Pencarian

Pendekar Misterius 5

Pendekar Misterius Karya Gan K L Bagian 5


"Oh, digaran pedang ini tertulis bahwa pedang ini bernama Tung-kau-kiam dan asalnya milik Kiam sin Khong Siau lin dari Siangyang," tutur Put cian terpaksa.
"Kiam-sin Khong Siau-lin" Siapakah dia?" Jun-yan
mengulangi dengan heran.
Ti Put-cian menjadi melengak mendengar pertanyaan itu, ia heran mengapa guru si gadis Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king tidak pernah mengatakan padanya tentang siapa Khong Siau lin itu" Padahal setahunya Kiam-sin atau dewa pedang Khong Siau lin dari Siangyang itu justru adalah gurunya Jiau Pek-king yang pada lebih dua puluh tahun yang lalu namanya sangat tersohor dikalangan Bu lim. Karena ilmu pedangnya tiada bandingannya maka orang memberikan julukan "Kiam-sin" atau dewa pedang padanya. Ketika Jiau Pek king
mengangkat guru padanya, usia kedua orang itu selisih tidak banyak. Tapi karena watak Jiau Pek king yang lain dari pada yang lain maka sering guru dan murid itu saling bertengkar.
Namun Khong Siau lin cukup sabar dan dapat memahami
tabiat buruk sang murid, sedapat mungkin ia coba
menginsafkannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suatu kali, untuk sesuatu keperluan guru dan murid itu telah keluar, tapi pulangnya hanya Jiau Pek king saja sendirian sedang Khong Siau lin untuk seterusnya tak diketahui jejaknya lagi. Sudah tentu keluarga Khong mengusut keselamatan Khong Siau lin kepada Jiau Pek-king, namun Pek-king justru sama sekali tidak mau menerangkan, karuan semakin
menimbulkan curiga orang, jangan2 Pek-king yang mencelakai sang guru sendiri tapi terhadap tuduhan demikian iapun tidak membantah. Berhubung dengan peristiwa ini, sudah ber-kali2
terjadi percekcokan dikalangan Bu lim, namun banyak juga kawan yang kenal baik Jiau Pek-king, walaupun wataknya menyendiri, namun bilang membunuh guru sendiri, rasanya tidak mungkin. Urusan itu masih terus berlarut2 tidak pernah selesai dengan sendirinya Jiau Pek-king pun meninggalkan perguruan dan tindak tanduknya semakin tak terkekang, maka akhirnya mendapatkan julukan "Thong-thian-sin-mo" atau iblis raksasa maha sakti.
Kini Tun-kau-kiam ini terukir sebagai miliknya Khong Siau lin, padahal sebelum menghilang, orang tidak pernah melihat dia menggunakan pedang demikian maka dapat diduga
pedang ini tentu diperolehnya sesudah orangnya menghilang, lalu kenapa bisa terdapat ditengah gua sunyi didaerah Biau ini
" Betapapun cerdiknya Ti Put-cian menghadapi soal ini iapun merasa bingung.
Semula Jun-yan pun tidak kenal siapakah Khong Siau lin itu, tapi lantas teringat olehnya diwaktu kecilnya, pada suatu hari seperti pernah ada seorang lelaki yang berbaju compang camping, dipundaknya menggandul dua buah buli2 besar, tengah malam buta mengunjungi gurunya. Disitu kedua orang telah pasang omong sambil minum arak dengan bebas puas, sampai fajar barulah orangnya pergi. Esok paginya ketika dia tanya sang guru, maka sekedar gurunya telah memberitahu padanya nama orang itu seperti Khong Siau-lin apa, cuma waktu itu masih terlalu kecil, maka tidak menaruh perhatian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah, selagi ia termenung2, tiba2 ia mendengar
bentakan Ti Put-cian yang seram. Dengan terkejut ia berpaling dan segera ia berteriak : "He, kau . . . kau ..." tapi belum sempat ia berkata lebih banyak, tahu2 sinar hijau berkelebat, dengan sorot mata yang bengis, saat itu Ti Put-cian telah tusukan pedang Tun-kau-kiam kedadanya.
Namun pada detik yang menentukan itulah, tiba2 terdengar dibelakang sana ada suara gerengan tertahan, mendengar itu, seketika tangan Ti Put-cian tergetar dan tanpa merasa gemetar. Sebaliknya semangat Lou Jun-yan menjadi
terbangun, ketika ia pandang kedepan, ia lihat si orang aneh yang selama ini selalu mengintil dibelakangnya itu sudah berada lagi disitu tidak jauh dari Ti Put-cian. Sementara itu terdengar suara mencicit nyaring dua kali, dua butir batu kecil secepat kilat telah menyambar, sebutir kearahnya dan yang lain menuju pergelangan tangan Ti Put-cian. Segera Jun-yan merasa pinggangnya kesemutan, nyata ia sudah tertutuk oleh sambitan batu kecil itu hingga badannya berdiri kaku disitu.
Berbareng itu mendadak tampak tangan Ti Put-cian sedikit ditarik, namun sudah terdengar suara "Ting" yang nyaring, batu kecil tadi tepat kena diatas jari tunggalnya yang berselongsong emas itu, tangannya tergetar pegal, cekalannya kendor dan pedang Tun-kau-kiam terjatuh ketanah.
Kejadian2 itu berlangsung dalam sekejap saja, kalau
pedang Ti Put-cian tadi sempat diulurkan sedikit lagi, pasti tubuh Jun-yan akan tertembus atau jika melompat mundur tentu akan ditelan lumpur serta sarang labah-labah di gua sebelah bawahnya itu.
Syukurlah saking jeri terhadap orang aneh itu, begitu muncul lantas Ti Put-cian gemetar ketakutan dan sesudah pedangnya jatuh ketanah, orangnya terus melompat
kesamping. Mendadak orang aneh itupun putar tubuh dan melontarkan sekali pukulan dari jauh, begitu keras angin pukulannya hingga debu berhamburan didalam gua itu, lekas2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ti Put-cian jatuhkan diri kesamping pula dan dengan cepat menggelundung pergi sampai 7-8 kaki jauhnya. Habis ini cepatan saja ia merangkak bangun terus berlari sipat kupingnya keluar gua sana.
Manusia aneh itupun tidak mengejar, dengan mulutnya
ternganga sambil mengeluarkan suara. "Ah ah" dia mendekat Jun-yan serta menuding2 kebelakang si gadis. Untuk sejenak Jun-yan merasa bingung, tapi kemudian iapun paham akan maksud orang sebabnya menyambitkan batu menutuk jalan darahnya ialah kuatir kalau dia melompat kebelakang hingga terjerumus kedalam gua yang lebih besar itu. Tapi segera ia menjadi heran pula, terang mata orang aneh ini sudah buta mengapa justru tahu ada gua yang menurun dibelakangnya dengan sarang labah2 beracun itu " Kenapa terhadap keadaan dalam gua ini orang seperti apal betul"
Sedang dia memikir, sementara itu orang aneh ini sudah mendekatinya serta menepuk perlahan dipundaknya untuk melancarkan jalan darahnya.
Tatkala mula2 Jun yan melihat manusia aneh ini, ia merasa rupa orang lebih mirip setan daripada manusia. Tapi kini kalau dibandingkan Ti Put-cian yang berwajah cakap ganteng itu namun berhati palsu dan keji, ia merasa muka si orang aneh ini tiba2 seperti muka yang penuh welas asih.
"Banyak terimakasih atas pertolonganmu tadi," kata Jun-yan kemudian sambil menjemput Tun-kau-kiam yang jatuh ditanah ditinggalkan Ti put-cian tadi.
Walaupun tusukan Ti Put-cian tadi gagal mencelakai Jun-yan, namun sejak inilah corak asli pemuda yang berhati palsu dan berjiwa keji itu sudah dapat diketahui si gadis. Sejak kecil Jun-yan sudah berada dibawahan asuhan gurunya, Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, maka pengaruh jiwa sang guru itu menjadikannya enteng pikir, mudah menerima dan gampang melepas. Sungguhpun tadinya hati kecilnya mulai bersemi cinta pada Ti Put-cian, tapi demi nampak "perbuatannya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rendah' ia malah bersyukur dapat mengetahui kepalsuan orang sebelum terlambat.
Sementara itu si orang aneh masih "ah ah uh uh" tak jelas apa yang hendak dikatakannya. Melihat itu, hati Jun-yan menjadi terharu dan merasa kasihan, dengan suara lembut ia menanya : "Paman aneh, aku tidak mengerti apa yang hendak kau katakan. Akupun tidak kepingin jadi kepala orang-orang Biau segala, marilah kau ikut aku pulang ke Jin-sia-san, nanti kumohon Suhu agar mencarikan tabib terpandai untuk
menyembuhkan kau?"
Tapi orang aneh itu hanya miringkan kepalanya seperti mendengarkan, sesudah Jun yan selesai bicara, kembali dari tenggorokannya keluar pula suara gerengan tertahan yang susah dimengerti apa maunya.
"Marilah paman aneh, kita pergi saja," ujar Jun-yan sambil melangkah maju.
Diluar dugaan, baru beberapa langkah, mendadak si orang aneh itu merintangi sembari tarik lengannya dan diseretnya pergi cepat.
Semula Jun-yan terkejut, tapi mengingat ia selalu
melindungi dirinya, rasanya tidak nanti bermaksud jahat, maka iapun tidak melawan dan membiarkan dirinya dibawa kembali kedalam kamar batu itu. Sesudah berada didalam kamar batu itu, segera orang aneh itu lepaskan si gadis terus me-raba2
kedinding kamar itu, Sampai suatu sudut, tiba2 ia berhenti, lalu terdengar pula ia menggereng tertahan, ia mencengkeram dengan jarinya, tahu2 bubuk dinding ditempat itu
berhamburan, ternyata sebuah lubang kecil tembus kena terkamannya itu. Sungguh tidak kepalang terkejutnya Jun-yan melihat betapa lihai tenaga jari orang.
Sedang Jun-yan ternganga kagum, sekonyong-konyong
orang aneh masukan tangannya kedalam lubang kecil itu, ketika ia tarik sikutnya, dibarengi suara gemuruh yang keras,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu-tahu sepotong batu besar dinding itu telah kena disingkirkan hingga berwujut sebuah lorong yang menurun.
Jun-yan bertambah kaget, namun saat itulah si orang aneh itu telah baliki badannya terus pegang pundak si gadis, dan sebelah tangan lain mengangkat pinggangnya hingga
tubuhnya terangkat naik. "He, he, apa2an ini !" teriak Jun-yan sambil kedua kakinya meronta2.
Namun orang aneh itu tak memperdulikannya, tubuh Junyan tetap diangkat dan dimasukkan kedalam lubang besar itu dan terus didorong sekuatnya, Jun-yan merasa tubuhnya merosot kebawah dengan cepat oleh dorongan suatu tenaga yang besar, ia terus meluncur kebawah hingga berpuluh tombak jauhnya, ketika tiba2 tubuhnya menggelundung diatas semak2 rumput dan matanya terbeliak, ternyata dirinya sekarang sudah berada disuatu goa besar yang tidak jauh dari situ nampak ada cahaya sang surya, ia merangkak bangun dan berjalan keluar, waktu ia menoleh dan coba memanggil
"paman aneh", namun tiada sesuatu suara sahutan.
Sesudah berada diluar gua itu, ia dapat mengenali tempat itu adalah tempat yang pernah dilaluinya diwaktu datang bersama Ti Put-cian tempo hari. Cepat Jun-yan masukkan pedang kesarungnya, ia pikir tentu Ti Put-cian masih berada dilembah kurung itu, biarlah mencari padanya untuk bikin perhitungan. Maka segera ia berlari menuju kepintu besi yang sudah dikenalnya itu, beberapa orang Biau yang tinggi besar penjaga pintu menjadi terkejut demi nampak datangnya Jun-yan, se-konyong2 mereka letakkan tombak mereka serta berjongkok ketanah memberi sembah, lalu bersorak sorai se-keras2nya hingga mengejutkan kawan-kawannya yang berada disebelah dalam.
Ketika pintu dibuka dan Jun-yan masuk kelembah kurung didalamnya, suku Biau yang sedang menyanyi dan menari itu mendadak berhenti, seluruh pandangan diarahkan padanya.
Masih Jun-yan hendak mencari Ti Put-cian yang mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
campurkan diri diantara orang banyak tapi ternyata tak kelihatan batang hidungnya.
Hanya sebentar saja suasana menjadi sunyi, mungkin
saking herannya karena Jun-yan bisa keluar dari gua sarang labah2 berbisa dengan selamat. Namun sejenak kemudian tiba2 genderang berbunyi lagi, suara sorak sorai gegap gempita memecah bumi. Terlihatlah tujuh puluh dua orang Biau dibawah pimpinan Tiat-hoa-popo telah berlutut ditanah memberi sembah sambil bersorak : "Tongcu dari tujuh puluh dua gua menyampaikan sembah bakti kepada Seng-co
kesembilan!"
Untuk sesaat Jun-yan tercengang, ia pikir dirinya belum mampu menembus gua sarang labah-labah berbisa itu,
kenapa mereka telah menganggapnya sebagai Seng-co " Tapi segera iapun menjadi jelas, sebab dirinya datang kembali melalui pintu besi diluar sana, sudah tentu orang tak tahu apakah datangnya itu menembus gua labah-labah itu atau tidak. Dasar sifatnya yang masih kekanak-kanakan, ia menjadi senang ketika melihat semua orang begitu menghormat
kepadanya betapa jayanya menjadi kepala suku Biau. Maka dengan tersenyum ia memberi tanda agar semua orang
berdiri. Dengan ber-bondong2 lalu Jun-yan disongsong ke 72
kepala gua itu keatas panggung batu ketika Tiat-hoa-popo memberi tanda, kemudian suasana menjadi sunyi lagi, lalu dia angkat bicara dengan suaranya yang tajam: "Walaupun
Lengpay (lencana tanda perintah, mandaat) Seng co telah dihilangkan sejak lenyapnya Seng-co ke 8 dan hingga kini belum diketemukan, namun sesudah Seng-co baru sekarang kita angkat, kita tetap akan menurut dan tunduk kepada segala perintah Seng-co."
