Pencarian

Buddha Pedang Dan Penyamun 16

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Bagian 16


ruang, hasil pengenalannya selama dua puluh tahun. Ia pergi
meninggalkan diriku sendiri lagi di ce lah sempit ini, karena aku
dianggapnya mengerti, bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengannya mempunyai sebab dalam pengalamannya, dalam riwayat hidupnya, dalam jiwanya.
Tubuh kita adalah ciptaan jiwa kita. Namun aku menganggap
bukan pesan itu yang ingin disampaikannya, melainkan bahwa
melalui pesan itu ia menyampaikan betapa terdapat alasan
atas keberadaannya.
Apakah alasannya itu" Bagiku hanya satu, yakni bahwa
kekasihnya yang hilang itu belum ketemu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bahwa ia tidak mencari dan hanya menunggu, kukira itulah
bagian dari keterguncangan jiwanya, tetapi bahwa tujuan
hidupnya jelas dan pasti, yakni menunggu kekasihnya di
tempat ia menghilang, membuat ia dapat bertahan hidup lama
sekali. Tujuan adalah api dalam kegelapan hidup setelah
kehilangan kekasihnya.
Bukankah aku juga telah berpikir betapa hilangnya sang
kekasih merupakan lubang dalam bangunan dongeng yang
kukuh itu, karena tidak jelas ia menjadi gila, menjadi mayat,
atau pergi entah ke mana" Lubang dalam cerita adalah sisa
yang bisa berkembang menjadi cerita baru.
Apakah yang telah terjadi dengan gadis calon pengantin itu
dua puluh tahun lalu" Pembuat baju yang menurut Iblis Suci
Peremuk Tulang juga sudah meninggal, bahkan melihatnya
sendiri memasuki celah kembali untuk pulang ke permukimannya. Jika ia menjadi gila atau mati, penduduk
yang mencari pasti akan menemukannya, karena hanya para
pengembara dan perantau lata saja, yang akan mati tanpa
ada yang mencari, dan tetap tinggal di dalam celah sampai
menjadi kerangka. Adapun mereka yang menjadi gila, akan
berkeliaran sebentar sebelum akhirnya termenung-menung,
lantas menjatuhkan diri ke dalam jurang. Mereka yang tidak
menjatuhkan diri ke dalam jurang, sebagai orang asing yang
tidak mengenal jalan, dalam keguncangannya pun akan
terpeleset masuk jurang.
Maka jika gadis calon pengantin itu tidak pernah ditemukan
sebagai mayat atau orang gila, masih terdapat ruang kosong
bagi kepastian, bahwa meskipun hilang, ia tidaklah menjadi
gila atau mengalami kematian.
Selama dua puluh tahun ini, ke manakah kiranya dia pergi"
Dalam keterguncangan jiwa, kekasihnya hanya bisa menanti,
dari tahun ke tahun, sampai duapuluh tahun. Benarkah dia
gila" Aku hanya berpikir, betapa cinta memang menuntut
pengorbanan. Setelah mendengar kekasihnya menghilang, ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masuk menyusulnya meski orang sekampung sudah berusaha
menghalanginya.
Benarkah ia menjadi korban kegamangan seperti s iapa pun
yang berada di dalam celah sempit, gelap, dan tinggi
menjulang" Jadi teringat ujaran Mengzi:
akhir termegah dari pembelajaran
tiada lain selain
mencari jiwa yang hilang
Kudaku melangkah maju, aku membuka mata dan
mendongak ke atas. Kulihat ia berada di antara dua celah di
puncak sana, dan dengan ringan menghilang. Mendadak
kusadari betapa celah yang amat sempit ini tidak lagi gelap,
karena dari balik awan yang berpendar muncul rembulan,
bagaikan terjepit dinding-dinding celah, seolah akan jatuh ke
bawah setiap saat jika celah itu merekah.
Dinding-dinding langsung memantulkan cahaya lembut
keperakan, sehingga segala gurat di dinding batu itu dapat
terlihat. Aku meraba dinding, dan setelah mengarungi celah
sejauh ini, kuketahui bahwa dinding-dinding batu di daerah ini
tidak lagi sekeras berlian.
Begitulah kudaku melangkah pelahan karena celah yang
memang masih sempit dan menjulang. Dalam cahaya
rembulan, celah sempit ini tidak terlalu menyebabkan sesak
napas lagi, yang agaknya telah ikut mendorong kepanikan
orang-orang yang menjadi terguncang jiwanya dan tidak
pernah kembali seperti semula.
Aku menghela napas sekali lagi. Meskipun tidak
berlangsung pertarungan, ketegangannya melelahkan diriku.
Sepintas kubayangkan pertarungan jika ia menyerang. Ilmu
silat macam apakah yang telah ditekuninya, dengan cara
berpikirnya yang tentu berbeda, bahkan dibentuk oleh jiwanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang terguncang karena kehilangan calon isterinya" Ia tidak
mati dalam dua puluh tahun di celah sempit ini, hanya
mungkin dilakukan manusia dengan jiwa yang sangat
membara di dalam dirinya. Ruang dan waktu hilang dalam
pemusatan perhatian. Aku merasa Jurus Tanpa Bentuk yang
masih terus kuolah dan kupikirkan ulang belum mendapat
lawan, tetapi betapapun aku merasa penasaran.
PEMANDANGAN menjadi sangat lain dari biasa karena
rembulan seolah-olah menggantung dalam jepitan bibir-bibir
celah itu. Memandang ke atas seluruh dinding raksasa pada
kedua sisi ini tampak putih kebiru-biruan, sementara langit
yang hanya tampak selebar pedang lurus panjang karena
sempitnya celah, berwarna biru tua bagaikan bulan memang
jatuh di bumi sehingga langit malam terlalu jauh untuk
disinarinya. Memandang ke depan, lorong panjang yang
semula tidak terlihat karena gelap, kini menjadi jelas begitu
memanjang bagai tiada habisnya, dengan cahaya putih lembut
sepanjang dinding, tetapi yang tidak terlalu kebiru-biruan.
Namun dari titik man apun di depanku, jika aku menatap ke
atas, seluruh dinding ce lah kembali kebiru-biruan.
Adapun lantai lorong berbatu yang juga sempit lurus dan
panjang, justru tanpa cahaya putih dan hanya kebiru-biruan.
Aku bagaikan berada di dunia lain. Sedangkan ketika aku ingin
tahu keadaan di belakang, pemandangannya hampir sama
dengan pemandangan di depan, yakni lorong sempit lurus
panjang, yang juga bercahaya putih lembut dinding-
dindingnya, tanpa cahaya kebiru-biruan. Terasa bagaikan
terjebak dalam dunia serba sempit, yang justru sulit
dibayangkan dalam pekatnya kegelapan. Aku mendapat
kesempatan lebih baik untuk membayangkan dunia calon
pengantin ma lang yang hidup di sini selama duapuluh tahun
itu. Masihkah yang sempit terasa sempit, yang gelap terasa
gelap, yang kebiru-bi-ruan terpandang kebiru-biruan" Masih-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kah celah menjadi celah, lorong menjadi lorong, dan dinding
menjadi dinding"
Kudaku masih melangkah. Ketika aku meraba dinding lagi
dalam kesempitan luar biasa sehingga aku harus turun dari
kuda, terpegang lagi olehku beberapa helai rambut Harimau
Perang. Tentu bulan belum berada di atas celah itu ketika ia
melewati tempat ini, sehingga capingnya yang lebar tepiannya
menyentuh kedua sisi dinding, dan karena itu harus
dibukanya. Kulihat banyak sekali tulang-tulang sisa kerangka yang
sudah remuk terinjak-injak. Tengkorak yang tidak utuh lagi
berserakan di mana-mana, dengan mulut seolah-olah seperti
sedang tertawa. Dari jejak yang masih dapat dilacak, kuduga
bahkan kepalanya terantuk dinding, karena masih berada di
atas kuda ketika seharusnya turun karena celah menyempit
begitu rupa hanya selebar tubuh kuda. Saat itulah beberapa
helai rambut panjangnya tertinggal pada permukaan dinding
yang kasar. Kupegang sebentar helai-helai rambut itu, bahkan tanpa
kusadari telah kuangkat ke hidungku dan menciumnya, dan
baunya ternyata harum sekali. Ha-rimau Perang itu ternyata
seorang peso-lek. Bahkan di tengah alam yang hanya
cuacanya saja bisa membunuh, dalam perjalanan yang berat
dan melelahkan, rambutnya masih meruapkan dunia
kecantikan. Apakah Harimau Perang seorang perempuan"
Telah kudengar bagaimana ia bergumam dan berbicara
setelah membantai kedua belas penga-walnya sendiri, dan aku
tidak mendapatkan kesan bahwa ia seorang perempuan.
(Oo-dwkz-oO) KULEPASKAN rambut itu, karena kemudian perhatianku
tertarik kepada guratan yang terdapat pada dinding batu.
Dengan segera aku mengira guratan tersebut merupakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gambar jurus-jurus silat. Dunia persilatan penuh dengan cerita
tentang para pendekar yang jatuh ke jurang tetapi tidak mati,
dan dalam keadaan luka parah merayap ke sebuah gua, untuk
menemukan kitab ilmu silat, yang setelah dipelajarinya
membuat ia menjadi pendekar mahahebat. Aku pun bukan
tidak ingin menjadi bagian dari cerita semacam itu, dan
harapanku membuat aku mengira segala guratan itu adalah
jurus ilmu s ilat.
Kuhentikan kudaku di sini, karena jika tidak tentu ia
berjalan terus. Namun dengan berjalan terus berarti kuda
Uighur ini tidak merasakan adanya bahaya. Tidak mungkin
bagi kuda itu untuk memaklumi pula kebutuhanku, bahwa
barangkali saja guratan pada dinding batu itu adalah jurus-
jurus ilmu s ilat.
Lorong ini masih saja amat sangat sempit, meski tidaklah
begitu sempitnya sehingga harus turun dari kuda. Agak sulit
menduga apakah guratan itu gambar atau huruf, karena
meskipun aku sudah turun dari kuda dan menempelkan
tubuhku pada tembok, letak guratan-guratan itu begitu
tingginya sehingga tidak dapat ditatap sesuai dengan bentuk
seperti yang dimaksudnya.
Namun adalah penting bagiku bahwa guratan-guratan pada
dinding batu itu dibuat manusia. Sepintas lalu seperti coretan
saja, tetapi siapakah dia orangnya yang dengan tingkat
kesulitan begitu tinggi bersusah payah hanya ingin membuat
coretan sahaja" Bagaimanakah caranya seseorang membuat
guratan-guratan itu" Di bagian ini, meski celah tetap sempit,
belumlah memungkinkan seseorang untuk dapat menempelkan punggungnya di dinding bagian atas dengan
kaki lurus ke depan, menekan dinding di depannya agar tidak
jatuh; tetapi juga tidak cukup luas sehingga apapun yang
diguratkannya dapat terpandang dari suatu jarak.
BARANGKALI coretan macam apa pun dapat dilakukan
sambil bergantung pada sebuah tali, tetapi dengan alasan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apakah seseorang sengaja datang dengan segala peralatan
untuk mengerjakan sesuatu yang tidak dapat disaksikan"
Saat memandang ke atas sambil menduga-duga itu aku
merasa cahaya perlahan-lahan menjadi semakin suram. Tentu
saja rembulan yang seperti terjepit bibir-bibir celah itu tidak
akan bertahan di sana selamanya!
Aku pun melesat ke atas agar sempat melihat guratan-
guratan itu seutuhnya. Aku bertahan selama mungkin di udara
agar dapat mengamati guratan tersebut, dan jika kemudian
tubuhku harus kembali turun ke bumi, itu pun sebisa mungkin
amat sangat pelahan.
Kuperhatikan guratan itu ternyata sudah sangat tua, karena
lumut di atasnya membuat warna guratan sama saja dengan
warna permukaan batu. Aku beruntung telah melihatnya
dalam cahaya rembulan, sehingga arah pantulannya yang
berbeda karena permukaan yang dibentuk guratan, membuat
guratan-guratan itu bagiku jelas terlihat. Jika tidak tentu aku
pun hanya akan melewatinya saja. Lebih beruntung karena
juga dapat kuketahui, betapa tidak sembarang cahaya akan
membuat guratan-guratan itu tampak dari kedudukanku tadi.
Sepintas lalu guratan-guratan itu memang tidak ada
artinya, karena dalam penatapan sepintas lalu memang tidak
membentuk huruf maupun gambar orang bersilat yang
kuharapkan itu. Namun setelah turun naik beberapa kali,
karena guratan itu selain terdapat dari atas ke bawah, juga
menyamping dan mendatar sehingga memenuhi dinding, aku
berpikir benarkah ini semua hanya coretan, dan bukannya
huruf yang tidak kukenal"
Betapapun aku menduga, tentunya ada sesuatu yang
dianggap perlu untuk diungkapkan segala guratan yang
tampaknya sembarang dan asal dicorat-coretkan itu. Ketika
kuraba, kuketahui bahwa guratan itu tidak mungkin dipahat
dalam waktu yang lama, melainkan sekali gores oleh benda
tajam yang kuduga merupakan pedang mestika.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Memang hanya pedang mestika tentunya, yang dapat
membuat dinding batu seolah-olah begitu lunaknya seperti
tofu. Mengingat panjang, lebar, dan luasnya dinding tempat
terdapatnya guratan-guratan
itu, dapat kubayangkan bagaimana seseorang telah melenting ke atas dan ketika turun
segera memainkan pedang mestikanya sehingga terbentuk
guratan dari atas ke bawah. Begitulah ia lakukan seterusnya,
sampai dinding ini penuh dengan guratan.
Adapun mengingat pori-pori yang terbentuk pada


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

permukaan guratan, peristiwa itu sudah berlangsung jauh,
jauh pada masa lalu. Jauh sebelum wilayah ini menjadi
permukiman tersembunyi para pemberontak, dari masa
pemerintahan wangsa yang satu ke wangsa yang lain; jauh
sebelum para penyamun yang berasal dari penjahat
kambuhan malang melintang di sepanjang lautan kelabu
gunung batu; jauh, jauh sebelum semakin sering orang
melewati Celah Dinding Berlian dan tidak sedikit di antaranya
menjadi gila. Berarti bukan ia yang desah napasnya begitu
sarat dengan duka sehingga menjelma benda padat
menggelinding sepanjang lorong dengan suara berdentang-
dentang itulah yang telah membuatnya
Ketika cahaya makin suram, aku merasa sedih, karena tahu
tidak akan pernah bisa mengamati lagi guratan-guratan itu.
