Pencarian

Si Pemanah Gadis 10

Si Pemanah Gadis Karya Gilang Bagian 10


Gerbang Surga yang salah satu ilmu andalannya adalah Ilmu "Baju Es Hitam"!"
ucap Tua Raja Bedah Bumi sambil berjalan melingkari ruangan dan pada akhirnya berhenti pada sekumpulan jarum yang menancap di tiang penglari.
Mata tajamnya mengamati jarum-jarum itu dengan seksama.
"Barka Satya! Menurutmu, dari ketiga tempat yang aku sebutkan tadi, mana yang sekiranya setara dengan jurus "Sinar Matahari Menembus Bumi?""
Barka Satya yang di tanya terdiam sesaat. Lalu ia menjawab, "Heeeehh ... !
Kau benar-benar membuatku mati kutu, Kakang Dahana Lungit! Nama-nama perkumpulan persilatan besar seperti Kuil Air, Lembah Es dan Penghuni Gerbang Surga adalah nama perkumpulan yang menjunjung tinggi nilai-nilai satria. Meski mereka berada di tempat yang jauh dari kita di seberang laut, namun nama harum mereka bukanlah isapan jempol saja. Bisa dikatakan jika bertarung dengan mereka satu lawan satu, aku pun belum tentu menang dan belum tentu kalah. Bisa dikatakan seimbang. Itu menurut perkiraanku, karena selama ini kita mengikat tali persahabatan dengan mereka, bukan tali permusuhan."
"Tepat sekali!" sahut Tua Raja Bedah Bumi. "Ilmu "Iblis Matahari" yang kau kuasai bisa dikatakan mendekati setara dengan mereka. Bisa dikatakan ... kau unggul setingkat!"
Tua Raja Tabir Mentari hanya tersenyum kecil, terlihat rona kebanggaan diwajahnya.
"Diantara ketiganya, manakah yang menggunakan sifat udara dan mengubahkan menjadi benda padat?" tanya Tua Raja Bedah Bumi sambil tetap dalam posisi berjongkok membelakangi ketiga tua raja lainnya. Matanya terus mengamati dengan teliti rentetan jarum yang menancap di tiang penglari, bahkan kadang kala jari tangan menyentuh ujung-ujung jarum yang berada di posisi luar.
"Jika menurutku ... hanya Penghuni Gerbang Surga saja yang sanggup melakukannya. Akan halnya Kuil Air dan Lembah Es lebih cenderung menggunakan Inti Es Bumi dari pada sifat udara atau angin," tutur Tua Raja Pedang Bintang.
"Sebenarnya ... apa maksud dari perkataanmu, Adi Dahana?" tanya Tua Raja Tinju Kayangan sambil duduk di kursi yang ada di pojok setelah sebelumnya ia letakkan pada tempat yang semestinya.
"Baiklah! Aku akan langsung mengatakan hasil penyelidikan," jawab Tua Raja Bedah Bumi sambil bangkit berdiri. Ditangannya terdapat satu jarum yang dicabutnya dari tiang penglari.
"Jarum ini tetap dingin meski sudah beberapa lama menancap di tiang penglari," ucap Tua Raja Bedah Bumi. "Kita semua tahu berada lama benda dalam kondisi tertentu menjadi beku. Dan jarum ini seharusnya sudah sedari tadi hilang dari sifat beku. Dan itu artinya, hanya ilmu dengan sifat udara saja yang sanggup membekukan benda dalam waktu yang cukup lama. Paling sedikit sehari semalam barulah kembali ke sifat besi yang sebenarnya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketiga orang itu terperanjat kaget!
"Coba lihat baik-baik jarum ini!" kata Dahana Lungit sambil mengacungkan jarum di tangan kanan.
Terlihat seluruh jarum diselimuti asap putih tipis bernuansa dingin, bahkan beberapa bagian tampak bercak-bercak putih bening seperti es.
"Satu-satunya kesimpulanku adalah ... jarum ini terkena Ilmu "Baju Es Hitam"!"
--o0o" BAGIAN 19 Ketiga Tua Raja menarik alis masing-masing hingga nyaris bertaut. Jelas dalam hati dirambati sebentuk keraguan mendengar penuturan Tua Raja Bedah Bumi yang meski bertubuh bongsor tapi justru otaknya seencer bubur bayi.
Bramageni atau Tua Raja Pedang Bintang membuka suara, "Dengan alasan apa kau mengatakan jarum itu terkena jurus "Baju Es Hitam?"
Sambil tersenyum kecil, Dahana Lungit menjawab, "Mudah saja. Jawabnya adalah ... uap air!"
"Uap air?" tanya heran Tua Raja Tinju Kayangan. "Kok bisa?"
Sambil menimang-nimang jarum di tangan, ia pun berkata dengan tenang.
"Air memiliki kadar tertentu terhadap penguapan --dalam hal ini disebabkan oleh panas-- namun ada kalanya air tidak bisa menguap begitu saja jika meski terkena sengatan panas. Air perlu proses menguraikan diri dengan menurunkan suhu dan barulah mencair," tutur Tua Raja Bedah Bumi. "Sehingga proses menjadi air sendiri memerlukan waktu yang cukup lama."
"Jadi, dengan kata lain, jarum yang kau pegang itu dipengaruhi suhu udara yang mendadak menurun drastis dengan tidak alami seperti umumnya air embun di pagi hari, begitu?" terabas Tua Raja Tabir Mentari.
"Pintar!" kata Tua Raja Bedah Bumi.
"Dan satu-satunya ilmu unik di rimba pendekar yang sanggup melakukan hal mustahil itu hanya dimiliki orang-orang dari Penghuni Gerbang Surga?" tebak Tua Raja Tinju Kayangan.
"Yap," kata Tua Raja Bedah Bumi sambil menjentikkan jarum di tangan kanan.
Tiiik! Splashh! Jarum menembus masuk tiang penglari hingga terbenam keseluruhan. Dari sini saja sudah bisa diraba seberapa tinggi kesaktian dari sosok tinggi besar ini.
"Yang jadi pertanyaan adalah ... apa yang dilakukan si pencuri di tempat ini"
Semua barang-barang disini masih lengkap semua. Tidak hilang satu pun juga,"
ucap Tua Raja Tabir Mentari, lalu dilanjutkan dengan desahan pelan. " ... entah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang dilakukan Tuan Majikan jika papan nama Perguruan Tanah Bambu menjadi serpihan seperti ini" Beliau pasti marah besar!"
"Benar. Apa yang mau dicuri dalam ruangan ini?" kata Tua Raja Tinju Kayangan sambil memunguti kitab yang berserakan dan ditata kembali di rak.
Tua Raja Tabir Mentari menata dipan serta meja kursi yang terbalik.
"Sebenarnya ... ada yang hilang di tempat ini ... " desis Tua Raja Pedang Bintang.
"Hah!?" ketiga Tua Raja terperanjat kaget.
"Ada yang hilang!?" sentak Tua Raja Bedah Bumi dan Tua Raja Tabir Mentari hampir bersamaan. "Apa!?"
"Tiga kitab pusaka ... telah hilang!" desis Tua Raja Pedang Bintang dengan tatapan berapi-api.
"Kitab pusaka apa?" bentak Tua Raja Tinju Kayangan dengan tidak sabar.
"Kitab pusaka yang berisi catatan ilmu sakti yang paling dicari di rimba persilatan hingga sekarang ini ... "
"Maksud Kakang Bramageni ... Kitab Ilmu "Bayu Buana?"" tebak Tua Raja Bedah Bumi.
Tua Raja Pedang Bintang mengangguk pelan sambil berkata, "Bukan hanya itu saja, termasuk pula Kitab Ilmu "Seribu Bulan" dan Kitab Ilmu "Sayap Pedang Malaikat" ikut lenyap dari tempat penyimpanan."
"Apaaa!"
Jika mendengar suara geledek mungkin cukup membuat orang terkejut. Tapi kejutan kali ini bukan hanya sekedar sambaran geledek. Tapi masih ditambah dengan salakan petir, guncangan bumi dan letusan gunung berapi. (weleeh ...
banyak amir!")
Dengan ringkas, Tua Raja Pedang Bintang mengatakan sebuah rahasia yang disimpan rapat-rapat selama ini atas perintah Tuan Majikan Kepulauan Tanah Bambu meski perintah yang datang lewat sebuah mimpi.
Ya, sebuah mimpi!
Tapi meski cuma sebuah, tapi mimpi ini betah sekali datang berulang kali dalam tidur nyenyak Tua Raja Pedang Bintang yang pada mulanya dianggap sebagai bunga tidur saja. Namun ternyata "bunga tidur" yang ini lain, karena merasa dicuekin terus sama si Bramageni, akhirnya justru menteror sepanjang malam. Hingga pada akhirnya, Bramageni harus percaya pada mimpinya.
Gimana ga mau percaya, lha wong bunga tidurnya cuma itu-itu aja, kok"
Dalam mimpinya pula, Bramageni berada di Ruang Pribadi Tuan Majikan dan di sana muncul sesosok bayangan hitam yang tidak di ketahui bagaimana sosok aslinya, mengatakan tempat penyimpanan tiga buah catatan ilmu sakti yang awalnya memang diturunkan dari mulut ke mulut antar sesama Ketua Perguruan Tanah Bambu yang biasa disebut Tuan Majikan. Tuan Majikan yang terakhir TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat keputusan paling heroik dari sepanjang sejarah Kepulauan Tanah Bambu.
Tiga ilmu sakti andalannya ditulis dalam bentuk catatan!
Dan dalam mimpi itu pula, Tua Raja Pedang Bintang ditunjukkan tempat penyimpanan dari tiga kitab catatan ilmu sakti yang ternyata berada di dalam papan nama Perguruan Tanah Bambu.
Tiga Tua Raja Kepulauan Tanah Bambu terdiam dalam keterpanaan!
Tidak disangka sama sekali bahwa Tuan Majikan berani mengambil keputusan seperti itu. Padahal mereka tahu seberapa berbahaya Empat Pusaka Perguruan Tanah Bambu jika terjatuh ke tangan tokoh sesat. Jika itu sampai terjadi, apa bukan berarti Tuan Majikan telah menciptakan bibit bencana di kelak kemudian hari.
Ketiganya terdiam membisu mendengarkan penuturan orang tertua dari Empat Tua Raja. Setelah sepenanakan nasi lamanya Tua Raja Pedang Bintang berceloteh panjang lebar, barulah mereka paham apa maksud dan tujuan dari Tuan Majikan menuliskan ilmu saktinya ke dalam bentuk kitab ilmu silat.
Yang jadi pertanyaan adalah ... bagaimana dengan ilmu ke empat"
Ilmu yang paling mengerikan sepanjang sejarah dunia persilatan apakah juga ditulis dalam lembaran kitab"
Jika benar, maka jelas kali ini wilayah Kepulauan Tanah Bambu khususnya dan jagat persilatan pada umumnya akan banjir darah!
Sebab, yang paling tahu seberapa mengerikan dan dahsyatnya Ilmu Sakti
"Delapan Sambaran Kilat Sembilan Matahari" adalah orang-orang Kepulauan Tanah Bambu, itu pun andaikata kitab ke empat ikut pula tercuri ... !
Selepasnya, hanya terdengar desahan napas pelan dalam Ruang Pribadi Tuan Majikan.
Tua Raja Pedang Bintang-lah yang pertama kali memecah keheningan.
"Malam ini juga, kita harus mengumpulkan semua Penguasa Tapal Batas,"
katanya sambil melangkah keluar dari ruangan, lalu gumamnya seolah pada dirinya sendiri, "Aku yakin, pasti ada musuh dalam selimut di tempat kita ini."
Ke Tiga Tua Raja saling pandang satu sama lain.
"Kita berkumpul di Balairung Ranting Bambu!"
--o0o--- Malam itu pula, Empat Tua Raja dan Tiga Penguasa Tapal Batas hadir di Balairung Ranting Bambu, termasuk pula pemuda berperiuk Riung Gunung dan si cantik manis Kaswari juga hadir diantara para tokoh sentral Perguruan Tanah Bambu. Awalnya Ki Ajar Lembah Halimun dari Lembah Halimun Kegelapan turut di undang, namun laki-laki yang sudah teramat sepuh ini menolak dengan halus dan mewakilkan pada Riung Gunung, murid sekaligus putra dari mendiang Pemulung Nyawa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka duduk melingkar meja bundar dari kayu jati yang sudah tua di makan usia. Secara berurutan dari kiri ke kanan adalah Dewa Periang, Contreng Nyawa, Gayam Dompo yang bergelar Kakek Kocak dari Gunung Tugel dan Dedengkot Dewa yang juga pimpinan dari empat penguasa Tapal Batas. Sedangkan Riung Gunung dan Kaswari duduk bersebelahan di belakang Gayam Dompo sambil kasak-kusuk ala anak muda.
Akan halnya Empat Tua Raja Kepulauan Tanah Bambu yang telah datang terlebih dahulu.
"Siapa yang belum datang?" tanya Bramageni dengan pandangan mengedar.
"Hanya tinggal Nini Cemara Putih, Paman Sepuh," sahut Riung Gunung dari belakang.
"Hemmm ... kita tunggu sebentar ... "
Tiba-tiba, sebuah suara menyahut halus, namun terdengar menggema di setiap sudut Balairung Ranting Bambu.
"Tidak perlu! Aku sudah datang!"
Belum lagi suaranya lenyap, sesosok bayangan putih yang entah bagaimana caranya, tahu-tahu sudah berada di tempat itu.
"Aku belum terlambat, bukan?"
"Belum, Nini." sahut Bramageni dengan suara halus.
Biasanya, orang yang bergelar "Nini" pastilah berwajah keriput, jalan sempoyongan kayak orang mabuk meski sudah bertumpu pada tongkat, tubuh bongkok kayak udang goreng dan yang jelas terdengar adalah suara batuk yang memiliki nada beraneka ragam. Belum lagi dengan kunyahan susur yang kadangkala sering nyungsep di bibir peotnya.
Tapi yang namanya Nini Cemara Putih ini ... lain daripada yang lain, bro!
Nini Cemara Putih ternyata masih seorang gadis muda, cantik lagi!
Swearrr ... sumpah ditabrak nyamuk deh kalau ga cakep!
Kulit tubuhnya sangat putih, bisa dikatakan seputih pualam tanpa cela sedikit pun ditingkahi mata jeli, hidung bangir dan bibir memerah segar alami dan yang jelas ... tinggi langsing!
Masa" cewek cakep bodynya kayak gajah bengkak!"
Mahkota hitam di atas kepala alias rambut hitam sebahu tergerai menguarkan bau harum semerbak. Selain anugerahi wajah cantik jelita plus bongkahan dada padat menantang ditambah pantat yahud menggoda karena si gadis memang mengenakan pakaian putih super ketat. Nini Cemara Putih paling suka pake baju yang ketat-ketat untuk membalut tubuh mulus super indahnya, itu pun harus warna putih agak sedikit tipis hingga sanggup mengekspos bentuk tubuh ramping si pemilik.
Riung Gunung sendiri seringkali curi-curi pandang jika bertemu dengan Nini Cemara Putih apalagi jika sedang mengenakan pakaian super seksinya. Bahkan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saking terpesonanya ketika gadis itu memandang dirinya meski cuma sekejap, seperti mau copot saja jantung Riung Gunung waktu diliat kayak gitu.