Habis itu Tiat-hoa-popo berpaling minta petunjuk kepada Jun-yan apakah sebagai Seng-co baru ada petua apa2 yang perlu disampaikan. Sudah tentu si gadis gelagapan entah apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang harus dikatakan, ia hanya minta Tiat-hoa-popo
menyampaikan kepada para kerabat agar tetap hidup damai berdampingan, semoga makmur dan bahagia. Sembari
berkata ia coba men-cari2 lagi Ti Put-cian diantara orang banyak, tapi masih tak diketemukan.
Sementara itu Tiat-hoa-popo menuturkan lagi kepada Jun-yan, tentang adat istiadat serta kewajiban2 seorang Seng-co, bahwa tiap sebulan sekali Seng-co harus bergiliran tinggal bersama disetiap gua dengan suku bangsanya, sesudah itu barulah boleh pilih tempat kediaman sendiri untuk selamanya.
Diam2 Jun-yan mengeluh akan ikatan demikian itu.
Masakan ia harus tinggal untuk selamanya didaerah Biau ini.
"Tiat-hoa-popo, jika menurut penuturanmu, jadi Seng-co sama sekali tak boleh tinggalkan tempatnya ini ?"
"Tentu saja boleh," sahut sinenek, "asal sebelumnya ia mengangkat seorang wakilnya."
"Aha, jika begitu, Tiat-hoa-popo adalah seorang yang paling dihormati diantara sukumu, padahal masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan ditempat lain, maka biarlah sementara ini aku angkat kau sebagai wakilku, mumpung seluruh kepala tujuh puluh dua gua berada disini, sekarang juga aku umumkan maksudku ini."
Betapa girangnya Tiat-hoa-popo, hampir2 ia tidak percaya akan pendengarannya sendiri. Saking terharu sampai air matanya meleleh, segera ia sampaikan keinginan Jun-yan kepada para kawannya, maka didahului sinenek, kembali para kepala gua itu berjongkok menyembah lagi.
"Lapor Seng-co," demikian Tiat-hoa-popo berkata pula,
"Sebenarnya Seng-co memiliki 12 buah lencana kebesaran, yaitu benda pusaka turun temurun".."
Baru mendengar sampai disini, se-konyong2 Jun-yan
merasa sesosok bayangan berkelebat dari samping, tanpa pikir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan meraup dengan tangannya serta memandang kearah datangnya bayangan itu. Tetapi ia menjadi heran ketika tiada seorangpun disitu, hanya tangannya tahu-tahu bertambah satu bungkusan hitam entah apa isinya, cuma bobotnya terasa agak antap, waktu ia buka, ia menjadi tercengang. Ternyata isi bungkusan itu adalah dua belas buah lencana emas kangzusi.com segi tiga, diatas lencana2 itu terukir gambar yang ber-beda2. Saking herannya Jun-yan membolak-balik lencana-lencana itu untuk dilihat hingga mengeluarkan suara yang gemerincing. Ia menjadi heran, darimanakah datangnya lencana-lencana emas ini dan apa gunanya "
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Tiat-hoa popo berhenti menutur, tapi dengan cermat sedang mendengarkan suara gemerincing yang diterbitkan lencana2 emas itu. "Benda apakah yang kau pegang itu, Seng-co?" tiba2 ia menanya.
"Entahlah, tapi bentuk lencana segitiga dan seluruhnya ada dua belas buah," sahut Jun-yan.
"Ha?" seru Tiat-hoa-popo kaget, lalu dengan suara terharu pintanya : "Dapatkah aku meraba sebuah diantaranya ?"
Segera Jun-yan serahkan sebuah lencana emas itu ditangan sinenek. Ketika nenek itu sudah meraba dan pegang2 lencana itu dengan teliti mendadak wajahnya berobah hebat, lalu dengan suara keras ia berkata dalam bahasa Biau.
Jun-yan bingung oleh kelakuan orang. Ia lihat orang2 Biau yang tadinya bersorak-sorai tadi, kini mendadak berdiam lagi, lalu Tiat-hoa-popo angkat lencana tadi tinggi2 sembari mengucapkan serentetan kata2 lagi dalam bahasa mereka, maka orang2 Biau itu kembali menjura lagi dengan hikmatnya.
Selagi Jun-yan hendak menanya, tiba2 sinenek berganti dalam bahasa Han dan berkata padanya : "Lencana Seng-co sudah hilang selama tiga puluhan tahun, kini mendadak berada ditangan Seng-co baru, ini suatu tanda rejeki Seng-co baru yang maha besar dan suku Biau menerima rahmatnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan berseru kaget oleh penjelasan itu, jadi lencana itulah Lengpay yang dianggap benda keramat oleh bangsa Biau. Lalu siapakah tadi yang menimpukkan kepadanya "
Apakah orang aneh itu " Padahal orang aneh itu diketemukan Jing-ling-cu dijurang Ciok-yong-hong di-pegunungan Hengsan, dari manakah ia dapat memperoleh Lengpay dari Seng-co 72
gua suku Biau ini "
Dan karena masih tidak mengerti, akhirnya Jun-yan
bertanya: "Lalu apakah gunanya Leng pay ini, Popo?"
"Lengpay ini adalah tanda kebesaran Seng-co," tutur Tiat-hoa-popo. "Beratus ribu suku Biau kita akan tunduk pada segala perintah Seng-co asal melihat Lengpay itu."
Diam2 Jun-yan bergirang akan manfaat lencana kebesaran itu. Maka ia ambil enam buah diantaranya, sisa enam buah lainnya ia serahkan kepada sinenek serta mengumumkan dihadapan 72 kepala gua itu, bahwa untuk sementara
berhubung urusan penting yang harus diselesaikannya
didaerah lain, maka Tiat-hoa-popo ia angkat sebagai wakil mandaat penuh sesuai dengan enam buah lencana yang
diserahkan padanya itu.
Dengan sorak gemuruh para orang Biau itu menyatakan
setuju, saking terharunya kembali Tiat-hoa-popo meneteskan air mata. Pada saat itulah tiba-tiba sesosok bayangan putih berkelebat, tahu seorang telah melompat keatas panggung, kiranya adalah A Siu yang lincah itu.
Walaupun tadinya merasa cemburu oleh karena melihat A Siu kesemsem pada Ti Put-cian namun sesudah tahu perangai jahat pemuda itu Jun-yan merasa gegetun malah bila si gadis cantik ini terpikat oleh pemuda yang tak bermoral itu.
Memangnya iapun suka bersahabat, terutama terhadap
seorang gadis jelita yang lincah seperti A Siu ini, maka segera ia menyapanya dengan tertawa : "Eh, adik ini siapakah namanya ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku bernama A Siu," sahut si gadis dengan tersenyum.
Kemarin Jun-yan sudah menyaksikan juga betapa A Siu telah robohkan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin hanya dengan sekali-dua gebrakan saja, terang ilmu silatnya sangat tinggi, "A Siu, hebat sekali kepandaianmu. Siapakah suhumu ?" segera ia tanya.
"Lapor Seng-co, aku tak punya Suhu.'' sahut A Siu terus terang.
"Aneh," diam2 Jun-yan membatin. Segera ia pun membisiki A Siu : "Harap kau jangan sebut aku Seng-co umur kita sepadan, panggillah padaku enci saja."
"Mana boleh jadi?" sahut A Siu tertawa.
"Sebab apa?" tanya Jun-yan.
"Kau adalah Seng-co, mana boleh terang2an aku panggil kau enci?" sahut A Siu. Tapi lantas ia membisikan pula :
"Hanya kalau sudah diluar daerah sini, barulah tidak menjadi soal."
Melihat sifat dan tutur kata A Siu berbeda dengan orang Biau lainnya, Jun-yan bertambah suka padanya. Tiba2 ia ingat akan diri Ti Put cian lagi, maka tanyanya : "A Siu dimanakah pemuda satu jari itu."
Seketika wajah A Siu bermuram durja sahutnya : "Tidak lama baru saja ia keluar dari gua, lantas buru2 pergi ingin aku menyusulnya tapi dicegah Popo sebab bila kau masih belum keluar gua pada waktunya orang berikutnya adalah giliranku."
"A Siu apakah kau suka pada pemuda itu?" tanya Jun-yan melihat wajah A Siu tiba-tiba muram demi mendengar Ti Put-cian disebut. Sebenarnya ia hendak menasehatkannya tentang jiwa kotor pemuda itu, tapi urung.
Sebaliknya A Siu tidak menjawab, ia hanya mengangguk sambil memandang dengan sinar mata yang jernih dan
mantap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"A Siu, karena urusan lain aku harus tinggalkan tempat ini dahulu, apakah kau suka ikut bikin perjalanan bersamaku ?"
kata Jun-yan kemudian.
Tentu saja A Siu bergirang, memangnya ia ingin sekali bisa menyusul buah hatinya. Asal bisa menyusul buah hatinya. Asal bisa ikut pergi bersama Jun-yan, harapan bertemu tentu sangat besar. Maka tanpa ragu2 lagi ia mengia, segera ia bicarakan hal itu dengan Tiat-hoa-popo.
-o0dw.kz-hendra0o-
Jilid 7 DENGAN enam buah lencana, sudah tentu Tiat-hoa-popo
dapat bertindak sesukanya seperti Seng-co. Maka iapun tidak merintangi akan kepergian A Siu bersama Jun-yan.
Besoknya, kedua gadis itu lantas berangkat dihantar oleh 72 kepala gua Biau hingga jauh.
Sesudah menginjak daerah, dengan tertawa Jun-yan
berkata pada A Siu: "Nah, sekarang kau boleh panggil enci, bukan?"
Betul juga A Siu lantas memanggil enci kembali padanya.
Karenanya Jun-yan kegirangan. Selama ia berkelana di kangouw, siapa saja kalau tidak menyebutnya anak dara, tentu memakinya budak liar, tetapi belum pernah orang memanggil taci padanya.
"A Siu," kata Jun-yan pula. "Walaupun kita bukan saudara kandung, tetapi menurut kebiasaan bangsa Han kami, kita bisa mengangkat saudara."
"Ya, ya, aku tahu, bangsa Han suka angkat saudara
sehidup semati," ujar A Siu.
"Eh, darimana kau tahu, apa pernah kau pergi kenegeri kami ?" tanya Jun-yan heran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pernah, ketika pergi bersama muridku," kata A Siu.
"Muridmu ?" Jun-yan menegas dengan heran, "ah bagus bakal ada orang memanggil aku Supeh, tentu! Dan siapakah nama muridmu itu" Dimana dia sekarang ?"
"Muridku adalah seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi Hwesio, sebulan yang lalu tinggal disuatu biara, mungkin masih disana," tutur A Siu.
Mendengar nama Tiat-pi Hwesio, Jun-yan bertanya: "itu paderi jahat terkenal disekitar Hunlam ?"
"Benar, walaupun orangnya kelihatannya jahat, sebenarnya tidak demikian," ujar A Siu.
Lalu iapun ceritakan pengalamannya dahulu ketika
merantau bersama Tiat-pi Hwesio ke-daerah Hunlam dan Kuiciu.
Melihat A Siu sama sekali tidak menyinggung ilmu silat yang dimilikinya, diam2 Jun-yan sangat ingin mengetahui sampai dimanakah sebenarnya ilmu kepandaian gadis jelita itu, meski sudah terang sangat tinggi seperti waktu menghajar Cu Hong-tin diatas panggung batu, tapi gaya aslinya masih belum jelas kelihatan seluruhnya.
"Siapakah gurumu, A Siu ?" tanyanya kemudian.
Namun A Siu hanya geleng2 kepala saja dan menjawab :
"Aku tak punya guru."
Diam2 Jun-yan tidak percaya, masakan tanpa Suhu dapat mempelajari ilmu silat setinggi itu, bahkan jauh lebih unggul daripada Kang lam-it-ci-seng Ti Put-cian yang sudah ngacir itu. Ia pikir mungkin peraturan perguruan yang melarang memberitahukan orang luar, maka A Siu tak mau bilang. Maka iapun tidak menanya lebih jauh.
Petangnya tibalah mereka disuatu kota kecil, setelah mendapatkan hotel, Jun-yan minta pelayan menyediakan alat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembayangan dan sekedar sesajen, karena ia hendak
mengangkat saudara dengan A Siu. Selesai upacara singkat itu, Jun-yan pikir sebagai enci, sepantasnya memberi sesuatu tanda mata padanya. Tetapi merasa tidak membawa barang2
apa yang berharga, pedang Tun-kau-kiam ia merasa berat, pecut mulut bebek tidak mungkin, sebab itu senjata
pemberian sang guru. Sesudah berpikir lama, ia lihat telinga A Siu tanpa hiasan, tiba2 hatinya tergerak, katanya : "A Siu, biarlah aku memberi sepasang anting2 padamu, dengan itu, tentu kau akan lebih menggiurkan."
"Aku sudah punya anting-anting," sahut A Siu dengan
tertawa. Sembari berkata, ia keluarkan sepasang anting2
pualam hijau yang ditemunya waktu mencari jejak ayahnya dan Jin koh tempo dulu.
"Coba kulihat," pinta Jun-yang.
Tapi ia menjadi heran dan terperanjat ketika melihat diatas anting2 itu masing2 terdapat dua huruf "Jing-king" yang kecil-kecil, ia jadi teringat pada peristiwa2 sesudah dirinya tinggalkan Cio-jong hong, waktu malam pertama tahu2 orang meletakkan golok Pek-lin-to disamping bantalnya, kemudian ketika orang aneh itu merampasnya kapal jambrud dari tangannya Siang Lui untuk dirinya, setiap kali selalu disertai secarik kertas dengan tulisan "Jing kin". Melihat huruf itu, tampaknya nama seorang, hal ini selamanya menjadi tanda tanya baginya, dan kini diatas anting2 terdapat lagi nama itu, sungguh aneh!
"Ada apakah, enci Jun-yan " Apa anting2 ini tidak bagus ?"
tanya A Siu ketika melihat Jun-yan ter-menung2 penuh kesangsian.
"A Siu, darimanakah kau mendapatkan anting2 ini ?" tanya Jun-yan kemudian.
"Entahlah, cuma dapat diduga miliknya Jing-koh (bibi Jing)," sahut A Siu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jing-koh " Siapakah dia?"