(Oo-dwkz-oO) Episode 173: [Renungan dalam Kegelapan]
Rembulan berpindah tempat, melepaskan diri dari jepitan
kedua sisi teratas dinding-dinding celah, suasana seperti
mendadak muram, dan lorong ini akan segera kembali
menjadi gelap. Namun pergeseran sumber cahaya, sebelum
lorong ini menjadi gelap, ternyata memberikan bentuk
pantulan tertentu dari guratan-guratan itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Segalanya menjadi jelas bagiku sekarang. Pembuat coretan
itu mengguratkan pedangnya dengan dua kedalaman yang
berbeda; yang lebih dalam membentuk aksara, sedangkan
yang tidak terlalu dalam membentuk gambar. Keterbedaan
yang terjelaskan oleh perubahan sudut pencahayaan ini, tidak
dapat kupastikan disengaja atau tidak, tetapi penumpukan
guratan aksara dan guratan gambar itu kuyakini merupakan
usaha merahasiakannya. Tanpa sudut pencahayaan tertentu,
guratan yang dalam maupun tidak terlalu dalam tidak
terbedakan, sehingga guratan-guratan itu hanya akan tampak
sebagai corat-coret tanpa kejelasan.
Inilah yang belum kumengerti. Jika ingin dirahasiakan,
kenapa harus diungkapkan" Jika ingin diungkapkan, kenapa
harus dengan cara yang begitu sulit untuk mendapatkan
kejelasannya"
DENGAN semakin bergesernya rembulan, semakin menggelap pula lorong ini, sehingga aku harus segera
membaca kata-kata yang berasal dari susunan aksara Negeri
Atap Langit ini secepat-cepatnya.
Manusia tidak bertaring, manusia berkulit tipis, manusia
tidak berbulu. Manusia menjadi manusia, jangan meniru
binatang. Kecerdasan membedakan manusia dari binatang.
Kegarangan, yang alamiah bagi binatang, tercela untuk
manusia. Manusia mencari cara yang alamiah baginya.
Manusia yang mencari sifat dasarnya, dalam sifat dasar
binatang, kehilangan sifat dasarnya sebagai manusia
Dengan terbaca kata terakhir itu, semakin meredup pula
cahaya, sebelum akhirnya lorong ini kembali menjadi gelap
sama sekali. Aku mendongak ke atas, tiada lagi rembulan.
Segenap tulisannya telah kubaca, tetapi meskipun gambar-
gambar yang bertumpuk dengan aksara itu pun telah dapat
kupisahkan dari aksara, dan kuketahui menggambarkan apa,
belumlah kuketahui maknanya. Aku masih harus memikirkannya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melangkah pelahan menuju kudaku yang menunggu.
Dalam gelap kutunggangi lagi, dan ia pun segera melaju. Dari
sini lorong ini memang menjadi lebih lebar, sehingga masih
cukup luas jika seorang penunggang kuda lain datang dari
arah yang berlawanan dan berpapasan.
Kukira aku masih tetap harus waspada terhadap apa pun
yang dipersiapkan Harimau Perang untuk menghalangiku, dan
sangat besar kemungkinannya untuk membunuhku. Pertemuanku dengan manusia yang mampu membubung ke
atas hanya dengan embusan napasnya itu, harus kuanggap
bukan bagian dari rencananya. Begitu juga ketika
perjalananku harus tertunda lebih lama lagi, karena
ketersingkapan tulisan dan gambar-gambar yang dirahasiakan,
tetapi tetap saja diungkapkan itu. Aku bahkan tidak berani
memastikan, apakah pendekar calon pengantin yang
terguncang jiwanya karena kehilangan calon isteri dua puluh
tahun lalu itu juga mengetahuinya. Selain karena perbedaan
aksara dan gambar itu hanya terlihat dalam pemisahan oleh
sumber cahaya tertentu saja, juga harus kuingat betapa
manusia yang malang itu hidup di dalam dunianya sendiri.
Namun sementara perjalananku belum kuketahui berapa
lama lagi akan tiba di seberang celah, kuwajibkan diriku untuk
membuka rahasia yang mengungkapkan dirinya kepadaku di
dalam celah itu. Dalam kegelapan, di atas punggung kuda
yang bagaikan membawaku terbang sepanjang semesta yang
hitam, kuingat kembali betapa kata-kata itu diucapkan oleh
Yangzi, pemikir Dao yang hidup lebih dari seribu tahun lalu.
Dari ruang pustaka Kuil Pengabdian Sejati pernah kubaca
Kitab Han Feizi yang juga di-tulis Han Feizi mengutip ucapan
Yangzi: Adalah seseorang
yang kebijakannya tidak memasuki kota
yang berada dalam bahaya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
maupun tetap bersama pasukan tentara.
Demi keuntungan besar bagi dunia
pun ia tidak akan menukarkan
sehelai bulu betisnya...
Dialah yang merendahkan harta benda
dan menghargai kehidupan.
Sementara kitab lain, Hua Nanzi, menyebutkan:
Melestarikan kehidupan
dan mempertahankan keaslian
di dalamnya, tidak membiarkan harta benda
menjerat seseorang:
itulah yang ditegakkan oleh Yangzi.
Sesuai dengan pemikiran Dao, yang lebih memberi nilai
tinggi manusia sebagai bagian dari alam, daripada
membiarkan penalarannya memanfaatkan alam, aku menafsirkan kembali yang tertulis pada dinding tersebut,
bahwa manusia harus mengembangkan dirinya sebagai
manusia berdasarkan miliknya sendiri. Jika manusia memang
tidak memiliki taring, ia tidak perlu menciptakan suatu alat
untuk menggantikan taring. Jika manusia tidak memiliki cakar
seperti harimau, ia tidak perlu menciptakan jurus silat harimau
agar dapat menggantikan yang tidak dimilikinya. Ia harus
mengembangkan diri dengan apa pun yang berada di dalam
dirinya saja. Benarkah begitu" Ketika Yangzi bicara tentang kegarangan
dan sifat dasar kurasa sebetulnya ia sedang berfilsafat tentang
jiwa manusia, agar janganlah meniru perilaku binatang yang
hanya mengikuti nalurinya saja. Sedangkan naluri binatang
agar tetap selamat dalam rimba raya kehidupan adalah
membunuh makhluk lain yang mengancam keselamatannya,
dan karena itulah sifat dasarnya, dari serangga sampai
beruang, adalah menjadi garang. Itulah yang tidak dianjurkan
kepada manusia untuk menirunya. Jika manusia TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengembangkan diri di dalam alam yang dihuninya bersama
binatang, janganlah meniru s ifat dasar binatang.
Dihubungkan dengan jiwa pemikiran Dao, bahwa manusia
merupakan bagian dari alam yang juga dihuni binatang, dan
karena itu binatang seharusnya menjadi sahabat manusia di
dalam alam, penalaran Yangzi seolah-olah membuat manusia
berjarak dari alam. Namun jika dipikirkan ulang, ternyata
sama sekali tidak. Yangzi hanya ingin manusia kembali kepada
dirinya sendiri, dengan menegaskan perbedaan dirinya dari
binatang, sebagaimana kedudukan manusia di tengah alam,
yang memiliki kesadaran untuk menghargai kehidupan.
Namun dalam terbacanya pemikiran Yangzi di dalam celah
sempit ini, aku merasa bahwa pendekar yang menuliskannya
dengan pedang mestika di dinding batu itu ratusan tahun lalu,
menafsirkan pemikiran tersebut dalam kerangka ilmu silat!
Memang hanya dengan begitu gambar-gambar yang
diguratkan bertumpuk di atas atas aksara-aksara, sehingga
tampak hanya bagaikan corat-coret sembarang sahaja,
menjadi bermakna!
Dalam kegelapan, di atas punggung kuda yang melaju, aku
tersenyum sendiri, karena merasa menemukan sesuatu.
Sesuatu yang selama ini juga selalu kucari!
Gambar-gambar yang dalam keberbedaan guratan menjadi
jelas karena sumber pencahayaan dari sudut tertentu itu, di
atas setiap aksara membentuk sosok manusia. Semula aku
sudah siap untuk gambar manusia yang memainkan jurus-
jurus silat, tetapi sosok-sosok manusia itu ternyata tidak
seperti sedang memperagakan jurus apa pun. Itulah sosok
manusia berkepala gundul, y i atau baju atasnya sepanjang
lutut, mengenakan busana yang disebut ku atau celana, dan
juga mengenakan alas kaki yang disebut sebagai sepatu.
Setiap sosok pada setiap huruf itu memang tidak
memperagakan jurus apa pun, karena sosok itu hanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memperlihatkan bentuk yang diperagakan manusia dalam
kehidupan sehari-hari.
Betapa bukan bentuk seperti yang kita saksikan setiap hari,
jika yang kulihat adalah gambar orang duduk, orang berdiri,
orang berjalan, atau orang tidur" Orang duduk tentu dengan
bermacam-macam cara duduk, apakah dengan satu kaki naik
dan dagunya tertopang di lutut, kedua kakinya naik dan
tangan memeluk lututnya, maupun justru meskipun salah kaki
naik, kedua tangan bersandar di tempat ia duduk. Tentu ada
yang duduk begitu saja, memang hanya duduk, dan ada juga
yang sambil minum, atau makan, atau juga menguap dengan
mulut lebar, selebar-lebarnya seberapa lebar mulut itu bisa
menguap... Ada yang sedang tertawa dengan begitu gelinya sampai
memegang perutnya, ada yang seperti sedang makan
menggunakan sumpit, ada yang duduk mengantuk dan tidur
menelungkup di atas meja dengan dahi disangga punggung
tangan, dan seterusnya disusul oleh bermacam-macam cara
tidur. Mulai dari tidur terlentang seperti biasa, menelungkup,
berguling ke kiri atau ke kanan, atau tidur meringkuk seperti
bayi di dalam kandungan.
DEMIKIANLAH kuingat semuanya, orang berdiri, orang
berjalan, orang bersila, orang bersimpuh, orang berjongkok,
orang meloncat, orang menangis dengan tangan mengusap air
mata, dan orang sedang memanggil seseorang yang lain
sambil melambaikan tangan.
Dalam kegelapan, terbayang bagaimana segala yang
tergambarkan itu menjelma dalam peradaban, di jalanan, di
kedai, di pasar, di penginapan, di kuil, di sawah, di atas kapal,
di mana pun, seperti yang telah kujumpai sepanjang dalam
perjalananku. Jurus-jurus silat dari setiap wilayah memang
bisa berbeda, tetapi cara orang berjalan dan tertawa, duduk
dan tidur, di mana pun adalah sama. Itulah bentuk tubuh
siapa pun dalam kehidupan sehari-hari di jalanan. Bahwa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kemudian semua itu tergambarkan di dalam sebuah lorong,
dalam salah satu dari dua belas celah di Celah Dinding Berlian,
apakah kira-kira maksudnya"
Apakah orang yang telah mengguratkan aksara dan
gambar pada dinding dengan sebuah pedang mestika itu,
sedang berbicara tentang ilmu silat atau bukan ilmu silat"
Pemikiran Y angzi yang terguratkan melalui aksara-aksara pada
dinding raksasa itu tidak berbicara langsung tentang ilmu s ilat,
begitu pula sikap tubuh sosok-sosok yang tergambarkan
tersebut. Namun yang sepintas lalu hanya terpandang sebagai
guratan corat-coret itu tidak mungkin dibuat tanpa ilmu silat
yang tinggi. Kubayangkan seorang pendekar dari masa yang sangat
silam itu, dengan ilmu meringankan tubuhnya, telah melenting
ke atas dan sambil turun membuat berbagai gerakan dengan
pedang mestikanya pada dinding keras, yang bagi pedang
mestika tersebut hanyalah selunak tofu. Ia mengguratkan
bentuk-bentuk aksara pada dinding, memindahkan pemikiran
Yangzi dari dalam kepalanya. Begitulah setiap kali sampai ke
bawah, ia bergeser ke samping kanannya dan melenting lagi
ke atas, sampai seluruhnya tertuliskan. Setelah itu ia
mengulanginya lagi untuk membuat gambar-gambar sikap
tubuh dari kehidupan sehari-hari tersebut.
Menurutku telah diperhitungkannya dengan cermat, bahwa
guratan yang membentuk aksara harus lebih dalam daripada
guratan yang membentuk gambar, agar sudut pandang
pencahayaan tertentu akan membuat yang semula tampak
sebagai corat-coret tanpa makna, menjadi jelas terpisahkan
sebagai aksara dan sebagai gambar.
Mengingat semua itu dibuat oleh seorang pendekar, yang
mengandalkan ilmu silat, aku pun menghubungkannya dengan
persoalan ilmu silat. Dari pemikiran Yangzi yang berbicara


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang perbedaan manusia dan binatang, dan bahwa
manusia harus kembali ke sifat dasarnya sendiri, yakni yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bukan mengembangkan kegarangan binatang,
semula kupikirkan bahwa mengembangkan jurus-jurus silat yang
merujuk kepada gerak binatang itulah yang tidak dianjurkan.
Maka ketika sosok-sosok manusia itu kemudian dapat
kupisahkan, dan dapat kutatap sebagai gambar yang berdiri
sendiri, lepas dari aksara yang menjadi latar belakangnya, aku
berharap melihat jurus-jurus silat, yang mungkin dimaksudkan
sebagai cara lain daripada jurus-jurus yang mengacu kepada
gerak pertarungan binatang.
Tentulah harapanku tidak terpenuhi, karena yang kulihat
adalah sikap tubuh yang tidak merupakan jurus silat sama
sekali! Apakah ia memang berbicara tentang sesuatu di luar
ilmu s ilat"
Namun aku harus menafsirkannya dalam kerangka ilmu
silat, karena tulisan serta gambar-gambar itu hanya mungkin
diguratkan pada dinding raksasa itu dengan ilmu silat.
Betapapun, penafsiranku terbawa dan terbentuk oleh
pendalaman ilmu silat yang kulakukan sendiri. Pertama,
bahwa dalam Jurus Penjerat Naga yang disebut jurus tidaklah
mirip dengan jurus silat sama sekali; kedua, bahwa dalam
Jurus Tanpa Bentuk yang sedang kupikirkan sambil terus
mengembangkannya, jurus ilmu silat memang tidak digunakan
sama sekali, karena Jurus Tanpa Bentuk merupakan suatu
jurus yang berada di dalam pikiran.
Bukankah tidak aneh jika kemudian aku berpikir, setelah
melihat gambar-gambar sikap tubuh yang bukan jurus silat
itu, bahwa membedakan diri dari binatang artinya tidak lain
dari menggunakan penalaran, yang digunakan begitu rupa
sehingga bahkan tidak sepotong jurus pun, termasuk jurus
yang tidak seperti jurus silat, perlu digunakan dalam ilmu silat.