Mereka mulai berbasa-basi tanpa melepas pandangannya dari gadis itu. Laki-laki normal mana yang tidak tergiur melihat gadis cantik berambut sebahu dan bermata bening yang menawan, apalagi ni cewek pake baju yang potongan dadanya dibuat sedikit rendah hingga memperlihatkan belahan dadanya yang
"wooow" banget.
Belum lagi dengan tongkrongan yang agak judes-judes manja bisa membuat laki-laki mana pun gemas setengah mampus!
Yakin! Yang jadi pertanyaan ... kenapa gadis cantik semlohai bin montok seperti itu dipanggil Nini"
Begitu ceritanya!
Waktu dulu, kira-kira seratus tahun silam (wuih ... lama ya!"), saat gadis cantik yang bernama asli Wikataksini berhasil menguasai Kitab Ilmu "Seribu Bulan"
yang diajarkan oleh Tuan Majikan Kepulauan Tanah Bambu. Saat Wikataksini mempelajari kitab sakti itu usianya baru sembilan tahun dan berhasil dengan sempurna menguasai isi kitab tepat berusia delapan belas tahun. Kontan Ilmu
"Seribu Bulan" berhasil ditelan dalam waktu sembilan tahun saja.
Sebenarnya, apa yang diajarkan oleh Tuan Majikan Kepulauan Tanah Bambu bersifat untung-untungan semata mengingat sifat ilmu yang hanya bisa dikuasai oleh mereka yang memiliki tautan darah dengannya. Berhasilnya uji coba Ilmu
"Seribu Bulan" pada Wikataksini membuat Tuan Majikan Kepulauan Tanah Bambu semakin penasaran. Dicobanya pada bocah perempuan dan laki-laki usia sembilan, sepuluh, sebelas dan dua belas tahun dengan rentang waktu yang sama dengan Wikataksini. Namun hasilnya, setelah lima puluh tahun kemudian, bocah yang diajar belakangan tetap mengalami penuaan sedang Wikataksini justru tetap awet muda.
Tentu saja Tuan Majikan semakin penasaran!
Kok bisa" Akhirnya ... setelah usut punya usut ketahuan penyebab utama keberhasilan Wikataksini. Ternyata bocah Wikataksini terlahir tepat saat terjadinya gerhana bulan dan Tuan Majikan beranggapan faktor itulah yang membuat Wikataksini berhasil menguasai sifat Ilmu "Seribu Bulan".
Jika umur Tua Raja Pedang Bintang --orang tertua dari Empat Tua Raja--
sudah mendekati sembilan puluh lima tahun, padahal saat bergabung dengan dengan Perguruan Tanah Bambu, Nini Cemara Putih sudah berusia lima puluh tahunan dan waktu itu pun Bramageni justru menganggap si gadis berusia delapan belas tahun. Namun seiring waktu berjalan, Tua Raja Pedang Bintang makin tua tapi Nini Cemara Putih tetap awet muda.
Bisa dibayangkan usia Nini Cemara Putih sekarang ini!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan langkah lambat-lambat penuh keagungan, Nini Cemara Putih lantas duduk di kursi yang memang disediakan khusus untuknya.
"Ada perlu apa Bramageni, hingga kau kirim utusan ke Wisma Tanah Cemara dan memintaku kemari?" tutur kata Nini Cemara Putih halus.
Dengan sedikit menundukkan kepala, Bramageni membuka mulut.
"Kita kecolongan, Nini."
"Apa maksudmu dengan "kita kecolongan?""
"Tiga kitab pusaka perguruan hilang."
"Hilang bagaimana?"
"Tepatnya ... dicuri orang, Nini."
Nini Cemara Putih sedikit mengangkat alis kirinya, lalu berkata, "Maksudmu ...
di tempat kediaman Tuan Majikan, begitu?"
Tanpa menjawab sepatah kata pun, Bramageni mengangguk pelan.
Anggukan Tua Raja Pedang Bintang sudah cukup mewakili semua rentetan pertanyaan yang ada dalam benak Nini Cemara Putih.
"Ke tiga kitab yang dicuri adalah kitab sakti paling berbahaya yang pernah ada di jagat persilatan sekarang ini. Jika semudah itu dipelajari oleh orang, bukan kitab sakti namanya," tutur Nini Cemara Putih dengan pandangan mengedar.
"Kurasa, Pencuri Kitab belum mengetahui bahaya yang terkandung dalam ke tiga kitab itu."
"Maksud, Nini?" sela Tua Raja Tinju Kayangan.
"Dalam setiap lembar kitab telah diolesi dengan racun paling mematikan."
"Racun?" desis Dedengkot Dewa. Matanya sedikit mengernyit, lalu berkata,
"Maaf, Nini. Jika boleh saya bertanya."
"Silahkan, Dedengkot Dewa."
Setelah memperbaiki duduknya, ia pun bertanya, "Darimana Nini mengetahui kalau ke tiga kitab tersebut beracun?"
"Karena aku yang meletakkan racun itu," sahut Nini Cemara Putih, enteng.
"Nini yang meletakkannya?" tanya heran Dedengkot Dewa.
"Benar."
Semua mata saling pandang satu sama lain.
"Kenapa kalian heran?" ucap Nini Cemara Putih sambil memandang satu persatu semua yang hadir di tempat itu. Tanpa menunggu siapa yang membuka pertanyaan, Nini Cemara Putih pun melanjutkan ucapannya, "Karena ke tiga kitab itu ... aku yang menulisnya atas permintaan Tuan Majikan dan aku pula yang meletakkannya di balik papan nama perguruan kita."
Semua khalayak terhenyak di tempat!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jika empat ilmu sakti dari Kitab Ilmu Silat "Seribu Indera" yang tiga sudah hilang dari tempat penyimpanan, besar kemungkinan si pencuri ilmu juga mengincar ilmu ke empat," gumam Dewa Periang seolah pada dirinya sendiri.
"Kemungkinan itu ada, hanya ... "
"Hanya apa, Nini?" tanya Tua Raja Tinju Kayangan.
"Rapalan dari Ilmu Sakti "Delapan Sambaran Kilat Sembilan Matahari" belum sempat aku tulis," tutur Nini Cemara Putih sambil matanya melirik langit-langit ruangan. Pikirnya, "Seperti ada yang mencuri dengar pembicaraan ini."
"Apa Nini Cemara Putih juga mendapatkan rapalan dari ilmu ke empat?" tanya Gayam Dompo. Tidak ada raut kocak seperti biasanya.
--o0o" BAGIAN 20 "Kebetulan sekali ... tidak," jawab nini cantik berbodi semlohai ini. "Tuan Majikan belum sempat memberikan rapalan ilmu tersebut dengan alasan yang aku sendiri tidak tahu, tapi beliau terlanjur pergi tanpa memberikan alasan apa pun ... kecuali sebuah pesan."
Semua yang berada di tempat itu terdiam. Tidak ada satu pun yang memotong perkataan dari Nini Cemara Putih, orang paling dihormati dari Perguruan Tanah Bambu.
"Tuan Majikan hanya berpesan, yang memimpin selanjutnya wilayah Kepulauan Tanah Bambu dan Perguruan Tanah Bambu adalah orang yang membawa Medali Tiga Dewa dan Pasir Kujang Duta Nirwana."
"Medali Tiga Dewa!" seru semua orang yang ada di tempat itu. " ... dan Pasir Kujang Duta Nirwana!"
Pada dasarnya, Perguruan Tanah Bambu tidak seperti perguruan silat pada umumnya yang menerima murid untuk belajar silat. Meski menggunakan embel-embel perguruan, Perguruan Tanah Bambu justru condong ke arah perkumpulan yang memiliki keanekaragaman ilmu silat pengikutnya, yang artinya tidak ada ilmsu silat baku atau andalan dari perguruan yang tempatnya selalu tertutup kabut gaib ini. Di mana dalam perguruan sendiri selain dibagi menjadi beberapa wilayah yang bernama Tapal Batas, juga setiap Tapal Batas memiliki pasukan tersendiri yang siap berani mati membela majikan masing-masing. Itulah sebabnya di Perguruan Tanah Bambu tidak ada istilah "Guru" yang ada hanya
"Tuan Majikan"!
Selain itu Kepulauan Tanah Bambu --tempat berdirinya Perguruan Tanah Bambu-- memiliki dua benda pusaka dan sebuah kitab sakti yang dijunjung tinggi. Yaitu pusaka Medali Tiga Dewa dan pusaka Pasir Kujang Duta Nirwana sedangkan kitabnya bernama Kitab Pusaka Ilmu "Seribu Indera" yang didalamnya di bagi menjadi empat bab.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tentu saja mereka semua tahu tentang Medali Tiga Dewa dan Pasir Kujang Duta Nirwana, dua benda pusaka warisan leluhur dari Tuan Majikan Kepulauan Tanah Bambu yang konon moksa dan kabarnya tinggal di alam gaib. Medali Tiga Dewa adalah medali segi delapan yang sanggup menyerap Delapan Unsur Penggerak Bumi dimana medali ini terbuat dari lempengan besi hitam berukiran naga, rajawali dan harimau yang disebut Tiga Petinggi Satwa Gaib oleh orang-orang Perguruan Tanah Bambu.
Akan halnya senjata sakti yang bernama Pasir Kujang Duta Nirwana dulunya pernah dilarikan oleh Iblis Mara Kahyangan ratusan tahun silam dari alam gaib.
Dan pada akhirnya justru sang iblis sendiri bersatu raga dengan kujang sakti saat menjelang ajal dan kembali hidup di dunia serta mengganti nama : Raja Iblis Pulau Nirwana yang merajalela dengan segala keangkaramurkaannya. Pada akhirnya kujang sakti berhasil dimurnikan kembali oleh seorang pemuda sakti bernama Jalu Samudra yang dijuluki si Pemanah Gadis (mau tahu kisahnya, coba liat ke jilid 2 dech ...!)
Riung Gunung yang berada di belakang sendiri berbisik pada Kaswari.
"Wah, kalau begitu kebetulan dong."
"Apanya yang kebetulan, Kang?" bisik Kaswari.
"Jika Nini Cemara Putih benar-benar penulis kitab sakti yang hilang, bukankah sama artinya dia adalah kitab sakti berjalan," ucap Riung Gunung lirih.
"Maksudmu?"
"Yahh ... minta diajari satu-dua ilmu bolehlah, hihihi!!"
"Aaahh .. paling-paling juga Kakang maunya nggodain nini cantik itu," sungut Kaswari dengan mulut meruncing.
"Ahhh ... tau aja kau!" gerutu Riung Gunung ketahuan belangnya.
"Memangnya kau ini cacing di perutku apa?"
"Justru Kakang ini yang cacing kegatelan! Liat jidat mulus dikit aja sudah blingsatan kayak mata maling," bisik gemas Kaswari sambil mencubit paha pemuda berperiuk. "Dasar pemuda mata bongsang ... !"
Dasar pemuda rada gendeng, justru ia malah berkata, "Wadaoww ... !! Jangan
... jangan ... jangan ... "
"Jangan apa!?" potong Kaswari cepat.
"Jangan hanya disitu saja, naikin dikit dech ... " desis Riung Gunung.
Bukannya mengerang kesakitan, wajahnya malah terlihat mupeng!
"Gayam Dompo!" panggil Nini Cemara Putih.
"Iya, Nini?"
Suara sember Gayam Dompo yang lumayan keras membuat semua orang kaget.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak terdengar suara apa pun terlontar dari bibir sexy Nini Cemara Putih, namun mengapa Kakek Kocak dari Gunung Tugel ini berkata seolah menjawab sebuah pertanyaan. Namun sedetik kemudian, semua orang yang ada di situ maklum, kalau nini cantik berbody semok ini menggunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh.
"Jika murid cantikmu sudah pengin kawin, kawinkan saja. Daripada kasak-kusuk di belakang seperti orang sinting kebelet kawin," ucap Nini Cemara Putih yang hanya bisa didengar oleh orang yang dituju. Di wajahnya tidak terlihat nada marah, hanya seulas senyum kecil saja.
Gayam Dompo sekejap melirik ke belakang, lalu kepalanya mengangguk meng-iya-kan.
"Baik, Nini. Baik."
"Baiklah. Kita kembali ke topik semula," kata Nini Cemara Putih sambil bangkit berdiri. "Beberapa hari yang lalu aku sempat mendengar adanya pihak-pihak luar yang berhasil menyusup kemari. Perlu diketahui, orang-orang yang bisa menyusup ke tempat kita ini pasti ada hubungannya dengan orang-orang yang ada Kepulauan Tanah Bambu. Sebab tidak mungkin mereka bisa keluar masuk seenaknya jika tidak mengetahui jalan masuk. Ingat! Tuan Majikan yang pertama kali menemukan pulau ini telah menanam pagar gaib yang tidak bisa ditembus dengan cara apa pun. Jangankan senjata sakti, ilmu-ilmu kesaktian dan ilmu gaib apa pun tidak bisa menembusnya."
"Lalu bagaimana dengan pertarungan akbar yang terjadi dahulu kala antara Matahari Sabit dengan Biksu Shaolin, Nini?" potong Tua Raja Tabir Mentari.
"Itu adalah lain hal," tukas Nini Cemara Putih. "Pertarungan itu terjadi karena Biksu Shaolin selain memiliki kesaktian tinggi, juga berhasil menemukan jalan tembus masuk ke wilayah Tanah Bambu. Namun, toh mereka sudah berkalang tanah dan rahasia itu pun ikut terbawa ke alam kematian ... "
Semua orang yang ada di tempat itu diam membisu seribu bahasa.
Nini Cemara Putih kembali berkata memecah kesunyian.
" ... dan rupanya, ada pihak luar yang berkepentingan masuk ke tempat ini.
Selain mencuri kitab, aku yakin mereka pasti punya tujuan lain."
Tua Raja Pedang Bintang yang sedari tadi diam saja, menyeruak membuka kata.
"Lalu ... apa yang seharusnya kita lakukan, Nini?"
"Kita harus menyusun rencana untuk menghadapi setiap kemungkinan yang ada. Tepatnya ... menghadang orang-orang yang berniat makar!"
"Baik!" sahut Tua Raja Bedah Bumi, "Aku akan mem ... "
"Kurang ajar! Ada yang menguping pertemuan kita!" bentak Nini Cemara Putih setelah yakin bahwa atas langit-langit mendekam sosok yang mencuri dengar pembicaraan mereka.
Sontak tangan kirinya mengibas ke atas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Wutt! Sinar putih sebesar kepala melesat cepat dan melabrak atap.
Brakk! Bersamaan dengan itu, Dedengkot Dewa berseru, "Biar saya yang menangani, Nini!"
Sosok laki-laki tampan berkumis tipis yang sekarang mengenakan baju biru gelap langsung melesat naik.
Wusss! Menerobos langit-langit yang jebol, bersalto beberapa kali dan akhirnya melesat cepat mengejar si pengintip.
Tua Raja Tinju Kayangan bangkit berdiri sambil berkata, "Nini Cemara Putih!
Saya rasa dua orang lebih baik dari pada satu orang. Mohon ijin!"
"Silahkan!"
Begitu kata-kata si nini cantik berbaju sedikit menerawang ini selesai, Tua Raja Tinju Kayangan sudah berkelebat cepat. Sebagai salah seorang dari Empat Tua Raja Tanah Bambu, tidak sopan rasanya jika harus pamer ilmu di depan pakarnya. Akhirnya ia melesat ke pintu depan dan menyusul kelebatan Dedengkot Dewa yang lebih dahulu mengejar.