"Entahlah, hanya tahu dia she Ang bernama Jing-kin, iapun memberi sebutir mutiara besar padaku," kata A Siu pula. Lalu ia unjukkan mutiara mestika yang terkalung di lehernya itu.
Nampak mutiara itu, kembali hati Jun-yan tercekat, diam2
ia heran sekali : "Aneh, mutiara ini aku seperti pernah melihatnya entah dimana ?"
Makin lihat ia merasa makin kenal akan benda itu, se-akan2
benda itu pernah dimilikinya. Tapi meski ia meng-ingat2nya lagi, masih tak mengerti apakah itu kebetulan saja atau sesuatu peristiwa yang pernah terjadi.
"A Siu, siapakah gerangan Ang Jing-kin itu, dapatkah kau ceritakan padaku sedikit tentang dia ?" katanya kemudian.
"Akupun tidak begitu paham, hanya masih kuingat ketika aku ikut dia masuk gunung bersama ayah untuk mencari obat untuk suaminya." sahut A Siu. Lalu iapun cerita sekenanya tanpa teratur apa yang masih teringat olehnya ketika rumahnya kedatangan suami isteri Ang Jing-kin, kemudian bersama Tiat-pi Hwesio pergi mencari ayahnya dan
menemukan kerangka tulang ditepi empang.
Sudah tentu cerita yang tak keruan susunannya itu
membikin Jun-yan tambah bingung. "Siapakah gerangan
suaminya Ang Jing-kin itu " Kemudian kemana dia telah pergi
?" ia tanya pula.
"Entah, cuma menurut cerita Tiat-hoa-popo, ketika tanpa sengaja ibuku menyingkap kain kerudung kepalanya, ibuku menjerit kaget karena melihat wajah orang yang lebih mirip setan, lalu orang itu berlari pergi menghilang", tutur A Siu.
"Mukanya jelek mirip setan " Apakah karena bekas luka ?"
demikian Jun-yan menggumam sendiri.
Namun A Siu tak bisa menjelaskan lebih banyak, iapun tidak menanya lebih jauh, mereka melanjutkan perjalanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa terjadi apa2. Akhirnya tibalah mereka sampai ditapal batas propinsi Ciat-kiang. Tatkala itu menginjak musim rontok, hawa sejuk pemandangan permai. Terutama A Siu yang belum pernah menjajaki daerah Kanglam yang indah, ia sangat terpesona oleh pemandangan alam yang dilaluinya.
Suatu hari, sampailah mereka didaerah kabupaten hi-sui-koan. Karena kesemsem akan pemandangan indah
disekitarnya, mereka berdua menjadi melampaui waktu
istirahat, makin jauh makin memasuki tanah pegunungan.
Sementara itu sang surya sudah mulai mendoyong kebarat.
Tiba2 mereka melihat didepan sana tumbuh beberapa
rumpun pohon bambu, ditepinya mengalir sebuah sungai yang mengelilingi tiga buah rumah gubuk.
Melihat pemandangan itu, tanpa merasa Jun-yan memuji,
"Betapa indahnya tempat ini entah siapa gerangan yang tinggal itu, benar2 pandai menikmati !"
Dan selagi ia hendak berseru akan memohon mondok
bermalam digubuk itu, tiba2 dilihatnya ada seorang lagi jalan keluar dari salah satu rumah itu sambil mengukur, dengan laku sangat hormat orang itu lagi berkata dengan badan membungkuk : "Ki-locianpwee, haraplah pada waktunya nanti kau orang tua bisa hadir disana, betapapun juga, sedikitnya akan membikin semangat Jing-ling-cu dan begundalnya
melempem !"
Habis itu dari dalam rumah lantas terdengar sahutan
seorang yang bersuara tuan besar : "Ehm, tiba waktunya nanti aku datang kesana. Sekarang lekaslah kau enyah !"
Ber-ulang2 orang yang keluar itu membungkuk sambil
mengia. Sebaliknya lagak lagu orang didalam rumah itu terang angkuh luar biasa. Diam2 Jun-yan terkejut ketika mendengar nama Jing-ling-cu disebut. Cepat ia tarik A Siu dan
membisikinya : "Coba kita sembunyi dulu untuk melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siapakah orang itu !" lalu keduanya menyelinap masuk kesemak-semak pohon bambu sana.
Cuaca waktu itu sudah mulai sore, namun cukup jelas
untuk melihat orang yang keluar itu ternyata seorang Thauto atau paderi yang memelihara rambut panjang, mukanya
bengis dilehernya terkalung serenceng tasbih dari emas yang bentuknya dibikin seperti tengkorak, jumlahnya beratus biji.
Tampak mukanya ber-seri2, kadang2 mengelus2
jenggotnya yang pendek dengan tangannya yang penuh bulu.
Jun-yan tak kenal Thauto itu, ia lihat orang berjalan dengan bersitegang leher dan lewat tidak jauh dari tempat
sembunyinya tanpa merasa. Diam2 Jun-yan bergirang, ia membisiki A Siu: "Tampaknya paderi ini bukan manusia baik2.
Jing-ling-cu yang disebutnya tadi adalah tokoh ternama dari Heng-san yang menjadi sobat baikku. Marilah kita coba mengintil dibelakangnya untuk melihat apa yang hendak dilakukannya."
Sudah tentu A Siu menurut saja, apalagi sifat kanak2nya masih belum hilang, untuk berbuat hal2 yang nakal justeru sangat cocok dengan kelincahannya. Maka dengan ilmu
entengi tubuh yang tinggi mereka menguntit Thauto itu dari jauh.
Sudah tentu ilmu Ginkang A Siu jauh lebih hebat daripada Jun-yan, maka kagum sekali Jun-yan terhadap kepandaian kawannya yang tinggi itu, ia heran akan keterangan A Siu tempo hari bahwa ilmu kepandaian yang dimilikinya itu dipelajarinya tanpa guru. Ia tidak tahu bahwa "Siu-yang-chit-Kay" yang dipelajari oleh A Siu itu adalah merupakan kombinasi dari intisari berbagai cabang persilatan, maka tidak heran ilmu kepandaian A Siu susah diukur dengan ilmu silat umumnya. Saking kagumnya, maka Jun-yan coba menanya
sedikit tentang dasar2 Ginkang kangzusi.com yang dimiliki A Siu itu. Tanpa ragu2 A Siu suka memberi penjelasan juga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu pula ia terangkan Lwekang yang pernah dipelajarinya dari ukiran digua itu.
Dan karena asyik tanya jawab itu, sampai mereka lupa bahwa mereka lagi mengintil Thau-to berambut panjang tadi.
Ketika mereka ingat kembali, namun Thauto itu sudah tak kelihatan lagi bayangannya, kedua gadis itu hanya saling pandang dengan tersenyum geli.
"Keenakan paderi itu," demikian Jun-yan menggerutu.
Dan selagi mereka hendak mencari jalan lain buat
melanjutkan perjalanan mereka, tiba-tiba tercium bau sedap yang menusuk hidung. Nyata itulah bau makanan yang
dipanggang, mungkin babi atau ayam panggang. Dasar perut mereka sudah sangat lapar, maka Jun-yan yang pertama-tama tak tahan, hampir-hampir air liurnya menetes dari mulutnya.
"Ehm, betapa lezatnya bau itu! Siapakah gerangan yang lagi panggang daging babi itu ?"
"Ehm, betapa wanginya!" demikian ia berkecap2 sambil lidahnya menjilat-jilat. Habis berkata, cepat ia mendahului berlari menuju ke tempat datangnya bau sedap itu.
A Siu menjadi geli melihat wajah kerakusan kawannya itu, tetapi iapun berlari mengikut dibelakang.
Tidak seberapa jauh, tampaklah oleh mereka disuatu
lapang sedang menyala segunduk besar api unggun ternyata Thauto tadi lagi membolak-balikkan tangkai kayu yang menyunduk tiga ekor kelinci panggang diatas api, pantas bau wangi lewat jauh.
Nampak itu, tiba2 timbul lagi pikiran jahilnya Jun-yan. "A Siu, harap kau pancing paderi itu pergi sejauh mungkin, biar aku goda dia agar tahu rasa, supaya kelak jangan berani-berani sembarangan omong," katanya segera.
Suruh menggoda orang, tentu saja A Siu sangat senang.
Segera ia melompat maju mendekati Thauto yang asyik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memanggang kelinci itu. Mungkin juga lagi bayangkan betapa lezatnya kelinci panggang itu, maka paderi berambut itu sama sekali tidak merasa bahwa dibelakangnya sudah berdiri seorang A Siu.
Tiba-tiba A Siu telah tertawa sekali, lalu cepat sekali ia melesat pergi. Sungguh diluar dugaan Jun-yan, gerakan Thauto ternyata sebat luar biasa, mendadak ia putar tubuh, tapi A Siu sudah melesat kedalam semak2 pohon, maka tiada suatu bayanganpun yang dilihatnya. Ia menjadi curiga, terang tadi suara tertawa orang, kenapa tiada terdapat seorangpun "
Kembali ia teruskan memanggang kelinci.
Kembali A Siu mendekatinya, sekali ini ia cabut setangkai rumput panjang, dengan itu ia jentikkan kepunggung si Thauto.
Karena rumput itu sangat enteng, tapi dengan tenaga
dalamnya A Siu, rumput itu meluncur kedepan dengan cepat sekali tanpa suara menuju punggung Thauto itu terus
menyusup masuk Kasa (jubah padri) dan nancap didaging.
Karuan paderi itu ber-kaok2 kaget sambil meloncat tinggi.
"Bettt," kontan ia menghantam kebelakang, betapa keras tenaga pukulannya hingga dua pohon kecil dibelakangnya seketika patah kena angin pukulan itu. Namun A Siu sendiri sudah melesat pergi dengan cepat. Sekilas bayangan A Siu sekali ini dapat dilihat oleh Thauto itu, tentu saja ia menjadi murka, dengan menggerang terus saja mengudak.
Ketika melihat angin pukulan si Thauto yang maha hebat itu, untuk sejenak Jun-yan terkejut kalau Thauto itu saja demikian lihay-nya apalagi orang she Ki yang sangat
dihormatinya didalam gubuk itu" demikian ia pikir.
Tapi demi nampak Thauto itu sudah jauh pergi mengejar A Siu, kembali Jun-yan membayangkan macamnya orang yang menggelikan ketika kena teperdaya olehnya nanti. Maka cepat ia melompat keluar mendekati api unggun sementara itu dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah mengempal tiga comot besar lempung (tanah liat) yang bentuknya mirip kelinci, segera dia lepaskan tiga ekor kelinci panggang dari tangkai kayu, sebagai gantinya ia tusuk kelinci tepung itu keatasnya, ia tambahi pula kayu bakar agar api unggun berkobar lebih keras, lalu berlari sembunyi
ketempatnya tadi.


Pendekar Misterius Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak lama pula, ia lihat bayangan A Siu berkelebat, gadis itu sudah kembali dengan tertawa, "Eenci Jun-yan, Thauto itu cukup lihay, tapi telah kuperdayai mungkin orangnya sekarang masih putar kayu dirimba sana sambil mencaci maki,"
demikian tuturnya dengan geli.
Dasar watak Jun-yan memang binal, biasanya dikalangan Kangouw orang segan pada nama gurunya, maka sama
mengalah padanya. Apalagi sekarang ada A Siu yang
mengawalinya ia menjadi semakin berani, sahutnya dengan tertawa : "Ha-ha, biar kita tunggu sebentar lagi dan mempermainkan Thauto itu!"
Baru selesai ia berkata, tampak Thauto tadi sudah datang kembali dengan langkah lebar, dari wajahnya yang merah padam, tampak sekali rasa gusarnya yang tidak terhingga.
Begitu datang dengan marah-marah ia duduk diatas batu disamping api unggun, lalu termenung-menung seakan-akan lagi mengingat siapakah gerangan yang bergurau padanya tadi. Tak lama kemudian tiba-tiba ia menggablok keatas batu disampingnya hingga remukan batu berhamburan.
Diam-diam Jun-yan terkejut dan memuji akan tenaga
pukulan orang, ia pikir tenaga pukulan yang paling lihay di jaman ini yalah Thi-thau-to dari Ngo-tai-san. Paderi piara rambut berkepala baja.. Dengan tenaga pukulannya Jian-kin-cio-tui atau hantaman beribu kati pernah ia patahkan pohon yang bulat tengahnya sebesar paha. Sekarang orang inipun thauto jangan-jangan dia inilah Thi-tha-to yang tersohor itu "
Tapi pernah dia mendengar tentang sipat Thi-thau-to yang berjiwa besar, apalagi sebagai seorang ketua cabang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persilatan, tak nanti mau merendah dan menjilat seperti kelakuan Thauto ini tadi.
Sementara itu si Thauto melihat kelinci panggangnya sudah berwarna hitam, ia sangka telah hangus, maka cepat2 ia angkat kayu sunduk-nya, tapi sebelum kelinci pangggang itu dihantar kemulutnya, mendadak ia membentak, sambil
menoleh. Nyata karena digoda A Siu tadi, ia menjadi senewen, padahal dibelakangnya tiada seorangpun, tapi untuk ber-jaga2, ia sengaja menghardik kebelakang.
Melihat kelakuan orang yang menggelikan, hampir2 Junyan terbahak-bahak, tapi sedapat mungkin ia bertahan.
Pada saat lain, terlihatlah Thauto itu terus menggerogoti
"kelinci" panggang. Apa celaka, masih untung juga baginya, baru sekali-dua ia cokot "kelinci" itu dan baru mulai dikunyah, segera ia merasa rasanya "kelinci panggang" itu rada-rada luar biasa, ia menjadi kelabakan, "frr. . . . frr. . . " berulang-ulang ia semburkan lempung dari mulutnya disertai dengan suara gerengan yang murka.
Melihat macam orang yang lucu. semula Jun-yan masih
menahan rasa gelinya sedapat mungkin, sampai akhirnya ia benar-benar tak tahan lagi, dengan ter-bahak2 iapun berdiri dari tempat sembunyinya sambil menggoda : "Haha, Thauto busuk, kelinci panggangmu ini kurang pandai kau
membakarnya, bukankah "kelinci panggang" yang kubikin untukmu itu jauh lebih lezat ?"