Di atas kuda yang melaju dalam kegelapan aku tersenyum.
Apapun yang dimaksud oleh pendekar yang terjebak di lorong
ini, mungkin seribu tahun lalu, aku merasa telah
menafsirkannya sesuai dengan kepentinganku. Pendalamanku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terhadap Jurus Tanpa Bentuk bukanlah arah pendalaman ilmu
silat yang keliru.
KEPENTINGAN negara,
kepentingan kelompok,
dan kepentingan pribadi berkaitkelindan begitu rupa, sehingga
bukan mustahil menjadi sulit untuk kembali diuraikan.
Menduga kedudukan Harimau Perang, betapapun harus
dihubungkan dengan tanda-tanda yang dapat dibaca dari
dirinya sendiri, bahwa dua belas pengawal rahasia dibantainya
karena telah membicarakan orang-orang kebiri dengan cara
yang merendahkan sekali. Ini berarti siapa pun dia orangnya,
karena kepastiannya memang belum ada, yang selama ini
kuanggap sebagai Harimau Perang dan sedang kuburu ini
memiliki sikap yang berbeda dari banyak orang terhadap
orang-orang kebiri. Dengan kata lain, dalam kebencian yang
telah dibangun melalui segala cerita tentang orang kebiri,
sikapnya bukan sekadar berbeda, melainkan berlawanan
begitu rupa sehingga dua belas pengawalnya sendiri itu
dibunuhnya. Seandainya pun pembunuhan itu merupakan bagian dari
suatu rencana, kata-katanya yang kudengar sendiri tidak
mengubah kedudukannya. Bahkan, mengingat ia berbicara
tanpa mengira ada seseorang yang mendengarnya, dapatlah
dipastikan betapa yang diucapkannya itu memang jujur
adanya. Meski ini belum menunjukkan arah yang pasti, tetap
saja terhubungkan dengan peristiwa menyangkut orang kebiri
juga, bahwa dalam karung yang dibawa oleh para pengawal
barang itu, terdapat mayat orang kebiri terpotong-potong
yang sangat mengenaskan.
Harimau Perang dipanggil untuk menyeberangi perbatasan
melalui jalan darat yang berat, yang tidak merupakan
kelaz iman, oleh pihak istana; demikian pula mayat orang
kebiri yang terpotong-potong itu diselundupkan bersama
berbagai barang berharga yang diangkut kuda beban dalam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karung yang disegel dengan lilin merah, diangkut melalui jalan
ini. Jika tidak berlangsung bentrok antara diriku dengan para
penyoren yang mengawal barang karena kuda Uighur itu, dan
mereka tidak mati terbunuh oleh Pendekar Kupu-kupu,
tentunya mereka telah berpapasan dengan Harimau Perang.
Terdapat cap dari istana pada segel lilin merah tersebut.
Artinya bahwa pembunuhan orang kebiri itu berlangsung di
dalam istana, dan diselundupkan keluar melalui jalur resmi
istana, yang pada umumnya dikuasa i orang-orang kebiri.
Siapakah yang membunuh orang kebiri itu" Apakah ia dibunuh
oleh seseorang atau beberapa orang yang membencinya,
sebagaimana setiap orang seperti wajar saja membenci orang
kebiri" Ataukah, dan inilah yang kupikirkan setelah mendengar
cerita persaingan antara Gao Lishi dan Li Fuguo di istana yang
sama sekitar tiga puluh tahun sebelumnya, mungkinkah ia
telah dibunuh oleh orang-orang kebiri sendiri" Setidaknya
orang kebiri yang menyimpan cap segel itu mengetahuinya.
Mungkin pula bekerja sama dengan orang kebiri yang
bertanggung jawab atas gudang penyimpanan harta benda
istana. Apakah aku tidak terlalu jauh menebaknya" Kuanggap ini
merupakan dugaan yang baik, karena setelah mendengar dan
membaca segala cerita tentang orang kebiri, kupikir orang-
orang kebiri yang bertugas di istana itu terlalu teliti untuk
dikelabui. Aku memikirkan suatu kemungkinan, tetapi tidak ada
gunanya membicarakan ini tanpa bukti.
Aku juga bertanya-tanya, jika bapak kedai itu tidak
bercerita dan tidak memberikan kitab gulungan tentang orang
kebiri itu, apakah yang bisa kupertimbangkan dari peristiwa
ini" Siapakah bapak kedai yang telah mengorbankan jiwanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untukku itu" Benarkah ia me lakukan pekerjaan mata-mata
bagi negara seperti yang pernah kuduga, atau menjual
keterangan kepada siapa pun yang membayarnya" Di wilayah
perbatasan yang rawan, keterangan berharga yang rahasia
sifatnya bisa dijual dengan harga mahal. Namun mengapa
tiba-tiba ia seperti memaksaku untuk mengetahui segala cerita
tentang orang kebiri itu" Aku masih harus memeriksa kembali
segalanya, termasuk cerita tentang panglima kebiri Yu
Chao'en yang meninggal 27 tahun lalu itu.
Dalam kegelapan aku bertanya-tanya, mungkinkah semua
pertanyaanku itu mendapatkan jawabannya" Teringatlah aku
kepada Kong Fuze:
mestikah aku mengajarimu
apakah pengetahuan itu"
ketika dirimu mengetahui sesuatu
kucegah untuk mengetahuinya;
ketika dirimu tidak mengetahui sesuatu
kubiarkan dirimu tidak mengetahuinya.
itulah pengetahuan
ANGIN kencang bertiup dari depan. Apakah sebentar lagi
aku akan segera keluar dari lorong sempit yang sangat
menekan perasaan ini"
Laju kudaku kembali tertahan. Lorong tampaknya
menyempit kembali menjelang keluar. Demikianlah untuk
kesekian kalinya diriku harus bertahan dengan perasaan
tertekan. Angin segar dari luar yang telah membawakan wangi
dedaunan itu membuat kegelapan dan kesempitan ini sangat
menyiksa. Apalagi ketika lamat-lamat seperti kudengar juga
suara anak kecil, salak anjing, dan kokok ayam jantan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah benar lorong ini sebentar lagi memasuki sebuah
pemukiman, ataukah hanya harapanku sahaja, yang bagaikan
telah melihat segalanya akan berada di depan lorong ini.
Mendadak aku seperti mengerti bagaimana orang menjadi
gila. Terutama mereka yang telah menjadi begitu panik dan
begitu putus asa, yang membuat harapan takterpenuhi bisa
sangat membunuh. Lorong gelap dan sempit ini sebetulnya
selalu dilewati bagaikan jalan biasa, penghubung antarpemukiman di wilayah ini maupun antara Daerah
Perlindungan An Nam dan Negeri Atap Langit dan sebaliknya,
sehingga siapapun memang diharapkan menganggapnya
sebagai jalan umum saja, sebagai satu-satunya jalan yang
bisa dilewati di s ini. Pada dasarnya kesempitan dan kegelapan
celah manapun dari dua belas celah di Celah Dinding Berlian
ini. Maka aku pun memikirkan sesuatu yang lain, agar tidak
terjebak kepada bayangan palsu kampung nan perma i yang
seolah-olah sudah berada di depan mata, bagaikan impian
yang ingin diyakini sebagai nyata.
Aku memikirkan betapa hubungan-hubungan di dalam
jaringan rahasia istana yang saling bertumpang tindih itu
mungkin saja sesempit dan segelap lorong ini. Sempit dan
gelap, tetapi merupakan jalan umum bagi para pelaku dalam
peristiwa-peristiwa rahasia di dalam istana. Sekali seorang
petugas rahasia mengetahuinya, sebetulnya tiada yang
rahasia lagi baginya. Namun justru karena itu, untuk menjaga
terbongkarnya rahasia dari pengkhianatan, yang merupakan
bagian takterpisahkan dari dunia mata-mata, setiap pelaku
dijaga untuk hanya menguasai sepotong dari segala rahasia
itu. Baik pengetahuan atau keterangan yang dirahasiakan,
maupun jalan rahasia itu sendiri.
Jalan rahasia adalah jalur yang dilalui oleh sesuatu yang
dirahasiakan, dari titik satu ke titik lain, sepanjang perjalanan
dari sesuatu yang dirahasiakan itu, dari pengirim pesan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rahasia itu kepada penerima pesan rahasia tersebut. Jalan
rahasia itu bisa berputar-putar dalam jaringan rumit di istana
saja, tetapi bisa menghubungkan berbagai titik di tempat-
tempat yang sangat jauh, seperti antara Harimau Perang di
Daerah Perlindungan An Nam dengan jaringan rahasia di
Negeri Atap Langit ini.
Sepanjang perjalanan di jalan rahasia, sesuatu yang
disebut rahasia terandaikan tetap tinggal sebagai rahasia.
Surat yang tergulung misalnya, ketika berpindah dari tangan
satu ke tangan lain dalam perjalanan rahasianya, terandaikan
tidak akan pernah dibuka, apalagi dibaca. Namun di sanalah
pertarungan rahasia itu justru berlangsung, karena sekali
jaringan rahasia bisa ditembus dan jalur perjalanan
rahasianyan terlacak, bukan hanya surat itu akan dibuka dan
dibaca, melainkan diambil dan diganti surat palsu yang akan
menjebak pula. Begitu waspada pihak istana Negeri Atap Langit ini menjaga
kerahasiaannya, sehingga pernah kudengar cerita tentang
surat yang harus disembunyikan di balik kulit tubuh bagian
depannya. Jadi kulit tubuh petugas rahasia itu, bagian dada di
bawah leher sampai di atas perut, dikuliti dengan rapi, karena
harus dikembalikan lagi dengan surat terbungkus di baliknya.
Tentu saja kulit itu harus dibuka lagi ketika surat di baliknya
tiba di tempat tujuan.
Ketika kudengar cerita ini, kupikir memang sangat mungkin
dilebih-lebihkan. Namun cerita tersebut menyadarkan diriku
bahwa kesetiaan masih sangat berperan. Hanya jika maharaja
memang dianggap sebagai perwakilan dewa-dewa di langit,
maka seorang petugas rahasia rela mengorbankan dirinya
seperti itu, atas nama kesetiaan dalam pengabdian yang suci.
Kesetiaan itulah yang akan selalu mendapat tantangan dan
godaan untuk berbalik menjadi pengkhianatan. Seperti juga
yang terjadi di istana Mataram nun jauh di Yawabhumipala
tercinta, tugas rahasia berdasarkan kesetiaan telah disaingi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
oleh tugas rahasia berdasarkan nilai kerahasiaan itu sendiri,
yang maknanya dihargai dengan imbalan. Apakah itu imbalan
kekuasaan, harta, atau cinta, yang tidak jarang diselaputi
kepalsuan dan birahi tak tertahankan.
SESUATU yang dirahasiakan itu tidak selalu berupa surat,
karena surat masih dapat dibaca. Kadang sesuatu yang
dirahasiakan itu berupa lukisan. Sepertinya terlalu jelas ketika
dilihat, mungkin lukisan pemandangan gunung di balik kabut
dengan lekuk liku jalan setapak dan sungainya, mungkin
lukisan pohon bambu yang daun-daunnya dibuat dalam sekali
coret saja, mungkin pula gambar seorang perempuan yang
kecantikannya luar biasa. Seperti terlalu jelas, tetapi dengan
suatu rahasia tersembunyi di baliknya, berdasarkan tanda-
tanda sandi yang sudah disepakati.
Selain lukisan, ada kalanya bahasa sandi tersembunyi di
balik gulungan puisi. Aksara memang dituliskan sebagai seni
penulisan aksara di atas lembaran yang disebut kertas, yang
kemudian akan dipajang pada dinding. Namun meski begitu
jelas betapa tulisan itu adalah puisi, cara membaca tertentu
akan mengubah puisi itu sebagai suatu pesan rahasia, yang
dapat kucontohkan seperti dari puisi Nyanyian Kereta Perang
yang ditulis Du Fu ini:
berderak gemuruh suara kereta
berisik suara ringkik kuda
di pinggang tiap prajurit yang berangkat
busur dan panah tergantung erat
ayah, bunda, istri dan kanak-kanak
berlari mengantar ucapkan selamat jalan
debu mengepul naik, sehingga taktampak
jembatan Han-yang di jauhan
mereka rengguti tepian baju para pejalan
menghentaki kaki, menangis melolong menghadang jalan
meratap ngilu tersedan murung memekik rawan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keras raungan meninggi memanjat awan
seseorang yang berdiri di pinggir jalan


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya kepada kawan di tengah barisan
yang ditegur cuma beri jawaban:
''Memang selalu tentara dikirim ke garis depan!''
ada yang pertama kali dikirim ketika limabelas
di garis pertahanan Sungai Kuning ia bertugas
sampai usia empat puluh empagt ia masih berdinas
diperintah malah menggarap sawah, tentara pun perlu
beras ada yang tatkala berangkat, pada kepalanya
dikenakan destar oleh ketua desa
rambut menguban putih tatkala pulang
tak urung dikirim balik ke tapalbatas untuk berjuang
NAMUN dalam kehidupan para petugas rahasia, pemecahan
rahasia adalah bagian dari tugas yang tidak dapat dihindari.
Jika kunci-kunci sandi sulit dibuka, penyuapan uang tidak
mempan, dan rayuan cinta tidak cukup menggoda, siksaan
badan menjadi salah satu cara membuka rahasia. Meskipun
begitu ini hanya bisa dilakukan jika dapat diketahui siapakah
kiranya yang dipercaya mengemban dan membawa rahasia
itu. Menemukan siapakah kiranya menjadi mata-mata bagi
siapa adalah usaha yang tidak dapat dilakukan tanpa tipu
daya, sementara suatu jaringan rahasia jelas dilindungi tipu
daya yang sangat mengecoh pula. Tidak jarang seorang mata-
mata diangkat dan ditugaskan secara rahasia, tetapi hanya
untuk diumpankan sebagai pengalih perhatian, sehingga
menyiksa, dan menggali keterangan darinya seringkali justru
menjerumuskan para penangkapnya. Bahkan jika mata-mata
yang sebenarnya tertangkap, telah disebutkan betapa tidak
mungkin setiap petugas rahasia mengetahui segala rahasia.
Maka dalam hal rahasia yang seolah-olah paling mudah
dibongkar, seperti rahasia dalam bentuk kata-kata lisan, yang
dibisikkan secara berantai dari telinga ke telinga, tidaklah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat usaha perburuannya menjadi lebih mudah. Dalam
hal pesan rahasia lisan dari telinga ke telinga, pesan rahasia
yang dimaksudkan besar kemungkinan dikaburkan oleh
banyak sekali pesan rahasia dari sekian banyak jalur lainnya,
sehingga yang melacaknya akan sangat sulit menentukan, itu
pun jika semua berhasil disadapnya dengan suatu cara,
manakah kiranya yang bisa dijamin merupakan pesan rahasia
sesungguhnya. Semua ini menjadi lebih rumit, karena jaringan yang
bertumpang tindih itu tidak hanya mewakili satu atau dua
pihak yang saling membutuhkan atau saling berlawanan,
melainkan begitu banyak kepentingan yang tidak harus saling
berhubungan antara satu dengan lainnya.
