Pencarian

Badai Awan Angin 19

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 19


"Diakah yang kau maksudkan?" kata Kiauw Sek Kian pada orang she Jiauw.
"Ya, dan seorang budak puteri Yo Tay Ceng!" jawab orang she Jiauw.
Kiauw Sek Kiang tertawa terbahak-bahak. "Bagus jika mereka semua ada di sini, aku bisa menghemat tenaga!"
kata Kiauw Sek Kiang. "Ciauw Goan Hoa keluarlah kau!"
1323 Saat Siang Hoa maju, Kiat Bwee berada di belakang pemuda itu.
"Adik Ciauw, mundur saja. Biar ayahmu yang menghadapi mereka," bisik Kiat Bwee.
Siang Hoa berpkir lain, tak mungkin ayahnya mau mempedulikan dirinya. Maka dia genggam tangan Kiat Bwee.
"Enci Bwee, mari kita maju sekalipun kita harus mati bersama-sama!" kata Ciauw Siang Hoa.
Saat keduanya sudah siap akan maju, tiba-tiba ada bayangan melayang dan langsung berada di depan mereka berdua.
"Mundur! Biar aku yang menghadapi Kiauw To-cu!"
kata Ciauw Goan Hoa. Ciauw Siang Hoa girang, ternyata ayahnya masih peduli padanya. Maka itu dia genggam tangan Kiat Bwee.
"Kita turuti keinginan Ayahku!" bisik Ciauw Siang Hoa pada Kiat Bwee.
Bu Hian Kam danLiong Thian Hiang sudah langsung keluar. Mereka berdiri di samping Siang Hoa dan Kiat Bwee.
Sesudah memberi hormat Ciauw Goan Hoa berkata.
"Kiauw To-cu, apa salahku hingga kau datang minta pertanggung-jawabanku?" kata Ciauw Goan Hoa.
"Karena kau sudah hidup senang, kau lupa segalanya!"
kata Kiauw Sek Kiang. "Tolong kaujelaskan Kiauw To-cu!"
"Anakmu itu kau rebut dari Hoan Lo-sam, orang Hui-yangpang, betul tidak?" kata Kiauw Sek Kiang.
1324 "Kau benar," kata Goan Hoa. "Hui-yang-pang terlalu liar, sering melakukan penculikan terhadap anak-anak.
Ketika itu karena aku seorang pejabat, sudah tentu tidak tinggal diam. Sesudah kuselamatkan anak itu, ternyata tidak bisa kukembalikan pada keluarganya. Maka itu dia kuangkat menjadi anak angkatku!"
"Apa kau tak tahu dia anak keluarga Ciok, musuhku?"
"Tidak! Aku tidak tahu," jawab Ciauw Goan Hoa.
"Tapi baru tahu sekarang pun belum terlambat," kata Kiauw Sek Kiang.
"Apa maksudmu?"
Kiauw Sek Kiang tertawa. "Goan Hoa kau orang pandai, jangan berlagak bodoh segala! Mari kita bicara blak-blakan. Jika kau mau silakan kau bersikap netral dan serahkan bocah itu padaku! Sebab bagaimanapun dia toh bukan anakmu. Mengapa kau harus membelanya mati-matian" Sedang nona she Yo, anak sahabatku, dia akan kubawa juga! Hanya dua masalah itulah yang aku tuntut. Bagaimana kau setuju atau tidak?"
"Aku tidak setuju!" jawab Goan Hoa tegas.
Jawaban Ciauw Goan Hoa membuat Kiauw Sek Kiang kaget.
"Sudahkah kau pikirkan akibat dari ucapanmu itu?" kata Kiauw Sek Kiang. "Jika kau menolak berarti jiwamu dan keluargamu pun sulit untuk diselamatkan!"
"Memang dia bukan anak kandungku, tapi hubungan kami sudah dalam. Maka itu daripada ditertawakan orang Kang-ouw lebih baik kita mengadu jiwa!"
"Lalu bagaimana dengan nona Yo?" tanya Kiauw Sek Kiang.
1325 "Dia calon menantuku, berarti dia keluarga Ciauw juga!
Maka itu tidak mungkin kami serahkan dia padamu!" kata Ciauw Goan Hoa tegas.
Sebenarnya belum ada kesepakatan Siang Hoa dan Kiat Bwee akan dinikahkan, ucapan Goan Hoa tadi hanya alasan belaka untuk melindungi Kiat Bwee.
Saat itu kedua muda-mudi itu saling menggenggam tangan, karena ucapan itu mereka sedikit malu hingga wajahnya merah.
Diam-diam Ci Giok Phang dan nona Wan yang ada di balik bukit buatan itu jadi tersenyum.
"Tak kusangka, Paman Ciauw pun bisa mencontoh adik Eng terhadap diriku. Mudah-mudahan mereka seperti kami, main-main jadi sungguhan!" pikir Ci Giok Phang, Tiba-tiba terdengar Kiauw Sek Kiang tertawa.
"Kedua permintaanku semua kau tolak, bagaimana dengan masalah yang ketiga. Jika kau setuju baik mereka akan kutinggalkan!" kata Kiauw Sek Kiang.
"Katakan saja!" kata Goan Hoa yang agak ngeri terhadap orang she Kiauw ini.
"Aku dengar isteri keduamu orang she Kho, coba kau panggil dia untuk menemuiku, sebab aku mau bicara dengannya," kata Kiauw Sek Kiang.
"Hm! Apa maksudmu" Kau ingin menghinaku, bukan?"
kata Goan Hoa. "Bagaimana kau ini, anak dan menantumu tak kau serahkan padaku. Sekarang isteri keduamu pun tidak boleh bertemu denganku. Hm! Aku kira isterimu itu sudah tua dan tidak cantik, karena itu dia tidak boleh kutemui?"
"Jangan banyak bicara!" bentak Ciauw Goan Hoa.
1326 "Baik, terimalah seranganku!" kata Kiauw Sek Kiang.
Goan Hoa sudah tahu kelihayan Kiauw Sek kiang.
Begitu diserang, dia gunakan ilmu cakar naganya untuk menangkis serangan lawan. Ilmu ini lihay, jurus-jurusnya khusus untuk mencengkram dan menangkap tangan lawan.
"Kau memang hebat, tapi menghadapiku kau harus belajar lebih jauh," begitu Kiauw mengejek lawannya.
Kiauw Sek Kiang terus melancarkan serangan
berbahaya. Sesudah lewat beberapa puluh jurus, sekalipun Ciauw Goan Hoa sudah berusaha sekuat tenaga, dia tetap terdesak. Saat itu Goan Hoa sudah mulai mandi keringat.
"Ciauw Toa-ko, mari maju!" kata Kiat Bwee pada Siang Hoa.
Tapi sebelum keduanya maju ke tengah kalanga, terdengar suara pukulan keras. Goan Hoa terdorong mundur dua tiga langkah. Bersamaan dengan itu Kiauw Sek Kiang maju menyerang nona Yo dan Siang Hoa dengan gerakan bagaikan burung elang menyambar seekor kelinci saja.
Melihat serangan itu. Liong Thian Hiang dan Bu Hian Kam pun bergerak. Keduanya menyerang Kiauw Sek Kiang pada bagian dadanya.
"Hm! Bocah bau kencur, kalian padaku?" kata Kiauw Sek Kiang.
"Trang!" Pedang Bu Hian Kam tersentil oleh jari Kiauw Sek Kiang. Saat baju orang she Kiang dikibaskan, pedang nona Liong terlepas dari tangannya. Saat itu Siang Hoa dan nona Yo maju, Kiauw mengibaskan lengan baju hingga melibat 1327
pedang nona Liong, pedang itu menyambar ke arah kedua muda-mudi itu.
"Awas!" teriak pemuda she Ciauw.
Dia mengangkat goloknya untuk menangkis pedang yang meluncur bagaikan kilat itu.
Tapi tenaga Kiauw Sek Kiang lebih kuat, pada saat golok Siang Hoa beradu dengan pedang nona Liong, tangannya kesemutan. Pedang yang ditangkis Siang Hoa berubah ke arah Kiat Bwee. Untung Kiat Bwee segera merunduk hingga pedang lawan lewat di atas kepalanya.
"Jangan kau celakakan anakku!" bentak Ciauw Goan Hoa.
Dia serang pinggang Kiauw Sek Kiang dengan
cengkraman mautnya. Kiauw berhasil mengelak, tapi kedua tangannya dipakai menyerang lawan. Buru-buru Goan Hoa membatalkan serangannya.
Kiauw Sek Kiang tertawa. "Sekali pun kau undang Bu Yan Cun, aku tidak takut!"
kata Kiauw Sek Kiang. "Kalian hanya bocah-bocah ingusan!"
Kiauw Sek Kiang dengan sekali serang berhasil mengetahui asal-usul ilmu pedang Bu Hian Kam.
"To-cu, jangan buang tenaga. Biar aku yang menangkap bocah-bocah ini!" kata Ciong Bu Pa.
Sebagai tangan kanan Kiauw Sek Kiang, kepandaian Ciong Bu Pa tidak boleh dipandang enteng. Tenaganya sangat kuat, senjatanya yang berbentuk boneka tembaga beratnya mencapai 50 kati. Ketika golok Siang Hoa dan pedang Kiat Bwee bentrok, terdengar suara nyaring 1328
dibarengi dengan letikan lelatu api. Kedua muda-mudi itu kesakitan.
Liong Thian Hiang buru-buru menjemput pedang yang tadi terlepas dari tangannya. Tak lama Bu Hian Kam pun maju mengeroyok Ciong Bu Pa. Dengan demikian Ciong Bu Pa dikeroyok empat muda-mudi.
Sedangkan Ciauw Goan Hoa didesak oleh Kiauw Sek Kiang hingga seolah sulit bernapas. Saat keadaan demikian menegangkan tiba-tiba terdengar suara ketukan tongkat ke tanah. Tak lama isteri Goan Hoa Lauw-si muncul sambil memegang tongkat berkepala naga.
"Nona Liong, Bu Kong-cu silakan kalian mundur! Ini urusan keluarga Ciauw, kalian orang luar tidak perlu ikut campur urusan kami," kata Lauw-si.
Sambil berdiri tegak dan mengangkat tongkat berkepala naga, Lauw-si menunjuk dengan tongkatnya ke arah Kiauw Sek Kiang.
"Hm! Sungguh beraninya kau menghina keluarga Ciauw!" kata Lauw-si.
"Siapa kau" Isteri tua atau isteri muda Goan Hoa?" tanya Kiauw Sek Kiang.
"Tutup mulutmu, bangsat! Terimalah seranganku ini!"
kata Lauw-si dengan gusar.
Tongkat berkepala naga itu langsung menyambar ke kepala Kiauw Sek Kiang, tapi orang she Kiauw segera menyambut serangan itu tak kalah hebatnya. Namun, tangkisan Kiauw Sek Kiang tidak mampu menggempur tongkat lawan. Dia ulangi serangannya, kali ini dia berhasil membuat tongkat kepala naga itu miring ke samping.
1329 Kiauw Sek Kiang terperanjat, dia tahu kepandaian istri Goan Hoa tidak berada di bawah kepandaian suaminya.
Jika kedua suami-isteri itu maju bersama, dia pasti akan terdesak.
"To-cu, minggir! Serahkan nenek ini padaku!" kata Ciong Bu Pa.
Bu Pa maju menyerang Lauw-si, dengan demikian Kiauw Sek Kiang jadi tidak terdesak lagi. Tiba-tiba dia tertawa mengejek.
"Aku minta isteri mudamu yang maju, malah kau suruh isteri tuamu yang keluar!" kata Kiauw Sek Kiang.
Pertarungan antara Bu Pa dan Lauw-si kelihatan seimbang. Mereka saling serang dengan hebat. Empat anak buah Kiauw Sek Kiang tak tinggal diam, mereka pun ikut maju untuk bertempur.
"Bibi Ciauw, masalah sudah jadi begini! Aku tak tahan membiarkan mereka merajalela di sini!" kata Bu Hian Kam.
Tak lama anak muda itu bersama nona Liong maju membantu keluarga Ciauw bertarung melawan musuh.
Lauw-si yang berhadapan dengan Ciong Bu Pa pun kaget, ternyata Bu Pa tak boleh dipandang ringan. Maka itu melihat muda-mudi itu membantu, dia diam saja.
Menyaksikan pertarungan semakin hebat, Ci Giok Phang dan Wan Say Eng pun muncul.
"Harap kami tidak dianggap ikut campur urusan orang lain, penjahat-penjahat ini juga musuh Beng-shia-to!" teriak Wan Say Eng.
Menyaksikan bermunculannya orang-orang gagah, Kiauw Sek Kiang sedikit kaget. Tapi tak lama dia pun tertawa.
1330 "Jadi kalian belum mampus" Kali ini kalian tidak akan mendapat bantuan dari Beng-shia To-cu dan Hok-hong To-cu! Jangan salahkan aku karena kalian cari mati sendiri!"
kata Kiauw Sek Kiang. Orang she Jiauw dan Khu yang dulu jadi kusir, matanya terbelalak merah saat melihat nona Wan dan Ci Giok Phang muncul.
"To-cu serahkan kedua manusia busuk ini pada kami!"
kata orang she Jiauw. Wan Say Eng tertawa. "Kalian pandai berlari cepat, entah siapa yang menolong kalian?" kata nona Wan mengejek.
"Karena aku terluka, jangan kau kira aku takut padamu!"
kata orang she Jiauw. Dia putar sepasang gaetannya menyerang nona Wan.
Sedang orang she Khu dengan senjata cangklongnya maju menyerang Ci Giok Phang.
"Sekarang kau sehat, bagaimana jika kau kalah lagi olehku?" ejek nona Wan.
"Jangan melamun, tak mungkin aku kalah olehmu!" kata si orang she Jiauw.
"Baiklah, jika kau kalah kau harus berlutut di hadapanku, bagaimana?" kata nona Wan.
Orang she Jiauw ini dongkol bukan main. Dia berteriakteriak karena jengkelnya.
Dia tak sadar kalau saat itu dia terjebak oleh akal nona Wan. Sedangkan Nona Wan sadar kalau dia bukan tandingan orang she Jiauw, sengaja mengejek agar konsentrasi orang itu buyar.
1331 Karena dulu luka orang she Jiauw itu tidak parah, sekarang dia sudah sehat. Lukanya di bagian lutut terasa agak mengganggu juga. Nona Wan cerdas dan tahu kelemahan lawan, maka itu dia selalu mengarah ke lutut lawan.
Jika diukur kepandaian nona Wan bukan tandingan orang she Jiauw ini, tapi dalam gin-kang bisa dikatakan nona Wan sangat lihay, hingga dengan kecepatan serangan nona ini, orang she Jiauw itu akhirnya agak kewalahan juga. Lain lagi dengan Ci Giok Phang, di antara jago-jago muda yang sedang bertarung, dia bisa dikatakan yang tertinggi ilmu silatnya.
Maka tak heran jika Ci Giok Phang mampu
mengimbangi kepandaian orang she Khu itu. Cangklong orang she Khu sangat berbahaya, sebab bisa dipakai menotok jalan darah, maupun menyemburkan asap berbisa.
Di depan ketuanya orang she Khu tak ingin menggunakan asap berbisa. Itu sebabnya saat menghadapi Ci giok Phang yang lihay, serangan-serangannya bisa dipunahkan oleh pemuda she Ci itu. Tak heran sesudah bertarung cukup lama akhirnya dia terdesak.
Ketika itu Ciong Bu Pa sedang menghadapi Lauw-si, sedangkan Goan Hoa dalam keadaan terdesak, tidak mampu membalas serangan Kiauw Sek Kiang. Karena Ci Giok Phang dan Wan Say Eng menghadapi dua jago paling kuat, maka Bu Hian Kam, nona Liong, Kiat Bwee dan Ciauw Siang Hoa jadi lega dan mampu mengatasi lawanlawannya.
"Segera siapkan Liok-hap-tin, kepung semua tanpa kecuali!" teriak Kiauw Sek Kiang pada anak buahnya.
Sambil berkata dia desak Ciauw Goan Hoa hingga dia terdesak ke tengah kalangan. Lauw-si pun didesak oleh 1332
Ciong Bu Pa ke tengah kalangan. Tak lama Kiauw Sek Kiang berhasil memaksa lawan terkepung di tengah kalangan pertempuran.
Kerja-sama yang dijalin oleh barisan Liok-hap-tin cukup ampuh. Dengan demikian tenaga dan serangan mereka bertambah dua tiga kali lipat.Keluarga Ciauw yang terkepung tidak berdaya, hanya Ci Giok Phang sendiri yang masih bertahan.
