruan Bromo Dadali di Gunung Muria, setelah lewat beberapa hari saja menjadi gelisah Apalagi mendengar bahwa pasukan Mataram akan berperang melawan Madura dan Surabaya. Mendiang ayahnya, Ki Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Ronggo Bangak adalah seorang yang setia kepada Mataram dan selalu bercerita kepada puterinya itu tentang kebijaksanaan Sultan Agung, seorang raja yang agung binathara dan sakti mandraguna, bahkan dinggap sebagai wali, seorang manusia pilihan Gusti Allah. Hebatnya, menurut cerita ayahnya, Sultan Agung bahkan memperisteri Kanjeng Ratu Kidul, yaitu ratu kerajaan siluman yang menguasai Laut Selatan! Biarpun belum pernah melihat sang prabu yang kabarnya arif bijaksana dan sakti mandraguna itu, ada yang mengabarkan bahwa beliau adalah seorang yang pernah berguru kepada seorang Wali yang amat terkenal dan amat dihormati, baik oleh umat agama baru, Islam maupun oleh umat agama lama Hindu dan Buddha. Kanjeng Sultan Agung itu pandai menyesuaikan agama Islam dengan dua agama itu yang sudah mendarah daging dalam kehidupan rakyat Jawa. Dengan cara ini, maka rakyat yang menjadi umat agama Hindu dan Buddha melihat persamaan atau ada yang sejalan antara agama Islam dengan agama mereka, dan dengan demikian mereka tidak memusuhi agama baru itu, malah banyak yang mau menerima agama Islam. Bahkan Sultan Agung menulis kitab Sastra Gending yang berisi pelajaran Aliran Tashawwuf yang bercampur dengan pelajaran kitab-kitab Weda yang intinya ajaran Manunggali Kawula Gusti atau yang disebut Kejawen.
Selain keterangan yang didapat dari mendiang ayahnya dahulu, juga guru Muryani, Ki Ageng Branjang ketua Bromo Dadali, juga berpihak kepada Mataram. Oleh karena itu, Muryani menjadi tidak betah tinggal diam di Muria dan pada suatu hari iapun berpamit dari gurunya untuk pergi ke Madura membantu pasukan Mataram.
"Muryani, kalau engkau pergi membantu Mataram, hal itu baik sekali aku amat menyetujuinya. Akan tetapi kalau engkau pergi untuk menyusul aatu mencari pemuda yang bernama Satyabrata itu dan melakukan perjalanan bersamanya, sungguh hal itu membuat hatiku merasa resah."
Ucapan gurunya ini baru sekali ini terdengar sebagai pernyataan tidak suka pada Satyabrata.
Biarpun sejak semula Ageng Branjang merasa tidak suka kepada pemuda itu, namun dia tidak pernah menyatakannya kepada Muryani. Maka, mendengar ada nada yang tidak suka dalam ucapan gurunya itu, Muryani merasa heran.
"Kenapa, bapa guru" Kenapa bapa merasa resah kalau saya melakukan perjalanan bersama kakangmas Satyabrata?"
"Entahlah, Muryani. Ada sesuatu yang aneh pada diri pemuda itu yang mendatangkan kecurigaan dalam hatiku. Dia memang tampan, akan tetapi ketampanannya itu aneh, matanya Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 agak kebiruan dan..., dan sikapnya terlalu lembut dan sopan santun sehingga seperti dibuat-buat.
Selain itu, tentang kesaktiannya. Dia mengaku bahwa dia menemukan kitab-kitab berisi aji-aji kesaktian peninggalan mendiang Sunan Gunung Jati yang selain terkenal sakti, juga terkenal sebagai seorang yang arif bijaksana dan tinggi tingkat rohaninya. Akan tetapi aku dapat melihat sinar sesat dalam pandang mata pemuda itu. Ada lain hal lagi yang mencurigakan hatiku.
Mengapa dia mengajak kau nonton perang antara Mataram dan Madura kemudian baru akan memilih pihak mana yang harus dibantu" Kenapa tidak langsung membantu Mataram" Nah itulah yang meresahkan hatiku, Muryani. Karena itu, kalau engkau bertemu dengan dia, berhati-hatilah dan jangan mudah terbujuk rayuan manis."
Muryani menundukkan mukanya karena ia merasa bahwa memang Satyabrata telah
merayunya dan bahkan menyatakan cintanya kepadanya.
"Baiklah, bapa, akan saya perhatikan nasihat bapa dan saya akan waspada."
Setelah berkemas dan berpamit, berangkatlah Muryani meninggalkan Gunung Muria dan melakukan perjalanan cepat menuju ke timur. Di sepanjang perjalanannya Muryani sudah mendengar akan berita bahwa Mataram sudah siap untuk menyerbu Madura. Di daerah Tuban yang sudah ditundukkan Mataram beberapa tahun yang lalu, ia mendengar bahwa pasukan daerah-daerah pesisir utara juga sudah siap untuk diperbantukan kepada pasukan besar Mataram.
Dari Kadipaten Tuban, Muryani melakukan perjalanan cepat menyusuri pantai utara menuju ke timur. Pada suatu pagi tibalah ia di dusun Pangkah, di mana terdapat muara Kali Solo. Di sinilah Bengawan Solo yang melakukan perjalanan amat panjang itu mengakhiri alirannya dan semua air bengawan itu terjun ke laut yang menjadi tempat asalnya.
Muryani berhenti di tepi muara sungai yang lebar. Ia menjadi bingung, dan memandang ke kanan kiri. Bagaimana ia harus menyeberangi muara sungai yang lebar ini"
` Tiba-tiba wajahnya berseri gembira, ia melihat sebuah perahu di tengah muara. Perahu itu meluncur dari seberang dan baru saja tiba, maka ia tadi tidak melihatnya. Agaknya sebuah perahu nelayan karena penumpangnya yang dua orang laki-laki itu kini bersiap-siap untuk menebarkan jala. Melihat mereka, Muryani segera berseru memanggil.