Namun menjadi sangat penting untuk kupastikan sekarang,
betapa yang disebut jaringan rahasia istana itu sama sekali
tidak terbatas di dalam istana. Aku menyadari betapa
penguasa tidak akan mampu menancapkan kekuasaan dengan
baik, jika tidak didukung jaringan rahasia yang menyelusup
dan mengakar sampai ke pelosok perbatasan maupun negeri-
negeri jajahan. Maka tentulah menjadi pertanyaanku, apakah
pemukiman penduduk asli yang sebetulnya keturunan bekas
pemberontak tidak luput dari jaringan rahasia itu" Dalam
pemukiman seperti ini, bahkan pengawal rahasia istana yang
paling pandai menyamar dan meleburkan diri ke dalam suatu
kelompok pun tidak selalu berani memasukinya, karena sangat
sering terjadi, yang ditugaskan ke sana tidak pernah kembali
lagi! (Oo-dwkz-oO) Episode 174 ga ada
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Episode 175: [Keturunan Para Pemberontak]
AKU telah menyusuri lorong ini semalam suntuk. Tidak
selamanya lorong ini sempit dan lurus, dan tidak selamanya
pula celah ini terbuka sampai di atas. Ada kalanya celah di
atas itu menutup dan dinding-dinding lorong saling menjauh
sehingga terbentuk ruang yang luas, seperti gua, yang
ternyata dari atapnya air menetes-netes. Di dalam gua air
yang menetes-netes itu membentuk kolam kecil berair bening
tempat kudaku minum, dan dari kolam itu pun terbentuk
aliran kecil yang meninggalkan gua, berkericik lembut
memberi kesan kedamaian.
NAMUN di tempat seperti ini pun bergeletak kerangka
manusia tiada ketinggalan. Dalam kegelapan aku tak dapat
melihatnya, tetapi kudaku sengaja menendang tengkoraknya
untuk memberitahu aku, dan kudengar suaranya menggelinding di atas dasar batu. Kuduga mereka adalah
pengembara yang menjadi gila di celah sempit, dan dengan
nalurinya dapat mencapai tempat ini, lantas kemudian mati di
sini. Memang tidak semestinya celah sempit mana pun di
dunia dengan dinding setinggi apapun di atas sana membuat
orang menjadi gila, sehingga siapapun yang tiada tahu
menahu dengan perihalnya akan melewatinya saja tanpa
prasangka, siang maupun malam, dalam cuaca apapun jua,
dalam keadaan berkabut, terang, ataupun hujan.
Dalam kenyataannya meski sebagian besar orang muncul di
seberang celah tanpa kurang suatu apa, selalu ada saja yang
muncul sudah menjadi gila, dan sebagian yang lain bahkan
tidak pernah muncul lagi, karena kegilaan dan kepanikan
bagaikan telah meledakkan urat syarafnya dan membawanya
kepada kematian.
Dengan demikian, menyeberangi celah secara berombongan memang menjadi salah satu pilihan, lengkap
dengan pemandu atau pengawal bersenjata, sedangkan
pilihan waktunya tentu saja adalah siang. Namun tetap saja
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
selalu ada pengembara seperti diriku, yang karena keadaan,
terpaksa atau tidak terpaksa, memilih dan memutuskan
menempuh perjalanan dalam kegelapan sendirian.
Telah kualami sendiri perjalanan malam di celah sempit ini
dan kuketahui apa yang dapat dialami dan tidak dialam i oleh
siapapun yang mengarunginya dari malam sampai pagi. Tidak
semua orang akan cukup beruntung berada di bawah
rembulan ketika melewati dinding penuh coretan itu,
sedangkan apabila sebetulnya cukup beruntung mungkin tidak
peduli sama sekali terhadap guratan aksara pada dinding
raksasa yang bertumpuk dengan guratan gambar itu.
Sedangkan apabila ternyata peduli, tentu masih membutuhkan
ilmu meringankan tubuh yang tinggi agar dapat memeriksa
guratan-guratan itu setiap kali dari atas ke bawah, sebelum
mampu memecahkan persoalan yang diberikannya, bahwa
gambar-gambar itu mengarahkan makna tulisannya.
Di ujung lorong samar-samar kulihat cahaya lembut
keunguan. Mungkinkah di luar sana fajar menjelang" Terdapat
perasaan di dalam diriku agar sedapat mungkin keluar dari
lorong dengan secepat-cepatnya. Namun aku tahu betapa
diriku harus mampu menahan diri sekuat-kuatnya, karena
itulah salah satu keinginan di dalam lorong ini, yang jika tidak
kunjung terpenuhi akan memberi sumbangan untuk membuat
seseorang menjadi gila. Kewaspadaan juga memang masih
sangat diperlukan, karena sementara cahaya tidak dapat
datang lagi dari atas ketika atap celah tertutup, juga bahwa
dasar celah tempat berpijak sering tiba-tiba menganga
sebagai jurang.
Ada kalanya menganga begitu rupa sehingga hanya kuda
saja yang dapat melompatinya, dan dalam kegelapan hanya
kuda itu saja yang mengetahuinya. Tidak terlalu mengherankan. jika mereka yang berjalan kaki dan kehilangan
kewaspadaan, dalam kelelahan dan kepanikan akan
terperosok ke dalam jurang yang terbentuk dari belahan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gunung batu merekah itu, melayang hilang ke bawah tanpa
pernah ditemukan lagi. Penduduk pemukiman terdekat
memang selalu membuat jembatan tali di atas jurang-jurang
semacam itu, supaya mereka yang tidak memiliki ilmu silat,
terutama ilmu meringankan tubuh, juga dapat menyeberangi
jurang-jurang itu. Namun dalam kegelapan, jembatan tali
tersebut juga tidak mungkin terlihat dengan jelas.
Bahwa cahaya keunguan itu masih lembut, sangat tipis dan
sangat samar, rupanya disebabkan karena cahaya pagi
tersebut baru terpandang olehku, setelah melalui lorong yang
menjelang berakhir ini ternyata menjadi berliku-liku.
Kericik aliran air dari kolam sudah tidak terdengar lagi,
tetapi lorong ini sekarang sama sekali tidak sepi. Kurasa angin
di luar sana memberikan akibat terhadap suara seperti gema
yang kini terus menerus terdengar bagaikan suatu janji,
betapa di luar ce lah banyak persoalan masih menanti.
Itulah pertanyaanku kepada diriku sendiri, apakah kiranya
yang dipersiapkan Harimau Perang untuk menghalangi
pengejaranku" Apakah cukup baginya untuk menghilang
takterlacak secepat-cepatnya, ataukah ia juga memikirkan
sesuatu untuk dilakukan jika ternyata aku dapat mengikuti
jejaknya" (Oo-dwkz-oO) UDARA merasuk ke dalam lorong seperti memancing
kudaku untuk tambah melaju, tetapi kudaku tidak lantas lari
melaju, karena memang selain masih ada saja celah
menganga di dasarnya, dasar lorong pun tidak selalu rata
melainkan berbatu-batu, bahkan tidak jarang naik dan turun
dalam kecuraman yang masih juga berbahaya.
NAMUN pagi memang seperti memenuhi janji. Lorong yang
semula lurus saja dan kini semakin berliku-liku itu betapapun
semakin lama semakin terang. Lorong berliku-liku itulah yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah membuat cahaya pagi yang memang masih dini menjadi
sangat samar-samar.
Langit telah menjadi ungu muda ketika aku tiba di mulut
lorong. Aku berhenti sejenak, tidak langsung menuju keluar.
Pikiranku memang masih dan tidak boleh lepas dari Harimau
Perang. Mengetahui siapa yang kuikuti, dan mengandaikan
bahwa ia tahu sedang kuikuti, kurasa sangat pantas aku
bersikap waspada, betapa cara apapun akan digunakannya
untuk menghindarkan diri dari pengawasanku.
Aku turun dari kuda. Kutuntun pelahan menuju bibir lorong.
Semakin dekat ke bibir lorong itu semakin kudengar suara
orang bercakap-cakap.
Aku berhenti, bersembunyi di bagian lorong yang masih
gelap. Di antara cahaya ungu, kulihat asap, dan samar-samar
cahaya kekuningan bergerak-gerak. Aku menengok ke arah
suara orang bercakap-cakap itu.
Namun segera kutarik kembali kepalaku itu.
Zhhlllaabbb! Sebilah pisau menancap pada dinding batu, tepat di depan
wajahku! Dua orang yang ternyata sedang bercakap-cakap di depan
api unggun itu sekarang tertawa terbahak-bahak.
"Hahahahaha! Terkejutkah sobat" Hahahahaha! Maafkan
kalau aku bercanda agak keterlaluan! Hahahahaha! Tapi kami
juga malas diintip seperti itu! Hahahahaha! Kemarilah sobat,
duduk berbincang di depan kehangatan api unggun ini! Teh
panas terbaik menantimu di sini!"
Pisau yang ternyata gagangnya bertali itu ditarik dan
kembali kepada pemiliknya yang menangkap pisau itu dengan
tangkas. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melangkah keluar sambil menghela napas, menyadari
diriku ternyata terlalu tegang. Kulepas begitu saja kudaku,
yang segera merumput di dekat sebuah pohon. Terlihat
sebuah gubuk darurat dan dua ekor kuda, tentu milik kedua
orang yang sedang bercakap-cakap di depan api unggun itu.
Mereka memperhatikan diriku yang mendekat tanpa
membawa senjata apa pun, dan mereka tentu segera tahu
betapa diriku yang berkulit sawo matang ini seorang asing.
Untunglah aku sungguh telah belajar keras di Kuil Pengabdian
Sejati, serbasedikit tentang bahasa Negeri Atap Langit.
"Kemarilah sobat! Jangan takut! Kami orang yang cinta
damai! Jelaskanlah siapa dirimu, dari mana asalmu, dan ke
mana tujuanmu?"
Aku pun menjura dengan takzim.
"Maafkan sahaya yang tidak mengenal adat istiadat daerah
ini, wahai para pendekar yang perkasa. Sahaya hanyalah
seorang pengembara hina dina tiada bernama asal Javadvipa,
datang dari An Nam menuju Chang'an yang termasyhur ke
seluruh dunia, untuk menyaksikan kegemerlapannya."
Mereka berdua pun bangkit menjura.
"Ah, Javadvipa! Di sebelah manakah dari Suvarnadvipa
kiranya?" "Jika Tuan pernah mendengar tentang Huang-tse, dan
kapal-kapal yang berlayar ke Nanyang, di arah yang samalah
Javadvipa berada Tuan, tempat terdapatnya kerajaan
Mataram." Pagi yang semakin terang memperlihatkan wajah mereka
yang kurang mengerti. Tentu sulit sekali lidah mereka
mengucapkan Mataram, tetapi kurasa mereka mendengar
tentang kapal-kapal Negeri Atap Langit yang berlayar ke
selatan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ah sudahlah! Hentikan basa-basi ini, dan mari makan
minum di sini. Dikau tentu lelah sekali mengarungi Celah
Dinding berlian

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam hari. Sudah jarang orang melakukannya sekarang jika keperluannya tidak mendesak,
karena malam lebih mudah membuat orang menjadi gila. T api
kulihat dikau tidak gila sobat! Kemarilah, dan jangan panggil
pemandu melarat seperti kami sebagai Tuan! Hahahahaha!"
Tidak dapat kuceritakan, bagaimana rasanya bertemu
manusia kembali dengan rasa persahabatan seperti ini.
Memang tidak kuingkari aku dapat mengatasi ruang dan
waktu sepuluh tahun di dalam gua, ketika memasukinya pada
usia 15 pada 786, dan keluar lagi sudah berumur 25 pada 796,
dengan ilmu silat meningkat berlipat ganda, yang karenanya
dapat menyelamatkan aku dari berbagai keadaan berbahaya,
yang bagi lain orang telah mengirimkannya ke luar dunia.
Namun aku memasuki celah sempit dan gelap gulita ini tanpa
mengatasi ruang dan waktu sama sekali, sehingga dalam
perasaan tertekan, waktu yang semalam bagaikan satu tahun
lamanya. MASIH beruntung aku sempat lama tenggelam dalam
perenungan atas pemikiran Yangzi dalam hubungannya
dengan guratan gambar-gambar di atas aksara pada dinding
raksasa, sehingga perjalanan dalam kegelapan sedikit banyak
tidak memberi gangguan perasaan berarti. Betapapun siapalah
kiranya tidak akan merasa tegang ketika dasar lorong setiap
saat bisa menjadi jurang menganga bergema yang harus
dilompati"
''Beristirahatlah di s ini dahulu sobat, nikmatilah air teh yang
masih panas ini.''
Aku duduk dengan perasaan bahagia. Kuterima uluran
tempat minum dari tembikar itu, lantas menerima tuangan teh
panas itu dari dalam poci. Kusalurkan rasa panas pada
tembikar tempat minum yang kupegang itu, menjadi hawa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hangat yang mengaliri seluruh tubuhku. Aku bahkan
memejamkan mata sejenak untuk menikmatinya.
Ketika aku membuka mata, kusaksikan dua wajah yang
tampak riang melihat bagaimana aku menjadi bahagia.
''Lihat tamu kita ini Serigala Putih, rupanya teh oolongmu
itu telah membuatnya bahagia,'' ujar yang berkulit lebih gelap.
''Jangan berlebihan Serigala Hitam,'' ujar yang berkulit lebih
terang, ''siapa pun tentunya
akan bahagia setelah
menyeberangi celah itu sepanjang malam sendirian saja.''
''Selamat pula! Huahahahaha!''
''Ya, selamat pula! Hahahaha!''
Kemudian mereka pun bercerita, bahwa sudah sangat biasa
jika seseorang memasuki celah itu sendiri saja pada malam
hari, ketika keluar sudah menjadi kosong matanya,
bersenandung sendiri, berjalan seperti orang buta yang
melangkahkan kaki di tepi jurang seolah di tengah lapangan,
hanya untuk terpeleset dan melayang ke balik mega, yang
masih selalu mengambang di atas jurang.