"Serang dari kiri! Serang dari kanan!" begitu Wan Say Eng memberi komando pada kawan-kawannya.
Ci Giok Phang cerdas, dia segera mengerti apa maunya nona Wan. Maka itu dia serang orang she Khu seperti anjuran nona Wan. Mau tak mau orang she Khu ini harus mundur dari serangan Ci Giok Phang dan nona Wan.
Nyaris orang she Khu ini binasa jika Kiauw Sek Kiang tak keburu menolong dengan kibasan lengan bajunya. Bahkan kibasan ini membuat pedang Giok Phang dan nona Wan jadi salah sasaran. Karena orang she Khu ini memang bukan anggota Liok-hap-tin dia jadi kurang paham tin tersebut.
Nona Wan segera mengetahui kelemahan lawannya ini.
Ditambah lagi nona Wan pun pernah menyaksikan barisan itu saat di Beng-shia-to tempo hari. Dugaan nona Wan ternyata benar, serangan Giok Phang tadi berhasil membuyarkan barisan itu.
Keberhasilan ini tak berlangsung lama, karena Kiauw Sek Kiang segera mampu menutup kelemahannya itu.
"Hm! Aku ingin tahu berapa lama kalian bisa bertahan?"
kata Kiauw Sek Kiang. "Maju! Serang!"
Tak lama barisan itu sudah mulai mengepung lagi.
Makin lama kepungan itu semakin mengecil karena tak 1333
mampu menahan serangan barisan Kiauw Sek Kiang. Saat keadaan semakin kritis, terdengar dengusan seorang perempuan.
"Hm! Kiauw Sek Kiang, bukankah kedatanganmu untuk mencariku" Baik aku akan berurusan denganmu, keluarga Ciauw tidak ada sangkut pautnya!" kata Kho-sie.
"Kho Siauw Hong, sudah 20 tahun aku mencarimu.
Ternyata benar kau bersembunyi di rumah keluarga Ciauw!" kata Kiauw Sek Kiang. "Sungguh sayang, kau seumpama setangkai bunga yang tertanam di atas tahi kerbau. Martabatmu rendah, maka itu kau mau jadi gundik Ciauw Goan Hoa!"
"Jangan ngaco, hai manusia busuk!" kata Ciauw Goan Hoa.
Tanpa pikir panjang Goan Hoa maju menyerang Kiauw Sek Kiang.Tap dengan gesit Kiauw Sek Kiang
merangkapkan kedua telapak tangannya. Tangan Ciauw Goan Hoa terjepit di antara kedua tangan Kiauw Sek Kiang. Saat itu pun meluncur pedang Ci Giok Phang ke arah iga Kiauw Sek Kiang. Melihat ada serangan. Kiauw Sek Kiang membatalkan serangan pada Ciauw Goan Hoa.Ini sebuah gerakan untuk menyelamatkan diri dari Kiauw Sek Kiang. Tanganya yang sebelah lagi dia pakai untuk menyerang Ci Giok Phang. Tangan yang lain ia pakai mendorong tubuh Goan Hoa. hingga Goan Hoa terdorong mundur. Tiba-tiba tangannya bergerak ke belakang untuk menyentil pedang Ci Giok Phang yang meluncur deras.
Bantuan Ci Giok Phang membuat tangan Goan Hoa selamat dari jepitan lawan, walau Goan Hoa tetap terluka.
Maka itu dia berteriak pada Kho-si.
1334 "Siauw Hong, lekas pergi ke rumah keluarga Bu, kau harus minta bantuan pada mereka!" kata Ciauw Goan Hoa.
Dia sadar sekalipun bertambah bantuan, Ciauw tak yakin akan menang. Tapi Goan Hoa berharap Kho-si bisa mencari bantuan pada Bu Yang Cun.
Namun nasihat suaminya tak dihiraukannya. Malah Kho-si terus menerjang maju. Saat itu Kho-si berhasil masuk ke tengah kepungan, karena memang disengaja oleh Kiauw Sek Kiang agar Kho-si pun terjebak dalam kepungannya.
Dengan rambut tergerai Kho-si yang bersenjata golok tipis, menerjang secara hebat pada Kiauw Sek Kiang.
"Kiauw Sek Kiang, mari kita adakan perhitungan, ini tak ada kaitannya dengan keluarga Ciauw, karena dia bukan musuhmu!" kata Kho-si.
Kiauw Sek Kiang tertawa. "Kau kira aku tak tahu?" ejek Kiauw Sek Kiang.
"Puteramu ini she Ciok, bukan she Ciauw! Dia anak Ciok It Biauw, sedang calon menantumu puteri Yo Tay Ceng! Jadi mana mungkin tak ada hubungannya denganku" Kau memang cerdik, kau atur siasat melindungi puteramu kau berharap bisa menguasai gambar itu, kan?"
Ciauw Siang Hoa sekarang sudah tahu ayahnya she Ciok, tapi dia tak tahu bagaimana ayahnya bermusuhan dengan Kiauw Sek Kiang. Sekarang sesudah mendengar percakapan Kho-si dan orang she Kiang, dia berpikir, "Khosi pasti kenalan ayahku dan ada hubungannya dengan masalah yang terjadi sekarang?"
"Aku sudah menikah dengan Kho-si selama 20 tahun, tapi kenapa selama itu dia merahasiakan sesuatu padaku.
1335 Sekarang entah apa maksudnya gambar pusaka itu?" pikir Ciauw Goan Hoa.
Tiba-tiba Lauw-si menggabrukkan tongkat kepala naganya. "Siauw Hong, kau sudah jadi isteri suamiku. Itu berarti kau sudah jadi keluarga Ciauw. Mengapa kau tadi bilang akan membuat keputusan sendiri?" kata Lauw-si.
Sementara itu kepungan musuh bertambah ketat. Saat lauw-si bergerak akan membantu Kho-si, dia dihalangi oleh Ciong Bu Pa.
"Kho Siauw Hong, katakan putusan apa yang akan kau ambil?" kata Kiauw Sek Kiang.
"Jika ada kau tidak ada aku, sebaliknya jika aku ada maka kau harus tiada! Itu putusanku!" kata Kho-si sambil menyerang hebat.
"Ilmu silatmu maju pesat! Tapi mengadu jiwa denganku, selisihnya masih jauh," kata Kiauw Sek Kiang. "Begitu rapinya kau bersembunyi, maka aku yakin gambar itu sudah ada di tanganmu. Serahkan padaku, barangkali dengan demikian aku bisa mengampuni anakmu dan keluarga Ciauw!"
"Aku tidak mau diampuni olehmu!" kata Ciauw Goan Hoa. "Gambar itu tidak ada dan kau hanya bisa memperoleh jiwaku ini!" kata Kho-si alias Kho Siauw Hong. Kiauw Sek Kiang tertawa menghina.
"Tak kusangka kau mau jadi istri si tua bangka, malah kau pun memintakan ampun untuknya. Tapi menyesal aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu!" kata Kiauw Sek Kiang.
"Tutup mulutmu bedebah!" kata Ciauw Goan Hoa gusar bukan main.
1336 Kiauw Sek Kiang tertawa mengejek.
"Kau mau adu jiwa denganku?" kata Sek Kiang. "Baik, tapi tunggu sampai aku selesai mengus perempuan hina ini, baru kau kuhadapi!"
Tak lama barisan Liok-hap-tin bergerak melakukan pengepungan lebih ketat. Gerakan ini membuat Goan Hoa dan Kho-si terpisah.
Ciauw Goan Hoa yang tangannya terluka tak mampu membuka kepungan lawan semakin ketat. Sementara itu Khosi yang gusar bukan main maju melabrak Kiauw Sek Kiang. Kiauw Sek Kiang berkali-kali coba mencengkram Kho-si, namun selalu gagal. Malah dia heran menyaksikan Kho-si mampu menggunakan jurus-jurus pulau Beng-shia.
Dia semakin kaget ketika melihat serangan Kho-si yang hebat sekali. Apalagi serangan itu ditujukan ke perut lawan.
Tibatiba Kiauw Sek Kiang jadi kaget, ikat pinggangnya terbabat putus oleh golok Liu-yap-to milik Kho-si. Karena Kho-si tidak mengenal barisan lawan, saat dia akan mengulangi serangannya, posisi Kiauw Sek Kiang sudah diganti orang lain.
"Trang!" Golok Kho-si berbalik malah hampir melukai dirinya.
Dia kaget bukan kepalang. Menyaksikan adegan itu Wan Say Eng berdecak kagum. Kho-si menggunakan golok Liu-yap-to, tapi jurus yang digunakannya Ngo-heng-kiam-hoat.
"Aah, aku ingat pasti dia Su-ci (Kakak sepeguruan) yang belum pernah bertemu denganku?" pikir Wan Say Eng.
Dia ingat ayahnya pernah mengatakan, bahwa dia punya seorang kakak seperguruan.
Ketika itu Goan Hoa yang terus terdesak mulai kepayahan. Tiba-tiba dia muntah darah. Dia berjalan 1337
limbung. Ciauw Siang Yauw dan Ciauw Siang Hoa segera melihatnya. Mereka coba mendekati ayah mereka. Tapi mereka tetap tidak mampu menembus kepungan lawan.
Sekalipun sudah lama mengepung lawan, Kiauw Sek Kiang dan kawan-kawan belum berhasil mengalahkan lawan mereka. Dia tahu di antara lawan hanya Wan Say Eng yang tahu rahasia barisannya. Maka itu sesekali dia sengaja menyerang nona Wan dengan hebat agar konsentrasi si nona kacau.
Sekalipun dibantu oleh Kho-si yang serangannya cukup berarti, namun mereka hanya mampu bertahan saja.Dalam keadaan kritis terdengar suara benturan kecil. Ternyata tusuk kundai nona Wan terserang Poan-koan-pit (Senjata mirip alat tulis Tionghoa) yang Iihay. Ci Giok Phang yang melihat kejadian itu kaget. Dia segera memburu ke arah nona Wan. Tetapi di luar dugaan Ci Giok Phang, orang she Khu menyerang dia dari belakang dengan pipa cangklongnya ke arah kepala.
Dulu orang she Khu dikalahkan Ci Giok Phang di Beng-shiato. Maka kali ini untuk membalas dendam dia mengerahkan tenaga penuh saat menyerang Giok Phang.
Ci Giok Phang yang khawatir kekasihnya terluka, tanpa pikir lagi ia hendak menolonginya. Dia tak sadar bahaya mengancam dirinya. Tapi untung tiba-tiba terdengar suara nyaring.
"Tring!" Entah dari mana datangnya, sepotong batu menyambar dan berhasil mengenai gagang poan-koan-pit orang she Khu itu. Tanpa terasa tangan orang she Khu kesemutan dan ngilu, senjatanya terlepas tak mampu dia cegah.
1338 "Siapa kau" Beraninya kau menyerangku secara gelap!"
kata orang she Khu. Tiba-tiba muncul seorang perempuan berpakian hitam, usianya diperkirakan baru 59 tahun. Dia memegang tongkat bambu hijau. Tapi entah kapan dia sudah ada di tempat itu"
"Aku yang menyerangmu!" kata perempuan berbaju hitam itu. "Dulu aku pernah menyelamatkan jiwamu, sekarang aku menolong Ci Kong-cu, bukankah itu adil?"
Dulu di tengah jalan ketika orang she Khu dan kawankawan bertemu Ci Giok Phang dan nona Wan, mereka tak akan lolos dari tangan muda-mudi ini. Pada saat yang kritis, entah dari mana sebuah jarum kecil telah menusuk kaki nona Wan. Dengan demikian orang she Khu dan Jiauw selamat. Rupanya perempuan inilah yang menyelamatkan mereka.
"Siapa kau?" bentak orang she Khu. "Kau mau membantu siapa?"
"Aku tidak ada di pihak mana pun," kata wanita berbaju hitam itu. "Tapi dalam masalah ini aku harus ikut campur.
Kiauw Sek Kiang, tarik barisan anak-anakmu dari sini.
Kelak aku akan mencarimu! Anak buahmu tidak kenal aku, tapi aku kira kau tahu siapa aku?"
Mendengar teguran itu, Kiauw Sek Kiang melengak. Dia tahu ilmu silat wanita itu lihay. Belum tentu dia dan kawankawannya mampu melawan. Sebenarnya dia tidak tahu siapa wanita itu. Tampak Kiauw Sek Kiang cemas dan ragu. Ciong Bu Pa yang berangasan gusar dan membentak.
"Hai perempuan iblis, kau bisa apa" Kau anggap barisan kami mainan anak-anak. Tapi apa kau berani masuk ke dalam barisan kami ini?" kata Ciong Bu Pa.
1339 "Kenapa aku takut" Malah di mataku barisanmu ini tidak ada artinya sama-sekali!" kata perempuan berbaju hitam itu.
Begitu kata-katanya selesai, wanita itu sudah melesat masuk ke dalam barisan. Dua orang anak buah Kiauw Sek Kiang yang menghadangnya, tak mampu menghalangi gerakan wanita itu. Bajunya pun tidak tersentuh.
Bu Pa langsung mengayunkan senjatanya. Dia
menjyerang kepala wanita itu.
"Minggir!" kata wanita berbaju hitam.
Serangan Bu Pa ditangkis dengan tongkat bambu hijaunya, tak lama terdengar suara benturan nyaring.
Tangkisan wanita ini membuat senjata Ciong Bu Pa berubah arah, malah mengenai senjata dua kawan Ciong Bu Pa. Golok dan pedang kedua orang itu terpental ke atas.
Ciong Bu Pa kaget bukan kepalang. Selain Ciong Bu Pa Kiat Bwee pun terperanjat menyaksikan munculnya wanita berbaju hitam itu. Tanpa terasa pedangnya jatuh.
"Prang!" Melihat wajah Kiat Bwee pucat dan kelihatan gugup, nona Liong Thian Hiang kaget, dia menghampiri Kiat Bwee.
"Ada apa Enci Kiat Bwee, apa yang datang ini...."
Ucapan Liong Thian Hiang belum tuntas, terdengar suara Kiauw Sek Kiang.
"Ooh, jadi kau ini Seng Cap-si Kouw" Sudah lama aku mendengar namamu yang terkenal!" kata Kiauw Sek Kiang.
"Ternyata matamu tidak buta!" ejek Seng Cap-si Kouw.
"Mohon bertanya, apa maksud kedatangan Seng Li-hiap ke mari" Menurut perasaanku seperti kata pepatah, "air 1340
sungai tidak pernah mengganggu air sumur" bukan?" kata Kiauw Sek kiang merendah.
"Dulu memang begitu, tapi sekarang kau yang melanggarnya," kata Seng Cap-si Kouw. "Jelas Tik Bwee pelayanku, tapi terang-terangan kau ingin menculiknya!"
"Baik, kau boleh bawa budakmu itu! Aku berjanji selanjutnya aku tidak akan mengganggunya," kata Kiauw Sek Kiang.
Tiba-tiba Kiauw Sek Kiang ingat sesuatu lalu berkata lagi.
"Masalah ini bukan urusanmu, kau sendiri bilang kau tidak memihak. Bagaimana jika kita anggap masalah ini sebagai usaha bersama?" kata Kiauw Sek Kiang.
"Aku memang ingin bicara denganmu, tapi sekarang silakan pergi. Biar aku yang akan mencari kalian!" kata Seng Cap-si Kouw.
Ciong Bu Pa kurang senang dia akan membisiki kakak angkatnya agar menolak keinginan Seng Cap-si Kouw itu.
Tapi Kiauw Sek Kiang bertindak lain.
"Baiklah," kata Sek Kiang. "Terima kasih atas penghargaan Seng Li-hiap padaku. Mari saudara-saudara kita pergi!"
Barisan Kiauw Sek Kiang dibubarkan, ketika itu Siang Hoa gusar. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Dalam kesunyian tiba-tiba Seng Cap-si Kouw memecahkan kesunyian.
"Tik Bwee, apa kau masih menganggap aku sebagai majikanmu atau bukan?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Mohon ampun, Majikan, karena aku kabur dari tempatmu," kata Kiat Bwee alias Ti Bwee.
1341 "Soal itu sudah kuanggap selesai!" kata Seng Cap-si Kouw. "Yang aku tanyakan, kenapa kau mencederai keponakanku?"
"Semula aku dilahirkan di tengah sebuah keluarga baikbaik, tapi aku diculik oleh penjahat dan dijual dijadikan seorang budak," kata Kiat Bwee tegas. "Memang akulah yang mencederai keponakanmu. Sekarang terserah apa maumu?"