"Heiii! Ki-sanak tukang perahu! Tolong seberangkan aku, berapa upahnya akan kubayar!"
Karena Muryani mengerahkan tenaga saktinya, maka teriakannya itu kuat sekali dan dapat terdengar oleh dua orang itu dengan jelas dan mereka segera memandang ke arah Muryani.
Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Biarpun jarak di antara perahu dan gadis itu tidak dekat, namun mudah kelihatan oleh mereka bahwa yang memanggil adalah seorang wanita muda yang cantik sekali. Mereka saling berbisik, lalu mendayung perahu menghampiri tepi di mana gadis itu berdiri.
Setelah tiba di tepi sungai, mereka mendarat dan seorang dari mereka memegangi tali perahu agar tidak hanyut dibawa air sungai. Muryani memandang dan melihat bahwa dua orang itu adalah laki-laki yang berusia antara tiga puluh sampai tiga puluh lima tahun. Keduanya bertubuh tinggi besar, yang seorang berwajah penuh brewok dan yang kedua bermuka hitam.
Dua muka pria yang sama sekali tidak menarik hatinya. Akan tetapi, karena ia membutuhkan bantuan mereka maka ia tersenyum manis.
"Ki-sanak, aku ingin menyeberang. Tolong seberangkan aku dengan perahu kalian dan aku akan memberi upah secukupnya:". Kata Muryani kepada si muka brewok yang berdiri di depannya.
Si brewok menoleh dan memandang kepada kawannya, si muka hitam yang memegangi tali perahu, lalu sambil tersenyum lebar menyeringai sehingga tampak deretan gigi yang besar-besar dia bertanya, "Mas ayu, kalau kami mau meyeberangkan, apakah upahnya?" Suaraya dibuat-buat, seperti seorang pemain ketoprak sedang bergaya di atas panggung, jelas sekali dia menirukan gaya Yuyu Kangkang ketika hendak menyeberangkan para gadis keluarga Kleting dan minta upah ciuman!
Muryani juga merasakan hal ini dan diam-diam ia merasa gemas, akan tetapi masih ditahannya. Ia tahu dari pandang rnta, senyuman dan gerak gerik mereka bahwa dua orang ini bukanlah orang-orang yang berwatak sopan dan baik. Akan tetapi ia menahan kemarahannya dan menjawab tenang.
"Berapa upah yang kalian minta akan kubayar."
"Benarkah" Wah, kalau begitu kami minta upah ciuman saja, tiga kali untuk kami masingmasing. Ha-ha-ha! Bagaimana, mas ayu?" Kini kedua orang laki-1aki kasar itu tertawa-tawa.
Akan tetapi sungguh di luar dugaan mereka. Gadis itu tidak marah atau tersipu malu mendengar tuntutan upah mereka, sebaliknya gadis itu mengangguk dan berkata tenang. "Mari kita berangkat!" dan Muryani segera melangkah memasuki perahu kecil itu! Tentu saja dua orang laki-laki yang tadinya hanya hendak menggoda secara kurang ajar, menjadi heran dan juga girang. Bagaimana tidak akan girang kalau dijanjikan akan menerima hadiah ciuman tiga kali dari seorang gadis secantik ini. Mereka dapat merasakan kekesenangan seperti yang alami Yuyu Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Kangkang ketika menyeberangkan para gadis Kleting Abang, Kleting Biru dan Kleting Ungu dalam dongeng "Si Kleting Kuning" itu!
Si muka hitam mendayung perahu itu dan si brewok hanya duduk sambil mengamati wajah dan tubuh indah gadis Yang duduk di depannya itu. Membayangkan betapa nanti gadis itu akan menciumnya tiga kali membuat si brewok bergairah sekali dan bangkitlah nafsunya. Dia tidak sabar lagi lalu menggeser duduknya mendekati Muryani.
"Nimas ayu, aku minta bagianku sekarang saja!" katanya dan tiba-tiba dia menangkap lengan kanan Muryani dan hendak menarik dan merangkulnya.
Muryani mengayun tangan kirinya ke arah sisi leher si brewok itu. Demikian cepat gerakan tangannya sehingga si brewok tidak sempat mengelak atau menangkis.
"Wuuuttt"kekkk!!" Seketika si brewok menekuk tubuhnya yang tinggi besar berotot itu.
Kedua tangannya memegangi leher yang rasanya patah-patah, panas dan nyeri seperti ditusuki ratusan batang jarum..
"Aduhh... aduhhh... tobaat... aduuuhhh"!"
Si brewok merintih kesakitan, tubuhnya rnenggeliat-geliat dan kedua tangannya menekan bagian leher yang terpukul tangan miring Muryani tadi.
Melihat keadaan temannya, si muka hitam yang duduk di belakang Muryani menjadi terkejut dan juga marah. Dia mengangkat dayungnya dan menghantamkan dayung itu ke arah kepala Muryani!
"Wuuuttt"plakk"dukkk!!" Tanpa mengubah duduknya, Muryani hanya memutar tubuh atasnya, menyambut dayung itu dengan kedua tangannya dan sekali mengerahkan tenaga ia telah mendorong dayung itu sehingga gagang dayung terdorong dan menghantam ulu hati si muka hitarn.
"Hekkkk.... !" Si muka hitam juga melipat tubuhnya, membungkuk dan menggunakan kedua tangan memegang dan menekan uluf hatinya yang terasa nyeri dan sukar dipakai bernapas! Dua orang itu mengaduh-aduh dan menyatakan bertobat.
Karena tidak ada yang mendayung lagi, perahu itu hanyut terbawa air dan berputar. Melihat ini, Muryani menggepokkan tangan, menepuk tengkuk si brewok dan menampar punggung si muka hitam sehingga mereka tidak tersiksa rasa nyeri yang hebat lagi, hanya tinggal sedikit rasa nyeri yang dapat mereka tahan.