Thauto itu terkejut karena tiba-tiba melihat dari semak-semak sana muncul dua gadis dengan ter-tawa2 sambil
tangan masing2 memegangi seekor kelinci panggang dan sedang dimakan dengan nikmatnya. Maka tahulah dia
duduknya perkara sebenarnya, karuan alangkah gusarnya tanpa pikir lagi ia kerahkan seluruh tenaga di sebelah tangannya terus dihantamkan kedepan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu Jun-yan masih ter-pingkal2 dengan mulutnya
penuh daging kelinci panggang, ketika mendadak Thauto itu melontarkan serangan, sama sekali ia tidak ber-jaga2. Baiknya A Siu selalu waspada, melihat bahaya, cepat ia berseru sambil tumbuk badan Jun-yan dengan pundaknya sambil meloncat kepinggir.
Karena tumbukan A Siu itu, Jun yan ter-huyung2
kesamping hingga jauh, dalam kagetnya segera ia hendak mengomeli A Siu yang sembrono, namun bila ia pandang lagi, ia terkejut sendiri. Ternyata dimana pukulan Thauto tadi sampai, seketika batu kerikil berhamburan. Betapa hebat tenaga pukulan itu, sungguh sangat mengejutkan.
Namun Jun-yan bukan Jun-yan kalau dia menjadi takut, dengan gusar ia malah balas mendamperat : "Thauto keparat, hanya tiga ekor kelinci panggang, kenapa kau mesti turun tangan sekeji itu " Siapakah ?"
Saking murkanya Thauto itu tidak menjawab lagi, ia hanya memaki : "Setan alas!" habis ini, sekali lompat, kembali ia melontarkan serangan pula, sebelah tangannya dengan kelima jarinya yang dipentang lebar terus mencengkeram keatas kepalanya Jun-yan, sedang telapak tangan lain dari samping bergaya merangkul ke tengah.
Tiba2 Jun-yan merasa suatu tenaga maha besar seakan-
akan mencakup kepalanya, segera ia hendak melompat
menghindari, tapi tahu-tahu sesuatu tenaga lain dari samping seakan-akan menggondeli tubuhnya hingga dirinya seperti sudah dikurung ditengah, sementara itu terdengar pula suara tertawa sinis si Thauto.
Dalam gugupnya Jun-yan terpaksa pukulkan juga kedua
tangannya coba bertahan, pada saat itu pula iapun ingat siapa akan diri si Thauto itu, teriaknya : "He, kau Tai-lik-eng-jiau Ngo-seng Thauto!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya Ngo-seng Thauto yang berjuluk Tai-lik-eng-jiau atau cakar elang bertenaga raksasa, adalah sutenya Thi-thauto, ini ketua Ngo-tai-san yang tersohor. Tapi karena jiwanya yang kotor dan kemurtadannya, maka ia telah mendurhakai perguruan dan memusuhi sang Suheng, malahan secara
rendah berani menggondol lari kitab pelajaran "Tai-lik-jiau-hoat" dan kabur jauh ketempat lain, akhirnya berhasil juga melatih ilmu cakar elang itu, maka seperti harimau tumbuh sayap saja, kelakuannya semakin se-wenang2.
Begitulah, maka Jun-yan benar2 payah merasakan
kurungan tenaga pukulan orang, sedapat mungkin ia coba bertahan, tetapi dadanya serasa sesak, mata ber-kunang2
diam2 ia mengeluh mengapa A Siu tidak lekas turun tangan membantu.
Namun A Siu sudah dapat juga melihat keadaan Jun-yan yang payah, serunya segera : "Thauto, jangan kau sesalkan aku bila kau tak mau lepaskan enciku !"
Sudah tentu Ngo-seng tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis jelita yang lemah itu segera iapun dapat mengenali orang yang menggoda dan diudak olehnya itu adalah gadis ini, tiba2 ia tertawa aneh, berbareng tangan kiri memutar, mendadak mencengkeram juga keatas kepalanya A Siu. Nyata dengan demikian ia telah salah perhitungan.
Jika seorang diri Jun-yan yang diserangnya terang
tenaganya masih jauh berlebihan tapi terhadap A Siu satu melawan satu saja belum tentu Ngo-seng sanggup menang, sudah tentu ia tidak tahu akan betapa tinggi ilmu lwekangnya A Siu hanya disangkanya seperti Jun-yan yang mudah dilayani, maka sekaligus ia pikir hendak robohkan kedua gadis itu untuk kemudian akan disiksa.
Maka sekali A Siu kebas lengan bajunya menangkis
mendadak Ngo-seng merasakan suatu tenaga yang maha
besar membentur kemukanya begitu hebat hingga napasnya se-akan2 sesak matanya ber-kunang2. Barulah sekarang ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkejut tidak kepalang. Terpaksa ia mesti tarik kembali sebelah tangan yang melayani Jun-yan tadi untuk membela diri. Dan karena mendadak tangannya ditarik, Jun-yan menjadi kehilangan imbangan badannya karena dia juga lagi kerahkan sepenuh tenaga untuk melawan, gadis ini
terhuyung-huyung kedepan hingga mendekati Ngo seng
namun Jun-yan bukan anak murid Thong thian-sin-mo kalau dia lantas jatuh begitu saja. Dalam keadaan sempoyongan ia masih sempat ayun tangannya menampar hingga "plok"
dengan keras Ngo-seng telah kena ditempilingnya sekali sampai beberapa giginya rompal dan darah mengucur dari mulut. Dan pada saat lain karena melihat Jun-yan sudah terbebas dari bahaya, cepat A Siu tarik kembali tenaga serangannya tadi.
Sungguh tidak kepalang murkanya Ngo-seng, belum pernah ia kecundang seperti sekarang ini sejak ia malang melintang didunia Kangouw, apalagi kecundang dibawah tangan si gadis cilik yang dianggap masih ingusan. Saking gusarnya hingga untuk sesaat tampak ia berdiri menjublek dengan sinar mata bengis.
"Sudahlah, enci Jun-yan, marilah kita pergi," ajak A Siu kemudian.
"Nanti dulu," sahut Jun-yan sambil melolos pedang. "Habis siapa suruh paderi busuk itu berlaku begitu garang, kalau tak diberi sedikit hajaran, boleh jadi ia akan lebih me-mentang2
lagi." Habis ini, tiba2 ia membentak Ngo-seng ; "Nah, kau sudah dengar tidak, paderi busuk, jika kau ingin hidup, biarlah aku mengiris dulu kedua kupingmu, dan kau boleh pergi lantas."
Terdengar Ngo-seng mendengus tertahan, tetapi tidak buka suara, masih terus melotot, malahan dari ubun2nya se-akan2
mengepulkan hawa.
Nampak itu, segera Jun-yan hendak membentaknya pula, tak terduga, mendadak Ngo-seng telah mendahului
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggertak sekali sekeras guntur, berbareng kedua
tangannya diangkat, seperti cakar elang saja, dengan tipu Siang-jiau-bok tho atau dua cakar mencengkeram kelinci, segera mengarah kemukanya Jun-yan.
Kiranya berdiamnya Ngo-seng tadi ialah sedang
mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya untuk melontarkan serangan yang mematikan kepada Jun-yan yang sudah
dibencinya tujuh turunan. Maka sekali serang, ia yakin akan matikan lawannya itu.
Alangkah terkejutnya Jun-yan oleh serangan maha lihay itu.
cepat ia putar pedangnya keatas dengan gerak tipu heng-hun-liu-sui atau awan meluncur air mengalir, secepat kilat ia sambut cakaran orang.
Untuk kesebatan si gadis itu, mau tak mau Ngo-seng
terkejut juga, mendadak ia putar telapak tangannya
kesamping, namun begitu, lengan bajunya sudah terpapas sobek, cuma serangannya masih terus mencengkeram
kedepan. Dalam keadaan begitu, walaupun Jun-yan berhasil
memapas baju orang, tapi ia sendiri masih tetap terancam bahaya. Maka A Siu tak bisa tinggal diam lagi, terpaksa ia turun tangan menolong. Saat itu Ngo-seng kangzusi.com lagi kerahkan seluruh tenaganya untuk mematikan Jun-yan, ketika tiba2 merasa angin pukulan menyambar lagi dari samping, ia menjadi kaget dan sadar akan kepandaian A Siu yang tak boleh dipandang enteng itu, maksud hatinya akan mengegos kesamping sambil membaliki sebelah tangannya menangkis.
Tapi lagi2 ia mesti telan pil pahit, sedikit kelonggaran telah dipergunakan oleh Jun-yan dengan baik, "plok-plok" dua kali ia hantam pundak orang, berbareng pedang diputar dengan tipu "hun-kay-goat-hian" atau awan menyingkap, bulan kelihatan, tiba2 Ngo-seng merasa pipinya "nyes" dingin tahu2
sebelah kupingnya sudah berpisah dengan tuannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh apes bagi Ngo-seng akan kejadian hari ini,
berulang kali ia kena dihajar, sebelah kupingnya kena diiris lagi. Karuan bukan main murkanya, tapi apa daya"
Menghadapi dua gadis lincah itu, ia benar-benar mati kutu, hanya sesudah melompat pergi ia memutar tubuh dan melotot dengan mata berapi.
"Paderi busuk," tiba-tiba Jun-yan memaki pula, rupanya ia masih belum puas mempermainkan Thauto itu, "kau masih punya sehelai daun kuping, supaya tidak ganjil, ada lebih baik biar kupotong sekalian!" habis berkata, benar saja ia melompat maju dengan pedang terhunus.
Gemas luar biasa sebenarnya Ngo-seng kepada Jun-yan, kalau bisa gadis ini hendak ditelannya bulat2, tapi ia kuatir kalau2 A Siu nanti mengerubut maju lagi dan jangan2 kuping yang tinggal satu itu benar2 akan berkorban lagi, bagaimana macam kepalanya tanpa daun kuping itu "
Karena itu, dengan gusar2 takut itu, mendadak ia
hantamkan kedepan sekali sebelum Jun yan mendekat, angin pukulan yang keras itu menyambar kemuka si gadis, terpaksa Jun-yan sedikit merandek, maka Ngo-seng sempat putar tubuh angkat langkah seribu. Namun begitu, berulang2 ia menoleh kuatir diudak.
Jun-yan ter-bahak2 geli, dampratnya dengan tertawa,
"Hahaha, paderi keparat, apa mungkin kau ajak berlomba lari
?" lalu ia berpaling kepada A Siu dan berseru: "Marilah A Siu, paderi busuk itu sudah ketakutan, cepat kita kejar dia !"
Sebenarnya A Siu yang lebih halus perangainya itu enggan ikut mengudak, tapi karena Jun yan sudah mendahului lari, terpaksa ia menyusul dari belakang.
Sebaliknya ketika mula2 Ngo-seng melihat Jun-yan sendiri yang mengejarnya, ia telah berhenti sejenak, tapi demi nampak A Siu sudah menyusul, ia menjadi jeri dan cepat berlari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Uber punya uber, akhirnya mereka sampai didekat
kompleks rumah2 gubuk tadi. Melihat itu dari jauh, Jun-yan menjadi ragu2, teringat olehnya waktu Ngo-seng Thauto keluar dari gubuk itu telah mem-bungkuk2 badan sambil mengia dengan merendah sekali, terang didalam rumah itu terdapat seorang kosen, yang sangat disegani paderi itu.
Melihat Jun-yan berhenti dengan sangsi, sudah tentu Ngoseng tidak tinggal diam, segera ia memaki2 lagi dengan kata2
kotor dan rendah untuk bikin hati si gadis menjadi panas.
Betul juga Jun-yan menjadi murka, dampratnya: "keparat, jika aku tidak potong lehermu, jangan kau panggil nona Lou kepadaku!" Dan segera ia mengejar pula.
Karena kuatirkan keselamatan Jun-yan, cepat A Siu
menyusul dibelakangnya.
Sebaliknya ketika sampai didepan pintu gubuk tadi,
mendadak Ngo-seng berhenti dengan celingukan. Lalu ia berpaling kearah Jun-yan dan memaki pula, tapi tidak keras, hanya dengan suara tertahan.
Karuan Jun-yan berjingkrak saking murka, la lihat gubuk itu ada suara lentera dari dalam tetapi keadaan sunyi saja, ia menjadi berani, ia mendamprat pula terus menubruk maju, sekali pedangnya mengayun, terus ia tusukkan.
Rupanya serangan inilah yang sedang ditunggu2 Ngo-seng, sebab begitu Jun-yan menubruk maju, tiba2 dengan bahunya ia dorong pintu gubuk dan orangnya menerobos masuk.
Tanpa pikir terus saja Jun-yan ikut menguber kedalam.
Diluar dugaan, suatu tenaga maha besar lantas menerjang dari depan, baiknya Jun-yan cukup cekatan, begitu merasa gelagat jelek, segera ia melompat mundur terdorong oleh damparan tenaga itu, menyusul mana suatu bayangan ikut melayang tiba hendak menubruk tubuhnya, dalam gugupnya cepat Jun-yan berjumpalitan ke samping, maka terdengarlah suara "buk" yang keras, sesosok tubuh telah terbanting
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditanah. Dan sejenak kemudian barulah A Siu dan Jun-yan dapat melihat itu adalah Ngo-seng Thauto yang gede.
Rupanya jatuhnya itu sangat keras hingga Ngo-seng
berjongkok meringis hingga lama baru bisa bangun.
A Siu dan Jun-yan telah merasakan betapa lihaynya Ngoseng, kalau satu lawan satu mereka belum pasti menang, tapi kini begitu mudah Ngo-seng terlempar keluar, maka betapa hebat tenaga pukulan orang yang berdiam didalam rumah itu dapat dibayangkan.
Dalam pada itu dengan ter-sipu2 Ngo-seng telah
merangkak bangun walaupun dengan meringis kesakitan, sesudah berdiri, dengan sangat hormat ia masih berkata kearah rumah itu: "Ki-lociappwe, memang aku terlalu
sembrono masuk tanpa permisi, tetapi kedua budak ini sesungguhnya keterlaluan..."
"Ngo-seng," tiba-tiba suara ke-malas2an menyela dari dalam rumah, "kenapa kau berani main gila didepan rumahku dengan kata2mu yang kotor tadi" Apakah memangnya kau sudah bosan hidup?"