"Beraninya kau, ayo ikut aku!" kata Seng Li-hiap. Tapi Ciauw Siang Hoa bersama Siang Yauw dan Liong Thian Hiang mencoba menghalanginya.
"Kalian mau merintangiku?" kata Seng Cap-si Kouw bengis.
"Ayah nona Yo seorang jago dunia persilatan, mohon ampuni dia," kata Ciauw Siang Hoa.
"Malah keponakanmu Seng Siauw-hiap bilang, dia sudah tidak menganggap Tik Bwee sebagai budak lagi," kata Liong Thian Hiang.
"Sejak dulu aku sudah tahu dia puteri Yo Tay Ceng,"
kata Seng Cap-si Kouw, "jika aku tidak tahu masakan aku sebaik itu terhadapnya" Tapi sayang dia melupakan kebaikanku, maka itu dia harus diberi pelajaran. Lekas minggir! Tik Bwee ayo ikut aku!"
Tapi anak-anak muda itu tidak ingin membiarkan Tik Bwee dibawa oleh Seng Cap-si Kouw, mereka mencoba melindunginya.
"Hm! Jadi kalian ingin memusuhiku?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Tunggu!" kata Ciauw Goan Hoa dengan mulut masih berdarah. "Hai Ciauw Goan Hoa, sebaiknya kau yang 1342
menghadapi aku. Aku tidak sudi menghadapi segala bocah itu. Ayo maju, apa kau menunggu aku menghajarmu?" kata Seng Cap-si Kouw.
Saat Seng Cap-si Kouw mengangkat tongkat bambunya, tiba-tiba terdengar suara tawa yang memekakkan telinga.
Seng Cap-si Kouw yang mendengar suara tawa itu pun ikut kaget. Di turunkannya tongkat bambu yang tadi sudah dia angkat itu. Tak lama kelihatan seorang pelajar masuk ke taman.
Sambil mengibas-ngibaskan kipasnya pelajar itu berkata dingin. "Jadi inilah Seng Li-hiap, Seng Yu Ih yang 20 tahun yang lalu menggemparkan kalangan Kang-ouw" Kata pepatah mengatakan : Daripada mendengar lebih baik melihat orangnya. Ternyata bagiku lain, mendengar malah lebih baik daripada melihat orangnya!" kata pelajar itu.
"Oh, jadi kau ini Siauw Auw Kan-kun Hoa Kok Han, bukan?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Kau benar," kata Hoa Kok Han. "Kau dipanggil Lihiap, tapi menyusahkan seorang gadis, apa itu tak merusak nama baikmu?"
"Duapuluh tahun yang lalu Seng Yu Ih sudah meninggal, jadi tak ada sangkut-pautnya denganku," kata Seng Cap-si Kouw. "Dia budakku, kau jangan ikut campur!"
"Kau mencari budakmu, tapi aku mencarimu!" kata Hoa Kok Han.
"Bagus, mau apa kau mencariku?" kata Seng Cap-si Kouw sambil mengangkat tongkatnya.
"Aku mencarimu bukan untuk berkelahi, tapi hanya untuk menanyakan khabar tentang seseorang!" kata Hoa Kok Han.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1343 "Siapa?" tanya Seng Cap-si Kouw.
"Han Lo-eng-hiong, Han Tay Hiong!" kata Hoa Kok Han. "Aku mendapat khabar beliau sedang berobat di tempatmu. Kami pernah mencari ke rumahmu, di sana kami tidak menemukan beliau. Di mana sekarang beliau berada?"
Ketika ada orang yang melihat Seng Cap-si Kouw berada di Kang-lam, Han Pwee Eng yang mendengar khabar ini segera minta bantuan Han Kok Han untuk mencari jejak ayahnya itu dari Seng Cap-si Kouw. Kebetulan Hoa Kok Han berada di Kang-lam.
-o0-DewiKZ^~^aaa-o0- BAB 49 Sudah menjadi kebiasaan Seng Cap-si Kouw, bila ada orang yang menyinggung tentang pribadinya, dia akan gusar bukan kepa-lang. Apalagi jika ada yang mengungkit-ngungkit urusan pribadinya dengan Han Tay Hiong.
Wajahnya tiba-tiba berubah merah, mungkin dia malu.
Tiba-tiba dia menjadi gusar bukan kepalang.
"Hm! Ada sangkut-paut apa denganmu. Kenapa kau ikut campur urusan orang lain?" kata Seng Cap-si Kouw dengan bengis.
Siauw-auw-kan-kun Hoa Kok Han tertawa.
"Memang masalah itu tak ada kaitannya denganku, tapi puteri Han Lo-cian-pwee Han Pwee Eng ingin mencari ayahnya. Dia minta tolong aku menemuimu untuk menanyakan keadaan ayahnya!" kata Hoa Kok Han sabar.
"Mana dia ! Suruh dia menghadap padaku sendiri!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Dia ada di Kim-kee-leng," kata Hoa Kok Han.
1344 "Hm! Tidak! Sekalipun aku tahu di mana orang itu, tapi tidak akan aku katakan padamu!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Kalau begitu aku juga tidak akan memaksa padamu,"
kata Hoa Kok Han tetap sabar. "Silakan kau pergi, tapi hanya kau yang boleh pergi!"
Ketika itu Seng Capsi Kouw ingin mengajak Tik Bwee pergi.
Mendengar ucapan Hoa Kok Han dia jadi merandek.
"Apa maumu?" kata Seng Cap-si Kouw.
Hoa Kok Han asyik mengipas tubuhnya dengan kipas di tangannya. Tapi sikapnya menghalangi Cap-si Kouw membawa nona Yo.
"Nona ini sahabat kami, bukan budakmu lagi. Maka itu dia tidak boleh pergi dari sini!" kata Hoa Kok Han.
"Hm! Selama ini tidak ada yang berani menantangku, sekalipun kau terkenal aku tidak takut padamu!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Sebagai orang gagah kau ingin menghina seorang yang lemah, terhitung apa sebenarnya dirimu?" kata Hoa Kok Han agak menghina.
"Tutup mulutmu! Aku tak punya waktu bicara panjang-lebar denganmu. Aku tidak pernah mengaku sebagai pendekar! Jika kau ingin membela budak itu, silakan saja itu hakmu! Tapi syaratnya asal kau mampu mengalahkan aku!" kata Seng Capsi Kouw.
Dulu Hoa Kok Han ini angkuh, tapi sesudah menikah dengan Hong-lay-moli sifat angkuhnya hilang sendiri.
Ucapan Seng Cap-si Kouw tadi dia anggap tantangan.
Maka itu dia jadi kurang senang.
1345 "Baik, kau tidak bersedia diajak baik-baik, bagus.
Tahukah kau aku ini biang yang senang menghadapi orang yang keras kepala sepertimu!" Hoa Kok Han segera bersiap.
Seng Cap-si Kouw pun tak tinggal diam. Tiba-tiba dia menyerang dengan tongkat bambu hijaunya ke arah Hoa Kok Han. Serangannya hebat sulit diduga.
"Hm! Sayang ilmu tongkatmu itu tidak seberapa!" kata Hoa Kok Han sambil tersenyum.
Serangan tongkat lawan dia tangkis dengan kipas di tangannya.
"Breet! Taak!" Menyaksikan tongkat bambunya tertangkis, Seng Cap-si Kouw terperanjat juga.
"Memang pantas mengapa Siauw-auw-kan-kun Hoa Kok Han, Bu-lim-thian-kiauw dan Hong-lay-mo-li disebut tiga jago Kang-ouw!" pikir Seng Cap-si Kouw.
Seng Cap-si Kouw melihat Hoa Kok Han menangkis serangannya dengan gerakan sangat sederhana, tapi sebenarnya serangan itu menggunakan jurus lihay luar biasa. Sesudah berhasil menangkis serangan lawan, Hoa Kok Han sendiri terkejut.
"Dulu dia diberi gelar "Bidadari Bertangan Ganas".
Kiranya itu bukan omong kosong!' pikir Hoa Kok Han.
Pertarungan segera berlangsung, kedua jago ini mengeluarkan kepandaiannya masing-masing. Saat Seng Capsi Kouw menyerang dengan ganas, Hoa Kok Han menangkis serangan itu dengan kipasnya. Hoa Kok Han memperhatikan setiap serangan lawan dengan cermat. Tibatiba kipas Hoa Kok Han terbuka. Sekalipun kipas Hoa Kok 1346
Han seolah dari bahan kertas, namun tongkat Seng Cap-si Kouw tidak mampu tembus, apalagi merobeknya.
"Dia lihay," pikir Seng Cap-si Kouw. "Serangan maupun tangkisannya luar biasa. Jika aku tinggalkan dia sekarang, mau di taruh di mana mukaku?" pikir Seng Cap-si Kouw.
Sekalipun dia sudah menduga tak akan tahan lama, namun karena Seng Cap-si Kouw ini angkuh, ditambah dia juga malu jika dia langsung kabur, maka sebisanya dia coba bertahan.
Tiba-tiba Hoa Kok Han tertawa. Tongkat bambu Seng capsi Kouw ditahan oleh kipasnya. Secepat kilat tongkat itu berhasil dirampas oleh Hoa Kok Han. Seng Cap-si Kouw terperanjat. Tak lama terdengar Hoa Kok Han berkata.
"Ternyata tongkatmu tidak berharga, maka sekarang kukembalikan padamu!" kata Hoa Kok Han.
Saat tongkatnya terampas Seng Cap-si Kouw melompat mundur. Saat tongkat dilemparkan oleh Hoa Kok Han, Seng Cap-si Kouw tidak berani menyambut begitu saja.
Tapi dia sengaja menunduk, dan membiarkan tongkat bambu itu melayang keluar dari pagar tembok.
Tongkat bambu Seng Cap-si Kouw sebenarnya benda luar biasa dari pegunungan Kun-lun. Bambu itu alot luar biasa, bahkan bisa keras bagaikan baja. Untuk mendapatkan tongkat itu Seng Cap-si Kouw harus bersusah payah.
Sekarang tongkat itu terlempar keluar pagar. Dengan tidak memikirkan rasa malu dia melompat akan mengambil tongkatnya itu. Hoa Kok Han tertawa.
"Si Iblis perempuan sangat angkuh, maka itu aku memberinya pelajaran." kata Hoa Kok Han.
Ciauw Goan Hoa memberi hormat dan menghaturkan terima kasih pada Ciauw Goan Hoa. Kemudian Hoa Kok 1347
Han memberi sebutir pil buatan Siauw-lim-si untuk mengobati luka Ciauw Goan Hoa.
Nona Kiat maju, dia memberi hormat.
"Hoa Tay-hiap, terima kasih. Tapi aku belum kenal dengan orang-orang yang ada di Kim-kee-leng...." Kata Kiat Bwee.
"Di sana ada temanmu, masa kau lupa!" kata Hoa Kok Han.
"Siapa temanku itu?"
"Nona Han Pwee Eng, dulu dia menerima banyak bantuanmu. Apa kau sudah lupa?" kata Hoa Kok Han.
"Mana mungkin aku melupakan dia, tapi derajat dia denganku berbeda," kata Tik Bwe. "Aku malu bertemu dengannya."
"Aku dengar ayahmu bernama Yo Tay Ceng, bukan?"
"Ya. Apa Tay-hiap kenal pada Ayahku?"
"Tidak! Saat aku berkelana di kalangan Kang-ouw, ayahmu sudah meninggalkan kalangan Kang-ouw. Tapi ayah nona Han sahabat ayahmu!" kata Hoa Kok Han.
"Benarkah begitu" Terus-terang aku tidak tahu siapa saja teman-teman Ayahku," kata Tik Bwee.
"Semula nona Han pun tidak tahu jelas mengenai ayahmu. Tapi dari kenalannya di Kim-kee-leng, baru hal itu diketahuinya. Ketika aku diminta bantuan mencari tahu ayah nona Han, akupun sekalian mencari tahu tentang kau." kata Hoa Kok Han.
"Aku anak yatim-piatu, entah bagaimana aku mengucapkan terima kasih pada Hoa Tay-hiap dan nona Han?" kata Kiat Bwee.
1348 "Nona Han memikirkan nasibmu, jika kau mau sebaiknya kau ke Kim-kee-leng saja! Di sana kau bisa bertemu dengan sahabat-sahabat baik ayahmu," kata Hoa Kok Han.
"Terima kasih atas saran Hoa Tay-hiap, hanya aku minta waktu dua sampai tiga hari lagi baru aku ke sana," kata Kiat Bwee.
"Begitupun baik," kata Hoa Kok Han.
Tapi saat Hoa Kok Han saat bicara dengan Kiat Bwee, matanya terus ditujukan ke arah Ciauw Siang Hoa umtuk mengetahui ada hubungan apa antara nona Kiat dengan Siang Hoa.
"Memang sebaiknya kau tidak tergesa-gesa," kata Hoa Kok Han akhirnya. "Kalian berunding saja dulu!"
"Jika nona Han ada di Kim-kee-leng berarti Kok Siauw Hong pun ada di sana, bukan?" kata Ci Giok Phang.
"Ya, Kok Siauw Hong datang bersama nona Han. Tapi Siauw Hong mendapat tugas ke Kang-lam untuk mencari kontak dengan para pejuang di Kang-lam. Saat ini pasti Siauw Hong sudah ada di daerah selatan. Sekarang dengan nona Han dia telah berbaikan lagi. Jika ayah nona Han sudah bisa ditemukan, mungkin pernikahan mereka akan segera berlangsung. Tentang masa lalunya sudah lewat, jadi kau jangan memikirkannya lagi!" kata Hoa Kok Han.
Mendengar kabar itu Ci Giok Phang girang.
"Bagus, entah di mana Kok Siauw Hong sekarang" Aku ingin segera menemuinya!" kata Ci Giok Phang.
"Kau selanjutnya mau ke mana?" kata Hoa Kok Han.
"Aku pikir sebaiknya aku ke Lim-an akan mencari Bun Tayhiap," kata pemuda she Ci ini.
1349 Dia berkata akan menemui Bun Yat Hoan, tapi maksud sebenarnya dia akan mencari Ci Giok Hian karena belum yakin adik perempuannya itu sudah menikah dengan akhli waris Bun Yat Hoan.
"Aku juga sudah lama tidak bertemu dengan Bun Tayhiap, bagaimana jika kita pergi bersama-sama saja?" kata Hoa Kok Han.
Ciauw Goan Hoa sudah langsung minum obat
pemberian Hoa Kok Han. Dia bersama Lauw-si sudah masuk ke rumah. Orang yang masih menemani tamu hanya tinggal Ciauw Siang Yauw, Kho-si dan Ciauw Goan Hoa saja.
"Jauh-jauh kau datang, apa kau tidak mau istirahat dulu dua tiga hari di sini," kata Kho-si.
Dari wajah Kho-si ada yang ingin dia katakan, tapi dia kelihatan ragu.
"Apa tadi kau bertarung dengan perempuan iblis itu?"
tanya Hoa Kok Han. "Tidak," jawab Kho-si.
"Bibi Kho, coba kau tarik napas, apakah di bagian igamu terasa sakit atau tidak?" Kiat Bwee tiba-tiba berkata.
"Bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?" kata Kho-si yang memang sejak tadi merasakan iganya sakit.
Semula dia memang akan minta tolong pada Hoa Kok Han.
"Kau terkena racun Majikanku, Bi!" kata Kiat Bwee.
Kho-si terperanjat juga Hoa Kok Han.
1350 "Betapa lihaynya iblis itu, sulit mencari tandingannya.
Bagaimana dia meracuni orang sampai aku tak tahu?" kata Hoa Kok Han.
Kiat Bwee pengikut Seng Cap-si Kouw, tentu saja dia juga mahir ilmu racun. Sesudah Kho-si agak tenang dia bertanya pada Kiat Bwee.
"Racun apa yang dipakai melukaiku, Nona Yo" Masih tertolongkah aku?" kata Kho-si agak cemas.
Kiat Bwee berpikir beberapa saat.
"Bibi terkena racun ulat emas," kata Kiat Bwee.
"Memang bisa diobati, namun aku tidak tahu caranya.
Biasanya racun bekerja sesudah lewat beberapa bulan, tapi bisa jadi hanya dalam beberapa hari ini!"
"Sungguh kejam iblis itu, padahal aku tidak bermusuhan dengannya!" kata Kho-si. "Apa maksudnya dia mencelakai aku?"
Kiat Bwee heran dan kaget. Seharusnya Seng Cap-si Kouw membalas dendam kepadanya karena Seng Liong Sen diracun olehnya, tapi sekarang yang terkena getahnya justru Kho-si.
Hoa Kok Han memberi sebutir Pek-leng-tan, pil dari bunga teratai salju dari gunung Thian. Untung obat itu bisa sedikit mengurangi penderitaan Kho-si.