"Riung! Kaswari!" perintah Dewa Periang. "Kalian selidiki sekitar tempat ini!"
"Siap, Paman!"
Pemuda berperiuk dan gadis baju kuning segera menjura, lalu berkelebat cepat. Namun tak lama kemudian, mereka berdua kembali ke tempat pertemuan.
Riung Gunung berkata, "Aman, Paman!"
"Yakin!?"
Murid Ki Ajar Lembah Halimun menganggukkan kepala.
Belum sampai rapat dimulai, terdengar dentuman keras yang sanggup menggetarkan meja kursi yang ada di tempat itu.
"Hemmm ... pakai kekerasan! Pasti ini ulah Kakang Bayu Rakta," desis Barka Satya.
"Benar, Tua Raja Tabir Mentari!" Contreng Nyawa mendesis. "Dari getarannya, tukang marah itu tengah mengumbar kesaktian."
"Aku setuju dengan perkataanmu! Si tukang marah lagi beraksi," sahut Tua Raja Tabir Mentari sambil kembali duduk. "Entah bagaimana nasib si pengintip."
"Paling juga jadi dendeng manusia," seloroh Kakek Kocak dari Gunung Tugel.
"Baiklah! Biar penyusup itu di urus oleh mereka berdua," kata Nini Cemara Putih mengalihkan pembicaraan. "Kita bahas langkah-langkah yang perlu diambil."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu ...
Di sebelah selatan sejarak ratusan tombak dari tempat pertemuan, tepatnya di sebuah hutan Bambu Hitam yang notabene berada di daerah kekuasaan pimpinan tertinggi dari Empat Penguasa Tapal Batas yaitu Dedengkot Dewa, tampak dua sosok tubuh berdiri berhadapan.
Tidak ada posisi serang atau jurus yang digelar, tapi justru percakapan yang terasa akrab!
Yang berbaju biru gelap jelas Dedengkot Dewa adanya, sedang lawan bicara ternyata seorang perempuan bertubuh tinggi semampai berambut digelung sedemikian rupa dengan menyisakan juntaian rambut di pelipis kiri kanan yang berkibar lembut tertiup angin malam. Sosok perempuan yang memakai baju ketat tanpa dalaman dari bahan jaring rapat yang membungkus tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga mencetak setiap lekuk lengkung tubuhnya.
Namun yang paling menonjol adalah sepasang bukit kembar tercetak rapi sesuai bentuknya. Yang jelas, baju jaring hitamnya tidak sanggup menutupi sosok kulit putih bersih si pemakai baju jaring hitam.
Jelas, tongkrongan wanita yang usianya sekitar dua puluh lima tahunan dengan raut muka cantik jelita ini sangat menggiurkan setiap laki-laki yang memandang. Terlebih lagi dengan baju jaring super ketat menerawang sudah lebih dari cukup untuk membuat mata laki-laki jadi hijau.
Di dekat telinga kiri terdapat sekuntum bunga melati warna hitam legam.
Nyai Kembang Hitam!
"Buat apa kau datang malam-malam begini?" bentak halus Dedengkot Dewa, namun hatinya sedikit bergetar melihat tongkrongan Nyai Kembang Hitam yang wooow sekali.
Gimana ga gemetar, wong serba keliatan semua. Karena jelas-jelas di balik baju jaring hitamnya, Nyai Kembang Hitam tidak memakai apa-apa!
"Jangan marah dulu, Kakang Yama Lumaksa!" bisik Nyai Kembang Hitam dengan dua tangan terkembang. "Aku sudah kangen denganmu!"
Lalu tanpa permisi, dipeluknya Dedengkot Dewa yang bernama asli Yama Lumaksa sambil bibirnya menutup bibir Dedengkot Dewa.
Waahhh ... rujak bibir nih!
Setelah beberapa saat, Dedengkot Dewa atau Yama Lumaksa melepaskan diri dari sergapan bibir Nyai Kembang Hitam.
"Bagaimana dengan Dedengkot Dewa?"
"Beres! Panji Tilar telah men-sukabumi-kan musuh bebuyutannya," kata Nyai Kembang Hitam sambil menggelendot manja.
"Bagus!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aneh, jika memang Dedengkot Dewa sudah di-sukabumi-kan alias di bunuh oleh Panji Tilar alias Pawang Racun Kecil, lalu siapa Dedengkot Dewa yang sekarang bertemu dengan Nyai Kembang Hitam"
"Kita pergi sekarang?" tanya Nyai Kembang Hitam kepada Yama Lumaksa.
"Sudah ga tahan, nih ... "
"Sebentar," kata Yama Lumaksa sambil meraih ke tubuh sang Nyai, tangan kanan meluncur ke bawah seperti ular menelusuri belahan dada membusung, terus turun ke perut ramping dan akhirnya sedikit bermain di tempat paling ujung di bawah pusar. Dengan cuek-bebek jari tangan Dedengkot Dewa merobek sebagian baju ketat yang tepat menutupi gerbang istana kenikmatan yang kini sedikit basah.
Srett! "Nah, ini lebih baik ... " kata Yama Lumaksa sambil memasukkan jari tangan sedikit ke dalam yang tentu saja membuat Nyai Kembang Hitam semakin mendesah-menggelinjang kenikmatan. Namun, belum lagi meneruskan pekerjaannya, sesosok bayangan telah berkelebat mendekat.
Jleg! "Brengsek kalian!" bentaknya dengan suara sedikit di tekan.
"Apa ada Tua Raja Tinju Kayangan?" sindir Dedengkot Dewa. "Kau mau?"
"Heh, ini bukan tempatnya, bangsat!" kembali Tua Raja Tinju Kayangan membentak. "Kalian harus pergi dari tempat ini secepatnya! Jangan membantah!"
Dengan bahu sedikit diangkat, entah karena nikmat atau meng-iya-kan perkataan Tua Raja Tinju Kayangan, Nyai Kembang Hitam langsung berkelebat pergi diikuti Dedengkot Dewa yang sambil berulang kali mengendus-endus jari tangannya.
Wuss ... !! Di tinggal sendirinya, tentu saja Bayu Rakta semakin meradang, gerutunya,


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dua bangsat itu jika sudah saling sosor tidak ingat tempat dan waktu. Hemmm
... aku harus segera menyusul mereka."
Baru satu tindak melangkah, kembali Bayu Rakta berdiam diri.
"Jika langsung pergi begitu saja, pasti orang-orang goblok itu akan curiga. Aku harus menghilangkan jejak."
Dua tangan Tua Raja Tinju Kayangan mengepal kencang. Tenaga dalam di hempos sampai seperempat bagian hingga terbersit sinar terang berkilauan.
Diiringi dengusan napas terbuang, dua tangannya berkelebat saling susul-menyusul ke empat penjuru.
Wurr ... wuss .... !!
Blamm! Blammm ... !
Jajaran Bambu Hitam sontak terdongkel disertai bau hangus menyengat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Suara ledakan inilah yang terdengar hingga ruang pertemuan dan orang-orang disana beranggapan kalau terjadi pertarungan sengit dengan si pencuri dengar.
"Aku harus menyusul mereka. Sepenanakan nasi baru kembali ke tempat pertemuan," desisnya. "Jika Dedengkot Dewa tidak mau juga melepas dari dekapan wanita genit itu, biar aku seret saja dia!"
Laki-laki muka codet itu segera berkelebat menghilang dari pandangan.
Keesokan harinya ...
Dua sosok bayangan tampak berkejar-kejaran di balik rimbunnya jajaran Bambu Hitam yang berada di daerah kekuasaan Dedengkot Dewa. Salah seorang diantaranya seorang pemuda baju buntung coklat tua dipadu dengan celana putih. Yang sedikit mencolok adalah sebuah periuk besar bertengger di punggung. Sedang satunya seorang gadis yang bisa dibilang cantik rupawan berbaju kuning ketat tanpa lengan dengan balutan baju dalam merah tua. Di punggungnya tersoren sebilah pedang dengan rumbai-rumbai tali biru.
Siapa lagi jika bukan Riung Gunung dan Kaswari!
Wutt! Wuutt! Sosok Riung Gunung tiba lebih dulu diikuti tubuh ramping Kaswari.
"Ilmu ringan tubuh Kakang Riung makin hebat," puji si gadis dengan senyum menghias bibir.
"Masa" sih" Perasaan biasa-biasa tuh," elak Riung Gunung sambil mengamati seantero batang-batang bambu hitam yang semakin hitam menghangus seperti bekas habis terbakar.
"Kakang, memangnya Paman Contreng Nyawa menyuruh kita menyelidik tempat ini ada tujuannya?" tanya Kaswari sambil menyeka peluh di dahinya.
"Disini tidak ada apa-apa selain kumpulan batang bambu hangus."
"Tentu saja ada, dong ... " sahut murid Ki Ajar Lembah Halimun sambil matanya terus mengedar seakan sedang mencari-cari sesuatu.
"Lalu apa yang kita cari disini?"
"Entahlah ... " ujar Riung Gunung sambil berjalan berkeliling. "Mungkin sebuah petunjuk barangkali ... "
"Petunjuk apa?"
"Biasanya, benda mati bisa juga menjadi petunjuk berharga."
"Lha ... iya! Tapi mana buktinya?" tukas Kaswari jengkel karena sedari tadi pemuda berperiuk itu hanya memandang berkeliling saja tanpa melakukan apa-apa.
"Ada," sahut Riung Gunung, pendek.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mana?" kembali gadis murid Kakek Kocak dari Gunung Tugel berucap dengan sedikit jengkel. Lalu sambil memandang berkeliling, ia tidak menemukan apa-apa. "Ga ada apa-apa di tempat ini."
"Coba kau liat arah tumbangnya batang bambu di tempat ini," kata Riung Gunung berteka-teki. "Kau merasakan sesuatu yang aneh?"
Kaswari diam sesaat, lalu kembali memandang berkeliling, lalu menggelengkan kepala dengan cepat.
"Ga ada yang aneh, tuh."
"Heeeh! Punya otak kok ga pernah dicuci," kata Riung Gunung sekenanya.
Lalu berjalan ke depan sepuluh langkah, lalu duduk di atas batu datar seukuran anak kerbau.
"Brengsek! Kakang mengejek, ya?" sungut Kaswari mendekati Riung Gunung dan duduk menyebelahi si pemuda. "Mau kucubit apa!"!"
"Jangan aaah ... "
"Cepat katakan, apa yang Kakang temukan!"
"Baik-baik-baik!" kata Riung Gunung sambil meringis melihat mata bundar Kaswari yang semakin bundar kalau melotot.
Sumpah, makin cakep lho!
"Kau liat bambu-bambu hangus itu?"
"Tentu saja liat! Emangnya aku buta apa!?"
"Lalu batang bambu itu tumbang kena apa?"
"Tentu saja disini semalam terjadi pertarungan hebat dan bambu-bambu itu hangus akibat terkena pukulan sakti yang nyasar! Jelas!?" tukas Kaswari, lalu sambungnya, "Kakang ini makin lama makin bego aja, deh!"
Riung Gunung hanya tersenyum.
"Jika benar perkataanmu, Kakang mau tanya," jawab Riung Gunung.
"Pertarungan hebat yang mana yang kau katakan?"
Mendapat pertanyaan ini, sontak Kaswari terjengkit bagai disengat kalajengking!
Benar! Pertarungan hebat yang mana"
Kembali mata Kaswari mengedar. Kali ini diamati setiap jengkal tanah, tumpukan daun bambu kering serta posisi batu-batu besar tetap seperti tidak tersentuh tangan sama sekali. Bahkan di bagian pojok agak sedikit ke ujung, sarang laba-laba pun masih ada, tidak koyak sedikit pun. Jelas aneh jika memang ada pertarungan, posisi runtuhan daun bambu kering dan batu-batu sekitarnya tidak ada yang bergeser meski sedikit.
"Eemm ... benar juga!" gumam Kaswari kemudian. "Ada yang aneh disini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagaimana?"
"Kakang Riung benar. Jangan-jangan ... "
"Jangan menduga-duga yang jelek. Paling-paling juga ... " ucapan Riung Gunung terhenti saat matanya melihat sesuatu warna hitam di dekat kakinya, lalu diambil dan diamati dengan seksama.
Secuil kain bentuk jaring warna hitam yang lebarnya sepanjang jari telunjuk saja.
"Kain apa ini?" desis Riung Gunung mengamati kain hitam ditangannya.
Direntang dikit, dilepas, direntang-dilepas, lalu dibolak-balik.
"Apa yang Kakang temukan" Petunjuk lagi?"
"Cuma sobekan kain," jawab Riung Gunung pendek. "Tapi aneh juga, kenapa bisa berada di tempat ini" Atau jangan-jangan ini sobekan baju atau sapu tangan yang tersangkut ranting pohon barangkali" Tapi di sekitar sini ga ada pohon, cuma bambu hitam melulu."
Lalu sobekan kain hitam didekatkan hidung. Tercium aroma aneh di sana.
Sniiff ... snifff ... ! (ini suara hidung mengendus, heheheh!!) Karena penasaran, sobekan kain semakin didekatkan dan pada akhirnya menempel di ujung hidung Riung Gunung. Andaikata Riung Gunung tahu itu sobekan kain apa, asalnya darimana dan posisi awalnya dimana, pasti selebar mukanya sudah merah padam!
Karena itu sama artinya dia mencium ... (tebak sendiri deh ...!)
"Baunya aneh," gumam Riung Gunung sambil berulang kali mengendus. " ...
tapi ... emmm ... aneh-aneh harum ... gimana ya ... "
"Coba kesinikan," kata Kaswari penasaran sambil merebut sobekan kain di tangan si pemuda. Lalu diendusnya beberapa saat.
Sebentar kemudian, selebar muka Kaswari langsung merah padam!
"Apa yang kau temukan!?" tanya Riung Gunung melihat raut muka Kaswari merona merah mendadak.
"Dasar jorok! Kakang Riung benar-benar jorok!"
"Jorok gimana?" tanya Riung Gunung, heran. Bahkan tangan bekas memegang sobekan kain kembali diendusi. "Baunya sedap. Ga busuk, kok! Coba dech sekali lagi!"
Kembali selebar muka Kaswari merah padam melihat tingkah laku si pemuda yang pulang-balik menciumi jari-jari tangannya. Wajahnya semakin merah dari sebelumnya.
Benar-benar persis udang goreng tanpa tepung!
"Pokoknya jorok, ya ... jorok! Titik!" sentak Kaswari sambil melempar sobekan kain ke tanah. "Sudah! Aku mau pulang!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tanpa banyak kata, Kaswari langsung melesat pergi.
"Ooooiii ... Wari! Apanya yang jorok!?" teriak Riung Gunung. "Pegang tahi ayam juga kaga"!"
Dipungutnya kembali sobekan kain hitam, diamati sesaat, kembali didekatkan ke hidung, diendus sebentar, lalu bergumam, "Heran ... joroknya dimana sih?"
Riung Gunung melangkah pergi dan tanpa ia sadari berulang kali menciumi sobekan kain di tangannya.
Tentu saja Kaswari mengatakan perbuatan Riung Gunung "jorok" karena ia tahu bau yang keluar dari sobekan kain adalah bau khas cairan kenikmatan seorang perempuan!