"Nah, cepat dayung perahu sampai ke seberang kalau kalian tidak ingin mampus?" bentak Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 22 Muryani. Kini dua orang kasar itu merasa kecelik. Tahulah mereka bahwa mereka berhadapan dengan seorang gadis yang sakti. Mereka tidak berani main-main lagi. Mereka lalu menggunakan dua buah dayung untuk mendayung perahu ke seberang.
"Maafkan kami den ajeng.... ?" kata brewok. "Andika tentu seorang puteri pendekar dari Mataram."
(Bersambung jilid XXIII)
Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 SERULING GADING
Jilid 23 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XXIII MURYANI tersenyum mengejek sete1ah
melihat sikap si brewek yang kini amat
hormat. "Kalau sudah tahu, jangan panyak
cerewet lagi dan cepat dayung ke seberang"
Dua orang itu tidak berani bicara lagi,
akan tetapi diam-diam mereka saling menukar
isyarat dengan pandang mata. Muryani tidak
tahu bahwa mereka mendayung perahu agak
menuju ke hilir, mendekati muara di bagian
tepi laut. Setelah tiba di seberang, di tepi laut, Muryani melompat ke darat, lalu berpang kepada dua orang itu dan berkata, "Aku berterima kasih kepada kalian yang telah menyeberangkan aku ke sini. Akan tetapi akupun hendak memperingatkan kalian agar kalian bertaubat dan jangan lagi bersikap kasar dan kurang ajar terhadap wanita. Kalau kelak kita berjumpa lagi dan aku masih melihat kalian bersikap kurang ajar terhadap wanita, aku pasti tidak akan mengampunimu lagi!"
Setelah berkata demikian, Muryani melanjutkan perjalanannya ke timur. Ia sama sekali tidak tahu siapa sebenarnya dua orang itu dan menganggap mereka itu hanyalah nelayan-nelayan yang berwatak kasar. Sama sekali ia tidak mengira betapa setelah ia pergi kedua orang itu cepat memberi isyarat ke arah lautan di mana terdapat sebuah kapal. Dua orang itu ternyata adalah dua orang anak buah mata-mata Kumpeni Belanda!
Seperti kita ketahui, Satyabrata telah berunding dengan Komandan Willem Van Huisen dan perwira kumpeni itu sudah menjanjikan akan mengirim sebuah kapal perang untuk membantu dengan diam-diam pihak Madura yang hendak diserang pasukan Mataram. Kapal inilah yang dijanjikan itu, sudah siap di lautan, siap untuk menuju ke Madura kalau saat perang tiba. Kapal itu telah diperlengkapi dengan meriam-meriam besar dan senjata-senjata api lainnya, dipimpin Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 oleh seorang kapten kapal bernama Kapten Johan Van Dalen. Begitu isyarat dua orang matamata itu terlihat dari kapal, oleh sang kapten yang menggunakan teropong, sebuah perahu diturunkan dan dua belas orang menumpang perahu itu yang berlayar cepat ke pantai.
Muryani sedang berjalan menyusuri pantai. Tiba-tiba ia. melihat sebuah perahu meluncur cepat dan mendarat di pantai sebelah depan. Tadinya ia tidak begitu memperhatikan, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara orang berteriak dari arah belakangnya. "Perempuan itu seorang telik-sandi mata-mata Mataram!!"
Muryani cepat menengok dan mukanya berubah kemerahan karena marah. Kiranya yang berteriak itu adalah dua orang laki-laki yang kurang ajar tadi, yang telah dihajarnya dan yang menyeberangkannya di muara Bengawan Solo! Mereka berdua agaknya mengikutinya dengan berperahu di laut dan kini memberi peringaan kepada belasan orang yang berlompatan keluar dari perahu di depannya.
Muryani berhenti melangkah dan berdiri dengan sikap tenang walaupun ia dapat menduga bahwa belasan orang itu tentu tidak berniat baik, apalagi dilihatnya tiga orang di antara mereka adalah orang-orang kulit putih yang memegang senapan. Dari Satyabrata ia sudah banyak mendengar keterangan tentang ampuhnya senjata api. Menurut Satyabrata, peluru senjata api amat cepat dan hanya mungkin dapat dielakkan dengan merebahkan diri. Kalau pelurunya biasa, mungkin dapat disambut dengan aji kekebalan, aksn tetapi kalau peluru dari perak apalagi emas, aji kekebalan tidak dapat diandalkan. Biarpun maklum bahwa dirinya terancam, Muryani bersikap tenang saja. melihat bahwa dari dua belas orang itu hanya tiga orang yang berkulit putih dan memegang senapan. Yang sembilan orang agaknya orang-orang Madura, melihat dari pakaian dan ikat kepalanya. Sembilan orang ini membawa senjata golok atau clurit di pinggangnya dan sikap mereka mengancam. Akan tetapi mereka semua tersenyum dan memandang ringan ketika orang yang diisyaratkan oleh dua orang itu sebagai mata-mata Mataram, ternyata hanya seorang gadis cantik! Yang menjadi pimpinan selosin orang ini adalah seorang Madura yang berusia sekitar empat puluh tahun, bertubuh tinggi kurus dan tampak kokoh kuat, berkumis melintang sekepal sebelah, matanya lebar dan bengis, bernama Sumbaga.
Dia adalah seorang jagoan dari Arisbaya, dan menjadi seorang senopati anak buah Ki Harya Baka Wulung. Dialah yang kini melangkah maju menghadapi Muryani, memandang gadis itu penuh selidik.
"Gadis muda dan cantik ini seorang telik-sandi Mataram yang berbahaya?" Dia bertanya Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 seperti kepada diri sendiri dan nada suaranya tidak percaya.
Dua orang anak buahnya yang menyamar sebagai nelayan, sudah berada di situ pula, ikut mengepung Muryani. Si brewok berkata, "Harap jangan rnemandang ringan. Gadis ini sungguh sakti dan tangguh sekali!"
Dengan pandang mata masih tidak percaya, Sumbaga mengamati Muryani. Kemudian dia bertanya dengan suaranya yang nyaring. "Heh, nona muda. Siapakah engkau dan kenapa engkau berada di sini seorang diri?"