Kho-si sadar untuk memusnahkan racun di tubuhnya harus orang yang meracun dirinya. Tapi dia mengucapkan terima kasih atas pemberian obat dari Hoa Kok Han yang baik hati itu.
"Mati dan hidup sudah takdir Tuhan!" kata Kho-si.
Siang Hoa dan Siang Yauw membawa sang ibu ke kamarnya.
1351 "Siang Yauw, kau jaga ayahmu!" kata Kho-si.
Siang Yauw minta maaf pada Hoa Kok Han akan membawa ibunya masuk. Ketika itu Hoa Kok Han sudah akan berangkat, tapi dia merasa tidak enak hati. Maka itu dia terpaksa menunggu di ruang tamu ditemani Kiat Bwee dan Ci Giok Phang serta yang lainnya.
Tak lama Siang Hoa muncul.
"Nona Wan dan nona Yo, ibu ingin bertemu dengan kalian. Mari ikut aku!" kata Siang Hoa.
Wan Say Eng sudah mengira apa yang akan dikatakan ibu Siang Hoa kepadanya. Hanya Kiat Bwee yang keheranan, apa maunya wanita itu. Setelah ada di kamar Kho-si, Siang Hoa akan meninggalkan kamar ibunya.
"Jangan pergi, kau boleh tetap di sini! Karena pembicaraanku ini ada kaitannya dengan kalian bertiga!"
kata Kho-si. Siang Hoa tak jadi pergi. Ibunya lalu menggapai ke arah nona Wan.
"Nona Wan, apakah kau punya Su-pek bernama Khu Kong?" kata Kho-si.
"Ya, Su-pek sudah meninggal," jawab nona Wan.
"Katanya sebelum aku lahir!"
"Bukankah kau juga punya Su-ci, apakah itu kau ketahui?"
"Ayah pernah bilang begitu," kata nona Wan. "Kata Ayah Su-pek punya murid wanita yang sangat disayang.
Tapi entah kenapa murid Su-pek itu kabur." kata nona Wan.
"Akulah Su-cimu!" kata Kho-si. "Aku menyesal atas kejadian dulu itu!"
1352 "Jadi kau Su-ciku, dugaanku ternyata benar," pikir nona Wan. "Kata Ayah sebelum meninggal, Su-pek masih memikirkan keadaan Su-ci. Tapi entah kenapa dia kabur?"
Tiba-tiba Kho-si menarik napas panjang.
"Kejadian itu jika diceritakan sangat panjang, harus dimulai seratus tahun yang lalu...." kata Kho-si.
"Aaah, seratus tahun yang lalu. Cerita Ibu mundurnya sangat jauh," pikir Siang Hoa.
Melihat Siang Hoa bingung, Kho-si memulai ceritanya.
"Seratus tahun yang lalu, Kerajaan Song belum pindah ke Selatan. Ibu kota kerajaan masih berada di Peng-lia.ng.
Saat tentara Kim menyerang dan merebut ibukota Peng-liang, kaisar Wie dan Im tertawan musuh. Maka itu Kerajaan Song pindah ke Selatan." kata Kho-si memulai ceritanya. "Saat musuh menduduki ibukota, salah seorang keberi pengurus kas kerajaan, dengan menghadapi bahaya berhasil mengambil beberapa benda pusaka yang tidak ternilai harganya. Tetapi di antara benda itu, sebuah lukisan bernama "Hiat To Tong Jin", atau lukisan hiat-to di tubuh manusia yang paling berharga."
"Aku sudah mendengar cerita itu dari Ayahku," kata nona Wan. ."Lukisan itu bukan pusaka ketabiban, tapi lukisan peta tubuh yang sangat langka di dunia persilatan.
Katanya sesudah Peng-liang jatuh, orang Kim telah membawa lukisan itu ke negaranya. Namun, karena tidak ada teks yang menjelaskannya, maka itu mereka mengumpulkan jago silat dan tabib ternama untuk mengungkap rahasia lukisan itu. Tetapi hasilnya tidak memuaskan."
"Apa kau pernah mempelajari ilmu totok dari lukisan itu atau tidak?" tanya Kho-si.
1353 "Tidak! Karena patung aslinya ada di istana Kerajaan Song, bagaimana aku bisa mempelajarinya, sedang Ayah juga tidak tahu tentang peta tubuh manusia itu!" kata nona Wan.
"Benarkah?" kata Kho-si.
Tiba-tiba jari Kho-si menyentil hingga pinggang nona Wan terasa kesemutan. Untung saat nona Wan menggeliat, Kiat Bwee segera memeganginya hingga nona Wan tidak sampai jatuh.
"Apa yang kau lakukan pada nona Wan, Bu?" kata Siang Hoa.
"Ternyata benar kau tidak pernah mempelajarinya," kata Kho-si. "Kalau kau pernah belajar, pasti kau tidak akan tertotok tadi." kata Kho-si yang lalu menepuk nona Wan untuk membebaskan totokannya.
"Mengapa kau uji aku, Su-ci?" kata nona Wan.
"Semula aku kira lukisan itu ada pada ayahmu," kata sucinya.
"Bagaimana bisa ada di tangan Ayahku?"
"Sesudah Guruku meninggal dunia, lukisan itu diserahkan pada su-te (adik seperguruannya), itu adalah ayahmu!" kata Kho-si.
"Tadi kau bilang lukisan itu dicuri oleh seorang thaykam" Kenapa bisa berada di tangan Su-pek" Jika ada di tangan Supek, kau murid kesayangan Su-pek, pasti lukisan itu diberikan padamu!" kata nona Wan.
"Saat itu aku sangsi, apa benar lukisan itu ada di tangan Suhu" Dugaanku ternyata salah."
"Kenapa kau sangsi?"
1354 "Sabar pasti akan kuceritakan," kata Kho-si. "Tadi aku bilang lukisan itu dicuri oleh thay-kam istana, aku yakin kalian juga mencurigai thay-kam itu, bukan?"
"Ya, thay-kam itu seorang kepercayaan dan pemegang uang kas. Dia orang kepercayaan negara, tapi saat negara jatuh ke tangan musuh, dia mencuri pusaka istana. Sungguh jahat orang itu!" kata nona Wan.
"Ternyata kau salah duga terhadapnya," kata Kho-si.
"Thay-kam itu justru seorang patriot yang cinta negara dan junjungannya," kata Kho-si.
"Kalau begitu dia ambil barang-barang itu bukan untuk kekayaan pribadi, melainkan dia tidak ingin benda itu diambil oleh musuh," kata Siang Hoa.
"Benar," kata Kho-si. "Sebenarnya thay-kam ini seorangjago persilatan. Semula diajuga ingin mempelajari peta tubuh itu. Maka itu dia rela dikeberi dan menjadi thaykam di istana. Saat Kerajaan Songjatuh. Dengan menghadapi bahaya, dia curi lukisan itu. Namun ternyata lukisan itu sulit dipahami. Maka itu dia tidak jadi mempelajarinya. Malah dia bilang, dia tidak menginginkan peta tubuh manusia itu. Dia akan menyerahkan peta itu pada kaisar yang baru."
"Ternyata hati thay-kam itu mulia, bagaimana selanjutnya?" kata Siang Hoa.
Nona Wan keheranan bagaimana Kho-si bisa tahu begitu banyak masalah itu. Melihat nona Wan keheranan Kho-si melanjutkan ceritanya.
"Pasti kalian ingin tahu, siapa thay-kam itu, bukan" Dia adalah adik kakekku, nama thay-kam itu Kho Siauw. Dia sudah berumur 70 tahun. Barangkali kalian pernah mendengar namanya?" kata Kho-si.
1355 "Aku mengerti." kata nona Wan. "Kemudian ke mana lukisan itu sekarang?"
"Sesudah berhasil mencuri pusaka itu, adik kakekku tidak bisa keluar dari istana," kata Kho-si. "Lalu Kerajaan Song pindah ke Selatan. Sedang dorna Cin Kwee (dorna yang mencelakakan Panglima Gak Hui dengan fitnahnya), memegang kekuasaan. Maka adik kakek berpikir, jika pusaka itu dikirim ke Lim-an, dia khawatir pusaka itu akan jatuh ke tangan Cin Kwee. Maka dia tunggu sampai Cin Kwee meninggal, baru benda pusaka itu akan
diserahkannya." "Pembesar yang korup dan jahat, rasanya tidak akan ada habisnya," kata Siang Hoa. "Coba saja bayangkan, sesudah Cin Kwee mati, muncul yang lain, sesudah orang she Su mati, sekarang ada Han To Yu. Bukankah karena tekanan dari Han To Yu Ayah mengundurkan diri?"
"Usia siok-couw semakin lanjut, tapi Cin Kwee tidak matimati!" kata Kho-si melanjutkan ceritanya. "Ketika beliau sakit, dia memanggil keponakan lelakinya dan menceritakan tentang benda pusaka itu. Sebelumnya keonakannya diminta bersumpah, bahwa dia bersedia menyerahkan benda pusaka itu pada kerajaan. Dia dilarang memiliki benda-benda itu. Tahukah kalian siapa keponakan Siok-couw itu, dia adakah Ayahku!"
"Luar biasa! Ternyata keluarga Su-ci semua patriot negara," kata nona Wan.
Ucapan itu membuat wajah Kho-si merah.
"Jika aku menceritakan tentang Ayahku, perbuatannya sungguh memalukan. Karena Ayahku itu bukan seorang patriot! Aku sendiri juga bukan orang baik." kata Kho-si.
1356 Kata-kata Kho-si sungguh di luar dugaan nona Wan maupun Kiat Bwee dan Siang Hoa. Keadaan kamar jadi sunyi karena semuanya jadi serba salah.
"Seseorang yang menyadari kesalahannya dan mau mengubah kelakuannya, itu perbuatan yang terpuji!" kata nona Wan memecah kebuntuan."Lalu ke mana benda pusaka itu sekarang?"
"Ayahku berniat memiliki benda itu," kata Kho-si.
"Tetapi keinginan Ayahku tidak terkabul."
"Kenapa?" tanya nona Wan.
"Karena khawatir Ayahku tidak akan mampu melaksanakan tugas itu, maka Siok-couw kemudian mencari seorang pembantu untuk Ayahku. Orang itu ayah nona Yo!" kata Khosi.
"Kenapa Ayahku yang dipilih?" kata Kiat Bwee.
"Waktu itu ayahmu seorang piauw-su di sebuah Piauwkiok terkenal di Peng-liang. Ayahmu berbudi luhur, jujur dan ksatria. Usia ayahmu dan Siok-couwku berbeda jauh, tapi dia percaya pada ayahmu. Ayahku lalu diminta mengundang ayahmu, baru benda pusaka itu diserahkan pada Yo Tay Ceng dengan disaksikan oleh Ayahku!" kata Kho-si.
Sekarang jelas keterlibatan Yo Tay Ceng dalam masalah ini. Kelihatannya Siang Hoa gelisah. Dia ingat tentang apa yang dibicarakan Kho-si dengan Kiauw Sek Kiang tadi.
Rupanya ayahnya terlibat dalam masalah ini.
"Apa hubungan masalah ini dengan Ayahku?" tanya Siang Hoa.
"Sekarang akan kuceritakan tentang ayahmu, Siang Hoa," kata Kho-si.
1357 "Apa Ayahku juga seorang piauw-su?" tanya Siang Hoa.
"Bukan, ayahmu seorang pendekar pengembara," kata Kho-si. "Dia sahabat karib Yo Tay Ceng!"
"Ayahku minta bantuan ayah Siang Hoa untuk mengantarkan benda pusaka itu?" kata Kiat Bwee.
"Ya, kau cerdas," kata Kho-si. "Ayah Siang Hoa bernama Ciok Leng, ayahku bernama Kho Kiat. Maksud Yo Tay Ceng akan minta bantuan Ciok Leng, ternyata tidak disetujui oleh Kho Kiat. Tetapi karena lukisan itu ada di tangan Yo Tay Ceng, terpaksa Kho Kiat setuju saja. Tapi Ayahku punya rencana lain."
"Rencana apa?" tanya Kiat Bwee.
"Dia ingin memiliki benda-benda pusaka itu," kata Khosi tanpa ragu-ragu. "Karena Ayahku berpkir sendirian tidak mungkin melaksanakan niatnya, maka dia pun mencari teman."
"Siapa?" tanya Siang Hoa.
"Kiauw Sek Kiang!" kata Kho-si.
"Kenapa bukan orang lain, malah Kiauw Sek Kiang yang dia minta bantuannya?" kata Siang Hoa.
"Memang dia keliru mencari teman, malah mengundang bencana baginya," kata Kho-si. "Ayahku mungkin menganggap tak ada orang yang bisa dipercaya selain Kiauw Sek Kiang, sebab Kiauw Sek Kiang itu Su-hengnya."
kata Kho-si. "Oh begitu!" kata Kiat Bwee hampir berbareng dengan Siang
Hoa. 1358 "Sesudah adik kakekku menyerahkan kotak benda pusaka pada YoTay Ceng, akhirnya Siok-couw meninggal,"
kata Khosi. "Selang lima tahun Yo Tay Ceng mendengar khabar Cih Kwee, si perdana menteri dorna itu mati. Di kerajaan Song Selatan muncul seorang patriot bernama Khu Un Bun. Dia pikir sudah sampai saatnya dia harus menyerahkan benda pusaka itu. Segera Yo Tay Ceng menutup piauw-kioknya dan berangkat ke Selatan bersama Kho Kiat dan Ciok Leng sambil membawa benda pusaka itu. Mereka akan menyerahkan benda itu pada kaisar lewat Khu Un Bun. Yo Tay Ceng dan Ciong Leng tidak sadar kalau Kho Kiat sudah membuat rencana dengan Kiauw Sek Kiang. Sedangkan Kiauw Sek Kiang sangat menginginkan benda pusaka itu. Selain harganya tidak ternilai, benda itu merupakan beda yang diinginkan oleh para jago persilatan, berikut benda berharga lainnya. Namun, karena khawatir tidak akan mampu mengalahkan Yo tay Ceng dan Ciok Leng, Kiauw Sek Kiang mengatur siasat keji. Dia minta Kho Kiat meracuni keduajago itu dengan racun yang tak berwarna dan berbau. Khasiat obat itu hanya mampu bertahan 12 jam untuk melemahkan lawan. Diam-diam Kho Kiat mencampur minuman dengan obat itu, dia juga ikut minum agar menghilangkan kecurigaan Yo Tay Ceng maupun Ciok Leng. Mereka sudah membuat rencana akan melaksanakan siasat keji itu di tempat yang berbahaya esok harinya."
"Kalau begitu, benda pusaka itu ada di tangan Kiauw Sek Kiang, kenapa dari nada bicaranya dia tidak dapat apaapa?" kata Siang Hoa.
"Karena yang gagah ada lagi yang lebih gagah, sekalipun siasat mereka bagus, tapi ada orang lain yang mengerjai mereka!" kata Kho-si.
1359 "Siapa orang yang ikut dalam muslihat yang mereka jalankan itu?" kata Kiat Bwee. "Sampai sekarang aku juga tak tahu. Ayahku mencurigai Khu Kong, paman guru nona Wan!" kata Kho-si.
"Kenapa dia yang dicurigai?" kata nona Wan.
"Baik, tapi akan kuceritakan dulu kejadian malam itu,"
kata Kho-si. "Sesudah obat bius dicampur dalam air minum itu diminum. Semuanya tertidur. Lewat tengah malam, muncul orang bertopeng ke kamar mereka. Kho Kiat mengira orang bertopeng itu Kiauw Sek Kiang, su-hengnya.
Tapi dia heran karena sang su-heng datang lebih cepat dari perjanjian. Untuk menghilangkan kecurigaan Yo Tay Ceng dan Ciok Leng, dia berteriak.
"Maling! Maling!" kata Kho Kiat pura-pura.
Kemudian Kho Kiat berpura-pura bertarung dengan orang bertopeng itu, diajuga akan berpura-pura terluka dan mengalah. Kho Kiat tidak menyangka kalau orang bertopeng itu menyerang dia dengan sungguh-sungguh.
Malah memukulnya dengan hebat. Dengan demikian, Kho Kiat pun terpukul tak sanggup bangun. Yo Tay Ceng dan Ciok Leng bangun dan bertarung dengan orang bertopeng itu. Karena tenaga mereka berkurang, Yo Tay Ceng dan Ciok Leng pun tertotok oleh orang bertopeng itu. Sesudah itu dengan cepat orang bertopng itu membawa kabur kota benda pusaka itu."
"Oh, tak diduga," kata Siang Hoa.