Kegemparan yang diciptakan si Pencuri Kitab membuat kesiapsiagaan Perguruan Tanah Bambu meningkat tajam, bahkan Nini Cemara Putih sendiri yang memimpin penyelidikan dibantu Empat Tua Raja Tanah Bambu. Namun, hingga tiga berselang tidak juga menemukan petunjuk yang berarti. Kecuali sebuah petunjuk sementara yang diberikan Tua Raja Bedah Bumi bahwa si pencuri menguasai Ilmu "Baju Es Hitam" yang hanya dimiliki para Penghuni Gerbang Surga.
--o0o" BAGIAN 21 Sore itu, langit cerah tanpa awan.
Angin bertiup sepoi-sepoi.
Si bulat bundar di langit pun tidak segarang seperti tadi siang.
Beberapa burung camar terlihat saling berlomba memburu ikan. Beberapa kali terlihat menyambar-nyambar ke arah permukaan air laut, lalu melesat naik dengan kaki mencengkeram hasil tangkapan.
Jalu Samudra, Adiprana dan Cideng terlihat berdiri dekat anjungan menikmati sore. Tiga laki-laki muda ini saling bercerita satu sama lain, namun toh pada intinya cuma satu.
Apalagi jika bukan perkara ... cewek!
Baru diketahui oleh Adiprana dan Cideng kalau Jalu Samudra atau yang kini mereka kenal dengan nama besar si Pemanah Gadis ternyata telah beristri.
"Wah ... hebat juga kau!" seru Cideng sambil menepuk pelan pundak Jalu.
"Tapi ada satu pertanyaan dariku. Kau mau jawab?"
"Apa?"
"Gini! Eeee ... waktu kau malam pertama, kerepotan ga?"
"Lho, kenapa kau bilang begitu?" tanya Jalu, heran. Mata putihnya sedikit melebar. "Ada yang aneh begitu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Yach ... engga sih. Cuma ... " kata Cideng sedikit menggantung. Apalagi jika takut menyinggung perasaan Jalu Samudra.
"Cuma apa?"
"Anu ... hehehehe ... apa kau tidak salah tempat waktu memasukkan senjata pusakamu ... " sahut Cideng sambil nyengir kuda.
"Hahahahaha!"
Bukannya marah, justru si pemuda bertongkat hitam ini tertawa keras.
Beberapa burung camar sampai kaget mendengar suara tawa yang bebas lepas.
"Kalau perkara itu, kau jangan khawatir sobat! Pasti pas! Ga mungkin meleset!" ucap Jalu dengan tetap tertawa.
Adiprana sendiri tersenyum geli saat melihat muka Cideng justru merah padam.
"Hayooo, kau bayangin apa?" goda Adiprana sambil menyenggol bahu Cideng.
"Ahhh ... engga ... ga bayangin apa-apa."
"Ah ... masak?" kembali goda Adiprana.
Meski kadangkala terlihat angkuh, namun setelah mengenal pribadinya beberapa waktu, Jalu berpikir kalau Adiprana menjadi angkuh karena didikan dari gurunya yang mantan orang aliran hitam yang --tentu saja-- masih memiliki sifat-sifat keangkuhan meski tidak seperti dahulu.
Kembali ketiganya tertawa lebar.
Saat itulah, tanpa sengaja mata Adiprana menangkap suatu gerakan di bawah air.
"Apa itu?" desisnya dengan mata sedikit menyipit.
"Apa ada?"
Jari telunjuk Adiprana menunjuk ke bawah sambil berkata, "Itu ikan, bukan?"
Terlihat disana, sesosok bayangan putih yang diyakini seekor ikan tampak berenang pelan. Namun yang membuat ketiganya kaget adalah bentuk sosok ikan itu hampir sama besar dengan kapal Surya Silam!
Belum lagi ikan putih raksasa menghilang lenyap, muncul empat ekor ikan putih raksasa yang bentuknya sedikit lebih kecil dari yang pertama.
"Jangan-jangan itu ... Ikan Gajah Putih!?" gumam Jalu Samudra, sedang dalam otaknya kembali berkecamuk. "Menurut guru Dewa Pengemis, wilayah Kepulauan Tanah Bambu berada tidak jauh dari lintasan Ikan Gajah Putih. Jika memang ini yang namanya Ikan Gajah Putih, pasti tempat yang aku tuju sudah tidak jauh lagi."
Matanya mengedar ke sekelilingnya. Namun yang dicarinya tidak ada.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Setahuku, Ikan Gajah Putih atau Ikan Gajah Putih Pembunuh paling senang berada di wilayah yang sedikit tawar airnya," kata Adiprana sambil terus memandangi sosok-sosok raksasa yang berenang kesana-kemari di bawah kapal Surya Silam. " ... dan setiap kawanan ini melintas, pasti akan melakukan hal yang mengerikan."
"Apa itu?" tanya Cideng tanpa sadar.
"Ikan Gajah Putih senang bercanda dengan membenturkan tubuh ke benda-benda yang bergerak," kata Adiprana enteng. "Syukur-syukur bisa makan gratis."
"Makan gratis?" tanya Jalu Samudra.
"Ya. Maksudku ... makan orang secara gratis!" sahut si Naga Terbang.
"Beritahu Kakang Gautama, agar menghentikan laju kapal sebelum terlambat."
"Aku saja!" kata Cideng, segera ia berkelebat cepat ke arah juru mudi yang jaraknya memang tidak begitu jauh.
Sedang Jalu Samudra dan Adiprana mengawasi gerak-gerik kawanan pembawa maut ini.
"Kita harus memberitahu yang lain agar tidak panik. Sebab kepanikan justru memancing keberingasan kawanan liar ini," tutur Adiprana.
"Apa sebaiknya kita biarkan saja orang-orang di kapal ini agar tidak memancing kepanikan?" usul Jalu Samudra sambil terus memandang kawanan ikan yang berada tepat di bawah kapal.
Adiprana tidak menjawab, tapi memandang lekat-lekat ke arah Ikan Gajah Putih paling ujung. Sosok penguasa laut paling besar diantara para kawanan lain terlihat tenang di bawah sana.
"Kurasa tidak perlu, Sobat! Gerakan kapal ini pada dasarnya sudah memancing hasrat para kawanan Ikan Gajah Putih untuk membenturkan tubuhnya," kata Adiprana. "Coba kau lihat ikan yang paling besar di sana. Dia terlihat memutar tubuh."
"Lebih baik aku beritahu teman-teman yang lain," ucap Jalu Samudra.
Sebentar saja, puluhan orang sudah berkumpul di setiap sisi kapal Surya Silam untuk melihat kawanan Ikan Gajah Putih. Namun dasar orang tidak tahu bahaya, justru mereka melempar beragam jenis makanan ke arah kawanan Ikan Gajah Putih yang menurut mereka jinak.
Jalu Samudra dan Adiprana geleng-geleng kepala melihat tingkah laku para penumpang.
"Aku tidak melihat Trihasta. Kemana dia?" tanya Adiprana dengan mata mengedar.
"Mungkin masih di kamar," sahut Jalu Samudra. "Biar aku beritahu dia."
Tanpa menunggu jawaban dari si Naga Terbang, Jalu Samudra melayang naik ke lantai tiga. Menuju kamar Trihasta Prasaja yang memang letaknya hanya bersebelahan dengan kamarnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Trihasta, kau ada di dalam?"
Tidak ada sahutan sama sekali.
"Jangan-jangan dia lagi molor?" pikirnya. "Lagian pintunya sedikit terbuka.
Buka engga ya?"
"Trihasta! Kalau kau tidak menjawab, aku masuk nih," panggil si Pemanah Gadis.
Setelah menunggu beberapa lama dan tidak ada sahutan dari dalam, Jalu mendorong pintu kamar yang memang awalnya agak terbuka, setelah di dalam ia kembali memanggil nama Trihasta beberapa kali.
"Trihasta ... kau dimana ... ?" panggil Jalu Samudra.
Kembali tidak ada jawaban. Yang terdengar hanya suara gemericik air mengalir di kamar mandi sehingga Jalu berkesimpulan Trihasta Prasaja tidak bisa mendengar karena terhalang suara gemericik air jatuh.
Namun saat mengetuk pintu kamar mandi, alangkah terkejutnya Jalu Samudra karena ternyata pintunya terbuka sendiri, mungkin karena si penghuni tidak menutupnya dengan benar, sehingga dengan sedikit sentuhan saja pintunya jadi terbuka.
Begitu pintu terkuak lebar-lebar, terlihat sesosok gadis sedang membasuh tubuh putih mulus di bawah pancuran air dengan posisi tepat menghadap ke arah Jalu Samudra.
Jalu Samudra justru terperanjat kaget bukan alang kepalang!
Mata putihnya melihat jelas tubuh telanjang seorang gadis muda lengkap dengan sepasang bukit kembar padat menantang!
"Jaluuuu ... !" terdengar jeritan khas seorang gadis. "Apa-apa"an kau ini!?"
Si gadis sendiri terlihat kaget, segera saja ia menutup sepasang bukit kembar membulat dengan kedua tangan, sedangkan kaki kanannya agak disilangkan dengan maksud untuk menutupi wilayah gerbang istana kenikmatan yang terpampang jelas, lalu posisi tubuh dibalik membelakangi. Namun akibatnya kini terlihat bongkahan pantat padat nan seksi.
Saat itu si Pemanah Gadis sangat kaget, takut si gadis menyangka dirinya sengaja berbuat kurang ajar.
"Eh ... ma ... maaf ... itu ... ee ... aku ada perlu dengan Trihasta ... dia ada ... ?"
kata Jalu Samudra terbata-bata sementara tubuhnya mematung tanpa bisa digerakkan dengan sepasang mata putih tetap menatap tubuh si gadis tanpa bisa dikendalikan.
"Wah, berabe nih ... " pikir Jalu Samudra. "Ga tahunya dia sembunyi"in gadis di kamarnya. Cantik dan sexy betul dia! Dapat darimana dia" Perasaan waktu datang cuma sendirian deh ... "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Melihat yang masuk adalah Jalu Samudra, si pemuda buta yang memiliki kesaktian edan-edanan, hati si gadis sedikit lebih tenang. Meski tidak bisa menyembunyikan rasa malunya, gadis itu tetap berusaha setenang mungkin.
"Oh ... iya ... ada perlu apa?" suara merdu terdengar dari bibir sang gadis dengan tetap membelakangi Jalu Samudra sambil menutupi sepasang bukit kembar. Sementara itu, air dari pancuran terus mengguyur tubuh sekal si gadis, sehingga memantulkan segala keindahan yang dimiliki tubuh mulusnya.
"Trihasta dimana?"
"Aku ini ... Trihasta Prasaja!" bentak si gadis yang mengaku bernama Trihasta Prasaja.
"Ah, masa" kau Trihasta?" ucap Jalu meragu. "Bo"ong nih!?"
"Dasar Jalu brengsek! Lihat mata dan wajahku!" tukas gadis yang mengaku Trihasta sambil membalik pinggang namun tetap menutupi sepasang bukit kembar dengan ke dua tangan.
"Sama, "kan?" kata si gadis setelah si Jalu terdiam beberapa saat. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. "Bego benar aku ini! Dia kan buta, mana bisa melihat?"
Meski agak malu, gadis cantik yang mengaku bernama Trihasta berjalan mendekati Jalu Samudra yang tetap memandang tanpa kedip dengan mata putihnya. Kedua tangannya sudah tidak lagi menutupi bongkahan padat menantang dengan ujung-ujung berwarna merah segar.
"Kalau begini bagaimana?" katanya dibuat berat seperti suara Trihasta yang biasa di dengar Jalu.
"Aku percaya."
"Kau benar-benar percaya?"
Jalu mengangguk.
"Lebih baik kau berpakaian dulu," kata Jalu beranjak pergi dengan tetap mengetukkan tongkat hitam, suatu kebiasaan yang tidak pernah lepas dari tangannya dan duduk di kursi dekat ranjang dengan degup jantung yang sangat cepat.
Sesaat kemudian terdengar langkah Trihasta Prasaja keluar dari kamar mandi. Gadis itu menutupi sebagian tubuhnya dengan selembar kain pendek, hingga bagian pahanya dengan jelas terlihat begitu indah.
Sementara itu si Pemanah Gadis terus memandangi tubuh Trihasta Prasaja, memandangi paha mulus yang tertutup sekedarnya, jika saja gadis yang menyamar ini agak membungkuk pasti pantatnya akan terlihat cukup jelas. Si Pemanah Gadis terus menikmati pemandangan indah itu, rangsangannya begitu kuat sehingga terasa sekali bagian bawah perutnya terasa menegang.
Jika saja tidak ditahan, pasti malu-maluin dech!
"Maaf tadi ... tadi nggak sengaja," kata Jalu pelan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Iya ... udah ... nggak apa-apa ... " sahut Trihasta Prasaja dengan suara merdu sambil berdiri di depan Jalu Samudra. "Toh kau buta, jadi tidak bisa melihat tubuhku. Tapi kau harus berjanji, tidak akan mengatakan kejadian ini pada siapapun!"
"Iya deh ... iya ... "
"Jalu! Ada perlu apa kau mencariku?" kata lembut Trihasta Prasaja.
"Di bawah kapal ada ... "
Belum lagi suara Jalu terucap sepenuhnya, tiba-tiba saja terdengar suara keras.
Brakk! Brakk ... !
"Celaka!" seru Jalu Samudra. "Kawanan itu sudah mengamuk."
"Kawanan apa?"
Kembali terdengar suara keras berderaknya kayu. Namun belum lagi Jalu Samudra beranjak dari duduknya dan Trihasta Prasaja bertanya lebih lanjut apa yang terjadi, tiba-tiba ...
Brakkk ... ! Brakkk ... ! Brakkk ... !
Rupanya, kawanan Ikan Gajah Putih menjadi liar saat mendengar suara-suara sorak-sorai penumpang kapal Surya Silam bahkan ada diantaranya yang melempari berbagai jenis makanan ke laut. Seekor Ikan Gajah Putih yang berukuran lebih kecil, melesat cepat dari bawah air dan membenturkan moncongnya ke lambung kapal.
Brakk! Beberapa orang terjatuh ke dalam air dan tanpa sempat menyelamatkan diri lagi, mereka yang terjatuh ke laut dalam waktu kurang dari satu kedip telah menjadi penghuni perut kawanan Ikan Gajah Putih.
Mungkin besok pagi sudah jadi kotoran ikan!
Brakk! Brakk! Beberapa ekor ikan putih raksasa berebutan menghantamkan moncong ke lambung kapal Surya Silam, hingga dalam waktu tidak kurang dari tiga puluh detik, kapal Surya Silam pun karam!
Blubb! Blubb! Kapal tenggelam begitu cepat.
Bahkan si Pemanah Gadis sendiri yang entah bagaimana, tahu-tahu sudah berada di dalam air. Begitu menyentuh dinginnya air, Ilmu "Napas Ikan Gajah"
kembali menunjukkan kelasnya.
"Dimana gadis itu?" gumam Jalu Samudra. Kepala mengedar, lalu menangkap sesosok tubuh sedang sibuk mengikat kain yang melilit tubuhnya. "Itu dia!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pemuda murid Dewa Pengemis dan Dewi Binal Bertangan Naga berenang ke arah gadis yang bernama Trihasta Prasaja, lalu mendekap erat tubuh si gadis.
Krepp! Trihasta Prasaja tentu saja kaget, namun melihat siapa yang telah mendekapnya, dia hanya memandang penuh terima kasih.
"Atur napasmu," kata Jalu Samudra dalam air.