Muryani tersenyum. "Aku tidak mempunyai urusan dengan kalian, maka tidak perlu aku memperkenalkan namaku. Aku berada di sini adalah urusanku sendiri. Ini tempat umum, tak seorangpun boleh melarangku!"
"Waduh sombongnya!" Sumbaga berseru penasaran. "Hei, dengar gadis sombong. Aku adalah Sumbaga, seorang senopati Arisbaya. Benarkah engkau seorang telik-sandi Mataram?"
Muryani tersenyum mengejek. "Kalau benar, kalian mau apa?"
Sumbaga menjadi marah. "Kalau engkau seorang laki-laki, tentu akan kami bunuh! Akan tetapi karena engkau seorang perempuan, engkau harus kami tangkap!"
"Begitukah" Hemm, coba tangkap aku kalau mampu!" Muryani menantang dan ia segera memasang kuda-kuda atau jurus pembukaan dari ilmu silat Bromo Dadali, yaitu dengan Jurus Dadali Anglayang. Ia berdiri berjingkat, tubuhnya agak ditundukkan, kedua lengannya dikembangkan seperti seekor burung hendak terbang.
Sumbaga yang masih memandang rendah sudah menubruk sambil mengeluarkan seruan panjang, "Haiiiiiiiitt.... !." Kedua lengannya yang panjang itu sudah menerkam dari kanan kiri, tidak memberi jalan bagi gadis itu untuk mengelak. Dia yakin bahwa sekali terkam gadis itu sudah akan dapat ditangkapnya dengan mudah. Akan tetapi Muryani diam-diam megerahkan Aji Kluwung Sakti yang membuat tubuhnya menjadi ringan sekali sehingga ia dapat bergerak cepat bagaikan serekor burung walet. Ketika kedua tangan Sumbaga menerkam dari kanan kiri, tubuh gadis itu berkelebat ke atas sehingga tubrukan itu luput. Akan tetapi yang diserang oleh Muryani adalah dua orang yang menyamar sebagai nelayan tadi. Dari atas tubuhnya meluncur ke arah dua orang itu dan sekali kedua tangannya bergerak, dua orang itu berteriak dan roboh, tak mampu bangkit kembali karena kepala mereka telah terkena tamparan Muryani yang mempergunakan Aji Pukulan Gelap Sewu yang amat ampuh. Isi kepala dua orang itu terguncang hebat sehingga mereka roboh dan tewas seketika.
Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 Matinya dua orang ini membikin semua pengepung menjadi terkejut dan marah. Serentak mereka lalu mencabut golok dan celurit, menyerang dan mengeroyok Muryani dari berbagai jurusan. Muryani memperlihatkan kegesitannya, mengamuk dikeroyok sembilan orang yang memegang senjata tajam. Pengeroyokan yang kacau-balau ini malah menguntungkan Muryani karena tiga orang anak buah kumpeni yang memegang bedil itu sampai sekali tidak memperoleh kesempatan untuk mempergunakan senjata api mereka
Kalau mereka menembak dalam keadaan seperti itu, besar kemungkinannya peluru mereka akan mengenai teman sendiri.
Muryani mengandalkan Aji Kluwung Sakti untuk bergerak cepat. Tubuhnya berkelebatan dan dapat menghindarkan diri dari semua serangan golok dan celurit. Lewat belasan jurus, ia telah mampu merobohkan dua orang pengeroyok lagi. Tamparan Aji Gelap Sewu membuat yang tertampar roboh tidak mampu bangkit kembali.
"Dorr-dorrr!!" Dua kali letusan ditembakkan dua orang serdadu Belanda. Seorang di antara tiga serdadu Belanda ini yang sudah pandai berbahasa pribumi, berseru, "Menyerah atau kami tembak!"
Akan tetapi, Muryani yang berkelebat di antara para pengeroyoknya yang tinggal tujuh orang itu sukar untuk dijadikan sasaran. Ia mengerti bahwa di antara mereka semua, yang paling berbahaya adalah tiga orang serdadu Belanda itu. Ia tidak tahu peluru apa yang mereka gunakan dan ia harus berhati-hati sekali. Maka, ia terus bergerak cepat di antara para pengeroyoknya dan ketika mendapat keempatan, ia menyambar sebatang golok yang terlepas dari tangan seorang di antara para pengeroyok yang telah dirobohkannya, lalu secepat kilat ia melontarkan golok itu ke arah seorang serdadu Belanda yang berada paling dekat dengannya. Serdadu itu sama sekali tidak pernah mengira bahwa dia akan diserang lemparan golok. Tahu-tahu golok itu telah menyambar dan menancap di perutnya. Dia berteriak keras, senapannya terlepas dan tubuhnya roboh lalu berkelojotan dan mati!
"Semua mundur, biar kami menembaknya!" seru seorang serdadu Belanda yang sudah siap dengan bedilnya. Pada saat itu, Muryani sudah merobohkan pula seorang pengeroyok dengan tendangan kakinya yang mengenai dada. Beberapa tulang iga orang itu patah dan diapun roboh tak mampu bergerak lagi. Enam orang itu terkejut dan mendengar teriakan serdadu Belanda tadi, Sumbaga lalu berseru kepada anak buahnya.
"Mundur!!" Enam orang itu berlompitan ke belakang sehingga kini Muryani ditinggal Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 sendiri. Pada saat itu, seorang serdadu Belanda menembakkan senapannya.
Pada detik itu, dengan kepekaannya, cepat sekali Muryani merebahkan dirinya ke atas tanah dan pada saat itu, terdengar ledakan dari tembakan itu.
"Darrr....!" Muryani menggulingkan tubuhnya dengan cepat dan sebelum serdadu itu dapat menembak lagi, ia sudah rnelompat dan sebuah pukulan Gelap Musti menghantam kepalanya.
Serdadu itu tak sempat mengeluh, terpelanting dan roboh, tewas seketika.