Dengan membungkuk2 Ngo-seng mengia belaka. Melihat
macam orang yang lucu karena masih meringis kesakitan itu, Jun-yan tertawa geli. Karena Ngo-seng gemas dan
mendongkol, ia pelototi dara nakal itu dengan sengit.
"Ngo-seng," terdengar orang didalam gubuk berkata pula,
"Mengingat hormatmu kepadaku, kesalahanmu itu biarlah kuampuni. Tapi budak yang membawa Tun-kau-kiam tadi, mana dia, suruh masuk minta ampun padaku !"
Jun-yan melangkah, tadi ia hanya melangkah masuk terus terdesak mundur keluar hanya sekejap itu, siapa orangnya didalam saja ia tak jelas melihatnya. Tapi orang itu sekilas saja sudah dapat mengetahui dia membawa pedang yang
dihunusnya adalah Tun-kau-kiam, sungguh tajam amat
matanya " Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Ngo-seng tampak berseri-seri, ia melirik ngejek Jun-yan sekejap, lalu katanya pula: "Ya, Ki-locianpwe.
Malahan dia masih punya seorang kawan budak lainnya."
"Keduanya suruh masuk semua," kata orang didalam itu tanpa pikir. Lagu suaranya angkuh seakan-akan dunia ini dia kuasa.
Ngo-seng menjadi senang, dengan mengejek ia berkata
pada Jun-yan berdua: "Nah, kalian dengar tidak" Ki-locianpwe suruh kalian masuk minta ampun padanya."
A Siu menjadi sangsi, "Enci Jun-yan, siapakah Ki-locianpwe itu kenapa kita disalahkan?"
"Cis, buat apa kita peduli," sahut Jun-yan penasaran.
"Siapa kenal orang she Ki ini manusia macam apa " Peduli !"
Kata2 Jun-yan itu diucapkan dengan keras, maka Ngo-seng juga mendengar dengan jelas, wajahnya berubah hebat dan bingung, tapi segera ia bergirang pula. Sebaliknya Jun-yan telah menuding sambil membentak lagi: "Thauto keparat, kau mau maju kemari atau tunggu aku iris lidahmu yang kotor itu dan..."
Sampai disitu, suara yang ke-malas2an didalam gubuk tadi menyela lagi : "Bocah dara, kau murid siapakah, ha " Besar amat nyalimu ?"
Walaupun nakal, tapi Jun-yan juga mengerti bahwa orang didalam gubuk itu pasti bukan orang sembarangan. Tiba2
hatinya tergerak, ia pikir gunakan nama gurunya untuk menggertak maka dengan tegak leher sahutnya : "Kau tanya nama guruku " Hm, mungkin kau akan mati kaget bila
kukatakan ! Dia orang tua she Jiau, namanya Pek-king, orang menjulukinya Thong-thian-sin-mo ! Nah, apa abamu sekarang
?" sembari berkata ia bertolak pinggang dengan lagak nyonya besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak orang didalam gubuk itu tertawa tawar. "Aha, kukira siapa, tahunya murid ajaran siauw-Jiauw ! Pantas licin dan belut seperti sang guru. Nah, tidak lekas masuk terima hukuman, apa kau minta aku keluar malah ?"
Jun-yan terkejut, tapi orang ini berani menyebutnya "siau-Jiau" atau Jiau sikecil, suatu tanda derajat angkatannya masih diatas gurunya. Untuk sesaat, ia terpengaruh oleh perbawa orang.
Dasar gadis lincah yang tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi, segera ia berpendapat jangan2 orang
menggertak saja, persetan orang macam apa" Kontan saja dia menjawab: "Eh, kau she Ki bukan" Ya tahulah aku, bukankah kau adalah siau-Ki yang tercantum didalam kamus Kang-ouw itu" Melihat kau suka kasak-kusuk dengan Thauto keparat itu, tentu kau pun bukan manusia baik2. Hayo, lekus kau
menggelinding keluar."
Tapi baru saja ucapannya habis, se-konyong2 suara gelak tawa bergema dari dalam gubuk, suara ini keras tajam menggetar sukma, jauh berbeda dengan suara ke-malas2an tadi. Terkejut sekali Jun-yan begitu pula A Siu terkesiap oleh tenaga lwekang itu. Pada saat itulah tiba2 dua suara keras
"krak-krak" berjangkit disamping mereka, dua pohon bambu besar telah patah tertimpuk dua batu kecil yang menyambar keluar dari gubuk itu. Menyusul suara orang didalam itu berkata: "Budak bernyali besar nah sekarang sudah kenal lihayku belum" Apa tidak lekas masuk kemari?"
"A Siu lebih baik kita angkat kaki saja," bisik Jun-yan kepada kawannya demi nampak gelagat tidak
menguntungkan. Sudah tentu A Siu hanya menurut saja, maka cepat mereka terus melompat kerimba bambu sana, diluar dugaan, baru mereka tiba didepan rimba bambu itu, tahu2 beberapa bintik sinar berkelebat mendahului mereka disusul dengan suara gemuruh robohnya beberapa pohon bambu merintang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
didepan, malahan suara orang didalam gubuk itu berkata lagi:
"Jangan coba lari, dara bandel, tidak lekas kembali ?"
Melihat betapa hebat tenaga jari orang itu hanya beberapa batu kerikil sudah mematahkan pohon bambu, bila dia mau mencelakai mereka sesungguhnya seperti membaliki
tangannya sendiri. Maka sesudah ragu2 sejenak, segera Jun-yan mendengus dengan dada membusung ia mendahului
kembali kearah gubuk tadi sambil berkata: "Mari A Siu, masakan kita takut kepada segala manusia" Hayo, dia minta masuk kegubuknya, marilah kita masuk saja, masakan dia sanggup telan kita ?"
Habis itu, dengan langkah lebar ia menuju kegubuk itu dan tanpa permisi terus menerobos kedalam. Maka terlihatlah ruangan gubuk itu terawat rapih bersih, disebuah kursi malas buatan bambu berduduk seorang berbaju hitam lagi asyik membaca dibawah sinar pelita. Mengetahui masuknya Jun-yan, tanpa menoleh, dengan nada kemalas2an tadi ia berkata
: "Sekarang kau baru mau kemari bukan " Hendaklah kau ketahui peraturanku, siapa yang berani membangkang
perintahku, maka hukumannya akan ditambah sekali lipat."
Waktu Jun-yan menoleh ia lihat A Siu sudah ikut masuk, hatinya menjadi besar. Ketika ia mengamat2i orang itu, walaupun sedang menunduk membaca, hingga wajahnya tidak jelas kelihatan, tetapi usianya ditaksir takkan lebih setengah abad, terutama mengingat rambutnya yang masih hitam
mengkilap. Dengan lagak angkuh orang itu masih duduk ditempatnya tanpa sesuatu yang aneh, kembali timbul
pandang rendah pada hatinya Jun yan, ia menyesal tadi kenapa mesti lari kena digertak orang, jika orang ini ada hubungannya dengan Ngo-seng Thauto tentunya juga bukan manusia baik" Karena itu sesudah memberi isyarat kepada A Siu, sahutnya : "lantas cara bagaimana kau akan menjatuhkan hukuman?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diatas saka situ ada gelang rantai, masukkanlah tanganmu sendiri dan suruh kawanmu ambil cambuk dilantai itu dan pecutkan tiga puluh kali, tidak boleh kasih ampun !" kata orang itu tetap menunduk.
Waktu Jun-yan mendongak, benar juga diatas saka sana ada gelang besi dan dilantai terdapat seutas pecut panjang hitam. "Baiklah," sahutnya tanpa pikir. Mendadak ia terus meloncat keatas.
Tapi bukannya masukan tangannya kedalam gelang besi itu seperti yang diminta, tapi terus lolos pedangnya Tun-kau-kiam dan mengayun dua kali, terdengarlah suara "creng-creng"
kedua gelang besi Itu sudah terpapas putus semua. Bahkan ketika tubuhnya menurun, tiba2 pedangnya membalik, dengan gerak tipu "hoat-hun-ji-goat" atau menyingkap awan mengarah rembulan, ujung senjatanya itu terus menikam keatas buku yang dipegangi orang itu dengan maksud
membikin kaget padanya.
Rupanya orang itu masih tidak berasa akan serangan itu, maka "bles", buku yang dipegang itu tahu2 tertembus tusukan pedang, sungguh diluar dugaan Jun-yan bahwa serangannya bisa berhasil begitu mudah, dan lagi ia hendak congkel pedangnya agar buku orang terpental, se-konyong2 terasa pedangnya se-akan2 melengket pada sesuatu tenaga dan susah ditarik kembali. Waktu ia dorong sekalian kedepan, ternyata pedangnya seperti menancap dibatu saja susah digoyah.
Dan selagi Jun-yan kaget dan bingung itulah orang itu telah geser bukunya sambil berpaling, kiranya sebabnya senjata Jun-yan itu tak bisa bergerak adalah disebabkan batang pedangnya kena dijepit oleh dua jari tangan orang itu. Kini wajah orangpun dapat dilihat Jun-yan dengan jelas, benar umurnya antara lima puluhan saja wajahnya cakap gagah, matanya bersinar, alisnya tebal, sambil memandang Jun-yan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulutnya mengulum senyum, nyata ia tidak bergusar pada si gadis yang sembrono.
Mendadak orang itu bergelak ketawa, tangannya yang
menjepit pedang itu sedikit diangkat keatas, terasalah oleh Jun-yan suatu tenaga maha besar menumbuk ketubuhnya, tanpa kuasa pedangnya dilepaskannya, sedang tubuhnya terus mencelat menyundul atap rumah, kuatir kalau turun kembali akan dipermainkan orang lagi, tanpa pikir Jun-yan rangkul belandar diatas itu. Diluar dugaan, "tak-tak" dua suara berjangkit dan pergelangan tangannya yang merangkul
belandar itu terasa kencang seperti dijepit sesuatu. Apabila ia menegasi, ia menjadi kaget, kiranya yang menjepit tangannya itu adalah kedua belahan gelang besi yang dipapas olehnya tadi, kini setengah gelang besi itu ambles kedalam belandar hingga kedua tangannya seperti terpaku dan badannya ter-katung2. Waktu ia memandang kebawah, orang tadi masih acuh tak acuh membaca bukunya.
"Kau dara ini tampaknya lebih mendingan," kata orang itu kemudian kepada A Siu, "tadi aku hanya mau hajar dia tiga puluh kali cambukan, tapi ia berani membangkang, kini hukuman harus ditambah sekali lipat menjadi enam puluh cambukan. Nah lekas kau mulai," sembari berkata, iapun letakan Tun-kau-kiam yang dijepitnya dari Jun-yan itu keatas meja lalu membaca bukunya lagi.
Ketika menyaksikan Jun-yan tahu2 mencelat keatas terus dipantek diatas belandar, untuk sementara itu A Siu heran juga akan kepandaian orang. Kini mendengar dirinya
diharuskan mencabuk enam puluh kali kepada Jun-yan ia menjadi ragu2 katanya cepat : "Toacek apakah hukuman ini tidak terlalu berat?"
"Berat?" orang itu menegas. "Malahan menurut aku harus enam puluh kali biar ia kapok."
"Biarlah selanjutnya kami takkan merecoki kau, dapatkah kau lepaskan enciku itu?" pinta A Siu ramah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu bersangsi sejenak, tanyanya kemudian : "Apakah kau muridnya Siau-jian?"
"Bukan aku tak punya Suhu," sahut A Siu.
Orang itu meng-amat2inya sejenak, tapi katanya lagi:
"Tidak, dara bandel ini harus kuhajar mewakili siau-jiau. Kalau kau tak mau lakukan, biar kupanggil Ngo seng yang
menghajarnya."
Dalam pada itu, Jun-yan yang tergantung diatas itu lagi me-ronta2 berusaha melepaskan diri, dalam hati ia
mendongkol sekali kenapa A Siu tidak lekas turun tangan menolongnya, sebab ia yakin ilmu kepandaian A Siu yang tinggi itu cukup untuk melawan orang, cepat saja ia ber-kaok2
suruh A Siu turun tangan.
Dilain pihak, rupanya percakapan itu telah didengar Ngoseng, tanpa disuruh lagi ia sudah masuk kedalam dan berseru:
"Ki-locianpwe, biar kuhajar adat budak liar ini!"
Orang itu mengangguk setuju. Dengan girang segera Ngoseng hendak menjemput pecut panjang dilantai itu.
"Tahan!" bentak A Siu mendadak sambil kebas lengan bajunya kedepan, menyusul sebelah tangannya menyodok dada orang. Lekas-lekas Ngo-seng hendak mundur, namun begitu angin pukulan A Siu sudah membikin tubuhnya terhuyung2 mundur dan akhirnya jatuh duduk.
Walaupun Jun-yan sendiri ter-katung2 di-udara, tapi
melihat A Siu menghajar Ngo-seng, ia tidak lupa bersorak:
"Bagus! Tahu rasa kau, Thauto busuk. Hajar lagi, A Siu!"
Sebaliknya orang itu rada heran melihat sekali gebrak Ngoseng kena dirobohkan si gadis, "Anak perempuan, boleh juga kepandaianmu. Kau bernama apa dan siapa gurumu?"
"Namaku A Siu, guru aku tidak punya," sahut A Siu kekanak2an, "Toacek, silahkan kau turunkan enciku itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"A Siu hajar saja, kenapa mesti banyak cing cong," teriak Jun-yan tak sabaran.
Sebaiknya orang tadi telah berkata pula: "Jika kau sanggup menerima tiga kali seranganku, segera aku lepaskan dia!"
"A Siu suruh dia yang terima tiga seranganmu, biar dia tahu rasa," kembali Jun-yan ber-kaok2. Nyata ia anggap ilmu kepandaian A Siu sudah tiada tandingan di jagat, tak tersangka bahwa A Siu cukup insaf akan betapa tinggi ilmu lwekang orang itu, apalagi ia sudah ambil keputusan takkan sembarang bergebrak dengan orang.
Tapi orang hanya minta menangkis tiga kali serangan saja lantas A Siu menerimanya dengan baik. "Jadilah, marilah kita keluar."
"Tak perlu!" sahut orang itu. "Nah hati2lah."