Si gadis mengangguk sambil menjungkitkan alis keheranan, pikirnya, "Gila!
Dalam air pun ia bisa berbicara seperti biasa! Kesaktian macam apa yang dimiliki si buta ganteng ini?"
Beberapa orang pesilat yang memiliki tenaga dalam cukup tinggi, masih bisa bertahan di dalam air. Namun, sergapan ganas dari kawanan Ikan Gajah Putih membuat mereka salang-tunjang tak karuan. Bagaimana pun juga, penguasa laut ini merupakan biangnya mahkluk buas penghuni laut. Gerakan mereka gesit meski tubuhnya besar luar biasa.
Crakk! Crakk! Cukup dengan membuka mulut saja, lima orang langsung tertelan sekaligus dan dengan gigi-gigi tajam sebesar batang kelapa, langsung mengunyah
"makanan gratis" yang ada.
Dia kejauhan, sejarak tujuh tombak terlihat satu bola cahaya warna hijau pupus membungkus sosok tubuh seseorang. Beberapa Ikan Gajah Putih berusaha menelan bola cahaya hijau, namun dengan gesit pula, bola cahaya hijau berhasil menghindar sambil melontarkan poukulan-pukulan mematikan ke arah kawanan Ikan Gajah Putih.
Blamm! Blamm! Meski tidak membuat matinya ikan, namun cukup menyakitkan juga dan pada akhirnya kawanan ikan meninggalkan bola cahaya hijau pupus, mengarahkan pada buruan lain yang paling gampang.
Jalu sendiri belum pernah melihat ilmu kesaktian seperti itu, namun setidaknya ia bisa menduga siapa orang yang berada di dalam bola cahaya hijau pupus.
Siapa lagi jika bukan Adiprana, murid Naga Terkutuk Dari Neraka!"
Seekor Ikan Gajah Putih berukuran sedang menerjang dengan mulut terbuka lebar siap mencaplok tubuh Jalu dan Trihasta sekaligus.
Srattt! Dengan sigap, Jalu melesat ke atas menghindar. Namun, sosok Ikan Gajah Putih ternyata berlaku cerdik. Mangsa pertama lolos, sosok lain telah menerjang dari belakang.
"Weeee ... ikan kurang ajar! Beraninya main keroyokan!?" seru Jalu sambil berkelebat kesana-kemari sambil mendekap erat Trihasta Prasaja.
Namun pada sergapan yang kesekian kali, dekapannya pada Trihasta terlepas, yang terpegang cuma selembar kain yang tadi dipakai si gadis.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lepas dari perlindungan Jalu Samudra membuat Trihasta Prasaja yang kini telanjang bulat menjadi kelimpungan. Tidak ada waktu untuk malu, yang ada dalam otaknya hanya menyelamatkan selembar nyawanya. Namun ...
Crasss! Secepat-cepatnya Trihasta bergerak dalam air, toh tetap kalah cepat dengan sambaran ikan raksasa ini.
Tak pelak lagi, dada kiri yang membusung tersayat sirip ikan! (Aduuh ... eman-eman rek ... !!)
Seketika, gadis yang mengaku bernama Trihasta Prasaja segera merasakan sakit yang merejam di dada kirinya. Darah merah tersembur keluar, dan praktis saja air langsung masuk ke dalam paru-paru karena tanpa sadar tatkala Trihasta menjerit kesakitan.
Akan tetapi belum lagi rasa sakitnya bisa diatasi, dari bawah kaki si gadis, kembali menerjang cepat ikan putih raksasa dengan mulut terbuka lebar ke arah sepasang kaki si gadis.
--o0o" BAGIAN 22 Crakkk! Karena dua kakinya bergerak terus, kaki kiri selamat tapi kaki kanan Trihasta Prasaja langsung putus!
Kembali Trihasta menjerit kesakitan, namun yang keluar justru suara seperti orang tercekik disertai gelembung-gelembung udara keluar dari mulut.
Pertahanannya jebol sudah!
Trihasta jatuh pingsan di dalam air!
Jalu yang sedang sibuk dan mendengar "jerit kesakitan" dari Trihasta Pasaja segera bergerak menghindar cepat.
"Kalian memang tidak bisa diberi hati!" bentaknya sambil mengerahkan tingkat pertama dari Ilmu "Tenaga Sakti Kilat Matahari" sehingga tangan kiri memancarkan sinar biru kusam sedang tangan kanan bersinar hitam cemerlang.
Lalu dengan sigap tangan kanan-kiri mengibas ke belakang!
Wutt! Wutt ... !
Dua bentuk hawa naga warna biru kusam menerjang ke arah kawanan Ikan Gajah Putih yang ada di belakang sedang hawa naga yang berwarna hitam cemerlang menerjang ke arah Ikan Gajah Putih yang menyerang Trihasta Prasaja.
Blamm! Blamm ... !!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jurus "Naga Sakti Menggoyang Ekor (Shen Long Bai Wei)" dari Ilmu "18 Jurus Tapak Naga Penakluk (Xiang Long Shi Ba Zhang)" yang digunakan si Pemanah Gadis memang tidak sedahsyat jika dilakukan di atas permukaan tanah, namun efek daya ledak yang menggelora tetap menjadi daya hancur tersendiri.
Empat ekor Ikan Gajah Putih langsung hancur berantakan terkena sambaran hawa dahsyat dari jurus "Naga Sakti Menggoyang Ekor (Shen Long Bai Wei)"
bahkan yang menyerang Trihasta Prasaja luluh-lantak kecuali bagian mulutnya.
Jalu segera berkelebat cepat lalu menyambar tubuh pingsan si gadis.
Tappp! "Kakinya hilang satu!" kata Jalu kaget.
Matanya bergerak memandang ke sekeliling.
Sesaat matanya terpaku pada sosok kepala ikan yang melayang-layang tanpa badan lagi.
"Rupanya dia yang gigit. Brengsek! Sempat-sempatnya ikan kampret ini memilih gadis cantik di saat begini!" gumam Jalu sambil berenang mendekat.
Diambilnya potongan kaki milik Trihasta Prasaja.
Di ujung sana, masih terlihat empat ekor Ikan Gajah Putih yang berpesta pora daging teman-temannya yang hancur akibat pukulan maut si Pemanah Gadis, namun Jalu tidak melihat satu sosok pun manusia yang bisa diselamatkan.
Baru kali ini murid Dewa Pengemis menyadari satu hal.


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagaimana pun juga ia juga manusia biasa yang memiliki keterbatasan.
Sehebat-hebatnya dia, tetap juga tidak bisa mendahului kehendak Sang Penguasa Jagad.
Kali ini Jalu Samudra mengakui keunggulan mahkluk penghuni laut!
Jalu segera berenang ke permukaan air sambil membopong Trihasta Prasaja termasuk potongan kaki si gadis.
Sejenak matanya mengedar. Seulas senyum kecil terhias saat sejarak lima tombak di depan melihat potongan papan yang lumayan lebar. Kesanalah ia berenang dengan "barang bawaannya".
"Hemm ... kukira papan ini cukup lebar dan kokoh," gumamnya sambil meletakkan sosok pingsan Trihasta Prasaja yang telanjang bulat. Diperiksanya luka si gadis, "Gila! Dadanya ampe terbelah lebar begini! Benar-benar ikan kurang ajar!"
Jalu segera duduk bersila sambil mengerahkan jurus pertama dari Ilmu "Tapak Sembilan" yang bernama "Sambung Nyawa" untuk mengobati luka robek yang diderita Trihasta Prasaja. Saat dua tangannya memancarkan sinar ungu transparan segera saja mengusap-usap lembut dada yang robek besar.
Srett! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dua kali usapan, luka menganga di dada kiri Trihasta Prasaja langsung sirna.
Namun dasar jahil, Jalu justru keenakan mengusap-usap dada membusung si gadis yang sudah kembali normal.
Tangan kirinya mengambil potongan kaki kanan dan diletakkan dekat paha si gadis. Kali ini, si Pemanah Gadis mengerahkan jurus "Sambung Tulang dan Nadi" untuk menyambung kembali tulang dan urat-urat yang terputus.
--o0o-- "Uhhh ... dimana aku ini?" desis seorang gadis saat terbangun dari pingsannya.
Tiba-tiba saja ...
"Aaaahhh ... kakiku ... kakiku .... !"
Tanpa sebab yang jelas, gadis itu berteriak-teriak seperti orang gila.
Atau dia memang benar-benar gila"
Namun, saat melihat kakinya utuh, dia justru menghela napas lega.
Tiba-tiba ia meraba dada kirinya.
"Heran, tidak sakit," gumamnya.
Disibaknya baju di bagian dada kiri.
Srett! Yang terlihat hanya dada putih kencang membusung tanpa luka alias mulus total. Sesaat terlihat rona kebingungan di wajah cantik itu.
"Aku masih ingat, dada kiriku robek besar tersambar sirip ikan putih raksasa dan ... kaki kananku putus," gumamnya. "Tapi kenapa sekarang pulih seperti sedia kala" Seperti tidak pernah terjadi apa-apa padaku! Aneh!"
Saat memandang berkeliling, ia mendapati dirinya berada di atas kasur kapas empuk. Di kiri kanannya hanya ada papan panjang yang ditancapkan begitu saja seakan papan panjang itu sudah menyatu dengan papan kayu yang menjadi alasnya.
Di paling pojok sebelah kanan, ada tiga guci besar yang entah apa isinya. Di sebelahnya ada tungku yang masih merah menyala. Di sebelah tungku, ada tumpukan arang yang cukup untuk menimbun kerbau. Beruntunglah barang-barang di pojok "ruangan" di sekat tersendiri sehingga tidak mengotori "ruangan"
yang lain. Kembali mata indah si gadis memandang mengedar.
Di tiap sudut papan kayu selebar lima kali lima tombak terdapat tiang penyangga setinggi dua tombak yang menyangga sebentuk kotak berongga berbentuk limas. Jika dilihat sekilas, seperti sebuah gubuk dari kayu yang biasa dibuat para petani.
Yang jadi masalah cuma satu, gubuk aneh itu mengapung di atas air!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lalu ... ini baju siapa?" gumamnya. Ia masih ingat dirinya tidak memakai apa-apa kala diserang Ikan Gajah Putih. Tanpa sadar, si gadis berdiri sambil memandang suasana ke sekelilingnya. Dan saat berdiri, ia merasakan sensasi semilir di bawah perutnya.
"Brengsek! Ternyata aku cuma pake baju saja," desisnya kembali.
Sesaat setelah desisan si gadis yang cuma pakai baju atas saja, tepatnya di bagian depan gubuk aneh, dari bawah terlihat sebentuk tonjolan di permukaan air yang semakin lama semakin membesar. Bahkan sekarang menyerupai gunung kecil yang terbuat dari air.
Mata si gadis membelalak!
"Apa lagi itu!?" desisnya. "Jangan-jangan ikan kemarin datang lagi?"
Hingga pada akhirnya ... dari dalam gunung air melesat keluar satu sosok tubuh kekar.
Byarrrr!!! Setelah berjumpalitan di udara beberapa kali, terus melesat cepat ke arah gubuk di atas air.
Plekk! "Sudah sadar?" tanya sosok tubuh yang ternyata pemuda bertelanjang dada.
"Lama sekali kau pingsan. Dua hari dua malam aku menunggumu bangun, jadi bosan sendiri."
"Jalu!?" kata si gadis, heran.
"I ya ... kaget ya?" sahut si pemuda bertelanjang dada yang ternyata Jalu Samudra adanya.
"Kau ... kau yang menolongku?"
"Betul."
"Kau yang membuat gubuk antik ini?"
"Tidak salah!"
"Kau pula yang memakaikan baju padaku?"
"Seperti yang kau pakai sekarang."
"Lalu ... kenapa kau tidak memakaikan celana sekalian!" bentak si gadis.
"Enak aja! Emangnya aku harus telanjang bulat apa?" sahut Jalu, enteng.
"Inget, Non! Yang kau pakai itu bajuku. Bisa saja aku memintanya kembali. Lagi pula, di sini kalau malem dingin menusuk tulang."
"Jadi kau ... kau telah melihat semua?" kata si gadis makin lirih setelah menyadari kalau perkataan yang baru saja terlontar tidak pantas diucapkan.
"Lho, bukannya pas mandi kemarin aku juga sudah melihatnya?"
Keduanya terdiam beberapa saat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kita makan dulu," kata Jalu memecah kesunyian.
"Tapi ... "
"Apalagi sih ... "
"Apa ... benar-benar tidak ada celana disini?" tanya si gadis kembali.
Jalu menghela napas, lalu berkata, "Trihasta ... "
"Nagagini!" kata si gadis. "Namaku Nagagini."
"Baiklah! Gini ... "
"NAGAGINI!" bentak Nagagini, mulutnya langsung meruncing. "Jangan panggil namaku dengan sepotong-sepotong seperti itu!"
"Oke ... oke ... ! Nagagini! Sekarang kau tinggal pilih, pakai baju tanpa celana atau pakai celana tanpa baju?" kata Jalu memberi pilihan. "Sebab disini cuma ada satu baju dan satu celana, yaitu milikku sendiri."
"Apa tidak ada pilihan lain?"
Jalu menggeleng.
Setelah menimbang beberapa saat, barulah Nagagini berkata, "Yach ...
terpaksa dech. Ga ada yang lain. Lagipula kita cuma berdua di tengah laut ini."
"Hehehehe, pasrah juga dia," kata hati Jalu Samudra.
Pada awalnya Nagagini agak rikuh karena berulang kali angin laut yang nakal menerjang dari bawah hingga baju biru lautnya yang kebesaran menggelembung kemasukan angin yang tentu saja segala macam perabotnya yang ada dibawah perut karena tidak bercelana jadi tontonan gratis.
Akan halnya Jalu sendiri sering tertawa melihat tingkah gadis muda yang sebelumnya menyamar menjadi laki-laki dengan nama Trihasta Prasaja itu.
Berulang kali mata putihnya melihat sebentuk "pemandangan yang luar biasa indahnya".
Akhirnya, Nagagini capek sendiri dan membiarkan saja angin laut berbuat semaunya.
Keduanya duduk di tepian gubuk sambil kaki dimasukkan ke dalam air.
Sambil makan ikan laut yang telah matang karena dibakar di atas tungku, Jalu berkata, "Kenapa kau menyamar jadi laki-laki?"
"Supaya aman dari laki-laki jahil macam dirimu," tukas Nagagini sambil mengunyah daging ikan.
"Ada maksud lain?"
"Ngga ada. Cuma itu saja," sahut Nagagini sambil tangan kirinya membalik ikan bakar agar tidak gosong, "Hanya saja, aku kehilangan teman-teman dari Perguruan Golok Tanpa Bayangan. Kasihan mereka."
"Aku turut berduka cita."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Terima kasih," jawab Nagagini. "Boleh kupanggil Kakang Jalu" Tidak enak rasanya dengan orang yang lebih tua berbicara ceplas-ceplos."
"Aku tidak keberatan. Dipanggil kangmas boleh, kakanda juga tidak menolak, kakang juga tidak salah," sahut Jalu sekenanya. "Apalagi dipanggil "suamiku"!"
semakin ngga bisa nolak, hahahahah!"
"Ahhh ... brengsek kau!" seru Nagagini sambil mendorong pelan bahu Jalu.
Keduanya bercanda hingga sore pun menjelang.