Akan tetapi pada seat itu, serdadu yang ketiga sudah membidikkan senapannya ke arah Muryani dari jarak paling jauh tiga meter.
"Dorrr....!!" Api muncrat, asap mengepul, akan tetapi tembakan itu meleset jauh karena pada saat dia menarik pelatuk senapan, tiba-tiba sebuah batu menyambar dan mengenai tangannya sehingga senapan itu miring dan kehilangan arah. Serdadu itu terkejut akan tetapi pada saat berikutnya, sebuah tangan terbuka menghantam pelipisnya. Pukulan itu perlahan saja, akan tetapi akibatnya tubuh serdadu Belanda itu terpelanting dan dia tidak dapat bangkit atau bergerak lagi. Sumbaga dan lima orang pembantunya menjadi marah dan juga terkejut melihat betapa tiga orang serdadu Kumpeni Belanda itu roboh dan tiga orang anak buahnya juga sudah roboh. Mereka melihat bahwa yang merobohkan serdadu terakhir tadi adalah seorang pemuda.
Kini Muryani mengamuk. Ia hanya melihat bahwa ada seorang pemuda membantunya, akan tetapi ia tidak mengenal siapa pemuda itu. Sumbaga dibantu oleh seorang anak buahnya kini mengeroyok pemuda yang bertangan kosong itu sedangkan empat orang anak buahnya yang lain mengeroyok Muryani dengan senjata mereka. Tiga orang memegang golok dan seorang bersenjata sebatang celurit panjang.
Sambil melayani pengeroyokan empat orang yang marah dan nekat itu, beberapa kali Muryani menggunakan kesempatan untuk menoleh dan memandang pemuda yang menolongnya. Di antara para pengeroyok, Sumbaga yang berkumis melintang memiliki kepandaian yang paling tinggi, maka Muryani khawatir kalau-kalau pemuda yang membantunya itu akan kalah.
Akan tetapi ia melihat sesuatu yang aneh terjadi. Pemuda itu agaknya bergerak lambat saja untuk menghindarkan diri dari golok besar di tangan Sumpaga dan celurit panjang di tangan anak buahnya, akan tetapi anehnya, kedua senjata itu tidak pernah dapat menyentuhnya! Yang lebih terkejut dan heran adalah Sumbaga dan pembantunya. Pemuda itu bergerak lambat dan senjata tajam mereka begitu tepat menyambar ke tubuh pemuda itu, akan tetapi setelah dekat, senjata mereka melenceng dan menyimpang ke samping sehingga tidak pernah mengenai tubuh Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 pemuda itu. Biarpun demikian, melihat gerakan pemuda itu lambat, Muryani menjadi khawatir kalau-kalau orang yang telah membantunya itu akan celaka, maka iapun mengeluarkan bentakan-bentakan nyaring. Satu demi satu para pengeroyoknya itu terkena sambaran kedua tangannya yang memukul dengan Aji Gelap Musti! Setelah merobohkan empat orang pengeroyoknya, Muryani memutar tubuh dan terbelalak heran melihat betapa pemuda itu sudah berdiri memandangnya. Dua orang yang tadi mengeroyok pemuda itu, Sumbaga dan seorang anak buahnya, telah menggeletak tak bergerak lagi dengan tubuh tanpa luka.
Kini mereka berdiri saling berhadapan dalam jarak lima meter, saling pandang dengan bengong, seperti dalam mimpi dan hampir tidak mempercayai pandangan mata mereka sendiri.


Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka merasa asing satu sama 1ain, namun setelah sepasang mata mereka bertemu, bertaut dan seakan saling menyelami, mereka seperti terpesona karena masing-masing mengenal pandang mata itu dengan baik sekali.
"An.... andika".. ?"" pemuda itu berkata gagap.
"Andika....!!" Muryani juga berseru dengan sangsi dan ragu. Biarpun pandang mata itu menerangi semua ingatannya, mengembalikan kenangannya sehingga mengenal pemuda itu sebagai Parmadi, namun hal yang meragukannya adalah melihat Parmadi begitu mudahnya mampu merobohkan seorang serdadu Belanda, Sumbaga senopati Arosbaya dan seorang pembantunya! Padahal ia tahu benar bahwa Parmadi, sekitar lima enam tahun yang lalu, adalah seorang pemuda remaja ,yang lemah dan sama sekali tidak memiliki kesaktian. Sekarang, dia sudah tampak dewasa dan agaknya memiliki kesaktian, menjadi seorang pemuda yang digdaya!
Karena merasa ragu, Muryani mengamati penuh perhatian. Pemuda itu sudah matang, tubuhnya sedang namun tegap dan ia dapat melihat bahwa tubuh itu menyimpan tenaga sakti yang kuat.
Wajahnya tampan walaupun pakaian dan sikapnya masih sederhana seperti dulu, sikap seorang pemuda dusun akan tetapi wajahnya anggun berwibawa seperti wajah seorang pemuda priyayi.
Mata yang lembut itu terkadang mencorong penuh kekuatan batin, hidungnya mancung, mulutnya selalu membayangkan senyum sehingga tampak cerah dan ramah. Sebatang seruling putih kekuningan terselip di ikat pinggangnya sebelah kiri dan gagang sebatang patrem terselip di pinggangnya sebelah kanan. Gagang patrem itu! Tak salah lagi. Ia masih ingat benar. Itu patrem miliknya! Tidak ada patrem lain di dunia ini yang gagangnya berbentuk kepala burung seperti patremnya. Tidak salah lagi!
Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 "Kakang Parmadi".!!"
"Adi Muryani".. !!"
Entah siapa yang lari lebih dulu. Keduanya merasa demikian gembira dan bahagia, merasa seperti bertemu dengan kakak dan adik yang sudah amat lama dirindukannya, bertemu dengan orang yang selama ini menjadi bayangan yang tidak pernah meninggalkan hatinya, orang yang dicintanya. Hanya pengertian cinta itu masih kabur dalam perasaan mereka, cinta di antara remaja. Karena perasaan cinta remaja yang lebih condong kepada cinta saudara inilah yang membuat Muryani bingung dan ragu ketika Satyabrata menyatakan cintanya kepadanya!