Cerita seperti ini membuat banyak orang yang harus
bepergian melalui celah saling menunggu sampai jumlahnya
cukup, kadang hanya tiga orang, tetapi tidak jarang sampai
duapuluh orang, lelaki maupun perempuan, tua maupun anak
kecil, untuk menyeberang bersama, dengan menyewa
pemandu pula. Jika mereka yang bermaksud menyeberang biasanya
berasal dari kota di bawah gunung, artinya masih daerah
pinggiran juga, maka yang menjadi pemandu adalah mereka
yang disebut penduduk asli dari pemukiman yang tidak pernah
tampak dari jalan sempit di tepi jurang tersebut. Penduduk
yang terbentuk dari para pelarian dalam pemberontakan dari
wangsa ke wangsa, dari maharaja ke maharaja, beranak pinak
di sana sambil terus mewariskan cita-cita; tetapi sete lah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berpuluh tahun, tidak semua orang berpikir terlalu sungguh-
sungguh akan cita-cita tersebut. Mereka yang menerima
kenyataan telah menyesuaikan diri dengan keadaan, sehingga
mampu mengembangkan kemampuan untuk hidup dalam
keterasingan pegunungan batu serba curam itu, dalam
kedudukan mereka sebagai pelarian yang harus terus menerus
bersembunyi dan berjaga-jaga terhadap penyerbuan pasukan
Negeri Atap Langit.
Namun tidak semua orang sudi berkebun di lereng sempit,
miring, dan tersembunyi. Bahkan untuk menjadi pemburu atau
penjerat binatang pun mereka ini terlalu malas. Akibat
terburuk dari keadaan ini adalah semakin banyaknya
rombongan penyamun di sepanjang perbatasan, justru
terutama di wilayah lautan kelabu gunung batu, yang jauh
dari pusat kekuasaan manapun. Akibat sebaliknya pun juga
terjadi, bahwa mereka yang hanya mampu memainkan
senjata, demi sebuah penyerbuan ke kotaraja suatu ketika di
masa depan meski takjelas kapan, justru menjual jasa untuk
melindungi siapapun yang merasa terancam oleh para
penyamun, sebagai para pengawal perjalanan yang dalam
tugasnya juga menjadi pemandu.
Jadi selain terdapat para penjual jasa pengawalan
bersenjata dari kota di kaki bukit, seperti yang mengawal
rombongan pemain wayang sambil merangkap sebagai
pembawa barangnya, terdapat pula para penjual jasa dari
berbagai pemukiman tersembunyi di lautan kelabu gunung
batu ini, yang melayani penduduk di sekitar Celah Dinding
Berlian ini saja. Bahkan dalam hal kedua orang yang sangat
ramah ini, mereka hanya melayani pemanduan untuk
menyeberangi Celah Dinding Berlian ini saja.
''Begitulah keadaannya di tempat ini sobat! Kami tahu diri
untuk selalu dibayar lebih murah dari para pengawal
perjalanan dari kota, karena yang menyewa kami adalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka yang bermukim di wilayah tanpa peredaran uang
sama sekali! Hahahahaha!''
MEREKA berdua tertawa terbahak-bahak,
seperti menertawakan diri mereka sendiri. Sementara mendengarkan
mereka bercerita sambil minum teh, cahaya pagi yang
semakin terang memperjelas sosok mereka. Busananya
memang sudah lusuh dan tidak berwarna, tetapi mereka tetap
mengenakan fu tou atau turban yang menutupi kepala
mereka, sesuai aturan berbusana yang benar dalam
peradaban Wangsa Tang. Artinya mereka adalah keturunan
dari apa yang disebut Pemberontak Baru, yakni mereka yang
terlibat permainan serta perebutan kekuasaan semasa Wangsa
Tang, bukan sebelumnya, apalagi sejak Wangsa Han ratusan
tahun berselang, yang pemukimannya pun ada di antara salah
satu lembah dan lereng di lautan kelabu gunung batu.
Bahkan setelah lebih cermat mengamati, pada fu tou
mereka terdapat hiasan yang disebut jin zi, dan itu berarti
mereka adalah keturunan pemberontak pada masa Wangsa
Tang pertengahan sampai sekarang, sesuai dengan
kemunculan gaya fu tou semacam itu, yakni seperti terdapat
dua bola di atas turban tersebut, semacam dua sayap di
samping kiri dan kanan, dengan tali pengikatnya yang
melambai dalam gelak tawa mereka. Keduanya juga
mengenakan jubah penahan dingin, dengan leher bulat,
sementara sepatu mereka yang menutupi betis tampak bahwa
aslinya berwarna hitam, tetapi yang telah menjadi begitu
kusam sehingga warnanya hilang, serupa dengan warna
jubahnya yang juga tidak jelas. Ini karena mereka hidup di
gunung, pikirku, tempat yang jauh dari kota, dan tampaknya
juga tidak punya uang atau tidak tertarik membeli baju warna-
warni yang kadang-kadang dijajakan para pedagang keliling
yang berani mengunjungi tempat terpencil penuh penyamun
ini. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka menyandang golok dengan ketajaman pada satu
sisi dan bukan pedang dengan ketajaman pada dua sisi, yang
memang ditempa demi seni memainkan ilmu pedang, yang
sepintas lalu menandakan bahwa jenis ilmu mereka bukan dari
jenis yang canggih atau berseni tinggi. Meski begitu, sejauh ini
pengalamanku mengatakan, tinggi rendah ilmu s ilat seseorang
tidak ditentukan oleh jenis ilmu silat ataupun senjata yang
dimiliki, melainkan oleh seberapa jauh ilmu silat dan senjata
itu dikuasai. Mereka yang memiliki perbendaharaan 2.000
jurus bisa dikalahkan oleh mereka yang hanya menguasai lima
atau tujuh jurus sahaja, tetapi menguasainya dengan begitu
fasih sebagai bagian hidup sehari-hari, daripada yang telah
memiliki begitu banyak jurus tanpa sempat mempergunakannya sama sekali. Apalagi jika dima inkan di
lingkungan alam tempat ilmu silat itu diciptakan.
Kuingat cerita tentang Pendekar Serigala Putih, yang
disebut datang dari Negeri Tartar yang baru kuketahui
sekarang merupakan istilah yang kacau, yang pernah menculik
diriku ketika usiaku empat tahun dan terbunuh oleh pedang
ayahku. Namun aku tidak merasa terlalu perlu menanyakan,
setidaknya untuk saat ini, ketika aku baru saja keluar dari
lorong kegelapan yang sangat menekan perasaan, dan
disambut mereka dengan tangan terbuka, yang membuat aku
seperti baru mengerti artinya keramahan.
"Kemarikan cawan dikau, kutambah lagi tehnya," ujar
Serigala Hitam sembari menuang lagi ke dalam tempat minum
tembikar yang disebutnya cawan itu.
Aku menerimanya dengan riang, juga seperti baru pertama
kali ini mempunyai teman.
"Lihatlah bagaimana matahari akan muncul sobat," ujar
Serigala Merah, "sudah lama matahari tidak terlihat cahayanya
seperti ini, sampai muak aku dengan kabut setiap hari."
Tentu aku tahu kabut macam apa yang dimaksudnya, yang
telah kuarungi berhari-hari bagai tidak akan pernah berhenti,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang sebetulnya tetap ada juga di sini, sehingga orang-orang
yang terguncang jiwanya langsung terpeleset masuk jurang,
ketika melangkah terseok-seok keluar dari celah tanpa
menyadari keberadaan lingkungan.
Bagaikan kulihat sendiri titik cahaya matahari terdepan
melesat dari balik langit yang masih ungu, langsung
menyepuh dedaunan di sekitarku, kelopak bunga-bunga yang
tidak kuketahui namanya, dan bagaikan serentak membangunkan burung-burung dan serangga.
Di antara semak kulirik seekor kadal yang melangkah
berhati-hati, sikapnya diam dan waspada, berjaga apakah ada
bahaya menanti. Sangat kukagumi ge-merlap kulitnya, antara
hijau kekuningan berganti-ganti di bawah rembesan cahaya
yang menimpa dedaunan di atasnya. Kukatakan aku
meliriknya, karena jika aku menatapnya langsung, aku takut
kadal yang tampaknya juga mengawasi kami itu berkelebat
pergi. SERIGALA Merah dan Serigala Hitam bukan tidak mengerti
apa yang sedang terjadi.
''Serigala Merah, ajaklah sobat kita berjalan-jalan sedikit.
Kita tahu pasti apa saja yang telah dialam i di seberang sana
dengan penyamun-penyamun gila di balik kabut itu.
Perlihatkanlah kepadanya apa saja yang bisa terlihat di bawah
matahari kita, Serigala Merah, karena jika hanya kadal, kukira
tidak ada bedanya dari kadal di wilayah Huang-tse bukan"
Hahahahaha! Ayolah!''
Serigala Merah pun melompat berdiri. Ia tersenyum
melirikku penuh arti.
''Marilah sobat yang mengaku tidak bernama, marilah
kuperlihatkan segala sesuatu! Kami tahu dirimu bisa
mengikutiku, karena kami bisa membaca ilmu silatmu hanya
dari langkah kakimu!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku terpana. Serigala Merah dan Serigala Hitam tertawa
terbahak-bahak. Suara tawanya bergema dipantulkan dinding-
dinding jurang yang serba curam dan menganga.
''Hahahahahahahahaha! Huahahahahahahaha! Sobat kita
mengira bisa berpura-pura tidak tahu apa-apa, ketika dengan
tenangnya ia menghindari pisau kita! Huahahahahahahaha!''
Suara tawanya itu disambut ringkik kuda Uighur itu pula,
membuat mereka tertawa semakin keras sahaja.
''Dengar! Kuda dikau pun menyetujuinya! Huahahahahaha!''
''Huahahahahahaha!''
Aku baru saja meletakkan tembikar yang disebut cawan itu,
ketika Serigala Merah menggamit tanganku, dan menyeretku
terbang ke atas jurang. Namun di atas jurang ia melepaskan
tanganku itu, seperti yakin betapa aku akan bisa terbang
mengikutinya. ''Ikuti daku, sobat, eh benarkah dikau tak bernama"''
Serigala Merah bertanya seperti sambil lalu saja.
''Memang begitulah katanya,'' jawabku, mencoba menghindari perbincangan soal nama.
''Hmm. Mungkin enak juga tiada bernama ya" T iada beban
memenuhi harapan orangtua! Hahahahaha!''
Aku bersyukur Serigala Merah tidak bertanya-tanya lagi,
karena sembari kami melenting ringan dari dahan ke dahan,
untuk kemudian terbang melayang membentangkan tangan
seperti burung elang, ia menunjukkan segala pemandangan
yang memang sangat menggugah. Meskipun wilayah ini masih


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serupa dengan lautan kelabu gunung batu di seberang celah,
memudarnya kabut dalam suasana pagi ketika matahari baru
saja terbit, memperlihatkan pemandangan yang sungguh.
Segalanya yang semula tertutup kabut maupun tak terlihat
karena perhatian terpusatkan kepada segenap ancaman
bahaya, kini menjadi terbuka. Dedaunan yang masih basah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berkilat keemasan dan bergoyang-goyang dalam embusan
angin pagi, sehingga cahaya yang mengertap sepanjang
lembah diiringi bunyi desiran itu seperti memberikan pesan
tertentu yang tidak terucapkan.
Di balik tabir cahaya pagi itulah kini dapat kusaksikan
bagaimana marmot gunung bergegas lari ke liang bawah
tanah, ketika elang emas menukik untuk memangsanya.
Sarang elang memang selalu dibuat di puncak karang dan sulit
didekati, dan mangsanya selalu saja marmot. Maka marmot
selalu melindungi diri dengan hidup di lereng karang bercelah-
celah kecil, tempat marmot menggali liang atau mendapat
perlindungan sementara untuk menghadapi serangan mendadak. Dengan marmot lainnya mereka saling memberi
tanda datang bahaya dengan bercuit-cuit.
Kuperhatikan satwa gunung yang kecil-kecil ini, bundar
berbulu, kakinya pendek, telinganya kecil, sering membulatkan
diri untuk mengumpulkan panas tubuh di udara dingin.
Sebaliknya ketika udara panas, marmot mendinginkan dirinya
dengan merentangkan badan di tempat berangin, atau
berbaring dengan perutnya yang berbulu tipis di tempat
bersalju. Kuperhatikan juga kelinci berkaki putih, yang sedang
meringkuk dengan kaki dilipat ke bawah dan telinga teracung
ke belakang, nyaris seperti bola berbulu. Kelinci dapat
meringkuk takbergerak selama berjam-jam di salju tanpa
kedinginan. Semakin turun suhunya, semakin mengembanglah
bulunya, serta membundar pula tubuhnya. Namun sebenarnya
satwa ini ramping dan berkaki panjang.
Bila kelinci gunung diburu, ketika sedang kehilangan panas
karena perserapan tubuh, suhu tubuhnya dapat melonjak
mendadak sampai duapuluh kali lipat daripada suhu ketika
tubuhnya diam, maka bentuknya akan sangat berubah,
sehingga dapat lari dalam puncak kecepatan, sampai cukup
jauh, tanpa pingsan kehabisan nafas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
SERIGALA Merah dan Serigala Hitam bukan tidak mengerti
apa yang sedang terjadi.
''Serigala Merah, ajaklah sobat kita berjalan-jalan sedikit.
Kita tahu pasti apa saja yang telah dialam i di seberang sana
dengan penyamun-penyamun gila di balik kabut itu.
Perlihatkanlah kepadanya apa saja yang bisa terlihat di bawah
matahari kita, Serigala Merah, karena jika hanya kadal, kukira
tidak ada bedanya dari kadal di wilayah Huang-tse bukan"
Hahahahaha! Ayolah!''
Serigala Merah pun melompat berdiri. Ia tersenyum
melirikku penuh arti.
''Marilah sobat yang mengaku tidak bernama, marilah
kuperlihatkan segala sesuatu! Kami tahu dirimu bisa
mengikutiku, karena kami bisa membaca ilmu silatmu hanya
dari langkah kakimu!''
Aku terpana. Serigala Merah dan Serigala Hitam tertawa
terbahak-bahak. Suara tawanya bergema dipantulkan dinding-
dinding jurang yang serba curam dan menganga.
''Hahahahahahahahaha! Huahahahahahahaha! Sobat kita
mengira bisa berpura-pura tidak tahu apa-apa, ketika dengan
tenangnya ia menghindari pisau kita! Huahahahahahahaha!''
Suara tawanya itu disambut ringkik kuda Uighur itu pula,
membuat mereka tertawa semakin keras sahaja.
''Dengar! Kuda dikau pun menyetujuinya! Huahahahahaha!''
''Huahahahahahaha!''
Aku baru saja meletakkan tembikar yang disebut cawan itu,
ketika Serigala Merah menggamit tanganku, dan menyeretku
terbang ke atas jurang. Namun di atas jurang ia melepaskan
tanganku itu, seperti yakin betapa aku akan bisa terbang
mengikutinya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Ikuti daku, sobat, eh benarkah dikau tak bernama"''
Serigala Merah bertanya seperti sambil lalu saja.