"Nagagini, aku sempat melihat ilmu cambukmu ada kalanya macet atau tenaga dalam tidak tersalur dengan sempurna," tanya Jalu Samudra. "Apa ada hal-hal yang membuatmu tidak bisa menguasai ilmu cambukmu dengan baik."
"Benar, Kang! Jurus cambuk yang kupelajari dari Nini Guru Parikesit yang warga persilatan menggelarinya sebagai Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal adalah jurus yang luar biasa aneh," terang Nagagini.
"Anehnya dimana?"
"Jurus cambuk ini akan mudah dikuasai oleh orang cacat," ucap Nagagini sambil memandang kaki kanannya yang kini telah utuh kembali. "Nini Guru sendiri berhasil menguasai 19 jurus Ilmu "Cambuk Cacat" tangan kirinya putus akibat serangan lawan."
"Apa kau ... menyesal kaki kananmu kusambung lagi?" tanya Jalu Samudra sambil melirik kaki kanan Nagagini yang sebelumnya putus.
"Tidak, lebih baik aku tetap seperti ini dari pada berkaki tunggal," sahut Nagagini, masgul. "Jadi gadis cacat apa enaknya?"
"Kan jadi orang sakti," potong Jalu, cepat.
"Tetep ga enak," sahut Nagagini dengan mata melotot indah.
Enak buat dicolok!
"Apa ada cara lain menguasai Jurus "Cambuk Cacat" selain memutuskan salah satu anggota tubuh?" tanya Jalu Samudra kembali.
"Menurut Nini Guru Parikesit ... tidak ada."
Jalu sedikit heran dengan ilmu "Cambuk Cacat" yang dimiliki oleh gadis yang cuma memakai baju atas itu. Selama hidupnya, baru kali ini ia mendengar kalau ingin menguasai ilmu silat harus menjadi cacat dulu.
Apa jangan-jangan dirinya juga begitu"
Cuma bedanya, ia cacat mata sejak lahir, meski sekarang bisa melihat dunia seperti orang bermata normal.
Cuma ... ya cuma ini ... matanya tetep aja putih!
Mata putih yang sering bikin orang salah sangka kalau ia bermata buta.
"Bisa memperagakan salah satu jurus cambukmu" Itu kalau tidak keberatan, lho! Mungkin saja aku bisa membantumu meningkatkan kemampuan," kata Jalu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Samudra sambil mengulurkan sebuah tali tambang sepanjang tiga tombak.
"Kalau mau ... nih, anggap saja ini cambuk."
Nagagini tersenyum manis.
Dia tahu seberapa hebat Jalu Samudra alias si Pemanah Gadis ini. Tokoh hitam sekelas Raksasa Laut Hitam dan Demit Mungil saja sanggup ditumbangkan dengan mudah, pastilah pemuda ganteng bermata putih yang sekarang bertelanjang dada ini memiliki kesaktian tanpa tanding.
"Baiklah," ucap Nagagini sambil berdiri, "Tapi kalau salah jangan diketawain."
"Tidak, tidak, tidak," kata Jalu sambil menggoyangkan tangan kiri pulang-pergi.
"Jurus ini bernama "Antara Ada Dan Tiada". Coba Kakang Jalu perhatikan!"
Tubuh Nagagini berkelebat ke tengah gubuk, lalu menggerakkan tali tambang pengganti cambuk ke sana kemari dengan sigap. Ujung tali tambang mematuk-matuk liar tak tentu arah.
Wertt! Wertt! Ada kalanya menyerang ke sudut mati yang jelas-jelas tidak bisa dicapai dalam satu serangan. Menginjak ke pertengahan jurus, ujung tali tambang mendadak kehilangan kontrol. Ujung tali tambang bergerak liar tanpa sebab yang jelas. Pada akhirnya justru menjerat kaki kiri Nagagini dan akibatnya ...
Brughh! Tubuh gadis baju biru kedodoran itu jatuh meninju lantai. Untung saja tidak jebol.
Jalu segera memburu dan membantu bangun Nagagini.
"Kau tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa, Kang." kata Nagagini sambil bangkit berdiri. "Sudah tradisi."
"Tradisi?"
"Maksudku ... tradisi jatuh, hihihi ... " sahut Nagagini sambil terkikik geli.
Jalu pun tertawa lirih.
--o0o" BAGIAN 23 "Sudahlah, nanti kita pikirkan cara menguasai jurus cambukmu yang aneh itu tanpa membuatmu menjadi gadis cacat," hibur Jalu Samudra setelah tawanya hilang.
Tanpa terasa, malam pun menjelang.
Jalu menyulut obor dengan sebagian kecil tenaga dalamnya lalu menancapkan di tiap ujung gubuk sehingga gubuk terlihat terang benderang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sebenarnya aku punya tujuan lain naik kapal Surya Silam," tutur Nagagini setelah Jalu Samudra duduk di sampingnya.
"Boleh ... aku tahu?"
"Sebenarnya tidak boleh, tapi karena Kakang telah menolongku, kukira tidak ada salahnya aku katakan," jawab gadis murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal ini.
Jalu diam menanti kelanjutan cerita Nagagini.
Tidak bertanya, hanya menunggu kelanjutan perkataan si gadis berbodi mantap ini.
"Aku sedang mencari sebuah pulau yang bernama Kepulauan Tanah Bambu,"
sahut Nagagini kemudian. "Hanya aku sendiri tidak tahu tempatnya. Yang kudengar letaknya di tengah laut dan selalu diselimuti kabut gaib. Itu saja."
Jalu Samudra tersentak kaget!
Ternyata tidak hanya dirinya yang mencari Kepulauan Tanah Bambu. Gadis cantik yang tidak pakai apa-apa di bagian bawah tubuhnya ini juga tengah mencarinya. Jangan-jangan bukan hanya dirinya dan Nagagini saja yang berniat ke pulau itu" Mungkin pula Adiprana alias si Naga Terbang dan yang lainnya memiliki tujuan yang sama"
"Kakang Jalu terlihat kaget ... atau jangan-jangan Kakang juga mempunyai tujuan yang sama denganku?" tebak Nagagini saat melihat rona kekagetan di wajah si Pemanah Gadis.
"Aku juga punya tujuan yang sama," tutur Jalu kemudian setelah mempertimbangkan masak-masak untuk mengatakan maksud dan tujuannya,
"Tapi sebelum kukatakan apa tujuanku mencari tempat yang konon katanya diselimuti kabut gaib itu, apa kau bisa mengatakan tujuanmu terlebih dahulu?"
"Aku hanya mencari seseorang, tepatnya saudara seperguruan guruku yang memilih jalur sesat akibat pengaruh seseorang," terang Nagagini.
"Pasti dia oorang yang dikenal di rimba persilatan."
"Warga persilatan menjulukinya ... Nyai Kembang Hitam."
"Nyai Kembang Hitam" Rasa-rasanya pernah dengar. Dimana ya?" desis Jalu sambil berusaha mengingat-ingat. Namun hingga kepalanya pening, ga ketemu juga.
"Kupret! Udah mikir ampe pusing ga tahu juga," pikirnya.
"Dari kabar yang berhasil kusirap, ia berhasil menyusup masuk ke wilayah Kepulauan Tanah Bambu. Tujuannya hanya satu! Mencuri kitab sakti yang bernama Kitab Ilmu "Seribu Bulan". Dengan menguasai intisari dari kitab ini, kabarnya bisa membuat orang awet muda dan memiliki umur panjang serta menguasai ilmu kesaktian tanpa tanding."
Jalu Samudra mengangguk-anggukkan kepala mendengar keterangan dari Nagagini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, tujuanmu berbeda denganku," lalu sambil memperbaiki duduknya, kembali pemuda telanjang dada ini berkata, "Aku disuruh ... tepatnya diminta seseorang untuk mengembalikan sebuah benda ke pemilik syah Kepulauan Tanah Bambu."
"Sebuah benda?"
"Tepatnya ... sebuah kujang."
"Kujang?" tanya heran Nagagini dengan kening berkerut. "Setahuku, senjata kujang hanya dimiliki para petinggi dari Tanah Pajajaran nun jauh di ujung barat Pulau Jawadwipa."
"Tepat! Perkataanmu sama persis dengan ucapan Ki Gegap Gempita ... "
"Oooo ... dari Kitab Pengelana rupanya."
"Kau kenal?"
"Bukan hanya kenal, tapi Ki Gegap Gempita dari Aliran Danau Utara masih terhitung pamanku ... tepatnya adik ipar dari ayahku."
"Oooo ... pantes ... "
"Boleh kulihat senjatamu, Kang?"
"Yang ini ... " sahut Jalu sambil menuding bawah perutnya. Tentu saja ia bermaksud bercanda.
Selebar muka sontak Nagagini merah matang.
Maklum aja, masih perawan ting-ting!
Jadi kalau disinggung dengan "kata-kata ajaib" seperti itu, mukanya sedikit-sedikit merah. Waktu diliat Jalu pas mandi saja malunya sudah kagak ketulungan, apalagi pas sesi penyelamatan diserang Ikan Gajah Putih yang pakai acara peluk-pelukan segala yang secara tidak sengaja menyentuh langsung dada kencangnya, makin membuat dirinya malu bukan main.
"Maksudku ... kujang yang Kakang ceritakan," katanya dengan sedikit menunduk malu. Pikirnya, "Duuuh ... mukaku pasti merah nih ... "
Jalu sedikit terperangah melihat rona merah semburat di wajah si gadis. Rona itu semakin menambah kecantikannya di antara bias cahaya obor. Sulit sekali mengungkapkan dengan kata-kata yang tepat untuk keadaan Nagagini saat ini.
Intinya ... benar-benar memukau!
Murid Dewa Pengemis segera mengusap telapak tangan satu sama lain sebanyak tiga kali.
Settt! Pada usapan ketiga, seolah keluar dari alam gaib tahu-tahu di telapak tangan kanan pemuda sakti dari Goa Walet ini tergeletak benda berbentuk huruf "S".
Sebuah senjata berbentuk unik. Di bagian bawah melengkung sedikit bertolak belakang di bagian depan. Sedang dekat ujung yang tajam dan runcing terdapat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sembilan lubang kecil-kecil. Panjang dari ujung hingga hulu tidak lebih dari sejengkal. Sedangkan gagang senjata unik ini hanya setengah jengkal saja.
"Ini pasti merupakan benda pusaka yang jarang tandingannya," kata Nagagini sambil mengambil benda di tangan Jalu. Diamati dan ditimang-timang sebentar, lalu dikembalikan ke telapak tangan kanan Jalu Samudra. "Berat dugaanku, benda ini seperti sejenis kujang yang ada di Tanah Pajajaran."
"Menurut Ki Gegap Gempita juga begitu," kata Jalu sambil mengusap-usap dua telapak tangan yang didalamnya terdapat kujang dan dalam usapan ketiga, benda itu lenyap.
"Hihihi, kau ini seperti tukang sihir saja," gurau Nagagini sambil tertawa merdu.
"Kapan-kapan aku juga mau belajar ilmu seperti itu."
"Boleh," sahut Jalu Samudra, lalu sambungnya, " ... tapi ngomong-ngomong
..." "Apa?"
"Sudah saatnya kau mandi," kata Jalu Samudra sambil mendorong Nagagini dengan tiba-tiba.
Byurrr ... ! Tak pelak lagi, Nagagini langsung terjatuh ke air dengan sukses!
"Dasar brengsek!" seru Nagagini saat muncul ke permukaan air. Tangannya bergerak pelan memercikkan air. Namun karena Jalu Samudra sudah menghindar menjauh sambil tertawa terbahak-bahak.
"Dari tadi aku mencium bau kecut, rupanya kaulah sumbernya."
"Ahhh ... bodo!" gerutu Nagagini, setelah beberapa saat merasakan kesegaran air, murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal keluar dari air. Baju yang basah mencetak denagn sempurna segala sesuatu yang ada di tubuh Nagagini.
Katanya gusar, "Liat nih ... bajuku jadi basah kuyup begini. Mana ga ada ganti lagi?"
"Gampang-lah. Lepas aja bajunya. "Kan beres!?" timpal Jalu.
"Huh, lepas baju!" Enakan Kakang Jalu dong!"
"Kalau ga di lepas, ga cepat kering," sahut Jalu kembali.
"Kalau cuma keringin baju, ahh ... kecil!" katanya sambil menjentikkan jari.
Segera saja Nagagini pasang kuda-kuda kokoh dengan dua tangan terkepal di samping. Disertai tarikan napas lembut, dua tangan di dorong ke depan secara perlahan.
Woshhh ... ! Pelan tapi pasti, keluar asap tipis berhawa panas dari tubuh si gadis. Gerakan tangan dan tarikan napas dilakukan terus-menerus hingga gumpalan uap semakin lama semakin banyak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Cerdik juga dia! Pakai tenaga dalam sejenis inti api untuk mengeringkan baju," kata hati Jalu Samudra melihat olah jurus yang dilakukan Nagagini. Dan setelah sepenanakan nasi, barulah ia menghentikan olah jurus dan napas.
"Gimana" Kering, bukan?" katanya sambil merentangkan tangan, lalu memutar-mutar tubuhnya.
Tanpa terasa, malam pun menjelang tiba.
Benar seperti apa yang dikatakan si Pemanah Gadis, jika malam hari, angin laut terasa dingin menusuk tulang. Yang jelas, angin berhembus keras sekali malam itu. Dinginnya terasa sekali menusuk tulang dan sumsum. Belum lagi dengan bunga-bunga es beterbangan seperti pasir putih di sekitar gubuk aneh tempat mereka berdua bermalam. Jalu sengaja membiarkan Nagagini bertahan dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Ia berniat melihat seberapa jauh Nagagini sanggup bertahan dalam situasi seperti itu.
Kadang-kadang, ia merasa Nagagini adalah seorang lemah yang perlu dilindungi!
Apalagi, si gadis melihat suasana malam untuk pertama kalinya mengaku agak ngeri melihat cuaca malam ini. Di tengah laut --apalagi cuma berdua dengan seorang pemuda-- cuaca seperti ini memang menambah suasana semakin mencekam. Suara angin seperti raungan raksasa yang sedang marah.
Gelap-gulita di sekeliling gubuk, tak terdengar suara apa-apa selain badai angin yang mengamuk!
Beruntung jalu sudah memberi pemberat di tiap sudut gubuk hingga tidak begitu terguncang-guncang terkena tiupan angin.
Jalu mendengar gigi Nagagini bergemeletuk menahan dingin.
Tidak tega, Jalu mendekati sang gadis, dan memeluknya dengan hangat.
Nagagini sendiri pada mulanya merasa bagai dimasukkan ke dalam air beku, namun begitu pemuda yang kemana-mana selalu mengetukkan tongkat hitamnya ini memeluk tubuh menggigilnya, terasa kehangatan menjalari tubuh hingga dalam dua helaan napas saja, rasa membeku hilang seketika.
Bagaimana pun, perkara hangat-menghangati, Jalu Samudra adalah pakarnya!
Dengan mengerahkan sedikit saja dari Ilmu "Tenaga Sakti Kilat Matahari", sudah lebih dari cukup untuk menahan hawa dingin akibat amukan badai angin dan terpaan bunga-bunga es. Baginya, hawa dingin di laut tidak seberapa dingin jika di banding dengan hawa dingin kalau Kumala Rani mengalami penyempurnaan Ilmu "Tenaga Sakti Kabut Rembulan" yang sanggup memaksanya mengerahkan Ilmu "Tenaga Sakti Kilat Matahari" hingga beberapa tingkat.