Dua orang muda itu berlari saling menghampiri dan tahu-tahu mereka sudah saling rangkul, persis seperti ketika mereka akan berpisah dulu. Tanpa dapat ditahannya saking terharu, Muryani menangis di dada Parmadi.
"Aduh, kakang Parmadi" ke mana saja engkau selama ini"..?" Muryani terisak dalam rangkulan pemuda itu.
"Adi Muryani, aku juga amat gelisah mendapatkan engkau tidak berada lagi di Pakis dan aku mendengar bahwa paman Ronggo Bangak terbunuh orang dan engkaupun terluka parah.
Kemudian Ki Demang Warutomo menceritakan bahwa engkau pergi tanpa pamit. Ah, aku menjadi khawatir sekali. Puji syukur kepada Gusti Allah bahwa engkau dalam keadaan selamat dan sehat walafiat, Muryani."
Muryani menghela napas panjang, lalu menghapus air matanya, lalu merenggangkan diri dan memandang kepada Parmadi dengan kedua pipi masih basah, akan tetapi mulutnya tersenyum.
"Maaf, kakang. Aku menjadi anak yang cengeng. Aku terharu dan girang sekali bertemu denganmu, maka aku menangis. Ketahuilah, setelah ayahku dibunuh orang, aku lalu pergi mencari pembunuhnya yang didalangi oleh Ki Demang Wiroboyo."
"Hemm, belum juga bertaubat orang tu" Betapa jahatnya."
"Aku bertemu dengan seseorang dan dalam keadaan terancam bahaya dalam tangan Wiroboyo dan temannya, aku ditolongnya kemudian menjadi muridnya. Setelah guruku meninggal, aku lalu melanjutkan usahaku mencari musuh besarku sehingga aku berhasil menemukan dan membunuh Wiroboyo dan temannya, pembunuh ayahku. Temannya itu
bernama Darsikun."
"Siapa gurumu yang baru itu, adi Murani?"
Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 "Mendiang guruku itu bernama Nyi Rukmo Petak yang bertapa di Bukit Ular, Pegunungan Anjasmoro."
"Pantas engkau menjadi begini sakti mandraguna! Aku pernah mendengar nama Nyi Rukmo Petak itu. Lalu bagaimana engkau dapat berada di sini dan dikeroyok orang-orang ini?"
"Setelah berhasil membalas dendam kematian ayah aku lalu pergi ke Muria untuk mengunjungi guru pertamaku Ki Ageng Branjang ketua Perguruan Bromo Dadali dan sempat membantu perguruan kami yang sedang diserang musuh."
"Siapakah musuh itu?"
"Dia bernama Dibyasakti, katanya seorang senopati dari Arisbaya, Madura yang membujuk agar Perguruan Bromo Dadali berpihak kepada Madura dan menentang Mataram. Karena bapa guru tidak mau maka terjadi perkelahian. Setelah tinggal beberapa hari di Muria, akhirnya aku tidak betah dan mendengar bahwa akan ada perang antara Mataram dan Madura, maka aku lalu melakukan perjalanan ke sini. Tadi ketika menyeberangi muara, aku diserang dua orang tukang perahu. Aku mengalahkan mereka, akan tetapi ketika tiba di sini, aku dikepung banyak orang dan engkau datang membantuku. Sama sekali aku tidak menyangka bahwa engkaulah yang membantuku kakang. Aku tadi sama sekali tidak mengenalimu!"
Parmadi tersenyum. "Akupun hampir tidak mengenalimu, adi Muryani. Engkau berubah, bukan lagi seorang gadis remaja seperti ketika berpisah dahulu. Sekarang engkau seorang gadis dewasa yang sakti mandraguna dan.... cantik jelita!"
Mendapatkan pujian yang ia tahu keluar dari hati yang tulus, Muryani tersipu. Ia tadi sengaja tidak bercerita tentang Satyabrata.
"Apalagi engkau, kakang! Engkau berubah sekali. Siapa sangka engkau yang dulu merupakan seorang pemuda yang biarpun pemberani namun lemah, kini berubah menjadi seorang pemuda yang digdaya! Aku benar-benar merasa terkejut, heran dan kagum sekali."
Kembali Parmadi tersenyum. "Dan bagaimana engkau dapat mengenal kembali aku?"
Muryani juga tersenyum dan menudingkan telunjuk kanannya ke arah pinggang Parmadi sebelah kanan. "Melihat patrem itu, aku tidak ragu lagi dengan siapa aku berhadapan! Dan engkau, bagaimana engkau dapat mengenaliku, kakang?"
"Sinar matamu, adi Muryani. Pandang matamu itu amat kukenal dan segera aku dapat menduga siapa gadis cantik sakti mandraguna yang berdiri di depanku."
"Ahh, kakang Parmadi, betapa bahagia hatiku dapat bertemu denganmu. Hayo sekarang Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 giliranmu untuk menceritakan semua pengalamanmu sejak kita saling berpisah, sejak engkau meninggalkan aku, kakang."
"Mari kita duduk, Muryani. Tidak enak bicara sambil berdiri saja." Parmadi mengajak gadis itu duduk dan mereka berdua duduk di atas pasir yang putih dan bersih. "Seperti engkau tentu masih ingat ketika meninggalkan dusun Pakis dahulu itu, aku berpamit dan mengatakan bahwa aku hendak merantau dan meluaskan pengalaman dan pengetahuan. Sebetulnya aku pergi mengikuti seorang kakek yang sakti mandraguna dan bijaksana, yang mengambil aku sebagai murid. Ketika itu, aku tidak berani bercerita tentang beliau karena memang beliau tidak ingin diketahui keadaannya oleh orang banyak. Beliau adalah Eyang Resi Tejo Wening. Aku diberi pelajaran tentang hidup dan diberi ilmu-ilmu untuk bekal hidup dan selama kurang lebih lima tahun kami berdua tinggal di puncak Gunung Lawu."