Kiat Bwee pun ikut heran.
"Memang semua itu di luar dugaan," kata Kho-si.
"Mereka juga heran mengapa dengan mudah mereka dikalahkan orang bertopeng itu. Lama-lama Ayahku sadar bahwa orang bertopeng itu bukan su-hengnya. Tapi karena 1360
tidak jelas, dia mengira itu perbuatan su-hengnya. Di antara mereka bertiga, hanya Ayahku yang tidak tertotok. Kho Kiat akan membebaskan totokkan kawan-kawannya, tapi saat melihat wajah kedua kawannya, Ayahku jadi sangsi..."
"Kenapa?" tanya Kiat Bwee.
"Wajah kedua kawannya tampak gusar dan penasaran.
Tapi karena tertotok mereka tak bisa bicara. Tapi dari wajahnya Ayahku tahu kalau dua kawannya mencurigai dia yang memasukkan racun ke dalam minuman mereka.
Karena Ayahku tahu dia bersalah, ditambah lagi dia ingin tahu masalah itu. maka ditinggalkannya Yo Tay Ceng dan Ciok Leng begitu saja, karena Ayahku akan mencari Kiauw Sek Kiang." kata Kho-si.
"Untung saat itu dia tidak membunuh Ayahku dan ayah Siang Hoa," pikir Kiat Bwee.
Melihat wajah Kiat Bwee dia bisa menerka apa yang dipikirkan nona itu.
"Sejahat apapun Ayahku, dia tidak sejahat Kiauw Sek Kiang." kata Kho-si. "Sejak kejadian itu pikiran Ayahku tersiksa sendiri. Dan sejak saat itu pula dia tidak pernah bertemu lagi dengan ayah kalian!"
"Bagaimana dengan Kiauw Sek Kiang?" kata Kiat Bwee.
"Karena sudah berjanji akan bertemu di suatu tempat, dia menemui Kiauw Sek Kiang. Tapi Kiauw Sek Kiang heran karena Ayahku tidak membawa benda pusaka itu. Sedang Ayahku curiga kalau Kiauw Sek Kiang sedang
bersandiwara. Dia tanya apa orang yang bertopeng bukan Kaiuw Sek Kiang. Ketika dijawab bukan, Kho Kiat mengisahkan kejadian yang dialaminya. Kiauw Sek Kiang heran dan tak percaya. Dia siksa Ayahku hingga kepayahan, tapi karena memang bukan Ayahku pelaku pencurian benda itu, dia tidak mengaku. Sesudah yakin 1361
tidak akan berhasil, Kiauw Sek Kiang meninggalkan Ayahku yang luka-parah. 'Kau kuampuni demi pusaka itu, jika kau masih berkeras tak mau menyerahkan lukisan itu, maka kau akan kusiksa lebih berat lag.' kata Kiauw Sek Kiang mengancam, sebelum dia pergi."
"Jahat sekali dia, padahal yang dia siksa su-tenya," kata Ciauw Siang Hoa.
"Menyedihkan keadaan Ayahku waktu itu," melanjutkan Kho-si. "Ketika itu aku baru berumur sepuluh tahun, ayah hanya semalam di rumah, esoknya dia kabur sambil membawaku. Dia takut dicari oleh su-hengnya, juga takut pada Yo Tay Ceng dan Ciok Leng. Kami bersembunyi di sebuah dusun sampai luka Ayahku sembuh. Aku ingat pada usia sepuluh tahun itu. Ayahku memanggilku. Ayah berkata, 'Nak, aku menyesal karena serakah menginginkan lukisan itu, maka jadi begini. Tapi mati di tangan Kiauw Sek Kiang aku tidak rela!" kata Ayah. Aku mengangguk dan berjanji akan membalas dendam pada musuh Ayahku.
Sambil tersenyum dia berkata, 'Bagus! Tapi Ayahpun tak mampu melawan Kiauw Sek Kiang, bagaimana kau"' kata ayahku. Tapi aku berjanji pada Ayahku akan mencari guru yang pandai. Aku yakin ada orang yang lebih gagah dari Kiauw Sek Kiang.
'Guru yang pandai pasti ada," kata ayahku. 'Tapi sulit mencarinya. Tetapi adajalan yang singkat..." Aku tanyakan pada Ayah bagaimana. "Cari lukisan itu, jika kau bisa mempelajarinya, tak ada orang yang mampu
menandingimu,* kata ayah. 'Jangan lupa cari juga orang bertopeng itu. Sekalipun dia tidak sejahat Kiauw Sek Kiang, dia tetap musuhku!' Lalu kubilang pada Ayahku, barangkali lukisan itu pembawa sial. Tetapi Ayahku teguh pada pendiriannya, bahkan sampai mati dia tetap penasaran kalau tak mendapatkan benda itu. Terpaksa aku berjanji 1362
akan memenuhi keinginan Ayahku. Tiba-tiba Ayahku bilang, "Dulu aku tak tahu siapa dia, tapi sekarang aku sudah tahu.'Aku bertanya, "siapa orang itu?"
Kho-si menghentikan ceritanya karena dia harus minum.
Semua yang mendengar ingin tahu lanjutan ceritanya.
"Kemudian Ayahku membuka bajunya, di bagian perutnya terdapat tanda telapak tangan berwarna ungu."
Kata Kho-si. "Sekarang aku mengerti," kata nona Wan. "Kenapa ayah Suci mengira yang melukainya adalah Khu-su-pek!"
"Ya," kata Kho-si. "Menurut Ayahku, luka itu disebabkan pukulan Tok-liong-ciang yang dilatih oleh Khu Kong."
"Aku kira Su-ci salah, ada lagi pukulan yang berciri mirip itu!" kata nona Wan.
"Pukulan apa?" tanya Kho-si.
"Cit-sat-ciang milik Kiong Cauw Bun," kata nona Wan.
"Aku dengar pukulan itu berbeda luka Tok-liong-ciang berwarna ungu, dan luka Cit-sat-ciang katanya berwarna hitam," kata Kho-si.
"Benar, tapi warna hitam itu baru timbul sesudah selama setengah tahun," kata nona Wan. "Jika dalam tiga bulan korban itu mati, warna bekas pukulan itu akan berwarna ungu kemudian baru hitam. Apa kau tak
memperhatikannya?" kata nona Wan.
"Aku lupa, waktu itu aku masih kecil, mana berani aku memeriksa bekas luka Ayahku" Aku dengar Kiong Cauw Bun pernah bertanding dengan ayahmu dan dia kalah satu jurus. Dan aku dengar Cauw Bun baru berhasil sesudah dibantu oleh ayahmu, begitu bukan?"
1363 "Benar," kata nona Wan. "Dulu Ayahku dan dia bersahabat, tapi sekarang mereka bermusuhan."
"Jika dia punya lukisan itu, aku pikir tak mungkin dia bisa dikalahkan oleh ayahmu," kata Kho-si.
Dari ucapannya dia masih sangsi kalau orang bertopeng itu adalah Khu Kong, paman guru Wan Say Eng.
"Sekarang kau jangan pedulikan, siapa orang bertopeng itu," kata nona Wan. "Jika ayahmu mencurigai Khu Su-pek, maka Ayahmu menyuruh kau berguru pada Khu Su-pek, bukan" Tapi aku heran, mengapa Su-pek mau
menerimamu?" Khu Kong tinggal di Coa-to (Pulau Ular), pulau ini berada di bagian utara ratusan li dari Beng-shia-to. Nona Wan pun belum pernah ke sana. Ayahnya pernah beberapa kali ke sana. Ketika Kok Siauw Hong berguru pada Khu Kong, dia tidak pernah cerita kalau Khu Kong punya murid.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika aku jelaskan, pasti kalian tidak percaya," kata Khosi. "Kiauw Sek Kiang yang membantuku hingga aku diterima oleh Paman gurumu."
"Heran?" kata nona Wan. "Orang she Kiauw itu musuh besar kita, masa kau berani minta bantuannya" Setahuku Khu Su-pek dan Ayahku bermusuhan dengan Kiauw Sek Kiang. Bagaimana kau bilang dia yang membantumu?"
"Aku juga sangsi saat Ayahku merencanakan hal itu,"
kata Kho-si. "Tapi Ayah bilang,jika kau bertekad menuntut balas, caranya dengan pura-pura bekerja sama dengan musuh. Dengan demikian kau bisa mencuri benda pusaka itu. Jika kau bekerja-sama dengan Kiauw sampai gambar itu diperoleh, jangan kau serahkan gambar itu kepadanya.
Baru kau bisa membalas dendamku."
1364 "Aku heran, mengapa keduajago itu bisa kau kelabui?"
kata nona Wan. "Setelah Ayahku meninggal, beliau meninggalkan sebuah suat wasiat, isinya agar aku menemui Kiauw Sek Kiang. Dalam surat Ayahku memohon pada Kiauw Sek Kiang agar dia mau mengajari ilmu silat kaum sendiri. Jika dia mau Ayahku berjanji akan memberinya upah yang berharga." kata Kho-si.
"Pasti lukisan pusaka itu," kata nona Wan. "Ayahmu cerdas, dengan iming-iming lukisan itu tentu Kiauw Sek Kiang akan bersedia membantumu!"
"Benar, Kiauw Sek Kiang tertarik, dia bilang dia dan Ayahku itu saudara seperguruan, sekalipun mereka ribut berebut pusaka, tapi hubungan baik tetap terjaga. Dia bilang diajuga punya kewajiban melindungiku. Karena ayahmu berjanji, aku ingin tahu apa balas jasa dari ayahmu itu. Tapi Ayahku minta kau bersumpah dullu, baru kuberi tahu,"
kataku. Kiauw Sek Kiang tertawa. Dia tak percaya, mana mungkin ayahku memintanya bersumpah dulu. Tapi akhirnya dia bersedia bersumpah "mungkin demi benda pusaka itu", maka dia pun bersumpah berat, katanya 'Jika dia melanggar janji, dia bersedia dihajar oleh orang bertopeng itu."
"Aah, sumpah begitu sama saja dengan tidak bersumpah," kata Kiat Bwee. "Dia tak kenal dengan orang bertopeng itu. Jadi mana mungkin orang itu akan memukul dia?"
"Sesudah itu aku berkata padanya," kata Kho-si melanjutkan ceritanya. "Aku bilang Ayahku sudah tahu, siapa orang bertopeng itu. Jika kau tidak percaya aku tak melanjutkan ceritaku. Akhirnya Sek Kiang mengaku, 'Aku 1365
memang sangsi ayahmu itu bohong padaku," kata dia.
'Sekarang mau tak mau aku percaya! Siapa dia"' Kukatakan bahwa orang itu Khu Kong. Ia terperanjat. 'Khu Kong ilmu sulatnya lebih tinggi dariku, janji upah dari ayahmu itu artinya omong kosong. Kecuali kau mau menuruti saranku,'
kata Kiauw Sek Kiang. Lalu aku tanyakan bagaimana caranya. 'Akan kuusahakan agar kau jadi murid Khu Kong, kau nanti usahakan untuk mencuri benda pusaka itu darinya untukku," kata Kiauw Sek Kiang. Karena gagasan itu sesuai rencana Ayahku, aku terima permintaannya."
"Rupanya dia percaya padamu," kata nona Wan.
"Dia kira aku anak bodoh yang bisa dia kelabui," kata Khosi. "Selama aku di rumahnya dia baik padaku, dia berusaha menyenangkan hatinya. Rencana selanjutnya, jika aku berhasil mencuri lukisan itu, maka aku akan mempelajarinya dan tak memberikan padanya."
"Bagaimana caranya sampai kau bisa diterima berguru pada Khu Kong?" tanya nona Wan.
"Dia nengajari aku, bagaimana aku harus bicara. Setelah itu aku diajak ke kapal bajaknya. Sampai di Coa-to aku dibuang di pulau itu," kata Kho-si.
"Hatimu tabah sekali, Su-ci. Aku dengar di pulau itu banyak ular, jika aku mungkin sudah mati karena ketakutan," kata nona Wan.
"Saat itu umurku sekitar 13 tahun, tentu saja akupun takut," kata Kho-si. "Tapi kupikir, jika aku tak mau menentang bahaya, mana mungkin aku bisa membalas dendam" Ketika aku baru menginjakkan kakiku di sana.
memang banyak ular menghampiriku. Sebelum ular-ular itu menyerangku, terdengar suara suitan. Ular-ular itu menyingkir dariku. Aku pingsan, saat sadar aku merasa ada 1366
orang yang memondongku. Saat kubuka mataku aku berada di sebuah kamar. Seorang kakek berwajah merah dan berambut putih mengawasiku sambil tersenyum. Dia membujukku agar aku tidak takut. Dia mena-nyakan bagaimana aku bisa ada di pulau itu.
"Pasti dia Khu Su-pek!" kata nona Wan.
"Ya. Kemudian kureka cerita bohong, bahwa aku sedang melakukan perjalanan bersama ayah-ibuku. Tapi malang kapal kami diserang perompak, orang tuaku kukatakan terbunuh. Karena aku sering menangis dan memaki, kawanan perampok marah lalu membuangku ke pulau Coa-to agar aku dimakan ular. Khu Kong percaya saja, apa lagi dia juga sempat melihat kapal bajak lewat di pulaunya.
Maka itu aku dijadikan muridnya." kata Kho-si.
"Pantas Khu-su-pek sangat sayang padamu," kata nona Wan
Wajah Kho-si berubah merah.
"Ya, aku berdosa besar pada Guruku. Dia demikian sayang padaku, aku malah bermaksud jahat. Selama tujuh tahun aku berada di sana, aku sangat disayang. Padahal aku menganggap dia musuh ayahku. Aku punya banyak kesempatan jika saja aku mau membunuh beliau. Tapi karena Guruku sangat baik, maka kupikir membunuh Ayahku sudah terbayar oleh kebaikannya. Maka niatku mencuri benda pusaka itu aku batalkan."
"Dari ceritamu, aku rasa bahwa kau sangsi kalau orang bertopeng itu bukan gurumu, ya kan?" kata nona Wan.
"Benar, untung aku tak mencelakainya," kata Kho-si.
"Suatu hari dia pergi mencari ikan, kesempatan itu kugunakan untuk masuk ke kamarnya. Kuperiksa semua peti dan lemari. Aku menemukan sebuah buku kecil. Dalam 1367
buku iti terdapat peta tubuh manusia, juga catatan menggunakan ilmu tiamhiat (totok). Itu jelas bukan benda pusaka, tapi mungkin saja salinan dari benda pusaka itu.
Tapi aku pikir jika aslinya tak kutemukan, salinanyapun boleh juga! Karena lama tinggal di pulau itu, aku juga bisa mengayuh perahu. Aku juga sering naik perahu kecil pesiar di sekitar pulau itu. Malam itu aku lalu naik perahu dan kabur dari pulau itu. Dengan menempuh sedikit bahaya akhirnya aku sampai ke daratan lain."
Kemudian Kho-si mengambil buku kecil itu dan diserahkan pada nona Wan.
"Aku berdosa pada Suhu, bahkan tak bisa minta ampun di depan makamnya. Maka itu buku kecil ini kuserahkan padamu, Su-moay. Aku harap kau serahkan buku ini pada Su-siok, ayahmu!" kata Kho-si.
Setelah memeriksa buku kecil itu nona Wan tertawa.
"Ini memang bukan kitab pusaka itu, tapi ini ilmu totok perguruan kita," kata nona Wan. "Tapi kitab ini jerih payah kakek-guru kita."
"Guru belum mengajariku ilmu tiam-hiat, mungkin bakatku kurang, Maka itu aku berlatih sesuai buku itu.
Hampir aku cedera. Sekalipun aku bisa ilmu tiam-hiat itu.
tapi untuk melawan Kiauw Sek Kiang belum cukup! Maka itu aku yakin bahwa buku itu bukan benda pusaka yang sedang dicari-cari itu."
"Kau tak bisa mengalahkan dia, tapi dia mau membebaskanmu!" kata nona Wan.
"Memang mengherankan, saat dia hampir mengejarku, tiba-tiba dia terjatuh. Sesudah merangkak bangun tampak dia kebingungan dan langsung kabur! Aku heran, tiba-tiba aku kegatalan dan tak sadarkan diri. Ketika aku sadar, aku 1368
tidak terluka dan buku itu terletak di sampingku." Kata Kho-si.
"Pasti itu Seng Cap-si Kouw yang mempermainkanmu,"
kata Kiat Bwee. "Entah dengan obat apa dia menyadarkanmu?"