Kemudian, jalu membimbing nagagini ke kasur empuk dari kapas yang diletakkan menyudut dan terhalang oleh papan tebal. Tahulah sekarang nagagini fungsi dari papan yang dibuat memanjang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Untuk menahan angin rupanya.
Desah nafas Nagagini dekat sekali di pipi Jalu. Harum mulut gadis itu juga sampai samar-samar di hidung Jalu. Entah sengaja atau tidak, bibir Nagagini yang agak basah itu sesekali menyentuh pipi Jalu.
"Takut?" bisik Jalu di telinga Nagagini.
Jalu merasakan gadis itu mengangguk. Juga merasakan nafasnya agak cepat.
"Walah ... jangan-jangan dia ... " pikir Jalu.
"Cium aku, Kang ... " gadis itu berbisik, hampir tak terdengar.
Jalu tersenyum dalam keremangan.
"Ada-ada saja permintaan Nagagini. Tetapi ... mengapa tidak?" pikirnya.
"Mungkin perlu juga berciuman di tengah badai di tengah laut."
Perlahan Jalu menyentuh bibir Nagagini dengan bibirnya. Nafas gadis itu menyerbu mukanya, terasa semakin panas. Lalu, bibir gadis itu terbuka sedikit.
Jalu mengecupnya ringan, membiarkan masih ada jarak di antara kedua mulut mereka.
Nagagini terdengar mendesah.
Gelisah. Terasa gadis itu menggeser tubuh sintalnya semakin rapat ke tubuh Jalu. Di bandingkan Kumala Rani yang secantik bidadari atau Beda Kumala yang sedikit liar, Nagagini pastilah kalah (kalah pengalaman maksudnya ... ), meski dadanya sama-sama padat membusung. Walau begitu, jantung Jalu bergetar juga merasakan lengannya menekan dada Nagagini yang turun naik dengan cepat.
Nagagini kini merangkul leher Jalu --dan seperti tak sabar-- ia menarik pemuda itu sehingga bisa sepenuhnya berciuman. Jalu membiarkan gadis itu mengulum bibirnya dengan desah yang semakin gelisah.
Diam-diam Jalu khawatir juga, kemana arah percumbuan ini"
Lidah keduanya secara otomatis saling memagut, seperti dua ekor ular yang sedang bercengkrama. Jalu sebenarnya hanya ingin berciuman di bibir, tetapi tampaknya Nagagini ingin lebih dari itu. Dengan mau-tak-mau, Jalu menggunakan jurus "Lilitan Lidah Ular" untuk mengimbangi gaya silat lidah Nagagini yang menurutnya masih amatir. Dengan jurus ini pula, Nagagini merasakan sebentuk kenikmatan yang semakin membuatnya merem-melek.
Sesaat kemudian, satu kakinya sudah naik, menumpang di paha Jalu.
Tangannya semakin kuat merengkuh leher si pemuda. Nafasnya juga sudah semakin memburu.
Lalu, entah bagaimana mulanya, tangan Jalu telah menelusup ke balik baju biru laut yang membungkus tubuh Nagagini. Kini telapak tangan pemuda itu mengusap-usap benda kenyal di dada Nagagini yang memang sudah terbebas dari halangan apa pun karena memang si gadis tidak memakai apa-apa di balik bajunya. Gadis itu mengerang pelan, mulutnya semakin bersemangat menciumi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jalu. Nafasnya kini tersengal-sengal, dan badannya gelisah bergerak kesana-kemari.
Jalu membalas pagutan Nagagini. Dihisapnya kedua bibir gadis yang punya lesung pipit itu yang awalnya tidak ia ketahui karena ia memakai bedak tebal waktu ia menyamar sebagai Trihasta Prasaja. Dikulumnya lidah gadis itu yang sejak tadi menerobos masuk ke mulutnya. Kadang-kadang digigit perlahan salah satu bibir Nagagini, membuat gadis itu mengerang manja.
Nagagini merasakan tubuhnya dibungkus kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan, hingga tanpa sadar kedua pahanya menjepit erat salah satu paha Jalu. Karena di bagian bawah tubuhnya tidak mengenakan apa-apa, gerbang istana kenikmatan Nagagini mulai melembab terasa sekali di celana hitam si Pemanah Gadis. Cairan hangat terasa mengalir perlahan dari dalam pinggulnya.
Selangkangannya terasa dipenuhi geli-gatal yang menggelisahkan. Dengan gerakan tak karuan, Nagagini menggosok-gosokan bagian depan gerbang istana kenikmatan ke paha Jalu.
"Oh ... seandainya saja Kakang Jalu ini mau memasukkan tangannya ke sana!" jerit Nagagini dalam hati.
Tetapi rupanya Jalu cepat sadar. Tiba-tiba teringat olehnya, bahwa melihat tingkah-polah gadis itu yang sedikit kasar, bisa dipastikan Nagagini benar-benar masih "utuh"!
Maka cepat-cepat ia menghentikan usapan tangannya di dada Nagagini, lalu menjauhkan mukanya dari muka gadis itu. Namun rupanya Nagagini sedang berpacu menuju titik puncak asmara pertamanya. Tubuh gadis itu sedang meregang ketika Jalu melepaskan ciumannya. Kedua pahanya erat mencengkeram paha Jalu, membuat pemuda itu meringis karena merasa agak pegal. Lalu, terdengar Nagagini mengerang pelan dan panjang.
"Ooooh ... ! Aaaaaaggh ... !"
Dan kedua kakinya kaku mengejang, menyusul guncangan di seluruh tubuh.
"Kakang Jalu ... jangan berhenti ... cium aku ... " gadis itu mengerang di tengah guncangan tubuhnya.
Nagagini tampak menikmati momen itu.
Beberapa saat kemudian, Nagagini tersadar dari puncak kenikmatan asmaranya.
"Waaa, kok basah!?" jerit Nagagini saat ia merasakan sesuatu.
"Lhah, emang mau kekeringan?" canda Jalu sekenanya.
Gemas, Nagagini mencubiti pinggang si pemuda, yang hanya bisa mengaduh.
Si pemuda hanya pasrah diserang demikian rupa.
Maklum, sakit-sakit nikmat!
"Nagagini, udahan belum?"
"Udahan apa?" Nagagini sedikit terkejut. "Cubitnya!?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mau diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi?"
Nagagini bisa merasakan desiran darah di wajahnya.


Si Pemanah Gadis Karya Gilang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ke tempat tingkat yang lebih tinggi"
Jauh di lubuk hatinya, ia merasa jengah. Membayangkan dirinya, seorang gadis, yang notabene masih benar-benar gadis, main peluk-cium dengan seorang laki-laki yang memang ia kagumi sejak awal meski belum kenal begitu lama. Tapi dalam benaknya mendorong untuk menerima tawaran itu.
Kapan lagi waktu yang lebih baik untuk mengenal seorang lelaki selain di rumah dan di ranjang"
"Nggak mau" Ya udah ... " Jalu berkata selembut mungkin, pura-pura menekan nada kecewa dalam suaranya.
Wah ... buaya darat juga dia!
--o0o" BAGIAN 24 Nagagini terdiam beberapa saat, memikirkan apakah menerima ajakan Jalu dengan segala macam resiko atau menolak tapi kehilangan kesempatan menuntaskan hasrat jiwanya yang sudah menginginkan tindakan lanjutan yang entah bagaimana ia tidak tahu.
"Duh, umpan terbaikku ditolak mentah-mentah," batin Jalu Samudra gundah.
Resiko perjuangan, meen!!
Tetapi ... "Boleh ... " pada akhirnya Nagagini berteriak menyaingi deru angin di sekitar mereka.
"Eh" Oke ... " balas Jalu juga berteriak, " ... horeee!" sambungnya norak dalam hati.
"Tapi sebelumnya, aku minta tolong boleh?" ucap Nagagini.
Dengan posisi berpelukan seperti sebelumnya, Jalu menunduk, mencium pipi Nagagini sekilas.
"Hmmm ... apa"an?" Jalu menatap kepada gadis itu dengan raut serius.
Memang hanya dalam situasi romantis seperti itu, seluruh kesadaran si pemuda terkumpul. Tak ada ulah konyol, kekanakan, atau pun melamun kotor sendirian sambil tertawa-tawa.
"Ceritain dong, soal diri Kakang, yang nggak ketahui orang-orang diluar sana?" Nagagini menatapnya penuh harap.
Jalu tertunduk.
"Gadis ini cerdas," batinnya. "Lebih dari gadis-gadis lain yang kukenal."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Menghirup napas dalam-dalam, Jalu membalas, "Boleh. Tapi aku pengen cerita sambil tetep meluk kamu."
Nagagini seketika tersenyum sambil memeluk erat si pemuda.
"Begini?" tanya gadis itu manja.
Jalu tersenyum lembut seraya mengangguk. Lengannya balas mendekap Nagagini.
"Aku nggak bisa cerita semua, kecuali ... "
"Apa lagi, Kakang?" Nagagini menunggu was-was.
"Ah tidak, nanti saja. Mau cerita yang mana dulu?" Jalu melemparkan umpan pamungkasnya.
Menggigit ujung bibirnya, sedikit kecewa, gadis itu berkata, "Apa saja yang mau Kakang Jalu ceritakan."
Si Pemuda tersenyum. Toh nanti akan datang waktunya.
Lalu segala cerita mengenai dirinya, dan sejarahnya di masa lalu, mengalir dengan runtut. Nyaris semua. Gadis itu mendengarkan semuanya dengan seksama. Sesekali tertawa kecil, mengangguk serius, juga ikut tercenung, berempati pada kisah hidup pemuda itu. Hampir tiga jam, Jalu berkicau sendiri.
Hebat, bisa saingan ama beo, nih!"
Nagagini menikmati saat-saat ini, dengan segenap rasa. Misteri yang sempat dipikirkannya, tersingkap satu demi satu. Tentang istri Jalu yang bernama Kumala Rani, tentang gadis-gadis yang pernah bercinta dengannya, tentang gurunya yang bergelar Dewa Pengemis dan Dewi Binal Bertangan Naga pun tak luput.
Kecuali satu hal terakhir, yang memang sengaja disembunyikan untuk hal-hal penting!
"Kakang Jalu, mau nanya lagi ... boleh?" ucap Nagagini, ketika Jalu sudah menyelesaikan novel hidupnya.
Jalu mengangkat sebelah alisnya.
Menunggu. "Kenapa tadi Kakang menghentikan ... ciuman Kakang?" ada kegusaran dalam nada si gadis. "Padahal saat itu aku sedang berada dalam titik yang menentukan."
Jalu menggelengkan kepala pelan.
"Tanya aja yang lain, ya?"
Nagagini mengerutkan kening tak sabar.
"Kenapa?" kejar gadis itu lagi.
Sekali ini, Jalu terdiam. Ia membuang muka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nagagini semakin penasaran.
"Kang Jalu! Jawab! Ayo!" kata si gadis sambil jemari mungilnya mencengkeram lengan Jalu Smudra erat-erat.
Gadis itu tersengal, egonya terusik. Bola matanya berkaca-kaca, diayun emosi.
Si Pemanah Gadis menatapnya kembali.
"Hei, hei ... bukan itu masalahnya," tukasnya sabar. Diusapnya perlahan rambut panjang gadis itu.
"Terus" Apa"!" Nagagini menatap penuh tantangan. Berapi-api.
"Akhirnya, seperti yang sudah kuduga," batin Jalu dalam hati.
Tanpa pikir panjang, Jalu menjawab, "Karena itu ... pasti yang pertama buatmu."
Sedetik setelah mengucapkannya, Jalu sadar, tak ada kata mundur setelah ini!
"Kakang ... " desis lirih Nagagini sambil mengangsurkan wajahnya.
Si Pemanah Gadis yang berpengalaman segera paham, bahwa Nagagini telah pasrah. Dengan lembut, ia kembali mengulum bibir merah merekah gadis murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal dengan penuh perasaan. Mempermainkan lidah di dalam rongga mulut Nagagini dengan liar, lalu keluar ke dagu, leher, dan belakang telinga gadis itu.
Kembali ... Nagagini mengerang tertahan.
Ada rasa geli yang mengalirkan listrik ke seluruh syaraf di tubuhnya. Ia menggigit bibir, menahankan desiran dalam aliran darah di sekitar kuduk yang meremangkan bulu-bulu halus di sana, berbarengan dengan jurus "Tarian Lidah Kekasih" Jalu di bagian belakang lehernya. Jurus ini adalah jurus pembangkit paling dahsyat untuk daya asmara yang lebih tinggi. Kali ini, si Pemanah Gadis menggunakan jurus-jurus bercinta yang berada pada taraf awal 30 Jurus
"Asmara Pemanah Gadis". Dengan jurus ini pula, Jalu berusaha untuk membuat Nagagini serileks dan senyaman mungkin dalam olah asmara.
Karena ia tahu, Nagagini belum pernah tersentuh laki-laki selain dirinya!
Sementara dengan Nagagini sendiri, ini adalah pengalaman pertama baginya.
"Oooohhh ... apakah begini rasanya dipeluk dan dicium laki-laki?" keluhnya dalam hati, " ... cara Kakang Jalu memperlakukan diriku begitu lembut dan penuh perasaan. Ada rasa getar-getar aneh-nikmat yang menelusuri seluruh aliran darahku."
Kembali Nagagini tenggelam dalam desah napas kenikmatan.
Jalu berbisik lirih di samping telinga gadis itu, "Bajunya ... "
Tanpa membuka mata, gadis itu menarik lepas kancing-kancing baju biru laut yang dikenakannya dalam satu tarikan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tarik begitu saja.
Srett! Lalu melepas baju dengan cekatan.
Jalu menatap sepasang bukit kembar yang kini terbuka lepas, lalu dengan pelan ia menggeserkan hidungnya bergantian pada sepasang buah dada yang tertata dengan sempurna.
Menghembuskan nafasnya yang hangat.
"Ahhh .... Ka ... kang ... "
Nagagini semakin tak tahan. Di dekapnya erat kepala si pemuda, lalu menekannya kuat-kuat dalam pelukannya. Sesaat kemudian, ia menggelinjang berkepanjangan disertai desahan tertahan.
"Aaa ... uughhh ... hmmph ... "
Jalu paham artinya. Dikecupnya ujung-ujung gumpalan padat menantang serta menjilatinya dengan penuh hasrat.
Tangan Nagagini yang bebas, bergerak menarik celana yang dikenakan Jalu ke bawah. Namun, baru saja celana turun sedikit, tiba-tiba saja ...
"Aaaaa ... " kali ini bukan jeritan nikmat, tapi lebih ke arah kaget mendekati aroma ketakutan.
"Apa ada?" tanya Jalu tak kalah kagetnya.
Wajah Nagagini pucat-pasi seperti tidak pernah dialiri darah, dengan tatapan matanya melotot lebar-lebar ke arah sebentuk benda panjang di bawah perut Jalu.
"Itu ... apa?" tanyanya dengan ngeri-ngeri pengin tahu.
Gimana ga ngeri, meski baru keliatan kepalanya doang, udah jumbo begitu!"
Nagagini sendiri pernah secara tidak sengaja memergoki murid ayahnya kencing di sembarang tempat dan untuk pertama kalinya ia melihat "barang pribadi" milik laki-laki. Waktu itu menjelang dini hari, seorang murid penjaga yang sudah tidak tahan langsung buka celana dan kencing begitu saja di bawah pohon. Tak tahunya di bagian depan pohon, anak gadis sang guru justru sedang asyik menikmati udara dini hari.