Habis berkata, sambil tetap berduduk, mendadak lengan bajunya menggontai, seluruh rumah itu seketika penuh terisi angin keras. Memangnya Jun-yan yang tergantung diatas itu lagi me-ronta2, kini tubuhnya ikut ter-buai2 oleh angin keras itu hingga pergelangan tangannya yang terjepit itu serasa akan patah. Sedang angin keras itu menyambar kearah A Siu dengan dahsyatnya.
Tapi A Siu sudah siap siaga, cepat sekali ia mengegos, berbareng kedua lengan bajunya juga mengebas hingga
kedua tenaga angin saling bentur. Tapi ia sendiri lantas terasa kalah kuat hingga ter-huyung2 mundur beberapa tindak.
"Bagus." orang itupun berseru, menyusul mana sebelah telapak tangannya menepuk kedepan.
Saat itu baru saja A Siu dapat berdiri tegak, terpaksa ia meloncat minggir sembari sebelah lengan bajunya mengebas pula untuk mematahkan tekanan tenaga pukulan orang.
Dengan demikian barulah ia berhasil lolos dari bahaya. Diam2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia terkejut luar biasa, sungguh belum pernah diduganya bahwa lwekang orang bisa sedemikian hebatnya.
Nyata A Siu tidak tahu bahwa orang itu dimasa dahulu mendapat julukan Put-kue-sam atau tidak lewat tiga artinya selamanya tiada ada orang yang sanggup menerima tiga kali serangannya. Kini A Siu sudah mampu mengelakan dua kali, sebenarnya sudah membuat orang itu bertambah heran.
"Awas!" kembali orang itu berseru, sekali ini kedua lengan bajunya mengebas kesamping, habis ini mendadak merangkup kedalam hingga tenaga pukulan itu se-akan2 menggulung terus menggunting.
Menghadapi gelombang serangan ini, mula2 A Siu seakan2
tertarik kesamping, tetapi mendadak seperti terjepit oleh dua tenaga dari kanan kiri. Tidak kepalang terkejutnya, cepat ia hantam kedua tangannya kebawah hingga tubuhnya terangkat keatas. Inilah satu diantaranya tujuh kunci ilmu "Siau-jang-chit-kay" yang dipelajarinya itu.
Pada saat itulah Jun-yan telah berhasil melepaskan
tangannya dari jepitan gelang besi serta turun kebawah, maka teriaknya: "Bagus, tiga kali serangan sudah selesai. Nah, lekas kembalikan pedangku biar kami pergi!"
Sementara itu muka orang tadi jadi berobah hebat demi nampak A Siu mampu mengelakkan tiga serangannya, pelan2
ia berdiri. "Anak perempuan, siapa gurumu" Katakan atau tidak?" katanya dengan memandang tajam.
"Toacek, bukankah kau sendiri sudah berjanji, setelah aku terima tiga kali seranganmu, lantas kau akan melepaskan enci Jun-yan ?" tanya A Siu.
"Benar," sahut orang itu dengan tertawa aneh. "Dan aku telah lepaskan dia, namun sekarang kau yang hendak
kutahan!" "He, kenapa ?" sahut A Siu heran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, kau kenal malu tidak, ludah sendiri dijilat kembali?"
teriak Jun-yan mengejek.
Akan tetapi orang itu tak menggubrisnya, sebaliknya
mukanya masam dan berkata pula kepada A Siu : "Kau
mampu menerima tiga kali seranganku, itulah suatu dosa besar!"
"Aneh, sebab apa ?" tanya A Siu tak mengerti.
"Tidak aneh," ujar orang itu, "Kini saja kau mampu menahan tiga kali seranganku, lalu kelak, bukankah kau akan mampu menahan berpuluh, mungkin beratus jurus" Dimasa hidupku, mana boleh ada orang berkepandaian yang memadai aku ! Dasar usiamu yang sudah ditakdirkan pendek!"
Sungguh tidak terduga oleh A Siu bahwa adat orang itu begini aneh. Dengan mengkerut kening ia menanya : "Toacek, apakah tujuan kata-katamu tadi ?"
"Hahaaha," tiba2 orang itu tertawa, lalu ia menanya pula :
"Siapa gurumu " Jika dia dapat mendidik seorang murid seperti kau, tidak nanti aku dapat hidup bersama dia didunia ini."
"Aku benar2 tidak mempunyai Suhu," sahut A Siu.
Orang itu menjengek sekali, tiba2 ia berseru memanggil Ngo-seng.
Dengan muka ber-seri2 kembali Ngo-seng Thauto masuk
dengan mem-bungkuk2. Mendongkol sekali Jun-yan oleh lagak tengik paderi itu, ia pikir bila sebentar ada kesempatan, biar kuhajar pula.
"Ngo-seng," tanya orang itu, "paling akhir ini, dikalangan Kangouw adakah muncul tokoh-tokoh lihay ?"
"Ada," sahut Ngo-seng tanpa pikir, "baru-baru saja ada seorang aneh yang linglung, mahir segala macam ilmu silat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lihaynya luar biasa. Kabarnya Jing-ling-cu hendak
mengundang semua tokoh silat untuk mengenalinya."
"Apakah anak dara ini muridnya?" tanya orang itu.
"Rasanya tidak mungkin," sahut Ngo seng geleng kepala.
"Lalu ada lagi siapa ?"
"Banyak!" kata Ngo-seng. "Seperti Thong thian-sin-mo Jiau Pek-king, Liok-hap-tongcu Li Pong, kedua paderi dari Go-bi, Tai-liksin Tong Po, Bok Siang Hiong dan........"
"Stop!" bentak orang itu mendadak. "Kenapa manusia2
sebangsa itu kau sebut2 didepanku" Masa mereka sanggup mendidik murid seperti ini" Hm, sekali orang itu masih hidup, tetap aku tidak lega!" habis berkata, ia mendadak ia hantam meja disebelahnya hingga ujung meja sempal seketika.
Karuan Ngo-seng mengkeret sampai agak lama barulah ia berani bersuara: "Ki-locianpwe, aku ada satu usul. Jika kau tahan bocah perempuan ini disini, bukankah gurunya akau mencari kemari?"
"Fui,masakah kau ukur dirimu yang rendah dengan
derajatku," semprot orang she Ki itu.
Diam2 Jun-yan dan A Siu memuji orang yang mendamprat jiwa Ngo-seng yang rendah itu. Tapi mereka lantas dibikin terkejut bentakan orang she Ki itu: "Baiklah, biar bocah ini sekarang juga binasa dibawah Thian-sing-cing-lik-ku."


Pendekar Misterius Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiranya ilmu pukulannya yang dasyat tadi disebut Thiansing-cing-lik atau tenaga murni taburan bintang maka terlihat Tun-kau-kiam yang terletak dimeja itu mendadak diambilnya terus disentilnya hingga senjata itu menyambar kearah Jun-yan. "Terimalah bocah, bolehlah kalian berdua maju
berbareng dan melawan sekuatnya supaya matipun tidak penasaran !" seru orang itu pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan bergirang melihat senjatanya pulang kandang, cepat ia ulur tangan menyambutnya. Diluar dugaan, mukanya menjadi merah dan badannya hampir2 terjengkang, ternyata tenaga jentikan orang itu kuat luar biasa, sampai2 ia tidak sanggup menahannya.
Tapi nyali Jun-yan menjadi besar pula sesudah memegang senjatanya, ia pikir dengan kepandaian dua orang masakan akan kalah" Maka bisiknya lantas kepada A Siu: "Lihatlah betapa liciknya manusia, maka jangan kau sungkan2 lagi, marilah kita hajar manusia busuk ini!"
Diam-diam A Siu membenarkan ujar Jun-yan itu, tapi bila ia pikir pula, apa yang terjadi itu toh gara-gara Jun-yan yang telah mencuri kelinci panggang orang, bukankah ini pun keterlaluan. Cuma pikiran demikian tak enak dikatakannya.
Sementara itu orang she Ki itu masih menunggu walaupun melihat kedua gadis itu main bisik2. Malahan kemudian Jun-yan memulai bersuara garang lagi: "Supaya tidak menyesal, hai, siapa namamu, kenapa tak kau beritahukan lebih dulu !"
Tapi belum lagi orang itu bersuara, tiba2 Ngo-seng telah menyeletuk dengan mengejek: "Hm, budak picak, masakan Ki-go-thian, Ki-lo cianpwe yang berjuluk "Tok-poh-kian-kun" yang namanya termashur dikalangan Bu-lim berpuluh tahun yang lalu, tidak kau kenal?"
Sebenarnya Jun-yan lantas hendak memaki Ngo-seng yang berani menimbrung itu, tapi mendengar siapa adanya orang she Ki itu, seketika ia terperanjat sampai mundur beberapa langkah tanpa merasa.
Kiranya pernah didengarnya dari sang suhu bahwa jago silat terkemuka pada jaman itu dan dari lapisan apa saja, tiada yang bisa menandingi Tok-poh-kian-kun Ki Go-thian. Ilmu silat Ki Go-thian ini sukar diukur tingginya, anehnya iapun tidak suka ada orang yang berkepandaian lebih tinggi darinya, maka tindakannya sewenang-wenang, beberapa kali tokoh Bu-lim
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak membasminya, tapi lima kali berkumpul; setiap kali kena dikalahkannya. Paling akhir tokoh2 Bulim itu berkumpul ditepi tembok besar, tapi begitu Ki Go-thian tiba, sekali ia bergelak ketawa berpuluh tokoh silat itu menjadi keder semua akan Lwekangnya yang hebat, malahan yang ilmu silatnya sedikit rendah sudah lantas ter-kencing2 sampai senjata terjatuh tak disadarinya. Tatkala itu usia Jiau Pek-king masih muda, adatnya juga sombong, namun nyalinya cukup besar, ialah yang tampil kemuka sebagai juru bicara Ki Go-thian, katanya: "Kami mengakui ilmu silatmu memang susah
dilawan, tapi berkepandaian sungguh hebat tanpa tandingan, apanya yang menarik" Apabila kau dapat memberi
kesempatan kepada kaum muda untuk melatih diri dalam jangka waktu tertentu, aku yakin bukan mustahil akan muncul jago baru yang sanggup merobohkan kau, tatkala mana bila kau masih mampu menjagoi barulah kami benar2 takluk."
Dasar adat Ki Go-thian sangat tinggi, tanpa pikir terus saja menjawab: "Haha, jago muda" Baik usiaku sekarang tiga puluh delapan tahun biarlah aku tunggu sampai berumur tujuh puluh tahun, aku akan muncul pula mencari kalian, tatkala mana bila kalian toh masih begini tak becus, haha, jangan salahkan aku yang tak kenal ampun."
Habis berkata, iapun tinggal pergi dan betul saja sejak itu Ki Go-thian menghilang dari dunia Kangouw dan lama2
orangpun se-akan2 lupa padanya.
Sebenarnya Jun-yan sudah ragu-ragu sejak mula ketika mendengar Ngo seng Thauto yang bukan orang sembarangan itu menyebut Ki-locianpwe pada orang tua itu, sungguh tidak terduga olehnya bahwa tokoh tertinggi berpuluh tahun yang lalu itulah yang kini dijumpai, padahal usianya kalau dihitung sudah 70an namun tampaknya belasan tahun lebih muda.
Maka untuk sejenak ia rada tercengang, tapi segera ia tenangkan diri dan berkata : "Oho kiranya adalah Tok-poh-kian-gun Ki-locianpwe, sungguh tidak nyana dapat berjumpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disini, kalau tidak salah, menurut ceritera, katanya kau berjanji takkan menjelajah Kangouw dalam waktu tertentu ?"
Karena teguran ini, tiba2 Ki Go-thian mengerling sekejap kepadanya, tapi lantas berpaling pula menatap A Siu dan katanya dengan dingin : "Ya, tiga hari yang lalu, persis genap waktu yang kujanjikan itu !"
Jun-yan menjadi putus asa, maksudnya memancing
menjadi gagal. Ia pandang A Siu sekejap, sebaliknya A Siu yang polos merasa tenang saja walaupun dalam tiga gebrak tadi sudah merasakan betapa lihaynya orang itu. Maka kata A Siu dengan sewajarnya : "Mungkin dia hanya bergurau saja dengan kita, marilah kita pergi saja, enci Jun-yan."
Melihat A Siu pandang suasana berbahaya itu seakan tak terjadi apa2, diam2 Jun-yan gegetun akan kepolosan sang kawan. Tapi segera terpikir pula olehnya, kenapa tidak tiru caranya Suhu mengumpak musuh, lalu tinggal ngeloyor pergi
" Maka segera sahutnya dengan tertawa : "Ya, ya, kau benar A Siu, Locianpwe ini hanya bergurau saja dengan kita, masakan seorang Bu-lim-cianpwe benar2 sudi main2 dengan si anak kecil, kalau tersiar keluar, bukankah akan dibuat tertawaan?" sembari berkata, ia coba melirik sikap Ki Go-thian, ternyata tokoh itu bermuka masam saja tanpa mengunjuk apa2, maka katanya pula: "Ki-locianpwe, sering guruku berkata bahwa tokoh Bu lim seluruh jagat tiada satupun yang ia kagumi, kecuali kau seorang!"
Tiba-tiba Ki Go-thian mengejek, sahutnya: "Ya, dan
diseluruh jagat ini, dalam hal keberanian juga melulu siau-jiau saja seorang!"
"Jangan kau senang dulu, kata guruku lagi bahwa disaat genting, kelakuanmu juga rada-rada rendah,maka dapat dipastikan kaupun bukan seorang kesatria sejati!" kata Jun-yan pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ngaco belo!" mendadak Ki Go-thian menggerung keras.
Begitu hebat suara gerungan itu hingga muka Jun-yan pucat, telinga pekak.
Nyata suara gerungan itu apa yang disebut "Say-cu-bo"
atau raungan singa, semacam lwekang yang hebat. Diantara mereka bertiga hanya A Siu yang masih sanggup bertahan; walaupun jantungnya memukul keras juga. Yang paling celaka adalah Ngo-seng Thauto, hampir-hampir ia jatuh tergetar oleh suara raungan itu, baiknya cepat ia menutupi telinganya, namun begitu kepalanya sudah pening dan mata ber-kunang2.