"Sekarang aku mengerti," kata Kho-si. "Aku yakin Seng Cap-si Kouw tahu tentang benda pusaka itu. Dia juga menginginkannya. Ketika aku tahu buku kecil itu bukan benda pusaka, dia kembalikan padaku. Dialah yang membuat Kiauw Sek Kiang ketakutan dan kabur! Sesudah aku pingsan, dia geledah tubuhku sampai dia menemukan buku kecil itu! Jika dia mau pasti aku sudah mati di tangannya."
"Jika dia sudah tahu benda pusaka itu tidak ada padamu, kenapa dia datang ingin mencelakakanmu?" kata Siang Hoa.
"Itu mudah dimengerti," kata Kiat Bwee. "Karena kami, tapi Bibi yang kena getahnya!"
"Ya, aku mengerti sekarang," kata Siang Hoa. "Karena benda itu tidak ada di tangan Khu Kong, dia anggap Kho Kiat telah membohonginya. Mungkin dia kira benda itu ada di tangan ayahmu atau Ayahku. Karena kau mau merawatku, dia kira Ayahku punya benda itu, dan kau menginginkan lukisan itu!"
Ucapan Siang Hoa membuat wajah Kho-si berubah merah, sbab apa yang dikatakan Siang Hoa benar. Dia memang berkeras ingin mengangkat anak, karena lukisan itu. Dia tidak curiga kalau ayahnya membohonginya.
Waktu itu di kamar sangat gelap, mungkin dia kira siapa tahu lukisan itu sudah disembunyikan oleh Yo Tay Ceng dan Ciok Leng. Sedang kotak gambar yang dibawa orang 1369
bertopeng itu mungkin barang lain. Karena Kho Kiat tidak melihatnya dengan jelas, maka dia pikir lukisan itu sudah dibawa kabur oleh orang bertopeng itu. Karena salah duga itu Kho-si jadi malu bukan main.
"Kenapa kau. Bu?" tanya Siang Hoa kaget.
"Jika benar aku memungutmu jadi anak angkatku karena lukisan itu, masihkah kau mau mengaku aku sebagai ibumu?" kata Kho-si.
"Mengapa Ibu berkata begitu, sedangkan aku ketika kau angkat masih kecil sekali. Darimana aku tahu tentang lukisan itu?" kata Siang Hoa.
"Mungkin benar pikiranku waktu itu begitu," kata Kho-si terus-terang. "Ketika itu aku berharap kalian bisa bertemu dengan ayah kandungmu. Dia pasti akan mewariskan lukisan itu kepadamu. Karena kau merasa berhutang budi padaku, barangkali jika kuminta pun lukisan itu akan kau berikan padaku?"
Mendengar ucapan ibunya itu Siang Hoa tertegun.
"Seandainya benar Ibu berpikir begitu, aku tidak merasa dendam padamu. Tapi dari mana kau tahu Ayahku belum mati?" kata Siang Hoa.
"Sesudah aku tahu buku kecil itu bukan lukisan pusaka yang kucari, langsung kuselidiki keluargamu," kata Kho-si.
"Karena aku sangsi, lukisan itu ada pada ayahmu, atau di tangan ayah nona Yo.
Setelah peristiwa itu, karena khawatir perusahaan di mana dia bekerja terlibat, dia minta berhenti dan mengungsi ke daerah Selatan. Taopi aku tidak bisa menemuan jejaknya. Sedang Ciok Leng masih ada di kampung halamannya. Aku pernah ke kampungmu, yaitu sesudah keluargamu diserang para perampok. Aku menemukan 1370
budak ayahmu terluka. Sesudah kuobati dia bilang Ciok Leng terluka parah walau lolos dari sergapan perampok."
Ciauw Siang Hoa kaget dan girang.
"Jika Ayah masih hidup, kenapa tak ada kabar apa-apa tentang dirinya?" kata Siang Hoa.
"Aku duga ayahmu tahu, bajak yang menyerbu ke rumahmu itu pasti komplotan Kiauw Sek Kiang," kata Kho-si. "Mungkin dia sedang belajar silat lagi, sebelum sempurna dia tak berani muncul. Dia takut
persembunyiannya diketahui orang she Kiauw!"
"Bu, tidak kukira riwayatku begitu rumit," kata Siang Hoa.
"Aku juga merasa berdosa pada ayah angkatmu, apalagi hal ini sampai sekarang masih aku rahasiakan," kata Kho-si.
"Ketika kedua kalinya aku didatangi Kiauw Sek Kiang, ayah angkatmu yang menyelamatkan aku. Aku telah berbohong pada ayah angkatmu, malah aku pun rela menjadi isteri muda ayah angkatmu. Dia baik kepadaku, maka itu akupun berat meninggalkan dia. Apa yang kujelaskan padamu, boleh kau katakan pada ayah angkatmu!"
"Aah, kenapa aku yang haru cerita pada Ayah, kenapa bukan Ibu sendiri?" pikir Siang Hoa.
Karena tak ingin menyusahkan ibunya, dia tidak bertanya, hanya berkata.
"Terima kasih atas keterangan Ibu," kata Siang Hoa.
"Mngkin kau lelah, silakan Ibu istirahat saja."
"Tidak, sebab masih ada yang akan kubicarakan," kata Kho-si. "Nona Yo, kau ke mari!"
"Ada apa, Bi?" 1371 "Ayah kalian bersahabat," kata Kho-si. "Sejak kecil kalian juga sama-sama teraniaya oleh penjahat. Sekarang kalian saling bertemu, ini sudah takdir! Selanjutnya kalian harus tetap bersatu, maukah kau nona Yo?"
Wajah Kiat Bwee berubah merah.
"Sekarang aku tahu asal-usulku. Kakak Hoa sudah kuanggap sebagai saudara kandungku," kata Kiat Bwee.
Ibu Siang Hoa batuk-batuk.
"Tidak, bukan itu masudku, tapi aku ingin....." tapi sebelum ucapan ibunya selesai sudah dipotong oleh Siang Hoa.
"Sudah Bujangan khawatirkan kami. Masalah itu mudah kita bicarakan kelak," kata Siang Hoa. "Terutama sesudah Ibu sembuh!"
"Aku tidak yakin akan sembuh!" kata ibunya.
"Sekalipun aku tidak bisa mengobati Bibi, tapi bukan berarti Bibi tidak akan sembuh," kata Kiat Bwee.
"Aku tahu, untuk memunahkan racun aku harus minta kepada orang yang meracunku," kata Kho-si. "Karena seumur hidupku sudah tersiksa, jadi tak ingin aku tersiksa lagi oleh si Iblis Perempuan itu!"
Tak lama Kho-si muntah darah.
"Bu, bagaimana keadaanmu?" kata Siang Hoa.
Dia rasakan tangan ibunya dingin.
Bibir Kho-si bergerak-gerak. Kiat Bwee dan Siang Hoa menghampirinya.
"Aku... aku tak ingin menyusahkan keluarga Ciauw. Jika aku mati, pasti Seng Cap-si Kouw tidak akan menyusahkan mereka lagi! Aku orang yang berdosa, apa yang menimpa 1372
diriku, itu suatu ganjaran yang adil dan setimpal. Nona Yo, aku minta kabulkan keingiananku. Karena itu aku akan meninggal dengan tenang...." kata Kho-si.
Mungkin dengan sengaja Kho-si memutuskan urat nadinya, ucapan yang terakhir membuat napasnya lemah.
Kiat Bwee mendekat, tanpa disadari dia jadi berdekatan dengan Siang Hoa.
"Baik, Bi. Aku berjanji!" kata Kiat Bwee.
Kho-si tersenyum pedih. Akhirnya Kho-si pun meninggal.
Sementara itu Ci Giok Phang sedang menemani Hoa Kok Han di ruang tamu. Tiba-tiba mereka mendengar suara tangis di kamar.
Tak lama nona Wan dan Kiat Bwee keluar memberi tahu mereka, bahwa Kho-si telah tiada.
"Kenapa bisa meninggal begitu saja?" kata Hoa Kok Han.
Nona Wan hanya menghela napas.
Hoa Kok Han hanya mengangguk, karena tahu mungkin masalah pribadi.
"Tuan rumah sedang sakit, isterinya meninggal pula.
Sedangkan Nona Yo tidak bisa segera pergi. Sebaiknya kami pamit saja" kata Hoa Kok Han.
Kiat Bwee mengantar kepergian Hoa Kok Han. Kepada nona Wan, Kiat Bwee berkata, "Jika masalah di sini sudah selesai, aku dan Siang Hoa pasti akan ke Kim-kee-leng.
Selamat jalan!" -o0-DewiKZ^~^aaa-o0- 1373 BAB 50 Berangkatlah Hoa Kok Han ditemani Ci Giok Phang dan Wan Say Eng. Di perjalanan Wan Say Eng baru cerita tentang kisah yang dia dengar dari Kho-si kepada Ci Giok Phang dan Hoa Kok Han. Hoa Kok Han dan Ci Giok Phang menghela napas setelah mendengar cerita nona Wan.
"Sekalipun Kho-si bersalah, tetapi dia juga patut mendapat simpatik," kata Ci Giok Phang.
"Sesudah Seng Cap-si Kouw kabur karena kugertak, mungkin dia tidak akan mengganggu lagi keluarga Ciauw.
Mudah-mudahan aku bisa bertemu kembali dengannya, karena aku ingin tahu di mana Han Lo-cian-pwee dia sembunyikan" Ini kulakukan atas permintaan Han Pwee Eng!" kata Hoa Kok Han.
Mendengar nama Han Pwee Eng disebut-sebut, Ci Giok Phang jadi bimbang.
"Entah di mana Siauw Hong sekarang berada?" kata Ci Giok Phang.
"Aku juga harus mencari Kok Siauw Hong," kata Hoa Kok Han. "Dia ke Kang-lam untuk menghubungi jago-jago Kanglam. Sesudah ke tempat Bun Yat Hoan, mungkin sekarang dia ada di tempat Ong cee-cu di Thay-ouw. Maka itu aku harus singgah dulu di Thay-ouw."
"Sebenarnya aku ingin bertemu dengan Kok Siauw Hong, tapi karena aku juga khawatir keadaan Giok Hian, adikku terpaksa aku tidak ikut," kata Ci Giok Phang. "Jika Hoa Tayhiap bertemu dengannya, dan dia tidak segera pulang ke Utara. Tolong katakan padanya tunggu aku di Thay-ouw!"
1374 Maka berpisahlah mereka, Hoa Kok Han langsung ke Thayouw sedang Ci giok Phang dan nona Wan ke tempat Bun Yat Hoan di Hang-ciu.
Ketika itu musim semi, udara sejuk sekali, bunga-bunga bermekaran aneka warna. Musim semi di wilayah Kanglam memang indah sekali. Terutama bagi dua kekasih yang sedang memadu cinta seperti Ci Giok Phang dan nona Wan.
Wan Say Eng terkenang pada nona Kiat Bwee. Dia menceritakan kisah sedih Kiat Bwee dan Siang Hoa. Tibatiba nona Wan berkata pada Giok Phang.
"Di See-ouw ada sebuah kelenteng Dewi Rembulan, di sana ada sepasang lian yang bunyinya begini: Mudah-mudahan semua kekasih menjadi suami-isteri, Jika sudah takdir, jangan menyia-nyiakannya.
Nasib Siang Hoa dan Kiat Bwee seperti sepasang lian itu.
Tapi kisah yang mereka alami benar-benar sulit diduga"
kata nona Wan. "Syair dalam lian yang diceritakan Wan Say Eng, mirip pengalaman hidupku," pikir Ci Giok Phang. "Seperti orang sengaja menanam bunga, tapi sang bunga malah tidak mekar. Tanpa bermaksud menanam pohon liu, pohon menjadi rindang. Dulu Kok Siauw Hong mengikat jodoh dengan adikku. Karena peristiwa di Pek-hoa-kok, akhirnya mereka rujuk kembali. Tapi yang aneh adikku Giok Hian, entah kenapa dia mau dipersunting oleh Seng Liong Sen.
Sungguh aneh kejadian di dunia!" pikir Ci Giok Phang.
Melihat Ci Giok Phang seolah sedang melamun, nona Wan menegurnya.
1375 "Eeh, melamun ya" Kau sedang memikirkan siapa?" kata si nona.
"Aku pikir bunyi lian di kelenteng Dewi Rembulan itu, apa kau kira tidak tepat untuk kita juga?" kata Ci Giok Phang.
"Iih, ternyata kau genit juga" kata nona Wan. "Aku bicara sebenarnya, kau malah melantur! Tetapi aku malah ingat sesuatu."
"Ingat apa?" Tanya Giok Phang.
"Aku sangsi orang bertopeng itu Kiong Cauw Bun, aku juga tak yakin lukisan itu ada padanya. Sayang aku belum bertemu dengan Enci Kiong Mi Yun, jika bertemu akan kutanyakan padanya," kata nona Wan.
"Kau bilang semasa kecil kau akrab dengan Mi Yun, benarkah?" kata Ci giok Phang.
"Ya. Selain baik aku pun sering bertengkar dengannya,"
kata nona Wan. "Tapi waktu itu dia belum bisa ilmu totok, maka aku tidak tahu apakah lukisan pusaka itu ada di tangan ayahnya atau tidak?"
"Karena kau bicara soal nona Kiong, aku jadi ingat pada seorang temanku," kata Ci Giok Phang.
"Siapa temanmu itu?" kata nona Wan.
'Kong-sun Po," kata Ci Giok Phang. "Dia berpisah denganku ketika di Ceng-liong-kouw. Dia bersama nona Kiong berhasil lolos dari kepungan musuh. Kau bilang kau pernah bertemu Kong-sun Po, tapi kenapa nona Kiong tidak bersamanya?"
"Kong-sun Po dikejar-kejar calon mertuanya, sedangkan nona Kiong tidak berani menemui ayahnya. Tapi mereka 1376
sama-sama ke Kim-kee-leng. Aku kira sekarang mereka sudah ada di sana!" kata Wan Say Eng.
"Aku sudah ingin bertemu dengan Kong-sun Po. Dia seorang yang baik," kata Ci Giok Phang.
"Kalau begitu mari kita temui dulu adikmu sesudah itu kita bersama-sama ke Kim-kee-leng mencari dia," kata nona Wan.
Mereka terus melakukan perjalanan. Tak lama mereka sudah tiba di kota Lim-an.
Saat mereka tiba keadaan cuaca sangat cerah sekali. Dua muda-mudi ini berjalan bersama, kelihatannya mereka sangat mesra.
Di jalan raya sudah ramai dengan orang yang lalu-lalang.
Mereka akan melakukan kegiatan sehari-hari mereka.
"Di dalam buku, Kang-lam sebuah daerah yang mendapat pujian tentang keindahannya. Ternyata memang musim semi di Kang-lam ini sangat indah," kata Ci Giok Phang memuji.
Saat itu karena mereka berjalan dijalan pegunungan, makin lama orang-orang yang mereka temui semakin sedikit. Saat itulah dahi nona Wan berkerut sambil berkata,
"Ci Toa-ko, perhatikan olehmu. Di sana orang sedang memperhatikan kita," kata Wan Say Eng.
"Entah apa yang mereka bicarakan di pos jaga itu, barangkali mereka sedang membicarakan kita!"
Giok Phang menengadah, dia lihat di sana ada semacam pos atau tempat beristirahat. Di tempat itu ada sekitar lima sampai enam orang sedang berkumpul dan berbincang.
Salah seorang dari mereka terdapat seorang pemuda berpakaian bagus. Barangkali dia seorang anak hartawan 1377
atau pejabat. Sedangkan yang lainnya barangkali para pengawal pemuda itu.
Para pengiring itu sedang memuji-muji majikannya.
Memang saat itu mata mereka sedang mengawasi ke arah kedua muda-mudi.
Ketika Ci Giok Phang menggunakan ketajaman
telinganya, dia dengar salah seorang bicara.
"Wajah nona itu lumayan juga," katanya.
"Sedang yang pria pun tampan," kata yang lain, "walau tampak kikuk ketolol-tololan! Sayang, nona seperti mawar indah tang ditancapkan di atas tahi kerbau saja."
"Kau bilang mereka suami isteri, dari mana kau ketahui hal itu?" kata yang lain.
Mendengar ocehan itu, nona Wan mendongkol bukan main. Dia ingin menghajar orang-orang itu. Tapi niatnya dicegah oleh Ci Giok Phang.
"Jangan ladeni orang-orang itu. Mengapa harus meladeni mereka?" kata Giok Phang.
Giok Phang dan Wan Say Eng mencoba menjauhi mereka. Tapi tak lama terdengar suara ejekan dari orang-orang itu. Malah kata-kata mereka semakin tidak senonoh.
"Tuan, apa Tuan suka pada nona itu" Perintahkan saja kami!" kata salah seorang dari mereka.