''Memang begitulah katanya,'' jawabku, mencoba menghindari perbincangan soal nama.
''Hmm. Mungkin enak juga tiada bernama ya" T iada beban
memenuhi harapan orangtua! Hahahahaha!''
Aku bersyukur Serigala Merah tidak bertanya-tanya lagi,
karena sembari kami melenting ringan dari dahan ke dahan,
untuk kemudian terbang melayang membentangkan tangan
seperti burung elang, ia menunjukkan segala pemandangan
yang memang sangat menggugah. Meskipun wilayah ini masih
serupa dengan lautan kelabu gunung batu di seberang celah,
memudarnya kabut dalam suasana pagi ketika matahari baru
saja terbit, memperlihatkan pemandangan yang sungguh.
Segalanya yang semula tertutup kabut maupun tak terlihat
karena perhatian terpusatkan kepada segenap ancaman
bahaya, kini menjadi terbuka. Dedaunan yang masih basah
berkilat keemasan dan bergoyang-goyang dalam embusan
angin pagi, sehingga cahaya yang mengertap sepanjang
lembah diiringi bunyi desiran itu seperti memberikan pesan
tertentu yang tidak terucapkan.
Di balik tabir cahaya pagi itulah kini dapat kusaksikan
bagaimana marmot gunung bergegas lari ke liang bawah
tanah, ketika elang emas menukik untuk memangsanya.
Sarang elang memang selalu dibuat di puncak karang dan sulit
didekati, dan mangsanya selalu saja marmot. Maka marmot
selalu melindungi diri dengan hidup di lereng karang bercelah-
celah kecil, tempat marmot menggali liang atau mendapat
perlindungan sementara untuk menghadapi serangan mendadak. Dengan marmot lainnya mereka saling memberi
tanda datang bahaya dengan bercuit-cuit.
Kuperhatikan satwa gunung yang kecil-kecil ini, bundar
berbulu, kakinya pendek, telinganya kecil, sering membulatkan
diri untuk mengumpulkan panas tubuh di udara dingin.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebaliknya ketika udara panas, marmot mendinginkan dirinya
dengan merentangkan badan di tempat berangin, atau
berbaring dengan perutnya yang berbulu tipis di tempat
bersalju. Kuperhatikan juga kelinci berkaki putih, yang sedang
meringkuk dengan kaki dilipat ke bawah dan telinga teracung
ke belakang, nyaris seperti bola berbulu. Kelinci dapat
meringkuk takbergerak selama berjam-jam di salju tanpa
kedinginan. Semakin turun suhunya, semakin mengembanglah
bulunya, serta membundar pula tubuhnya. Namun sebenarnya
satwa ini ramping dan berkaki panjang.
Bila kelinci gunung diburu, ketika sedang kehilangan panas
karena perserapan tubuh, suhu tubuhnya dapat melonjak
mendadak sampai duapuluh kali lipat daripada suhu ketika
tubuhnya diam, maka bentuknya akan sangat berubah,
sehingga dapat lari dalam puncak kecepatan, sampai cukup
jauh, tanpa pingsan kehabisan nafas.
semakin besar jalan
semakin besar kekosongan
sesuatu tentang bukan sesuatu
membuat kita mampu menggunakan
apa yang ada dari yang tidak ada
jadi, tolong katakan kepadaku
mana yang lebih dikau sukai:
keberadaan atau ketiadaan"
Aku pun jadi ikut berpikir, apakah pemandangan juga ada
dari sesuatu yang tidak ada" Aku tidak sempat memikirkannya
lebih jauh ketika Serigala Merah memberi tanda, bahwa
sesuatu sedang berlangsung di suatu tempat di bawah sana.
Kuperhatikan, ternyata di sebuah titian batu di atas jurang
curam, seorang tua berkuda sedang dicegat dua orang
penyamun di depan dan belakang. Kuda itu tidak bisa maju
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan tidak bisa mundur, sedangkan kedua penyamun itu sudah
menghunus kelewangnya masing-masing.
Serigala Merah segera mengarahkan dirinya ke sana, sambil
memberi tanda bahwa ketika ia menyerang penyamun yang
mencegat di depan, aku menyerang penyamun yang siap
membacok dari belakang itu.
Kedua penyamun yang mencegat seorang tua di atas kuda
pada titian itu tentu tidak pernah menduga, betapa dari langit
datang serangan mendadak secepat kilat bagaikan burung
elang menyambar mangsa!
(Oo-dwkz-oO) Episode 176: [Demi Sebuah Rahasia]
SERIGALA Merah meluncur ke bawah sambil mencabut
golok yang menyilang di punggungnya. Penyamun yang
sedang menikmati kekuasaannya, dengan mencegat lelaki tua
berkuda di tengah titian batu sempit di atas jurang curam itu,
memang tidak mengira akan mendapat serbuan Serigala
Merah dari angkasa. Namun masih cukup waktu baginya untuk
berkelit dan membabat perut Serigala Merah yang terbuka
dengan kelewang, meski ternyata Serigala Merah dalam laju
kecepatannya mampu melenting jungkir balik di atas kepala
penyamun itu, dan tinggal menjejakkan kedua kaki ke
punggungnya. Tanpa ayal, penyamun itu terjerumus langsung
masuk ke jurang. Udara sedang bersih dan cahaya terang,
sehingga dapat dilihat tubuhnya melayang jatuh, makin lama
makin mengecil dan tidak terlihat lagi.
Pada saat yang sama, aku juga menghindari sambaran
kelewang yang menyambut serbuanku dari atas, dan sembari
berkelit kutepuk ubun-ubun penyamun itu dengan tangan kiri.
Ia sudah tidak bernyawa ketika tubuhnya terseret tenaga
ayunan kelewangnya tersebut, langsung melayang ke bawah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti saling berlomba dengan kawannya yang ketika jatuh
masih hidup dan mengeluarkan teriakan panjang.
''Aaaaaaaaaa...!''
Teriakan itu belum hilang suaranya dan kami bahkan belum
saling berpandangan di atas titian batu, ketika dari kedua sisi
lereng yang dihubungkan oleh titian itu me luncur puluhan
anak panah, yang langsung melesat ke arah Serigala Merah,
diriku, maupun lelaki tua di atas kuda itu!
Kulihat lelaki tua itu bahkan tidak menyadari betapa
puluhan anak panah dari kedua sisi lereng sedang meluncur
dengan jaminan ketepatan penuh kepastian. Anak-anak panah
itu akan merajamnya!
Jika diriku dan Serigala Merah menangkis anak-anak panah
yang melesat sangat amat cepat itu, maka tiada lagi yang
akan bisa menyelamatkan nyawa si lelaki tua. Kiranya inilah
saatnya untuk bergerak secepat aku memikirkannya.
Serigala Merah memutar goloknya seperti baling-baling
sementara tubuhnya sendiri berputar seperti pusaran dan
anak-anak panah itu pun berhamburan patah-patah
beterbangan, tetapi saat itu lelaki tua tersebut sudah lenyap
dari atas kudanya, karena aku telah menyambarnya ke
angkasa. ''Peganglah sahaya Bapak,'' kataku cepat dalam bahasa
Negeri Atap Langit tanpa kuketahui benar dan tidaknya.
Ia memeluk leherku, dan itu sangat mengganggu. Padahal
aku bukannya terbang seperti burung, sehingga terdapat saat
berhenti di udara karena beban itu, saat serangan anak-anak
panah susulan telah mengepungku dari dua sisi.
HANYA dengan Jurus Tanpa Bentuk maka rajaman anak-
anak panah itu bisa kuhindari. Kurang dari sekejap aku sudah
berada di atas titian batu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sahaya tinggal sebentar Bapak," kataku sambil menurunkan lelaki tua itu di atas titian. Kudanya telah jatuh ke
jurang tersambar anak-anak panah.
Dalam sekali tatap dengan Serigala Merah, kami sudah tahu
tugas masing-masing, yakni meluncur ke salah satu sisi lereng
dan membereskan para penyamun, yang kekejamannya
terlihat sangat jelas. Jika anak-anak panah yang dilepaskan itu
semuanya mengenai sasaran, seluruhnya akan menancap ke
tubuh kami sampai tembus, membuat tubuh akan mirip seekor
landak. Jarak antara kedua sisi lereng pada masing-masing ujung
jembatan itu cukup jauh, jadi aku melesat di bawah titian
ketika menyerang, dan hanya muncul tepat di ujungnya, untuk
kemudian berkelebat amat sangat cepat sepanjang lereng
tempat para penyamun berpanah dalam kedudukan tepat
untuk membidik.
Aku bergerak secepat aku memi-kir-kan-nya, sehingga para
penyamun itu masih sedang membidik, ketika aku melesat
sepanjang jalan sempit membagi-bagikan maut bagaikan
seorang dewa pencabut nyawa. Namun bagi mereka yang
bermaksud merajam dengan anak-anak panahnya, aku ragu
apakah kematian tiba-tiba tanpa terasa yang kuberikan ini
tidak terlalu ringan bagi mereka. Untuk sejenak, aku pun ragu,
apakah diriku berhak menghukum mereka, seolah-olah
mereka dapat kupastikan bersalah" Peristiwa berlangsung
begitu cepatnya, sehingga tidak sempat kupertimbangkan
betapa sebenarnya para pemanah ini dapat dibuat tiada
sadarkan diri sahaja. Kong Fuzi berkata:
merubuhkan sebatang pohon


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh seekor binatang
bukan pada musim yang pantas
berlawanan dengan tali kebaktian
terdapat tiga ribu pelanggaran
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang terhadapnya
lima hukuman terarahkan
dan tiada satu pun darinya
lebih besar dari terputusnya ikatan
Tidak kurang dari lima puluh pemanah bergeletakan
sepanjang lereng. Di seberang jurang, kulihat Serigala Merah
masih mengamuk dengan dua senjata, golok maupun pisau
bertali itu. Ia melenting-lenting dengan ringan dari batu ke
batu dengan golok yang telah berubah menjadi baling-baling
di tangan kiri, sementara pisau bertali di tangan kanannya
memagut-magut seperti ular senduk yang sangat berbisa. Di
sana para pemanah sempat mengeluarkan kelewang dan
mengeroyok, tetapi cukup melihatnya sepintas saja kutahu
Serigala Merah tidak memerlukan bantuan.
Aku menatap kembali lima puluh pemanah yang
bergeletakan sepanjang lereng. Di kedua sisi jumlah mereka
semua menjadi seratus, dengan dua pencegat di titian batu
menjadi seratus dua orang. Untuk merampok seorang lelaki
tua yang menunggang kuda, apakah jumlah ini tidak terlalu
banyak" Aku merasa curiga, karena dua penyamun yang kami
jatuhkan ke jurang itu cukup lusuh, tetapi mereka yang
bergeletakan ini busananya serbacerah dan berwarna-warni.
Mereka tidak seperti penyamun yang sudah lama hidup
serbasusah di gunung.
Kuhampiri mayat terdekat, dan kubolak-balik. Masih banyak
anak panah tersimpan pada tempatnya yang tergantung di
pinggang, dan setelah kuperiksa anak panahnya, kukira itu
juga bukan anak panah yang dibuat dalam keterbatasan
pedalaman. Ini jelas anak panah yang disediakan oleh negara
bagi pasukannya. Tidaklah mungkin ujung anak panah
terbungkus logam tajam yang pasti dicetak itu terbuat di atas
gunung ini. Sebagai orang asing, aku tidak dapat membaca
tanda-tanda lebih banyak, tetapi dari pengetahuanku yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
serbasedikit tentang serba-serbi Negeri Atap Langit, dapat
kuduga bahwa lima puluh pemanah yang menemui ajalnya di
sini adalah para anggota pasukan pemerintahan Wangsa
Tang. Sejauh yang kuketahui, berbeda dari Wangsa Sui yang
mengambil saja baju tempur ming gua kai atau baju tempur
utama dengan leher melengkung, tutup bahu, dan dua
piringan pelindung bagi dada dan punggung, dari Wangsa-
wangsa Utara dan Selatan; Wangsa Tang sengaja
membedakan diri. Seragam tentara Wangsa Tang membedakan antara perwira, yang mengenakan jubah, dan
serdadu, yang mengenakan sekadar baju lapisan kedua.
SEJAK masa Yan Zai, jubah perwira disulam dengan
gambaran singa dan harimau untuk mendorong keberanian
dan kekuatan pemakainya. Betapapun, ming gua kai masih
merupakan lapisan pelindung utama, dengan susunan kulit,
piringan logam, dan cincin-cincin berangkainya, meski
terdapat sedikit perubahan pada susunannya itu. Misalnya
ditambahkan busana berpipa yang disebut celana di bawah
pinggang dan sepasang penutup kaki yang ditempelkan pada
tulang kering. Dalam pemerintahan Wangsa Tang sekarang ini, busana
tempur terutama dibuat dari besi dan kulit. Di antara tiga
belas jenis busana tempur yang tercatat dalam Enam
Peraturan Wangsa Tang, enam di antaranya terbuat dari besi
yang dibentuk serta ditempa dengan indah dan halus, yakni
selain busana tempur utama, juga busana tempur utama
pinggang, busana tempur ukuran kecil, busana tempur
bergambar gunung, busana tempur godam hitam, dan busana
tempur rantai. Bagian-bagiannya tersambung oleh potongan
kulit atau paku. Busana tempur jenis lain sebagian besar
terbuat dari kulit.
Selain dari jenis besi dan kulit terdapat juga busana tempur
kain putih, sutera hitam, dan rompi kapas yang terbuat dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tenunan kapas dan sutera. Meskipun ringan, mudah dikenakan
dan tampak menarik penampilannya, tidaklah layak untuk
keperluan pertempuran, dan hanya dikenakan oleh para
perwira di masa damai atau pengawal kehormatan. Akhirnya,
pasukan berkuda maupun pasukan jalan kaki mengenakan
busana tempur yang terbuat dari kayu.
Dari apa yang kulihat, aku bersimpulan barisan panah ini
masih terikat sebagai satu kesatuan, lengkap dengan
pemimpin pasukan yang dapat diperiksa dari perbedaan
busananya. Mereka memang tidak berseragam seperti dalam
perang antarnegara, tetapi meskipun tidak seragam, dan juga
tidak resmi, selalu ada bagian dari perlengkapan busananya
yang terhubungkan dengan seragam resmi tentara Wangsa
Tang. T erutama alas kaki yang disebut sebagai sepatu, yang
menutup kaki mulai dari bawah lutut itu, sepertinya hanya
mungkin dibagikan oleh negara kepada serdadu. Jadi mereka
seperti berusaha menyamar agar tidak sebagai barisan
tentara, tetapi dengan cara menyamar yang kukira cukup
ceroboh, sehingga mudah tersingkap sekali pandang.