Kini barulah Jun-yan mau percaya sebabnya sang guru
kagum terhadap Ki Go-thian yang memang bukan omong
kosong ini padahal biasanya Jiau Pek-king tidak memandang sebelah mata kepada siapapun. Segera iapun mengerti
umpannya telah termakan Ki Go thian sekali tokoh itu sudah gusar pasti sudah akan masuk perangkapnya, ia tunggu sesudah suara raungan orang sudah reda; segera ia tambahi minyak lagi : "Tak perlu kau gusar tanpa alasan masakan guruku berani omong begitu tentang dirimu" Buktinya seperti sekarang ini, kau melihat ilmu silat A Siu sangat tinggi lantas ketakutan pada gurunya seketika minta bergebrak padanya disini. A Siu coba kau mengaku terus terang apakah kau sanggup melawannya?"
Sudah tentu dengan jujur tanpa aling2 A Siu menjawab:
"Mungkin aku hanya sanggup menandinginya paling banyak dalam sepuluh jurus."
"Bagus," seru Jun-yan tertawa. "Nah Ki-lo-cianpwe kau sendiri sudah dengar, jika kau hanya pintar mencari lawan yang selalu menandingi kau sebanyak 10 jurus saja lalu macam jagoan apa kau ini" Kenapa kau tidak mencari gurunya saja buat bertanding " Tapi terang kau tak berani kepada gurunya, paling2 kami berdua boleh kau binasakan saja. Haha
!" "Enci Jun-yan, aku toh tidak mempu....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, sudah tentu kau tak mempunyai pendirian apa2," sela Jun-yan cepat sebelum A Siu selesai berkata, nyata ia tahu gadis itu hendak bilang "tak mempunyai guru", hal mana berarti usahanya mengumpak Ki Go-thian akan gagal maka sembari berkata, terus iapun mengedipi A Siu hingga gadis itu menjadi bingung dan urung bicara lagi.
"Mm, lantas siapa gurunya ?" tanya Go-thian menjengek.
"Muridnya saja begini lihay, apalagi sang guru,'' ujar Jun-yan. "Apalagi dia orang tua melarang kami menyebut
namanya diluaran, seumpama diperbolehkan, juga aku takkan terangkan, supaya kau tidak bakal kebat kebit merasa tidak tenteram."
Melihat tutur-kata Jun-yan itu tanpa merasa jeri sedikit juga, benar saja Ki Go-thian menjadi ragu2, ia coba meng-ingat2 tokoh persilatan terkemuka dimasa lalu, tapi ia merasa tiada seorangpun diantaranya yang dapat mengungkuli
dirinya. Kalau bilang selama ini muncul lagi jago baru, masakan Ngo-seng tidak tahu " Setelah di-ingat2 pula, mendadak hatinya tergerak, teringat olehnya pada waktu dirinya malang melintang tanpa tandingan dahulu, pernah mendengar ceritera orang katanya di puncak tertinggi Khong-tong-san yang terdiri dari puncak timur dan barat itu, masing2
berdiam seorang paderi.
Kedua paderi sakti itu, bagi orang Khong-tong-san-pay sendiri belum pernah melihatnya. Tapi kalau ada kabar demikian tentunya bukan tiada alasan. Konon kedua paderi itu sangat tinggi ilmu lwekangnya, walaupun puncak timur dan barat itu berjarak beberapa li jauhnya tapi bila perlu mereka menyiarkan suara mereka dengan Iwekang yang tinggi itu untuk saling bicara.
Berpikir begitu, bukannya Ki Go-thian menjadi jeri, tapi dia merasa senang malah, sebab bakal mendapatkan tandingan yang selama ini dirasakannya hampa, maka dengan tertawa dingin katanya: "Hm budak setan, kenapa mesti pura-pura,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa kau sangka aku tak tahu gurunya kalau bukan kedua keledai gundul di Khong tong-san itu siapa lagi?"
Sebenarnya selama hidupnya belum pernah Jun-yan
mendengar tentang paderi sakti dipuncak Khong-tong-san itu sebab usianya masih terlalu muda bagi kejadian dahulu. Tapi gadis cerdik begitu mendengar kata2 Ki Go-thian itu ia merasa paderi2 yang dimaksud itu pasti bukan sembarangan orang, maka sengaja ia mengunjuk rasa heran dan berkata kepada A Siu : "Eh, dari mana dia dapat tahu ?"
"Jika benar, bocah ini tetap harus kutahan disini!" kata Ki Go-thian lagi, nyata seorang tokoh terkemuka dan pintar seperti dia ini juga kena diselomoti Jun-yan.
Melihat akalnya berhasil, dengan cepat kata Jun-yan lagi :
"He, bukankah kau tadi sedang berunding dengan Ngo seng katanya hendak hajar adat kepada Jing-ling Totiang, hendak kemanakah kalian itu "''
"Menghadiri pertemuan para jago Bu-lim yang diadakan Jing-ling-cu di kuilnya Lo-kun-tian dipuncak Ciok-yong-hong,"
sahui Ki Go-thian.
"Wah, sangat kebetulan sekali, jika begitu pasti kau akan bertemu dengan kedua Locianpwe dari Khong-tong-san itu,"
ujar Jun-yan. Tapi segera ia pura2 ketelanjur omong : "Eh, jangan2 kau tidak jadi pergi kesana mendengar kabarku ini!"
Amarah Ki Go-thian memuncak dikatai jeri pada orang lain.
"Kau boleh saksikan kedatanganku disana nanti ! Sekarang lekas enyah !" bentaknya sembari kebaskan lengan bajunya hingga Jun-yan merasa se-akan2 ditiup angin badai terus mencelat keluar sejauh beberapa tombak. "Cepat, A Siu !"
seru Jun-yan sembari lari ketika dilihatnya A Siu juga sudah memutar tubuh.
Setelah beberapa li jauhnya, barulah mereka berani
kendorkan langkah, namun suara bergelak Ki Go-thian masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar berkumandang keras bagai guntur. Cepat mereka berlari pula meninggalkan tempat berbahaya itu.
"Wah, bila orang she Ki itu tak mau masuk perangkap, boleh jadi jiwa kita sudah melayang," ujar Jun-yan sesudah jauh.
"Enci Jun-yan, kenapa kau suruh dia bertanding dengan guruku, darimana aku mempunyai guru?" tanya A Siu tertawa.
"Jangan kuatir A Siu, kalau sudah tiba harinya pertemuan di Ciok-yong-hong nanti, biarlah kita juga kesana, tentu disana akan terkumpul banyak jago2 terkemuka, masakan benar2
semuanya akan dikalahkan orang she Ki itu ?" ujar Jun-yan,
"Dan bila benar2 dia memang lihay, kita punya kaki, masakan kita tak bisa angkat langkah seribu ?"
"Kita juga hadir kesana, tapi kalau kepergok, bagaimana ?"
tanya A Siu lagi ragu2.
"Kau jangan kuatir, guruku mahir menyamar, maka akupun sudah mempelajari kepandaian itu," sahut Jun-yan, "nanti kalau kita sudah menyamar, tanggung kau takkan kenali dirinya sendiri lagi. Sekarang paling perlu kita mencari tahu dulu kapan pertemuan para jago Bu-lim itu akan diadakan Jing-ling-cu." sampai disini, ia merandek, lalu katanya pula: "A Siu kita sudah seperti saudara sekandung saja, dapatkah kau ceritakan padaku, kau bilang tiada punya guru, lantas dari mana kau belajar kepandaian?"
A Siu menjadi ragu2, tapi bila mengingat hubungan mereka memang melebihi saudara sekandung, tanpa sangsi lagi lalu diceritakannya tentang "Siau-jang-cit kay" yang diperolehnya dari Lo-liong-thau digua itu.
Heran sekali Jun-yan oleh penemuan aneh itu, sungguh tidak nyana seorang tua cacat Suku Biau yang sepele itu juga mahir ilmu silat setinggi itu. Sembari bicara mereka sambil berjalan, kata Jun-yan pula: "A Siu, kata orang diatas ada sorga, dibawah ada Soh Hong (Sociau dan Hangciu),
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjalanan kita toh mesti lewat wilayah Ciatkang, biarlah kita pesiar sekalian ke Hangciu."
"Bagus," seru A Siu girang. "Tempat seindah itu, boleh jadi disana kita akan bertemu dengan Ti-koko."
Diam2 Jun yan gegetun akan hati A Siu yang telah begitu kesemsem atas diri Ti-put-cian. Tidak seberapa hari, tibalah mereka dikota Hangciu dan mereka pesiar beberapa hari menikmati keindahan kota sorga itu. Dan karena selama itu tidak melihat bayangannya Ti-put-cian hati A Siu menjadi murung.
Suatu hari mereka lagi pesiar mendayung perahu ditelaga So-oh yang indah permai itu. Sedang mereka asyik tamasya, se-konyong2 suara air telaga gedebyuran, tahu2 sebuah kapal pesiar yang besar menerjang dari samping dengan kerasnya, diatas Kapal belasan lelaki sedang makan-minum sambil terbahak2 hingga suasana yang tadinya aman tentram itu jadi gaduh.
A Siu mengkerut kening, sebaliknya Jun-yan menjadi gusar.
Tanpa pikir lagi, cepat ia berdiri, ia tunggu kapal itu sudah hampir mendekat, ia samber sebuah ember disampingnya terus menciduk seember air penuh dan digebyurkan sekuatnya kearah kapal itu.
Betapa hebat tenaga yang digunakan Jun-yan, "byur", itu tepat masuk kedalam ruangan kapal itu melalui jendela dan belasan lelaki di-dalamnya menjadi gelagapan dan jatuh pontang-panting, kemudian kapal itu sedikit miring hingga hampir2 terbalik.
Jun-yan ter-bahak2, dan sekali dayungnya bekerja, cepat perahunya sudah meluncur pergi jauh, tiba2 dari dalam kapal itu melompat keluar seorang terus terjun ketengah telaga, hebatnya meski didalam air, orang itu tidak tenggelam, tapi air hanya sebatas lututnya, dengan cara inilah orang itu mengejar perahunya Jun-yan dengan berjalan diatas air, dan cepatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguh luar biasa. "Hayo, berhenti, siapa berani tepuk lalat diatas kepala harimau, main gila di telaga ini ?"
Suara itu Jun-yan merasa sudah pernah kenal, tapi karena perahunya meluncur sangat cepat, pula deburan air yang tinggi, lantaran diseberangi orang itu, maka mukanya tidak nampak jelas. Dalam pada itu, A Siu sudah samber dayung satunya lagi membantu percepat lajunya perahu.
Rupanya melihat tak sanggup mengejar lagi, mendadak
tubuh orang itu tenggelam kedalam telaga, hingga lama belum kelihatan muncul. Jun-yan menyangka orang itu
mungkin sudah kelelap ditelan ikan, maka ia berhenti mendayung untuk bergurau dengan A Siu.
Diluar dugaan, tiba2 terdengar suara "pluk-pluk" beberapa kali dibawah perahu, tahu2 air telaga merembas masuk dari bawah, ternyata dasar perahu itu tahu2 bertambah beberapa Iobang kecil, menyusul mana suara "pluk2" terdengar pula dihaluan dan buritan perahu berlubang lagi beberapa buah hingga cepat sekali separuh dari perahu itu sudah terendam air. Baru sekarang Jun-yan insaf orang tadilah yang telah menyabot perahunya itu, cepat ia sumpal sebilah papan perahunya terus dilemparkan ke-permukaan telaga sambil peringatkan A Siu agar berlaku cara yang sama. Menyusul mana, ia genjot tubuhnya melompat keatas papan yang
terapung ditelaga itu.
Melihat perahunya sudah hampir tenggelam cepat A Siu berbuat seperti caranya Jun-yan hingga mereka menumpangi dua papan sejajar seperti orang main ski. Dan baru saja mereka selamatkan diri, terdengarlah suara air gedeburan, seorang telah muncul dari dasar telaga dengan tangan memegang senjata Hun-cui-go-bi ji semacam cundrik kaum nelayan, sekali tusuk perahu itu telah ditenggelamkannya, tapi ketika melihat kedua gadis itu sudah berpisah keatas dua papan ia alihkan senjatanya sambil membentak: "Berani kau
..." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya sekian saja ucapan orang itu karena orangnya lantas saja terkesiap. Berbareng itu Jun yan pun sudah melihat jelas bahwa orang itu adalah Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong.
"Haha kiranya kau!" seru Jun-yan tertawa.
Melihat Jun-yan untuk sesaat Bok Siang-hiong juga
tertegun, karena jeri terhadap gurunya thian-sin-mo Jiau Pek-king, pula kepandaian si gadis sendiri juga tidak rendah, sebagaimana dahulu Siau-yau-ih su Cu Hong-tin pernah dipermainkan, maka Bok Siang-hiong menjadi serba salah terpaksa iapun menyapa dengan tertawa: "O kiranya nona Lou juga pesiar kesini apakah kau datang bersama gurumu dan hendak menghadiri undangannya Jing liang Totiang?"
"Maafkan Bok-bengcu kami telah mengganggu
kesenanganmu dikapal tadi," sahut Jun-yan terpaksa
merendah melihat kesungkanan orang. "Tentang undangan Jingling Totiang, entahlah aku sendiri tidak tahu kapan harinya" Terus terang saja sejak tempo hari sampai sekarang aku masih belum pulang maka kalau ketemu Suhu, tolonglah kau banyak memberi alasan."
Sebenarnya Bok Siang hiong rada heran oleh munculnya Jun yan disitu, tapi demi mendengar penuturan itu segera sahutnya dengan tertawa: "Ah jamak juga orang muda suka pesiar, kalau sudah keluar segan kembali, tentunya gurumu takkan mengenali kau. Tentang hari undangannya Jing ling cu telah ditetapkan tanggal satu bulan dua belas, tinggal setengah bulan saja sudah tiba. Diatas kapal kami sana masih ada Tai lik-sin Tong-Po dan beberapa kawan Bu-lim lain bila nona Lou tidak mencela, maukah kita bikin perjalanan bersama !"
Mendengar itu Jun-yan menaksir kalau terus langsung
menuju ke Hing-san menghadiri pertemuan yang diadakan Jing-ling-cu, waktunya masih cukup, maka jawabnya : "Terima kasih atas kebaikanmu, masih ada sedikit urusanku yang lain, tolonglah kau sampaikan guruku, dan aku tidak sekapal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kau," nyata diam2 dalam hati Jun-yan sudah mempunyai rencana sendiri, bukan saja hendak mengingusi Tok-poh-kian-gun Ki Go-thian yang disegani semua jago silat, bahkan gurunya sendiri juga akan diselomotinya.