"Huss! Jangan main gila, mereka itu suami-isteri!" kata si kong-cu.
"Hm! Tapi Kong-cu suka padanya, kan?" kata yang lain.
"Sabar, akan kusapa mereka. Jika mereka kakak-beradik, aku bisa jadi comblang Kong-cu!" kata yang lainnya.
1378 "Suami-isteri atau bukan apa halangannya?" kata yang lain lagi. "Aku dengar malah Kong-cu lebih suka perempuan yang pernah bersuami!"
"Rampas saja, kenapa harus bertele-tele ditanya segala?"
kata yang lain. "Jangan gegabah, ketahuan Ayahku celaka," kata kongcu itu.
Dia asyik mengipasi tubuhnya dengan sebuah kipas lipat.
Sekarang nona Wan sudah tak dapat menahan
dongkolnya. Dia pungut beberapa kerikil, lalu dia sentil dengan sekuat tenaga ke arah orang-orang itu.
Sebenarnya saat itu Ci Giok Phang sedikit terkejut, karena suara orang itu ada yang dikenalnya. Maka itu dia menghentikan langkahnya. Dia ingin memperingatkan orang yang berbicara sembarangan itu.
Orang-orang itu merasa diberi hati oleh majikannya, dua di antara mereka keluar dari pos, tapi mereka langsung disambuit oleh batu-batu yang dilontarkan oleh nona Wan.
Mereka menjerit kesakitan. Setelah kedua orang itu terkena batu, tapi batu yang lain masih meluncur ke dalam tempat peristirahatan itu.
Ternyata orang yang ada di dalam pos itu tidak sebodoh dua kawannya. Saat batu-batu itu menyambar ke arah mereka, batu itu disampok. Sedang yang seorang lagi menangkap batu itu. Kemudian disambitkan ke arah nona Wan. Tapi yang satu lagi tak sempat berkelit, jidatnya terhajar hingga berteriak kesakitan.
Ketika sebuah batu diarahkan ke kong-cu itu, dengan tenang si kongcu menepis batu itu dengan kipas lipatnya.
1379 "Hm! Nona ini lihay. Mungkin mereka kawanan perampok dari Thay-ouw atau Thian-po-san!" kata lelaki bertubuh kekar.
"Baik, kalian tangkap mereka," kata si kong-cu. "Tapi ingat, jangan lukai yang perempuan!"
"Baik," kata orang kekar itu.
"Nona beraninya kau main gila di depan Han Kong-cu, jika kau tahu selatan, mari ikut kami!" kata si kekar.
Dia serang nona Wan dengan jurus Kim-na-ciu-hoat atau jurus cengkraman yang lihay. Serangan itu oleh nona Wan dikibaskan, sedang tangan kiri nona Wan mencoba menotok lawan.
Ketika terdengar suara sobekan kain, nona Wan kaget.
Tampak lengan bajunya robek, tapi lawannya mundur beberapa langkah.
Temannya yang lain maju hendak mengeroyok nona Wan.
Sedang si kekar yang tertotok tadi tak apa-apa.
"Kurang ajar, majikanku sayang padamu, kau malah mau mencelakai aku!" kata si kekar.
Tak lama pertarungan terjadi. Wan Say Eng diserang oleh orang bertubuh kekar, sedang Giok Phang diserang si wajah hitam yang bersenjata tombak cagak, kawannya yang membantunya menggunakan sebilah pedang.
Sekarang Ci Giok Phang mengenali lawannya, yang satu bernama Bong Sian, sedang yang lain bernama Teng Kian.
Mereka pernah datang ke Pek-hoa-kok pada saat terjadi keributan gara-gara Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng.
1380 Si kong-cu ternyata putera kedua Han To Yu, sang perdana menteri. Dia bernama Han Hie Sun. Lawan nona Wan bernama Su Hong, atau pengawal perdana menteri.
Bong Sian dan Teng Kian semula orang Liok-lim (Rimba Hijau atau kaum penjahat). Mereka sahabat Chan It Hoan, pelayan nona Han Pwee Eng. Tak heran ketika keributan di Pek-hoa-kok, Chan It Hoan mengundang mereka. Sesudah keributan di Pek-hoa-kok mereka lalu pergi ke Kang-lam dan diajak bekerja oleh Su Hong.
Di Pek-hoa-kok mereka terluka oleh Kok Siauw Hong dan Ci Giok Phang. Walau sudah damai, tapi kedua orang ini masih mendendam. Sebenarnya mereka sudah tahu, muda-mudi itu Ci Giok Phang bersama nona Wan. Tapi sengaja mereka mengolok-olok dan berniat merampas nona Wan.
"Hm, ternyata kalian! Dulu saat peristiwa itu terjadi, itu karena salah paham. Sekarang aku tidak akan segan-segan terhadap kalian!" kata Ci Giok Phang.
"Tutup bacotmu, bocah! Hari ini kaujatuh ke tanganku.
Kenapa kau masih berani lancang bicara!" kata Bong Sian.
Giok Phang gusar, dia putarkan pedangnya menangkis serangan tombak cagak Bong Sian. Tak lama ujung pedang Giok Phang meluncur ke arah perut Bong Sian, sedang gagang pedang Giok Phang digunakan untuk menotok Teng Kian. Satu serangan ke dua lawan, membuat kedua orang ini mundur karena terdesak.
"Jika aku tidak memandang keluarga Han, dulu kalian sudah mampus di tanganku!" kata Giok Phang.
"Bangsat! Jangan banyak bicara, baru menang satu jurus kau pentang bacotmu! Sekarang, bisakah kau menahan seranganku?" kata Teng Kian.
1381 "Sudah jangan banyak bicara, bunuh saja!" kata Bong Sian.
Mereka bertarung seimbang karena dua lawan satu, jika satu lawan satu rasanya mereka tidak akan sanggup melawan Ci Giok Phang yang lihay. Tapi di tempat lain nona Wan tampak kewalahan melawan Su Hong.
Kepandaian Su Hong sebagai pengawal perdana menteri memang memadai. Untung nona Wan mampu
mengimbangi lawan, walau kalah tenaga. Kelihatan Su Hong tak sabar. Dia menyerang dengan cengkraman dasyatnya. Sekalipun nona Wan bersenjata pedang, tapi tak urung terdesak juga. Untung Wan Say Eng mampu bergerak cepat, tubuhnya berputarputar menghindari serangan Su Hong.
Ci Giok Phang sempat melirik ke arah nona Wan yang sedang terdesak. Melihat si nona dikepung dua musuh Giok Phang nekat. Dia menyerang dengan cepat, pedangnya menusuk cepat luar biasa.
Bong Sian berusaha menghadang Giok Phang agar tak bisa menolongi nona Wan. Tiba-tiba terdengar suara tajam.
"Sreet!" Pedang Giok Phang mengarah ke tenggorokan Bong sian; untung Teng Kian maju membantu.
"Trang!" Pedang Giok Phang dan pedang Teng Kian beradu keras.
Tapi pedang Giok Phang lebih cepat, dan....
"Cress!" dahi Bong Sian tergores pedang Giok Phang. Itu masih untung, jika Teng Kian tidak menangkis pedang Giok Phang entah apa jadinya.
1382 Su Hong jadi kesal dan malu karena dia tak mampu segera mengalahkan nona Wan. Dia menyerang dengan sedikit tergesa-gesa. Hal ini justru memberi kesempatan buat nona Wan. Serangan Su Hong yang bertubi-tubi berhasil dihindarkan oleh nona Wan. Saat itu tiba-tiba nona Wan bergeser ke belakang lawan, pedangnya dengan cepat ditusukan.
Secara reflek dan tidak menoleh lagi Su Hong menangkis ke belakang. Tangan baju nona Wan terjambret olehnya.
Tapi tangan Su Hong pun tergores oleh pedang nona Wan.
"Kurangajar, kau melukaiku?" teriak Su Hong.
Saat amarah Su Hong memuncak dan hendak menerkam nona Wan, tiba-tiba si kong-cu maju.
"Suhu, biarkan nona ini kuhadapi," kata kong-cu itu.
"Kau bantu Bong Sian membekuk yang lainnya!"
Kong-cu itu maju. Nona Wan malah girang.
"Kebetulan, menangkap penjahat harus menangkap gembongnya," pikir nona Wan.
Tiba-tiba nona Wan menyerang kong-cu itu dan yang dia arah Tan-tiong-hiat lawan. Jika tidak waspada Han Hie Sun akan celaka. Su Hong kaget menyaksikan serangan nona Wan, tapi dia tak sempat jika menolongnya pun.
"Hm! Ilmu silat yang istimewa!" puji Han Hie Sun.
Serangan nona Wan, dia tangkis dengan kipasnya, ternyata pedang nona Wan tak mampu menembus kipas lawan. Melihat kehebatan majikannya, Su Hong tercengang. Dia tidak menyangka kong-cunya demikian lihay.
"Aah, siapa yang mengajari Kong-cu ilmu silat?" pikir Su Hong.
1383 Melihat Su Hong bengong, Han Hie Sun memberi perintah.
"Suhu, lekas bantu Bong Sian, dia sudah kewalahan!"
kata Hie Sun. Mengetahui kong-cunya lihay sekarang dia
meninggalkan sang kong-cu untuk membantu Bong Sian.
Menyaksikan serangannya bisa dimentahkan, nona Wan kaget. Dia sadar Han Kong-cu ini lihay, mungkin dia bukan tandingannya.
Sambil mengipas-ngipas tubuhnya, Han Hie Sun berkata lagi.
"Pelayanku bicara kurang sopan, aku harap nona tidak marah. Aku ingin bersahabat denganmu, maukah nona?"
kata Hie Sun. Walau nona Wan jengkel dan mau marah, dia coba menahan sabar.
"Mana pantas gadis kampung sepertiku bersahabat denganmu, kong-cu?" kata nona Wan.
Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba pedang nona Wan meluncur menyerang Han Hie Sun. Saat kipas Han Hie Sun baru dilepit karena tertarik oleh jawaban nona Wan yang lemah-lembut. Saat akan menjawab, tiba-tiba serangan nona Wan datang.
Pada saat yang sangat kritis dia mampu menangkis serangan nona Wan. Baju Han Hie Sun tertusuk pedang nona Wan, tapi tidak terluka. Han kaget bukan kepalang, keringat dingin mengucur. Dia pun gusar.
"Hm! Kau licik nona!" kata Han Hie Sun. "Tapi kau tidak akan lolos dari tanganku!"


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1384 Tiba-tiba Han Hie Sun melancarkan serangan dengan kipasnya. Nona Wan mencoba menghindar. Dia tak ingin terkena kipas lawan yang lihay itu. Nona Wan gesit hingga Han Hie Sun jengkel juga. Kipasnya yang dia lipat langsung dipakai menyerang.
"Roboh!" teriak Han Hie Sun.
Su Hong tiba tepat pada saat baru saja Giok Phang melukai Bong Sian. Giok Phang berusaha meloloskan diri untuk membantu nona Wan.
"Tunggu! Jangan sombong bocah!" kata Su Hong yang langsung menyerang.
Serangan itu membuat Ci Giok Phang terdorong mundur.
Niatnya yang terhalang membuat Giok Phang gelisah, dia lihat nona Wan sedang didesak oleh Han Hie Sun. Giok Phang yang cerdik tak menyerang ke depan, sebaliknya dia mundur.
"Kau mau kabur ke mana?" teriak Su Hong.
Giok Phang dikepung oleh tiga orang lawan. Mereka tak sadar kalau mereka terjebak oleh akal Ci Giok Phang. Saat dia sedang dikejar oleh ketiga lawannya. Ci Giok Phang merogoh mata uang yang dia hamburkan dengan kecepatan seperti kilat ke arah Han Hie Sun. Ternyata uang itu berjumlah tujuh buah yang mengarah ke tujuh jalan darah Hie Sun.
Han Hie Sun yang hampir berhasil menotok nona Wan, sadar serangan senjata rahasia lawannya berbahaya, terpaksa membuka kipasnya, lalu menangkis ke belakang.
Tak lama ketujuh uang itu berjatuhan ke tanah.
1385 "Bangsat! Aku akan adu jiwa dengan kalian!" teriak Giok Phang.
Melihat Giok Phang nekat Su Hong dan kawannya jadi sangsi.
Teng Kian jadi ingat, kenapa dia tidak menggunakan senjata rahasia juga. Maka itu Teng Kian pun menyerang Giok Phang dengan senjata rahasia. Tadi saja Giok Phang sudah tak bisa keluar dari kepungan musuh, sekarang ditambah dengan serangan senjata rahasia. Tentu saja Giok Phang bertambah repot.
Saat itu nona Wan sedang menghadapi serangan Han Hie Sun. Tapi sambil menyerang Hie Sun menggoda nona Wan dengan kata-kata kurang senonoh. Tentu saja nona Wan bertambah murka. Serangan Han Hie Sun semakin genjar, dia menotok nona Wan dengan jurus-jurusnya yang lihay. Saat Han Hie Sun menyerang muka nona Wan, si nona menunduk tapi tak urung tusuk kundainya terkena kipas lawan. Hie Sun yang penasaran ingin melancarkan serangan yang mematikan.
Saat Ci Giok Phang dan nona Wan sedang dalam keadaan kritis, muncul seorang pemuda berpakaian kain kasar. Pemuda itu menggendong sebuah payung. Sikap pemuda itu lugu sekali.
Pada tengah hari bolong membawa-bawa payung, itu sudah mengherankan orang. Ditambah lagi saat Teng Kian menghujani Ci Giok Phang dengan senjata rahasia, pemuda itu bukan menyingkir malah menyambut sambaran hujan senjata rahasia itu dengan payungnya.
Menyaksikan kedatangan pemuda lugu itu. Su Hong keheranan. Dia coba mengusir pemuda itu dengan bentakan nayaring. Tapi heran pemuda itu seperti tuli. Dia bukan 1386
menyingkir, malah berjalan santai menghampiri Ci Giok Phang.
Su Hong tidak tahu siapa pemuda itu, sebaliknya Ci giok Phang justru mengenalinya. Dia Kong-sun Po, pemuda yang sangat ingin dia temui. Ilmu silat pemuda ini lumayan tinggi. Menyaksikan kedatangan pemuda itu nona Wan girang.
Tiba-tiba pemuda lugu itu bicara seenaknya.
"Aneh, udara secerah kok malah turun hujan" Tapi entah hujan apa, karena kelihatannya mengkilap seperti jarum jahit janda she Ma, tetangga kita!" kata Kong-sun Po sambil tertawa.
Memang senjata yang menyerang bagaikan hujan itu senjata Teng Kian yang disebut Bwee-hoa-ciam atau jarum bunga Bwee. Jarum-jarum itu menempel di payung pemuda lugu itu. Saat dia kibaskan jarum-jarum itu berjatuhan ke tanah.
"Hm! Bocah, kau pura-pura bodoh! Rupanya kau ingin ikut campur di air keruh?" kata Teng Kian.
"Tidak hujan, bagaimana di sini bisa ada air" Yang ada kawanan bajingan!" kata Kong-sun Po.
Bukan main gusarnya Teng Kian. Dia gunakan senjata rahasia Hui-bong-ciok yang lebih berat dari jarum tadi menyerang Kong-sun Po. Teng Kian menganggap payung pemuda itu tidak akan mampu menangkis serangannya. Di luar dugaan payung Kong-sun-po yang terbuat dari sari baja itu sangat ampuh.
"Oh celaka! Tadi hujan jarum, sekarang hujan batu!"
sengaja dia berteriak 1387 Perbuatan Kong-sun Po memang menggelikan. Dengan payungnya dia sampok setiap batu yang menyambar ke arahnya. Dan sialnya batu itu malah berbalik menyambar ke arah Teng Kian.
Teng Kian kaget, dia berkelit dalam keadaan gugup. Tapi salah satu batu mengenai wajahnya. Serangan batu itu menyebabkan hidung dan bibir Teng Kian terluka. Dia menjerit kaget dan kesakitan, dari lukanya keluar darah.
Untung yang diserang bukan matanya, jika matanya pasti buta!
"Toa-ko, kebetulan kau datang. Tolong kau bantu nona Wan!" kata Ci Giok Phang girang bukan main.
"Nona Wan, dulu kau membantu aku. Malah aku belum berterima kasih padamu. Sekarang serahkan bajingan itu padaku!" kata Kong-sun Po.
"Baik, kuserahkan dia padamu," kata nona Wan yang girang telah bebas dari tekanan lawan. "Tapi Toa-ko hatihati ilmu silatnya luar biasa!"