Namun kukira terdapat alasan yang lebih kuat dari sekadar
kecerobohan. Pertama, mungkin saja mereka terlalu percaya
diri betapa tugas akan sangat mudah diselesaikan; kedua,
penugasan ini memang sangat mendadak, begitu rupa
mendadaknya sehingga penyamaran hanya dilakukan seadanya, bagaikan hanya basa-basi saja. Apakah yang
terjadi" Cahaya pagi berkilauan dipantulkan titik-titik air lembut di
udara membentuk tabir yang menutupi pandangan ke titian
batu, tetapi ada selapis cahaya bagaikan lebih terang dari
lapisan-lapisan cahaya lainnya, membuat titian itu terang
keemas-emasan. Lelaki tua itu masih berdiri sendiri di sana.
Aku teringat bagaimana kedua penyamun yang mengepungnya. Tampaknya memang cara ampuh untuk
mencegat dan membuat korban kebingungan, seperti yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pernah dilakukan kepadaku ketika baru beberapa saat
memasuki wilayah lautan kelabu gunung batu.
Terutama aku teringat wajahnya. Cara tertawa penuh
perasaan jumawa dan berkuasa yang sangat menghina,
menyaksikan kedudukan calon korbannya yang lemah dan
tidak berdaya. Itu bukan sifat seorang prajurit, apalagi perwira.
Sekarang aku merasa mendapat dugaan yang bisa
kupercaya. Perbedaan busana antara kedua penyamun di atas
titian dengan para pemanah yang pernah terpikir olehku
memang bukan tanpa makna. Kukira kedua penyamun itu
sebetulnya juga menjadi sasaran untuk dihabisi oleh para
pemanah, tetapi karena aku dan Serigala Merah sudah
menjatuhkan mereka berdua, maka kamilah yang menjadi
sasaran anak-anak panah yang bermaksud merajam tersebut,
bersama dengan sasaran utama mereka, lelaki tua di atas
kuda itu! Tentu saja merajam orang tua juga bukan tindakan ksatria.
Namun serdadu adalah kanak-kanak yang patuh.
Siapakah kiranya lelaki tua itu, sehingga diperlukan seratus
pemanah tepat dan terlatih, yang menantinya melewati titian
itu untuk merajamnya"
Aku menatap lima puluh mayat bergelimpangan. Siapakah
yang akan mengurusnya" Di seberang sana Serigala Merah
sudah nyaris menghabisinya semua. Sejak tadi jeritan maut
terdengar bagaikan tiada hentinya. Aku segera melesat, tetapi
sudah terlambat. Meski dalam kurang dari sekejap mata telah
kuseberangi titian batu untuk sampai ke lereng di seberang,
tidak seorang pun tersisa lagi. Seperti diriku, agaknya Serigala
Merah juga terbawa perasaan karena maksud para pemanah
untuk merajam seorang tua tersebut.
AKU menghela napas. Tidakkah kematangan seorang
pendekar juga ditentukan oleh kemampuan mengatasi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perasaan semacam itu" Jika untuk setiap nyawa manusia yang
hilang harus ada pertanggungjawaban dan kupikir seharusnya
memang begitu, masih mungkinkah gagasan tentang
kesempurnaan diperbincangkan" Bagaikan baru sekarang
kutangkap makna lain siasat Sun Tzu:
mengalahkan musuh tanpa pertempuran
adalah puncak keunggulan
Serigala Merah menyimpan kembali pisau bertalinya, tetapi
masih memegang goloknya yang sampai ke pangkalnya
bersimbah darah.
"Apakah mereka pasukan Wangsa Tang?" tanyaku, karena
semua dugaanku betapapun adalah dugaan seorang asing.
"Ya, kami sudah terbiasa dengan mereka, yang setiap kali
dikirim untuk membasmi para penyamun maupun sisa
pemberontak. Tidak peduli bahwa sisa pemberontak itu
banyak yang sudah uzur dan mati, tinggal keturunannya yang
tidak tahu menahu dan lahir di sini."
"Siapakah kiranya orang tua itu?"
"Itulah. Memang bagus kalau penyamun itu yang mereka
bunuh, tetapi janganlah orang tua berkuda seorang diri seperti
itu. Sekarang kudanya juga sudah melayang ke jurang."
Agaknya Serigala Merah juga menangkap apa yang kulihat,
bahwa kedua penyamun yang kami jatuhkan ke jurang itu
ternyata sedang dibidik oleh seratus pemanah dari kedua sisi
lereng. Hampir bersamaan kami menoleh, ketika orang tua itu
seperti tiba-tiba saja sudah berada di hadapan kami, ia segera
bersujud sambil menangis, mengetuk-ngetukkan kepalanya
berkali-kali di atas jalan batu yang sempit ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sepengetahuanku cukup tiga kali ia mengetuk-ngetukkan
kepala ke jalan untuk menyatakan terimakasihnya, tetapi
agaknya perasaan tertekan berkepanjangan yang kini
terbebaskan telah membuat lelaki tua itu bagai akan
mengetuk-ngetukkan kepala tanpa ada habisnya. Sampai aku
khawatir keningnya itu akan terluka.
Sedari tadi ia tidak mengucapkan apapun. Serigala Merah
mendekati dan menggamitnya.
"Sudahlah Bapak," ujarnya, "bahaya yang mengancam
sudah berlalu, ceritakanlah saja mengapa pasukan panah
pemerintah berniat membunuh Bapak.i
Lelaki itu menengadah, dan kulihat wajah yang sangat
menyedihkan. Derita macam apakah yang telah menimpa
orang tua berpakaian bagus ini, sehingga bisa penuh dengan
penderitaan seperti itu"
Ia masih menangis. Serigala Merah mulai terlihat tidak
terlalu sabar. "Kami mengerti Bapak, sudahlah, sekarang ceritakanlah."
Lelaki tua itu pun bersuara, tetapi kemudian terdengar
suara yang aneh. Ia berbicara seperti orang gagu, seperti
orang bisu! Kusaksikan betapa mengenaskannya kesulitan
menyampaikan pesan, apalagi jika pesan itu mewakili
kehendak yang terdalam.
Bagaikan kehidupan yang
terbungkam. Apakah lelaki tua itu memang bisu"
"Aaaiiiiiwongeauiekaukziiieeengukhhaa..."
Memang seperti orang bisu, tetapi mereka yang bisu
biasanya sudah mahir berbicara dengan cara
lain, menyampaikan maksud dengan gerakan dan ungkapan wajah,
bahkan dengan begitu fasihnya sehingga tidak terasa lagi
terdapatnya sesuatu yang kurang jelas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun tidak terdapat sesuatu pun yang kami mengerti dari
ceracauan dan gerakan tangan tidak jelas yang kacau dari
lelaki tua ini, kecuali betapa pandangan matanya mengungkapkan kesedihan yang sangat amat mendalam.
Serigala Merah menatapnya saja sambil berpikir keras.
Lantas ia menghentikannya.
"Bapak, diamlah dahulu. T enanglah."
Orang tua itu diam dengan terengah-engah. Matanya masih
basah. Namun aku sebetulnya tidak melihat wajah yang
pasrah, seperti sesuatu yang sudah menyerah. Betapapun,
seorang tua yang diburu dan dicegat seratus pemanah tentara
Wangsa Tang kiranya pastilah bukan manusia semacam itu.
Meskipun seandainya ia datang dari kota terdekat seperti
Kunming, perjalanan yang ditempuhnya pun sudah sama jauh
dan sukar seperti kualam i. Apalagi jika ia datang dari
Changian, dan aku menduga ia memang datang dari sana,
karena hanya seseorang yang pentinglah dapat dipedulikan
seratus pemanah begitun rupa sehingga harus membunuhnya.
Adapun segala sesuatu yang penting hanya berada di Kotaraja
Chang'an. ''TENANGLAH Bapak, sekarang jawablah pertanyaan


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sahaya, cukup dengan mengangguk atau menggeleng sahaja.''
Lelaki tua mengangguk-anggukkan kepala berkali-kali.
''Cukup sekali ya Bapak, cukup sekali.''
Ia mengangguk. ''Apakah Bapak datang dari Chang'an"''
Ia mengangguk. ''Apakah Bapak bekerja di istana"''
Ia mengangguk. Kami saling berpandangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Apakah Bapak memang diburu pasukan panah itu"''
Orang tua itu tidak mengangguk dan tidak juga
menggeleng. Ia mengangkat bahu.
Serigala Merah menggeleng-gelengkan kepala sambil
melihat kepadaku. Aku tahu ini menjadi sulit. Mengangkat
bahu bisa berarti ia tidak tahu sama sekali, bisa berarti ia tidak
tahu bagaimana cara menjawabnya, dan itu berarti memang
ada persoalan menyangkut dirinya dengan istana. Ini tentu
tidak bisa dijelaskan dengan cara mengangguk atau
menggeleng saja. Harus ada cara bertanya berdasarkan
pengetahuan yang cukup banyak dalam hubungannya dengan
masalah orang tua tersebut. Tanpa pengetahuan tersebut,
tidak terlalu jelas kiranya pertanyaan macam apa yang bisa
disampaikan dengan jawab anggukan atau gelengan sahaja.
Namun Serigala Merah tampaknya tidak terlalu peduli.
''Kita biarkan saja dia melanjutkan perjalanan,'' ujar
Serigala Merah kepadaku, ''kita semua punya urusan masing-
masing. Sudah bagus kita sempat menolongnya tadi.''
Serigala Merah seperti akan beranjak pergi, dan kukira
memang akan melesat pergi, jika tidak kugamit lengannya
untuk tetap tinggal.
''Sebentar...,'' kataku, ''kita dengar
dulu jawaban pertanyaanku ini...''
Aku pun bertanya.
''Bapak tidak bisa bercerita. Apakah Bapak bisu sejak lahir"''
Ia menggeleng. ''Jadi Bapak sebelumnya bisa berbicara"''
Ia mengangguk. ''Apakah Bapak menjadi bisu karena sakit"''
Ia mengeleng. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Jadi bagaimanakah caranya Bapak menjadi bisu"''
Ia mengangkat bahu lagi. Kukira bukan maksudnya ia tidak
tahu, melainkan tentu
bahwa ia tidak tahu cara
menceritakannya. Berarti pertanyaanku yang keliru. Kucoba
menanyakan dugaanku.
''Apakah kebisuan Bapak ada hubungannya dengan
perjalanan Bapak"''
Ia mengangguk. ''...dan ada hubungannya dengan pasukan panah itu"''
Ia mengangkat bahu. Salah lagi pertanyaanku.
Serigala Merah mendekat, langsung ikut bertanya.
''Apakah Bapak dipaksa untuk menjadi bisu"''
Ia mengangguk. ''Apakah lidah Bapak dipotong"''
Air matanya mendadak berhamburan. Ia menangis dengan
suara yang kacau. Kembali mengetuk-ngetukkan kepalanya ke
jalan batu. Aku bermaksud mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi,
tetapi ia masih juga menangis dengan bunyi yang terdengar
kacau balau. Kukira ia mengucapkan banyak kata-kata, tetapi
kata apakah yang masih bisa dimengerti jika diucapkan
dengan lidah terpotong seperti itu"
Serigala Merah mendekatinya, menggosok punggung orang
tua itu. ''Tenanglah Bapak. Kami mengerti penderitaan Bapak.
Tenanglah, Bapak sekarang bersama kami.''
Aku juga mendekatinya, memegang kedua tangannya.
Berkata pelan sekali kepadanya.
''Apakah Bapak menyimpan sebuah rahasia"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia mengangguk-angguk beberapa kali. Kukira memang
itulah sumber masalahnya. Namun aku masih harus
mempertanyakan satu hal lagi.
''Apakah hanya Bapak seorang yang mengetahui rahasia
itu"'' Ia mengangguk-angguk lagi.
Kukira itulah sebabnya ia tidak langsung dibunuh. Jika
orang lain sudah mengetahui rahasia itu, dirinya sudah tidak
diperlukan lagi dan memang harus dibunuh, agar rahasia
terjamin tidak terbongkar. Namun ternyata hanya lelaki tua
itulah yang menyimpan rahasia tersebut, maka tentu lidahnya
dipotong agar ia tidak dapat membuka rahasia tersebut, dan
ia tidak dibunuh karena rahasia yang disimpannya itu begitu
pentingnya untuk tetap dibuka, tetapi tidak kepada semua
orang. JIKA kemudian diputuskan betapa akhirnya ia tetap
dibunuh saja, bukan karena rahasia yang dipegangnya
akhirnya diketahui, melainkan karena telah berlangsung suatu
peristiwa, yang membuat ia lebih baik dilenyapkan bersama
segenap rahasia yang dipegangnya tersebut. Rahasia apakah
itu" "Apakah Bapak bisa menulis?"
Ia mengangguk. "Apakah Bapak membuka rahasia itu untuk kami?"
Ia mengangkat bahu.
Aku dan Serigala Merah saling berpandangan. Kini arti
mengangkat bahu itu kukira menjadi lebih banyak lagi. Bukan
hanya antara rahasia apa yang akan diceritakannya dan
bagaimana menceritakan rahasia itu, melainkan apakah
rahasia itu perlu diceritakan kepada kami!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah peristiwa yang hampir menghilangkan nyawanya
ini" Namun aku pun tahu, bukanlah pada tempatnya kami
memaksa untuk mengetahui rahasia tersebut, hanya karena
kami telah menolongnya.
Jika rahasia itu menyangkut sesuatu yang berhubungan
dengan kekuasaan, tentulah harus dianggap bahwa Serigala
Merah sebagai penduduk pedalaman di perbatasan, keturunan
pemberontak pula, tidak mempunyai kepentingan untuk
mengetahui rahasia tersebut. Apalagi dengan seorang
pengembara asing seperti diriku...
Antara diriku dan Serigala Merah telah terjadi saling
pengertian dalam tatapan. Serigala Merah berkata sambil
menggamit orang tua itu agar berdiri.
"Kami tidak akan memaksa Bapak untuk membuka rahasia
apa pun yang telah membuat Bapak menderita. Mungkin
Bapak ingin me lanjutkan perjalanan" Silakan. Tetapi Bapak
sudah tidak memiliki kuda dan Bapak tampak sangat lelah,
sedangkan wilayah di depan Bapak itu penuh dengan para
penyamun. Jika Bapak sudi, beristirahatlah dahulu di kampung
kami. Nanti ada kuda dan pengawal yang bisa mengantar dan
melindungi Bapak, ke mana pun Bapak akan pergi," ujar
Serigala Merah panjang lebar.