"Wah, tidak begitu jauh kalau begitu! Kalau tahu begitu, tentu aku sudah mencarimu ke sana!" seru Muryani terheran-heran, sama sekali tidak menyangka bahwa selama ini Parmadi berada di puncak Gunung Lawu, tidak begitu jauh dari Pakis, hanya membutuhkan pendakian beberapa jam saja!
"Setelah Eyang Resi Tejo Wening memerintahkan agar aku turun gunung, aku langsung kembali ke Pakis dan di sana aku mendengar tentang engkau dan ayahrnu. Aku lalu turun gunung dan berusaha rnencari jejakmu, namun tidak berhasil. Kemudian aku mendengar juga tentang akan terjadinya perang antara Mataram dan Madura, maka aku lalu pergi ke timur dengan maksud untuk menyumbangkan tenagaku membantu Mataram. Tadi aku melihat engkau terancam bahaya kelika serdadu Belanda itu hendak menembakmu, maka biarpun aku tadi belum mengenalimu, aku cepat membantumu." Parmadi juga tidak menceritakan pengalamannya bertanding melawan orang-orang lain yang tidak ada hubungannya dengan Muryani.
Tiba-tiba Muryani berseru, "Ah, dia itu belum mati!" Dan cepat ia mengambil sebatang golok yang menggeletak di de katnya, lalu ia menyambitkan golok itu ke arah anak buah Senopati Sumbaga yang tadi dirobohkan Parmadi.
"Syuuuuttt....!" Golok itu meluncur dengan cepat ke arah tubuh orang yang sudah bangkit duduk sambil memegang kepalanya yang pening dengan kedua tangan, sama sekali tidak menyadari bahwa ada sebatang golok meluncur ke arahnya bagaikan tangan maut.
"Wuuuutt plakkk!" Golok yang sedang meluncur itu tiba-tiba saja runtuh seperti tertolak sesuatu yang amat kuat,
Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 "Ehh...?" Muryani terbelalak kaget. Ia melihat Parmadi tadi menggerakkan tangan ke arah golok yang meluncur itu dan ada hawa pukulan yang kuat menyambar ke depan, ke arah golok dan meruntuhkan golok itu. "Kenapa engkau lakukan itu, kakang?"
"Maaf, adi Muryani, aku tadi memang sengaja tidak membunuh orang itu, hanya membuat dia roboh pingsan. Kurasa kami membutuhkan orang itu."
"Mengapa" Untuk apa" Mereka adalah orang-orang dari Arisbaya, Madura yang agaknya bergabung dengan kumpeni!"
"Justeru karena itulah. Kita ingin membantu Mataram, bukan" Nah, mari kita tanya dia."
Parmadi bangkit dan menghampiri orang itu, diikuti oleh Muryani yang belum mengerti benar apa yang dikehendaki pemuda itu.
Orang itu agaknya sudah tidak pening lagi dan dia kini mengangkat muka memandang dua orang muda yang datang menghampirinya. Dia terbelalak, lalu bangkit berdiri, agaknya siap untuk membela diri!
"Tenanglah, ki-sanak!" kata Parmadi dengan halus. "Kami memang sengaja membiarkan engkau hidup dan sebaliknya kami harap agar engkau suka memberi keterangan sejujurnya kepada kami."
"Hemm, aku sudah kalah. Kalau kalian hendak membunuhku, lakukanlah. Aku tidak takut mati untuk membela Madura!" kata orang itu dengan sikap gagah.
Parmadi menghela napas panjang. Dia tahu bahwa sukar untuk berdebat tentang kebenaran dengan seorang musuh dalam perang. Semua orang tentu saja mempertahankan kebenaran masing-masing yang menganggap dirinya benar karena membela pihaknya sendiri sebagai sebuah perjuangan yang suci dan benar.
"Akan tetapi mengapa kalian mengeroyok seorang wanita?" dia memancing sambil menoleh kepada Muryani.
Orang Madura itu memandang Muryani dengan sinar mata penuh kebencian "Karena ia seorang telik-sandi Matara yang harus dibunuh!"
Parmadi diam-diam mengakui bahwa orang ini, mungkin demikian pula dengan semua temannya yang telah tewas, adalah orang-orang gagah yang membela tanah air mereka dengan gigih sebagai seorang pejuang yang mencinta tanah air dan bangsa. Ah, betapa menyedihkan kalau bangsa di Nusantara itu terpecah pecah seperti ini.
"Akan tetapi, ki-sanak. Mengapa kalian orang-orang Arisbaya bersekongkol dengan orang-Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 orang Kumpeni Belanda itu untuk mengeroyok seorang wanita yang sebetulnya masih bangsa sendiri" Dari manakah tiga orang serdadu kumpeni itu datang?"
Orang itu tersenyum mengejek. "Kumpeni Belanda suka membantu kami untuk menghadapi Mataram, maka kami bekerja sama dengan mereka. Kalian boleh membunuhku, akan tetapi kalian tidak akan terlepas dari mereka!" Orartg itu menunjuk ke arah lautan di mana terdapat sebuah kapal. Tiba-tiba orang itu mengampil golok yang tadi dilontarkan Muryani dan menggeletak di situ, lalu menyerang gadis itu dengan nekat.
"Hyaaaaaehhhh" !" Orang itu membacokkan goloknya ke arah kepala Muryani dengan mengerahkan seluruh tenaganya. Golok itu menyambar dengan suara berdesing. Akan tetapi dengan mudah saja Muryani dapat menghindarkan diri dari bacokan itu dengan elakan ke samping dan sekali kakinya mencuat ke arah pergelangan tangan kanan penyerangnya, orang itu mengeluh dan golok itupun terlepas dan terpental dari tangannya.