Mungkin karena sudah menuh-menuhin tempat dalam perut atau malah bermimpi memeluk bidadari, pilar tunggal si murid terlihat menegang kencang dengan bentuk kecil-mungil sehingga waktu buang air seni terlihat seperti pancuran air dengan suara gemericik yang khas.
Saat itulah, Nagagini langsung melotot melihat benda antik murid ayahnya.
Beruntung ia segera mendekap mulut menahan jerit.
Kalau tidak ... mau diletakkan dimana mukanya!"
Ntar di tuduh ngintip, lagi!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itulah, dalam otak Nagagini terbersit bagaimana bentuk pilar tunggal penyangga langit seorang laki-laki. Namun saat melihat wujud benda antik milik Jalu Samudra meski cuma ujung, sontak ia kaget bukan kepalang karena bentuk dan ukurannya jauh beda dengan murid sang ayah dahulu.
Sontak, gambaran kecil-mungil langsung lenyap bagai disapu setan!
Jalu yang menyadari arah pandang Nagagini, justru tertawa lirih sambil berkata, "Tidak apa-apa."
Lalu dengan tarikan pelan, celana hitamnya turun ke bawah.
Tuiiing ... ! Sebentuk benda tumpul bulat panjang terlihat berdiri gagah. Segagah orangnya!
Bentuk dan ukuran pilar tunggal penyangga langit milik Jalu Samudra yang super jumbo semakin membuat Nagagini ketakutan. Bahkan secara tidak sadar, ia menggeser tubuh polosnya ke belakang.
"Itu ... itu ... itu ... "
Hanya kata "itu" saja yang terdengar dari bibir indah si gadis.
Jalu segera bergerak cepat.
Sett! Sebentar saja, keduanya saling kini tindih, di atas kasur empuk dan hangat.
Sementara, badai angin di luar sana belum juga reda. Deru angin yang kini diikuti hujan di luar, semakin menggila meski tidak sanggup menggoyahkan gubuk ajaib di tengah laut itu.
Meski begitu, tetap kalah dahsyat dengan badai dalam dada masing-masing dari mereka.
Jalu menatap mata gadis yang terlentang di bawahnya.
"Masih ingin yang lebih?"
Terlihat keraguan di mata si gadis.
"Sakit?"
"Tentu saja," kata Jalu Samudra dengan mata menatap lurus ke bola mata Nagagini. Sambungnya, " ... tapi tidak lama."
Kembali Nagagini tercenung.
Dengan lembut Jalu mencium bibir merah merekah yang semula terkancing.
Hanya sebentar saja, Nagagini sudah bergelora kembali.
"Aku ingin ... lebih lagi," satu bisikan, pernyataan sebuah keinginan.
"Yakin?"
Gadis itu mengangguk yakin. Lalu pejamkan mata.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Selama Kakang Jalu tidak meninggalkan aku, aku rela ... " katanya dengan terpejam.
"Meski aku sudah punya istri dan beberapa gadis?"
"Aku cuma ingin ... menjadi bagian seperti mereka."
Jalu mengangguk pelan.
Bibirnya tersungging senyum tipis.
Ia kembali menelusuri tubuh si gadis dengan bibirnya, lalu tangan yang satu lagi mulai bergerilya menyusuri paha kenyal, sedikit meremas-remas merasakan lembut dan halusnya daerah itu. Terus bergerak lambat-lambat hingga pada akhirnya sang tangan menemukan gundukan lunak dekat pintu gerbang kenikmatan dengan belahan tepat ditengah-tengahnya.
Kembali, tangan si Pemanah Gadis meremas-gemas disana.
"Apa ... yang kakang ... oughh .. lakukan ... " tanya Nagagini dengan dengus napas memburu karena merasakan nikmat di bawah sana.
"Sedang ... mancing."
"Mancing?"
"Mancing .. alias mainin alat kencing ... " bisik Jalu.
Pada tahap ini, Jalu Samudra tetap menggunakan jurus-jurus dasar bercinta yang ada dalam Kitab Dewa-Dewi. Karena ia tahu, apa sebabnya harus berbuat begitu.
Nagagini memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit bibir bawahnya.
Tangan kekar itu terus menyusuri belahan tersebut dari luar, naik-turun dengan perlahan.
"Hsss ... oooh!"
Tanpa sadar, erangan halus pun keluar dari bibir murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal sambil semakin melebarkan pahanya, seakan mempersilahkan tangan si pemuda bermata putih untuk menjelajahi daerah itu sepuasnya. Dan disana, Jalu melakukan jurus "Menjentikkan Jari Mengulur Nadi" di bagian depan pintu gerbang kenikmatan si gadis. Yang kemudian membuat Nagagini semakin melonjak-lonjak dan merintih tak karuan.
Penuh kenikmatan!
"Ahhh ... Ahhh ... " hanya suara erangan yang muncul dari bibirnya. Perlahan namun pasti, terasa cairan lembab yang menguarkan aroma khas seorang gadis perawan.
Pada akhirnya ...
Tangan itu merayap pelan mencari wilayah yang berada tepat di tengah pintu gerbang kenikmatan milik Nagagini. Dan ketika menemukannya, jari-jari tangan si pemuda mula-mula mengusap-usap permukaannya, terus mengusap dan ketika sudah terasa membasahi jari tangan, menyusuri belahan pada gerbang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kenikmatan itu. Susuran jari lembut di sepanjang belahan gerbang istana kenikmatan itu perlahan semakin dalam dan dalam, hingga akhirnya bergerak masuk setengah jari, sedikit menusuk ke dalam.
Masih teramat sempit memang, bahkan jari telunjuk murid Dewa Pengemis hampir-hampir tidak bisa masuk. Namun dengan perlahan, sedikit demi sedikit, jari itu pun sedikit menembus gerbang istana kenikmatan yang masih perawan itu, merayap masuk untuk kemudian menyentuh dinding-dinding dalam liang meski hanya sedalam kuku jari telunjuk, terutama sekali pada sebentuk benda kecil sebesar kacang tanah.
Itulah tempat titik puncak milik Nagagini!
"Ahhh ... Ahhh ... Hmmph ... "
Nagagini semakin liar gerakannya saat merasakan sebuah sensasi yang luar biasa. Sesaat kemudian, untuk ketiga kalinya, ia mengejang-kencang bagai gerak kuda liar.
Titik puncak asmara kembali tercapai!
Jeritan tertahan terlontar untuk yang kesekian kali dan akhirnya ... tergeletak lemas.
Entah sejak kapan, posisi Jalu sudah dalam siaga tempur.
Posisi khas lelaki penakluk!
"Tidak bisa langsung terjang begitu saja," pikir Jalu sambil memandang wajah merona Nagagini. Terlihat di mata Jalu, si gadis sedang mengatur napasnya yang memburu cepat-lambat sehingga sepasang bukit kembarnya yang sudah keras-mengencang terlihat turun-naik.
Posisi Jalu yang berada di atas dan Nagagini di bawah memang sengaja dipilih si Pemanah Gadis, karena dengan posisi jurus yang bernama "Lebah Jantan Memetik Sari Kembang" memang tepat dilakukan saat itu. Jurus ini memposisikan Nagagini telentang di bawah sementara Jalu Samudra menopang pada kedua sikut dan lutut.
"Setelah dalam serangan awal, aku harus membantu si cantik ini mengubah posisi kaki supaya bisa tertarik sampai lutut dan mendekati telinga atau setidaknya melingkari pinggangku," kata hati Jalu Samudra membuat rencana,
"Jika tidak, dia tidak akan mendapatkan titik asmara yang sama dengan titik asmara awal. Hemmm ... aku harus mengajarinya dari awal."
Jalu mencium lembut bibir murid Ratu Cambuk Api Lengan Tunggal.
Nagagini yang telah menyerahkan jiwa raganya dengan mata terpejam dan bulu mata lentik seketika berkerejap.
Jalu sendiri merasakan betapa harum sergapan nafasnya yang hangat menerpa wajah, bagai memberikan siraman air yang mampu menghapus kemarau terpanjang sekali pun. Betapa lembut-basah bibir ranum dan merekah menampakkan keindahan mulut yang selalu bisa menghasilkan kata-kata berbunga-bermanik-beruntai itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ah, jika begini, rasanya dunia jadi milik mereka berdua!
Yang lainnya ... ngontrak!
--o0o" BAGIAN 25 Nagagini merengkuh leher murid ganteng Dewa Pengemis, memiringkan sedikit kepalanya agar pemuda pujaannya bisa leluasa melumat bibir seksinya.
Ia ingin menikmati ciuman pemuda yang bisa memberikannya rasa aman-nyaman, menghilangkan segala keraguan dan kekuatiran. Rasanya cuma Jalu Samudra yang bisa mencium begitu penuh perasaan dan lumatan bibirnya bukan cuma curahan birahi.
Ada kehangatan kasih di sana, di antara gairahnya mengulum bibir.
Ada semburat cinta di sana, di antara gigitan-gigitannya yang nakal.
Ada penegasan pula di sana, di antara keliaran permainan lidah yang mempesona!
Maka itu Nagagini mengerang manja, mempererat pelukannya, merapatkan tubuhnya ke tubuh kokoh pemuda pujaannya.
"Aduh!" tiba-tiba Nagagini mengeluh lirih, dan Jalu Samudra tersentak kaget, terburu-buru melepaskan ciumannya.
"Ada apa?" sergah Jalu Samudra penuh kekuatiran sambil merenggangkan jarak di antara mereka.
"Bagian bawah ... " desis Nagagini dengan muka merah padam.
"Kenapa?" tanya Jalu Samudra, bahkan ia hendak melihat ke bawah.
Tapi dua tangan Nagagini semakin erat memeluknya sambil berbisik lirih," ...
tadi sedikit kena sodok ... "
"Sakit?"
"Tidak! Cuma ... sedikit aneh dan ngilu-ngilu nikmat," desis Nagagini sambil kian merapatkan diri ke tubuh Jalu. "Ta ... "
Belum lagi ia melanjutkan kata-katanya, si cantik ini menjerit kembali.
"Kakang ... !" jerit Nagagini seperti orang yang kaget melihat rumahnya kebakaran, tetapi selanjutnya gadis itu diam saja, bahkan membiarkan Jalu Samudra menggesek-gesekkan pilar tunggal penyangga langitnya ke depan pintu gerbang istana kenikmatan.
"Ohhh ... !" Nagagini mengerang keras, campuran antara kaget-senang, ketika salah satu ujung-ujung bukit kembarnya tahu-tahu sudah terasa hangat dikulum mulut si pemuda bermata putih.
Si Pemanah Gadis memainkan lidah di bagian paling ujung dari sepasang bukit kembar yang tegak-kenyal-padat menggairahkan itu. Setiap gerakan lidah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat Nagagini menggelinjang gelisah. Tangan gadis itu mencengkeram rambut si pemuda pujaan itu. Tidak ada penolakan dari tangan itu, melainkan sebaliknya ada ajakan untuk lebih bergairah lagi.
"Mmmmh ... " Nagagini mendesah, memiringkan tubuh bagian atasnya agar Jalu bisa lebih leluasa memainkan mulutnya di seluruh permukaan bukit kenyal.
Serbuan kenikmatan segera menyebar di seluruh tubuh. Kali ini kenikmatan itu bahkan terasa lebih indah dari sebelumnya. Dari rasa takut yang sangat dalam, kini muncul rasa nikmat yang tak kalah dalamnya, menelusup ke sela-sela setiap bagian paling rahasia di tubuhnya.
Inilah sebentuk kekontrasan yang menakjubkan.
Ibaratnya ... bagai api dan es!
Kekontrasan yang memberikan nuansa lebih tegas pada setiap noktah kenikmatan di tubuh Nagagini. Kekontrasan yang menyediakan ruang-relung kontemplasi untuk lebih menghargai setiap getar birahi. Tidak cuma bertemunya dua permukaan kulit.
Tepatnya ... pertemuan dua hati!
Sementara itu, di bawah sana, tepat dimana pilar tunggal penyangga langit Jalu Samudra berhasil sedikit menguak pintu gerbang istana kenikmatan Nagagini. Pemuda sakti pewaris tunggal Kitab Dewa-Dewi mengerahkan jurus
"Perjaka Murni" dimana jurus ini mampu menghantarkan sebentuk hawa keperkasaan yang sanggup membuat gadis atau wanita yang bersatu raga dengannya mengalami lonjakan titik puncak asmara dengan cepat namun tetap mengesankan. Pada dasarnya hawa ini hanya sebuah saluran tenaga lembut yang berasal dari tekanan udara yang diolah dalam perut, seperti orang mengolah hawa sakti. Untuk memancarkan hawa keperkasaan membutuhkan pengaturan tenaga yang tepat, tidak lebih dan tidak kurang.
Yang jelas, Jalu adalah pakarnya dalam menggunakan jurus "Perjaka Murni"!
Akibat utama dari hawa keperkasaan tentu saja adanya rasa nyaman yang menjalari seluruh tubuh. Yang pasti, dalam tiga-empat helaan napas, raga sang pasangan seketika bagai dilambungkan di antara gumpalan awan-awan di langit.
Srassh ... ! Sebentuk hawa aneh segera menerobos masuk.
Sontak Nagagini berjengkit kaget!
"Apa ini?" pikir Nagagini dalam hati, "Kurasakan sebuah hawa aneh menyelusup masuk lewat pintu bawah ... oohh ... kenapa ... kenapa tubuhku menjadi terasa ringan, terasa nyaman dan ... rasanya ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana ... "
Dan ... "Aahhhh ... !"
Terdengar erangan keras dari mulut Nagagini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lebih keras dari sebelumnya!
Tanpa dapat dicegah, tubuhnya menggelinjang-nikmat dengan liar.
Jalu sendiri sampai kewalahan menghadapi keliaran Nagagini yang berada dalam titik puncak asmara. Akibatnya, bagian kepala pilar tunggalnya secara tidak sengaja terdorong masuk begitu saja akibat gelinjangan liar yang dilakukan Nagagini.
Dakk! Jalu Samudra merasakan membentur sesuatu.
Sebuah pintu penghalang!
Setelah beberapa saat kemudian, keadaan Nagagini sudah lumayan tenang, hanya sekarang ia mengkernyitkan alis.
"Kakang ... " bisiknya lirih.
"Hemmm ... "
"Kurasa ... ada ... ada yang mengganjal di bawah sana."
"Sakit?"
Kepala Nagagini menggeleng.
"Kalau begitu ... biarin aja,ya ?" pinta Jalu.
Kembali si pemuda menjelajahi seluruh bukit indah di dada si gadis, bagai seorang pengembara yang tersesat tetapi menyukai ketersesatan itu. Bagai seorang yang dahaga tetapi tak ingin melepas dahaga itu. Harum semerbak sepasang bukit putih membuat Jalu senang berlama-lama bermain di sana, sambil menyimak degup jantung sang gadis yang semakin lama semakin jelas terdengar. Berdentam-dentam seperti tabuhan genderang perang. Betapa asyik rasanya mendengar irama jantung kehidupan sambil memagut-magut bagian sensitif, membangkitkan gairah menjadi kobaran api. Terlebih-lebih lagi, betapa asyik rasanya memberikan begitu banyak kenikmatan kepada seseorang yang menyerahkan dirinya secara sukarela.
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 16 Legenda Kematian Karya Gu Long Pendekar Kelana 11
^