Orang tua itu mengangguk. Kuperhatikan wajahnya. Kurasa
ia menjadi tampak begitu tua karena terlalu banyak pikiran,
dan pikiran itu datang mungkin karena ia terlalu banyak
menyimpan rahasia. Kuperhatikan pula seluruh perawakannya.
Baru kusadari ia tampak sangat terurus. Memang tidak begitu
halus seperti bangsawan, tetapi dengan bekerja di istana tentu
berarti seseorang tidak me lakukan kerja kasar yang
memerlukan pengerahan tenaga.
Ia masih mengenakan jubah sutera ungu, yang kuketahui
merupakan busana resmi pejabat peringkat ketiga ke atas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jika ia bermaksud melarikan diri dan menempuh perjalanan di
lautan kelabu gunung batu, semestinya ia mengganti jubah
suteranya yang ungu itu dengan yang kuning, kalau bisa
bahkan jangan terbuat dari sutera mahal itu, bahkan
sebaiknya warna kuning itu pun sudah hampir hilang. Rakyat
biasa dan siapa pun yang tidak bekerja di istana mengenakan
busana seperti itu. Sangatlah kentara dalam perjalanannya
bahwa ia seorang pejabat istana dari kotaraja.
Melihat keadaannya, dan teringat sepintas akan kudanya
yang tanpa perlengkapan, kupikir ia telah berangkat
melakukan perjalanan dalam keadaan sangat tergesa-gesa.
Dalam keadaan darurat.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang," ujar Serigala Merah
kepadaku, "Serigala Hitam mungkin sudah gelisah, dan orang-
orang yang mau menyeberang mungkin sudah berkumpul."
Sebentar kemudian kami sudah melenting dari puncak batu
yang satu ke puncak batu yang lain, dengan orang tua itu di
gendonganku. Kulihat dinding-dinding jurang mengapit anak-
anak sungai, dengan buih memutih dari jeram ke jeram.
Kupikir seharusnya aku bisa membuat puisi dari pemandangan
semacam itu. Dengan sedih harus kuakui betapa diriku
tidaklah mampu, dan hanya teringat puisi Li Bai yang seperti
ini: teman lamaku tinggal
di Pegunungan T imur ini, mencintai
keindahan bukit dan arusnya;
pada musim panas ketika segalanya hijau
ia berbaring di hutan
bahkan ketika matahari tinggi
belum juga bangun;
angin menderu di sela cemara
menyapu debu dunia
pergi darinya; lantas
di atas batu, mencuci telinga dan hati;
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sekarang diriku, melihat rumahnya
merasa damai, takdikacaukan
gangguan suara, seperti aku
disangga bantal raksasa, dan tidur
di antara mega-mega
(Oo-dwkz-oO) Episode 177: [Permukiman di Dinding Tebing]
ANGIN dingin bertiup di antara kilauan matahari pagi.
Serigala Hitam tampak sudah gelisah ketika kami mendarat di
tempat perhentian itu. Sudah banyak orang berkumpul di situ
yang akan dikawal Serigala Hitam dan Serigala Merah
menyeberangi Celah Dinding Berlian. Sekitar dua puluh orang
berada di sana, sebagian besar dari berbagai permukiman.
Sejumlah pemuda, orang-orang tua, perempuan yang
membawa anak, dan juga pedagang dari kota dengan
pembawa beban mereka. Bahkan hanya mereka ini yang
berkuda. Sisanya berjalan kaki saja, karena memang hanya
berniat menyeberang ke permukiman tetangga, yang
meskipun merupakan permukiman terdekat, tetap cukup jauh
juga jaraknya. Memang bagi penduduk yang permukimannya serbatersembunyi di balik jurang dan kabut, pengawalan
bukanlah sesuatu yang mutlak diperlukan untuk menyeberangi
Celah Dinding Berlian, tetapi mereka tidak keberatan pula
berjalan bersama rombongan dan membayar para pengawal
sekadarnya. Betapapun terdapatnya sejumlah orang yang
memasuki celah untuk tidak pernah muncul kembali, atau
muncul kembali di seberang dengan jiwa terguncang bukanlah
cerita kosong. Serigala Hitam menatap lelaki tua yang kami bawa itu
dengan curiga. Namun Serigala Merah segera mendekatinya
dan berbisik-bisik dengan cepat. Kuajak lelaki tua itu menuju
dekat api yang masih menyala. Kutuangkan baginya teh panas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari dalam ceret ke cawan yang kuberikan. Lantas
kutinggalkan di sana agar lebih tenang baginya menghangatkan diri. Kukira ia pun harus mengambil
keputusan atas persoalan yang sedang melibatnya itu. Apakah
ia bermaksud meneruskan perjalanan, atau apa pun yang
akan dilakukannya setelah ini. Termasuk menceritakan
rahasianya, yang meskipun membuat aku merasa penasaran,
memang sama sekali tidak wajib dibukanya kepada kami.
Semua orang memperhatikan lelaki tua berbusana pejabat
istana, yang duduk di atas batu sambil menghirup teh dari
cawan yang dipegang dengan kedua tangannya itu, dan juga
melihat tanpa berkedip kepadaku, yang meski berbusana
seperti orang Viet, jelas belum pernah mereka ketahui
kebangsaannya itu.
Aku berjalan mendekati kedua pengawal perjalanan
tersebut. Serigala Hitam segera menyambut dan memelukku.
''Tidak kusangka perjumpaan kita berlanjut sampai sedalam
ini sobat. Serigala Merah telah menceritakan bagaimana dikau
telah membantunya. Terima kasih sobat!''
Aku tidak bisa menjawab, karena sesungguhnyalah aku
mengalami suatu perasaan haru yang telah dimulai sejak kali
pertama bersua dengan kedua orang itu. Bagi orang yang
melakukan perjalanan sendirian, jauh dari Tanah Air seperti
diriku ini, sikap bersahabat sangatlah besar maknanya. Aku
pun mundur dan menjura.
''Kalian bersikap sangat baik kepadaku Tuan-tuan, apa pun
yang telah kulakukan belumlah sepadan sebagai balasan.''
Mereka berdua tertawa dan menepuk-nepuk bahuku
dengan keras. ''Sudahlah sobat! Jangan panggil kami Tuan!'' Serigala
Merah menyergah.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Ya, kita orang-orang yang hidup di gunung tidak pandai
berbasa-basi! Serigala Merah memberi tahuku tentang ilmu
silatmu yang setinggi langit,'' ujar Serigala Hitam, ''meski tidak
bernama, kehadiranmu sangat besar artinya.''
Aku tidak bisa mengatakan apa pun. Kukira ini bukan
sekadar karena perasaanku yang tertekan setelah melakukan
perjalanan semalam dalam kegelapan dan kesempitan celah,
melainkan karena ketulusan mereka yang tidak memiliki
kepentingan itu. Mereka hanya melihat diriku sebagai seorang
pengembara yang berjalan sendiri saja, dan bagi mereka itu
berarti keterpisahan diriku dari segala sesuatu yang diakrabi
manusia, seperti rumah, keluarga, dan alam lingkungan. Tentu
mereka berdua tidak mengetahui, betapa kesendirian dan
keterpisahan telah menjadi bagian hidupku yang tidak bisa
kuhindari, tetapi itu tidak mengurangi penghargaanku atas
sikap mereka terhadapku sama sekali.
BEGITULAH di antara kami seolah tiada jarak lagi. Serigala
Hitam mengatakan bahwa bersama Serigala Merah keduanya
sudah terikat janji untuk segera berangkat mengawal kedua
puluh orang ini, karena di seberang celah pun sudah ada
sejumlah orang menanti di salah satu permukiman untuk
menyeberang kembali kemari. Bahkan mereka harus sudah
berada di sini besok pagi. Itu berarti mereka harus berangkat
sekarang mengantar rombongan agar tiba sebelum malam,
dan segera berangkat lagi setelah beristirahat sebentar untuk
melakukan perjalanan malam seperti yang kulakukan.
"Artinya kami serahkan pengurusan lelaki tua yang bisu itu
kepada dikau, sobat."
Aku tidak bisa menolak permintaan kedua sahabat baru itu.
Jika lelaki tua tersebut memutuskan tetap meneruskan
perjalanan, maka ia akan mendapat seekor kuda yang
biasanya disewakan untuk orang-orang tua yang uzur atau
perempuan hamil, dan sekarang sedang tidak digunakan. Jika
ia bermaksud tetap tinggal untuk sementara, untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendapatkan ketenangan dan kemantapan sebelum meneruskan perjalanan, maka aku diminta untuk mengantarkannya ke Kampung Jembatan Gantung, tempat
permukiman Serigala Hitam dan Serigala Merah yang kiranya
hanya bisa kucapai setelah mereka berdua memberitahuku
berbagai penanda jalan rahasia.
Dentang-dentang petualangan kembali bergema di dalam
dadaku, tetapi kuingatkan kembali diriku bahwa aku sedang
bertugas memburu Harimau Perang. Kukira aku pun tidak
perlu merahasiakannya kepada mereka berdua.
"Sebenarnya diriku sedang menyusul seseorang bercaping
lebar dan berambut panjang yang kemungkinan besar
bernama Harimau Perang. Apakah sobat-sobatku Serigala
Hitam dan Serigala Merah melihatnya ketika keluar dari celah
semalam?" Mereka saling berpandangan penuh arti.
"Ya, kami melihatnya ketika keluar dari celah menunggang
kuda Uighur yang bagus itu. Ia meneruskan perjalanannya
setelah mengawasi kami yang berpura-pura tidur, padahal
kami sebetulnya baru datang dan menunggu rombongan
karena biasanya mereka sudah siap sejak pagi buta. Serigala
Hitam lantas berkelebat mengikutinya dan tahu jalan mana
yang diambilnya," ujar Serigala Merah.
"Ya, jangan khawatir, jalan itu menuju ke Perguruan
Shaolin dan bisa dicapai dari kampung kami. Jalan itu tidak
bercabang ke mana pun sebelum arah tersebut, jadi sobatku
akan dapat menyusulnya karena Perguruan Shaolin itu masih
cukup jauh. Dengan melalui kampung kami yang tersembunyi,
sobatku yang tidak bernama juga telah menyingkat jalan,
karena jalan yang akan ditempuh penunggang kuda Uighur itu
dalam lima hari, akan ditempuh oleh sobatku dalam tiga hari,"
timpal Serigala Hitam pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berita ini sangat menggembirakan, begitu rupa sehingga
seolah-olah akulah yang lebih bersemangat mengajak lelaki
tua tersebut ke pemikiman tersembunyi yang disebut
Kampung Jembatan Gantung itu.
Namun ketika kami bermaksud membicarakan hal itu
dengan lelaki tua yang baru saja terhindar dari kematian
tersebut, kami melihat ia sedang dikerumuni rombongan.
Pedagang yang datang dari kota itu menunjuk-nunjuknya.
"Kamu! Ya, kamulah orangnya! Aku tidak bisa melupakan
wajahmu yang seperti seekor unta itu!"
Ia menunjuk lelaki tua yang masih menyeruput teh panas
dari cawan itu. Pedagang tersebut maju dan seperti siap
menendang, yang jelas sekali tidak merupakan jurus ilmu silat.
Namun sebelum tendangan itu mengenai lelaki tua tersebut,
pedagang itu sendiri yang mendadak terpental beberapa depa.
Serigala Hitam sudah berada di sana.
"Kata siapa tiada peradaban di pelosok ini," ujarnya geram,
"siapa yang bermaksud menghakimi tanpa pengadilan boleh
menghadapi Serigala Hitam!"
Pedagang itu, seorang lelaki berusia sekitar 35 tahun,
bangkit berdiri sambil membersihkan basah embun dari
rerumputan pada bajunya. Ia menggerutu sendiri, tetapi jelas
agar setiap orang mendengarnya.
"Kalau ada pengadilan di sini, tentu aku menuntutnya,
sayang sekali kita berada di tengah hutan ," ujarnya.
Lantas Serigala Hitam pun berkata.
"Bagi siapa pun yang mengajukan tuntutan, ia harus
mengajukannya di wilayah hukum tempat perkaranya
berlangsung. Kita berada di daerah tak bertuan sekarang, jadi
siapa pun yang membuat perkara di sini akan berhadapan
denganku!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Semua orang terdiam. Bahkan bayi yang semula menangis
pun terdiam. "Semuanya bersiaplah," katanya lagi, "kita harus segera
berangkat karena ada rombongan lain menanti di seberang
sana." SETIAP orang pun berbenah. Pada dasarnya semua orang
memang siap berangkat. Di antara mereka ada yang sudah
menunggu sampai lima belas hari di permukiman terdekat,
karena Serigala Hitam dan Serigala Merah tidak akan bersedia
mengawal jika rombongan belum mencapai dua puluh orang;
kecuali jika bayaran yang mereka terima seharga bayaran
untuk mengawal dua puluh orang. Mereka yang akan
menyeberangi celah dan tinggal di permukiman yang tidak
terlalu jauh dari Kampung Jembatan Gantung akan
mendaftarkan diri dan menunggu, tetapi yang tinggal di balik
gunung m isalnya, apalagi dari kota, terpaksa menginap sambil
menunggu jumlahnya mencapai dua puluh orang.
Tidak berarti mereka berdua gila uang, karena pernah
melesat untuk menjemput tabib di seberang celah, ketika
seorang ibu bermasalah ketika melahirkan, dan semua itu
dilakukan tanpa bayaran.
Kepada orang tua tersebut, Serigala Hitam dan Serigala
Merah menyampaikan, jika ia belum bermaksud meneruskan
perjalanan, akulah yang akan mengantarnya ke Kampung
Jembatan Gantung. Ia dipersilakan tinggal berapa lama pun
selama masih membutuhkannya.
"Kami menolong orang tidak tanggung-tanggung," ujar
Serigala Hitam dan Serigala Merah, "jika pemerintah kembali
memburunya, kami tetap akan membelanya. Seperti kami
lakukan kepada siapa pun yang lemah dan menderita."
Akhirnya semua persiapan selesai. Aku terkejut karena
sebelum berangkat mereka mengadakan upacara angkat
saudara terlebih dahulu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Baru kuperhatikan ternyata terdapat yang disebut altar
sembahyang di depan sebuah patung Dewi Kwan Im di situ
yang lebih kukenal sebagai Avalokitasvara. Rupa-rupanya agar
yang bermaksud memanfaatkannya dapat membakar hio dan
berdoa, sebelum berangkat menyeberangi celah sempit dan
gelap yang berkemungkinan membuat jiwa terguncang
Golok Yanci Pedang Pelangi 2 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Harimau Mendekam Naga Sembunyi 11
^