Bok Siang-hiong pun tidak memaksa, ia melihat tidak jauh dari situ sebuah perahu kecil lagi meluncur tiba, anehnya diatasnya tiada pengemudinya, melainkan satu orang sedang ngantuk mendekam diatas meja. "Kebetulan disitu ada sebuah perahu, silahkan nona menumpang kesana, dihadapan
gurumu kelak aku akan memberi penjelasan bagimu," katanya kepada Jun-yan, lalu ia selulup lagi kedalam air terus menghilang.
"A Siu, kepandaian berenang orang ini rasanya tiada
seorangpun dijagat ini yang menandinginya," kata Jun-yan.
"Marilah kita naik keperahu itu !"
Sebenarnya A Siu ragu2 melihat perahu orang itu. Tetapi Jun-yan sudah mendahului luncurkan papan yang diinjaknya kesana, terpaksa ia menyusul.
"Hai, Toako diatas perahu, kami minta numpang perahumu
!" seru Jun-yan ketika sudah dekat. Namun orang itu masih menggeros dengan pulasnya. Tanpa pikir lagi Jun-yan
melompat keatas perahu dengan enteng sekali dan disusul oleh A Siu.
Waktu Jun-yan meng-amat2i orang yang masih
mendengkur itu, ia lihat perawakan orang rada tegap, berbaju hitam singsat, warnanya sudah luntur, malahan disana sini banyak tambalan. Karena mukanya terbenam disekap kedua lengannya diatas meja, maka tidak kelihatan. Yang terang, tidurnya ternyata nyenyak sekali.
"Orang ini pulas seperti babi mati, mungkin perahu ini sudah kita dayung ketepi, ia sendiri masih belum tahu," ujar Jun-yan geli.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perlahan-lahan mereka angkat penggayuh dan mendayung perahu itu ketepi sana. Sembari mendayung Jun-yan berkata perlahan kepada A Siu: "Hari pertemuan jago Bu-lim yang diadakan Jing-ling-cu katanya tgl. 1 bulan 12. Jika begitu, sesudah mendarat, kita harus terus berangkat. Untuk tidak diketahui Suhu, biarlah aku menyamar seorang seperti Thio Hui (tokoh dalam cerita Sam Kok yang berwajah hitam bengis) dan kau, menurut pendapatku menyamar seorang pemuda
ganteng, boleh jadi sepanjang jalan kau akan digilai oleh kaum gadis !"
Wajah A Siu menjadi merah oleh olok-olok itu, sahutnya:
"Apakah aku dapat lebih gagah daripada Ti-koko ?"
"Terang lebih bagus dari dia," ujar Jun-yan. "Maka untuk selanjutnya aku disebut Say Thio-hui dan kau bernama....
bernama Giok bin-long-kun (sijejaka bermuka bagus), kita mengaku bersaudara, aku Toako dan kau adik."
"Aku sebenarnya ingin mencari Ti koko dulu," ujar A Siu.
"Eh, kembali kau rindu lagi, siapa tahu, kalau di Ciok-yong hong nanti justru dapat kau jumpai dia?" bujuk Jun yan.
Tidak lama, perahu mereka sudah dekat tepi telaga, tiba2
mereka mendengar suara orang menguap, waktu mereka
menoleh, kiranya lelaki yang tidur tadi sedang mengulet sambil julurkan kedua tangannya kelantai, sehabis mengulet, sambil mulutnya berkemak-kemik bagai orang ngelindur, mendekam diatas meja tertidur pula.
Melihat tangan orang itu ketika dijulurkan keatas,
panjangnya luar biasa, alisnya juga tebal sekali, cuma tadi orang lagi menguap, maka wajahnya macam apa, belum
tampak jelas Jun-yan menjadi geli melihat kelakuan orang, katanya. "A Siu... tidak, Giok-bin-long-kun, tampaknya orang ini kerjanya hanya gegares dan tidur melulu, tidur dirumah kuatir diganggu, maka pindah tidur diatas perahu. Marilah kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tinggal pergi, peduli amat dia mau tidur sampai tahun depan
!" Diwaktu bicara, karena anggap dirinya sekarang sudah Say Thio-hui atau si Thio Hui kedua, sengaja Jun-yan bikin kasar suaranya, karena A Siu tertawa geli, katanya: "Enci Jun-yan. .
." "Stop," sela Jun-yan mendadak, "bukan enci lagi, tapi ingat, selanjutnya harus panggil Toako !"
"Ah, nanti saja kalau sudah sampai di Ciok-yong hong,"
tawar A Siu geli.
Sementara itu perahu sudah menepi, mereka meletakan
dayung dan melompat kedaratan dalam pada itu lelaki tadi kedengaran lagi menguap dan kemak kemik mengigau pula.
Tanpa ambil pusing lagi, mereka tinggal menuju kekota.
Disebuah toko, Jun-yan membeli pupur minyak, jenggot palsu dan sebagainya lalu membeli pula bahan obat2an disebuah apotik. Dengan semua itu mereka pulang kehotel.
"Hai dimanakah pedangmu, kenapa tinggal sarungnya
melulu !" seru A Siu kaget ketika melihat senjata yang terselip dipinggang Jun-yan sudah tak kelihatan.
Jun-yan terkejut ketika diperiksanya benar saja sarung pedang masih, senjatanya sudah hilang. Ia ingat ketika menghadapi Bok Siang-hiong tadi karena menyangka orang akan menyerangnya ia masih meraba senjatanya itu, kenapa sekarang bisa mendadak hilang"
-o0dw.kz-hendra0o-
Jilid 8 UNTUK sesaat itu Jun-yan menjadi bingung, yang bikin mengejutkan lagi, ketika ia merasa sutera merah yang diperolehnya dari gua didaerah Biau itu juga sudah hilang tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbekas, padahal ia ingat benar barang tersebut tersimpan baik2 dalam bajunya.
A Siu ikut sibuk melihat kawannya kelabakan, lekas2 ia tanya apalagi yang hilang: "Sepotong kain sutera merah,"
sahut Jun-yan. "Entah keparat jahanam yang mana berani main gila dengan aku, jika dapat kubekuk, kalau tidak kucacah badannya, tidak puas hatiku."
Dan sedang Jun-yan mencak2 tanpa sasaran tiba2
datanglah pelayan hotel menghantarkan sepucuk surat sambil menanya:"Apakah nona she Lou ?"
Jun-yan melengak, tapi cepat sahutnya: "Benar. Ada apa ?"
"Disini ada sepucuk surat ditujukan untuk nona," kata pelayan.
Cepat Jun-yan menerima surat itu dengan heran, ia lihat diatas sampul tertulis : "Dihaturkan kepada nona Lou !"
Tulisannya indah kuat. Sebagai murid Thong-thian-sin-mo yang serba pandai, dengan sendirinya dalam hal seni tulis Jun-yan pun terhitung akhli, ia merasa tidak kenal gaya tulisan siapakah dari orang2 yang dikenalnya.
Ketika sampul itu disobeknya, ia lihat kertas surat
didalamnya putih kosong kecuali dua huruf yang cukup besar :
"Kiam, Leng."
Melihat tulisan kedua huruf yang berarti : pedang dan sutera, segera Jun-yang tahu ada hubungannya dengan kedua bendanya yang hilang itu. "Dari siapakah surat ini ?" Cepat ia tanya sipelayan. Saking tidak sabar, bahu pelayan itu terus dicengkeramnya sambil di-gentak gentak.
Karuan pelayan itu meringis kesakitan sambil ber-kuik2
seperti babi disembelih. Sementara itu Jun-yan telah membentak pula suruh mengaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku. . . akupun tidak tahu siapa pengirimnya, aku hanya terima dari satu kacung penjual kacang, katanya suruhan seorang sastrawan . . . ." sahut pelayan itu tak lampias.
Untuk sejenak Jun-yan tertegun oleh jawaban itu, tapi segera pelayan itu dilepaskannya ia tarik A Siu: "Marilah, kita pergi bikin perhitungan dengan jahanam itu."
"He, siapakah?" tanya A Siu heran.
"Masakan kau sudah lupa pada lelaki yang tidur seperti babi mati diatas perahu itu?" sahut Jun-yan.
A Siu menjadi ingat pada orang itu. Namun begitu, iapun heran apakah mungkin orang itulah yang mempermainkan mereka. Tapi selamanya ia hanya menurut saja segala apa yang dikehendaki kawannya, tanpa bicara segera ia ikut dibelakang Jun-yan ketelaga Se-oh.
Sementara itu hari sudah sore, sinar mata sang surya diwaktu senja menyorot indah diair telaga yang biru ke-hijau2an itu, namun Jun-yan berdua tiada pikiran buat menikmati keindahan pemandangan itu mereka terus
langsung menuju ketempat pagi tadi, mereka melihat ditepi telaga sana masih tertambat sebuah perahu yang dikenalnya sebagai perahu lelaki sastrawan baju hijau itu, malahan diatas perahu itu masih ada seorang yang kelihatan masih sibuk entah apa yang sedang dikerjakan.
"Hai, keparat, bagus sekali perbuatanmu. Ya!" teriak Jun-yan sebelum dekat.
Tapi sesudah dekat, ia menjadi melongo, karena orang diatas perahu itu ternyata seorang kacung berumur belasan tahun, maka cepat tegurnya dengan nada lain: "He, kau bocah ini lagi kerja apa disini?"
Kacung itu tidak menjawab, tapi matanya berjelilatan mengawasi Jun-yan berdua, kemudian baru buka suara:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kalian ini berdua masing2 bernama Say Thio-hui dan Giok Bin-long-kun?"
Seketika Jun-yan dan A Siu melengak oleh pertanyaan itu.
Tapi bila dipikir lagi, segera merekapun sadar duduknya perkara, tentu ketika mereka berunding tentang menyamar diatas perahu, rahasianya telah didengar oleh sastrawan itu, dan jika begitu, orang yang mencuri lebih terang lagi juga sastrawan itu.
"Aku menanya dimana majikanmu, kenapa kau cerewet?"
bentak Jun-yan lagi tak sabar.
"Tunggu sebentar, nona, memang aku ditugaskan
menyambut kedatangan kalian," ujar kacung itu tertawa.
Habis itu, kembali ia sibuk mengurusi kerjanya tadi, ia mengangkat sebuah Khim kuno, sebuah anglo yang kecil mungil, seperangkat alat2 minum komplit dengan teko dan cangkir yang indah. Semuanya itu diboyongnya kedaratan dan diletakkan didalam dua keranjang, lalu dipikulnya dan berjalan didepan mendahului Jun-yan, sambil me-nyanyi2 kecil.
Dengan mendongkol Jun-yan berdua ikut dibelakang kacung itu.
Tidak terlalu lama, ketika hari sudah remang-remang, tibalah mereka sampai di suatu gubuk yang terletak ditepi sebuah sungai kecil. Tampaknya atap gubuk itu masih baru, agaknya belum lama dibangun.
"Sudah sampai, silahkan kalian masuk," kata sikacung.
Gubuk itu ternyata dikitari pagar bambu, didalam
pekarangan tertanam aneka warna bunga yang indah. Waktu Jun-yan ikut melangkah masuk kedalam, ia lihat keadaan dalam rumah sederhana saja, diujung timur sana sebuah dipan di-aling2 pintu angin dari anyaman, diruangan sebuah meja lengkap dengan alat2 tulis, diterangi sebuah pelita yang ber-kelip2.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika tidak melihat majikannya disitu, kacung itu coba berseru memanggilnya, tapi tiada sahutan. Tiba2 dilihatnya diatas meja tulis terdapat sehelai surat, disamping surat itu terletak sebuah pedang terbungkus kain sutera merah.
Cepat kacung itu ambil kertas surat itu, sesudah dibaca sekedarnya, segera ia sodorkan kepada Jun-yan.
Waktu Jun-yan membaca surat itu tertulis :
"Nona Jun-yan yang terhormat, Pencurian Kiam dan Leng ini melulu bergurau belaka, sebagai timpalan olok2 nona siang tadi. Sebenarnya kedatangan nona sangat kunantikan sekedar memenuhi kewajiban tuan rumah, tetapi sayang, karena keperluan harus segera berangkat tak sempat menunggu, harap dimaafkan.
Kiam dan Leng lengkap berada di sini, harap nona terima kembali dengan baik. Cuma sayang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, sayang!"
Surat ini ternyata tidak dibubuhi tandatangan pengirimnya, dibawah tertulis seekor burung belibis serta beberapa pucuk rumput egel2. Untuk sesaat Jun-yan ter-mangu2 ia merasa ilmu silat sastrawan itu sebenarnya susah diukur, mengingat mencuri barangnya tanpa berasa, pula sekarang ternyata gaya tulisannya begitu indah, nyata orang itu serba pandai, silat dan surat. Diam-diam iapun menyesal tak bisa berjumpa dengan orangnya.
"Kiam dan Leng ini sudah kuambil kembali, marilah kita kembali," katanya kemudian. Tapi sebelum melangkah keluar, tiba2 ia menanya sikacung : "Eh, siapakah nama majikanmu?"
Ternyata kacung itu hanya menggeleng kepala tanpa
menjawab. Jun-yan menjadi masgul. Sungguh aneh, hatinya yang
polos tiba2 timbul semacam perasaan gegetun. Dengan rasa hampa ia ajak A Siu pulang kehotel.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Besok paginya, Jun-yan sudah pulih akan kelincahannya. Ia merasa senang apabila terpikir sesudah menyamar dan
sampai di Hing-san ia akan dapat menggoda gurunya sendiri.
Segera ia bangunkan A Siu dan ber-kemas2 menyamar
dengan bahan2 yang sudah dipersiapkan itu.
Lebih dulu Jun-yan membantu A Siu bersolek, sebentar saja A Siu ternyata sudah berubah menjadi satu pemuda pelajar yang tampan, ketika A Siu bercermin, ia sendiri hampir-hampir tak kenal dirinya lagi.
Kemudian Jun-yan merias dirinya sendiri, lebih dulu ia poles mukanya agak ke-hitam2an lalu ditempeli lagi berewok palsu.
Tiga Mutiara Mustika 2 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Pendekar Bodoh 9
^