"Cukup, Muryani. Jangan bunuh dia." kata Parmadi. Muryani merasa heran sendiri mengapa ia begitu mentaati seruan Parmadi ini. Ia merasa ada sesuatu yang amat kuat dan berwibawa sehingga secara otomatis ia melompat ke belakang.
"Ki-sanak, kami tidak akan membunuhmu. Kalau engkau memang seorang pejuang yang membela Arisbaya, engkau tentu memiliki kesetiakawanan untuk mengubur jenazah para kawanmu itu. Mari adi, kita pergi," kata Parmadi dan Muryani menurut saja ketika Parmadi menghampiri perahu kecil milik dua orang mata-mata Arisbaya yang menyamar sebagai nelayan tadi.
Muryani merasa semakin heran. Ia perti berubah menjadi seorang anak kecil yang menurut saja dituntun seorang dewasa! Tanpa bicara Parmadi mengajak ia naik perahu kecil yang didayung ol Parmadi menuju ke muara!
Baru setelah mereka jauh meninggalkan tempat pertempuran tadi dan tidak tampak dari sana terhalang batu-batu karang dan bukit pasir, Muryani dapat bicaran. Ia bertanya dengan suara keheranan.
"Kakang Parmadi, apa artinya ini semua" Kenapa aku... aku menurut saja apa yang kaukatakan?"
Parmadi tersenyum dan mendayung perahunya ke tepi muara, lalu mendarat dan menarik perahu itu ke darat. Setelah itu barulah dia duduk di atas batu karang dan mempersilakan gadis itu duduk di depannya.
Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 "Engkau menuruti kata-kataku berarti bahwa engkau percaya padaku, adikku, dan aku girang sekali."
"Ya, akan tetapi kenapa, kakang" Kenpa engkau melarang aku membunuh orang tadi"
Bukankah dia itu musuh dan dia pun berniat membunuh aku?"
"Benar katamu, Muryani. Akan tetapi ingat, dia ingin membunuhmu karena menganggap engkau telik-sandi Mataram dan dia berjuang untuk membela Madura. Dia juga seorang pejuang, seorang gagah, walaupun sayang sekali kerajaan measing-masing bermusuhan sehingga membuat dua pihak yang sama-sama patriot, sama-sama pejuang, sama-sama orang gagah yang sebagai seorang kawula membela negaranya, terpaksa harus berhadapan sebagai musuh. Aku tidak tega melihat dia terbunuh. Pula, kalau dia terbunuh, lalu siapa yang akan menguburkan semua jenazah itu?"
"Kakang Parmadi, sungguh aku tidak mengerti. Kenapa engkau memperdulikan mayat-mayat para musuh itu" Kalau kita yang kalah dan mati, belum tentu mereka mau
memperdulikan jenazah kita."
"Hal itu hanya akan membuktikan bahwa mereka adalah manusia-manusia yang tidak berperikemanusiaan, adi Muryani. Di waktu hidup, nafsu dan keadaan mungkin memaksa kita untuk bermusuhan dengan mereka. Akan tetapi setelah mereka mati, permusuhan apalagi yang ada. Mereka telah menjadi jenazah dan ingat itu adalah jenazah manusia. Tak mungkin kita biarkan terlantar begitu saja."
"Aduh, bicaramu mengingatkan aku kepada mendiang ayahku, kakang Parmadi."
"Tentu saja. Bukankah beliau adalah guruku yang pertama?"
"Akan tetapi mengapa pula engkau mengajakku ke sini, kakang" Agaknya engkau seperti sedang merencanakan sesuatu."
"Engkau masih tetap cerdik seperti dulu, Muryani. Sesungguhnyalah. Melihat tiga orang serdadu Belanda yang membantu orang-orang Madura itu, aku menjadi curiga. Kapal Belanda di sana itu pasti bermaksud untuk membantu Madura. Hal itu akan berbahaya sekali. Kalau kita ingin membantu Mataram, inilah kesempatan yang amat baik itu."
"Apa maksudmu?"
"Kita harus dapat naik ke kapal itu dan melumpuhkan kekuatannya. Ketahuilah, adi Muryani. Dari percakapanku deirgan beberapa orang bijaksana yang setia kepada Mataram, aku mengetahui bahwa musuh utama kita adalah Kumpeni Belanda yang hendak menguasai bumi Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 23 nusantara. Gusti Sultan Agung tidak memusuhi daerah-daerah, melainkan hendak
mempersatukan semua kekuatan senusantara untuk bersatu padu menyusun kekuatan menghadapi Kumpeni Belanda. Yang menolak persatuan terpaksa ditundukkan. Dan pihak Belanda tentu saja tidak suka melihat persatuan semua daerah dengan Mataram, maka mereka selalu berusaha untuk memecah belah agar kekuatan kita menjadi lemah. Kapal itupun tentu ingin membantu Madura agar jangan sampai bersatu dengan Mataram. Karena itu, kalau kita ingin membantu Mataram kita harus berusaha untuk melumpuhkan kapal itu."
"Wah, itu sukar dan berbahaya sekali kakang Parmadi!" seru Muryani sambil memandang ke arah kapal besar itu. Moncong beberapa buah meriam tampak dari situ. "Dan mengapa pula engkau bersembunyi di antara batu karang ini?"
"Aku pernah mendengar bahwa kumpeni memiliki alat-alat yang ampuh. Selain senjata api panjang dan pendek, juga meriam-meriam dan aku mendengar mereka memiliki alat yang disebut teropong yang membuat mereka dapat melihat dari jauh sehingga dengan teropong itu, mungkin mereka dapat melihat kita di sini dari kapal. Maka sebaiknya kita berhati-hati dan sembunyi di antara batu karang sehingga kita dapat mengintai kapal sebaliknya mereka tidak dapat melihat klta."
"Akan tetapi bagaimana kita dapat naik ke kapal mereka" Bukankah hal itu sukar dan berbahaya sekali?"
Pusaka Rimba Hijau 2 Suling Emas Dan Naga Siluman Bu Kek Sian Su 11 Karya Kho Ping Hoo Dendam Iblis Seribu Wajah 10
^