"Tak apa, aku ingin belajar kenal dengan ilmu totok bajingan ini," kata Kong-sun Po.
Bukan main gusarnya Han Hie Sun yang selama ini menganggap dirinya pandai dan serba bisa, dia juga anak perdana menteri. Tapi sekarang Kong-sun Po mengatakan dia bajingan.
Tiba-tiba tanpa banyak bicara Han Hie Sun menyerang Kong-sun Po dengan sebuah totokan yang sangat ganas.
Tapi serangan itu dengan cepat ditangkis oleh Kong-sun Po dengan payungnya. Tak heran ketika Han Hie Sun terkena gagang payung, dia kesakitan. Kipas di tangannya hampir saja terlepas.
"Senjata apa itu?" pikir Han Hie Sun.
1388 Kong-sun Po sadar lawannya lihay, dia menotok dengan jurus yang mirip Keng-sin-ci-hoat hanya ada sedikit perubahan. Tapi Kong-sun Po malah mengejeknya.
"Jika kau takut pada senjataku, aku tak akan menggunakannya," kata Kong-sun Po.
Kong-sun Po ingin agar lawan mengeluarkan seluruh kemampuannya. Dia khawatir kipas lawan patah atau rusak, dengan demikian Han Hie Sun tak akan bisa menunjukan kemampuannya.
Merasa dihina Hie Sun marah. Dia serang Kong-sun Po dengan jurus Pak-thauw-cit-seng (Tujuh bintang barat).
Serangan itu diegos oleh Kong-sun Po. Melihat serangannya gagal, Han Hie Sun tampak girang.
"Kena!" kata dia.
Kong-sun Po memutar tubuhnya sambil mengejek.
"Nah rasakan ilmu totokku!" kaa Kong-sun Po.
Serangan Kong-sun Po agak aneh, rupanya dia bisa bergerak cepat. Dia juga bisa mengubah setiap sasaran yang dia tuju. Ini sungguh membingungkan Han Hie Sun.
Ditambah lagi kepandaian ilmu totok Han Hie Sun belum sempurna benar. Dia tak mampu merobohkan Kong-sun Po.
"Ilmu totok Han Hie Sun mirip Keng-sin-ci-hoat milik Tam Siok-siok dan Wan-yen Tiang Cie dari negara Kim.
Sedangkan Wan-yen Tiang Cie paman raja Kim. Dia tak punya murid. Dari mana Han Hie Sun memperoleh imu totok itu?" pikir Kong-sun Po bingung. "Sedangkan Tam Yu Cong anak pangeran kerajaan Kim, dia sahabat Hoa Kok Han dan sudah lama jadi buronan. Ilmu totokku kupelajari dari Hong-lay Mo-li."
1389 Han Hie Sun pun kaget, serangan balik Kong-sun Po mirip ilmu yang dia miliki. Dia sulit sekali bisa menghindari serangan Kong-sun Po itu.
"Aneh, dia juga memiliki ilmu totok yang sama dengan miliku?" pikir Han Hie Sun.
Nona Wan yang sudah bebas dari tekanan orang she Han itu, dia berlari akan membantu Ci Giok Phang menghadapi lawan-lawannya. Saat itu Teng kian masih menghujani Ci Giok Phang dengan senjata rahasianya, tapi semua dengan mudah bisa dihindarkan oleh Ci Giok Phang. Tak lama nona Wan sudah ada di tengah kalangan pertempuran. Dia menyerang Teng Kian dengan pedangnya.
Sekalipun Teng Kian lihay, tapi nona Wan lebih lihay lagi. Dalam sekejap Teng Kian sudah terdesak oleh serangan pedang nona Wan. Teng Kian bergabung dengan Bong Sian dan Su Hong. Dengan demikian mereka baru mampu menghadapi kedua muda-mudi ini dengan baik.
Kong-sun Po di pihak lain berhasil mendesak Han Hie Sun, hingga pemuda ini tampak mulai kewalahan. Dalam keadaan kritis tiba-tiba muncul seorang kakek.
"Hai, Ji-kong-cu! Kenapa kau bertarung dengan mereka?" kata si kakek.
Ternyata kakek itu adalah Pek Tek.
"Pek Lo-su, bantu aku!" kata Han Hie Sun.
Tiba-tiba Kong-sun Po menyerang Hie Sun. Melihat serangan berbahaya itu, Pek Tek maju menghalangi Kongsun Po melukai Han Hie Sun. Melihat tangkisan si jago tua, Kong-sun Po terperanjat. Dia mengubah totokan dengan telapak tangan, hingga tangan Pek Tek dan Kong-sun Po bentrok. Kong-sun Po terperanjat karena tangannya seolah 1390
mengenai kapas, tapi orang tua itu pun tak berniat mencelakakan Kong-sun Po.
"Hm! Sekarang kalian mau lari ke mana?" kata Han Hie Sun yang girang karena munculnya Pek Tek.
"Jangan berkelahi dulu. hentikan!" kata Pek Tek.
Su Hong pengawal istana Perdana Menteri Han, sekalipun Pek Tek ini tamu, tapi dia menghormatinya.
Mereka menghentikan pertarungan.
"Eh, ada apa Pek Lo-su" Mereka ini penyusup ke kota Liman!" kata Han Hie Sun.
"Maaf, apa hubungan kalian dengan Pek-hoa-kok?" kata Pek Tek. "Ci Hie Po apamu?"
"Dia Ayahku," jawab Ci Giok Phang dengan sikap hormat.
"Oh, pantas ilmu pedangmu bagus sekali. Dua puluh tahun yang lalu kami berkenalan dengan ayahmu. Aku Pek Tek, mungkin ayahmu pun pernah bilang padamu?" kata Pek Tek.
"Oh, ternyata Anda Pek Siok-siok!" kata Ci Giok Phang.
"Benar Ayah pernah bercerita tentang Siok-siok, tapi sekarang Ayah telah tiada."
"Aku sudah tahu," kata Pek Tek, "belum lama ini aku bertemu temanmu, Kok Siauw Hong!"
"Sebenarnya kami sedang mencari dia," kata Ci Giok Phang. "Aku dengar dia pergi.."
Kata-kata Giok Phang terhenti karena Pek Tek mengedipkan mata ke arahnya.
1391 "Benar, dia ke rumah sahabatnya. Apa kalian mau ke rumah Bun Tay-hiap, silakan aku tak merintangi kalian!"
kata Pek Tek. Memikirkan kedipan Pek Tek tadi Ci Giok Phang sadar, jika dia mengatakan Siauw Hong ke tempat Ong Cee-cu, maka si Kong-cu akan menuduh mereka berkomplot dengan penjahat. Dia juga heran kenapa jago tua yang sudah lama mengundurkan diri itu tiba-tiba muncul.
Nona Wan maju dia langsung berkata.
"Tapi Han Kong-cu yang menghalangi kami!" kata nona Wan.
Pek Tek tertawa. "Harap Kong-cu memandang mukaku, orang she Ci ini sahabatku. Ji-kong-cu harap kau tidak menyusahkan aku!"
Tadi dia tak bisa mengalahkan Kong-sun Po, sekarang Pek Tek mengaku punya hubungan dengan pem,uda she Ci.
Sekalipun dia dongkol dia lalu berkata.
"Karena keadaan agak gawat, dan Ayahku seorang pejabat, maka mau tak mau aku waspada! Maafkan kami, saudara Ci. Orang kalangan Kang-ouw menjadi sahabat, biasanya harus dengan berkelahi dulu!" kata Han Hie Sun.
"Dia ini putera Perdana Menteri Han," kata Pek Tek pada Ci Giok Phang dan kawan-kawannya.
Dengan merendah Ci Giok Phang berkata lagi.
"Kami senang bisa bertemu. Tapi mana mungkin kami bergaul dengan orang bangsawan. Jika Han Kong-cu mau membebaskan kami, kami sudah sangat bersyukur!" kata Ci Giok Phang.
Semula mereka akan jalan-jalan melihat See-ouw, tapi karna kejadian tadi selera mereka hilang. Maka itu mereka 1392
langsung pamit dan berangkat akan menemui Bun Yat Hoan.
Di tengah jalan nona Wan bertanya pada Kong-sun Po.
"Kong-sun Toa-ko, kenapa bisa kebetulan kau pun datang ke mari?" kata nona Wan. "Mana nona Kiong?"
"Aku ke Kang-lam untuk mencari dia," kata Kong-sun Po.
"Apa kau tidak bertemu dengannya?"
"Kami janji akan bertemu di tengah jalan ke Kim-keeleng," kata Kong-sun Po. "Di Kim-keeleng pun aku tidak bertemu dengannya. Entah ke mana dia. Karena aku tahu dia senang pemandangan yang indah, aku pikir dia ke Kang-lam. Maka itu aku datang ke mari!" kata Kong-sun Po.
"Dia memang senang melancong," kata nona Wan.
"Kalian sudah janji, jika ada sesuatu seharusnya dia memberi khabar padamu!"
"Itu sebabnya aku jadi khawatir," kata Kong-sun Po.
Kong-sun Po dan nona Wan tidak mengetahui bahwa HokhongTo-cuKiong Cauw Bun bermusuhan dengan Hong-lai-moli di Kim-kee-leng. Sesudah nona Kiong bertemu dengan Kong-sun Po, nona Kiong mulai tidak percaya pada ayahnya. Tapi karena dia melarikan diri dari ayahnya, ditambah dia bergabung dengan musuh ayahnya, betapa marahnya sang ayah nanti.
Saat nona Kiong mengetahui ayahnya sedang menguntit Kong-sun Po, maka dia menggunakan siasat supaya ayahnya mengejar dia tapi tidak mengejar Kong-sun Po.
Dia naik kuda pemberian nona Wan, hingga dia tidak bertemu dengan Kong-sun Po. Dia ingin memberi tahu 1393
Kong-sun Po, tapi khawatir bertemu ayahnya. Itu sebabnya dia tak ke Km-kee-leng. Ditambah dia mendapat halangan lain.
Saat nona Wan melihat Kong-sun Po murung, nona Wan menghiburnya.
"Dia cerdas dan lihay, kau jangan cemas. Barangkali dia ada di Kang-lam sedang bersenang-senang," kata Wan Say Eng.
"Aku juga berharap begitu!" kata Kong-sun Po.
"Untung kau datang, jika tidak kami bisa celaka," kata Ci Giok Phang ikut bicara. "Han Kong-cu itu ternyata lihay!"
"Aku juga heran?" kata Kong-sun Po.
"Apa yang kau herankan?" tanya nona Wan. "Dia murid Pek Tek, jago tua itu. Pantas jika dia lihay!"
"Aku kira dia bukan murid Pek Tek!" kata Kong-sun Po.
"Darimana kau ketahui hal itu?" tanya nona Wan.
"Dari ilmu silatnya," jawab Kong-sun Po. "Tenaga Pek Tek keras dan lunak, berbeda dengan tenaga orang she Han itu! Setahuku Pek Tek bukan akhli Tiam-hiat!"
"Kau sangsi tentang gurunya?" kata nona Wan.
"Ya. Tapi aku belum bisa menjelaskannya," kata Kongsun Po. "Aku kira Bun Tay-hiap pengalamannya luas, lebih baik kita tanyakan saja pada beliau!"
Nona Wan agak tak sabar tapi mereka sudah dekat ke rumah Bun Yat Hoan. Begitu sampai mereka meminta pada penjaga rumah agar memberi tahu pada Bun Yat Hoan tentang kedatangan mereka. Tak lama mucul seorang pria berumur sekitar limapuluh tahun. Ci Giok Phang mengenalinya.
1394 "Eeh, ternyata Chan Toa-siok pun ada di sini?" kata Ci Giok Phang.
Pemuda ini agak kaget bertemu Chan It Hoan. Dia salah seorang pegawai keluarga Han di Yang-ciu.
"Ci Kong-cu, sudah kuduga kau akan datang. Tentang kejadian masa lalu jangan kau pikirkan. Adikmu sekarang menjadi menantu Bun Yat Hoan," kata Chan It Hoan.
"Benar, aku memang sedang mencari adikku," kata Giok Phang. "Benarkah dia telah menkah dengan Seng Siauwhiap?"
"Benar," kata Chan It Hoan. "Pestanya pun meriah sekali, semua jago berdatangan mengucapkan selamat.
Sayang kau tak hadir!"
"Chan Toa-siok, tolong kau temukan aku dengannya,"
kata Ci Giok Phang. "Sayang, adikmu dan Seng Siauw-hiap sedang tak ada di rumah," kata Chan It Hoan.
"Ke mana mereka?" kata Ci Giok Phang.
"Mereka sedang melaksanakan tugas dari gurunya," kata Chan It Hoan. "Sebentar bila kau betemu dengan Bun tay-hiap bisa kau tanyakan soal mereka padanya."
Mereka lalu dipersilakan masuk. Malah Chan It Hoan sudah mendapat keterangan Bun Yat Hoan sedang menunggu mereka di ruang tamu.
Begitu bertemu Bun Yat Hoan, Kong-sun Po memberi hormat.
"Jangan sungkan," kata Bun Yat Hoan. "aku juga mendapat petunjuk Kakekmu, sekalipun aku tidak jadi murid kakekmu! Tapi bisa dikatakan aku ini muridnya yang tidak resmi!"
1395 Bun Yat Hoan mencoba membangunkan Kong-sun Po, maksudnya untuk menjajal tenaga Kong-sun Po.
Bun Yat Hoan girang melihat Kong-sun Po tampak gagah. Dia girang sekali padahal ayah Kong-sun Po yaitu Kong-sun Kie banyak berbuat dosa. Tapi anaknya cukup menggirangkan. Ci Giok Phang pun memberi hormat.
Bun Yat Hoan berkata pada pemuda ini.
"Adikmu telah menjadi isteri muridku. Maka sebagai keluarga kau jangan sungkan! Sayang kau datang terlambat, sekarang mereka sedang ke tempat Ong Cee-cu! Mereka mewakiliku!" kata Bun Yat Hoan.
"Kebetulan, kami juga mau ke Thay-ouw." kata Ci Giok Phang. "Jangan tergesa-gesa, kalian baru datang, istirahat saja dulu," kata Bun Yat Hoan. Nona Wan memberi hormat. "Siapa dia?" tanya Bun Yat Hoan.
"Dia puteri ketua pulau Beng-shia-to!" kata Ci Giok Phang.
"Hm! Kau jangan malu-malu, bukankah dia tunanganmu?" kata Kong-sun Po.
"Oh, jadi kau menantu beliau?" kata Bun Yat Hoan.
Bun Yat Hoan jadi heran kenapa Ci Giok Phang bertunangan dengan anak seorang jago tua yang berpihak di dua golongan, jahat dan benar. Mereka dipersilakan duduk.
Setelah mereka duduk Kong-sun Po bicara.
"Paman Bun, ada yang ingin kutanyakan pada Paman,"
"Kakatakan saja," kata Bun Yat Hoan.
"Tadi di luar kota kami bertemu dengan Pek Lo-sianseng, dia tinggal di rumah Perdana Menteri Han, siapa beliau itu?" kata Kong-sun Po.
1396 "Yang kau maksud Pek Tek, bukan?" kata Bun Yat Hoan. "Dia utusan Ong Cee-cu dan tamu Han To Yu.
Kenapa kau sangsi padanya?"
"Mana berani, beliau jago tua. Mana mungkin aku sangsi!" kata Kong-sun Po. "Yang ingin kuketahui tentang putera perdana menteri, apa dia murid Pek Lo-cian-eee atau bukan?"
"Terus terang aku juga tak tahu soal itu," kata Bun Yat Hoan. "Pek Tek baru dua bulan di sana, apa kau bertarung dengannya?"
"Ya. Aku sangsi gaya bersilat Han Hie Sun berbeda dengan ilmu silat Pek Lo-cian-pwee. Sekarang sesudah mendengar keterangan Bun Tay-hiap, aku yakin dia bukan murid Pek Locian-pwee. Lalu murid siapa?" kata Kong-sun Po.
"Di istana ayahnya tidak sedikit orang-orang gagah,"
kata Bun Yat Hoan. "Dari ceritamu, Han Hie Sun lebih tinggi kepandaiannya dari para jago di sana. Siapa gurunnya, aku juga tak tahu. Memang kenapa?"
"Karena curiga jadi aku ingin tahu saja," jawab Kong-sun Po.
"Jago Tiam-hiat sekarang ini, mana ada yang lebih lihay dari Bu-lim-thian-kiauw! Malah aku dengar kau belajar darinya. Masakah kepandaianmu aku mampu menandingi dia?" kata Bun Yat Hoan.
Kisah Pedang Di Sungai Es 24 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Pendekar Lembah Naga 32
^